input
stringlengths
912
558k
output
stringlengths
234
2.18k
No. 17/51/DKSP Jakarta, 30 Desember 2015 S U R A T E D A R A N Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5275), dan dalam rangka peningkatan keamanan transaksi dengan menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, perlu melakukan perubahan ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia: a. Nomor 14/17/DASP tanggal 7 Juni 2012; dan b. Nomor 16/25/DKSP tanggal 31 Desember 2014, sebagai berikut: 1. Ketentuan butir VII.B.8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 8. Untuk meningkatkan keamanan transaksi dengan menggunakan APMK dan agar masing-masing Penerbit APMK dapat melakukan pengelolaan likuiditasnya dengan baik, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: a. batas ... 2 a. batas paling banyak nilai nominal dana untuk penarikan tunai melalui mesin ATM, baik menggunakan Kartu ATM maupun Kartu Kredit adalah sebesar: 1) Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tiap rekening dalam 1 (satu) hari untuk Kartu ATM atau Kartu Kredit yang menggunakan teknologi magnetic stripe; atau 2) Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) tiap rekening dalam 1 (satu) hari untuk Kartu ATM atau Kartu Kredit yang menggunakan teknologi chip. b. batas paling banyak nilai nominal dana yang dapat ditransfer antar Penerbit Kartu ATM melalui mesin ATM adalah sebesar: 1) Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) tiap rekening dalam 1 (satu) hari untuk Kartu ATM yang menggunakan teknologi magnetic stripe; atau 2) Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tiap rekening dalam 1 (satu) hari untuk Kartu ATM yang menggunakan teknologi chip. 2. Di antara angka 3 dan angka 4 pada butir VII.C disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 3A yang berbunyi sebagai berikut: 3A. Selain penggunaan teknologi chip sebagaimana dimaksud dalam angka 2, untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia atas dasar rekening simpanan tertentu dapat menggunakan teknologi magnetic stripe sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai implementasi standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Desember 2015. Agar ... 3 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/51/DKSP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu </reg_title> <set_date> 30 Desember 2015 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2015 </effective_date> <changed_reg> '11/10/DASP|SE-BI/2009' </changed_reg> <extension_of> '14/17/DASP|SE-BI/2012', '16/25/DKSP|SE-BI/2014' </extension_of> <related_reg> '11/10/DASP|SE-BI/2009', '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009', '14/17/DASP|SE-BI/2012', '16/25/DKSP|SE-BI/2014' </related_reg>
No. 8/35/DASP Jakarta, 22 Desember 2006 S U R A T E D A R A N Perihal : Warkat Debet dan Dokumen Kliring serta Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring (PPWDK) dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia ----------------------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516), dipandang perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan yang berkaitan dengan Warkat Debet dan Dokumen Kliring serta pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring (PPWDK) sebagai berikut. I. PEMBAKUAN WARKAT DEBET DAN DOKUMEN KLIRING Dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, keamanan, dan kemudahan pengawasan dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), perlu dilakukan pembakuan Warkat Debet dan Dokumen Kliring yang digunakan dalam SKNBI. A. Warkat Debet Warkat Debet adalah alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan atas beban nasabah atau Bank melalui Kliring Debet. 1. Jenis Warkat Debet Jenis Warkat Debet yang dibakukan untuk diperhitungkan dalam SKNBI yaitu: a. Cek adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD) yang ditarik baik atas beban nasabah Bank atau atas beban bank. b. Bilyet … 2 b. Bilyet Giro adalah bilyet giro sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bilyet Giro. c. Wesel adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD, yang diterbitkan oleh Peserta. d. Nota Debet adalah Warkat Debet yang digunakan untuk menagih dana pada Peserta lain untuk untung nasabah Peserta atau Peserta yang menyampaikan Nota Debet tersebut. Nota Debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh Peserta yang menyampaikan Nota Debet kepada Peserta yang akan menerima Nota Debet tersebut. e. Warkat Debet lain yang mendapatkan persetujuan Bank Indonesia antara lain adalah voucher perjalanan (traveller’s cheque), voucher untuk deviden (dividend cheque), voucher untuk cinderamata (gift cheque) dan Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT) yang merupakan surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada Peserta penerima dana transfer melalui penyelenggaraan SKNBI. 2. Spesifikasi Teknis Warkat Debet a. Spesifikasi teknis yang harus dicantumkan dalam Warkat Debet Spesifikasi teknis Warkat Debet yang harus dicantumkan dalam Warkat Debet yang akan digunakan dalam penyelenggaraan SKNBI di Wilayah Kliring On-line Otomasi, Wilayah Kliring Off-line Otomasi dan Wilayah Kliring Off- line Manual diatur sebagai berikut: 1) Kertas Kertas yang digunakan harus memenuhi kualitas “The London Clearing Bank’s Paper Specification No. 1” (kertas … 3 (kertas CBS-1), yang sekurang-kurangnya memenuhi standar sebagai berikut: a) berat kertas (gramatur): 95 +/- 5 % g/M2; b) ketebalan: 105 sampai dengan 135 micron; dan c) memuat tanda air (watermark) berupa logo PPWDK. 2) Ukuran Ukuran Warkat Debet yang digunakan harus merupakan ukuran seragam, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 ¾ (dua tiga per empat) inci. 3) Rancang Bangun Pembakuan Warkat Debet tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam Warkat Debet. Namun demikian untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Warkat Debet maupun sandi atau informasi yang tercantum di dalamnya maka rancang bangun Warkat Debet diatur sebagai berikut: a) Nama dan Logo Bank Nama dan logo Bank harus dicetak dengan jelas dan/atau lebih besar daripada cetakan lainnya pada Warkat Debet dimaksud dan ditempatkan pada bagian kiri atas Warkat Debet. Pencantuman logo dimaksud tidak berlaku dalam hal Peserta tidak memiliki logo. b) Penulisan Jenis Warkat Debet Jenis Warkat Debet sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus ditulis dalam Bahasa Indonesia dan apabila diperlukan dapat ditambahkan padanan katanya dalam Bahasa Inggris. Tulisan jenis Warkat Debet tersebut harus dicetak dengan jelas dan/atau lebih besar daripada tulisan lain pada redaksi … 4 redaksi Warkat Debet dan ditempatkan pada bagian atas Warkat Debet. c) Penggunaan Bahasa Indonesia pada Redaksi Warkat Debet Redaksi Warkat Debet harus ditulis dalam Bahasa Indonesia dan apabila diperlukan, dapat ditambahkan padanan katanya dalam Bahasa Inggris. d) Nomor Seri Nomor seri yang digunakan sebagai sarana kontrol penggunaan Warkat Debet harus dicantumkan pada bagian kanan atas Warkat Debet. e) Nilai Nominal Ruangan untuk menuliskan nilai nominal dalam angka dan huruf harus cukup luas dan ditempatkan di bagian tengah Warkat Debet, sehingga perbandingan tulisan nilai nominal dalam angka dan huruf pada Warkat Debet dapat terlihat atau terbaca dengan jelas. f) Tempat dan Tanggal Penarikan atau Penerbitan Kolom penulisan tempat dan tanggal penarikan atau penerbitan Warkat Debet harus disediakan pada Warkat Debet. g) Ruangan Tanda Tangan Ruangan untuk tanda tangan dan/atau pencantuman nama jelas penarik atau penerbit Warkat Debet harus disediakan dengan cukup luas serta ditempatkan pada bagian bawah Warkat Debet di atas garis batas clear band. h) Nama … 5 h) Nama PPWDK Nama PPWDK harus dicantumkan secara vertikal pada sisi sebelah kiri atau kanan Warkat Debet, atau secara horisontal di bagian bawah Warkat Debet di atas garis batas clear band. i) Penulisan Peserta Kliring Antar Wilayah Peserta Kliring Antar Wilayah harus menuliskan istilah “Peserta Kliring Antar Wilayah”, “Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah”, “Dapat dikliringkan pada seluruh cabang bank di Indonesia”, “Peserta intercity clearing” atau istilah yang sejenis lainnya pada bagian tengah atas Warkat Debet atau pada bagian lain yang masih kosong dan menurut Peserta merupakan tempat yang paling tepat. Contoh penulisan istilah Peserta Kliring Antar Wilayah pada Cek dan Bilyet Giro adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1.a dan Lampiran 1.b. j) Penggunaan Warna yang Kontras Komposisi warna antara latar belakang Warkat Debet dan tulisan pada Warkat Debet yang digunakan pada seluruh penyelenggaraan SKNBI harus cukup kontras, sehingga apabila Warkat Debet diproses oleh mesin baca pilah (reader sorter) di Wilayah Kliring On-line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi, tulisan pada hasil salinan (image) Warkat Debet atas Warkat Debet yang sebelumnya telah direkam gambarnya dengan menggunakan mesin baca pilah pada Kliring penyerahan dalam penyelenggaraan SKNBI, dapat dibaca dengan jelas. Dengan demikian … 6 demikian, dalam pemilihan komposisi warna pada latar belakang Warkat Debet, Peserta harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) menghindari penggunaan warna yang sama atau hampir sama antara latar belakang Warkat Debet dengan warna tulisan pada redaksi Warkat Debet (tidak kontras); (2) khusus untuk tulisan pada redaksi Warkat Debet, hendaknya menggunakan pilihan jenis dan besar huruf yang memadai serta menggunakan pilihan warna tinta yang tegas. 4) Tinta untuk mencetak Magnetic Ink Character Recognition E-13B (MICR) code line pada bagian clear band Warkat Debet, harus menggunakan tinta MICR yang memenuhi standar ISO 1004:1995. Ketentuan ini berlaku untuk Warkat Debet yang digunakan di Wilayah Kliring On- line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi, termasuk Warkat Debet yang digunakan oleh Peserta Kliring Antar Wilayah. 5) Clear band Clear band adalah ruang kosong dengan ukuran seragam yang terdapat pada bagian bawah Warkat Debet dengan panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari sisi bagian paling bawah Warkat Debet. Ruangan clear band tersebut disediakan khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR code line. 6) Garis batas clear band Pada setiap clear band Warkat Debet sebagaimana dimaksud dalam angka 5) harus terdapat batas clear band dengan bagian lain dari Warkat Debet dimaksud yang … 7 yang dapat berupa garis, huruf mikro (micro text) atau perbedaan warna yang membentuk garis pada posisi 5/8 (lima per delapan) inci dari bagian paling bawah Warkat Debet. 7) Pertinggal Untuk keperluan administrasi atas penarikan atau penerbitan Cek dan Bilyet Giro, pada setiap lembar Cek dan Bilyet Giro harus ditambahkan lembar pertinggal yang ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas Warkat Debet dan diadministrasikan di bagian depan/belakang bundel Warkat Debet atau berupa carbonized paper. Dalam hal diperlukan, Peserta dapat menambahkan lembar pertinggal dimaksud pada Warkat Debet selain Cek dan Bilyet Giro. 8) Perforasi Untuk menghindari kerusakan pada waktu pengolahan oleh mesin baca pilah dan/atau MICR encoder/reader- encoder, perforasi untuk memisahkan Warkat Debet dengan lembar pertinggal harus ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas Warkat Debet. Dalam hal digunakan continuous form, perforasinya disesuaikan dengan kebutuhan dan harus dilakukan secara deep cut. Selain itu lem perekat tidak dapat digunakan pada Warkat Debet, kecuali apabila ditujukan untuk menjilid blanko Warkat Debet yang telah diperforasi. b. Spesifikasi Teknis Warkat Debet yang Dapat Ditambahkan dalam Warkat Debet (bersifat fakultatif) Spesifikasi teknis Warkat Debet yang dapat ditambahkan dalam Warkat Debet yang akan digunakan Peserta, diatur sebagai berikut: 1) Disain … 8 1) Disain Sekuriti pada Latar Belakang Untuk meningkatkan keamanan Warkat Debet dari kemungkinan upaya pemalsuan, disain sekuriti latar belakang Warkat Debet dapat menggunakan satu atau lebih fitur disain sekuriti seperti guillosche, roschette, numismatic (line relief) atau raster sekuriti lain seperti raster anti fotokopi, micro text (huruf mikro), dan/atau hidden image. 2) Personalisasi Nasabah Dalam hal diperlukan personalisasi nasabah pada Cek atau Bilyet Giro, maka pencantuman informasi personalisasi nasabah (nama, alamat, nomor rekening dan/atau identitas lainnya dari nasabah penarik Cek atau Bilyet Giro) dimaksud dapat ditempatkan di sebelah kiri bawah Warkat Debet, sejajar dengan tanda tangan atau di tempat lain yang menurut Peserta merupakan tempat yang paling tepat. Contoh personalisasi nasabah pada Cek dan Bilyet Giro adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2.a dan Lampiran 2.b. 3) Tinta a) Tinta sekuriti untuk latar belakang Warkat Debet Untuk meningkatkan keamanan terhadap kemungkinan adanya upaya pemalsuan, pencetakan latar belakang Warkat Debet dapat menggunakan satu atau lebih tinta sekuriti. Tinta sekuriti yang digunakan dapat merupakan tinta tak tampak (invisible ink) yang akan berpendar apabila disinari dengan cahaya ultra violet, dan/atau tinta tampak (visible ink) yang ditempatkan pada latar belakang Warkat Debet. Lokasi cetakan tinta tak tampak (invisible ink) dapat meliputi: (1) tempat … 9 (1) (2) (3) (4) tempat penulisan tanggal penarikan atau penerbitan Warkat Debet; tempat penulisan angka nominal; tempat penulisan terbilang angka nominal; atau tempat tanda tangan penarik atau penerbit Warkat Debet. b) Tinta penetrasi untuk nomor seri Warkat Debet Untuk meningkatkan keamanan terhadap upaya manipulasi terhadap nomor seri (nomorator) Warkat Debet, maka pencetakan nomor seri (nomorator) Warkat Debet dapat menggunakan tinta penetrasi merah ber-fluorescent hijau atau kuning. c. Contoh rancang bangun Warkat Debet adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3.a sampai dengan Lampiran 3.d dan Lampiran 3.e.1) sampai dengan Lampiran 3.e.4). 3. Sarana Penunjang Warkat Debet Sarana penunjang Warkat Debet berupa stiker hanya dapat digunakan dalam penyelenggaraan SKNBI di Wilayah Kliring On- line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi. Stiker digunakan untuk mengoreksi kesalahan encode MICR code line pada clear band Warkat Debet, dengan cara menutup informasi MICR code line yang salah secara penuh dengan stiker kosong dan meng-encode kembali informasi MICR code line yang benar di atasnya. Adapun penggunaan stiker harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. ukuran stiker tidak melebihi ruang clear band dan dengan ketebalan yang memadai sehingga tidak mengganggu pembacaan MICR code line hasil koreksi oleh mesin baca pilah; dan b. stiker … 10 b. stiker tidak diperkenankan digunakan untuk mengoreksi kesalahan encode pada Dokumen Kliring. B. Dokumen Kliring Dokumen Kliring merupakan alat bantu yang berfungsi sebagai dokumen kontrol dalam penyelenggaraan SKNBI. 1. Jenis Dokumen Kliring Jenis Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring Debet adalah sebagai berikut: a. Wilayah Kliring On-line Otomasi adalah: 1) Bukti Penyerahan Warkat Debet pada Kliring Penyerahan (BPWD-Kliring Penyerahan); 2) Bukti Penyerahan Warkat Debet pada Kliring Pengembalian (BPWD-Kliring Pengembalian); 3) Lembar Substitusi; 4) Kartu Batch; dan 5) Daftar DKE Yang Ditolak Per Peserta Penerima. b. Wilayah Kliring Off-line Otomasi adalah: 1) Bukti Penyerahan Warkat Debet pada Kliring Penyerahan (BPWD-Kliring Penyerahan); 2) Bukti Penyerahan Warkat Debet pada Kliring Pengembalian (BPWD-Kliring Pengembalian); 3) Lembar Substitusi; 4) Kartu Batch; 5) Daftar DKE Yang Ditolak Per Peserta Penerima; 6) Bukti Penyerahan Rekaman DKE Debet pada Kliring Penyerahan (BPR-Kliring Penyerahan); dan 7) Bukti Penyerahan Rekaman DKE Debet pada Kliring Pengembalian (BPR-Kliring Pengembalian). c. Wilayah Kliring Off-line Manual 1) Bukti Penyerahan Rekaman DKE Debet pada Kliring Penyerahan (BPR-Kliring Penyerahan); 2) Bukti … 11 2) Bukti Penyerahan Rekaman DKE Debet pada Kliring Pengembalian (BPR-Kliring Pengembalian); 3) Rincian Warkat Debet yang Diserahkan pada Kliring Penyerahan Berdasarkan Peserta Penerima (RWD- Kliring Penyerahan); 4) Rincian Warkat Debet yang Diserahkan pada Kliring Pengembalian Berdasarkan Peserta Penerima (RWD- Kliring Pengembalian); dan 5) Daftar DKE Yang Ditolak Per Peserta Penerima. 