input
stringlengths 912
558k
| output
stringlengths 234
2.18k
|
---|---|
No. 17/51/DKSP
Jakarta, 30 Desember 2015
S U R A T E D A R A N
Perihal :
Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu
Sehubungan dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/2/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5275), dan
dalam rangka peningkatan keamanan transaksi dengan menggunakan
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat, perlu melakukan perubahan ketiga atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank
Indonesia:
a. Nomor 14/17/DASP tanggal 7 Juni 2012; dan
b. Nomor 16/25/DKSP tanggal 31 Desember 2014,
sebagai berikut:
1. Ketentuan butir VII.B.8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
8. Untuk meningkatkan keamanan transaksi dengan menggunakan
APMK dan agar masing-masing Penerbit APMK dapat melakukan
pengelolaan likuiditasnya dengan baik, ditetapkan hal-hal sebagai
berikut:
a. batas ...
2
a. batas paling banyak nilai nominal dana untuk penarikan
tunai melalui mesin ATM, baik menggunakan Kartu ATM
maupun Kartu Kredit adalah sebesar:
1) Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tiap rekening
dalam 1 (satu) hari untuk Kartu ATM atau Kartu Kredit
yang menggunakan teknologi magnetic stripe; atau
2) Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) tiap rekening
dalam 1 (satu) hari untuk Kartu ATM atau Kartu Kredit
yang menggunakan teknologi chip.
b. batas paling banyak nilai nominal dana yang dapat
ditransfer antar Penerbit Kartu ATM melalui mesin ATM
adalah sebesar:
1) Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) tiap
rekening dalam 1 (satu) hari untuk Kartu ATM yang
menggunakan teknologi magnetic stripe; atau
2) Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tiap rekening
dalam 1 (satu) hari untuk Kartu ATM yang
menggunakan teknologi chip.
2. Di antara angka 3 dan angka 4 pada butir VII.C disisipkan 1 (satu)
angka, yakni angka 3A yang berbunyi sebagai berikut:
3A. Selain penggunaan teknologi chip sebagaimana dimaksud dalam
angka 2, untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
diterbitkan di Indonesia atas dasar rekening simpanan tertentu
dapat menggunakan teknologi magnetic stripe sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur
mengenai implementasi standar nasional teknologi chip dan PIN
online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
yang diterbitkan di Indonesia.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 30 Desember 2015.
Agar ...
3
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/51/DKSP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2015 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2015 </effective_date>
<changed_reg> '11/10/DASP|SE-BI/2009' </changed_reg>
<extension_of> '14/17/DASP|SE-BI/2012', '16/25/DKSP|SE-BI/2014' </extension_of>
<related_reg> '11/10/DASP|SE-BI/2009', '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009', '14/17/DASP|SE-BI/2012', '16/25/DKSP|SE-BI/2014' </related_reg>
|
No. 8/35/DASP
Jakarta, 22 Desember 2006
S U R A T E D A R A N
Perihal : Warkat Debet dan Dokumen Kliring serta Pencetakannya pada
Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring (PPWDK) dalam
Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
-----------------------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4516), dipandang perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai
ketentuan yang berkaitan dengan Warkat Debet dan Dokumen Kliring serta
pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring
(PPWDK) sebagai berikut.
I. PEMBAKUAN WARKAT DEBET DAN DOKUMEN KLIRING
Dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, keamanan, dan
kemudahan pengawasan dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI), perlu dilakukan pembakuan Warkat Debet dan
Dokumen Kliring yang digunakan dalam SKNBI.
A. Warkat Debet
Warkat Debet adalah alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan
atas beban nasabah atau Bank melalui Kliring Debet.
1.
Jenis Warkat Debet
Jenis Warkat Debet yang dibakukan untuk diperhitungkan dalam
SKNBI yaitu:
a. Cek adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang (KUHD) yang ditarik baik atas beban
nasabah Bank atau atas beban bank.
b. Bilyet …
2
b. Bilyet Giro adalah bilyet giro sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bilyet
Giro.
c. Wesel adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD, yang
diterbitkan oleh Peserta.
d. Nota Debet adalah Warkat Debet yang digunakan untuk
menagih dana pada Peserta lain untuk untung nasabah Peserta
atau Peserta yang menyampaikan Nota Debet tersebut. Nota
Debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan
dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh Peserta yang
menyampaikan Nota Debet kepada Peserta yang akan
menerima Nota Debet tersebut.
e. Warkat Debet lain yang mendapatkan persetujuan Bank
Indonesia antara lain adalah voucher perjalanan (traveller’s
cheque), voucher untuk deviden (dividend cheque), voucher
untuk cinderamata (gift cheque) dan Surat Bukti Penerimaan
Transfer (SBPT) yang merupakan surat bukti penerimaan
transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada Peserta
penerima dana transfer melalui penyelenggaraan SKNBI.
2. Spesifikasi Teknis Warkat Debet
a. Spesifikasi teknis yang harus dicantumkan dalam Warkat
Debet
Spesifikasi teknis Warkat Debet yang harus dicantumkan
dalam Warkat Debet yang akan digunakan dalam
penyelenggaraan SKNBI di Wilayah Kliring On-line Otomasi,
Wilayah Kliring Off-line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-
line Manual diatur sebagai berikut:
1) Kertas
Kertas yang digunakan harus memenuhi kualitas “The
London Clearing Bank’s Paper Specification No. 1”
(kertas …
3
(kertas CBS-1), yang sekurang-kurangnya memenuhi
standar sebagai berikut:
a) berat kertas (gramatur): 95 +/- 5 % g/M2;
b) ketebalan: 105 sampai dengan 135 micron; dan
c) memuat tanda air (watermark) berupa logo
PPWDK.
2) Ukuran
Ukuran Warkat Debet yang digunakan harus merupakan
ukuran seragam, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2
¾ (dua tiga per empat) inci.
3) Rancang Bangun
Pembakuan Warkat Debet tidak dimaksudkan untuk
membakukan redaksi yang tercantum dalam Warkat
Debet. Namun demikian untuk lebih memudahkan
pengenalan dan pemeriksaan Warkat Debet maupun
sandi atau informasi yang tercantum di dalamnya maka
rancang bangun Warkat Debet diatur sebagai berikut:
a) Nama dan Logo Bank
Nama dan logo Bank harus dicetak dengan jelas
dan/atau lebih besar daripada cetakan lainnya pada
Warkat Debet dimaksud dan ditempatkan pada
bagian kiri atas Warkat Debet. Pencantuman logo
dimaksud tidak berlaku dalam hal Peserta tidak
memiliki logo.
b) Penulisan Jenis Warkat Debet
Jenis Warkat Debet sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 harus ditulis dalam Bahasa Indonesia dan
apabila diperlukan dapat ditambahkan padanan
katanya dalam Bahasa Inggris. Tulisan jenis
Warkat Debet tersebut harus dicetak dengan jelas
dan/atau lebih besar daripada tulisan lain pada
redaksi …
4
redaksi Warkat Debet dan ditempatkan pada bagian
atas Warkat Debet.
c) Penggunaan Bahasa Indonesia pada Redaksi
Warkat Debet
Redaksi Warkat Debet harus ditulis dalam Bahasa
Indonesia dan apabila diperlukan, dapat
ditambahkan padanan katanya dalam Bahasa
Inggris.
d) Nomor Seri
Nomor seri yang digunakan sebagai sarana kontrol
penggunaan Warkat Debet harus dicantumkan pada
bagian kanan atas Warkat Debet.
e) Nilai Nominal
Ruangan untuk menuliskan nilai nominal dalam
angka dan huruf harus cukup luas dan ditempatkan
di bagian tengah Warkat Debet, sehingga
perbandingan tulisan nilai nominal dalam angka
dan huruf pada Warkat Debet dapat terlihat atau
terbaca dengan jelas.
f) Tempat dan Tanggal Penarikan atau Penerbitan
Kolom penulisan tempat dan tanggal penarikan
atau penerbitan Warkat Debet harus disediakan
pada Warkat Debet.
g) Ruangan Tanda Tangan
Ruangan untuk tanda tangan dan/atau pencantuman
nama jelas penarik atau penerbit Warkat Debet
harus disediakan dengan cukup luas serta
ditempatkan pada bagian bawah Warkat Debet di
atas garis batas clear band.
h) Nama …
5
h) Nama PPWDK
Nama PPWDK harus dicantumkan secara vertikal
pada sisi sebelah kiri atau kanan Warkat Debet,
atau secara horisontal di bagian bawah Warkat
Debet di atas garis batas clear band.
i) Penulisan Peserta Kliring Antar Wilayah
Peserta Kliring Antar Wilayah harus menuliskan
istilah “Peserta Kliring Antar Wilayah”, “Peserta
Kliring Warkat Luar Wilayah”, “Dapat
dikliringkan pada seluruh cabang bank di
Indonesia”, “Peserta intercity clearing” atau istilah
yang sejenis lainnya pada bagian tengah atas
Warkat Debet atau pada bagian lain yang masih
kosong dan menurut Peserta merupakan tempat
yang paling tepat. Contoh penulisan istilah Peserta
Kliring Antar Wilayah pada Cek dan Bilyet Giro
adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1.a
dan Lampiran 1.b.
j) Penggunaan Warna yang Kontras
Komposisi warna antara latar belakang Warkat
Debet dan tulisan pada Warkat Debet yang
digunakan pada seluruh penyelenggaraan SKNBI
harus cukup kontras, sehingga apabila Warkat
Debet diproses oleh mesin baca pilah (reader
sorter) di Wilayah Kliring On-line Otomasi dan
Wilayah Kliring Off-line Otomasi, tulisan pada
hasil salinan (image) Warkat Debet atas Warkat
Debet yang sebelumnya telah direkam gambarnya
dengan menggunakan mesin baca pilah pada
Kliring penyerahan dalam penyelenggaraan
SKNBI, dapat dibaca dengan jelas. Dengan
demikian …
6
demikian, dalam pemilihan komposisi warna pada
latar belakang Warkat Debet, Peserta harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) menghindari penggunaan warna yang sama
atau hampir sama antara latar belakang
Warkat Debet dengan warna tulisan pada
redaksi Warkat Debet (tidak kontras);
(2) khusus untuk tulisan pada redaksi Warkat
Debet, hendaknya menggunakan pilihan jenis
dan besar huruf yang memadai serta
menggunakan pilihan warna tinta yang tegas.
4) Tinta
untuk mencetak Magnetic Ink Character Recognition
E-13B (MICR) code line pada bagian clear band Warkat
Debet, harus menggunakan tinta MICR yang memenuhi
standar ISO 1004:1995. Ketentuan ini berlaku untuk
Warkat Debet yang digunakan di Wilayah Kliring On-
line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi,
termasuk Warkat Debet yang digunakan oleh Peserta
Kliring Antar Wilayah.
5) Clear band
Clear band adalah ruang kosong dengan ukuran seragam
yang terdapat pada bagian bawah Warkat Debet dengan
panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 5/8 (lima per delapan)
inci diukur dari sisi bagian paling bawah Warkat Debet.
Ruangan clear band tersebut disediakan khusus untuk
pencetakan angka dan simbol MICR code line.
6) Garis batas clear band
Pada setiap clear band Warkat Debet sebagaimana
dimaksud dalam angka 5) harus terdapat batas clear
band dengan bagian lain dari Warkat Debet dimaksud
yang …
7
yang dapat berupa garis, huruf mikro (micro text) atau
perbedaan warna yang membentuk garis pada posisi 5/8
(lima per delapan) inci dari bagian paling bawah Warkat
Debet.
7) Pertinggal
Untuk keperluan administrasi atas penarikan atau
penerbitan Cek dan Bilyet Giro, pada setiap lembar Cek
dan Bilyet Giro harus ditambahkan lembar pertinggal
yang ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas
Warkat Debet dan diadministrasikan di bagian
depan/belakang bundel Warkat Debet atau berupa
carbonized paper. Dalam hal diperlukan, Peserta dapat
menambahkan lembar pertinggal dimaksud pada Warkat
Debet selain Cek dan Bilyet Giro.
8) Perforasi
Untuk menghindari kerusakan pada waktu pengolahan
oleh mesin baca pilah dan/atau MICR encoder/reader-
encoder, perforasi untuk memisahkan Warkat Debet
dengan lembar pertinggal harus ditempatkan pada
sebelah kiri atau sebelah atas Warkat Debet. Dalam hal
digunakan continuous form, perforasinya disesuaikan
dengan kebutuhan dan harus dilakukan secara deep cut.
Selain itu lem perekat tidak dapat digunakan pada
Warkat Debet, kecuali apabila ditujukan untuk menjilid
blanko Warkat Debet yang telah diperforasi.
b. Spesifikasi Teknis Warkat Debet yang Dapat Ditambahkan
dalam Warkat Debet (bersifat fakultatif)
Spesifikasi teknis Warkat Debet yang dapat ditambahkan
dalam Warkat Debet yang akan digunakan Peserta, diatur
sebagai berikut:
1) Disain …
8
1) Disain Sekuriti pada Latar Belakang
Untuk meningkatkan keamanan Warkat Debet dari
kemungkinan upaya pemalsuan, disain sekuriti latar
belakang Warkat Debet dapat menggunakan satu atau
lebih fitur disain sekuriti seperti guillosche, roschette,
numismatic (line relief) atau raster sekuriti lain seperti
raster anti fotokopi, micro text (huruf mikro), dan/atau
hidden image.
2) Personalisasi Nasabah
Dalam hal diperlukan personalisasi nasabah pada Cek
atau Bilyet Giro, maka pencantuman informasi
personalisasi nasabah (nama, alamat, nomor rekening
dan/atau identitas lainnya dari nasabah penarik Cek atau
Bilyet Giro) dimaksud dapat ditempatkan di sebelah kiri
bawah Warkat Debet, sejajar dengan tanda tangan atau
di tempat lain yang menurut Peserta merupakan tempat
yang paling tepat. Contoh personalisasi nasabah pada
Cek dan Bilyet Giro adalah sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 2.a dan Lampiran 2.b.
3) Tinta
a) Tinta sekuriti untuk latar belakang Warkat Debet
Untuk meningkatkan keamanan terhadap
kemungkinan adanya upaya pemalsuan, pencetakan
latar belakang Warkat Debet dapat menggunakan
satu atau lebih tinta sekuriti. Tinta sekuriti yang
digunakan dapat merupakan tinta tak tampak
(invisible ink) yang akan berpendar apabila disinari
dengan cahaya ultra violet, dan/atau tinta tampak
(visible ink) yang ditempatkan pada latar belakang
Warkat Debet. Lokasi cetakan tinta tak tampak
(invisible ink) dapat meliputi:
(1) tempat …
9
(1)
(2)
(3)
(4)
tempat penulisan tanggal penarikan atau
penerbitan Warkat Debet;
tempat penulisan angka nominal;
tempat penulisan terbilang angka nominal;
atau
tempat tanda tangan penarik atau penerbit
Warkat Debet.
b) Tinta penetrasi untuk nomor seri Warkat Debet
Untuk meningkatkan keamanan terhadap upaya
manipulasi terhadap nomor seri (nomorator)
Warkat Debet, maka pencetakan nomor seri
(nomorator) Warkat Debet dapat menggunakan
tinta penetrasi merah ber-fluorescent hijau atau
kuning.
c. Contoh rancang bangun Warkat Debet adalah sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 3.a sampai dengan Lampiran 3.d
dan Lampiran 3.e.1) sampai dengan Lampiran 3.e.4).
3. Sarana Penunjang Warkat Debet
Sarana penunjang Warkat Debet berupa stiker hanya dapat
digunakan dalam penyelenggaraan SKNBI di Wilayah Kliring On-
line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi. Stiker
digunakan untuk mengoreksi kesalahan encode MICR code line
pada clear band Warkat Debet, dengan cara menutup informasi
MICR code line yang salah secara penuh dengan stiker kosong dan
meng-encode kembali informasi MICR code line yang benar di
atasnya. Adapun penggunaan stiker harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. ukuran stiker tidak melebihi ruang clear band dan dengan
ketebalan yang memadai sehingga tidak mengganggu
pembacaan MICR code line hasil koreksi oleh mesin baca
pilah; dan
b. stiker …
10
b.
stiker tidak diperkenankan digunakan untuk mengoreksi
kesalahan encode pada Dokumen Kliring.
B. Dokumen Kliring
Dokumen Kliring merupakan alat bantu yang berfungsi sebagai dokumen
kontrol dalam penyelenggaraan SKNBI.
1.
Jenis Dokumen Kliring
Jenis Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring
Debet adalah sebagai berikut:
a. Wilayah Kliring On-line Otomasi adalah:
1) Bukti Penyerahan Warkat Debet pada Kliring
Penyerahan (BPWD-Kliring Penyerahan);
2) Bukti Penyerahan Warkat Debet pada Kliring
Pengembalian (BPWD-Kliring Pengembalian);
3) Lembar Substitusi;
4) Kartu Batch; dan
5) Daftar DKE Yang Ditolak Per Peserta Penerima.
b. Wilayah Kliring Off-line Otomasi adalah:
1) Bukti Penyerahan Warkat Debet pada Kliring
Penyerahan (BPWD-Kliring Penyerahan);
2) Bukti Penyerahan Warkat Debet pada Kliring
Pengembalian (BPWD-Kliring Pengembalian);
3) Lembar Substitusi;
4) Kartu Batch;
5) Daftar DKE Yang Ditolak Per Peserta Penerima;
6) Bukti Penyerahan Rekaman DKE Debet pada Kliring
Penyerahan (BPR-Kliring Penyerahan); dan
7) Bukti Penyerahan Rekaman DKE Debet pada Kliring
Pengembalian (BPR-Kliring Pengembalian).
c. Wilayah Kliring Off-line Manual
1) Bukti Penyerahan Rekaman DKE Debet pada Kliring
Penyerahan (BPR-Kliring Penyerahan);
2) Bukti …
11
2) Bukti Penyerahan Rekaman DKE Debet pada Kliring
Pengembalian (BPR-Kliring Pengembalian);
3) Rincian Warkat Debet yang Diserahkan pada Kliring
Penyerahan Berdasarkan Peserta Penerima (RWD-
Kliring Penyerahan);
4) Rincian Warkat Debet yang Diserahkan pada Kliring
Pengembalian Berdasarkan Peserta Penerima (RWD-
Kliring Pengembalian); dan
5) Daftar DKE Yang Ditolak Per Peserta Penerima.
2. Spesifikasi Teknis Dokumen Kliring
Spesifikasi teknis Dokumen Kliring yang akan digunakan dalam
penyelenggaraan Kliring Debet diatur sebagai berikut:
a. Dokumen Kliring di Wilayah Kliring On-line Otomasi dan
Wilayah Kliring Off-line Otomasi
1) Spesifikasi teknis yang harus ada pada BPWD-Kliring
Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu
Batch
a) Kertas
Kertas yang digunakan harus memenuhi kualitas
CBS-1, yang sekurang-kurangnya memenuhi
standar sebagai berikut:
(1) berat kertas (gramatur): 95 +/- 5 % g/M2;
(2) ketebalan: 105 sampai dengan 135 micron;
dan
(3) memuat tanda air (watermark) berupa logo
PPWDK.
b) Ukuran
Ukuran BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-
Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch yang
digunakan harus merupakan ukuran seragam, yaitu
panjang …
12
panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2¾ (dua tiga per
empat) inci.
c) Rancang Bangun
Untuk lebih memudahkan dalam pengenalan dan
pemeriksaan sandi atau informasi di dalam BPWD-
Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian,
dan Kartu Batch, rancang bangun Dokumen
Kliring tersebut diatur sebagai berikut:
(1) Nama dan Logo Bank
Nama dan logo Bank harus dicetak lebih jelas
dan/atau lebih besar daripada cetakan lainnya
pada BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-
Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch
dimaksud dan ditempatkan pada bagian kiri
atas BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-
Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch.
Pencantuman logo dimaksud tidak berlaku
dalam hal Peserta tidak memiliki logo.
(2) Penulisan BPWD-Kliring Penyerahan,
BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu
Batch
BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch harus ditulis
dalam Bahasa Indonesia. Tulisan BPWD-
Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch tersebut
harus dicetak lebih jelas dan/atau lebih besar
daripada tulisan pada redaksi Dokumen
Kliring dan ditempatkan pada bagian atas
BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch.
(3) Penggunaan …
13
(3) Penggunaan Bahasa Indonesia pada Redaksi
BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch
Redaksi BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-
Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch harus
ditulis dalam Bahasa Indonesia.
(4) Nomor seri
Nomor seri yang digunakan sebagai sarana
kontrol penggunaan BPWD-Kliring
Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian,
dan Kartu Batch harus dicantumkan pada
bagian kanan atas BPWD-Kliring
Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian,
dan Kartu Batch dimaksud.
(5) Nilai nominal
Ruangan untuk menuliskan nilai nominal
harus cukup luas yang ditempatkan di bagian
kanan BPWD-Kliring Penyerahan dan
BPWD-Kliring Pengembalian, di atas
ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman
nama jelas petugas yang menyerahkan,
sehingga nilai nominal pada BPWD-Kliring
Penyerahan
dan BPWD-Kliring
Pengembalian dimaksud dapat terlihat atau
terbaca dengan jelas.
(6) Tempat dan tanggal penerbitan
Kolom penulisan tempat dan tanggal
penerbitan BPWD-Kliring Penyerahan, dan
BPWD-Kliring Pengembalian harus
disediakan pada BPWD-Kliring Penyerahan
dan BPWD-Kliring Pengembalian.
(7) Ruangan …
14
(7) Ruangan tanda tangan
Ruangan untuk tanda tangan dan
pencantuman nama jelas petugas yang
menyerahkan harus disediakan dengan cukup
luas serta ditempatkan pada bagian sebelah
kanan bawah BPWD-Kliring Penyerahan dan
BPWD-Kliring Pengembalian di atas garis
batas clear band.
d) Tinta
Untuk mencetak MICR code line pada bagian clear
band BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch harus
menggunakan tinta MICR yang memenuhi standar
ISO 1004:1995.
e) Clear band
Clear band adalah ruang kosong dengan ukuran
seragam yang harus terdapat pada bagian bawah
BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch dengan panjang 7
(tujuh) inci dan lebar 5/8 (lima per delapan) inci
diukur dari sisi bagian paling bawah BPWD-
Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian,
dan Kartu Batch. Ruangan clear band tersebut
disediakan khusus untuk pencetakan angka dan
simbol MICR code line untuk diproses dalam
penyelenggaraan Kliring Debet di Wilayah Kliring
On-line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line
Otomasi.
f) Garis batas clear band
Pada clear band BPWD-Kliring Penyerahan,
BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch
sebagaimana …
15
sebagaimana dimaksud dalam huruf e), harus
terdapat batas clear band dengan bagian lain dari
BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch dimaksud yang
dapat berupa garis, huruf mikro (micro text) atau
perbedaan warna yang membentuk garis pada
posisi 5/8 (lima perdelapan) inci dari bagian paling
bawah BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch.
g) Pembedaan warna
Untuk membedakan BPWD-Kliring Penyerahan,
BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch
dalam pengolahan di Penyelenggara Kliring Lokal
(PKL), maka pada bagian paling atas:
(1) BPWD-Kliring Penyerahan dan Kartu Batch
harus diberi warna hijau; dan
(2) BPWD-Kliring Pengembalian harus diberi
warna merah,
dengan ukuran panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 1
(satu) centimeter.
2) Spesifikasi teknis yang dapat ditambahkan pada BPWD-
Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan
Kartu Batch (bersifat fakultatif)
a) Nama PPWDK
Nama PPWDK dapat dicantumkan secara vertikal
pada sisi sebelah kiri atau kanan BPWD-Kliring
Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan
Kartu Batch atau secara horisontal di bagian bawah
BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch di atas garis batas
clear band.
b) Disain …
16
b) Disain Sekuriti pada Latar Belakang
Untuk meningkatkan keamanan BPWD-Kliring
Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan
Kartu Batch dari kemungkinan upaya pemalsuan,
disain sekuriti latar belakang BPWD-Kliring
Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan
Kartu Batch dapat menggunakan satu atau lebih
fitur disain sekuriti seperti guillosche, roschette,
numismatic (line relief) atau raster sekuriti lain
seperti raster anti fotokopi, micro text (huruf
mikro), dan/atau hidden image.
c) Tinta
(1) Tinta sekuriti untuk mencetak latar belakang
BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch
Untuk meningkatkan keamanan terhadap
kemungkinan adanya upaya pemalsuan,
pencetakan latar belakang BPWD-Kliring
Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian,
dan Kartu Batch dapat menggunakan satu
atau lebih tinta sekuriti. Penggunaan tinta
sekuriti merupakan tinta tak tampak (invisible
ink) yang akan berpendar apabila disinari
dengan cahaya ultra violet, dan/atau tinta
tampak (visible ink) yang ditempatkan pada
latar belakang BPWD-Kliring Penyerahan,
BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu
Batch. Lokasi cetakan tinta tak tampak
(invisible ink) ditempatkan di bagian
Dokumen Kliring yang menurut Peserta
paling tepat, kecuali pada bagian clear band.
(2) Tinta …
17
(2) Tinta penetrasi untuk nomor seri BPWD-
Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch
Untuk meningkatkan keamanan terhadap
upaya manipulasi terhadap nomor seri
(nomorator) BPWD-Kliring Penyerahan,
BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu
Batch maka pencetakan nomor seri
(nomorator) dapat menggunakan tinta
penetrasi merah ber-fluorescent hijau atau
kuning.
3) Lembar Substitusi
Lembar Substitusi harus menggunakan kertas HVS
minimal 60 g/M2 warna putih, dengan ukuran panjang 7
(tujuh) inci dan lebar 2 ¾ (dua tiga per empat) inci.
b. Dokumen Kliring di Wilayah Kliring Off-line Manual
Dokumen Kliring di Wilayah Kliring Off-line Manual dibuat
sesuai dengan ketentuan Dokumen Kliring dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI.
c. Contoh rancang bangun Dokumen Kliring sebagaimana
dimaksud pada huruf a adalah sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 4.a sampai dengan Lampiran 4.f.
II. PENCETAKAN DAN PERSETUJUAN PENCETAKAN WARKAT DEBET
DAN DOKUMEN KLIRING, SERTA PELAPORAN PENCETAKAN
WARKAT DEBET DAN DOKUMEN KLIRING KEPADA BANK
INDONESIA
A. Pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring
Pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring
Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch yang
digunakan pada Wilayah Kliring On-line Otomasi dan Wilayah Kliring
Off-line Otomasi wajib dilakukan oleh Perusahaan Percetakan Dokumen
Sekuriti …
18
Sekuriti (PPDS) yang telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia
sebagai PPWDK.
B. Persetujuan Pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring oleh
Bank Indonesia
1. Peserta wajib memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih
dahulu dari Bank Indonesia apabila akan melakukan pencetakan
Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring
Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch untuk
digunakan dalam penyelenggaraan SKNBI, yang merupakan
pencetakan:
a. untuk pertama kalinya, termasuk pemesanan baru pada
PPWDK yang berbeda;
b. untuk perubahan atas disain dan/atau rancang bangun Warkat
Debet dan Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring
Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch
yang sebelumnya telah disetujui pencetakan dan
penggunaannya oleh Bank Indonesia, antara lain yang
meliputi perubahan sebagai berikut:
1) nama Peserta;
2)
3)
logo Peserta;
redaksi, termasuk tetapi tidak terbatas pada penambahan
tulisan “Peserta Kliring Antar Wilayah” sebagaimana
dimaksud dalam butir I.A.2.a.3).i);
4) disain gambar latar belakang;
5) komposisi warna; dan/atau
6) disain sekuriti latar belakang.
2. Pengajuan permohonan persetujuan pencetakan secara tertulis
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dilakukan oleh:
a. Kantor Pusat Bank Konvensional;
b. Kantor Pusat Bank yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah;
c. Kantor …
19
c. Kantor Cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar
negeri;
d. Kantor Cabang Peserta yang berkedudukan di Jakarta
berdasarkan surat kuasa dari Kantor Pusat Peserta yang
berkedudukan di luar Jakarta;
e. Unit Usaha Syariah (UUS) atau Kantor Pusat Bank
Konvensional yang membawahi UUS tersebut; atau
f. UUS atau Kantor Cabang dari suatu bank yang berkedudukan
di luar negeri yang membawahi UUS tersebut.
3. Untuk mencegah adanya duplikasi pengajuan spesimen Warkat
Debet dan Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan,
BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch maka Kantor Pusat
Peserta yang berkedudukan di luar Jakarta yang telah memberikan
surat kuasa kepada Kantor Cabang Peserta yang berkedudukan di
Jakarta sebagaimana dimaksud dalam butir 2.d, tidak dapat lagi
mengajukan permohonan pencetakan Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch kepada Bank Indonesia yang
mewilayahi kecuali telah terdapat pencabutan surat kuasa tersebut
secara tertulis.
4. Spesimen Cek dan/atau Bilyet Giro Peserta yang sebelumnya telah
disetujui pencetakan dan penggunaannya oleh Bank Indonesia dan
hanya mengalami perubahan atas rancang bangun Warkat Debet di
luar butir 1.b. dan/atau penambahan informasi personalisasi
nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.b.2), maka
Peserta yang bersangkutan dapat langsung melakukan pemesanan
dan pencetakan Cek dan/atau Bilyet Giro dimaksud pada PPWDK
sesuai dengan kebutuhannya, tanpa perlu memperoleh persetujuan
secara tertulis terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam angka 1.
C. Persyaratan …
20
C. Persyaratan dan Tata Cara Bagi Peserta untuk Memperoleh Persetujuan
Pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring
Untuk memperoleh persetujuan atas pencetakan Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch sebagaimana dimaksud dalam butir B.1,
Peserta harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menyampaikan surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat
Debet dan/atau Dokumen Kliring kepada Bank Indonesia yang
mewilayahi sesuai contoh dalam Lampiran 5.a, yang sekurang-
kurangnya memuat informasi sebagai berikut:
a.
Jenis Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang akan
dicetak pada PPWDK. Dalam hal jenis Warkat Debet yang
akan dicetak tersebut merupakan Warkat Debet lainnya,
antara lain voucher perjalanan (traveller’s cheque) dan
voucher cinderamata (gift cheque), yang penggunaannya
dalam SKNBI belum disetujui oleh Bank Indonesia, maka
permohonan persetujuan atas penggunaan Warkat Debet
dimaksud untuk dikliringkan harus dinyatakan secara jelas
dalam surat permohonan;
b. Nama PPWDK yang akan mencetak Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring; dan
c. Alamat khusus Peserta untuk penyampaian surat balasan dari
Bank Indonesia yang mewilayahi mengenai persetujuan atau
penolakan atas permohonan persetujuan pencetakan Warkat
Debet dan/atau Dokumen Kliring Peserta, dalam hal alamat
khusus Peserta dimaksud berbeda dengan alamat surat-
menyurat Peserta yang tercantum dalam header atau footer
surat permohonan Peserta.
2. Menyampaikan dokumen-dokumen tertentu sebagai lampiran surat
permohonan persetujuan pencetakan Warkat Debet dan/atau
Dokumen …
21
Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1, yang
terdiri atas:
a.
spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sebanyak
135 (seratus tiga puluh lima) lembar untuk masing-masing
jenis Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang akan
dicetak, dengan ketentuan sebagai berikut:
1)
seluruh spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen
Kliring harus memenuhi ketentuan spesifikasi teknis
Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sebagaimana
dimaksud dalam butir I.A.2 dan butir I.B.2;
2)
seluruh spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen
Kliring harus dibubuhi tambahan tulisan “spesimen”,
”specimen”, ”speciment”, ”cetak coba” atau tulisan lain
yang sejenis, dengan ukuran tulisan yang relatif besar
dan menggunakan warna yang terang/jelas. Tulisan
tersebut ditulis pada bagian depan Warkat Debet
dan/atau Dokumen Kliring, sehingga mudah dibedakan
dengan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang
bukan merupakan spesimen Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring;
3)
seluruh lembar spesimen Warkat Debet harus telah
dipisahkan dari lembar pertinggal sebagaimana
dimaksud dalam butir I.A.2.a.7);
4)
spesimen Warkat Debet harus memenuhi peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya, khususnya
terkait dengan pemenuhan persyaratan formal, serta
ketentuan mengenai tata cara penulisan Warkat Debet
dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam
angka III;
5)
apabila spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen
Kliring akan digunakan oleh Peserta di Wilayah Kliring
On-line …
22
On-line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi
maka:
a) khusus pada bagian depan dari 5 (lima) lembar
spesimen Warkat Debet sebagaimana dimaksud
dalam angka 1), dapat ditambahkan informasi
dummy dalam bentuk tulisan yang antara lain
mencakup nama penerima, jumlah nominal dalam
angka dan huruf, tempat dan tanggal
penerbitan/penarikan, tanda tangan serta nama jelas
penandatangan untuk dilakukan uji perekaman data
spesimen Warkat Debet dalam bentuk salinan
(image).
b) pada clear band spesimen Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) harus dibubuhi informasi MICR code line
guna diuji dengan mesin baca pilah Penyelenggara.
c) pencantuman informasi MICR code line
sebagaimana dimaksud dalam huruf b) harus
dilakukan sesuai dengan tata cara pencantuman
MICR code line sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai SKNBI dengan pedoman tambahan
sebagai berikut:
(1) Spesimen Warkat Debet
(a) Kolom Nomor Seri diisi dengan data
dummy yang bukan angka “000000” (6
(enam) digit);
(b) Kolom Sandi Peserta untuk semua jenis
Warkat Debet diisi dengan sandi khusus
pengujian Warkat Debet dan Dokumen
Kliring yaitu 8889993 (7 (tujuh) digit);
(c) Kolom …
23
(c) Kolom Nomor Rekening diisi dengan
data dummy yang bukan angka
“0000000000” (10 (sepuluh) digit);
(d) Kolom Sandi Transaksi diisi dengan
sandi transaksi yang sesuai dengan jenis
Warkat Debet, yaitu:
i.
00 sampai dengan 09 untuk Cek (2
(dua) digit);
ii. 10 sampai dengan 19 untuk Bilyet
Giro (2 (dua) digit);
iii. 20 sampai dengan 29 untuk Wesel
(2 (dua) digit);
iv. 30 sampai dengan 39 untuk
Warkat Debet lainnya (2 (dua)
digit);
v. 40 sampai dengan 49 untuk Nota
Debet (2 (dua) digit);
(e) Kolom Nilai Nominal diisi dengan data
dummy
yang bukan angka
“00000000000000” (14 (empat belas)
digit). Khusus untuk nilai nominal Nota
Debet diisi data dummy dengan nilai
nominal paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
(2) Spesimen Dokumen Kliring
(a) Kolom Nomor Seri diisi dengan data
“000888” (6 (enam) digit);
(b) Kolom Sandi Peserta diisi dengan tata
cara yang berbeda dengan tata cara
pengisian Sandi Peserta pada spesimen
Warkat Debet, yaitu 3 (tiga) digit
pertama …
24
pertama diisi dengan angka “999” dan 4
(empat) digit terakhir diisi dengan angka
“9999”. Dengan demikian, kolom Sandi
Peserta pada spesimen Dokumen Kliring
dimaksud diisi dengan data “999 9999”;
(c) Kolom Nomor Rekening tidak perlu
dilakukan pengisian (dibiarkan kosong);
(d) Kolom Sandi Transaksi, diisi dengan
angka “60” (2 (dua) digit) untuk
BPWD-Kliring Penyerahan, angka “62”
(2 (dua) digit) untuk BPWD-Kliring
Pengembalian, dan angka “96” (2 (dua)
digit) untuk Kartu Batch;
(e) Kolom Nilai Nominal Warkat Debet,
diisi dengan data dummy yang bukan
angka “00000000000000” (14 (empat
belas) digit).
b. Surat pernyataan di atas meterai dari PPWDK sesuai contoh
dalam Lampiran 5.b, yang menerangkan informasi sebagai
berikut:
1) bahwa kertas CBS-1 yang digunakan untuk mencetak
Warkat Debet dan Dokumen Kliring, merupakan kertas
CBS-1 yang telah diuji di Balai Besar Pulp dan Kertas
(BBP&K) serta telah disetujui oleh Bank Indonesia; dan
2) penjelasan atas spesifikasi fitur disain sekuriti pada latar
belakang yang digunakan dalam Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring, serta lokasi penempatan fitur disain
sekuriti tersebut (apabila ada).
c. Surat kuasa dari pimpinan Kantor Pusat Peserta yang
berkedudukan di luar Jakarta kepada Kantor Cabang Peserta
yang berkedudukan di Jakarta, dalam hal surat permohonan
persetujuan …
25
persetujuan diajukan oleh Kantor Cabang Peserta yang
berkedudukan di Jakarta sebagaimana dimaksud dalam butir
B.2.d.
3. Spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.a.1) yang telah diisi informasi MICR code
line sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.5).c), harus memenuhi
syarat pengujian dengan mesin baca pilah, sebagai berikut:
a.
tingkat penolakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring
Kartu Batch paling tinggi sampai dengan 2% (dua perseratus);
dan
b.
salinan (image) spesimen Warkat Debet sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.a.5).a) yang telah diambil rekaman
gambarnya menunjukkan hasil yang baik yaitu tulisan pada
salinan (image) Warkat Debet dapat terlihat cukup jelas.
D. Persetujuan atau Penolakan Pencetakan dan Penggunaan Warkat Debet
dan Dokumen Kliring oleh Bank Indonesia
Hasil penelitian dan pengujian terhadap spesimen Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch sebagaimana dimaksud dalam huruf C,
diberitahukan kepada Peserta yang mengajukan permohonan (Peserta
pemohon) sebagaimana dimaksud dalam butir B.2, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Bank Indonesia yang mewilayahi menyampaikan surat
pemberitahuan mengenai hasil penelitian dan pengujian spesimen
Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring paling lambat 21 (dua
puluh satu) hari kerja terhitung sejak surat permohonan persetujuan
pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring beserta
lampirannya sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 dan butir C.2
diterima secara lengkap dan benar oleh Bank Indonesia yang
mewilayahi.
2. Surat …
26
2. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat
berupa:
a. Surat persetujuan, dalam hal spesimen Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring yang diteliti dan/atau diuji tersebut telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C.
Selanjutnya Bank Indonesia yang mewilayahi menyampaikan
surat persetujuan kepada Peserta pemohon yang bersangkutan
untuk dapat melakukan pencetakan Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring sesuai kebutuhan untuk dipergunakan
dalam kegiatan Kliring, dengan dilampiri sebanyak 3 (tiga)
lembar dari masing-masing spesimen Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir C.2.a.
Adapun sebanyak 132 (seratus tiga puluh dua) lembar sisa
masing-masing spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen
Kliring digunakan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi
sebagai arsip dan didistribusikan ke seluruh kantor Bank
Indonesia dan PKL Selain BI untuk digunakan sebagai arsip.
b. Surat penolakan, dalam hal spesimen Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf C.3. Selanjutnya Bank Indonesia yang
mewilayahi menyampaikan surat penolakan dan
mengembalikan seluruh spesimen Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring dimaksud kepada Peserta pemohon untuk
diperbaiki/diperbaharui. Peserta pemohon kemudian dapat
menyampaikan kembali surat permohonan kepada Bank
Indonesia yang mewilayahi dengan melampirkan spesimen
Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang telah
diperbaiki/diperbaharui;
3. Dalam penyelenggaraan SKNBI, Peserta wajib menggunakan
Warkat Debet dan Dokumen Kliring yang dicetak pada PPWDK
berdasarkan …
27
berdasarkan surat persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.a.
E. Pelaporan Pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring
1. Kantor Pusat Peserta dan Kantor Cabang Peserta dari suatu Bank
yang berkedudukan di luar negeri, setiap periode 1 (satu) tahun
wajib menyampaikan laporan tahunan tertulis dengan
menggunakan surat tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia
mengenai Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD-
Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu
Batch yang telah dicetak oleh PPWDK (ditandai dengan adanya
delivery order dari PPWDK) pada periode 1 (satu) tahun
sebelumnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
laporan tahunan wajib memuat:
1) nama Bank;
2) periode laporan;
3)
tanggal pemesanan;
4) nama PPWDK;
5)
6)
tanggal pengiriman; dan
jenis serta jumlah lembar Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring yang telah dicetak oleh PPWDK
selama periode 1 (satu) tahun sebelumnya,
dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 6.
b. dalam hal pada kurun waktu 1 (satu) tahun Kantor Pusat
Peserta atau Kantor Cabang Peserta dari suatu Bank yang
berkedudukan di luar negeri tidak melakukan pencetakan
Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring maka Kantor Pusat
Peserta atau Kantor Cabang Peserta dari suatu Bank yang
berkedudukan di luar negeri yang bersangkutan tetap
diwajibkan menyampaikan laporan pencetakan Warkat Debet
dan/atau Dokumen Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada
laporan tahunan sesuai dengan format Lampiran 7.
c. penyampaian …
28
c. penyampaian laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Januari
tahun berikutnya. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah
hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut dihitung pada
tanggal hari kerja berikutnya.
d. penyampaian laporan tersebut ditujukan kepada:
Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran, Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran, dengan
alamat:
Bank Indonesia
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran
Gedung D, Lantai 9
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
2. Dalam hal Kantor Pusat Peserta sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia,
maka Kantor Pusat Peserta tersebut wajib menyampaikan tembusan
surat dan laporan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1
kepada kantor Bank Indonesia yang mewilayahi.
F. Bank Indonesia yang Mewilayahi
Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam butir
B.3, butir C.1, huruf D dan butir E.2 adalah:
1. Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran -
Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran (Bagian PwSP), untuk
Peserta yang:
a. Kantor Pusatnya berkedudukan di wilayah DKI Jakarta,
Propinsi Banten, Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota
Bogor, Kabupaten Karawang, dan Kota Depok; atau
b. Kantor Pusatnya berkedudukan di luar wilayah Kantor Pusat
Bank Indonesia, namun telah memberikan surat kuasa kepada
kantor …
29
kantor cabangnya yang berkedudukan di Jakarta sebagaimana
dimaksud dalam butir B.2.d;
dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir E.1.d.
2. Kantor Bank Indonesia setempat, untuk Peserta yang Kantor
Pusatnya berkedudukan di luar wilayah Kantor Pusat Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.
G. Ketentuan Khusus mengenai Perubahan Nama Peserta
Berkenaan dengan permohonan pencetakan Warkat Debet dan/atau
Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian dan/atau Kartu Batch yang disebabkan oleh adanya
perubahan nama Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b.1),
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Bagi Peserta yang berubah nama baik karena merger, konsolidasi
atau karena sebab lainnya, Peserta yang bersangkutan harus
memberitahukan perubahan nama tersebut dengan menggunakan
surat tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem
Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam
butir E.1.d paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung
sejak tanggal perubahan nama Peserta dimaksud disetujui oleh
Bank Indonesia. Surat pemberitahuan perubahan nama tersebut
memuat informasi sebagai berikut:
a.
jumlah Warkat Debet dan Dokumen Kliring lama yang masih
tersedia pada Peserta;
b. perkiraan lamanya waktu untuk menghabiskan persediaan
Warkat Debet dan Dokumen Kliring lama sebagaimana
dimaksud dalam huruf a; dan
c.
rencana waktu pencetakan Warkat Debet dan Dokumen
Kliring dengan nama Peserta yang baru.
2. Peserta yang berubah nama sebagaimana dimaksud dalam angka 1
harus mengajukan permohonan persetujuan pencetakan Warkat
Debet …
30
Debet dan/atau Dokumen Kliring dengan nama Peserta yang baru
paling lambat sebelum Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring
lama diperkirakan habis, dengan persyaratan dan tata cara
pengajuan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf C.
3. Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak
melakukan pencetakan seluruh Warkat Debet dan/atau Dokumen
Kliring dengan nama Peserta yang baru secara sekaligus pada saat
yang sama, pengajuan surat permohonan persetujuan pencetakan
Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring dimaksud dapat
dilakukan lebih dari 1 (satu) kali sesuai dengan jenis Warkat Debet
dan/atau Dokumen Kliring yang dicetaknya, dengan tetap
memperhatikan ketersediaan Warkat Debet dan/atau Dokumen
Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.
4. Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring dengan nama Peserta
yang lama masih dapat dipergunakan dalam penyelenggaraan
SKNBI sampai persediaan Warkat Debet dan/atau Dokumen
Kliring lama tersebut habis, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring Peserta lama
yang masih terdapat pada tata usaha Peserta, maka Peserta
yang bersangkutan harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) memperhatikan aspek risiko keamanan dan risiko
reputasi (corporate image) serta aspek kepercayaan
nasabah, terkait dengan rencana penggunaan Warkat
Debet dan/atau Dokumen Kliring lama dimaksud;
2) mencoret nama Peserta yang lama dan menambahkan
tulisan nama Peserta yang baru dengan menggunakan
ketikan, stempel atau dengan cara-cara sejenis lainnya;
3) khusus untuk perubahan nama Peserta yang diikuti
dengan perubahan sandi Peserta, maka untuk
penyelenggaraan SKNBI di Wilayah Kliring On-line
Otomasi …
31
Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi, dalam
hal terdapat Warkat Debet Peserta lama yang kolom
sandi Pesertanya telah terlanjur di-encode dengan
menggunakan informasi MICR code line Peserta yang
lama, maka sandi Peserta lama dalam bentuk MICR code
line dimaksud harus disesuaikan menjadi sandi MICR
code line Peserta yang baru dengan menggunakan stiker
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.3 paling lama
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal efektif
perubahan nama Peserta dikeluarkan Penyelenggara
untuk Kantor Pusat Peserta atau Kantor Cabang dari
suatu Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar
negeri tersebut.
b. Untuk Warkat Debet berupa Cek, Bilyet Giro, Wesel dan
Warkat Debet lainnya, antara lain voucher perjalanan
(traveller’s cheque), voucher cinderamata (gift cheque) dan
SBPT dengan nama Peserta lama yang telah beredar di
masyarakat dan perubahan nama Peserta tersebut diikuti pula
dengan perubahan sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam
butir a.3), maka Peserta penerima yang bermaksud melakukan
penagihan Cek, Bilyet Giro dan/atau Warkat Debet lainnya
dimaksud dalam penyelenggaraan Kliring Debet, harus
menyesuaikan sandi Peserta lama menjadi sandi Peserta baru
dengan menggunakan stiker sebagaimana dimaksud dalam
butir I.A.3.
III. TATA CARA PENULISAN WARKAT DEBET DAN DOKUMEN
KLIRING
Untuk memperlancar proses penyelenggaraan SKNBI baik di Penyelenggara
maupun di Peserta dan menjamin pemenuhan ketentuan hukum yang berlaku
atas Warkat Debet yang dikliringkan khususnya untuk Cek, Bilyet Giro,
Wesel, dan/atau Warkat Debet lainnya, antara lain voucher perjalanan
(traveller’s …
32
(traveller’s cheque), voucher cinderamata (gift cheque) dan SBPT, serta
dalam rangka mengurangi risiko pemalsuan Warkat Debet dan Dokumen
Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan
Kartu Batch maka dalam penulisan Warkat Debet dan Dokumen Kliring
tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
A. Warkat Debet
1. Warkat Debet dinyatakan dalam mata uang Rupiah.
2. Pencantuman nilai nominal Warkat Debet dalam mata uang Rupiah
ditulis secara lengkap dengan angka dan huruf dalam Bahasa
Indonesia atau Bahasa Inggris.
3. Penulisan nilai nominal dalam angka dan huruf serta pengisian
redaksional Warkat Debet dilakukan dengan menggunakan huruf
latin, kecuali untuk tanda tangan.
4. Penulisan dan/atau penandatanganan Cek, Bilyet Giro dan/atau
Warkat Debet lainnya hendaknya menggunakan alat tulis atau
sarana yang:
a.
tidak menyebabkan kerusakan pada Warkat Debet tersebut
dan/atau menyebabkan tulisan dalam Cek dan Bilyet Giro
sulit terbaca dengan jelas; dan/atau
b.
tidak mudah diubah.
5. Tambahan penulisan nilai nominal dengan peralatan apapun yang
dimaksudkan untuk memperjelas nilai nominal, baik dalam angka
dan huruf, misalnya dengan menggunakan peralatan tertentu seperti
cheque-writer (protectograph) dianggap tidak ada, karena
hasilnya dapat menimbulkan bermacam-macam penafsiran,
misalnya perbedaan penafsiran dalam hal angka dan huruf yang
ditulis oleh penarik berbeda dengan cheque-writer (protectograph).
6. Penulisan Cek, Bilyet Giro, dan Warkat Debet lainnya disarankan
untuk tidak diperjelas dengan menggunakan fluorescent pen karena
akan menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi apabila terjadi
perubahan penulisan. Di samping itu, penggunaan alat tersebut
pada …
33
pada angka Rupiah dapat menimbulkan cahaya sehingga akan
menyulitkan penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai nominal.
Dalam hal masih terdapat Warkat Debet yang menggunakan
fluorescent pen maka sebelum Peserta melakukan pembayaran
hendaknya terlebih dahulu menghubungi nasabah yang
bersangkutan untuk konfirmasi.
B. Dokumen Kliring
Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Debet di
Wilayah Kliring On-line Otomasi, Wilayah Kliring Off-line Otomasi dan
Wilayah Kliring Off-line Manual mengacu pada cara penulisan Warkat
Debet sebagaimana dimaksud dalam huruf A, kecuali butir A.2 dan butir
A.3 karena dalam Dokumen Kliring nilai nominal yang ditulis adalah
hanya berupa angka saja.
IV. PENETAPAN PERUSAHAAN PERCETAKAN WARKAT DEBET DAN
DOKUMEN KLIRING
PPDS yang bermaksud untuk menjadi PPWDK, harus memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu dari Bank Indonesia.
A. Persyaratan PPWDK
PPDS yang dapat memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk
melakukan pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring berupa
BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu
Batch harus memenuhi sekurang-kurangnya persyaratan-persyaratan
sebagai berikut:
1. mempunyai izin operasional yang masih berlaku sebagai PPDS
yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;
2. mempunyai rencana kerja (business plan) terkait dengan
pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring;
3. mempunyai kertas CBS-1 dengan spesifikasi teknis kertas
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir
I.B.2.a.1).a);
4. mempunyai …
34
4. mempunyai laporan hasil uji atas kertas CBS-1 sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 dari BBP&K;
5. menyediakan mesin disain sekuriti, mesin cetak sekuriti, mesin
untuk mencetak informasi MICR code line dan mesin pembaca
MICR yang dapat berfungsi dengan baik; dan
6. mampu mencetak seluruh jenis Warkat Debet sebagaimana
dimaksud dalam butir I.A.1 dan Dokumen Kliring berupa BPWD-
Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu
Batch dengan kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam angka 3
dan menggunakan mesin-mesin sebagaimana dimaksud dalam
angka 5.
B. Tata Cara Pemberian Persetujuan PPWDK
1. Untuk memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia agar dapat
mencetak Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD-
Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan/atau Kartu
Batch, PPDS harus mengajukan surat permohonan menjadi
PPWDK secara tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q.
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Jl. M.H. Thamrin No.
2 - Jakarta 10350, dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai
berikut:
a.
fotokopi izin operasional sebagai PPDS yang masih berlaku
dari instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1, yang telah mendapatkan pernyataan sesuai dengan
aslinya dari instansi yang berwenang tersebut atau telah
mendapatkan pernyataan dari Notaris bahwa fotokopi izin
operasional tersebut sesuai dengan asli dokumen yang
diperlihatkan PPDS kepada Notaris;
b.
fotokopi anggaran dasar PPDS beserta perubahan-
perubahannya, yang telah mendapatkan pernyataan dari
Notaris bahwa fotokopi anggaran dasar PPDS tersebut sesuai
dengan …
35
dengan asli dokumen yang diperlihatkan PPDS kepada
Notaris;
c.
d.
rencana kerja (business plan) yang terkait dengan pencetakan
Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring;
fotokopi laporan hasil uji kertas CBS-1 milik PPDS dari
BBP&K sebagaimana dimaksud dalam butir A.4, yang telah
mendapatkan pernyataan fotokopi sesuai dengan aslinya dari
BBP&K atau Notaris, yang memuat informasi mengenai
spesifikasi kertas sebagaimana dimaksud dalam butir
I.A.2.a.1) atau butir I.B.2.a.1)a);
e.
spesimen kertas CBS-1 milik PPDS sebagaimana dimaksud
dalam butir A.3 yang telah memiliki laporan hasil uji kertas
CBS-1 dari BBP&K sebagaimana dimaksud dalam butir A.4,
masing-masing dengan ukuran:
1) 20 (dua puluh) cm x 20 (dua puluh) cm sebanyak 50
(lima puluh) lembar yang pada bagian depannya harus
telah diberi stempel atau cetakan nama PPDS yang
bersangkutan; dan
2) 7 (tujuh) inci x 2¾ (dua tiga per empat) inci sebanyak
135 (seratus tiga puluh lima) lembar yang pada bagian
depannya telah diberi stempel atau cetakan nama PPDS
yang bersangkutan dan MICR code line sesuai dengan
tata cara pencantuman MICR code line sebagaimana
dimaksud dalam butir II.C.2.a.5).c). Khusus untuk
pengisian kolom sandi transaksi, PPDS dapat
menggunakan salah satu sandi transaksi yang ada, yaitu
00 (Cek), 10 (Bilyet Giro), 20 (Wesel), 30 (Warkat
Debet Lainnya) atau 40 (Nota Debet).
f.
daftar mesin dan/atau peralatan untuk mencetak Warkat Debet
dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir A.5
dengan …
36
dengan menyebutkan kapasitas dan status kepemilikan mesin
dimaksud;
g. Surat Pernyataan yang menyatakan mampu mencetak seluruh
jenis Warkat Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1
dan Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan,
BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch dengan kertas
CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir A.3. dengan
menggunakan mesin-mesin sebagaimana dimaksud dalam
butir A.5.
2. Dalam hal lampiran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a sampai
dengan butir 1.g tidak lengkap, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q.
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran mengembalikan
lampiran tersebut kepada PPDS untuk dilengkapi dan disampaikan
kembali kepada Bank Indonesia.
3. Dalam hal lampiran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a sampai
dengan butir 1.g diterima secara lengkap, Kantor Pusat Bank
Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
melakukan:
a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan dan
kesesuaian dokumen-dokumen PPDS sebagaimana dimaksud
dalam angka 1;
b. pengujian spesimen kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.e.2) pada mesin baca pilah Bank Indonesia.
Spesimen kertas CBS-1 dianggap memenuhi syarat pengujian
dengan mesin baca pilah apabila tingkat penolakan (tingkat
reject) spesimen kertas CBS-1 paling tinggi sampai dengan
2% (dua perseratus). Dalam hal tingkat penolakan hasil
pengujian spesimen kertas CBS-1 dimaksud pada mesin baca
pilah menunjukkan tingkat penolakan spesimen yang lebih
tinggi dari 2% (dua per seratus), PPDS dimaksud berdasarkan
surat pemberitahuan tertulis dari Kantor Pusat Bank
Indonesia …
37
Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
dapat diberikan kesempatan untuk menyampaikan kembali
spesimen kertas CBS-1 yang telah diperbaiki kepada Kantor
Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran untuk dilakukan pengujian kembali dengan
mesin baca pilah; dan
c. melakukan pemeriksaan langsung ke PPDS yang
bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran
dokumen-dokumen PPDS sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, apabila spesimen kertas CBS-1 yang disampaikan
PPDS telah memenuhi syarat pengujian dengan mesin baca
pilah sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
4. Dalam hal kegiatan pemeriksaan administratif dokumen, pengujian
kertas CBS-1 dan pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 telah dilakukan, Bank Indonesia c.q. Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran akan memberikan:
a. persetujuan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan administrasi
dokumen, pengujian kertas CBS-1 dan pemeriksaan langsung
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 memenuhi keseluruhan
persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia; atau
b. penolakan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan administratif
dokumen, pengujian kertas CBS-1 dan/atau pemeriksaan
langsung tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan
yang ditetapkan Bank Indonesia. Selanjutnya Kantor Pusat
Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran menyampaikan surat penolakan dengan
menyebutkan alasan penolakan, dengan disertai pengembalian
seluruh lampiran sebagaimana dimaksud dalam angka 1
kepada PPDS yang bersangkutan untuk diperbaiki dan/atau
dilengkapi. Berkenaan dengan penolakan dimaksud, PPDS
yang bersangkutan dapat mengajukan kembali surat
permohonan …
38
permohonan izin operasional beserta lampirannya yang telah
diperbaiki dan/atau dilengkapi kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran,
dengan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam
angka 1.
5. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
disetujui, maka Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. menerbitkan Keputusan Direktur Akunting dan Sistem
Pembayaran yang berisi penetapan PPDS dimaksud sebagai
PPWDK;
b. menyampaikan surat pemberitahuan penetapan sebagai
PPWDK disertai asli keputusan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan mengembalikan 135 (seratus tiga puluh lima)
lembar spesimen kertas sebagaimana dimaksud pada butir
1.e.2) kepada PPWDK yang bersangkutan;
c. menyampaikan surat pemberitahuan penetapan sebagai
PPWDK disertai tembusan keputusan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a kepada instansi yang berwenang memberikan
izin operasional kepada PPDS;
d. mengumumkan penetapan PPWDK sebagaimana dimaksud
dalam huruf a kepada seluruh Kantor Pusat Peserta, Kantor
Cabang Peserta dari Bank yang berkedudukan di luar negeri
dan PPWDK lainnya di seluruh Indonesia.
6. Pemberian keputusan persetujuan atau surat penolakan kepada
PPDS untuk mencetak Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring
sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a atau butir 4.b, dilakukan
Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
tanggal pemeriksaan langsung ke PPDS yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam butir 3.c.
V. KEWAJIBAN …
39
V. KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERCETAKAN WARKAT DAN
DOKUMEN KLIRING
PPWDK mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1. menyediakan mesin-mesin yang diperlukan dalam pencetakan Warkat
Debet dan/atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud pada butir
IV.A.5;
2. melakukan sendiri segala pekerjaan yang berkaitan dengan pencetakan
Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring (prinsip Do It Yourself/Under
One Roof), tidak mensubkontrakkan atau mengalihkan pekerjaan
pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring tersebut kepada PPWDK
lain, atau menerima pengalihan pekerjaan dari PPWDK lain;
3. mencetak Warkat Debet dan Dokumen Kliring sesuai dengan spesifikasi
teknis yang ditetapkan dalam butir I.A.2 dan butir I.B.2;
4. melakukan pengujian ke BBP&K atas setiap kertas CBS-1 sebagaimana
dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a) yang akan
digunakan untuk mencetak Warkat Debet dan Dokumen Kliring Peserta
yang merupakan:
a. kertas CBS-1 baru yang akan digunakan untuk mencetak Warkat
Debet dan Dokumen Kliring Peserta untuk pertama kalinya; atau
b. kertas CBS-1 yang telah disetujui oleh Bank Indonesia tetapi
mengalami perubahan atau penggantian yang berupa perubahan atau
penggantian:
1) produsen kertas CBS-1;
2)
3) ketentuan Bank Indonesia yang mengubah spesifikasi teknis
kertas CBS-1.
5. melaporkan hasil uji kertas CBS-1 yang mengalami perubahan atau
penggantian sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b yang telah memenuhi
standar Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1)
atau butir I.B.2.a.1)a) kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q.
Direktorat …
tanda air (water mark) logo PPWDK yang bersangkutan;
dan/atau
40
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan menggunakan surat
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal surat BBP&K
kepada PPWDK yang bersangkutan perihal hasil uji kertas CBS-1,
dengan melampirkan:
a.
fotokopi laporan hasil uji kertas CBS-1 baru dari BBP&K, yang
telah mendapatkan pernyataan dari Notaris bahwa fotokopi laporan
tersebut sesuai dengan dokumen asli yang diperlihatkan kepada
Notaris atau yang telah mendapatkan pernyataan sesuai aslinya oleh
BBP&K, yang memuat informasi mengenai spesifikasi kertas
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) atau butir I.B.2.a.1)a);
b.
spesimen kertas CBS-1 yang diuji oleh BBP&K sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.b dan telah memiliki laporan hasil uji kertas
CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam huruf a, masing-masing
dengan ukuran:
1) 20 (dua puluh) cm x 20 (dua puluh) cm sebanyak 50 (lima
puluh) lembar yang telah dibubuhi stempel PPWDK; dan
2) 7 (tujuh) inci x 2¾ (dua tiga per empat) inci sebanyak 135
(seratus tiga puluh lima) lembar yang telah dibubuhi stempel
PPWDK dan informasi MICR code line sesuai dengan tata cara
pencantuman informasi MICR code line sebagaimana
dimaksud dalam butir II.C.2.a.5).c), untuk dilakukan pengujian
dengan mesin baca pilah oleh Penyelenggara.
Spesimen kertas CBS-1 dianggap memenuhi syarat pengujian
dengan mesin baca pilah apabila tingkat penolakan (tingkat reject)
spesimen kertas CBS-1 paling tinggi sampai dengan 2% (dua
perseratus). Dalam hal tingkat penolakan hasil pengujian spesimen
kertas CBS-1 dimaksud pada mesin baca pilah menunjukkan tingkat
penolakan spesimen yang lebih tinggi dari 2% (dua per seratus),
PPWDK dimaksud berdasarkan surat pemberitahuan tertulis dari
Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran dapat diberikan kesempatan untuk menyampaikan
kembali …
41
kembali spesimen kertas CBS-1 yang telah diperbaiki kepada
Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran untuk dilakukan pengujian dengan mesin baca pilah.
6. melakukan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring Peserta
dengan menggunakan kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir
I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a) yang telah disetujui oleh Bank Indonesia;
7.
setiap tahun menyampaikan laporan pencetakan Warkat Debet dan
Dokumen Kliring dengan menggunakan surat kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia mengenai Warkat Debet dan Dokumen Kliring yang telah
dicetak dan dikirim oleh PPWDK tersebut kepada Peserta pada periode 1
(satu) tahun sebelumnya, yaitu periode bulan Januari sampai dengan
bulan Desember. Laporan tersebut wajib memuat:
a. nama Bank;
b. periode laporan;
c.
tanggal pemesanan;
d. nama PPWDK;
e.
f.
tanggal pengiriman; dan
jenis dan jumlah lembar Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring
yang telah dicetak oleh PPWDK selama periode 1 (satu) tahun
sebelumnya;
dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 8;
8. menyampaikan laporan pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring
dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan sesuai dengan format dalam
Lampiran 9, apabila dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya
sebagaimana dimaksud dalam angka 7 tidak terdapat
pemesanan/pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring;
9. menyampaikan laporan periode 1 (satu) tahun sebelumnya sebagaimana
dimaksud pada angka 7 atau angka 8 paling lambat pada tanggal 25
Januari tahun berikutnya. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah
hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut adalah hari kerja
berikutnya;
10. menyampaikan …
42
10. menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 9 kepada
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran c.q. Bagian Pengawasan
Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam
butir II.E.1.d;
11. menyampaikan fotokopi perubahan anggaran dasar PPWDK dalam hal
terdapat perubahan nama, kepemilikan, direksi dan/atau komisaris yang
telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Notaris, kepada Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran c.q. Bagian Pengawasan Sistem
Pembayaran, dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir
II.E.1.d;
12. menyampaikan tembusan atau fotokopi ”surat permohonan perpanjangan
izin operasional PPDS kepada instansi yang berwenang” dan/atau
fotokopi ”surat dalam masa proses” yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang tersebut, kepada Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat surat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d;
13. menyampaikan fotokopi perpanjangan izin operasional PPDS dari
instansi yang berwenang dengan menggunakan surat kepada Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran c.q. Bagian Pengawasan Sistem
Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir
II.E.1.d, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak dikeluarkan
perpanjangan izin operasional dimaksud;
14. dalam hal terdapat perubahan alamat kantor PPWDK, maka PPWDK
dimaksud harus memberitahukan perubahan alamat tersebut kepada
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran c.q. Bagian Pengawasan
Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam
butir II.E.1.d.
15. mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
VI. PENGAWASAN …
43
VI. PENGAWASAN
Untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia yang terkait
dengan pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring, Bank Indonesia
melakukan pengawasan secara langsung dan tidak langsung terhadap Peserta
dan PPWDK.
A. Pengawasan Langsung
1. Dalam pelaksanaan pengawasan secara langsung, Bank Indonesia
dapat melakukan sendiri pengawasan secara langsung atau meminta
bantuan kepada instansi lain yang mempunyai keahlian dan
kompetensi dalam operasional pencetakan dokumen sekuriti.
2. Pengawasan langsung terhadap Peserta, antara lain dapat meliputi:
a. pengecekan atas kebenaran laporan yang disampaikan Peserta;
b. penelitian terhadap keabsahan perusahaan percetakan yang
digunakan untuk mencetak Warkat Debet dan/atau Dokumen
Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring
Pengembalian, dan Kartu Batch Peserta.
3. Pengawasan langsung terhadap PPWDK, antara lain meliputi:
a. pengecekan atas kebenaran laporan yang disampaikan
PPWDK;
b. penelitian terhadap ketersediaan dan kondisi mesin-mesin
percetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring berupa
BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian,
dan Kartu Batch.
B. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. menganalisis laporan-laporan yang disampaikan oleh Peserta dan
PPWDK, yang antara lain meliputi ketepatan waktu penyampaian
laporan, keakuratan isi laporan dan kesesuaian penggunaan format
laporan yang ditetapkan Bank Indonesia;
2. melakukan …
44
2. melakukan pengujian secara sampling terhadap Warkat Debet
dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan,
BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch Peserta yang:
a. memiliki tingkat reject relatif tinggi (di atas 2%); dan/atau
b. memiliki indikasi ketidaksesuaian dengan spesifikasi teknis
Warkat Debet dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud
dalam butir I.A.2 dan butir I.B.2.
VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
TERKAIT PENCETAKAN WARKAT DEBET DAN DOKUMEN KLIRING
1. Pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi Peserta dilakukan oleh
Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran dengan cara mendebet rekening giro Kantor Pusat Peserta
atau kantor cabang bank dari suatu bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di luar negeri yang berada di Bank Indonesia. Pelaksanaan
pembebanan sanksi kewajiban membayar dimaksud akan diinformasikan
kepada Peserta oleh Bank Indonesia melalui surat pemberitahuan
pengenaan sanksi administratif.
2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi PPWDK dilakukan oleh
Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran dengan menyampaikan surat pengenaan sanksi kewajiban
membayar kepada PPWDK yang bersangkutan yang antara lain berisi
informasi jumlah sanksi kewajiban membayar dimaksud dan tata cara
pembayarannya kepada Bank Indonesia.
VIII. LAIN-LAIN
1. Dalam hal instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam butir
IV.A.1 mencabut atau tidak memperpanjang izin operasional PPDS maka
Keputusan Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran yang menetapkan
PPDS sebagai PPWDK sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.5
menjadi tidak berlaku. Selanjutnya Kantor Pusat Bank Indonesia c.q.
Direktorat …
45
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran menerbitkan Keputusan
Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran mengenai
pencabutan/penghentian persetujuan PPWDK dan memberitahukannya
kepada seluruh Peserta dan PPWDK lainnya dengan menggunakan
pengumuman atau sarana lainnya.
2. Pelunasan bea meterai pada Warkat Debet berupa Cek dan Bilyet Giro
yang diperhitungkan dalam SKNBI wajib dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a.
untuk Warkat Debet yang digunakan di Wilayah Kliring yang
pemilahan Warkat Debetnya dilakukan secara otomasi, termasuk
Warkat Kliring Antar Wilayah, pelunasan bea meterai dilakukan
dengan cara mencantumkan tanda Bea Meterai Lunas (BML) atau
meterai teraan;
b. untuk Warkat Debet yang digunakan di Wilayah Kliring yang
pemilahan Warkat Debetnya dilakukan secara manual, pelunasan
bea meterai dilakukan dengan cara mencantumkan tanda Bea
Meterai Lunas (BML), meterai teraan, atau meterai tempel;
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Bank-bank di daerah yang tidak terdapat penyelenggaraan Kliring apabila
memberikan fasilitas Cek dan Bilyet Giro bagi nasabahnya, pencetakan
Cek dan Bilyet Giro tersebut dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis
dan ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini. Hal ini
dilakukan mengingat dengan adanya Kliring Warkat Debet Antar
Wilayah, Cek dan Bilyet Giro dimaksud menjadi dapat dikliringkan
dalam penyelenggaraan Kliring Debet.
4. Warkat Debet berupa Cek dan Bilyet Giro tidak dapat digunakan untuk
sarana penarikan rekening giro dalam mata uang asing, baik dalam mata
uang asal maupun konversinya dalam mata uang Rupiah.
5. Penggunaan bahan baku untuk Warkat Debet dan Dokumen Kliring
BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu
Batch diutamakan menggunakan produk dalam negeri, sepanjang
spesifikasi …
46
spesifikasi teknis kertasnya memenuhi spesifikasi teknis kertas CBS-1
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1).a).
X. KETENTUAN PERALIHAN
Warkat Debet dan Dokumen Kliring berupa Bukti Penyerahan Warkat
Debet dan Kartu Batch Warkat Debet lama yang telah memperoleh
persetujuan dari Bank Indonesia pada saat diberlakukannya Surat Edaran ini
masih dapat dipergunakan dalam penyelenggaraan SKNBI dengan mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI.
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 6/52/DASP tanggal 31 Desember 2004 perihal Warkat Debet,
Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Warkat
Debet dan Dokumen Kliring dinyatakan tetap berlaku untuk Wilayah Kliring
yang belum mengimplementasikan SKNBI sampai Wilayah Kliring tersebut
mengimplementasikan SKNBI, kecuali untuk ketentuan yang berkaitan
dengan sanksi.
XI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 6/52/DASP tanggal 31 Desember 2004 perihal Warkat Debet,
Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Warkat dan
Dokumen Kliring dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal
2 Januari 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDI SISWANTO
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/35/DASP|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Warkat Debet dan Dokumen Kliring serta Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring (PPWDK) dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 22 Desember 2006 </set_date>
<effective_date> 2 Januari 2007 </effective_date>
<replaced_reg> '6/52/DASP|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '7/18/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 17/37/DPM
Jakarta, 16 November 2015
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
DI INDONESIA
Perihal: Operasi Pasar Terbuka
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/ 20 /PBI/2015 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 275, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5764) dan penguatan
infrastruktur transaksi Operasi Moneter, perlu diatur kembali ketentuan
pelaksanaan mengenai operasi pasar terbuka dalam Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter
oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter
melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga
(Standing Facilities).
2. Operasi Pasar Terbuka, yang selanjutnya disingkat OPT,
adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan
oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka
Operasi Moneter.
3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan
sebagai …
2
sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Perbankan, yang melakukan
kegiatan usaha secara konvensional.
5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan
valuta asing, dan perusahaan efek yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat
Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi
Moneter.
6. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia, Surat Berharga Negara dan surat berharga
lain yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta,
dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI
adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek.
8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya
disingkat SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang
Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat
diperdagangkan hanya antar Bank.
9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN
adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah
Negara.
10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam
mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran …
3
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang
Negara.
11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata
uang Rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas
penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah
Negara.
12. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut
Transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga
oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban
pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga
dan jangka waktu yang disepakati.
13. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat
Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan
kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai
dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
14. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term
Deposit adalah penempatan dana dalam Rupiah dan/atau
valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank
Indonesia.
15. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan
penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank
Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan
pembelian kembali oleh Peserta OPT.
16. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank
Indonesia.
17. Rekening Surat Berharga adalah rekening Peserta OPT pada
BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing
yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka
pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat
berharga, transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau
transaksi …
4
transaksi pasar keuangan.
18. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang
memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia
sebagai peserta BI-SSSS untuk melakukan fungsi
penatausahaan bagi kepentingan nasabah.
19. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS, adalah infrastruktur
yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik
yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara
individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
transaksi, penatausahaan Surat Berharga, dan setelmen
dana seketika.
20. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System, yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta
penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
transaksi, penatausahaan Surat Berharga, dan setelmen
dana seketika.
21. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform, yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur
yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank
Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan
secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
transaksi, penatausahaan Surat Berharga, dan setelmen
dana seketika.
22. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya
disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank
kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk
penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari
Bank Indonesia.
23. Transaksi …
5
23. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat Berharga
Negara, yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap
SBN, adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap
Rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian SBN secara
outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan pada saat yang
bersamaan.
24. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan
rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran
dan/atau penerimaan dana valuta asing ke atau dari Bank.
25. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat
penunjukan dari otoritas yang berwenang untuk dapat
melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.
26. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing
terhadap Rupiah melalui pembelian atau penjualan tunai
(spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara
berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan
counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat
dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan.
27. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual
valuta asing oleh Bank Indonesia melalui penjualan tunai
(spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali valuta
asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang
dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama
pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal
transaksi dilakukan.
28. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi beli
valuta asing oleh Bank Indonesia melalui pembelian tunai
(spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali valuta
asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang
dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama
pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal
transaksi dilakukan.
29. Standard Settlement Instruction adalah suatu pedoman
tertentu dalam melakukan transfer dana melalui sarana
telekomunikasi yang antara lain memuat nama Bank
Koresponden …
6
Koresponden, nomor rekening, kode kliring dan kode
Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication
(SWIFT).
30. Transaksi Forward adalah transaksi jual atau beli antara
valuta asing terhadap Rupiah dengan penyerahan dana
dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
transaksi.
31. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia adalah transaksi
jual valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan Bank
Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2
(dua) hari kerja setelah tanggal transaksi.
32. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia adalah transaksi
beli valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan Bank
Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2
(dua) hari kerja setelah tanggal transaksi.
33. Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, yang
selanjutnya disebut JISDOR, adalah representasi harga spot
Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dari transaksi antar
Bank di pasar domestik termasuk transaksi Bank dengan
bank di luar negeri, yang informasi data transaksinya dapat
diakses melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah.
34. Delivery Versus Payment, yang selanjutnya disingkat DVP,
adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara
setelmen Surat Berharga dan setelmen dana dilakukan
secara bersamaan.
B. Bank Indonesia dalam rangka OPT dapat melakukan absorpsi
likuiditas dan/atau injeksi likuiditas dengan menggunakan satu
atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di pasar
uang dan mengelola likuiditas di pasar valuta asing serta untuk
menjaga ketersediaan instrumen operasi moneter yang
diperlukan dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan
moneter Bank Indonesia.
II. PENERBITAN …
7
II. PENERBITAN SBI
1. Penerbitan SBI merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk absorpsi likuiditas Rupiah di pasar uang.
2. SBI memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah);
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah
hari yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen
sampai dengan tanggal jatuh waktu;
Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum pada
Lampiran I.
c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
d. diterbitkan dan ditransaksikan di Sistem BI-ETP;
e. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di
BI-SSSS;
f. dapat dipindahtangankan (negotiable);
g. dapat ditransaksikan antara lain dengan cara outright,
pinjam meminjam, hibah, repurchase agreement (repo), atau
dijadikan agunan;
h. SBI yang masih dalam status agunan tidak dapat
diperdagangkan;
i. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal
SBI jatuh waktu;
j. Bank Indonesia dapat melunasi SBI sebelum jatuh waktu
(early redemption) berdasarkan pertimbangan terkait
strategi pengelolaan moneter; dan
k. pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption)
sebagaimana dimaksud dalam huruf j dilakukan dengan
persetujuan pemilik SBI.
3. Metode Penerbitan SBI
a. Penerbitan SBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui
Sistem BI-ETP.
b. Mekanisme lelang SBI dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
1) harga …
8
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto
lelang SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat
diskonto lelang SBI diajukan oleh Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SBI
a. Lelang SBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
b. Window time lelang SBI dapat dilakukan antara pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu
lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBI dan
perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui
Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang SBI memuat antara lain:
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode lelang;
6)
7)
8)
target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan
metode variable rate tender);
tingkat diskonto SBI (apabila lelang dilakukan dengan
metode fixed rate tender); dan/atau
tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Lelang SBI
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SBI
secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SBI
untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang SBI kepada Bank
Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang
ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang SBI meliputi informasi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender …
9
tender; atau
2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang
dengan metode variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu SBI yang akan
diterbitkan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable
rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto
dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per
sepuluh ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran SBI yang disampaikan
kepada Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran SBI yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang SBI
a. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode fixed rate
tender, penetapan SBI yang dimenangkan dihitung dengan
cara:
1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan
nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
b. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable
rate tender, penetapan SBI yang dimenangkan dihitung
dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi
yang …
10
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR);
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal SBI yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan
seluruh SBI yang diajukan; dan
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta
OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh
atau sebagian dari SBI yang diajukan sebesar
hasil perhitungan secara proporsional sesuai
dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan
pembulatan nominal terkecil SBI sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang SBI.
7. Pengumuman Hasil Lelang SBI
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBI setelah window
time ditutup dengan cara sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem
BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto,
dan nilai tunai SBI yang dimenangkan;
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU,
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa rata-rata
tertimbang tingkat diskonto SBI, SOR, dan/atau nilai
nominal yang dimenangkan.
8. Setelmen Lelang SBI
a. Setelmen Hasil Lelang SBI
1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SBI
paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman
hasil lelang SBI.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang
SBI.
3) Bank …
11
3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang
SBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar
nilai tunai SBI dan setelmen Surat Berharga dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal SBI.
4) Nilai tunai SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount)
dengan rumus:
Nilai tunai
SBI
Nilai nominal x 360
=
360 + (Tingkat diskonto x Jangka waktu)
nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai
Keterangan:
nilai nominal = nilai nominal SBI
dimenangkan.
tingkat
diskonto
= tingkat
dimenangkan.
jangka waktu = jumlah hari yang dihitung 1 (satu)
hari sesudah tanggal setelmen
lelang SBI sampai dengan tanggal
jatuh waktu
Contoh perhitungan nilai tunai dan nilai diskonto SBI
tercantum pada Lampiran I.
5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi
per transaksi (gross to gross) dan DVP.
6) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem
BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen
lelang SBI, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
transaksi lelang SBI yang dimenangkan Peserta OPT
yang bersangkutan.
7) Atas …
diskonto
yang
yang
12
7) Atas batalnya transaksi lelang SBI sebagaimana
dimaksud dalam angka 6), Peserta OPT dikenakan
sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter.
b. Setelmen Pelunasan SBI
1) Bank Indonesia melunasi SBI jatuh waktu berdasarkan
pencatatan kepemilikan SBI yang tercatat di BI-SSSS
pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu
SBI.
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh
waktu SBI ditetapkan sebagai hari libur oleh
pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SBI
dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa
memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur
dimaksud.
3) Pada tanggal jatuh waktu SBI, Bank Indonesia
melakukan pelunasan SBI dengan cara:
a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SBI
sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu; dan
b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SBI
sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu.
9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Minggu Sejak
Kepemilikan SBI (Minimum Holding Period)
a. Ketentuan
1) Dalam jangka waktu 1 (satu) minggu, yaitu 7 (tujuh)
hari kalender sejak tanggal setelmen pembelian,
pemilik SBI dilarang mentransaksikan SBI yang
dimiliki dengan pihak lain.
2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) antara lain Transaksi Repo, Transaksi
Outright, hibah, dan pengagunan.
3) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) maka Transaksi Repo sell
and buy back SBI tidak dapat dilakukan dengan jangka
waktu kurang dari 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari
kalender …
13
kalender.
4) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI
memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan
kepemilikan, antara lain repo collateralized borrowing,
pengagunan (pledge), dan securities lending and
borrowing, pemilik SBI dapat
langsung
mentransaksikan kembali SBI dimaksud setelah jatuh
waktu second leg.
5) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI
memiliki second leg dan terjadi perpindahan
kepemilikan, antara lain repo sell and buyback SBI,
pemilik SBI dapat mentransaksikan kembali SBI
dimaksud dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Dalam hal second leg Transaksi Repo berhasil
dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan
kembali oleh penjual repo 1 (satu) minggu atau 7
(tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen
second leg transaksi SBI dimaksud.
b) Dalam hal second leg Transaksi Repo tidak
berhasil dilakukan, SBI dimaksud dapat
ditransaksikan kembali oleh pembeli repo 1 (satu)
minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal
setelmen first leg transaksi SBI dimaksud.
6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa
perpindahan kepemilikan atau transfer SBI karena
merger, akuisisi, dan konsolidasi, SBI dapat
ditransaksikan kembali 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh)
hari kalender sejak SBI dicatat di Sub-Registry awal
atau di Rekening Surat Berharga awal.
7) Larangan mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan
pihak lain dalam jangka waktu 1 (satu) minggu atau 7
(tujuh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) tidak berlaku untuk transaksi SBI oleh
Peserta …
14
Peserta OPT dengan Bank Indonesia.
8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik
nasabahnya dengan memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan
angka 7).
b. Pengawasan
1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau
pengawasan langsung atas pelaksanaan pembatasan
transaksi SBI selama 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh)
hari kalender sejak kepemilikan SBI oleh Peserta OPT
dan Sub-Registry.
2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran pelaksanaan
pembatasan transaksi SBI sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, Bank Indonesia menyampaikan surat
permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT dan/atau
Sub-Registry.
3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima
surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) menyampaikan tanggapan secara
tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga)
hari kerja setelah tanggal surat konfirmasi dari Bank
Indonesia.
4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub-
Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka
Peserta OPT dan/atau Sub-Registry dianggap
mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut.
5) Atas pelanggaran pelaksanaan pembatasan transaksi
SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank
Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang
Operasi Moneter.
III. PENERBITAN …
15
III. PENERBITAN SDBI
1. Penerbitan SDBI merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk absorpsi likuiditas Rupiah di pasar uang.
2. SDBI memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah);
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling
lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah
hari yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen
sampai dengan tanggal jatuh waktu;
Contoh perhitungan jangka waktu SDBI sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.
c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
d. diterbitkan dan ditransaksikan di Sistem BI-ETP;
e. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di
BI-SSSS;
f. hanya dapat dimiliki oleh Bank;
g. hanya dapat dipindahtangankan (negotiable) antar Bank;
h. hanya dapat ditransaksikan antar Bank antara lain dengan
cara outright, pinjam meminjam, hibah, repurchase
agreement (repo), atau dijadikan agunan;
i. SDBI yang masih dalam status agunan tidak dapat
diperdagangkan;
j. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SDBI
jatuh waktu;
k. Bank Indonesia dapat melunasi SDBI sebelum jatuh waktu
berdasarkan pertimbangan terkait strategi pengelolaan
moneter; dan
l. pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf k dilakukan dengan persetujuan
pemilik SDBI.
3. Metode Penerbitan SDBI
a. Penerbitan SDBI dilakukan dengan mekanisme lelang
melalui Sistem BI-ETP.
b. Mekanisme lelang SDBI dilakukan dengan metode sebagai
berikut …
16
berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto
lelang SDBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat
diskonto lelang SDBI diajukan oleh Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SDBI
a. Lelang SDBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
b. Window time lelang SDBI dapat dilakukan antara pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu
lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SDBI dan
perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui
Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang SDBI memuat antara lain:
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode lelang;
6)
7)
8)
target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan
metode variable rate tender);
tingkat diskonto SDBI (apabila lelang dilakukan
dengan metode fixed rate tender); dan/atau
tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Lelang SDBI
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SDBI
secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI
untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI kepada
Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time
yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang SDBI meliputi informasi:
1) nilai …
17
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender; atau
2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang
dengan metode variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu SDBI yang akan
diterbitkan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable
rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto
dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per
sepuluh ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran SDBI yang disampaikan
kepada Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran SDBI yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang SDBI
a. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode fixed rate
tender, penetapan SDBI yang dimenangkan dihitung dengan
cara:
1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan
nominal terkecil SDBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
b. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable
rate tender, penetapan SDBI yang dimenangkan dihitung
dengan cara:
1) Bank …
18
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal SDBI yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan
seluruh SDBI yang diajukan;
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta
OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh
atau sebagian dari SDBI yang diajukan sebesar
hasil perhitungan secara proporsional sesuai
dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan
pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang SDBI.
7. Pengumuman Hasil Lelang SDBI
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SDBI setelah
window time ditutup dengan cara sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem
BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto
dan nilai tunai SDBI yang dimenangkan;
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lainnya antara lain berupa rata-rata
tertimbang tingkat diskonto SDBI, SOR, dan/atau nilai
nominal yang dimenangkan.
8. Setelmen Lelang SDBI
a. Setelmen Hasil Lelang SDBI
1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SDBI
paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman
hasil lelang SDBI.
2) Peserta …
19
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang
SDBI.
3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang
SDBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar
nilai tunai SDBI dan setelmen Surat Berharga dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal.
4) Nilai tunai SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka
3) dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount)
dengan rumus :
Nilai tunai
SDBI
Nilai Nominal x 360
=
360 + (Tingkat Diskonto x Jangka Waktu)
nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai
Keterangan:
nilai nominal
= nilai nominal SDBI yang
dimenangkan
tingkat diskonto = tingkat diskonto yang
dimenangkan
jangka waktu
= jumlah hari yang dihitung 1
(satu) hari sesudah tanggal
setelmen lelang SDBI sampai
dengan tanggal jatuh waktu
Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SDBI
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi
per transaksi (gross to gross) dan DVP.
6) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem
BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen
lelang SDBI, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
transaksi …
20
transaksi lelang SDBI yang dimenangkan Peserta OPT
yang bersangkutan.
7) Atas batalnya transaksi lelang SDBI sebagaimana
dimaksud dalam angka 6), Peserta OPT dikenakan
sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter.
b. Setelmen Pelunasan SDBI
1) Bank Indonesia melunasi SDBI jatuh waktu
berdasarkan pencatatan kepemilikan SDBI yang
tercatat di BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal jatuh waktu SDBI.
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh
waktu SDBI ditetapkan sebagai hari libur oleh
pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SDBI
dilakukan pada hari kerja berikutnya, tanpa
memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur
dimaksud.
3) Pada tanggal jatuh waktu SDBI, Bank Indonesia
melakukan pelunasan SDBI dengan cara:
a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SDBI
sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu; dan
b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SDBI
sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu.
9. Pembatasan Transaksi SDBI di Pasar Sekunder
a. Ketentuan
1) Bank dilarang memindahtangankan atau
mentransaksikan SDBI yang dimiliki dengan pihak
selain Bank.
2) Pemindahtanganan atau transaksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) mencakup antara lain
transaksi jual atau beli secara outright, pinjam
meminjam, memberi atau menerima hibah, repurchase
agreement (repo), memberikan atau menerima agunan.
3) Bank dapat mentransaksikan SDBI dengan Bank
Indonesia.
4) Sub-Registry …
21
4) Sub-Registry wajib menatausahakan SDBI milik
nasabahnya dengan memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1).
b. Pengawasan
1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau
pengawasan tidak langsung atas pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1)
oleh Bank dan Sub Registry.
2) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1), Bank Indonesia akan
mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Operasi Moneter.
3) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1), Bank Indonesia melakukan
pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) atas
SDBI yang dimiliki oleh pihak selain Bank tanpa
persetujuan pemilik.
4) Perhitungan pelunasan sebelum jatuh waktu (early
redemption) sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen SDBI
dipindahtangankan ke pihak selain Bank.
5) Perhitungan pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu
(early redemption) adalah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi
Moneter.
IV. TRANSAKSI REPO SURAT BERHARGA
1. Transaksi Repo merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk injeksi likuiditas Rupiah di pasar uang.
2. Transaksi Repo memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Transaksi Repo dilakukan dengan prinsip sell and buy back,
yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat
Berharga …
22
Berharga (transfer of ownership);
b. Transaksi Repo memiliki jangka waktu paling singkat 1
(satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang
dinyatakan dalam hari, yang dihitung 1 (satu) hari setelah
tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu;
c. Bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di
belakang (simple interest); dan
d. hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang di-repo-
kan selama periode Transaksi Repo tetap merupakan milik
Peserta OPT.
3. Metode Transaksi Repo
a. Transaksi Repo dilakukan dengan mekanisme lelang
melalui:
1) Sistem BI-ETP untuk Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam Rupiah;
2) sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia untuk Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam valuta asing.
b. Mekanisme lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan suku bunga repo
(repo rate) ditetapkan Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender), dengan suku
bunga repo (repo rate) diajukan Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Repo
a. Lelang Transaksi Repo dilakukan pada hari kerja yang
ditetapkan Bank Indonesia.
b. Window time lelang Transaksi Repo dapat dilakukan antara
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau
waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Repo dan perubahannya paling lambat sebelum window
time melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana
lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Repo memuat
antara …
23
antara lain:
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode lelang;
6)
target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan
metode variable rate tender;
7) suku bunga repo (repo rate), apabila lelang dilakukan
dengan metode fixed rate tender;
8) Surat Berharga yang dapat di-repo-kan;
9) haircut; dan/atau
10) tanggal dan waktu setelmen.
e. Dalam hal Transaksi Repo menggunakan Surat Berharga
dalam valuta asing maka pengumuman rencana lelang,
selain mengumumkan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam
huruf d, juga mengumumkan acuan harga untuk Surat
Berharga dalam valuta asing dan acuan kurs transaksi.
5. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Repo
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi
Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang
Transaksi Repo untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Repo
kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP atau sarana
dealing system dalam window time yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam Rupiah
1) Pengajuan penawaran meliputi informasi:
a) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang
di-repo-kan, untuk lelang dengan metode fixed
rate tender; atau
b) nilai …
24
b) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang
di-repo-kan dan repo rate, untuk lelang dengan
metode variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Repo
yang akan dilakukan.
2) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan
nilai nominal paling kurang
dengan
kelipatan
sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
selebihnya
sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable
rate tender, pengajuan setiap penawaran repo rate
dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per
sepuluh ribu).
e. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam valuta asing.
1) Kurs yang digunakan dalam Transaksi Repo dengan
Surat Berharga dalam valuta asing adalah kurs tengah
dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal
transaksi.
2) Pengajuan penawaran meliputi informasi:
a) dalam hal lelang dilakukan dengan metode fixed
rate tender, antara lain:
(1) nama Peserta OPT;
(2)
tanggal transaksi;
(3) jangka waktu Repo;
(4) Standard Settlement Instruction;
(5) jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-
kan, dan
(6) penawaran nilai nominal; atau
b) dalam hal lelang dilakukan dengan metode
variable rate tender, antara lain:
(1) nama Peserta OPT;
(2)
tanggal transaksi;
(3) jangka waktu repo;
(4) Standard …
25
(4) Standard Settlement Instruction;
(5) jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-
kan;
(6) penawaran nilai nominal; dan
(7)
tingkat bunga (repo rate).
3) Peserta OPT mengajukan penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
4) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable
rate tender, pengajuan setiap penawaran repo rate
dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per
sepuluh ribu).
5) Penawaran lelang dapat diajukan paling banyak 2
(dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang
ditawarkan.
6) Dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan
Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu)
kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan
dalam window time lelang Transaksi Repo.
7) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 6) dapat
dilakukan terhadap informasi penawaran selain
informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu
Transaksi Repo.
8) Koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan
pengajuan penawaran.
9) Peserta OPT harus mengirimkan dokumen ke Bank
Indonesia sebagai berikut:
a) surat pernyataan yang menyatakan bahwa:
(1) Surat Berharga dalam valuta asing yang di-
repo-kan merupakan aset milik Peserta OPT;
dan
(2) Peserta OPT tidak lagi memiliki SBI, SDBI
dan SBN;
b) data …
26
b) data terkait Surat Berharga yang paling kurang
meliputi jadwal pembayaran kupon terakhir (last
coupon date),
jadwal pembayaran kupon
selanjutnya (next coupon date), tingkat kupon
(coupon rate), dan nominal kupon;
c) surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) dilampiri dengan statement of holding
atas kepemilikan Surat Berharga dalam valuta
asing di lembaga kustodian yang ditunjuk Bank
Indonesia dan Hasil Olahan Komputer (HOK)
posisi kepemilikan Surat Berharga dalam Rupiah
Peserta OPT pada posisi penutupan 1 (satu) hari
kerja sebelum tanggal transaksi.
Contoh surat pernyataan dan data terkait Surat
Berharga sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.
10) Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 9) kepada Bank Indonesia dilakukan sebelum
penutupan window time transaksi yang dapat
didahului dengan penyampaian melalui faksimili.
Penyampaian dokumen ditujukan kepada:
Bank Indonesia - Departemen Pengelolaan Moneter c.q.
Grup Operasi Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta Pusat 10350
Faksimili: 2310347
Telepon: 29818350
11) Dalam hal berdasarkan pemeriksaan oleh Bank
Indonesia, surat pernyataan sebagaimana dimaksud
dalam angka 9) terbukti tidak benar maka penawaran
yang diajukan dinyatakan batal.
12) Penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam valuta asing dinyatakan batal dalam
hal Peserta OPT:
a) mengajukan …
27
a) mengajukan penawaran tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
sampai dengan angka 5);
b)
tidak melakukan koreksi sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 6) sampai
dengan angka 8); dan/atau
c)
tidak menyampaikan dokumen sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 9).
f. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran lelang Transaksi Repo yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Repo
a. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah
1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode fixed rate tender maka penetapan Transaksi
Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta
OPT dimenangkan seluruhnya.
b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal
yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan
sebagian dengan perhitungan secara proporsional
sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia,
dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode variable rate tender maka penetapan Transaksi
Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
b) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal
Transaksi Repo yang dimenangkan dengan cara:
(1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta
OPT lebih tinggi dari SOR yang ditetapkan,
Peserta …
28
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi
Repo yang diajukan; dan
(2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian dari
penawaran Transaksi Repo yang diajukan
dengan perhitungan secara proporsional
sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia,
dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing:
1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode fixed rate tender, penetapan Transaksi Repo
yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Penawaran nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya.
b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal
yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan
sebagian dengan perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan ke atas dalam jutaan Rupiah
terdekat.
2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode variable rate tender, penetapan Transaksi Repo
yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
b) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang
dimenangkan dengan cara:
(1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta
OPT lebih tinggi dari SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi
Repo yang diajukan; dan
(2) dalam …
29
(2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian dari
penawaran Transaksi Repo yang diajukan
dengan perhitungan secara proporsional,
dengan pembulatan ke atas dalam jutaan
Rupiah terdekat.
Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal
pemenang Transaksi Repo menggunakan Surat Berharga
dalam valuta asing berdasarkan metode fixed rate tender
dan variable rate tender tercantum dalam Lampiran III.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Repo.
7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo
a. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam Rupiah
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Repo
setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut:
1) secara individual kepada pemenang lelang melalui
Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal dan
repo rate yang dimenangkan; dan
2) secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem
LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa
nominal yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata
tertimbang repo rate.
b. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam Valuta Asing
1) Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang
secara keseluruhan melalui sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang
dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata tertimbang
repo rate.
2) Melakukan konfirmasi secara individual kepada
pemenang …
30
pemenang lelang melalui sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa:
a) nilai nominal yang dimenangkan, nominal surat
berharga dalam valuta asing yang harus
dipindahkan ke rekening Bank Indonesia pada
lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia,
dan repo rate yang dimenangkan;
b)
tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan
c) permintaan Standard Settlement Instruction
Peserta OPT.
3) Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) dilakukan sebagai berikut:
a) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang
tidak memiliki sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan
dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau
b) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang
memiliki sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan
kepada Peserta OPT yang bersangkutan.
8. Setelmen Transaksi Repo
a. Surat Berharga dalam Rupiah
1) Setelmen First Leg
a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg
paling lama 1 (satu) hari kerja setelah
pengumuman hasil lelang Transaksi Repo.
b) Peserta OPT wajib memiliki Surat Berharga di
Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk
setelmen first leg.
c) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to
gross) dan DVP sebagai berikut:
(1) setelmen …
31
(1) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet
Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal Surat Berharga yang di-repo-kan;
dan
(2) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening
Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg.
d) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, peserta, dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
e) Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan
seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga
yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen sampai dengan waktu yang ditetapkan,
sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first
leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
Transaksi Repo Peserta OPT yang bersangkutan.
f) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana
dimaksud dalam huruf e), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
2) Setelmen Second Leg
a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen
second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai
dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-
RTGS.
b) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening
Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen
second leg.
c) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme
penyelesaian …
32
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to
gross) dan DVP sebagai berikut:
(1) setelmen dana, dengan mendebet Rekening
Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second
leg;
(2) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal Surat Berharga Transaksi Repo jatuh
waktu;
(3) perhitungan nilai setelmen second leg adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
peserta, dan Lembaga Perantara dalam
Operasi Moneter.
d) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo,
tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg)
ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja
berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan
suku bunga repo untuk hari libur dimaksud.
e) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
second leg sampai dengan sebelum periode cut-off
warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara
otomatis membatalkan Transaksi Repo jatuh
waktu (second leg).
3) Kegagalan Setelmen Second Leg
Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen
second leg Transaksi Repo maka Bank Indonesia akan
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI dan SDBI,
Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI dan
SDBI …
33
SDBI sebelum jatuh waktu (early redemption) dan
mengenakan biaya Transaksi Repo.
b) Dalam hal Surat Berharga berupa SBN, transaksi
yang bersangkutan diperlakukan sebagai
transaksi penjualan secara outright oleh Peserta
OPT dan Bank Indonesia mengenakan biaya
Transaksi Repo.
c) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan
penggunaan harga Surat Berharga Transaksi
Outright adalah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan Surat
Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam
Operasi Moneter.
d) Dalam hal terjadi Transaksi Outright:
(1) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau
dikredit dengan perhitungan harga SBN
sebagai berikut:
(a) dalam hal harga pada Transaksi Outright
lebih rendah daripada harga pada
transaksi first leg setelah dikurangi
haircut maka Rekening Giro Rupiah
didebet sebesar selisih dimaksud setelah
dikalikan dengan nilai nominal SBN
yang di-repo-kan;
(b) dalam hal harga pada Transaksi Outright
lebih tinggi dari harga pada transaksi
first leg dikurangi haircut maka Rekening
Giro Rupiah dikredit sebesar selisih
dimaksud setelah dikalikan dengan nilai
nominal SBN yang di-repo-kan dan
paling banyak sebesar nilai dari haircut
yang ditetapkan pada saat first leg.
(2) Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar
nilai accrued interest atau imbalan dari
setelmen …
34
setelmen first leg sampai dengan setelmen
second leg.
(3) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar
suku bunga repo.
e) Atas batalnya Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 2)e),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
b. Surat Berharga dalam Valuta Asing
1) Setelmen First Leg
a) Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai
setelmen first leg adalah kurs tengah dari kurs
transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi.
b) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg
paling lama 1 (satu) hari kerja setelah
pengumuman hasil lelang Transaksi Repo.
c) Setelmen Surat Berharga dilakukan Peserta OPT
dengan memindahkan Surat Berharga dengan
jenis dan seri Surat Berharga sebesar nilai
nominal yang di-repo-kan dari rekening Peserta
OPT ke rekening surat berharga Bank Indonesia
pada lembaga kustodian yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia, pada tanggal setelmen atau tanggal
valuta.
d) Perhitungan nilai nominal Surat Berharga yang
akan dipindahkan adalah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan Surat
Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam
Operasi Moneter.
e) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia dengan
mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank sebesar
nilai penawaran nominal yang dimenangkan.
f) Bank …
35
f) Bank Indonesia akan melakukan setelmen dana
sebagaimana dimaksud dalam huruf e) setelah
menerima konfirmasi dari bank kustodian bahwa
Surat Berharga dalam valuta asing yang di-repo-
kan Peserta OPT telah diterima.
g) Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi
kewajiban Transaksi Repo sebagaimana dimaksud
dalam huruf c), Bank Indonesia membatalkan
Transaksi Repo yang tidak didukung dengan Surat
Berharga yang mencukupi.
h) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana
dimaksud dalam huruf g), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
2) Setelmen Second Leg
a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg), Peserta OPT wajib menyediakan dana yang
mencukupi di Rekening Giro Rupiah untuk
setelmen second leg.
b) Setelmen second leg dilaksanakan sebagai berikut:
(1) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia
dengan mendebet Rekening Giro Rupiah
sebesar nilai setelmen second leg;
(2) Bank Indonesia akan melakukan setelmen
Surat Berharga dengan memindahkan Surat
Berharga dalam valuta asing dari rekening
Bank Indonesia ke rekening Peserta OPT di
bank kustodian yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia setelah dilakukan setelmen dana
sebagaimana dimaksud dalam angka (1);
(3) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah
sebesar nilai setelmen second leg
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria
dan …
36
dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
(4) Dalam hal Bank Indonesia menerima
pembayaran kupon atau imbalan pada
periode Transaksi Repo, ekuivalen dalam
Rupiah nilai kupon dimaksud mengurangi
kewajiban Peserta OPT pada Transaksi Repo
jatuh waktu (second leg) dengan perhitungan
sebagai berikut:
nilai
setelmen =
second leg
nilai
setelmen
first leg
+
bunga
repo −
nilai kupon/imbalan
yang diterima
Bank Indonesia
(5) Perhitungan nilai kupon atau imbalan
sebagaimana dimaksud dalam angka (4)
menggunakan kurs beli dari kurs transaksi
Bank Indonesia pada tanggal valuta
penerimaan kupon.
(6) Dalam hal Bank Indonesia menerima
pembayaran kupon maka perhitungan suku
bunga repo sejak tanggal pembayaran kupon
didasarkan pada nilai setelmen first leg
dikurangi dengan ekuivalen penerimaan
kupon dimaksud dalam Rupiah.
c) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo,
tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg)
ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja
berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan
bunga repo atas hari libur dimaksud.
d) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
second leg sampai dengan sebelum periode cut-off
warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia
akan …
37
akan membatalkan Transaksi Repo jatuh waktu
(second leg).
3) Kegagalan Setelmen Second Leg
Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen
second leg, Bank Indonesia akan melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a) Bank Indonesia akan menjual Surat Berharga
dalam valuta asing kepada counterparty Bank
Indonesia setelah terjadi kegagalan setelmen
second leg.
b) Kurs yang digunakan pada saat Bank Indonesia
melakukan penjualan Surat Berharga
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) adalah
kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia.
c) Selama Surat Berharga dalam valuta asing belum
terjual, Bank Indonesia akan mengenakan biaya
repo kepada Peserta OPT sampai dengan tanggal
setelmen atau tanggal valuta penjualan Surat
Berharga.
d) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam
valuta asing lebih rendah dari pada nilai setelmen
first leg, Bank Indonesia akan membebankan
kekurangan dana hasil penjualan Surat Berharga
dalam valuta asing dengan mendebet Rekening
Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud.
e) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam
valuta asing lebih tinggi dari pada nilai setelmen
first leg, Bank Indonesia akan mengembalikan
kelebihan dana hasil penjualan Surat Berharga
dalam valuta asing dengan mengkredit Rekening
Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud.
f) Rekening Giro Rupiah Peserta OPT akan didebet
sebesar bunga repo.
g) Atas batalnya Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 2)d),
Peserta …
38
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
9. Kupon Surat Berharga
a. Perlakuan terhadap kupon/imbalan dalam hal terdapat
kegagalan setelmen second leg dan Surat Berharga berupa
SBN, diatur sebagai berikut:
1) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Bank
Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas
SBN yang di-repo-kan oleh Peserta OPT, maka
kupon/imbalan yang diterima menjadi milik Bank
Indonesia.
2) Dalam hal pada tanggal transaksi outright, Peserta OPT
menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang
di-repo-kan oleh Peserta OPT, maka Bank Indonesia
akan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank sebesar
kupon/imbalan yang diterima oleh Peserta OPT.
3) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Peserta
OPT menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN
yang di-repo-kan oleh Peserta OPT, maka pada tanggal
pembayaran kupon/imbalan Bank Indonesia mendebet
Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar
kupon/imbalan yang diterima oleh Peserta OPT.
b. Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai kupon pada
Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing
adalah kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia pada
tanggal penerimaan kupon.
V. TRANSAKSI REVERSE REPO SURAT BERHARGA NEGARA
1. Transaksi Reverse Repo merupakan instrumen yang digunakan
Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas Rupiah di pasar uang.
2. Transaksi Reverse Repo memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan prinsip sell and
buy back, yaitu terdapat perpindahan pencatatan
kepemilikan SBN (transfer of ownership).
b. Transaksi …
39
b. Transaksi Reverse Repo memiliki jangka waktu paling
singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan
yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung 1 (satu) hari
setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh
waktu.
c. bunga reverse repo dihitung berdasarkan metode bunga
dibayar di belakang (simple interest); dan
d. hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang di-
reverse-repo-kan selama periode Transaksi Reverse Repo
tetap merupakan milik Bank Indonesia.
3. Metode Transaksi Reverse Repo
a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan mekanisme
lelang melalui Sistem BI-ETP.
b. Mekanisme lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan
dengan metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan suku bunga
reverse repo (RR-Rate) ditetapkan Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender), dengan suku
bunga reverse repo (RR-Rate) diajukan Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Reverse Repo
a. Lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan pada hari kerja
yang ditetapkan Bank Indonesia.
b. Window time lelang transaksi Reverse Repo dapat dilakukan
antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB,
atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Reverse Repo dan perubahannya paling lambat sebelum
window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Reverse Repo,
memuat antara lain:
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode …
40
5) metode lelang;
6)
target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan
metode variable rate tender;
7) Reverse Repo Rate (RR-Rate), apabila lelang dilakukan
dengan metode fixed rate tender;
8) Surat Berharga yang di-reverse-repo-kan;
9) haircut; dan/atau
10) tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Reverse Repo
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi
Reverse Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang
Transaksi Reverse Repo untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Reverse
Repo kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam
window time yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Reverse Repo antara
lain meliputi informasi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender; atau
2) nilai nominal dan RR-Rate, untuk lelang dengan
metode variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Reverse
Repo yang akan dilakukan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate
tender, pengajuan setiap penawaran RR-Rate dilakukan
dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran lelang Transaksi Reverse
Repo …
41
Repo yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Reverse Repo
a. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan
metode fixed rate tender, penetapan Transaksi Reverse Repo
yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia dengan pembulatan
nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
b. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan
metode variable rate tender, penetapan transaksi Reverse
Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan RR-Rate tertinggi yang
dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal Transaksi
Reverse Repo yang dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT
lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta
OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh
penawaran Transaksi Reverse Repo yang
diajukan; dan
b) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT
sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT
yang bersangkutan memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran Transaksi Reverse Repo
yang diajukan dengan perhitungan secara
proporsional sesuai dengan perhitungan Bank
Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil
sebesar …
42
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu)
seri Surat Berharga dalam lelang Transaksi Reverse Repo,
Bank Indonesia menentukan alokasi seri dan nominal Surat
Berharga yang dimenangkan Peserta OPT.
d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Reverse Repo.
7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Reverse Repo
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Reverse
Repo setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem
BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal, RR-Rate, jenis
dan seri Surat Berharga yang dimenangkan; dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal
seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan/atau
rata-rata tertimbang RR-Rate.
8. Setelmen Transaksi Reverse Repo
a. Setelmen First Leg
1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling
lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil
lelang Transaksi Reverse Repo.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk setelmen first leg.
3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian
transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP
sebagai berikut:
a) setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen first leg; dan
b) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang dimenangkan.
4) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia …
43
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan Surat
Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam
Operasi Moneter.
5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem
BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen
first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
Transaksi Reverse Repo Peserta OPT yang
bersangkutan.
6) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo sebagaimana
dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
b. Setelmen Second Leg
1) Pada tanggal Transaksi Reverse Repo jatuh waktu
(second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan
setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka
sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem
BI-RTGS.
2) Peserta OPT wajib memiliki jenis dan seri Surat
Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi
untuk setelmen second leg.
3) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian
transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP
sebagai berikut:
a) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet
Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal
Surat Berharga Transaksi Reverse Repo jatuh
waktu (second leg);
b) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen second leg;
c) perhitungan nilai setelmen second leg adalah
sebagaimana …
44
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, peserta, dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
4) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Reverse Repo,
tanggal Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second
leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja
berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga
reverse repo untuk hari libur dimaksud.
5) Dalam hal jenis dan seri Surat Berharga di Rekening
Surat Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi
kewajiban setelmen second leg sampai dengan sebelum
periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-
SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse
Repo jatuh waktu (second leg).
c. Kegagalan Setelmen Second Leg
1) Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen
second leg, transaksi Reverse Repo diperlakukan
sebagai transaksi pembelian secara outright oleh
Peserta OPT.
2) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan
penggunaan harga Surat Berharga Transaksi Outright
adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga
Perantara dalam Operasi Moneter.
3) Dalam hal terjadi Transaksi Outright:
a) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit
dengan perhitungan harga SBN sebagai berikut:
(1) dalam hal harga pada Transaksi Outright
sama dengan atau lebih tinggi daripada harga
pada transaksi first leg dikurangi haircut,
Rekening Giro Rupiah didebet sebesar selisih
dimaksud …
45
dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai
nominal SBN yang di-reverse-repo-kan dan
paling sedikit sebesar nilai dari haircut yang
ditetapkan pada saat first leg;
(2) dalam hal harga pada Transaksi Outright
lebih rendah daripada harga pada transaksi
first leg dikurangi dengan haircut, Rekening
Giro Rupiah didebet sebesar haircut pada
tanggal transaksi first leg.
b) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar nilai
accrued interest atau imbalan sejak tanggal
transaksi first leg sampai dengan second leg.
4) Atas kegagalan setelmen second leg, Peserta OPT tidak
menerima bunga reverse repo.
5) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo jatuh waktu
(second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Operasi Moneter.
9. Kupon Surat Berharga
Perlakuan terhadap kupon/imbalan dalam hal terdapat
kegagalan setelmen second leg dan Surat Berharga berupa SBN
diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Peserta OPT
menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di-
reverse
repo-kan oleh Bank Indonesia, maka
kupon/imbalan yang diterima menjadi milik Peserta OPT.
b. Dalam hal pada tanggal transaksi outright, Bank Indonesia
menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di-
reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, maka Bank
Indonesia akan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT sebesar kupon/imbalan yang diterima oleh Bank
Indonesia.
c. Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Bank
Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN
yang …
46
yang di-reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, maka pada
tanggal pembayaran kupon/imbalan Bank Indonesia
mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar
kupon/imbalan yang diterima oleh Bank Indonesia.
VI. TRANSAKSI PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBN SECARA OUTRIGHT
DARI BANK INDONESIA DI PASAR SEKUNDER
1. Transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright dari
Bank Indonesia di pasar sekunder dilakukan dalam rangka
injeksi likuiditas dan/atau absorpsi likuiditas serta dalam
rangka menjaga ketersediaan SBN yang diperlukan sebagai
instrumen Operasi Moneter dalam pencapaian sasaran
operasional kebijakan moneter Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan
SBN secara outright dengan mekanisme lelang atau nonlelang.
3. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan
penjualan SBN secara outright di pasar sekunder pada setiap
hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia.
4. Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN secara Outright dengan
Mekanisme Lelang
a. Metode Transaksi
1) Bank Indonesia melakukan lelang transaksi pembelian
dan penjualan SBN secara outright melalui Sistem BI-
ETP atau sarana lainnya.
2) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
a) harga tetap (fixed rate tender), dengan yield atau
harga transaksi pembelian dan penjualan SBN
ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
b) harga beragam (variable rate tender), dengan yield
atau harga transaksi pembelian dan penjualan
SBN diajukan oleh Peserta OPT.
b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang
1) Window time transaksi pembelian dan penjualan SBN
dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai
dengan …
47
dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang
transaksi pembelian dan penjualan SBN paling lambat
sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem
LHBU, dan/atau sarana lainnya.
3) Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan
SBN, antara lain meliputi:
a) sarana transaksi;
b)
tanggal lelang;
c) window time;
d)
e)
f)
g)
jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan;
target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan
metode variable rate tender;
yield atau harga SBN, apabila lelang dilakukan
dengan metode fixed rate tender; dan/atau
tanggal dan waktu setelmen.
c. Pengajuan Penawaran
1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang
pembelian dan penjualan SBN secara langsung
dan/atau melalui Lembaga Perantara.
2) Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang
pembelian dan penjualan SBN untuk kepentingan
Peserta OPT.
3) Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui
Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang
pembelian dan penjualan SBN kepada Bank Indonesia
melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang
ditetapkan.
4) Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan
SBN antara lain meliputi:
a) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed
rate tender;
b) nilai nominal dan yield atau harga SBN, untuk
lelang dengan metode variable rate tender.
5) Peserta …
48
5) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan
nilai nominal paling kurang
dengan
kelipatan
sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
selebihnya
sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
6) Dalam hal lelang penjualan dan pembelian SBN
dilakukan dengan metode variable rate tender,
penawaran yield dilakukan dengan kelipatan sebesar
0,01% (satu per sepuluh ribu).
7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung
jawab atas kebenaran data penawaran lelang
pembelian dan penjualan SBN yang disampaikan
kepada Bank Indonesia.
8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran lelang yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia.
d. Penetapan Pemenang Lelang
1) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN
dengan metode fixed rate tender, penetapan pembelian
dan penjualan SBN yang dimenangkan dihitung
dengan cara:
a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta
OPT dimenangkan seluruhnya.
b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal
yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan
sebagian dengan perhitungan secara proporsional
sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia,
dengan pembulatan nominal terkecil SBN sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN
dilakukan dengan metode variable rate tender, Bank
Indonesia menetapkan tingkat yield yang dapat
diterima atau Stop Out Rate (SOR), atau harga yang
dapat diterima, dan transaksi pembelian dan penjualan
SBN yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Lelang …
49
a) Lelang Pembelian SBN
(1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT lebih tinggi dari SOR atau harga yang
diajukan oleh Peserta OPT lebih rendah dari
harga yang dapat diterima, Peserta OPT
memenangkan seluruh penawaran yang
diajukan; atau
(2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT sama dengan SOR atau harga yang
diajukan oleh Peserta OPT sama dengan
harga yang dapat diterima, Peserta OPT
dapat memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran yang diajukan dengan
perhitungan secara proporsional sesuai
dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan
pembulatan nominal berdasarkan unit
terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
b) Lelang penjualan SBN
(1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT lebih rendah dari SOR atau harga yang
diajukan oleh Peserta OPT lebih tinggi dari
harga yang dapat diterima, Peserta OPT
memenangkan seluruh penawaran SBN yang
diajukan; dan
(2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT sama dengan SOR atau harga yang
diajukan oleh Peserta OPT sama dengan
harga yang dapat diterima, Peserta OPT dapat
memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran yang diajukan dengan
perhitungan secara proporsional sesuai
dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan
pembulatan nominal berdasarkan unit
terkecil …
50
terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang pembelian dan penjualan SBN.
e. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian dan Penjualan SBN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan dan
pembelian SBN setelah window time ditutup, sebagai
berikut:
1) secara individual kepada pemenang lelang melalui
Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal dan
yield atau harga yang dimenangkan; dan
2) secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa
nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR,
dan/atau rata-rata tertimbang tingkat yield.
5. Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN secara NonLelang
a. Transaksi Pembelian dan penjualan SBN dilakukan secara
bilateral antara Bank Indonesia dengan Peserta OPT secara
langsung atau melalui Lembaga Perantara.
b. Transaksi dilakukan melalui Sistem BI-ETP atau sarana
dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia.
6. Setelmen Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN secara Lelang
dan Nonlelang
a. Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah
yang mencukupi untuk setelmen pembelian SBN dari Bank
Indonesia.
b. Bank wajib memiliki jenis dan seri SBN di Rekening Surat
Berharga yang mencukupi untuk setelmen penjualan SBN
kepada Bank Indonesia.
c. Setelmen pembelian dan penjualan SBN dilakukan melalui
Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan
DVP.
d. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian dan
penjualan SBN paling lama pada 2 (dua) hari kerja.
Perhitungan …
51
Perhitungan nilai dan setelmen penjualan dan pembelian
SBN sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV.
e. Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri SBN di
Rekening Surat Berharga atau tidak memiliki dana di
Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi
kewajiban setelmen penjualan dan pembelian SBN sampai
dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS
sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS
secara otomatis membatalkan transaksi pembelian dan
penjualan SBN dimaksud.
f. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBN
sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Operasi Moneter.
VII. TRANSAKSI VALAS TERHADAP SBN
1. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dalam rangka
mendukung pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran
operasional kebijakan moneter dengan cara:
a.
b.
transaksi pembelian SBN secara outright oleh Bank
Indonesia; dan
transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh
Bank Indonesia, yang dilakukan pada saat yang
bersamaan.
2. Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN adalah Peserta OPT yang
merupakan Bank Devisa.
3. Transaksi Valas Terhadap SBN dapat dilakukan pada setiap hari
kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Jenis valuta asing dalam Transaksi Valas Terhadap SBN adalah
Dolar Amerika Serikat.
5. Metode Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Bank Indonesia melakukan Transaksi Valas Terhadap SBN
secara lelang.
b. Transaksi …
52
b. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan melalui sarana
dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang kurs
Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (USD/IDR).
d. Bank Indonesia menetapkan harga SBN (fixing price) yang
digunakan sebagai dasar perhitungan SBN yang harus
diserahkan oleh Peserta OPT.
6. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Valas Terhadap SBN
a. Window time Transaksi Valas Terhadap SBN dapat
dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul
16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
b. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Valas Terhadap SBN paling lambat sebelum window time,
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
c. Pengumuman rencana lelang Transaksi Valas Terhadap
SBN antara lain meliputi :
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
5)
target indikatif lelang yang meliputi target valuta asing
yang akan dijual oleh Bank Indonesia dan target
nominal SBN yang akan dibeli oleh Bank Indonesia;
jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan;
6) harga SBN; dan/atau
7)
tanggal dan waktu setelmen.
7. Pengajuan Penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN:
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Valas
Terhadap SBN secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi
Valas Terhadap SBN untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Valas
Terhadap SBN kepada Bank Indonesia melalui sarana
dealing …
53
dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia dalam
window time yang ditetapkan Bank Indonesia.
d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN
antara lain meliputi informasi:
1) nama peserta;
2)
tanggal transaksi;
3) kurs USD/IDR;
4)
jenis, seri, dan nominal SBN; dan
5) Standard Settlement Instruction.
e. Pengajuan penawaran lelang pada Transaksi Valas
Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf d
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) penawaran dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kali;
2) dalam setiap penawaran hanya dapat diajukan 1 (satu)
kurs;
3) untuk setiap penawaran, Peserta OPT dapat
mengajukan 1 (satu) atau beberapa jenis dan seri SBN.
f. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
g. Dalam hal terjadi koreksi, Peserta OPT dan Lembaga
Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi
untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time
Transaksi Valas Terhadap SBN.
h. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf g dapat
dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi
nama Peserta OPT.
i. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran lelang Transaksi Valas
Terhadap SBN yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
j. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
k. Penawaran lelang pada Transaksi Valas Terhadap SBN
dinyatakan …
54
dinyatakan batal dalam hal Peserta OPT dan Lembaga
Perantara:
1) mengajukan penawaran di luar jenis dan seri SBN
yang diterima oleh Bank Indonesia;
2)
3)
tidak memenuhi ketentuan pada huruf e atau tidak
memenuhi ketentuan pada huruf f; dan/atau
tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam
window time Transaksi Valas Terhadap SBN.
8. Penetapan Pemenang Lelang
a. Bank Indonesia menetapkan batas penawaran kurs
USD/IDR yang diterima Bank Indonesia
b. Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan
dengan cara:
1) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi
dari batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima
Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi Valas
Terhadap SBN yang diajukan; atau
2) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT sama
dengan batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima
Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran
Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan dengan
perhitungan secara proporsional dengan pembulatan
nominal SBN terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal pemenang
Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana tercantum
dalam Lampiran V.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Valas Terhadap SBN.
9. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Valas
Terhadap SBN, setelah dilakukan proses penetapan pemenang
lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut:
a. mengumumkan …
55
a. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa
nominal seluruh penawaran SBN yang masuk, nominal SBN
yang dimenangkan, nominal valuta asing yang dijual oleh
Bank Indonesia dan rata-rata tertimbang (weighted average)
kurs USD/IDR yang dimenangkan.
b. melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara
individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia antara lain berupa:
1) nominal valuta asing yang diterima Peserta OPT;
2) seri dan nominal SBN yang diterima Bank Indonesia;
3) kurs USD/IDR yang dimenangkan;
4)
tanggal valuta atau tanggal setelmen;
5) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta
OPT; dan
6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT.
c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf
b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing
system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi
akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau
2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan
dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan.
10. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN
a. Bank Indonesia melakukan setelmen Transaksi Valas
Terhadap SBN paling lama pada 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal transaksi.
Contoh perhitungan nilai dan setelmen Transaksi Valas
Terhadap SBN sebagaimana tercantum dalam Lampiran V.
b. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN terdiri atas
setelmen pembelian SBN dan setelmen penjualan valuta
asing oleh Bank Indonesia.
c. Peserta …
56
c. Peserta OPT wajib menyediakan SBN di Rekening Surat
Berharga untuk setelmen pembelian SBN oleh Bank
Indonesia, dan dana Rupiah di Rekening Giro Rupiah yang
mencukupi untuk setelmen penjualan valuta asing oleh
Bank Indonesia.
d. Setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia dilakukan
melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS.
e. Setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia
dilakukan melalui Bank Koresponden yang ditunjuk oleh
Bank Indonesia dan Sistem BI-RTGS.
f. Jenis dan seri SBN yang mencukupi sebagaimana
dimaksud dalam huruf c harus tersedia di Rekening Surat
Berharga Peserta OPT dan telah dilakukan transfer ke
Rekening Surat Berharga Bank Indonesia paling lambat
pada pukul 14.00 WIB waktu Sistem BI-RTGS atau batas
waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada
tanggal setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN.
g. Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar nilai setelmen pembelian SBN oleh
Bank Indonesia setelah menerima transfer seluruh jenis
dan seri SBN yang menjadi kewajiban peserta.
h. Bank Indonesia akan mentransfer valuta asing ke rekening
Peserta OPT pada Bank Koresponden sebesar valuta asing
yang dimenangkan setelah dilakukan pendebetan Rekening
Giro Rupiah Peserta OPT untuk setelmen penjualan valuta
asing oleh Bank Indonesia.
i. Dalam hal Peserta OPT tidak melakukan transfer jenis dan
seri SBN yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank
Indonesia sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf f, Transaksi Valas Terhadap SBN
Peserta OPT dinyatakan batal.
j. Dalam hal pada tanggal setelmen Peserta OPT tidak
memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi
kewajiban setelmen penjualan valuta asing oleh Bank
Indonesia, Peserta OPT wajib membayar nominal transaksi
Pada …
57
pada hari kerja berikutnya.
k. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN karena
Peserta OPT tidak melakukan transfer jenis dan seri SBN
yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam huruf i, pada tanggal
setelmen Peserta OPT harus melakukan construct transfer
dari rekening Surat Berharga Bank Indonesia ke Rekening
Surat Berharga Peserta OPT atas SBN yang sebelumnya
telah berhasil ditransfer paling lambat sebelum periode cut-
off warning BI-SSSS.
l. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana
dimaksud dalam huruf i atau dalam hal Peserta OPT tidak
dapat menyelesaikan kewajibannya pada tanggal setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf j, Peserta OPT
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter.
VIII. PENEMPATAN BERJANGKA RUPIAH (TERM DEPOSIT RUPIAH)
1. Transaksi Term Deposit Rupiah merupakan instrumen yang
digunakan Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas Rupiah di
pasar uang.
2. Transaksi Term Deposit Rupiah memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a.
transaksi Term Deposit Rupiah memiliki jangka waktu
paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas)
bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung 1 (satu)
hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh
waktu;
b.
transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan tanpa disertai
dengan penerbitan Surat Berharga;
c. Bank Indonesia menatausahakan pencatatan transaksi
Term Deposit Rupiah dalam BI-SSSS; dan
d. Term Deposit Rupiah dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh
waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian.
3. Metode …
58
3. Metode Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan
mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP.
b. Mekanisme lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan
dengan metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto
transaksi Term Deposit Rupiah ditetapkan oleh Bank
Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat
diskonto transaksi Term Deposit Rupiah diajukan oleh
Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Term Deposit
Rupiah
a. Bank Indonesia dapat melakukan lelang transaksi Term
Deposit Rupiah pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
b. Window time lelang transaksi Term Deposit Rupiah dapat
dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul
16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi
Term Deposit Rupiah paling lambat sebelum window time
melalui Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU, dan/atau sarana
lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit Rupiah
memuat antara lain:
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode lelang;
6)
target indikatif, apabila lelang transaksi Term Deposit
Rupiah dilaksanakan dengan metode variable rate
tender;
7) tingkat …
59
7)
tingkat diskonto, apabila lelang transaksi Term Deposit
Rupiah dilaksanakan dengan metode fixed rate tender;
dan/atau
8)
tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang transaksi
Term Deposit Rupiah secara langsung dan/atau melalui
Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang
transaksi Term Deposit Rupiah untuk kepentingan Peserta
OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term
Deposit Rupiah kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-
ETP dalam window time yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Rupiah
meliputi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender; atau
2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang
dengan metode variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit
Rupiah yang akan dilakukan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan
dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap
penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan
sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran lelang Term Deposit Rupiah
yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
h. Peserta …
60
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan
dengan metode fixed rate tender, penetapan transaksi Term
Deposit Rupiah yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indoensia, dengan pembulatan
nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
b. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan
dengan metode variable rate tender, penetapan transaksi
Term Deposit Rupiah yang dimenangkan dihitung dengan
cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto transaksi
Term Deposit Rupiah tertinggi yang dapat diterima atau
Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan
seluruh Transaksi Term Deposit Rupiah yang
diajukan; dan
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta
OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh
atau sebagian dari penawaran transaksi yang
diajukan dengan perhitungan secara proporsional
sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia,
dengan …
61
dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang transaksi Term Deposit Rupiah.
7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term
Deposit Rupiah setelah window time ditutup, sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana
Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal dan
tingkat diskonto yang dimenangkan; dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal
seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan/atau
rata-rata tertimbang tingkat diskonto Term Deposit Rupiah.
8. Setelmen Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah
1) Bank Indonesia melakukan setelmen lelang transaksi
Term Deposit Rupiah paling lama 1 (satu) hari kerja
setelah pengumuman hasil lelang transaksi Term
Deposit Rupiah.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen transaksi Term Deposit Rupiah.
3) Setelmen dana transaksi Term Deposit Rupiah dengan
mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi
(gross to gross) dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah sebesar total nilai tunai Term Deposit Rupiah.
4) Nilai tunai transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) dihitung berdasarkan
diskonto murni (true discount) dengan rumus:
nilai
=
tunai
360+(tingkat diskonto x jangka waktu
nilai
diskonto Term Deposit Rupiah
=
nilai nominal
− nilai
tunai
Keterangan …
nilai nominal x 360
62
Keterangan:
nominal
Term
Deposit Rupiah
= nilai nominal Term Deposit
Rupiah yang dimenangkan
dari hasil lelang.
tingkat diskonto = tingkat
diskonto
yang
dimenangkan dari hasil
lelang.
jangka waktu
= jumlah hari yang dihitung 1
(satu) hari sesudah tanggal
setelmen lelang sampai
dengan tanggal transaksi
Term Deposit Rupiah jatuh
waktu.
5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
transaksi Term Deposit Rupiah sampai dengan waktu
yang ditetapkan untuk setelmen, sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara
otomatis membatalkan transaksi Term Deposit Rupiah
Peserta OPT yang bersangkutan.
6) Atas batalnya transaksi Term Deposit Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Operasi Moneter.
b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Rupiah
1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit
Rupiah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term
Deposit Rupiah jatuh waktu secara otomatis melalui
BI-SSSS sebesar nilai nominal Term Deposit Rupiah
dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah.
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit
Rupiah, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit
Rupiah ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan
pada …
63
pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan
tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud.
9. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Transaksi
Term Deposit Rupiah
a. Pengajuan Early Redemption
1) Peserta OPT dapat mengajukan early redemption
transaksi Term Deposit Rupiah dari pukul 15.00 WIB
sampai dengan pukul 17.00 WIB.
2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
selebihnya
dengan
kelipatan
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3) Pengajuan dilakukan melalui sarana BI-SSSS.
b. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal
pengajuan early redemption (same day settlement) pada
awal periode pre cut-off Sistem BI-RTGS.
c. Perhitungan nilai Early Redemption
Nilai Nominal
Nilai Tunai
Early Redemption=
Term Deposit Rupiah
yang di-earlyredeem
360 hari+ Term Deposit rupiah ×Sisa Jangka waktu
RRT diskonto
pada saat diterbitkan
sisa
Biaya = Term Deposit rupiah ×
Nominal
yang di-early redeem
Nilai Setelmen
Early Redemption=
Repo rate
-
Lending Facility
RRT
diskonto Term Deposit rupiah
pada saat diterbitkan
Early Redemption- Biaya
Nilai Tunai
Keterangan:
RRT = rata-rata tertimbang
×
jangka
waktu
360
×360 hari
sebesar
IX. PENEMPATAN …
64
IX. PENEMPATAN BERJANGKA DALAM VALUTA ASING (TERM DEPOSIT
VALAS)
1. Transaksi Term Deposit valas merupakan penempatan secara
berjangka dana valuta asing milik Peserta OPT di Bank
Indonesia.
2. Transaksi Term Deposit valas memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a.
jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit valas
adalah Dolar Amerika Serikat;
b.
transaksi Term Deposit valas memiliki jangka waktu paling
singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan
yang dinyatakan dalam hari yang dihitung setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu;
c.
transaksi Term Deposit valas dilakukan tanpa disertai
dengan penerbitan Surat Berharga;
d. atas transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia
memberikan bunga;
e. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh
waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian;
dan
f. Term Deposit valas dapat dialihkan menjadi Transaksi Swap
jual Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah Bank
Indonesia.
3. Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit valas
adalah Bank Devisa.
4. Transaksi Term Deposit valas dilakukan pada hari kerja yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Metode Transaksi Term Deposit Valas
a. Transaksi Term Deposit valas dilakukan melalui sarana
dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Transaksi Term Deposit valas dilakukan secara lelang
dengan metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat bunga
transaksi Term Deposit valas ditetapkan oleh Bank
Indonesia; atau
2) harga …
65
2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat
bunga transaksi Term Deposit valas diajukan oleh
Peserta OPT.
6. Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti Lelang
Transaksi Term Deposit Valas
a. Sebelum mengikuti pelaksanaan lelang transaksi Term
Deposit valas, dilakukan pendaftaran dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) untuk Peserta OPT menyampaikan surat permohonan
pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term
Deposit valas, yang dilengkapi dengan informasi paling
kurang sebagai berikut:
a) nama Peserta OPT;
b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) dalam
hal Peserta OPT telah memiliki TCID;
c) dalam hal Peserta OPT memiliki rekening di Bank
Koresponden, menyampaikan:
(1) 1 (satu) nama dan nomor rekening Peserta
OPT di bank koresponden; dan
(2) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT;
d) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki rekening di
Bank Koresponden, menyampaikan:
(1) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank yang
ditunjuk untuk keperluan setelmen; dan
(2) BIC bank yang ditunjuk untuk keperluan
setelmen;
2) untuk Lembaga Perantara menyampaikan surat
permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang
transaksi Term Deposit valas, yang dilengkapi dengan
informasi paling kurang sebagai berikut:
a) nama Lembaga Perantara; dan
b) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah memiliki
TCID.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
hanya disampaikan Peserta OPT dan Lembaga Perantara
pada …
66
pada saat pertama kali akan melakukan transaksi Term
Deposit valas melalui surat kepada Bank Indonesia.
Contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
c. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut:
Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Moneter,
Grup Pendukung Operasi Moneter
Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara
Jl. M.H Thamrin No. 2
Jakarta 10350
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat akan
diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya.
d. Dalam hal terjadi perubahan informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Peserta OPT dan Lembaga
Perantara menyampaikan pengkinian informasi melalui
surat dengan menggunakan contoh surat sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, yang dapat didahului dengan
surat elektronik (email) kepada dpm-dpom@bi.go.id.
e. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf d disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam huruf c.
f. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran
melalui surat untuk mengikuti lelang transaksi Term
Deposit valas kepada Peserta OPT dan Lembaga Perantara,
yang memuat informasi antara lain sebagai berikut:
1) TCID dalam hal Peserta OPT dan/atau Lembaga
Perantara belum memiliki TCID;
2) kode individual page yang terdiri dari active page,
historical page, dan confirmation page pada sistem
otomasi lelang operasi moneter valas; dan
3)
tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi Term
Deposit valas.
7. Pengumuman …
67
7. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi
Term Deposit valas paling lambat sebelum window time
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
b. Window time lelang transaksi Term Deposit valas dapat
dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul
16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
c. Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit valas,
memuat antara lain:
1) sarana transaksi;
2)
3)
tanggal lelang;
jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
4) metode lelang;
5)
target indikatif (apabila lelang transaksi Term Deposit
valas dilaksanakan dengan metode variable rate
tender);
6)
tingkat bunga (apabila lelang transaksi Term Deposit
valas dilaksanakan dengan metode fixed rate tender);
7) window time; dan/atau
8)
tanggal setelmen (tanggal valuta).
8. Pengajuan Penawaran Lelang
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang transaksi
Term Deposit valas secara langsung atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
lelang transaksi Term Deposit valas untuk kepentingan
Peserta OPT.
c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran lelang transaksi Term Deposit valas kepada
Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan sesuai
dengan pengaturan waktu yang tercatat pada sistem di
Bank Indonesia.
d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk
lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender)
memuat …
68
memuat informasi paling kurang sebagai berikut:
1) nama lelang (auction name);
2) penawaran nominal; dan
3) TCID Peserta OPT, dalam hal Lembaga Perantara
mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta
OPT.
e. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk
lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender)
memuat informasi paling kurang sebagai berikut:
1) nama lelang (auction name);
2)
tingkat bunga;
3) penawaran nominal; dan
4) TCID Peserta OPT dalam hal Lembaga Perantara
mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta
OPT.
f. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas
sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan/atau huruf e
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta
OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta
dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan
kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar
Amerika Serikat);
2) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas
dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate
tender), pengajuan setiap penawaran tingkat bunga
dilakukan dengan kelipatan 1 bps (basis point) atau
0,01% (satu persepuluh ribu);
3) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan
Lembaga Perantara dapat mengajukan koreksi untuk
setiap penawaran yang diajukan dalam window time
transaksi Term Deposit valas;
4) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dapat
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Peserta …
69
a) Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap
informasi penawaran selain informasi nama lelang
(auction name); dan/atau
b) Lembaga Perantara yang mengajukan penawaran
lelang Term Deposit valas untuk dan atas nama
Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap
informasi penawaran selain informasi TCID
Peserta OPT dan nama lelang (auction name);
5) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan
pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam
angka 1), angka 2), angka 3), dan angka 4);
6) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung
jawab atas kebenaran data penawaran yang
disampaikan kepada Bank Indonesia;
7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia;
8) Lembaga Perantara harus menyampaikan informasi
kepada Peserta OPT mengenai transaksi Term Deposit
valas yang telah diajukan untuk kepentingan Peserta
OPT;
9) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus memantau
kebenaran informasi penawaran transaksi Term
Deposit valas yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
9. Penetapan Pemenang Lelang
a. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode fixed rate
tender, penetapan Term Deposit valas yang dimenangkan
dihitung dengan cara:
1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya;
2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
dengan perhitungan secara proporsional dengan
pembulatan …
70
pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat
terdekat dengan ketentuan:
a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima
puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan
menjadi nol;
b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu
dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan
menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar
Amerika Serikat).
b. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate
tender, penetapan Term Deposit valas yang dimenangkan
dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat bunga transaksi
Term Deposit valas tertinggi yang dapat diterima atau
Stop Out Rate (SOR);
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan
seluruh transaksi Term Deposit valas yang
diajukan;
b) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta
OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh
atau sebagian dari penawaran transaksi yang
diajukan dengan perhitungan proporsional dengan
pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika
Serikat terdekat dengan ketentuan:
(1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00
(lima puluh ribu dolar Amerika Serikat)
dibulatkan menjadi nol;
(2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh
ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih
dibulatkan …
71
dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus
ribu dolar Amerika Serikat).
Contoh perhitungan nilai nominal dan penetapan
pemenang lelang transaksi Term Deposit valas
tercantum dalam Lampiran VI.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang transaksi Term Deposit valas.
10. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term
Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan pemenang
lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
a. secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT dan
Lembaga Perantara, pengumuman hasil lelang transaksi
Term Deposit valas disampaikan melalui Sistem LHBU
dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh
Bank Indonesia, antara lain berupa nominal penawaran
yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat bunga
Term Deposit valas;
b. secara individual kepada masing-masing pemenang lelang,
pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit valas
disampaikan melalui sistem otomasi lelang operasi moneter
valas antara lain jangka waktu, nilai nominal, tingkat
bunga, dan nominal bunga Term Deposit valas yang
dimenangkan.
11. Setelmen Transaksi Term Deposit Valas
a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas
1) Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan
paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
transaksi.
2) Peserta OPT menyediakan dana di rekening giro pada
Bank Koresponden atau bank yang ditunjuk untuk
keperluan setelmen, yang mencukupi untuk memenuhi
kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas.
3) Pada tanggal setelmen, Peserta OPT wajib mentransfer
kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas untuk
setiap …
72
setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal
yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di
Bank Koresponden.
4) Bank menyampaikan konfirmasi setelmen transaksi
Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam
angka 3) melalui SWIFT message format MT320 atau
sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen
Pengelolaan Devisa.
5) Dalam hal Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 4),
transaksi Term Deposit valas dinyatakan batal.
6) Atas batalnya transaksi Term Deposit valas
sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Operasi Moneter.
7) Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi
Moneter, apabila pada hari yang sama terdapat lebih
dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit
valas maka pembatalan tersebut hanya dihitung
sebanyak 1 (satu) kali.
b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas
1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas,
Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit
valas jatuh waktu dengan melakukan transfer ke
rekening giro Peserta OPT pada Bank Koresponden
sebesar nilai tunai.
2) Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
nilai tunai=N x 1+r
k
360 hari
Keterangan:
N = nominal Term Deposit valas
r …
73
r = tingkat bunga yang dimenangkan
k = jangka waktu Term Deposit valas
c. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit valas,
tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas ditetapkan
sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen
transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja berikutnya
tanpa memperhitungkan tambahan bunga untuk hari libur
dimaksud.
12. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Transaksi
Term Deposit Valas
a. Pengajuan Early Redemption
1) Peserta OPT dapat mengajukan early redemption Term
Deposit valas paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen
transaksi Term Deposit valas yang akan dilakukan
early redemption.
2) Peserta OPT dapat mengajukan early redemption pada
setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang
Term Deposit valas dengan jangka waktu melebihi
overnight.
3) Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) diajukan dari pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 11.00 WIB.
4) Pengajuan dilakukan melalui sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia.
5) Pengajuan early redemption baik keseluruhan atau
sebagian, dilakukan untuk nominal penuh yang
tercantum dalam setiap deal ticket.
6) Pengajuan early redemption disertai informasi reference
number dan informasi nama lelang (auction name) pada
saat pengajuan lelang transaksi Term Deposit valas.
7) Peserta OPT yang melakukan early redemption Term
Deposit valas memperoleh bunga secara proporsional
dengan perhitungan sebagai berikut:
bunga …
74
bunga =
nominal
early
redemption
×
tingkat
bunga
k
×
360
keterangan:
k = jangka waktu sampai dengan setelmen early
redemption Term Deposit valas di Bank
Indonesia
8) Peserta OPT dikenakan biaya early redemption Term
Deposit valas sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari
bunga sebagaimana dimaksud dalam angka 7).
b. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption pada
2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early
redemption.
c. Perhitungan Nilai Early Redemption
Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai nominal
Term Deposit valas yang dilakukan early redemption
ditambah bunga dikurangi biaya early redemption.
13. Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas Menjadi Transaksi
Swap Jual USD Terhadap Rupiah Bank Indonesia (FX Swap)
a. Pengajuan Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas
Menjadi Transaksi FX Swap
1) Dalam hal Peserta OPT membutuhkan likuiditas
Rupiah, Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan
Term Deposit valas menjadi FX Swap.
2) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX
Swap dilakukan melalui sarana dealing system yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia pada setiap hari kerja
kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit
valas dengan jangka waktu melebihi overnight.
3) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX
Swap dilakukan untuk nominal penuh yang tercantum
dalam setiap deal ticket.
4) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX
Swap sekaligus merupakan pengajuan early
redemption …
75
redemption atas Term Deposit valas yang akan
dialihkan.
5) Early redemption Term Deposit valas sebagaimana
dimaksud dalam angka 4) mengikuti ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir 12.a.1), butir
12.a.7), dan butir 12.a.8).
6) Transaksi FX Swap yang berasal dari pengalihan Term
Deposit valas dilakukan dengan jangka waktu yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, paling singkat 7
(tujuh) hari.
7) Premi FX Swap yang berasal dari pengalihan Term
Deposit valas ditetapkan oleh Bank Indonesia.
8) Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan transaksi
Term Deposit valas menjadi transaksi FX Swap dari
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB.
9) Bank Indonesia menyampaikan informasi premi FX
Swap kepada Peserta OPT pada pukul 11.00 WIB dan
sekaligus meminta Peserta OPT untuk memberikan
konfirmasi.
10) Dalam hal Peserta OPT tidak menyepakati premi FX
Swap yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, proses
transaksi FX Swap tidak dilanjutkan dan Term Deposit
valas yang bersangkutan tetap diteruskan (tidak
dilakukan early redemption).
11) Dalam hal Peserta OPT menyepakati premi FX Swap
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, Peserta OPT
memberikan konfirmasi (deal confirmation) transaksi
early redemption Term Deposit valas dan transaksi FX
Swap melalui sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia.
12) Atas transaksi pengalihan Term Deposit valas menjadi
FX Swap, Bank Indonesia memberikan bunga dan
mengenakan biaya kepada Peserta OPT sesuai
ketentuan early redemption sebagaimana dimaksud
dalam butir 12.a.7) dan butir 12.a.8).
b. Setelmen …
76
b. Setelmen Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas menjadi
Transaksi FX Swap
1) Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption
dalam rangka pengalihan Term Deposit valas menjadi
FX Swap dengan cara transfer bunga ke rekening giro
Peserta OPT pada Bank Koresponden setelah dikurangi
biaya early redemption, pada 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal pengajuan pengalihan.
2) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg transaksi
FX Swap dalam rangka pengalihan Term Deposit valas
menjadi transaksi FX Swap pada 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal pengajuan pengalihan dengan prosedur
sebagai berikut:
a) Bank Indonesia melakukan pencatatan
pengalihan valas dari early redemption Term
Deposit valas menjadi sumber dana untuk
setelmen valas transaksi FX Swap.
b) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar ekuivalen dalam Rupiah dari
nilai nominal Term Deposit valas yang dialihkan
dikalikan kurs spot yang ditetapkan pada tanggal
transaksi FX Swap.
3) Pada tanggal setelmen second leg transaksi FX Swap
dilakukan ketentuan sebagai berikut:
a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar nilai nominal valas FX Swap
dikalikan kurs forward (forward rate) yang
ditetapkan pada tanggal transaksi FX Swap.
b) Bank Indonesia melakukan transfer valas ke
rekening giro Peserta OPT di Bank Koresponden
sebesar nilai nominal valas FX Swap.
c) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg
Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang
cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen,
maka …
77
maka peserta transaksi FX Swap wajib membayar
nominal transaksi pada hari kerja berikutnya.
d) Pembayaran nominal transaksi FX Swap
sebagaimana dimaksud dalam huruf c) dilakukan
melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT di Bank Indonesia.
e) Atas keterlambatan pemenuhan kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf c),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
14. Kondisi Tidak Normal Pada Sistem Otomasi Lelang Operasi
Moneter Valas
a. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem otomasi
lelang operasi moneter valas yang mempengaruhi
kelancaran pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit
valas, Bank Indonesia segera membatalkan proses lelang
transaksi Term Deposit valas yang dilakukan melalui sistem
otomasi lelang moneter valas.
b. Bank Indonesia menginformasikan mengenai pembatalan
proses lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada
Peserta OPT melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
c. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat kembali
membuka proses lelang transaksi Term Deposit valas yang
dilakukan secara manual melalui sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia.
d. Proses lelang transaksi Term Deposit valas yang dilakukan
secara manual sebagaimana dimaksud dalam huruf c
diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Pengumuman Lelang
a) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang
transaksi Term Deposit valas paling lambat
sebelum window time melalui Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya.
b) Pengumuman …
78
b) Pengumuman rencana transaksi Term Deposit
valas, memuat antara lain:
(1) sarana transaksi;
(2)
tanggal lelang;
(3) window time;
(4) jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
(5) metode lelang;
(6)
target indikatif, apabila lelang transaksi Term
Deposit valas dilaksanakan dengan metode
variable rate tender;
(7)
tingkat bunga, apabila lelang transaksi Term
Deposit valas dilaksanakan dengan metode
fixed rate tender; dan/atau
(8)
tanggal setelmen atau tanggal valuta.
2) Pengajuan Penawaran Lelang
a) Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran lelang transaksi Term Deposit valas
kepada Bank Indonesia dalam window time yang
ditetapkan.
b) Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit
valas untuk lelang dengan metode fixed rate
tender meliputi informasi:
(1) nama Peserta OPT;
(2)
tanggal transaksi;
(3) jangka waktu;
(4) Standard Settlement Instruction; dan
(5) penawaran nilai nominal.
c) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term
Deposit valas untuk lelang dengan metode variable
rate tender meliputi informasi:
(1) nama Peserta OPT;
(2)
tanggal transaksi;
(3) jangka waktu;
(4) Standard Settlement Instruction;
(5) penawaran nilai nominal; dan
(6) tingkat …
79
(6)
tingkat bunga.
d) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term
Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam huruf
b) dan/atau huruf c) dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1) penawaran dapat diajukan paling banyak 2
(dua) kali untuk masing-masing jangka
waktu yang ditawarkan;
(2) pengajuan setiap penawaran nilai nominal
dari Peserta OPT paling kurang sebesar
USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika
Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat);
(3) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas
dilakukan dengan metode variable rate
tender, pengajuan setiap penawaran tingkat
bunga dilakukan dengan kelipatan 1 bps
(basis point) atau 0,01% (satu persepuluh
ribu);
(4) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta
OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat
mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk
setiap penawaran yang diajukan dalam
window time transaksi Term Deposit valas;
(5) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka
(4) dapat dilakukan terhadap informasi
penawaran selain informasi nama Peserta
OPT dan jangka waktu Term Deposit valas;
(6) koreksi penawaran harus memenuhi
persyaratan pengajuan penawaran;
(7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara
bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran yang disampaikan kepada Bank
Indonesia;
(8) Peserta …
80
(8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia;
(9) Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga
Perantara mengajukan penawaran tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1), angka 2) dan angka 3) atau
tidak melakukan koreksi pengajuan
penawaran dalam window time transaksi
Term Deposit valas maka penawaran
dimaksud dinyatakan batal.
3) Penetapan Pemenang Lelang transaksi Term Deposit
valas sebagaimana diatur dalam angka 9.
4) Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit
Valas
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi
Term Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan
pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan
mekanisme sebagai berikut:
a) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang
secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT
dan Lembaga Perantara melalui Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia, antara lain berupa nominal yang
dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat
bunga Term Deposit valas;
b) melakukan konfirmasi kepada Peserta OPT yang
memenangkan lelang secara individual melalui
sarana dealing system yang ditetapkan Bank
Indonesia antara lain berupa:
(1) nominal valas dan tingkat bunga yang
dimenangkan Peserta OPT;
(2) jangka waktu;
(3)
tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan
(4) permintaan …
81
(4) permintaan Standard Settlement Instruction
Peserta OPT.
c) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui
Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf b) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
(1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana
dealing system yang ditetapkan Bank
Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui
Lembaga Perantara; atau
(2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana
dealing system yang ditetapkan Bank
Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada
Peserta OPT yang bersangkutan.
5) Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Nilai nominal yang tercantum pada setiap deal
ticket konfirmasi lelang transaksi Term Deposit
valas harus sama dengan nilai nominal setiap
penawaran yang dimenangkan.
b) Pelaksanaan setelmen dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 11.
X. TRANSAKSI SWAP DENGAN METODE LELANG
1. Transaksi Swap dilakukan dalam rangka mendukung
pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional
kebijakan moneter dengan cara:
a. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia; atau
b. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia.
2. Transaksi Swap memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.
jenis valuta asing dalam Transaksi Swap adalah Dolar
Amerika Serikat;
b. Transaksi Swap dapat memiliki jangka waktu 1 (satu) hari
sampai dengan 1 (satu) tahun, yang dihitung 1 (satu) hari
setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh
waktu …
82
waktu; dan
c. kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang
digunakan dalam Transaksi Swap adalah JISDOR.
3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Swap adalah Bank
Devisa.
4. Metode Transaksi
a. Bank Indonesia melakukan Transaksi Swap secara lelang.
b. Transaksi Swap dilakukan melalui sarana dealing system
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang premi
swap.
5. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Swap
a. Transaksi Swap dapat dilakukan pada setiap hari kerja
yang ditetapkan Bank Indonesia.
b. Window time Transaksi Swap dapat dilakukan antara pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu
lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Swap paling lambat sebelum window time, melalui Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya.
d. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dibuka sebelum penerbitan JISDOR, kurs spot yang
digunakan adalah JISDOR hari kerja sebelumnya.
e. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dibuka setelah penerbitan JISDOR, kurs spot yang
digunakan adalah JISDOR pada tanggal transaksi.
f. Pengumuman rencana lelang Transaksi Swap antara lain
meliputi:
1) sarana transaksi;
2)
3)
tanggal lelang;
jangka waktu (tenor);
4) window time;
5)
6)
7)
tanggal setelmen atau tanggal valuta;
tanggal jatuh waktu;
target indikatif lelang;
8) mata …
83
8) mata uang; dan/atau
9) kurs spot
6. Pengajuan Penawaran Lelang
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi
Swap secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
lelang Transaksi Swap untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran lelang Transaksi Swap kepada Bank Indonesia
melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia dalam window time yang ditetapkan Bank
Indonesia.
d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Swap antara lain
meliputi informasi:
1) nama Peserta OPT;
2)
3)
4)
tanggal transaksi;
jangka waktu;
tanggal jatuh waktu;
5) jumlah penawaran (nilai nominal);
6)
jenis valuta;
7) premi swap; dan
8) Standard Settlement Instruction.
e. Pengajuan penawaran Transaksi Swap sebagaimana
dimaksud dalam huruf d dapat diajukan paling banyak 2
(dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang
ditawarkan.
f. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Peserta OPT dan
Lembaga Perantara paling kurang sebesar
USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan
selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00
(satu juta dolar Amerika Serikat).
g. Pengajuan penawaran premi swap dari Peserta OPT dan
Lembaga Perantara paling kurang sebesar Rp1,00 (satu
rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00
(satu …
84
(satu rupiah).
h. Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan penawaran,
Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat
mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran
yang diajukan dalam window time Transaksi Swap.
i. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf h antara lain
dapat dilakukan terhadap informasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf d kecuali informasi nama Peserta OPT dan
jangka waktu swap.
j. Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah penawaran (nilai
nominal) sebagaimana dimaksud dalam huruf h, jumlah
penawaran (nilai nominal) dimaksud harus memenuhi
penawaran nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam
huruf f.
k. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran Transaksi Swap yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
l. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
m. Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf d, huruf e, huruf f atau huruf g dan
tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam
window time Transaksi Swap, penawaran dimaksud
dinyatakan batal.
7. Penetapan Pemenang Transaksi Swap
a. Bank Indonesia menetapkan batas premi swap yang
diterima.
b. Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan
dengan cara:
1) Untuk Transaksi Swap Jual Bank Indonesia
a) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT
lebih tinggi dari batas penawaran premi swap
yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan …
85
bersangkutan memenangkan seluruh penawaran
Transaksi Swap yang diajukan; atau
b) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT
sama dengan batas penawaran premi swap yang
diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran Transaksi Swap yang
diajukan dengan perhitungan secara proporsional.
Contoh perhitungan pemenang lelang Transaksi Swap
Jual Bank Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VII.
2) Untuk Transaksi Swap Beli Bank Indonesia
a) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT
lebih rendah dari batas penawaran premi swap
yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh penawaran
Transaksi Swap yang diajukan; atau
b) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT
sama dengan batas penawaran premi swap yang
diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran Transaksi Swap yang
diajukan dengan perhitungan secara proporsional.
Contoh perhitungan pemenang lelang Transaksi Swap
Beli Bank Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VII.
3) Pembulatan nominal yang dimenangkan oleh
pemenang lelang Transaksi Swap dengan proporsional
dilakukan dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar
Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan:
a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima
puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan
menjadi 0 (nol); dan
b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu
dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan
menjadi …
86
menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar
Amerika Serikat).
4) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Swap.
8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Swap
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Swap,
setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank
Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana
lainnya, antara lain berupa nilai nominal Swap yang
dimenangkan dan rata-rata tertimbang (weighted average)
premi swap per jangka waktu.
b. Melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara
individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia antara lain berupa :
1) nominal lelang swap yang dimenangkan Peserta OPT;
2) premi swap yang dimenangkan;
3)
4)
5)
jangka waktu transaksi;
tanggal valuta;
tanggal jatuh waktu;
6) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta
OPT; dan
7) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT.
c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf
b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing
system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi
akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau
b) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan
dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan.
d. Peserta OPT yang telah memenangkan penawaran dilarang
melakukan pengakhiran Transaksi Swap sebelum jatuh
waktu …
87
waktu (early termination).
9. Setelmen Transaksi Swap
a. Untuk Lelang Swap Jual Bank Indonesia
1) Setelmen First Leg
a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada
2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap,
dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT sebesar nilai setelmen first leg.
b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai
nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan
dikalikan dengan JISDOR.
c) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana
Dolar Amerika Serikat untuk setiap penawaran
yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di
Bank Koresponden pada tanggal setelmen.
d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta
OPT tidak melakukan transfer dana Dolar
Amerika Serikat sebesar nilai yang dimenangkan
pada setelmen first leg, Peserta OPT wajib
menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika
Serikat sebesar nilai yang dimenangkan pada hari
kerja berikutnya.
e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
2) Setelmen Second Leg
a) Pada tanggal Transaksi Swap jatuh waktu (second
leg), Bank Indonesia melakukan transfer dana
Dolar Amerika Serikat ke rekening Peserta OPT di
Bank Koresponden sebesar nilai nominal Dolar
Amerika Serikat pada setelmen first leg.
b) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika
Serikat …
88
Serikat setelmen first leg dikalikan kurs setelmen
second leg.
c) Kurs setelmen second leg adalah JISDOR saat
tanggal transaksi ditambah premi swap yang
dimenangkan Peserta OPT.
d) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg,
Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang
cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen,
Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang
cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada
hari kerja berikutnya.
e) Pembayaran nominal Transaksi
Swap
sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dilakukan
melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT di Bank Indonesia.
f) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
b. Untuk Lelang Swap Beli Bank Indonesia
1) Setelmen First Leg
a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada
2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap,
dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT sebesar nilai setelmen first leg.
b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai
nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan
dikalikan dengan JISDOR.
c) Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar
Amerika Serikat untuk setiap penawaran yang
dimenangkan ke rekening Peserta OPT di Bank
Koresponden.
d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta
OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup
untuk …
89
untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta
OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup
untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari
kerja berikutnya.
e) Pembayaran nominal Transaksi
Swap
sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dilakukan
melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT di Bank Indonesia.
f) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
2) Setelmen Second Leg
a) Pada tanggal Transaksi Swap jatuh waktu (second
leg), Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro
Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar
Amerika Serikat yang dimenangkan dikalikan
kurs setelmen second leg.
b) Kurs setelmen second leg adalah JISDOR pada
tanggal transaksi ditambah premi swap yang
dimenangkan Peserta OPT.
c) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana
Dolar Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar
Amerika Serikat pada setelmen first leg ke
rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden
paling lambat pada tanggal setelmen second leg.
d) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg,
Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf c), Peserta
OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar
Amerika Serikat pada hari kerja berikutnya.
e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud …
90
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, tanggal setelmen first
leg atau tanggal setelmen second leg ditetapkan sebagai hari
libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
XI. TRANSAKSI FORWARD DENGAN METODE LELANG
1. Transaksi Forward dilakukan dalam rangka mendukung
pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional
kebijakan moneter dengan cara:
a. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia.
b. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia.
2. Transaksi Forward memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.
jenis valuta asing dalam Transaksi Forward adalah Dolar
Amerika Serikat;
b. waktu penyerahan dana (tenor) Transaksi Forward
dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja dan paling lama 12
(dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang
dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal transaksi sampai
dengan tanggal setelmen; dan
c. kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang
digunakan dalam Transaksi Forward adalah JISDOR.
3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Forward adalah
Bank Devisa.
4. Metode Transaksi
a. Transaksi Forward dengan mekanisme lelang dilakukan
melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
b. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
1) metode harga tetap (fixed rate tender), dengan Forward
point Transaksi Forward ditetapkan oleh Bank
Indonesia; atau
2) metode …
91
2) metode harga beragam (variable rate tender), dengan
Forward point Transaksi Forward diajukan oleh Peserta
OPT.
5. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Forward
a. Lelang Transaksi Forward dapat dilakukan pada setiap hari
kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Window time lelang Transaksi Forward dapat dilakukan
antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB,
atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Forward paling lambat sebelum window time, melalui
Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
d. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dibuka sebelum penerbitan JISDOR, kurs spot yang
digunakan adalah JISDOR hari kerja sebelumnya.
e. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dibuka setelah penerbitan JISDOR, kurs spot yang
digunakan adalah JISDOR pada tanggal transaksi.
f. Pengumuman rencana lelang Transaksi Forward antara lain
meliputi:
1) sarana transaksi;
2)
3)
tanggal lelang;
tenor;
4) window time;
5) metode lelang;
6)
tanggal setelmen atau tanggal valuta;
7) forward point, apabila lelang dilakukan dengan metode
fixed rate tender;
8)
9)
target indikatif lelang, apabila lelang dilakukan dengan
metode variable rate tender;
jenis valuta; dan/atau
10) kurs spot.
6. Pengajuan …
92
6. Pengajuan Penawaran Lelang
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi
Forward secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
lelang Transaksi Forward untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran lelang Transaksi Forward kepada Bank
Indonesia melalui sarana dealing system yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
d. Pengajuan penawaran Transaksi Forward antara lain
meliputi informasi:
1) nama Peserta OPT;
2)
3)
4)
5)
tanggal transaksi;
tenor;
tanggal setelmen atau tanggal valuta;
jenis valuta;
6) nilai nominal apabila lelang dengan metode fixed rate
tender;
7) nilai nominal dan forward point apabila lelang dengan
metode variable rate tender; dan
8) Standard Settlement Instruction.
e. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Forward
sebagaimana dimaksud dalam huruf d dapat diajukan
paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing tenor yang
ditawarkan.
f. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Peserta OPT dan
Lembaga Perantara paling sedikit sebesar USD1,000,000.00
(satu juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan
kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar
Amerika Serikat).
g. Pengajuan penawaran forward point dari Peserta OPT dan
Lembaga Perantara paling sedikit sebesar Rp1,00 (satu
rupiah) …
93
rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00
(satu rupiah).
h. Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan penawaran,
Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat
mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran
yang diajukan dalam window time lelang Transaksi
Forward.
i. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf h antara lain
dapat dilakukan terhadap informasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf d kecuali informasi nama Peserta OPT dan
tenor Transaksi Forward.
j. Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah penawaran (nilai
nominal) sebagaimana dimaksud dalam huruf h, jumlah
penawaran (nilai nominal) dimaksud harus memenuhi
penawaran nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam
huruf f.
k. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran lelang Transaksi Forward
yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
l. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
m. Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf d, huruf e, huruf f, atau huruf g dan
tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam
window time Transaksi Forward sebagaimana dimaksud
dalam huruf h, penawaran dimaksud dinyatakan batal.
n. Bank Indonesia dapat menolak penawaran Transaksi
Forward yang diajukan oleh Peserta OPT apabila Peserta
OPT tidak memiliki counterparty limit yang cukup.
7. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Forward
a. Dalam hal Transaksi Forward dilakukan dengan metode
lelang fixed rate tender, penetapan penawaran Transaksi
Forward yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Untuk Transaksi Forward Jual Bank Indonesia
a) Penawaran …
94
a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta
OPT dimenangkan seluruhnya.
b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal
yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan
sebagian dengan perhitungan secara proporsional.
2) Untuk Transaksi Forward Beli Bank Indonesia
a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta
OPT dimenangkan seluruhnya.
b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal
yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan
sebagian dengan perhitungan secara proporsional.
b. Dalam hal Transaksi Forward dilakukan dengan metode
lelang variable rate tender, penetapan penawaran Transaksi
Forward yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan batas forward point yang
diterima.
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal penawaran
yang dimenangkan dengan cara:
a) Untuk Transaksi Forward Jual Bank Indonesia
(1) dalam hal forward point yang diajukan
Peserta OPT lebih tinggi dari batas
penawaran forward point yang diterima Bank
Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi
Forward yang diajukan; atau
(2) dalam hal forward point yang diajukan
Peserta OPT sama dengan batas penawaran
forward point yang diterima Bank Indonesia,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian dari
penawaran Transaksi Forward yang diajukan
dengan perhitungan secara proporsional.
b) Untuk Transaksi Forward Beli Bank Indonesia
(1) dalam hal forward point yang diajukan
Peserta OPT lebih rendah dari batas
penawaran …
95
penawaran forward point yang diterima Bank
Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi
Forward yang diajukan; atau
(2) dalam hal forward point yang diajukan
Peserta OPT sama dengan batas penawaran
forward point yang diterima Bank Indonesia,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian dari
penawaran Transaksi Forward yang diajukan
dengan perhitungan secara proporsional.
Contoh perhitungan pemenang lelang Transaksi Forward
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII.
c. Pembulatan nilai nominal yang dimenangkan oleh
pemenang lelang Transaksi Forward dengan perhitungan
secara proporsional dilakukan dengan pembulatan ke
seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan
ketentuan:
1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh
ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi 0 (nol);
dan
2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar
Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat).
d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Forward.
8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Forward
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Forward,
setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank
Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana
lainnya, antara lain berupa nilai nominal Transaksi
Forward yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang
(weighted average) forward point per tenor.
b. Melakukan …
96
b. Melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara
individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia antara lain berupa:
1) nominal lelang forward yang dimenangkan Peserta
OPT;
2) forward point yang dimenangkan;
3)
4)
tenor transaksi;
tanggal valuta;
5) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta
OPT; dan
6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT.
c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf
b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing
system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi
akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau
2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan
dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan.
9. Setelmen Transaksi Forward
a. Untuk Lelang Forward Jual Bank Indonesia
1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank
Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika
Serikat ke rekening Peserta OPT di Bank Koresponden
sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi
Forward yang dimenangkan.
2) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika
Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan
dikalikan kurs setelmen Transaksi Forward.
3) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah kurs JISDOR
saat tanggal transaksi ditambah forward point yang
dimenangkan Peserta OPT.
4) Dalam …
97
4) Dalam hal pada tanggal setelmen Transaksi Forward,
Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup
untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT
wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja
berikutnya.
5) Pembayaran nominal Transaksi Forward sebagaimana
dimaksud dalam angka 4) dilakukan melalui
pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank
Indonesia.
6) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Peserta OPT
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Operasi Moneter.
b. Untuk Lelang Forward Beli Bank Indonesia
1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank
Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat
Transaksi Forward yang dimenangkan dikalikan kurs
setelmen Transaksi Forward.
2) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah JISDOR pada
tanggal transaksi ditambah forward point yang
dimenangkan Peserta OPT.
3) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar
Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar Amerika
Serikat pada setelmen Transaksi Forward ke rekening
Bank Indonesia di Bank Koresponden paling lambat
pada tanggal setelmen.
4) Dalam hal pada tanggal setelmen, Peserta OPT tidak
memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud
dalam angka 3), Peserta OPT wajib menyelesaikan
transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari kerja
berikutnya.
5) Atas …
98
5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam angka 4), Peserta OPT
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Operasi Moneter.
c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Forward
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, tanggal
setelmen ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
XII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Sanksi Transaksi OPT dalam Rupiah
a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat
memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam
Rupiah, meliputi:
1)
2)
transaksi penerbitan SBI sebagaimana dimaksud
dalam butir II.8.a.6);
transaksi penerbitan SDBI sebagaimana dimaksud
dalam butir III.8.a.6);
3) Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir
IV.8.a.1)e), IV.8.a.2)e), IV.8.b.1)g) dan butir IV.8.b.2)d);
4) Transaksi Reverse Repo sebagaimana dimaksud dalam
butir V.8.a.5) dan butir V.8.b.5);
5) pembelian dan penjualan SBN secara outright dari
Bank Indonesia di pasar sekunder dan Term Deposit
Rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir VI.6.e;
6) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud
dalam butir VII.10.i; dan/atau
7) Transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana
dimaksud dalam butir VIII.8.a.5).
b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas
Jasa Keuangan; dan
2) kewajiban …
99
2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh
ribu) dari nilai transaksi OPT yang dinyatakan batal,
paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
c. Dalam hal transaksi memiliki second leg, nilai transaksi
yang batal sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) adalah
nilai transaksi pada saat first leg.
d. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir b.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah Peserta OPT pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya pembatalan transaksi.
2. Sanksi Transaksi OPT dalam Valuta Asing Selain Term Deposit
Valas
a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat
memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam valuta
asing, meliputi:
1) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud
dalam butir VII.10.j; dan/atau
2) Transaksi Swap dengan metode lelang sebagaimana
dimaksud dalam butir X.9.a.1)d), X.9.a.2)d), X.9.b.1)d)
dan butir X.9.b.2)d); dan
3) Transaksi Forward dengan metode lelang sebagaimana
dimaksud dalam butir XI.9.a.4) dan butir XI.9.b.4).
b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas
Jasa Keuangan; dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar:
a) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal
penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus)
bps (basis point) dikalikan nominal transaksi
dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh)
untuk …
100
untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam
valuta Dolar Amerika Serikat;
b) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral
atau otoritas moneter di negara valuta yang
bersangkutan (official rate) yang berlaku pada
tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua
ratus) bps (basis point) dikalikan nilai transaksi
dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh)
untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam
valuta asing non Dolar Amerika Serikat; atau
c) suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate)
yang berlaku ditambah 200 (dua ratus) bps (basis
point) dikalikan nilai transaksi dikalikan 1/360
(satu per tiga ratus enam puluh) untuk
penyelesaian kewajiban pembayaran dalam
Rupiah.
c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir b.1) dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal setelmen.
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening
Giro Rupiah atau Rekening Giro valuta asing Peserta OPT
yang ada di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal kewajiban setelmen.
3. Sanksi Transaksi Term Deposit Valas
a. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban
setelmen yang menyebabkan batalnya transaksi Term
Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam butir
IX.11.a.5), Peserta OPT dikenakan sanksi berupa:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas
Jasa Keuangan; dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku
bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal
penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) bps
(basis …
101
(basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan
1/360 (satu per tiga ratus enam puluh).
b. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban
pada tanggal setelmen second leg transaksi FX Swap
sebagaimana dimaksud dalam butir IX.13.b.3)c) maka
Peserta OPT dikenakan sanksi berupa:
1)
teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir
a.1); dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku
bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang
berlaku ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point)
dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per
tiga ratus enam puluh).
c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir a.1) dan butir b.1) paling lambat 2 (dua) hari
kerja setelah pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud
dalam butir IX.11.a.5) atau tidak terpenuhinya kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam butir IX.13.b.3)c).
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro valuta asing Peserta OPT di Bank Indonesia
paling lama 2 (dua) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia paling
lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal kewajiban
pelaksanaan setelmen.
4. Sanksi Penghentian Sementara Mengikuti Operasi Moneter
a. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang terdiri
atas transaksi Operasi Pasar Terbuka dan/atau transaksi
Standing Facilities, yang ketiga kali dalam kurun waktu 6
(enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3, Peserta
OPT juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk
mengikuti …
102
mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari
kerja berturut-turut.
b. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf a
diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
c. Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan
transaksi Operasi Moneter dalam 1 (satu) hari, pengenaan
sanksi penghentian sementara sebagaimana dimaksud
dalam huruf a hanya memperhitungkan 3 (tiga) kali
pembatalan. Contoh pengenaan sanksi karena pembatalan
transaksi operasi moneter sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IX.
5. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum Holding Period SBI
a. Bank dan/atau Sub-Registry yang tidak memenuhi
ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir
II.9 dikenakan sanksi sebagai berikut:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas
Jasa Keuangan; dan
2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh
ribu) dari nilai transaksi SBI yang tidak memenuhi
ketentuan dimaksud, paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) per hari.
b. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir a.1) dilakukan setelah terlampauinya batas
waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud
dalam butir II.9.b.3).
c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank
pembayar yang ditunjuk Sub-Registry.
6. Sanksi Pelanggaran Transaksi SDBI Dengan Pihak Selain Bank
di Pasar Sekunder
a. Bank …
103
a. Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir III.9 dikenakan sanksi
sebagai berikut:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas
Jasa Keuangan; dan
2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh
ribu) dari nilai transaksi SDBI yang tidak memenuhi
ketentuan dimaksud paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) per hari.
b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir a.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah
diketahuinya pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir III.9.
c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank
pembayar yang ditunjuk Sub-Registry.
XIII. LAIN-LAIN
Lampiran I sampai dengan Lampiran IX merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XIV. KETENTUAN PERALIHAN
Transaksi OPT yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran
Bank Indonesia ini yang merupakan bagian dari transaksi OPT yang
telah dilakukan sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku,
tetap tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember
2014 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
17/29/DPM tanggal 26 Oktober 2015 sampai dengan transaksi yang
bersangkutan jatuh waktu.
XV. KETENTUAN …
104
XV. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24
Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka;
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/8/DPM tanggal 20 Mei
2015 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi
Pasar Terbuka; dan
c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/29/DPM tanggal 26
Oktober 2015 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal
Operasi Pasar Terbuka,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16
November 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/37/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 16 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '17/29/DPM|SE-BI/2015', '16/23/DPM|SE-BI/2014', '17/8/DPM|SE-BI/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '17/20/PBI/2015', '12/11/PBI/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XII' </penalty_list>
|
No. 14/ 21 /DPNP
Jakarta, 18 Juli 2012
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI
INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal
Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam
Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008
tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 135, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4895) dan dalam rangka
harmonisasi dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP
tanggal 18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang
Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan
Standar, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal Pedoman
Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar,
sebagai berikut:
1. Ketentuan …
1. Ketentuan dalam Lampiran 1 Bab II butir 2.a.3) diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
3) Nilai pasar surat berharga yang digunakan dalam
perhitungan Risiko Spesifik dan Risiko Umum adalah dirty
price, yaitu nilai pasar surat berharga (clean price) ditambah
dengan present value dari pendapatan bunga yang akan
diterima (accrued interest). Present value atas accrued interest
dapat tidak dilakukan apabila berdasarkan jangka waktu
pembayaran kupon, nilai present value tidak menimbulkan
perbedaan yang material dengan nilai accrued interest.
2. Ketentuan dalam Lampiran 1 Bab II butir 2.b.4) diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
4) Pembebanan Risiko Spesifik dibagi dalam kategori
pembobotan seperti pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1
Kategori Pembobotan untuk Risiko Spesifik
Penerbit
1. Pemerintah Indonesia
2. Pemerintah Negara Lain
a. peringkat AAA sampai dengan AA-
b. peringkat A+ sampai dengan BBB- dengan:
i. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo
kurang dari atau sama dengan 6 (enam) bulan
ii. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo
lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 24 (dua puluh
empat) bulan
iii. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo
lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan
0,25%
1,00%
Bobot
0,00%
0,00%
1,60%
c. peringkat …
Penerbit
Bobot
c. peringkat BB+ sampai dengan B-
d. peringkat kurang dari B-
e. tanpa peringkat
3. Kualifikasi (Qualifying)
a. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo kurang dari
atau sama dengan 6 (enam) bulan
b. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo lebih dari
6 (enam) bulan sampai dengan 24 (dua puluh empat) bulan
c. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo lebih dari
24 (dua puluh empat) bulan
4. Lainnya
a. korporasi dengan:
i. peringkat jangka pendek A-1
ii. peringkat jangka pendek A-2
iii. peringkat jangka pendek A-3
iv. peringkat jangka pendek kurang dari A-3
v. peringkat AAA sampai dengan AA-
vi. peringkat A+ sampai dengan A-
vii. peringkat BBB+ sampai dengan BB-
viii. peringkat kurang dari BB-
ix. tanpa peringkat
b. bank yang tergolong:
i. Tagihan Jangka Pendek
1) peringkat jangka pendek kurang dari A-3
2) peringkat BB+ sampai dengan B-
3) peringkat kurang dari B-
4) tanpa peringkat
ii. Tagihan Jangka Panjang
1) peringkat jangka pendek kurang dari A-3
2) peringkat BB+ sampai dengan B-
0,25%
1,00%
1,60%
8,00%
12,00%
8,00%
1,60%
4,00%
8,00%
12,00%
1,60%
4,00%
8,00%
12,00%
12,00%
12,00%
4,00%
12,00%
4,00%
12,00%
8,00%
3) peringkat …
Penerbit
Bobot
3) peringkat kurang dari B-
4) tanpa peringkat
c. entitas sektor publik dan bank pembangunan multilateral
dan lembaga internasional
i. peringkat BB+ sampai dengan B-
ii. peringkat kurang dari B-
iii. tanpa peringkat
12,00%
8,00%
8,00%
12,00%
8,00%
Penjelasan Tabel 1 mengenai Kategori Pembobotan untuk Risiko
Spesifik adalah sebagai berikut:
a) Pemerintah Indonesia
Yang termasuk kategori Pemerintah Indonesia adalah seluruh
instrumen yang dikeluarkan, dijamin, atau dijamin dengan
efek yang dikeluarkan oleh:
(1) Pemerintah Pusat Republik Indonesia;
(2) Bank Indonesia;
(3) Badan-badan dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya
yang seluruh pendanaan operasionalnya berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Pemerintah Republik Indonesia.
b) Pemerintah Negara Lain
Yang termasuk kategori Pemerintah Negara Lain adalah
seluruh instrumen yang dikeluarkan, dijamin, atau dijamin
dengan efek yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat atau
bank sentral negara lain.
c) Kualifikasi …
c) Kualifikasi
(1) Yang termasuk kategori Kualifikasi (Qualifying) adalah:
(a) surat-surat berharga yang dikeluarkan, dijamin,
atau dijamin dengan efek yang dikeluarkan oleh:
i. Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam
ketentuan perundang-undangan mengenai
pemerintahan daerah;
ii. bank;
iii. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
sebagaimana diatur dalam ketentuan
perundang-undangan mengenai BUMN, yang
tidak tergolong sebagai Bank;
iv. bank pembangunan multilateral, yaitu World
Bank Group yang terdiri dari International
Bank for Reconstruction and Development
(IBRD) dan International Finance Corporation
(IFC), Asian Development Bank (ADB), African
Development Bank (AfDB), European Bank for
Reconstruction and Development (EBRD), Inter-
American Development Bank (IADB), European
Investment Bank (EIB), European Investment
Fund (EIF), Nordic Investment Bank (NIB),
Caribbean Development Bank (CDB), Islamic
Development Bank (IDB), dan Council of Europe
Development Bank (CEDB);
v. lembaga …
v.
lembaga internasional yaitu Bank for
International Settlements,
International
Monetary Fund (IMF), dan European Central
Bank,
yang memiliki peringkat investasi (investment
grade) dari 1 (satu) lembaga pemeringkat
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan
peringkat yang diakui Bank Indonesia.
Bank sebagaimana dimaksud pada angka ii
mencakup bank yang beroperasi di Indonesia dan
bank yang beroperasi di luar Indonesia, termasuk
Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai lembaga pembiayaan
ekspor Indonesia.
(b) surat-surat berharga yang diterbitkan oleh pihak
selain sebagaimana dimaksud dalam Bab.II
butir 2.b.4).c).(1).(a), yang memiliki peringkat
investasi (investment grade) dari paling sedikit
2 (dua) lembaga pemeringkat sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui
Bank Indonesia.
(2) Peringkat domestik digunakan untuk surat berharga
dalam mata uang Rupiah.
Peringkat internasional digunakan untuk surat
berharga dalam valuta asing.
d) Lainnya …
d) Lainnya
Yang termasuk kategori Lainnya adalah seluruh surat-surat
berharga yang dikeluarkan, dijamin, atau dijamin dengan
efek yang dikeluarkan oleh korporasi, bank, entitas sektor
publik, bank pembangunan multilateral dan lembaga
internasional yang tidak termasuk dalam kategori Pemerintah
Indonesia, Pemerintah Negara Lain, dan Kualifikasi.
Yang dimaksud dengan korporasi, bank, entitas sektor
publik, bank pembangunan multilateral dan lembaga
internasional adalah pihak-pihak yang termasuk dalam
Tagihan Kepada Korporasi, Tagihan Kepada Bank, Tagihan
Kepada Entitas Sektor Publik, dan Tagihan Kepada Bank
Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai pedoman perhitungan aset
tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit dengan
menggunakan pendekatan standar.
3. Ketentuan dalam Lampiran 1 Bab II butir 2.e.2) diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
2) Perhitungan Risiko Spesifik
Perhitungan Risiko Spesifik dari surat berharga ditentukan
dari:
a) kategori penerbit; dan
b) peringkat dan/ atau sisa jatuh tempo.
4. Ketentuan dalam Lampiran 1 Bab II butir 2.f.1) diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
1) Perhitungan …
1) Perhitungan Risiko Spesifik
Perhitungan Risiko Spesifik dari surat berharga ditentukan
dari:
a) kategori penerbit; dan
b) peringkat dan/ atau sisa jatuh tempo.
5. Ketentuan dalam Lampiran 1 Bab III dihapus.
6.
Formulir I.a dalam Lampiran 2 diubah menjadi sebagaimana
terlampir yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
7. Diantara Bab IV dan Bab V disisipkan 2 (dua) Bab yakni Bab IVA
dan Bab IVB yang berbunyi sebagai berikut:
IVA. PERALIHAN
1. Selama pelaporan Risiko Spesifik sebagaimana
dimaksud dalam Formulir I.a Lampiran 2 Surat Edaran
Bank Indonesia ini belum dapat dilakukan secara
online melalui Laporan Berkala Bank Umum, laporan
disampaikan secara offline.
2. Laporan secara offline sebagaimana dimaksud pada
angka 1 disampaikan secara bulanan untuk posisi
setiap akhir bulan dan disampaikan pada periode
penyampaian I sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
laporan berkala bank umum.
3. Dalam hal tanggal penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada angka 2 jatuh pada hari Sabtu,
Minggu, dan/atau hari libur, maka penyampaian
laporan dilakukan pada hari kerja berikutnya.
4. Laporan …
4. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2
disampaikan pertama kali untuk posisi akhir bulan
Agustus 2012 yang disampaikan pada periode
penyampaian I di bulan September 2012.
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jalan
M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank
yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia,
dengan tembusan kepada Departemen Perizinan dan
Informasi Perbankan, Jalan M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10350.
IVB. PENGENAAN SANKSI
Dalam penyampaian secara offline sebagaimana dimaksud
dalam Bab IVA, Bank yang tidak menyampaikan laporan
atau menyampaikan laporan tidak sesuai dengan
ketentuan, dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Pasal 36 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008
tanggal 24 September 2008 tentang Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Umum.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
1 Agustus 2012.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/21/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar </reg_title>
<set_date> 18 Juli 2012 </set_date>
<effective_date> 1 Agustus 2012 </effective_date>
<changed_reg> '9/33/DPNP|SE-BI/2007' </changed_reg>
<related_reg> '13/6/DPNP|SE-BI/2011', '10/15/PBI/2008', '9/33/DPNP|SE-BI/2007' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 7 Bab IVB' </penalty_list>
|
1
No.17/50/DPM
Jakarta, 21 Desember 2015
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal
: Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 16/15/DPM tanggal 17 September 2014 perihal
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Asing
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara
Bank dengan Pihak Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5582), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/16/PBI/2015 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5744), yang selanjutnya disebut PBI, dan
dalam rangka memberikan penjelasan lebih lanjut atas pelaksanaan PBI,
perlu melakukan perubahan ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 16/15/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, sebagaimana
telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia:
a. Nomor 17/16/DPM tanggal 12 Juni 2015; dan
b. Nomor 17/21/DPM tanggal 28 Agustus 2015;
sebagai berikut:
1. Diantara ketentuan butir I.3 dan I.4 disisipkan 3 (tiga) butir, yakni
butir I.3A, I.3B dan I.3C yang berbunyi sebagai berikut:
3A. Investasi…
2
3A. Investasi dalam bentuk Surat Berharga Bank Indonesia dalam
valuta asing tidak dapat digunakan sebagai Underlying Transaksi
pembelian valuta asing terhadap Rupiah baik melalui Transaksi
Spot dan/atau Transaksi Derivatif.
3B. Underlying Transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah
melalui transaksi forward dan Transfer Rupiah berupa
kepemilikan dana valuta asing di dalam negeri dan di luar negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) PBI diatur sebagai
berikut:
a. Nominal transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah
melalui transaksi forward dan Transfer Rupiah ke rekening
Pihak Asing paling banyak sebesar saldo dan/atau jumlah
kepemilikan dana valuta asing Pihak Asing di dalam negeri
dan/atau di luar negeri.
Contoh 1:
Perusahaan A Ltd. yang merupakan Pihak Asing memiliki
deposito valuta asing di Bank X sebesar USD10,000,000.00.
Berdasarkan Underlying Transaksi berupa deposito valuta
asing tersebut, Perusahaan A Ltd. dapat melakukan penjualan
valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling
banyak sebesar USD10,000,000.00.
Contoh 2:
Corporation B Ltd. yang merupakan Pihak Asing memiliki
deposit on-call
valuta asing
di Bank X senilai
USD15,000,000.00. Atas Underlying Transaksi berupa deposit
on-call valuta asing ini, Corporation B Ltd. dapat menerima
Transfer Rupiah ke rekening Corporation B Ltd. paling banyak
sebesar ekuivalen USD15,000,000.00 yang berasal dari hasil
penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot.
b. Dalam hal dana valuta asing ditempatkan pada instrumen
yang memiliki tanggal jatuh waktu antara lain berupa deposito
dan/atau Negotiable Certificate of Deposit (NCD), jatuh waktu
penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward…
3
forward paling lama sama dengan jatuh waktu penempatan
dana.
Contoh:
Perusahaan A Ltd. memiliki NCD dalam valuta asing yang
akan jatuh waktu pada tanggal 31 Maret 20xx. Atas
kepemilikan NCD dalam valuta asing tersebut, Perusahaan A
Ltd. dapat melakukan penjualan valuta asing terhadap
Rupiah melalui transaksi forward dengan jatuh waktu paling
lama tanggal 31 Maret 20xx.
c. Dalam hal dana valuta asing ditempatkan pada instrumen
yang tidak memiliki tanggal jatuh waktu antara lain berupa
tabungan atau giro, jatuh waktu penjualan valuta asing
terhadap Rupiah melalui transaksi forward tidak dibatasi.
Contoh:
Pada tanggal 2 Januari 20xx, A Ltd. memiliki rekening valuta
asing dalam bentuk giro sebesar USD20,000,000.00. Atas
kepemilikan dana valuta asing tersebut, pada tanggal 2
Januari 20xx A Ltd. melakukan penjualan valuta asing
terhadap Rupiah melalui transaksi forward sebesar
USD14,000,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 2 Februari
20xx dan sebesar USD6,000,000.00 yang jatuh waktu pada
tanggal 2 Juni 20xx.
d. Dalam hal kepemilikan dana valuta asing berupa instrumen
yang tidak memiliki tanggal jatuh waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf c, saldo rekening valuta asing pada
instrumen tersebut paling kurang sama dengan nominal
penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward untuk sepanjang waktu transaksi forward dimaksud.
Contoh:
Pada tanggal 5 Februari 20xx, B Ltd. memiliki tabungan
dalam valuta asing sebesar USD6,000,000.00. Pada tanggal
yang sama, B Ltd. melakukan penjualan valuta asing
terhadap Rupiah melalui transaksi forward sebesar
USD6,000,000.00 dengan jangka waktu 1 bulan. B Ltd. harus
memiliki saldo tabungan valuta asing dengan jumlah tidak
kurang …
4
kurang dari USD6,000,000.00 selama 1 bulan ke depan
sampai dengan transaksi forward tersebut jatuh waktu.
3C. Pengaturan Underlying Transaksi yang berupa pemberian kredit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf c PBI diatur
sebagai berikut:
a. Fasilitas pemberian kredit termasuk pemberian kredit
antarnasabah yang belum ditarik, tidak dapat menjadi
Underlying Transaksi.
b. Dalam hal Pihak Asing melakukan Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah dengan menggunakan Underlying Transaksi
berupa kredit termasuk pemberian kredit antarnasabah baik
dalam bentuk tunai maupun barang yang telah ditarik,
nominal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah paling
banyak sama dengan nominal kredit yang telah ditarik.
Contoh 1:
Pada tanggal 18 Januari 20xx, Pihak Asing di luar negeri
berencana memberikan kredit kepada PT A sebesar
Rp200.000.000.000,00 dimana sumber Rupiah tersebut
diperoleh dari hasil penjualan valuta asing terhadap Rupiah.
Dalam pelaksanaannya, realisasi penarikan kredit oleh PT A
adalah sebesar Rp140.000.000.000,00. Sehingga, pembelian
derivatif valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward oleh pihak kreditur (Pihak Asing di luar negeri) paling
banyak dilakukan sebesar ekuivalen Rp140.000.000.000,00.
Contoh 2:
Pada tanggal 10 Januari 20xx, C Ltd. yang merupakan Pihak
Asing memberikan kredit dalam bentuk barang modal
ekuivalen sebesar Rp50.000.000.000,00 kepada PT B yang
merupakan perusahaan afiliasi dari C Ltd.
Pada tanggal 1 Februari 20xx, PT B melakukan penarikan
kredit
dari C Ltd. dalam bentuk barang senilai
Rp50.000.000.000,00.
Atas penarikan kredit ini, C Ltd. melakukan pembelian valuta
asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling
banyak sebesar ekuivalen Rp50.000.000.000,00.
c. Dalam …
5
c. Dalam hal Pihak Asing melakukan Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah dengan menggunakan Underlying Transaksi
berupa kredit termasuk pemberian kredit antarnasabah yang
telah ditarik, jatuh waktu Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah paling lama sama dengan jatuh waktu pelunasan
kredit yang ditarik tersebut.
Contoh:
Pada tanggal 2 Januari 20xx, Z Ltd. sebagai head office (Pihak
Asing) dari PT A memberikan kredit dalam mata uang Rupiah
kepada PT A sebesar Rp14.000.000.000,00 melalui penjualan
valuta asing terhadap Rupiah dengan jatuh waktu pelunasan
kredit pada tanggal 30 Juni 20xx. Z Ltd. dapat melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward
paling
banyak
sebesar
ekuivalen
Rp14.000.000.000,00 dengan jatuh waktu transaksi forward
paling lama sama dengan tanggal pelunasan kredit yaitu
tanggal 30 Juni 20xx.
2. Di antara ketentuan butir I.9 dan butir I.10 disisipkan 1 (satu) butir,
yaitu butir I.9A yang berbunyi sebagai berikut:
9A. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada
Bank tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling
banyak:
a. sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika
Serikat) atau ekuivalennya per bulan per Pihak Asing melalui
Transaksi Spot;
b. sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat)
atau ekuivalennya per transaksi per Pihak Asing maupun per
posisi (outstanding) per Bank melalui Transaksi Derivatif.
3. Ketentuan butir I.10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
10. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing
melalui Transaksi Spot kepada Bank tanpa Underlying Transaksi
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perhitungan …
6
a. Perhitungan 1 (satu) bulan didasarkan pada bulan
kalender, yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender
sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender.
Contoh:
Jika pada bulan November 20xx Pihak Asing hanya
melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanpa
Underlying Transaksi 1 kali pada tanggal 25 November
20xx sebesar USD25,000.00 maka hal tersebut
diperhitungkan sebagai jumlah paling banyak yang telah
digunakan dalam bulan November 20xx. Pihak Asing dapat
kembali menggunakan jumlah paling banyak sebesar
ekuivalen USD25,000.00
Desember 20xx.
tersebut selama periode
b. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada tanggal
transaksi.
Contoh:
Pada tanggal 11 November 20xx, Pihak Asing melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot beli sebesar USD5,000.00. Kemudian, Pihak Asing
kembali melakukan Transaksi Spot beli valuta asing
terhadap Rupiah pada tanggal 30 November 20xx sebesar
USD10,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 2 Desember
20xx. Perhitungan transaksi pembelian valuta asing
terhadap Rupiah oleh Pihak Asing sampai dengan tanggal
30 November 20xx adalah sebesar USD15,000.00.
c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi
seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang
dilakukan oleh masing-masing Pihak Asing secara
individual baik secara tunai maupun nontunai dalam
bentuk simpanan valuta asing.
Contoh:
Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah di Bank Y secara tunai sebesar USD5,000.00 pada
tanggal 11 November 20xx. Kemudian, pada tanggal 15
November 20xx Pihak Asing melakukan konversi simpanan
Rupiah …
7
Rupiah menjadi simpanan valuta asing dalam US Dollar di
Bank Y sebesar USD10,000.00. Perhitungan kumulatif
transaksi yang dilakukan oleh Pihak Asing dalam periode
bulan November 20xx adalah sebesar USD15,000.00.
d. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah melalui
rekening gabungan (joint account) yang dimiliki lebih dari 1
(satu) Pihak Asing, Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan
paling banyak sebesar threshold per rekening gabungan
(joint account).
Contoh:
Pihak Asing A dan B memiliki joint account. Pada tanggal 10
November 20xx, Pihak Asing A melakukan Transaksi Spot
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint
account sebesar USD20,000.00. Atas transaksi tersebut
Pihak Asing A wajib menyampaikan dokumen pendukung
paling lambat pada tanggal 12 November 20xx. Pada tanggal
24 November 20xx, Pihak Asing B melakukan Transaksi
Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint
account sebesar USD 30,000.00. Atas pembelian valuta
asing tersebut, Pihak Asing B wajib menyampaikan
dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung
paling lambat pada tanggal 26 November 20xx karena
jumlah pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang
dilakukan melalui joint account pada bulan November 20xx
telah melebihi threshold USD25,000.00, yaitu sebesar
USD50,000.00.
4. Di antara ketentuan butir I.10 dan butir I.11 disisipkan 1 (satu) butir,
yaitu butir I.10A yang berbunyi sebagai berikut:
10A.Penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Derivatif oleh Pihak Asing kepada Bank tanpa Underlying
Transaksi hanya dapat dilakukan paling banyak:
a. sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat)
atau ekuivalennya per transaksi per Pihak Asing maupun per
posisi …
8
posisi (outstanding) per Bank melalui Transaksi Derivatif
forward;
b. sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat)
atau ekuivalennya per transaksi per Pihak Asing maupun per
posisi (outstanding) per Bank melalui Transaksi Derivatif
option dan swap.
5. Di antara ketentuan butir II.2 dan butir II.3 disisipkan 1 (satu) butir
yakni butir II.2A yang berbunyi sebagai berikut:
2A. Penyelesaian transaksi secara netting atas perpanjangan transaksi
(roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination),
dan pengakhiran transaksi (unwind) tidak dapat dilakukan untuk
transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak
Asing kepada Bank dengan menggunakan Underlying Transaksi
berupa kepemilikan dana valuta asing di dalam negeri dan di luar
negeri.
Contoh:
A Ltd. yang merupakan Pihak Asing melakukan transaksi forward
jual dengan tenor 1 bulan sebesar USD10,000,000.00 pada
tanggal 15 Januari 20xx kepada Bank C dengan forward rate
USD/IDR Rp13.000,00. Atas transaksi tersebut, A Ltd.
menggunakan simpanan valuta asing pada Bank sebagai
Underlying Transaksi.
Setelah transaksi berjalan 2 minggu, nilai tukar Rupiah melemah
hingga mencapai kurs spot USD/IDR Rp13.500,00, A Ltd. ingin
melakukan pengakhiran transaksi (unwind) atas transaksi
tersebut dengan penyelesaian secara netting. Penyelesaian secara
netting atas transaksi tersebut tidak dapat dilakukan.
6. Ketentuan butir II.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Kewajiban pemindahan dana pokok secara penuh untuk
penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak
Asing kepada Bank melalui transaksi forward dengan nominal
transaksi paling banyak sebesar jumlah tertentu (threshold)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) PBI diatur sebagai
berikut:
a. Kewajiban…
9
a. Kewajiban penyelesaian dengan pemindahan dana pokok
secara penuh dilakukan pada saat jatuh waktu transaksi
forward jual.
b. Dalam hal sebelum berakhirnya kontrak transaksi forward
jual awal dilakukan perpanjangan transaksi (roll over) atau
percepatan penyelesaian transaksi (early termination),
kewajiban penyelesaian dengan pemindahan dana pokok
secara penuh dilakukan pada saat berakhirnya kontrak
perpanjangan transaksi (roll over) atau kontrak percepatan
penyelesaian transaksi (early termination).
c. Penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui
transaksi forward paling banyak sejumlah threshold tidak
dapat dilakukan melalui pengakhiran transaksi (unwind)
karena tidak terdapat pemindahan dana pokok secara penuh.
d. Perpanjangan transaksi (roll over) atau percepatan
penyelesaian transaksi (early termination) sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dapat dilakukan sepanjang
didukung oleh Underlying Transaksi dari transaksi forward
jual awal.
Contoh 1:
Perpanjangan transaksi (roll over) penjualan valuta asing
terhadap Rupiah melalui transaksi forward dengan nominal
transaksi paling banyak sebesar threshold.
Pada tanggal 15 Januari 20xx, Pihak Asing A melakukan
ekspor dari Indonesia dengan nilai sebesar USD4,000,000.00
yang akan dibayar pada saat barang diterima yaitu pada
tanggal 15 April 20xx. Atas rencana penerimaan valuta asing
tersebut, pada tanggal 15 Januari 20xx Pihak Asing A
melakukan transaksi forward jual USD/IDR kepada Bank B
sebesar USD4,000,000.00 dengan forward rate USD/IDR
Rp13.000,00 dan jangka waktu 3 bulan (jatuh waktu pada
tanggal 15 April 20xx) dengan hanya menyerahkan dokumen
pendukung.
Karena pengapalan mengalami keterlambatan yang
berdampak terhadap penerimaan barang oleh importir
sehingga …
10
sehingga
pembayaran
importir
juga mengalami
keterlambatan. Penerimaan hasil ekspor baru akan diterima
pada tanggal 15 Mei 20xx.
Atas hal tersebut, pada tanggal 13 April 20xx Pihak Asing A
meminta kepada Bank B untuk melakukan perpanjangan (roll
over) transaksi forward jual selama 1 bulan dengan jatuh
waktu pada tanggal 15 Mei 20xx. Pihak Asing A
memperpanjang transaksi forward jual dengan cara membuka
transaksi swap buy-sell kepada Bank B sebesar
USD4,000,000.00 dengan swap rate USD/IDR Rp13.300,00.
Kurs spot USD/IDR tanggal 13 Mei 20xx adalah Rp13.100,00.
Atas transaksi swap buy-sell dalam rangka perpanjangan
transaksi (roll over) tersebut, Pihak Asing A wajib
menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dari Transaksi
Derivatif awal.
Pada saat perpanjangan transaksi (roll over) dilakukan, Pihak
Asing A membayar selisih kurs kepada Bank B sebesar
Rp400.000.000,00 yang berasal dari perhitungan
((Rp13.100,00-Rp13.000,00) X USD4,000,000.00).
Pada tanggal 15 Mei 20xx yang merupakan tanggal jatuh
waktu kontrak perpanjangan transaksi forward, Pihak Asing A
menyerahkan USD4,000,000.00 kepada Bank B untuk
penyelesaian kontrak dan menerima Rupiah sebesar
Rp.53.200.000.000,00 (Rp13.300,00 x USD4,000,000.00).
Contoh 2…
11
•
•
•
•
•
•
Contoh 2:
Percepatan transaksi (early termination) penjualan valuta
asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward dengan
nominal transaksi paling banyak sebesar threshold.
Pada tanggal 10 Januari 20xx, Pihak Asing C melakukan
ekspor barang ke luar negeri dengan nilai nominal sebesar
USD2,000,000.00 yang pembayarannya akan diterima 3
bulan kemudian yaitu pada tanggal 10 April 20xx. Pada
tanggal yang sama, Pihak Asing C melakukan lindung nilai
dengan transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah
kepada Bank D sebesar USD2,000,000.00 dengan forward
rate USD/IDR Rp13.000,00, dengan hanya menyerahkan
dokumen pendukung.
Pada awal Maret 20xx, lini produksi Pihak Asing C melakukan
percepatan produksi sehingga dapat melakukan pengiriman
barang 1 bulan lebih cepat sehingga pembayaran dapat
diterima lebih cepat menjadi tanggal 10 Maret 20xx.
Dengan mempertimbangkan percepatan penerimaan tersebut,
pada tanggal 8 Maret 20xx, Pihak Asing C meminta Bank D
untuk melakukan percepatan penyelesaian transaksi (early
termination) sebesar USD2,000,000.00. Pihak Asing C
melakukan percepatan penyelesaian dengan cara melakukan
swap …
12
swap sell-buy dengan Bank D dengan kurs spot Rp13.100,00
dan swap rate Rp13.200,00. Atas transaksi swap dalam
rangka early termination tersebut, Pihak Asing C wajib
menyerahkan dokumen Underlying Transaksi penjualan
forward awal.
Pada tanggal 10 Maret 20xx, Pihak Asing C menyerahkan
dana valuta asing sebesar USD2,000,000.00 kepada Bank D
dan menerima dana Rupiah sebesar Rp26.200.000.000,00
(Rp13.100,00 x USD2,000,000.00) yang diselesaikan dengan
pemindahan dana pokok secara penuh (full movement of fund).
Pada tanggal 10 April 20xx dimana transaksi forward jual dan
far leg swap sell-buy jatuh waktu, Pihak Asing C
menyerahkan dana Rupiah kepada Bank D sebesar
Rp400,000,000.00 ((Rp13.200,00
USD2,000,000.00).
–
Rp13.000,00) x
•
•
•
•
•
•
•
Contoh 3:
Penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah
melalui transaksi forward paling banyak sejumlah threshold
tidak dapat dilakukan melalui pengakhiran transaksi
(unwind) karena tidak terdapat pemindahan dana pokok
secara penuh.
Investor A melakukan transaksi forward jual dengan tenor 1
bulan sebesar USD2,000,000.00 pada tanggal 15 Januari
20xx kepada Bank C dengan forward rate USD/IDR
Rp13.000,00 …
13
Rp13.000,00, dan hanya menyampaikan dokumen
pendukung.
Setelah transaksi berjalan 2 minggu, nilai tukar Rupiah
melemah hingga mencapai kurs spot USD/IDR Rp13.500,00,
Pihak Asing A ingin melakukan pengakhiran transaksi
(unwind) atas transaksi tersebut tanpa melakukan
pemindahan dana pokok secara penuh. Hal tersebut tidak
dapat dilakukan.
7. Di antara ketentuan butir III.1 dan butir III.2 disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir III.1A yang berbunyi sebagai berikut:
1A. Dokumen tagihan dalam valuta asing dari transaksi yang
diwajibkan menggunakan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (2) PBI diatur sebagai berikut:
a. Transaksi yang diwajibkan menggunakan Rupiah mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
b. Dokumen tagihan dalam valuta asing dari transaksi yang
dikecualikan dari kewajiban penggunaan Rupiah dapat
dijadikan sebagai dokumen Underlying Transaksi dengan
melampirkan fotokopi persetujuan pengecualian kewajiban
penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia.
8. Di antara ketentuan butir III.2 dan butir III.3 disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir III.2A yang berbunyi sebagai berikut:
2A. Bank harus menerapkan prosedur dan sistem pengendalian
dokumen (document control/procedure) untuk memastikan agar:
a. dokumen yang telah digunakan Pihak Asing sebagai
Underlying Transaksi dari Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah tertentu dapat digunakan untuk Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah yang lain sepanjang tidak melampaui
nilai nominal Underlying Transaksi.
Contoh:
Pada bulan Januari 20xx, Pihak Asing X melakukan pembelian
valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward
sebesar…
14
sebesar USD1,500,000.00 kepada Bank A. Atas transaksi
tersebut, Pihak Asing X menyerahkan dokumen Underlying
Transaksi berupa hasil investasi di pasar saham sebesar
ekuivalen USD2,000,000.00 yang diterimanya di Indonesia.
Transaksi dilakukan di kantor cabang Bank A di Jakarta.
Pada bulan Februari 20xx, Pihak Asing X kembali berencana
untuk melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui transaksi forward dengan Underlying Transaksi yang
sama melalui kantor cabang Bank A di Surabaya sebesar
USD1,100,000.00.
Pada transaksi kedua, nominal transaksi Pihak Asing telah
melebihi nominal Underlying Transaksi.
Dalam situasi ini, prosedur dan sistem kontrol dokumen yang
dimiliki oleh Bank A harus berjalan efektif dalam memastikan
bahwa dokumen yang telah digunakan Pihak Asing X sebagai
Underlying Transaksi (USD2,000,000.00) dari Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah tidak digunakan lagi untuk Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah yang lain hingga melampaui
nilai nominal Underlying Transaksi.
b. Apabila dalam satu rangkaian aktivitas ekonomi terdapat
beberapa jenis dokumen Underlying Transaksi maka yang
dapat digunakan untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah adalah salah satu dari dokumen Underlying Transaksi
tersebut.
Contoh:
Pada bulan Januari 20xx, Y Ltd. sebagai Pihak Asing
melakukan ekspansi pabrik dengan melakukan impor barang
modal. Untuk itu Y Ltd. melakukan pembelian valuta asing
terhadap Rupiah sebesar USD20,000,000.00 melalui transaksi
forward dengan menggunakan dokumen Underlying Transaksi
berupa purchase order. Pada bulan Februari 20xx, Y Ltd.
memperoleh invoice dari eksportir di luar negeri. Atas invoice
dimaksud, Y Ltd. melakukan pembelian valuta asing sebesar
USD20,000,000.00, meskipun sebelumnya telah melakukan
pembelian …
15
pembelian dengan menggunakan dokumen Underlying
Transaksi berupa purchase order.
Atas kegiatan tersebut, pembelian valuta asing oleh Pihak
Asing tersebut hanya diperkenankan menggunakan 1
dokumen Underlying Transaksi, berupa purchase order atau
invoice yang berasal dari satu rangkaian kegiatan ekonomi
yang sama.
Dalam situasi ini, prosedur dan sistem kontrol dokumen yang
dimiliki oleh Bank harus berjalan efektif dalam memastikan
bahwa dokumen Underlying Transaksi, misalnya purchase
order dan invoice dari kegiatan ekonomi yang sama tidak dapat
digunakan sebagai dokumen Underlying Transaksi atas
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang berbeda.
9. Di antara ketentuan butir III.3 dan butir III.4 disisipkan 1 (satu) butir
yakni butir III.3A yang berbunyi sebagai berikut:
3A. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi atas kegiatan
perdagangan dan investasi berupa list of invoices, Bank harus
memastikan ketersediaan invoices yang terdapat dalam list of
invoices.
10. Di antara ketentuan butir III.8 dan butir III.9 disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir III.8A yang berbunyi sebagai berikut:
8A. Dokumen Underlying Transaksi atas kepemilikan dana valuta
asing di dalam negeri dan di luar negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (5) PBI antara lain berupa buku tabungan,
rekening koran, bilyet deposito, dan bukti kepemilikan NCD.
11. Lampiran III diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
12. Lampiran IV diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Bank yang telah melakukan transaksi penjualan valuta asing terhadap
Rupiah melalui transaksi forward di bawah jumlah tertentu (threshold)
sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/16/PBI/2015
tentang …
16
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara
Bank Dengan Pihak Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5744) tetap dapat meneruskan transaksi dimaksud sampai dengan jatuh
waktu transaksi berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara
Bank Dengan Pihak Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5582) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 17/14/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5737).
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam:
a. butir III.2A mengenai prosedur dan sistem pengendalian dokumen;
b. butir III.3A mengenai ketersediaan invoices yang terdapat dalam list of
invoices;
c. Lampiran III Dokumen Underlying Transaksi untuk Perdagangan
Barang dan Jasa di Dalam dan di Luar Negeri;
d. Lampiran IV Dokumen Underlying Transaksi untuk Foreign Direct
Investment, Portfolio Investment, Pinjaman, Modal dan Investasi Lainnya
di Dalam dan di Luar Negeri;
mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2016;
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
diterbitkan dan berlaku surut sejak tanggal 7 Oktober 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian…
17
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
18
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 17/50/DPM TANGGAL
21 DESEMBER 2015
PERIHAL
PERUBAHAN KETIGA ATAS SURAT
EDARAN BANK INDONESIA NOMOR
16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER
2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA
ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA
BANK DENGAN PIHAK ASING
DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK PERDAGANGAN BARANG
DAN JASA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI
A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final
1. Bukti kegiatan ekspor barang dari Indonesia dan impor barang
ke Indonesia, antara lain Letter of Credit (L/C), wesel, dan invoice.
2. Perdagangan dalam negeri yang menggunakan Surat Kredit
Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN).
3. Dokumen yang bersifat tagihan atau yang menimbulkan
kewajiban pembayaran, antara lain:
a. invoice atau commercial invoice (baik yang diterbitkan oleh
Pihak Asing maupun pihak dalam negeri) dapat menjadi
Underlying Transaksi dengan syarat:
i. belum jatuh waktu, dan/atau
ii. belum dibayarkan.
Dalam hal invoice atau commercial invoice telah melewati jatuh
waktu, invoice atau commercial invoice tersebut dapat
digunakan maksimal 3 (tiga) bulan sejak jatuh tempo dengan
melengkapi:
i. MT 103 yang berisi informasi mengenai pembayaran
invoice dimaksud; dan
ii. Pernyataan dari Pihak Asing bahwa pembayaran valuta
asing belum pernah dilakukan atas dasar invoice
dimaksud.
b. List of invoices yang didukung oleh surat pernyataan yang
authenticated dari Pihak Asing yang berisi:
1) validitas…
19
1) validitas list of invoices dimaksud;
2) tanggung jawab Pihak Asing untuk mengadministrasikan
invoices dimaksud; dan
3) komitmen penyediaan invoices apabila dibutuhkan oleh
Bank.
c. Faktur Pajak / Tax Invoice atau Surat Pemberitahuan Tagihan
(SPT) untuk pembayaran pajak melalui penjualan valuta asing
terhadap Rupiah.
4. Beban operasional dalam mata uang Rupiah dari representative
office Badan Hukum Asing atau lembaga asing lainnya antara
lain berupa pembayaran gaji dan tagihan rekening utilities
(telepon, listrik, gas, air).
5. Perjanjian pembukaan vostro Pihak Asing dengan Bank untuk
tujuan remitansi, MT 299, atau MT 599 yang berisi pernyataan
dari bank koresponden bahwa dana yang ada akan dipergunakan
untuk tujuan remitansi ke Indonesia.
6. Dokumen yang memberikan informasi kebutuhan valuta asing
untuk tujuan remitansi dari Indonesia.
7. Bukti penerimaan dalam Rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing
untuk kebutuhan repatriasi, antara lain berupa slip gaji dan
hasil kegiatan perdagangan barang dan jasa di Indonesia.
Surat elektronik resmi atau facsimile sebagai informasi tambahan
dari dokumen Underlying Transaksi untuk bukti tagih dapat
digunakan sepanjang Bank dapat melakukan verifikasi pengirim
email atau facsimile tersebut.
B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan
1. Proyeksi arus kas yang dikeluarkan oleh Pihak Asing
(ditandatangani oleh pejabat berwenang dari Pihak Asing) untuk
tujuan pembayaran beban operasional dalam mata uang Rupiah
dari representative office Badan Hukum Asing atau lembaga asing
lainnya antara lain berupa pembayaran gaji dan tagihan rekening
utilities (telepon, listrik, gas, air).
2. Settlement …
20
2. Settlement agreement dan sales/purchase order confirmation
dengan masa berlaku sesuai dengan tanggal jatuh tempo.
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
21
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 17/50/DPM TANGGAL 21
DESEMBER 2015
PERIHAL
PERUBAHAN KETIGA ATAS SURAT
EDARAN BANK INDONESIA NOMOR
16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER
2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA
ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA
BANK DENGAN PIHAK ASING
DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK FOREIGN DIRECT
INVESTMENT, PORTFOLIO INVESTMENT, PINJAMAN, MODAL DAN
INVESTASI LAINNYA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI
A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final
1. Bukti konfirmasi penjualan atau pembelian Surat Berharga,
antara lain berupa trade confirmation yang disampaikan melalui
SWIFT message, tested telex, Reuters Monitoring Dealing System
(RMDS), atau Bloomberg ticket.
2. Bukti kepemilikan investasi (statement of holding), antara lain
saham, obligasi dan Surat Berharga lainnya,dan keputusan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terkait pembagian dividen
atau dokumen terkait pembagian hasil investasi. Untuk transaksi
yang bersifat lindung nilai, Bank harus memastikan bahwa
kepemilikan portofolio Pihak Asing tidak kurang dari Transaksi
Derivatif atas Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan
Pihak Asing harus menyampaikan fotokopi statement of holding
paling kurang sekali dalam 2 (dua) minggu.
3. Dokumen kredit yang terdiri dari:
a. fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement) atau
dokumen terkait lainnya yang dapat menunjukkan jadwal
dan jumlah pembayaran; dan
b. fotokopi bukti penarikan kredit yang dapat menunjukkan
adanya penarikan dana, antara lain mutasi rekening dari
kreditur kepada debitur atau informasi transfer dana dalam
bentuk MT 103.
4. Bukti …
22
4. Bukti keikutsertaan Pihak Asing dalam tender dan penyediaan
jaminan dalam mata uang Rupiah.
5. Dokumen yang terkait dengan pembagian waris seperti bukti
penjualan harta waris dan bukti hubungan keluarga dengan
pemberi waris (seperti kartu keluarga) terkait dengan ahli
waris yang telah menetap di luar negeri sebagai permanent
resident (yang didukung dengan dokumen terkait).
6. Akta jual beli, perjanjian sewa menyewa, dan/atau bukti
kepemilikan Pihak Asing atas aset terkait dengan penjualan aset
di Indonesia yang dimiliki oleh Pihak Asing
7. Akta jual beli, perjanjian sewa menyewa, dan/atau bukti
kepemilikan Pihak Asing atas aset terkait dengan penjualan aset
di Indonesia yang dimiliki oleh Pihak Asing yang pembelian
valuta asingnya dilakukan oleh pihak domestik yang diberi kuasa
oleh Pihak Asing.
B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan
Dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan meliputi:
1. Memorandum of Understanding dan/atau Agreement dalam
rangka pembelian dan penjualan aset di dalam negeri melalui
merger dan akuisisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang
memiliki informasi atau dilengkapi dokumen yang
menggambarkan adanya kebutuhan pembelian atau penjualan
valuta asing.
2. Dokumen estimasi mengenai hasil investasi yang akan diterima
yang dilengkapi dengan:
a. bukti kepemilikan atas investasi; dan
b. informasi resmi lainnya mengenai hasil investasi yang dapat
menggambarkan besarnya perkiraan hasil investasi
dimaksud, antara lain estimasi dividen.
3. Dokumen …
23
3. Dokumen yang menyatakan rencana pembelian Surat Berharga
antara lain berupa SWIFT message, tested telex, tested fax, atau
RMDS, dengan kriteria jangka waktu kepemilikan Rupiah paling
lama 3 (tiga) hari kerja di luar jangka waktu setelmen pembelian
Surat Berharga. Selanjutnya, bukti realisasi pembelian Surat
Berharga disampaikan kepada Bank.
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/50/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/15/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing </reg_title>
<set_date> 21 Desember 2015 </set_date>
<effective_date> 21 Desember 2015 dan berlaku surut sejak tanggal 7 Oktober 2015 </effective_date>
<changed_reg> '16/15/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg>
<extension_of> '17/16/DPM|SE-BI/2015', '17/21/DPM|SE-BI/2015' </extension_of>
<related_reg> '17/16/PBI/2015', '16/15/DPM|SE-BI/2014', '16/17/PBI/2014', '17/16/DPM|SE-BI/2015', '17/21/DPM|SE-BI/2015' </related_reg>
|
No.13/ 24 /DPNP
Jakarta, 25 Oktober 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal :
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5184), Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292), sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5029) dan PBI No. 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan
Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian
terhadap Perusahaan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4602), antara lain diatur bahwa
Bank diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) Tingkat
Kesehatan …
Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan Risiko (Risk-based Bank
Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi, dengan
cakupan penilaian meliputi faktor-faktor sebagai berikut: Profil Risiko (risk
profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings); dan
Permodalan (capital) untuk menghasilkan Peringkat Komposit Tingkat
Kesehatan Bank.
Oleh karena itu, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia,
dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Krisis keuangan global yang terjadi beberapa tahun terakhir memberi
pelajaran berharga bahwa inovasi dalam produk, jasa, dan aktivitas
perbankan yang tidak diimbangi dengan penerapan Manajemen
Risiko yang memadai dapat menimbulkan berbagai permasalahan
mendasar pada Bank maupun terhadap sistem keuangan secara
keseluruhan.
2. Pengalaman dari krisis keuangan global tersebut mendorong
perlunya peningkatan efektivitas penerapan Manajemen Risiko dan
GCG. Tujuannya adalah agar Bank mampu mengidentifikasi
permasalahan secara lebih dini, melakukan tindak lanjut perbaikan
yang sesuai dan lebih cepat, serta menerapkan GCG dan Manajemen
Risiko yang lebih baik sehingga Bank lebih tahan dalam menghadapi
krisis. Sejalan dengan perkembangan tersebut di atas, Bank
Indonesia menyempurnakan metode penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum.
3. Pada prinsipnya tingkat kesehatan, pengelolaan Bank, dan
kelangsungan usaha Bank merupakan tanggung jawab sepenuhnya
dari …
dari manajemen Bank. Oleh karena itu, Bank wajib memelihara dan
memperbaiki tingkat kesehatannya dengan menerapkan prinsip
kehati-hatian dan Manajemen Risiko dalam melaksanakan kegiatan
usahanya termasuk melakukan penilaian sendiri (self assessment)
secara berkala terhadap tingkat kesehatannya dan mengambil
langkah-langkah perbaikan secara efektif. Di lain pihak, Bank
Indonesia mengevaluasi, menilai Tingkat Kesehatan Bank, dan
melakukan tindakan pengawasan yang diperlukan dalam rangka
menjaga stabilitas sistem keuangan.
II.
PRINSIP-PRINSIP UMUM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN
BANK UMUM
Manajemen Bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini
sebagai landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank.
1. Berorientasi Risiko
Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada Risiko-Risiko Bank dan
dampak yang ditimbulkan pada kinerja Bank secara keseluruhan. Hal
ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor internal maupun
eksternal yang dapat meningkatkan Risiko atau mempengaruhi
kinerja keuangan Bank pada saat ini dan di masa yang akan datang.
Dengan demikian, Bank diharapkan mampu mendeteksi secara lebih
dini akar permasalahan Bank serta mengambil langkah-langkah
pencegahan dan perbaikan secara efektif dan efisien.
2. Proporsionalitas
Penggunaan parameter/indikator dalam tiap faktor penilaian Tingkat
Kesehatan Bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Parameter/indikator penilaian Tingkat
Kesehatan …
Kesehatan Bank dalam Surat Edaran ini merupakan standar
minimum yang wajib digunakan dalam menilai Tingkat Kesehatan
Bank. Namun demikian,
Bank
dapat menggunakan
parameter/indikator tambahan yang sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas usahanya dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank
sehingga dapat mencerminkan kondisi Bank dengan lebih baik.
3. Materialitas dan Signifikansi
Bank perlu memperhatikan materialitas atau signifikansi faktor
penilaian Tingkat Kesehatan Bank yaitu Profil Risiko, GCG,
Rentabilitas, dan Permodalan serta signifikansi parameter/indikator
penilaian pada masing-masing faktor dalam menyimpulkan hasil
penilaian dan menetapkan peringkat faktor. Penentuan materialitas
dan signifikansi tersebut didasarkan pada analisis yang didukung
oleh data dan informasi yang memadai mengenai Risiko dan kinerja
keuangan Bank.
4. Komprehensif dan Terstruktur
Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta
difokuskan pada permasalahan utama Bank. Analisis dilakukan
secara terintegrasi, yaitu dengan mempertimbangkan keterkaitan
antar Risiko dan antar faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank serta
perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan. Analisis harus
didukung oleh fakta-fakta pokok dan rasio-rasio yang relevan untuk
menunjukkan tingkat, trend, dan tingkat permasalahan yang dihadapi
oleh Bank.
III. MEKANISME …
III. MEKANISME PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK
Sesuai dengan Peratuan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan
penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan
berdasarkan Risiko (Risk-based Bank Rating). Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank dilakukan terhadap Bank secara individual maupun
konsolidasi, dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Secara
Individual
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual mencakup
penilaian terhadap faktor-faktor berikut: Profil Risiko, GCG,
Rentabilitas, dan Permodalan.
a. Penilaian Profil Risiko
Penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap
Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam
aktivitas operasional Bank. Risiko yang wajib dinilai terdiri atas
8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko
Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik,
Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi.
Dalam menilai Profil Risiko, Bank wajib pula memperhatikan
cakupan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
1) Penilaian Risiko Inheren
Penilaian Risiko inheren merupakan penilaian atas Risiko
yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat
dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi
mempengaruhi …
mempengaruhi posisi keuangan Bank. Karakteristik Risiko
inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun
eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis,
kompleksitas produk dan aktivitas Bank, industri dimana
Bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro
ekonomi.
Penilaian atas Risiko inheren dilakukan dengan
memperhatikan parameter/indikator yang bersifat kuantitatif
maupun kualitatif.
Penetapan tingkat Risiko inheren atas masing-masing jenis
Risiko mengacu pada prinsip-prinsip umum penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum. Penetapan tingkat Risiko
inheren untuk masing-masing jenis Risiko dikategorikan ke
dalam peringkat 1 (low), peringkat 2 (low to moderate),
peringkat 3 (moderate), peringkat 4 (moderate to high), dan
peringkat 5 (high).
Berikut ini adalah beberapa parameter/indikator minimum
yang wajib dijadikan acuan oleh Bank dalam menilai Risiko
inheren. Bank dapat menambah parameter/indikator lain yang
relevan dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank
dengan memperhatikan prinsip proporsionalitas.
a) Risiko Kredit
Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur
dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada
Bank. Risiko kredit pada umumnya terdapat pada seluruh
aktivitas Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja
pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja
peminjam …
peminjam dana (borrower). Risiko Kredit juga dapat
diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada
debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan,
atau lapangan usaha tertentu. Risiko ini lazim disebut
Risiko Konsentrasi Kredit dan wajib diperhitungkan pula
dalam penilaian Risiko inheren.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit,
parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) komposisi
portofolio aset dan tingkat konsentrasi; (ii) kualitas
penyediaan dana dan kecukupan pencadangan; (iii)
strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya
penyediaan dana; dan (iv) faktor eksternal.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan
berpedoman pada Lampiran I.1.a.
b) Risiko Pasar
Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan
rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat
perubahan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan
harga option. Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko
suku bunga, Risiko nilai tukar, Risiko ekuitas, dan Risiko
komoditas. Risiko suku bunga dapat berasal baik dari
posisi trading book maupun posisi banking book.
Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko ekuitas dan
komoditas wajib diterapkan oleh Bank yang melakukan
konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Cakupan posisi
trading book dan banking book mengacu pada ketentuan
Bank …
Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum dengan memperhitungkan Risiko Pasar.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Pasar,
parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) volume
dan komposisi portofolio, (ii) kerugian potensial
(potential loss) Risiko Suku Bunga dalam Banking
Book (Interest Rate Risk in Banking Book-IRRBB) dan
(iii) strategi dan kebijakan bisnis.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Pasar
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan
berpedoman pada Lampiran I.1.b.
c) Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan
Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari
sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa
mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Risiko
ini disebut juga Risiko likuiditas pendanaan (funding
liquidity risk).
Risiko Likuiditas juga dapat disebabkan oleh
ketidakmampuan Bank melikuidasi aset tanpa terkena
diskon yang material karena tidak adanya pasar aktif atau
adanya gangguan pasar (market disruption) yang parah.
Risiko ini disebut sebagai Risiko likuiditas pasar (market
liquidity risk).
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Likuiditas,
parameter yang digunakan adalah: (i) komposisi dari aset,
kewajiban …
kewajiban, dan transaksi rekening administratif; (ii)
konsentrasi dari aset dan kewajiban; (iii) kerentanan pada
kebutuhan pendanaan; dan (iv) akses pada sumber-sumber
pendanaan.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Likuiditas
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan
berpedoman pada Lampiran I.1.c.
d) Risiko Operasional
Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan
dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian
eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Sumber
Risiko Operasional dapat disebabkan antara lain oleh
sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian
eksternal.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Operasional,
parameter/indikator yang digunakan adalah:
(i)
karakteristik dan kompleksitas bisnis; (ii) sumber daya
manusia; (iii) teknologi informasi dan infrastruktur
pendukung; (iv) fraud, baik internal maupun eksternal,
dan (v) kejadian eksternal.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko
Operasional menggunakan parameter/indikator Risiko
inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.d.
e) Risiko Hukum
Risiko Hukum adalah Risiko yang timbul akibat tuntutan
hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga
dapat …
dapat timbul antara lain karena ketiadaan peraturan
perundang-undangan yang mendasari atau kelemahan
perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak
atau agunan yang tidak memadai.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Hukum,
parameter/indikator yang digunakan adalah:
(i) faktor litigasi; (ii) faktor kelemahan perikatan; dan (iii)
faktor ketiadaan/perubahan
peraturan
perundang-
undangan.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Hukum
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan
berpedoman pada Lampiran I.1.e.
f) Risiko Stratejik
Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan Bank
dalam mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan suatu
keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik
antara lain ditimbulkan dari kelemahan dalam proses
formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan
strategi, ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan
kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Stratejik,
parameter/indikator yang digunakan adalah:
(i)
kesesuaian strategi bisnis Bank dengan lingkungan bisnis;
(ii) strategi berisiko rendah dan berisiko tinggi; (iii) posisi
bisnis Bank; dan (iv) pencapaian rencana bisnis Bank.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Stratejik
menggunakan…
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan
berpedoman pada Lampiran I.1.f.
g) Risiko Kepatuhan
Risiko Kepatuhan adalah Risiko yang timbul akibat Bank
tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber
Risiko Kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya
pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan
maupun standar bisnis yang berlaku umum.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kepatuhan,
parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) jenis dan
signifikansi pelanggaran yang dilakukan, (ii) frekuensi
pelanggaran yang dilakukan atau
ketidakpatuhan Bank, dan (iii) pelanggaran terhadap
ketentuan atau standar bisnis yang berlaku umum untuk
transaksi keuangan tertentu.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko
Kepatuhan menggunakan parameter/indikator Risiko
inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.g.
h) Risiko Reputasi
Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat
kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi
negatif terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang
digunakan dalam mengkategorikan sumber Risiko
Reputasi bersifat tidak langsung (below the line) dan
bersifat langsung (above the line).
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Reputasi,
paramater…
track record
parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) pengaruh
reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait;
(ii) pelanggaran etika bisnis; (iii) kompleksitas produk
dan kerjasama bisnis Bank; (iv) frekuensi, materialitas,
dan eksposur pemberitaan negatif Bank; dan (v) frekuensi
dan materialitas keluhan nasabah.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Reputasi
menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan
berpedoman pada Lampiran I.1.h.
2) Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Penilaian kualitas penerapan
mencerminkan penilaian
Manajemen Risiko
terhadap kecukupan sistem
pengendalian Risiko yang mencakup seluruh pilar penerapan
Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum. Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko
bertujuan untuk mengevaluasi
efektivitas penerapan
Manajemen Risiko Bank sesuai prinsip-prinsip yang diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
Penerapan Manajemen Risiko Bank sangat bervariasi
menurut skala, kompleksitas, dan tingkat Risiko yang dapat
ditoleransi oleh Bank. Dengan demikian, dalam menilai
kualitas penerapan Manajemen Risiko perlu diperhatikan
karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.
Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko merupakan
penilaian terhadap 4 (empat) aspek yang saling terkait yaitu:
(i) tata …
(i) tata kelola Risiko; (ii) kerangka Manajemen Risiko; (iii)
proses Manajemen Risiko, kecukupan sumber daya manusia,
dan kecukupan sistem informasi manajemen; serta (iv)
kecukupan sistem pengendalian Risiko,
dengan
memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.
Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko terhadap
keempat aspek tersebut di atas dilakukan secara terintegrasi
yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Tata Kelola Risiko
Tata kelola Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i)
perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk
appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance); dan (ii)
kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan
Direksi termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung
jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
b) Kerangka Manajemen Risiko
Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi
terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah
dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi
Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam
mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung
jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan
penetapan limit.
c) Proses Manajemen Risiko, Kecukupan Sumber Daya
Manusia, dan Kecukupan Sistem Informasi Manajemen.
Proses …
Proses Manajemen Risiko, kecukupan Sumber Daya
Manusia, dan kecukupan sistem informasi Manajemen
Risiko mencakup evaluasi terhadap:
(i) proses
identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen
Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber
daya manusia dalam mendukung efektivitas proses
Manajemen Risiko.
d) Kecukupan Sistem Pengendalian Risiko
Kecukupan sistem pengendalian Risiko mencakup
evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian
Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak
independen (independent review) dalam Bank baik oleh
Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). Kaji ulang oleh
SKMR antara lain mencakup metode, asumsi, dan
variabel yang digunakan untuk mengukur dan
menetapkan limit Risiko, sedangkan kaji ulang oleh
SKAI antara lain mencakup keandalan kerangka
Manajemen Risiko dan penerapan Manajemen Risiko
oleh unit bisnis dan/atau unit pendukung.
Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko dilakukan
terhadap 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko
Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum,
Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi.
Tingkat kualitas penerapan Manajemen Risiko untuk masing-
masing Risiko dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yakni
Peringkat …
Peringkat 1 (strong), Peringkat 2 (satisfactory), Peringkat 3
(fair), Peringkat 4 (marginal), dan Peringkat 5
(unsatisfactory).
3) Penetapan Tingkat Risiko
Tingkat Risiko ditetapkan berdasarkan penilaian atas tingkat
Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko
dari masing-masing Risiko. Penetapan tingkat Risiko inheren
untuk masing-masing Risiko
berpedoman
pada
Lampiran II.2.2a, II.2.3a, II.2.4a, II.2.5a, II.2.6a, II.2.7a,
II.2.8a, dan II.2.9a. Penetapan tingkat kualitas penerapan
Manajemen Risiko untuk masing-masing Risiko berpedoman
pada Lampiran II.2.2b, II.2.3b, II.2.4b, II.2.5b, II.2.6b,
II.2.7b, II.2.8b, II.2.9b. Setelah ditetapkan tingkat Risiko
inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko,
ditetapkan tingkat Risiko untuk masing-masing jenis Risiko
dengan berpedoman pada Lampiran II.2.1.
4) Penetapan Peringkat Faktor Profil Risiko
Penetapan peringkat faktor Profil Risiko dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
a) Penetapan tingkat Risiko dari masing-masing Risiko,
dengan mengacu pada angka 3);
b) Penetapan tingkat Risiko inheren komposit dan tingkat
kualitas penerapan Manajemen Risiko komposit, dengan
memperhatikan signifikansi masing-masing Risiko
terhadap Profil Risiko secara keseluruhan;
c) Penetapan peringkat faktor Profil Risiko atas hasil
penetapan tingkat Risiko sebagaimana dimaksud pada
huruf …
huruf a) dan tingkat Risiko inheren komposit dan tingkat
kualitas penerapan Manajemen Risiko komposit
sebagaimana dimaksud pada huruf b) berdasarkan hasil
analisis secara komprehensif dan terstruktur, dengan
memperhatikan signifikansi masing-masing Risiko
terhadap Profil Risiko secara keseluruhan.
Penetapan peringkat faktor Profil Risiko terdiri dari 5 (lima)
peringkat yaitu Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3,
Peringkat 4, dan Peringkat 5. Urutan peringkat faktor Profil
Risiko yang lebih kecil mencerminkan semakin rendahnya
Risiko yang dihadapi Bank. Penetapan peringkat faktor Profil
Risiko dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran II.2.b.
b. Penilaian Good Corporate Governance (GCG)
1) Penilaian faktor GCG merupakan penilaian terhadap kualitas
manajemen Bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG.
Prinsip-prinsip GCG dan fokus penilaian terhadap
pelaksanaan prinsip-prinsip GCG berpedoman pada
ketentuan Bank Indonesia mengenai Pelaksanaan GCG bagi
Bank Umum dengan memperhatikan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank.
Bank dalam menilai faktor GCG menggunakan
parameter/indikator dengan berpedoman pada Lampiran I.2.
2) Penetapan peringkat faktor GCG dilakukan berdasarkan
analisis atas: (i) pelaksanaan prinsip-prinsip GCG Bank
sebagaimana dimaksud pada angka 1); (ii) kecukupan tata
kelola (governance) atas struktur, proses, dan hasil penerapan
GCG pada Bank; dan (iii) informasi lain yang terkait dengan
GCG …
GCG Bank yang didasarkan pada data dan informasi yang
relevan.
3) Peringkat faktor GCG dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat
yaitu Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3, Peringkat 4, dan
Peringkat 5. Urutan peringkat faktor GCG yang lebih kecil
mencerminkan penerapan GCG yang lebih baik. Penetapan
peringkat faktor GCG dilakukan dengan berpedoman
pada Lampiran II.3.
c. Penilaian Rentabilitas
1) Penilaian faktor Rentabilitas meliputi evaluasi terhadap
kinerja
Rentabilitas,
sumber-sumber
Penilaian
dilakukan
kesinambungan (sustainability) Rentabilitas, dan manajemen
Rentabilitas.
Rentabilitas,
dengan
mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, stabilitas
Rentabilitas Bank, dan perbandingan kinerja Bank dengan
kinerja peer group¸ baik melalui analisis aspek kuantitatif
maupun kualitatif.
Dalam menentukan peer group, Bank perlu memperhatikan
skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha
Bank serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki.
Bank dalam menilai faktor Rentabilitas menggunakan
parameter/indikator dengan berpedoman pada Lampiran
I.3.
2) Penetapan peringkat faktor Rentabilitas
dilakukan
berdasarkan analisis yang komprehensif dan terstruktur
terhadap parameter/indikator Rentabilitas sebagaimana
dimaksud pada angka 1) dengan memperhatikan signifikansi
masing…
masing-masing
parameter/indikator
serta
mempertimbangkan permasalahan lain yang mempengaruhi
Rentabilitas Bank.
3)
Penetapan faktor Rentabilitas dikategorikan dalam 5 (lima)
peringkat yakni Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3,
Peringkat 4, dan Peringkat 5. Urutan peringkat faktor
Rentabilitas yang lebih kecil mencerminkan kondisi
Rentabilitas Bank yang lebih baik. Penetapan peringkat
faktor
Rentabilitas
pada Lampiran II.4.
d. Penilaian Permodalan
1) Penilaian atas faktor Permodalan meliputi evaluasi terhadap
kecukupan Permodalan dan kecukupan pengelolaan
Permodalan. Dalam melakukan perhitungan Permodalan,
Bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
bagi Bank Umum. Selain itu, dalam melakukan penilaian
kecukupan Permodalan, Bank juga harus mengaitkan
kecukupan modal dengan Profil Risiko Bank. Semakin tinggi
Risiko Bank, semakin besar modal yang harus disediakan
untuk mengantisipasi Risiko tersebut.
2) Dalam melakukan penilaian, Bank perlu mempertimbangkan
tingkat, trend, struktur, dan stabilitas Permodalan dengan
memperhatikan kinerja peer group serta kecukupan
manajemen Permodalan Bank. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan parameter/indikator
kuantitatif maupun
kualitatif. Dalam menentukan peer group, Bank perlu
memperhatikan …
dilakukan dengan berpedoman
memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau
kompleksitas usaha Bank serta ketersediaan data dan
informasi yang dimiliki.
3) Parameter/indikator dalam menilai Permodalan meliputi:
a) Kecukupan modal Bank
Penilaian kecukupan modal Bank perlu dilakukan secara
komprehensif, minimal mencakup:
(1) Tingkat, trend, dan komposisi modal Bank;
(2) Rasio KPMM dengan memperhitungkan Risiko
Kredit, Risiko Pasar, dan Risiko Operasional; dan
(3) Kecukupan modal Bank dikaitkan dengan Profil
Risiko.
b) Pengelolaan Permodalan Bank
Analisis terhadap pengelolaan Permodalan Bank
meliputi manajemen Permodalan dan kemampuan akses
Permodalan.
Bank dalam menilai faktor Permodalan menggunakan
parameter/indikator dengan berpedoman pada Lampiran
I.4.
4) Faktor Permodalan ditetapkan berdasarkan analisis yang
komprehensif dan terstruktur terhadap parameter/indikator
Permodalan sebagaimana dimaksud pada angka 3) dengan
memperhatikan
parameter/indikator serta mempertimbangkan permasalahan
lain yang mempengaruhi Permodalan Bank.
5) Penetapan faktor Permodalan dikategorikan dalam 5 (lima)
peringkat yakni Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3,
Peringkat …
signifikansi masing-masing
Peringkat 4, dan Peringkat 5. Urutan peringkat faktor
Permodalan yang lebih kecil mencerminkan kondisi
pemodalan Bank yang lebih baik. Penetapan peringkat faktor
Permodalan dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran
II.5.
e. Penilaian Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank
1) Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan
berdasarkan analisis secara komprehensif dan terstruktur
terhadap peringkat setiap faktor dan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum. Dalam melakukan analisis secara komprehensif,
Bank juga perlu mempertimbangkan kemampuan Bank
dalam menghadapi perubahan kondisi eksternal yang
signifikan.
2) Penetapan Peringkat Komposit dikategorikan dalam 5 (lima)
Peringkat Komposit yakni Peringkat Komposit 1 (PK-1),
Peringkat Komposit 2 (PK-2), Peringkat Komposit 3 (PK-3),
Peringkat Komposit 4 (PK-4), dan Peringkat Komposit 5
(PK-5). Urutan Peringkat Komposit yang lebih kecil
mencerminkan kondisi Bank yang lebih sehat. Peringkat
Komposit ditetapkan dengan berpedoman pada Lampiran
II.1.
3) Bank Indonesia berwenang menurunkan Peringkat Komposit
Tingkat Kesehatan Bank dalam hal ditemukan permasalahan
atau pelanggaran yang secara signifikan akan mempengaruhi
operasional dan/atau kelangsungan usaha Bank. Contoh
permasalahan atau pelanggaran yang berpengaruh signifikan
antara …
antara lain rekayasa termasuk window dressing dan
perselisihan intern manajemen yang mempengaruhi
operasional dan/atau kelangsungan usaha Bank.
2. Tatacara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Secara Konsolidasi
a. Bank yang melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak
wajib menerapkan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara
konsolidasi. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi
mencakup penilaian atas Profil Risiko, penerapan GCG,
Rentabilitas, dan Permodalan.
b. Penetapan Perusahaan Anak yang wajib dikonsolidasikan
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi
Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak.
Dalam melakukan penilaian secara konsolidasi, Bank wajib
memperhatikan: (i) materialitas atau signifikansi pangsa
perusahaan anak terhadap pangsa atau kinerja Bank secara
konsolidasi; dan/atau (ii) signifikansi permasalahan perusahaan
anak pada Profil Risiko, GCG, Rentabilitas, dan Permodalan
Bank secara konsolidasi.
c. Penetapan materialitas atau signifikansi pangsa Perusahaan Anak
dapat ditentukan melalui perbandingan total aset Perusahaan
Anak terhadap total aset Bank secara konsolidasi, atau
signifikansi pos-pos tertentu pada Perusahaan Anak yang
mempengaruhi kinerja Bank secara konsolidasi seperti Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), rentabilitas, dan modal.
Penetapan signifikansi permasalahan Perusahaan Anak antara lain
mempertimbangkan permasalahan yang terdapat pada Perusahaan
Anak …
Anak dan dampaknya terhadap kinerja atau kondisi Bank secara
konsolidasi, misalnya permasalahan terkait dengan bisnis
Perusahaan Anak yang dapat berdampak pada Risiko Reputasi,
Risiko Kredit, atau Risiko Likuiditas Bank secara konsolidasi,
permasalahan pada tata kelola, atau kelemahan pada penerapan
Manajemen Risiko Perusahaan Anak.
d. Parameter/indikator yang digunakan dalam penilaian Tingkat
Kesehatan Bank secara individual dapat digunakan oleh Bank
pada saat menilai Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi.
Parameter/indikator tersebut dapat dilengkapi
dengan
parameter/indikator lain sepanjang relevan dengan skala usaha,
karakteristik, dan kompleksitas usaha Bank secara konsolidasi.
e. Penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi untuk Bank yang
mengendalikan Perusahaan Anak berupa perusahaan asuransi
dilakukan dengan memperhitungkan faktor-faktor kualitatif dan
kuantitatif yang relevan, antara lain pemenuhan kecukupan modal
perusahaan asuransi sesuai persyaratan otoritas yang berwenang,
dan dampak Risiko yang dianggap signifikan atau material yang
mempengaruhi Profil Risiko dan kinerja keuangan Bank secara
konsolidasi.
f. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi,
mekanisme penetapan peringkat serta kategorisasi peringkat
setiap faktor penilaian dan penetapan peringkat komposit Tingkat
Kesehatan Bank secara konsolidasi berpedoman pada tata cara
penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual sebagaimana
dimaksud dalam angka III.1.
g. Penilaian dan penetapan faktor Profil Risiko secara konsolidasi
dilakukan …
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Analisis dilakukan terhadap Risiko-Risiko Perusahaan Anak
yang dianggap signifikan atau material mempengaruhi Profil
Risiko bank secara konsolidasi.
2) Signifikansi atau materialitas Risiko Perusahaan Anak antara
lain dapat dinilai dari skala usaha, karakteristik, dan
kompleksitas
ditimbulkan oleh aktivitas usaha Perusahaan Anak, dan
dampak yang ditimbulkan terhadap Profil Risiko Bank secara
konsolidasi.
3) Penetapan tingkat Risiko inheren, kualitas penerapan
Manajemen Risiko, dan tingkat Risiko Bank secara
konsolidasi dilakukan dengan memperhitungkan dampak yang
ditimbulkan oleh Risiko Perusahaan Anak.
4) Penetapan peringkat Profil Risiko Bank secara konsolidasi
dilakukan dengan memperhitungkan dampak seluruh Risiko
Perusahaan Anak terhadap Profil Risiko Bank secara
konsolidasi.
h. Penilaian dan penetapan peringkat faktor GCG secara konsolidasi
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penilaian dilakukan terhadap permasalahan penerapan GCG
Perusahaan Anak yang dianggap berdampak signifikan pada
GCG Bank secara konsolidasi.
2) Faktor-faktor penilaian GCG Perusahaan Anak yang
digunakan untuk penilaian pelaksanaan prinsip-prinsip GCG
secara konsolidasi ditetapkan dengan memperhatikan
karakteristik usaha Perusahaan Anak serta didukung oleh data
dan …
bisnis Perusahaan Anak, Risiko yang
dan informasi yang memadai.
3) Penetapan peringkat GCG Bank secara konsolidasi dilakukan
dengan mempertimbangkan dampak penerapan GCG
Perusahaan Anak.
i. Penilaian dan penetapan peringkat faktor Rentabilitas dan
Permodalan secara konsolidasi dilakukan berdasarkan analisis
secara komprehensif dan terstruktur terhadap parameter/indikator
Rentabilitas dan Permodalan tertentu yang dihasilkan dari laporan
keuangan secara konsolidasi dan informasi keuangan lainnya,
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penilaian dilakukan terhadap kinerja Rentabilitas dan
Permodalan Perusahaan Anak yang dianggap berdampak
signifikan pada Rentabilitas dan Permodalan Bank secara
konsolidasi.
2) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada parameter/
indikator tertentu yang berlaku pada Bank secara individual
sepanjang didukung oleh data atau informasi yang memadai.
Dalam melakukan penilaian, Bank dapat menambahkan
parameter/ indikator yang relevan dengan skala, karakteristik,
dan kompleksitas Perusahaan Anak.
3) Penetapan peringkat Rentabilitas dan Permodalan Bank secara
konsolidasi dilakukan dengan mempertimbangkan dampak
kinerja Rentabilitas dan Permodalan Perusahaan Anak.
IV. TINDAK LANJUT PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN
1. Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham pengendali
Bank wajib menyampaikan rencana tindakan (action plan)kepada
Bank …
Bank Indonesia yang memuat langkah-langkah perbaikan yang wajib
dilaksanakan oleh Bank dalam rangka mengatasi permasalahan
signifikan yang dihadapi beserta target waktu penyelesaiannya,
apabila hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank menunjukkan:
a. peringkat faktor Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan 4 atau 5;
b. peringkat komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan 4 atau 5;
dan/atau
c. peringkat komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan 3, namun
terdapat permasalahan signifikan yang perlu diatasi agar tidak
mengganggu kelangsungan usaha Bank.
2. Rencana tindakan sebagaimana disebutkan pada angka 1 antara lain
meliputi:
a. memperbaiki penerapan Manajemen Risiko Bank dengan
langkah-langkah perbaikan yang nyata disertai dengan target
waktu penyelesaiannya. Sebagai contoh, pada Bank dengan
tingkat Risiko Kredit yang tinggi, Bank dapat menurunkan
tingkat Risiko Kredit tersebut dengan memperbaiki kelemahan
dalam kualitas penerapan Manajemen Risiko Kredit dan/atau
menurunkan eksposur Risiko Kredit inheren;
b. memperbaiki penerapan GCG dengan langkah-langkah perbaikan
yang nyata dan target waktu penyelesaiannya;
c. memperbaiki kinerja keuangan Bank antara lain peningkatan
efisiensi apabila Bank mengalami permasalahan Rentabilitas;
dan/atau
d. menambah modal secara tunai dari pemegang saham Bank
dan/atau pihak lainnya apabila Bank mengalami permasalahan
kekurangan Permodalan.
Bank …
Bank wajib melaporkan hasil tindak lanjut pelaksanaan rencana tindakan
kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah
target waktu penyelesaian rencana tindakan dan/atau 10 (sepuluh) hari
kerja setelah akhir bulan dan dilakukan secara bulanan apabila terdapat
permasalahan signifikan sehingga penyelesaian rencana tindakan tersebut
tidak dapat dilakukan secara tepat waktu. Bank Indonesia dapat meminta
Bank untuk memperbaiki rencana tindakan tersebut apabila diperlukan.
V. PELAPORAN
1. Bank wajib menyampaikan hasil penilaian sendiri atas Tingkat
Kesehatan Bank secara individual kepada Bank Indonesia paling
lambat tanggal 31 Juli untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank
posisi akhir bulan Juni dan tanggal 31 Januari untuk penilaian
Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember.
2. Bank yang mengendalikan Perusahaan Anak wajib menyampaikan
hasil penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank secara
konsolidasi kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 15
Agustus untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan
Juni dan tanggal 15 Februari untuk penilaian Tingkat Kesehatan
Bank posisi akhir bulan Desember.
3. Bank wajib segera melakukan pengkinian atas penilaian sendiri
Tingkat Kesehatan Bank dan menyampaikan kepada Bank Indonesia
antara lain dalam hal kondisi keuangan Bank memburuk, Bank
menghadapi permasalahan seperti Risiko Likuiditas atau
Permodalan, atau kondisi lainnya yang menurut Bank Indonesia
perlu dilakukan pengkinian penilaian Tingkat Kesehatan Bank.
4. Laporan penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank dan/atau
pengkinian …
pengkinian atas penilaian sendiri Tingkat Kesehatan Bank
disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat
di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia.
5. Laporan penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank disampaikan
dengan menggunakan format laporan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III.
VI.
LAIN-LAIN
Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 perihal Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 25 Oktober
2011.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank sesuai ketentuan ini secara efektif
dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2012 yaitu untuk penilaian Tingkat
Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember 2011.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/24/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum </reg_title>
<set_date> 25 Oktober 2011 </set_date>
<effective_date> 25 Oktober 2011 </effective_date>
<replaced_reg> '6/23/DPNP|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '13/1/PBI/2011', '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009', '8/6/PBI/2006' </related_reg>
|
No. 12/36/DPNP
Jakarta, 23 Desember 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha
Bank Perkreditan Rakyat secara Mandatory dalam rangka
Konsolidasi
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/9/PBI/2008 tanggal 22 Februari 2008 tentang Perubahan Izin Usaha Bank
Umum menjadi Izin Usaha Bank Perkreditan Rakyat Dalam Rangka Konsolidasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 35, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4823), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok–pokok
ketentuan sebagai berikut:
I.
PENGERTIAN
1. Bank Umum adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, dan Bank Umum
Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Bank ...
2. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut BPR adalah BPR
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998.
3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disebut BPRS adalah
BPRS sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah.
II. UMUM
1. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tentang Jumlah Modal Inti
Minimum Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan
Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha Bank Perkreditan Rakyat,
bagi Bank Umum yang tidak dapat memenuhi jumlah Modal Inti
minimum Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada tanggal 31
Desember 2010, akan diubah diizin usahanya menjadi izin usaha Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) secara mandatory.
2. Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
yang tidak dapat memenuhi jumlah modal inti minimum
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember
2010, akan diubah izin usahanya menjadi BPR.
3. Bank Umum Syariah yang tidak dapat memenuhi jumlah modal inti
minimum Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada tanggal 31
Desember 2010, akan diubah izin usahanya menjadi BPRS.
4. Perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS
sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan dalam Surat Keputusan
Gubernur Bank Indonesia.
5. Sejak ...
5. Sejak diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai
perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS
kegiatan usaha bank yang boleh dilakukan adalah kegiatan usaha BPR
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 atau kegiatan usaha BPRS sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
III. TINDAK LANJUT PERUBAHAN IZIN USAHA BANK UMUM
MENJADI IZIN USAHA BPR ATAU BPRS
1. BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum wajib:
a. memberitahukan dan mengumumkan perubahan izin usaha Bank
Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS kepada seluruh
nasabah;
b. menghentikan transaksi produk dan jasa Bank Umum yang
dilarang dilakukan oleh BPR, kecuali dalam rangka penyelesaian;
c. menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
d. melaksanakan penyesuaian kegiatan usaha sebagai BPR atau
BPRS.
2. Terhitung sejak tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Bank
Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin
usaha BPR atau BPRS, dalam rangka penyesuaian kegiatan di bidang
sistem pembayaran, Bank Indonesia :
a. menutup rekening giro bank di Bank Indonesia dan melakukan
penihilan saldo dengan terlebih dahulu memperhitungkan kewajiban
pembayaran kepada Bank Indonesia;
b. menghentikan kepesertaan Bank dalam kegiatan sistem pembayaran
melalui sistem Real Time Gross Settlement (RTGS), Scriptless
Securities Settlement System (BI-S4), Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia ...
Indonesia (SKNBI), Sistem Informasi Daftar Hitam Nasional
(SIDHN) kecuali dalam rangka penyelesaian transaksi yang telah
berjalan;
c. menjalankan fungsi Kantor Pengelola Daftar Hitam Nasional
(KPDHN) sampai dengan masa sanksi pencantuman dalam Daftar
Hitam Nasional terhadap nasabah Bank Umum yang diubah izin
usahanya menjadi BPR atau BPRS berakhir;
d. menghentikan kegiatan bank di bidang Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu (APMK) dan mewajibkan bank untuk
melakukan penyelesaian hak dan kewajiban yang timbul dalam
kegiatan APMK, kecuali kegiatan APMK berupa transaksi tunai
menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang bersifat stand
alone.
IV. PELAKSANAAN TINDAK LANJUT PERUBAHAN IZIN USAHA BANK
UMUM MENJADI IZIN USAHA BPR ATAU BPRS
A. Pemberitahuan dan Pengumuman
1. Pemberitahuan dan pengumuman kepada seluruh nasabah sebagaimana
dimaksud pada butir III.1.a, wajib dilakukan melalui:
a. surat pemberitahuan, yang paling kurang memuat:
1) informasi perubahan izin usaha dari Bank Umum menjadi
BPR atau BPRS serta konsekuensinya; dan
2) mekanisme penyelesaian dana nasabah apabila nasabah
menolak menjadi nasabah BPR atau BPRS;
b. pengumuman tertulis yang mudah dibaca di seluruh jaringan
kantor pada tempat yang strategis; dan
c. media ...
c. media surat kabar yang memiliki peredaran nasional dan daerah
provinsi dimana jaringan kantor bank berada.
2. Surat pemberitahuan kepada seluruh nasabah sebagaimana dimaksud
pada butir 1.a dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja dan
pengumuman tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.b dan butir 1.c
dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja, sejak tanggal Surat
Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin usaha
Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS.
B. Penghentian Transaksi dan Penyelesaian Kewajiban
1. BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum:
a. wajib menghentikan transaksi produk dan jasa Bank Umum yang
dilarang dilakukan oleh BPR atau BPRS, terhitung sejak tanggal
Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin
usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS, antara lain
transaksi giro, transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB), valuta
asing, promes, surat utang dan lain-lain;
b. dilarang melakukan transaksi baru yang hanya boleh dilakukan oleh
Bank Umum, seperti transaksi giro, Pasar Uang Antar Bank
(PUAB), valuta asing (valas), promes, surat utang dan lain-lain;
c. wajib menyelesaikan kewajiban kepada nasabah yang tidak bersedia
menjadi nasabah BPR atau BPRS; dan
d. wajib menyelesaikan transaksi kliring, devisa, dan transaksi lain
yang dilarang dilakukan oleh BPR atau BPRS.
2. Mekanisme penyelesaian dana nasabah yang tidak bersedia menjadi
nasabah BPR atau BPRS dan penyelesaian cek dan/atau bilyet giro bank
yang telah beredar dilakukan sebagai berikut:
a. penyelesaian ...
a. penyelesaian di luar mekanisme kliring, dilakukan melalui
pembayaran secara tunai di seluruh jaringan kantor BPR atau BPRS
hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum; dan/atau
b. penyelesaian melalui mekanisme kliring dilakukan dengan
menunjuk 1 (satu) Bank Umum untuk melakukan pembayaran
kepada pemegang cek dan/atau bilyet giro yang telah beredar,
paling lambat 70 (tujuh puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal
Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin
usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS.
C. Penyelenggaraan RUPS
1. BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum wajib
menyelenggarakan RUPS paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal
Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin
usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS.
2. Penyelenggaraan RUPS ditujukan antara lain untuk:
a. memutuskan perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin
usaha BPR atau BPRS; dan
b. memutuskan perubahan anggaran dasar.
Perubahan anggaran dasar diajukan kepada Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
D. Penyesuaian Jenis Kegiatan Usaha
1. BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum wajib
melaksanakan penyesuaian kegiatan usaha sebagai BPR atau BPRS
yang paling kurang mencakup beberapa aspek sebagai berikut:
a. penyesuaian infrastruktur
b. penyesuaian ...
b. penyesuaian pelaporan dan pemenuhan ketentuan pengawasan;
dan
c. penyesuaian jaringan kantor.
2. Penyesuaian kegiatan usaha dalam aspek infrastruktur sebagaimana
dimaksud pada butir IV.D.1.a dilakukan apabila diperlukan
mencakup antara lain perubahan:
a. sistem dan prosedur kerja;
b. teknologi informasi; dan
c. struktur organisasi, yang terdiri dari susunan anggota Direksi dan
Dewan Komisaris serta susunan personalia.
3. Penyesuaian pelaporan dan pemenuhan ketentuan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.1.b mencakup antara lain
penyesuaian laporan yang berlaku bagi BPR atau BPRS seperti
laporan Sistem Informasi Debitur, LBU dengan mengacu pada
ketentuan yang berlaku bagi BPR atau BPRS. Penyesuaian juga
dilakukan terhadap hal-hal yang terkait antara lain mengenai:
a. Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA);
b. Non Performing Loan;
c. Penilaian Tingkat Kesehatan;
d. Giro Wajib Minimum;
e. Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (Capital Adequacy
Ratio);
4. Penyesuaian Jaringan Kantor.
a. BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum
wajib menutup seluruh jaringan kantor yang berada di luar
provinsi tempat kedudukan Kantor Pusat bank berupa kantor
cabang dan/atau kantor di bawah kantor cabang termasuk
kegiatan ...
kegiatan pelayanan kas, agar sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku mengenai BPR atau BPRS.
b. Jaringan kantor BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari
Bank Umum di luar provinsi hanya diperkenankan melakukan
kegiatan secara terbatas dalam rangka menyelesaikan
kewajibannya.
5. Penyesuaian infrastruktur sebagaimana dimaksud pada angka 2,
penyesuaian pelaporan dan pemenuhan ketentuan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan penyesuaian jaringan kantor
sebagaimana dimaksud pada angka 4 wajib dilakukan paling lambat
12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Keputusan
Gubernur Bank Indonesia mengenai Perubahan izin Usaha Bank
Umum menjadi Izin Usaha BPR.
E. Penyusunan Action Plan
Dalam rangka memastikan tindak lanjut Surat Keputusan Gubernur Bank
Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi BPR
atau BPRS, BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum
wajib melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. menyusun action plan yang mencakup kegiatan sebagaimana
dimaksud pada butir IV.B.2, butir IV.C dan butir IV.D; dan
2. menyampaikan action plan sebagaimana dimaksud pada angka 1
kepada Bank Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai
perubahan izin usaha Bank Umum menjadi BPR atau BPRS,
Bank Indonesia berwenang meminta bank melakukan perbaikan action
plan yang disampaikan apabila menurut penilaian Bank Indonesia
langkah-langkah, tahapan waktu, dan/atau batas akhir waktu
penyelesaian ...
penyelesaian tidak dapat diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang
ditentukan.
V. PELAPORAN PELAKSANAAN TINDAK LANJUT PERUBAHAN IZIN
USAHA BANK UMUM MENJADI IZIN USAHA BPR ATAU BPRS
1. Dalam rangka pelaksanaan tindak lanjut perubahan izin usaha Bank Umum
menjadi izin usaha BPR atau BPRS sebagaimana dimaksud pada angka IV,
BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum wajib
melaporkan kepada Bank Indonesia hal-hal sebagai berikut:
a. bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada butir IV.A paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pelaksanaan pengumuman;
b. hasil pelaksanaan RUPS sebagaimana dimaksud pada butir IV.C paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pelaksanaan RUPS;
c. bukti perubahan Anggaran Dasar dari Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterima oleh
Bank;
d. realisasi action plan penyesuaian kegiatan usaha bank sebagaimana
dimaksud pada butir IV.E secara bulanan yang disampaikan paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akhir bulan, yang antara lain
mencakup laporan-laporan mengenai:
1) pelaksanaan penyesuaian aspek infrastruktur;
2) pelaksanaan penyesuaian aspek pelaporan dan pemenuhan
ketentuan Pengawasan;
3) pelaksanaan penyesuaian jaringan kantor;
4) daftar aktiva tetap dan inventaris, bukti penguasaan gedung kantor
berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa menyewa gedung
kantor yang didukung oleh bukti kepemilikan dari pihak yang
menyewakan; contoh formulir/warkat yang akan digunakan untuk
operasional BPR, dalam hal terdapat perubahan.
2. laporan ...
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir V.1 ditujukan kepada:
a. Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta,
10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di
luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Berdasarkan Pasal 16 PBI Nomor 10/9/PBI/2008, bank yang :
1. melampaui batas waktu pelaksanaan RUPS sebagaimana dimaksud pada
butir IV.C.1
2. melampaui batas waktu pelaksanaan penyesuaian kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.5; dan/atau
3.
tidak menghentikan transaksi produk dan jasa Bank Umum yang dilarang
dilakukan oleh BPR atau BPRS sejak tanggal Surat Keputusan Gubernur
Bank Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi BPR
atau BPRS sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.
dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 berupa:
a. kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari
sampai dengan Bank memenuhi ketentuan ini; dan/atau
b. pembekuan kegiatan usaha tertentu BPR atau BPRS.
VII. PENUTUP ...
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 23 Desember 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
WIMBOH SANTOSO
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/36/DPNP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha Bank Perkreditan Rakyat secara Mandatory dalam rangka Konsolidasi </reg_title>
<set_date> 23 Desember 2010 </set_date>
<effective_date> 23 Desember 2010 </effective_date>
<related_reg> '10/9/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No.6/ 6 /DPM
Jakarta, 16 Februari 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Pelaksanaan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia No.6/7/PBI/2004
tanggal 16 Februari 2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4368) dan Peraturan Bank Indonesia No.6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari
2004 tentang Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4363) maka perlu diatur tata cara pelaksanaan Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia sebagai berikut:
I. PENITIPAN DANA WADIAH
A. Permohonan
1. Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) dapat mengajukan
permohonan Penitipan Dana Wadiah kepada Bank Indonesia melalui
Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) dari
pukul 10.00 WIB s.d. pukul 14.00 WIB atau waktu yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia, dengan memperhatikan kecukupan saldo rekening giro
Rupiah Bank Syariah atau UUS yang bersangkutan di Bank Indonesia
dan pengumuman rencana Penitipan Dana Wadiah oleh Bank Indonesia.
2. Mekanisme …
2
2. Mekanisme pengajuan Penitipan Dana Wadiah melalui BI-SSSS diatur
lebih lanjut dalam Surat Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan
penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS.
B. Penyelesaian Penitipan Dana Wadiah
1. Pada tanggal permohonan
a. Penyelesaian Penitipan Dana Wadiah dilakukan pada tanggal yang
sama dengan tanggal permohonan (same day settlement) dengan cara
mendebet rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank
Indonesia melalui BI-SSSS sebesar nominal Penitipan Dana Wadiah.
b. Bank Syariah atau UUS wajib menyediakan dana yang cukup sampai
dengan cut-off warning BI-SSSS pada tanggal penyelesaian Penitipan
Dana Wadiah sebagaimana dimaksud huruf a.
c. Dalam hal sampai dengan cut-off warning BI-SSSS saldo rekening
giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia tidak
mencukupi maka permohonan Penitipan Dana Wadiah dibatalkan
oleh Bank Indonesia.
d. Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam huruf c dilakukan menurut
jangka waktu Penitipan Dana Wadiah yang tidak dapat dilakukan
setelmen karena saldo rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS
di Bank Indonesia tidak mencukupi sebagaimana dimaksud dalam
huruf c.
2. Pada tanggal jatuh waktu
a. Penyelesaian Penitipan Dana Wadiah pada tanggal jatuh waktu
dilakukan dengan cara mengkredit rekening giro Rupiah Bank
Syariah atau UUS di Bank Indonesia melalui BI-SSSS sebesar
nominal Penitipan Dana Wadiah.
b. Dalam …
3
b. Dalam hal tanggal jatuh waktu Penitipan Dana Wadiah adalah hari
libur maka penyelesaian Penitipan Dana Wadiah sebagaimana
dimaksud pada huruf a dilakukan pada hari kerja berikutnya.
c. Contoh perhitungan jangka waktu Penitipan Dana Wadiah
sebagaimana tercantum pada Lampiran 1.
3. Mekanisme pembukuan melalui BI-SSSS diatur lebih lanjut dalam Surat
Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat
berharga melalu BI-SSSS.
II. PEMBERIAN BONUS
Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas Penitipan Dana Wadiah dari Bank
Syariah atau UUS.
III. SANKSI
1. Dalam hal
terjadi
pembatalan
transaksi Penitipan Dana Wadiah
karena saldo rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank
Indonesia tidak mencukupi sebagaimana dimaksud angka I.B.1.c maka Bank
Syariah atau UUS dikenakan sanksi sebagai berikut:
a. Surat peringatan dan kewajiban membayar sebesar 1 0/00 (satu perseribu)
dari Penitipan Dana Wadiah yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) untuk setiap pembatalan;
b. Dalam hal Bank Syariah atau UUS mendapat sanksi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6
(enam) bulan sejak pembatalan pertama maka Bank Syariah atau UUS
dimaksud tidak diperbolehkan mengajukan permohonan Penitipan Dana
Wadiah selama 7 (tujuh) hari sejak dikeluarkannya surat peringatan
ketiga.
2. Pengenaan…
4
2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada angka
1 dilakukan dengan cara mendebet rekening giro Rupiah Bank Syariah atau
UUS di Bank Indonesia melalui BI-SSSS pada hari kerja berikutnya.
3. Mekanisme pembukuan pengenaan sanksi melalui BI-SSSS diatur lebih
lanjut dalam Surat Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan
penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS.
4. Contoh pengenaan sanksi sebagaimana tercantum pada Lampiran 2.
IV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 16 Februari
2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/6/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pelaksanaan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 16 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date>
<related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/7/PBI/2004' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
|
No. 7/50/DPBPR
Jakarta, 1 November 2005
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat
Dalam Status Pengawasan Khusus
---------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/34/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 88,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4534) tanggal 22
September 2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan
Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus, yang selanjutnya disebut PBI, perlu
ditetapkan peraturan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang
mencakup hal-hal sebagai berikut:
I. UMUM
1. Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPR mengalami kesulitan
yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPR tersebut
ditetapkan dalam status pengawasan khusus, dan untuk selanjutnya
disebut BPR DPK.
2. BPR …
2
2. BPR dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya apabila rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) kurang dari 4% (empat perseratus) dan/atau Cash Ratio (CR)
rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang
perseratus).
dari 3% (tiga
3. Penetapan status BPR DPK berlaku sejak tanggal pemberitahuan oleh
Bank Indonesia. Pemberitahuan status BPR DPK disampaikan secara
langsung dalam pertemuan dengan pengurus dan/atau pemegang saham
BPR DPK, atau secara tidak langsung melalui surat atau sarana lain.
II. JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS
1. Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan paling lama 6 (enam)
bulan sejak tanggal pemberitahuan penetapan status BPR DPK dari
Bank Indonesia. Dalam hal berakhirnya jangka waktu pengawasan
khusus jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka batas akhir jangka
waktu pengawasan khusus adalah pada hari kerja sebelumnya.
2. Jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut tidak termasuk jangka waktu
yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan dalam proses hukum
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Yang dimaksud dengan proses hukum adalah proses untuk pelaporan
atau persetujuan perubahan anggaran dasar oleh instansi yang
berwenang.
4. Selama jangka waktu penyelesaian proses hukum, status BPR tetap
sebagai BPR DPK.
5. Apabila …
3
5. Apabila penyelesaian proses hukum diperkirakan melampaui batas
akhir jangka waktu pengawasan khusus, BPR DPK dapat mengajukan
permohonan kepada Bank Indonesia untuk diberikan tambahan waktu
menyelesaikan proses hukum.
Permohonan tersebut diterima Bank
Indonesia paling lambat pada akhir jangka waktu pengawasan khusus,
dengan disertai alasan dan dilampiri bukti pengurusan penyelesaian
proses hukum dari instansi yang berwenang, sesuai contoh dalam
Lampiran.
6. Tambahan waktu penyelesaian proses hukum diberikan paling lama 3
(tiga) bulan sejak berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus.
Contoh :
BPR DPK sejak tanggal 1 Oktober 2005, yang akan berakhir paling
lambat tanggal 31 Maret 2006.
Pada tanggal 14 Februari 2006 pemegang saham melakukan setoran
modal yang mengakibatkan rasio KPMM BPR DPK meningkat
menjadi 4,2% dan rata-rata CR selama 6 (enam) bulan terakhir
menjadi 7% dan menyebabkan perubahan modal dasar. Sejak
tanggal 14 Februari 2006 BPR DPK telah melakukan upaya
penyelesaian proses hukum untuk memperoleh persetujuan
perubahan anggaran dasar.
Apabila diperkirakan sampai dengan berakhirnya jangka waktu
pengawasan khusus, yaitu tanggal 31 Maret 2006, belum diperoleh
persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang
maka BPR DPK wajib mengajukan permohonan permintaan
tambahan waktu penyelesaian proses hukum, yang diterima Bank
Indonesia paling lambat tanggal 31 Maret 2006.
Bank …
4
Bank Indonesia dapat memberikan tambahan
waktu
untuk
menyelesaikan proses hukum kepada BPR DPK, paling lama
sampai dengan tanggal 30 Juni 2006.
III. UPAYA PENYEHATAN SELAMA JANGKA
PENGAWASAN KHUSUS
1. Dalam
WAKTU
rangka pengawasan khusus, Bank Indonesia dapat
memerintahkan pengurus dan/atau pemegang saham BPR DPK untuk
melakukan satu atau lebih upaya penyehatan yaitu:
a. menambah modal,
b. menghapusbukukan kredit yang tergolong
macet
memperhitungkan kerugian BPR DPK dengan modalnya,
c. mengganti anggota direksi dan/atau dewan komisaris BPR DPK,
d. melakukan merger atau konsolidasi dengan BPR lain,
e. menjual BPR DPK kepada pembeli yang bersedia mengambilalih
seluruh kewajiban BPR DPK,
f. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR DPK
kepada pihak lain, dan/atau
g. menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban BPR DPK
kepada pihak lain.
2. Upaya penyehatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemenuhan …
dan
5
3. Pemenuhan rasio KPMM paling sedikit sebesar 4% (empat perseratus)
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. setoran modal oleh pemegang saham lama dilaksanakan melalui
Bank Umum dan dicatat oleh BPR DPK dalam pos modal pinjaman
atau rupa-rupa pasiva, serta tidak dapat dicairkan oleh BPR selama
masih berstatus sebagai BPR DPK,
b. setoran modal oleh pemegang saham baru dilaksanakan melalui
escrow account dan setelah diteliti kebenarannya oleh Bank
Indonesia serta disahkan oleh RUPS, dicatat oleh BPR DPK,
c. melalui merger atau konsolidasi,
d. menghapusbukukan kredit yang tergolong macet, sepanjang
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) tersedia, atau
e. penjualan asset.
4. Pengertian dana untuk setoran modal dalam bentuk escrow account
adalah dana setoran modal yang ditampung terlebih dahulu dalam
bentuk deposito pada Bank Umum di Indonesia atas nama “Dewan
Gubernur Bank Indonesia q.q. Nama Penyetor”
mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya
dilakukan dengan persetujuan tertulis dari Bank Indonesia.
dengan
dapat
5. Dana dalam bentuk escrow account di atas wajib disertai pernyataan
tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk
apapun dari bank dan/atau pihak lain dan tidak berasal dari dan untuk
tujuan pencucian uang, serta tidak berasal dari kegiatan yang
bertentangan dengan prinsip syariah, bagi BPR Syariah.
6. BPR …
6
6. BPR DPK dikenakan larangan menghimpun dan menyalurkan dana
sejak ditetapkan dalam status BPR DPK. Larangan dimaksud tetap
diberlakukan selama BPR masih berstatus sebagai BPR DPK.
7. BPR DPK dikeluarkan dari status pengawasan khusus
apabila
memenuhi kriteria:
a. rasio KPMM paling sedikit mencapai 4% (empat perseratus), dan
b. CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling sedikit
mencapai 3% (tiga perseratus).
dan telah menyelesaikan proses hukum.
IV. PENGUMUMAN YANG BERKAITAN DENGAN BPR DPK
1. Pengumuman tentang status BPR DPK dilakukan paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan status BPR DPK.
2. Pengumuman tentang larangan menghimpun dan menyalurkan dana
dilakukan apabila pada akhir jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
ditetapkan sebagai BPR DPK, rasio KPMM lebih besar dari 0% (nol
perseratus) namun peningkatan rasio KPMM dimaksud kurang dari
25% (dua puluh lima perseratus) dari selisih untuk mencapai rasio
KPMM sebesar 4% (empat perseratus).
Pengumuman dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
terpenuhinya kriteria di atas.
Contoh 1:
Pada tanggal 1 Oktober 2005 ditetapkan sebagai BPR DPK
Apabila …
7
dengan rasio KPMM sebesar -1%, sehingga
mencapai rasio KPMM sebesar 4% adalah 5%.
selisih
untuk
Apabila 3 bulan sejak ditetapkan sebagai BPR DPK, yaitu tanggal
31 Desember 2005, rasio KPMM meningkat hanya 22% dari 5%
sehingga menjadi 0,1% maka Bank Indonesia mengumumkan
larangan menghimpun dan menyalurkan dana.
Contoh 2:
Pada tanggal 1 Oktober 2005 ditetapkan sebagai BPR DPK
dengan rasio KPMM sebesar 1%, sehingga selisih untuk mencapai
rasio KPMM sebesar 4% adalah 3%.
Apabila 3 bulan sejak ditetapkan sebagai BPR DPK, yaitu tanggal
31 Desember 2005, rasio KPMM meningkat 30% dari 3%
sehingga menjadi 1,9% maka Bank Indonesia tidak
mengumumkan larangan menghimpun dan menyalurkan dana.
3. Pengumuman tentang BPR DPK yang dikeluarkan dari status
pengawasan khusus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
tanggal pemberitahuan dikeluarkannya BPR DPK dari status
pengawasan khusus.
V. PEMBERITAHUAN KEPADA LEMBAGA PENJAMIN
SIMPANAN (LPS)
1. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPR yang
ditetapkan dalam status pengawasan khusus dan BPR yang dikeluarkan
dari status pengawasan khusus.
2. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS untuk mendapatkan
a. memiliki …
8
keputusan diselamatkan atau tidak diselamatkan, bagi BPR DPK
dengan kriteria sebagai berikut:
a. memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol
perseratus) dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir kurang dari 1% (satu perseratus) pada akhir jangka waktu 3
(tiga) bulan sejak tanggal penetapan BPR DPK,
Contoh:
Pada tanggal 1 Oktober 2005 ditetapkan sebagai BPR DPK
dengan rasio KPMM sebesar 2%, sehingga selisih untuk
mencapai rasio KPMM sebesar 4% adalah 2%.
Apabila pada akhir jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan
sebagai BPR DPK, yaitu tanggal 31 Desember 2005, rasio
KPMM menurun 200% dari 2% sehingga menjadi -2% maka
Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS untuk meminta
keputusan apakah BPR DPK diselamatkan
atau
diselamatkan.
b. memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol
perseratus) dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir kurang dari 1% (satu perseratus) setelah jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan 1 (satu) hari
sebelum berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus,
Contoh:
Pada tanggal 1 Oktober 2005 ditetapkan sebagai BPR DPK
dengan rasio KPMM sebesar 2% sehingga selisih
mencapai rasio KPMM sebesar 4% adalah 2%.
untuk
tidak
9
Pada akhir jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan sebagai
BPR DPK, yaitu tanggal 31 Desember 2005, rasio KPMM
meningkat sebesar 25% dari 2% sehingga menjadi 2,5%.
Apabila …
Apabila selama tanggal 1 Januari 2006 sampai dengan 31 Maret
2006 terjadi penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama
dengan atau kurang dari 0% maka Bank Indonesia
memberitahukan kepada LPS untuk meminta keputusan apakah
BPR DPK diselamatkan atau tidak diselamatkan.
c. memiliki rasio KPMM kurang dari 4% (empat perseratus) dan/atau
CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga
perseratus) pada akhir jangka waktu pengawasan khusus,
d. memiliki rasio KPMM kurang dari 4% (empat perseratus) dan/atau
CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga
perseratus) setelah berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus
namun masih dalam penyelesaian proses hukum, atau
e. tidak dapat menyelesaikan proses hukum
sampai dengan
berakhirnya tambahan waktu untuk menyelesaikan proses hukum
yang disetujui oleh Bank Indonesia.
VI. KETENTUAN PERALIHAN
Yang dimaksud dengan tindak lanjut terhadap BPR DPK sebelum tanggal
22 September 2005 dalam Pasal 12 PBI adalah sebagai berikut:
1. Status BPR DPK diumumkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
berlakunya Surat Edaran ini.
2. BPR DPK dilarang menghimpun dan menyalurkan dana sejak
10
berlakunya Surat Edaran ini sampai dengan berakhirnya jangka waktu
pengawasan khusus.
3. BPR DPK yang masa pengawasan khususnya telah berakhir pada saat
berlakunya Surat Edaran ini dan memiliki rasio KPMM paling sedikit
sebesar 4% (empat perseratus) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir paling sedikit sebesar 3% (tiga perseratus) meskipun proses
hukum belum selesai, dapat tidak dikenakan larangan menghimpun dan
menyalurkan dana. Penyelesaian proses hukum diberikan paling lama 3
(tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini.
4. BPR DPK yang masa pengawasan khususnya telah berakhir pada saat
berlakunya Surat Edaran ini dan memiliki rasio KPMM kurang dari 4%
(empat perseratus) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir kurang dari 3% (tiga perseratus) diberitahukan kepada LPS
untuk dimintakan keputusan diselamatkan atau tidak diselamatkan.
5. BPR DPK yang masa pengawasan khususnya belum berakhir pada saat
berlakunya Surat Edaran ini dan memiliki rasio KPMM paling sedikit
sebesar 4% (empat perseratus) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir paling sedikit sebesar 3% (tiga perseratus) meskipun proses
hukum belum selesai, dapat tidak dikenakan larangan menghimpun dan
menyalurkan dana. Penyelesaian proses hukum diberikan paling lama
3 (tiga) bulan sejak berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus.
6. Bagi BPR DPK yang masih memiliki sisa jangka waktu pengawasan
khusus lebih dari 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini,
berlaku hal-hal sebagai berikut:
11
a. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS untuk mendapatkan
keputusan diselamatkan atau tidak diselamatkan dengan kriteria
sebagai berikut:
1) memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol
perseratus) dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6 (enam)
bulan terakhir kurang dari 1% (satu perseratus) pada saat
berakhirnya jangka waktu 3 (tiga) bulan dimaksud,
2) memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol
perseratus) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir kurang dari 1% (satu perseratus) setelah jangka waktu
pada angka 1) sampai dengan 1 (satu) hari sebelum berakhirnya
jangka waktu pengawasan khusus, atau
3) memiliki rasio KPMM kurang dari 4% (empat perseratus)
dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang
dari 3% (tiga perseratus) pada saat berakhirnya jangka waktu
pengawasan khusus.
b. Bank Indonesia mengumumkan larangan menghimpun
dan
menyalurkan dana apabila pada akhir jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak berlakunya Surat Edaran ini, rasio KPMM lebih besar dari 0%
(nol perseratus) namun peningkatan rasio KPMM dimaksud kurang
dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari selisih untuk mencapai
rasio KPMM sebesar 4% (empat perseratus).
Pengumuman dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
terpenuhinya kriteria di atas.
Contoh:
1) memiliki …
12
Pada tanggal 22 Agustus 2005 ditetapkan sebagai BPR DPK
dengan rasio KPMM sebesar –1%, sehingga selisih untuk
mencapai rasio KPMM sebesar 4% adalah 5%.
Pada …
Pada tanggal berlakunya Surat Edaran yaitu tanggal 1 November
2005, BPR DPK dikenakan larangan menghimpun dan
menyalurkan dana.
Pada akhir jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat
Edaran, yaitu tanggal 31 Januari 2006, rasio KPMM menjadi
sebesar 0,1%.
Bank Indonesia mengumumkan larangan menghimpun dan
menyalurkan dana meskipun rasio KPMM menjadi lebih besar
dari 0% karena peningkatan rasio KPMM hanya sebesar 22%.
7. BPR DPK diberitahukan kepada LPS untuk dimintakan keputusan
diselamatkan atau tidak diselamatkan apabila memiliki sisa jangka
waktu pengawasan khusus sama dengan atau kurang dari 3 (tiga) bulan
sejak berlakunya Surat Edaran ini dan memenuhi kriteria:
a. memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol
perseratus) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir
kurang dari 1% (satu perseratus) sampai dengan 1 (satu) hari
sebelum berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus, atau
b. memiliki rasio KPMM kurang dari 4% (empat perseratus) dan/atau
CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga
perseratus) pada saat berakhirnya
jangka
khusus.
waktu
pengawasan
13
VII. ALAMAT KORESPONDENSI
Surat-surat BPR kepada Bank Indonesia yang berkaitan dengan status
pengawasan khusus ditujukan ke alamat sebagai berikut:
1. Bank …
1. Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat,
Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR konvensional
yang berlokasi di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Kabupaten/Kotamadya Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi
Banten.
2. Bank Indonesia u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jalan M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR Syariah yang berlokasi di
wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten/Kotamadya
Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten.
3. Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR/BPRS
yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dan 2 di atas.
VIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 November 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
14
IRMAN DJAJA DALIMI
DIREKTUR PENGAWASAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
DPBPR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/50/DPBPR|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus </reg_title>
<set_date> 1 November 2005 </set_date>
<effective_date> 1 November 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/34/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 14 / 28 /DPM
Jakarta, 27 September 2012
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal
: Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo)
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan
Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities
Syariah
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/36/PBI/2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/24/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 119) dan penyempurnaan mekanisme Transaksi Repurchase
Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), perlu
dilakukan pengaturan kembali ketentuan mengenai tata cara transaksi
repurchase agreement (repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
dalam rangka Standing Facilities Syariah sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan :
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Perbankan Syariah yang berlaku.
3. Unit …
2
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Perbankan Syariah yang berlaku.
4. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah.
5. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa
kupon dan/atau secara diskonto.
6. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara
Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon
dan/atau secara diskonto.
7. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS
adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia
dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi
pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan
prinsip syariah.
8. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh
Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS.
9. Haircut adalah faktor pengurang harga SBSN yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Sistem BI-RTGS.
11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana
dimaksud …
3
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai BI-SSSS.
12. Transaksi Repurchase Agreement SBSN yang selanjutnya
disebut Repo SBSN adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali oleh
Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati
dalam rangka Standing Facilities Syariah.
13. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata
uang rupiah di Bank Indonesia.
14. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga milik
Bank yang digunakan untuk mencatat kepemilikan surat
berharga di central registry pada BI-SSSS yang dapat
diperdagangkan.
15. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
16. Marjin Repo SBSN adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam
setahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang
melakukan transaksi Repo SBSN.
II. PERSYARATAN UMUM
1. Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual
beli) yang disertai dengan al wa’d (janji) oleh Bank kepada Bank
Indonesia untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu
dan harga tertentu yang disepakati.
2. Janji (wa’d) Bank kepada Bank Indonesia untuk membeli
kembali SBSN dalam rangka Repo SBSN dilakukan dalam
dokumen yang terpisah, sebagaimana contoh yang tercantum
pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Repo …
4
3. Repo SBSN dilakukan dengan mekanisme non lelang.
4. Jangka waktu Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1
adalah 1 (satu) hari kerja (overnight).
5. Dalam hal setelah terjadinya Repo SBSN, tanggal jatuh tempo
Repo SBSN ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya
tanpa memperhitungkan Marjin Repo SBSN atas tambahan
jangka waktu Repo SBSN.
6. Bank Indonesia menetapkan Marjin Repo SBSN sebesar BI-Rate
yang berlaku pada tanggal transaksi ditambah marjin tertentu.
7. Marjin Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 6
diumumkan oleh Bank Indonesia melalui BI-SSSS, Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia paling lambat sebelum window time Repo SBSN
dibuka (T+0).
8. Repo SBSN disediakan Bank Indonesia pada setiap hari kerja
Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas Bank
Indonesia.
9. Bank Indonesia membuka window time Repo SBSN dengan
mengumumkannya melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia.
10. Bank Indonesia dapat mengubah window time Repo SBSN dan
mengumumkan perubahan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank
Indonesia, sebelum window time.
11. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Repo SBSN sebagai
berikut :
a. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan Sistem BI-
RTGS;
b. tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan OMS;
c. memiliki Rekening Giro; dan
d. memiliki …
5
d. memiliki Rekening Surat Berharga.
12. Bank mengajukan Repo SBSN kepada Bank Indonesia untuk
kepentingan diri sendiri.
13. Bank dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia.
14. Bank mengajukan Repo SBSN setelah menandatangani Janji
(wa’d) Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam Rangka Repo SBSN
yang telah dibubuhi meterai cukup sebagaimana contoh yang
tercantum pada Lampiran I dan menyampaikan dokumen
pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia.
15. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 14
meliputi :
a. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di
Indonesia:
1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir
yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi
untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d)
dilakukan oleh direksi;
2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada
angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat
yang menandatangani Janji (wa’d) jika penandatangan
Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh direksi;
3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan
hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan
direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji
(wa’d) dilakukan oleh direksi; atau
4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada
angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat
yang menandatangani perjanjian jika penandatangan
perjanjian tidak dilakukan oleh direksi; dan
5) fotokopi …
6
5) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu
Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat yang
berwenang untuk menandatangani perjanjian.
b. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar
negeri :
1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor
pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk
mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d)
dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO);
2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka
1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang
diberikan wewenang untuk menandatangani Janji (wa’d)
jika penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh
CEO; atau
3) dalam hal penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan
oleh CEO maka surat kuasa (power of attorney) dari
kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1)
harus memuat hak CEO untuk mengalihkan
kewenangannya (hak substitusi); dan
4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu
Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank
yang berwenang untuk menandatangani perjanjian.
16. Penandatanganan Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada
angka 14 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan
Repo SBSN Dengan Bank Indonesia.
17. Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada angka 14 berlaku
seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi Janji (wa’d)
dan/atau perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan
daerah mengenai kewenangan Direksi Bank untuk mewakili
Bank atau ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai
pendelegasian wewenang.
18. Dokumen …
7
18. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 14 dan angka 15
disampaikan dengan surat pengantar kepada :
Direktur Eksekutif
Departemen Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. M.H Thamrin No.2
Jakarta 10350
19. Bank yang melakukan Repo SBSN wajib :
a. memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi dalam
Rekening Surat Berharga untuk setelmen penjualan SBSN
secara repo paling lambat pada saat dilakukan setelmen
Repo SBSN (first leg); dan
b. memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk
setelmen pembelian kembali SBSN pada tanggal Repo SBSN
jatuh tempo (second leg).
20. Setelmen Repo SBSN dilaksanakan pada hari transaksi (same
day settlement) melalui mekanisme penyelesaian transaksi per
transaksi (gross to gross) dan delivery versus payment.
III. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN
1. SBSN milik Bank yang dapat direpokan adalah:
a. SBSN Jangka Panjang dan SBSN Jangka Pendek;
b. tercatat dalam Rekening Surat Berharga di BI-SSSS;
c. tidak sedang diagunkan; dan
d. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja
pada saat second leg Repo SBSN.
2. Bank Indonesia menetapkan jenis dan seri SBSN yang dapat
direpokan.
3. Harga SBSN yang dapat direpokan ditetapkan dan diumumkan
oleh Bank Indonesia di BI-SSSS dan/atau sarana lainnya
dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-
masing jenis dan seri SBSN.
4. Harga …
8
4. Harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan penjualan
SBSN pada tanggal Repo SBSN (first leg) sama dengan harga
SBSN yang digunakan dalam perhitungan pembelian kembali
SBSN pada tanggal Repo SBSN jatuh tempo (second leg).
5. Bank Indonesia menetapkan besarnya Haircut untuk masing-
masing jenis dan seri SBSN dalam rangka penentuan nilai
setelmen penjualan SBSN.
6. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan Haircut dan
mengumumkan perubahan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya.
IV. PENGUMUMAN DAN PENGAJUAN REPO SBSN
1. Bank Indonesia cq. Departemen Pengelolaan Moneter (DPM)
mengumumkan antara lain window time, jenis dan seri SBSN
yang dapat direpokan, Marjin Repo SBSN, jangka waktu Repo
SBSN dan Haircut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya paling lambat sebelum window time Repo SBSN
dibuka (T+0) untuk pertama kali.
2. Bank Indonesia cq. Departemen Pengelolaan Moneter (DPM)
mengumumkan Marjin Repo SBSN sebelum window time Repo
SBSN dibuka (T+0).
3. Window time Repo SBSN adalah dari pukul 16.00 WIB sampai
dengan pukul 18.00 WIB pada setiap hari kerja.
4. Dalam hal terdapat perubahan window time, seri dan jenis
SBSN, Haircut, Marjin Repo SBSN, pengumuman dilakukan
sebelum window time Repo SBSN.
5. Pengajuan Repo SBSN meliputi antara lain nilai nominal, jenis
dan seri SBSN yang di-repo-kan.
6. Pengajuan Repo SBSN dilakukan melalui BI-SSSS dengan
mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
BI-SSSS.
7. Bank 4 …
9
7. Bank yang melakukan Repo SBSN bertanggung jawab terhadap
kebenaran data Repo SBSN yang diajukan.
8. Nilai setelmen atas setiap SBSN yang direpokan dihitung
berdasarkan nilai nominal, harga, Haircut, accrued imbalan
SBSN, Marjin Repo SBSN dan jangka waktu Repo SBSN. Contoh
perhitungan Repo SBSN adalah sebagaimana Lampiran II yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
V. SETELMEN
1. Setelmen Repo SBSN melalui BI-SSSS dilakukan dengan
mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross)
dan delivery versus payment.
2. Setelmen Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1
terdiri dari:
a. Setelmen penjualan SBSN (first leg).
1) Pada tanggal setelmen Repo SBSN, DPM melakukan
setelmen first leg setelah pre cut off Sistem BI-RTGS.
2) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada
angka 1) dihitung sebagai berikut :
a) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
nilai
setelmen
=
nominal
SBSN yang
direpokan
× !harga
SBSN
− $%
&'
() +
b) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
%&& ' +
imbalan
SBSN
Keterangan …
10
Keterangan :
Harga SBSN
: Harga SBSN sebagaimana
diumumkan di BI-SSSS pada
tanggal Repo SBSN.
Haircut
: Haircut
sebagaimana
diumumkan di BI-SSSS pada
tanggal Repo SBSN
Accrued
kupon/imbalan
: - Accrued kupon/imbalan
dihitung sejak 1 (satu) hari
sesudah
tanggal
pembayaran kupon/imbalan
terakhir sampai dengan
tanggal setelmen first leg.
- Perhitungan
kupon/imbalan
accrued
SBSN
didasarkan pada jumlah
hari yang sebenarnya
(actual per actual).
3) Setelmen first leg dilakukan dengan cara :
a) mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal dari SBSN yang direpokan; dan
b) mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen first
leg sebagaimana dimaksud pada angka 2).
4) Bank wajib menyediakan jenis dan seri SBSN yang
direpokan dalam jumlah yang cukup untuk setelmen
first leg.
5) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN yang
mencukupi sebagaimana dimaksud pada angka 4),
setelmen first leg Repo SBSN dibatalkan.
6) Pembatalan setelmen first leg sebagaimana dimaksud
pada angka 5) hanya dikenakan terhadap Repo SBSN
yang tidak memiliki jenis dan seri SBSN yang sesuai dan
jumlah …
11
jumlah yang tidak mencukupi sebagaimana yang
diajukan oleh Bank.
7) Dalam hal pada hari yang sama terdapat lebih dari 1
(satu) kali pembatalan Repo SBSN (first leg), dalam
rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian
sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan
transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
b. Setelmen pembelian kembali SBSN (second leg).
1) Pada tanggal Repo SBSN jatuh waktu (second leg) BI-
SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg
sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut off
warning Sistem BI-RTGS.
2) Nilai atas setelmen second leg dihitung sebesar :
Nilai
Nilai
Setelmen =
&-.+
Setelmen
+
Nilai Marjin
Repo
SBSN
dimana :
Nilai Marjin Repo SBSN adalah penerimaan Bank
Indonesia sesuai jangka waktu Repo SBSN.
3) Setelmen second leg dilakukan dengan cara :
a) Mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen
second leg sebagaimana dimaksud pada angka 2);
dan
b) Mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal SBSN yang direpokan.
4) Bank wajib menyediakan saldo Rekening Giro dalam
jumlah yang cukup untuk setelmen second leg.
5) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran
kupon/imbalan setelah transaksi Repo SBSN jatuh
waktu (second leg) maka Bank Indonesia akan
mengkredit Rekening Giro sebesar kupon/imbalan
dimaksud …
12
dimaksud pada tanggal Bank Indonesia menerima
kupon/imbalan.
3. Kegagalan Setelmen Second Leg
a. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro dalam
jumlah yang cukup sampai dengan cut-off warning Sistem
BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen
second leg.
b. Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a
diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright
dengan perhitungan setelmen transaksi outright dan
penggunaan harga surat berharga transaksi outright sebagai
berikut :
1) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
2) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
Keterangan :
Harga Surat
Berharga
Accrued kupon/
imbalan
: Harga SBSN pada transaksi first
leg.
: Hak atas kupon/imbalan SBSN
yang dihitung sejak 1 (satu) hari
sesudah tanggal pembayaran
kupon/ imbalan terakhir sampai
dengan tanggal setelmen outright
(first leg).
c. Pembatalan setelmen second leg sebagaimana dimaksud
pada huruf a hanya dikenakan terhadap Repo SBSN yang
tidak memiliki dana dalam jumlah yang mencukupi.
d. Dalam …
13
d. Dalam hal pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu)
kali pembatalan Repo SBSN jatuh waktu (second leg), dalam
rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian
sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi
tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
e. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk
penyelesaian Repo SBSN jatuh waktu diakibatkan karena
pembatalan setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
1) Bank Indonesia mengkredit/mendebet Rekening Giro
dengan memperhitungkan selisih accrued imbalan pada
periode Repo SBSN dan Haircut yang menjadi hak Bank
dengan Marjin Repo SBSN yang harus dibayarkan oleh
Bank.
2) Dalam hal terdapat kupon yang diterima oleh Bank pada
saat second leg, pendebetan atau pengkreditan Rekening
Giro sebagaimana dimaksud pada angka 1)
memperhitungkan pengembalian accrued imbalan yang
diberikan oleh Bank Indonesia saat first leg.
f. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran
kupon/imbalan SBSN setelah Repo SBSN jatuh waktu
(second leg), maka Bank Indonesia akan mengkredit
Rekening Giro sebesar kupon/imbalan dimaksud pada
tanggal penerimaan kupon/imbalan.
VI. SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN
sebagaimana dimaksud pada butir V.2.a.5) dan butir V.3.a,
Bank dikenakan sanksi berupa:
a. teguran …
14
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada:
1) Departemen Perbankan Syariah, dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI
DN) setempat cq. Divisi Pengawas Bank, dalam hal
sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KPwBI DN;
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai transaksi Repo SBSN yang dinyatakan batal, paling
sedikit sebesar Rp10.000.00,00 (sepuluh juta rupiah) dan
paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah); dan
c. dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud
pada huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS
yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun
waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa
penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS
selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut.
2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud
pada butir V.3.a dan dalam hal harga SBSN pada saat second
leg lebih rendah dari harga SBSN pada transaksi first leg, selain
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank
dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar
sebesar selisih antara harga pada transaksi first leg dan harga
pada transaksi second leg setelah dikalikan dengan nominal
SBSN yang di-Repo-kan.
3. Penyampaian …
15
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
pada butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi larangan mengajukan
transaksi OMS sebagaimana dimaksud pada butir 1.c.
dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
pada butir 1.b. dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud
pada angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro yang
dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan setelmen Repo SBSN.
VII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku :
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/DPM tanggal 10
Desember 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase
Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Dengan Bank Indonesia;
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/24/DPM tanggal 30
Agustus 2010 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/44/DPM tanggal 10 Desember 2008 perihal
Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) Dengan Bank Indonesia;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27
September 2012.
Agar …
16
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/28/DPM|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities Syariah </reg_title>
<set_date> 27 September 2012 </set_date>
<effective_date> 27 September 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '10/44/DPM|SE-BI/2008', '12/24/DPM|SE-BI/2010' </replaced_reg>
<related_reg> '10/36/PBI/2008', '13/24/PBI/2011' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 2/ 4 /DKr
Jakarta, 11 Februari 2000
S U R A T E D A R A N
Kepada
BANK PERKREDITAN RAKYAT / BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARI’AH
DI INDONESIA
DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)
Perihal : Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia Dalam Rangka Kredit / Pembiayaan Modal Kerja melalui
Bank Perkreditan Rakyat / Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah dan
Kredit / Pembiayaan kepada Pengusaha Kecil dan Pengusaha Mikro
melalui Bank Perkreditan Rakyat / Bank Perkreditan Rakyat Syari'ah
-----------------------------------------------------------------------------------------
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia No. 2/3/PBI/2000 tanggal 1 Februari
2000 tentang Pengalihan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit
Program, dengan ini kami sampaikan penjelasan lebih lanjut sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
1. Pengalihan pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk skim
Kredit / Pembiayaan Modal Kerja melalui Bank Perkreditan Rakyat / Bank
Perkreditan Rakyat Syari’ah (KMK-BPR / PMK-BPRS) dan Kredit /
Pembiayaan kepada Pengusaha Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank
Perkreditan Rakyat / Bank Perkreditan Rakyat Syari'ah (KPKM-BPR /
PPKM-BPRS) kepada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) (PT.
PNM), telah dilakukan berdasarkan Perjanjian Pengalihan Pengelolaan KLBI
yang ditandatangani pada tanggal 15 November 1999, dan berlaku efektif
tanggal 16 November 1999.
2. KLBI …..
2. KLBI yang dialihkan pengelolaannya meliputi baki debet dan kelonggaran
tarik posisi tanggal 16 November 1999 berdasarkan hasil rekonsiliasi antara
Bank Indonesia dan BPR / BPRS.
3. Hak tagih atas KLBI yang telah dialihkan kepada PT. PNM, sampai dengan
KLBI dimaksud jatuh tempo dan dilunasi atau dilunasi sebelum KLBI jatuh
tempo, tetap dimiliki oleh Bank Indonesia.
4. Bunga KLBI yang dialihkan pengelolaannya tetap merupakan hak Bank
Indonesia dan akan tetap dihitung dan dibebankan kepada BPR / BPRS sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
5. BPR / BPRS wajib mengembalikan KLBI pada saat jatuh tempo, sehingga
tidak dimungkinkan adanya perpanjangan jangka waktu KLBI.
6. PT. PNM dapat menyalurkan kembali KMK-BPR / PMK-BPRS dan KPKM-
BPR / PPKM-BPRS yang dananya berasal dari angsuran pokok KLBI
(relending), sepanjang sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
7. Dalam hal diperlukan penyesuaian ketentuan Bank Indonesia dimaksud,
maka PT. PNM harus mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia.
8. Perubahan / penyesuaian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 7 di
atas, tidak menunda pelaksanaan pembayaran kembali KLBI kepada Bank
Indonesia pada saat jatuh tempo.
9. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan :
a. Baki debet adalah jumlah KLBI pada posisi tertentu yang telah ditarik
BPR / BPRS dan masih tercatat dalam rekening pinjaman BPR / BPRS di
Bank Indonesia.
b. Kelonggaran tarik adalah selisih antara komitmen plafon dengan jumlah
KLBI yang telah ditarik oleh BPR / BPRS, tidak termasuk jumlah KLBI
yang tidak dapat ditarik oleh BPR / BPRS yang bersangkutan dikarenakan
telah melampaui batas waktu penarikan yang telah ditetapkan. Dalam hal
ini yang dimaksud komitmen plafon adalah jumlah maksimum
penyediaan KLBI yang telah disetujui oleh Bank Indonesia kepada bank
pelaksana berdasarkan Surat Perjanjian Kredit (SPK) Individual.
c. Jatuh …..
c. Jatuh tempo KLBI adalah jatuh tempo pembayaran angsuran terakhir /
pelunasan KLBI sebagaimana ditetapkan dalam SPK antara Bank
Indonesia dengan BPR / BPRS.
II. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB PT. PNM DALAM
PENGELOLAAN KLBI
1. Wewenang dan tanggung jawab PT. PNM dalam pengelolaan KLBI adalah
sebagai berikut :
a. Melakukan koordinasi dengan BPR / BPRS, sehingga penyaluran kredit
dimaksud mencapai sasaran akhir secara efektif dan efisien.
b. Membantu melaksanakan pengawasan dan pemantauan atas penyaluran
kredit di masing-masing BPR / BPRS, sehingga penyaluran kredit
dimaksud mencapai sasaran yang telah ditentukan.
c. Mengadministrasikan penyaluran kredit yang dilaksanakan oleh masing-
masing BPR / BPRS.
d. Melakukan langkah-langkah pengamanan di lapangan yang sifatnya
memerlukan penanganan segera, dan melakukan konsultasi sesegera
mungkin mengenai hal tersebut kepada Bank Indonesia.
e. Mengupayakan agar BPR / BPRS dapat memenuhi kewajibannya kepada
Bank Indonesia pada jangka waktu yang telah ditetapkan.
f. Menyusun dan menyampaikan laporan atas perkembangan penyaluran dan
pengembalian kredit secara periodik kepada Bank Indonesia.
g. Mengupayakan sumber pendanaan untuk pelaksanaan penyaluran skim
kredit program yang pengelolaannya dialihkan kepada PT. PNM.
2. Untuk keperluan administrasi pengelolaan KLBI, atas mutasi pencairan
kelonggaran tarik KLBI dan penarikan KLBI yang telah jatuh tempo maupun
pelunasan KLBI sebelum jatuh tempo, PT. PNM memperoleh tembusan /
fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut dengan mekanisme sebagai
berikut :
a. Untuk ……
a. Untuk mutasi yang dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI),
maka KPBI memberitahukan kepada PT. PNM untuk mengambil
tembusan / fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut di Bank
Indonesia.
b. Untuk mutasi yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia (KBI), maka
KBI mengirimkan tembusan / fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut
kepada PT. PNM.
III. TATA CARA PENCAIRAN KELONGGARAN TARIK KLBI
1. Bagi BPR / BPRS yang masih memiliki kelonggaran tarik, agar mengajukan
permohonan pencairan KLBI kepada PT. PNM sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan Bank Indonesia.
2. Untuk mempermudah pemrosesan permohonan pencairan kelonggaran tarik
oleh PT. PNM, BPR / BPRS harus mencantumkan kantor Bank Indonesia
yang selama ini memberikan KMK-BPR / PMK-BPRS atau KPKM-BPR /
PPKM-BPRS.
3. PT. PNM memproses permohonan pencairan dimaksud. Dalam hal
permohonan tersebut dapat disetujui, PT. PNM menyampaikan permohonan
dimaksud kepada Bank Indonesia yang selama ini menyediakan plafon
KMK-BPR / PMK-BPRS atau KPKM-BPR / PPKM-BPRS tersebut.
4. Bank Indonesia akan melakukan pencairan permohonan dimaksud sepanjang
sesuai dengan jadwal pencairan dan kelonggaran tarik yang tersedia untuk
masing-masing BPR / BPRS.
5. Pencairan kelonggaran tarik tersebut dilakukan dengan cara Bank Indonesia
melimpahkan KLBI tersebut ke rekening BPR/BPRS di bank umum yang
ditunjuk oleh BPR/BPRS, melalui kliring.
IV. TATA …..
IV. TATA CARA PEMBAYARAN BUNGA KLBI
1. Bank Indonesia melakukan pembebanan pembayaran bunga KMK-BPR /
PMK-BPRS atau KPKM-BPR / PPKM-BPRS sebesar bunga yang harus
dibayarkan oleh BPR / BPRS sesuai dengan ketentuan skim kredit yang
berlaku.
2. Penghitungan bunga dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
untuk masing-masing skim kredit.
V. TATA CARA PELUNASAN KLBI
1. Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia menarik kembali seluruh KLBI
yang telah dilimpahkan berikut bunga KLBI yang masih terutang dengan cara
melakukan pendebetan rekening giro atau tabungan BPR / BPRS yang
bersangkutan pada bank umum yang ditunjuk. Untuk itu, BPR / BPRS yang
bersangkutan diwajibkan untuk menyediakan dana sejumlah KLBI dan bunga
KLBI yang terutang.
2. Dalam hal BPR / BPRS tidak dapat menyediakan dana, maka atas KLBI yang
belum dapat dilunasi, Bank Indonesia tetap mengenakan bunga.
3. Dalam hal BPR/BPRS melunasi KLBI sebelum jatuh tempo, maka
BPR/BPRS harus memberitahukan Bank Indonesia. Selanjutnya Bank
Indonesia mendebet rekening giro/tabungan BPR / BPRS yang bersangkutan
pada bank umum yang ditunjuk sebesar jumlah KLBI yang telah dilimpahkan
berikut bunga KLBI yang masih terutang.
VI. PELAPORAN …..
VI. PELAPORAN
Untuk keperluan monitoring atas pelaksanaan pemberian KLBI, BPR / BPRS
tetap wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang berlaku untuk masing-masing skim dengan tembusan kepada PT.
PNM.
VII. PENUTUP
1. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka segala ketentuan yang berkaitan
dengan pemberian KLBI dan pelaksanaan pengalihan pengelolaan KLBI
kepada PT. PNM tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan dalam Surat Edaran ini.
2. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 11 Februari 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
A S K A D I
DEPUTI DIREKTUR KREDIT
DKr/PPKr
Lampiran lihat fisik
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/4/DKr|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit / Pembiayaan Modal Kerja melalui Bank Perkreditan Rakyat / Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah dan Kredit / Pembiayaan kepada Pengusaha Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat / Bank Perkreditan Rakyat Syari'ah </reg_title>
<set_date> 11 Februari 2000 </set_date>
<effective_date> 11 Februari 2000 </effective_date>
<related_reg> '2/3/PBI/2000' </related_reg>
|
No.18/ 41 /DKSP
Jakarta, 30 Desember 2016
S U R A T E D A R A N
Perihal :
Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi
Pembayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
236, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5945), Bank
Indonesia perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai
penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran dalam Surat Edaran
Bank Indonesia, sebagai berikut:
I. UMUM
A. Pihak dalam Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi
Pembayaran
1. Pemrosesan transaksi pembayaran dilakukan oleh
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dan Penyelenggara
Penunjang.
2. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran terdiri atas:
a. Prinsipal;
b. Penyelenggara Switching;
c. Penerbit;
d. Acquirer;
e. Penyelenggara Payment Gateway;
f. Penyelenggara Kliring;
g. Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
h. Penyelenggara Transfer Dana;
i. Penyelenggara Dompet Elektronik; dan
j. Penyelenggara …
2
j. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran lainnya yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Dalam pemrosesan transaksi pembayaran, Penyelenggara
Jasa Sistem Pembayaran dapat bekerjasama dengan
Penyelenggara Penunjang guna menunjang terlaksananya
pemrosesan transaksi pembayaran.
B. Perizinan dan Persetujuan dalam Penyelenggaraan Pemrosesan
Transaksi Pembayaran
1. Setiap pihak yang akan bertindak sebagai Penyelenggara
Jasa Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam
butir A.2 wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank
Indonesia.
2. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang akan
melakukan:
a. pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran;
b. pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem
pembayaran; dan/atau
c. kerja sama dengan pihak lain,
wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bank
Indonesia.
C. Kewajiban dalam Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi
Pembayaran
Dalam penyelenggaraannya, setiap Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran wajib:
1. menerapkan manajemen risiko secara efektif dan konsisten;
2. menerapkan standar keamanan sistem informasi;
3. menyelenggarakan pemrosesan transaksi pembayaran
secara domestik;
4. menerapkan perlindungan konsumen; dan
5. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
D. Laporan …
3
D. Laporan dan Pengawasan dalam Penyelenggaraan Pemrosesan
Transaksi Pembayaran
1. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran wajib
menyampaikan laporan penyelenggaraan pemrosesan
transaksi pembayaran kepada Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap:
a. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran; dan
b. Penyelenggara Penunjang yang bekerja sama dengan
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, dalam hal
diperlukan.
II. PERIZINAN SEBAGAI
PENYELENGGARA
PENYELENGGARA
PENYELENGGARA DOMPET ELEKTRONIK
A. Persyaratan Memperoleh Izin sebagai Penyelenggara Switching,
Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara
Dompet Elektronik
1. Persyaratan Umum
a. Persyaratan Umum sebagai Penyelenggara Switching
1) Pihak yang mengajukan izin untuk menjadi
Penyelenggara Switching harus berupa:
a) Bank; atau
b) Lembaga Selain Bank.
2) Lembaga Selain Bank yang mengajukan
permohonan izin sebagai Penyelenggara Switching
harus berbentuk perseroan terbatas yang
melakukan kegiatan usaha di bidang teknologi
informasi dan/atau sistem pembayaran.
3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) dibuktikan antara lain dengan
pencantuman kegiatan usaha di bidang teknologi
informasi dan/atau sistem pembayaran dalam
anggaran dasar.
SWITCHING,
PAYMENT GATEWAY, DAN/ATAU
b. Persyaratan …
4
b. Persyaratan Umum sebagai Penyelenggara Payment
Gateway
1) Pihak yang mengajukan izin untuk menjadi
Penyelenggara Payment Gateway harus berupa:
a) Bank; atau
b) Lembaga Selain Bank.
2) Lembaga Selain Bank yang mengajukan
permohonan izin sebagai Penyelenggara Payment
Gateway harus berbentuk perseroan terbatas
yang melakukan kegiatan usaha di bidang
teknologi informasi dan/atau sistem pembayaran.
3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) dibuktikan antara lain dengan
pencantuman kegiatan usaha di bidang teknologi
informasi dan/atau sistem pembayaran dalam
anggaran dasar.
c. Persyaratan Umum sebagai Penyelenggara Dompet
Elektronik
1) Pihak yang mengajukan izin untuk menjadi
Penyelenggara Dompet Elektronik harus berupa:
a) Bank; atau
b) Lembaga Selain Bank.
2) Lembaga Selain Bank yang mengajukan
permohonan izin sebagai Penyelenggara Dompet
Elektronik harus berbentuk perseroan terbatas.
3) Bank atau Lembaga Selain Bank yang wajib
mengajukan izin sebagai Penyelenggara Dompet
Elektronik adalah Bank atau Lembaga Selain
Bank yang menyelenggarakan Dompet Elektronik
dengan pengguna aktif telah mencapai atau
direncanakan akan mencapai jumlah paling
sedikit 300.000 (tiga ratus ribu) pengguna.
2. Persyaratan …
5
2. Persyaratan Aspek Kelayakan sebagai Penyelenggara Jasa
Sistem Pembayaran
a. Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan
mengajukan izin sebagai Penyelenggara Switching,
Penyelenggara
Payment Gateway,
dan/atau
Penyelenggara Dompet Elektronik harus memenuhi
persyaratan aspek kelayakan sebagai Penyelenggara
Jasa Sistem Pembayaran yang meliputi:
1)
legalitas dan profil perusahaan;
2) hukum;
3) kesiapan operasional;
4) keamanan dan keandalan sistem;
5) kelayakan bisnis;
6) kecukupan manajemen risiko; dan
7) perlindungan konsumen.
b. Pemenuhan persyaratan aspek kelayakan sebagai
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dibuktikan dengan dokumen
sesuai jenis dan materi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Pemenuhan persyaratan umum sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.c.2) dan persyaratan aspek kelayakan
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.5) dan butir 2.a.6)
bagi Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan
izin sebagai Penyelenggara Dompet Elektronik juga
mempertimbangkan kecukupan modal disetor paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).
B. Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin sebagai Penyelenggara
Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau
Penyelenggara Dompet Elektronik
1. Permohonan izin sebagai Penyelenggara Switching,
Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara
Dompet Elektronik disampaikan kepada Bank Indonesia
secara …
6
secara tertulis, dalam Bahasa Indonesia, dan memuat
informasi paling sedikit mengenai:
a.
jenis kegiatan jasa sistem pembayaran yang akan
diselenggarakan;
b. profil layanan yang akan diselenggarakan;
c. penjelasan model bisnis atau mekanisme atas jasa
sistem pembayaran yang akan diselenggarakan;
rencana waktu dimulainya kegiatan; dan
d.
e. penanggung jawab (contact person) calon penyelenggara
yang dapat dihubungi.
2. Selain memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, permohonan izin sebagai Penyelenggara Dompet
Elektronik harus menyebutkan jenis Dompet Elektronik
yang akan diselenggarakan, yaitu:
a. Dompet Elektronik yang dapat menyimpan data
instrumen pembayaran; atau
b. Dompet Elektronik yang dapat menyimpan data
instrumen pembayaran dan menampung dana.
3. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 1
harus dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud dalam
butir A.2.b.
C. Pemrosesan Permohonan Izin Sebagai Penyelenggara Switching,
Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara
Dompet Elektronik
1. Terhadap permohonan izin yang diajukan, Bank Indonesia
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Penelitian administratif
Penelitian administratif dilakukan terhadap dokumen
yang disampaikan oleh calon penyelenggara, meliputi:
1) penelitian kelengkapan dokumen; dan
2) penelitian kebenaran dan kesesuaian dokumen.
terhadap
b. Analisis
kelayakan bisnis
calon
penyelenggara
Analisis dilakukan untuk menilai kelayakan dan
potensi …
7
potensi rencana bisnis serta keberlangsungan usaha
atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang
akan dilakukan, yang paling sedikit meliputi:
1) potensi pasar;
2)
3)
rencana kerja sama;
rencana wilayah penyelenggaraan;
4) struktur biaya; dan
5)
target pendapatan yang akan dicapai.
c. Pemeriksaan terhadap calon penyelenggara
Pemeriksaan dilakukan melalui kunjungan ke lokasi
usaha dan lokasi terkait penyelenggaraan (on site visit)
calon penyelenggara untuk melakukan verifikasi atas
kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan
dengan kondisi di lapangan, serta untuk memastikan
kesiapan operasional.
2. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian kelengkapan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1),
ditemukan bahwa dokumen yang disampaikan tidak
lengkap, Bank Indonesia mengembalikan surat dan seluruh
dokumen permohonan kepada calon penyelenggara.
3. Dalam hal dokumen yang disampaikan telah lengkap, Bank
Indonesia melakukan penelitian kebenaran dan kesesuaian
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.2) dan
analisis kelayakan bisnis calon penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.b.
4. Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 terdapat dokumen yang tidak
benar, dokumen yang tidak sesuai, dan/atau rencana
bisnis calon penyelenggara yang dinilai tidak layak, Bank
Indonesia menginformasikan secara tertulis kepada calon
penyelenggara untuk memperbaiki dokumen yang tidak
benar, dokumen yang tidak sesuai, dan/atau rencana
bisnis calon penyelenggara yang dinilai tidak layak.
5. Calon penyelenggara harus menyampaikan kembali kepada
Bank Indonesia dokumen dan/atau rencana bisnis yang
telah …
8
telah diperbaiki dalam jangka waktu paling lama 45 (empat
puluh lima) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan
Bank Indonesia.
6. Dalam hal sampai dengan jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam angka 5 calon penyelenggara belum
menyampaikan dokumen yang telah diperbaiki maka calon
penyelenggara dinyatakan telah membatalkan
permohonannya.
7. Calon penyelenggara yang telah membatalkan permohonan
izinnya sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dapat
mengajukan permohonan izin kembali setelah jangka waktu
180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal
permohonan izin dinyatakan batal.
8. Dalam hal dokumen permohonan dinyatakan telah lengkap,
benar, dan sesuai dengan persyaratan, serta rencana bisnis
dinilai
layak, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
terhadap calon penyelenggara melalui kunjungan ke lokasi
usaha sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c.
9. Berdasarkan hasil penelitian administratif, analisis
kelayakan bisnis, dan hasil pemeriksaan terhadap calon
penyelenggara, Bank Indonesia:
a. menyetujui permohonan izin; atau
b. menolak permohonan izin.
10. Persetujuan atau penolakan permohonan izin sebagaimana
dimaksud dalam angka 9 disampaikan secara tertulis oleh
Bank Indonesia kepada calon penyelenggara.
D. Pemberitahuan Tanggal Efektif Dimulainya Kegiatan Sebagai
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway,
dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik
1. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh
izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara
Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet
Elektronik harus menyelenggarakan kegiatan Switching,
Payment Gateway, dan/atau Dompet Elektronik paling
lambat …
9
lambat 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak
tanggal surat pemberian izin dari Bank Indonesia.
2. Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway,
dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik yang telah
menyelenggarakan kegiatan Switching, Payment Gateway,
dan/atau Dompet Elektronik sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 harus menyampaikan laporan tertulis kepada Bank
Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway,
dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik.
3. Dalam hal Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment
Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik tidak
menyelenggarakan kegiatan Switching, Payment Gateway,
dan/atau Dompet Elektronik dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 maka izin yang telah
diberikan oleh Bank Indonesia dinyatakan batal dan tidak
berlaku.
III. PERSYARATAN KEPEMILIKAN SAHAM BAGI PRINSIPAL,
PENYELENGGARA SWITCHING, PENYELENGGARA KLIRING, DAN
PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR
A. Persyaratan Kepemilikan Saham Bagi Calon Prinsipal,
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, dan
Penyelenggara Penyelesaian Akhir
1. Pihak yang akan mengajukan izin sebagai Prinsipal,
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, dan
Penyelenggara Penyelesaian Akhir harus berbentuk
perseroan terbatas yang paling sedikit 80% (delapan puluh
persen) sahamnya dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia; dan/atau
b. badan hukum Indonesia.
2. Dalam hal terdapat kepemilikan asing pada pihak
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b maka perhitungan
jumlah …
10
jumlah kepemilikan asing tersebut meliputi kepemilikan
secara langsung dan kepemilikan secara tidak langsung.
B. Perhitungan Persentase Kepemilikan Saham Bagi Calon
Prinsipal, Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, dan
Penyelenggara Penyelesaian Akhir
1. Kepemilikan asing sebagaimana dimaksud dalam butir A.2,
diperhitungkan sebagai berikut:
a. kepemilikan langsung dihitung berdasarkan 1 (satu)
jenjang kepemilikan saham di atas calon Prinsipal,
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, dan
Penyelenggara Penyelesaian Akhir; dan
b. kepemilikan tidak langsung dihitung berdasarkan 2
(dua) jenjang kepemilikan saham di atas calon
Prinsipal, Penyelenggara Switching, Penyelenggara
Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir.
Contoh perhitungan kepemilikan asing tercantum dalam
Lampiran.
2. Perhitungan kepemilikan asing sebagaimana dimaksud
pada angka 1 untuk saham perseroan terbuka hanya
dilakukan terhadap kepemilikan saham dengan persentase
sebesar 5% (lima persen) atau lebih.
3. Bank Indonesia melakukan pemantauan terhadap
pemenuhan persentase kepemilikan saham sebagaimana
dimaksud dalam butir A.1.
IV. PERSETUJUAN PENGEMBANGAN KEGIATAN JASA SISTEM
PEMBAYARAN, PENGEMBANGAN PRODUK DAN AKTIVITAS JASA
SISTEM PEMBAYARAN, SERTA PERSETUJUAN KERJA SAMA
A. Persetujuan Penyelenggaraan Pengembangan Kegiatan Jasa
Sistem Pembayaran, Pengembangan Produk dan Aktivitas Jasa
Sistem Pembayaran, serta Persetujuan Kerja Sama
1. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telah
memperoleh izin dan akan melakukan:
a. pengembangan …
11
a. pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran
pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem
pembayaran; dan/atau
b. kerja sama dengan pihak lain yaitu Penyelenggara Jasa
Sistem Pembayaran lain dan/atau Penyelenggara
Penunjang,
wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bank
Indonesia.
2. Termasuk dalam pengembangan kegiatan jasa sistem
pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
berupa:
a. penyelenggaraan Payment Gateway oleh Penerbit
dan/atau Acquirer;
b. penyelenggaraan Dompet Elektronik oleh:
1) Bank; atau
2) Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
sebagai Penerbit uang elektronik; dan/atau
c. penyelenggaraan Proprietary Channel oleh Bank.
3. Termasuk dalam pengembangan produk dan aktivitas jasa
sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b
seperti:
a. perubahan mekanisme autentikasi
instrumen
pembayaran dan otorisasi transaksi pembayaran;
b. penambahan fitur auto top-up saldo;
c. pengembangan infrastruktur dan standar keamanan;
d. pengembangan produk yang memiliki fungsi lebih dari
satu instrumen pembayaran; dan/atau
e. pengembangan produk dan aktivitas yang berkaitan
dengan inovasi layanan dan teknologi sistem
pembayaran yang meningkatkan eksposur risiko
secara signifikan.
B. Persyaratan …
12
B. Persyaratan Memperoleh Persetujuan Pengembangan Kegiatan
Jasa Sistem Pembayaran, Pengembangan Produk dan Aktivitas
Jasa Sistem Pembayaran, serta Persetujuan Kerja Sama
1. Persyaratan memperoleh persetujuan pengembangan
kegiatan jasa sistem pembayaran dan pengembangan
produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran
a. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang akan
mengajukan persetujuan pengembangan kegiatan jasa
sistem pembayaran dan/atau pengembangan produk
dan aktivitas jasa sistem pembayaran harus memenuhi
persyaratan yang meliputi aspek:
1) kesiapan operasional;
2) keamanan dan keandalan sistem;
3) penerapan manajemen risiko; dan
4) perlindungan konsumen.
b. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dibuktikan dengan dokumen sesuai jenis dan
materi sebagaimana tercantum dalam Lampiran.
2. Persyaratan Memperoleh Persetujuan Kerja Sama
a. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran harus
memastikan bahwa pihak yang diajak bekerja sama
memenuhi persyaratan yang meliputi aspek:
1)
legalitas dan profil perusahaan;
2) kompetensi;
3) kinerja;
4) keamanan dan keandalan sistem dan
infrastruktur; dan
5) hukum.
b. Pemenuhan persyaratan sebagai sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dibuktikan dengan dokumen
sesuai jenis dan materi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran.
C. Tata …
13
C. Tata Cara Pengajuan Permohonan Persetujuan Pengembangan
Kegiatan Jasa Sistem Pembayaran, Pengembangan Produk dan
Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran, serta Persetujuan Kerja
Sama
1. Permohonan persetujuan pengembangan kegiatan jasa
sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas
jasa sistem pembayaran, serta persetujuan kerja sama
disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam
Bahasa Indonesia dan memuat informasi paling sedikit
mengenai:
a. pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran,
pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem
pembayaran, dan/atau kerja sama yang akan
diselenggarakan termasuk dasar pertimbangan
dilakukannya kerja sama; dan
b.
rencana waktu dimulainya kegiatan pengembangan
jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan
aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja
sama.
2. Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima)
hari kerja sebelum dilakukan pengembangan kegiatan jasa
sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas
jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama.
3. Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam butir B.1.b untuk persetujuan pengembangan
kegiatan jasa sistem pembayaran dan/atau pengembangan
produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran dan/atau
butir B.2.b untuk persetujuan kerja sama.
D. Pemrosesan Permohonan Persetujuan Pengembangan Kegiatan
Jasa Sistem Pembayaran, Pengembangan Produk dan Aktivitas
Jasa Sistem Pembayaran, dan/atau Kerja Sama
1. Terhadap permohonan persetujuan yang diterima, Bank
Indonesia melakukan hal sebagai berikut:
a. Penelitian …
14
a. Penelitian administratif
Penelitian administratif dilakukan terhadap dokumen
yang disampaikan oleh Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran, meliputi:
1) penelitian kelengkapan dokumen; dan
2) penelitian kebenaran dan kesesuaian dokumen.
b. Analisis terhadap kinerja Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran
Analisis dilakukan untuk menilai kinerja
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran antara lain:
1) kepatuhan Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran terhadap peraturan perundang-
undangan dan/atau kebijakan Bank Indonesia di
bidang sistem pembayaran atau yang berkaitan
dengan bidang sistem pembayaran, termasuk
kepatuhan terkait kepesertaan dalam Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS),
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI),
dan/atau Bank Indonesia Scriptless Security
Settlement System (BI SSSS);
2) penerapan manajemen risiko antara lain risiko
operasional dan risiko setelmen;
3) penerapan perlindungan konsumen antara lain
penanganan dan penyelesaian pengaduan
nasabah;
4) kinerja finansial; dan/atau
5)
tata kelola yang baik dalam penyelenggaraan jasa
sistem pembayaran.
c. Pemeriksaan …
15
c. Pemeriksaan terhadap Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran melalui kunjungan ke lokasi usaha
Pemeriksaan dilakukan melalui kunjungan ke lokasi
usaha dan lokasi terkait penyelenggaraan (on site visit)
untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan
kesesuaian dokumen yang diajukan serta memastikan
kesiapan operasional, jika diperlukan.
2. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian kelengkapan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1),
ditemukan bahwa dokumen yang disampaikan tidak
lengkap, Bank Indonesia mengembalikan surat dan seluruh
dokumen permohonan kepada Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran.
3. Dalam hal dokumen yang disampaikan telah lengkap, Bank
Indonesia melakukan penelitian kebenaran dan kesesuaian
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.2) dan
analisis kinerja Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b.
4. Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 terdapat dokumen yang tidak
benar, dan/atau dokumen yang tidak sesuai, Bank
Indonesia menginformasikan secara tertulis kepada
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran untuk memperbaiki
dokumen yang tidak benar dan/atau dokumen yang tidak
sesuai.
5. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran
harus
menyampaikan kembali kepada Bank Indonesia dokumen
yang telah diperbaiki dan/atau disesuaikan dalam jangka
waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak
tanggal pemberitahuan tertulis disampaikan oleh Bank
Indonesia.
6. Dalam hal sampai dengan jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam angka 5 Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran belum menyampaikan dokumen yang telah
disesuaikan maka Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran
dinyatakan …
16
dinyatakan telah membatalkan permohonannya.
7. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telah
membatalkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 dapat mengajukan permohonan kembali setelah
jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung
sejak tanggal permohonan persetujuan dinyatakan batal.
8. Dalam hal dokumen permohonan dinyatakan telah lengkap,
benar, dan sesuai dengan persyaratan, Bank Indonesia
dapat melakukan pemeriksaan terhadap Penyelenggara
Jasa Sistem Pembayaran melalui kunjungan ke lokasi
usaha sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c untuk
melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian
dokumen yang diajukan, serta untuk memastikan kesiapan
operasional.
9. Berdasarkan hasil penelitian administratif dokumen,
analisis kinerja Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran,
dan hasil pemeriksaan terhadap calon penyelenggara
melalui kunjungan ke lokasi usaha jika ada, Bank
Indonesia:
a. menyetujui permohonan persetujuan; atau
b. menolak permohonan persetujuan.
10. Persetujuan atau penolakan permohonan persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 9 disampaikan secara
tertulis oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara Jasa
Sistem Pembayaran.
11. Pelaksanaan pengembangan kegiatan jasa sistem
pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa
sistem pembayaran, dan/atau kerja sama
oleh
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh persetujuan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam butir 9.a.
E. Pemberitahuan …
17
E. Pemberitahuan Dimulainya Pengembangan Kegiatan Jasa
Sistem Pembayaran, Pengembangan Produk dan Aktivitas Jasa
Sistem Pembayaran, dan/atau Kerja Sama
1. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telah
memperoleh persetujuan pengembangan kegiatan jasa
sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas
jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama harus
menyelenggarakan kegiatannya tersebut paling lambat 180
(seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal surat
pemberian persetujuan dari Bank Indonesia.
2. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telah
menyelenggarakan kegiatan pengembangan kegiatan jasa
sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas
jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 harus menyampaikan laporan
realisasi secara tertulis kepada Bank Indonesia paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
efektif dimulainya pengembangan kegiatan jasa sistem
pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa
sistem pembayaran, dan/atau kerja sama.
3. Laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2
dilampiri dengan dokumen yang membuktikan telah
dilaksanakannya pengembangan kegiatan jasa sistem
pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa
sistem pembayaran, dan/atau kerja sama, antara lain
perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani para
pihak, dan/atau dokumen publikasi produk dan aktivitas
jasa sistem pembayaran baru yang diselenggarakan.
4. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang tidak
menyelenggarakan kegiatan pengembangan kegiatan jasa
sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas
jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1 maka
persetujuan yang telah diberikan oleh Bank Indonesia
dinyatakan batal dan tidak berlaku.
V. PEMROSESAN …
18
V. PEMROSESAN TRANSAKSI PEMBAYARAN SECARA DOMESTIK
A. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran wajib menyelenggarakan
pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik.
B. Transaksi pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf A
yang wajib diproses secara domestik adalah transaksi
pembayaran yang:
1. menggunakan instrumen pembayaran yang diterbitkan oleh
Penerbit di Indonesia atau merupakan layanan pembayaran
yang disediakan oleh Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran; dan
2. dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C. Pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik
sebagaimana dimaksud dalam huruf A berlaku untuk tahapan
otorisasi, kliring, dan penyelesaian akhir (setelmen).
D. Kewajiban pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik
sebagaimana dimaksud dalam huruf A dilaksanakan sebagai
berikut:
a. untuk Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang
memproses transaksi
alat pembayaran dengan
menggunakan kartu, tunduk pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai alat pembayaran
dengan menggunakan kartu, antara lain ketentuan
mengenai implementasi standar nasional teknologi chip
dan penggunaan personal identification number online 6
(enam) digit untuk kartu ATM dan/atau kartu debet yang
diterbitkan di Indonesia; dan
b. untuk Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang
memproses transaksi uang elektronik dan/atau transaksi
sistem pembayaran lainnya, tunduk pada ketentuan yang
akan ditetapkan kemudian oleh Bank Indonesia.
VI. PENYELENGGARAAN …
19
VI. PENYELENGGARAAN DOMPET ELEKTRONIK YANG DAPAT
MENYIMPAN DATA INSTRUMEN PEMBAYARAN DAN MENAMPUNG
DANA
A. Penggunaan Dana pada Dompet Elektronik
1. Dana yang ditampung pada Dompet Elektronik hanya dapat
digunakan untuk tujuan pembayaran.
2. Tujuan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1
mencakup:
a. pembayaran transaksi belanja (purchasing); dan
b. pembayaran tagihan.
3. Dana yang ditampung pada Dompet Elektronik tidak dapat
dipindahkan ke Dompet Elektronik lain.
B. Penambahan dan Penarikan Dana pada Dompet Elektronik
1. Penambahan dana pada Dompet Elektronik dapat
dilakukan antara lain dengan cara penyetoran tunai,
transfer atau auto debet rekening simpanan atau uang
elektronik.
2. Pengguna hanya dapat melakukan penarikan dana dari
Dompet Elektronik dengan cara:
a. memindahkan dana ke rekening simpanan pengguna
Dompet Elektronik di Bank yang telah didaftarkan
kepada Penyelenggara Dompet Elektronik; atau
b. menarik dana secara tunai dalam rangka pengakhiran
penggunaan Dompet Elektronik (redeem).
C. Batas Dana Dompet Elektronik
Batas dana yang dapat ditampung dalam Dompet Elektronik
paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
D. Pencatatan Identitas dan Transaksi Pengguna
1. Penyelenggara Dompet Elektronik harus melakukan
pencatatan identitas dan transaksi pengguna Dompet
Elektronik.
2. Penyelenggara Dompet Elektronik harus memelihara dan
menatausahakan seluruh data identitas dan transaksi
pengguna Dompet Elektronik.
3. Pencatatan …
20
3. Pencatatan identitas dan transaksi pengguna harus dapat
mendukung pemenuhan penerapan program anti pencucian
uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
VII. PENYELENGGARAAN PAYMENT GATEWAY YANG MELAKUKAN
FUNGSI UNTUK MENYELESAIKAN PEMBAYARAN KEPADA
PEDAGANG (MERCHANT AGGREGATOR)
A. Penyelenggara Payment Gateway wajib:
1. memiliki dan menjalankan mekanisme dan prosedur
mengenai:
a. asesmen kelayakan pedagang (merchant aquisition)
yang difasilitasi dengan penyediaan Payment Gateway;
dan
b. penyelesaian pembayaran kepada pedagang; dan
2. melakukan evaluasi terhadap kelancaran dan keamanan
transaksi pembayaran yang dilakukan melalui pedagang.
B. Dalam melakukan asesmen terhadap pedagang sebagaimana
dimaksud dalam butir A.1.a, Penyelenggara Payment Gateway
harus memastikan bahwa:
1. bidang usaha pedagang tidak termasuk bidang usaha yang
dilarang oleh undang-undang; dan
2. pedagang mampu menjaga kerahasiaan data/informasi
identitas konsumen dan transaksi pembayaran.
C. Penyelenggara Payment Gateway harus menyediakan layanan
atau informasi terkait pemrosesan transaksi pembayaran kepada
pedagang untuk mendukung terlaksananya penyerahan barang
dan/atau jasa dari pedagang kepada konsumen setelah
konsumen melakukan pembayaran dalam transaksi online.
VIII. PENGAWASAN DAN LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN
JASA SISTEM PEMBAYARAN
A. Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Switching, Payment
Gateway, Dompet Elektronik, dan Proprietary Channel
1. Bank …
21
1. Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung dan
pengawasan langsung terhadap Penyelenggara Switching,
Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet
Elektronik, dan Bank yang menyelenggarakan Proprietary
Channel.
2. Pengawasan bertujuan untuk:
a. menilai kepatuhan
Penyelenggara
Switching,
Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara
Dompet Elektronik, dan Bank yang menyelenggarakan
Proprietary Channel terhadap peraturan perundang-
undangan di bidang Sistem Pembayaran; dan
b. memastikan penyelenggaraan Sistem Pembayaran
dilakukan secara lancar, aman, efisien, dan andal
dengan memperhatikan perluasan akses, perlindungan
konsumen, dan kepentingan nasional serta mengacu
pada peraturan perundang-undangan.
3. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan
pengawasan langsung terhadap pihak yang bekerjasama
dengan Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment
Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan/atau
Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel.
4. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan tidak langsung,
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway,
Penyelenggara Dompet Elektronik, dan/atau Bank yang
menyelenggarakan
Proprietary Channel
menyampaikan dokumen, data, informasi, laporan,
keterangan, dan/atau penjelasan kepada Bank Indonesia.
5. Dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau
penjelasan sebagaimana dimaksud dalam angka 4
disampaikan melalui pelaporan, pertemuan langsung,
dan/atau sarana komunikasi lain yang ditetapkan Bank
Indonesia.
6. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan langsung, setiap
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway,
Penyelenggara Dompet Elektronik, dan/atau Bank yang
menyelenggarakan …
wajib
22
menyelenggarakan Proprietary Channel wajib memberikan
kepada pengawas atau pihak lain yang ditugaskan oleh
Bank Indonesia antara lain:
a. dokumen, data, informasi, dan/atau laporan yang
diminta;
b. keterangan dan/atau penjelasan baik lisan maupun
tertulis; dan/atau
c. akses terhadap sistem informasi, antara lain akses
terhadap aplikasi, database, dan sistem pelaporan;
yang diperlukan dalam pengawasan langsung.
7. Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway,
Penyelenggara Dompet Elektronik, dan/atau Bank yang
menyelenggarakan Proprietary Channel wajib bertanggung
jawab atas kebenaran dokumen, data, informasi, laporan,
keterangan, dan/atau penjelasan yang diberikan.
8. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk
melakukan pengawasan langsung.
9. Pihak yang ditugaskan melakukan pengawasan langsung
sebagaimana dimaksud dalam angka 8 wajib menjaga
kerahasiaan dokumen, data,
informasi,
laporan,
keterangan, dan/atau penjelasan yang diperoleh dari hasil
pengawasan langsung.
B. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Jasa Sistem Pembayaran
yang Disampaikan oleh Penyelenggara Switching, Penyelenggara
Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan/atau
Penyelenggara Proprietary Channel
1. Laporan Berkala
a. Jenis Laporan Berkala
Laporan berkala terdiri atas:
1)
laporan bulanan yang paling sedikit memuat
informasi mengenai nilai dan volume transaksi;
2)
laporan triwulanan yang paling sedikit memuat
informasi mengenai pencatatan dan penanganan
fraud yang terjadi berupa:
a)
frekuensi kejadian;
b) penyebab …
23
b) penyebab fraud; dan
c) nilai kerugian akibat fraud;
3)
laporan tahunan yaitu laporan rencana bisnis
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, yang
paling sedikit memuat informasi mengenai:
a)
realisasi rencana kerja dan target
pengembangan usaha tahun sebelumnya;
dan
b)
rencana kerja dan target pengembangan
usaha 1 (satu) tahun ke depan termasuk
rencana pengembangan kegiatan jasa sistem
pembayaran, pengembangan produk dan
aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau
kerja sama dengan pihak lain; dan
4)
laporan hasil audit sistem informasi dari auditor
independen eksternal atau internal secara berkala
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun,
dengan cakupan audit paling sedikit meliputi:
a) kerahasiaan data (confidentiality);
b)
integritas sistem dan data (integrity);
c) otentikasi sistem dan data (authentication);
d) pencegahan terjadinya penyangkalan
transaksi yang telah dilakukan (non-
repudiation); dan
e) ketersediaan sistem (availability).
b. Laporan Berkala yang Wajib Disampaikan
1) Penyelenggara Switching
Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh
Penyelenggara Switching kepada Bank Indonesia
yaitu:
a)
b)
laporan bulanan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.1);
laporan tahunan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.3); dan
c) laporan …
24
c)
laporan hasil audit
sistem informasi
sebagaimana dimaksud dalam butir a.4).
2) Penyelenggara Payment Gateway
Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh
Penyelenggara Payment Gateway kepada Bank
Indonesia yaitu:
a)
b)
c)
d)
laporan bulanan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.1);
laporan triwulanan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.2);
laporan tahunan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.3); dan
laporan hasil audit
sistem informasi
sebagaimana dimaksud dalam butir a.4).
3) Penyelenggara Dompet Elektronik
Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh
Penyelenggara Dompet Elektronik kepada Bank
Indonesia yaitu:
a)
b)
c)
d)
laporan bulanan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.1);
laporan triwulanan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.2);
laporan tahunan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.3); dan
laporan hasil audit
sistem informasi
sebagaimana dimaksud dalam butir a.4).
4) Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel
Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh
Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel
kepada Bank Indonesia yaitu:
a)
laporan bulanan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.1);
b)
laporan triwulanan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.2); dan
c) laporan …
25
c)
laporan hasil audit
sistem informasi
sebagaimana dimaksud dalam butir a.4).
2. Laporan Insidental
a. Laporan insidental merupakan laporan tertulis yang
disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia
oleh Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment
Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan Bank
yang menyelenggarakan Proprietary Channel kepada
Bank Indonesia, baik atas inisiatif sendiri maupun atas
permintaan Bank Indonesia.
b. Jenis laporan insidental meliputi:
1)
laporan gangguan dalam pemrosesan transaksi
pembayaran, yang harus disampaikan oleh
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment
Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan
Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel
dalam hal terjadi gangguan pada penyelenggaraan
jasa sistem pembayaran, termasuk upaya yang
telah dilakukan untuk menanggulanginya, antara
lain:
a)
tidak berfungsinya pusat data (data center)
dan pusat pemulihan bencana (disaster
recovery center);
b) kegagalan jaringan (network failure) dalam
memproses transaksi pembayaran; dan/atau
c) fraud yang terjadi dan disertai informasi
terkait kronologis dan dampak kerugian yang
diakibatkan;
2)
laporan perubahan modal dan/atau perubahan
susunan pemegang saham serta perubahan
susunan pengurus;
3)
laporan terjadinya force majeure yaitu suatu
keadaan yang terjadi di luar kekuasaan
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment
Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan
Bank …
26
Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel
yang menyebabkan penyelenggaraan pemrosesan
transaksi pembayaran tidak dapat dilakukan yang
diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada
kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, serta
bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang
dinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat
yang berwenang setempat, termasuk Bank
Indonesia;
4)
laporan perubahan data dan informasi pada
dokumen yang disampaikan pada saat
mengajukan permohonan izin kepada Bank
Indonesia, antara lain perubahan:
a) nama dan/atau alamat kantor;
b) dokumen pokok-pokok hubungan bisnis;
c) pengaturan hak dan kewajiban para pihak;
d) perjanjian kerja sama;
e) para pihak yang bekerjasama;
f) prosedur penyelesaian sengketa; dan/atau
g)
5)
laporan lainnya, yaitu
a)
laporan lainnya yang dibutuhkan Bank
Indonesia.
laporan data dan informasi terkait
pemrosesan transaksi pembayaran yang
diminta dalam rangka pelaksanaan tugas
Bank Indonesia.
b)
laporan dalam rangka pengembangan produk
dan aktivitas selain pengembangan fitur,
jenis, layanan, atau fasilitas produk
dan/atau aktivitas jasa sistem pembayaran
yang wajib memperoleh persetujuan Bank
Indonesia, antara lain laporan rencana dan
realisasi penyelenggaraan co-branding yang
paling kurang memuat informasi mengenai:
(1) penjelasan …
27
(1) penjelasan pengembangan produk dan
aktivitas;
(2) hak, kewajiban, dan risiko; dan
(3) mekanisme
penanganan
penyelesaian pengaduan konsumen.
C. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Jasa Sistem Pembayaran
yang Disampaikan oleh Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir
1. Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh Prinsipal,
Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring,
dan
dan
Penyelenggara Penyelesaian Akhir kepada Bank Indonesia
yaitu:
a.
b.
c.
laporan bulanan;
laporan triwulanan;
laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam butir
B.1.a.3); dan
d.
laporan hasil audit sistem informasi.
2. Jenis informasi dan tata cara penyampaian laporan
bulanan, laporan triwulanan, dan laporan hasil audit
sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1
bagi Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring,
Penyelenggara Penyelesaian Akhir mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai alat pembayaran
dengan menggunakan kartu atau ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai uang elektronik.
D. Format dan Tata Cara Penyampaian Laporan
1. Laporan bulanan dan laporan triwulanan
a. Laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam butir
B.1.a.1) dan laporan triwulanan sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1.a.2) disampaikan secara
online dengan format dan tata cara penyampaian
laporan, mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penyampaian laporan secara
online.
b. Dalam …
28
b. Dalam hal Bank Indonesia belum memberlakukan
sistem penyampaian laporan secara
online
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka laporan
bulanan dan laporan triwulanan disampaikan secara
manual kepada Bank Indonesia paling lambat setiap
tanggal 15 bulan berikutnya dalam bentuk dokumen
cetak (hardcopy) dan/atau dokumen digital (softcopy)
melalui media penyimpanan dengan format laporan
sebagaimana Lampiran.
2. Laporan tahunan
a. Laporan tahunan berupa laporan rencana bisnis
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1.a.3) dan butir C.1.c harus
sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat
pada tanggal 15 Desember tahun berjalan dengan
format laporan sebagaimana Lampiran. Apabila tanggal
15 Desember jatuh pada hari libur maka laporan harus
sudah diterima pada hari kerja berikutnya.
b. Dalam hal Penyelengara Jasa Sistem Pembayaran
mempunyai lebih dari 1 (satu) izin maka Penyelenggara
Jasa Sistem Pembayaran diwajibkan menyampaikan 1
(satu) laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a yang mencakup seluruh kegiatan jasa sistem
pembayaran yang diselenggarakan.
3. Laporan hasil audit sistem informasi
Laporan hasil audit sistem informasi sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1.a.4) harus sudah diterima oleh
Bank Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja
sejak hasil audit sistem informasi diterbitkan.
4. Laporan insidental
a. Laporan insidental berupa laporan gangguan dalam
pemrosesan transaksi pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam B.2.b.1) dan laporan terjadinya force
majeure sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.b.3)
harus disampaikan kepada Bank Indonesia segera
setelah …
29
setelah kejadian baik melalui telepon, faksimili,
dan/atau sarana informasi lainnya yang diikuti dengan
penyampaian laporan secara tertulis paling lambat 3
(tiga) hari kerja setelah kejadian.
b. Laporan insidental berupa laporan perubahan modal
dan/atau perubahan susunan pemegang saham serta
perubahan susunan pengurus sebagaimana dimaksud
dalam butir B.2.b.2) dan laporan perubahan data dan
informasi sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.b.4)
harus disampaikan kepada Bank Indonesia paling
lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak dilakukannya
perubahan.
c. Laporan insidental sebagaimana dimaksud dalam butir
B.2.b.5) berupa:
1)
laporan data dan informasi terkait pemrosesan
transaksi pembayaran yang diminta dalam rangka
pelaksanaan tugas Bank Indonesia harus
disampaikan sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
2)
laporan pengembangan produk dan aktivitas
selain pengembangan fitur, jenis, layanan, atau
fasilitas produk dan/atau aktivitas jasa sistem
pembayaran yang wajib memperoleh persetujuan
Bank Indonesia harus disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
setelah pengembangan dilakukan; dan
3)
laporan rencana co-branding harus disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat 45 (empat
puluh lima) hari kerja sebelum penyelenggaraan
co-branding dan laporan realisasi co-branding
harus disampaikan kepada Bank Indonesia paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah
penyelenggaraan co-branding.
E. Laporan …
30
E. Laporan Penyelenggaraan Dompet Elektronik yang Tidak
Terkena Kewajiban Izin
1. Pihak yang menyelenggarakan Dompet Elektronik dengan
jumlah pengguna Dompet Elektronik di bawah 300.000 (tiga
ratus ribu) pengguna dan belum memperoleh izin dari Bank
Indonesia harus menyampaikan kepada Bank Indonesia
laporan penyelenggaraan kegiatan dimaksud secara tertulis
dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
2. Laporan penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 berupa:
a.
laporan pemberitahuan penyelenggaraan Dompet
Elektronik yang paling sedikit meliputi informasi
mengenai:
1) profil perusahaan;
2)
3)
4)
b.
informasi umum mengenai Dompet Elektronik
yang diselenggarakan;
jumlah pengguna; dan
target pendapatan;
laporan
triwulanan
penyelenggaraan Dompet
Elektronik yang paling sedikit meliputi informasi
mengenai:
1)
2) nilai dan volume transaksi.
3. Laporan pemberitahuan penyelenggaraan Dompet
Elektronik sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a
disampaikan kepada Bank Indonesia 1 (satu) kali paling
lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak dimulainya
penyelenggaraan Dompet Elektronik
4. Laporan triwulanan penyelenggaraan Dompet Elektronik
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya.
jumlah pengguna dan jumlah Dompet Elektronik;
dan
IX. PENGGABUNGAN …
31
IX. PENGGABUNGAN,
PELEBURAN,
PEMISAHAN, ATAU
PENGAMBILALIHAN PENYELENGGARA JASA SISTEM PEMBAYARAN
A. Peralihan Izin Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment
Gateway, dan Penyelenggara Dompet Elektronik dalam rangka
Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan
1. Penggabungan
a. Penggabungan merupakan perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu badan hukum atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan badan hukum lain yang
telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari
badan hukum yang menggabungkan diri beralih
karena hukum kepada badan hukum yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum
yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
b. Dalam hal pihak yang telah memperoleh izin sebagai
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment
Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik
dari Bank Indonesia akan melakukan penggabungan
dengan pihak lain yang telah atau belum memperoleh
izin dari Bank Indonesia, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1)
jika pihak hasil penggabungan merupakan pihak
yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara
Switching, Penyelenggara Payment Gateway,
dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik dari
Bank Indonesia maka pihak hasil penggabungan
tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada
Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan
kegiatannya sebagai Penyelenggara Switching,
Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau
Penyelenggara Dompet Elektronik; atau
2)
jika pihak hasil penggabungan merupakan pihak
yang belum memperoleh izin sebagai
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment
Gateway …
32
Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet
Elektronik dari Bank Indonesia maka pihak hasil
penggabungan tersebut wajib terlebih dahulu
memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk dapat
melanjutkan kegiatan sebagai Penyelenggara
Switching, Penyelenggara Payment Gateway,
dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik.
2. Peleburan
a. Peleburan merupakan perbuatan hukum yang
dilakukan dua badan hukum atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara mendirikan satu badan
hukum baru yang karena hukum memperoleh aktiva
dan pasiva dari badan hukum yang meleburkan diri
dan status badan hukum yang meleburkan diri
berakhir karena hukum.
b. Pihak hasil peleburan wajib memperoleh izin terlebih
dahulu dari Bank Indonesia untuk dapat melanjutkan
kegiatan
sebagai Penyelenggara
Penyelenggara
Penyelenggara Dompet Elektronik.
3. Pemisahan
a. Pemisahan merupakan perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum untuk memisahkan
usaha yang mengakibatkan:
1) seluruh aktiva dan pasiva badan hukum beralih
karena hukum kepada 2 (dua) badan hukum atau
lebih yang menerima peralihan dan badan hukum
Indonesia yang melakukan pemisahan tersebut
berakhir karena hukum (pemisahan murni); atau
2) sebagian aktiva dan pasiva badan hukum beralih
karena hukum kepada 1 (satu) badan hukum lain
atau lebih yang menerima pengalihan, dan badan
hukum yang melakukan pemisahan tersebut tetap
ada (pemisahan tidak murni).
Switching,
Payment Gateway, dan/atau
b. Dalam …
33
b. Dalam hal pihak yang telah memperoleh izin sebagai
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment
Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik
melakukan pemisahan murni, pihak hasil pemisahan
murni harus memperoleh izin terlebih dahulu untuk
melakukan kegiatan sebagai Penyelenggara Switching,
Penyelenggara
Payment Gateway, dan/atau
Penyelenggara Dompet Elektronik.
c. Dalam hal pihak yang telah memperoleh izin sebagai
Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment
Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik
melakukan pemisahan tidak murni, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1)
izin
sebagai Penyelenggara
Switching,
Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau
Penyelenggara Dompet Elektronik tetap melekat
pada pihak yang melakukan pemisahan tidak
murni. Pihak yang melakukan pemisahan tidak
murni tersebut harus melaporkan secara tertulis
kepada Bank Indonesia mengenai pemisahan
tidak murni tersebut; dan
2) pihak hasil pemisahan tidak murni wajib
memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank
Indonesia dalam hal akan melakukan kegiatan
sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara
Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara
Dompet Elektronik.
B. Pengambilalihan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran
1. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
mengambilalih saham badan hukum yang menyebabkan
beralihnya pengendalian atas badan hukum tersebut.
2. Dalam hal akan dilakukan pengambilalihan terhadap pihak
yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Jasa
Sistem Pembayaran, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. dalam …
34
a. dalam hal pengambilalihan akan dilakukan terhadap
Bank yang telah memperoleh izin sebagai
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran maka Bank
tersebut wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank
Indonesia mengenai rencana pengambilalihan tersebut;
dan
b. dalam hal pengambilalihan akan dilakukan terhadap
Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dari
Bank Indonesia maka Lembaga Selain Bank tersebut
wajib menyampaikan permohonan persetujuan secara
tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana
pengambilalihan tersebut.
3. Laporan rencana pengambilalihan sebagaimana dimaksud
dalam butir 2.a dan permohonan persetujuan
pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b,
paling sedikit meliputi informasi mengenai:
a.
latar belakang pengambilalihan;
b. pihak yang akan melakukan pengambilalihan;
c.
target waktu pelaksanaan pengambilalihan;
d. susunan pemilik dan/atau pemegang saham
pengendali dan komposisi kepemilikan saham setelah
pengambilalihan; dan
e.
rencana bisnis setelah pengambilalihan, khususnya
terkait kegiatan jasa sistem pembayaran yang
diselenggarakan.
C. Laporan atau Permohonan Izin dalam rangka Penggabungan,
Peleburan, atau Pemisahan
1. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.b.1) dan
butir A.3.c.1), disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
laporan disampaikan secara tertulis dalam Bahasa
Indonesia dan ditujukan kepada Bank Indonesia cq.
Departemen Surveilans Sistem Keuangan; dan
b. laporan …
35
b.
laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disampaikan bersamaan dengan penyampaian
permohonan izin rencana penggabungan, peleburan,
pemisahan kepada otoritas yang berwenang.
2. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam butir
A.1.b.2), butir A.2.b, dan butir A.3.c.2), disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
a. permohonan izin disampaikan secara tertulis dalam
Bahasa Indonesia dan ditujukan kepada Bank
Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan
Sistem Pembayaran bersamaan dengan penyampaian
permohonan izin rencana penggabungan, peleburan,
atau pemisahan kepada otoritas yang berwenang
mengawasi Bank, atau Lembaga Selain Bank jika ada;
b.
tata cara pengajuan dan pemrosesan permohonan izin
dilakukan sesuai dengan ketentuan tata cara dan
proses perizinan sebagaimana dimaksud dalam Bab II;
dan
c. permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf
a disertai pula dengan rencana pemberitahuan rencana
penggabungan, peleburan, atau pemisahan kepada
pengguna jasa sistem pembayaran.
D. Laporan atau Persetujuan dalam rangka Pengambilalihan
1. Laporan rencana pengambilalihan bagi Penyelenggara Jasa
Sistem Pembayaran berupa Bank sebagaimana dimaksud
dalam butir B.2.a disampaikan kepada Bank Indonesia cq.
Departemen Surveilans Sistem Keuangan bersamaan
dengan
pengambilalihan kepada otoritas yang berwenang.
2. Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
butir B.2.b disampaikan secara tertulis dalam Bahasa
Indonesia dan ditujukan kepada Bank Indonesia cq.
Departemen Surveilans Sistem Keuangan paling lambat 45
(empat puluh lima) hari kerja sebelum rencana
pengambilalihan dilakukan.
E. Perubahan …
penyampaian permohonan izin rencana
36
E. Perubahan Direksi dalam rangka Penggabungan, Peleburan,
atau Pemisahan
1. Apabila dalam penggabungan, peleburan, atau pemisahan
terdapat perubahan anggota direksi yang bertanggung
jawab atas penyelenggaraan kegiatan Switching, Payment
Gateway, dan Dompet Elektronik maka rencana perubahan
tersebut harus dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank
Indonesia.
2. Dalam hal menurut penilaian Bank Indonesia, calon
anggota direksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1
tidak memenuhi persyaratan maka Bank Indonesia dapat
meminta penggantian calon anggota direksi tersebut.
3. Penilaian Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dapat didasarkan pada informasi yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan administratif dan/atau hasil
wawancara dengan calon anggota direksi yang
bersangkutan.
X. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
A. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang melanggar
ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/40/PBI/2016
tentang
teguran;
Transaksi Pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa:
1.
2. denda;
3. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan jasa
sistem pembayaran; dan/atau
4. pencabutan izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran.
B. Dalam mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam butir A.1, butir A.3, dan/atau butir A.4, Bank Indonesia
mempertimbangkan:
1.
tingkat kesalahan dan/atau pelanggaran; dan
2. akibat yang ditimbulkan terhadap:
a. aspek kelancaran dan keamanan sistem pembayaran;
b. aspek …
Penyelenggaraan Pemrosesan
37
b. aspek perlindungan konsumen;
c. aspek anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme; dan/atau
d. aspek lainnya.
C. Dalam mengenakan sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam
butir A.2, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. sanksi administratif berupa denda dikenakan terhadap
pelanggaran kewajiban penyampaian laporan secara online
kepada Bank Indonesia;
2. besarnya nominal denda berpedoman pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyampaian laporan
secara online kepada Bank Indonesia;
3. dalam hal Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran berupa
Bank maka pengenaan sanksi administratif berupa denda
dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet
rekening giro Bank di Bank Indonesia; dan
4. dalam hal Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran berupa
Lembaga Selain Bank maka pengenaan sanksi administratif
berupa denda dilakukan melalui transfer dana oleh
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran ke rekening Bank
Indonesia dengan besaran denda dan nomor rekening
sebagaimana diinformasikan dalam surat pengenaan
sanksi.
XI. PENCABUTAN IZIN ATAS PERMINTAAN SENDIRI
A. Pencabutan izin atas permintaan tertulis dari Penyelenggara
Jasa Sistem Pembayaran dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia
mengenai rencana penghentian kegiatan paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja sebelum tanggal penghentian
kegiatan dan dilengkapi dengan informasi mengenai:
a. alasan penghentian kegiatan;
b.
tanggal efektif penghentian kegiatan; dan
c. mekanisme …
38
c. mekanisme pemberitahuan atau publikasi kepada
pihak terkait mengenai rencana penghentian kegiatan;
2. terhadap permohonan pengentian kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, Bank Indonesia mengeluarkan
surat pencabutan izin kegiatan sebagai Penyelenggara Jasa
Sistem Pembayaran;
3. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran harus melaporkan
pelaksanaan penghentian kegiatan secara tertulis kepada
Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal surat pencabutan izin dari Bank Indonesia yang
dilengkapi dengan:
a. dokumen penyelesaian hak dan kewajiban kepada
pihak terkait; dan
b.
surat pernyataan dari pengurus bahwa segala
tuntutan yang timbul setelah penghentian kegiatan
sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara
Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet
Elektronik menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari
pengurus.
B. Informasi pencabutan izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran oleh Bank Indonesia dipublikasikan antara lain
melalui website Bank Indonesia.
XII. KETENTUAN LAIN-LAIN
A. Pihak yang telah menyelenggarakan kegiatan Switching, Payment
Gateway, dan/atau Dompet Elektronik wajib menyesuaikan
kegiatan usahanya dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini pada saat mengajukan izin sebagai Penyelenggara
Jasa Sistem Pembayaran yaitu paling lambat 6 (enam) bulan
sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan
Transaksi Pembayaran.
B. Permohonan izin, permohonan persetujuan, dan laporan
termasuk surat menyurat kepada Bank Indonesia dalam rangka
penyelenggaraan …
39
penyelenggaraan kegiatan sebagai Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. permohonan izin disampaikan kepada Bank Indonesia c.q.
Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem
Pembayaran, dengan alamat Kompleks Perkantoran Bank
Indonesia, Gedung D Lantai 5, Jalan M.H.Thamrin Nomor
2, Jakarta 10350;
2.
laporan penyelenggaraan Dompet Elektronik yang tidak
terkena kewajiban izin disampaikan kepada Bank Indonesia
c.q. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem
Pembayaran, dengan alamat Kompleks Perkantoran Bank
Indonesia, Gedung D Lantai 5, Jalan M.H.Thamrin Nomor
2, Jakarta 10350;
3. permohonan pencabutan izin atas permintaan sendiri
disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen
Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran, dengan
alamat Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Gedung D
Lantai 5, Jalan M.H.Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350;
4. permohonan persetujuan pengembangan kegiatan jasa
sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas
jasa sistem pembayaran, serta persetujuan kerja sama
disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen
Surveilans Sistem Keuangan, dengan alamat Kompleks
Perkantoran Bank Indonesia, Gedung D Lantai 9, Jalan
M.H.Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350; dan
5.
laporan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen
Surveilans Sistem Keuangan, dengan alamat Kompleks
Perkantoran Bank Indonesia, Gedung D Lantai 9, Jalan
M.H.Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350.
C. Dalam hal terjadi perubahan alamat sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui
surat dan/atau media lainnya.
XIII. KETENTUAN …
40
XIII. KETENTUAN PERALIHAN
A. Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam butir
VIII.B.1.a.3) bagi pihak yang telah memperoleh izin sebagai
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran sebelum Surat Edaran
Bank Indonesia ini berlaku untuk pertama kali disampaikan
pada tanggal 15 Maret 2017.
B. Laporan pemberitahuan penyelenggaraan Dompet Elektronik
sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.E.2 bagi pihak yang
telah menyelenggarakan Dompet Elektronik sebelum Surat
Edaran Bank Indonesia ini berlaku disampaikan kepada Bank
Indonesia 1 (satu) kali paling lambat 6 (enam) bulan setelah
Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 30 Desember 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ENI V. PANGGABEAN
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN
PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/41/DKSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2016 </effective_date>
<related_reg> '18/40/PBI/2016' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
|
No. 9/35/DASP
Jakarta, 18 Desember 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PESERTA
SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA
DI INDONESIA
Perihal : Penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516), PBI Nomor
8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 107,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4669), Surat Edaran
Bank Indonesia (SE BI) Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan SE
BI Nomor 9/15/DASP tanggal 29 Juni 2007, dan SE BI Nomor 9/13/DASP
tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong, dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan terhadap
ketentuan mengenai penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah sebagai berikut.
A. PENGERTIAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan:
1. Kliring Antar Wilayah adalah penyelenggaraan Kliring Debet atas Cek
dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantor Bank yang bukan Peserta
di Wilayah Kliring dimana Cek dan Bilyet Giro tersebut dikliringkan.
2. Cek …
2
2. Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah adalah Cek dan Bilyet Giro yang
diterbitkan oleh kantor Bank Peserta Kliring Antar Wilayah dan
dikliringkan di luar Wilayah Kliring kantor Bank penerbit.
3. Peserta Kliring Antar Wilayah adalah Bank yang telah memperoleh
persetujuan Bank Indonesia, agar Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan
oleh seluruh kantornya dapat dikliringkan di seluruh Wilayah Kliring
dimana terdapat kantor Bank tersebut yang menjadi Peserta.
4. Wilayah Kliring Terkait adalah Wilayah Kliring dimana terdapat
Peserta dari kantor Bank Peserta Kliring Antar Wilayah atau terdapat
kantor Bank yang sedang mengajukan pendaftaran untuk menjadi
Peserta Kliring Antar Wilayah.
5. Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah adalah kantor Peserta
Kliring Antar Wilayah yang menjadi Peserta di suatu Wilayah Kliring
yang ditunjuk untuk menerima dan memproses Cek dan Bilyet Giro
Antar Wilayah yang dikliringkan di Wilayah Kliring tersebut.
6. Bank Pemohon adalah kantor pusat Bank atau kantor cabang bagi
Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri.
B. KEPESERTAAN KLIRING ANTAR WILAYAH
1. Tata Cara Pendaftaran Menjadi Peserta Kliring Antar Wilayah
Dalam rangka meningkatkan efisiensi sistem pembayaran, Bank yang
sudah dapat melakukan validasi atas Cek dan Bilyet Giro Antar
Wilayah di seluruh Indonesia dapat menjadi Peserta Kliring Antar
Wilayah. Terkait dengan hal tersebut, Peserta lainnya dimungkinkan
untuk mengkliringkan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah yang
diterbitkan kantor Bank Peserta Kliring Antar Wilayah melalui
penyelenggaraan Kliring Debet di seluruh Wilayah Kliring Terkait.
Pendaftaran sebagai Peserta Kliring Antar Wilayah dilakukan satu kali
oleh Bank Pemohon dan berlaku bagi seluruh kantor Bank Pemohon di
Indonesia. Tata cara pendaftaran diatur sebagai berikut :
a. Bank …
3
a. Bank Pemohon mengajukan surat permohonan pendaftaran
kepada Bagian Kliring c.q. Penyelenggara Kliring Nasional
(PKN), Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Bank
Indonesia, Gedung D Lantai 2, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta
Pusat 10350, dengan melampirkan :
1) daftar seluruh Peserta dari Bank Pemohon; dan
2) daftar Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah di setiap
Wilayah Kliring Terkait.
Contoh format surat dan contoh format daftar Peserta dan daftar
Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 1.a dan Lampiran 1.b.
b. Apabila Bank Pemohon melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan berdasarkan prinsip syariah secara bersamaan,
maka pendaftaran sebagai Peserta Kliring Antar Wilayah
sebagaimana dimaksud pada huruf a, berlaku untuk kantor
Peserta yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional
maupun berdasarkan prinsip syariah.
c. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, PKN melakukan :
1) pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Pemohon
mengenai persetujuan dan penetapan tanggal efektif untuk
menjadi Peserta Kliring Antar Wilayah dalam jangka waktu
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah surat
permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a diterima
secara lengkap dan benar. Tanggal efektif keikutsertaan
sebagai Peserta Kliring Antar Wilayah paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penyampaian
surat persetujuan oleh Bank Indonesia;
2) pemberitahuan secara tertulis atau melalui sarana lainnya
kepada seluruh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) di
Wilayah …
4
Wilayah Kliring Terkait mengenai keikutsertaan Bank
Pemohon dalam Kliring Antar Wilayah paling lambat 5
(lima) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya
dengan melampirkan :
a) daftar sandi Peserta dari seluruh kantor Bank Pemohon
yang menjadi Peserta di seluruh Wilayah Kliring; dan
b) daftar kantor yang ditunjuk sebagai Kantor
Koordinator Kliring Antar Wilayah di setiap Wilayah
Kliring Terkait.
d. Berdasarkan pemberitahuan dari PKN sebagaimana dimaksud
pada butir c.2), maka :
1) PKL di Wilayah Kliring Terkait memberitahukan secara
tertulis kepada seluruh Peserta di Wilayah Kliring yang
bersangkutan mengenai keikutsertaan Bank Pemohon dalam
Kliring Antar Wilayah paling lambat 2 (dua) hari kerja
sebelum tanggal efektif keikutsertaannya yang disertai
informasi mengenai :
a) daftar sandi Peserta dari seluruh kantor Bank pemohon;
dan
b) kantor dari Bank Pemohon yang ditunjuk sebagai
Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah di Wilayah
Kliring yang bersangkutan.
2) Berdasarkan pemberitahuan dari PKL sebagaimana
dimaksud pada angka 1), Peserta yang menggunakan
Terminal Peserta Kliring (TPK) off-line harus melakukan
penyesuaian (updating) tabel referensi pada aplikasi TPK
masing-masing pada tanggal efektif keikutsertaan Bank
Pemohon sebagai Peserta Kliring Antar Wilayah sebelum
kegiatan Kliring Debet dimulai. Proses updating dilakukan
melalui up-load data tabel referensi dari media rekam data
elektronis …
5
elektronis yang diperoleh dari PKL atau up-load data tabel
referensi melalui kantornya yang menggunakan TPK on-
line.
2. Penambahan Peserta dari Bank Peserta Kliring Antar Wilayah
a. Apabila Bank Peserta Kliring Antar Wilayah menambah satu atau
lebih kantornya sebagai Peserta di suatu Wilayah Kliring, maka
tata cara penambahan Peserta mengacu pada SE BI yang
mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) pada Bab Kepesertaan. Dalam surat permohonan
penambahan Peserta tersebut harus disertai informasi mengenai
kantor Bank yang ditunjuk menjadi Kantor Koordinator Kliring
Antar Wilayah di Wilayah Kliring dimaksud, jika di Wilayah
Kliring tersebut belum terdapat kantornya yang menjadi Peserta.
b. Dalam hal PKN menyetujui permohonan penambahan Peserta
sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka :
1) PKN memberitahukan kepada seluruh PKL di Wilayah
Kliring Terkait lainnya secara tertulis atau melalui sarana
lainnya mengenai penambahan Peserta Kliring Antar
Wilayah beserta sandi Peserta yang bersangkutan.
2) Khusus untuk PKL di Wilayah Kliring dimana Peserta yang
baru tersebut berada dan di Wilayah Kliring tersebut
sebelumnya tidak terdapat kantornya yang menjadi Peserta,
pemberitahuan disertai juga dengan daftar sandi Peserta
seluruh kantor Peserta Kliring Antar Wilayah dimaksud.
3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan
angka 2) paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal
efektif keikutsertaannya sebagai Peserta.
c. Berdasarkan pemberitahuan dari PKN sebagaimana dimaksud
pada huruf b, PKL memberitahukan secara tertulis kepada seluruh
Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai adanya
penambahan …
6
penambahan Peserta dari Peserta Kliring Antar Wilayah beserta
sandi Peserta yang bersangkutan paling lambat 2 (dua) hari kerja
setelah menerima pemberitahuan dari PKN.
d. Berdasarkan pemberitahuan dari PKL sebagaimana dimaksud
pada huruf c, Peserta yang menggunakan TPK off-line harus
melakukan penyesuaian (updating) tabel referensi pada aplikasi
TPK masing-masing. Proses updating dilakukan melalui up-load
data tabel referensi dari media rekam data elektronis yang
diperoleh dari PKL atau up-load data tabel referensi melalui
kantornya yang menggunakan TPK on-line.
3. Perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah
a. Peserta Kliring Antar Wilayah dapat melakukan perubahan
Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah di suatu Wilayah
Kliring. Perubahan ini dapat disebabkan antara lain karena Kantor
Koordinator Kliring Antar Wilayah yang lama dihentikan sebagai
Peserta atau alasan lainnya.
b. Dalam hal Peserta Kliring Antar Wilayah akan melakukan
perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah
sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka Bank Pemohon
mengajukan permohonan perubahan tersebut kepada Bagian
Kliring c.q. PKN, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran,
Bank Indonesia, Gedung D Lantai 2, Jl. M.H. Thamrin No.2,
Jakarta 10350, dengan disertai informasi mengenai identitas
Peserta Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah pengganti.
c. Berdasarkan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf b, PKN melakukan hal-hal sebagai berikut :
1) menetapkan tanggal efektif perubahan Kantor Koordinator
Kliring Antar Wilayah;
2) memberitahukan secara tertulis tanggal efektif sebagaimana
dimaksud pada angka 1) kepada Bank Pemohon paling
lambat …
7
lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan
Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah; dan
3) memberitahukan secara tertulis atau melalui sarana lainnya
kepada PKL di Wilayah Kliring yang bersangkutan
mengenai tanggal efektif perubahan Kantor Koordinator
Kliring Antar Wilayah disertai dengan identitas Kantor
Koordinator Kliring Antar Wilayah pengganti, paling lambat
5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan Kantor
Koordinator Kliring Antar Wilayah.
d. Berdasarkan pemberitahuan dari PKN sebagaimana dimaksud
pada butir c.3), PKL menginformasikan kepada Peserta di
Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai adanya perubahan
Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah disertai dengan
identitas Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah pengganti,
paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif
perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah.
C. KEWAJIBAN PESERTA KLIRING ANTAR WILAYAH
1. Seluruh Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh Peserta Kliring
Antar Wilayah wajib menggunakan kertas sesuai dengan spesifikasi
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk Warkat Debet pada
penyelenggaraan SKNBI sebagaimana diatur dalam SE BI yang
mengatur mengenai Warkat Debet dan Dokumen Kliring serta
pencetakannya pada perusahaan percetakan Warkat dan Dokumen
Kliring (PPWDK) dalam penyelenggaraan SKNBI.
2. Peserta Kliring Antar Wilayah wajib mencantumkan informasi
mengenai sandi Peserta dan/atau nomor rekening giro nasabah di luar
area clear band pada Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh
kantornya yang merupakan Peserta di Wilayah Kliring Off-line
Manual. Contoh pencantuman nomor sandi peserta dan rekening giro
di luar …
8
di luar area clear band sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.a dan
Lampiran 2.b.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 tidak berlaku apabila
Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh seluruh kantor Peserta
Kliring Antar Wilayah telah mencantumkan kedua informasi tersebut
dalam bentuk MICR sesuai dengan SE BI yang mengatur mengenai
SKNBI pada Bab Warkat Debet dan Dokumen Kliring.
D. TATA CARA PENYELENGGARAAN KLIRING ANTAR WILAYAH
Penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah dilakukan sesuai tata cara
penyelenggaraan Kliring Debet dalam SE BI yang mengatur mengenai
SKNBI. Pemrosesan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah melalui SKNBI
tersebut tidak dipisahkan dengan pemrosesan atas Warkat Debet lainnya.
Selain mengacu pada tata cara penyelenggaraan Kliring Debet tersebut, tata
cara penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah mengacu pada ketentuan
sebagai berikut :
1. Kliring Penyerahan
a. Kliring Debet di Wilayah Kliring On-Line Otomasi dan Wilayah
Kliring Off-Line Otomasi
1) Peserta yang akan mengkliringkan Cek dan Bilyet Giro
Antar Wilayah yang berasal dari Wilayah Kliring Off-Line
Manual harus memperhatikan kelengkapan pengisian MICR
code line pada clear band, serta melengkapi pencantuman
seluruh informasi MICR code line pada clear band yang
masih kosong sesuai tata cara pencantuman MICR code line
pada Warkat Debet sebagaimana diatur dalam SE BI yang
mengatur mengenai SKNBI. Khusus untuk pencantuman
MICR code line mengenai sandi Peserta dan nomor rekening
giro pada area clear band yang masih kosong, diatur
ketentuan sebagai berikut :
a) Pada …
9
a) Pada saat melakukan pengisian MICR code line,
Peserta harus menggunakan informasi sandi Peserta
dan nomor rekening giro yang tercantum pada Cek dan
Bilyet Giro Antar Wilayah.
b) Dalam hal informasi sandi Peserta sebagaimana
dimaksud pada huruf a) tidak tercantum pada Cek dan
Bilyet Giro Antar Wilayah maka pengisian MICR code
line sandi Peserta dapat menggunakan sandi Peserta
Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah di Wilayah
Kliring dimana Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah
dikliringkan.
2) Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah didistribusikan oleh
PKL kepada Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah.
b. Kliring Debet di Wilayah Kliring Off-Line Manual
1) Peserta yang akan mengkliringkan Cek dan Bilyet Giro
Antar Wilayah membuat Data Keuangan Elektronik (DKE)
Debet sesuai tata cara penyelenggaraan Kliring Debet
sebagaimana diatur dalam SE BI yang mengatur mengenai
SKNBI. Khusus untuk informasi sandi Peserta dan nomor
rekening giro dari Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah,
diatur ketentuan sebagai berikut:
a) Pada saat membuat DKE Debet, Peserta harus
menggunakan informasi sandi Peserta dan nomor
rekening giro yang tercantum pada Cek dan Bilyet Giro
Antar Wilayah.
b) Dalam hal informasi sandi Peserta sebagaimana
dimaksud pada butir a) tidak tercantum pada Cek dan
Bilyet Giro Antar Wilayah maka Peserta dapat
menggunakan sandi Peserta Kantor Koordinator
Kliring Antar Wilayah di Wilayah Kliring dimana Cek
dan …
10
dan Bilyet Giro Antar Wilayah dikliringkan.
2) Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah didistribusikan oleh
Peserta kepada Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah.
2. Kliring Pengembalian
a) Proses penolakan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah serta
penerbitan “Daftar DKE Yang Ditolak Per Peserta Penerima”
dilakukan oleh Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah.
b)
Informasi penolakan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah harus
disampaikan oleh Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah
kepada kantor yang menerbitkan Cek dan Bilyet Giro tersebut
paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah tanggal
penolakan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah.
c) Penerbitan Surat Pemberitahuan (SP), Surat Pemberitahuan
Pembekuan Hak Penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro (SPP),
Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening Giro (SPPR) dilakukan
oleh kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah
berdasarkan informasi dari Kantor Koordinator Kliring Antar
Wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf b), sesuai dengan SE
BI yang mengatur mengenai daftar hitam nasional penarik cek
dan/atau bilyet giro kosong.
E. PENCANTUMAN TULISAN PESERTA KLIRING ANTAR WILAYAH
PADA CEK DAN BILYET GIRO
Untuk memudahkan dalam mengenali Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah,
Peserta Kliring Antar Wilayah harus mencantumkan informasi yang
menunjukkan Cek dan Bilyet Giro tersebut dapat dikliringkan di seluruh
Wilayah Kliring Terkait. Informasi tersebut dapat berupa tulisan “Peserta
Kliring Antar Wilayah”, “Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah”, “Dapat
dikliringkan pada seluruh cabang bank di Indonesia”, “Peserta Intercity
Clearing” atau istilah yang sejenis lainnya yang menunjukkan maksud yang
sama …
11
sama, sebagaimana contoh dalam Lampiran 2.a dan Lampiran 2.b.
Pencantuman tulisan tersebut tetap memperhatikan ketentuan dalam SE BI
yang mengatur mengenai Warkat Debet dan Dokumen Kliring serta
pencetakannya pada PPWDK dalam penyelenggaraan SKNBI.
F. KETENTUAN PERALIHAN
Tata cara penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah di Wilayah Kliring
dengan sistem semi otomasi dilakukan sesuai tata cara penyelenggaraan
Kliring sebagaimana diatur dalam SE BI Nomor 2/8/DASP tanggal
4 Mei 2000 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi,
sampai dengan Wilayah Kliring tersebut mengimplementasikan SKNBI.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Januari
2008
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DYAH N. K. MAKHIJANI
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/35/DASP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah </reg_title>
<set_date> 18 Desember 2007 </set_date>
<effective_date> 7 Januari 2008 </effective_date>
<related_reg> '8/29/PBI/2006', '7/18/PBI/2005', '9/13/DASP|SE-BI/2007', '7/26/DASP|SE-BI/2005', '9/15/DASP|SE-BI/2007' </related_reg>
|
No. 17/5/DSta
Jakarta, 30 Maret 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
Perihal : Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan
Harian Bank Umum
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/8/PBI/2011 tentang Laporan Harian Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5194) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/2/PBI/2015 tentang Suku Bunga Penawaran Antarbank (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5681) maka perlu dilakukan perubahan
kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4
Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum sebagaimana telah
diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia:
a. Nomor 14/36/DPM tanggal 28 Desember 2012;
b. Nomor 15/48/DSta tanggal 2 Desember 2013;
c. Nomor 15/52/DSta tanggal 30 Desember 2013; dan
d. Nomor 16/17/DSta tanggal 22 Oktober 2014,
sebagai berikut:
1. Ketentuan butir III.B.7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
7. Suku bunga penawaran rupiah.
2. Ketentuan butir V.A.2.i diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
i. Data suku bunga penawaran dalam rupiah wajib disampaikan oleh
Bank Pelapor pada tanggal laporan.
Contoh: ...
2
Contoh:
Data suku bunga penawaran pada tanggal 7 April 2015 wajib
disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia
pada tanggal tersebut (7 April 2015) paling lama pukul 09.30 WIB.
3. Ketentuan butir V.C.1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 09.30 WIB untuk data
suku bunga penawaran dalam rupiah.
4. Ketentuan butir V.D.1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Dalam hal terjadi kesalahan atas data suku bunga penawaran yang
disampaikan, Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap
data dimaksud pada tanggal pelaporan paling lama pukul 09.45
WIB pada hari kerja yang sama.
Contoh:
Dalam hal terjadi kesalahan atas data suku bunga penawaran yang
disampaikan pada tanggal 7 April 2015 maka koreksi atas
kesalahan data tersebut wajib disampaikan oleh Bank Pelapor pada
tanggal 7 April 2015 paling lama pukul 09.45 WIB.
5. Ketentuan butir V.E.6.c diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
c. Paling lama pukul 09.45 WIB pada Hari Kerja yang sama untuk data
atau koreksi data suku bunga penawaran.
6. Ketentuan angka VII dihapus.
7. Ketentuan butir X.3.d diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
d. Suku Bunga Penawaran (form 501)
Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, suku bunga penawaran
memiliki dua jenis data yang wajib disampaikan, yaitu offer rate dan
bid rate.
Misalnya:
Pada tanggal 7 April 2015 Bank devisa A melaporkan suku bunga
penawaran (form 501). Sampai dengan batas waktu penyampaian,
Bank devisa A tidak mengirimkan data suku bunga penawaran
rupiah yaitu offer rate dan bid rate. Atas kesalahan tidak
menyampaikan data, Bank devisa A dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar 2 (dua) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah) atau sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
8. Lampiran 1 ...
3
8. Lampiran 1 butir I.C terkait form 501 diubah sehingga butir I.C
menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
9. Lampiran 1 butir I.H terkait form 501 diubah sehingga butir I.H
menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.
10. Lampiran 1 butir II.XVIII terkait form 501 diubah sehingga butir
II.XVIII menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.
11. Lampiran 1 angka III Penjelasan Pengisian Field atau Kolom terkait
form 501 diubah sehingga angka III Penjelasan Pengisian Field atau
Kolom terkait form 501 menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 1.
12. Lampiran 2 Bab 2 terkait Record Isi form 501 diubah sehingga Bab 2
terkait Record Isi form 501 menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 2 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
13. Lampiran 2 Bab 5 terkait Template dan Spesifikasi form 501 diubah
sehingga Bab 5 terkait Template dan Spesifikasi form 501 menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 April
2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDY SULISTIOWATY
KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/5/DSta|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum </reg_title>
<set_date> 30 Maret 2015 </set_date>
<effective_date> 1 April 2015 </effective_date>
<changed_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011' </changed_reg>
<extension_of> '14/36/DPM|SE-BI/2012', '15/48/DSta|SE-BI/2013', '15/52/DSta|SE-BI/2013', '16/17/DSta|SE-BI/2014' </extension_of>
<related_reg> '14/36/DPM|SE-BI/2012', '15/48/DSta|SE-BI/2013', '15/52/DSta|SE-BI/2013', '16/17/DSta|SE-BI/2014', '17/2/PBI/2015', '13/3/DPM|SE-BI/2011', '13/8/PBI/2011' </related_reg>
|
No. 8/29/DPBPR
Jakar ta , 12 Desember 2006
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/7/DPBPR tanggal 23 Februari 2006 Perihal Laporan
Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
----------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/18/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4644), Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006
tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4645), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/20/PBI/2006
tanggal 5 Oktober 2006 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank
Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4646), dipandang
perlu melakukan perubahan terhadap seluruh lampiran Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 8/7/DPBPR tanggal 23 Februari 2006 Perihal Laporan Bulanan
Bank Perkreditan Rakyat sehingga lampiran Surat Edaran dimaksud menjadi
sebagaimana lampiran Surat Edaran ini.
Surat …
2
Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 12 Desember 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
DPBPR
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.8/29 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
BANK INDONESIA
DIREKTORAT PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
Tahun 2006
DAFTAR ISI
Daftar Isi
Informasi Pokok BPR Pelapor
Penjelasan Informasi Pokok BPR Pelapor
Bab I
Penjelasan Umum
Bab II Laporan Bulanan BPR
II.1.1 Neraca Bulanan BPR
II.1.2 Rekening - Rekening Administratif
II.1.3 Penjelasan Pos-Pos Neraca Bulanan
II.1.4 Penjelasan Rekening-Rekening Administratif
II.2.1 Daftar Rincian Antarbank Aktiva
II.2.2 Sandi Rincian Antarbank Aktiva
II.2.3 Penjelasan Daftar Rincian Antarbank Aktiva
II.3.1 Daftar Rincian Kredit yang diberikan
II.3.2 Sandi Rincian Kredit yang Diberikan
II.3.3 Penjelasan Daftar Rincian Kredit yang diberikan
II.4.1 Daftar Rincian Rupa-Rupa Aktiva
II.4.2 Penjelasan Daftar Rincian Rupa-Rupa Aktiva
II.5.1 Daftar Rincian Tabungan
II.5.2 Sandi Rincian Tabungan
II.5.3 Penjelasan Daftar Rincian Tabungan
II.6.1 Daftar Rincian Deposito Berjangka
II.6.2 Sandi Rincian Deposito Berjangka
II.6.3 Penjelasan Daftar Rincian Deposito Berjangka
II.7.1 Daftar Rincian Antarbank Pasiva
II.7.2 Sandi Rincian Antarbank Pasiva
II.7.3 Penjelasan Daftar Rincian Antarbank Pasiva
II.8.1 Daftar Rincian Rupa-Rupa Pasiva
II.8.2 Penjelasan Daftar Rincian Rupa-Rupa Pasiva
II.9.1 Daftar Rincian Laba Rugi
II.9.2 Penjelasan Daftar Rincian Laba Rugi
Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPR
Halaman
i
iii
iv
I-1
II-1
II-1
II-3
II-4
II-12
II-13
II-14
II-16
II-19
II-20
II-24
II-33
II-34
II-36
II-37
II-38
II-41
II-42
II-43
II-45
II-46
II-47
II-49
II-50
II-51
II-53
i
Daftar Lampiran
1. Daftar Sandi Lokasi Dati II
2. Daftar Sandi Wilayah Kerja Bank Indonesia
3. Daftar Sandi Suku Bunga
4. Daftar Sandi Bank Umum
Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPR
ii
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/29/DPBPR|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/7/DPBPR tanggal 23 Februari 2006 Perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat </reg_title>
<set_date> 12 Desember 2006 </set_date>
<effective_date> 12 Desember 2006 </effective_date>
<changed_reg> '8/7/DPBPR|SE-BI/2006' </changed_reg>
<related_reg> '8/20/PBI/2006', '8/19/PBI/2006', '8/18/PBI/2006', '8/7/DPBPR|SE-BI/2006' </related_reg>
|
No. 13/ 18 / DPbS
Jakarta, 30 Mei 2011
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbS
tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/9/PBI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5198) perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi
Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, sebagai berikut:
1. Ketentuan dalam butir I.3. diubah sehingga butir I.3. berbunyi sebagai
berikut:
3.
Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan antara lain dengan cara sebagai
berikut:
a. Penjadwalan ...
2
a.
Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya, tidak
termasuk perpanjangan atas pembiayaan mudharabah atau
musyarakah yang memenuhi kualitas lancar dan telah jatuh tempo
serta bukan disebabkan nasabah mengalami penurunan kemampuan
membayar;
b.
Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian
atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok
kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain
meliputi:
1) perubahan jadwal pembayaran;
2) perubahan jumlah angsuran;
3) perubahan jangka waktu;
4) perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau
musyarakah;
5) perubahan proyeksi bagi hasil
mudharabah atau musyarakah; dan/atau
6) pemberian potongan.
c.
Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
Pembiayaan yang antara lain meliputi:
1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan BUS atau UUS;
2) konversi akad Pembiayaan;
3) konversi Pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah
Berjangka Waktu Menengah;
4) konversi ...
dalam pembiayaan
3
4) konversi Pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara
pada perusahaan nasabah.
yang dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning.
2. Ketentuan dalam butir II ditambah 1 angka yakni angka 6, sehingga butir II
berbunyi sebagai berikut:
II. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Kebijakan dan prosedur Restrukturisasi Pembiayaan mencakup paling
kurang hal-hal sebagai berikut:
1. Penetapan satuan kerja khusus untuk menangani Restrukturisasi
Pembiayaan.
2. Penetapan limit wewenang memutus Pembiayaan yang
direstrukturisasi.
3. Kriteria Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi.
4.
Sistem dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi
Pembiayaan, termasuk penetapan penyerahan Pembiayaan yang
akan direstrukturisasi kepada satuan kerja khusus dan penyerahan
kembali Pembiayaan yang telah berhasil direstrukturisasi kepada
satuan kerja pengelola Pembiayaan.
Sistem informasi manajemen Pembiayaan yang direstrukturisasi.
6. Penetapan jumlah maksimal
5.
pelaksanaan Restrukturisasi
Pembiayaan terhadap Pembiayaan yang tergolong Non-Lancar
(Kurang Lancar, Diragukan dan Macet). Batas jumlah maksimal
dimaksud berlaku untuk keseluruhan pelaksanaan Restrukturisasi
Pembiayaan ...
4
Pembiayaan dengan kolektibilitas Non-Lancar bukan untuk masing-
masing kolektibilitas dari Pembiayaan Non-Lancar.
7. BUS atau UUS melakukan penyempurnaan terhadap kebijakan dan
prosedur Restrukturisasi Pembiayaan apabila berdasarkan hasil
analisis Bank Indonesia, kebijakan dan prosedur tersebut dinilai
kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian dan/atau tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3. Ketentuan dalam butir VI. 1. c. 1) diubah sehingga butir VI. 1. c. 1) berbunyi
sebagai berikut:
1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk piutang
murabahah atau piutang istishna’ dengan memperhitungkan nilai wajar
obyek murabahah atau istishna’.
Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah kewajiban nasabah dengan
nilai wajar obyek murabahah atau istishna’, maka diakui sebagai berikut:
a)
apabila nilai wajar lebih kecil daripada jumlah kewajiban nasabah,
maka sisa kewajiban nasabah tersebut tetap menjadi hak BUS atau
UUS, yang penyelesaiannya disepakati antara BUS atau UUS dan
nasabah;
b)
apabila nilai wajar lebih besar daripada jumlah kewajiban nasabah,
maka selisih nilai tersebut diakui sebagai uang muka ijarah
muntahiya bittamlik atau menambah porsi modal nasabah untuk
musyarakah atau mengurangi modal mudharabah dari BUS atau
UUS.
Ketentuan ...
5
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
30 Mei 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/18/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title>
<set_date> 30 Mei 2011 </set_date>
<effective_date> 30 Mei 2011 </effective_date>
<changed_reg> '10/34/DPbS|SE-BI/2008' </changed_reg>
<related_reg> '13/9/PBI/2011', '10/18/PBI/2008', '10/34/DPbS|SE-BI/2008' </related_reg>
|
No. 13/ 17 /DPbS
Jakarta, 30 Mei 2011
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/5/PBI/2011 tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5191), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
1. BPRS dalam menyalurkan dana perlu memperhatikan prinsip kehati-
hatian antara lain dengan penyebaran portofolio Penyaluran Dana
yang diberikan agar risiko Penyaluran Dana tersebut tidak terpusat
pada Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima
Fasilitas tertentu.
2. Penyaluran Dana adalah penyediaan dana BPRS dalam bentuk
Pembiayaan dan/atau Penempatan Dana Antar Bank.
3. Pembiayaan ...
2
3. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berupa:
a.
transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b.
c.
d.
e.
transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna’;
transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BPRS dan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana
untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
4. Penempatan Dana Antar Bank yang terkena Batas Maksimum
Penyaluran Dana (BMPD) adalah penempatan dana BPRS pada BPRS
lain dalam bentuk tabungan, deposito berjangka dan pembiayaan yang
diberikan.
5. Dalam rangka pemantauan Penyaluran Dana, BPRS menyampaikan
laporan BMPD secara bulanan kepada Bank Indonesia.
6. Pada prinsipnya, pelaporan BMPD yang mencakup data kantor pusat
dan data seluruh kantor cabang BPRS disampaikan oleh kantor pusat
BPRS secara on-line. Namun demikian dalam kondisi tertentu
pelaporan BMPD dapat disampaikan secara off-line.
7. Penyusunan dan penyampaian laporan BMPD pada Bank Indonesia
secara on-line dilakukan dengan menggunakan aplikasi Data Entry
Laporan ...
3
Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala
BPRS.
II. PERHITUNGAN BMPD
1. BMPD untuk Pembiayaan
Perhitungan BMPD untuk Pembiayaan dilakukan berdasarkan jenis-
jenis akad yang digunakan, yaitu:
a. Pembiayaan murabahah, Pembiayaan istishna’, dan Pembiayaan
multijasa dihitung berdasarkan saldo harga pokok;
b. Pembiayaan salam dihitung berdasarkan harga perolehan;
c. Pembiayaan mudharabah, Pembiayaan musyarakah dan
Pembiayaan qardh dihitung berdasarkan saldo baki debet; dan
d. Pembiayaan ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik dihitung
berdasarkan saldo harga perolehan aktiva ijarah atau ijarah
muntahiya bittamlik dikurangi akumulasi penyusutan atau
amortisasi aktiva ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik.
2. BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan
Perhitungan BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam
bentuk tabungan dilakukan berdasarkan saldo tertinggi pada bulan
laporan.
3. BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito
Perhitungan BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam
bentuk deposito dilakukan berdasarkan jumlah nominal sebagaimana
tercantum dalam seluruh bilyet deposito pada BPRS yang sama.
4. BMPD untuk Penyaluran Dana kepada Pihak Terkait
BMPD ...
4
BMPD untuk Penyaluran Dana kepada masing-masing dan/atau
seluruh Pihak Terkait, sebesar 10% (sepuluh persen) dari Modal
BPRS.
5. BMPD untuk Penyaluran Dana kepada Pihak Tidak Terkait
BMPD untuk Penyaluran Dana kepada masing-masing Nasabah
Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait, sebesar 20% (dua puluh
persen) dari Modal BPRS.
6. BMPD untuk Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada satu
atau lebih Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait yang
merupakan bagian dari kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak
Tidak Terkait
BMPD untuk Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada satu
kelompok Nasabah Penerima Fasilitas yang merupakan Pihak Tidak
Terkait sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPRS, dengan
Pembiayaan kepada masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas
tersebut tidak melebihi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPRS.
Termasuk dalam pengertian satu kelompok Nasabah Penerima
Fasilitas adalah Nasabah Penerima Fasilitas non bank yang memiliki
hubungan kepengurusan, kepemilikan, atau keuangan dengan bank
selaku Nasabah Penerima Fasilitas.
III. PELANGGARAN BMPD
1. BPRS dinyatakan melakukan pelanggaran BMPD apabila terdapat
selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana pada saat
direalisasikan terhadap Modal BPRS, dengan BMPD yang
diperkenankan. BPRS tetap dinilai melanggar BMPD selama
pelanggaran BMPD tersebut belum diselesaikan.
2. Modal ...
5
2. Modal BPRS yang digunakan sebagai dasar dalam perhitungan
pelanggaran BMPD adalah Modal BPRS pada posisi bulan terakhir
sebelum tanggal realisasi Penyaluran Dana.
3. Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan
kepada anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak
Terkait yang secara individu tidak melanggar BMPD namun secara
kelompok terdapat pelanggaran BMPD, maka pelanggaran BMPD
dihitung terhadap satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak
Tidak Terkait.
4. Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan
kepada salah satu anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas
Pihak Tidak Terkait yang secara individu melanggar BMPD namun
secara kelompok tidak terdapat pelanggaran BMPD, maka
pelanggaran BMPD dihitung terhadap individu Nasabah Penerima
Fasilitas Pihak Tidak Terkait.
5. Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan
kepada salah satu anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas
Pihak Tidak Terkait yang secara individu melanggar BMPD dan
secara kelompok terdapat pelanggaran BMPD, maka pelanggaran
BMPD dihitung berdasarkan penjumlahan atas pelanggaran BMPD
untuk masing-masing anggota kelompok dan pelanggaran BMPD
terhadap satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak
Terkait.
6. Contoh Perhitungan BMPD:
BPRS ”X” melakukan Penyaluran Dana berupa Pembiayaan kepada
beberapa nasabah dan Penempatan Dana Antar Bank kepada BPRS
“Y” (Pihak Tidak Terkait) masing-masing sebagai berikut:
- Mudharabah ...
6
- Mudharabah kepada nasabah A sebesar Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah), nisbah bagi hasil 25:75, jangka waktu 2 (dua) tahun,
tanggal akad 7 Maret 2011.
- Musyarakah kepada nasabah B sebesar Rp80.000.000,00 (delapan
puluh juta rupiah), nisbah bagi hasil 20:80, jangka waktu 1 (satu)
tahun, tanggal akad 9 Maret 2011.
- Murabahah untuk pembelian rumah kepada nasabah C dengan
harga pokok rumah sebesar Rp450.000.000,00 (empat ratus lima
puluh juta rupiah) dan margin sebesar Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah), jangka waktu 50 (lima puluh) bulan, tanggal akad 11
Maret 2011.
- Salam untuk pembelian beras jenis IR45 sebanyak 2 (dua) ton
kepada nasabah D sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), jangka waktu 6 (enam) bulan, tanggal akad 15 Maret 2011.
- Ijarah atas hak penggunaan kios yang diperoleh dari Tuan F
dengan harga perolehan sewa sebesar Rp120.000.000,00 (seratus
dua puluh juta rupiah) selama 2 (dua) tahun kepada nasabah E dan
BPRS menetapkan pendapatan sewa (ujroh) sebesar
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), jangka waktu 2 (dua)
tahun, tanggal akad 22 Maret 2011.
- Musyarakah kepada BPRS “Y” sebesar Rp450.000.000,00 (empat
ratus lima puluh juta rupiah), nisbah bagi hasil 20:80, jangka waktu
3 (tiga) tahun, tanggal akad 15 Maret 2011.
- Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS “Y” berupa deposito
mudharabah sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dengan nisbah bagi hasil 30:70, jangka waktu 6 (enam) bulan,
mulai ...
7
mulai tanggal 24 Maret 2011 hingga jatuh tempo tanggal 23
September 2011.
Nasabah A, B, C, D dan E serta BPRS “Y” tersebut di atas memiliki
hubungan kepemilikan, kepengurusan dan/atau keuangan, sehingga
merupakan satu kelompok (satu grup).
Modal BPRS “X”:
- per akhir Februari 2011 sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
- per akhir Maret 2011 sebesar Rp1.900.000,00 (satu miliar sembilan
ratus juta rupiah).
BMPD Pihak Tidak Terkait:
Individual 20%:
- bulan Maret 2011 sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah) = (20% x Rp2.000.000.000,00)
- bulan April 2011 sebesar Rp380.000.000,00 (tiga ratus delapan
puluh juta rupiah) = (20% x Rp1.900.000,00)
Kelompok 30%:
- bulan Maret 2011 sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah) = (30% x Rp2.000.000.000,00)
- bulan April 2011 sebesar Rp570.000.000,00 (lima ratus tujuh puluh
juta rupiah) = (30% x Rp1.900.000,00)
Saldo masing-masing Pembiayaan dan nominal Penempatan Dana Antar
Bank per akhir April 2011:
- Pembiayaan mudharabah kepada nasabah A dengan baki debet
Rp95.000.000,00 (sembilan puluh lima juta rupiah).
- Pembiayaan ...
8
- Pembiayaan musyarakah kepada Nasabah B dengan baki debet
Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
- Pembiayaan murabahah kepada Nasabah C dengan saldo piutang
sebesar Rp539.000.000,00 (lima ratus tiga puluh sembilan juta rupiah)
dan saldo margin yang ditangguhkan sebesar Rp98.000.000,00
(sembilan puluh delapan juta rupiah).
- Pembiayaan salam kepada Nasabah D dengan saldo piutang sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
- Pembiayaan ijarah kepada Nasabah E dengan harga perolehan aktiva
ijarah sebesar Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan
akumulasi amortisasi sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
- Pembiayaan musyarakah
kepada BPRS “Y”
Rp440.000.000,00 (empat ratus empat puluh juta rupiah).
- Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS “Y” sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Perhitungan Pelanggaran BMPD
1) Bulan Maret 2011:
Nama
Nasabah
A
B
C
D
E
BPRS "Y"
sebesar
Jumlah Penyaluran
Dana
100.000.000,00
80.000.000,00
450.000.000,00
50.000.000,00
120.000.000,00
Kelompok
450.000.000,00
50.000.000,00
500.000.000,00
1.250.000.000,00
BMPD
Pelanggaran BMPD
Nominal
400.000.000,00
400.000.000,00
400.000.000,00
400.000.000,00
400.000.000,00
-
-
50.000.000,00
-
-
%
0
0
2,50
0
0
400.000.000,00
600.000.000,00
Jumlah pelanggaran
100.000.000,00
5,00
650.000.000,00 32,50
40,00
Berdasarkan ...
9
Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, terdapat pelanggaran
BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait
sebesar 40% (empat puluh persen) yang terdiri dari pelanggaran
individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah C
(Pembiayaan murabahah) sebesar 2,50% (dua koma lima puluh
persen), pelanggaran individu Nasabah Penerima Fasilitas atas
nama nasabah BPRS “Y” (Pembiayaan musyarakah &
Penempatan Dana Antar Bank) sebesar 5% (lima persen), dan
pelanggaran secara kelompok Nasabah Penerima Fasilitas sebesar
32,50% (tiga puluh dua koma lima puluh persen).
Jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS “Y” yang diperhitungkan
dalam pelanggaran BMPD Nasabah Penerima Fasilitas Pihak
Tidak Terkait secara individual adalah sebesar Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) yang berasal dari Pembiayaan sebesar
Rp450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah) dan
Penempatan Dana Antar Bank sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah), sedangkan jumlah Penyaluran Dana kepada
BPRS “Y” yang diperhitungkan dalam pelanggaran BMPD
kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait hanya
berupa Pembiayaan yaitu sebesar Rp450.000.000,00 (empat ratus
lima puluh juta rupiah).
2) Bulan ...
10
2) Bulan April 2011:
Nama Nasabah
A
B
C
D
E
BPRS "Y"
Jumlah Penyaluran
Dana
95.000.000,00
75.000.000,00
441.000.000,00
40.000.000,00
115.000.000,00
Kelompok
440.000.000,00
50.000.000,00
490.000.000,00
1.206.000.000,00
BMPD
380.000.000,00
380.000.000,00
380.000.000,00
380.000.000,00
380.000.000,00
Pelanggaran BMPD
Nominal
-
-
-
-
%
0
0
61.000.000,00 3,21
0
0
380.000.000,00
570.000.000,00
Jumlah pelanggaran
110.000.000,00 5,79
636.000.000,00 33,47
42,47
Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, pada bulan April masih
terdapat pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima
Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebesar 42,47% (empat puluh dua
koma empat puluh tujuh persen) yang terdiri dari pelanggaran
individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah C
(Pembiayaan murabahah) sebesar 3,21% (tiga koma dua puluh
satu persen), pelanggaran individu Nasabah Penerima Fasilitas
atas nama nasabah BPRS “Y” (Pembiayaan musyarakah &
Penempatan Dana Antar Bank) sebesar 5,79% (lima koma tujuh
puluh sembilan persen), dan pelanggaran secara kelompok
Nasabah Penerima Fasilitas sebesar 33,47% (tiga puluh tiga koma
empat puluh tujuh persen).
Jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS “Y” yang diperhitungkan
dalam pelanggaran BMPD Nasabah Penerima Fasilitas Pihak
Tidak Terkait secara individual adalah sebesar Rp490.000.000,00
(empat ratus sembilan puluh juta rupiah) yang berasal dari
Pembiayaan sebesar Rp440.000.000,00 (empat ratus empat puluh
juta rupiah) dan Penempatan Dana Antar Bank sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan jumlah
Penyaluran ...
11
Penyaluran Dana kepada BPRS “Y” yang diperhitungkan dalam
pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak
Tidak Terkait hanya berupa Pembiayaan yaitu sebesar
Rp440.000.000,00 (empat ratus empat puluh juta rupiah).
IV. PELAMPAUAN BMPD
1. Penyaluran Dana oleh BPRS dikategorikan sebagai pelampauan
BMPD apabila terjadi selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana
yang telah direalisasikan terhadap Modal BPRS pada saat tanggal
laporan dengan BMPD yang diperkenankan dan tidak termasuk
Pelanggaran BMPD.
2.
Pelampauan BMPD dapat disebabkan oleh penurunan Modal BPRS,
penggabungan usaha (merger), peleburan usaha (konsolidasi),
pengambilalihan usaha (akuisisi), perubahan struktur kepemilikan
dan/atau kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait
dan/atau kelompok Nasabah Penerima Fasilitas, dan/atau perubahan
ketentuan.
3. Contoh Perhitungan Pelampauan BMPD karena penurunan modal:
BPRS ”X” melakukan Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan
murabahah untuk pembelian mobil kepada Nasabah Penerima
Fasilitas A (Pihak Tidak Terkait) pada tanggal 15 April 2011 dengan
harga pokok sebesar Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta
rupiah) dengan margin sebesar Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
juta rupiah) selama jangka waktu 1 (satu) tahun. Pembiayaan
murabahah diangsur setiap bulan sebesar Rp22.000.000,00 (dua puluh
dua juta rupiah).
Modal ...
12
Modal BPRS:
- per akhir Maret 2011 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
- per akhir April 2011 sebesar Rp1.350.000.000,00 (satu miliar tiga
ratus lima puluh juta rupiah).
- per akhir Mei 2011 sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua
ratus juta rupiah).
- per akhir Juni 2011 sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
Saldo Pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut:
- per akhir April 2011 saldo piutang sebesar Rp242.000.000,00 (dua
ratus empat puluh dua juta rupiah) dan saldo margin yang
ditangguhkan sebesar Rp22.000.000,00 (dua puluh dua juta rupiah).
- per akhir Mei 2011 saldo piutang sebesar Rp220.000.000,00 (dua
ratus dua puluh juta rupiah) dan saldo margin yang ditangguhkan
sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
- per akhir Juni 2011 saldo piutang sebesar Rp198.000.000,00
(seratus sembilan puluh delapan juta rupiah) dan saldo margin yang
ditangguhkan sebesar Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Perhitungan pelampauan BMPD Individu Nasabah Penerima Fasilitas
A (Pihak Tidak Terkait) posisi bulan April, Mei dan Juni 2011:
Bulan Saldo Harga Pokok
April
Mei
Juni
220.000.000,00
200.000.000,00
180.000.000,00
BMPD
270.000.000,00
240.000.000,00
160.000.000,00
Pelampauan BMPD
Nominal
-
-
%
0
0
20.000.000,00 2,50
Berdasarkan ...
13
Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, terdapat pelampauan BMPD
individu Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebesar
2,50% (dua koma lima puluh persen) pada bulan Juni 2011.
V. PENYAMPAIAN LAPORAN BMPD DAN/ATAU KOREKSI
LAPORAN BMPD
1. BPRS pelapor menyampaikan laporan BMPD kepada Bank Indonesia
secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana
teknologi lainnya paling lama tanggal 14 (empat belas) pada bulan
berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
2. BPRS pelapor menyampaikan koreksi laporan BMPD kepada Bank
Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia
atau sarana teknologi lainnya paling lama tanggal 20 (dua puluh) pada
bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
3.
Laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line dapat
disampaikan pada hari Sabtu atau hari libur.
4. Dalam hal BPRS menyampaikan laporan melewati batas waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 sampai dengan
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan, maka
laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang disampaikan
dinyatakan terlambat.
5.
Laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang mengalami
keterlambatan sebagaimana dimaksud pada angka 4 tetap disampaikan
secara on-line.
6. Dalam hal BPRS tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya ...
14
berakhirnya bulan laporan maka BPRS dinyatakan tidak
menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD.
7. BPRS yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada angka 6 tetap
wajib menyampaikan laporan BMPD secara off-line.
8. Dalam hal penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan
BMPD dilakukan setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan laporan
maka laporan tersebut hanya dapat disampaikan secara off-line.
9. Penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara
off-line dilakukan dalam bentuk disket atau cd-rom dan hasil cetak
komputer (hard copy) sebanyak 1 (satu) set disertai hasil validasi yang
telah ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a.
Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi,
paling lambat pukul 16.00 WIB; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, paling lambat pukul 16.00 waktu setempat.
10. Tanggal penerimaan laporan BMPD yang disampaikan secara off-line
adalah tanggal stempel pos untuk yang dikirim via pos atau tanda
terima dari jasa ekspedisi atau tanggal tanda terima Bank Indonesia
apabila disampaikan secara langsung.
11. Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah diterima
oleh Bank Indonesia secara off-line, BPRS Pelapor menyampaikan
ulang ...
15
ulang disket atau cd-rom laporan BMPD dan/atau koreksi laporan
BMPD setelah diminta oleh Bank Indonesia.
12. BPRS menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank
Indonesia untuk mendapatkan pengecualian penyampaian laporan
BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line dengan
alamat:
a.
Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi,
paling lambat pukul 16.00 WIB; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, paling lambat pukul 16.00 waktu setempat.
13. Dalam hal tanggal 14 sebagaimana dimaksud pada angka 1, tanggal
20 sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya bulan laporan sebagaimana dimaksud angka 5
jatuh pada hari Sabtu atau hari libur dan BPRS akan menyampaikan
laporan BMPD tidak secara on-line, maka laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD secara off-line disampaikan pada hari kerja
sebelumnya.
14. Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD secara off-line adalah hari libur nasional
dan/atau hari libur setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
setempat.
VI. FORMAT ...
16
VI. FORMAT DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN BMPD
DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN BMPD
1. Format dan tata cara penyusunan laporan BMPD diatur dalam
Pedoman Penyusunan Laporan BMPD sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran ini.
2. Tata cara pengoperasian aplikasi Laporan BMPD terdapat dalam buku
mengenai Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan
Tata Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS, yang
disampaikan kepada BPRS.
VII. SARANA DAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG DIPERLUKAN
Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD, BPRS perlu melakukan persiapan serta
menyediakan sarana dan sumber daya manusia sebagai berikut:
1. Personal Computer dengan memenuhi konfigurasi minimal hardware
dan software sebagaimana tercantum dalam buku mengenai Tata Cara
Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi
Web User BPRS Laporan Berkala BPRS.
2. Pegawai yang ditugaskan (Petugas) untuk mengoperasikan aplikasi
dan melakukan verifikasi laporan BMPD dan/atau koreksi laporan
BMPD.
3. Penanggungjawab yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi ulang
dalam rangka meyakini kebenaran laporan BMPD dan/atau koreksi
laporan BMPD serta menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi
laporan BMPD kepada Bank Indonesia.
4. Sistem ...
17
4. Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer yang
digunakan, aplikasi, dan data laporan BMPD dan/atau koreksi laporan
BMPD.
5. Back up data laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang
ditatausahakan dengan baik.
VIII. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
1. Pembayaran sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011
tentang BMPD BPRS dilakukan oleh kantor pusat BPRS pelapor
kepada Bank Indonesia dengan cara transfer melalui:
a.
Kliring
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446.980 -
”Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS”, dengan
mencantumkan pada kolom keterangan ”pembayaran sanksi
kewajiban membayar dari BPRS XXX atas
kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan BMPD
dan/atau koreksi laporan BMPD periode BB-TTTT”.
b. BI-RTGS
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446.980 -
”Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS”, dengan
mencantumkan Transaction Reference Number (TRN)
BIRBK566 dan mencantumkan pada kolom keterangan
”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPRS XXX atas
kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan BMPD
dan/atau koreksi laporan BMPD periode BB-TTTT”.
2. BPRS ...
18
2. BPRS pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi
kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350, atau melalui Faksimili Nomor 021-3447620, 021-
3501990, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah
DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan
Bekasi; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
IX. ALAMAT PENYAMPAIAN PERTANYAAN
Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan:
1. Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web User
BPRS Laporan Berkala BPRS disampaikan kepada Help Desk Bank
Indonesia dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350,
Telepon Nomor 021-3818000 (hunting), Faksimili Nomor 021-
3866071 atau Email Address: helpdesk@bi.go.id.
2. Ketentuan laporan BMPD BPRS disampaikan kepada:
a.
Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta
10350, Telepon Nomor 021-3818749, 021-3818513, Faksimili
Nomor 021-3447620, 021-3501989, Email Address:
dpbs@bi.go.id, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di
wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang,
dan Bekasi.
b. Kantor ...
19
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf
a.
X. LAIN-LAIN
1. BPRS melaporkan struktur kelompok usaha yang terkait dengan
BPRS untuk posisi akhir tahun paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
akhir tahun, antara lain berupa:
a. Pemegang saham perorangan yang memiliki 10% (sepuluh
persen) atau lebih saham BPRS;
b. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh
persen) atau lebih saham BPRS, sampai dengan perorangan yang
menjadi ultimate shareholders;
c. Pemegang saham perorangan yang memiliki 10% (sepuluh
persen) atau lebih saham badan hukum yang memiliki 10%
(sepuluh persen) atau lebih saham BPRS;
d. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh
persen) atau lebih saham badan hukum yang memiliki 10%
(sepuluh persen) atau lebih saham BPRS, sampai dengan
perorangan yang menjadi ultimate shareholders;
e. Pemegang saham perorangan yang memiliki saham BPRS
kurang dari 10% (sepuluh persen) namun melakukan
Pengendalian BPRS; dan/atau
f. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh
persen) atau lebih saham badan hukum yang memiliki saham
BPRS kurang dari 10% (sepuluh persen) namun melakukan
Pengendalian ...
20
Pengendalian BPRS, sampai dengan perorangan yang menjadi
ultimate shareholders.
Contoh:
Laporan
XYZ:
STRUKTUR KELOMPOK USAHA PT BPRS XYZ
Perorangan
(U/S)
99%
PT F
PT E
70%
30%
PT I
Perorangan
15%
PT C
25%
Perorangan
10%
Perorangan
(U/S)
Ket:
U/S
25%
PT BPRS XYZ
10%
PT G Tbk.
25%
PT B Tbk.
(Tdk ada PS ≥ 25%)
(U/S)
: Ultimate Shareholder
: Pengendali
: Jalur bukan Pengendalian
: Jalur Pengendalian
100%
3%
2%
Perorangan
PT L
PT H
Hubungan
Keluarga
Perorangan
(U/S)
PUBLIK
Dirinci untuk PS ≥ 10%)
PT D
65%
85%
20%
15%
Perorangan
(U/S)
Perorangan
(U/S)
15%
Perorangan
(U/S)
60%
20%
20%
Perorangan
(U/S)
65%
PT G Tbk.
20%
PT J
PT K
80%
90%
Perorangan
(U/S)
Perorangan
Perorangan
(U/S)
struktur
kelompok usaha
PT
BPRS
2. BPRS melaporkan setiap rencana perubahan struktur kelompok usaha
yang menyebabkan perubahan pengendali BPRS paling lama 30 (tiga
puluh) hari sebelum terjadinya perubahan.
3. BPRS mengajukan calon PSP untuk dilakukan uji kemampuan dan
kepatutan (fit and proper test) yang disebabkan oleh adanya
perubahan struktur kelompok usaha BPRS yang mengakibatkan
terjadinya perubahan Pengendalian.
XI. PENUTUP ...
21
XI. PENUTUP
Kewajiban penyampaian laporan BMPD secara on-line mulai berlaku sejak
pelaporan data bulan Mei 2011 yang disampaikan pada bulan Juni 2011.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 30 Mei 2011
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/17/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title>
<set_date> 30 Mei 2011 </set_date>
<effective_date> 30 Mei 2011 </effective_date>
<related_reg> '13/5/PBI/2011' </related_reg>
|
No. 3/32/DPNP
Jakarta, 14 Desember 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Hubungan Antara Bank, Akuntan Publik dan
Bank Indonesia
------------------------------------------------------
Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
4159), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Hubungan Antara
Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia dalam Surat Edaran yang mencakup
hal-hal sebagai berikut:
I. UMUM
1. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, dikemukakan
bahwa dalam rangka turut serta menciptakan disiplin pasar (market
discipline) perlu diupayakan transparansi kondisi keuangan dan kinerja
Bank sehingga dapat lebih memudahkan penilaian bagi kepentingan
publik dan peserta pasar melalui publikasi laporan kepada masyarakat
luas.
2. Dalam …
2. Dalam rangka meningkatkan integritas laporan keuangan Bank maka
Laporan Keuangan Tahunan Bank wajib diaudit oleh Akuntan Publik
dan untuk memperoleh keyakinan yang memadai tentang kemampuan
dan kesesuaian tugasnya, Akuntan Publik yang mengaudit Bank harus
independen, kompeten, profesional dan objektif serta menggunakan
kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama (due professional
care).
3. Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil audit, perlu ditetapkan
persyaratan Akuntan Publik yang diperkenankan melakukan audit
terhadap Bank. Akuntan Publik yang diperkenankan untuk mengaudit
Bank adalah Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia. Oleh
karena itu dalam melakukan penunjukan Akuntan Publik, Bank
hendaknya memperhatikan daftar Akuntan Publik yang diumumkan
Bank Indonesia pada home page Bank Indonesia.
4. Sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia tersebut di
atas, penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang
sama oleh Bank paling lama dilakukan untuk periode audit 5 (lima)
tahun buku berturut-turut dan mulai berlaku sejak dikeluarkannya
ketentuan Bank Indonesia dimaksud, yaitu sejak laporan keuangan
untuk Tahun Buku 2001.
5. Agar dari audit yang dilakukan Akuntan Publik diperoleh informasi
kondisi keuangan Bank yang optimal, perlu adanya komunikasi yang
aktif dan transparan antara Akuntan Publik dan Bank Indonesia.
II. PERSYARATAN …
II. PERSYARATAN AKUNTAN PUBLIK YANG MELAKUKAN AUDIT
BANK
1. Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 21 Peraturan Bank Indonesia
tersebut di atas, Laporan Keuangan Tahunan Bank wajib diaudit oleh
Akuntan Publik. Kantor Akuntan Publik serta Akuntan Publik (partner
in charge) yang melakukan audit Bank wajib terdaftar di Bank
Indonesia dengan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalam Surat Edaran ini.
2. Persyaratan bagi Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang
terdaftar di Bank Indonesia ditetapkan sebagai berikut:
a. mempunyai izin praktik dari Menteri Keuangan;
b. tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena
terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak
termasuk dalam daftar kredit macet;
c. memiliki akhlak dan moral yang baik;
d. memiliki pengalaman dan kompetensi audit di bidang perbankan;
e. sanggup secara terus menerus mengikuti program pendidikan di
bidang akuntansi dan perbankan;
f. sanggup melakukan audit sesuai Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) dan Kode Etik Profesi;
g. bersikap independen dan profesional dalam penugasan audit;
h. bersedia memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang
keuangan dan perbankan serta kondisi atau perkiraan kondisi yang
dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank; dan
i. berkedudukan sebagai Rekan (partner in charge) pada Kantor
Akuntan Publik dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) dalam …
1) dalam melakukan audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang-
kurangnya 2 (dua) jenjang pengendalian atau supervisi yaitu
Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge),
dan pengawas menengah yang melakukan pengawasan terhadap
staf pelaksana;
2) bersedia untuk menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan
Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) tentang
pengendalian mutu di Kantor Akuntan
bersangkutan.
Publik yang
3. Permohonan pendaftaran Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik
yang akan melakukan audit terhadap Bank diajukan secara tertulis
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir sesuai format
pada Lampiran 1a dan disertai dengan dokumen:
a. dokumen yang menyangkut Akuntan Publik:
1) daftar riwayat hidup sesuai dengan fomulir sesuai format pada
Lampiran 1b;
2) izin praktik dari Menteri Keuangan;
3) ijasah pendidikan formal di bidang akuntansi;
4) Nomor Pokok Wajib Pajak;
5) sertifikat program pelatihan di bidang perbankan;
6) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik
tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum
karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan
serta tidak memiliki kredit macet di Bank;
7) surat pernyataan kesanggupan untuk mengikuti secara terus
menerus program pendidikan di bidang akuntansi dan
perbankan;
8) surat …
8) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik
sanggup melakukan audit sesuai dengan Standar Profesional
Akuntan Publik dan Kode Etik Profesi, serta senantiasa
bersikap independen dan profesional dalam melakukan
penugasan audit;
9) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik
yang bersangkutan bersedia memberitahukan kepada Bank
Indonesia apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan
perbankan, serta keadaan dan perkiraan keadaan yang dapat
membahayakan kelangsungan usaha Bank; dan
10) rekomendasi untuk pendaftaran di Bank Indonesia dari Ikatan
Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik (IAI-
KAP).
b. dokumen yang berkaitan dengan Kantor Akuntan Publik:
1) Nomor Pokok Wajib Pajak;
2) izin praktik dari Menteri Keuangan Republik Indonesia bagi
Akuntan Publik yang bertindak sebagai pimpinan Kantor
Akuntan Publik yang bersangkutan;
3) bagan organisasi yang menunjukkan bahwa dalam melakukan
audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang-kurangnya 2
(dua) jenjang pengendalian atau supervisi yaitu Akuntan
Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan
pengawas menengah yang melakukan pengawasan terhadap
staf pelaksana;
4) surat pernyataan bahwa Kantor Akuntan Publik bersedia untuk
menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) tentang pengendalian mutu di Kantor Akuntan Publik
yang bersangkutan.
4. Dalam …
4. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, Bank Indonesia melakukan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan
b. wawancara terhadap Akuntan Publik, apabila diperlukan.
5. Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 4, diberikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 45
(empat puluh lima) hari sejak diterimanya permohonan tersebut secara
lengkap.
6. Nama Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di
Bank Indonesia dicantumkan dalam homepage Bank Indonesia.
7. Setiap perubahan yang berkenaan dengan data dan informasi dari
Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 wajib dilaporkan secara tertulis oleh Akuntan Publik
dan atau Kantor Akuntan Publik kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari sejak terjadinya perubahan tersebut.
III. KOMUNIKASI BANK INDONESIA DENGAN AKUNTAN PUBLIK
1. Sesuai dengan Pasal 20 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas,
Akuntan Publik dapat meminta informasi dari Bank Indonesia
mengenai kondisi Bank yang diaudit dalam rangka persiapan dan
pelaksanaan audit. Selain itu Bank Indonesia dapat meminta informasi
dari Akuntan Publik meskipun perjanjian kerja antara Akuntan Publik
dan Bank telah berakhir.
2. Apabila dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik menemukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
keuangan dan perbankan serta keadaan dan perkiraan keadaan yang
dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank, Akuntan Publik wajib
menyampaikan pemberitahuan kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya …
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukan. Keadaan dan atau
perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha
Bank, antara lain keadaan dan atau perkiraan keadaan tentang:
a. kekurangan Kewajiban Penyisihan Penyediaan Modal Minimum;
b. kekurangan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
yang material;
c. pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit;
d. kekurangan Giro Wajib Minimum; atau
e. kecurangan (fraud) yang bernilai material.
3. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tersebut di atas,
harus disusun dengan menggunakan formulir sesuai format pada
Lampiran 2. Pemberitahuan tersebut bersifat rahasia sampai dengan
ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
IV. SANKSI
1. Dalam Pasal 39 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Akuntan
Publik dan Kantor Akuntan Publik dapat dihapuskan dari daftar
Akuntan Publik di Bank Indonesia apabila tidak memenuhi ketentuan
yang ditetapkan dalam Pasal 19.
2. Nama Akuntan Publik dihapuskan dari daftar Akuntan Publik di Bank
Indonesia apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, diketahui
bahwa Akuntan Publik:
a. tidak memberitahukan temuan pelanggaran sebagaimana dimaksud
pada angka III.2. kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukannya
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di
bidang keuangan dan perbankan atau keadaan atau perkiraan
keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank;
b. tidak …
b. tidak menyampaikan tembusan Laporan Keuangan yang telah
diaudit (audit report) kepada Bank Indonesia yang disertai dengan
Surat Komentar (Management Letter) selambat-lambatnya 4
(empat) bulan setelah Tahun Buku;
c. tidak memenuhi ketentuan rahasia Bank sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998;
d. Akuntan Publik telah terbukti melakukan perbuatan tercela dan
atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang
keuangan, baik di Indonesia maupun di negara lain atau memiliki
kredit macet;
e. Akuntan Publik melakukan audit tidak sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik Profesi, serta tidak
bersikap independen dan profesional dalam melakukan penugasan
audit;
f. Akuntan Publik melakukan audit tidak sesuai dengan perjanjian
kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Peraturan Bank Indonesia
tersebut di atas; atau
g. Akuntan Publik yang merupakan anggota Kantor Akuntan Publik
yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam angka II.2. huruf i angka 1.
3. Sesuai Pasal 39 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas,
nama Kantor Akuntan Publik dihapuskan dari daftar Kantor Akuntan
Publik di Bank Indonesia apabila terdapat 2 (dua) orang atau lebih
Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge) dari
Kantor Akuntan Publik yang sama dikenakan sanksi dan dihapuskan
dari daftar Akuntan Publik di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam angka 2.
4. Penghapusan …
4. Penghapusan nama Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik dari
daftar di Bank Indonesia diberitahukan oleh Bank Indonesia kepada
Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang bersangkutan serta
dilaporkan kepada Ikatan Akuntan Indonesia dan Menteri Keuangan.
V. ALAMAT PENDAFTARAN AKUNTAN PUBLIK DAN PELAPORAN
1. Pendaftaran Akuntan Publik ditujukan kepada Bank Indonesia Up.
Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl. M.H. Thamrin No.2,
Jakarta 10010 dengan menggunakan formulir sesuai format dalam
Lampiran 1a. Bagi Akuntan Publik yang berkedudukan di luar
Jabotabek, tembusan pendaftaran disampaikan kepada Kantor Bank
Indonesia setempat.
2. Laporan keuangan yang telah diaudit (audit report) disertai dengan
Surat Komentar (Management Letter) disampaikan kepada Bank
Indonesia Up. Direktorat Pengawasan Bank, bagi Bank yang berkantor
pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank
Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia.
3. Laporan temuan mengenai pelanggaran peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan atau keadaan atau
perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha
Bank disampaikan kepada Bank Indonesia Up. Direktorat Pengawasan
Bank, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kantor pusat Bank Indonesia.
VI. LAIN-LAIN …
VI. LAIN-LAIN
1. Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan Akuntan Publik
dalam melakukan audit terhadap Bank, Bank Indonesia akan melakukan
program pendidikan dan pelatihan bagi Akuntan Publik.
2. Berdasarkan penilaian terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik, sesuai dengan ketentuan
pada angka IV, Bank Indonesia dapat mengajukan usul kepada Menteri
Keuangan dan Ikatan Akuntan Indonesia untuk pencabutan izin Kantor
Akuntan Publik dan Akuntan Publik.
VII. KETENTUAN PERALIHAN
1. Bagi Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang telah terdaftar
di Bank Indonesia wajib melengkapi persyaratan sebagaimana
ditetapkan dalam ketentuan pada angka II, selambat-lambatnya tanggal
31 Maret 2002. Data atau dokumen yang berkaitan dengan persyaratan
dimaksud mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. daftar riwayat hidup;
b. sertifikat program pelatihan di bidang perbankan;
c. surat pernyataan bahwa Akuntan Publik tidak pernah melakukan
perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan
tindak pidana di bidang keuangan serta tidak memiliki kredit macet
di Bank;
d. surat pernyataan kesanggupan untuk mengikuti secara terus menerus
program pendidikan di bidang akuntansi dan perbankan;
e. surat pernyataan bahwa Akuntan Publik yang bersangkutan bersedia
memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang
keuangan dan perbankan, serta kondisi dan perkiraan kondisi yang
dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank;
f. bagan organisasi yang menunjukkan bahwa dalam melakukan audit,
Akuntan Publik menerapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) jenjang
pengendalian atau supervisi yaitu Akuntan Publik yang bertanggung
jawab (partner in charge), dan pengawas menengah yang
melakukan pengawasan terhadap staf pelaksana; dan
g. surat pernyataan bahwa Kantor Akuntan Publik bersedia untuk
menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
tentang pengendalian mutu di Kantor Akuntan Publik yang
bersangkutan.
2. Berdasarkan evaluasi terhadap data atau dokumen yang disampaikan,
Bank Indonesia akan mengumumkan Kantor Akuntan Publik dan
Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia yang diperkenankan
untuk melakukan audit terhadap Bank Umum. Kantor Akuntan Publik
dan Akuntan Publik yang telah terdaftar sebelum berlakunya Surat
Edaran ini tetap diperkenankan untuk melakukan audit terhadap Bank
Perkreditan Rakyat sampai dengan berlakunya pengaturan khusus.
VIII. PENUTUP
1. Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 31/5/UPPB tanggal 9 Juni 1998 perihal Laporan
Keuangan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Umum yang
terkait dengan pendaftaran Akuntan Publik, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
2. Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20
Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas ditetapkan sejak pelaksanaan
audit Tahun Buku 2001.
Ketentuan …
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
MAMAN H. SOMANTRI
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/32/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Hubungan Antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 14 Desember 2001 </set_date>
<effective_date> 14 Desember 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '31/5/UPPB|SE-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '3/22/PBI/2001' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No. 10/ 19 /DPNP
Jakarta, 30 April 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank
Indonesia
Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia mengenai penerapan
manajemen risiko, Peraturan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan
modal minimum dan Peraturan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas
aktiva bank umum, diperlukan pengaturan kembali ketentuan mengenai lembaga
pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank
Indonesia.
Pengaturan kembali ketentuan mengenai lembaga pemeringkat dan
peringkat yang diakui Bank Indonesia tersebut dimaksudkan agar penilaian
terhadap lembaga pemeringkat lebih obyektif dan transparan. Sehubungan
dengan itu, perlu penyempurnaan proses pengakuan lembaga pemeringkat
dengan menggunakan beberapa parameter untuk mengukur kriteria independensi,
obyektivitas, transparansi, pengungkapan publik, sumber daya dan kredibilitas
dari lembaga pemeringkat.
Selain …
Selain itu, sejalan dengan perkembangan industri pemeringkatan di
Indonesia, antara lain berupa pengambilalihan kepemilikan lembaga pemeringkat
domestik, juga diperlukan pengkinian atas Daftar Lembaga Pemeringkat dan
Peringkat yang Diakui Bank Indonesia.
Adapun pokok-pokok pengaturan mengenai Lembaga Pemeringkat dan
Peringkat yang Diakui Bank Indonesia adalah sebagai berikut:
I. UMUM
1. Lembaga pemeringkat merupakan salah satu elemen penting dalam
operasional suatu sistem keuangan yang perannya semakin meningkat
sejalan dengan pesatnya perkembangan pasar keuangan global dan
nasional.
2. Peran lembaga pemeringkat dalam mendukung operasional suatu sistem
keuangan antara lain untuk membantu terciptanya transparansi pasar
keuangan dan mendorong investasi yang efisien yang dapat mendukung
percepatan pertumbuhan ekonomi.
3. Lembaga pemeringkat yang dapat dipertimbangkan sebagai lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia adalah lembaga
pemeringkat yang memenuhi kriteria penilaian (eligibility criteria).
4. Peringkat yang diakui Bank Indonesia merupakan peringkat yang
diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia.
5. Peringkat minimum merupakan peringkat tertentu yang diterbitkan oleh
lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia.
6. Bank Indonesia melakukan pengkinian terhadap daftar lembaga
pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia berdasarkan
hasil penilaian dan pemantauan terhadap lembaga pemeringkat
dimaksud.
II. KRITERIA …
II. KRITERIA PENILAIAN LEMBAGA PEMERINGKAT
1. PRINSIP UMUM
Prinsip umum dalam menetapkan kriteria penilaian lembaga
pemeringkat antara lain:
a. Kriteria penilaian yang ditetapkan tidak menghambat
perkembangan industri pemeringkatan namun diharapkan dapat
menstimulasi kompetisi yang sehat yang selanjutnya diharapkan
dapat mendorong terciptanya disiplin pasar (market discipline).
b. Kriteria penilaian ditujukan untuk mendorong agar lembaga
pemeringkat menghasilkan peringkat yang dapat diandalkan.
c. Kriteria penilaian ditetapkan sesuai dengan standar dan praktek
internasional yang sehat untuk mendukung terciptanya konsistensi
diantara regulator lainnya, khususnya dalam melakukan penilaian
dan pengakuan terhadap lembaga pemeringkat yang berskala
regional maupun internasional.
d. Kriteria penilaian mengacu pada beberapa standar, prinsip dan kode
etik yang berlaku secara internasional, antara lain kriteria yang
ditetapkan dalam dokumen International Convergence of Capital
Measurement and Capital Standards (A Revised Framework) oleh
Basel Committee on Banking Supervision dari Bank for
International Settlements.
2. KRITERIA PENILAIAN
Kriteria yang menjadi acuan dalam melakukan penilaian terhadap
lembaga pemeringkat adalah:
a.
Independensi
Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat independensi atau
kebebasan lembaga pemeringkat dari segala bentuk kepentingan,
seperti kepentingan ekonomi, sosial dan politik, baik secara
langsung …
langsung maupun tidak langsung terhadap hasil pemeringkatan
yang diterbitkan.
Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria independensi
adalah:
1)
Independensi kedudukan dan kondisi lembaga pemeringkat.
Kedudukan dan kondisi lembaga pemeringkat tidak berada
dibawah tekanan ekonomi dan/atau politik yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil pemeringkatan;
2)
Independensi kegiatan usaha.
Lembaga pemeringkat beroperasi sebagai badan usaha yang
berdiri sendiri dan terpisah dari kegiatan usaha lainnya yang
tidak berkaitan dengan penyediaan jasa pemeringkatan;
3)
Independensi prosedur pemeringkatan.
Lembaga pemeringkat memiliki prosedur untuk menghindari
benturan kepentingan dengan pihak yang diperingkat, yang
dapat timbul antara lain karena pihak yang diperingkat
dikenakan biaya pemeringkatan;
4)
Independensi kontrak perjanjian pemeringkatan.
Lembaga pemeringkat mempertahankan independensi dalam
setiap kontrak perjanjian pemeringkatan.
Independensi harus diperhatikan terutama apabila lembaga
pemeringkat melakukan kegiatan usaha lainnya yang
berkaitan dengan penyediaan jasa pemeringkatan kepada
pihak yang diperingkat; dan
5)
Independensi kegiatan operasional.
Lembaga pemeringkat memiliki kebijakan, pengamanan
operasional dan code of conduct yang dapat menjamin
independensi kegiatan operasional lembaga pemeringkat.
b. Obyektivitas …
b. Obyektivitas
Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat obyektivitas dan
efektivitas proses pemeringkatan serta metodologi yang
digunakan dan dikembangkan, kewajaran dan konsistensi kriteria
pemeringkatan, dalam setiap proses penilaian dan penetapan
peringkat dari suatu perusahaan (borrower) atau suatu penerbitan
surat berharga (issuance).
Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria obyektivitas
adalah:
1) Obyektivitas prosedur pemeringkatan.
Lembaga pemeringkat memiliki prosedur pemeringkatan
yang sistematis yang mengacu pada standar internasional dan
dirancang untuk menghasilkan peringkat yang dapat
diandalkan;
2) Obyektivitas metodologi pemeringkatan.
Lembaga pemeringkat memiliki metodologi pemeringkatan
yang dapat diandalkan, sistematis, dan melalui tahapan
pengujian dan validasi berdasarkan pengalaman historis.
Lembaga pemeringkat juga melakukan review secara berkala
paling kurang satu kali dalam satu tahun terhadap praktek,
prosedur, kriteria dan metodologi pemeringkatan, dengan
tujuan untuk memastikan kualitas, konsistensi, dan
obyektivitas hasil pemeringkatan;
3) Obyektivitas proses pemeringkatan.
Lembaga pemeringkat memiliki Komite Pemeringkat
(Rating Committee) untuk memastikan tercapainya
obyektivitas, kewajaran, serta analisis yang menyeluruh
dalam proses pemeringkatan;
4) Obyektivitas …
4) Obyektivitas hasil pemeringkatan.
Obyektivitas hasil pemeringkatan antara lain dinilai dari
faktor-faktor sebagai berikut:
a. Lembaga pemeringkat mengungkapkan seluruh faktor
yang mempengaruhi hasil pemeringkatan dan memiliki
keberanian untuk menerbitkan suatu peringkat yang tidak
popular atau tidak sejalan dengan ekspektasi umum;
b. Lembaga pemeringkat memperhatikan batasan (system
boundary) yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, untuk
pemeringkatan perusahaan, lembaga pemeringkat antara
lain harus memperhatikan seluruh sektor usaha dari
perusahaan yang terkait dengan pihak yang diperingkat;
dan
c. Lembaga pemeringkat memperhatikan isu-isu dan
peraturan yang berlaku di suatu negara secara spesifik
yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeringkatan; dan
5) Obyektivitas standar pemeringkatan.
Obyektivitas standar pemeringkatan antara lain dinilai dari
faktor-faktor sebagai berikut:
a. Lembaga pemeringkat menggunakan standar minimum
yang diakui secara internasional (internationally
recognised minimum standards) dalam melakukan
pemeringkatan, termasuk pemeringkatan terhadap bidang
baru; dan
b. Memiliki kebijakan mengenai pemeringkatan yang
dilakukan atas inisiatif lembaga pemeringkat (unsolicited
rating).
c. Akses …
c. Akses oleh Publik (Transparansi)
Kriteria ini digunakan untuk menilai keterbukaan lembaga
pemeringkat kepada publik atas seluruh informasi yang terkait
dengan hasil pemeringkatan, termasuk asumsi dan latar belakang
penerbitan hasil pemeringkatan.
Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria transparansi
adalah:
1) Transparansi proses pemeringkatan.
Lembaga pemeringkat memiliki prosedur yang sistematis
mengenai transparansi proses pemeringkatan yang mengacu
pada standar internasional serta best practices;
2) Transparansi hasil pemeringkatan.
Lembaga pemeringkat mempublikasikan seluruh hasil
pemeringkatan setelah mendapat persetujuan pihak yang
diperingkat sehingga dapat diakses secara tidak terbatas dan
tanpa biaya oleh setiap pihak, baik pemeringkatan yang
dilakukan atas inisiatif pihak yang diperingkat (solicited
rating) maupun atas inisiatif lembaga pemeringkat
(unsolicited rating). Lembaga pemeringkat
tidak
diperbolehkan memberikan lebih dahulu hak akses atas
informasi hasil pemeringkatan kepada pelanggan;
3) Transparansi hasil pemantauan peringkat.
Lembaga pemeringkat mempublikasikan hasil pemantauan
dan penyesuaian peringkat (jika ada) melalui penetapan
“watch list”, serta pencantuman periode terakhir dilakukan
pengkajian secara menyeluruh;
4) Transparansi …
4) Transparansi
faktor-faktor yang mempengaruhi
pemeringkatan.
Lembaga pemeringkat mempublikasikan latar belakang
pemikiran termasuk faktor-faktor kritikal dalam analisis dan
pengambilan keputusan untuk setiap hasil pemeringkatan,
hasil pemantauan, dan penyesuaian peringkat sebagaimana
dimaksud pada angka 2) dan angka 3), dengan tetap
berpegang pada prinsip kerahasiaan informasi;
5) Transparansi proses, kriteria dan metodologi pemeringkatan.
Lembaga pemeringkat mempublikasikan proses, kriteria dan
metodologi pemeringkatan serta penyesuaian-penyesuaian
yang dilakukan. Publikasi mencakup pula hal-hal yang
bersifat struktural seperti metodologi yang digunakan untuk
mengevaluasi risiko-risiko material yang terkandung dalam
berbagai instrumen keuangan dan industri tertentu, serta
asumsi, ekspektasi, dan argumentasi yang mendasari analisis
hasil pemeringkatan; dan
6) Transparansi mekanisme proses pemeringkatan.
Lembaga pemeringkat mengungkapkan mekanisme yang
digunakan dalam proses pemeringkatan.
Mekanisme tersebut antara lain seperti: (i) analisis statitistik
atas informasi publikasi, (ii) analisis statitistik atas informasi
publikasi yang dikonfirmasikan melalui diskusi antara analis
pemeringkat dan pihak yang diperingkat, dan/atau (iii)
analisis atas informasi publikasi dan non-publikasi yang
diperoleh selama diskusi antara lembaga pemeringkat dan
pihak yang diperingkat.
d. Pengungkapan …
d. Pengungkapan Publik (Disclosures)
Kriteria ini digunakan untuk menilai pengungkapan segala sesuatu
mengenai lembaga pemeringkat sehingga memungkinkan publik
maupun otoritas yang berwenang melakukan penilaian terhadap
independensi, obyektivitas, kapabilitas, dan operasional lembaga
pemeringkat, serta pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku.
Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria
pengungkapan publik adalah:
1) Kemudahan akses.
Lembaga pemeringkat menyediakan kemudahan akses bagi
publik agar tercipta pemahaman yang lebih baik terhadap
lembaga pemeringkat, proses pemeringkatan, serta segala
sesuatu yang berkaitan dengan lembaga pemeringkat;
2) Pengungkapan benturan kepentingan.
Lembaga pemeringkat mengungkapkan kebijakan dan
prosedur termasuk aktivitas yang berkaitan dengan benturan
kepentingan;
3) Pengungkapan perubahan internal.
Lembaga pemeringkat mengungkapkan perubahan internal
yang bersifat material yang dapat mempengaruhi kemampuan
lembaga pemeringkat untuk menerbitkan peringkat yang
dapat diandalkan; dan
4) Pengungkapan informasi yang terkait dengan metodologi
pemeringkatan.
Lembaga pemeringkat mengungkapkan informasi baik yang
bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang memungkinkan
publik melakukan perbandingan metodologi pemeringkatan.
e. Sumber …
e. Sumber Daya (Resources)
Kriteria ini digunakan untuk menilai kemampuan lembaga
pemeringkat dalam mengelola usaha penyediaan jasa
pemeringkatan, baik dari aspek sumber daya manusia (human
resources) maupun aspek sumber daya keuangan (financial
resources) yang memungkinkan lembaga pemeringkat beroperasi
secara independen dan profesional.
Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria sumber daya
adalah:
1) Sumber daya manusia.
Aspek sumber daya manusia antara lain dinilai dari faktor-
faktor sebagai berikut:
a. Memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai
mengenai pengadaan, pengelolaan dan pengembangan
sumber daya manusia;
b. Mengungkapkan informasi dan mengkinikan kualifikasi
dan pengalaman dari analis yang melakukan
pemeringkatan, serta sektor maupun pihak-pihak yang
diperingkat oleh analis tersebut; dan
2) Kinerja keuangan.
Memiliki kemampuan dan kinerja keuangan yang baik.
f. Kredibilitas
Kriteria ini digunakan untuk menilai pengakuan dan akseptabilitas
oleh pasar terhadap keberadaan lembaga pemeringkat sebagai
penyedia jasa pemeringkatan yang dapat diandalkan.
Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria kredibilitas
adalah:
1) Izin …
1)
Izin otoritas yang berwenang.
Memiliki izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) atau otoritas yang
berwenang;
2) Kebijakan penyebaran informasi.
Memiliki kebijakan dan prosedur internal untuk mencegah
penyalahgunaan dan/atau penyebaran informasi non-publikasi
kepada pegawai atau pihak yang tidak berwenang serta pihak
eksternal yang dapat memperoleh keuntungan atas informasi
tersebut; dan
3) Track record.
Memiliki track record dalam penerbitan hasil pemeringkatan
yang dapat diandalkan. Pendekatan dalam menilai track
record antara lain dilakukan melalui evaluasi terhadap studi
terjadinya default (default study). Untuk lembaga
pemeringkat yang baru berdiri, maka penilaian track record
dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah dan
pengalaman analis pemeringkat yang dimiliki.
III. LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI
1. Berdasarkan penilaian terhadap pemenuhan kriteria sebagaimana
tercantum pada angka II, maka Daftar Lembaga Pemeringkat dan
Peringkat yang Diakui Bank Indonesia adalah sebagaimana tercantum
pada Lampiran 1.
2. Dalam rangka penerapan ketentuan mengenai kewajiban penyediaan
modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar dan penilaian
kualitas aktiva bank umum, maka Daftar Lembaga Pemeringkat dan
Peringkat …
Peringkat Investasi Minimum (Investment grade) Dalam Rangka
Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank dalam Kategori
Kualifikasi (Qualifying) dan atau Dinilai Lancar adalah sebagaimana
tercantum pada Lampiran 2
3. Dalam rangka penilaian kualitas aktiva bank umum, maka Daftar
Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Minimum Dalam Rangka
Menggolongkan Surat Berharga yang dimiliki Bank yang Dinilai
Kurang Lancar adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 3.
IV. PENGKINIAN DAFTAR LEMBAGA PEMERINGKAT DAN
PERINGKAT YANG DIAKUI
1. Bank Indonesia melakukan pengkinian atas Daftar Lembaga
Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia berdasarkan
hasil penilaian dan pemantauan terhadap pemenuhan kriteria penilaian
sebagaimana dimaksud pada angka II baik secara berkala atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan.
2. Untuk keperluan pemantauan sebagaimana dimaksud pada angka 1
tersebut di atas, Bank Indonesia dapat meminta agar lembaga
pemeringkat menyampaikan laporan kinerja keuangan tahunan yang
telah diaudit. Disamping itu Bank Indonesia dapat meminta informasi
secara tertulis mengenai setiap perubahan yang bersifat material,
antara lain perubahan struktur organisasi atau manajemen, formasi
analis pemeringkat, prosedur pemeringkatan, serta kinerja keuangan
yang dapat mempengaruhi kemampuan lembaga pemeringkat dalam
menghasilkan peringkat yang dapat diandalkan, atau informasi lain
apabila diperlukan.
3. Lembaga …
3. Lembaga pemeringkat dikeluarkan dari Daftar Lembaga Pemeringkat
dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia apabila:
a. Berdasarkan hasil penilaian Bank Indonesia Lembaga
pemeringkat tidak memenuhi kriteria penilaian sebagaimana
dimaksud pada angka II;
b. Lembaga pemeringkat diketahui secara sengaja memberikan
informasi yang keliru (misleading);
c. Lembaga pemeringkat dikenakan sanksi yang berdampak negatif
terhadap kelangsungan usaha lembaga pemeringkat oleh otoritas
yang berwenang; dan atau
d. Lembaga pemeringkat melakukan pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang terkait, antara lain menciptakan pasar
semu atau insider trading dan atau melakukan rekayasa untuk
menghasilkan peringkat yang lebih tinggi dari yang seharusnya.
Sebelum mengeluarkan lembaga pemeringkat dari daftar lembaga
pemeringkat yang diakui, Bank Indonesia akan melakukan klarifikasi
terhadap permasalahan yang menyebabkan lembaga pemeringkat
tersebut akan dikeluarkan dari daftar lembaga pemeringkat yang
diakui Bank Indonesia. Lembaga pemeringkat wajib menanggapi
permintaan klarifikasi tersebut dalam jangka waktu tertentu yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
V. LAIN-LAIN
1. Permohonan pencantuman lembaga pemeringkat dalam Daftar
Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada Bab IV angka 1 di atas diajukan secara
tertulis kepada Bank Indonesia up. Direktorat Penelitian dan
Pengaturan Perbankan, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350.
2. Proses …
2. Proses penilaian dan pengkinian Lembaga Pemeringkat dan Peringkat
yang Diakui Bank Indonesia dilakukan dengan tetap memperhatikan
ketentuan yang berlaku tentang lembaga pemeringkat.
3. Penggunaan jasa lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia
oleh Bank menjadi tanggung jawab Bank yang bersangkutan.
VI. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 7/8/DPNP tanggal 31 Maret 2005 tentang
Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
pada tanggal 30 April 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/ 19 /DPNP tanggal 30 April 2008
Lampiran 1
Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia
Perusahaan
Pemeringkat
Moody’s
Peringkat Jangka
Pendek
Peringkat Jangka Menengah
dan Jangka Panjang
P-1; P-2; P-3; NP Aaa; Aa1; Aa2; Aa3; A1; A2;
A3; Baa1; Baa2; Baa3; Ba1;
Ba2; Ba3; B1; B2; B3; Caa1;
Caa2; Caa3; Ca; C
Standard and Poor’s A-1; A-2; A-3; B;
B-1; B-2; B-3; C; D
Fitch Ratings
PT. Pemeringkat Efek
Indonesia (Pefindo)
PT. Moody’s
Indonesia
F1+; F1; F2; F3; B;
C; D
idA1; idA2; idA3;
idA4; idB; idC; idSD;
idD
ID-1; ID-2; ID-3;
ID-4
AAA; AA+; AA; AA-; BBB+;
BBB; BBB-; BB+; BB; BB-;
B+; B; B-; CCC+; CCC; CCC-;
CC; C; D
AAA; AA+; AA; AA-; A+; A;
A-; BBB+; BBB; BBB-; BB+;
BB; BB-; B+; B; B-; CCC; CC;
C; RD; D
idAAA; idAA+; idAA; idAA-;
idBBB+; idBBB; idBBB-; idBB+;
idBB; idBB-; idB+; idB; idB-;
idCCC; idSD; idD
Aaa.id; Aa1.id; Aa2.id; Aa3.id;
A1.id; A2.id; A3.id; Baa1.id;
Baa2.id; Baa3.id; Ba1.id;
PT. Fitch Ratings
Indonesia
F1+(idn); F1(idn);
F2(idn); F3(idn);
B(idn); C(idn);
D(idn)
Ba2.id; Ba3.id; B1.id; B2.id;
B3.id; Caa1.id; Caa2.id;
Caa3.id; Ca.id; C.id
AAA(idn); AA+(idn);
AA(idn); AA-(idn); A+(idn);
A(idn); A-(idn); BBB+(idn);
BBB(idn); BBB-(idn);
BB+(idn); BB(idn); BB-(idn);
B+(idn); B(idn); B-(idn);
CCC(idn); CC(idn); C(idn);
DDD(idn); DD(idn); D(idn); E
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/ 19 /DPNP tanggal 30 April 2008
Lampiran 2
Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Investasi Minimum (Investment Grade)
Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank
dalam Kategori Kualifikasi (Qualifying) atau Dinilai Lancar
Peringkat Investasi Minimum
Perusahaan Pemeringkat
Moody’s
Standard and Poor’s
Fitch Ratings
PT. Pemeringkat Efek
Indonesia (Pefindo)
PT. Moody’s Indonesia
PT. Fitch Ratings Indonesia
Surat Berharga
Jangka Pendek
P-3
A-3
F3
idA4
ID-3
F3(idn)
Surat Berharga
Jangka Menengah dan
Jangka Panjang
Baa3
BBB-
BBB-
idBBB-
Baa3.id
BBB- (idn)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/ 19 /DPNP tanggal 30 April 2008
Lampiran 3
Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Minimum
Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank
yang Dinilai Kurang Lancar
Peringkat Minimum
Lembaga Pemeringkat
Moody’s
Standard and Poor’s
Fitch Ratings
PT. Pemeringkat Efek
Indonesia (Pefindo)
PT. Moody’s Indonesia
PT. Fitch Ratings Indonesia
Surat Berharga
Jangka Pendek
NP
B
B
idB
ID-4
B (idn)
Surat Berharga
Jangka Menengah dan
Jangka Panjang
Ba1
BB+
BB+
idBB+
Ba1.id
BB+ (idn)
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/19/DPNP|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 30 April 2008 </set_date>
<effective_date> 30 April 2008 </effective_date>
<replaced_reg> '7/8/DPNP|SE-BI/2005' </replaced_reg>
|
No.14/15/DPM
Jakarta, 10 Mei 2012
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK
DI INDONESIA
Perihal : Perizinan, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan
Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/22/PBI/2010 tentang Pedagang Valuta Asing (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 146, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5177), perlu untuk mengatur lebih
lanjut perizinan, pengawasan, pelaporan, dan pengenaan sanksi bagi
Pedagang Valuta Asing Bukan Bank dalam Surat Edaran Bank
Indonesia, sebagai berikut:
I. PERSYARATAN DAN TATA CARA PERIZINAN
A. Izin Usaha Pedagang Valuta Asing Bukan Bank
Persyaratan dan tata cara perizinan untuk memperoleh izin
usaha Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, yang selanjutnya
disebut PVA Bukan Bank, diatur sebagai berikut:
1. Pemohon mengajukan permohonan izin usaha secara
tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh …
2
contoh surat permohonan sebagaimana tercantum pada
Lampiran I.A.
2. Surat permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada
angka 1 harus disertai dengan dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi akta pendirian badan hukum perseroan terbatas
yang memuat anggaran dasar beserta perubahan-
perubahannya, dengan maksud dan tujuan perseroan
adalah melakukan kegiatan jual beli Uang Kertas Asing
(UKA) dan pembelian Traveller’s Cheque (TC);
b. fotokopi pengesahan sebagai badan hukum perseroan
terbatas dari instansi yang berwenang;
c. dokumen pendukung masing-masing pemegang saham,
anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi sebagai
berikut:
1) pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm;
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih
berlaku; dan
3) daftar riwayat hidup (curriculum vitae) yang
ditandatangani oleh yang bersangkutan.
d. surat pernyataan pribadi bermeterai cukup dari masing-
masing pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan
anggota Direksi sebagaimana contoh format yang
tercantum pada Lampiran I.B dan Lampiran I.C, yang
menyatakan bahwa:
1) tidak tercatat dalam daftar hitam nasional penarik
cek dan/atau bilyet giro kosong;
2) tidak tercantum dalam kredit macet yang
ditatausahakan dalam sistem informasi kredit pada
Bank Indonesia;
3) tidak …
3
3) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan
tindak pidana di bidang perbankan, keuangan
dan/atau pencucian uang dalam 2 (dua) tahun
terakhir berdasarkan keputusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap;
4) bagi pemegang saham menyatakan bahwa:
a) sumber dana yang digunakan dalam rangka
kepemilikan perusahaan tidak berasal dari dan
untuk tujuan pencucian uang (money laundering);
dan
b) komitmen untuk mematuhi peraturan yang
mengatur mengenai pedagang valuta asing dan
peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku.
5) bagi setiap anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi menyatakan bahwa:
a) tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota
Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari suatu
perseroan terbatas dengan kegiatan usaha PVA
yang dicabut izin usaha oleh Bank Indonesia
karena pelanggaran dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sebelum tanggal pengajuan permohonan;
dan
b) komitmen untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban dalam menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan ketentuan mengenai pedagang
valuta asing dan peraturan perundang-undangan
lain yang berlaku.
e. dalam hal pemegang saham adalah badan hukum maka
harus melampirkan dokumen sebagai berikut:
1) fotokopi …
4
1) fotokopi akta pendirian badan hukum, yang memuat
anggaran dasar beserta perubahan-perubahannya
yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi
yang berwenang;
2) izin usaha badan hukum yang bersangkutan;
3) fotokopi KTP dari Direksi atau pengurus yang
berwenang bertindak untuk dan atas nama badan
hukum yang bersangkutan;
4) surat pernyataan dari Direksi atau pengurus yang
berwenang bertindak untuk dan atas nama badan
hukum yang bersangkutan, yang menyatakan
bahwa:
a) badan hukum tersebut tidak tercatat dalam
daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet
giro kosong;
b) badan hukum tersebut tidak memiliki kredit
macet yang tercatat pada Bank Indonesia; dan
c) komitmen badan hukum tersebut untuk
mematuhi peraturan yang mengatur mengenai
pedagang valuta asing dan peraturan perundang-
undangan lain yang berlaku.
f.
bukti setoran modal yang berupa fotokopi rekening giro
atau tabungan atas nama perusahaan di bank:
1) paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta Rupiah), bagi pemohon yang beralamat di
DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten
Badung serta Kotamadya Batam; atau
2) paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
Rupiah), bagi pemohon yang beralamat di luar
wilayah ...
5
wilayah di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan
Kabupaten Badung serta Kotamadya Batam.
g. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama
perusahaan yang bersangkutan;
h. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama
perusahaan, pemegang saham, anggota Dewan
Komisaris, dan/atau anggota Direksi, atau surat
perjanjian sewa atau bentuk lainnya atas penggunaan
tempat usaha;
i.
j.
fotokopi surat keterangan domisili tempat usaha dari
instansi pemerintah yang berwenang;
laporan keuangan berupa neraca perusahaan yang
ditandatangani oleh Direktur; dan
k. struktur organisasi kantor pusat.
3. Pada saat mengajukan permohonan izin usaha secara
tertulis kepada Bank Indonesia, pemohon harus
menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan
fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2.
4. Surat permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada
angka 1 ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan
kepada:
a. Bank Indonesia, Departemen Pengelolaan Moneter cq.
Divisi Perizinan, Pengaturan dan Pengawasan Pedagang
Valuta Asing (DPM cq. P3PVA), bagi pemohon yang akan
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia (KPBI); atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPw BI
DN) setempat dengan mengacu pada pembagian wilayah
kerja sebagaimana dimaksud pada Lampiran I.D, bagi
pemohon …
6
pemohon yang akan berkantor pusat di luar wilayah
kerja KPBI.
5. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan
mengenai hasil penelitian pemenuhan persyaratan untuk
pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan anggota
Direksi, serta kesesuaian dokumen permohonan izin usaha,
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen
diterima dengan lengkap oleh Bank Indonesia.
6. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 5
memuat mengenai:
a. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi tempat
usaha, dalam hal persyaratan dan kesesuaian dokumen
permohonan izin usaha telah dipenuhi;
b. pemohon harus memenuhi persyaratan dan kesesuaian
dokumen dimaksud paling lama 14 (empat belas) hari
kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank
Indonesia, dalam hal persyaratan dan kesesuaian
dokumen permohonan belum dipenuhi;
c. pemohon harus melakukan penyelesaian atau
melakukan penggantian pemegang saham, anggota
Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi, dalam hal
pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan/atau
anggota Direksi tercantum dalam daftar kredit macet
dan/atau daftar hitam nasional penarik cek dan/atau
bilyet giro kosong paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia.
Dalam hal pemohon tidak dapat memenuhi dan/atau
menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud pada huruf b dan huruf c, maka permohonan
dinyatakan batal.
7. Bank …
7
7. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi tempat
usaha pemohon izin usaha PVA Bukan Bank untuk
memastikan kesesuaian lokasi yang tercantum dalam
dokumen permohonan izin usaha PVA Bukan Bank dengan
kondisi di lapangan, kelayakan lokasi dan kesiapan
pemohon izin usaha PVA Bukan Bank yang meliputi:
a. keberadaan lokasi tempat usaha sesuai alamat yang
diajukan;
b. kelayakan tempat usaha; dan
c. sarana penunjang kegiatan usaha, sekurang-kurangnya:
1) meja counter;
2) alat deteksi keaslian uang;
3) tempat penyimpan uang/brankas; dan
4) papan kurs dalam ukuran yang cukup mudah dilihat
dan dibaca oleh nasabah.
8. Pemeriksaan lokasi oleh Bank Indonesia dapat dilakukan
paling lama 5 (lima) hari sejak tanggal surat pemberitahuan
tentang kelengkapan dan kesesuaian dokumen permohonan
izin usaha.
9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil
pemeriksaan lokasi tempat usaha sebagaimana dimaksud
pada angka 7 paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
tanggal pemeriksaan lokasi, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. dalam hal lokasi tempat usaha dinyatakan memenuhi
persyaratan, Bank Indonesia menyampaikan undangan
untuk mengikuti penyuluhan mengenai ketentuan yang
terkait dengan PVA;
b. dalam hal lokasi tempat usaha tidak memenuhi
persyaratan, pemohon harus memenuhi persyaratan
dalam …
8
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak
tanggal pemberitahuan hasil pemeriksaan lokasi.
Dalam hal pemohon tidak dapat memenuhi dan/atau
menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud pada huruf b, maka permohonan dinyatakan
batal.
10. Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada butir 9.a, harus
dihadiri oleh seluruh pemegang saham, anggota Dewan
Komisaris dan anggota Direksi pemohon izin usaha PVA
Bukan Bank.
11. Pelaksanaan penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam
angka 10 dituangkan dalam berita acara yang sekaligus
memuat komitmen dan pernyataan kesiapan operasional
dari pemohon izin usaha PVA Bukan Bank dalam
menerapkan ketentuan dan menjalankan kegiatan usaha.
12. Dalam hal pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi pemohon izin usaha PVA Bukan Bank tidak
menghadiri penyuluhan yang diadakan oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 10 paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan penyuluhan,
maka pemohon izin usaha sebagai PVA Bukan Bank
dinyatakan membatalkan permohonannya.
13. Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pemberian Izin
Usaha (KPmIU), sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan
Bank dan logo PVA berizin paling lama 14 (empat belas) hari
kerja sejak penyuluhan sebagaimana dimaksud pada angka
10 telah dihadiri oleh seluruh pemegang saham, anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi pemohon izin usaha
PVA Bukan Bank.
14. Bank …
9
14. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada
pemohon izin usaha PVA Bukan Bank mengenai penerbitan
KPmIU, sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank dan
logo PVA berizin sebagaimana dimaksud pada angka 13.
15. Pengambilan KPmIU, sertifikat izin usaha sebagai PVA
Bukan Bank, dan logo PVA Berizin sebagaimana dimaksud
pada angka 14 dilakukan oleh Direksi atau pihak yang
diberi kuasa oleh Direksi dengan contoh format surat
sebagaimana tercantum pada Lampiran I.E.
16. PVA Bukan Bank wajib memasang:
a. logo PVA Berizin;
b. tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” atau
”Authorized Money Changer” yang mencantumkan nama
perusahaan, nomor dan tanggal KPmIU dalam ukuran
yang cukup mudah dilihat dan dibaca oleh nasabah; dan
c. sertifikat izin usaha yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia.
17. Bank Indonesia mengumumkan daftar PVA Bukan Bank
yang memperoleh izin usaha melalui website Bank Indonesia
(http://www.bi.go.id) dan/atau media lainnya.
18. Dalam hal pemohon telah mendapatkan izin usaha sebagai
PVA Bukan Bank, maka PVA Bukan Bank wajib
menyampaikan kebijakan dan prosedur penerapan program
APU dan PPT paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
dikeluarkannya izin usaha sebagai PVA Bukan Bank
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penerapan program anti pencucian
uang dan pencegahan pendanaan terorisme pada PVA
Bukan Bank.
19. Dalam ...
10
19. Dalam hal KPmIU dan/atau sertifikat izin usaha sebagai
PVA Bukan Bank yang dikeluarkan Bank Indonesia hilang
atau musnah, PVA Bukan Bank dapat mengajukan
permohonan penggantian secara tertulis dengan
melampirkan surat keterangan dari Kepolisian.
20. Dalam hal KPmIU dan/atau sertifikat izin usaha sebagai
PVA Bukan Bank yang dikeluarkan Bank Indonesia
mengalami kerusakan, PVA Bukan Bank dapat mengajukan
permohonan penggantian secara tertulis dengan
melampirkan asli KPmIU dan/atau sertifikat izin usaha
sebagai PVA Bukan Bank yang mengalami kerusakan.
21. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka
19 atau angka 20 dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan
kepada PVA Bukan Bank surat persetujuan penggantian
yang disertai dengan KPmIU dan/atau sertifikat izin usaha
sebagai PVA Bukan Bank, yang berfungsi sebagai pengganti.
B. Izin Usaha bagi PVA Bukan Bank yang akan melakukan kegiatan
usaha pengiriman uang
Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh izin usaha bagi
PVA Bukan Bank yang akan melakukan kegiatan usaha
pengiriman uang, diatur sebagai berikut:
1. PVA Bukan Bank wajib mengajukan permohonan izin secara
tertulis untuk melakukan kegiatan usaha pengiriman uang
kepada Bank Indonesia dengan terlebih dahulu melakukan
perubahan anggaran dasar perseroan terbatas sehingga
memuat kegiatan usaha pengiriman uang sebagai salah satu
maksud dan tujuan perseroan.
2. Persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan untuk
memperoleh izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha
pengiriman …
11
pengiriman uang sebagaimana dimaksud pada angka 1
diatur lebih lanjut dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kegiatan usaha pengiriman uang.
C. Izin Usaha sebagai PVA Bukan Bank yang sekaligus melakukan
kegiatan usaha pengiriman uang
Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh izin usaha sebagai
PVA Bukan Bank yang sekaligus melakukan kegiatan usaha
pengiriman uang, diatur sebagai berikut:
1. Persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan untuk
memperoleh izin usaha sebagai PVA tunduk pada ketentuan
sebagaimana diatur dalam huruf A.
2. Persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan untuk
memperoleh izin melakukan kegiatan usaha pengiriman
uang tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kegiatan usaha pengiriman uang.
3. Bagi PVA Bukan Bank yang sekaligus melakukan kegiatan
usaha pengiriman uang, maksud dan tujuan perseroan
dalam akta pendiriannya harus memuat:
a. jual beli Uang Kertas Asing (UKA);
b. pembelian Traveller’s Cheque (TC); dan
c. kegiatan usaha pengiriman uang.
D. Pembukaan Kantor Cabang PVA Bukan Bank
Persyaratan dan tata cara untuk membuka kantor cabang PVA
Bukan Bank diatur sebagai berikut:
1. Kantor pusat PVA Bukan Bank mengajukan permohonan
pembukaan kantor cabang secara tertulis dengan
menggunakan contoh format surat permohonan
sebagaimana tercantum pada Lampiran I.F.
2. Permohonan …
12
2. Permohonan pembukaan kantor cabang sebagaimana
dimaksud pada angka 1 harus disertai dengan dokumen
sebagai berikut:
a. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha sebagai kantor
cabang atas nama perusahaan, pemegang saham,
anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Direksi,
atau surat perjanjian sewa menyewa atau bentuk lainnya
atas penggunaan tempat usaha sebagai kantor cabang;
b. surat pernyataan bermeterai cukup dari anggota Direksi
bahwa kantor cabang yang direncanakan merupakan
unit kegiatan usaha yang tidak terpisahkan dari kegiatan
usaha kantor pusat PVA Bukan Bank;
c. fotokopi surat keterangan domisili tempat usaha dari
instansi pemerintah yang berwenang untuk setiap kantor
cabang; dan
d. struktur organisasi kantor cabang.
3. Bagi PVA Bukan Bank yang akan membuka kantor cabang
di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten
Badung serta Kotamadya Batam harus mempunyai modal
disetor paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta Rupiah).
4. Surat permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada
angka 1 ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan
kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir A.4.
5. Pada saat mengajukan permohonan pembukaan kantor
cabang sebagaimana dimaksud pada angka 1, PVA Bukan
Bank harus menunjukkan dokumen asli yang akan
dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 2.
6. Bank ...
13
6. Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan tertulis
mengenai kelengkapan dan kesesuaian dokumen
permohonan pembukaan kantor cabang paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak dokumen diterima dengan
lengkap oleh Bank Indonesia.
7. Surat pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada
angka 6 memuat mengenai:
a. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi tempat
usaha, dalam hal persyaratan dan kesesuaian dokumen
permohonan pembukaan kantor cabang telah dipenuhi;
dan
b. PVA Bukan Bank harus memenuhi persyaratan dan
kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dan angka 3 paling lama 14 (empat belas ) hari
kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank
Indonesia, dalam hal persyaratan dan kesesuaian
dokumen permohonan pembukaan kantor cabang PVA
Bukan Bank belum dipenuhi.
8. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi paling lama
5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan
tentang kelengkapan dan kesesuaian dokumen, untuk
memastikan kesesuaian dokumen permohonan pembukaan
kantor cabang dengan kondisi di lapangan, kelayakan lokasi
dan kesiapan kantor sebagaimana dimaksud pada butir A.7.
9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil
pemeriksaan lokasi kantor cabang sebagaimana dimaksud
pada butir 7.a. paling lama 14 (empat belas) hari kerja
sejak tanggal pemeriksaan lokasi, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. dalam …
14
a. dalam hal lokasi tempat usaha dinyatakan memenuhi
persyaratan, Bank Indonesia menerbitkan surat
persetujuan pembukaan kantor cabang yang dilampiri
dengan sertifikat kantor cabang dan logo PVA berizin;
b. dalam hal lokasi tempat usaha tidak memenuhi
persyaratan, PVA Bukan Bank harus memenuhi
persyaratan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
kerja sejak tanggal pemberitahuan hasil pemeriksaan
lokasi.
Dalam hal pemohon tidak dapat memenuhi dan/atau
menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud pada huruf b, maka permohonan pembukaan
kantor cabang PVA Bukan Bank dinyatakan batal.
10. Dalam hal PVA Bukan Bank yang juga sebagai
penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang, maka
persyaratan dan tata cara untuk pengajuan permohonan
pembukaan kantor cabang kegiatan usaha pengiriman uang
tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kegiatan usaha pengiriman uang.
11. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA
Bukan Bank mengenai penerbitan persetujuan pembukaan
kantor cabang, sertifikat kantor cabang dan logo PVA berizin
sebagaimana dimaksud pada butir 9.a.
12. Pengambilan surat persetujuan, sertifikat kantor cabang dan
logo PVA Berizin sebagaimana dimaksud pada angka 11
dilakukan oleh Direksi atau pihak yang diberi kuasa oleh
Direksi dengan contoh format surat sebagaimana tercantum
pada Lampiran I.E.
13. Kantor cabang PVA Bukan Bank wajib memasang :
a. logo PVA Berizin;
b.
tulisan ...
15
b. tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” atau
”Authorized Money Changer” yang mencantumkan nama
perusahaan, nomor dan tanggal KPmIU, nomor dan
tanggal surat persetujuan dalam ukuran yang cukup
mudah dilihat dan dibaca oleh nasabah; dan
c. sertifikat izin usaha yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia.
E. Pembukaan Gerai (Counter) PVA Bukan Bank
Persyaratan dan tata cara pembukaan gerai (counter) PVA Bukan
Bank diatur sebagai berikut:
1. Persyaratan pembukaan gerai (counter) PVA Bukan Bank
yaitu:
a.
jangka waktu pembukaan gerai (counter) PVA Bukan
Bank ditetapkan paling lama 1 (satu) bulan dan dapat
diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 1 (satu) bulan;
b. dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu,
misalnya di tempat pameran wisata dan/atau di asrama
haji pada masa pelaksanaan ibadah haji; dan
c. berada di wilayah yang sama dengan wilayah kantor
pusat dan/atau kantor cabang PVA Bukan Bank.
2. Kantor pusat PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis
pembukaan gerai (counter) kepada Bank Indonesia, dengan
menggunakan contoh surat pemberitahuan sebagaimana
tercantum pada Lampiran I.G.
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2
ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada Bank
Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir
A.4.
4. Bank ...
16
4. Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan tertulis
bahwa pembukaan gerai telah dicatat ke dalam database
Bank Indonesia.
F. Pemindahan Alamat Kantor PVA Bukan Bank
Persyaratan dan tata cara pemindahan alamat kantor baik kantor
pusat maupun kantor cabang PVA Bukan Bank diatur sebagai
berikut:
1. Kantor pusat PVA Bukan Bank mengajukan permohonan
secara tertulis pemindahan alamat kantor kepada Bank
Indonesia, dengan menggunakan contoh surat permohonan
sebagaimana tercantum pada Lampiran I.H.
2. Surat permohonan pemindahan alamat kantor sebagaimana
dimaksud pada angka 1 harus disertai dengan dokumen
sebagai berikut:
a. fotokopi surat keterangan domisili perusahaan dari
instansi pemerintah yang berwenang; dan
b. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama
perusahaan, pemegang saham, anggota Dewan Komisaris
dan/atau anggota Direksi atau surat perjanjian sewa
menyewa atau bentuk lainnya atas penggunaan tempat
usaha yang baru;
c. dalam hal pemindahan alamat kantor pusat PVA Bukan
Bank menyebabkan perubahan tempat kedudukan
badan hukum, maka PVA Bukan Bank menyampaikan:
1) fotokopi akta perubahan anggaran dasar; dan
2) fotokopi persetujuan perubahan anggaran dasar dari
instansi yang berwenang.
3. Surat permohonan pemindahan alamat kantor sebagaimana
dimaksud pada angka 1 ditandatangani oleh Direksi dan
disampaikan …
17
disampaikan kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir A.4.
4. Bagi PVA Bukan Bank yang akan memindahkan alamat
kantor pusat dan/atau kantor cabang ke DKI Jakarta,
Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta
Kotamadya Batam, harus mempunyai modal disetor paling
sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
Rupiah).
5. Pada saat mengajukan permohonan pemindahan alamat
kantor sebagaimana dimaksud pada angka 1, PVA Bukan
Bank harus menunjukkan dokumen asli yang akan
dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 2.
6. Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan tertulis
mengenai kelengkapan dan kesesuaian dokumen
permohonan pemindahan alamat kantor paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak dokumen diterima dengan
lengkap oleh Bank Indonesia.
7. Surat pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada
angka 6 antara lain memuat mengenai:
a. Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan lokasi
tempat usaha, dalam hal persyaratan dan kesesuaian
dokumen permohonan pemindahan alamat kantor
dipenuhi;
b. PVA Bukan Bank harus memenuhi persyaratan dan
kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dan angka 4 paling lama 14 (empat belas) hari
kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank
Indonesia, dalam hal persyaratan dan kesesuaian
dokumen ...
18
dokumen permohonan pemindahan alamat kantor PVA
Bukan Bank belum dipenuhi.
8. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi paling lama
5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan
tentang kelengkapan dan kesesuaian dokumen, untuk
memastikan kesesuaian dokumen permohonan pemindahan
alamat kantor dengan kondisi di lapangan, kelayakan lokasi
dan kesiapan kantor sebagaimana dimaksud pada butir A.7.
9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil
pemeriksaan lokasi kantor baru sebagaimana dimaksud
pada butir 7.a. paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
tanggal pemeriksaan lokasi, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. dalam hal lokasi tempat usaha dinyatakan memenuhi
persyaratan, Bank Indonesia menerbitkan surat
persetujuan pemindahan alamat kantor; atau
b. dalam hal lokasi tempat usaha tidak memenuhi
persyaratan, PVA Bukan Bank harus memenuhi
persyaratan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
kerja sejak tanggal pemberitahuan hasil pemeriksaan
lokasi.
Dalam hal pemohon tidak dapat memenuhi dan/atau
menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud pada huruf b, maka permohonan pemindahan
alamat kantor PVA Bukan Bank dinyatakan batal.
10. Dalam hal alamat kantor pusat PVA Bukan Bank
dipindahkan keluar dari wilayah kerja kantor Bank
Indonesia yang mewilayahinya, maka korespondensi terkait
dengan perizinan, perubahan perizinan, pelaporan dan hal
lain yang terkait dengan kegiatan usaha PVA untuk
selanjutnya …
19
selanjutnya disampaikan kepada kantor Bank Indonesia
setempat yang mewilayahi.
11. PVA Bukan Bank wajib memasang:
a. logo PVA Berizin;
b. tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” atau
”Authorized Money Changer” yang mencantumkan nama
perusahaan, nomor dan tanggal KPmIU dalam ukuran
yang cukup mudah dilihat dan dibaca oleh nasabah; dan
c. sertifikat izin usaha yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia.
G. Perubahan Pemegang Saham, anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi PVA Bukan Bank
Persyaratan dan tata cara perubahan pemegang saham, anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi PVA Bukan Bank diatur
sebagai berikut:
1. Kantor pusat PVA Bukan Bank mengajukan permohonan
rencana perubahan pemegang saham, anggota Dewan
Komisaris dan anggota Direksi secara tertulis kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh surat sebagaimana
tercantum pada Lampiran I.I.
2. Perubahan pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi PVA Bukan Bank sebagaimana dimaksud
pada angka 1 harus disertai dengan dokumen sebagai
berikut:
a.
fotokopi risalah hasil Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS); dan
b. dokumen pendukung calon pemegang saham, anggota
Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi yang
diusulkan ...
20
diusulkan sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.c,
A.2.d dan/atau A.2.e.
3. Surat permohonan rencana perubahan pemegang saham,
anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi
ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada Bank
Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir
A.4.
4. Pada saat mengajukan permohonan rencana perubahan
pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi sebagaimana dimaksud pada angka 1, PVA Bukan
Bank harus menunjukkan dokumen asli yang akan
dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 2.
5. Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan tertulis
mengenai kelengkapan dan kesesuaian dokumen perubahan
pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan/atau
anggota Direksi paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
dokumen diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal calon pemegang saham, anggota Dewan
Komisaris, dan/atau anggota Direksi yang diusulkan
telah memenuhi persyaratan, Bank Indonesia
menyampaikan undangan untuk mengikuti penyuluhan
mengenai ketentuan yang terkait dengan PVA.
b. PVA Bukan Bank harus melakukan penyelesaian atau
melakukan penggantian pemegang saham, anggota
Dewan Komisaris, dan/atau anggota Direksi, dalam hal
pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan/atau
anggota Direksi tercantum dalam daftar kredit macet
dan/atau daftar hitam nasional penarik cek dan/atau
bilyet ...
21
bilyet giro kosong paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia.
Dalam hal PVA Bukan Bank tidak dapat memenuhi
dan/atau menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu
sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka permohonan
dinyatakan batal.
6. Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan perubahan
pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan/atau
anggota Direksi paling lama 14 (empat belas) hari kerja
sejak penyuluhan sebagaimana dimaksud pada angka 5
huruf a telah dihadiri oleh calon pemegang saham dan/atau
anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi yang
diusulkan PVA Bukan Bank.
7. Berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada
angka 6, PVA Bukan Bank melakukan perubahan pemegang
saham dan/atau anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi PVA Bukan Bank dengan memenuhi ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
8. PVA Bukan Bank harus memberitahukan kepada Bank
Indonesia mengenai perubahan pemegang saham,
pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan/atau
pengangkatan anggota Direksi yang telah memperoleh
persetujuan Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
surat pemberitahuan sebagaimana tercantum pada
Lampiran I.J.
9. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 8
ditandatangani oleh Direksi dan harus disertai dokumen
sebagai berikut :
a. fotokopi akta perubahan anggaran dasar; dan
b.
fotokopi ...
22
b. fotokopi bukti penerimaan pemberitahuan atau
persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi
yang berwenang,
apabila perubahan pemegang saham, anggota Dewan
Komisaris dan/atau anggota Direksi wajib dituangkan dalam
akta perubahan anggaran dasar.
H. Perubahan Nama Perseroan Terbatas
Persyaratan dan tata cara pelaporan perubahan nama Perseroan
Terbatas PVA Bukan Bank diatur sebagai berikut:
1. Kantor Pusat PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis
perubahan nama PVA Bukan Bank kepada Bank Indonesia
dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum
pada Lampiran I.K.
2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus
disertai dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi akta perubahan anggaran dasar;
b. fotokopi persetujuan perubahan anggaran dasar dari
instansi yang berwenang; dan
c. asli sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank dan
sertifikat kantor cabang yang dimiliki.
3. Surat pemberitahuan perubahan nama PVA Bukan Bank
ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada Bank
Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir
A.4.
4. Pada saat menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 1, PVA Bukan Bank harus menunjukkan
dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi
dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2.
5. Bank ...
23
5. Bank Indonesia menerbitkan Surat Keputusan Perubahan
Nama Perseroan Terbatas, sertifikat izin usaha sebagai PVA
Bukan Bank dan sertifikat kantor cabang bagi PVA Bukan
Bank yang memiliki kantor cabang dengan nama baru,
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen
sebagaimana dimaksud pada angka 2 diterima dengan
lengkap oleh Bank Indonesia.
6. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA
Bukan Bank mengenai penerbitan Surat Keputusan
Perubahan Nama Perseroan Terbatas dan sertifikat
sebagaimana dimaksud dalam angka 5.
7. Pengambilan KPmIU dan sertifikat izin usaha sebagai PVA
Bukan Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 6
dilakukan oleh Direksi atau pihak yang diberi kuasa oleh
Direksi dengan contoh format surat sebagaimana tercantum
pada Lampiran I.E.
8. PVA Bukan Bank wajib memasang sertifikat izin usaha
dengan nama baru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
I. Perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor PVA Bukan
Bank
Persyaratan dan tata cara pelaporan perubahan modal dasar
dan/atau modal disetor diatur sebagai berikut :
1. Kantor Pusat PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis
perubahan modal dasar dan/atau modal disetor kepada
Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir A.4, dengan menggunakan contoh surat sebagaimana
tercantum pada Lampiran I.L.
2. Laporan ...
24
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1
ditandatangani oleh Direksi dan harus disertai dokumen
sebagai berikut:
a. dalam hal perubahan modal dasar atau pengurangan
modal disetor, maka PVA Bukan Bank menyampaikan :
1) fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar; dan
2) fotokopi persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari
instansi yang berwenang.
b. dalam hal penambahan modal disetor, maka PVA Bukan
Bank menyampaikan:
1) fotokopi akta atau risalah RUPS tentang perubahan
modal disetor;
2) fotokopi penerimaan pemberitahuan dari instansi
yang berwenang; dan
3) fotokopi bukti setoran modal yang berupa fotokopi
rekening giro atau tabungan atas nama perusahaan
di bank.
3. Pada saat menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 1, PVA Bukan Bank harus menunjukkan
dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi
dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2.
4. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan bahwa
perubahan modal dasar dan/atau modal disetor telah
dicatat di Bank Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari
kerja sejak dokumen diterima dengan lengkap oleh Bank
Indonesia.
J. Penghentian ...
25
J. Penghentian Kegiatan Usaha PVA Bukan Bank
1. Persyaratan dan tata cara penghentian sementara kegiatan
usaha PVA Bukan Bank untuk kantor pusat dan/atau
kantor cabang diatur sebagai berikut :
a. Kantor pusat PVA Bukan Bank melaporkan secara
tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir A.4, mengenai penghentian
sementara kegiatan usaha kantor pusat dan/atau kantor
cabang dengan disertai alasan penghentian kegiatan
sementara dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana tercantum pada Lampiran I.M.
b. Dalam hal PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis
penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada huruf a, maka PVA Bukan Bank harus
memenuhi kewajiban untuk menyampaikan Laporan
Keuangan dan Laporan Kegiatan Usaha periode
pelaporan sebelum PVA Bukan Bank menghentikan
sementara kegiatan usahanya.
c. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan
bahwa penghentian sementara kegiatan usaha kantor
pusat dan/atau kantor cabang telah dicatat dalam
database Bank Indonesia, paling lama 14 (empat belas)
hari kerja sejak surat pemberitahuan diterima oleh Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a.
d. Jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha
paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat
pemberitahuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada huruf c dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling
lama 6 (enam) bulan sejak berakhirnya penghentian
sementara kegiatan usaha.
e. PVA ...
26
e. PVA Bukan Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a
wajib melakukan pembukaan kembali kegiatan usaha
kantor pusat dan/atau kantor cabang setelah
berakhirnya jangka waktu penghentian sementara
kegiatan usaha dan melaporkan pembukaan tersebut
kepada Bank Indonesia paling lama 20 (dua puluh) hari
kerja sejak berakhirnya jangka waktu penghentian
kegiatan usaha yang bersifat sementara dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
tercantum pada Lampiran I.N.
f. PVA Bukan Bank dapat melakukan pembukaan kembali
kegiatan usaha kantor pusat dan/atau kantor cabang
sebelum berakhirnya jangka waktu penghentian
sementara kegiatan usaha dan melaporkan pembukaan
tersebut kepada Bank Indonesia paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak pembukaan kembali kegiatan
usaha PVA Bukan Bank dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.N.
g. Dalam hal PVA Bukan Bank mengajukan perpanjangan 1
(satu) kali dengan jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan, maka tata cara pelaksanaan mengikuti
mekanisme sebagaimana dimaksud pada huruf a, paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum jangka waktu
penghentian sementara kegiatan usaha berakhir, dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
tercantum pada Lampiran I.O.
2. Persyaratan dan tata cara penghentian permanen kegiatan
usaha kantor pusat atau kantor cabang PVA Bukan Bank,
diatur sebagai berikut:
a. Kantor Pusat
1) PVA ...
27
1) PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis kepada
Bank Indonesia penghentian permanen kegiatan
usaha kantor pusat PVA Bukan Bank disertai
dengan alasan penghentian kegiatan usaha tersebut
dan dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a) asli KPmIU;
b) asli surat persetujuan pembukaan kantor cabang;
c) asli sertifikat izin usaha yang dimiliki baik
sertifikat kantor pusat maupun kantor cabang;
d) asli logo PVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia baik logo PVA berizin kantor pusat
maupun kantor cabang;
e) fotokopi risalah RUPS mengenai penghentian
kegiatan usaha PVA Bukan Bank; dan
f) surat pernyataan bermeterai cukup dari
pemegang saham bahwa langkah-langkah
penyelesaian kewajiban yang terkait dengan
kegiatan PVA Bukan Bank telah diselesaikan dan
apabila terdapat tuntutan di kemudian hari
menjadi tanggung jawab pemegang saham.
2) Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada
Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir A.4, dengan menggunakan contoh surat
sebagaimana tercantum pada Lampiran I.P.
3) Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pencabutan
Izin Usaha (KPnIU) paling lama 14 (empat belas) hari
kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada
angka 1) diterima dengan lengkap oleh Bank
Indonesia.
4) Bank ...
28
4) Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis
kepada PVA Bukan Bank mengenai penerbitan surat
pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada
angka 3).
5) KPmIU dan sertifikat izin usaha dinyatakan tidak
berlaku sejak Bank Indonesia menerbitkan KPnIU.
6) Dalam hal Kantor Pusat PVA Bukan Bank
mengajukan permohonan persetujuan penghentian
permanen kegiatan usaha untuk kantor pusat, maka
penghentian permanen kegiatan usaha berlaku
untuk seluruh kantor cabang yang dimiliki.
7) Bank Indonesia mengumumkan pencabutan izin
usaha PVA Bukan Bank sebagaimana dimaksud pada
angka 3) melalui website Bank Indonesia
(http://www.bi.go.id).
b. Kantor Cabang
1) Kantor Pusat PVA Bukan Bank melaporkan secara
tertulis kepada Bank Indonesia penghentian
permanen kegiatan usaha kantor cabang PVA Bukan
Bank disertai dengan alasan penghentian kegiatan
usaha tersebut dan dilengkapi dengan dokumen
sebagai berikut:
a) asli surat persetujuan pembukaan kantor cabang;
b) asli sertifikat kantor cabang; dan
c) asli logo PVA berizin bagi kantor cabang yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
2) Laporan penghentian permanen kantor cabang
sebagaimana dimaksud pada angka 1)
ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada
Bank ...
29
Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir A.4, dengan menggunakan
contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran
I.Q.
3) Bank Indonesia menerbitkan surat penghentian
permanen kegiatan usaha kantor cabang paling lama
14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen
sebagaimana dimaksud pada angka 1) diterima
secara lengkap.
II. TATA CARA PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH
Tata cara penerapan prinsip mengenal nasabah berpedoman pada
Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan
program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme
pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank serta Surat Edaran Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Pedoman Standar Penerapan
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada
Pedagang Valuta Asing.
III. PENGAWASAN DAN PEMBINAAN
1. Bank Indonesia melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap PVA Bukan Bank.
2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
secara langsung dan/atau tidak langsung.
3. Pengawasan langsung dilakukan melalui pemeriksaan umum
dan/atau pemeriksaan khusus.
4. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui analisa dan
evaluasi atas laporan yang disampaikan PVA Bukan Bank
kepada Bank Indonesia.
5. Pemeriksaan ...
30
5. Pemeriksaan umum sebagaimana dimaksud dalam angka 3
meliputi aspek-aspek antara lain:
a. pemenuhan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai PVA Bukan Bank dan ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penerapan program APU dan PPT
bagi PVA Bukan Bank;
b. kebenaran laporan berkala dan laporan lainnya yang
disampaikan kepada Bank Indonesia; dan
c. penerapan kebijakan manajemen intern.
6. Pemeriksaan khusus sebagaimana dimaksud pada angka 3
dilakukan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia atau
adanya permintaan dari instansi atau lembaga terkait.
7. Pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan
angka 6 dilengkapi dengan surat penugasan dari Bank
Indonesia.
8. Dalam pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
angka 3, PVA Bukan Bank harus memberikan kepada
pemeriksa, antara lain :
a. data pembukuan dan data pendukung;
b. kesempatan untuk melihat aktivitas operasional dan sarana
fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan/atau
c. keterangan dari pihak yang memiliki kompetensi dan
berwenang pada saat pemeriksaan sedang berlangsung.
9. Pengawasan terhadap PVA Bukan Bank dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), bagi PVA Bukan Bank
yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPw BI
DN), bagi PVA Bukan Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja ...
31
kerja KPw BI DN yang mengacu pada pembagian wilayah
kerja sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. D.
10. Dalam pelaksanaan pemeriksaan terhadap PVA Bukan Bank,
Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan instansi lain atau
menugaskan pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia
melakukan pemeriksaan terhadap PVA Bukan Bank.
11. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak lain sebagaimana
dimaksud pada angka 10 dilengkapi dengan surat penugasan
dari Bank Indonesia.
12. Dalam melaksanakan pengawasan terhadap PVA Bukan Bank,
Bank Indonesia dapat menyampaikan surat pembinaan yang
wajib ditindaklanjuti oleh PVA Bukan Bank.
13. Dalam hal PVA Bukan Bank melakukan kegiatan usaha
pengiriman uang maka pengawasan terhadap penyelenggaraan
kegiatan usaha pengiriman uang dilakukan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan
usaha pengiriman uang.
IV. PELAPORAN
PVA Bukan Bank wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Bank
Indonesia secara lengkap, benar dan akurat, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Jenis Laporan
a. Laporan berkala terdiri dari
1) Laporan Kegiatan Usaha (LKU), yaitu :
Laporan transaksi penjualan dan pembelian UKA serta
Laporan pembelian TC sebagaimana tercantum pada
Lampiran II.A.
2) Laporan Keuangan, yaitu :
Laporan …
32
Laporan keuangan yang terdiri dari Neraca, Laporan
Laba Rugi, dan Laporan Perubahan Ekuitas akhir
tahun berjalan sebagaimana contoh pada Lampiran
II.B.
Laporan berkala disusun dengan mengacu kepada Pedoman
Pembukuan dan Penyusunan Laporan Keuangan PVA Bukan
Bank sebagaimana tercantum pada Lampiran II.C.
b. Laporan lainnya, yaitu:
1)
2)
laporan yang berkaitan dengan kegiatan lalu lintas
devisa, apabila diperlukan;
laporan transaksi keuangan mencurigakan dan laporan
transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam
jumlah kumulatif tertentu sesuai ketentuan yang
berlaku; dan
3)
laporan lainnya setiap waktu apabila diperlukan.
2. Bentuk dan Penyampaian Laporan Berkala
a. Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada butir 1.a
dibuat dalam bentuk data elektronik dan disampaikan
kepada Bank Indonesia secara online dengan menggunakan
media internet pada website Laporan Kantor Pusat Bank
Umum (LKPBU) - PVA .
b. Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada butir 1.a
dinyatakan telah diterima oleh Bank Indonesia sesuai
tanggal terima sistem LKPBU.
c. Tata cara penyampaian laporan secara online diatur dalam
Petunjuk Teknis Pelaporan PVA Online sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III.
d. Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada butir 1.a,
dibuat oleh kantor pusat PVA Bukan Bank secara
konsolidasi ...
33
konsolidasi yang meliputi laporan kantor pusat, kantor
cabang dan gerai (counter) .
3. Periode Penyampaian Laporan
a. Periode Penyampaian Laporan Berkala
1) LKU
a) PVA Bukan Bank menyampaikan LKU setiap triwulan
paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
b) LKU berisi data laporan bulanan yang mencakup
laporan penjualan dan pembelian UKA serta
pembelian TC periode bulanan.
c) Teknis pelaksanaan pelaporan LKU sebagaimana
dimaksud pada angka 1) disajikan dan disampaikan
kepada Bank Indonesia secara bulanan setiap bulan
berikutnya, paling lambat pada akhir bulan
berikutnya setelah periode triwulan yang
bersangkutan.
Contoh Laporan Berkala Triwulan 1:
(1) LKU bulan Januari disampaikan bulan Februari;
(2) LKU bulan Februari disampaikan bulan Maret;
(3) LKU bulan Maret disampaikan bulan April;
LKU Triwulan 1 (bulan Januari, Februari, dan Maret)
dianggap terlambat apabila disampaikan setelah
akhir bulan April.
2) Laporan Keuangan
Laporan keuangan disampaikan paling lambat pada
akhir bulan Maret tahun berikutnya.
b. Batas waktu penyampaian laporan berkala disampaikan
sebagai berikut :
1) Laporan …
34
1) Laporan berkala secara online wajib disampaikan paling
lambat tanggal akhir bulan pukul 24.00 Waktu Indonesia
Barat (WIB) setelah berakhirnya periode penyampaian
laporan berkala sebagaimana dimaksud pada huruf a.
2) Apabila hari terakhir penyampaian laporan berkala
jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur maka
batas waktu penyampaian laporan secara online tetap
sebagaimana dimaksud pada angka 1), atau PVA Bukan
Bank dapat menyampaikan laporan berkala pada hari
kerja berikutnya secara offline.
c. Dalam hal PVA Bukan Bank yang akan dan/atau
melakukan penghentian sementara kegiatan usaha, maka
penyampaian laporan berkala diatur sebagai berikut :
1) PVA Bukan Bank yang mengajukan permohonan
penghentian sementara kegiatan usaha, tetap
menyampaikan Laporan Keuangan dan LKU periode
pelaporan sebelum PVA Bukan Bank menghentikan
sementara kegiatan usahanya.
Contoh:
Apabila tanggal 20 Februari 2012 merupakan tanggal
penghentian sementara kegiatan usaha PVA Bukan Bank
maka PVA Bukan Bank tersebut tetap menyampaikan
LKU bulan Januari 2012 dan Laporan Keuangan tahun
2011.
2) Selama periode penghentian sementara kegiatan usaha,
PVA Bukan Bank tidak perlu menyampaikan LKU.
3) PVA Bukan Bank yang menghentikan sementara
kegiatan usahanya tetap menyampaikan Laporan
Keuangan sesuai ketentuan butir a.2).
4. Penyampaian …
35
4. Penyampaian Laporan PVA Bukan Bank yang juga melakukan
kegiatan usaha pengiriman uang
Dalam hal PVA Bukan Bank sekaligus melakukan kegiatan
usaha pengiriman uang, penyampaian laporan kegiatan usaha
pengiriman uang tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kegiatan usaha pengiriman uang.
5. Penyampaian laporan dalam kondisi gangguan dan/atau
keadaan darurat
Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan PVA Bukan
Bank tidak dapat mengirimkan laporan secara online, maka:
a. PVA Bukan Bank dapat mengirimkan laporan berkala secara
online melalui media internet pada website pelaporan PVA di
lokasi Bank Indonesia dengan terlebih dahulu
menyampaikan surat permohonan kepada Bank Indonesia
yang ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan ke
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4.
b. Waktu layanan ditetapkan oleh kantor Bank Indonesia yang
mewilayahi kantor pusat PVA Bukan Bank yang
bersangkutan.
c. Dalam hal terjadi kondisi gangguan hardware, aplikasi
dan/atau jaringan komunikasi data dan/atau keadaan
darurat di Bank Indonesia sehingga PVA Bukan Bank tidak
dapat mengirimkan laporan secara online sampai dengan
batas waktu yang ditetapkan, maka Bank Indonesia
memberitahukan kepada PVA Bukan Bank mengenai kondisi
gangguan dan/atau keadaan darurat serta langkah-langkah
yang perlu dilakukan oleh PVA Bukan Bank dalam
menyampaikan laporan berkala.
V. TATA …
36
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Pengenaan sanksi terhadap PVA Bukan Bank diatur sebagai berikut:
1. Bank Indonesia mengenakan sanksi kepada PVA Bukan Bank
berupa teguran tertulis pertama, teguran tertulis kedua,
peringatan khusus atau pencabutan izin usaha, atas
pelanggaran Peraturan Bank Indonesia mengenai PVA.
2. Bank Indonesia menyampaikan surat sanksi berupa teguran
tertulis pertama dalam hal PVA Bukan Bank melakukan
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1)
Peraturan Bank Indonesia tentang PVA.
3. PVA Bukan Bank wajib menindaklanjuti sanksi teguran tertulis
pertama dan melaporkannya secara tertulis kepada Bank
Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4,
paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal
dikeluarkannya sanksi teguran tertulis pertama.
4. Bank Indonesia menyampaikan surat sanksi berupa teguran
tertulis kedua dalam hal PVA Bukan Bank:
a.
tidak menindaklanjuti teguran tertulis pertama
sebagaimana dimaksud pada angka 2; dan/atau
b. melakukan pelanggaran yang sama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia tentang
PVA untuk kedua kali dalam waktu 6 (enam) bulan sejak
tanggal dikeluarkannya teguran tertulis pertama.
5. PVA Bukan Bank wajib menindaklanjuti sanksi teguran tertulis
kedua dan melaporkannya secara tertulis kepada Bank
Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4,
paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal
dikeluarkannya teguran tertulis kedua.
6. Bank Indonesia mengenakan sanksi berupa peringatan khusus
dalam hal PVA Bukan Bank melakukan pelanggaran
sebagaimana …
37
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) Peraturan Bank
Indonesia tentang PVA.
7. PVA Bukan Bank wajib menindaklanjuti sanksi peringatan
khusus sebagaimana dimaksud pada angka 6 paling lama 6
(enam) bulan sejak tanggal dikeluarkannya sanksi peringatan
khusus.
8. Bank Indonesia mengenakan sanksi pencabutan izin usaha
dalam hal:
a. PVA Bukan Bank tidak menindaklanjuti sanksi peringatan
khusus sebagaimana dimaksud pada angka 6; atau
b. apabila modal disetor diketahui berasal dari dan/atau
untuk tujuan pencucian uang.
9. Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada angka 8
diatur sebagai berikut:
a. Bank Indonesia menerbitkan KPnIU yang menyatakan
bahwa izin usaha PVA Bukan Bank tidak berlaku.
b. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada
PVA Bukan Bank mengenai pencabutan izin usaha PVA
Bukan Bank.
c. KPmIU dan sertifikat izin usaha dinyatakan tidak berlaku
sejak Bank Indonesia menerbitkan KPnIU.
10. Bank Indonesia mengumumkan pencabutan izin usaha PVA
Bukan Bank sebagaimana dimaksud pada butir 9.a melalui
website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id).
VI. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VII. KETENTUAN ...
38
VII. KETENTUAN PERALIHAN
1. Permohonan izin usaha, pembukaan kantor cabang,
pemindahan alamat kantor, perubahan pemegang saham,
perubahan anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi,
perubahan nama perseroan terbatas, perubahan modal dasar
dan/atau modal disetor dan penghentian sementara atau
permanen kegiatan usaha yang sudah diterima oleh Bank
Indonesia sebelum berlakunya Surat Edaran ini, diberlakukan
dan diproses sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 9/23/DPM/2007 tanggal 8 Oktober 2007 perihal Tata
Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah,
Pengawasan, Pelaporan dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang
Valuta Asing Bukan Bank.
2. Untuk LKU Triwulan 2 (April, Mei, Juni) Tahun 2012,
PVA Bukan Bank selain menyampaikan LKU kepada Bank
Indonesia secara online dalam bentuk data elektronik, juga
harus menyampaikan LKU dalam bentuk hardcopy yang
memuat data sebagaimana yang tercantum pada Lampiran II.
3. Dalam masa peralihan sebagaimana dimaksud pada angka 2,
LKU Triwulan 2 Tahun 2012 dinyatakan telah diterima oleh
Bank Indonesia sesuai tanggal terima LKU yang diberikan
oleh sistem LKPBU atau tanggal terima LKU dalam bentuk
hardcopy oleh Bank Indonesia.
VIII. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/23/DPM tanggal 8
Oktober 2007 perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip
Mengenal ...
39
Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan
Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank; dan
2. Surat Edaran Nomor 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009 perihal
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
9/23/DPM tanggal 8 Oktober 2007 perihal Tata Cara Perizinan,
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan,
dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan
Bank,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
10 Mei 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN
MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/15/DPM|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Perizinan, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title>
<set_date> 10 Mei 2012 </set_date>
<effective_date> 10 Mei 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '11/7/DPM|SE-BI/2009', '9/23/DPM|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '12/22/PBI/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 7/17/DPM
Jakarta, 31 Mei 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April
2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang
Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/11/PBI/2005 tanggal 31 Maret
2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 34, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4491), maka Bank Indonesia
menetapkan marjin suku bunga penjaminan simpanan pihak ketiga dan pasar uang
antar bank sebagai berikut:
1. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah
ditetapkan sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
3 bulan
6 bulan
Marjin
(basis point)
Ditambah 0 (nol)
Ditambah 5 (lima)
Ditambah 10 (sepuluh)
12 bulan Ditambah 25 (dua puluh lima)
24 bulan Ditambah 55 (lima puluh lima)
dari …
2
dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada
lelang terakhir.
2. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam US Dollar
ditetapkan sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
Marjin
(basis point)
3 bulan Ditambah 88 (delapan puluh delapan)
6 bulan
Ditambah 90 (sembilan puluh)
Ditambah 86 (delapan puluh enam)
Ditambah 77 (tujuh puluh tujuh)
12 bulan Ditambah 79 (tujuh puluh sembilan)
24 bulan
dari rata-rata suku bunga deposito dalam US Dollar bank-bank anggota Jakarta
Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
3. Marjin untuk maksimum Suku Bunga PUAB ditetapkan sebagai berikut :
a. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin
Pemerintah ditetapkan 0 (nol) basis point di atas rata-rata tertimbang suku
bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
b. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US
Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 202 (dua ratus dua) basis
point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight dalam
valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/15/DPM tanggal 29 April 2005 perihal Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan
Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2005.
Agar …
3
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/17/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 31 Mei 2005 </set_date>
<effective_date> 1 Juni 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '7/15/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '6/11/PBI/2004', '7/11/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 10/12/DASP
Jakarta, 5 Maret 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PESERTA
SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT DAN
SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA
DI INDONESIA
Perihal : Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account
Dalam rangka melakukan pengelolaan keuangan negara (cash
management) yang lebih efektif dan efisien, Pemerintah telah menerapkan
Treasury Single Account (TSA) secara bertahap pada sejumlah Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) dengan melibatkan Peserta Sistem Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) dan Peserta Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) untuk melakukan transaksi dalam
rangka TSA melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI.
Sehubungan dengan telah diterapkannya TSA pada seluruh KPPN di
Indonesia, dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai
penetapan biaya penggunaan Sistem BI-RTGS dan SKNBI dalam rangka
pelaksanaan TSA sebagai peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No. 10/6/PBI/2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4820) dan PBI No.
7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran
Negara …
2
Negara Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4516), sebagai berikut :
I.
PELAKSANA TSA
1. Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen
Keuangan Republik Indonesia, menetapkan Bank dan Pihak Selain
Bank yang merupakan mitra kerja KPPN sebagai pelaksana TSA.
2. Penetapan Bank dan Pihak Selain Bank sebagai pelaksana TSA
sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberitahukan secara tertulis
kepada Bank Indonesia oleh Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Departemen Keuangan Republik Indonesia.
3. Dalam penerapan TSA, Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Departemen Keuangan Republik Indonesia
menetapkan Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Peserta SKNBI sebagai
pelaksana TSA, yang meliputi:
a. Kantor Pusat Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor Pusat
Peserta SKNBI yang menjadi mitra kerja KPPN;
b. Kantor Cabang Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor
Cabang Peserta SKNBI yang menjadi mitra kerja KPPN
sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
c. Kantor lainnya dari Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor
lainnya dari Peserta SKNBI yang melakukan transaksi terkait
penerapan TSA.
II.
JENIS TRANSAKSI, PENGGUNAAN TRANSACTION REFERENCE
NUMBER (TRN) DAN SANDI TRANSAKSI DALAM PENERAPAN
TSA
1.
Jenis transaksi, penggunaan TRN, dan sandi transaksi dalam rangka
penerapan TSA diatur sebagaimana tercantum pada Lampiran Surat
Edaran ini.
2. Peserta Sistem BI-RTGS yang melakukan transaksi dalam rangka
penerapan TSA harus menggunakan TRN dan mengisi payment detail
yang …
3
yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercantum
pada Lampiran Surat Edaran ini.
3. Peserta SKNBI yang melakukan transaksi dalam rangka penerapan
TSA harus menggunakan sandi transaksi dan mengisi keterangan yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercantum pada
Lampiran Surat Edaran ini.
4. TRN IFTSA001 hanya dapat digunakan untuk transaksi dengan
nominal Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ke atas, sedangkan
untuk transaksi dengan nominal di bawah Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) harus melalui SKNBI.
5. Untuk transaksi di bawah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang
dilakukan setelah jadwal pengiriman Data Keuangan Elektronik
(DKE) Kredit pada Kliring Kredit Siklus Kedua berakhir, Peserta
Sistem BI-RTGS masih dapat mengirimkan transaksi dengan
menggunakan TRN IFTSA002.
III. PENGENAAN BIAYA TRANSAKSI TSA
Pengenaan biaya transaksi TSA diatur sebagai berikut :
1. Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI yang melakukan
transaksi dengan menggunakan TRN atau sandi transaksi dalam
rangka penerapan TSA sebagaimana dimaksud pada butir II.1
dikenakan biaya transaksi sebesar Rp0,00 (nol rupiah) per transaksi.
2. Dalam hal Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 menggunakan TRN atau sandi transaksi
selain TRN atau sandi transaksi yang tercantum pada Lampiran Surat
Edaran ini, maka Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI
tersebut dikenakan biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS atau
SKNBI sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai biaya dalam penggunaan Sistem BI-RTGS dan
biaya dalam penyelenggaraan SKNBI.
3. Peserta …
4
3. Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI yang menggunakan
TRN atau sandi transaksi dalam rangka TSA selain untuk transaksi
TSA dikenakan biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai biaya
dalam penggunaan Sistem BI-RTGS dan biaya dalam penyelenggaraan
SKNBI, ditambah dengan biaya administrasi sebesar Rp5.000,00 (lima
ribu rupiah) per transaksi.
4. Pengenaan biaya transaksi dan biaya administrasi sebagaimana
dimaksud pada angka 3 dilakukan dengan cara mendebet Rekening
Giro Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI di Bank Indonesia
pada saat Bank Indonesia mengetahui adanya kesalahan penggunaan
TRN dan/atau sandi transaksi.
IV. MASA TRANSISI SISTEM
1. Khusus untuk transaksi TSA yang dilakukan melalui SKNBI,
mekanisme pembebanan biaya transaksi Rp0,00 (nol rupiah) dilakukan
sebagai berikut :
a. Bank yang melakukan transaksi TSA melalui SKNBI dikenakan
biaya transaksi kliring kredit sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai biaya dalam
penyelenggaraan SKNBI.
b. Pada awal bulan berikutnya, Bank Indonesia mengembalikan
biaya transaksi kliring kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf
a kepada Bank.
2. Mekanisme sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan paling
lambat sampai dengan akhir Desember 2008.
3. Dalam hal pelimpahan pajak belum dilakukan setiap hari namun
dilakukan pada hari kerja tertentu, maka TRN BIRSA501 belum dapat
digunakan sehingga pelimpahan pajak tetap menggunakan TRN dan
dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai
Sistem BI-RTGS.
V. PENUTUP …
5
V. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank
Indonesia No. 9/22/DASP tanggal 1 Oktober 2007 perihal Penetapan Biaya
Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Penerapan
Treasury Single Account dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada
tanggal 31 Maret 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DYAH N.K. MAKHIJANI
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/12/DASP|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account </reg_title>
<set_date> 5 Maret 2008 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date>
<replaced_reg> '9/22/DASP|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '7/18/PBI/2005', '10/6/PBI/2008' </related_reg>
|
1
No.17/30/DPSP
Jakarta, 13 November 2015
SURAT EDARAN
Perihal: Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan
Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5762), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai
penyelenggaraan Setelmen Dana seketika melalui Sistem Bank Indonesia-
Real Time Gross Settlement dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana Transfer Dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual.
2. Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS yang selanjutnya disebut
Transfer Dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan
perintah dari Peserta pengirim yang bertujuan memindahkan
sejumlah dana kepada Peserta penerima yang disebutkan dalam
perintah Transfer Dana sampai dengan diterimanya dana oleh
penerima.
3. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan
sebagai sarana penatausahaan transaksi dan penatausahaan surat
berharga yang dilakukan secara elektronik.
4. Penyelenggara ...
2
4. Penyelenggara Sistem BI-RTGS yang selanjutnya disebut
Penyelenggara adalah Bank Indonesia yang menyelenggarakan
sistem dalam kegiatan Setelmen Dana seketika melalui Sistem
BI-RTGS.
5. Peserta Sistem BI-RTGS yang selanjutnya disebut sebagai
Peserta adalah pihak yang telah memenuhi persyaratan dan
telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara sebagai
peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
6. Rekening Setelmen Dana adalah rekening Peserta pada Sistem
BI-RTGS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia untuk pelaksanaan Setelmen
Dana.
7. Rekening Giro adalah rekening giro sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
rekening giro di Bank Indonesia.
8. Pejabat Yang Mewakili adalah pejabat yang berwenang mewakili
pemilik Rekening Giro untuk melakukan penarikan dana,
penandatanganan surat, dan/atau kegiatan yang terkait dengan
Rekening Giro di Bank Indonesia dan kepesertaan Sistem BI-RTGS
yang terdiri atas Pimpinan dan/atau Pejabat Penerima Kuasa.
9. Pimpinan adalah direksi atau pejabat yang berwenang mewakili
dalam kepesertaan Sistem BI-RTGS dan hubungan Rekening
Giro sesuai ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pemilik
Rekening Giro sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai rekening giro di Bank
Indonesia.
10. Pejabat Penerima Kuasa adalah Pejabat Penerima Kuasa Tanpa
Hak Substitusi dan/atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak
Substitusi.
11. Pejabat Penerima Kuasa Tanpa Hak Substitusi adalah pejabat yang
menerima kuasa khusus tanpa hak substitusi dari Pimpinan atau
Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi, untuk melakukan
kegiatan penarikan dana, penandatanganan surat, dan/atau
kegiatan yang terkait dengan hubungan Rekening Giro dengan
Bank Indonesia dan kepesertaan Sistem BI-RTGS.
12. Pejabat...
3
12. Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi adalah pejabat
yang menerima kuasa khusus dengan 1 (satu) kali hak
substitusi dari Pimpinan untuk melakukan kegiatan penarikan
dana, penandatanganan surat, dan/atau kegiatan yang terkait
dengan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia dan
kepesertaan Sistem BI-RTGS.
13. Setelmen Dana adalah proses penyelesaian akhir transaksi
keuangan melalui pendebitan dan pengkreditan Rekening
Setelmen Dana.
14. RTGS Central Node yang selanjutnya disingkat RCN adalah Sistem
BI-RTGS di Penyelenggara yang menyediakan fungsi penatausahaan
Rekening Setelmen Dana, Setelmen Dana, dan fungsi-fungsi lain
dalam rangka penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
15. RTGS Participant Platform yang selanjutnya disingkat RPP adalah
Sistem BI-RTGS di Peserta yang terhubung dengan RCN dan
digunakan oleh Peserta untuk melakukan kegiatan pengiriman
instruksi Setelmen Dana, akses informasi, dan/atau pengelolaan
data Peserta.
16. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan
Bank Umum Syariah termasuk Unit Usaha Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perbankan syariah.
17. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai perbankan syariah.
18. Connected User adalah user yang ditatausahakan dan diberikan
oleh Penyelenggara kepada Peserta untuk melakukan akses ke
RCN melalui RPP serta memiliki Digital Certificate untuk
mekanisme pengamanan pengiriman instruksi Setelmen Dana
dari RPP ke RCN serta penerimaan dan pengiriman
administrative message dari dan ke RCN.
19. Unconnected...
4
19. Unconnected User adalah user yang didaftarkan oleh Peserta
pada RPP yang memiliki fungsi membuat instruksi dan
melakukan kegiatan yang bersifat lokal, namun tidak dapat
mengirimkan instruksi ke RCN.
20. Digital Certificate adalah suatu sertifikat dalam bentuk file
terproteksi yang memuat identitas pemilik sertifikat, kunci
enkripsi untuk melakukan verifikasi tanda tangan digital
pemilik, dan periode validitas sertifikat yang dihasilkan oleh
Infrastruktur Kunci Publik Bank Indonesia.
21. Digital Certificate Hard Token adalah Digital Certificate yang
disimpan di dalam media USB eToken.
22. Digital Certificate Soft Token adalah Digital Certificate yang
disimpan di dalam media optic yang bersifat read only yang akan
di-install pada server RPP.
23. United States Dollar Clearing House Automated Transfer System,
yang selanjutnya disebut USD CHATS adalah suatu sistem
Transfer Dana real time gross settlement dalam mata uang Dolar
Amerika Serikat di Hong Kong.
24. Mekanisme United States Dollar/Indonesian Rupiah Payment-
versus-Payment yang selanjutnya disebut USD/IDR PvP adalah
mekanisme setelmen untuk transaksi jual beli mata uang Dolar
Amerika Serikat terhadap mata uang rupiah antar-Peserta,
dimana proses setelmen kedua mata uang dilakukan secara
bersamaan (simultaneous settlements) pada RCN (untuk mata
uang rupiah) dan sistem komputer dari penyelenggara USD
CHATS di Hong Kong (untuk mata uang Dolar Amerika Serikat).
25. Payment-Versus-Payment yang selanjutnya disingkat PvP adalah
mekanisme Setelmen Dana dalam mata uang Rupiah pada
Sistem BI-RTGS atas transaksi jual beli mata uang Dolar
Amerika Serikat terhadap mata uang Rupiah antar-Peserta.
26. Sistem Antrian adalah mekanisme yang mengatur urutan
pelaksanaan Setelmen Dana atas transaksi yang belum dapat
diselesaikan pada Sistem BI-RTGS.
27. Fasilitas...
5
27. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas yang disediakan oleh
Penyelenggara untuk Peserta sebagai cadangan dalam hal terjadi
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang
menyebabkan Peserta tidak dapat menggunakan Sistem BI-
RTGS di lokasi Peserta.
28. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi
sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada
perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi
maupun sarana pendukung Sistem BI-RTGS yang
mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
29. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar
kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang menyebabkan
kegiatan operasional Sistem BI-RTGS tidak dapat
diselenggarakan yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas
pada kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, serta bencana
alam seperti gempa bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak
penguasa atau pejabat yang berwenang setempat, termasuk
Bank Indonesia.
II. PENYELENGGARA
A. Organisasi Penyelenggara
1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia c.q. Departemen
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP).
2. Kegiatan korespondensi terkait kegiatan penyelenggaraan
ditujukan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Kegiatan terkait kepesertaan dan operasional
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS ditujukan ke alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Surat
Berharga
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
b. Kegiatan...
6
b. Kegiatan korespondensi terkait dengan pemantauan
kepatuhan Peserta terhadap penyelenggaraan Sistem
BI-RTGS ditujukan ke alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi Kepatuhan Peserta,
Pembayaran Bank Indonesia, dan Manajemen Intern
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
3. Penyelenggara menyediakan help desk untuk menangani
permasalahan operasional Sistem BI-RTGS yang dihadapi
oleh Peserta dengan nomor sebagai berikut:
No. telepon : 021 2981 8888
No. faksimile : 021 231 0485.
4. Dalam hal terdapat perubahan alamat sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 dan/atau perubahan nomor
telepon dan/atau faksimile sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 maka Penyelenggara memberitahukan perubahan
tersebut melalui surat dan/atau sarana lainnya.
B. Tugas dan Wewenang Penyelenggara
Dalam rangka menyelenggarakan Sistem BI-RTGS,
Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menetapkan ketentuan dan prosedur dalam
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
2. Menyediakan sarana dan prasarana Sistem BI-RTGS
sebagai berikut:
a. perangkat keras (hardware) pada Penyelenggara dan
aplikasi RCN (software);
b. satu Jaringan Komunikasi Data (JKD) yang
menghubungkan RPP Utama dengan RCN;
c. aplikasi RPP dan perubahannya serta Buku Pedoman
Pengoperasian Sistem BI-RTGS yang disampaikan oleh
Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain;
d. Fasilitas...
Informasi Sistem
7
d. Fasilitas Guest Bank; dan
e. sarana dan prasarana pendukung lainnya termasuk
untuk pelaksanaan mekanisme Setelmen Dana
USD/IDR PvP pada Sistem BI-RTGS.
3. Melaksanakan kegiatan operasional Sistem BI-RTGS sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan, antara lain sebagai
berikut:
a. melakukan kegiatan Setelmen Dana seketika atas
Transfer Dana; dan
b. menyediakan data/informasi hasil Setelmen Dana
seketika atas Transfer Dana.
4. Melakukan upaya untuk menjamin keandalan,
ketersediaan, dan keamanan penyelenggaraan Sistem BI-
RTGS, antara lain sebagai berikut:
a. melakukan pengelolaan dan pengoperasian RCN;
b. menyediakan help desk untuk menangani masalah
operasional penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
dan/atau JKD;
c. memberikan layanan yang berkaitan dengan
kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS;
d. menetapkan waktu operasional penyelenggaraan
Sistem BI-RTGS;
e. memiliki standar layanan minimum penyelenggaraan
Sistem BI-RTGS antara lain standar layanan waktu
terkait kepesertaan dan standar layanan dalam
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS;
f. menetapkan dan memberlakukan ketentuan dan
prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat;
g. memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan
pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan/atau
h. menetapkan status kepesertaan Peserta.
5. Melakukan pemantauan kepatuhan Peserta terhadap
ketentuan dan prosedur yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
6. Menetapkan...
8
6. Menetapkan dan mengenakan sanksi administratif.
7. Menetapkan batas nilai nominal transaksi yang dapat
dilakukan melalui Sistem BI-RTGS, apabila diperlukan.
8. Menetapkan jenis dan besarnya biaya dalam
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, termasuk batas biaya
paling banyak yang dikenakan Peserta kepada nasabahnya.
III. KEPESERTAAN
A. Prinsip Umum
1. Pihak-pihak yang dapat menjadi Peserta yaitu:
a. Bank Indonesia;
b. Bank;
c. penyelenggara kliring dan/atau setelmen yang telah
mendapat persetujuan Bank Indonesia; dan
d.
lembaga lain yang disetujui oleh Penyelenggara.
2. Lembaga lain yang dapat disetujui sebagai Peserta oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d
adalah lembaga yang mendukung:
a. penyelesaian transaksi pembayaran, transaksi surat
berharga, dan transaksi pasar keuangan agar semakin
aman dan efisien; dan/atau
b. efektivitas operasi kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia.
3. Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b.
merupakan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional sekaligus melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk UUS
maka kepesertaan dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
untuk kegiatan usaha secara konvensional harus terpisah
dari kepesertaan untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
B. Persyaratan Menjadi Peserta
1. Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. memiliki...
9
a. memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai rekening giro di Bank Indonesia;
b. memiliki surat izin usaha dari lembaga yang
berwenang yang masih berlaku;
c.
tidak sedang dalam proses likuidasi atau dalam
kondisi pailit;
d. Pimpinan calon Peserta telah dinyatakan lulus dalam
fit and proper test yang dilakukan oleh lembaga
pengawas yang berwenang atau Pimpinan calon
Peserta telah memperoleh persetujuan dari lembaga
pengawas yang berwenang;
e. memiliki laporan hasil audit keamanan atas sistem
internal calon Peserta yang dilakukan dalam 1 (satu)
tahun terakhir, dalam hal calon Peserta akan
menghubungkan sistem internal calon Peserta ke
Sistem BI-RTGS; dan
f. bagi penyelenggara kliring dan/atau setelmen serta
lembaga lain yang merupakan badan hukum
Indonesia, harus memenuhi persyaratan tambahan:
1) memenuhi persyaratan permodalan sesuai
ketentuan yang berlaku atau memiliki
rekomendasi dari lembaga pengawas terkait;
2) Pimpinan calon Peserta tidak tercantum dalam
daftar kredit macet dan daftar hitam nasional
yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang;
dan
3) Pimpinan calon Peserta tidak pernah dihukum
atas tindak pidana di bidang perbankan,
keuangan, dan/atau pencucian uang berdasarkan
keputusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap.
2. Calon Peserta selain memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, harus menyediakan infrastruktur
untuk mengakses Sistem BI-RTGS sesuai dengan
spesifikasi infrastruktur RPP sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.
3. Dalam...
10
3. Dalam hal infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dikelola oleh pihak lain, calon Peserta harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki surat pernyataan dari pihak lain atas
penggunaan infrastrukturnya oleh calon Peserta yang
bersangkutan;
b. memiliki perjanjian kerja sama penggunaan
infrastruktur dengan pihak lain yang mengelola
infrastruktur Sistem BI-RTGS, paling kurang memuat
hal-hal sebagai berikut:
1) pengaturan hak dan kewajiban antara calon
Peserta dengan pihak lain;
2)
tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau
penyalahgunaan data dan informasi;
3) mekanisme pelaksanaan transaksi baik dalam
keadaan normal maupun pada saat terjadi
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat
di calon Peserta atau pihak lain;
4) pengaturan penyelesaian perselisihan antara
calon Peserta dengan pihak lain;
5) biaya penggunaan infrastruktur yang dikenakan
kepada calon Peserta;
6) memberikan akses kepada Penyelenggara yang
terkait dengan calon Peserta untuk melakukan
pemeriksaan secara langsung terhadap:
a) sarana fisik;
b) aplikasi pendukung calon Peserta yang
terkait Sistem BI-RTGS; dan/atau
c) kegiatan operasional yang dilakukan oleh
calon Peserta dan/atau pihak lain; dan
7) pernyataan bahwa perjanjian tersebut tidak
bertentangan dengan ketentuan Bank Indonesia.
4. Dalam hal calon Peserta merupakan UUS dan
menggunakan infrastruktur milik Bank induknya yang
menjadi Peserta maka klausula pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam butir 3.b dituangkan dalam bentuk
kebijakan dan prosedur tertulis internal Bank.
C. Prosedur...
11
C. Prosedur Menjadi Peserta
Prosedur menjadi Peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI-
RTGS diatur sebagai berikut:
1. Calon Peserta menyampaikan surat permohonan untuk
menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh
II.1 dalam Lampiran II.
2. Dalam hal calon Peserta belum memiliki Rekening Giro di
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a,
calon Peserta harus membuka Rekening Giro di Bank
Indonesia yang tata cara dan persyaratannya sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
rekening giro di Bank Indonesia. Pengajuan permohonan
untuk menjadi Peserta dan permohonan untuk pembukaan
Rekening Giro dapat diajukan bersamaan.
3. Dalam hal calon Peserta merupakan UUS maka dalam surat
permohonan dijelaskan bahwa permohonan tersebut
diajukan oleh Bank konvensional untuk UUS dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh
II.1 dalam Lampiran II.
4. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a.
fotokopi dokumen persetujuan izin usaha yang masih
berlaku dari lembaga yang berwenang yang telah
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan
sesuai aslinya oleh Pimpinan yang bersangkutan;
b. surat pernyataan dari Pimpinan calon Peserta yang
menyatakan bahwa calon Peserta tidak sedang dalam
proses likuidasi atau dalam kondisi pailit dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
contoh II.2 dalam Lampiran II;
c. surat pernyataan dari Pimpinan calon Peserta yang
menyatakan kesiapan infrastruktur RPP dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
contoh II.3 dalam Lampiran II;
d. dalam ...
12
d. dalam hal calon Peserta menggunakan infrastruktur
pihak lain, surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dilengkapi dengan dokumen tambahan
berupa:
1) surat pernyataan dari pihak lain atas penggunaan
infrastrukturnya oleh calon Peserta dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
pada contoh II.4 dalam Lampiran II; dan
2) surat pernyataan dari calon Peserta yang
menyatakan bahwa calon Peserta telah memiliki
perjanjian penggunaan infrastruktur Sistem BI-
RTGS yang dikelola oleh pihak lain dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
pada contoh II.5 dalam Lampiran II;
e.
fotokopi surat keputusan fit and proper test Pimpinan
calon Peserta yang dikeluarkan lembaga pengawas
terkait atau susunan Pimpinan sesuai dengan kondisi
terakhir yang disetujui oleh lembaga pengawas terkait;
f. dalam hal calon Peserta adalah penyelenggara kliring
dan/atau setelmen dan lembaga lain merupakan
badan hukum Indonesia, menyampaikan dokumen
tambahan:
1)
fotokopi dokumen yang membuktikan bahwa
calon Peserta tidak masuk dalam daftar kredit
macet yang diterbitkan oleh lembaga pengawas
terkait;
2) surat pernyataan dari Pimpinan calon Peserta
yang menyatakan bahwa Pimpinan calon Peserta:
a)
tidak tercantum dalam daftar kredit macet
dan daftar hitam nasional yang diterbitkan
oleh lembaga yang berwenang; dan
b)
tidak pernah dihukum atas tindak pidana di
bidang perbankan, keuangan, dan/atau
pencucian uang berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap;
3) surat...
13
3) surat pernyataan dari Pimpinan calon Peserta
mengenai pemenuhan permodalan terakhir;
g. surat permohonan dari Pimpinan untuk mendapatkan
administrator user, Connected User, dan Digital
Certificate dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada contoh II.6 dalam Lampiran II;
h. data kepesertaan dengan menggunakan contoh format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; dan
i.
laporan hasil audit keamanan atas sistem internal
calon Peserta yang dilakukan oleh auditor internal
atau auditor independen, dalam hal sistem internal
calon Peserta akan terhubung dengan Sistem BI-RTGS.
Dalam hal audit keamanan dilakukan oleh auditor
internal, dilengkapi dengan surat pernyataan dari
Pimpinan yang menyatakan bahwa audit keamanan
dilaksanakan secara independen.
5. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
ditandatangani oleh Pimpinan calon Peserta dan
disampaikan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.
6. Bagi calon Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN),
surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
7. Dalam hal diperlukan, calon Peserta harus memperlihatkan
dokumen yang asli dari dokumen yang dipersyaratkan oleh
ketentuan yang mengatur mengenai rekening giro di Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir
4.a, butir 4.e, dan butir 4.f.1) kepada Penyelenggara.
8. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1, Penyelenggara dapat melakukan
pemeriksaan ke lokasi calon Peserta untuk memastikan
antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang
disampaikan dan kesiapan infrastruktur Sistem BI-RTGS.
9. Penyelenggara...
14
9. Penyelenggara memberikan persetujuan prinsip atau
penolakan atas permohonan calon Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, paling lama 25 (dua puluh lima)
hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diterima secara
lengkap oleh Penyelenggara, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Dalam hal permohonan calon Peserta tidak disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
mengenai penolakan permohonan calon Peserta
dengan disertai alasan penolakan.
b. Dalam hal permohonan calon Peserta disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
prinsip yang memuat antara lain sebagai berikut:
1) nama dan nomor Rekening Giro;
2) kode Peserta (participant code);
3) kegiatan pelatihan;
4) kegiatan instalasi;
5) hal-hal lain yang harus dilakukan calon Peserta:
a) memenuhi kelengkapan dokumen dalam
rangka pelaksanaan kegiatan operasional
Sistem BI-RTGS;
b) melakukan penandatanganan perjanjian
penggunaan Sistem BI-RTGS dengan format
perjanjian sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran IV; dan
c) memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan
oleh Penyelenggara.
c. Calon Peserta yang memperoleh persetujuan prinsip
harus memenuhi:
1) kelengkapan dokumen administrasi dalam rangka
pelaksanaan kegiatan operasional Sistem BI-
RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir b.5).a)
dan butir b.5).b); dan
2) persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
10. Pemenuhan...
15
10. Pemenuhan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam butir 9.c.1) meliputi:
a. Surat pemberitahuan mengenai nama dan jabatan
Pimpinan yang akan melakukan penandatanganan
perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
contoh II.7 dalam Lampiran II.
Dalam hal penandatanganan perjanjian dilakukan selain
oleh Pimpinan maka diperlukan surat kuasa dari
Pimpinan dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada contoh II.8 dalam Lampiran II.
b. Surat pemberitahuan kewenangan Pimpinan dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
contoh II.9 dalam Lampiran II.
c. Surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan
operasional Sistem BI-RTGS diatur dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Pimpinan dapat memberi kuasa kepada Pejabat
Penerima Kuasa Tanpa Hak Substitusi atau
Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi 1
(satu) kali.
2) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka
1) berlaku untuk 1 (satu) kantor Bank Indonesia.
3) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka
1) mencakup kegiatan sebagai berikut:
a) penarikan dana melalui Cek Bank Indonesia
(Cek BI) untuk penarikan tunai dan Bilyet
Giro Bank Indonesia (BGBI) untuk
pemindahan dana;
b) mengelola administrator user, Connected User,
Digital Certificate Hard Token, dan/atau
Digital Certificate Soft Token;
c) penandatanganan surat menyurat, laporan
dan/atau dokumen lain, baik dokumen
tertulis maupun dokumen elektronik, yang
terkait...