2. Spesifikasi Teknis Dokumen Kliring Spesifikasi teknis Dokumen Kliring yang akan digunakan dalam penyelenggaraan Kliring Debet diatur sebagai berikut: a. Dokumen Kliring di Wilayah Kliring On-line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi 1) Spesifikasi teknis yang harus ada pada BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch a) Kertas Kertas yang digunakan harus memenuhi kualitas CBS-1, yang sekurang-kurangnya memenuhi standar sebagai berikut: (1) berat kertas (gramatur): 95 +/- 5 % g/M2; (2) ketebalan: 105 sampai dengan 135 micron; dan (3) memuat tanda air (watermark) berupa logo PPWDK. b) Ukuran Ukuran BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD- Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch yang digunakan harus merupakan ukuran seragam, yaitu panjang … 12 panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2¾ (dua tiga per empat) inci. c) Rancang Bangun Untuk lebih memudahkan dalam pengenalan dan pemeriksaan sandi atau informasi di dalam BPWD- Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch, rancang bangun Dokumen Kliring tersebut diatur sebagai berikut: (1) Nama dan Logo Bank Nama dan logo Bank harus dicetak lebih jelas dan/atau lebih besar daripada cetakan lainnya pada BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD- Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch dimaksud dan ditempatkan pada bagian kiri atas BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD- Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch. Pencantuman logo dimaksud tidak berlaku dalam hal Peserta tidak memiliki logo. (2) Penulisan BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch harus ditulis dalam Bahasa Indonesia. Tulisan BPWD- Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch tersebut harus dicetak lebih jelas dan/atau lebih besar daripada tulisan pada redaksi Dokumen Kliring dan ditempatkan pada bagian atas BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch. (3) Penggunaan … 13 (3) Penggunaan Bahasa Indonesia pada Redaksi BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch Redaksi BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD- Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch harus ditulis dalam Bahasa Indonesia. (4) Nomor seri Nomor seri yang digunakan sebagai sarana kontrol penggunaan BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch harus dicantumkan pada bagian kanan atas BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch dimaksud. (5) Nilai nominal Ruangan untuk menuliskan nilai nominal harus cukup luas yang ditempatkan di bagian kanan BPWD-Kliring Penyerahan dan BPWD-Kliring Pengembalian, di atas ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan, sehingga nilai nominal pada BPWD-Kliring Penyerahan dan BPWD-Kliring Pengembalian dimaksud dapat terlihat atau terbaca dengan jelas. (6) Tempat dan tanggal penerbitan Kolom penulisan tempat dan tanggal penerbitan BPWD-Kliring Penyerahan, dan BPWD-Kliring Pengembalian harus disediakan pada BPWD-Kliring Penyerahan dan BPWD-Kliring Pengembalian. (7) Ruangan … 14 (7) Ruangan tanda tangan Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan harus disediakan dengan cukup luas serta ditempatkan pada bagian sebelah kanan bawah BPWD-Kliring Penyerahan dan BPWD-Kliring Pengembalian di atas garis batas clear band. d) Tinta Untuk mencetak MICR code line pada bagian clear band BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch harus menggunakan tinta MICR yang memenuhi standar ISO 1004:1995. e) Clear band Clear band adalah ruang kosong dengan ukuran seragam yang harus terdapat pada bagian bawah BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch dengan panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari sisi bagian paling bawah BPWD- Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch. Ruangan clear band tersebut disediakan khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR code line untuk diproses dalam penyelenggaraan Kliring Debet di Wilayah Kliring On-line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi. f) Garis batas clear band Pada clear band BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch sebagaimana … 15 sebagaimana dimaksud dalam huruf e), harus terdapat batas clear band dengan bagian lain dari BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch dimaksud yang dapat berupa garis, huruf mikro (micro text) atau perbedaan warna yang membentuk garis pada posisi 5/8 (lima perdelapan) inci dari bagian paling bawah BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch. g) Pembedaan warna Untuk membedakan BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch dalam pengolahan di Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), maka pada bagian paling atas: (1) BPWD-Kliring Penyerahan dan Kartu Batch harus diberi warna hijau; dan (2) BPWD-Kliring Pengembalian harus diberi warna merah, dengan ukuran panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 1 (satu) centimeter. 2) Spesifikasi teknis yang dapat ditambahkan pada BPWD- Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch (bersifat fakultatif) a) Nama PPWDK Nama PPWDK dapat dicantumkan secara vertikal pada sisi sebelah kiri atau kanan BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch atau secara horisontal di bagian bawah BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch di atas garis batas clear band. b) Disain … 16 b) Disain Sekuriti pada Latar Belakang Untuk meningkatkan keamanan BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch dari kemungkinan upaya pemalsuan, disain sekuriti latar belakang BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch dapat menggunakan satu atau lebih fitur disain sekuriti seperti guillosche, roschette, numismatic (line relief) atau raster sekuriti lain seperti raster anti fotokopi, micro text (huruf mikro), dan/atau hidden image. c) Tinta (1) Tinta sekuriti untuk mencetak latar belakang BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch Untuk meningkatkan keamanan terhadap kemungkinan adanya upaya pemalsuan, pencetakan latar belakang BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch dapat menggunakan satu atau lebih tinta sekuriti. Penggunaan tinta sekuriti merupakan tinta tak tampak (invisible ink) yang akan berpendar apabila disinari dengan cahaya ultra violet, dan/atau tinta tampak (visible ink) yang ditempatkan pada latar belakang BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch. Lokasi cetakan tinta tak tampak (invisible ink) ditempatkan di bagian Dokumen Kliring yang menurut Peserta paling tepat, kecuali pada bagian clear band. (2) Tinta … 17 (2) Tinta penetrasi untuk nomor seri BPWD- Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch Untuk meningkatkan keamanan terhadap upaya manipulasi terhadap nomor seri (nomorator) BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch maka pencetakan nomor seri (nomorator) dapat menggunakan tinta penetrasi merah ber-fluorescent hijau atau kuning. 3) Lembar Substitusi Lembar Substitusi harus menggunakan kertas HVS minimal 60 g/M2 warna putih, dengan ukuran panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 ¾ (dua tiga per empat) inci. b. Dokumen Kliring di Wilayah Kliring Off-line Manual Dokumen Kliring di Wilayah Kliring Off-line Manual dibuat sesuai dengan ketentuan Dokumen Kliring dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. c. Contoh rancang bangun Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4.a sampai dengan Lampiran 4.f. II. PENCETAKAN DAN PERSETUJUAN PENCETAKAN WARKAT DEBET DAN DOKUMEN KLIRING, SERTA PELAPORAN PENCETAKAN WARKAT DEBET DAN DOKUMEN KLIRING KEPADA BANK INDONESIA A. Pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring Pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch yang digunakan pada Wilayah Kliring On-line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi wajib dilakukan oleh Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti … 18 Sekuriti (PPDS) yang telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai PPWDK. B. Persetujuan Pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring oleh Bank Indonesia 1. Peserta wajib memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari Bank Indonesia apabila akan melakukan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch untuk digunakan dalam penyelenggaraan SKNBI, yang merupakan pencetakan: a. untuk pertama kalinya, termasuk pemesanan baru pada PPWDK yang berbeda; b. untuk perubahan atas disain dan/atau rancang bangun Warkat Debet dan Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch yang sebelumnya telah disetujui pencetakan dan penggunaannya oleh Bank Indonesia, antara lain yang meliputi perubahan sebagai berikut: 1) nama Peserta; 2) 3) logo Peserta; redaksi, termasuk tetapi tidak terbatas pada penambahan tulisan “Peserta Kliring Antar Wilayah” sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.3).i); 4) disain gambar latar belakang; 5) komposisi warna; dan/atau 6) disain sekuriti latar belakang. 2. Pengajuan permohonan persetujuan pencetakan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dilakukan oleh: a. Kantor Pusat Bank Konvensional; b. Kantor Pusat Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; c. Kantor … 19 c. Kantor Cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri; d. Kantor Cabang Peserta yang berkedudukan di Jakarta berdasarkan surat kuasa dari Kantor Pusat Peserta yang berkedudukan di luar Jakarta; e. Unit Usaha Syariah (UUS) atau Kantor Pusat Bank Konvensional yang membawahi UUS tersebut; atau f. UUS atau Kantor Cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang membawahi UUS tersebut. 3. Untuk mencegah adanya duplikasi pengajuan spesimen Warkat Debet dan Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch maka Kantor Pusat Peserta yang berkedudukan di luar Jakarta yang telah memberikan surat kuasa kepada Kantor Cabang Peserta yang berkedudukan di Jakarta sebagaimana dimaksud dalam butir 2.d, tidak dapat lagi mengajukan permohonan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch kepada Bank Indonesia yang mewilayahi kecuali telah terdapat pencabutan surat kuasa tersebut secara tertulis. 4. Spesimen Cek dan/atau Bilyet Giro Peserta yang sebelumnya telah disetujui pencetakan dan penggunaannya oleh Bank Indonesia dan hanya mengalami perubahan atas rancang bangun Warkat Debet di luar butir 1.b. dan/atau penambahan informasi personalisasi nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.b.2), maka Peserta yang bersangkutan dapat langsung melakukan pemesanan dan pencetakan Cek dan/atau Bilyet Giro dimaksud pada PPWDK sesuai dengan kebutuhannya, tanpa perlu memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1. C. Persyaratan … 20 C. Persyaratan dan Tata Cara Bagi Peserta untuk Memperoleh Persetujuan Pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring Untuk memperoleh persetujuan atas pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch sebagaimana dimaksud dalam butir B.1, Peserta harus melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Menyampaikan surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring kepada Bank Indonesia yang mewilayahi sesuai contoh dalam Lampiran 5.a, yang sekurang- kurangnya memuat informasi sebagai berikut: a. Jenis Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang akan dicetak pada PPWDK. Dalam hal jenis Warkat Debet yang akan dicetak tersebut merupakan Warkat Debet lainnya, antara lain voucher perjalanan (traveller’s cheque) dan voucher cinderamata (gift cheque), yang penggunaannya dalam SKNBI belum disetujui oleh Bank Indonesia, maka permohonan persetujuan atas penggunaan Warkat Debet dimaksud untuk dikliringkan harus dinyatakan secara jelas dalam surat permohonan; b. Nama PPWDK yang akan mencetak Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring; dan c. Alamat khusus Peserta untuk penyampaian surat balasan dari Bank Indonesia yang mewilayahi mengenai persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring Peserta, dalam hal alamat khusus Peserta dimaksud berbeda dengan alamat surat- menyurat Peserta yang tercantum dalam header atau footer surat permohonan Peserta. 2. Menyampaikan dokumen-dokumen tertentu sebagai lampiran surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen … 21 Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1, yang terdiri atas: a. spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sebanyak 135 (seratus tiga puluh lima) lembar untuk masing-masing jenis Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang akan dicetak, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) seluruh spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring harus memenuhi ketentuan spesifikasi teknis Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2 dan butir I.B.2; 2) seluruh spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring harus dibubuhi tambahan tulisan “spesimen”, ”specimen”, ”speciment”, ”cetak coba” atau tulisan lain yang sejenis, dengan ukuran tulisan yang relatif besar dan menggunakan warna yang terang/jelas. Tulisan tersebut ditulis pada bagian depan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring, sehingga mudah dibedakan dengan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang bukan merupakan spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring; 3) seluruh lembar spesimen Warkat Debet harus telah dipisahkan dari lembar pertinggal sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.7); 4) spesimen Warkat Debet harus memenuhi peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, khususnya terkait dengan pemenuhan persyaratan formal, serta ketentuan mengenai tata cara penulisan Warkat Debet dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka III; 5) apabila spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring akan digunakan oleh Peserta di Wilayah Kliring On-line … 22 On-line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi maka: a) khusus pada bagian depan dari 5 (lima) lembar spesimen Warkat Debet sebagaimana dimaksud dalam angka 1), dapat ditambahkan informasi dummy dalam bentuk tulisan yang antara lain mencakup nama penerima, jumlah nominal dalam angka dan huruf, tempat dan tanggal penerbitan/penarikan, tanda tangan serta nama jelas penandatangan untuk dilakukan uji perekaman data spesimen Warkat Debet dalam bentuk salinan (image). b) pada clear band spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus dibubuhi informasi MICR code line guna diuji dengan mesin baca pilah Penyelenggara. c) pencantuman informasi MICR code line sebagaimana dimaksud dalam huruf b) harus dilakukan sesuai dengan tata cara pencantuman MICR code line sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI dengan pedoman tambahan sebagai berikut: (1) Spesimen Warkat Debet (a) Kolom Nomor Seri diisi dengan data dummy yang bukan angka “000000” (6 (enam) digit); (b) Kolom Sandi Peserta untuk semua jenis Warkat Debet diisi dengan sandi khusus pengujian Warkat Debet dan Dokumen Kliring yaitu 8889993 (7 (tujuh) digit); (c) Kolom … 23 (c) Kolom Nomor Rekening diisi dengan data dummy yang bukan angka “0000000000” (10 (sepuluh) digit); (d) Kolom Sandi Transaksi diisi dengan sandi transaksi yang sesuai dengan jenis Warkat Debet, yaitu: i. 00 sampai dengan 09 untuk Cek (2 (dua) digit); ii. 10 sampai dengan 19 untuk Bilyet Giro (2 (dua) digit); iii. 20 sampai dengan 29 untuk Wesel (2 (dua) digit); iv. 30 sampai dengan 39 untuk Warkat Debet lainnya (2 (dua) digit); v. 40 sampai dengan 49 untuk Nota Debet (2 (dua) digit); (e) Kolom Nilai Nominal diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000” (14 (empat belas) digit). Khusus untuk nilai nominal Nota Debet diisi data dummy dengan nilai nominal paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (2) Spesimen Dokumen Kliring (a) Kolom Nomor Seri diisi dengan data “000888” (6 (enam) digit); (b) Kolom Sandi Peserta diisi dengan tata cara yang berbeda dengan tata cara pengisian Sandi Peserta pada spesimen Warkat Debet, yaitu 3 (tiga) digit pertama … 24 pertama diisi dengan angka “999” dan 4 (empat) digit terakhir diisi dengan angka “9999”. Dengan demikian, kolom Sandi Peserta pada spesimen Dokumen Kliring dimaksud diisi dengan data “999 9999”; (c) Kolom Nomor Rekening tidak perlu dilakukan pengisian (dibiarkan kosong); (d) Kolom Sandi Transaksi, diisi dengan angka “60” (2 (dua) digit) untuk BPWD-Kliring Penyerahan, angka “62” (2 (dua) digit) untuk BPWD-Kliring Pengembalian, dan angka “96” (2 (dua) digit) untuk Kartu Batch; (e) Kolom Nilai Nominal Warkat Debet, diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000” (14 (empat belas) digit). b. Surat pernyataan di atas meterai dari PPWDK sesuai contoh dalam Lampiran 5.b, yang menerangkan informasi sebagai berikut: 1) bahwa kertas CBS-1 yang digunakan untuk mencetak Warkat Debet dan Dokumen Kliring, merupakan kertas CBS-1 yang telah diuji di Balai Besar Pulp dan Kertas (BBP&K) serta telah disetujui oleh Bank Indonesia; dan 2) penjelasan atas spesifikasi fitur disain sekuriti pada latar belakang yang digunakan dalam Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring, serta lokasi penempatan fitur disain sekuriti tersebut (apabila ada). c. Surat kuasa dari pimpinan Kantor Pusat Peserta yang berkedudukan di luar Jakarta kepada Kantor Cabang Peserta yang berkedudukan di Jakarta, dalam hal surat permohonan persetujuan … 25 persetujuan diajukan oleh Kantor Cabang Peserta yang berkedudukan di Jakarta sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.d. 3. Spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.1) yang telah diisi informasi MICR code line sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.5).c), harus memenuhi syarat pengujian dengan mesin baca pilah, sebagai berikut: a. tingkat penolakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring Kartu Batch paling tinggi sampai dengan 2% (dua perseratus); dan b. salinan (image) spesimen Warkat Debet sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.5).a) yang telah diambil rekaman gambarnya menunjukkan hasil yang baik yaitu tulisan pada salinan (image) Warkat Debet dapat terlihat cukup jelas. D. Persetujuan atau Penolakan Pencetakan dan Penggunaan Warkat Debet dan Dokumen Kliring oleh Bank Indonesia Hasil penelitian dan pengujian terhadap spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch sebagaimana dimaksud dalam huruf C, diberitahukan kepada Peserta yang mengajukan permohonan (Peserta pemohon) sebagaimana dimaksud dalam butir B.2, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bank Indonesia yang mewilayahi menyampaikan surat pemberitahuan mengenai hasil penelitian dan pengujian spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung sejak surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 dan butir C.2 diterima secara lengkap dan benar oleh Bank Indonesia yang mewilayahi. 2. Surat … 26 2. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat berupa: a. Surat persetujuan, dalam hal spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang diteliti dan/atau diuji tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C. Selanjutnya Bank Indonesia yang mewilayahi menyampaikan surat persetujuan kepada Peserta pemohon yang bersangkutan untuk dapat melakukan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sesuai kebutuhan untuk dipergunakan dalam kegiatan Kliring, dengan dilampiri sebanyak 3 (tiga) lembar dari masing-masing spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir C.2.a. Adapun sebanyak 132 (seratus tiga puluh dua) lembar sisa masing-masing spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring digunakan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi sebagai arsip dan didistribusikan ke seluruh kantor Bank Indonesia dan PKL Selain BI untuk digunakan sebagai arsip. b. Surat penolakan, dalam hal spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C.3. Selanjutnya Bank Indonesia yang mewilayahi menyampaikan surat penolakan dan mengembalikan seluruh spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring dimaksud kepada Peserta pemohon untuk diperbaiki/diperbaharui. Peserta pemohon kemudian dapat menyampaikan kembali surat permohonan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan melampirkan spesimen Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang telah diperbaiki/diperbaharui; 3. Dalam penyelenggaraan SKNBI, Peserta wajib menggunakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring yang dicetak pada PPWDK berdasarkan … 27 berdasarkan surat persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a. E. Pelaporan Pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring 1. Kantor Pusat Peserta dan Kantor Cabang Peserta dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri, setiap periode 1 (satu) tahun wajib menyampaikan laporan tahunan tertulis dengan menggunakan surat tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia mengenai Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD- Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch yang telah dicetak oleh PPWDK (ditandai dengan adanya delivery order dari PPWDK) pada periode 1 (satu) tahun sebelumnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. laporan tahunan wajib memuat: 1) nama Bank; 2) periode laporan; 3) tanggal pemesanan; 4) nama PPWDK; 5) 6) tanggal pengiriman; dan jenis serta jumlah lembar Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang telah dicetak oleh PPWDK selama periode 1 (satu) tahun sebelumnya, dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 6. b. dalam hal pada kurun waktu 1 (satu) tahun Kantor Pusat Peserta atau Kantor Cabang Peserta dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri tidak melakukan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring maka Kantor Pusat Peserta atau Kantor Cabang Peserta dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang bersangkutan tetap diwajibkan menyampaikan laporan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan tahunan sesuai dengan format Lampiran 7. c. penyampaian … 28 c. penyampaian laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Januari tahun berikutnya. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut dihitung pada tanggal hari kerja berikutnya. d. penyampaian laporan tersebut ditujukan kepada: Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran, dengan alamat: Bank Indonesia Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran Gedung D, Lantai 9 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 2. Dalam hal Kantor Pusat Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, maka Kantor Pusat Peserta tersebut wajib menyampaikan tembusan surat dan laporan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada kantor Bank Indonesia yang mewilayahi. F. Bank Indonesia yang Mewilayahi Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam butir B.3, butir C.1, huruf D dan butir E.2 adalah: 1. Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran (Bagian PwSP), untuk Peserta yang: a. Kantor Pusatnya berkedudukan di wilayah DKI Jakarta, Propinsi Banten, Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang, dan Kota Depok; atau b. Kantor Pusatnya berkedudukan di luar wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia, namun telah memberikan surat kuasa kepada kantor … 29 kantor cabangnya yang berkedudukan di Jakarta sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.d; dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir E.1.d. 2. Kantor Bank Indonesia setempat, untuk Peserta yang Kantor Pusatnya berkedudukan di luar wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. G. Ketentuan Khusus mengenai Perubahan Nama Peserta Berkenaan dengan permohonan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian dan/atau Kartu Batch yang disebabkan oleh adanya perubahan nama Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b.1), berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Bagi Peserta yang berubah nama baik karena merger, konsolidasi atau karena sebab lainnya, Peserta yang bersangkutan harus memberitahukan perubahan nama tersebut dengan menggunakan surat tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir E.1.d paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perubahan nama Peserta dimaksud disetujui oleh Bank Indonesia. Surat pemberitahuan perubahan nama tersebut memuat informasi sebagai berikut: a. jumlah Warkat Debet dan Dokumen Kliring lama yang masih tersedia pada Peserta; b. perkiraan lamanya waktu untuk menghabiskan persediaan Warkat Debet dan Dokumen Kliring lama sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan c. rencana waktu pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring dengan nama Peserta yang baru. 2. Peserta yang berubah nama sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus mengajukan permohonan persetujuan pencetakan Warkat Debet … 30 Debet dan/atau Dokumen Kliring dengan nama Peserta yang baru paling lambat sebelum Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring lama diperkirakan habis, dengan persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C. 3. Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak melakukan pencetakan seluruh Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring dengan nama Peserta yang baru secara sekaligus pada saat yang sama, pengajuan surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring dimaksud dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali sesuai dengan jenis Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang dicetaknya, dengan tetap memperhatikan ketersediaan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. 4. Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring dengan nama Peserta yang lama masih dapat dipergunakan dalam penyelenggaraan SKNBI sampai persediaan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring lama tersebut habis, dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring Peserta lama yang masih terdapat pada tata usaha Peserta, maka Peserta yang bersangkutan harus melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) memperhatikan aspek risiko keamanan dan risiko reputasi (corporate image) serta aspek kepercayaan nasabah, terkait dengan rencana penggunaan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring lama dimaksud; 2) mencoret nama Peserta yang lama dan menambahkan tulisan nama Peserta yang baru dengan menggunakan ketikan, stempel atau dengan cara-cara sejenis lainnya; 3) khusus untuk perubahan nama Peserta yang diikuti dengan perubahan sandi Peserta, maka untuk penyelenggaraan SKNBI di Wilayah Kliring On-line Otomasi … 31 Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Otomasi, dalam hal terdapat Warkat Debet Peserta lama yang kolom sandi Pesertanya telah terlanjur di-encode dengan menggunakan informasi MICR code line Peserta yang lama, maka sandi Peserta lama dalam bentuk MICR code line dimaksud harus disesuaikan menjadi sandi MICR code line Peserta yang baru dengan menggunakan stiker sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.3 paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal efektif perubahan nama Peserta dikeluarkan Penyelenggara untuk Kantor Pusat Peserta atau Kantor Cabang dari suatu Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri tersebut. b. Untuk Warkat Debet berupa Cek, Bilyet Giro, Wesel dan Warkat Debet lainnya, antara lain voucher perjalanan (traveller’s cheque), voucher cinderamata (gift cheque) dan SBPT dengan nama Peserta lama yang telah beredar di masyarakat dan perubahan nama Peserta tersebut diikuti pula dengan perubahan sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir a.3), maka Peserta penerima yang bermaksud melakukan penagihan Cek, Bilyet Giro dan/atau Warkat Debet lainnya dimaksud dalam penyelenggaraan Kliring Debet, harus menyesuaikan sandi Peserta lama menjadi sandi Peserta baru dengan menggunakan stiker sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.3. III. TATA CARA PENULISAN WARKAT DEBET DAN DOKUMEN KLIRING Untuk memperlancar proses penyelenggaraan SKNBI baik di Penyelenggara maupun di Peserta dan menjamin pemenuhan ketentuan hukum yang berlaku atas Warkat Debet yang dikliringkan khususnya untuk Cek, Bilyet Giro, Wesel, dan/atau Warkat Debet lainnya, antara lain voucher perjalanan (traveller’s … 32 (traveller’s cheque), voucher cinderamata (gift cheque) dan SBPT, serta dalam rangka mengurangi risiko pemalsuan Warkat Debet dan Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch maka dalam penulisan Warkat Debet dan Dokumen Kliring tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: A. Warkat Debet 1. Warkat Debet dinyatakan dalam mata uang Rupiah. 2. Pencantuman nilai nominal Warkat Debet dalam mata uang Rupiah ditulis secara lengkap dengan angka dan huruf dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. 3. Penulisan nilai nominal dalam angka dan huruf serta pengisian redaksional Warkat Debet dilakukan dengan menggunakan huruf latin, kecuali untuk tanda tangan. 4. Penulisan dan/atau penandatanganan Cek, Bilyet Giro dan/atau Warkat Debet lainnya hendaknya menggunakan alat tulis atau sarana yang: a. tidak menyebabkan kerusakan pada Warkat Debet tersebut dan/atau menyebabkan tulisan dalam Cek dan Bilyet Giro sulit terbaca dengan jelas; dan/atau b. tidak mudah diubah. 5. Tambahan penulisan nilai nominal dengan peralatan apapun yang dimaksudkan untuk memperjelas nilai nominal, baik dalam angka dan huruf, misalnya dengan menggunakan peralatan tertentu seperti cheque-writer (protectograph) dianggap tidak ada, karena hasilnya dapat menimbulkan bermacam-macam penafsiran, misalnya perbedaan penafsiran dalam hal angka dan huruf yang ditulis oleh penarik berbeda dengan cheque-writer (protectograph). 6. Penulisan Cek, Bilyet Giro, dan Warkat Debet lainnya disarankan untuk tidak diperjelas dengan menggunakan fluorescent pen karena akan menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan penulisan. Di samping itu, penggunaan alat tersebut pada … 33 pada angka Rupiah dapat menimbulkan cahaya sehingga akan menyulitkan penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai nominal. Dalam hal masih terdapat Warkat Debet yang menggunakan fluorescent pen maka sebelum Peserta melakukan pembayaran hendaknya terlebih dahulu menghubungi nasabah yang bersangkutan untuk konfirmasi. B. Dokumen Kliring Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Debet di Wilayah Kliring On-line Otomasi, Wilayah Kliring Off-line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-line Manual mengacu pada cara penulisan Warkat Debet sebagaimana dimaksud dalam huruf A, kecuali butir A.2 dan butir A.3 karena dalam Dokumen Kliring nilai nominal yang ditulis adalah hanya berupa angka saja. IV. PENETAPAN PERUSAHAAN PERCETAKAN WARKAT DEBET DAN DOKUMEN KLIRING PPDS yang bermaksud untuk menjadi PPWDK, harus memenuhi persyaratan- persyaratan tertentu dari Bank Indonesia. A. Persyaratan PPWDK PPDS yang dapat memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk melakukan pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch harus memenuhi sekurang-kurangnya persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. mempunyai izin operasional yang masih berlaku sebagai PPDS yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; 2. mempunyai rencana kerja (business plan) terkait dengan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring; 3. mempunyai kertas CBS-1 dengan spesifikasi teknis kertas sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1).a); 4. mempunyai … 34 4. mempunyai laporan hasil uji atas kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dari BBP&K; 5. menyediakan mesin disain sekuriti, mesin cetak sekuriti, mesin untuk mencetak informasi MICR code line dan mesin pembaca MICR yang dapat berfungsi dengan baik; dan 6. mampu mencetak seluruh jenis Warkat Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1 dan Dokumen Kliring berupa BPWD- Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch dengan kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan menggunakan mesin-mesin sebagaimana dimaksud dalam angka 5. B. Tata Cara Pemberian Persetujuan PPWDK 1. Untuk memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia agar dapat mencetak Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD- Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan/atau Kartu Batch, PPDS harus mengajukan surat permohonan menjadi PPWDK secara tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Jl. M.H. Thamrin No. 2 - Jakarta 10350, dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut: a. fotokopi izin operasional sebagai PPDS yang masih berlaku dari instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, yang telah mendapatkan pernyataan sesuai dengan aslinya dari instansi yang berwenang tersebut atau telah mendapatkan pernyataan dari Notaris bahwa fotokopi izin operasional tersebut sesuai dengan asli dokumen yang diperlihatkan PPDS kepada Notaris; b. fotokopi anggaran dasar PPDS beserta perubahan- perubahannya, yang telah mendapatkan pernyataan dari Notaris bahwa fotokopi anggaran dasar PPDS tersebut sesuai dengan … 35 dengan asli dokumen yang diperlihatkan PPDS kepada Notaris; c. d. rencana kerja (business plan) yang terkait dengan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring; fotokopi laporan hasil uji kertas CBS-1 milik PPDS dari BBP&K sebagaimana dimaksud dalam butir A.4, yang telah mendapatkan pernyataan fotokopi sesuai dengan aslinya dari BBP&K atau Notaris, yang memuat informasi mengenai spesifikasi kertas sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) atau butir I.B.2.a.1)a); e. spesimen kertas CBS-1 milik PPDS sebagaimana dimaksud dalam butir A.3 yang telah memiliki laporan hasil uji kertas CBS-1 dari BBP&K sebagaimana dimaksud dalam butir A.4, masing-masing dengan ukuran: 1) 20 (dua puluh) cm x 20 (dua puluh) cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar yang pada bagian depannya harus telah diberi stempel atau cetakan nama PPDS yang bersangkutan; dan 2) 7 (tujuh) inci x 2¾ (dua tiga per empat) inci sebanyak 135 (seratus tiga puluh lima) lembar yang pada bagian depannya telah diberi stempel atau cetakan nama PPDS yang bersangkutan dan MICR code line sesuai dengan tata cara pencantuman MICR code line sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2.a.5).c). Khusus untuk pengisian kolom sandi transaksi, PPDS dapat menggunakan salah satu sandi transaksi yang ada, yaitu 00 (Cek), 10 (Bilyet Giro), 20 (Wesel), 30 (Warkat Debet Lainnya) atau 40 (Nota Debet). f. daftar mesin dan/atau peralatan untuk mencetak Warkat Debet dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir A.5 dengan … 36 dengan menyebutkan kapasitas dan status kepemilikan mesin dimaksud; g. Surat Pernyataan yang menyatakan mampu mencetak seluruh jenis Warkat Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1 dan Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch dengan kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir A.3. dengan menggunakan mesin-mesin sebagaimana dimaksud dalam butir A.5. 2. Dalam hal lampiran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a sampai dengan butir 1.g tidak lengkap, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran mengembalikan lampiran tersebut kepada PPDS untuk dilengkapi dan disampaikan kembali kepada Bank Indonesia. 3. Dalam hal lampiran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a sampai dengan butir 1.g diterima secara lengkap, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran melakukan: a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan dan kesesuaian dokumen-dokumen PPDS sebagaimana dimaksud dalam angka 1; b. pengujian spesimen kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir 1.e.2) pada mesin baca pilah Bank Indonesia. Spesimen kertas CBS-1 dianggap memenuhi syarat pengujian dengan mesin baca pilah apabila tingkat penolakan (tingkat reject) spesimen kertas CBS-1 paling tinggi sampai dengan 2% (dua perseratus). Dalam hal tingkat penolakan hasil pengujian spesimen kertas CBS-1 dimaksud pada mesin baca pilah menunjukkan tingkat penolakan spesimen yang lebih tinggi dari 2% (dua per seratus), PPDS dimaksud berdasarkan surat pemberitahuan tertulis dari Kantor Pusat Bank Indonesia … 37 Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat diberikan kesempatan untuk menyampaikan kembali spesimen kertas CBS-1 yang telah diperbaiki kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran untuk dilakukan pengujian kembali dengan mesin baca pilah; dan c. melakukan pemeriksaan langsung ke PPDS yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dokumen-dokumen PPDS sebagaimana dimaksud dalam huruf a, apabila spesimen kertas CBS-1 yang disampaikan PPDS telah memenuhi syarat pengujian dengan mesin baca pilah sebagaimana dimaksud dalam huruf b. 4. Dalam hal kegiatan pemeriksaan administratif dokumen, pengujian kertas CBS-1 dan pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 3 telah dilakukan, Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran akan memberikan: a. persetujuan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan administrasi dokumen, pengujian kertas CBS-1 dan pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 3 memenuhi keseluruhan persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia; atau b. penolakan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan administratif dokumen, pengujian kertas CBS-1 dan/atau pemeriksaan langsung tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia. Selanjutnya Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan, dengan disertai pengembalian seluruh lampiran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada PPDS yang bersangkutan untuk diperbaiki dan/atau dilengkapi. Berkenaan dengan penolakan dimaksud, PPDS yang bersangkutan dapat mengajukan kembali surat permohonan … 38 permohonan izin operasional beserta lampirannya yang telah diperbaiki dan/atau dilengkapi kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, dengan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 5. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disetujui, maka Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran melakukan hal-hal sebagai berikut: a. menerbitkan Keputusan Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran yang berisi penetapan PPDS dimaksud sebagai PPWDK; b. menyampaikan surat pemberitahuan penetapan sebagai PPWDK disertai asli keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan mengembalikan 135 (seratus tiga puluh lima) lembar spesimen kertas sebagaimana dimaksud pada butir 1.e.2) kepada PPWDK yang bersangkutan; c. menyampaikan surat pemberitahuan penetapan sebagai PPWDK disertai tembusan keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada instansi yang berwenang memberikan izin operasional kepada PPDS; d. mengumumkan penetapan PPWDK sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada seluruh Kantor Pusat Peserta, Kantor Cabang Peserta dari Bank yang berkedudukan di luar negeri dan PPWDK lainnya di seluruh Indonesia. 