16
terkait dengan Rekening Giro di Bank
Indonesia serta kepesertaan dan operasional
dalam Sistem BI-RTGS; dan/atau
d) hal-hal lain sebagai berikut:
(1) pengambilan fisik uang, baik yang
terlebih dahulu telah dilakukan
pendebitan Rekening Giro dalam Rupiah
melalui Sistem BI-RTGS maupun dengan
menggunakan Cek BI, dan
menandatangani surat menyurat
dan/atau dokumen yang berkaitan
dengan pengambilan fisik uang;
(2) penyerahan dan/atau pengambilan
administrator user, Connected User,
Digital Certificate Hard Token, dan/atau
Digital Certificate Soft Token;
(3) penyerahan dan/atau pengambilan
buku Cek BI dan BGBI;
(4) penyerahan dan/atau pengambilan
surat, laporan, dan berbagai dokumen
lain baik berupa dokumen tertulis
maupun dokumen elektronik, yang
terkait dengan Rekening Giro,
kepesertaan, dan operasional dalam
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
Format surat kuasa dari Pimpinan kepada Pejabat
Penerima Kuasa sebagaimana pada contoh II.10
dalam Lampiran II.
4) Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan
Hak Substitusi dapat memberikan kuasa tanpa
hak substitusi kepada petugas di kantor pusat
atau kantor cabang calon Peserta hanya untuk
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) melakukan pengambilan fisik uang
sebagaimana dimaksud dalam butir 3).d).(1),
dengan menggunakan format sebagaimana
pada contoh II.11 dalam Lampiran II; dan
b) melakukan ...
penyerahan ...
17
b) melakukan kegiatan pengambilan dan
penyerahan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam butir 3).d).(3) dan butir 3).d).(4) sesuai
dengan keperluan calon Peserta dan dapat
dituangkan dalam satu atau lebih surat
kuasa dengan format sebagaimana dimaksud
pada contoh II.12 dalam Lampiran II.
5) Jumlah Pejabat Penerima Kuasa atau petugas
penerima kuasa diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Jumlah Pejabat Penerima Kuasa
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
untuk melakukan kegiatan penarikan dana
dan melakukan hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) diatur sebagai
berikut:
(1) di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI):
paling banyak 10 (sepuluh) orang; dan
(2) di masing-masing Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN):
paling banyak 5 (lima) orang.
b) Jumlah petugas penerima kuasa dari
Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa
Dengan Hak Substitusi untuk melakukan
pengambilan fisik uang sebagaimana
dimaksud dalam butir 3).d).(1) diatur sebagai
berikut:
(1) di KPBI: sesuai ketentuan mengenai sistem
antrian penarikan uang tunai di
Departemen Pengelolaan Uang (DPU); atau
(2) di masing-masing KPwDN paling banyak
10 (sepuluh) orang.
Jumlah petugas pengambilan fisik uang
termasuk petugas pihak ketiga yang ditunjuk
untuk melakukan pengambilan fisik uang.
c) Jumlah...
18
c) Jumlah petugas penerima kuasa sebagaimana
dimaksud dalam butir 4)b) untuk melakukan
kegiatan penyerahan dan pengambilan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir
3)d)(3) dan butir 3)d)(4), paling banyak 10
(sepuluh) orang untuk setiap kantor Bank
Indonesia.
6) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam butir
3).d) dapat dibuat dalam 1 (satu) atau lebih surat
kuasa disesuaikan dengan kebutuhan calon
Peserta.
7) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam butir
c.1) dan butir c.4) disertai dengan fotokopi
identitas diri yang masih berlaku berupa:
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin
Mengemudi (SIM) atau paspor bagi Warga
Negara Indonesia (WNI); atau
b) Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara
(KITAS), dan Surat izin kerja dari instansi
berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA).
d. Surat permohonan dari Pejabat Yang Mewakili untuk
membuat spesimen tanda tangan bagi:
1) Pejabat Yang Mewakili untuk melakukan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam angka c.3); dan
2) petugas penerima kuasa dari Pimpinan atau
Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi
untuk melakukan pengambilan fisik uang
sebagaimana dimaksud dalam butir c.3).d).(1),
khusus bagi calon Peserta yang berada di wilayah
kerja KPwDN.
Surat permohonan dari Pejabat Yang Mewakili untuk
membuat spesimen tanda tangan menggunakan format
sebagaimana dimaksud pada contoh II.13 dalam
Lampiran II.
11. Khusus...
19
11. Khusus untuk petugas penerima kuasa dari Pimpinan atau
dari Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi untuk
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir
10.c.3).d).(3) sampai dengan butir 10.c.3).d).(4), tidak perlu
membuat spesimen tanda tangan.
12. Calon Peserta menyampaikan kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 10 kepada Penyelenggara
ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.
13. Dalam hal terdapat kekurangan dokumen administrasi
dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional Sistem BI-
RTGS, Penyelenggara menginformasikan kepada calon
Peserta melalui surat, telepon, atau sarana lainnya.
14. Berdasarkan dokumen administrasi yang disampaikan
calon Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 10,
Penyelenggara menyampaikan
surat
yang
menginformasikan mengenai hal-hal terkait dengan
penandatanganan perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS,
pembuatan spesimen tanda tangan Pimpinan dan pejabat
atau petugas penerima kuasa dari Pimpinan, pengambilan
administrator user dan Digital Certificate, waktu pelatihan
penggunaan Sistem BI-RTGS, dan waktu pemasangan JKD.
15. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam angka 14,
calon Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. penandatanganan perjanjian penggunaan Sistem BI-
RTGS;
b. pengambilan dokumen administrator user, Connected
User, Digital Certificate Hard Token, dan/atau Digital
Certificate Soft Token yang pelaksanaannya diambil
oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki
spesimen tanda tangan di Bank Indonesia;
c. mengikutsertakan petugas yang akan menangani teknis
operasional RPP calon Peserta dalam pelatihan teknis dan
operasional penggunaan Sistem BI-RTGS; dan
d. melakukan uji koneksi dari Sistem BI-RTGS calon
Peserta ke Sistem BI-RTGS Penyelenggara dengan
menggunakan RPP yang telah dilakukan instalasi.
16. Calon...
20
16. Calon Peserta harus memenuhi kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 10 dan melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 15 paling
lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat
persetujuan prinsip dari Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam butir 9.b.
17. Dalam hal calon Peserta tidak dapat memenuhi persyaratan
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 16
maka:
a. persetujuan prinsip sebagai Peserta yang dikeluarkan
oleh Penyelenggara menjadi tidak berlaku; dan
b. calon Peserta wajib mengembalikan aplikasi RPP, Buku
Pedoman Pengoperasian Sistem BI-RTGS, administrator
user, Connected User, dan Digital Certificate kepada
Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.2.a paling lama 7 (tujuh hari) kerja
sejak persetujuan tidak berlaku.
18. Penyelenggara memberitahukan secara tertulis mengenai
persetujuan operasional keikutsertaan sebagai Peserta dan
tanggal efektif operasional sebagai Peserta kepada:
a. calon Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan
b. seluruh Peserta melalui administrative message atau
sarana lainnya,
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah calon
Peserta melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam angka 16.
D. Prosedur dan Persyaratan Menjadi Pengguna USD/IDR PvP
Ketentuan dan prosedur penggunaan USD/IDR PvP sebagai
berikut:
1. Dalam pelaksanaan USD/IDR PvP antara RCN dan sistem
komputer dari penyelenggara USD CHATS terkoneksi
melalui seperangkat infrastruktur teknologi informasi dan
komunikasi yang terdiri dari Indonesian Rupiah Cross
Currency Payment Matching Processor (IDR CCPMP), United
States ...
21
States Dollar Cross Currency Payment Matching Processor
(USD CCPMP), dan jaringan komunikasi yang
menghubungkan RCN dengan infrastruktur teknologi
informasi USD/IDR PvP di Hong Kong.
2. Peserta yang dapat menggunakan USD/IDR PvP harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Bagi Bank, memiliki izin untuk melakukan kegiatan
devisa dari lembaga yang berwenang.
b. Bagi lembaga selain Bank, memperoleh persetujuan
dari lembaga pengawas kegiatan Peserta untuk
menggunakan Mekanisme USD/IDR PvP.
c. Peserta merupakan peserta USD CHATS, baik sebagai
Direct Participant (DP) atau Indirect CHATS User (ICU),
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai USD CHATS.
3. Prosedur menjadi Peserta pengguna USD/IDR PvP diatur
sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan menjadi
peserta pengguna USD/IDR PvP kepada Penyelenggara
disertai dengan persyaratan dokumen:
1) bagi Bank, menyampaikan dokumen yang dapat
membuktikan Bank dimaksud dapat melakukan
kegiatan devisa, antara lain berupa fotokopi surat
persetujuan sebagai bank devisa dari lembaga yang
berwenang yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pejabat
Yang Mewakili yang bersangkutan;
2) bagi pihak selain Bank, menyampaikan fotokopi
surat persetujuan dari lembaga pengawas yang
berwenang yang telah dilegalisasi oleh pejabat
yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh
Pejabat Yang Mewakili yang bersangkutan;
3) surat yang menerangkan bahwa Peserta
merupakan peserta USD CHATS, baik sebagai DP
maupun sebagai ICU, disertai dengan dokumen
pendukung yang membuktikan bahwa Peserta
merupakan peserta USD CHATS;
4) menyampaikan...
22
4) menyampaikan informasi mengenai:
a) Society for Worldwide Interbank Financial
Telecommunication (SWIFT) Bank Identifier
Code (BIC) dari Peserta;
b) SWIFT BIC dari:
(1) settlement institution, untuk Peserta yang
merupakan DP; atau
(2) bank koresponden, untuk Peserta yang
merupakan ICU.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan
telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia. Surat tersebut disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis
kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a tidak disetujui, penolakan
disampaikan melalui surat dengan menyebutkan
alasan penolakan.
2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a disetujui, Penyelenggara
menyampaikan surat persetujuan untuk
menggunakan USD/IDR PvP disertai dengan
pemberitahuan mengenai tanggal efektif Peserta
sebagai pengguna USD/IDR PvP kepada Peserta.
d. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir c.2). disampaikan pula oleh Penyelenggara
kepada seluruh Peserta melalui administrative message
atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
E. Status...
23
E. Status Kepesertaan dan Perubahannya
1. Status Kepesertaan
Status kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS bagi Peserta
dibedakan menjadi:
a. Aktif
Peserta dengan status kepesertaan aktif dapat
melakukan seluruh fungsi dalam penyelenggaran
Sistem BI-RTGS dengan hak akses Peserta yang
bersangkutan.
b. Ditangguhkan
Peserta dengan status ditangguhkan:
1) dapat melakukan fungsi mengakses data
dan/atau informasi pada RCN melalui aplikasi
RPP;
2)
tidak dapat melakukan kegiatan tertentu di
Sistem BI-RTGS sesuai dengan pembatasan yang
ditentukan oleh Penyelenggara; dan
3) dapat mengirim atau menerima instruksi
Setelmen Dana namun instruksi tersebut
ditangguhkan proses setelmen dananya sesuai
dengan pembatasan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) dan akan diproses kembali oleh
Sistem BI-RTGS sesuai dengan prosedur setelah
status Peserta kembali aktif.
c. Dibekukan
Peserta dengan status kepesertaan dibekukan:
1) dapat melakukan fungsi mengakses data dan/atau
informasi pada RCN melalui aplikasi RPP; dan
2)
tidak dapat mengirim dan menerima instruksi
Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS.
d. Ditutup
Peserta dengan status ditutup merupakan Peserta yang
dihentikan secara tetap kepesertaannya dalam
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan tidak dapat
melakukan seluruh fungsi dalam penyelenggaran
Sistem BI-RTGS.
2. Perubahan...
24
2. Perubahan Status Kepesertaan
a. Ketentuan perubahan status kepesertaan diatur
sebagai berikut:
1) Perubahan status kepesertaan bagi Peserta dapat
dilakukan dari:
a) aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya;
b) aktif menjadi dibekukan;
c) aktif menjadi ditutup;
d) ditangguhkan menjadi dibekukan; atau
e) dibekukan menjadi ditutup.
2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) dilakukan:
a) dalam rangka pengenaan sanksi administratif
oleh Penyelenggara;
b) berdasarkan permintaan tertulis dari pihak
yang berwenang melakukan pengawasan
terhadap kegiatan Peserta, antara lain Bank
Indonesia sebagai otoritas pengawas
makroprudensial dan sistem pembayaran,
serta Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas
pengawas mikroprudensial, yang didasarkan
atas pertimbangan sebagai berikut:
(1) adanya pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
preventif
(2)
tindakan
terhadap
kemungkinan terjadinya risiko yang
dapat membahayakan kelangsungan
usaha Peserta; dan/atau
(3) pembekuan kegiatan usaha Peserta,
pencabutan usaha, putusan kepailitan,
dan/atau likuidasi;
c) permintaan tertulis dari Peserta yang
bersangkutan didasarkan antara lain karena
self-liquidation, penggabungan, peleburan,
pemisahan yang telah disetujui oleh otoritas
berwenang...
25
berwenang, pengunduran diri sebagai Peserta
atau alasan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan telah
memperoleh persetujuan dari Penyelenggara
atau lembaga pengawas terkait.
3) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
dari Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir
2).c) hanya berupa perubahan status kepesertaan
dari aktif menjadi ditutup.
4) Persyaratan perubahan status kepesertaan menjadi
ditutup, diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Peserta harus menyelesaikan seluruh
transaksi yang dilakukan melalui Sistem BI-
ETP, BI-SSSS, Sistem BI-RTGS dan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI),
yang Setelmen Dananya dilakukan melalui
Sistem BI-RTGS;
b) Peserta harus menyelesaikan seluruh
kewajiban terhadap Bank Indonesia, antara
lain biaya penggunaan Sistem BI-RTGS, biaya
penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari
(FLI), dan biaya lainnya; dan
c) Peserta harus melakukan pemindahan saldo
Rekening Giro ke rekening yang ditetapkan
oleh Peserta dalam rangka penihilan saldo.
5) Khusus perubahan status kepesertaan menjadi
ditutup dikarenakan penggabungan, peleburan,
atau pemisahan maka penyelesaian hak dan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir
4).a) dan butir 4).b) beralih ke Peserta hasil
penggabungan, peleburan, atau pemisahan yang
didasarkan pada
surat pernyataan
pengambilalihan hak dan kewajiban dari Peserta
hasil penggabungan, peleburan, atau pemisahan.
6) Penyelenggara...
26
6) Penyelenggara dapat memindahkan saldo
Rekening Giro atas nama Peserta ke rekening yang
ditetapkan oleh Penyelenggara apabila Peserta
tidak melakukan pemindahan saldo sebagaimana
dimaksud dalam butir 4).c).
b. Prosedur perubahan status kepesertaan diatur sebagai
berikut:
1) Perubahan status kepesertaan karena pengenaan
sanksi administratif oleh Penyelenggara
a) Perubahan status kepesertaan karena
pengenaan sanksi administratif dapat
dilakukan oleh Penyelenggara berdasarkan
hasil pemantauan kepatuhan Peserta terhadap
ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
b) Penyelenggara dapat mengubah kembali
status kepesertaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a), setelah melakukan evaluasi
atas kepatuhan Peserta yang bersangkutan.
c) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan:
(1) pada jam operasional Sistem BI-RTGS dan
diberitahukan pada tanggal yang sama
dengan perubahan status; atau
(2) berdasarkan tanggal efektif perubahan
status yang ditetapkan oleh
Penyelenggara dan diberitahukan paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelumnya.
d) Penyelenggara menginformasikan perubahan
status Peserta kepada:
(1) Peserta yang bersangkutan melalui surat
yang penyampaiannya dapat didahului
dengan faksimile;
(2) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya yang
ditetapkan oleh Penyelenggara; dan/atau
(3) lembaga...
27
(3)
lembaga yang berwenang dalam
melakukan pengawasan terhadap
kegiatan Peserta melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului
dengan faksimile.
2) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
tertulis dari pihak yang berwenang melakukan
pengawasan terhadap kegiatan Peserta
a) Pihak yang berwenang melakukan
pengawasan kegiatan Peserta dapat
menyampaikan permintaan tertulis untuk
mengubah status kepesertaan di Sistem BI-
RTGS kepada Gubernur Bank Indonesia
dengan tembusan disampaikan kepada
Penyelenggara ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.
b) Surat permintaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) memuat antara lain hal-hal
sebagai berikut:
(1) nama Peserta dan perubahan status
kepesertaan yang diminta;
(2) alasan perubahan status kepesertaan; dan
(3) tanggal efektif perubahan status
kepesertaan.
c) Dalam hal perubahan status kepesertaan
yang diminta merupakan perubahan status
menjadi ditangguhkan, surat permohonan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a)
memuat pula batasan penangguhan yang
mencakup penangguhan terhadap seluruh
atau sebagian fungsi dalam melakukan
kegiatan transaksi melalui Sistem BI-RTGS.
d) Surat permintaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) disertai dengan dokumen
pendukung yang menjadi dasar penetapan
perubahan status Peserta.
e) Dalam...
28
e) Dalam hal permintaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) disetujui,
Penyelenggara memberitahukan perubahan
status kepesertaan kepada:
(1) pihak yang berwenang yang meminta
perubahan status kepesertaan dalam
Sistem BI-RTGS melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului
dengan faksimile;
(2) Peserta yang bersangkutan melalui surat
yang dapat didahului dengan faksimile;
dan
(3) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya.
3) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
Peserta karena self-liquidation, pengunduran diri
sebagai peserta atau alasan lainnya
a) Peserta mengajukan permohonan perubahan
status kepesertaan dari aktif menjadi ditutup
dan penutupan Rekening Giro kepada
Penyelenggara dengan dilengkapi dokumen
pendukung yang mendasari perubahan
status kepesertaan sebagai berikut:
(1) fotokopi keputusan pencabutan izin
usaha, dalam hal Peserta yang melakukan
self-liquidation; atau
(2) dokumen terkait lainnya untuk alasan
perubahan status kepesertaan yang
dilakukan karena pengunduran diri atau
berdasarkan alasan lain yang telah
memperoleh persetujuan dari
Penyelenggara atau pihak pengawas
kegiatan Peserta.
b) Surat...
29
b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) ditandatangani oleh Pimpinan
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Bank Indonesia dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai
berikut:
(1) surat disampaikan kepada Penyelenggara
ke alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.2.a; dan
(2) bagi Peserta yang berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN, surat permohonan
disampaikan kepada Penyelenggara
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
c) Peserta harus memenuhi ketentuan untuk
menyelesaikan kewajiban dan menihilkan
saldo rekening sebagaimana dimaksud dalam
butir a.4).
d) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) yang telah disetujui
oleh Penyelenggara, selanjutnya Penyelenggara
memberitahukan perubahan status dan
penutupan kepesertaan Sistem BI-RTGS
kepada:
(1) Peserta yang bersangkutan melalui surat
yang penyampaiannya dapat didahului
dengan faksimile mengenai perubahan
status kepesertaan dan hal-hal lain yang
dilakukan terkait dengan perubahan
status kepesertaan dan penutupan
rekening;
(2) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya yang
ditetapkan oleh Penyelenggara; dan
(3) pihak...
30
(3) pihak yang berwenang melakukan
pengawasan kegiatan Peserta melalui
surat yang penyampaiannya dapat
didahului dengan faksimile.
e) Peserta harus mengembalikan Digital
Certificate Hard Token kepada Penyelenggara
setelah kepesertaan Peserta yang
bersangkutan ditutup.
4) Perubahan Status Kepesertaan Atas Permintaan
Peserta Karena Penggabungan, Peleburan, atau
Pemisahan
a) Perubahan Status Kepesertaan Karena
Penggabungan
Prosedur perubahan status kepesertaan
karena penggabungan diatur sebagai berikut:
(1) Setiap Peserta yang menggabungkan diri
mengajukan surat permohonan
penutupan kepesertaan dan penutupan
Rekening Giro yang memuat paling
kurang:
(a) persetujuan penggabungan dari
lembaga yang berwenang;
(b) waktu pelaksanaan penggabungan
secara operasional dalam Sistem BI-
RTGS;
(c) waktu pelaksanaan pemindahan
saldo Rekening Giro Peserta yang
menggabungkan diri yaitu paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum
pelaksanaan penggabungan secara
operasional dalam Sistem BI-RTGS;
penutupan
(d) permohonan
kepesertaan Sistem BI-RTGS dan
Rekening Giro;
(e) pengalihan...
31
(e) pengalihan hak dan kewajiban
terkait kepesertaan dalam Sistem
BI-RTGS dari Peserta yang
menggabungkan diri kepada Peserta
yang menerima penggabungan,
terhitung
sejak
tanggal
penggabungan secara hukum; dan
(f) pencabutan spesimen tanda tangan
Pejabat Yang Mewakili dari Peserta
yang menggabungkan diri,
terhitung
sejak
tanggal
penggabungan secara hukum.
Contoh format surat permohonan
penutupan kepesertaan dan penutupan
Rekening Giro kepada Penyelenggara
sebagaimana dimaksud pada contoh
II.14 dalam Lampiran II.
(2) Surat sebagaimana dimaksud dalam
angka (1) dilengkapi persyaratan
dokumen sebagai berikut:
(a)
fotokopi surat keputusan dari
lembaga yang berwenang
menyetujui penggabungan; dan
(b)
fotokopi Anggaran Dasar terakhir
Peserta yang menggabungkan diri,
yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai asli
oleh Pimpinan.
(3) Peserta yang menerima penggabungan
menyampaikan surat pemberitahuan
penggabungan yang memuat paling
kurang:
(a) persetujuan penggabungan dari
lembaga yang berwenang;
(b) informasi...
32
(b)
informasi mengenai Peserta yang
menerima penggabungan dan
Peserta yang menggabungkan diri;
(c) waktu pelaksanaan:
i. peralihan operasional dalam
penyelenggaraan Sistem BI-
RTGS dari Peserta yang
menggabungkan diri kepada
Peserta yang menerima
penggabungan;
ii. pemindahan saldo Rekening
Giro
Peserta
yang
menggabungkan diri ke
Rekening Giro Peserta yang
menerima penggabungan;
iii. penutupan Rekening Giro
Peserta yang menggabungkan
diri; dan
iv. penghentian kepesertaan dalam
Sistem BI-RTGS dari Peserta
yang menggabungkan diri;
(d) pengambilalihan hak dan kewajiban
Peserta yang menggabungkan diri
oleh Peserta yang menerima
penggabungan terhitung sejak
tanggal penggabungan secara
hukum; dan
informasi
(e)
pengumuman
penggabungan yang dimuat dalam
surat kabar harian berskala nasional,
dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud pada contoh
II.15 pada Lampiran II.
(4) Surat pemberitahuan sebagaimana
dimaksud dalam angka (3) dilengkapi
dengan dokumen sebagai berikut:
(a) surat...
33
(a) surat pernyataan yang memuat
paling kurang:
i. pengambilalihan hak dan
kewajiban Peserta yang
menggabungkan diri terhitung
sejak tanggal penggabungan
secara hukum;
ii. pemberlakuan spesimen tanda
tangan untuk Peserta yang
menerima penggabungan dan
penegasan status spesimen
tanda tangan Peserta yang
menggabungkan diri; dan
iii. pengambilalihan wewenang dan
tanggung jawab operasional
Peserta yang menggabungkan
diri terhitung sejak tanggal
penggabungan secara hukum
sampai dengan tanggal
pelaksanaan penggabungan
secara operasional,
dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud pada
contoh II.16 pada Lampiran II.
(b) fotokopi dokumen yang telah
dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai
asli oleh Pimpinan berupa:
i. akta penggabungan;
ii. akta perubahan Anggaran
Dasar Peserta yang menerima
penggabungan;
iii.
izin penggabungan dari
lembaga yang berwenang
memberikan
persetujuan
tentang penggabungan; dan
iv. surat...
34
iv. surat persetujuan perubahan
Anggaran Dasar dari
Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia atau dokumen
pendaftaran
Akta
Penggabungan dan Akta
Perubahan Anggaran Dasar
dalam Daftar Perusahaan.
(5) Surat sebagaimana dimaksud dalam
angka (1), angka (3), dan butir (4).(a).
ditandatangani oleh Pimpinan yang telah
memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai
berikut:
(a) surat disampaikan kepada
Penyelenggara
ke
alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a; dan
(b) bagi Peserta yang berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN, surat
permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka (1) dan angka (3)
disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
(6) Penyelenggara memberitahukan kepada
Peserta yang menerima penggabungan
melalui surat mengenai
telah
disetujuinya waktu pelaksanaan
penggabungan secara operasional dalam
Sistem BI-RTGS beserta hal-hal yang
harus dilakukan oleh Peserta yang
bersangkutan, setelah dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka (1),
angka (2), angka (3), dan angka (4)
diterima secara lengkap.
(7) Penyelenggara...
35
(7) Penyelenggara memberitahukan kepada
seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya mengenai
telah disetujuinya pelaksanaan
penggabungan secara operasional dalam
Sistem BI-RTGS dan penutupan
kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS dari
Peserta yang menggabungkan diri.
(8) Setiap Peserta yang menggabungkan diri
memindahkan saldo Rekening Giro
masing-masing melalui RPP yang
bersangkutan ke Rekening Giro Peserta
yang menerima penggabungan sesuai
dengan jadwal pelaksanaan penggabungan
secara operasional dalam Sistem BI-RTGS
yang disetujui oleh Penyelenggara.
(9) Status kepesertaan dalam Sistem BI-
RTGS dari Peserta yang menggabungkan
diri efektif berubah menjadi ditutup
pada
tanggal
pelaksanaan
penggabungan secara operasional dalam
Sistem BI-RTGS, setelah Rekening Giro
Peserta tersebut bersaldo nihil.
(10) Peserta yang menggabungkan diri harus
mengembalikan Digital Certificate Hard
Token kepada Penyelenggara setelah
kepesertaan Peserta yang bersangkutan
ditutup.
(11) Penyelenggara menginformasikan
pemberitahuan penutupan kepesertaan
Sistem BI-RTGS Peserta yang
menggabungkan diri kepada seluruh
Peserta melalui sarana administrative
message atau sarana lainnya.
b) Perubahan...
36
b) Perubahan Status Kepesertaan Karena
Peleburan
Prosedur perubahan status kepesertaan
karena peleburan diatur sebagai berikut:
(1) Calon Peserta yang merupakan hasil
peleburan harus mengajukan
permohonan:
(a) pembukaan Rekening Giro dengan
mengikuti ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur rekening
giro di Bank Indonesia; dan
(b) menjadi Peserta Sistem BI-RTGS
dengan mengikuti prinsip umum
kepesertaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, persyaratan menjadi
peserta sebagaimana dimaksud
dalam huruf B, dan prosedur
menjadi peserta sebagaimana
dimaksud dalam huruf C.
(2) Calon Peserta yang merupakan hasil
peleburan menyampaikan surat
pemberitahuan peleburan yang memuat
paling kurang:
(a) persetujuan peleburan dari lembaga
yang berwenang;
(b)
informasi mengenai Peserta yang
merupakan hasil peleburan dan
Peserta yang meleburkan diri;
(c) waktu pelaksanaan:
i. peralihan operasional dalam
penyelenggaraan Sistem BI-
RTGS dari Peserta yang
meleburkan diri kepada Peserta
hasil peleburan;
ii. pemindahan...
37
ii. pemindahan saldo Rekening
Giro Peserta yang meleburkan
diri yaitu paling lambat 1 (satu)
hari kerja sebelum pelaksanaan
peleburan secara operasional
dalam Sistem BI-RTGS;
iii. penutupan Rekening Giro Peserta
yang meleburkan diri; dan
iv. penghentian kepesertaan dalam
Sistem BI-RTGS dari Peserta
yang meleburkan diri;
(d) pengambilalihan hak dan kewajiban
Peserta yang meleburkan diri oleh
Peserta yang merupakan hasil
peleburan terhitung sejak tanggal
peleburan secara hukum; dan
(e)
informasi pengumuman peleburan
yang dimuat dalam surat kabar
harian berskala nasional,
dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud pada contoh
II.15 pada Lampiran II.
(3) Surat pemberitahuan sebagaimana
dimaksud dalam angka (2) dilengkapi
dengan persyaratan dokumen sebagai
berikut:
(a) surat pernyataan yang memuat
paling kurang:
i. pengambilalihan hak dan
kewajiban Peserta yang
meleburkan diri terhitung sejak
tanggal peleburan secara
hukum;
ii. pemberlakuan spesimen tanda
tangan untuk Peserta yang
merupakan...
38
merupakan hasil peleburan dan
penegasan status spesimen
tanda tangan Peserta yang
meleburkan diri; dan
iii. pengambilalihan wewenang dan
tanggung jawab operasional
Peserta yang meleburkan diri
terhitung sejak tanggal
peleburan secara hukum sampai
dengan tanggal pelaksanaan
peleburan secara operasional,
dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud pada
contoh II.16 dalam Lampiran II.
(b) fotokopi dokumen yang telah
dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai
asli oleh Pimpinan berupa:
i.
akta peleburan;
ii. akta pendirian Peserta yang
merupakan hasil peleburan;
iii.
izin peleburan dari lembaga yang
berwenang memberikan
persetujuan tentang peleburan;
dan
iv. surat pengesahan badan hukum
perseroan dari Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia
atas akta pendirian Peserta yang
merupakan hasil peleburan.
(4) Setiap Peserta yang meleburkan diri
mengajukan surat permohonan
penutupan kepesertaan dan penutupan
Rekening Giro yang memuat paling
kurang:
(a) persetujuan...
39
(a) persetujuan peleburan dari lembaga
yang berwenang;
(b) waktu pelaksanaan peleburan secara
operasional dalam Sistem BI-RTGS;
(c) waktu pelaksanaan pemindahan
saldo Rekening Giro Peserta yang
meleburkan diri yaitu paling lambat 1
(satu) hari kerja sebelum pelaksanaan
peleburan secara operasional dalam
Sistem BI-RTGS;
(d) permohonan penutupan kepesertaan
Sistem BI-RTGS dan Rekening Giro;
(e) pengalihan hak dan kewajiban terkait
kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS
dari Peserta yang meleburkan diri
kepada Peserta yang merupakan hasil
peleburan, terhitung sejak tanggal
peleburan secara hukum; dan
(f) pencabutan spesimen tanda tangan
Pejabat Yang Mewakili dari Peserta
yang meleburkan diri, terhitung sejak
tanggal peleburan secara hukum.
Contoh format surat permohonan
penutupan kepesertaan dan penutupan
Rekening Giro kepada Penyelenggara
sebagaimana dimaksud pada contoh
II.14 dalam Lampiran II.
(5) Surat sebagaimana dimaksud dalam
angka (4), dilengkapi persyaratan
dokumen sebagai berikut:
(a)
fotokopi surat keputusan dari
lembaga yang berwenang menyetujui
peleburan; dan
(b) fotokopi Anggaran Dasar terakhir
Peserta yang meleburkan diri,
yang...
40
yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai asli
oleh Pimpinan.
(6) Surat sebagaimana dimaksud dalam
angka (2), butir (3).(a), dan angka (4)
ditandatangani oleh Pimpinan dan
disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) surat disampaikan kepada
Penyelenggara
ke
alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a; dan
(b) bagi Peserta yang berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN, surat
permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka (2) dan angka (4)
disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
(7) Penyelenggara memberitahukan kepada
Peserta yang merupakan hasil peleburan
melalui surat mengenai telah disetujuinya
waktu pelaksanaan peleburan secara
operasional dalam Sistem BI-RTGS beserta
hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta
yang bersangkutan, setelah dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka (2),
angka (3), angka (4), dan angka (5)
diterima secara lengkap.
(8) Penyelenggara memberitahukan kepada
seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya mengenai
telah disetujuinya pelaksanaan peleburan
secara operasional dalam Sistem BI-RTGS
dan penutupan kepesertaan dalam Sistem
BI-RTGS dari Peserta yang meleburkan
diri.
(9) Setiap...
41
(9) Setiap Peserta yang meleburkan diri
memindahkan saldo Rekening Giro
masing-masing melalui RPP yang
bersangkutan ke Rekening Giro Peserta
yang merupakan hasil peleburan yaitu
paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum
pelaksanaan peleburan secara
operasional dalam Sistem BI-RTGS yang
disetujui oleh Penyelenggara.
(10) Status kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS
dari Peserta yang meleburkan diri efektif
berubah menjadi ditutup pada tanggal
pelaksanaan peleburan secara operasional
dalam Sistem BI-RTGS, setelah Rekening
Giro Peserta tersebut bersaldo nihil.
(11) Peserta yang meleburkan diri harus
mengembalikan Digital Certificate Hard
Token kepada Penyelenggara setelah
kepesertaan Peserta yang bersangkutan
ditutup.
(12) Penyelenggara menginformasikan
pemberitahuan penutupan kepesertaan
Sistem BI-RTGS dari Peserta yang
meleburkan diri kepada seluruh Peserta
melalui sarana administrative message
atau sarana lainnya.
c) Perubahan Status Kepesertaan Karena
Pemisahan
Prosedur perubahan kepesertaan karena
pemisahan diatur sebagai berikut:
(1) Perubahan kepesertaan karena pemisahan
dilakukan dalam hal terdapat Peserta
berupa UUS yang melakukan pemisahan
dari Peserta berupa bank konvensional
sebagai induknya yang dilakukan dengan
cara...
42
cara mendirikan Bank Umum Syariah
(BUS) baru atau mengalihkan hak dan
kewajiban UUS kepada BUS yang telah
ada.
(2) Prosedur perubahan kepesertaan karena
pemisahan dengan cara mendirikan BUS
baru, mengikuti prosedur perubahan
status kepesertaan karena peleburan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b).
(3) Prosedur perubahan kepesertaan karena
pemisahan dengan cara mengalihkan
hak dan kewajiban UUS kepada BUS
yang telah ada dilakukan dengan tata
cara penggabungan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a).
F. Perubahan Data Kepesertaan
Ruang lingkup perubahan data kepesertaan meliputi:
1. Perubahan Penggunaan Infrastruktur
a. Perubahan penggunaan infrastruktur meliputi:
1) perubahan penggunaan infrastruktur yang
dikelola sendiri menjadi penggunaan infrastruktur
yang dikelola pihak lain;
2) perubahan penggunaan infrastruktur yang
dikelola oleh pihak lain menjadi penggunaan
infrastruktur yang dikelola sendiri; atau
3) perubahan penggunaan infrastruktur yang
dikelola oleh pihak lain yang berbeda.
b. Prosedur perubahan data kepesertaan terkait perubahan
penggunaan infrastruktur diatur sebagai berikut:
1) Peserta menyampaikan surat permohonan
perubahan penggunaan infrastruktur kepada
Penyelenggara dengan melampirkan dokumen
sebagai berikut:
a) data kepesertaan sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran III;
b) surat...
43
b) surat pernyataan dari Pimpinan yang
menyatakan kesiapan infrastruktur dan
memuat informasi spesifikasi infrastruktur
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam
butir C.4.c; dan
c) dalam hal Peserta menggunakan
infrastruktur yang dikelola pihak lain maka
selain melampirkan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) dan huruf b)
Peserta juga harus melengkapi dokumen
sebagaimana dimaksud dalam butir C.4.d.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) ditandatangani oleh Pejabat Yang
Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
a) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan
b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan
disampaikan dengan tembusan kepada
KPwDN yang mewilayahi.
3) Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan ke
lokasi infrastruktur yang digunakan Peserta.
4) Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis
melalui surat yang penyampaiannya dapat
didahului dengan faksimile kepada Peserta yang
bersangkutan mengenai:
a) penolakan perubahan penggunaan
infrastruktur Peserta
penolakan; atau
b) persetujuan perubahan penggunaan
infrastruktur Peserta beserta tanggal efektif
perubahan penggunaan infrastruktur
Peserta.
2. Perubahan...
beserta alasan
44
2. Perubahan Participant Code
Perubahan participant code dapat disebabkan antara lain
karena Peserta yang bukan merupakan anggota SWIFT
berubah menjadi anggota SWIFT atau karena adanya
perubahan SWIFT BIC dari Peserta.
Prosedur perubahan participant code diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
participant code kepada Penyelenggara dengan
melampirkan dokumen:
1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III; dan
2) dokumen pendukung yang menunjukkan sebagai
anggota SWIFT atau adanya perubahan SWIFT
BIC dari Peserta.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui
surat, yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan, paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
diterima oleh Penyelenggara yang memuat:
1) pemberitahuan mengenai dokumen yang
disampaikan Peserta tidak lengkap; atau
2) pemberitahuan rencana perubahan participant
code yang memuat antara lain sebagai berikut:
a) nama dan nomor Rekening Giro;
b) kode Peserta (participant code) yang baru; dan
c) permintaan ...
45
c) permintaan agar Peserta memenuhi
kelengkapan dokumen untuk keperluan
operasional dalam rangka perubahan
participant code.
d. Pemenuhan kelengkapan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam butir c.2).c), berupa surat permintaan
Connected User dan Digital Certificate untuk participant
code yang baru yang dilengkapi dengan:
1) nama dan participant code Peserta yang baru; dan
2) Certificate Signing Request (CSR) yang di-generate
dan disimpan di media optik yang bersifat read
only,
dalam hal Peserta menggunakan aplikasi Straight-
Through Processing Gateway (RSTPG).
e. Peserta menyampaikan file CSR yang baru dalam
media CD dari server yang akan diberikan Digital
Certificate Soft Token, melalui sarana surat dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
f. Penyelenggara menyampaikan nama Connected User
dan Digital Certificate yang baru kepada Peserta
melalui sarana surat atau sarana lainnya yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
g. Penyelenggara memberitahukan tanggal efektif
perubahan participant code Peserta kepada:
1) peserta yang bersangkutan melalui surat; dan
2) seluruh Peserta melalui administrative message
atau sarana lainnya.
h. Peserta harus mengembalikan Digital Certificate Hard
Token yang lama paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
Peserta menerima surat sebagaimana dimaksud dalam
butir g.1).
3. Perubahan Nama Peserta
Prosedur perubahan data kepesertaan terkait perubahan
nama Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada
Penyelenggara dengan melampirkan dokumen sebagai
berikut:
1) data...
46
1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III dengan menggunakan nama yang
tercantum dalam perubahan Anggaran Dasar yang
telah disetujui oleh lembaga yang berwenang; dan
2)
fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
asli oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara berupa:
a) akta perubahan Anggaran Dasar untuk
badan hukum Indonesia;
b) surat persetujuan perubahan Anggaran
Dasar dari lembaga yang berwenang; dan
c) surat keputusan dari
lembaga yang
berwenang tentang perubahan nama, dalam
hal Peserta adalah Bank.
Khusus bagi Bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di
luar negeri cukup
menyampaikan surat keputusan sebagaimana
dimaksud dalam huruf c).
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat
yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile
kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat
belas) hari kerja setelah surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh
Penyelenggara secara lengkap mengenai tanggal efektif
perubahan data nama Peserta atau tanggapan tertulis
atas kelengkapan dokumen kepada Peserta.
d Penyelenggara...
47
d. Penyelenggara memberitahukan perubahan data
kepesertaan terkait perubahan nama Peserta kepada
seluruh Peserta melalui administrative message atau
sarana lainnya.
4. Perubahan Data Peserta Karena Adanya Perubahan
Kegiatan Usaha
Perubahan data kepesertaan terkait perubahan kegiatan
usaha Peserta dari bank umum konvensional menjadi bank
umum syariah dapat menyebabkan adanya perubahan data
Peserta antara lain nama Peserta, kegiatan usaha Peserta,
nomor rekening, dan/atau participant code. Prosedur
perubahan data Peserta karena adanya perubahan kegiatan
usaha Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
contoh II.17 dalam Lampiran II.
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dilengkapi dengan fotokopi dokumen yang
telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan yang telah
memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara
berupa:
1) akta perubahan Anggaran Dasar;
2) surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari
instansi yang berwenang; dan
3) surat keputusan dari lembaga yang berwenang
mengenai izin perubahan kegiatan usaha dari
bank umum konvesional menjadi bank umum
syariah.
c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan
2) bagi...
48
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat
yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat
pemberitahuan dan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara
secara lengkap mengenai tanggal efektif perubahan
kegiatan usaha Peserta atau tanggapan tertulis atas
kelengkapan dokumen kepada Peserta.
e. Penyelenggara memberitahukan perubahan data
kepesertaan terkait perubahan kegiatan usaha Peserta
kepada seluruh Peserta melalui administrative message
atau sarana lainnya.
5. Perubahan Nomor Rekening Giro
a. Perubahan nomor Rekening Giro dapat dilakukan
dalam hal terdapat adanya kebijakan dari Bank
Indonesia atau adanya perubahan data Peserta yang
dapat menyebabkan perubahan nomor rekening
Peserta di Penyelenggara.
b. Dalam hal terdapat perubahan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, Penyelenggara menginformasikan
perubahan nomor Rekening Giro dan tanggal efektif
perubahan nomor Rekening Giro kepada:
1) Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan
2) seluruh Peserta melalui administrative message
atau sarana lainnya.
6. Perubahan Alamat Kantor Peserta
Prosedur perubahan data kepesertaan yang terkait dengan
perubahan alamat kantor pusat Peserta dan kantor cabang
bank asing diatur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada
Penyelenggara dengan melampirkan dokumen berupa:
1) fotokopi...
49
1)
fotokopi surat persetujuan atau penerimaan
pemberitahuan perubahan alamat kantor dari
lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi
oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan
sesuai asli oleh Pimpinan yang telah memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara; dan
2) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III dengan menggunakan alamat kantor
yang tercantum dalam dokumen sebagaimana
dimaksud dalam angka 1).
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1)
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat
yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan bahwa
perubahan alamat Peserta telah dicatat dalam tata
usaha Penyelenggara atau tanggapan tertulis atas
kelengkapan dokumen, paling lama 14 (empat belas)
hari kerja setelah surat pemberitahuan dan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a
diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
7. Perubahan lokasi RPP Utama dan JKD Utama Peserta
Prosedur perubahan lokasi RPP Utama dan JKD Utama
Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan
perubahan lokasi RPP Utama dan/atau pemindahan
JKD Utama, dengan melampirkan formulir data
kepesertaan dengan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III.
b. Surat...
surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan
50
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1)
surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
yang memuat antara lain:
1) perubahan lokasi RPP Utama Peserta ini telah
dicatat dalam tata usaha Penyelenggara;
2) pelaksanaan pemindahan JKD Utama; dan
3) hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta terkait
dengan perubahan lokasi RPP Utama dan/atau
JKD Utama.
8. Perubahan Data Pimpinan
Dalam hal terdapat perubahan susunan, kewenangan,
dan/atau jabatan Pimpinan, berlaku ketentuan dan
prosedur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan
perubahan susunan, kewenangan, dan/atau jabatan
Pimpinan dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud pada contoh II.18 dalam
Lampiran II.
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilengkapi dengan dokumen pendukung yang
telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan yang telah
memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia
sebagai berikut:
1)
fotokopi perubahan Anggaran Dasar mengenai
pengangkatan Pimpinan, bagi Peserta yang
berbadan hukum Indonesia;
2) fotokopi...
51
2)
fotokopi surat dari lembaga yang berwenang
mengenai susunan Pimpinan Peserta yang tercatat
pada tata usaha lembaga yang berwenang atau
persetujuan fit and proper test dari lembaga
pengawas yang berwenang, khusus Pimpinan
Peserta berupa Bank;
3)
fotokopi bukti identitas diri Pimpinan yang masih
berlaku berupa:
a) bagi WNI: Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau
Surat Izin Mengemudi (SIM) atau paspor; atau
b) bagi WNA: Paspor, Keterangan Izin Tinggal
Sementara (KITAS), dan surat izin kerja dari
lembaga berwenang bagi Warga Negara Asing;
a) bagi Pimpinan baru untuk Peserta berupa
Bank, selain memenuhi kelengkapan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan
angka 2), harus melengkapi dokumen
pendukung berupa fotokopi surat kuasa
(power of attorney) dari kantor pusat Bank
yang berkedudukan di luar negeri kepada
pimpinan kantor cabang berikut
terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang
dibuat oleh penerjemah tersumpah, bagi
kantor cabang Bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di luar negeri; dan
b)
fotokopi struktur organisasi yang masih
berlaku, bagi kantor cabang dari bank yang
kantor pusatnya berkedudukan di luar
negeri; dan
4) dalam hal terdapat perubahan kewenangan
dan/atau jabatan Pimpinan, surat pemberitahuan
dilengkapi dengan surat pernyataan tetap
diberlakukannya spesimen tanda tangan
Pimpinan dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud pada contoh II.19 dalam
Lampiran II.
c. Surat...
52
c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
d. Dalam hal perubahan data Pimpinan mencakup
perubahan Pimpinan baru maka Pimpinan baru harus
membuat spesimen tanda tangan di hadapan pejabat
Penyelenggara atau pejabat KPwDN setelah surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b
diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
e. Spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf d berlaku efektif sejak pemberitahuan dari
Penyelenggara mengenai tanggal efektif berlakunya
spesimen tanda tangan atau paling lama 5 (lima) hari
kerja sejak tanggal pembuatan spesimen tanda tangan.
f. Spesimen tanda tangan bagi Pimpinan yang sudah
dicabut kewenangannya terkait dengan kepesertaan
dalam Sistem BI-RTGS dinyatakan tidak berlaku
terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan
perubahan kewenangan Pimpinan diterima secara
lengkap oleh Penyelenggara.
g. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan
data Pimpinan kepada Penyelenggara maka data yang
telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih
berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan
oleh Pimpinan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung
jawab Peserta.
9. Perubahan...
53
9. Perubahan Kuasa
Perubahan kuasa dilakukan dalam rangka penambahan,
pergantian, dan/atau pencabutan kuasa dari Pejabat Yang
Mewakili dan/atau petugas.
Ketentuan dan prosedur perubahan kuasa diatur sebagai
berikut:
a. Dalam hal terjadi penambahan dan/atau pergantian
kuasa Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas,
Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) menyampaikan surat pemberitahuan penambahan
dan/atau pergantian kuasa dari Pejabat Yang
Mewakili dan/atau petugas serta permintaan
pembuatan spesimen tanda tangan dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
contoh II.20 dalam Lampiran II;
2) ketentuan, persyaratan dan prosedur pemberian
kuasa berpedoman pada butir III.C.10.b. dan butir
III.C.10.c dan butir III.C.10.d; dan
3) penambahan kuasa tersebut berlaku efektif paling
lama 5 (lima) hari kerja sejak dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan
spesimen tanda tangan telah diterima secara
lengkap oleh Bank Indonesia.
b. Pencabutan Seluruh atau Sebagian Kuasa Kepada Pejabat
Penerima Kuasa dan/atau Petugas Penerima Kuasa
Ketentuan dan prosedur pencabutan seluruh atau
sebagian kuasa kepada Pejabat Penerima Kuasa
dan/atau petugas penerima kuasa diatur sebagai berikut:
1) Peserta menyampaikan surat pernyataan
pencabutan kuasa yang ditandatangani oleh
Pimpinan/pemberi kuasa dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud pada contoh II.21
dalam Lampiran II.
2) Pencabutan seluruh atau sebagian kuasa tersebut
berlaku efektif terhitung sejak tanggal surat
pernyataan pencabutan kuasa diterima secara
lengkap oleh Penyelenggara.
c. Perubahan...
54
c. Perubahan Kewenangan Dalam Surat Kuasa yang
Diberikan Kepada Pejabat Penerima Kuasa dan/atau
Petugas
Ketentuan dan prosedur perubahan kewenangan
dalam surat kuasa yang diberikan kepada Pejabat
Penerima Kuasa dan/atau petugas diatur sebagai
berikut:
1) Peserta menyampaikan surat pemberitahuan yang
dilampiri dengan surat kuasa yang baru dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
pada contoh II.10, contoh II.11, atau contoh II.12
dalam Lampiran II.
2) Surat pemberitahuan perubahan surat kuasa
disampaikan kepada:
a) Penyelenggara ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a untuk Pejabat
Penerima Kuasa dan/atau petugas yang
berada di wilayah KPBI;
b) KPwDN untuk Pejabat Penerima Kuasa
dan/atau petugas yang berada di wilayah
KPwDN; atau
c) DPU untuk kuasa pengambilan fisik uang di
wilayah KPBI.
d. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan
kewenangan Pejabat Penerima Kuasa dan/atau
petugas kepada Penyelenggara maka data yang telah
ditatausahakan di Bank Indonesia dianggap masih
berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan
oleh Pejabat Penerima Kuasa dan/atau petugas
tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta.
10. Perbedaan Spesimen Tanda Tangan
Dalam hal terdapat perbedaan spesimen tanda tangan antara
tanda tangan pada identitas diri dengan tanda tangan Pejabat
Yang Mewakili dan/atau petugas yang ditatausahakan di Bank
Indonesia maka Peserta harus menyampaikan surat
pernyataan perbedaan tanda tangan sebagaimana dimaksud
pada contoh II.22 dalam Lampiran II.
G. Pengelolaan...
55
G. Pengelolaan Pengguna (User)
1. User RPP terdiri atas:
(1) Connected User;
(2) Unconnected User yang meliputi:
1) administrator user, merupakan user yang memiliki
kewenangan untuk mendaftarkan operational user
dan melakukan pengelolaan user melalui RPP; dan
2) operational user, merupakan user lokal yang
memiliki kewenangan untuk melakukan kegiatan
operasional dalam pembuatan instruksi Setelmen
Dana di RPP dan melakukan kegiatan operasional
lainnya yang bersifat lokal, namun tidak dapat
mengirimkan instruksi ke RCN.
2. Penyelenggara melakukan pengelolaan Connected User yang
meliputi kegiatan antara lain pendaftaran, penyesuaian,
reset password, penghentian, reaktivasi, dan penetapan
security level.
3. Pengelolaan user oleh Peserta dilakukan oleh administrator
user sebagai berikut:
a. Pengelolaan Unconnected User, antara lain:
1) pendaftaran dan penyesuaian Unconnected User;
2) penetapan security level bagi Unconnected User;
3) penetapan hak akses bagi Unconnected User
terhadap menu di RPP;
4) penetapan role dan limit bagi Unconnected User; dan
5) mengelola database dan konfigurasi parameter.
b. Pengelolaan Connected User, antara lain meliputi:
1) penetapan hak akses bagi Connected User
terhadap menu di RPP; dan
2) penetapan role dan limit bagi Connected User.
4. Penyelenggara memberikan 1 (satu) administrator user RPP
yang dilengkapi password kepada setiap Peserta.
5. Penyelenggara...
56
5. Penyelenggara menyediakan Connected User:
a. paling banyak 10 (sepuluh) Connected User yang
dilengkapi dengan password dan Digital Certificate
Hard Token untuk setiap Peserta yang menggunakan
aplikasi BI-RTGS Payment Gateway (RPG); dan/atau
b. 1 (satu) Connected User yang dilengkapi dengan
password dan Digital Certificate Soft Token untuk
Peserta yang menggunakan aplikasi BI-RTGS Straight-
Through Processing Gateway (RSTPG).
6. Pengelolaan dan penggunaan administrator user dan
Connected User yang telah diserahkan oleh Penyelenggara
kepada Peserta, dilakukan berdasarkan ketentuan internal
Peserta dan menjadi tanggung jawab sepenuhnya Peserta
yang bersangkutan.
H. Penggunaan Connected User dan Digital Certificate
Ketentuan dan prosedur penggunaan Connected User dan Digital
Certificate oleh Peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
diatur sebagai berikut:
1. Ketentuan Umum Penggunaan Connected User dan Digital
Certificate
a. Berdasarkan penggunaannya, Connected User terdiri
atas Connected User untuk RPG dan Connected User
untuk RSTPG.
b. Berdasarkan media penyimpanannya, Digital Certificate
dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu Digital Certificate
Hard Token dan Digital Certificate Soft Token.
c. Connected User sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan Digital Certificate sebagaimana dimaksud dalam
huruf b diberikan kepada Pejabat Yang Mewakili dan
telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara.
d. Masa aktif Digital Certificate Hard Token dan Digital
Certificate Soft Token ditetapkan paling lama 2 (dua)
tahun sejak tanggal efektif berlakunya.
e. Penambahan...
57
e. Penambahan Connected User yang dilengkapi dengan
password dan Digital Certificate Hard Token yang
melebihi jumlah sebagaimana dimaksud dalam huruf
G.5.a dapat diberikan kepada Peserta berdasarkan
persetujuan Penyelenggara.
f. Peserta dapat mengajukan penggantian Digital
Certificate Hard Token dan Digital Certificate Soft Token
yang hilang/rusak atau tidak dapat digunakan karena
sebab apapun.
g. Penambahan Connected User yang dilengkapi dengan
password dan Digital Certificate Hard Token
sebagaimana dimaksud dalam huruf e dan/atau
penggantian Digital Certificate Hard Token yang
hilang/rusak karena sebab apapun sebagaimana
dimaksud dalam huruf f dikenakan biaya.
2. Prosedur Penambahan Connected User yang Dilengkapi
dengan password dan Digital Certificate serta Penggantian
dan/atau Perpanjangan Masa Aktif Digital Certificate
Prosedur pelaksanaan penambahan Connected User yang
dilengkapi dengan password dan Digital Certificate serta
penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif Digital
Certificate diatur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat permohonan
penambahan Connected User yang dilengkapi dengan
password dan Digital Certificate serta penggantian
dan/atau perpanjangan masa aktif Digital Certificate
kepada Penyelenggara yang memuat informasi paling
kurang sebagai berikut:
1) untuk penambahan Connected User yang
dilengkapi dengan password dan Digital Certificate
Hard Token:
a) nama dan participant code Peserta;
b) jumlah penambahan Connected User; dan
c) alasan permintaan tambahan Connected
User, dalam hal permintaan melebihi jumlah
yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.e.
2) untuk...
58
2) untuk penggantian Digital Certificate Hard Token:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama Connected User yang Digital Certificate
Hard Token-nya akan diganti;
c) nomor seri Digital Certificate Hard Token; dan
d) alasan permintaan penggantian Digital
Certificate Hard Token.
3) untuk perpanjangan masa aktif Digital Certificate
Hard Token:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama Connected User yang Digital Certificate
Hard Token-nya akan diperpanjang masa
aktifnya; dan
c) nomor seri Digital Certificate Hard Token.
4) untuk perpanjangan masa aktif Digital Certificate
Soft Token:
a) nama dan participant code Peserta; dan
b) nama Connected User dari server yang Digital
Certificate Soft Token-nya akan diperpanjang
masa aktifnya.
Surat permohonan penambahan Connected User yang
dilengkapi dengan password dan Digital Certificate,
penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif Digital
Certificate menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada contoh II.23 dalam Lampiran II.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan
disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Surat permohonan disampaikan ke Penyelenggara
dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.2.a.
2) Bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
3) Bagi...
59
3) Bagi Peserta yang mengajukan permohonan
perpanjangan masa aktif karena masa aktif Digital
Certificate telah berakhir, surat permohonan
disampaikan kepada Penyelenggara paling cepat
20 (dua puluh) hari kerja sebelum masa aktif
Digital Certificate berakhir dan paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja sebelum masa aktif Digital
Certificate berakhir.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disertai dengan:
1) File CSR dalam media CD dari server yang Digital
Certificate Soft Token-nya akan diperpanjang masa
aktifnya, dalam hal Peserta mengajukan
perpanjangan masa aktif Digital Certificate Soft
Token;
2) Digital Certificate Hard Token, dalam hal Peserta
mengajukan perpanjangan masa aktif atau
penggantian Digital Certificate Hard Token;
dan/atau
3) surat keterangan kehilangan Digital Certificate
Hard Token dari pihak kepolisian, dalam hal
Peserta mengajukan penggantian Digital Certificate
Hard Token yang hilang.
d. Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta melalui
administrative message atau sarana lain untuk
melakukan pengambilan certificate signing paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak dokumen sebagaimana
dimaksud dalam butir a.4) diterima oleh Penyelenggara.
e. Peserta melakukan pengambilan Connected User,
password, dan/atau Digital Certificate dengan tata cara
sebagai berikut:
1) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPBI, pengambilan dokumen Connected
User, password, dan/atau Digital Certificate
dilakukan di kantor Penyelenggara.
2) Bagi...
60
2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, tempat pengambilan dokumen
Connected User, password, dan/atau Digital
Certificate dilakukan di kantor KPwDN.
3) Pengambilan dokumen Connected User, password,
dan/atau Digital Certificate dilakukan oleh Pejabat
Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia.
f. Dalam hal terdapat perpanjangan masa aktif Digital
Certificate Soft Token, Peserta harus menginformasikan
tanggal efektif penggunaan Digital Certificate Soft Token
yang baru kepada Penyelenggara melalui administrative
message atau surat yang dapat didahului dengan
pengiriman melalui faksimile. Dalam hal Peserta tidak
menginformasikan tanggal efektif tersebut maka segala
risiko dan akibat yang timbul menjadi tanggung jawab
sepenuhnya Peserta yang bersangkutan.
g. Dalam hal Peserta mengajukan permohonan
penambahan Connected User yang dilengkapi dengan
password dan Digital Certificate Hard Token yang
melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam butir 5.a, persetujuan atau penolakan
atas permohonan dimaksud disampaikan oleh
Penyelenggara kepada Peserta secara tertulis paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat
permohonan diterima lengkap oleh Penyelenggara.
h. Penyelenggara membebankan biaya ke Rekening Giro
dalam Rupiah Peserta yang ditatausahakan di Bank
Indonesia atas penambahan Connected User yang
dilengkapi dengan password dan Digital Certificate
Hard Token yang melebihi jumlah yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a. dan/atau
penggantian Digital Certificate Hard Token.
3. Penghapusan...
61
3. Penghapusan Connected User RPG dan/atau RSTPG
a. Penghapusan Connected User RPG dan/atau RSTPG
dapat dilakukan atas dasar inisiatif Penyelenggara atau
permintaan Peserta.
b. Penghapusan Connected User RPG dan/atau RSTPG oleh
Penyelenggara dilakukan antara lain dalam hal Peserta
telah dihentikan kepesertaannya dalam Sistem BI-RTGS.
c. Prosedur penghapusan Connected User RPG dan/atau
RSTPG atas dasar permintaan Peserta sebagaimana
dimaksud dalam huruf a diatur sebagai berikut:
1) Peserta mengajukan surat permohonan
penghapusan Connected User RPG dan/atau RSTPG
kepada Penyelenggara yang dapat disampaikan
terlebih dahulu melalui faksimile.
2) Surat permohonan penghapusan Connected User
RPG dan/atau RSTPG sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada contoh II.24 dalam Lampiran II.
3) Surat permohonan penghapusan Connected User
RPG disertai dengan Digital Certificate Hard Token
yang Connected User-nya dimohonkan untuk
dihapus.
4) Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
kepada Peserta mengenai penghapusan Connected
User RPG dan/atau RSTPG.
4. Mekanisme Reset Password Connected User untuk RPG,
Unlock Connected User untuk RPG, dan/atau Reset
Password Digital Certificate Hard Token
Peserta dapat mengajukan permintaan reset password
Connected User untuk RPG, unlock Connected User untuk
RPG, dan/atau reset password Digital Certificate Hard Token
dengan prosedur sebagai berikut:
a. Permohonan Reset Password Connected User untuk RPG
1) Peserta mengajukan permohonan reset password
Connected User untuk RPG kepada Penyelenggara
melalui...
62
melalui surat yang ditandatangani oleh Pejabat Yang
Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan
di Penyelenggara yang paling kurang memuat
informasi:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama Connected User yang password-nya
dimohonkan untuk di-reset; dan
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara ke
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dapat disampaikan terlebih dahulu
kepada Penyelenggara melalui faksimile ke nomor
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.b.
4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1), Penyelenggara menyampaikan
password Connected User kepada Peserta melalui
surat atau sarana lain yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
5) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 4)
diambil oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah
memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia.
b. Permohonan Unlock Connected User untuk RPG
1) Peserta mengajukan permohonan
unlock
Connected User untuk RPG kepada Penyelenggara
melalui surat yang ditandatangani oleh Pejabat
Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia atau melalui
administrative message yang paling kurang
memuat informasi:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama Connected User yang dimohonkan
untuk di-unlock; dan
c) nama dan nomor telepon pihak yang
berwenang di Peserta bersangkutan yang
dapat dihubungi.
Surat...
63
Surat dimaksud disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dapat disampaikan terlebih dahulu
kepada Penyelenggara melalui faksimile ke nomor
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.b.
3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1), Penyelenggara memberitahukan
penyelesaian proses unlock Connected User untuk
RPG kepada Peserta yang bersangkutan melalui
surat, administrative message, atau sarana
lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
c. Permohonan Reset Password Digital Certificate Hard
Token
1) Peserta mengajukan permohonan reset password
Digital Certificate Hard Token kepada
Penyelenggara melalui surat yang ditandatangani
oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki
spesimen tanda tangan di Bank Indonesia yang
paling kurang memuat informasi:
(1) nama dan participant code Peserta;
(2) nama Connected User yang Digital Certificate
Hard Token-nya dimohonkan untuk di-reset;
(3) nomor seri Digital Certificate Hard Token; dan
(4) nama dan nomor telepon pihak yang
berwenang di Peserta bersangkutan yang
dapat dihubungi.
Surat dimaksud disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dapat disampaikan terlebih dahulu
kepada Penyelenggara melalui faksimile ke nomor
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.
3) Berdasarkan...
64
3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1), Penyelenggara memberitahukan
melalui telepon kepada pihak yang berwenang di
Peserta untuk melakukan reset password Digital
Certificate Hard Token di RPP dengan mengikuti
proses tahapan penyelesaian sebagaimana
disampaikan oleh Penyelenggara.
I. Kewajiban Peserta
Dalam rangka penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem
BI-RTGS, Peserta wajib:
1. Menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan
Sistem BI-RTGS.
Dalam rangka menjaga kelancaran dan keamanan
penggunaan Sistem BI-RTGS, Peserta melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a. Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) yang
mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam
pelaksanaan operasional Sistem BI-RTGS, termasuk
prosedur pengamanan penggunaan Sistem BI-RTGS di
lingkungan internal Peserta, dengan ketentuan
penyusunan sebagai berikut:
1) KPT merupakan aturan tertulis yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di internal Peserta dan
berlaku sebagai pedoman operasional Sistem BI-
RTGS di Peserta.
2) KPT wajib dibuat dalam waktu paling lama 6
(enam) bulan sejak tanggal efektif kepesertaan di
Sistem BI-RTGS.
3) KPT wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia. Dalam
hal KPT dibuat dalam bahasa asing, KPT harus
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh
penerjemah tersumpah.
KPT...
65
KPT wajib dibuat dengan mengacu pada
ketentuan terkait dengan Sistem BI-RTGS yang
ditetapkan oleh Penyelenggara serta peraturan
yang ditetapkan oleh asosiasi sistem pembayaran
terkait dengan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
4) KPT wajib memuat materi paling kurang sebagai
berikut:
a) pendahuluan;
b) organisasi pengoperasian Sistem BI-RTGS;
c) ketentuan dan prosedur operasional Sistem
BI-RTGS;
d) pengawasan operasional Sistem BI-RTGS;
e) penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat; dan
f) perlindungan konsumen.
Rincian cakupan minimum materi KPT diatur
pada “Pedoman Penyusunan Kebijakan dan
Prosedur Tertulis” sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran V.
5) Dalam hal terjadi perubahan materi sebagaimana
dimaksud dalam butir 4).b) sampai dengan butir
4).e). dan/atau perubahan ketentuan yang
dikeluarkan oleh Penyelenggara dan/atau asosiasi
sistem pembayaran, yang berdampak pada materi
KPT, Peserta harus melakukan pengkinian
terhadap KPT dimaksud.
6) Pengkinian terhadap KPT sebagaimana dimaksud
dalam angka 5) wajib dilakukan dalam waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya
perubahan materi dan ketentuan tersebut.
b. Melakukan pemeriksaan internal untuk menjamin
keamanan operasional Sistem BI-RTGS.
Ketentuan pemeriksaan internal untuk menjamin
keamanan operasional Sistem BI-RTGS diatur sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan...
66
1) Pemeriksaan internal merupakan kegiatan
pemeriksaan terhadap Sistem BI-RTGS untuk
menjamin keamanan operasional Sistem BI-RTGS.
2) Pemeriksaan internal dilakukan oleh satuan kerja
pengawas internal Peserta.
3) Ruang lingkup pemeriksaan internal paling
kurang mencakup materi penilaian kepatuhan
yang disampaikan oleh Penyelenggara.
c. Melakukan security audit dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Security audit bertujuan untuk memastikan
keamanan dan keandalan teknologi informasi
internal Peserta, hubungan (interface) antara RPP
dengan sistem internal Peserta serta kondisi
lingkungan tempat Peserta melakukan kegiatan
operasional.
2) Security audit dilakukan paling kurang 1 (satu) kali
dalam 3 (tiga) tahun terhitung sejak menjadi Peserta
atau setiap terjadi perubahan dalam sistem teknologi
informasi internal Peserta yang terkait dengan
Sistem BI-RTGS.
3) Pelaksanaan security audit dapat dilakukan oleh
auditor internal Peserta maupun auditor eksternal.
4) Cakupan security audit paling kurang mencakup
ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran VI.
d. Menyusun kebijakan teknologi informasi terkait
dengan Sistem BI-RTGS yang di-review dan di-update
secara reguler.
e. Memiliki pedoman Disaster Recovery Plan (DRP) dan
Business Continuity Plan (BCP), dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Pedoman DRP dan BCP memuat prosedur yang
dilakukan oleh Peserta dalam hal terjadi Keadaan
Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat untuk
memastikan...
67
memastikan bahwa operasional Sistem BI-RTGS
di Peserta tetap dapat dilakukan atau upaya
lainnya yang perlu dilakukan dalam hal sistem
cadangan tidak dapat digunakan.
2) Pedoman DRP sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai
berikut:
a) unit kerja sebagai penanggung jawab;
b) mekanisme koordinasi apabila penanggung
jawab terdiri dari beberapa unit;
c) prosedur terkait penyiapan infrastruktur
cadangan untuk menjamin kegiatan
operasional Sistem BI-RTGS tetap berjalan;
d) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan
e) petugas operasional (termasuk data nomor
telepon yang dapat dihubungi setiap saat).
3) Pedoman BCP sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai
berikut:
a) unit kerja sebagai penanggung jawab;
b) mekanisme koordinasi apabila penanggung
jawab terdiri dari beberapa unit;
c)
langkah-langkah bisnis yang dilakukan
untuk menjamin kegiatan operasional Sistem
BI-RTGS tetap berjalan;
d) mekanisme pengujian prosedur BCP;
e) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan
f) petugas operasional (termasuk data nomor
telepon yang dapat dihubungi setiap saat).
f. Menggunakan aplikasi RPP sesuai dengan Buku
Pedoman Pengoperasian Sistem BI-RTGS.
g. Melakukan pemeliharaan data dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) data yang tersimpan dalam media elektronik
dan/atau dalam bentuk hasil olahan komputer
Sistem...
68
Sistem BI-RTGS harus mendapat pengamanan yang
memadai serta terjaga kerahasiaannya, antara lain
terlindung dari akses petugas yang tidak berhak;
2) data sebagaimana dimaksud dalam angka 1) antara
lain meliputi data transaksi, aplikasi yang diberikan
oleh Penyelenggara, dan/atau ketentuan dan
prosedur yang diberikan oleh Penyelenggara;
3) melakukan pencadangan data sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) ke dalam media
elektronik;
4) memastikan data sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dan cadangannya sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) tidak rusak antara lain dengan cara
melakukan pemeliharaan atau pengecekan secara
berkala; dan
5) menyimpan seluruh data sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dan cadangannya sebagaimana
dimaksud dalam huruf angka 3), sesuai dengan
ketentuan pengarsipan yang berlaku di internal
Peserta dan masa retensi sesuai peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai
dokumen perusahaan.
h. Menjamin RPP utama dan RPP cadangan berfungsi
dengan baik untuk melakukan berbagai aktivitas Sistem
BI-RTGS sepanjang jam operasional Sistem BI-RTGS.
Dalam rangka menjamin RPP utama dan RPP cadangan
berfungsi dengan baik, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1) Memastikan petugas yang menangani Sistem BI-
RTGS memahami sistem dan prosedur operasional
Sistem BI-RTGS yang telah ditetapkan baik oleh
Penyelenggara maupun internal Peserta, antara
lain melalui pelatihan secara berkala.
2) Mengatur...
69
2) Mengatur dan menetapkan user dan kewenangan
user yang melakukan operasional Sistem BI-RTGS
dengan memperhatikan hal-hal antara lain
sebagai berikut:
a) pengaturan kewenangan user dengan
memperhatikan rentang kendali (span of
control) untuk meminimalisasi kesalahan
manusia (human error) dan penyelewengan
(fraud);
b) pengiriman transaksi dilakukan secara
berjenjang sesuai dengan tingkat
kewenangan petugas;
c) pengaturan petugas pengganti untuk user
sesuai dengan perannya masing-masing;
d) menetapkan dan menatausahakan user
pemegang Digital Certificate Hard Token dan
Digital Certificate Soft Token, termasuk serial
number token tersebut;
e) memastikan keamanan penggunaan Digital
Certificate Hard Token oleh user yang telah
ditetapkan oleh Peserta; dan
f) menyimpan dokumen keamanan yang terkait
dengan administrator user, Connected User,
Digital Certificate Hard Token, dan Digital
Certificate Soft Token.
3) Menyediakan dan mengelola sistem cadangan
untuk Sistem BI-RTGS di Peserta dengan
pengaturan sebagai berikut:
a) Peserta wajib menyediakan server cadangan
dan JKD dari back up site Peserta ke Bank
Indonesia sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
b) Biaya penyediaan dan penggunaan
infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) menjadi beban Peserta.
c) Pemilihan...
70
c) Pemilihan jenis dan lokasi RPP, serta JKD
cadangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) dilakukan oleh Peserta dengan
mempertimbangkan antara lain:
(1) volume transaksi Peserta dan tingkat
urgensi Sistem BI-RTGS bagi Peserta; dan
(2) pengendalian internal guna memitigasi
risiko operasional di Peserta.
4) Menjamin sistem cadangan berfungsi dengan
baik, dengan cara antara lain:
a) Peserta wajib ikut serta dalam uji coba
Sistem BI-RTGS yang dilaksanakan oleh
Penyelenggara dengan menggunakan sistem
cadangan milik Peserta paling kurang 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun.
b) Melakukan uji coba koneksi sistem cadangan
secara berkala, dengan ketentuan sebagai
berikut:
(1) Uji coba koneksi sistem cadangan
mencakup uji coba terhadap RPP
cadangan, JKD cadangan, dan/atau
data.
(2) Uji coba koneksi sistem cadangan
sebagaimana dimaksud dalam angka (1)
dapat dilakukan dengan menggunakan:
(a) environment testing Penyelenggara
selama jam operasional Sistem BI-
RTGS; atau
(b) environment
production
Penyelenggara dengan jadwal yang
ditetapkan oleh Penyelenggara yaitu
setiap bulan pada hari Jumat minggu
pertama atau minggu ketiga setelah
proses akhir hari Sistem BI-RTGS di
Penyelenggara berakhir dan
pelaksanaannya dilakukan paling
lama 1 (satu) jam.
(3) Uji...
71
(3) Uji coba koneksi sistem cadangan
dilakukan dengan tata cara sebagai
berikut:
(a) Peserta menyampaikan permohonan
uji coba koneksi RPP melalui
administrative message kepada
Penyelenggara paling lambat 1 (satu)
hari kerja sebelum pelaksanaan uji
coba koneksi sistem cadangan.
(b) Penyelenggara memberitahukan
persetujuan uji coba koneksi sistem
cadangan kepada Peserta melalui
sarana administrative message.
(c) Peserta menyampaikan laporan hasil
pelaksanaan uji coba koneksi sistem
cadangan kepada Penyelenggara
paling lambat 1 (satu) hari kerja
setelah pelaksanaan uji coba selesai
dilakukan melalui
sarana
administrative message,
faksimile,
atau sarana lainnya yang ditetapkan
oleh Penyelenggara.
c) Mengoperasikan sistem cadangan untuk
kegiatan operasional dalam kondisi normal
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Kegiatan operasional dalam kondisi
normal dilakukan secara berkala, paling
kurang 1 (satu) kali dalam setahun.
(2) Pengoperasian sistem cadangan untuk
kegiatan operasional dalam kondisi
normal dapat mencakup pengoperasian
RPP cadangan dan/atau JKD cadangan.
(3) Tata cara penggunaan sistem cadangan
untuk kegiatan operasional dalam kondisi
normal diatur sebagai berikut:
(a) Peserta ...
72
(a) Peserta menyampaikan permohonan
melalui
administrative message
kepada Penyelenggara paling lambat
1 (satu) hari kerja sebelum
menggunakan sistem cadangan
untuk kegiatan operasional dalam
kondisi normal;
(b) Penyelenggara memberitahukan
persetujuan penggunaan RPP
cadangan dan/atau JKD cadangan
kepada Peserta melalui sarana
administrative message.
5) Menjamin keamanan dan keandalan JKD yang
digunakan untuk menghubungkan RPP utama
dan/atau RPP cadangan dengan:
a) perangkat komputer Peserta yang digunakan
untuk operasional Sistem BI-RTGS; dan
b) sistem komputerisasi
internal Peserta,
apabila Peserta menghubungkan RPP utama
dan/atau RPP cadangan dengan sistem
komputerisasi internal pada Peserta,
sehingga bebas dari segala kemungkinan sumber
perusak Sistem BI-RTGS termasuk tetapi tidak
terbatas pada kemungkinan pemalsuan (fraud),
pembobolan data elektronis (hacking), serta
perusakan sistem dengan cara membanjiri sistem
dengan data dan pesan pembayaran.
6) Melaporkan pengembangan aplikasi internal yang
terkait Sistem BI-RTGS kepada Penyelenggara.
7) Melakukan langkah-langkah preventif yang
diperlukan sehingga perangkat keras (hardware)
berfungsi dengan baik dan perangkat lunak
(software) yang digunakan dalam Sistem BI-RTGS
dan/atau dalam kaitannya dengan Sistem BI-RTGS
bebas dari segala jenis virus.
8) Menjamin...
73
8) Menjamin integritas database Sistem BI-RTGS yang
ada pada RPP utama dan RPP cadangan termasuk
data cadangan (backup) yang tersimpan dalam
bentuk compact disc (CD), tape, cartridge, flashdisk,
dan media lainnya.
9) Melakukan instalasi setiap terjadi perubahan
aplikasi RPP utama dan/atau RPP cadangan
sesuai dengan Buku Pedoman Pengoperasian
Sistem BI-RTGS.
10) Menyimpan dengan baik aplikasi RPP, termasuk
setiap terdapat perubahan aplikasi RPP yang telah
diberikan oleh Penyelenggara, di tempat yang aman
dan bebas dari berbagai sumber yang dapat merusak
aplikasi RPP.
11) Melakukan perpanjangan masa aktif Digital
Certificate sesuai dengan waktu yang ditetapkan
oleh Penyelenggara.
2. Bertanggung jawab atas kebenaran instruksi Setelmen
Dana dan seluruh informasi yang dikirim Peserta kepada
Penyelenggara melalui Sistem BI-RTGS.
Dalam rangka memastikan kebenaran instruksi Setelmen
Dana dan seluruh informasi yang dikirim kepada
Penyelenggara, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. membuat instruksi Setelmen Dana sesuai dengan
Buku Pedoman Pengoperasian Sistem BI-RTGS dan
standardisasi pengisian message Transfer Dana
melalui Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran VII;
b. mengirimkan instruksi Setelmen Dana sesuai jadwal
yang ditetapkan Penyelenggara; dan
c. menggunakan kode transaksi sesuai dengan yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
3. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara,
ketentuan asosiasi sistem pembayaran dan ketentuan
lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan Setelmen
Dana seketika melalui Sistem BI-RTGS.
Dalam...
74
Dalam rangka memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara, ketentuan asosiasi sistem pembayaran dan
ketentuan lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan
Setelmen Dana seketika melalui Sistem BI-RTGS, Pimpinan
dan/atau pejabat yang berwenang melaksanakan tugas
operasional dan pemantauan kepatuhan ketentuan dan
prosedur di Peserta, wajib melaksanakan langkah-langkah
yang diperlukan untuk memastikan kepatuhan Peserta
terhadap ketentuan Bank Indonesia antara lain yang
mengatur mengenai penyelenggaraan Setelmen Dana
melalui Sistem BI-RTGS, FLI, dan pelaksanaan Transfer
Dana melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka perlindungan
kepada nasabah peserta.
4. Memenuhi perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS antara
Penyelenggara dengan Peserta.
5. Menginformasikan biaya Transfer Dana dan jam layanan
nasabah untuk Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS
secara transparan.
Dalam rangka transparansi biaya transaksi melalui Sistem
BI-RTGS kepada nasabah, Peserta mengumumkan secara
tertulis mengenai biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS
pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah.
6. Memberikan data dan informasi terkait penyelenggaraan
Sistem BI-RTGS kepada Bank Indonesia.
Dalam rangka pemberian data dan informasi terkait
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS kepada Bank Indonesia,
Peserta memberikan data dan informasi yang diminta oleh
Penyelenggara termasuk namun tidak terbatas pada
dokumen asli dan/atau salinan dokumen yang berupa
warkat, dan/atau data elektronik terkait dengan
pelaksanaan Transfer Dana.
IV. WAKTU OPERASIONAL PENYELENGGARAAN SETELMEN DANA
A. Prinsip Umum
1. Penyelenggara menetapkan waktu operasional
penyelenggaraan Setelmen Dana terdiri atas:
a. hari...
75
a. hari operasional;
b.
jam operasional; dan
c. periode waktu kegiatan.
2. Hari operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
yaitu hari yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai hari
diselenggarakannya operasional Setelmen Dana.
3. Jam operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b
yaitu jam yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai
waktu diselenggarakannya operasional Sistem BI-RTGS
pada setiap hari operasional.
4. Periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir
1.c yaitu jangka waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara
berdasarkan kode transaksi untuk melakukan kegiatan
Setelmen Dana atas Transfer Dana yang dilakukan melalui
Sistem BI-RTGS.
5. Waktu operasional sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dapat diubah sewaktu-waktu oleh Penyelenggara.
6. Peserta wajib melakukan kegiatan operasional Setelmen
Dana sesuai dengan waktu operasional yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
7. Dalam kondisi tertentu, Keadaan Tidak Normal, dan/atau
Keadaan Darurat, Peserta dapat tidak ikut serta dalam
kegiatan operasional RTGS pada hari operasional
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 berdasarkan
persetujuan dari Penyelenggara.
B. Penetapan Waktu Operasional Setelmen Dana
1. Hari operasional penyelenggaraan Setelmen Dana
dilaksanakan pada setiap hari kalender yang ditetapkan
sebagai hari operasional oleh Penyelenggara.
2. Jam operasional penyelenggaraan Setelmen Dana adalah
pukul 06.30 Waktu Indonesia Barat (WIB) sampai dengan
pukul 19.00 WIB.
Rincian kegiatan Setelmen Dana selama jam operasional
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII.
3. Periode...
76
3. Periode waktu kegiatan adalah periode waktu yang ditetapkan
oleh Penyelenggara berdasarkan kode transaksi untuk
melakukan kegiatan Setelmen Dana atas transaksi melalui
Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII.
C. Perubahan Waktu Operasional
1. Penyelenggara dapat melakukan perubahan waktu
operasional penyelenggaraan Setelmen Dana berdasarkan
pertimbangan antara lain sebagai berikut:
a. adanya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Penyelenggara;
b. keterlambatan Setelmen Dana hasil perhitungan
dalam penyelenggaraan transfer dana dan kliring
berjadwal;
c. adanya perpanjangan jam operasional BI-SSSS;
d. adanya kepentingan Bank Indonesia dalam rangka
menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan/atau
e. adanya permintaan perpanjangan periode waktu
kegiatan dari Peserta.
2. Khusus untuk transaksi penarikan tunai, pelimpahan pajak,
dan transaksi PvP, dalam hal terjadi perpanjangan jam
operasional maka tidak harus diikuti dengan perubahan
periode waktu kegiatan ketiga jenis transaksi tersebut.
3. Dalam hal terdapat perubahan waktu operasional
penyelenggaraan Setelmen Dana berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Penyelenggara
memberitahukan perubahan tersebut kepada seluruh Peserta
melalui administrative message dan/atau sarana lainnya.
4. Dalam hal terdapat perubahan waktu operasional pada
tahun berjalan maka terhadap transaksi yang telah dikirim
oleh Peserta kepada Penyelenggara pada hari kerja
sebelumnya dengan menggunakan tanggal valuta pada hari
operasional yang ditetapkan libur berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Seluruh transaksi yang telah dikirim dengan
menggunakan tanggal valuta yang ditetapkan menjadi
hari libur operasional Sistem BI-RTGS menjadi batal.
b. Dalam...
77
b. Dalam hal Peserta akan menyelesaikan transaksi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a melalui Sistem
BI-RTGS pada hari kerja berikutnya, Peserta harus
mengirimkan instruksi Setelmen Dana baru.
5. Perubahan Periode Waktu Kegiatan Berdasarkan
Permintaan Peserta
a. Peserta dapat mengajukan permohonan perpanjangan
periode waktu kegiatan, dalam hal Peserta mengalami
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat
yang mengakibatkan adanya kebutuhan perpanjangan
waktu kegiatan Setelmen Dana atas transaksi yang
dilakukan melalui Sistem BI-RTGS.
b. Permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan
oleh Peserta kepada Penyelenggara dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Peserta mengajukan permohonan perpanjangan
periode waktu kegiatan kepada Penyelenggara
melalui surat yang dapat didahului dengan
administrative message,
sarana lain.
2) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan
disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.2.a.
3) Permintaan perpanjangan periode waktu kegiatan
harus diajukan paling lambat 30 (tiga puluh)
menit sebelum berakhirnya periode waktu
kegiatan Setelmen Dana atas jenis layanan
transaksi yang dimintakan perpanjangan.
c. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan perpanjangan periode
waktu kegiatan kepada Peserta melalui administrative
message, surat, atau sarana lainnya.
d. Dalam...
faksimile, dan/atau
78
d. Dalam hal permohonan perpanjangan periode waktu
kegiatan disetujui oleh Penyelenggara berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Perpanjangan periode waktu kegiatan dilakukan
sesuai dengan permintaan Peserta untuk periode
waktu kegiatan atas jenis layanan transaksi yang
masih terbuka pada saat permohonan
perpanjangan diterima oleh Penyelenggara.
2) Perpanjangan periode waktu kegiatan Setelmen
Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dilakukan secara proporsional, dalam hal
permohonan perpanjangan untuk kegiatan
Setelmen Dana atas jenis layanan transaksi
melebihi pukul 17.00 WIB.
3) Perpanjangan periode waktu kegiatan yang dapat
diberikan yaitu selama 30 (tiga puluh) menit atau
paling lama 60 (enam puluh) menit, kecuali dalam
kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara.
4) Perpanjangan periode waktu tidak dapat diajukan
oleh Peserta untuk transaksi penarikan tunai,
pelimpahan pajak, dan/atau transaksi PvP.
5) Dalam hal telah terdapat Peserta yang mengajukan
perpanjangan periode waktu kegiatan Setelmen
Dana selama 60 (enam puluh) menit dan telah
disetujui oleh Penyelenggara maka Peserta yang lain
tidak dapat mengajukan perpanjangan periode
waktu kegiatan dimaksud.
6) Permintaan perpanjangan periode waktu kegiatan
yang telah disetujui oleh Penyelenggara melalui
sarana administrative message kepada Peserta yang
bersangkutan, bersifat final dan tidak dapat
dibatalkan oleh Peserta.
7) Perpanjangan periode waktu kegiatan atas
permintaan Peserta dikenakan biaya yang besarnya
sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.
6. Prosedur...
79
6. Prosedur permohonan Peserta untuk tidak melakukan
kegiatan Setelmen Dana atas Transfer Dana yang dilakukan
melalui Sistem BI-RTGS dalam kondisi tertentu
sebagaimana dimaksud dalam butir A.4 diatur sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan tidak
melakukan kegiatan operasional penyelenggaraan
Setelmen Dana kepada Penyelenggara yang dapat
didahului dengan faksimile, administrative message,
dan/atau sarana lain.
b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan
memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia
dan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud
pada butir II.A.2.a.
c. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
antara lain karena hal-hal sebagai berikut:
1) kantor Bank Indonesia di wilayah tertentu dan/atau
daerah tertentu ditetapkan libur fakultatif;
2) kantor pusat Peserta berada pada kantor wilayah
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
angka 1); dan/atau
3) kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara.
d. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan Peserta sebagaimana
dimaksud dalam huruf a melalui surat yang dapat
didahului dengan faksimile, administrative message,
dan/atau sarana lainnya.
e. Dalam hal permohonan disetujui, Penyelenggara
mengumumkan kepada seluruh Peserta melalui
administrative message mengenai Peserta yang tidak
melakukan kegiatan operasional Sistem BI-RTGS
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
f. Peserta yang tidak melakukan kegiatan operasional
wajib menyelesaikan hasil Setelmen Dana untuk
kepentingan...
80
kepentingan nasabah dengan mengacu pada ketentuan
yang mengatur mengenai perlindungan nasabah dalam
pelaksanaan transfer dana melalui Sistem BI-RTGS.
V. TRANSFER DANA MELALUI SISTEM BI-RTGS
A. Layanan Transfer Dana
1. Transfer dana yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
terdiri atas:
a. Single Credit,
Transfer Dana yang hanya berisi 1 (satu) instruksi
Setelmen dana untuk diteruskan ke Rekening
Setelmen Dana Peserta penerima, baik untuk
kepentingan Peserta penerima maupun untuk
kepentingan penerima dana yang disebutkan dalam
instruksi Setelmen Dana.
b. Multiple Credit
Transfer Dana yang berisi lebih dari 1 (satu) dan paling
banyak 10 (sepuluh) instruksi Setelmen Dana untuk
diteruskan ke beberapa rekening nasabah penerima
pada 1 (satu) Peserta penerima.
c. Single Debit.
Transfer Dana yang dilakukan oleh Bank Indonesia
yang berisi 1 (satu) instruksi Setelmen Dana untuk
mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta baik untuk
kepentingan Bank Indonesia maupun untuk
kepentingan penerima dana yang disebutkan dalam
instruksi Setelmen Dana.
2. Peserta selain Bank Indonesia hanya dapat menggunakan
layanan transfer dana berupa single credit sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a dan multiple credit sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.b.
3. Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1
terdiri atas:
a. Transfer Dana dari Peserta kepada Peserta lainnya
(transaksi antar-Peserta), yang meliputi:
1) Transfer...
81
1) Transfer Dana dari Bank kepada Bank atau Pihak
selain Bank dan sebaliknya;
2) Transfer Dana dari Peserta atau Pihak Selain
Bank kepada Bank Indonesia dan sebaliknya;
3) Transfer Dana dari Bank kepada Bank lain dalam
rangka setelmen USD/IDR PvP; dan
4) Transfer Dana dari Bank kepada Bank lain dalam
rangka Setelmen Dana Surat Berharga Negara
dalam valuta asing (transaksi multicurrency).
b. Transfer Dana dari Peserta kepada nasabah Peserta
lainnya, yang meliputi:
1) Transfer Dana dari Bank kepada Bank Indonesia
atau sebaliknya untuk kepentingan instansi
pemerintah, lembaga keuangan internasional,
lembaga lain, atau internal Bank Indonesia; dan
2) Transfer Dana dari bank kepada bank lain untuk
kepentingan nasabah Peserta, dengan nilai
nominal dalam batas nominal transfer dana yang
dapat diproses melalui SKNBI.
c. Transfer Dana dari nasabah Peserta kepada nasabah
Peserta lain.
4. Jenis Transfer Dana yang wajib dilakukan melalui Sistem
BI-RTGS meliputi paling kurang:
a. Transfer Dana dari Peserta kepada Peserta lainnya
(transaksi antar-Peserta) untuk kepentingan Peserta,
yang meliputi:
1)
2)
transaksi Pasar Uang Antar-Bank (PUAB) atau
Pasar Uang Antar-Bank Syariah (PUAS);
transaksi dengan Bank Indonesia yang dilakukan
oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dan
BI-SSSS dalam rangka kegiatan Operasi Moneter,
Operasi Moneter Syariah, transaksi SBN untuk
dan atas nama Pemerintah dan/atau transaksi
lainnya yang dilakukan dengan Bank Indonesia;
3) transaksi...
82
3)
transaksi antar-Bank dalam rangka jual/beli
surat berharga yang penyelesaiannya dilakukan
dengan mekanisme Delivery versus Payment (DvP)
melalui BI-SSSS;
4)
5)
transaksi penyelesaian atas hasil perhitungan
kliring; dan
transaksi dengan Bank Indonesia dalam rangka
kegiatan kas antara lain transaksi penarikan
tunai Rekening Giro, penyetoran tunai Rekening
Giro, dan transaksi terkait kas lainnya.
b. Transfer Dana dari Peserta kepada Peserta lainnya
(transaksi antar-Peserta), untuk kepentingan nasabah
Peserta dengan nilai nominal di atas batas nominal
transfer dana melalui SKNBI.
5. Jenis Transfer Dana yang dapat dilakukan oleh Peserta
selain Bank Indonesia diatur sesuai dengan perjanjian
antara Penyelenggara dengan Peserta.
6. Pembatasan nilai nominal Transfer Dana yang dapat
dilakukan melalui Sistem BI-RTGS diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai batas nilai
nominal transfer dana antar-Bank untuk kepentingan
nasabah melalui Sistem BI-RTGS.
7. Khusus transaksi penarikan tunai, transaksi dalam rangka
pelaksanaan TSA, transaksi multicurrency, dan transaksi
PvP yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS diatur sebagai
berikut:
a. Transaksi penarikan tunai
1) Transaksi penarikan tunai dilakukan dalam
rangka pengambilan fisik uang oleh Peserta di
kantor Bank Indonesia.
2) Dalam rangka pelaksanaan transaksi penarikan
tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 1),
Peserta mengirimkan instruksi Setelmen Dana
kepada Bank Indonesia dengan mencantumkan
nomor dan nama rekening yang ditentukan oleh
Bank Indonesia.
3) Instruksi...
83
3)
Instruksi Setelmen Dana sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) menggunakan kode transaksi dan
harus dikirim sesuai dengan periode waktu
kegiatan transaksi kas bayaran sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IX.
4) Penyelenggara memberitahukan setiap terjadi
penambahan dan/atau perubahan nomor
rekening sebagaimana dimaksud dalam angka 2)
melalui sarana administrative message atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
5) Pengambilan fisik uang oleh Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) harus memperhatikan
jam layanan loket kas masing-masing kantor
Bank Indonesia. Dalam hal sampai dengan jam
layanan loket kas berakhir Peserta belum
melakukan pengambilan fisik uang maka Bank
Indonesia mengembalikan dana tersebut ke
Rekening Giro dalam Rupiah Peserta yang
bersangkutan.
6) Pengambilan fisik uang sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dilakukan oleh Pejabat Yang
Mewakili atau petugas yang telah memiliki
kewenangan untuk melakukan pengambilan fisik
uang, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) KPBI
(1) Pejabat Yang Mewakili dan petugas
harus memiliki surat kuasa untuk
melakukan pengambilan fisik uang di
KPBI sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir
III.C.10.c;
(2) petugas sebagaimana dimaksud dalam
angka (1) sudah terdaftar pada tata
usaha di KPBI; dan
(3) tata...
84
(3)
tata cara pengambilan fisik uang oleh
petugas sebagaimana dimaksud dalam
angka (2) dilakukan sesuai dengan
ketentuan penyelenggaraan sistem
layanan kas.
b) KPwDN
Pengambilan fisik uang dilakukan oleh
Pejabat Yang Mewakili atau petugas yang
telah memiliki surat kuasa untuk melakukan
pengambilan fisik uang di KPwDN sesuai
dengan ketentuan penyelenggaraan sistem
layanan kas.
7) Pengambilan fisik uang dilakukan dengan
menyerahkan surat penunjukan pengambilan fisik
uang yang ditandatangani oleh Pejabat Yang
Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia yaitu di KPBI atau unit
kerja yang membawahi layanan nasabah di
KPwDN. Format surat penunjukan pengambilan
fisik uang sebagaimana dimaksud pada contoh
II.25 Lampiran II.
8) Dalam kondisi tertentu, transaksi penarikan tunai
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dapat
dilakukan di luar batas waktu kegiatan transaksi
kas bayaran berdasarkan persetujuan Bank
Indonesia
dengan mempertimbangkan
kepentingan umum.
9) Penarikan tunai sebagaimana dimaksud dalam
angka 8) dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut:
a) Peserta mengajukan surat permohonan
penarikan tunai yang disertai dengan
alasannya.
b) Permohonan...
85
b) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka a) ditandatangani oleh Pejabat Yang
Mewakili dan telah memiliki spesimen di
Bank Indonesia dan disampaikan kepada
Bank Indonesia c.q. DPU atau KPwDN sesuai
dengan wilayah kerja masing-masing.
c) Sarana yang digunakan untuk melakukan
penarikan adalah Cek BI yang tata cara
pengisian dan penggunaannya sebagaimana
diatur dalam ketentuan yang mengatur
mengenai rekening giro di Bank Indonesia,
serta dibubuhi stempel Contingency Plan
pada lembar Cek BI.
d) Penarikan tunai dapat dilakukan setelah
Peserta memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) sampai dengan
huruf c) dan telah memperoleh persetujuan
dari Bank Indonesia:
(1) DPU bagi Peserta untuk penarikan tunai
di KPBI; atau
(2) KPwDN bagi Peserta untuk penarikan
tunai di KPwDN sesuai dengan wilayah
kerja masing-masing.
b. Transaksi dalam rangka Pelaksanaan TSA
1) Peserta yang menjadi pelaksana TSA adalah
sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah c.q.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.
2) Penyelenggara menetapkan:
a)
jenis transaksi dalam rangka pelaksanaan
TSA melalui Sistem BI-RTGS;
b) kode transaksi TSA; dan
c)
tata cara pengisian transaksi TSA,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XI.
3) Dalam...
86
3) Dalam rangka pelaksanaan TSA, Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
mengirimkan instruksi Setelmen Dana dengan
menggunakan kode transaksi yang ditetapkan
oleh Penyelenggara dan mengisi informasi pada
field 70 (Remittance Information), field 72 (Sender
to Receiver Information), dan field lainnya sesuai
tata cara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
XI.
4) Peserta yang melakukan pengiriman instruksi
Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 3) dikenakan biaya transaksi single credit
antar-Peserta untuk nasabah dalam rangka TSA
sebagaimana dimaksud pada butir 1.c dalam
Lampiran X.
5) Peserta yang melakukan pengiriman instruksi
Setelmen Dana dalam rangka pelaksanaan TSA
menggunakan kode transaksi selain sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IX maka Peserta
tersebut dikenakan biaya transaksi single credit
sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dalam
Lampiran X.
6) Dalam hal Peserta mengirimkan instruksi
Setelmen Dana atas transaksi dalam rangka TSA
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) dan 3), Peserta
dikenakan biaya transaksi single credit antar-
Peserta untuk nasabah sebagaimana dimaksud
pada butir 1.a dalam Lampiran X dan sanksi
administratif berupa kewajiban membayar atas
penggunaan kode transaksi tidak benar.
7) Batas waktu Setelmen Dana atas transaksi
sebagaimana dimaksud dalam angka 2).a)
mengacu pada periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX.
8) Dalam...
87
8) Dalam hal Peserta melakukan kesalahan pengisian
jumlah dana dan/atau melakukan duplikasi
transaksi dalam pengiriman instruksi Setelmen
Dana ke rekening instansi pemerintah di Bank
Indonesia terkait dengan transaksi TSA lainnya
maka untuk penyelesaian transaksi tersebut
dilakukan secara bilateral antara Peserta pengirim
dengan pemilik rekening Sub RKUN KPPN atau
pemilik rekening instansi pemerintah lainnya selaku
penerima dana.
c. Transaksi multicurrency
1) Transaksi multicurrency dalam Sistem BI-RTGS
digunakan untuk Setelmen Dana atas transaksi
antarrekening Peserta di Bank Indonesia dalam
valuta asing yang sama.
2) Peserta yang dapat melakukan transaksi
multicurrency sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) merupakan Peserta yang telah memiliki
Rekening Giro dalam valuta asing di Bank
Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai rekening giro
di Bank Indonesia.
3) Dalam hal terdapat penambahan Peserta yang
memiliki Rekening Giro dalam valuta asing di
Bank Indonesia, Penyelenggara memberitahukan
kepada Peserta melalui administrative message
dan/atau sarana lainnya.
4) Transaksi multicurrency yang dapat dilakukan
dalam Sistem BI-RTGS meliputi:
a) Transaksi dalam Mata Uang Dolar Amerika
Serikat, antara lain:
(1) transaksi antar-Peserta dengan Bank
Indonesia untuk
pemerintah atas hasil
kepentingan
lelang,
pembayaran...
88
pembayaran pokok, dan/atau kupon
Surat Berharga Negara (SBN) dalam
dalam mata uang Dolar Amerika Serikat;
dan
(2) transaksi SBN antar-Peserta di Pasar
Sekunder dalam mata uang Dolar
Amerika Serikat melalui BI-SSSS.
b) Transaksi dalam valuta asing lainnya, yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
d. Transaksi PvP
1) Transaksi PvP dalam Sistem BI-RTGS digunakan
untuk transaksi jual beli mata uang Dolar Amerika
terhadap mata uang Rupiah antar-Peserta.
2) Transaksi PvP hanya dapat dilakukan oleh Peserta
yang telah terdaftar sebagai pengguna USD/IDR PvP.
3) Transaksi PvP hanya dapat dilakukan oleh Peserta
sepanjang Sistem BI-RTGS dan USD CHATS
beroperasi.
4) Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 2)
yang bertindak sebagai pembeli mata uang Dolar
Amerika, mengirimkan instruksi Setelmen Dana
dalam mata uang Rupiah melalui Sistem BI-RTGS
dengan menggunakan kode transaksi dan tata
cara pengisian instruksi Setelmen Dana
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX dan
Lampiran XI.
5) Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 2)
yang bertindak sebagai penjual mata uang Dolar
Amerika mengirimkan instruksi setelmen dana
dalam mata uang Dolar Amerika melalui USD
CHATS.
6) Dalam rangka pelaksanaan Setelmen Dana
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Sistem...
89
a) Sistem BI-RTGS dan USD CHATS melakukan
proses matching antara instruksi Setelmen
Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 4
dan instruksi setelmen dana sebagaimana
dimaksud dalam angka 5.
b) Dalam hal instruksi Setelmen Dana dalam
Sistem BI-RTGS sama dengan instruksi
setelmen dana dalam USD CHATS, maka:
(1) saldo pada rekening Setelmen Dana
Peserta yang melakukan pembelian akan
di-hold sebesar nominal transaksi PvP; dan
(2) dilakukan setelmen dana atas transaksi
PvP, dalam hal holding fund untuk mata
uang Dolar Amerika USD CHATS berhasil;
atau
(3) transaksi PvP masuk dalam Sistem
Antrian, dalam hal saldo pada Rekening
Setelmen Dana tidak mencukupi.
c) Dalam hal tidak ditemukan data yang sama
antara instruksi Setelmen Dana dalam Sistem
BI-RTGS dengan instruksi setelmen dana dalam
USD CHATS, status transaksi PvP menjadi
pending.
B. Pembuatan dan Pengiriman Instruksi Setelmen Dana
Pengiriman instruksi Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS
diatur sebagai berikut:
1. Peserta membuat instruksi Setelmen Dana berdasarkan
dokumen, warkat, atau data elektronik sesuai dengan
format yang ditetapkan oleh masing-masing Peserta.
2. Pembuatan instruksi Setelmen Dana oleh Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. harus memenuhi tata cara pengisian instruksi
Setelmen Dana sesuai dengan standardisasi pengisian
message Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII.
b. wajib...
90
b. wajib menggunakan kode transaksi dengan benar
sesuai dengan yang ditetapkan oleh Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX.
3. Waktu pengiriman instruksi Setelmen Dana dan waktu
pelaksanaan Setelmen Dana diatur sebagai berikut:
a. Peserta dapat melakukan pengiriman instruksi
Setelmen Dana dengan tanggal valuta Setelmen Dana
yang sama dengan tanggal pengiriman instruksi
Setelmen Dana selama periode waktu kode kegiatan
Setelmen Dana sesuai dengan yang ditetapkan
Penyelenggara;
b. Peserta dapat melakukan pengiriman instruksi
Setelmen Dana titipan (future date) paling lama untuk
tanggal valuta Setelmen Dana 7 (tujuh) hari kerja sejak
tanggal pengiriman instruksi Setelmen Dana ke RCN.
c. Pelaksanaan Setelmen Dana atas instruksi Setelmen
Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan
pada tanggal valuta Setelmen Dana sesuai dengan periode
waktu kegiatan Setelmen Dana atas transaksi future date.
C. Setelmen Dana
1. Rekening Setelmen Dana
a. Rekening Setelmen Dana terdiri atas:
1) Rekening Giro; dan
2)
rekening lainnya,
dalam Rupiah dan valuta asing.
b. Rekening Setelmen Dana dapat memiliki subrekening
yang merupakan bagian dari Rekening Setelmen Dana
yang jenis dan tujuan penggunaannya ditetapkan oleh
Penyelenggara.
c. Penyelenggara dapat menetapkan penggunaan
subrekening antara lain dalam rangka pencadangan
dana untuk Setelmen Dana atas transaksi PvP.
d. Dalam...
91
d. Dalam hal terdapat penambahan dan/atau
perubahan jenis dan tujuan penggunaan
subrekening sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
Penyelenggara menyampaikan perubahan tersebut
kepada Peserta melalui sarana administrative
message atau sarana lain yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
2. Prinsip-Prinsip Setelmen Dana
a. Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS bersifat final
dan tidak dapat dibatalkan.
b. Setelmen Dana dilakukan dengan mempertimbangkan
faktor-faktor sebagai berikut:
1) kecukupan saldo di Rekening Setelmen Dana
Peserta;
2) ketersediaan dan kecukupan FLI, dalam hal saldo
pada Rekening Setelmen Dana milik Peserta tidak
mencukupi;
3) urutan transaksi yang dikirimkan;
4)
transaksi lawan yang dapat di-offsetting-kan;
5) bilateral limit dan multilateral limit;
6) setting waktu eksekusi transaksi; dan/atau
7) status Peserta pengirim dan Peserta penerima.
c. Setelmen Dana di Sistem BI-RTGS menggunakan dana
pada Rekening Setelmen Dana.
d. Penggunaan dana di Rekening Setelmen Dana
sebagaimana dimaksud dalam huruf c, diatur sebagai
berikut:
1) Saldo rekening yang digunakan oleh Peserta untuk
Setelmen Dana adalah total saldo pada Rekening
Setelmen Dana setelah dikurangi saldo subrekening.
Contoh:
Saldo Rekening Giro dalam Rupiah Peserta adalah
sebesar Rp100.000,00. Dana yang dicadangkan
pada subrekening untuk transaksi PvP sebesar
Rp20.000,00. Total saldo yang tertulis adalah
Rp100.000,00, namun saldo yang efektif dapat
digunakan untuk transaksi adalah Rp80.000,00.
2) Saldo...
92
2) Saldo subrekening digunakan untuk melakukan
Setelmen Dana atas transaksi sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.c. dengan menggunakan
dana yang dicadangkan oleh Peserta pada
subrekening.
3. Mekanisme Setelmen Dana
a. Setelmen Dana atas transaksi Transfer Dana melalui
Sistem BI-RTGS dilakukan seketika per transaksi
secara individual.
b. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
1) Setelmen Dana hanya dilakukan dengan
memperhitungkan kecukupan dana di Rekening
Setelmen Dana milik Peserta.
2) Setelmen Dana atas transaksi yang berada dalam
Sistem Antrian dilakukan dengan
memperhitungkan kecukupan dana di Rekening
Setelmen Dana milik Peserta dan
memperhitungkan transaksi Transfer Dana
Peserta dan lawannya yang masih dalam Sistem
Antrian (offsetting).
3) Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) dapat dilakukan dalam hal memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a) memiliki lawan transaksi dalam Sistem
Antrian; dan
b) memiliki saldo hasil simulasi yang
mencukupi untuk Setelmen Dana.
4. Prioritas Transaksi, Sistem Antrian, dan Pengelolaan
Transaksi dalam Antrian
a. Prioritas Transaksi
Penyelenggara menetapkan grup dan angka prioritas
transaksi dalam Sistem BI-RTGS yang terdiri atas:
1) Grup...
93
1) Grup High Priority
a) Transaksi yang termasuk dalam grup high
priority antara lain transaksi dari Peserta
kepada instansi pemerintah atau sebaliknya,
transaksi dari Bank Indonesia kepada
Peserta, dan transaksi penyelesaian akhir
hasil SKNBI.
b) Grup high priority terdiri atas angka prioritas
1-10 dengan angka prioritas standar 5.
2) Grup Priority
a) Transaksi yang termasuk dalam grup priority
antara lain transaksi dalam rangka
penyelesaian akhir Setelmen Dana atas
transaksi
surat berharga
ditatausahakan di BI-SSSS.
b) Grup priority terdiri dari angka prioritas 11-
50 dengan angka prioritas standar 30.
3) Grup Normal
a) Transaksi yang termasuk dalam grup normal
antara lain transaksi antarnasabah Peserta
dan transaksi antar-Peserta.
b) Grup normal terdiri dari angka prioritas 51-
98 dengan angka prioritas standar 70.
4) Grup Settle or Reject
a) Transaksi yang menggunakan grup settle or
reject akan langsung ditolak oleh sistem
tanpa melalui mekanisme Sistem Antrian
apabila dana pada Rekening Setelmen Dana
Peserta tidak mencukupi.
b) Grup settle or reject menggunakan angka
prioritas 99.
b. Sistem Antrian
1) Transaksi yang masuk ke dalam Sistem Antrian
adalah transaksi yang memenuhi kriteria:
a) Saldo Rekening Setelmen Dana Peserta tidak
mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen Dana.
b) Transaksi...
yang
94
b) Transaksi melampaui pencadangan dana pada
subrekening pencadangan dana sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.c.
2) Penyelesaian transaksi yang masuk ke dalam
Sistem Antrian diatur sebagai berikut:
a) Penyelesaian transaksi dalam antrian grup
high priority dan priority dilakukan dengan
prinsip First In First Out (FIFO).
b) Penyelesaian transaksi dalam antrian grup
normal dilakukan dengan prinsip First
Available First Out (FAFO).
c) Transaksi dalam antrian grup normal tidak
dapat dilakukan Setelmen Dana apabila
terdapat transaksi dalam antrian grup high
priority atau priority dalam Sistem Antrian.
d) Transaksi yang berada dalam Sistem Antrian
akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem
pada saat periode waktu kegiatan
berdasarkan kode transaksi berakhir
dan/atau pada saat cut-off warning Sistem
BI-RTGS.
c. Pengelolaan Transaksi Dalam Antrian
Peserta dapat melakukan pengelolaan terhadap
transaksi yang berada dalam Sistem Antrian dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Reordering
a) Reordering dilakukan dengan mengubah angka
prioritas transaksi dalam satu grup prioritas.
b) Peserta hanya dapat melakukan reordering
untuk transaksi dengan grup priority, atau
grup normal.
2) Reprioritization
a) Reprioritization dilakukan dengan mengubah
grup prioritas transaksi.
b) Peserta hanya dapat melakukan
reprioritization transaksi dari grup priority ke
grup normal atau sebaliknya.
3) Cancelation...
95
3) Cancellation
a) Cancellation dilakukan dengan membatalkan
transaksi di dalam antrian.
b) Peserta dapat melakukan cancellation untuk
transaksi dengan grup high priority, grup
priority, dan grup normal.
5. Pengelolaan Risiko
Dalam rangka mitigasi risiko likuiditas dan risiko kredit,
Sistem BI-RTGS dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:
a. FLI
1) Penyelenggara menyediakan FLI untuk Peserta
yang digunakan dalam hal Rekening Setelmen
Dana tidak mencukupi untuk melakukan
Setelmen Dana.
2) Dalam hal Peserta menggunakan FLI untuk
Setelmen Dana dalam kondisi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara
melakukan pengkreditan ke Rekening Giro Peserta
atas pencairan dana dalam rangka penggunaan
FLI sebesar kebutuhan dana Peserta.
3) Prosedur dan ketentuan mengenai penggunaan,
pelunasan dan biaya penggunaan FLI mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai tata cara penggunaan FLI.
b. Throughput Guideline
1) Throughput guideline berisi target penyelesaian
bertahap berupa persentase tahapan dari total
nominal atas transaksi Setelmen Dana dalam 1
(satu) hari dengan acuan sebagai berikut:
a) Paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total
nilai pembayaran keluar (outgoing payments)
diselesaikan sebelum pukul 10.00 WIB.
b) Paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
berikutnya dari total nilai pembayaran keluar
(outgoing payments) diselesaikan antara
pukul 10.00-14.00 WIB.
c) Sejumlah...
96
c) Sejumlah 40% (empat puluh persen) dari
total nilai pembayaran keluar (outgoing
payments) diselesaikan antara pukul 14.00-
18.00 WIB.
2) Peserta dapat menggunakan throughput guideline
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sebagai
acuan dalam menyelesaikan Setelmen Dana
melalui Sistem BI-RTGS.
c. Fasilitas Pengelolaan Likuiditas
1) Sistem BI-RTGS menyediakan fasilitas
pengelolaan likuiditas (liquidity management) yang
dapat digunakan oleh Peserta untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan likuiditas.
2) Fasilitas pengelolaan likuiditas dalam Sistem BI-
RTGS sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
terdiri atas:
a) Counterparty Limit
(1) Counterparty limit digunakan dalam hal
Peserta akan membatasi penggunaan
likuiditas untuk Setelmen Dana atas
transaksi dengan Peserta tertentu.
(2) Counterparty Limit terdiri atas:
(a) Bilateral limit merupakan batas
likuiditas yang dapat digunakan
untuk Setelmen Dana atas
transaksi dengan satu Peserta
tertentu.
(b) Multilateral limit merupakan batas
likuiditas yang dapat digunakan
untuk Setelmen Dana atas
transaksi dengan Peserta selain
Peserta yang telah ditetapkan
bilateral limit-nya oleh Peserta yang
bersangkutan.
(3) Jenis...
97
(3) Jenis transaksi yang Setelmen Dananya
dapat dibatasi dengan fasilitas
Counterparty Limit hanya transaksi
dengan grup normal.
(4) Counterparty Limit tidak dapat berlaku
bagi Bank Indonesia.
b) Account Limit
Account
limit digunakan untuk
mencadangkan penggunaan likuiditas bagi
Peserta yang mengirimkan instruksi Setelmen
Dana atas transaksi PvP.
c) Pengaturan waktu Setelmen Dana (Settlement
Execution Time)
(1) Pengaturan waktu Setelmen Dana
digunakan dalam hal Peserta akan
mengatur waktu Setelmen Dana atas
transaksi yang dikirimnya.
(2) Pengaturan waktu Setelmen Dana terdiri
atas:
(a) Earliest Time, digunakan dalam hal
Peserta akan menetapkan batas
waktu awal transaksi akan mulai
dilakukan proses Setelmen Dana.
(b) Latest Time, digunakan dalam hal
Peserta akan menetapkan batas
waktu notifikasi atas transaksi
dalam Sistem Antrian.
(c) Reject Time, digunakan dalam hal
Peserta akan menetapkan batas
waktu pembatalan transaksi dalam
Sistem Antrian oleh sistem.
(3) Peserta dapat menggunakan fasilitas
pengaturan waktu Setelmen Dana sesuai
dengan periode waktu kegiatan
pengiriman instruksi Setelmen Dana
berdasarkan kode transaksi yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
(4) Peserta...
98
(4) Peserta dapat menggunakan fasilitas
pengaturan waktu Setelmen Dana untuk
setiap transaksi yang dikirimkan dan
Peserta dapat mengubah pengaturan
waktu Setelmen Dana sepanjang transaksi
belum dilakukan Setelmen Dana atau
sebelum pengaturan waktu Setelmen Dana
yang ditetapkan terlewati.
d. Fasilitas Penghemat Likuiditas (Liquidity Saving)
1) Sistem BI-RTGS menyediakan fasilitas penghemat
likuiditas untuk membantu Peserta meningkatkan
efisiensi penggunaan likuiditas dan meningkatkan
kelancaran Setelmen Dana.
2) Fasilitas penghemat likuiditas dalam Sistem BI-
RTGS sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
terdiri atas:
a) Bilateral Offsetting
(1) Bilateral offsetting digunakan untuk
melakukan Setelmen Dana melalui
mekanisme offsetting secara bilateral
dengan transaksi lawannya yang berada
dalam Sistem Antrian.
(2) Jenis transaksi yang Setelmen Dananya
dapat dilakukan dengan mekanisme
bilateral offsetting adalah transaksi
dengan grup normal.
b) Multilateral Offsetting
(1) Multilateral offsetting digunakan untuk
melakukan Setelmen Dana atas
transaksi yang berada dalam Sistem
Antrian melalui mekanisme offsetting
secara multilateral.
(2) Jenis transaksi yang Setelmen Dananya
dapat dilakukan dengan mekanisme
multilateral offsetting adalah transaksi
dengan grup high priority, grup priority,
dan grup normal.
(3) Transaksi...
99
(3) Transaksi dalam Sistem Antrian yang
sedang diproses dengan mekanisme
multilateral offsetting tidak dapat
dilakukan perubahan prioritas
(reprioritization), perubahan urutan
(reordering),
dan
(cancellation) oleh Peserta.
e. Gridlock Resolution
1) Gridlock merupakan suatu kondisi dimana terjadi
kemacetan Setelmen Dana secara menyeluruh
(systemic) karena transaksi Peserta yang berada
dalam Sistem Antrian tidak dapat diselesaikan
sampai dengan kondisi tertentu sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan Penyelenggara.
2) Penyelenggara menetapkan kondisi gridlock
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
berdasarkan kriteria:
a)
jumlah transaksi dalam Sistem Antrian;
b) nilai transaksi dalam Sistem Antrian; dan/atau
c)
jumlah transaksi dalam Sistem Antrian sejak
Setelmen Dana terakhir.
3) Penyelesaian gridlock (gridlock resolution) akan
dilakukan oleh Penyelenggara dengan metode
FAFO apabila salah satu kriteria yang ditetapkan
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) telah terpenuhi.
6. Bukti dan Laporan Setelmen Dana
a. Bukti Setelmen Dana yang harus ditatausahakan oleh
Peserta terdiri atas:
1) Dokumen, warkat, atau data elektronik yang
digunakan sebagai dasar pelaksanaan Setelmen
Dana.
2) Dokumen elektronik atau Hasil Olahan Komputer
(HOK) dari Sistem BI-RTGS yang terdiri atas:
a) instruksi...
pembatalan
100
a)
instruksi Setelmen Dana yang terdiri atas
original Message Type (MT) 102, MT103, dan
MT202 untuk Peserta pengirim dan salinan
MT102, MT103, dan MT202 untuk Peserta
penerima; dan/atau
b) konfirmasi Setelmen Dana yang terdiri atas
debit confirmation (MT900) untuk Peserta
yang rekeningnya didebit dan credit
confirmation (MT910) untuk Peserta yang
rekeningnya dikredit.
b. Laporan Rekening Koran berupa MT940 dan MT950
yang memuat informasi saldo dan mutasi Setelmen
Dana.
c. Peserta menatausahakan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b dengan retensi
sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang
berlaku.
7. Kewajiban Penerusan Perintah Transfer Dana dan Hasil
Setelmen Dana
Peserta pengirim wajib melaksanakan perintah Tranfer
Dana atas permintaan nasabah pengirim dan Peserta
penerima wajib meneruskan dana hasil Setelmen Dana
kepada nasabah penerima sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
perlindungan nasabah dalam pelaksanaan transfer dana
melalui Sistem BI-RTGS.
8. Mekanisme Pengembalian Dana (Retur)
a. Pengembalian dana atas transaksi antar-Peserta untuk
kepentingan nasabah yang telah dilakukan Setelmen
Dana di Sistem BI-RTGS dapat dilakukan berdasarkan
inisiatif Peserta penerima atau permintaan Peserta
pengirim.
b. Pengembalian dana sebagaimana pada huruf a diatur
sebagai berikut:
1) Pengembalian...
101
1) Pengembalian Dana Atas Inisiatif Peserta Penerima
a) Peserta penerima mengembalikan dana atas
Setelmen Dana apabila data penerima dana
yang tercantum pada konfirmasi Setelmen
Dana (MT910) tidak cocok dengan data yang
tercantum dalam tata usaha rekening atau
administrasi di Peserta atau identitas
penerima dana. Peserta penerima harus
segera mengembalikan transfer tersebut
kepada Peserta pengirim.
b) Pengembalian dana sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) dilakukan dengan
mengirimkan instruksi Setelmen Dana
dengan tata cara sebagai berikut:
1) menggunakan MT202;
2) mencantumkan nomor
referensi
transaksi yang dikembalikan pada field
Related TRN (field 21);
3) menggunakan kode transaksi 190
(Transaksi Antar-Peserta Pengembalian);
dan
4) khusus untuk transaksi pengembalian
dana kepada Bank Indonesia,
mencantumkan rekening tujuan di Bank
Indonesia pada field SOSA Account (field
58D), yaitu 561990001980 ”Rekening
Antara Retur Transaksi RTGS Bank
Indonesia”.
c) Dalam hal Peserta melakukan transaksi
penarikan tunai dan Peserta yang
bersangkutan tidak mengambil fisik uang
sampai dengan batas waktu yang ditetapkan,
maka Bank Indonesia mengembalikan dana
tersebut ke Rekening Giro Peserta tanpa
menunggu permintaan dari Peserta pengirim.
2) Pengembalian...
oleh ...
102
2) Pengembalian Dana Atas Permintaan Peserta
Pengirim
a) Pengembalian dana atas permintaan Peserta
pengirim dilakukan dalam hal Peserta
pengirim melakukan kesalahan antara lain
penulisan jumlah dana, penerima dana,
dan/atau duplikasi dalam pengiriman
instruksi Transfer Dana.
b) Peserta pengirim dapat mengajukan
permintaan pengembalian dana atas
transaksi yang telah dilakukan Setelmen
Dana dengan prosedur sebagai berikut:
(1) Peserta mengirimkan instruksi
permintaan pengembalian dana dengan
message Request for Payment Return
(MTn95/RTRN) kepada Peserta penerima
melalui aplikasi RPG atau RSTPG.
(2) Peserta pengirim mengirimkan
administrative message mengenai
pembebasan tanggung jawab (indemnity)
kepada Peserta penerima. Pembebasan
tanggung jawab (indemnity) tersebut
paling kurang memuat:
(a) pembebasan tanggung jawab
Peserta penerima, termasuk seluruh
karyawannya dan pihak-pihak
lainnya yang terkait dengan
pelaksanaan pengembalian dana
atas transaksi antar-Peserta untuk
kepentingan nasabah yang telah
dilakukan Setelmen Dananya
melalui Sistem BI-RTGS, terhadap
berbagai kemungkinan klaim,
gugatan, kewajiban, biaya-biaya
termasuk biaya penyelesaian
hukum dan biaya lainnya, tuntutan
pener oima ...
atau...
leh
103
atau kerugian yang diakibatkan
oleh pengembalian dana yang
dilakukan oleh Peserta penerima,
baik atas permintaan Peserta
pengirim atau karena Peserta
penerima harus melaksanakan
kewajiban sesuai
dengan
pernyataan dalam pembebasan
tanggung jawab (indemnity); dan
(b) kesediaan Peserta pengirim untuk
menanggung segala biaya yang terkait
dengan klaim, gugatan, tuntutan, dan
kewajiban lainnya, termasuk biaya
penyelesaian hukum dan biaya
lainnya, serta kerugian yang dihadapi
oleh Peserta penerima sebagai akibat
dari penarikan kembali dana dari
nasabah penerima yang tidak berhak.
c) Ketentuan dan mekanisme pengembalian
dana atas permintaan Peserta pengirim
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai perlindungan
nasabah dalam pelaksanaan transfer dana
melalui Sistem BI-RTGS.
d) Dalam hal Peserta pengirim melakukan
kesalahan jumlah dana, penerima dana,
dan/atau duplikasi
transaksi dalam
pengiriman instruksi Setelmen Dana ke
rekening pemerintah di Bank Indonesia
terkait dengan transaksi pelimpahan
penerimaan Negara atau transaksi TSA
lainnya maka untuk penyelesaian transaksi
tersebut dilakukan secara bilateral antara
Peserta pengirim dengan pemilik rekening
Sub RKUN KPPN atau pemilik rekening
instansi pemerintah lainnya.
9. Mekanisme...
104
9. Mekanisme Koreksi Transaksi
Peserta pengirim dapat mengajukan koreksi atas transaksi
untuk nasabah Peserta yang telah dilakukan Setelmen
Dana di Sistem BI-RTGS dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Data transaksi yang dapat dikoreksi hanya terbatas
pada data identitas nasabah penerima dana meliputi
nama, alamat, dan/atau keterangan transaksi.
b. Peserta pengirim melakukan permintaan koreksi yang
disertai indemnity sebagaimana dimaksud dalam butir
8.b.2)b)(2) melalui sarana administrative message.
c. Peserta penerima yang menerima permintaan koreksi
transaksi harus segera memberikan tanggapan
persetujuan atau penolakan melalui administrative
message.
VI. BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SETELMEN DANA MELALUI
SISTEM BI-RTGS
Penyelenggara menetapkan biaya terhadap Peserta dalam
penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS dengan
ketentuan sebagai berikut:
A. Prinsip Umum
1. Peserta dikenakan biaya dalam penyelenggaraan Setelmen
Dana melalui Sistem BI-RTGS.
2. Peserta dapat mengenakan biaya transaksi melalui Sistem
BI-RTGS kepada Nasabah.
3. Penyelenggara dapat menetapkan batas maksimal biaya
transaksi yang dikenakan Peserta kepada Nasabah.
B. Biaya Penyelenggaraan Setelmen Dana yang Dikenakan Oleh
Penyelenggara Kepada Peserta
1. Jenis dan Besar Biaya
a. Jenis biaya dalam penyelenggaraan Setelmen Dana
terdiri atas:
1) Biaya instruksi Setelmen Dana, meliputi:
a) biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana
atas transaksi single credit; dan
b) biaya...
105
b) biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana
atas transaksi multiple credit,
dengan besaran biaya yang ditetapkan berdasarkan
periode waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
2) Biaya administrative message, yang ditetapkan
besarannya oleh Penyelenggara berdasarkan
setiap pengiriman administrative message.
3) Biaya perpanjangan periode waktu kegiatan atas
permintaan Peserta ditetapkan besarannya oleh
Penyelenggara berdasarkan durasi perpanjangan
waktu setiap 30 (tiga puluh) menit.
4) Biaya instruksi Setelmen Dana dengan
menggunakan Cek BI dan/atau BGBI ditetapkan
besarannya oleh Penyelenggara berdasarkan
setiap instruksi Setelmen Dana.
5) Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) besarnya biaya ditetapkan oleh
Penyelenggara berdasarkan durasi waktu
penggunaan setiap 1 (satu) jam; dan
b) besarnya biaya sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) dihitung berdasarkan absensi
yang telah ditandatangani oleh Penyelenggara
dan Peserta. Contoh perhitungan biaya
penggunaan Fasilitas Guest Bank
sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.
6) Biaya penggantian Digital Certificate Hard Token yang
hilang, rusak, atau penambahan Digital Certificate
Hard Token yang melebihi batas maksimal
ditetapkan besarannya oleh Penyelenggara
berdasarkan setiap 1 (satu) Digital Certificate Hard
Token yang diganti atau ditambahkan.
b. Besarnya biaya dalam penyelenggaraan Setelmen Dana
melalui Sistem BI-RTGS ditetapkan dalam rincian
biaya sebagaimana dimaksud dalam Lampiran X.
c. Besarnya
oleh ...
106
c. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
d. Penyelenggara dapat membebaskan biaya tertentu
dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS apabila terjadi
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat.
e. Pembebasan biaya tertentu sebagaimana dimaksud
dalam huruf d tidak termasuk pembebasan PPN.
2. Perhitungan dan Pembebanan Biaya
Perhitungan dan Pembebanan biaya dalam penyelenggaraan
Sistem BI-RTGS dilakukan oleh Penyelenggara dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Biaya instruksi Setelmen Dana atas transaksi single
credit sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1)a) dan
PPN dihitung atas dasar pengiriman instruksi Setelmen
Dana dan biaya administrative message sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.2) dan PPN dihitung atas
dasar pengiriman administrative message untuk
masing-masing Peserta pada setiap akhir hari yang
sama dengan tanggal pengiriman instruksi Setelmen
Dana dan/atau pengiriman administrative message.
b. biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana atas
transaksi multiple credit sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a.1)b) dan PPN dihitung setiap akhir bulan
untuk masing-masing Peserta.
c. Biaya Setelmen Dana dan PPN atas transaksi yang
menggunakan kode transaksi TSA tidak sesuai dengan
yang ditetapkan Penyelenggara dihitung setiap bulan
atas dasar pengiriman instruksi Setelmen Dana.
d. Biaya perpanjangan waktu kegiatan Setelmen Dana
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.3) dan PPN
dihitung atas dasar durasi perpanjangan waktu
periode kegiatan yang diajukan oleh Peserta.
e. Biaya penggunaan Cek BI dan/atau BGBI
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.4) dan PPN
dihitung atas dasar instruksi Setelmen Dana yang
menggunakan Cek BI dan/atau BGBI.
f. Biaya...
107
f. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.5) dan PPN dihitung atas
dasar durasi waktu penggunaan Fasilitas Guest Bank.
g. Biaya penggunaan Digital Certificate Hard Token
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.6) dan PPN
dihitung atas dasar Digital Certificate Hard Token yang
diganti atau ditambahkan.
h. Pembebanan biaya dilakukan oleh Penyelenggara
dengan mendebit Rekening Giro dalam Rupiah milik
Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
1) biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dibebankan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya
setelah tanggal perhitungan;
2) biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan
huruf c dibebankan paling lama pada akhir bulan
berikutnya; dan
3) biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf
e, huruf f, dan huruf g dibebankan paling lama 1
(satu) hari kerja berikutnya setelah tanggal
pelaksanaan perpanjangan waktu kegiatan Setelmen
Dana, pelaksanaan Setelmen Dana menggunakan
Cek BI dan/atau BGBI, penggunaan Fasilitas Guest
Bank, dan/atau penyerahan atas penggantian
dan/atau penambahan Digital Certificate Hard Token
kepada Peserta.
i. Khusus perhitungan dan pembebanan biaya instruksi
Setelmen Dana yang tidak lolos validasi sistem
dilakukan secara kumulatif pada bulan berikutnya.
C. Biaya Transfer Dana Melalui Sistem BI-RTGS yang Dikenakan
Peserta Kepada Nasabah Peserta
1. Peserta dapat menetapkan dan mengenakan biaya Transfer
Dana kepada nasabah paling banyak Rp35.000,00 (tiga
puluh lima ribu rupiah).
2. Peserta wajib mengumumkan:
a. besarnya...
108
a. besarnya biaya Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS
yang ditetapkan Penyelenggara; dan
b. besarnya biaya Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS
yang ditetapkan dan dikenakan oleh Peserta kepada
nasabah.
3. Ketentuan mengenai tata cara pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah
dalam pelaksanaan transfer dana melalui Sistem BI-RTGS.
VII. PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU KEADAAN
DARURAT
Ketentuan dan prosedur dalam rangka menjaga kelangsungan
operasional penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS
apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat
diatur sebagai berikut:
A. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di
Penyelenggara
1. Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara
Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara
yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Setelmen
Dana melalui Sistem BI-RTGS atau mengakibatkan
Penyelenggara tidak dapat melakukan kegiatan operasional
Sistem BI-RTGS maka berlaku prosedur sebagai berikut:
a. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh
Peserta mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal
dan tahapan yang perlu dilakukan melalui sarana
administrative message dan/atau sarana lainnya.
b. Dalam hal Kondisi Tidak Normal mengakibatkan
kegiatan operasional Sistem BI-RTGS tidak dapat
dilaksanakan maka tahapan yang dilakukan oleh
Peserta adalah sebagai berikut:
1) Menghentikan...
oleh ...
109
1) Menghentikan sementara kegiatan pengiriman
Setelmen Dana dan kegiatan lainnya melalui
Sistem BI-RTGS.
2) Dalam hal Sistem BI-RTGS telah berfungsi
kembali, Peserta melakukan hal-hal sebagai
berikut:
d) melakukan koneksi ulang ke Sistem BI-
RTGS;
e) melakukan rekonsiliasi antara data transaksi
di sistem Peserta dengan data transaksi
Sistem BI-RTGS di Penyelenggara dan
mengecek posisi saldo Rekening Giro melalui
RPP; dan
f) menginformasikan kepada help desk Sistem
BI-RTGS apabila dari hasil rekonsiliasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf b)
terdapat perbedaan data transaksi Setelmen
Dana dan/atau saldo Rekening Giro.
c. Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dilakukan oleh Peserta berdasarkan
pemberitahuan dari Penyelenggara melalui sarana
administrative message, BI-SSSS, help desk Sistem BI-
RTGS, dan/atau sarana lainnya.
d. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal yang
mengakibatkan Sistem BI-RTGS tidak dapat beroperasi
sampai dengan batas waktu yang ditentukan oleh
Penyelenggara maka Penyelenggara menetapkan
kebijakan dan prosedur penanganan Keadaan Tidak
Normal dan memberitahukannya kepada Peserta.
e. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal Sistem BI-RTGS
yang mengakibatkan Setelmen Dana USD/IDR PvP tidak
dapat dilaksanakan maka Penyelenggara
menginformasikan kepada Peserta melalui sarana
administrative...
110
administrative message untuk menyelesaikan transaksi
PvP menggunakan sistem selain yang disediakan oleh
Penyelenggara.
2. Keadaan Darurat di Penyelenggara
Dalam hal terjadi Keadaan Darurat di lokasi Penyelenggara
yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Sistem
BI-RTGS atau yang menyebabkan Sistem BI-RTGS tidak
dapat beroperasi sampai dengan batas waktu yang
ditetapkan, Penyelenggara menetapkan kebijakan dan
prosedur penanggulangan Keadaan Darurat dan
memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai
Keadaan Darurat serta hal-hal yang harus dilakukan oleh
Peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
B. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta
1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Peserta yang menyebabkan terganggunya
kelancaran penyelesaian transaksi melalui Sistem BI-RTGS
maka berlaku prosedur sebagai berikut:
a. Peserta harus memberitahukan kepada Penyelenggara
mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat;
b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disampaikan kepada:
1) help desk Sistem BI-RTGS melalui sarana telepon
paling lama 30 (tiga puluh) menit sejak terjadinya
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat
dan selanjutnya menyampaikan pemberitahuan
tertulis kepada Penyelenggara mengenai hal
tersebut dan penyebabnya; dan/atau
2) Penyelenggara melalui surat yang didahului
dengan faksimile dalam hal Peserta memerlukan
tindak lanjut perpanjangan waktu kegiatan
Setelmen Dana untuk kode transaksi yang
diperlukan sesuai dengan prosedur sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.C.5.
2. Dalam...
111
2. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Peserta yang mengakibatkan Peserta tidak dapat
melakukan kegiatan operasional Sistem BI-RTGS maka
berlaku prosedur sebagai berikut:
a. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan RPP
Utama maka Peserta menggunakan RPP Cadangan.
b. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan RPP
Cadangan atau Peserta tidak dapat melakukan
pengiriman instruksi Setelmen Dana dari lokasi kantor
Peserta, Peserta dapat menggunakan:
1) Fasilitas Guest Bank; atau
2) Cek BI untuk penarikan tunai dan/atau BGBI
untuk pelaksanaan Setelmen Dana, dalam hal
penggunaan Fasilitas Guest Bank tidak
dimungkinkan, antara lain karena waktu untuk
menyiapkan Fasilitas Guest Bank tidak
mencukupi.
c. Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak
melakukan kegiatan operasional maka Peserta harus
segera memberitahukan kepada Penyelenggara melalui
surat yang dapat didahului dengan faksimile atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
3. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal atau Keadaan
Darurat di Peserta, Penyelenggara dapat menetapkan
kebijakan, prosedur, dan hal-hal yang diperlukan untuk
penyelesaian transaksi oleh Peserta melalui Sistem BI-RTGS.
C. Penggunaan Fasilitas Guest Bank
1. Penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai berikut:
a. Fasilitas Guest Bank dapat digunakan oleh Peserta
selama jam operasional penyelenggaraan Setelmen
Dana untuk melakukan pengiriman instruksi Setelmen
Dana sesuai dengan periode waktu kegiatan transaksi
yang masih berlaku.
b. Penyelenggara...
112
b. Penyelenggara dapat menetapkan batas waktu
maksimal penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam hal
jumlah Peserta yang mengajukan permohonan
penggunaan Fasilitas Guest Bank melebihi kapasitas
yang tersedia.
2. Prosedur penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan untuk
menggunakan Fasilitas Guest Bank kepada
Penyelenggara, yang dapat didahului dengan
penyampaian informasi melalui sarana telepon,
faksimile, dan/atau sarana lainnya, dengan format
sebagaimana dimaksud pada contoh II.26 dalam
Lampiran II.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a paling kurang memuat:
1) alasan menggunakan Fasilitas Guest Bank;
2)
lokasi penggunaan Fasilitas Guest Bank; dan
3) metode penggunaan Fasilitas Guest Bank.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah
memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara.
d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disampaikan ke alamat Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a, dan dapat disampaikan
terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui sarana
faksimile ke nomor sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.3.a. dan/atau sarana lainnya.
e. Untuk Peserta yang berada di wilayah kerja KPwDN, surat
sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan
kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN
yang menyediakan Fasilitas Guest Bank.
f. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a melalui administrative message atau
sarana lainnya.
g. Dalam...
113
g. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a disetujui, Peserta menyiapkan data
transaksi dan hal-hal lain yang diperlukan untuk
operasional di lokasi Bank Indonesia sesuai dengan
pedoman penggunaan Fasilitas Guest Bank untuk
Peserta sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XII.
h. Dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan
permohonan melebihi kapasitas Fasilitas Guest Bank
yang disediakan, Penyelenggara dapat menetapkan
urutan penggunaan Fasilitas Guest Bank berdasarkan
urutan kedatangan Peserta.
D. Penggunaan Cek Bank Indonesia dan/atau Bilyet Giro Bank
Indonesia Dalam Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat
1. Ketentuan penggunaan Cek BI dan/atau BGBI diatur
sebagai berikut:
a. Cek BI dan/atau BGBI dapat digunakan oleh Peserta
dalam penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem
BI-RTGS selama jam operasional untuk melakukan
pengiriman instruksi Setelmen Dana atas transaksi
penarikan tunai dengan Cek BI dan/atau pemindahan
dana dengan BGBI sesuai dengan periode waktu
Setelmen Dana untuk transaksi yang masih berlaku.
b.
Instruksi Setelmen Dana yang menggunakan BGBI
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibatasi untuk
transaksi single credit antar-Peserta bukan untuk
kepentingan nasabah, kecuali transaksi single credit
yang ditujukan untuk nasabah yang memiliki rekening
di Bank Indonesia.
2. Prosedur penggunaan Cek BI dan/atau BGBI sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a. diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan untuk melakukan
pengiriman instruksi Setelmen Dana atas transaksi
penarikan tunai dengan Cek BI dan/atau pemindahan
dana dengan BGBI, yang paling kurang memuat:
1) alasan...
114
1) alasan menggunakan Cek BI dan/atau BGBI; dan
2)
lokasi penggunaan Cek BI dan/atau BGBI.
Surat permohonan penggunaan Cek BI dan/atau BGBI
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
contoh II.27 dalam Lampiran II.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah
memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan ke alamat Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dan dapat
disampaikan terlebih dahulu melalui sarana faksimile
ke nomor sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.
d. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a melalui surat yang penyampaiannya dapat
didahului melalui sarana telepon, faksimile atau
sarana lain.
e. Dalam hal permohonan disetujui Penyelenggara,
Peserta menyampaikan Cek BI dan/atau BGBI dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk Pelaksanaan di KPBI:
a) Cek BI disampaikan kepada Departemen
Pengelolaan Uang.
b) BGBI disampaikan kepada Penyelenggara.
2) Untuk Pelaksanaan di KPwDN, Cek BI dan/atau
BGBI disampaikan kepada KPwDN yang
mewilayahi kantor Peserta.
3) Cek BI dan/atau BGBI sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dan angka 2) diisi dan
ditandatangani sesuai dengan ketentuan yang
mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia,
serta dibubuhi stempel Contingency Plan pada
masing-masing lembar Cek BI dan/atau BGBI
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XIII.
4) Cek...
115
4) Cek BI dan/atau BGBI disampaikan paling lambat
sampai dengan periode waktu pengiriman
instruksi Setelmen Dana berdasarkan kode
transaksi yang bersangkutan berakhir.
f. Bank Indonesia melakukan proses pengiriman
instruksi Setelmen Dana, dalam hal Cek BI dan/atau
BGBI yang disampaikan telah memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
g. Bukti Setelmen Dana atas pengiriman instruksi
Setelmen Dana dengan menggunakan Cek BI dan/atau
BGBI akan terkirim ke RPP Peserta apabila Sistem BI-
RTGS di Peserta telah berjalan normal.
VIII. PEMBEBASAN TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA
Penyelenggara dibebaskan dari segala tuntutan atas kerugian Peserta
atau pihak ketiga yang timbul dan/atau yang akan timbul akibat:
1. keterlambatan atau tidak terlaksananya Setelmen Dana yang
diakibatkan karena kelalaian, Keadaan Tidak Normal, dan/atau
Keadaan Darurat yang disebabkan antara lain oleh:
a. penggunaan Fasilitas Guest Bank oleh Peserta; atau
b. penggunaan Cek BI dan/atau BGBI oleh Peserta;
2. pengiriman instruksi Setelmen Dana yang dilakukan oleh
pejabat yang tidak berwenang;
3. kesalahan data instruksi Setelmen Dana yang dikirimkan oleh
Peserta; dan/atau
4.
tidak diteruskannya instruksi Setelmen Dana berdasarkan
keputusan lembaga pengawas yang berwenang, keputusan
lembaga arbitrase, dan/atau keputusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum yang tetap.
IX. PEMANTAUAN KEPATUHAN PESERTA
Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta oleh Penyelenggara
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penyelenggara melakukan pemantauan kepatuhan Peserta
terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
2. Pemantauan...
116
2. Pemantauan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
3. Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dilakukan oleh Penyelenggara melalui pemeriksaan
secara berkala dan/atau sewaktu-waktu, apabila diperlukan.
4. Dalam rangka pemantauan tidak langsung, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Pemantauan secara tidak langsung kepada Peserta dilakukan
melalui penelitian, analisis, dan evaluasi terhadap:
1)
laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu yang
disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara; dan
2) data, informasi, dan/atau dokumen yang diperoleh dari:
a) Peserta yang bersangkutan;
b) sistem di Penyelenggara; dan/atau
c) pihak lain.
b. Peserta wajib menyampaikan laporan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Laporan Berkala
a) Laporan berkala berupa Laporan Hasil Penilaian
Kepatuhan (LHPK)
LHPK merupakan laporan tahunan yang memuat
hasil penilaian pemeriksaan internal sebagaimana
dimaksud dalam butir III.I.1.b.2) untuk periode 1
Januari sampai dengan 31 Desember.
Format LHPK ditetapkan oleh Penyenggara dan
disampaikan kepada Peserta melalui surat
dan/atau sarana lain.
b) Laporan LHPK sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) disampaikan secara tertulis oleh Peserta
kepada Penyelenggara melalui surat dan/atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
c) Laporan LHPK disampaikan oleh Peserta dengan
batas waktu paling lambat tanggal 31 Maret tahun
berikutnya.
Dalam...
117
Dalam hal batas waktu jatuh pada hari Sabtu,
Minggu, atau hari libur maka batas waktu
penyampaian adalah hari kerja berikutnya.
d) Dalam hal Peserta terlambat menyampaikan
laporan berkala sesuai batas waktu, Peserta tetap
wajib menyampaikan laporan berkala paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja sejak batas waktu
penyampaian laporan berkala yang ditetapkan
oleh Penyelenggara.
e) Peserta dinyatakan tidak menyampaikan laporan
berkala apabila Peserta tidak menyampaikan
laporan berkala sampai dengan batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam huruf d).
2) Laporan Sewaktu-Waktu
Laporan sewaktu-waktu terdiri atas:
a)
laporan yang disampaikan oleh Peserta kepada
Penyelenggara atas permintaan Penyelenggara;
dan/atau
b)
laporan yang disampaikan kepada Penyelenggara
atas inisiatif dari Peserta, misalnya laporan
gangguan Sistem BI-RTGS pada Peserta.
3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan
angka 2) disampaikan kepada Penyelenggara dengan
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.b.
c. Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, Penyelenggara dapat
melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada Peserta
atas informasi, data, dan/atau dokumen.
d. Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung
terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Peserta,
Penyelenggara menyampaikan pemberitahuan kepada
Peserta untuk melakukan upaya perubahan dalam rangka
pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
5. Pemantauan Langsung
Dalam rangka pemantauan langsung, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Pemantauan...
118
a. Pemantauan secara langsung dilakukan melalui pemeriksaan
secara periodik atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
b. Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
berlaku ketentuan dan prosedur sebagai berikut:
1) Petugas Penyelenggara yang melakukan pemeriksaan
dilengkapi dengan surat tugas dari Penyelenggara.
2) Peserta wajib memberikan akses kepada petugas
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), paling kurang
berupa:
a)
informasi, data, dan/atau dokumen yang
diperlukan, antara lain dokumen asli dan/atau
salinan dokumen berupa warkat dan/atau data
elektronik yang terkait dengan pelaksanaan
Sistem BI-RTGS; dan
b) sarana fisik dan aplikasi pendukung yang terkait
dengan operasional Sistem BI-RTGS, antara lain RPP
serta interface dari dan ke sistem internal Peserta.
3) Penyelenggara dapat menunjuk pihak lain untuk dan
atas nama Penyelenggara untuk melakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
4) Peserta wajib memberikan penjelasan atau keterangan
kepada petugas yang melakukan pemeriksaan dalam
rangka klarifikasi dan/atau konfirmasi atas informasi,
data, dan/atau dokumen serta sarana fisik dan aplikasi
pendukung.
c. Petugas Penyelenggara melakukan exit meeting dengan
Peserta yang dituangkan dalam laporan hasil exit meeting
yang ditandatangani oleh Penyelenggara dan pejabat
Peserta yang berwenang.
6. Dalam rangka pemantauan kepatuhan Peserta, Penyelenggara
dapat meminta Peserta untuk melakukan pengujian terhadap
infrastruktur Peserta yang digunakan dalam operasional Sistem
BI-RTGS.
7. Penyelenggara...
119
7. Penyelenggara menyampaikan surat kepada Peserta mengenai
hasil pemantauan dan tindak lanjut yang harus dilakukan
Peserta dalam rangka pemenuhan ketentuan yang ditetapkan
oleh Penyelenggara.
8. Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemantauan sebagaimana
dimaksud dalam angka 7.
X. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
A. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Menjaga Kelancaran dan
Keamanan Penggunaan Sistem BI-RTGS
1. Peserta yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban menjaga
kelancaran dan keamanan dalam penggunaan Sistem BI-
RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir III.I.1 dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis.
2. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti teguran tertulis
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dalam jangka waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak teguran tertulis
diterima, dapat dikenakan sanksi administratif berupa
penurunan status kepesertaan.
B. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Menginformasikan Biaya
Transaksi
Peserta yang tidak menginformasikan biaya transaksi dalam
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS kepada nasabah secara
transparan sebagaimana dimaksud dalam butir III.I.5 dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis.
C. Sanksi Administratif Terkait Pembuatan Instruksi Setelmen Dana
1. Peserta pengirim yang mengisi kode transaksi tidak sesuai
dengan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam butir V.A.7.b.3) dan butir V.B.2.b dikenakan
sanksi administratif berupa kewajiban membayar.
2. Sanksi administratif berupa kewajiban membayar
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditetapkan sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per instruksi Setelmen
Dana...
120
Dana, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dalam
bulan berjalan.
3. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam angka 1, dilakukan dengan mendebit Rekening Giro
Peserta di Bank Indonesia.
D. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Pengiriman Instruksi
Setelmen Dana dan Penerusan Dana
1. Peserta pengirim yang tidak mengirimkan instruksi
Setelmen Dana kepada Peserta penerima sesuai batas
waktu yang ditetapkan, dikenakan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai perlindungan nasabah dalam
pelaksanaan transfer dana melalui Sistem BI-RTGS.
2. Peserta penerima yang tidak melakukan penerusan dana
kepada nasabah penerima sesuai batas waktu yang
ditetapkan, dikenakan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan
transfer dana melalui Sistem BI-RTGS.
E. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Penyampaian Laporan
1. Peserta yang terlambat dan/atau tidak menyampaikan
laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam butir
IX.4.b.1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta dikenakan sanksi administratif berupa
kewajiban membayar sebesar Rp500.000,00 (lima
ratus ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan,
dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak
sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
b. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban
membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan dengan mendebit Rekening Giro Peserta.
c. Peserta yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan
berkala sebagaimana dimaksud dalam butir IX.4.b.1).e)
dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban
membayar...
121
membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
d. Peserta yang tidak menindaklanjuti sanksi
administratif berupa teguran tertulis sebagimana
dimaksud dalam huruf c paling lama 30 hari sejak
teguran tertulis, dapat dikenakan sanksi administratif
berupa penurunan status kepesertaan.
2. Peserta yang tidak menyampaikan laporan sewaktu-waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir IX.4.b.2) dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis.
F. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Penyampaian Data,
Informasi, dan/atau Dokumen
Peserta yang tidak menyampaikan data, informasi, dan/atau
dokumen terkait penyelenggaran Setelmen Dana melalui Sistem
BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir III.I.6 dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis.
G. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Pemberian Akses Kepada
Penyelenggara
1. Peserta yang tidak memberikan akses kepada
Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan secara
langsung sebagaimana dimaksud dalam butir IX.5.b.2),
dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
2. Peserta yang tidak menindaklanjuti sanksi administratif
berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari
sejak teguran tertulis diterima, dapat dikenakan sanksi
administratif berupa penurunan status kepesertaan.
H. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Menindaklanjuti Hasil
Pemantauan
1. Peserta yang tidak menindaklanjuti hasil pemantauan
sebagaimana dimaksud dalam butir IX.8, dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
2. Peserta yang tidak menindaklanjuti sanksi administratif
berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
angka...
122
angka 1 dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari
sejak teguran tertulis diterima, dapat dikenakan sanksi
administratif berupa penurunan status kepesertaan.
XI. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Pihak sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1. yang telah
menjadi Peserta Sistem BI-RTGS berdasarkan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21 Januari 2010
perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 16/18/DPSP tanggal 28 November 2014
dinyatakan tetap menjadi Peserta BI-RTGS berdasarkan Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
2. Perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS antara Penyelenggara
dengan Peserta yang telah ada sebelum berlakunya Surat
Edaran Bank Indonesia ini dinyatakan tidak berlaku dan wajib
diganti dengan perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS antara
Penyelenggara dengan Peserta yang mengacu pada substansi
perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV.
3. Penyelenggara dapat menetapkan kebijakan atau ketentuan
yang berbeda mengenai penyelenggaraan Setelmen Dana
seketika melalui Sistem BI-RTGS bagi Bank Indonesia dan
lembaga lain yang disetujui Penyelenggara menjadi Peserta
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik tertentu.
4. Lampiran I sampai dengan Lampiran XIII merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XII. KETENTUAN PENUTUP
1. Ketentuan mengenai penyediaan JKD dari back up site Peserta ke
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.I.1.h.3).a)
wajib dipenuhi oleh Peserta paling lambat tanggal 30 Juni 2016.
2. Ketentuan mengenai pengenaan biaya perpanjangan periode
waktu kegiatan kepada Peserta sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.B.1.a.3) mulai berlaku pada 1 Januari 2016.
3. Ketentuan...
123
3. Ketentuan mengenai pengenaan biaya penggunaan Fasilitas
Guest Bank kepada Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir
VI.B.1.a.5) mulai berlaku pada 1 Januari 2016.
4. Ketentuan mengenai batas biaya paling banyak yang dikenakan
oleh Peserta kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.C.1 mulai berlaku pada 1 Juli 2016.
5. Ketentuan mengenai kewajiban Peserta menyampaikan Laporan
berkala berupa Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK)
sebagaimana dimaksud dalam butir IX.4.b.1).a) mulai berlaku
untuk periode laporan tahun 2016.
6. Ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif berupa
kewajiban membayar atas pelanggaran pengisian kode transaksi
sebagaimana dimaksud dalam butir X.C.2 selain kode transaksi
TSA sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.7.b.3) mulai berlaku
pada 1 Juli 2016.
7. Ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif berupa
kewajiban membayar kepada Peserta yang terlambat dan/atau
tidak menyampaikan laporan berkala sebagaimana dimaksud
dalam butir X.E.1.a mulai berlaku pada 1 Juli 2016.
8. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/9/DASP tanggal 5
Maret 2008 perihal Prinsip-prinsip Penyelenggaraan dan
Pengawasan Sistem BI-RTGS;
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/12/DASP tanggal
5 Maret 2008 perihal Penetapan Biaya Penggunaan Sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Penerapan
Treasury Single Account;
c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal
21 Januari 2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement; dan
d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/18/DPSP tanggal
28 November 2014 perihal Perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21 Januari
2010...
124
2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16
November 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
DPSP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/30/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 13 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '10/12/DASP|SE-BI/2008', '12/1/DASP|SE-BI/2010', '16/18/DPSP\SEBI/2014', '10/9/DASP|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '17/18/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi X', 'Romawi V Huruf A Angka 7 Huruf b Angka 6)' </penalty_list>
|
No. 10 /24/DPM
Jakarta, 14 Juli 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM
tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement
dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder.
Sehubungan dengan penyempurnaan implementasi kebijakan moneter,
penyempurnaan ketentuan terkait Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement
System dan penyempurnaan penilaian underlying asset dalam pelaksanaan transaksi
secara Repurchase Agreement (Repo) dengan Bank Indonesia di pasar sekunder,
dipandang perlu untuk mengubah beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase
Agreement dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder, sebagai berikut:
1. Ketentuan BAB I angka 8 diubah, sehingga BAB I berbunyi sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
3. Surat ...
2
3. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia, Pemerintah dan/atau lembaga lainnya, yang ditatausahakan
dalam Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System.
4. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
5. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat
berharga yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang
Negara, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi
Negara.
6. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah
SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan,
dengan pembayaran bunga secara diskonto.
7. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua
belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
8. BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik.
9. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara
individual.
10. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank
Indonesia termasuk penatausahaannya, dan penatausahaan surat
berharga ...
3
berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta,
penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
11. Transaksi Surat Berharga secara Repurchase Agreement yang
selanjutnya disebut Repo adalah transaksi penjualan bersyarat Surat
Berharga oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan kewajiban
pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang
disepakati.
12. Rekening Giro adalah rekening dana milik Bank dalam Rupiah di Bank
Indonesia.
13. Rekening Perdagangan adalah rekening Surat Berharga milik Bank
yang digunakan untuk mencatat kepemilikan Surat Berharga di Central
Registry yang dapat diperdagangkan.
14. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem-
LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara
harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman
dari Bank Indonesia.
15. Hair Cut adalah marjin yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai faktor
pengurang harga Surat Berharga.
2. Ketentuan BAB II angka 5 dan angka 7 diubah sehingga BAB II berbunyi
sebagai berikut:
II. PERSYARATAN UMUM
1. Bank Indonesia membuka waktu pengajuan (window time) transaksi
Repo dengan jangka waktu 1 (satu) hari melalui pengumuman di BI-
SSSS dan/atau Sistem-LHBU.
2. Surat Berharga yang digunakan dalam transaksi Repo adalah Surat
Berharga dalam mata uang Rupiah.
3. Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dilakukan dengan
prinsip sell and buy back, yaitu penjualan Surat Berharga oleh Bank
yang ...
4
yang wajib dibeli kembali oleh Bank yang bersangkutan pada saat
transaksi Repo jatuh waktu.
4. Pihak yang dapat mengajukan transaksi Repo adalah Bank untuk
kepentingan sendiri.
5. Bank Indonesia mengenakan bunga atas transaksi Repo (Repo rate)
yang besarnya diumumkan di BI-SSSS dan/atau Sistem-LHBU paling
lambat sebelum window time transaksi Repo dibuka (T+0).
6. Bank yang melakukan transaksi Repo dengan Bank Indonesia
bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran transaksi Repo yang
diajukan.
7. Bank dapat mengajukan transaksi Repo apabila Bank tersebut berstatus
aktif sebagai peserta BI-SSSS dan tidak sedang dikenakan sanksi
penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT.
8. Setelmen transaksi Repo dilaksanakan pada hari transaksi (same-day
settlement) melalui mekanisme Delivery Versus Payment.
9. Bank wajib memiliki seri Surat Berharga yang mencukupi dalam
Rekening Perdagangan untuk setelmen penjualan Surat Berharga secara
Repo paling lambat pada saat dilakukan setelmen transaksi Repo (first
leg).
10. Bank wajib memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk
setelmen pembelian kembali Surat Berharga pada tanggal transaksi
Repo jatuh waktu (second leg).
11. Bank Indonesia dapat mengubah atau menutup window time transaksi
Repo yang diumumkan melalui BI-SSSS dan/atau Sistem-LHBU paling
lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum perubahan atau penutupan
window time tersebut.
3. Ketentuan ...
5
3. Ketentuan BAB III angka 4 diubah, sehingga BAB III berbunyi sebagai berikut:
III. PERSYARATAN DAN NILAI SURAT BERHARGA
1. Surat Berharga yang dapat direpokan adalah Surat Berharga dalam
bentuk SBI dan/atau SUN milik Bank sebagaimana tercatat dalam
Rekening Perdagangan dalam BI-SSSS.
2. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu, Surat Berharga yang direpokan
harus memiliki sisa jangka waktu:
a. paling singkat 2 (dua) hari kerja untuk SBI dan SPN; atau
b. paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja untuk Obligasi Negara
termasuk Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Zero Coupon Bond
(ZCB).
3. Surat Berharga yang dapat direpokan oleh Bank paling banyak sebesar
nilai nominal Surat Berharga yang dimiliki Bank pada 1 (satu) hari
kerja sebelum tanggal transaksi.
4. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan harga Surat Berharga
yang dapat direpokan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Harga SBI ditetapkan dengan mempertimbangkan rata-rata
tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu
setiap seri SBI.
b. Harga SUN ditetapkan dengan mempertimbangkan harga pasar
masing-masing jenis dan seri SUN.
5. Untuk menentukan nilai setelmen Penjualan Repo, Bank Indonesia
menetapkan besarnya Hair Cut masing-masing jenis Surat Berharga.
6. Harga atas Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan
penjualan Surat Berharga pada tanggal transaksi Repo (first leg) sama
dengan harga atas Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan
pembelian kembali Surat Berharga pada tanggal transaksi Repo jatuh
waktu (second leg).
7. Bank ...
6
7. Bank Indonesia menetapkan jenis dan/atau seri Surat Berharga yang
dapat direpokan.
4. Ketentuan BAB IV angka 1 diubah, sehingga BAB IV berbunyi sebagai berikut:
IV. PENGAJUAN TRANSAKSI REPO SURAT BERHARGA
1. Bank Indonesia-Direktorat Pengelolaan Moneter mengumumkan Repo
rate, Hair Cut, harga Surat Berharga dan jangka waktu (tenor) Repo
melalui BI-SSSS dan/atau Sistem-LHBU paling lambat sebelum
window time transaksi Repo dibuka (T+0).
2. Window time transaksi Repo ditetapkan dari pukul 16.00 WIB sampai
dengan pukul 17.00 WIB pada setiap hari kerja.
3. Selama window time transaksi Repo dibuka, Bank mengajukan
transaksi secara langsung melalui BI-SSSS yang mencakup antara lain
jenis, seri, dan nominal Surat Berharga yang direpokan serta jangka
waktu transaksi.
4. Nilai setelmen atas setiap Surat Berharga yang direpokan dihitung
berdasarkan nilai nominal, harga, Repo rate, jangka waktu (tenor) Repo
dan Hair Cut masing-masing jenis Surat Berharga. Contoh perhitungan
transaksi Repo adalah sebagaimana Lampiran-1.
5. Dalam hal transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir II.1
dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari libur, maka tanggal
transaksi Repo jatuh waktu adalah pada hari kerja berikutnya.
6.
Jumlah hari dalam perhitungan Repo rate yang harus dibayar oleh Bank
dihitung berdasarkan hari kalender.
5. Ketentuan BAB V diubah dengan menambah 1 (satu) angka baru yakni angka 3,
sehingga BAB V berbunyi sebagai berikut:
V. SETELMEN
1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter – Bagian
Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter (DPM-PTPM) melakukan
setelmen ...
7
setelmen transaksi Repo melalui BI-SSSS dengan mekanisme
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross).
2. Setelmen transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir 1 terdiri
dari:
a. Setelmen penjualan Surat Berharga (first leg).
1) Pada tanggal transaksi Repo, DPM-PTPM melakukan setelmen
first leg setelah window time transaksi Repo tutup.
2) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud dalam butir 1)
dihitung sebagai berikut:
a) Untuk Repo dengan menggunakan SBI, SPN dan ZCB,
yaitu:
Nilai
Setelmen
first leg
=
Nominal Surat
Berharga yang
direpokan
×
harga Surat
Berharga
- Hair Cut
b) Untuk Repo dengan menggunakan Obligasi Negara termasuk
ORI, yaitu:
Nilai
Setelmen
first leg
=
Nominal Surat
Berharga yang
direpokan
×
harga Surat
Berharga
- Hair Cut +
Accrued
Interest
3) Setelmen first leg dilakukan dengan cara:
a) Mendebet Rekening Perdagangan sebesar nilai nominal dari
jenis Surat Berharga yang direpokan; dan
b) Mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen dana first
leg sebagaimana dimaksud dalam butir 2).
4) Bank wajib menyediakan Surat Berharga yang mencukupi sesuai
seri Surat Berharga yang direpokan untuk setelmen first leg .
5) Dalam hal Bank tidak memiliki Surat Berharga yang mencukupi
sebagaimana dimaksud butir 4), BI-SSSS secara otomatis
membatalkan setelmen first leg.
6) Pembatalan ...
8
6) Pembatalan setelmen first leg sebagaimana dimaksud dalam
butir 5) hanya dikenakan untuk transaksi Repo yang tidak
memiliki seri Surat Berharga yang mencukupi.
7) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen
first leg pada hari yang sama, pembatalan transaksi dihitung
sebanyak 1 (satu) kali.
8) Bank dikenakan sanksi OPT atas pembatalan setelmen
sebagaimana dimaksud dalam butir 5) sesuai ketentuan yang
berlaku.
b. Setelmen pembelian kembali Surat Berharga (second leg)
1) Setelmen second leg dilakukan secara otomatis pada saat BI-
SSSS dibuka pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu.
2) Nilai atas setelmen second leg dihitung sebesar:
Nilai
Setelmen
second leg
=
Nilai Setelmen
first leg
+
Nilai atas bunga
transaksi Repo
3) Setelmen second leg dilakukan dengan cara:
a) Mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen dana second
leg sebagaimana dimaksud dalam butir 2); dan
b) Mengkredit Rekening Perdagangan sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang direpokan.
4) Bank wajib menyediakan saldo Rekening Giro yang mencukupi
untuk setelmen second leg.
5) Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang
mencukupi sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS,
BI-SSSS otomatis membatalkan setelmen second leg.
6) Pembatalan setelmen second leg hanya dikenakan pada transaksi
Repo jatuh waktu yang tidak memiliki kecukupan dana.
7) Dalam ...
9
7) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen
second leg pada hari yang sama, pembatalan transaksi dihitung
sebanyak 1 (satu) kali.
8) Bank dikenakan sanksi OPT atas pembatalan setelmen second
leg sebagaimana dimaksud dalam butir 5) sesuai ketentuan yang
berlaku.
9) Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk pelunasan
transaksi Repo jatuh waktu atas kegagalan setelmen second leg,
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro melalui Sistem
BI-RTGS untuk penyelesaian nominal bunga Repo yang
harus dibayar.
b) Bank Indonesia melakukan penyelesaian Surat Berharga
sebesar nominal Surat Berharga yang gagal dilakukan
setelmen dengan cara:
(1) Pelunasan seri SBI sebelum jatuh waktu (early
redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS; dan/atau
(2) Memperlakukan seri SUN yang gagal dibeli kembali oleh
Bank sebagai transaksi jual putus (outright selling) secara
otomatis melalui BI-SSSS.
3. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon atas SUN
yang direpokan, maka kupon dimaksud akan dikreditkan ke Rekening
Giro Bank pada tanggal pembayaran kupon.
6. Ketentuan BAB VI diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
VI. SANKSI
1. Dalam hal terdapat pembatalan setelmen transaksi Repo sebagaimana
dimaksud dalam butir V.2.a.5) atau V.2.b.5), Bank yang bersangkutan
dikenakan sanksi OPT berupa:
a. teguran ...
10
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Tim Pengawas Bank - Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat,
dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KBI; dan
b. kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nilai
nominal transaksi yang dinyatakan batal atau paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah).
2. Atas batalnya transaksi yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam)
bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1,
Bank juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti
kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja.
Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti
transaksi OPT sebagaimana dimaksud pada Lampiran-2.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir
1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank
bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
5. Pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan pada 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
6. Nilai ...
11
6. Nilai nominal transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah
nominal Surat Berharga yang direpokan sebagaimana dimaksud dalam
butir V.2.a.2).
7. Menambah 1 (satu) Lampiran baru, yakni Lampiran-2 yaitu contoh pengenaan
sanksi atas pembatalan transaksi OPT sebagaimana Lampiran-2 Surat Edaran
ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 14 Juli 2008
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/24/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder. </reg_title>
<set_date> 14 Juli 2008 </set_date>
<effective_date> 14 Juli 2008 </effective_date>
<changed_reg> '10/2/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg>
<related_reg> '10/2/DPM|SE-BI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 6 Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 6/10/DPM
Jakarta, 16 Februari 2004
SURAT EDARAN
Perihal: Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/3/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Penerbitan, Penjualan dan
Pembelian serta Penatausahaan Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4364),
dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16xFebruari 2004
tentang Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4363) maka dipandang perlu untuk mengatur petunjuk pelaksanaan
mengenai Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana.
I.
Ketentuan Umum
1. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN yang diterbitkan dan
dijual dengan cara lelang di Pasar Perdana terdiri dari :
a. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN yaitu
SUN dalam mata uang Rupiah yang berjangka waktu sampai dengan
12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto; dan
b. Obligasi Negara yaitu SUN dalam mata uang Rupiah yang berjangka
waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan atau dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
2. Pihak yang dapat membeli SUN di Pasar Perdana yaitu orang
perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi atau kelompok yang
terorganisasi.
3. Pihak …
2
3. Pihak yang dapat mengikuti Lelang SUN di Pasar Perdana yang
selanjutnya disebut Peserta Lelang terdiri dari Bank, Perusahaan Pialang
Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek yang telah
ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia.
4. Pembeli yang bukan Peserta Lelang mengajukan penawaran pembelian
SUN melalui Peserta Lelang.
5. Penawaran pembelian lelang dapat dilakukan dengan cara Penawaran
Pembelian Kompetitif atau dengan cara kombinasi Penawaran
Pembelian Kompetitif dan Penawaran Pembelian Non-kompetitif.
6. Penawaran Pembelian Kompetitif
(competitive bidding) adalah
pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan
tingkat imbal hasil
(yield) yang diinginkan penawar.
7. Penawaran Pembelian Non-kompetitif (non-competitive bidding) adalah
pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume tanpa
tingkat imbal hasil (yield) yang diinginkan penawar.
8. Persentase untuk Penawaran Pembelian Kompetitif dan Penawaran
Pembelian Non-kompetitif ditentukan sebelum Lelang SUN. Dalam hal
Penawaran Pembelian Kompetitif melebihi target yang ditetapkan
sedangkan Penawaran Pembelian Non-kompetitif lebih kecil dari target
yang ditetapkan, atau sebaliknya, alokasi persentase
Penawaran
Pembelian Kompetitif dan Penawaran Pembelian Non-kompetitif dapat
disesuaikan untuk menyerap kelebihan atau kekurangan pada salah satu
jenis penawaran lelang.
9. Setelmen hasil Lelang SUN di Pasar Perdana dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. SPN dilakukan pada satu hari kerja berikutnya setelah hari
pelaksanaan lelang SPN (T+1);
b. Obligasi …
3
b. Obligasi Negara selambat-lambatnya dilakukan pada 5 (lima) hari
kerja berikutnya setelah pengumuman hasil pengumuman
pemenang lelang Obligasi Negara (T+5).
10. Pihak pembeli SUN wajib memiliki :
a. Rekening surat berharga di Central Registry atau Sub-Registry
untuk melakukan setelmen hasil Lelang SUN;
b. Rekening giro Rupiah di Bank Indonesia atau menunjuk Bank
untuk melakukan setelmen dana.
11. Dalam rangka setelmen hasil Lelang SUN di Pasar Perdana, Bank
Indonesia berwenang melakukan pendebetan rekening giro Rupiah Bank
di Bank Indonesia milik pemenang Lelang SUN atau Bank yang
ditunjuk untuk setelmen dana.
12. Setelmen hasil Lelang SUN terdiri dari:
a. Setelmen surat berharga (securities settlement)
Setelmen surat berharga dilakukan oleh Central Registry secara
gross dengan cara mengkredit rekening surat berharga pembeli SUN
di Central Registry sebesar nilai nominal SUN.
b. Setelmen dana (fund settlement)
Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian
Transaksi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter, yang
selanjutnya disebut Bagian PTPU-DPM secara gross atau netting
dengan mendebet rekening giro Rupiah di Bank Indonesia milik
pemenang Lelang SUN atau Bank yang ditunjuk untuk setelmen
dana, dan mengkredit rekening giro Rupiah Pemerintah di Bank
Indonesia melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS sebesar harga
setelmen Lelang SUN.
II. Tata …
4
II. Tata Cara Lelang SUN
A. Ketentuan dan Persyaratan
1. Lelang
SUN dilakukan berdasarkan
target kuantitas dengan
memperhatikan tingkat diskonto atau yield dari penawaran yang
diterima.
2. Bank dan Perusahaan Efek dapat mengajukan penawaran Lelang
SUN untuk dan atas nama diri sendiri dan pihak lain yaitu orang
perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi atau kelompok
yang terorganisasi.
3. Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing hanya dapat
mengajukan penawaran Lelang SUN untuk kepentingan pihak lain
yaitu orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi atau
kelompok yang terorganisasi.
4. Dalam hal Peserta Lelang mengajukan penawaran pembelian SUN
untuk dan atas nama diri sendiri maka penawaran pembelian hanya
dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif.
5. Dalam hal Peserta Lelang mengajukan penawaran pembelian SUN
untuk
dan
perusahaan,
atas nama
usaha
pihak lain yaitu
bersama, asosiasi
Penawaran Pembelian
terorganisasi, maka pengajuan penawaran dapat dilakukan dengan
cara
Pembelian Non-kompetitif.
6. Dalam hal Lelang SUN dilaksanakan, maka pelaksanaan dilakukan
pada hari Selasa, atau pada hari kerja lain apabila hari Selasa jatuh
pada hari libur. Setiap perubahan jadwal Lelang SUN diumumkan
oleh Bank Indonesia melalui Pusat Informasi Pasar Uang yang
selanjutnya …
orang perseorangan,
atau kelompok yang
Kompetitif dan atau Penawaran
5
selanjutnya disebut PIPU dan atau sarana lain yang ditetapkan Bank
Indonesia.
7. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SUN
adalah Automatic Bidding System yang selanjutnya disebut ABS
merupakan salah satu fungsi dalam Bank Indonesia-Scripless
Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS.
8. Bank Indonesia mengumumkan rencana target
kuantitas lelang
berupa target indikatif selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja
sebelum hari pelaksanaan Lelang SUN melalui ABS, PIPU dan atau
sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
9. Dalam hal Bank menggunakan ABS, maka Peserta Lelang harus
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan BI-SSSS
yang berlaku.
10. Dalam hal Bank yang bukan Peserta Lelang mengajukan penawaran
Lelang SUN melalui Bank yang menjadi Peserta Lelang, maka Bank
yang
bukan
Peserta
Lelang
wajib menyampaikan konfirmasi
pengajuan lelang SUN kepada Bagian Operasi Pasar Uang-Direktorat
Pengelolaan Moneter yang selanjutnya disebut Bagian OPU-DPM
melalui sarana administrative message BI-SSSS selambat-lambatnya
1 (satu) jam setelah berakhirnya pelaksanaan Lelang SUN dan
ditegaskan dengan surat.
11. Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang SUN melalui
Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan atau
Perusahaan Efek,
maka Bank yang bersangkutan wajib
menyampaikan surat konfirmasi Broker Bidding Limit dengan
menggunakan formulir sebagaimana contoh Lampiran 1.
12. Surat …
6
12. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 11 disampaikan oleh
Bank kepada Bank Indonesia cq. Bagian OPU-DPM, Gedung B
Lantai 10, Jl. M.H. Thamrin No.
2,
Jakarta 10010, selambat-
lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum mengikuti kegiatan Lelang
SUN.
13. Dalam hal Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing,
dan atau Perusahaan Efek mengajukan penawaran Lelang SUN untuk
kepentingan pihak lain selain Bank, maka Perusahaan Pialang Pasar
Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan atau Perusahaan Efek wajib
melengkapi dengan fotokopi surat konfirmasi Sub-Registry dengan
menggunakan formulir sebagaimana contoh Lampiran 2.
14. Asli surat sebagaimana dimaksud dalam angka 13 disampaikan Sub-
Registry kepada Bank Indonesia cq. Bagian OPU-DPM, Gedung B
Lantai
10, Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10010, selambat-
lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum mengikuti kegiatan Lelang
SUN.
15. Dalam hal terjadi perubahan kesepakatan atas surat konfirmasi
broker bidding limit dan surat konfirmasi Sub-Registry sebagaimana
dimaksud dalam angka 11 dan angka 13, Bank dan Sub-Registry
wajib melaporkan perubahan tersebut kepada Bank Indonesia cq.
Bagian OPU-DPM, Gedung B Lantai 10, Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10010. Laporan perubahan dimaksud wajib disampaikan
selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum melakukan kegiatan
Lelang SUN.
B. Tata …
7
B. Tata cara Pelaksanaan Lelang SUN
1. Bank Indonesia mengumumkan target indikatif dan tanggal
pelaksanaan Lelang SUN melalui ABS, PIPU dan atau sarana lain
yang ditetapkan Bank Indonesia.
2. Pengumuman rencana Lelang SUN antara lain memuat:
a. waktu pelaksanaan lelang;
b. target indikatif yang ditawarkan;
c. jangka waktu SUN;
d. tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo;
e. mata uang;
f. waktu pembukaan dan penutupan penawaran pembelian (bid);
g. waktu pengumuman hasil lelang;
h. tanggal setelmen;
i. alokasi untuk Penawaran Pembelian Non-kompetitif dalam hal
dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan non-kompetitif;
j. sarana pengajuan penawaran lelang.
3. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN, Peserta Lelang mengajukan
penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau yield untuk
Penawaran Pembelian Kompetitif atau penawaran kuantitas untuk
Penawaran Pembelian Non-kompetitif, dari pukul 10.00 WIB sampai
dengan pukul 12.00 WIB.
4. Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SUN kepada Bank
Indonesia cq. Bagian OPU-DPM yang mencakup penawaran
kuantitas dan tingkat diskonto atau yield diatur dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. pengajuan penawaran
Lelang sekurang-kurangnya 1.000 (seribu)
kuantitas dari masing-masing Peserta
unit
atau …
8
atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan selebihnya
dengan kelipatan 100 (seratus) unit
(seratus juta Rupiah);
b. penawaran diskonto atau yield diajukan dengan kelipatan 0,01%
(satu per sepuluh ribu).
5. Peserta Lelang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran
pembelian yang diajukan.
6. Peserta
Lelang yang telah mengajukan penawaran dilarang
membatalkan penawarannya.
C. Penentuan Pemenang Lelang SUN
1. Menteri Keuangan Republik Indonesia menetapkan
pemenang Lelang SUN di Pasar Perdana.
2. Metode penentuan pemenang Lelang SUN dilakukan dengan sistem
Stop-out Rate yaitu penjualan SUN berdasarkan target indikatif SUN
yang akan dijual Pemerintah.
3. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto
atau yield tertinggi yang dihasilkan dari penawaran Lelang SUN di
Pasar Perdana dalam rangka mencapai target indikatif SUN yang
akan dijual Pemerintah. SOR ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia.
4. Penentuan harga pemenang Lelang SUN dilakukan dengan metode
harga beragam (multiple price) atau harga seragam (uniform price).
5. Penentuan harga dan kuantitas bagi masing-masing pemenang lelang
dilakukan sebagai berikut:
a. Metode harga beragam (multiple Price)
1)
Penawaran Pembelian Kompetitif
a) Dalam…
hasil dan
atau Rp100.000.000,00
9
a) Dalam hal penawaran tingkat diskonto atau yield lebih
rendah dari SOR, Peserta Lelang memperoleh seluruh
penawaran kuantitas SUN yang diajukan dengan tingkat
diskonto atau yield yang diajukan.
b) Dalam hal penawaran tingkat diskonto atau yield sama
dengan SOR, Peserta Lelang dapat memperoleh seluruh
atau sebagian penawaran kuantitas SUN yang diajukan
berdasarkan
perhitungan secara proporsional, dengan
tingkat diskonto atau yield yang diajukan.
Perhitungan penetapan pemenang Lelang SUN dengan
metode harga beragam (multiple price) sebagaimana
contoh Lampiran 3.
2) Penawaran Pembelian Non-kompetitif
a) Penetapan harga SUN bagi pemenang Lelang SUN
dihitung berdasarkan harga rata-rata tertimbang (weighted
average price) dari hasil lelang Penawaran Pembelian
Kompetitif.
b) Penetapan kuantitas SUN bagi pemenang lelang dilakukan
sebagai berikut :
(1) Dalam hal jumlah penawaran lebih kecil dari alokasi
maksimum untuk lelang non-kompetitif, Peserta
Lelang memperoleh seluruh kuantitas yang diajukan.
(2) Dalam hal jumlah penawaran lebih besar dari alokasi
maksimum untuk lelang non-kompetitif, Peserta
Lelang memperoleh sebagian penawaran kuantitas
yang diajukan, berdasarkan perhitungan secara
proporsional.
b. Metode …
10
b. Metode harga seragam (Uniform Price)
1) Penawaran Pembelian Kompetitif
a) Dalam hal penawaran tingkat diskonto atau yield lebih
rendah dari SOR, Peserta Lelang yang bersangkutan
memperoleh seluruh penawaran kuantitas SUN yang
diajukan.
b) Dalam hal penawaran tingkat diskonto atau yield sama
dengan SOR, Peserta Lelang yang bersangkutan dapat
memperoleh seluruh penawaran kuantitas SUN atau
sebagian dari penawaran kuantitas SUN berdasarkan
perhitungan secara proporsional.
Perhitungan penetapan pemenang Lelang SUN dengan
metode harga seragam sebagaimana contoh Lampiran 4.
c) Penetapan harga bagi seluruh pemenang Lelang SUN
adalah harga rata-rata tertimbang (weighted average
price) pemenang Lelang SUN pada Penawaran Pembelian
Kompetitif.
2) Penawaran Pembelian Non-kompetitif
a) Penetapan harga SUN bagi pemenang Lelang SUN
dengan Penawaran Pembelian Non-kompetitif
adalah
sebesar
harga
rata-rata tertimbang (weighted average
price) hasil lelang Penawaran Pembelian Kompetitif.
b) Penetapan kuantitas SUN bagi pemenang Lelang SUN
dilakukan sebagai berikut :
(1) Dalam hal jumlah penawaran lebih kecil dari alokasi
maksimum untuk lelang non-kompetitif, Peserta
Lelang …
11
Lelang memperoleh seluruh
yang diajukan.
penawaran
kuantitas
(2) Dalam hal jumlah penawaran lebih besar dari alokasi
maksimum untuk lelang non-kompetitif, Peserta Lelang
memperoleh sebagian penawaran yang diajukan,
berdasarkan perhitungan secara proporsional.
6. Dalam hal penawaran yang diajukan menghasilkan tingkat diskonto
atau yield di luar batas kewajaran, Menteri Keuangan Republik
Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas Lelang SUN atau
membatalkan seluruh pelaksanaan Lelang SUN.
D. Pengumuman Hasil Lelang SUN
1. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SUN melalui ABS,
PIPU dan atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia pada
akhir hari pelaksanaan Lelang SUN. Pengumuman sekurang-
kurangnya mencakup:
a. kuantitas lelang secara keseluruhan;
b. rata-rata tertimbang tingkat diskonto atau yield;
c. penawaran tingkat diskonto atau yield terendah dan tertinggi.
2. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SUN berupa kuantitas
dan tingkat diskonto atau yield kepada Peserta Lelang yang
memenangkan Lelang SUN melalui ABS.
3. Dalam hal Menteri Keuangan Republik Indonesia menolak seluruh
atau sebagian penawaran pembelian Lelang SUN, Bank Indonesia
mengumumkan pembatalan dimaksud.
III. Perhitungan …
12
III. Perhitungan Harga Setelmen Hasil Lelang SUN
1. Jangka waktu SUN dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari
tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh tempo.
2. Jumlah hari bunga (day count) untuk perhitungan accrued interest
menggunakan basis Actual per Actual (A/A).
3. Perhitungan harga setelmen dana dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk SPN :
Harga setelmen = (Harga bersih per unit SPN yang sudah
dibulatkan) x (jumlah unit SPN
dimenangkan)
yang
b. Untuk Obligasi Negara dengan sistem kupon :
Harga setelmen = (Harga bersih per unit Obligasi Negara yang
sudah dibulatkan ditambah accrued interest per
unit Obligasi Negara yang sudah dibulatkan) x
(jumlah unit Obligasi Negara yang dimenangkan)
c. Untuk Obligasi Negara dengan sistem diskonto (zero coupon bond)
Harga setelmen = (Harga bersih per unit Obligasi Negara yang
sudah dibulatkan) x (jumlah unit Obligasi Negara
yang dimenangkan)
Rumus harga per unit SPN dan Obligasi Negara sebagaimana contoh
Lampiran 5.
IV. Tata Cara Setelmen dan Pencatatan Kepemilikan SUN
Tata cara setelmen Lelang SUN dan pencatatan kepemilikan SUN dilakukan
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Indonesia-
Scripless Securities Settlement System yang berlaku.
V. Pembatalan …
13
V. Pembatalan Transaksi Hasil Lelang
Dalam hal Peserta Lelang yang memenangkan Lelang SUN tidak melunasi
kewajibannya sampai dengan batas akhir waktu setelmen akibat Bank yang
melakukan setelmen dana tidak memiliki saldo yang mencukupi pada
rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia maka seluruh hasil Lelang
SUN yang setelmennya dilakukan melalui Bank tersebut batal.
VI.
Pengenaan Sanksi
1. Dalam hal Peserta Lelang melakukan Penawaran Pembelian Non-
kompetitif untuk dan atas nama diri sendiri, Peserta Lelang dikenakan
sanksi tidak boleh mengikuti Lelang SUN sebanyak 3 (tiga) kali
berturut-turut.
2. Terhadap setiap pembatalan penawaran lelang dan pembatalan transaksi
sebagaimana dimaksud dalam butir V, maka Peserta Lelang yang terkait
dengan pembatalan dimaksud dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti
lelang SUN sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut.
VII. Penutup
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
nomor 5/4/DPM tanggal 21 Maret 2003 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang
Negara di Pasar Perdana dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004.
Agar …
14
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/10/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana </reg_title>
<set_date> 16 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '5/4/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '6/3/PBI/2004', '6/2/PBI/2004' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No.14/ 12 /DSM
Jakarta, 21 Maret 2012
SURA T EDARA N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 Perihal Pelaporan
Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/21/PBI/2011 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas
Devisa Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5242) dan
perlunya pemantauan yang lebih efektif terhadap kegiatan Lalu Lintas
Devisa yang dilakukan melalui Bank terutama terkait penerimaan
devisa hasil ekspor serta dalam rangka peningkatan kualitas statistik
Lalu Lintas Devisa maka perlu dilakukan perubahan terhadap Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011
Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank sebagai berikut:
1. Ketentuan butir IV.C diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
C. FORMAT LAPORAN
1. Laporan Transaksi termasuk RTE, Dokumen Pendukung,
dan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung, serta
Laporan Posisi disusun berdasarkan spesifikasi format
laporan…
2
laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Laporan Transaksi termasuk RTE dan Daftar Penyampaian
Dokumen Pendukung, serta Laporan Posisi terdiri dari
beberapa baris (record) dan setiap record terdiri dari
beberapa rincian baris (field) yang dinyatakan dalam bentuk
sandi-sandi dengan format American Standard Code for
Information Interchange (ASCII).
3. Keterangan dan data dalam Laporan Transaksi termasuk
RTE yang belum dapat diperoleh dari Nasabah dapat diisi
dengan sandi sementara dan harus diganti dengan fakta
sebenarnya sebelum MPL berakhir.
4. Dokumen Pendukung disampaikan dalam bentuk softcopy
dengan format PDF atau file yang telah dikompresi.
5. Penjelasan lebih lanjut mengenai format laporan adalah
sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan
Kegiatan LLD oleh Bank.
2. Di antara butir V.A.9 dan butir V.A.10 disisipkan 1 (satu) angka
yakni angka 9A sehingga butir V.A.9A berbunyi sebagai berikut:
9A. Pengisian informasi PEB pada Laporan Transaksi terkait RTE
untuk penerimaan DHE atas kegiatan Ekspor dengan PEB yang
dikeluarkan sebelum tanggal 2 Januari 2012 dapat dilakukan
dengan menggunakan sandi tertentu sebagaimana diatur dalam
Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank.
3. Ketentuan angka XI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
XI. PENUTUP
Dengan diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini
maka:
1. Surat…
3
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/13/DSM langgal 13
Juni 2001 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh
Bank; dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/28/DSM tanggal 30
November 2007 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001 perihal
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak data PL Januari
2012 yang disampaikan bulan Februari 2012.
4. Ketentuan mengenai Perlakuan Khusus dalam Pelaporan Terkait
Ekspor pada butir III.B.2 dalam Petunjuk Teknis Pelaporan
Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank diubah sehingga Bab III
Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank
menjadi sebagaimana terlampir yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 21
Maret 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARTADI A. SARWONO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/12/DSM|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. </reg_title>
<set_date> 21 Maret 2012 </set_date>
<effective_date> 21 Maret 2012 </effective_date>
<changed_reg> '13/33/DSM|SE-BI/2011' </changed_reg>
<replaced_reg> '3/13/DSM|SE-BI/2001', '9/28/DSM|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '13/21/PBI/2011', '13/33/DSM|SE-BI/2011' </related_reg>
|
8No. 4/16/DASP
Jakarta, 21 Oktober 2002
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal : Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro
yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999
tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan
Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 dan dalam rangka meningkatkan efisiensi
sistem pembayaran, Bank dimungkinkan untuk mengkliringkan melalui Kliring
Lokal, Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantor Bank yang bukan
Peserta di Wilayah Kliring dimana Cek dan Bilyet Giro tersebut dikliringkan.
Berkenaan dengan hal tersebut, perlu diatur peraturan pelaksanaan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia.
I. PENGERTIAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang Berasal
dari Luar Wilayah Kliring yang selanjutnya disebut Kliring Warkat
Luar Wilayah adalah penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan
Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantor Bank yang bukan Peserta di
Wilayah Kliring tersebut;
Cek…
2
2. Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring yang
selanjutnya disebut Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah adalah Cek dan
Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantor Bank Peserta Kliring Warkat
Luar Wilayah yang bukan Peserta di Wilayah Kliring dimana Cek dan
Bilyet Giro tersebut dikliringkan;
3. Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah adalah Bank yang
telah
memperoleh persetujuan Bank Indonesia, agar Cek dan Bilyet Giro
Luar Wilayah yang diterbitkan oleh seluruh kantornya dapat
dikliringkan melalui Kliring Lokal di seluruh Wilayah Kliring dimana
terdapat Peserta Langsung dari Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro
Luar Wilayah;
4. Kantor Koordinator adalah kantor Peserta Kliring Warkat
Luar
Wilayah yang menjadi Peserta Langsung di suatu Wilayah Kliring
yang ditunjuk untuk menerima dan memproses Cek dan Bilyet Giro
Luar Wilayah yang dikliringkan di Wilayah Kliring tersebut;
5. Wilayah Kliring Terkait adalah Wilayah Kliring dimana terdapat
Peserta Langsung dari kantor Bank Peserta Kliring Warkat Luar
Wilayah atau terdapat kantor Bank yang mengajukan pendaftaran
untuk menjadi Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah.
II. TATA CARA MENJADI PESERTA KLIRING WARKAT LUAR
WILAYAH
A. Pendaftaran
Bank yang sudah dapat melakukan validasi atas Cek dan Bilyet Giro
Luar Wilayah di seluruh Indonesia dapat mengajukan permohonan
pendaftaran untuk menjadi Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah.
Pendaftaran sebagai Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah cukup
dilakukan satu kali oleh Bank pemohon yang terdiri dari kantor pusat
Bank, atau kantor cabang
bagi
Bank
yang
kantor
pusatnya
berkedudukan di luar negeri, dan berlaku bagi seluruh kantor Bank
pemohon di Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Bank …
3
1. Bank pemohon mengajukan surat permohonan pendaftaran
kepada :
Bank Indonesia
Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional
cq. Tim Pengembangan Sistem Pembayaran Ritel
Gedung D Lantai 8
Jl. MH. Thamrin No.2 - Jakarta Pusat 10010
dengan melampirkan daftar Kantor Koordinator di seluruh
Wilayah Kliring Terkait dan menetapkan 1 (satu) Kantor
Koordinator di setiap Wilayah Kliring Terkait. Contoh format
surat dan contoh format daftar Kantor Koordinator sebagaimana
dalam Lampiran la dan 1b.
2. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada :
a. Bank pemohon mengenai persetujuan dan penetapan
tanggal efektif untuk menjadi Peserta Kliring Warkat Luar
Wilayah dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh)
hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1, diterima secara lengkap dan benar. Tanggal
efektif keikutsertaan sebagai Peserta Kliring Warkat Luar
Wilayah sebagaimana dimaksud dalam angka 1, paling
lambat adalah 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal penyampaian surat persetujuan oleh
Indonesia;
Bank
b. seluruh Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait
mengenai keikutsertaan Bank Pemohon dalam Kliring
Warkat Luar Wilayah paling lambat 5 (lima) hari kerja
sebelum
tanggal efektif keikutsertaannya
melampirkan :
1) daftar …
dengan
4
1) daftar kantor yang ditunjuk sebagai Kantor
Koordinator; dan
2) daftar sandi Peserta dari seluruh kantor Bank
pemohon yang menjadi Peserta
Langsung
pada
Kliring Lokal dengan sistem semi otomasi, otomasi
dan elektronik.
3. Berdasarkan pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam angka 2.b., bagi Penyelenggara di Wilayah
Kliring Terkait berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait dengan sistem :
1) semi
menambahkan seluruh sandi Peserta
otomasi, otomasi, dan elektronik, wajib
sebagaimana
dimaksud dalam angka 2.b.2) pada aplikasi sistem
Kliring yang digunakannya, pada tanggal efektif
keikutsertaan Bank pemohon dalam Kliring Warkat
Luar Wilayah, sebelum kegiatan Kliring dimulai;
2) manual, mengadministrasikan seluruh sandi Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka 2.b.2).
b. Penyelenggara di Wilayah Kliring
Terkait
wajib
memberitahukan secara tertulis kepada seluruh Peserta di
Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai
keikutsertaan Bank pemohon dalam Kliring Warkat Luar
Wilayah paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal
efektif keikutsertaannya yang disertai informasi mengenai :
1) kantor dari Bank pemohon yang ditunjuk sebagai
Kantor Koordinator di Wilayah Kliring yang
bersangkutan; dan
2) daftar …
5
2) daftar sandi Peserta dari seluruh kantor Bank
pemohon yang menjadi Peserta
Langsung
sebagaimana dimaksud
pada
Kliring Lokal dengan sistem semi otomasi, otomasi
dan elektronik
angka 2.b.2).
4. Berdasarkan pemberitahuan dari Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam angka 3.b, Peserta di Wilayah Kliring dengan
sistem :
a. otomasi dan elektronik, mengadministrasikan seluruh sandi
Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b.2);
b. semi otomasi, wajib menambahkan seluruh sandi Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b.2) pada aplikasi
Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL) pada tanggal efektif
keikutsertaan Bank pemohon dalam Kliring Warkat Luar
Wilayah sebelum kegiatan Kliring dimulai;
c. manual, mengadministrasikan seluruh sandi Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b.2).
B. Penambahan kantor Bank dan atau Peserta Langsung dari Peserta
Kliring Warkat Luar Wilayah
Penambahan keikutsertaan sebagai Peserta Langsung dapat terjadi
karena pembukaan kantor baru di wilayah Indonesia atau karena
peningkatan status kepesertaan dalam Kliring Lokal dari Peserta Tidak
Langsung menjadi Peserta Langsung. Dalam hal
Peserta
Kliring
Warkat Luar Wilayah sebelumnya tidak mempunyai kantor yang
menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring tersebut maka Peserta
Langsung tersebut sekaligus berfungsi sebagai Kantor Koordinator di
Wilayah Kliring dimaksud. Dengan penambahan Peserta Langsung
maka Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantor baru tersebut
dapat dikliringkan di Wilayah Kliring Terkait.
Dalam...
dalam
6
Dalam
hal Peserta Kliring Warkat
Luar Wilayah menambah
keikutsertaannya sebagai Peserta Langsung di suatu Wilayah Kliring,
maka :
1. Penyelenggara di Wilayah Kliring tersebut wajib :
a. memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia
mengenai penambahan Peserta Langsung tersebut, beserta
sandi Peserta yang bersangkutan;
b. menyampaikan pemberitahuan sebagaimana
dalam huruf a kepada :
Bank Indonesia
Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional
cq. Tim Pengembangan Sistem Pembayaran Ritel
Gedung D Lantai 8
Jl. MH. Thamrin No.2 - Jakarta Pusat 10010;
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal efektif
keikutsertaannya sebagai Peserta Langsung, dengan
format surat sebagaimana dalam Lampiran 2a.
contoh
2. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada :
a. seluruh Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait lainnya
mengenai penambahan Peserta Langsung tersebut beserta
sandi Peserta yang bersangkutan;
b. Penyelenggara di Wilayah Kliring dimana Peserta
Langsung yang baru tersebut berada, beserta daftar sandi
Peserta seluruh kantor Peserta Kliring Warkat
Wilayah dimaksud, dalam hal sebelumnya tidak terdapat
kantor Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah yang menjadi
Peserta Langsung di Wilayah Kliring yang bersangkutan;
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah menerima surat
pemberitahuan dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam
angka 1.
3. Berdasarkan…
dimaksud
Luar
7
3. Berdasarkan pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam angka 2, bagi Penyelenggara di Wilayah Kliring
Terkait berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Penyelenggara dengan sistem :
1) semi
otomasi, otomasi, dan elektronik, wajib
menambahkan sandi Peserta sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 pada aplikasi sistem kliring yang
digunakannya paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah
menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia;
2) manual, agar mengadministrasikan sandi Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
b. Penyelenggara wajib memberitahukan
kepada seluruh Peserta di Wilayah
bersangkutan mengenai adanya
secara
Kliring
penambahan
tertulis
yang
Peserta
Langsung dari Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah
beserta sandi Peserta yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 paling lambat 2 (dua) hari kerja
setelah menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia.
4. Berdasarkan pemberitahuan dari Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam angka 3.b., Peserta di Wilayah Kliring dengan
sistem :
a. otomasi dan elektronik, mengadministrasikan sandi Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b.;
b. semi otomasi, wajib menambahkan sandi Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b., pada aplikasi
SOKL paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima
surat pemberitahuan dari Penyelenggara;
c. manual, mengadministrasikan sandi Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka 3.b.
C. Penghentian...
8
C. Penghentian Peserta Langsung dari Peserta Kliring Warkat Luar
Wilayah
Penghentian keikutsertaan sebagai Peserta Langsung dapat terjadi
karena penutupan kantor atau karena penurunan status kepesertaan
dalam Kliring Lokal dari Peserta Langsung menjadi Peserta Tidak
Langsung. Dalam hal Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah
menghentikan keikutsertaan salah satu atau lebih kantornya sebagai
Peserta Langsung di suatu Wilayah Kliring, maka :
1. Penyelenggara di Wilayah Kliring tersebut wajib :
a. memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia
mengenai penghentian Peserta Langsung tersebut beserta
sandi Peserta yang bersangkutan;
b. menyampaikan pemberitahuan sebagaimana
dalam huruf a kepada :
Bank Indonesia
Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional
cq. Tim Pengembangan Sistem Pembayaran Ritel
Gedung D Lantai 8
Jl. MH. Thamrin No.2 - Jakarta Pusat 10010;
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal efektif
penghentiannya sebagai Peserta Langsung, dengan contoh format
surat sebagaimana dalam Lampiran 2b.
2. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada seluruh
Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait mengenai penghentian
Peserta Langsung tersebut beserta sandi Peserta yang
bersangkutan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah menerima
surat pemberitahuan dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud
dalam angka 1.
dimaksud
3. Dalam…
9
3. Dalam hal Peserta Langsung yang dihentikan keikutsertaannya
adalah Kantor Koordinator dan apabila dalam Wilayah Kliring
tersebut masih terdapat kantor dari Peserta Kliring Warkat Luar
Wilayah yang menjadi Peserta Langsung, maka Peserta Kliring
Warkat Luar Wilayah tersebut wajib menetapkan
Kantor
Koordinator pengganti. Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah
wajib memberitahukan secara tertulis kepada Penyelenggara dan
Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai Kantor
Koordinator pengganti paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum
tanggal efektif penghentian Kantor Koordinator yang lama
sebagai Peserta Langsung.
4. Berdasarkan pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam angka 2, bagi Penyelenggara di Wilayah Kliring
Terkait berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Penyelenggara dengan sistem :
1) semi
menghapus sandi Peserta
otomasi, otomasi, dan elektronik, wajib
sebagaimana
dimaksud
2)
dalam angka 2 pada aplikasi sistem kliring yang
digunakannya paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah
menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia;
manual, menghapus sandi
Peserta
dimaksud dalam angka 2 dalam administrasinya.
Dalam hal Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah yang
menghentikan keikutsertaannya sebagai Peserta Langsung
tidak memiliki kantor lain yang menjadi Peserta Langsung
di Wilayah Kliring tersebut, maka penghapusan sandi
Peserta oleh Penyelenggara di Wilayah Kliring tersebut
mencakup seluruh sandi Peserta dari Peserta
Warkat Luar Wilayah yang bersangkutan.
Kliring
b. Penyelenggara...
sebagaimana
10
b. Penyelenggara wajib memberitahukan
kepada seluruh Peserta di Wilayah
secara
Kliring
tertulis
yang
bersangkutan mengenai penghentian Peserta Langsung dari
kantor Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah beserta sandi
Peserta yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2, paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima
surat pemberitahuan dari Bank Indonesia.
5. Berdasarkan pemberitahuan dari Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam angka 4.b., Peserta di Wilayah Kliring dengan
sistem :
a. otomasi dan elektronik, menghapus
sebagaimana dimaksud dalam
administrasinya;
sandi
Peserta
angka 4.b., dari
b. semi otomasi, wajib menghapus sandi Peserta sebagaimana
dimaksud dalam dalam angka 4.b., pada aplikasi SOKL
paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima surat
pemberitahuan dari Penyelenggara;
c. manual, menghapus sandi Peserta sebagaimana dimaksud
dalam angka 4.b., dari administrasinya.
hal Peserta Kliring Warkat
Luar Wilayah
yang
Dalam
menghentikan keikutsertaannya sebagai Peserta Langsung tidak
memiliki kantor lain yang menjadi Peserta Langsung di Wilayah
Kliring tersebut, maka penghapusan sandi Peserta di Wilayah
Kliring tersebut mencakup seluruh sandi Peserta dari Peserta
Kliring Warkat Luar Wilayah yang bersangkutan.
III. KEWAJIBAN PESERTA KLIRING WARKAT LUAR WILAYAH
1. Seluruh Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh Peserta Kliring
Warkat Luar Wilayah wajib menggunakan kertas sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk warkat pada
penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem otomasi
dan…
11
dan elektronik sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya pada Perusahaan
Percetakan Dokumen Sekuriti.
2. Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah wajib mencantumkan informasi
mengenai sandi Peserta dan atau nomor rekening giro nasabah pada
Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantornya yang bukan
merupakan Peserta pada Wilayah Kliring dengan sistem otomasi dan
elektronik dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah wajib mencantumkan
informasi mengenai :
1) sandi Peserta dan nomor rekening giro, pada Cek dan Bilyet
Giro yang diterbitkan oleh kantornya yang menjadi Peserta
di Wilayah Kliring dengan sistem semi otomasi; dan
2) nomor rekening giro, pada Cek dan Bilyet Giro yang
diterbitkan oleh kantornya yang menjadi Peserta di Wilayah
Kliring dengan sistem manual atau kantornya yang tidak
menjadi Peserta Kliring Lokal;
di luar area clear band.
b. Contoh pencantuman nomor sandi peserta dan atau rekening giro
di luar area clear band sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
sebagaimana dalam Lampiran 3a dan 3b.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a dan b tidak
berlaku apabila Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh seluruh
kantor Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah telah mencantumkan
kedua informasi tersebut dalam bentuk Magnetic Ink Character
Recognition (MICR) sesuai dengan ketentuan pembakuan warkat yang
digunakan dalam sistem otomasi atau elektronik sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Warkat, Dokumen Kliring
dan Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti.
IV. TATA CARA…
12
IV. TATA CARA PENYELENGGARAAN
Tata cara penyelenggaraan Kliring Warkat Luar Wilayah, dilakukan sesuai
dengan tata cara penyelenggaraan Kliring pada masing-masing Surat
Edaran Bank Indonesia perihal Penyelenggaraan
Kliring Lokal Secara
Manual, Semi Otomasi, Otomasi dan Elektronik. Proses atas Cek dan Bilyet
Giro Luar Wilayah melalui Kliring Lokal tidak dipisahkan dengan proses
atas Warkat Kliring Lokal lainnya. Selain mengacu kepada tata cara
penyelenggaraan Kliring tersebut di atas, tata cara penyelenggaraan Kliring
Warkat Luar Wilayah meliputi :
A. Kliring Penyerahan
1. Kliring Lokal dengan sistem otomasi dan elektronik
a. Peserta yang akan mengkliringkan Cek dan Bilyet Giro
Luar Wilayah yang berasal dari Wilayah Kliring yang tidak
menggunakan sistem
otomasi atau elektronik, wajib
memperhatikan kelengkapan pengisian MICR code line
pada clear band, serta melengkapi pencantuman seluruh
informasi MICR code line pada clear band yang masih
kosong sesuai Surat Edaran Bank
Indonesia
Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi
perihal
atau
Elektronik. Khusus untuk pencantuman MICR code line
mengenai sandi Peserta dan nomor rekening giro pada area
clear band yang masih kosong, diatur ketentuan sebagai
berikut :
1) Pada saat melakukan pengisian MICR code line,
Peserta wajib menggunakan informasi sandi Peserta
dan nomor rekening giro yang tercantum pada Cek
dan Bilyet Giro Luar Wilayah sebagaimana dimaksud
dalam angka III.2.
2) Dalam…
13
2) Dalam hal informasi sandi Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) tidak tercantum pada Cek
dan Bilyet Giro Luar Wilayah maka pengisian MICR
code line sandi Peserta dapat menggunakan sandi
Peserta Kantor Koordinator dari Bank penerbit Cek
dan Bilyet Giro Luar Wilayah di Wilayah Kliring
yang bersangkutan.
b. Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah didistribusikan oleh
Penyelenggara kepada Kantor Koordinator.
2. Kliring Lokal dengan sistem semi otomasi
a. Peserta yang akan mengkliringkan Cek dan Bilyet Giro
Luar Wilayah wajib melakukan perekaman data sesuai
dengan Surat Edaran Bank Indonesia perihal
Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi.
Khusus untuk perekaman informasi sandi Peserta dan
nomor rekening giro dari Cek dan Bilyet Giro Luar
Wilayah, diatur ketentuan sebagai berikut :
1) Pada saat melakukan perekaman data, Peserta wajib
menggunakan informasi sandi Peserta dan nomor
rekening giro yang tercantum pada Cek dan Bilyet
Giro Luar Wilayah sebagaimana dimaksud dalam
angka III.2.
2) Dalam hal informasi sandi Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) tidak tercantum pada Cek
dan Bilyet Giro Luar Wilayah maka Peserta dapat
menggunakan sandi Peserta Kantor Koordinator dari
Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah di
Wilayah Kliring yang bersangkutan.
b. Cek…
14
b. Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah didistribusikan oleh
Peserta kepada Kantor Koordinator.
3. Kliring Lokal dengan sistem manual
Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah didistribusikan oleh Peserta
kepada Kantor Koordinator.
B. Kliring Pengembalian
1. Proses penolakan Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta
penerbitan Surat Keterangan Penolakan (SKP) dilakukan oleh
Kantor Koordinator.
2. Penerbitan Surat Peringatan (SP) dan Surat Pemberitahuan
Penutupan Rekening (SPPR) dilakukan oleh kantor Bank
penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang menerbitkan
Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah.
3. Kantor Koordinator yang menolak Cek dan Bilyet Giro Luar
Wilayah dengan alasan saldo tidak cukup atau rekening telah
ditutup wajib menyertakan :
a. 1 (satu) lembar fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar
Wilayah; dan
b. 1 (satu) lembar fotokopi SKP;
yang telah diberi stempel Kantor Koordinator dan tandatangan
pejabat yang berwenang, untuk diserahkan kepada
Penyelenggara pada saat kegiatan Kliring pengembalian.
C. Pendistribusian fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta
fotokopi SKP
1. Pendistribusian fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta
fotokopi SKP yang diterima dari Kantor Koordinator
sebagaimana dimaksud dalam huruf B.3., dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Dalam…
15
a. Dalam
hal Penyelenggara adalah pihak
lain
yang
memperoleh persetujuan Bank Indonesia (selanjutnya
disebut Penyelenggara Non-BI), maka :
1) Penyelenggara Non-BI wajib :
a) mengirimkan melalui faksimili, fotokopi Cek
dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi
SKP kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) yang
mewilayahinya, pada hari yang sama dengan
Kliring pengembalian. Contoh
sebagaimana dalam Lampiran 4a;
faksimili
b) mengirimkan melalui pos, fotokopi Cek dan
Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP
kepada Penyelenggara di Wilayah
Kliring
dimana kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet
Giro Luar Wilayah menjadi
lambat pada hari kerja
Peserta,
berikutnya
paling
setelah
menerima fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar
Wilayah serta fotokopi SKP dari
Kantor
Koordinator. Contoh surat pengantar
sebagaimana dalam Lampiran 4b.
2) KBI yang mewilayahi Penyelenggara Non-BI
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)a)
wajib
mengirimkan melalui faksimili, fotokopi Cek dan
Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP kepada
KBI yang mewilayahi kantor Bank penerbit Cek dan
Bilyet Giro Luar Wilayah atau yang mewilayahi
Wilayah Kliring yang diselenggarakan oleh
Penyelenggara Non-BI dimana kantor Bank penerbit
Cek…
16
Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada, paling
lambat pada hari kerja berikutnya setelah menerima
faksimili fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah
serta fotokopi SKP dari Penyelenggara Non-BI.
b. Dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia maka
Penyelenggara wajib :
1) mengirimkan melalui faksimili, fotokopi Cek dan
Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP kepada
KBI yang mewilayahi kantor Bank penerbit Cek dan
Bilyet Giro Luar Wilayah atau yang mewilayahi
Wilayah Kliring yang diselenggarakan oleh
Penyelenggara Non-BI dimana kantor Bank penerbit
Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada, pada hari
yang sama dengan Kliring pengembalian;
2) mengirimkan melalui pos, fotokopi Cek dan Bilyet
Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP kepada
Penyelenggara di Wilayah Kliring dimana kantor
Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah
menjadi Peserta, paling lambat pada hari kerja
berikutnya setelah menerima fotokopi Cek dan Bilyet
Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP dari Kantor
Koordinator.
Daftar nama, alamat dan nomor faksimili KBI yang
mewilayahi serta daftar nama dan alamat Penyelenggara
sebagaimana pada Lampiran 5. Contoh pendistribusian
fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi
SKP sebagaimana pada Lampiran 6.
2. Penatausahaan…
17
2. Penatausahaan Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang ditolak
dengan alasan saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup oleh
KBI yang mewilayahi kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro
Luar Wilayah atau yang mewilayahi Wilayah Kliring yang
diselenggarakan oleh Penyelenggara Non-BI dimana
Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada,
dilakukan berdasarkan fotokopi Cek dan Bilyet
Giro Luar
Wilayah dan fotokopi SKP yang dikirimkan melalui faksimili
oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam
1.a.1)a), 1.a.2) dan 1.b.1). Dengan demikian kebenaran data
tersebut merupakan tanggung jawab Penyelenggara yang
mengirim faksimili.
3. Penyelenggara di Wilayah Kliring dimana kantor Bank penerbit
Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah menjadi Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka 1.a.1)b) dan 1.b.2), wajib menyerahkan
fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP
kepada kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah
pada hari kerja berikutnya setelah menerima fotokopi Cek dan
Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP dari Penyelenggara
di Wilayah Kliring lain.
4. Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah, sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 wajib membuat Surat Peringatan I (SP-
I) atau Surat Peringatan II (SP-II) atau Surat Pemberitahuan
Penutupan Rekening (SPPR), pada hari kerja berikutnya setelah
menerima fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta
fotokopi SKP. Tatacara pembuatan dan peruntukan SP-I/SP-
II/SPPR tersebut sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia
perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong.
angka
kantor
D. Pengiriman…
18
D. Pengiriman Data Kliring Harian
Penyelenggara dengan sistem semi otomasi, otomasi dan elektronik
yang memiliki fasilitas internet atau ekstranet wajib mengirimkan data
harian Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian ke server yang
ada di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Wilayah Kliring yang memisahkan Kliring Nominal Besar dan
Kliring Ritel
a. Penyelenggara wajib mengirimkan data harian Kliring
Nominal Besar setiap hari setelah
kegiatan
pengembalian Nominal Besar, yang mencakup :
1) Data Kliring Penyerahan Nominal Besar; dan
2) Data Kliring Pengembalian Nominal Besar.
b. Penyelenggara wajib mengirimkan data harian Kliring Ritel
setelah kegiatan Kliring pengembalian Ritel selesai
dilakukan pada hari kerja berikutnya, yang mencakup :
1) Data Kliring Penyerahan Ritel; dan
2) Data Kliring Pengembalian Ritel.
2. Wilayah Kliring yang tidak memisahkan Kliring Nominal Besar
dan Kliring Ritel
Penyelenggara wajib mengirimkan data harian Kliring setiap hari
setelah kegiatan Kliring pengembalian, yang mencakup :
a. Data Kliring Penyerahan; dan
b. Data Kliring Pengembalian.
3. Pengiriman data harian Kliring sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dan 2 dilakukan melalui
aplikasi Sistem Informasi
Kliring Jarak Jauh (SIKJJ). Pedoman teknis untuk melakukan
pengiriman data harian Kliring bagi Penyelenggara sebagaimana
pada Lampiran 7.
V. PENCANTUMAN…
Kliring
19
V. PENCANTUMAN TULISAN PESERTA KLIRING WARKAT LUAR
WILAYAH PADA CEK DAN BILYET GIRO
Untuk memudahkan Bank dalam mengenali Cek dan Bilyet Giro Luar
Wilayah yang diterbitkan Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah maka
Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah agar mencantumkan tulisan “Peserta
Kliring Warkat Luar Wilayah” pada Cek dan Bilyet Giro yang
diterbitkannya, sebagaimana contoh dalam Lampiran 3a dan 3b.
Pencantuman tulisan tersebut tetap memperhatikan ketentuan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia perihal Warkat, Dokumen Kliring dan
Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti.
VI. LAIN-LAIN
Peserta wajib membuat Bye-Laws yang memuat aturan yang berlaku di
antara Peserta yang dibuat berdasarkan kesepakatan para Peserta, yang
terkait dengan penyelenggaraan Kliring Warkat Luar Wilayah dan
pembentukan arbitrase untuk penyelesaian sengketa dalam
rangka
pelaksanaan Bye Laws. Bank Indonesia akan mengakomodasi aturan dalam
Bye-Laws dalam pelaksanaan transaksi oleh Peserta.
VII. SANKSI
Bank Indonesia mengenakan teguran secara tertulis kepada Penyelenggara
dan Peserta yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana diatur dalam
Surat Edaran ini.
VIII. KETENTUAN PERALIHAN
1. Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah wajib memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka III paling lambat 6 (enam) bulan
sejak diberlakukannya Surat Edaran ini.
2. Selama masa peralihan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Cek
dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang belum memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka III dapat dikliringkan melalui
Kliring Lokal dengan menggunakan sandi Peserta Kantor Koordinator
dari Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro di Wilayah Kliring tersebut.
IX. PENUTUP…
20
IX. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, bagi Cek dan Bilyet Giro yang
diterbitkan oleh Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah, maka :
1. ketentuan dalam
angka VI.B.1.c mengenai larangan mengkliringkan
Warkat dari Wilayah Kliring lain dalam SE No. 4/7/DASP tanggal 7
Mei 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi; dan
2. ketentuan dalam angka VI.B.1.f mengenai larangan mengkliringkan
Warkat dari Wilayah Kliring lain dalam SE No. 4/15/DASP tanggal 30
September 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara
Elektronik;
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam
1 November 2002
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
Surat
Edaran
ini
berlaku
sejak
tanggal
BANK INDONESIA,
ttd
NY. DYAH N.K.MAKHIJANI
KEPALA BIRO PENGEMBANGAN
SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL
Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lampiran 1a
Contoh surat pendaftaran sebagai Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah
No. …
Lamp. : … hal
Kepada
Bank Indonesia
Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional cq. Tim Pengembangan SPR
Gedung D Lantai 8,
Jl. MH.Thamrin No.2
Jakarta Pusat - 10010
Perihal : Pendaftaran sebagai Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah
----------------------------------------------------------------------
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No.4/
/DASP tanggal
Oktober
2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari
Luar Wilayah Kliring, dengan ini kami mohon untuk dapat didaftarkan sebagai Peserta
Kliring Warkat Luar Wilayah.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, bersama ini kami sampaikan daftar
kantor kami yang akan menjadi Kantor Koordinator di masing-masing Wilayah Kliring
di seluruh Indonesia yang pada saat ini kami terdaftar sebagai peserta Kliring Lokal.
Demikian permohonan kami, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
PT. BANK ABC
[kota], [tanggal]
(Tanda tangan & Nama Jelas Pejabat Berwenang)
Jabatan
Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lampiran 1b
Contoh Daftar Kantor Koordinator Bank Pemohon
(Lampiran Surat Pendaftaran )
No. Wilayah Kliring
1 Jakarta
2 Surabaya
3 Medan
4
5
6
7
dst
Dst
Dst
Dst
dst
DAFTAR KANTOR KOORDINATOR BANK ABC
Sandi Peserta
Nama
Kantor Koordinator
Bank ABC
Cab.Sudirman
Bank ABC
Cab.Pahlawan
Bank ABC
Cab.Thamrin
Dst
Dst
Dst
Dst
Kantor Koordinator
Alamat
Kantor Koordinator
xxx-xxxx Jl.Sudirman No.10
Jakarta
xxx-xxxx Jl.Pahlawan No.9
Surabaya
xxx-xxxx
xxx-xxxx
xxx-xxxx
xxx-xxxx
xxx-xxxx
Jl.Thamrin No. 6
Medan
Dst
Dst
Dst
Dst
Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lampiran 2a
Contoh Surat Pemberitahuan
dari Penyelenggara kepada Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI)
mengenai penambahan Peserta Langsung
No. …
[kota], [tanggal]
Kepada
Bank Indonesia
Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional cq. Tim Pengembangan SPR
Gedung D Lantai 8
Jl. MH.Thamrin No.2
Jakarta Pusat - 10010
Perihal : Penambahan Peserta Langsung yang merupakan kantor Peserta Kliring
Warkat Luar Wilayah
--------------------------------------------------------------------------------------
Dengan ini kami beritahukan bahwa terdapat penambahan kantor Peserta
Langsung dari Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah di Wilayah Kliring kami, sebagai
berikut :
No. Nama Kantor Bank
1. Bank ABC
cab.Diponegoro
2 Bank XYZ cab.
Imam Bonjol
Dst Dst
Sandi
Peserta
Tgl. Efektif sebagai
Peserta Langsung
xxx-xxxx 25 Januari 2003
xxx-xxxx 3 Februari 2003
Dst
Demikian agar maklum.
PT. BANK ………….
Penyelenggara di Wilayah Kliring ……………
Tanda tangan & Nama Jelas Pejabat Berwenang)
Jabatan
*) Agar diisi ‘Y’ jika keikutsertaannya sekaligus sebagai Kantor Koordinator (sesuai ketentuan,
apabila sebelumnya tidak terdapat kantor lain dari bank tersebut yang menjadi Peserta Langsung
maka keikutsertaannya sekaligus sebagai Kantor Koordinator)
Dst
Status sebagai Kantor
Koordinator
[Y/T] *)
Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lampiran 2b
Contoh Surat Pemberitahuan
dari Penyelenggara kepada Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI)
mengenai penghentian Peserta Langsung
No. …
[kota], [tanggal]
Kepada
Bank Indonesia
Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional cq. Tim Pengembangan SPR
Gedung D Lantai 8
Jl. MH.Thamrin No.2
Jakarta Pusat - 10010
Perihal : Penghentian Peserta Langsung yang merupakan kantor Peserta Kliring Warkat
Luar Wilayah
----------------------------------------------------------------------------------------------
Dengan ini kami beritahukan bahwa terdapat penghentian kantor Peserta
Langsung dari Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah di Wilayah Kliring kami, sebagai
berikut :
1. Bank ABC
cab.Diponegoro
Dst Dst
Demikian agar maklum.
PT. BANK …………….
Penyelenggara di Wilayah Kliring ……………
No. Nama Kantor Bank Sandi Peserta
xxx-xxxx
2 Bank XYZ cab. Imam
Bonjol
Tgl. Efektif Penghentian
sebagai Peserta Langsung
25 Januari 2003
xxx-xxxx 3 Februari 2003
Dst
Dst
(Tanda tangan & Nama Jelas Pejabat Berwenang)
Jabatan
Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lampiran 3a
Contoh Pencantuman Informasi
Mengenai Sandi Peserta, Nomor Rekening Giro dan
identitas ‘Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah’ Pada Cek
Logo Bank
Bank ABC
Cabang Malioboro Yogyakarta
Sandi Peserta : 999-9999
Peserta Kliring
Warkat Luar Wilayah
……………,……………………….
CEK No. 000001
Atas penyerahan cek ini bayarlah kepada ………………………………………………………….…... atau pembawa
uang sejumlah rupiah (dalam huruf) ..……………………………………………………………………………………
...…………………………………………………………………………………………Rp.
PT.XYZ
JL. KH.A.Dahlan No.3
Yogyakarta
Rek.Giro : 9999999999
Clear Band
Tanda tangan (dan cap Perusahaan)
Contoh pencantuman
Nomor Rekening Giro Nasabah
Contoh pencantuman
Nomor Sandi Peserta Kantor Bank Penerbit
Contoh Pencantuman tulisan
‘Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah’
Bank ABC
Logo Bank
Peserta Kliring
Cabang Malioboro Yogyakarta
Sandi Peserta : 999-9999
dana
atas
beban
rekening
Warkat Luar Wilayah
kami
sejumlah
Rp.
BILYET GIRO No. 000001
……………,……………………….
Diminta kepada Saudara supaya pada tanggal………………………………………………………………………..
memindahkan
kepada rekening …………………………… pada Bank …………………………………………………………….
dengan permintaan supaya bank ini mengkreditkan rekening nasabah tersebut diatas sejumlah rupiah (dalam huruf)
…………………………………………………………………………………………………………………………
Tanda tangan (dan cap Perusahaan)
PT.XYZ
JL. KH.A.Dahlan No.3
Yogyakarta
Rek.Giro : 9999999999
Clear Band
Contoh pencantuman
Nomor Rekening Giro Nasabah
Contoh pencantuman
Nomor Sandi Peserta Kantor Bank Penerbit
Contoh Pencantuman tulisan
‘Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah’
Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl.21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lampiran 3b
Contoh Pencantuman Informasi
Mengenai Sandi Peserta, Nomor Rekening Giro dan
identitas ‘Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah‘ Pada Bilyet Giro
Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lampiran 4a
Contoh faksimili
Penyampaian fotokopi Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah dan fotokopi SKP
dari Penyelenggara Non-BI kepada KBI yang mewilayahinya
No. …
Kepada
Kantor Bank Indonesia ……*)
Jl. ………………………
…………………
Up. Bagian Kliring Jakarta/Seksi Kliring **)
Perihal : Penyampaian fotokopi Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah dan fotokopi SKP
---------------------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah yang dikliringkan di
wilayah kliring kami dan ditolak dengan alasan saldo tidak cukup/rekening telah
ditutup, yang diterbitkan oleh kantor Bank di wilayah kliring………..***), dengan ini
kami sampaikan :
- … lembar fotokopi Cek;
- … lembar fotokopi Bilyet Giro;
- … lembar fotokopi SKP.
Demikian agar maklum.
Penyelenggara Kliring di ….
PT. BANK ABC
[kota], [tanggal]
(Tanda tangan & Nama Jelas Pejabat Berwenang)
Jabatan
Keterangan :
*) diisi dengan KBI yang mewilayahi Penyelenggara Non-BI
**) diisi dengan Bagian Kliring Jakarta, apabila yang mewilayahi adalah Bank
Indonesia Jakarta
***) diisi dengan Wilayah Kliring dimana kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro
Luar Wilayah berada
Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lampiran 4b
Contoh Surat Pengantar
penyampaian fotokopi Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah dan fotokopi SKP
dari Penyelenggara Non-BI kepada Penyelenggara di wilayah kliring lain
dimana kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada
No. …
Kepada
Bank ………/Kantor Bank Indonesia ……….…*)
Penyelenggara Kliring di …………
Jl…………………………..
…………………….
Perihal : Penyampaian fotokopi Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah dan fotokopi SKP
---------------------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah yang dikliringkan di
wilayah kliring kami dan ditolak dengan alasan saldo tidak cukup/rekening telah
ditutup, yang diterbitkan oleh kantor Bank Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah yang
berada dalam wilayah kliring Saudara, dengan ini kami sampaikan :
- … lembar fotokopi Cek;
- … lembar fotokopi Bilyet Giro;
- … lembar fotokopi SKP.
Demikian agar maklum.
Penyelenggara Kliring di ….
PT. BANK ABC
(Tanda tangan & Nama Jelas Pejabat Berwenang)
Jabatan
[kota], [tanggal]
Keterangan :
*) diisi dengan nama Bank (Penyelenggara non-BI) atau KBI di wilayah kliring
dimana kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada.
No.
1
2
Wilayah Kliring Asal
Bank penerbit Cek dan
Bilyet Giro Luar Wilayah
BANDA ACEH
LHOKSEUMAWE
3 - Langsa
4
MEDAN
5 - Tebing Tinggi
6 - Kabanjahe
7 - Pematang Siantar
8 - Kisaran
9 - Rantau Prapat
12 PADANG
13 - Bukit Tinggi
14 - Payakumbuh
15 - Solok
16 PEKANBARU
17 - Dumai
18 BATAM
19 - Tanjung Pinang
20 JAMBI
21 - Muara Bungo
22 PALEMBANG
23 - Pangkal Pinang
24 - Lubuk Linggau
25 - Baturaja
26 BENGKULU
27 BANDAR LAMPUNG
28 - Kotabumi
29
- Metro
Daftar nama, alamat dan nomor faksimili Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi
serta daftar nama dan alamat Penyelenggara
Penyelenggara
Nama
Bank Indonesia Banda Aceh
Bank Indonesia Lhokseumawe
Bank Mandiri
Bank Indonesia Medan
Bank Mandiri
BRI
Bank Mandiri
Bank Mandiri
Bank Mandiri
10 - Padang Sidempuan BNI
11 SIBOLGA
BRI
BRI
BRI
Bank Indonesia Pekanbaru
Bank Mandiri
Bank Indonesia Batam
Bank Mandiri
Bank Indonesia Jambi
Bank Mandiri
Bank Indonesia Palembang
BNI
BRI
Bank Mandiri
Bank Indonesia Bengkulu
BNI
BRI
Bank Indonesia Sibolga
Bank Indonesia Padang
Alamat
Jl.Cut Meutia No.15
Jl.Merdeka No.1
Jl.Jend.A.Yani No.20
Jl.Balai Kota No.4
Jl.Sutomo No.17
Jl.Veteran No.100
Jl.Jend.Sudirman No.14
Jl.HOS.Cokroaminoto No.65
Jl.Martinus Lubis No.11
Jl.Patrice Lumumba I No.5
Jl.Kapt.Maruli Sitorus No.8
Jl.Jend.Sudirman No.22
Jl.Jend.A.Yani.No.3
Jl.Jend.Sudirman No.6
Jl.Jend.Sudirman No.1
Jl.Jend.Sudirman No.464
Jl.Jend.Sudirman No.133A
Jl.Engku Putri Batam Centre
Jl.Teungku Umar No.23
Jl.Jend.A.Yani Telanaipura
Jl.Lintas Sumatera
Jl.Jend.Sudirman No.510
Jl.Jend.Sudirman NO.120
Jl.Yos Sudarso No.92
JL.Serma Zakaria No.35-37
Jl.Jend.A.Yani No.1
Bank Indonesia Bandar Lampung Jl.Hasanuddin No.38
Jl.Raden Intan No.19
Jl.Jend.Sudirman No.50
Bank Indonesia yang mewilayahi
Nama Kantor Bank Indonesia
Bank Indonesia Banda Aceh
Bank Indonesia Lhokseumawe
Bank Indonesia Lhokseumawe
Bank Indonesia Medan
Bank Indonesia Medan
Bank Indonesia Medan
Bank Indonesia Medan
Bank Indonesia Medan
Bank Indonesia Medan
Bank Indonesia Medan
Bank Indonesia Sibolga
Bank Indonesia Padang
Bank Indonesia Padang
Bank Indonesia Padang
Bank Indonesia Padang
Bank Indonesia Pekanbaru
Bank Indonesia Pekanbaru
Bank Indonesia Batam
Bank Indonesia Batam
Bank Indonesia Jambi
Bank Indonesia Jambi
Bank Indonesia Palembang
Bank Indonesia Palembang
Bank Indonesia Palembang
Bank Indonesia Palembang
Bank Indonesia Bengkulu
Bank Indonesia Bandar Lampung
Bank Indonesia Bandar Lampung
Bank Indonesia Bandar Lampung
No.Fax
(0651) 32880
(0645) 43581
(061) 4152777
(0631) 22383
(0751) 27313
(0761) 31046
(0778) 462254
(0741) 62112
(0711) 312013
(0736) 21736
(0721) 481131
Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lampiran 5
No.
Wilayah Kliring Asal
Bank penerbit Cek dan
Bilyet Giro Luar Wilayah
Penyelenggara
Nama
30 BANDUNG
31 - Sukabumi
32 - Cianjur
33 - Purwakarta
34 - Subang
35 - Sumedang
36 - Garut
37 CIREBON
38 - Indramayu
39 TASIKMALAYA
40 SEMARANG
41 - Kudus
42 - Magelang
43 - Salatiga
44 - Purworejo
45 - Temanggung
46 - Wonosobo
47 - Pekalongan
48 - Tegal
49 SOLO
50 PURWOKERTO
51 - Cilacap
52 YOGYAKARTA
53 SURABAYA
54 - Pamekasan
55 - Bojonegoro
56 - Jombang
57 - Tuban
58
KEDIRI
59 - Blitar
60 - Tulungagung
61 -
Madiun
Bank Indonesia Bandung
Bank Mandiri
BNI
BNI
BRI
BNI
BNI
Bank Indonesia Cirebon
BRI
Bank Indonesia Tasikmalaya
Bank Indonesia Semarang
BNI
BRI
BNI
BRI
BRI
BNI
BNI
Bank Mandiri
Bank Indonesia Solo
Bank Indonesia Purwokerto
Bank Mandiri
Bank Indonesia Yogyakarta
Bank Indonesia Surabaya
BNI
BNI
BRI
BNI
Bank Indonesia Kediri
BPD
BRI
BNI
Alamat
Jl.Braga No.108
Jl.Jend.A.Yani No.44
Jl.Muwardi No.3
Jl.Jend.Sudirman No.53
Jl.Otista No.73
Jl.Geusan Ulun No.10
Jl.Jend.A.Yani No.53
Jl.Yos Sudarso No.5-7
Jl.DI.Panjaitan No.227C
Jl.Sutisna Sanjaya No.19
Jl.Imam Bardjo No.4
Jl.Jend.A.Yani No.55
Jl.Ikhlas No.1
Jl.Jend.Sudirman No.3
Jl.Jend.A.Yani No.1
Jl.Jend.Sudirman No.17
Jl.Jend.A.Yani No.102
Jl.Imam Bonjol No.59
Jl.AR.Hakim No.19
Jl.Jend.Sudirman No.4
Jl.Jend.Gatot Soebroto No.98
Jl.Jend.A.Yani No.100
Jl.Pahlawan No.105
Jl.Kabupaten No.63
Bank Indonesia yang mewilayahi
Nama Kantor Bank Indonesia
Bank Indonesia Bandung
Bank Indonesia Bandung
Bank Indonesia Bandung
Bank Indonesia Bandung
Bank Indonesia Bandung
Bank Indonesia Bandung
Bank Indonesia Bandung
Bank Indonesia Cirebon
Bank Indonesia Cirebon
Bank Indonesia Tasikmalaya
Bank Indonesia Semarang
Bank Indonesia Semarang
Bank Indonesia Semarang
Bank Indonesia Semarang
Bank Indonesia Semarang
Bank Indonesia Semarang
Bank Indonesia Semarang
Bank Indonesia Semarang
Bank Indonesia Semarang
Bank Indonesia Solo
Bank Indonesia Purwokerto
Bank Indonesia Purwokerto
Jl.Panembahan Senopati No.4-6 Bank Indonesia Yogyakarta
Bank Indonesia Surabaya
Bank Indonesia Surabaya
Bank Indonesia Surabaya
Bank Indonesia Surabaya
Bank Indonesia Surabaya
Jl.Panglima Sudirman No.17
Jl.KH.Wahid Hasyim No.175
Jl.Basuki Rakhmat No.115
Jl.Brawijaya No.2
Jl.HOS.Cokroaminot No.36-38
Jl.Diponegoro No.2B
Jl.Dr.Sutomo No.87
Bank Indonesia Kediri
Bank Indonesia Kediri
Bank Indonesia Kediri
Bank Indonesia Kediri
(0354) 682951
(0231) 209135
(0265) 333528
(024) 310339
No.Fax
(022) 4237787
(0271) 647132
(0281) 632601
(0274) 371707
(031) 3520025
Lampiran SE No. 4/ 6 /DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lanj.Lampiran 5
Daftar nama…
No.
Wilayah Kliring Asal
Bank penerbit Cek dan
Bilyet Giro Luar Wilayah
Penyelenggara
Nama
62 JEMBER
63 -
64 -
Situbondo
Banyuwangi
65 MALANG
66 -
68 -
Probolinggo
67 DENPASAR
Singaraja
69 MATARAM
70 KUPANG
71 PONTIANAK
72 -
Singkawang
73 PALANGKARAYA
74 -
75 -
Kuala Kapuas
Sampit
76 BANJARMASIN
77 SAMARINDA
78 -
Tarakan
79 BALIKPAPAN
80 MENADO
81 -
82 -
83 -
Bitung
Tahuna
Kotamubagu
84 - Gorontalo
Bank Indonesia Jember
Bank Mandiri
Bank Mandiri
Bank Indonesia Malang
Bank Mandiri
Bank Indonesia Denpasar
BNI
Bank Indonesia Mataram
Bank Indonesia Kupang
Bank Indonesia Pontianak
BNI
Bank Indonesia Palangkaraya
BNI
BRI
Bank Indonesia Banjarmasin
Bank Indonesia Samarinda
BRI
Bank Indonesia Balikpapan
Bank Indonesia Menado
Bank Mandiri
Bank Mandiri
BNI
Bank Mandiri
Alamat
Jl.Gajah Mada No.224
Jl.Jend.A.Yani No.102
JL.Dr.Wahidin SH No.2
JL.Merdeka Utara No.7
Jl.Suroyo No.2
Jl.WR.Supratman No.1
Jl.Surapati No.52A
Jl. Pejanggik No.2
Jl.Tom Pello No.2
Jl.Rahadi Usman No.3
Jl.Diponegoro No.133-135
Jl.Diponegoro No.17
Jl.Jend.A.Yani.No.1A
Jl.MT.Haryono No.46
Jl.Lambung Mangkurat No.15
Jl.Gajah Mada No.1
Jl.Yos Sudarso No.184
Jl.Jend.Sudirman No.20
Jl.Tujuhbelas Agustus
Jl.Dr.Sam Ratulangi No.51
Jl.Dr.Soetomo No.1
Jl.Bogani No.212
Jl.Jend.A.Yani No.28
Bank Indonesia yang mewilayahi
Nama Kantor Bank Indonesia
Bank Indonesia Jember
Bank Indonesia Jember
Bank Indonesia Jember
Bank Indonesia Malang
Bank Indonesia Malang
Bank Indonesia Denpasar
Bank Indonesia Denpasar
Bank Indonesia Mataram
Bank Indonesia Kupang
Bank Indonesia Pontianak
Bank Indonesia Pontianak
Bank Indonesia Palangkaraya
Bank Indonesia Palangkaraya
Bank Indonesia Palangkaraya
Bank Indonesia Banjarmasin
Bank Indonesia Samarinda
Bank Indonesia Samarinda
Bank Indonesia Balikpapan
Bank Indonesia Menado
Bank Indonesia Menado
Bank Indonesia Menado
Bank Indonesia Menado
Bank Indonesia Menado
(0341) 324820
(0361) 235498
(0370) 631793
(0380) 822103
(0561) 732033
(0536) 23855
(0511) 54678
(0541) 732644
(0542) 411354
(0431) 866933
No.Fax
(0331) 484467
Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lanj.Lampiran 5
Daftar nama…
No.
Wilayah Kliring Asal
Bank penerbit Cek dan
Bilyet Giro Luar Wilayah
Penyelenggara
Nama
85 PALU
86 -
87 -
88 -
Poso
Luwuk
Toli-Toli
89 KENDARI
90 MAKASSAR
91 -
92 -
93 -
Palopo
Pare-Pare
Watampone
94 AMBON
95 TERNATE
96 JAYAPURA
97 -
98 -
Sorong
Biak
99 JAKARTA
100
101
102
- Bogor
- Kerawang
- Serang
Bank Indonesia Palu
BRI
BNI
Bank Mandiri
Bank Indonesia Kendari
Bank Indonesia Makassar
BRI
BNI
Bank Mandiri
Bank Indonesia Ambon
Bank Indonesia Ternate
Bank Indonesia Jayapura
Bank Mandiri
Bank Mandiri
Bank Indonesia Jakarta
up. Bagian Kliring Jakarta
Bank Mandiri
BNI
BNI
Alamat
Jl.Sam Ratulangi No.23
Jl. P.Sumatera No.7
Jl.Jend. A.Yani No.51
Jl.WR.Supratman No.1
Jl.Sultan Hasanuddin No.150
JL.Jend.Sudirman No.1
Jl.KH.Muh.Ramli No.2
Jl.Veteran No.41
Jl.MH.Thamrin o.10
Jl.Raya Pattimura No.7
Jl.Yos Sudarso No.1
Jl.Dr.Sam Ratulangi No.9
Jl.Jend.A.Yani No.99
Jl.Jend.A.Yani No.2
Jl. MH.Thamrin No.2
Gd.D Lt.2
Jl.Ir.H.Juanda No.12
Jl.Tuparev No.301
Jl.Veteran No.49
Bank Indonesia yang mewilayahi
Nama Kantor Bank Indonesia
Bank Indonesia Palu
Bank Indonesia Palu
Bank Indonesia Palu
Bank Indonesia Palu
Bank Indonesia Kendari
Bank Indonesia Makassar
Bank Indonesia Makassar
Bank Indonesia Makassar
Bank Indonesia Makassar
Bank Indonesia Ambon
Bank Indonesia Ternate
Bank Indonesia Jayapura
Bank Indonesia Jayapura
Bank Indonesia Jayapura
Bank Indonesia Jakarta
Up. Bagian Kliring Jakarta
Bank Indonesia Jakarta
Bank Indonesia Jakarta
Bank Indonesia Jakarta
(0401) 322718
(0411) 315170
No.Fax
(0451) 421180
(0911) 356517
(0967) 535201
(021) 2310485
Lampiran SE No. 4/ 16 / DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lanj.Lampiran 5
Daftar nama…
Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lampiran 6
Contoh Pendistribusian
fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP
1. Contoh 1 :
Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang diterbitkan oleh kantor Bank Peserta
Kliring Warkat Luar Wilayah (Bank X) yang berada di Wilayah Kliring Bogor
(Penyelenggara Kliring Bogor saat ini adalah Non-BI yaitu Bank Mandiri),
dikliringkan di Wilayah Kliring Pekalongan (Penyelenggara Kliring Pekalongan
saat ini adalah Non-BI yaitu Bank BNI). Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah
tersebut kemudian ditolak oleh Kantor Koordinator Bank X di Pekalongan
dengan alasan saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup. Pada saat Kliring
pengembalian, selain menyerahkan Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta SKP
asli, Kantor Koordinator Bank X di Pekalongan juga wajib menyerahkan kepada
Penyelenggara Kliring Pekalongan berupa fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar
Wilayah yang ditolak serta fotokopi SKP. Pendistribusian fotokopi Cek dan
Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Penyelenggara Kliring Pekalongan wajib :
1) mengirimkan melalui faksimili, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar
Wilayah serta fotokopi SKP ke Kantor Bank Indonesia Semarang up.
Seksi Kliring, yang mewilayahi Wilayah Kliring Pekalongan yang
diselenggarakan oleh Non-BI, pada hari yang sama dengan Kliring
pengembalian;
2) mengirimkan melalui pos, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah
serta fotokopi SKP ke Penyelenggara Kliring di Bogor, yang dalam hal
ini adalah Bank Mandiri, paling lambat pada hari kerja berikutnya
setelah menerima fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta
fotokopi SKP dari Kantor Koordinator Bank X di Pekalongan.
b. Setelah…
Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lanj. Lampiran 6
Contoh Pendistribusian…
b.
Setelah menerima
faksimili dari Penyelenggara
Kliring
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.1), Kantor Bank
Pekalongan
Indonesia
Semarang, kemudian wajib meneruskan melalui faksimili, fotokopi Cek
dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP ke Kantor Bank
Indonesia Jakarta up. Bagian Kliring Jakarta yang mewilayahi Wilayah
Kliring Bogor dimana Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah
berada, paling lambat pada hari kerja berikutnya. Fotokopi tersebut akan
digunakan oleh Bagian Kliring Jakarta sebagai dasar penatausahaan Cek
Cek/Bilyet Giro Kosong.
c.
Setelah menerima fotokopi Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah dan fotokopi
SKP via pos dari Penyelenggara Kliring
Pekalongan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.2), Penyelenggara Kliring Bogor wajib
meneruskan fotokopi tersebut kepada Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro
Luar Wilayah, paling lambat pada hari kerja berikutnya.
2. Contoh 2 :
Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang diterbitkan oleh kantor Bank Peserta
Kliring Warkat Luar Wilayah (Bank X) yang berada di Wilayah Kliring
Surabaya (Penyelenggara Kliring Surabaya saat ini adalah Bank Indonesia),
dikliringkan di Wilayah Kliring Medan (Penyelenggara Kliring Medan saat ini
adalah Bank Indonesia). Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah tersebut kemudian
ditolak oleh Kantor Koordinator Bank X di Medan dengan alasan saldo tidak
cukup atau rekening telah ditutup. Pada saat kliring pengembalian, selain
menyerahkan Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta SKP asli, Kantor
Koordinator Bank X di Medan juga wajib menyerahkan kepada Penyelenggara
Kliring Medan berupa fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang ditolak
serta fotokopi SKP. Pendistribusian fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah
serta fotokopi SKP adalah sebagai berikut :
Kantor…
Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lanj. Lampiran 6
Contoh Pendistribusian…
a.
Kantor Bank Indonesia Medan wajib :
1) mengirimkan melalui faksimili, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar
Wilayah serta fotokopi SKP ke Kantor Bank Indonesia Surabaya up.
Seksi Kliring, pada hari yang sama dengan Kliring pengembalian.
Fotokopi tersebut akan digunakan oleh KBI Surabaya sebagai dasar
penatausahaan Cek/Bilyet Giro Kosong.
2) mengirimkan melalui pos, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah
serta fotokopi SKP ke Kantor Bank Indonesia Surabaya up. Seksi
Kliring, paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah menerima
fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP dari
Kantor Koordinator Bank X di Medan.
b. Setelah menerima fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta
fotokopi SKP via pos dari Kantor Bank Indonesia Medan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.2), Kantor Bank Indonesia Surabaya wajib
meneruskan fotokopi tersebut kepada Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro
Luar Wilayah, paling lambat pada hari kerja berikutnya.
--- ooo ---
Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lampiran 7
Pedoman Teknis Proses Kirim Data Harian Kliring untuk Penyelenggara
Menu
Sub Menu
Panel
: Halaman Otentikasi
:
:
Kewenangan : Seluruh Pengguna
Fungsi
Tampilan ini digunakan untuk otentikasi pengguna sebelum memasuki halaman
utama SIKJJ. Aplikasi SIKJJ dapat diakses dengan alamat https://www.bi.go.id/sikjj
Cara Menggunakan
Masukkan User Id yang telah terdaftar kedalam kolom “User ID” kemudian tekan
tombol “Tab” atau arahkan kursor ke kolom “Password”, masukkan password yang
sesuai kemudian tekan tombol “Login” atau tekan <enter>. Bila user id dan atau
password tidak terdaftar maka akses pengguna akan ditolak serta muncul pesan
“User Id tidak ada atau Password salah”. Bila terjadi kesalahan tiga kali berturut-
turut maka halaman web akan terblokir dan pengguna harus memulai dari awal
dengan menutup browser dan membuka kembali.
Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lanj.Lampiran 7
Pedoman Teknis …
Menu
Sub Menu
Panel
Administrasi Sistem
Kirim File
Kirim File
Kewenangan Operator
Fungsi
Tampilan ini digunakan untuk melakukan proses pengiriman file data harian Kliring
penyerahan dan Kliring pengembalian ke server SIKJJ di KPBI.
Cara Menggunakan
1. Kirim Data Harian Kliring Penyerahan
a. Klik tombol “Browse” pada baris pertama untuk mengirim data harian Kliring
penyerahan dan akan muncul jendela pencarian file.
b. Melalui jendela pencarian file, cari text file dengan nama CLPBS.001 pada drive
yang telah disiapkan. Bila menggunakan disket maka cari file tersebut pada drive A.
Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002
----------------------------------------------------------------
Lanj.Lampiran 7
Pedoman Teknis …
c. Klik file CLPBS.001 pada drive yang telah disiapkan, lalu tekan tombol “Open”,
setelah itu layar akan kembali pada menu “KIRIM FILE” dan nama file tersebut
akan tercantum pada baris pertama.
d. Tekan tombol “Upload” pada menu “Kirim File” di baris terakhir.
2. Kirim Data Harian Kliring Pengembalian
a. Klik tombol “Browse” pada baris keempat untuk mengirim data harian Kliring
pengembalian dan akan muncul jendela pencarian file.
b. Melalui jendela pencarian file, cari text file dengan nama CLRBS.001 pada drive
yang telah disiapkan. Bila menggunakan disket maka cari file tersebut pada drive A.
c. Klik file CLRBS.001 pada drive yang telah disiapkan, lalu tekan tombol “Open”,
setelah itu layar akan kembali pada menu “KIRIM FILE” dan nama file tersebut
akan tercantum pada baris pertama.
d. Tekan tombol “Upload” pada menu “Kirim File” di baris terakhir.
3. Bila pengiriman data harian Kliring penyerahan dan pengembalian sebagaimana
dimaksud dalam angka 1.d dan 2.d berhasil maka akan muncul halaman pemberitahuan
seperti di bawah ini.
--- ooo ---
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/16/DASP|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring </reg_title>
<set_date> 21 Oktober 2002 </set_date>
<effective_date> 1 November 2002 </effective_date>
<replaced_reg> '4/7/DASP|SE-BI/2002 | angka VI.B.1.c', '4/15/DASP|SE-BI/2002 | angka VI.B.1.f' </replaced_reg>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No.7/ 45 /DPD
Jakarta, 15 September 2005
SURAT EDARAN
kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal : Transaksi Derivatif
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/ 31 /PBI/2005 tanggal 15 September 2005 tentang Transaksi Derivatif
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 85) selanjutnya
disebut PBI, perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan Transaksi Derivatif dalam
suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut :
1. Mark to Market sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PBI mengacu
pada praktek yang terjadi di pasar (market practice). Apabila di dalam
market practice terdapat beberapa alternatif, maka penetapan metode Mark to
Market diatur sebagai berikut :
a. Mark to Market diserahkan kepada kebijakan masing-masing Bank; atau
b. Mark to Market berdasarkan atas kesepakatan antara Bank dengan
Nasabah Bank.
Apabila Bank telah memilih salah satu dari metode sebagaimana pada butir a
atau butir b di atas, maka metode yang dipilih harus tercantum dalam kontrak
dan dilakukan secara konsisten sampai dengan jatuh tempo kontrak.
2. Bank wajib …
2
2. Bank wajib menyampaikan laporan kesiapan Bank melakukan Transaksi
Derivatif untuk
Pengelolaan Devisa, Komplek
pertama kali kepada Bank Indonesia cq. Direktorat
Perkantoran Bank Indonesia, Gedung
Sjafruddin Prawiranegara Lt.8 Jl. M.H.Thamrin No.2, Jakarta Pusat, dengan
Surat yang dilampiri dengan Pedoman Pelaksanaan Transaksi Derivatif yang
mengacu
pada ketentuan
yang
berlaku mengenai
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
3. Dalam hal kerugian Bank mencapai lebih dari 10% (sepuluh per seratus) dari
Modal Bank, Bank dilarang melakukan Transaksi Derivatif baru serta wajib
melapor kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Devisa, Komplek
Perkantoran Bank Indonesia, Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt.8 Jl.
M.H.Thamrin No.2, Jakarta Pusat mengenai tindakan yang akan dilakukan
untuk mengatasi kerugian paling lambat pada hari kerja berikutnya.
4. Laporan Mingguan Transaksi Derivatif Bank kepada Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut :
a. Untuk keperluan pelaporan kepada Bank Indonesia, konversi nilai tukar
pada posisi transaksi derivatif yang
masih terbuka dan
keuntungan/kerugian digunakan kurs indikasi Reuters [(bid+ask)/2] pukul
16.00 WIB pada akhir Minggu Laporan.
b. Untuk keperluan pengisian Laporan Mingguan Transaksi Derivatif Bank
ke Bank Indonesia, Bank dapat menggunakan kertas kerja sebagaimana
terlampir pada Tabel 1a sampai dengan 8b dalam Surat Edaran ini, namun
kertas kerja tersebut tidak perlu disampaikan kepada Bank Indonesia.
c. Pengisian Laporan Mingguan Transaksi Derivatif oleh Bank dilakukan
sesuai Petunjuk Pengisian Laporan Transaksi Derivatif sebagaimana
terlampir dalam Surat Edaran ini yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan Surat Edaran ini.
d. Laporan …
Pedoman Standar
3
d. Laporan Mingguan Transaksi Derivatif disampaikan kepada Bank
Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Devisa, Komplek Perkantoran Bank
Indonesia, Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt.8 Jl. M.H.Thamrin No.2,
Jakarta Pusat.
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
No. 28/15/UD tanggal 8 Februari 1996 perihal Penjelasan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 28/119/KEP/DIR tanggal 29 Desember 1995
tentang Transaksi Derivatif dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 15 September
2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ASLIM TADJUDDIN
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/45/DPD|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Transaksi Derivatif </reg_title>
<set_date> 15 September 2005 </set_date>
<effective_date> 15 September 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '28/15/UD|SE-BI/1996', '28/119/KEP/DIR|SKDIR-BI/1995' </replaced_reg>
<related_reg> '7/31/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 15/ 47 /DSta
Jakarta, 2 Desember 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
15/37/DSta tanggal 5 September 2013 perihal Laporan
Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/4/PBI/2013 tentang Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan
Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5437), dan dalam rangka memperoleh
tambahan informasi serta penyempurnaan kamus data, maka perlu
dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
15/37/DSta tanggal 5 September 2013 perihal Laporan Stabilitas Moneter
dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah sebagai berikut:
1. Di antara butir IV.A.2 dan butir IV.A.3, ditambahkan 1 (satu) butir,
yakni butir IV.A.2a yang berbunyi sebagai berikut:
2a. Dalam rangka pengkinian informasi sandi kantor Bank Pelapor,
Bank Pelapor yang telah mendapatkan persetujuan perubahan nama
dan/atau alamat, harus menyampaikan surat pemberitahuan
perubahan nama dan/atau alamat Bank Pelapor kepada Bank
Indonesia dengan melampirkan fotokopi surat persetujuan
perubahan nama dan/atau alamat Bank Pelapor.
2. Mengubah butir IV.A.3, sehingga berbunyi sebagai berikut:
3. Surat kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka
1 huruf c, angka 2 dan angka 2a disampaikan kepada Departemen
Pengelolaan…
2
Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, c.q. Divisi Pengelolaan dan
Pengawasan 1, Menara Sjafruddin Prawiranegara, Jl. M.H.
Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350.
3. Ketentuan dalam Bab V diubah, sehingga Bab V menjadi berbunyi
sebagai berikut:
V. PENYAMPAIAN PERTANYAAN
Pertanyaan yang berkaitan dengan Laporan Stabilitas Moneter
dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah disampaikan kepada:
a. Contact Center Bank Indonesia, Telp. 500131, email:
bicara@bi.go.id; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat.
4. Menghapus sandi 300 (tidak ada agunan/jaminan) di kolom jenis
agunan/jaminan dalam Lampiran I Pedoman Penyusunan Laporan
Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah, yaitu:
a. Bab III Laporan Per Kantor, meliputi:
1) butir III.6.1 Sandi Rincian Tagihan Spot dan Forward;
2) butir III.7.1 Sandi Rincian Surat Berharga Yang Dimiliki;
3) butir III.9.1 Sandi Rincian Tagihan Akseptasi;
4) butir III.10.1 Sandi Rincian Piutang Murabahah;
5) butir III.11.1 Sandi Rincian Piutang Istishna’;
6) butir III.12.1 Sandi Rincian Piutang Qardh;
7) butir III.13.1 Sandi Rincian Pembiayaan Bagi Hasil; dan
8) butir III.14.1 Sandi Rincian Pembiayaan Sewa; dan
b. Bab V Laporan Perusahaan Anak, meliputi:
1) butir V.4.1 Sandi Rincian Tagihan Spot dan Forward;
2) butir V.5.1 Sandi Rincian Surat Berharga Yang Dimiliki; dan
3) butir V.6.1 Sandi Rincian Tagihan Akseptasi
menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.
5. Menambah informasi mengenai uang muka Ijarah dalam Lampiran I
Pedoman Penyusunan Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem
Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah,
yaitu:
a. Bab …
3
a. Bab III Laporan Per Kantor meliputi:
1) butir III.14.1 Sandi Rincian Pembiayaan Sewa;
2) butir III.14.2 Penjelasan Daftar Rincian Pembiayaan Sewa;
3) butir III.14.3 Daftar Rincian Pembiayaan Sewa;
4) butir III.40.1 Sandi Rincian Rupa-Rupa Liabilitas; dan
5) butir III.40.2 Penjelasan Daftar Rincian Rupa-Rupa Liabilitas;
dan
b. Bab V Laporan Perusahaan Anak meliputi:
1) butir V.11.1 Sandi Rincian Pembiayaan Sewa; dan
2) butir V.11.2 Daftar Rincian Pembiayaan Sewa
menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.
6. Mengubah rincian pada kolom kualitas Aset Yang Diambil Alih
(AYDA) dalam Lampiran I Pedoman Penyusunan Laporan Stabilitas
Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah, Bab III Laporan Per Kantor, yaitu:
a. butir III.22.1 Sandi Rincian Aset Yang Diambil Alih; dan
b. butir III.22.2 Penjelasan Daftar Rincian Aset Yang Diambil Alih
menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.
7. Mengubah Bab VI Catatan Khusus pada Lampiran II Petunjuk Teknis
Kamus Data Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan
Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
8. Menambahkan keterkaitan antar form BSMS64 dan BSMS30 dalam
Lampiran 2 Daftar Keterkaitan Antar Form - Lampiran II Petunjuk
Teknis Kamus Data Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan
Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
9. Menambahkan base item dalam Lampiran 3 Daftar Base Items Pada
Kamus Data - Lampiran II Petunjuk Teknis Kamus Data Laporan
Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah, yaitu:
a. mi8500 dalam Form 14 Pembiayaan Sewa (BSMS64);
b. mi8500 dalam Form 11 Pembiayaan Sewa (BSMA65); dan
c. mi8485 …
4
c. mi8485, mi8487, mi8491, mi8493, mi8497, dan mi8499 dalam
Form 01 Laporan Posisi Keuangan / Neraca Konsolidasi (BSMK1)
menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
10. Lampiran 4 Daftar Validasi Bisnis Kamus Data LSMK Bulanan BUS
dan UUS - Lampiran II Petunjuk Teknis Kamus Data Laporan
Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah, diubah menjadi sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.
11.
Lampiran I sebagaimana dimaksud pada angka 4, angka 5, dan
angka 6 serta Lampiran II sebagaimana dimaksud pada angka 7,
angka 8, angka 9 dan angka 10 merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2
Desember 2013.
aaaaaaaaaaaaaaa
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
PERRY WARJIYO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/47/DSta|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/37/DSta tanggal 5 September 2013 perihal Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. </reg_title>
<set_date> 2 Desember 2013 </set_date>
<effective_date> 2 Desember 2013 </effective_date>
<changed_reg> '15/37/DSta|SE-BI/2013' </changed_reg>
<related_reg> '15/4/PBI/2013', '15/37/DSta|SE-BI/2013' </related_reg>
|
No.17/24/DSta
Jakarta, 12 Oktober 2015
SURA T EDARA N
Kepada
SEMUA KORPORASI NONBANK
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
17/3/DSta tanggal 6 Maret 2015 perihal Pelaporan
Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5651), dan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan
Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi
Nonbank sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 17/18/DKEM tanggal 30 Juni 2015, Peraturan Bank Indonesia
Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5683), serta Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/22/PBI/2014 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan
Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 397, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5654) maka perlu melakukan perubahan atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 17/3/DSta tanggal 6 Maret 2015 perihal
Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank sebagai berikut:
1. Di antara ...
2
1. Di antara butir IV.A.6 dan butir IV.A.7 disisipkan 4 (empat) butir
yakni butir 6A, butir 6B, butir 6C, dan butir 6D sehingga berbunyi
sebagai berikut:
6A. Bagi Pelapor yang nilai Aset Valuta Asing-nya
memperhitungkan Aset Valuta Asing berupa piutang usaha
kepada Penduduk yang berkaitan dengan proyek infrastruktur
strategis wajib menyampaikan dokumen pendukung berupa:
a. surat keterangan dari kementerian atau lembaga
pemerintah yang berwenang; dan
b. surat persetujuan dari Bank Indonesia.
6B. Bagi Pelapor yang nilai Aset Valuta Asing-nya
memperhitungkan Aset Valuta Asing berupa piutang usaha
kepada Penduduk wajib menyampaikan surat persetujuan dari
Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6C. Bagi Pelapor yang nilai Kewajiban Valuta Asing-nya tidak
memperhitungkan kewajiban Valuta Asing yang sedang dalam
proses rollover, revolving, dan refinancing wajib menyampaikan
dokumen pendukung antara lain berupa:
a. notifikasi dari kreditor bahwa Kewajiban Valuta Asing
dimaksud sedang dalam proses rollover, revolving, atau
refinancing; dan/atau
b. perjanjian ULN dengan klausul yang relevan; dan
c. surat persetujuan Bank Indonesia, apabila transaksi yang
mendasarinya membutuhkan persetujuan Bank Indonesia
agar dapat dilakukan dalam Valuta Asing sesuai ketentuan
Bank Indonesia mengenai kewajiban penggunaan Rupiah
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6D. Bagi Pelapor yang nilai Kewajiban Valuta Asing-nya tidak
memperhitungkan kewajiban Valuta Asing dalam rangka
project financing yang akan jatuh waktu sampai dengan 6
(enam) bulan ke depan yang dibiayai dari penarikan ULN
Valuta Asing wajib menyampaikan dokumen pendukung
antara ...
3
antara lain berupa:
a. perjanjian ULN yang menunjukkan jadwal penarikan dana
pinjaman disesuaikan dengan kewajiban yang harus
dibayarkan;
b. surat pernyataan korporasi bahwa ULN tersebut digunakan
untuk memenuhi Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh
waktu sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; dan
c. surat persetujuan Bank Indonesia, apabila transaksi yang
mendasarinya membutuhkan persetujuan Bank Indonesia
agar dapat dilakukan dalam Valuta Asing sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kewajiban Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2.
Kewajiban penyampaian dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.A.6A, butir IV.A.6B, butir IV.A.6C, dan
butir IV.A.6D tidak berlaku dalam hal Pelapor telah menyampaikan
dokumen pendukung dimaksud kepada Bank Indonesia dalam
rangka pelaporan lainnya.
3.
Butir IV.A.7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dokumen pendukung berupa surat pernyataan sebagaimana
dimaksud dalam angka 4, butir 5.b, angka 6, dan butir 6D.b
disampaikan untuk setiap Triwulan laporan.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Pedoman
Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian oleh Korporasi
Nonbank diubah, meliputi:
a. butir I.A Pendahuluan;
b. butir II.A Laporan KPPK; dan
c.
butir II.C Informasi mengenai Pemenuhan Peringkat Utang
(Credit Rating),
sehingga butir I.A, butir II.A, dan butir II.C menjadi sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
5. Ketentuan ...
4
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Prosedur
yang Disepakati Bersama (Agreed-Upon Procedures) diubah,
meliputi:
a. butir A.1 Umum;
b.
butir B.3.a.1) Klasifikasi piutang (Penduduk dan bukan
Penduduk);
c. butir B.5.d Pinjaman dan Surat Utang; dan
d. butir B.6.c Utang Dagang dan Kewajiban Lancar Lainnya,
sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
6.
Surat pernyataan dalam Lampiran III diubah sehingga menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 12
Oktober 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDY SULISTIOWATY
KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/24/DSta|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/3/DSta tanggal 6 Maret 2015 perihal Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank </reg_title>
<set_date> 12 Oktober 2015 </set_date>
<effective_date> 12 Oktober 2015 </effective_date>
<changed_reg> '17/3/DSta|SE-BI/2015' </changed_reg>
<related_reg> '16/22/PBI/2014', '17/3/PBI/2015', '16/24/DKEM|SE-BI/2014', '17/3/DSta|SE-BI/2015', '17/18/DKEM|SE-BI/2015', '16/21/PBI/2014' </related_reg>
|
No. 3 / 1 / DPNP
Jakarta, 5 Januari 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga
Yang Dijamin Pemerintah
Menunjuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan Pihak
Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, dan memperhatikan Surat Badan
Penyehatan Perbankan Nasional kepada Bank Indonesia Nomor PROG-
2345/BPPN/0700 tanggal 28 Juli 2000 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga
Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank
Yang Dijamin oleh Pemerintah, dengan ini diberitahukan bahwa marjin suku
bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin oleh Pemerintah:
- dalam Rupiah diubah menjadi sebesar 300 (tiga ratus) basis point;
sedangkan
- dalam valuta asing ditetapkan sama yaitu sebesar 100 (seratus) basis point,
di atas rata-rata suku bunga Deposito berjangka dari bank-bank anggota JIBOR
yang dipilih oleh Bank Indonesia.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor
2/17/DPNP tanggal 28 Juli 2000 perihal Perubahan atas Marjin Suku Bunga
Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 8 Januari
2001.
Agar …
2
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Djoko Sarwono
Direktur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/1/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah </reg_title>
<set_date> 5 Januari 2001 </set_date>
<effective_date> 8 Januari 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '2/17/DPNP|SE-BI/2000' </replaced_reg>
<related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000' </related_reg>
|
No.16/24/DKEM
Jakarta, 30 Desember 2014
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA KORPORASI NONBANK DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5651), perlu diatur ketentuan pelaksanaan
mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar
negeri korporasi nonbank dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. PRINSIP KEHATI-HATIAN
A. Aset Valuta Asing
1. Aset Valuta Asing terdiri atas:
a. kas;
b. giro;
c. tabungan;
d. deposito;
e. piutang;
f. persediaan ...
2
f. persediaan;
g. surat-surat berharga yang dapat diperdagangkan (marketable
securities); dan
h. tagihan yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau
option;
dalam Valuta Asing yang dihitung berdasarkan posisi pada akhir
triwulan.
2. Piutang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.e diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Piutang terdiri atas piutang usaha kepada Penduduk dan
bukan Penduduk yang akan jatuh waktu:
1) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sejak akhir
triwulan; dan/atau
2) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke
depan sejak akhir triwulan;
yang bersifat jual putus atau tidak dapat dikembalikan dan
setelah dikurangi penyisihan penurunan nilai.
b. Piutang usaha kepada Penduduk sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dihitung sebagai komponen Aset Valuta Asing
sepanjang telah memiliki kontrak atau perjanjian yang
ditandatangani sebelum tanggal 1 Juli 2015.
c. Piutang usaha kepada Penduduk yang kontrak atau
perjanjiannya ditandatangani sejak tanggal 1 Juli 2015 dapat
tetap dihitung sebagai komponen Aset Valuta Asing
sepanjang berkaitan dengan proyek infrastruktur strategis
dan mendapat persetujuan Bank Indonesia.
d. Penentuan proyek infrastruktur strategis sebagaimana
dimaksud dalam huruf c dibuktikan dengan surat keterangan
dari kementerian atau lembaga yang berwenang.
3. Persediaan ...
3
3. Persediaan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.f diatur
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Persediaan dimaksud merupakan persediaan dari korporasi
eksportir, yaitu korporasi yang memiliki rasio pendapatan
ekspor terhadap pendapatan usaha lebih besar dari 50%
(lima puluh persen) pada 1 (satu) tahun kalender sebelumnya.
b. Nilai persediaan yang dapat diakui yaitu:
1) untuk barang jadi atau siap jual diperhitungkan 100%
(seratus persen);
2) untuk barang setengah jadi atau dalam proses
diperhitungkan 50% (lima puluh persen); dan
3) untuk bahan baku diperhitungkan 25% (dua puluh lima
persen).
c. Nilai persediaan yang dapat diakui tidak termasuk
perlengkapan dan peralatan.
4. Marketable securities sebagaimana dimaksud dalam butir 1.g
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Marketable securities merupakan Surat-Surat Berharga (SSB)
yang dapat dengan mudah dijual atau diubah menjadi kas
sewaktu-waktu, memiliki harga pasar (market price) yang
dapat diamati secara mudah (observable), dan termasuk
dalam kategori yang diukur pada nilai wajar melalui laba-rugi.
Marketable securities dapat berupa Surat-Surat Berharga
(SSB) yang:
1) tersedia untuk dijual (available for sale); atau
2) dimiliki hingga jatuh tempo (hold to maturity) dengan sisa
jatuh tempo sampai dengan 6 (enam) bulan.
b. Marketable securities mencakup:
1) surat ...
4
1) surat utang (debt instrument), misalnya obligasi
pemerintah dan/atau swasta luar negeri; dan
2) saham (equity instrument), misalnya saham perusahaan
yang terdaftar di bursa saham luar negeri dan reksa dana
Valuta Asing.
5. Tagihan yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau
option sebagaimana dimaksud dalam butir 1.h yang
diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing adalah yang jenisnya
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai transaksi lindung nilai.
6. Tagihan yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau
option sebagaimana dimaksud dalam butir 1.h yang
diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing adalah sebesar nilai
yang jatuh waktu:
a. sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sejak akhir triwulan;
dan/atau
b. lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke
depan sejak akhir triwulan.
B. Kewajiban Valuta Asing
1. Kewajiban Valuta Asing merupakan seluruh kewajiban Valuta
Asing kepada Penduduk maupun bukan Penduduk termasuk
kewajiban yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau
option yang akan jatuh waktu:
a. sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sejak akhir triwulan;
dan/atau
b. lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke
depan sejak akhir triwulan.
2. Kewajiban ...
5
2. Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu namun sedang
dalam proses rollover, revolving, atau refinancing, tidak
diperhitungkan sebagai Kewajiban Valuta Asing sepanjang dapat
dibuktikan dengan dokumen pendukung yang memadai.
Dokumen pendukung antara lain notifikasi dari kreditor bahwa
Kewajiban Valuta Asing dimaksud sedang dalam proses rollover,
revolving, atau refinancing dan perjanjian ULN dengan klausul
yang relevan.
C. Pemenuhan Rasio Lindung Nilai Minimum
1. Batasan nilai selisih negatif (threshold) adalah sebesar ekuivalen
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat).
Contoh 1:
Pada tanggal 31 Maret 2016, PT AAA memiliki aset lancar dalam
Valuta Asing sebesar USD50,000.00 yang terdiri dari giro
sebesar USD20,000.00 dan deposito sebesar USD30,000.00. PT
AAA juga memiliki aset lancar berupa piutang usaha kepada PT
IND di Jakarta (Penduduk) yang akan jatuh waktu sampai
dengan 3 (tiga) bulan ke depan sebesar USD10,000.00. Piutang
PT AAA tersebut adalah berdasarkan perjanjian jual beli jangka
panjang dengan PT IND yang ditandatangani pada tanggal 1
Desember 2015.
Pada tanggal yang sama, PT AAA juga memiliki Kewajiban Valuta
Asing yang akan jatuh waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke
depan sebesar USD100,000.00 dan Kewajiban Valuta Asing yang
akan jatuh waktu lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6
(enam) bulan ke depan sebesar USD200,000.00.
Perhitungan pemenuhan ketentuan Rasio Lindung Nilai
minimum adalah sebagai berikut:
- Perhitungan ...
6
- Perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum untuk
jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6
(enam) bulan ke depan.
PT AAA memiliki selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan
Kewajiban Valuta Asing sebesar USD50,000.00 –
USD200,000.00 = -USD150,000.00.
Karena PT AAA memiliki selisih negatif lebih besar dari
batasan nilai selisih negatif (threshold), maka PT AAA wajib
melakukan Lindung Nilai sebesar 25% x USD150,000.00 =
USD37,500.00.
Lindung Nilai tersebut harus dilakukan pada tanggal
transaksi antara tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan
tanggal 31 Maret 2016 dan tanggal jatuh waktu antara
tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 30 September
2016.
- Perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum untuk
jangka waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan.
Karena piutang usaha PT AAA merupakan piutang kepada
Penduduk yang perjanjiannya ditandatangani setelah 1 Juli
2015, maka piutang tersebut tidak diperhitungkan sebagai
Aset Valuta Asing.
Dengan demikian, PT AAA memiliki selisih negatif antara Aset
Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing sebesar
USD50,000.00- USD100,000.00 = -USD50,000.00.
Karena selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan Kewajiban
Valuta Asing lebih kecil dari batasan nilai selisih negatif
(threshold) maka PT AAA tidak wajib melakukan Lindung Nilai
dalam rangka memenuhi ketentuan Rasio Lindung Nilai
minimum untuk jangka waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan
ke depan.
Contoh ...
7
Contoh 2:
PT ABC pada tanggal 31 Maret 2016 memiliki aset lancar dalam
Valuta Asing sebesar USD50,000.00 berupa giro. PT ABC juga
memiliki aset lancar berupa piutang usaha kepada XYZ Ltd. di
Hong Kong (bukan Penduduk) yang akan jatuh waktu sampai
dengan 3 (tiga) bulan ke depan sebesar USD10,000.00, yang
akan jatuh waktu lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6
(enam) bulan ke depan sebesar USD20,000.00, dan yang akan
jatuh waktu lebih dari 6 (enam) bulan ke depan sebesar
USD30,000.00.
Pada tanggal yang sama, PT ABC juga memiliki Kewajiban Valuta
Asing yang akan jatuh waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke
depan sebesar USD100,000.00 dan Kewajiban Valuta Asing yang
akan jatuh waktu lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6
(enam) bulan ke depan sebesar USD200,000.00.
Perhitungan pemenuhan ketentuan Rasio Lindung Nilai
minimum adalah sebagai berikut:
- Perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum untuk
jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6
(enam) bulan ke depan.
PT ABC memiliki selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan
Kewajiban Valuta Asing sebesar (USD50,000.00+
USD20,000.00) – USD200,000.00 = -USD130,000.00.
Karena PT ABC memiliki selisih negatif lebih besar dari
batasan nilai selisih negatif (threshold) maka PT ABC wajib
melakukan Lindung Nilai sebesar 25% x USD130,000.00 =
USD32,500.00.
Lindung Nilai tersebut harus dilakukan pada tanggal
transaksi antara tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan
tanggal 31 Maret 2016 dan tanggal jatuh waktu antara
tanggal ...
8
tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 30 September
2016.
- Perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum untuk
jangka waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan.
PT ABC memiliki selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan
Kewajiban Valuta Asing sebesar (USD50,000.00 +
USD10,000.00) - USD100,000.00 = -USD40,000.00.
Karena selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan Kewajiban
Valuta Asing lebih kecil dari batasan nilai selisih negatif
(threshold) maka PT ABC tidak wajib melakukan Lindung
Nilai dalam rangka memenuhi ketentuan Rasio Lindung Nilai
minimum untuk jangka waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan
ke depan.
2. Kegiatan Lindung Nilai yang dilakukan pada periode laporan
triwulan berjalan merupakan transaksi yang dilakukan dalam
rangka pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum triwulan
tersebut. Dengan demikian, tagihan transaksi Lindung Nilai
tersebut tidak diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing dalam
perhitungan selisih negatif antara Aset Valuta Asing terhadap
Kewajiban Valuta Asing pada periode laporan triwulan berjalan.
Contoh:
Pada tanggal 31 Maret 2016, PT BBB memiliki aset lancar dalam
Valuta Asing sebesar USD600,000.00 yang terdiri dari giro
sebesar USD200,000.00 dan deposito sebesar USD400,000.00,
serta memiliki tagihan transaksi forward beli USD sebesar
USD200,000.00 dengan tanggal transaksi pada tanggal 1 Maret
2016 yang dilakukan dalam rangka lindung nilai terhadap
Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu pada tanggal 15
Mei 2016.
Dalam ...
9
Dalam perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum,
tagihan transaksi forward yang dilakukan pada periode triwulan
berjalan tidak diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing.
Dengan demikian, PT BBB memiliki Aset Valuta Asing yang
dapat dipergunakan untuk pembayaran Kewajiban Valuta Asing
yang akan jatuh waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan
sebesar USD600,000.00.
3. Dalam hal kegiatan Lindung Nilai sudah dilakukan pada periode
laporan triwulan sebelumnya maka tagihan Lindung Nilai
tersebut diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing dalam
perhitungan selisih negatif antara Aset Valuta Asing terhadap
Kewajiban Valuta Asing.
Contoh:
Pada tanggal 31 Maret 2016, PT CCC memiliki aset lancar dalam
Valuta Asing sebesar USD400,000.00 yang terdiri dari giro
sebesar USD100,000.00 dan deposito sebesar USD300,000.00,
serta telah memiliki tagihan transaksi forward beli USD sebesar
USD150,000.00 dengan tanggal transaksi pada tanggal 15
Desember 2015 dan akan jatuh waktu pada tanggal 10 Mei 2016.
Dalam perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum,
transaksi forward yang sudah dilakukan pada periode triwulan
sebelumnya diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing dalam
perhitungan selisih negatif antara Aset Valuta Asing terhadap
Kewajiban Valuta Asing.
Dengan demikian, PT CCC memiliki Aset Valuta Asing yang
dapat dipergunakan untuk pembayaran Kewajiban Valuta Asing
yang akan jatuh waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan
sebesar USD400,000.00 + USD150,000.00 = USD550,000.00.
D. Pemenuhan ...
10
D. Pemenuhan Rasio Likuiditas Minimum
Dalam pemenuhan kewajiban Rasio Likuiditas minimum, kegiatan
Lindung Nilai yang dilakukan pada periode laporan triwulan
berjalan maupun yang dilakukan pada periode laporan triwulan
sebelumnya diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing.
Contoh:
Pada tanggal 31 Maret 2016, PT DDD memiliki aset dalam Valuta
Asing sebesar USD300,000.00 yang terdiri dari giro sebesar
USD100,000.00 dan deposito sebesar USD200,000.00. Selain itu,
PT DDD juga memiliki tagihan transaksi forward beli USD:
- sebesar USD100,000.00 dengan tanggal transaksi pada tanggal 1
Februari 2016 dan tanggal jatuh waktu pada tanggal 1 Mei 2016;
dan
- sebesar USD50,000.00 dengan tanggal transaksi pada tanggal 21
Desember 2015 dan tanggal jatuh waktu pada tanggal 1 Juni
2016.
Dalam perhitungan pemenuhan Rasio Likuiditas, kegiatan lindung
nilai yang dilakukan pada periode laporan triwulan berjalan
maupun yang dilakukan pada periode laporan triwulan sebelumnya
diperhitungkan dalam perhitungan Aset Valuta Asing. Dengan
demikian, total Aset Valuta Asing PT DDD adalah sebesar
USD300,000.00 + USD100,000.00 + USD50,000.00 =
USD450,000.00.
E. Pemenuhan Minimum Peringkat Utang (Credit Rating)
Kewajiban pemenuhan minimum Peringkat Utang (Credit Rating)
setara BB- yang dikeluarkan oleh Lembaga Pemeringkat diatur
sebagai berikut:
1. Peringkat ...
11
1. Peringkat Utang (Credit Rating) yang dikeluarkan oleh Lembaga
Pemeringkat dalam negeri dianggap setara dengan Peringkat
Utang (Credit Rating) yang dikeluarkan oleh Lembaga
Pemeringkat luar negeri.
Peringkat Utang (Credit Rating) BB- yang dikeluarkan oleh
Standard & Poor’s (S&P) dan Fitch Ratings adalah setara dengan
Ba3 yang dikeluarkan oleh Moody’s Investor Service atau setara
dengan BB- yang dikeluarkan oleh Japan Credit Rating Agency
(JCR) atau setara dengan BB- yang dikeluarkan oleh Rating and
Investment Information Inc (R&I) atau setara dengan idBB- yang
dikeluarkan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) atau
setara dengan BB-(idn) yang dikeluarkan oleh Fitch Rating
Indonesia atau setara dengan (Idr)BB- yang dikeluarkan oleh
Investment & Credit Rating Agency (ICRA) Indonesia.
2. Kewajiban pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) bagi
Korporasi Nonbank yang baru berdiri diperbolehkan
menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) perusahaan induk
paling lama 3 (tiga) tahun kalender sejak Korporasi Nonbank
beroperasi secara komersial yaitu:
a. saat pertama kali dilakukan penjualan jasa dan/atau saat
diterima atau diperolehnya pendapatan atau penghasilan bagi
Korporasi Nonbank yang bergerak di sektor jasa; atau
b. saat pertama kali dilakukan penjualan barang dan/atau saat
diterima atau diperolehnya pendapatan atau penghasilan bagi
Korporasi Nonbank yang bergerak di sektor dagang dan
industri.
3. Dalam hal Korporasi Nonbank yang baru berdiri sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 didirikan oleh beberapa perusahaan
(joint venture), pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) dapat
menggunakan ...
12
menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) pemegang saham
terbesar.
Contoh:
Korporasi A didirikan oleh beberapa perusahaan (joint venture)
yaitu perusahaan domestik (Korporasi B) dan perusahaan luar
negeri (Korporasi C), dan beroperasi secara komersial pada
tanggal 30 Juli 2015. Korporasi B menguasai 75% dari
keseluruhan saham Korporasi A, sisanya sebesar 25% dikuasai
oleh Korporasi C. Dalam melakukan pembiayaan, Korporasi A
bermaksud melakukan utang luar negeri yang berasal dari
sindikasi perbankan di luar negeri dan ditandatangani setelah
tanggal 1 Januari 2016. Dalam hal ini, Korporasi A wajib
memenuhi minimum Peringkat Utang (Credit Rating) BB- dengan
menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) yang dimiliki
Korporasi A atau menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating)
yang dimiliki Korporasi B hingga tanggal 30 Juli 2018.
F. Lembaga Pemeringkat
1. Lembaga Pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia tercantum
dalam Daftar Lembaga Pemeringkat yang Diakui Bank Indonesia
untuk Digunakan dalam Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Lembaga Pemeringkat yang belum diakui oleh Bank Indonesia
dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia dengan
menyampaikan dokumen berupa:
a. izin dari otoritas yang berwenang di Indonesia; atau
b. untuk Lembaga Pemeringkat di luar negeri, surat pernyataan
bahwa Lembaga Pemeringkat dimaksud telah diakui oleh
otoritas yang berwenang di negara asal.
II. PENGECUALIAN ...
13
II. PENGECUALIAN
1. Pengecualian kewajiban memenuhi Rasio Lindung Nilai minimum
bagi Korporasi Nonbank yang melakukan pencatatan laporan
keuangan dalam mata uang dolar Amerika Serikat diberikan kepada
Korporasi Nonbank yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki rasio pendapatan ekspor terhadap pendapatan usaha
lebih besar dari 50% (lima puluh persen) pada 1 (satu) tahun
kalender sebelumnya; dan
b. telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan Republik
Indonesia untuk melakukan pembukuan dalam mata uang
dolar Amerika Serikat. Persetujuan tersebut dibuktikan dengan
menyerahkan dokumen pendukung kepada Bank Indonesia.
2. Pengecualian kewajiban pemenuhan ketentuan minimum Peringkat
Utang (Credit Rating) diberikan bagi:
a. ULN dalam Valuta Asing yang digunakan untuk menggantikan
ULN sebelumnya (refinancing);
b. ULN dalam Valuta Asing untuk pembiayaan proyek
infrastruktur yang bersumber dari:
1) seluruhnya dari kreditor lembaga internasional (bilateral
atau multilateral);
2) pinjaman sindikasi dengan kontribusi kreditor lembaga
internasional (bilateral atau multilateral) lebih besar dari
50% (lima puluh persen);
c. ULN dalam Valuta Asing untuk pembiayaan proyek
infrastruktur pemerintah baik pusat maupun daerah;
d. ULN dalam Valuta Asing yang dijamin oleh lembaga
internasional (bilateral atau multilateral);
e. ULN dalam Valuta Asing berupa utang dagang (trade credit);
atau
f. ULN dalam Valuta Asing berupa utang lainnya (other loans).
3. Pengecualian ...
14
3. Pengecualian kewajiban pemenuhan ketentuan minimum Peringkat
Utang (Credit Rating) bagi ULN dalam Valuta Asing yang merupakan
refinancing sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a hanya berlaku
sepanjang jumlah (outstanding) ULN tidak bertambah atau
penambahannya tidak melebihi nilai tertentu, yaitu senilai:
a. ekuivalen USD2,000,000.00 (dua juta dolar Amerika Serikat);
atau
b. 5% (lima persen) dari outstanding ULN yang di-refinancing,
dalam hal nilai 5% (lima persen) tersebut lebih besar dari
ekuivalen USD2,000,000.00 (dua juta dolar Amerika Serikat).
4. Lembaga internasional (bilateral atau multilateral) sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.b dan butir 2.d terdiri atas:
a. lembaga bilateral yaitu:
1) pemerintah negara lain;
2) lembaga di bawah pemerintah negara lain (termasuk bank
sentralnya);
3) lembaga-lembaga publik yang bersifat otonom (autonomous
public bodies); atau
4) lembaga kredit ekspor resmi (official export credit agency);
b. lembaga multilateral yaitu lembaga yang beranggotakan
berbagai negara-negara di dunia yang berdiri atas perjanjian
antar anggota yang memiliki status perjanjian internasional,
dan bertujuan sebagai organisasi keuangan internasional.
Contoh lembaga internasional (bilateral atau multilateral) tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
III. KORESPONDENSI ...
15
III. KORESPONDENSI
1. Permohonan dari Korporasi Nonbank terkait Piutang Usaha kepada
Penduduk dalam Valuta Asing terkait proyek infrastruktur strategis
yang tetap diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing diajukan
secara tertulis kepada:
Bank Indonesia
cq. Direktorat Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan (DPKL)
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 5
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350
2. Permohonan dari lembaga pemeringkat untuk dicantumkan dalam
daftar lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia diajukan
secara tertulis kepada:
Bank Indonesia
cq. Direktorat Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan (DPKL)
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 5
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350
3. Dalam hal terjadi perubahan alamat korespondensi akan
diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya.
IV. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1
Januari 2015.
Agar ...
16
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
JUDA AGUNG
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN
EKONOMI DAN MONETER
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/24/DKEM TANGGAL 30 DESEMBER 2014
PERIHAL
PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM
PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI
NONBANK
17
DAFTAR LEMBAGA PEMERINGKAT YANG DIAKUI BANK INDONESIA
UNTUK DIGUNAKAN DALAM PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN
DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK
Nama Lembaga Pemeringkat
Peringkat
Setara BB-
Lembaga
Pemeringkat
Dalam
Negeri
Lembaga
Pemeringkat
Luar Negeri
PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO)
Fitch Ratings Indonesia
Investment & Credit Rating Agency (ICRA)
Indonesia
Moody’s Investors Service
Standard & Poor’s
Fitch Ratings
Japan Credit Rating Agency
Rating and Investment Information Inc.
BB-(idn)
(Idr)BB-
(Idr)BB-
Ba3
BB-
BB-
BB-
BB-
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN
EKONOMI DAN MONETER,
JUDA AGUNG
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/24/DKEM TANGGAL 30 DESEMBER 2014
PERIHAL
PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM
PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI
NONBANK
DAFTAR CONTOH LEMBAGA BILATERAL DAN MULTILATERAL
1. Lembaga Bilateral :
1.
United States Agency for International Development (USAID) – Amerika
Serikat
2. Export-Import Bank of the United States (Exim Bank) – Amerika Serikat
3. Export Development Canada (EDC) - Kanada
4. Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) – Jerman
5. Euler Hermes Kreditversicherungs AG – Jerman
6. Netherlands Development Cooperation (NDC) – Belanda
7. Export Credit Guarantee Department (ECGD) – Inggris
8.
UK Export Finance – Inggris
9. Agence Francaise de Developpement – Perancis
10. Compagnie Française d'Assurance Pour le Commerce Extérieur - Perancis
11. Swiss Agency for Development and Cooperation - Swiss
12. Japan Bank for International Cooperation (JBIC) - Jepang
13. Japan International Cooperation Agency (JICA)- Jepang
14. Exim Bank Korea – Korea Selatan
15. Korea International Cooperation Agency – Korea Selatan
16. Department of Foreign Affairs and Trade (Development Cooperation
Division), sebelumnya bernama AusAID - Australia
17. Export Finance and Insurance Corporation (EFIC) – Australia
18. Export Credit Office (ECO) – Selandia Baru
2. Lembaga Multilateral :
1. International Monetary Fund (IMF)
2. International Bank for Reconstruction and Development (IBRD)
3. International Finance Corporation (IFC)
4.
Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB)
1
5. Asian Development Bank (ADB)
6.
Islamic Development Bank (IDB)
7. African Development Bank (AfDB)
8. European Investment Bank (EIB)
9. European Bank for Reconstruction and Development (EBRD)
10. Inter-American Development Bank Group (IADB)
11. The Nordic Investment Bank (NIB)
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN
EKONOMI DAN MONETER,
JUDA AGUNG
2
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/24/DKEM|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2014 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2015 </effective_date>
<related_reg> '16/21/PBI/2014' </related_reg>
|
1
No. 13/ 29 /DPNP
Jakarta, 9 Desember 2011
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang
Melakukan Layanan Nasabah Prima
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292)
tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5029)
dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 103, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5247) tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, serta potensi
meningkatnya profil risiko perbankan, khususnya risiko operasional,
risiko hukum dan risiko reputasi dalam praktek penyediaan layanan
perbankan dengan keistimewaan tertentu kepada suatu segmen
nasabah tertentu, maka perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai
penerapan . . .
2
penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan aktivitas
layanan nasabah prima dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia,
dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Yang dimaksud dengan Bank Umum dalam Surat Edaran ini,
yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
2. Yang dimaksud dengan Layanan Nasabah Prima dalam Surat
Edaran ini, yang selanjutnya disebut LNP, adalah bagian dari
kegiatan usaha Bank dalam menyediakan layanan terkait
produk dan/atau aktivitas dengan keistimewaan tertentu bagi
Nasabah Prima.
3. Yang dimaksud dengan Nasabah Prima dalam Surat Edaran
ini adalah perseorangan yang memenuhi kriteria atau
persyaratan tertentu yang ditetapkan Bank untuk dapat
memperoleh layanan atau menggunakan fasilitas Bank
dengan keistimewaan tertentu dibandingkan dengan nasabah
lain pada umumnya.
4. Dalam melakukan aktivitas LNP, Bank mengacu pada
peraturan-peraturan antara lain sebagai berikut:
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009;
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan
Data Pribadi Nasabah;
c. Peraturan . . .
3
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008
tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
d. Peraturan Bank IndonesiaNo.11/28/PBI/2009 tentang
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum;
e. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011
tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan
f. Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur
mengenai produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan
oleh Bank.
5. Bank yang melakukan LNP wajib memiliki kebijakan tertulis
sebagai acuan dalam melakukan LNP yang paling kurang
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Persyaratan Nasabah Prima
Bank menetapkan kriteria atau persyaratan tertentu
yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk dapat
diperlakukan sebagai Nasabah Prima.
b. Ruang lingkup produk dan/atau aktivitas Bank
Bank menetapkan ruang lingkup produk dan/atau
aktivitas yang dapat ditawarkan dalam LNP dengan
memperhatikan ketentuan Bank Indonesia dan
peraturan perundang-undangan lain yang mengatur
mengenai produk dan/atau aktivitas Bank.
c. Cakupan keistimewaan LNP
Bank menetapkan cakupan keistimewaan layanan yang
dapat diberikan kepada Nasabah Prima baik berupa
layanan keuangan maupun non keuangan dengan tetap
memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank
Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang
terkait.
d. Nama . . .
4
d. Nama layanan dan pengelompokan Nasabah Prima
Dalam melakukan LNP, Bank harus menetapkan nama
layanan (brand name) tertentu. Dalam hal Bank
melakukan pengelompokan Nasabah Prima, maka Bank
harus menetapkan secara jelas perbedaan keistimewaan
layanan untuk setiap kelompok Nasabah Prima.
II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
Dalam melakukan LNP, selain menerapkan manajemen risiko
secara umum sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko, Bank harus
menerapkan manajemen risiko pada aspek-aspek tertentu sebagai
berikut:
1. Aspek pendukung keistimewaan layanan
Dalam melakukan LNP, Bank harus menerapkan manajemen
risiko pada aspek pendukung keistimewaan layanan yang
paling kurang mencakup :
a. Sumber daya manusia
Bank harus memastikan tersedianya sumber daya
manusia yang memadai dari sisi kualitas dan kuantitas
sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas LNP. Hal
tersebut perlu didukung dengan antara lain adanya
penetapan persyaratan dan kualifikasi untuk jabatan
tertentu dalam melakukan LNP, penetapan wewenang
dan tanggung jawab yang jelas, penerapan prinsip know
your employee, sistem remunerasi yang jelas dan
transparan, dan kebijakan pengendalian risiko yang
terkait dengan manajemen sumber daya manusia antara
lain rekrutmen, promosi, rotasi, mutasi, dan cuti.
b. Operasional
. . .
5
b. Operasional LNP
Dalam rangka melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir I.5, Bank
wajib memiliki prosedur tertulis untuk kegiatan
operasional LNP yang mencakup setiap produk dan/atau
aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima.
Penetapan prosedur khusus pada LNP harus memenuhi
ketentuan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko terutama pada aspek pengendalian
intern dan ketentuan yang mengatur mengenai anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme
(APU dan PPT).
c. Penawaran produk dan/atau aktivitas
Dalam menetapkan jenis produk dan/atau aktivitas yang
akan ditawarkan dalam LNP kepada masing-masing
Nasabah Prima, Bank wajib mempertimbangkan
kesesuaian spesifikasi, karakteristik, dan risiko dari
produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan dengan
karakteristik dan profil Nasabah Prima.
d. Teknologi informasi
Dalam pengoperasian LNP, selain memiliki sumber daya
manusia yang memadai, Bank perlu memiliki
infrastruktur lain yang memadai antara lain berupa
teknologi informasi. Dari sisi penerapan manajemen
risiko dalam penggunaan teknologi informasi, Bank
paling kurang harus dapat menghasilkan laporan yang
akurat dan komprehensif dalam melakukan LNP baik
untuk kepentingan Bank maupun Nasabah Prima serta
memastikan keamanan data dan informasi yang ada.
2. Aspek . . .
6
2. Aspek transparansi, edukasi, dan perlindungan nasabah
Dalam melaksanakan LNP, selain mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi
informasi produk bank, edukasi, dan perlindungan nasabah,
Bank juga wajib melaksanakan paling kurang hal-hal sebagai
berikut:
a. Menjelaskan mengenai spesifikasi LNP
Bank wajib menjelaskan nama LNP, masing-masing
kelompok Nasabah Prima dalam LNP dan kriterianya
beserta cakupan layanan keistimewaan yang diberikan,
serta karakteristik termasuk risiko dari produk dan/atau
aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima.
b. Memastikan kejelasan hubungan antara Bank dan
Nasabah Prima
Hubungan antara bank dan Nasabah Prima dalam LNP
harus didasarkan pada kesepakatan tertulis yang paling
kurang memuat hak dan kewajiban masing-masing
pihak, serta tata cara penyelesaian apabila terjadi
perselisihan.
c. Memastikan kejelasan kewenangan pelaku transaksi
Bank wajib memiliki suatu mekanisme yang bertujuan
untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan oleh
Nasabah Prima yang bersangkutan atau kuasa yang
mewakili Nasabah Prima tersebut sesuai kesepakatan
tertulis dengan Nasabah Prima.
d. Menyampaikan informasi secara berkala
Bank wajib menginformasikan secara berkala posisi atau
eksposur masing-masing Nasabah Prima berdasarkan
kesepakatan tertulis dengan Nasabah Prima.
III. LAIN-LAIN . . .
7
III. LAIN-LAIN
1. Dalam rangka pengelolaan dan pemantauan risiko terkait
kegiatan LNP, Bank wajib menatausahakan data, dokumen
atau warkat terkait transaksi keuangan dan aktivitas
Nasabah Prima dalam LNP antara lain berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen
perusahaan, ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai APU dan PPT, dan kebijakan dan prosedur intern
Bank. Mengenai data yang wajib ditatausahakan antara lain
meliputi jumlah nasabah, volume produk yang dijual, kantor
yang memberikan layanan, dan informasi terkait lainnya yang
selalu dikinikan secara berkala.
2. Penyusunan kebijakan LNP sebagaimana dimaksud dalam
butir I.5 dan penerapan manajemen risiko dalam kegiatan
LNP sebagaimana dimaksud dalam angka II paling kurang
mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada
Bank yang Melakukan LNP, yang merupakan lampiran dan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
3. Bank yang akan melakukan LNP yang memenuhi kriteria
sebagai aktivitas baru, harus menyampaikan laporan rencana
pelaksanaan aktivitas baru yang diatur sebagai berikut:
a. bagi bank umum konvensional, mengacu pada Surat
Edaran Bank Indonesia tentang Pelaporan Produk atau
Aktivitas Baru;
b. bagi bank umum syariah, mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan
produk atau aktivitas baru.
4. Bank . . .
8
4. Bank yang telah melakukan LNP sebelum Surat Edaran Bank
Indonesia ini berlaku wajib:
a. melakukan gap analysis untuk pemenuhan ketentuan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini terhadap:
1) kebijakan LNP; dan
2) penerapan manajemen risiko pada aspek tertentu;
b. menyusun action plan untuk menyempurnakan
kebijakan LNP dan penerapan manajemen risiko yang
memiliki gap;
c. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia yang
meliputi:
1) hasil pelaksanaan gap analysis dan action plan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
paling lama 3 (tiga) bulan setelah Surat Edaran
Bank Indonesia ini berlaku; dan
2)
realisasi action plan paling lambat akhir Juni 2012.
5. Dalam hal terdapat gap atas prosedur LNP tertentu, maka
Bank wajib segera melakukan mitigasi risiko atas gap
tersebut dalam melakukan LNP, tanpa menunggu realisasi
action plan sebagaimana dimaksud pada butir 4.c.2).
6. Laporan sebagaimana pada butir 4.c disampaikan kepada:
a. Direktorat yang melakukan pengawasan Bank, Bank
Indonesia, Menara Radius Prawiro, Jl. M.H. Thamrin
Nomor 2, Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor
pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia;
atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud
pada huruf a.
IV. SANKSI
. . .
9
IV. SANKSI
1. Bank yang melanggar ketentuan yang terkait dengan
manajemen risiko, APU dan PPT, atau transparansi produk
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini masing-masing
dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam:
a. Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009, bagi
Bank Umum Konvensional;
b. Pasal 30 Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, bagi
Bank Umum Syariah;
c. Pasal 50 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
bagi Bank Umum; atau
d. Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk
Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
2. Selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada angka 1, Bank yang melanggar kewajiban pelaporan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini diatur sebagai
berikut:
a. bagi Bank Umum Konvensional yang melanggar
kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada
butir III.3 dan III.4.c Surat Edaran Bank Indonesia ini
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 33
Peraturan . . .
10
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; atau
b. bagi Bank Umum Syariah yang melanggar kewajiban
pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir III.3 Surat
Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) Peraturan
Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
V. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 9
Desember 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
DPNP/DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/29/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima </reg_title>
<set_date> 9 Desember 2011 </set_date>
<effective_date> 9 Desember 2011 </effective_date>
<related_reg> '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009', '13/23/PBI/2011' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No. 12 / 38 / DPNP
Jakarta, 31 Desember 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure
Administrasi Kredit Pemilikan Rumah Dalam Rangka
Sekuritisasi
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005
tanggal 20 Januari 2005 tentang Prinsip Kehati-Hatian Dalam Aktivitas
Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4473) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari
2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi
Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4475), serta dengan
semakin meningkatnya aktivitas pembiayaan perumahan oleh perbankan yang
ditunjang proses sekuritisasi dalam rangka mendukung pelaksanaan manajemen
risiko kredit, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Pedoman
Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Kepemilikan
Rumah Dalam Rangka Sekuritisasi (SOP KPR) sebagaimana tercantum dalam
lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
Pedoman . . .
Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure merupakan acuan
minimum pembakuan proses administrasi KPR yang wajib dipenuhi oleh Bank
dalam rangka menyusun Standard Operating Procedure Administrasi Kredit
Kepemilikan Rumah Dalam Rangka Sekuritisasi dari masing-masing Bank.
Bank yang belum memiliki SOP KPR, wajib menyusun dan memiliki SOP
KPR yang paling kurang mencakup pembakuan proses administrasi KPR yang
mengacu pada Pedoman Penyusunan SOP KPR ini.
Bank yang telah memiliki SOP KPR yang mencakup pembakuan proses
administrasi KPR, wajib meneliti kembali kesesuaian cakupan SOP KPR yang
dimiliki dengan Pedoman Penyusunan SOP KPR ini untuk selanjutnya
melakukan penyesuaian.
Ketentuan di dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/38/DPNP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah Dalam Rangka Sekuritisasi </reg_title>
<set_date> 31 Desember 2010 </set_date>
<effective_date> 31 Desember 2010 </effective_date>
<related_reg> '7/4/PBI/2005', '7/6/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 6/ 22 /DLN
Jakarta, 10 Mei 2004
S U R A T E D A R A N
Perihal : Persyaratan Dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Ke luar Atau
Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank
Indonesia Nomor
4/8/PBI/2002 tanggal 10 Oktober 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Membawa Uang Rupiah Keluar atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4231), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai
Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Ke luar atau Masuk Wilayah
Pabean Republik Indonesia sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
1. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi
2. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi,
baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
3. Hari kerja adalah 5 (lima) hari kerja dimulai dari hari Senin sampai
dengan Jum’at kecuali hari libur nasional dan hari libur khusus yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
4. Wilayah Pabean Republik Indonesia adalah daerah pabean sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Kepabeanan.
tentang
5. Izin Bank Indonesia adalah surat izin tertulis dari Bank Indonesia atas
pembawaan Uang Rupiah dalam jumlah tertentu keluar Wilayah Pabean
Republik Indonesia.
6. Membawa…..
2
6. Membawa Uang Rupiah keluar atau masuk Wilayah Pabean Republik
Indonesia adalah mengeluarkan atau memasukkan Uang Rupiah yang
dilakukan dengan cara membawa sendiri atau melalui pihak lain, dengan
atau tanpa menggunakan sarana pengangkut.
7. Uang Rupiah adalah uang kertas maupun uang logam yang merupakan
alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia.
II. TATA CARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN IZIN MEMBAWA
UANG RUPIAH KE LUAR
WILAYAH
PABEAN
REPUBLIK
INDONESIA
Tata cara pemberian izin membawa Uang Rupiah ke luar Wilayah Pabean
Republik Indonesia, diatur sebagai berikut :
1. Setiap orang yang membawa Uang Rupiah sebesar Rp.100.000.000,00
(seratus juta Rupiah) atau lebih ke
Indonesia, wajib terlebih dahulu memperoleh Izin Bank Indonesia.
2. Izin Bank Indonesia hanya dapat diberikan untuk kepentingan :
a. Uji coba mesin uang;
Yang dimaksud dengan mesin uang adalah mesin ATM, mesin sortir,
mesin racik, mesin hitung dan mesin lain yang penggunaannya terkait
dengan uang.
b. Kegiatan pameran di luar negeri;
Yang dimaksud dengan kegiatan pameran di luar negeri adalah setiap
pameran uang atau pameran umum maupun pameran dagang lainnya
yang mengikutsertakan kegiatan pameran uang yang diselenggarakan
di luar negeri.
c. Hal-hal lain yang menurut pertimbangan Bank Indonesia
perlu
diberikan izin atas dasar kepentingan umum;
Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa
dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas, misalnya membawa
Uang…..
luar Wilayah Pabean Republik
3
Uang Rupiah keluar Wilayah Pabean Republik Indonesia
untuk
pengujian keaslian Uang Rupiah karena belum terdapat alat penguji
keaslian Uang Rupiah tersebut di dalam negeri.
3. Tata cara permohonan dan pemberian Izin Bank Indonesia:
a. Permohonan Izin Bank Indonesia untuk kepentingan uji coba mesin
uang dan kegiatan pameran di luar negeri sebagaimana dimaksud
dalam butir II.2.a. dan butir II.2.b. diajukan secara tertulis kepada :
i. Direktorat Luar Negeri – Kantor Pusat Bank Indonesia, bagi
pemohon yang berdomisili di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang,
Bekasi (JABOTABEK);
ii. Kantor Bank Indonesia terdekat dengan alamat pemohon, bagi
pemohon yang berdomisili di luar wilayah Jakarta, Bogor,
Tangerang, Bekasi (JABOTABEK).
b. Permohonan Izin Bank Indonesia untuk kepentingan hal-hal lain yang
menurut pertimbangan Bank Indonesia perlu diberikan izin atas dasar
kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam butir II.2.c. diajukan
secara tertulis kepada Direktorat Luar Negeri – Kantor Pusat Bank
Indonesia, baik bagi pemohon yang berdomisili di wilayah Jakarta,
Bogor, Tangerang, Bekasi (JABOTABEK) maupun di luar wilayah
JABOTABEK.
c. Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b dilakukan dengan tata cara sebagai berikut :
diajukan paling lambat 15 (lima belas) Hari Kerja sebelum tanggal
keberangkatan pemohon, yang
permohonan di Bank
dihitung
sejak
Indonesia berdasarkan
diterimanya surat
tanggal
stempel
penerimaan permohonan dimaksud di Bank Indonesia. Dalam hal surat
permohonan disampaikan melalui faksimili maka Izin Bank Indonesia
dikeluarkan setelah asli surat diterima oleh Bank Indonesia.
ii. permohonan…..
4
ii. permohonan diajukan oleh pemilik Uang Rupiah
dan
surat
permohonan wajib dilengkapi dengan identitas diri bagi
perorangan, nama dan alamat perusahaan bagi perusahaan, jumlah
Uang Rupiah yang akan dibawa, tujuan penggunaan, tempat
keberangkatan dan tanggal keberangkatan sebagaimana contoh
pada lampiran 1.
iii. dalam hal Uang Rupiah dibawa ke luar Wilayah Pabean Republik
Indonesia oleh pihak lain dengan atau tanpa menggunakan sarana
pengangkut, surat permohonan diajukan oleh pemilik Uang Rupiah
dengan mencantumkan nama dan atau identitas pembawa dan atau
sarana pengangkut sebagaimana contoh pada lampiran 2.
4. Persyaratan dokumen :
a. Dalam hal pemohon mengajukan permohonan Izin Bank Indonesia
untuk kepentingan uji coba mesin uang sebagaimana dimaksud dalam
butir II.2.a. maka surat permohonan harus dilengkapi dengan:
i. kontrak pengadaan barang (sales contract ); dan atau
ii. surat penunjukan rekanan dari pembeli dan atau surat dari principal
atau produsen mesin.
b. Dalam hal pemohon mengajukan permohonan izin untuk kepentingan
pameran di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam butir II.2.b. maka
surat permohonan harus dilengkapi dengan:
i. surat penawaran dari penyelenggara pameran; dan atau
ii.
surat penunjukan keikutsertaan pemohon dari instansi atau
departemen terkait, dilengkapi dengan surat pernyataan pemohon
mengenai keikutsertaan dalam kegiatan pameran.
c. Dalam hal pemohon mengajukan permohonan izin untuk kepentingan
hal-hal lain yang menurut pertimbangan Bank Indonesia
perlu
diberikan…..
5
diberikan izin atas dasar kepentingan umum sebagaimana dimaksud
dalam butir II.2.c. maka surat permohonan harus diajukan oleh instansi
atau lembaga negara terkait
dan
harus
ditandatangani
oleh
pimpinan tertinggi instansi atau lembaga negara atau pejabat yang
diberi kewenangan berdasarkan prinsip pendelegasian wewenang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di instansi atau lembaga yang
bersangkutan, dilengkapi dengan fotokopi keputusan pendelegasian
wewenang yang berlaku atau surat kuasa dari pimpinan tertinggi
instansi atau lembaga negara atau surat pernyataan bermeterai dari
pejabat yang
diberi kewenangan mengenai
kewenangan dimaksud.
5. Pemberian persetujuan atau penolakan oleh Bank Indonesia :
a. Bank
Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan izin membawa Uang Rupiah untuk
kepentingan
sebagaimana dimaksud dalam butir II.2. paling lambat 10 (sepuluh)
Hari Kerja terhitung sejak tanggal surat permohonan asli diterima
secara lengkap dan benar oleh Bank Indonesia. Dalam hal surat
permohonan disampaikan melalui faksimili maka Bank Indonesia
memberikan persetujuan atau penolakan setelah asli surat permohonan
diterima.
b.
Izin Bank Indonesia hanya dapat diberikan untuk 1 (satu) kali
penggunaan dan untuk 1 (satu) kepentingan, dengan ketentuan :
i. masa berlaku Izin Bank Indonesia paling lama 30 (tiga puluh) Hari
Kerja, terhitung sejak tanggal izin diberikan;
ii. Izin Bank Indonesia wajib diserahkan kepada petugas Bea dan
Cukai di tempat keberangkatan;
iii. jumlah Uang Rupiah yang dibawa paling banyak sama dengan
jumlah Uang Rupiah yang tercantum dalam Izin Bank Indonesia.
III. TATA…..
adanya
pemberian
6
III.TATA CARA MEMBAWA UANG RUPIAH MASUK WILAYAH
PABEAN REPUBLIK INDONESIA
Tata cara membawa Uang Rupiah masuk
Wilayah
Pabean
Republik
Indonesia diatur sebagai berikut :
1. Setiap orang yang membawa Uang Rupiah sebesar Rp.100.000.000,00
(seratus juta Rupiah) atau lebih masuk
Wilayah
Pabean Republik
Indonesia, wajib terlebih dahulu memeriksakan keaslian Uang Rupiah
kepada petugas Bea dan Cukai di tempat kedatangan.
2. Apabila pada saat dilakukannya pemeriksaan keaslian Uang Rupiah oleh
Petugas Bea dan Cukai ditempat kedatangan dijumpai adanya Uang
Rupiah yang diragukan keasliannya, maka petugas Bea dan Cukai dapat
meminta klarifikasi secara tertulis dengan menyampaikan Uang Rupiah
yang
Indonesia.
3. Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia, memberikan
klarifikasi tentang keaslian Uang Rupiah kepada Bea dan Cukai yang
mengajukan permintaan klarifikasi, paling lambat 14 (empat belas) Hari
Kerja sejak diterimanya permintaan klarifikasi dari Bea dan Cukai dengan
menggunakan surat sebagaimana contoh pada lampiran 3. disertakan fisik
uangnya, kecuali dalam hal tertentu yang memerlukan penelitian lebih
lanjut, penyelesaian klarifikasi Uang rupiah dimaksud akan diberitahukan
oleh Bank Indonesia.
4. Dalam
hal hasil penelitian Bank
Indonesia menunjukan
bahwa
keseluruhan fisik Uang Rupiah yang bersangkutan adalah asli, maka
Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia mengembalikan
fisik Uang Rupiah dimaksud kepada Bea dan Cukai yang mengajukan
permintaan klarifikasi, disertai dengan penandatanganan berita acara serah
terima Uang Rupiah dengan menggunakan format sebagaimana contoh
pada lampiran 4.
5. Dalam…..
diragukan keasliannya tersebut secara lengkap kepada Bank
7
5. Dalam hal hasil penelitian Bank Indonesia menunjukan bahwa sebagian
dari Uang Rupiah yang dimintakan klarifikasi merupakan uang palsu,
maka Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia
mengembalikan fisik Uang Rupiah yang asli kepada Bea dan Cukai yang
mengajukan permintaan klarifikasi, disertai dengan
penandatanganan
berita acara serah terima Uang Rupiah dengan menggunakan format
sebagaimana contoh pada lampiran 5. Selanjutnya, seluruh
uang
yang
dinyatakan palsu diproses oleh Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor
Bank Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.
6. Dalam hal hasil penelitian Bank Indonesia menunjukan bahwa uang yang
diserahkan oleh Bea dan Cukai seluruhnya merupakan uang palsu, maka
Kantor Pusat Bank
Indonesia atau Kantor Bank
Indonesia
memberitahukan kepada Bea dan Cukai, dan memproses secara hukum
uang palsu tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Dalam hal atas dasar pemeriksaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di
tempat keberangkatan atau kedatangan diketahui adanya pelanggaran
terhadap ketentuan membawa Uang Rupiah keluar atau masuk Wilayah
Pabean Republik Indonesia maka pelanggaran dikenakan sanksi administratif
berdasarkan Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 tanggal
10 Oktober 2002 tentang Persyaratan
dan
Tata
Cara Membawa Uang
Rupiah Keluar atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia, dengan tata
cara sebagai berikut :
1. Pengenaan sanksi administratif sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari
jumlah Uang Rupiah yang dibawa ke luar Wilayah Pabean Republik
Indonesia atau maksimal Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
terhadap pelanggaraan ketentuan membawa Uang Rupiah keluar Wilayah
Pabean Republik Indonesia;
2. Membawa…..
8
2. Membawa Uang Rupiah melebihi dari
jumlah
sebagaimana
yang
tercantum dalam Izin Bank Indonesia, dikenakan sanksi administratif
sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah Uang Rupiah yang dibawa
ke luar Wilayah Pabean Republik Indonesia setelah dikurangi dengan
jumlah yang diberikan Izin Bank Indonesia, dengan batas maksimal
pengenaan sanksi sebesar Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta Rupiah);
3. Dalam hal uang yang dibawa ke luar atau masuk Wilayah Pabean
Republik
Indonesia sebagian palsu atau seluruhnya palsu, maka
perhitungan dan pembayaran sanksi administratif berupa denda dilakukan
atas dasar jumlah Uang Rupiah asli yang dibawa;
4. Sisa Uang Rupiah setelah dikenakan sanksi administratif berupa denda
dikembalikan kepada pihak yang dikenakan sanksi;
5. Uang Rupiah yang dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam angka 4
hanya dapat dibawa ke luar atau masuk Wilayah Pabean Republik
Indonesia setelah memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002
tanggal 10 Oktober 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Membawa
Uang Rupiah Keluar atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia;
6. Perhitungan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam angka 1, 2
dan 3 dilakukan dengan mengacu pada contoh lampiran 6;
7. Membawa Uang Rupiah kurang dari jumlah yang diizinkan tidak
dikenakan sanksi administratif. Pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 3 dilakukan
oleh petugas Bea dan Cukai.
VI. ALAMAT PENYAMPAIAN INFORMASI DAN SURAT PERMOHONAN
Surat permohonan Izin Bank Indonesia dan informasi yang berkaitan dengan
tata cara membawa Uang Rupiah disampaikan kepada :
1. Direktorat…..
9
1. Direktorat Luar Negeri, Kantor Pusat Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin
Nomor 2, Gedung B – Lantai 6, Jakarta 10010, Telp.021-2310195
(Hunting), Fax 021-2311529
2. Kantor Bank Indonesia setempat
VI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 10 Mei 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
KUSUMANINGTUTI S.S.
DIREKTUR LUAR NEGERI
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/22/DLN|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Persyaratan Dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Ke luar Atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia </reg_title>
<set_date> 10 Mei 2004 </set_date>
<effective_date> 10 Mei 2004 </effective_date>
<related_reg> '4/8/PBI/2002' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
1
No. 17/ 14 /DPSP
Jakarta, 5 Juni 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA
DI INDONESIA
Perihal : Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan
Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/9/PBI/2015 tanggal 5 Juni 2015 tentang Penyelenggaraan Transfer
Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5704), perlu diatur ketentuan mengenai
perlindungan nasabah dalam pelaksanaan transfer dana dan kliring
berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia dalam suatu
Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal adalah
kegiatan dalam rangka memproses perhitungan hak dan
kewajiban antar Peserta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
yang setelmennya dilakukan pada waktu tertentu.
2. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya
disingkat SKNBI adalah infrastruktur yang digunakan oleh Bank
Indonesia dalam Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal untuk memproses Data Keuangan Elektronik pada
Layanan Transfer Dana, Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan
Pembayaran Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler.
3. Layanan Transfer Dana adalah layanan dalam SKNBI yang
memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1
(satu) pengirim kepada 1 (satu) penerima.
4. Layanan ...
2
4. Layanan Kliring Warkat Debit adalah layanan dalam SKNBI yang
memproses penagihan sejumlah dana yang dilakukan antar
Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada 1 (satu) penerima
tagihan, disertai dengan fisik Warkat Debit.
5. Layanan Pembayaran Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang
memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1
(satu) atau beberapa pengirim kepada 1 (satu) atau beberapa
penerima.
6. Layanan Penagihan Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang
memproses penagihan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu)
pengirim tagihan kepada beberapa penerima tagihan.
7. Data Keuangan Elektronik yang selanjutnya disingkat DKE
adalah data keuangan dalam format elektronik yang digunakan
sebagai dasar perhitungan dalam penyelenggaraan SKNBI.
8. DKE Transfer Dana adalah DKE yang dibuat berdasarkan
perintah transfer dana dan digunakan sebagai dasar perhitungan
dalam Layanan Transfer Dana.
9. DKE Warkat Debit adalah DKE yang dibuat berdasarkan
perintah transfer debit dan digunakan sebagai dasar perhitungan
dalam Layanan Kliring Warkat Debit.
10. DKE Pembayaran adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah
transfer dana dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam
Layanan Pembayaran Reguler.
11. DKE Penagihan adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah
transfer debit dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam
Layanan Penagihan Reguler.
12. Warkat Debit adalah alat pembayaran nontunai yang
diperhitungkan atas beban nasabah atau Bank melalui Layanan
Kliring Warkat Debit.
13. Kliring Penyerahan adalah kegiatan untuk memperhitungkan
DKE Warkat Debit yang disampaikan oleh Peserta pengirim
kepada Peserta penerima melalui Penyelenggara.
14. Kliring ...
3
14. Kliring Pengembalian adalah kegiatan untuk memperhitungkan
DKE Warkat Debit yang diperhitungkan dalam Kliring
Penyerahan namun ditolak oleh Peserta penerima berdasarkan
alasan-alasan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
15. Penyerahan Tagihan adalah kegiatan untuk memperhitungkan
DKE Penagihan yang disampaikan oleh Peserta pengirim kepada
Peserta penerima melalui Penyelenggara.
16. Pengembalian Tagihan adalah kegiatan untuk memperhitungkan
DKE Penagihan namun ditolak oleh Peserta penerima
berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
17. Penyelenggara SKNBI yang selanjutnya disebut Penyelenggara
adalah Bank Indonesia.
18. Peserta SKNBI yang selanjutnya disebut Peserta adalah pihak
yang telah memenuhi persyaratan dan telah memperoleh
persetujuan dari Penyelenggara sebagai Peserta.
II. LAYANAN TRANSFER DANA
A. Tata Cara Pengisian Perintah Transfer Dana
1. Perintah transfer dana yang dibuat oleh nasabah pengirim
paling kurang memuat:
a.
b.
c.
identitas nasabah pengirim;
identitas nasabah penerima;
identitas Peserta penerima;
d. jumlah dana yang ditransfer;
e.
f.
tanggal perintah transfer; dan
informasi lain yang menurut peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai transfer dana wajib
dicantumkan dalam perintah transfer dana.
2.
Identitas nasabah pengirim sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a dan identitas nasabah penerima dana sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.b paling kurang memuat nama dan
nomor rekening.
3.
Identitas Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.c paling kurang memuat nama Peserta penerima dan
lokasi/kota kantor Peserta penerima.
4. Dalam ...
4
4. Dalam hal nasabah pengirim atau nasabah penerima tidak
memiliki rekening pada Peserta, identitas sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 paling kurang memuat nama dan
alamat.
B. Tanggung Jawab Peserta Pengirim
1. Kelengkapan Pengisian Perintah Transfer Dana
Peserta pengirim harus mensyaratkan kepada nasabah
pengirim untuk mengisi formulir perintah transfer dana
secara lengkap dan benar serta memperhatikan ketentuan
yang berlaku. Ketentuan yang berlaku antara lain ketentuan
yang mengatur mengenai prinsip mengenal nasabah,
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang, khususnya terkait dengan pemantauan atas transaksi
keuangan mencurigakan, dan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai transfer dana. Pengisian
formulir perintah transfer dana paling kurang memuat data
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.
2. Pengiriman DKE Transfer Dana kepada Peserta Penerima
a. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan
pengaksepan untuk meneruskan perintah transfer dana
dari nasabah pengirim, Peserta pengirim wajib
meneruskan perintah transfer dana dalam bentuk DKE
Transfer Dana, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pengiriman DKE Transfer Dana kepada Peserta
penerima dilakukan pada tanggal yang sama
dengan tanggal penerimaan perintah transfer dana
dari nasabah pengirim.
2) Pengiriman DKE Transfer Dana pada tanggal yang
sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1) wajib
dilakukan oleh Peserta pengirim sesegera mungkin
paling lama 2 (dua) jam sejak pengaksepan
perintah transfer dana.
3) Peserta ...
5
3) Peserta pengirim dianggap telah melakukan
pengaksepan perintah transfer dana apabila
Peserta pengirim telah:
a) melakukan pendebitan rekening nasabah
pengirim;
b) menerbitkan perintah transfer dana yang
dimaksudkan untuk melaksanakan perintah
transfer dari nasabah pengirim; atau
c) menyampaikan pemberitahuan pengaksepan
kepada nasabah pengirim melalui media yang
disepakati.
4) Untuk perintah transfer dana yang diterima:
a) kurang dari 2 (dua) jam sebelum jam Layanan
Transfer Dana ditutup dan Peserta pengirim
tidak mempunyai cukup waktu untuk
meneruskan perintah transfer dana; atau
b) setelah berakhirnya jam Layanan Transfer
Dana,
Peserta pengirim wajib mengirimkan DKE Transfer
Dana kepada Peserta penerima pada hari kerja
berikutnya paling lama 2 (dua) jam setelah jam
Layanan Transfer Dana dimulai.
5) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 1),
angka 2), dan angka 4) dikecualikan sepanjang
terdapat kesepakatan antara nasabah pengirim dan
Peserta pengirim.
b. Dalam mengirimkan DKE Transfer Dana sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, pendebitan rekening nasabah
pengirim harus dilakukan pada tanggal yang sama
dengan tanggal pengiriman DKE Transfer Dana oleh
Peserta pengirim.
c. Dalam hal pendebitan rekening nasabah dilakukan
lebih awal dari tanggal pengiriman DKE Transfer Dana,
Peserta ...
6
Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau
kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan
tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku
untuk jenis rekening nasabah pengirim terhitung sejak
tanggal pendebitan rekening nasabah pengirim sampai
tanggal Peserta pengirim mengirimkan DKE Transfer
Dana ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points.
d. Kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak berlaku
apabila dana yang akan ditransfer berasal dari setoran
tunai.
e. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, dan kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf c dihitung
berdasarkan hari kalender.
Contoh:
Nasabah memberikan perintah transfer dana pada hari
Jumat tanggal 10 Juli 2015 dalam jam layanan
nasabah dimana Peserta pengirim mempunyai cukup
waktu untuk meneruskan perintah transfer dana
tersebut pada tanggal yang sama. Namun demikian,
Peserta pengirim baru dapat melakukan penerusan
perintah transfer dana pada hari Senin tanggal 13 Juli
2015. Apabila rekening nasabah pengirim telah didebit
pada hari Jumat tanggal 10 Juli 2015, Peserta pengirim
wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi
selama 2 (dua) hari ditambah dengan tingkat
kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points,
dengan perhitungan sebagai berikut:
2 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah pengirim dana +2)% x 1/365 x
nominal dana yang ditransfer.
3. Penanganan ...
7
3. Penanganan DKE Transfer Dana Tidak Diproses oleh
Penyelenggara
a. Dalam hal Peserta pengirim telah mendebit rekening
nasabah pengirim dan telah mengirimkan DKE Transfer
Dana, namun DKE Transfer Dana yang bersangkutan
tidak diproses oleh Penyelenggara karena alasan
tertentu maka:
1) Peserta pengirim wajib membuat dan mengirimkan
kembali DKE Transfer Dana tersebut pada tanggal
yang sama atau pada hari kerja berikutnya paling
lama 2 (dua) jam setelah jam Layanan Transfer
Dana dimulai; dan
2) Dalam hal pengiriman kembali DKE Transfer Dana
dilakukan pada hari kerja berikutnya, Peserta
pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau
kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai
dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang
berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim,
terhitung sejak tanggal pendebitan rekening
nasabah pengirim sampai tanggal Peserta pengirim
meneruskan kembali perintah transfer dana
tersebut.
b. Alasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf a
meliputi:
1) pembuatan DKE Transfer Dana tidak memenuhi
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan transfer dana dan
kliring berjadwal; dan/atau
2) DKE Transfer Dana tidak didukung dengan dana
yang cukup.
c. Ketentuan kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau
kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir a.2)
tidak berlaku apabila dana yang akan ditransfer berasal
dari setoran tunai.
d. Perhitungan ...
8
d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) adalah
berdasarkan hari kalender.
Contoh:
Nasabah memberikan perintah transfer dana kepada
Peserta pengirim pada hari Rabu tanggal 14 Oktober
2015 dalam jam layanan nasabah dan Peserta pengirim
mengirimkan DKE Transfer Dana kepada Peserta
penerima pada tanggal yang sama. Namun demikian,
DKE Transfer Dana tersebut tidak diproses oleh
Penyelenggara karena alasan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b. Peserta pengirim kemudian
mengirimkan kembali DKE Transfer Dana kepada
Peserta penerima pada hari Kamis tanggal 15 Oktober
2015. Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga,
atau kompensasi selama 1 (satu) hari, dengan
perhitungan sebagai berikut:
1 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah pengirim dana x 1/365 x nominal
dana yang ditransfer.
4. Kesesuaian DKE Transfer Dana dengan Perintah Transfer
Dana
a. Dalam hal Peserta pengirim mengirimkan DKE Transfer
Dana yang tidak sesuai dengan perintah transfer dana
yang dibuat oleh nasabah pengirim, Peserta pengirim
mengirimkan kembali DKE Transfer Dana baru atas
beban Peserta pengirim sesuai dengan perintah transfer
dana nasabah pengirim.
b. Pengiriman kembali DKE Transfer Dana baru
sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib dilakukan
pada:
1)
tanggal yang sama dengan tanggal diketahuinya
ketidaksesuaian; atau
2) pada hari kerja berikutnya paling lama 2 (dua) jam
setelah jam Layanan Transfer Dana dimulai,
tanpa ...
9
tanpa menunggu pengembalian dana dari Peserta
penerima atau nasabah penerima yang tidak berhak.
c. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai
dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang
berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim,
terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah
pengirim sampai tanggal Peserta pengirim mengirimkan
DKE Transfer Dana yang baru.
Contoh:
1) Nasabah memberikan perintah transfer dana pada
hari Jumat tanggal 12 Juni 2015 dan pengiriman
DKE Transfer Dana kepada Peserta penerima oleh
Peserta pengirim dilakukan pada tanggal yang
sama, namun Peserta pengirim melakukan
kesalahan pada pembuatan DKE Transfer Dana
yang mengakibatkan dana ditujukan kepada
nasabah yang tidak berhak.
2) Apabila rekening nasabah pengirim telah didebit
pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015 dan Peserta
pengirim baru mengirimkan DKE Transfer Dana
yang baru pada hari Jumat tanggal 19 Juni 2015
maka Peserta pengirim wajib memberikan jasa,
bunga, atau kompensasi untuk 7 (tujuh) hari,
dengan perhitungan sebagai berikut:
7 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah pengirim dana x 1/365 x
nominal dana yang ditransfer.
d. Dalam hal Peserta pengirim telah melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dana
yang salah kirim dapat diminta kembali oleh Peserta
pengirim kepada Peserta penerima.
e. Peserta ...
10
e. Peserta pengirim yang meminta pengembalian dana
sebagaimana dimaksud dalam huruf d harus
menyerahkan surat pernyataan pembebasan tanggung
jawab (indemnity) kepada Peserta penerima.
f. Pembebasan tanggung jawab (indemnity) sebagaimana
dimaksud dalam huruf e paling kurang berisi
pernyataan mengenai:
1) pembebasan tanggung jawab Peserta penerima,
termasuk seluruh karyawannya dan pihak-pihak
lainnya yang terkait dengan pengembalian dana,
terhadap kemungkinan gugatan atau tindakan
hukum lainnya akibat pengembalian dana yang
dilakukan oleh Peserta penerima; dan
2) kesediaan Peserta pengirim untuk menanggung
segala akibat hukum yang timbul akibat
pengembalian dana oleh Peserta penerima.
g. Dalam hal Peserta pengirim meminta pengembalian
dana dari Peserta penerima sebagaimana dimaksud
dalam huruf d, Peserta penerima wajib melaksanakan
permintaan tersebut.
5. Penanganan DKE Transfer Dana yang Dikembalikan oleh
Peserta Penerima
a. Untuk nasabah pengirim yang memiliki rekening di
Peserta pengirim
1) Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan
DKE Transfer Dana sesuai dengan perintah
transfer dana dari nasabah pengirim, namun
Peserta penerima mengembalikan DKE Transfer
Dana karena alasan tertentu, Peserta pengirim
wajib melakukan pengkreditan rekening nasabah
pengirim pada tanggal yang sama dengan tanggal
pengembalian DKE Transfer Dana.
2) Dalam ...
11
2) Dalam hal pengkreditan dana tidak dilakukan pada
tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian
DKE Transfer Dana, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a) Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada nasabah pengirim
yang berhak sesuai dengan tingkat jasa,
bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk
jenis rekening nasabah pengirim tersebut,
ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis
points;
b) Jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak
tanggal seharusnya dilakukan pengkreditan
rekening nasabah pengirim sampai tanggal
pelaksanaan pengkreditan pada rekening
nasabah pengirim.
b. Untuk nasabah pengirim yang tidak memiliki rekening
di Peserta pengirim
1) Peserta pengirim harus mengirim pemberitahuan
dengan surat atau sarana lainnya kepada nasabah
pengirim mengenai dikembalikannya DKE Transfer
Dana, yang merupakan dasar bagi nasabah
pengirim untuk mengambil kembali dana di Peserta
pengirim.
2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disampaikan:
a) pada tanggal yang sama dengan tanggal
pengembalian DKE Transfer Dana oleh Peserta
penerima; atau
b) paling lambat hari kerja berikutnya, apabila:
(1) jam layanan nasabah Peserta pengirim
telah berakhir; atau
(2)
lokasi kantor Peserta pengirim tempat
nasabah ...
12
nasabah pengirim melakukan transaksi
berada di wilayah dengan sarana
komunikasi dan transportasi yang tidak
mendukung.
C. Tanggung Jawab Peserta Penerima
1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas
DKE Transfer Dana yang diterima dari Peserta pengirim,
Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk nasabah penerima yang memiliki rekening di
Peserta penerima
1) Peserta penerima wajib mengkredit rekening
nasabah penerima:
a) paling lama 2 (dua) jam setelah Penyelenggara
melakukan Setelmen Dana; atau
b) paling lambat pukul 09.00 waktu setempat
pada hari kerja berikutnya dengan
menggunakan tanggal valuta hari kerja
sebelumnya, khusus untuk penerusan dana
hasil Setelmen Dana periode terakhir.
2) Peserta penerima dapat melakukan pengkreditan
rekening nasabah penerima lebih cepat dari batas
waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
apabila Peserta penerima telah melakukan
download confirmed incoming DKE Transfer Dana
sebelum Penyelenggara melakukan Setelmen Dana.
3) Apabila Peserta penerima tidak melakukan
pengkreditan sebagaimana dimaksud dalam angka
1)b):
a) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada nasabah penerima
sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening
nasabah ...
13
nasabah penerima ditambah dengan tingkat
jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200
(dua ratus) basis points; dan
b)
jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak 1
(satu) hari setelah tanggal valuta pengkreditan
Rekening Setelmen Dana Peserta penerima.
4) Ketentuan kewajiban tambahan tingkat
pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam angka 3) tidak
berlaku apabila Peserta penerima menunda
pelaksanaan kewajiban pengkreditan atas
permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar
ketentuan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang”
antara lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat
Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, dan
pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang
berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan
transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing
oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai
penerapan prinsip mengenal nasabah, serta
peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang, khususnya yang terkait
dengan pemantauan atas transaksi keuangan
mencurigakan.
5) Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau
kompensasi sebagaimana dimaksud dalam angka
3) adalah berdasarkan hari kalender.
Contoh:
Peserta penerima memperoleh DKE Transfer Dana
pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015. Namun
demikian, Peserta penerima melakukan penerusan
dana ...
14
dana pada hari Senin tanggal 15 Juni 2015 dengan
menggunakan tanggal valuta yang sama dengan
tanggal pengkreditan dana ke rekening nasabah
penerima. Dengan demikian, Peserta penerima
wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi
kepada Peserta pengirim untuk 3 (tiga) hari
ditambah kompensasi sebesar 200 basis points,
dengan perhitungan sebagai berikut:
3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x
nominal dana yang ditransfer.
b. Untuk nasabah penerima yang tidak memiliki rekening
di Peserta penerima
1) Peserta penerima harus mengirim pemberitahuan
dengan surat atau sarana lainnya kepada nasabah
penerima mengenai telah tersedianya dana hasil
transfer dana, yang merupakan dasar bagi nasabah
penerima untuk mengambil dana di Peserta
penerima.
2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disampaikan:
a) pada tanggal yang sama dengan tanggal
pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta
penerima; atau
b) paling lambat hari kerja berikutnya, apabila:
(1) jam layanan nasabah Peserta penerima
telah berakhir; atau
(2)
lokasi kantor Peserta penerima tempat
nasabah penerima melakukan transaksi
berada di wilayah dengan sarana
komunikasi dan transportasi yang tidak
mendukung.
3) Peserta penerima harus mengembalikan dana
kepada Peserta pengirim segera dan tanpa
menunda, dalam hal:
a) pemberitahuan ...
15
a) pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) tidak dapat disampaikan kepada
nasabah penerima atau terdapat hal lain yang
menyebabkan pemberitahuan tidak dapat
disampaikan kepada nasabah penerima;
dan/atau
b) nasabah penerima tidak menarik dana dalam
jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan
peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi
sistem pembayaran.
2. Penanganan Kekeliruan dalam Penerusan Dana
a. Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan DKE
Transfer Dana sesuai dengan perintah transfer dana
dari nasabah pengirim, namun Peserta penerima
melakukan pengkreditan dana kepada nasabah
penerima yang berbeda dari yang tercantum dalam DKE
Transfer Dana, Peserta penerima wajib melakukan
pengkreditan dana kepada nasabah penerima yang
berhak pada tanggal yang sama dengan tanggal
diketahuinya kekeliruan tanpa menunggu
pengembalian dana dari nasabah penerima yang tidak
berhak.
b. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta penerima harus membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada nasabah penerima yang
berhak sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening
nasabah penerima tersebut ditambah dengan
tingkat kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis
points;
2)
jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak
tanggal seharusnya rekening nasabah penerima
yang berhak dikredit sampai dengan tanggal
pelaksanaan ...
16
pelaksanaan pengkreditan pada rekening nasabah
penerima yang berhak.
c. Ketentuan kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau
kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b
tidak berlaku apabila dana yang akan ditransfer berasal
dari setoran tunai.
d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah
berdasarkan hari kalender.
Contoh:
1) Peserta penerima memperoleh DKE Transfer Dana
pada hari Rabu tanggal 10 Juni 2015. Namun
demikian Peserta penerima melakukan kekeliruan
dalam penerusan dana sehingga mengakibatkan
dana diterima oleh nasabah yang tidak berhak.
2) Apabila Peserta penerima meneruskan dana pada
hari Rabu tanggal 17 Juni 2015 maka Peserta
penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau
kompensasi kepada nasabah yang berhak untuk 7
(tujuh) hari, dengan perhitungan sebagai berikut:
7 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x
nominal dana yang ditransfer.
3. Pengembalian Dana kepada Peserta Pengirim
a. Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi Peserta penerima
tidak dapat meneruskan dana kepada nasabah
penerima, Peserta penerima harus segera
mengembalikan dana kepada Peserta pengirim.
b. Dalam hal Peserta penerima telah meneruskan dana
sesuai dengan perintah transfer dana dari Peserta
pengirim tetapi Peserta pengirim mengajukan
permintaan kepada Peserta penerima untuk
mengembalikan dana karena alasan tertentu, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta ...
17
1) Peserta penerima wajib memberikan tanggapan
kepada Peserta pengirim paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak tanggal permintaan pengembalian
dana dari Peserta pengirim.
2) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dilakukan dengan mempertimbangkan pembebasan
tanggung jawab (indemnity) yang diterima dari
Peserta pengirim dan kebijakan serta ketentuan
internal Peserta penerima.
c. Dalam hal Peserta penerima tidak dapat langsung
mengembalikan dana sesuai dengan permintaan Peserta
pengirim, Peserta pengirim melakukan penagihan dana
yang salah kirim tersebut secara langsung kepada
nasabah penerima yang tidak berhak.
d. Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam
huruf c, Peserta penerima harus membantu Peserta
pengirim dengan cara memberikan data yang terkait
dengan:
1) pengkreditan rekening nasabah penerima yang
tidak berhak; dan
2)
identitas nasabah penerima yang tidak berhak yang
tercatat dalam administrasi Peserta penerima.
e. Dalam hal Peserta penerima dapat menarik kembali
dana dari nasabah penerima yang tidak berhak,
pengembalian dana kepada Peserta pengirim meliputi
jumlah dana yang ditarik kembali oleh Peserta
penerima.
f. Kewajiban Peserta penerima untuk melakukan
pengembalian dana atau memberikan tanggapan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya berlaku
dalam hal permintaan pengembalian dana dari Peserta
pengirim diterima paling lama 60 (enam puluh) hari
kalender sejak tanggal pengkreditan Rekening Setelmen
Dana Peserta penerima di Penyelenggara.
g. Apabila ...
18
g. Apabila setelah jangka waktu 60 (enam puluh) hari
kalender sebagaimana dimaksud dalam huruf f
terlampaui, terdapat permintaan dari Peserta pengirim
untuk melakukan pengembalian dana atau memberikan
tanggapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta penerima dapat menolak atau menerima
permintaan tersebut dan disampaikan kepada
Peserta pengirim paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja sejak tanggal permintaan pengembalian dana
dari Peserta pengirim.
2) Dalam hal Peserta penerima menolak permintaan
pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 1), Peserta pengirim dapat melakukan
penagihan dana secara langsung kepada nasabah
penerima yang tidak berhak.
3) Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud
dalam angka 2), Peserta penerima harus membantu
Peserta pengirim antara lain dengan cara
memberikan data yang terkait dengan:
a) pengkreditan rekening nasabah penerima yang
tidak berhak; dan
b)
identitas nasabah penerima yang tidak berhak
yang tercatat dalam administrasi Peserta
penerima.
h. Dalam hal Peserta penerima menyetujui permintaan
Peserta pengirim untuk mengembalikan dana
sebagaimana dimaksud dalam huruf g maka
pengembalian dana meliputi seluruh dana yang ditarik
kembali sebagaimana dimaksud dalam huruf e.
III. LAYANAN KLIRING WARKAT DEBIT
A. Tata Cara Pengisian Perintah Transfer Debit
1. Perintah transfer debit yang dibuat oleh nasabah pengirim
paling kurang memuat:
a. identitas ...
19
a.
b.
c.
identitas nasabah pengirim;
jenis Warkat Debit;
tanggal perintah transfer debit;
d. jumlah dana dari Warkat Debit; dan
e.
informasi lain yang menurut peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai transfer dana wajib
dicantumkan dalam perintah transfer debit.
2.
Identitas nasabah pengirim sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a paling kurang memuat nama dan nomor rekening.
3. Jenis Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b
terdiri atas:
a. cek;
b. bilyet giro;
c. nota debit; dan
d. Warkat Debit lainnya yang disetujui oleh Penyelenggara
untuk dikliringkan.
4. Dalam hal nasabah pengirim tidak memiliki rekening pada
Peserta, identitas sebagaimana dimaksud dalam angka 2
paling kurang memuat nama dan alamat.
B. Tanggung Jawab Peserta Pengirim
1. Penerimaan Warkat Debit oleh Peserta Pengirim
Dalam menerima Warkat Debit, Peserta pengirim wajib
memperhatikan ketentuan yang berlaku antara lain
ketentuan yang mengatur mengenai prinsip mengenal
nasabah, peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang, khususnya terkait dengan pemantauan
atas transaksi keuangan mencurigakan, peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai transfer
dana, ketentuan yang mengatur mengenai cek, ketentuan
yang mengatur mengenai bilyet giro, dan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai transfer dana dan
kliring berjadwal.
2. Kesesuaian ...
20
2. Kesesuaian DKE Warkat Debit dengan Data pada Warkat
Debit
Peserta pengirim bertanggung jawab atas:
a. kesesuaian DKE Warkat Debit dengan data pada
Warkat Debit yang menjadi dasar pembuatan DKE
Warkat Debit; dan
b. pengiriman Warkat Debit kepada Peserta penerima.
3. Pengiriman DKE Warkat Debit dan Warkat Debit kepada
Peserta Penerima
a. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan
pengaksepan untuk mengkliringkan Warkat Debit,
Peserta pengirim wajib mengkliringkan Warkat Debit
pada Kliring Penyerahan, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Untuk Warkat Debit yang diterima dalam jam
layanan nasabah dan Peserta pengirim mempunyai
cukup waktu untuk mengkliringkannya, Peserta
pengirim wajib mengkliringkan Warkat Debit
tersebut pada tanggal yang sama dengan tanggal
diterimanya Warkat Debit dari nasabah.
2) Untuk Warkat Debit yang diterima setelah
berakhirnya jam layanan nasabah, namun masih
dalam jam operasional Peserta pengirim, Peserta
pengirim dapat menerima Warkat Debit tersebut
dan wajib mengkliringkan Warkat Debit tersebut
paling lambat hari kerja berikutnya.
3) Kewajiban mengkliringkan Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka
2) dapat dikecualikan sepanjang terdapat
kesepakatan lain antara nasabah pengirim dengan
Peserta pengirim.
b. Khusus untuk Warkat Debit yang memiliki tanggal
jatuh tempo pembayaran maka:
1) kewajiban ...
21
1) kewajiban mengkliringkan Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a berlaku
sepanjang Warkat Debit tersebut telah jatuh tempo
pada saat diterima oleh Peserta pengirim;
2) dalam hal Warkat Debit belum jatuh tempo pada
saat diterima oleh Peserta pengirim maka Peserta
pengirim wajib mengkliringkan Warkat Debit
tersebut pada tanggal jatuh tempo atau hari kerja
berikutnya setelah tanggal jatuh tempo apabila
tanggal jatuh tempo Warkat Debit adalah hari
libur, kecuali terdapat kesepakatan lain antara
nasabah pengirim yang menyetorkan Warkat Debit
dengan Peserta pengirim.
c. Khusus untuk wilayah kliring yang memberlakukan
Setelmen Dana 1 (satu) hari kerja setelah penyerahan
DKE Warkat Debit, Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dapat dikliringkan oleh
Peserta pengirim 1 (hari) sebelum tanggal jatuh tempo.
d. Dalam hal Peserta pengirim tidak mengkliringkan
Warkat Debit sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, Peserta pengirim
wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada
nasabah pengirim terhitung sejak tanggal Warkat Debit
tersebut dikliringkan sampai dengan tanggal Setelmen
Dana Warkat Debit tersebut.
e. Jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf d adalah jasa, bunga, atau kompensasi
yang berlaku untuk jenis rekening nasabah yang
menyetorkan Warkat Debit.
f. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat
jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf d tidak berlaku apabila:
1) nasabah pengirim yang menyetorkan Warkat Debit
tidak mempunyai rekening pada Peserta pengirim;
atau
2) Peserta ...
22
2) Peserta pengirim menunda pelaksanaan kewajiban
mengkliringkan Warkat Debit atas permintaan
pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan
yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang”
antara lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat
Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, dan
pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang
berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan
transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing
oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai
penerapan prinsip mengenal nasabah, serta
peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang, khususnya yang terkait
dengan pemantauan atas transaksi keuangan
mencurigakan.
g. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf d adalah
berdasarkan hari kalender.
Contoh:
1) Nasabah menyetorkan Warkat Debit yang telah
jatuh tempo pada hari Jumat tanggal 19 Juni 2015
dalam jam layanan nasabah dimana Peserta
pengirim mempunyai cukup waktu untuk
mengkliringkannya pada tanggal yang sama.
Namun demikian, Warkat Debit tersebut baru
dikliringkan oleh Peserta pengirim pada hari Senin
tanggal 22 Juni 2015.
2) Apabila Setelmen Dana oleh Penyelenggara
dilakukan pada hari yang sama dengan Kliring
Penyerahan yaitu hari Jumat tanggal 19 Juni 2015
dan transaksi tersebut tidak ditolak oleh Peserta
penerima ...
23
penerima maka Peserta pengirim wajib memberikan
jasa, bunga, atau kompensasi untuk 3 (tiga) hari,
dengan perhitungan sebagai berikut:
3 hari x bunga untuk jenis rekening nasabah yang
menyetorkan Warkat Debit x 1/365 x nominal
Warkat Debit yang dikliringkan.
3) Apabila Setelmen Dana oleh Penyelenggara tidak
dilakukan pada hari yang sama dengan Kliring
Penyerahan yaitu hari Senin tanggal 22 Juni 2015
dan transaksi tersebut tidak ditolak oleh Peserta
penerima maka Peserta pengirim wajib memberikan
jasa, bunga, atau kompensasi untuk 1 (satu) hari,
dengan perhitungan sebagai berikut:
1 hari x bunga untuk jenis rekening nasabah yang
menyetorkan Warkat Debit x 1/365 x nominal
Warkat Debit yang dikliringkan.
4. Penanganan Kekeliruan dalam Pengiriman DKE Warkat
Debit
a. Dalam hal Peserta pengirim melakukan kekeliruan yang
mengakibatkan:
1) DKE Warkat Debit tidak sesuai dengan data pada
Warkat Debit yang diterima; atau
2) DKE Warkat Debit dikirim tanpa disertai Warkat
Debit atau sebaliknya,
sehingga DKE Warkat Debit dan/atau Warkat Debit
ditolak atau tidak diterima oleh Peserta penerima maka
Peserta pengirim wajib mengkliringkan kembali Warkat
Debit tersebut dalam Layanan Kliring Warkat Debit
pada hari kerja berikutnya.
b. Dalam hal Peserta pengirim melakukan kekeliruan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Peserta
pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi
kepada nasabah pengirim yang menyetorkan Warkat
Debit sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi ...
24
kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah
pengirim yang menyetorkan Warkat Debit, terhitung
sejak tanggal Setelmen Dana pada saat Warkat Debit
tersebut dikliringkan terjadi kekeliruan sampai dengan
tanggal Setelmen Dana pada saat Peserta pengirim
mengkliringkan Warkat Debit tersebut dengan benar.
c. Ketentuan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak berlaku
jika nasabah yang menyetorkan Warkat Debit tidak
mempunyai rekening pada Peserta pengirim.
d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah
berdasarkan hari kalender.
Contoh:
1) Nasabah menyetorkan Warkat Debit yang telah
jatuh tempo pada hari Selasa tanggal 14 Juli 2015
dalam jam layanan nasabah dan dikliringkan oleh
Peserta pengirim pada tanggal yang sama. Namun
demikian, Warkat Debit dan DKE Warkat Debit
tersebut ditolak karena DKE Warkat Debit tidak
sesuai dengan Warkat Debit. Peserta pengirim
kemudian mengkliringkan kembali Warkat Debit
tersebut pada hari Rabu tanggal 15 Juli 2015.
2) Apabila Setelmen Dana oleh Penyelenggara
dilakukan pada hari yang sama dengan Kliring
penyerahan yaitu pada hari Selasa tanggal 14 Juli
2015 maka atas keterlambatan karena kekeliruan
tersebut, Peserta pengirim wajib memberikan jasa,
bunga, atau kompensasi selama 1 (satu) hari,
dengan perhitungan sebagai berikut:
1 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah yang menyetorkan Warkat Debit
x 1/365 x nominal Warkat Debit yang dikliringkan.
3) Apabila ...
25
3) Apabila Setelmen Dana oleh Penyelenggara tidak
dilakukan pada hari yang sama dengan Kliring
Penyerahan yaitu hari Rabu tanggal 15 Juli 2015
dan transaksi tersebut tidak ditolak oleh Peserta
penerima maka Peserta pengirim wajib memberikan
jasa, bunga, atau kompensasi untuk 1 (satu) hari,
dengan perhitungan sebagai berikut:
1 hari x bunga untuk jenis rekening nasabah yang
menyetorkan Warkat Debit x 1/365 x nominal
Warkat Debit yang dikliringkan.
5. Penerusan Dana kepada Nasabah yang Menyetorkan Warkat
Debit
a. Dalam hal Warkat Debit yang dikliringkan oleh Peserta
pengirim tidak ditolak oleh Peserta penerima, Peserta
pengirim wajib meneruskan dana hasil penagihan
Warkat Debit tersebut kepada nasabah yang
menyetorkan Warkat Debit segera setelah Setelmen
Dana, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk nasabah pengirim yang memiliki rekening di
Peserta pengirim:
a) Peserta pengirim wajib mengkredit dana
tersebut ke rekening nasabah pengirim yang
menyetorkan Warkat Debit:
(1) pada tanggal valuta yang sama dengan
tanggal Setelmen Dana; atau
(2) paling lambat pukul 09.00 waktu
setempat pada hari kerja berikutnya
dengan menggunakan tanggal valuta hari
kerja sebelumnya.
b) Apabila Peserta pengirim tidak melakukan
pengkreditan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a):
(1) Peserta pengirim wajib membayar jasa,
bunga, atau kompensasi kepada nasabah
pengirim ...
26
pengirim yang menyetorkan Warkat Debit
sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi yang berlaku untuk jenis
rekening nasabah yang menyetorkan
Warkat Debit ditambah dengan tingkat
jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200
(dua ratus) basis points; dan
(2) jasa, bunga, atau kompensasi dihitung
sejak 1 (satu) hari setelah tanggal valuta
pengkreditan Rekening Setelmen Dana
Peserta penerima.
2) Untuk nasabah pengirim yang tidak memiliki
rekening di Peserta pengirim maka Peserta
pengirim wajib mengirim surat pemberitahuan
mengenai tersedianya dana kepada nasabah
pengirim yang menyetorkan Warkat Debit pada
tanggal yang sama dengan tanggal Setelmen Dana
atau paling lambat pada hari kerja berikutnya.
b. Ketentuan pembayaran tambahan tingkat jasa, bunga,
atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir
a.1)b)(1) tidak berlaku jika Peserta pengirim menunda
pelaksanaan penerusan dana atas permintaan pihak
yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang
berlaku.
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara
lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan
Analisa Transaksi Keuangan, dan pengadilan. Yang
dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit
valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur
mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta
peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan
pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan.
c. Perhitungan ...
27
c. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam butir a1)b) adalah
berdasarkan hari kalender.
Contoh:
1) Nasabah pengirim menyetorkan Warkat Debit pada
hari Rabu tanggal 1 Juli 2015 dalam jam layanan
nasabah dan dikliringkan oleh Peserta pengirim
pada tanggal yang sama dan tidak ditolak oleh
Peserta penerima. Setelmen Dana dilakukan pada
tanggal yang sama dengan Kliring penyerahan.
2) Apabila rekening nasabah pengirim baru dikredit
pada hari Kamis tanggal 2 Juli 2015 maka Peserta
pengirim wajib memberikan bunga selama 1 (satu)
hari ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points,
dengan perhitungan sebagai berikut:
1 hari x (bunga untuk jenis rekening nasabah +
2)% x 1/365 x nominal Warkat Debit yang
dikliringkan.
C. Tanggung Jawab Peserta Penerima
1. Penerimaan Warkat Debit oleh Peserta Penerima
Dalam menerima Warkat Debit pada kliring penyerahan,
Peserta penerima wajib memperhatikan ketentuan yang
mengatur mengenai cek, ketentuan yang mengatur
mengenai bilyet giro, dan ketentuan yang mengatur
mengenai Warkat Debit lainnya.
2. Penerimaan Warkat Debit dan Pemrosesan DKE Warkat
Debit
a. Dalam hal Warkat Debit telah memenuhi persyaratan
untuk dibayarkan kepada nasabah pengirim melalui
Peserta pengirim, namun Prefund Debit Peserta
penerima tidak didukung dana yang cukup, Peserta
penerima wajib melakukan pembayaran di luar kliring
kepada Peserta pengirim pada tanggal yang sama
dengan tanggal penolakan DKE Warkat Debit.
b. Dalam ...
28
b. Dalam hal Warkat Debit tidak memenuhi persyaratan
untuk dibayarkan kepada nasabah pengirim, Peserta
penerima mengembalikan Warkat Debit kepada Peserta
pengirim disertai alasan penolakan.
c. Dalam hal Peserta penerima tidak melakukan
pembayaran pada tanggal yang sama dengan tanggal
penolakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau
kompensasi kepada Peserta pengirim untuk diteruskan
kepada nasabah Peserta pengirim.
d. Pelaksanaan penerusan dana kepada nasabah pengirim
dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana
dimaksud dalam butir B.5.
IV. LAYANAN PEMBAYARAN REGULER
A. Tanggung Jawab Peserta Pengirim
1. Kelengkapan Pengisian Perintah Transfer Dana
Peserta pengirim harus mensyaratkan kepada nasabah
pengirim untuk mengisi formulir perintah transfer dana
secara lengkap dan benar serta memperhatikan ketentuan
yang berlaku. Ketentuan yang berlaku antara lain ketentuan
yang mengatur mengenai prinsip mengenal nasabah,
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang, khususnya terkait dengan pemantauan atas transaksi
keuangan mencurigakan, dan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai transfer dana,
serta
perjanjian antara Peserta pengirim dengan nasabah Peserta
pengirim.
2. Pengiriman DKE Pembayaran kepada Peserta Penerima
a. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan
pengaksepan untuk meneruskan perintah transfer dana
dari nasabah pengirim, Peserta pengirim wajib
meneruskan perintah transfer dana dalam bentuk DKE
Pembayaran, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pengiriman ...
29
1) Pengiriman DKE Pembayaran kepada Peserta
penerima dilakukan pada tanggal yang sama
dengan tanggal penerimaan perintah transfer dana
dari nasabah pengirim.
2) Pengiriman DKE Pembayaran pada tanggal yang
sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1) wajib
dilakukan oleh Peserta pengirim sesegera mungkin
sejak pengaksepan perintah transfer dana.
3) Peserta pengirim dianggap telah melakukan
pengaksepan perintah transfer dana apabila
Peserta pengirim telah:
a) melakukan pendebitan rekening nasabah
pengirim;
b) menerbitkan perintah transfer dana yang
dimaksudkan untuk melaksanakan perintah
transfer dari nasabah pengirim; atau
c) menyampaikan pemberitahuan pengaksepan
kepada nasabah pengirim melalui media yang
disepakati.
4) kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dan angka 2) dikecualikan sepanjang terdapat
kesepakatan antara nasabah pengirim dan
nasabah penerima.
b. Dalam mengirimkan DKE Pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, pendebitan rekening nasabah
pengirim harus dilakukan pada tanggal yang sama
dengan tanggal pengiriman DKE Pembayaran oleh
Peserta pengirim.
c. Dalam hal tanggal pendebitan rekening nasabah
dilakukan lebih awal dari tanggal pengiriman DKE
Pembayaran, Peserta pengirim wajib membayar jasa,
bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim
sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi
yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim
terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah
pengirim ...
30
pengirim sampai tanggal Peserta pengirim mengirimkan
DKE Pembayaran ditambah dengan tingkat jasa, bunga,
atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points.
d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, dan kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf c dihitung
berdasarkan hari kalender.
Contoh:
Nasabah memberikan perintah transfer dana pada hari
Jumat tanggal 10 Juli 2015 dalam jam layanan
nasabah dimana Peserta pengirim mempunyai cukup
waktu untuk meneruskan perintah transfer dana
tersebut pada tanggal yang sama. Namun demikian,
Peserta pengirim baru dapat melakukan penerusan
perintah transfer dana pada hari Senin tanggal 13 Juli
2015. Apabila rekening nasabah pengirim telah didebit
pada hari Jumat tanggal 10 Juli 2015, Peserta pengirim
wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi
selama 2 (dua) hari ditambah dengan tingkat jasa,
bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis
points, dengan perhitungan sebagai berikut:
2 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah pengirim dana +2)% x 1/365 x
nominal dana yang ditransfer.
3. Penanganan DKE Pembayaran Tidak Diproses oleh
Penyelenggara
a. Dalam hal Peserta pengirim telah mendebit rekening
nasabah pengirim dan telah mengirimkan DKE
Pembayaran, namun DKE Pembayaran yang
bersangkutan tidak diproses oleh Penyelenggara karena
alasan tertentu maka:
1) Peserta pengirim wajib membuat dan mengirimkan
kembali DKE Pembayaran tersebut pada tanggal
yang sama atau paling lambat pada hari kerja
berikutnya.
2) Dalam ...
31
2) Dalam hal pengiriman kembali DKE Pembayaran
dilakukan pada hari kerja berikutnya, Peserta
pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau
kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai
dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang
berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim
terhitung sejak tanggal pendebitan rekening
nasabah pengirim sampai tanggal Peserta pengirim
meneruskan kembali perintah transfer dana
tersebut.
b. Alasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf a
meliputi:
1) pembuatan DKE Pembayaran tidak memenuhi
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan transfer dana dan
kliring berjadwal; dan/atau
2) DKE Pembayaran tidak didukung dengan dana
yang cukup.
c. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a adalah
berdasarkan hari kalender.
Contoh:
Nasabah memberikan perintah transfer dana kepada
Peserta pengirim pada hari Rabu tanggal 14 Oktober
2015 dalam jam layanan nasabah dan Peserta pengirim
mengirimkan DKE Pembayaran kepada Peserta
penerima pada tanggal yang sama. Namun demikian,
DKE Pembayaran tersebut tidak diproses oleh
Penyelenggara karena alasan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b. Peserta pengirim kemudian
mengirimkan DKE Pembayaran kembali kepada Peserta
penerima pada hari Kamis tanggal 15 Oktober 2015.
Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau
kompensasi selama 1 (satu) hari, dengan perhitungan
sebagai berikut:
1 (satu) ...
32
1 (satu) hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk
jenis rekening nasabah pengirim dana x 1/365 x
nominal dana yang ditransfer.
4. Kesesuaian DKE Pembayaran dengan Perintah Transfer
Dana
a. Dalam hal Peserta pengirim mengirimkan DKE
Pembayaran yang tidak sesuai dengan perintah transfer
dana yang dibuat oleh nasabah pengirim, Peserta
pengirim mengirimkan DKE Pembayaran baru atas
beban Peserta pengirim sesuai dengan perintah transfer
dana nasabah pengirim.
b. Pengiriman kembali DKE Pembayaran baru
sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dilakukan
pada tanggal yang sama dengan tanggal diketahuinya
ketidaksesuaian, tanpa menunggu pengembalian dana
dari Peserta penerima atau nasabah penerima yang
tidak berhak.
c. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai
dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang
berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim,
terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah
pengirim sampai tanggal Peserta pengirim mengirimkan
DKE Pembayaran yang baru.
Contoh:
1) Nasabah memberikan perintah transfer dana pada
hari Jumat tanggal 12 Juni 2015 dan pengiriman
DKE Pembayaran kepada Peserta penerima oleh
Peserta pengirim dilakukan pada tanggal yang
sama, namun Peserta pengirim melakukan
kesalahan pada pembuatan DKE Pembayaran yang
mengakibatkan dana ditujukan kepada nasabah
yang tidak berhak.
2) Apabila ...
33
2) Apabila rekening nasabah pengirim telah didebit
pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015 dan Peserta
pengirim baru mengirimkan DKE Transfer Dana
yang baru pada hari Jumat tanggal 19 Juni 2015,
maka Peserta pengirim wajib memberikan jasa,
bunga, atau kompensasi untuk 7 (tujuh) hari,
dengan perhitungan sebagai berikut:
7 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah pengirim dana x 1/365 x
nominal dana yang ditransfer.
d. Dalam hal Peserta pengirim telah melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dana
yang salah kirim dapat diminta kembali oleh Peserta
pengirim kepada Peserta penerima.
e. Peserta pengirim yang meminta pengembalian dana
sebagaimana dimaksud dalam huruf d harus
menyerahkan surat pernyataan pembebasan tanggung
jawab (indemnity) kepada Peserta penerima.
f. Pembebasan tanggung jawab (indemnity) sebagaimana
dimaksud dalam huruf e paling kurang berisi
pernyataan mengenai:
1) pembebasan tanggung jawab Peserta penerima,
termasuk seluruh karyawannya dan pihak-pihak
lainnya yang terkait dengan pengembalian dana,
terhadap kemungkinan gugatan atau tindakan
hukum lainnya akibat pengembalian dana yang
dilakukan oleh Peserta penerima; dan
2) kesediaan Peserta pengirim untuk menanggung
segala akibat hukum yang timbul akibat
pengembalian dana oleh Peserta penerima.
g. Dalam hal Peserta pengirim meminta pengembalian
dana dari Peserta penerima sebagaimana dimaksud
dalam huruf d, Peserta penerima wajib melaksanakan
permintaan tersebut.
5. Penanganan ...
34
5. Penanganan DKE Pembayaran yang Dikembalikan oleh
Peserta Penerima
a. Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan DKE
Pembayaran sesuai dengan perintah transfer dana dari
nasabah pengirim, namun Peserta penerima
mengembalikan DKE Pembayaran karena alasan
tertentu, Peserta pengirim wajib melakukan
pengkreditan rekening nasabah pengirim pada tanggal
yang sama dengan tanggal pengembalian DKE
Pembayaran.
b. Dalam hal pengkreditan dana tidak dilakukan pada
tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian DKE
Pembayaran, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta pengirim harus membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada nasabah pengirim yang
berhak sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening
nasabah pengirim tersebut, ditambah dengan
tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200
(dua ratus) basis points;
2) Jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak
tanggal seharusnya dilakukan pengkreditan
rekening nasabah pengirim sampai tanggal
pelaksanaan pengkreditan pada rekening nasabah
pengirim.
B. Tanggung Jawab Peserta Penerima
1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas
DKE Pembayaran yang diterima dari Peserta pengirim,
Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta penerima wajib mengkredit rekening nasabah
penerima pada tanggal yang sama dengan tanggal
diterimanya DKE Pembayaran.
b. Dalam ...
35
b. Dalam hal Peserta menerima tidak dapat mengkredit
rekening nasabah sebagaimana dimaksud pada huruf a,
Peserta penerima wajib mengkredit rekening nasabah
penerima paling lambat pukul 09.00 waktu setempat
pada hari kerja berikutnya dengan menggunakan
tanggal valuta hari kerja sebelumnya.
c. Apabila Peserta penerima tidak melakukan
pengkreditan sebagaimana dimaksud dalam huruf b:
1) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada nasabah penerima sesuai
dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang
berlaku untuk jenis rekening nasabah penerima
ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points;
dan
2) bunga dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal
valuta pengkreditan Rekening Setelmen Dana
Peserta penerima.
d. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat
jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf c tidak berlaku apabila Peserta penerima
menunda pelaksanaan kewajiban pengkreditan atas
permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar
ketentuan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara
lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan
Analisa Transaksi Keuangan dan pengadilan. Yang
dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit
valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur
mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta
peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan
pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan.
e. Perhitungan...
36
e. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah
berdasarkan hari kalender.
Contoh:
Peserta penerima memperoleh transfer kredit pada hari
Jumat tanggal 12 Juni 2015. Namun demikian, Peserta
penerima melakukan penerusan dana pada hari Senin
tanggal 15 Juni 2015 dengan menggunakan tanggal
valuta yang sama dengan tanggal pengkreditan dana ke
rekening nasabah penerima. Dengan demikian, Peserta
penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau
kompensasi kepada Peserta pengirim untuk 3 (tiga)
hari ditambah kompensasi sebesar 200 basis point,
dengan perhitungan sebagai berikut:
3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal
dana yang ditransfer.
2. Penanganan Kekeliruan dalam Penerusan Dana
a. Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan DKE
Pembayaran sesuai dengan perintah transfer dana dari
nasabah pengirim, namun Peserta penerima melakukan
pengkreditan dana kepada nasabah penerima yang
berbeda dari yang tercantum dalam DKE Pembayaran,
Peserta penerima wajib melakukan pengkreditan dana
kepada nasabah penerima yang berhak pada tanggal
yang sama dengan tanggal diketahuinya kekeliruan
tanpa menunggu pengembalian dana dari nasabah
penerima yang tidak berhak.
b. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta penerima harus membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada nasabah penerima yang
berhak sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening
nasabah ...
37
nasabah penerima tersebut, ditambah dengan
tingkat kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis
points;
2) Jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak
tanggal seharusnya rekening nasabah penerima
yang berhak dikredit, sampai dengan tanggal
pelaksanaan pengkreditan pada rekening nasabah
penerima yang berhak.
c. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah
berdasarkan hari kalender.
Contoh:
1) Peserta penerima memperoleh DKE Pembayaran
pada hari Rabu tanggal 10 Juni 2015. Namun
demikian Peserta penerima melakukan kekeliruan
dalam penerusan dana sehingga mengakibatkan
dana diterima oleh nasabah yang tidak berhak.
2) Apabila Peserta penerima mengembalikan dana
pada hari Rabu tanggal 17 Juni 2015 maka Peserta
penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau
kompensasi kepada Peserta pengirim untuk 7
(tujuh) hari, dengan perhitungan sebagai berikut:
7 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x
nominal dana yang ditransfer.
3. Pengembalian Dana kepada Peserta Pengirim
a. Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi Peserta penerima
tidak dapat meneruskan dana kepada nasabah
penerima, Peserta penerima harus segera
mengembalikan dana kepada Peserta pengirim.
b. Dalam hal Peserta penerima telah meneruskan dana
sesuai dengan perintah transfer dana dari Peserta
pengirim, tetapi Peserta pengirim mengajukan
permintaan kepada Peserta penerima untuk
mengembalikan dana karena alasan tertentu, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta ...
38
1) Peserta penerima wajib memberikan tanggapan
kepada Peserta pengirim paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak tanggal permintaan pengembalian
dana dari Peserta pengirim.
2) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dilakukan dengan mempertimbangkan pembebasan
tanggung jawab (indemnity) yang diterima dari
Peserta pengirim dan kebijakan serta ketentuan
internal Peserta penerima.
c. Dalam hal Peserta penerima tidak dapat langsung
mengembalikan dana sesuai dengan permintaan Peserta
pengirim, Peserta pengirim melakukan penagihan dana
yang salah kirim tersebut secara langsung kepada
nasabah penerima yang tidak berhak.
d. Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam
huruf c, Peserta penerima harus membantu Peserta
pengirim dengan cara memberikan data yang terkait
dengan:
1) pengkreditan rekening nasabah penerima yang
tidak berhak; dan
2)
identitas nasabah penerima yang tidak berhak yang
tercatat dalam administrasi Peserta penerima.
e. Dalam hal Peserta penerima dapat menarik kembali
dana dari nasabah penerima yang tidak berhak,
pengembalian dana kepada Peserta pengirim meliputi
jumlah dana yang ditarik kembali oleh Peserta
penerima.
f. Kewajiban Peserta penerima untuk melakukan
pengembalian dana atau memberikan tanggapan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya berlaku
dalam hal permintaan pengembalian dana dari Peserta
pengirim diterima paling lama 60 (enam puluh) hari
kalender sejak tanggal pengkreditan Rekening Setelmen
Dana Peserta penerima di Penyelenggara.
g. Apabila ...
39
g. Apabila setelah jangka waktu 60 (enam puluh) hari
kalender sebagaimana dimaksud dalam huruf f
terlampaui, terdapat permintaan dari Peserta pengirim
untuk melakukan pengembalian dana atau memberikan
tanggapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta penerima dapat menolak atau menerima
permintaan tersebut dan disampaikan kepada
Peserta pengirim paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja sejak tanggal permintaan pengembalian dana
dari Peserta pengirim.
2) Dalam hal Peserta penerima menolak permintaan
pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 1), Peserta pengirim dapat melakukan
penagihan dana secara langsung kepada nasabah
penerima yang tidak berhak.
3) Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud
dalam angka 2), Peserta penerima harus membantu
Peserta pengirim antara lain dengan cara
memberikan data yang terkait dengan:
a) pengkreditan rekening nasabah penerima yang
tidak berhak; dan
b)
identitas nasabah penerima yang tidak berhak
yang tercatat dalam administrasi Peserta
penerima.
h. Dalam hal Peserta penerima menyetujui permintaan
Peserta pengirim untuk mengembalikan dana
sebagaimana dimaksud dalam huruf g, maka
pengembalian dana meliputi seluruh dana yang ditarik
kembali sebagaimana dimaksud dalam huruf e.
V. LAYANAN PENAGIHAN REGULER
A. Pelaksanaan Perintah Transfer Debit
1. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan pengaksepan
untuk meneruskan perintah transfer debit dari nasabah
yang melakukan penagihan, Peserta pengirim wajib
meneruskan ...
40
meneruskan perintah transfer debit dalam bentuk DKE
Penagihan sesuai perjanjian antara Peserta pengirim dengan
nasabah yang melakukan penagihan atau dengan pihak
terkait lainnya.
2. Kewajiban meneruskan perintah transfer debit sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dikecualikan sepanjang terdapat
kesepakatan lain antara nasabah yang melakukan
penagihan dengan Peserta pengirim.
3. Dalam hal Peserta pengirim tidak meneruskan perintah
transfer debit sesuai dengan perjanjian sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, Peserta pengirim wajib membayar
jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah yang
melakukan penagihan sesuai dengan tingkat jasa, bunga,
atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening
nasabah yang melakukan penagihan terhitung sejak tanggal
pelaksanaan perintah transfer debit yang seharusnya
dilakukan sampai dengan tanggal Setelmen Dana ditambah
dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200
(dua ratus) basis points.
4. Jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 adalah jasa, bunga, atau kompensasi yang
berlaku untuk jenis rekening nasabah yang melakukan
penagihan.
5. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat jasa,
bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud pada
angka 3 tidak berlaku jika Peserta pengirim menunda
pelaksanaan kewajiban penerusan perintah transfer debit
atas permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar
ketentuan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain
adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa
Transaksi Keuangan, dan pengadilan. Yang dimaksud
“ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan
transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh
Bank ...
41
Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan
prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya
yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan
mencurigakan.
6. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 adalah berdasarkan
hari kalender.
Contoh:
a. Penerusan perintah transfer debit sesuai perjanjian
dilakukan pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015.
Namun demikian perintah transfer debit baru dapat
diteruskan oleh Peserta pengirim pada hari Senin
tanggal 15 Juni 2015.
b. Apabila penagihan tersebut tidak ditolak oleh Peserta
penerima maka Peserta pengirim wajib memberikan
jasa, bunga, atau kompensasi untuk 3 (tiga) hari,
dengan perhitungan sebagai berikut:
3 (tiga) hari x bunga untuk jenis rekening nasabah yang
menyampaikan perintah transfer debit x 1/365 x
nominal DKE Penagihan yang dikliringkan.
B. Tanggung Jawab Peserta Pengirim
1. Kesesuaian DKE Penagihan dengan Perintah Transfer Debit
yang Dimuat dalam Perjanjian
Peserta pengirim bertanggung jawab atas kesesuaian DKE
Penagihan dengan perintah transfer debit yang dimuat
dalam perjanjian yang menjadi dasar pembuatan DKE
Penagihan.
2. Penanganan Kekeliruan dalam Pengiriman DKE Penagihan
a. Dalam hal Peserta pengirim melakukan kekeliruan
sehingga DKE Penagihan ditolak atau tidak diterima
oleh Peserta penerima maka Peserta pengirim wajib
mengirimkan kembali DKE Penagihan tersebut pada
tanggal yang sama atau paling lambat pada hari kerja
berikutnya.
b. Dalam ...
42
b. Dalam hal pengiriman kembali DKE Penagihan
dilakukan pada hari kerja berikutnya, Peserta pengirim
wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada
nasabah yang melakukan penagihan sesuai dengan
tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku
untuk jenis rekening nasabah yang melakukan
penagihan, terhitung sejak tanggal DKE Penagihan
dikirimkan dan terjadi kekeliruan sampai dengan
tanggal Setelmen Dana pada saat Peserta pengirim
mengirimkan DKE Penagihan tersebut dengan benar.
c. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah
berdasarkan hari kalender.
Contoh:
Penerusan transfer debit sesuai perjanjian dilakukan
pada hari Selasa tanggal 14 Juli 2015. Namun demikian
DKE Penagihan tidak diproses oleh Penyelenggara.
Peserta pengirim kemudian mengirimkan DKE
Penagihan tersebut pada tanggal 15 Juli 2015, atas
keterlambatan karena kekeliruan tersebut, Peserta
pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau
kompensasi selama 1 (satu) hari, dengan perhitungan
sebagai berikut:
1 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah yang melakukan penagihan x 1/365
x nominal DKE Penagihan yang dikliringkan.
3. Penerusan Dana kepada Nasabah yang Melakukan
Penagihan
a. Dalam hal DKE Penagihan yang dikirim oleh Peserta
pengirim tidak ditolak oleh Peserta penerima, Peserta
pengirim wajib meneruskan dana hasil penagihan
kepada nasabah yang melakukan penagihan segera
setelah Setelmen Dana:
1) pada tanggal valuta yang sama dengan tanggal
Setelmen Dana; atau
2) paling ...
43
2) paling lambat pukul 09.00 waktu setempat pada
hari kerja berikutnya dengan menggunakan tanggal
valuta hari kerja sebelumnya.
b. Dalam hal Peserta pengirim tidak melakukan
pengkreditan sebagaimana dimaksud dalam huruf a:
1) Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau
kompensasi kepada nasabah yang melakukan
penagihan sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening
nasabah yang melakukan penagihan ditambah
dengan jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200
(dua ratus) basis points; dan
2) pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dihitung
sejak 1 (satu) hari setelah tanggal valuta
pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta
penerima.
c. Ketentuan pembayaran tambahan tingkat jasa, bunga,
atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir
b.1) tidak berlaku jika Peserta pengirim menunda
pelaksanaan penerusan dana atas permintaan pihak
yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang
berlaku.
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara
lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan
Analisa Transaksi Keuangan, dan pengadilan. Yang
dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit
valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur
mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta
peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan
pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan.
d. Perhitungan ...
44
d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau
kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir b.1)
adalah berdasarkan hari kalender.
Contoh:
1) Penerusan transfer debit sesuai perjanjian
dilakukan pada hari Kamis tanggal 16 Juli 2015
dan Setelmen Dana dilakukan pada tanggal yang
sama.
2) Apabila rekening nasabah baru dikredit pada hari
Jumat dengan tanggal valuta 17 Juli 2015 maka
Peserta pengirim wajib memberikan bunga untuk 1
(satu) hari ditambah dengan tingkat jasa, bunga,
atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis
points, dengan perhitungan sebagai berikut:
1 hari x (bunga untuk jenis rekening nasabah +
2)% x 1/365 x nominal DKE penagihan.
C. Tanggung Jawab Peserta Penerima
1. Dalam hal DKE Penagihan telah memenuhi persyaratan
untuk dibayarkan kepada nasabah pengirim melalui Peserta
pengirim namun DKE Penagihan tersebut tidak didukung
dengan Prefund Debit yang cukup oleh Peserta penerima
maka Peserta penerima wajib melakukan pembayaran
tagihan kepada nasabah yang melakukan penagihan melalui
Peserta pengirim sesuai dengan kesepakatan antara Peserta
pengirim dengan Peserta penerima.
2. Pelaksanaan pembayaran tagihan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 wajib dilakukan pada tanggal yang sama
dengan tanggal pelaksanaan Setelmen Dana.
3. Dalam hal Peserta penerima tidak melakukan pembayaran
pada tanggal yang sama dengan tanggal Setelmen Dana
sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Peserta penerima
wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada
Peserta pengirim untuk diteruskan kepada nasabah yang
melakukan penagihan.
4. Pelaksanaan penerusan dana kepada nasabah yang
melakukan penagihan dilakukan sesuai dengan prosedur
sebagaimana dimaksud dalam butir B.3.
VI. PENGUMUMAN ...
45
VI. PENGUMUMAN BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SKNBI
1. Peserta wajib mengumumkan secara tertulis di setiap kantor
Peserta mengenai:
a. biaya transaksi melalui SKNBI yang dibebankan oleh
Penyelenggara kepada Peserta; dan
b. biaya transaksi melalui SKNBI yang dibebankan oleh Peserta
kepada nasabah.
2. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus
diletakkan di setiap kantor Peserta pada tempat yang mudah
dilihat oleh nasabah.
3. Penyelenggara dapat mengumumkan biaya transaksi dalam
penyelenggaraan SKNBI yang dibebankan oleh Peserta kepada
nasabah.
4. Dalam rangka pengumuman biaya transaksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, Peserta harus menyampaikan kepada
Penyelenggara mengenai besarnya biaya transaksi melalui SKNBI
yang dibebankan kepada nasabah dengan alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi Kepatuhan Peserta, Informasi Sistem Pembayaran Bank
Indonesia dan Manajemen Intern
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
5. Dalam hal terdapat perubahan biaya transaksi dalam
penyelenggaraan SKNBI yang dikenakan oleh Peserta kepada
nasabah, Peserta harus menyampaikan perubahan tersebut
kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud
dalam angka 4 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak penyesuaian
biaya transaksi.
VII. JAM LAYANAN NASABAH PENGGUNA JASA SKNBI
Dalam menetapkan jam layanan nasabah pengguna SKNBI, Peserta
harus mengacu pada jam layanan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana
dan kliring berjadwal, dengan mempertimbangkan waktu yang
diperlukan Peserta untuk menyelesaikan transaksi melalui SKNBI.
VIII. LAIN-LAIN ...
46
VIII. LAIN-LAIN
Untuk bank syariah dan unit usaha syariah, ketentuan mengenai
jasa, bunga, atau kompensasi dalam Surat Edaran ini disesuaikan
dengan prinsip syariah yang berlaku.
IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Peserta pengirim dan/atau Peserta penerima yang tidak
memenuhi kewajiban pengiriman DKE Transfer Dana
sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2.a.2) dan penerusan
dana kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir
II.C.1.a.1)a) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan transfer dan kliring berjadwal.
2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja sejak periode pemantauan berakhir, dengan cara mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana
Bank Pembayar.
X. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 5 Juni 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/14/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 5 Juni 2015 </set_date>
<effective_date> 5 Juni 2015 </effective_date>
<related_reg> '17/9/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No. 12/26/DPM
Jakarta, 30 Agustus 2010
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/17/DPM
tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat
Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008
tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4835) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 12/18/PBI/2010 tanggal 30 Agustus 2010 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 108) serta dalam rangka penyelarasan ketentuan
operasi moneter, perlu untuk mengubah beberapa ketentuan, Lampiran 2 dan
Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/17/DPM tanggal 31 Maret
2008 perihal Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan
Bank Indonesia, sebagai berikut :
1. Ketentuan romawi V angka 2 huruf b.10) diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
10) Dalam hal Bank Indonesia melakukan early redemption, Bank Indonesia
membayar imbalan SBIS kepada BUS atau UUS sampai dengan 1 (satu)
hari kerja sebelum early redemption (T-1).
2. Ketentuan...
2
2. Ketentuan romawi VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
VI. SANKSI
1. BUS atau UUS yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam butir V.2.a. 4) dan butir V.2.b.4) dikenakan sanksi
berupa :
a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada :
1) Direktorat Perbankan Syariah (DPbS), dalam hal sanksi
diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI)
setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS
yang berkantor pusat di wilyah kerja KBI; dan
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari
nilai setelmen yang dibatalkan, paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap
pembatalan.
2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada butir
VI.1, dalam hal BUS atau UUS melakukan Transaksi Repo SBIS
dan/atau transaksi operasi moneter syariah lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai operasi moneter syariah, yang dinyatakan batal sebanyak
tiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, BUS atau UUS
dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti
kegiatan operasi moneter syariah selama 5 (lima) hari kerja
berturut-turut.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
butir VI.1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara untuk
mengikuti...
3
mengikuti kegiatan operasi moneter syariah sebagaimana dimaksud
pada butir VI.2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
pada butir VI.1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro BUS
atau UUS yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan setelmen melalui BI-SSSS.
3. Lampiran 2 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 2 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
4. Lampiran 3 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 3 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 30 Agustus 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/26/DPM|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/17/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 30 Agustus 2010 </set_date>
<effective_date> 30 Agustus 2010 </effective_date>
<changed_reg> '10/17/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg>
<related_reg> '12/18/PBI/2010', '10/17/DPM|SE-BI/2008', '10/11/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 2 Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 18/19/DKMP
Jakarta, 6 September 2016
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal: Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to
Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk
Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio
Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk
Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5924), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai
rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, rasio Financing to Value untuk
Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan
Kendaraan Bermotor dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan, termasuk
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, dan
Bank Umum Syariah serta Unit Usaha Syariah sebagaimana
dimaksud …
2
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perbankan syariah.
2. Kredit adalah kredit sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang mengatur mengenai perbankan.
3. Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah.
4. Properti adalah Rumah Tapak, Rumah Susun, dan Rumah Toko
atau Rumah Kantor.
5. Rumah Tapak adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal yang merupakan kesatuan antara tanah dan bangunan
dengan bukti kepemilikan berupa surat keterangan, sertifikat,
atau akta yang dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat yang
berwenang.
6. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian
yang distrukturkan secara fungsional baik dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,
antara lain griya tawang, kondominium, apartemen, dan flat.
7. Rumah Toko atau Rumah Kantor adalah tanah berikut
bangunan yang izin pendiriannya sebagai rumah tinggal
sekaligus untuk tujuan komersial antara lain pertokoan,
perkantoran, atau gudang.
8. Kredit Properti yang selanjutnya disingkat KP adalah kredit
konsumsi yang terdiri atas:
a. Kredit yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah
Tapak, termasuk Kredit konsumsi beragun Rumah Tapak,
yang selanjutnya disebut KP Rumah Tapak;
b. Kredit yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah
Susun, termasuk Kredit konsumsi beragun Rumah Susun,
yang selanjutnya disebut KP Rusun; dan
c.
Kredit yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Toko
atau Rumah Kantor, termasuk Kredit konsumsi beragun
Rumah Toko atau Rumah Kantor, yang selanjutnya disebut
KP Ruko atau KP Rukan.
9. Pembiayaan …
3
9. Pembiayaan Properti yang selanjutnya disingkat PP adalah
Pembiayaan konsumsi yang terdiri atas:
a. Pembiayaan yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah
Tapak, termasuk Pembiayaan konsumsi beragun Rumah
Tapak, yang selanjutnya disebut PP Rumah Tapak;
b. Pembiayaan yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah
Susun, termasuk Pembiayaan konsumsi beragun Rumah
Susun, yang selanjutnya disebut PP Rusun; dan
c. Pembiayaan yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah
Toko atau Rumah Kantor, termasuk Pembiayaan konsumsi
beragun Rumah Toko atau Rumah Kantor, yang
selanjutnya disebut PP Ruko atau PP Rukan.
10. Akad Murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan
yang disepakati.
11. Akad Istishna’ adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau
pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’).
12. Akad Musyarakah Mutanaqisah yang selanjutnya disebut Akad
MMQ adalah Pembiayaan musyarakah yang kepemilikan aset
(barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang
disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.
13. Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik yang selanjutnya disebut Akad
IMBT adalah akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau
jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan
kepemilikan barang.
14. Akad Qardh adalah akad pinjaman dana kepada nasabah
dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana
yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.
15. Rasio …
4
15. Rasio Loan to Value yang selanjutnya disebut Rasio LTV adalah
angka rasio antara nilai Kredit yang dapat diberikan oleh Bank
terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian
Kredit berdasarkan hasil penilaian terkini.
16. Rasio Financing to Value yang selanjutnya disebut Rasio FTV
adalah angka rasio antara nilai Pembiayaan yang dapat
diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada
saat pemberian Pembiayaan berdasarkan hasil penilaian terkini.
17. Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang selanjutnya
disebut KKB atau PKB adalah Kredit atau Pembiayaan yang
diberikan Bank untuk pembelian kendaraan bermotor.
18. Uang Muka adalah pembayaran di muka sebesar persentase
tertentu dari nilai pembelian Properti atau harga kendaraan
bermotor yang sumber dananya berasal dari debitur atau
nasabah.
19. Laporan Bulanan Bank Umum yang selanjutnya disingkat LBU
adalah Laporan Bulanan Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
laporan bulanan bank umum.
20. Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang selanjutnya
disingkat LSMK BUS UUS adalah Laporan Stabilitas Moneter
dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan stabilitas moneter
dan sistem keuangan bulanan bank umum syariah dan unit
usaha syariah.
II. PERHITUNGAN KREDIT, PERHITUNGAN PEMBIAYAAN, NILAI
AGUNAN, DAN PENILAIAN AGUNAN
A. Perhitungan Kredit dan Nilai Agunan untuk Bank Umum
Bank Umum wajib melakukan perhitungan Kredit dan nilai
agunan dalam perhitungan Rasio LTV untuk KP dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Kredit …
5
1. Kredit ditetapkan berdasarkan plafon Kredit yang diterima
oleh debitur sebagaimana tercantum dalam perjanjian
Kredit; dan
2.
nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran yang
dilakukan penilai intern Bank Umum atau penilai
independen terhadap Properti yang menjadi agunan.
B. Perhitungan Pembiayaan dan Nilai Agunan untuk Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib melakukan
perhitungan Pembiayaan dan nilai agunan dalam perhitungan
Rasio FTV untuk PP dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pembiayaan ditetapkan berdasarkan jenis akad yang
digunakan, yaitu:
a. Pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah atau Akad
Istishna’ ditetapkan berdasarkan harga pokok
Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah
sebagaimana tercantum dalam akad Pembiayaan;
b. Pembiayaan berdasarkan Akad MMQ ditetapkan
berdasarkan penyertaan Bank dalam rangka
kepemilikan Properti sebagaimana tercantum dalam
akad Pembiayaan; dan
c. Pembiayaan berdasarkan Akad IMBT ditetapkan
berdasarkan hasil pengurangan harga Properti dengan
deposit sebagaimana tercantum dalam akad
Pembiayaan.
2. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran yang
dilakukan penilai intern Bank Umum Syariah atau Unit
Usaha Syariah, atau penilai independen terhadap Properti
yang menjadi agunan.
C. Tata Cara Penilaian Agunan
1. Tata cara penilaian agunan sebagaimana dimaksud pada
butir A. 2 dan butir B. 2 ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon
sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) …
6
rupiah) maka nilai agunan didasarkan pada taksiran
yang dilakukan oleh penilai intern Bank atau penilai
independen; dan
b. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon di
atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) maka
nilai agunan didasarkan pada taksiran yang dilakukan
oleh penilai independen.
2. Penetapan nilai taksiran sebagaimana dimaksud pada
angka 1 mengacu pada metode dan prinsip-prinsip yang
berlaku umum dalam penilaian agunan yang ditetapkan
oleh asosiasi dan/atau institusi yang berwenang.
3. Contoh penetapan penilai agunan tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
III. RASIO LTV UNTUK KP DAN RASIO FTV UNTUK PP
Bank yang memberikan KP atau PP wajib memenuhi ketentuan
Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP sebagai berikut:
A. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP
1. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan
Akad Murabahah dan Akad Istishna’ untuk fasilitas
pertama ditetapkan sebagai berikut:
a. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas
bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi)
paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen);
b. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di
atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi
sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan
c. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m2
(dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90%
(sembilan puluh persen).
2. Rasio …
7
2. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan
Akad Murabahah dan Akad Istishna’ untuk fasilitas kedua
ditetapkan sebagai berikut:
a. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas
bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi)
paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen);
b. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas
bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai
dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi
sebesar 85% (delapan puluh lima persen);
c. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di
atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi
sebesar 80% (delapan puluh persen);
d. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m2
(dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85%
(delapan puluh lima persen);
e. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan
sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter persegi)
paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen);
dan
f. KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP Rukan
paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen).
3. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan
Akad Murabahah dan Akad Istishna’ untuk fasilitas ketiga
dan seterusnya ditetapkan sebagai berikut:
a. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas
bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi)
paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen);
b. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas
bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai
dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi
sebesar 80% (delapan puluh persen);
c. KP …
8
c. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di
atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen);
d. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m2
(dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80%
(delapan puluh persen);
e. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan
sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter persegi)
paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan
f. KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP Rukan
paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen).
4. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad
IMBT untuk fasilitas pertama ditetapkan sebagai berikut:
a. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90%
(sembilan puluh persen);
b. PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh
puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90%
(sembilan puluh persen); dan
c. PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh
dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh
meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan
puluh persen).
5. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad
IMBT untuk fasilitas kedua ditetapkan sebagai berikut:
a. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85%
(delapan puluh lima persen);
b. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2 (dua
puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh
puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90%
(sembilan puluh persen);
c. PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh
puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85%
(delapan …
9
(delapan puluh lima persen);
d. PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh
dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh
meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan
puluh lima persen);
e. PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan
21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi
sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan
f. PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 85%
(delapan puluh lima persen).
6. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad
IMBT untuk fasilitas ketiga dan seterusnya ditetapkan
sebagai berikut:
a. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80%
(delapan puluh persen);
b. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2 (dua
puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh
puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85%
(delapan puluh lima persen);
c. PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh
puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80%
(delapan puluh persen);
d. PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh
dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh
meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan
puluh persen);
e. PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan
21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi
sebesar 80% (delapan puluh persen); dan
f. PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 80%
(delapan puluh persen).
7. Ketentuan mengenai Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV
untuk PP sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai
dengan angka 6 berlaku bagi Bank yang memenuhi
persyaratan …
10
persyaratan sebagai berikut:
a.
rasio Kredit bermasalah dari total Kredit atau rasio
Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan secara
bersih (net) kurang dari 5% (lima persen); dan
b. rasio KP bermasalah dari total KP atau rasio PP
bermasalah dari total PP secara bruto (gross) kurang
dari 5% (lima persen).
8. Bagi Bank yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada angka 7 maka Bank wajib memenuhi
ketentuan Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP
sebagai berikut:
a. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP
berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna’
untuk fasilitas pertama ditetapkan sebagai berikut:
1) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan
luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter
persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh
persen);
2) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan
di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling
tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan
3) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan
22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai
dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling
tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen).
b. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP
berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna’
untuk fasilitas kedua ditetapkan sebagai berikut:
1) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan
luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter
persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh
persen);
2) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan
luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter
persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter
persegi) …
11
persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh
persen);
3) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan
di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling
tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen);
4) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan
22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai
dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling
tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen);
5) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan
sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter
persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh
persen); dan
6) KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP
Rukan paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh
persen).
c. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP
berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna’
untuk fasilitas ketiga dan seterusnya ditetapkan
sebagai berikut:
1) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan
luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter
persegi) paling tinggi sebesar 60% (enam puluh
persen);
2) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan
luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter
persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter
persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh
persen);
3) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan
di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling
tinggi sebesar 60% (enam puluh persen);
4) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan
22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai
dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling
tinggi …
12
tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen);
5) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan
sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter
persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh
persen); dan
6) KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP
Rukan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh
persen).
d. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan
Akad IMBT untuk fasilitas pertama ditetapkan sebagai
berikut:
1) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas
70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi
sebesar 85% (delapan puluh lima persen);
2) PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar
85% (delapan puluh lima persen); dan
3) PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua
puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar
90% (sembilan puluh persen).
e. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan
Akad IMBT untuk fasilitas kedua ditetapkan sebagai
berikut:
1) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas
70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen);
2) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2
(dua puluh dua meter persegi) sampai dengan
70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi
sebesar 80% (delapan puluh persen);
3) PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar
75% (tujuh puluh lima persen);
4) PP …
13
4) PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua
puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar
80% (delapan puluh persen);
5) PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan
21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi
sebesar 80% (delapan puluh persen); dan
6) PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 80%
(delapan puluh persen).
f.
Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan
Akad IMBT untuk fasilitas ketiga dan seterusnya
ditetapkan sebagai berikut:
1) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas
70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi
sebesar 65% (enam puluh lima persen);
2) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2
(dua puluh dua meter persegi) sampai dengan
70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi
sebesar 70% (tujuh puluh persen);
3) PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar
65% (enam puluh lima persen);
4) PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua
puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2
(tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar
70% (tujuh puluh persen);
5) PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan
21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi
sebesar 70% (tujuh puluh persen); dan
6) PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 70%
(tujuh puluh persen).
9. Bank dilarang memberikan Kredit atau Pembiayaan untuk
pemenuhan Uang Muka dalam rangka KP dan PP kepada
debitur atau nasabah. Termasuk pengertian debitur atau
nasabah antara lain debitur atau nasabah yang
merupakan …
14
merupakan karyawan Bank yang bersangkutan.
10. Dalam menentukan urutan fasilitas KP atau PP
sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3,
angka 4, angka 5, angka 6, dan angka 8, Bank wajib
memperhitungkan seluruh KP dan PP yang telah diterima
debitur atau nasabah yang masih berjalan di Bank yang
sama maupun Bank lainnya, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. berdasarkan urutan tanggal perjanjian KP atau akad
PP; dan
b. dalam hal terdapat tanggal perjanjian KP atau akad PP
yang sama maka penentuan urutan fasilitas diawali
dari KP atau PP dengan nilai agunan paling rendah.
B. Penghitungan Rasio Kredit Bermasalah, Rasio Pembiayaan
Bermasalah, Rasio KP Bermasalah, dan Rasio PP Bermasalah
1. Perhitungan rasio Kredit bermasalah dari total Kredit atau
rasio Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.7.a dilakukan
sebagai berikut:
a. Perhitungan rasio Kredit bermasalah dari total Kredit
dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan Kredit
dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D),
dan macet (M) kepada pihak ketiga bukan Bank
setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai (CKPN) Kredit bermasalah terhadap
total Kredit kepada pihak ketiga bukan Bank setelah
dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
(CKPN) Kredit bermasalah.
Formula perhitungan rasio Kredit bermasalah adalah
sebagai berikut:
(Kredit kualitas KL + Kredit kualitas D + Kredit
kualitas M) - CKPN Kredit bermasalah
Total Kredit - CKPN Kredit bermasalah
x 100%
b. Perhitungan …
15
b. Perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah dari total
Pembiayaan dilakukan dengan membagi hasil
penjumlahan Pembiayaan dengan kualitas kurang
lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) kepada
pihak ketiga bukan Bank setelah dikurangi dengan
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)
Pembiayaan bermasalah terhadap total Pembiayaan
kepada pihak ketiga bukan Bank setelah dikurangi
dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)
Pembiayaan bermasalah.
Formula perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah
adalah sebagai berikut:
(Pembiayaan kualitas KL + Pembiayaan kualitas
D + Pembiayaan kualitas M) – CKPN
Pembiayaan bermasalah
Total Pembiayaan – CKPN Pembiayaan
bermasalah
2. Perhitungan rasio KP bermasalah dari total KP atau rasio
PP bermasalah dari total PP sebagaimana dimaksud dalam
butir A.7.b dilakukan sebagai berikut:
a. Perhitungan rasio KP bermasalah dari total KP
dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan KP
dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D),
dan macet (M) terhadap total KP.
Formula perhitungan rasio KP bermasalah adalah
sebagai berikut:
KP kualitas KL + KP kualitas D + KP kualitas M
Total KP
x 100%
x 100%
b. Perhitungan …
16
b. Perhitungan rasio PP bermasalah dari total PP
dilakukan sebagai berikut:
1) Membagi hasil penjumlahan PP dengan kualitas
kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M)
terhadap total PP.
2) Pembiayaan yang diperhitungkan sebagaimana
dalam angka 1) adalah pembiayaan yang
menggunakan Akad Murabahah, Akad Istishna’,
Akad MMQ, dan Akad IMBT.
Formula perhitungan rasio PP bermasalah adalah
sebagai berikut:
PP kualitas KL + PP kualitas D + PP kualitas M
Total PP
x 100%
3. Bagi Bank Umum yang memiliki Unit Usaha Syariah,
perhitungan rasio Kredit bermasalah dan rasio KP
bermasalah bagi Bank Umum dilakukan secara terpisah
dengan perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah dan
rasio PP bermasalah bagi Unit Usaha Syariah.
C. Sumber Data, Nilai yang digunakan, dan Laporan Lain
1. Penetapan masing-masing komponen dalam perhitungan
rasio Kredit bermasalah atau rasio Pembiayaan bermasalah
dan perhitungan rasio KP bermasalah atau rasio PP
bermasalah dilakukan berdasarkan LBU atau LSMK BUS
UUS periode 2 (dua) bulan sebelum tanggal perjanjian
Kredit atau akad Pembiayaan ditandatangani.
2.
Nilai Kredit bermasalah berasal dari LBU form 11 (Daftar
Rincian Kredit Yang Diberikan) yaitu hasil penjumlahan
nilai dalam bulan laporan (Kolom XXIV) untuk golongan
debitur (Kolom IV) dengan sandi pihak ketiga bukan bank
dengan kualitas (Kolom XVII) kurang lancar (KL), diragukan
(D), dan macet (M).
3.
Nilai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Kredit
bermasalah untuk Bank Umum berasal dari LBU form 11
(Daftar Rincian Kredit Yang Diberikan) yaitu hasil
penjumlahan …
17
penjumlahan nilai dari Cadangan Kerugian Penurunan
Nilai (CKPN) (Kolom XXVIII.1.a dan XXVIII.1.b) untuk
golongan debitur (Kolom IV) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank dengan kualitas (Kolom XVII) kurang lancar
(KL), diragukan (D), dan macet (M) .
4.
Nilai total Kredit berasal dari LBU form 11 (Daftar Rincian
Kredit Yang Diberikan) yaitu hasil penjumlahan nilai dalam
bulan laporan (Kolom XXIV) untuk golongan debitur (Kolom
IV) dengan sandi pihak ketiga bukan bank.
5.
Nilai Pembiayaan bermasalah berasal dari LSMK BUS UUS
untuk golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak
ketiga bukan bank yaitu penjumlahan dari:
a. saldo harga pokok (Kolom XIX) pada form 10 (Daftar
Rincian Piutang Murabahah) untuk Akad Murabahah;
b. saldo harga pokok (Kolom XVIII) pada form 11 (Daftar
Rincian Piutang Istishna’) untuk Akad Istishna’;
c. jumlah bulan laporan (Kolom XVIII B) pada form 12
(Daftar Rincian Piutang Qardh) untuk Akad Qardh;
d. jumlah bulan laporan (Kolom XXI B) pada form 13
(Daftar Rincian Bagi Hasil) untuk akad bagi hasil;
e.
hasil penjumlahan dari harga perolehan (Kolom XVII
B. 3) dikurangi dengan akumulasi penyusutan /
amortisasi (Kolom XXII) dan cadangan kerugian
penurunan nilai aset Ijarah (Kolom XXIII) dan
ditambahkan dengan tunggakan pokok (Kolom XXIV
B) pada form 14 (Daftar Rincian Pembiayaan Sewa)
untuk akad sewa, dengan formula sebagai berikut:
Harga Perolehan - (Akumulasi Penyusutan/Amortisasi +
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Ijarah) +
Tunggakan Pokok;
dan
f. jumlah bulan laporan (Kolom XI B) pada form 18
(Daftar Rincian Pembiayaan Salam) untuk akad salam;
dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan
macet (M).
6. Nilai …
18
6.
Nilai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
(CKPN)
Pembiayaan bermasalah untuk Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah berasal dari LSMK BUS UUS untuk
golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank yaitu penjumlahan dari:
a. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom
XXVI) pada form 10 (Daftar Rincian Piutang
Murabahah) untuk Akad Murabahah;
b. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom
XXV) pada form 11 (Daftar Rincian Piutang Istishna’)
untuk Akad Istishna’;
c. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom
XXIII) pada form 12 (Daftar Rincian Piutang Qardh)
untuk Akad Qardh;
d. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom
XXVII) pada form 13 (Daftar Rincian Bagi Hasil) untuk
akad bagi hasil; dan
e. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom
XXVIII) pada form 14 (Daftar Rincian Pembiayaan
Sewa) untuk akad sewa;
dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan
macet (M).
7.
Nilai total Pembiayaan berasal dari LSMK BUS UUS untuk
golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank yaitu penjumlahan dari:
a. saldo harga pokok (Kolom XIX) pada form 10 (Daftar
Rincian Piutang Murabahah) untuk Akad Murabahah;
b. saldo harga pokok (Kolom XVIII) pada form 11 (Daftar
Rincian Piutang Istishna’) untuk Akad Istishna’;
c. jumlah bulan laporan (Kolom XVIII B) pada form 12
(Daftar Rincian Piutang Qardh) untuk Akad Qardh;
d. jumlah bulan laporan (Kolom XXI B) pada form 13
(Daftar Rincian Bagi Hasil) untuk akad bagi hasil;
e.
hasil penjumlahan dari harga perolehan (Kolom XVII
B. 3) dikurangi dengan akumulasi penyusutan /
amortisasi …
19
amortisasi (Kolom XXII) dan cadangan kerugian
penurunan nilai aset Ijarah (Kolom XXIII) dan
ditambahkan dengan tunggakan pokok (Kolom XXIV
B) pada form 14 (Daftar Rincian Pembiayaan Sewa)
untuk akad sewa, dengan formula sebagai berikut:
Harga Perolehan - (Akumulasi Penyusutan/Amortisasi +
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Ijarah) +
Tunggakan Pokok;
dan
f. jumlah bulan laporan (Kolom XI B) pada form 18
(Daftar Rincian Pembiayaan Salam) untuk akad salam.
8. Dalam hal LBU dan LSMK BUS UUS belum dapat
memberikan informasi yang diperlukan untuk menghitung
rasio KP bermasalah dan rasio PP bermasalah sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, Bank wajib menyampaikan
laporan lain berupa laporan KP dan KKB serta laporan PP
kepada Bank Indonesia melalui media email sampai
dengan batas waktu yang ditetapkan.
9. Penetapan batas waktu penghentian penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 8, akan disampaikan
Bank Indonesia melalui surat pemberitahuan.
10. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka
8 diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Periode penyampaian laporan:
1) Untuk laporan bulan berjalan diserahkan paling
lambat tanggal 20 bulan berikutnya;
2) Dalam hal tanggal 20 jatuh pada hari libur maka
Bank menyampaikan laporan pada hari kerja
berikutnya;
b. Laporan KP dan KKB serta laporan PP menggunakan
format standar dan petunjuk pengisian untuk laporan
tersebut mengacu pada Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini;
c. Laporan …
20
c. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b
menggunakan template yang telah disediakan dalam
situs web Bank Indonesia;
d. Laporan KP dan KKB atau laporan PP disampaikan
kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan
dan Kepatuhan Laporan. Untuk Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia, laporan KP dan KKB atau laporan PP juga
ditembuskan kepada Kantor Perwakilan Bank
Indonesia setempat;
e. Bank mengirimkan laporan KP dan KKB atau laporan
PP kepada Bank Indonesia melalui email setiap bulan
dengan subjek email disamakan dengan nama file
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini;
f. Penyampaian laporan KP dan KKB atau laporan PP
kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dan tembusan
kepada Kantor Perwakilan dilakukan melalui email
sesuai dengan daftar alamat email penyampaian
laporan KP dan KKB atau laporan PP sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini;
g. Dalam hal penyampaian laporan KP dan KKB atau
laporan PP melalui email tidak dapat dilakukan, Bank
menyampaikan laporan dalam bentuk soft copy dan
hard copy kepada:
Bank Indonesia
c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1
Jalan M. H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
Untuk Bank yang berkantor pusat di luar wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, tembusan laporan
KP …
21
KP dan KKB atau laporan PP dalam bentuk soft copy
dan hard copy juga disampaikan kepada Kantor
Perwakilan Bank Indonesia setempat;
h. Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam huruf g mengikuti ketentuan
sebagaimana diatur dalam huruf a; dan
i. Bank harus menyampaikan secara tertulis mengenai
nama petugas dan penanggung jawab yang ditunjuk
untuk menyusun dan menyampaikan laporan KP dan
KKB atau laporan PP, serta alamat email pengirim
laporan, termasuk apabila terdapat perubahannya
kepada:
1) Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan
Kepatuhan Laporan;
2) Untuk Bank yang berkantor pusat di luar wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, nama
petugas dan penanggungjawab serta alamat email
pengirim laporan yang ditunjuk Bank juga
ditembuskan kepada Kantor Perwakilan Bank
Indonesia setempat.
D. Kewajiban Administratif
Dalam rangka penetapan Rasio LTV dan/atau Rasio FTV, Bank
wajib:
1. Memperlakukan debitur dan suami atau istrinya, atau
nasabah dan suami atau istrinya menjadi 1 (satu) debitur
atau nasabah, kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta
yang dibuktikan dengan fotokopi perjanjian yang disahkan
atau dilegalisir oleh notaris;
2. Meminta surat pernyataan dari calon debitur atau nasabah
yang paling kurang memuat keterangan mengenai KP
dan/atau PP yang masih berjalan (outstanding) termasuk
informasi mengenai Kredit tambahan (top up) atau
Pembiayaan baru yang berasal dari Kredit atau
Pembiayaan yang tidak lancar, KP atau PP dengan
mengambil alih (take over) yang disertai Kredit tambahan
(top …
22
(top up) atau Pembiayaan baru yang berasal dari Kredit
atau Pembiayaan yang tidak lancar, dan/atau yang sedang
dalam proses pengajuan permohonan, baik pada Bank
yang sama maupun pada Bank yang lain; dan
3. Menolak permohonan KP dan/atau PP yang diajukan
apabila calon debitur atau nasabah tidak bersedia
menyerahkan surat pernyataan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2.
E. Contoh Perhitungan dan Penetapan Rasio LTV untuk KP atau
Rasio FTV untuk PP
Contoh perhitungan dan penetapan Rasio LTV untuk KP atau
Rasio FTV untuk PP tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
IV. RASIO LTV UNTUK KREDIT TAMBAHAN (TOP UP) ATAU RASIO FTV
UNTUK PEMBIAYAAN BARU BERDASARKAN PROPERTI YANG
MASIH MENJADI AGUNAN DARI KP ATAU PP SEBELUMNYA DAN KP
ATAU PP YANG DIAMBIL ALIH (TAKE OVER)
A. Kredit Tambahan (Top Up) atau Pembiayaan Baru Berdasarkan
Properti yang Masih Menjadi Agunan dari KP atau PP
Sebelumnya
Dalam hal Bank memberikan Kredit tambahan (top up) atau
Pembiayaan baru berdasarkan Properti yang masih menjadi
agunan dari KP atau PP sebelumnya, Bank wajib memenuhi
ketentuan Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP sebagai
berikut:
1. Kredit tambahan (top up) oleh Bank Umum menggunakan
Rasio LTV KP yang sama sepanjang KP tersebut memiliki
kualitas lancar;
2. Pemberian Pembiayaan baru oleh Bank Umum Syariah
atau Unit Usaha Syariah yang merupakan tambahan dari
pembiayaan sebelumnya menggunakan Rasio FTV PP
sebelumnya sepanjang kedua Pembiayaan tersebut
memiliki …
23
memiliki agunan sama dan Pembiayaan sebelumnya
memiliki kualitas lancar;
3. Rasio LTV KP yang sama sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dan Rasio FTV PP sebelumnya sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 mengacu pada Rasio LTV KP atau
Rasio FTV PP yang ditetapkan untuk fasilitas Kredit atau
Pembiayaan awal sebagaimana dimaksud dalam butir III.
A;
4. Dalam hal KP tidak memenuhi kualitas lancar
sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau PP tidak
memenuhi kualitas lancar sebagaimana dimaksud pada
angka 2 maka Kredit tambahan (top up) menggunakan
Rasio LTV KP sebagaimana Kredit baru, atau Pembiayaan
baru yang merupakan tambahan dari pembiayaan
sebelumnya menggunakan Rasio FTV PP sebagaimana
Pembiayaan baru;
5. Yang dimaksud dengan diperlakukan sebagai Kredit atau
Pembiayaan baru adalah tambahan Kredit atau
Pembiayaan tersebut diperhitungkan sebagai fasilitas KP
atau PP yang berikutnya dengan penentuan urutan
fasilitas sebagaimana butir III.A.10;
6. Dalam hal Bank memberikan Kredit tambahan (top up)
sebagaimana dimaksud pada angka 4 maka dalam
menetapkan Rasio LTV untuk Kredit selanjutnya, Bank
memperhitungkan Kredit awal dan Kredit tambahan (top
up) dimaksud sebagai 2 (dua) fasilitas;
7. Rasio LTV untuk KP dalam rangka Kredit tambahan (top
up) atau Rasio FTV untuk PP dalam rangka Pembiayaan
baru sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka
3, angka 4, dan angka 6 mengacu pada Rasio LTV atau
Rasio FTV sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1
sampai dengan butir III.A.6 dan butir III.A.8;
8. Jumlah Kredit tambahan (top up) atau Pembiayaan baru
yang diberikan oleh Bank wajib memperhitungkan jumlah
baki debet Kredit atau Pembiayaan sebelumnya yang
menggunakan …
24
menggunakan agunan yang sama;
9. Mekanisme Kredit tambahan (top up) atau Pembiayaan
baru sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan
angka 4 mengacu pada ketentuan yang dikeluarkan oleh
otoritas yang berwenang.
B. KP atau PP yang Diambil Alih (Take Over)
Dalam hal Bank memberikan KP atau PP dengan mengambil
alih (take over) KP atau PP dari Bank lain, Bank wajib
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. KP atau PP yang hanya ditujukan untuk pelunasan KP
atau PP sebelumnya di Bank lain, tidak diperlakukan
sebagai Kredit atau Pembiayaan baru; atau
2. Dalam hal Bank memberikan KP atau PP dengan
mengambil alih (take over) KP atau PP dari Bank lain,
dengan tambahan (top up) atau disertai dengan Pembiayaan
baru maka perlakuan KP atau PP dengan mengambil alih
(take over) KP atau PP dari Bank lain mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf A.
3. Mekanisme pengambilalihan Kredit atau Pembiayaan (take
over) sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2
mengacu pada ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas
yang berwenang.
C. Contoh Perhitungan dan Penetapan Rasio LTV untuk Kredit
Tambahan (Top up) atau Rasio FTV untuk Pembiayaan Baru dan
Pengambilalihan KP atau PP (Take Over)
Contoh perhitungan dan penetapan Rasio LTV untuk Kredit
tambahan (top up) atau Rasio FTV untuk Pembiayaan baru dan
pengambilalihan KP atau PP (take over), tercantum dalam
Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
V. KP …
25
V. KP ATAU PP UNTUK PEMILIKAN PROPERTI YANG BELUM
TERSEDIA SECARA UTUH
A. Persyaratan KP atau PP untuk Pemilikan Properti yang Belum
Tersedia Secara Utuh
1. Dalam hal Bank memberikan KP atau PP untuk pemilikan
Properti yang belum tersedia secara utuh, Bank wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Kredit atau Pembiayaan merupakan KP atau PP
sampai dengan urutan fasilitas kedua dengan
penentuan urutan fasilitas Kredit atau Pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.10;
b. Terdapat perjanjian kerjasama antara Bank dengan
pengembang yang paling kurang memuat
kesanggupan pengembang untuk menyelesaikan
Properti sesuai dengan yang diperjanjikan dengan
debitur atau nasabah; dan
c. Terdapat jaminan yang diberikan oleh pengembang
kepada Bank baik yang berasal dari pengembang
sendiri atau pihak lain yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan kewajiban pengembang apabila
Properti tidak dapat diselesaikan dan/atau tidak dapat
diserahterimakan sesuai perjanjian, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1)
jaminan yang diberikan oleh pengembang kepada
Bank dapat berupa aset tetap, aset bergerak,
bank guarantee, standby letter of credit, dan/atau
dana yang dititipkan dan/atau disimpan dalam
escrow account di Bank pemberi Kredit atau
Pembiayaan;
2) dana yang dititipkan dan/atau disimpan dalam
escrow account di Bank pemberi Kredit atau
Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka
1) adalah dana yang ditahan di Bank atas nama
pengembang yang digunakan untuk
menyelesaikan pembangunan Properti;
3) Jaminan …
26
3) Jaminan yang diberikan oleh pihak lain dapat
berbentuk corporate guarantee, stand by letter of
credit, atau bank guarantee;
4) nilai jaminan yang diberikan oleh pengembang
dan/atau pihak lain paling kurang sebesar selisih
antara komitmen Kredit atau Pembiayaan dengan
pencairan yang telah dilakukan oleh Bank; dan
5) Bank harus dapat memastikan bahwa jaminan
dapat dieksekusi dalam hal pengembang tidak
dapat menyelesaikan kewajibannya, yang paling
kurang tertuang dalam perjanjian kerjasama
antara pengembang dengan Bank.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 juga
berlaku bagi Bank yang memberikan KP atau PP dengan
mengambil alih (take over) KP atau PP dari Bank lain
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.
B. Tahapan Pencairan KP atau PP untuk Pemilikan Properti yang
Belum Tersedia Secara Utuh
1. Dalam hal Bank memberikan KP atau PP sebagaimana
dimaksud dalam huruf A maka Bank wajib melakukan
pencairan KP atau PP secara bertahap sesuai
perkembangan pembangunan Properti yang dibiayai.
2. Tahapan pencairan KP atau PP sebagaimana dimaksud
pada angka 1, diatur sebagai berikut:
a. Untuk KP atau PP untuk Rumah Tapak, Rumah Toko
atau Rumah Kantor, ditetapkan paling tinggi sebesar:
1) 40% (empat puluh persen) dari plafon setelah
penyelesaian fondasi;
2) 80% (delapan puluh persen) dari plafon setelah
penyelesaian tutup atap;
3) 90% (sembilan puluh persen) dari plafon setelah
penandatanganan Berita Acara Serah Terima
(BAST); dan
4) 100% (seratus persen) dari plafon setelah
penandatanganan Berita Acara Serah Terima
(BAST) …
27
(BAST) yang telah dilengkapi dengan Akta Jual
Beli (AJB) dan Akta Pembebanan Hak
Tanggungan (APHT) atau Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).
b. Untuk KP atau PP untuk Rumah Susun, ditetapkan
paling tinggi sebesar:
1) 40% (empat puluh persen) dari plafon setelah
penyelesaian fondasi;
2) 70% (tujuh puluh persen) dari plafon setelah
penyelesaian tutup atap;
3) 90% (sembilan puluh persen) dari plafon setelah
penandatanganan Berita Acara Serah Terima
(BAST); dan
4) 100% (seratus puluh persen) dari plafon setelah
penandatanganan Berita Acara Serah Terima
(BAST) yang dilengkapi dengan Akta Jual Beli
(AJB) dan Akta Pembebanan Hak Tanggunan
(APHT) atau Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT).
3. Untuk tahapan pencairan KP Rusun atau PP Rusun, Bank
dapat melakukan pencairan tambahan diantara
penyelesaian fondasi dan sebelum penyelesaian tutup atap
sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.1) dan butir 2.b.2)
berdasarkan penilaian perkembangan pembangunan.
4. Besaran persentase pencairan tambahan sebagaimana
dimaksud pada angka 3 diserahkan kepada Bank sesuai
dengan kebijakan manajemen risiko Bank dengan tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian.
5. Pencairan bertahap sebagaimana dimaksud pada angka 1
didasarkan atas laporan perkembangan pembangunan
Properti yang berasal dari:
a. pengembang dengan verifikasi dari penilai intern
Bank; atau
b. penilai independen.
6. Bank …
28
6. Bank harus memiliki pedoman internal terkait spesifikasi
teknis penyelesaian fondasi dan tutup atap baik untuk
Rumah Tapak, Rumah Toko atau Rumah Kantor, dan
Rumah Susun, sebagaimana dimaksud pada angka 2
dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
7. Penilaian perkembangan pembangunan sebagaimana
dimaksud pada angka 3 diatur sebagai berikut:
a. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon
sampai dengan Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah), didasarkan atas laporan perkembangan
pembangunan Properti yang berasal dari:
1) pengembang dengan verifikasi dari penilai intern
Bank; atau
2) penilai independen; dan
b. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon di
atas Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),
didasarkan atas laporan perkembangan pembangunan
Properti yang berasal dari penilai independen.
C. Contoh Perhitungan dan Penetapan Rasio LTV dan Rasio FTV
untuk Pemilikan Properti yang Belum Tersedia Secara Utuh
Contoh perhitungan dan penetapan Rasio LTV dan Rasio FTV
untuk pemilikan Properti yang belum tersedia secara utuh
tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VI. UANG MUKA DALAM RANGKA KKB ATAU PKB
A. Uang Muka KKB atau PKB
1. Bank yang memberikan KKB atau PKB wajib memenuhi
ketentuan Uang Muka sebagai berikut:
a. untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua paling
rendah sebesar 20% (dua puluh persen);
b. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau
lebih dengan peruntukan kegiatan produktif paling
rendah sebesar 20% (dua puluh persen) jika
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) merupakan …
29
1) merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk
angkutan orang atau barang yang dikeluarkan
oleh pihak berwenang; atau
2) diajukan oleh perorangan atau badan hukum
yang memiliki izin usaha tertentu yang
dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan
untuk mendukung kegiatan operasional dari
usaha yang dimilikinya; dan
c. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau
lebih yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b paling rendah sebesar 25%
(dua puluh lima persen).
2. Ketentuan mengenai Uang Muka sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 berlaku bagi Bank yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.
rasio Kredit bermasalah dari total Kredit atau rasio
Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan secara
bruto (gross) kurang dari 5% (lima persen); dan
b. rasio KKB bermasalah dari total KKB atau rasio PKB
bermasalah dari total PKB secara bruto (gross) kurang
dari 5% (lima persen).
3. Bagi Bank yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 maka Bank wajib memenuhi
ketentuan Uang Muka sebagai berikut:
a. untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua paling
rendah sebesar 25% (dua puluh lima persen);
b. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau
lebih dengan peruntukan kegiatan produktif paling
rendah sebesar 20% (dua puluh persen) jika
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk
angkutan orang atau barang yang dikeluarkan
oleh pihak berwenang; atau
2) diajukan oleh perorangan atau badan hukum
yang memiliki izin usaha tertentu yang
dikeluarkan …
30
dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan
untuk mendukung kegiatan operasional dari
usaha yang dimilikinya; dan
c. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau
lebih yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b paling rendah sebesar 30%
(tiga puluh persen).
B. Bank dilarang memberikan Kredit atau Pembiayaan untuk
pemenuhan Uang Muka dalam rangka KKB dan PKB kepada
debitur atau nasabah. Termasuk pengertian debitur atau
nasabah antara lain debitur atau nasabah yang merupakan
karyawan Bank yang bersangkutan.
C. Perhitungan Rasio Kredit Bermasalah, Rasio Pembiayaan
Bermasalah, Rasio KKB Bermasalah, dan Rasio PKB
Bermasalah
1. Perhitungan rasio Kredit bermasalah dilakukan dengan
membagi hasil penjumlahan Kredit dengan kualitas kurang
lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) kepada pihak
ketiga bukan Bank terhadap total Kredit kepada pihak
ketiga bukan Bank.
Formula perhitungan rasio Kredit bermasalah adalah
sebagai berikut:
Kredit kualitas KL + Kredit kualitas D + Kredit
kualitas M
Total Kredit
x 100%
2. Perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah dilakukan
dengan membagi hasil penjumlahan Pembiayaan dengan
kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M)
kepada pihak ketiga bukan Bank terhadap total
Pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank.
Formula …
31
Formula perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah adalah
sebagai berikut:
Pembiayaan kualitas KL + Pembiayaan kualitas D +
Pembiayaan kualitas M
Total Pembiayaan
x 100%
3. Perhitungan rasio KKB bermasalah dari total KKB
dilakukan dengan membagi jumlah KKB dengan kualitas
kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) terhadap
total KKB.
Formula perhitungan rasio KKB bermasalah adalah sebagai
berikut:
KKB kualitas KL + KKB kualitas D + KKB kualitas M x 100%
Total KKB
4. Perhitungan rasio PKB bermasalah dari total PKB
dilakukan dengan membagi jumlah PKB dengan kualitas
kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) terhadap
total PKB.
Formula perhitungan rasio PKB bermasalah adalah sebagai
berikut:
PKB kualitas KL + PKB kualitas D + PKB kualitas M x 100%
Total PKB
D. Sumber Data, Laporan Lain, dan Nilai yang Digunakan
1. Penetapan masing-masing komponen dalam perhitungan
rasio Kredit bermasalah atau rasio Pembiayaan bermasalah
dan perhitungan rasio KKB bermasalah atau rasio PKB
bermasalah dilakukan berdasarkan:
a. LBU atau LSMK BUS UUS periode 2 (dua) bulan
sebelum tanggal perjanjian Kredit atau akad
Pembiayaan ditandatangani; atau
b. Laporan lain berupa laporan KP dan KKB, dalam hal
LBU belum dapat menyediakan komponen
perhitungan rasio KKB bermasalah.
2. Laporan …
32
2. Laporan KP dan KKB sebagaimana dimaksud dalam butir
1.b wajib disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Penyampaian laporan KP dan KKB mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir
III.C.10.
b. Penyampaian laporan KP dan KKB dilakukan sampai
dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
c. Penetapan batas waktu penghentian penyampaian
laporan KP dan KKB, disampaikan oleh Bank
Indonesia melalui surat pemberitahuan.
3. Perhitungan nilai Kredit bermasalah dan nilai total Kredit
mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
butir III.C.2 dan butir III.C.4.
4. Perhitungan nilai Pembiayaan bermasalah dan nilai total
Pembiayaan mengacu pada ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir III.C.5 dan butir III.C.7.
5.
Nilai PKB bermasalah dan PKB untuk Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
a.
Nilai PKB bermasalah berasal dari hasil penjumlahan
angka dalam:
1) form 10 untuk Akad Murabahah, pada golongan
nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga
pokok (Kolom XIX) dengan
sektor ekonomi
(Kolom XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan
002900 untuk kualitas (Kolom XXIV) kurang
lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M);
2) form 11 untuk Akad Istishna’, pada golongan
nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga
pokok (Kolom XVIII) dengan sektor ekonomi
(Kolom XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan
002900 …
33
002900 untuk kualitas (Kolom XXIII) kurang
lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) ;
3) form 12 untuk Akad Qardh, pada golongan
nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah
bulan laporan (Kolom XVIII B) dengan sektor
ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200,
002300, dan 002900 untuk kualitas (Kolom XXI)
kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M);
4) form 13 untuk akad bagi hasil, pada golongan
nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah
bulan laporan (Kolom XXI B) dengan sektor
ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200,
002300, dan 002900 untuk kualitas (Kolom XXV)
kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M);
dan
5) form 14 untuk akad sewa, pada golongan
nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank yaitu hasil penjumlahan dari harga
perolehan (Kolom XVII B.3) dikurangi dengan
akumulasi penyusutan/amortisasi (Kolom XXII)
dan cadangan kerugian penurunan nilai aset
ijarah (Kolom XXIII) dan ditambahkan dengan
tunggakan pokok (Kolom XXIV B), dengan
formula sebagai berikut:
Harga Perolehan -
Amortisasi + Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
Aset Ijarah) + Tunggakan Pokok
Penjumlahan di atas dilakukan untuk sektor
ekonomi (Kolom XIII) dengan sandi sektor
002100, 002200, 002300, dan 002900 untuk
kualitas (Kolom XXVI) kurang lancar (KL),
diragukan (D), dan macet (M).
(Akumulasi Penyusutan/
b. Nilai …
34
b.
Nilai PKB berasal dari hasil penjumlahan angka
dalam:
1) form 10 untuk Akad Murabahah, pada golongan
nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga
pokok (Kolom XIX) dengan sektor ekonomi (Kolom
XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan 002900;
2) form 11 untuk Akad Istishna’, pada golongan
nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga
pokok (Kolom XVIII) dengan sektor ekonomi
(Kolom XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan
002900;
3) form 12 untuk Akad Qardh, pada golongan
nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah
bulan laporan (Kolom XVIII B) dengan sektor
ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200,
002300, dan 002900;
4) form 13 untuk akad bagi hasil, pada golongan
nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga
bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah
bulan laporan (Kolom XXI B) dengan sektor
ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200,
002300, dan 002900; dan
5) form 14 untuk akad sewa, pada golongan nasabah
(Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank
yaitu hasil penjumlahan dari harga perolehan
(Kolom XVII B.3) dikurangi dengan akumulasi
penyusutan/amortisasi (Kolom XXII) dan
cadangan kerugian penurunan nilai aset ijarah
(Kolom XXIII) dan ditambahkan dengan
tunggakan pokok (Kolom XXIV B), dengan formula
sebagai berikut:
Harga …
35
Harga Perolehan -
(Akumulasi Penyusutan/
Amortisasi + Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
Aset Ijarah) + Tunggakan Pokok
Penjumlahan di atas dilakukan untuk sektor
ekonomi (Kolom XIII) dengan sandi sektor
002100, 002200, 002300, dan 002900.
c. Sandi sektor 002100, 002200, 002300, dan 002900
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai laporan stabilitas moneter dan
sistem keuangan bulanan bank umum syariah dan
unit usaha syariah, yaitu sebagai berikut:
Sandi Sektor
002100
Sektor
002200
002300
002900
Rumah Tangga untuk Pemilikan Mobil Roda Empat
Rumah Tangga untuk Pemilikan Sepeda Bermotor
Rumah Tangga untuk Pemilikan Truk dan
Kendaraan Bermotor Roda Enam atau lebih
Rumah Tangga untuk Pemilikan Kendaraan
Bermotor lainnya
6. Contoh Perhitungan dan Penetapan Uang Muka KKB atau
PKB tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
A. Bank yang melanggar Pasal 2 ayat (2), Pasal 3 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (4), Pasal 9
ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1),
Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 18,
Pasal 19 ayat (4), dan/atau Pasal 20 dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value
untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk
Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau
Pembiayaan Kendaraan Bermotor
administratif berupa teguran tertulis.
dikenakan sanksi
B. Bank …
36
B. Bank yang melanggar Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 18,
dan Pasal 20 dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit
Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti,
dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan
Bermotor selain dikenakan sanksi teguran tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf A juga dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar 1% (satu persen) dari selisih antara plafon
Kredit yang diberikan dengan plafon Kredit yang seharusnya
atau plafon Pembiayaan yang diberikan dengan plafon
Pembiayaan yang seharusnya, dengan formula sebagai berikut:
1% x (plafon KP atau plafon PP yang diberikan – plafon KP atau
plafon PP yang seharusnya)
C. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit
Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti,
dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan
Bermotor selain dikenakan sanksi teguran tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf A juga dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar 1% (satu persen) dari plafon Kredit atau
Pembiayaan Uang Muka, dengan formula sebagai berikut:
1% x (plafon Kredit atau plafon Pembiayaan Uang Muka)
D. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (2) dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit
Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti,
dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan
Bermotor selain dikenakan sanksi teguran tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf A juga dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar 1% (satu persen) dari plafon KP dan PP,
dengan formula sebagai berikut:
1% x (plafon KP atau PP)
E. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/16/PBI/2016 …
37
18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit
Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti,
dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan
Bermotor dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 1%
(satu persen) per bulan dari plafon kredit untuk setiap Kredit
yang melanggar ketentuan atau plafon Pembiayaan untuk setiap
Pembiayaan yang melanggar ketentuan, dengan formula sebagai
berikut:
1% x Plafon Kredit untuk setiap Kredit yang melanggar ketentuan;
atau
1% x Plafon Pembiayaan untuk setiap Pembiayaan yang melanggar
ketentuan.
Sanksi tersebut dikenakan setiap akhir bulan untuk periode
paling lama 12 (dua belas) bulan.
F. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit
Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti,
dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan
Bermotor dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 1%
(satu persen) per bulan dari plafon Kredit untuk setiap Kredit
yang melanggar ketentuan atau plafon Pembiayaan untuk setiap
Pembiayaan yang melanggar ketentuan, dengan formula sebagai
berikut:
1% x Plafon Kredit untuk setiap Kredit yang melanggar ketentuan;
atau
1% x Plafon Pembiayaan untuk setiap Pembiayaan yang melanggar
ketentuan.
Sanksi tersebut dikenakan setiap akhir bulan untuk periode
paling lama 12 (dua belas) bulan.
G. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
pada huruf E dan huruf F tidak menghilangkan kewajiban Bank
untuk menyampaikan dan melaksanakan rencana perubahan
(action plan).
H. Bank …
38
H. Bank Indonesia mengenakan sanksi kewajiban membayar
kepada Bank dengan mendebit rekening giro Rupiah Bank pada
Bank Indonesia.
I. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi kepada Bank,
maka surat pengenaan sanksi ditembuskan kepada Otoritas
Jasa Keuangan.
J. Contoh perhitungan sanksi kewajiban membayar tercantum
dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VIII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 17/25/DKMP tanggal 12 Oktober
2015 perihal Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value
untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit
atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 6
September 2016.
Agar …
39
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/19/DKMP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. </reg_title>
<set_date> 6 September 2016 </set_date>
<effective_date> 6 September 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '17/25/DKMP|SE-BI/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '18/16/PBI/2016' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No. 14/ 16 /DPbS
Jakarta, 31 Mei 2012
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal: Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896), Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2008
perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dan fatwa
Dewan Syariah Nasional Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 tanggal 3 Juni
2010 perihal Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai, serta dalam rangka
meningkatkan kehati-hatian bagi bank yang menyalurkan pembiayaan
kepemilikan emas maka perlu mengatur secara khusus produk
pembiayaan kepemilikan emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah (UUS), sebagai berikut:
I. UMUM
1. Pembiayaan Kepemilikan Emas yang selanjutnya disebut PKE
adalah pembiayaan untuk kepemilikan emas dengan
menggunakan akad murabahah.
2. Objek PKE adalah emas dalam bentuk lantakan (batangan)
dan/atau perhiasan.
3. Jumlah …
3. Jumlah PKE adalah harga perolehan pembelian emas yang
dibiayai oleh Bank Syariah atau UUS setelah
memperhitungkan uang muka (down payment).
4. Agunan PKE adalah emas yang dibiayai oleh Bank Syariah
atau UUS.
II. PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN
PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS
1. Bank Syariah atau UUS wajib memiliki kebijakan dan
prosedur tertulis secara memadai, termasuk prosedur analisis
yang mendasarkan antara lain pada tingkat kemampuan
membayar dari nasabah.
2. Agunan PKE ditetapkan sebagai berikut:
a. diikat secara gadai;
b. disimpan secara fisik di Bank Syariah atau UUS; dan
c.
tidak dapat ditukar dengan agunan lain.
3. Jumlah PKE setiap nasabah ditetapkan paling banyak sebesar
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
4. Nasabah dimungkinkan untuk memperoleh pembiayaan
Qardh Beragun Emas dan PKE secara bersamaan, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
jumlah saldo pembiayaan secara keseluruhan adalah
paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah); dan
b.
jumlah saldo PKE adalah paling banyak
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
5. Uang muka (down payment) PKE ditetapkan sebesar
persentase tertentu dari harga perolehan emas yang dibiayai
oleh Bank Syariah atau UUS, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. paling …
a. paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen), untuk
emas dalam bentuk lantakan (batangan); dan/atau
b. paling rendah sebesar 30% (tiga puluh persen), untuk
emas dalam bentuk perhiasan.
Uang muka PKE dibayar secara tunai oleh nasabah kepada
Bank Syariah atau UUS. Sumber dana uang muka PKE harus
berasal dari dana nasabah sendiri (self financing) dan bukan
berasal dari pinjaman.
6. Jangka waktu PKE ditetapkan paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun. Dalam hal terdapat
perpanjangan jangka waktu pembiayaan maka:
a. harga jual yang telah disepakati pada akad awal tidak
boleh bertambah; dan
b. mengacu ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai restrukturisasi pembiayaan.
7. Bank Syariah atau UUS dilarang mengenakan biaya
penyimpanan dan pemeliharaan atas emas yang digunakan
sebagai agunan PKE.
8. Tata cara pembayaran pelunasan PKE ditetapkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. pembayaran dilakukan dengan cara angsuran dalam
jumlah yang sama setiap bulan;
b. pelunasan dipercepat dapat dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) paling singkat 1 (satu) tahun setelah akad
pembiayaan berjalan;
2) nasabah wajib membayar seluruh pokok dan margin
(total piutang) dengan menggunakan dana yang
bukan berasal dari penjualan agunan emas; dan
3) nasabah …
3) nasabah dapat diberikan potongan atas pelunasan
dipercepat namun tidak boleh diperjanjikan dalam
akad.
9. Apabila nasabah tidak dapat melunasi PKE pada saat jatuh
tempo dan/atau PKE digolongkan macet maka agunan dapat
dieksekusi oleh Bank Syariah atau UUS setelah melampaui 1
(satu) tahun sejak tanggal akad PKE.
Hasil eksekusi agunan diperhitungkan dengan sisa kewajiban
nasabah dengan ketentuan sebagai berikut:
a. apabila hasil eksekusi agunan lebih besar dari sisa
kewajiban nasabah maka selisih lebih tersebut
dikembalikan kepada nasabah; atau
b. apabila hasil eksekusi agunan lebih kecil dari sisa
kewajiban nasabah maka selisih kurang tersebut tetap
menjadi kewajiban nasabah.
10. Bank Syariah atau UUS harus menjelaskan secara lisan dan
tertulis karakteristik produk yang mencakup paling kurang:
a. persyaratan calon nasabah;
b. biaya-biaya yang akan dikenakan;
c. besarnya uang muka yang harus dibayar nasabah;
d.
e.
tata cara pelunasan dipercepat;
tata cara penyelesaian apabila terjadi tunggakan
angsuran atau nasabah tidak mampu membayar;
f. konsekuensi apabila terjadi tunggakan angsuran atau
nasabah yang tidak mampu membayar; dan
g. hak dan kewajiban nasabah apabila terjadi eksekusi
agunan emas.
III. PERMOHONAN …
III. PERMOHONAN PERSETUJUAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN
REALISASI PRODUK PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS
1. Bank Syariah atau UUS yang akan melakukan penyaluran
dana dalam produk PKE harus memperoleh persetujuan
terlebih dahulu dari Bank Indonesia.
2. Tata cara, persyaratan, dan dokumen dalam rangka
permohonan persetujuan produk PKE mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai produk
Bank Syariah dan UUS.
3. Bank Syariah atau UUS wajib melaporkan realisasi
pengeluaran produk PKE paling lama 10 (sepuluh) hari
setelah dikeluarkan produk tersebut.
IV. ALAMAT PERMOHONAN PERSETUJUAN DAN/ATAU
PENYAMPAIAN LAPORAN
Permohonan persetujuan dan/atau penyampaian laporan produk
PKE diajukan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai
berikut:
1. Departemen Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350, bagi Bank Syariah atau UUS yang
berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor,
Depok, Karawang, dan Bekasi; atau
2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat dengan
tembusan kepada Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank
Syariah atau UUS yang berkedudukan di luar wilayah
sebagaimana dimaksud pada angka 1.
V. PENGHENTIAN KEGIATAN PRODUK
1. Bank Indonesia berwenang memerintahkan Bank Syariah
atau UUS untuk menghentikan kegiatan produk PKE,
sebagaimana …
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah, dalam hal kegiatan produk PKE tidak
memenuhi ketentuan pada angka I, angka II, dan/atau butir
III.1, dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Penghentian produk sebagaimana dimaksud pada angka 1
dapat bersifat tetap atau sementara.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2
berlaku pula untuk Bank Syariah atau UUS yang tidak dapat
melakukan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada angka
VII Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VI. PENGENAAN SANKSI
1. Bank Syariah atau UUS yang menjalankan kegiatan produk
PKE sebelum memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia
dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan denda uang
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang
Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Syariah atau UUS yang terlambat melaporkan realisasi
pengeluaran produk PKE sesuai batas waktu yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam butir III.3 Surat Edaran Bank
Indonesia ini dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan
denda uang sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (7) dan
ayat (8) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008
tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
3. Bank Syariah atau UUS yang tidak menghentikan kegiatan
produk PKE sesuai perintah Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam angka V Surat Edaran Bank Indonesia ini
dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam
Pasal …
Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008
tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
VII. KETENTUAN PERALIHAN
Bank Syariah atau UUS yang telah menyalurkan pembiayaan
terkait dengan kepemilikan emas sebelum berlakunya Surat
Edaran Bank Indonesia ini maka:
1. akad yang telah ada masih tetap berlaku dan tidak dapat
dilakukan perpanjangan jangka waktu; dan
2. wajib menghentikan kegiatan penyaluran pembiayaan terkait
dengan kepemilikan emas kepada nasabah baru sampai
dengan mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia.
VIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
pada tanggal 31 Mei 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/16/DPbS|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. </reg_title>
<set_date> 31 Mei 2012 </set_date>
<effective_date> 31 Mei 2012 </effective_date>
<related_reg> '10/31/DPbS|SE-BI/2008', '10/17/PBI/2008', '77/DSN-MUI/V/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 17/ 9 /DPM
Jakarta, 20 Mei 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG
PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara
Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam
Valuta Asing.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5567), dan dalam rangka meningkatkan
governance pelaksanaan Operasi Moneter Syariah antara lain melalui
pengembangan infrastruktur transaksi, perlu melakukan perubahan atas
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014
perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam
Valuta Asing sebagai berikut:
1. Ketentuan butir II.2.b diubah sehingga butir II.2 berbunyi sebagai
berikut:
2. Karakteristik transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagai
berikut:
a.
jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit Valas
Syariah adalah Dolar Amerika Serikat;
b.
transaksi Term Deposit Valas Syariah memiliki jangka
waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua
belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung
setelah …
2
setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh
waktu;
c.
transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan tanpa
disertai dengan penerbitan surat berharga;
d. atas transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia
memberikan imbalan; dan
e. Term Deposit Valas Syariah dapat dicairkan sebelum tanggal
jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau
sebagian.
2. Ketentuan butir II.8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
8. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan melalui sarana
dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Ketentuan Bab III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
III. PELAKSANAAN LELANG
A. Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti
Lelang Transaksi Term Deposit Valas Syariah
1. Sebelum mengikuti pelaksanaan lelang transaksi Term
Deposit Valas Syariah, dilakukan pendaftaran dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Bank menyampaikan surat pemohonan
pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi
Term Deposit Valas Syariah, yang dilengkapi
dengan informasi paling kurang sebagai berikut:
1) nama Bank;
2) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID),
dalam hal Bank telah memiliki TCID;
3) dalam hal Bank memiliki rekening di bank
koresponden, menyampaikan:
a) 1 (satu) nama dan nomor rekening Bank
di bank koresponden; dan
b) Bank Identifier Code (BIC) Bank.
4) dalam hal Bank tidak memiliki rekening di
bank koresponden, menyampaikan:
a) 1 (satu) …
3
a) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank
yang ditunjuk untuk keperluan
setelmen; dan
b) BIC bank yang ditunjuk untuk
keperluan setelmen.
b. untuk Pialang menyampaikan surat permohonan
pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi
Term Deposit Valas Syariah, yang dilengkapi
dengan informasi paling kurang sebagai berikut:
1) nama Pialang; dan
2) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah
memiliki TCID;
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 hanya disampaikan Bank dan Pialang pada
saat pertama kali akan melakukan transaksi Term
Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia.
Contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat
sebagai berikut:
Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Moneter
Grup Manajemen Risiko, Pengelolaan Sistem dan
Informasi
Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi
Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
Dalam hal terjadi perubahan atau penggantian alamat
surat menyurat akan diberitahukan melalui surat
dan/atau media lainnya.
4. Dalam hal terjadi perubahan informasi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, Bank dan Pialang
menyampaikan …
4
menyampaikan pengkinian informasi melalui surat
dengan menggunakan contoh surat sebagaimana
dimaksud dalam angka 2, yang dapat didahului
dengan surat elektronik (email) kepada dpm-
dpom@bi.go.id.
5. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 4
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
6. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan
pendaftaran melalui surat untuk mengikuti lelang
transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank dan
Pialang, yang memuat informasi antara lain sebagai
berikut:
a. TCID dalam hal Bank dan/atau Pialang belum
memiliki TCID;
b. kode individual page yang terdiri dari active page,
historical page, dan confirmation page pada sistem
otomasi lelang operasi moneter valas; dan
c.
tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi
Term Deposit Valas Syariah.
B. Pengumuman Rencana Lelang Term Deposit Valas Syariah
1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada
hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang
transaksi Term Deposit Valas Syariah paling lambat
sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau
sarana komunikasi lainnya yang digunakan Bank
Indonesia.
3. Window time transaksi Term Deposit Valas Syariah
dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit Valas
Syariah, memuat antara lain:
a. sarana pengajuan penawaran lelang;
b. tanggal …
5
b.
c.
d.
tanggal lelang;
jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
target indikatif;
e. persentase besaran sanksi;
f. window time; dan/atau
g.
tanggal setelmen (tanggal valuta).
4. Ketentuan Bab IV diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
IV. PENGAJUAN PENAWARAN
1. Bank secara langsung dan/atau melalui Pialang
mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah kepada Bank Indonesia dalam window time yang
ditetapkan sesuai dengan pengaturan waktu yang tercatat
pada sistem di Bank Indonesia.
2. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah penawaran
nilai nominal menurut jangka waktu Term Deposit Valas
Syariah, memuat informasi paling kurang sebagai berikut:
a. nama lelang (auction name);
b. penawaran nominal; dan/atau
c. TCID Bank, dalam hal Pialang mengajukan penawaran
untuk dan atas nama Bank.
3. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Bank
dan Pialang paling kurang sebesar USD5,000,000.00
(lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya
dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta
dolar Amerika Serikat);
b. dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan Pialang
dapat mengajukan koreksi untuk setiap penawaran
yang diajukan dalam window time transaksi Term
Deposit Valas Syariah;
c. koreksi …
6
c. koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Bank dapat mengajukan koreksi terhadap
informasi penawaran selain informasi nama lelang
(auction name); dan/atau
2) Pialang yang mengajukan penawaran lelang Term
Deposit Valas Syariah untuk dan atas nama
Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap
informasi penawaran selain informasi TCID Bank
dan nama lelang (auction name),
d. koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan
pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c;
e. Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran
data penawaran yang disampaikan kepada Bank
Indonesia;
f. Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran
yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia;
g. Pialang harus menyampaikan informasi kepada Bank
mengenai transaksi Term Deposit Valas Syariah yang
telah diajukan untuk kepentingan Bank; dan
h. Bank dan Pialang harus memantau kebenaran
informasi penawaran transaksi Term Deposit Valas
Syariah yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
5. Ketentuan Bab VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
VI. PENGUMUMAN HASIL LELANG TRANSAKSI TERM DEPOSIT
VALAS SYARIAH
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term
Deposit Valas Syariah setelah dilakukan proses penetapan
pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. secara keseluruhan kepada semua Bank dan/atau Pialang,
pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah …
7
Syariah melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi
lain yang digunakan oleh Bank Indonesia, antara lain
berupa nominal penawaran yang dimenangkan dan tingkat
imbalan Term Deposit Valas Syariah;
2. secara individual kepada masing-masing pemenang lelang,
pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah melalui sistem otomasi lelang operasi moneter
valas, antara lain berupa jangka waktu, nilai nominal,
tingkat imbalan, dan nominal imbalan Term Deposit Valas
Syariah yang dimenangkan.
6. Ketentuan butir VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
VII. SETELMEN TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH
1. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas Syariah
a. Setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah
dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal transaksi.
b. Bank menyediakan dana di rekening giro pada bank
koresponden atau bank yang ditunjuk untuk
keperluan setelmen, yang mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit
Valas Syariah.
c. Pada tanggal setelmen, Bank wajib mentransfer
kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas
Syariah untuk setiap penawaran atau sesuai dengan
jumlah nominal yang dimenangkan ke rekening Bank
Indonesia di bank koresponden.
d. Bank menyampaikan konfirmasi setelmen transaksi
Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud
dalam huruf c melalui SWIFT message format MT320
atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q.
Departemen Pengelolaan Devisa.
e. Dalam hal Bank tidak mentransfer kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf c maka
transaksi …
8
transaksi Term Deposit Valas Syariah dinyatakan
batal.
f. Atas batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Operasi Moneter Syariah.
g. Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS,
apabila pada hari yang sama terdapat lebih dari 1
(satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit Valas
Syariah maka pembatalan tersebut hanya dihitung
sebanyak 1 (satu) kali.
2. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas Syariah
a. Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Valas
Syariah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term
Deposit Valas Syariah jatuh waktu dengan melakukan
transfer ke rekening Bank pada bank koresponden sebesar
nilai tunai.
b. Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Nilai tunai = N × 1 + r
k
360 hari
Keterangan:
N = Nominal Term Deposit Valas Syariah
r = tingkat imbalan yang dimenangkan
k = jangka waktu Term Deposit Valas Syariah
7. Ketentuan butir VIII.1 diubah dengan mengubah huruf d dan
menambahkan huruf f sehingga butir VIII.1 berbunyi sebagai berikut:
VIII. PENCAIRAN SEBELUM JATUH WAKTU (EARLY REDEMPTION)
TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH
1. Pengajuan Early Redemption
a. Bank …
9
a. Bank dapat mengajukan early redemption Term
Deposit Valas Syariah paling cepat 3 (tiga) hari
setelah setelmen transaksi Term Deposit Valas
Syariah yang akan dilakukan early redemption.
b. Bank dapat mengajukan early redemption pada
setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan
lelang Term Deposit Valas Syariah dengan jangka
waktu melebihi overnight.
c. Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diajukan dari pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 11.00 WIB.
d. Pengajuan dilakukan melalui sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia.
e. Pengajuan early redemption dilakukan paling kurang
sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat) dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00
(satu juta dolar Amerika Serikat).
f. Pengajuan early redemption disertai informasi
reference number dan informasi nama lelang (auction
name) pada saat pengajuan transaksi lelang Term
Deposit Valas Syariah.
g. Pengajuan early redemption disertai informasi deal
ticket konfirmasi pada saat transaksi, dengan
mencantumkan informasi waktu transaksi (GMT).
h. Bank yang melakukan early redemption Term Deposit
Valas Syariah memperoleh imbalan secara
proporsional dengan rumus sebagai berikut:
imbalan =
nominal
early redemption ×
tingkat
imbalan
k
×
360
keterangan :
k = jangka waktu sampai dengan setelmen early
redemption Term Deposit Valas Syariah di
Bank Indonesia
i. Bank …
10
i. Bank dikenakan biaya early redemption Term Deposit
Valas Syariah sebesar 10% (sepuluh persen) dari
imbalan sebagaimana dimaksud dalam huruf h.
8. Di antara Bab VIII dan Bab IX disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab
VIIIA yang berbunyi sebagai berikut:
VIIIA. KONDISI TIDAK NORMAL PADA SISTEM OTOMASI LELANG
OPERASI MONETER VALAS
1. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem
otomasi lelang operasi moneter valas transaksi yang
mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi
Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia segera
membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah yang dilakukan melalui sistem otomasi lelang
operasi moneter valas.
2. Bank Indonesia menginformasikan mengenai pembatalan
proses lelang sebagaimana dimaksud dalam angka 1
kepada Bank melalui Sistem LHBU dan/atau sarana
lainnya.
3. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat kembali
membuka proses lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah yang dilakukan secara manual melalui sarana
dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia.
4. Proses lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah yang
dilakukan secara manual sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengumuman Lelang
1) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang
transaksi Term Deposit Valas Syariah paling
lambat sebelum window time melalui Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya.
2) Pengumuman rencana transaksi Term Deposit
Valas Syariah memuat informasi sebagaimana
diatur dalam butir III.B.4.
b. Pengajuan Penawaran
1) Bank …
11
1) Bank dan Pialang mengajukan penawaran
lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah
kepada Bank Indonesia dalam window time
yang ditetapkan.
2) Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit
Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) adalah penawaran kuantitas menurut
jangka waktu Term Deposit Valas Syariah, yang
meliputi informasi:
a) nama Bank;
b)
c)
tanggal transaksi;
jangka waktu;
d) Standard Settlement Instruction; dan
e) penawaran nominal.
3) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term
Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengajuan setiap penawaran nominal dari
Bank dan Pialang paling kurang sebesar
USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika
Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat);
b) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank
dan Pialang hanya dapat mengajukan 1
(satu) kali koreksi untuk setiap penawaran
yang diajukan dalam window time
transaksi Term Deposit Valas Syariah;
c) koreksi sebagaimana dimaksud dalam
huruf b) dapat dilakukan terhadap
informasi penawaran selain informasi
nama Bank dan jangka waktu Term Deposit
Valas Syariah;
d) koreksi …
12
d) koreksi penawaran harus memenuhi
persyaratan pengajuan penawaran;
e) Bank dan Pialang bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran yang
disampaikan kepada Bank Indonesia;
f) Bank dan Pialang dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada
Bank Indonesia;
g) dalam hal Bank dan Pialang mengajukan
penawaran tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan
tidak melakukan koreksi pengajuan
penawaran dalam window time transaksi
Term Deposit Valas Syariah maka
penawaran dimaksud dinyatakan batal.
c. Penetapan Pemenang Lelang
1) Bank Indonesia menetapkan Term Deposit Valas
Syariah yang dimenangkan dengan cara:
a) penawaran nilai nominal yang diajukan
Bank dimenangkan seluruhnya;
b) dalam hal diperlukan, penawaran nilai
nominal yang diajukan Bank dapat
dimenangkan
sebagian
dengan
perhitungan secara proporsional dengan
pembulatan ke seratus ribuan Dolar
Amerika Serikat
terdekat dengan
ketentuan:
(1) untuk nominal kurang dari
USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar
Amerika Serikat) dibulatkan menjadi
nol;
(2) untuk nominal USD50,000.00 (lima
puluh ribu dolar Amerika Serikat)
atau lebih dibulatkan menjadi
USD …
13
USD100,000.00 (seratus ribu dolar
Amerika Serikat).
2) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak
ada pemenang lelang transaksi Term Deposit
Valas Syariah.
d. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit
Valas Syariah
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang
transaksi Term Deposit Valas Syariah setelah
dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh
Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
1) mengumumkan hasil penetapan pemenang
lelang secara keseluruhan kepada semua Bank
dan Pialang melalui Sistem LHBU dan/atau
sarana komunikasi lain yang digunakan oleh
Bank Indonesia, antara lain berupa nominal
yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang
(weighted average) tingkat imbalan Term Deposit
Valas Syariah;
2) melakukan konfirmasi kepada Bank yang
memenangkan lelang secara individual melalui
sarana dealing system yang ditetapkan Bank
Indonesia, antara lain sebagai berikut:
a) nilai nominal yang dimenangkan dan
tingkat imbalan;
b)
tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan
c) permintaan Standard Settlement Instruction
Bank;
3) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui
Pialang, konfirmasi sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) konfirmasi dilakukan melalui Pialang
apabila Bank yang bersangkutan tidak
memiliki …
14
memiliki sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia; atau
b) konfirmasi dilakukan kepada Bank yang
bersangkutan, apabila Bank yang
bersangkutan memiliki sarana dealing
system yang ditetapkan Bank Indonesia.
e. Setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Nilai nominal yang tercantum pada setiap deal
ticket konfirmasi lelang transaksi Term Deposit
Valas Syariah harus sama dengan nilai nominal
setiap penawaran yang dimenangkan.
2) Pelaksanaan setelmen dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Bab VII.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 15
Juni 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/9/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing. </reg_title>
<set_date> 20 Mei 2015 </set_date>
<effective_date> 15 Juni 2015 </effective_date>
<changed_reg> '16/13/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg>
<related_reg> '16/12/PBI/2014', '16/13/DPM|SE-BI/2014' </related_reg>
|
No. 10/9/DASP
Jakarta, 5 Maret 2008
S U R A T E D A R A N
Perihal : Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan dan Pengawasan Sistem BI-RTGS
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/6/PBI/2008 tanggal 18 Februari 2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4820), perlu diatur lebih
lanjut mengenai prinsip-prinsip penyelenggaraan dan pengawasan Sistem Bank
Indonesia-Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) sebagai berikut:
A. Pokok-Pokok Pengaturan Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/6/PBI/2008 tanggal
18 Februari 2008 tentang Sistem BI-RTGS, penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
mengacu pada The Core Principles for Systemically Important Payment
System (CP-SIPS) yang diterbitkan oleh Bank for International Settlement
(BIS). Berkenaan dengan hal tersebut, penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS harus didasarkan pada dasar hukum
yang kuat, yang antara lain memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. keabsahan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS;
b. kepastian hukum pelaksanaan transaksi melalui Sistem BI-RTGS;
c. kepastian Penyelesaian Akhir (finality of settlement); dan
d. kepastian hukum mengenai hak, kewajiban, serta tanggung jawab
Penyelenggara dan Peserta.
2. Penyelenggara harus menyusun ketentuan dan prosedur yang
memberikan kejelasan kepada Peserta mengenai risiko finansial yang
dihadapi …
2
dihadapi Peserta sehubungan dengan keikutsertaannya dalam Sistem BI-
RTGS. Ketentuan dan prosedur tersebut antara lain harus memuat :
a. disain sistem (system design);
b.
c.
alur transaksi (flow of transactions);
jam operasional dan prosedur manajemen risiko yang menjelaskan
segala risiko finansial yang mungkin timbul sehubungan dengan
keikutsertaan dalam Sistem BI-RTGS.
3. Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS harus dilengkapi dengan prosedur
yang jelas dalam rangka pengelolaan risiko sistem pembayaran, yang
dapat dilakukan antara lain melalui:
a. Penyediaan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) sebagaimana
dimaksud pada ketentuan Bank Indonesia mengenai FLI dan FLI
Syariah (FLIS) serta penetapan jenis transaksi yang harus
diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS oleh Bank Indonesia.
b. Tersedianya fasilitas pada Penyelenggara untuk melakukan
monitoring saldo secara real time, gridlock detection, gridlock
resolution, monitoring antrian transaksi, dan mengubah urutan
prioritas transaksi.
c. Himbauan kepada Peserta agar pengiriman transaksi tidak
terakumulasi pada akhir jam operasional Sistem BI-RTGS yang
dapat mengakibatkan kemacetan transaksi (gridlock), yaitu dengan
memberikan pedoman untuk mengirimkan persentase tertentu dari
volume transaksi sampai dengan batas waktu tertentu (throughput
guidelines atau graduated payment schedule).
d. Pembedaan biaya transaksi Sistem BI-RTGS berdasarkan waktu,
untuk memberikan dorongan/insentif kepada Peserta agar
mengirimkan transaksi lebih awal guna meminimalkan risiko
likuiditas dan mencegah terjadinya gridlock.
e. Tersedianya fasilitas pada Peserta untuk memonitor antrian dan
mengubah urutan antrian transaksi.
4. Penyelenggara …
3
4. Penyelenggara harus menjamin bahwa disain Sistem BI-RTGS dapat
memastikan hal-hal sebagai berikut:
a.
seluruh transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang telah dilakukan
Penyelesaian Akhirnya bersifat final dan irrevocable;
b. Penyelesaian Akhir dilakukan secara seketika (real time); dan
c. Penyelesaian Akhir dilaksanakan pada jam operasional yang
ditetapkan oleh Penyelenggara, termasuk perubahan dan/atau
perpanjangannya.
5. Penyelesaian Akhir dilakukan dengan menggunakan dana yang tersedia
pada Rekening Giro Peserta di Bank Indonesia. Dalam hal ini,
Penyelesaian Akhir hanya dilakukan jika dana yang tersedia pada
Rekening Giro Peserta tersebut masih memiliki saldo yang cukup, yang
mencakup pula FLI yang diterima Peserta dari Bank Indonesia.
6. Sistem BI-RTGS harus diselenggarakan dengan tingkat keamanan yang
tinggi dan dapat berfungsi (available) sepanjang jam operasional yang
ditetapkan, serta memiliki prosedur penanganan dalam kondisi gangguan
dan/atau keadaan darurat. Untuk mewujudkan hal tersebut,
Penyelenggara harus melakukan antara lain hal-hal sebagai berikut:
a. menyediakan sistem cadangan;
b. menyusun mekanisme dan prosedur keberlangsungan
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS (Business Continuity
Plan/BCP); dan
c. melakukan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka menjamin
keamanan dan kehandalan Sistem BI-RTGS.
7. Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS harus dapat dilaksanakan secara
efisien dan praktis sehingga bermanfaat bagi Peserta dan perekonomian
secara umum.
8. Penyelenggara harus menjamin bahwa kriteria kepesertaan bersifat
objektif dan transparan. Untuk memastikan bahwa calon Peserta dan
Peserta …
4
Peserta memenuhi persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara, Penyelenggara berwenang untuk:
a. mewajibkan:
1)
calon Peserta untuk menyampaikan dokumen dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan Penyelenggara, antara lain terkait
dengan kepemilikan Rekening Giro dan penyediaan perangkat
Sistem BI-RTGS;
2) Peserta untuk menyampaikan laporan berkala dan insidentil
serta memenuhi setiap kewajiban yang ditetapkan
Penyelenggara, antara lain terkait dengan penyusunan
Kebijakan dan Prosedur Tertulis dan laporan hasil audit.
b. melakukan pemeriksaan langsung (on site inspection) terhadap
calon Peserta dan Peserta.
9. Penyelenggara harus menerapkan tata kelola yang efektif, akuntabel, dan
transparan, yang dilaksanakan antara lain melalui:
a.
fungsi internal audit;
b. pengawasan terhadap Sistem BI-RTGS oleh pengawas sistem
pembayaran;
c.
B.
pengkonsultasian rencana kebijakan dengan Peserta; dan
d. publikasi laporan.
Jenis Transaksi yang Harus Diselesaikan Melalui Sistem BI-RTGS
Jenis transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir A.3.a yaitu:
1.
2.
transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) atau Pasar Uang Antar Bank
Syariah (PUAS);
transaksi antara bank dengan Bank Indonesia dalam rangka jual/beli
Surat Berharga seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang
Negara (SUN);
3.
transaksi antar bank dalam rangka jual/beli Surat Berharga yang
penyelesaiannya dilakukan dengan mekanisme Delivery Versus Payment
(DVP) melalui BI-SSSS;
4. transaksi …
5
4.
transaksi antar bank, baik untuk kepentingan bank sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah bank, dengan nilai nominal sesuai ketentuan batas
nominal transfer kredit yang diatur dalam ketentuan mengenai sistem
kliring nasional Bank Indonesia;
5.
transaksi-transaksi lain yang harus diselesaikan oleh Peserta melalui
Sistem BI-RTGS yang akan diberitahukan oleh Bank Indonesia.
Selain jenis transaksi yang harus dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5, Penyelenggara
berwenang untuk menetapkan transaksi-transaksi lain yang dapat diselesaikan
melalui Sistem BI-RTGS.
C. Pengawasan Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
Dalam rangka memastikan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS sesuai dengan
prinsip-prinsip dalam CP-SIPS sebagaimana diatur dalam PBI Sistem BI-
RTGS, Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
Sistem BI-RTGS. Berkenaan dengan kegiatan pengawasan tersebut,
Penyelenggara harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT);
2. Melakukan security audit terhadap Sistem BI-RTGS dan jaringan terkait;
3. Menyampaikan KPT, Laporan Hasil Security Audit (LHSA), Laporan
Hasil Pemeriksaan Internal (LHPI) dan laporan penyelenggaraan lainnya
serta memberikan informasi lainnya yang diperlukan kepada unit kerja
pengawasan sistem pembayaran di Bank Indonesia; dan
4. Memastikan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia dan terhadap Perjanjian antara Penyelenggara dan
Peserta.
D. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal
31 Maret 2008.
Agar …
6
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DYAH N.K. MAKHIJANI
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/9/DASP|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan dan Pengawasan Sistem BI-RTGS </reg_title>
<set_date> 5 Maret 2008 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date>
<related_reg> '10/6/PBI/2008' </related_reg>
|
No. 3/16/DPBPR
Jakarta, 18 Juli 2001
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal :
Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah
Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat
Sehubungan dengan telah dikeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/12/PBI/2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 98,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4123) tanggal 9 Juli 2001 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap
Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat maka perlu ditetapkan
ketentuan pelaksanaan mengenai Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan
Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat
dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
I. UMUM
1. Pembayaran jaminan Pemerintah dilakukan setelah Bank Indonesia
membekukan kegiatan usaha tertentu BPR.
2. Perhitungan hari dalam hal pembayaran fee penjaminan atau
penyampaian laporan kepada Bank Indonesia dan atau Departemen
Keuangan oleh BPR sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tersebut didasarkan pada hari kalender.
3. Perhitungan …
2
3. Perhitungan jangka waktu pembayaran fee penjaminan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut dihitung sejak
diterimanya setoran fee oleh Bank Indonesia.
4. Lampiran yang digunakan dalam pelaksanaan Program Penjaminan
Pemerintah, berupa:
a. surat pernyataan Direksi dan Dewan Komisaris tentang
keikutsertaan dalam Program Penjaminan Pemerintah;
b. surat pernyataan Pemilik/Pemegang Saham tentang keikutsertaan
dalam Program Penjaminan Pemerintah;
c. daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR;
d. rekapitulasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR;
e. hasil verifikasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR;
f. hasil verifikasi daftar aset BPR;
g. laporan pelaksanaan tugas Pengelola Sementara;
h. pemberitahuan ketidakmampuan membayar kewajiban;
i. surat pernyataan hasil verifikasi Pengelola Sementara;
j. surat pernyataan hasil verifikasi Kantor Akuntan Publik;
k. rincian biaya operasional Pengelola Sementara; dan
l. pengumuman,
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
II. BUNGA SIMPANAN PIHAK KETIGA YANG DIJAMIN
1. Suku bunga maksimum dalam rangka penjaminan BPR didasarkan
pada suku bunga maksimum simpanan pihak ketiga Bank Umum
dalam Rupiah yang diumumkan Bank Indonesia pada bulan
sebelumnya, dengan ketentuan:
a. untuk tabungan digunakan suku bunga simpanan pihak ketiga
yang berjangka waktu 1 (satu) bulan;
b. untuk deposito berjangka digunakan suku bunga simpanan pihak
ketiga sesuai dengan jangka waktunya.
Contoh :
Bank Indonesia mengumumkan suku bunga penjaminan
simpanan pihak ketiga Bank Umum dalam Rupiah bulan Januari
2001 sebagai berikut:
1) jangka …
3
1) jangka waktu 1 (satu) bulan sebesar 12% per tahun.
2) jangka waktu 3 (tiga) bulan sebesar 13% per tahun.
3) jangka waktu 6 (enam) bulan sebesar 14% per tahun.
4) jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebesar 15% per tahun.
5) jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan sebesar 16% per
tahun,
maka suku bunga simpanan pihak ketiga pada BPR pada bulan
Februari 2001 yang dijamin:
1) untuk tabungan adalah sebesar 12% per tahun.
2) untuk deposito berjangka yang berjangka waktu 3 (tiga) bulan
adalah sebesar 13% per tahun.
2. Dalam hal suku bunga yang ditetapkan oleh BPR lebih rendah dari
suku bunga penjaminan maka suku bunga yang dijamin adalah
sebesar suku bunga yang ditetapkan oleh BPR kepada nasabah
dimaksud.
Contoh:
BPR menetapkan suku bunga simpanan pihak ketiga sebesar 10% per
tahun dan suku bunga penjaminan sebesar 12% per tahun maka bunga
yang dijamin pembayarannya maksimum sebesar 10% per tahun.
3. Dalam hal suku bunga yang ditetapkan oleh BPR lebih tinggi dari
suku bunga penjaminan maka suku bunga yang dijamin adalah
sebesar suku bunga penjaminan, sedangkan kelebihannya tidak
dijamin oleh Pemerintah dan menjadi beban BPR.
Contoh:
BPR menetapkan suku bunga simpanan pihak ketiga sebesar 14% per
tahun dan suku bunga penjaminan sebesar 12% per tahun, maka
bunga yang dijamin pembayarannya maksimum sebesar 12% per
tahun dan sisanya sebesar 2% per tahun menjadi beban BPR.
4. Bunga tabungan dan deposito berjangka yang belum diperhitungkan
sebelum berlakunya program penjaminan Pemerintah tidak dijamin.
5. Bunga tabungan yang belum diperhitungkan oleh BPR dihitung
secara tidak bunga berbunga sejak BPR belum menghitung bunga
sampai dengan akhir bulan sebelum tanggal pembekuan. Perhitungan
tersebut berdasarkan suku bunga penjaminan yang berlaku dan saldo
tabungan pada akhir bulan sebelum tanggal pembekuan.
6. Bunga …
4
6. Bunga yang belum diperhitungkan atas deposito berjangka yang telah
jatuh tempo dan tidak bersifat Automatic Roll Over (ARO), tidak
dijamin.
7. Pembayaran bunga simpanan pihak ketiga BPR ditetapkan sebagai
berikut:
a. dalam hal BPR belum memperhitungkan bunga tabungan atau
deposito berjangka secara penuh sampai dengan akhir bulan
sebelum tanggal pembekuan maka:
1) bunga tabungan dihitung sejak BPR tidak menghitung bunga
sampai dengan akhir bulan sebelum tanggal pembekuan,
dengan menggunakan suku bunga penjaminan yang berlaku
pada akhir bulan sebelum tanggal pembekuan;
2) bunga deposito berjangka dihitung sejak BPR tidak
menghitung bunga sampai dengan tanggal pembekuan, dengan
menggunakan suku bunga penjaminan yang berlaku pada saat
penerbitan atau perpanjangannya;
3) bunga deposito berjangka yang belum genap 1 (satu) bulan
tidak dibayar.
Contoh:
a) BPR tidak menghitung bunga tabungan dan deposito
berjangka sejak tanggal 1 Juni 2000.
b) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17
September 2000.
c) saldo tabungan nasabah A pada posisi akhir bulan sebelum
pembekuan (Agustus 2000) sebesar Rp100.000,00. Suku
bunga tabungan BPR untuk nasabah A pada bulan Agustus
2000 sebesar 36% pertahun.
d) nominal deposito berjangka 12 bulan (periode 15
September 1999 sampai dengan 15 September 2000)
nasabah B pada posisi akhir Mei 2000 sebesar
Rp1.000.000,00. Suku bunga deposito berjangka untuk
nasabah B sebesar 24% per tahun.
e) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan
adalah sebagai berikut:
Agustus 1999 …
5
Agustus 1999
- 1 bulan
- 3 bulan
- 6 bulan
- 12 bulan
- 24 bulan
= 13% pertahun,
= 13% pertahun,
= 13% pertahun,
= 18% pertahun,
= 18% pertahun,
Juli 2000
12% pertahun
13% pertahun
14% pertahun
15% pertahun
16% pertahun
maka:
- bunga tabungan untuk nasabah A dihitung sejak tanggal
1 Juni 2000 sampai dengan tanggal 31 Agustus 2000
yaitu selama 3 (tiga) bulan. Bunga yang dijamin adalah
Rp100.000,00 x 12% x 3/12 = Rp 3.000,00.
- bunga deposito berjangka untuk nasabah B dihitung
sejak tanggal 15 Mei sampai dengan 15 September
2000 atau 4 (empat) bulan adalah Rp1.000.000,00 x
18% x 4/12 = Rp60.000,00.
b. dalam hal BPR telah memperhitungkan bunga tabungan dan
deposito berjangka sampai dengan bulan terakhir sebelum tanggal
pembekuan dengan menggunakan suku bunga yang lebih tinggi
dari pada suku bunga penjaminan, maka:
1) bunga tabungan pada bulan terakhir sebelum tanggal
pembekuan dihitung kembali dengan menggunakan suku
bunga penjaminan yang berlaku pada akhir bulan sebelum
tanggal pembekuan.
Contoh :
a) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17
September 2000.
b) BPR telah menghitung bunga tabungan sampai dengan
tanggal 31 Agustus 2000 dengan suku bunga sebesar 36%
pertahun.
c) saldo tabungan nasabah A pada posisi akhir Agustus 2000
sebesar Rp100.000,00.
d) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan
Juli 2000 (berlaku untuk bulan Agustus 2000) adalah
sebagai berikut:
- 1 bulan …
6
- 1 bulan
- 3 bulan
- 6 bulan
- 12 bulan
- 24 bulan
= 12% pertahun,
= 13% pertahun,
= 14% pertahun,
= 15% pertahun,
= 16% pertahun.
maka tabungan yang dibayarkan kepada nasabah A adalah:
Rp100.000,00 – {Rp100.000,00 x (36%-12%) x 1/12} = Rp
98.000,00.
2) bunga deposito berjangka sampai dengan akhir bulan sebelum
tanggal pembekuan dan belum dibayar secara tunai maka
bunga dihitung kembali dengan menggunakan suku bunga
penjaminan pada saat penerbitan atau perpanjangannya.
Bunga deposito berjangka yang belum dibayar secara tunai
adalah bunga yang dicatat dalam pos kewajiban segera dapat
dibayar, tabungan atau rupa-rupa pasiva.
Contoh:
a) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17
September 2000.
b) BPR telah menghitung bunga deposito berjangka sampai
dengan tanggal 31 Agustus 2000 dengan suku bunga
sebesar 36% pertahun.
c) deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan (periode 30 Juni
sampai dengan 31 Agustus 2000) nasabah A pada posisi
akhir Agustus 2000 sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
d) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan
Mei 2000 adalah sebagai berikut:
- 1 bulan
- 3 bulan
- 6 bulan
- 12 bulan
- 24 bulan
maka:
- bunga …
= 12% pertahun,
= 13% pertahun,
= 14% pertahun,
= 15% pertahun,
= 16% pertahun,
7
- bunga deposito berjangka yang telah dihitung BPR
untuk nasabah A adalah Rp1.000.000,00 x 36% x 3/12 =
Rp90.000,00.
- bunga deposito berjangka yang dijamin untuk nasabah
A adalah Rp1.000.000,00 x 13% x 3/12 = Rp32.500,00.
3) bunga deposito berjangka sampai dengan akhir bulan sebelum
tanggal pembekuan yang belum dibayar secara tunai
(tunggakan bunga) dan telah dikapitalisasi menjadi
deposito berjangka baru serta adanya itikad tidak baik dari
pengurus BPR, tidak dijamin.
8. Pembayaran bunga simpanan pihak ketiga untuk BPR yang sudah
tidak melakukan kegiatan usaha ditetapkan sebagai berikut:
a. dalam hal BPR belum memperhitungkan bunga tabungan atau
deposito berjangka secara penuh sampai dengan laporan bulanan
terakhir, maka:
1) bunga tabungan dihitung sejak BPR tidak menghitung bunga
sampai dengan akhir bulan laporan bulanan terakhir yang
diterima Bank Indonesia dengan suku bunga penjaminan yang
berlaku pada laporan bulanan terakhir.
2) bunga deposito berjangka dihitung sejak BPR tidak
menghitung bunga sampai dengan akhir bulan laporan bulanan
terakhir yang diterima Bank Indonesia, dengan menggunakan
suku bunga penjaminan yang berlaku pada saat penerbitan
atau perpanjangannya.
Contoh:
a) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17
September 2000.
b) laporan bulanan terakhir yang diterima Bank Indonesia
adalah posisi bulan Agustus 1999.
c) BPR tidak menghitung bunga tabungan dan deposito
berjangka sejak tanggal 1 Juni 1999.
d) saldo tabungan nasabah A pada posisi akhir Mei 1999
sebesar Rp100.000,00. Suku bunga tabungan untuk
nasabah A pada bulan Mei 1999 sebesar 36% pertahun.
e) nominal deposito berjangka 12 bulan (15 September 1998
sampai dengan 15 September 1999) untuk nasabah B pada
posisi akhir Mei 1999 sebesar Rp1.000.000,00. Suku
bunga deposito berjangka untuk nasabah B sebesar 12%
per tahun.
f) suku …
8
f) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan
adalah sebagai berikut:
Agustus 1998
- 1 bulan
- 3 bulan
- 6 bulan
- 12 bulan
- 24 bulan
= 13% pertahun,
= 13% pertahun,
= 13% pertahun,
= 18% pertahun,
= 18% pertahun,
Juli 1999
12% pertahun
13% pertahun
14% pertahun
15% pertahun
16% pertahun
maka:
- bunga tabungan untuk nasabah A dihitung sejak tanggal
1 Juni 1999 sampai dengan tanggal 31 Agustus 1999
yaitu selama 3 (tiga) bulan. Bunga yang dijamin adalah
Rp100.000,00 x 12% x 3/12 = Rp 3.000,00.
- bunga deposito berjangka untuk nasabah B dihitung
sejak Juni sampai dengan Agustus 1999 atau 3 (tiga)
bulan yaitu sebesar Rp1.000.000,00 x 12% x 3/12 =
Rp30.000,00.
b. dalam hal BPR telah memperhitungkan bunga tabungan dan
deposito berjangka sampai dengan akhir bulan laporan bulanan
terakhir dengan menggunakan suku bunga yang lebih tinggi dari
pada suku bunga penjaminan, maka:
1) bunga tabungan pada bulan laporan bulanan terakhir yang
diterima Bank Indonesia dihitung kembali dengan
menggunakan suku bunga penjaminan pada akhir bulan
laporan bulanan terakhir.
Contoh:
a) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17
Juni 2000.
b) Laporan bulanan terakhir yang diterima Bank Indonesia
adalah posisi Mei 1999.
c) BPR telah menghitung bunga tabungan sampai dengan
tanggal 31 Mei 1999 dengan suku bunga sebesar 36%
pertahun.
d) saldo tabungan nasabah A pada posisi akhir Mei 1999
sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).
e) suku …
9
e) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan
April 1999 adalah sebagai berikut:
- 1 bulan
- 3 bulan
- 6 bulan
- 12 bulan
- 24 bulan
= 12% pertahun,
= 13% pertahun,
= 14% pertahun,
= 15% pertahun,
= 16% pertahun.
maka tabungan yang dibayarkan kepada nasabah A adalah:
Rp100.000,00 – (Rp100.000,00 x 24% x 1/12) = Rp
98.000,00.
2) bunga deposito berjangka sampai dengan laporan bulanan
terakhir yang diterima Bank Indonesia dan belum dibayarkan
maka bunga dihitung kembali dengan menggunakan suku
bunga penjaminan pada saat penerbitan atau perpanjangannya.
Contoh:
a) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17
Juli 2001.
b) laporan bulanan terakhir yang diterima Bank Indonesia
adalah posisi bulan Juni 2000.
c) BPR telah menghitung bunga deposito berjangka sampai
dengan tanggal 30 Juni 2000 dengan suku bunga sebesar
36% pertahun.
d) deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan (periode 31 Maret
sampai dengan 30 Juni 2000) nasabah A pada posisi akhir
Juni 2000 sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
e) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan
Februari 2000 (berlaku untuk bulan Maret 2000) adalah
sebagai berikut :
- 1 bulan
- 3 bulan
- 6 bulan
- 12 bulan
- 24 bulan
= 12% pertahun,
= 13% pertahun,
= 14% pertahun,
= 15% pertahun,
= 16% pertahun,
maka : …
10
maka:
- bunga deposito berjangka yang telah dihitung BPR
untuk nasabah A adalah Rp1.000.000,00 x 36% x 3/12 =
Rp90.000,00.
- bunga deposito berjangka yang dijamin untuk nasabah A
adalah Rp1.000.000,00 x 13% x 3/12 = Rp32.500,00.
9. Bunga deposito berjangka yang belum genap satu bulan tidak dijamin.
Contoh:
a. deposito berjangka diterbitkan pada tanggal 25 Januari 2001, BPR
dibekukan kegiatan usaha tertentu tanggal 10 Februari 2001 maka
untuk bunga deposito periode 25 Januari sampai dengan 10
Februari 2001, tidak dijamin.
b. deposito berjangka 3 (tiga) bulan diterbitkan pada tanggal 25
Januari 2001, BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu tanggal 10
April 2001 maka bunga deposito yang dijamin adalah periode 25
Januari sampai dengan 25 Maret 2001 (dua bulan), sedangkan
periode 26 Maret sampai dengan 10 April 2001, tidak dijamin.
III. PERSYARATAN PENJAMINAN
1. Surat pernyataan keikutsertaan dalam Program Penjaminan
Pemerintah oleh Direksi dan dewan Komisaris BPR dibuat dengan
format sebagaimana contoh Lampiran 1.
2. Surat pernyataan keikutsertaan dalam Program Penjaminan
Pemerintah oleh pemilik/pemegang saham BPR dibuat dengan
format sebagaimana contoh Lampiran 2.
3. Daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR dibuat dengan format
sebagaimana contoh Lampiran 3.
4. Rekapitulasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR dibuat
dengan format sebagaimana contoh Lampiran 4.
5. Daftar nominatif dan rekapitulasi daftar nominatif simpanan pihak
ketiga BPR yang wajib diserahkan kepada Bank Indonesia untuk
pertama kali adalah posisi tanggal 31 Maret 2001.
Sedangkan bagi BPR yang didirikan setelah tanggal 31 Maret 2001,
maka daftar nominatif dan rekapitulasi daftar nominatif simpanan
pihak ketiga BPR tersebut untuk pertama kali adalah posisi akhir
bulan sebelum BPR ikut serta dalam program penjaminan
Pemerintah.
IV. TATA …
11
IV. TATA CARA PERHITUNGAN FEE PENJAMINAN
1. Pembayaran fee untuk periode bulan Desember 1998 sampai dengan
Mei 1999, dihitung berdasarkan posisi simpanan pihak ketiga yang
dijamin pada akhir bulan November 1998 yang dibayarkan
selambat-lambatnya akhir bulan Januari 1999.
Besarnya fee yang telah dibayar tersebut dihitung kembali
berdasarkan realisasi rata-rata simpanan pihak ketiga periode bulan
Desember 1998 sampai dengan bulan Mei 1999.
Contoh:
Jumlah simpanan pihak ketiga posisi akhir November 1998 sebesar
Rp 300.000.000,00, sehingga fee yang dibayar adalah sebesar
(0,10% x Rp 300.000.000,00) x 6/12 = Rp 150.000,00.
2. Pembayaran fee untuk periode bulan Juni 1999 sampai dengan
November 1999, dihitung berdasarkan posisi simpanan pihak ketiga
yang dijamin akhir bulan Mei 1999 dan dibayarkan selambat-
lambatnya akhir bulan Juli 1999.
Contoh:
Jumlah simpanan pihak ketiga posisi akhir Mei 1999 sebesar Rp
310.000.000,00, sehingga fee yang dibayar adalah sebesar (0,10% x
Rp 310.000.000,00) x 6/12 = Rp 155.000,00.
Jumlah fee yang telah dibayarkan pada bulan Januari 1999 sebesar
Rp 150.000,00, sedangkan besarnya fee dari hasil perhitungan ulang
(periode Desember 1998 sampai dengan Mei 1999) sebesar Rp
157.500,00, dengan perhitungan sebagai berikut:
No
Posisi
1 31 Desember 1998
2 31 Januari 1999
3 28 Februari 1999
4 31 Maret 1999
5 30 April 1999
6 31 Mei 1999
Total
Rata-rata
Tabungan
Simpanan Pihak Ketiga
Deposito
Nominal
(dalam Rp)
100.000.000
140.000.000
110.000.000
100.000.000
130.000.000
110.000.000
690.000.000
Nominal
(dalam Rp)
200.000.000
200.000.000
210.000.000
190.000.000
200.000.000
200.000.000
1.200.000.00
Jumlah
Nominal
(dalam Rp)
300.000.000
340.000.000
320.000.000
290.000.000
330.000.000
310.000.000
1.890.000.00
315.000.000
Fee …
12
Fee hasil perhitungan ulang periode Desember 1998 sampai dengan
Mei 1999 adalah sebesar (0,10% x Rp 315.000.000,00) x 6/12 =
Rp157.500,00 sehingga terdapat kekurangan pembayaran fee sebesar
Rp7.500,00.
Jumlah fee yang harus dibayar BPR adalah sebesar Rp 155.000,00 +
Rp 7.500,00 = Rp 162.500,00 dan selambat-lambatnya pada akhir
bulan Juli 1999.
Besarnya fee yang telah dibayar tersebut dihitung kembali
berdasarkan realisasi rata-rata simpanan pihak ketiga yang dijamin
periode bulan Juni 1999 sampai dengan bulan November 1999.
3. Pembayaran fee untuk periode berikutnya, dilakukan seperti
perhitungan pada angka 1 dan angka 2 tersebut di atas.
4. Dalam hal BPR menunggak fee sebelum berlakunya Peraturan Bank
Indonesia tersebut, perhitungan tunggakan fee dilakukan sebagai
berikut:
Contoh:
BPR belum membayar fee penjaminan untuk periode:
a. Desember 1998 – Mei 1999
b. Juni 1999 – Nopember 1999
c. Desember 1999 – Mei 2000
d. Juni 2000 – Nopember 2000
e. Desember 2000 – Mei 2001
sebesar Rp15.000,00
sebesar Rp20.000,00
sebesar Rp25.000,00
sebesar Rp30.000.00
sebesar Rp35.000,00,
maka jumlah seluruh tunggakan fee yang harus dibayar BPR sebesar
Rp125.000,-
5. Pembayaran fee penjaminan BPR dan tunggakannya dapat dilakukan
dengan penyetoran secara tunai atau melalui transfer/kliring untuk
untung rekening Pemerintah di Bank Indonesia Jakarta Nomor
519.999001 “Penerimaan Fee Penjaminan BPR”, yaitu:
a. setoran tunai, pada:
1) Bank Indonesia Jakarta - Bagian Kas Thamrin Jakarta bagi
BPR yang berada di wilayah DKI Jakarta Raya, Kabupaten/
Kotamadya Bogor, Tangerang, Bekasi, Karawang, Serang,
Pandeglang dan Lebak; atau
2) Kantor …
13
2) Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPR yang berada di
luar wilayah di atas.
b. transfer/kliring:
BPR dapat melakukan penyetoran fee penjaminan BPR melalui
Bank Umum dengan mencantumkan secara jelas nomor
rekening 519.999001 dan nama rekening yaitu “Penerimaan Fee
Penjaminan BPR” Bank Indonesia Jakarta.
V.
PENGELOLA SEMENTARA
1. Tugas, kewajiban dan tanggung jawab Pengelola Sementara
ditetapkan sebagai berikut:
a. menerima serah terima dari Pengurus BPR sebelumnya atau BPR
yang telah dibekukan, atas kepengurusan BPR disertai dengan
penyerahan penguasaan harta dan kewajiban yang tercatat di
neraca, dan aktiva yang tidak tercatat dalam neraca BPR
termasuk barang titipan nasabah (apabila ada), serta dokumen dan
surat-surat penting milik BPR maupun nasabah;
b. melakukan pemeriksaan atau verifikasi terhadap harta dan
kewajiban BPR;
c. mengamankan harta BPR termasuk barang, dokumen dan surat
berharga titipan milik nasabah;
d. membuka rekening pada Bank Pembayar untuk menampung
penerimaan piutang BPR. Penarikan atas rekening tersebut harus
mendapat persetujuan dari Bank Indonesia;
e. membuka rekening tersendiri pada Bank Pembayar untuk
menampung dana jaminan Pemerintah guna pembayaran
simpanan pihak ketiga BPR. Penarikan atas rekening tersebut
hanya digunakan untuk pembayaran simpanan pihak ketiga yang
dijamin atas persetujuan Bank Pembayar;
f. membuka rekening pada Bank Pembayar untuk menampung dana
operasional Pengelola Sementara. Penarikan atas rekening
tersebut harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia;
g. menerima dan menampung hasil tagihan BPR antara lain setoran
angsuran dan atau pelunasan kredit dari debitur dan bank lain,
yang wajib disetor langsung pada rekening sebagaimana
dimaksud pada huruf d;
h. menyampaikan…
14
h. menyampaikan laporan hasil verifikasi simpanan pihak ketiga
bukan bank terdiri dari tabungan dan deposito berjangka;
i. mengajukan permohonan penyediaan dana kepada Bank
Indonesia untuk membayar simpanan pihak ketiga bukan bank
yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam huruf h, setelah
diteliti kebenarannya oleh Kantor Akuntan Publik untuk
ditempatkan dalam rekening khusus pada Bank Pembayar yang
telah ditunjuk;
j. mengajukan permohonan penyediaan dana kepada Bank
Indonesia untuk membayar biaya operasional Pengelola
Sementara;
k. mengajukan permohonan pembayaran tabungan dan deposito
berjangka nasabah BPR yang dijamin, kepada Bank Pembayar,
disertai daftar nominatif yang telah diverifikasi dan diteliti
kebenarannya oleh Kantor Akuntan Publik sebagai dasar
pembayaran;
l. menyampaikan laporan perkembangan realisasi pembayaran
simpanan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada huruf k dan
tugas lainnya kepada Bank Indonesia setiap akhir bulan;
m. melakukan hal-hal lain yang dipandang perlu untuk kelancaran
pelaksanaan program penjaminan Pemerintah Terhadap
Kewajiban Pembayaran BPR;
n. mempersiapkan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham
untuk pembentukan Tim Likuidasi BPR dan pembubaran badan
hukum, setelah BPR dimaksud dicabut izin usahanya;
o. Pengelola Sementara wajib setiap waktu membantu dan
memberikan data, dokumen, keterangan, informasi dan segala hal
yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya yang diperlukan
dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia atau
pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia;
p. Pengelola Sementara wajib memenuhi instruksi, kebijakan dan
ketentuan tertulis yang diberikan oleh Bank Indonesia didalam
pelaksanaan pembayaran Jaminan Pemerintah terhadap
kewajiban BPR dan Penyelamatan harta kekayaan Negara;
q. Pengelola Sementara wajib melaporkan kepada Bank Indonesia
apabila dijumpai kejanggalan, kecurigaan, keraguan atau masalah
apapun juga yang timbul dari pelaksanaan pembayaran Jaminan
Pemerintah, dan meminta persetujuan tertulis dari Bank
Indonesia atas penyelesaian masalah-masalah tersebut;
r. Pengelola …
15
r. Pengelola Sementara tunduk kepada ketentuan tentang rahasia
bank sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan akan menjaga secara ketat
kerahasiaan semua data, dokumen, informasi dan apapun juga
yang berkaitan dengan hal tersebut;
s. Pengelola Sementara, dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, dilarang mengambil keuntungan untuk diri sendiri
termasuk juga untuk keluarganya atau pihak lain baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan merugikan BPR yang
dibekukan kegiatan usaha tertentunya;
t. Pengelola Sementara, setelah jangka waktu berakhir,
menyerahkan kepada Tim Likuidasi dengan berita acara, yang
antara lain memuat:
1) sisa dana jaminan Pemerintah yang belum direalisasikan
pembayarannya untuk dilanjutkan pembayarannya oleh Tim
Likuidasi;
2) penerimaan angsuran / pelunasan piutang BPR;
3) harta BPR;
4) warkat dan dokumen BPR;
5) daftar agunan baik yang telah dikembalikan kepada debitur
maupun yang masih dikuasai BPR;
u. Pengelola Sementara, setelah jangka waktu berakhir,
menyetorkan sisa dana biaya operasional kepada Pemerintah
untuk untung rekening Pemerintah di Bank Indonesia Nomor
502.000.002 dengan nama “Bendaharawan Umum Negara untuk
Obligasi Dalam Rangka Penjaminan”.
2. Tugas, kewajiban dan wewenang sebagaimana ditetapkan pada angka
1 di atas berlaku juga bagi BPR yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah.
3. Hasil verifikasi Pengelola Sementara terhadap tabungan dan deposito
berjangka dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu yang
dijamin Pemerintah dicatat dalam daftar nominatif, dengan format
sebagaimana contoh Lampiran 5.
4. Hasil verifikasi Pengelola Sementara terhadap aset BPR yang telah
dibekukan dicatat dalam daftar aset, dengan format sebagaimana
contoh Lampiran 6.
5. Laporan …
16
5. Laporan perkembangan pelaksanaan tugas Pengelola Sementara
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan format sebagaimana
contoh Lampiran 7, Lampiran 7a, Lampiran 7b, Lampiran 7c
dan Lampiran 7d.
VI. PEMBAYARAN JAMINAN
1. BPR yang mengalami kesulitan likuiditas antara lain BPR yang tidak
memiliki alat likuid yang cukup untuk memenuhi kewajiban
pembayaran simpanan pihak ketiga, menyampaikan laporan
ketidakmampuan membayar kewajiban kepada Bank Indonesia
dengan format sebagaimana contoh Lampiran 3 dan Lampiran 8.
2. Lampiran permohonan penyediaan dana Jaminan Pemerintah dan
biaya operasional dari Pengelola Sementara kepada Bank Indonesia
terdiri dari:
a. daftar nominatif simpanan pihak ketiga yang akan dibayar
berdasarkan hasil verifikasi yang telah diteliti kebenarannya oleh
KAP dengan format sebagaimana contoh Lampiran 5;
b. surat pernyataan kebenaran hasil verifikasi yang telah diteliti dan
ditandatangani
oleh Pengelola Sementara dengan format
sebagaimana contoh Lampiran 9;
c. surat pernyataan kebenaran hasil verifikasi yang telah diteliti
kembali dan ditandatangani oleh KAP dengan format sebagaimana
contoh Lampiran 10;
d. rincian biaya operasional pelaksanaan penjaminan Pemerintah
dengan format sebagaimana contoh Lampiran 11;
VII. ALAMAT PENYAMPAIAN PERSYARATAN DAN LAPORAN
1. Penyampaian surat pernyataan keikutsertaan, bukti pembayaran fee
penjaminan, daftar nominatif dan rekapitulasi daftar nominatif
diajukan kepada Bank Indonesia:
a. U.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat dengan
alamat Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR yang
berada di wilayah DKI Jakarta Raya, Kabupaten/Kotamadya
Bogor, Tangerang, Bekasi, Karawang, Serang, Pandeglang dan
Lebak.
b. U.p. Kantor …
17
b. U.p. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPR yang berada di
luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan
mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia
sebagaimana contoh Lampiran A.
2. Penyampaian tembusan rekapitulasi daftar nominatif diajukan kepada
Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan
dengan alamat Jl. Dr. Wahidin No.1, Gedung A, Lantai-3, Jakarta
10710.
VIII. SANKSI
1. BPR yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Bank Indonesia tentang
Persyaratan dan Tatacara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap
Kewajiban Pembayaran BPR dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis.
2. Teguran tertulis sebagaimana ditetapkan pada angka 1 disampaikan
kepada Direksi dan Dewan Komisaris BPR untuk selanjutnya
ditindaklanjuti oleh pengurus BPR yang bersangkutan.
IX. LAIN –LAIN
BPR yang tidak mengikuti program penjaminan Pemerintah, wajib
mengumumkan ketidakikutsertaannya selambat-lambatnya 3 (tiga) hari
kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia dengan
menggunakan format sebagaimana contoh Lampiran 12.
X. PENUTUP …
18
X.
PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
ANWAR NASUTION
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
DPBPR/DPNP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/16/DPBPR|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat </reg_title>
<set_date> 18 Juli 2001 </set_date>
<effective_date> 18 Juli 2001 </effective_date>
<related_reg> '3/12/PBI/2001' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
|
No. 15/26/DPbS
Jakarta, 10 Juli 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
Indonesia.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 199, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5353), perlu
diatur ketentuan mengenai pelaksanaan pedoman akuntansi perbankan
syariah Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
A. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, selanjutnya disebut
Bank Syariah, dan penyusunan laporan keuangan yang relevan,
komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, Bank Syariah
menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan bagi
Bank Syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
(PAPSI), dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
B. PAPSI merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran
lebih lanjut dari beberapa Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) yang relevan bagi industri perbankan syariah.
C. Dengan …
C. Dengan diterbitkannya antara lain PSAK khusus tentang transaksi
syariah, PSAK No. 50 (Revisi 2010) tentang Instrumen Keuangan:
Penyajian, PSAK No. 55 (Revisi 2011) tentang Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran, dan PSAK No. 60 tentang Instrumen
Keuangan: Pengungkapan, serta PSAK No.48 (Revisi 2009) tentang
Penurunan Nilai Aset maka perlu dilakukan penyesuaian atas
PAPSI 2003 menjadi PAPSI 2013 sebagaimana dimaksud pada
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
D. PAPSI 2013 merupakan pedoman dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan Bank Syariah. Untuk hal-hal yang
tidak diatur dalam PAPSI 2013 tetap berpedoman kepada PSAK
yang berlaku beserta pedoman pelaksanaannya sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
II. PENGAKUAN PENDAPATAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI
A. Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 84/DSN-
MUI/XII/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Metode
Pengakuan Pendapatan Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) maka pengakuan pendapatan murabahah untuk Bank
Syariah dapat dilakukan dengan menggunakan metode anuitas
atau metode proporsional.
B. Pengakuan pendapatan dengan menggunakan metode anuitas atau
metode proprosional hanya dapat digunakan untuk pengakuan
pendapatan pembiayaan atas dasar jual beli.
C. Dalam hal Bank Syariah menggunakan metode anuitas maka
pencatatan transaksi murabahah wajib menggunakan:
1. PSAK 55 (Revisi 2011): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran, selanjutnya disebut PSAK 55;
2. PSAK 50 (Revisi 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian,
selanjutnya disebut PSAK 50;
3. PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan, selanjutnya
disebut PSAK 60; dan
4. PSAK …
4. PSAK lain yang relevan.
D. Dalam hal Bank Syariah menggunakan metode proporsional maka
pencatatan transaksi murabahah wajib menggunakan PSAK 102 :
Akuntansi Murabahah.
E. Penggunaan salah satu metode pengakuan pendapatan wajib
digunakan untuk seluruh jenis portofolio pembiayaan murabahah
dan diungkapkan dalam kebijakan akuntansi serta dilakukan
secara konsisten.
III. PENDAPATAN DAN BEBAN TERKAIT DENGAN TRANSAKSI
MURABAHAH
A. Dalam praktik penyaluran pembiayaan murabahah, Bank Syariah
dapat:
1. menerima pendapatan di luar marjin keuntungan seperti
pendapatan administrasi; dan/atau
2. mengeluarkan biaya yang terkait langsung dengan transaksi
murabahah seperti biaya komisi, biaya survei, dan biaya lain.
B. Dalam hal Bank Syariah menerapkan pengakuan pendapatan
dengan metode anuitas, maka pendapatan dan biaya sebagaimana
dimaksud dalam huruf A digabungkan dengan nilai pembiayaan
murabahah. Selanjutnya nilai tersebut diamortisasi selama masa
akad dengan menggunakan metode effective rate sebagaimana
diatur dalam PSAK 55, PSAK 50, dan PSAK 60 serta PSAK lain yang
relevan.
C. Dalam hal Bank Syariah menerapkan pengakuan pendapatan
dengan metode proporsional maka pendapatan dan biaya
sebagaimana dimaksud dalam huruf A diakui selaras dengan
pengakuan pendapatan murabahah secara proporsional selama
masa akad.
D. Pendapatan dan biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf A
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendapatan
murabahah sehingga wajib dibagihasilkan kepada pemilik dana
pihak ketiga (shahibul maal).
IV. PEMBENTUKAN …
IV. PEMBENTUKAN CADANGAN KERUGIAN
A. Bank Syariah wajib membentuk cadangan kerugian penurunan
nilai (CKPN) atas aset keuangan dan aset non keuangan sesuai
dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
B. Dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian, Bank Syariah
wajib mempertimbangkan CKPN yang dibentuk berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia pada saat memperhitungkan cadangan
kerugian aset keuangan dan aset non keuangan.
C. Dalam hal terdapat selisih kurang antara CKPN yang dibentuk oleh
Bank Syariah dengan kewajiban pembentukan cadangan kerugian
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia maka kekurangan CKPN
tersebut akan diperhitungkan sebagai pengurang faktor modal inti
dalam perhitungan rasio kewajiban pemenuhan modal minimum
(KPMM).
V. ESTIMASI PENURUNAN NILAI PEMBIAYAAN SECARA KOLEKTIF
DENGAN KETERBATASAN PENGALAMAN KERUGIAN SPESIFIK
A. Dalam hal Bank Syariah tidak memiliki ketersediaan data kerugian
pembiayaan secara spesifik untuk melakukan perhitungan estimasi
penurunan nilai secara kolektif sebagaimana yang diatur dalam
PSAK 55 bagi Bank Syariah yang menerapkan metode anuitas
dalam pengakuan pendapatan murabahah maka tata cara
perhitungan estimasi penurunan nilai secara kolektif berpedoman
pada butir III.4 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Bank Syariah dapat menerapkan estimasi penurunan nilai
pembiayaan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam huruf A
paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2014. Terhitung
sejak 1 Januari 2015, Bank Syariah harus mengukur penurunan
nilai pembiayaan dan membentuk CKPN atas pembiayaan secara
kolektif dengan menggunakan data pengalaman kerugian spesifik
atau kerugian historis dari peer group atas pembiayaan secara
kolektif.
C. Dalam rangka penerapan estimasi penurunan nilai pembiayaan
secara kolektif dengan menggunakan data pengalaman kerugian
spesifik …
spesifik, Bank wajib menyampaikan rencana tindak (action plan)
yang akan dilakukan.
D. Ketentuan mengenai estimasi penurunan nilai pembiayaan secara
kolektif sebagaimana dimaksud dalam huruf B, merupakan acuan
bagi Bank Syariah dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan serta menjadi acuan bagi Akuntan Publik dalam
melakukan pemeriksaan laporan keuangan Bank Syariah.
E. Hal-hal yang harus dilakukan oleh Akuntan Publik dalam
pemeriksaan atas estimasi penurunan nilai kolektif adalah sebagai
berikut:
1. Dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik bertanggung jawab
untuk:
a. menilai kewajaran penilaian sendiri (self-assessment) yang
dilakukan oleh manajemen Bank Syariah dalam
menetapkan keberadaan kondisi keterbatasan
pengalaman kerugian spesifik sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan
b. menilai kewajaran estimasi oleh manajemen Bank Syariah
dalam menentukan penurunan nilai pembiayaan secara
kolektif.
2. Apabila dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik menemukan
bahwa Bank Syariah tidak berada dalam kondisi keterbatasan
pengalaman kerugian spesifik namun menerapkan estimasi
penurunan nilai pembiayaan secara kolektif maka Bank
Syariah dinilai tidak menerapkan PSAK 55 beserta pedoman
pelaksanaannya dan melanggar Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
3. Temuan Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam angka
2 harus diungkapkan oleh Akuntan Publik dalam laporan hasil
audit dan Surat Komentar (Management Letter) dan wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
transparansi kondisi keuangan bank.
F. Dalam …
F. Dalam rangka memberikan informasi yang lebih transparan kepada
masyarakat dan pengguna laporan keuangan Bank, Bank Syariah
yang menerapkan estimasi penurunan nilai pembiayaan secara
kolektif wajib mengungkapkan informasi tersebut dalam Catatan
atas Laporan Keuangan dalam Laporan Tahunan sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai laporan
tahunan bank umum.
VI. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 5/26/BPS tanggal 27 Oktober 2003 perihal
Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
dinyatakan tidak berlaku bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1
Agustus 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/26/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. </reg_title>
<set_date> 10 Juli 2013 </set_date>
<effective_date> 1 Agustus 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '5/26/BPS|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '14/14/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 16/8/DPSP
Jakarta, 20 Mei 2014
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA,
DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Perihal
: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata
Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan
Penatausahaan Surat Utang Negara
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/13/PBI/2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/9/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5457), dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer
Utama serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.08/2014
tentang Penjualan Obligasi Negara Kepada Investor Ritel di Pasar Perdana
Domestik, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang
Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang
Negara sebagai berikut:
1. Ketentuan Bab I butir 4 dihapus.
2. Ketentuan Bab III butir A.2.c.3).d) diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
d) Proses ...
2
d) Proses Penyelesaian Jaminan
Dalam hal setelmen pengembalian SUN dalam Rupiah yang
dipinjamkan dinyatakan gagal dan Pemerintah telah
menetapkan pelunasan seluruh atau sebagian SUN dalam
Rupiah yang dijaminkan, Bank Indonesia melakukan pelunasan
sebelum jatuh waktu (early redemption) sebesar nilai SUN dalam
Rupiah yang dipinjam dengan prosedur sebagaimana dimaksud
pada huruf b).
3. Ketentuan Bab III butir A.2.d diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
d. Setelmen Obligasi Negara yang Dijual Kepada Investor Ritel
1) Setelmen Obligasi Negara yang dijual kepada investor ritel
dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah penetapan hasil
penjatahan Obligasi Negara di Pasar Perdana.
2) Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk
pelaksanaan setelmen dana.
3) Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia melakukan
setelmen penerbitan Obligasi Negara yang dijual kepada
investor ritel sebagai berikut:
a) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank
Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening
Giro Rupiah Pemerintah sebesar nilai setelmen.
b) Setelmen Surat Berharga
Dalam hal setelmen dana berhasil, setelmen surat
berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga Sub-Registry yang ditunjuk oleh investor ritel
pembeli Obligasi Negara sebesar nilai penjatahan.
4) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Bank
Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan
cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen
sebagaimana dimaksud pada butir 3).b) tidak dilakukan.
Surat ...
3
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 20 Mei
2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DIAH PBA LUBIS
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/8/DPSP|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title>
<set_date> 20 Mei 2014 </set_date>
<effective_date> 20 Mei 2014 </effective_date>
<changed_reg> '15/46/DPSP|SE-BI/2013' </changed_reg>
<related_reg> '42/PMK.08/2014|PER-MENKEU/2014', '15/46/DPSP|SE-BI/2013', '134/PMK.08/2013|PER-MENKEU/2013', '10/13/PBI/2008', '15/9/PBI/2013' </related_reg>
|
No. 10/17/DPM
Maret 2008
Jakarta, 31 Maret 200831
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
Perihal : Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah
dengan Bank Indonesia.
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/11/PBI/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835 ), perlu ditetapkan ketentuan
mengenai Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan
Bank Indonesia sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, termasuk melakukan kegiatan
usaha secara konvensional dan berdasarkan Prinsip Syariah secara
bersamaan.
2. Bank…
2
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut BUS adalah Bank Umum
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah.
3. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS adalah :
a. unit kerja di kantor pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah; atau
b. unit kerja di kantor cabang dari suatu bank konvensional yang
berkedudukan di luar negeri yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.
4. Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998.
5. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS adalah
surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam
mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
6. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik
antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
7. Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
8. Transaksi…
3
8. Transaksi Repurchase Agreement SBIS yang selanjutnya disebut Repo
SBIS adalah transaksi pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada
BUS atau UUS dengan agunan SBIS (collateralized borrowing).
9. Biaya Repo SBIS adalah kewajiban membayar (gharamah) yang
ditetapkan Bank Indonesia dalam rangka Repo SBIS karena BUS atau
UUS tidak menepati jangka waktu kesepakatan pembelian SBIS.
10. Qard adalah pinjaman dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak
peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus dalam jangka
waktu tertentu.
11. Rahn adalah penyerahan agunan dari BUS atau UUS (rahin) kepada Bank
Indonesia (murtahin) sebagai jaminan untuk mendapatkan Qard.
12. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik BUS atau UUS di BI-
SSSS yang digunakan untuk mencatat kepemilikan SBIS.
13. Rekening Giro adalah rekening dana milik BUS atau UUS dalam mata
uang rupiah di Bank Indonesia.
14. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah kegiatan
pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga melalui BI-SSSS
dalam rangka penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan
penatausahaan SBIS.
15. Setelmen Dana (fund settlement) adalah adalah kegiatan pendebetan dan
pengkreditan Rekening Giro dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia
melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia dan penatausahaan SBIS melalui BI-SSSS.
16. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen
transaksi surat berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga dilakukan
bersamaan dengan Setelmen Dana.
17. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut LHBU adalah
laporan yang disusun dan disampaikan oleh BUS atau UUS secara harian
kepada Bank Indonesia.
II. PERSYARATAN…
4
II.
PERSYARATAN UMUM
1. BUS atau UUS mengajukan Repo SBIS kepada Bank Indonesia.
2. BUS atau UUS mengajukan Repo SBIS apabila BUS atau UUS tersebut
tidak dalam masa pengenaan sanksi larangan mengajukan Repo SBIS.
3. BUS atau UUS mengajukan Repo SBIS sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, setelah menandatangani Perjanjian Pengagunan SBIS Dalam
Rangka Repo SBIS sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran-1
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini dan
menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank
Indonesia.
4. Penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 3
dilakukan pada saat BUS atau UUS pertama kali mengajukan Repo SBIS
dan berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi perjanjian dan
data dokumen pendukung.
5. Bank Indonesia memberikan Repo SBIS kepada BUS atau UUS paling
banyak sebesar nilai nominal SBIS yang diagunkan.
6. Jangka waktu Repo SBIS adalah 1 (satu) hari kerja.
7. Dalam hal Repo SBIS dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari
libur, maka tanggal jatuh waktu Repo SBIS ditetapkan pada hari kerja
berikutnya.
8. Bank Indonesia membuka window time Repo SBIS yang diumumkan
melalui BI-SSSS dan/atau sistem LHBU.
9. SBIS yang diagunkan kepada Bank Indonesia memiliki sisa jangka waktu
paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat Repo SBIS jatuh waktu.
10. SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 9 tidak sedang diagunkan
kepada Bank Indonesia.
11. BUS…
5
11. BUS atau UUS hanya dapat mengajukan Repo SBIS paling banyak
sebesar nilai nominal SBIS yang dimiliki pada 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal Repo SBIS.
12. BUS atau UUS wajib memiliki seri SBIS yang mencukupi dalam
Rekening Surat Berharga untuk Setelmen Surat Berharga SBIS paling
lambat pada saat window time Repo SBIS ditutup pada tanggal Repo SBIS
(first leg).
13. BUS atau UUS wajib memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi
untuk Setelmen Dana dalam rangka pelunasan SBIS dan Biaya Repo SBIS
pada tanggal Repo SBIS jatuh waktu (second leg).
14. Biaya Repo SBIS sebagaimana dimaksud dalam angka 13 ditetapkan
sebesar BI-Rate yang berlaku pada saat pengajuan Repo SBIS ditambah
marjin sebesar 300 (tiga ratus) basis points dengan rumus sebagai berikut :
(
Biaya r SBIS = B rateI
epo
Keterangan :
t = jumlah hari Repo SBIS
15. Bank Indonesia dapat mengubah marjin sebagaimana dimaksud pada
angka 14 yang diumumkan melalui BI-SSSS dan/atau sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling
lambat sebelum window time Repo SBIS dibuka.
16. Jumlah hari dalam perhitungan Biaya Repo SBIS sebagaimana dimaksud
dalam angka 14 yang harus dibayar oleh BUS atau UUS dihitung
berdasarkan hari kalender.
17. Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana dalam rangka Repo SBIS
dilaksanakan pada hari kerja yang sama dengan hari pelaksanaan transaksi
(same day settlement) melalui mekanisme DVP.
+ 3 bps00
) (t× ÷360) (× N nominal R S )BISepo
ilai
18. Nilai…
6
18. Nilai Setelmen Dana Repo SBIS dihitung berdasarkan nilai nominal SBIS
yang diagunkan, Biaya Repo SBIS dan sisa jangka waktu SBIS. Contoh
perhitungan Repo SBIS tercantum pada Lampiran-2.
19. BUS atau UUS yang mengajukan Repo SBIS bertanggung jawab
terhadap kebenaran data Repo SBIS yang diajukan.
20. Bank Indonesia dapat mengubah atau menutup window time Repo SBIS
yang diumumkan melalui BI-SSSS dan/atau sistem LHBU dan/atau sarana
lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia, paling lambat pada 1 (satu) hari
kerja sebelum perubahan atau penutupan window time tersebut.
III. PERSYARATAN DOKUMEN PENGAJUAN REPO SBIS
1. BUS atau UUS mengajukan Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada butir
II.1, setelah menyampaikan dokumen persyaratan pengajuan Repo SBIS
disertai dengan surat pengantar.
2. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi :
a. Perjanjian Pengagunan SBIS Dalam Rangka Repo SBIS dalam
rangkap 2 (dua) yang telah dibubuhi materai cukup dan ditandatangani
oleh direksi Bank atau pejabat Bank yang diberikan wewenang oleh
direksi dengan surat kuasa sebagai dasar bagi Bank untuk mengajukan
Repo SBIS;
b. Fotokopi Anggaran Dasar Bank; dan
c. Fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau
paspor Direksi, Chief Executive Officer (CEO), dan/atau pejabat Bank
yang diberi kuasa untuk menandatangani perjanjian sebagaimana
dimaksud pada angka 2.a yang masih berlaku.
3. Khusus untuk UUS, perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a
dapat ditandatangani oleh Pejabat UUS berdasarkan surat kuasa yang
diberikan oleh direksi Bank.
4. Dokumen…
7
4. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan kepada Bank
Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter–Biro Operasi Moneter
(DPM-BOpM), Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
5. Bank Indonesia memberitahukan kepada BUS atau UUS mengenai
persetujuan pengajuan Repo SBIS setelah dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 2 diterima secara lengkap dan benar.
6. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 5 disampaikan secara
tertulis melalui surat atau BI-SSSS.
IV. TATA CARA PENGAJUAN REPO SBIS
1. Bank Indonesia cq. DPM-BOpM mengumumkan Biaya Repo SBIS dan
jangka waktu Repo SBIS yang berlaku melalui BI-SSSS dan/atau sistem
LHBU paling lambat sebelum window time Repo SBIS dibuka (T+0).
2. Window time Repo SBIS ditetapkan dari pukul 16.00 WIB sampai dengan
pukul 17.00 WIB pada setiap hari kerja.
3. BUS atau UUS mengajukan Repo SBIS secara langsung melalui BI-SSSS
selama window time sebagaimana dimaksud pada angka 2, dengan
mencantumkan jumlah nominal Repo SBIS dan seri SBIS yang
diagunkan.
4. Tata cara pengajuan Repo SBIS melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud
pada angka 3 mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai BI-SSSS.
V. SETELMEN
1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter - Bagian
Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter (DPM-PTPM) melakukan
Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana Repo SBIS melalui BI-SSSS
dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross).
2. Setelmen…
8
2. Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana Repo SBIS sebagaimana
dimaksud pada angka 1 terdiri dari:
a. Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana untuk pengagunan SBIS
(first leg).
1) Pada tanggal Repo SBIS, DPM-PTPM melakukan setelmen first
leg setelah window time Repo SBIS ditutup.
2) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 1)
adalah sebesar nilai Repo SBIS yang nilainya sama dengan nilai
SBIS yang diagunkan.
3) Setelmen first leg dilakukan dengan cara mendebet Rekening Surat
Berharga sebesar nilai nominal dari seri SBIS yang diagunkan dan
mengkredit Rekening Giro sebesar nilai Repo SBIS.
4) Dalam hal nilai nominal dari seri SBIS yang diagunkan pada
Rekening Surat Berharga tidak mencukupi untuk setelmen first leg,
BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen first leg.
5) Pembatalan setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka
4) hanya dikenakan terhadap Repo SBIS dengan nilai nominal
agunan SBIS yang tidak mencukupi.
6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen
first leg pada hari yang sama, pembatalan setelmen first leg
dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
7) BUS atau UUS dikenakan sanksi atas pembatalan setelmen first leg
sebagaimana dimaksud pada angka 4).
b. Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga untuk pelunasan Repo
SBIS (second leg).
1) Setelmen second leg dilakukan secara otomatis pada saat BI-SSSS
dibuka pada tanggal Repo SBIS jatuh waktu.
2) Nilai…
9
2) Nilai setelmen second leg dihitung sebesar nilai setelmen first leg
ditambah Biaya Repo SBIS.
3) Setelmen second leg dilakukan dengan cara mendebet Rekening
Giro sebesar nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada
angka 2) dan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal SBIS yang diagunkan.
4) Dalam hal BUS atau UUS tidak memiliki saldo Rekening Giro
yang mencukupi untuk setelmen pelunasan Repo SBIS sampai
dengan cut off warning sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan setelmen second leg.
5) Pembatalan setelmen second leg hanya dikenakan terhadap Repo
SBIS yang telah jatuh waktu dan tidak memiliki kecukupan dana.
6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen
second leg pada hari yang sama, pembatalan setelmen second leg
dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
7) BUS atau UUS dikenakan sanksi atas pembatalan setelmen second
leg sebagaimana dimaksud pada angka 4).
8) Dalam rangka pemenuhan kewajiban BUS atau UUS untuk
pelunasan Repo SBIS jatuh waktu yang disebabkan oleh
pembatalan setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro untuk penyelesaian
Biaya Repo SBIS; dan
b) Bank Indonesia melakukan penyelesaian pelunasan seri SBIS
yang diagunkan sebelum jatuh waktu (early redemption) secara
otomatis melalui BI-SSSS.
9) Dalam hal hasil early redemption tidak mencukupi, Bank Indonesia
akan mendebet Rekening Giro sebesar kekurangan kewajiban BUS
atau UUS kepada Bank Indonesia.
10) Dalam…
10
10) Dalam hal Bank Indonesia melakukan early redemption, Bank
Indonesia membayar imbalan SBIS kepada BUS atau UUS sampai
dengan saat terjadinya early redemption.
Contoh perhitungan pembayaran imbalan SBIS pada saat early
redemption tercantum pada Lampiran-3.
VI. SANKSI
1. BUS atau UUS yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
pada butir V.2.a. 4) dan butir V.2.b.4) dikenakan sanksi berupa :
a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada :
1) Direktorat Perbankan Syariah (DPbS), dalam hal sanksi diberikan
kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat,
dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor
pusat di wilyah kerja KBI; dan
b. Kewajiban membayar sebesar 1 ‰ (satu per seribu) dari nilai setelmen
yang dibatalkan atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) untuk setiap pembatalan, dan
c. Larangan mengajukan Repo SBIS selama 5 (lima) hari kerja
berikutnya dan pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS
sampai dengan lelang minggu berikutnya, dalam hal BUS atau UUS
telah dikenakan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.1.a untuk ketiga kalinya dalam kurun waktu 6 (enam) bulan.
2. Penghitungan 3 (tiga) kali teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
butir 1.c memperhitungkan juga pembelian SBIS oleh BUS atau UUS
yang dinyatakan batal.
3. Penyampaian…
11
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir
VI.1.a. dan pemberitahuan sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir
VI.1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir
VI.1.b. dilakukan dengan mendebet Rekening Giro BUS atau UUS yang
dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
setelmen melalui BI-SSSS.
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 31 Maret 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/17/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia. </reg_title>
<set_date> 31 Maret 2008 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date>
<related_reg> '10/11/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
BANK INDONESIA
No. 2/ 13
/DLN
Jakarta, 21 Juni 2000
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK DEVISA
DI INDONESIA
Perihal
:
Pencabutan Surat Edaran No. 21/54/ULN tanggal 29 Desember 1988
perihal
Larangan Hubungan Dagang Dengan Aftika Selatan
sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran No. 26/39/ULN
tanggal 18 Februari 1994 perihal Hubungan Perdagangan Antara
Indonesia Dengan Afrika Selatan dan Angola.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan kebijaksanaan pemerintah untuk
tidak
lagi membatasi
hubungan dagang dengan negara - negara tertentu dalam bidang ekspor dan pemasaran
barang-barang/hasil-hasil bumi Indonesia, dengan ini dibefitahukan bahwa Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 21/54/ULN tanggal 29 Desember 1988 perihal Larangan
Hubungan Dagang Dengan Afrika Selatan sebagaimana telah diubah dengan Surat
Edaran Nomor 26/39/ULN tanggal 18 Februari
1994
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal I Februari 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BURHANUDDIN ABDULLAH
DIREKTUR
perihal Hubungan
Perdagangan Antara Indonesia Dengan Afiika Selatan clan Angola dinyatakan tidak
berlaku.
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/13/DLN|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Pencabutan Surat Edaran No. 21/54/ULN tanggal 29 Desember 1988 perihal Larangan Hubungan Dagang Dengan Aftika Selatan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran No. 26/39/ULN tanggal 18 Februari 1994 perihal Hubungan Perdagangan Antara Indonesia Dengan Afrika Selatan dan Angola. </reg_title>
<set_date> 21 Juni 2000 </set_date>
<effective_date> 1 Februari 2000 </effective_date>
<replaced_reg> '21/54/ULN|SE-BI/1988', '26/39/ULN|SE-BI/1994' </replaced_reg>
|
No. 17/46/DPM
Jakarta, 16 November 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN
LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Pembelian dan Penjualan Surat Berharga
Syariah Negara Secara Outright Dari Bank Indonesia di
Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka
Syariah
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5567) dan dalam rangka upaya penguatan
infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali
ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara pembelian dan penjualan
Surat Berharga Syariah Negara secara outright dari Bank Indonesia di
pasar sekunder dalam rangka operasi pasar terbuka syariah dalam Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Perbankan Syariah.
4. Lembaga …
2
4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan
valuta asing dan/atau perusahaan efek yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga
negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai
bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang
Rupiah.
6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa
kupon dan/atau secara diskonto.
7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara
Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon
dan/atau secara diskonto.
8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam
rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip
syariah.
9. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS, adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga dan setelmen dana seketika.
10. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS, adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta
penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi,
penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika.
11. Sistem …
3
11. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP, adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan
transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga dan setelmen dana seketika.
12. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank
Indonesia.
13. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS
dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan
kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga,
transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi pasar
keuangan.
14. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah
mekanisme setelmen transaksi dengan cara setelmen surat
berharga dan setelmen dana dilakukan bersamaan.
15. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
II. KARAKTERISTIK PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBSN SECARA
OUTRIGHT DARI BANK INDONESIA DI PASAR SEKUNDER
1. Transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright dari
Bank Indonesia di pasar sekunder dilakukan dalam rangka
absorpsi likuiditas dan/atau injeksi likuiditas serta dalam
rangka menjaga ketersediaan SBSN yang diperlukan sebagai
instrumen OMS dalam mencapai sasaran operasional kebijakan
moneter Bank Indonesia.
2. SBSN yang dapat ditransaksikan terdiri atas SBSN Jangka
Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek.
3. Bank …
4
3. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan
SBSN secara outright di pasar sekunder dengan mekanisme
lelang atau nonlelang.
4. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan
penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder pada setiap
hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia.
5. Transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di
pasar sekunder dapat diikuti oleh Bank yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS dan
Sistem BI-RTGS;
b.
tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan OMS;
c. harus memiliki Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia;
dan
d. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS.
6. Bank mengajukan transaksi pembelian dan penjualan SBSN
secara outright di pasar sekunder untuk kepentingan sendiri.
7. Bank dapat mengajukan transaksi pembelian dan penjualan
SBSN secara outright di pasar sekunder secara langsung
dan/atau melalui Lembaga Perantara.
8. Lembaga Perantara mengajukan transaksi pembelian dan
penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder untuk
kepentingan Bank.
9. Persyaratan Lembaga Perantara adalah sebagai berikut:
a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP; dan
b.
tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh
otoritas pengawas yang berwenang.
III. TRANSAKSI PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBSN SECARA OUTRIGHT
DI PASAR SEKUNDER SECARA LELANG
1. Bank Indonesia melakukan lelang transaksi pembelian dan
penjualan SBSN secara outright melalui Sistem BI-ETP atau
sarana lainnya.
2. Pelaksanaan …
5
2. Pelaksanaan transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara
outright di pasar sekunder secara lelang dilakukan dengan
metode sebagai berikut:
a. harga tetap (fixed rate tender)
Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBSN
ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
b. harga beragam (variable rate tender)
Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBSN
diajukan oleh Bank.
3. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi
pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar
sekunder paling lambat sebelum window time melalui
Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya.
b. Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan
SBSN secara outright di pasar sekunder, antara lain
meliputi:
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
5)
jenis dan seri SBSN yang akan ditransaksikan;
target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan
metode variable rate tender;
6) yield atau harga SBSN, apabila lelang dilakukan
dengan metode fixed rate tender;
tanggal dan waktu setelmen.
7)
c. Window time transaksi pembelian dan penjualan SBSN
secara outright di pasar sekunder dapat dilakukan antara
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau
waktu lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
4. Pengajuan Penawaran
a. Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara
mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan
SBSN secara outright di pasar sekunder kepada Bank
Indonesia …
6
Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang
ditetapkan.
b. Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan
SBSN secara outright di pasar sekunder antara lain
meliputi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender; atau
2) nilai nominal dan yield atau harga SBSN, untuk lelang
dengan metode variable rate tender.
c. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Bank paling
kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
d. Dalam hal transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara
outright di pasar sekunder dilakukan dengan metode
variable rate tender, penawaran yield dilakukan dengan
kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
e. Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran pembelian dan penjualan SBSN
secara outright di pasar sekunder yang disampaikan kepada
Bank Indonesia.
f. Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
5. Penetapan Pemenang Lelang
a. Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBSN secara
outright di pasar sekunder dilakukan dengan metode fixed
rate tender, maka penetapan nilai nominal yang
dimenangkan dihitung dengan cara:
1) penawaran nilai nominal yang diajukan Bank
dimenangkan seluruhnya; atau
2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan
perhitungan secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia dengan pembulatan
nominal …
7
nominal terkecil SBSN sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
b. Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBSN secara
outright di pasar sekunder dilakukan dengan metode
variable rate tender, maka transaksi pembelian dan
penjualan SBSN yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat yield yang dapat
diterima (Stop Out Rate/SOR) atau harga yang dapat
diterima.
2) Lelang pembelian SBSN
a) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank lebih
tinggi dari SOR atau harga yang diajukan oleh
Bank lebih rendah dari harga yang dapat
diterima, Bank memenangkan seluruh penawaran
yang diajukan; dan
b) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank sama
dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Bank
sama dengan harga yang dapat diterima, Bank
dapat memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran yang diajukan dengan perhitungan
secara proporsional sesuai dengan perhitungan
Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal
berdasarkan unit terkecil SBSN sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
3) Lelang penjualan SBSN
a) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank lebih
rendah dari SOR atau harga yang diajukan oleh
Bank lebih tinggi dari harga yang dapat diterima,
Bank memenangkan seluruh penawaran SBSN
yang diajukan; dan
b) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank sama
dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Bank
sama dengan harga yang dapat diterima, Bank
dapat memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran yang diajukan dengan perhitungan
secara …
8
secara proporsional sesuai dengan perhitungan
Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal
berdasarkan unit terkecil SBSN sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang pembelian dan penjualan SBSN.
6. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian Dan Penjualan SBSN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan dan
pembelian SBSN setelah window time ditutup, sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem
BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal dan yield atau
harga yang dimenangkan; dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal
seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan/atau
rata-rata tertimbang tingkat yield.
IV. TRANSAKSI PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBSN SECARA OUTRIGHT
DI PASAR SEKUNDER SECARA NONLELANG
1. Transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di
pasar sekunder secara nonlelang dilakukan secara bilateral
antara Bank Indonesia dengan Bank secara langsung atau
melalui Lembaga Perantara.
2. Transaksi dilakukan melalui sarana Sistem BI-ETP atau sarana
dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia.
V. SETELMEN PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBSN SECARA OUTRIGHT
DI PASAR SEKUNDER SECARA LELANG DAN NONLELANG
1. Setelmen pembelian dan penjualan SBSN secara outright di
pasar sekunder dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
secara delivery versus payment (DVP) dengan mekanisme
transaksi per transaksi (gross to gross).
2. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang
mencukupi untuk setelmen pembelian SBSN secara outright di
pasar sekunder dari Bank Indonesia.
3. Bank …
9
3. Bank wajib memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening Surat
Berharga yang mencukupi untuk setelmen penjualan SBSN
secara outright di pasar sekunder kepada Bank Indonesia.
4. Bank Indonesia melakukan setelmen transaksi pembelian dan
penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder paling lama 2
(dua) hari kerja.
5. Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening
Surat Berharga atau tidak memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di
pasar sekunder yang dilakukan sampai dengan sebelum periode
cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
transaksi pembelian dan penjualan SBSN dimaksud.
6. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara
outright di pasar sekunder sebagaimana dimaksud dalam angka
5 maka Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter
Syariah.
VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi pembelian dan
penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dari Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir V.5, Bank
dikenakan sanksi berupa:
a.
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan (OJK); dan
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara
outright di pasar sekunder yang dinyatakan batal, paling
sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan
paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang
dinyatakan …
10
dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6
(enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian
sementara untuk mengikuti OMS selama 5 (lima) hari kerja
berturut-turut.
3. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a dan pemberitahuan penghentian sementara untuk
mengikuti OMS sebagaimana dimaksud dalam angka 2
dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah Bank yang bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
5. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diberlakukan mulai 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
6. Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan transaksi
OMS dalam 1 (satu) hari maka pengenaan sanksi penghentian
sementara sebagaimana dimaksud dalam angka 2 hanya
memperhitungkan 3 (tiga) kali pembatalan.
7. Contoh pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi OMS
sebagaimana dimaksud pada Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VII. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/6/DPM tanggal 13 Februari
2012 perihal Tata Cara Pembelian dan Penjualan Surat Berharga
Syariah Negara Secara Outright Dari Bank Indonesia di Pasar
Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
16 November 2015.
Agar …
11
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/46/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pembelian dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Secara Outright Dari Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah </reg_title>
<set_date> 16 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '14/6/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No.15/9/DSM
Jakarta, 27 Maret 2013
S UR A T EDA R A N
Kepada
SEMUA EKSPORTIR, PEMILIK BARANG DAN/ATAU PENERIMA
DEVISA HASIL EKSPOR
DI INDONESIA
Perihal: Penerimaan Devisa Hasil Ekspor
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/25/PBI/2012 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan
Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 285, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5383) dan dalam rangka meningkatkan
efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tersebut, perlu
untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penerimaan
devisa hasil ekspor dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
A. UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia,
dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang …
2
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
2. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan
dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha
perbankan dalam valuta asing, termasuk kantor cabang bank
asing di Indonesia, namun tidak termasuk kantor cabang luar
negeri dari Bank yang berkantor pusat di Indonesia.
3. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah
pabean sebagaimana diatur dalam ketentuan kepabeanan.
4. Eksportir adalah orang perseorangan, badan hukum, atau
badan lainnya yang tidak berbadan hukum yang melakukan
kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
5. Perusahaan Jasa Titipan yang selanjutnya disingkat PJT
adalah perusahaan yang menangani layanan kiriman secara
ekspres atau peka waktu, memiliki izin penyelenggaraan jasa
titipan dari instansi terkait, serta mendapatkan persetujuan
untuk melaksanakan kegiatan kepabeanan dari Kepala Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai.
6. Pemilik Barang adalah orang perseorangan, badan hukum,
atau badan lainnya yang tidak berbadan hukum yang memiliki
barang Ekspor.
7. Pemberitahuan Ekspor Barang yang selanjutnya disingkat PEB
adalah dokumen pabean yang digunakan untuk
pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang yang dapat berupa
tulisan di atas formulir atau media elektronik sebagaimana
diatur dalam ketentuan kepabeanan.
8. Devisa Hasil Ekspor yang selanjutnya disingkat DHE adalah
devisa dari hasil kegiatan Ekspor.
9. Tanggal PEB adalah tanggal, bulan, dan tahun pendaftaran
PEB.
10. Nilai …
3
10. Nilai PEB adalah nilai Ekspor atas dasar free on board (FOB)
yang tercantum pada PEB.
11. Hari adalah hari kalender.
12. Hari Kerja adalah hari kerja Bank Indonesia.
13. Sandi Kantor Pabean adalah sandi Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) pemuatan yang menerbitkan
PEB.
14. Nomor Pendaftaran PEB adalah nomor pendaftaran yang
dikeluarkan oleh KPPBC sebagaimana tercantum pada
dokumen PEB.
15. Dokumen Pendukung adalah dokumen yang membuktikan
kebenaran data dan/atau keterangan mengenai antara lain
PEB yang tidak terdapat penerimaan DHE, selisih kurang
antara nilai DHE dan Nilai PEB, penerimaan DHE yang
melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan
pendaftaran PEB, dan penerimaan DHE secara tunai di dalam
negeri.
16. Maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses
penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya
dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan
pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta menyediakan
bahan baku, dan/atau barang setengah jadi dan/atau bahan
penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau
seluruhnya, dengan kepemilikan atas barang jadi berada pada
pengguna jasa.
17. Jasa Perbaikan adalah jasa terkait perbaikan dan/atau
perawatan barang.
18. Operational Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal secara sewa guna usaha tanpa hak
opsi untuk membeli yang digunakan oleh penyewa guna usaha
(lessee) …
4
(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran.
19. Financial Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal secara sewa guna usaha dengan hak
opsi untuk membeli yang digunakan oleh penyewa guna usaha
(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran.
20. Netting adalah mekanisme penyelesaian tagihan Eksportir
dan/atau Pemilik Barang yang dikompensasikan (set off)
dengan kewajiban Eksportir dan/atau Pemilik Barang.
21. Usance L/C adalah letter of credit yang mensyaratkan
pembayaran secara berjangka sesuai kesepakatan antara
Eksportir dan/atau Pemilik Barang dengan importir.
22. Collection adalah penagihan pembayaran Ekspor dengan
menggunakan jasa Bank melalui pengiriman dokumen terkait
Ekspor kepada Bank di luar negeri.
23. Pembayaran Kemudian adalah pembayaran yang dilakukan
baik sekaligus maupun secara bertahap setelah barang
dikirimkan kepada importir sesuai kesepakatan antara
Eksportir dan/atau Pemilik Barang dengan importir.
24. Konsinyasi adalah
penitipan barang Ekspor untuk
diperdagangkan yang pembayarannya dilakukan setelah barang
terjual sesuai kesepakatan antara Eksportir dan/atau Pemilik
Barang dengan importir.
25. Pembayaran di Muka (Advance Payment) adalah pembayaran
yang dilakukan oleh importir kepada Eksportir dan/atau
Pemilik Barang sebelum barang dikapalkan, baik untuk
seluruh (full payment) maupun sebagian (partial payment) nilai
barang.
B. KEWAJIBAN …
5
B. KEWAJIBAN PENERIMAAN DHE
1. Seluruh DHE wajib diterima melalui Bank Devisa dan harus
sesuai dengan Nilai PEB.
2. Kewajiban penerimaan DHE melalui Bank Devisa tidak berlaku
untuk DHE milik pemerintah yang diterima melalui Bank
Indonesia.
3. Kewajiban penerimaan DHE melalui Bank Devisa tidak berlaku
untuk DHE yang diterima secara tunai di dalam negeri
sepanjang menurut Bank Indonesia memenuhi aspek
kewajaran untuk dilakukan pembayaran secara tunai, antara
lain dari aspek jumlah dan jenis transaksinya.