6. Pemberian keputusan persetujuan atau surat penolakan kepada PPDS untuk mencetak Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a atau butir 4.b, dilakukan Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal pemeriksaan langsung ke PPDS yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam butir 3.c. V. KEWAJIBAN … 39 V. KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING PPWDK mempunyai kewajiban sebagai berikut: 1. menyediakan mesin-mesin yang diperlukan dalam pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.5; 2. melakukan sendiri segala pekerjaan yang berkaitan dengan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring (prinsip Do It Yourself/Under One Roof), tidak mensubkontrakkan atau mengalihkan pekerjaan pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring tersebut kepada PPWDK lain, atau menerima pengalihan pekerjaan dari PPWDK lain; 3. mencetak Warkat Debet dan Dokumen Kliring sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam butir I.A.2 dan butir I.B.2; 4. melakukan pengujian ke BBP&K atas setiap kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a) yang akan digunakan untuk mencetak Warkat Debet dan Dokumen Kliring Peserta yang merupakan: a. kertas CBS-1 baru yang akan digunakan untuk mencetak Warkat Debet dan Dokumen Kliring Peserta untuk pertama kalinya; atau b. kertas CBS-1 yang telah disetujui oleh Bank Indonesia tetapi mengalami perubahan atau penggantian yang berupa perubahan atau penggantian: 1) produsen kertas CBS-1; 2) 3) ketentuan Bank Indonesia yang mengubah spesifikasi teknis kertas CBS-1. 5. melaporkan hasil uji kertas CBS-1 yang mengalami perubahan atau penggantian sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b yang telah memenuhi standar Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) atau butir I.B.2.a.1)a) kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat … tanda air (water mark) logo PPWDK yang bersangkutan; dan/atau 40 Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan menggunakan surat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal surat BBP&K kepada PPWDK yang bersangkutan perihal hasil uji kertas CBS-1, dengan melampirkan: a. fotokopi laporan hasil uji kertas CBS-1 baru dari BBP&K, yang telah mendapatkan pernyataan dari Notaris bahwa fotokopi laporan tersebut sesuai dengan dokumen asli yang diperlihatkan kepada Notaris atau yang telah mendapatkan pernyataan sesuai aslinya oleh BBP&K, yang memuat informasi mengenai spesifikasi kertas sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) atau butir I.B.2.a.1)a); b. spesimen kertas CBS-1 yang diuji oleh BBP&K sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b dan telah memiliki laporan hasil uji kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam huruf a, masing-masing dengan ukuran: 1) 20 (dua puluh) cm x 20 (dua puluh) cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar yang telah dibubuhi stempel PPWDK; dan 2) 7 (tujuh) inci x 2¾ (dua tiga per empat) inci sebanyak 135 (seratus tiga puluh lima) lembar yang telah dibubuhi stempel PPWDK dan informasi MICR code line sesuai dengan tata cara pencantuman informasi MICR code line sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2.a.5).c), untuk dilakukan pengujian dengan mesin baca pilah oleh Penyelenggara. Spesimen kertas CBS-1 dianggap memenuhi syarat pengujian dengan mesin baca pilah apabila tingkat penolakan (tingkat reject) spesimen kertas CBS-1 paling tinggi sampai dengan 2% (dua perseratus). Dalam hal tingkat penolakan hasil pengujian spesimen kertas CBS-1 dimaksud pada mesin baca pilah menunjukkan tingkat penolakan spesimen yang lebih tinggi dari 2% (dua per seratus), PPWDK dimaksud berdasarkan surat pemberitahuan tertulis dari Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat diberikan kesempatan untuk menyampaikan kembali … 41 kembali spesimen kertas CBS-1 yang telah diperbaiki kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran untuk dilakukan pengujian dengan mesin baca pilah. 6. melakukan pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring Peserta dengan menggunakan kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1)a) yang telah disetujui oleh Bank Indonesia; 7. setiap tahun menyampaikan laporan pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring dengan menggunakan surat kepada Kantor Pusat Bank Indonesia mengenai Warkat Debet dan Dokumen Kliring yang telah dicetak dan dikirim oleh PPWDK tersebut kepada Peserta pada periode 1 (satu) tahun sebelumnya, yaitu periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember. Laporan tersebut wajib memuat: a. nama Bank; b. periode laporan; c. tanggal pemesanan; d. nama PPWDK; e. f. tanggal pengiriman; dan jenis dan jumlah lembar Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring yang telah dicetak oleh PPWDK selama periode 1 (satu) tahun sebelumnya; dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 8; 8. menyampaikan laporan pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan sesuai dengan format dalam Lampiran 9, apabila dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam angka 7 tidak terdapat pemesanan/pencetakan Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring; 9. menyampaikan laporan periode 1 (satu) tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada angka 7 atau angka 8 paling lambat pada tanggal 25 Januari tahun berikutnya. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut adalah hari kerja berikutnya; 10. menyampaikan … 42 10. menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 9 kepada Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d; 11. menyampaikan fotokopi perubahan anggaran dasar PPWDK dalam hal terdapat perubahan nama, kepemilikan, direksi dan/atau komisaris yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Notaris, kepada Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran, dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d; 12. menyampaikan tembusan atau fotokopi ”surat permohonan perpanjangan izin operasional PPDS kepada instansi yang berwenang” dan/atau fotokopi ”surat dalam masa proses” yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang tersebut, kepada Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d; 13. menyampaikan fotokopi perpanjangan izin operasional PPDS dari instansi yang berwenang dengan menggunakan surat kepada Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak dikeluarkan perpanjangan izin operasional dimaksud; 14. dalam hal terdapat perubahan alamat kantor PPWDK, maka PPWDK dimaksud harus memberitahukan perubahan alamat tersebut kepada Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran dengan alamat surat sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.d. 15. mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. VI. PENGAWASAN … 43 VI. PENGAWASAN Untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan pencetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring, Bank Indonesia melakukan pengawasan secara langsung dan tidak langsung terhadap Peserta dan PPWDK. A. Pengawasan Langsung 1. Dalam pelaksanaan pengawasan secara langsung, Bank Indonesia dapat melakukan sendiri pengawasan secara langsung atau meminta bantuan kepada instansi lain yang mempunyai keahlian dan kompetensi dalam operasional pencetakan dokumen sekuriti. 2. Pengawasan langsung terhadap Peserta, antara lain dapat meliputi: a. pengecekan atas kebenaran laporan yang disampaikan Peserta; b. penelitian terhadap keabsahan perusahaan percetakan yang digunakan untuk mencetak Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch Peserta. 3. Pengawasan langsung terhadap PPWDK, antara lain meliputi: a. pengecekan atas kebenaran laporan yang disampaikan PPWDK; b. penelitian terhadap ketersediaan dan kondisi mesin-mesin percetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch. B. Pengawasan Tidak Langsung Pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. menganalisis laporan-laporan yang disampaikan oleh Peserta dan PPWDK, yang antara lain meliputi ketepatan waktu penyampaian laporan, keakuratan isi laporan dan kesesuaian penggunaan format laporan yang ditetapkan Bank Indonesia; 2. melakukan … 44 2. melakukan pengujian secara sampling terhadap Warkat Debet dan/atau Dokumen Kliring berupa BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch Peserta yang: a. memiliki tingkat reject relatif tinggi (di atas 2%); dan/atau b. memiliki indikasi ketidaksesuaian dengan spesifikasi teknis Warkat Debet dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2 dan butir I.B.2. VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR TERKAIT PENCETAKAN WARKAT DEBET DAN DOKUMEN KLIRING 1. Pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi Peserta dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan cara mendebet rekening giro Kantor Pusat Peserta atau kantor cabang bank dari suatu bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri yang berada di Bank Indonesia. Pelaksanaan pembebanan sanksi kewajiban membayar dimaksud akan diinformasikan kepada Peserta oleh Bank Indonesia melalui surat pemberitahuan pengenaan sanksi administratif. 2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi PPWDK dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan menyampaikan surat pengenaan sanksi kewajiban membayar kepada PPWDK yang bersangkutan yang antara lain berisi informasi jumlah sanksi kewajiban membayar dimaksud dan tata cara pembayarannya kepada Bank Indonesia. VIII. LAIN-LAIN 1. Dalam hal instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.1 mencabut atau tidak memperpanjang izin operasional PPDS maka Keputusan Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran yang menetapkan PPDS sebagai PPWDK sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.5 menjadi tidak berlaku. Selanjutnya Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat … 45 Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran menerbitkan Keputusan Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran mengenai pencabutan/penghentian persetujuan PPWDK dan memberitahukannya kepada seluruh Peserta dan PPWDK lainnya dengan menggunakan pengumuman atau sarana lainnya. 2. Pelunasan bea meterai pada Warkat Debet berupa Cek dan Bilyet Giro yang diperhitungkan dalam SKNBI wajib dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. untuk Warkat Debet yang digunakan di Wilayah Kliring yang pemilahan Warkat Debetnya dilakukan secara otomasi, termasuk Warkat Kliring Antar Wilayah, pelunasan bea meterai dilakukan dengan cara mencantumkan tanda Bea Meterai Lunas (BML) atau meterai teraan; b. untuk Warkat Debet yang digunakan di Wilayah Kliring yang pemilahan Warkat Debetnya dilakukan secara manual, pelunasan bea meterai dilakukan dengan cara mencantumkan tanda Bea Meterai Lunas (BML), meterai teraan, atau meterai tempel; sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Bank-bank di daerah yang tidak terdapat penyelenggaraan Kliring apabila memberikan fasilitas Cek dan Bilyet Giro bagi nasabahnya, pencetakan Cek dan Bilyet Giro tersebut dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis dan ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini. Hal ini dilakukan mengingat dengan adanya Kliring Warkat Debet Antar Wilayah, Cek dan Bilyet Giro dimaksud menjadi dapat dikliringkan dalam penyelenggaraan Kliring Debet. 4. Warkat Debet berupa Cek dan Bilyet Giro tidak dapat digunakan untuk sarana penarikan rekening giro dalam mata uang asing, baik dalam mata uang asal maupun konversinya dalam mata uang Rupiah. 5. Penggunaan bahan baku untuk Warkat Debet dan Dokumen Kliring BPWD-Kliring Penyerahan, BPWD-Kliring Pengembalian, dan Kartu Batch diutamakan menggunakan produk dalam negeri, sepanjang spesifikasi … 46 spesifikasi teknis kertasnya memenuhi spesifikasi teknis kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.1) dan butir I.B.2.a.1).a). X. KETENTUAN PERALIHAN Warkat Debet dan Dokumen Kliring berupa Bukti Penyerahan Warkat Debet dan Kartu Batch Warkat Debet lama yang telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia pada saat diberlakukannya Surat Edaran ini masih dapat dipergunakan dalam penyelenggaraan SKNBI dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/52/DASP tanggal 31 Desember 2004 perihal Warkat Debet, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Warkat Debet dan Dokumen Kliring dinyatakan tetap berlaku untuk Wilayah Kliring yang belum mengimplementasikan SKNBI sampai Wilayah Kliring tersebut mengimplementasikan SKNBI, kecuali untuk ketentuan yang berkaitan dengan sanksi. XI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/52/DASP tanggal 31 Desember 2004 perihal Warkat Debet, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDI SISWANTO DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/35/DASP|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Warkat Debet dan Dokumen Kliring serta Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring (PPWDK) dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 22 Desember 2006 </set_date> <effective_date> 2 Januari 2007 </effective_date> <replaced_reg> '6/52/DASP|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '7/18/PBI/2005' </related_reg>
No. 17/37/DPM Jakarta, 16 November 2015 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA Perihal: Operasi Pasar Terbuka Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/ 20 /PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 275, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5764) dan penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai operasi pasar terbuka dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 2. Operasi Pasar Terbuka, yang selanjutnya disingkat OPT, adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter. 3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai … 2 sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing, dan perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 6. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, Surat Berharga Negara dan surat berharga lain yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank. 9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran … 3 pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang Negara. 11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara. 12. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 13. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 14. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit adalah penempatan dana dalam Rupiah dan/atau valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia. 15. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh Peserta OPT. 16. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank Indonesia. 17. Rekening Surat Berharga adalah rekening Peserta OPT pada BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga, transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi … 4 transaksi pasar keuangan. 18. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia sebagai peserta BI-SSSS untuk melakukan fungsi penatausahaan bagi kepentingan nasabah. 19. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS, adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan Surat Berharga, dan setelmen dana seketika. 20. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System, yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan Surat Berharga, dan setelmen dana seketika. 21. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform, yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan Surat Berharga, dan setelmen dana seketika. 22. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 23. Transaksi … 5 23. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat Berharga Negara, yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap SBN, adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan pada saat yang bersamaan. 24. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran dan/atau penerimaan dana valuta asing ke atau dari Bank. 25. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan dari otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. 26. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap Rupiah melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 27. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual valuta asing oleh Bank Indonesia melalui penjualan tunai (spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali valuta asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 28. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi beli valuta asing oleh Bank Indonesia melalui pembelian tunai (spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali valuta asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 29. Standard Settlement Instruction adalah suatu pedoman tertentu dalam melakukan transfer dana melalui sarana telekomunikasi yang antara lain memuat nama Bank Koresponden … 6 Koresponden, nomor rekening, kode kliring dan kode Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). 30. Transaksi Forward adalah transaksi jual atau beli antara valuta asing terhadap Rupiah dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 31. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia adalah transaksi jual valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 32. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia adalah transaksi beli valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 33. Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, yang selanjutnya disebut JISDOR, adalah representasi harga spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dari transaksi antar Bank di pasar domestik termasuk transaksi Bank dengan bank di luar negeri, yang informasi data transaksinya dapat diakses melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. 34. Delivery Versus Payment, yang selanjutnya disingkat DVP, adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara setelmen Surat Berharga dan setelmen dana dilakukan secara bersamaan. B. Bank Indonesia dalam rangka OPT dapat melakukan absorpsi likuiditas dan/atau injeksi likuiditas dengan menggunakan satu atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di pasar uang dan mengelola likuiditas di pasar valuta asing serta untuk menjaga ketersediaan instrumen operasi moneter yang diperlukan dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. II. PENERBITAN … 7 II. PENERBITAN SBI 1. Penerbitan SBI merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. SBI memiliki karakteristik sebagai berikut: a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum pada Lampiran I. c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto; d. diterbitkan dan ditransaksikan di Sistem BI-ETP; e. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI-SSSS; f. dapat dipindahtangankan (negotiable); g. dapat ditransaksikan antara lain dengan cara outright, pinjam meminjam, hibah, repurchase agreement (repo), atau dijadikan agunan; h. SBI yang masih dalam status agunan tidak dapat diperdagangkan; i. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu; j. Bank Indonesia dapat melunasi SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) berdasarkan pertimbangan terkait strategi pengelolaan moneter; dan k. pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) sebagaimana dimaksud dalam huruf j dilakukan dengan persetujuan pemilik SBI. 3. Metode Penerbitan SBI a. Penerbitan SBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP. b. Mekanisme lelang SBI dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga … 8 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto lelang SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat diskonto lelang SBI diajukan oleh Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SBI a. Lelang SBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Window time lelang SBI dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBI dan perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang SBI memuat antara lain: 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) 7) 8) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); tingkat diskonto SBI (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); dan/atau tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Lelang SBI a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SBI secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SBI untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SBI kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang SBI meliputi informasi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate tender … 9 tender; atau 2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu SBI yang akan diterbitkan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran SBI yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran SBI yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang SBI a. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan SBI yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan SBI yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi yang … 10 yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal SBI yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh SBI yang diajukan; dan b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari SBI yang diajukan sebesar hasil perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang SBI. 7. Pengumuman Hasil Lelang SBI Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBI setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto, dan nilai tunai SBI yang dimenangkan; b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI, SOR, dan/atau nilai nominal yang dimenangkan. 8. Setelmen Lelang SBI a. Setelmen Hasil Lelang SBI 1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SBI paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang SBI. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SBI. 3) Bank … 11 3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang SBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai tunai SBI dan setelmen Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBI. 4) Nilai tunai SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus: Nilai tunai SBI Nilai nominal x 360 = 360 + (Tingkat diskonto x Jangka waktu) nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai Keterangan: nilai nominal = nilai nominal SBI dimenangkan. tingkat diskonto = tingkat dimenangkan. jangka waktu = jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang SBI sampai dengan tanggal jatuh waktu Contoh perhitungan nilai tunai dan nilai diskonto SBI tercantum pada Lampiran I. 5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP. 6) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SBI, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lelang SBI yang dimenangkan Peserta OPT yang bersangkutan. 7) Atas … diskonto yang yang 12 7) Atas batalnya transaksi lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 6), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Setelmen Pelunasan SBI 1) Bank Indonesia melunasi SBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan SBI yang tercatat di BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu SBI. 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu SBI ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SBI dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 3) Pada tanggal jatuh waktu SBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI dengan cara: a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SBI sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu; dan b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SBI sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu. 9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Minggu Sejak Kepemilikan SBI (Minimum Holding Period) a. Ketentuan 1) Dalam jangka waktu 1 (satu) minggu, yaitu 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen pembelian, pemilik SBI dilarang mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan pihak lain. 2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam angka 1) antara lain Transaksi Repo, Transaksi Outright, hibah, dan pengagunan. 3) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) maka Transaksi Repo sell and buy back SBI tidak dapat dilakukan dengan jangka waktu kurang dari 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender … 13 kalender. 4) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo collateralized borrowing, pengagunan (pledge), dan securities lending and borrowing, pemilik SBI dapat langsung mentransaksikan kembali SBI dimaksud setelah jatuh waktu second leg. 5) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo sell and buyback SBI, pemilik SBI dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud dengan ketentuan sebagai berikut: a) Dalam hal second leg Transaksi Repo berhasil dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh penjual repo 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen second leg transaksi SBI dimaksud. b) Dalam hal second leg Transaksi Repo tidak berhasil dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh pembeli repo 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen first leg transaksi SBI dimaksud. 6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa perpindahan kepemilikan atau transfer SBI karena merger, akuisisi, dan konsolidasi, SBI dapat ditransaksikan kembali 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak SBI dicatat di Sub-Registry awal atau di Rekening Surat Berharga awal. 7) Larangan mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan pihak lain dalam jangka waktu 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak berlaku untuk transaksi SBI oleh Peserta … 14 Peserta OPT dengan Bank Indonesia. 8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 7). b. Pengawasan 1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau pengawasan langsung atas pelaksanaan pembatasan transaksi SBI selama 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak kepemilikan SBI oleh Peserta OPT dan Sub-Registry. 2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran pelaksanaan pembatasan transaksi SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia menyampaikan surat permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT dan/atau Sub-Registry. 3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) menyampaikan tanggapan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat konfirmasi dari Bank Indonesia. 4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub- Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka Peserta OPT dan/atau Sub-Registry dianggap mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut. 5) Atas pelanggaran pelaksanaan pembatasan transaksi SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. III. PENERBITAN … 15 III. PENERBITAN SDBI 1. Penerbitan SDBI merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. SDBI memiliki karakteristik sebagai berikut: a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; Contoh perhitungan jangka waktu SDBI sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto; d. diterbitkan dan ditransaksikan di Sistem BI-ETP; e. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI-SSSS; f. hanya dapat dimiliki oleh Bank; g. hanya dapat dipindahtangankan (negotiable) antar Bank; h. hanya dapat ditransaksikan antar Bank antara lain dengan cara outright, pinjam meminjam, hibah, repurchase agreement (repo), atau dijadikan agunan; i. SDBI yang masih dalam status agunan tidak dapat diperdagangkan; j. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu; k. Bank Indonesia dapat melunasi SDBI sebelum jatuh waktu berdasarkan pertimbangan terkait strategi pengelolaan moneter; dan l. pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf k dilakukan dengan persetujuan pemilik SDBI. 3. Metode Penerbitan SDBI a. Penerbitan SDBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP. b. Mekanisme lelang SDBI dilakukan dengan metode sebagai berikut … 16 berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto lelang SDBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat diskonto lelang SDBI diajukan oleh Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SDBI a. Lelang SDBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Window time lelang SDBI dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SDBI dan perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang SDBI memuat antara lain: 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) 7) 8) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); tingkat diskonto SDBI (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); dan/atau tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Lelang SDBI a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SDBI secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang SDBI meliputi informasi: 1) nilai … 17 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu SDBI yang akan diterbitkan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran SDBI yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran SDBI yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang SDBI a. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan SDBI yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan SDBI yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank … 18 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal SDBI yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh SDBI yang diajukan; b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari SDBI yang diajukan sebesar hasil perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang SDBI. 7. Pengumuman Hasil Lelang SDBI Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SDBI setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto dan nilai tunai SDBI yang dimenangkan; b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya antara lain berupa rata-rata tertimbang tingkat diskonto SDBI, SOR, dan/atau nilai nominal yang dimenangkan. 8. Setelmen Lelang SDBI a. Setelmen Hasil Lelang SDBI 1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SDBI paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang SDBI. 2) Peserta … 19 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SDBI. 3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang SDBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai tunai SDBI dan setelmen Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal. 4) Nilai tunai SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus : Nilai tunai SDBI Nilai Nominal x 360 = 360 + (Tingkat Diskonto x Jangka Waktu) nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai Keterangan: nilai nominal = nilai nominal SDBI yang dimenangkan tingkat diskonto = tingkat diskonto yang dimenangkan jangka waktu = jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang SDBI sampai dengan tanggal jatuh waktu Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SDBI sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. 5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP. 6) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SDBI, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi … 20 transaksi lelang SDBI yang dimenangkan Peserta OPT yang bersangkutan. 7) Atas batalnya transaksi lelang SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka 6), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Setelmen Pelunasan SDBI 1) Bank Indonesia melunasi SDBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan SDBI yang tercatat di BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu SDBI. 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu SDBI ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SDBI dilakukan pada hari kerja berikutnya, tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 3) Pada tanggal jatuh waktu SDBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SDBI dengan cara: a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SDBI sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu; dan b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SDBI sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu. 9. Pembatasan Transaksi SDBI di Pasar Sekunder a. Ketentuan 1) Bank dilarang memindahtangankan atau mentransaksikan SDBI yang dimiliki dengan pihak selain Bank. 2) Pemindahtanganan atau transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mencakup antara lain transaksi jual atau beli secara outright, pinjam meminjam, memberi atau menerima hibah, repurchase agreement (repo), memberikan atau menerima agunan. 3) Bank dapat mentransaksikan SDBI dengan Bank Indonesia. 4) Sub-Registry … 21 4) Sub-Registry wajib menatausahakan SDBI milik nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1). b. Pengawasan 1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau pengawasan tidak langsung atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) oleh Bank dan Sub Registry. 2) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1), Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 3) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1), Bank Indonesia melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) atas SDBI yang dimiliki oleh pihak selain Bank tanpa persetujuan pemilik. 4) Perhitungan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen SDBI dipindahtangankan ke pihak selain Bank. 5) Perhitungan pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu (early redemption) adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. IV. TRANSAKSI REPO SURAT BERHARGA 1. Transaksi Repo merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk injeksi likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. Transaksi Repo memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Transaksi Repo dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga … 22 Berharga (transfer of ownership); b. Transaksi Repo memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. Bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang (simple interest); dan d. hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang di-repo- kan selama periode Transaksi Repo tetap merupakan milik Peserta OPT. 3. Metode Transaksi Repo a. Transaksi Repo dilakukan dengan mekanisme lelang melalui: 1) Sistem BI-ETP untuk Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah; 2) sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing. b. Mekanisme lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan suku bunga repo (repo rate) ditetapkan Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender), dengan suku bunga repo (repo rate) diajukan Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Repo a. Lelang Transaksi Repo dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. b. Window time lelang Transaksi Repo dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Repo dan perubahannya paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Repo memuat antara … 23 antara lain: 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender; 7) suku bunga repo (repo rate), apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender; 8) Surat Berharga yang dapat di-repo-kan; 9) haircut; dan/atau 10) tanggal dan waktu setelmen. e. Dalam hal Transaksi Repo menggunakan Surat Berharga dalam valuta asing maka pengumuman rencana lelang, selain mengumumkan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf d, juga mengumumkan acuan harga untuk Surat Berharga dalam valuta asing dan acuan kurs transaksi. 5. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Repo a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Repo untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Repo kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP atau sarana dealing system dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah 1) Pengajuan penawaran meliputi informasi: a) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-kan, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau b) nilai … 24 b) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-kan dan repo rate, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Repo yang akan dilakukan. 2) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang dengan kelipatan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran repo rate dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). e. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing. 1) Kurs yang digunakan dalam Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing adalah kurs tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi. 2) Pengajuan penawaran meliputi informasi: a) dalam hal lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender, antara lain: (1) nama Peserta OPT; (2) tanggal transaksi; (3) jangka waktu Repo; (4) Standard Settlement Instruction; (5) jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo- kan, dan (6) penawaran nilai nominal; atau b) dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, antara lain: (1) nama Peserta OPT; (2) tanggal transaksi; (3) jangka waktu repo; (4) Standard … 25 (4) Standard Settlement Instruction; (5) jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo- kan; (6) penawaran nilai nominal; dan (7) tingkat bunga (repo rate). 3) Peserta OPT mengajukan penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 4) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran repo rate dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). 