4. DHE yang diterima melalui Bank Devisa tidak wajib disimpan
dalam jangka waktu tertentu di Bank Devisa dan/atau
dikonversikan ke dalam rupiah.
5. DHE yang diterima melalui Bank Devisa dapat dilakukan
dalam valuta yang berbeda dari yang tercantum pada dokumen
PEB.
Contoh:
Dalam dokumen PEB, nilai ekspor perusahaan AW tercantum
sebesar USD500,000.
Perusahaan AW dapat menerima devisa dari hasil Ekspor
tersebut dalam valuta selain US Dollar, misalnya Euro, Yen,
Renminbi.
6. Untuk PEB yang dikeluarkan mulai Januari 2013, penerimaan
DHE melalui Bank Devisa wajib dilakukan paling lambat akhir
bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB.
Contoh:
Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri dengan
tanggal PEB 2 Januari 2013. Dalam hal ini, perusahaan AW
wajib menerima DHE melalui Bank Devisa paling lambat
tanggal …
6
tanggal 30 April 2013.
7. Khusus untuk PEB yang dikeluarkan tahun 2012, penerimaan
DHE melalui Bank Devisa wajib dilakukan paling lambat akhir
bulan keenam setelah bulan pendaftaran PEB.
Contoh :
Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri dengan
tanggal PEB 2 November 2012. Dalam hal ini, perusahaan AW
wajib menerima DHE melalui Bank Devisa paling lambat
tanggal 31 Mei 2013.
8. Penerimaan DHE dengan cara pembayaran Usance L/C,
Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection, yang jatuh
temponya melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah
bulan pendaftaran PEB wajib dilakukan paling lama 14 (empat
belas) Hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran yang
bersangkutan. Penentuan jatuh tempo untuk masing-masing
cara pembayaran dimaksud diatur sebagai berikut:
a. Jatuh tempo Usance L/C adalah sesuai tenor yang
tercantum pada L/C.
Contoh:
Importir membuka Usance L/C yang jatuh tempo
pembayarannya 180 Hari setelah tanggal pengapalan
barang yang tercantum dalam bill of lading. Tanggal
pengapalan barang 7 Juli 2013 (tanggal jatuh tempo
adalah 3 Januari 2014) maka DHE wajib masuk melalui
Bank Devisa paling lambat tanggal 17 Januari 2014.
b. Jatuh tempo Konsinyasi adalah waktu pembayaran yang
disepakati antara Eksportir dan/atau Pemilik Barang
dengan importir setelah barang Konsinyasi terjual
seluruhnya atau sebagian.
Contoh:
Perusahaan …
7
Perusahaan AW melakukan kontrak jual beli barang
Konsinyasi dengan pembayaran 7 Hari setelah barang
terjual. Barang Konsinyasi (dikirim bulan Juni 2013)
terjual tanggal 26 Oktober 2013 maka DHE wajib masuk
melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 16 November
2013.
c. Jatuh tempo Pembayaran Kemudian adalah waktu
pembayaran yang disepakati antara Eksportir dan/atau
Pemilik Barang dengan importir setelah tanggal pengiriman
barang.
Contoh:
Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri bulan
Maret 2013 dengan perjanjian pembayaran akan dilakukan
tanggal 7 Agustus 2013. DHE wajib masuk melalui Bank
Devisa paling lambat tanggal 21 Agustus 2013.
d. Jatuh tempo Collection adalah waktu bank penerima
amanat Collection menerima hasil penagihan dari importir.
Contoh:
Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri bulan Juni
2013 dan mempercayakan bank FZ di luar negeri untuk
menagih importir. Bank FZ menerima hasil penagihan
tanggal 11 November 2013 maka DHE wajib masuk melalui
Bank Devisa paling lambat tanggal 25 November 2013.
9. Apabila batas akhir penerimaan DHE jatuh pada hari libur,
maka DHE wajib diterima paling lambat pada Hari Kerja
berikutnya.
Contoh:
Apabila batas waktu penerimaan DHE jatuh pada tanggal 29
Maret 2013 (hari Jumat) yang merupakan hari libur maka DHE
wajib diterima pada hari Senin, tanggal 1 April 2013.
10. Dalam …
8
10. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, kewajiban
penerimaan DHE menjadi tanggung jawab Pemilik Barang.
Contoh:
PJT melakukan ekspor barang milik perusahaan AW. Dalam
hal ini, kewajiban penerimaan DHE menjadi tanggung jawab
perusahaan AW.
11. Untuk DHE yang telah diperjanjikan pembayarannya melalui
trustee yang berada di luar Indonesia, penerimaan DHE-nya
tidak wajib dilakukan melalui Bank Devisa sampai dengan
tanggal 30 Juni 2013.
12. Penerimaan DHE yang lebih kecil dari nilai PEB yang
disebabkan netting antara tagihan Ekspor dengan kewajiban
Eksportir hanya diperbolehkan untuk netting dengan
pembayaran impor barang terkait kegiatan Ekspor yang
bersangkutan, sepanjang terdapat kesepakatan netting antara
Eksportir yang bersangkutan dengan importir terkait
(counterparty).
Contoh 1:
Perusahaan AW melakukan ekspor ke perusahaan dalam satu
grup, yaitu perusahaan ES senilai USD500,000 dan
perusahaan LM senilai USD1,000,000. Perusahaan AW
melakukan impor bahan baku dari dua perusahaan dalam
grup yakni perusahaan LM senilai USD400,000 (terdapat
kesepakatan netting antar perusahaan dalam grup tersebut)
dan perusahaan SY senilai USD300,000. Dalam hal ini, DHE
hanya diperbolehkan di-netting dengan impor yang berasal dari
perusahaan LM yakni sebesar USD400,000, sehingga
perusahaan AW menerima DHE sebesar USD600,000 dari
perusahaan LM. Sementara untuk ekspor kepada perusahaan
ES wajib diterima penuh sebesar USD500,000.
Contoh 2: …
9
Contoh 2:
Perusahaan AW mengekspor ke perusahaan SY (bukan grup)
senilai USD100,000. Bahan bakunya diimpor dari perusahaan
SY sebesar USD50,000 (terdapat kesepakatan netting). Selain
itu, perusahaan AW memiliki kewajiban lainnya (jasa) sebesar
USD10,000. Dalam hal ini, DHE hanya diperbolehkan di-
netting dengan impor sebesar USD50,000.
C. PENYAMPAIAN DATA, KETERANGAN, DAN DOKUMEN
PENDUKUNG
1. Eksportir harus menyampaikan data terkait penerimaan DHE
kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya
setelah DHE diterima untuk selanjutnya diteruskan kepada
Bank Indonesia dalam laporan rincian transaksi Ekspor, yang
meliputi informasi sebagai berikut:
a. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Eksportir;
b. nama Eksportir;
c. Sandi Kantor Pabean;
d. Nomor PEB;
e. Tanggal PEB;
f. jenis valuta DHE;
g. nilai DHE;
h. Nilai PEB; dan
i. keterangan, antara lain mengenai penyebab selisih antara
nilai DHE yang diterima dengan Nilai PEB.
Contoh:
Perusahaan AW menerima DHE melalui Bank Devisa pada
tanggal 14 Februari 2013. Sehubungan hal ini, perusahaan AW
harus menyampaikan informasi terkait penerimaan DHE
tersebut kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 Maret
2013. …
10
2013.
2. Dalam hal Eksportir bukan penerima DHE maka NPWP dan
nama Eksportir sebagaimana dimaksud dalam pada butir 1.a
dan butir 1.b adalah NPWP dan nama penerima DHE.
Contoh 1:
Eksportir adalah perusahaan ES, AW, LM. Perusahaan FP,
selaku holding company yang berkedudukan di Indonesia,
menerima DHE yang berasal dari 3 perusahaan tersebut di
atas. Dalam hal ini NPWP dan nama yang dilaporkan dalam
pelaporan DHE melalui Bank Devisa adalah NPWP dan nama
perusahaan FP.
Contoh 2:
Perusahaan AW dan MQ menerima DHE melalui Bank Devisa
yang berasal dari satu PEB atas nama PJT DN. NPWP dan
nama yang dilaporkan dalam pelaporan DHE melalui Bank
Devisa masing-masing adalah NPWP dan nama perusahaan
AW dan MQ.
3. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1
berlaku untuk PEB dengan nilai lebih besar dari USD10,000
atau ekuivalennya.
4. Untuk DHE yang diterima secara tunai di dalam negeri harus
dibuktikan dengan penjelasan tertulis dan Dokumen
Pendukung yang memadai.
Contoh:
Perusahaan AW melakukan Ekspor ke perusahaan di luar
negeri yang pembayarannya dilakukan secara tunai oleh
kantor perwakilan yang berkedudukan di Indonesia. Dokumen
Pendukung yang diperlukan, antara lain tanda terima
pembayaran, fotokopi rekening koran yang menunjukkan
penerimaan tunai tersebut.
5. Penyampaian …
11
5. Penyampaian penjelasan tertulis disertai Dokumen Pendukung
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 paling lambat tanggal 5
bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB dan berlaku
untuk PEB dengan nilai lebih besar dari USD10,000 atau
ekuivalennya.
6. Dalam hal terdapat pembebanan biaya-biaya atas penerimaan
DHE maka nilai DHE yang dilaporkan sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.g adalah nilai DHE yang diterima oleh penerima
DHE melalui Bank Devisa.
Contoh:
Bank Devisa menerima DHE perusahaan AW sebesar
USD100,000. Terkait penerimaan tersebut, Bank Devisa
membebankan biaya transfer sebesar USD25 maka nilai
penerimaan DHE yang dilaporkan adalah sebesar USD99,975.
7. Dalam hal valuta DHE sesuai dengan valuta PEB, maka
besarnya selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB
dikonversikan ke rupiah menggunakan kurs tengah Bank
Indonesia pada akhir bulan pendaftaran PEB.
Contoh:
Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 7 April 2013
sebesar EUR50,000 dan menerima DHE tanggal 5 Mei 2013
sebesar EUR40,000. Dalam hal ini selisih kurang antara nilai
DHE dan Nilai PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank
Indonesia tanggal 30 April 2013 adalah sebesar ((EUR50,000 X
Rp13.000/EUR) – (EUR40,000 X Rp13.000/EUR)) =
Rp130.000.000,00.
8. Dalam hal terdapat perbedaan valuta antara DHE dan PEB,
maka besarnya selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB
dihitung setelah masing-masing valuta dikonversikan ke
Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia
pada …
12
pada akhir bulan pendaftaran PEB.
Contoh:
Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 7 April 2013
sebesar EUR50,000 dan menerima DHE tanggal 5 Mei 2013
sebesar AUD40,000. Dalam hal ini selisih kurang antara nilai
DHE dan Nilai PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank
Indonesia tanggal 30 April 2013 adalah sebesar ((EUR50,000 X
Rp13.000/EUR) – (AUD40,000 X Rp10.000/AUD)) =
Rp250.000.000,00.
9. Dalam hal valuta DHE dan/atau PEB tidak terdapat dalam
kurs yang diumumkan Bank Indonesia, maka besarnya selisih
kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dihitung dengan cara
sebagai berikut:
a. nilai DHE dan/atau PEB dalam masing-masing valuta
dikonversikan terlebih dahulu ke US Dollar menggunakan
kurs tengah Bloomberg pada akhir bulan pendaftaran PEB;
b. hasil konversi dalam US Dollar sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dikonversikan ke Rupiah dengan
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir
bulan pendaftaran PEB untuk selanjutnya dihitung
selisihnya.
Contoh:
Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 7 April 2013
sebesar INR5,000,000 dan menerima DHE tanggal 5 Mei 2013
sebesar INR4,000,000. Berdasarkan kurs tengah Bloomberg
tanggal 30 April 2013 (USD0.02/INR) dihitung nilai PEB
sebesar (INR5,000,000 X USD0.02/INR) = USD100,000 dan
Nilai DHE sebesar (INR4,000,000 X USD0.02/INR) =
USD80,000. Dalam hal ini selisih kurang antara nilai DHE
dan Nilai PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank
Indonesia …
13
Indonesia tanggal 30 April 2013 adalah sebesar ((USD100,000
X Rp9.500/USD)) – (USD80,000 X Rp9.500/USD)) =
Rp190.000.000,00.
10. Dalam hal selisih kurang antara DHE dan Nilai PEB paling
banyak ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
maka DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB
sehingga Eksportir tidak perlu menyampaikan penjelasan
tertulis dan Dokumen Pendukung.
11. Dalam hal selisih kurang antara DHE dan Nilai PEB lebih
besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai PEB
yang disebabkan selisih kurs,
diskon/rabat,
biaya
administrasi, dan/atau biaya lainnya terkait perdagangan
internasional maka DHE yang diterima dianggap sesuai dengan
Nilai PEB apabila Eksportir menyampaikan penjelasan tertulis
dan Dokumen Pendukung yang memadai.
Contoh:
Perusahaan AW melakukan ekspor dengan nilai USD170,000.
DHE yang diterima sebesar USD160,000 setelah dipotong biaya
administrasi, rabat, dan biaya transportasi barang sebesar
USD10,000. Kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan
pendaftaran PEB adalah Rp9.500,00/USD maka selisih kurang
antara Nilai DHE dan Nilai PEB dalam rupiah adalah sebesar
((USD170,000 X Rp9.500,00/USD) – (USD160,000 X
Rp9.500,00/USD)) = Rp95.000.000,00. Dalam hal ini,
Perusahaan AW menyampaikan penjelasan tertulis dan
Dokumen Pendukung yang dapat membuktikan adanya biaya
administrasi, rabat, dan biaya transportasi barang.
12. Dalam hal selisih kurang antara DHE dan Nilai PEB lebih
besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
yang …
14
yang disebabkan Maklon, Jasa Perbaikan, Operational Leasing,
Financial Leasing, perbedaan penilaian harga barang pada saat
perjanjian Ekspor dengan harga pada saat barang diterima,
perbedaan komposisi barang, perbedaan kualitas barang,
dan/atau perbedaan kuantitas barang, maka DHE yang
diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Eksportir
menyampaikan penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung
yang memadai.
Contoh:
Perusahaan AW menerima DHE sebesar USD80,000 atas jasa
perbaikan kapal milik asing dengan Nilai PEB sebesar
USD540,000. Kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan
pendaftaran PEB adalah Rp9.500,00/USD maka selisih kurang
antara nilai DHE dan Nilai PEB dalam rupiah adalah sebesar
((USD540,000 X Rp9.500,00/USD)
–
Rp9.500,00/USD)) = Rp4.370.000.000,00. Dalam hal ini,
penerimaan DHE dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila
Perusahaan AW menyampaikan penjelasan tertulis dan
Dokumen Pendukung yang membuktikan Jasa Perbaikan.
13. Penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung sebagaimana
dimaksud dalam angka 11 dan angka 12 disampaikan kepada
Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah
DHE diterima untuk diteruskan kepada Bank Indonesia.
14. Nilai PEB yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk
menghitung selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB
sebagaimana dimaksud dalam angka 10, angka 11, dan angka
12 adalah Nilai PEB sesuai database DJBC.
15. Dalam hal terdapat perbedaan antara Nilai PEB yang
disampaikan Eksportir dengan Nilai PEB pada database DJBC
sebagaimana dimaksud dalam angka 14 maka Bank Indonesia
dapat …
(USD80,000 X
15
dapat memutuskan data PEB yang akan dijadikan acuan
pemenuhan ketentuan DHE.
16. Penerimaan DHE yang lebih kecil dari nilai PEB yang
disebabkan netting antara tagihan Ekspor dengan kewajiban
Eksportir sebagaimana dimaksud dalam butir B.12 dianggap
sesuai dengan Nilai PEB apabila Eksportir menyampaikan
penjelasan tertulis disertai Dokumen Pendukung yang
memadai.
17. Penyampaian penjelasan tertulis disertai Dokumen Pendukung
sebagaimana dimaksud dalam angka 16 diatur sebagai
berikut:
a. Untuk penerimaan DHE melalui Bank Devisa terkait netting
maka Eksportir menyampaikan penjelasan tertulis disertai
Dokumen Pendukung kepada Bank Devisa yang
bersangkutan.
b. Eksportir yang tidak menerima DHE melalui Bank Devisa
menyampaikan secara langsung penjelasan tertulis disertai
Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia.
18. Penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 4,
angka 11, angka 12, angka 16, angka 19, angka 22 dan angka
24 berisi keterangan mengenai penyebab selisih kurang antara
nilai DHE dan Nilai PEB disertai fotokopi Dokumen
Pendukung, yaitu :
a. Untuk selisih kurs, diskon/rabat, biaya administrasi,
dan/atau biaya lainnya terkait perdagangan internasional,
antara lain berupa invoice, Swift/bukti transfer lainnya
dari Bank, dan/atau nota debet (debit note).
b. Untuk Maklon, antara lain berupa kesepakatan atau
perjanjian dan/atau invoice terkait jasa pemrosesan
barang.
c. Untuk …
16
c. Untuk Jasa Perbaikan, antara lain berupa kesepakatan
atau perjanjian dan/atau invoice terkait jasa perbaikan
barang.
d. Untuk Operational Leasing, antara lain berupa kesepakatan
atau perjanjian sewa guna usaha tanpa hak opsi untuk
membeli.
e. Untuk Financial Leasing, antara lain berupa invoice
dan/atau kesepakatan atau perjanjian sewa guna usaha
dengan hak opsi untuk membeli.
f. Untuk perbedaan penilaian harga barang pada saat
kesepakatan Ekspor dengan harga pada saat barang
diterima, antara lain berupa invoice, nota kredit (credit
note), nota debet (debit note), dan/atau keterangan dari
importir dan/atau lembaga lain terkait nilai barang yang
diimpor.
g. Untuk perbedaan komposisi, kualitas, dan/atau kuantitas
barang, antara lain berupa invoice, nota kredit (credit note),
nota debet (debit note), dan/atau keterangan dari importir
dan/atau lembaga lain terkait barang yang diimpor.
h. Untuk importir wanprestasi atau mengalami keadaan
memaksa (force majeure), antara lain berupa keterangan
dari importir dan/atau lembaga lain terkait.
i. Untuk importir pailit, antara lain berupa keterangan pailit
dari instansi yang berwenang di negara tempat kedudukan
importir.
j. Untuk penerimaan DHE secara tunai di dalam negeri,
antara lain berupa tanda terima pembayaran dan/atau
fotokopi rekening koran yang menunjukkan penerimaan
tunai tersebut.
k. Untuk Netting terkait Ekspor sebagaimana dimaksud
dalam …
17
dalam butir B.12, antara lain berupa rekapitulasi dan
rincian netting report (account receivable/account payable
impor barang),
kesepakatan Netting,
fotokopi
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan/atau invoice.
19. Dalam hal penerimaan DHE dengan cara pembayaran Usance
L/C, Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection, yang
jatuh temponya melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan
setelah
menyampaikan penjelasan tertulis
bulan pendaftaran PEB, Eksportir harus
disertai Dokumen
Pendukung disampaikan kepada Bank Devisa paling lambat
tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB
untuk diteruskan kepada Bank Indonesia.
20. Dokumen Pendukung untuk cara pembayaran Usance L/C,
Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection adalah
sebagai berikut:
a. Usance L/C, antara lain berupa fotokopi dokumen L/C, bill
of lading, packing list dan/atau bukti Swift.
b. Konsinyasi, antara lain berupa fotokopi dokumen
kesepakatan konsinyasi, dan/atau bukti terjualnya barang
konsinyasi.
c. Pembayaran Kemudian, antara lain berupa fotokopi
dokumen kesepakatan antara Eksportir dan importir.
d. Collection, antara lain berupa fotokopi dokumen
kesepakatan jual beli.
21. Untuk Penerimaan DHE dalam rangka Pembayaran Di Muka
(Advance Payment), diatur sebagai berikut:
a. Eksportir dan/atau Pemilik Barang harus menyampaikan
keterangan dan data terkait DHE-nya kepada Bank Devisa
paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah DHE
diterima untuk diteruskan kepada Bank Indonesia;
b. Keterangan …
18
b. keterangan dan data sebagaimana dimaksud dalam huruf
a meliputi NPWP dan nama Eksportir dan/atau Pemilik
Barang, serta keterangan penerimaan sebagian atau
seluruh Nilai DHE;
c. setelah barang diekspor, Eksportir dan/atau Pemilik
Barang harus menyampaikan keterangan dan data terkait
Ekspor-nya kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5
bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB untuk
diteruskan kepada Bank Indonesia;
d. keterangan dan data sebagaimana dimaksud dalam huruf c
meliputi Tanggal PEB, Sandi Kantor Pabean, Nomor PEB,
Nilai PEB, dan nilai DHE yang merupakan nilai
Pembayaran Di Muka yang telah diselesaikan dengan
pengiriman barang;
e. dalam hal terdapat selisih kurang nilai DHE dan Nilai PEB
terkait Pembayaran Di Muka, Eksportir dan/atau Pemilik
Barang harus menyampaikan penjelasan tertulis dan
Dokumen Pendukung.
22. Dalam hal importir wanprestasi, pailit, atau mengalami
keadaan memaksa (force majeure) sehingga menyebabkan
selisih kurang antara nilai PEB dengan DHE yang diterima
lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) maka penjelasan tertulis disertai Dokumen Pendukung
yang memadai sebagaimana dimaksud dalam butir 18.h atau
butir 18.i disampaikan oleh Eksportir kepada:
a. Bank Devisa apabila Eksportir menerima DHE melalui
Bank Devisa;
b. Bank Indonesia apabila Eksportir tidak menerima DHE
melalui Bank Devisa.
23. Penyampaian …
19
23. Penyampaian Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud
dalam angka 22 dilakukan, dengan batas waktu sebagai
berikut:
a. Untuk penerimaan DHE yang diperjanjikan kurang dari 3
(tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB, penjelasan
tertulis dan Dokumen Pendukung disampaikan paling
lambat akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB.
b. Untuk penerimaan DHE yang diperjanjikan dengan cara
pembayaran menggunakan Usance L/C, Konsinyasi,
Pembayaran Kemudian, dan Collection yang jatuh
temponya melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah
bulan pendaftaran PEB, penjelasan tertulis dan Dokumen
Pendukung disampaikan paling lama 14 (empat belas) Hari
setelah tanggal jatuh tempo pembayaran.
24. Untuk penerimaan DHE yang dilakukan tidak melalui Bank
Devisa karena telah diperjanjikan pembayarannya melalui
trustee yang berada di luar Indonesia, Eksportir harus
menyampaikan penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung
secara langsung kepada Bank Indonesia dalam bentuk
hardcopy atau softcopy melalui surat, faksimili, atau e-mail
paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan
pendaftaran PEB.
25. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 24
berupa fotokopi perjanjian pembayaran DHE melalui trustee di
luar Indonesia.
26. Apabila batas akhir penyampaian keterangan, data, penjelasan
tertulis dan Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud
dalam angka 1, angka 5, angka 13, angka 19, angka 21, angka
23, dan angka 24 jatuh pada hari libur, maka penyampaian
keterangan, data, penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung
dilakukan …
20
dilakukan paling lambat pada Hari Kerja berikutnya.
27. Penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 4,
angka 11, angka 12, angka 16, angka 19, angka 22, dan angka
24 memuat informasi mengenai Tanggal PEB, Sandi Kantor
Pabean, Nomor PEB, Nilai PEB dan keterangan terkait PEB
sebagaimana dimaksud dalam contoh penjelasan tertulis pada
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
28. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, maka PJT harus
mengisi lembar lanjutan khusus PJT secara akurat dan
menyampaikan informasi PEB kepada Pemilik Barang dalam
rangka pengisian laporan rincian transaksi Ekspor oleh Pemilik
Barang.
29. Pemilik barang sebagaimana tercantum dalam lembar lanjutan
PEB wajib menyampaikan informasi, penjelasan tertulis dan
Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1,
angka 4, angka 11, angka 12, angka 16, angka 19, angka 22,
dan angka 24.
30. Dalam hal DHE diterima oleh pihak lain selain Pemilik Barang,
maka penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam
butir C.1 dapat disampaikan oleh pihak yang menerima DHE.
31. Dalam rangka memastikan kepatuhan Eksportir terhadap
pemenuhan kewajiban penerimaan DHE, Bank Indonesia
melakukan penelitian terkait penerimaan DHE melalui
permintaan antara lain bukti, catatan, dokumen pendukung
dan/atau informasi lain, dengan atau tanpa melibatkan
instansi terkait.
D. PENGENAAN SANKSI
1. Sanksi atas pelanggaran penerimaan DHE
a. Eksportir yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban
sebagaimana …
21
sebagaimana dimaksud dalam butir B.1, butir B.3, butir B.6,
butir B.7, butir B.8, butir B.11, dan butir B.12 dikenakan
sanksi administratif berupa denda sebesar 0,5% (nol koma
lima persen) dari nilai nominal DHE yang belum diterima
dengan nominal paling banyak sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) untuk satu bulan pendaftaran PEB.
b. Sanksi denda dilakukan dalam valuta rupiah dan dihitung
dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada
tanggal pengenaan sanksi denda.
Contoh 1:
Perusahaan AW melakukan Ekspor pada bulan Februari
2013 dengan nilai ekspor sebesar USD2,000,000 dan
menerima DHE pada bulan Juni 2013 sebesar
USD2,000,000 (melewati akhir bulan ketiga setelah bulan
pendaftaran PEB, yaitu Mei 2013), dan perusahaan AW tidak
dapat memberikan dokumen pendukung yang memadai.
Apabila kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal
pengenaan sanksi denda sebesar Rp9.600,00 maka
perhitungan denda perusahaan AW sebesar (0,5% X
USD2,000,000 X Rp9.600,00) = Rp96.000.000,00.
Contoh 2:
Perusahaan AW melakukan Ekspor pada bulan Mei 2013
dalam 3 (tiga) PEB dengan total nilai ekspor sebesar
USD3,100,000. Sampai dengan akhir Agustus 2013 (akhir
bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB), total DHE yang
belum diterima adalah sebesar USD2,500,000 dan
perusahaan AW tidak dapat memberikan dokumen
pendukung yang memadai. Apabila kurs tengah Bank
Indonesia pada tanggal pengenaan sanksi denda sebesar
Rp9.600,00 maka perhitungan denda perusahaan AW
sebesar …
22
sebesar (0,5% X USD2,500,000 X Rp9.600,00) =
Rp120.000.000,00. Mengingat perhitungan denda tersebut
melebihi nilai denda maksimal maka perusahaan AW
dikenakan denda maksimal sebesar Rp100.000.000,00.
c. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, maka sanksi
denda sebagaimana dimaksud dalam huruf a dikenakan
kepada Pemilik Barang.
d. Pembayaran sanksi denda tidak menggugurkan kewajiban
penerimaan DHE yang belum diterima oleh Eksportir sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.
e. Dalam hal Eksportir dikenakan sanksi denda atas kewajiban
penerimaan DHE, dan Eksportir:
1) belum membayar sanksi denda; atau
2) telah membayar sanksi denda, namun belum memenuhi
kewajiban penerimaan DHE,
maka Eksportir dikenakan sanksi penangguhan atas
pelayanan Ekspor sesuai dengan peraturan perundang-
undangan mengenai kepabeanan dan peraturan perundang-
undangan terkait yang berlaku.
f. Dalam hal Ekspor dilakukan oleh PJT, sanksi penangguhan
sebagaimana dimaksud dalam huruf e dikenakan kepada
pemilik barang.
2. Tata Cara Pengenaan Sanksi
a. Bank Indonesia menyampaikan surat pemantauan terkait
penerimaan DHE kepada Eksportir dan/atau Pemilik Barang
untuk PEB yang telah jatuh tempo namun penerimaan DHE-
nya belum memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam
surat edaran ini.
b. Eksportir dan/atau Pemilik Barang harus menyampaikan
tanggapan atas surat sebagaimana dimaksud dalam butir a
dalam …
23
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam surat
pemantauan.
c. Dalam hal Eksportir dan/atau Pemilik Barang tidak
menyampaikan tanggapan atas surat pemantauan
sebagaimana dimaksud dalam butir b atau Eksportir
dan/atau Pemilik Barang menyampaikan tanggapan namun
dianggap belum memadai, Bank Indonesia menyampaikan
surat pengenaan sanksi denda kepada Eksportir dan/atau
Pemilik Barang.
d. Bank Indonesia menyampaikan surat pengenaan sanksi
denda kepada Eksportir dan/atau Pemilik Barang dengan
tembusan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(DJBC), dan/atau instansi terkait.
e. Eksportir dan/atau Pemilik Barang membayar sanksi denda
ke rekening Bank Indonesia dengan mekanisme
sebagaimana dimaksud dalam surat pengenaan sanksi
denda Bank Indonesia kepada Eksportir dan/atau Pemilik
Barang.
f. Eksportir dan/atau Pemilik Barang harus menyampaikan
kepada Bank Indonesia fotokopi bukti penerimaan DHE
melalui Bank Devisa dan bukti pembayaran sanksi denda.
g. Dalam hal Eksportir dan/atau Pemilik Barang tidak
melakukan pembayaran sanksi denda dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam surat pengenaan sanksi
denda dan/atau tidak menyampaikan bukti penerimaan
DHE melalui Bank Devisa, Bank Indonesia menyampaikan
permintaan pengenaan sanksi penangguhan atas pelayanan
Ekspor sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.e melalui
surat kepada DJBC dengan tembusan kepada Eksportir
dan/atau Pemilik Barang.
E. TATA …
24
E. TATA CARA PEMBEBASAN SANKSI PENANGGUHAN ATAS
PELAYANAN EKSPOR
1. Bank Indonesia melakukan verifikasi atas bukti pembayaran
sanksi denda dan bukti penerimaan DHE yang disampaikan
oleh Eksportir dan/atau Pemilik Barang.
2. Dalam hal bukti sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dinilai
memadai oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia menyampaikan
permintaan pembebasan sanksi penangguhan pelayanan
Ekspor kepada DJBC dengan tembusan kepada Eksportir
dan/atau Pemilik Barang yang bersangkutan.
3. Bukti sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas antara lain
berupa fotokopi bukti transfer pembayaran sanksi denda ke
Bank Indonesia dan/atau fotokopi SWIFT message yang
disahkan oleh Bank Devisa penerima.
F. ALAMAT SURAT MENYURAT DAN HELP DESK
1. Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank
Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini
ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter
c.q. Divisi Statistik dan Monitoring Devisa Hasil Ekspor
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt.16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
E-mail: tsm-dhe@bi.go.id
Telepon: 0800 10 80000 (bebas pulsa)
2. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan
komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media
lainnya.
G. PENUTUP …
25
G. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27
Maret 2013
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARTADI A. SARWONO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/9/DSM|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Penerimaan Devisa Hasil Ekspor </reg_title>
<set_date> 27 Maret 2013 </set_date>
<effective_date> 27 Maret 2013 </effective_date>
<related_reg> '14/25/PBI/2012' </related_reg>
<penalty_list> 'Huruf D' </penalty_list>
|
BANK INDONESIA
---------------
No. 2/21/DPM
Jakarta, 30 Oktober 2000
S U R A T E D A R A N
kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal
: Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi
Bank Umum
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/20/PBI/2000 tanggal 12 September 2000 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Umum, dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan
mengenai Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Umum.
I. PERSYARATAN UMUM FASILITAS PENDANAAN JANGKA
PENDEK (FPJP)
1. Bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek (mismatch)
dapat memperoleh FPJP maksimum sebesar perkiraan Saldo Giro Negatif
Bank yang dihitung oleh Bank (self assessment).
2. FPJP wajib dijamin dengan agunan milik Bank berupa Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan/atau Obligasi Pemerintah dan/atau surat berharga lain
yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, yang nilainya sekurang-
kurangnya sebesar FPJP.
3. Surat berharga selain SBI dan Obligasi Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam butir 2 ditetapkan kemudian oleh Bank Indonesia dengan Surat
Edaran tersendiri.
4. FPJP diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) hari kerja (overnight).
5. Bank ….
2
5. Bank dapat menggunakan FPJP sebanyak-banyaknya 90 (sembilan puluh)
hari berturut-turut.
II. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN FPJP
1. Bank mengajukan surat permohonan FPJP secara tertulis kepada Bank
Indonesia sebagaimana contoh Lampiran 1 dari pukul 17.00 sampai
dengan 18.00 waktu setempat kepada:
a. Bagian Operasi Pasar Uang (OPU), Direktorat Pengelolaan Moneter
(DPM), Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi
Bank yang berkantor pusat di wilayah Kliring Lokal Jakarta dan
Kantor Cabang Bank Asing di wilayah Kliring Lokal Jakarta, dengan
tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank (DPwB) terkait;
b. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Seksi Pelaksana Kebijakan
Moneter, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Kliring
Lokal Jakarta, dengan tembusan kepada Tim Pengawas Bank di KBI
setempat, DPwB terkait dan DPM.
2. Penyampaian surat permohonan FPJP wajib disertai dengan:
a. Bukti agunan sebagaimana dimaksud dalam butir III.B;
b. Perjanjian Kredit bermeterai cukup yang telah ditandatangani oleh
Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan
Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan, atau Chief Executive
Officer (CEO) atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor
Cabang Bank Asing, sebagaimana contoh Lampiran 2, dalam rangkap
2 (dua);
c. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai bermeterai cukup yang telah
ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan
wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan
atau Chief Executive Officer (CEO) atau Pejabat Bank yang
berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, sebagaimana contoh
Lampiran 3, dalam rangkap 2 (dua);
3. Bank wajib menyampaikan contoh tandatangan (specimen) Direksi Bank
atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran
Dasar Bank yang bersangkutan, atau Chief Executive Officer (CEO) atau
Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, kepada:
a. Bagian ….
3
a. Bagian OPU, DPM, Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat
di wilayah Kliring Lokal Jakarta dan Kantor Cabang Bank Asing di
wilayah Kliring Lokal Jakarta;
b. KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Kliring
Lokal Jakarta.
4. Penyampaian tembusan surat permohonan FPJP kepada DPwB terkait
sebagaimana dimaksud dalam butir 1 tanpa disertai lampiran sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.
5. Persetujuan atau penolakan Bank Indonesia atas permohonan FPJP
diberitahukan kepada Bank yang bersangkutan melalui faksimili atau
Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) yang ditegaskan dengan
surat.
6. Dalam hal permohonan FPJP disetujui, maka Bank Indonesia
menandatangani Perjanjian Kredit dan Akta Pengikatan Agunan Secara
Gadai sebagaimana dalam butir 2.b dan 2.c di atas, serta mengkredit
rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sebesar
nilai FPJP yang disetujui.
III. AGUNAN FPJP
A. Persyaratan dan Nilai Agunan
1. Dalam hal agunan berupa SBI, maka berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. pada tanggal FPJP jatuh waktu, sisa jangka waktu SBI sekurang-
kurangnya 3 (tiga) hari dan selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari;
b. pada saat pengajuan permohonan FPJP, nilai jual SBI sekurang-
kurangnya 100% (seratus per seratus) dari jumlah permohonan
FPJP dengan mempertimbangkan kelipatan denominasi SBI
terkecil.
c. nilai jual SBI dihitung berdasarkan rumus:
(nilai nominal) x 360
Nilai Jual = ---------------------------------------------------------
360 + (tingkat diskonto x sisa jangka waktu)
Tingkat ….
4
Tingkat diskonto SBI yang digunakan adalah nilai tertinggi dari
tingkat diskonto SBI bersangkutan pada saat penerbitan atau
tingkat diskonto rata-rata tertimbang SBI jangka waktu 1 (satu)
bulan pada lelang terakhir.
Yang dimaksud dengan sisa jangka waktu adalah sisa jangka
waktu dalam hari yang dihitung sejak tanggal permohonan FPJP
sampai dengan tanggal SBI jatuh waktu.
Contoh perhitungan nilai jual SBI:
Nilai nominal SBI = Rp100 miliar.
Tingkat diskonto SBI yang diagunkan pada saat penerbitan =
12%.
Tingkat diskonto rata-rata tertimbang SBI jangka waktu 1 (satu)
bulan pada lelang terakhir = 13,75%.
Sisa jangka waktu SBI = 20 hari.
Maka nilai tunai SBI tersebut adalah:
Rp100 miliar x 360
------------------------------- = Rp 99.241.902.136,00.
360 + (13,75% x 20 hari)
sehingga jumlah maksimum FPJP yang dapat diajukan oleh Bank
adalah Rp99.241.902.136,00.
2. Dalam hal agunan berupa Obligasi Pemerintah, maka berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. pada tanggal FPJP jatuh waktu, sisa jangka waktu Obligasi
Pemerintah sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari;
b. pada saat pengajuan permohonan FPJP, nilai pasar Obligasi
Pemerintah sekurang-kurangnya 115% (seratus lima belas per
seratus) dari jumlah permohonan FPJP dengan
mempertimbangkan kelipatan unit Obligasi Pemerintah;
c. nilai pasar Obligasi Pemerintah adalah rata-rata tertimbang harga
beli Obligasi Pemerintah sesuai serinya dari transaksi terakhir
yang terjadi di pasar sekunder sebagaimana tercatat dalam Pusat
Informasi Pasar Uang. Dalam hal seri Obligasi Pemerintah belum
ditransaksikan di pasar sekunder, maka nilai pasar dihitung
berdasarkan nilai par atau nilai nominal Obligasi Pemerintah.
Contoh ….
5
Contoh perhitungan nilai pasar Obligasi Pemerintah:
Rata-rata tertimbang harga Obligasi Pemerintah = 98.
Jumlah Obligasi Pemerintah yang diagunkan = Rp100 miliar.
Sisa jangka waktu = 20 hari.
Maka nilai pasar Obligasi Pemerintah adalah:
Rp100 miliar x 0,98 = Rp98 miliar.
Sehingga jumlah maksimum FPJP yang dapat diajukan oleh Bank
adalah: Rp98 miliar x 100/115 = Rp85.217.391.304,00.
B. Bukti Agunan
1. Dalam hal agunan SBI, bukti agunan FPJP berupa Bilyet Depot
Simpanan (BDS) SBI yang wajib disertai dengan Surat Keterangan
Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD)-SBI yang dikeluarkan oleh
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang (PTPU), DPM, Bank
Indonesia, sebagaimana contoh Lampiran 4.
2. Dalam hal agunan Obligasi Pemerintah, bukti agunan FPJP berupa
SKSD-Obligasi Pemerintah yang dikeluarkan oleh Central Registry
cq. Bagian PTPU, DPM, Bank Indonesia, sebagaimana contoh
Lampiran 5. Jangka waktu SKSD-Obligasi Pemerintah sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal permohonan FPJP.
Jangka waktu SKSD-Obligasi Pemerintah dimaksud wajib
diperpanjang oleh Bank atas permintaan Bank Indonesia dalam hal
pelaksanaan eksekusi atas Obligasi Pemerintah melebihi jangka waktu
SKSD-Obligasi Pemerintah.
C. Tata Cara Memperoleh SKSD
1. SKSD-SBI
a. Bank mengajukan surat permohonan SKSD-SBI secara tertulis
sebagaimana contoh Lampiran 6 kepada Bank Indonesia dari
pukul 13.00 sampai dengan 17.00 WIB waktu setempat kepada:
1) Bagian PTPU, DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin
No.2, Jakarta, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
Kliring Lokal Jakarta dan Kantor Cabang Bank Asing di
wilayah Kliring Lokal Jakarta;
2) Kantor ….
6
2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Seksi Pelaksana
Kebijakan Moneter, bagi Bank yang berkantor pusat di luar
wilayah Kliring Lokal Jakarta, dengan tembusan kepada
Bagian PTPU, DPM.
b. Penyampaian surat permohonan SKSD-SBI wajib disertai dengan
BDS-SBI.
c. Pada saat pengajuan permohonan SKSD-SBI, Bank dapat
mengajukan permohonan pemecahan BDS-SBI sesuai dengan
jumlah SBI yang diagunkan dalam rangka FPJP.
d. Dalam hal pemecahan BDS-SBI sebagaimana dimaksud dalam
huruf c, mengakibatkan pencetakan warkat SBI baru, maka Bank
dikenakan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan
Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah.
e. SKSD-SBI yang telah disetujui oleh Bank Indonesia tidak dapat
dibatalkan pada hari yang sama.
2. SKSD-Obligasi Pemerintah
a. Tata cara penerbitan SKSD-Obligasi Pemerintah diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/2/PBI/2000 tanggal 21
Januari 2000 tentang Penatausahaan dan Perdagangan Obligasi
Pemerintah, dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/1/DPM
tanggal 21 Januari 2000 perihal Tata Cara Pencatatan
Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi Obligasi Pemerintah.
b. Dalam rangka FPJP, Bank dapat mengajukan surat permohonan
SKSD-Obligasi Pemerintah secara tertulis sebagaimana contoh
Lampiran 7 kepada Bank Indonesia dari pukul 13.00 sampai
dengan 17.00 waktu setempat kepada:
1) Central Registry cq. Bagian PTPU, DPM, Bank Indonesia, Jl.
M.H. Thamrin No.2, Jakarta, bagi Bank yang berkantor pusat
di wilayah Kliring Lokal Jakarta dan Kantor Cabang Bank
Asing di wilayah Kliring Lokal Jakarta;
2) Central Registry cq. Bagian PTPU, DPM, Bank Indonesia, Jl.
M.H. Thamrin No.2, Jakarta, melalui Kantor Bank Indonesia
(KBI) ….
7
(KBI) setempat cq. Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter, bagi
Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Kliring Lokal
Jakarta.
c. SKSD-Obligasi Pemerintah yang telah disetujui oleh Bank
Indonesia tidak dapat dibatalkan pada hari yang sama.
IV. TATA CARA PELUNASAN FPJP
1. Pada tanggal jatuh waktu FPJP, Bank Indonesia mendebet rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar FPJP yang jatuh waktu ditambah
dengan biaya bunga yang harus dibayar.
2. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi atau tidak
ada dananya pada tanggal jatuh waktu FPJP, maka Bank dapat
mengajukan permohonan FPJP baru sesuai dengan persyaratan dan tata
cara permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir I, II, dan III,
dengan memperhitungkan kewajiban pokok dan bunga FPJP yang telah
jatuh waktu.
V. EKSEKUSI AGUNAN
1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan milik Bank yang
bersangkutan apabila pada tanggal jatuh waktu FPJP:
a.
b. Bank yang bersangkutan telah menggunakan FPJP selama 90
(sembilan puluh) hari berturut-turut; atau
c. Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi tidak dapat memperoleh
FPJP selama batas waktu tertentu.
2. Bank Indonesia mengeksekusi agunan dengan cara penjualan melalui:
a. Pialang Pasar Uang, dalam hal agunan berupa SBI.
b. Pialang Pasar Modal yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia
sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 31/112/KEP/DIR tanggal 30 September 1998 perihal
Persyaratan Perusahaan Efek Yang Dapat Menjadi Peserta Dalam
Pelelangan ….
saldo giro Bank tidak mencukupi atau tidak ada dananya untuk
pelunasan FPJP dan Bank dimaksud tidak mengajukan permohonan
FPJP baru; atau
8
Pelelangan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia, dalam hal
agunan berupa Obligasi Pemerintah.
3. Eksekusi agunan dilakukan secepat-cepatnya pada 1 (satu) hari kerja
setelah FPJP jatuh waktu.
4. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses penjualan agunan
dibebankan pada Bank.
5. Selama agunan belum dapat dieksekusi, maka Bank tetap dikenakan biaya
bunga FPJP sampai dengan agunan dieksekusi.
6. Pembeli agunan menyetorkan hasil eksekusi kedalam rekening nomor
564.000617 "Bagian OPU untuk Penampungan Hasil Eksekusi Agunan
FPJP" di Bank Indonesia dan menyampaikan bukti setoran kepada Bagian
OPU, DPM, Bank Indonesia.
7. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah FPJP, akumulasi
biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi agunan, maka Bank Indonesia
mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar
kelebihan nilai dimaksud.
8. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah FPJP, akumulasi
biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, maka Bank Indonesia
mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar
kekurangan nilai dimaksud.
9. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk
pendebetan sebagaimana dimaksud butir 8, maka Bank wajib menyetor
tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada Bank
Indonesia.
VI. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank atas
penggunaan FPJP baik selama periode diterimanya FPJP maupun setelah
FPJP jatuh waktu.
2. Bank wajib memberikan data dan informasi secara lengkap dan benar
sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998,
dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/6/PBI/2000 tanggal 21 Februari
2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank.
3. Bank ….
9
3. Bank yang telah menggunakan FPJP selama 5 (lima) hari kerja secara
berturut-turut wajib menyampaikan rencana kerja (action plan) untuk
jangka waktu 7 (tujuh) hari dalam rangka penyelesaian permasalahan
pendanaan jangka pendek pada hari kerja berikutnya dan selanjutnya
melaporkan realisasi rencana kerja (action plan) dimaksud kepada DPwB
terkait.
VII. SANKSI
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia diketahui bahwa Bank
terbukti melakukan penyimpangan penggunaan FPJP berupa tetapi tidak
terbatas pada:
(i) penempatan dana pada pasar uang antar bank;
(ii) penyaluran kredit;
(iii) pembelian valuta asing;
maka Bank dimaksud tidak diperkenankan memperoleh FPJP untuk periode
tertentu setelah hasil pemeriksaan sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut
dari Bank Indonesia, dan dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana
diatur dalam pasal 52 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
TARMIDEN SITORUS
Deputi Direktur
10
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal 30
Oktober 2000
Lampiran 3
AKTA PENGIKATAN AGUNAN
SECARA GADAI
BANK …….. - BANK INDONESIA
Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertanda tangan di
bawah ini :
1. …………………………………. , Direktur Bank ……………, bertempat
tinggal di ………………….
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas atas nama Bank ………….. yang
diberi kuasa sesuai dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya
disebut sebagai PEMBERI GADAI;
(Ctt. : Dengan persetujuan Komisaris apabila dalam Anggaran Dasar
diminta)
2. .………………………………… , Pimpinan Direktorat Pengelolaan
Moneter, Bank Indonesia, bertempat
tinggal di Jakarta atau Pemimpin Cabang
Bank Indonesia …………., bertempat
tinggal di …………….
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang
selanjutnya disebut sebagai PENERIMA GADAI;
(Ctt. : Sesuai dengan pendelegasian wewenang yang diatur dalam
Peraturan Dewan Gubenur, apabila sudah ada. Jika belum ada,
harus dengan Surat Kuasa dari Gubernur)
dengan terlebih dahulu menerangkan:
a. bahwa PEMBERI GADAI telah mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek dari PENERIMA GADAI sebesar Rp…… (……) dan dengan
berdasarkan ketentuan dan persyaratan sebagaimana diuraikan dalam Perjanjian
Kredit, tanggal …., yang untuk selanjutnya disebut Perjanjian Pokok.
b. bahwa menurut ketentuan Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI diwajibkan
untuk memberikan agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi
Pemerintah;
c. bahwa PEMBERI GADAI menyatakan telah memiliki Sertifikat Bank Indonesia
dan/atau Obligasi Pemerintah yang akan digadaikan sebagaimana Surat
Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan terlampir yang terdiri dari :
11
- ……………… senilai ………………
- ………………. senilai ………………
- dst.
yang selanjutnya disebut SURAT BERHARGA.
d. bahwa guna memenuhi persyaratan Perjanjian Pokok dan agar PEMBERI
GADAI dapat menjamin pembayaran kembali segala hutangnya kepada
PENERIMA GADAI karena Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya bunga
yang harus dibayar sebagaimana dimuat dalam Perjanjian Pokok, PEMBERI
GADAI menyatakan menggadaikan dan dengan demikian menyerahkan kepada
PENERIMA GADAI SURAT BERHARGA tersebut di atas sebagaimana
tercantum dalam Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan dengan
jumlah nilai nominal sebesar Rp ………………… ( …….. rupiah) dan jumlah
nilai pasar sebesar Rp ……….. (………….. rupiah); dan
PENERIMA GADAI menyatakan menerima baik gadai SURAT BERHARGA
tersebut.
Selanjutnya para pihak tetap dalam kedudukannya di
atas menyatakan bahwa gadai SURAT BERHARGA ini
dilangsungkan dan diterima dengan ketentuan dan syarat
sebagai berikut :
Pasal 1
(1) Penyerahan hak atas SURAT BERHARGA tersebut di atas beserta SURAT
BERHARGA yang bersangkutan sebagaimana tercantum dalam pencatatan
kepemilikan surat berharga tersebut oleh PEMBERI GADAI dinyatakan berlaku
terhitung sejak penandatanganan perjanjian ini.
(2) Dalam hal penggadaian SURAT BERHARGA memerlukan pemblokiran dari
lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA,
Perjanjian Gadai ini
dinyatakan berlaku terhitung sejak tanggal surat
pemblokiran dari lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT
BERHARGA yang digadaikan perihal pemblokiran SURAT BERHARGA.
Pasal 2
Apabila pada saat jatuh waktu hutang sebagaimana tersebut
dalam premisse perjanjian ini pada butir d di atas PEMBERI
GADAI tidak membayar hutangnya tersebut kepada
PENERIMA GADAI, maka PENERIMA GADAI berhak
mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA dengan tata
cara sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 2/
/DPM tanggal
Oktober 2000 perihal Tata
Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank
Umum; dan untuk itu PENERIMA GADAI berhak mengambil
12
hasil penjualan SURAT BERHARGA tersebut sebagai
pembayaran atas seluruh hutang PEMBERI GADAI kepada
PENERIMA GADAI.
Pasal 3
Apabila untuk pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diperlukan kuasa,
dengan ini PEMBERI GADAI memberikan kuasa kepada
PENERIMA GADAI untuk mencairkan atau menjual SURAT
BERHARGA tersebut; dan kuasa tersebut dinyatakan tidak
dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa (PEMBERI GADAI)
dengan alasan apapun juga sesuai ketentuan yang berlaku,
sepanjang PEMBERI GADAI belum melunasi seluruh
hutangnya sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini
pada butir d di atas kepada PENERIMA GADAI.
Pasal 4
Apabila hasil dari pencairan atau penjualan atas SURAT
BERHARGA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lebih
besar dari jumlah Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang
diterima oleh PEMBERI GADAI, biaya bunga dan biaya
eksekusi agunan, maka yang dapat diambil oleh PENERIMA
GADAI adalah sebesar jumlah dimaksud; sedang
kelebihannya harus dikembalikan oleh PENERIMA GADAI
kepada PEMBERI GADAI.
Pasal 5
Apabila Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diterima
PEMBERI GADAI telah terbayar lunas tanpa perlu adanya
pencaiaran atau penjualan SURAT BERHARGA yang
digadaikan dan Perjanjian Pokok telah berakhir, maka
PENERIMA GADAI menyerahkan kembali semua SURAT
BERHARGA yang digadaikan dengan perjanjian ini kepada
PEMBERI GADAI sesuai dengan kepemilikannya; dan gadai
SURAT BERHARGA ini menjadi berhenti dengan sendirinya
(gugur).
Pasal 6
Gadai SURAT BERHARGA ini diberikan untuk menjamin
hutang-hutang PEMBERI GADAI, baik yang timbul karena
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang disediakan oleh
13
PENERIMA GADAI sebagaimana tersebut dalam premisse
Perjanjian ini butir d di atas, maupun yang timbul karena
kewajiban-kewajiban lain yang terbeban pada PEMBERI
GADAI karena biaya bunga, dan atau biaya pencairan agunan
yang harus dibayar kepada PENERIMA GADAI.
Pasal 7
Mengenai
Perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala
akibatnya, para pihak memilih domisili di Kantor Panitera
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di …………, dalam
rangkap 2 (dua) , masing-masing bermeterai cukup dan
mempunyai kekuatan hukum yang sama.
………,
………(tempat & tanggal)
PENERIMA GADAI
PEMBERI GADAI
14
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal
30 Oktober 2000
Lampiran 1
Kepada *)
Bagian Operasi Pasar Uang
Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta, 10110
Perihal
:
Permohonan Untuk Mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka
------------------------------------------------------------------------------------
Pendek
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/20/PBI/2000 tanggal 12 September 2000, dengan
ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebesar Rp.
… … … ( … … … … ) untuk jangka waktu dari ………… sampai dengan ………….. Dalam kaitan
ini, terlampir kami sampaikan Bilyet Depot Simpanan (BDS) SBI yang disertai Surat Keterangan
Surat Berharga yang Dijaminkan (SKSD) SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah, Perjanjian Kredit,
dan Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai.
Data tersebut kami sampaikan dengan sebenarnya.
Apabila di kemudian hari terbukti data tersebut di atas
tidak benar, kami bersedia untuk mempertanggung-
jawabkannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Demikian permohonan kami.
….…..., ........ (tempat, tanggal)
Direksi/CEO/Pejabat Bank yang berwenang
(Nama Bank…..)
ttd
Meterai
cc. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia
*) Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kliring
Jakarta, permohonan disampaikan kepada Kantor Bank
15
Indonesia setempat c.q. Seksi Pelaksana Kebijakan
Moneter, dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan
Moneter dan Direktorat Pengawasan Bank terkait.
16
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal
30 Oktober 2000
Lampiran 4
B A N K I N D O N E S I A
Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan -
Sertifikat Bank Indonesia
(SKSD-SBI)
No.
Kepada
:
: Bagian Operasi Pasar Uang
Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10110
("Nama Bank Pemilik Sertifikat Bank Indonesia")
Surat ini menunjukan bahwa nilai nominal Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) telah diagunkan oleh pemilik SBI sejak xx
xxxx xxx sampai dengan xx xxxx xxx untuk untung Penerima
Agunan. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan Agunan
ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Bagian Penyelesaian
Transaksi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank
Indonesia, sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku SKSD-
SBI. Surat ini dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu
SKSD-SBI.
Rincian SBI
J
u
m
la
h
N
o
m
in
al
Tanggal BDS
Nomor BDS
Nomor Seri
Lembar :
:
:
:
Jakarta, xx xxxx xxx
17
Bagian Penyelesaian Transaksi
Pasar Uang
Bank Indonesia
18
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal
30 Oktober 2000
Lampiran 5
B A N K I N D O N E S I A
Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan
(SKSD)
No.
Kepada
:
: Bagian Operasi Pasar Uang
Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10110
("Nama Bank Pemegang Rekening")
Surat ini menunjukan bahwa nilai nominal Obligasi
Pemerintah telah diagunkan oleh pemegang rekening sejak xx
xxxx xxx sampai dengan xx xxxx xxx untuk untung Penerima
Agunan. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan Agunan
ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Central Registry
sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku SKSD. Surat ini
dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD.
Rincian Surat Berharga
J
u
m
la
h
N
o
m
in
al
Seri Obligasi
:
Kupon Obligasi :
Tanggal Jatuh
:
Jakarta, xx xxxx xxx
Bagian Penyelesaian Transaksi
Pasar Uang
Bank Indonesia
19
20
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal 30
Oktober 2000
Lampiran 2
PERJANJIAN KREDIT
DALAM RANGKA FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK
Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertanda tangan di
bawah ini :
1. .………………………………… , Pimpinan, Direktorat Pengelolaan
Moneter, Bank Indonesia, bertempat tinggal
di Jakarta atau Pemimpin Cabang Bank
Indonesia …………., bertempat tinggal di
…………….
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang
selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA;
(Ctt. : Sesuai dengan pendelegasian wewenang yang diatur dalam
Peraturan Dewan Gubenur, apabila sudah ada. Jika belum ada,
harus dengan Surat Kuasa dari Gubernur)
2. …………………………………. , Direktur Bank ……………, bertempat
tinggal di ………………….
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas atas nama Bank ………….. yang
diberi kuasa sesuai dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya
disebut sebagai PIHAK KEDUA,
(Ctt. : Dengan persetujuan komisaris apabila dalam anggaran dasar
diminta).
menyatakan sepakat untuk mengadakan Perjanjian Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek dalam rangka mengatasi kesulitan
jangka pendek sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 2/20/PBI/2000 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Umum, dengan ketentuan dan syarat-syarat
sebagai berikut :
Pasal 1
PIHAK PERTAMA memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek bagi PIHAK KEDUA untuk jangka waktu 1 (satu) hari
atau overnight sebesar Rp………………. (………………
rupiah), yang berlaku dari tanggal …………….. sampai
dengan tanggal ……………...
21
Pasal 2
(1) Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA didasarkan kepada
permohonan PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA dan sepanjang PIHAK
KEDUA memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek;
b. memiliki agunan yang mencukupi;
c. belum memanfaatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek selama 90
(sembilan puluh) hari berturut-turut; dan
d. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diajukan untuk jangka waktu 1
(satu) hari atau overnight.
(2) Besarnya pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 setinggi-tingginya sebesar perkiraan saldo negatif rekening giro
Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA yang diperkirakan oleh
PIHAK KEDUA akan terjadi pada hari permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek diajukan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA.
Pasal 3
Dalam hal di kemudian hari diketahui bahwa PIHAK KEDUA
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) tersebut di atas, PIHAK PERTAMA berhak
untuk setiap waktu menarik kembali Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek yang diberikan kepada PIHAK PERTAMA.
Pasal 4
(1) Atas Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
PIHAK KEDUA memberikan kepada PIHAK PERTAMA agunan berupa
Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah yang dimiliki PIHAK
KEDUA dengan rincian …….
(2) Pengikatan agunan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan dengan gadai yang akan dibuat dalam perjanjian
tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian ini.
Pasal 5
Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek kepada PIHAK
KEDUA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dikenakan
biaya bunga sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/20/PBI/2000 tanggal 12
September 2000 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Bagi Bank Umum.
22
Pasal 6
Untuk pelunasan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, PIHAK PERTAMA
berwenang dan akan melakukan pendebetan rekening giro
Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA pada
tanggal jatuh waktu Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
sebesar Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diberikan
PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA ditambah biaya
bunga Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.
Pasal 7
(1) Dalam hal menurut perkiraan yang wajar dari PIHAK KEDUA dan/atau
perkiraan yang wajar dari PIHAK PERTAMA pendebetan rekening giro Rupiah
PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA oleh PIHAK PERTAMA
mengakibatkan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA
bersaldo negatif, PIHAK KEDUA dengan ini memberikan kuasa khusus yang
tidak dapat dicabut kembali oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA,
untuk menjual agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan mengambil
hasil penjualan agunan tersebut untuk pelunasan Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek PIHAK KEDUA.
(2) Dalam hal hasil penjualan agunan tidak dapat melunasi Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek yang diperoleh PIHAK KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek dan biaya penjualan agunan, maka PIHAK KEDUA
wajib melunasi kekurangannya dari harta kekayaan PIHAK KEDUA.
(3) Dalam hal hasil penjualan agunan lebih besar dari jumlah Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek yang diperoleh PIHAK KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek dan biaya penjualan agunan, maka PIHAK
PERTAMA mengkredit rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK
PERTAMA sebesar nilai kelebihan dimaksud.
Pasal 8
Atas pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek ini,
PIHAK KEDUA tidak dikenakan biaya provisi.
Pasal 9
Mengenai perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala
akibatnya, para pihak memilih domisili di Kantor Panitera
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
23
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di ……….., dalam
rangkap 2 (dua), masing-masing bermeterai cukup dan
mempunyai kekuatan hukum yang sama.
………….., ……….(tempat &
tanggal)
PIHAK PERTAMA
PIHAK KEDUA
24
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal 30
Oktober 2000
Lampiran 6
Kepada *)
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta, 10110
Perihal : Permohonan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan
(SKSD) SBI
--------------------------------------------------------------------------------------------
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No2/xx/DPM tanggal xx Oktober 2000 perihal Tata
Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum, dengan ini kami mengajukan
permohonan penerbitan SKSD-SBI untuk diagunkan kepada Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat
Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, yang digunakan untuk memperoleh Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek dari Bank Indonesia, dan untuk memblokir seluruh kepemilikan Saya/Kami atas SBI dengan
perincian sebagai berikut**):
Tanggal BDS-SBI
Nomor BDS-SBI
Rincian SBI dan Nominal :
sejak tanggal …… sampai dengan …….
Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengajukan
permohonan untuk melakukan pemecahan BDS-SBI
dengan perincian sebagai berikut ***):
Rincian BDS-SBI Awal
Permohonan Pemecahan BDS-SBI
BDS-SBI #1 untuk FPJP
Tanggal BDS-SBI:
Nomor BDS-SBI
:
Rincian SBI dan Nominal:
Demikian permohonan kami.
….…..., ........ (tempat, tanggal)
Direksi/CEO/Pejabat Bank yang berwenang
(Nama Bank…..)
ttd
Meterai
Rincian SBI dan Nominal:
BDS-SBI #2
Rincian SBI dan
Nominal:
:
:
25
*) Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kliring
Jakarta, permohonan disampaikan kepada Kantor Bank
Indonesia setempat, dengan tembusan kepada Direktorat
Pengelolaan Moneter dan Direktorat Pengawasan Bank
terkait.
**) Dalam hal permohonan SKSD-SBI tidak disertai dengan pemecahan BDS-SBI.
***)Dalam hal permohonan SKSD-SBI disertai dengan pemecahan BDS-SBI.
26
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal 30
Oktober 2000
Lampiran 7
BI-SKRIP
Pemohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga yang
Diagunkan (SKSD)
Nomor _________
Kepada :
Saya/Kami:
PIHAK PEMBERI AGUNAN
Nama Pemegang Rekening Surat Berharga
Diisi dengan pemilik rekening di central registry
Alamat :
No. Telp :
Dengan ini mengajukan permohonan kepada Sub-Registry/Central Registry untuk menerbitkan Surat
Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak penerima agunan
sebagai berikut:
PIHAK PENERIMA AGUNAN
Nama
Alamat
Nomor Rekening Surat Berharga
Diisi dengan no di central registry
Dan untuk memblokir seluruh kepemilikan Saya/Kami atas surat berharga sebagai berikut :
Seri Surat Berharga
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai nominal yang akan diagunkan Rp
Tanggal Jatuh Waktu SKSD
Sejak tanggal penerbitan sampai dengan tanggal jatuh waktu SKSD.
Tanda tangan Pemberi Agunan
Stempel
Perusahaan
27
Tanggal:
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/21/DPM|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 30 Oktober 2000 </set_date>
<related_reg> '2/20/PBI/2000' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No. 9/19/DPM
Jakarta, 6 September 2007
SURAT EDARAN
Perihal : Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/1/DPM Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Bank Indonesia –
Scripless Securities Settlement System
Sehubungan dengan perkembangan transaksi Surat Berharga di pasar
sekunder yang dilakukan oleh Peserta BI-SSSS, khususnya terkait transaksi yang
setelmennya dilakukan secara Free of Payment (FoP), dipandang perlu untuk
mengubah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/1/DPM Tanggal 16 Februari 2004
perihal Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System sebagai berikut:
1. Ketentuan butir V.C.1.h. pada halaman 31 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
h. Setelmen transaksi Surat Berharga di pasar perdana dan di pasar sekunder
secara FoP hanya dilakukan untuk perpindahan kepemilikan Surat Berharga
dalam rangka hibah, warisan, pelunasan kewajiban dari dan kepada Bank
Indonesia atau Pemerintah dan tujuan lainnya, misalnya dalam rangka
penutupan rekening Surat Berharga, jual beli Surat Berharga antar nasabah
dalam Sub-Registry yang sama dengan jenis investor dan/atau status residen
berbeda, tukar menukar SUN terkait transaksi Exchange Traded Fund (ETF)
dan pinjam meminjam Surat Berharga sepanjang telah disetujui oleh instansi
yang berwenang.
2. Ketentuan butir V.C.5.e pada halaman 50 dan 51 ditambahkan 2 butir, yakni
butir 6) dan butir 7) sehingga berbunyi sebagai berikut:
Peserta ...
2
Peserta BI-SSSS melakukan setelmen transaksi transfer Surat Berharga secara
FoP dengan menggunakan SSTS Construct Sales/Transfer :
1) Peserta BI-SSSS sebagai pemberi dan penerima melakukan input data
setelmen transaksi transfer pada ST masing-masing Peserta BI-SSSS.
2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data setelmen transaksi
transfer secara otomatis akan terkirim ke SCC.
3) Dalam hal data setelmen transaksi transfer telah diterima SCC dari kedua
belah pihak, proses macthing data akan dilakukan secara otomatis oleh
sistem.
4) Dalam hal data setelmen transaksi telah macthing dan saldo pada rekening
Surat Berharga pemberi mencukupi, sistem secara otomatis melakukan
setelmen Surat Berharga dengan mendebet rekening Surat Berharga pemberi
dan mengkredit rekening Surat Berharga penerima sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang ditransfer.
5) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga pemberi tidak mencukupi untuk
kewajiban setelmen Surat Berharga sampai dengan saat cut-off warning BI-
SSSS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi transfer Surat
Berharga dimaksud.
6) Dalam melakukan input data setelmen sebagaimana dimaksud pada butir 1),
Peserta BI-SSSS harus mencantumkan keterangan mengenai jenis transaksi
dan harga transaksi.
7) Keharusan pengisian keterangan mengenai harga sebagaimana dimaksud
pada butir 6) dikecualikan untuk setelmen transaksi FoP dalam rangka hibah
atau warisan.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 6 September
2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian ...
3
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/19/DPM|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/1/DPM Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System </reg_title>
<set_date> 6 September 2007 </set_date>
<effective_date> 6 September 2007 </effective_date>
<changed_reg> '6/1/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/1/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No. 14/ 32 /DPM
Jakarta, 7 November 2012
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN LEMBAGA
PERANTARA DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo)
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank
Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka
Syariah.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/36/PBI/2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4944) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/24/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2011
Nomor 119), perlu ditetapkan ketentuan mengenai tata cara transaksi
repurchase agreement (repo) SBSN dengan Bank Indonesia dalam
rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan :
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Perbankan Syariah yang berlaku.
3. Unit …
2
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Perbankan Syariah yang berlaku.
4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan
valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama.
5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah.
6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa
kupon dan/atau secara diskonto.
7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara
Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon
dan/atau secara diskonto.
8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS
adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia
dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi
pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan
prinsip syariah.
9. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT
Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan
prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Bank dan pihak lain dalam rangka OMS.
10. Haircut adalah faktor pengurang harga SBSN yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
11. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer …
3
transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Sistem BI-RTGS.
12. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai BI-SSSS.
13. Transaksi Repurchase Agreement SBSN Dalam Rangka Operasi
Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut Repo SBSN
OPT Syariah adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali oleh
Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati
dalam rangka OPT Syariah.
14. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga milik
Bank yang digunakan untuk mencatat kepemilikan surat
berharga di central registry pada BI-SSSS yang dapat
diperdagangkan.
15. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata
uang rupiah di Bank Indonesia.
16. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah
setelmen transaksi surat berharga dengan cara setelmen surat
berharga dilakukan bersamaan dengan setelmen dana.
17. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
18. Marjin …
4
18. Marjin Repo SBSN adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam
setahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang
melakukan Repo SBSN OPT Syariah.
II. PERSYARATAN UMUM
1. Repo SBSN OPT Syariah merupakan instrumen yang digunakan
oleh Bank Indonesia untuk penambahan likuiditas Bank dalam
rangka OMS atau ekspansi moneter.
2. Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan menggunakan akad
al bai’ (jual beli) yang disertai dengan al wa’d (janji) oleh Bank
kepada Bank Indonesia, dalam dokumen terpisah, untuk
membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu
yang disepakati.
3. Jangka waktu Repo SBSN OPT Syariah paling singkat 1 (satu)
hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan
dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu.
4. Repo SBSN OPT Syariah dapat dilakukan pada setiap hari kerja
Bank Indonesia.
5. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Repo SBSN OPT
Syariah sebagai berikut :
a. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan Sistem BI-
RTGS;
b. tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan OMS;
c. memiliki Rekening Giro; dan
d. memiliki Rekening Surat Berharga.
6. Bank mengajukan Repo SBSN OPT Syariah kepada Bank
Indonesia untuk kepentingan diri sendiri.
7. Bank …
5
7. Bank dapat mengajukan penawaran Repo SBSN OPT Syariah
secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
8. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Repo SBSN OPT
Syariah untuk kepentingan Bank.
9. Persyaratan Lembaga Perantara adalah sebagai berikut:
a. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS; dan
b. tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh
otoritas pengawas yang berwenang.
10. Bank mengajukan Repo SBSN OPT Syariah setelah
menandatangani Janji (wa’d) Untuk Membeli Kembali SBSN
Dalam Rangka Repo SBSN Dengan Bank Indonesia yang telah
dibubuhi materai cukup sebagaimana contoh yang tercantum
pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini, dan
menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan
kepada Bank Indonesia.
11. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 10
meliputi :
a. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di
Indonesia:
1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir
yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi
untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d)
dilakukan oleh direksi;
2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada
angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat
yang menandatangani Janji (wa’d) jika penandatangan
Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh direksi;
3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan
hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan
direksi …
6
direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji
(wa’d) dilakukan oleh direksi; atau
4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada
angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat
yang menandatangani perjanjian jika penandatangan
perjanjian tidak dilakukan oleh direksi; dan
5) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu
Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat yang
berwenang untuk menandatangani perjanjian.
b. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar
negeri :
1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor
pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk
mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d)
dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO);
2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka
1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang
diberikan wewenang untuk menandatangani Janji (wa’d)
jika penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh
CEO; atau
3) dalam hal penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan
oleh CEO maka surat kuasa (power of attorney) dari
kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1)
harus memuat hak CEO untuk mengalihkan
kewenangannya (hak substitusi); dan
4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu
Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank
yang berwenang untuk menandatangani perjanjian.
12. Penandatanganan …
7
12. Penandatanganan Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada
angka 10 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan
repo dengan Bank Indonesia.
13. Janji (wa’d) yang telah ditandatangani berlaku seterusnya
sepanjang tidak ada perubahan isi Janji (wa’d) dan/atau
perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan daerah
mengenai kewenangan Direksi Bank untuk mewakili Bank atau
ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai
pendelegasian wewenang.
14. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 10 dan angka 11
disampaikan dengan surat pengantar kepada :
Direktur Eksekutif
Departemen Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. M.H Thamrin No.2
Jakarta 10350
15. Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan mekanisme lelang
melalui BI-SSSS.
16. Pelaksanaan lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan
metode sebagai berikut:
a. Harga Tetap (fixed rate tender) dengan Marjin Repo SBSN
ditetapkan Bank Indonesia; atau
b. Harga Beragam (variable rate tender) dengan Marjin Repo
SBSN diajukan Bank dan Lembaga Perantara.
17. Pengajuan penawaran lelang Repo SBSN OPT Syariah:
a. Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara
mengajukan penawaran Repo SBSN OPT Syariah kepada
Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang
ditetapkan.
b. Pengajuan …
8
b. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Bank dan
Lembaga Perantara paling sedikit 1.000 (seribu) unit atau
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
c. Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran Repo SBSN OPT Syariah yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
d. Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
III. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN
1. SBSN milik Bank yang dapat di-repo-kan adalah:
a. SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek.
b. tercatat dalam Rekening Surat Berharga di BI-SSSS;
c. tidak sedang diagunkan;
d. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja
pada saat second leg Repo SBSN OPT Syariah.
2. Harga SBSN yang dapat di-repo-kan ditetapkan dan diumumkan
oleh Bank Indonesia di BI-SSSS dan/atau sarana lainnya
dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-
masing jenis dan seri SBSN.
3. Bank Indonesia menetapkan besarnya Haircut untuk masing-
masing jenis dan seri SBSN dalam rangka penentuan nilai
setelmen Repo SBSN OPT Syariah (first leg).
4. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan Haircut dan
mengumumkan perubahan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya.
5. Marjin …
9
5. Marjin Repo SBSN diperhitungkan pada saat setelmen second
leg Repo SBSN OPT Syariah.
6. Hak penerimaan kupon/imbalan atas SBSN yang di-repo-kan
selama periode Repo SBSN OPT Syariah tetap merupakan milik
Bank.
IV. PENGUMUMAN DAN PENGAJUAN REPO SBSN OPT SYARIAH
1. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Repo SBSN OPT
Syariah paling lambat sebelum window time melalui BI-SSSS,
Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
2. Pengumuman rencana lelang Repo SBSN OPT Syariah memuat
antara lain:
a. tanggal lelang;
b. jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
c. metode lelang;
d. target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode
variable rate tender);
e. Marjin Repo SBSN (apabila lelang dilakukan dengan metode
fixed rate tender);
f.
jenis dan seri SBSN yang dapat di-repo-kan;
g. Haircut;
h. window time; dan/atau
i.
tanggal dan waktu setelmen.
3. Window time Repo SBSN OPT Syariah dapat dilakukan antara
pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB.
4. Pengajuan penawaran Repo SBSN OPT Syariah antara lain
meliputi:
a. nilai …
10
a. nilai nominal, jenis dan seri SBSN yang di-repo-kan, untuk
lelang dengan metode fixed rate tender; atau
b. nilai nominal, jenis dan seri SBSN yang di-repo-kan dan
Marjin Repo SBSN, untuk lelang dengan metode variable rate
tender,
untuk masing-masing jangka waktu Repo SBSN OPT Syariah
yang akan dilakukan.
5. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender,
pengajuan setiap penawaran Marjin Repo SBSN dilakukan
dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
V. PENETAPAN PEMENANG LELANG REPO SBSN OPT SYARIAH
1. Dalam hal lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan
metode fixed rate tender, maka penetapan kuantitas Repo SBSN
OPT Syariah yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a. Penawaran kuantitas yang diajukan oleh Bank dimenangkan
seluruhnya.
b. Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan
Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan
secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Dalam hal lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan
metode variable rate tender, maka penetapan kuantitas Repo
SBSN OPT Syariah yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a. Bank Indonesia menetapkan Marjin Repo SBSN terendah
yang dapat diterima (stop out rate/SOR); dan
b. Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan
dengan cara:
1) dalam …
11
1) dalam hal Marjin Repo SBSN yang diajukan Bank lebih
tinggi dari SOR yang ditetapkan, Bank yang
bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Repo
SBSN OPT Syariah yang diajukan; dan
2) dalam hal Marjin Repo SBSN yang diajukan Bank sama
dengan SOR yang ditetapkan, maka Bank yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari
penawaran Repo SBSN OPT Syariah yang diajukan
dengan perhitungan secara proporsional dengan
pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang Repo
SBSN OPT Syariah berdasarkan metode fixed rate tender dan
variable rate tender terdapat pada Lampiran II yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
3. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang
lelang Repo SBSN OPT Syariah.
VI. PENGUMUMAN HASIL LELANG REPO SBSN OPT SYARIAH
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Repo SBSN OPT
Syariah setelah window time ditutup, sebagai berikut:
1. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS,
antara lain berupa nilai nominal yang dimenangkan dan Marjin
Repo SBSN; dan
2. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau
sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran
yang dimenangkan dan/atau rata-rata tertimbang Marjin Repo
SBSN.
VII. SETELMEN …
12
VII. SETELMEN REPO SBSN OPT SYARIAH
1. Setelmen Repo SBSN OPT Syariah melalui BI-SSSS dilakukan
dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross
to gross) dan DVP.
2. Setelmen first leg
a. Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat
1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Repo
SBSN OPT Syariah.
b. Nilai setelmen first leg dihitung sebagai berikut :
a. Dalam hal SBSN Jangka Panjang
nilai
setelmen
= SBSN yang × "harga
nominal
di-repo-kan
SBSN
− %&
'(
)* +
b. Dalam hal SBSN Jangka Pendek
&'' ( ,
kupon/imbalan
SBSN
Keterangan :
Harga SBSN
: Harga SBSN sebagaimana
diumumkan pada BI-SSSS
pada tanggal Repo SBSN OPT
Syariah.
Haircut
: Haircut
sebagaimana
diumumkan pada BI-SSSS
pada Repo SBSN OPT Syariah.
Accrued
kupon/imbalan
:
- Accrued kupon/imbalan
dihitung sejak 1 (satu) hari
sesudah
tanggal
pembayaran kupon/imbalan
terakhir sampai dengan
tanggal setelmen first leg.
- Perhitungan …
13
- Perhitungan
kupon/imbalan
accrued
SBSN
didasarkan pada jumlah
hari yang sebenarnya (actual
per actual).
c. Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan
BI-SSSS sebagai berikut :
1) mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal SBSN yang di-repo-kan; dan
2) mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen first
leg.
d. Bank wajib memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening Surat
Berharga yang mencukupi untuk setelmen first leg.
e. Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN di
Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan waktu yang
ditetapkan untuk setelmen, sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan Repo SBSN OPT Syariah yang tidak didukung
dengan surat berharga yang mencukupi.
f. Atas batalnya Repo SBSN OPT Syariah sebagaimana
dimaksud dalam huruf e, Bank yang bersangkutan
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah.
g. Dalam hal pada lelang yang sama terdapat lebih dari 1
(satu) kali pembatalan Repo SBSN OPT Syariah (first leg),
dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian
sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi
tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
3. Setelmen …
14
3. Setelmen second leg
a. Pada tanggal Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second
leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second
leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off
warning Sistem BI-RTGS.
b. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi
untuk setelmen second leg.
c. Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per
transaksi (gross to gross) sebagai berikut:
1) mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen second
leg; dan
2) mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal SBSN yang di-repo-kan yang jatuh waktu.
d. Nilai setelmen second leg dihitung sebagai berikut :
Nilai
Nilai
Setelmen =
'01,
Setelmen
+
Nilai Marjin
Repo
SBSN
dimana :
Nilai Marjin Repo SBSN adalah penerimaan Bank Indonesia
sesuai jangka waktu Repo SBSN OPT Syariah.
e. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran
kupon/imbalan atas SBSN yang di-repo-kan pada periode
Repo SBSN OPT Syariah, maka kupon/imbalan dimaksud
mengurangi kewajiban Bank pada Repo SBSN OPT Syariah
jatuh waktu (second leg) dengan perhitungan sebagai
berikut:
setelmen
Nilai
second leg
=
setelmen
Nilai
first
leg
+
Marjin
Repo
-
N kupon/imbalan
yang diterima
ilai
B Indonesia
ank
f. Dalam …
15
f. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran
kupon/imbalan sebagaimana dimaksud pada huruf e , maka
perhitungan Marjin Repo SBSN sejak tanggal pembayaran
kupon/imbalan didasarkan pada nilai setelmen first leg
dikurangi penerimaan kupon/imbalan dimaksud.
g. Dalam hal setelah terjadinya Repo SBSN OPT Syariah,
tanggal Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg)
ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan
setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa
memperhitungkan tambahan Marjin Repo SBSN untuk hari
libur dimaksud.
h. Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan
cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second
leg).
i. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran
kupon/imbalan SBSN setelah Repo SBSN OPT Syariah jatuh
waktu (second leg), maka Bank Indonesia akan mengkredit
Rekening Giro sebesar kupon/imbalan dimaksud pada
tanggal penerimaan kupon/imbalan.
4. Kegagalan Setelmen Second Leg
a. Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg
sebagaimana dimaksud pada butir 3.h, maka Repo SBSN
OPT Syariah diperlakukan sebagai transaksi penjualan
secara outright oleh Bank dengan perhitungan setelmen
transaksi outright dan penggunaan harga SBSN transaksi
outright sebagai berikut :
1) Dalam …
16
1) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
2) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
Keterangan :
Harga SBSN
Accrued
kupon/imbalan
: Harga SBSN pada transaksi first
leg.
: Hak atas kupon/imbalan SBSN
yang dihitung sejak 1 (satu) hari
sesudah tanggal pembayaran
kupon/imbalan terakhir sampai
dengan tanggal setelmen
outright.
b. Atas kegagalan setelmen second leg, Bank tetap
membayarkan Marjin Repo SBSN kepada Bank Indonesia.
c. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk
penyelesaian Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu
diakibatkan karena pembatalan setelmen second leg,
dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Bank Indonesia mengkredit/mendebet Rekening Giro
dengan memperhitungkan selisih
kupon/imbalan pada periode Repo SBSN OPT Syariah
dan Haircut yang masih menjadi hak Bank dengan
Marjin Repo SBSN yang harus dibayarkan oleh Bank.
accrued
2) Dalam …
17
2) Dalam hal terdapat kupon/imbalan yang diterima oleh
Bank pada periode Repo SBSN OPT Syariah, pendebetan
atau pengkreditan Rekening Giro sebagaimana dimaksud
pada angka 1) memperhitungkan kupon/imbalan yang
diterima oleh Bank yang harus dikembalikan kepada Bank
Indonesia.
d. Atas batalnya Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second
leg) Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah.
e. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan
setelmen second leg Repo SBSN OPT Syariah pada hari yang
sama, dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS,
pembatalan transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu)
kali.
VIII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN OPT
Syariah sebagaimana dimaksud pada butir VII.2.e dan butir
VII.3.h, Bank dikenakan sanksi berupa :
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada :
1) Departemen Perbankan Syariah, dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
(KPwBI DN) setempat cq. Divisi Pengawas Bank, dalam
hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat
di wilayah kerja KPwBI DN; dan
b. kewajiban …
18
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai transaksi Repo SBSN OPT Syariah yang
dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
c. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud
pada huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS
yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun
waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa
penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS
selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut.
2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana
dimaksud pada butir VII.3.h dan dalam hal harga SBSN pada
saat second leg lebih rendah dari harga SBSN pada transaksi
first leg, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada
angka 1, Bank dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban
membayar sebesar selisih antara harga pada transaksi first leg
dan harga pada transaksi second leg setelah dikalikan dengan
nominal SBSN yang di-repo-kan.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi larangan
mengajukan transaksi OMS sebagaimana dimaksud pada butir
1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.b dan sanksi tambahan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Bank pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
IX. PENUTUP …
19
IX. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 7
November 2012.
____________
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/32/DPM|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah. </reg_title>
<set_date> 7 November 2012 </set_date>
<effective_date> 7 November 2012 </effective_date>
<related_reg> '10/36/PBI/2008', '13/24/PBI/2011' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
|
No. 3 / 13 / DSM
Jakarta, 13 Juni 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia No.1/9/PBI/1999 tentang
Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Lembaga Keuangan Non
Bank, maka dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan pelaporan
kegiatan LLD oleh bank, peraturan pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaporan
kegiatan LLD oleh bank perlu diatur kembali sebagai berikut:
I. UMUM
A. Tujuan pelaporan
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa (LLD) oleh bank dimaksudkan
untuk memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas
devisa secara lengkap, akurat dan tepat waktu yang diperlukan terutama
untuk penyusunan Statistik Neraca Pembayaran dan Posisi Investasi
Internasional Indonesia.
B. Bank pelapor
1. Bank pelapor adalah seluruh bank umum di Indonesia yang melakukan
Kegiatan LLD baik untuk kepentingan bank maupun nasabah, dan atau
memiliki aset/kewajiban finansial luar negeri (AFLN/KFLN).
Penjelasan….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
Penjelasan lebih lanjut mengenai Kegiatan LLD dan AFLN/KFLN
dapat dilihat pada petunjuk teknis terlampir.
2. Bagi bank yang dalam periode laporan tertentu tidak melakukan
Kegiatan LLD dan atau tidak memiliki AFLN/KFLN sebagaimana
dimaksud pada butir 1 di atas wajib menyampaikan laporan nihil.
3. Bagi bank yang pada saat ketentuan ini diberlakukan tidak melakukan
Kegiatan LLD dan atau tidak memiliki AFLN/KFLN sebagaimana
dimaksud pada butir 1 di atas wajib menyampaikan surat
pemberitahuan kepada Bank Indonesia sebagaimana contoh pada
petunjuk teknis terlampir.
II. JENIS, CAKUPAN DAN FORMAT LAPORAN
A. Jenis laporan
Laporan Kegiatan LLD terdiri dari Laporan Transaksi dan Laporan Posisi.
1. Laporan Transaksi
Laporan Transaksi adalah laporan mengenai transaksi bank dan atau
nasabah yang mempengaruhi AFLN/KFLN bank pelapor.
2. Laporan Posisi
Laporan Posisi adalah laporan mengenai posisi dan mutasi dari setiap
rekening AFLN/KFLN bank pelapor.
B. Cakupan laporan
1. Laporan Transaksi
Cakupan Laporan Transaksi terdiri atas:
a. Transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu dollar Amerika
Serikat) atau ekuivalennya
Transaksi….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
Transaksi di atas USD10.000,00 atau ekuivalennya dilaporkan
secara individual dan terinci oleh bank pelapor, antara lain
mencakup jenis rekening, status dan kategori pelaku transaksi,
hubungan keuangan antar pelaku transaksi, jenis valuta dan tujuan
transaksi.
b. Transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu dollar
Amerika Serikat) atau ekuivalennya
Transaksi sampai dengan USD10.000,00 atau ekuivalennya
dilaporkan secara gabungan (lumpsum) oleh bank pelapor dan
dikelompokkan menurut jenis rekening dan jenis valuta. Laporan
gabungan tidak perlu dilengkapi dengan keterangan mengenai
status dan kategori pelaku transaksi, hubungan keuangan antar
pelaku transaksi dan tujuan transaksi.
Penjelasan lebih lanjut mengenai cakupan laporan transaksi dapat
dilihat pada Petunjuk Teknis terlampir.
Perhitungan ekuivalen USD untuk transaksi dalam mata uang selain
USD menggunakan kurs tengah yang diumumkan oleh Bank Indonesia
pada akhir bulan laporan sebelumnya.
2. Laporan Posisi
Cakupan Laporan Posisi meliputi keterangan dan data antara lain
negara debitur/kreditur dan jenis valuta dari rekening AFLN/KFLN
bank pelapor.
C. Format laporan
Laporan Transaksi dan Laporan Posisi disusun berdasarkan spesifikasi
format laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Masing-masing
laporan terdiri dari beberapa baris (record) dan setiap record terdiri dari
beberapa….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
beberapa rincian baris (field) yang dinyatakan dalam bentuk sandi-sandi
dengan format American Standard Code for Information Interchange
(ASCII).
Penjelasan lebih lanjut mengenai jenis dan format laporan dapat dilihat pada
petunjuk teknis terlampir.
III. PENYAMPAIAN LAPORAN
A. Periode Laporan
Periode Laporan (PL) adalah bulanan, yaitu dari tanggal 1 (satu) sampai
dengan akhir bulan.
B. Masa Penyampaian Laporan
Masa Penyampaian Laporan (MPL) adalah selama satu bulan setelah
berakhirnya PL, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk laporan yang disampaikan secara on-line, batas akhir MPL
adalah akhir bulan MPL pukul 24.00 WIB, termasuk hari Sabtu dan
hari libur.
Contoh-1:
Untuk kegiatan LLD periode laporan bulan April 2001, MPL adalah
tanggal 1 sampai dengan 31 Mei 2001 (hari Kamis) pukul 24.00 WIB.
Contoh-2:
Untuk kegiatan LLD periode laporan bulan Mei 2001, MPL adalah
tanggal 1 sampai dengan 30 Juni 2001 (hari Sabtu) pukul 24.00 WIB.
2. Untuk laporan yang disampaikan secara off-line, batas akhir MPL
adalah pada akhir bulan MPL pukul 16.00 waktu setempat. Apabila
akhir bulan MPL jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, maka
penyampaian laporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
Contoh….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
Contoh:
Untuk kegiatan LLD periode laporan bulan Mei 2001, MPL adalah
tanggal 1 sampai dengan tanggal 29 Juni 2001 (hari Jum’at) pukul
16.00 waktu setempat.
3. Apabila penyampaian laporan dilakukan setelah batas akhir MPL
sebagaimana disebutkan pada butir 1 dan 2 sampai dengan akhir bulan
berikutnya setelah MPL, maka bank pelapor dinyatakan terlambat
menyampaikan laporan.
Contoh:
Laporan Kegiatan LLD untuk periode laporan bulan April 2001
diterima Bank Indonesia pada tanggal 1 Juni 2001, maka bank pelapor
dinyatakan terlambat menyampaikan laporan.
4. Dalam hal terjadi kendala teknis dalam penyampaian laporan Kegiatan
LLD secara on-line, bank pelapor dapat menghubungi Kantor Pusat
Bank Indonesia selama hari kerja sampai dengan pukul 16.00 WIB.
C. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan
Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan (MKPL) adalah periode
penyampaian laporan setelah berakhirnya MPL yang ditetapkan selama
satu bulan, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penyampaian laporan hanya dapat dilakukan secara off-line.
2. Batas akhir MKPL adalah pada akhir bulan MKPL pukul 16.00 waktu
setempat. Apabila akhir bulan MKPL jatuh pada hari Sabtu atau hari
libur, maka penyampaian laporan dilakukan pada hari kerja
sebelumnya.
Contoh:….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
Contoh:
MKPL Kegiatan LLD untuk periode laporan bulan April 2001 adalah
selama bulan Juni 2001 dengan batas akhir MKPL pada tanggal 29 Juni
2001 (hari Jum’at) pukul 16.00 waktu setempat.
3. Bank pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila sampai
dengan batas akhir MKPL, laporan Kegiatan LLD belum diterima oleh
Bank Indonesia.
Contoh:
Sampai dengan tanggal 29 Juni 2001 (hari Jum’at) pukul 16.00 waktu
setempat, Bank Indonesia belum menerima laporan Kegiatan LLD bank
pelapor untuk periode laporan bulan April 2001.
D. Cara penyampaian laporan
Laporan Kegiatan LLD disampaikan kepada Bank Indonesia oleh kantor
pusat bagi bank pelapor yang berkantor pusat di dalam negeri dan oleh
kantor cabang koordinator bagi bank pelapor yang berkantor pusat di luar
negeri, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bagi bank pelapor yang berkedudukan di wilayah Jakarta, Bogor,
Tangerang dan Bekasi (Jabotabek), laporan disampaikan secara on-line
melalui jaringan khusus (ekstranet BI) kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia (KPBI). Apabila terdapat kendala dalam penyampaian
laporan secara on-line tersebut, maka laporan disampaikan kepada
Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Bank Indonesia, Gedung B
lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta secara off-line dengan
menggunakan disket atau media lainnya dalam bentuk softcopy, dan
disertai dengan alasan-alasan secara tertulis.
2. Bagi bank pelapor yang berkedudukan di luar wilayah Jabotabek,
laporan dapat disampaikan secara off-line kepada Kantor Bank
Indonesia….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
Indonesia (KBI) setempat atau secara on-line kepada KPBI. Bank
pelapor yang saat ini menyampaikan laporan secara off-line dan akan
menyampaikan laporan secara on-line, terlebih dahulu harus
mengajukan permohonan secara tertulis untuk mendapatkan username
dan password kepada KBI setempat dengan tembusan kepada Bagian
Statistik Neraca Pembayaran, Bank Indonesia, Gedung B lantai 14, Jl.
M.H. Thamrin No. 2 Jakarta.
3. Laporan Kegiatan LLD yang disampaikan oleh bank pelapor baik
secara on-line maupun off-line dinyatakan telah diterima Bank
Indonesia apabila status laporan tersebut telah memenuhi persyaratan
kuantitas dan kualitas (yang ditandai dengan ‘UJI KUALITAS OK’
dalam sistem komputer Bank Indonesia) sebagaimana dijelaskan dalam
petunjuk teknis terlampir.
4. Tanggal penerimaan laporan yang telah memenuhi persyaratan
kuantitas dan kualitas pada butir 3 adalah tanggal penerimaan file
laporan (yang ditandai dengan ‘FILE OK’ dalam sistem komputer Bank
Indonesia).
5. Apabila bank pelapor menyampaikan laporan koreksi dalam MPL
untuk mengganti laporan Kegiatan LLD yang dinyatakan telah diterima
sebagaimana dimaksud pada butir 3, maka status laporan yang berlaku
adalah sesuai dengan status laporan (koreksi) yang terakhir
disampaikan oleh bank pelapor kepada Bank Indonesia.
Contoh:
Bank pelapor telah menyampaikan laporan Kegiatan LLD untuk
periode laporan bulan April 2001 pada tanggal 10 Mei 2001 dan telah
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Pada tanggal 15 Mei
bank pelapor menyampaikan laporan koreksi atas laporan yang
disampaikan pada tanggal 10 Mei 2001 dan telah memenuhi
persyaratan….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya apabila pada tanggal 31
Mei 2001 (akhir bulan MPL) bank pelapor melakukan koreksi kembali
dan sampai dengan pukul 24.00 WIB masih belum memenuhi
persyaratan kuantitas dan kualitas, maka status laporan yang berlaku
adalah status laporan yang disampaikan tanggal 31 Mei 2001. Dalam
hal ini bank pelapor dinyatakan belum menyampaikan laporan.
Penjelasan lebih lanjut mengenai penyampaian laporan secara on-line dan
off-line dapat dilihat pada petunjuk teknis terlampir.
IV. KOREKSI DAN KLARIFIKASI LAPORAN
Dalam hal laporan yang diterima oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada butir III.D.3 masih tidak lengkap dan atau tidak benar, maka bank
pelapor harus menyampaikan laporan koreksi.
Laporan dinyatakan tidak lengkap apabila laporan belum dilengkapi dengan
rincian cakupan laporan sebenarnya dan secara teknis masih diisi dengan
sandi sementara, sedangkan laporan dinyatakan tidak benar apabila laporan
masih mengandung kesalahan dan atau tidak sesuai dengan fakta yang
sebenarnya.
Bank pelapor dapat melakukan koreksi baik selama MPL maupun setelah
MPL. Koreksi setelah MPL hanya dapat dilakukan setelah adanya surat
permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia.
A. Selama MPL
Bank pelapor dapat melakukan koreksi atas laporan yang telah
disampaikan apabila laporan tersebut tidak lengkap dan atau tidak benar.
B. Setelah MPL
1. Apabila terdapat laporan yang diindikasikan tidak benar, Bank
Indonesia akan meminta klarifikasi secara tertulis kepada bank pelapor
disertai….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
disertai dengan daftar field yang diindikasikan tidak benar dalam
bentuk hardcopy atau softcopy.
2. Bank pelapor wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis selambat-
lambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya surat
permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia. Tanggapan dimaksud dapat
disampaikan dengan koreksi dan atau klarifikasi (tanpa koreksi).
Tanggapan disampaikan dengan koreksi apabila laporan yang
diindikasikan tidak benar oleh Bank Indonesia diakui oleh bank
pelapor, sehingga harus dilakukan koreksi. Sementara itu, apabila
laporan yang diindikasikan tidak benar oleh Bank Indonesia dianggap
benar oleh bank pelapor sesuai dengan keterangan dan data yang
dimiliki, maka bank cukup memberikan tanggapan berupa klarifikasi
tanpa melakukan koreksi. Koreksi yang disampaikan oleh bank pelapor
hanya dapat dilakukan secara off-line dengan menggunakan disket dan
atau media lainnya dalam bentuk soft-copy dan bank pelapor wajib
melampirkan daftar field yang dikoreksi.
3. Apabila bank pelapor tidak menyampaikan tanggapan sebagaimana
dimaksud dalam butir 2 di atas, maka laporan yang diindikasikan tidak
benar oleh Bank Indonesia dianggap diakui ketidakbenarannya oleh
bank pelapor, dan Bank Indonesia akan mengenakan sanksi denda
laporan tidak benar sesuai dengan jumlah field yang diindikasikan
tidak benar.
4. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan
langsung (on-site) terhadap laporan bank yang masih diragukan
kebenarannya oleh Bank Indonesia, yang meliputi antara lain
pemeriksaan bukti pembukuan, catatan dan dokumen yang berkaitan
dengan pelaporan dimaksud.
V. PROSEDUR ….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
V. PROSEDUR PEROLEHAN INFORMASI
Dalam rangka mendukung kelancaran penyampaian laporan Kegiatan LLD
kepada Bank Indonesia, ditetapkan hal-hal sebagai berikut:
1. Bank wajib meminta keterangan dan data kepada nasabah yang
melakukan Kegiatan LLD melalui bank.
2. Dalam hal suatu Kegiatan LLD melibatkan lebih dari satu bank di dalam
negeri, maka untuk mendukung kelancaran pelaporan ditetapkan sebagai
berikut:
a. Bank dapat melakukan tukar menukar informasi yang diperlukan
untuk pelaporan Kegiatan LLD dengan bank lain.
b. Tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud pada butir a wajib
memperhatikan batas waktu MPL.
c. Untuk keperluan komunikasi antar bank dalam rangka tukar menukar
informasi mengenai LLD, setiap bank harus menunjuk petugas bank
(contact person) yang bertanggung jawab terhadap kelancaran arus
komunikasi antar bank beserta alamat yang dapat dihubungi (e-mail
address, nomor telepon dan atau nomor faksimili). Nama-nama dan
alamat petugas bank tersebut harus disampaikan kepada Bank
Indonesia. Apabila terdapat perubahan nama-nama dan alamat
petugas bank, maka bank pelapor segera memberitahukan kepada
Bank Indonesia.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pelaporan Kegiatan LLD yang
melibatkan lebih dari satu bank pelapor di dalam negeri dapat dilihat
pada petunjuk teknis terlampir.
VI. SANKSI
A. Laporan yang tidak lengkap dan atau tidak benar
Bagi bank pelapor yang menyampaikan laporan tidak lengkap dan atau
tidak benar sebagaimana
dimaksud
pada butir
IV dikenakan
sanksi....
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah)
untuk
setiap
field. Apabila laporan yang tidak benar ditemukan
berdasarkan pemeriksaan langsung (on-site) oleh Bank Indonesia, maka
bank pelapor dikenakan sanksi denda sebesar Rp100.000,00 (seratus
ribu rupiah) untuk setiap field. Maksimum sanksi denda untuk laporan
tidak lengkap dan atau tidak benar adalah sebesar Rp.100.000.000,00
(seratus juta rupiah) per periode laporan.
Contoh-1:
Dari seluruh record transaksi dalam laporan bulan April 2001 terdapat
1 record yang menggunakan sandi dummy yaitu untuk field status
penerima (Y1) dan untuk field kategori penerima (Y1) serta 2 record
yang menggunakan sandi dummy untuk field tujuan transaksi
(1YYY/2YYY).
Berdasarkan contoh tersebut, maka bank pelapor dikenakan sanksi
denda sebesar Rp200.000,00 (4 field x Rp50.000,00).
Contoh-2:
Dari seluruh record dalam Laporan Posisi AFLN/KFLN bulan April
2001 terdapat 1 record posisi AFLN yang menggunakan sandi dummy
untuk field negara debitur (Y1) dan 2 record posisi KFLN yang
menggunakan sandi dummy untuk field negara kreditur (Y1).
Berdasarkan contoh tersebut, maka bank pelapor dikenakan sanksi
denda sebesar Rp150.000,00 (3 field x Rp50.000,00).
Contoh-3:
Berdasarkan pemeriksaan langsung (on-site), ditemukan bahwa dari
seluruh record transaksi dalam laporan bulan April 2001 terdapat 2
field yang tidak benar dalam 1 record, yaitu nilai pengiriman dana yang
seharusnya sebesar JPY120.000.000,00 dilaporkan JPY120.000,00 dan
status penerima yang seharusnya Singapura dilaporkan Malaysia.
Berdasarkan….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
Berdasarkan contoh tersebut, maka bank pelapor dikenakan sanksi
denda sebesar Rp200.000,00 (2 fieldx Rp100.000,00)
Contoh-4:
Berdasarkan pemeriksaan langsung (on-site), ditemukan bahwa dalam
Laporan Posisi AFLN/KFLN bulan April 2001 terdapat 2 field yang
tidak benar dalam 2 record, yaitu deposito senilai 100 juta rupiah yang
seharusnya milik perusahaan di Singapura dilaporkan milik perusahaan
di Jerman dan pinjaman sebesar 1 juta USD yang diterima oleh bank
pelapor dari Jepang dilaporkan diterima dari Amerika Serikat.
Berdasarkan contoh tersebut, maka bank pelapor dikenakan sanksi
denda sebesar Rp200.000,00 (2 field x Rp100.000,00)
B. Terlambat menyampaikan laporan
Bagi bank pelapor yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada butir III.B.3. dikenakan sanksi denda sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan.
Jumlah hari keterlambatan dihitung sejak tanggal 1 sampai dengan
tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia dalam bulan MKPL.
Contoh-1:
Laporan Kegiatan LLD untuk periode laporan bulan Maret 2001 diterima
oleh Bank Indonesia tanggal 1 Mei 2001, maka bank dinyatakan
terlambat menyampaikan laporan selama 1 hari keterlambatan dan
dikenakan sanksi denda sebesar Rp5.000.000,00 (1 x Rp5.000.000,00).
Contoh-2:
Laporan Kegiatan LLD untuk periode laporan bulan Mei 2001 diterima
oleh Bank Indonesia tanggal 2 Juli 2001 (hari Senin), maka bank
dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama dua hari yaitu dari
tanggal….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
tanggal 1 sampai dengan 2 Juli 2001 dan dikenakan sanksi denda sebesar
Rp10.000.000,00 (2 x Rp5.000.000,00).
C. Tidak menyampaikan laporan
Bagi bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada butir III.C.3. dikenakan sanksi denda sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ditambah dengan sanksi denda
keterlambatan sebagaimana dimaksud pada butir B di atas. Apabila bank
pelapor tidak menyampaikan laporan selama 6 periode berturut-turut atau
paling lama 6 bulan dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha,
dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Sebelum sanksi tersebut
dikenakan bank pelapor akan diberikan peringatan secara tertulis oleh
Bank Indonesia.
VII. PROSEDUR PENGENAAN SANKSI
A. Terlambat menyampaikan laporan:
1. Bank Indonesia akan menyampaikan surat pemberitahuan sanksi denda
kepada bank pelapor yang terlambat menyampaikan laporan.
2. Bank pelapor dapat mengajukan tanggapan atas surat pemberitahuan
sanksi denda sebagaimana dimaksud pada butir 1. Tanggapan
dimaksud disampaikan secara tertulis dan harus telah diterima oleh
Bank Indonesia paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak
diterimanya surat pemberitahuan sanksi denda oleh bank pelapor.
Tanggapan ini merupakan bahan pertimbangan Bank Indonesia dalam
penetapan sanksi denda.
3. Pembebanan sanksi denda dilakukan setelah adanya surat penetapan
sanksi denda dari Bank Indonesia.
B. Laporan….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
B. Laporan tidak lengkap dan tidak menyampaikan laporan
Bank Indonesia akan mengenakan sanksi denda dengan menyampaikan
surat penetapan sanksi denda tanpa didahului oleh surat pemberitahuan
sanksi denda.
C. Laporan tidak benar
Bank Indonesia akan mengenakan sanksi denda dengan menyampaikan
surat penetapan sanksi denda setelah melakukan proses klarifikasi
sebagaimana diatur pada butir IV.B.
D. Pembebanan sanksi denda sebagaimana tersebut dalam butir A, B dan C di
atas dilakukan dengan cara mendebet rekening giro bank pelapor di Bank
Indonesia untuk untung kas negara nomor 501.000.000 yang terdapat pada
Bank Indonesia setempat.
VIII. KETENTUAN PERALIHAN
A. Khusus untuk periode laporan bulan Januari 2001 sampai dengan bulan
Mei 2001, proses klarifikasi dan pengenaan sanksi terhadap laporan yang
tidak benar dilakukan sekaligus/kumulatif. Oleh karena itu, ketentuan
mengenai sanksi denda terhadap laporan yang tidak benar mulai periode
laporan bulan Januari 2001 dikenakan berdasarkan Surat Edaran ini.
B. Bank pelapor wajib menyampaikan tanggapan tertulis dengan koreksi dan
atau klarifikasi (tanpa koreksi) atas surat permintaan klarifikasi dari Bank
Indonesia sehubungan dengan proses klarifikasi sebagaimana dimaksud
pada butir A di atas, selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari kerja
sejak diterimanya surat permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia.
IX. PENUTUP….
Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001
---------------------------------------------------------------
IX. PENUTUP
A. Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia nomor 2/28/DSM tanggal 21 Desember 2000 perihal Pelaporan
Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank dinyatakan tidak berlaku lagi.
B. Bagi bank pelapor yang memerlukan penjelasan lebih lanjut sehubungan
dengan pelaksanaan pelaporan ini dapat menghubungi Bagian Statistik
Neraca Pembayaran, Bank Indonesia:
- Telp
- Fax
- E-mail
: (021) 381-7040 dan 381-7041
: (021) 386-6063 dan (021)380-0134
: lld@bi.go.id
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ….……….. 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ACHJAR ILJAS
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/13/DSM|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank. </reg_title>
<set_date> 13 Juni 2001 </set_date>
<effective_date> 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '2/28/DSM|SE-BI/2000' </replaced_reg>
<related_reg> '1/9/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII', 'Romawi IV Huruf B Angka 3', 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 7/60/DASP
Jakarta, 30 Desember 2005
S U R A T E D A R A N
Perihal : Prinsip
Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta
Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu
-------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4538), dan sebagai salah satu upaya dalam
mendukung perkembangan industri Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu yang sehat, perlu diatur lebih lanjut mengenai penerapan prinsip
perlindungan nasabah dan kehati-hatian, serta peningkatan keamanan dalam
penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
I.
PRINSIP PERLINDUNGAN NASABAH
1. Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan nasabah dalam
menyelenggarakan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu (APMK) yang antara lain dilakukan dengan menyampaikan
informasi tertulis kepada Pemegang Kartu atas APMK yang
diterbitkan. Informasi tersebut wajib disampaikan dengan
menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti,
ditulis …
2
ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh Pemegang
Kartu, dan disampaikan secara benar dan tepat waktu.
2. Untuk Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau Kartu Prabayar, Penerbit
wajib memberikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu,
sekurang-kurangnya meliputi :
a.
prosedur dan tata cara penggunaan kartu, fasilitas yang melekat
pada kartu, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan
kartu tersebut,
b. hak dan kewajiban Pemegang Kartu, sekurang-kurangnya
meliputi:
1) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang
Kartu
dalam penggunaan
kartunya, termasuk
segala
konsekuensi/risiko yang mungkin timbul dari penggunaan
kartu, misalnya tidak memberikan Personal Identification
Number (PIN) kepada orang lain dan berhati-hati saat
melakukan transaksi melalui mesin ATM,
2) hak dan tanggung jawab Pemegang Kartu dalam hal terjadi
berbagai hal yang mengakibatkan kerugian bagi Pemegang
Kartu dan/atau Penerbit, baik yang disebabkan karena
adanya pemalsuan kartu, kegagalan sistem Penerbit, atau
sebab lainnya,
3) jenis dan besarnya biaya yang dikenakan, dan
4) tata cara dan konsekuensi apabila Pemegang Kartu tidak
lagi berkeinginan menjadi Pemegang Kartu.
c. tata …
3
c.
tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan
penggunaan kartu dan perkiraan waktu penanganan pengaduan
tersebut.
3. Untuk Kartu Kredit, Penerbit wajib menyampaikan informasi tertulis
kepada
Pemegang Kartu yang terdiri
dari seluruh
informasi
sebagaimana dimaksud pada angka 2, dan melakukan pula hal-hal
antara lain:
a. Menyampaikan informasi umum mengenai:
1) kolektibilitas kredit (lancar, kurang lancar, diragukan, atau
macet) dan
kolektibilitas tersebut,
2) penggunaan jasa pihak lain di
luar Penerbit untuk
melakukan penagihan, apabila Penerbit menggunakannya,
dan
3) tata cara dan dasar penghitungan bunga dan/atau denda,
serta komponen penghitungan bunga dan/atau denda,
termasuk saat bunga berhenti dihitung.
Informasi umum tersebut disampaikan oleh Penerbit kepada
calon Pemegang Kartu dan wajib diinformasikan kembali
kepada Pemegang Kartu apabila terjadi perubahan.
b. Menyampaikan informasi tagihan (billing statement) secara
lengkap, akurat, dan informatif, serta dilakukan secara benar
dan tepat waktu.
4. Informasi tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3
wajib ditulis dengan menggunakan ukuran huruf (font size)
minimal 10, tipe huruf Times New Roman, Bookman Antiqua, atau
Bookman …
konsekuensi dari masing-masing status
4
Bookman Old Style serta dicetak dengan warna gelap dengan dasar
warna terang (kontras).
5. Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan secara otomatis fasilitas
yang berdampak tambahan biaya yang harus ditanggung oleh
Pemegang Kartu dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu
Kredit
tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu. Termasuk
persetujuan tertulis dalam hal ini adalah persetujuan tertulis yang
disampaikan melalui faksimili dan e-mail, serta kesepakatan lisan
yang
dituangkan
bersangkutan.
Penerbit dilarang mencantumkan klausula dalam perjanjian antara
Penerbit dan Pemegang Kartu yang memberikan peluang
diberikannya suatu produk secara otomatis kepada Pemegang Kartu,
dan/atau diberikannya fasilitas-fasilitas yang berdampak tambahan
biaya, tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu.
Contoh klausula yang dilarang:
a. Klausula dalam perjanjian antara Penerbit dan Pemegang Kartu
misalnya:
”Dengan ditandatanganinya perjanjian ini maka Penerbit
setiap saat dapat memberikan fasilitas atau produk yang
biayanya dibebankan pada kartu dan biaya tersebut dibebankan
secara otomatis kepada Pemegang Kartu”.
b. Pernyataan dalam penawaran produk misalnya:
”Penawaran produk ini dianggap telah disetujui oleh
Pemegang Kartu apabila dalam jangka waktu 30 hari sejak
tanggal …
dalam catatan
resmi pejabat Penerbit yang
5
tanggal penawaran produk ini, Pemegang
Kartu tidak
melakukan konfirmasi melalui telepon nomor 021-12345678”.
II.
PRINSIP KEHATI-HATIAN
1. Dalam pemberian Kartu Kredit, Penerbit wajib mengelola risiko
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai
manajemen risiko.
2. Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1,
seluruh Kartu Kredit
yang
diterbitkan oleh
Penerbit kepada
Pemegang Kartu wajib pula memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Minimum Usia
1) Minimum usia calon Pemegang Kartu utama adalah telah
dewasa sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang berlaku, yaitu 21 tahun atau telah
kawin. Terhadap calon Pemegang Kartu utama yang belum
berusia 21 tahun tetapi telah kawin, Penerbit wajib
meminta kelengkapan dokumen yang membuktikan status
perkawinan calon Pemegang Kartu utama tersebut.
Penetapan batas minimum usia ini diperlukan mengingat
perjanjian Kartu Kredit merupakan perjanjian keperdataan
biasa antara bank dengan Pemegang Kartu. Oleh karena
itu, batas usia minimum harus sesuai dengan ketentuan
Hukum Perdata yang berlaku mengenai usia minimum
seseorang dapat melakukan perbuatan hukum atas dirinya
sendiri.
2) Minimum …
6
2) Minimum usia calon Pemegang Kartu tambahan adalah 17
tahun atau telah kawin.
kelengkapan dokumen yang membuktikan usia
Penerbit wajib meminta
calon
Pemegang Kartu tambahan tersebut.
Terhadap calon Pemegang Kartu tambahan yang belum
berusia 17 tahun tetapi telah kawin, Penerbit wajib
meminta kelengkapan dokumen yang membuktikan status
perkawinan calon Pemegang Kartu tambahan tersebut.
Kebijakan penetapan minimum usia untuk Pemegang
Kartu tambahan ini didasarkan pada usia minimum untuk
bisa mendapatkan Kartu Tanda Penduduk saat ini.
Pemegang Kartu tambahan pada usia ini dianggap cukup
matang untuk memahami bahwa transaksi yang dilakukan
dengan menggunakan Kartu Kredit merupakan hutang
yang harus ditanggung dan dibayar oleh Pemegang Kartu
utama, sehingga Pemegang Kartu tambahan lebih berhati-
hati dan lebih bijak dalam melakukan transaksi dengan
menggunakan Kartu Kredit.
b. Minimum pendapatan per bulan calon Pemegang Kartu utama
adalah sebesar 3 (tiga) kali Upah Minimum Regional (UMR)
per bulan;
Penetapan ini ditujukan agar:
1) masyarakat tidak menjadikan hutang sebagai salah satu
sarana utama untuk pembiayaan kebutuhan hidup,
2) Kartu Kredit
hanya digunakan oleh masyarakat yang
benar-benar mempunyai kemampuan untuk menyisihkan
sebagian …
7
sebagian pendapatannya guna membayar kembali
kewajiban hutangnya, dan
3) Kartu Kredit lebih difungsikan sebagai alat pembayaran
yang memberikan kemudahan dan kenyamanan, dan bukan
semata-mata sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan
konsumsi.
c.
Batas maksimum kredit adalah sebesar 2 (dua) kali pendapatan
per bulan, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Batas maksimum kredit dikenakan per individu Pemegang
Kartu utama per Penerbit, dan batas tersebut merupakan
batas maksimum kumulatif
tambahan.
kartu
Penerbit X dengan
utama dan
kartu
Contoh: Pemegang Kartu Kredit A pada
pendapatan per bulan sebesar
Rp.5.000.000,00, maka maksimum kredit yang dapat
diberikan oleh Penerbit X kepada A adalah sebesar
Rp.10.000.000,00 meliputi seluruh kartu utama dan kartu
tambahan yang diterbitkan oleh Penerbit X.
2) Batas maksimum kredit sebesar 2 (dua) kali pendapatan
per bulan akan diberlakukan sebagai batas maksimum
industri Kartu Kredit apabila kegiatan tukar-menukar
informasi antar Penerbit yang bersifat positive list telah
efektif berjalan.
3) Khusus untuk Kartu Kredit tertentu yang berdasarkan
kebijakan Penerbit dikategorikan sebagai Kartu Kredit
”tanpa batas” (infinite), batas maksimum kredit sebesar 2
(dua) kali pendapatan per bulan dapat disimpangi, namun
kebijakan …
8
kebijakan penyimpangan tersebut wajib dilaporkan oleh
Penerbit kepada Bank Indonesia.
d. Minimum persentase pembayaran oleh Pemegang Kartu adalah
sekurang-kurangnya sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari
total tagihan.
3. Untuk meningkatkan keamanan dan agar masing-masing Penerbit
dapat lebih mudah dalam melakukan pengelolaan likuiditasnya,
ditetapkan hal-hal sebagai berikut:
a.
Batas maksimum nilai nominal dana yang dapat ditransfer antar
Penerbit melalui mesin ATM adalah sebesar Rp.10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah) per rekening dalam satu hari.
b.
Batas maksimum nilai nominal dana untuk penarikan tunai
dengan Kartu ATM dan Kartu Kredit melalui mesin ATM
adalah sebesar Rp.10.000.000,-
rekening dalam satu hari.
(sepuluh juta rupiah)
per
4. Untuk meningkatkan keamanan dan mendukung upaya pencegahan
terhadap tindak kejahatan pencucian uang, batas maksimum jumlah
nominal dana yang dapat diisikan pada setiap Kartu Prabayar adalah
sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
III. PENINGKATAN KEAMANAN
1.
tingkat
Penerbit wajib meningkatkan keamanan APMK untuk
meminimalkan
kejahatan
terkait dengan APMK,
sekaligus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat
APMK.
terhadap
dan
2. Peningkatan …
9
2. Peningkatan keamanan
sebagaimana dimaksud
pada
angka
1
dilakukan terhadap seluruh infrastruktur teknologi yang terkait
dengan penyelenggaraan APMK, yang meliputi pengamanan pada
kartu dan pengamanan pada seluruh sistem yang digunakan untuk
memproses transaksi APMK, yaitu :
a.
Peningkatan keamanan kartu
(”integrated
dilakukan dengan
mengkombinasikan penggunaan magnetic stripe dengan
penggunaan chip
circuit”) yang mempunyai
kemampuan untuk menyimpan dan/atau memproses data,
sehingga pada
kartu dapat ditambahkan aplikasi untuk
kepentingan pengamanan pemrosesan data transaksi.
b.
Peningkatan keamanan mesin Electronic Data Capture (EDC)
pada penyedia barang dan/atau jasa (merchant/point of sales),
keamanan mesin ATM, dan keamanan pada sistem pendukung
dan pemroses transaksi (back end system) yang berada pada
Penerbit, Acquirer dan/atau third party processor, dilakukan
dengan cara menyediakan mesin dan sistem yang dapat
memproses kartu dengan teknologi chip sebagaimana dimaksud
pada huruf a.
c. Khusus untuk Kartu ATM dan Kartu Debet yang bermerek
nasional (domestic brand) yang menggunakan pengamanan
dalam bentuk PIN, maka PIN yang digunakan sekurang-
kurangnya wajib memuat 6 (enam) digit. Meskipun demikian,
sistem yang digunakan untuk memproses Kartu ATM dan Kartu
Debet yang bermerek nasional tersebut harus tetap dapat
memproses Kartu APMK bermerek internasional yang memiliki
jumlah digit PIN yang berbeda.
3. Penggunaan …
10
3. Penggunaan teknologi chip sebagai upaya peningkatan keamanan
kartu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau Kartu
Prabayar yang bermerek internasional (global brand), standar
chip dan sistem atau aplikasi yang digunakan mengacu pada
standar chip dan sistem atau aplikasi yang berlaku dan/atau
dipersyaratkan oleh Prinsipal pemegang merek kartu tersebut.
b. Untuk Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau Kartu
Prabayar yang bermerek nasional (domestic brand),
standar
chip untuk kartu dapat mengacu pada standar chip yang berlaku
untuk kartu bermerek internasional (global brand) sebagaimana
dimaksud pada huruf a. Sedangkan standar sistem atau aplikasi
yang digunakan harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga
dapat memproses kartu dengan teknologi chip tersebut.
Dalam hal kartu bermerek nasional tersebut tidak mengikuti
standar
yang digunakan
untuk kartu yang bermerek
internasional, maka standar chip untuk kartu tersebut sekurang-
kurangnya wajib mengacu pada International Organization for
Standardization (ISO) yang berlaku untuk smartcard. Adapun
standar sistem atau aplikasi pemroses kartu tersebut agar
disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat memproses kartu
dengan standar chip yang mengacu pada ISO dimaksud.
4. Penggunaan teknologi chip pada Kartu ATM, Kartu Debet, dan
Kartu Kredit wajib dilakukan untuk setiap kartu yang diterbitkan
sejak tanggal 1 September 2006,
baik untuk Pemegang Kartu baru
ataupun …
11
ataupun untuk penggantian kartu lama (renewal). Penggantian kartu-
kartu lama wajib telah selesai dilakukan paling lambat tanggal
31 Desember 2008.
Untuk Kartu Prabayar yang memerlukan persetujuan Bank Indonesia
yang diterbitkan setelah berlakunya Surat Edaran ini wajib
menggunakan teknologi chip.
5. Penggunaan teknologi yang dapat memproses kartu chip pada sistem
APMK seperti EDC, ATM, dan back end system sebagai upaya
peningkatan keamanan sistem, dan penggunaan 6 digit PIN untuk
pengamanan proses transaksi, dilakukan secara bertahap, sebagai
berikut:
a.
Acquirer wajib mengganti atau meningkatkan keamanan pada
seluruh EDC, ATM, dan back end system yang disediakan
sehingga seluruh EDC, ATM, dan back end system tersebut
dapat memproses
menggunakan
transaksi dari kartu
Desember 2008.
b. Penerbit wajib menerapkan penggunaan 6 digit PIN untuk
pengamanan proses transaksi APMK paling lambat tanggal
31 Desember 2006.
6.
Berkaitan dengan kewajiban penggantian sebagaimana dimaksud
pada angka 4 dan angka 5, maka seluruh Kartu ATM, Kartu Debet,
dan Kartu Kredit yang diterbitkan oleh Penerbit
di Indonesia,
termasuk pemrosesan transaksinya, wajib sepenuhnya telah berbasis
teknologi chip paling lambat tanggal 31 Desember 2008.
IV. KERJASAMA …
pembayaran yang
teknologi chip paling lambat tanggal 31
12
IV.
KERJASAMA PENERBIT DAN/ATAU FINANCIAL ACQUIRER
DENGAN PIHAK LAIN
1. Apabila dalam menyelenggarakan kegiatan APMK Penerbit dan/atau
Financial Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain di luar
Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut, seperti kerjasama
dalam kegiatan marketing, penagihan, dan/atau pengoperasian
sistem, Penerbit
dan/atau Financial Acquirer tersebut wajib
memastikan bahwa tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas
pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara,
mekanisme, prosedur, dan kualitas apabila kegiatan tersebut
dilakukan oleh Penerbit dan/atau Financial Acquirer itu sendiri.
2. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan
penagihan transaksi Kartu Kredit, maka :
a. penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan
apabila kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk
dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan
kriteria kolektibilitas yang digunakan oleh industri Kartu Kredit
di Indonesia, dan
b. Penerbit wajib menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain
tersebut,
selain wajib dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan pada angka 1, juga wajib dilakukan dengan cara-cara
yang tidak melanggar hukum.
3. Dalam hal Penerbit dan/atau Financial Acquirer bekerjasama dengan
Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching, Penerbit dan/atau
Financial Acquirer tersebut wajib memastikan bahwa sistem yang
digunakan oleh Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching
tersebut …
13
tersebut memenuhi standar pengamanan sebagaimana diwajibkan
bagi Penerbit dan/atau Financial Acquirer dalam Surat Edaran ini.
4.
Penerbit
dan/atau Financial Acquirer yang dalam melakukan
kegiatan APMK bekerjasama atau menggunakan pihak lain untuk
memproses transaksi, wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kerjasama bank dengan pihak lain, antara
lain ketentuan Bank Indonesia mengenai teknologi sistem informasi.
V. PENCETAKAN DAN PERSONALISASI KARTU
Pencetakan dan personalisasi kartu dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut.
1. Pencetakan Kartu
a.
Pencetakan kartu wajib dilakukan pada perusahaan pencetak
kartu yang mempunyai jaminan keamanan atas keseluruhan
proses mulai dari proses pencetakan sampai dengan diterimanya
kartu oleh Penerbit (proses delivery).
b. Jaminan
keamanan
dibuktikan dengan:
1) Adanya sertifikasi dari Prinsipal umum, jika Penerbit
merupakan pengguna merek Prinsipal umum dan Prinsipal
umum melakukan proses
sertifikasi
atas
perusahaan
pencetak kartu. Dalam hal ini, Prinsipal umum menetapkan
perusahaan pencetak kartu yang memenuhi persyaratan
untuk melakukan pencetakan kartu, dan Prinsipal umum
mewajibkan Penerbit untuk mencetak kartu hanya pada
perusahaan yang telah disertifikasi tersebut.
2) Adanya …
sebagaimana dimaksud
pada
huruf a
14
2) Adanya keyakinan Penerbit mengenai keamanan proses
produksi dan proses delivery perusahaan pencetak kartu,
jika Penerbit merupakan pengguna merek Prinsipal umum
namun Prinsipal umum tidak melakukan sertifikasi kepada
perusahaan
pencetak kartu, atau Penerbit merupakan
Prinsipal khusus. Dengan demikian, dalam hal ini
pencetakan
kartu dapat
dilakukan pada perusahaan
pencetak kartu manapun sepanjang Penerbit memperoleh
keyakinan mengenai keamanan proses produksi dan proses
delivery.
2. Personalisasi Kartu
a.
Personalisasi kartu dapat dilakukan sendiri oleh Penerbit atau
oleh pihak lain. Dalam hal personalisasi kartu dilakukan oleh
pihak lain, maka personalisasi kartu yang dilakukan sampai
dengan tanggal 31 Desember 2006 dapat dilakukan pada
perusahaan
personalisasi domestik atau
personalisasi asing.
b.
Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2007, personalisasi kartu yang
dilakukan oleh pihak lain wajib dilakukan pada perusahaan
personalisasi domestik, dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal
umum pemegang merek internasional (global brand),
personalisasi
personalisasi kartu yang telah mendapatkan sertifikasi dari
Prinsipal umum dan telah mendapat persetujuan sebagai
perusahaan personalisasi kartu dari Bank Indonesia.
2) Untuk …
perusahaan
kartu wajib dilakukan pada perusahaan
15
2) Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal
umum pemegang merek domestik (domestic brand),
personalisasi kartu wajib dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut.
a) Apabila Prinsipal umum
yang bersangkutan
melakukan proses sertifikasi kepada perusahaan
personalisasi, maka personalisasi kartu wajib
dilakukan pada perusahaan personalisasi yang telah
memperoleh sertifikasi dari Prinsipal umum yang
bersangkutan dan telah mendapat persetujuan sebagai
perusahaan personalisasi kartu dari Bank Indonesia;
atau
b) Apabila Prinsipal umum yang bersangkutan tidak
melakukan proses sertifikasi kepada perusahaan
personalisasi, maka personalisasi kartu wajib
dilakukan pada perusahaan personalisasi yang telah
mendapat persetujuan sebagai perusahaan
personalisasi kartu dari Bank Indonesia.
3) Untuk kartu-kartu Prinsipal khusus domestik, personalisasi
kartu wajib dilakukan pada perusahaan personalisasi kartu
yang telah mendapat persetujuan sebagai perusahaan
personalisasi kartu dari Bank Indonesia.
c. Untuk mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia,
perusahaan personalisasi kartu harus menyampaikan
permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1) Berbadan …
16
1) Berbadan hukum Indonesia dan berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) yang dibuktikan dengan penyampaian
fotokopi akta pendirian dan anggaran dasar PT serta
perubahan terakhirnya apabila ada, yang telah disahkan
oleh pihak yang berwenang. Fotokopi akta pendirian dan
anggaran dasar PT tersebut harus pula dilegalisir oleh
pihak/pejabat yang berwenang.
2) Memiliki kemampuan
untuk melakukan personalisasi
kartu secara aman, yang dibuktikan dengan sertifikat hasil
audit dari security auditor yang independen;
3) Bersedia menjaga kerahasiaan data yang didapat
dari
proses personalisasi, yang dibuktikan dengan surat
pernyataan kesediaan untuk menjaga kerahasiaan data;
4) Bersedia dievaluasi oleh Bank Indonesia sewaktu-waktu
apabila diperlukan, yang dibuktikan dengan surat
pernyataan kesediaan untuk dievaluasi oleh Bank
Indonesia.
d. Atas permohonan
tertulis tersebut, Bank
Indonesia c.q
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran memberikan
persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lambat
45 (empat puluh lima) hari kerja sejak dokumen diterima secara
lengkap oleh Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran.
Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting
dan Sistem
Pembayaran berwenang untuk mencabut persetujuan yang
diberikan kepada perusahaan personalisasi kartu jika menurut
penilaian …
17
penilaian Bank Indonesia perusahaan personalisasi kartu
tersebut terbukti tidak lagi memenuhi salah satu persyaratan
sebagaimana dimaksud pada huruf c.
e. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan
kepada:
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia
Gedung D Lantai 2
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10110
VI. KEWAJIBAN TUKAR MENUKAR INFORMASI
1. Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan tukar-menukar informasi
data Pemegang Kartu dengan Penerbit lainnya yang meliputi
negative list dan positive list serta data negatif penyedia barang
dan/atau jasa (merchant black list).
2. Penerbit Kartu Kredit wajib melaporkan secara tertulis pelaksanaan
kerjasama tukar-menukar informasi yang telah
dilakukan, yang
antara lain memuat:
a. jenis dan jumlah data yang dipertukarkan oleh masing-masing
Penerbit Kartu Kredit;
b. data yang diminta yang terdiri jumlah sumber data dan jumlah
data yang diminta oleh masing-masing Penerbit Kartu Kredit.
3. Kewajiban pelaporan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh masing-
masing Penerbit Kartu Kredit atau secara bersama-sama melalui
asosiasi Penerbit Kartu Kredit.
4. Pelaporan …
18
4. Pelaporan
tersebut
disampaikan kepada Bank Indonesia
sesuai
dengan Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pengawasan penyelenggaraan kegiatan APMK.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30 Desember 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/60/DASP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2005 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/52/PBI/2005' </related_reg>
|
No.6/9/DPM
Jakarta, 16 Februari 2004
S U R A T E D A R A N
kepada
SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank
Syariah
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/3/PBI/2003 tanggal 4 Februari 2003 tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek
Bagi Bank Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4261) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia - Scripless Securities
Settlement System (BI-SSSS) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363) dipandang perlu untuk
menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan
Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS) sebagai berikut:
I. PERMOHONAN FPJPS
1. Permohonan FPJPS dari Bank Syariah
1) Bank Syariah dapat mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia
melalui BI-SSSS dari cut off warning sampai dengan 15 (lima belas) menit
setelah pre cut off BI-SSSS.
2) Permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 1) wajib ditegaskan
dengan surat permohonan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran 1
terkait …
2
dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait atau Tim
Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia setempat serta dilampiri dengan:
a. Perjanjian Pembiayaan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran 2
yang telah dibubuhi materai cukup dan ditandatangani oleh Direksi Bank
Syariah atau Pejabat Bank Syariah yang diberikan wewenang sesuai
dengan Anggaran Dasar Bank Syariah yang berlaku dalam rangkap 2
(dua); dan
b. Akta Pengikatan Agunan secara gadai sebagaimana contoh Lampiran 3
yang telah dibubuhi materai cukup dan ditandatangani oleh Direksi Bank
Syariah atau Pejabat Bank Syariah yang diberikan wewenang sesuai
dengan Anggaran Dasar Bank Syariah yang berlaku dalam rangkap 2
(dua).
c. Bagi Bank Syariah yang akan memanfaatkan FPJPS untuk pertama kali
wajib memenuhi persyaratan administrasi sebagai berikut:
i. Menyampaikan specimen tanda tangan Direksi Bank Syariah atau
Pejabat Bank Syariah yang diberikan wewenang sesuai dengan
Anggaran Dasar Bank Syariah yang bersangkutan;
ii. Menyampaikan fotokopi Anggaran Dasar Bank Syariah, contoh
stempel Bank Syariah, dan fotokopi identitas diri berupa
KTP/SIM/Paspor Direksi Bank Syariah atau Pejabat Bank Syariah
yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank
Syariah yang bersangkutan.
iii. Dalam hal terjadi perubahan sebagaimana dimaksud pada angka i dan
angka ii, Bank Syariah wajib menyampaikan dokumen yang terkait
dengan perubahan dimaksud.
2. Permohonan FPJPS dari Unit Usaha Syariah (UUS)
2. Permohonan …
3
1) UUS dapat mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia melalui
BI-SSSS dari cut off warning sampai dengan 15 (lima belas) menit
setelah pre-cut off BI-SSSS.
2) Permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 1) wajib ditegaskan
dengan surat permohonan sebagaimana contoh pada Lampiran 1 dengan
tembusan kepada Direktorat Pengawas Bank terkait atau Tim Pengawas
Bank di Kantor Bank Indonesia setempat serta dilampiri dengan:
a. Perjanjian Pembiayaan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran 2
yang telah dibubuhi materai cukup dan ditandatangani oleh Direksi
kantor pusat bank konvensional atau Pejabat kantor pusat bank
konvensional yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar
kantor pusat bank konvensional yang berlaku atau oleh Pejabat dari
UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh kantor pusat bank
konvensional kepada UUS tersebut dalam rangkap 2 (dua); dan
b. Akta Pengikatan Agunan secara gadai sebagaimana contoh Lampiran 3
yang telah dibubuhi materai cukup dan ditandatangani oleh Direksi
kantor pusat bank konvensional atau Pejabat kantor pusat bank
konvensional yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar
kantor pusat bank konvensional yang berlaku atau oleh Pejabat dari
UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh kantor pusat bank
konvensional kepada UUS tersebut dalam rangkap 2 (dua); dan
c. Surat Pernyataan dari Direksi kantor pusat bank konvensional yang
menyatakan ketidakmampuan kantor pusat bank konvensional
memberikan bantuan dana kepada UUS sebagaimana contoh dalam
Lampiran 4.
memberikan …
d. Bagi UUS yang akan memanfaatkan FPJPS untuk pertama kali wajib
memenuhi persyaratan administrasi sebagai berikut:
4
i. Menyampaikan specimen tanda tangan Direksi kantor pusat bank
konvensional atau Pejabat kantor pusat bank konvensional yang
diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar kantor pusat
bank konvensional yang berlaku atau Pejabat dari UUS berdasarkan
surat kuasa yang diberikan oleh kantor pusat bank konvensional
kepada UUS tersebut.
ii. Menyampaikan fotokopi Anggaran Dasar kantor pusat bank
konvensional, contoh stempel kantor pusat bank konvensional, dan
fotokopi identitas diri berupa KTP/SIM/Paspor Direksi kantor
pusat bank konvensional atau Pejabat kantor pusat bank
konvensional yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran
Dasar kantor pusat bank konvensional yang berlaku atau Pejabat
dari UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh kantor pusat
bank konvensional kepada UUS tersebut.
iii. Dalam hal terjadi perubahan sebagaimana dimaksud pada angka i
dan angka ii, UUS wajib menyampaikan dokumen yang terkait
dengan perubahan dimaksud.
3. Surat permohonan berikut dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam
angka 1.2) dan angka 2.2) disampaikan oleh kantor pusat Bank Syariah bagi
Bank Syariah atau oleh kantor pusat bank umum konvensional bagi UUS atau
oleh UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh kantor pusat bank umum
konvensional dan ditujukan kepada:
1) Direktorat Pengelolan Moneter (DPM) c.q. Bagian Operasi Pasar Uang
(OPU), Bank Indonesia, Jl.M.H Thamrin No. 2 Jakarta, bagi Bank
Syariah atau kantor pusat bank umum konvensional atas nama UUS atau
UUS, yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia
(KPBI); atau
Bank …
2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat c.q. Seksi Pelaksana Kebijakan
Moneter (PKM), bagi Bank Syariah atau kantor pusat bank umum
5
konvensional atas nama UUS atau UUS, yang berkantor pusat di luar
wilayah kerja KPBI.
4. Surat permohonan berikut dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dan angka 2 telah diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap sampai
dengan 15 (lima belas) menit setelah pre cut off BI-SSSS.
5. Dalam hal Bank Syariah atau UUS tidak memenuhi persyaratan dan tata cara
pengajuan FPJPS yang telah ditetapkan maka permohonan FPJPS dimaksud
ditolak oleh Bank Indonesia.
6. Khusus untuk UUS, selain dalam hal sebagaimana dimaksud dalam angka 5,
dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2.2).c. tidak benar
maka permohonan FPJPS UUS dimaksud ditolak oleh Bank Indonesia.
7. Dalam hal nominal FPJPS yang diajukan berbeda dengan kewajiban yang tidak
dapat diselesaikan oleh Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia maka:
a. permohonan FPJPS Bank Syariah atau UUS ditolak oleh Bank Indonesia;
b. Bank Syariah atau UUS dapat melakukan penyesuaian permohonan nominal
FPJPS yang diajukan melalui BI-SSSS selambat-lambatnya 15 (lima belas)
menit setelah pre cut off BI-SSSS.
c. Bank Syariah atau UUS wajib menyampaikan kembali Perjanjian
Pembiayaan atau Addendum Perjanjian Pembiayaan dan Akta Pengikatan
Agunan.
8. Penyampaian kembali dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 7 telah
diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) menit setelah pre cut off BI-SSSS.
8. Penyampaian …
9. Persetujuan atau penolakan atas permohonan FPJPS dapat diketahui melalui
BI-SSSS.
10. Mekanisme pengajuan FPJPS melalui BI-SSSS diatur lebih lanjut dalam Surat
Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat berharga
melalui BI-SSSS.
6
II. PERPANJANGAN FPJPS
1. Perpanjangan FPJPS dapat dilakukan apabila imbalan FPJPS yang jatuh tempo
telah dilunasi dan agunan memenuhi persyaratan.
2. Pengajuan perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan
melalui BI-SSSS dan wajib ditegaskan dengan surat permohonan FPJPS
sebagaimana contoh pada Lampiran 1 dan tembusan kepada Direktorat
Pengawasan Bank terkait atau Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia
setempat dan disertai lampiran :
1) Dalam hal agunan FPJPS adalah agunan lama maka wajib dilampirkan dengan
Addendum Perjanjian Pembiayaan sebagaimana contoh pada Lampiran 6.
2) Dalam hal agunan FPJPS adalah agunan baru maka wajib dilampirkan dengan
Addendum Perjanjian Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dan Akta Pengikatan Agunan yang baru sebagaimana contoh pada Lampiran
3.
3. Dalam hal persyaratan dan tata cara pengajuan perpanjangan FPJPS yang telah
ditetapkan tidak dipenuhi oleh Bank Syariah atau UUS maka permohonan
perpanjangan FPJPS dimaksud ditolak oleh Bank Indonesia.
4. Dalam hal nominal FPJPS yang diajukan berbeda dengan kewajiban yang tidak
dapat diselesaikan oleh Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia maka:
a. permohonan FPJPS Bank Syariah atau UUS ditolak Bank Indonesia;
b. Bank Syariah atau UUS dapat melakukan penyesuaian permohonan nominal
FPJPS yang diajukan melalui BI-SSSS selambat-lambatnya 15 (lima belas)
menit setelah pre cut off BI-SSSS.
4. Dalam …
c. Bank Syariah atau UUS wajib menyampaikan kembali Perjanjian Pembiayaan
atau Addendum Perjanjian Pembiayaan dan Akta Pengikatan Agunan
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) menit setelah pre cut off BI-SSSS.
5. Penyampaian kembali dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 4 telah
diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) menit setelah pre cut off BI-SSSS.
7
6. Persetujuan atau penolakan atas perpanjangan FPJPS yang diajukan dapat
diketahui melalui BI-SSSS.
III. PENYELESAIAN FPJPS
1. Penyelesaian FPJPS Pada Tanggal Permohonan.
Penyelesaian FPJPS pada tanggal permohonan awal dan perpanjangan,
dilakukan dengan cara mengkredit rekening giro Rupiah Bank Syariah atau
UUS di Bank Indonesia sebesar nominal FPJPS yang disetujui melalui BI-
SSSS yang terhubung langsung dengan BI-RTGS.
2. Penyelesaian FPJPS Pada Tanggal Jatuh Waktu.
Pada tanggal jatuh waktu FPJPS Bank Indonesia mendebet rekening giro
Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia sebesar nominal dan imbalan
FPJPS melalui BI-SSSS yang terhubung langsung dengan BI-RTGS sebagai
berikut:
a. imbalan FPJPS dilakukan mulai pukul 09.00 WIB sampai dengan cut off
warning BI-SSSS; dan
a. imbalan …
b. nominal FPJPS dilakukan mulai pukul 16.00 WIB sampai dengan cut off
warning BI-SSSS.
3. Mekanisme penyelesaian FPJPS melalui BI-SSSS diatur lebih lanjut dalam
Surat Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat berharga
melalui BI-SSSS.
IV. IMBALAN FPJPS
1. Pengenaan Imbalan FPJPS
1) Bank Indonesia mengenakan imbalan atas FPJPS yang diterima oleh Bank
Syariah atau UUS.
2) Imbalan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dikenakan oleh Bank
Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Rupiah Bank Syariah atau
8
UUS di Bank Indonesia sebesar nilai imbalan FPJPS yang dilakukan pada
tanggal jatuh waktu FPJPS melalui BI-SSSS.
3) Mekanisme pembukuan imbalan FPJPS diatur lebih lanjut dalam Surat
Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat berharga
melalui BI-SSSS.
2. Perhitungan Imbalan FPJPS
1) Besarnya nilai imbalan FPJPS dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
X = P x R x k x t/360
Dimana:
X = Besarnya nilai imbalan yang diterima Bank Indonesia
P = Jumlah nominal FPJPS
R = Realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan pada bulan terakhir
atas deposito mudharabah 3 (tiga) bulan atau deposito mudharabah 1
(satu) bulan dari Bank Syariah atau UUS penerima FPJPS dalam hal
deposito mudharabah 3 (tiga) bulan tidak tersedia.
mudharabah …
k = Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia.
t = Jumlah hari kalender penggunaan FPJPS.
Contoh 1 perhitungan imbalan:
P = Rp200.000.000.000,00
R = 10%
k = 90%
t = 1
Maka besarnya nilai imbalan :
= Rp200.000.000.000,00 x 10% x 90% x 1/360
= Rp50.000.000,00
Contoh 2 perhitungan imbalan:
9
Dalam hal pengajuan FPJPS pada hari Jum’at maka jangka waktu
penggunaan FPJPS dihitung 1 (satu) hari namun perhitungan imbalan FPJPS
dihitung 3 (tiga) hari.
P = Rp200.000.000.000,00
R = 10%
k = 90%
t = 3
Maka besarnya nilai imbalan :
= Rp200.000.000.000,00 x 10% x 90% x 3/360
= Rp150.000.000,00
2). Untuk setiap perpanjangan FPJPS, nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia (k)
akan ditambah sebesar 2,25% dengan nilai maksimum k menjadi sebesar
99%. Dengan demikian, maka pada saat:
a. Perpanjangan FPJPS pertama, nisbah bagi hasil menjadi sebesar
92,25%;
b. Perpanjangan FPJPS kedua, nisbah bagi hasil menjadi sebesar 94,50%;
c. Perpanjangan FPJPS ketiga, nisbah bagi hasil menjadi sebesar 96,75%;
d. Perpanjangan FPJPS keempat dan seterusnya, nisbah bagi hasil menjadi
sebesar 99,00%.
b. Perpanjangan …
V. EKSEKUSI AGUNAN
1. Dalam hal Bank Syariah atau UUS tidak melunasi imbalan FPJPS yang telah
jatuh waktu dan tidak melakukan perpanjangan FPJPS, maka Bank Indonesia
dapat melakukan eksekusi terhadap agunan FPJPS.
2. Dalam hal agunan berupa penitipan dana dalam SWBI maka eksekusi agunan
dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mencairkan penitipan dana dalam
SWBI tersebut sebelum jatuh waktu melalui BI-SSSS.
10
3. Mekanisme pelaksanaan eksekusi agunan melalui BI-SSSS diatur lebih lanjut
dalam Surat Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat
berharga melalui BI-SSSS.
4. Jumlah agunan yang dieksekusi sebagaimana dimaksud dalam huruf B adalah
sebesar nilai penitipan dana dalam SWBI yang diagunkan.
5. Dalam hal terdapat kelebihan nilai agunan setelah dilaksanakan eksekusi maka
Bank Indonesia mengembalikan kelebihan tersebut kepada Bank Syariah atau
UUS selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya dengan mengkredit
rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia.
6. Dalam hal Bank Indonesia memberikan bonus atas SWBI, apabila dilakukan
eksekusi oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 2, maka
terhadap agunan SWBI yang dieksekusi dimaksud tidak diberikan bonus.
Contoh eksekusi agunan:
1) Pada tanggal 5 Agustus 2003, Bank Syariah A mengajukan permohonan
FPJPS sebagai berikut:
- Penitipan dalam SWBI sebesar Rp12.000.000.000,00 dengan jangka
waktu 28 hari (tanggal 1 s.d. 29 Agustus 2003);
1) Pada …
- Jumlah permohonan FPJPS = Rp3.000.000.000,00;
- Jumlah SWBI yang diagunkan hanya sebesar Rp5.000.000.000,00;
2) Pada tanggal 6 Agustus 2003, FPJPS jatuh waktu namun Bank Syariah A
tidak mampu membayar imbalan FPJPS dan nominal FPJPS serta tidak
memperpanjang FPJPS maka agunan dieksekusi dengan perhitungan sebagai
berikut:
- Jumlah agunan yang dieksekusi adalah sebesar Rp. 5.000.000.000,00.
- Asumsi imbalan FPJPS sebesar Rp50.000.000,00.
- Kelebihan nilai eksekusi
sebesar Rp1.950.000.000,00
(Rp5.000.000.000,00 – Rp3.000.000.000,00 – Rp50.000.000,00) akan
11
dikembalikan kepada Bank Syariah A selambat-lambatnya pada hari kerja
berikutnya.
VI. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank Syariah atau
UUS atas penggunaan FPJPS.
2. Dalam hal Bank Syariah atau UUS telah menggunakan FPJPS selama 5 (lima)
hari kerja secara berturut-turut dan dalam rangka pengawasan atas penggunaan
FPJPS, Bank Syariah atau UUS menyampaikan rencana penyelesaian FPJPS
kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait atau Tim Pengawas Bank di
Kantor Bank Indonesia setempat.
VII. SANKSI
Pelanggaran atas ketentuan persyaratan agunan sebagaimana dimaksud dalam pasal
7 PBI No.5/3/PBI/2003 tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank
Syariah dan atau UUS dapat dikenakan sanksi berupa:
1. melunasi FPJPS;
2. eksekusi agunan FPJPS;
3. tidak diperkenakan memperoleh FPJPS dalam jangka waktu maksimal 90
(sembilan puluh) hari; dan atau
VII. SANKSI …
4. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
VIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004.
12
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/9/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah </reg_title>
<set_date> 16 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date>
<related_reg> '5/3/PBI/2003', '6/2/PBI/2004' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No.11/ 9 /DPbS
Jakarta, 7 April 2009
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal: Bank Umum Syariah
Dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/3/PBI/2009 tanggal 29 Januari 2009 tentang Bank Umum Syariah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4978), perlu diatur lebih lanjut peraturan pelaksanaan
mengenai Bank Umum Syariah (selanjutnya disebut Bank) dalam Surat Edaran
yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
I. UMUM
A. Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Umum Syariah antara lain
bertujuan untuk menciptakan industri perbankan syariah yang sehat,
efisien dan tangguh. Untuk itu diperlukan ketentuan teknis lebih lanjut
dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
B. Dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah pada tanggal 16 Juli 2008, terdapat beberapa
penyempurnaan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia tentang
Bank Umum Syariah antara lain bentuk badan hukum dan cakupan
anggaran dasar Bank sehingga perlu disesuaikan lebih lanjut dalam
Surat Edaran ini.
II. PENDIRIAN …
2
II. PENDIRIAN BANK
A. PERSETUJUAN PRINSIP
Permohonan persetujuan prinsip pendirian Bank disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1
disertai dengan dokumen sebagai berikut:
1. akta pendirian atau rancangan akta pendirian badan hukum
Perseroan Terbatas (PT), termasuk anggaran dasar atau rancangan
anggaran dasar yang paling kurang memuat:
a. nama dan tempat kedudukan;
b. kegiatan usaha sebagai Bank;
c. modal;
d. kepemilikan;
e. ketentuan pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi, dan anggota DPS dengan memperoleh persetujuan
Bank Indonesia terlebih dahulu;
f. ketentuan mengenai jumlah, tugas, kewenangan, tanggung
jawab, serta persyaratan lain yang menyangkut Dewan
Komisaris, Direksi, dan DPS sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
g. ketentuan Rapat Umum Pemegang Saham Bank yang
menetapkan tugas manajemen, remunerasi Dewan Komisaris
dan Direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukan
dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal
lainnya yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia; dan
h. ketentuan Rapat Umum Pemegang Saham yang harus dipimpin
oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama;
2. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing
kepemilikan saham:
a. dalam hal pemegang saham adalah perorangan maka harus
dilampiri …
3
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1) pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm;
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor yang
masih berlaku;
3) riwayat hidup (curriculum vitae);
4) surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah
melakukan tindakan fraud (penipuan, penggelapan, dan
kecurangan) di bidang perbankan, keuangan, dan usaha
lainnya, serta tidak pernah dihukum karena terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan;
5) dalam hal pemegang saham perorangan adalah PSP maka
harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut:
a) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa tidak
tercantum dalam Daftar Kepatutan dan Kelayakan
(Daftar Tidak Lulus) sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan
(Fit and Proper Test) yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia;
b) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa:
i.
tidak pernah dinyatakan pailit; dan
ii. tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota
Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari
perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum
lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga
menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan
hukum lainnya dinyatakan pailit
berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu
5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan
permohonan;
c) surat …
4
c) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bersedia
untuk mengatasi kesulitan modal maupun likuiditas
Bank; dan
d) surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak
memiliki hutang yang bermasalah;
b. dalam hal pemegang saham adalah badan hukum maka harus
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1) akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar
berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat
pengesahan dari instansi berwenang termasuk bagi badan
hukum asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
negara asal badan hukum tersebut;
2) pas foto, fotokopi KTP atau paspor, riwayat hidup, dan
surat pernyataan pribadi sebagaimana dimaksud pada huruf
a angka 1) sampai dengan angka 4) dari:
a) masing-masing anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi dalam hal bentuk badan hukum adalah
Perseroan Terbatas; atau
b) masing-masing anggota pengurus dalam hal bentuk
badan hukum selain Perseroan Terbatas;
3) rekomendasi dari otoritas yang berwenang di negara asal
bagi badan hukum asing;
4) daftar pemegang saham dan jumlah nominal masing-
masing pemilik;
5) laporan keuangan badan hukum yang telah diaudit oleh
akuntan publik dengan posisi paling lama 6 (enam) bulan
sebelum tanggal pengajuan permohonan persetujuan
prinsip. Dalam hal, badan hukum tersebut masih dalam
proses audit maka laporan keuangan yang disampaikan
adalah …
5
adalah laporan keuangan audited tahun sebelumnya dan
laporan keuangan unaudited tahun terakhir. Laporan
keuangan tahun terakhir yang telah diaudit (audited) harus
segera disampaikan kepada Bank Indonesia setelah
diterima dari Kantor Akuntan Publik;
6) dalam hal pemegang saham berbentuk badan hukum adalah
PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai
berikut:
a) daftar pemilik badan hukum sampai dengan pemilik
terakhir (ultimate shareholders);
b) surat pernyataan pribadi dari:
i. masing-masing anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam
hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan
Terbatas; atau
ii. masing-masing anggota pengurus dari badan
hukum dimaksud dalam hal bentuk badan
hukumnya selain Perseroan Terbatas;
yang menyatakan bahwa masing-masing tidak
tercantum dalam Daftar Kepatutan dan Kelayakan
(Daftar Tidak Lulus) sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan
(Fit and Proper Test) yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia;
c) surat pernyataan pribadi dari:
i. masing-masing anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam
hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan
Terbatas; atau
ii. masing-masing …
6
ii. masing-masing anggota pengurus dari badan
hukum dimaksud dalam hal bentuk badan
hukumnya selain Perseroan Terbatas;
yang menyatakan bahwa masing-masing tidak pernah
dinyatakan pailit dan tidak pernah menjadi pemegang
saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota
Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan
hukum lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga
menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum
lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan
pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir
sebelum tanggal pengajuan permohonan;
d) surat pernyataan yang menyatakan badan hukum
tersebut bersedia untuk mengatasi kesulitan modal
maupun likuiditas Bank yang ditandatangani oleh:
i. anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam
hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan
Terbatas; atau
ii. anggota pengurus dari badan hukum dimaksud
dalam hal bentuk badan hukumnya selain
Perseroan Terbatas
yang berwenang mewakili badan hukum yang
bersangkutan.
Dalam hal Bank merupakan bagian dari kepemilikan
suatu kelompok usaha maka surat pernyataan dimaksud
harus ditandatangani oleh satu atau lebih pemilik
terakhir (ultimate shareholders) yang mayoritas;
e) surat …
7
e) surat pernyataan yang menyatakan bahwa badan
hukum tidak memiliki hutang yang bermasalah yang
ditandatangani oleh:
i. anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam
hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan
Terbatas; atau
ii. anggota pengurus dari badan hukum dimaksud
dalam hal bentuk badan hukumnya selain
Perseroan Terbatas
yang berwenang mewakili badan hukum yang
bersangkutan; dan
f) proyeksi laporan keuangan untuk jangka waktu paling
kurang 3 (tiga) tahun yang disusun oleh pihak
independen;
c. dalam hal pemegang saham adalah pemerintah, baik pusat
maupun daerah, maka harus dilampiri dokumen sebagai
berikut:
1) surat keterangan yang mencantumkan nama pejabat yang
berwenang mewakili pemerintah;
2) pas foto dan fotokopi KTP sebagaimana dimaksud pada
huruf a angka 1) dan angka 2) dari pejabat yang berwenang
mewakili pemerintah;
3) surat keterangan atau dokumen yang menjelaskan sumber
dana dalam rangka pendirian Bank; dan
4) dalam hal pemegang saham pemerintah adalah PSP maka
harus dilampiri tambahan dokumen yaitu surat pernyataan
yang menyatakan pemerintah bersedia untuk mengatasi
kesulitan modal maupun likuiditas Bank yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili
pemerintah; …
8
pemerintah;
3. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan
anggota DPS disertai dengan dokumen sebagai berikut:
a. pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm;
b. fotokopi KTP atau paspor yang masih berlaku;
c. riwayat hidup (curriculum vitae);
d. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang
menyatakan tidak pernah melakukan tindakan fraud (penipuan,
penggelapan, dan kecurangan) di bidang perbankan, keuangan,
dan usaha lainnya, tidak pernah dihukum karena terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan, dan tidak tercantum dalam
Daftar Kepatutan dan Kelayakan (Daftar Tidak Lulus)
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Uji Kemampuan
dan Kepatutan (Fit and Proper Test) yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia;
e. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang
menyatakan bahwa:
1) tidak pernah dinyatakan pailit; dan
2) tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan
Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau
pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan
hukum lainnya dinyatakan pailit
berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan;
f. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi yang menyatakan
bahwa tidak memiliki hutang yang bermasalah;
g. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan
pelatihan …
9
pelatihan mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang
perbankan syariah yang pernah diikuti calon anggota Dewan
Komisaris dan calon anggota Direksi sesuai dengan persyaratan
kompetensi;
h. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan
pelatihan dan/atau Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang
syariah mu’amalah dan di bidang perbankan dan/atau keuangan
secara umum yang pernah diikuti calon anggota DPS sesuai
dengan persyaratan kompetensi;
i. surat pernyataan dari calon anggota Dewan Komisaris bahwa
yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai
Bank Umum Syariah;
j. surat pernyataan dari calon anggota Direksi bahwa yang
bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai
Bank Umum Syariah;
k. surat pernyataan dari calon anggota DPS bahwa yang
bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai
Bank Umum Syariah;
l. surat pernyataan dari calon anggota Dewan Komisaris bahwa
yang bersangkutan memiliki atau tidak memiliki hubungan
keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama calon
anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau Direksi;
m. surat pernyataan dari calon anggota Direksi bahwa yang
bersangkutan memiliki atau tidak memiliki hubungan keluarga
sampai dengan derajat kedua dengan calon anggota Dewan
Komisaris …
10
Komisaris dan/atau sesama calon anggota Direksi lainnya;
n. surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang
bersangkutan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
tidak memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima persen)
dari modal disetor pada perusahaan lain; dan
o. surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional - Majelis
Ulama Indonesia bagi calon anggota DPS;
4. rencana susunan dan struktur organisasi serta nama-nama calon
pejabat sampai dengan tingkat Pejabat Eksekutif;
5. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi;
6. rencana bisnis (business plan) yang paling kurang memuat:
a. rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan
penyaluran dana serta strategi pencapaiannya; dan
b. proyeksi neraca bulanan dan laporan laba rugi kumulatif
bulanan, selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak Bank
beroperasi;
7. rencana korporasi (corporate plan) berupa rencana strategis jangka
panjang dalam rangka mencapai tujuan Bank;
8. pedoman manajemen risiko termasuk pedoman risk control system,
rencana sistem pengendalian intern, rencana sistem teknologi
informasi yang digunakan, dan pedoman mengenai pelaksanaan
tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance);
9. sistem dan prosedur kerja yang lengkap dan komprehensif yang
digunakan dalam kegiatan operasional Bank;
10. bukti setoran modal paling kurang 30 % (tiga puluh persen) dari
modal disetor dalam bentuk fotokopi bilyet deposito iB dari Bank
atau Unit Usaha Syariah di Indonesia yang telah dilegalisir, atas
nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia qq. salah satu PSP“ atau
“qq. salah satu pemilik“ dalam hal PSP berhalangan. Bilyet
deposito …
11
deposito iB tersebut harus mencantumkan keterangan bahwa
pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Dalam hal pendirian Bank dilakukan oleh Pemerintah maka
ketentuan mengenai bukti setoran modal dan tata cara penyetoran
modal dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
11. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa sumber dana yang
digunakan dalam rangka kepemilikan Bank:
a.
tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam
bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau
b. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money
laundering).
Dalam hal calon pemegang saham Bank berbentuk badan hukum,
maka surat pernyataan ditandatangani oleh pengurus yang
berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan.
Dalam hal calon pemegang saham Bank berupa bank maka
mengacu kepada ketentuan yang berlaku mengenai penyertaan.
B. IZIN USAHA
Permohonan izin usaha Bank disampaikan dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 disertai dengan
dokumen sebagai berikut:
1. akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), yang memuat
anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang;
2. daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada huruf A angka
2, dalam hal terjadi perubahan pemegang saham;
3. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan
anggota DPS sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 3, dalam
hal …
12
hal terjadi perubahan calon anggota Dewan Komisaris, Direksi
dan/atau DPS;
4. fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin
Tinggal Tetap (KITAP) dari instansi berwenang bagi warga negara
asing yang menjadi calon anggota Direksi;
5. fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin
Tinggal Tetap (KITAP) dari instansi berwenang bagi warga negara
asing yang menjadi calon anggota Dewan Komisaris dan
bermaksud menetap di Indonesia;
6. fotokopi surat izin bekerja dari instansi berwenang bagi warga
negara asing yang menjadi calon anggota Direksi dan/atau calon
anggota Dewan Komisaris;
7. rencana susunan dan struktur organisasi, studi kelayakan, rencana
bisnis, rencana korporasi, pedoman-pedoman, serta sistem dan
prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4, angka
5, angka 6, angka 7, angka 8 dan angka 9, dalam hal terjadi
perubahan;
8. bukti pemenuhan modal disetor minimum dalam bentuk fotokopi
bilyet deposito iB dari Bank atau Unit Usaha Syariah di Indonesia
yang telah dilegalisir, atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia
qq. salah satu PSP“ atau “qq. salah satu pemilik“ dalam hal PSP
berhalangan. Bilyet deposito iB tersebut harus mencantumkan
keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank
Indonesia.
Dalam hal pendirian Bank dilakukan oleh Pemerintah maka
ketentuan mengenai bukti setoran modal dan tata cara penyetoran
modal dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
9. surat …
13
9. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa pemenuhan modal
disetor sebagaimana dimaksud pada angka 8 tidak berasal dari
sumber dana yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Bank Indonesia mengenai Bank Umum Syariah.
Dalam hal calon pemegang saham Bank berbentuk badan hukum,
maka surat pernyataan ditandatangani oleh anggota pengurus yang
berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan.
Dalam hal calon pemegang saham Bank berupa bank maka
mengacu kepada ketentuan yang berlaku mengenai penyertaan; dan
10. bukti kesiapan operasional paling kurang berupa:
a. kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung
kantor dan tata letak ruangan;
b. dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem
informasi yang meliputi antara lain core banking system dan
informasi mengenai jaringan telekomunikasi;
c. bukti kepemilikan, hak pakai, atau perjanjian sewa gedung
kantor;
d. contoh formulir/warkat Bank berlogo iB yang akan digunakan
untuk operasional Bank; dan
e. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
C. PERSETUJUAN PENCAIRAN DEPOSITO iB
Permohonan persetujuan pencairan deposito iB disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3.
D. PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA BANK
Laporan pelaksanaan kegiatan usaha Bank disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4.
III. PERUBAHAN …
14
III. PERUBAHAN KEPEMILIKAN DAN MODAL BANK
A. PERUBAHAN KEPEMILIKAN BANK YANG TIDAK
MENGAKIBATKAN PERUBAHAN PENGENDALIAN
Laporan perubahan komposisi kepemilikan Bank yang tidak
mengakibatkan perubahan pengendalian disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5
yang dibedakan sebagai berikut:
1. perubahan komposisi pemegang saham karena adanya penambahan
modal disetor disampaikan dengan dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi risalah rapat umum pemegang saham;
b. daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2;
c. surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.11;
dan
d. fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar berikut bukti
penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar dari
instansi yang berwenang.
2. perubahan komposisi pemegang saham tanpa mengubah jumlah
modal disetor disampaikan dengan dokumen yaitu daftar pemegang
saham sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.
B. PERUBAHAN KEPEMILIKAN BANK YANG MENGAKIBATKAN
PERUBAHAN PENGENDALIAN
Mekanisme perubahan PSP tunduk pada ketentuan yang mengatur
mengenai penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Bank.
C. PERUBAHAN …
15
C. PERUBAHAN MODAL DASAR BANK
Laporan perubahan modal dasar Bank disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 6
disertai dengan dokumen sebagai berikut:
1. fotokopi risalah rapat umum pemegang saham; dan
2. fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui oleh
instansi berwenang.
D. PENERBITAN SAHAM BANK MELALUI PENAWARAN UMUM
DI BURSA EFEK (GO PUBLIC)
Rencana penerbitan saham Bank melalui penawaran umum di bursa
efek (go public) disampaikan dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7.
IV. DEWAN KOMISARIS, DIREKSI, DAN/ATAU DEWAN PENGAWAS
SYARIAH BANK
A. PERMOHONAN PERSETUJUAN CALON ANGGOTA DEWAN
KOMISARIS, CALON ANGGOTA DIREKSI, DAN/ATAU CALON
ANGGOTA DEWAN PENGAWAS SYARIAH
Permohonan persetujuan calon anggota Dewan Komisaris, calon
anggota Direksi, dan/atau calon anggota DPS Bank disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 8 disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.3.
Permohonan untuk memperoleh persetujuan calon anggota Dewan
Komisaris diajukan paling kurang oleh Presiden Direktur atau Direktur
Utama kepada Bank Indonesia.
Permohonan …
16
Permohonan untuk memperoleh persetujuan calon anggota Direksi
diajukan paling kurang oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama
kepada Bank Indonesia.
Permohonan untuk memperoleh persetujuan calon anggota Dewan
Pengawas Syariah diajukan paling kurang oleh Direksi kepada Bank
Indonesia.
B. PENGANGKATAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DIREKSI,
DAN/ATAU DEWAN PENGAWAS SYARIAH
Laporan pengangkatan anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau
DPS Bank disampaikan dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 9 disertai dengan fotokopi
risalah rapat umum pemegang saham.
C. PEMBERHENTIAN DAN/ATAU PENGUNDURAN DIRI
ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DIREKSI, DAN/ATAU DEWAN
PENGAWAS SYARIAH
Laporan pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan
Komisaris, Direksi (kecuali Direktur Kepatuhan), dan/atau DPS Bank
disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 10 disertai dengan alasan pemberhentian dan/atau
pengunduran diri.
V. PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN ATAU PENGGANTIAN
PEJABAT EKSEKUTIF BANK
Laporan pengangkatan, pemberhentian atau penggantian Pejabat Eksekutif
Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 11 disertai dengan dokumen sebagai berikut:
A. surat pengangkatan, pemberhentian, penggantian dan/atau pemberian
kuasa …
17
kuasa sebagai Pejabat Eksekutif dari Direksi Bank atau pejabat yang
berwenang; dan
B. dokumen identitas Pejabat Eksekutif yang diangkat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3.a, butir II.A.3.b, butir II.A.3.c, dan butir
II.A.3.d.
VI. PEMBUKAAN KANTOR BANK
A. PEMBUKAAN KANTOR CABANG
1. Persyaratan
Bank dapat menyampaikan permohonan izin pembukaan KC di
dalam negeri setelah memenuhi persyaratan paling kurang sebagai
berikut:
a.
telah mencantumkan rencana pembukaan KC dalam Rencana
Bisnis Bank;
b. memiliki hasil studi kelayakan yang mendukung bisnis Bank;
c. peringkat komposit tingkat kesehatan selama 2 (dua) periode
penilaian terakhir paling kurang 3 (tiga);
d. peringkat Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
selama 1 (satu) periode penilaian terakhir paling kurang 3
(tiga);
e. proyeksi peringkat KPMM setelah pembukaan KC paling
kurang 3 (tiga); dan
f. peringkat Risiko Komposit paling kurang moderate.
2. Dokumen Pendukung:
Permohonan izin pembukaan KC di dalam negeri disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 12 disertai dengan dokumen sebagai berikut:
a. rencana persiapan operasional dalam rangka pembukaan KC,
antara lain:
1) susunan …
18
1) susunan dan struktur organisasi serta personalia;
2) kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto
gedung kantor dan tata letak ruangan;
3) informasi mengenai jaringan telekomunikasi; dan
4) bukti kepemilikan, hak pakai, atau perjanjian sewa gedung
kantor;
b. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi
ekonomi, peluang pasar, dan tingkat kejenuhan jumlah kantor
Bank dan kantor Unit Usaha Syariah; dan
c. rencana penghimpunan dan penyaluran dana paling kurang
selama 12 (dua belas) bulan beserta penjelasannya.
B. PELAKSANAAN PEMBUKAAN KANTOR CABANG
Laporan pelaksanaan pembukaan KC di dalam negeri disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 13.
C. IZIN TIDAK BEROPERASI PADA HARI KERJA
Permohonan izin KC atau Kantor di bawah KC untuk tidak beroperasi
pada hari kerja disampaikan dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 14.
D. PEMBUKAAN KANTOR DI BAWAH KANTOR CABANG
Rencana pembukaan Kantor di bawah KC disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15
disertai dengan dokumen sebagai berikut:
1. rencana persiapan operasional sebagaimana dimaksud pada butir
A.2.a.; dan
2. hasil …
19
2. hasil studi kelayakan yang memuat tingkat kejenuhan jumlah
kantor Bank dan kantor Unit Usaha Syariah.
E. PELAKSANAAN PEMBUKAAN KANTOR DI BAWAH KANTOR
CABANG
Laporan pelaksanaan pembukaan Kantor di bawah KC disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 16.
F. PEMBUKAAN KANTOR CABANG ATAU JENIS-JENIS KANTOR
LAINNYA YANG BERSIFAT OPERASIONAL DI LUAR NEGERI
1. Persyaratan
Bank dapat menyampaikan permohonan izin pembukaan kantor di
luar negeri setelah memenuhi persyaratan paling kurang sebagai
berikut:
a.
telah menjadi bank devisa paling kurang 24 (dua puluh empat)
bulan terakhir;
b. telah mencantumkan rencana pembukaan kantor dalam
Rencana Bisnis Bank;
c. memiliki hasil studi kelayakan yang mendukung bisnis Bank;
d. peringkat komposit tingkat kesehatan selama 2 (dua) periode
penilaian terakhir paling kurang 3 (tiga);
e. peringkat KPMM selama 1 (satu) periode penilaian terakhir
paling kurang 3 (tiga);
f. proyeksi peringkat KPMM setelah pembukaan kantor paling
kurang 3 (tiga);
g. peringkat Risiko Komposit paling kurang moderate; dan
h. mempunyai alamat atau tempat kedudukan kantor yang jelas.
2. Dokumen …
20
2. Dokumen Pendukung
Permohonan izin pembukaan KC atau jenis-jenis kantor lainnya
yang bersifat operasional di luar negeri disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
17 disertai dengan dokumen sebagai berikut:
a. rencana persiapan operasional dalam rangka pembukaan kantor
antara lain:
1) susunan dan struktur organisasi serta personalia; dan
2) kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto
gedung kantor dan tata letak ruangan;
b. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi
ekonomi dan peluang pasar; dan
c. rencana penghimpunan dan penyaluran dana paling kurang
selama 12 (dua belas) bulan beserta penjelasannya.
G. PEMBUKAAN KANTOR PERWAKILAN ATAU JENIS-JENIS
KANTOR LAINNYA YANG TIDAK BERSIFAT OPERASIONAL
DI LUAR NEGERI
Permohonan izin pembukaan kantor perwakilan atau jenis-jenis kantor
lainnya yang tidak bersifat operasional di luar negeri disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 18 disertai dengan alasan pembukaan kantor.
H. PELAKSANAAN PEMBUKAAN KANTOR DI LUAR NEGERI
Laporan pelaksanaan pembukaan kantor di luar negeri disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 19 disertai dengan salinan/fotokopi izin pembukaan kantor
dari otoritas di negara setempat.
VII. PELAKSANAAN …
21
VII. PELAKSANAAN PENURUNAN STATUS KANTOR BANK
Laporan pelaksanaan penurunan status kantor disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 20
disertai dengan bukti penyelesaian kewajiban KC kepada nasabah serta
pihak lainnya. Penyelesaian kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya
dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh kewajiban kepada
kantor Bank lainnya.
VIII. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR BANK
A. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT
Permohonan izin pemindahan alamat kantor pusat Bank disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 21 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan rencana
persiapan kantor Bank antara lain:
1. kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung kantor
dan tata letak ruangan;
2. informasi mengenai jaringan telekomunikasi; dan
3. bukti kepemilikan, hak pakai, atau perjanjian sewa gedung kantor.
B. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG
Permohonan izin pemindahan alamat KC Bank disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 22
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Permohonan izin pemindahan alamat KC dalam wilayah
kotamadya/kabupaten yang sama dengan kantor sebelumnya,
disertai dengan alasan pemindahan alamat dan rencana persiapan
operasional KC yang meliputi antara lain:
a. susunan dan struktur organisasi serta personalia dalam hal
terjadi perubahan;
b. kesiapan …
22
b. kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung
kantor dan tata letak ruangan;
c.
informasi mengenai jaringan telekomunikasi; dan
d. bukti kepemilikan, hak pakai, atau perjanjian sewa gedung
kantor.
2. Permohonan izin pemindahan alamat KC ke wilayah
kotamadya/kabupaten yang berbeda dengan kantor sebelumnya
namun masih dalam satu wilayah Kantor Bank Indonesia disertai
dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut:
a. rencana persiapan operasional KC sebagaimana dimaksud pada
angka 1;
b. rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban
KC kepada nasabah dan pihak lainnya; dan
c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang paling
kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar, dan tingkat
kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor Unit Usaha Syariah.
C. PELAKSANAAN PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT
ATAU KANTOR CABANG
Laporan pelaksanaan pemindahan alamat kantor pusat atau KC Bank
disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 23 disertai dengan guntingan surat kabar yang memuat
pengumuman pemindahan alamat tersebut.
D. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI BAWAH KANTOR
CABANG
Rencana pemindahan alamat Kantor di bawah KC disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Rencana …
23
1. Rencana pemindahan alamat Kantor di bawah KC dalam wilayah
kotamadya/kabupaten yang sama dengan kantor sebelumnya,
disertai dengan alasan pemindahan alamat dan rencana persiapan
operasional Kantor di bawah KC sebagaimana dimaksud pada
huruf B angka 1.
2. Rencana pemindahan alamat Kantor di bawah KC ke wilayah
kotamadya/kabupaten yang berbeda dengan kantor sebelumnya
namun masih dalam satu wilayah Kantor Bank Indonesia, disertai
dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut:
a. rencana persiapan operasional Kantor di bawah KC
sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 1;
b. rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban
Kantor di bawah KC kepada nasabah dan pihak lainnya; dan
c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang paling
kurang memuat tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan
kantor Unit Usaha Syariah.
E. PELAKSANAAN PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI BAWAH
KANTOR CABANG
Laporan pelaksanaan pemindahan alamat Kantor di bawah KC
disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 25 disertai dengan guntingan surat kabar yang memuat
pengumuman pemindahan alamat tersebut.
F. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI LUAR NEGERI
Rencana pemindahan alamat kantor di luar negeri disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26
disertai dengan alasan pemindahan alamat.
G. PELAKSANAAN …
24
G. PELAKSANAAN PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI LUAR
NEGERI
Laporan pelaksanaan pemindahan alamat kantor di luar negeri
disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 27 disertai dengan salinan/fotokopi izin dari otoritas di
negara setempat.
IX. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR BANK
Laporan perubahan anggaran dasar Bank disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 28
disertai dengan fotokopi anggaran dasar yang telah mendapat persetujuan
atau penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari instansi
berwenang.
X. PENETAPAN PENGGUNAAN IZIN USAHA KARENA PERUBAHAN
NAMA BANK
Permohonan penetapan izin usaha karena perubahan nama Bank
disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 29 disertai dengan fotokopi akta perubahan anggaran dasar
terkait penggunaan nama baru yang telah disetujui oleh instansi berwenang.
XI. PENUTUPAN KANTOR BANK
A. PENUTUPAN KANTOR CABANG
Permohonan izin penutupan KC di dalam negeri disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 30
disertai dengan alasan penutupan dan rencana penyelesaian seluruh
kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya.
B. PELAKSANAAN …
25
B. PELAKSANAAN PENUTUPAN KANTOR CABANG
Laporan pelaksanaan penutupan KC di dalam negeri disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 31 disertai dengan dokumen sebagai berikut:
1. bukti penyelesaian kewajiban kepada nasabah serta pihak lainnya.
Penyelesaian kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat
dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh kewajiban kepada
kantor Bank lainnya; dan
2. guntingan surat kabar yang memuat pengumuman rencana
penutupan KC tersebut.
C. PENUTUPAN KANTOR DI BAWAH KANTOR CABANG
Rencana penutupan Kantor di bawah KC disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32
disertai dengan alasan penutupan dan rencana penyelesaian seluruh
kewajiban Kantor di bawah KC kepada nasabah dan pihak lainnya.
D. PELAKSANAAN PENUTUPAN KANTOR DI BAWAH KANTOR
CABANG
Laporan pelaksanaan penutupan Kantor di bawah KC disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 33 disertai dengan bukti penyelesaian kewajiban kepada
nasabah serta pihak lainnya. Penyelesaian kewajiban kepada nasabah
dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan
seluruh kewajiban kepada kantor Bank lainnya.
E. PELAKSANAAN PENUTUPAN KANTOR DI LUAR NEGERI
Laporan pelaksanaan penutupan kantor di luar negeri disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran …
26
Lampiran 34 disertai dengan salinan/fotokopi izin penutupan kantor
dari otoritas di negara setempat.
XII. PENCABUTAN IZIN USAHA ATAS PERMINTAAN BANK
A. PERSETUJUAN PERSIAPAN PENCABUTAN IZIN USAHA
Permohonan persetujuan persiapan pencabutan izin usaha disampaikan
dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 35 disertai dengan alasan penutupan dan dokumen sebagai
berikut:
1. risalah Rapat Umum Pemegang Saham yang memuat keputusan
mengenai penutupan Bank;
2. rencana penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak
lainnya; dan
3. laporan keuangan terkini.
B. PENCABUTAN IZIN USAHA
Permohonan pencabutan izin usaha disampaikan dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 36 disertai dengan
dokumen sebagai berikut:
1. laporan pelaksanaan penghentian kegiatan usaha Bank;
2. laporan pelaksanaan pengumuman rencana pembubaran badan
hukum Bank dan rencana penyelesaian kewajiban Bank dalam 2
(dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas;
3. laporan pelaksanaan penyelesaian kewajiban Bank;
4. laporan hasil verifikasi dari kantor akuntan publik atas penyelesaian
kewajiban Bank; dan
5. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa langkah-langkah
penyelesaian kewajiban Bank telah dilakukan dan apabila terdapat
tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab pemegang
saham.
XIII. ALAMAT …
27
XIII. ALAMAT PERMOHONAN IZIN ATAU RENCANA DAN/ATAU
PENYAMPAIAN LAPORAN
Permohonan izin atau rencana dan/atau penyampaian laporan diajukan
kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut:
1. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350;
atau
2. Kantor Bank Indonesia setempat,
dengan berpedoman pada Lampiran 37.
XIV. PENUTUP
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor
7/5/DPbS tanggal 8 Februari 2005 perihal Bank Umum Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana
telah diubah dengan Surat Edaran Nomor 8/9/DPbS tanggal 1 Maret 2006
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 April
2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/9/DPbS|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Bank Umum Syariah </reg_title>
<set_date> 7 April 2009 </set_date>
<effective_date> 7 April 2009 </effective_date>
<replaced_reg> '8/9/DPbS|SE-BI/2006', '7/5/DPbS|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '11/3/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 14/ 22 /DPM
Jakarta, 8 Agustus 2012
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan
Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh
Bank.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian
Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2005 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4504) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 14/ 10 /PBI/2012 (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2012 Nomor 157 , Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5335) dan dalam rangka upaya pendalaman
pasar valuta asing domestik untuk mendukung kegiatan ekonomi di
Indonesia dengan tetap memperhatikan stabilitas nilai tukar rupiah,
perlu dilakukan penyempurnaan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah
dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/44/DPD tanggal 15
September 2005 sebagai berikut:
1. Ketentuan angka 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
6. Pengecualian pembatasan Transaksi Derivatif valuta asing
terhadap rupiah yang dilakukan untuk keperluan lindung nilai
(hedging) ...
2
(hedging)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
PBI No.14/ 10 /PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan
Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank
(yang selanjutnya disebut PBI), diatur sebagai berikut:
a. Hedging atas realisasi investasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (3) huruf a PBI, diatur sebagai berikut:
1) telah terjadi aliran dana dari Pihak Asing untuk setelmen
kegiatan investasi dimaksud;
2) dalam hal kegiatan investasi masih dalam proses
penyelesaian namun telah terjadi aliran dana dari Pihak
Asing atas rencana investasi dimaksud, hedging dapat
dilakukan atas aliran dana tersebut apabila Pihak Asing
yang bersangkutan telah tercatat sebagai investor atas
investasi dimaksud;
3) nilai hedging untuk investasi paling banyak sebesar nilai
realisasi investasi yang tercantum dalam dokumen
pendukung;
4) dalam hal kegiatan investasi masih dalam proses
penyelesaian, nilai hedging paling banyak sebesar nilai
rencana investasi yang tercantum dalam dokumen
pendukung;
5) jangka waktu hedging paling singkat 1 (satu) minggu dan
paling lama sama dengan jangka waktu investasi;
6) dalam hal kegiatan investasi masih dalam proses
penyelesaian, jangka waktu hedging paling singkat 1
(satu) minggu dan paling lama sama dengan jangka waktu
proses penyelesaian investasi dimaksud;
7) contoh hedging atas kegiatan investasi yang telah
direalisasikan:
Pihak ...
3
Pihak Asing melakukan pembelian saham sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) pada tanggal
transaksi 10 September 2012 dengan tanggal valuta 13
September 2012 dan berencana untuk melakukan
hedging atas saham tersebut. Bank dapat memenuhi
kebutuhan hedging Pihak Asing atas pembelian saham
yang telah terealisasi tersebut dengan transaksi outright
forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan jangka
waktu paling singkat 1 (satu) minggu, sepanjang saham
dimiliki Pihak Asing paling singkat sampai dengan tanggal
20 September 2012. Dalam hal ini transaksi hedging
dilakukan pada tanggal 13 September 2012 dengan
tanggal valuta paling singkat 20 September 2012.
8) contoh hedging atas kegiatan investasi yang masih dalam
proses penyelesaian dimana Pihak Asing telah memiliki
dana rupiah yang cukup untuk penyelesaian transaksi
kegiatan investasi dimaksud:
Contoh 1:
Pihak Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) akan
menyelenggarakan Initial Public Offering (IPO) Saham PT.
JKL dengan persyaratan sebagai berikut:
Tanggal efektif : 1 Oktober 2012
Tanggal penawaran : 8 s.d. 12 Oktober 2012
Tanggal penjatahan : 15 Oktober 2012
Tanggal pengembalian dana : 16 Oktober 2012
Tanggal distribusi : 16 Oktober 2012
Tanggal listing di bursa : 17 Oktober 2012
Pada tanggal penawaran, para investor dipersyaratkan
untuk menyetor dana rupiah sebesar nilai penawaran
yang diajukan.
Berdasarkan ...
4
Berdasarkan informasi IPO tersebut, Pihak Asing
melakukan penawaran saham PT. JKL sebesar
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pada tanggal 9 Oktober 2012, Pihak Asing menyetor dana
sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) dalam rangka memenuhi persyaratan IPO dan
berencana untuk melakukan hedging atas setoran dana
tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan hedging Pihak
Asing atas setoran dana dimaksud dengan transaksi
outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing
sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu)
minggu. Dalam hal ini, transaksi hedging dilakukan pada
tanggal 9 Oktober 2012 dengan tanggal valuta 16 Oktober
2012, dimana tanggal valuta tersebut merupakan tanggal
penyelesaian transaksi pembelian saham tersebut.
Contoh 2:
Apabila dalam penawaran Pihak Asing sebagaimana
dimaksud pada contoh 1, Pihak Asing dimaksud
memperoleh saham sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah), maka Pihak Asing yang
bersangkutan harus menyediakan dana rupiah yang
cukup untuk melakukan penyelesaian transaksi outright
forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
yang telah dilakukan sebelumnya.
Contoh 3:
Apabila dalam penawaran Pihak Asing sebagaimana
dimaksud pada contoh 1, Pihak Asing dimaksud tidak
memperoleh saham seluruhnya, dan kemudian Pihak
Asing yang bersangkutan mendapatkan dana rupiahnya
kembali pada tanggal 16 Oktober 2012. Dana rupiah
tersebut ...
5
tersebut dapat dipergunakan untuk menyelesaikan
transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada
Pihak Asing sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) yang telah dilakukan sebelumnya.
Contoh 4:
Apabila dalam penawaran Pihak Asing sebagaimana
dimaksud pada contoh 1, Pihak Asing dimaksud
memperoleh saham hanya sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah), dan kemudian Pihak Asing yang
bersangkutan mendapatkan dana rupiahnya kembali
sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) pada tanggal 16 Oktober 2012. Pihak Asing yang
bersangkutan harus menyediakan tambahan dana rupiah
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk
melakukan penyelesaian transaksi outright forward jual
USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
yang telah dilakukan sebelumnya.
9) contoh hedging atas kegiatan investasi yang masih dalam
proses penyelesaian dimana hedging dilakukan untuk
pendanaan kegiatan investasi yang bersangkutan:
Pihak Asing melakukan pembelian Obligasi Negara tenor 5
(lima) tahun sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) pada tanggal transaksi 3 September
2012 dengan tanggal valuta 6 September 2012, dan akan
dimiliki sampai dengan tanggal 8 Oktober 2012. Atas
kepemilikan Obligasi Negara tersebut, Pihak Asing
berencana untuk melakukan hedging. Bank dapat
memenuhi kebutuhan hedging Pihak Asing atas
pembelian Obligasi Negara tersebut melalui transaksi
swap jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing (beli
USD/IDR pada first leg dan jual USD/IDR pada second
leg ...
6
leg) sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah). Dalam hal ini, transaksi dapat dilakukan pada
tanggal 4 September 2012 dengan tanggal valuta (first leg)
6 September 2012 dan tanggal jatuh waktu (second leg) 8
Oktober 2012. Dana rupiah yang diperoleh pada tanggal 6
September 2012 dipergunakan untuk melakukan
setelmen Obligasi Negara tersebut.
b. Hedging atas penghasilan dari investasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) PBI, diatur sebagai berikut:
1) dana rupiah yang telah diterima oleh Pihak Asing;
Contoh: Pihak Asing menerima dana rupiah yang berasal
dari kupon Obligasi Pemerintah pada tanggal 25
September 2012 sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah). Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak
Asing untuk melakukan repatriasi atas dana rupiah
tersebut melalui transaksi outright forward jual USD/IDR
Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dengan jangka waktu paling singkat 1
(satu) minggu. Dalam hal ini, transaksi dilakukan pada
tanggal 26 September 2012 dengan tanggal valuta paling
singkat 3 Oktober 2012.
2) dalam hal dana rupiah belum diterima oleh Pihak Asing,
harus terdapat kepastian atas jumlah dana rupiah yang
akan diterima dan waktu penerimaan oleh Pihak Asing
yang dibuktikan dengan dokumen pendukung;
Contoh: Pihak Asing melakukan Penyertaan Langsung
dalam PT. MNO yang bergerak pada usaha pertambangan
di Indonesia. Sesuai dengan hasil Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) pada tanggal 2 Agustus 2012, dividen akan
dibagikan kepada Pihak Asing yang bersangkutan pada
tanggal 10 Agustus 2012 sebesar Rp100.000.000,00
(seratus ...
7
(seratus juta rupiah). Berdasarkan dokumen hasil RUPS
tersebut, Pihak Asing dapat melakukan repatriasi atas
dana rupiah dari dividen yang akan diterima. Bank dapat
memenuhi kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan
repatriasi melalui transaksi outright forward jual USD/IDR
Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dengan jangka waktu paling singkat
1 (satu) minggu. Dalam hal ini, transaksi dilakukan pada
tanggal 3 Agustus 2012 dengan tanggal valuta 10 Agustus
2012.
c. Hedging atas kegiatan ekspor/impor perdagangan
internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5)
PBI harus memiliki jangka waktu paling lama sesuai dengan
jangka waktu kebutuhan pembayaran importir dan/atau
penerimaan pembayaran eksportir.
Contoh:
Pihak Asing yang merupakan importir di Indonesia
mempunyai kewajiban pembayaran impor sebesar
USD10,000,000.00 (sepuluh juta US Dollar) yang jatuh waktu
pada tanggal 14 September 2012 dan berencana melakukan
hedging atas kewajiban pembayaran impor. Bank dapat
memenuhi kebutuhan hedging Pihak Asing atas kewajiban
pembayaran tersebut melalui transaksi outright forward jual
USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar
USD10,000,000.00 (sepuluh juta US Dollar) pada tanggal
transaksi 11 September 2012 dengan tanggal valuta 14
September 2012.
d. Hedging atas kegiatan perdagangan dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) PBI, harus
memiliki jangka waktu paling lama sesuai dengan jangka
waktu ...
8
waktu kebutuhan pembayaran kewajiban dan/atau
penerimaan tagihan.
Contoh:
Pihak Asing mempunyai kewajiban pembayaran invoice dalam
rangka kegiatan perdagangan antar pulau di Indonesia
sebesar USD15,000,000.00 (lima belas juta US Dollar) yang
jatuh waktu pada tanggal 7 September 2012 dan berencana
melakukan hedging atas kewajiban pembayaran invoice. Bank
dapat memenuhi kebutuhan hedging Pihak Asing atas
kewajiban pembayaran tersebut melalui transaksi outright
forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar
USD15,000,000.00 (lima belas juta US Dollar) pada tanggal
transaksi 3 September 2012 dengan tanggal valuta 7
September 2012.
e. Hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing dalam
rangka cover hedging Bank sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (6) PBI, diatur sebagai berikut:
1) Bank dapat melakukan hedging kepada Pihak Asing (bank
di luar negeri) atas hedging yang telah dilakukan nasabah
Bank kepada Bank yang bersangkutan dengan underlying
yang dimiliki oleh nasabah Bank dimaksud;
2) contoh cover hedging Bank kepada Pihak Asing atas
hedging nasabah:
PT. ABC memiliki kewajiban valuta asing terkait dengan
transaksi impor perdagangan internasional yang akan
jatuh waktu 1 (satu) minggu ke depan. Perusahaan
tersebut melakukan hedging melalui transaksi outright
forward beli USD/IDR kepada Bank X dengan jangka
waktu 1 (satu) minggu. Bank X dapat melakukan cover
hedging dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu)
minggu kepada Pihak Asing (bank di luar negeri)
berdasarkan ...
9
berdasarkan hedging yang dilakukan PT. ABC sepanjang
underlying kewajiban valuta asing tersebut masih
memiliki sisa jangka waktu 1 (satu) minggu.
3) contoh cover hedging Bank kepada Pihak Asing atas cover
hedging Bank lain:
PT. DEF memiliki kewajiban valuta asing terkait dengan
transaksi impor perdagangan internasional yang akan
jatuh waktu 1 (satu) bulan ke depan pada tanggal 28
September 2012. Perusahaan tersebut melakukan hedging
melalui transaksi outright forward beli USD/IDR kepada
Bank Y di dalam negeri dengan tanggal transaksi 3
September 2012 dan tanggal valuta 28 September 2012.
Selanjutnya Bank Y melakukan cover hedging kepada
Bank Z di dalam negeri dengan tanggal transaksi 10
September 2012 dan tanggal valuta 28 September 2012.
Karena keterbatasan credit limit di dalam negeri maka
Bank Z di dalam negeri melakukan cover hedging kepada
Pihak Asing (bank di luar negeri) dengan tanggal transaksi
17 September 2012 dan tanggal valuta 28 September
2012 berdasarkan hedging yang dilakukan PT. DEF
dengan Bank Y.
f. Transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah
Bank dengan Pihak Asing dalam rangka setelmen kegiatan
investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (8) PBI,
diatur sebagai berikut:
1) tanggal transaksi outright forward beli valuta asing
terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing sama dengan
tanggal transaksi pembelian investasi oleh Pihak Asing;
2) tanggal valuta outright forward beli valuta asing terhadap
rupiah Bank dengan Pihak Asing sama dengan tanggal
setelmen pembelian investasi oleh Pihak Asing;
3) contoh ...
10
3) contoh transaksi outright forward beli valuta asing
terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka
setelmen pembelian saham:
Pihak Asing (global broker, atau global custody, atau
pemodal asing) melakukan transaksi pembelian saham
pada tanggal 27 Agustus 2012 untuk setelmen saham
pada tanggal 30 Agustus 2012. Pihak Asing
membutuhkan dana rupiah dalam rangka setelmen
transaksi pembelian saham tersebut. Dalam hal ini, Bank
dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing dengan
melakukan transaksi outright forward beli valuta asing
terhadap rupiah Bank kepada Pihak Asing pada tanggal
transaksi 27 Agustus 2012 untuk jatuh waktu pada
tanggal 30 Agustus 2012.
2. Ketentuan angka 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
7. Underlying transaction dalam pengecualian pembatasan
Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan
untuk keperluan lindung nilai (hedging) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a PBI, diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal investasi berupa pembelian Surat Berharga diatur
sebagai berikut:
1) underlying transaction untuk pembelian Surat Berharga
dihitung berdasarkan total portofolio (basket of securities)
atas dasar harga pasar (market value), sesuai dengan
ketentuan yang berlaku mengenai Surat Berharga yang
bersangkutan;
2) total nilai portofolio paling sedikit sama dengan nilai
hedging pada saat awal transaksi hedging dilakukan;
Apabila dalam jangka waktu hedging terdapat penurunan
market value Surat Berharga yang digunakan sebagai
underlying ...
11
underlying, maka tidak terdapat kewajiban top-up atas
nilai Surat Berharga dimaksud.
3) apabila dalam jangka waktu hedging terdapat
penambahan Surat Berharga dalam portofolio yang sama,
dan Pihak Asing bermaksud untuk melakukan hedging
atas penambahan Surat Berharga tersebut, maka Pihak
Asing yang bersangkutan wajib membuka kontrak hedging
baru dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu
dengan nilai hedging paling banyak sebesar penambahan
Surat Berharga dimaksud;
Contoh:
Pihak Asing memiliki portofolio saham sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) pada tanggal 1
Agustus 2012, dan pada tanggal yang sama dilakukan
hedging dengan membuka Transaksi Derivatif sebesar
Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan berjangka
waktu 1 (satu) minggu. Pada tanggal 6 Agustus 2012,
Pihak Asing tersebut melakukan pembelian obligasi SUN
sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah),
sehingga total nilai portofolio Pihak Asing menjadi sebesar
Rp90.000.000,00 (sembilan puluh juta rupiah). Apabila
Pihak Asing tersebut bermaksud untuk melakukan
hedging atas tambahan obligasi SUN tersebut, maka Pihak
Asing dimaksud harus membuka kontrak hedging baru di
luar transaksi hedging sebelumnya dengan nilai hedging
paling banyak sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh
juta rupiah) dan jangka waktu paling singkat 1 (satu)
minggu.
4) dalam hal Pihak Asing telah menerima kupon dan/atau
penghasilan lainnya atas Surat Berharga yang dimiliki,
Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan
underlying ...
12
underlying kupon dan/atau penghasilan lainnya yang
telah diterima dari investasi Surat Berharga dimaksud;
5) dalam hal Pihak Asing akan menerima kupon dan/atau
penghasilan lainnya atas Surat Berharga yang dimiliki
yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai
kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak
Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan
underlying kupon dan/atau penghasilan lainnya yang
akan diterima dari investasi Surat Berharga dimaksud;
6) transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling
banyak sebesar nilai kupon dan/atau penghasilan lainnya
dari investasi Surat Berharga yang telah atau yang akan
diterima.
b. Dalam hal investasi berupa pemberian Kredit diatur sebagai
berikut:
1) underlying transaction untuk pemberian Kredit dihitung
berdasarkan nominal Kredit yang telah direalisasikan;
2) underlying untuk pemberian Kredit dalam bentuk Kredit
sindikasi, dihitung berdasarkan kontribusi Pihak Asing
tersebut dalam Kredit sindikasi;
Dalam hal terdapat Kredit sindikasi dengan Pihak Asing
lebih dari 1 (satu), maka masing-masing Pihak Asing yang
tergabung dalam Kredit sindikasi dapat melakukan
hedging dengan nilai hedging paling banyak sebesar nilai
kontribusi Pihak Asing yang bersangkutan dalam Kredit
sindikasi tersebut.
Contoh:
Kredit sindikasi oleh 5 (lima) bank di luar negeri yang
diberikan kepada PT. PQR adalah sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Masing-masing
bank di luar negeri tersebut memberikan kontribusinya
sebesar ...
13
sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), maka
nilai hedging yang dapat dilakukan oleh masing-masing
bank di luar negeri tersebut paling banyak adalah sebesar
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
3) dalam hal Pihak Asing telah menerima bunga atas
pemberian Kredit oleh Pihak Asing yang bersangkutan,
Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan
underlying pendapatan bunga dimaksud;
4) dalam hal Pihak Asing telah menerima pengembalian
Kredit oleh debitur, Pihak Asing dapat melakukan
transaksi hedging dengan underlying dana yang berasal
dari pengembalian Kredit dimaksud;
5) dalam hal Pihak Asing akan menerima bunga atas
pemberian Kredit oleh Pihak Asing yang bersangkutan
yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai
kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak
Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan
underlying bunga yang akan diterima dimaksud;
6) dalam hal Pihak Asing akan menerima pengembalian
Kredit oleh debitur yang dibuktikan dengan dokumen
pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang
akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi
hedging dengan underlying pengembalian Kredit yang
akan diterima dimaksud;
7) transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling
banyak sebesar nilai pendapatan bunga dan/atau nilai
pengembalian Kredit yang telah atau yang akan diterima;
Contoh 1:
Pihak Asing memberikan Kredit kepada PT. STU pada
tanggal 3 Desember 2012 sebesar Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun.
Pelunasan Kredit tersebut akan dilakukan pada akhir
tahun ...
14
tahun ketiga yang jatuh waktu pada tanggal 3 Desember
2015. Pihak Asing berencana untuk melakukan hedging
dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun atas pemberian Kredit
yang telah dilakukan tersebut. Bank dapat memenuhi
kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan hedging melalui
transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada
Pihak Asing sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) pada tanggal transaksi 3 Desember 2012 dengan
tanggal valuta 3 Desember 2015. Dalam hal Pihak Asing
yang bersangkutan telah menerima pengembalian Kredit
sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) pada
tanggal 3 Desember 2015, atas dana rupiah tersebut
Pihak Asing yang bersangkutan tidak diperkenankan
untuk melakukan transaksi hedging lagi.
Contoh 2:
Pihak Asing memberikan Kredit kepada PT. VWX sebesar
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
dengan jangka waktu 5 (lima) tahun. Pembayaran Kredit
tersebut dilakukan secara bertahap setiap tahunnya
dengan angsuran pokok Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan bunga 10% (sepuluh per seratus) per
tahun. Pembayaran angsuran I jatuh waktu pada 1
Oktober 2012 sebesar Rp55.000.000,00 (lima puluh lima
juta rupiah) dan Pihak Asing berencana untuk melakukan
transaksi hedging atas pendapatan bunga dan
pengembalian Kredit yang telah diterima tersebut. Bank
dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing untuk
melakukan hedging melalui transaksi outright forward jual
USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar
Rp55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah) dengan
jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu. Dalam hal
ini ...
15
ini, transaksi dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2012
dengan tanggal valuta paling singkat 8 Oktober 2012.
c. Dalam hal investasi berupa Penyertaan Langsung diatur
sebagai berikut:
1) underlying transaction untuk Penyertaan Langsung adalah
berupa setoran modal dan laba ditahan, namun tidak
termasuk laba tahun berjalan;
2) hedging atas Penyertaan Langsung paling banyak sebesar
nilai underlying Penyertaan Langsung yang tercantum
dalam dokumen pendukung;
3) dalam hal Pihak Asing telah menerima dividen atas
Penyertaan Langsung, Pihak Asing dapat melakukan
transaksi hedging dengan underlying dividen yang telah
diterima dimaksud;
4) dalam hal Pihak Asing telah melakukan pencairan aset
dalam rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing yang
bersangkutan, Pihak Asing dapat melakukan transaksi
hedging dengan underlying dana hasil pencairan aset
rupiah dimaksud;
5) dalam hal Pihak Asing akan menerima dividen atas
Penyertaan Langsung yang dibuktikan dengan dokumen
pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang
akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi
hedging dengan underlying dividen yang akan diterima
dimaksud;
6) dalam hal Pihak Asing akan melakukan pencairan aset
dalam rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing yang
bersangkutan yang dibuktikan dengan dokumen
pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang
akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi
hedging ...
16
hedging dengan underlying dana pencairan aset rupiah
yang akan diterima dimaksud;
7) transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling
banyak sebesar nilai pendapatan dividen dan/atau dana
hasil pencairan aset rupiah yang telah atau yang akan
diterima;
Contoh:
Pihak Asing melakukan Penyertaan Langsung kepada PT.
XYZ yang merupakan perusahaan dalam negeri yang
bergerak di bidang alat-alat pertambangan sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) selama 3 (tiga)
tahun ke depan. Pihak Asing berencana untuk melakukan
hedging dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun atas
Penyertaan Langsung tersebut. Bank dapat memenuhi
kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan hedging dengan
jangka waktu 3 (tiga) tahun. Dalam hal Pihak Asing yang
bersangkutan melakukan pencairan aset atas Penyertaan
Langsung di PT. XYZ sebesar Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) pada akhir tahun ketiga, atas dana
hasil pencairan aset rupiah tersebut Pihak Asing yang
bersangkutan tidak diperkenankan untuk melakukan
transaksi hedging lagi.
d. Dalam hal kegiatan investasi masih dalam proses
penyelesaian diatur sebagai berikut:
1) underlying transaction untuk kegiatan investasi yang
masih dalam proses penyelesaian dihitung berdasarkan
rencana investasi yang meliputi Penyertaan Langsung di
Indonesia, pemberian Kredit, dan pembelian Surat
Berharga yang dibuktikan dengan dokumen pendukung;
dan
2) nilai ...
17
2) nilai hedging atas kegiatan investasi yang masih dalam
proses penyelesaian paling banyak sebesar nilai rencana
investasi pada saat awal transaksi hedging dilakukan
yang dibuktikan dengan dokumen pendukung.
3. Ketentuan angka 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
8. Dokumen pendukung dalam pengecualian pembatasan Transaksi
Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan untuk
keperluan lindung nilai (hedging) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (3), ayat (4), ayat (6) dan ayat (8) PBI, diatur sebagai
berikut:
a. Dokumen kegiatan investasi bersifat final.
b. Dokumen kegiatan investasi memuat informasi paling sedikit
nilai investasi, identitas investor, dan term of payment.
c. Dalam hal hedging untuk investasi berupa Penyertaan
Langsung, dokumen pendukung antara lain berupa:
1) bukti Penyertaan Langsung yang didalamnya tercantum
nilai nominal, identitas penyetor, identitas pihak penerima
Penyertaan Langsung;
2) bukti pencairan aset; dan/atau
3) bukti setoran.
d. Dalam hal hedging untuk investasi berupa pemberian Kredit,
dokumen pendukung antara lain berupa:
1) bukti perjanjian Kredit;
2) bukti outstanding Kredit;
3) bukti realisasi pembayaran/penarikan Kredit; dan/atau
4) bukti pengembalian Kredit.
e. Dalam hal hedging untuk investasi berupa pembelian Surat
Berharga diatur sebagai berikut:
1) dokumen pendukung berupa bukti pembelian Surat
Berharga oleh Pihak Asing berupa SWIFT message yang
berfungsi ...
18
berfungsi sebagai receive versus payment dan statement of
holdings; dan/atau
2) bagi nasabah yang tidak berlangganan SWIFT dapat
menggunakan dokumen pengganti berupa laporan
rekapitulasi kepemilikan Surat Berharga yang diterbitkan
bank kustodian yang bersangkutan, untuk bukti
kepemilikan Surat Berharga dimaksud.
Di dalam laporan rekapitulasi tersebut harus tercantum
tanggal yang membuktikan bahwa pada saat dilakukan
hedging sampai dengan jatuh waktu hedging, yang
bersangkutan masih memiliki jumlah outstanding Surat
Berharga yang nilainya paling sedikit sama dengan nilai
hedging.
f. Dalam hal hedging untuk investasi yang masih dalam proses
penyelesaian, dokumen pendukung berupa:
1) bukti bahwa Pihak Asing yang bersangkutan tercatat
sebagai investor dari kegiatan investasi yang akan
direalisasikan yang antara lain dapat berupa bukti masuk
dalam short list;
2) bukti pembayaran/setoran dana dalam rangka
pemenuhan persyaratan kegiatan investasi dimaksud
yang antara lain dapat berupa SWIFT message, invoice;
dan/atau
3) dokumen rencana investasi yang antara lain dapat berupa
invoice, sale and purchase agreement.
g. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak
Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai
berikut:
1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying
milik nasabah yang bersangkutan, dokumen pendukung
berupa ...
19
berupa bukti kegiatan investasi sebagaimana diatur pada
huruf a sampai dengan huruf f;
2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada
Pihak Asing (bank di luar negeri), dokumen pendukung
berupa surat pernyataan dari Bank yang bersangkutan
bahwa underlying untuk transaksi cover hedging tersebut
telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan
Pasal 12 ayat (6) PBI.
h. Dalam hal hedging dengan transaksi outright forward beli
valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam
rangka setelmen kegiatan investasi oleh Pihak Asing, diatur
sebagai berikut:
1) untuk transaksi outright forward beli valuta asing
terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka
setelmen pembelian Surat Berharga, dokumen pendukung
berupa:
a) konfirmasi pembelian saham dan/atau Surat Berharga
yang disepakati oleh pembeli dan penjual, antara lain
melalui sarana SWIFT message, pada saat tanggal
transaksi outright forward beli valuta asing terhadap
rupiah Bank dengan Pihak Asing; dan
b) bukti pembelian saham dan/atau Surat Berharga
berupa authenticated SWIFT message yang berfungsi
sebagai bukti realisasi pembelian (receive versus
payment), pada saat tanggal valuta transaksi outright
forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank
dengan Pihak Asing.
2) untuk transaksi outright forward beli valuta asing
terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka
setelmen Penyertaan Langsung, dokumen pendukung
antara ...
20
antara lain berupa bukti Penyertaan Langsung, sale and
purchase agreement, dan/atau invoice;
3) untuk transaksi outright forward beli valuta asing
terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka
pemberian Kredit, dokumen pendukung antara lain
berupa bukti perjanjian Kredit, bukti outstanding Kredit,
dan/atau bukti realisasi pembayaran/penarikan Kredit.
i. Dalam hal hedging yang dilakukan Pihak Asing atas
penghasilan dari investasi yang jumlah dan waktu
penerimaannya dapat dipastikan, diatur sebagai berikut:
1) untuk dana rupiah yang telah diterima oleh Pihak Asing,
dokumen pendukung antara lain berupa bukti
penerimaan penghasilan dari investasi, seperti kupon,
bunga dan dividen;
2) untuk dana rupiah yang akan diterima oleh Pihak Asing,
dokumen pendukung antara lain berupa notarial risalah
RUPS yang mempunyai kekuatan hukum, bukti perjanjian
Kredit, bukti kesanggupan pembayaran atas penghasilan
investasi yang akan diterima Pihak Asing dari debitur.
j. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan
oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung
berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang
dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya
paling kurang mencakup:
1) nama dan identitas Pihak Asing;
2) nama Bank;
3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak
Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu
underlying; dan
4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas
underlying tidak digunakan sebagai underlying bagi
Transaksi ...
21
Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank yang sama
maupun dengan Bank lain.
Surat Pernyataan dimaksud disampaikan oleh Pihak Asing
pada saat dilakukan hedging dan berlaku untuk 1 (satu)
tahun kalender.
Contoh: Apabila Pihak Asing melakukan transaksi hedging
pada tanggal 6 Agustus 2012 maka Pihak Asing yang
bersangkutan wajib menyampaikan surat pernyataan yang
bersifat authenticated yang dibuat oleh Pihak Asing yang
bersangkutan pada tanggal 6 Agustus 2012 yang berlaku
sampai dengan tanggal 31 Desember 2012. Apabila pada
tanggal 7 Januari 2013 Pihak Asing tersebut akan melakukan
transaksi hedging maka Pihak Asing dimaksud harus
membuat surat pernyataan baru dan berlaku sampai tanggal
31 Desember 2013.
4. Ketentuan angka 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
9. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan ekspor/impor
perdagangan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (5) huruf d PBI, diatur sebagai berikut:
a. Dokumen bersifat final.
b. Dokumen yang memuat informasi paling kurang mengenai
nilai ekspor/impor perdagangan internasional, identitas
eksportir/importir, dan term of payment.
c. Dokumen pendukung antara lain berupa wesel, invoice,
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Impor
Barang (PIB), Bill of Lading (B/L), dokumen Letter of Credit
(L/C), dokumen Non L/C dan/atau surat kesanggupan
membayar yang dibuat oleh importir.
d. Dalam ...
22
d. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak
Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai
berikut:
1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying
milik nasabah yang bersangkutan, dokumen pendukung
berupa bukti kegiatan ekspor/impor perdagangan
internasional sebagaimana diatur pada huruf a sampai
dengan huruf c;
2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada
Pihak Asing (bank di luar negeri), dokumen pendukung
berupa surat pernyataan dari Bank yang bersangkutan
bahwa underlying untuk transaksi cover hedging tersebut
telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan
Pasal 12 ayat (6) PBI.
e. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan
oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung
berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang
dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya
paling kurang mencakup:
1) nama dan identitas Pihak Asing;
2) nama Bank;
3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak
Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu
underlying; dan
4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas
underlying tidak digunakan sebagai underlying bagi
Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank yang sama
maupun dengan Bank lain.
Surat Pernyataan dimaksud disampaikan oleh Pihak Asing
pada saat dilakukan hedging dan berlaku untuk 1 (satu)
tahun kalender.
5. Ketentuan ...
23
5. Ketentuan angka 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
10. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan perdagangan
dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5)
huruf d PBI diatur sebagai berikut:
a. Dokumen bersifat final.
b. Dokumen yang memuat informasi paling kurang mengenai
nilai perdagangan dalam negeri, identitas buyer/seller dan
term of payment.
c. Dokumen pendukung antara lain berupa wesel, invoice, B/L
antar pulau, dokumen Surat Kredit Berdokumen Dalam
Negeri (SKBDN) dan/atau surat kesanggupan membayar yang
dibuat oleh buyer.
d. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak
Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai
berikut:
1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying
milik nasabah yang bersangkutan, dokumen pendukung
berupa bukti kegiatan perdagangan dalam negeri
sebagaimana diatur pada huruf a sampai dengan huruf c;
2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada
Pihak Asing (bank di luar negeri), dokumen pendukung
berupa surat pernyataan dari Bank yang bersangkutan
bahwa underlying untuk transaksi cover hedging tersebut
telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan
Pasal 12 ayat (6) PBI.
e. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan
oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung
berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang
dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya
paling kurang mencakup:
1) nama ...
24
1) nama dan identitas Pihak Asing;
2) nama Bank;
3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak
Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu
underlying; dan
4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas
underlying tidak digunakan sebagai underlying bagi
Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank yang sama
maupun dengan Bank lain.
Surat Pernyataan dimaksud disampaikan oleh Pihak Asing
pada saat dilakukan hedging dan berlaku untuk 1 (satu)
tahun kalender.
6. Ketentuan angka 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
12. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 PBI, diatur
sebagai berikut:
a. Sanksi kewajiban membayar dihitung atas nilai nominal
transaksi yang dilanggar dikalikan dengan 10% (sepuluh per
seratus).
b. Besarnya sanksi kewajiban membayar dihitung per hari
pelanggaran selama jangka waktu transaksi yang dilanggar.
c. Total sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) PBI dihitung berdasarkan tahun
kalender yaitu 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun
yang bersangkutan.
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran
dalam PBI dilakukan dengan pendebetan rekening giro rupiah
Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia.
e. Contoh:
1) Jika Pihak Asing melakukan Transaksi Derivatif berjangka
waktu 1 (satu) minggu dengan tanggal transaksi 12
Oktober ...
25
Oktober 2012 dan tanggal valuta 19 Oktober 2012 sebesar
USD10,000,000.00 (sepuluh juta US Dollar). Namun nilai
underlying transaction hanya sebesar USD9,000,000.00
(sembilan juta US Dollar). Atas pelanggaran tersebut Bank
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 10%
(sepuluh per seratus) dari USD1,000,000.00 (satu juta US
Dollar), dikalikan 7 (tujuh) hari kalender.
2) Jika Pihak Asing melakukan Transaksi Derivatif berjangka
waktu 1 (satu) minggu dengan tanggal transaksi 3
September 2012 dan tanggal valuta 10 September 2012
sebesar USD3,000,000.00 (tiga juta US Dollar). Namun
Pihak Asing yang bersangkutan tidak memiliki underlying
transaction. Atas pelanggaran tersebut Bank dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar 10% (sepuluh per
seratus) dari USD3,000,000.00 (tiga juta US Dollar),
dikalikan 7 (tujuh) hari kalender.
3) Bank melakukan pemberian cerukan intra-hari kepada
Pihak Asing A sebanyak 3 (tiga) kali dengan nominal
masing-masing sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) pada tanggal 4 September 2012, Rp30.000.000,00
(tiga puluh juta rupiah) pada tanggal 6 September 2012
dan Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) pada
tanggal 10 September 2012. Nilai pelanggaran yang
diperhitungkan dari pelanggaran cerukan intra-hari ini
adalah sebesar Rp65.000.000,00 (enam puluh lima juta
rupiah), yaitu nilai kumulatif pelanggaran cerukan yang
terjadi.
Selain itu, Bank juga melakukan transaksi outright
forward jual USD/IDR kepada Pihak Asing B sebesar
USD5,000,000.00 (lima juta US Dollar) pada tanggal
transaksi 17 September 2012 dengan tanggal valuta 24
September 2012. Namun Pihak Asing B yang
bersangkutan ...
26
bersangkutan tidak memiliki underlying transaction. Nilai
pelanggaran Transaksi Derivatif tersebut adalah sebesar
USD5,000,000.00 (lima juta US Dollar), dikalikan 7 (tujuh)
hari kalender yaitu sebesar USD35,000,000.00 (tiga puluh
lima juta US Dollar). Dengan asumsi kurs tengah Bank
Indonesia pada tanggal Transaksi Derivatif dilakukan
adalah sebesar Rp9.400,00 (sembilan ribu empat ratus
rupiah) per USD maka nilai pelanggaran Transaksi
Derivatif dimaksud adalah sebesar Rp329.000.000.000,00
(tiga ratus dua puluh sembilan miliar rupiah).
Atas pelanggaran tersebut Bank dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar 10% (sepuluh per seratus)
dari Rp65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah)
ditambah 10% (sepuluh per seratus) dari
Rp329.000.000.000,00 (tiga ratus dua puluh sembilan
miliar rupiah) sehingga total sanksi kewajiban membayar
adalah sebesar Rp32.906.500.000,00 (tiga puluh dua
miliar sembilan ratus enam juta lima ratus ribu rupiah).
Sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) PBI, atas perhitungan
total sanksi kewajiban membayar tersebut di atas, Bank
yang bersangkutan hanya dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp27.000.000.000,00 (dua puluh
tujuh miliar rupiah) pada tahun kalender yang
bersangkutan.
4) Jika ditemukan adanya pelanggaran hedging yang
dilakukan Pihak Asing sebesar USD3,000,000.00 (tiga juta
US Dollar) berjangka waktu 4 (empat) hari dimana
transaksi dilakukan pada tanggal 10 September 2012
dengan tanggal valuta 14 September 2012. Di samping
itu, pada transaksi hedging yang sama ditemukan bahwa
yang memiliki underlying transaction hanya sebesar
USD1,800,000.00 (satu juta delapan ratus ribu US Dollar).
Total ...
27
Total nilai pelanggaran yang dilakukan Bank adalah
sebesar USD3,000,000.00 (tiga juta US Dollar) ditambah
USD1,200,000.00 (satu juta dua ratus ribu US Dollar).
Atas pelanggaran tersebut Bank dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar 10% (sepuluh per seratus)
dari USD3,000,000.00 (tiga juta US Dollar) dikalikan 4
(empat) hari kalender, ditambah 10% (sepuluh per
seratus) dari USD1,200,000.00 (satu juta dua ratus ribu
US Dollar) dikalikan 4 (empat) hari kalender.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 14
Agustus 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/22/DPM|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. </reg_title>
<set_date> 8 Agustus 2012 </set_date>
<effective_date> 14 Agustus 2012 </effective_date>
<changed_reg> '7/23/DPD|SE-BI/2005' </changed_reg>
<extension_of> '7/44/DPD|SE-BI/2005' </extension_of>
<related_reg> '7/14/PBI/2005', '7/44/DPD|SE-BI/2005', '7/23/DPD|SE-BI/2005', '14/10/PBI/2012' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 6 angka 12' </penalty_list>
|
No. 17/27/DKMP
Jakarta, 20 Oktober 2015
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN PIALANG
PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
Perihal : Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 87,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5693), perlu
untuk mengatur kembali ketentuan mengenai Sertifikat Investasi
Mudharabah Antarbank dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank Umum Konvensional yang selanjutnya disingkat BUK adalah
Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Perbankan, termasuk kantor cabang dari
bank yang berkedudukan di luar negeri, yang melakukan kegiatan
usaha secara konvensional.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank
Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Perbankan Syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Perbankan Syariah.
4. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang
selanjutnya disebut Perusahaan Pialang adalah Perusahaan
Pialang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang …
2
yang mengatur mengenai pialang pasar uang rupiah dan valuta
asing.
5. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang
selanjutnya disingkat PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan
jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam
rupiah maupun valuta asing.
6. Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
yang selanjutnya disebut Instrumen PUAS adalah instrumen
keuangan berdasarkan prinsip syariah yang digunakan sebagai
sarana transaksi di PUAS.
7. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank yang selanjutnya
disingkat SIMA adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BUS atau
UUS yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di
PUAS dengan akad Mudharabah.
8. Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul
maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan
kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian imbal hasil
berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya sedangkan
kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik dana (shahibul
maal).
9. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan
imbalan tertentu (‘iwadh atau ju’l) atas pencapaian hasil (natijah)
yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
10. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disingkat LHBU
adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh bank pelapor
secara harian, kepada Bank Indonesia.
II. KARAKTERISTIK SIMA
SIMA mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Diterbitkan dengan menggunakan akad Mudharabah.
2. Dapat diterbitkan dalam rupiah maupun valuta asing.
3. Diterbitkan tanpa warkat (scripless).
4. Berjangka waktu 1 (satu) hari (overnight) sampai dengan 1 (satu)
tahun.
5. Tidak dapat dialihkan sebelum jatuh waktu.
6. Dapat …
3
6. Dapat diterbitkan berdasarkan aset yang memiliki imbal hasil tidak
tetap dan/atau aset yang memiliki imbal hasil tetap, sesuai fatwa
dan/atau opini syariah dari otoritas yang berwenang
mengeluarkan fatwa dan/atau opini syariah.
7. Dapat diterbitkan paling banyak sebesar nilai aset yang menjadi
dasar penerbitannya.
8. Dapat ditransaksikan secara langsung dan/atau melalui
Perusahaan Pialang dengan akad Ju’alah.
III. MEKANISME PENERBITAN DAN PENYELESAIAN TRANSAKSI SIMA
1. BUS atau UUS yang membutuhkan dana menerbitkan SIMA
kepada peserta PUAS dengan akad Mudharabah. Dalam hal ini,
BUS atau UUS akan bertindak sebagai pengelola dana (mudharib).
SIMA paling kurang memuat informasi:
a. nilai nominal investasi;
b. jangka waktu investasi;
c. nisbah bagi hasil;
d. jenis aset yang menjadi dasar penerbitan SIMA, yaitu aset yang
memiliki imbal hasil tidak tetap atau aset yang memiliki imbal
hasil tetap;
e. indikasi imbal hasil untuk SIMA berdasarkan aset yang
memiliki imbal hasil tidak tetap atau imbal hasil yang akan
didistribusikan untuk SIMA berdasarkan aset yang memiliki
imbal hasil tetap; dan
f. waktu pembayaran imbal hasil SIMA.
2. Peserta PUAS membeli SIMA yang diterbitkan oleh BUS atau UUS.
Dalam hal ini, peserta PUAS bertindak sebagai pemilik dana
(shahibul maal).
3. Pada saat SIMA diterbitkan, peserta PUAS yang membeli SIMA
melakukan transfer dana kepada BUS atau UUS yang menerbitkan
SIMA sebesar nilai nominal SIMA.
4. Pada saat SIMA jatuh waktu, BUS atau UUS yang menerbitkan
SIMA melakukan transfer dana kepada peserta PUAS yang
membeli …
4
membeli SIMA sebesar nilai nominal SIMA dan imbal hasil sesuai
dengan waktu pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir
1.f.
IV. PELAPORAN
BUS, UUS, atau BUK yang melakukan transaksi SIMA melaporkan
transaksi SIMA kepada Bank Indonesia melalui LHBU sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai laporan harian bank umum.
V. KETENTUAN PERALIHAN
SIMA yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Surat Edaran Bank
Indonesia ini tetap berlaku sampai dengan jatuh tempo dengan
mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/2/DPM
tanggal 4 Januari 2012 perihal Sertifikat Investasi Mudharabah
Antarbank.
VI. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 14/2/DPM tanggal 4 Januari 2012
perihal Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 20
Oktober 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
DKMP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/27/DKMP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank. </reg_title>
<set_date> 20 Oktober 2015 </set_date>
<effective_date> 20 Oktober 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '14/2/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '17/4/PBI/2015' </related_reg>
|
No. 5/30/BKr
Jakarta, 18 November 2003
S U R A T E D A R A N
kepada
SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN
PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)
Perihal : Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia Dalam Rangka Kredit Program
----------------------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia No.
5/20/PBI/2003 tanggal 17 September 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4322) tentang
Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit
Program, dipandang perlu untuk menyusun ketentuan tentang pelaksanaan pengalihan
pengelolaan kredit likuiditas Bank Indonesia dalam rangka kredit program dalam
suatu Surat Edaran Bank Indonesia.
I. PRINSIP-PRINSIP UMUM
1. Pengalihan pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia dalam rangka kredit
program (KLBI) kepada masing-masing Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang ditunjuk Pemerintah yaitu:
a. PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero), untuk selanjutnya disebut PT.BRI
b. PT.Bank Tabungan Negara (Persero), untuk selanjutnya disebut PT.BTN
c. PT.Permodalan Nasional Madani (Persero), untuk selanjutnya disebut
PT.PNM,
dilakukan…
dilakukan dengan Perjanjian Pengalihan Pengelolaan KLBI dari Bank
Indonesia kepada masing-masing BUMN.
2. KLBI yang dialihkan pengelolaannya meliputi baki debet dan kelonggaran
tarik posisi tanggal 16 November 1999 berdasarkan hasil rekonsiliasi antara
Bank Indonesia dan bank pelaksana.
3. Bank Indonesia tetap memiliki hak tagih atas KLBI yang telah dialihkan
kepada BUMN, termasuk dalam hal ini adalah hak tagih atas angsuran KLBI
yang telah dikelola oleh BUMN, sampai dengan KLBI dimaksud jatuh tempo
dan dilunasi atau dilunasi sebelum KLBI jatuh tempo.
4. Bunga atas KLBI yang dialihkan pengelolaannya tetap merupakan hak Bank
Indonesia dan tetap dihitung dan dibebankan kepada bank pelaksana sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
5. Ketentuan pemberian KLBI untuk masing-masing skim kredit atau proyek
yang berjalan tetap berlaku sampai dengan KLBI jatuh tempo dan dilunasi
atau dilunasi sebelum KLBI jatuh tempo.
6. Terhadap KLBI yang dialihkan pengelolaannya, Bank Indonesia berwenang
untuk:
a. melakukan pemeriksaan langsung terhadap proyek yang dibiayai dengan
KLBI maupun proyek yang dibiayai dengan KLBI yang disalurkan oleh
BUMN,
b. mengenakan sanksi dan atau denda kepada bank pelaksana dan atau
BUMN dan,
c. mengenakan kewajiban-kewajiban yang merupakan tanggung jawab Bank
Pelaksana sesuai dengan komitmen antara Bank Indonesia dan Bank
Pelaksana.
7. BUMN dan bank pelaksana wajib mengembalikan KLBI pada saat jatuh
tempo, sehingga tidak dimungkinkan adanya perpanjangan jangka waktu
KLBI.
8. Baki…
8. Baki debet adalah jumlah KLBI pada posisi tertentu yang telah ditarik bank
pelaksana dan masih tercatat dalam rekening pinjaman bank pelaksana di
Bank Indonesia.
9. Komitmen plafon adalah jumlah maksimum penyediaan KLBI yang telah
disetujui oleh Bank Indonesia kepada bank pelaksana berdasarkan SPK
Individual.
10.Kelonggaran tarik adalah selisih antara komitmen plafon dengan jumlah
KLBI yang telah ditarik oleh bank pelaksana. Penyediaan kelonggaran tarik
tersebut mengikuti ketentuan masing-masing skim kredit.
11.Jatuh tempo angsuran KLBI adalah jatuh tempo angsuran KLBI dari bank
pelaksana sesuai dengan jadwal yang telah disepakati oleh Bank Indonesia
dan bank pelaksana sebagaimana tercantum SPK.
12.Jatuh tempo KLBI adalah tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran terakhir
atau pelunasan KLBI sebagaimana disepakati dalam SPK. Dalam hal terdapat
SPK Individual maka yang menjadi acuan untuk penetapan tanggal jatuh
tempo KLBI adalah SPK Individual antara Bank Indonesia dengan bank
pelaksana.
13. Kantor BUMN adalah :
a. Kantor wilayah PT. BRI sebagaimana ditetapkan oleh PT.BRI
(Lampiran1);
b. Kantor cabang PT.BTN sebagaimana ditetapkan oleh PT.BTN (Lampiran
2); dan
c. Kantor Pusat PT.PNM
II. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BUMN DALAM
PENGELOLAAN KLBI
1. Dalam rangka pengelolaan atas KLBI yang masih berjalan, baik KLBI yang
sudah ditarik seluruhnya maupun KLBI yang belum ditarik oleh bank
pelaksana, BUMN bertanggung jawab terhadap hal-hal sebagai berikut :
a. Melakukan ...
a. Melakukan analisis persyaratan teknis dan finansial terhadap permohonan
yang diajukan oleh bank pelaksana sesuai SPK dan ketentuan masing-
masing skim kredit.
Permohonan dapat berupa permohonan pelimpahan kelonggaran tarik,
perubahan jadwal penarikan dan jadwal pembayaran angsuran, pengalihan
debitur, dan hal-hal lain yang dapat mengubah SPK dan atau Akte F yang
telah disetujui oleh Bank Indonesia.
b. Membuat rekomendasi untuk Bank Indonesia, atas dasar analisis
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
c. Melakukan analisis persyaratan teknis dan finansial terhadap permohonan
penyediaan KL Kredit Investasi Pengembangan Perkebunan dengan Pola
Perusahaan
Inti Rakyat (PIR) yang dikaitkan dengan program
Transmigrasi Pasca Konversi (PIR Trans Pasca Konversi) yang diajukan
oleh bank pelaksana.
d. Untuk dan atas nama Bank Indonesia menerbitkan SPK dan Akte F
kepada bank pelaksana yang memiliki kelonggaran tarik untuk proyek
KKPA bertahap (multi years) dan PIR Trans Pasca Konversi yang belum
dicakup dengan SPK, Akte F dan Surat Aksep, atau dalam hal terjadi
pengalihan debitur (novasi), serta menerbitkan perubahan SPK dan Akte F
dan atau jadwal penarikan atau angsuran KLBI.
e. Mengadministrasikan kelonggaran tarik dan baki debet KLBI yang telah
dialihkan dari Bank Indonesia.
f. Melaksanakan pengawasan dan pemantauan atas penyaluran KLBI di
masing-masing bank pelaksana, sehingga penyaluran KLBI dimaksud
mencapai sasaran yang telah ditentukan.
g. Melakukan koordinasi dengan bank pelaksana, sehingga penyaluran KLBI
dimaksud mencapai sasaran akhir secara efektif dan efisien.
h. Mengupayakan …
h. Mengupayakan agar bank pelaksana dapat memenuhi kewajibannya
kepada Bank Indonesia sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan,
termasuk upaya penagihan terhadap KLBI yang belum dilunasi pada saat
jatuh tempo. Termasuk dalam pengertian bank pelaksana adalah Bank
Beku Operasi (BBO) dan Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) atau yang
dapat dipersamakan dengan itu.
2.
Dalam rangka pengelolaan hasil angsuran pokok KLBI, BUMN bertanggung
jawab terhadap hal-hal sebagai berikut :
a. Mengelola hasil angsuran pokok KLBI yang diterima dari masing-masing
bank pelaksana untuk disalurkan kembali (relending) melalui bank
pelaksana sampai dengan jatuh tempo KLBI.
b. Menyalurkan kembali (relending) KLBI sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sesuai dengan skim KLBI yang dialihkan kepada masing-masing
BUMN dan sesuai dengan ketentuan KLBI masing-masing skim kredit,
kecuali ketentuan yang mengatur tata cara penyediaan plafon, tata cara
pelimpahan, tata cara pelunasan, pengenaan sanksi dan pelaporan.
c. Mengajukan permohonan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam hal
BUMN Koordinator bermaksud melakukan penyesuaian terhadap
ketentuan KLBI diluar hal-hal yang disebutkan dalam huruf a dan huruf b.
Keputusan atas permohonan dimaksud disampaikan oleh Bank Indonesia
secara tertulis kepada BUMN.
d. Mengembalikan dana angsuran KLBI yang dikelola pada saat jatuh tempo
KLBI.
e. Melakukan pengamanan kredit dan melakukan konsultasi mengenai hal
tersebut kepada Bank Indonesia.
f. Menyediakan dana pada rekening giro di Bank Indonesia minimal sebesar
kumulatif angsuran KLBI yang telah diterima dan jatuh tempo, pada saat
jatuh tempo KLBI.
3. BUMN …
3. BUMN wajib menyampaikan laporan perkembangan penyaluran dan
pengembalian KLBI secara bulanan kepada Bank Indonesia.
4. Penyesuaian terhadap wewenang dan tanggung jawab BUMN dalam
pengelolaan KLBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 dapat
dilakukan dalam hal BUMN tidak dapat melaksanakan satu atau lebih
wewenang dan tanggung jawab dimaksud. Penyesuaian tersebut dituangkan
dalam Perjanjian Pengalihan Pengelolaan KLBI antara Bank Indonesia
dengan masing-masing BUMN atau secara tertulis antara Bank Indonesia dan
masing-masing BUMN.
III. TATA CARA PENCAIRAN KELONGGARAN TARIK KLBI
1. Tata cara penyelesaian permohonan pencairan kelonggaran tarik yang telah
dicakup dalam SPK, Akte F dan Surat Aksep, ditetapkan sebagai berikut :
a. Bank pelaksana yang masih memiliki kelonggaran tarik KLBI, termasuk
kelonggaran tarik untuk proyek KKPA bertahap (multi years) dan proyek
PIR-Trans Pasca Konversi, dapat mengajukan permohonan
pencairan
kelonggaran tarik KLBI sesuai dengan jadwal pencairan yang telah
disetujui Bank Indonesia.
b. Khusus untuk skim KKPA bertahap (multi years) bank pelaksana harus
mencantumkan nama Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia yang
memberikan KLBI untuk proyek tersebut dalam permohonan pencairan
kelonggaran tarik.
c. PT.PNM melakukan analisis atas persyaratan teknis dan finansial dalam
SPK atas permohonan pencairan dimaksud, dan bertanggung jawab atas
hasil analisis yang telah dilakukan.
d. PT.PNM menyampaikan permohonan beserta hasil analisis sebagaimana
tersebut pada huruf c kepada Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia
yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut.
e. Bank Indonesia …
e. Bank Indonesia dapat menyetujui permohonan pencairan dimaksud
sepanjang memenuhi persyaratan administrasi yang meliputi kelengkapan
dokumen yang disyaratkan, kesesuaian dengan jadwal penarikan, dan
ketersediaan kelonggaran tarik serta program moneter Bank Indonesia.
f. Bank Indonesia melakukan pencairan kelonggaran tarik KLBI dengan
cara pemindahbukuan ke rekening bank pelaksana yang ada di Bank
Indonesia.
2. Tata cara penyelesaian permohonan pencairan kelonggaran tarik KLBI yang
belum dicakup dalam SPK penyediaan untuk Skim PIR Trans Pasca Konversi
atau SPK Induk untuk KKPA bertahap, Akte F dan Surat Aksep, ditetapkan
sebagai berikut :
a. Untuk skim KKPA bertahap (multi years) :
1) PT.PNM melakukan analisis persyaratan teknis dan finansial atas
permohonan penyediaan KLBI dari bank pelaksana antara lain
meliputi:
a) Kelengkapan administrasi (SPK Plafon Individual, Jadwal
penarikan dan pelunasan);
b) Kesesuaian jadwal penarikan;
c) Kesesuaian penyediaan KLBI per Tahun Anggaran;
d) Ketersediaan kelonggaran tarik;
e) Jangka waktu.
PT PNM bertanggung jawab atas hasil analisis dimaksud.
2) PT PNM menyampaikan permohonan beserta hasil analisis
sebagaimana tersebut pada angka 1) kepada Kantor Pusat atau
Kantor Bank Indonesia yang menerbitkan SPK untuk proyek
tersebut.
3) Berdasarkan permohonan dari PT PNM :
a) Bank Indonesia memeriksa kesesuaian permohonan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) dengan SPK Individual dan ketentuan
Bank Indonesia terkait;
b) Dalam …
b) Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan PT PNM
sebagaimana dimaksud dalam angka 2), maka:
i) PT PNM wajib menerbitkan SPK untuk dan atas nama Bank
Indonesia dan menerbitkan Akte F kepada masing-masing
bank pelaksana yang masih memiliki kelonggaran tarik
tersebut, dan
ii)bank pelaksana wajib menerbitkan Surat Aksep untuk Bank
Indonesia.
b. Untuk skim PIR Trans Pasca Konversi :
1) PT PNM melakukan analisis persyaratan teknis dan finansial atas
permohonan penyediaan KLBI dari bank pelaksana antara lain
meliputi:
a) Kelengkapan administrasi, meliputi SPK Kebun Plasma, luas
lahan, dan jumlah petani;
b) Kesesuaian jadwal dan jumlah angsuran;
c) Ketersediaan kelonggaran tarik;
d) Penilaian cash flow petani plasma;
f) Jangka waktu; dan
g) Penetapan besarnya beban kredit kepada petani plasma yang
dihitung berdasarkan biaya satuan (unit cost). Biaya satuan tersebut
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagaimana diatur
dalam Surat Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
No.
S-688/MK.017/1998 tanggal 31 Desember 1998.
S-7018/MK/12/1998
2) Atas hasil analisis tersebut PT.PNM bertindak untuk dan atas nama
Bank Indonesia menerbitkan SPK dan Akte F pada masing-masing
bank pelaksana atas nama masing-masing proyek yang bersangkutan
c. PT. PNM menyerahkan tembusan SPK dan Akte F yang telah
ditandatangani oleh bank pelaksana serta asli Surat Aksep bank pelaksana
kepada Bank Indonesia.
d. Bank …
d. Bank pelaksana mengajukan permohonan pencairan kelonggaran tarik
sesuai dengan jadwal penarikan proyek yang bersangkutan kepada PT.
PNM. Untuk skim PIR-Trans Pasca Konversi, permohonan bank
pelaksana untuk pencairan tersebut didasarkan atas rencana dan/atau
realisasi konversi.
e. Khusus untuk skim KKPA bertahap (multi years), bank pelaksana harus
mencantumkan nama Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia yang
memberikan KLBI untuk proyek tersebut dalam permohonan pencairan
kelonggaran tarik.
f. PT PNM melakukan analisis atas persyaratan teknis dan finansial atas
permohonan pencairan dimaksud, dan bertanggung jawab atas hasil
analisis yang telah dilakukan.
g. PT PNM menyampaikan permohonan beserta hasil analisis sebagaimana
tersebut pada huruf f kepada Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia
yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut.
h. Bank Indonesia dapat menyetujui permohonan pencairan dimaksud
sepanjang memenuhi persyaratan administrasi yang meliputi kelengkapan
dokumen yang disyaratkan, kesesuaian dengan jadwal penarikan, dan
ketersediaan kelonggaran tarik serta program moneter Bank Indonesia.
i. Bank Indonesia melakukan pencairan kelonggaran tarik KLBI dengan
cara pemindahbukuan ke rekening bank pelaksana yang ada di Bank
Indonesia.
3. Untuk permohonan pencairan kelonggaran tarik yang melampaui batas akhir
jadwal pencairan yang telah disetujui oleh Bank Indonesia, ditetapkan
sebagai berikut :
a. Bank pelaksana mengajukan permohonan perubahan jadwal batas akhir
pencairan sebelum batas akhir pencairan tersebut. Untuk skim PIR Trans
Pasca Konversi, dalam hal permohonan diajukan setelah batas pengajuan
permohonan pelimpahan, maka SPK untuk proyek dimaksud tidak
berlaku;
b. PT. PNM …
b. PT PNM melakukan analisis atas permohonan tersebut dengan
memperhatikan
Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), kebutuhan proyek,
kemampuan mengangsur, jatuh tempo KLBI dan atau batas jangka waktu
pencairan;
c. Dalam hal permohonan dapat disetujui, PT PNM menerbitkan perubahan
SPK jadwal penarikan dan pelunasan sebelum batas akhir pencairan
dimaksud;
d. Dalam permohonan pencairan kelonggaran tarik, khusus untuk skim
KKPA bertahap (multi years) bank pelaksana harus mencantumkan nama
Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia yang memberikan KLBI untuk
proyek tersebut;
e. PT PNM melakukan analisis atas persyaratan teknis dan finansial dalam
SPK atas permohonan pencairan dimaksud, dan bertanggung jawab atas
hasil analisis yang telah dilakukan;
f. PT PNM menyampaikan permohonan beserta hasil analisis sebagaimana
tersebut pada huruf e kepada Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia
yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut;
g. Bank Indonesia dapat menyetujui permohonan pencairan dimaksud
sepanjang memenuhi persyaratan administrasi yang meliputi kelengkapan
dokumen yang disyaratkan, kesesuaian dengan jadwal penarikan, dan
ketersediaan kelonggaran tarik serta program moneter Bank Indonesia;
h. Bank Indonesia melakukan pencairan kelonggaran tarik KLBI dengan
cara pemindahbukuan ke rekening bank pelaksana yang ada di Bank
Indonesia.
4. Bank Indonesia memberikan tembusan atau fotokopi atas mutasi pencairan
kelonggaran tarik KLBI untuk keperluan administrasi Kantor BUMN, dengan
mekanisme sebagai berikut :
a. Kantor BUMN yang berada dalam satu wilayah dengan Bank Indonesia
harus mengambil tembusan warkat atau fotokopi tembusan warkat
pembukuan mutasi tersebut di Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia …
b. Bank Indonesia yang tidak berada dalam satu wilayah dengan Kantor
BUMN akan mengirimkan tembusan atau fotokopi warkat pembukuan
mutasi tersebut kepada Kantor BUMN.
IV. TATA CARA PENYESUAIAN BAKI DEBET DAN PEMBAYARAN
ANGSURAN
1. Penyesuaian Baki Debet untuk Skim Kredit Usaha Tani (KUT) dan Kredit
Kepada Koperasi (KKop)
a. Bank pelaksana wajib menyampaikan laporan bulanan baki debet kepada
Bank Indonesia dengan tembusan kepada Kantor PT BRI.
b. Bank Indonesia melakukan penyesuaian baki debet pada rekening
pinjaman KLBI masing-masing bank atas dasar laporan tersebut.
c. Hasil penyesuaian baki debet dari bank pelaksana tidak dilimpahkan ke
rekening PT. BRI, karena PT. BRI tidak menyalurkan kembali (relending)
KLBI dimaksud.
d. Khusus untuk skim KKop dengan angsuran, pada saat jatuh tempo
angsuran KLBI, Bank Indonesia menyesuaikan baki debet KLBI sesuai
dengan jadwal angsuran.
2. Pembayaran angsuran untuk Skim Kredit Lainnya
a. Pada saat jatuh tempo angsuran KLBI, Bank Indonesia mendebet rekening
bank pelaksana yang ada di Bank Indonesia sesuai dengan jadwal
angsuran dan atau laporan yang disampaikan oleh bank pelaksana kepada
Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia memindahbukukan angsuran KLBI dimaksud untuk
untung rekening BUMN di Bank Indonesia.
3. Bank Indonesia memberikan tembusan atau fotokopi atas mutasi penyesuaian
baki debet KLBI untuk keperluan administrasi Kantor BUMN, dengan
mekanisme sebagai berikut :
a. Kantor …
a. Kantor BUMN yang berada dalam satu wilayah dengan Bank Indonesia
harus mengambil tembusan warkat atau fotokopi tembusan warkat
pembukuan mutasi tersebut di Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia yang tidak berada dalam satu wilayah dengan Kantor
BUMN akan mengirimkan tembusan atau fotokopi warkat pembukuan
mutasi tersebut kepada Kantor BUMN.
V. TATA CARA PEMBAYARAN BUNGA KLBI
1. Skim Kredit dengan Pola Channeling
a. Bank pelaksana kredit program dengan pola channeling wajib
menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan penerimaan bunga dari
nasabah, sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur masing-
masing skim kredit program.
b. Atas dasar laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia
mendebet rekening giro bank yang bersangkutan di Bank Indonesia
sebesar bunga yang menjadi hak Bank Indonesia.
c. Dalam hal masih terdapat bunga KLBI yang belum dilunasi pada saat
jatuh tempo KLBI dan berdasarkan laporan bank pelaksana terdapat
penerimaan bunga dari nasabah, maka Bank Indonesia akan menarik
kembali bunga yang menjadi hak Bank Indonesia.
2. Skim Kredit dengan Pola Executing
a. Bank Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar bunga
yang harus dibayarkan oleh bank pelaksana sesuai dengan ketentuan yang
mengatur masing-masing skim kredit program yang berlaku.
b. Penghitungan dan pembebanan bunga KLBI menggunakan tanggal valuta
yang sama dengan tanggal pembukuan.
VI. TATA …
VI. TATA CARA PELUNASAN KLBI
1. Skim Kredit dengan Pola Channeling
a. Pada saat jatuh tempo KLBI, bank pelaksana wajib menyampaikan kepada
Bank Indonesia laporan pembayaran angsuran dari nasabah yang telah
diterima namun belum disetor.
b. Atas dasar laporan tersebut, Bank Indonesia mendebet rekening giro bank
yang bersangkutan di Bank Indonesia.
c. Pada saat yang bersamaan Bank Indonesia mendebet rekening giro Kantor
BUMN sebesar jumlah angsuran KLBI yang telah diterima oleh Kantor
BUMN.
d. Dalam hal masih terdapat KLBI yang belum dilunasi pada saat jatuh
tempo KLBI, maka terhadap sisa KLBI yang masih terutang, Bank
Indonesia akan menarik kembali KLBI berdasarkan laporan pembayaran
angsuran dari nasabah yang disampaikan oleh bank pelaksana setiap bulan
sampai dengan KLBI tersebut lunas atau dilakukan pembayaran atas risk
sharing. Dalam hal ini tidak perlu dilakukan penyesuaian atau
perpanjangan SPK dan Surat Perjanjian Penerusan Kredit (SPPK).
2. Skim Kredit dengan Pola Executing
a. KLBI Tanpa Angsuran
Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia langsung mendebet rekening
giro bank pelaksana sebesar saldo baki debet KLBI yang masih terutang.
b. KLBI Dengan Angsuran (dengan jadwal angsuran atau penyesuaian baki
debet)
1) Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia langsung mendebet
rekening giro bank pelaksana sebesar saldo baki debet KLBI yang
masih terutang.
2) Pada hari yang sama Bank Indonesia mendebet rekening giro Kantor
BUMN sebesar jumlah angsuran KLBI yang telah diterima oleh
Kantor BUMN.
3. Pelunasan …
3. Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
a. 1) Dalam hal bank pelaksana akan melunasi KLBI Dengan Angsuran
sebelum jatuh tempo, atau proyek yang dibiayai oleh KLBI Dengan
Angsuran dialihkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN), maka Bank Pelaksana harus memberitahukan hal tersebut
kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Kantor BUMN,
paling lambat 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak
tanggal
pelunasan atau pengalihan dimaksud.
Laporan dimaksud sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai
tanggal pelunasan atau pengalihan, nama skim, nama proyek, nomor
SPK, dan jumlah KLBI yang dilunasi atau dialihkan.
2) Atas dasar pemberitahuan dimaksud, Bank Indonesia mendebet
rekening giro bank pelaksana sebesar baki debet KLBI yang dilunasi
sebelum jatuh tempo atau yang dialihkan kepada BPPN.
3) Jumlah angsuran pokok KLBI yang telah diterima oleh Kantor BUMN
akan didebet oleh Bank Indonesia pada saat jatuh tempo KLBI.
b. 1) Dalam hal proyek yang dibiayai oleh KLBI Dengan Angsuran
dibatalkan oleh Bank Indonesia karena adanya pelanggaran ketentuan
atau hal-hal lain yang dapat menyebabkan batalnya SPK, maka Bank
Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar baki debet
KLBI yang dibatalkan.
2) Jumlah angsuran pokok KLBI yang telah diterima oleh Kantor BUMN
didebet oleh Bank Indonesia pada saat jatuh tempo KLBI.
c. Atas dana angsuran KLBI yang telah dikelola BUMN untuk skim-skim
kredit yang dipercepat pelunasannya sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan b tersebut, maka Bank Indonesia menerbitkan Surat Kuasa kepada
BUMN untuk mengelola angsuran yang telah diterima oleh BUMN.
Surat Kuasa dimaksud memuat:
1) Nomor SPK;
2) Bank …
2) Bank pelaksana;
3) Skim kredit;
4) Nama debitur;
5) Jumlah angsuran KLBI yang telah diterima BUMN; dan
6) Tanggal jatuh tempo KLBI.
d. 1) Dalam hal bank pelaksana melunasi KLBI Tanpa Angsuran sebelum
jatuh tempo atau proyek yang dibiayai oleh KLBI Tanpa Angsuran
dialihkan kepada BPPN, maka bank pelaksana harus memberitahukan
hal tersebut kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Kantor
BUMN, paling lambat 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak
tanggal pelunasan atau pengalihan dimaksud.
2) Atas dasar pemberitahuan dimaksud, Bank Indonesia mendebet
rekening giro bank pelaksana sebesar baki debet KLBI .
4. Bank Indonesia memberikan tembusan atau fotokopi atas mutasi penarikan
KLBI yang telah jatuh tempo atau pelunasan KLBI sebelum jatuh tempo,
untuk keperluan administrasi Kantor BUMN, dengan mekanisme sebagai
berikut :
a. Kantor BUMN yang berada dalam satu wilayah dengan Bank Indonesia
harus mengambil tembusan warkat atau fotokopi tembusan warkat
pembukuan mutasi tersebut di Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia yang tidak berada dalam satu wilayah dengan Kantor
BUMN akan mengirimkan tembusan atau fotokopi warkat pembukuan
mutasi tersebut kepada Kantor BUMN Koordinator.
VII. PENYALURAN KEMBALI ANGSURAN KLBI OLEH BUMN
KOORDINATOR (RELENDING)
1. Dalam rangka pengelolaan angsuran KLBI, BUMN wajib menyampaikan
rencana penyaluran kembali (relending) angsuran pokok KLBI yang
dikelolanya …
dikelolanya kepada Bank Indonesia untuk 1 (satu) tahun anggaran
berikutnya berdasarkan besarnya angsuran KLBI yang akan diterima dan
dapat dikelola selama 1 (satu) tahun anggaran tersebut.
Rencana
penyaluran (business plan) dimaksud sekurang-kurangnya menyebutkan
rencana besarnya kredit yang akan disalurkan.
2. Rencana besarnya KLBI yang akan disalurkan kembali (relending)
sekurang-kurangnya 90 % (sembilan puluh per seratus) dari jumlah
angsuran KLBI yang akan diterima oleh masing-masing BUMN pada tahun
anggaran yang bersangkutan, setelah memperhitungkan pelunasan KLBI
pada tahun yang bersangkutan dan saldo angsuran KLBI pada tahun
sebelumnya.
3. BUMN wajib
menyampaikan rencana penyaluran kembali KLBI
(relending) sebagaimana dimaksud dalam angka 1, paling lambat 1 (satu)
bulan sebelum tahun anggaran berikutnya dimulai, dan disampaikan kepada
Bank Indonesia cq. Biro Kredit.
4. Rencana penyaluran kembali KLBI (relending) sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 dapat diubah, dan perubahan rencana tersebut paling lambat
harus diterima Bank Indonesia 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya tahun
anggaran yang bersangkutan.
5. Dalam hal BUMN merencanakan untuk menyalurkan KLBI sebesar kurang
dari 90 % (sembilan puluh per seratus) dari angsuran pokok KLBI yang
akan diterima pada tahun anggaran yang bersangkutan, maka, Bank
Indonesia menarik KLBI yang direncanakan tidak akan disalurkan.
6. Penyaluran kembali KLBI (relending) oleh BUMN harus sesuai dengan
rencana penyaluran yang disampaikan oleh BUMN kepada Bank Indonesia.
7. Atas dasar laporan bulanan untuk posisi akhir tahun anggaran yang
disampaikan oleh BUMN, Bank Indonesia akan mengevaluasi realisasi
penyaluran kembali KLBI (relending) yang dilakukan oleh BUMN
Koordinator dibandingkan dengan rencana penyaluran (business plan) yang
telah disampaikan.
8. Penyaluran …
8. Penyaluran kembali KLBI (relending) oleh BUMN harus untuk tujuan
kredit atau pembiayaan dan sesuai dengan ketentuan masing-masing skim
kredit serta skim KLBI yang dialihkan kepada masing-masing BUMN.
9. Ketentuan penyaluran kembali KLBI (relending) harus sesuai dengan
ketentuan masing-masing skim kredit dikecualikan untuk ketentuan
mengenai tata cara penyediaan plafon, tata cara pelimpahan, tata cara
pelunasan, pengenaan sanksi dan pelaporan.
BUMN berwenang mengatur tata cara penyediaan plafon, tata cara
pelimpahan, tata cara pelunasan, pengenaan sanksi dan pelaporan untuk
keperluan penyaluran kembali (relending).
10.Perubahan atau penyesuaian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka
8 dan 9 tidak menunda pelaksanaan pembayaran kembali KLBI kepada
Bank Indonesia pada saat jatuh tempo angsuran KLBI.
11.Dalam hal diperlukan penyesuaian ketentuan pemberian KLBI di luar hal-
hal sebagaimana dimaksud dalam angka 9, BUMN harus mengajukan
permohonan penyesuaian ketentuan kepada Bank Indonesia.
Bank Indonesia menyampaikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan penyesuaian ketentuan tersebut secara tertulis kepada BUMN.
12.Khusus untuk PT PNM, selain untuk keperluan eskalasi kebun, ketentuan
penyaluran kembali angsuran pokok KLBI sesuai dengan skim KLBI yang
dialihkan kepada masing-masing BUMN Koordinator, dikecualikan untuk
skim :
a) Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN),
b) Kredit Investasi Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan
Inti Rakyat (PIR) yang dikaitkan dengan program transmigrasi (PIR-
Trans) Pra Konversi dan Pasca Konversi, serta
c) kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya dengan Pola
Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi dalam rangka pembukaan
Pemukiman Transmigrasi Baru di Kawasan Timur Indonesia (KKPA
PIR-Trans),
mengingat …
mengingat penyediaan kredit baru bagi ketiga skim kredit tersebut sudah
tidak dimungkinkan lagi dan pemberian KLBI tersebut hanya merupakan
pelaksanaan dari komitmen KLBI.
13. Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia akan mendebet rekening
BUMN di Bank Indonesia sebesar jumlah KLBI yang dikelola oleh
BUMN. BUMN wajib menyediakan dana pada rekening giro yang ada di
Bank Indonesia minimal sebesar kumulatif angsuran KLBI yang dikelola
dan jatuh tempo dimaksud.
VIII. PELAPORAN
1. Bank pelaksana wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk masing-masing skim kredit
program, dengan tembusan kepada Kantor BUMN.
2. Kantor Pusat PT BTN dan PT PNM sebagai BUMN wajib menyampaikan
laporan bulanan kepada Bank Indonesia c.q. Biro Kredit atas penerimaan
angsuran KLBI yang telah diterima dan pengelolaan angsuran tersebut
dengan format sebagaimana lampiran 3, dan paling lambat diterima Bank
Indonesia tanggal 15 bulan berikutnya.
IX. SANKSI
1. Pelanggaran atas kewajiban BUMN untuk menyampaikan rencana
penyaluran kembali angsuran pokok KLBI paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum dimulainya tahun anggaran berikutnya sebagaimana diatur dalam
butir VII.3 dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) setiap keterlambatan.
2. Bank Indonesia c.q. Biro Kredit akan melaksanakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dengan mendebet rekening giro BUMN di Bank
Indonesia.
3. Pelanggaran …
3. Pelanggaran atas kewajiban BUMN untuk menyalurkan kembali angsuran
pokok KLBI yang dikelola BUMN yang bersangkutan sesuai dengan
rencana penyaluran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia
sebagaimana diatur dalam butir VII.6. dikenakan sanksi berupa tidak
dilimpahkannya angsuran KLBI yang diterima dari Bank Pelaksana kepada
BUMN sebesar jumlah KLBI yang tidak disalurkan sesuai dengan rencana
penyaluran yang telah disampaikan ke Bank Indonesia.
4. Pelanggaran atas ketentuan bahwa BUMN dilarang menyalurkan kembali
angsuran KLBI yang dikelolanya selain untuk kredit atau pembiayaan
sebagaimana diatur dalam butir VII.8. dikenakan sanksi berupa penarikan
kembali angsuran KLBI yang disalurkan diluar tujuan kredit atau
pembiayaan serta sanksi kewajiban membayar sebesar suku bunga SBI 1
(satu) bulan hasil lelang terakhir dikalikan jumlah KLBI yang disalurkan
diluar tujuan kredit atau pembiayaan.
5. Sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 4
dihitung sejak tanggal KLBI disalurkan di luar tujuan kredit atau
pembiayaan tersebut sampai dengan KLBI tersebut ditarik oleh Bank
Indonesia atau sampai dengan pelanggaran dimaksud dihentikan oleh
BUMN.
6. Pelanggaran atas kewajiban BUMN untuk menyalurkan KLBI sesuai
dengan ketentuan dan skim KLBI yang dialihkan kepada masing-masing
BUMN sebagaimana diatur dalam butir VII.8. dikenakan sanksi berupa
tidak dilimpahkannya angsuran KLBI dari Bank Pelaksana yang seharusnya
dapat dikelola oleh BUMN sebesar KLBI yang tidak disalurkan sesuai
ketentuan dan skim KLBI.
7. Pelanggaran atas kewajiban BUMN untuk menyediakan dana
pada
rekening giro BUMN yang ada di Bank Indonesia sebesar kumulatif
angsuran KLBI yang terutang pada saat jatuh tempo KLBI sebagaimana
diatur dalam butir VII.13, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
suku …
suku bunga SBI 1 (satu) bulan hasil lelang terakhir dikalikan jumlah KLBI
yang terutang. Sanksi kewajiban membayar tersebut dihitung sejak tanggal
KLBI tersebut jatuh tempo sampai dengan tersedianya dana dimaksud pada
rekening giro BUMN di Bank Indonesia, sebagaimana diinformasikan
secara tertulis oleh BUMN kepada Bank Indonesia.
8. Pelanggaran atas kewajiban BUMN untuk menyampaikan laporan bulanan
agar diterima Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya,
dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap keterlambatan
9. Pelanggaran atas kewajiban bank pelaksana untuk melaporkan pelunasan
KLBI yang dipercepat sebagaimana diatur dalam butir VI.3.a dan butir
VI.d. dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar suku bunga SBI
jangka waktu 1 (satu) bulan hasil lelang terakhir dikalikan angsuran KLBI
yang dilunasi lebih cepat, yang dihitung sejak tanggal pelunasan lebih cepat
sampai dengan tanggal laporan disampaikan ke Bank Indonesia. Sanksi
dimaksud dibebankan Bank Indonesia kepada rekening giro bank yang ada
di Bank Indonesia.
10.Pelanggaran oleh bank pelaksana atas ketentuan sebagaimana diatur dalam
Surat Keputusan dan Surat Edaran masing-masing skim kredit program,
bank pelaksana dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan masing-masing
skim kredit program yang berlaku.
X. PENUTUP
1. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka ketentuan mengenai Pelaksanaan
Pengalihan
Pengelolaan
Kredit
Likuiditas
Bank
Indonesia Dalam
Rangka Kredit Program sebagaimana diatur dalam SE No. 2/5/DKr tangggal
11 Februari 2000, dinyatakan tidak berlaku.
2. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 18 November 2003.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RATNA E AMIATY
KEPALA BIRO KREDIT
BKr
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/30/BKr|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program </reg_title>
<set_date> 18 November 2003 </set_date>
<effective_date> 18 November 2003 </effective_date>
<replaced_reg> '2/5/DKr|SE-BI/2000' </replaced_reg>
<related_reg> '5/20/PBI/2003' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No. 3/ 27 /DASP
Jakarta, 12 Desember 2001
S U R A T E D A R A N
Perihal : Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan
Percetakan Dokumen Sekuriti.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 Tentang Penyelenggaraan
Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas
Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan
Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88) antara lain
menetapkan bahwa penerbitan Warkat dan Dokumen Kliring yang digunakan
dalam kegiatan Kliring wajib memenuhi spesifikasi teknis dan unsur keamanan.
Berkaitan dengan hal tersebut perlu diatur mengenai tata cara dalam pencetakan
dan penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring oleh Peserta Kliring, sebagai
berikut.
I. PEMBAKUAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
A. WARKAT
Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan
melalui Kliring. Untuk keseragaman dalam penyelenggaraan Kliring
Lokal maka Warkat wajib memenuhi spesifikasi teknis berupa kualitas
kertas, ukuran, rancang bangun (format) dan mutu cetakan.
1. JENIS …
2
1. JENIS WARKAT
Jenis Warkat yang dibakukan untuk diperhitungkan dalam Kliring
adalah:
a. Cek adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD) termasuk jenis-jenis cek seperti cek
deviden, cek perjalanan, cek pemberian atau cinderamata, dan
jenis cek lainnya yang penggunaannya dalam Kliring disetujui
oleh Bank Indonesia;
b. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada Bank
penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari
rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang
disebutkan namanya, termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia
(BGBI);
c. Wesel Bank Untuk Transfer adalah wesel sebagaimana diatur
dalam KUHD yang diterbitkan oleh Bank khusus untuk sarana
transfer;
d. Surat Bukti Penerimaan Transfer adalah surat bukti penerimaan
transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada Bank
Peserta penerima dana transfer melalui Kliring Lokal;
e. Nota Debet adalah Warkat yang digunakan untuk menagih dana
pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang
menyampaikan Warkat tersebut. Nota Debet yang dikliringkan
hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih
dahulu oleh Bank yang menyampaikan Nota Debet kepada Bank
yang akan menerima Nota Debet tersebut; dan
f. Nota Kredit adalah Warkat yang digunakan untuk
menyampaikan dana pada Bank lain untuk untung Bank atau
nasabah Bank yang menerima Warkat tersebut.
Warkat …
3
Warkat tersebut dinyatakan dalam mata uang rupiah dan bernilai
nominal penuh, serta telah jatuh waktu pada saat dikliringkan.
2. SPESIFIKASI TEKNIS WARKAT
a. Setiap Warkat wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut.
1) Kertas
Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The
London Clearing Bank’s Paper Specification No. 1”/CBS 1
dengan memenuhi standar sebagai berikut.
a) Berat kertas : 96 gsm (toleransi +/- 5 gsm)
b) Ketebalan
: 0.120 mm (toleransi +/- 0.015 mm)
Khusus untuk Warkat pada penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan menggunakan sistem Manual dan Semi
Otomasi selain menggunakan kertas CBS 1 sebagaimana
disebutkan
di atas juga dapat menggunakan kertas
sekuriti/security paper dengan standar berat kertas 85 gsm
(toleransi +/- 5 gsm) sedangkan ketebalan kertas tidak
ditentukan standarnya.
Yang dimaksud dengan kertas sekuriti adalah kertas yang
dipakai untuk mencetak Dokumen Sekuriti yang memiliki
ciri pengaman untuk menangkal usaha pemalsuan baik
dengan cara peniruan maupun manipulasi.
2) Ukuran
Ukuran Warkat yang digunakan merupakan ukuran seragam
untuk semua jenis Warkat, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan
lebar 2 3/4 (dua tiga per empat) inci. Khusus untuk Nota
Kredit, dapat pula digunakan ukuran panjang 8 (delapan)
inci dan ukuran lebar 3 2/3 (tiga dua per tiga) inci.
3) Rancang …
4
3) Rancang Bangun
Pembakuan Warkat tidak dimaksudkan untuk membakukan
redaksi yang tercantum dalam Warkat melainkan untuk lebih
memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Warkat maupun
sandi/informasi yang tercantum di dalamnya. Adapun
rancang bangun Warkat
perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a) Nama/logo Bank penerbit dicetak lebih jelas daripada
cetakan lainnya pada Warkat dimaksud dan ditempatkan
pada bagian atas Warkat;
b) Nomor seri Warkat dicetak dan ditempatkan pada bagian
atas Warkat;
c) Nilai nominal pada Warkat harus dapat terlihat dengan
jelas. Untuk keperluan tersebut maka nilai nominal
dalam angka dicantumkan di sebelah kanan sejajar
dengan baris nilai nominal dalam huruf;
d) Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama
jelas harus cukup luas serta ditempatkan di sebelah kanan
bawah, di atas Clear Band;
e) Khusus untuk Warkat yang akan digunakan dalam
penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan
sistem Otomasi dan Elektronik, penggunaan komposisi
warna antara latar belakang Warkat dan tulisan pada
Warkat harus cukup kontras sedemikian rupa sehingga
tulisan pada reproduksi warkat, yang sebelumnya telah
direkam gambarnya melalui mesin reader sorter, dapat
terbaca dengan jelas;
f) Dalam …
5
f) Dalam hal diperlukan personalisasi nasabah, maka nama
nasabah ditempatkan di sebelah kiri bawah sejajar
dengan tanda tangan.
4) Clear Band
Clear Band adalah ruang kosong pada bagian bawah setiap
Warkat selebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari batas
bawah Warkat dan disediakan khusus untuk pencetakan
angka dan simbol MICR. Khusus untuk Warkat yang
digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan
menggunakan sistem Manual dan Semi Otomasi Kliring
Lokal (Semi Otomasi) pengisian MICR pada Clear Band
tidak perlu dilakukan sehingga penandatanganan dan
penulisan nama penarik dapat melewati Clear Band.
5) Batas Clear Band
Batas Clear Band dengan bagian lain dari warkat dapat
berupa garis atau perbedaan warna pada posisi 5/8 (lima
perdelapan) inci dari batas bawah Warkat.
6) Pembedaan Warna
Untuk mempermudah mengenali dan membedakan Warkat
dalam pengolahan di tempat Peserta Pengirim, Penyelenggara
maupun Peserta Penerima maka pada sudut kanan atas semua
Warkat dari jenis Nota Kredit harus diberi tanda dengan
bentuk segitiga siku-siku berwarna merah tua, dengan ukuran
sisi tegak masing-masing 1,5 (satu setengah) sentimeter.
7) Pertinggal (Cheque Stub)
Untuk keperluan administrasi atas penarikan atau penerbitan
Cek/Bilyet Giro pada setiap lembar Warkat dapat
ditambahkan lembar pertinggal yang dapat ditempatkan pada
sebelah …
6
sebelah kiri atau sebelah atas Warkat atau diadministrasikan
di bagian depan/belakang bundel warkat atau berupa
carbonized paper.
8) Perforasi
Untuk menghindari kerusakan pada waktu pengolahan oleh
mesin baca pilah dan atau MICR Encoder/Reader-Encoder,
perforasi untuk memisahkan Warkat dengan lembar
pertinggal dapat ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah
atas Warkat. Dalam hal digunakan Continuous Form
Cheque, perforasinya disesuaikan dengan kebutuhan dan
harus dilakukan secara deep cut. Selain itu lem perekat
dilarang digunakan pada Warkat, kecuali apabila ditujukan
untuk menjilid blanko Warkat yang telah diperforasi.
./.
b. Format Warkat sebagaimana dimaksud di atas dapat dilihat pada
Lampiran 1.
3. SARANA PENUNJANG WARKAT
Sarana penunjang Warkat hanya digunakan bagi penyelenggaraan
Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik.
Adapun sarana penunjang Warkat yang digunakan adalah stiker yang
digunakan untuk mengkoreksi kesalahan yang terjadi pada MICR
code line dengan cara menutup informasi MICR code line yang salah
secara sempurna dan meng-encode kembali informasi MICR code
line yang benar. Stiker yang digunakan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. ukuran stiker tidak melebihi Clear Band yang telah ditetapkan;
b. ketebalan stiker harus memadai sehingga MICR code line yang
salah tidak terlihat lagi dan medan magnitnya tidak mengganggu
pembacaan …
7
pembacaan MICR code line yang baru (benar) oleh mesin reader
sorter.
Penggunaan stiker untuk koreksi tersebut diperkenankan hanya 1
(satu) kali dalam setiap Warkat.
Stiker tidak diperkenankan digunakan untuk mengkoreksi kesalahan
encode pada Dokumen Kliring.
B. DOKUMEN KLIRING
Dokumen Kliring pada dasarnya merupakan dokumen kontrol dan
berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan Kliring.
1. JENIS DOKUMEN KLIRING
Jenis Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring
adalah sebagai berikut:
a. Dalam sistem Otomasi dan Elektronik adalah :
1) Bukti Penyerahan Warkat Debet - Kliring Penyerahan
(BPWD);
2) Bukti Penyerahan Warkat Kredit - Kliring Penyerahan
(BPWK);
3) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat - Kliring Pengembalian
(BPRWKP);
4) Lembar Substitusi;
5) Kartu Batch.
b. Dalam sistem Semi Otomasi adalah:
1) Bukti Rekaman Warkat Penyerahan Kliring Penyerahan;
2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Penerima;
3) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Pengirim;
4) Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring Pengembalian;
5) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank
Penerima;
6). Daftar …
8
6) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank
Pengirim;
7) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong.
c. Dalam sistem Manual adalah Daftar Warkat Kliring
Penyerahan/Pengembalian;
2. SPESIFIKASI TEKNIS DOKUMEN KLIRING
a. Dokumen Kliring Sistem Otomasi dan Elektronik
Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik,
kecuali BPRWKP dan lembar substitusi, harus memenuhi
spesifikasi teknis sebagai berikut:
1) Kertas
Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The London
Clearing Bank’s Paper Specification No.1”/CBS 1 dengan
kriteria sebagai berikut :
a) Berat kertas : 96 gsm (toleransi +/- 5 gsm)
b) Ketebalan
: 0.120 mm (toleransi +/- 0.015 mm)
2) Ukuran
Ukuran Dokumen Kliring yang digunakan merupakan ukuran
seragam untuk semua jenis Dokumen Kliring, yaitu panjang 7
(tujuh) inci dan lebar 2 3/4 (dua tiga per empat) inci.
3) Rancang Bangun
Pembakuan Dokumen Kliring tidak dimaksudkan untuk
membakukan redaksi yang tercantum dalam Dokumen Kliring,
melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan
pemeriksaan Dokumen Kliring maupun sandi/informasi yang
tercantum …
9
tercantum di dalamnya. Rancang bangun Dokumen Kliring
perlu memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut:
a) Logo dan Nama Bank Penerbit
Pada Dokumen Kliring harus dicantumkan logo dan nama
Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan cetakan
lainnya dan ditempatkan pada sisi kiri atas Dokumen
Kliring.
b) Nomor Seri
Pada Dokumen Kliring BPWD dan BPWK dapat
dicantumkan nomor seri yang akan digunakan sebagai
sarana kontrol penggunaan Dokumen Kliring tersebut.
Nomor seri tersebut dicantumkan pada sisi kanan atas
Dokumen Kliring.
c) Nilai Nominal
Nilai Nominal pada Dokumen Kliring harus dapat terlihat
secara jelas.
d) Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas
petugas yang menyerahkan harus cukup luas dan
ditempatkan di sebelah kanan bawah, di atas Clear Band.
e) Pembedaan Warna
Untuk mempermudah mengenali dan membedakan
Dokumen Kliring dalam pengolahan di Penyelenggara,
maka pada Dokumen Kliring Kredit harus diberi warna
merah tua sedangkan pada Dokumen Kliring Debet harus
diberi warna hijau di bagian atas Dokumen Kliring
dimaksud, dengan ukuran lebar 1 (satu) centimeter.
4) Clear …
10
4) Clear Band
Clear Band adalah ruang kosong pada bagian bawah Bukti
Penyerahan Warkat dan Kartu Batch selebar 5/8 (lima per
delapan) inci diukur dari batas bawah Warkat dan disediakan
khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR E-13B.
Khusus BPRWKP merupakan print out (hasil cetakan) hasil
pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Semi
Otomasi.
Khusus lembar substitusi dapat menggunakan kertas HVS
minimal 60 gsm warna putih, tanpa mencantumkan logo dan
nama Bank.
Jenis Dokumen Kliring BPWD dan BPWK dibuat rangkap 2
(dua) dengan menggunakan carbonized paper. Untuk lembar
keduanya tidak wajib memenuhi spesifikasi teknis kertas
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) di atas.
b. Dokumen Kliring sistem Semi Otomasi
Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan menggunakan sistem Semi Otomasi merupakan
cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui
aplikasi sistem Kliring Semi Otomasi.
c. Dokumen Kliring sistem Manual
Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan menggunakan sistem Manual wajib memenuhi
spesifikasi teknis sebagai berikut:
1) Kertas
Kualitas kertas yang digunakan untuk lembar pertama adalah
jenis kertas HVS minimal 60 gsm warna putih, sedangkan
untuk …
11
untuk lembar kedua dan ketiga menggunakan carbonized
paper.
2) Ukuran
Ukuran Dokumen Kliring berupa Daftar Warkat Kliring
Penyerahan/Pengembalian yang digunakan yaitu panjang 27
(dua puluh tujuh) centimeter dan lebar 8 1/2 (delapan setengah)
centimeter.
3) Rancang Bangun
Pembakuan Dokumen Kliring tidak dimaksudkan untuk
membakukan redaksi yang tercantum dalam Dokumen Kliring,
melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan
pemeriksaan Dokumen Kliring maupun sandi/informasi
yang tercantum didalamnya. Rancang bangun Dokumen
Kliring perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Nama Bank Penerbit
Pada bagian atas Dokumen Kliring harus dicantumkan nama
Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan
cetakan lainnya dan ditempatkan pada sudut kiri atas.
b)
Keterangan Daftar Warkat Kliring
Penyerahan/Pengembalian
Pada bagian tengah atas Dokumen Kliring tercantum
keterangan Daftar Warkat Kliring
Penyerahan/Pengembalian.
c) Keterangan Debet/Kredit
Keterangan Debet/Kredit dicantumkan di bawah keterangan
Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian.
d) Nilai …
12
d) Nilai Nominal
Nilai nominal pada Dokumen Kliring harus dapat terlihat
secara jelas.
e) Ruangan Tanda Tangan dan Nama Jelas
Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas
petugas yang menyerahkan dan yang menerima harus cukup
luas dan ditempatkan di bagian bawah dan bersebelahan.
./.
d. Format Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud di atas dapat
dilihat pada Lampiran 2.
II. PENCETAKAN, PENGADAAN SERTA PERSETUJUAN
PENGGUNAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
A. PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
1. Pencetakan Warkat untuk seluruh sistem Kliring wajib dilakukan
oleh perusahaan percetakan dokumen sekuriti (security printing)
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Pencetakan
Dokumen Kliring yang wajib dilakukan oleh
perusahaan percetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 hanya untuk Dokumen Kliring yang digunakan
dalam sistem Otomasi dan Elektronik.
3. Dalam melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring pada
perusahaan percetakan dokumen sekuriti, Peserta sekurang-
kurangnya wajib mensyaratkan penggunaan kertas sekuriti yang
bertanda air (water mark) logo dari perusahaan percetakan dokumen
sekuriti.
B. PENGADAAN …
13
B. PENGADAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
1. Tanggung jawab pengadaan Warkat dan Dokumen Kliring
diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing Peserta.
2. Pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring pada perusahaan
percetakan dokumen sekuriti hanya dapat dilakukan atas permintaan
Peserta yang bersangkutan. Dengan demikian nasabah tidak dapat
melakukan permintaan langsung pencetakan Warkat kepada
perusahaan percetakan dokumen sekuriti.
C. PERSETUJUAN PENGGUNAAN WARKAT DAN DOKUMEN
KLIRING
1. Setiap pembuatan dan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring
untuk pertama kali dan atau perubahannya serta pemesanan baru
pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang berbeda oleh
Peserta, wajib meminta dan memperoleh persetujuan dari Bank
Indonesia. Untuk memperoleh persetujuan tersebut Kantor Pusat
Peserta menyampaikan surat permohonan persetujuan dengan
melampirkan spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring (hanya
BPWK, BPWD dan Kartu Batch) sebanyak :
a. 5 (lima) lembar untuk sistem Manual dan Semi Otomasi;
b. 100 (seratus) lembar untuk sistem Otomasi dan Elektronik.
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 memuat:
a. Jenis Warkat dan atau Dokumen Kliring yang akan dicetak;
b. Nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang akan
mencetak,
dan disampaikan oleh Kantor Pusat Peserta kepada Bank Indonesia
yang mewilayahi.
3. Bank …
14
3. Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 adalah :
a. Bank Indonesia c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran
Nasional (Biro PSPN) untuk Peserta yang Kantor Pusatnya
berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Serang,
Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi;
b. Kantor Bank Indonesia setempat untuk Peserta yang Kantor
Pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud
pada huruf a.
4. Spesimen yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam angka 1,
diuji kesesuaiannya dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan
dalam Surat Edaran ini.
5. Peserta wajib mencantumkan informasi MICR code line pada Clear
Band untuk spesimen sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b
guna diuji dengan mesin baca pilah (reader sorter), dan 5 (lima)
spesimen Warkat diantaranya diisi secara penuh dengan data dummy
yang sama dengan data pada MICR code line. Tata cara
pencantuman informasi MICR code line dilakukan sesuai ketentuan
Bank Indonesia tentang sistem Otomasi dan Elektronik, dengan
pedoman tambahan sebagai berikut:
a. Warkat.
- No Warkat diisi dengan data dummy yang bukan angka
“000000”;
- Sandi Bank/Peserta diisi dengan sandi Bank/Peserta yang
masih berlaku bagi Peserta yang bersangkutan;
- Nomor Rekening diisi dengan data dummy yang bukan angka
“0000000000”;
- Sandi …
15
- Sandi Transaksi diisi dengan sandi transaksi yang sesuai
dengan jenis warkat;
- Nilai Nominal Warkat diisi dengan data dummy yang bukan
angka “00000000000000”. Khusus untuk nilai Nominal
Warkat Nota Debet diisi dengan data dummy yang bukan
angka “00000000000000” dengan nilai nominal maksimal
Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
b. Dokumen Kliring.
- Nomor Warkat, 3 (tiga) digit pertama diisi dengan angka
“000” dan 3 digit terakhir diisi dengan tiga digit pertama
sandi Peserta yang masih berlaku;
- Sandi Bank, 3 (tiga) digit pertama diisi dengan sandi kantor
Peserta dan 4 digit terakhir diisi dengan angka “9999”;
- Nomor Rekening dibiarkan kosong;
- Sandi Transaksi, diisi dengan angka “96” untuk Kartu Batch,
angka “60” untuk BPWD, dan angka “61” untuk BPWK;
- Nilai Nominal Warkat diisi dengan data dummy yang bukan
angka “00000000000000”.
6. Spesimen dianggap memenuhi syarat pengujian dengan reader
sorter apabila tingkat penolakan Warkat dan atau Dokumen Kliring
berupa Kartu Batch setinggi-tingginya 2% dan reproduksi
spesimen Warkat yang telah diambil rekaman gambarnya
menunjukkan hasil yang baik yaitu tulisan pada reproduksi Warkat
dapat terlihat cukup jelas.
7. Hasil pengujian tersebut akan diberitahukan kepada Kantor Pusat
Peserta yang bersangkutan untuk menentukan apakah Warkat dan
atau Dokumen Kliring yang diuji tersebut dapat disetujui untuk
dicetak …
16
dicetak dan dipergunakan dalam kegiatan Kliring Lokal.
Pemberitahuan tersebut disampaikan paling lambat 21 (dua puluh
satu) hari kerja setelah penyampaian spesimen Warkat dan atau
Dokumen Kliring diterima secara lengkap dan benar. Dalam hal
spesimen yang diuji tersebut tidak memenuhi syarat maka Bank
Indonesia akan mengembalikan seluruhnya kepada Kantor Pusat
Peserta untuk diperbaiki dan kemudian menyampaikan permohonan
kembali dengan melampirkan spesimen yang baru sebagaimana
dimaksud dalam angka 1.
8. Kantor Pusat Peserta setiap tahun wajib menyampaikan laporan
dengan menggunakan surat kepada Kantor Pusat Bank Indonesia
c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN)
mengenai Warkat dan atau Dokumen Kliring yang telah dipesan
pada kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya. Laporan tersebut
memuat :
a. jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen Kliring yang
dipesan selama periode 1 (satu) tahun sebelumnya;
./.
./.
b. tanggal pemesanan yang dilakukan;
c. nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti,
dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 3.
Dalam hal pada kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya, Kantor
Pusat Peserta tidak melakukan pemesanan/pencetakan Warkat dan
atau Dokumen Kliring maka yang bersangkutan tetap diwajibkan
menyampaikan laporan tahunan pencetakan Warkat dan atau
Dokumen Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan sesuai
dengan format Lampiran 3.
Penyampaian …
17
Penyampaian laporan tersebut dilakukan pada bulan Januari dan
sudah harus diterima oleh Biro PSPN paling lambat pada tanggal
25 Januari.
Dalam hal tanggal 25 Januari adalah hari libur maka batas waktu
pelaporan tersebut dihitung pada hari kerja berikutnya.
Penyampaian laporan tersebut ditujukan kepada :
Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional – Bank
Indonesia
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
III. CARA PENULISAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
Untuk mengurangi risiko pemalsuan Warkat dan Dokumen Kliring maka
dalam penulisannya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
A. WARKAT KLIRING
1. Pencantuman nilai nominal harus ditulis secara lengkap dengan angka
dan huruf.
2. Penulisan dalam mengisi Warkat disarankan untuk menggunakan
ballpoint pen atau mesin tik non elektrik.
3. Dalam menulis dan atau menandatangani Warkat disarankan dengan
menggunakan ballpoint pen.
4. Tambahan penulisan nilai nominal dengan cheque-writer
(protectograph)
dianggap
tidak
ada
karena
dapat
menimbulkan bermacam-macam penafsiran, misalnya timbul
perbedaan penafsiran dalam hal angka dan huruf yang ditulis oleh
penarik berbeda dengan cheque-writer (protectograph).
5. Terhadap …
18
5. Terhadap cek/bilyet giro maupun Warkat lainnya dianjurkan untuk
tidak menggunakan flourescent pen. Penggunaan flourescent pen baik
terhadap cek/bilyet giro maupun Warkat lainnya akan menimbulkan
kesulitan untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan penulisan,
disamping itu penggunaan alat tersebut pada angka rupiah dapat
menimbulkan cahaya sehingga akan menyulitkan penelitian dalam hal
terjadi perubahan nilai nominal. Dalam hal masih terdapat Warkat
yang menggunakan fluorescent pen maka sebelum bank melakukan
pembayaran hendaknya terlebih dahulu menghubungi nasabah yang
bersangkutan untuk konfirmasi.
6. Dalam pengisian cek, bilyet giro, dan Warkat lainnya hanya
diperkenankan menggunakan huruf latin. Bank-bank tidak
diperkenankan untuk menerima cek, bilyet giro, dan Warkat lainnya
yang menggunakan bukan huruf latin, kecuali tanda tangan.
B. DOKUMEN KLIRING
1. Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal
dengan menggunakan sistem Elektronik, Otomasi dan Manual
mengacu pada cara penulisan Warkat sebagaimana dimaksud dalam
angka III.A. kecuali angka III.A.1. dan angka III.A.6. Dalam
Dokumen Kliring nilai nominalnya hanya ditulis dengan angka saja.
2. Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan
menggunakan sistem Semi Otomasi cara penulisannya merupakan
print out (hasil cetakan) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui
aplikasi sistem Semi Otomasi.
IV. PERUSAHAAN …
19
IV. PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN SEKURITI WARKAT
DAN DOKUMEN KLIRING
A. PERSYARATAN
Perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang dapat memperoleh
penetapan dari Bank Indonesia untuk melakukan pencetakan Warkat dan
Dokumen Kliring wajib memenuhi persyaratan minimum sebagai
berikut:
1. Mempunyai izin operasional dari Badan Koordinasi Pemberantasan
Uang Palsu (Botasupal) sebagai perusahaan percetakan dokumen
sekuriti;
2. Menggunakan kertas sekuriti yang bertanda air (water mark) logo
perusahaan yang bersangkutan;
3. Memiliki mesin desain sekuriti, mesin cetak sekuriti dan mesin cetak
penomoran untuk mencetak MICR.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak berlaku untuk
Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERUM
PERURI).
B. TATA CARA PENETAPAN
1. Untuk dapat memperoleh penetapan guna mencetak Warkat
dan Dokumen Kliring, perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang
telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf A
wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kantor Pusat
Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
dengan melampirkan :
a. fotokopi izin operasional sebagai perusahaan percetakan dokumen
sekuriti yang masih berlaku dari Botasupal yang telah dilegalisasi
oleh Kantor Pos;
b. daftar …
20
b. daftar mesin dan atau peralatan yang digunakan untuk mencetak
Warkat dan Dokumen Kliring dengan menyebutkan kapasitas
mesin dimaksud;
c. spesimen kertas untuk Warkat dan Dokumen Kliring yang
bertanda air (water mark) logo perusahaan yang bersangkutan;
d. fotokopi sertifikat pengujian kertas yang masih berlaku dari Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa (Balai Besar
Selulosa) yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pos, yang memuat
informasi mengenai ciri-ciri kertas yang sekurang-kurangnya
meliputi :
1) berat/gramatur;
2) ketebalan;
3) kekakuan;
4) ciri pengaman (security features) lainnya;
e. spesimen kertas CBS 1 dan atau kertas sekuriti/security paper
yang telah memperoleh sertifikat pengujian dari Balai Besar
Selulosa masing-masing ukuran 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima
puluh) lembar;
f. spesimen kertas dengan ukuran warkat sebanyak 100 (seratus)
lembar yang telah diberi MICR code line.
2. Setelah menerima permohonan tersebut Bank Indonesia akan
meminta rekomendasi dari Botasupal mengenai telah terpenuhinya
aspek manajemen perusahaan, arsitektur dan konstruksi bangunan dan
keamanan dalam hal akan dilakukan pencetakan Warkat dan
Dokumen Kliring;
3. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 telah
dipenuhi dan Botasupal telah memberikan rekomendasinya maka
Bank Indonesia akan memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan …
21
permohonan perusahaan percetakan dokumen sekuriti tersebut.
Pemberian persetujuan tersebut akan ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Bank Indonesia sebagai perusahaan percetakan dokumen
sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring, sedangkan penolakan
permohonan tersebut akan disampaikan secara tertulis kepada
perusahaan yang bersangkutan.
4. Penetapan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berlaku sepanjang :
a. Izin operasional perusahaan percetakan dokumen sekuriti dari
Botasupal masih berlaku;
b. Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 belum
dicabut; dan
c. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti tidak melanggar ketentuan
yang telah ditetapkan Bank Indonesia.
5. Pemberian penetapan atau penolakan untuk mencetak Warkat dan
Dokumen Kliring yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima secara lengkap atau 5
(lima) hari kerja setelah rekomendasi dari Botasupal diterima Bank
Indonesia.
C. KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN
SEKURITI PENCETAK WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
Perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen
Kliring wajib :
1. mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sesuai spesifikasi teknis
yang ditetapkan dalam angka I.A.2. dan I.B.2. dan pedoman
pengamanan pencetakan dokumen sekuriti yang dikeluarkan oleh
Botasupal yang berlaku;
2. melaksanakan …
22
2. melaksanakan sendiri segala pekerjaan yang berkaitan dengan
pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring (prinsip Do It
Yourself/Under One Roof) dan dengan demikian dilarang untuk
mensubkontrakkan atau mengalihkan pekerjaan tersebut ke
perusahaan percetakan dokumen sekuriti lain atau menerima
pengalihan pekerjaan dari perusahaan percetakan dokumen sekuriti
lain;
3. menyampaikan laporan tahunan dengan menggunakan surat kepada
Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Biro PSPN mengenai kegiatan
pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang telah dilakukan
pada kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya. Laporan tersebut
memuat :
a. jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen Kliring serta
tanggal pemesanan dari Bank selama periode 1 (satu) tahun
sebelumnya;
./.
./.
b. nama Bank yang memesan Warkat dan atau Dokumen Kliring,
dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 4.
Dalam hal pada kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya, perusahaan
percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring
tidak melakukan kegiatan pencetakan warkat dan atau dokumen
kliring maka yang bersangkutan tetap diwajibkan menyampaikan
laporan tahunan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring
dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan sesuai dengan format
Lampiran 4.
Penyampaian laporan tersebut dilakukan pada bulan Januari dan
sudah harus diterima oleh Biro PSPN paling lambat pada tanggal 25
Januari.
Dalam …
23
Dalam hal tanggal 25 Januari adalah hari libur maka batas waktu
pelaporan tersebut dihitung pada hari kerja berikutnya. Penyampaian
laporan tersebut ditujukan kepada :
Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional – Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
D. PENGAWASAN
Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan secara langsung dan tidak
langsung terhadap perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak
Warkat dan Dokumen Kliring. Termasuk dalam pengawasan tersebut
adalah melakukan pengujian kembali terhadap Warkat dan Dokumen
Kliring yang telah dicetak untuk mengetahui kesesuaiannya dengan
spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.1) dan
I.B.2.a.1).
V.
LAIN-LAIN
1. Dalam hal Botasupal mencabut atau tidak memperpanjang izin
operasional perusahaan percetakan dokumen sekuriti, atau mencabut
rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam angka IV.B.4 maka
penetapan/izin
sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti
pencetak Warkat dan Dokumen Kliring secara otomatis menjadi
tidak berlaku.
2. Tinta yang digunakan untuk mencetak MICR code line harus
memenuhi standar ISO 1004:1995.
3. Khusus untuk pelunasan bea meterai pada Warkat cek dan bilyet giro
yang diperhitungkan dalam Kliring Lokal dengan sistem Otomasi
dan Elektronik wajib dilakukan dengan cara pencantuman tanda Bea
Meterai …
24
Meterai Lunas pada Warkat yang bersangkutan sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
4. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti wajib melaporkan kepada
Biro PSPN, setiap terdapat perubahan jenis kertas atau produk kertas
atau tanda air (water mark) logo perusahaan yang akan digunakan
untuk mencetak Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan
melampirkan :
a. fotokopi sertifikat pengujian kertas yang diubah dari Balai Besar
Selulosa yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pos, yang memuat
informasi mengenai ciri-ciri kertas yang sekurang-kurangnya
meliputi :
1) berat/gramatur;
2) ketebalan;
3) kekakuan;
4) ciri pengaman (security features) lainnya;
b. spesimen kertas CBS 1 dan atau kertas sekuriti/security paper
yang telah memperoleh sertifikat pengujian dari Balai Besar
Selulosa masing-masing ukuran 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima
puluh lembar).
5. Bank-bank di daerah yang tidak terdapat kegiatan Kliring Lokal
apabila hendak memberikan fasilitas cek dan bilyet giro bagi
nasabahnya dapat melakukan pencetakan cek dan bilyet giro dengan
mengacu pada persyaratan dan rancang bangun cek dan bilyet giro
berdasarkan Surat Edaran ini.
6. Warkat berupa cek dan bilyet giro tidak dapat digunakan untuk
sarana penarikan rekening giro dalam mata uang asing, baik dalam
mata uang asal maupun konversinya dalam mata uang rupiah.
VI. SANKSI …
25
VI. SANKSI
1. Peserta Kliring yang tidak memenuhi persyaratan pembakuan Warkat
dan Dokumen Kliring yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini dikenakan
sanksi sebagai berikut :
a. Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan diberikan peringatan secara
tertulis oleh Bank Indonesia yang mewilayahi untuk mengganti
Warkat dan atau Dokumen Kliring sesuai dengan spesifikasi teknis
yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kalender sejak diterbitkan Surat Peringatan.
b. Dalam hal Kantor Pusat Peserta dan atau Peserta tidak melaksanakan
penggantian Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana
dimaksud pada huruf a maka Bank Indonesia yang mewilayahi Kantor
Pusat Peserta akan mengenakan sanksi berupa kewajiban membayar
sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) per satu hari keterlambatan
dengan maksimum Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
2. Dalam hal Kantor Pusat Peserta tidak meminta dan memperoleh
persetujuan bagi setiap pencetakan pertama kali, perubahan, dan
pemesanan baru Warkat dan atau Dokumen Kliring pada perusahaan
percetakan dokumen sekuriti yang berbeda maka Bank Indonesia yang
mewilayahi akan mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari terhitung sejak tanggal
pemesanan sampai dengan Kantor Pusat Peserta meminta persetujuan
dari Bank Indonesia yang mewilayahi dengan maksimum sebesar
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3. Dalam hal Kantor Pusat Peserta terlambat atau belum menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.8., dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk
setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah). Khusus Peserta yang belum menyampaikan laporan,
yang …
26
yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk menyampaikan laporan
tersebut.
4. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan
Dokumen kliring terlambat atau belum menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam angka IV.C.3., dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk
setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah). Khusus perusahaan yang belum menyampaikan
laporan, yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk menyampaikan
laporan tersebut.
5. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan
Dokumen Kliring tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam angka IV.C.2, V.4 dan VI.4 maka dikenakan sanksi pencabutan
penetapan/izin sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak
Warkat dan Dokumen Kliring.
VII. KETENTUAN PERALIHAN
1. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen
Kliring yang sudah disetujui oleh Bank Indonesia sebelum Surat Edaran
ini berlaku, wajib menyampaikan fotokopi sertifikat pengujian kertas
yang telah digunakan selama ini dari Balai Besar Selulosa yang telah
dilegalisasi oleh Kantor Pos kepada Biro PSPN paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini.
2. Warkat dan atau Dokumen Kliring berupa Kartu Batch yang digunakan
dalam sistem Otomasi dan Elektronik yang sudah dicetak namun belum
memenuhi ketentuan dalam angka I.A.2.a.3)e) masih dapat digunakan
sampai dengan 6 (enam) bulan sejak tanggal berlakunya Surat Edaran
ini.
3. Sampul …
27
3. Sampul penunjang yang selama ini dipakai untuk memproses Warkat
yang memiliki duplikat atau lampiran dan Warkat yang tidak dapat
diolah (sobek, lusuh, terlipat atau tidak terbaca) masih dapat digunakan
sampai dengan 3 (tiga) bulan sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini.
VIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia :
1. No.1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen
Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen
Sekuriti;
2. No.2/6/DASP tanggal 11 Februari 2000 perihal Penyempurnaan SE No.
1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring
dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti;
3. SE No.2/11/DASP tanggal 9 Juni 2000 perihal Perubahan Kedua Atas
Surat Edaran No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat,
Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan
Dokumen Sekuriti;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 2 Januari 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/27/DASP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. </reg_title>
<set_date> 12 Desember 2001 </set_date>
<effective_date> 2 Januari 2002 </effective_date>
<replaced_reg> '1/7/DASP|SE-BI/1999', '2/6/DASP|SE-BI/2000', '2/11/DASP|SE-BI/2000' </replaced_reg>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No.4/ 9 /DPM
Jakarta, 26 Juni 2002
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang
dijamin Pemerintah
Menunjuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan
Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/5/PBI/2001 tanggal 22 Maret 2001
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 23; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4082) serta memperhatikan
Surat Badan Penyehatan Perbankan Nasional kepada Bank Indonesia
Nomor PROG-2345/BPPN/0700 tanggal 28 Juli 2000 perihal Penetapan
Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga
Pasar Uang Antar Bank yang dijamin oleh Pemerintah, dengan ini
diberitahukan bahwa marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang
dijamin oleh Pemerintah:
- dalam Rupiah ditetapkan sebesar 200 (duaratus) basis point; sedangkan
- dalam valuta asing ditetapkan sebesar 100 (seratus) basis point,
di atas rata-rata suku bunga deposito berjangka dari bank-bank anggota
JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia.
Dengan…..
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 4/6/DPM tanggal 25 April 2002 perihal Penetapan
Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli
2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA
ASLIM TADJUDDIN
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM.
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/9/DPM|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah </reg_title>
<set_date> 26 Juni 2002 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2002 </effective_date>
<replaced_reg> '4/6/DPM|SE-BI/2002' </replaced_reg>
<related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', '3/5/PBI/2001', 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000' </related_reg>
|
No. 2/ 5 /DKr
Jakarta, 11 Februari 2000
S U R A T E D A R A N
kepada
SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN
PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)
Perihal : Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia Dalam Rangka Kredit Program
----------------------------------------------------------------------------------------
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia No. 2/ 3 /PBI/2000 tanggal 1 Februari
2000 tentang Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam
Rangka Kredit Program, dengan ini kami sampaikan penjelasan lebih lanjut sebagai
berikut :
I. KETENTUAN UMUM
1. Pengalihan pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia dalam rangka
kredit program (KLBI) kepada masing-masing Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) Koordinator yang ditunjuk Pemerintah yaitu PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), PT. Bank Tabungan Negara (Persero), dan PT.
Permodalan Nasional Madani (Persero), telah dilakukan berdasarkan
Perjanjian Pengalihan Pengelolaan KLBI, yang ditandatangani pada tanggal
15 November 1999, dan berlaku efektif tanggal 16 November 1999.
2. KLBI yang dialihkan pengelolaannya meliputi baki debet dan kelonggaran
tarik posisi tanggal 16 November 1999 berdasarkan hasil rekonsiliasi antara
Bank Indonesia dan bank pelaksana.
3. Hak …..
2
3. Hak tagih atas KLBI yang telah dialihkan kepada BUMN Koordinator,
sampai dengan KLBI dimaksud jatuh tempo dan dilunasi atau dilunasi
sebelum KLBI jatuh tempo, tetap dimiliki oleh Bank Indonesia.
4. BUMN Koordinator diberi kewenangan untuk mengelola angsuran pokok
yang diterima dari bank pelaksana, sampai KLBI untuk masing-masing skim /
proyek yang bersangkutan jatuh tempo.
5. Bunga KLBI yang dialihkan pengelolaannya tetap merupakan hak Bank
Indonesia dan akan tetap dihitung dan dibebankan kepada bank pelaksana
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Ketentuan pemberian KLBI untuk masing-masing skim kredit / proyek yang
berjalan tetap berlaku sampai dengan KLBI jatuh tempo dan dilunasi atau
dilunasi sebelum KLBI jatuh tempo. Dalam hal ini termasuk kewenangan
Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap proyek
yang dibiayai, pengenaan sanksi dan atau denda, serta kewajiban-kewajiban
yang merupakan tanggung jawab Bank Indonesia sesuai dengan komitmen
antara Bank Indonesia dan bank pelaksana.
7. Dalam hal diperlukan penyesuaian ketentuan pemberian KLBI, Bank
Indonesia berwenang melakukan perubahan / penyesuaian. Dalam hal ini
penyesuaian dapat dilakukan atas usulan dari bank pelaksana atau BUMN
Koordinator.
8. Untuk penyaluran kembali kredit yang dananya berasal dari angsuran pokok
KLBI (relending) maka tetap berlaku ketentuan Bank Indonesia. Dalam hal
diperlukan penyesuaian, maka BUMN Koordinator harus mengajukan
permohonan kepada Bank Indonesia.
9. Perubahan / penyesuaian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka butir
7 dan 8 di atas, tidak menunda pelaksanaan pembayaran kembali KLBI
kepada Bank Indonesia pada saat jatuh tempo.
10. BUMN …..
3
10. BUMN Koordinator dan bank pelaksana wajib mengembalikan KLBI pada
saat jatuh tempo, sehingga tidak dimungkinkan adanya perpanjangan jangka
waktu KLBI.
11. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan :
a. Baki debet adalah jumlah KLBI pada posisi tertentu yang telah ditarik
bank pelaksana dan masih tercatat dalam rekening pinjaman bank
pelaksana di Bank Indonesia.
b. Komitmen plafon adalah jumlah maksimum penyediaan KLBI yang telah
disetujui oleh Bank Indonesia kepada bank pelaksana berdasarkan Surat
Perjanjian Kredit (SPK) Individual.
c. Kelonggaran tarik adalah selisih antara komitmen plafon dengan jumlah
KLBI yang telah ditarik oleh bank pelaksana, tidak termasuk jumlah
KLBI yang tidak dapat ditarik oleh bank yang bersangkutan dikarenakan
telah melampaui batas waktu penarikan yang telah ditetapkan.
d. Jatuh tempo angsuran KLBI adalah jatuh tempo angsuran KLBI dari bank
pelaksana sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
kepada bank pelaksana berdasarkan SPK.
e. Jatuh tempo KLBI adalah jatuh tempo pembayaran angsuran terakhir /
pelunasan KLBI sebagaimana ditetapkan dalam SPK antara Bank
Indonesia dengan bank pelaksana.
f. Kantor BUMN Koordinator adalah :
- Kantor Wilayah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) sebagaimana
ditetapkan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Lampiran 1);
- Kantor cabang PT. Bank Tabungan Negara (Persero) sebagaimana
ditetapkan oleh PT. Bank Tabungan Negara (Lampiran 2); dan
- Kantor Pusat PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) di Jakarta
sampai dengan ditentukan lain.
II. WEWENANG …..
4
II. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BUMN KOORDINATOR
DALAM PENGELOLAAN KLBI
1. Wewenang dan tanggung jawab BUMN Koordinator dalam pengelolaan
KLBI adalah sebagai berikut :
a. Melakukan koordinasi dengan bank pelaksana, sehingga penyaluran KLBI
dimaksud mencapai sasaran akhir secara efektif dan efisien.
b. Membantu melaksanakan pengawasan dan pemantauan atas penyaluran
KLBI di masing-masing bank pelaksana, sehingga penyaluran KLBI
dimaksud mencapai sasaran yang telah ditentukan.
c. Mengadministrasikan penyaluran KLBI yang dilaksanakan oleh masing-
masing bank pelaksana.
d. Melakukan langkah-langkah pengamanan di lapangan yang sifatnya
memerlukan penanganan segera, dan melakukan konsultasi sesegera
mungkin mengenai hal tersebut kepada Bank Indonesia.
e. Melakukan penagihan kepada bank pelaksana pada saat jatuh tempo
angsuran KLBI.
f. Mengelola hasil angsuran pokok KLBI yang diterima dari masing-masing
bank pelaksana untuk disalurkan kembali melalui bank pelaksana sampai
dengan jatuh tempo KLBI sesuai dengan skim KLBI yang dialihkan
kepada masing-masing BUMN Koordinator secara berimbang, yaitu
dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan masing-masing skim KLBI
dan kinerja bank pelaksana dalam penyaluran skim-skim dimaksud.
Ketentuan penyaluran kembali KLBI melalui skim KLBI tersebut tidak
berlaku bagi skim Kredit Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN),
skim Kredit Investasi
Pengembangan Perkebunan dengan Pola
Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang dikaitkan dengan Program
Transmigrasi (PIR-Trans) Pra Konversi, dan skim Kredit
kepada
Koperasi Primer untuk Anggotanya dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat
Transmigrasi …..
5
Transmigrasi dalam rangka pembukaan Pemukiman Transmigrasi Baru Di
Kawasan Timur Indonesia (KKPA PIR-Trans), mengingat ketentuan yang
mendasari ketiga skim kredit tersebut sudah tidak berlaku lagi dan
pemberian KLBI tersebut hanya merupakan pelaksanaan komitmen KLBI.
g. Mengupayakan agar bank pelaksana dapat memenuhi kewajibannya
kepada Bank Indonesia pada jangka waktu yang telah ditetapkan.
h. Menyusun dan menyampaikan laporan atas perkembangan penyaluran dan
pengembalian KLBI secara periodik kepada Bank Indonesia.
i. Mengupayakan sumber pendanaan untuk pelaksanaan penyaluran skim
KLBI program yang pengelolaannya dialihkan kepada BUMN
koordinator.
2. Disamping sebagai BUMN Koordinator, PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) dan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) tetap dapat melaksanakan
fungsinya sebagai bank pelaksana.
3. Untuk keperluan administrasi pengelolaan KLBI, atas mutasi pencairan
kelonggaran tarik KLBI, penyesuaian baki debet/pembayaran angsuran
KLBI, penarikan KLBI yang telah jatuh tempo dan pelunasan KLBI sebelum
jatuh tempo, Kantor BUMN Koordinator akan memperoleh tembusan /
fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut dengan mekanisme sebagai
berikut :
a. Bank Indonesia yang berada dalam satu wilayah dengan Kantor BUMN
Koordinator akan memberitahukan kepada Kantor BUMN Koordinator
untuk mengambil tembusan / fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut
di Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia yang tidak berada dalam satu wilayah dengan Kantor
BUMN Koordinator akan mengirimkan tembusan / fotokopi warkat
pembukuan mutasi tersebut kepada Kantor BUMN Koordinator.
III. TATA …..
6
III. TATA CARA PENCAIRAN KELONGGARAN TARIK KLBI
1. Bagi bank pelaksana yang masih memiliki kelonggaran tarik KLBI, termasuk
kelonggaran tarik untuk proyek KKPA multi years dan proyek PIR-Trans
Pasca Konversi, dapat mengajukan permohonan pencairan kelonggaran tarik
KLBI sesuai dengan jadwal pencairan yang telah disetujui Bank Indonesia
kepada Kantor BUMN Koordinator, dengan ketentuan :
a. Bagi bank pelaksana yang berkantor di wilayah kerja Bank Indonesia
Kantor Pusat (c.q. Direktorat Kredit), dapat mengajukan permohonan
tersebut kepada PT. Bank Rakyat Indonesia Persero (PT. BRI) Kantor
Wilayah Jakarta atau Kantor Pusat PT. Permodalan Nasional Madani
Persero (PT. PNM).
b. Bagi bank pelaksana yang berkantor di wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia (KBI), dapat mengajukan permohonan tersebut kepada Kantor
PT. BRI Koordinator yang menerima pengalihan KLBI dari KBI
sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 atau PT. PNM.
2. Untuk mempermudah pemrosesan permohonan pencairan kelonggaran tarik
oleh Kantor BUMN Koordinator sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.,
maka dalam permohonannya bank pelaksana harus mencantumkan nama KBI
yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut.
3. Kantor BUMN Koordinator memproses permohonan pencairan dimaksud.
Dalam hal permohonan tersebut dapat disetujui, Kantor BUMN Koordinator
menyampaikan permohonan tersebut kepada Bank Indonesia yang
memberikan KLBI untuk proyek tersebut.
4. Bank Indonesia akan melakukan pencairan permohonan dimaksud sepanjang
sesuai dengan jadwal pencairan dan kelonggaran tarik yang tersedia untuk
masing-masing proyek, serta program moneter Bank Indonesia.
5. Pencairan kelonggaran tarik KLBI tersebut dilakukan dengan cara
pemindahbukuan ke rekening bank pelaksana yang ada di Bank Indonesia.
6. Untuk …..
7
6. Untuk proyek KKPA multi years dan Pir-Trans Pasca Konversi yang
kelonggaran tariknya belum dicover dengan SPK, Akte F dan Surat Aksep,
ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk mengcover kelonggaran tarik yang tersedia, PT. PNM bertindak
mewakili Bank Indonesia menerbitkan SPK dan Akte F kepada masing-
masing bank pelaksana yang masih memiliki kelonggaran tarik tersebut,
dan bank pelaksana menerbitkan Surat Aksep untuk Bank Indonesia.
Untuk Pir-Trans Pasca Konversi, maka SPK, Akte F dan Surat Aksep
diterbitkan atas nama masing-masing proyek yang bersangkutan.
b. PT. PNM menyerahkan tembusan SPK dan Akte F yang telah
ditandatangani oleh bank pelaksana serta asli Surat Aksep bank pelaksana,
kepada Bank Indonesia.
c. Bank pelaksana mengajukan permohonan pencairan kelonggaran tarik
sesuai dengan jadwal penarikan proyek yang bersangkutan kepada PT.
PNM. Untuk Pir-Trans Pasca Konversi, permohonan pencairan tersebut
didasarkan atas rencana / realisasi konversi.
d. PT. PNM memproses permohonan pencairan kelonggaran tarik dimaksud.
Dalam hal permohonan tersebut dapat disetujui, PT. PNM menyampaikan
permohonan tersebut kepada Bank Indonesia.
e. Bank Indonesia akan melakukan pencairan permohonan dimaksud
sepanjang sesuai dengan jadwal pencairan / realisasi dan kelonggaran
tarik yang tersedia untuk masing-masing proyek, serta program moneter
Bank Indonesia.
f. Pencairan kelonggaran tarik KLBI tersebut dilakukan dengan cara
pemindahbukuan ke rekening bank pelaksana yang ada di Bank Indonesia
IV. TATA …..
8
IV. TATA CARA PENYESUAIAN BAKI DEBET DAN PEMBAYARAN
ANGSURAN
1. Penyesuaian Baki Debet untuk Skim KUT, KKop dan KKPA-TR
a. Untuk keperluan penyesuaian baki debet skim KUT, KKop dan KKPA-
TR, bank pelaksana harus menyampaikan laporan bulanan baki debet
sesuai dengan ketentuan kepada Kantor PT. BRI Koordinator dengan
tembusan kepada Bank Indonesia.
b. Atas dasar laporan tersebut, Kantor PT. BRI Koordinator menyampaikan
permohonan penyesuaian baki debet dengan disertai rekapitulasi
penyesuaian baki debet menurut skim kredit dan bank pelaksana, kepada
Bank Indonesia yang memberikan KLBI.
c. Atas dasar permohonan tersebut, Bank Indonesia melakukan penyesuaian
baki debet pada rekening pinjaman KLBI masing-masing bank pelaksana.
2. Pembayaran Angsuran untuk Skim Kredit Lainnya
a. Pada saat jatuh tempo angsuran KLBI, bank pelaksana harus membayar
angsuran KLBI melalui kliring untuk untung rekening BUMN
Koordinator di Bank Indonesia, yaitu rekening Kantor BTN Koordinator
dengan No. 520.200.000 atau rekening PT. PNM dengan No.
552.000.965.
b. Bank pelaksana harus menyampaikan fotokopi / tembusan warkat kliring
tersebut kepada Bank Indonesia dan Kantor BUMN Koordinator, yang
dilengkapi dengan keterangan mengenai nama skim kredit program, tahun
anggaran, nama debitur, dan nomor rekening pinjaman KLBI, selambat-
lambatnya satu hari kerja berikutnya.
c. Atas dasar fotokopi / tembusan warkat tersebut, Bank Indonesia
menyesuaikan baki debet rekening pinjaman KLBI masing-masing bank
yang ada di Bank Indonesia.
V. TATA …..
9
V. TATA CARA PEMBAYARAN BUNGA KLBI
1. Skim Kredit dengan Pola Channeling
a. Untuk kredit program dengan pola channeling bank pelaksana tetap wajib
menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan penerimaan bunga dari
nasabah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
b. Atas dasar laporan tersebut, Bank Indonesia mendebet rekening giro bank
yang bersangkutan sebesar bunga yang menjadi hak Bank Indonesia.
c. Dalam hal pada saat jatuh tempo KLBI masih terdapat bunga KLBI yang
belum dilunasi, dan berdasarkan laporan bank pelaksana, nasabah sudah
membayar bunga, maka Bank Indonesia akan menarik kembali bunga
yang menjadi hak Bank Indonesia.
2. Skim Kredit dengan Pola Executing
a. Untuk kredit program dengan pola executing, Bank Indonesia langsung
mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar bunga yang harus
dibayarkan oleh bank pelaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Penghitungan bunga dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
untuk masing-masing skim kredit.
VI. TATA CARA PELUNASAN KLBI
1. Skim Kredit dengan Pola Channeling
a. Pada saat jatuh tempo KLBI, bank pelaksana wajib menyampaikan kepada
Bank Indonesia laporan pembayaran angsuran dari nasabah yang telah
diterima namun belum disetor.
b. Atas dasar laporan tersebut, Bank Indonesia mendebet rekening giro bank
yang bersangkutan.
c. Pada …..
10
c. Pada saat yang bersamaan Bank Indonesia mendebet rekening giro Kantor
BUMN Koordinator sebesar jumlah angsuran KLBI yang telah diterima
oleh Kantor BUMN Koordinator.
d. Dalam hal pada saat jatuh tempo KLBI masih terdapat KLBI yang belum
dilunasi, maka terhadap sisa KLBI yang masih terutang, Bank Indonesia
akan menarik kembali KLBI berdasarkan laporan pembayaran angsuran
dari nasabah yang disampaikan oleh bank pelaksana setiap bulan sampai
dengan KLBI tersebut lunas atau dilakukan pembayaran atas risk sharing.
Dalam hal ini tidak perlu dilakukan penyesuaian atau perpanjangan SPK
dan Surat Perjanjian Penerusan Kredit (SPPK).
2. Skim Kredit dengan Pola Executing
a. KLBI Tanpa Angsuran
Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia langsung mendebet rekening
giro bank pelaksana sebesar saldo baki debet KLBI yang masih terutang.
b. KLBI Dengan Angsuran (dengan jadwal angsuran / penyesuaian baki
debet)
- Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia langsung mendebet
rekening giro bank pelaksana sebesar saldo baki debet KLBI yang
masih terutang. Sehubungan dengan hal tersebut, pada saat jatuh
tempo KLBI, bank pelaksana tidak perlu menyetorkan angsuran ke
rekening giro BUMN Koordinator.
- Tembusan / fotokopi Nota warkat pembukuan atas pendebetan
rekening giro bank pelaksana tersebut di atas, disampaikan oleh Bank
Indonesia kepada Kantor BUMN Koordinator.
- Pada saat yang bersamaan Bank Indonesia mendebet rekening giro
Kantor BUMN Koordinator sebesar jumlah angsuran KLBI yang telah
diterima oleh Kantor BUMN Koordinator.
c. Mengingat …..
11
c. Mengingat pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia langsung
menarik KLBI tersebut, maka untuk skim kredit dengan risk sharing,
bank pelaksana diminta segera menyelesaikan risk sharing tersebut
dengan Lembaga Penjaminan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. a. Dalam hal bank pelaksana melunasi KLBI dengan angsuran sebelum jatuh
tempo, maka bank pelaksana harus memberitahukan hal tersebut kepada
Kantor BUMN Koordinator dan Bank Indonesia. Selanjutnya Bank
Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar jumlah
pelunasan yang dilaporkan. Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia
mendebet rekening giro Kantor BUMN Koordinator sebesar jumlah
angsuran pokok yang telah diterima oleh Kantor BUMN Koordinator.
b. Dalam hal bank pelaksana melunasi KLBI tanpa angsuran sebelum jatuh
tempo, maka atas dasar pemberitahuan dari bank pelaksana, Bank
Indonesia akan mendebet rekening bank pelaksana sebesar jumlah KLBI
yang telah dilimpahkan.
VII. PELAPORAN
1. Untuk keperluan monitoring atas pelaksanaan pemberian KLBI, bank
pelaksana tetap wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia sesuai
dengan ketentuan yang berlaku untuk masing-masing skim kredit program,
dengan tembusan kepada Kantor BUMN Koordinator. Khusus untuk laporan
baki debet KLBI untuk skim KUT, KKop dan KKPA-TR, laporan asli
dikirimkan kepada Kantor BUMN Koordinator dengan tembusan kepada
Bank Indonesia. Ketentuan ini berlaku sampai dengan ditentukan lain.
2. Kantor …..
12
2. Kantor Pusat BUMN Koordinator wajib menyampaikan laporan bulanan
kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Kredit atas penerimaan angsuran
KLBI yang telah diterima dan pengelolaan angsuran tersebut dengan format
sebagaimana lampiran 3, selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.
VIII. PENGAJUAN PENYEDIAAN PLAFON UNTUK PEMBERIAN KREDIT
BARU
Tata cara pengajuan penyediaan plafon untuk penyaluran kembali kredit yang
dananya berasal dari angsuran pokok KLBI (relending), akan diatur oleh
masing-masing BUMN Koordinator sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
untuk masing-masing skim kredit program.
IX. PENUTUP
1. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka segala ketentuan yang berkaitan
dengan pemberian KLBI dan pelaksanaan pengalihan pengelolaan KLBI
kepada BUMN Koordinator tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan dalam Surat Edaran ini.
2. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 11 Februari 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
A S K A D I
DEPUTI DIREKTUR KREDIT
DKr / PPKr
13
Lampiran 1
DAFTAR KANTOR PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)
PENERIMA PENGALIHAN PENGELOLAAN KLBI
DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM
No. KANTOR PT. BANK RAKYAT INDONESIA
Kantor Cabang Koordinator Ambon
1.
2. Kantor Wilayah Banda Aceh
Kantor Wilayah Bandung
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kantor Wilayah Banjarmasin
Kantor Cabang Koordinator Bengkulu
Kantor Wilayah Denpasar
Kantor Wilayah Jakarta
Kantor Cabang Koordinator Jambi
Kantor Cabang Koordinator Jayapura
10. Kantor Cabang Koordinator Kendari
11. Kantor Cabang Koordinator Kupang
12. Kantor Wilayah Makassar
13. Kantor Cabang Koordinator Mataram
14. Kantor Wilayah Medan
15. Kantor Wilayah Menado
16.
17. Kantor Wilayah Padang
18. Kantor Cabang Koordinator Palangka Raya
19. Kantor Wilayah Palembang
20.
22.
23.
Kantor Cabang Koordinator Palu
21. Kantor Cabang Koordinator Pekanbaru
Kantor Cabang Koordinator Pontianak
Kantor Koordinator Samarinda
24. Kantor Cabang Koordinator Semarang - Pattimura
25. Kantor Wilayah Surabaya
26. Kantor Cabang Koordinator Tanjung Karang
27. Kantor Wilayah Yogyakarta
BANK INDONESIA
Bank Indonesia Ambon
Bank Indonesia Banda Aceh
Bank Indonesia Lhokseumawe
Bank Indonesia Bandung
Bank Indonesia Cirebon
Bank Indonesia Tasikmalaya
Bank Indonesia Banjarmasin
Bank Indonesia Bengkulu
Bank Indonesia Denpasar
Kantor Pusat Bank Indonesia
(c.q. Direktorat Kredit)
Bank Indonesia Jambi
Bank Indonesia Jayapura
Bank Indonesia Kendari
Bank Indonesia Kupang
Bank Indonesia Dili
Bank Indonesia Makassar
Bank Indonesia Mataram
Bank Indonesia Medan
Bank Indonesia Padang Sidempuan
Bank Indonesia Pematang Siantar
Bank Indonesia Sibolga
Kantor Cabang Koordinator Ternate
Bank Indonesia Menado
Bank Indonesia Ternate
Bank Indonesia Padang
Bank Indonesia Palangka Raya
Bank Indonesia Sampit
Bank Indonesia Palembang
Bank Indonesia Palu
Bank Indonesia Pekanbaru
Bank Indonesia Batam
Bank Indonesia Pontianak
Bank Indonesia Samarinda
Bank Indonesia Balikpapan
Bank Indonesia Semarang
Bank Indonesia Tegal
Bank Indonesia Surabaya
Bank Indonesia Jember
Bank Indonesia Kediri
Bank Indonesia Malang
Bank Indonesia Bandar Lampung
Bank Indonesia Yogyakarta
Bank Indonesia Solo
Bank Indonesia Purwokerto
14
Lampiran 2
DAFTAR KANTOR PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO)
PENERIMA PENGALIHAN PENGELOLAAN KLBI
DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM
No. KANTOR PT. BANK TABUNGAN NEGARA
1. Kantor Pusat PT. Bank Tabungan Negara
2. Kantor Cabang Bandung
3. Kantor Cabang Semarang
4. Kantor Cabang Surabaya
5. Kantor Cabang Padang
6. Kantor Cabang Pekanbaru
7. Kantor Cabang Palembang
KANTOR BANK INDONESIA
Kantor Pusat Bank Indonesia (c.q. Direktorat
Kredit)
Bank Indonesia Bandung
Bank Indonesia Semarang
Bank Indonesia Surabaya
Bank Indonesia Padang
Bank Indonesia Pekanbaru
Bank Indonesia Palembang
Bank Indonesia Bengkulu
Bank Indonesia Jambi
8. Kantor Cabang Bandar Lampung
Kantor Cabang Banjarmasin
9.
10. Kantor Cabang Denpasar
Bank Indonesia Bandar Lampung
Bank Indonesia Banjarmasin
Bank Indonesia Denpasar
Bank Indonesia Mataram
11. Kantor Cabang Menado
12. Kantor Cabang Makasar
13. Kantor Cabang Samarinda
Kantor Cabang Jayapura
14.
Bank Indonesia Kupang (eks KBI Dili)
Bank Indonesia Menado
Bank Indonesia Ujung Pandang (Makasar)
Bank Indonesia Kendari
Bank Indonesia Samarinda
Bank Indonesia Jayapura
15
Lanjutan Lampiran 2
ALAMAT KANTOR PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO)
Kantor Pusat :
Menara Bank BTN
Jl. Gajah Mada No. 1, Jakarta 10130
Telp. (021) 2310490, 6336789, 6332666
Facs. (021) 6346704
Telex : 46162
Http://www.btn.co.id
Kantor Cabang Banjarmasin
Jl. RE. Martadinata No. 4
Banjarmasin 70111
Telp. (0511) 68133, 66669-70
Facs. (0511) 66492
Telex : 39180
Email : btn-bjm@bjm.mega.net.id
Kantor Cabang Bandung
Jl. Jawa No. 7
Bandung 40117
Telp. (022) 4232112, 4241036
Facs. (022) 4233094
Telex : 28143
Email : btn-bdg@idola.net.id
Kantor Cabang Jayapura
Jl. Koti No. 22
Jayapura 99111
Telp. (0967) 537969, 537971, 534066
Facs. (0967) 533373
Telex : 76152
Email : btn-jpr@jayapura.wasantara.net.id
Kantor Cabang Manado
Jl. Wolter Monginsidi No. 56
Manado 95115
Telp. (0431) 868095, 855504-05
Facs. (0431) 868013
Telex : 74169
Email : btn-mdo@mdo.mega.net.id
Kantor Cabang Palembang
Jl. Jend. Sudirman Km 4,5 No. 125
Palembang 30128
Telp. (0711) 411175, 411282
Facs. (0711) 410854, 415524
Telex : 27422
Email : btn-plg@idola.net.id
Kantor Cabang Surabaya
Jl. Pemuda No. 50
Kantor Cabang Bandar Lampung
Jl. Wolter Monginsidi No. 80-88
Bandar Lampung 35215
Telp. (0721) 489253-55
Facs. (0721) 489252
Email : btn-bdl@indo.net.id
Kantor Cabang Denpasar
Jl. Dewi Sartika No. 2
Denpasar 80114
Telp. (0361) 243811
Facs. (0361) 243815
Email : btn-bjm@bjm.mega.net.id
Kantor Cabang Makasar
Jl. Kajaolalido No. 4
Makasar 90111
Telp. (0411) 316016, 316011
Facs. (0411) 3166388
Telex : 71213
Email : btn-upg@indosat.net.id
Kantor Cabang Padang
Jl. HR Rasuna Said No. 3
Padang 25129
Telp. (0751) 31903, 32094-96
Facs. (0751) 31900
Telex : 55185
Email : btn-pdg@pdg.mega.net.id
Kantor Cabang Pekanbaru
Jl. Jend. Sudirman No. 393
Pekanbaru 28116
Telp. (0761) 40494 (Hunting)
Facs. (0761) 32271
Telex : 56316
Email : btn-pkb@pkb.mega.net.id
Kantor Cabang Semarang
Jl. MT. Haryono No. 717
16
Surabaya 60271
Telp. (031) 535313-19
Facs. (031) 5345073
Telex : 342250
Email : btn-sby@idola.net.id
Kantor Cabang Samarinda
Jl. RE. Martadinata No. 1
Samarinda 75123
Telp. (0541) 736930, 731695, 736932, 7351510
Facs. (0541) 737698
Email : btn-smd@smd.mega.net.id
Semarang 50242
Telp. (024) 312151, 446166
Facs. (024) 312186, 413818
Telex : 22139
Email : btn-smg@idola.net.id
17
Lanjutan Lampiran 1
ALAMAT KANTOR PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)
Kantor Wilayah Jakarta
Jl. Veteran No. 8, Jakarta
Telp. (021) 3840802, 3453686, 3865858
Facs. (021) 3854253, 3453685, 3845700
Telex : 46003, 44043, 44682
Kantor Wilayah Yogyakarta
Jl. Cik Di Tiro No. 3, Yogyakarta
Telp. (0274) 520263-73, 561403, 560134
Facs. (0274) 512135, 25617
Telex : 25115, 25114
Kantor Wilayah Denpasar
Jl. Dr. Kusumaatmaja No. 1, Denpasar
Telp. (0361) 228715, 235264, 240421/2
Facs. (0361) 264858, 234796
Telex : -
Kantor Wilayah Medan
Jl. Putri Hijau No. 2A, Medan
Telp. (061) 525666, 522292, 524330, 520174
Facs. (061) 525601
Telex : 54109
Kantor Wilayah Palembang
Jl. Kapt. A. Rivai No. 15, Palembang
Telp. (0737) 313411
Facs. (0737) 312262
Telex : 27656
Kantor Wilayah Menado
Jl. Sarapung No. 4, Menado
Telp. (0931) 863592, 863378, 863975/79
Facs. (0931) 862779
Telex : 74127, 74281
Kantor Cabang Semarang - Pattimura
Jl. Pattimura No. 2-4, Semarang
Telp. (024) 558129, 558130, 546748
Facs. (024) 546115
Telex : 22242, 22113, 22861
Kantor Cabang Tanjung Karang
Jl. Raden Intan No. 51, Tanjung Karang
Telp. (0721) 263634, 262474
Facs. (0721) 262927
Telex : 26363, 26180
Kantor Cabang Jambi
Jl. Dr. Sutomo No. 42, Jambi
Kantor Wilayah Bandung
Jl. Asia Afrika No. 57-59, Bandung
Telp. (022) 4200356
Facs. (022) 432038
Telex : 28207, 28031
Kantor Wilayah Surabaya
BRI Tower Suite 2001, 2101, 2201
Jl. Jend. Basuki Rakhmat No. 122-138, Surabaya
Telp. (031) 5324230
Facs. (031) 5324033, 5324044
Telex : 32887, 32888
Kantor Wilayah Banda Aceh
Jl. Cut Meutia No. 17, Banda Aceh
Telp. (0651) 22900, 23577, 22352, 23655
Facs. (0651) 22253
Telex : 54149, 54148
Kantor Wilayah Padang
Jl. Bgindo Azis Chan No. 30, Padang
Telp. (0751) 32204
Facs. (0751) 39714,31971, 25373
Telex : 55123, 55182
Kantor Wilayah Ujung Pandang
Jl. Achmad Yani No.8, Ujung Pandang
Telp. (0411) 312043, 312083, 312051, 312426
Facs. (0411) 312054
Telex : 71131
Kantor Wilayah Banjarmasin
Jl. Jend. A. Yani Km 3,5 No. 151, Banjarmasin
Telp. (0511) 232056/7, 268350
Facs. (0511) 322420
Telex : 74341
Kantor Cabang Pekanbaru
Jl. Jend. Sudirman No. 316, Pekanbaru
Telp. (0761) 33511
Facs. (0761) 37771
Telex : 56191, 56214
Kantor Cabang Bengkulu
Jl. S. Parman No. 120, Bengkulu
Telp. (0736) 22762, 22981
Facs. (0736) 20087
Telex : 27577
Kantor Cabang Palu
Jl. Dr. Mohamad Hatta No. 12, Palu
18
Telp. (0741) 22451, 31213
Facs. (0741) 25625
Telex : 27560
Kantor Cabang Kendari
Jl. Samratulangi No. 146, Kendari
Telp. (0401) 27367, 25773, 21677
Facs. (0401) 24102
Telex : 71474
Kantor Cabang Kupang
Jl. Jl. Sukarno No. 15, Kupang
Telp. (0380) 826276, 831010, 833788
Facs. (0380) 831373
Telex : 835435
Kantor Cabang Pontianak
Jl. Barito No. 2, Pontianak (Po. Box 78123)
Telp. (0561) 62650, 34009
Facs. (0561) 33019
Telex : 29167, 29413
Kantor Cabang Ambon
Jl. Diponegoro No. 29, Ambon
Telp. (0911) 356562/3/4, 355275/6/7
Facs. (0911) 356565
Telex : 71131
Kantor Cabang Ternate
Jl.
Telp.
Facs.
Telex :
Telp. (0451) 54000/1/2/3, 55000, 21681
Facs. (0451) 27140
Telex : 75147, 75142
Kantor Cabang Mataram
Jl. Pejanggik No. 15, Mataram
Telp. (0364) 631318, 632246, 633017
Facs. (0364) 633084
Telex : 35483, 35772
Kantor Samarinda
Jl. Basuki Rahmat No. 7, Samarinda
Telp. (0541) 205801/2/3, 201317/8
Facs. (0541) 31975
Telex : 38247
Kantor Cabang Palangkaraya
Jl. Jend. A. Yani No. 85, Palangkaraya
Telp. (0536) 21755, 21507, 22392
Facs. (0536) 21593
Telex : 39396
Kantor Cabang Jayapura
Jl. Jend. A. Yani No. 82, Jayapura
Telp. (0967) 533585, 534856, 534638
Facs. (0967) 537682
Telex : 76130, 76626
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/5/DKr|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program </reg_title>
<set_date> 11 Februari 2000 </set_date>
<effective_date> 11 Februari 2000 </effective_date>
<related_reg> '2/3/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 1 / 6 / DPNP
Jakarta, 17 Desember 1999
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan
Maksimum Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank yang Dijamin
Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter khususnya kebijakan suku
bunga dan berkaitan dengan pelaksanaan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan
atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, sambil menunggu
keluarnya Peraturan Bank Indonesia yang akan mengatur lebih lanjut, dengan
ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
1. Marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah untuk
periode tanggal 1 - 7 Juni 1998 sampai dengan periode tanggal 13 - 19
Desember 1999 adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 1. Untuk
selanjutnya marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah dan
valuta asing yang dijamin Pemerintah masing-masing sebesar 100 (seratus)
basis point.
2. Maksimum suku bunga Pasar Uang Antar Bank yang dijamin Pemerintah
untuk periode tanggal 1 - 7 Juni 1998 sampai dengan periode tanggal 13 -
19 Desember 1999 adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 2.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor
31/23/UPPB tanggal 31 Maret 1999 perihal Perubahan atas Marjin Suku Bunga
Simpanan Pihak Ketiga yang Dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 17 Desember
1999.
Agar …
2
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Harisman
Deputi Direktur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 1/6/DPNP|SE-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank yang Dijamin Pemerintah </reg_title>
<set_date> 17 Desember 1999 </set_date>
<effective_date> 17 Desember 1999 </effective_date>
<replaced_reg> '31/23/UPPB|SE-BI/1999' </replaced_reg>
<related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </related_reg>
|
No.10/ 42 /DPD
Jakarta, 27 November 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal
: Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/28/PBI/2008 tanggal 12 November 2008 tentang Pembelian Valuta Asing terhadap
Rupiah kepada Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 172,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4921), perlu ditetapkan
peraturan pelaksanaan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank dalam
suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut :
1. Pembelian valuta asing terhadap rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No.10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta
Asing Terhadap Rupiah Kepada Bank (selanjutnya disebut PBI), hanya dapat
dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif.
2. Pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank oleh Nasabah atau Pihak
Asing sebagaimana dimaksud dalam angka 1, meliputi transaksi pembelian dalam
denominasi seluruh valuta asing terhadap rupiah.
3. Untuk pembelian valuta asing selain US Dollar terhadap rupiah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PBI, menggunakan perhitungan kurs pasar
sebagaimana yang lazim dilakukan di pasar valuta asing (misalnya: kurs Reuters
atau Bloomberg) pada saat transaksi dilakukan, yaitu menggunakan kurs
tengah ([kurs beli + kurs jual] / 2).
4. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada
Bank di atas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per
Nasabah …
2
Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak
bersifat spekulatif, dengan underlying sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(2) dan ayat (3) PBI, diatur sebagai berikut :
a. Untuk Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 PBI, jenis
underlying transaksi antara lain dapat berupa:
1) Kegiatan impor barang dan jasa;
2) Pembayaran jasa, seperti:
a) Biaya sekolah di luar negeri;
b) Biaya berobat ke luar negeri;
c) Biaya perjalanan luar negeri untuk keperluan haji, perjalanan ibadah /
wisata rohani, atau wisata lainnya;
d) Pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar negeri;
e) Pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga kerja asing di
Indonesia
3) Pembayaran utang dalam valuta asing;
4) Pembayaran atas pembelian aset di luar negeri;
5) Kegiatan usaha pedagang valuta asing non Bank yang memiliki ijin dari
Bank Indonesia yang masih berlaku;
6) Kegiatan usaha travel agent;
7) Penempatan pada simpanan dalam valuta asing,
b. Untuk Pihak Asing sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 PBI, underlying
transaksi antara lain dapat berupa pencairan aset atau investasi dalam rupiah
yang dimiliki, termasuk repatriasi modal; pengembalian kredit oleh debitur;
dan penghasilan dari investasinya, seperti capital gain, kupon, bunga dan
dividen.
5. Kegiatan spekulatif sebagaimana dimaksud dalam angka 1 antara lain dapat berupa
structured product yang diatur sebagai berikut:
a. Yang dimaksud dengan structured product adalah produk yang dikeluarkan
oleh Bank yang merupakan kombinasi suatu aset dengan derivatif dari mata
uang valuta asing terhadap mata uang rupiah, untuk tujuan mendapatkan
tambahan …
3
tambahan income (return enhancement), yang dapat mendorong transaksi
pembelian valuta asing terhadap rupiah untuk tujuan spekulatif, dan dapat
menimbulkan ketidakstabilan nilai rupiah.
b. Pembelian valuta asing terhadap rupiah tidak diperkenankan dilakukan dalam
jumlah berapapun apabila pembelian tersebut atau potensi pembelian terkait
dengan structured product.
Contoh 1:
Dual currency deposit. Dual Currency Deposit (DCD) merupakan deposito
jangka pendek yang di dalamnya terdapat kemungkinan terjadi konversi antara
valuta asing dengan mata uang rupiah, yang bunganya dihubungkan dengan
pergerakan kurs dari dua mata uang tersebut. Pada saat jatuh tempo, nasabah
akan menerima pokok dan bunga dalam mata uang penempatan deposito atau
dalam mata uang pasangannya, tergantung mana yang lebih lemah
dibandingkan dengan kurs konversi yang disetujui.
• Jumlah deposito: IDR 1 milyar
• Mata uang deposito: IDR
• Mata uang pasangan: USD
• Tenor: 1 bulan
• Bunga: 15% pa
• Strike level: 11.000
Pada saat jatuh tempo, Nasabah akan menerima pokok dan bunga dalam mata
uang yang lebih lemah.
Skenario 1: Jika Kurs spot <
strike: 11.000
Kurs Spot
Mata uang yang diterima
Jumlah yang diterima
10.000
USD
IDR 1 milyar + (IDR 1 Milyar *
15% * 30/360) = IDR 1.0125
milyar / 12000 = USD101,250
Skenario 2: jika Kurs spot ≥
strike: 11.000
12.000
IDR
IDR 1 milyar + (IDR 1 Milyar *
15% * 30/360) = IDR 1.0125
milyar
Contoh …
4
Contoh 2:
Callable forward. Callable forward adalah instrumen investasi yang dilakukan
nasabah dengan melakukan kombinasi transaksi forward dan option, misalnya
nasabah long forward and short call option, dengan harapan untuk memperoleh
harga yang lebih baik dari harga pasar.
• Nasabah melakukan kontrak forward dan option selama 3 bulan dengan
Bank, dengan total 12 (dua belas) kontrak option, sejak 1 Desember 2008
sampai dengan 16 Februari 2009, dengan rincian sebagai berikut:
o Volume: USD5.000.000 (lima juta US Dollar)
o Kurs Spot Rate: 12.000
o Nasabah melakukan kontrak forward 3 bulan dengan cara melakukan :
buy call option : strike price = 12.300
sell put option: strike price = 12.300
Weekly exercise
• Akibat dari pembelian valuta asing yang dilakukan melalui transaksi
callable forward ini, Nasabah memperoleh keuntungan transaksi sebesar
Rp19.500.000.000,00 (sembilan belas miliar lima ratus juta rupiah) atau
sekitar USD1.500.000 (satu juta lima ratus US Dollar), dari yang
seharusnya hanya Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah)
atau ekuivalen USD270.000 (dua ratus tujuh puluh ribu US Dollar), dengan
rincian:
o Rupiah terus mengalami pelemahan, dimana spot price pada tgl 16
Februari 2009 mencapai Rp13.000 (tiga belas ribu rupiah) per USD
o Pada saat kurs melemah, yang terjadi adalah:
Nasabah akan meng-exercise call option-nya sehingga Nasabah
dapat membeli diharga Rp12.300, namun membiarkan put option-
nya worthless, sehingga Nasabah menjual pada harga pasar.
Kurs konversi yang digunakan juga dapat berbeda-beda tergantung
kesepakatan Nasabah dengan Bank.
Fixing …
5
Fixing
#
Expiry
Date
1 1-Dec
2 8-Dec
3 15-Dec
4 22-Dec
… …
12 16-Feb
Spot
Onshore
Strike
*)
Volume
12,000 12,300 USD5 juta
12,100 12,300 USD5 juta
12,500 12,300 USD5 juta
12,550 12,300 USD5 juta
… … …
13000 12300 USD5 juta
Nasabah Buy to
Bank (Jt Rp)
61,500
61,500
61,500
61,500
…
61,500
Nasabah Sell to
Market (Jt Rp)
60,000
60,500
62,500
62,750
65,000
*) konversi dapat menggunakan strike price atau harga lain, tergantung kesepakatan.
Contoh 3:
Callable forward.
• Nasabah PT X akan menerima export proceed dalam US Dollar, dan
bermaksud untuk menjual US Dollar tersebut secara mingguan dalam 1
tahun ke depan (Total kontrak sebanyak 52 kontrak), melalui transaksi
callable forward dengan harapan memperoleh rate yang lebih baik dari
market rate, dengan rincian sebagai berikut:
o Deal date : 1 Desember 2008
o Tenor
: 1 tahun – jatuh tempo tanggal 1 Desember 2009
o Spot rate : 12.000
o Callable forward rate 1 year: 13.000 = strike price
• Dalam transaksi callable forward, PT X melakukan ”Sell call” dengan
nominal USD1.000.000 (satu juta US Dollar), dan melakukan ”Buy put”
dengan nominal USD1.000.000 (satu juta US Dollar).
Fixing
#
Expiry
Date
1 1-Dec
2 8-Dec
3 15-Dec
4 22-Dec
5 29-Dec
Spot
Onshore
Strike
Nominal
Transaksi
…dst …dst …dst
12,000 13,000 USD 1 Juta
12,100 13,000 USD 1 Juta
12,500 13,000 USD 1 Juta
12,550 13,000 USD 1 Juta
12,600 13,000 USD 1 Juta
...dst
PT X buy to
Market
(Rp. Juta)
...dst
12,000
12,100
12,500
12,550
12,600
...dst
PT X sell to
Bank
(Rp. Juta)
13,000
13,000
13,000
13,000
13,000
...dst
Profit/Loss
(Rp. Juta)
1,000
900
500
450
400
...dst
6. Pembelian …
TOTAL
Profit/Loss
(Jt Rp)
(1,500)
(1,000)
1,000
1,250
… …
3,500
19,500
6
6. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah yang meliputi transaksi spot,
transaksi forward, dan transaksi derivatif lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut :
a. Termasuk dalam pengertian transaksi spot adalah transaksi dengan valuta
today, valuta tomorrow, transaksi bank notes, transfer dari rekening rupiah ke
rekening valuta asing, transaksi melalui kartu kredit, transaksi melalui
Automated Teller Machine (ATM), transaksi melalui sistem electronic banking,
atau transaksi melalui sistem phone banking.
b. Transaksi forward dan transaksi derivatif lainnya meliputi namun tidak terbatas
pada transaksi swap dan option.
7. Persyaratan dokumen untuk transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah yang
dilakukan oleh Nasabah dengan nilai nominal di atas USD100.000 (seratus ribu
US Dollar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) PBI diatur sebagai
berikut :
a. Kelengkapan dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 3 ayat (2)
huruf a dan c PBI wajib dilampirkan sejak tanggal 1 Desember 2008.
b. Dokumen yang dipersyaratkan wajib dilampirkan pada setiap transaksi
berdasarkan tanggal transaksi.
c. Untuk Nasabah :
1) Dokumen underlying transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan antara
lain dapat berupa bukti dokumen yang terkait dengan jenis underlying
sebagaimana butir 3 huruf a di atas:
a) Untuk Kegiatan impor barang dan jasa, dokumen antara lain berupa
fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang, Letter of Credit (L/C), atau invoice.
b) Untuk pembayaran jasa, dokumen diatur sebagai berikut:
(1) Untuk biaya sekolah di luar negeri, dokumen antara lain berupa
perkiraan kebutuhan biaya sekolah dan biaya hidup di luar negeri;
(2) Untuk biaya berobat ke luar negeri, dokumen antara lain berupa
perkiraan kebutuhan biaya berobat dan akomodasi;
(3) Untuk …
7
(3) Untuk biaya perjalanan luar negeri, untuk keperluan haji,
perjalanan rohani / wisata rohani, atau wisata lainnya, dokumen
antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya perjalanan dan
akomodasi;
(4) Untuk pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar negeri,
dokumen antara lain berupa fotokopi kontrak jasa konsultan;
(5) Untuk pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga kerja
asing di Indonesia, dokumen antara lain berupa fotokopi surat
perjanjian kerja antara tenaga kerja asing yang bersangkutan
dengan badan usaha.
c) Untuk pembayaran utang valuta asing yang berasal dari kreditur dalam
negeri atau kreditur luar negeri, dokumen antara lain berupa fotokopi
surat perjanjian kredit (loan agreement), atau dokumen utang terkait
lainnya;
d) Untuk pembayaran atas pembelian aset di luar negeri, dokumen antara
lain berupa invoice pembelian aset di luar negeri;
e) Untuk kegiatan usaha pedagang valuta asing (PVA) non Bank yang
memiliki ijin dari Bank Indonesia yang masih berlaku, dokumen antara
lain berupa surat ijin usaha pedagang valuta asing dari Bank Indonesia
yang masih berlaku, historical turnover berdasarkan kebutuhan nasabah
PVA dan cadangan yang dibutuhkan (dengan format sebagaimana
terlampir);
f) Untuk kegiatan usaha travel agent, dokumen antara lain berupa proyeksi
cashflow berdasarkan kebutuhan pengguna jasa travel agent dan
cadangan yang dibutuhkan;
g) Untuk penempatan pada simpanan dalam valuta asing, dokumen antara
lain berupa buku tabungan valuta asing, atau bilyet deposito valuta
asing;
2) Penilaian atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal underlying yang
diajukan oleh Nasabah, dilakukan oleh Bank.
3) Fotokopi …
8
3) Fotokopi dokumen identitas Nasabah meliputi fotokopi Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau Surat Ijin Mengemudi (SIM), dan NPWP perorangan
untuk Nasabah Perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2
huruf a PBI; atau fotokopi Surat Ijin Usaha (SIUP) yang dikeluarkan oleh
lembaga berwenang dan fotokopi NPWP badan usaha untuk Nasabah badan
usaha bukan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2
huruf b PBI.
4) Pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh Nasabah
yang bersangkutan untuk Nasabah perorangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 2 huruf a PBI, atau pihak yang berwenang dari
Nasabah badan usaha bukan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 2 huruf b PBI, mengenai informasi kebenaran dokumen underlying
dan informasi bahwa dokumen underlying hanya digunakan untuk
pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak sebesar nominal
underlying dalam sistem perbankan di Indonesia.
8. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Pihak Asing yang meliputi transaksi
spot outright sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) PBI diatur sebagai
berikut :
a. Transaksi spot outright meliputi transaksi dengan valuta today, valuta
tomorrow, transaksi bank notes, transfer dari rekening rupiah ke rekening
valuta asing, transaksi melalui Automated Teller Machine (ATM), transaksi
melalui sistem electronic banking, atau transaksi melalui sistem phone
banking.
b. Transaksi spot outright dimaksud tidak termasuk transaksi spot yang berasal
dari kombinasi transaksi derivatif.
9. Persyaratan dokumen untuk transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah yang
dilakukan oleh Pihak Asing dengan nilai nominal di atas USD100.000 (seratus ribu
US Dollar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) PBI diatur sebagai
berikut :
a. Kelengkapan …
9
a. Kelengkapan dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf a, dan b PBI wajib dilampirkan sejak tanggal 1 Desember 2008.
b. Dokumen yang dipersyaratkan wajib dilampirkan pada setiap transaksi
berdasarkan tanggal transaksi.
c. Dokumen underlying transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan antara lain
meliputi bukti dokumen yang terkait dengan jenis underlying sebagaimana
angka 3 huruf b di atas, dan penilaian oleh Bank atas kewajaran atau kelaziman
nilai nominal underlying yang diajukan.
d. Pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pihak yang
berwenang dari Pihak Asing yang bersangkutan. Dalam hal Pihak Asing tidak
dapat menyediakan dokumen pernyataan bermaterai, Pihak Asing wajib
menyediakan pernyataan authenticated yang berisi informasi mengenai
kebenaran dokumen underlying dan informasi bahwa dokumen underlying
hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak
sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan di Indonesia antara lain
berupa SWIFT message, tested telex, tested fax, Reuters Monitoring Dealing
System (RMDS), atau dokumen yang ditandatangani dan disampaikan secara
elektronik kepada Bank.
e. Khusus untuk Bank yang melakukan fungsi kustodian, pernyataan tertulis yang
disampaikan oleh Pihak Asing untuk transaksi yang dilakukan sampai dengan
USD100.000 (seratus ribu US Dollar) dan diatas USD100.000 (seratus ribu US
Dollar) atau ekuivalen per bulan per Pihak Asing, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dan Pasal 6 PBI dapat dilakukan satu kali dalam
satu tahun kalender.
f. Bank yang melakukan fungsi kustodian bertanggungjawab terhadap
penatausahaan dan kelengkapan dokumen underlying dan pernyataan tertulis
tersebut.
10. Dalam hal Nasabah atau Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap
rupiah sampai dengan USD100.000 (seratus ribu US Dollar) secara berangsur dan
mencapai nilai di atas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) dalam satu bulan
yang …
10
yang sama, maka dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 3 ayat (2)
dan Pasal 4 ayat (2) PBI, wajib dilampirkan untuk pembelian valuta asing
terhadap rupiah yang melebihi USD100.000 (seratus ribu US Dollar).
Contoh :
Apabila pada tanggal 5 Desember 2008 Nasabah melakukan pembelian valuta
asing terhadap rupiah sebesar USD30.000 (tiga puluh ribu US Dollar). Kemudian
pada tanggal 12 Desember 2008 Nasabah yang sama melakukan pembelian valuta
asing terhadap rupiah sebesar USD50.000 (lima puluh ribu US Dollar).
Selanjutnya pada tanggal 19 Desember 2008 Nasabah kembali melakukan
pembelian valuta asing terhadap rupiah sebesar USD60.000 (enam puluh ribu US
Dollar), maka pada tanggal 19 Desember 2008 pembelian telah melampaui USD
100.000 (seratus ribu US Dollar). Nasabah wajib menyediakan dokumen lengkap
sebagaimana yang dipersyaratkan untuk pembelian yang dilakukan pada tanggal
19 Desember 2008.
11. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada
Bank tanpa underlying yang hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar
USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau
per Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 PBI diatur sebagai
berikut :
a. Perhitungan satu bulan didasarkan pada bulan kalender, yaitu sejak tanggal
permulaan bulan kalender sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender.
Contoh :
Jika pada bulan Januari 2009 Nasabah hanya melakukan pembelian valuta
asing terhadap rupiah tanpa underlying satu kali pada tanggal 25 Januari 2009
sebesar USD100.000 (seratus ribu US Dollar), maka hal tersebut
diperhitungkan sebagai maksimum jumlah yang telah digunakan dalam bulan
Januari 2009. Nasabah dapat kembali menggunakan jumlah maksimum
ekuivalen USD100.000 (seratus ribu US Dollar) tersebut selama periode
Februari 2009.
b. Perhitungan …
11
b. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada tanggal transaksi.
Contoh :
Pada tanggal 9 Desember 2008, Nasabah melakukan pembelian valuta asing
terhadap rupiah melalui transaksi spot beli sebesar USD40.000 (empat puluh
ribu US Dollar). Kemudian Nasabah melakukan transaksi forward beli valuta
asing terhadap rupiah pada tanggal 18 Desember 2008 sebesar USD50.000
(lima puluh ribu US Dollar) yang jatuh tempo tanggal 18 Februari 2009.
Perhitungan transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah
sampai dengan 18 Desember 2008 adalah USD90.000 (sembilan puluh ribu
US Dollar).
c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi seluruh transaksi
dalam 1 (satu) bulan kalender yang dilakukan oleh masing-masing Nasabah
atau Pihak Asing secara individual baik secara tunai maupun non tunai dalam
bentuk simpanan valuta asing.
Contoh :
Nasabah A melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah di Bank X
secara tunai sebesar USD20.000 (dua puluh ribu US Dollar) pada tanggal 2
Desember 2008. Kemudian, pada tanggal 4 Desember 2008 Nasabah A
melakukan konversi simpanan rupiah menjadi simpanan valuta asing (USD
Dollar) di Bank X sebesar USD80.000 (delapan puluh ribu US Dollar).
Perhitungan kumulatif transaksi yang dilakukan oleh Nasabah A adalah
penjumlahan dari seluruh nominal transaksi Nasabah A di Bank X, yaitu
sebesar USD100.000 (seratus ribu US Dollar).
d. Untuk rekening gabungan (joint account), pembelian valuta asing terhadap
rupiah tanpa underlying sampai dengan USD100.000 (seratus ribu US Dollar)
didasarkan pada transaksi yang dilakukan oleh masing-masing Nasabah atau
Pihak Asing yang memiliki rekening gabungan dimaksud.
12. Untuk …
12
12. Untuk transaksi pembelian valas terhadap rupiah sampai dengan USD100.000
(seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak
Asing, termasuk yang dilakukan melalui ATM, phone banking, e-banking, dan
kartu kredit, secara keseluruhan wajib disertai dengan :
a. surat pernyataan tertulis dari Nasabah yang bermaterai cukup atau pernyataan
authenticated dari Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PBI yang
disampaikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan kalender; atau
b. pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dapat pula berupa surat
elektronik resmi (official email), SWIFT message, tested telex, tested fax,
Reuters Monitoring Dealing System (RMDS), atau negative confirmation dari
Bank kepada Nasabah atau Pihak Asing yang bersangkutan, bagi yang sedang
berada di luar negeri.
Negative confirmation adalah konfirmasi yang disampaikan oleh Bank kepada
Nasabah atau Pihak Asing, yang bila tidak ditanggapi dalam periode waktu
tertentu, maka Nasabah atau Pihak Asing dianggap menyetujui isi konfirmasi
tersebut.
Terhadap negative confirmation sebagaimana dimaksud pada huruf b, Bank
harus memastikan bahwa negative confirmation tersebut diterima oleh Nasabah
atau Pihak Asing dalam bentuk tanda terima yang ditandatangani oleh Nasabah
atau Pihak Asing yang bersangkutan atau pihak yang ditunjuk oleh Nasabah
atau Pihak Asing.
13. Surat pernyataan yang wajib disampaikan oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada
Bank untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah dengan nilai nominal sampai
dengan USD100.000 (seratus ribu US Dollar) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 PBI, paling kurang memuat informasi tentang :
a. Nama dan identitas Nasabah atau Pihak Asing;
b. Nama Bank tempat dilakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah;
c. Nilai nominal pembelian valuta asing terhadap rupiah; dan
d. Pernyataan …
13
d. Pernyataan bahwa pembelian valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan tidak
lebih dari USD100.000 (seratus ribu US Dollar) di seluruh sistem perbankan di
Indonesia.
14. Jangka waktu dokumen yang wajib ditatausahakan oleh Bank sebagaimana diatur
dalam Pasal 7 PBI disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku mengenai penatausahaan dokumen.
15. Transaksi yang sedang berjalan sebelum berlakunya PBI dan belum jatuh tempo
setelah berlakunya PBI, tidak tunduk pada ketentuan dalam PBI sebagaimana
diatur dalam Pasal 10 PBI.
Bank tidak wajib melakukan pemutusan transaksi pada tanggal berlakunya PBI
apabila terdapat transaksi yang belum jatuh tempo, namun dapat tetap melanjutkan
transaksi hingga jatuh tempo. Dalam hal dilakukan perpanjangan transaksi (roll-
over) setelah berlakunya PBI, perpanjangan dimaksud wajib tunduk pada
ketentuan dalam PBI.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 27 November 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/42/DPD|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank </reg_title>
<set_date> 27 November 2008 </set_date>
<effective_date> 27 November 2008 </effective_date>
<related_reg> '10/28/PBI/2008' </related_reg>
|
No. 6/42/DASP
Jakarta, 7 Oktober 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal
:
Fasilitas Perekaman Data Hasil Kliring
Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan
Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas
Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3873)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/14/PBI/2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88) antara lain menetapkan bahwa
Penyelenggara wajib menyediakan fasilitas penyelenggaraan Kliring Lokal.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, dalam rangka penyediaan fasilitas
penyelenggaraan Kliring Lokal untuk meningkatkan pelayanan kepada Peserta
dalam pemberian informasi data hasil Kliring, Bank Indonesia menyediakan
fasilitas perekaman data hasil Kliring dalam bentuk compact disc untuk
melengkapi fasilitas penyediaan data hasil Kliring yang sudah ada selama ini.
Berkenaan dengan hal tersebut, perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut.
I. PENGERTIAN …
2
I.
PENGERTIAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini, yang dimaksud dengan:
1.
Fasilitas Perekaman Data Hasil Kliring Dalam Bentuk Compact Disc,
yang selanjutnya disebut Fasilitas CD Kliring, adalah fasilitas yang
berupa informasi data Warkat dan salinan (image) Warkat hasil
Kliring penyerahan yang diterima (inward clearing) dalam bentuk
data elektronik yang direkam dalam compact disk yang disediakan
oleh Penyelenggara kepada Pengguna secara harian.
2. CD Kliring adalah sarana penyimpan data Warkat dan salinan (image)
Warkat yang disediakan oleh Penyelenggara.
3. Data Warkat adalah rekaman data Magnetic Ink Character
Recognition (MICR) code line pada clear band Warkat hasil Kliring
penyerahan yang diterima (inward clearing) dalam bentuk elektronik
(numeric).
4. Salinan Warkat adalah rekaman gambar Warkat hasil Kliring
penyerahan yang diterima (inward clearing) dalam bentuk elektronik
(image).
5.
Penyelenggara adalah Bank Indonesia yang menyelenggarakan Kliring
Lokal secara otomasi atau elektronik yang menyediakan Fasilitas CD
Kliring.
6. Pengguna adalah Peserta Langsung pada penyelenggaraan Kliring
Lokal secara otomasi atau elektronik yang telah terdaftar untuk ikut
serta memanfaatkan Fasilitas CD Kliring.
7. Pengguna Tetap adalah Pengguna yang memanfaatkan Fasilitas CD
Kliring setiap hari secara rutin.
8. Pengguna Tidak Tetap adalah Pengguna yang memanfaatkan Fasilitas
CD Kliring secara insidentil.
9.
Disket …
3
9. Disket Akses adalah disket yang berisi aplikasi CD key yang
digunakan sebagai kunci pengaman bagi Pengguna untuk dapat
mengakses CD Kliring.
II. PERSYARATAN, STATUS DAN TATA CARA MENJADI PENGGUNA
A. Persyaratan Menjadi Pengguna
Peserta Langsung Kliring Lokal secara Otomasi atau Elektronik dapat
menjadi Pengguna Fasilitas CD Kliring.
B. Status Pengguna
Status Pengguna dalam memanfaatkan Fasilitas CD Kliring dibagi
menjadi:
1. Pengguna Tetap;
2. Pengguna Tidak Tetap.
C. Tata Cara menjadi Pengguna
1. Calon Pengguna mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Penyelenggara untuk menjadi Pengguna Tetap atau Pengguna
Tidak Tetap dengan melampirkan:
a. Formulir Permohonan Keanggotaan Dalam Pemanfaatan
Fasilitas CD Kliring sebagaimana contoh pada Lampiran 1
yang telah diisi secara lengkap.
b. 2 (dua) disket kosong ukuran 3.5” (90 mm) yang digunakan
untuk Disket Akses.
2. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1
diatur sebagai berikut:
a. bagi calon Pengguna yang menjadi Peserta Kliring Lokal di
Wilayah Kliring Lokal Jakarta ditujukan kepada:
Bank Indonesia
u.p. Bagian Kliring Jakarta, Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta.
b.
bagi …
4
b. bagi calon Pengguna yang menjadi Peserta Kliring Lokal di
Wilayah Kliring Lokal kantor Bank Indonesia ditujukan
kepada kantor Bank Indonesia yang Mewilayahi.
3.
Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada calon
Pengguna mengenai keputusan menyetujui atau menolak
permohonan menjadi Pengguna paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
diterima secara lengkap.
4. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan menjadi
Pengguna maka pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 antara lain memuat hal-hal sebagai berikut:
a.
b.
tanggal efektif menjadi Pengguna;
c. pemberitahuan tanggal pengambilan Disket Akses dan
Prosedur Pengoperasian Disket Akses.
Tanggal efektif menjadi Pengguna sebagaimana dimaksud dalam
huruf b ditetapkan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal
surat persetujuan.
5. Pengambilan Disket Akses dan Prosedur Pengoperasian Disket
Akses sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf c hanya dapat
dilakukan oleh pimpinan kantor Bank. Dalam hal pimpinan
kantor Bank
berhalangan, pengambilan Disket Akses dan
prosedur pengoperasian tersebut dapat dilakukan oleh petugas
yang ditunjuk oleh pimpinan kantor Bank berdasarkan Surat
Kuasa.
6.
Persetujuan menjadi Pengguna sebagaimana dimaksud dalam
angka 4 huruf a berlaku sepanjang Pengguna masih terdaftar
sebagai Peserta Langsung pada penyelenggaraan Kliring Lokal
secara …
persetujuan menjadi Pengguna Tetap atau Pengguna Tidak
Tetap;
5
secara Otomasi atau Elektronik, kecuali Pengguna tersebut
mengajukan permohonan untuk berhenti sebagai Pengguna.
7. Dalam hal Penyelenggara tidak menyetujui permohonan menjadi
Pengguna maka dalam pemberitahuan tertulis sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 dicantumkan alasan tidak disetujuinya
permohonan dimaksud.
III. PERUBAHAN STATUS
1. Dalam hal Pengguna akan melakukan perubahan status Pengguna
maka Pengguna wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada
Penyelenggara.
2. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1
ditujukan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.C.2.a atau butir II.C.2.b.
3.
Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis atas pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Pengguna dengan
mencantumkan tanggal efektif berlakunya perubahan status Pengguna.
4. Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 disampaikan
kepada Pengguna paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima oleh
Penyelenggara.
IV. PENGHENTIAN SEBAGAI PENGGUNA
1. Pengguna Tetap atau Pengguna Tidak Tetap dapat berhenti sebagai
Pengguna Fasilitas CD Kliring dengan menyampaikan pemberitahuan
tertulis kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.C.2.a. atau butir II.C.2.b.
2. Penyelenggara …
6
2.
Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis atas pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Pengguna dengan
mencantumkan hal-hal sebagai berikut:
a.
tanggal efektif penghentian sebagai Pengguna; dan
b. pengenaan biaya sehubungan dengan pemanfaatan Fasilitas CD
Kliring yang belum dilunasi sampai dengan tanggal efektif
penghentian.
3. Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan
kepada Pengguna paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima oleh
Penyelenggara.
V. BIAYA PEMANFAATAN FASILITAS CD KLIRING
Pengguna dikenakan biaya pemanfaatan Fasilitas CD Kliring yang besarnya
ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai
biaya Kliring.
VI. SIFAT DAN PERBEDAAN DATA
Data Warkat dan Salinan Warkat yang terdapat dalam CD Kliring hanya
bersifat sebagai data penunjang dan bukan sebagai dasar perhitungan
pembukuan hasil Kliring. Dalam hal terdapat perbedaan antara data yang
tercantum dalam laporan Daftar Warkat/Data Keuangan Elektronik (DKE)
Kliring penyerahan yang diterima dari Penyelenggara (kode laporan 1201)
dengan Data Warkat yang terdapat pada Fasilitas CD Kliring maka data
yang benar adalah data yang tercantum dalam laporan tercetak dengan kode
laporan 1201 yang diterima dari Penyelenggara.
VII. PENYEDIAAN …
7
VII. PENYEDIAAN CD KLIRING
1.
Penyelenggara menyediakan CD Kliring setiap hari kerja yang
memuat Data Warkat dan Salinan Warkat inward clearing hari yang
sama.
2.
Penyelenggara menyediakan fasilitas perekaman ulang CD Kliring
untuk Data Warkat dan Salinan Warkat inward clearing paling lama 1
(satu) tahun sejak tanggal Warkat yang bersangkutan diproses dalam
Kliring.
3. Permintaan CD Kliring oleh Pengguna Tidak Tetap atau permintaan
perekaman ulang CD Kliring diajukan secara tertulis kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir
II.C.2.a atau butir II.C.2.b selama jam kerja Penyelenggara dengan
menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 2 dan
Lampiran 3.
4.
Penyelenggara mendistribusikan CD Kliring kepada Pengguna sesuai
dengan jadwal yang ditetapkan dengan Pengumuman oleh masing-
masing Penyelenggara.
5.
Penyelenggara menyediakan fasilitas perekaman ulang CD Kliring
untuk data hasil Kliring sebelumnya yang dapat diperoleh Pengguna
berdasarkan permintaan secara tertulis yang
ditujukan kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir
II.C.2.a atau butir II.C.2.b.
6. Setiap 1 (satu) keping CD Kliring hanya dapat menyimpan informasi
Data Warkat dan Salinan Warkat dalam 1 (satu) hari kerja.
VIII. GANGGUAN SISTEM
Dalam hal Fasilitas CD Kliring tidak dapat berfungsi karena gangguan pada
sistem Kliring dan atau gangguan pada sistem CD Kliring, Penyelenggara
akan memberitahukan secara tertulis kepada Pengguna melalui sarana
Sistem …
8
Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ), atau melalui sarana lainnya
yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
IX. LAIN-LAIN
Penyelenggara tidak bertanggung jawab atas segala risiko yang timbul
akibat penyalahgunaan CD Kliring oleh Pengguna maupun oleh pihak-
pihak lain yang disebabkan karena kelalaian Pengguna.
X. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 7 Oktober 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
Lampiran SE No. 6/42/DASP tgl. 7 Oktober 2004
oKoKoK
Lampiran-1
Contoh Formulir Keanggotaan Dalam
Pemanfaatan Fasilitas CD Kliring
FORMULIR KEANGGOTAAN DALAM
PEMANFAATAN FASILITAS CD KLIRING
1. Nama Bank
2. Sandi Peserta
3. Alamat
: …………………………………………………..
: ……..………………………………………….…
: ……………..………………………………….…
………….…………………………………..……
………….…………………………………….…
No.Telp : …..….………………………………...................
No.Faks
4. Status Keanggotaan
5. Contact Person
a. Nama
b. Jabatan
c. No. Telepon
d. No. Faks
e. Email
: Pengguna Tetap
: …………………………………….....................
Pengguna Tidak Tetap
: …………………………………………………
: …………………………………………………
: …………………………………………………
: …………………………………………………
: …………………………………………………
(kota), (tanggal, bulan, tahun)
PT. Bank ……………………………
(………………………………………….)
tanda tangan, nama jelas dan stempel Bank
Lampiran SE No. 6/42/DASP tgl. 7 Oktober 2004
Lampiran-2
Contoh Surat Permintaan Perekaman
Data Hasil Kliring Bagi Pengguna Tidak Tetap
Kepada
……………………..
……………………..
Perihal
:
Permintaan Perekaman Data Hasil Kliring
Sehubungan dengan keanggotaan kami sebagai Pengguna Tidak Tetap
dalam pemanfaatan Fasilitas Perekaman Data Hasil Kliring, dengan ini kami
mohon bantuan Saudara untuk dapat memberikan Data Hasil Kliring Penyerahan
Retail/Nominal Besar*) tanggal …………………. atas nama :
1. Bank
2. Sandi Peserta
: ………………………………………………….
: ………………………………………………….
Demikian agar maklum.
(kota), (tanggal, bulan, tahun)
Pejabat Bank
(……………………………………..)
tanda tangan, nama jelas dan stempel Bank
*) coret yang tidak perlu
Lampiran SE No. 6/42/ DASP tgl. 7 Oktober 2004
Lampiran-3
Contoh Permintaan Perekaman
Ulang Data Hasil Kliring
Kepada
……………………..
……………………..
Perihal
:
Permintaan Perekaman Ulang Data Hasil Kliring
Dengan ini kami mengharapkan bantuan Saudara untuk dapat merekam
ulang Data Hasil Kliring Penyerahan Retail/Nominal Besar*)
tanggal ………………… atas nama :
1. Nama Bank
2. Sandi Peserta
: ….……………………………………………….
:
3. Alasan Permintaan
..………………………………………………….
: …………………………………………………...
……………………………………………….......
Demikian agar maklum.
(kota), (tanggal, bulan, tahun)
Pejabat Bank
(……………………………………..)
tanda tangan, nama jelas dan stempel Bank
*) coret yang tidak perlu
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/42/DASP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Fasilitas Perekaman Data Hasil Kliring </reg_title>
<set_date> 7 Oktober 2004 </set_date>
<effective_date> 7 Oktober 2004 </effective_date>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
|
No. 7/ 3 /DPNP
Jakarta, 31 Januari 2005
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN
KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4471),
perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia
dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM …
I. UMUM
1. Seiring meningkatnya kompleksitas usaha dan profil risiko, Bank perlu
menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan meningkatkan
kemampuan dan efektivitas Bank dalam mengelola risiko kredit dan
meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana.
2. Penetapan kualitas kredit merupakan hasil penilaian atas faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kondisi dan kinerja debitur yang terdiri
dari prospek usaha, kinerja (performance) debitur, dan kemampuan
membayar debitur. Dalam menilai prospek
memperhatikan upaya yang
memelihara lingkungan hidup.
usaha, Bank
perlu
dilakukan debitur dalam rangka
3. Mengingat kondisi perekonomian di masing-masing
daerah di
Indonesia sangat beragam, dipandang perlu untuk menetapkan adanya
perlakuan khusus yang lebih ringan dalam melakukan penilaian kredit
dan penyediaan dana lain (berupa penerbitan jaminan atau pembukaan
letter of credit) kepada debitur dengan lokasi kegiatan usaha berada di
daerah tertentu. Perlakuan khusus tersebut juga perlu diberikan untuk
mendorong pertumbuhan perekonomian daerah.
4. Sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan potensi kerugian dari
debitur bermasalah, Bank dapat melakukan restrukturisasi kredit
terhadap debitur yang masih memiliki prospek usaha dan kemampuan
membayar. Dengan restrukturisasi kredit diharapkan kelangsungan
usaha …
usaha debitur dapat terpelihara dengan baik. Berkaitan dengan itu
restrukturisasi kredit perlu dilakukan dengan tetap memperhatikan
prinsip kehati-hatian dan prinsip akuntansi yang berlaku.
II. KUALITAS KREDIT
1. Penetapan Kualitas Kredit
a. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penetapan kualitas
kredit meliputi:
1) Prospek usaha
Penilaian terhadap prospek
usaha dilakukan berdasarkan
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a) potensi pertumbuhan usaha;
b) kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan;
c) kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja;
d) dukungan dari grup atau afiliasi; dan
e) upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara
lingkungan hidup.
2) Kinerja (performance) debitur
Penilaian terhadap kinerja (performance) debitur dilakukan
berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
a) perolehan …
a) perolehan laba;
b) struktur permodalan;
c) arus kas; dan
d) sensitivitas terhadap risiko pasar.
3) Kemampuan membayar
Penilaian terhadap kemampuan membayar dilakukan
berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
a) ketepatan pembayaran pokok dan bunga;
b) ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur;
c) kelengkapan dokumentasi kredit;
d) kepatuhan terhadap perjanjian kredit;
e) kesesuaian penggunaan dana; dan
f) kewajaran sumber pembayaran kewajiban.
b. Kriteria dari masing-masing komponen sebagaimana dimaksud pada
huruf a diuraikan dalam Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia ini.
c. Penetapan kualitas kredit dilakukan dengan mempertimbangkan
materialitas dan signifikansi dari faktor penilaian dan komponen,
serta relevansi dari faktor penilaian dan komponen tersebut terhadap
karakteristik debitur yang bersangkutan.
d. Selanjutnya …
d. Selanjutnya berdasarkan penilaian pada huruf b dan huruf c, kualitas
kredit ditetapkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang
Lancar, Diragukan, atau Macet.
2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Salah satu kriteria dalam penilaian prospek usaha adalah upaya
yang dilakukan debitur dalam rangka mengelola lingkungan hidup,
khususnya debitur berskala besar yang memiliki dampak penting
terhadap lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan Penjelasan Pasal
8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, yang antara lain menyatakan bahwa salah satu hal
yang perlu dipertimbangkan dalam penyaluran penyediaan dana
adalah hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
bagi perusahaan yang berskala besar dan atau berisiko tinggi.
Kewajiban AMDAL ini juga tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL.
b. AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting
suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. Hasil AMDAL
diperlukan …
diperlukan untuk memastikan kelayakan proyek yang dibiayai dari
aspek lingkungan. Kegiatan berdampak penting yang dilakukan
tanpa AMDAL dapat membawa dampak yang merugikan di
kemudian hari karena tidak adanya perencanaan pengelolaan
lingkungan yang memadai oleh debitur sehingga tidak akan
diketahui dampak yang mungkin timbul dari kegiatan usaha
debitur. Hal ini selanjutnya dapat berdampak kepada kelangsungan
usaha dan kemampuan debitur untuk mengembalikan penyediaan
dana. Selain itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1999, AMDAL merupakan salah satu syarat yang harus
dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan atau
kegiatan.
c. Jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi
dengan AMDAL ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha atau
Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL. Keputusan ini
dapat ditinjau secara berkala, umumnya dalam jangka waktu 5
(lima) tahun. Hal-hal yang terkait dengan AMDAL bagi kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dapat dilihat di website
Kementerian Lingkungan Hidup dengan alamat
www.menlh.go.id/amdalnet.
d. Selain …
d. Selain pada awal pelaksanaan kegiatan usaha, upaya pengelolaan
lingkungan hidup juga wajib dilakukan oleh debitur secara terus
menerus. Untuk
ini Kementerian Lingkungan Hidup telah
melakukan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). Perusahaan yang
diikutsertakan dalam PROPER adalah:
1) perusahaan yang mempunyai dampak
lingkungan;
penting
terhadap
2) perusahaan yang mempunyai dampak pencemaran
kerusakan lingkungan sangat besar;
atau
3) perusahaan yang mencemari dan merusak lingkungan dan atau
berpotensi mencemari dan merusak lingkungan;
4) perusahaan publik yang terdaftar pada pasar modal baik di
dalam maupun di luar negeri; atau
5) perusahaan yang berorientasi ekspor.
e. Hasil penilaian PROPER akan dikelompokkan dalam beberapa
peringkat, yaitu emas, hijau, biru, merah, dan hitam. Hasil ini
diumumkan kepada masyarakat secara berkala dan dapat diakses di
web site Kementerian Lingkungan
www.menlh.go.id.
Hidup dengan alamat
f. Arti …
f. Arti
dari masing-masing
peringkat PROPER adalah
sebagai
berikut:
1) peringkat emas, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah
berhasil melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan
atau kerusakan lingkungan hidup dan atau melaksanakan
produksi bersih dan telah mencapai hasil yang
memuaskan;
sangat
2)
peringkat hijau, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah
melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup dan mencapai hasil lebih baik dari
persyaratan yang ditentukan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3) peringkat
biru, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah
melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup dan telah mencapai hasil yang
sesuai dengan persyaratan minimum sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4) peringkat merah, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah
melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup tetapi belum mencapai persyaratan
minimum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
5) peringkat …
5) peringkat hitam, untuk usaha dan atau kegiatan yang belum
melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup dan dapat menimbulkan
pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.
III. KUALITAS SURAT BERHARGA
Sesuai dengan Pasal 14 Peraturan Bank
Indonesia Nomor
7/2/PBI/2005, surat berharga yang diakui berdasarkan nilai pasar, belum
jatuh tempo dan kupon atau kewajiban lain yang sejenis dibayar dalam
jumlah dan waktu yang tepat sesuai
perjanjian, dapat dinilai lancar
sepanjang surat berharga dimaksud aktif diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan terdapat informasi nilai pasar secara transparan.
Kualitas surat berharga yang
tidak memenuhi kriteria aktif
diperdagangkan di bursa efek dan atau tidak memiliki informasi harga
pasar yang transparan sebagaimana tersebut di atas, atau surat berharga
dalam
portofolio dimiliki
hingga jatuh tempo dinilai berdasarkan
peringkat dari surat berharga dimaksud, yaitu:
a. Lancar, apabila:
1) memiliki peringkat investasi atau lebih tinggi;
2) kupon atau kewajiban lain yang sejenis dibayar dalam jumlah dan
waktu yang tepat, sesuai perjanjian; dan
3) belum jatuh tempo.
b. Kurang …
b. Kurang Lancar, apabila:
1) memiliki peringkat investasi atau lebih tinggi;
2) terdapat penundaan pembayaran kupon atau kewajiban lain yang
sejenis; dan
3) belum jatuh tempo,
atau
1) memiliki peringkat paling
peringkat investasi;
kurang 1 (satu) tingkat dibawah
2) tidak terdapat penundaan pembayaran kupon atau kewajiban lain
yang sejenis; dan
3) belum jatuh tempo.
c. Macet, apabila Surat Berharga tidak memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b.
Peringkat investasi adalah peringkat sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Untuk surat berharga perusahaan Indonesia yang diperdagangkan
di bursa efek terkemuka di luar negeri (paling kurang setara dengan bursa
efek Indonesia), yang dimaksud dengan peringkat adalah peringkat untuk
surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri tersebut atau
peringkat dari surat berharga yang relatif sejenis yang diterbitkan oleh
perusahaan tersebut yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau
didasarkan …
didasarkan atas ketentuan penilaian kualitas kredit dalam hal perusahaan
tersebut tidak menerbitkan surat berharga di Indonesia.
Untuk surat berharga yang berdasarkan karakteristiknya tidak aktif
diperdagangkan di bursa efek dan tidak memiliki peringkat, seperti
medium term note dan pengambilalihan wesel ekspor, penilaian kualitas
didasarkan atas ketentuan kualitas penempatan apabila pihak yang wajib
melunasi adalah Bank lain, atau didasarkan atas ketentuan kualitas kredit
apabila pihak yang wajib melunasi adalah bukan Bank.
IV. PENYEDIAAN DANA KEPADA DAERAH TERTENTU
1. Untuk meningkatkan fungsi intermediasi dan mendorong pertumbuhan
perekonomian daerah tertentu, diberikan perlakuan khusus dalam
melakukan penilaian kualitas penyediaan dana kepada debitur dengan
lokasi kegiatan usaha berada di daerah tertentu. Perlakuan khusus
tersebut dalam bentuk keringanan ketika Bank melakukan penilaian
kualitas, yakni hanya didasarkan atas faktor ketepatan pembayaran
pokok dan bunga.
2. Penyediaan dana yang diberikan perlakuan khusus tersebut adalah
kredit dan penyediaan dana lain (berupa penerbitan jaminan atau
pembukaan letter of credit) sampai dengan jumlah
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) untuk investasi dan atau
modal …
modal kerja kepada debitur dengan lokasi kegiatan usaha berada di
daerah-daerah sebagai berikut:
a. Propinsi Maluku Utara;
b. Propinsi Maluku;
c. Propinsi Irian Jaya Barat;
d. Propinsi Papua; dan
e. Kabupaten Poso di Propinsi Sulawesi Tengah.
3. Penilaian kualitas penyediaan dana untuk jumlah tertentu yang
diberikan kepada debitur dengan lokasi kegiatan usaha berada di
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Nias, termasuk
hal-hal yang berkaitan dengan restrukturisasi kredit, ditetapkan dalam
ketentuan tersendiri.
V. PROPERTI TERBENGKALAI
Sesuai Pasal 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005,
properti terbengkalai (abandoned property) didefinisikan sebagai aktiva
tetap dalam bentuk properti yang dimiliki Bank tetapi tidak digunakan
untuk kegiatan usaha Bank yang lazim. Termasuk dalam kegiatan usaha
Bank yang lazim adalah properti yang digunakan sebagai penunjang
kegiatan usaha Bank, sepanjang dimiliki dalam jumlah yang wajar, seperti
rumah dinas dan properti yang digunakan untuk sarana pendidikan, serta
properti …
properti lain yang telah ditetapkan untuk digunakan Bank dalam kegiatan
usaha dalam waktu dekat .
VI. RESTRUKTURISASI KREDIT
Dalam
rangka meminimalkan potensi kerugian dari debitur
bermasalah, Bank antara lain dapat melakukan restrukturisasi kredit atas
debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik dan mampu
memenuhi kewajiban setelah kredit
direstrukturisasi. Bank
wajib
melaksanakan restrukturisasi kredit sesuai dengan prinsip kehatian-hatian,
Standar Akuntansi Keuangan dan Pedoman Akuntansi Perbankan
Indonesia yang berlaku.
1. Pedoman Umum Restrukturisasi Kredit
Bank wajib melengkapi pedoman perkreditan yang dimiliki dengan
pedoman tertulis mengenai
restrukturisasi kredit sebagai panduan
mengenai prosedur dan tata cara yang diperlukan dalam melaksanakan
restrukturisasi kredit. Pedoman restrukturisasi kredit dimaksud wajib
paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Analisis dan dokumentasi
Dalam melakukan analisis terhadap kredit yang
akan
direstrukturisasi, Bank wajib paling kurang memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Evaluasi …
1) Evaluasi terhadap permasalahan debitur, yang meliputi:
a) evaluasi terhadap penyebab terjadinya tunggakan pokok dan
atau bunga yang didasarkan atas laporan keuangan, arus kas
(cash flow), proyeksi keuangan, kondisi pasar, dan faktor-
faktor lain yang berkaitan dengan usaha debitur.
b) perkiraan pengembalian seluruh pokok dan atau bunga
kredit berdasarkan perjanjian kredit sebelum dan setelah
restrukturisasi kredit. Perkiraan tersebut hendaknya
didasarkan pada rasio-rasio keuangan, termasuk
proyeksinya, yang mencerminkan kondisi keuangan dan
kemampuan debitur untuk membayar kembali pinjamannya.
c) evaluasi terhadap kinerja manajemen debitur untuk
menentukan diperlukannya restrukturisasi organisasi
perusahaan debitur, antara lain dengan cara penggantian
pemegang
saham, direksi, dan perubahan manajerial
lainnya. Apabila diperlukan, Bank dapat menggunakan
bantuan tenaga ahli eksternal untuk
melakukan
restrukturisasi organisasi tersebut. Dalam hal debitur
merupakan debitur perorangan, harus dipersyaratkan adanya
agunan atau jaminan tambahan baru.
2) Pendekatan …
2) Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam menetapkan
proyeksi arus kas (projected cash flows) debitur serta dalam
memperhitungkan nilai tunai (present value) dari angsuran
pokok dan atau bunga yang akan diterima.
3) Analisis, kesimpulan, dan rekomendasi dalam melakukan
penyesuaian persyaratan kredit seperti penurunan suku bunga,
pengurangan tunggakan pokok dan atau bunga, perubahan
jangka waktu, dan atau penambahan fasilitas. Penyesuaian
tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan siklus usaha dan
kemampuan membayar debitur sehingga debitur dapat
memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok dan atau
bunga hingga jatuh tempo.
4) Apabila restrukturisasi kredit dilakukan dengan cara pemberian
tambahan kredit, tujuan dan penggunaan tambahan kredit
tersebut harus jelas. Tambahan kredit tidak diperkenankan
untuk melunasi tunggakan pokok dan atau bunga kredit.
5) Penyesuaian atas jadwal pembayaran kembali telah
mencerminkan kemampuan membayar debitur.
6) Rincian yang terkait dengan persyaratan kredit termasuk
kesepakatan keuangan dalam perjanjian kredit, antara lain
rencana rekapitalisasi perusahaan debitur atau adanya hak
(klausula) …
(klausula) Bank untuk meningkatkan suku bunga sejalan
dengan kemampuan membayar debitur.
7) Rincian kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka
pelaksanaan restrukturisasi kredit.
8) Persyaratan bahwa perjanjian kredit dan dokumen lainnya yang
berkaitan dengan pelaksanaan restrukturisasi kredit harus
mempunyai kekuatan hukum.
b. Prosedur pemantauan
Bank wajib memiliki prosedur tertulis untuk memantau kredit yang
telah direstrukturisasi guna memastikan kesanggupan debitur untuk
melakukan pembayaran kembali sesuai persyaratan dalam
perjanjian kredit baru.
Beberapa langkah yang wajib dilakukan dalam rangka pemantauan
tersebut antara lain:
1) menyusun laporan bulanan mengenai
perkembangan usaha
debitur yang memuat rincian perkembangan usaha, pelaksanaan
rencana kegiatan (action plan), dan kemungkinan pembayaran
kembali.
2) mewajibkan debitur untuk menyampaikan laporan keuangan
yang dilengkapi dengan rasio-rasio keuangan pokok, yang
diperlukan Bank dalam rangka memantau kondisi usaha dan
keuangan debitur secara terus menerus. Debitur juga diwajibkan
untuk …
untuk melaporkan dampak
dari berbagai tindakan yang
ditempuh sebagai bagian dari restrukturisasi kredit, seperti
rekapitalisasi perusahaan debitur dan kebijakan untuk tidak
membagikan dividen.
3) menyusun langkah-langkah yang akan diambil jika debitur
ternyata mengalami kesulitan membayar setelah restrukturisasi
kredit.
2. Pedoman Perlakuan Akuntansi Restrukturisasi Kredit
Perlakuan akuntansi atas restrukturisasi kredit dilaksanakan sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan dan Pedoman Akuntansi
Perbankan Indonesia yang berlaku, dengan memperhatikan pula hal-
hal sebagai berikut:
a. Nilai buku baru kredit setelah restrukturisasi (new net book
carrying value) dihitung dengan menggunakan metode berdasarkan
urutan prioritas sebagai berikut:
1) nilai tunai (present value)
penerimaan kas masa
depan
(expected cash flows) sesuai dengan nilai kredit yang
direstrukturisasi dengan menggunakan tingkat diskonto; atau
2) nilai pasar dari kredit yang direstrukturisasi sepanjang nilai
dimaksud dapat diperoleh; atau
3) nilai agunan, apabila pengembalian kredit sangat tergantung
pada agunan.
b. Dalam …
b. Dalam perhitungan nilai tunai penerimaan kas masa depan atas
kredit yang direstrukturisasi, Bank wajib menggunakan tingkat
bunga efektif dari kredit sebelum restrukturisasi sebagai tingkat
diskonto. Dalam hal perjanjian kredit sebelum restrukturisasi
menggunakan tingkat bunga tidak tetap, Bank dapat menggunakan
tingkat bunga yang mencerminkan tingkat bunga tidak tetap
tersebut, antara lain dengan cara mengambil tingkat bunga pada
saat dilakukan restrukturisasi kredit.
c. Apabila nilai buku baru kredit setelah restrukturisasi dengan
menggunakan salah satu metode perhitungan dalam huruf a lebih
rendah dari saldo kredit sebelum restrukturisasi, Bank wajib
memperhitungkan selisih tersebut sebagai kerugian. Kerugian
tersebut dibebankan setelah diperhitungkan dengan kelebihan
Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) karena perbaikan kualitas
kredit setelah dilakukan restrukturisasi.
d. Kelebihan
PPA karena
peningkatan kualitas kredit
yang
direstrukturisasi, setelah diperhitungkan dengan kerugian yang
timbul dari restrukturisasi kredit dimaksud, hanya dapat diakui
sebagai pendapatan apabila telah terdapat penerimaan angsuran
pokok atas kredit yang direstrukturisasi. Pengakuan pendapatan
dilakukan secara proporsional dengan penerimaan angsuran pokok
dari kredit yang direstrukturisasi.
e. Dalam …
e. Dalam memperhitungkan proyeksi penerimaan kas masa depan
atas kredit yang direstrukturisasi untuk keperluan penghitungan
nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank wajib
menggunakan asumsi yang wajar sesuai dengan perkembangan
yang ada, agar proyeksi tersebut realistis.
f. Dalam hal restrukturisasi kredit seluruhnya dilakukan dengan
pengalihan aset termasuk surat berharga atau konversi kredit
menjadi penyertaan modal sementara maka pengakuan kerugian
dicatat sebesar selisih antara nilai pasar dari aset atau ekuitas yang
diterima dengan nilai buku kredit.
g. Dalam hal sebagian kredit direstrukturisasi dengan pengalihan aset
termasuk surat berharga, atau konversi kredit menjadi penyertaan
modal sementara dan sebagian kredit direstrukturisasi dengan
modifikasi persyaratan kredit maka pengakuan kerugian dicatat
sebesar selisih antara nilai pasar dari aset atau ekuitas yang
diterima dengan nilai buku kredit dan pengakuan kerugian atas
modifikasi persyaratan kredit sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
h. Perhitungan kerugian untuk Kredit Usaha Kecil (KUK) dan kredit
konsumsi yang direstrukturisasi dapat dilakukan menurut jenis
kredit dengan menggunakan metode statistik
penilaian …
atau dilakukan
penilaian terhadap setiap fasilitas kredit sesuai dengan ketentuan
dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
i. Bank harus mengevaluasi kredit yang telah direstrukturisasi setiap
triwulan. Apabila terdapat perbedaan yang
signifikan antara
proyeksi dan realisasi dari angsuran pokok dan bunga, jangka
waktu, arus kas, tingkat bunga, atau nilai taksasi agunan, Bank
wajib menghitung kembali kerugian yang terjadi.
VII. PELAPORAN
1. Bank wajib melaporkan kepada Bank Indonesia seluruh restrukturisasi
kredit yang telah dilakukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari
kerja setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan dengan
menggunakan formulir pelaporan restrukturisasi kredit sebagaimana
pada Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No. 2,
Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia;
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat
di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
VIII. PENUTUP …
VIII. PENUTUP
1. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/10/UPPB tanggal 12
November 1998 perihal Kualitas Aktiva Produktif dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 31/11/UPPB tanggal 12 November
1998 perihal Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/12/UPPB tanggal 12
November 1998 perihal Restrukturisasi Kredit, dinyatakan tidak
berlaku bagi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional.
2. Lampiran-lampiran tersebut di atas merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 31 Januari 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian …
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
- 23 -
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/3/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum </reg_title>
<set_date> 31 Januari 2005 </set_date>
<effective_date> 31 Januari 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '31/10/UPPB|SE-BI/1998', '31/11/UPPB|SE-BI/1998', '31/12/UPPB|SE-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '7/2/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 9/27/DPNP
Jakarta, 19 November 2007
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Pelaksanaan Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program
Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
No. 9/8/PBI/2007 tanggal 13 Juni 2007 tentang Pemanfaatan Tenaga Kerja
Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4732) perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu
Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
1. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing, yang selanjutnya disebut dengan
TKA, oleh Bank dimungkinkan dengan mempertimbangkan pesatnya
perkembangan pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi produk
dan jasa di sektor perbankan, sehingga diperlukan tenaga kerja dengan
keahlian khusus yang belum dapat dipenuhi oleh pasar Tenaga Kerja
Indonesia.
2. Dalam …
2. Dalam pemanfaatan TKA oleh Bank, selain harus mengikuti Undang-
undang tentang Perbankan dan ketentuan pelaksanaannya yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia, Bank wajib pula mengikuti
ketentuan ketenagakerjaan lainnya yang antara lain dikeluarkan oleh
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan instansi terkait
lainnya.
3. Bank dapat memanfaatkan TKA pada bidang-bidang tugas dan posisi
jabatan tertentu. Posisi jabatan tertentu tersebut disesuaikan
berdasarkan sifat kepemilikan saham Bank oleh pihak asing, yang
digolongkan menjadi 4 (empat) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia
No. 9/8/PBI/2007.
4. Pemanfaatan TKA tersebut harus diikuti dengan upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia di bidang perbankan termasuk melalui
program alih pengetahuan dari TKA kepada tenaga pendamping.
5. Tenaga Pendamping adalah Tenaga Kerja Indonesia yang ditunjuk
untuk mendampingi dan/atau membantu TKA, menerima alih
pengetahuan secara langsung, dan dipersiapkan sebagai calon
pengganti TKA dimaksud.
II. BIDANG TUGAS
1. Bank Indonesia menetapkan bidang-bidang tugas tertentu yang dapat
diisi oleh TKA dengan mempertimbangkan kebutuhan industri
perbankan serta ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja Indonesia.
2. Bidang-bidang tugas yang dapat diisi oleh TKA ditetapkan sebagai
berikut:
a. Treasury …
a. Treasury
Bidang tugas treasury meliputi tugas-tugas yang antara lain
berkaitan dengan pengaturan dan pengelolaan aset dan kewajiban
Bank untuk mengoptimalkan keuntungan, pengelolaan likuiditas,
Posisi Devisa Neto, dan menjual produk treasury secara langsung
maupun tidak langsung.
b. Manajemen risiko
Bidang tugas manajemen risiko meliputi tugas-tugas yang antara
lain berkaitan dengan pengelolaan dan mitigasi risiko.
c. Teknologi informasi
Bidang tugas teknologi informasi meliputi tugas-tugas yang
antara lain berkaitan dengan pengelolaan proses administrasi dari
transaksi perbankan, pengelolaan data nasabah, pengembangan
jaringan, pengembangan sistem, perencanaan dan reengineering
proses operasional perbankan, pengelolaan fasilitas pendukung
perbankan, dan pengelolaan produk-produk elektronik banking,
dengan menggunakan sarana teknologi informasi.
d.
Kredit/pembiayaan
Bidang tugas kredit/pembiayaan meliputi tugas-tugas yang antara
lain berkaitan dengan penyaluran kredit/pembiayaan oleh Bank,
terutama untuk bidang penyaluran kredit/pembiayaan yang belum
banyak dikuasai oleh Tenaga Kerja Indonesia.
e.
Investor/customer relation
Bidang tugas investor/customer relation meliputi tugas-tugas
yang antara lain berkaitan dengan strategi dan upaya
untuk memperoleh dan membina relasi yang berkualitas dengan
nasabah …
nasabah dalam rangka mendapatkan peluang bisnis dari nasabah
(existing) maupun calon nasabah
penjualan produk perbankan.
f.
Pemasaran
Bidang tugas pemasaran meliputi tugas-tugas yang antara lain
berkaitan dengan upaya memasarkan produk dan jasa perbankan,
baik dalam rangka penghimpunan maupun penyaluran dana.
g. Keuangan
Bidang tugas keuangan meliputi tugas-tugas yang antara lain
berkaitan dengan aspek akuntansi keuangan, akuntansi
manajemen, pelaporan keuangan, perpajakan, perencanaan
keuangan, dan strategi keuangan.
III. PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING
1. Bank yang akan memanfaatkan TKA dalam kegiatan usahanya
diwajibkan menyampaikan rencana pemanfaatan TKA kepada Bank
Indonesia dalam Rencana Bisnis Bank.
2. Rencana pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud pada butir III.1.
dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank bagian mengenai Rencana
Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia. Hal-hal yang
dicantumkan dalam Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia
dimaksud antara lain adalah:
a. alasan pemanfaatan TKA serta alasan tidak/belum menggunakan
Tenaga Kerja Indonesia;
b. bidang tugas dan posisi/jabatan yang akan diisi yang meliputi
ruang lingkup pekerjaan dan kompetensi yang dibutuhkan;
c. rencana …
melalui pelayanan dan
c. rencana jumlah kebutuhan;
d. jangka waktu pemanfaatan;
e. nama tenaga pendamping; dan
f.
?
rencana program alih pengetahuan:
?
rencana pelatihan untuk tenaga pendamping; dan
rencana pelatihan oleh TKA.
sebagaimana contoh dalam Lampiran 1 Surat Edaran ini.
3. Pada saat Bank akan melakukan realisasi pemanfaatan TKA dimaksud,
maka Bank mengikuti prosedur sebagai berikut:
a. Untuk TKA Calon Komisaris dan/atau Direksi, Pimpinan Kantor
Cabang Bank Asing, atau Pemimpin Kantor Perwakilan Bank
Asing
1) Bank mengajukan permohonan persetujuan pemanfaatan
TKA sebagai Komisaris dan/atau Direksi, Pimpinan Kantor
Cabang Bank Asing atau Pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing dengan mengikuti tata cara/prosedur dan
persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)
dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan terkait lainnya
2) Penyampaian persyaratan dokumen Kartu Izin Menetap
Sementara (KIMS) dan izin bekerja dari instansi berwenang
sebagaimana diatur dalam Persyaratan Dokumen
Administrasi bagi Calon Komisaris dan/atau Calon Direksi
Bank Umum, Pimpinan Kantor Cabang Bank Asing, atau
Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing dalam ketentuan
terkait,
dapat
dilaksanakan pada saat pelaporan
pengangkatan Tenaga Kerja Asing kepada Bank Indonesia.
b. Untuk …
b. Untuk TKA Calon Pejabat Eksekutif
1) Bank mengajukan permohonan persetujuan penggunaan
TKA sebagai Pejabat Eksekutif kepada Bank Indonesia
dengan dilampiri dokumen-dokumen administratif sebagai
berikut:
a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran
4 x 6;
b) fotocopy paspor;
c)
riwayat hidup;
d) fotocopy surat keterangan pengalaman kerja dari
perusahaan sebelumnya dan sertifikat keahlian/profesi/
pendidikan/ pelatihan;
e) fotocopy konsep kontrak kerja atau surat penugasan
dari Bank; dan
f)
contoh tanda tangan dan paraf.
2) Prosedur penilaian atas calon Pejabat Eksekutif dilakukan
oleh Bank Indonesia melalui penelitian atas kelengkapan
dan kebenaran dokumen administratif yang disampaikan
Bank dan informasi lainnya. Apabila dianggap perlu, Bank
Indonesia melakukan wawancara untuk meminta konfirmasi
dan/atau menggali informasi lebih mendalam.
3) Pengangkatan Pejabat Eksekutif wajib dilaporkan oleh Bank
kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja setelah tanggal pengangkatan efektif, dilampiri
dengan:
a) fotocopy kontrak kerja;
b) fotocopy …
b) fotocopy Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau
Kartu Tinggal Tetap (KITAP) yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang; dan
c) fotocopy surat izin mempekerjakan TKA yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
4) Surat permohonan dan pelaporan sebagaimana dimaksud di
atas disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia c.q.
Direktorat Pengawasan Bank terkait bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah Jabodetabek, atau Kantor Bank
Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar
wilayah Jabodetabek.
c. Pelaporan Pemanfaatan Calon Tenaga Ahli/Konsultan
1) Pelaporan pemanfaatan Tenaga Ahli/ Konsultan
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja setelah pengangkatan Tenaga Ahli/
Konsultan dimaksud oleh bank, dengan mencantumkan
alasan pemanfaatan TKA, disertai dengan dokumen
administrasi sebagai berikut:
a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran
4x6;
b) fotocopy paspor;
c)
riwayat hidup;
d) fotocopy kontrak kerja;
e)
fotocopy bukti/keterangan tentang Kualifikasi
Keahlian;
f) fotocopy …
f)
fotocopy Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau
Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) yang dikeluarkan
oleh instansi yang berwenang;
g) fotocopy surat izin mempekerjakan TKA yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; dan
h) surat pernyataan tidak merangkap jabatan.
2) Pelaporan sebagaimana dimaksud di atas disampaikan oleh
Bank kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengawasan
Bank terkait bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
Jabodetabek, atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi
Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabodetabek.
3) Jabatan Tenaga Ahli/Konsultan adalah jabatan perorangan,
yaitu jabatan yang diisi oleh TKA secara individu karena
kemampuan teknisnya atau individu yang mendapat
penugasan dari perusahaan konsultansi sesuai bidang tugas
yang dibutuhkan. Dengan demikian, jabatan Tenaga
Ahli/Konsultan merupakan jabatan yang diisi untuk jangka
waktu terbatas untuk membantu bank menangani masalah
operasional yang baru atau yang untuk sementara belum
dapat diatasi sendiri oleh bank. Jabatan tersebut berada di
luar struktur organisasi Bank, dan yang bersangkutan hanya
berkewajiban untuk memberikan pendapat dan/atau
melakukan pekerjaan tertentu sesuai kemampuan teknis
yang dibutuhkan. Tenaga Ahli/Konsultan tidak mempunyai
kewenangan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh pada Bank.
4) Bank …
4) Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk
membatalkan dan/atau menghentikan pengangkatan TKA
sebagai Tenaga Ahli/ Konsultan apabila yang bersangkutan
tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia.
4. Kantor Cabang Bank Asing yang akan memanfaatkan TKA sebagai
Pimpinan Kantor Cabang wajib memenuhi persyaratan yang salah
satunya adalah bahwa diantara anggota Pimpinan Kantor Cabang Bank
Asing dimaksud paling kurang terdapat 1 (satu) orang pejabat yang
berkewarganegaraan Indonesia. Kewajiban tersebut telah dipenuhi
oleh Bank apabila Bank telah menunjuk Tenaga Kerja Indonesia
sebagai pejabat pimpinan Bank yang membawahi bidang personalia
dan/atau kepatuhan.
5. Bank yang akan memperpanjang jangka waktu pemanfaatan TKA
wajib mengikuti prosedur sebagai berikut:
a. Menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu
pemanfaatan TKA beserta alasan perpanjangannya kepada Bank
Indonesia c.q. Direktorat Pengawasan Bank terkait bagi Bank
yang berkantor pusat di wilayah Jabodetabek, atau Kantor Bank
Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar
wilayah Jabodetabek, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
sebelum berakhirnya jangka waktu kontrak atau masa kerja TKA.
b. Menyampaikan dokumen administrasi yang terkini, sebagai
berikut:
1) fotocopy paspor;
2) fotocopy kontrak kerja/penunjukan kerja;
3) fotocopy surat izin menetap;
4) fotocopy …
4) fotocopy surat izin mempekerjakan TKA; dan
5)
laporan realisasi pelaksanaan alih pengetahuan.
6. Salah satu persyaratan dalam pemanfaatan TKA sebagai Pejabat
Eksekutif dan Penasehat/Konsultan oleh Bank adalah kemampuan
penggunaan bahasa Indonesia secara memadai dalam waktu paling
lambat 1 (satu) tahun setelah yang bersangkutan menduduki jabatan
dimaksud. Dengan penguasaan bahasa Indonesia secara memadai
diharapkan TKA dimaksud dapat berkomunikasi secara baik dengan
Tenaga Kerja Indonesia sehingga dapat memperlancar proses alih
pengetahuan.
Pemenuhan penguasaan bahasa Indonesia ditunjukkan antara lain
dengan cara menyampaikan kepada Bank Indonesia Sertifikat Uji
Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sesuai tingkat kemampuan
yang dapat dicapai oleh masing-masing TKA, yang dikeluarkan oleh
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,
atau bukti penguasaan berbahasa Indonesia lainnya yang dikeluarkan
oleh lembaga pendidikan/kursus bahasa Indonesia yang terdaftar di
instansi yang berwenang.
7. Pada setiap akhir tahun, bank wajib melaporkan dalam laporan
Realisasi Rencana Bisnis Bank, realisasi pemanfaatan TKA, serta
realisasi pelatihan dan alih pengetahuan yang telah dilaksanakan.
Dalam laporan tersebut, paling kurang dicantumkan hal-hal sebagai
berikut:
a. nama TKA;
b. bidang tugas TKA;
c. posisi/jabatan TKA;
d. nama pendamping;
e. hasil …
e. hasil evaluasi terhadap pendamping;
f. pendidikan/Pelatihan kepada tenaga pendamping; dan
g.
lembaga penyelenggara pendidikan/pelatihan.
sebagaimana contoh dalam Lampiran 2 Surat Edaran ini.
8. Bank Indonesia dapat membatalkan persetujuan pemanfaatan TKA
yang telah diberikan, apabila dikemudian hari ditemukan antara lain
bahwa:
a.
informasi atau dokumen yang diberikan Bank tidak benar atau
palsu;
b. yang bersangkutan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana
yang telah memperoleh keputusan hukum tetap; atau
c. TKA atau Bank tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Pemanfaatan TKA
dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan setelah
persetujuan diberikan oleh Bank Indonesia.
9. Dalam hal diperlukan, Bank dapat mengajukan permohonan kepada
Bank Indonesia untuk meminta pengecualian atas pemanfaatan TKA di
luar bidang-bidang tugas yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran
Bank Indonesia dan/atau meminta pengecualian atas jabatan tertentu
selain jabatan-jabatan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bank
Indonesia.
10. Bank Indonesia akan mempertimbangkan permohonan sebagaimana
dimaksud pada butir III.9. dengan memperhatikan, antara lain:
a. kebutuhan Bank;
b. ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja Indonesia;
c. pemenuhan kriteria yang dipersyaratkan dalam PBI;
d. upaya …
d. upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Bank dalam mencari
Tenaga Kerja Indonesia untuk memenuhi kebutuhan tersebut;
dan/atau
e. upaya-upaya Bank dalam meningkatkan kemampuan dan
keahlian Tenaga Kerja Indonesia di internal Bank, termasuk
misalnya program peningkatan kemampuan SDM dalam bentuk
pengiriman TKI untuk ditempatkan di Kantor Pusat/Cabang Bank
atau kelompok usahanya di luar negeri.
11. Salah satu kriteria yang dipersyaratkan dalam PBI sebagaimana
dimaksud pada butir III.10.c. di atas antara lain adalah apabila TKA
tidak dimanfaatkan maka Bank akan menghadapi risiko kerugian yang
cukup signifikan atau berkurangnya potensi keuntungan baik secara
finansial maupun non finansial. Hal ini dapat terjadi misalnya dalam
penggunaan TKA sebagai Tenaga Ahli untuk mengatasi kerusakan
sarana Teknologi Sistem Informasi bank, dimana Tenaga Ahli
dimaksud tidak tersedia di Indonesia. Sementara, apabila kerusakan
tidak segera diatasi, maka bank akan menghadapi risiko kerugian yang
cukup signifikan, baik secara finansial maupun non-finansial, seperti
berkurangnya jumlah nasabah, atau hilangnya kepercayaan nasabah
karena Teknologi Sistem Informasi yang sering bermasalah.
12. Jangka waktu pemanfaatan TKA untuk jabatan tertentu selain
jabatan-jabatan yang telah ditetapkan dalam PBI, sebagaimana
dimaksud pada butir III.9. di atas, adalah paling lama 1 (satu) tahun.
Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali,
masing-masing paling lama 1 (satu) tahun. Dalam hal ini,
Bank harus menyampaikan permohonan terlebih dahulu kepada Bank
Indonesia …
Indonesia untuk memperoleh persetujuan perpanjangan. Dalam hal
bank telah merencanakan sejak awal untuk memanfaatkan TKA
dimaksud melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun, maka pada saat bank
menyampaikan permohonan pengecualian atas jabatan tertentu
dimaksud, dapat disertai pula dengan permohonan persetujuan untuk
perpanjangan yang pertama kalinya paling lama 1 (satu) tahun.
Ketentuan tersebut tidak meniadakan kewajiban bank untuk tetap
memenuhi tata cara dan prosedur perizinan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang diatur oleh Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta instansi terkait lainnya.
13. Permohonan sebagaimana dimaksud pada butir III.9. dan butir III.12.
diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat
Pengawasan Bank terkait bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
Jabodetabek, atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah Jabodetabek, dengan dilampiri
dokumen administrasi sebagai berikut:
a.
alasan permohonan pengecualian dan/atau perpanjangan;
b. bagi Pejabat Eksekutif, dokumen sebagaimana dipersyaratkan
pada butir III.3.b.1);
c. bagi Tenaga Ahli/Konsultan, dokumen sebagaimana
dipersyaratkan pada butir III.3.c.1).
IV. PELAKSANAAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN
1. Sebagaimana diatur dalam PBI, Bank yang menggunakan TKA
sebagai Pejabat Eksekutif, Tenaga Ahli/Konsultan dan/atau jabatan
lainnya berdasarkan persetujuan Bank Indonesia, wajib menunjuk
paling …
paling kurang 2 (dua) orang Tenaga Kerja Indonesia sebagai Tenaga
Pendamping selama menjalankan tugasnya, melakukan pendidikan
dan pelatihan kerja bagi Tenaga Pendamping sesuai dengan kualifikasi
jabatan yang diduduki oleh TKA, dan menjamin terlaksananya
pelatihan atau pengajaran oleh TKA terutama kepada pegawai Bank.
Selain kepada Pegawai bank, pelatihan dan pengajaran dimaksud juga
dapat dilakukan kepada pelajar/mahasiswa, dan/atau masyarakat
umum.
2. Pelaksanaan alih pengetahuan dilakukan melalui pelatihan atau
pengajaran oleh TKA terutama kepada pegawai Bank. Pelaksanaan
pelatihan atau pengajaran ini dapat dilakukan melalui seminar,
training, kursus pendek, perkuliahan atau program alih pengetahuan
lainnya melalui tatap muka secara langsung dengan peserta pelatihan
atau pengajaran. Pelatihan atau pengajaran dapat diselenggarakan oleh
pihak intern maupun ekstern Bank.
Pelaksanaan kegiatan pelatihan atau pengajaran ini dilaporkan dalam
Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 3, yang paling kurang mencakup:
a. nama TKA;
b. waktu dan lokasi pelaksanaan kegiatan;
c.
d.
jumlah peserta;
jangka waktu kegiatan;
e. materi kegiatan; dan
f.
foto kegiatan.
Untuk keperluan pemeriksaan oleh Bank Indonesia, Bank harus
menatausahakan dokumen-dokumen terkait dengan pelatihan tersebut,
termasuk …
termasuk mengenai hardcopy dan softcopy materi pelatihan, foto-foto
kegiatan, copy daftar hadir peserta, dan informasi atau bukti-bukti
pendukung lainnya mengenai realisasi kegiatan pelatihan tersebut.
3. Bank wajib memenuhi ketentuan terkait pengembangan sumber daya
manusia di bidang perbankan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemenuhan ketentuan tersebut dapat dijadikan salah satu pertimbangan
Bank Indonesia dalam memberikan persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 PBI tentang
Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di
Sektor Perbankan.
V. KETENTUAN PERALIHAN
Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing oleh Bank yang telah dilakukan sebelum
berlakunya PBI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) PBI
No. 9/8/PBI/2007 tanggal 13 Juni 2007, mencakup jabatan dan termasuk
komposisi jabatannya, dengan masa peralihan sampai dengan berakhirnya
kontrak atau masa jabatan Tenaga Kerja Asing tersebut dengan jangka
waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya PBI. Termasuk dalam
pengertian Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing tersebut di atas adalah apabila
Bank telah menetapkan Pengurus atau calon Pengurus, dan telah
mengajukan permohonan persetujuannya kepada Bank Indonesia namun
Bank Indonesia belum mengeluarkan persetujuan karena yang bersangkutan
masih dalam proses fit and proper test.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 19 November 2007.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/27/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan </reg_title>
<set_date> 19 November 2007 </set_date>
<effective_date> 19 November 2007 </effective_date>
<related_reg> '9/8/PBI/2007' </related_reg>
|
No. 10/16/DPM
Jakarta, 31 Maret 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
Perihal : Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui
Lelang.
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/ 11 /PBI/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 50 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835 ),
perlu ditetapkan ketentuan mengenai Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah Melalui Lelang dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut BUS adalah Bank Umum
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
2. Unit…
2
2. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS adalah :
a. unit kerja di kantor pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah; atau
b. unit kerja di kantor cabang dari suatu bank konvensional yang
berkedudukan di luar negeri yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.
3. Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998.
4. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS adalah
surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam
mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
5. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya
dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
6. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI–RTGS.
7. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut LHBU adalah
laporan yang disusun dan disampaikan oleh BUS atau UUS secara harian
kepada Bank Indonesia.
8. Rekening Giro adalah rekening dana milik BUS atau UUS dalam mata
uang rupiah di Bank Indonesia.
9. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik BUS atau UUS di BI-
SSSS yang digunakan untuk mencatat kepemilikan SBIS.
10. Setelmen…
3
10. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah kegiatan
pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga melalui BI-SSSS
dalam rangka penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan
penatausahaan SBIS.
11. Setelmen Dana (fund settlement) adalah kegiatan pendebetan dan
pengkreditan Rekening Giro dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia
melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia dan penatausahaan SBIS.
12. Perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing yang selanjutnya
disebut Pialang adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk
melakukan kegiatan jasa perantara bagi kepentingan nasabahnya di bidang
pasar uang rupiah dan valuta asing dengan memperoleh imbalan atas
jasanya.
13. Financing to Deposit Ratio yang selanjutnya disebut dengan FDR adalah
rasio pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga dalam rupiah dan
valuta asing, tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain, terhadap dana
pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, deposito dalam rupiah dan
valuta asing, tidak termasuk antar bank.
14. Transaksi Repurchase Agreement SBIS yang selanjutnya disebut Repo
SBIS adalah transaksi pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada
BUS atau UUS dengan agunan SBIS (collateralized borrowing).
15. Transaksi SBIS adalah transaksi pembelian SBIS dan/atau Repo SBIS.
II. KARAKTERISTIK SBIS
SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. berjangka…
4
2. berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari kalendar dan dihitung 1
(satu) hari setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal
jatuh waktu. Contoh perhitungan jangka waktu SBIS tercantum pada
Lampiran-1.
3. diterbitkan tanpa warkat (scripless).
4. dapat diagunkan kepada Bank Indonesia.
5. tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
III. IMBALAN SBIS
1. Bank Indonesia membayar imbalan atas SBIS milik BUS atau UUS pada
saat SBIS jatuh waktu.
2. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu kepada tingkat diskonto hasil
lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka waktu sama yang
diterbitkan bersamaan dengan penerbitan SBIS dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. dalam hal lelang SBI menggunakan metode fixed rate tender, maka
imbalan SBIS ditetapkan sama dengan tingkat diskonto hasil lelang
SBI.
b. dalam hal lelang SBI menggunakan metode variable rate tender, maka
imbalan SBIS ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat
diskonto hasil lelang SBI.
3. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang SBI, tingkat
imbalan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada angka 2 mengacu
kepada data terkini antara tingkat imbalan SBIS atau tingkat diskonto SBI
berjangka waktu sama.
4. Perhitungan…
5
4. Perhitungan imbalan SBIS dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
Nilai Imbalan SBIS = Nilai Nominal SBIS x (Jangka Waktu SBIS/360)
x Tk.Imbalan SBIS
IV. KETENTUAN DAN PERSYARATAN LELANG SBIS
1. BUS atau UUS mengajukan penawaran pembelian SBIS kepada Bank
Indonesia.
2. BUS atau UUS yang mengajukan penawaran sebagaimana dimaksud pada
angka 1 adalah BUS atau UUS yang memiliki FDR paling kurang 80%
(delapan puluh per seratus) berdasarkan perhitungan Bank Indonesia dan
tidak sedang dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti
lelang SBIS.
3. Peserta lelang SBIS terdiri dari:
a. Peserta langsung yaitu BUS atau UUS atau Pialang yang melakukan
transaksi lelang SBIS secara langsung dengan Bank Indonesia.
b. Peserta tidak langsung yaitu BUS atau UUS yang mengajukan
penawaran SBIS melalui Pialang.
4. BUS atau UUS hanya dapat mengajukan penawaran SBIS untuk
kepentingan diri sendiri.
5. Pialang dilarang mengajukan penawaran pembelian SBIS untuk
kepentingan diri sendiri.
6. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan penawaran pembelian SBIS
dari peserta langsung dan menggunakan data penawaran pembelian SBIS
yang diajukan peserta langsung.
7. Peserta langsung tidak dapat membatalkan penawaran pembelian SBIS
yang telah diajukan.
8. Peserta lelang SBIS bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran
pembelian SBIS yang diajukan.
9. Bank…
6
9. Bank Indonesia membuka window lelang SBIS pada hari Rabu dengan
waktu pengajuan transaksi (window time) mulai pukul 10.00 WIB sampai
dengan pukul 12.00 WIB, atau pada hari kerja lain dengan window time
yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia.
10. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga
hasil lelang SBIS pada hari kerja yang sama dengan hari pelaksanaan
lelang SBIS (same day settlement). Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia
dapat menetapkan tanggal setelmen pada hari kerja lain.
11. Tanggal jatuh waktu SBIS ditetapkan pada hari Rabu atau hari kerja
berikutnya apabila hari Rabu adalah hari libur. Dalam hal diperlukan,
Bank Indonesia dapat menetapkan tanggal jatuh waktu pada hari kerja
lain.
12. Bank Indonesia akan mengumumkan perubahan :
a. hari dan/atau window time pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud
pada angka 9;
b. tanggal Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga sebagaimana
dimaksud pada angka 10; dan/atau
c. tanggal jatuh waktu SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 11
melalui BI-SSSS, sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
13. BUS atau UUS, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun
peserta tidak langsung, wajib menyediakan dana sebesar jumlah
penawaran pembelian SBIS yang dimenangkan sampai dengan cut-off
warning Sistem BI-RTGS.
V. PENGUMUMAN RENCANA LELANG SBIS
1. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBIS antara lain meliputi
jangka waktu, tingkat imbalan, tanggal transaksi, dan tanggal setelmen,
paling…
7
paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang SBIS
melalui BI-SSSS, sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia mengumumkan BUS atau UUS yang dapat mengikuti
lelang SBIS bersamaan dengan pengumuman rencana lelang SBIS
sebagaimana dimaksud pada angka 1.
VI. PENGAJUAN PENAWARAN LELANG SBIS
1. Pada hari pelaksanaan lelang SBIS yang ditetapkan, peserta langsung
mengajukan penawaran pembelian SBIS kepada Bank Indonesia cq.
Direktorat Pengelolaan Moneter-Biro Operasi Moneter (DPM-BOpM)
melalui BI-SSSS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Pengajuan penawaran pembelian SBIS sebagaimana dimaksud pada angka
1 adalah penawaran kuantitas menurut jangka waktu SBIS yang
diterbitkan.
3. Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap peserta lelang paling kurang
1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan
selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00
(seratus juta Rupiah).
4. Pelaksanaan pengajuan penawaran pembelian SBIS melalui BI-SSSS
mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai BI-SSSS.
VII. PENETAPAN PEMENANG LELANG SBIS
1. Bank Indonesia menetapkan kuantitas pemenang lelang SBIS berdasarkan
jumlah penawaran kuantitas yang diterima atau berdasarkan perhitungan
kuantitas secara proporsional.
2. Dalam hal kuantitas lelang SBIS yang dimenangkan oleh peserta lelang
dihitung secara proporsional, berlaku pembulatan nominal terkecil SBIS
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
3. Bank…
.
…
8
3. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBIS setelah window time
SBIS ditutup pada hari pelaksanaan lelang, secara individual kepada
pemenang lelang melalui BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui BI-
SSSS dan sistem LHBU.
4. Bank Indonesia dapat membatalkan hasil lelang SBIS antara lain dalam
hal penawaran yang masuk dinilai berada di luar kewajaran dari perkiraan
potensi likuiditas.
5. Pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 4
diumumkan oleh Bank Indonesia setelah window time SBIS ditutup pada
hari pelaksanaan lelang, secara individual kepada peserta lelang melalui
BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui BI-SSSS dan sistem LHBU.
VIII. SETELMEN HASIL LELANG DAN PELUNASAN SBIS
A. Setelmen Hasil Lelang SBIS
1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter - Bagian
Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter (DPM-PTPM)
melakukan setelmen hasil lelang SBIS dengan cara:
a. mendebet Rekening Giro pemenang lelang dalam rangka Setelmen
Dana; dan
b. mengkredit Rekening Surat Berharga pemenang lelang dalam
rangka Setelmen Surat Berharga;
masing-masing sebesar nilai nominal SBIS yang dimenangkan.
2. Dalam hal BUS atau UUS tidak memiliki saldo Rekening Giro yang
mencukupi untuk menutup seluruh kewajiban Setelmen Dana
sebagaimana dimaksud pada butir 1.a sampai dengan cut-off warning
Sistem BI-RTGS, maka hasil lelang SBIS yang dimenangkan BUS
atau UUS yang bersangkutan dinyatakan batal.
3. Pembatalan…
9
3. Pembatalan hasil lelang sebagaimana dimaksud pada angka 2
diberlakukan hanya pada hasil lelang SBIS yang tidak dapat dilakukan
Setelmen Dana seluruhnya.
Contoh pembatalan hasil lelang tercantun pada Lampiran-2.
B. Pelunasan SBIS
1. Pelunasan SBIS dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal SBIS
jatuh waktu.
2. Pelunasan SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
berdasarkan kepemilikan SBIS yang tercatat dalam BI-SSSS pada 1
(satu) hari kerja sebelum tanggal SBIS jatuh waktu.
3. Pelunasan SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
dengan cara :
a. mengkredit Rekening Giro sebesar nilai nominal SBIS ditambah
imbalan dalam rangka Setelmen Dana; dan
b. mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBIS
jatuh waktu dalam rangka Setelmen Surat Berharga.
Contoh perhitungan imbalan tercantum pada Lampiran-3.
4. Dalam hal tanggal SBIS jatuh waktu jatuh pada hari libur maka
pelunasan SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan pada
hari kerja berikutnya atau hari kerja lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
5. Mekanisme setelmen hasil lelang dan pelunasan SBIS melalui BI-
SSSS mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
BI-SSSS.
IX. SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud
pada butir VIII.A. 2, BUS atau UUS dikenakan sanksi berupa :
a. Teguran…
10
a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada :
1) Direktorat Perbankan Syariah (DPbS), dalam hal sanksi diberikan
kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat,
dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor
pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia, dan
b. Kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nominal SBIS
yang dibatalkan atau paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar Rupiah) untuk setiap pembatalan; dan
c. Pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS sampai dengan
lelang minggu berikutnya dan larangan mengajukan Repo SBIS
selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut, dalam hal BUS atau UUS
telah dikenakan teguran tertulis sebagaimana dimaksud butir 1.a untuk
ketiga kalinya dalam kurun waktu 6 (enam) bulan.
2. Penghitungan 3 (tiga) kali teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
butir 1.c memperhitungkan juga Repo SBIS oleh BUS atau UUS yang
dinyatakan batal.
3. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan
pemberitahuan sanksi sebagaimana dimaksud pada butir 1.c dilakukan
pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir
1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro BUS atau UUS yang
dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud pada butir VIII.A.2 melalui BI-
SSSS.
Contoh pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercantum
pada Lampiran-2.
X. PENUTUP…
11
X. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 7/37/DPM tanggal 8 Agustus 2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan dan
Penyelesaian Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 31 Maret 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/16/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang. </reg_title>
<set_date> 31 Maret 2008 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date>
<replaced_reg> '7/37/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '10/11/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No. 10/ 45 /DKBU
Jakarta, 12 Desember 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan
Rakyat
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/35/PBI/2008 tanggal 5 Desember 2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4943), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai fasilitas pendanaan
jangka pendek bagi Bank Perkreditan Rakyat sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008.
2. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR adalah Bank
Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan
kegiatan …
2
kegiatan usaha secara konvensional, tidak termasuk Badan Kredit Desa
(BKD).
3. Rasio Kebutuhan Kas adalah perhitungan kebutuhan kas BPR yang
didasarkan pada Cash Ratio dengan menambahkan komponen Sertifikat
Bank Indonesia serta aset antarbank dan kewajiban antarbank. Rasio
Kebutuhan Kas merupakan perbandingan aset lancar terhadap
kewajiban lancar. Aset lancar terdiri dari saldo kas, SBI yang tidak
menjadi agunan, penempatan pada antarbank aktiva yang tidak menjadi
agunan di bank umum atau BPR lain meliputi giro pada bank umum,
serta tabungan dan deposito jatuh tempo pada bank umum atau BPR
lain. Kewajiban lancar terdiri dari pos kewajiban segera, simpanan
dana nasabah tidak terkait meliputi tabungan dan deposito jatuh tempo,
serta kewajiban antarbank pasiva tidak terkait yang meliputi tabungan
dan deposito yang jatuh tempo.
4. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, yang selanjutnya disebut FPJP
adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada BPR untuk
mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek yang dialami oleh BPR.
5. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami BPR
yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil
dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch).
6. Sertifikat Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek.
7. Aset Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
II. PERSYARATAN …
3
II. PERSYARATAN FPJP
1. BPR yang dapat mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP
adalah BPR yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan
memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang
memadai.
2. BPR sebagaimana ketentuan butir 1 wajib memiliki kriteria sebagai
berikut:
a. Memiliki penilaian Tingkat Kesehatan selama 6 (enam) bulan
terakhir paling kurang Cukup Sehat;
b. Memiliki Cash Ratio selama 6 (enam) bulan terakhir rata-rata
paling kurang sebesar 4,05% (empat koma nol lima persen);
c. Memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (Capital
Adequacy Ratio) paling kurang 8% (delapan persen) berdasarkan
perhitungan Bank Indonesia; dan
d. Memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari
kalender terakhir.
3. Plafon FPJP diberikan paling banyak sebesar kebutuhan pendanaan
jangka pendek BPR untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10%
(sepuluh persen).
4. BPR menjamin FPJP dengan agunan milik BPR berupa SBI dan/atau
Aset Kredit dengan ketentuan:
a. Dalam hal agunan berupa SBI, maka SBI dimaksud harus memiliki
sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat FPJP
jatuh tempo.
Perhitungan nilai jual SBI yang diagunkan ditetapkan berdasarkan
perhitungan sebagaimana ketentuan butir V.1.a.
b. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit:
1) memiliki …
4
1) memiliki perjanjian kredit yang masih berlaku selama jangka
waktu FPJP.
2) memiliki kolektibilitas Lancar selama paling kurang 3 (tiga)
bulan terakhir.
Kolektibilitas adalah kualitas kredit sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aktiva
Produktif BPR untuk posisi akhir bulan sesuai dengan Laporan
Bulanan BPR selama 3 periode pelaporan terakhir sebelum
tanggal pengajuan permohonan.
Kualitas kredit yang disampaikan dalam Laporan Bulanan BPR
dimaksud harus telah menyesuaikan dengan hasil pemeriksaan
Bank Indonesia dalam hal terdapat perbedaan kualitas Aset
Kredit yang disampaikan oleh BPR dengan hasil pemeriksaan
Bank Indonesia.
3) memiliki agunan.
Aset Kredit yang dijaminkan harus memiliki agunan berupa:
a. Aktiva tetap antara lain berupa tanah dan bangunan.
b. Aktiva tidak tetap antara lain berupa kendaraan bermotor,
surat keputusan pengangkatan/pensiun pegawai.
4) bukan merupakan kredit kepada pihak terkait BPR.
Kriteria pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit
(BMPK) Bank Perkreditan Rakyat.
5) baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan
BMPK.
5. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut:
a. Jangka waktu setiap FPJP adalah 30 (tiga puluh) hari kalender.
Dalam hal FPJP memiliki tanggal jatuh tempo yang bertepatan
dengan …
5
dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur nasional maka
penyelesaian FPJP jatuh tempo adalah pada hari kerja berikutnya.
b. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan
jangka waktu sama dengan jangka waktu FPJP yaitu 30 (tiga puluh)
hari kalender dengan jangka waktu keseluruhan paling lama 90
(sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak pertama kali
BPR menerima FPJP.
Contoh:
Perjanjian pemberian FPJP ditandatangani pada tanggal 1
Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender
sehingga jatuh tempo FPJP adalah tanggal 30 Desember 2008.
Apabila BPR mengajukan perpanjangan FPJP dan atas
perpanjangan FPJP tersebut disetujui maka perpanjangan FPJP
akan diberikan dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender
yaitu sejak tanggal 31 Desember 2008 sampai dengan jatuh tempo
29 Januari 2009. Selanjutnya apabila BPR mengajukan
perpanjangan FPJP yang kedua dan atas perpanjangan FPJP
tersebut disetujui maka perpanjangan FPJP tersebut akan disetujui
dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu sejak
tanggal 30 Januari 2009 sampai dengan jatuh tempo 28 Februari
2009. Mengingat 28 Februari 2009 jatuh pada hari Sabtu maka
penyelesaian FPJP dilakukan paling lambat tanggal 2 Maret 2009
(hari kerja berikutnya).
6. Permohonan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dapat diajukan
dengan memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. BPR telah membayar seluruh bunga terhutang atas FPJP yang jatuh
tempo;
b. BPR …
6
b. BPR tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10%
(sepuluh persen); dan
c. BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi
persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini.
7. BPR dapat mengajukan penambahan plafon FPJP yang dibutuhkan
untuk memenuhi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPR, dengan
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Rasio Kebutuhan Kas pada saat pengajuan penambahan FPJP
kurang dari 10% (sepuluh persen);
b. BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi
persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan
c. Jangka waktu penggunaan FPJP termasuk perpanjangannya belum
melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender.
8. Tambahan plafon FPJP yang diajukan akan diakumulasikan terhadap
jumlah FPJP yang belum dilunasi.
9. Jangka waktu setiap penambahan plafon FPJP adalah sampai dengan
jatuh tempo FPJP.
Contoh:
FPJP diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30
(tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJP adalah tanggal 30
Desember 2008. Tambahan FPJP diberikan kepada BPR pada tanggal
15 Desember 2008, maka jatuh tempo tambahan plafon FPJP adalah
tetap pada tanggal 30 Desember 2008.
10. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas realisasi pemberian FPJP
kepada BPR dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar bunga
penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap simpanan
nasabah BPR yang berlaku pada saat perjanjian atau addendum
pemberian FPJP ditandatangani.
Biaya …
7
Biaya bunga FPJP dihitung secara harian dan dikenakan pada saat jatuh
tempo FPJP. Dalam hal BPR mengajukan perpanjangan FPJP maka
Bank Indonesia akan mengenakan seluruh biaya bunga FPJP sampai
dengan jatuh tempo. BPR harus menyediakan dana untuk pembayaran
seluruh biaya bunga FPJP terhutang paling lambat pada saat pengajuan
perpanjangan FPJP.
III. PENGAJUAN PERMOHONAN, PENAMBAHAN ATAU
PERPANJANGAN FPJP
1. Pengajuan permohonan, penambahan atau perpanjangan FPJP oleh
BPR kepada Bank Indonesia disampaikan pada setiap hari kerja.
2. Surat perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan butir 1 diterima oleh
Bank Indonesia paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal jatuh
tempo FPJP.
3. BPR mengajukan permohonan, penambahan atau perpanjangan FPJP
sebagaimana ketentuan butir 1 kepada Bank Indonesia melalui surat
sebagaimana contoh pada Lampiran-1, disertai dengan dokumen:
a. Surat pernyataan yang terdiri dari:
1) Surat pernyataan bahwa BPR mengalami Kesulitan Pendanaan
Jangka Pendek disertai dengan penjelasan penyebab dan upaya
yang telah dilakukan, yang ditandatangani oleh direksi dan
komisaris BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku,
sebagaimana contoh pada Lampiran-2;
2) Surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan
FPJP tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di
bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau
sengketa dan memenuhi seluruh persyaratan agunan FPJP
sesuai butir II.4, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris
BPR …
8
BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana
contoh pada Lampiran-3;
3) Surat pernyataan kesanggupan BPR untuk membayar segala
kewajiban terkait FPJP pada saat jatuh tempo, yang
ditandatangani oleh direksi, komisaris dan Pemegang Saham
Pengendali BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku
sebagaimana contoh pada Lampiran-4;
4) Surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data
dan dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada
kualitas kredit dan agunan yang menyertainya, yang
ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR
yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-5;
b. Surat Kuasa dari BPR kepada Bank Indonesia untuk melakukan
pendebetan seluruh rekening BPR di bank umum yang ditunjuk dan
bank umum lainnya dalam rangka pembayaran segala kewajiban
BPR terkait FPJP, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai
Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada
Lampiran-6;
c. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan pendanaan jangka
pendek paling kurang berupa perhitungan Rasio Kebutuhan Kas,
yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR
yang berlaku sebagaimana contoh pada Lampiran-7;
d. Daftar SBI dan/atau Aset Kredit yang diajukan menjadi agunan
FPJP, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai
Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada
Lampiran-8;
e. Konsep …
9
e. Konsep akta yang akan ditandatangani oleh direksi BPR sesuai
dengan Anggaran Dasar BPR bersangkutan dan pejabat Bank
Indonesia di hadapan Notaris yang terdiri dari:
1) Konsep Akta Perjanjian Pemberian FPJP, sebagaimana contoh
pada Lampiran-9;
2) Konsep Akta Gadai, dalam hal agunan berupa SBI,
sebagaimana contoh pada Lampiran-10;
1) Konsep Akta Jaminan Fidusia, dalam hal agunan berupa Aset
Kredit, sebagaimana contoh pada Lampiran-11;
2) Konsep Addendum Perjanjian Pemberian FPJP, dalam hal BPR
mengajukan perpanjangan dan/atau penambahan, sebagaimana
contoh pada Lampiran-12.
4. Surat permohonan, penambahan, perpanjangan FPJP yang dilengkapi
dengan persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan butir 3 dan daftar
kelengkapan dokumen permohonan, sebagaimana contoh pada
Lampiran-16, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat
sebagaimana ketentuan butir X.
5. BPR harus segera melengkapi dokumen pendukung sebagaimana
ketentuan butir 3 apabila belum lengkap dan/atau belum sesuai dengan
daftar Aset Kredit.
6. Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia sebagaimana
ketentuan butir 3.e dilakukan bersamaan dengan Perjanjian Pemberian
FPJP.
7. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses permohonan,
penambahan, dan/atau perpanjangan FPJP termasuk pengikatan agunan,
penambahan dan/atau penggantian agunan menjadi beban BPR
penerima FPJP.
IV. PENGAJUAN …
10
IV. PENGAJUAN DAN PENGIKATAN AGUNAN FPJP
1. Dalam hal agunan berupa SBI, maka BPR harus menyampaikan
dokumen berupa bukti bahwa SBI telah diagunkan (pledge) di BI-SSSS
berupa print-out hasil pengagunan.
2. Mekanisme pengagunan SBI dilakukan sesuai mekanisme setelmen
transaksi agunan (pledge) pada ketentuan BI-SSSS dengan
counterparty Bank Indonesia (INDOIDJA930).
3. Jangka waktu pengikatan agunan FPJP berupa SBI sebagai berikut:
a. Jatuh tempo pengikatan agunan FPJP berupa SBI adalah 10
(sepuluh) hari kerja setelah FPJP jatuh tempo.
b. Dalam hal terjadi pelunasan FPJP pada saat jatuh tempo maka
pengikatan agunan FPJP berupa SBI dapat dilepas (release) pada 1
(satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi.
4. Dalam hal BPR yang mengajukan FPJP tidak memiliki SBI atau SBI
yang dimiliki tidak mencukupi sebagai agunan FPJP sehingga perlu
menggunakan Aset Kredit maka BPR harus menyampaikan daftar Aset
Kredit sebagaimana contoh pada Lampiran-8.
5. Dalam rangka keperluan pengikatan agunan FPJP, BPR
menyampaikan:
a. Dokumen asli perjanjian kredit antara BPR dan debitur;
b. Dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit antara BPR
dan debitur secara notariil atau di bawah tangan; dan
c. Bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan kredit BPR.
6. Dokumen sebagaimana ketentuan butir 4, disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X.
7. Dalam hal sesuai perhitungan Bank Indonesia, Aset Kredit yang
diajukan oleh BPR tidak mencukupi dan/atau tidak memenuhi kriteria
agunan …
11
agunan FPJP, BPR harus mengajukan Aset Kredit baru untuk
memenuhi kecukupan agunan FPJP.
8. Obyek jaminan fidusia yang diagunkan BPR kepada Bank Indonesia
mencakup:
a. Hak tagih BPR yang timbul dari perjanjian kredit antara BPR
dengan debitur; dan
b. Segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih BPR antara lain
namun tidak terbatas pada pendapatan bunga dan klaim asuransi
kredit.
9. Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor
Pendaftaran Fidusia.
10. Penatausahaan dokumen Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP
dilakukan oleh Bank Indonesia cq. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
(DKBU) atau Bank Indonesia cq. Kantor Bank Indonesia (KBI) sesuai
dengan tempat kedudukan kantor pusat BPR.
V. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP
1. Perhitungan nilai agunan FPJP adalah sebagai berikut:
a. Dalam hal agunan berupa SBI:
1) nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat
permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP;
2) nilai agunan sebagaimana ketentuan butir 1) ditetapkan sebesar
100% (seratus persen) dari FPJP atau perpanjangan FPJP;
3) nilai jual SBI sebagaimana ketentuan butir 1) dihitung
berdasarkan nominal atau harga setiap seri SBI yang tercantum
dalam BI-SSSS. Contoh perhitungan nilai jual SBI
sebagaimana pada Lampiran-8;
4) harga …
12
4) harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat
penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI.
b. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, nilai baki debet
(outstanding) Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP tersebut
ditetapkan paling kurang 150% (seratus lima puluh persen) dari
FPJP.
2. Dalam hal berdasarkan penilaian Bank Indonesia, Aset Kredit tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir II.4.b, BPR
wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJP sehingga nilai Aset
Kredit paling kurang sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari
plafon FPJP yang disetujui.
3. Penggantian dan/atau penambahan agunan FPJP berupa Aset Kredit
dilakukan oleh BPR dengan menyampaikan dokumen pendukung
sebagaimana ketentuan butir IV.4 kepada Bank Indonesia dengan
alamat sebagaimana ketentuan butir X.
4. Dalam rangka perpanjangan FPJP, BPR dapat menggunakan agunan
yang telah diagunkan pada FPJP sebelumnya, sepanjang agunan
dimaksud masih mencukupi dan memenuhi persyaratan.
VI. PERSETUJUAN FPJP
1. Bank Indonesia menyetujui permohonan, penambahan dan/atau
perpanjangan FPJP dalam hal:
a. BPR memenuhi kriteria permohonan, penambahan dan/atau
perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan
b. BPR memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan,
penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan
Surat Edaran ini;
2. Dalam …
13
2. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan, penambahan
dan/atau perpanjangan FPJP, Bank Indonesia dan BPR menandatangani
perjanjian pemberian FPJP atau addendumnya, Akta Gadai dan/atau
Akta Jaminan Fidusia.
3. Bank Indonesia mencairkan FPJP dengan mengkredit rekening BPR
penerima FPJP di bank umum.
4. Bank Indonesia dapat menolak permohonan, penambahan dan/atau
perpanjangan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan yang diatur
dalam Surat Edaran ini.
5. Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan,
penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan butir
4 kepada BPR melalui surat.
VII. PELUNASAN FPJP
1. Dalam rangka pelunasan FPJP, BPR harus menyediakan dana dalam
jumlah yang cukup pada rekening BPR di bank umum yang ditunjuk
paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh tempo.
2. Pada tanggal FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening
BPR penerima FPJP di bank umum yang ditunjuk atau bank umum
lainnya dengan mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP
kemudian pelunasan nominal FPJP.
3. Dalam hal setelah dilakukan pendebetan sebagaimana ketentuan butir 2,
saldo rekening BPR di bank umum tidak mencukupi untuk membayar
seluruh biaya bunga dan/atau nominal FPJP dan BPR tidak lagi
memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP maka
Bank Indonesia akan melakukan eksekusi agunan.
VIII. EKSEKUSI …
14
VIII. EKSEKUSI AGUNAN FPJP
1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP dalam
hal FPJP jatuh tempo dan saldo rekening BPR di bank umum yang
ditunjuk atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk membayar
biaya bunga dan nominal FPJP serta BPR tidak lagi memenuhi
persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP.
2. Dalam hal agunan berupa SBI, Bank Indonesia melakukan proses
eksekusi dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh tempo (early
redemption) pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi
sebagaimana ketentuan butir 1.
3. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, eksekusi agunan dilakukan oleh
Bank Indonesia dengan cara sebagai berikut:
a. Menjual hak tagih secara langsung atau melalui lembaga
lelang;xatau
b. Memberi kuasa kepada BPR untuk melaksanakan penjualan hak
tagih.
4. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP.
5. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi
beban BPR penerima FPJP dan Bank Indonesia akan melakukan
pendebetan rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank
umum lainnya.
6. Selama pelaksanaan eksekusi belum selesai dan/atau FPJP belum
dilunasi, BPR tetap dikenakan biaya bunga FPJP yang besarnya
dihitung berdasarkan baki debet FPJP yang belum dilunasi dengan
tingkat bunga FPJP terakhir.
7. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari baki debet FPJP
ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi
agunan …
15
agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening BPR di bank umum
sebesar kelebihan nilai dimaksud.
8. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari baki debet FPJP
ditambah dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan
FPJP, Bank Indonesia mendebet rekening BPR di bank umum yang
ditunjuk atau bank umum lainnya sebesar kekurangan nilai dimaksud.
9. Dalam hal saldo rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank
umum lainnya tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana
ketentuan butir 8, BPR wajib menyetor tambahan dana ke rekening
tersebut untuk menutup kekurangan nilai dimaksud.
IX. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap BPR atas
kebenaran dokumen dan data/informasi yang disampaikan BPR serta
penggunaan FPJP, termasuk pemeriksaan atas agunan FPJP yang
disampaikan oleh BPR.
2. Bank Indonesia dapat meminta BPR untuk melakukan tindakan tertentu
guna penyelesaian kesulitan pendanaan jangka pendek BPR atau tidak
melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan
pendanaan jangka pendek BPR.
3. BPR wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action
plan) untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek kepada
Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X.
4. BPR wajib menyampaikan laporan secara mingguan kepada Bank
Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X, berupa
hardcopy dan softcopy yang terdiri dari:
a. Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian, sebagaimana contoh
pada Lampiran-13;
b. Kolektibilitas …
16
b. Kolektibilitas harian Aset Kredit yang dijaminkan, sebagaimana
contoh pada Lampiran-14; dan
c. Penggunaan FPJP harian, sebagaimana contoh pada Lampiran-15.
X. ALAMAT PENYAMPAIAN PERMOHONAN, PENAMBAHAN,
PERPANJANGAN DAN/ATAU LAPORAN FPJP
Surat dan/atau dokumen dalam rangka permohonan, penambahan,
perpanjangan dan/atau laporan FPJP oleh BPR disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan alamat:
1. Bank Indonesia up. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU), Jl.
M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR yang berkantor pusat di
wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor,
Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten; atau
2. Bank Indonesia up. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, bagi BPR
yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana ketentuan butir 1,
dengan tembusan kepada Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU).
XI. SANKSI
1. Dalam hal BPR tidak melunasi FPJP, melakukan pelanggaran atas
ketentuan Surat Edaran ini dan/atau berdasarkan pemeriksaan
sebagaimana ketentuan butir IX.1 diketahui adanya penyimpangan
penggunaan FPJP, maka BPR dikenakan sanksi berupa:
a. Tidak dapat menerima FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan
b. Sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 antara lain berupa teguran tertulis, pembekuan kegiatan
usaha tertentu dan/atau pemberhentian pengurus BPR.
2. Apabila …
17
2. Apabila Pengurus dan/atau pegawai BPR dengan sengaja memberikan
keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam Surat Edaran ini
secara tidak benar, dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998.
3. Apabila Pengurus, Pemegang Saham Pengendali dan/atau pegawai BPR
tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan BPR terhadap ketentuan dalam Surat Edaran ini,
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
XII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 12 Desember
2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RATNA E. AMIATY
DIREKTUR KREDIT, BPR DAN UMKM
DKBU
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/45/DKBU|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat </reg_title>
<set_date> 12 Desember 2008 </set_date>
<effective_date> 12 Desember 2008 </effective_date>
<related_reg> '10/35/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XI' </penalty_list>
|
No.9/24/DPbS
Jakarta, 30 Oktober 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan
Prinsip Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/1/PBI/2007 tanggal 24 Januari 2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4699), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam
suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Dengan meningkatnya jenis produk dan jasa perbankan syariah
memberikan pengaruh terhadap kompleksitas usaha dan profil risiko
bank berdasarkan prinsip syariah. Agar bank syariah dapat mengelola
risiko bank secara efektif maka diperlukan metodologi penilaian tingkat
kesehatan bank yang memenuhi standar internasional. Tingkat kesehatan
bank syariah merupakan kepentingan semua pihak yang terkait,
termasuk Bank Indonesia. Bagi bank syariah, hasil penilaian tingkat
kesehatan dapat dipergunakan sebagai salah satu alat bagi
manajemen dalam menentukan kebijakan pengelolaan bank ke
depan. Sedangkan bagi Bank Indonesia, hasil penilaian tingkat
kesehatan …
kesehatan dapat digunakan oleh pengawas dalam menerapkan strategi
pengawasan yang tepat di masa yang akan datang.
2. Perhitungan Tingkat Kesehatan Bank telah memperhitungkan risiko
melekat (inherent risk) dari aktivitas bank.
3. Tingkat Kesehatan Bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas
berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja bank
dengan melakukan penilaian terhadap Faktor Finansial dan faktor
manajemen.
4. Penilaian Faktor Finansial dilakukan dengan melakukan pembobotan
terhadap peringkat faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas,
likuiditas dan sensitivitas atas risiko pasar.
5. Penilaian terhadap faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas,
likuiditas dan sensitivitas atas risiko pasar dilakukan dengan
menggunakan penilaian kuantitatif dan kualitatif serta judgement.
6. Rasio-rasio yang digunakan untuk menghitung peringkat faktor
permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas atas
risiko pasar dibedakan menjadi rasio utama, rasio penunjang dan rasio
pengamatan (observed). Rasio utama merupakan rasio yang memiliki
pengaruh kuat (high impact) terhadap Tingkat Kesehatan Bank,
sedangkan rasio penunjang adalah rasio yang berpengaruh secara
langsung terhadap rasio utama dan rasio pengamatan (observed) adalah
rasio tambahan yang digunakan dalam analisa dan pertimbangan
(judgement).
7. Penilaian terhadap faktor manajemen dilakukan dengan menggunakan
penilaian kualitatif untuk setiap aspek dari manajemen umum,
manajemen risiko dan manajemen kepatuhan. Hasil penilaian faktor
manajemen tersebut terdiri dari :
a. hasil penilaian faktor manajemen umum yang merupakan cerminan
dari penerapan good corporate governance di bank;
b. hasil penilaian faktor manajemen risiko yang merupakan cerminan
dari …
dari penerapan manajemen risiko, termasuk risk control system
(RCS) terhadap risiko melekat (inherent risk) pada setiap aktivitas
bank;
c. hasil penilaian faktor manajemen kepatuhan yang merupakan
cerminan dari pelaksanaan ketentuan yang sesuai dengan prinsip
kehati-hatian dan prinsip syariah di bank.
Penilaian faktor manajemen sebagaimana tersebut di atas dilakukan
melalui analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan
unsur judgement.
8. Penilaian Peringkat Komposit dilakukan dengan agregasi atas Peringkat
Faktor Finansial dan peringkat faktor manajemen dengan
mempergunakan tabel konversi dan mempertimbangkan indikator
pendukung serta unsur judgement. Dalam melakukan judgement
memperhatikan aspek materialitas dan signifikansi dari masing-masing
faktor penilaian.
II. CAKUPAN PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank mencakup penilaian terhadap faktor-
faktor yang terdiri dari:
1. Permodalan (capital)
Penilaian permodalan dimaksudkan untuk menilai kecukupan modal
Bank dalam mengamankan eksposur risiko posisi dan mengantisipasi
eksposur risiko yang akan muncul.
Penilaian kuantitatif faktor permodalan dilakukan dengan melakukan
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM), merupakan rasio utama;
b. Kemampuan modal inti dan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP) dalam mengamankan risiko hapus buku (write-
off), merupakan rasio penunjang;
c. Kemampuan …
c. Kemampuan modal inti untuk menutup kerugian pada saat
likuidasi, merupakan rasio penunjang;
d. Trend/pertumbuhan KPMM, merupakan rasio penunjang;
e. Kemampuan internal bank untuk menambah modal, merupakan
rasio penunjang;
f.
Intensitas fungsi keagenan bank syariah, merupakan rasio
pengamatan (observed);
g. Modal inti dibandingkan dengan dana mudharabah, merupakan
rasio pengamatan (observed);
h. Deviden Pay Out Ratio, merupakan rasio pengamatan (observed);
i. Akses kepada sumber permodalan (eksternal support), merupakan
rasio pengamatan (observed);
j. Kinerja keuangan pemegang saham (PS) untuk meningkatkan
permodalan bank, merupakan rasio pengamatan (observed).
2. Kualitas aset (Asset quality)
Penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk menilai kondisi aset bank,
termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit
risk) yang akan muncul.
Penilaian kuantitatif faktor kualitas aset dilakukan dengan melakukan
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kualitas aktiva produktif bank, merupakan rasio utama;
b. Risiko konsentrasi penyaluran dana kepada debitur inti,
merupakan rasio penunjang;
c. Kualitas penyaluran dana kepada debitur inti, merupakan rasio
penunjang;
d. Kemampuan bank dalam menangani/mengembalikan aset yang
telah dihapusbuku, merupakan rasio penunjang;
e. Besarnya Pembiayaan non performing, merupakan rasio
penunjang;
f. Tingkat …
f. Tingkat Kecukupan Agunan, merupakan rasio pengamatan
(observed);
g. Proyeksi/Perkembangan kualitas aset produktif, merupakan rasio
pengamatan (observed);
h. Perkembangan/trend aktiva produktif bermasalah yang
direstrukturisasi, merupakan rasio pengamatan (observed).
3. Rentabilitas (Earnings)
Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank
dalam menghasilkan laba.
Penilaian kuantitatif faktor rentabilitas dilakukan dengan melakukan
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Net operating margin (NOM), merupakan rasio utama;
b. Return on assets (ROA), merupakan rasio penunjang;
c. Rasio efisiensi kegiatan operasional (REO), merupakan rasio
penunjang;
d. Rasio Aktiva Yang Dapat Menghasilkan Pendapatan, merupakan
rasio penunjang;
e. Diversifikasi pendapatan, merupakan rasio penunjang;
f. Proyeksi Pendapatan Bersih Operasional Utama (PPBO)
merupakan rasio penunjang;
g. Net structural operating margin, merupakan rasio pengamatan
(observed);
h. Return on equity (ROE), merupakan rasio pengamatan
(observed);
i. Komposisi penempatan dana pada surat berharga/pasar keuangan,
merupakan rasio pengamatan (observed);
j. Disparitas imbal jasa tertinggi dengan terendah, merupakan rasio
pengamatan (observed);
k. Pelaksanaan fungsi edukasi, merupakan rasio pengamatan
(observed);
l. Pelaksanaan …
l. Pelaksanaan fungsi sosial, merupakan rasio pengamatan
(observed);
m. Korelasi antara tingkat bunga di pasar dengan return/bagi hasil
yang diberikan oleh bank syariah, merupakan rasio pengamatan
(observed);
n. Rasio bagi hasil dana investasi, merupakan rasio pengamatan
(observed);
o. Penyaluran dana yang diwrite-off dibandingkan dengan biaya
operasional, merupakan rasio pengamatan (observed);
4. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank
dalam memelihara tingkat likuiditas yang memadai termasuk antisipasi
atas risiko likuiditas yang akan muncul.
Penilaian kuantitatif faktor likuiditas dilakukan dengan melakukan
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Besarnya Aset Jangka Pendek dibandingkan dengan kewajiban
jangka pendek, merupakan rasio utama;
b. Kemampuan Aset Jangka Pendek, Kas dan Secondary Reserve
dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, merupakan rasio
penunjang;
c. Ketergantungan kepada dana deposan inti, merupakan rasio
penunjang;
d. Pertumbuhan dana deposan inti terhadap total dana pihak ketiga,
merupakan rasio penunjang;
e. Kemampuan bank dalam memperoleh dana dari pihak lain
apabila terjadi mistmach, merupakan rasio pengamatan
(observed);
f. Ketergantungan pada dana antar bank, merupakan rasio
pengamatan (observed).
5. Sensitivitas …
5. Sensitivitas atas risiko pasar (sensitivity to market risk)
Penilaian sensitivitas atas risiko pasar dimaksudkan untuk menilai
kemampuan keuangan bank dalam mengantisipasi perubahan risiko
pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar.
Penilaian sensitivitas atas risiko pasar dilakukan dengan menilai
besarnya kelebihan modal yang digunakan untuk menutup risiko bank
dibandingkan dengan besarnya risiko kerugian yang timbul dari
pengaruh perubahan risiko pasar.
6. Manajemen (Management)
Penilaian manajemen dimaksudkan untuk menilai kemampuan
manajerial pengurus bank dalam menjalankan usaha sesuai dengan
prinsip manajemen umum, kecukupan manajemen risiko dan
kepatuhan bank terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip
kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah dan
komitmen bank kepada Bank Indonesia.
Penilaian kualitatif faktor manajemen dilakukan dengan penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kualitas manajemen umum terkait dengan penerapan good
corporate governance;
b. Kualitas penerapan manajemen risiko;
c. Kepatuhan terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip
kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah serta
komitmen kepada Bank Indonesia.
III. TATA CARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
Penilaian tingkat kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
dilakukan sebagai berikut :
1. Penilaian dan/atau penetapan peringkat setiap rasio/komponen
sebagaimana …
sebagaimana dimaksud pada angka II dilakukan secara kuantitatif untuk
rasio keuangan dengan berpedoman pada Lampiran 1a, Lampiran 1b,
Lampiran 1c, Lampiran 1d, dan Lampiran 1e. Sedangkan untuk
komponen manajemen dilakukan secara kualitatif dengan berpedoman
pada Lampiran 1f.
2. Penetapan peringkat masing-masing faktor permodalan, kualitas aktiva,
rentabilitas dan likuiditas dilakukan dengan berpedoman pada Matriks
Kriteria Penetapan Peringkat Faktor sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 2a, Lampiran 2b, Lampiran 2c, Lampiran 2d dan
Lampiran 2e dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau
pembanding yang relevan (judgement) termasuk rasio pengamatan
(observed) yang didasarkan atas aspek materialitas dan signifikansi dari
setiap komponen.
3. Penetapan Peringkat Faktor Finansial dilakukan dengan melakukan
pembobotan atas nilai peringkat faktor permodalan, kualitas aset,
rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas atas risiko pasar dengan
berpedoman pada Lampiran 3.
4. Penetapan peringkat faktor manajemen dilakukan dengan melakukan
analisis dan mempertimbangkan indikator pendukung dan unsur
pembanding yang relevan (judgement) dengan berpedoman pada Matriks
Kriteria Penetapan Peringkat Faktor Manajemen pada Lampiran 4.
5. Penetapan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank dengan
melakukan agregasi terhadap Peringkat Faktor Finansial dan peringkat
faktor manajemen menggunakan tabel konversi dengan
mempertimbangan indikator pendukung dan unsur judgement dengan
berpedoman pada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komposit pada
Lampiran 5.
Tabel konversi untuk perhitungan Peringkat Komposit adalah sebagai
berikut:
PK
1
A
B
Manajemen
C
D
5A
5B
5C
5D
4A
3A
4B 3B
4D
2A
2B
4C 3C 2C
3D
1A
1B
1C
2D 1D
5 4 3 2 1
Finansial (CAELS)
Keterangan :
PK 1 = 1A, 1B
PK 2 = 1C, 2A, 2B
PK 3 = 1D, 2C, 2D, 3A, 3B, 3C
PK 4 = 3D, 4A, 4B, 4C, 4D
PK 5 = 5A, 5B, 5C, 5D
6. Dalam melakukan proses penetapan peringkat sebagaimana dimaksud
diatas, Bank harus menggunakan kertas kerja sebagaimana diuraikan
pada Lampiran 6 dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
IV. HASIL PENILAIAN
Berdasarkan hasil penilaian peringkat masing-masing faktor ditetapkan
Peringkat Komposit (composite rating). Peringkat Komposit ditetapkan
sebagai berikut:
1. Peringkat Komposit 1, mencerminkan bahwa Bank dan UUS tergolong
sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi
perekonomian dan industri keuangan.;
2. Peringkat Komposit 2, mencerminkan bahwa Bank dan UUS tergolong
baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan
industri keuangan namun Bank dan UUS masih memiliki kelemahan
kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin;
3. Peringkat …
2
3
4
5
3. Peringkat Komposit 3, mencerminkan bahwa Bank dan UUS tergolong
cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat
menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank dan UUS
tidak segera melakukan tindakan korektif;
4. Peringkat Komposit 4, mencerminkan bahwa Bank dan UUS tergolong
kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi
perekonomian dan industri keuangan atau Bank dan UUS memiliki
kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa
faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan
yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang dapat membahayakan
kelangsungan usaha;
5. Peringkat Komposit 5, mencerminkan bahwa Bank dan UUS sangat
sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian, industri
keuangan, dan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usaha.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 30 Oktober 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/24/DPbS|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title>
<set_date> 30 Oktober 2007 </set_date>
<effective_date> 30 Oktober 2007 </effective_date>
<related_reg> '9/1/PBI/2007' </related_reg>
|
No. 8/24/DPbS
Jakarta, 20 Oktober 2006
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Penilaian Kualitas Aktiva Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan
Prinsip Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/24/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4645), perlu diatur ketentuan pelaksanaan
dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai
berikut :
I. UMUM
1. Sejalan dengan berkembangnya usaha, BPRS perlu menjaga
kelangsungan usahanya, antara lain dengan meningkatkan
kemampuan dan efektivitas BPRS dalam mengelola risiko
pembiayaan …
pembiayaan (credit risk) dan meminimalkan potensi kerugian dari
penyediaan dana.
2. Penetapan dan penggolongan kualitas pembiayaan merupakan hasil
penilaian atas faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan kinerja
nasabah yaitu berdasarkan pada ketepatan dan/atau kemampuan
membayar kewajiban oleh nasabah, dan dengan memperhatikan
unsur-unsur judgement.
II. KUALITAS PEMBIAYAAN
Penetapan dan penggolongan kualitas Pembiayaan sebagaimana
dimaksud dalam angka I. 2. didasarkan atas kriteria sebagaimana
diuraikan dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini.
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MIRANDA S. GOELTOM
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/24/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Penilaian Kualitas Aktiva Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title>
<set_date> 20 Oktober 2006 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2007 </effective_date>
<related_reg> '8/24/PBI/2006' </related_reg>
|
No. 1/ 4 /DASP
Jakarta, 29 November 1999
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk
Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor
Bank Indonesia.
Sebagaimana diketahui
Pasal 12 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia
Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring
Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil
Kliring Lokal (PBI No. 1/3/PBI/1999) menetapkan bahwa Penyelenggara di daerah
yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia adalah pihak lain dengan persetujuan
Bank Indonesia. Selanjutnya Pasal 12 ayat (3) PBI No. 1/3/PBI/1999 menetapkan
bahwa ketentuan pelaksanaan mengenai pemberian persetujuan Bank Indonesia
kepada Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan diatur lebih lanjut
dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
Sehubungan dengan itu, ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai
pemberian persetujuan terhadap pihak lain untuk menyelenggarakan kliring di
daerah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia sebagai berikut.
I.
PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERSETUJUAN
A. Persyaratan Penyelenggaraan Kliring Lokal
Penyelenggaraan Kliring di Wilayah Kliring yang tidak terdapat
kantor Bank Indonesia pada prinsipnya didasarkan pada kebutuhan
2
Bank-bank setempat. Untuk itu Bank-bank setempat terlebih dahulu
harus mengadakan kesepakatan tertulis mengenai dukungan
bagi
diselenggarakannya Kliring Lokal dan pihak yang diusulkan sebagai
Penyelenggara serta sistem Kliring yang akan digunakan. Kesepakatan
tersebut harus ditandatangani oleh seluruh Bank yang mendukung
diselenggarakannya Kliring Lokal.
Berkenaan dengan pengusulan sebagai Penyelenggara, perlu
dikemukakan bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 12 ayat (2) PBI No.
1/3/PBI/1999, sementara ini yang dapat menjadi Penyelenggara adalah
Bank. Dalam kaitan ini yang dimaksud dengan Bank sebagai
Penyelenggara Kliring adalah salah satu Bank yang menandatangani
kesepakatan tertulis tersebut di atas.
Kesepakatan tertulis ini bagi Bank-bank yang menandatanganinya
berfungsi pula sebagai permohonan untuk menjadi Peserta, sehingga
Bank-bank tersebut secara otomatis menjadi Peserta apabila nantinya
Bank Indonesia memberikan persetujuan bagi penyelenggaraan Kliring
Lokal di daerah tersebut.
Dalam melakukan kesepakatan mengenai penyelenggaraan Kliring
Lokal
dan
pengusulan
Penyelenggara,
memperhatikan persyaratan sebagai berikut :
1. Persyaratan Umum
Persyaratan ini merupakan persyaratan minimal yang harus
dipenuhi agar di suatu wilayah dapat diselenggarakan Kliring
Lokal, yaitu :
a. Jumlah Bank
Jumlah Bank yang menandatangani kesepakatan untuk
mendukung penyelenggaraan Kliring Lokal sebagaimana
Bank-bank perlu
3
tersebut di atas minimal 4 (empat) Bank yang berbeda, dan
seluruhnya berstatus kantor cabang.
b. Jumlah Transaksi
Jumlah transaksi antar Bank setempat yang potensial untuk
diselesaikan melalui Kliring dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
terakhir rata-rata per hari secara keseluruhan minimal 60
transaksi, yang meliputi :
1) transfer dari nasabah suatu Bank kepada nasabah Bank lain;
2) transfer dari Bank untuk untung nasabah pada Bank lain;
3) transfer dari nasabah suatu Bank untuk untung Bank lain;
4) transfer dari satu Bank untuk untung Bank lainnya;
5) penagihan cek dan bilyet giro oleh nasabah Bank lain.
Dalam kaitan ini perlu ditegaskan bahwa transfer sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 4) adalah
transfer yang tidak berkaitan dengan penagihan cek dan bilyet
giro sebagaimana dimaksud dalam angka 5). Selain itu
transaksi yang dihitung adalah transaksi dari Bank-bank yang
menandatangani kesepakatan dukungan penyelenggaraan Kliring
Lokal.
c. Waktu tempuh
Waktu tempuh dari lokasi calon Peserta ke lokasi calon
Penyelenggara maksimal 45 (empat puluh lima) menit.
d. Perkembangan ekonomi/prospek perkembangan ekonomi
Perkembangan ekonomi di daerah yang dikehendaki untuk
diselenggarakan Kliring Lokal menunjukkan tingkat
pertumbuhan atau mempunyai prospek perkembangan yang
positif berdasarkan analisa data statistik Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) setempat selama 3 (tiga) tahun terakhir.
4
2. Persyaratan Penyelenggara
Bank Indonesia memberikan kesempatan yang sama kepada semua
Bank baik Bank milik pemerintah, pemerintah daerah, maupun milik
swasta nasional untuk menjadi Penyelenggara Kliring Lokal, dengan
persyaratan sebagai berikut :
a. mempunyai kesiapan dari segi organisasi yang memungkinkan
ditempatkannya kegiatan penyelenggaraan Kliring Lokal ke
dalam suatu unit tersendiri dan dapat menyediakan sumber daya
manusia yang mempunyai pemahaman mengenai Kliring Lokal
serta mempunyai sistem administrasi yang memadai;
b. memiliki ruangan dan peralatan yang mendukung pertukaran
Warkat dan atau DKE antar Peserta serta memiliki peralatan
komunikasi yang memadai sekurang-kurangnya berupa telepon,
faksimili dan teleks.
c. memiliki tempat penyelenggaraan Kliring Lokal yang mudah
dijangkau oleh Peserta sehingga dapat diselenggarakan sesuai
dengan jadwal yang ditetapkan dan tempat penyelenggaraan
Kliring Lokal tersebut dapat terpisah dari lokasi kantor Bank.
B. Tata Cara Pemberian Persetujuan
Dengan memperhatikan persyaratan pada angka I.A.1 dan angka I.A.2
di atas, Bank-bank yang menginginkan adanya penyelenggaraan Kliring
Lokal dapat mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan Kliring
Lokal dengan ketentuan sebagai berikut :
3. Permohonan
Permohonan diajukan secara tertulis oleh Bank yang diusulkan
sebagai Penyelenggara kepada Biro Pengembangan Sistem
Pembayaran Nasional, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta, Kode
Pos 10010, untuk wilayah DKI Jakarta Raya, Serang, Pandeglang,
Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang, dan Bekasi atau Kantor Bank
5
Indonesia setempat untuk wilayah di luar wilayah tersebut di atas
(untuk selanjutnya disebut Bank Indonesia yang mewilayahi)
dengan menggunakan format pada Lampiran 1, disertai Lampiran-
lampiran sebagai berikut :
a. Kesepakatan tertulis dari calon Peserta mengenai:
1) dukungan adanya penyelenggaraan Kliring Lokal;
2) usulan Bank yang akan menjadi Penyelenggara dengan
memperhatikan persyaratan pada angka I.A.2;
3) usulan sistem Kliring yang akan digunakan.
b. Data transaksi harian yang potensial untuk dikliringkan dalam 6
(enam) bulan terakhir per Bank yang menandatangani
kesepakatan dukungan penyelenggaraan Kliring Lokal.
c. Rencana struktur organisasi Bank apabila yang bersangkutan
disetujui untuk menjadi Penyelenggara.
d. Perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing calon Peserta
ke lokasi calon Penyelenggara.
e. Usulan jadwal Kliring Lokal dan jadwal pelimpahan hasil
Kliring Lokal.
2. Persetujuan Penyelenggaraan Kliring Lokal
a. Atas dasar permohonan yang diajukan, Bank Indonesia yang
mewilayahi melakukan pengecekan atas kebenaran permohonan
tersebut, termasuk melakukan penelitian lapangan, dengan
memperhatikan persyaratan penyelenggaraan Kliring Lokal
sebagaimana dimaksud pada angka I.A.
b. Apabila persyaratan tersebut pada angka I.A. telah dipenuhi,
Bank Indonesia yang mewilayahi akan mengeluarkan keputusan
6
tentang pemberian persetujuan sebagai Penyelenggara yang
memuat nama Bank Penyelenggara, nama wilayah Kliring Lokal
dan tanggal dimulainya kegiatan Kliring Lokal.
Keputusan tersebut kemudian disampaikan secara tertulis kepada
Bank yang telah disetujui menjadi Penyelenggara dengan
tembusan kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan. Surat
tersebut juga memuat hal-hal sebagai berikut :
1) penetapan sistem Kliring yang akan digunakan;
2) pemberitahuan kepada Penyelenggara mengenai persiapan
yang harus dilakukan termasuk jadwal pelatihan bagi
Penyelenggara dan Peserta mengenai tata cara
penyelenggaraan Kliring Lokal sesuai dengan sistem Kliring
yang akan digunakan;
3) persetujuan atas jadwal Kliring Lokal dan jadwal pelimpahan
hasil Kliring Lokal yang diusulkan oleh Penyelenggara.
c. Apabila salah satu persyaratan tersebut pada angka I.A tidak
dapat dipenuhi, Bank Indonesia yang mewilayahi akan
memberitahukan kepada calon Penyelenggara mengenai
penolakan permohonan yang bersangkutan dengan menyebutkan
persyaratan yang belum dipenuhi.
Selanjutnya calon
Penyelenggara dapat mengajukan permohonan kembali setelah
persyaratan tersebut dapat dipenuhi, secepat-cepatnya 6 (enam)
bulan setelah tanggal surat penolakan.
d. Persetujuan atau penolakan atas permohonan pembukaan
penyelenggaraan Kliring Lokal sebagaimana dimaksud dalam
angka I.B.1 diberikan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
kalender setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap.
7
C. Bantuan Keuangan dan Biaya Kliring
1. Bank Indonesia memberikan bantuan keuangan kepada setiap
Penyelenggara yang menggunakan sistem manual sebesar
Rp.1.750.000,- (satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) per
bulan, dan kepada Penyelenggara yang menggunakan sistem semi
otomasi sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) per bulan melalui
kantor pusat Penyelenggara.
2. Dalam hal Penyelenggara mendapat bantuan keuangan dari Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1, maka
Penyelenggara tidak diperkenankan untuk mengenakan biaya
Kliring kepada Peserta.
3. Dalam hal penyelenggaraan Kliring Lokal tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.1.a atau I.A.1.b
selama periode 12 (dua belas) bulan berturut-turut, Bank Indonesia
akan mengurangi bantuan keuangan sebesar 50% (lima puluh per
seratus) dari bantuan keuangan yang diberikan oleh Bank Indonesia.
Bagi Penyelenggara yang sudah ada pada saat Surat Edaran ini
dikeluarkan dan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam angka I.A.1.a dan I.A.1.b maka periode 12 (dua belas) bulan
berturut-turut tersebut dimulai sejak tanggal berlakunya Surat
Edaran ini.
4. Dalam hal jumlah rata-rata perputaran Warkat Kliring penyerahan
per hari telah mencapai lebih dari 1000 (seribu) lembar selama 6
(enam) bulan berturut-turut, Bank Indonesia akan menghentikan
bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Sebagai
gantinya Penyelenggara dapat mengenakan biaya kepada Peserta
yang jenis dan besarnya sama dengan jenis dan besarnya biaya yang
dibebankan Bank Indonesia kepada Peserta dalam sistem Kliring
yang sama. Sebagai pelaksanaan dari ketentuan ini Bank Indonesia
yang mewilayahi akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada
8
Penyelenggara dengan tembusan kepada kantor pusat Penyelenggara
mengenai rencana penghentian bantuan keuangan dan pengenaan
biaya tersebut di atas selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
kalender sebelum tanggal efektif penghentian bantuan keuangan.
Selanjutnya Penyelenggara memberitahukan hal tersebut kepada
seluruh Peserta selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum
tanggal efektif pengenaan biaya tersebut. Bagi Penyelenggara yang
sudah ada pada saat Surat Edaran ini diberlakukan maka periode 6
(enam) bulan berturut-turut tersebut dimulai sejak tanggal
berlakunya Surat Edaran ini.
5. Dalam hal jumlah rata-rata perputaran Warkat Kliring penyerahan
per hari menjadi kurang dari 1000 (seribu) lembar, maka
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak dapat
memperoleh kembali bantuan keuangan dari Bank Indonesia.
Namun, apabila hal tersebut terjadi selama 6 (enam) bulan berturut-
turut
dan
biaya
yang
dikenakan
kepada
Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak dapat menutupi biaya
penyelenggaraan Kliring Lokal maka Penyelenggara, atas
persetujuan seluruh Peserta, dapat mengenakan tambahan biaya
yang tidak dikaitkan dengan jumlah warkat kepada para Peserta.
Persetujuan pengenaan tambahan biaya ini harus dilaporkan kepada
Bank Indonesia yang mewilayahi, dengan menggunakan format
pada Lampiran 2, dilengkapi dengan data pendukung mengenai
kekurangan biaya penyelenggaraan tersebut, selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kalender sebelum tanggal berlakunya pengenaan
tambahan biaya tersebut.
Penyelenggara memberitahukan berlakunya pengenaan tambahan
biaya tersebut kepada seluruh Peserta selambat-lambatnya 3 (tiga)
hari kerja sebelum tanggal berlakunya pengenaan tambahan biaya
tersebut.
9
D. Periode Sebagai Penyelenggara
1. Persetujuan Bank Indonesia kepada Bank untuk menjadi
Penyelenggara diberikan untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal keputusan tentang persetujuan sebagai Penyelenggara.
Selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kalender sebelum
berakhirnya periode sebagai Penyelenggara, Peserta kembali
mengadakan kesepakatan untuk menetapkan perpanjangan periode
sebagai Penyelenggara atau mengusulkan Bank lain sebagai calon
Penyelenggara. Usulan untuk memperpanjang periode Penyelenggara
atau usulan calon Penyelenggara baru harus didukung dan disetujui
oleh sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh lima per seratus) Peserta
Langsung. Peserta yang mendukung tersebut dapat berupa kantor
cabang pembantu yang telah disetujui menjadi Peserta Langsung.
Dalam pengusulan perpanjangan periode Penyelenggara lama atau
calon Penyelenggara baru, Peserta harus memperhatikan persyaratan
sebagai Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.
2. Dalam hal para Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1
mengusulkan untuk memperpanjang periode Penyelenggara,
Penyelenggara wajib mengajukan permohonan secara tertulis untuk
memperpanjang periode sebagai Penyelenggara kepada Bank
Indonesia yang mewilayahi 60 (enam puluh) hari kalender sebelum
tanggal berakhirnya periode persetujuan sebagai Penyelenggara
dengan menggunakan format pada Lampiran 3.
Permohonan
tersebut dilampiri dengan :
a. surat dukungan dan persetujuan dari Peserta, sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 tersebut di atas;
b. struktur organisasi Penyelenggara dalam hal terdapat perubahan
struktur organisasi;
c. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke
10
lokasi Penyelenggara dalam hal Penyelenggara mempunyai
rencana pemindahan lokasi penyelenggaraan Kliring Lokal.
3. Setelah menerima permohonan tersebut, Bank Indonesia yang
mewilayahi akan melakukan penilaian apakah persyaratan
sebagaimana dimaksud pada angka I.A.2 telah terpenuhi.
Apabila semua persyaratan telah terpenuhi maka Bank Indonesia
yang mewilayahi akan mengeluarkan keputusan mengenai
persetujuan sebagai Penyelenggara.
Keputusan tersebut akan
disampaikan secara tertulis kepada Penyelenggara dengan tembusan
kepada kantor pusat Penyelenggara.
Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2
tidak terpenuhi, Bank Indonesia yang mewilayahi akan
memberitahukan kepada Penyelenggara mengenai penolakan
permohonan yang bersangkutan secara tertulis dengan menyebutkan
persyaratan yang tidak terpenuhi dengan tembusan kepada kantor
pusat Penyelenggara.
Persetujuan dan penolakan yang disampaikan tersebut di atas
diberikan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari kalender sejak permohonan diterima secara
lengkap.
Dalam hal terjadi penolakan perpanjangan sebagai Penyelenggara,
Peserta segera melakukan kesepakatan untuk mengusulkan calon
Penyelenggara baru. Selanjutnya calon Penyelenggara baru
mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender setelah
penolakan diterima oleh Penyelenggara lama. Tata cara pemberian
persetujuan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam angka
4 di bawah ini.
4. Dalam hal Peserta memilih untuk mengusulkan calon Penyelenggara
11
baru, calon Penyelenggara baru wajib mengajukan permohonan
kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan menggunakan
format pada Lampiran 4 selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari
kalender sebelum tanggal berakhirnya periode persetujuan sebagai
Penyelenggara dengan dilampiri :
a. surat dukungan dan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 tersebut di atas;
b. struktur organisasi calon Penyelenggara baru;
c. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke
lokasi calon Penyelenggara baru.
Atas pengajuan usulan calon Penyelenggara baru tersebut di atas,
Bank Indonesia akan melakukan penilaian kembali dengan
memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka
I.A.2.
Apabila memenuhi persyaratan, Bank Indonesia yang mewilayahi
akan memberikan Keputusan mengenai persetujuan sebagai
Penyelenggara. Keputusan tersebut disampaikan secara tertulis
kepada Penyelenggara yang baru dengan tembusan kepada
Penyelenggara yang lama, kantor pusat Penyelenggara yang lama
dan kantor pusat Penyelenggara yang baru.
Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2
tidak terpenuhi, Bank Indonesia yang mewilayahi akan
memberitahukan kepada calon Penyelenggara baru mengenai
penolakan permohonan yang bersangkutan secara tertulis dengan
menyebutkan persyaratan yang tidak terpenuhi dengan tembusan
kepada Penyelenggara lama.
Persetujuan dan penolakan yang disampaikan tersebut di atas
diberikan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak permohonan diterima
12
secara lengkap.
5. Penyelenggara lama wajib untuk menyelenggarakan Kliring sampai
dengan Penyelenggara baru yang disetujui oleh Bank Indonesia yang
mewilayahi siap untuk menyelenggarakan Kliring.
E. Pengunduran Diri Sebagai Penyelenggara
1. Penyelenggara dapat mengundurkan diri sebagai Penyelenggara
berdasarkan alasan :
a. penyelenggara akan menutup kantornya atau pindah ke Wilayah
Kliring lain;
b. penyelenggara mengalami kesulitan organisasi, keuangan, dan
administrasi.
2. Bank yang akan mengundurkan diri sebagai Penyelenggara wajib
mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi
disertai alasan pengunduran diri dengan menggunakan format dalam
Lampiran 5 selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender
sebelum tanggal rencana pengunduran diri sebagai Penyelenggara.
Pada saat yang bersamaan diajukan pula permohonan dari calon
Penyelenggara baru yang telah didukung dan disetujui oleh
sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh lima per seratus) Peserta
Langsung. Permohonan calon Penyelenggara baru tersebut
menggunakan format dalam Lampiran 4, dengan dilampiri:
a. surat dukungan dan persetujuan sebagaimana tersebut di atas;
b. struktur organisasi calon Penyelenggara baru;
c. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke
lokasi calon Penyelenggara baru.
Atas pengajuan usulan calon Penyelenggara baru tersebut di atas,
Bank Indonesia akan melakukan penilaian kembali dengan
memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka
13
I.A.2.
Apabila memenuhi persyaratan, Bank Indonesia yang mewilayahi
akan memberikan keputusan tentang persetujuan sebagai
Penyelenggara. Keputusan tersebut disampaikan secara tertulis
kepada Penyelenggara yang baru dengan tembusan kepada
Penyelenggara yang lama, kantor pusat Penyelenggara yang lama
dan kantor pusat Penyelenggara yang baru. Tembusan kepada
Penyelenggara lama tersebut berfungsi pula sebagai pemberitahuan
bahwa permohonan pengunduran diri sebagai Penyelenggara telah
disetujui.
Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2
tidak terpenuhi, Bank Indonesia yang mewilayahi akan
memberitahukan kepada calon Penyelenggara baru mengenai
penolakan permohonan yang bersangkutan secara tertulis dengan
menyebutkan persyaratan yang tidak terpenuhi dengan tembusan
kepada Penyelenggara lama. Tembusan kepada Penyelenggara lama
tersebut berfungsi pula sebagai pemberitahuan bahwa permohonan
pengunduran diri sebagai Penyelenggara telah ditolak.
Persetujuan dan penolakan yang disampaikan tersebut di atas
diberikan
oleh
Bank
Indonesia
yang
mewilayahi
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak permohonan
diterima secara lengkap.
3. Penyelenggara lama wajib untuk menyelenggarakan Kliring sampai
dengan Penyelenggara baru yang disetujui oleh Bank Indonesia yang
mewilayahi siap untuk menyelenggarakan Kliring.
F. Penghentian Sebagai Penyelenggara
1. Dalam hal Penyelenggara selaku Peserta mendapat sanksi dihentikan
keikutsertaannya untuk sementara dalam Kliring Lokal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 34 PBI
No.1/3/PBI/1999, yang tidak melebihi 7 (tujuh) hari kalender atau
14
tidak melebihi 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun kalender, serta
masih dapat melakukan kegiatan operasional selaku Peserta maka
Penyelenggara tetap melaksanakan penyelenggaraan Kliring Lokal.
2. Dalam hal Penyelenggara selaku Peserta mendapat sanksi:
a. penghentian sementara keikutsertaannya dalam Kliring Lokal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 33 ayat (1), dan
Pasal 34 PBI No.1/3/PBI/1999 melebihi 7 (tujuh) hari kalender
atau melebihi 3 (tiga) kali dalam satu tahun kalender;
b. penghentian kegiatan operasional;
c. pencabutan izin usaha; atau
d. pencabutan izin pembukaan kantor,
maka penyelenggaraan Kliring Lokal untuk sementara dilaksanakan
oleh salah satu Peserta yang ditunjuk Bank Indonesia yang
mewilayahi sampai dengan disetujuinya Penyelenggara yang
definitif.
3. Sebagai tindak lanjut untuk persetujuan Penyelenggara yang definitif
seluruh Peserta wajib mengadakan kesepakatan tertulis untuk
mendukung dan menyetujui calon Penyelenggara baru, selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kalender setelah penunjukan Penyelenggara
sementara. Usulan untuk menunjuk Penyelenggara baru wajib
didukung dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh
lima per seratus) Peserta Langsung. Peserta yang mendukung
tersebut dapat berupa kantor cabang pembantu yang telah disetujui
menjadi Peserta Langsung.
4. Selanjutnya calon Penyelenggara baru tersebut mengajukan
permohonan persetujuan sebagai Penyelenggara kepada Bank
Indonesia yang mewilayahi dengan menggunakan format dalam
Lampiran 6, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender setelah
tercapai kesepakatan tersebut di atas. Permohonan tersebut dilampiri
15
dengan:
a. surat dukungan dan persetujuan sebagaimana tersebut di atas;
b. struktur organisasi calon Penyelenggara baru;
c. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke
lokasi calon Penyelenggara baru.
Atas pengajuan usulan calon Penyelenggara baru tersebut di atas,
Bank Indonesia akan melakukan penilaian kembali dengan
memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka
I.A.2.
Apabila memenuhi persyaratan, Bank Indonesia yang mewilayahi
akan
memberikan keputusan mengenai persetujuan sebagai
Penyelenggara. Keputusan tersebut disampaikan secara tertulis
kepada Penyelenggara yang baru dengan tembusan kepada kantor
pusat Penyelenggara.
Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2
tidak terpenuhi, Bank Indonesia yang mewilayahi akan
memberitahukan kepada calon Penyelenggara baru mengenai
penolakan permohonan yang bersangkutan secara tertulis dengan
menyebutkan persyaratan yang tidak terpenuhi.
G. Pembubaran Penyelenggaraan Kliring
1. Penyelenggaraan Kliring Lokal dibubarkan apabila penyelenggaraan
Kliring Lokal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam angka I.A.1.a atau I.A.1.b selama periode 24 (dua puluh
empat) bulan berturut-turut.
2. Penyelenggaraan Kliring Lokal dapat dibubarkan dengan persetujuan
tertulis seluruh Peserta apabila Peserta berpendapat bahwa
penyelenggaraan Kliring Lokal tidak bermanfaat lagi dalam
memperlancar pembayaran giral.
16
Dalam hubungan ini Penyelenggara wajib menyampaikan
permohonan pembubaran secara tertulis kepada Bank Indonesia yang
mewilayahi dengan menggunakan format dalam Lampiran 7 dengan
melampirkan kesepakatan tertulis dari seluruh Peserta untuk
membubarkan penyelenggaraan Kliring Lokal.
Bank Indonesia
yang
mewilayahi memberikan keputusan
mengenai persetujuan pembubaran penyelenggaraan Kliring Lokal
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
kalender setelah
permohonan diterima secara lengkap. Keputusan tersebut memuat
pula tanggal pembubaran penyelenggaraan Kliring Lokal dengan
memperhatikan ketentuan pada angka 3 di bawah ini. Selanjutnya
keputusan tersebut disampaikan secara tertulis kepada Penyelenggara
dengan tembusan kepada kantor pusat Penyelenggara.
Pembubaran penyelenggaraan Kliring Lokal berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan
menerbitkan keputusan mengenai pembubaran penyelenggaraan
Kliring Lokal oleh Bank Indonesia yang mewilayahi. Keputusan
tersebut memuat pula tanggal pembubaran penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan memperhatikan ketentuan pada angka 3 di bawah ini.
Selanjutnya keputusan tersebut disampaikan secara tertulis kepada
Penyelenggara dengan tembusan kepada kantor pusat
Penyelenggara.
3. Penyelenggara wajib memberitahukan keputusan mengenai
pembubaran penyelenggaraan Kliring Lokal kepada Peserta
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal
pembubaran.
H. Pemindahan Lokasi Penyelenggaraan Kliring Lokal
1. Penyelenggara dapat memindahkan lokasi penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan ketentuan
lokasi yang baru harus memenuhi
17
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.b dan angka
I.A.2.c.
2. Penyelenggara mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank
Indonesia yang mewilayahi mengenai rencana pemindahan
lokasi penyelenggaraan Kliring Lokal disertai dengan alasan
pemindahan dengan menggunakan format dalam Lampiran 8
selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kalender sebelum
tanggal pemindahan lokasi yang direncanakan.
3. Setelah menerima permohonan tersebut Bank Indonesia yang
mewilayahi segera melakukan penilaian apakah lokasi yang baru
tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka
I.A.2.b dan angka I.A.2.c. Apabila lokasi tersebut telah memenuhi
syarat, Bank Indonesia yang mewilayahi memberikan persetujuan
tertulis atas pemindahan lokasi tersebut selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari kalender setelah permohonan diterima secara lengkap.
4. Penyelenggara wajib memberitahukan persetujuan pemindahan
lokasi tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum
tanggal diselenggarakannya Kliring Lokal di lokasi yang baru.
II. SISTEM PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL
A. Penyelenggaraan Kliring Lokal dapat dilakukan dengan menggunakan
sistem :
1. manual; atau
2. semi otomasi.
Tata cara penyelenggaraan Kliring Lokal tersebut tunduk pada Surat
Edaran Bank Indonesia yang mengatur masing-masing sistem Kliring
dimaksud di atas.
B. Penyelenggara dapat mengubah sistem penyelenggaraan Kliring Lokal
setelah memperoleh persetujuan seluruh Peserta. Dalam hal ini
18
Penyelenggara harus terlebih dahulu mengajukan permohonan
perubahan sistem secara tertulis kepada Bank Indonesia yang
mewilayahi dengan menggunakan format dalam Lampiran 9 dan
melampirkan surat persetujuan dari seluruh Peserta. Selambat-
lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah menerima permohonan tersebut,
Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberikan persetujuan secara
tertulis kepada Penyelenggara dan menginformasikan mengenai
persiapan yang harus dilakukan antara lain meliputi:
1. penyediaan perangkat keras yang harus memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan Bank Indonesia;
2. sumber daya manusia;
3. rencana jadwal pelatihan.
C.
Tanggal dimulainya pelaksanaan penyelenggaraan Kliring Lokal
dengan sistem baru akan ditetapkan oleh Bank Indonesia yang
mewilayahi dengan memperhatikan tingkat kesiapan Penyelenggara dan
seluruh Peserta, untuk selanjutnya diberitahukan kepada Penyelenggara
secara tertulis selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal
diberlakukannya sistem baru. Selanjutnya Penyelenggara
memberitahukan kepada seluruh Peserta selambat-lambatnya 3 (tiga)
hari kerja sebelum tanggal diberlakukannya sistem baru tersebut.
III. PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara baik secara
langsung maupun tidak langsung.
A. Pengawasan langsung dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan di
tempat penyelenggaraan Kliring Lokal sekurang-kurangnya 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
B. Pengawasan tidak langsung dilaksanakan dengan mewajibkan
Penyelenggara untuk menyampaikan laporan mingguan sesuai dengan
format yang tercantum dalam Lampiran 10, dan menyampaikan laporan
19
insidentil.
1. Laporan Mingguan
Laporan mingguan tersebut dibagi dalam 4 (empat) periode laporan
yaitu periode tanggal 1 sampai dengan tanggal 7, tanggal 8 sampai
dengan tanggal 15, tanggal 16 sampai dengan tanggal 23, dan
tanggal 24 sampai dengan akhir bulan. Laporan mingguan tersebut
disampaikan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi melalui
faksimili atau sarana elektronik lainnya yang ditetapkan Bank
Indonesia, yang harus sudah diterima selambat-lambatnya 3 (tiga)
hari kerja setelah akhir periode laporan mingguan. Asli laporan
mingguan tersebut ditatausahakan oleh Penyelenggara.
2. Laporan Insidentil
Laporan insidentil sebagaimana dimaksud di atas merupakan laporan
yang berkaitan dengan setiap keputusan yang diambil oleh
Penyelenggara antara lain:
a. pemberitahuan peniadaan kliring;
b. kehadiran Peserta melewati batas waktu jadwal Kliring;
c. perubahan jadwal Kliring dan jadwal pelimpahan hasil Kliring;
d. perselisihan antar Peserta yang berkaitan dengan perhitungan
DKE atau Warkat.
Laporan insidentil tersebut harus sudah disampaikan kepada Bank
Indonesia yang mewilayahi selambat-lambatnya pada hari kerja
berikutnya.
IV. SANKSI
Penyelenggara yang terlambat menyampaikan laporan mingguan
sebagaimana dimaksud dalam angka III.B.1. dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari
keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
20
Sanksi tersebut akan dibebankan kepada Penyelenggara setiap akhir bulan
dengan cara mendebet rekening giro kantor lain dari Penyelenggara di Bank
Indonesia yang telah ditetapkan untuk menampung pelimpahan hasil kliring.
V.
PERALIHAN
A. Penyelenggara yang sudah ada pada saat berlakunya Surat Edaran
Bank Indonesia ini dianggap telah memperoleh persetujuan dari Bank
Indonesia dan wajib memenuhi persyaratan pada angka I.A.1.a dan
I.A.1.b dalam jangka waktu selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat)
bulan sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini, dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka I.C.3
dan I.G.1.
B. Periode sebagai Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka
I.D.1. untuk Penyelenggara yang sudah ada pada saat berlakunya Surat
Edaran ini dimulai sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini.
VI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka ketentuan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/8/UPPB tanggal 10 September 1981
perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal angka II.2.2, III.2, dan VIII.7.7.1
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Desember 1999.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
AULIA POHAN
DEPUTI GUBERNUR
21
I. PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERSETUJUAN
A. Persyaratan Penyelenggaraan Kliring Lokal
1. Persyaratan Umum
2. Persyaratan Penyelenggara
B. Tata Cara Pemberian Persetujuan
1. Permohonan
2. Persetujuan Penyelenggaraan Kliring Lokal
C. Bantuan Keuangan dan Biaya Kliring
D. Periode Sebagai Penyelenggara
E. Pengunduran Diri Sebagai Penyelenggara
F. Penghentian Sebagai Penyelenggara
G. Pembubaran Penyelenggaraan Kliring
H. Pemindahan Lokasi Penyelenggaraan Kliring Lokal
II. SISTEM PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL
III. PENGAWASAN DAN PELAPORAN
IV. SANKSI
V. PERALIHAN
VI. PENUTUP
1
1
2
4
4
4
5
7
9
12
13
15
16
17
18
19
20
20
22
VII. Lampiran 1
No.
:
Lamp :
Kepada Yth.
………………………..
Jl. …………………….
……………………..*)
A.
Perihal
:
Permohonan Untuk Penyelenggaraan Kliring Lokal di
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ /DASP tanggal
November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain
Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor
Bank Indonesia, dengan ini kami atas nama Bank-bank di …………..,
mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan Kliring Lokal.
Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan :
1. Surat Kesepakatan yang ditandatangani oleh Pejabat calon Bank Peserta mengenai :
a. dukungan adanya penyelenggaraan kliring lokal;
b. usulan bank yang akan menjadi penyelenggara;
c. usulan sistem kliring yang akan digunakan;
2. Data transaksi harian yang potensial untuk dikliringkan dalam 6 (enam) bulan terakhir
per Bank yang menandatangani kesepakatan sebagaimana dimaksud pada angka 1;
3. Rencana struktur organisasi kantor kami apabila disetujui untuk menjadi Penyelenggara;
4. Perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing calon Peserta ke lokasi calon
Penyelenggara;
(Kota), (tanggal, bulan, tahun)
5. Usulan …
23
5. Usulan jadwal Kliring Lokal dan jadwal pelimpahan hasil Kliring Lokal.
Demikian agar maklum.
PT Bank ………………..
Nama jelas
Jabatan
*) Agar diisi sesuai dengan Bank Indonesia yang mewilayahi
24
VIII. Lampiran 2
No.
:
Lamp :
Kepada
……………………
……………………
………………….*)
A.
Perihal : Laporan Rencana Pengenaan Tambahan Biaya Penyelenggaraan
Kliring Lokal
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal
29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain
Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor
Bank Indonesia dengan ini, kami laporkan bahwa berdasarkan
persetujuan seluruh peserta Kliring Lokal ………….., mulai tanggal
……………….., kami merencanakan untuk mengenakan tambahan biaya
penyelenggaraan Kliring mengingat biaya yang dikenakan kepada peserta
pada saat ini tidak dapat menutupi biaya penyelenggaraan Kliring Lokal.
Berkenaan dengan hal tersebut bersama ini kami sampaikan :
6. Surat persetujuan dari seluruh peserta;
7. Rincian biaya penyelenggaraan kliring yang terdiri dari :
a.
b.
jumlah pengenaan biaya kepada peserta.
Demikian agar maklum.
PT Bank ………………..
(Kota), (tanggal, bulan, tahun)
jumlah biaya penyelenggaraan kliring (real cost);
Nama jelas
Jabatan
*) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi
25
IX.
No.
Lampiran 3
:
Lamp :
A. Kepada
……………………..
……………………
………………….*)
B.
Permohonan Perpanjangan Periode Sebagai Penyelenggara
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal
Perihal :
29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain
Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor
Bank Indonesia dengan ini kami mengajukan permohonan agar dapat
disetujui kembali menjadi Penyelenggara di wilayah Kliring Lokal
…………… .
Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan :
8. surat dukungan dan persetujuan dari peserta kliring;
9. struktur organisasi Penyelenggara (dalam hal terdapat perubahan struktur organisasi);
10. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke lokasi Penyelenggara
(dalam hal Penyelenggara mempunyai rencana
Kliring).
Demikian agar maklum.
PT Bank ………………..
(Kota), (tanggal, bulan, tahun)
pemindahan lokasi penyelenggaraan
Nama jelas
Jabatan
*) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi
26
X.
No.
Lampiran 4
:
Lamp :
Kepada
……………………..
……………………
………………….*)
A.
Perihal : Permohonan Untuk Menjadi Penyelenggara Kliring di Wilayah
Kliring Lokal ……..
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal
29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain
Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor
Bank Indonesia, dengan ini kami mengajukan permohonan agar dapat
disetujui menjadi Penyelenggara Kliring Lokal …………………. sehubungan
dengan akan berakhirnya periode Penyelenggara di Wilayah Kliring Lokal
…………., dan Penyelenggara Kliring Lokal yang lama tidak bersedia/tidak
disetujui untuk dipilih kembali sebagai Penyelenggara.
Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan :
11. surat dukungan dan persetujuan dari Peserta;
12. struktur organisasi calon Penyelenggara baru;
13. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing peserta ke lokasi calon
Penyelenggara baru.
Demikian agar maklum.
PT Bank ………………..
(Kota), (tanggal, bulan, tahun)
Nama jelas
Jabatan
*) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi
27
XI.
Lampiran 5
No. :
(tanggal, bulan, tahun)
Lamp :
Kepada
……………………..
……………………
………………….*)
A.
Perihal :
Permohonan Pengunduran Diri Sebagai Penyelenggara
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal
29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain
Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor
Bank Indonesia dengan ini kami mengajukan permohonan untuk
mengundurkan diri sebagai Penyelenggara di wilayah Kliring Lokal
………………. yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal
……………… dengan alasan ……………….. .
Sebagai pengganti bersama ini kami lampirkan permohonan untuk
menjadi Penyelenggara di wilayah Kliring Lokal ……………… dari PT Bank
………………**)
Demikian agar maklum.
PT Bank ………………..
(Kota),
Nama jelas
Jabatan
*) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi
**) Dilampirkan permohonan Bank yang bersangkutan dengan menggunakan format
Lampiran 4
28
XII. Lampiran 6
No. :
(tanggal, bulan, tahun)
Lamp :
Kepada
……………………..
……………………
………………….*)
A.
Perihal : Permohonan Untuk Menjadi Penyelenggara Kliring di Wilayah
Kliring Lokal ………….
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal
29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain
Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor
Bank Indonesia, sehubungan dengan telah dikenakannya sanksi
penghentian sementara/penghentian kegiatan operasional/pencabutan
izin usaha/pencabutan izin pembukaan kantor**) terhadap Penyelenggara
yaitu PT Bank ……., dengan ini kami mengajukan permohonan untuk
menjadi Penyelenggara di wilayah Kliring Lokal ……………….
Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan :
14. surat dukungan dan persetujuan dari peserta kliring;
15. struktur organisasi calon Penyelenggara baru;
16. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke lokasi calon
Penyelenggara baru;
Demikian agar maklum.
PT Bank ………………..
(Kota),
Nama jelas
Jabatan
*) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi
**) Diisi sesuai dengan kondisi setempat.
29
XIII. Lampiran 7
No.
:
Lamp :
Kepada
……………………..
……………………
………………….*)
A.
Permohonan Pembubaran Penyelenggaraan Kliring Lokal
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal
Perihal :
29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain
Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor
Bank Indonesia, dengan ini diberitahukan bahwa sehubungan dengan
kondisi penyelenggaraaan Kliring Lokal di wilayah Kliring Lokal
…………….. yang pada saat ini tidak bermanfaat lagi dalam memperlancar
pembayaran giral maka kami mengajukan permohonan untuk
membubarkan penyelenggaraan Kliring di wilayah Kliring Lokal
…………….
Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan
persetujuan tertulis dari seluruh Peserta.
Demikian agar maklum.
PT Bank ………………..
(Kota), (tanggal, bulan, tahun)
Nama jelas
Jabatan
*) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi
30
XIV. Lampiran 8
No.
:
Lamp :
Kepada
……………………..
……………………
………………….*)
A.
Permohonan Pemindahan Lokasi Penyelenggaraan Kliring Lokal
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal
Perihal :
29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain
Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor
Bank Indonesia, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk dapat
melakukan pemindahan lokasi penyelenggaraan Kliring yang semula
berlokasi di ………….. menjadi berlokasi di …………………. Pemindahan
lokasi tersebut direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal
………………
Demikian agar maklum.
PT Bank ………………..
(Kota), (tanggal, bulan, tahun)
Nama jelas
Jabatan
*) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi
31
XV. Lampiran 9
No.
:
Lamp :
Kepada
……………………..
……………………
………………….*)
A.
Permohonan Perubahan Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal
Perihal :
29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain
Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor
Bank Indonesia, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk
melakukan perubahan atas sistem penyelenggaraan kliring lokal yang
selama ini menggunakan sistem ………………. menjadi menggunakan
sistem ………… .
Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan
persetujuan dari seluruh Peserta kliring.
Demikian agar maklum.
PT Bank ………………..
(Kota), (tanggal, bulan, tahun)
Nama jelas
Jabatan
*) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi
32
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 1/4/DASP|SE-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia. </reg_title>
<set_date> 29 November 1999 </set_date>
<effective_date> 1 Desember 1999 </effective_date>
<replaced_reg> '14/8/UPPB|SE-BI/1981 | angka II.2.2, III.2, dan VIII.7.7.1' </replaced_reg>
<related_reg> '1/3/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi I Huruf F Angka 2', 'Romawi I Huruf F Angka 1', 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No.3/21/DPM
Jakarta, 3 September 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No.2/27/DPM
Tanggal 13 Desember 2000 Perihal Tata Cara Pemberian
Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/26/PBI/2000
tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 232, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4035), Surat Edaran
Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 tentang Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Nomor
3/20/DASP tanggal 31 Agustus 2001, dan diterapkannya Sistem Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) di Kantor Bank Indonesia (KBI),
maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas ketentuan dalam Butir II
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/27/DPM tanggal 13 Desember 2000
perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum
sehingga ketentuan Angka II Surat Edaran dimaksud seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut:
II. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN, PENGGUNAAN DAN
PELUNASAN FLI
A. Kantor Bank Yang Dapat Mengajukan FLI
1. Dalam hal Kantor Pusat (KP) Bank berada di wilayah Kliring Lokal
Jakarta (KLJ), maka pengajuan permohonan FLI dilakukan oleh KP
Bank …
2
Bank kepada Bagian Administrasi Pasar Uang (AdmP)-Direktorat
Pengelolaan Moneter (DPM), Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2,
Jakarta 10110.
2. Dalam hal KP Bank berada di luar wilayah KLJ dan memiliki
Kantor Cabang (KC) di wilayah KLJ, maka pengajuan permohonan
FLI wajib dilakukan oleh KC Bank di wilayah KLJ kepada Bagian
AdmP-DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta
10110.
3. Dalam hal KP Bank berada di wilayah KBI yang telah menerapkan
Sistem BI-RTGS namun tidak memiliki KC di wilayah KLJ, maka
pengajuan permohonan FLI dilakukan oleh KP Bank kepada KBI
setempat cq. Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter (PKM).
4. Dalam hal KP Bank berada di wilayah KBI yang belum
menerapkan Sistem BI-RTGS dan tidak memiliki KC di wilayah
KLJ namun memiliki 1 (satu) KC yang berada di wilayah KBI yang
telah menerapkan Sistem BI-RTGS, maka pengajuan permohonan
FLI dilakukan oleh KC Bank dimaksud kepada KBI setempat cq.
Seksi PKM.
5. Dalam hal KP Bank berada di wilayah KBI yang belum
menerapkan Sistem BI-RTGS dan tidak memiliki KC di wilayah
KLJ namun memiliki beberapa KC yang berada di wilayah KBI
yang telah menerapkan Sistem BI-RTGS, maka KP Bank tersebut
menunjuk salah satu KC dimaksud sebagai kantor Bank yang dapat
mengajukan FLI dan menyampaikan surat penunjukan tersebut
kepada KBI dimana KC dimaksud berada, dengan tembusan kepada
Bagian AdmP-DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2,
Jakarta 10110.
B. Persyaratan …
3
B. Persyaratan Administrasi
Dalam hal Bank akan memanfaatkan FLI untuk pertama kali, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1. Bank wajib menyampaikan permohonan sebagai kantor Bank yang
dapat mengajukan FLI kepada Bank Indonesia pada tempat
kedudukan sebagaimana diatur dalam huruf A dengan menyertakan
dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. specimen tandatangan direksi sesuai dengan Anggaran Dasar
Bank dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa oleh direksi
sesuai dengan Anggaran Dasar Bank; atau specimen
tandatangan Chief Executive Officer (CEO) dan/atau pejabat
Bank yang diberi kuasa oleh CEO bagi Kantor Cabang Bank
Asing;
b. contoh stempel Bank atau surat pernyataan bagi Bank yang
tidak menggunakan stempel;
c. fotokopi Anggaran Dasar Bank atau kuasa dari Kantor Pusat
Bank Asing (power of attorney) bagi Kantor Cabang Bank
Asing yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Bank;
d. fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk atau Surat
Izin Mengemudi atau paspor direksi, CEO dan/atau pejabat
Bank yang diberi kuasa sebagaimana yang dimaksud dalam
huruf a;
e. surat kuasa bermeterai cukup dari direksi atau CEO kepada
pejabat Bank yang diberi wewenang untuk melakukan hal-hal
yang berkaitan dengan FLI.
2. Dalam hal terjadi perubahan susunan pengurus dan/atau pejabat
yang mengakibatkan perubahan kewenangan penandatanganan
dokumen …
4
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Bank wajib
memperbaharui dokumen yang terkait dengan perubahan dimaksud.
C. Pengajuan Permohonan FLI
1. Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf A.1 dan huruf A.2
mengajukan permohonan FLI secara tertulis kepada Bagian AdmP-
DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110 dari
pukul 09.00 sampai dengan 17.00 WIB pada 1 (satu) hari kerja
sebelum hari penggunaan FLI (T-1), dengan tembusan kepada
Direktorat Pengawasan Bank (DPwB) terkait.
2. Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf A.3, huruf A.4 dan huruf
A.5 mengajukan permohonan FLI secara tertulis kepada KBI
setempat cq. Seksi PKM dari pukul 09.00 sampai dengan 16.00
waktu setempat pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari penggunaan
FLI (T-1), dengan tembusan kepada Tim Pengawasan Bank terkait
di KBI setempat.
3. Permohonan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan butir 2
yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia tidak dapat
dibatalkan oleh Bank.
4. Permohonan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan butir 2
menggunakan formulir sebagaimana contoh Lampiran 1 dan wajib
disertai dengan:
a. bukti agunan berupa Surat Keterangan Surat Berharga yang
Diagunkan (SKSD)-SBI yang wajib disertai dengan Bilyet
Depot Simpanan (BDS)-SBI dan/atau SKSD-Obligasi
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.4.a dan
butir IV.A.5.a;
b. fotokopi bukti perkiraan transaksi keluar (outgoing transaction)
yang terbesar pada hari penggunaan FLI (T+0) yang telah
dinyatakan …
5
dinyatakan sesuai aslinya oleh Bank, diluar transaksi kewajiban
Bank kepada Bank Indonesia dan Pemerintah Republik
Indonesia, antara lain berupa: fotokopi deal ticket dan fotokopi
warkat deposito jatuh waktu;
c. Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas Likuiditas Intrahari
sebagaimana contoh Lampiran 2 bermeterai cukup dalam 2
(dua) rangkap yang telah ditandatangani oleh direksi atau CEO
dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa sebagaimana
dimaksud dalam huruf B.1.a;
d. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana contoh
Lampiran 3 bermeterai cukup dalam 2 (dua) rangkap yang telah
ditandatangani oleh direksi atau CEO dan/atau pejabat Bank
yang diberi kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf B.1.a.
5. Dalam hal Bank menyerahkan permohonan FLI melewati batas
waktu yang telah ditetapkan sebagaimana diatur dalam butir 1 dan
butir 2, maka Bank Indonesia menolak permohonan FLI dimaksud.
6. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan FLI, maka
Bank Indonesia memasukkan nilai FLI untuk setiap Bank pada
terminal RTGS Central Computer (RCC) di Bank Indonesia
selambat-lambatnya pukul 08.30 WIB pada hari penggunaan FLI
(T+0).
7. Bank dapat mengetahui FLI yang disetujui sebagaimana dimaksud
dalam butir 6 pada terminal RTGS (RT) fungsi MEMBER OWN
TOTALS pilihan SUPERVISORY.
D. Penolakan FLI
1. Bank Indonesia menolak permohonan FLI yang diajukan oleh Bank
apabila:
a. nilai …
6
a. nilai agunan tidak cukup atau agunan tidak memenuhi
persyaratan; dan/atau
b. nilai FLI yang diajukan oleh Bank lebih besar dari 2 (dua) kali
perkiraan nilai transaksi terbesar yang menjadi kewajiban Bank
pada hari penggunaan FLI (T+0) sebagaimana dimaksud dalam
huruf C.4.b; dan/atau
c. Bank sedang dikenakan sanksi penangguhan (suspend) sebagai
Bank dan/atau sanksi penghentian sementara penggunaan FPJP;
dan/atau
d. permohonan FLI dan dokumen pendukung tidak lengkap dan
tidak diisi dengan benar; dan/atau
e. nama dan tandatangan pejabat Bank serta stempel Bank pada
dokumen permohonan FLI tidak sesuai dengan data yang
dimiliki oleh Bank Indonesia.
2. Dalam hal permohonan FLI ditolak, maka:
a. Bank Indonesia memberitahukan penolakan beserta alasan
penolakan melalui sarana faksimili selambat-lambatnya pukul
20.00 waktu setempat pada hari pengajuan permohonan FLI
(T-1); dan
b. Bank wajib mengambil kembali Surat Keterangan Surat
Berharga Yang Diagunkan (SKSD)-Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) beserta Bilyet Depot Simpanan (BDS)-SBI dan/atau
SKSD-Obligasi Pemerintah, Perjanjian Kredit Dalam Rangka
Fasilitas Likuiditas Intrahari, dan Akta Pengikatan Agunan
Secara Gadai di Bank Indonesia sesuai dengan tempat
pengajuan permohonan FLI sebagaimana diatur dalam huruf
C.1 dan huruf C.2 pada 1 (satu) hari kerja setelah hari
pengajuan permohonan FLI (T+0).
E. Penggunaan …
7
E. Penggunaan FLI
1. Bank hanya dapat menggunakan FLI pada hari penggunaan FLI
(T+0) dari pukul 08.30 sampai dengan cut-off warning Sistem BI-
RTGS sebagaimana diatur dalam Surat Edaran bank Indonesia
perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement yang berlaku.
2. Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dilakukan
secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS pada saat saldo rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melakukan
transaksi keluar (outgoing transaction) sepanjang kekurangan
tersebut tidak melebihi nilai FLI.
3. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga sebesar 0% (nol per
seratus) kepada Bank atas penggunaan FLI.
4. Besarnya biaya bunga sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dapat
diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
F. Pelunasan FLI
1. Pelunasan FLI yang telah digunakan dilakukan secara otomatis oleh
Sistem BI-RTGS setiap terdapat transaksi masuk (incoming
transaction) yang mengkredit rekening giro Rupiah Bank yang
bersangkutan di Bank Indonesia.
2. Bank yang menggunakan FLI wajib melunasi FLI pada hari
penggunaan FLI (T+0) selambat-lambatnya sampai dengan pre cut-
off Sistem BI-RTGS sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement yang
berlaku.
3. Dalam hal FLI telah dilunasi, maka Bank wajib mengambil kembali
SKSD-SBI beserta BDS-SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah
di Bank Indonesia sesuai dengan tempat pengajuan permohonan
FLI …
8
FLI sebagaimana dimaksud dalam huruf C.1 dan huruf C.2 pada 1
(satu) hari kerja setelah hari penggunaan FLI (T+1).
4. Dalam hal Bank tidak melunasi FLI sampai dengan batas waktu
pelunasan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 2 karena
kegagalan Sistem BI-RTGS, maka pelunasan FLI dilakukan
selambat-lambatnya pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya
sepanjang Sistem BI-RTGS telah berjalan secara normal.
5. Dalam hal pada saat berakhirnya waktu penggunaan FLI (cut-off
warning Sistem BI-RTGS) atau waktu pelunasan FLI (pre cut-off
Sistem BI-RTGS) Bank sudah melunasi seluruh FLI (FLI Bank
bersaldo nihil), maka agunan FLI yang masih dikuasai oleh Bank
Indonesia dinyatakan bebas dari perikatan.“
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
ASLIM TADJUDDIN
DIREKTUR DIREKTORAT
PENGELOLAAN MONETER
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001
Lampiran 1
Kepada *)
Bagian Administrasi Pasar Uang
Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta, 10110
Perihal
: Permohonan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI)
----------------------------------------------------------
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/26/PBI/2000 tanggal 13 Desember 2000,
dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan FLI sebesar Rp … … … … … …
( …………………………………………).
Dalam hal FLI tidak dapat dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan yang
ditetapkan, maka permohonan ini diberlakukan sebagai permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebesar FLI yang tidak dapat dilunasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, terlampir kami sampaikan SKSD-SBI yang disertai
dengan BDS-SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah**), dan fotokopi bukti perkiraan transaksi
terbesar pada hari penggunaan FLI (T+0).
Data tersebut kami sampaikan dengan sebenarnya. Apabila dikemudian hari terbukti data
tersebut di atas tidak benar, kami bersedia untuk mempertanggung-jawabkannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian permohonan kami.
…………., ………… (tempat, tanggal)
tandatangan pejabat bank
Stempel Bank
ttd
Meterai
---------------------------------
Nama Pejabat Bank
cc.: Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia atau Tim
Pengawasan Bank di Kantor Bank Indonesia setempat
*) atau Kantor Bank Indonesia setempat.
**) coret yang tidak perlu.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001
Lampiran 2
PERJANJIAN KREDIT
DALAM RANGKA FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI
Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertandatangan
di bawah ini :
1. .………………………………… , Pimpinan Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank
Indonesia, bertempat tinggal di Jakarta (atau Pimpinan
Bank Indonesia ………., bertempat tinggal di ……….)
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut
sebagai PIHAK PERTAMA;
2. …………………………………. , Direktur Bank ……………, bertempat tinggal di
………………….
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank ………….. yang diberi kuasa sesuai
dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK
KEDUA,
(Ctt. : Dengan persetujuan komisaris apabila dalam anggaran dasar diminta).
menyatakan sepakat untuk mengadakan Perjanjian Fasilitas Likuiditas Intrahari dalam rangka
mengatasi kesulitan pendanaan jangka sangat pendek sebagai peserta Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement, dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:
Pasal 1
PIHAK PERTAMA memberikan Fasilitas Likuiditas Intrahari kepada PIHAK KEDUA sebesar
Rp………………. (……………… rupiah), yang berlaku pada tanggal …………….. dari pukul
08.30 sampai dengan cut-off warning sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia
perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement yang berlaku.
Pasal 2
(1) Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 oleh PIHAK
PERTAMA kepada PIHAK KEDUA didasarkan pada permohonan PIHAK KEDUA kepada
PIHAK PERTAMA dan sepanjang PIHAK KEDUA memenuhi persyaratan Fasilitas
Likuiditas Intrahari yang berlaku.
(2) Nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 setinggi-tingginya
sebesar 2 (dua) kali dari perkiraan transaksi keluar (outgoing transaction) terbesar pada hari
penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang merupakan kewajiban PIHAK KEDUA yang
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001
diperkirakan oleh PIHAK KEDUA akan terjadi pada hari penggunaan Fasilitas Likuiditas
Intrahari yang diajukan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA.
Pasal 3
Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari oleh PIHAK KEDUA dilakukan secara otomatis
melalui Sistem Bank Indonesia -
Real Time Gross Settlement pada saat saldo rekening giro
Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA lebih kecil daripada transaksi keluar
(outgoing transaction) yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA.
Pasal 4
(1) PIHAK PERTAMA tidak membatasi penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari untuk jenis-
jenis transaksi tertentu yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA.
(2) Dalam hal PIHAK PERTAMA membatasi penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari untuk
jenis-jenis transaksi tertentu, maka PIHAK KEDUA dilarang menggunakan Fasilitas
Likuiditas Intrahari yang diperoleh dari PIHAK PERTAMA diluar peruntukan yang
ditetapkan dalam ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari.
Pasal 5
(1) Atas Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, PIHAK KEDUA
memberikan kepada PIHAK PERTAMA agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau
Obligasi Pemerintah yang dimiliki PIHAK KEDUA dengan rincian …….(antara lain nomor
seri, nominal dan jumlah nominal)
(2) Pengikatan agunan Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
dilakukan dengan akta gadai yang dibuat dalam perjanjian tersendiri yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari perjanjian ini.
Pasal 6
(1) Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari kepada PIHAK KEDUA sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 dikenakan biaya bunga sebesar 0% (nol per seratus).
(2) Dalam hal PIHAK PERTAMA menetapkan ketentuan pengenaan biaya bunga dan/atau biaya
lainnya dalam rangka Fasilitas Likuiditas Intrahari, pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari
dikenakan biaya bunga dan/atau biaya lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 7
(1) Untuk pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, PIHAK
PERTAMA berwenang menggunakan dana dari setiap transaksi masuk (incoming
transaction) yang mengkredit rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK
PERTAMA secara otomatis melalui Sistem Bank Indonesia -
sampai dengan batas waktu pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari sebesar Fasilitas
Likuiditas Intrahari yang digunakan.
Real Time Gross Settlement
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001
(2) Dalam hal PIHAK KEDUA tidak melunasi nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari sampai dengan
batas waktu pelunasan yang ditetapkan, maka terhadap nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari
yang diterima PIHAK KEDUA dari PIHAK PERTAMA yang tidak dilunasi diberlakukan
sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.
Pasal 8
(1) Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang berasal dari Fasilitas Likuiditas Intrahari
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) diberikan oleh PIHAK PERTAMA kepada
PIHAK KEDUA untuk jangka waktu 1 (satu) hari atau overnight.
(2) Nilai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan
PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA sebesar nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari yang
tidak dapat dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan yang ditetapkan.
Pasal 9
Dengan diberlakukannya Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek terhadap Fasilitas Likuiditas
Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), PIHAK KEDUA berkewajiban
memenuhi ketentuan yang berlaku mengenai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.
Pasal 10
Surat berharga PIHAK KEDUA yang diagunkan PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA
guna pemenuhan persyaratan Fasilitas Likuiditas Intrahari diberlakukan sebagai agunan Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek.
Pasal 11
Untuk pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan sebagai Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), PIHAK PERTAMA
berwenang melakukan pendebetan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK
PERTAMA pada tanggal jatuh waktu Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.
Pasal 12
(1) Dalam hal menurut perkiraan yang wajar dari PIHAK KEDUA dan/atau perkiraan yang wajar
dari PIHAK PERTAMA pendebetan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK
PERTAMA oleh PIHAK PERTAMA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 mengakibatkan
rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA bersaldo negatif, PIHAK
KEDUA dengan ini memberikan kuasa khusus yang tidak dapat dicabut kembali oleh PIHAK
KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, untuk menjual agunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 dan Pasal 10, serta mengambil hasil penjualan agunan tersebut untuk pelunasan
Fasilitas Likuiditas Intrahari PIHAK KEDUA yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek.
(2) Dalam hal hasil penjualan agunan tidak dapat melunasi Fasilitas Likuiditas Intrahari yang
telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diperoleh PIHAK
KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya penjualan
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001
agunan, maka PIHAK KEDUA wajib melunasi kekurangannya dari harta kekayaan PIHAK
KEDUA.
(3) Dalam hal hasil penjualan agunan lebih besar dari jumlah Fasilitas Likuiditas Intrahari yang
telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diperoleh PIHAK
KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya penjualan
agunan, maka PIHAK PERTAMA mengkredit rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada
PIHAK PERTAMA sebesar nilai kelebihan dimaksud.
Pasal 13
Atas pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek ini, PIHAK KEDUA tidak dikenakan biaya provisi.
Pasal 14
Mengenai perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih domisili
di Kantor Panitera Pengadilan Negeri ……….*).
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di ……….., dalam rangkap 2 (dua), masing-masing
bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.
………….., ……….(tempat & tanggal)
PIHAK PERTAMA
PIHAK KEDUA
*) dalam hal permohonan FLI diajukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia, ditetapkan di Kantor Panitera
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
dalam hal permohonan FLI diajukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat, ditetapkan di Kantor Panitera
Pengadilan Negeri di wilayah KBI setempat.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001
Lampiran 3
AKTA PENGIKATAN AGUNAN
SECARA GADAI
BANK …….. - BANK INDONESIA
Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertandatangan
di bawah ini:
1. …………………………………. , Direktur Bank ……………, bertempat tinggal di
………………….
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas atas nama Bank ………….. yang diberi kuasa
sesuai dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya disebut sebagai
PEMBERI GADAI;
(Ctt. : Dengan persetujuan Komisaris apabila dalam Anggaran Dasar diminta)
2. .………………………………… , Pimpinan Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank
Indonesia, bertempat tinggal di Jakarta, (atau Pimpinan
Bank Indonesia ………., bertempat tinggal di ……….)
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut
sebagai PENERIMA GADAI;
dengan terlebih dahulu menerangkan:
a. bahwa PEMBERI GADAI telah mendapatkan Fasilitas Likuiditas Intrahari dari PENERIMA
GADAI sebesar Rp…… (……) dan dengan berdasarkan ketentuan dan persyaratan
sebagaimana diuraikan dalam Perjanjian Kredit, tanggal …., yang untuk selanjutnya disebut
Perjanjian Pokok;
b. bahwa Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana diperjanjikan dalam Perjanjian Pokok dapat
diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dalam hal Fasilitas Likuiditas
Intrahari tidak dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan yang telah diperjanjikan dalam
Perjanjian Pokok;
c. bahwa menurut ketentuan Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI diwajibkan untuk
memberikan agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah;
d. bahwa PEMBERI GADAI menyatakan telah memiliki Sertifikat Bank Indonesia dan/atau
Obligasi Pemerintah yang digadaikan sebagaimana Surat Keterangan Surat Berharga Yang
Diagunkan terlampir yang terdiri dari
- ……………… (antara lain nomor seri, nominal dan jumlah nominal)
- dst.
yang selanjutnya disebut SURAT BERHARGA.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001
e. bahwa guna memenuhi persyaratan Perjanjian Pokok dan agar PEMBERI GADAI dapat
menjamin pembayaran kembali segala hutangnya kepada PENERIMA GADAI karena
Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau karena Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan
sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya bunga yang harus dibayar sebagaimana
dimuat dalam Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI menyatakan menggadaikan dan dengan
demikian menyerahkan kepada PENERIMA GADAI SURAT BERHARGA tersebut di atas
sebagaimana tercantum dalam Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan dengan
jumlah nilai nominal sebesar Rp ………………… ( …….. rupiah) dan jumlah nilai pasar
sebesar Rp ……….. (………….. rupiah); dan
PENERIMA GADAI menyatakan menerima baik gadai SURAT BERHARGA tersebut.
Selanjutnya para pihak tetap dalam kedudukannya di atas menyatakan bahwa gadai
SURAT BERHARGA ini dilangsungkan dan diterima dengan ketentuan dan syarat sebagai
berikut:
Pasal 1
(1) Penyerahan hak atas SURAT BERHARGA tersebut di atas beserta SURAT BERHARGA
yang bersangkutan sebagaimana tercantum dalam pencatatan kepemilikan SURAT
BERHARGA tersebut oleh PEMBERI GADAI dinyatakan berlaku terhitung sejak
penandatanganan perjanjian ini.
(2) Dalam hal penggadaian SURAT BERHARGA memerlukan pemblokiran dari lembaga yang
menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA, Perjanjian Gadai ini
dinyatakan berlaku terhitung sejak tanggal surat pemblokiran dari lembaga yang menyimpan
atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA yang digadaikan perihal pemblokiran
SURAT BERHARGA.
Pasal 2
Apabila pada saat jatuh waktu hutang sebagaimana tersebut dalam premisse perjanjian ini pada
huruf a di atas PEMBERI GADAI tidak membayar hutangnya tersebut kepada PENERIMA
GADAI, maka PENERIMA GADAI berhak mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA
dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/21/DPM
tanggal 30 Oktober 2000 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi
Bank Umum; dan untuk itu PENERIMA GADAI berhak mengambil hasil penjualan SURAT
BERHARGA tersebut sebagai pembayaran atas seluruh hutang PEMBERI GADAI kepada
PENERIMA GADAI.
Pasal 3
Apabila untuk pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 diperlukan kuasa, dengan ini PEMBERI GADAI memberikan kuasa kepada PENERIMA
GADAI, khusus, untuk mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA tersebut; dan kuasa
tersebut dinyatakan tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa (PEMBERI GADAI) dengan
alasan apapun juga sesuai ketentuan yang berlaku, sepanjang PEMBERI GADAI belum melunasi
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001
seluruh hutangnya sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini pada huruf a di atas
kepada PENERIMA GADAI.
Pasal 4
Apabila hasil dari pencairan atau penjualan atas SURAT BERHARGA sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 lebih besar dari nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Likuiditas
Intrahari yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Pendek yang diterima
oleh PEMBERI GADAI, biaya bunga dan biaya eksekusi agunan, maka yang dapat diambil oleh
PENERIMA GADAI adalah sebesar jumlah dimaksud; sedang kelebihannya harus dikembalikan
oleh PENERIMA GADAI kepada PEMBERI GADAI.
Pasal 5
Apabila Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan
sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diterima oleh PEMBERI GADAI telah terbayar
lunas tanpa perlu adanya pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA yang digadaikan dan
Perjanjian Pokok telah berakhir, maka PENERIMA GADAI menyerahkan kembali semua
SURAT BERHARGA yang digadaikan dengan perjanjian ini kepada PEMBERI GADAI sesuai
dengan kepemilikannya; dan gadai SURAT BERHARGA ini menjadi berhenti dengan sendirinya
(gugur).
Pasal 6
Gadai SURAT BERHARGA ini diberikan untuk menjamin hutang-hutang PEMBERI GADAI,
baik yang timbul karena Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Likuiditas Intrahari yang
diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam
Perjanjian Pokok, yang disediakan oleh PENERIMA GADAI sebagaimana tersebut dalam
premisse Perjanjian ini huruf e di atas, maupun yang timbul karena kewajiban-kewajiban lain
yang terbeban pada PEMBERI GADAI karena biaya bunga, dan/atau biaya pencairan agunan
yang harus dibayar kepada PENERIMA GADAI.
Pasal 7
Mengenai
Perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih
domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri ……….*).
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di …………, dalam rangkap 2 (dua) , masing-masing
bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.
………, ………(tempat & tanggal)
PENERIMA GADAI
PEMBERI GADAI
*) dalam hal permohonan FLI diajukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia, ditetapkan di Kantor Panitera
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
dalam hal permohonan FLI diajukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat, ditetapkan di Kantor Panitera
Pengadilan Negeri di wilayah KBI setempat.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001
Lampiran 4
Kepada *)
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta, 10110
Perihal : Permohonan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) SBI
--------------------------------------------------------------------------------------------
Dengan ini kami mengajukan permohonan penerbitan SKSD-SBI untuk diagunkan
kepada Bank Indonesia untuk digunakan dalam rangka memperoleh Fasilitas Likuiditas Intrahari
dan/atau Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia, dan untuk memblokir seluruh
kepemilikan saya/kami atas SBI dengan perincian sebagai berikut **):
Tanggal BDS-SBI
Nomor BDS-SBI
Rincian SBI dan Nominal
:
:
:
dengan jangka waktu ……. hari sejak tanggal …….. sampai dengan tanggal ………
Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengajukan permohonan untuk melakukan
pemecahan BDS-SBI dengan perincian sebagai berikut ***):
Rincian BDS-SBI Awal
Tanggal BDS-SBI:
Nomor BDS-SBI
Jumlah Nominal
:
:
Demikian permohonan kami.
….…..., ........ (tempat, tanggal)
Direksi/CEO/Pejabat Bank yang berwenang
(Nama Bank…..)
ttd
Meterai
*) Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kliring Jakarta, permohonan
disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat.
**) Dalam hal permohonan SKSD-SBI tidak disertai dengan pemecahan BDS-SBI.
***)Dalam hal permohonan SKSD-SBI disertai dengan pemecahan BDS-SBI.
Permohonan Pemecahan BDS-SBI
BDS-SBI #1 untuk diagunkan
Rincian SBI dan Nominal:
BDS-SBI #2
Rincian SBI dan Nominal:
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001
Lampiran 5
B A N K I N D O N E S I A
Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan - Sertifikat Bank Indonesia
(SKSD-SBI)
No.
Kepada*)
:
: Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10110
("Nama Bank Pemilik Sertifikat Bank Indonesia")
Surat ini menunjukan bahwa nilai nominal Sertifikat Bank Indonesia (SBI) telah diagunkan oleh
pemilik SBI sejak xx xxxx xxx sampai dengan xx xxxx xxx untuk untung Penerima Agunan.
Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan Agunan ini, maka tuntutan harus diajukan kepada
Bank Indonesia, sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku SKSD-SBI. Surat ini dinyatakan
tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD-SBI.
Rincian SBI
Tanggal BDS
Nomor BDS
Nomor Seri
Lembar
:
:
:
:
Jumlah Nominal
Jakarta, xx xxxx xxx
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Bank Indonesia*)
*) atau Kantor Bank Indonesia setempat.
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/21/DPM|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No.2/27/DPM Tanggal 13 Desember 2000 Perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 3 September 2001 </set_date>
<effective_date> 3 September 2001 </effective_date>
<changed_reg> '2/27/DPM|SE-BI/2000' </changed_reg>
<related_reg> '2/26/PBI/2000', '3/20/DASP|SE-BI/2001', '2/27/DPM|SE-BI/2000', '2/24/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
|
No. 13 /30 /DPNP
Jakarta, 16 Desember 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal
Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan
Bank Umum serta Laporan Tertentu yang
Disampaikan kepada Bank Indonesia
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi
Kondisi Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 4159) serta dalam rangka sinkronisasi ketentuan
Bank Indonesia dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia
yang telah diselaraskan dengan International Financial Reporting
Standards (IFRS), perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal
Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum
serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia
sebagaimana . . .
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/11/DPNP tanggal 31 Maret 2010, sebagai
berikut:
1. Seluruh lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan
Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan
Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 12/11/DPNP tanggal 31 Maret 2010 diubah
menjadi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1, Lampiran 1a,
Lampiran 2, Lampiran 2a, Lampiran 3, Lampiran 3a, Lampiran 4,
Lampiran 5, Lampiran 5a, Lampiran 6, Lampiran 6a, Lampiran 7,
Lampiran 8, Lampiran 8a, Lampiran 9, Lampiran 9a, Lampiran 10,
Lampiran 11, Lampiran 12, Lampiran 13, dan Lampiran 14, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
2. Ketentuan dalam butir II.2 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
II.2. Cakupan
a. Laporan yang wajib disajikan dalam Laporan Keuangan
Publikasi Triwulanan paling kurang terdiri atas:
1) Posisi Keuangan/Neraca;
2) Laba Rugi Komprehensif;
3) Komitmen dan Kontinjensi;
4) Transaksi Spot dan Derivatif;
5) Kualitas Aset Produktif dan Informasi lainnya;
6) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum; dan
7) Rasio Keuangan.
Format . . .
Format laporan sebagaimana butir II.2.a.1) sampai dengan
butir II.2.a.7) masing-masing menggunakan format
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1, Lampiran 2,
Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6, dan
Lampiran 7.
b. Dalam penyusunan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank wajib
berpedoman pada:
1) Pedoman Penyusunan Laporan Posisi Keuangan/Neraca;
2) Pedoman Penyusunan Laporan Laba Rugi Komprehensif;
3) Pedoman Penyusunan Laporan Komitmen dan
Kontinjensi;
4) Pedoman Penyusunan Laporan Transaksi Spot dan
Derivatif;
5) Pedoman Penyusunan Laporan Kualitas Aset Produktif
dan Informasi Lainnya;
6) Pedoman Perhitungan Modal; dan
7) Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan.
Pedoman penyusunan laporan sebagaimana butir II.2.b.1)
sampai dengan butir II.2.b.7) masing-masing adalah
sebagaimana pada Lampiran 8, Lampiran 9, Lampiran 10,
Lampiran 11, Lampiran 12, Lampiran 13, dan Lampiran 14.
Penyajian Laporan Keuangan Publikasi dengan menggunakan
format laporan sebagaimana dimaksud pada butir II.2.a dilakukan
sejak laporan posisi bulan Desember 2011.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16
Desember 2011.
Agar . . .
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
WIMBOH SANTOSO
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/30/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 14 Desember 2001 </set_date>
<effective_date> 14 Desember 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '31/5/UPPB|SE-BI/1998', '31/15/UPPB|SE-BI/1998', '31/40/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '3/22/PBI/2001' </related_reg>
|
No. 17/40 /DPM
Jakarta, 16 November 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH,UNIT USAHA SYARIAH, DAN
LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Surat
Berharga Syariah Negara dengan Bank Indonesia Dalam
Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah
Sehubungan dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5567) dan dalam rangka upaya penguatan
infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali
ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara transaksi repurchase
agreement Surat Berharga Syariah Negara dengan Bank Indonesia dalam
rangka operasi pasar terbuka syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai perbankan syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai perbankan syariah.
4. Lembaga …
2
4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan
valuta asing dan/atau perusahaan efek yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga
negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai
bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang
Rupiah.
6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa
kupon dan/atau secara diskonto.
7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara
Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon
dan/atau secara diskonto.
8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disebut OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam
rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip
syariah.
9. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT
Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan
prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Bank dan pihak lain dalam rangka OMS.
10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga, dan setelmen dana seketika.
11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta
penatausahaan …
3
penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi,
penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika.
12. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan
transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga, dan setelmen dana seketika.
13. Transaksi Repurchase Agreement SBSN Dalam Rangka Operasi
Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut Repo SBSN OPT
Syariah adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada
Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali oleh Bank
sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati dalam
rangka OPT Syariah.
14. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank
Indonesia.
15. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS
dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan
kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga,
transaksi dengan Bank Indonesia dan/atau transaksi pasar
keuangan.
16. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan
pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka
penatausahaan.
17. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan
Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam
rangka penatausahaan.
18. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah
mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat
Berharga dan Setelmen Dana dilakukan bersamaan.
19. Sistem …
4
19. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
20. Marjin Repo SBSN adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam
setahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang
melakukan Repo SBSN OPT Syariah.
II. KARAKTERISTIK REPO SBSN OPT SYARIAH
1. Repo SBSN OPT Syariah merupakan instrumen yang digunakan
oleh Bank Indonesia untuk injeksi likuiditas perbankan syariah
dalam rangka OMS.
2. Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan menggunakan akad
al bai’ (jual beli) yang disertai dengan janji (al wa’d) oleh Bank
kepada Bank Indonesia, dalam dokumen terpisah, untuk
membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu
yang disepakati.
3. Repo SBSN OPT Syariah dapat dilakukan pada setiap hari kerja
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Jangka waktu Repo SBSN OPT Syariah paling singkat 1 (satu)
hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan
dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu.
5. Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan mekanisme lelang
melalui Sistem BI-ETP.
6. Pelaksanaan lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan
metode sebagai berikut:
a. harga tetap (fixed rate tender) dengan Marjin Repo SBSN
ditetapkan Bank Indonesia; atau
b. harga beragam (variable rate tender) dengan Marjin Repo
SBSN diajukan Bank dan Lembaga Perantara.