5) Penawaran lelang dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan. 6) Dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time lelang Transaksi Repo. 7) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 6) dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu Transaksi Repo. 8) Koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran. 9) Peserta OPT harus mengirimkan dokumen ke Bank Indonesia sebagai berikut: a) surat pernyataan yang menyatakan bahwa: (1) Surat Berharga dalam valuta asing yang di- repo-kan merupakan aset milik Peserta OPT; dan (2) Peserta OPT tidak lagi memiliki SBI, SDBI dan SBN; b) data … 26 b) data terkait Surat Berharga yang paling kurang meliputi jadwal pembayaran kupon terakhir (last coupon date), jadwal pembayaran kupon selanjutnya (next coupon date), tingkat kupon (coupon rate), dan nominal kupon; c) surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dilampiri dengan statement of holding atas kepemilikan Surat Berharga dalam valuta asing di lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia dan Hasil Olahan Komputer (HOK) posisi kepemilikan Surat Berharga dalam Rupiah Peserta OPT pada posisi penutupan 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal transaksi. Contoh surat pernyataan dan data terkait Surat Berharga sebagaimana tercantum dalam Lampiran III. 10) Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 9) kepada Bank Indonesia dilakukan sebelum penutupan window time transaksi yang dapat didahului dengan penyampaian melalui faksimili. Penyampaian dokumen ditujukan kepada: Bank Indonesia - Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta Pusat 10350 Faksimili: 2310347 Telepon: 29818350 11) Dalam hal berdasarkan pemeriksaan oleh Bank Indonesia, surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 9) terbukti tidak benar maka penawaran yang diajukan dinyatakan batal. 12) Penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing dinyatakan batal dalam hal Peserta OPT: a) mengajukan … 27 a) mengajukan penawaran tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 5); b) tidak melakukan koreksi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 6) sampai dengan angka 8); dan/atau c) tidak menyampaikan dokumen sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 9). f. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran lelang Transaksi Repo yang disampaikan kepada Bank Indonesia. g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Repo a. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah 1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode fixed rate tender maka penetapan Transaksi Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode variable rate tender maka penetapan Transaksi Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan b) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal Transaksi Repo yang dimenangkan dengan cara: (1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari SOR yang ditetapkan, Peserta … 28 Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Repo yang diajukan; dan (2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Repo yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing: 1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan Transaksi Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Penawaran nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan ke atas dalam jutaan Rupiah terdekat. 2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan Transaksi Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan b) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang dimenangkan dengan cara: (1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Repo yang diajukan; dan (2) dalam … 29 (2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Repo yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional, dengan pembulatan ke atas dalam jutaan Rupiah terdekat. Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal pemenang Transaksi Repo menggunakan Surat Berharga dalam valuta asing berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender tercantum dalam Lampiran III. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Repo. 7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo a. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Repo setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: 1) secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal dan repo rate yang dimenangkan; dan 2) secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata tertimbang repo rate. b. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Valuta Asing 1) Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan melalui sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata tertimbang repo rate. 2) Melakukan konfirmasi secara individual kepada pemenang … 30 pemenang lelang melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa: a) nilai nominal yang dimenangkan, nominal surat berharga dalam valuta asing yang harus dipindahkan ke rekening Bank Indonesia pada lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia, dan repo rate yang dimenangkan; b) tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan c) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT. 3) Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan sebagai berikut: a) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau b) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. 8. Setelmen Transaksi Repo a. Surat Berharga dalam Rupiah 1) Setelmen First Leg a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi Repo. b) Peserta OPT wajib memiliki Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen first leg. c) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI- RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP sebagai berikut: (1) setelmen … 31 (1) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan; dan (2) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg. d) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. e) Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan waktu yang ditetapkan, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Repo Peserta OPT yang bersangkutan. f) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf e), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 2) Setelmen Second Leg a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI- RTGS. b) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen second leg. c) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI- RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian … 32 penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP sebagai berikut: (1) setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg; (2) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga Transaksi Repo jatuh waktu; (3) perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. d) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo, tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan suku bunga repo untuk hari libur dimaksud. e) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Repo jatuh waktu (second leg). 3) Kegagalan Setelmen Second Leg Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg Transaksi Repo maka Bank Indonesia akan melakukan hal-hal sebagai berikut: a) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI dan SDBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI dan SDBI … 33 SDBI sebelum jatuh waktu (early redemption) dan mengenakan biaya Transaksi Repo. b) Dalam hal Surat Berharga berupa SBN, transaksi yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright oleh Peserta OPT dan Bank Indonesia mengenakan biaya Transaksi Repo. c) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan penggunaan harga Surat Berharga Transaksi Outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. d) Dalam hal terjadi Transaksi Outright: (1) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit dengan perhitungan harga SBN sebagai berikut: (a) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih rendah daripada harga pada transaksi first leg setelah dikurangi haircut maka Rekening Giro Rupiah didebet sebesar selisih dimaksud setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-repo-kan; (b) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih tinggi dari harga pada transaksi first leg dikurangi haircut maka Rekening Giro Rupiah dikredit sebesar selisih dimaksud setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-repo-kan dan paling banyak sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg. (2) Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar nilai accrued interest atau imbalan dari setelmen … 34 setelmen first leg sampai dengan setelmen second leg. (3) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar suku bunga repo. e) Atas batalnya Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 2)e), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Surat Berharga dalam Valuta Asing 1) Setelmen First Leg a) Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai setelmen first leg adalah kurs tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi. b) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi Repo. c) Setelmen Surat Berharga dilakukan Peserta OPT dengan memindahkan Surat Berharga dengan jenis dan seri Surat Berharga sebesar nilai nominal yang di-repo-kan dari rekening Peserta OPT ke rekening surat berharga Bank Indonesia pada lembaga kustodian yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, pada tanggal setelmen atau tanggal valuta. d) Perhitungan nilai nominal Surat Berharga yang akan dipindahkan adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. e) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank sebesar nilai penawaran nominal yang dimenangkan. f) Bank … 35 f) Bank Indonesia akan melakukan setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam huruf e) setelah menerima konfirmasi dari bank kustodian bahwa Surat Berharga dalam valuta asing yang di-repo- kan Peserta OPT telah diterima. g) Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf c), Bank Indonesia membatalkan Transaksi Repo yang tidak didukung dengan Surat Berharga yang mencukupi. h) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf g), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 2) Setelmen Second Leg a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg), Peserta OPT wajib menyediakan dana yang mencukupi di Rekening Giro Rupiah untuk setelmen second leg. b) Setelmen second leg dilaksanakan sebagai berikut: (1) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg; (2) Bank Indonesia akan melakukan setelmen Surat Berharga dengan memindahkan Surat Berharga dalam valuta asing dari rekening Bank Indonesia ke rekening Peserta OPT di bank kustodian yang ditunjuk oleh Bank Indonesia setelah dilakukan setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka (1); (3) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebesar nilai setelmen second leg sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan … 36 dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. (4) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon atau imbalan pada periode Transaksi Repo, ekuivalen dalam Rupiah nilai kupon dimaksud mengurangi kewajiban Peserta OPT pada Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) dengan perhitungan sebagai berikut: nilai setelmen = second leg nilai setelmen first leg + bunga repo − nilai kupon/imbalan yang diterima Bank Indonesia (5) Perhitungan nilai kupon atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam angka (4) menggunakan kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal valuta penerimaan kupon. (6) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon maka perhitungan suku bunga repo sejak tanggal pembayaran kupon didasarkan pada nilai setelmen first leg dikurangi dengan ekuivalen penerimaan kupon dimaksud dalam Rupiah. c) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo, tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga repo atas hari libur dimaksud. d) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia akan … 37 akan membatalkan Transaksi Repo jatuh waktu (second leg). 3) Kegagalan Setelmen Second Leg Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, Bank Indonesia akan melakukan hal-hal sebagai berikut: a) Bank Indonesia akan menjual Surat Berharga dalam valuta asing kepada counterparty Bank Indonesia setelah terjadi kegagalan setelmen second leg. b) Kurs yang digunakan pada saat Bank Indonesia melakukan penjualan Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf a) adalah kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia. c) Selama Surat Berharga dalam valuta asing belum terjual, Bank Indonesia akan mengenakan biaya repo kepada Peserta OPT sampai dengan tanggal setelmen atau tanggal valuta penjualan Surat Berharga. d) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam valuta asing lebih rendah dari pada nilai setelmen first leg, Bank Indonesia akan membebankan kekurangan dana hasil penjualan Surat Berharga dalam valuta asing dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud. e) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam valuta asing lebih tinggi dari pada nilai setelmen first leg, Bank Indonesia akan mengembalikan kelebihan dana hasil penjualan Surat Berharga dalam valuta asing dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud. f) Rekening Giro Rupiah Peserta OPT akan didebet sebesar bunga repo. g) Atas batalnya Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 2)d), Peserta … 38 Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 9. Kupon Surat Berharga a. Perlakuan terhadap kupon/imbalan dalam hal terdapat kegagalan setelmen second leg dan Surat Berharga berupa SBN, diatur sebagai berikut: 1) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di-repo-kan oleh Peserta OPT, maka kupon/imbalan yang diterima menjadi milik Bank Indonesia. 2) Dalam hal pada tanggal transaksi outright, Peserta OPT menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di-repo-kan oleh Peserta OPT, maka Bank Indonesia akan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank sebesar kupon/imbalan yang diterima oleh Peserta OPT. 3) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Peserta OPT menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di-repo-kan oleh Peserta OPT, maka pada tanggal pembayaran kupon/imbalan Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar kupon/imbalan yang diterima oleh Peserta OPT. b. Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai kupon pada Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing adalah kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal penerimaan kupon. V. TRANSAKSI REVERSE REPO SURAT BERHARGA NEGARA 1. Transaksi Reverse Repo merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. Transaksi Reverse Repo memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan SBN (transfer of ownership). b. Transaksi … 39 b. Transaksi Reverse Repo memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. c. bunga reverse repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang (simple interest); dan d. hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang di- reverse-repo-kan selama periode Transaksi Reverse Repo tetap merupakan milik Bank Indonesia. 3. Metode Transaksi Reverse Repo a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP. b. Mekanisme lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan suku bunga reverse repo (RR-Rate) ditetapkan Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender), dengan suku bunga reverse repo (RR-Rate) diajukan Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Reverse Repo a. Lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. b. Window time lelang transaksi Reverse Repo dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Reverse Repo dan perubahannya paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Reverse Repo, memuat antara lain: 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode … 40 5) metode lelang; 6) target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender; 7) Reverse Repo Rate (RR-Rate), apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender; 8) Surat Berharga yang di-reverse-repo-kan; 9) haircut; dan/atau 10) tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Reverse Repo a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Reverse Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Reverse Repo untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Reverse Repo kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Reverse Repo antara lain meliputi informasi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) nilai nominal dan RR-Rate, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Reverse Repo yang akan dilakukan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran RR-Rate dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran lelang Transaksi Reverse Repo … 41 Repo yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Reverse Repo a. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan Transaksi Reverse Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan transaksi Reverse Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan RR-Rate tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal Transaksi Reverse Repo yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Reverse Repo yang diajukan; dan b) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Reverse Repo yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar … 42 sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri Surat Berharga dalam lelang Transaksi Reverse Repo, Bank Indonesia menentukan alokasi seri dan nominal Surat Berharga yang dimenangkan Peserta OPT. d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Reverse Repo. 7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Reverse Repo Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Reverse Repo setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal, RR-Rate, jenis dan seri Surat Berharga yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata tertimbang RR-Rate. 8. Setelmen Transaksi Reverse Repo a. Setelmen First Leg 1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi Reverse Repo. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen first leg. 3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP sebagai berikut: a) setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg; dan b) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dimenangkan. 4) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia … 43 Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse Repo Peserta OPT yang bersangkutan. 6) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Setelmen Second Leg 1) Pada tanggal Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS. 2) Peserta OPT wajib memiliki jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen second leg. 3) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP sebagai berikut: a) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg); b) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg; c) perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana … 44 sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 4) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Reverse Repo, tanggal Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga reverse repo untuk hari libur dimaksud. 