7. Marjin Repo SBSN diperhitungkan pada saat setelmen second leg
Repo SBSN OPT Syariah.
8. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Repo SBSN OPT
Syariah sebagai berikut:
a. berstatus …
5
a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan
Sistem BI-RTGS;
b. tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan OMS;
c. harus memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; dan
d. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS.
9. Bank mengajukan Repo SBSN OPT Syariah kepada Bank
Indonesia untuk kepentingan diri sendiri.
10. Bank dapat mengajukan penawaran Repo SBSN OPT Syariah
secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara kepada
Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang
telah ditetapkan.
11. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Repo SBSN OPT
Syariah untuk kepentingan Bank.
12. Persyaratan Lembaga Perantara adalah sebagai berikut:
a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP; dan
b. tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh
otoritas pengawas yang berwenang.
III. PERSYARATAN UMUM
1. Bank mengajukan Repo SBSN OPT Syariah setelah
menandatangani Janji (wa’d) Untuk Membeli Kembali SBSN
Dalam Rangka Repo SBSN Dengan Bank Indonesia, yang
selanjutnya disebut Dokumen Janji, yang telah dibubuhi
materai cukup dan menyampaikan dokumen pendukung yang
dipersyaratkan kepada Bank Indonesia. Contoh Dokumen Janji
sebagaimana dimaksud pada Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1
meliputi:
a. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia:
1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir
yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan
direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan
Dokumen Janji dilakukan oleh direksi;
2)
fotokopi …
6
2) fotokopi anggaran dasar Bank sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada
pejabat yang menandatangani Dokumen Janji jika
penandatanganan Dokumen Janji
oleh direksi; atau
tidak dilakukan
3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan
hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan
direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan
Dokumen Janji dilakukan oleh direksi;
4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada
pejabat yang menandatangani Dokumen Janji jika
penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh
direksi; dan
5) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat
yang berwenang untuk menandatangani Dokumen
Janji.
b. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri :
1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor
pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk
mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji
dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO);
2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat
yang diberikan wewenang untuk menandatangani
Dokumen Janji jika penandatanganan Dokumen Janji
tidak dilakukan oleh CEO;
3) dalam hal penandatanganan Dokumen Janji tidak
dilakukan oleh CEO maka surat kuasa (power of
attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) harus memuat hak CEO untuk
mengalihkan kewenangannya (hak substitusi); dan
4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat
Bank …
7
Bank yang berwenang untuk menandatangani
Dokumen Janji.
3. Penandatanganan Dokumen Janji sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan
Repo SBSN OPT Syariah dengan Bank Indonesia.
4. Dokumen Janji yang telah ditandatangani berlaku seterusnya
sepanjang tidak ada perubahan isi Dokumen Janji dan/atau
perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan daerah
mengenai kewenangan Direksi Bank untuk mewakili Bank atau
ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai pendelegasian
wewenang.
5. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2
disampaikan dengan surat pengantar kepada:
Direktur Eksekutif
Departemen Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Menara Sjafruddin Prawiranegara
Jl. M.H Thamrin Nomor 2
Jakarta 10350
IV. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN
1. SBSN milik Bank yang dapat di-repo-kan adalah:
a. SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek.
b. tercatat di BI-SSSS;
c. tidak sedang diagunkan; dan
d. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja
pada saat second leg Repo SBSN OPT Syariah.
2. Harga SBSN yang dapat di-repo-kan ditetapkan dan diumumkan
oleh Bank Indonesia di Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan/atau
sarana lainnya dengan mempertimbangkan antara lain harga
pasar masing-masing jenis dan seri SBSN.
3. Bank Indonesia menetapkan besarnya haircut untuk SBSN
dalam rangka penentuan nilai setelmen Repo SBSN OPT Syariah
(first leg).
4. Haircut…
8
4. Haircut merupakan faktor pengurang harga SBSN yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan haircut dan
mengumumkan perubahan tersebut melalui Sistem BI-ETP, BI-
SSSS, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya.
6. Hak penerimaan imbalan atas SBSN yang di-repo-kan selama
periode Repo SBSN OPT Syariah tetap merupakan milik Bank.
V. PENGUMUMAN DAN PENGAJUAN REPO SBSN OPT SYARIAH
1. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Repo SBSN OPT
Syariah paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI-
ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya.
2. Pengumuman rencana lelang Repo SBSN OPT Syariah memuat
antara lain:
a. sarana transaksi;
b. tanggal lelang;
c. jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
d. metode lelang;
e.
target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode
variable rate tender;
f.
Marjin Repo SBSN, apabila lelang dilakukan dengan metode
fixed rate tender;
g. jenis dan seri SBSN yang dapat di-repo-kan;
h. haircut;
i. window time; dan/atau
j. tanggal dan waktu setelmen.
3. Window time Repo SBSN OPT Syariah dapat dilakukan antara
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu
lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Pengajuan penawaran Repo SBSN OPT Syariah
a. Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara
mengajukan penawaran Repo SBSN OPT Syariah kepada
Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time
yang ditetapkan.
b. Pengajuan …
9
b. Pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Bank dan
Lembaga Perantara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
c. Pengajuan penawaran Repo SBSN OPT Syariah antara lain
meliputi:
1)
2)
nilai nominal, jenis dan seri SBSN yang di-repo-kan
untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau
nilai nominal, jenis dan seri SBSN yang di-repo-kan
dan Marjin Repo SBSN untuk lelang dengan metode
variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu Repo SBSN OPT
Syariah yang akan dilakukan.
d. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate
tender, pengajuan setiap penawaran Marjin Repo SBSN
dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per
sepuluh ribu).
e. Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran Repo SBSN OPT Syariah yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
f. Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
VI. PENETAPAN PEMENANG LELANG REPO SBSN OPT SYARIAH
1. Dalam hal lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan
metode fixed rate tender maka penetapan nilai nominal Repo
SBSN OPT Syariah yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a. penawaran nilai nominal yang diajukan oleh Bank
dimenangkan seluruhnya;
b. dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan
perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan
Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Dalam …
10
2. Dalam hal lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan
metode variable rate tender, maka penetapan nilai nominal Repo
SBSN OPT Syariah yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a. Bank Indonesia menetapkan Marjin Repo SBSN terendah
yang dapat diterima (stop out rate/SOR); dan
b. Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang
dimenangkan dengan cara:
1) dalam hal Marjin Repo SBSN yang diajukan Bank lebih
tinggi dari SOR yang ditetapkan, Bank yang
bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Repo
SBSN OPT Syariah yang diajukan; dan
2) dalam hal Marjin Repo SBSN yang diajukan Bank
sama dengan SOR yang ditetapkan maka Bank yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian
dari penawaran Repo SBSN OPT Syariah yang diajukan
dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan
nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
3. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang
lelang Repo SBSN OPT Syariah.
VII. PENGUMUMAN HASIL LELANG REPO SBSN OPT SYARIAH
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Repo SBSN OPT Syariah
setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut:
1. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-
ETP, antara lain berupa nilai transaksi yang dimenangkan dan
Marjin Repo SBSN; dan
2. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal
seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR dan/atau rata-rata
tertimbang Marjin Repo SBSN.
VIII. SETELMEN …
11
VIII. SETELMEN REPO SBSN OPT SYARIAH
1. Setelmen Repo SBSN OPT Syariah melalui BI-SSSS dilakukan
dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross
to gross) dan DVP.
2. Setelmen first leg
a. Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat
1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Repo
SBSN OPT Syariah.
b. Bank wajib memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening Surat
Berharga yang mencukupi untuk setelmen first leg.
c. Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan
BI-SSSS sebagai berikut:
1) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening
Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di-
repo-kan; dan
2) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen first leg.
d. Nilai setelmen first leg dihitung sebagai berikut:
1) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
Nilai
Setelmen
First Leg
= [(
Nominal
SBSN Yang
Di-repo-kan
)× (
Harga
SBSN
-Haircut)] +
2) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
Nilai
Setelmen
First Leg
Keterangan:
Harga
SBSN
Haircut
=
Nominal
SBSN Yang
Di-repo-kan
× (
Harga
SBSN
- Haircut)
Accrued
Imbalan
SBSN
: Harga SBSN sebagaimana diumumkan
pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada
tanggal transaksi.
: Haircut sebagaimana diumumkan pada
Sistem BI-ETP dan BI-SSSS.
Accrued : - Hak atas imbalan SBSN yang dihitung
Imbalan …
12
Imbalan
sejak 1 (satu) hari kalender sesudah
tanggal pembayaran imbalan terakhir
sampai dengan tanggal setelmen first
leg.
- Perhitungan hak atas imbalan SBSN
didasarkan pada jumlah hari yang
sebenarnya (actual per actual).
e. Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN di
Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan sebelum
periode cut off warning Sistem BI-RTGS, sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara
otomatis membatalkan Repo SBSN OPT Syariah.
f.
Atas batalnya Repo SBSN OPT Syariah sebagaimana
dimaksud dalam huruf e, Bank yang bersangkutan
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah.
g. Dalam hal pada lelang yang sama terdapat lebih dari 1
(satu) kali pembatalan Repo SBSN OPT Syariah (first leg),
dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian
sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi
tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
3. Setelmen second leg
a. Pada tanggal Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second
leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second
leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum
periode cut-off warning Sistem BI-RTGS.
b. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang
mencukupi untuk setelmen second leg.
c. Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per
transaksi (gross to gross) sebagai berikut:
1) Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen second leg; dan
2) Setelmen …
13
2) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening
Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di-
repo-kan yang jatuh waktu.
d.
Nilai setelmen second leg dihitung sebagai berikut :
Nilai
Setelmen
Second Leg
=
Nilai
Setelmen
First Leg
+
Nilai Marjin
Repo
Keterangan:
Nilai Marjin Repo SBSN adalah penerimaan Bank Indonesia
sesuai jangka waktu Repo SBSN OPT Syariah.
Nilai Marjin
Repo
Nilai
=
Setelmen
first leg
×
Marjin
Repo
×
Jangka Waktu
360
e. Dalam hal setelah terjadinya Repo SBSN OPT Syariah,
tanggal Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg)
ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan
setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa
memperhitungkan tambahan Marjin Repo SBSN untuk hari
libur dimaksud.
f. Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi
untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai
dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS
sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-
SSSS secara otomatis membatalkan Repo SBSN OPT
Syariah jatuh waktu (second leg).
4. Kegagalan Setelmen Second Leg
a. Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg,
maka Repo SBSN OPT Syariah diperlakukan sebagai
transaksi penjualan secara outright oleh Bank.
b. Perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan
harga SBSN transaksi outright sebagai berikut:
1) Dalam …
14
1) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
Nilai
Setelmen Penjualan
SBSN Outright
= (Nominal
SBSN
×
Harga
SBSN
2) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
Nilai
Setelmen Penjualan
SBSN Outright
Keterangan :
Harga SBSN
Accrued
Imbalan
= (Nominal
SBSN
×
Harga
SBSN
)+ Accrued
Imbalan
)
: Harga SBSN pada transaksi first
leg.
: Hak atas imbalan SBSN yang
dihitung sejak 1 (satu) hari
kalender
sesudah tanggal
pembayaran imbalan terakhir
sampai dengan tanggal setelmen
outright.
c. Atas kegagalan setelmen second leg, Bank tetap
membayarkan Marjin Repo SBSN kepada Bank Indonesia.
d. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen second leg Repo
SBSN OPT Syariah, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Bank Indonesia mengkredit/mendebet Rekening Giro
Rupiah dengan memperhitungkan:
a) accrued imbalan pada periode Repo SBSN OPT
Syariah;
b) haircut yang masih menjadi hak Bank; dan
c) Marjin Repo SBSN yang harus dibayarkan oleh
Bank.
2) Dalam hal terdapat imbalan yang diterima oleh Bank
pada periode
Repo SBSN OPT Syariah,
pendebetan/pengkreditan Rekening Giro Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
memperhitungkan imbalan yang diterima oleh Bank
yang harus dikembalikan kepada Bank Indonesia.
e. Atas …
15
e. Atas batalnya Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second
leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 3.f Bank dikenakan
sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah.
f. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan
setelmen second leg Repo SBSN OPT Syariah pada hari yang
sama, dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS,
pembatalan transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu)
kali.
IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN OPT Syariah
sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.2.e dan butir VIII.3.f,
Bank dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan;
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai transaksi Repo SBSN OPT Syariah yang
dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
c. dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS
yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun
waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa
penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS
selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut.
2. Dalam …
16
2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud
dalam butir VIII.3.f dan dalam hal harga SBSN pada saat second
leg lebih rendah dari harga SBSN pada transaksi first leg, selain
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank
dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar
sebesar selisih antara harga pada transaksi first leg dan harga
pada transaksi second leg setelah dikalikan dengan nominal
SBSN yang di-repo-kan.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi penghentian
sementara mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah Bank yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya pembatalan transaksi.
X. KETENTUAN PERALIHAN
Transaksi Repo SBSN OPT Syariah yang dilakukan setelah
berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini yang merupakan bagian
dari transaksi yang telah dilakukan sebelum Surat Edaran Bank
Indonesia ini berlaku, tetap tunduk pada ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/32/DPM
tanggal 7 November 2012 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase
Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan
Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah
sampai dengan transaksi yang bersangkutan jatuh waktu.
XI. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/32/DPM tanggal 7
November 2012 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement
(Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia
Dalam …
17
Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16
November 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/40/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Negara dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah </reg_title>
<set_date> 16 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '14/32/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No. 17/10/DKMP
Jakarta, 29 Mei 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH
DAN VALUTA ASING DI INDONESIA
Perihal : Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 87,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5693), perlu untuk
mengatur kembali ketentuan pelaksanaan Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan:
1. Bank Umum Konvensional yang selanjutnya disingkat BUK adalah
Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Perbankan, termasuk kantor cabang dari
bank yang berkedudukan di luar negeri, yang melakukan kegiatan
usaha secara konvensional.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank
Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Perbankan Syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Perbankan Syariah.
4. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang
selanjutnya disebut Perusahaan Pialang adalah Perusahaan
Pialang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang…
yang mengatur mengenai pialang pasar uang rupiah dan valuta
asing.
5. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang
selanjutnya disingkat PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan
jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam
rupiah maupun valuta asing.
6.
Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
yang selanjutnya disebut Instrumen PUAS adalah instrumen
keuangan berdasarkan prinsip syariah yang digunakan sebagai
sarana transaksi di PUAS.
7. Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah
Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut Transaksi
Repo Syariah adalah transaksi penjualan surat berharga syariah
oleh BUS, UUS, atau BUK kepada BUS, UUS, atau BUK lainnya
yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, dengan janji
pembelian kembali pada waktu tertentu yang diperjanjikan.
8. Surat Berharga Syariah yang selanjutnya disingkat SBS adalah
surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, baik
oleh Pemerintah maupun Korporasi sebagai bukti penyertaan atas
kepemilikan aset SBS, baik dalam mata uang rupiah maupun
valuta asing.
9. Al-bai’ ma’a al-wa’d bi al-syira’ adalah penjualan surat berharga
syariah dengan janji pembelian kembali pada waktu tertentu yang
diperjanjikan.
10. Korporasi adalah badan usaha selain bank yang berbadan hukum
dan berdomisili di Indonesia.
11. Prinsip Syariah adalah Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan
Syariah.
II. TATA CARA PENGAJUAN USULAN INSTRUMEN PUAS
1. BUS atau UUS yang akan menyampaikan usulan Instrumen PUAS
selain yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Instrumen PUAS, mengajukan surat usulan
Instrumen PUAS kepada Bank Indonesia dengan format
sebagaimana…
sebagaimana tercantum pada lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Pengajuan usulan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus
disertai dokumen sebagai berikut :
a. fotokopi fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Instrumen
PUAS yang diusulkan;
b. opini syariah Dewan Pengawas Syariah dari BUS atau UUS
terhadap Instrumen PUAS yang diusulkan;
c. penjelasan tentang Instrumen PUAS yang diusulkan, yang
paling kurang mencakup karakteristik, skema transaksi,
proses akuntansi, pihak yang berwenang, infrastruktur yang
diperlukan, dan analisis risiko Instrumen PUAS tersebut;
d. konsep atau pokok-pokok ketentuan dalam akad atau kontrak
keuangan; dan
e. informasi dan/atau dokumen lainnya yang dinilai relevan serta
berguna untuk menilai manfaat dan risiko Instrumen PUAS
tersebut.
3. Untuk BUS, surat pengajuan usulan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 ditandatangani oleh anggota direksi yang berwenang.
4. Untuk UUS, surat pengajuan usulan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 ditandatangani oleh anggota direksi yang berwenang dari
kantor pusat BUK atau oleh kepala UUS.
5. Dalam rangka mempertimbangkan kelayakan usulan Instrumen
PUAS, BUS atau UUS harus melakukan presentasi kepada Bank
Indonesia.
6. Setelah usulan Instrumen PUAS sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dipresentasikan, Bank Indonesia menyampaikan surat
pemberitahuan persetujuan atau penolakan.
7. Sebagai tindak lanjut dari surat pemberitahuan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada angka 6, Bank Indonesia
menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Instrumen PUAS dimaksud.
8. BUS atau UUS hanya dapat menerbitkan Instrumen PUAS yang
diusulkan sebagaimana dimaksud pada angka 1 setelah Bank
Indonesia menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia.
III. MEKANISME…
III. MEKANISME TRANSAKSI INSTRUMEN PUAS
1. BUS, UUS, atau BUK dapat membeli Instrumen PUAS yang
diterbitkan oleh BUS atau UUS.
2. Dalam melakukan transaksi di PUAS, BUS, UUS, atau BUK dapat
menggunakan Perusahaan Pialang.
3. BUS atau UUS yang menerbitkan Instrumen PUAS harus
memberikan informasi terkait dengan Instrumen PUAS dimaksud
kepada BUS, UUS, atau BUK yang akan membeli Instrumen PUAS
tersebut.
IV. KARAKTERISITIK DAN MEKANISME TRANSAKSI REPO SYARIAH
1. Dalam Transaksi Repo Syariah, BUS, UUS, atau BUK wajib
menggunakan surat berharga syariah.
2. Dalam hal BUS, UUS, atau BUK melakukan transaksi repurchase
agreement atas SBS, BUS, UUS, atau BUK wajib melakukan
transaksi tersebut melalui Transaksi Repo Syariah.
3. BUS, UUS, atau BUK dapat melakukan Transaksi Repo Syariah
baik sebagai penjual maupun pembeli.
4. Karakteristik dan persyaratan Transaksi Repo Syariah sebagai
berikut:
a. dilakukan dengan akad Al-bai’ ma’a al-wa’d bi al-syira’;
b. jual beli atas SBS harus dilakukan dengan akad jual beli yang
sesungguhnya (al-bai’ al-haqiqi) yang antara lain diikuti
dengan berpindahnya kepemilikan SBS yang diperjualbelikan
berikut segala akibat hukum lain yang melekat pada SBS
tersebut, antara lain namun tidak terbatas pada hak atas
imbalan SBS dan perubahan harga;
c. penjual SBS berjanji untuk membeli kembali SBS tersebut
pada waktu tertentu yang diperjanjikan dan pembeli SBS juga
berjanji untuk menjual kembali SBS tersebut pada waktu
tertentu yang diperjanjikan (muwa’adah);
d. jual beli SBS menggunakan harga pasar atau harga yang
disepakati;
e. berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.
5. Mekanisme…
5. Mekanisme Transaksi Repo Syariah sebagai berikut:
a. Penjual SBS dan Pembeli SBS adalah BUS, UUS, atau BUK.
b. Penjual SBS menjual SBS kepada pembeli SBS dengan
menyepakati jenis dan seri SBS yang akan dijual, nominal
SBS, harga SBS, dan waktu penyelesaian tahap pertama (1st
leg settlement).
c. Tanggal penyelesaian (settlement) penjualan paling lama
adalah 2 (dua) hari kerja sejak tanggal transaksi. Jika hari
kerja jatuh pada hari libur maka penyelesaian (settlement)
penjualan dilakukan pada hari kerja berikutnya.
d. Untuk penyelesaian tahap kedua (2nd leg settlement), penjual
SBS berjanji untuk membeli kembali SBS tersebut pada waktu
tertentu yang diperjanjikan dan pembeli SBS berjanji untuk
menjual kembali SBS tersebut pada waktu tertentu yang
diperjanjikan (muwa’adah) dengan menyepakati antara lain:
1) harga pembelian dan penjualan kembali; dan
2) waktu pembelian dan penjualan kembali SBS;
e. Pada waktu tertentu yang diperjanjikan, pembeli SBS menjual
kembali SBS dan penjual SBS membeli kembali SBS.
V. TATA CARA PELAPORAN
BUS, UUS, dan BUK wajib melaporkan transaksi PUAS kepada Bank
Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pelaporan transaksi PUAS.
VI. PEMERIKSAAN OLEH BANK INDONESIA
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap transaksi
PUAS yang dilakukan oleh BUS, UUS, atau BUK dengan cara
sebagai berikut:
a. pemeriksaan langsung;
b. pemeriksaan bersama Otoritas Jasa Keuangan; atau
c. menggunakan data hasil pemeriksaan Otoritas Jasa
Keuangan.
2. Dalam melakukan pemeriksaan, Bank Indonesia berkoordinasi
dengan Otoritas Jasa Keuangan.
VII. TATA…
VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. BUS, UUS, atau BUK yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Bank
Indonesia Nomor 17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis; dan
b. kewajiban membayar sebesar Rp35.000.000,00 (tiga puluh
lima juta rupiah).
2. Pengenaan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
butir 1.a. memuat antara lain perintah penghentian transaksi atas
Instrumen PUAS yang belum diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Instrumen PUAS.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
pada butir 1.b. dilakukan dengan cara Bank Indonesia mendebet
rekening giro rupiah BUS, UUS, atau BUK yang ada di Bank
Indonesia.
4. BUS, UUS, atau BUK yang tidak memenuhi ketentuan :
a. penggunaan surat berharga syariah dalam Transaksi Repo
Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1); dan
b. transaksi repurchase agreement atas surat berharga syariah
dengan BUS, UUS, atau BUK lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2),
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/4/PBI/2015 tentang Pasar
Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah dikenakan sanksi
berupa teguran tertulis.
5. Pengenaan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
angka 4, memuat antara lain perintah penghentian Transaksi
Repo Syariah atau transaksi repurchase agreement terkait.
6. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka
4 ditembuskan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
VIII. KORESPONDENSI
1. Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank
Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini,
serta…
serta pertanyaan yang berkaitan dengan teknis dan tata cara
pelaporan serta materi pelaporan ditujukan kepada Bank Indonesia
dengan alamat:
Pusat Program Transformasi Bank Indonesia - Program Pendalaman
Pasar Keuangan (PPTBI - P3K)
Gedung Thamrin Lantai 4
Jl. M. H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
2. Dalam hal terdapat perubahan alamat surat menyurat dan
komunikasi, Bank Indonesia akan memberitahukan kepada BUS,
UUS, atau BUK melalui surat dan/atau media lainnya.
IX. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 14/1/DPM tanggal 4 Januari 2012
perihal Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29 Mei
2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
LAMPIRAN
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 17/10/DKMP TANGGAL 29 Mei 2015
PERIHAL
PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
CONTOH SURAT PENGAJUAN USULAN INSTRUMEN PUAS
No. (diisi nomor surat)
Lamp. (diisi jumlah lampiran)
Kepada
Bank Indonesia
Pusat Program Transformasi Bank Indonesia – Program Pendalaman Pasar
Keuangan (PPTBI – P3K)
Gedung Thamrin Lantai 4
Jl. M. H. Thamrin No.2
Jakarta 10350
(tanggal surat)
Perihal : Pengajuan Usulan Instrumen PUAS
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Dengan ini kami mengajukan usulan Instrumen PUAS dengan nama
…………. Untuk melengkapi permohonan dimaksud, bersama ini kami
sampaikan:
a.
b. opini syariah Dewan Pengawas Syariah dari BUS atau UUS terhadap
Instrumen PUAS yang diusulkan;
c. penjelasan tentang Instrumen PUAS yang diusulkan, yang paling
kurang mencakup karakteristik, skema transaksi, proses akuntansi,
pihak yang berwenang, infrastruktur yang diperlukan dan analisis
risiko Instrumen PUAS tersebut;
d. konsep atau pokok-pokok ketentuan dalam akad atau kontrak
keuangan; dan
fotokopi fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Instrumen PUAS yang
diusulkan;
e.
informasi dan/atau dokumen lainnya yang dinilai relevan serta
berguna untuk menilai manfaat dan risiko Instrumen PUAS
tersebut.
Demikian permohonan kami, mohon persetujuan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
(Tanda tangan dan nama
Anggota Direksi BUS /Anggota Direksi Kantor Pusat Bank Konvensional
yang berwenang)
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/10/DKMP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah. </reg_title>
<set_date> 29 Mei 2015 </set_date>
<effective_date> 29 Mei 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '14/1/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '17/4/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No. 5/2/DPM
Jakarta, 3 Februari 2003
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Pedagang Valuta Asing Bukan
Bank
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/2/PBI/2003 tanggal 3 Februari 2003 tentang Pedagang Valuta Asing (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4260), dipandang perlu menetapkan tata cara perizinan,
pengawasan, pelaporan, pengenaan sanksi dan pendaftaran ulang bagi Pedagang
Valuta Asing Bukan Bank, yang selanjutnya disebut PVA-BB sebagai berikut:
I. TATA CARA PERIZINAN
A. Izin Usaha PVA-BB
Tata cara perizinan dan pembukaan kegiatan usaha PVA-BB diatur sebagai
berikut:
1. Pemohon mengajukan permohonan izin usaha secara tertulis kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh pada
Lampiran 1.
2. Surat permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud angka 1 dilengkapi
dokumen sebagai berikut:
a. Fotokopi anggaran dasar/Akta pendirian perusahaan beserta
perubahan-perubahannya;
b. Fotokopi …
b. Fotokopi pengesahan Akta pendirian perusahaan oleh Menteri
Kehakiman dan Hak Azasi Manusia (Menkeh dan HAM);
c. Daftar kepengurusan dan kepemilikan perusahaan dengan dilengkapi
surat pernyataan bermeterai cukup dari pengurus dan pemegang saham
yang menyatakan bahwa tidak tercatat sebagai penarik cek/bilyet giro
kosong dan tidak memiliki kredit macet yang tercatat pada
administrasi Bank Indonesia;
d. Fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang
masih berlaku atas nama masing-masing pengurus dan pemegang
saham;
e. Neraca perusahaan yang ditandatangani oleh pengurus;
f. Fotokopi bukti setoran modal atas nama perusahaan di bank umum;
g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan
yang bersangkutan;
h. Fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama pengurus dan atau
pemegang saham atau surat perjanjian sewa/kontrak/penggunaan
tempat usaha yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil;
i. Fotokopi surat keterangan domisili tempat usaha dari pihak yang
berwenang.
3. Pengajuan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud angka 1
disampaikan ke alamat sebagai berikut:
a. Bagi pemohon yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia (KPBI), dialamatkan kepada Bank Indonesia cq.
Direktorat Pengelolaan Moneter, Jl.M.H. Thamrin No.2, Jakarta
10010; atau
b. Bagi pemohon yang berkedudukan di luar wilayah kerja KPBI,
dialamatkan kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat dengan
mengacu pada wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
2.
4. Dalam …
4. Dalam hal pemohon tidak memenuhi kelengkapan dokumen yang
dipersyaratkan, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada
pemohon untuk melengkapi dokumen dimaksud.
5. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan telah lengkap, Bank Indonesia
melakukan pemeriksaan rencana lokasi tempat usaha kantor PVA-BB
untuk mengetahui keberadaan dan kelayakan lokasi tempat usaha
termasuk sarana penunjang kegiatan usaha (antara lain counter, alat
deteksi uang kertas, brankas penyimpan uang, dan papan kurs) serta
mencocokkan dokumen yang dipersyaratkan dengan dokumen aslinya.
6. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 5 telah dipenuhi, Bank Indonesia mengeluarkan Keputusan
Pemberian Izin Usaha (KPmIU), yang berlaku sejak tanggal dikeluarkan.
7. Bank Indonesia memberitahukan kepada pemohon untuk mengambil
KPmIU sebagaimana diatur pada angka 6 ke alamat sebagaimana diatur
pada angka I.A.3.a atau b.
8. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 5 tidak dipenuhi, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis
kepada pemohon mengenai penolakan permohonan pemohon.
9. Setelah KPmIU diterima, PVA-BB memasang papan nama perusahaan
dalam ukuran cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik, yang
memuat tulisan antara lain “Pedagang Valuta Asing Berizin” dengan atau
tanpa tambahan tulisan “Authorized Money Changer”, serta
mencantumkan nama perusahaan, nomor dan tanggal KPmIU dengan
format penulisan sebagaimana contoh 1 pada Lampiran 3.
10. PVA-BB wajib melaksanakan pembukaan kegiatan usaha selambat-
lambatnya 60 (enampuluh) hari sejak tanggal dikeluarkannya KPmIU.
11. Dalam hal PVA-BB telah memulai kegiatan usaha, PVA-BB wajib
melaporkan pembukaan kegiatan usaha ke alamat sebagaimana diatur
pada angka I.A.3.a atau b selambat-lambatnya 14 (empatbelas) hari sejak
dimulainya …
dimulainya kegiatan usaha.
12. Bank Indonesia mengumumkan tentang PVA-BB yang memperoleh
KPmIU melalui media cetak dan atau elektronik.
B. Izin Pembukaan Kantor Cabang PVA-BB
Tata cara izin pembukaan kantor cabang PVA-BB diatur sebagai berikut:
1. Kantor pusat PVA-BB mengajukan permohonan izin pembukaan kantor
cabang secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 4.
2. Surat permohonan izin pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud
angka 1 dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. Fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama pengurus atau
pemegang saham atau surat perjanjian sewa/kontrak/penggunaan
tempat usaha yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil;
b. Surat pernyataan dari pengurus dan pemegang saham bermeterai
cukup bahwa kantor cabang yang akan dibuka merupakan unit
kegiatan usaha yang tidak terpisahkan dari kantor pusat PVA-BB;
c. Fotokopi surat keterangan domisili tempat usaha dari pihak yang
berwenang untuk setiap kantor cabang.
3. Pengajuan permohonan izin pembukaan kantor cabang disampaikan ke
alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b, dan bagi PVA-BB
yang akan membuka kantor cabang di luar wilayah kerja Bank Indonesia
yang mewilayahinya, menyampaikan pula tembusan kepada kantor Bank
Indonesia dimana kantor cabang yang akan dibuka tersebut
berkedudukan.
4. Dalam hal PVA-BB tidak memenuhi kelengkapan dokumen yang
dipersyaratkan, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada
PVA-BB untuk melengkapi dokumen dimaksud.
5. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan telah lengkap, Bank Indonesia
melakukan …
melakukan pemeriksaan lokasi usaha kantor cabang yang direncanakan
untuk mengetahui keberadaan dan kelayakan tempat usaha termasuk
sarana penunjang kegiatan usaha (antara lain counter, alat deteksi uang
kertas, tempat penyimpan uang, papan kurs) serta mencocokkan dokumen
yang dipersyaratkan dengan dokumen asli.
6. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 5 telah dipenuhi, Bank Indonesia mengeluarkan izin pembukaan
kantor cabang berupa surat persetujuan pembukaan kantor cabang yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan KPmIU, yang
berlaku efektif sejak tanggal dikeluarkan.
7. Bank Indonesia menyampaikan surat persetujuan pembukaan kantor
cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 6 kepada PVA-BB.
8. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 5 tidak dipenuhi, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis
kepada PVA-BB mengenai penolakan permohonan pembukaan kantor
cabang.
9. Setelah persetujuan izin pembukaan kantor cabang diterima, PVA-BB
memasang papan nama perusahaan dalam ukuran cukup yang mudah
dilihat dan dibaca oleh publik, yang memuat tulisan antara lain “Pedagang
Valuta Asing Berizin” dengan atau tanpa tambahan tulisan “Authorized
Money Changer”, dan mencantumkan nama perusahaan, status kantor,
nomor dan tanggal KPmIU serta nomor persetujuan pembukaan kantor
cabang dengan format penulisan sebagaimana contoh 2 pada Lampiran
3.
10. PVA-BB wajib melaksanakan pembukaan kantor cabang selambat-
lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal dikeluarkannya izin
pembukaan kantor cabang.
11. PVA-BB wajib melaporkan pembukaan kantor cabang ke alamat
sebagaimana …
sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b selambat-lambatnya 14
(empatbelas) hari sejak dibukanya kantor cabang yang bersangkutan.
C. Izin Pemindahan Alamat Kantor PVA-BB
Tata cara izin pemindahan alamat kantor baik kantor pusat maupun kantor
cabang PVA-BB diatur sebagai berikut:
1. Kantor pusat PVA-BB mengajukan permohonan izin pemindahan alamat
kantor secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 5.
2. Surat permohonan izin pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud
angka 1 dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. Fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama pengurus dan atau
pemegang saham atau surat perjanjian sewa/kontrak/penggunaan
tempat usaha yang baru yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat
secara notariil;
b. Fotokopi surat keterangan domisili tempat usaha dari pihak yang
berwenang.
3. Pengajuan permohonan izin pemindahan alamat kantor disampaikan ke
alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b, dan bagi PVA-BB
yang akan melakukan pemindahan alamat kantor di luar wilayah kerja
Bank Indonesia yang mewilayahinya, menyampaikan pula tembusan
kepada kantor Bank Indonesia dimana alamat kantor PVA-BB yang baru
tersebut berkedudukan.
4. Selain itu, khusus bagi PVA-BB yang akan memindahkan alamat kantor
cabangnya ke propinsi lain wajib memenuhi terlebih dahulu persyaratan
sebagaimana diatur pada Pasal 10 huruf b Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/2/PBI/2003 tanggal 3 Februari 2003 tentang Pedagang Valuta
Asing.
5. Dalam hal PVA-BB tidak memenuhi kelengkapan dokumen yang
dipersyaratkan …
dipersyaratkan, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada
PVA-BB untuk melengkapi dokumen dimaksud.
6. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan telah lengkap, Bank Indonesia
dapat melakukan pemeriksaan lokasi usaha kantor yang direncanakan
untuk mengetahui keberadaan dan kelayakan tempat usaha termasuk
sarana penunjang kegiatan usaha (antara lain counter, alat deteksi uang
kertas, tempat penyimpan uang, papan kurs) serta mencocokkan dokumen
yang dipersyaratkan dengan dokumen asli.
7. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 telah dipenuhi, Bank Indonesia mengeluarkan izin pemindahan
alamat kantor berupa surat persetujuan pemindahan alamat kantor yang
berlaku efektif sejak tanggal dikeluarkan.
8. Bank Indonesia menyampaikan surat persetujuan pemindahan alamat
kantor sebagaimana dimaksud dalam angka 7 kepada PVA-BB.
9. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan surat penolakan
permohonan pemindahan alamat kantor kepada PVA-BB.
10. PVA-BB wajib melaksanakan pemindahan alamat kantor selambat-
lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal dikeluarkannya izin
pemindahan alamat kantor.
11. PVA-BB wajib melaporkan pelaksanaan pemindahan alamat kantor ke
alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b selambat-lambatnya
14 (empatbelas) hari sejak dilaksanakannya pemindahan alamat.
D. Izin Perubahan Pengurus dan atau Pemegang Saham PVA-BB
Tata cara izin perubahan pengurus dan atau pemegang saham PVA-BB diatur
sebagai berikut:
1. Kantor pusat PVA-BB mengajukan permohonan izin perubahan pengurus
dan atau pemegang saham secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan …
menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 6.
2. Surat permohonan izin perubahan pengurus dan atau pemegang saham
sebagaimana dimaksud angka 1 dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. Daftar calon pengurus dan atau pemegang saham yang diusulkan;
b. Fotokopi KTP yang masih berlaku dari pengurus dan atau pemegang
saham yang diusulkan;
c. Surat pernyataan bermeterai cukup dari calon pengurus dan atau
pemegang saham yang diusulkan bahwa calon pengurus dan atau
pemegang saham tidak tercatat sebagai penarik cek/bilyet giro kosong
dan tidak memiliki kredit macet sebagaimana tercatat pada
administrasi Bank Indonesia.
3. Pengajuan permohonan izin perubahan pengurus dan atau pemegang
saham disampaikan ke alamat sebagaimana diatur dalam angka I.A.3.a
atau b.
4. Dalam hal persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2
telah dipenuhi, Bank Indonesia memberikan izin perubahan pengurus dan
atau pemegang saham dengan mengeluarkan surat persetujuan perubahan
pengurus dan atau pemegang saham. Surat persetujuan tersebut
disampaikan kepada PVA-BB.
5. PVA-BB menyampaikan fotokopi akte perubahan pengurus dan atau
pemegang saham yang telah dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara
notariil ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b.
6. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak
dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan surat penolakan permohonan
perubahan pengurus dan atau pemegang saham kepada PVA-BB.
E. Penghentian Kegiatan Usaha PVA-BB
Penghentian kegiatan usaha bagi kantor pusat dan atau kantor cabang PVA-
BB baik yang bersifat permanen maupun sementara, diatur sebagai berikut:
1.Penghentian …
1. Penghentian kegiatan usaha kantor pusat PVA-BB:
a. Dalam hal penghentian kegiatan usaha bersifat permanen, kantor pusat
PVA-BB melaporkan secara tertulis mengenai alasan penghentian
kegiatan usaha kepada Bank Indonesia dengan melampirkan dokumen
sebagai berikut:
1) Asli KPmIU atau Sertifikat Izin Usaha;
2) Fotokopi risalah RUPS yang terkait dengan penghentian kegiatan
usaha PVA-BB yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara
notariil.
b. Laporan dan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud huruf a
disampaikan ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b.
c. Dalam hal kelengkapan dokumen sebagaimana huruf a telah dipenuhi,
Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA-BB
bahwa izin usaha PVA-BB yang bersangkutan dinyatakan tidak
berlaku dan mengeluarkan Keputusan Pencabutan Izin Usaha
(KPnIU).
d. Bank Indonesia mengumumkan tentang PVA-BB yang izin usahanya
dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud huruf c melalui
media cetak dan atau elektronik.
e. Dalam hal penghentian kegiatan usaha bersifat sementara, kantor
pusat PVA-BB melaporkan kepada Bank Indonesia mengenai alasan
penghentian kegiatan usaha.
f. Penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara hanya dapat
dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun dan PVA-
BB wajib melakukan pembukaan kembali kegiatan usaha selambat-
lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu
penghentian sementara.
g. Pembukaan kembali kegiatan usaha sebagaimana dimaksud huruf f
wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 14
(empatbelas)…
(empatbelas) hari sejak dibukanya kembali kegiatan usaha.
2. Penghentian kegiatan usaha kantor cabang PVA-BB:
a. Kantor pusat PVA-BB melaporkan secara tertulis mengenai alasan
penghentian operasional kantor cabang baik bersifat permanen
maupun sementara kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana
diatur pada angka I.A.3.a atau b.
b. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud huruf a, dalam hal
penghentian kegiatan operasional kantor cabang bersifat permanen,
Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan kepada PVA-BB
bahwa izin pembukaan kantor cabang yang bersangkutan dinyatakan
tidak berlaku.
c. Dalam hal penghentian kegiatan operasional kantor cabang bersifat
sementara, PVA-BB hanya dapat melakukan penghentian kegiatan
operasional dalam jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun dan wajib
melakukan pembukaan kembali selambat-lambatnya 30 (tigapuluh)
hari sejak berakhirnya jangka waktu penghentian kegiatan operasional.
d. Pembukaan kembali operasional kantor cabang sebagaimana
dimaksud huruf c wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 14 (empatbelas) hari sejak dibukanya kembali kegiatan
usaha.
II. TATA CARA PENGAWASAN
1. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap PVA-BB, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
2. Dalam hal pengawasan langsung, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
yang meliputi pemeriksaan umum dan atau pemeriksaan khusus (insidentil)
dalam hal diperlukan.
3. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, petugas pemeriksa dilengkapi dengan surat
penugasan dari Bank Indonesia yang memuat antara lain tujuan dan objek
pemeriksaan …
pemeriksaan.
4. Objek pemeriksaan umum meliputi antara lain:
a. penelitian atas kebenaran dan keakuratan laporan-laporan yang
disampaikan ke Bank Indonesia;
b. manajemen (termasuk aspek organisasi, keuangan dan pengawasan intern)
serta sistem dan prosedur kegiatan operasional.
5. Dalam hal pengawasan tidak langsung, Bank Indonesia melakukan
pemantauan terhadap kepatuhan atas pelaksanaan ketentuan yang berlaku,
termasuk penyampaian laporan yang ditetapkan.
6. Dalam hal pengawasan langsung, Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan
Asosiasi PVA atau pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan
yang diatur sebagai berikut :
a. Bank Indonesia bermitra dengan Asosiasi PVA atau pihak lain yang
ditunjuk; atau
b. Bank Indonesia menunjuk Asosiasi PVA atau pihak lain.
7. Dalam pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud angka 6, petugas
pemeriksa dilengkapi dengan surat penugasan yang dibuat oleh Bank
Indonesia yang memuat antara lain tujuan dan objek pemeriksaan.
8. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud angka 6 dilakukan oleh
Asosiasi PVA atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, Asosiasi
PVA atau pihak lain dimaksud membuat laporan hasil pemeriksaan dan
memberikan rekomendasi tertulis untuk disampaikan kepada Bank Indonesia.
9. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dan rekomendasi sebagaimana
dimaksud angka 8, Bank Indonesia dapat meminta Asosiasi PVA atau pihak
lain yang ditunjuk untuk melakukan pemantauan atas pelaksanaan tindak
lanjut serta kepada Bank Indonesia.
10. Dalam hal PVA-BB dikenakan sanksi atas pelanggaran sebagaimana diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat meminta Asosiasi
PVA untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan tindak lanjut.
11. Bank …
11. Bank Indonesia dapat meminta Asosiasi PVA untuk bekerja sama melakukan
pelatihan terhadap PVA-BB.
III. TATA CARA PELAPORAN
1. PVA-BB menyampaikan laporan berkala berupa laporan kegiatan usaha dan
laporan keuangan serta laporan khusus dan laporan lain kepada Bank
Indonesia yang diatur sebagai berikut:
a. Laporan Berkala
1) Laporan Kegiatan Usaha
PVA-BB menyampaikan laporan transaksi penjualan dan pembelian
UKA serta pembelian TC setiap triwulan selambat-lambatnya pada
akhir bulan berikutnya, dengan menggunakan formulir sebagaimana
contoh pada Lampiran 7, misalnya laporan triwulan I (Januari,
Februari dan Maret) disampaikan selambat-lambatnya akhir April
tahun berjalan.
2) Laporan Keuangan
Laporan Keuangan terdiri dari Neraca dan Laporan Laba Rugi dengan
posisi 31 Desember tahun berjalan. Laporan tersebut disampaikan
selambat-lambatnya 31 Januari tahun berikutnya dengan
menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 8.a dan
8.b.
Laporan berkala sebagaimana dimaksud angka 1) dan 2) dibuat secara
konsolidasi yang meliputi laporan kantor pusat dan seluruh kantor
cabang.
b. Laporan Khusus
Dalam hal diperlukan Bank Indonesia dapat meminta laporan khusus
yang bersifat insidentil kepada PVA-BB.
c. Laporan Lain
Selain laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, PVA-BB
menyampaikan …
menyampaikan laporan yang berkaitan dengan kegiatan lalu lintas devisa
dan tindak pidana pencucian uang sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1.a dan b disampaikan dengan
benar, akurat, diketik rapi dan jelas serta distempel cap perusahaan dan
ditandatangani oleh pengurus PVA-BB ke alamat sebagaimana diatur pada
angka I.A.3.a atau b.
IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Tata cara pengenaan sanksi terhadap PVA-BB diatur sebagai berikut:
1. Sanksi peringatan pertama dan peringatan kedua dikenakan oleh Bank
Indonesia dengan mengeluarkan surat peringatan pertama dan surat
peringatan kedua kepada PVA-BB.
2. Berdasarkan surat peringatan pertama dan surat peringatan kedua dari Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1, PVA-BB melakukan
klarifikasi tertulis atas pelanggaran yang telah dilakukan kepada Bank
Indonesia ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b.
3. Dalam hal PVA-BB tidak mengindahkan dan atau tidak menindaklanjuti
sanksi peringatan pertama selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal
dikeluarkannya sanksi peringatan pertama atau melakukan pelanggaran yang
sama untuk kedua kali, Bank Indonesia mengenakan sanksi peringatan kedua.
4. Dalam hal PVA-BB antara lain tidak mengindahkan dan atau tidak
menindaklanjuti sanksi peringatan kedua selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
sejak tanggal dikeluarkannya sanksi peringatan kedua, Bank Indonesia
mengenakan sanksi pemanggilan pengurus dan atau pemegang saham PVA-
BB yang diatur sebagai berikut:
a. Bank Indonesia memberitahukan dengan surat kepada pengurus dan atau
pemegang saham PVA-BB untuk klarifikasi pelanggaran yang dilakukan.
b. Pengurus dan atau pemegang saham PVA-BB membuat surat pernyataan
bermeterai …
bermeterai cukup yang memuat rencana tindak lanjut.
5. Dalam hal PVA-BB tidak mengindahkan dan atau tidak menindaklanjuti
sanksi pemanggilan pengurus dan atau pemegang saham selambat-lambatnya
6 (enam) bulan sejak tanggal dikeluarkannya sanksi pemanggilan pengurus
dan atau pemegang saham, Bank Indonesia mengenakan sanksi pencabutan
izin usaha PVA-BB yang diatur sebagai berikut:
a. Bank Indonesia memberitahukan pencabutan izin usaha secara tertulis
kepada PVA-BB dengan melampirkan KPnIU yang menyatakan izin
usaha PVA-BB yang bersangkutan dicabut dan tidak berlaku dan
meminta PVA-BB untuk mengembalikan KPmIU ke alamat sebagaimana
diatur pada angka I.A.3.a atau b.
b. Bank Indonesia mengumumkan PVA-BB yang izin usahanya dinyatakan
tidak berlaku sebagaimana dimaksud huruf a melalui media cetak dan
atau elektronik.
V. TATA CARA PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA
1. Pendaftaran ulang izin usaha bagi PVA-BB diatur sebagai berikut:
a. Kantor pusat PVA-BB mengajukan permohonan pendaftaran ulang izin
usaha secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk memperoleh
penggantian izin usaha baru dengan menggunakan formulir sebagaimana
contoh pada Lampiran 9.
b. Surat permohonan pendaftaran ulang izin usaha sebagaimana dimaksud
huruf a dilengkapi dokumen sebagai berikut:
i. Asli Sertifikat Izin Usaha dan surat izin pembukaan kantor cabang
(apabila ada);
ii. Fotokopi pengesahan Akta pendirian perusahaan dan perubahan-
perubahannya dari Menkeh dan HAM;
iii. Fotokopi NPWP atas nama PVA-BB;
iv. Daftar jumlah dan alamat kantor cabang yang dimiliki (apabila ada);
v. Daftar …
v. Daftar pengurus dan pemegang saham serta fotokopi KTP masing-
masing yang masih berlaku;
vi. Fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha kantor pusat atas nama
pengurus dan atau pemegang saham atau surat perjanjian
sewa/kontrak/penggunaan tempat usaha kantor pusat yang dilegalisasi
oleh notaris atau dibuat secara notariil.
vii. Fotokopi surat keterangan domisili kantor pusat dari pihak yang
berwenang.
c. Surat permohonan pendaftaran ulang izin usaha disampaikan ke alamat
sebagaimana tercantum pada angka I.A.3.a atau b.
d. Dalam hal persyaratan permohonan pendaftaran ulang izin usaha
sebagaimana dimaksud huruf b telah dipenuhi, Bank Indonesia
mengeluarkan KPmIU dan atau surat persetujuan pembukaan kantor
cabang sebagai pengganti Sertifikat Izin Usaha dan atau surat izin
pembukaan kantor cabang yang dimiliki PVA-BB.
2. Batas waktu pendaftaran ulang izin usaha selambat-lambatnya dilaksanakan
tanggal 31 Desember 2003.
3. Dalam hal PVA-BB tidak melaksanakan pendaftaran ulang izin usaha sampai
dengan batas waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud angka 2,
Bank Indonesia mengeluarkan KPnIU yang menyatakan izin usaha PVA-BB
dicabut dan tidak berlaku dan memberitahukan secara tertulis kepada PVA-
BB mengenai keputusan dimaksud.
4. PVA-BB yang izin usahanya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
sebagaimana dimaksud angka 3 mengembalikan asli Sertifikat Izin Usaha
PVA-BB ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b.
5. Bank Indonesia mengumumkan PVA-BB yang izin usahanya dinyatakan
tidak berlaku sebagaimana dimaksud angka 3 melalui media cetak dan atau
elektronik.
VI. KETENTUAN …
VI. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 31/7/UOPM tanggal 17 Desember 1998 perihal Pedagang
Valuta Asing dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 3 Maret 2003.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Ttd
TARMIDEN SITORUS
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/2/DPM|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title>
<set_date> 3 Februari 2003 </set_date>
<effective_date> 3 Maret 2003 </effective_date>
<replaced_reg> '31/7/UOPM|SE-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '5/2/PBI/2003' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No. 17/12/DPSP
Jakarta, 5 Juni 2015
S U R A T E D A R A N
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional
Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/29/PBI/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Daftar Hitam Nasional
Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4669) dan penerapan penyempurnaan penyelenggaraan
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, perlu dilakukan perubahan atas
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007
perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/Bilyet Giro Kosong sebagai
berikut:
1. Ketentuan butir II.A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
A. Alasan Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro
Bank Tertarik wajib menolak Cek dan/atau Bilyet Giro jika Cek
dan/atau Bilyet Giro memenuhi salah satu atau lebih alasan
penolakan sebagai berikut:
1. Saldo Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup.
2. Rekening Giro atau Rekening Khusus telah ditutup.
3. Unsur Cek sebagaimana diatur dalam Pasal 178 KUHD atau
syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bilyet Giro tidak
dipenuhi, yaitu tidak terdapat penyebutan tempat dan tanggal
Penarikan.
4. Unsur Cek sebagaimana diatur dalam Pasal 178 KUHD tidak
dipenuhi, yaitu tidak terdapat tanda tangan Penarik. Tanda
tangan dalam hal ini antara lain dengan tanda tangan basah.
5. Syarat…
2
5. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bilyet
Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat nama dan nomor
Rekening Giro Pemegang.
6. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai Bilyet Giro tidak
dipenuhi, yaitu tidak terdapat nama Bank penerima.
7. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai Bilyet Giro tidak
dipenuhi, yaitu tidak terdapat jumlah Dana yang dipindahkan
baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-
lengkapnya.
8. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai Bilyet Giro tidak
dipenuhi, yaitu tidak terdapat tanda tangan, nama jelas
dan/atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan
persyaratan pembukaan rekening.
9. Bilyet Giro diunjukkan sebelum Tanggal Efektif, atau Tanggal
Efektif dicantumkan tidak dalam Tenggang Waktu
Pengunjukan.
10. Cek dan/atau Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah
berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan berdasarkan surat
pembatalan dari Penarik.
11. Cek dan/atau Bilyet Giro sudah daluwarsa.
Cek dan/atau Bilyet Giro telah daluwarsa apabila telah
melampaui waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak berakhirnya
Tenggang Waktu Pengunjukan.
12. Perubahan teks/perintah yang telah tertulis pada Bilyet Giro
tidak ditandatangani oleh Penarik.
Yang dimaksud dengan perubahan teks/perintah ini adalah
pencoretan dan penggantian teks/perintah yang tertulis pada
Bilyet Giro dengan teks/perintah yang baru.
Untuk…
3
Untuk Cek mengacu pada ketentuan dalam Pasal 228 KUHD,
yaitu bahwa dalam hal ada perubahan pada naskah surat
Cek, mereka yang menaruh tanda tangannya sesudah adanya
perubahan, terikat pada naskah baru, yakni naskah sesudah
ada perubahan. Tetapi bagi orang-orang yang tanda
tangannya sudah ada sebelum adanya perubahan, terikat
pada naskah lama. Jika tidak terdapat tanda tangan atas
perubahan baru tersebut maka Bank memproses pembayaran
sesuai dengan naskah lamanya.
13. Tanda tangan Penarik tidak cocok dengan spesimen yang
berlaku.
14. Bank Penagih bukan merupakan Bank penerima yang disebut
dalam Cek silang khusus atau Bilyet Giro sebagai Bank
penerima Dana.
Misalnya pada Bilyet Giro atau Cek silang khusus ditulis
nama Bank penerima Dana (Bank A) kemudian Bilyet Giro
atau Cek silang khusus tersebut ditagihkan oleh Bank lain
(Bank B) kepada Bank Tertarik (Bank C) maka Bank C wajib
menolak.
15. Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh
Penarik karena hilang (harus dilampiri dengan surat
keterangan dari kepolisian).
Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang
diblokir pembayarannya oleh Penarik karena hilang, Bank
Tertarik harus mendasarkan pada surat permintaan
pemblokiran Cek dan/atau Bilyet Giro dari Penarik yang
dilampiri dengan asli surat keterangan kehilangan dari
kepolisian.
16. Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh
instansi yang berwenang karena diduga terkait dengan tindak
pidana yang dilakukan oleh Penarik (harus dilampiri dengan
surat pemblokiran dari instansi yang berwenang).
Dalam…
4
Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang
diblokir pembayarannya oleh instansi yang berwenang karena
Penarik diduga terkait dengan tindak pidana, Bank Tertarik
harus mendasarkan pada asli surat pemblokiran Cek
dan/atau Bilyet Giro dari instansi yang berwenang.
17. Rekening Giro diblokir oleh instansi yang berwenang (harus
dilampiri dengan surat pemblokiran dari instansi yang
berwenang).
Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang
Rekening Gironya diblokir oleh instansi yang berwenang
antara lain karena Penarik diduga terkait dengan tindak
pidana, Bank Tertarik harus mendasarkan pada surat
pemblokiran Rekening Giro dari instansi yang berwenang.
18. Perintah dalam data elektonik Cek dan/atau Bilyet Giro tidak
sesuai dengan perintah dalam Cek dan/atau Bilyet Giro.
19. Penerimaan data elektonik Cek dan/atau Bilyet Giro tidak
disertai dengan penerimaan fisik Cek dan/atau Bilyet Giro.
20. Cek dan/atau Bilyet Giro diduga palsu/dimanipulasi.
Cek dan/atau Bilyet Giro diduga palsu atau dimanipulasi jika
Cek dan/atau Bilyet Giro tersebut secara fisik dan dalam
teks/perintahnya diduga palsu atau secara fisik asli namun
berisi perintah palsu atau berisi perintah yang dimanipulasi.
21. Cek atau Bilyet Giro yang diterima oleh Bank Tertarik bukan
ditujukan untuk Bank Tertarik.
Bank Tertarik yang melakukan penolakan dengan alasan ini
dapat menggunakan frasa “Cek atau Bilyet Giro bukan untuk
kami”.
22. Tidak ada Endosemen pada Cek atas nama yang dialihkan
pada pihak lain.
Alasan ini berlaku khusus untuk Penunjukan Cek atas nama
yang dialihkan pada pihak lain dan Cek dimaksud
diunjukkan secara langsung kepada Bank Tertarik (over the
counter).
2. Ketentuan…
5
2. Ketentuan butir II.B.6.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
b. Surat Keterangan Penolakan (SKP)
Dalam hal Bank melakukan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro
baik melalui Kliring maupun diunjukkan langsung kepada Bank
Tertarik (over the counter), Bank wajib membuat SKP dan
menyampaikan kepada Pemegang dengan tata cara sebagai
berikut:
1) Untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro melalui Kliring
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Tata cara penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro melalui
Kliring dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
transfer dana dan kliring berjadwal oleh Bank Indonesia.
b) Bank Penagih wajib membuat SKP secara lengkap dan
benar berdasarkan incoming DKE Warkat Debet pada
Kliring Pengembalian sesuai contoh format sebagaimana
pada Lampiran 2.a.
c) SKP sebagaimana dimaksud pada huruf b) dibuat dalam
rangkap 2 (dua), masing-masing ditujukan:
(1)
(2)
lembar ke-1 untuk Pemegang; dan
lembar ke-2 untuk Bank Penagih.
2) Untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang diunjukkan
langsung kepada Bank Tertarik (over the counter) dilakukan
hal-hal sebagai berikut:
a) Bank Tertarik wajib menyampaikan data Penolakan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong yang diunjukkan langsung
kepada Bank Indonesia sesuai dengan jadwal periode
penyampaian.
b) Bank Tertarik wajib membuat SKP secara lengkap dan
benar terhadap penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro
sesuai contoh format sebagaimana pada Lampiran 2.b.
c) SKP sebagaimana dimaksud pada huruf b) dibuat dalam
rangkap 2 (dua), masing-masing ditujukan:
(1)
lembar ke-1 untuk Pemegang; dan
(2) lembar…
6
(2)
lembar ke-2 untuk Bank Tertarik sebagai arsip.
3. Ketentuan butir III.4.d.2) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2) Pendaftaran KPDHN sebagaimana dimaksud pada angka 1),
disampaikan secara tertulis kepada:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
c.q. Divisi Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Gedung D Lantai 3
Jl. M. H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
4. Ketentuan butir III.4.e diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
e. Divisi Penyelenggara Kliring memberikan tanggapan secara
tertulis atas pendaftaran KPDHN yang dilakukan oleh Bank
antara lain memuat informasi untuk melakukan pengambilan
user id dan password, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
dokumen diterima secara lengkap.
5. Ketentuan butir IX.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
9. Permohonan pembatalan terhadap penolakan Cek dan/atau Bilyet
Giro kosong sebagaimana dimaksud pada angka 2 diajukan
kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dengan alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
c.q. Divisi Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Gedung D Lantai 3
Jl. M. H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
6. Ketentuan butir XII.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
b. Melaporkan secara tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia
c.q. Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran c.q. Divisi
Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring disertai dengan alasan
yang mendasari penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro tersebut.
7. Dalam hal terdapat perubahan satuan kerja dan alamat surat
menyurat, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui surat
dan/atau media lainnya.
Surat…
7
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
5 Juni 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/12/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong </reg_title>
<set_date> 5 Juni 2015 </set_date>
<effective_date> 5 Juni 2015 </effective_date>
<changed_reg> '9/13/DASP|SE-BI/2007' </changed_reg>
<related_reg> '8/29/PBI/2006', '9/13/DASP|SE-BI/2007' </related_reg>
|
No. 6/35/DPBPR
Jakarta, 16 Agustus 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal :
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)
Bank Perkreditan Rakyat.
___________________________________________________
Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/23/PBI/2004
tanggal 9 Agustus 2004 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and
Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4410), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and
Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran yang mencakup hal-
hal sebagai berikut:
I. UMUM
1. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, adalah Bank
Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah.
2. Penilaian …
2
2. Penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan terhadap:
a. Calon Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan calon Pengurus BPR
(new entrants);
b. PSP, Pengurus dan Pejabat Eksekutif yang sedang menjabat di BPR
(existing).
3. Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP dan calon
Pengurus BPR dilakukan melalui penelitian administratif dan
wawancara dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan yang telah
ditetapkan.
4. Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap PSP, Pengurus dan
Pejabat Eksekutif yang sedang menjabat di BPR dilakukan setiap waktu,
apabila berdasarkan hasil pengawasan, pemeriksaan atau informasi dari
sumber-sumber lainnya terdapat indikasi penyimpangan dari praktik
perbankan yang sehat.
5. Pejabat Eksekutif BPR mencakup, namun tidak terbatas pada, pemimpin
Kantor Cabang, Manajer, Kepala Bagian dan pejabat lain sepanjang
memenuhi kriteria:
a. mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional BPR,
dan/atau
b. bertanggung jawab langsung kepada Direksi.
II. PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI CALON
PEMEGANG SAHAM PENGENDALI DAN CALON PENGURUS
BPR
A. Cakupan Penilaian
1. Faktor yang dinilai meliputi:
a. Integritas dan kelayakan keuangan calon PSP; dan
b. Integritas, kompetensi dan reputasi keuangan calon Pengurus.
2. Pihak-pihak …
3
2. Pihak-pihak
yang
wajib mengikuti penilaian kemampuan dan
kepatutan, antara lain adalah:
a. Perorangan dan/atau badan hukum yang
akan melakukan
pengalihan saham BPR antara lain melalui pembelian, penerimaan
hibah atau penerimaan hak waris sehingga mengakibatkan yang
bersangkutan menjadi PSP;
b. Pemegang saham BPR yang tidak tergolong sebagai PSP (Non
PSP) yang melakukan pengalihan saham BPR antara lain melalui
pembelian, penerimaan hibah atau
penerimaan hak
sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi PSP;
c. Non PSP yang melakukan penambahan dengan cara penyetoran
modal sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi PSP;
d. Non PSP yang secara sukarela mengajukan diri menjadi PSP;
e. Perorangan dan/atau badan hukum yang digolongkan sebagai
pengendali BPR karena adanya perubahan struktur kelompok
usaha BPR;
f. Perorangan yang belum pernah menjadi Pengurus bank, yang
dicalonkan menjadi Pengurus BPR;
g. Perorangan yang pernah atau sedang menjabat sebagai Pengurus
bank, yang dicalonkan menjadi Pengurus pada BPR;
h. Anggota dewan Komisaris BPR yang beralih jabatan menjadi
anggota Direksi pada BPR yang sama;
i. Anggota Direksi atau dewan Komisaris yang beralih jabatan ke
jabatan yang lebih tinggi pada BPR yang sama (hanya penelitian
administratif);
j. Anggota Direksi yang beralih jabatan menjadi anggota dewan
Komisaris pada BPR yang sama (hanya penelitian administratif).
B. Persyaratan …
waris,
4
B. Persyaratan Administratif bagi Calon PSP
1. Permohonan BPR untuk memperoleh persetujuan atas calon PSP
diajukan kepada Bank Indonesia dengan dilengkapi persyaratan
administratif sebagaimana diatur dalam:
a. Peraturan Bank Indonesia tentang BPR/BPRS, dan
b. Ketentuan mengenai Persyaratan dan Tata Cara Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi BPR.
2. Selain persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam angka
1, BPR juga menyampaikan Daftar Isian sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2 yang telah diisi lengkap dan
ditandatangani oleh calon PSP/Ultimate shareholders.
C. Persyaratan Administratif bagi Calon Pengurus
Permohonan BPR untuk memperoleh persetujuan atas calon Pengurus
diajukan kepada Bank Indonesia dengan dilengkapi
persyaratan
administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang BPR/BPRS.
D. Dokumen Pendukung Persyaratan Administratif
Dalam hal dianggap perlu, Bank Indonesia dapat meminta dokumen
pendukung atas dokumen-dokumen administratif yang dipersyaratkan,
yang merupakan bagian yang
tidak
persyaratan administratif.
Contoh:
1. Dokumen pendukung
terpisahkan dari dokumen
berupa perjanjian konsorsium apabila
pembelian saham dilakukan secara bersama-sama dengan pihak
lainnya,
2. Dokumen yang menunjukkan keterkaitan antara PSP dengan ultimate
shareholders,
3. Dokumen …
5
3. Dokumen keuangan yang dapat menunjukkan kemampuan keuangan
calon PSP/ultimate shareholders,
4. Dokumen keuangan yang dapat menunjukkan aliran dana pembelian
saham,
5. Dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk analisis
atau meyakini bahwa dokumen-dokumen utama atau pernyataan-
pernyataan yang
dipertanggungjawabkan kebenaran atau kewajarannya.
E. Tata Cara/Prosedur Penilaian
1. Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP dan calon
pengurus BPR dilakukan melalui penelitian administratif dan
wawancara.
2. Penelitian administratif antara lain meliputi:
a. Bagi Calon PSP
Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen
administratif, penelitian track record, penelitian kelayakan
keuangan, serta penelitian terhadap struktur kelompok usaha yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
b. Bagi Calon Pengurus
Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen
administratif, penelitian track record serta penelitian reputasi
keuangan.
3. Permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap, apabila
dokumen
administratif dan dokumen pendukungnya (apabila
diperlukan) telah diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia.
disampaikan kepada Bank Indonesia dapat
4. Wawancara…
6
4. Wawancara dilakukan untuk mengkonfirmasi informasi yang telah
diperoleh dan/atau untuk menggali informasi lebih lanjut dari calon
PSP dan calon Pengurus yang diajukan dalam rangka memperoleh
keyakinan dan melengkapi informasi yang disampaikan oleh BPR
atau telah dimiliki oleh Bank Indonesia. Wawancara hanya dilakukan
terhadap calon PSP dan calon Pengurus yang telah memenuhi
persyaratan administratif.
5. Terhadap perpanjangan jabatan Pengurus dilakukan penilaian secara
administratif, antara lain penilaian terhadap track record dan
penelitian untuk meyakini bahwa yang bersangkutan tidak tercantum
dalam daftar kredit macet. Termasuk dalam pengertian perpanjangan
jabatan adalah setiap penugasan kembali dalam tingkat jabatan yang
sama, baik
sebelum maupun sesudah masa jabatan yang
bersangkutan berakhir. Perpanjangan jabatan Pengurus tersebut
dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan alamat penyampaian
sebagaimana diatur dalam huruf F.
F. Alamat Penyampaian Surat Permohonan dan Dokumen Administratif
Surat permohonan berikut dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud
pada huruf B, C dan D di atas disampaikan oleh BPR kepada:
1. Direktorat Pengawasan BPR Bank Indonesia, Jl. M. H. Thamrin No.
2 Jakarta 10110, bagi BPR yang berkantor pusat di DKI Jakarta,
Kabupaten/Kotamadya Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan
Provinsi Banten;
2. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Jl. M. H. Thamrin No.
2 Jakarta 10110, bagi BPRS yang berkantor pusat di DKI Jakarta,
Kabupaten/Kotamadya Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan
Provinsi Banten;
3. Kantor…
7
3. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPR/BPRS yang berkantor
pusat di luar wilayah sebagaimana disebut dalam angka 1, dengan
mengacu kepada pembagian wilayah kerja kantor Bank Indonesia
pada Lampiran 5.
III. PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PEMEGANG
SAHAM PENGENDALI, PENGURUS DAN PEJABAT EKSEKUTIF
BPR
A. Tata Cara Pelaksanaan Penilaian
1. Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap PSP, Pengurus dan
Pejabat Eksekutif dilakukan setiap waktu apabila dianggap perlu,
apabila dari hasil pengawasan, hasil pemeriksaan dan/atau dari
sumber-sumber lain diperoleh informasi mengenai adanya indikasi
penyimpangan dari praktik perbankan yang sehat.
2. Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan dapat dilakukan
melalui pemeriksaan khusus atau dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan lainnya.
B. Tata Cara Penentuan Penilaian
Penentuan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan dilaksanakan
dengan pemberian nilai untuk masing-masing faktor sebagai berikut:
1. Untuk PSP, pemberian nilai faktor untuk masing-masing faktor yang
dinilai meliputi:
a. Faktor Integritas
1) perbuatan rekayasa atau praktik-praktik perbankan yang
menyimpang dari ketentuan perbankan diberikan nilai faktor
sebesar 20 (dua puluh);
2) perbuatan…
8
2) perbuatan menolak memberikan komitmen atau tidak
memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan Bank
Indonesia diberikan nilai faktor sebesar 20 (dua puluh);
3) perbuatan yang memberikan keuntungan secara tidak wajar
kepada pemilik, Pengurus, pegawai, dan/atau pihak lain yang
dapat merugikan atau mengurangi keuntungan BPR diberikan
nilai faktor sebesar 15 (lima belas);
4) perbuatan yang melanggar prinsip kehati-hatian di bidang
perbankan diberikan nilai faktor sebesar 10 (sepuluh).
b. Faktor Kelayakan Keuangan
1) tercantum dalam daftar kredit macet diberikan nilai faktor
sebesar 5 (lima);
2) dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
perseroan dinyatakan pailit diberikan nilai faktor sebesar 20
(dua puluh);
3) tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi komitmen dalam
mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi
BPR diberikan nilai faktor setinggi-tingginya sebesar 10
(sepuluh).
2. Untuk Pengurus dan/atau Pejabat Eksekutif, pemberian nilai faktor
untuk masing-masing faktor yang dinilai meliputi:
a. Faktor Integritas
1) perbuatan rekayasa atau praktik-praktik perbankan yang
menyimpang dari ketentuan perbankan diberikan nilai faktor
sebesar 20 (dua puluh);
2) perbuatan menolak memberikan komitmen atau tidak
memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan Bank
Indonesia diberikan nilai faktor sebesar 20 (dua puluh);
3) perbuatan…
9
3) perbuatan yang memberikan keuntungan secara tidak wajar
kepada pemilik, Pengurus, pegawai, dan/atau pihak lain yang
dapat merugikan atau mengurangi keuntungan BPR diberikan
nilai faktor sebesar 15 (lima belas);
4) perbuatan yang melanggar prinsip kehati-hatian di bidang
perbankan diberikan nilai faktor sebesar 10 (sepuluh);
5) perbuatan dari Pengurus dan/atau Pejabat Eksekutif yang
tidak independen diberikan nilai faktor sebesar 5 (lima).
b. Faktor Kompetensi
1) pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan
dengan jabatannya diberikan nilai faktor setinggi-tingginya
sebesar 4 (empat);
2) keahlian dan pengalaman di bidang perbankan dan/atau
bidang keuangan diberikan nilai faktor setinggi-tingginya
sebesar 4 (empat);
3) kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam
rangka pengembangan BPR yang sehat diberikan nilai faktor
setinggi-tingginya sebesar 4 (empat).
Penilaian faktor kompetensi didasarkan atas skala penilaian
sebagai berikut:
a) Baik diberikan nilai faktor sebesar 0
b) Kurang Baik diberikan nilai faktor sebesar 2
c) Tidak Baik diberikan nilai faktor sebesar 4
c. Faktor Reputasi Keuangan
1) tercantum dalam daftar kredit macet atau menjadi pengurus
dari badan hukum yang tercatat dalam daftar kredit macet
diberikan nilai faktor sebesar 5 (lima);
2) dinyatakan…
10
2) dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
perseroan dinyatakan pailit diberikan nilai faktor sebesar 20
(dua puluh).
3. Dalam penilaian atas faktor integritas sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a dan angka 2 huruf a, ditetapkan bobot sebagai
berikut:
a. pelaku, pemutus, pemrakarsa, atau penanggung jawab diberikan
bobot sebesar 100% (seratus perseratus);
b. pelaksana, pihak yang turut menandatangani, atau pihak yang
turut menyetujui diberikan bobot sebesar 60% (enam puluh
perseratus);
c. pihak yang hanya mengetahui diberikan bobot sebesar 25% (dua
puluh lima perseratus).
Penetapan hasil akhir untuk faktor integritas dilakukan setelah
memperhitungkan nilai faktor
sebagaimana
dimaksud
dalam
angka 1 huruf a atau angka 2 huruf a dengan bobot sebagaimana
tersebut di atas.
4. Penetapan hasil akhir penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan
dengan menjumlahkan hasil penilaian:
a. faktor integritas dan faktor kelayakan keuangan, untuk PSP;
b. faktor integritas, faktor kompetensi dan faktor reputasi keuangan,
untuk Pengurus dan Pejabat Eksekutif.
C. Tata Cara Penentuan Predikat Hasil Penilaian
Berdasarkan hasil akhir penilaian sebagaimana dimaksud dalam huruf
B angka 4 maka PSP, Pengurus dan/atau Pejabat Eksekutif diberikan
predikat:
a. Lulus, apabila hasil akhir penilaian sebesar 0 (nol);
b. Lulus Bersyarat, apabila hasil akhir penilaian lebih dari 0 (nol)
namun kurang dari 20 (dua puluh);
c. Tidak …
11
c. Tidak Lulus, apabila hasil akhir penilaian sama dengan atau lebih
besar dari 20 (dua puluh).
D. Kriteria Penentuan Faktor Materialitas dalam Penetapan Jangka Waktu
Pengenaan Sanksi
1. Salah satu faktor untuk menetapkan jangka waktu pengenaan sanksi
larangan bagi pihak-pihak yang diberikan predikat tidak lulus
didasarkan atas faktor materialitas pengaruh kerugian yang
ditimbulkan terhadap permodalan BPR sebagai akibat dari
perbuatan dan/atau tindakan yang
bersangkutan. Sehubungan
dengan itu perlu ditetapkan kriteria terhadap faktor materialitas
dimaksud, yaitu sebagai berikut:
a. Perbuatan dan/atau tindakan yang
bersangkutan termasuk
kategori menimbulkan kerugian yang berpengaruh tidak material
pada permodalan BPR apabila kerugian yang ditimbulkan
menyebabkan:
1) berkurangnya rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) sebesar kurang dari 0,5% (setengah perseratus);
dan
2) rasio KPMM masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jangka waktu larangan terhadap perbuatan dan/atau tindakan di
atas ditetapkan selama 2 (dua) tahun.
b. Perbuatan dan/atau tindakan yang
bersangkutan termasuk
kategori menimbulkan kerugian yang berpengaruh cukup
material pada permodalan BPR apabila kerugian yang
ditimbulkan menyebabkan:
1) berkurangnya…
12
1) berkurangnya rasio KPMM sebesar 0,5% (setengah
perseratus) sampai dengan kurang dari 2% (dua); dan
2) rasio KPMM masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jangka waktu larangan terhadap perbuatan dan/atau tindakan di
atas ditetapkan selama 3 (tiga) tahun.
c. Perbuatan dan/atau tindakan yang
kategori menimbulkan kerugian yang
bersangkutan termasuk
berpengaruh sangat
material pada permodalan BPR apabila kerugian yang
ditimbulkan menyebabkan:
1) berkurangnya rasio KPMM sebesar sama atau lebih dari 2 %
(dua perseratus); atau
2) rasio KPMM menjadi lebih rendah dari ketentuan yang
berlaku.
Jangka waktu larangan terhadap perbuatan dan/atau tindakan di
atas ditetapkan selama 5 (lima) tahun.
2. Permodalan BPR yang
dijadikan dasar perhitungan tingkat
materialitas kerugian yang ditimbulkan adalah posisi permodalan
terakhir yang tersedia pada saat terjadinya perbuatan dan/atau
tindakan yang bersangkutan dengan memperhitungkan bobot
pelaku dari pihak-pihak yang dinilai.
3. Tata cara perhitungan tingkat materialitas
a. Penentuan kerugian terhadap setiap perbuatan dan/atau
tindakan yang terjadi ditentukan atas beban masing-masing
pihak yang terlibat berdasarkan bobot pelaku sebagaimana
dimaksud dalam huruf B angka 3.
b. Beban kerugian yang ditimbulkan untuk masing-masing pihak
pada huruf a, kemudian diperhitungkan dengan permodalan
pada saat perbuatan dan/atau tindakan tersebut terjadi.
c. Dalam…
13
c. Dalam hal terdapat beberapa perbuatan dan/atau tindakan yang
dinilai dengan posisi permodalan pada bulan yang berbeda,
maka perhitungan dilakukan dengan
perhitungan
menetapkan
yang memberikan
hasil
dampak perhitungan jangka
waktu larangan yang paling lama di antara beberapa metode
sebagai berikut:
1) pengaruh
kerugian
terhadap modal BPR dari setiap
perbuatan dan/atau tindakan dibandingkan dengan posisi
permodalan pada saat terjadinya perbuatan dan/atau
tindakan tersebut;
2) pengaruh kerugian terhadap modal BPR yang dihitung
secara kumulatif atas beberapa perbuatan dan/atau tindakan
yang berakhir pada tanggal tertentu dibandingkan dengan
posisi permodalan periode terakhir dari beberapa perbuatan
dan/atau tindakan tersebut;
3) pengaruh kerugian terhadap modal BPR yang dihitung
secara kumulatif dari seluruh perbuatan dan/atau tindakan
dibandingkan dengan posisi permodalan pada periode
terakhir dari seluruh perbuatan dan/atau tindakan tersebut.
E. Alamat Penyampaian Laporan, Pernyataan Tertulis serta Permohonan
Peninjauan Kembali
Laporan, pernyataan tertulis dan/atau permohonan peninjauan kembali
diajukan oleh BPR dan/atau pihak-pihak yang dinilai kepada kepada
Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana angka romawi II huruf F.
IV. LAPORAN STRUKTUR KELOMPOK USAHA
Laporan struktur kelompok usaha mencakup seluruh pihak yang terkait
dengan BPR dari segi pengendalian sampai dengan ultimate shareholders.
Dalam…
14
Dalam hal keterkaitan pengendalian tersebut disebabkan oleh aspek
kepemilikan, maka wajib dicantumkan porsi kepemilikan dan susunan
kepengurusan tiap-tiap pihak yang terkait. Contoh pelaporan struktur
kelompok usaha adalah sebagaimana pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
Laporan struktur kelompok usaha disampaikan kepada Bank Indonesia
dengan alamat sebagaimana angka romawi II huruf F.
V. PENYAMPAIAN HASIL PENILAIAN DAN KEPATUTAN
Hasil penilaian kemampuan dan kepatutan berupa persetujuan atau
penolakan
permohonan sebagai calon PSP atau calon
Pengurus
disampaikan secara tertulis:
a. kepada calon pemilik selaku pemohon dalam rangka permohonan
persetujuan prinsip pendirian BPR;
b. kepada BPR dalam rangka penggantian PSP atau Pengurus.
VI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SRI MULYATI TRI SUBARI
DEPUTI DIREKTUR PENGAWASAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/35/DPBPR|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat. </reg_title>
<set_date> 16 Agustus 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Agustus 2004 </effective_date>
<related_reg> '6/23/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 15/29/DKBU
Jakarta, 31 Juli 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi
Bank Perkreditan Rakyat.
Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/3/PBI/2013 tanggal 21 Mei 2013 tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 94 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5418) dan dalam rangka meningkatkan pemantauan
keadaan usaha Bank Perkreditan Rakyat oleh publik serta harmonisasi
dengan ketentuan yang berlaku, perlu diatur ketentuan pelaksanaan
mengenai Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank
Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. UMUM
A. Dalam rangka pemantauan keadaan usaha Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) oleh publik, BPR diwajibkan untuk
menyampaikan laporan dan/atau informasi sesuai dengan
jenis, waktu, cakupan, dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
B. Jenis ...
2
B. Jenis laporan dan/atau informasi yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf A adalah
Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi.
C. Laporan Tahunan disusun untuk memberikan gambaran
lengkap mengenai kinerja BPR dalam kurun waktu 1 (satu)
tahun yang antara lain berisi Laporan Keuangan Tahunan dan
informasi umum.
D. Laporan Keuangan Publikasi disusun untuk memberikan
informasi mengenai laporan keuangan, informasi lainnya,
susunan Pengurus dan komposisi Pemegang Saham termasuk
Pemegang Saham Pengendali secara triwulanan kepada
berbagai pihak yang berkepentingan dengan perkembangan
usaha BPR.
E. Agar Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi dapat
diperbandingkan, penyajian laporan tersebut wajib didasarkan
pada Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR
yaitu Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (SAK ETAP), Pedoman Akuntansi bagi
BPR (PA BPR), dan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
F. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi wajib
disusun dalam Bahasa Indonesia.
G. Laporan Keuangan Tahunan bagi BPR dengan total aset lebih
besar dari atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) wajib diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar
di Bank Indonesia.
H. Angka dalam Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan
Publikasi disajikan dalam mata uang Rupiah dan dalam
ribuan Rupiah.
I. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi
disampaikan oleh kantor pusat BPR.
II. LAPORAN ...
3
II. LAPORAN TAHUNAN
A. Laporan Tahunan memuat paling kurang:
1. Informasi Umum yang meliputi antara lain:
a. Susunan kepengurusan yang meliputi anggota Direksi
dan Dewan Komisaris, dan Pejabat Eksekutif, dengan
informasi mencakup jabatan dan ringkasan riwayat
hidup;
b. Kepemilikan, berupa nama Pemegang Saham termasuk
Pemegang Saham Pengendali dan komposisi serta
persentase kepemilikan saham;
c. Perkembangan usaha BPR yang antara lain memuat:
1) Riwayat ringkas pendirian BPR meliputi antara
lain;
a) nomor dan tanggal akta pendirian serta
perubahan terakhir, pengesahan dari instansi
yang berwenang;
b) tanggal mulai beroperasi;
c) bidang usaha sesuai anggaran dasar; dan
d) tempat kedudukan dan lokasi utama
kegiatan usaha;
2)
Ikhtisar data keuangan penting, paling kurang
mencakup pendapatan dan beban operasional,
pendapatan dan beban non operasional, laba
sebelum Pajak Penghasilan (PPh), taksiran PPh
dan laba bersih.
3) Rasio keuangan, disajikan paling kurang
mencakup Kualitas Aktiva Produktif (KAP),
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM),
kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL),
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP),
Return on Asset (ROA), Beban Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Cash
Ratio, dan Loan to Deposit Ratio (LDR);
4) Perbandingan ...
4
4) Perbandingan jumlah kredit bermasalah terhadap
total kredit yang diberikan dan penyebab utama
kredit bermasalah; dan
5) Perkembangan usaha yang berpengaruh secara
signifikan terhadap BPR pada periode laporan
seperti ekspansi atau penciutan kegiatan usaha
dan/atau jaringan kantor.
d. Strategi dan kebijakan manajemen dalam mengelola
dan mengembangkan usaha BPR, termasuk informasi
mengenai manajemen risiko yang paling kurang
mencakup identifikasi dan pengendalian risiko;
e. Laporan manajemen yang menyajikan informasi
mengenai pengelolaan BPR dalam rangka tata kelola
yang baik, paling kurang mencakup antara lain:
1) Struktur organisasi;
2) Bidang usaha sesuai anggaran dasar dan kegiatan
utama pada periode pelaporan;
3) Teknologi informasi, meliputi antara lain sistem
operasional, sistem keamanan, dan penyedia
teknologi informasi;
4) Perkembangan dan target pasar;
5) Jumlah, jenis, dan lokasi kantor;
6) Kerjasama BPR dengan bank atau lembaga lain
dalam rangka pengembangan usaha;
7) Kepemilikan oleh anggota Direksi, Dewan
Komisaris dan Pemegang Saham dalam kelompok
usaha BPR, dan perubahan kepemilikan dari
tahun sebelumnya, jika ada;
8) Keterkaitan antar pemilik, antar pengurus, dan
antara pemilik dengan pengurus BPR;
9) Sumber Daya Manusia (SDM), meliputi jumlah,
tingkat pendidikan, dan kegiatan pengembangan
SDM selama periode yang bersangkutan;
10) Kebijakan pemberian gaji, tunjangan, dan fasilitas
bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris
termasuk ...
5
termasuk bonus, tantiem, dan fasilitas lainnya;
dan
11) Perubahan penting lainnya yang terjadi di BPR
dan/atau di kelompok usaha BPR yang
mempengaruhi operasional BPR dalam tahun
yang bersangkutan.
2. Laporan Keuangan Tahunan yang disusun untuk 1 (satu) Tahun
Buku dan disajikan dengan perbandingan 1 (satu) Tahun Buku
sebelumnya paling kurang terdiri dari:
a. Neraca;
b. Laporan Laba Rugi dari tahun buku yang bersangkutan;
c. Laporan Perubahan Ekuitas;
d. Laporan Arus Kas; dan
e. Catatan atas laporan keuangan, termasuk informasi
mengenai Komitmen dan Kontinjensi.
3. Opini dari Akuntan Publik apabila Laporan Keuangan Tahunan
diaudit oleh Akuntan Publik;
4. Selain pengungkapan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan
angka 2, BPR wajib pula melakukan pengungkapan (disclosure)
informasi lainnya yang meliputi:
a. Ikhtisar kebijakan akuntansi, mencakup:
1) pernyataan bahwa BPR menggunakan SAK ETAP;
2) dasar pengukuran dan penyusunan laporan keuangan;
dan
3) kebijakan akuntansi BPR yang antara lain meliputi
kebijakan konsep dasar pengukuran, kredit yang
diberikan, penyisihan kerugian kredit, investasi di
Sertifikat Bank Indonesia, agunan yang diambil alih,
kas dan setara kas, aset tetap dan inventaris serta
penyusutan, pengakuan pendapatan bunga,
pengakuan beban bunga, pajak penghasilan, dan
imbalan kerja.
b. Penjelasan atas pos-pos laporan keuangan yang disusun
dengan memperhatikan urutan penyajian neraca, laporan
laba rugi ...
6
laba rugi, laporan arus kas dan laporan perubahan ekuitas
serta informasi tambahan sesuai dengan ketentuan
pengungkapan pada setiap pos pada bagian yang terkait,
ditambah dengan pengungkapan mengenai:
1)
transaksi hubungan istimewa, yang meliputi:
a)
rincian jumlah masing-masing pos aset,
kewajiban, penghasilan, dan beban kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa beserta
persentasenya terhadap total aset, kewajiban,
penghasilan dan beban;
b) penjelasan transaksi yang tidak berhubungan
dengan kegiatan usaha utama dan jumlah utang
atau jumlah piutang sehubungan dengan
transaksi hubungan istimewa;
c) sifat hubungan, jenis, dan unsur transaksi
hubungan istimewa termasuk pernyataan apakah
BPR menerapkan kebijakan persyaratan yang
sama bagi pihak lain yang tidak memiliki
hubungan istimewa dengan BPR; dan
d) alasan serta dasar pembentukan penyisihan
kerugian piutang yang terkait dengan hubungan
istimewa.
2) perubahan akuntansi dan koreksi kesalahan, yang
meliputi:
a) perubahan estimasi akuntansi:
i. hakikat dan alasan perubahan estimasi
akuntansi;
ii. jumlah perubahan estimasi yang
mempengaruhi periode berjalan; dan/atau
iii. pengaruh estimasi terhadap periode
mendatang;
b) perubahan kebijakan akuntansi, antara lain
meliputi:
i. hakikat, alasan dan tujuan dilakukannya
perubahan kebijakan akuntansi;
ii. dampak ...
7
ii. dampak perubahan kebijakan akuntansi
terhadap periode berjalan dan periode
sebelumnya yang perlu disajikan kembali
secara komparatif; dan
iii. pernyataan bahwa informasi komparatif telah
dinyatakan kembali atau pernyataan bahwa
informasi komparatif tidak disajikan karena
dianggap tidak praktis;
c) kesalahan:
i. hakikat kesalahan;
ii. jumlah nilai koreksi untuk periode berjalan
dan periode-periode sebelumnya;
iii. jumlah nilai koreksi yang terkait dengan
periode-periode sebelum periode yang tercakup
dalam informasi komparatif;
iv. pernyataan bahwa informasi komparatif telah
dinyatakan kembali atau pernyataan bahwa
informasi komparatif tidak disajikan karena
dianggap tidak praktis.
c. Komitmen dan Kontinjensi, yang meliputi:
1) pengungkapan komitmen, terdiri dari:
a) pengungkapan kontrak atau perjanjian yang
menimbulkan komitmen penggunaan dana pada
masa yang akan datang, misalnya perjanjian
pemberian kredit atau pinjaman. Hal-hal yang perlu
diungkapkan antara lain terdiri dari komitmen
kepada pihak yang terkait, periode berlakunya
komitmen, nilai keseluruhan dan bagian yang telah
terealisasi, serta sanksi; dan
b) uraian mengenai sifat, jenis, jumlah dan
persyaratan komitmen;
2) pengungkapan kontinjensi, terdiri dari:
a) pengungkapan perkara atau sengketa hukum yang
berpotensi menimbulkan pengeluaran dana pada
masa ...
8
masa yang akan datang. Hal-hal yang perlu
diungkapkan antara lain meliputi pihak yang
terkait, nilai gugatan (perkara atau sengketa), latar
belakang perkara, pokok dan status perkara,
putusan pengadilan, dan probabilitas risiko dari
peristiwa kontinjensi yang diungkapkan
berdasarkan prinsip manajemen risiko;
b) uraian singkat mengenai peraturan pemerintah
yang mengikat dan dampaknya, seperti masalah
ketenagakerjaan; dan
c) uraian kemungkinan kewajiban pajak tambahan
yang meliputi jenis ketetapan atau tagihan pajak,
jenis pajak, tahun pajak, jumlah pokok, denda, dan
sikap BPR terhadap ketetapan atau tagihan pajak,
misalnya: mengajukan keberatan, banding, dan
lain-lain;
d. Perkembangan terakhir SAK ETAP dan peraturan lainnya,
meliputi penjelasan mengenai SAK ETAP dan peraturan
baru yang akan diterapkan dan mempengaruhi aktivitas
BPR serta estimasi dampak penerapan SAK ETAP dan
peraturan lama tersebut;
e. Reklasifikasi, terdiri dari sifat, jumlah dan alasan
reklasifikasi untuk setiap pos dalam tahun buku sebelum
tahun buku terakhir yang disajikan dalam rangka laporan
keuangan komparatif;
f.
Informasi penting lainnya, antara lain sifat, jenis, jumlah
dan dampak dari peristiwa atau keadaan tertentu yang
mempengaruhi kinerja BPR;
g. Peristiwa setelah tanggal neraca (subsequent event),
meliputi urutan peristiwa serta jumlah moneter yang
mempengaruhi akun-akun laporan keuangan.
B. Pengungkapan sebagaimana dimaksud dalam huruf A angka 1,
huruf A angka 2, dan huruf A angka 4 berpedoman pada
Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas Tanpa Akuntabilitas
Publik (SAK ETAP) dan Pedoman Akuntansi BPR (PA BPR).
III. LAPORAN ...
9
III. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI
A. Laporan Keuangan Publikasi yang diumumkan untuk laporan
keuangan posisi akhir bulan Maret, Juni, September dan
Desember disusun dengan mengacu pada Penyusunan Laporan
Keuangan Publikasi sebagaimana dimaksud pada Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
B. Laporan Keuangan Publikasi merupakan gabungan dari
laporan kantor pusat BPR dan seluruh kantor cabang BPR
yang bersangkutan.
C. Laporan Keuangan Publikasi harus disusun dan disajikan
dalam bentuk perbandingan dengan laporan pada periode yang
sama tahun sebelumnya. Posisi pembanding wajib disajikan
sesuai format yang sama dengan posisi Laporan Keuangan
Publikasi yang diumumkan.
D. Khusus untuk perlakuan akuntansi yang baru diterapkan
dalam posisi Laporan maka penyajian posisi pembanding
mengacu pada Pedoman Standar Akuntansi Keuangan Nomor
25 Tahun 2009 tentang Kebijakan Akuntansi, Perubahan
Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan.
E. Untuk memenuhi aspek transparansi, Laporan Keuangan
Publikasi memuat pengungkapan (disclosure) sesuai dengan
SAK ETAP dan PA BPR.
Pengungkapan tersebut paling kurang terdiri dari:
1. Laporan keuangan yang meliputi Neraca, Laporan Laba
Rugi, serta Laporan Komitmen dan Kontinjensi; dan
2. Informasi lainnya yang paling kurang terdiri dari:
a. Kualitas Aktiva Produktif (KAP) untuk:
1) Penempatan pada bank lain;
2) Kredit yang diberikan, baik kepada pihak terkait
maupun pihak tidak terkait;
b. Rasio keuangan, yang terdiri dari:
1) KPMM;
2) NPL ...
10
2) NPL (neto) dan PPAP;
3) ROA dan BOPO;
4) Cash Ratio; dan
5) LDR
3. Susunan Pengurus dan komposisi Pemegang Saham,
termasuk Pemegang Saham Pengendali;
4. Nama Kantor Akuntan Publik yang mengaudit dan nama
Akuntan Publik yang bertanggung jawab dalam audit BPR
(partner in charge), bagi BPR yang diaudit oleh Akuntan
Publik.
F. Aplikasi Laporan Keuangan Publikasi terintegrasi dalam
aplikasi Laporan Bulanan BPR.
G. Prosedur pengoperasian aplikasi Laporan Keuangan Publikasi
berpedoman pada Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Berkala
BPR, yang merupakan lampiran dari Surat Edaran Bank
Indonesia perihal Laporan Bulanan BPR.
IV. HUBUNGAN KERJA ANTARA BPR DAN AKUNTAN PUBLIK
A. Penugasan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam
rangka audit Laporan Keuangan Tahunan BPR wajib dilakukan
dengan perjanjian kerja;
B. Perjanjian kerja antara BPR dan Kantor Akuntan Publik
berpedoman pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini
V. TATA CARA PENGENAAN DAN PEMBAYARAN SANKSI
KEWAJIBAN MEMBAYAR
A. Pemenuhan sanksi kewajiban membayar kepada Bank
Indonesia dilakukan oleh kantor pusat BPR Pelapor secara
tunai atau non tunai.
B. Contoh perhitungan pengenaan sanksi keterlambatan dan
tidak menyampaikan laporan sebagai berikut:
1. Laporan ...
11
1. Laporan Tahunan
a. BPR yang terlambat mengumumkan Laporan Tahunan
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per hari
keterlambatan.
Contoh:
BPR paling lambat menyampaikan Laporan Tahunan
posisi akhir Desember 2013 pada tanggal 30 April 2014.
Apabila BPR menyampaikan Laporan Tahunan tersebut
pada tanggal 10 Mei 2014 maka BPR dikenakan sanksi
keterlambatan selama 10 (sepuluh) hari sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
b. BPR yang tidak menyampaikan Laporan Tahunan kepada
Bank Indonesia, dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Contoh:
BPR paling lambat menyampaikan Laporan Tahunan
posisi akhir Desember 2013 pada tanggal 30 April 2014.
Apabila BPR menyampaikan Laporan Tahunan tersebut
setelah tanggal 31 Mei 2014 maka BPR dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah).
c. BPR yang telah menyampaikan Laporan Tahunan,
namun penyusunan dan penyajiannya tidak sesuai
dengan
ketentuan
Bank Indonesia
mengenai
transparansi kondisi keuangan BPR dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah) apabila setelah diberi surat peringatan sebanyak
2 (dua) kali oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu
2 (dua) minggu untuk setiap surat peringatan, BPR tidak
memperbaiki dan tidak menyampaikan laporan
dimaksud.
Contoh ...
12
Contoh:
1) BPR menyampaikan Laporan Tahunan pada tanggal
30 April 2014, namun laporan dimaksud tidak
menyajikan perbandingan Laporan Keuangan
Tahunan dengan tahun sebelumnya dan tidak
ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang sesuai
Anggaran Dasar. Apabila setelah Bank Indonesia
memberikan surat peringatan sebanyak 2 (dua) kali
untuk memperbaiki namun tidak ditindaklanjuti
dengan perbaikan serta penyampaian Laporan
dimaksud maka BPR yang bersangkutan dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah)
2) BPR menyampaikan Laporan Tahunan pada tanggal
30 April 2014, namun laporan dimaksud tidak sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas
Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dan Pedoman
Akuntansi BPR (PA BPR). Apabila setelah Bank
Indonesia memberikan surat peringatan sebanyak 2
(dua) kali kepada BPR namun tidak ditindaklanjuti
dengan perbaikan serta penyampaian Laporan
dimaksud maka BPR yang bersangkutan dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah).
2. Laporan Keuangan Publikasi
a. BPR yang terlambat mengumumkan Laporan Keuangan
Publikasi pada surat kabar lokal dan/atau
menempelkannya pada papan pengumuman atau media
lainnya, masing-masing dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah)
per hari keterlambatan.
Contoh:
1) Untuk posisi Juni 2014, BPR wajib mengumumkan
Laporan Keuangan Publikasi paling lambat tanggal
31 Juli 2014. Apabila BPR mengumumkan Laporan
Keuangan ...
13
Keuangan Publikasi tersebut pada tanggal 7 Agustus
2014, maka BPR tersebut dikenakan sanksi
keterlambatan selama 7 (tujuh) hari sebesar
Rp350.000,00 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah).
2) Untuk posisi Desember 2013, bagi BPR dengan total
aset lebih besar atau sama dengan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) wajib
mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi pada
papan pengumuman atau media lainnya dan surat
kabar lokal, paling lambat 30 April 2014. Apabila
BPR mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi
tersebut pada tanggal 10 Mei 2014 maka BPR
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dengan rincian
sebagai berikut:
a) sanksi keterlambatan mengumumkan pada
papan pengumuman selama 10 (sepuluh) hari
sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
dan
b) sanksi keterlambatan mengumumkan pada surat
kabar lokal
selama 10 hari
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
b. BPR yang tidak mengumumkan Laporan Keuangan
Publikasi pada surat kabar lokal dan/atau
menempelkannya pada papan pengumuman atau media
lainnya, masing-masing dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Contoh:
1) Untuk posisi akhir bulan September 2013, BPR wajib
mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi paling
lambat pada tanggal 31 Oktober 2013. Apabila BPR
mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi tersebut
setelah tanggal 31 Oktober 2013, maka BPR
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
2) Untuk ...
sebesar
14
2) Untuk posisi akhir bulan Desember 2013, bagi BPR
dengan total aset lebih besar atau sama dengan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) wajib
mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi pada
papan pengumuman atau media lainnya dan surat
kabar lokal, paling lambat tanggal 30 April 2014.
Apabila BPR mengumumkan Laporan Keuangan
Publikasi tersebut setelah tanggal 31 Mei 2014 maka
BPR tersebut dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dengan
rincian sebagai berikut:
a) sanksi tidak mengumumkan pada papan
pengumuman sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah); dan
b) sanksi tidak mengumumkan pada surat kabar
lokal sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
c. BPR yang terlambat menyampaikan bukti pengumuman
dan/atau rekaman data Laporan Keuangan Publikasi,
masing-masing dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per hari
keterlambatan.
Contoh:
1) Untuk posisi akhir bulan September 2013, BPR wajib
menyampaikan bukti pengumuman Laporan
Keuangan Publikasi atau guntingan halaman surat
kabar dan rekaman data paling lambat tanggal 14
November 2013. Apabila BPR menyampaikan bukti
pengumuman Laporan Keuangan Publikasi atau
guntingan surat kabar dan rekaman data tanggal 21
November 2013, maka BPR tersebut dikenakan
sanksi keterlambatan selama 7 (tujuh) hari sebesar
Rp700.000,00 (tujuh ratus ribu rupiah), dengan
rincian sebagai berikut:
a) sanksi
keterlambatan penyampaian bukti
pengumuman Laporan Keuangan Publikasi
selama ...
15
selama 7 (tujuh) hari sebesar Rp350.000,00 (tiga
ratus lima puluh ribu rupiah); dan
b) sanksi keterlambatan menyampaikan rekaman
data selama 7 (tujuh) hari sebesar Rp350.000,00
(tiga ratus lima puluh ribu rupiah).
2) Untuk posisi akhir bulan Desember 2013, bagi BPR
dengan total aset lebih besar atau sama dengan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) wajib
menyampaikan bukti pengumuman Laporan
Keuangan Publikasi pada papan pengumuman atau
media lainnya dan guntingan halaman surat kabar
lokal serta menyampaikan rekaman data, paling
lambat tanggal 14 Mei 2014. Apabila BPR
menyampaikan bukti pengumuman Laporan
Keuangan Publikasi, guntingan surat kabar, dan
rekaman data tersebut pada tanggal 24 Mei 2014,
maka BPR dikenakan sanksi keterlambatan selama
10 (sepuluh) hari sebesar Rp 1.500.000,00 (satu juta
lima ratus ribu rupiah), dengan rincian sebagai
berikut:
a) sanksi keterlambatan penyampaian bukti
pengumuman Laporan Keuangan Publikasi
selama 10 hari senilai Rp500.000,00 (lima ratus
ribu rupiah);
b) sanksi keterlambatan penyampaian guntingan
halaman surat kabar selama 10 hari senilai
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); dan
c) sanksi keterlambatan menyampaikan rekaman
data selama 10 hari senilai Rp500.000,00 (lima
ratus ribu rupiah).
3) BPR yang tidak menyampaikan bukti pengumuman
dan/atau rekaman data Laporan Keuangan Publikasi,
masing-masing dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Contoh ...
16
Contoh:
a) Untuk posisi bulan September 2013, BPR wajib
menyampaikan bukti pengumuman Laporan
Keuangan Publikasi atau guntingan surat kabar
dan rekaman data, paling lambat tanggal 14
November 2013. Apabila BPR menyampaikan
bukti pengumuman Laporan Keuangan
Publikasi atau guntingan halaman surat kabar
dan rekaman data setelah tanggal 14 November
2013, maka BPR tersebut dikenakan sanksi
tidak menyampaikan bukti pengumuman
Laporan Keuangan Publikasi atau guntingan
halaman surat kabar dan rekaman data senilai
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dengan
rincian sebagai berikut:
(1) sanksi
tidak
menyampaikan bukti
pengumuman Laporan Keuangan Publikasi
senilai Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah);
dan
(2) sanksi tidak menyampaikan rekaman data
senilai Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
b) Untuk posisi akhir bulan Desember 2013, bagi
BPR dengan total aset lebih besar atau sama
dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah)
wajib menyampaikan
bukti
pengumuman Laporan Keuangan Publikasi
paling lambat tanggal 14 Mei 2014. Apabila BPR
menyampaikan bukti pengumuman Laporan
Keuangan Publikasi, guntingan halaman surat
kabar, dan rekaman data setelah tanggal 14 Juni
2014 maka BPR tersebut dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp9.000.000,00
(sembilan juta rupiah) yang terdiri dari:
(1) sanksi ...
17
(1) sanksi
tidak menyampaikan bukti
pengumuman Laporan Keuangan Publikasi
sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah);
(2) sanksi tidak menyampaikan guntingan
halaman surat
kabar
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan
(3) sanksi tidak menyampaikan rekaman data
sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
C. Tata cara pembayaran secara tunai, dilakukan sebagai berikut:
1. Pembayaran pada setiap hari kerja dengan waktu layanan
kas pukul 08.00 sampai dengan 12.00 waktu setempat (hari
Senin sampai dengan Kamis) atau pukul 08.00 sampai
dengan 11.30 waktu setempat (hari Jumat), untuk untung
rekening nomor 566.000447.XXX (sesuai sandi satuan kerja
Bank Indonesia) – “Rekening antara sehubungan dengan
penerimaan sanksi administratif BPR”.
2. Bagi BPR Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi,
menyetor kepada Departemen Pengedaran Uang c.q. Divisi
Pengelolaan Uang Keluar (PgUK).
3. Bagi BPR Pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di
luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam angka 2,
menyetor kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang
mewilayahi kantor pusat BPR Pelapor.
D. Tata cara pembayaran secara non tunai, dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Pembayaran melalui kliring
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447.XXX
(sesuai sandi satuan kerja Bank Indonesia) – “Rekening
antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif
BPR”, dengan mencantumkan “pembayaran sanksi
kewajiban membayar dari BPR XXX untuk Laporan Bulanan
periode XXX” pada kolom keterangan.
2. Pembayaran melalui BI-RTGS
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447.XXX
(sesuai sandi satuan kerja Bank Indonesia) – “Rekening
antara ...
sebesar
18
antara sehubungan dengan penerimaan sanksi
administratif BPR”, dengan mencantumkan Transaction
Reference Number (TRN) BIRBK566 dan pada kolom
keterangan dicantumkan “pembayaran sanksi kewajiban
membayar dari BPR XXX untuk Laporan Bulanan periode
XXX”.
E. BPR Pelapor menyampaikan salinan bukti pembayaran sanksi
kepada satuan kerja di Bank Indonesia yang melakukan
pengenaan sanksi, dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Penyampaian bukti pembayaran atas sanksi terkait
penyampaian laporan secara on line atau off line, untuk
BPR yang berada diwilayah Jabodetabek, ditujukan kepada
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 2 (DPP 2) - Departemen
Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan (DPKL), Gedung
Syafrudin Prawira Negara Lantai 16 - 17, Komplek
Perkantoran Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2,
Jakarta – 10350.
2. Penyampaian bukti pembayaran atas sanksi terkait
penyampaian laporan secara hard copy untuk BPR yang
berada diwilayah Jabodetabek, ditujukan kepada Kantor
Regional Bank 1 (KR-1), Gedung D, Lantai 7, Komplek
Perkantoran Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2,
Jakarta – 10350 bagi BPR yang berkedudukan di wilayah
DKI Jakarta, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi.
3. Penyampaian bukti pembayaran atas sanksi terkait
penyampaian laporan secara hard copy dan laporan laporan
secara on line atau off line, untuk untuk BPR yang berada
di luar wilayah Jabodetabek, ditujukan kepada Kantor
Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia yang mewilayahi
kantor pusat BPR.
V. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN
A. Laporan Tahunan dan bukti pengumuman Laporan Keuangan
Publikasi disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat:
1. Kantor ...
19
1. Kantor Regional Bank I Indonesia, Gedung D, Lantai 7,
Jalan M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta Pusat 10350, bagi
BPR yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta, Banten,
Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi.
2. Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia yang
mewilayahi kantor pusat BPR, bagi BPR yang kantor
pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
B. Laporan Keuangan Publikasi secara on-line dilakukan melalui
fasilitas jaringan ekstranet Bank Indonesia. Dalam hal laporan
disampaikan secara off-line dalam bentuk rekaman data (soft
copy) berupa compact disk atau media perekam data elektronik
lainnya maka laporan disampaikan kepada Bank Indonesia
dengan alamat:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Gedung
Syafruddin Prawiranegara, Lantai 16-17, Jalan M.H.
Thamrin Nomor 2, Jakarta Pusat 10350, bagi BPR yang
berkedudukan di wilayah DKI Jakarta, Banten, Bogor,
Depok, Karawang, dan Bekasi; dan
b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia yang
mewilayahi kantor pusat BPR, bagi BPR yang kantor
pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
VI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 8/30/DPBPR tanggal 12 Desember
2006 perihal Laporan Keuangan Tahunan dan Laporan Keuangan
Publikasi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai
berlaku sejak Laporan Keuangan Publikasi posisi akhir bulan
September 2013 dan Laporan Tahunan posisi akhir tahun 2013.
Agar ...
20
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Y. SANTOSO WIBOWO
KEPALA GRUP
PENGEMBANGAN BPR & UMKM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/29/DKBU|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat. </reg_title>
<set_date> 31 Juli 2013 </set_date>
<effective_date> sejak Laporan Keuangan Publikasi posisi akhir bulan September 2013 dan Laporan Tahunan posisi akhir tahun 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '8/30/DPBPR|SE-BI/2006' </replaced_reg>
<related_reg> '15/3/PBI/2013' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 10/ 25 /DPM
Jakarta, 14 Juli 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/15/PBI/2003 tanggal 14 Agustus 2003 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4317), sebagaimana diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/21/PBI/2005 tanggal 3 Agustus
2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003
tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4518), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/2/PBI/20082tanggal 4 Februari 2008 tentang Bank Indonesia – Scripless
Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4809) selama ini telah
diatur lebih lanjut peraturan pelaksanaan mengenai fasilitas pendanaan jangka
pendek bagi bank umum dalam 3 (tiga) surat edaran terpisah.
Dalam rangka memudahkan pengguna surat edaran serta untuk
menyempurnakan persyaratan dan nilai underlying asset yang diagunkan maka
keseluruhan materi selanjutnya akan dituangkan dalam 1 (satu) surat edaran.
Untuk …
2
Untuk itu dipandang perlu untuk mengatur kembali mengenai fasilitas
pendanaan jangka pendek bagi bank umum sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan :
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang
melaksanakan kegiatan usaha perbankan konvensional.
2. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut FPJP
adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank yang
hanya dapat digunakan untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka
Pendek.
3. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah suatu keadaan yang
dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang
lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch).
4. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik
antar Peserta dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan
secara seketika per transaksi secara individual.
5. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank
Indonesia termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat
Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta,
Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
6. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah
fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai fasilitas likuiditas intrahari.
7. Sertifikat …
3
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
8. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat
berharga yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang
Negara, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi
Negara.
9. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah
SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan,
dengan pembayaran bunga secara diskonto.
10. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua
belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
11. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Peserta yang
memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS.
12. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing
serta perantara pedagang efek yang telah ditunjuk oleh Menteri
Keuangan sebagai Dealer Utama.
II. PRINSIP-PRINSIP FPJP
1. Bank yang dapat mengajukan FPJP, termasuk dalam rangka
perpanjangan FPJP dan pengalihan FLI menjadi FPJP, adalah Bank
yang memiliki agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan
yang nilainya minimal sebesar jumlah FPJP yang diterima.
2. Bank sebagaimana dimaksud dalam butir 1 berstatus aktif sebagai
peserta BI-SSSS.
3. FPJP …
4
3. FPJP digunakan untuk menutup saldo giro negatif yang dialami Bank
akibat ketidakmampuan Bank dalam penyelesaian kewajiban karena
sistem kliring dan/atau untuk menutup penggunaan FLI yang tidak
dapat dilunasi Bank sampai dengan waktu pre cut off time Sistem BI-
RTGS.
4. Dalam rangka penggunaan FPJP, Bank diberikan kesempatan untuk
melakukan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dengan ketentuan:
a. Bank melunasi bunga FPJP jatuh waktu terlebih dahulu.
b. Dalam hal Bank tidak dapat melunasi biaya bunga FPJP jatuh
waktu sebagaimana dimaksud dalam butir a, Bank dapat
memperpanjang FPJP sebesar biaya bunga FPJP jatuh waktu yang
tidak dapat dilunasi ditambah nominal FPJP jatuh waktu
(kapitalisasi biaya bunga menjadi nominal).
5. Dalam rangka perpanjangan penggunaan FPJP sebagaimana dimaksud
dalam butir 4, nominal FPJP jatuh waktu dapat ditambahkan dengan
tambahan nominal FPJP baru dengan memperhatikan ketentuan
penggunaan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 3.
6. Tambahan nominal FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 5
diakumulasikan terhadap nominal FPJP yang sedang digunakan Bank
dan jumlah hari penggunaan FPJP.
7. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut:
a. Jangka waktu setiap FPJP adalah 1 (satu) hari, yang dinyatakan
dalam hari kalender. Dalam hal FPJP memiliki tanggal jatuh waktu
yang bertepatan dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur maka
penyelesaian FPJP jatuh waktu adalah pada hari kerja berikutnya.
b. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang untuk jangka waktu 1 (satu)
hari berturut-turut hingga mencapai jumlah keseluruhan jangka
waktu FPJP yang digunakan Bank mencapai 90 (sembilan puluh)
hari …
5
hari, termasuk hari Sabtu, Minggu atau hari libur yang dihitung
sejak pertama kali Bank memanfaatkan FPJP.
c. Bank tidak dapat memperpanjang FPJP dalam hal atas
perpanjangan FPJP dimaksud mengakibatkan terlampauinya jangka
waktu maksimum FPJP selama 90 (sembilan puluh) hari.
8. Biaya Bunga FPJP
a. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang diterima
Bank sebesar nilai tertinggi dari :
1) Rata-rata tertimbang suku bunga Pasar Uang Antar Bank
(PUAB) sesi pagi overnight pada hari penggunaan FPJP atau
perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP ditambah
marjin sebesar 200 (dua ratus) basis point; atau
2) Rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu)
bulan pada lelang terakhir ditambah marjin sebesar 200 (dua
ratus) basis point.
b. Perhitungan rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1) diperoleh dari angka sebagaimana
tercantum pada pusat informasi pasar uang sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan
Harian Bank Umum.
9. Bank wajib menjamin FPJP dengan agunan milik Bank berupa SBI
dan/atau SUN dengan ketentuan:
a. Nilai jual SBI dan/atau nilai pasar SUN yang diagunkan ditetapkan
berdasarkan perhitungan sebagaimana ketentuan butir IV.1.
b. Pada tanggal FPJP jatuh waktu, SBI atau SUN yang diagunkan
memiliki sisa jangka waktu:
1) paling singkat 2 (dua) hari kerja untuk SBI dan SPN; atau
2) paling …
6
2) paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja untuk Obligasi Negara
termasuk Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Zero Coupon Bond
(ZCB).
III. PENGAJUAN FPJP
1. Dalam rangka penggunaan FPJP, termasuk perpanjangan FPJP
sebagaimana dimaksud dalam butir II.4, Bank dapat mengajukan
nominal FPJP disertai dengan agunan FPJP melalui sarana BI-RTGS
dari cut off warning BI-SSSS sampai dengan 15 (lima belas) menit
setelah waktu pre cut off time Sistem BI-RTGS.
2. Pengajuan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 1 selanjutnya
wajib ditegaskan dengan penyampaian Surat Pengajuan FPJP
sebagaimana dimaksud Lampiran-1 kepada Biro Operasi Moneter,
Direktorat Pengelolaan Moneter (BOpM-DPM), Jl. MH Thamrin No. 2
Jakarta 10350, disertai dengan:
a. Perjanjian Kredit sebagaimana contoh dalam Lampiran-2 yang telah
dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani oleh Direksi atau
Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran
Dasar Bank yang berlaku, atau Chief Executive Officer (CEO) atau
Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing,
dalam rangkap 2 (dua); atau
b. Dalam hal Bank mengajukan perpanjangan FPJP, disertai dengan
Addendum Perjanjian Kredit sebagaimana contoh dalam Lampiran-
3 yang telah dibubuhi meterai cukup dan telah ditandatangani oleh
Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan
Anggaran Dasar Bank yang berlaku, atau CEO atau Pejabat Bank
yang berwenang bagi kantor cabang Bank Asing, dalam rangkap 2
(dua); dan
c. Akta …
7
c. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana contoh dalam
Lampiran-4 yang telah dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani
oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai
dengan Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan atau CEO atau
Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing,
dalam rangkap 2 (dua).
3. Bagi Bank yang yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia (KPBI), Surat Pengajuan FPJP sebagaimana dimaksud
dalam butir 2 diberikan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank
terkait.
4. Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia (KBI) namun tidak memiliki cabang di wilayah kerja KPBI,
Surat Pengajuan FPJP beserta lampirannya sebagaimana dimaksud
dalam butir 2 disampaikan kepada KBI setempat dengan terlebih
dahulu mengirimkan faksimili Surat Pengajuan FPJP kepada BOpM-
DPM.
5. Dalam hal Bank memiliki FLI dan tidak dapat melunasi FLI sampai
dengan batas waktu yang ditetapkan maka nominal FLI yang tidak
dapat dilunasi secara otomatis dialihkan menjadi FPJP Bank melalui
BI-SSSS.
6. Dalam hal terdapat pengalihan nilai FLI yang tidak dapat dilunasi
menjadi FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 5 maka berlaku
ketentuan :
a. Apabila Bank sedang tidak menggunakan FPJP, Bank wajib
menyampaikan akta Perjanjian Kredit FPJP.
b. Apabila Bank sedang menggunakan FPJP dan melakukan
perpanjangan FPJP, Bank wajib menyampaikan Addendum
Perjanjian …
8
Perjanjian Kredit dengan nilai FPJP sebesar FLI yang tidak dapat
dilunasi ditambah dengan nominal perpanjangan FPJP.
c. Dalam hal Bank tidak menyampaikan akta Perjanjian Kredit
sebagaimana dimaksud dalam butir a atau butir b paling lambat 30
(tiga puluh) menit setelah waktu pengajuan FPJP berakhir maka
pengikatan kredit dilakukan berdasarkan kuasa menandatangani
Perjanjian Kredit atau Addendum Perjanjian Kredit dalam rangka
FPJP sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Penggunaan FLI
dan Pengagunan yang telah ditandatangani Bank.
d. Akta pengikatan agunan dalam rangka pengalihan FLI menjadi
FPJP dibuat oleh Bank Indonesia berdasarkan kuasa gadai
sebagaimana diatur dalam ketentuan FLI yang berlaku.
7. Mekanisme pengajuan FPJP melalui sarana BI-SSSS dilakukan
mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang
BI-SSSS yang berlaku.
IV. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP
1. Perhitungan nilai agunan FPJP adalah sebagai berikut :
a. Dalam hal agunan berupa SBI :
1) Nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat pengajuan
permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan
FLI menjadi FPJP.
2) Nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) ditetapkan
paling kurang sebesar 100% (seratus per seratus) dari nilai
permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan
FLI menjadi FPJP.
3) Nilai …
9
3) Nilai jual SBI sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dihitung
berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBI sebagaimana
tercantum dalam BI-SSSS.
4) Harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat
penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI.
Contoh perhitungan nilai agunan FPJP dalam bentuk SBI
sebagaimana tercantum dalam Lampiran-5.
b. Dalam hal agunan berupa SUN:
1) Nilai agunan didasarkan pada nilai pasar SUN pada saat
pengajuan permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau
pengalihan FLI menjadi FPJP.
2) Nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) ditetapkan
paling kurang sebesar 105% (seratus lima per seratus) dari nilai
permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan
FLI menjadi FPJP.
3) Nilai pasar SUN sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dihitung
berdasarkan nominal dan harga setiap seri SUN sebagaimana
tercantum dalam BI-SSSS.
4) Harga setiap seri SUN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri
SUN.
Contoh perhitungan nilai agunan FPJP dalam bentuk SUN
sebagaimana tercantum dalam Lampiran-5.
c. Dalam hal Bank menggunakan SBI dan SUN sebagai agunan FPJP,
maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a dan butir b
diterapkan untuk masing-masing jenis surat berharga yang
diagunkan …
10
diagunkan. Contoh perhitungan nilai agunan FPJP dalam bentuk
SBI dan SUN sebagaimana tercantum pada Lampiran-5.
2. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan SBI
dan/atau SUN yang telah diagunkan sebelumnya, sepanjang nilai jual
SBI dan/atau nilai pasar SUN masih memenuhi ketentuan perhitungan
nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan ketentuan sisa
jangka waktu SBI dan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.b.
3. Mekanisme pengagunan SBI dan/atau SUN melalui BI-SSSS
dilakukan sesuai tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
tentang BI-SSSS yang berlaku.
V. PERSETUJUAN FPJP
1. Bank Indonesia akan meneliti setiap pengajuan FPJP yang disampaikan
Bank setelah Bank melengkapi persyaratan yang ditetapkan dalam
Surat Edaran ini.
2. Bank Indonesia menolak permohonan FPJP yang tidak memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini.
3. Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan FPJP
kepada Bank melalui BI-SSSS.
4. Dalam hal nominal FPJP yang disetujui berbeda dari nominal FPJP
yang diajukan, Bank wajib menyampaikan kembali Perjanjian Kredit
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-2 dan/atau Addendum
Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-3 dan/atau
Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran-4 yang telah disesuaikan dengan nominal FPJP yang
disetujui Bank Indonesia.
5. Terhadap …
11
5. Terhadap nilai FPJP yang disetujui, Bank Indonesia akan mengkredit
rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia
sebesar nominal FPJP yang disetujui melalui Sistem BI-RTGS.
VI. PELUNASAN FPJP
1. Pada tanggal FPJP jatuh waktu, Bank Indonesia mendebet rekening
giro Rupiah Bank di Bank Indonesia dengan mendahulukan
pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan FPJP.
2. Pendebetan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dilakukan oleh Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar biaya bunga FPJP jatuh
waktu yang dilakukan pada saat Sistem BI-SSSS dibuka dan
pendebetan sebesar nominal FPJP jatuh waktu yang dilakukan pada
pukul 16.00 WIB.
3. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak
mencukupi untuk membayar biaya bunga dan/atau nominal FPJP
sebagaimana dimaksud dalam butir 2 sampai dengan cut off warning
Sistem BI-RTGS, Bank dapat memperpanjang FPJP sepanjang masih
memenuhi persyaratan untuk memperoleh FPJP.
4. Mekanisme pelunasan FPJP melalui BI-SSSS dilakukan dengan
mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang
BI-SSSS yang berlaku.
VII. EKSEKUSI AGUNAN
1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP, dalam
hal Bank tidak dapat melunasi FPJP dan/atau Bank tidak dapat
memperpanjang FPJP dan/atau Bank dikenakan sanksi untuk tidak
dapat memperoleh FPJP yang disebabkan Bank melakukan
pelanggaran …
12
pelanggaran atas ketentuan agunan dan/atau penyimpangan
penggunaan FPJP.
2. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam butir 1 maka
Bank Indonesia akan mengalihkan pencatatan agunan FPJP ke
rekening penampungan (special account) melalui BI-SSSS.
3. Bank Indonesia akan melakukan proses eksekusi agunan pada 1 (satu)
hari kerja setelah terjadinya kondisi sebagaimana dimaksud dalam butir
2 dengan cara :
a. Dalam hal agunan berupa SBI, eksekusi agunan dilakukan dengan
cara pelunasan SBI sebelum jatuh waktu.
b. Dalam hal agunan berupa SUN, eksekusi agunan dilakukan dengan
cara penjualan melalui Pialang berdasarkan harga penawaran yang
terbaik.
4. Terhadap pelaksanaan eksekusi agunan SUN sebagaimana dimaksud
dalam butir 3.b. berlaku ketentuan:
a. Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank atau perorangan
yang telah memiliki rekening penatausahaan surat berharga di Sub
Registry.
b. Pada hari pelaksanaan eksekusi agunan, Pialang memberikan
laporan kepada Bank Indonesia c.q. BOpM-DPM yang meliputi
nama calon pembeli, kuantitas dan harga penawaran yang diajukan
calon pembeli paling lambat sampai dengan pukul 16.00 WIB
melalui BI-SSSS dan/atau faksimili.
c. Bank Indonesia akan mengumumkan calon pembeli agunan yang
penawarannya diterima melalui Pialang.
d. Bank pembeli agunan atau perserorangan yang bertindak sebagai
pembeli agunan melalui Sub Registry melakukan setelmen dana ke
rekening nomor 564.000617 "Rekening Untuk Penampungan Hasil
Eksekusi …
13
Eksekusi Agunan FPJP" di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja
setelah diumumkan sebagai pembeli agunan oleh Bank Indonesia.
e. Berdasarkan setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam huruf d,
Bank Indonesia memindahkan agunan FPJP dari rekening
penampungan (special account) ke rekening surat berharga milik
pembeli agunan.
5. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses penjualan agunan adalah
menjadi beban Bank penerima FPJP dan Bank Indonesia akan
melakukan pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia.
6. Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan biaya
bunga FPJP sebesar biaya bunga FPJP terakhir.
7. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah FPJP
ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi
agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank di
Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud.
8. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah FPJP ditambah
dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, Bank
Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
sebesar kekurangan nilai dimaksud.
9. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk
pendebetan sebagaimana dimaksud dalam butir 8, Bank wajib
menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada
Bank Indonesia.
VIII. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Bank
atas penggunaan FPJP.
2. Dalam …
14
2. Dalam hal Bank telah menggunakan FPJP selama 5 (lima) hari kerja
secara berturut-turut, Bank wajib menyampaikan action plan
penyelesaian FPJP kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait atau
Tim Pengawas Bank di KBI setempat.
IX. SANKSI
Bank dikenakan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan
agunan FPJP dan atau penyimpangan penggunaan FPJP berupa:
1. tidak diperkenankan memperoleh FPJP dalam jangka waktu tertentu;
dan
2. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2)
Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain
berupa teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan
kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian
pengurus Bank.
X. PENUTUP
Dengan berlakukannya Surat Edaran ini maka :
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM tanggal 16 Februari
2004 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum ;
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/33/DPM tanggal 3 Agustus
2005 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/7/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Umum ; dan
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/21/DPM tanggal 26 September
2007 perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor …
15
Nomor 6/7/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek Bagi Bank Umum,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 14 Juli
2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/25/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 14 Juli 2008 </set_date>
<effective_date> 14 Juli 2008 </effective_date>
<replaced_reg> '6/7/DPM|SE-BI/2004', '9/21/DPM|SE-BI/2007', '7/33/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '10/2/PBI/2008', '7/21/PBI/2005', '5/15/PBI/2003' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No.6/5/DPM
Jakarta, 16 Februari 2004
November 2003
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, PERANTARA PEDAGANG EFEK, DAN
PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
Perihal : Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia
dalam Rupiah (FASBI)
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4243) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/4/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4365) dan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia -
Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363), dipandang perlu untuk
menyusun ketentuan tentang pelaksanaan dan penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank
Indonesia dalam Rupiah dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut.
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank …
2
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional.
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut dengan OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan
pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
3. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah, yang selanjutnya disebut
dengan FASBI adalah fasilitas yang diberikan Bank Indonesia kepada Bank
untuk menempatkan dananya di Bank Indonesia.
4. Rekening Giro adalah rekening giro Rupiah milik Bank di Bank Indonesia.
5. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut
dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar
Peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara
seketika per transaksi secara individual.
6. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut dengan BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara
elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem
BI-RTGS.
7. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antar pemilik rekening giro Rupiah
di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka pelaksanaan
setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS.
8. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing serta
perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
II. KARAKTERISTIK, PRINSIP DAN PERSYARATAN FASBI
A. Karakteristik
1. Jangka …
3
1. Jangka waktu FASBI maksimum 7 (tujuh) hari dihitung dari tanggal
penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu.
2. FASBI ditransaksikan dengan sistem diskonto.
3. Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount)
sebagai berikut:
Nilai Nominal x 360
Nilai Tunai = -------------------------------------------------------------
360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)}
4. Nilai diskonto transaksi dihitung sebagai berikut:
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
5. FASBI tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat diagunkan, dan tidak
dapat dicairkan sebelum jatuh waktu.
B. Prinsip dan Persyaratan
1. Bank Indonesia dapat menyediakan FASBI setiap saat apabila dianggap
perlu.
2. Bank Indonesia mengumumkan penyediaan FASBI selambat-lambatnya
pada hari pelaksanaan penyediaan FASBI melalui sarana BI-SSSS dan
atau Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) dan atau sarana lain yang
ditetapkan Bank Indonesia meliputi antara lain jangka waktu, tingkat
diskonto, waktu pelaksanaan transaksi (sesi) dan waktu setelmen.
3. Dalam hal dianggap perlu, Bank Indonesia dapat menetapkan waktu
penutupan transaksi lebih awal dari waktu pengajuan penawaran transaksi
dan atau tambahan waktu penawaran transaksi yang telah diumumkan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
4. Peserta transaksi FASBI dibedakan menjadi:
a. Peserta langsung yaitu Bank dan Pialang yang mengajukan penawaran
transaksi FASBI secara langsung kepada Bank Indonesia.
b. Peserta …
4
b. Peserta tidak langsung yaitu Bank yang mengajukan penawaran
transaksi FASBI kepada Bank Indonesia melalui Pialang.
5. Bank hanya dapat mengajukan penawaran transaksi FASBI untuk
kepentingan diri sendiri.
6. Pialang dilarang mengajukan transaksi FASBI untuk kepentingan diri
sendiri.
7. Peserta transaksi FASBI bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran transaksi FASBI yang diajukan.
8. Peserta transaksi FASBI sedang tidak dikenakan sanksi penghentian
sementara atau permanen sebagai peserta BI-SSSS.
9. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan transaksi FASBI dari peserta
langsung berdasarkan data pengajuan transaksi FASBI yang disampaikan
melalui sarana BI-SSSS.
10. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana transaksi FASBI pada hari
pelaksanaan transaksi (same day settlement).
11. Bank, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun tidak
langsung, wajib menyediakan dana sebesar jumlah transaksi FASBI yang
diterima untuk seluruh waktu pelaksanaan transaksi (sesi) sampai dengan
cut-off warning Sistem BI-RTGS.
III. PENGAJUAN PENAWARAN TRANSAKSI FASBI
1. Bank Indonesia melaksanakan penyediaan FASBI sesuai dengan
pengumuman penyediaan FASBI sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2
dan atau II.B.3.
2. Dalam kurun waktu pelaksanaan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir
II.B.2. dan atau butir II.B.3., peserta langsung mengajukan penawaran
transaksi …
5
transaksi FASBI kepada Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan
Moneter (OPU-DPM) melalui sarana BI-SSSS.
3. Pengajuan penawaran transaksi FASBI sebagaimana dimaksud dalam angka 2
meliputi penawaran kuantitas dan tingkat diskonto FASBI menurut jangka
waktu FASBI.
4. Pengajuan penawaran kuantitas transaksi FASBI dari setiap peserta transaksi
FASBI sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
5. Mekanisme pengajuan transaksi FASBI melalui BI-SSSS dilakukan
mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-
SSSS yang berlaku.
6. Bank Indonesia mengumumkan penawaran transaksi FASBI yang diterima
kepada peserta langsung melalui sarana BI-SSSS.
IV. SETELMEN TRANSAKSI DAN PELUNASAN FASBI
1. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana transaksi FASBI segera setelah
waktu pelaksanaan transaksi (sesi) FASBI berakhir dengan mendebet
Rekening Giro Bank yang bersangkutan.
2. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk
menutup seluruh kewajiban Setelmen Dana yang harus diselesaikan Bank
sampai dengan waktu cut-off warning Sistem BI-RTGS maka transaksi
FASBI Bank yang bersangkutan dinyatakan batal.
3. Pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dikenakan hanya
pada masing-masing sesi transaksi FASBI yang tidak dapat dilakukan
Setelmen Dana seluruhnya. Atas batalnya transaksi, Bank dikenakan sanksi.
Contoh pembatalan transaksi FASBI dapat dilihat dalam Lampiran-1.
4. Bank Indonesia …
6
4. Bank Indonesia melakukan pelunasan transaksi FASBI pada saat transaksi
FASBI jatuh waktu dengan mengkredit Rekening Giro Bank yang
bersangkutan.
5. Mekanisme Setelmen Dana transaksi FASBI dan pelunasan FASBI melalui
BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat
Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.
V. MEKANISME PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terdapat pembatalan transaksi FASBI sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.3., Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-2 dengan
tembusan kepada:
1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan
kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; atau
2) Tim Pengawas Bank-KBI setempat, dalam hal sanksi diberikan
kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI, dan
b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal
transaksi FASBI yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah).
c. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima)
hari kerja dalam hal Bank dikenakan teguran tertulis untuk ketiga kalinya
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan karena pembatalan transaksi FASBI
dan atau pembatalan transaksi SBI di pasar perdana dan atau pembatalan
transaksi SBI Repo dengan Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.
dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan
OPT …
7
OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari
kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir
1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan di
Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
VI. PENUTUP
Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 5/10/DPM tanggal 10 Juni 2003 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian
Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi
Pasar Terbuka dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/16/DPM tanggal 6 Agustus
2003 tentang Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/10/DPM tanggal 10
Juni 2003 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia
dalam Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/5/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) </reg_title>
<set_date> 16 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '5/10/DPM|SE-BI/2003', '5/16/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '6/4/PBI/2004', '6/2/PBI/2004', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 16/16/DKSP
Jakarta, 30 September 2014
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA PENYELENGGARA DAN KONSUMEN
JASA SISTEM PEMBAYARAN
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem
Pembayaran
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem
Pembayaran (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5498), perlu
diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penerapan perlindungan
konsumen jasa Sistem Pembayaran dalam Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. UMUM
1. Penyelenggara wajib menerapkan perlindungan Konsumen yang
memenuhi prinsip keadilan dan keandalan, prinsip transparansi,
prinsip perlindungan data dan/atau informasi Konsumen, serta
prinsip penanganan dan penyelesaian pengaduan Konsumen
secara efektif.
2. Ruang lingkup perlindungan Konsumen jasa Sistem Pembayaran
mencakup kegiatan jasa Sistem Pembayaran dalam:
a. penerbitan instrumen pemindahan dana dan/atau penarikan
dana;
b. kegiatan transfer dana;
c. kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu
(APMK);
d. kegiatan ...
2
d. kegiatan Uang Elektronik;
e. kegiatan penyediaan dan/atau penyetoran uang Rupiah; dan
f. penyelenggaraan Sistem Pembayaran lainnya yang akan
ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia.
3. Penyelenggara wajib mempublikasikan adanya sarana pengaduan
atas penggunaan jasa Sistem Pembayaran kepada Konsumen
yang dapat dilakukan melalui brosur, leaflet, broadcast melalui
SMS atau email, pengumuman dan/atau media lainnya. Publikasi
tersebut paling kurang mencakup informasi mengenai:
a. unit kerja atau fungsi yang melakukan penanganan dan
penyelesaian pengaduan Konsumen, termasuk nomor call
center yang dapat dihubungi;
b. prosedur yang harus ditempuh Konsumen untuk dapat
menyampaikan pengaduan;
c. persyaratan penyampaian pengaduan;
d. batas waktu penyelesaian pengaduan; dan
e. sarana alternatif penyelesaian pengaduan yang mengandung
unsur sengketa dengan cara fasilitasi yang dilakukan oleh
Bank Indonesia.
4. Penyelenggara wajib memasang pengumuman/informasi tertulis
di gedung kantor Penyelenggara mengenai tata cara pengaduan
Konsumen terkait jasa Sistem Pembayaran termasuk call center
yang dapat dihubungi dengan kalimat yang jelas dan mudah
dipahami.
5. Penyelenggara wajib menginformasikan adanya unit kerja atau
fungsi yang melakukan penanganan dan penyelesaian pengaduan
Konsumen, termasuk nomor call center yang dapat dihubungi
serta tata cara pengaduan Konsumen setelah Konsumen
mendapat persetujuan untuk menggunakan APMK, Uang
Elektronik, dan/atau jasa Sistem Pembayaran lainnya.
II. PENYAMPAIAN ...
3
II. PENYAMPAIAN PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT PENANGANAN
DAN PENYELESAIAN PENGADUAN YANG DISAMPAIKAN KEPADA
PENYELENGGARA
A. Unit Kerja atau Fungsi yang Menangani dan Menyelesaikan
Pengaduan
1. Dalam rangka pelaksanaan perlindungan Konsumen jasa
Sistem Pembayaran, Penyelenggara wajib membentuk unit
kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan
pengaduan yang memiliki tugas untuk melayani penerimaan
pengaduan, menangani dan menyelesaikan pengaduan, dan
memantau penanganan dan penyelesaian pengaduan.
2. Tugas dan wewenang unit kerja atau fungsi yang menangani
dan menyelesaikan pengaduan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 wajib dituangkan secara tertulis dalam mekanisme
penanganan pengaduan.
3. Unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan
pengaduan harus memiliki mekanisme pelaporan internal
penyelesaian pengaduan.
4. Unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan
pengaduan wajib menugaskan personil yang berbeda untuk
menangani dan menyelesaikan pengaduan dengan yang
ditugasi untuk memantau penanganan dan penyelesaian
pengaduan.
B. Mekanisme Penanganan Pengaduan
1. Penyelenggara wajib menerima, menangani, dan
menyelesaikan setiap pengaduan yang disampaikan oleh
Konsumen dan/atau perwakilan Konsumen yang terkait
dengan kegiatan jasa Sistem Pembayaran.
2. Penyelenggara wajib menerima, menangani dan
menyelesaikan pengaduan Konsumen sepanjang pengaduan
tersebut disampaikan melalui call center atau sarana
pengaduan Konsumen yang ditetapkan oleh Penyelenggara
dan ...
4
dan seluruh persyaratan pengajuan pengaduan telah
dipenuhi.
3. Penyelenggara wajib memiliki mekanisme dan prosedur
penanganan pengaduan Konsumen dalam bentuk tertulis
yang paling kurang terdiri atas:
a. mekanisme dan prosedur penerimaan pengaduan;
b. mekanisme dan prosedur penanganan dan penyelesaian
pengaduan; dan
c. mekanisme dan prosedur pemantauan penanganan dan
penyelesaian pengaduan.
4. Pengaduan disampaikan secara lisan atau tertulis ke kantor
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengaduan secara lisan:
1) Pengaduan disampaikan melalui telepon atau tatap
muka dengan pejabat/pegawai Penyelenggara.
2) Pengaduan harus dilengkapi dengan informasi
identitas diri Konsumen antara lain nama dan alamat,
serta deskripsi singkat pengaduan.
b. Pengaduan secara tertulis:
1) Pengaduan disampaikan melalui sarana/media seperti
surat, email, faksimile, atau sarana elektronik lainnya
yang dikelola secara resmi oleh Penyelenggara.
2) Pengaduan harus dilengkapi dengan fotokopi identitas
Konsumen dan dokumen pendukung lainnya.
5. Mekanisme dan prosedur penanganan pengaduan bagi
Konsumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3 disusun
dalam bentuk tertulis seperti pedoman, petunjuk
pelaksanaan, atau Standard Operating Procedure (SOP) dan
ditetapkan oleh Direksi atau pengurus Penyelenggara.
6. Mekanisme dan prosedur penerimaan pengaduan
sebagaimana dimaksud pada butir 3.a terdiri atas:
a. Mekanisme ...
5
a. Mekanisme dan prosedur penerimaan pengaduan secara
lisan, yang paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
1) Pengaduan lisan melalui telepon atau tatap muka
dengan pejabat dan/atau petugas unit kerja atau
fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan
hanya dapat disampaikan secara langsung oleh
Konsumen atau pihak yang mewakili Konsumen yang
bersangkutan.
2) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang
menangani dan menyelesaikan pengaduan meminta
informasi dari Konsumen yang paling kurang meliputi:
a) identitas Konsumen;
b) jenis jasa Sistem Pembayaran yang digunakan;
c) nomor kartu, transaksi, setoran dan/atau bukti
lainnya atas penggunaan jasa Sistem Pembayaran;
d) tanggal dilakukan transaksi atau tanggal terjadinya
peristiwa yang berkaitan dengan kegiatan jasa
Sistem Pembayaran; dan
e) permasalahan yang diadukan.
3) Pengaduan secara lisan oleh Konsumen dapat
diwakilkan sepanjang dilakukan secara tatap muka.
4) Dalam hal pengaduan disampaikan oleh pihak yang
mewakili Konsumen maka selain informasi
sebagaimana dimaksud pada angka 2), unit kerja atau
fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan
juga harus meminta:
a) fotokopi bukti identitas pihak yang mewakili
Konsumen; dan
b) surat kuasa dari Konsumen yang memberikan
kewenangan kepada pihak yang mewakilinya
bertindak untuk dan atas nama Konsumen; atau
c) dokumen ...
6
c) dokumen yang menyatakan kewenangan untuk
mewakili lembaga atau badan hukum dalam hal
Konsumen memberikan kuasa kepada lembaga
dan/atau badan hukum.
5) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang
menangani dan menyelesaikan pengaduan mencatat
informasi yang diterima dari Konsumen pada register
penerimaan pengaduan.
6) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang
menangani dan menyelesaikan pengaduan
menyampaikan kepada Konsumen:
a) nomor register pengaduan;
b) nama dan nomor telepon pejabat dan/atau petugas
yang menerima pengaduan; dan
c) penjelasan singkat mengenai mekanisme dan
prosedur yang akan ditempuh Penyelenggara dalam
menyelesaikan
pengaduan,
termasuk
pemberitahuan bahwa pengaduan akan
ditindaklanjuti dalam jangka waktu 2 (dua) hari
kerja sejak diterimanya pengaduan.
7) Dalam hal pengaduan yang disampaikan oleh
Konsumen mengandung unsur sengketa, pelanggaran
ketentuan atau kerugian konsumen sehingga
membutuhkan waktu penanganan lebih dari 2 (dua)
hari kerja, maka pada saat Konsumen menyampaikan
pengaduan secara lisan, pejabat dan/atau petugas unit
kerja atau fungsi yang menangani pengaduan meminta
Konsumen untuk menyampaikan pengaduan secara
tertulis.
8) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang
menangani pengaduan wajib menindaklanjuti
pengaduan Konsumen secara lisan pada saat
Konsumen menyampaikan pengaduan dalam hal
pengaduan ...
7
pengaduan yang disampaikan terkait dengan hal-hal
yang bersifat umum atau dapat ditindaklanjuti dengan
segera, antara lain:
a) permintaan informasi mengenai penggunaan jasa
Sistem Pembayaran dan/atau ketentuan internal
Penyelenggara mengenai jasa Sistem Pembayaran
yang disediakan oleh Penyelenggara yang
bersangkutan; dan
b) tata cara pengaduan Konsumen kepada
Penyelenggara.
b. Mekanisme dan prosedur penerimaan pengaduan secara
tertulis paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
1) Pengaduan dapat disampaikan oleh Konsumen atau
pihak yang mewakili Konsumen.
2) Pengaduan yang disampaikan Konsumen secara
tertulis merupakan pengaduan yang memiliki unsur
sengketa, pelanggaran ketentuan atau kerugian
Konsumen.
3) Pengaduan tertulis paling kurang memuat:
a)
identitas Konsumen;
b) jenis jasa Sistem Pembayaran yang digunakan;
c) nomor kartu, transaksi, setoran dan/atau bukti
lainnya atas penggunaan jasa Sistem Pembayaran;
d) tanggal dilakukan transaksi atau tanggal terjadinya
peristiwa yang berkaitan dengan kegiatan jasa
Sistem Pembayaran; dan
e) permasalahan yang diadukan.
4) Pengajuan pengaduan tertulis dilampiri dengan:
a) fotokopi bukti identitas Konsumen; dan
b) fotokopi/salinan dokumen pendukung pengaduan
yang dapat berupa bukti transaksi seperti sales
draft ...
8
draft, notifikasi transaksi, setoran pembayaran,
bukti pengiriman uang, bukti penarikan uang
dan/atau dokumen pendukung lainnya yang
dimiliki oleh Konsumen.
5) Dalam hal pengaduan disampaikan oleh pihak yang
mewakili Konsumen maka selain informasi
sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan angka 4),
unit kerja atau fungsi yang menangani dan
menyelesaikan pengaduan juga harus meminta:
a) fotokopi bukti identitas pihak yang mewakili
Konsumen; dan
b) surat kuasa dari Konsumen yang memberikan
kewenangan kepada pihak yang mewakilinya
bertindak untuk dan atas nama Konsumen; atau
c) dokumen yang menyatakan kewenangan untuk
mewakili lembaga atau badan hukum dalam hal
Konsumen memberikan kuasa kepada lembaga
dan/atau badan hukum.
6) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang
menangani dan menyelesaikan pengaduan mencatat
pengajuan pengaduan tertulis pada register
penerimaan pengaduan.
7) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang
menangani dan menyelesaikan pengaduan
menyampaikan bukti tanda terima pengaduan kepada
Konsumen dan/atau perwakilan Konsumen yang
paling kurang memuat:
a) nomor register pengaduan;
b) tanggal penerimaan pengaduan;
c)
identitas Konsumen;
d) nama pihak yang mewakili Konsumen (jika
diwakilkan);
e) jenis ...
9
e)
jenis jasa Sistem Pembayaran yang digunakan;
f) nama dan nomor telepon pejabat/petugas
Penyelenggara yang menerima pengaduan; dan
g) deskripsi singkat pengaduan.
8) Bukti tanda terima pengaduan ditandatangani oleh
pejabat dan/atau petugas yang menerima pengaduan
dari Konsumen atau pihak yang mewakili Konsumen.
7. Mekanisme dan prosedur penanganan dan penyelesaian
pengaduan sebagaimana dimaksud pada butir 3.b terdiri atas:
a. Prosedur penanganan dan penyelesaian pengaduan secara
lisan yang paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
1) Unit kerja atau fungsi yang menangani dan
menyelesaikan pengaduan dapat bekerja sama dengan
unit kerja yang terkait dengan permasalahan yang
diadukan.
2) Penyampaian hasil penanganan pengaduan secara
lisan harus disampaikan kepada Konsumen atau pihak
yang mewakili Konsumen dalam waktu 2 (dua) hari
kerja sejak diterimanya pengaduan.
3) Penyusunan ringkasan penanganan dan penyelesaian
pengaduan lisan yang memuat data dan informasi
singkat pengaduan, penanganan dan hasil
penyelesaian pengaduan.
4) Proses penanganan dan penyelesaian pengaduan lisan
diadministrasikan dalam register penanganan dan
penyelesaian pengaduan yang ditatausahakan oleh
unit kerja atau fungsi yang menangani dan
menyelesaikan pengaduan.
b. Prosedur penanganan dan penyelesaian pengaduan secara
tertulis yang paling kurang memuat hal-hal sebagai
berikut:
1) Unit ...
10
1) Unit kerja atau fungsi yang menangani dan
menyelesaikan pengaduan dapat bekerjasama dengan
unit kerja yang terkait dengan permasalahan yang
diadukan.
2) Penanganan pengaduan harus diselesaikan dalam
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
sejak pengaduan diterima dan disertai dengan
dokumen pendukung secara lengkap.
3) Dalam hal penanganan pengaduan tidak dapat
diselesaikan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari
kerja, maka penyelesaian pengaduan dapat
diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari kerja.
4) Perpanjangan jangka waktu penanganan pengaduan
sebagaimana dimaksud pada angka 3) hanya dapat
dilakukan apabila:
a) terdapat kendala dalam penanganan pengaduan
antara lain karena tempat terjadinya permasalahan
yang diadukan berbeda dengan tempat pengaduan
dilakukan;
b) permasalahan yang diadukan cukup kompleks
sehingga memerlukan penelitian mendalam antara
lain terhadap dokumen-dokumen Penyelenggara;
dan/atau
c) terdapat hal-hal lain yang berada di luar kendali
Penyelenggara, seperti adanya keterlibatan pihak
ketiga di luar Penyelenggara dalam penggunaan
Jasa Sistem Pembayaran yang dilakukan
Konsumen. Yang dimaksud dengan “pihak ketiga”
antara lain pedagang (merchant) yang bekerja sama
dengan Penyelenggara.
5) Perpanjangan waktu penyelesaian pengaduan wajib
diinformasikan oleh unit kerja atau fungsi yang
menangani dan menyelesaikan pengaduan kepada
Konsumen ...
11
Konsumen sebelum batas waktu 20 (dua puluh) hari
kerja pertama berakhir.
6) Unit kerja atau fungsi yang menangani dan
menyelesaikan pengaduan menyampaikan hasil
penanganan pengaduan secara tertulis kepada
Konsumen dan/atau pihak yang mewakili Konsumen
dalam jangka waktu:
a) 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
pengaduan tertulis dari Konsumen dan/atau pihak
yang mewakili Konsumen apabila tidak terdapat
perpanjangan waktu penyelesaian pengaduan; atau
b) 40 (empat puluh) hari kerja sejak diterimanya
pengaduan tertulis dari Konsumen dan/atau pihak
yang mewakili Konsumen apabila terdapat
perpanjangan waktu penyelesaian pengaduan.
7) Hasil penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud
pada angka 6) paling kurang memuat:
a) nomor register pengaduan;
b) permasalahan yang diadukan; dan
c) penyelesaian pengaduan yang disertai dengan
analisa permasalahan dan penjelasan yang cukup.
8) Penyusunan ringkasan penanganan dan penyelesaian
pengaduan tertulis yang memuat data dan informasi
singkat penerimaan, penanganan dan hasil
penyelesaian pengaduan.
9) Proses penanganan dan penyelesaian pengaduan
tertulis diadministrasikan dalam register penanganan
dan penyelesaian pengaduan yang ditatausahakan oleh
unit kerja atau fungsi yang menangani dan
menyelesaikan pengaduan.
8. Mekanisme dan prosedur pemantauan penanganan dan
penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada
butir ...
12
butir 3.c paling kurang memuat kewajiban unit kerja atau
fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan untuk:
a. Memastikan bahwa penanganan dan penyelesaian
pengaduan Konsumen telah dilakukan sesuai dengan
mekanisme dan prosedur penanganan dan penyelesaian
pengaduan yang telah ditetapkan oleh Direksi atau
pengurus Penyelenggara.
b. Menyusun laporan internal yang paling kurang memuat
informasi mengenai jenis jasa Sistem Pembayaran,
permasalahan, dan analisa penyebab terjadinya
pengaduan serta menyampaikannya kepada Direksi atau
pengurus Penyelenggara secara periodik.
c. Memastikan bahwa seluruh dokumen yang terkait dengan
penerimaan, penanganan dan penyelesaian pengaduan
telah ditatausahakan sesuai mekanisme dan prosedur
penanganan yang telah ditetapkan oleh Direksi atau
pengurus Penyelenggara, sebagai berikut:
1) dalam hal pengaduan secara lisan, dokumen yang
harus ditatausahakan paling kurang meliputi:
a) register penerimaan pengaduan;
b) register penanganan dan penyelesaian pengaduan
yang dilengkapi dengan dokumen yang digunakan
untuk menyelesaikan pengaduan;
c) hasil penyelesaian pengaduan; dan
d) ringkasan penanganan dan penyelesaian
pengaduan.
2) dalam hal pengaduan tertulis, dokumen yang harus
ditatausahakan paling kurang meliputi:
a) register penerimaan pengaduan yang dilengkapi
dengan dokumen pendukung;
b) register penanganan dan penyelesaian pengaduan
yang dilengkapi dengan dokumen pendukung;
c) surat ...
13
c) surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu
penyelesaian pengaduan dalam hal waktu
penyelesaian lebih dari 20 (dua puluh) hari kerja;
d) hasil penyelesaian pengaduan; dan
e) ringkasan penanganan dan penyelesaian
pengaduan.
III. PENYAMPAIAN PENGADUAN KE BANK INDONESIA DAN TINDAK
LANJUT PENYELESAIAN PENGADUAN OLEH BANK INDONESIA
A. Penyampaian Pengaduan
1. Konsumen dapat menyampaikan pengaduan ke Bank
Indonesia sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Konsumen telah menyampaikan pengaduan kepada
Penyelenggara dan telah ditindaklanjuti oleh
Penyelenggara, namun tidak terdapat kesepakatan
antara Konsumen dengan Penyelenggara;
b. permasalahan yang diadukan merupakan masalah
perdata yang tidak sedang dalam proses atau belum
pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan
atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh
lembaga mediasi atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa lainnya; dan
c. Konsumen mengalami potensi kerugian finansial yang
ditimbulkan oleh Penyelenggara dengan nilai tertentu
yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia menindaklanjuti pengaduan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dengan cara sebagai berikut:
a. Edukasi, untuk memberikan pemahaman kepada
Konsumen mengenai jasa Sistem Pembayaran.
b. Konsultasi, untuk memberikan pemahaman kepada
masyarakat dan Penyelenggara apabila terdapat
permasalahan ...
14
permasalahan dalam penggunaan jasa Sistem
Pembayaran.
Konsultasi dapat diberikan melalui tatap muka, telepon,
email, surat atau media lainnya yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
c. Fasilitasi, sebagai upaya penyelesaian terhadap
pengaduan Konsumen yang mengandung unsur
sengketa keperdataan.
3. Dalam hal pengaduan sebagaimana dimaksud dalam angka
1 belum disampaikan kepada Penyelenggara maka Bank
Indonesia meminta Konsumen untuk menyampaikan
terlebih dahulu pengaduan dimaksud kepada
Penyelenggara.
B. Permintaan Fasilitasi
1. Pengajuan permintaan fasilitasi dilakukan oleh Konsumen
atau pihak yang mewakili Konsumen kepada Bank Indonesia
setelah melalui proses penyelesaian pengaduan oleh
Penyelenggara tetapi tidak terdapat kesepakatan antara
Konsumen dan Penyelenggara.
2. Pengaduan yang diajukan tidak sedang dalam proses atau
belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan,
atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh
lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya.
3. Pengaduan yang diajukan belum pernah diproses
penyelesaiannya di Bank Indonesia. Pengaduan yang
mengandung unsur sengketa yang sudah pernah diupayakan
penyelesaiannya melalui proses mediasi atau fasilitasi oleh
Bank Indonesia tidak dapat diproses ulang.
4. Nilai pengaduan yang mengandung unsur sengketa memiliki
potensi kerugian finansial bagi Konsumen paling banyak
Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) yang timbul karena
kesalahan atau kelalaian Penyelenggara. Potensi kerugian
dapat ...
15
dapat berupa nilai kumulatif dari kerugian finansial yang
telah terjadi pada Konsumen, potensi kerugian karena
penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi
keuangan Konsumen dengan pihak lain, atau biaya-biaya
yang telah dikeluarkan Konsumen untuk mendapatkan
penyelesaian sengketa dengan Penyelenggara.
5. Permintaan fasilitasi diajukan secara tertulis dengan mengisi
Formulir Pengajuan Fasilitasi sebagaimana tercantum pada
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini. Formulir dimaksud dapat
diperoleh di setiap kantor Penyelenggara atau dapat dibuat
sendiri oleh Konsumen dengan berpedoman pada format
formulir sebagaimana tercantum pada Lampiran I.
6. Permintaan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada angka 5
harus dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai
berikut:
a.
b.
fotokopi surat hasil penyelesaian pengaduan yang
diberikan Penyelenggara kepada Konsumen;
fotokopi bukti identitas Konsumen;
c. dalam hal pengaduan disampaikan oleh pihak yang
mewakili Konsumen maka selain dokumen sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, permintaan
fasilitasi harus dilengkapi dengan fotokopi bukti
identitas pihak yang mewakili Konsumen dan surat
kuasa dari Konsumen. Surat kuasa yang diberikan oleh
Konsumen harus dalam bentuk surat kuasa khusus
tanpa hak substitusi, bermeterai cukup, dan paling
kurang mencantumkan hal-hal sebagai berikut:
1) identitas pihak pemberi kuasa dan penerima kuasa;
dan
2) kuasa yang diberikan mencakup kewenangan
penerima kuasa untuk mengikuti proses fasilitasi,
membuat kesepakatan dalam proses fasilitasi
tersebut ...
16
tersebut, dan menandatangani dokumen-dokumen
yang terkait dengan proses fasilitasi antara lain
berita acara hasil fasilitasi;
d. surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai
yang cukup yang menyatakan bahwa sengketa yang
diajukan tidak sedang dalam proses atau telah
mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase,
peradilan, lembaga mediasi, atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa lainnya dan belum pernah
diproses penyelesaiannya oleh Bank Indonesia
sebagaimana tercantum pada Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini; dan
e.
fotokopi dokumen pendukung lainnya yang terkait
dengan sengketa yang diajukan, apabila diperlukan.
7. Pengajuan permintaan fasilitasi dilakukan paling lama 60
(enam puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil
penyelesaian pengaduan dari Penyelenggara.
8. Bank Indonesia dapat menolak permintaan fasilitasi yang
tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.
9. Dalam melaksanakan fungsi fasilitasi, Bank Indonesia tidak
memberikan keputusan dan/atau rekomendasi penyelesaian
sengketa kepada Konsumen dan Penyelenggara.
C. Pelaksanaan Fasilitasi
1. Berdasarkan pengajuan fasilitasi yang disampaikan oleh
Konsumen atau perwakilan Konsumen kepada Bank
Indonesia, Bank Indonesia dapat melakukan klarifikasi atau
meminta penjelasan kepada Konsumen dan Penyelenggara
secara lisan dan/atau tertulis mengenai permasalahan yang
diajukan dan upaya-upaya penyelesaian yang telah
dilakukan oleh Penyelenggara.
2. Proses ...
17
2. Proses fasilitasi dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara
memanggil, mempertemukan, mendengar dan memotivasi
Konsumen dan Penyelenggara untuk mencapai kesepakatan
tanpa memberikan rekomendasi atau keputusan.
3. Dalam melaksanakan fasilitasi, Konsumen dan
Penyelenggara harus memenuhi panggilan Bank Indonesia.
4. Pelaksanaan fasilitasi dilakukan dengan berpedoman pada
hal-hal sebagai berikut:
a. Konsumen dan Penyelenggara wajib menyampaikan dan
mengungkapkan seluruh informasi penting yang terkait
dengan pokok sengketa dalam pelaksanaan fasilitasi.
b. Seluruh informasi dari para pihak yang berkaitan
dengan proses fasilitasi merupakan informasi yang
bersifat rahasia dan tidak dapat disebarluaskan untuk
kepentingan pihak lain di luar pihak yang terlibat dalam
proses fasilitasi, yaitu pihak selain Konsumen atau
pihak yang mewakili Konsumen, Penyelenggara dan
fasilitator.
c. Kesepakatan yang dihasilkan dari proses fasilitasi
adalah kesepakatan sukarela antara Konsumen dengan
Penyelenggara dan bukan rekomendasi dan/atau
keputusan fasilitator.
d. Konsumen dan Penyelenggara tidak dapat meminta
pendapat hukum (legal advice) maupun jasa konsultasi
hukum (legal counsel) kepada fasilitator.
e. Konsumen dan Penyelenggara dengan alasan apapun
tidak akan mengajukan tuntutan hukum terhadap
fasilitator, pegawai maupun Bank Indonesia sebagai
pelaksana fungsi fasilitasi, baik atas kerugian yang
mungkin timbul karena pelaksanaan atau eksekusi
berita acara hasil fasilitasi, maupun oleh sebab lain yang
terkait dengan pelaksanaan fasilitasi.
f. Dalam ...
18
f. Dalam mengikuti proses fasilitasi, Konsumen dan
Penyelenggara harus:
1) menunjukkan itikad baik;
2) bersikap kooperatif dengan fasilitator selama proses
fasilitasi berlangsung; dan
3) menghadiri pertemuan fasilitasi sesuai dengan
waktu dan tempat yang telah disepakati.
g. Dalam hal proses fasilitasi mengalami kebuntuan dalam
upaya mencapai kesepakatan maka Konsumen dan
Penyelenggara menyetujui tindakan-tindakan yang
dilakukan fasilitator antara lain:
1) menghadirkan pihak lain sebagai narasumber atau
sebagai tenaga ahli untuk mendukung kelancaran
fasilitasi;
2) menangguhkan proses fasilitasi sementara dengan
tidak melampaui batas waktu proses fasilitasi; atau
3) menghentikan proses fasilitasi.
h. Dalam hal Konsumen atau Penyelenggara melakukan
upaya lanjutan penyelesaian sengketa melalui proses
arbitrase, peradilan, atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa lainnya, Konsumen atau
Penyelenggara sepakat untuk:
1) tidak melibatkan fasilitator maupun Bank Indonesia
sebagai pelaksana fungsi fasilitasi untuk
memberikan kesaksian dalam pelaksanaan arbitrase
atau peradilan dimaksud; dan
2) tidak meminta fasilitator maupun Bank Indonesia
untuk menyerahkan sebagian atau seluruh
dokumen fasilitasi yang ditatausahakan Bank
Indonesia, baik berupa catatan, laporan, risalah,
laporan proses fasilitasi, dan/atau berkas lainnya
yang terkait dengan proses fasilitasi.
i. Proses ...
19
i. Proses fasilitasi berakhir dalam hal:
1)
telah tercapai kesepakatan;
2) berakhirnya jangka waktu fasilitasi;
3) dihentikan oleh fasilitator karena para pihak tidak
menaati pedoman pelaksanaan fasilitasi yang telah
disepakati sebelumnya; atau
4) Konsumen menyatakan mengundurkan diri dari
proses fasilitasi.
j. Konsumen dan Penyelenggara harus menaati pedoman
pelaksanaan fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini dan
menandatangani pedoman dimaksud sebagai tanda telah
memahami dan menyepakati isi pedoman.
k. Kesepakatan atau ketidaksepakatan antara Konsumen
dengan Penyelenggara yang dihasilkan dari proses
fasilitasi dituangkan dalam berita acara hasil fasilitasi
yang bersifat final dan mengikat bagi Konsumen dan
Penyelenggara serta ditandatangani oleh Konsumen atau
pihak yang mewakili Konsumen dan Penyelenggara
dengan berpedoman pada format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
IV. TATA CARA PELAPORAN
1. Penyelenggara wajib menyampaikan laporan penanganan dan
penyelesaian pengaduan Konsumen kepada Bank Indonesia
dengan tata cara sesuai ketentuan yang berlaku mengenai jenis
laporan dan jangka waktu penyampaian pada masing-masing jasa
Sistem Pembayaran, yaitu:
a. laporan keluhan nasabah dalam penyelenggaraan kegiatan
transfer dana oleh bank dan lembaga selain bank
sebagaimana ...
20
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai transfer dana;
b. laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan menggunakan kartu dan Uang Elektronik
di Indonesia oleh Bank Perkreditan Rakyat dan lembaga selain
Bank;
c. laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah
untuk Bank Umum sebagaimana diatur dalam ketentuan
yang mengatur mengenai laporan kantor pusat Bank Umum.
2. Dalam hal laporan keluhan nasabah dalam penyelenggaraan
kegiatan transfer dana sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
yang dilakukan oleh Bank Umum dapat dilakukan melalui
laporan kantor pusat Bank Umum maka penyampaian laporan
keluhan nasabah dalam penyelenggaraan kegiatan transfer dana
oleh Bank Umum berpedoman pada tata cara sebagaimana
dimaksud pada butir 1.c.
3. Khusus untuk kegiatan Penyetoran dan/atau Penarikan Uang
Rupiah:
a. Penyelenggara wajib menyampaikan laporan penanganan
pengaduan Konsumen terkait Penyetoran dan/atau Penarikan
Uang Rupiah kepada Bank Indonesia secara triwulanan paling
lambat tanggal 15 bulan April (Triwulan I), Juli (Triwulan II),
Oktober (Triwulan III), dan Januari (Triwulan IV).
b. Penyelenggara wajib menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dengan format sebagaimana dalam
Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
c. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditujukan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan
dan Pengawasan Sistem Pembayaran Gedung D Lantai 5,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat 10350.
d. Dalam ...
21
d. Dalam hal laporan penanganan pengaduan Konsumen terkait
Penyetoran dan/atau Penarikan Uang Rupiah kepada Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a yang
dilakukan oleh Bank Umum dapat dilakukan melalui laporan
kantor pusat Bank Umum maka penyampaian laporan
penanganan pengaduan Konsumen terkait Penyetoran
dan/atau Penarikan Uang Rupiah kepada Bank Indonesia
oleh Bank Umum berpedoman pada tata cara sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.c.
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
1. Tata cara pengenaan sanksi dan besarnya sanksi atas
pelanggaran kewajiban penyampaian laporan penanganan dan
penyelesaian pengaduan Konsumen tunduk pada masing-masing
ketentuan terkait penyampaian laporan penanganan dan
penyelesaian pengaduan Konsumen yang berlaku pada kegiatan
transfer dana, kegiatan APMK, dan kegiatan Uang Elektronik.
2. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif
berupa denda kepada Penyelenggara atas pelanggaran terkait
kewajiban penyampaian laporan penanganan dan penyelesaian
pengaduan Konsumen maka Bank Indonesia memberitahukan
secara tertulis kepada Penyelenggara mengenai pelanggaran yang
dilakukan oleh Penyelenggara dan besarnya sanksi denda yang
dikenakan.
3. Pelaksanaan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada angka 2
dilakukan dengan cara:
a. pendebetan rekening Penyelenggara yang ada di Bank
Indonesia, dalam hal Penyelenggara memiliki rekening di
Bank Indonesia; atau
b. transfer melalui Bank umum untuk untung rekening Bank
Indonesia, dalam hal Penyelenggara tidak memiliki rekening di
Bank Indonesia.
VI. ALAMAT ...
22
VI. ALAMAT PENYAMPAIAN PENGADUAN DAN SURAT MENYURAT
KEPADA BANK INDONESIA
Penyampaian pengaduan oleh Konsumen baik yang bersifat
permintaan edukasi, konsultasi, dan/atau fasilitasi, termasuk surat
menyurat kepada Bank Indonesia dalam rangka perlindungan
konsumen disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pengaduan secara lisan disampaikan melalui Call Center BICARA
1500 131.
2. Pengaduan secara tertulis melalui:
a. surat:
1) bagi Konsumen yang berdomisili atau bertempat tinggal di
wilayah DKI Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi,
Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang, dan Kota
Depok disampaikan kepada:
Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem
Pembayaran Kompleks Perkantoran Bank Indonesia,
Gedung D Lantai 5
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350;
2) bagi Konsumen yang berdomisili/bertempat tinggal di luar
wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan
kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
yang terdekat dengan domisili/tempat tinggal Konsumen.
b. email, disampaikan melalui bicara@bi.go.id.
c. faksimile, disampaikan melalui nomor (021) 2311901.
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan
komunikasi, maka akan diberitahukan melalui website Bank
Indonesia.
VII. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 30 September 2014.
Agar ...
23
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ROSMAYA HADI
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN
PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/16/DKSP|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran </reg_title>
<set_date> 30 September 2014 </set_date>
<effective_date> 30 September 2014 </effective_date>
<related_reg> '16/1/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 10/ 47 /DPNP
Jakarta, 23 Desember 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Sistem Informasi Debitur
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 9/14/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang Sistem Informasi
Debitur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 143,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4784), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
1. Sistem Informasi Debitur (SID) diselenggarakan dalam rangka
memperlancar proses Penyediaan Dana, penerapan manajemen risiko,
dan identifikasi kualitas Debitur untuk pemenuhan ketentuan yang
berlaku serta meningkatkan disiplin pasar.
2. Guna mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan agar
SID dapat menghasilkan informasi yang berkualitas serta dapat
diandalkan, Pelapor diwajibkan untuk:
a. menyusun dan menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank
Indonesia secara lengkap, akurat, terkini, utuh, dan tepat waktu
setiap bulan untuk posisi akhir bulan;
b. menyampaikan …
b. menyampaikan koreksi Laporan Debitur kepada Bank Indonesia
dalam hal Laporan Debitur yang telah disampaikan tidak
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, baik
atas temuan Pelapor yang bersangkutan dan/atau atas temuan
Bank Indonesia;
c. menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan
Debitur secara on-line, namun dalam kondisi tertentu
penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur
dapat dilakukan secara off-line; dan
d. menggunakan dan memberikan informasi Debitur,
sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
3. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap pemenuhan
kewajiban Pelapor yang terkait dengan pelaksanaan SID, termasuk
penggunaan informasi Debitur.
II. PELAPOR
A. PIHAK YANG MENJADI PELAPOR
Bank Umum yang wajib menjadi Pelapor dalam SID yang selanjutnya
disebut Pelapor, meliputi kantor-kantor yang melakukan kegiatan
operasional, yaitu antara lain:
1. Kantor Pusat, Kantor Cabang, dan Unit Syariah dari Bank
Umum yang melakukan kegiatan operasional di wilayah
Indonesia;
2. Kantor Cabang dari Bank Umum yang berkantor pusat di
Indonesia yang melakukan kegiatan operasional di luar wilayah
Indonesia; dan
3. Kantor …
3. Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Unit Syariah dari
bank asing yang melakukan kegiatan operasional di wilayah
Indonesia.
B.
INFRASTRUKTUR PELAPOR
Pelapor wajib menyediakan infrastruktur yang diperlukan dalam SID
meliputi hardware dan software antara lain:
1. Personal Computer (PC) beserta software sistem operasi;
2. Modem untuk saluran komunikasi;
3. Media penyimpanan data; dan
4. Saluran telepon langsung (telepon tetap kabel/fixed wire line)
yang dapat terhubung dengan jaringan ekstranet Bank Indonesia
untuk keperluan komunikasi.
C. TATA CARA AKSES SID
Ketentuan mengenai tata cara akses SID serta penunjukkan/perubahan
petugas penanggung jawab SID diatur dalam Panduan Pelaksanaan
SID yang merupakan bagian dari Pedoman Operasional SID
sebagaimana tercantum dalam Lampiran.
III. LAPORAN DEBITUR DAN KOREKSI LAPORAN DEBITUR
A. LAPORAN DEBITUR
1. Format dan isi Laporan Debitur yang disampaikan Pelapor
kepada Bank Indonesia wajib disusun sesuai dengan format
laporan yang diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan
Debitur yang merupakan bagian dari Pedoman Operasional SID
sebagaimana tercantum dalam Lampiran.
2. Cakupan …
2. Cakupan Laporan Debitur meliputi data seluruh Debitur yang
menerima fasilitas Penyediaan Dana termasuk pula Debitur yang
telah dihapusbuku, yang dihapustagih, yang diselesaikan dengan
cara pengambilalihan agunan atau penyelesaian melalui
pengadilan, dan/atau yang diserahkan kepada perusahaan
penyelesaian aset atau Badan Urusan Penyelesaian Piutang dan
Lelang Negara (BUPLN) yang belum pernah dilaporkan ke SID
dalam 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal 31 Maret 2005,
serta Debitur yang menerima penerusan kredit dan Debitur yang
menerima kredit kelolaan
3. Laporan Debitur wajib disajikan dalam mata uang Rupiah satuan
penuh. Dalam hal terdapat fasilitas Penyediaan Dana yang
diberikan dalam valuta asing, maka nilai tersebut dijabarkan ke
dalam nilai Rupiah dengan berpedoman pada Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku.
B. KOREKSI LAPORAN DEBITUR
1. Pelapor wajib melakukan koreksi Laporan Debitur dalam hal
Laporan Debitur yang disampaikan tidak memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Koreksi Laporan Debitur sebagaimana dimaksud pada angka 1
dilakukan berdasarkan temuan Pelapor yang bersangkutan atau
temuan Bank Indonesia.
3. Temuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2
antara lain berasal dari hasil pengawasan Bank Indonesia,
informasi dari Debitur, dan/atau informasi dari Pelapor lainnya.
4. Hal-hal …
4. Hal-hal yang disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia
dalam koreksi Laporan Debitur hanya meliputi data yang
mengalami perubahan.
IV. PELAKSANAAN OPERASIONAL SID
A. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN
DEBITUR
1. PENYAMPAIAN LAPORAN SECARA ON-LINE
a. Pelapor yang melakukan kegiatan operasional di wilayah
Indonesia, wajib menyusun dan menyampaikan Laporan
Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara on-line
kepada Kantor Pusat Bank Indonesia.
b. Dalam hal Pelapor melakukan kegiatan operasional di luar
wilayah Indonesia, Laporan Debitur dan/atau koreksi
Laporan Debitur wajib disusun dan disampaikan secara
tersendiri oleh kantor pusat Pelapor secara on-line kepada
Kantor Pusat Bank Indonesia.
c. Dalam hal Pelapor melakukan merger/konsolidasi, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Pelapor hasil merger/konsolidasi menyampaikan surat
pemberitahuan yang memuat informasi antara lain:
a) Nama Pelapor hasil merger/konsolidasi;
b) Tanggal efektif operasional merger/konsolidasi;
c) Kantor Pelapor peserta merger/konsolidasi yang
akan ditutup dan yang akan tetap beroperasi;
d) Nama petugas penanggung jawab SID dari
kantor Pelapor peserta merger/konsolidasi
yang …
yang masih berwenang setelah operasional
merger/konsolidasi.
2) Penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi
Laporan Debitur sampai dengan tanggal efektif
operasional merger/konsolidasi dapat dilakukan
dengan menggunakan hak akses dan sandi pelaporan
masing-masing Pelapor peserta merger/konsolidasi.
Penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi
Laporan Debitur setelah tanggal efektif operasional
merger/konsolidasi dilakukan oleh Pelapor hasil
merger/konsolidasi dengan menggunakan hak akses
dan sandi pelaporan dari Pelapor hasil
merger/konsolidasi tersebut.
Contoh:
Apabila operasional merger/konsolidasi berlaku
efektif pada tanggal 12 Mei 2008, maka Laporan
Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur untuk data
bulan April 2008 yang disampaikan paling lambat
tanggal 12 Mei 2008 dilakukan dengan menggunakan
hak akses dan sandi pelaporan masing-masing Pelapor
peserta merger/konsolidasi. Setelah tanggal tersebut
penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi
Laporan Debitur disampaikan oleh Pelapor hasil
merger/konsolidasi dengan menggunakan hak akses
dan sandi pelaporan dari Pelapor hasil
merger/konsolidasi tersebut.
3) Pelapor …
3) Pelapor hasil merger/konsolidasi mengajukan
permohonan user-id dan password Web SID dengan
tatacara akses SID sebagaimana diatur dalam Panduan
Pelaksanaan SID yang merupakan bagian dari
Pedoman Operasional SID sebagaimana tercantum
dalam Lampiran, dengan pengecualian terhadap
ketentuan mengenai jangka waktu penyampaian
permohonan user-id dan password, daftar petugas
yang bertanggung jawab dalam SID serta
penyampaian Laporan Debitur untuk pertama kalinya.
tanggal
efektif
operasional
merger/konsolidasi, Pelapor hasil merger/konsolidasi
bertanggungjawab atas seluruh data yang pernah
dilaporkan atau yang seharusnya dilaporkan oleh
Pelapor peserta merger/konsolidasi.
d.
Identitas Pelapor dalam SID menggunakan sandi sesuai
dengan sandi yang digunakan dalam Laporan Bulanan
Bank Umum (LBU) dan/atau Laporan Bulanan Bank
Umum Syariah (LBUS).
e. Laporan Debitur sebagaimana dimaksud pada huruf a
meliputi data Penyediaan Dana yang diberikan oleh Pelapor
dan data Penyediaan Dana yang diberikan oleh Kantor
Cabang Pembantu atau Kantor Kas atau kantor-kantor di
bawahnya yang menginduk kepada Pelapor.
f. Pelapor yang karena kondisi tertentu sehingga tidak
memiliki Debitur dan/atau tidak memberikan fasilitas
Penyediaan Dana, wajib menyampaikan laporan nihil
secara …
4) Setelah
secara on-line sesuai dengan Pedoman Penyusunan
Laporan Debitur yang merupakan bagian dari Pedoman
Operasional SID sebagaimana tercantum dalam Lampiran.
g. Pelapor dinyatakan telah menyampaikan Laporan Debitur
dan/atau koreksi Laporan Debitur pada tanggal diterimanya
Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur tersebut
oleh Bank Indonesia, sebagaimana tercantum pada tanda
terima Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur
dari SID.
h. Tanda terima Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan
Debitur dari SID dimaksud wajib didown-load dan
disimpan oleh Pelapor yang bersangkutan.
2. TATA CARA PELAPORAN OFF-LINE
a. Pelapor dapat menyampaikan Laporan Debitur dan/atau
koreksi Laporan Debitur secara off-line apabila Laporan
Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur tidak dapat
disampaikan secara on-line karena:
1) gangguan teknis dan upaya penyampaian secara on-
line melalui kantor pusat atau kantor cabang lain dari
Pelapor yang bersangkutan tidak dapat dilakukan
sampai dengan batas akhir periode penyampaian
Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur;
dan/atau
2) koreksi data historis Laporan Debitur atas dasar
temuan Pelapor yang bersangkutan dan/atau atas
temuan Bank Indonesia.
b. Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf a dinyatakan
telah menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi
Laporan …
Laporan Debitur pada tanggal diterimanya Laporan Debitur
dan/atau koreksi Laporan Debitur tersebut oleh Bank
Indonesia, sebagaimana tercantum pada bukti penerimaan
Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur dari
Bank Indonesia atau bukti pengiriman dari kantor pos.
c. Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib
melakukan update status ke dalam aplikasi SID di kantor
Pelapor setelah proses up-load Laporan Debitur dan/atau
koreksi Laporan Debitur telah selesai dilakukan oleh Bank
Indonesia.
d. Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1)
wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Bank
Indonesia dengan dilampiri dokumen pendukung mengenai
kondisi yang menyebabkan Pelapor menyampaikan
Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara
off-line. Format pemberitahuan tertulis diatur dalam
Panduan Pelaksanaan SID yang merupakan bagian dari
Pedoman Operasional SID sebagaimana tercantum dalam
Lampiran.
3. PERIODE PENYAMPAIAN LAPORAN DEBITUR
a. Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara
on-line wajib disampaikan oleh Pelapor paling lambat
tanggal 12 (dua belas) setelah bulan Laporan Debitur yang
bersangkutan.
b. Penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan
Debitur secara off-line serta surat pemberitahuan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Bagian IV.A.2 huruf d
dilakukan …
dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah batas
akhir periode penyampaian Laporan Debitur dan/atau
koreksi Laporan Debitur secara on-line.
c. Khusus untuk koreksi Laporan Debitur atas temuan Bank
Indonesia, wajib disampaikan paling lambat pada periode
penyampaian Laporan Debitur berikutnya.
d. Dalam hal tanggal berakhirnya penyampaian Laporan
Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur jatuh pada hari
Sabtu, Minggu, atau hari libur maka Laporan Debitur
dan/atau koreksi Laporan Debitur disampaikan pada hari
kerja sebelumnya.
e. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan
Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur apabila
penyampaiannya dilakukan melampaui batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d sampai
dengan akhir bulan setelah bulan Laporan Debitur yang
bersangkutan.
f. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Debitur
apabila belum menyampaikan atau menyampaikan Laporan
Debitur setelah melampaui akhir bulan setelah bulan
Laporan Debitur yang bersangkutan.
B. SISTEM KONTROL INTERNAL
1. Dalam rangka menjamin kebenaran, kelengkapan, kekinian isi
laporan, dan ketepatan waktu penyampaian Laporan Debitur
serta keamanan penerimaan informasi Debitur, Pelapor
menyusun kebijakan, sistem, dan prosedur yang dituangkan
dalam …
dalam suatu pedoman tertulis, yang disetujui oleh Direksi dari
Pelapor, yang paling kurang memuat:
a. wewenang dan tanggung jawab petugas yang melakukan
verifikasi dan menyampaikan Laporan Debitur kepada
Bank Indonesia;
b. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses
untuk mengajukan permintaan dan menerima informasi
Debitur dari Bank Indonesia;
c.
langkah-langkah yang dilakukan dalam permintaan
informasi Debitur termasuk memastikan bahwa permintaan
hanya dilakukan untuk keperluan Pelapor sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
mengenai SID;
d.
langkah-langkah yang dilakukan dalam penyediaan
informasi Debitur kepada Debitur dari Pelapor yang
bersangkutan;
e.
langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka
pemeliharaan dan pengamanan sistem dan data Debitur;
dan
f.
langkah-langkah yang dilakukan dalam hal terjadi
gangguan atau keadaan memaksa (force majeure) untuk
memastikan kesinambungan penyampaian Laporan Debitur
kepada Bank Indonesia beserta wewenang dan tanggung
jawab petugas yang ditunjuk.
2. Dalam rangka melakukan pemeliharaan dan pengamanan
terhadap teknologi sistem informasi dan data yang terkait
dengan penyelenggaraan SID, Pelapor wajib melakukan
langkah …
langkah-langkah pemeliharaan dan pengamanan terhadap sistem
dan data Debitur serta alur/proses pengiriman Laporan Debitur
dan penerimaan informasi Debitur dengan berpedoman pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penggunaan
teknologi informasi. Langkah-langkah tersebut meliputi antara
lain pelaksanaan back-up data Debitur setelah dilakukan
penyampaian Laporan Debitur atau koreksi Laporan Debitur
secara berkala setiap bulan, melakukan pengkinian antivirus dan
pengecekan jaringan secara berkala, serta penyampaian laporan
kepada Bank Indonesia c.q. Pengawas dari Pelapor yang
bersangkutan dalam hal Pelapor membuat aplikasi pendukung
yang bertujuan untuk membantu penyampaian Laporan Debitur,
koreksi Laporan Debitur, dan/atau permintaan informasi Debitur.
C. PENGKINIAN DATA OLEH BANK INDONESIA
1. Bank Indonesia melakukan pengkinian data Debitur pada SID
dalam hal:
a. Pelapor mengalami pencabutan izin usaha atau likuidasi;
b. Pengkinian data tidak dapat lagi dilakukan oleh Pelapor;
atau
c. Data telah dialihkan kepada pihak lain bukan Pelapor
seperti kepada perusahaan penyelesaian aset atau Badan
Urusan Penyelesaian Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
2. Pengkinian data sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
berdasarkan pemberitahuan tertulis dari pihak yang melakukan
pengelolaan data Debitur, antara lain Pelapor yang bersangkutan,
Tim Likuidasi, perusahaan penyelesaian aset atau Badan Urusan
Penyelesaian Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
3. Pemberitahuan …
3. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2
antara lain berisi :
a. Permintaan kepada Bank Indonesia untuk melakukan
pengkinian data dalam SID; dan
b. Perubahan data Debitur dan/atau data fasilitas Penyediaan
Dana beserta penjelasannya.
Pemberitahuan disampaikan kepada Direktorat Perizinan
dan Informasi Perbankan c.q. Pusat Informasi Kredit,
Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10350.
V.
INFORMASI DEBITUR
A. PIHAK YANG DAPAT MEMINTA INFORMASI DEBITUR
Pihak yang dapat meminta Informasi Debitur meliputi Pelapor,
Debitur, dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Sistem Informasi Debitur.
B. CAKUPAN INFORMASI DEBITUR
Informasi Debitur yang dapat diminta oleh Pelapor, Debitur, dan pihak
lain, antara lain:
1.
identitas Debitur;
2. pemilik dan pengurus (untuk Debitur Badan Usaha);
3.
4.
fasilitas Penyediaan Dana yang diterima Debitur;
agunan;
5. penjamin; dan
6. kolektibilitas.
C. PERMINTAAN …
C. PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR OLEH PELAPOR
1. Tata cara permintaan
a. Pelapor yang telah memenuhi kewajiban pelaporan, dapat
meminta Informasi Debitur kepada Bank Indonesia.
Permintaan dimaksud dilakukan secara on-line melalui
jaringan ekstranet Bank Indonesia atau melalui jaringan
telekomunikasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Dalam hal Pelapor tidak memungkinkan melakukan
permintaan Informasi Debitur secara on-line karena:
1) mengalami gangguan teknis seperti gangguan pada
jaringan telekomunikasi dan pemadaman listrik; atau
2) mengalami keadaan memaksa (force majeure)
seperti kebakaran, kerusuhan massa, perang, konflik
bersenjata, sabotase, serta bencana alam seperti banjir
dan gempa bumi yang mengganggu kegiatan
operasional;
maka permintaan informasi Debitur dapat dilakukan
melalui kantor lain dari Pelapor yang bersangkutan.
2. Penggunaan Informasi Debitur
a.
Informasi Debitur yang diperoleh hanya dapat digunakan
untuk keperluan Pelapor dalam rangka:
1) kelancaran proses Penyediaan Dana;
2) penerapan manajemen risiko;
3)
identifikasi kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Yang termasuk keperluan Pelapor dalam rangka kelancaran
proses Penyediaan Dana antara lain informasi yang
dibutuhkan …
dibutuhkan untuk menindaklanjuti proses Penyediaan Dana
yang telah dilakukan sesuai prinsip kehati-hatian dalam
Penyediaan Dana. Termasuk dalam ruang lingkup
kelancaran proses penyediaan dana adalah penggunaan
informasi Debitur untuk penawaran fasilitas Penyediaan
Dana kepada nasabah Pelapor yang bersangkutan.
Yang termasuk keperluan Pelapor dalam rangka penerapan
manajemen risiko antara lain informasi yang dibutuhkan
untuk pengelolaan risiko dalam menunjang kegiatan
operasional Pelapor, terutama yang terkait dengan kegiatan
Penyediaan Dana. Termasuk dalam ruang lingkup
penerapan manajemen risiko adalah penggunaan informasi
Debitur untuk proses seleksi pegawai Pelapor. Namun tidak
termasuk penggunaan informasi Debitur untuk penyusunan
prospek list calon debitur.
Yang termasuk keperluan Pelapor dalam rangka identifikasi
kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku adalah informasi yang dibutuhkan
untuk penyamaan kualitas terhadap satu debitur atau satu
proyek yang sama sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Pelapor wajib memberikan informasi Debitur atas
permintaan Debitur dari Pelapor yang bersangkutan.
c. Dalam hal Pelapor menggunakan informasi Debitur untuk
kepentingan selain yang dimaksud pada huruf a di atas,
segala akibat hukum yang timbul adalah sepenuhnya
menjadi tanggung jawab Pelapor yang bersangkutan.
3. Penatausahaan …
3. Penatausahaan Permintaan informasi Debitur
Pelapor harus menatausahakan semua permintaan informasi
Debitur yang dilakukan oleh Pelapor, paling kurang meliputi
tanggal permintaan informasi Debitur, nama Debitur,
peruntukannya serta petugas yang mengajukan permintaan dan
menerima informasi Debitur.
D. PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR OLEH DEBITUR
1. Debitur dapat meminta informasi Debitur hanya atas nama
Debitur yang bersangkutan kepada Bank Indonesia atau kepada
Pelapor yang memberikan Penyediaan Dana kepada Debitur
yang bersangkutan.
2. Tata cara permintaan
a. Permintaan informasi Debitur disampaikan secara tertulis
kepada Bank Indonesia dilakukan dengan tata cara sebagai
berikut:
1) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang
diberi kuasa oleh Debitur dapat mengajukan
permintaan informasi Debitur langsung di Gerai Info
Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350 atau di tempat tertentu yang ditetapkan oleh
Kantor Bank Indonesia setempat.
2) Dalam hal Debitur yang bersangkutan berbentuk
badan usaha, permintaan informasi Debitur
sebagaimana dimaksud pada angka 1) diajukan oleh
pengurus yang berwenang sesuai anggaran dasar
perusahaan atau oleh pihak yang diberi kuasa oleh
pengurus tersebut.
3) Debitur …
3) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi
kuasa mengisi formulir permohonan yang antara lain
meliputi identitas Debitur atau pihak yang diberi
kuasa, alasan dan tujuan penggunaan informasi
Debitur dimaksud.
4) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi
kuasa menyerahkan dokumen sebagai berikut:
a) Bagi Debitur perorangan:
(1) fotokopi
identitas diri dengan
menunjukkan identitas diri asli antara lain
berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau
Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS);
atau
(2) Surat Kuasa asli, fotokopi identitas diri
Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa
dengan menunjukkan identitas diri asli dari
Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa,
dalam hal dikuasakan.
b) Bagi Debitur badan usaha:
(1) fotokopi identitas badan usaha dan
fotokopi identitas diri dari pengurus yang
mengajukan permintaan informasi Debitur
dengan menunjukkan identitas asli badan
usaha dimaksud atau fotokopi identitas
badan usaha yang telah dilegalisir
dan menunjukkan identitas diri asli dari
pengurus …
pengurus yang mengajukan permintaan
informasi Debitur. Identitas dimaksud
berupa akta pendirian perusahaan dan
perubahan anggaran dasar terakhir yang
memuat susunan dan kewenangan
pengurus; atau
(2) Surat Kuasa asli, fotokopi badan usaha dan
identitas diri Pemberi Kuasa dan Penerima
Kuasa dengan menunjukkan identitas asli
badan usaha dimaksud atau fotokopi
identitas badan usaha yang telah dilegalisir,
serta identitas asli Pemberi Kuasa dan
Penerima Kuasa dalam hal dikuasakan.
5) Dalam hal terdapat perbedaan antara susunan
pengurus yang berwenang sesuai anggaran dasar
perusahaan dengan data yang terdapat di SID, maka
permintaan informasi Debitur tidak dapat dipenuhi.
6) Dalam hal permintaan informasi Debitur telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini, maka informasi Debitur dapat diberikan
sesuai dengan alasan dan tujuan penggunaannya.
Segala akibat hukum yang timbul berkaitan dengan
penggunaan informasi Debitur sepenuhnya menjadi
tanggung jawab Debitur atau pihak yang diberi kuasa.
b. Permintaan informasi Debitur kepada Pelapor dilakukan
dengan tata cara sebagai berikut:
1) Debitur …
1) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi
kuasa mengajukan permintaan informasi Debitur
kepada Pelapor dimana Debitur tersebut menerima
Penyediaan Dana.
2) Pengajuan permintaan informasi Debitur disampaikan
oleh Debitur yang bersangkutan atau pihak yang
diberi kuasa dengan menunjukkan identitas diri asli,
atau surat kuasa asli, identitas diri asli dari Pemberi
Kuasa dan Penerima Kuasa, dalam hal dikuasakan.
3) Pelapor harus dapat meyakini bahwa permintaan
informasi Debitur sebagaimana dimaksud pada
angka 2) dilakukan oleh Debitur yang berhak sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai SID.
4) Pelapor harus menatausahakan semua pemberian
informasi Debitur atas dasar permintaan Debitur yang
bersangkutan, paling kurang meliputi tanggal
pemberian informasi Debitur, nama Debitur,
peruntukannya serta petugas Pelapor yang
mengajukan permintaan dan menerima informasi
Debitur.
E. PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR OLEH PIHAK LAIN
1. Pihak lain (bukan Pelapor dan bukan Debitur) dapat meminta
informasi Debitur kepada Bank Indonesia hanya dalam rangka
pelaksanaan Undang-Undang.
2. Permintaan …
2. Permintaan informasi Debitur oleh pihak lain dilakukan dengan
tata cara sebagai berikut:
a. Pihak lain mengajukan permintaan informasi Debitur
secara tertulis yang ditandatangani oleh pihak yang
memiliki kewenangan dan disampaikan kepada Direktorat
Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Pusat Informasi
Kredit, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan
mengemukakan alasan dan tujuan penggunaan informasi
serta identitas Debitur yang dimintakan informasinya.
b. Dalam hal permintaan informasi Debitur telah memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini,
maka informasi Debitur diberikan sesuai dengan alasan dan
tujuan penggunaannya. Segala akibat hukum yang timbul
berkaitan dengan penggunaan informasi Debitur
sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemohon yang
bersangkutan.
F. LAIN-LAIN
1. Dalam hal Pelapor menolak permohonan fasilitas Penyediaan
Dana dari Debitur atau calon Debitur yang disebabkan karena
informasi Debitur yang diperoleh, dan Debitur atau calon
Debitur meminta penjelasan tertulis atas penolakan tersebut,
maka Pelapor wajib memberikan penjelasan tertulis kepada
Debitur atau calon Debitur tersebut.
2. Penjelasan tertulis kepada Debitur atau calon Debitur tersebut
mencakup antara lain:
a.
alasan penolakan Penyediaan Dana;
b. informasi …
b.
informasi Penyediaan Dana yang telah diperoleh meliputi
antara lain lembaga Penyedia Dana, kondisi atau status
Penyediaan Dana;
c. klausula yang menyatakan secara tegas bahwa segala akibat
hukum yang timbul berkaitan dengan penggunaan
informasi yang diberikan sepenuhnya menjadi tanggung
jawab Debitur atau calon Debitur yang bersangkutan.
3. Dalam hal Debitur atau calon Debitur berbentuk badan usaha,
permintaan penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dapat diajukan oleh pengurus yang berwenang sesuai
anggaran dasar perusahaan atau oleh pihak yang diberi kuasa
oleh pengurus tersebut.
VI. PENGAWASAN
Pengawasan terhadap pelaksanaan SID dilakukan oleh Bank Indonesia
terhadap Pelapor baik secara langsung maupun tidak langsung.
1. Pengawasan Langsung
a. Pengawasan langsung dilakukan melalui pemeriksaan kepada
kantor Pelapor .
b. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a bertujuan
untuk memastikan kepatuhan Pelapor terhadap Peraturan Bank
Indonesia tentang Sistem Informasi Debitur dan peraturan
pelaksanaannya yang meliputi antara lain:
1)
sistem dan prosedur yang ada di Pelapor dalam
melaksanakan kegiatan operasional SID;
2) kebenaran Laporan Debitur yang disampaikan oleh
Pelapor;
3) penggunaan informasi Debitur.
c. Dalam …
c. Dalam rangka pemeriksaan, Pelapor wajib memberikan:
1) keterangan dan data yang terkait dengan pelaksanaan SID
yang meliputi antara lain data elektronik dan penjelasan
yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan;
2) kesempatan untuk melakukan pemeriksaan terhadap sarana
fisik dan aplikasi pendukungnya yang terkait dengan
operasional SID yang meliputi antara lain perangkat
hardware, aplikasi SID, database, back-up data, koneksitas
ke ekstranet Bank Indonesia, dan interface ke sistem
internal Pelapor; dan
3) hal-hal lain yang diperlukan yang meliputi antara lain
salinan dokumen yang terkait dengan objek pemeriksaan.
d. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Pelapor wajib melakukan
langkah-langkah perbaikan dan/atau penyempurnaan atas hal-hal
yang ditemukan dalam pemeriksaan serta melaporkan secara
tertulis perbaikan dan/atau penyempurnaan yang dilakukan
kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Pusat
Informasi Kredit, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10350.
e. Perbaikan dan/atau penyempurnaan atas temuan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf d tidak
meniadakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Pengawasan Tidak Langsung
a. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian,
analisis dan evaluasi terhadap Laporan Debitur dan/atau koreksi
Laporan Debitur, dan data/informasi lainnya yang bersumber
antara lain dari Debitur dan Pelapor lain.
b. Berdasarkan …
b. Berdasarkan hasil pengawasan tidak langsung yang disampaikan
oleh Bank Indonesia, Pelapor wajib melakukan langkah-langkah
perbaikan dan/atau penyempurnaan atas hal-hal yang ditemukan
serta melaporkan secara tertulis perbaikan dan/atau
penyempurnaan yang dilakukan kepada Direktorat Perizinan
dan Informasi Perbankan c.q. Pusat Informasi Kredit,
Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10350.
c. Perbaikan dan/atau penyempurnaan atas temuan hasil
pengawasan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf
b tidak meniadakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Pelapor
mengenai pelanggaran yang telah dilakukan beserta besarnya sanksi
kewajiban membayar yang dikenakan, dengan melakukan pendebetan
langsung rekening giro Pelapor di Bank Indonesia.
VIII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN
1. Pertanyaan yang berkaitan dengan Laporan Debitur dan Informasi
Debitur disampaikan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi
Perbankan (DPIP) c.q. Pusat Informasi Kredit, Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta 10350, melalui e-mail bik@bi.go.id dan/atau Menu Layanan
Bantuan Web SID.
2. Pertanyaan yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi Sistem
Informasi Debitur disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia
melalui e-mail: helpdesk@bi.go.id atau telepon 021-3818000.
IX. PENUTUP …
IX. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 7/9/DPNP tanggal 31 Maret 2005 perihal Sistem
Informasi Debitur dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 23 Desember 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR DIREKTORAT
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/47/DPNP|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Sistem Informasi Debitur </reg_title>
<set_date> 23 Desember 2008 </set_date>
<effective_date> 23 Desember 2008 </effective_date>
<replaced_reg> '7/9/DPNP|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '9/14/PBI/2007' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
1
No. 18/37/DPSP
Jakarta, 16 Desember 2016
S U R A T E D A R A N
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal
Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015
tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan
Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5762)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/6/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5877) dan
berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/36/DPSP tanggal 16
Desember 2016 perihal perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat
Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga
Negara, perlu melakukan perubahan kedua atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal
Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia-
Real Time Gross Settlement sebagai berikut:
1. Ketentuan butir V.A.7.c diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
c. Transaksi multicurrency
1) Transaksi multicurrency dalam Sistem BI-RTGS digunakan
untuk Setelmen Dana atas transaksi antarrekening Peserta di
Bank Indonesia dalam valuta asing yang sama.
2) Peserta yang dapat melakukan transaksi multicurrency
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) merupakan Peserta
yang:
a) memiliki ...
2
a) memiliki Rekening Giro dalam valuta asing di Bank
Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia;
dan/atau
b) dapat menggunakan rekening lainnya untuk
pelaksanaan Setelmen Dana yaitu peserta transaksi
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai tata cara lelang surat
berharga negara di pasar perdana dan penatausahaan
surat berharga negara.
3) Dalam hal terdapat penambahan Peserta yang memiliki
Rekening Giro dalam valuta asing di Bank Indonesia,
Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta melalui
administrative message dan/atau sarana lainnya.
4) Transaksi multicurrency yang dapat dilakukan dalam Sistem
BI-RTGS meliputi:
a)
transaksi dalam rangka setelmen SBN dalam valuta
asing, antara lain:
(1)
transaksi antar-Peserta dengan Bank Indonesia
untuk kepentingan Pemerintah atas hasil lelang,
pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau
pelunasan pokok/nilai nominal SBN dalam valuta
asing; dan
(2)
b)
transaksi SBN antar-Peserta di Pasar Sekunder
dalam valuta asing melalui BI-SSSS; dan
transaksi dalam valuta asing lainnya, yang ditetapkan
oleh Penyelenggara.
2. Lampiran IX diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16
Desember 2016.
Agar ...
3
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/37/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 16 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 16 Desember 2016 </effective_date>
<changed_reg> '17/30/DPSP|SE-BI/2015' </changed_reg>
<related_reg> '17/30/DPSP|SE-BI/2015', '18/6/PBI/2016', '18/36/DPSP|SE-BI/2016', '17/32/DPSP|SE-BI/2015', '17/18/PBI/2015' </related_reg>
|
No. 15/32/DPM
Jakarta, 27 Agustus 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal
: Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010
perihal Operasi Pasar Terbuka
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5440), perlu dilakukan perubahan atas
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010
perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/24/DPM
tanggal 5 Juli 2013, sebagai berikut :
1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud
dengan:
1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter
oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter
melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga
(Standing Facilities).
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT
adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan
oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka
Operasi Moneter.
3. Peserta …
2
3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan
sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga
Perantara dalam Operasi Moneter.
4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan
valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer
utama sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat
Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi
Moneter.
6. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia,
Sertifikat Deposito Bank Indonesia dan Surat Berharga
Negara yang digunakan dalam transaksi OPT
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI
adalah Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek.
8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya
disingkat SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat
diperdagangkan hanya antar Bank.
9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN
adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah
Negara.
10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN
adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan
utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang
dijamin …
3
dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara
Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
berlaku.
11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN
yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam
mata uang rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas
penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang berlaku.
12. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
13. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat
SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
14. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disingkat ZCB adalah
Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga
secara diskonto.
15. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah
Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada
individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia.
16. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut
transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat
Berharga oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia,
dengan kewajiban pembelian kembali oleh Peserta OPT
sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
17. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat
Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan
kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai
dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
18. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term
Deposit adalah penempatan dana dalam rupiah dan/atau
valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank
Indonesia.
19. Transaksi …
4
19. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan
penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank
Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan
pembelian kembali oleh Peserta OPT.
20. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Peserta OPT di
Bank Indonesia.
21. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga
Peserta OPT yang tercatat di rekening perdagangan/aktif
(active) di Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement
System.
22. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan
kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan
disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi
penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan
nasabah.
23. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System
yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana
transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga
secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta,
penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time
Gross Settlement.
24. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS
dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan
secara seketika per transaksi secara individual.
25. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya
disebut Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank
kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk
penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari
Bank Indonesia.
26. Transaksi …
5
26. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat
Berharga Negara yang selanjutnya disebut Transaksi
Valas Terhadap SBN adalah transaksi penjualan valuta
asing terhadap rupiah oleh Bank Indonesia dengan
pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia yang
dilakukan pada saat yang bersamaan.
27. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan
rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran
dan/atau penerimaan dana valuta asing ke atau dari
Bank.
28. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat
penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan
kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.
29. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing
terhadap rupiah melalui pembelian/penjualan tunai (spot)
dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka
yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang
sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati
pada tanggal transaksi dilakukan.
30. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual
valuta asing oleh Bank Indonesia melalui penjualan tunai
(spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali valuta
asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward)
yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang
sama pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada
tanggal transaksi dilakukan.
31. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi
beli valuta asing oleh Bank Indonesia melalui pembelian
tunai (spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali
valuta asing oleh Bank Indonesia secara berjangka
(forward) yang dilakukan secara simultan dengan
counterpart yang sama pada tingkat harga yang dibuat
dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan.
B. Bank …
6
B. Bank Indonesia dalam rangka OPT dapat melakukan Absorpsi
Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas dengan menggunakan
satu atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di
pasar uang maupun untuk menjaga ketersediaan instrumen
operasi moneter yang diperlukan dalam pencapaian sasaran
operasional kebijakan moneter Bank Indonesia.
2. Ketentuan BAB II angka 2 diubah, sehingga BAB II angka 2 berbunyi
sebagai berikut :
2. SBI memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah);
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama
12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari yang
dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai
dengan tanggal jatuh waktu;
Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum dalam
Lampiran 1.
c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
d. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI-
SSSS;
e. nilai tunai SBI dihitung berdasarkan diskonto murni (true
discount) dengan rumus sebagai berikut :
Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SBI
tercantum pada Lampiran 2.
f. dapat dipindahtangankan (negotiable);
g. dapat ditransaksikan antara lain dengan cara outright, pinjam
meminjam, hibah, repurchase agreement (repo), atau dijadikan
agunan;
h. SBI yang masih dalam status agunan tidak dapat
diperdagangkan;
i. dilunasi …
7
i. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SBI jatuh
waktu;
j. Bank Indonesia dapat melunasi SBI sebelum jatuh waktu
berdasarkan pertimbangan terkait strategi pengelolaan
moneter; dan
k. Pelunasan SBI sebelum jatuh waktu sebagaimana dimaksud
pada huruf j dilakukan dengan persetujuan pemilik SBI.
3. Ketentuan BAB II angka 7 huruf b diubah sehingga BAB II angka 7
huruf b berbunyi sebagai berikut :
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal seluruh
penawaran yang masuk, kisaran bid rate, rata-rata tertimbang
tingkat diskonto SBI dan/atau nilai nominal yang dimenangkan.
4. Diantara BAB II dan BAB III disisipkan 1 (satu) bab, yakni BAB IIA
yang berbunyi sebagai berikut :
IIA. PENERBITAN SDBI
1. Penerbitan SDBI merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk absorpsi likuiditas rupiah di pasar uang.
2. SDBI memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. memiliki satuan unit sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah);
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling
lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah
hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu;
Contoh perhitungan jangka waktu SDBI tercantum pada
Lampiran 1A
c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
d. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di
BI-SSSS;
e. nilai …
8
e. nilai tunai SDBI dihitung berdasarkan (true discount)
dengan rumus sebagai berikut :
Nilai diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SDBI
tercantum pada Lampiran 2A.
f. hanya dapat dimiliki oleh Bank;
g. hanya dapat dipindahtangankan (negotiable) antar Bank;
h. hanya dapat ditransaksikan antar Bank antara lain
dengan cara outright, pinjam meminjam, hibah,
repurchase agreement (repo), atau dijadikan agunan;
i. SDBI yang masih dalam status agunan tidak dapat
diperdagangkan;
j. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal
SDBI jatuh waktu;
k. Bank Indonesia dapat melunasi SDBI sebelum jatuh
waktu
pengelolaan moneter; dan
l. pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu sebagaimana
dimaksud pada huruf k dilakukan dengan persetujuan
pemilik SDBI.
3. Metode Transaksi Lelang SDBI
a. Penerbitan SDBI dilakukan dengan mekanisme lelang
melalui BI-SSSS.
b. Mekanisme lelang SDBI dilakukan dengan metode sebagai
berikut :
1) harga tetap (fixed rate tender)
Tingkat diskonto lelang SDBI ditetapkan oleh Bank
Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Tingkat diskonto lelang SDBI diajukan oleh Peserta
OPT.
berdasarkan pertimbangan terkait strategi
4. Pengumuman …
9
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SDBI
a. Lelang SDBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan
Bank Indonesia.
b. Window time lelang SDBI dapat dilakukan antara pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SDBI dan
perubahannya paling lambat sebelum pelaksanaan lelang
SDBI melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana
lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang SDBI memuat antara lain:
1) tanggal lelang;
2) jangka waktu SDBI;
3) metode lelang;
4) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan
metode variable rate tender);
5) tingkat diskonto SDBI (apabila lelang dilakukan
dengan metode fixed rate tender);
6) window time; dan
7) waktu dan tanggal setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Lelang SDBI
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SDBI
secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI
untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI kepada
Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang
ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang SDBI meliputi :
1) penawaran kuantitas, untuk lelang dengan metode
fixed rate tender; atau
2) penawaran kuantitas dan tingkat diskonto, untuk
lelang dengan metode variable rate tender.
untuk masing-masing jangka waktu SDBI yang akan
diterbitkan.
e. Pengajuan …
10
e. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT
paling kurang 1.000 (seribu) unit atau sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya
dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable
rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto
dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per
sepuluh ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran SDBI yang disampaikan
kepada Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada
Bank Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang SDBI
a. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode fixed
rate tender, maka penetapan kuantitas SDBI yang
dimenangkan dihitung dengan cara :
1) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
dengan perhitungan secara proporsional dengan
pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable
rate tender, maka penetapan kuantitas SDBI yang
dimenangkan dihitung dengan cara :
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas SDBI yang
dimenangkan dengan cara :
a. dalam …
11
a. dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, maka
Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan
seluruh SDBI yang diajukan; dan
b. dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, maka
Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan
seluruh atau sebagian dari SDBI yang diajukan
sebesar hasil perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang
lelang SDBI berdasarkan metode fixed rate tender dan
variable rate tender terdapat pada Lampiran 3C dan
Lampiran 3D.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang SDBI.
7. Pengumuman Hasil Lelang SDBI
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SDBI setelah
window time ditutup, sebagai berikut :
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-
SSSS, antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto
dan nilai tunai SDBI yang dimenangkan; dan
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya antara lain berupa nilai nominal
seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate, rata-rata
tertimbang tingkat diskonto SDBI dan/atau nilai nominal
yang dimenangkan.
8. Setelmen Lelang SDBI
a. Setelmen Hasil Lelang SDBI
1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SDBI
paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman
hasil lelang SDBI.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SDBI.
3) Bank …
12
3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang
SDBI dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai
tunai SDBI dan setelmen Surat Berharga dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal.
4) Nilai tunai SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka
3) dihitung dengan rumus :
Keterangan :
Nilai
nominal
Tingkat
diskonto
Jangka
waktu
= Nilai nominal SDBI yang
dimenangkan
= Tingkat diskonto yang dimenangkan
= Jumlah hari yang dihitung sejak 1
(satu) hari sesudah tanggal setelmen
lelang SDBI sampai dengan tanggal
jatuh waktu
5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dilakukan secara gabungan untuk setiap pemenang
lelang dan setelmen Surat Berharga sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara per
transaksi (gross to gross).
6) Setelmen dana hasil lelang SDBI dilakukan per lelang
(auction number).
7) Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi
untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan
cut-off warning
Sistem BI-RTGS, sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SDBI, BI-
SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lelang
SDBI yang dimenangkan Peserta OPT yang
bersangkutan.
8) Atas batalnya transaksi lelang SDBI sebagaimana
dimaksud dalam angka 7), Peserta OPT dikenakan
sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Operasi Moneter.
b. Setelmen …
13
b. Setelmen Pelunasan SDBI
1) Pada tanggal jatuh waktu SDBI, Bank Indonesia
melunasi SDBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan
kepemilikan SDBI yang tercatat di BI-SSSS pada 1
(satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu SDBI.
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh
waktu SDBI ditetapkan sebagai hari libur oleh
pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SDBI
dilakukan pada hari kerja berikutnya, tanpa
memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari
libur dimaksud.
3) Bank Indonesia melakukan pelunasan SDBI dengan
cara :
a) mengkredit Rekening Giro pemilik SDBI sebesar
nilai nominal SDBI jatuh waktu; dan
b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SDBI
sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu.
9. Pembatasan Transaksi SDBI di Pasar Sekunder.
a. Bank dilarang
memindahtangankan
atau
mentransaksikan SDBI yang dimiliki dengan pihak selain
Bank.
b. Pemindahtanganan atau transaksi sebagaimana
dimaksud pada huruf a mencakup antara lain transaksi
jual/beli secara
outright,
pinjam meminjam,
memberi/menerima hibah, repurchase agreement (repo)
atau memberikan/menerima agunan.
c. Bank dapat mentransaksikan SDBI dengan Bank
Indonesia.
d. Sub-Registry
wajib menatausahakan SDBI milik
nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf a.
e. Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau
pengawasan atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf a oleh Bank dan Sub Registry.
f. Atas …
14
f. Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a,
Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi
Moneter.
g. Bank Indonesia melakukan pelunasan sebelum jatuh
waktu (early redemption) atas SDBI yang dimiliki oleh
pihak selain Bank.
h. Perhitungan early redemption sebagaimana dimaksud
pada huruf g dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal
setelmen SDBI dipindahtangankan ke pihak selain Bank.
5. Ketentuan BAB III angka 7 huruf b diubah, sehingga BAB III angka 7
huruf b berbunyi sebagai berikut :
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran
yang masuk, kisaran bid rate dan/atau rata-rata tertimbang repo
rate.
6. Ketentuan butir III.8.c.1) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI dan SDBI, Bank Indonesia
melakukan pelunasan SBI dan SDBI sebelum jatuh waktu (early
redemption) dan mengenakan biaya repo.
7. Ketentuan BAB IV angka 7 huruf b diubah, sehingga BAB IV angka 7
huruf b berbunyi sebagai berikut :
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran
yang masuk, kisaran bid rate dan/atau rata-rata tertimbang RR-
rate.
8. Ketentuan butir V.4.e.2) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
2) secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran
yang masuk, kisaran bid rate dan/atau rata-rata tertimbang
tingkat yield.
9. Ketentuan …
15
9. Ketentuan butir VA.3.f.2) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
1) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan kepada semua peserta Transaksi Valas Terhadap
SBN dan Lembaga Perantara melalui Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal SBN yang masuk,
nilai nominal SBN yang dimenangkan, nominal valuta asing yang
dijual oleh Bank Indonesia dan/atau rata-rata tertimbang
(weighted average) kurs USD/IDR yang dimenangkan.
10. Ketentuan BAB VI angka 7 huruf b diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran
yang masuk, kisaran bid rate dan/atau rata-rata tertimbang
tingkat diskonto Term Deposit rupiah.
11. Ketentuan butir VIA angka 2 huruf b diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
b. transaksi Term Deposit valas memiliki jangka waktu paling singkat
1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang
dinyatakan dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah
tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu;
12. Ketentuan butir VIA.8.a.1) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1) Bank Indonesia melakukan setelman transaksi Term Deposit valas
paling lama pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi.
13. Ketentuan Bab VIB ditambahkan 1 angka yaitu angka 4 yang
berbunyi sebagai berikut:
4. Dalam hal Bank melakukan Transaksi Swap dengan Bank
Indonesia, Transaksi Swap dimaksud dapat dianggap sebagai
penerusan (pass on) posisi transaksi derivatif Bank dengan pihak
terkait Bank.
14. Ketentuan …
16
14. Ketentuan Bab VII ditambahkan 1 angka yaitu angka 5 yang berbunyi
sebagai berikut :
5. Sanksi Pelanggaran Transaksi SDBI Dengan Pihak Selain Bank
Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IIA.9 dikenakan
sanksi sebagai berikut :
a. Teguran tertulis dengan tembusan kepada :
1) Departemen Pengelolaan Moneter;
2) Departemen Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal
sanksi dikenakan kepada Sub-Registry Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia (KPBI);
3) Divisi Pengawasan Bank – Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) setempat, dalam hal
sanksi diberikan kepada Sub-Registry Bank yang berkantor
pusat di wilayah KPwBI; atau
4) Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal sanksi diberikan
kepada Sub-Registry Bank maupun Sub-Registry Non-Bank.
b. Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai nominal transaksi SDBI yang tidak memenuhi
ketentuan dimaksud paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari.
c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja segera setelah
diketahuinya pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir IIA.9.
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro dan/atau rekening giro Bank pembayar yang
ditunjuk Sub-Registry.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27
Agustus 2013.
Agar …
17
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/32/DPM|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 27 Agustus 2013 </set_date>
<effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date>
<changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg>
<extension_of> '15/24/DPM|SE-BI/2013' </extension_of>
<related_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010', '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010', '15/24/DPM|SE-BI/2013' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 14 Angka 5' </penalty_list>
|
No. 10/ 35 / DPbS
Jakarta, 22 Oktober 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/18/PBI/2008 tanggal 25 September 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan
Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4898), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat
Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas usaha, Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah yang selanjutnya disebut BPRS, perlu menjaga
kelangsungan usahanya, antara lain dengan meningkatkan kemampuan
dan efektivitas dalam mengelola risiko kredit dari aktivitas Pembiayaan
(credit risk) serta meminimalkan potensi kerugian.
2. Sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan potensi kerugian yang
disebabkan oleh Pembiayaan bermasalah, BPRS dapat melakukan
Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang mengalami
penurunan kemampuan pembayaran, dan masih memiliki prospek usaha
yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi.
3. Restukturisasi …
2
3. Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;
b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau
seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal
pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian
potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang
harus dibayarkan kepada BPRS; dan/atau
c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
Pembiayaan yang tidak terbatas pada rescheduling atau
reconditioning, antara lain meliputi:
1) Penambahan dana fasilitas Pembiayaan BPRS;
2) Konversi akad Pembiayaan.
4. Dalam melaksanakan Restrukturisasi Pembiayaan, BPRS harus
menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah serta prinsip
akuntansi yang berlaku.
II. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Kebijakan dan prosedur Restrukturisasi Pembiayaan mencakup paling
kurang hal-hal sebagai berikut:
1. Penetapan pejabat atau pegawai khusus untuk menangani Restrukturisasi
Pembiayaan.
2. Penetapan limit wewenang memutus Pembiayaan yang direstrukturisasi.
3. Kriteria Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi.
4. Sistem dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi Pembiayaan,
termasuk penetapan penyerahan Pembiayaan yang akan direstrukturisasi
kepada pejabat atau pegawai khusus yang ditunjuk dan penyerahan
kembali Pembiayaan yang telah berhasil direstrukturisasi kepada pejabat
atau pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola Pembiayaan.
5. Sistem …
3
5. Sistem informasi manajemen Restrukturisasi Pembiayaan, antara lain
berupa laporan berkala mengenai perkembangan penanganan
Pembiayaan yang direstrukturisasi.
III. PEJABAT ATAU PEGAWAI KHUSUS
1. Penunjukan pejabat atau pegawai khusus Restrukturisasi Pembiayaan
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing BPRS.
2. Keputusan Restrukturisasi Pembiayaan harus dilakukan oleh pejabat
yang kedudukannya lebih tinggi dari pejabat yang memutuskan
pemberian Pembiayaan.
3. Dalam hal keputusan pemberian Pembiayaan dilakukan oleh pihak yang
memiliki kewenangan tertinggi sesuai anggaran dasar BPRS maka
keputusan Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan oleh pejabat yang
kedudukannya setingkat dengan pejabat yang memutuskan pemberian
Pembiayaan.
IV. PELAKSANAAN
1. Pembiayaan yang akan direstrukturisasi dianalisis berdasarkan prospek
usaha nasabah dan/atau kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas.
2. Analisis yang dilakukan BPRS terhadap Pembiayaan yang
direstrukturisasi dan setiap tahapan dalam pelaksanaan Restrukturisasi
Pembiayaan didokumentasikan secara lengkap dan jelas.
3. Restrukturisasi Pembiayaan dituangkan dalam addendum akad
Pembiayaan dan/atau melakukan akad Pembiayaan yang baru mengikuti
karakteristik masing-masing bentuk Pembiayaan.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2 dan angka 3
juga diterapkan dalam hal dilakukan Restrukturisasi Pembiayaan yang
kedua dan ketiga.
V. PENERAPAN …
4
V. PENERAPAN PRINSIP SYARIAH
1. BPRS dapat mengenakan ganti rugi (ta’widh) kepada nasabah dalam
rangka Restrukturisasi Pembiayaan.
2. Ganti rugi ditetapkan sebesar biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka
penagihan hak yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah dan bukan
potensi kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena
adanya peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah).
3. Perubahan–perubahan yang disepakati antara BPRS dengan nasabah
dalam Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk penetapan ganti rugi harus
dituangkan dalam addendum akad Pembiayaan.
4. Dalam hal Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan melalui konversi akad
maka harus dibuat akad Pembiayaan baru.
VI. TATACARA RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN
Semua jenis Pembiayaan dapat dilakukan Restrukturisasi Pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada butir I.3 dengan memperhatikan karakteristik
masing-masing bentuk Pembiayaan, sebagai berikut:
1. Piutang Murabahah dan Piutang Istishna’
Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah dan piutang istishna’
dapat dilakukan restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah
yang harus dibayarkan kepada BPRS.
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–syarat
Pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah
angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang
tidak …
5
tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan
kepada BPRS.
c. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi
piutang murabahah atau piutang istishna’ sebesar sisa kewajiban
nasabah menjadi ijarah muntahiyyah bittamlik atau mudharabah atau
musyarakah.
Konversi piutang dimaksud dilakukan sebagai berikut:
1) BPRS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk piutang
murabahah atau piutang istishna’ dengan memperhitungkan nilai
wajar obyek murabahah atau istishna’.
Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah kewajiban nasabah
dengan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’, maka diakui
sebagai berikut:
a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada jumlah kewajiban
nasabah, maka BPRS mengakui kerugian sebesar selisih
tersebut;
b) apabila nilai wajar lebih besar daripada jumlah kewajiban
nasabah, maka selisih nilai tersebut diakui sebagai uang muka
ijarah muntahiyyah bittamlik atau menambah porsi modal
nasabah untuk musyarakah atau mengurangi porsi modal
mudharabah dari BPRS.
2) Obyek murabahah atau istishna’ sebelumnya menjadi dasar
untuk pembuatan akad Pembiayaan baru.
3) BPRS melakukan akad Pembiayaan baru dengan
mempertimbangkan kondisi nasabah antara lain jenis usaha, dan
kemampuan membayar (cash flow) nasabah.
Pembuatan akad Pembiayaan baru dalam rangka restrukturisasi
mengikuti ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam
ketentuan …
6
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan
prinsip syariah.
4) BPRS mencantumkan kronologis akad Pembiayaan sebelumnya
dalam akad Pembiayaan baru.
Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi piutang murabahah atau
piutang istishna’ sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1 huruf a, huruf
b, dan huruf c merupakan jumlah pokok dan margin yang belum dibayar
oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi.
2. Piutang Salam
Pembiayaan dalam bentuk piutang salam dapat dilakukan proses
restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo penyerahan barang salam tanpa mengubah spesifikasi
dan kekurangan jumlah barang yang harus diserahkan nasabah
kepada BPRS.
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–
syarat Pembiayaan antara lain spesifikasi barang, jumlah, jangka
waktu, jadwal penyerahan, pemberian potongan piutang dan/atau
lainnya tanpa menambah nilai barang yang harus diserahkan nasabah
kepada BPRS.
c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana.
Restrukturisasi yang dilakukan dengan menambah dana BPRS
kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan
dengan baik.
3. Piutang Qardh
Pembiayaan dalam bentuk piutang qardh dapat dilakukan proses
restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan …
7
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah
yang harus dibayarkan kepada BPRS.
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–
syarat Pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah
angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang
tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan
kepada BPRS.
Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi piutang qardh
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3 huruf a dan huruf b merupakan
jumlah pokok yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan
restrukturisasi.
4. Mudharabah dan Musyarakah
Pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah dapat
dilakukan proses restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah
yang harus dibayarkan kepada BPRS.
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-
syarat Pembiayaan antara lain nisbah bagi hasil, jumlah angsuran,
jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan pokok
dan/atau lainnya tanpa menambah sisa kewajiban nasabah yang harus
dibayarkan kepada BPRS.
c. Penataan …
8
c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana.
Restrukturisasi yang dilakukan dengan menambah dana BPRS
kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan
dengan baik.
Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi akad Pembiayaan dalam
bentuk mudharabah atau musyarakah sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.4 huruf a dan huruf b merupakan jumlah pokok yang belum
dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi.
5. Ijarah dan Ijarah Muntahiyyah Bittamlik
Pembiayaan dalam bentuk ijarah dan ijarah muntahiyya bittamlik dapat
dilakukan restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo Pembiayaan dan BPRS dapat menetapkan kembali
besarnya ujrah yang harus dibayar nasabah dengan kondisi sebagai
berikut:
1) Aktiva ijarah dimiliki oleh BPRS
Jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan umur
ekonomis aktiva ijarah.
2) Aktiva ijarah bukan milik BPRS
Jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan masa
berakhirnya hak penggunaan aktiva ijarah.
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat
Pembiayaan antara lain jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal
pembayaran, pemberian potongan ujrah dan/atau lainnya, dan BPRS
dapat menetapkan kembali ujrah yang harus dibayar nasabah, dengan
kondisi sebagai berikut:
1) Aktiva …
9
1) Aktiva ijarah dimiliki oleh BPRS
Dalam hal BPRS memberikan perpanjangan jangka waktu, maka
jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan umur
ekonomis aktiva ijarah.
2) Aktiva ijarah bukan milik BPRS
Dalam hal BPRS memberikan perpanjangan waktu, maka jangka
waktu perpanjangan paling lama sampai dengan berakhirnya hak
penggunaan aktiva ijarah.
c. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi akad
Ijarah atau akad Ijarah Muntahiyyah Bittamlik menjadi mudharabah
atau musyarakah.
Konversi Pembiayaan terhadap aktiva ijarah yang dimiliki oleh
BPRS dilakukan sebagai berikut:
1) BPRS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk ijarah atau
ijarah muntahiyyah bittamlik dengan memperhitungkan nilai
wajar aktiva ijarah.
Dalam hal terdapat perbedaan antara nilai wajar aktiva ijarah
dengan nilai buku aktiva ijarah ditambah tunggakan angsuran
ijarah, maka diakui sebagai berikut:
a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada nilai buku ditambah
tunggakan angsuran ijarah, maka BPRS mengakui kerugian
sebesar selisih tersebut;
b) apabila nilai wajar lebih besar daripada nilai buku ditambah
tunggakan angsuran ijarah, maka BPRS mengakui
keuntungan yang ditangguhkan sebesar selisih tersebut dan
diamortisasi selama masa akad mudharabah atau musyarakah.
2) BPRS membuat akad Pembiayaan baru dengan
mempertimbangkan kondisi nasabah antara lain jenis usaha dan
kemampuan membayar (cash flow) nasabah.
Pembuatan …
10
Pembuatan akad Pembiayaan baru dalam rangka restrukturisasi
mengikuti ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan
prinsip syariah.
3) BPRS mencatat Pembiayaan dalam bentuk mudharabah atau
musyarakah sebesar nilai wajar aktiva ijarah.
4) BPRS mencantumkan kronologis akad Pembiayaan sebelumnya
dalam akad Pembiayaan baru.
6. Ijarah Multijasa
Pembiayaan multijasa dalam bentuk ijarah dapat dilakukan proses
restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah
yang harus dibayarkan kepada BPRS.
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–syarat
Pembiayaan antara lain jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal
pembayaran, pemberian potongan piutang dan/atau lainnya tanpa
menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada
BPRS.
VII. TATACARA PELAPORAN
1. BPRS melaporkan daftar nasabah Pembiayaan yang direstrukturisasi
dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1.
2. Apabila dalam bulan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak
terdapat nasabah Pembiayaan yang direstrukturisasi, maka BPRS tetap
menyampaikan laporan dengan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 1 dengan memberikan keterangan NIHIL.
3. Laporan …
11
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350
bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja Bank Indonesia,
Jakarta
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Bank Indonesia.
VIII. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI BERUPA DENDA UANG
1. Pembayaran sanksi berupa denda uang kepada Bank Indonesia dapat
dilakukan dengan transfer ke rekening Bank Indonesia melalui 2 (dua)
cara, yaitu:
a. Kliring
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446 – Rekening
penerimaan sanksi administratif BPRS, dan pada kolom keterangan
dicantumkan “pembayaran sanksi berupa denda uang ”; atau
b. RTGS
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446 – Rekening
penerimaan sanksi administratif BPRS dengan mencantumkan
Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan pada kolom
keterangan dicantumkan “pembayaran sanksi berupa denda uang”.
2. BPRS Pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi berupa
denda uang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank
Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta
10350, Telp.381-8515, 381-8915, atau melalui Faksimili Nomor 350-
1990, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi.
b. Kantor …
12
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS Pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
IX. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
pada tanggal 22 Oktober 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/35/DPbS|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title>
<set_date> 22 Oktober 2008 </set_date>
<effective_date> 22 Oktober 2008 </effective_date>
<related_reg> '10/18/PBI/2008' </related_reg>
|
No. 13/31/DPNP
Jakarta, 22 Desember 2011
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI
INDONESIA
Perihal : Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank
Indonesia
Dalam rangka pelaksanaan peraturan-peraturan Bank Indonesia
yang terkait dengan penggunaan peringkat dari suatu eksposur yang
dimiliki Bank, diperlukan pengaturan kembali ketentuan mengenai
lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
Pengaturan tersebut dilakukan antara lain dengan
menyempurnakan cakupan penilaian, termasuk parameter dalam
kriteria penilaian, yang digunakan Bank Indonesia dalam melakukan
penilaian terhadap lembaga pemeringkat.
Pengaturan mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang
diakui Bank Indonesia adalah sebagai berikut:
I. UMUM ...
I. UMUM
1. Lembaga pemeringkat merupakan salah satu elemen penting
yang berperan dalam mendukung operasional suatu sistem
keuangan, antara lain untuk membantu terciptanya
transparansi pasar keuangan dan mendorong investasi yang
efisien yang dapat mendukung percepatan pertumbuhan
ekonomi.
2. Dalam kegiatan usaha perbankan, penetapan peringkat oleh
lembaga pemeringkat terhadap eksposur yang dimiliki oleh
Bank merupakan salah satu alat bantu bagi Bank dalam
pengelolaan risiko.
3. Lembaga pemeringkat yang dapat diakui oleh Bank Indonesia
adalah lembaga pemeringkat yang memenuhi penilaian
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
4. Peringkat yang diakui Bank Indonesia merupakan peringkat
yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Bank
Indonesia.
5. Bank Indonesia melakukan pengkinian terhadap daftar lembaga
pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia
berdasarkan hasil penilaian dan pemantauan terhadap lembaga
pemeringkat dimaksud.
II. PENILAIAN LEMBAGA PEMERINGKAT
1. PRINSIP UMUM
Prinsip umum dalam melakukan penilaian lembaga
pemeringkat antara lain:
a. penilaian yang dilakukan tidak menghambat
perkembangan industri pemeringkatan, dapat
menstimulasi kompetisi yang sehat, dan mendorong
terciptanya disiplin pasar (market discipline);
b. penilaian ...
b. penilaian ditujukan untuk mendorong agar lembaga
pemeringkat menghasilkan peringkat yang dapat
diandalkan; dan
c. penilaian dilakukan dengan mengacu pada standar dan
praktek internasional yang sehat untuk mendukung
terciptanya konsistensi diantara regulator lainnya,
khususnya dalam melakukan penilaian dan pengakuan
terhadap lembaga pemeringkat yang berskala regional
maupun internasional.
2. CAKUPAN PENILAIAN
Penilaian terhadap lembaga pemeringkat dilakukan
berdasarkan pemenuhan atas kriteria penilaian yang
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf a serta
media publikasi dan cakupan pengungkapan sebagaimana
dimaksud pada huruf b.
a. Kriteria yang menjadi acuan dalam melakukan penilaian
terhadap lembaga pemeringkat adalah:
1) Independensi
Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat
independensi atau kebebasan
lembaga
pemeringkat dari segala bentuk kepentingan,
seperti kepentingan ekonomi, sosial dan/atau
politik, baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap hasil pemeringkatan yang
diterbitkan.
Parameter yang digunakan untuk mengukur
kriteria independensi adalah:
a)
independensi kedudukan dan kondisi lembaga
pemeringkat
Kedudukan ...
Kedudukan dan kondisi lembaga pemeringkat
tidak berada dibawah tekanan ekonomi, sosial
dan/atau politik yang dapat mempengaruhi
proses dan hasil pemeringkatan;
b)
independensi kegiatan usaha
Lembaga pemeringkat beroperasi sebagai badan
usaha yang berdiri sendiri dan terpisah dari
kegiatan usaha lainnya yang tidak berkaitan
dengan penyediaan jasa pemeringkatan;
c)
independensi prosedur pemeringkatan
Lembaga pemeringkat memiliki prosedur
pemeringkatan yang dapat menjaga
independensi dari benturan kepentingan
dengan pihak yang diperingkat, yang dapat
timbul antara lain karena pihak yang
diperingkat dikenakan biaya pemeringkatan;
d)
independensi kontrak perjanjian pemeringkatan
Lembaga pemeringkat mempertahankan
independensi dalam setiap kontrak perjanjian
pemeringkatan.
Independensi harus diperhatikan terutama
apabila lembaga pemeringkat melakukan
kegiatan usaha lainnya yang berkaitan dengan
penyediaan jasa pemeringkatan kepada pihak
yang diperingkat; dan
e)
independensi kegiatan operasional
Lembaga pemeringkat memiliki kebijakan,
pengamanan operasional dan code of conduct
yang dapat menjamin independensi kegiatan
operasional lembaga pemeringkat.
2) Obyektivitas ...
2) Obyektivitas
Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat
obyektivitas dan efektivitas dari prosedur dan
metodologi yang digunakan dan dikembangkan,
kewajaran dan konsistensi dari kriteria
pemeringkatan, serta obyektivitas proses penetapan
peringkat.
Parameter yang digunakan untuk mengukur
kriteria obyektivitas adalah:
a) Obyektivitas prosedur pemeringkatan
Lembaga pemeringkat memiliki prosedur
pemeringkatan yang sistematis yang mengacu
pada standar internasional dan dirancang
untuk menghasilkan peringkat yang dapat
diandalkan;
b) Obyektivitas metodologi pemeringkatan
Lembaga pemeringkat memiliki metodologi
pemeringkatan yang dapat diandalkan,
sistematis, dan melalui tahapan pengujian dan
validasi berdasarkan pengalaman historis;
c) Obyektivitas proses penetapan peringkat
Lembaga pemeringkat memiliki Komite
Pemeringkat
memastikan tercapainya
(Rating Committee) untuk
obyektivitas,
kewajaran, serta analisis yang menyeluruh
dalam proses penetapan peringkat;
d) Obyektivitas hasil pemeringkatan
Obyektivitas hasil pemeringkatan antara lain
dinilai dari faktor-faktor sebagai berikut:
(1) Lembaga ...
(1) Lembaga pemeringkat mengungkapkan
seluruh faktor yang mempengaruhi hasil
pemeringkatan dan memiliki keberanian
untuk menerbitkan suatu peringkat yang
tidak populer atau tidak sejalan dengan
ekspektasi umum;
(2) Lembaga pemeringkat memperhatikan
batasan (system boundary) yang telah
ditetapkan. Sebagai contoh, untuk
pemeringkatan perusahaan,
lembaga
pemeringkat antara lain harus
memperhatikan seluruh sektor usaha dari
perusahaan yang terkait dengan pihak
yang diperingkat; dan
(3) Lembaga pemeringkat memperhatikan isu-
isu dan peraturan yang berlaku di suatu
negara secara spesifik yang berkaitan
dengan pelaksanaan pemeringkatan;
e) Obyektivitas standar pemeringkatan
Obyektivitas standar pemeringkatan antara lain
dinilai dari faktor-faktor sebagai berikut:
(1) lembaga pemeringkat menggunakan standar
minimum yang diakui secara internasional
dalam melakukan pemeringkatan, termasuk
pemeringkatan terhadap bidang baru; dan
(2) memiliki kebijakan mengenai pemeringkatan
yang dilakukan atas inisiatif lembaga
pemeringkat (unsolicited rating); dan
f) Kaji ...
f) Kaji ulang
Untuk memastikan kualitas, konsistensi, dan
obyektivitas hasil pemeringkatan, lembaga
pemeringkat melakukan kaji ulang (review)
secara berkala terhadap praktek, prosedur,
kriteria, dan metodologi pemeringkatan paling
kurang satu kali dalam satu tahun. Kaji ulang
dilakukan oleh unit/pejabat yang memiliki
kompetensi dan tidak terlibat dalam proses
pemeringkatan.
3) Pengungkapan Publik (Disclosures)
Kriteria ini digunakan untuk menilai pengungkapan
segala sesuatu mengenai lembaga pemeringkat
sehingga memungkinkan publik maupun otoritas
yang berwenang melakukan penilaian terhadap
independensi, obyektivitas, kapabilitas, dan
operasional lembaga pemeringkat, serta pemenuhan
terhadap ketentuan yang berlaku.
Parameter yang digunakan untuk mengukur
kriteria pengungkapan publik adalah:
a) Kemudahan akses bagi publik
Lembaga pemeringkat menyediakan kemudahan
akses bagi publik agar tercipta pemahaman
yang lebih baik terhadap lembaga pemeringkat,
proses pemeringkatan, serta segala sesuatu
yang berkaitan dengan lembaga pemeringkat;
b) Pengungkapan informasi yang terkait dengan
proses, kriteria, dan metodologi pemeringkatan
Lembaga ...
Lembaga pemeringkat mengungkapkan
informasi mengenai proses, kriteria, dan
metodologi
pemeringkatan,
termasuk
penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan, yang
mengacu pada standar internasional serta best
practices baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang memungkinkan publik
melakukan perbandingan;
c) Pengungkapan benturan kepentingan
Lembaga pemeringkat mengungkapkan
kebijakan, prosedur, dan aktivitas, yang
berkaitan dengan benturan kepentingan;
d) Pengungkapan perubahan internal
Lembaga pemeringkat mengungkapkan
perubahan internal yang signifikan yang dapat
mempengaruhi
kemampuan lembaga
pemeringkat untuk menerbitkan peringkat yang
dapat diandalkan; dan
e) Prosedur pengungkapan
Lembaga pemeringkat memiliki prosedur yang
sistematis mengenai
pengungkapan
sebagaimana dimaksud pada huruf b), huruf c),
dan huruf d) .
4) Transparansi Pemeringkatan
Kriteria ini digunakan untuk menilai keterbukaan
lembaga pemeringkat kepada publik atas seluruh
informasi yang terkait dengan hasil pemeringkatan,
termasuk asumsi dan latar belakang penerbitan
hasil pemeringkatan.
Parameter ...
Parameter yang digunakan untuk mengukur
kriteria transparansi adalah:
a) Transparansi hasil pemeringkatan
Lembaga pemeringkat mempublikasikan seluruh
hasil pemeringkatan setelah mendapat
persetujuan pihak yang diperingkat sehingga
dapat diakses secara tidak terbatas dan tanpa
biaya oleh setiap pihak, baik pemeringkatan
yang dilakukan atas inisiatif pihak yang
diperingkat (solicited rating) maupun atas
inisiatif lembaga pemeringkat (unsolicited rating).
Lembaga pemeringkat tidak diperbolehkan
memberikan lebih dahulu hak akses atas
informasi hasil pemeringkatan kepada
pelanggan;
b) Transparansi hasil pemantauan peringkat
Lembaga pemeringkat mempublikasikan hasil
pemantauan, dan penyesuaian peringkat (jika
ada) melalui penetapan “watch list”, serta
pencantuman periode terakhir pelaksanaan
pengkajian secara menyeluruh;
c) Transparansi faktor-faktor yang mempengaruhi
pemeringkatan
Lembaga pemeringkat mempublikasikan latar
belakang pemikiran termasuk faktor-faktor
kritikal dalam analisis dan pengambilan
keputusan untuk setiap hasil pemeringkatan,
hasil pemantauan, dan penyesuaian peringkat
sebagaimana ...
sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan
huruf b), dengan tetap berpegang pada prinsip
kerahasiaan informasi;
d) Transparansi proses, kriteria, dan metodologi
pemeringkatan terkait hasil pemeringkatan
Lembaga pemeringkat mempublikasikan proses,
kriteria, dan metodologi pemeringkatan yang
digunakan dalam menghasilkan suatu
peringkat. Publikasi mencakup pula hal-hal
yang bersifat struktural seperti metodologi yang
digunakan untuk mengevaluasi risiko-risiko
material yang terkandung dalam berbagai
instrumen keuangan dan industri tertentu, serta
asumsi, ekspektasi, dan argumentasi yang
mendasari analisis hasil pemeringkatan; dan
e) Transparansi metode analisis dalam proses
pemeringkatan
Lembaga pemeringkat mengungkapkan metode
analisis yang digunakan dalam proses
pemeringkatan.
Metode analisis tersebut antara lain: (i) analisis
statitistik atas informasi yang dipublikasikan,
(ii) analisis statitistik atas informasi yang
dipublikasikan yang dikonfirmasikan melalui
diskusi antara lembaga pemeringkat dan pihak
yang diperingkat, dan/atau (iii) analisis atas
informasi yang dipublikasikan dan informasi
yang tidak dipublikasikan, yang diperoleh dari
hasil ...
hasil diskusi antara lembaga pemeringkat dan
pihak yang diperingkat.
5) Sumber Daya (Resources)
Kriteria ini digunakan untuk menilai kemampuan
lembaga pemeringkat dalam memberikan jasa
pemeringkatan, baik dari aspek sumber daya
manusia (human resources), aspek sumber daya
keuangan (financial resources), maupun dukungan
pemegang saham, yang memungkinkan lembaga
pemeringkat beroperasi secara independen dan
profesional.
Parameter yang digunakan untuk mengukur
kriteria sumber daya adalah:
a) Sumber daya manusia
Aspek sumber daya manusia antara lain dinilai
dari faktor-faktor sebagai berikut:
(1) memiliki kebijakan dan prosedur yang
memadai mengenai pengadaan, pengelolaan,
dan pengembangan sumber daya manusia;
dan
(2) mengungkapkan informasi terkini mengenai
kualifikasi dan pengalaman dari analis
pemeringkat, serta sektor maupun pihak-
pihak yang diperingkat oleh analis tersebut;
b) Sumber daya keuangan
Aspek sumber daya keuangan antara lain dinilai
dari kemampuan dan kinerja keuangan yang
baik; dan
c) Dukungan ...
c) Dukungan pemegang saham
Terdapat komitmen tertulis dari pemegang
saham yang menyatakan bahwa lembaga
pemeringkat akan beroperasi di Indonesia dalam
jangka panjang dan kesediaan untuk membantu
mengatasi permasalahan apabila lembaga
pemeringkat mengalami kesulitan keuangan.
6) Kredibilitas
Kriteria ini digunakan untuk menilai pengakuan
dan akseptabilitas oleh pasar terhadap keberadaan
lembaga pemeringkat sebagai penyedia jasa
pemeringkatan yang dapat diandalkan.
Parameter yang digunakan untuk mengukur
kriteria kredibilitas adalah:
a)
Izin otoritas yang berwenang
Memiliki izin dari Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) atau
otoritas yang berwenang lainnya;
b) Jangka waktu operasional
Lembaga pemeringkat telah menjalankan
kegiatan operasional paling kurang 1 (satu)
tahun;
c) Publikasi hasil pemeringkatan
Lembaga pemeringkat telah mempublikasikan
minimal 2 (dua) hasil pemeringkatan;
d) Kebijakan penyebaran informasi
Memiliki kebijakan dan prosedur internal untuk
mencegah penyalahgunaan dan/atau
penyebaran informasi non-publikasi
kepada
pegawai ...
pegawai atau pihak yang tidak berwenang serta
pihak eksternal, yang dapat memperoleh
keuntungan atas informasi tersebut; dan
e) Rekam jejak (track record)
Memiliki rekam jejak dalam penerbitan hasil
pemeringkatan yang dapat diandalkan.
Pendekatan dalam menilai rekam jejak antara
lain dilakukan melalui evaluasi terhadap studi
terjadinya default (default study). Untuk
lembaga pemeringkat yang baru berdiri, maka
penilaian rekam jejak dilakukan dengan
mempertimbangkan jumlah dan pengalaman
analis pemeringkat yang dimiliki.
b. Media publikasi dan cakupan pengungkapan
Lembaga pemeringkat wajib memiliki website yang
mudah untuk diakses oleh publik yang memuat seluruh
informasi yang wajib diungkapkan/dipublikasikan
sebagaimana dimaksud pada huruf a Surat Edaran
Bank Indonesia ini. Dalam hal website lembaga
pemeringkat merupakan bagian dari website
perusahaan induk, maka lembaga pemeringkat wajib
memiliki website atau region site tersendiri.
III. PUBLIKASI LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG
DIAKUI BANK INDONESIA
1. Berdasarkan penilaian terhadap pemenuhan kriteria
sebagaimana tercantum pada angka II, Bank Indonesia
menetapkan lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui
Bank
Indonesia
dalam suatu daftar yang digunakan dalam
pelaksanaan ...
pelaksanaan ketentuan-ketentuan Bank Indonesia yang terkait
dengan penggunaan peringkat suatu eksposur.
2. Daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 dipublikasikan
melalui website Bank Indonesia pada www.bi.go.id.
IV. PENGKINIAN DAFTAR LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT
YANG DIAKUI
1. Bank Indonesia melakukan pengkinian atas daftar lembaga
pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia
apabila diperlukan, berdasarkan hasil penilaian dan
pemantauan terhadap pemenuhan kriteria penilaian serta
media publikasi dan cakupan pengungkapan sebagaimana
dimaksud pada butir II.2.
2. Untuk keperluan pengkinian sebagaimana dimaksud pada
angka 1, Bank Indonesia berwenang meminta kepada lembaga
pemeringkat untuk menyampaikan laporan kinerja keuangan
tahunan yang telah diaudit. Selain itu, Bank Indonesia
berwenang meminta informasi tertulis mengenai setiap
perubahan yang signifikan, antara lain mengenai struktur
organisasi atau manajemen, formasi analis pemeringkat,
prosedur dan metodologi pemeringkatan, dan/atau informasi
lain, yang dapat mempengaruhi kemampuan lembaga
pemeringkat dalam menghasilkan peringkat yang dapat
diandalkan.
3. Lembaga pemeringkat dapat dikeluarkan dari daftar lembaga
pemeringkat yang diakui Bank Indonesia berdasarkan:
a. hasil penilaian Bank Indonesia; dan/atau
b. permintaan lembaga pemeringkat.
4. Lembaga ...
4. Lembaga pemeringkat dikeluarkan dari daftar lembaga
pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia
berdasarkan hasil penilaian Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam angka 3.a
a. lembaga pemeringkat diketahui memberikan informasi
yang keliru (misleading);
b. lembaga pemeringkat dikenakan sanksi oleh otoritas yang
berwenang yang dapat mengganggu kelangsungan usaha
lembaga pemeringkat; dan/atau
c. lembaga pemeringkat melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain
menciptakan pasar semu atau insider trading dan/atau
melakukan rekayasa untuk menghasilkan peringkat yang
lebih tinggi dari yang seharusnya.
Sebelum mengeluarkan lembaga pemeringkat dari daftar
lembaga pemeringkat yang diakui, Bank Indonesia melakukan
klarifikasi terhadap permasalahan yang menyebabkan
lembaga pemeringkat tersebut akan dikeluarkan dari daftar
lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia. Lembaga
pemeringkat diberikan kesempatan untuk memberikan
tanggapan atas permintaan klarifikasi tersebut dalam jangka
waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Lembaga pemeringkat yang mengajukan permintaan untuk
dikeluarkan dari daftar lembaga pemeringkat dan peringkat
yang diakui Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
butir 3.b, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memastikan masa berlaku peringkat yang diterbitkan telah
habis atau memastikan terdapat lembaga pemeringkat
pengganti untuk menerbitkan peringkat baru dalam hal
eksposur yang diperingkat belum jatuh tempo;
b. telah menyelesaikan seluruh kewajiban kepada pihak yang
b.
telah ...
diperingkat sebelum kegiatan operasional dihentikan;
c. menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Bank
Indonesia paling kurang 12 (dua belas) bulan sebelum
rencana penghentian kegiatan operasional; dan
d. mengumumkan kepada publik mengenai rencana
penghentian kegiatan operasional paling kurang 3 (tiga)
bulan sebelum penghentian kegiatan operasional.
6. Lembaga pemeringkat yang memutuskan akan menghentikan
kegiatan operasionalnya di Indonesia wajib memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 5.
V. LAIN-LAIN
1. Bank tetap wajib melakukan penilaian terhadap eksposur
yang diperingkat oleh lembaga pemeringkat dan sepenuhnya
bertanggung jawab atas penggunaan hasil pemeringkatan yang
diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Bank
Indonesia.
2. Permohonan dari lembaga pemeringkat untuk dicantumkan
dalam daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui
Bank Indonesia diajukan secara tertulis kepada Bank
Indonesia up. Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350.
3. Proses penilaian dan pengkinian lembaga pemeringkat dan
peringkat yang diakui Bank Indonesia dilakukan selain
berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia ini juga
memperhatikan ketentuan terkait lainnya mengenai lembaga
pemeringkat.
VI. KETENTUAN ...
VI. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/19/DPNP tanggal 30
April 2008 tentang Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang
Diakui Bank Indonesia; dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/30/DPNP tanggal 30
Oktober 2009 tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/19/DPNP tentang Lembaga Pemeringkat
dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
pada tanggal 22 Desember 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/31/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 22 Desember 2011 </set_date>
<effective_date> 22 Desember 2011 </effective_date>
<replaced_reg> '10/19/DPNP|SE-BI/2008', '11/30/DPNP|SE-BI/2009' </replaced_reg>
|
No. 15/4/DPNP
Jakarta, 6 Maret 2013
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI
INDONESIA
Perihal: Kepemilikan Saham Bank Umum
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/8/PBI/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5327), yang
selanjutnya disebut PBI Kepemilikan Saham Bank Umum, perlu
mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai kepemilikan saham Bank
umum dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut:
I. UMUM
Dominasi kepemilikan Bank oleh salah satu pihak sering
menghambat Bank dalam menerapkan tata kelola yang baik (Good
Corporate Governance-GCG). Pengalaman krisis di masa lalu
membuktikan bahwa Bank yang terkena dampak krisis adalah
Bank yang dimiliki secara dominan oleh pemegang saham
tertentu. Oleh karena itu perlu dilakukan penyebaran kepemilikan
saham Bank dengan menerapkan batas maksimum kepemilikan
saham Bank sehingga Bank dapat menerapkan GCG dengan baik.
II. PENERAPAN ...
II. PENERAPAN BATAS MAKSIMUM KEPEMILIKAN SAHAM BANK
A. Calon Pemegang Saham Bank
1. Calon pemegang saham dapat memiliki saham Bank paling
tinggi sebesar batas maksimum kepemilikan saham pada
saat yang bersangkutan menjadi pemegang saham Bank
dimaksud.
2. Batas maksimum kepemilikan saham bagi calon pemegang
saham berupa Pemerintah Daerah dipersamakan dengan
batas maksimum kepemilikan saham bagi badan hukum
bukan lembaga keuangan yaitu 30% (tiga puluh persen) dari
Modal Bank untuk masing-masing Pemerintah Daerah.
3. Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding
Company), yang dibentuk untuk memenuhi kewajiban
terhadap ketentuan Bank Indonesia mengenai kepemilikan
tunggal pada perbankan Indonesia, apabila akan melakukan
akuisisi Bank lain maka batas maksimum kepemilikan
sahamnya adalah sebesar batas kepemilikan yang tertinggi
dari kategori pemegang saham dari Perusahaan Induk di
Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dimaksud.
4. Dalam hal calon pemegang saham merupakan badan hukum
yang berkedudukan di luar negeri akan menjadi Pemegang
Saham Pengendali (PSP), maka yang bersangkutan wajib
memiliki peringkat investasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf c PBI Kepemilikan Saham Bank
Umum. Posisi peringkat investasi yang digunakan adalah
paling kurang 1 (satu) tahun terakhir sebelum yang
bersangkutan menjadi PSP Bank.
B. Pemegang ...
B. Pemegang Saham Bank
1. Pemegang saham yang memiliki saham Bank kurang dari
batas maksimum kepemilikan saham Bank, dapat
melakukan penambahan kepemilikan saham dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2013, pemegang
saham Bank dapat meningkatkan kepemilikan saham
dengan kewajiban menyesuaikan batas maksimum
kepemilikan sesuai dengan ketentuan dalam PBI
Kepemilikan Saham Bank Umum.
b. Setelah tanggal 31 Desember 2013, pemegang saham
Bank dapat meningkatkan kepemilikan saham sampai
dengan batas maksimum kepemilikan saham Bank.
2. Pemegang saham yang memiliki saham Bank lebih dari
batas maksimum kepemilikan saham Bank, dapat
melakukan penambahan kepemilikan saham dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2013, mengikuti
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
huruf a.
b. Setelah tanggal 31 Desember 2013, pemegang saham
Bank dapat melakukan penambahan kepemilikan saham
sepanjang tidak menambah persentase kepemilikan
sahamnya.
3. Pemegang saham yang melakukan penjualan saham yang
dimilikinya atas inisiatif sendiri wajib menyesuaikan
kepemilikan saham sesuai dengan batas maksimum
kepemilikan saham Bank dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak penjualan saham dilakukan.
Yang ...
Yang dimaksud dengan pemegang saham yang melakukan
penjualan saham yang dimilikinya dalam angka ini adalah
pemegang saham Bank langsung dan/atau PSP Terakhir
(PSPT) yang melakukan penjualan sahamnya secara
langsung maupun tidak langsung sehingga mengakibatkan:
a. Perubahan pemegang saham Bank langsung atau PSP
Terakhir; dan/atau
b. Perubahan persentase kepemilikan saham Bank oleh
pemegang saham langsung atau perubahan persentase
kepemilikan PSPT pada Bank yang secara tidak langsung
mempengaruhi jumlah pengendalian pada Bank.
4. Dalam hal terdapat penjualan saham oleh pemegang saham
sebagaimana dimaksud pada angka 3, maka pemegang
saham langsung Bank wajib menyesuaikan dengan batas
maksimum kepemilikan saham.
III. PERSYARATAN KHUSUS KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM
A. Kepemilikan Saham Bank Lebih Dari 40% (Empat Puluh
Persen)
1. Persyaratan untuk dapat memiliki saham Bank lebih dari
40% (empat puluh persen) antara lain memperoleh
penilaian Tingkat Kesehatan (TKS) Bank dengan peringkat
komposit 1 (satu) atau 2 (dua) atau yang setara bagi
lembaga keuangan bank yang berkedudukan di luar negeri,
memenuhi ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) sesuai profil risiko, dan modal inti (tier 1)
paling kurang 6% (enam persen).
2. Posisi penilaian yang digunakan untuk ketiga persyaratan
tersebut adalah posisi penilaian paling kurang 1 (satu)
tahun terakhir.
B. Persyaratan ...
B. Persyaratan Peringkat Investasi
Persyaratan peringkat investasi bagi calon PSP berupa badan
hukum yang berkedudukan di luar negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c PBI Kepemilikan
Saham Bank Umum adalah posisi peringkat investasi paling
kurang 1 (satu) tahun sebelum yang bersangkutan menjadi
PSP Bank.
IV. PENILAIAN TKS DAN/ATAU GCG SELAMA 3 (TIGA) PERIODE
PENILAIAN BERTURUT-TURUT
Yang dimaksud dengan 3 (tiga) periode penilaian berturut-turut
atas penilaian TKS dan/atau penilaian GCG adalah penilaian yang
dilakukan secara berkala sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank.
V. PENTAHAPAN KEPEMILIKAN SAHAM BANK LEBIH DARI 40%
(EMPAT PULUH PERSEN)
1. Batas maksimum kepemilikan saham bagi badan hukum
lembaga keuangan bank adalah paling tinggi sebesar 40%
(empat puluh persen) dari Modal Bank.
2. Badan hukum lembaga keuangan bank hanya dapat memiliki
saham Bank lebih dari 40% (empat puluh persen) dari Modal
Bank, dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Bagi calon pemegang saham Bank hanya dapat memiliki
saham Bank sebesar 40% (empat puluh persen) terlebih
dahulu; dan
b. Selanjutnya pemegang saham Bank dapat meningkatkan
kepemilikan saham lebih dari 40% (empat puluh persen)
sepanjang memperoleh persetujuan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) PBI
Kepemilikan ...
Kepemilikan Saham Bank Umum.
3. Kepemilikan saham Bank oleh badan hukum lembaga
keuangan bank lebih dari 40% (empat puluh persen) dilakukan
dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Calon pemegang saham mengajukan permohonan kepada
Bank Indonesia melalui Bank yang akan dimiliki dengan
melampirkan dokumen administratif sebagaimana
dimaksud pada Lampiran I.
b. Bank Indonesia melakukan penilaian atas pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)
PBI Kepemilikan Saham Bank Umum.
c. Bank Indonesia, berdasarkan penilaian sebagaimana
dimaksud pada huruf b, akan memberikan persetujuan bagi
calon pemegang saham yang akan memiliki saham Bank
lebih dari 40% (empat puluh persen) sebagai berikut:
1) Persetujuan untuk memiliki saham Bank sebesar 40%
(empat puluh persen) dari Modal Bank; dan
2) Persetujuan untuk dapat meningkatkan jumlah
kepemilikan saham dengan kewajiban mengajukan
kembali permohonan persetujuan untuk
meningkatkan jumlah kepemilikan sahamnya.
Permohonan dapat diajukan kembali apabila Bank
yang dimiliki memperoleh penilaian TKS dan penilaian
GCG peringkat 1 (satu) atau 2 (dua) selama 3 (tiga)
periode penilaian berturut-turut dalam periode 5 (lima)
tahun sejak persetujuan kepemilikan saham Bank
sebesar 40% (empat puluh persen).
d. Bagi PSP berupa lembaga keuangan bank yang telah
memiliki ...
memiliki saham Bank kurang dari 40% (empat puluh
persen) dan akan meningkatkan kepemilikan sahamnya
menjadi lebih dari 40% ( empat puluh persen ) dapat
mengajukan permohonan apabila Bank yang dimiliki
memperoleh penilaian TKS dan penilaian GCG peringkat 1
(satu) atau 2 (dua) selama 3 (tiga) periode penilaian
berturut-turut dalam periode 5 (lima) tahun sebelum
permohonan kepemilikan saham Bank lebih dari 40%
(empat puluh persen) diajukan.
Permohonan kepada Bank Indonesia untuk meningkatkan
kepemilikan saham lebih dari 40% (empat puluh persen)
diajukan oleh PSP melalui Bank yang dimiliki dengan
melampirkan dokumen administratif sebagaimana
dimaksud pada Lampiran II.
VI. KOMITMEN UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN
PEREKONOMIAN INDONESIA
Bagi calon PSP yang merupakan warga negara asing/badan
hukum yang berkedudukan di luar negeri atau badan hukum
lembaga keuangan bank yang akan memiliki saham lebih dari 40%
(empat puluh persen) dari Modal Bank wajib memenuhi
persyaratan antara lain memiliki komitmen untuk mendukung
pengembangan perekonomian Indonesia melalui Bank yang akan
dimiliki, dalam bentuk:
1. Komitmen tertulis, yang paling kurang memuat:
a. sektor ekonomi yang akan diprioritaskan; dan
b. wilayah di Indonesia yang akan menjadi prioritas.
2. Rencana kegiatan calon PSP dalam rangka pengembangan
Bank yang akan dimiliki untuk paling kurang 5 (lima) tahun ke
depan, yang paling kurang memuat:
a. Rencana ...
a. Rencana penyaluran kredit produktif ke sektor ekonomi
dan wilayah di Indonesia yang akan diprioritaskan.
Sektor ekonomi dan wilayah di Indonesia yang menjadi
prioritas mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS).
Besarnya jumlah penyaluran kredit produktif mengacu
kepada ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban
penyaluran kredit produktif sesuai dengan kelompok
kegiatan usaha bank.
b. Ringkasan strategi bisnis yang akan dijalankan.
3. Komitmen tertulis dan rencana kegiatan sebagaimana
dimaksud pada angka 2, disampaikan pada saat permohonan
izin sebagai calon PSP atau pemegang saham lembaga
keuangan bank mengajukan permohonan untuk meningkatkan
kepemilikan lebih dari 40% (empat puluh persen).
4. Apabila permohonan calon pemegang saham disetujui oleh
Bank Indonesia, rencana kegiatan calon pemegang saham
sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus tercantum dalam
rencana bisnis Bank.
VII. REKOMENDASI DARI OTORITAS PENGAWASAN DARI NEGARA
ASAL
Bagi calon PSP berupa badan hukum lembaga keuangan yang
berkedudukan di luar negeri atau badan hukum lembaga
keuangan Bank yang berkedudukan di luar negeri yang akan
memiliki saham lebih dari 40% (empat puluh persen) dari Modal
Bank wajib pula memenuhi persyaratan antara lain mendapatkan
rekomendasi ...
rekomendasi dari otoritas pengawasan negara asal (home country)
lembaga keuangan tersebut yang paling kurang memuat:
1. Keterangan mengenai calon PSP mengenai:
a. Reputasi yang baik;
b. Tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang
perbankan; dan
2. Otoritas home country PSP Bank akan mendukung kebijakan
otoritas pengawas di tempat kedudukan Bank (host country)
di bidang pengawasan yang antara lain bertujuan untuk
memperbaiki kinerja Bank dan/atau memelihara stabilitas
sistem keuangan di tempat kedudukan Bank (host country).
VIII. SURAT UTANG YANG BERSIFAT EKUITAS
Sesuai dengan Pasal 6 dan Pasal 7 PBI Kepemilikan Saham Bank
Umum, calon pemegang saham Bank yang akan memiliki saham
Bank lebih dari 40% (empat puluh persen) wajib memiliki
komitmen untuk membeli surat utang bersifat ekuitas yang
diterbitkan oleh Bank yang akan dimiliki dan Bank yang akan
dimiliki wajib memiliki persetujuan untuk menerbitkan surat
utang yang bersifat ekuitas, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Komitmen calon pemegang saham Berupa Lembaga Keuangan
Bank
a. Calon pemegang saham berupa lembaga keuangan bank
yang akan memiliki saham Bank lebih dari 40% (empat
puluh persen) wajib memiliki komitmen tertulis untuk
memenuhi kewajiban membeli surat utang bersifat ekuitas
yang diterbitkan Bank yang dimiliki, yang paling kurang
memuat:
1) Kesediaan ...
1) Kesediaan calon pemegang saham berupa lembaga
keuangan bank untuk membeli surat utang bersifat
ekuitas yang diterbitkan Bank yang dimilikinya dalam
hal Bank yang dimilikinya diperkirakan mengalami
kesulitan di waktu yang akan datang untuk memenuhi
rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM)
sesuai profil risiko sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia.
2) Jumlah surat utang bersifat ekuitas yang akan dibeli
yaitu paling kurang sebanding dengan persentase
kepemilikan sahamnya. Pemegang saham berupa
lembaga keuangan bank tersebut wajib membeli sisa
surat utang bersifat ekuitas, apabila pemegang saham
lainnya setelah ditawarkan tidak bersedia membeli surat
utang dimaksud.
b. Komitmen wajib ditandatangani oleh pihak yang berwenang
mewakili calon pemegang saham sesuai dengan anggaran
dasarnya.
c. Komitmen disampaikan pada saat PSP lembaga keuangan
bank mengajukan permohonan untuk meningkatkan
kepemilikan saham Bank lebih dari 40% (empat puluh
persen).
2. Persetujuan Penerbitan Surat Utang yang Bersifat Ekuitas oleh
Bank yang Dimiliki
a. Bank yang dimiliki oleh pemegang saham sebagaimana
dimaksud pada angka 1 wajib memiliki persetujuan untuk
menerbitkan surat utang yang bersifat ekuitas setelah
pemegang saham sebagaimana dimaksud pada angka 1
merealisasikan ...
merealisasikan pembelian saham lebih dari 40% (empat
puluh persen).
b. Surat utang yang bersifat ekuitas paling kurang memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
1) Memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM).
2) Merupakan surat utang yang dapat dikonversi menjadi
saham atau mengandung hak opsi untuk memperoleh
saham.
c. Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling
kurang memuat:
1) Bank akan menerbitkan surat utang bersifat ekuitas
dalam hal Bank diperkirakan mengalami kesulitan di
waktu yang akan datang untuk memenuhi rasio
kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) sesuai
profil risiko sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
2) Jumlah surat utang bersifat ekuitas yang akan
diterbitkan adalah sebesar jumlah tambahan modal yang
dibutuhkan untuk mengatasi potensi kekurangan
pemenuhan rasio KPMM sesuai profil risiko.
3) Surat utang bersifat ekuitas dimaksud wajib dikonversi
menjadi saham apabila rasio KPMM sesuai profil risiko
kurang dari ketentuan yang berlaku.
d. Bentuk persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disesuaikan dengan anggaran dasar Bank.
e. Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 6 (enam)
bulan ...
bulan sejak pemegang saham sebagaimana dimaksud pada
huruf a merealisasikan peningkatan jumlah kepemilikan
sahamnya menjadi lebih dari 40% (empat puluh persen).
IX. KEWAJIBAN MENYESUAIKAN BATAS MAKSIMUM KEPEMILIKAN
SAHAM BAGI PEMEGANG SAHAM PADA BANK UMUM SYARIAH
HASIL PEMISAHAN (SPIN OFF) UNIT USAHA SYARIAH.
1. Pemegang saham pada Bank Umum Syariah hasil pemisahan
(spin off) Unit Usaha Syariah yang dilakukan sebelum dan
setelah diterbitkannya PBI Kepemilikan Saham Bank Umum
wajib menyesuaikan dengan batas maksimum kepemilikan
saham paling lama akhir Desember 2028.
2. Bank Umum Syariah hasil pemisahan (spin off) mengacu
kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Unit Usaha Syariah.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 6
Maret 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
DPNP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/4/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Kepemilikan Saham Bank Umum </reg_title>
<set_date> 6 Maret 2013 </set_date>
<effective_date> 6 Maret 2013 </effective_date>
<related_reg> '14/8/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 9/2/DPM
Jakarta, 5 Maret 2007
S U R A T E D A R A N
Perihal : Laporan Harian Bank Umum
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/2/PBI/2007 tanggal 5 Maret 2007 tentang Laporan Harian Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4706 ), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan
sistem Laporan Harian Bank Umum guna menghasilkan informasi yang
lebih utuh, komprehensif, dan berkualitas, perlu dilakukan perluasan
cakupan kandungan informasi yang dilaporkan, penyempurnaan sistem dan
tata cara pelaporan Laporan Harian Bank Umum. Terkait dengan perluasan
cakupan kandungan informasi tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan
terhadap Pedoman Penyusunan LHBU (yang selanjutnya disebut Pedoman)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Petunjuk Teknis Aplikasi
LHBU sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang merupakan satu
kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
II. BANK PELAPOR
Bank Pelapor terdiri dari :
1. Kantor pusat Bank yang berbadan hukum Indonesia, yaitu:
a. kantor …
2
a. kantor pusat dari Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional;
b. kantor pusat dari Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah;
2. Kantor Cabang Bank Asing; dan
3. Unit Usaha Syariah.
III. RUANG LINGKUP DATA LHBU
Jenis data yang wajib disampaikan oleh Bank Pelapor kepada Bank
Indonesia terdiri dari data transaksional dan data non transaksional sebagai
berikut:
A. Data Transaksional
1. Pasar Uang Antar Bank (PUAB), terdiri dari data :
a. PUAB Pagi Rupiah;
b. PUAB Sore Rupiah;
c. PUAB Valuta Asing; dan
d. PUAB Luar Negeri
2. Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS).