5) Dalam hal jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI- SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg). c. Kegagalan Setelmen Second Leg 1) Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, transaksi Reverse Repo diperlakukan sebagai transaksi pembelian secara outright oleh Peserta OPT. 2) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan penggunaan harga Surat Berharga Transaksi Outright adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 3) Dalam hal terjadi Transaksi Outright: a) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit dengan perhitungan harga SBN sebagai berikut: (1) dalam hal harga pada Transaksi Outright sama dengan atau lebih tinggi daripada harga pada transaksi first leg dikurangi haircut, Rekening Giro Rupiah didebet sebesar selisih dimaksud … 45 dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-reverse-repo-kan dan paling sedikit sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg; (2) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih rendah daripada harga pada transaksi first leg dikurangi dengan haircut, Rekening Giro Rupiah didebet sebesar haircut pada tanggal transaksi first leg. b) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar nilai accrued interest atau imbalan sejak tanggal transaksi first leg sampai dengan second leg. 4) Atas kegagalan setelmen second leg, Peserta OPT tidak menerima bunga reverse repo. 5) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 9. Kupon Surat Berharga Perlakuan terhadap kupon/imbalan dalam hal terdapat kegagalan setelmen second leg dan Surat Berharga berupa SBN diatur sebagai berikut: a. Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Peserta OPT menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di- reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, maka kupon/imbalan yang diterima menjadi milik Peserta OPT. b. Dalam hal pada tanggal transaksi outright, Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di- reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar kupon/imbalan yang diterima oleh Bank Indonesia. c. Dalam hal setelah tanggal transaksi outright, Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang … 46 yang di-reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, maka pada tanggal pembayaran kupon/imbalan Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar kupon/imbalan yang diterima oleh Bank Indonesia. VI. TRANSAKSI PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBN SECARA OUTRIGHT DARI BANK INDONESIA DI PASAR SEKUNDER 1. Transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder dilakukan dalam rangka injeksi likuiditas dan/atau absorpsi likuiditas serta dalam rangka menjaga ketersediaan SBN yang diperlukan sebagai instrumen Operasi Moneter dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright dengan mekanisme lelang atau nonlelang. 3. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright di pasar sekunder pada setiap hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. 4. Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN secara Outright dengan Mekanisme Lelang a. Metode Transaksi 1) Bank Indonesia melakukan lelang transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright melalui Sistem BI- ETP atau sarana lainnya. 2) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut: a) harga tetap (fixed rate tender), dengan yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBN ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau b) harga beragam (variable rate tender), dengan yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBN diajukan oleh Peserta OPT. b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang 1) Window time transaksi pembelian dan penjualan SBN dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan … 47 dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi pembelian dan penjualan SBN paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya. 3) Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan SBN, antara lain meliputi: a) sarana transaksi; b) tanggal lelang; c) window time; d) e) f) g) jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan; target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender; yield atau harga SBN, apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender; dan/atau tanggal dan waktu setelmen. c. Pengajuan Penawaran 1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. 2) Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN untuk kepentingan Peserta OPT. 3) Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. 4) Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN antara lain meliputi: a) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; b) nilai nominal dan yield atau harga SBN, untuk lelang dengan metode variable rate tender. 5) Peserta … 48 5) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang dengan kelipatan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 6) Dalam hal lelang penjualan dan pembelian SBN dilakukan dengan metode variable rate tender, penawaran yield dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). 7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. d. Penetapan Pemenang Lelang 1) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN dengan metode fixed rate tender, penetapan pembelian dan penjualan SBN yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN dilakukan dengan metode variable rate tender, Bank Indonesia menetapkan tingkat yield yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR), atau harga yang dapat diterima, dan transaksi pembelian dan penjualan SBN yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Lelang … 49 a) Lelang Pembelian SBN (1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT lebih tinggi dari SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT lebih rendah dari harga yang dapat diterima, Peserta OPT memenangkan seluruh penawaran yang diajukan; atau (2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan harga yang dapat diterima, Peserta OPT dapat memenangkan seluruh atau sebagian penawaran yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b) Lelang penjualan SBN (1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT lebih rendah dari SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT lebih tinggi dari harga yang dapat diterima, Peserta OPT memenangkan seluruh penawaran SBN yang diajukan; dan (2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan harga yang dapat diterima, Peserta OPT dapat memenangkan seluruh atau sebagian penawaran yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil … 50 terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang pembelian dan penjualan SBN. e. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian dan Penjualan SBN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan dan pembelian SBN setelah window time ditutup, sebagai berikut: 1) secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal dan yield atau harga yang dimenangkan; dan 2) secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata tertimbang tingkat yield. 5. Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN secara NonLelang a. Transaksi Pembelian dan penjualan SBN dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan Peserta OPT secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. b. Transaksi dilakukan melalui Sistem BI-ETP atau sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. 6. Setelmen Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN secara Lelang dan Nonlelang a. Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen pembelian SBN dari Bank Indonesia. b. Bank wajib memiliki jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen penjualan SBN kepada Bank Indonesia. c. Setelmen pembelian dan penjualan SBN dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP. d. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian dan penjualan SBN paling lama pada 2 (dua) hari kerja. Perhitungan … 51 Perhitungan nilai dan setelmen penjualan dan pembelian SBN sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV. e. Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga atau tidak memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen penjualan dan pembelian SBN sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi pembelian dan penjualan SBN dimaksud. f. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. VII. TRANSAKSI VALAS TERHADAP SBN 1. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dalam rangka mendukung pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional kebijakan moneter dengan cara: a. b. transaksi pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia; dan transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia, yang dilakukan pada saat yang bersamaan. 2. Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN adalah Peserta OPT yang merupakan Bank Devisa. 3. Transaksi Valas Terhadap SBN dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Jenis valuta asing dalam Transaksi Valas Terhadap SBN adalah Dolar Amerika Serikat. 5. Metode Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank Indonesia melakukan Transaksi Valas Terhadap SBN secara lelang. b. Transaksi … 52 b. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang kurs Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (USD/IDR). d. Bank Indonesia menetapkan harga SBN (fixing price) yang digunakan sebagai dasar perhitungan SBN yang harus diserahkan oleh Peserta OPT. 6. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Valas Terhadap SBN a. Window time Transaksi Valas Terhadap SBN dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Valas Terhadap SBN paling lambat sebelum window time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. c. Pengumuman rencana lelang Transaksi Valas Terhadap SBN antara lain meliputi : 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) 5) target indikatif lelang yang meliputi target valuta asing yang akan dijual oleh Bank Indonesia dan target nominal SBN yang akan dibeli oleh Bank Indonesia; jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan; 6) harga SBN; dan/atau 7) tanggal dan waktu setelmen. 7. Pengajuan Penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN: a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing … 53 dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN antara lain meliputi informasi: 1) nama peserta; 2) tanggal transaksi; 3) kurs USD/IDR; 4) jenis, seri, dan nominal SBN; dan 5) Standard Settlement Instruction. e. Pengajuan penawaran lelang pada Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) penawaran dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kali; 2) dalam setiap penawaran hanya dapat diajukan 1 (satu) kurs; 3) untuk setiap penawaran, Peserta OPT dapat mengajukan 1 (satu) atau beberapa jenis dan seri SBN. f. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). g. Dalam hal terjadi koreksi, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Valas Terhadap SBN. h. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf g dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta OPT. i. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN yang disampaikan kepada Bank Indonesia. j. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. k. Penawaran lelang pada Transaksi Valas Terhadap SBN dinyatakan … 54 dinyatakan batal dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara: 1) mengajukan penawaran di luar jenis dan seri SBN yang diterima oleh Bank Indonesia; 2) 3) tidak memenuhi ketentuan pada huruf e atau tidak memenuhi ketentuan pada huruf f; dan/atau tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time Transaksi Valas Terhadap SBN. 8. Penetapan Pemenang Lelang a. Bank Indonesia menetapkan batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia b. Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: 1) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan; atau 2) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal SBN terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal pemenang Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana tercantum dalam Lampiran V. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Valas Terhadap SBN. 9. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Valas Terhadap SBN, setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut: a. mengumumkan … 55 a. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal seluruh penawaran SBN yang masuk, nominal SBN yang dimenangkan, nominal valuta asing yang dijual oleh Bank Indonesia dan rata-rata tertimbang (weighted average) kurs USD/IDR yang dimenangkan. b. melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa: 1) nominal valuta asing yang diterima Peserta OPT; 2) seri dan nominal SBN yang diterima Bank Indonesia; 3) kurs USD/IDR yang dimenangkan; 4) tanggal valuta atau tanggal setelmen; 5) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan 6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT. c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau 2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. 10. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN a. Bank Indonesia melakukan setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN paling lama pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. Contoh perhitungan nilai dan setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana tercantum dalam Lampiran V. b. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN terdiri atas setelmen pembelian SBN dan setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. c. Peserta … 56 c. Peserta OPT wajib menyediakan SBN di Rekening Surat Berharga untuk setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia, dan dana Rupiah di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. d. Setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS. e. Setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia dilakukan melalui Bank Koresponden yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dan Sistem BI-RTGS. f. Jenis dan seri SBN yang mencukupi sebagaimana dimaksud dalam huruf c harus tersedia di Rekening Surat Berharga Peserta OPT dan telah dilakukan transfer ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia paling lambat pada pukul 14.00 WIB waktu Sistem BI-RTGS atau batas waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tanggal setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN. g. Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia setelah menerima transfer seluruh jenis dan seri SBN yang menjadi kewajiban peserta. h. Bank Indonesia akan mentransfer valuta asing ke rekening Peserta OPT pada Bank Koresponden sebesar valuta asing yang dimenangkan setelah dilakukan pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT untuk setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. i. Dalam hal Peserta OPT tidak melakukan transfer jenis dan seri SBN yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf f, Transaksi Valas Terhadap SBN Peserta OPT dinyatakan batal. j. Dalam hal pada tanggal setelmen Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia, Peserta OPT wajib membayar nominal transaksi Pada … 57 pada hari kerja berikutnya. k. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN karena Peserta OPT tidak melakukan transfer jenis dan seri SBN yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf i, pada tanggal setelmen Peserta OPT harus melakukan construct transfer dari rekening Surat Berharga Bank Indonesia ke Rekening Surat Berharga Peserta OPT atas SBN yang sebelumnya telah berhasil ditransfer paling lambat sebelum periode cut- off warning BI-SSSS. l. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau dalam hal Peserta OPT tidak dapat menyelesaikan kewajibannya pada tanggal setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf j, Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. VIII. PENEMPATAN BERJANGKA RUPIAH (TERM DEPOSIT RUPIAH) 1. Transaksi Term Deposit Rupiah merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. Transaksi Term Deposit Rupiah memiliki karakteristik sebagai berikut: a. transaksi Term Deposit Rupiah memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; b. transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga; c. Bank Indonesia menatausahakan pencatatan transaksi Term Deposit Rupiah dalam BI-SSSS; dan d. Term Deposit Rupiah dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian. 3. Metode … 58 3. Metode Transaksi Term Deposit Rupiah a. Transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP. b. Mekanisme lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto transaksi Term Deposit Rupiah ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat diskonto transaksi Term Deposit Rupiah diajukan oleh Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah a. Bank Indonesia dapat melakukan lelang transaksi Term Deposit Rupiah pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Window time lelang transaksi Term Deposit Rupiah dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit Rupiah paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit Rupiah memuat antara lain: 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) target indikatif, apabila lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilaksanakan dengan metode variable rate tender; 7) tingkat … 59 7) tingkat diskonto, apabila lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilaksanakan dengan metode fixed rate tender; dan/atau 8) tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Rupiah secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Rupiah untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Rupiah kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI- ETP dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Rupiah meliputi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit Rupiah yang akan dilakukan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran lelang Term Deposit Rupiah yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta … 60 h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah a. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan transaksi Term Deposit Rupiah yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indoensia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan transaksi Term Deposit Rupiah yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto transaksi Term Deposit Rupiah tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh Transaksi Term Deposit Rupiah yang diajukan; dan b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran transaksi yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan … 61 dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Term Deposit Rupiah. 