3. Transaksi Valuta Asing terdiri dari data :
a. transaksi tod/tom/spot;
b. transaksi derivatif berupa forward, swap, option; dan
c. transaksi derivatif lainnya selain huruf b diatas.
4. Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang di Pasar Sekunder
meliputi antara lain transaksi Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat
Deposito, dan Commercial Paper.
B. Data Non Transaksional
1. Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing Bukan
Investasi dengan Pihak Asing.
2. Posisi …
3
2. Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing Bukan
Investasi dengan Pihak Asing.
3. Posisi Rekapitulasi Transaksi Derivatif.
4. Posisi Devisa Neto (PDN) untuk posisi akhir hari, terdiri dari:
a. data gabungan yang mencakup kantor-kantor Bank Pelapor di
dalam negeri; dan
b. data gabungan yang mencakup kantor-kantor Bank Pelapor di
dalam negeri dan di luar negeri.
Dalam hal Bank Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf b
tidak memiliki kantor di luar negeri maka Bank Pelapor tetap
mengirimkan form header.
5. Pos-pos Tertentu Neraca, terdiri dari :
a. data posisi pos-pos tertentu dari neraca gabungan kantor-
kantor Bank Pelapor dalam negeri; dan
b. data posisi pos-pos tertentu dari neraca gabungan kantor-
kantor Bank Pelapor dalam negeri dan luar negeri.
Dalam hal Bank Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf b
tidak memiliki kantor di luar negeri maka Bank Pelapor tetap
mengirimkan form header.
6. Proyeksi Arus Kas, terdiri dari :
a. proyeksi arus kas Rupiah; dan
b. proyeksi arus kas valuta asing.
7. Suku Bunga Penawaran (quotation) Rupiah dan valuta asing
(USD).
8. Suku Bunga Dasar Kredit Rupiah dan valuta asing (USD).
9. Suku Bunga Kredit Rupiah dan valuta asing (USD).
10. Suku …
4
10. Suku Bunga Deposito Berjangka Rupiah dan valuta asing (USD),
Diskonto Sertifikat Deposito Rupiah dan valuta asing (USD), dan
Suku Bunga Tabungan Rupiah.
11. Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah Bank syariah dalam
Rupiah.
IV. JENIS LAPORAN
A. Jenis Form LHBU
1. Data transaksional LHBU disampaikan dengan menggunakan
jenis form sebagai berikut:
a. Form 101 (PUAB);
b. Form 102 (PUAS);
c. Form 201 (Transaksi Tod/Tom/Spot);
d. Form 202 (Transaksi Forward/Swap/Option);
e. Form 203 (Transaksi Derivatif Lainnya);dan
f. Form 301 (Pasar Sekunder Surat Berharga Pasar Uang)
sebagaimana dimaksud dalam Pedoman sebagaimana Lampiran
1.
2. Data non transaksional LHBU disampaikan dengan menggunakan
jenis form sebagai berikut:
a. Form 204 (Posisi akhir hari Transaksi Derivatif Jual valuta
asing bukan Investasi dengan pihak asing);
b. Form 205 (Posisi akhir hari Transaksi Derivatif Beli valuta
asing bukan Investasi dengan pihak asing);
c. Form 206 (Rekapitulasi Transaksi Derivatif);
d. Form 401 (PDN gabungan kantor Dalam Negeri);
e. Form 402 (PDN gabungan kantor Dalam Negeri dan Luar
Negeri);
f. Form …
5
f. Form 403 (Pos-pos tertentu Neraca Gabungan kantor Dalam
Negeri);
g. Form 404 (Pos-pos tertentu Neraca Gabungan kantor Dalam
Negeri dan Luar Negeri);
h. Form 405 (Laporan Proyeksi Arus Kas Rupiah);
i. Form 406 (Laporan Proyeksi Arus Kas Valuta Asing);
j. Form 501 (Suku Bunga Penawaran/Quotation);
k. Form 601 (Suku Bunga Dasar Kredit);
l. Form 602 (Suku Bunga Kredit);
m. Form 603 (Suku Bunga Deposito Berjangka, Suku Bunga
Tabungan dan Diskonto Sertifikat Deposito); dan
n. Form 604 (Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah Bank
Syariah),
sebagaimana dimaksud dalam Pedoman sebagaimana Lampiran
1.
B.
Jenis Form LHBU yang Disampaikan oleh Bank Pelapor
1. Penyampaian jenis form LHBU bagi kantor pusat Bank dan
Kantor Cabang Bank Asing yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional diatur sebagai berikut:
a. Bank yang berstatus Bank devisa wajib menyampaikan form
101, form 102, form 201, form 202, form 203, form 204, form
205, form 206, form 301, form 401, form 402, form 403, form
404, form 405, form 406, form 501, form 601, form 602, dan
form 603.
b. Bank yang berstatus Bank non devisa wajib menyampaikan
form 101, form 102, form 301, form 403, form 405, form 501,
form 601, form 602, dan form 603.
2. Penyampaian …
6
2. Penyampaian jenis form LHBU bagi kantor pusat Bank dan
Kantor Cabang Bank Asing yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah diatur sebagai berikut:
a. Bank yang berstatus Bank devisa wajib menyampaikan form
102, form 201, form 401, form 402, form 403, form 404, form
405, form 406, dan form 604.
b. Bank yang berstatus Bank non devisa wajib menyampaikan
form 102, form 403, form 405, dan form 604.
3.
Jenis laporan yang wajib disampaikan oleh Unit Usaha Syariah
adalah form 102, form 201, dan form 604.
V. PENYAMPAIAN DATA LHBU DAN KOREKSI LHBU
Penyampaian data LHBU dan koreksi LHBU diatur sebagai berikut:
A. Penyampaian data
1. Data Transaksional
Bank Pelapor wajib menyampaikan data transaksional berikut
form header setiap Hari Kerja secara On-Line dan real time atau
segera setelah terjadinya transaksi pada tanggal laporan.
2. Data Non Transaksional
Bank Pelapor wajib menyampaikan data non transaksional
berikut form header setiap Hari Kerja secara On-Line diatur
sebagai berikut:
a. Data Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing
Bukan Investasi dengan Pihak Asing yang disampaikan adalah
data pada posisi tanggal laporan.
Contoh:
Data Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing
Bukan Investasi dengan Pihak Asing pada tanggal 10 Januari
2007 …
7
2007 wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh
Bank Indonesia pada tanggal tersebut (10 Januari 2007)
selambat-lambatnya pukul 23.59 WIB.
b. Data Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing
Bukan Investasi dengan Pihak Asing yang disampaikan adalah
data pada posisi tanggal laporan.
Contoh:
Data Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing
Bukan Investasi dengan Pihak Asing pada tanggal 10 Januari
2007 wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh
Bank Indonesia pada tanggal tersebut (10 Januari 2007) paling
lambat pukul 23.59 WIB.
c. Data Posisi Devisa Neto, yang disampaikan adalah data pada
posisi 2 (dua) hari kerja sebelumnya (H-2).
Contoh:
Data Posisi Devisa Neto yang disampaikan pada tanggal 10
Januari 2007 adalah data untuk posisi tanggal 8 Januari 2007.
Data ini wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima
oleh Bank Indonesia selambat-lambatnya pukul 23.59 WIB.
d. Data Pos-pos Tertentu Neraca yang disampaikan adalah data
pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelumnya (H-2).
Contoh:
Data Pos-pos Tertentu Neraca yang disampaikan pada tanggal
10 Januari 2007 adalah data untuk posisi tanggal 8 Januari
2007. Data ini wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan
diterima oleh Bank Indonesia selambat-lambatnya pukul
23.59 WIB.
e. Data …
8
e. Data Posisi Rekapitulasi Transaksi Derivatif yang
disampaikan adalah data pada posisi 2 (dua) hari kerja
sebelumnya (H-2).
Contoh:
Data Posisi Rekapitulasi Transaksi Derivatif yang
disampaikan pada tanggal 10 Januari 2007 adalah data untuk
posisi tanggal 8 Januari 2007. Data ini wajib disampaikan oleh
Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia selambat-
lambatnya pukul 23.59 WIB.
f. Data Proyeksi Arus Kas yang disampaikan mencakup
proyeksi penerimaan dan pengeluaran dalam Rupiah dan
valuta asing atas pos-pos sebagaimana diatur dalam Pedoman,
selama 3 (tiga) bulan mendatang dan dikelompokkan menjadi
4 (empat) periode sebagai berikut:
1) periode I berisi proyeksi arus kas harian 14 (empat
belas) hari kalender sejak tanggal laporan;
2) periode II berisi proyeksi arus kas secara kumulatif
terhitung sejak hari ke-15 (lima belas) sampai dengan
hari ke-21 (duapuluh satu);
3) periode III berisi proyeksi arus kas secara kumulatif
sejak hari ke-22 (dua puluh dua) sampai dengan hari ke-
28 (dua puluh delapan); dan
4) periode IV berisi proyeksi arus kas secara kumulatif
bulan ke-2 (dua) dan ke-3 (tiga) sejak hari ke-29 (dua
puluh sembilan) sampai dengan hari ke-90 (sembilan
puluh).
Proyeksi arus kas dalam valuta asing selain USD dikonversi
terlebih dahulu ke dalam mata uang USD. Pelaporan proyeksi
arus kas dalam valuta asing yang telah dikonversi tersebut
digabungkan …
9
digabungkan secara keseluruhan dengan arus kas dalam mata
uang USD.
Contoh:
Data Proyeksi Arus Kas yang dilaporkan pada tanggal 4 April
2007 adalah perkiraan penerimaan dan pengeluaran untuk:
1)
2)
tanggal 5 April 2007 sampai dengan 18 April 2007;
tanggal 19 April 2007 sampai dengan 25 April 2007
secara kumulatif untuk minggu ke-3 (tiga);
3)
4)
tanggal 26 April 2007 sampai dengan 2 Mei 2007 secara
kumulatif untuk minggu ke-4 (empat); dan
tanggal 3 Mei sampai dengan 3 Juli 2007 secara
kumulatif untuk bulan ke-2 (dua) dan ke-3 (tiga).
Data proyeksi arus kas tersebut wajib disampaikan oleh Bank
Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 4
April 2007 selambat-lambatnya pukul 23.59 WIB.
g. Data Suku Bunga Penawaran (quotation) dalam Rupiah dan
valuta asing (USD) wajib disampaikan segera setiap terjadi
penawaran oleh bank pelapor pada tanggal laporan.
h. Data Suku Bunga Dasar Kredit dalam Rupiah dan valuta asing
(USD), Suku Bunga Kredit dalam Rupiah dan valuta asing
(USD), Suku Bunga Deposito Berjangka dalam Rupiah dan
valuta asing (USD), Diskonto Sertifikat Deposito dalam
Rupiah dan valuta asing (USD), Suku Bunga Tabungan dalam
Rupiah dan Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah Bank
syariah dalam Rupiah yang disampaikan adalah data yang
berlaku pada tanggal laporan.
Contoh:
Data Suku Bunga Kredit atau Tingkat Imbalan Deposito
Mudharabah Bank syariah pada tanggal 6 April 2007 wajib
disampaikan …
10
disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank
Indonesia pada tanggal 6 April 2006 selambat-lambatnya
pukul 17.00 WIB.
B. Tata Cara Penyampaian LHBU
Tata cara penyampaian LHBU diatur sebagai berikut:
1. Sebelum data disampaikan, Bank Pelapor harus melakukan
validasi teknis sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
pada Pedoman, dan Petunjuk Teknis Aplikasi LHBU
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.
2. Setelah data disampaikan, Bank Pelapor harus memastikan bahwa
status data transaksional dengan Bank Pelapor lain sebagai lawan
transaksi/counterpart telah cocok/matching, melalui laporan
absensi LHBU.
3. Bank Pelapor wajib mengirim seluruh form sesuai dengan jenis
laporan dan status Bank sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.
4. Dalam hal Bank Pelapor tidak memiliki data transaksional (tidak
melakukan transaksi) dan/atau tidak memiliki data non
transaksional, kewajiban penyampaian LHBU tetap berlaku
dengan cara mengirimkan form header tanpa data.
5. Khusus untuk data non transaksional sebagaimana dimaksud pada
angka 4, pengiriman form header tanpa data pada umumnya
hanya terjadi pada :
a. form 501, bagi Bank Pelapor yang tidak melakukan
penawaran suku bunga (quotation) pada tanggal laporan;
b. form 402 dan 404, bagi Bank Pelapor yang tidak memiliki
cabang di luar negeri; dan
c. form 206, bagi Bank Pelapor yang tidak memiliki posisi
transaksi derivatif.
6. Dalam …
11
6. Dalam hal Bank Pelapor melakukan merger atau konsolidasi
dengan bank lain, masing-masing Bank Pelapor peserta merger
atau konsolidasi tetap wajib menyampaikan data LHBU sampai
dengan hari terakhir sebelum tanggal dilakukannya merger atau
konsolidasi secara operasional masing-masing Bank Pelapor.
Contoh :
Apabila pada tanggal 15 Juni 2007 Bank X dimerger atau
dikonsolidasi dengan Bank Y, maka masing-masing Bank peserta
merger atau konsolidasi wajib menyampaikan LHBU untuk data
posisi tanggal 14 Juni 2007.
7. Dalam hal Bank Pelapor melaporkan transaksi PUAB Rupiah
over weekend dan/atau transaksi PUAB Rupiah dengan jangka
waktu melewati hari libur nasional maka transaksi dimaksud tetap
diperlakukan sebagai laporan PUAB Rupiah Overnight.
Contoh :
Transaksi yang dilakukan pada tanggal transaksi/valuta hari
Jum’at tanggal 7 September 2007 dan jatuh waktu pelunasan pada
hari Senin tanggal 10 September 2007 diperlakukan sebagai
transaksi overnight.
Transaksi yang dilakukan pada tanggal transaksi/valuta hari Rabu
tanggal 16 Mei 2007 dan jatuh waktu pelunasan pada hari Jum’at
tanggal 18 Mei 2007 diperlakukan sebagai transaksi overnight.
C. Batas Waktu Penyampaian LHBU
Batas waktu penyampaian LHBU mengacu pada waktu yang tertera
pada sistem LHBU Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB untuk data
PUAB pagi Rupiah;
2. Setelah …
12
2. Setelah pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB untuk
data PUAB sore Rupiah;
3. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB untuk data
Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang di Pasar Sekunder, Suku
Bunga Penawaran (quotation) dalam Rupiah dan Valuta asing
(USD), Suku Bunga Dasar Kredit dalam Rupiah dan Valuta asing
(USD), Suku Bunga Kredit dalam Rupiah dan Valuta asing
(USD), Suku Bunga Deposito Berjangka dalam Rupiah dan
Valuta asing (USD), Suku Bunga Tabungan dalam Rupiah, dan
Diskonto Sertifikat Deposito dalam Rupiah dan Valuta asing
(USD), dan Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah Bank Syariah
dalam Rupiah.
4. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB untuk data
PUAB valuta asing dan PUAS;
5. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 23.59 WIB untuk data
PUAB luar negeri, Transaksi Valuta Asing, Posisi Devisa Neto,
Pos-pos Tertentu Neraca, Proyeksi Arus Kas, Posisi Akhir Hari
Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing Bukan Investasi Dengan
Pihak Asing, Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta
Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing, dan Rekapitulasi
Posisi Transaksi Derivatif.
D. Tata Cara dan Batas Waktu Koreksi LHBU
Tata cara koreksi LHBU diatur sebagai berikut :
1. Dalam hal terjadi kesalahan atas data yang disampaikan pada
butir III huruf A.1, huruf A.2, huruf A.4, huruf B.4, huruf B.5
huruf B.6, huruf B.7, huruf B.8, huruf B.9, huruf B.10, dan huruf
B.11, Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap data
dimaksud …
13
dimaksud segera setelah diketahui adanya kesalahan dalam batas
waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada huruf C.
Contoh :
Dalam hal terjadi kesalahan atas data transaksi PUAB pagi
Rupiah yang disampaikan pada tanggal 6 Maret 2007 maka
koreksi atas kesalahan data tersebut wajib disampaikan oleh Bank
Pelapor pada tanggal 6 Maret 2007 selambat-lambatnya pukul
12.00 WIB.
2. Dalam hal terjadi kesalahan atas data yang disampaikan pada
butir III huruf A.3, huruf B.1, huruf B.2, dan huruf B.3, Bank
Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap data dimaksud
sejak tanggal pelaporan sampai dengan paling lambat pada hari
kerja berikutnya pukul 16.00 WIB.
Contoh :
Dalam hal terjadi kesalahan atas data transaksi valuta asing pada
tanggal 6 Juni 2007 maka koreksi atas kesalahan data tersebut
disampaikan oleh Bank Pelapor sejak tanggal 6 Juni 2007 sampai
dengan tanggal 7 Juni 2007 paling lambat pukul 16.00 WIB.
E. Gangguan Teknis dan Keadaan Memaksa (Force Majeure)
1. Dalam hal Bank Pelapor mengalami gangguan teknis sehingga
tidak dapat menyampaikan data dan atau koreksi LHBU secara
On-Line, Bank Pelapor memberitahukan secara lisan segera
setelah mengalami gangguan sebelum batas waktu laporan dan
wajib ditegaskan secara tertulis pada Hari Kerja yang sama.
2. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka
1, ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang dan disampaikan
kepada Bank Indonesia c.q. Unit Khusus Manajemen Informasi,
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350.
3. Dalam …
14
3. Dalam hal Bank Pelapor tidak menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2, Bank
Pelapor dianggap tidak menyampaikan LHBU secara On-Line.
4. Bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah kerja kantor Pusat
Bank Indonesia (di luar DKI Jakarta, Propinsi Banten [Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten/Kota Tangerang, Kota
Cilegon], Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor,
Kabupaten Karawang, Kota Depok), selain menyampaikan
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 juga wajib
menyampaikan tembusan pemberitahuan dimaksud kepada
Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Bank Pelapor.
5. Bank Pelapor yang tidak dapat menyampaikan data dan atau
koreksi LHBU secara On-Line karena gangguan teknis atau
gangguan lainnya pada sistem dan atau jaringan komunikasi di
Bank Pelapor maupun di Bank Indonesia wajib menyampaikan
data dan atau koreksi LHBU secara Off-Line kepada:
a. Bank Indonesia c.q. Unit Khusus Manajemen Informasi, Jl.
M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350, bagi Bank Pelapor
yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia
(DKI Jakarta, Propinsi Banten (Kabupaten Lebak, Kabupaten
Pandeglang, Kabupaten/Kota Tangerang, Kota Cilegon),
Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten
Karawang, Kota Depok);
b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi, bagi Bank Pelapor
yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a.
6. Penyampaian data dan atau koreksi LHBU sebagaimana
dimaksud pada angka 4 diatur sebagai berikut:
a. Paling …
15
a. Paling lambat 1 (satu) jam setelah batas waktu pelaporan pada
Hari Kerja yang sama untuk data atau koreksi data
sebagaimana dimaksud pada butir III huruf A.1a, huruf A.1b,
huruf A.1c, huruf A.2, huruf A.4, huruf B.7, huruf B.8, huruf
B.9, huruf B.10, dan huruf B.11.
b. Paling lambat pada Hari Kerja berikutnya pukul 10.00 WIB
untuk data atau koreksi data sebagaimana dimaksud pada butir
III huruf A.1d, huruf A.3, huruf B.1, huruf B.2, huruf B.3,
huruf B.4, huruf B.5 dan huruf B.6.
7. Bank Pelapor yang tidak dapat menyampaikan data atau koreksi
LHBU karena mengalami keadaan memaksa (force majeure)
wajib segera memberitahukan secara tertulis disertai penjelasan
mengenai penyebab terjadinya keadaan memaksa (force
majeure).
8. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka
5 ditandatangani oleh Pejabat dan atau instansi yang berwenang
dan disampaikan kepada:
a. Bank Indonesia c.q. Unit Khusus Manajemen Informasi, Jl.
M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350 bagi Bank Pelapor
yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia
(DKI Jakarta, Propinsi Banten (Kabupaten Lebak, Kabupaten
Pandeglang, Kabupaten/Kota Tangerang, Kota Cilegon),
Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten
Karawang, Kota Depok);
b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi, bagi Bank Pelapor
yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a.
F. Penyampaian …
16
F. Penyampaian dan atau Koreksi LHBU Setelah Batas Waktu
1. Bank Pelapor yang dianggap tidak menyampaikan LHBU dan
atau koreksi LHBU sampai dengan batas waktu yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada huruf C dan huruf D.2 tetap wajib
menyampaikan secara On-Line data LHBU dan atau koreksi
dimaksud paling lambat pukul 16.00 WIB pada:
a. 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal penyampaian laporan
untuk data:
1) Posisi Devisa Neto;
2) Pos-pos Tertentu Neraca;
3) Proyeksi Arus Kas,
b. 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal batas waktu koreksi untuk
data :
1) Transaksi Valuta Asing;
2) Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing
Bukan Investasi Dengan Pihak Asing;
3) Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing
Bukan Investasi Dengan Pihak Asing;
4) Posisi Rekapitulasi Transaksi Derivatif.
2. Dalam hal Bank Pelapor tidak dapat menyampaikan LHBU dan
atau koreksi LHBU secara On-Line dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 1 karena gangguan teknis atau
gangguan lainnya, Bank Pelapor tetap wajib menyampaikan
LHBU dan atau koreksi dimaksud secara Off-Line dengan tata
cara sebagaimana dimaksud pada butir V huruf E.5.
VI. HASIL OLAHAN DAN PENGGUNA LHBU
1. LHBU yang disampaikan oleh Bank Pelapor diproses oleh Bank
Indonesia menjadi hasil olahan LHBU berupa:
a. informasi …
17
a.
informasi dalam bentuk agregat yang disediakan oleh Pusat
Informasi Pasar Uang (PIPU); dan
b. data individual Bank Pelapor yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
2. Bank Pelapor dapat memperoleh hasil olahan LHBU sebagaimana
dimaksud dalam angka 1.
3. Dalam rangka memperoleh hasil olahan LHBU sebagaimana dimaksud
dalam angka 2, Bank Pelapor mendapatkan hak akses terhadap sistem
LHBU di Bank Indonesia tanpa dikenakan biaya paling banyak 2 (dua)
fasilitas user id untuk bank devisa dan 1(satu) user id untuk bank non
devisa
4. Dalam hal Bank Pelapor bermaksud menambah user id sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, Bank Pelapor dikenakan biaya untuk setiap
penambahan user id tersebut yang terdiri dari biaya lisensi sistem
LHBU dan biaya pemeliharaan sistem LHBU yang masing-masing
besarnya ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang
mengatur mengenai biaya LHBU dan biaya PIPU.
5. Penambahan fasilitas user id sebagaimana dimaksud pada angka 4,
Bank Pelapor mengajukan permohonan secara tertulis yang ditujukan
kepada Bank Indonesia c.q. Unit Khusus Manajemen Informasi, Jl.
M.H.Thamrin No.2, Jakarta 10350.
VII. PELANGGAN PIPU
1. Tata cara menjadi Pelanggan PIPU diatur sebagai berikut:
a. Calon Pelanggan PIPU mengajukan permohonan menjadi
Pelanggan PIPU secara tertulis kepada Bank Indonesia
sebagaimana contoh pada Lampiran 3.
b. Permohonan menjadi Pelanggan PIPU sebagaimana dimaksud
dalam huruf a disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Unit
Khusus …
18
Khusus Manajemen Informasi, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta,
10350.
c. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada calon
Pelanggan PIPU mengenai disetujui atau tidak disetujuinya
permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam jangka
waktu 10 Hari Kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
d. Dalam hal permohonan disetujui oleh Bank Indonesia, calon
Pelanggan PIPU harus menandatangani Perjanjian Penggunaan
PIPU dengan Bank Indonesia sebagaimana contoh pada Lampiran
4.
2. Pelanggan PIPU hanya dapat memperoleh hasil olahan LHBU berupa
informasi dalam bentuk agregat sebagaimana dimaksud dalam butir
VI.1.a.
3. Dalam rangka memperoleh informasi hasil olahan LHBU sebagaimana
dimaksud pada angka 2, Pelanggan PIPU dikenakan biaya PIPU
sebagaimana dituangkan dalam Perjanjian Penggunaan PIPU.
4. Biaya PIPU sebagaimana dimaksud pada angka 3 terdiri dari biaya
lisensi sistem LHBU, biaya pemeliharaan sistem LHBU dan biaya
perolehan informasi hasil olahan LHBU yang masing-masing
besarnya ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang
mengatur mengenai biaya LHBU dan biaya PIPU.
VIII. SANKSI
Tata cara pengenaan sanksi kewajiban membayar diatur sebagai berikut:
1. Bank Pelapor yang tidak menyampaikan secara On-Line atau Off-
Line data transaksional sebagaimana dimaksud pada butir III huruf
A.1, huruf A.2 dan huruf A.4 dalam batas waktu yang ditetapkan
dalam Surat Edaran ini, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) untuk setiap data
transaksional …
19
transaksional yang tidak disampaikan dan paling banyak sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah) per hari untuk keseluruhan data
transaksional pada butir III huruf A.1, huruf A.2 dan huruf A.4
Contoh :
a. Pada tanggal 5 Januari 2007, Bank A dan Bank B melakukan
transaksi PUAB Pagi (form 101) sebanyak 10 kali transaksi, PUAB
Sore (form 101) sebanyak 10 kali transaksi, PUAS (form 102) dan
Transaksi Pasar Sekunder Surat Berharga Pasar Uang (form 301)
sebanyak 10 kali transaksi.
b. Sampai dengan batas waktu penyampaian laporan untuk masing-
masing transaksi tersebut, Bank B tidak menyampaikan seluruh
laporan transaksi tersebut diatas.
c. Atas kesalahan tidak menyampaikan seluruh data transaksi
tersebut, Bank B dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp5.000.000,- (lima juta Rupiah) dan bukan sebesar 30 (tiga puluh)
x Rp250.000,- (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) atau sebesar
Rp7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu Rupiah).
2. Bank Pelapor yang tidak menyampaikan secara On-Line atau Off-
Line data transaksional sebagaimana dimaksud pada butir III huruf
A.3, dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini,
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp250.000,00 (dua
ratus lima puluh ribu Rupiah) untuk setiap data transaksional yang
tidak disampaikan dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta
Rupiah) per hari.
Contoh :
Tanggal 5 Januari 2007, Bank A tidak menyampaikan:
- 10 (sepuluh) Transaksi pada form 201;
- 10 (sepuluh) Transaksi pada form 202;
- 10 (sepuluh) Transaksi pada form 203.
Sampai …
20
Sampai dengan batas waktu penyampaian laporan untuk masing-
masing transaksi tersebut, Bank A tidak menyampaikan seluruh
laporan transaksi tersebut diatas.
Atas kesalahan tidak menyampaikan seluruh data transaksi tersebut,
Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,-
(lima juta Rupiah) dan bukan sebesar 30 x Rp250.000,- atau sebesar
Rp7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu Rupiah).
3. Bank Pelapor yang tidak menyampaikan secara On-Line atau Off-Line
data non transaksional berupa data sebagaimana dimaksud dalam butir
III.B.1 sampai dengan butir III.B.6 dan butir III.B.8 sampai dengan
butir III.B.11 sesuai masing-masing form sampai batas waktu yang
ditetapkan dalam Surat Edaran ini, dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah)
untuk setiap data non transaksional yang tidak disampaikan.
Contoh :
a. Suku Bunga Dasar Kredit (form 601)
Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, Suku Bunga Dasar Kredit
memiliki paling banyak 2 (dua) jenis data yang wajib disampaikan
yaitu (1) suku bunga dasar kredit dalam Rupiah, dan (2) suku
bunga dasar kredit dalam USD.
Misalnya: Pada tanggal 5 Januari 2007, Bank A tidak
menyampaikan data Suku Bunga Dasar Kredit sampai dengan batas
waktu pelaporan. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Bank A
pada tanggal tersebut memiliki data Suku Bunga Dasar Kredit, baik
dalam Rupiah maupun USD. Karena memiliki data Suku Bunga
Dasar Kredit namun tidak disampaikan kepada Bank Indonesia
maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 2
(dua) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) =
Rp500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah).
Apabila …
21
Apabila pada tanggal tersebut Bank A ternyata hanya memiliki
salah satu dari 2 jenis data dimaksud maka Bank A dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar 1 (satu) x Rp250.000,00 (dua
ratus lima puluh ribu Rupiah) = Rp250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu Rupiah).
b. Suku Bunga Kredit Rupiah dan USD (form 602)
Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, Suku Bunga Kredit Rupiah
dan Valas (USD) memiliki paling banyak 6 (enam) jenis data yang
wajib disampaikan yaitu (1) suku bunga kredit modal kerja dalam
Rupiah, (2) suku bunga kredit modal kerja dalam USD, (3) suku
bunga kredit investasi dalam Rupiah, (4) suku bunga kredit
investasi dalam USD, (5) suku bunga kredit konsumsi dalam
Rupiah, dan (6) suku bunga kredit konsumsi dalam USD.
Misalnya: Pada tanggal 5 Januari 2007, Bank A tidak
menyampaikan data Suku Bunga Kredit sampai dengan batas
waktu pelaporan. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Bank A
pada tanggal tersebut memiliki data Suku Bunga Kredit (6 jenis).
Karena memiliki data Suku Bunga Kredit secara lengkap namun
tidak disampaikan kepada Bank Indonesia maka Bank A dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar 6 (enam) x Rp250.000,00 (dua
ratus lima puluh ribu Rupiah) = Rp1.500.000,00 (satu juta lima
ratus ribu Rupiah).
Apabila pada tanggal tersebut Bank A ternyata hanya memiliki 4
jenis data Suku Bunga Kredit maka Bank A dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar 4 (empat) x Rp250.000,00 (dua ratus
lima puluh ribu Rupiah) = Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah).
c. Suku Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan
(form 603)
Sebagai …
22
Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, Suku Bunga Deposito
Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan memiliki paling
banyak 5 (lima) jenis data yang wajib disampaikan yaitu (1) suku
bunga deposito berjangka dalam Rupiah, (2) suku bunga deposito
berjangka dalam USD, (3) suku bunga sertifikat deposito dalam
Rupiah, (4) suku bunga sertifikat deposito dalam USD, dan (5)
suku bunga tabungan dalam Rupiah.
Misalnya: Pada tanggal 5 Januari 2007, Bank A tidak
menyampaikan data Suku Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat
Deposito dan Tabungan sampai dengan batas waktu pelaporan.
Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Bank A pada tanggal
tersebut memiliki data Suku Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat
Deposito dan Tabungan (5 jenis). Karena memiliki data Suku
Bunga Kredit secara lengkap namun tidak disampaikan kepada
Bank Indonesia maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar 5 (enam) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh
ribu Rupiah) = Rp1.250.000,00 (satu juta dua ratus lima puluh ribu
Rupiah).
Apabila pada tanggal tersebut Bank A ternyata hanya memiliki 3
jenis data Suku Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan
Tabungan maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar 3 (tiga) x Rp250.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu
Rupiah) = Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu Rupiah).
4. Bank Pelapor yang melakukan penawaran suku bunga namun tidak
menyampaikan secara On-Line atau Off-Line data non transaksional
Suku Bunga Penawaran (quotation) setiap terjadi penawaran sampai
batas waktu yang ditetapkan, dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) untuk setiap
data penawaran (quotation) yang tidak disampaikan.
Contoh: …
23
Contoh :
a. Pada tanggal 5 Januari 2007 Bank A melakukan 50 kali kuotasi
suku bunga penawaran (Form 501).
b. Sampai dengan batas waktu penyampaian, Bank A tidak
mengirimkan 30 (tiga puluh) data Suku Bunga Penawaran.
c. Atas kesalahan tidak menyampaikan seluruh data transaksi
tersebut, Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp5.000.000,- (lima juta Rupiah) dan bukan sebesar 30 (tiga puluh)
x Rp250.000,- (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) atau sebesar
Rp7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu Rupiah).
5. Bank Pelapor yang tidak menyampaikan secara On-Line atau Off-Line
form header LHBU dalam batas waktu yang ditetapkan, dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
Rupiah) untuk setiap form header yang tidak disampaikan.
Contoh :
Pada tanggal 5 Januari 2007 Bank A tidak mempunyai data Suku
Bunga Kredit (form 602) dan Bank A tidak menyampaikan form
header dimaksud sampai batas waktu penyampaian form pukul 17.00
WIB, maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah) karena tidak menyampaikan form
header tersebut.
6. Bank Pelapor yang menyampaikan data LHBU secara tidak benar
untuk data-data:
a. PUAB Pagi Rupiah;
b. PUAB Sore Rupiah;
c. PUAB Valuta Asing;
d. PUAB Luar Negeri;
e. Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang di Pasar Sekunder;
f. Posisi Devisa Neto;
g. Pos- …
24
g. Pos-pos Tertentu Neraca;
h. Proyeksi Arus Kas;
i. Suku Bunga Penawaran (quotation);
j. Suku Bunga Dasar Kredit;
k. Suku Bunga Kredit;
l. Suku Bunga Deposito Berjangka, Diskonto Sertifikat Deposito, dan
Tabungan;
m. Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah Bank Syariah,
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima
puluh ribu Rupiah) untuk setiap item kesalahan dan paling banyak
sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta Rupiah) per hari.
a. Contoh data transaksional :
Tanggal 5 Januari 2007 Bank A dan Bank B melakukan 1 (satu)
transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) pagi dengan informasi
sbb :
- nilai transaksi : Rp16.000.000.000 (enam belas milyar Rupiah),
jangka waktu : 1 hari ; suku bunga : 10 % per tahun.
- Bank A dan Bank B telah mengirimkan data transaksi PUAB
Pagi dimaksud sebelum batas waktu pengiriman PUAB Pagi.
- data nilai transaksi pada kolom volume yang dilaporkan Bank B
sebesar Rp6.000.000.000 (enam milyar Rupiah).
Atas kekeliruan pelaporan nominal PUAB Pagi yang disampaikan
oleh Bank B maka Bank B dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp50.000 (lima puluh ribu Rupiah) karena kesalahan
menyampaikan 1 (satu) item data pada kolom volume.
b. Contoh data non transaksional :
Pada tanggal 5 Januari 2007 Bank A melaporkan form 602 Suku
Bunga Kredit dengan informasi sbb :
- Jenis …
25
- Jenis suku bunga kredit : konsumsi; mata uang: Rupiah; flat :
10 %; efektif : 15 %.
- Jenis suku bunga kredit : Investasi, mata uang : Rupiah, flat : 8
%, efektif : 14 %.
- Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia ditemukan bahwa
Bank A salah melaporkan informasi kredit investasi yang
seharusnya dilaporkan sebagai berikut: jenis suku bunga kredit
: Investasi, mata uang : Rupiah, flat : 6 %, efektif : 9%.
Atas kesalahan pelaporan tersebut, Bank A dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (2 item x Rp50.000,00).
7. Bank Pelapor menyampaikan data LHBU secara tidak benar untuk
data:
a. Transaksi Valuta Asing;
b. Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing Bukan
Investasi Dengan Pihak Asing;
c. Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing Bukan
Investasi Dengan Pihak Asing; dan
d. Rekapitulasi Transaksi Derivatif
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima
puluh ribu Rupiah) untuk setiap item kesalahan dan paling banyak
sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta Rupiah) per hari.
Contoh:
a. Tanggal 8 Januari 2007 Bank A melakukan transaksi spot (form
201) USD/IDR dengan nasabahnya dengan kurs Rp9.300 (sembilan
ribu tiga ratus Rupiah) dan volume USD 1.000.000,- (satu juta
dollar). Namun demikian, Bank A melaporkan kurs sebesar
Rp3.900 (tiga ribu sembilan ratus Rupiah). Atas kesalahan
pelaporan kurs tersebut, Bank A dikenakan sanksi sebesar
Rp50.000,- …
26
Rp50.000,- (lima puluh ribu Rupiah) karena kesalahan
menyampaikan 1 (satu) item data pada kolom kurs.
b. Pada tanggal 8 Januari 2007, Bank A menyampaikan :
- form 201 dengan jumlah transaksi sebanyak 15 (lima belas)
transaksi;
- form 202 dengan jumlah transaksi sebanyak 10 (sepuluh)
transaksi;
- form 203 dengan jumlah transaksi sebanyak 15 (lima belas)
transaksi;
- form 204;
- form 205;
- form 206,
Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia, terdapat 48 (empat
puluh delapan) item data tidak benar untuk data transaksional yang
meliputi kurs, volume, nama penjual dan jangka waktu masing-
masing sebagai berikut:
- sebanyak 20 (dua puluh) item tidak benar pada form 201;
- sebanyak 10 (sepuluh) item tidak benar pada form 202;
- sebanyak 15 (lima belas) item tidak benar pada form 203,
Sementara itu untuk data non transaksional juga terdapat data tidak
benar untuk posisi yang dilaporkan sebagai berikut:
- sebanyak 1 (satu) item tidak benar pada form 204;
- sebanyak 1(satu) item tidak benar pada form 205;
- sebanyak 1(satu) item tidak benar pada form 206.
Atas ketidakbenaran data dimaksud Bank A akan dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp2.000.000,- (dua juta Rupiah)
karena nilai kesalahan yang dilakukan oleh Bank A untuk data
transaksional dan data non transaksional tersebut di atas telah
melebihi …
27
melebihi sanksi kewajiban membayar paling banyak sebesar
Rp2.000.000,00 (dua juta Rupiah).
8. Pengenaan sanksi tidak menyampaikan form header sebagaimana
dimaksud dalam angka 5 dapat dikenakan bersamaan dengan sanksi
tidak menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam angka 1,
angka 2, angka 3, angka 4, angka 6 dan angka 7.
Contoh:
a. Data transaksional
1) Tanggal 5 Januari 2007, Bank A dan Bank B melakukan
transaksi PUAB Pagi (form 101) sebanyak 10 (sepuluh) kali
transaksi, PUAB Sore (form 101) sebanyak 10 (sepuluh) kali
transaksi, PUAS (form 102) dan transaksi pasar sekunder surat
berharga pasar uang (form 301) sebanyak 10 (sepuluh) kali
transaksi.
2) Sampai dengan batas waktu penyampaian laporan untuk
masing-masing transaksi tersebut, Bank B tidak menyampaikan
seluruh laporan transaksi tersebut diatas.
3) Atas kesalahan tidak menyampaikan seluruh data transaksi
tersebut, Bank B dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp5.000.000,- (lima juta Rupiah) dan bukan sebesar 30
(tiga puluh) x Rp250.000,- (dua ratus lima puluh ribu Rupiah)
atau sebesar Rp7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu Rupiah).
4) Disamping itu, Bank B dikenakan pula sanksi tidak
menyampaikan form header sehingga dikenakan kewajiban
membayar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah).
5) Jumlah seluruh kewajiban yang harus dibayar oleh Bank B
adalah Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah) + Rp1.000.000,00
(satu juta Rupiah).
b. Data …
28
b. Data non transaksional
1) Tanggal 5 Januari 2007 Bank A wajib menyampaikan form data
non transaksional suku bunga kredit (form 602) yang
seluruhnya berisi 6 (enam) data yaitu terdiri dari data suku
bunga kredit modal kerja dalam Rupiah dan valuta asing , suku
bunga kredit investasi dalam Rupiah dan valuta asing, dan suku
bunga kredit konsumsi dalam Rupiah dan valuta asing, namun
tidak menyampaikan 6 (enam) data tersebut maka Bank A
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 6 (enam) x
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) =
Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu Rupiah).
2) Disamping itu, Bank A dikenakan pula sanksi tidak
menyampaikan form header sehingga dikenakan kewajiban
membayar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah).
3) Jumlah seluruh kewajiban yang harus dibayar oleh Bank A
adalah Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu Rupiah +
Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah).
9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Bank Pelapor
mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Bank Pelapor dan sanksi
yang dikenakan.
10. Pengenaan sanksi terhadap Bank Pelapor sebagaimana dimaksud
dalam angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7
dan angka 8 dilakukan dengan cara mendebet rekening giro Rupiah
Bank Pelapor pada Bank Indonesia.
11. Tata cara pengenaan sanksi terhadap Pelanggan PIPU diatur dalam
Perjanjian Penggunaan PIPU sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
2.
12. Bank Pelapor yang melakukan pelanggaran terhadap butir V huruf F
angka 1.a1, angka 1.a 2, angka 1.a 3, angka 1.a 4, angka 1.b1, angka
1.b2 …
29
1.b2, angka 1.b3, dan angka 1.b4, selain dikenakan sanksi kewajiban
membayar juga akan dikenakan sanksi administratif dalam rangka
pembinaan dan pengawasan Bank berupa teguran tertulis.
IX. PENYAMPAIAN PERTANYAAN
Apabila dalam pelaksanaan penyusunan dan penyampaian LHBU terdapat
hal-hal yang kurang jelas, Bank Pelapor dapat menyampaikan pertanyaan
yang berkaitan dengan sistem, materi, dan ketentuan LHBU kepada Kantor
Pusat Bank Indonesia sebagai berikut:
1. Direktorat Pengelolaan Moneter, Bagian Penyelesaian Transaksi
Pengelolaan Moneter mengenai materi Form 101, Form 102, Form
301, Form 501, Form 601, Form 602, Form 603, dan Form 604.
2. Direktorat Pengelolaan Devisa, Biro Analisis Devisa dan Nilai Tukar,
mengenai materi Form 201, Form 202, Form 203, Form 204, Form
205, Form 206.
3. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Tim Pengaturan
Perbankan, mengenai materi Form 401, Form 402, Form 405, dan
Form 406.
4. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, Bagian Statistik Moneter,
Keuangan dan Fiskal mengenai materi Form 403 dan Form 404.
5. Direktorat Teknologi Informasi, Helpdesk, mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan aplikasi dan otomasi sistem penyampaian LHBU.
6. Unit Khusus Manajemen Informasi, mengenai akses ke dalam sistem
LHBU di Bank Indonesia.
X. PENUTUP
Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/7/DPM tanggal 29 Maret 2005 perihal Laporan Harian
Bank Umum sebagaimana diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor …
30
Nomor 7/16/DPM tanggal 31 Mei 2005 dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku lagi.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 5 Maret 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/2/DPM|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Laporan Harian Bank Umum </reg_title>
<set_date> 5 Maret 2007 </set_date>
<effective_date> 5 Maret 2007 </effective_date>
<replaced_reg> '7/7/DPM|SE-BI/2005', '7/16/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '9/2/PBI/2007' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
|
1
No. 18/ 8 /DPSP
Jakarta, 2 Mei 2016
S U R A T E D A R A N
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal
Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat
Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5762) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 18/6/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5877), perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal
Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia-
Real Time Gross Settlement sebagai berikut:
1. Ketentuan butir II.A.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Kegiatan korespondensi terkait kegiatan penyelenggaraan
ditujukan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Kegiatan
terkait
kepesertaan dan operasional
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS ditujukan ke alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi Setelmen Dana dan Penatausahaan Surat Berharga
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
b. Kegiatan terkait pemantauan kepatuhan Peserta terhadap
penyelenggaraan…
2
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS ditujukan ke alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi Kepatuhan dan Informasi Sistem Pembayaran Bank
Indonesia
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
2. Ketentuan butir III.F diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
F. Perubahan Data Kepesertaan
Ruang lingkup perubahan data kepesertaan meliputi:
1. Perubahan Penggunaan Infrastruktur
a. Perubahan penggunaan infrastruktur meliputi:
1) perubahan penggunaan infrastruktur yang
dikelola sendiri menjadi penggunaan infrastruktur
yang dikelola pihak lain;
2) perubahan penggunaan infrastruktur yang
dikelola oleh pihak lain menjadi penggunaan
infrastruktur yang dikelola sendiri; atau
3) perubahan penggunaan infrastruktur yang
dikelola oleh pihak lain yang berbeda.
b. Prosedur perubahan data kepesertaan terkait perubahan
penggunaan infrastruktur diatur sebagai berikut:
1) Peserta menyampaikan surat permohonan
perubahan penggunaan infrastruktur kepada
Penyelenggara dengan melampirkan dokumen
sebagai berikut:
a) data kepesertaan sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran III;
b) surat pernyataan dari Pimpinan yang
menyatakan kesiapan infrastruktur dan
memuat informasi spesifikasi infrastruktur
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam
butir C.4.c; dan
c) dalam…
3
c) dalam hal Peserta menggunakan
infrastruktur yang dikelola pihak lain maka
selain melampirkan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) dan huruf b),
Peserta juga harus melengkapi dokumen
sebagaimana dimaksud dalam butir C.4.d.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) ditandatangani oleh Pejabat Yang
Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
a) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan
disampaikan dengan tembusan kepada
KPwDN yang mewilayahi.
3) Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan ke
lokasi infrastruktur yang digunakan Peserta.
4) Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui
surat yang penyampaiannya dapat didahului
dengan faksimile kepada Peserta yang
bersangkutan mengenai:
a) penolakan
perubahan
infrastruktur Peserta
penolakan; atau
penggunaan
beserta alasan
b) persetujuan perubahan penggunaan
infrastruktur Peserta beserta tanggal efektif
perubahan penggunaan infrastruktur
Peserta.
2. Perubahan Participant Code
Perubahan participant code dapat dilakukan antara lain
karena Peserta yang bukan merupakan anggota SWIFT
berubah menjadi anggota SWIFT atau karena adanya
perubahan SWIFT BIC dari Peserta.
Perubahan participant code diatur sebagai berikut:
a. Peserta…
4
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
participant code kepada Penyelenggara dengan
melampirkan dokumen:
1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III; dan
2) dokumen pendukung yang menunjukkan sebagai
anggota SWIFT atau adanya perubahan SWIFT
BIC dari Peserta.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan participant code melalui surat
yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan, paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan participant code, diatur sebagai berikut:
1) Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
yang memuat antara lain sebagai berikut:
a) nama dan nomor Rekening Giro;
b) participant code yang baru; dan
c) permintaan agar Peserta memenuhi
kelengkapan dokumen dalam rangka
perubahan participant code.
2) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir
1)c), berupa surat permintaan Connected User dan
Digital…
5
Digital Certificate untuk participant code baru yang
dilengkapi dengan:
a) nama Peserta;
b) participant code baru; dan
c) Certificate Signing Request (CSR) yang di-
generate dan disimpan di media compact disc
(CD) yang bersifat read only.
3) Peserta menyampaikan file Certificate Signing
Request (CSR) yang dihasilkan dari server yang
akan diberikan Digital Certificate Soft Token dalam
media compact disc (CD), melalui sarana surat
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2).
4) Penyelenggara menyampaikan nama Connected
User dan Digital Certificate baru kepada Peserta
melalui sarana surat.
5) Penyelenggara memberitahukan tanggal efektif
perubahan participant code kepada:
a) Peserta yang bersangkutan melalui surat;
dan
b) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya.
6) Peserta harus mengembalikan Digital Certificate
Hard Token lama, paling lama 7 (tujuh) hari kerja
sejak Peserta menerima surat sebagaimana
dimaksud dalam angka 1).
e. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
perubahan
participant code, Penyelenggara
menyampaikan surat penolakan dengan disertai
alasannya.
3. Perubahan Nama Peserta
Perubahan nama Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
nama Peserta dalam Sistem BI-RTGS kepada
Penyelenggara dengan melampirkan dokumen:
1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran…
6
Lampiran III dengan menggunakan nama yang
tercantum dalam perubahan anggaran dasar yang
telah disetujui oleh lembaga yang berwenang; dan
2) fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
asli oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara berupa:
a) akta perubahan anggaran dasar untuk badan
hukum Indonesia;
b) surat persetujuan perubahan anggaran dasar
dari lembaga yang berwenang; dan
c) surat keputusan dari lembaga yang
berwenang tentang perubahan nama, dalam
hal Peserta adalah Bank.
Bagi Bank yang berkantor pusat berkedudukan di
luar negeri cukup menyampaikan surat
keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf
c).
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan nama Peserta dalam Sistem BI-
RTGS melalui surat yang penyampaiannya dapat
didahului dengan faksimile kepada Peserta yang
bersangkutan, paling lama 14 (empat belas) hari kerja
setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap.
d. Dalam…
7
d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan nama Peserta dalam Sistem BI-RTGS,
Penyelenggara memberitahukan kepada:
1) Peserta yang bersangkutan mengenai persetujuan
dan tanggal efektif perubahan nama Peserta; dan
2) seluruh Peserta mengenai perubahan nama Peserta
melalui administrative message atau sarana lain.
e. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
perubahan nama Peserta dalam Sistem BI-RTGS,
Penyelenggara menyampaikan surat penolakan dengan
disertai alasannya.
4. Perubahan Kegiatan Usaha
Perubahan kegiatan usaha Peserta dari bank umum
konvensional menjadi bank umum syariah dapat
menyebabkan adanya perubahan data Peserta antara lain
nama Peserta, kegiatan usaha Peserta, nomor rekening,
dan/atau participant code. Perubahan kegiatan usaha
Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
kegiatan usaha Peserta dalam Sistem BI-RTGS kepada
Penyelenggara
sebagaimana dimaksud pada contoh II.17 dalam
Lampiran II.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dilengkapi dengan fotokopi dokumen yang
telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan yang telah
memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara
berupa:
1) akta perubahan anggaran dasar;
2) surat persetujuan perubahan anggaran dasar dari
instansi yang berwenang; dan
3) surat keputusan dari lembaga yang berwenang
mengenai izin perubahan kegiatan usaha Peserta
dari bank umum konvesional menjadi bank
umum syariah.
c. Dalam…
dengan menggunakan format
8
c. Dalam hal perubahan kegiatan usaha berdampak pada
perubahan kode Peserta maka Peserta harus
mengajukan permohonan perubahan participant code
dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2.
d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
e. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan kegiatan usaha Peserta dalam
Sistem BI-RTGS melalui surat yang penyampaiannya
dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang
bersangkutan, paling lama 14 (empat belas) hari kerja
setelah surat permohonan dan dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh
Penyelenggara secara lengkap.
f. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan kegiatan usaha Peserta dalam Sistem BI-
RTGS, Penyelenggara memberitahukan kepada:
1) Peserta yang bersangkutan mengenai persetujuan
dan tanggal efektif perubahan kegiatan usaha
Peserta; dan
2) seluruh Peserta mengenai perubahan kegiatan
usaha Peserta melalui administrative message
atau sarana lain.
g. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
perubahan kegiatan usaha Peserta dalam Sistem BI-
RTGS, Penyelenggara menyampaikan surat penolakan
dengan disertai alasannya.
5. Perubahan…
9
5. Perubahan Nomor Rekening Giro
a. Perubahan nomor Rekening Giro dapat dilakukan
dalam hal terdapat kebijakan dari Bank Indonesia atau
perubahan data Peserta yang menyebabkan perubahan
nomor Rekening Giro Peserta di Penyelenggara.
b. Dalam hal terdapat perubahan nomor Rekening Giro
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara
menginformasikan perubahan nomor Rekening Giro
dan tanggal efektif perubahan nomor Rekening Giro
kepada:
1) Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan
2) seluruh Peserta melalui administrative message
atau sarana lainnya.
6. Perubahan Alamat Kantor Peserta
Perubahan alamat kantor Peserta dalam Sistem BI-RTGS
diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
alamat kantor Peserta kepada Penyelenggara dengan
melampirkan dokumen:
1) fotokopi surat persetujuan atau penerimaan
pemberitahuan perubahan alamat kantor dari
lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi
oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan
sesuai asli oleh Pimpinan yang telah memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara; dan
2) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III dengan menggunakan alamat kantor
yang tercantum dalam dokumen sebagaimana
dimaksud dalam angka 1).
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi…
10
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan surat tanggapan yang
dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang
bersangkutan bahwa perubahan alamat Peserta telah
dicatat dalam tata usaha Penyelenggara, paling lama
14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan
perubahan alamat kantor Peserta dan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a
diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
d. Dalam hal perubahan alamat kantor Peserta
mengakibatkan perubahan lokasi RPP utama dan/atau
pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) utama,
surat permohonan perubahan alamat kantor Peserta
sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus memuat
perubahan lokasi RPP utama dan/atau pemindahan
jaringan komunikasi data (JKD) utama.
7. Perubahan Lokasi RPP dan Pemindahan Jaringan
Komunikasi Data (JKD) Peserta
Perubahan lokasi RPP dan/atau pemindahan jaringan
komunikasi data (JKD) Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat permohonan mengenai
perubahan lokasi RPP utama, RPP cadangan, dan/atau
pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) utama,
dengan melampirkan formulir data kepesertaan
dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN…
11
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan lokasi RPP utama, RPP
cadangan, dan/atau pemindahan jaringan komunikasi
data (JKD) utama melalui surat yang penyampaiannya
dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang
bersangkutan, paling lama 14 (empat belas) hari kerja
setelah surat permohonan perubahan lokasi RPP
utama, RPP cadangan, dan/atau jaringan komunikasi
data (JKD) utama Peserta sebagaimana dimaksud
dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap.
d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan lokasi RPP utama, RPP cadangan, dan/atau
pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) utama
Peserta, Penyelenggara
menyampaikan surat
persetujuan yang memuat antara lain sebagai berikut:
1) perubahan lokasi RPP utama dan/atau RPP
cadangan, Peserta telah dicatat dalam tata usaha
Penyelenggara;
2) pelaksanaan pemindahan jaringan komunikasi
data (JKD) utama; dan
3) kegiatan yang harus dilakukan oleh Peserta
terkait dengan perubahan lokasi RPP utama, RPP
cadangan, dan/atau jaringan komunikasi data
(JKD) utama.
e. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
perubahan lokasi RPP utama, RPP cadangan, dan/atau
pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) utama
Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat
penolakan dengan disertai alasannya.
8. Perubahan Pimpinan
Perubahan Pimpinan dapat berupa perubahan susunan,
kewenangan, dan/atau jabatan Pimpinan. Perubahan
Pimpinan…
12
Pimpinan diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
Pimpinan kepada Penyelenggara dengan menggunakan
format surat sebagaimana dimaksud pada contoh II.18
dalam Lampiran II.
b. Surat permohonan perubahan Pimpinan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan dokumen
pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia sebagai berikut:
1) fotokopi perubahan anggaran dasar mengenai
pengangkatan Pimpinan, bagi Peserta yang
berbadan hukum Indonesia;
2) fotokopi bukti identitas diri Pimpinan yang masih
berlaku berupa:
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin
Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi Warga
Negara Indonesia (WNI); atau
b) Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara
(KITAS), dan surat izin kerja dari lembaga
berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA);
3) bagi Pimpinan baru untuk Peserta berupa Bank,
selain memenuhi kelengkapan
dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan
angka 2), harus melengkapi dokumen pendukung
berupa:
a)
fotokopi keputusan fit and proper test;
b) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari
kantor pusat Bank yang berkedudukan di
luar negeri kepada pimpinan kantor cabang
berikut terjemahannya dalam Bahasa
Indonesia yang dibuat oleh penerjemah
tersumpah; dan
c)
fotokopi struktur organisasi yang masih
berlaku, bagi kantor cabang dari bank yang
kantor…
13
kantor pusatnya berkedudukan di luar
negeri.
c. Dalam hal terdapat perubahan kewenangan dan/atau
jabatan Pimpinan, surat permohonan perubahan
Pimpinan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilengkapi dengan surat pernyataan tetap
diberlakukannya spesimen tanda tangan Pimpinan
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
pada contoh II.19 dalam Lampiran II.
d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
e. Dalam hal perubahan Pimpinan mencakup perubahan
Pimpinan baru maka Pimpinan baru harus membuat
spesimen tanda tangan di hadapan pejabat
Penyelenggara atau pejabat KPwDN setelah surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap.
f.
Penyelenggara
memberikan
persetujuan atau
penolakan perubahan Pimpinan melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile
kepada Peserta yang bersangkutan, paling lama 14
(empat belas) hari kerja setelah surat permohonan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b
diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
g. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan…
14
perubahan Pimpinan maka:
1) Penyelenggara
menyampaikan
surat
pemberitahuan mengenai:
a) pembuatan spesimen tanda tangan bagi
Pimpinan baru; dan
b) tanggal efektif pencabutan kewenangan
Pimpinan dalam hal terdapat perubahan
kewenangan Pimpinan;
2) spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1)
berlaku efektif sejak
pemberitahuan dari Penyelenggara mengenai
tanggal efektif berlakunya spesimen tanda tangan
atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal
pembuatan spesimen tanda tangan;
3) data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara
dianggap masih berlaku dan segala tindakan
hukum yang dilakukan oleh Pimpinan
sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b)
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta,
dalam hal Peserta tidak memberitahukan
perubahan data Pimpinan kepada Penyelenggara.
h. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan
perubahan Pimpinan, Penyelenggara menyampaikan
surat penolakan perubahan Pimpinan dengan disertai
alasannya.
9. Perubahan Kuasa
Perubahan kuasa dilakukan oleh Peserta dalam rangka
penambahan, pergantian, dan/atau pencabutan kuasa
Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang menerima
kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan
Hak Substitusi.
Perubahan kuasa diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal terjadi penambahan dan/atau pergantian
kuasa Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang
menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima
Kuasa Dengan Hak Substitusi, diatur hal-hal sebagai
berikut…
15
berikut:
1) Peserta mengajukan
surat
permohonan
penambahan dan/atau pergantian kuasa dari
Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang
menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat
Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi, serta
permohonan pembuatan spesimen tanda tangan
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada contoh II.20 dalam Lampiran II.
2) Ketentuan pemberian kuasa mengacu pada butir
III.C.10.b, butir III.C.10.c, dan butir III.C.10.d.
3) perubahan kuasa berlaku efektif paling lama 5
(lima) hari kerja sejak dokumen sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) dan spesimen tanda
tangan telah diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap.
b. Dalam hal terjadi pencabutan seluruh atau sebagian
kuasa kepada Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas
yang menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat
Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi, diatur sebagai
berikut:
1) Peserta menyampaikan surat pernyataan
pencabutan kuasa yang ditandatangani oleh
Pimpinan atau pejabat pemberi kuasa dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
pada contoh II.21 dalam Lampiran II.
2) Pencabutan seluruh atau sebagian kuasa berlaku
efektif terhitung sejak tanggal surat pernyataan
pencabutan kuasa diterima oleh Penyelenggara
secara lengkap.
c. Dalam hal terjadi perubahan kewenangan dalam surat
kuasa yang diberikan kepada Pejabat Yang Mewakili
dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan
atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi,
diatur sebagai berikut:
1) Peserta mengajukan surat
permohonan
perubahan…
16
perubahan kewenangan dalam surat kuasa yang
dilampiri dengan surat kuasa yang baru dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
pada contoh II.10, contoh II.11, atau contoh II.12
dalam Lampiran II.
2) Surat permohonan perubahan kewenangan dalam
surat kuasa disampaikan kepada:
a) Penyelenggara ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a untuk Pejabat
Yang Mewakili dan/atau petugas yang
menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat
Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi yang
berada di wilayah kerja KPBI;
b) KPwDN untuk Pejabat Yang Mewakili dan/atau
petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan
atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak
Substitusi yang berada di wilayah kerja
KPwDN; atau
c) Departemen Pengelolaan Uang untuk kuasa
pengambilan fisik uang di wilayah kerja
KPBI.
d. Dalam hal Peserta tidak mengajukan permohonan
perubahan kewenangan Pejabat Yang Mewakili
dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan
atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi
kepada Penyelenggara maka data yang telah
ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih
berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan
oleh Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang
menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima
Kuasa Dengan Hak Substitusi tersebut sepenuhnya
menjadi tanggung jawab Peserta.
10. Perbedaan Spesimen Tanda Tangan
Dalam hal terdapat perbedaan tanda tangan antara yang
tercantum pada identitas diri dengan yang tercantum pada
spesimen…
17
spesimen Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang
menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima
Kuasa Dengan Hak Substitusi yang ditatausahakan di
Penyelenggara maka Peserta harus menyampaikan surat
pernyataan perbedaan tanda tangan yang diketahui oleh
Pimpinan atau pemberi kuasa sebagaimana dimaksud pada
contoh II.22 dalam Lampiran II.
3. Ketentuan butir IV.C.5.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
a. Peserta dapat mengajukan permohonan perpanjangan periode
waktu kegiatan pengiriman instruksi Setelmen Dana, dalam hal
Peserta mengalami Keadaan Tidak Normal, Keadaan Darurat,
atau alasan lain yang disetujui oleh Penyelenggara.
4. Ketentuan butir VI.B.1 dan butir VI.B.2 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
1. Jenis dan Besarnya Biaya
a. Jenis biaya dalam penyelenggaraan Setelmen Dana terdiri
atas:
1) Biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana, yang
meliputi:
a) biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana atas
transaksi single credit; dan
b) biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana atas
transaksi multiple credit,
ditetapkan berdasarkan masing-masing periode waktu.
2) Biaya administrative message ditetapkan untuk setiap
pengiriman administrative message.
3) Biaya perpanjangan periode waktu kegiatan atas
permintaan Peserta ditetapkan berdasarkan durasi
perpanjangan waktu setiap 30 (tiga puluh) menit.
4) Biaya instruksi Setelmen Dana dengan menggunakan
cek Bank Indonesia (Cek BI) dan/atau bilyet giro Bank
Indonesia (BGBI) ditetapkan untuk setiap instruksi
Setelmen Dana.
5) Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank, diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Biaya…
18
a) Biaya ditetapkan berdasarkan durasi waktu
penggunaan setiap 1 (satu) jam.
b) Biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a)
dihitung berdasarkan absensi yang telah
ditandatangani oleh Penyelenggara dan Peserta.
6) Biaya penggantian Digital Certificate Hard Token yang
hilang atau rusak, dan penambahan Digital Certificate
Hard Token yang melebihi batas maksimal, ditetapkan
untuk setiap 1 (satu) Digital Certificate Hard Token yang
diganti atau ditambah.
b. Besarnya biaya dalam penyelenggaraan Setelmen Dana
sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran X.
c. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai
d. Besarnya biaya instruksi Setelmen Dana sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1) tidak berlaku untuk pengiriman
pengembalian instruksi Setelmen Dana oleh Peserta penerima,
yang dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak dana
diterima oleh Peserta penerima.
e. Penyelenggara dapat
tidak memberlakukan biaya
sebagaimana dimaksud dalam butir a.4), butir a.5),
dan/atau butir a.6), apabila terjadi Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara.
f.
Penyelenggara dapat membebaskan biaya sebagaimana
dimaksud dalam butir a.4), butir a.5), dan/atau butir a.6),
apabila terjadi Keadaan Tidak Normal bukan disebabkan
oleh kelalaian atau kesalahan Peserta dan/atau terjadi
Keadaan Darurat di lokasi Peserta.
g. Dalam hal Penyelenggara membebaskan biaya sebagaimana
dimaksud dalam huruf f, Peserta tetap harus membayar
Pajak Pertambahan Nilai atas biaya tertentu yang
dibebaskan oleh Penyelenggara.
5. Contoh II.17, Contoh II.18, dan Contoh II.20 dalam Lampiran II
diubah sehingga menjadi sebagaimana dimaksud pada Contoh II.17,
Contoh…
19
Contoh II.18, dan Contoh II.20 dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
6. Lampiran VIII, Lampiran IX, Lampiran X, dan Lampiran XI diubah
sehingga menjadi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII,
Lampiran IX, Lampiran X, dan Lampiran XI yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2 Mei
2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/8/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 2 Mei 2016 </set_date>
<effective_date> 2 Mei 2016 </effective_date>
<changed_reg> '17/30/DPSP|SE-BI/2015' </changed_reg>
<related_reg> '17/30/DPSP|SE-BI/2015', '18/6/PBI/2016', '17/18/PBI/2015' </related_reg>
|
No. 18/42/DKSP
Jakarta, 30 Desember 2016
S U R A T E D A R A N
Perihal : Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan
Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 194,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5932), Bank
Indonesia
perlu mengatur ketentuan
pelaksanaan mengenai
penyelenggaraan kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING
A. Penyelenggara KUPVA Bukan Bank yang selanjutnya disebut
Penyelenggara adalah badan usaha berbadan hukum Perseroan
Terbatas bukan bank yang melakukan kegiatan usaha meliputi:
1. kegiatan penukaran yang dilakukan dengan mekanisme jual
dan beli UKA;
2. pembelian Cek Pelawat; dan
3. kegiatan usaha lain yang memiliki keterkaitan dengan
penyelenggaraan KUPVA sepanjang telah diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia.
B. Penyelesaian transaksi jual dan beli UKA terhadap Rupiah wajib
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. penyerahan UKA wajib dilakukan secara fisik, baik
penyerahan UKA dari Penyelenggara kepada Nasabah,
maupun penyerahan UKA dari Nasabah kepada
Penyelenggara;
2. penyerahan …
2
2. penyerahan Rupiah dari Nasabah kepada Penyelenggara
dan penyerahan Rupiah dari Penyelenggara kepada Nasabah
dapat dilakukan secara fisik atau transfer intrabank dan
antarbank; dan
3. dalam hal penyerahan Rupiah, baik dalam rangka jual
maupun beli UKA, dilakukan melalui transfer sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 maka transfer harus ditujukan
kepada atau berasal dari rekening atas nama:
a. Penyelenggara; dan
b. Nasabah.
C. Dalam hal Nasabah diwakili pihak lain untuk melakukan jual
dan beli UKA dengan Penyelenggara, maka Penyelenggara wajib
memastikan Nasabah telah menyampaikan dokumen sebagai
berikut:
1. fotokopi dokumen identitas Nasabah;
2. fotokopi dokumen identitas pihak lain yang ditunjuk
mewakili Nasabah; dan
3. Surat Kuasa Nasabah kepada pihak lain sebagaimana
contoh yang tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
D. Pembelian UKA oleh Nasabah dari Penyelenggara di atas jumlah
tertentu (threshold) wajib memiliki Underlying Transaksi.
E. Pembelian UKA terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada
Penyelenggara tanpa dokumen Underlying Transaksi hanya dapat
dilakukan paling banyak sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima
ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan per
Nasabah.
F. Perhitungan transaksi pembelian UKA terhadap Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam huruf E dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. perhitungan per bulan didasarkan pada bulan kalender
yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender sampai
dengan tanggal berakhirnya bulan kalender.
Contoh …
3
Contoh:
Jika pada bulan November 2016 Nasabah hanya melakukan
pembelian UKA terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi
1 kali pada tanggal 24 November 2016 sebesar
USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat)
maka hal tersebut diperhitungkan sebagai maksimum
jumlah yang telah digunakan dalam bulan November 2016.
Nasabah dapat kembali menggunakan jumlah maksimum
ekuivalen USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika
Serikat) tersebut selama bulan Desember 2016;
2. perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi
seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang
dilakukan oleh masing-masing Nasabah secara individual
baik yang dilakukan dengan penyerahan Rupiah secara fisik
maupun melalui transfer kepada rekening Penyelenggara.
Contoh:
Nasabah A melakukan pembelian UKA sebesar USD5,000.00
(lima ribu dolar Amerika Serikat) dengan melakukan
penyerahan Rupiah secara fisik pada tanggal 11 November
2016. Kemudian pada tanggal 13 November 2016, Nasabah
A melakukan pembelian UKA sebesar USD20,000.00 (dua
puluh ribu dolar Amerika Serikat) dengan melakukan
penyerahan Rupiah melalui transfer ke rekening
Penyelenggara yang ada di Bank B. Perhitungan kumulatif
transaksi yang dilakukan oleh Nasabah A sampai dengan
tanggal 13 November 2016 yaitu sebesar USD25,000.00 (dua
puluh lima ribu dolar Amerika Serikat).
G. Dalam hal Nasabah melakukan pembelian UKA di atas
USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau
ekuivalennya per bulan per Nasabah, Penyelenggara wajib
memastikan bahwa pada tanggal pembelian UKA Nasabah telah
menyampaikan dokumen sebagai berikut:
1. dokumen
Underlying
Transaksi yang dapat
dipertanggungjawabkan yaitu:
a. dokumen yang bersifat final; dan/atau
b. dokumen …
4
b. dokumen yang bersifat perkiraan; dan
2. dokumen pendukung pembelian UKA berupa:
a. fotokopi dokumen identitas Nasabah;
b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nasabah;
c. pernyataan tertulis bermeterai cukup yang
ditandatangani oleh Nasabah atau pihak yang
berwenang mewakili Nasabah; dan/atau
d. surat kuasa dalam hal Nasabah diwakili oleh pihak lain.
H. Rincian dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud
dalam butir G.1 tercantum dalam Lampiran I.
I. Penyelenggara harus melakukan penilaian atas kewajaran atau
kelaziman nilai nominal transaksi terhadap dokumen Underlying
Transaksi yang diajukan oleh Nasabah.
J. Dokumen pendukung pembelian UKA berupa pernyataan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam butir G.2.c memuat informasi
mengenai:
1. keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi;
2. pembelian valuta asing terhadap Rupiah tidak melebihi nilai
nominal Underlying Transaksi; dan
3. jumlah, tujuan, dan tanggal penggunaan UKA;
Contoh pernyataan tertulis untuk transaksi pembelian UKA
terhadap Rupiah di atas jumlah tertentu (threshold) mengacu
pada Lampiran I.
K. Dalam hal Nasabah berbentuk badan usaha, pernyataan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam butir G.2.c ditandatangani oleh:
1. pejabat yang memiliki kewenangan berdasarkan Anggaran
Dasar badan usaha dimaksud; atau
2. pihak yang ditunjuk dan diberi kewenangan melalui surat
kuasa oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
L. Dalam hal Nasabah melakukan pembelian UKA sampai dengan
USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau
ekuivalennya, Penyelenggara wajib memastikan Nasabah
menyampaikan pernyataan tertulis bahwa pembelian UKA belum
melebihi threshold sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu
dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan.
Contoh …
5
Contoh pernyataan tertulis untuk transaksi pembelian UKA
terhadap Rupiah sampai dengan jumlah tertentu (threshold)
mengacu pada format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.
M. Dalam hal Nasabah telah melakukan transaksi secara reguler
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir
G.2 telah ditatausahakan oleh Penyelenggara maka dokumen
pendukung dimaksud dapat digunakan kembali sepanjang masih
berlaku dan Nasabah melakukan pembelian UKA atas dasar
dokumen Underlying Transaksi yang bersifat final.
Contoh :
PT. A merupakan Nasabah yang telah dikenal dan sering
melakukan transaksi dengan Penyelenggara X. Pada tanggal 19
November 2016, PT. A melakukan pembelian UKA kepada
Penyelenggara X sebesar USD120,000.00 (seratus dua puluh
ribu dolar Amerika Serikat) untuk kebutuhan pembayaran atas
impor barang dari luar negeri. Atas pembelian ini, Penyelenggara
X wajib memastikan PT. A menyampaikan dokumen Underlying
Transaksi yang bersifat final yaitu berupa fotokopi
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dokumen pendukung
berupa fotokopi dokumen identitas Nasabah dan fotokopi Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta pernyataan tertulis bermaterai
cukup.
Pada tanggal 15 Desember 2016 PT. A kembali melakukan
pembelian UKA kepada Penyelenggara X sebesar USD150,000.00
(seratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) untuk
kebutuhan pembayaran atas impor barang dari luar negeri. Atas
pembelian ini, Penyelenggara X hanya wajib memastikan PT. A
menyampaikan dokumen Underlying Transaksi, mengingat pada
transaksi sebelumnya Penyelenggara X telah menatausahakan
dokumen pendukung PT. A.
N. Pembelian UKA terhadap Rupiah dapat dilakukan untuk:
1. jenis valuta asing yang sama dengan yang tercantum dalam
dokumen Underlying Transaksi; atau
2. jenis …
6
2. jenis valuta asing yang berbeda dengan dokumen Underlying
Transaksi apabila disertai dengan dokumen yang dapat
menjelaskan alasan perbedaan tersebut.
O. Dalam hal Penyelenggara membeli UKA dari bank, Penyelenggara
wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank
dengan pihak domestik.
II. PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Penyelenggara wajib
memastikan penerapan prinsip
perlindungan konsumen yang memenuhi prinsip keadilan dan
keandalan, prinsip transparansi, prinsip perlindungan data
dan/atau informasi konsumen, serta prinsip penanganan dan
penyelesaian pengaduan konsumen secara efektif.
B. Dalam rangka melakukan jual dan beli UKA, Penyelenggara
dilarang mengenakan biaya kepada Nasabah.
C. Penerapan prinsip perlindungan konsumen sebagaimana
dimaksud dalam huruf A paling sedikit meliputi:
1. penyampaian informasi kurs kepada Nasabah secara
transparan;
2. perlindungan data dan/atau informasi Nasabah; dan
3. penanganan dan penyelesaian pengaduan Nasabah yang
efektif, antara lain memiliki prosedur dan batas waktu
penyelesaian pengaduan Nasabah, serta alternatif
penyelesaian sengketa.
D. Dalam rangka transparansi penyampaian informasi mengenai
jenis mata uang dan kurs jual dan kurs beli kepada Nasabah,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Penyelenggara harus menyediakan informasi tertulis
mengenai jenis mata uang yang tersedia;
2. Penyelenggara harus menyediakan informasi tertulis
mengenai kurs dengan ketentuan sebagai berikut:
a. informasi disampaikan secara lengkap, jelas, dan mudah
dimengerti oleh Nasabah dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang dapat disertai dengan bahasa asing;
b. informasi …
7
b. informasi disampaikan antara lain dalam bentuk papan
pengumuman, website, e-mail, atau bentuk lainnya; dan
c. informasi disampaikan secara akurat, terkini, dan
sebenar-benarnya,
dengan memenuhi etika penyampaian informasi yang
berlaku umum;
3. Penyelenggara harus menyampaikan informasi secara
lengkap dan jelas apabila terdapat perbedaan kurs:
a. UKA dengan Cek Pelawat;
b. UKA dalam pecahan tertentu; dan/atau
c. UKA dalam kondisi tertentu.
4. Penyelenggara harus menampilkan informasi mengenai kurs
dengan bentuk dan/atau letak yang mudah terlihat, mudah
dibaca, dan mudah dimengerti;
5. Penyelenggara dilarang memberikan informasi yang
menyesatkan (mislead) dan/atau tidak etis (misconduct),
antara lain:
a. pemberian informasi dianggap menyesatkan (mislead)
apabila Penyelenggara memberikan informasi yang tidak
sesuai dengan fakta, misalnya menyatakan kurs yang
lebih rendah dari yang sebenarnya dikenakan kepada
Nasabah; dan
b. pemberian informasi dianggap tidak etis (misconduct)
apabila Penyelenggara memberikan informasi yang tidak
sesuai dengan etika atau asas perilaku secara umum,
misalnya memberikan penilaian negatif terhadap
Penyelenggara lainnya/kompetitor; dan
6. Penyelenggara harus memberikan informasi secara lengkap
dan jelas apabila Nasabah melakukan pemesanan melalui
telepon atau secara online, dan memastikan kurs yang
digunakan pada saat penyelesaian transaksi adalah kurs
yang telah disepakati pada saat pemesanan.
E. Dalam …
8
E. Dalam rangka perlindungan data dan/atau informasi Nasabah,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Penyelenggara dilarang dengan cara apapun, memberikan
data dan/atau informasi pribadi mengenai Nasabah kepada
pihak lain;
2. larangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dikecualikan dalam hal:
a. Nasabah memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan;
3. dalam rangka meminta persetujuan sebagaimana dimaksud
dalam butir 2.a, Penyelenggara harus terlebih dahulu
menjelaskan mengenai maksud dan tujuan pemberian
dan/atau penyebarluasan data pribadi Nasabah kepada
pihak lain; dan
4. dalam hal Nasabah memberikan persetujuan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a, Penyelenggara
harus memastikan pihak yang menerima data dan/atau
informasi tidak memberikan dan/atau menggunakan data
dan/atau informasi dimaksud selain yang telah disepakati
antara Penyelenggara dengan Nasabah.
F. Dalam rangka melakukan penanganan dan penyelesaian
pengaduan Nasabah, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Penyelenggara
harus
menerima, menangani, dan
menyelesaikan setiap pengaduan yang disampaikan oleh
Nasabah dan/atau perwakilan Nasabah yang terkait dengan
kegiatan usaha penukaran valuta asing;
2. Penyelenggara harus memiliki mekanisme dan prosedur
dalam bentuk tertulis yang ditetapkan oleh Direksi, antara
lain dalam bentuk pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau
Standard Operating Procedure (SOP), untuk menangani dan
menyelesaikan pengaduan Nasabah;
3. Penyelenggara harus menatausahakan seluruh dokumen
yang terkait dengan penerimaan, penanganan, dan
penyelesaian pengaduan Nasabah;
4. Penyelenggara …
9
4. Penyelenggara harus menunjuk pegawai yang menangani
penanganan dan penyelesaian pengaduan Nasabah;
5. Penyelenggara harus memasang pengumuman atau
informasi dengan kalimat yang jelas dan mudah dipahami di
gedung kantor dan/atau website Penyelenggara mengenai
tata cara pengaduan Nasabah, termasuk jika terdapat call
center yang dapat dihubungi; dan
6. Penyelenggara dilarang mengenakan biaya kepada Nasabah
atas pengajuan pengaduan yang dilakukan oleh Nasabah.
G. Dalam rangka penerapan perlindungan konsumen pada
penyelenggaraan kegiatan usaha penukaran valuta asing,
Penyelenggara harus:
1. memberikan bukti transaksi, tanda terima, atau slip
transaksi kepada Nasabah yang paling sedikit memuat
informasi:
a. nama dan alamat Penyelenggara;
b. tanggal transaksi;
c. nomor serial bukti transaksi;
d. jumlah nominal dan jenis mata uang yang dibayarkan
oleh Nasabah;
e. jumlah nominal dan jenis mata uang yang dibayarkan
kepada Nasabah;
f. kurs atau nilai tukar; dan
g. nama dan tanda tangan Penyelenggara dan Nasabah;
2. menyediakan uang kepada Nasabah, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. menyediakan uang dalam kondisi yang layak dan jenis
pecahan sesuai kebutuhan Nasabah sepanjang
Penyelenggara masih memiliki persediaan jenis pecahan
yang dibutuhkan Nasabah;
b. menyediakan uang yang asli, masih berlaku sebagai alat
pembayaran yang sah, dan dalam jumlah nominal sesuai
dengan transaksi yang dilakukan dengan Nasabah; dan
3. memberikan …
10
3. memberikan informasi mengenai ciri-ciri keaslian uang
kepada Nasabah antara lain dalam bentuk berupa
pengumuman, brosur, dan/atau leaflet.
III. PERIZINAN PENYELENGGARA KEGIATAN USAHA PENUKARAN
VALUTA ASING BUKAN BANK
A. Badan usaha bukan bank yang akan melakukan kegiatan usaha
sebagai Penyelenggara KUPVA Bukan Bank wajib terlebih dahulu
memperoleh izin dari Bank Indonesia.
B. Persyaratan Permohonan Izin
Persyaratan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud
dalam huruf A adalah sebagai berikut:
1. berbadan hukum Perseroan Terbatas yang seluruh
sahamnya dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia; dan/atau
b. badan usaha yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga
negara Indonesia;
2. mencantumkan dalam anggaran dasar perseroan bahwa
maksud dan tujuan perseroan adalah melakukan jual dan
beli UKA dan pembelian Cek Pelawat;
3. memenuhi jumlah modal disetor yang paling sedikit sebesar:
a. Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah),
bagi calon Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan
usaha di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur, Kota
Administrasi Jakarta Barat, Kota Administrasi Jakarta
Pusat, Kota Administrasi Jakarta Utara, Kota
Administrasi Jakarta Selatan, Kota Batam, Kota
Denpasar, dan Kabupaten Badung; atau
b. Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah), bagi calon
Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan usaha di
luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
4. modal disetor tidak berasal dari dan/atau untuk tujuan
pencucian uang (money laundering).
C. Tata …
11
C. Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Sebagai Penyelenggara
1. Pengajuan permohonan izin sebagai Penyelenggara diatur
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. permohonan disampaikan secara tertulis kepada Bank
Indonesia dengan mengacu pada contoh surat
permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini; dan
b. surat permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam
huruf a harus disertai dengan:
1) dokumen terkait kelembagaan dan kondisi
keuangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
II;
2) dokumen pendukung dari masing-masing
pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota
Dewan Komisaris calon Penyelenggara sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II; dan
3) dokumen terkait kesiapan operasional sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.
2. Calon Penyelenggara harus memastikan kelengkapan
dokumen yang disampaikan kepada Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
3. Dalam hal dokumen yang disampaikan calon Penyelenggara
dinilai belum lengkap, Bank Indonesia akan mengembalikan
seluruh dokumen permohonan izin.
4. Bank Indonesia akan memulai pemrosesan permohonan izin
setelah dokumen yang disampaikan calon Penyelenggara
telah dinyatakan lengkap.
D. Tata Cara Pemrosesan Permohonan Izin Sebagai Penyelenggara
Bank Indonesia melakukan pemrosesan permohonan izin melalui
tahapan sebagai berikut:
1. Penelitian pemenuhan persyaratan kelembagaan dan kondisi
keuangan
a. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap
kesesuaian dan kebenaran dokumen pendirian dan
pengesahan …
12
pengesahan badan hukum, kecukupan dan kesiapan
organisasi, kecukupan modal disetor, serta kondisi dan
kesiapan keuangan perusahaan sesuai persyaratan
yang dimaksud dalam huruf B dan butir C.1.b.1).
b. Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana
dimaksud dalam huruf a terdapat dokumen yang tidak
benar atau
menginformasikan secara tertulis kepada calon
Penyelenggara untuk memperbaiki dokumen dimaksud.
c. Calon Penyelenggara harus menyampaikan kembali
kepada Bank Indonesia dokumen yang telah diperbaiki
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja sejak tanggal surat pemberitahuan disampaikan
oleh Bank Indonesia.
d. Dalam hal sampai dengan jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf c calon Penyelenggara belum
menyampaikan dokumen yang telah diperbaiki maka
calon Penyelenggara dinyatakan telah membatalkan
permohonannya.
2. Penelitian pemenuhan persyaratan sebagai anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan pemegang saham calon
Penyelenggara
a. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap
pemenuhan persyaratan anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris, dan pemegang saham.
b. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana
dimaksud dalam huruf a calon anggota Direksi, calon
anggota Dewan Komisaris, dan calon pemegang saham
yang diajukan dinilai tidak memenuhi persyaratan,
calon Penyelenggara harus melengkapi atau menambah
dokumen, menyelesaikan permasalahan terkait dengan
pemenuhan persyaratan,
dan/atau melakukan
penggantian calon anggota Direksi, calon anggota
Dewan Komisaris, dan calon pemegang saham yang
diajukan …
tidak sesuai, Bank Indonesia
13
diajukan, paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja
setelah tanggal surat pemberitahuan.
c. Dalam hal calon Penyelenggara tidak melaksanakan
langkah dalam batas waktu sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, calon Penyelenggara dinyatakan telah
membatalkan permohonannya.
3. Pemeriksaan lokasi tempat usaha calon Penyelenggara
a. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi dalam
rangka memastikan kesiapan operasional calon
Penyelenggara sesuai persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam butir C.1.b.3) antara lain kesiapan
sarana dan prasarana serta mekanisme dan prosedur
dalam melakukan kegiatan usaha.
b. Dalam hal berdasarkan
pemeriksaan
lokasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, calon
Penyelenggara dinilai tidak memenuhi kesiapan
operasional, calon Penyelenggara harus melengkapi
persyaratan kesiapan operasional paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan.
c. Dalam hal calon Penyelenggara tidak melengkapi
persyaratan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, calon Penyelenggara dinyatakan telah
membatalkan permohonannya.
4. Penyuluhan ketentuan
a. Bank Indonesia menyelenggarakan penyuluhan dalam
rangka menginformasikan ketentuan terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan usaha penukaran valuta
asing bukan bank dan meningkatkan pemahaman calon
Penyelenggara dalam menerapkan ketentuan dan
menjalankan kegiatan usaha.
b. Bank Indonesia akan menentukan tanggal pelaksanaan
penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
c. Dalam hal anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan pemegang saham tidak menghadiri penyuluhan
ketentuan pada tanggal yang telah ditentukan oleh
Bank …
14
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf b
maka pelaksanaan penyuluhan ketentuan dapat
dijadwalkan ulang paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
setelah tanggal yang telah ditentukan tersebut.
d. Penjadwalan ulang sebagaimana dimaksud dalam huruf
c hanya dilakukan dalam hal Bank Indonesia
menyetujui alasan ketidakhadiran anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham
yang disampaikan secara tertulis.
e. Dalam hal anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan/atau pemegang saham tidak menghadiri
penyuluhan ketentuan yang telah dijadwalkan ulang
sebagaimana dimaksud dalam huruf c atau tidak
menyampaikan alasan ketidakhadiran secara tertulis
sebagaimana dimaksud dalam huruf d, calon
Penyelenggara dinyatakan telah membatalkan
permohonannya.
5. Dalam rangka melakukan penelitian terhadap kelayakan
calon Penyelenggara melalui tahapan sebagaimana terdapat
dalam angka 1 sampai dengan angka 4, Bank Indonesia
dapat:
a. meminta informasi, keterangan, dan dokumen
tambahan; dan/atau
b. melakukan konfirmasi atau wawancara.
6. Dalam rangka pelaksanaan konfirmasi atau wawancara
sebagaimana dimaksud dalam butir 5.b, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. konfirmasi atau wawancara dilakukan dalam rangka
menggali informasi lebih lanjut untuk memperoleh
keyakinan atas terpenuhinya persyaratan yang telah
ditetapkan dalam rangka memperoleh izin sebagai
Penyelenggara dari Bank Indonesia;
b. konfirmasi atau wawancara dapat dilakukan terhadap
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau
pemegang saham;
c. konfirmasi …
15
c. konfirmasi atau wawancara dapat dilakukan pada tiap
tahapan pemrosesan permohonan izin untuk menggali
informasi yang disampaikan calon Penyelenggara
mengenai:
1) kelembagaan dan kondisi keuangan;
2) anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan/atau pemegang saham;
3) kesiapan operasional; dan/atau
4) informasi lainnya;
d. Bank Indonesia menentukan tanggal pelaksanaan
konfirmasi atau wawancara;
e. dalam hal anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan/atau pemegang saham tidak menghadiri
wawancara pada tanggal yang telah ditentukan, Bank
Indonesia akan menentukan jadwal ulang pelaksanaan
wawancara paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
tanggal undangan wawancara; dan
f. dalam hal anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan/atau pemegang saham tetap tidak menghadiri
wawancara pada jadwal ulang sebagaimana dimaksud
dalam huruf e, calon Penyelenggara dinyatakan
membatalkan permohonannya.
7. Berdasarkan tahapan sebagaimana dalam angka 1 sampai
dengan angka 4 Bank Indonesia:
a. menyetujui permohonan izin; atau
b. menolak permohonan izin.
E. Tindak Lanjut Permohonan Izin sebagai Penyelenggara
Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan izin sebagai
Penyelenggara, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Bank Indonesia akan menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis kepada calon Penyelenggara;
2. Bank Indonesia akan menerbitkan surat Keputusan
Pemberian Izin Usaha (KPmIU), sertifikat izin, dan logo
Penyelenggara KUPVA Bukan Bank berizin;
3. pengambilan …
16
3. pengambilan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka
2, harus dilakukan oleh:
a. anggota Direksi; atau
b. pihak lain yang diberi kuasa oleh Direksi berdasarkan
surat kuasa yang mengacu pada contoh dalam
Lampiran II.
4. calon Penyelenggara yang telah memperoleh izin wajib
melaksanakan kegiatan usahanya dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1;
5. pelaksanaan kegiatan usaha dimaksud wajib dilaporkan
secara tertulis oleh anggota Direksi kepada Bank Indonesia
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal
dimulainya pelaksanaan kegiatan usaha yang mengacu pada
contoh dalam Lampiran II;
6. izin yang telah diberikan oleh Bank Indonesia dinyatakan
batal dan tidak berlaku apabila Penyelenggara tidak
melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam angka 4; dan
7. dalam hal Izin yang telah diberikan oleh Bank Indonesia
dinyatakan batal dan tidak berlaku sebagaimana dimaksud
dalam angka 6, Penyelenggara harus mengembalikan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2 kepada
Bank Indonesia.
F. Masa Berlaku Izin dan Tata Cara Pengajuan Perpanjangan Izin
1. Izin sebagai Penyelenggara yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia berlaku paling lama selama 5 (lima) tahun
terhitung sejak tanggal pemberian izin dan dapat
diperpanjang berdasarkan permohonan Penyelenggara
kepada Bank Indonesia.
2. Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan
sebelum masa berlaku izin berakhir.
3. Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 disampaikan kepada Bank Indonesia secara
tertulis …
17
tertulis dan ditandatangani oleh anggota Direksi dengan
mengacu pada contoh surat sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.
4. Surat permohonan perpanjangan izin sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 harus disertai dengan fotokopi
surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU) dan
fotokopi sertifikat izin.
5. Dalam hal Penyelenggara tidak bermaksud memperpanjang
izin maka berlaku ketentuan penghentian kegiatan usaha
dan pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII.
G. Evaluasi Perpanjangan Izin
1. Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap izin yang telah
diterbitkan kepada Penyelenggara.
2. Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan
atas dasar:
a. hasil pengawasan Bank Indonesia selama masa
berlakunya izin; dan/atau
b. permohonan perpanjangan izin Penyelenggara.
3. Evaluasi atas perpanjangan izin sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. optimalisasi dan perkembangan kegiatan usaha antara
lain:
1) jumlah maupun nilai transaksi; dan/atau
2) pendapatan dan laba usaha;
b. kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku antara
lain:
1) tingkat kepatuhan Penyelenggara terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, antara lain
mengenai anti pencucian uang dan pendanaan
terorisme, perlindungan konsumen, persaingan
usaha yang sehat, transfer dana, dan ketentuan
lainnya baik yang diterbitkan Bank Indonesia
maupun otoritas lainnya; dan/atau
2) tingkat …
18
2) tingkat kepatuhan Pemegang Saham, anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan/atau
c. penerapan prinsip perlindungan konsumen antara lain:
1) pemenuhan prinsip perlindungan konsumen
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
perlindungan konsumen; dan/atau
2) kuantitas dan kualitas penanganan serta
penyelesaian pengaduan nasabah.
4. Berdasarkan pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam angka 1, Bank Indonesia dapat:
a. memperpanjang masa berlaku izin;
b. mempersingkat masa berlaku izin;
c. membatasi kegiatan usaha; dan/atau
d. mencabut izin.
5. Pencabutan izin usaha Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.d dilakukan antara lain
berdasarkan hal sebagai berikut:
a. Penyelenggara tidak lagi beroperasi atau melakukan
kegiatan usaha, termasuk apabila tidak adanya laporan
yang disampaikan kepada Bank Indonesia mengenai
perkembangan kegiatan usahanya tersebut;
b. Penyelenggara diketahui tidak lagi memiliki Pengurus
aktif yang bertanggungjawab dan mewakili
Penyelenggara dalam melakukan kegiatan usahanya
atas sebab apapun, dan tidak menunjukkan upaya
untuk melakukan penggantian Pengurus tersebut
sesuai ketentuan yang berlaku; dan/atau
c. Penyelenggara melakukan pemindahan alamat lokasi
usaha tanpa persetujuan Bank Indonesia sehingga
tidak diketahui keberadaannya dan menyulitkan bagi
Bank Indonesia untuk melakukan pengawasan dan
pembinaan terhadap Penyelenggara dimaksud.
6. Dalam rangka menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, Bank Indonesia menerbitkan:
a. surat …
19
a. surat keputusan mengenai perubahan atas Surat
Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU) dan sertifikat
izin usaha dalam hal hasil evaluasi berupa
memperpanjang masa berlaku izin sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 huruf a dan mempersingkat
masa berlaku izin sebagaimana dimaksud dalam angka
3 huruf b;
b. surat keputusan mengenai pembatasan kegiatan usaha
dalam hal hasil evaluasi berupa pembatasan kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf c;
atau
c. surat penolakan permohonan perpanjangan izin usaha
yang disertai dengan Surat Keputusan Pencabutan Izin
Usaha (KPnIU) dalam hal hasil evaluasi berupa
pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 3
huruf d.
7. Dalam hal hasil evaluasi berupa pencabutan izin
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf d,
Penyelenggara harus mengembalikan Surat Keputusan
Pemberian Izin Usaha (KPmIU), sertifikat izin usaha, serta
logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank berizin kepada Bank
Indonesia.
IV. KEPENGURUSAN PENYELENGGARA KEGIATAN USAHA PENUKARAN
VALUTA ASING BUKAN BANK
A. Perubahan Anggota Direksi, Anggota Dewan Komisaris, dan/atau
Pemegang Saham Penyelenggara
1. Dalam hal Penyelenggara akan melakukan perubahan
terhadap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan/atau pemegang saham maka calon anggota Direksi,
calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham
wajib memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank
Indonesia.
2. Perubahan …
20
2. Perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
dan/atau pemegang saham dilakukan atas:
a. perintah Bank Indonesia; atau
b. permintaan Penyelenggara.
3. Perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris
dan/atau Pemegang Saham Penyelenggara atas perintah
Bank Indonesia dilakukan dalam hal, antara lain:
a. anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau
Pemegang Saham Penyelenggara merupakan pihak yang
dikenakan sanksi larangan menjadi Direksi, Dewan
Komisaris, dan/atau pemegang saham Penyelenggara;
dan/atau
b. anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau
pemegang saham Penyelenggara telah diputus bersalah
karena terbukti melakukan tindak pidana tertentu
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap.
4. Terhadap perubahan anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris dan/atau pemegang saham Penyelenggara atas
perintah Bank Indonesia pihak sebagaimana dimaksud
dalam angka 3, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Penyelenggara wajib menyelenggarakan Rapat Umum
Pemegang Saham untuk memberhentikan anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris dimaksud paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan dari Bank Indonesia;
b. Pemegang Saham wajib mengalihkan sahamnya paling
lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal surat
pemberitahuan dari Bank Indonesia;
c. pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b tidak diperkenankan mengambil keputusan dan/atau
kegiatan lain yang mempunyai pengaruh terhadap
kebijakan dan kondisi keuangan Penyelenggara sejak
tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia;
d. selama …
21
d. selama jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, Bank Indonesia dapat
menghentikan sementara kegiatan usaha
Penyelenggara;
e. dalam hal setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b Penyelenggara tidak
melakukan perubahan terhadap anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Penyelenggara dapat dikenakan sanksi
administratif;
2) Bank Indonesia tidak mengakui segala hubungan
hukum yang dilakukan pihak-pihak tersebut; dan
3) segala tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak
tersebut merupakan tanggung jawab pribadi yang
bersangkutan.
5. Dalam hal perubahan anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris dan/atau pemegang saham dilakukan atas
permintaan Penyelenggara, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Penyelenggara menyampaikan permohonan tertulis
rencana perubahan anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan/atau pemegang saham kepada Bank
Indonesia dengan mengacu pada contoh surat
permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini;
b. permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
huruf a wajib disertai dokumen pendukung calon
anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris,
dan/atau calon pemegang saham sebagaimana
tercantum dalam lampiran II;
c. tata cara pemberian persetujuan terhadap perubahan
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau
calon pemegang saham mengacu pada ketentuan
mengenai …
22
mengenai penelitian pemenuhan persyaratan sebagai
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
pemegang saham calon Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam butir III.D.2;
d. calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris,
dan/atau calon pemegang saham yang telah memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II
harus mengikuti penyuluhan ketentuan yang
diselenggarakan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam butir III.D.4;
e. dalam hal calon anggota Direksi, calon anggota Dewan
Komisaris, dan/atau calon pemegang saham telah
mengikuti penyuluhan ketentuan, Bank Indonesia
memberitahukan secara tertulis kepada Penyelenggara
untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham
tentang pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan/atau perubahan pemegang saham; dan
f. Penyelenggara wajib menyampaikan laporan mengenai
pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan/atau perubahan pemegang saham
Penyelenggara disertai fotokopi RUPS, fotokopi akta
perubahan anggaran dasar, dan fotokopi bukti
penerimaan pemberitahuan atau persetujuan
perubahan anggaran dasar dari otoritas yang
berwenang kepada Bank Indonesia paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja setelah penerimaan pemberitahuan
perubahan anggaran dasar dari otoritas yang
berwenang.
B. Pelatihan dan/atau Sertifikasi Bagi Direksi
1. Anggota Direksi harus mengikuti pelatihan dan/atau
sertifikasi yang mendukung penyelenggaraan KUPVA.
2. Pelatihan dan/atau sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. materi pelatihan dan/atau sertifikasi meliputi Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme,
pengelolaan …
23
pengelolaan keuangan (bisnis), manajemen umum,
manajemen risiko, dan/atau materi lainnya yang
berkaitan dengan kegiatan usaha penukaran valuta
asing;
b. dilakukan dalam bentuk seminar, lokakarya, workshop,
dan/atau kegiatan lainnya yang dapat dipersamakan
dengan itu; dan
c. diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan,
Lembaga Sertifikasi Profesi, asosiasi, Bank Indonesia
dan/atau Kementerian/lembaga terkait.
3. Pelatihan dan/atau sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dapat dilakukan setelah yang bersangkutan
mendapat persetujuan dari Bank Indonesia sebagai anggota
Direksi.
4. Penyelenggara harus menatausahakan dokumen
keikutsertaan atau kelulusan dan/atau sertifikat yang telah
dimiliki anggota Direksi.
5. Bank Indonesia dapat meminta dokumen keikutsertaan atau
kelulusan dan/atau sertifikat yang telah dimiliki anggota
Direksi sebagaimana dimaksud dalam angka 4.
V. PENCANTUMAN LOGO, SERTIFIKAT, DAN NAMA DAGANG
A. Dalam melakukan kegiatan usaha, Penyelenggara wajib
memasang:
1. logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank berizin yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia;
2. sertifikat izin usaha yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
dan
3. papan nama yang bertuliskan:
a.
"Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
Berizin” atau ”Authorized Money Changer”;
b. nama Perseroan Terbatas Penyelenggara dan nama
dagang; dan
c. nomor dan tanggal Surat Keputusan Pemberian Izin
Usaha (KPmIU).
B. Kewajiban …
24
B. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf A, diatur sebagai
berikut:
1. logo, sertifikat izin usaha dan papan nama wajib dipasang di
setiap kantor Penyelenggara sesuai persetujuan yang
diberikan Bank Indonesia;
2. logo, sertifikat izin usaha dan papan nama dipasang dalam
ukuran dan letak yang mudah dilihat dan dibaca oleh
Nasabah; dan
3. Penyelenggara harus memastikan logo dan sertifikat izin
usaha dipasang pada tempat yang aman agar tidak hilang
atau disalahgunakan oleh pihak lain.
C. Penyelenggara dapat menggunakan nama dagang yang berbeda
dengan nama Perseroan Terbatas dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. hanya memiliki 1 (satu) nama dagang;
2. nama dagang mencerminkan nama Perseroan Terbatas dari
Penyelenggara; dan
3. nama Perseroan Terbatas dan nama dagang wajib
dicantumkan dalam setiap dokumen, korespondensi,
maupun bentuk publikasi tertulis lainnya.
D. Apabila Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU), logo
dan/atau sertifikat izin usaha yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia hilang, Penyelenggara harus mengajukan permintaan
tertulis kepada Bank Indonesia untuk memperoleh penggantinya
disertai dengan surat keterangan kehilangan dari kepolisian.
E. Penggantian logo sebagaimana dimaksud dalam huruf D
dikenakan biaya sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah).
VI. KANTOR CABANG DAN GERAI
A. Pembukaan Kantor Cabang Penyelenggara
Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor cabang diatur
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penyelenggara menyampaikan permohonan pembukaan
kantor cabang kepada Bank Indonesia dengan mengacu
pada contoh surat permohonan sebagaimana tercantum
dalam …
25
dalam Lampiran III dan melampirkan dokumen pendukung
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III;
2. permohonan persetujuan pembukaan kantor cabang
diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan
pembukaan kantor cabang yang telah direncanakan;
3. pembukaan kantor cabang dapat diajukan dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. Penyelenggara telah menjalankan kegiatan usahanya
paling
sedikit 2 (dua) tahun sejak tanggal
dikeluarkannya izin;
b. memenuhi persyaratan modal disetor bagi kantor pusat
sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) untuk pembukaan kantor cabang di wilayah
Kota Administrasi Jakarta Timur, Kota Administrasi
Jakarta Barat, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kota
Administrasi Jakarta Utara, Kota Administrasi Jakarta
Selatan, Kota Batam, Kota Denpasar dan Kabupaten
Badung; dan
c. memenuhi kesiapan operasional pembukaan kantor
cabang sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
angka 2 sampai dengan 4;
4. dalam memproses persetujuan pembukaan kantor cabang,
Bank Indonesia mempertimbangkan antara lain:
a. kinerja dan tingkat kepatuhan Penyelenggara antara
lain:
1) tidak pernah terlambat menyampaikan laporan
kegiatan usaha dalam 6 (enam) bulan terakhir
sejak tanggal pengajuan permohonan; atau
2) telah menindaklanjuti seluruh komitmen hasil
pemeriksaan Bank Indonesia yang terakhir;
b. kelayakan lokasi,
antara
lain dengan
mempertimbangkan tingkat kejenuhan penyelenggaraan
kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank;
5. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan
terhadap pembukaan kantor cabang berdasarkan
persyaratan …
26
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 4;
6. dalam hal Bank Indonesia memberikan persetujuan
pembukaan kantor cabang maka Bank Indonesia akan
menerbitkan surat persetujuan, sertifikat izin usaha kantor
cabang dan logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank berizin;
7. pengambilan surat persetujuan, sertifikat izin usaha kantor
cabang, dan logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank Berizin
dilakukan oleh:
a. anggota Direksi; atau
b. pihak lain yang diberi kuasa oleh anggota Direksi
berdasarkan surat kuasa, dengan mengacu pada contoh
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II;
8. Penyelenggara yang telah memperoleh persetujuan
pembukaan kantor cabang wajib melaksanakan kegiatan
operasional di kantor cabang dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal pemberian persetujuan
pembukaan kantor cabang;
9. kegiatan operasional kantor cabang wajib dilaporkan secara
tertulis paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
pelaksanaan operasional kantor cabang dengan mengacu
pada contoh format surat laporan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III;
10. persetujuan pembukaan kantor cabang yang telah diberikan
oleh Bank Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku
apabila Penyelenggara tidak melaksanakan kegiatan
operasional di kantor cabang dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam angka 9; dan
11. dalam hal persetujuan dinyatakan batal sebagiamana
dimaksud dalam angka 10, Penyelenggara harus
mengembalikan sertifikat izin usaha kantor cabang dan logo
Penyelenggara KUPVA Bukan Bank berizin.
B. Pembukaan Gerai (Counter) Penyelenggara
1. Penyelenggara dapat membuka gerai (counter) pelayanan
penukaran valuta asing dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pembukaan …
27
a. pembukaan gerai (counter) hanya dapat dilakukan
untuk mendukung kegiatan tertentu antara lain
pameran atau kegiatan internasional;
b. lokasi pembukaan gerai (counter) dapat dilakukan di
wilayah kantor pusat dan/atau di wilayah kantor
cabang Penyelenggara; dan
c. jangka waktu pembukaan gerai (counter) dilakukan
paling lama 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang 1
(satu) kali paling lama 1 (satu) bulan.
2. Tata cara pembukaan gerai (counter)
a. Rencana pembukaan gerai (counter) wajib dilaporkan
oleh kantor pusat Penyelenggara kepada kantor Bank
Indonesia dimana kantor pusat Penyelenggara
berkedudukan, dengan mengacu pada contoh surat
laporan
rencana pembukaan gerai (counter)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.
b. Laporan
rencana pembukaan gerai (counter)
c. Laporan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 5
(lima) hari kerja sebelum pembukaan gerai (counter).
rencana pembukaan gerai (counter)
sebagaimana dimaksud dalam huruf b harus dilengkapi
dengan dokumen pendukung antara lain surat
keterangan dari panitia penyelenggara atau perjanjian
sewa lokasi.
d. Bank Indonesia menyampaikan penegasan tertulis
terhadap laporan Penyelenggara.
C. Pemindahan Alamat Kantor Penyelenggara
Persyaratan dan tata cara pemindahan alamat kantor baik
kantor pusat maupun kantor cabang diatur dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. permohonan persetujuan pemindahan alamat kantor harus
disampaikan oleh kantor pusat Penyelenggara kepada
kantor Bank Indonesia dimana kantor pusat berkedudukan
dengan mengacu pada contoh surat permohonan
persetujuan …
28
persetujuan rencana
pemindahan alamat kantor
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dengan
menjelaskan alasan pemindahan alamat kantor dan
melampirkan dokumen pendukung sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III;
2. permohonan persetujuan rencana pemindahan alamat
kantor diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
pelaksanaan pemindahan alamat kantor yang direncanakan;
3. dalam hal alamat kantor dipindahkan ke wilayah Kota
Administrasi Jakarta Timur, Kota Administrasi Jakarta
Barat, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kota Administrasi
Jakarta Utara, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota
Batam, Kota Denpasar dan Kabupaten Badung maka
Penyelenggara harus memenuhi persyaratan modal disetor
bagi kantor pusat sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta Rupiah);
4. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan
terhadap rencana pemindahan alamat kantor berdasarkan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 3;
5. dalam hal Bank Indonesia memberikan persetujuan
pemindahan alamat kantor, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Bank Indonesia menerbitkan sertifikat izin untuk
alamat kantor yang baru; dan
b. Penyelenggara harus mengambil sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan mengembalikan sertifikat
izin yang sebelumnya telah dimiliki;
6. dalam hal kantor pusat pindah ke wilayah kerja kantor
Bank Indonesia yang berbeda maka Penyelenggara harus
menyesuaikan alamat pelaporan dan permohonan kepada
kantor Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
D. Penutupan …
29
D. Penutupan kantor cabang
1. Penutupan kantor cabang atas permintaan Bank Indonesia
dilakukan dengan alasan, sebagai berikut:
a. terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap;
b. terdapat permintaan tertulis atau rekomendasi dari
otoritas yang berwenang kepada Bank Indonesia;
c. terdapat sanksi administratif oleh Bank Indonesia; atau
d. terdapat pembatasan kegiatan usaha berdasarkan hasil
evaluasi terhadap izin usaha oleh Bank Indonesia.
2. Penutupan kantor cabang atas permintaan Penyelenggara
dilakukan dengan ketentuan, sebagai berikut:
a. kantor
pusat Penyelenggara
menyampaikan
permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia
yang disertai dengan alasan penutupan kantor cabang
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum penutupan
kantor cabang;
b. permohonan dimaksud mengacu pada contoh surat
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan
dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
1) keputusan Direksi mengenai penutupan kantor
cabang; dan
2) surat pernyataan bermeterai cukup dari Direksi
bahwa penyelesaian kewajiban yang terkait dengan
penutupan kantor cabang telah diselesaikan
dengan mengacu pada contoh sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III;
c. Bank Indonesia memberikan persetujuan penutupan
kantor cabang secara tertulis setelah dokumen
sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima secara
lengkap oleh Bank Indonesia; dan
d. Penyelenggara wajib mengembalikan logo Penyelenggara
KUPVA Bukan Bank Berizin dan sertifikat izin usaha
kantor cabang yang diterbitkan Bank Indonesia.
VII. PERUBAHAN …
30
VII. PERUBAHAN NAMA PERSEROAN DAN PERUBAHAN MODAL
PENYELENGGARA
A. Perubahan Nama Perseroan Terbatas
Perubahan nama Perseroan Terbatas Penyelenggara diatur
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. kantor pusat Penyelenggara menyampaikan laporan secara
tertulis mengenai perubahan nama Perseroan Terbatas
Penyelenggara kepada Bank Indonesia dengan mengacu
pada contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III. disertai dengan dokumen pendukung sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III;
2. apabila seluruh persyaratan dan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 telah dipenuhi dan lengkap, Bank
Indonesia akan menerbitkan Surat Keputusan Pemberian
Izin Usaha (KPmIU) tentang Perubahan Nama Perseroan
Terbatas milik Penyelenggara, sertifikat izin usaha, dan
sertifikat izin usaha kantor cabang bagi Penyelenggara yang
memiliki kantor cabang, dengan nama baru;
3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2 harus
diambil oleh:
a. Direksi; atau
b. pihak lain yang diberi kuasa oleh Direksi berdasarkan
surat kuasa, dengan mengacu pada contoh format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II; dan
B. Perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor
1. Dalam rangka menilai kinerja dan kemampuan
Penyelenggara untuk mengembangkan kegiatan usahanya,
setiap perubahan modal dasar dan/atau modal disetor wajib
dilaporkan kepada Bank Indonesia.
2. Persyaratan dan tata cara pelaporan perubahan modal dasar
dan/atau modal disetor diatur sebagai berikut:
a. Penyelenggara mengajukan laporan tertulis mengenai
perubahan modal dasar dan/atau modal disetor kepada
Bank Indonesia dengan mengacu pada contoh surat
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III disertai
dengan …
31
dengan dokumen pendukung sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III;
b. Bank Indonesia dapat meminta tambahan atau
perbaikan dokumen kepada Penyelenggara terkait
perubahan modal dasar dan/atau modal disetor;
c. dalam hal perubahan modal disetor mengakibatkan
penambahan pemegang saham baru, maka
Penyelenggara wajib mengikuti tata cara dan
persyaratan perubahan pemegang saham sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.A.
VIII. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA KANTOR PUSAT ATAS
PERMINTAAN PENYELENGGARA
Penghentian kegiatan usaha dalam rangka pencabutan izin usaha
atas permintaan Penyelenggara dilakukan dengan ketentuan, sebagai
berikut:
A. kantor pusat Penyelenggara menyampaikan permohonan
penghentian kegiatan usaha secara tertulis kepada Bank
Indonesia yang disertai dengan alasan penghentian kegiatan
usaha dengan ketentuan:
1. penghentian kegiatan usaha telah diputuskan dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) Penyelenggara;
2. Penyelenggara telah menyelesaikan seluruh kewajiban dan
akan bertanggung jawab terhadap setiap tuntutan yang
mungkin timbul di kemudian hari; dan
3. Penyelenggara harus mengembalikan Surat Keputusan
Pemberian Izin Usaha (KPmIU), logo Penyelenggara KUPVA
Bukan Bank berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,
dan sertifikat izin usaha yang diterbitkan Bank Indonesia;
B. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf A mengacu
pada contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran III
dan dilengkapi dokumen sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III;
C. permohonan …
32
C. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf A harus
disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal
efektif penghentian kegiatan usaha kantor pusat yang
direncanakan Penyelenggara;
D. Bank Indonesia memberikan persetujuan penghentian kegiatan
usaha secara tertulis dan menerbitkan Surat Keputusan
Pencabutan Izin Usaha (KPnIU) setelah dokumen permohonan
sebagaimana dimaksud dalam huruf A diterima secara lengkap;
E. pencabutan Izin usaha berlaku efektif sejak tanggal surat
keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf D; dan
F. Bank Indonesia melakukan pengkinian daftar Penyelenggara
berdasarkan pencabutan izin usaha Penyelenggara.
IX. PELAPORAN
A. Pelaporan
Kantor Pusat Penyelenggara wajib menyampaikan laporan
kepada Bank Indonesia.
B. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A meliputi:
1. Laporan Berkala
Laporan berkala terdiri atas:
a. Laporan Kegiatan Usaha (LKU)
Laporan Kegiatan Usaha (LKU) yaitu laporan transaksi
penjualan dan pembelian UKA, dan laporan transaksi
pembelian Cek Pelawat, mengacu pada contoh
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; dan
b. Laporan Keuangan
Laporan Keuangan yaitu Neraca (Laporan Posisi
Keuangan), Laporan Laba Rugi, dan Laporan Perubahan
Ekuitas akhir tahun berjalan mengacu pada contoh
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.
2. Laporan Insidental
Laporan Insidental antara lain terdiri atas:
a. laporan pengangkatan Direksi, Dewan Komisaris,
dan/atau perubahan pemegang saham;
b. laporan …
33
b. laporan
keikutsertaan anggota Direksi dalam
pelatihan/sertifikasi;
c. laporan pelaksanaan pembukaan kantor cabang;
d. laporan rencana pembukaan gerai (counter);
e. laporan pelaksanaan pemindahan alamat kantor;
f.
laporan perubahan nama Perseroan Terbatas;
g. laporan perubahan modal dasar dan/atau modal
disetor;
h. laporan gangguan dalam kegiatan usaha penukaran
valuta asing termasuk upaya yang telah dilakukan
untuk menanggulanginya;
i. laporan terjadinya force majeure yaitu suatu keadaan
yang terjadi di luar kekuasaan Penyelenggara yang
menyebabkan kegiatan usaha tidak dapat dilakukan
yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada
kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, serta bencana
alam seperti gempa bumi dan banjir yang dinyatakan
oleh pihak penguasa atau pejabat yang berwenang
setempat, termasuk Bank Indonesia;
j.
laporan pelaksanaan kerjasama dengan hotel atau
badan usaha sejenis hotel; dan
k. laporan lainnya yang sewaktu-waktu diminta Bank
Indonesia seperti laporan kurs valuta asing tanggal
tertentu, laporan transaksi keuangan tertentu, dan
laporan rencana kerja sama.
C. Bentuk dan Periode Penyampaian Laporan Berkala sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1 diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Laporan Kegiatan Usaha (LKU) sebagaimana dimaksud
dalam butir B.1.a, dan Laporan Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1.b disampaikan kepada Bank
Indonesia secara online melalui sistem aplikasi pelaporan
Bank Indonesia;
2. penyampaian laporan secara online sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 mengacu pada pedoman mengenai
penyusunan …
34
penyusunan laporan berkala sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III;
3. Laporan Kegiatan Usaha (LKU) sebagaimana dimaksud
dalam butir B.1.a dan Laporan Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1.b, dibuat secara konsolidasi yang
meliputi kantor pusat, kantor cabang, dan gerai (counter);
4. Laporan Kegiatan Usaha (LKU) sebagaimana dimaksud
dalam butir B.1.a wajib disampaikan secara bulanan paling
lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya;
5. Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir
B.1.b wajib disampaikan secara tahunan paling lambat pada
akhir bulan April tahun berikutnya.
D. Dalam hal terdapat gangguan terhadap sistem aplikasi pelaporan
atau terdapat alasan tertentu yang menyebabkan laporan tidak
dapat disampaikan secara online, Penyelenggara tetap wajib
menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia secara lengkap
dan sesuai batas waktu, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Gangguan terhadap sistem aplikasi pelaporan di Bank
Indonesia
a. Penyelenggara menyampaikan laporan dalam bentuk
dokumen cetak (hardcopy) secara lengkap dan sesuai
dengan periode penyampaian laporan yang ditetapkan
kepada kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor
pusat Penyelenggara yang bersangkutan.
b. Dalam hal gangguan terhadap sistem aplikasi pelaporan
di Bank Indonesia telah normal kembali, Penyelenggara
harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a secara online melalui sistem aplikasi
pelaporan Bank Indonesia.
2. Gangguan terhadap sistem aplikasi pelaporan di
Penyelenggara
a. Penyelenggara dapat menyampaikan laporan secara
online melalui sistem aplikasi pelaporan yang berada di
kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat
Penyelenggara yang bersangkutan.
b. Waktu …
35
b. Waktu layanan pelaksanaan laporan secara online
sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan oleh
kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat
Penyelenggara yang bersangkutan.
E. Pihak selain Penyelenggara yang melakukan jual dan beli UKA di
kawasan perbatasan wajib menyampaikan Laporan Kegiatan
Usaha (LKU) sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a dengan
ketentuan sebagai berikut:
1.
2.
laporan disampaikan setiap 3 bulan, paling lambat pada
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya;
laporan disampaikan dalam bentuk dokumen cetak
(hardcopy) secara lengkap kepada kantor Bank Indonesia
yang mewilayahi pihak selain Penyelenggara dalam hal
sistem pelaporan online belum tersedia.
X. PENGAWASAN
A. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara
secara langsung dan tidak langsung.
B. Pengawasan Langsung
1. Pengawasan langsung dilakukan dengan cara pemeriksaan
atas kegiatan usaha Penyelenggara untuk meneliti dan
mengevaluasi tingkat kepatuhan Penyelenggara terhadap
ketentuan.
2. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan langsung, setiap
Penyelenggara wajib memberikan kepada pengawas atau
pihak lain yang ditugaskan oleh Bank Indonesia antara
lain:
a. dokumen, data, informasi, dan/atau laporan yang
diminta;
b. keterangan dan/atau penjelasan baik lisan maupun
tertulis; dan/atau
c. akses terhadap sistem informasi, antara lain akses
terhadap aplikasi, database, dan sistem pelaporan;
yang diperlukan dalam pengawasan langsung.
3. Penyelenggara …
36
3.
Penyelenggara wajib bertanggung jawab atas kebenaran
dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau
penjelasan yang diberikan.
4. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk
melakukan pengawasan langsung.
5. Pihak yang ditugaskan melakukan pengawasan langsung
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 wajib menjaga
kerahasiaan dokumen, data, informasi, laporan,
keterangan, dan/atau penjelasan yang diperoleh dari hasil
pengawasan langsung.
6.
Penyelenggara wajib melakukan langkah perbaikan
dan/atau penyempurnaan atas temuan hasil pemeriksaan
serta melaporkan tindakan perbaikan yang dilakukan
kepada Bank Indonesia.
C. Pengawasan Tidak Langsung
1. Pengawasan tidak langsung merupakan tindakan
pemantauan yang dilakukan dalam bentuk analisis
terhadap laporan yang disampaikan Penyelenggara atau
informasi dari pihak lain.
2. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan tidak langsung,
Penyelenggara wajib menyampaikan dokumen, data,
informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan
kepada Bank Indonesia.
3. Dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau
penjelasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2
disampaikan melalui pelaporan, pertemuan langsung,
dan/atau sarana komunikasi lain yang ditetapkan Bank
Indonesia.
4. Berdasarkan pengawasan tidak langsung, Bank Indonesia
dapat meminta Penyelenggara untuk melaporkan hal
tertentu, melakukan langkah perbaikan serta melaporkan
perbaikan yang dilakukan kepada Bank Indonesia.
D. Tindak Lanjut Pengawasan
Berdasarkan hasil pengawasan, Bank Indonesia dapat:
1. melakukan pembinaan terhadap Penyelenggara;
2. mengenakan …
37
2. mengenakan sanksi administratif;
3. melakukan evaluasi terhadap izin usaha yang telah
diberikan;
4. meminta Penyelenggara untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu;
5. menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan
usaha, membatalkan atau mencabut izin atau persetujuan
yang telah diberikan kepada Penyelenggara; dan/atau
6. meminta penghentian sementara terhadap Direksi
dan/atau Dewan Komisaris.
XI. PELAKSANAAN KERJA SAMA ANTARA PENYELENGGARA DENGAN
PIHAK SELAIN PENYELENGGARA
A. Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan pihak selain
pihak Penyelenggara untuk melakukan kegiatan pembelian UKA
dengan persetujuan Bank Indonesia.
B. Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf A adalah hotel atau
badan usaha yang melakukan kegiatan usaha di bidang
penyediaan jasa akomodasi sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan yang mengatur mengenai kepariwisataan.
C. Persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan kerja sama
sebagaimana dimaksud dalam huruf A diatur dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Penyelenggara menyampaikan permohonan rencana kerja
sama secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan
mengacu pada contoh format surat serta dilengkapi dengan
penjelasan dan/atau dokumen pendukung sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf A diajukan
dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Penyelenggara telah menjalankan kegiatan usahanya
paling sedikit 1 (satu) tahun sejak tanggal diberikannya
izin sebagai Penyelenggara;
b. Penyelenggara …
38
b. Penyelenggara wajib memastikan bahwa pihak yang
diajak bekerja sama memiliki:
1) izin usaha;
2) lokasi usaha tetap;
3) kemampuan untuk mengelola layanan pembelian
UKA; dan
4) komitmen untuk mematuhi ketentuan yang
berlaku;
3. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau
penolakan terhadap permohonan kerja sama
berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2;
4. Penyelenggara yang telah memperoleh persetujuan
wajib melaksanakan kerja sama tersebut paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal pemberian persetujuan
kerja sama;
5. pelaksanaan kerja sama wajib dilaporkan secara tertulis
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak dimulainya
pelaksanaan kerja sama;
6. persetujuan kerja sama yang telah diberikan oleh Bank
Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku apabila
Penyelenggara tidak melaksanakan kegiatan kerja sama
hingga melewati batas waktu sebagaimana dimaksud
dalam angka 4.
D. Tata cara pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf A diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penyelenggara harus memastikan pemenuhan ketentuan
yang mengatur mengenai:
a. kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank;
b. penerapan prinsip mengenai anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme;
c. kewajiban penggunaan Rupiah; dan
d. perlindungan konsumen.
2. Penyelenggara harus menyediakan petunjuk operasional
layanan pembelian UKA dan memastikan kepatuhan pihak
selain …
39
selain Penyelenggara atas petunjuk operasional layanan
pembelian UKA tersebut.
3. Penyelenggara bertanggungjawab atas kebenaran dan
kelengkapan laporan yang disampaikan kepada Bank
Indonesia.
E. Penyelenggara harus melaporkan penghentian kerja sama
sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif berakhirnya
kerja sama yang mengacu pada contoh sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV.
F. Selain penghentian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam
huruf E, Bank Indonesia dapat meminta Penyelenggara untuk
menghentikan kerja sama dengan pihak selain Penyelenggara
berdasarkan pertimbangan tertentu.
G. Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan kerja sama
sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia dapat:
1. meminta data dan/atau informasi kepada pihak selain
Penyelenggara; dan/atau
2. melakukan pengawasan langsung terhadap pihak selain
Penyelenggara.
XII. JUAL DAN BELI UKA DI KAWASAN PERBATASAN INDONESIA
A. Pihak selain Penyelenggara yang melakukan jual dan beli UKA di
kawasan perbatasan Indonesia wajib
memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.
terlebih dahulu
B. Pihak selain Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf
A harus berupa badan usaha yang menjalankan kegiatan usaha
di kawasan perbatasan Indonesia.
C. Kawasan perbatasan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
huruf A adalah kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan yang mengatur mengenai wilayah negara.
D. Persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf A diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. pihak …
40
1. pihak selain Penyelenggara menyampaikan permohonan
secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan mengacu
pada contoh format surat sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IV dan dilengkapi dengan penjelasan dan/atau
dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IV;
2. Pihak selain Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. menjalankan kegiatan usaha di kawasan perbatasan;
b. memiliki kemampuan untuk melakukan jual dan beli
UKA; dan
c. memiliki komitmen untuk mematuhi ketentuan yang
berlaku;
3. Dalam rangka memproses permohonan persetujuan, Bank
Indonesia mempertimbangkan jarak dan/atau waktu
tempuh dengan kota terdekat dan keberadaan
Penyelenggara dan/atau bank yang melayani penukaran
valas di sekitar wilayah usaha pemohon;
4. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan
terhadap permohonan berdasarkan persyaratan dan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 3;
5. Pelaksanaan kegiatan jual beli UKA di kawasan perbatasan
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang telah
disetujui Bank Indonesia wajib dilaporkan secara tertulis
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak dimulainya
pelaksanaan kegiatan.
E. Dalam melakukan kegiatan jual dan beli UKA, pihak selain
Penyelenggara harus memperhatikan ketentuan mengenai:
1. kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank;
2. penerapan prinsip mengenai anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme;
3. kewajiban penggunaan Rupiah; dan
4. perlindungan konsumen.
F. Bank …
41
F. Bank Indonesia dapat meninjau kembali persetujuan yang telah
diberikan kepada pihak selain Penyelenggara untuk melakukan
jual dan beli UKA di kawasan perbatasan Indonesia.
G. Pelaksanaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam
huruf F, antara lain didasarkan pada hasil pengawasan Bank
Indonesia atau laporan yang diterima Bank Indonesia dari
otoritas yang berwenang.
H. Berdasarkan hasil peninjauan kembali sebagaimana dimaksud
dalam huruf F, Bank Indonesia berwenang untuk meminta pihak
selain Penyelenggara untuk melakukan atau tidak melakukan
kegiatan tertentu dan/atau membatalkan persetujuan yang telah
diberikan.
XIII. SANKSI
A. Penyelenggara yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha
Penukaran Valuta Asing Bukan Bank dan ketentuan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif
berupa:
1. teguran tertulis;
2. kewajiban membayar;
3. penghentian kegiatan usaha; dan/atau
4. pencabutan izin.
B. Dalam menerapkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, Bank Indonesia mempertimbangkan:
1. tingkat pelanggaran;
2. akibat yang ditimbulkan terhadap:
a. aspek perlindungan konsumen; dan/atau
b. aspek anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme; dan/atau
3. faktor lainnya.
C. Pengenaan sanksi administratif berupa teguran tertulis
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dapat disertai dengan
kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam …
42
dalam rangka memastikan pemenuhan ketentuan sesuai batas
waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
D. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif
berupa kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/20/PBI/2016
tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank
maka perhitungan dilakukan dengan contoh sebagai berikut:
Pada tanggal 5 September 2016 Nasabah melakukan pembelian
UKA terhadap Rupiah sebesar USD15.000,00 (lima belas ribu
dolar Amerika Serikat). Kemudian pada tanggal 15 September
2016 Nasabah yang sama melakukan pembelian UKA terhadap
Rupiah sebesar USD15.000,00 (lima belas ribu dolar Amerika
Serikat). Total pembelian UKA terhadap Rupiah Nasabah pada
bulan September 2016 adalah USD30.000,00 (tiga puluh ribu
dolar Amerika Serikat). Pembelian UKA terhadap Rupiah tanggal
15 September 2016, tidak didukung dokumen Underlying
Transaksi, sehingga terdapat pelanggaran yang melebihi
threshold sebesar USD5.000,00 (lima ribu dolar Amerika Serikat).
Kurs JISDOR tanggal 15 September 2016 adalah Rp10.000,00
(sepuluh ribu rupiah) per dolar Amerika Serikat. Perhitungan
atas pelanggaran yang dilakukan Penyelenggara yaitu sebagai
berikut:
USD5.000,00 x 1% x Rp10.000,00 = Rp500.000,00
Namun mengingat sanksi kewajiban membayar paling sedikit
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) maka Penyelenggara
dikenakan sanksi sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
meskipun nilai pelanggaran berdasarkan perhitungan diatas
sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
E. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif
berupa penghentian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam butir A.3 maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. sanksi penghentian kegiatan usaha diberlakukan terhadap:
a. kegiatan jual dan beli UKA;
b. kegiatan pembelian Cek Pelawat; dan/atau
c. kegiatan …
43
c. kegiatan usaha lainnya yang memiliki keterkaitan
dengan penyelenggaraan kegiatan usaha penukaran
valuta asing;
2. sanksi penghentian kegiatan usaha disertai dengan jangka
waktu berlakunya dan dapat diperpanjang;
3. Penyelenggara yang dikenakan sanksi penghentian kegiatan
usaha harus mengumumkan penghentian kegiatan usaha
kepada masyarakat pada tanggal yang sama dengan tanggal
surat pemberitahuan dari Bank Indonesia mengenai
penghentian kegiatan usaha Penyelenggara yang paling
kurang diumumkan di kantor Penyelenggara dengan letak
dan/atau bentuk yang mudah terlihat dan mudah dibaca.
F. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif
berupa pencabutan izin, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Penyelenggara wajib mengembalikan Surat Keputusan
Pemberian Izin Usaha (KPmIU), logo Penyelenggara KUPVA
Bukan Bank Berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
dan sertifikat izin usaha yang diterbitkan Bank Indonesia;
2. Bank Indonesia melakukan pengkinian daftar Penyelenggara
berdasarkan pencabutan izin usaha Penyelenggara.
G. Penyelenggara yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing Bukan Bank dikenakan sanksi berupa pencabutan izin.
Contoh Penyelenggara KUPVA tidak berizin adalah setiap pihak
yang patut diduga melakukan kegiatan jual beli valas tanpa izin
Bank Indonesia, dengan indikasi antara lain melakukan
transaksi jual beli valas dengan frekuensi yang cukup sering
dengan tujuan untuk menjual atau membeli valas kepada atau
dari pihak lain, dan memiliki usaha yang tidak dikecualikan dari
ketentuan
kewajiban penggunaan Rupiah
termasuk
Penyelenggara yang telah dicabut izinnya oleh Bank Indonesia.
H. Anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang
Saham Penyelenggara yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf G, dilarang untuk menjadi Direksi,
Dewan …
44
Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham Penyelenggara
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
I. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia dapat
menyampaikan informasi tersebut kepada instansi/otoritas yang
berwenang.
XIV. KETENTUAN LAIN-LAIN
A. Penyampaian permohonan dan korespondensi kepada Bank
Indonesia ditandatangani oleh Direksi dan/atau pemilik dan
disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. bagi Pemohon dan Penyelenggara yang berkantor pusat di
wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia disampaikan
kepada Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem
Pembayaran, Komplek Perkantoran Bank Indonesia Jl.
M.H.Thamrin No.2, Jakarta 10350; atau
2. bagi Pemohon dan Penyelenggara yang berkantor pusat di
luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia
disampaikan kepada Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank
Indonesia yang mewilayahi.
B. Pembagian wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam butir A.1
dan butir A.2 mengacu pada Lampiran V. Dalam hal terjadi
perubahan alamat korespondensi, Bank Indonesia akan
memberitahukan perubahan alamat tersebut melalui surat
dan/atau media lainnya.
XV. KETENTUAN PERALIHAN
Izin Penyelenggara yang telah diberikan Bank Indonesia sebelum
berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/20/PBI/2016
tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank, tetap
berlaku dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun, yaitu
terhitung sejak tanggal 7 Oktober 2016 dan akan berakhir paling
lama pada tanggal 6 Oktober 2021.
XVI. KETENTUAN …
45
XVI. KETENTUAN PENUTUP
A. Ketentuan terkait pengajuan permohonan izin sebagaimana
dimaksud dalam butir III.C, pemrosesan permohonan izin
sebagaimana dimaksud dalam butir III.D, dan tindak lanjut
permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam butir III.E dalam
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 6
April 2017.
B. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 14/15/DPM tanggal 10 Mei 2012
perihal Perizinan, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi
Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
C. Bank Indonesia mengumumkan daftar Penyelenggara yang
memperoleh izin, daftar Penyelenggara yang dicabut izinnya
dan/atau pengumuman lainnya melalui website Bank Indonesia
dan/atau media lainnya.
D. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30
Desember 2016.xx
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ENI V. PANGGABEAN
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN
PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/42/DKSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '14/15/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '18/20/PBI/2016' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XIII' </penalty_list>
|
No. 14/ 18 /DPM
Jakarta,
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal : Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi
Pasar Terbuka.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/5/PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5321), perlu dilakukan
penyempurnaan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM
tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 13/20/DPM tanggal 8 Agustus 2011 sebagai berikut :
1. Semua penyebutan Term Deposit dalam BAB VI diubah menjadi Term
Deposit rupiah.
2. Di antara BAB VI dan BAB VII disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab VIA
yang berbunyi sebagai berikut :
VIA. PENEMPATAN BERJANGKA DALAM VALUTA ASING (TERM
DEPOSIT VALAS)
1. Transaksi Term Deposit valas merupakan penempatan
secara berjangka dana valuta asing milik Peserta OPT di
Bank Indonesia.
2. Karakteristik ...
8 Juni 2012
2
2. Karakteristik transaksi Term Deposit valas:
a.
jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit valas
adalah US Dollar;
b. transaksi Term Deposit valas memiliki jangka waktu 7
(tujuh) hari, 14 (empat belas) hari, dan 30 (tiga puluh)
hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu;
c. transaksi Term Deposit valas dilakukan tanpa disertai
dengan penerbitan surat berharga;
d. atas transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia
memberikan bunga;
e. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum tanggal
jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau
sebagian;
f. Term Deposit valas dapat dialihkan menjadi transaksi
swap jual US Dollar terhadap rupiah Bank Indonesia.
3. Metode Transaksi Term Deposit Valas
a. Transaksi Term Deposit valas dilakukan melalui sarana
RMDS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
b. Transaksi Term Deposit valas dilakukan secara lelang
dengan metode sebagai berikut :
1) harga tetap (fixed rate tender)
Tingkat bunga transaksi Term Deposit valas
ditetapkan Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Tingkat bunga transaksi Term Deposit valas
diajukan oleh peserta transaksi Term Deposit valas.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang
a. Transaksi Term Deposit valas dilakukan pada setiap
hari Rabu dan/atau pada hari kerja lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Bank ...
3
b. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang
transaksi Term Deposit valas paling lambat sebelum
window time melalui Sistem LHBU dan/atau sarana
lainnya.
c. Window time transaksi Term Deposit valas dapat
dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan
16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
d. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit valas,
memuat antara lain:
1) sarana pengajuan penawaran lelang;
2) tanggal lelang;
3) jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
4) metode lelang;
5) target indikatif (apabila lelang transaksi Term
Deposit valas dilaksanakan dengan metode variable
rate tender);
6) tingkat bunga (apabila lelang transaksi Term Deposit
valas dilaksanakan dengan metode fixed rate
tender);
7) window time; dan
8) tanggal setelmen (tanggal valuta).
e. Peserta Lelang
1) Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term
Deposit valas adalah bank devisa, yang selanjutnya
disebut Peserta Transaksi Term Deposit Valas.
2) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat
mengajukan transaksi Term Deposit valas secara
langsung atau melalui Lembaga Perantara.
3) Lembaga ...
4
3) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan
penawaran transaksi Term Deposit valas untuk
kepentingan Peserta Transaksi Term Deposit Valas.
5. Pengajuan Penawaran
a. Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi
Term Deposit valas kepada Bank Indonesia dalam
window time yang ditetapkan.
b. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas
untuk lelang dengan metode fixed rate tender meliputi
informasi :
1) nama Peserta Transaksi Term Deposit Valas;
2) tanggal transaksi;
3) jangka waktu Term Deposit valas;
4) nomor rekening pada bank koresponden; dan
5) penawaran kuantitas.
c. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas
untuk lelang dengan metode variable rate tender
meliputi informasi :
1) nama Peserta Transaksi Term Deposit Valas;
2) tanggal transaksi;
3) jangka waktu Term Deposit valas;
4) nomor rekening pada bank koresponden;
5) penawaran kuantitas; dan
6) tingkat bunga.
d. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit
valas sebagaimana dimaksud pada huruf b dan/atau
huruf c dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) penawaran dapat diajukan paling banyak 2 (dua)
kali untuk masing-masing jangka waktu yang
ditawarkan;
2) pengajuan ...
5
2) pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta
Transaksi Term Deposit Valas paling kurang sebesar
USD5,000,000.00 (lima juta US Dollar) dan
selebihnya dengan kelipatan sebesar
USD1,000,000.00 (satu juta US Dollar);
3) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas
dilakukan dengan metode variable rate tender,
pengajuan setiap penawaran tingkat bunga
dilakukan dengan kelipatan 1 bps (basis point) atau
0,01% (satu persepuluh ribu);
4) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta
Transaksi Term Deposit Valas dan Lembaga
Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali
koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan
dalam window time transaksi Term Deposit valas;
5) koreksi sebagaimana dimaksud pada angka 4) dapat
dilakukan terhadap informasi penawaran selain
informasi nama Peserta Transaksi Term Deposit
Valas dan jangka waktu Term Deposit valas;
6) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan
pengajuan penawaran;
7) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan Lembaga
Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran yang disampaikan kepada Bank
Indonesia;
8) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan Lembaga
Perantara dilarang membatalkan penawaran yang
telah disampaikan kepada Bank Indonesia;
9) Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan
Lembaga Perantara mengajukan penawaran tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
angka 1), angka 2), dan angka 3) dan tidak
melakukan ...
6
melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam
window time transaksi Term Deposit valas maka
penawaran dimaksud dinyatakan batal.
6. Penetapan Pemenang Lelang
a. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode fixed rate
tender, maka penetapan kuantitas Term Deposit valas
yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) penawaran kuantitas yang diajukan Peserta
Transaksi Term Deposit Valas dimenangkan
seluruhnya;
2) dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang
diajukan Peserta Transaksi Term Deposit Valas
dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan
secara proporsional dengan pembulatan ke seratus
ribuan US Dollar terdekat dengan ketentuan:
a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima
puluh ribu US Dollar) dibulatkan menjadi nol;
b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu
US Dollar) atau lebih dibulatkan menjadi
USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar).
b. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate
tender maka penetapan kuantitas Term Deposit valas
yang dimenangkan dihitung dengan cara :
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat bunga
transaksi Term Deposit valas tertinggi yang dapat
diterima (SOR);
2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang
dimenangkan dengan cara :
a) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta
Transaksi Term Deposit Valas lebih rendah dari
SOR yang ditetapkan maka Peserta Transaksi
Term Deposit Valas yang bersangkutan
memenangkan ...
7
memenangkan seluruh transaksi Term Deposit
valas yang diajukan;
b) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta
Transaksi Term Deposit Valas sama dengan SOR
yang ditetapkan, maka Peserta Transaksi Term
Deposit Valas yang bersangkutan memenangkan
seluruh atau sebagian dari penawaran transaksi
yang diajukan dengan perhitungan proporsional
dengan pembulatan ke seratus ribuan US Dollar
terdekat dengan ketentuan:
(1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00
(lima puluh ribu US Dollar) dibulatkan
menjadi nol;
(2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh
ribu US Dollar) atau lebih dibulatkan menjadi
USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar).
Contoh perhitungan kuantitas dan penetapan
pemenang lelang transaksi Term Deposit valas
terdapat pada lampiran 9 dan lampiran 10 yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang transaksi Term Deposit valas.
7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term
Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan
pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan mekanisme
sebagai berikut:
a. mengumumkan ...
8
a. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang
secara keseluruhan kepada semua Peserta Transaksi
Term Deposit Valas dan Lembaga Perantara melalui
Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal yang
dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat bunga
Term Deposit;
b. melakukan konfirmasi kepada peserta transaksi Term
Deposit valas yang memenangkan lelang secara
individual melalui RMDS atau sarana lainnya antara
lain berupa :
1) nominal valas dan tingkat bunga yang dimenangkan
Peserta Transaksi Term Deposit Valas;
2) tanggal setelmen / tanggal valuta; dan
3) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta
Transaksi Term Deposit Valas;
c. dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud pada
huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas
tidak memiliki RMDS, konfirmasi akan dilakukan
melalui Lembaga Perantara; atau
2) dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas
memiliki RMDS, konfirmasi akan dilakukan kepada
Peserta Transaksi Term Deposit Valas yang
bersangkutan.
8. Setelmen Transaksi Term Deposit Valas
a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit valas
1) Bank Indonesia melakukan setelmen transaksi Term
Deposit valas pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
transaksi.
2) Setiap ...
9
2) Setiap penawaran yang dimenangkan memiliki 1
(satu) deal ticket.
3) Peserta Transaksi Term Deposit Valas wajib
menyediakan dana di rekening giro pada bank
koresponden, yang mencukupi untuk memenuhi
kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas.
4) Pada tanggal setelmen, Peserta Transaksi Term
Deposit Valas wajib mentransfer kewajiban setelmen
transaksi Term Deposit valas untuk setiap
penawaran yang dimenangkan ke rekening Bank
Indonesia di bank koresponden.
5) Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas
tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana
dimaksud pada angka 4), transaksi Term Deposit
valas dinyatakan batal.
6) Atas batalnya transaksi Term Deposit valas
sebagaimana dimaksud pada angka 5), Peserta
Transaksi Term Deposit Valas dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Operasi Moneter.
7) Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi
Moneter, apabila pada hari yang sama terdapat
lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term
Deposit valas maka pembatalan tersebut hanya
dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas
1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit
valas, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term
Deposit valas jatuh waktu dengan melakukan
transfer ke rekening Peserta Term Deposit Valas
pada bank koresponden sebesar nilai tunai.
2) Nilai ...
10
2) Nilai tunai sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
N = Nominal Term Deposit valas
r = tingkat bunga yang dimenangkan
k = jangka waktu Term Deposit valas
c. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit
valas, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas
ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan
pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan
tambahan bunga untuk hari libur dimaksud.
9. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption)
Transaksi Term Deposit Valas
a. Pengajuan Early Redemption
1) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat
mengajukan early redemption Term Deposit valas
paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen transaksi
Term Deposit valas yang akan dilakukan early
redemption.
2) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat
mengajukan early redemption pada setiap hari kerja,
kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit
valas.
3) Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud
pada angka 2) diajukan dari pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 11.00 WIB.
4) Pengajuan dilakukan melalui RMDS atau sarana
lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
5) Pengajuan ...
11
5) Pengajuan early redemption dilakukan untuk
nominal penuh yang tercantum dalam setiap deal
ticket.
6) Peserta Transaksi Term Deposit valas yang
melakukan early redemption Term Deposit valas
memperoleh bunga secara proporsional dengan
perhitungan sebagai berikut :
keterangan :
k = jangka waktu sampai dengan setelmen early
redemption Term Deposit valas di Bank
Indonesia
7) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dikenakan
biaya early redemption Term Deposit valas sebesar
10% (sepuluh per seratus) dari bunga sebagaimana
dimaksud pada angka 6).
b. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption
pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early
redemption.
c. Perhitungan Nilai Early Redemption
Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai
nominal Term Deposit valas yang dilakukan early
redemption ditambah bunga dikurangi biaya early
redemption.
10. Pengalihan ...
12
10. Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas Menjadi
Transaksi Swap Jual USD Terhadap Rupiah Bank
Indonesia (FX Swap)
a. Pengajuan Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas
Menjadi Transaksi FX Swap
1) Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas
membutuhkan likuiditas rupiah, Peserta Transaksi
Term Deposit Valas dapat mengajukan pengalihan
Term Deposit valas menjadi FX Swap.
2) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi
FX Swap dilakukan melalui RMDS atau sarana lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada setiap
hari kerja kecuali pada hari pelaksanaan lelang
Term Deposit valas.
3) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi
FX Swap dilakukan untuk nominal penuh yang
tercantum dalam setiap deal ticket.
4) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi
FX Swap sekaligus merupakan pengajuan early
redemption atas Term Deposit valas yang akan
dialihkan.
5) Early redemption Term Deposit valas sebagaimana
dimaksud pada angka 4) mengikuti ketentuan
sebagaimana dimaksud pada butir 9.a.1), butir
9.a.6), dan butir 9.a.7).
6) Transaksi FX Swap yang berasal dari pengalihan
Term Deposit valas dilakukan dengan jangka waktu
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, paling singkat
7 (tujuh) hari.
7) Premi FX Swap yang berasal dari pengalihan Term
Deposit valas ditetapkan oleh Bank Indonesia.
8) Peserta ...
13
8) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat
mengajukan pengalihan transaksi Term Deposit
valas menjadi transaksi FX Swap dari pukul 08.00
WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB.
9) Bank Indonesia menyampaikan informasi premi FX
Swap kepada Peserta Transaksi Term Deposit Valas
pada pukul 11.00 WIB dan sekaligus meminta
Peserta Transaksi Term Deposit Valas untuk
memberikan konfirmasi.
10) Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas
tidak menyepakati premi FX Swap yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia, proses transaksi FX Swap
tidak dilanjutkan dan Term Deposit valas yang
bersangkutan tetap diteruskan (tidak dilakukan
early redemption).
11) Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas
menyepakati premi FX Swap yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia, Peserta Transaksi Term Deposit
Valas memberikan konfirmasi (deal confirmation)
transaksi early redemption Term Deposit valas dan
transaksi FX Swap melalui RMDS.
12) Atas transaksi pengalihan Term Deposit valas
menjadi FX Swap, Bank Indonesia memberikan
bunga dan mengenakan biaya kepada Peserta
Transaksi Term Deposit Valas sesuai ketentuan
early redemption sebagaimana dimaksud pada butir
9.a.6) dan butir 9.a.7)
b. Setelmen Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas
menjadi Transaksi FX Swap
1) Bank Indonesia melakukan setelmen early
redemption dalam rangka pengalihan Term Deposit
valas menjadi FX Swap dengan cara transfer bunga
ke ...
14
ke rekening Peserta Transaksi Term Deposit Valas
pada bank koresponden setelah dikurangi biaya
early redemption, pada 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal pengajuan pengalihan.
2) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg
transaksi FX Swap dalam rangka pengalihan Term
Deposit valas menjadi transaksi FX Swap pada 2
(dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan
pengalihan dengan prosedur sebagai berikut:
a) Bank Indonesia melakukan pencatatan
pengalihan valas dari early redemption Term
Deposit valas menjadi sumber dana untuk
setelmen valas transaksi FX Swap.
b) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro
peserta transaksi FX Swap sebesar ekuivalen
dalam rupiah dari nilai nominal Term Deposit
valas yang dialihkan dikalikan kurs spot yang
ditetapkan pada tanggal transaksi FX Swap.
3) Pada tanggal setelmen second leg transaksi FX Swap
dilakukan ketentuan sebagai berikut :
a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro peserta
transaksi FX Swap sebesar nilai nominal valas
FX Swap dikalikan kurs forward (forward rate)
yang ditetapkan pada tanggal transaksi FX
Swap.
b) Bank Indonesia melakukan transfer valas ke
rekening peserta transaksi FX Swap di bank
koresponden sebesar nilai nominal valas FX
Swap.
c) Dalam ...
15
c) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg
peserta transaksi FX Swap tidak memiliki dana
rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban
setelmen, maka peserta transaksi FX Swap wajib
membayar nominal transaksi pada hari kerja
berikutnya.
d) Pembayaran nominal transaksi FX Swap
sebagaimana dimaksud pada huruf c) dilakukan
melalui pendebetan Rekening Giro peserta
transaksi FX Swap di Bank Indonesia.
e) Atas keterlambatan pemenuhan kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf c),
peserta transaksi FX Swap dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Operasi Moneter.
3. Ketentuan BAB VII ditambah 1 (satu) angka, yakni angka 4 yang
berbunyi sebagai berikut :
4. Sanksi Transaksi Term Deposit Valas
a. Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas tidak dapat
memenuhi kewajiban setelmen yang menyebabkan batalnya
transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud pada
butir VIA.8.a.5), Peserta Transaksi Term Deposit Valas
dikenakan sanksi berupa:
1) teguran tertulis Pdengan tembusan kepada:
a) Departemen Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal
sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia (KPBI);
atau
b) Divisi Pengawas Bank – Kantor Perwakilan Bank
Indonesia (KPwBI) setempat, dalam hal sanksi
diberikan ...
16
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah KPwBI; dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku
bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian
transaksi ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan
nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus
enam puluh).
b. Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas tidak dapat
memenuhi kewajiban pada tanggal setelmen second leg
transaksi FX Swap sebagaimana dimaksud pada butir
VIA.10.b.3)c) maka Peserta Transaksi Term Deposit Valas
dikenakan sanksi berupa:
1) teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir a.1);
dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku
bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang berlaku
ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal
transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam
puluh).
c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
butir a.1) dan butir b.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja
setelah pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada
butir VIA.8.a.5) atau tidak terpenuhinya kewajiban
sebagaimana dimaksud pada VIA.10.b.3)c).
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud pada butir a.2) dilakukan dengan mendebet
rekening giro valas Peserta Transaksi Term Deposit Valas di
Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud pada butir b.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro peserta transaksi FX Swap di Bank Indonesia
pada ...
17
pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal kewajiban
pelaksanaan setelmen.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8
Juni 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/18/DPM|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. </reg_title>
<set_date> 8 Juni 2012 </set_date>
<effective_date> 8 Juni 2012 </effective_date>
<changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg>
<extension_of> '13/20/DPM|SE-BI/2011' </extension_of>
<related_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010', '12/11/PBI/2010', '14/5/PBI/2012', '13/20/DPM|SE-BI/2011' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 3 BAB VII angka 4' </penalty_list>
|
No. 7/39/DPM
NoAAve
Jakarta, 19 Agustus 2005
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal :
Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM
Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat
Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank
Indonesia Di Pasar Sekunder.
Dalam rangka penyempurnaan dan penyederhanaan pelaksanaan Operasi Pasar
Terbuka maka Surat Edaran Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004 perihal
Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement
(Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder dan perubahannya yang diatur
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/27/DPM tanggal 8 Juli 2004 perihal
Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April
2004, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/47/DPM tanggal 29 Oktober 2004
perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM
tanggal 6 April 2004, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/12/DPM tanggal 8
April 2005 perihal Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/17/DPM tanggal 6 April 2004 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/18/DPM tanggal 1 Juni 2005 perihal Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004 dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 22 Agustus 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian …
2
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/39/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. </reg_title>
<set_date> 19 Agustus 2005 </set_date>
<effective_date> 22 Agustus 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '6/17/DPM|SE-BI/2004', '6/27/DPM|SE-BI/2004', '6/47/DPM|SE-BI/2004', '7/18/DPM|SE-BI/2005', '7/12/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg>
|
No. 4/17/DASP
Jakarta, 7 November 2002
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Surat Edaran Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000
Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong.
Dalam rangka memberikan penegasan lebih lanjut mengenai ketentuan
persyaratan dalam membuka rekening, pembatalan atas penolakan Cek/Bilyet Giro
Kosong, dan pencantuman nama Pemilik Rekening ke dalam Daftar Hitam
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP tanggal 8
Juni 2000 perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, dipandang perlu
untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran tersebut sebagai berikut.
1. Ketentuan angka II.B.1.b diubah menjadi sebagai berikut :
“b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi nasabah yang wajib
melampirkan NPWP sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your
Customer Principles).”
2. Ketentuan angka V.2 ditambah huruf d sebagai berikut :
“d. Bank Indonesia yang Mewilayahi memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan yang dilampiri dengan
bukti-bukti tertulis diterima secara lengkap.”
3. Ketentuan angka V.3 diubah menjadi sebagai berikut :
“3. Terhadap setiap permohonan pembatalan atas penolakan Cek/Bilyet
Giro Kosong baik yang disetujui maupun yang ditolak oleh Bank
Indonesia, Tertarik dikenakan biaya administrasi sebesar Rp100.000,00
(seratus ribu rupiah). Pengenaan biaya administrasi tersebut dilakukan
dengan mendebet rekening Tertarik atau rekening kantor lain dari Tertarik di
Bank Indonesia pada awal bulan berikutnya setelah Bank Indonesia
memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pembatalan
tersebut.”
4. Ketentuan angka VII.A.5 diubah menjadi sebagai berikut :
“5. Apabila Pemilik Rekening yang masih tercantum dalam Daftar Hitam yang
masih berlaku :
a. menarik lagi Cek/Bilyet Giro Kosong sebanyak 3 (tiga) lembar atau
lebih; atau
b. menarik lagi Cek/Bilyet Giro Kosong sebanyak 1 (satu) lembar dengan
nilai nominal Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) atau lebih
dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan Daftar Hitam
maka Pemilik Rekening tersebut dicantumkan kembali dalam Daftar Hitam
sesuai dengan periode penerbitan Daftar Hitam sebagaimana dimaksud
dalam angka VII.E setelah yang bersangkutan melakukan penarikan
Cek/Bilyet Giro Kosong sebanyak 3 (tiga) lembar atau lebih sebagaimana
dimaksud dengan huruf a atau sebanyak 1 (satu) lembar atau lebih
sebagaimana dimaksud dalam huruf b. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan
contoh dalam Lampiran 7.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 7 November 2002
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
ttd
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
Lampiran 7
CONTOH PENCANTUMAN KEMBALI PEMILIK REKENING KE DALAM
DAFTAR HITAM KARENA PEMILIK REKENING TERSEBUT MELAKUKAN
PENARIKAN LAGI CEK/BILYET GIRO KOSONG. PADA SAAT YANG
BERSANGKUTAN MASIH TERCANTUM DALAM DAFTAR HITAM YANG
MASIH BERLAKU.
Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam setiap bulan sekali pada akhir bulan. A
adalah Pemilik Rekening yang tercantum dalam Daftar Hitam No. XX yang
diterbitkan pada tanggal 31 Januari 2000 dan berlaku selama 1 (satu) tahun sejak
tanggal penerbitan (31 Januari 2000 sampai dengan 30 Januari 2001).
Contoh Kasus I
A Pada tanggal 25 September 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 3 (tiga) lembar
atau menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar dengan nilai nominal
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Atas dasar hal tersebut A akan dicantumkan kembali dalam Daftar Hitam berikutnya
yaitu pada penerbitan Daftar Hitam tanggal 31 Oktober 2000 yang berlaku untuk 1
(satu) tahun terhitung mulai tanggal 31 Oktober 2000 sampai dengan 30 Oktober
2001.
Contoh Kasus II
A pada tanggal 30 Januari 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar
A pada tanggal 5 Februari 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar
A pada tanggal 15 Agustus 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong1 (satu) lembar
Atas dasar hal tersebut A akan dicantumkan kembali dalam Daftar Hitam berikutnya
yaitu pada penerbitan Daftar Hitam tanggal 30 September 2000 yang berlaku untuk 1
(satu) tahun terhitung mulai tanggal 30 September 2000 sampai dengan 30
September 2001.
==0==
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/17/DASP|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Surat Edaran Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. </reg_title>
<set_date> 7 November 2002 </set_date>
<effective_date> 7 November 2002 </effective_date>
<changed_reg> '2/10/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg>
<related_reg> '2/10/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
|
No.14/36/DKBU
Jakarta, 21 Desember 2012
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank
Perkreditan Rakyat.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/9/PBI/2012 tanggal 26 Juli 2012 tentang Uji Kemampuan
dan Kepatutan (Fit and Proper Test) BPR (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5331), yang selanjutnya disebut PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan BPR, perlu mengatur ketentuan
pelaksanaan mengenai uji kemampuan dan kepatutan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
Adany
N
I. UMUM . . .
I. UMUM
1. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut BPR adalah
Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional.
2. Bank adalah Bank Umum atau BPR sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional maupun Bank Umum Syariah atau Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
3. Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan terhadap:
a. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota
Direksi.
Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai
pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam rangka
memperoleh persetujuan Bank Indonesia, yang
pelaksanaannya dilakukan sebelum yang bersangkutan
menjadi PSP atau menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris
atau anggota Direksi.
b. PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat
Eksekutif.
Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan setiap waktu
apabila berdasarkan hasil pengawasan, pemeriksaan atau
informasi dari sumber-sumber lainnya terdapat indikasi
permasalahan integritas, kompetensi dan/atau
kelayakan/reputasi keuangan.
c. Pihak . . .
c. Pihak-pihak yang sudah tidak menjadi atau sudah tidak
menjabat sebagai pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2,
namun yang bersangkutan diindikasikan terlibat atau
bertanggung jawab terhadap perbuatan atau tindakan yang
sedang dalam proses uji kemampuan dan kepatutan pada
BPR.
Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan setiap waktu
apabila berdasarkan hasil pengawasan, pemeriksaan atau
informasi dari sumber-sumber lainnya terdapat indikasi
permasalahan integritas, kompetensi dan/atau
kelayakan/reputasi keuangan.
II. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP CALON PSP,
CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, ATAU CALON ANGGOTA
DIREKSI (NEW ENTRY)
A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Faktor yang dinilai dalam uji kemampuan dan kepatutan
meliputi:
a. Integritas dan kelayakan keuangan bagi calon PSP.
Calon PSP wajib memenuhi persyaratan integritas dan
kelayakan keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 9
dan Pasal 10 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR.
Terkait dengan salah satu persyaratan integritas bagi calon
PSP yakni penilaian komitmen terhadap pengembangan
operasional BPR yang sehat, salah satu aspek yang dinilai
antara lain komitmen pengembangan ekonomi regional.
Untuk penilaian dimaksud, calon PSP harus
menyampaikan komitmen tertulis mengenai rencana arah
dan . . .
dan strategi selama paling kurang 3 (tiga) tahun sebagai
pedoman untuk pengembangan BPR yang sehat, yang
mencakup juga pengembangan ekonomi regional yang
mengutamakan pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil
(UMK) yang produktif dengan mempertimbangkan potensi
wilayah serta ditujukan untuk masyarakat setempat.
Selain itu, Bank Indonesia dapat meminta pernyataan
tertulis yang berisi komitmen untuk tidak melakukan
pengalihan kepemilikan sahamnya di BPR dalam jangka
waktu tertentu.
b. Integritas, kompetensi dan reputasi keuangan bagi calon
anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi.
Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi
wajib memenuhi persyaratan integritas sebagaimana diatur
dalam Pasal 28, kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29, dan reputasi keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR.
2. Pihak-pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan
kepatutan dalam rangka memperoleh persetujuan Bank
Indonesia adalah:
a. Calon PSP, meliputi:
1) orang dan/atau badan hukum yang akan melakukan
pembelian saham, menerima hibah saham, atau
menerima hak waris atau bentuk lain pengalihan hak
atas saham sehingga yang bersangkutan menjadi PSP;
2) pemegang saham BPR yang tidak tergolong sebagai
PSP (non PSP) yang akan melakukan pembelian
saham, menerima hibah saham, atau menerima hak
waris . . .
waris atau bentuk lain pengalihan hak atas saham,
sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi
PSP;
3) non PSP yang melakukan penambahan setoran modal
sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi
PSP;
4) non PSP namun menurut Bank Indonesia dinilai
melakukan Pengendalian BPR;
5) non PSP yang secara sukarela mengajukan diri sebagai
PSP;
6) orang dan/atau badan hukum yang digolongkan
sebagai pengendali BPR karena adanya perubahan
struktur kelompok usaha BPR;
7) orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP
pada BPR hasil penggabungan (merger); dan
8) orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP
BPR hasil peleburan (konsolidasi).
b. Calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota
Direksi, meliputi:
1) orang yang belum pernah menjabat sebagai anggota
Dewan Komisaris atau anggota Direksi BPR, yang
dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau
anggota Direksi BPR;
2) orang yang sedang menjabat sebagai anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi BPR, yang dicalonkan
menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota
Direksi pada BPR lainnya;
3) orang . . .
3) orang yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi BPR, yang dicalonkan
menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota
Direksi pada BPR yang sama atau pada BPR lainnya;
4) Komisaris BPR yang dicalonkan menjadi Komisaris
Utama pada BPR yang sama;
5) Direktur BPR yang dicalonkan menjadi Direktur
Utama pada BPR yang sama;
6) anggota Direksi BPR yang dicalonkan menjadi anggota
Dewan Komisaris pada BPR yang sama;
7) anggota Dewan Komisaris BPR yang dicalonkan
menjadi anggota Direksi pada BPR yang sama;
8) orang yang dicalonkan menjadi anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi pada BPR hasil
penggabungan (merger); dan
9) orang yang dicalonkan menjadi anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi BPR hasil peleburan
(konsolidasi).
Uji kemampuan dan kepatutan tidak dilakukan terhadap
pengangkatan kembali jabatan anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi pada BPR yang sama. Pengangkatan kembali
jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi
tersebut dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lama 30
(tiga puluh) hari setelah RUPS dengan memperhatikan
berakhirnya masa jabatan anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi.
B. Persyaratan . . .
B. Persyaratan Administratif bagi Calon PSP
1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan atas calon PSP
disampaikan oleh BPR kepada Bank Indonesia dilengkapi
dengan dokumen persyaratan administratif sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 1a dan Lampiran 1b.
2. Selain dokumen administratif sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, calon PSP berupa badan hukum juga harus
menyampaikan:
a. laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir sebelum tanggal
pengajuan permohonan yang meliputi neraca, laba/rugi,
laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan
atas laporan keuangan; dan
b. proyeksi keuangan untuk jangka waktu paling singkat 3
(tiga) tahun, yang disusun oleh konsultan independen.
3. Disamping menyampaikan dokumen administratif, BPR juga
harus menyampaikan Daftar Isian sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 1c dan Lampiran 1d, yang telah diisi lengkap
dan ditandatangani oleh calon PSP atau calon Pemegang
Saham Pengendali Terakhir (PSPT).
C. Persyaratan Administratif bagi Calon Anggota Dewan
Komisaris dan Calon Anggota Direksi
Permohonan untuk memperoleh persetujuan atas calon anggota
Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi disampaikan oleh
BPR kepada Bank Indonesia dilengkapi dengan persyaratan
administratif sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2a,
Lampiran 2b dan Lampiran 2c.
D. Dokumen . . .
D. Dokumen Tambahan Persyaratan Administratif
Dalam hal diperlukan penelitian lebih lanjut, Bank Indonesia
dapat meminta dokumen tambahan atas dokumen persyaratan
administratif dari pihak yang diuji melalui BPR, misalnya Kartu
Keluarga dan surat nikah.
Dokumen permohonan yang disampaikan BPR dinyatakan telah
diterima secara lengkap, apabila dokumen administratif dan
dokumen tambahan persyaratan administratif telah diterima
secara lengkap oleh Bank Indonesia.
E. Penyampaian Permohonan
Surat permohonan berikut dokumen disampaikan secara lengkap
oleh BPR kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut:
1) Departemen Kredit, BPR dan UMKM, Bank Indonesia, Jalan
M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR di wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota
Bogor, Depok, Karawang, Bekasi dan Provinsi Banten.
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi BPR yang
berkantor pusat di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Karawang,
Bekasi dan Provinsi Banten.
F. Tata Cara dan Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Uji kemampuan dan kepatutan melalui penelitian
administratif dan wawancara dilakukan terhadap:
a. calon PSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan BPR; dan
b. calon . . .
b. calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan BPR.
2. Penelitian administratif
a. Calon PSP
Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan integritas
dan kelayakan keuangan calon PSP, dilakukan penelitian
atas:
1) kelengkapan dokumen persyaratan administratif
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1a, Lampiran
1b dan dokumen tambahan;
2) Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1c
atau Lampiran 1d;
3) kemampuan keuangan berdasarkan laporan keuangan
1 (satu) tahun terakhir dan proyeksi keuangan untuk
jangka waktu 3 (tiga) tahun untuk calon PSP yang
berupa badan hukum;
4) catatan administrasi Bank Indonesia antara lain berupa
rekam jejak, Daftar Tidak Lulus, dan Daftar Kredit
Macet; dan
5) informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia.
b. Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi
Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan integritas,
kompetensi dan reputasi keuangan calon anggota Dewan
Komisaris dan calon anggota Direksi, dilakukan penelitian
atas:
1) dokumen . . .
1) dokumen persyaratan administratif sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 2a, Lampiran 2b, dan
Lampiran 2c serta dokumen tambahan;
2) catatan administrasi Bank Indonesia antara lain berupa
rekam jejak, Daftar Tidak Lulus, dan Daftar Kredit
Macet; dan
3) informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia.
c. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administratif,
permohonan BPR untuk memperoleh persetujuan atas
calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon
anggota Direksi:
1) belum memenuhi persyaratan dokumen administratif
yang ditetapkan dan telah diminta untuk melengkapi
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari namun tidak
menyampaikan dokumen yang ditetapkan; dan/atau
2) tidak memenuhi persyaratan administratif,
maka Bank Indonesia menegaskan secara tertulis kepada
BPR bahwa permohonan calon PSP, calon anggota Dewan
Komisaris, dan/atau calon anggota Direksi tidak diproses
lebih lanjut.
Jangka waktu 14 (empat belas) hari dihitung sejak tanggal
surat permintaan kelengkapan dokumen oleh Bank
Indonesia sampai dengan penerimaan kelengkapan
dokumen di Bank Indonesia.
3. Wawancara
a. Wawancara bagi calon PSP, calon anggota Dewan
Komisaris, dan/atau calon anggota Direksi dilakukan
dalam . . .
dalam rangka menggali informasi lebih lanjut dari pihak
yang diuji untuk memperoleh keyakinan atas terpenuhinya
persyaratan integritas, kompetensi, dan kelayakan atau
reputasi keuangan.
b. Dalam hal calon PSP adalah Pemerintah, pelaksanaan
wawancara dilakukan apabila dianggap perlu untuk
mendalami komitmen dari Pemerintah mengenai
pengelolaan BPR yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian
dan good corporate governance.
c. Wawancara terhadap calon anggota Dewan Komisaris atau
calon anggota Direksi dapat tidak dilakukan apabila
informasi yang diperoleh mengenai calon anggota Dewan
Komisaris atau calon anggota Direksi tersebut dinilai
sudah memadai sehingga tidak diperlukan klarifikasi atau
penjelasan lebih lanjut dalam proses wawancara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan BPR. Misalnya BPR
mengajukan permohonan untuk pencalonan salah satu
anggota Dewan Komisaris menjadi Komisaris Utama pada
BPR yang sama dan diketahui bahwa anggota Dewan
Komisaris tersebut memiliki rekam jejak yang baik.
4. Hasil Penilaian dan Tindak Lanjut Uji Kemampuan dan
Kepatutan
a. Bank Indonesia menetapkan hasil akhir uji kemampuan
dan kepatutan menjadi 2 (dua) predikat, yaitu:
1) Lulus; atau
2) Tidak Lulus.
b. Calon . . .
b. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon
anggota Direksi BPR yang memperoleh predikat Lulus
dinyatakan memenuhi persyaratan dan disetujui untuk
menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota
Direksi pada BPR yang mengajukan pencalonan.
c. BPR menindaklanjuti persetujuan Bank Indonesia terhadap
calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi
dengan menyelenggarakan RUPS mengenai persetujuan
dan pengangkatan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari
sejak tanggal surat persetujuan Bank Indonesia.
Calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi
BPR yang telah mendapat persetujuan Bank Indonesia dan
diangkat oleh RUPS dapat menjalankan tugas dan fungsi
sebagai anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi.
d. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon
anggota Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus
dinyatakan tidak memenuhi persyaratan dan ditolak untuk
menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota
Direksi pada BPR yang mengajukan pencalonan.
e. Hasil uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP,
calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi
disampaikan secara tertulis kepada:
1) BPR dan/atau PSP, dalam bentuk persetujuan atau
penolakan; dan
2) Pihak yang diuji melalui BPR, dalam bentuk penetapan
hasil uji kemampuan dan kepatutan.
Pemberitahuan . . .
Pemberitahuan kepada BPR dan PSP sebagaimana
dimaksud pada angka 1) di atas untuk kepentingan
tindaklanjut atas hasil uji kemampuan dan kepatutan.
Dalam hal diperlukan, hasil uji kemampuan dan kepatutan
dapat disampaikan kepada pihak yang berkepentingan,
antara lain Lembaga Penjamin Simpanan.
G. Penghentian Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Bank Indonesia menghentikan uji kemampuan dan kepatutan
calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota
Direksi apabila pada saat penilaian dilakukan, calon tersebut
sedang menjalani proses hukum dan/atau sedang menjalani
proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu Bank.
2. Yang dimaksud sedang menjalani proses hukum adalah
apabila calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, atau calon
anggota Direksi telah menyandang status tersangka atau
tergugat.
a. Yang dimaksud dengan status tersangka adalah apabila
yang bersangkutan sedang menjalani proses
penyidikan/peradilan dalam perkara Tindak Pidana
Tertentu sebagaimana dimaksud Undang-Undang yang
mengatur mengenai pemberantasan dan pencegahan
tindak pidana pencucian uang.
b. Yang dimaksud dengan status tergugat adalah apabila
yang bersangkutan sedang menghadapi perkara gugatan
perdata yang berkaitan dengan masalah keuangan.
3. Yang dimaksud sedang menjalani proses uji kemampuan dan
kepatutan pada suatu Bank adalah apabila calon PSP, calon
anggota . . .
anggota Dewan Komisaris, atau calon anggota Direksi sedang
menjalani uji kemampuan dan kepatutan yang disebabkan
karena yang bersangkutan diindikasikan mempunyai
permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi
keuangan dan/atau kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 atau Pasal 39 PBI Uji Kemampuan dan
Kepatutan BPR.
4. Bank Indonesia memberitahukan penghentian uji kemampuan
dan kepatutan kepada BPR.
5. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota
Direksi yang dihentikan uji kemampuan dan kepatutan, dapat
diajukan kembali kepada Bank Indonesia untuk menjadi calon
PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota
Direksi dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir II huruf B, huruf C dan huruf D serta
melampirkan bukti bahwa proses hukum atau proses uji
kemampuan dan kepatutan telah selesai dilakukan berupa:
a. proses hukum yang dibuktikan dengan adanya:
1) Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3); atau
2) Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan tidak bersalah; atau
b. proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu Bank
yang dibuktikan dengan adanya hasil akhir uji
kemampuan dan kepatutan dengan predikat Lulus dalam
uji kemampuan dan kepatutan existing.
III. UJI . . .
III. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PSP, ANGGOTA
DEWAN KOMISARIS, ANGGOTA DIREKSI, DAN PEJABAT
EKSEKUTIF (EXISTING)
A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan
dalam hal berdasarkan bukti, data dan informasi yang
diperoleh dari hasil pengawasan (off site supervision dan/atau
on site supervision) maupun informasi lainnya, terdapat
indikasi:
a. permasalahan integritas dan/atau kelayakan keuangan
pada PSP; atau
b. permasalahan integritas, reputasi keuangan dan/atau
kompetensi pada anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi, dan Pejabat Eksekutif.
2.
Permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi
keuangan dan/atau kompetensi adalah permasalahan yang
terkait dengan:
a. tindakan menyembunyikan dan/atau mengaburkan
pelanggaran dari suatu ketentuan atau kondisi keuangan
dan/atau transaksi yang sebenarnya, antara lain:
1) pencatatan palsu dan/atau transaksi fiktif baik yang
dilakukan pada neraca maupun laba/rugi BPR
termasuk transaksi pada rekening administratif;
2) penggelapan, manipulasi atau kolusi dengan nasabah
atau pihak lainnya;
3) praktek bank dalam bank, dengan memanfaatkan BPR
untuk kepentingan usaha pribadi/kelompok;
4) praktek . . .
4) praktek pembukuan dan/atau laporan keuangan BPR
yang tidak benar dan secara material berpengaruh
terhadap keadaan keuangan BPR sehingga
mengakibatkan penilaian yang tidak sesuai dengan
keadaan sebenarnya terhadap BPR (window dressing);
5) pembobolan Teknologi Sistem Informasi (TSI) BPR;
6) tidak melakukan pencatatan transaksi dalam
pembukuan BPR; dan/atau
7) menghilangkan atau merusak catatan pembukuan
dan/atau dokumen pendukung transaksi atau catatan
pembukuan BPR.
b. tindakan memberikan keuntungan secara tidak wajar
kepada pemegang saham, anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi, pegawai, dan/atau pihak lain yang dapat
merugikan atau mengurangi keuntungan BPR, antara lain:
1) pemberian suku bunga pinjaman kepada debitur di
bawah cost of fund;
2) penjualan dan/atau pembelian harta milik BPR dengan
harga yang tidak wajar dibandingkan harga pasar;
dan/atau
3) pemberian fasilitas yang tidak sesuai dengan kepatutan
dan kewajaran kepada anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi, Pejabat Eksekutif dan pegawai.
c.
tindakan melanggar prinsip kehati–hatian di bidang
perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang sehat,
antara lain:
1) pemberian . . .
1) pemberian kredit yang tidak didasarkan pada prinsip
pemberian kredit yang sehat;
2) penyediaan dana yang melanggar Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK);
3) penyediaan dana kepada pihak atau kegiatan yang
dilarang oleh peraturan perundang-undangan;
dan/atau
4) melakukan penyetoran modal dengan sumber dana
yang tidak sesuai dengan ketentuan.
d. terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah
diputus oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap (inkracht van gewisjde).
Tindak Pidana Tertentu adalah tindak pidana asal yang
disebut dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu tindak pidana
korupsi,
penyuapan,
narkotika/psikotropika,
penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran,
dibidang perbankan, dibidang pasar modal, dibidang
perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang,
perjudian, prostitusi, dibidang perpajakan, dibidang
kehutanan, dibidang lingkungan hidup, dibidang kelautan
dan perikanan atau tindak pidana lainnya yang diancam
dengan pidana 4 (empat) tahun atau lebih.
e. terbukti menyebabkan BPR mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya.
Yang . . .
Yang dimaksud dengan menyebabkan BPR mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya,
antara lain adalah tindakan yang:
1) memanfaatkan BPR untuk membiayai kepentingan
sendiri dan/atau kelompok usahanya; dan/atau
2) melanggar ketentuan dan/atau komitmen kepada Bank
Indonesia,
yang menyebabkan BPR ditempatkan dalam pengawasan
khusus, diambilalih Lembaga Penjamin Simpanan,
dan/atau dicabut ijin usahanya.
f. terbukti tidak melaksanakan perintah Bank Indonesia
untuk melakukan dan/atau tidak melakukan tindakan
tertentu (cease and desist order), dalam rangka perbaikan
dan/atau penyehatan BPR.
g. terbukti memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet.
Khusus untuk kartu kredit, pengertian kredit macet tidak
termasuk tagihan yang berasal dari annual fee, biaya
administrasi dan/atau tagihan lainnya yang bukan berasal
dari transaksi pemakaian kartu kredit.
h. terbukti dinyatakan pailit dan/atau menjadi pemegang
saham, anggota dewan komisaris atau anggota direksi yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan
dinyatakan pailit.
i. PSP tidak melakukan upaya-upaya yang diperlukan
apabila BPR menghadapi kesulitan permodalan maupun
likuiditas, misalnya tidak melakukan upaya penambahan
setoran modal BPR atau tidak melakukan upaya mencari
investor baru.
j. anggota . . .
j. anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi tidak
mampu melakukan pengelolaan strategis dalam rangka
pengembangan BPR yang sehat.
Penilaian didasarkan pada tugas dan tanggung jawab dari
setiap jabatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi,
sesuai uraian tugas yang ada pada BPR yang
bersangkutan. Yang dimaksud dengan kemampuan untuk
melakukan pengelolaan strategis antara lain adalah
kemampuan untuk menginterpretasikan visi dan misi BPR,
mengantisipasi perkembangan perekonomian, keuangan
dan perbankan, menganalisa situasi industri perbankan
dan sektor industri yang dibiayai.
k. menolak memberikan komitmen dan/atau tidak memenuhi
komitmen yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
Komitmen yang dimaksud antara lain adalah:
1) komitmen dalam rangka penyehatan BPR;
2) komitmen terhadap pengembangan operasional BPR
yang sehat, termasuk pengembangan ekonomi regional
yang mengutamakan pembiayaan kepada Usaha Mikro
Kecil (UMK) yang produktif dengan mempertimbangkan
potensi wilayah serta ditujukan untuk masyarakat
setempat;
3) komitmen untuk tidak mengulangi tindakan atau
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b dan/atau huruf c; atau
4) komitmen untuk tidak melakukan dan/atau mengulangi
perbuatan dan/atau tindakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 dan/atau Pasal 39 PBI Uji Kemampuan
dan . . .
dan Kepatutan BPR (bagi PSP, anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang
pernah memiliki predikat Tidak Lulus dalam uji
kemampuan dan kepatutan dan telah menjalani masa
sanksi sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1), Pasal
40 ayat (4) huruf a dan Pasal 40 ayat (5) PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan BPR).
B. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap PSP, anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat Eksekutif
dilakukan dengan langkah-langkah:
a. Klarifikasi bukti, data dan informasi kepada pihak-pihak
yang diuji:
1) Bank Indonesia menyampaikan surat permintaan
klarifikasi atas bukti, data dan informasi kepada pihak
yang diuji.
2) Pihak-pihak yang diuji melakukan tanggapan atas
permintaan klarifikasi melalui surat atau tatap muka
dengan pihak yang berwenang di Bank Indonesia
dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja terhitung sejak tanggal permintaan dari Bank
Indonesia sampai dengan penerimaan surat klarifikasi
atau pelaksanaan klarifikasi dalam hal klarifikasi
dilakukan dengan tatap muka.
3) Dalam hal klarifikasi dilakukan melalui tatap muka
(pertemuan) maka tempat pelaksanaan klarifikasi
dapat dilakukan di Bank Indonesia atau di tempat lain
karena . . .
karena pertimbangan situasi/kondisi tertentu.
4) Dalam hal pihak yang diuji adalah PSP berupa badan
hukum, maka tanggapan atas permintaan klarifikasi
bukti, data, dan informasi dilakukan oleh anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dari badan
hukum yang bersangkutan serta keseluruhan pihak-
pihak yang melakukan pengendalian terhadap BPR.
5) Dalam hal pihak yang diuji tidak menggunakan hak
untuk menyampaikan tanggapan klarifikasi bukti,
data, dan informasi dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan atau menggunakan hak menyampaikan
tanggapan tetapi melampaui jangka waktu yang telah
ditetapkan, maka Bank Indonesia melakukan langkah-
langkah selanjutnya dalam rangka uji kemampuan
dan kepatutan.
b. Penetapan dan penyampaian hasil sementara uji
kemampuan dan kepatutan kepada pihak-pihak yang diuji.
Bank Indonesia menetapkan hasil sementara uji
kemampuan dan kepatutan berdasarkan bukti, data, dan
informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan dan
informasi lainnya serta berdasarkan tanggapan atas
permintaan klarifikasi terhadap bukti, data, dan informasi
dalam hal pihak yang diuji memberikan tanggapan.
Bank Indonesia menyampaikan hasil sementara uji
kemampuan dan kepatutan melalui surat kepada pihak
yang diuji.
c. Tanggapan dari pihak-pihak yang diuji terhadap hasil
sementara uji kemampuan dan kepatutan.
Pihak . . .
Pihak yang diuji diberikan kesempatan untuk memberikan
tanggapan secara tertulis atas hasil sementara uji
kemampuan dan kepatutan disertai dengan bukti-bukti
pendukung yang relevan paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja terhitung sejak tanggal surat penyampaian hasil
sementara uji kemampuan dan kepatutan dari Bank
Indonesia sampai dengan penerimaan tanggapan oleh Bank
Indonesia.
d. Penetapan dan pemberitahuan hasil akhir uji kemampuan
dan kepatutan kepada pihak yang diuji.
Bank Indonesia menetapkan hasil akhir setelah
mempertimbangkan tanggapan hasil sementara uji
kemampuan dan kepatutan yang disampaikan oleh pihak
yang diuji, atau berdasarkan hasil sementara uji
kemampuan dan kepatutan dalam hal pihak yang diuji
tidak memberikan tanggapan atas hasil sementara uji
kemampuan dan kepatutan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan, atau pihak yang diuji memberikan tanggapan
atas hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan
namun melampaui batas waktu yang telah ditetapkan.
2. Tingkat keterlibatan atau peranan pihak-pihak yang diuji
terhadap permasalahan atau tindakan pelanggaran yang
dilakukan dikategorikan sebagai berikut:
a. Pelaku
Yang dimaksud dengan Pelaku adalah:
1) orang yang memerintahkan, menyuruh melakukan
atau mengusulkan terjadinya perbuatan;
2) orang . . .
2) orang yang menyetujui, turut serta menyetujui, atau
menandatangani;
3) orang yang melakukan atau turut serta melakukan
suatu perbuatan berdasarkan perintah, baik dengan
atau tanpa tekanan, dan yang bersangkutan patut
mengetahui atau patut menduga bahwa perintah
tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku;
4) orang yang melakukan suatu perbuatan karena
adanya janji atau imbalan tertentu; dan/atau
5) orang yang tidak melakukan perbuatan atau tindakan
yang menjadi tugas dan/atau tanggung jawabnya
sehingga mengakibatkan terjadinya pelanggaran
dan/atau penyimpangan.
b.
Pelaku Pembantu
Yang dimaksud dengan Pelaku Pembantu adalah orang
yang karena melaksanakan tugas, jabatan dan/atau
adanya suatu perintah dari pihak lain, baik dengan atau
tanpa tekanan, melakukan atau turut serta melakukan
suatu perbuatan, dan yang bersangkutan patut
mengetahui atau patut menduga bahwa perbuatan atau
perintah yang dilakukan tersebut bertentangan dengan
ketentuan yang berlaku, namun yang bersangkutan
telah berusaha untuk menolak melakukan perbuatan
atau perintah tersebut.
C. Hasil . . .
C. Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan beserta Konsekuensinya
1. Pihak–pihak yang ditetapkan dengan predikat Lulus
memenuhi persyaratan untuk tetap menjadi PSP, anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif.
2. Pihak-pihak yang dikategorikan sebagai Pelaku Pembantu
dapat ditetapkan predikat Lulus apabila yang bersangkutan
menyampaikan surat pernyataan yang berisi komitmen untuk
tidak mengulangi tindakan pelanggaran dimasa yang akan
datang dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari
sejak tanggal surat pemberitahuan mengenai penetapan Lulus
dari Bank Indonesia.
Jangka waktu 14 (empat belas) hari dihitung sejak tanggal
surat pemberitahuan mengenai penetapan Lulus sampai
dengan penerimaan surat pernyataan yang berisi komitmen di
Bank Indonesia.
Pihak-pihak sebagaimana di atas yang terbukti menolak
memberikan komitmen kepada Bank Indonesia ditetapkan
predikat Tidak Lulus dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun.
Pelanggaran atas komitmen yang telah disampaikan kepada
Bank Indonesia menjadi dasar untuk dilakukan uji
kemampuan dan kepatutan kepada yang bersangkutan
selama yang bersangkutan menjadi PSP, anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif.
3. Pihak-pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus
dilarang menjadi:
a. PSP atau memiliki saham pada industri perbankan;
dan/atau
b. anggota . . .
b. anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat
Eksekutif pada industri perbankan
sejak tanggal penetapan Bank Indonesia.
4. Jangka waktu larangan terhadap pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada angka 3 tercantum dalam Lampiran 3a dan
Lampiran 3b.
5. Dalam hal pihak yang ditetapkan Tidak Lulus sebagaimana
dimaksud pada angka 3 juga merupakan pemegang saham
pada bank lain, yang bersangkutan wajib melepaskan
kepemilikan sahamnya pada bank lain tersebut, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. jika bank lain tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat
maka yang bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan
sahamnya pada Bank Perkreditan Rakyat tersebut dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal
penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia. Dalam hal
tidak dialihkan dalam jangka waktu dimaksud maka
berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR;
b. jika bank lain tersebut adalah Bank Umum maka yang
bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya
pada bank tersebut dengan jumlah saham dan jangka
waktu pengalihan sesuai dengan yang diatur dalam
ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang
berlaku bagi Bank Umum;
c. jika bank lain tersebut adalah Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah maka yang bersangkutan
wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya pada bank
tersebut . . .
tersebut dengan jumlah saham dan jangka waktu
pengalihan sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan
mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi
Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
6. Dalam hal pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus
sebagaimana dimaksud pada butir 3 sedang menjabat sebagai
anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat
Eksekutif pada bank lain, maka yang bersangkutan wajib
berhenti dari jabatannya sebagai anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada bank lain
tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. jika bank lain tersebut adalah BPR maka yang
bersangkutan dilarang menjadi anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada BPR lain
terhitung sejak tanggal penetapan Tidak Lulus oleh Bank
Indonesia.
BPR lain tersebut wajib menindaklanjuti larangan
dimaksud dengan:
1) melaksanakan RUPS untuk memberhentikan anggota
Dewan Komisaris atau anggota Direksi yang ditetapkan
dengan predikat Tidak Lulus dalam jangka waktu paling
lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal
penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia; atau
2) menerbitkan surat keputusan untuk memberhentikan
Pejabat Eksekutif yang ditetapkan dengan predikat
Tidak Lulus dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal penetapan Tidak Lulus oleh
Bank Indonesia.
b. jika . . .
b. jika bank lain tersebut adalah Bank Umum maka
tindaklanjut untuk memberhentikan anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif
dimaksud mengacu kepada ketentuan yang mengatur
mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi
Bank Umum.
c. jika bank lain tersebut adalah Bank Umum Syariah atau
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah maka tindaklanjut untuk
memberhentikan anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi, atau Pejabat Eksekutif dimaksud mengacu kepada
ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan dan
kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
7. Pengalihan seluruh kepemilikan saham oleh PSP predikat
Tidak Lulus dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
dibuktikan dengan pelaksanaan RUPS perubahan komposisi
kepemilikan saham setelah PSP yang menerima pengalihan
saham dari PSP predikat Tidak Lulus mendapat persetujuan
Bank Indonesia.
8. PSP yang ditetapkan predikat Tidak Lulus dan tidak
mengalihkan seluruh kepemilikan sahamnya dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun maka:
a. ditetapkan predikat Tidak Lulus dengan jangka waktu
larangan selama 20 (dua puluh) tahun, dan
b. wajib menyerahkan kepada pihak yang tidak memiliki
hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dan/atau
bukan merupakan pihak dalam kelompok usahanya:
1) surat kuasa menjual; dan
2) hasil . . .
2) hasil penilaian harga saham yang dilakukan oleh
penilai independen.
D. Tahapan Pelaksanaan Penyerahan Surat Kuasa Menjual dan
Penyerahan Hasil Penilaian Harga Saham:
1. Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak berakhirnya batas
waktu pengalihan kepemilikan saham, PSP yang ditetapkan
predikat Tidak Lulus wajib menyerahkan:
a. surat kuasa menjual yang dibuat dalam bentuk akta
notariil; dan
b. hasil penilaian harga saham oleh penilai independen
kepada pihak penerima kuasa yang tidak memiliki hubungan
keluarga sampai dengan derajat kedua dan/atau yang bukan
termasuk dalam kelompok usahanya.
2. Dalam rangka penyerahan surat kuasa menjual dan hasil
penilaian harga saham sebagaimana dimaksud pada angka 1,
PSP yang ditetapkan predikat Tidak Lulus mengajukan
kepada Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah
jangka waktu kewajiban pengalihan kepemilikan saham
berakhir hal-hal sebagai berikut:
a. calon pihak penerima surat kuasa menjual, dilengkapi
dengan dokumen:
1)
identitas calon penerima surat kuasa menjual:
a) fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda
Penduduk (KTP);
b) fotokopi Kartu Keluarga; dan
c) pas . . .
c) pas foto terakhir ukuran 4 x 6 cm.
2) surat pernyataan bermeterai cukup dari PSP yang
ditetapkan predikat Tidak Lulus bahwa calon pihak
penerima kuasa tidak memiliki hubungan keluarga
sampai dengan derajat kedua dan/atau bukan
merupakan pihak dalam kelompok usahanya.
b. pihak independen yang akan melakukan appraisal atas
harga saham yang akan dialihkan, dilengkapi dengan
dokumen berupa izin dari instansi yang berwenang.
c. konsep surat kuasa menjual yang paling kurang memuat
klausula:
1) memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk
menjual atau mengalihkan saham kepada pihak yang
tidak memiliki hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua dan/atau bukan merupakan pihak
dalam kelompok usaha dari PSP yang ditetapkan
predikat Tidak Lulus;
2) pemberi kuasa menerima/menyetujui segala
keputusan atas penjualan atau pengalihan saham
yang dilakukan oleh penerima kuasa sepanjang
penerima kuasa melaksanakannya dengan itikad baik
dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3) membebaskan penerima kuasa atas segala akibat
hukum yang timbul dari penjualan atau pengalihan
saham dimaksud sepanjang penerima kuasa
melaksanakannya dengan itikad baik dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
4) segala . . .
4) segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan
surat kuasa menjual, menjadi beban pemberi kuasa
sepanjang biaya tersebut telah disepakati.
3. Bank Indonesia melakukan penelitian mengenai pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a,
huruf b, dan huruf c.
4. Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 3
dan persetujuan Bank Indonesia, PSP yang ditetapkan
predikat Tidak Lulus melaksanakan penyerahan surat kuasa
menjual dan hasil penilaian harga saham kepada penerima
kuasa.
5. PSP yang ditetapkan predikat Tidak Lulus melalui BPR
melaporkan kepada Bank Indonesia mengenai pelaksanaan
penyerahan surat kuasa menjual dan hasil penilaian harga
saham sebagaimana dimaksud pada angka 4 paling lama 5
(lima) hari kerja setelah pelaksanaan penyerahan, dilampiri
fotokopi dokumen:
a. surat kuasa menjual;
b. hasil penilaian harga saham oleh penilai independen; dan
c. rencana pelaksanaan penjualan/pengalihan saham oleh
penerima kuasa.s
6. BPR mengajukan kepada Bank Indonesia pihak yang akan
mengambilalih saham PSP yang ditetapkan predikat Tidak
Lulus yang diajukan oleh penerima kuasa, untuk memperoleh
persetujuan sebagai PSP/PS dengan mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai kelembagaan BPR
dan uji kemampuan dan kepatutan BPR.
E. Alamat . . .
E. Alamat Penyampaian
Penyampaian klarifikasi dan tanggapan dari pihak yang diuji
dalam proses uji kemampuan dan kepatutan, penyampaian surat
pernyataan dan laporan BPR, disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan alamat sebagaimana butir II huruf E.
IV. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP PIHAK YANG
SUDAH TIDAK MENJADI PSP, ANGGOTA DEWAN KOMISARIS,
ANGGOTA DIREKSI DAN PEJABAT EKSEKUTIF
1. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan
terhadap pihak-pihak yang sudah tidak menjadi atau sudah
tidak menjabat sebagai PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi dan Pejabat Eksekutif di BPR, termasuk yang sudah
keluar dari industri perbankan, yang diindikasikan terlibat atau
bertanggung jawab terhadap perbuatan atau tindakan yang
menjadi obyek uji kemampuan dan kepatutan pada BPR.
2. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan
berdasarkan bukti, data dan informasi yang diperoleh dari hasil
pengawasan maupun informasi lainnya.
Yang dimaksud dengan informasi lainnya adalah informasi yang
terkait dengan pelanggaran pihak yang sudah tidak menjadi
PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat
Eksekutif di BPR, antara lain informasi yang diperoleh dari
nasabah atau BPR.
3. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak-pihak yang
sudah tidak menjadi atau sudah tidak menjabat sebagai PSP,
anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat
Eksekutif . . .
Eksekutif di BPR dilakukan dengan langkah-langkah
sebagaimana dimaksud pada butir III.B.1.
4. Dalam hal surat permintaan klarifikasi dan/atau surat
permintaan tanggapan atas hasil sementara uji kemampuan dan
kepatutan tidak diterima oleh pihak yang diuji pada alamat yang
tercatat di Bank Indonesia atau surat dimaksud kembali kepada
Bank Indonesia, pemberitahuan untuk permintaan klarifikasi
dilakukan dengan cara pemanggilan melalui surat kabar lokal.
V. LAPORAN RENCANA PERUBAHAN STRUKTUR KELOMPOK
USAHA
Dalam hal terdapat rencana perubahan struktur kelompok usaha,
BPR wajib menyampaikan laporan rencana perubahan struktur
kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan BPR yang mencakup seluruh pihak
terkait pengendalian BPR sampai dengan pemilik dan pengendali
terakhir dari badan hukum (PSPT).
Pelaporan rencana perubahan struktur kelompok usaha
disampaikan dengan disertai struktur perubahan sebagaimana
contoh pada Lampiran 4a (struktur kelompok usaha setelah
perubahan) dan Lampiran 4b (tabel perubahan struktur kelompok
usaha). Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana
butir II huruf E.
VI. KETENTUAN . . .
VI. KETENTUAN PERALIHAN
1. Terhadap uji kemampuan dan kepatutan bagi PSP, anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang
telah ditetapkan Lulus Bersyarat berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia No. 6/23/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004 tentang
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) BPR,
maka dengan berlakunya PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan
BPR:
a. dinyatakan Lulus setelah yang bersangkutan memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
Peraturan Bank Indonesia No. 6/23/PBI/2004 tanggal 9
Agustus 2004 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan
(Fit and Proper Test) BPR, yaitu sebagai berikut:
1) bagi pihak yang dinilai memperoleh predikat Lulus
Bersyarat karena faktor integritas dan dalam jangka
waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal
surat pemberitahuan mengenai penetapan Lulus
Bersyarat dari Bank Indonesia telah menyampaikan
pernyataan tertulis untuk tidak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) atau Pasal
26 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No. 6/23/PBI/2004
tanggal 9 Agustus 2004 dan/atau perbuatan yang
menyebabkan yang bersangkutan diberikan predikat
Lulus Bersyarat.
2) bagi . . .
2) bagi pihak yang dinilai memperoleh predikat Lulus
Bersyarat karena faktor kompetensi dan jangka waktu
yang diberikan kepada yang bersangkutan untuk
memperbaiki faktor kompetensi belum terlampaui yaitu
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak
tanggal surat pemberitahuan mengenai penetapan Lulus
Bersyarat dari Bank Indonesia dan yang bersangkutan
telah dinilai memenuhi persyaratan faktor kompetensi oleh
Bank Indonesia.
3) bagi pihak yang dinilai memperoleh predikat Lulus
Bersyarat karena memiliki kredit macet dan yang
bersangkutan masih memiliki jangka waktu penyelesaian
kredit macet yaitu dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun sejak tanggal surat pemberitahuan mengenai
penetapan Lulus Bersyarat dari Bank Indonesia dan yang
bersangkutan telah menyelesaikan kredit macet serta
menyampaikan bukti pelunasan kepada Bank Indonesia.
4) bagi PSP yang memperoleh predikat Lulus Bersyarat
karena faktor kelayakan keuangan dan yang bersangkutan
masih memiliki jangka waktu pemenuhan komitmen serta
telah memenuhi persyaratan kelayakan keuangan sesuai
dengan komitmen yang telah disepakati dengan Bank
Indonesia.
b. dinyatakan Tidak Lulus dengan jangka waktu larangan
selama 2 (dua) tahun dengan konsekuensi mengacu pada
Pasal 45 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) PBI Uji Kemampuan
dan Kepatutan BPR, apabila yang bersangkutan tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a
angka 1) sampai dengan angka 4) di atas.
2. Bank . . .
2. Bank Indonesia menyampaikan penetapan Lulus kepada pihak-
pihak sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.2) sampai dengan
butir 1.a.4) kepada BPR dan pihak yang diuji melalui BPR,
dalam bentuk penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan.
3. Bank Indonesia menyampaikan penetapan Tidak Lulus kepada
pihak sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf b di atas
kepada:
a. BPR dan PSP; dan
b. pihak yang diuji melalui BPR, dalam bentuk penetapan hasil
uji kemampuan dan kepatutan.
4. Terhadap uji kemampuan dan kepatutan bagi PSP, anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang
sedang berlangsung pada saat berlakunya PBI Uji Kemampuan
dan Kepatutan BPR, maka proses penilaian, hasil penilaian, dan
pengenaan jangka waktu larangan mengacu kepada PBI No.
6/23/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004. Dalam hal hasil
penilaian uji kemampuan dan kepatutan dimaksud adalah
predikat Lulus Bersyarat maka yang bersangkutan dinyatakan
Lulus apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada butir 1 huruf a atau Tidak Lulus apabila tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf b.
5. Terhadap uji kemampuan dan kepatutan bagi calon PSP atau
PSP, calon anggota Dewan Komisaris atau anggota Dewan
Komisaris, calon anggota Direksi atau anggota Direksi, dan/atau
Pejabat Eksekutif yang sedang dilakukan pada saat berlakunya
PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR maka:
a. proses . . .
a. proses penilaian, hasil penilaian dan pengenaan jangka
waktu larangan mengacu kepada PBI No. 6/23/PBI/2004
tanggal 9 Agustus 2004 tentang Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan (Fit and Proper Test) BPR.
b. dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf
a adalah Tidak Lulus, maka konsekuensi hasil penilaian
mengacu kepada ketentuan dalam PBI Uji Kemampuan dan
Kepatutan (Fit and Proper Test) BPR.
VII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 6/35/DPBPR tanggal 16 Agustus 2004 perihal
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank
Perkreditan Rakyat, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai
berlaku pada tanggal 28 Desember 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ZAINAL ABIDIN
KEPALA DEPARTEMEN
KREDIT, BPR DAN UMKM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/36/DKBU|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat. </reg_title>
<set_date> 21 Desember 2012 </set_date>
<effective_date> 28 Desember 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '6/35/DPBPR|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '14/9/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 7 /40/ DPNP
Jakarta, 24 Agustus 2005
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor
3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala
Bank Umum
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/27/PBI/2005 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/17/PBI/2001 tentang Laporan
Berkala Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4525), perlu dilakukan penyesuaian terhadap Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang
Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), khususnya yang menyangkut laporan
data-data LBBU mengenai posisi devisa neto dan pemantauan likuiditas sebagai
berikut:
I. PERUBAHAN BEBERAPA KETENTUAN
A. Ketentuan angka IV.3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP
tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum (LBBU)
diubah, sehingga berbunyi:
3. Maturity …
3. Maturity Profile
Data LBBU berupa Maturity Profile memuat data konsolidasi yang
mencakup seluruh kantor Bank di dalam negeri maupun di luar
negeri.
B. Ketentuan angka V.3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP
tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum (LBBU)
diubah, sehingga berbunyi:
3. Format LBBU untuk data Maturity Profile adalah sesuai dengan
format dalam Formulir-5a dan Formulir-5b Pedoman Penyusunan
Laporan Berkala Bank Umum.
C. Ketentuan angka VIII.1 huruf a angka 2) dan angka 3) Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang
Laporan Berkala Bank Umum (LBBU) diubah, sehingga berbunyi:
2) Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Biro Penelitian dan
Pengaturan Perbankan, untuk materi Formulir-5a sampai dengan
Formulir-7;
3) Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Bagian
Perbankan, untuk
Formulir-7.
Data
sistem/program Formulir-5a sampai dengan
II. PENCABUTAN BEBERAPA KETENTUAN
A. Mencabut ketentuan angka IV.2 huruf a dan huruf b Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang
Laporan Berkala Bank Umum (LBBU).
B. Mencabut ketentuan angka V.2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank
Umum (LBBU).
C. Mencabut …
C. Mencabut ketentuan dalam Buku Pedoman Penyusunan Laporan
Berkala Bank Umum yang merupakan lampiran dari Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang
Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), yaitu:
1. ketentuan angka VI dan angka VII, termasuk Formulir-3.a.
tentang Laporan Konsolidasi Posisi Devisa Neto (Kantor Bank di
Dalam Negeri) dan Formulir-3.b tentang Laporan Konsolidasi
Posisi Devisa Neto (Gabungan dari Kantor Bank di Dalam Negeri
dan di Luar Negeri).
2. ketentuan angka VIII dan angka IX, termasuk Formulir-4a.
tentang Laporan Proyeksi Arus Kas Rupiah dan Formulir-4.b
tentang Laporan Proyeksi Arus Kas Valuta Asing.
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 26 Agustus 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/40/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum </reg_title>
<set_date> 24 Agustus 2005 </set_date>
<effective_date> 26 Agustus 2005 </effective_date>
<changed_reg> '3/23/DPNP|SE-BI/2001' </changed_reg>
<replaced_reg> '3/23/DPNP|SE-BI/2001 | angka IV.2 huruf a dan huruf b', '3/23/DPNP|SE-BI/2001 | angka V.2', '3/23/DPNP|SE-BI/2001 | angka VI dan angka VII, termasuk Formulir-3.a. tentang Laporan Konsolidasi Posisi Devisa Neto (Kantor Bank di Dalam Negeri) dan Formulir-3.b tentang Laporan Konsolidasi Posisi Devisa Neto (Gabungan dari Kantor Bank di Dalam Negeri dan di Luar Negeri)', '3/23/DPNP|SE-BI/2001 | angka VIII dan angka IX, termasuk Formulir-4a. tentang Laporan Proyeksi Arus Kas Rupiah dan Formulir-4.b tentang Laporan Proyeksi Arus Kas Valuta Asing' </replaced_reg>
<related_reg> '3/17/PBI/2001', '7/27/PBI/2005', '3/23/DPNP|SE-BI/2001' </related_reg>
|
No.2/ 29 /DASP
Jakarta, 29 Desember 2000
S U R A T E D A R A N
Perihal
:
Biaya Perolehan Buku Blanko Cek dan Bilyet Giro Bank
Indonesia
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan
Pihak Ekstern (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 205, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4025), khususnya Pasal 37 yang mengatur
bahwa setiap perolehan buku blanko Cek dan Bilyet Giro Bank Indonesia (Cek
dan BG BI) dikenakan biaya cetak dan biaya meterai, dengan ini
mengeluarkan Surat Edaran sebagai pelaksanaannya.
kami
Diberitahukan besarnya biaya perolehan buku blanko Cek dan BG BI yang
dikenakan kepada Pemegang Rekening Giro sebagai berikut :
1. Buku cek
sebesar
Isi 25 lembar
2. Buku Bilyet Giro
Isi 25 lembar
sebesar
Rp. 85.000,00/buku
Biaya dimaksud telah mencakup penggantian biaya cetak dan bea meterai
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan
Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang
Dikenakan Bea Meterai.
Rp. 85.000,00/buku
Ketentuan …
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 2 Januari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/29/DASP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Biaya Perolehan Buku Blanko Cek dan Bilyet Giro Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 29 Desember 2000 </set_date>
<effective_date> 2 Januari 2001 </effective_date>
<related_reg> '2/24/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 4/ 19 /DPM
Jakarta, 18 November 2002
SURAT EDARAN
Perihal : Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan
Sertifikat Bank Indonesia
Sebagaimana
ditetapkan
dalam
Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
4/10 /PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4244), Bank Indonesia menatausahakan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dalam suatu penatausahaan secara elektronis dan tanpa warkat
(scripless). Sistem penatausahaan SBI di Bank Indonesia yang disebut Bank Indonesia-
Sistem Penatausahaan SBI (BI-SPS) terdiri dari Central Registry dan sejumlah Sub-
Registry. Dalam sistem tersebut, Bank Indonesia berfungsi sebagai Central Registry dan
lembaga-lembaga registry di luar Bank Indonesia sebagai Sub-Registry.
Sesuai Peraturan Bank Indonesia tersebut diatas, Bank Indonesia selaku Central
Registry dalam penatausahaan SBI berwenang untuk menunjuk pihak
lain
untuk
mendukung penatausahaan SBI sebagai Sub-Registry. Sehubungan dengan itu, dalam
Surat Edaran ini ditetapkan persyaratan dan tata cara bagi bank atau lembaga keuangan
bukan bank untuk dapat ditunjuk menjadi Sub-Registry sebagai berikut:
I. PERSYARATAN
a. Berbentuk bank atau lembaga keuangan bukan bank yang berkedudukan di dalam
wilayah hukum Indonesia.
b. Tidak sedang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga baik yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap atau belum.
c. Telah ……
c. Telah mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dalam kegiatan
pencatatan surat berharga, dan atau sekurang-kurangnya tiga tahun dalam kegiatan
penyimpanan surat berharga sejak memperoleh ijin dari Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam).
d. Memiliki jaringan usaha pencatatan ke luar negeri dan atau penyimpanan surat
berharga ke luar negeri.
e. Memiliki jaringan usaha pencatatan surat berharga secara on line di dalam negeri.
f. Memiliki sistem pencatatan (registry) surat berharga secara scripless (book-entry
registry) yang aman, handal dan terpercaya yang sekurang-kurangnya dapat
menatausahakan transaksi outright, repo, dan pledging.
g. Pengurus baik secara langsung atau tidak langsung tidak termasuk dalam Daftar
Orang Tercela dan atau dalam Daftar Kredit Macet.
h. Memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani custodian yang memiliki
manajemen dan staf yang profesional di bidang pencatatan dan atau penyimpanan
surat berharga.
i. Bank sebagai penyelenggara Sub-Registry wajib memenuhi ketentuan Rasio
Kecukupan Modal sebagaimana yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
j. Lembaga keuangan bukan bank sebagai
penyelenggara Sub-Registry wajib
memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnya Rp
25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
k. Surat berharga yang dicatat dan atau disimpan sekurang-kurangnya telah mencapai
nilai nominal rata-rata Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dalam enam
bulan terakhir.
l. Bersedia memenuhi kewajiban pelaporan kepada Bank Indonesia.
II. TATA ……
II. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
a. Bank atau lembaga keuangan yang memenuhi persyaratan tersebut di atas dapat
mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan
Moneter, Bank Indonesia, Jl. MH. Thamrin No 2, Jakarta, sesuai dengan contoh
surat permohonan (terlampir), dan dilampiri:
1. Copy surat ijin sebagai Bank atau Lembaga Keuangan Bukan Bank.
2. Copy Anggaran Dasar perusahaan.
3. Keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan
dan
atau
penyimpanan surat berharga secara on line di dalam negeri dan atau ke luar
negeri.
4. Copy bukti hasil pemeriksaan oleh lembaga auditor independen mengenai
keamanan sistim pencatatan surat berharga secara scripless.
5. Data mengenai jumlah dan nilai nominal
transaksi pencatatan dan atau
penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir.
6. Laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh auditor
independen.
7. Riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi dan Komisaris serta
tenaga ahli di bidang pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga.
b. Bank Indonesia melakukan seleksi terhadap permohonan tersebut di atas dan
selambat-lambatnya dua minggu setelah permohonan diterima, Bank Indonesia
memberitahukan penolakan atau persetujuan terhadap masing-masing pemohon.
c. Bank atau lembaga keuangan bukan bank yang telah ditunjuk sebagai Sub-
Registry wajib menandatangani perjanjian antara Sub-Registry dengan Bank
Indonesia.
d. Bank atau lembaga keuangan bukan bank yang telah ditunjuk sebagai Sub-
Registry Obligasi Pemerintah berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
2/1/DPM ……
2/1/DPM tanggal 21 Januari 2000 perihal Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan
Sub-Registry Untuk Penatausahaan Obligasi Pemerintah dapat ditunjuk oleh Bank
Indonesia menjadi Sub-Registry untuk menatausahakan SBI.
III. PELAPORAN
Bank atau lembaga keuangan bukan bank yang ditunjuk sebagai Sub-Registry wajib:
a. Melaporkan kegiatan usaha yang dilakukan kepada Bank Indonesia setiap
bulannya selambat-lambatnya 5 (lima) hari setelah berakhirnya bulan yang
bersangkutan dengan menggunakan formulir pada lampiran 1.
b. Menyampaikan laporan secara harian kepada Bank Indonesia mengenai
kegiatan usaha mengenai kegiatan perdagangan SBI dengan menggunakan
formulir pada lampiran 2.
Laporan sebagaimana pada huruf a dan b di atas, disampaikan kepada Bank
Indonesia, cq. Direktorat Pengelolaan Moneter, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta.
IV. PENGAWASAN
Bank Indonesia berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap Sub-Registry atas
kegiatan yang terkait dengan penatausahaan SBI.
V. PENCABUTAN PENUNJUKAN SEBAGAI SUB-REGISTRY
Penunjukan bank atau lembaga keuangan bukan bank sebagai lembaga Sub-Registry
dapat dicabut oleh Bank Indonesia dalam hal:
a. Sub-Registry tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Romawi I.
b. Sub-Registry menghentikan kegiatan usahanya.
Ketentuan ……
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 25 November 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Ttd
TARMIDEN SITORUS
DIREKTUR
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 19 /DPM tanggal 18 November 2002
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran - 1
REKAPITULASI LAPORAN BULANAN
POSISI KEPEMILIKAN SERTIFIKAT BANK INDONESIA
PER TANGGAL ………………..
Nama Sub-Registry :
Tanggal Laporan
No
Nama Investor
:
Seri SBI
Nilai Nominal
(Juta Rp)
Status Investor
Domestik
Asing
Bidang Usaha
Investor *)
Keterangan
Keterangan:
*) Bank, Asuransi, Reksadana, Dana Pensiun, Perorangan, atau Lain-lain
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 19 /DPM tanggal 18 November 2002
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran - 2
LAPORAN HARIAN INDIVIDUAL
TRANSAKSI SERTIFIKAT BANK INDONESIA
Nama Sub-Registry :
Tanggal Laporan
No
Seri SBI
:
Jenis
Transaksi *)
Jatuh Waktu Tanggal
Transaksi
Settlement
Nama Pembeli/
Penerima
Nama Penjual/
Pemberi
Domestik Asing Domestik Asing
Nilai Nominal
(Juta Rp)
Nilai
Nilai Transaksi (Juta Rp)
Nilai
Diskonto Tunai
Total
Keterangan:
*) Repo, Outright, atau Reverse Repo
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/19/DPM|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan Sertifikat Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 18 November 2002 </set_date>
<effective_date> 25 November 2002 </effective_date>
<related_reg> '4/10/PBI/2002' </related_reg>
|
No. 9/ 23 /DPM
Jakarta, 8 Oktober 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah,
Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang
Valuta Asing Bukan Bank
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/11/PBI/2007 tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4764), dipandang perlu
menetapkan tata cara perizinan, penerapan Prinsip Mengenal Nasabah,
pengawasan, pelaporan, dan pengenaan sanksi bagi Pedagang Valuta Asing
Bukan Bank, sebagai berikut:
I. TATA CARA PERIZINAN
A. Izin Usaha Pedagang Valuta Asing Bukan Bank
Tata cara perizinan dan pembukaan kegiatan usaha Pedagang Valuta
Asing Bukan Bank, yang selanjutnya disebut PVA BB, diatur sebagai
berikut:
1. Pemohon mengajukan permohonan izin usaha secara tertulis kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan contoh surat permohonan
sebagaimana tercantum pada Lampiran 1.
2. Surat …
2. Surat permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1
harus dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi anggaran dasar/akta pendirian perusahaan beserta
perubahan-perubahannya sebagai badan hukum Perseroan Terbatas,
yang maksud dan tujuan perseroan adalah melakukan kegiatan jual
beli Uang Kertas Asing (UKA) dan pembelian Traveller’s Cheque
(TC);
b. fotokopi pengesahan sebagai badan hukum Perseroan Terbatas oleh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
c. daftar kepengurusan dan kepemilikan perusahaan dengan
dilengkapi surat pernyataan bermaterai cukup dari pengurus dan
pemegang saham yang menyatakan bahwa tidak tercatat sebagai
penarik cek dan/atau bilyet giro kosong, dan tidak memiliki kredit
macet yang tercatat pada Bank Indonesia;
d. surat pernyataan bermaterai cukup dari pengurus dan pemegang
saham yang menyatakan bahwa tidak pernah terbukti melakukan
tindak pidana di bidang keuangan berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam 2 (dua)
tahun terakhir;
e. fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang
masih berlaku atas nama masing-masing pengurus dan pemegang
saham;
f. daftar riwayat hidup masing-masing pengurus dan pemegang
saham dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana
tercantum pada Lampiran 2;
g. neraca perusahaan yang ditandatangani oleh pengurus;
h. fotokopi bukti setoran modal yang disertai dengan fotokopi
rekening koran sejak penyetoran modal dilakukan, atas nama
perusahaan di bank umum:
1) paling …
1) paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
Rupiah), bagi pemohon yang beralamat di DKI Jakarta,
Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung serta Kotamadya
Batam;
2) paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah), bagi
pemohon yang beralamat selain di DKI Jakarta, Kotamadya
Denpasar dan Kabupaten Badung serta Kotamadya Batam;
i. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan
yang bersangkutan;
j. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama pengurus
dan/atau pemegang saham, atau surat perjanjian
sewa/kontrak/penggunaan tempat usaha;
k. fotokopi surat keterangan domisili perusahaan/tempat usaha dari
pihak yang berwenang; dan
l. fotokopi akta perusahaan dan izin di bidang usahanya bagi
pemegang saham yang berbentuk badan hukum.
3. Pada saat mengajukan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud
dalam angka 1, pemohon harus menunjukkan dokumen asli yang akan
dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 2.
4. Pengajuan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 disampaikan ke alamat sebagai berikut:
a. Bank Indonesia, Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian
Pengaturan dan Pengawasan Pedagang Valuta Asing, dan
Administrasi (PVAd), Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350,
bagi pemohon yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia (KPBI); atau
b. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Kelompok yang
membidangi dengan mengacu kepada wilayah kerja sebagaimana
dimaksud …
dimaksud dalam Lampiran 3, bagi pemohon yang berkedudukan di
luar wilayah kerja KPBI.
5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 3 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar
kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada pemohon dan meminta
pemohon untuk memenuhi persyaratan dimaksud.
6. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 3 dipenuhi, Bank Indonesia melakukan penelitian pengurus dan
pemegang saham untuk mengetahui bahwa yang bersangkutan tidak
tercatat sebagai penarik cek dan/atau bilyet giro kosong, dan tidak
memiliki kredit macet yang tercatat pada Bank Indonesia.
7. Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 6 tidak
memenuhi persyaratan, Bank Indonesia memberitahukan secara
tertulis kepada pemohon untuk melakukan penggantian pengurus
dan/atau pemegang saham yang diusulkan disertai dengan alasan
penggantian.
8. Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 6
memenuhi persyaratan, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi
tempat usaha perusahaan pemohon izin usaha PVA BB yang meliputi:
a. keberadaan lokasi tempat usaha sesuai alamat yang diajukan;
b. kelayakan tempat usaha; dan
c. sarana penunjang kegiatan usaha, sekurang-kurangnya:
1) meja counter;
2) alat deteksi keaslian uang;
3) tempat penyimpan uang; dan
4) papan kurs.
9. Pemeriksaan lokasi tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam angka
8 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 6.
10. Bank …
10. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan
lokasi tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 8 paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lokasi.
11. Dalam hal hasil pemeriksaan lokasi tempat usaha sebagaimana
dimaksud dalam angka 8 memenuhi persyaratan, Bank Indonesia
mengadakan penyuluhan mengenai ketentuan yang terkait dengan
PVA kepada seluruh pengurus dan pemegang saham perusahaan
pemohon izin usaha PVA BB.
12. Bank Indonesia akan memproses lebih lanjut permohonan izin usaha
PVA BB setelah seluruh pengurus dan pemegang saham perusahaan
pemohon izin usaha PVA BB menghadiri penyuluhan sebagaimana
dimaksud pada angka 11.
13. Dalam hal seluruh pengurus dan pemegang saham perusahaan
pemohon izin usaha PVA BB telah menghadiri penyuluhan yang
diadakan oleh Bank Indonesia, perusahaan pemohon izin usaha PVA
BB harus menyampaikan pernyataan tertulis mengenai kesiapan
memulai kegiatan usaha sebagai PVA BB dengan menggunakan
contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 4 paling lambat
30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal penyuluhan sebagaimana
dimaksud dalam angka 12.
14. Dalam hal perusahaan pemohon izin usaha PVA BB tidak
menyampaikan pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
angka 13, maka pemohon dinyatakan membatalkan permohonan izin
usaha sebagai PVA BB.
15. Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pemberian Izin Usaha
(KPmIU) dan sertifikat izin usaha sebagai PVA BB setelah perusahaan
pemohon izin usaha PVA BB menyampaikan pernyataan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam angka 13 paling lambat 14 (empat belas)
hari …
hari kerja sejak pernyataan tertulis tersebut diterima oleh Bank
Indonesia.
16. KPmIU dan sertifikat izin usaha sebagai PVA BB sebagaimana
dimaksud dalam angka 15 berlaku sejak tanggal dikeluarkan oleh Bank
Indonesia.
17. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada pemohon
untuk mengambil KPmIU dan sertifikat izin usaha sebagai PVA BB
sebagaimana dimaksud dalam angka 15 di alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.a atau butir 4.b.
18. Pengambilan KPmIU dan sertifikat izin usaha sebagai PVA BB
sebagaimana dimaksud dalam angka 15 dapat diwakilkan dengan
membawa surat kuasa bermaterai cukup yang ditandatangani oleh
pengurus PVA BB.
19. PVA BB wajib memasang sertifikat izin usaha sebagai PVA BB yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
20. PVA BB harus memasang papan nama perusahaan dalam ukuran
cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik, yang memuat
tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” dengan atau tanpa
tambahan tulisan ”Authorized Money Changer”, serta mencantumkan
nama perusahaan, nomor dan tanggal KPmIU dengan format penulisan
sebagaimana contoh 1 pada Lampiran 5.
21. PVA BB harus memasang papan kurs dalam ukuran cukup yang
mudah dilihat dan dibaca oleh nasabah.
22. Bank Indonesia mengumumkan PVA BB yang memperoleh KPmIU
melalui website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id) dan/atau media
lainnya.
B. Pembukaan …
B. Pembukaan Kantor Cabang PVA BB
Tata cara pembukaan kantor cabang PVA BB diatur sebagai berikut:
1. Kantor pusat PVA BB mengajukan permohonan pembukaan kantor
cabang secara tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan
contoh surat permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran 6.
2. Surat permohonan pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 harus dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha sebagai kantor cabang
atas nama pengurus dan/atau pemegang saham atau surat perjanjian
sewa/kontrak/penggunaan tempat usaha sebagai kantor cabang;
b. surat pernyataan bermaterai cukup dari pengurus atau pemegang
saham yang menyatakan bahwa kantor cabang yang direncanakan
merupakan unit kegiatan usaha yang tidak terpisahkan dari kantor
pusat PVA BB; dan
c. fotokopi surat keterangan domisili perusahaan/tempat usaha dari
pihak yang berwenang untuk setiap kantor cabang;
3. Bagi PVA BB yang akan membuka kantor cabang di DKI Jakarta,
Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam
harus mempunyai modal disetor paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta Rupiah).
4. Pada saat mengajukan permohonan pembukaan kantor cabang
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, PVA BB harus menunjukkan
dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 4 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar
kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada PVA BB dan meminta
PVA BB untuk memenuhi persyaratan.
6. Dalam …
6. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 4 dipenuhi, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi
tempat usaha kantor cabang PVA BB yang meliputi kegiatan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam butir A.8.
7. Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dilakukan
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 4.
8. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan
lokasi tempat usaha kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan
lokasi.
9. Dalam hal hasil pemeriksaan lokasi tempat usaha kantor cabang
sebagaimana dimaksud dalam angka 6 memenuhi persyaratan, PVA
BB harus menyampaikan pernyataan tertulis mengenai kesiapan kantor
cabang memulai kegiatan usaha sebagai PVA BB dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum pada Lampiran 7 paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lokasi
tempat usaha dinyatakan telah memenuhi persyaratan.
10. Dalam hal PVA BB tidak menyampaikan pernyataan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam angka 9, maka PVA BB yang
bersangkutan dinyatakan membatalkan permohonan pembukaan kantor
cabang PVA BB.
11. Dalam hal PVA BB menyampaikan pernyataan tertulis sebagaimana
dimaksud dalam angka 9, Bank Indonesia menerbitkan surat
persetujuan pembukaan kantor cabang yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dengan KPmIU dan sertifikat kantor cabang
yang berlaku sejak tanggal dikeluarkan.
12. Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan pembukaan kantor
cabang dan sertifikat kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam
angka …
angka 11 paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak pernyataan
tertulis mengenai kesiapan kantor cabang memulai kegiatan usaha
sebagai PVA BB diterima oleh Bank Indonesia.
13. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB untuk
mengambil surat persetujuan pembukaan kantor cabang dan sertifikat
kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 11 di alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b.
14. Dalam hal pembukaan kantor cabang dilakukan di luar wilayah kerja
kantor Bank Indonesia tempat kedudukan kantor pusat PVA BB,
PVA BB menyampaikan 1 (satu) tembusan pernyataan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam angka 9 kepada kantor Bank Indonesia
dimana kantor cabang PVA BB berkedudukan.
15. PVA BB wajib memasang sertifikat kantor cabang yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia pada kantor cabang PVA BB.
16. PVA BB harus memasang papan nama perusahaan pada kantor cabang
PVA dalam ukuran cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik,
yang memuat tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin”
dengan atau tanpa tambahan tulisan ”Authorized Money Changer”,
dan mencantumkan nama perusahaan, status kantor, nomor dan tanggal
KPmIU serta nomor persetujuan pembukaan kantor cabang dengan
format penulisan sebagaimana contoh 2 pada Lampiran 5.
17. PVA BB harus memasang papan kurs dalam ukuran cukup yang
mudah dilihat dan dibaca oleh publik pada kantor cabang PVA BB.
C. Pemindahan Alamat Kantor PVA BB
Tata cara pemindahan alamat kantor baik kantor pusat maupun kantor
cabang PVA BB diatur sebagai berikut:
1. Kantor pusat PVA BB mengajukan permohonan pemindahan alamat
kantor kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir …
butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan contoh surat
permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran 8.
2. Surat permohonan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 harus dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama pengurus
dan/atau pemegang saham atau surat perjanjian sewa/kontrak/
penggunaan tempat usaha yang baru; dan
b. fotokopi surat keterangan domisili perusahaan/tempat usaha dari
pihak yang berwenang;
3. Bagi PVA BB yang akan memindahkan alamat kantor pusat dan/atau
kantor cabang ke DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten
Badung, serta Kotamadya Batam harus mempunyai modal disetor
paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah).
4. Pada saat mengajukan permohonan pemindahan alamat kantor
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, PVA BB harus menunjukkan
dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 4 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar
kelengkapan dan pencocokkan dokumen kepada PVA BB dan
meminta PVA BB untuk memenuhi persyaratan dimaksud.
6. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 4 dipenuhi, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi baru
alamat kantor PVA BB yang meliputi kegiatan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.8.
7. Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dilakukan
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 4.
8. Bank …
8. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan
lokasi baru alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam angka 6 paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lokasi.
9. Dalam hal hasil pemeriksaan lokasi baru alamat kantor sebagaimana
dimaksud dalam angka 6 memenuhi persyaratan, PVA BB harus
menyampaikan pernyataan tertulis mengenai kesiapan memulai
kegiatan usaha sebagai PVA BB di alamat yang baru dengan
menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 9
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak lokasi baru tempat
usaha dinyatakan telah memenuhi persyaratan.
10. Dalam hal PVA BB tidak menyampaikan pernyataan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam angka 9, maka PVA BB yang
bersangkutan dinyatakan membatalkan permohonan pemindahan
alamat kantor PVA BB.
11. Dalam hal PVA BB menyampaikan pernyataan tertulis mengenai
sebagaimana dimaksud dalam angka 9, Bank Indonesia menerbitkan
surat persetujuan pemindahan alamat kantor PVA BB yang berlaku
sejak tanggal dikeluarkan dan merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan KPmIU.
12. Penerbitan surat persetujuan pemindahan alamat kantor sebagaimana
dimaksud dalam angka 11 dilakukan paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja sejak tanggal pernyataan tertulis mengenai kesiapan
memulai kegiatan usaha sebagai PVA BB diterima oleh Bank
Indonesia.
13. Bank Indonesia menyampaikan kepada PVA BB surat persetujuan
pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam angka 11.
14. Pelaksanaan pemindahan alamat kantor PVA BB diatur sebagai
berikut:
a. dalam …
a. dalam hal PVA BB melakukan pemindahan alamat kantor pusatnya
ke luar wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang mewilayahinya,
PVA BB menyampaikan pernyataan tertulis mengenai kesiapan
memulai kegiatan usaha PVA BB di alamat yang baru sebagaimana
dimaksud dalam angka 9 kepada:
1) Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat PVA BB
yang baru; dan
2) Kantor Bank Indonesia semula berupa tembusan.
b. dalam hal PVA BB melakukan pemindahan alamat kantor
cabangnya ke luar wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang
mewilayahinya, kantor pusat PVA BB menyampaikan pernyataan
tertulis mengenai kesiapan memulai kegiatan usaha sebagai PVA
BB di alamat yang baru sebagaimana dimaksud dalam angka 9
kepada:
1) Kantor Bank Indonesia tempat kantor pusat PVA BB
berkedudukan; dan
2) Kantor Bank Indonesia tempat kedudukan kantor cabang PVA
BB yang baru berupa tembusan.
15. Dalam hal alamat kantor pusat dan/atau kantor cabang PVA BB
dipindahkan keluar dari wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang
mewilayahinya, pengawasan PVA BB untuk selanjutnya dilakukan
oleh kantor Bank Indonesia setempat yang mewilayahinya.
16. PVA BB wajib memasang sertifikat izin usaha dan/atau sertifikat
kantor cabang yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada kantor
pusat dan/atau kantor cabang PVA BB dengan alamat baru.
17. PVA BB harus memasang papan nama perusahaan dalam ukuran
cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik, yang memuat
tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” dengan atau tanpa
tambahan tulisan ”Authorized Money Changer”, dan mencantumkan
nama …
nama perusahaan, status kantor, nomor dan tanggal KPmIU serta
alamat baru dengan format penulisan sebagaimana contoh 1 dan 2 pada
Lampiran 5.
18. PVA BB harus memasang papan kurs dalam ukuran cukup yang
mudah dilihat dan dibaca oleh publik/nasabah pada kantor PVA BB
dengan alamat baru.
D. Perubahan Pengurus dan/atau Pemegang Saham PVA BB
Tata cara perubahan pengurus dan/atau pemegang saham PVA BB diatur
sebagai berikut:
1. Kantor pusat PVA BB mengajukan permohonan perubahan pengurus
dan/atau pemegang saham secara tertulis kepada Bank Indonesia ke
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b
dengan menggunakan contoh surat permohonan sebagaimana
tercantum pada Lampiran 10.
2. Surat permohonan perubahan pengurus dan/atau pemegang saham
PVA BB sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus dilengkapi
dokumen sebagai berikut:
a. daftar calon pengurus dan/atau pemegang saham yang diusulkan;
b. fotokopi KTP yang masih berlaku dari calon pengurus dan/atau
pemegang saham yang diusulkan;
c. daftar riwayat hidup masing-masing calon pengurus dan/atau
pemegang saham yang diusulkan, dengan menggunakan contoh
formulir sebagaimana tercantum pada Lampiran 2;
d. surat pernyataan bermaterai cukup dari calon pengurus dan/atau
pemegang saham yang diusulkan, yang menyatakan bahwa tidak
tercatat sebagai penarik cek dan/atau bilyet giro kosong dan tidak
memiliki kredit macet yang tercatat pada Bank Indonesia;
e. surat pernyataan bermaterai cukup dari calon pengurus dan/atau
pemegang saham yang diusulkan, yang menyatakan bahwa tidak
pernah …
pernah terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap dalam 2 (dua) tahun terakhir;
f. fotokopi risalah hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); dan
g. fotokopi akta pendirian perusahaan dan izin di bidang usahanya
bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum
3. Pada saat mengajukan permohonan perubahan pengurus dan/atau
pemegang saham PVA BB sebagaimana dimaksud dalam angka 1,
PVA BB harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan
dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
4. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 3 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar
kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada PVA BB dan meminta
PVA BB untuk memenuhi persyaratan dimaksud.
5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 3 dipenuhi, Bank Indonesia melakukan penelitian calon
pengurus dan/atau pemegang saham PVA BB yang diusulkan untuk
mengetahui bahwa yang bersangkutan tidak tercatat sebagai penarik
cek dan/atau bilyet giro kosong, dan tidak memiliki kredit macet yang
tercatat pada Bank Indonesia.
6. Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 5 tidak
memenuhi persyaratan, Bank Indonesia memberitahukan secara
tertulis kepada PVA BB untuk melakukan penggantian calon pengurus
dan/atau pemegang saham PVA BB yang diusulkan disertai dengan
alasan penggantian.
7. Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 5
memenuhi persyaratan, Bank Indonesia melakukan penyuluhan
mengenai ketentuan yang terkait dengan PVA kepada calon pengurus
dan/atau pemegang saham PVA BB yang diusulkan.
8. Bank …
8. Bank Indonesia akan memproses lebih lanjut permohonan perubahan
pengurus dan/atau pemegang saham setelah seluruh calon pengurus
dan pemegang saham perusahaan menghadiri penyuluhan sebagaimana
dimaksud pada angka 7.
9. Dalam hal penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 telah
dihadiri oleh seluruh calon pengurus dan/atau pemegang saham PVA
BB yang diusulkan, Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan
perubahan pengurus dan/atau pemegang saham.
10. Penerbitan surat persetujuan perubahan pengurus dan/atau pemegang
saham sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dilakukan paling lambat
14 (empat belas) hari kerja sejak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 7.
11. Bank Indonesia menyampaikan kepada PVA BB surat persetujuan
perubahan pengurus dan/atau pemegang saham sebagaimana dimaksud
dalam angka 9.
12. PVA BB harus menyampaikan fotokopi akta perubahan Anggaran
Dasar atas perubahan pengurus dan/atau pemegang saham yang
dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b.
E. Perubahan Nama Perseroan Terbatas
Tata cara pelaporan perubahan nama Perseroan Terbatas diatur sebagai
berikut:
1. Kantor Pusat PVA BB melaporkan perubahan nama Perseroan
Terbatas secara tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan
contoh surat pelaporan sebagaimana tercantum pada Lampiran 11.
2. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus
dilengkapi dokumen sebagai berikut:
1) fotokopi …
1) fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar atas perubahan nama
Perseroan Terbatas yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara
notariil;
2) fotokopi Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
mengenai persetujuan akta perubahan Anggaran Dasar atas
perubahan nama Perseroan Terbatas; dan
3) sertifikat izin usaha sebagai PVA BB dan sertifikat kantor cabang
yang dimiliki.
3. Pada saat menyampaikan data pelaporan perubahan nama Perseroan
Terbatas sebagaimana dimaksud dalam angka 1, pemohon harus
menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi
dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
4. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 3 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar
kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada pemohon dan meminta
pemohon untuk memenuhi persyaratan dimaksud.
5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan
angka 3 dipenuhi, Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Perubahan
Nama Perseroan Terbatas, sertifikat izin usaha sebagai PVA BB dan
sertifikat kantor cabang PVA BB bagi PVA BB yang memiliki kantor
cabang.
6. Penerbitan Keputusan Perubahan Nama Perseroan Terbatas dan
sertifikat sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dilakukan paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3.
7. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB untuk
mengambil Keputusan Perubahan Nama Perseroan Terbatas dan
sertifikat sebagaimana dimaksud dalam angka 5 di alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b.
8. Pengambilan …
8. Pengambilan Keputusan Perubahan Nama Perseroan Terbatas dan
sertifikat sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dapat diwakilkan
dengan membawa surat kuasa bermaterai cukup yang ditandatangani
oleh pengurus PVA BB.
9. PVA BB wajib memasang sertifikat izin usaha dengan nama baru
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
10. PVA BB harus memasang papan nama perusahaan dalam ukuran
cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik, yang memuat
tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” dengan atau tanpa
tambahan tulisan ”Authorized Money Changer”, serta mencantumkan
nama baru perusahaan, status kantor, nomor dan tanggal KPmIU
dengan format penulisan sebagaimana contoh 1 dan 2 pada Lampiran
5.
11. Bank Indonesia mengumumkan PVA BB yang memperoleh Keputusan
Perubahan Nama Perseroan Terbatas melalui website Bank Indonesia
(http://www.bi.go.id) dan/atau media lainnya.
F. Perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor PVA BB
1. Tata cara pelaporan perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor
diatur sebagai berikut:
a. Kantor Pusat PVA BB melaporkan perubahan Modal Dasar
dan/atau Modal Disetor secara tertulis kepada Bank Indonesia ke
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b
dengan menggunakan contoh surat pelaporan sebagaimana
tercantum pada Lampiran 12.
b. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus
dilengkapi dokumen sebagai berikut:
1) fotokopi …
1) fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar atas perubahan Modal
Dasar dan/atau Modal Disetor yang dilegalisasi oleh notaris
atau dibuat secara notariil, yang mencantumkan modal disetor
dengan jumlah:
(a) paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
Rupiah) bagi PVA BB yang beralamat di DKI Jakarta,
Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta
Kotamadya Batam; atau
(b) paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) bagi
PVA BB yang beralamat selain di DKI Jakarta, Kotamadya
Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam;
2) fotokopi Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
mengenai persetujuan akta perubahan Anggaran Dasar atas
perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3) fotokopi bukti penambahan Modal Disetor, berupa:
(a) bukti penyetoran yang sah atas nama perusahaan di bank
umum, bagi PVA BB yang melakukan penambahan modal
disetor dalam bentuk uang; dan/atau
(b) hasil risalah RUPS bagi PVA BB yang melakukan
penambahan modal disetor dalam bentuk selain uang.
c. Pada saat menyampaikan data pelaporan perubahan Modal Dasar
dan/atau Modal Disetor sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b,
pemohon harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan
dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b.
d. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dan
butir 1.c tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi
daftar kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada pemohon dan
meminta pemohon untuk memenuhi persyaratan dimaksud.
e. Dalam …
e. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dan
butir 1.c dipenuhi, Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan
perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor paling lambat 14
(empat belas) hari kerja sejak memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur dalam butir 1.b dan butir 1.c.
f. Bank Indonesia menyampaikan surat persetujuan perubahan Modal
Dasar dan/atau Modal Disetor sebagaimana dimaksud dalam butir
1.e kepada PVA BB.
2. PVA Bukan Bank di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan
Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam dan PVA Bukan Bank
yang telah memiliki kantor cabang di DKI Jakarta, Kotamadya
Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam, yang
mendapatkan izin usaha dan/atau persetujuan pembukaan kantor
cabang dari Bank Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Bank
Indonesia ini wajib memenuhi modal disetor paling sedikit
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah) dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 9/11/PBI/2007 tentang Pedagang Valuta Asing.
G. Penghentian Kegiatan Usaha PVA BB
1. Penghentian kegiatan usaha yang bersifat permanen kantor pusat atau
kantor cabang PVA BB, diatur sebagai berikut:
a. Kantor Pusat
1) PVA BB melaporkan secara tertulis rencana penghentian
kegiatan usaha kantor pusat PVA BB yang bersifat permanen
kepada Bank Indonesia disertai dengan alasan penghentian
kegiatan usaha tersebut dengan melampirkan dokumen sebagai
berikut:
(a) asli KPmIU dan sertifikat yang dimiliki;
(b) fotokopi …
(b) fotokopi risalah RUPS yang terkait dengan penghentian
kegiatan usaha PVA BB yang bersifat permanen yang
dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil; dan
(c) asli surat persetujuan pembukaan kantor cabang bagi PVA
BB yang memiliki kantor cabang.
(d) surat pernyataan bermaterai cukup dari PVA BB yang
menyatakan bahwa seluruh hak dan kewajiban yang terkait
dengan kegiatan PVA BB yang dilaksanakan sebelum
tanggal penghentian kegiatan usaha yang bersifat
permanen, telah diselesaikan dan sepenuhnya menjadi
tanggung jawab PVA BB.
2) Laporan dan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan contoh surat
sebagaimana tercantum pada Lampiran 13.
3) Dalam hal PVA BB memiliki kantor cabang di luar wilayah
kerja kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusatnya,
PVA BB harus menyampaikan 1 (satu) tembusan laporan
penghentian kegiatan usaha kantor pusat PVA BB yang bersifat
permanen kepada kantor Bank Indonesia setempat yang
mewilayahi kantor cabang PVA BB yang dimaksud.
4) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar
kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada pemohon dan
meminta pemohon untuk memenuhi persyaratan dimaksud.
5) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dipenuhi, Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pencabutan
Izin Usaha (KPnIU) yang menyatakan izin usaha PVA BB
dimaksud tidak berlaku sejak tanggal dikeluarkan.
6) Penerbitan …
6) Penerbitan KPnIU sebagaimana dimaksud dalam angka 5)
dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
kelengkapan dokumen dipenuhi.
7) Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA
BB untuk mengambil KPnIU di alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir A.4.a atau butir A.4.b.
8) Bank Indonesia mengumumkan PVA BB yang izin usahanya
dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud dalam angka
5) melalui website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id)
dan/atau media lainnya.
b. Kantor Cabang
1) PVA BB melaporkan secara tertulis rencana penghentian
kegiatan usaha kantor cabang PVA BB yang bersifat permanen
kepada Bank Indonesia disertai dengan alasan penghentian
kegiatan usaha tersebut dengan melampirkan dokumen sebagai
berikut asli surat persetujuan pembukaan kantor cabang dan
sertifikat kantor cabang ke alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan contoh
surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 14.
2) Dalam hal kantor cabang PVA BB sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) berada di luar wilayah kerja kantor Bank
Indonesia yang mewilayahi kantor pusatnya, PVA BB harus
menyampaikan 1 (satu) tembusan laporan penghentian kegiatan
usaha kantor cabang yang bersifat permanen kepada Kantor
Bank Indonesia setempat yang mewilayahi kantor cabang PVA
BB.
3) Dalam hal kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan
fotokopi …
fotokopi daftar kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada
pemohon dan meminta pemohon untuk memenuhi persyaratan
dimaksud.
4) Dalam hal kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dipenuhi, Bank Indonesia menerbitkan surat
persetujuan penghentian kegiatan usaha kantor cabang yang
bersifat permanen yang berlaku sejak tanggal dikeluarkan.
5) Penerbitan surat persetujuan penghentian kegiatan usaha kantor
cabang yang bersifat permanen sebagaimana dimaksud dalam
angka 4) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sejak kelengkapan dokumen dipenuhi.
6) Bank Indonesia menyampaikan kepada PVA BB surat
persetujuan penghentian kegiatan usaha kantor cabang yang
bersifat permanen sebagaimana dimaksud dalam angka 4).
2. Penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara bagi kantor pusat
dan/atau kantor cabang, diatur sebagai berikut:
a. Kantor pusat PVA BB melaporkan secara tertulis kepada Bank
Indonesia mengenai alasan penghentian kegiatan usaha yang
bersifat sementara bagi kantor pusat dan/atau kantor cabang ke
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b
dengan menggunakan contoh surat pelaporan sebagaimana
tercantum pada Lampiran 15.
b. Dalam hal kantor cabang PVA BB sebagaimana dimaksud huruf a
berada di luar wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang
mewilayahi kantor pusatnya, kantor pusat PVA BB harus
menyampaikan 1 (satu) tembusan laporan penghentian kegiatan
usaha bersifat sementara kepada Kantor Bank Indonesia setempat
yang mewilayahi kantor cabang PVA BB dimaksud.
c. Jangka …
c. Jangka waktu penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara
sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling lama 1 (satu) tahun
sejak tanggal surat persetujuan Bank Indonesia dan dapat
diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan sejak berakhirnya
penghentian kegiatan usaha sementara.
d. Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan penghentian
kegiatan usaha bagi kantor pusat dan/atau kantor cabang yang
bersifat sementara yang diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sejak Bank Indonesia menerima laporan penghentian
dimaksud.
e. Bank Indonesia menyampaikan kepada PVA BB surat persetujuan
penghentian kegiatan usaha bagi kantor pusat dan/atau kantor
cabang yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam
huruf d.
f. PVA BB wajib melakukan pembukaan kembali kegiatan usaha dan
melaporkan pembukaan tersebut kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran
16 paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka
waktu penghentian kegiatan usaha bagi kantor pusat dan/atau
kantor cabang yang bersifat sementara.
g. Dalam hal kantor pusat dan/atau kantor cabang PVA BB akan
memperpanjang penghentian kegiatan usaha yang bersifat
sementara, kantor pusat PVA BB harus melaporkan secara tertulis
kepada Bank Indonesia mengenai alasan perpanjangan penghentian
kegiatan usaha yang bersifat sementara dengan menggunakan
contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 17 paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum jangka waktu penghentian
kegiatan usaha yang bersifat sementara berakhir.
h. Bank …
h. Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan perpanjangan
penghentian kegiatan usaha bagi kantor pusat dan/atau kantor
cabang yang bersifat sementara paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
sejak Bank Indonesia menerima surat permohonan perpanjangan
dimaksud.
i. Bank Indonesia menyampaikan kepada PVA BB surat persetujuan
perpanjangan penghentian kegiatan usaha bagi kantor pusat
dan/atau kantor cabang yang bersifat sementara sebagaimana
dimaksud dalam huruf h.
j. PVA BB wajib melakukan pembukaan kembali kegiatan usaha dan
melaporkan pembukaan tersebut kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran
16 paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka
waktu perpanjangan penghentian kegiatan usaha yang bersifat
sementara.
II. TATA CARA PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH
A. Dalam rangka mendukung upaya mencegah tindak pidana pencucian uang
baik secara langsung maupun tidak langsung, PVA BB wajib menerapkan
Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana diatur dalam perundang-
undangan yang berlaku, meliputi Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah,
Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan, Pelaporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan, dan Pelaporan Transaksi Keuangan Tunai,
dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Pengenalan terhadap Nasabah, mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Penelitian Identitas Nasabah
PVA…
PVA BB harus meneliti identitas setiap Nasabah yang melakukan
transaksi sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) atau lebih
atau dalam mata uang asing yang nilainya setara, dalam satu kali
transaksi dalam 1 (satu) hari. Dalam melakukan penelitian terhadap
identitas Nasabah, PVA BB harus paling kurang melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Perorangan:
a) meminta Nasabah untuk memperlihatkan bukti identitas diri
seperti KTP, Surat Ijin Mengemudi (SIM) atau Paspor;
b) meneliti bahwa Nasabah telah sesuai dengan identitas
Nasabah, antara lain kesamaan pasphoto dan tanda tangan.
2) Perusahaan:
a) meminta Nasabah untuk memperlihatkan identitas Nasabah
seperti ijin usaha dan/atau NPWP;
b) meneliti bahwa Nasabah telah sesuai dengan identitas
Nasabah.
Apabila Nasabah tidak dapat menunjukkan bukti identitas atau
adanya ketidaksesuaian identitas Nasabah, dan/atau petugas PVA
BB meragukan keaslian/kebenaran dari identitas Nasabah maka
transaksi dengan Nasabah tersebut tidak boleh dilakukan.
b. Pencatatan transaksi
PVA BB harus melakukan pencatatan transaksi setiap Nasabah
yang melakukan transaksi sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
Rupiah) atau lebih atau dalam mata uang asing yang nilainya
setara, dalam satu kali transaksi dalam 1 (satu) hari, yang paling
kurang meliputi:
1) Perorangan:
a) nama dan alamat Nasabah;
b) tempat dan tanggal lahir;
c) pekerjaan …
c) pekerjaan;
d) kewarganegaraan;
e) nomor bukti identitas;
f) nilai transaksi; dan
g) tanggal transaksi.
2) Perusahaan:
a) nama dan alamat Nasabah;
b) bidang usaha;
c) nomor ijin usaha;
d) NPWP;
e) nilai transaksi; dan
f) tanggal transaksi.
c. Penyimpanan dokumen transaksi
Data dan dokumen mengenai transaksi sebagaimana dimaksud
dalam huruf b harus ditatausahakan oleh PVA BB paling kurang
selama 5 (lima) tahun sejak tanggal transaksi dilakukan.
2. Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan
a. Transaksi Keuangan Mencurigakan (suspicious transactions) pada
prinsipnya memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1) transaksi yang menyimpang dari profil, karakteristik atau
kebiasaan pola transaksi dari Nasabah yang bersangkutan;
2) transaksi yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk
menghindari pelaporan yang wajib dilakukan PVA BB;
3) transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari Hasil
Tindak Pidana.
Apabila suatu transaksi keuangan telah memenuhi satu atau lebih
dari unsur-unsur di atas maka PVA BB wajib menetapkannya
sebagai …
sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan dan melaporkannya
kepada PPATK.
b. Dalam mengidentifikasi apakah suatu transaksi keuangan
memenuhi satu atau lebih dari unsur-unsur sebagaimana dimaksud
huruf a, PVA BB dapat menggunakan indikator-indikator Transaksi
Keuangan Mencurigakan, antara lain:
1) transaksi jual beli valuta asing, meliputi:
a) transaksi yang dilakukan dalam jumlah di luar kebiasaan
Nasabah (untuk Nasabah yang seringkali melakukan
transaksi dengan PVA BB yang sama);
b) transaksi yang dilakukan dalam jumlah relatif kecil namun
dengan frekuensi yang tinggi;
c) transaksi dilakukan dengan menggunakan beberapa nama
individu yang berbeda-beda untuk kepentingan satu orang
tertentu;
d) penjualan dan pembelian mata uang asing dalam jumlah
relatif besar;
e) Nasabah menjual TC dalam jumlah relatif besar;
f) transaksi yang tidak ada hubungannya dengan usaha
Nasabah;
g) Nasabah meminta pembayaran hasil penjualan valas dengan
menggunakan cek;
h) Nasabah meminta pembayaran hasil penjualan/pembelian
valas ditransfer ke rekening bank yang bersangkutan atau
pihak lain;
i) Nasabah meminta pembayaran hasil penjualan/pembelian
valas diserahkan kepada pihak lain;
j) Nasabah meminta pembayaran hasil penjualan/pembelian
valas dengan pecahan besar;
k) Nasabah …
k) Nasabah bersedia dikenakan nilai tukar yang lebih rendah
dari nilai tukar yang berlaku.
2) perilaku Nasabah PVA BB, meliputi:
a) perilaku Nasabah yang tidak wajar pada saat melakukan
transaksi (gugup, tergesa-gesa, rasa kurang percaya diri, dan
lain-lain);
b) Nasabah memberikan informasi yang tidak benar mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan identitas dirinya;
c) Nasabah menggunakan dokumen identitas yang diragukan
kebenarannya atau diduga palsu seperti tanda tangan yang
berbeda atau foto yang tidak sama;
d) Nasabah keberatan atau menolak untuk memberikan
informasi/dokumen yang diminta oleh petugas PVA BB
tanpa alasan yang jelas;
e) Nasabah mencoba mempengaruhi petugas PVA BB untuk
tidak melaporkan sebagai Transaksi Keuangan
Mencurigakan dengan berbagai cara.
Apabila setelah melakukan proses identifikasi Transaksi
Keuangan Mencurigakan PVA BB masih merasa ragu, PVA BB
tetap melaporkannya kepada Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai Transaksi Keuangan
Mencurigakan.
3. Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
Apabila suatu transaksi keuangan telah memenuhi satu atau lebih dari
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.a, PVA BB wajib
menetapkannya sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan dan
melaporkannya kepada PPATK paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah PVA BB mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan
Mencurigakan …
Mencurigakan dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku.
Pelaporan transaksi keuangan mencurigakan disampaikan kepada
PPATK dengan menggunakan formulir sesuai dengan ketentuan
PPATK dalam Pedoman III A mengenai Pedoman Tata Cara
Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Pedagang Valuta
Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang.
4. Pelaporan Transaksi Keuangan Tunai
Transaksi Keuangan Tunai yang wajib dilaporkan oleh PVA BB
kepada PPATK adalah transaksi yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. merupakan penerimaan atau pembayaran dengan menggunakan
uang tunai (uang kertas dan/atau uang logam);
b. dalam jumlah kumulatif Rp500.000.000,00 (lima ratus juta Rupiah)
atau lebih atau dalam mata uang asing yang nilainya setara; dan
c. dilakukan dalam satu kali atau beberapa kali transaksi dalam satu
hari kerja pada satu atau beberapa kantor dari satu PVA BB.
Laporan Transaksi Keuangan Tunai wajib disampaikan kepada
PPATK paling lambat dilakukan 14 (empat belas) hari kerja sejak
terjadinya transaksi. Pelaporan transaksi keuangan tunai disampaikan
kepada PPATK dengan menggunakan formulir sesuai dengan
ketentuan PPATK dalam Pedoman IV mengenai Pedoman Laporan
Transaksi Keuangan Tunai dan Tata Cara Pelaporannya Bagi Penyedia
Jasa Keuangan.
B. PVA BB wajib menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko
yang berkaitan dengan Prinsip Mengenal Nasabah, meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. pengawasan …
1. pengawasan dan pemahaman yang memadai oleh pengurus PVA BB
dalam mengidentifikasi dan meminimalkan risiko-risiko yang mungkin
timbul dalam penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
2. pendelegasian wewenang oleh Pengurus PVA BB kepada pegawai,
antara lain kewenangan atas pelaksanaan transaksi Nasabah;
3. pemisahan tugas dan tanggung jawab, antara lain pemisahan fungsi
usaha dan pengawasan intern;
4. sistem pengawasan intern, antara lain memiliki sistem pengendalian
intern baik yang bersifat fungsional maupun melekat yang dapat
memastikan bahwa penerapan Prinsip Mengenal Nasabah telah sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan;
5. program pelatihan karyawan mengenai penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah antara lain mencakup pelaksanaan program pelatihan
karyawan secara berkala secara berkesinambungan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keahlian pengurus/karyawan yang
bertanggungjawab dalam penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
C. PVA BB wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia 1 (satu) fotokopi
kebijakan dan prosedur penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang
memuat hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B
sebagaimana contoh pada Lampiran 18 paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak tanggal dikeluarkannya izin usaha sebagai PVA BB ke
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4.a atau butir I.A.4.b.
III. TATA CARA PENGAWASAN
1. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap PVA BB, baik secara
tidak langsung maupun secara langsung.
2. Bank …
2. Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung dengan cara
pemantauan terhadap kepatuhan atas pelaksanaan ketentuan yang berlaku,
termasuk kebenaran, keakuratan dan kewajaran data yang disampaikan
kepada Bank Indonesia.
3. Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung dengan cara
pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan umum dan/atau pemeriksaan
khusus.
4. Pemeriksaan umum sebagaimana dimaksud dalam angka 3 meliputi
aspek-aspek antara lain:
a. ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku;
b. kebenaran, keakuratan dan kewajaran laporan-laporan yang
disampaikan ke Bank Indonesia;
c. kebijakan manajemen intern (antara lain aspek organisasi, pengawasan
intern, sistem dan prosedur kegiatan usaha).
5. Pemeriksaan khusus sebagaimana dimaksud dalam angka 3 bersifat
insidentil dalam hal diperlukan.
6. PVA BB harus menyediakan dan/atau menyerahkan dokumen yang
diminta oleh petugas pemeriksa dalam pelaksanaan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dan angka 5.
7. Petugas pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dilengkapi
dengan surat penugasan dari Bank Indonesia.
8. Dalam melakukan pengawasan langsung, Bank Indonesia dapat bermitra
atau menunjuk Asosiasi PVA dan/atau pihak lain.
9. Pengawasan langsung yang dilakukan oleh petugas pemeriksa dari mitra
atau Asosiasi PVA dan/atau pihak lain dilengkapi dengan surat penugasan
dari Bank Indonesia.
10. Bank Indonesia dapat bermitra atau menunjuk Asosiasi PVA dan/atau
pihak lain untuk melakukan pelatihan terhadap PVA BB.
11. Pelatihan …
11. Pelatihan terhadap PVA BB yang dilakukan oleh mitra atau Asosiasi PVA
dan/atau pihak lain dilengkapi dengan surat penugasan dari Bank
Indonesia.
IV. TATA CARA PELAPORAN
1. PVA BB menyampaikan laporan berkala berupa laporan kegiatan usaha
dan laporan keuangan, serta laporan khusus dan laporan lain kepada Bank
Indonesia, yang diatur sebagai berikut:
a. Laporan Berkala
1) Laporan Kegiatan Usaha
PVA BB menyampaikan laporan transaksi penjualan dan
pembelian UKA serta pembelian TC sebagaimana contoh pada
Lampiran 19.a dan Lampiran 19.b.
Laporan Kegiatan Usaha disampaikan kepada Bank Indonesia
setiap triwulan paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
Contoh : Laporan triwulan I (Januari, Februari dan Maret) diterima
oleh Bank Indonesia paling lambat akhir April tahun berjalan.
2) Laporan Keuangan
Laporan Keuangan terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, dan
Laporan Perubahan Ekuitas akhir tahun berjalan sebagaimana
contoh pada Lampiran 19.c, Lampiran 19.d, dan Lampiran 19.e
Laporan Keuangan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia
paling lambat akhir bulan Maret tahun berikutnya.
b. Laporan Khusus
Dalam hal diperlukan Bank Indonesia dapat meminta laporan khusus
yang bersifat insidentil kepada PVA BB.
c. Laporan …
c. Laporan Lain
Selain laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, PVA
BB menyampaikan laporan yang berkaitan dengan kegiatan lalu lintas
devisa dan laporan transaksi keuangan mencurigakan serta transaksi
keuangan tunai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Laporan Berkala sebagaimana dimaksud butir 1.a.1) dan butir 1.a.2)
dibuat oleh kantor pusat PVA BB secara konsolidasi yang meliputi
laporan kantor pusat dan kantor cabang.
3. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dinyatakan telah diterima
oleh Bank Indonesia berdasarkan tanggal diterimanya di Bank Indonesia
atau tanggal stempel pos.
4. Kantor cabang PVA BB yang berkedudukan di luar wilayah kerja kantor
Bank Indonesia dimana kantor pusat PVA BB berada harus
menyampaikan 1 (satu) tembusan Laporan Kegiatan Usaha kepada kantor
Bank Indonesia dimana kantor cabang PVA BB berada.
5. Dalam rangka keseragaman dalam perlakuan akuntansi dan penyusunan
pembukuan PVA BB, PVA BB dalam menyusun pembukuan PVA BB
mengacu pada Pedoman Pembukuan dan Penyusunan Laporan Keuangan
PVA BB sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 20.
6. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b dibuat
secara lengkap, benar, akurat dan distempel cap perusahaan, serta
ditandatangani oleh pengurus PVA BB.
7. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b disampaikan
ke Bank Indonesia dalam bentuk hardcopy, atau dalam bentuk hardcopy
yang disertai dengan media lain seperti disket atau CD dengan format
laporan yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
8. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4.a atau butir I.A.4.b.
9. Dalam …
9. Dalam hal Kantor Pusat PVA BB melakukan penghentian kegiatan usaha
yang bersifat sementara, kewajiban penyampaian laporan berkala diatur
sebagai berikut:
a. PVA BB tidak wajib menyampaikan LKU sejak penghentian kegiatan
usaha bersifat sementara disetujui oleh Bank Indonesia.
Contoh: Apabila penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara
disetujui tanggal 20 Februari 2006, PVA BB tidak wajib
menyampaikan LKU Triwulan II dan seterusnya sampai dengan batas
waktu penghentian kegiatan usaha berakhir. Namun PVA BB masih
wajib menyampaikan LKU Triwulan I 2006 paling lambat 30 April
2006 yang terdiri dari LKU Januari dan Februari (s.d. transaksi tanggal
20 Februari 2006).
b. PVA BB wajib menyampaikan Laporan Keuangan periode
sebelumnya paling lambat 1 (satu) bulan setelah PVA BB
menyampaikan laporan pembukaan kembali kegiatan usaha. Dalam hal
PVA BB melakukan pembukaan kembali kegiatan usaha pada bulan
Januari, PVA BB wajib menyampaikan Laporan Keuangan periode
sebelumnya paling lambat 31 Maret periode yang bersangkutan.
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Tata cara pengenaan sanksi terhadap PVA BB diatur sebagai berikut:
1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB yang
melakukan pelanggaran atas Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas
berupa peringatan pertama, peringatan kedua, pemanggilan pengurus
dan/atau pemegang saham, dan pencabutan izin usaha.
2. Bank Indonesia mengenakan sanksi peringatan pertama dalam hal PVA
BB melakukan pelanggaran sebagai berikut:
a. terlambat …
a. terlambat menyampaikan laporan berkala hingga batas waktu yang
ditetapkan; dan/atau
b. tidak menyampaikan laporan khusus hingga batas waktu yang
ditetapkan.
3. Bank Indonesia mengenakan sanksi peringatan kedua dalam hal PVA BB
melakukan pelanggaran sebagai berikut:
a. Tidak mengindahkan dan/atau tidak menindaklanjuti sanksi
peringatan pertama atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikeluarkannya sanksi
peringatan pertama; dan/atau
b. melakukan pelanggaran yang sama sebagaimana dimaksud ayat (2)
untuk kedua kali dalam waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal
dikeluarkannya sanksi peringatan pertama.
4. PVA BB wajib menanggapi secara tertulis sanksi yang dikenakan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 dengan
menyampaikan laporan yang dimaksud, yang diatur sebagai berikut:
a. peringatan pertama, ditindaklanjuti paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
tanggal peringatan pertama dikeluarkan.
b. peringatan kedua, ditindaklanjuti paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
tanggal peringatan kedua dikeluarkan.
5. Surat tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 disampaikan ke
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4.a atau butir I.A.4.b.
6. Dalam hal PVA BB tidak menanggapi sanksi sebagaimana dimaksud
dalam butir 4.b, dan/atau melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007
tentang Pedagang Valuta Asing, Bank Indonesia mengenakan sanksi
pemanggilan pengurus dan/atau pemegang saham yang diatur sebagai
berikut:
a. PVA …
a. PVA BB wajib mengklarifikasi dan/atau menindaklanjuti sanksi paling
lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal dikeluarkan surat pemanggilan
pengurus dan/atau pemegang saham;
b. kehadiran pengurus dan/atau pemegang saham tidak dapat diwakilkan
dan/atau dikuasakan kepada pihak lain;
c. tempat pemanggilan pengurus dan/atau pemegang saham dilakukan di
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4.a atau butir I.A.4.b;
d. pengurus dan/atau pemegang saham membuat surat mengenai rencana
tindak lanjut atas sanksi yang diberikan.
7. Dalam hal PVA BB tidak mengindahkan dan/atau tidak menindaklanjuti
sanksi pemanggilan pengurus dan/atau pemegang saham paling lambat 6
(enam) bulan sejak tanggal dikeluarkannya sanksi pemanggilan pengurus
dan/atau pemegang saham, Bank Indonesia mengenakan sanksi
pencabutan izin usaha PVA BB yang diatur sebagai berikut:
a. Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pencabutan Izin Usaha
(KPnIU) yang menyatakan izin usaha PVA BB dimaksud tidak berlaku
sejak tanggal dikeluarkan
b. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB untuk
mengambil KPnIU dan mengembalikan asli KPmIU dan sertifikat
yang dimiliki di alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau
butir A.4.b
c. Dalam hal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b
kembali ke Bank Indonesia karena alamat surat PVA BB tidak dikenal
dan/atau PVA BB tidak lagi bertempat di alamat yang dituju dan/atau
PVA BB tidak mengembalikan asli KPmIU dan sertifikat yang
dimiliki, maka KPmIU tetap dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal
KPnIU dikeluarkan.
d. Bank …
d. Bank Indonesia mengumumkan PVA BB yang izin usahanya
dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud dalam huruf a melalui
website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id) atau media lainnya.
8. Dalam hal PVA BB beralamat di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan
Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam dan/atau PVA BB memiliki
kantor cabang di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten
Badung, serta Kotamadya Batam yang mendapatkan izin usaha dan/atau
izin pembukaan kantor cabang dari Bank Indonesia sebelum berlakunya
Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, tidak melaksanakan kewajiban
pemenuhan modal disetor paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta Rupiah) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak
diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007 tentang
Pedagang Valuta Asing, Bank Indonesia mengenakan sanksi pencabutan
izin usaha PVA BB yang diatur sebagai berikut:
a. Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pencabutan Izin Usaha
(KPnIU) yang menyatakan izin usaha PVA BB dimaksud tidak berlaku
sejak tanggal dikeluarkan
b. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB untuk
mengambil KPnIU dan mengembalikan asli KPmIU dan sertifikat
yang dimiliki di alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau
butir A.4.b
c. Dalam hal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b
kembali ke Bank Indonesia karena alamat surat PVA BB tidak dikenal
dan/atau PVA BB tidak lagi bertempat di alamat yang dituju dan/atau
PVA BB tidak mengembalikan asli KPmIU dan sertifikat yang
dimiliki, maka KPmIU tetap dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal
KPnIU dikeluarkan
d. Bank …
d. Bank Indonesia mengumumkan PVA BB yang izin usahanya
dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud dalam huruf a melalui
website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id) atau media lainnya.
VI. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 6/13/DPM tanggal 11 Maret 2004 dan Surat Edaran
Nomor 6/41/DPM tanggal 5 Oktober 2004 perihal Perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 6/13/DPM tanggal 11 Maret 2004 perihal Tata Cara
Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan
Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 8 Oktober
2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/23/DPM|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title>
<set_date> 8 Oktober 2007 </set_date>
<effective_date> 8 Oktober 2007 </effective_date>
<replaced_reg> '6/41/DPM|SE-BI/2004', '6/13/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '9/11/PBI/2007' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 7/46/DPM
Jakarta, 27 September 2005
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal :
Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/34/DPM
Tanggal 3 Agustus 2005 Perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi
Bank Umum.
Sehubungan dengan masih terdapatnya Bank
yang
berbadan hukum
Perusahaan Daerah maka perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/34/DPM tanggal 3 Agustus 2005 perihal Fasilitas Likuiditas
Intrahari Bagi Bank Umum sebagai berikut:
1. Ketentuan butir I.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
b. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia :
1. fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir
Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika
penandatangan perjanjian dilakukan oleh direksi; atau
2. fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan surat
kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani
penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi; atau
perjanjian jika
3. fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan
daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika
penandatanganan perjanjian dilakukan oleh direksi; atau
4. fotokopi ….
2
4. fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan surat
kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani
penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi
perjanjian jika
2. Lampiran-1 pada bagian komparisi yang memuat identitas dan kewenangan para
pihak untuk menandatangani Perjanjian Penggunaan dan Pengagunan Fasilitas
Likuiditas Intrahari diubah sehingga menjadi Lampiran-1 dalam Surat Edaran
ini.
Perjanjian Penggunaan dan Pengagunan FLI yang telah ditandatangani oleh
Bank dan Bank Indonesia sesuai Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/34/DPM
tanggal 3 Agustus 2005 dinyatakan tetap berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 27 September
2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/46/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/34/DPM Tanggal 3 Agustus 2005 Perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 27 September 2005 </set_date>
<effective_date> 27 September 2005 </effective_date>
<changed_reg> '7/34/DPM|SE-BI/2005' </changed_reg>
<related_reg> '7/34/DPM|SE-BI/2005' </related_reg>
|