7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit Rupiah setelah window time ditutup, sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal dan tingkat diskonto yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata tertimbang tingkat diskonto Term Deposit Rupiah. 8. Setelmen Transaksi Term Deposit Rupiah a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah 1) Bank Indonesia melakukan setelmen lelang transaksi Term Deposit Rupiah paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Rupiah. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Rupiah. 3) Setelmen dana transaksi Term Deposit Rupiah dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar total nilai tunai Term Deposit Rupiah. 4) Nilai tunai transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus: nilai = tunai 360+(tingkat diskonto x jangka waktu nilai diskonto Term Deposit Rupiah = nilai nominal − nilai tunai Keterangan … nilai nominal x 360 62 Keterangan: nominal Term Deposit Rupiah = nilai nominal Term Deposit Rupiah yang dimenangkan dari hasil lelang. tingkat diskonto = tingkat diskonto yang dimenangkan dari hasil lelang. jangka waktu = jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang sampai dengan tanggal transaksi Term Deposit Rupiah jatuh waktu. 5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Rupiah sampai dengan waktu yang ditetapkan untuk setelmen, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Term Deposit Rupiah Peserta OPT yang bersangkutan. 6) Atas batalnya transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Rupiah 1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Rupiah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit Rupiah jatuh waktu secara otomatis melalui BI-SSSS sebesar nilai nominal Term Deposit Rupiah dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah. 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit Rupiah, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Rupiah ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan pada … 63 pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 9. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Transaksi Term Deposit Rupiah a. Pengajuan Early Redemption 1) Peserta OPT dapat mengajukan early redemption transaksi Term Deposit Rupiah dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. 2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3) Pengajuan dilakukan melalui sarana BI-SSSS. b. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan early redemption (same day settlement) pada awal periode pre cut-off Sistem BI-RTGS. c. Perhitungan nilai Early Redemption Nilai Nominal Nilai Tunai Early Redemption= Term Deposit Rupiah yang di-earlyredeem 360 hari+ Term Deposit rupiah ×Sisa Jangka waktu RRT diskonto pada saat diterbitkan sisa Biaya = Term Deposit rupiah × Nominal yang di-early redeem Nilai Setelmen Early Redemption= Repo rate - Lending Facility RRT diskonto Term Deposit rupiah pada saat diterbitkan Early Redemption- Biaya Nilai Tunai Keterangan: RRT = rata-rata tertimbang × jangka waktu 360 ×360 hari sebesar IX. PENEMPATAN … 64 IX. PENEMPATAN BERJANGKA DALAM VALUTA ASING (TERM DEPOSIT VALAS) 1. Transaksi Term Deposit valas merupakan penempatan secara berjangka dana valuta asing milik Peserta OPT di Bank Indonesia. 2. Transaksi Term Deposit valas memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit valas adalah Dolar Amerika Serikat; b. transaksi Term Deposit valas memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. transaksi Term Deposit valas dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga; d. atas transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia memberikan bunga; e. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian; dan f. Term Deposit valas dapat dialihkan menjadi Transaksi Swap jual Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah Bank Indonesia. 3. Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit valas adalah Bank Devisa. 4. Transaksi Term Deposit valas dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Metode Transaksi Term Deposit Valas a. Transaksi Term Deposit valas dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Transaksi Term Deposit valas dilakukan secara lelang dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat bunga transaksi Term Deposit valas ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga … 65 2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat bunga transaksi Term Deposit valas diajukan oleh Peserta OPT. 6. Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti Lelang Transaksi Term Deposit Valas a. Sebelum mengikuti pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit valas, dilakukan pendaftaran dengan ketentuan sebagai berikut: 1) untuk Peserta OPT menyampaikan surat permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valas, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: a) nama Peserta OPT; b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) dalam hal Peserta OPT telah memiliki TCID; c) dalam hal Peserta OPT memiliki rekening di Bank Koresponden, menyampaikan: (1) 1 (satu) nama dan nomor rekening Peserta OPT di bank koresponden; dan (2) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT; d) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki rekening di Bank Koresponden, menyampaikan: (1) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; dan (2) BIC bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; 2) untuk Lembaga Perantara menyampaikan surat permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valas, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: a) nama Lembaga Perantara; dan b) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah memiliki TCID. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya disampaikan Peserta OPT dan Lembaga Perantara pada … 66 pada saat pertama kali akan melakukan transaksi Term Deposit valas melalui surat kepada Bank Indonesia. Contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Moneter, Grup Pendukung Operasi Moneter Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Jl. M.H Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. d. Dalam hal terjadi perubahan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Peserta OPT dan Lembaga Perantara menyampaikan pengkinian informasi melalui surat dengan menggunakan contoh surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b, yang dapat didahului dengan surat elektronik (email) kepada dpm-dpom@bi.go.id. e. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf d disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam huruf c. f. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran melalui surat untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valas kepada Peserta OPT dan Lembaga Perantara, yang memuat informasi antara lain sebagai berikut: 1) TCID dalam hal Peserta OPT dan/atau Lembaga Perantara belum memiliki TCID; 2) kode individual page yang terdiri dari active page, historical page, dan confirmation page pada sistem otomasi lelang operasi moneter valas; dan 3) tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valas. 7. Pengumuman … 67 7. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang a. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit valas paling lambat sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. b. Window time lelang transaksi Term Deposit valas dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit valas, memuat antara lain: 1) sarana transaksi; 2) 3) tanggal lelang; jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; 4) metode lelang; 5) target indikatif (apabila lelang transaksi Term Deposit valas dilaksanakan dengan metode variable rate tender); 6) tingkat bunga (apabila lelang transaksi Term Deposit valas dilaksanakan dengan metode fixed rate tender); 7) window time; dan/atau 8) tanggal setelmen (tanggal valuta). 8. Pengajuan Penawaran Lelang a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas kepada Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan sesuai dengan pengaturan waktu yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender) memuat … 68 memuat informasi paling kurang sebagai berikut: 1) nama lelang (auction name); 2) penawaran nominal; dan 3) TCID Peserta OPT, dalam hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta OPT. e. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender) memuat informasi paling kurang sebagai berikut: 1) nama lelang (auction name); 2) tingkat bunga; 3) penawaran nominal; dan 4) TCID Peserta OPT dalam hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta OPT. f. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan/atau huruf e dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); 2) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran tingkat bunga dilakukan dengan kelipatan 1 bps (basis point) atau 0,01% (satu persepuluh ribu); 3) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara dapat mengajukan koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit valas; 4) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Peserta … 69 a) Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi nama lelang (auction name); dan/atau b) Lembaga Perantara yang mengajukan penawaran lelang Term Deposit valas untuk dan atas nama Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi TCID Peserta OPT dan nama lelang (auction name); 5) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), angka 3), dan angka 4); 6) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; 7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; 8) Lembaga Perantara harus menyampaikan informasi kepada Peserta OPT mengenai transaksi Term Deposit valas yang telah diajukan untuk kepentingan Peserta OPT; 9) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus memantau kebenaran informasi penawaran transaksi Term Deposit valas yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 9. Penetapan Pemenang Lelang a. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan Term Deposit valas yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; 2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan … 70 pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi nol; b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). b. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan Term Deposit valas yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat bunga transaksi Term Deposit valas tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh transaksi Term Deposit valas yang diajukan; b) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran transaksi yang diajukan dengan perhitungan proporsional dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: (1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi nol; (2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan … 71 dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). Contoh perhitungan nilai nominal dan penetapan pemenang lelang transaksi Term Deposit valas tercantum dalam Lampiran VI. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Term Deposit valas. 10. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT dan Lembaga Perantara, pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit valas disampaikan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal penawaran yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat bunga Term Deposit valas; b. secara individual kepada masing-masing pemenang lelang, pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit valas disampaikan melalui sistem otomasi lelang operasi moneter valas antara lain jangka waktu, nilai nominal, tingkat bunga, dan nominal bunga Term Deposit valas yang dimenangkan. 11. Setelmen Transaksi Term Deposit Valas a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas 1) Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 2) Peserta OPT menyediakan dana di rekening giro pada Bank Koresponden atau bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas. 3) Pada tanggal setelmen, Peserta OPT wajib mentransfer kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas untuk setiap … 72 setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden. 4) Bank menyampaikan konfirmasi setelmen transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam angka 3) melalui SWIFT message format MT320 atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Devisa. 5) Dalam hal Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 4), transaksi Term Deposit valas dinyatakan batal. 6) Atas batalnya transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 7) Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi Moneter, apabila pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit valas maka pembatalan tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas 1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit valas jatuh waktu dengan melakukan transfer ke rekening giro Peserta OPT pada Bank Koresponden sebesar nilai tunai. 2) Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dihitung dengan rumus sebagai berikut : nilai tunai=N x 1+r k 360 hari Keterangan: N = nominal Term Deposit valas r … 73 r = tingkat bunga yang dimenangkan k = jangka waktu Term Deposit valas c. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit valas, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga untuk hari libur dimaksud. 12. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Transaksi Term Deposit Valas a. Pengajuan Early Redemption 1) Peserta OPT dapat mengajukan early redemption Term Deposit valas paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen transaksi Term Deposit valas yang akan dilakukan early redemption. 2) Peserta OPT dapat mengajukan early redemption pada setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit valas dengan jangka waktu melebihi overnight. 3) Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam angka 2) diajukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. 4) Pengajuan dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. 5) Pengajuan early redemption baik keseluruhan atau sebagian, dilakukan untuk nominal penuh yang tercantum dalam setiap deal ticket. 6) Pengajuan early redemption disertai informasi reference number dan informasi nama lelang (auction name) pada saat pengajuan lelang transaksi Term Deposit valas. 7) Peserta OPT yang melakukan early redemption Term Deposit valas memperoleh bunga secara proporsional dengan perhitungan sebagai berikut: bunga … 74 bunga = nominal early redemption × tingkat bunga k × 360 keterangan: k = jangka waktu sampai dengan setelmen early redemption Term Deposit valas di Bank Indonesia 8) Peserta OPT dikenakan biaya early redemption Term Deposit valas sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari bunga sebagaimana dimaksud dalam angka 7). b. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early redemption. c. Perhitungan Nilai Early Redemption Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai nominal Term Deposit valas yang dilakukan early redemption ditambah bunga dikurangi biaya early redemption. 13. Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas Menjadi Transaksi Swap Jual USD Terhadap Rupiah Bank Indonesia (FX Swap) a. Pengajuan Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas Menjadi Transaksi FX Swap 1) Dalam hal Peserta OPT membutuhkan likuiditas Rupiah, Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap. 2) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada setiap hari kerja kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit valas dengan jangka waktu melebihi overnight. 3) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap dilakukan untuk nominal penuh yang tercantum dalam setiap deal ticket. 4) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap sekaligus merupakan pengajuan early redemption … 75 redemption atas Term Deposit valas yang akan dialihkan. 5) Early redemption Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam angka 4) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 12.a.1), butir 12.a.7), dan butir 12.a.8). 6) Transaksi FX Swap yang berasal dari pengalihan Term Deposit valas dilakukan dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, paling singkat 7 (tujuh) hari. 7) Premi FX Swap yang berasal dari pengalihan Term Deposit valas ditetapkan oleh Bank Indonesia. 8) Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan transaksi Term Deposit valas menjadi transaksi FX Swap dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB. 9) Bank Indonesia menyampaikan informasi premi FX Swap kepada Peserta OPT pada pukul 11.00 WIB dan sekaligus meminta Peserta OPT untuk memberikan konfirmasi. 10) Dalam hal Peserta OPT tidak menyepakati premi FX Swap yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, proses transaksi FX Swap tidak dilanjutkan dan Term Deposit valas yang bersangkutan tetap diteruskan (tidak dilakukan early redemption). 11) Dalam hal Peserta OPT menyepakati premi FX Swap yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, Peserta OPT memberikan konfirmasi (deal confirmation) transaksi early redemption Term Deposit valas dan transaksi FX Swap melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. 12) Atas transaksi pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap, Bank Indonesia memberikan bunga dan mengenakan biaya kepada Peserta OPT sesuai ketentuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam butir 12.a.7) dan butir 12.a.8). b. Setelmen … 76 b. Setelmen Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas menjadi Transaksi FX Swap 1) Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption dalam rangka pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap dengan cara transfer bunga ke rekening giro Peserta OPT pada Bank Koresponden setelah dikurangi biaya early redemption, pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan pengalihan. 2) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg transaksi FX Swap dalam rangka pengalihan Term Deposit valas menjadi transaksi FX Swap pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan pengalihan dengan prosedur sebagai berikut: a) Bank Indonesia melakukan pencatatan pengalihan valas dari early redemption Term Deposit valas menjadi sumber dana untuk setelmen valas transaksi FX Swap. b) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar ekuivalen dalam Rupiah dari nilai nominal Term Deposit valas yang dialihkan dikalikan kurs spot yang ditetapkan pada tanggal transaksi FX Swap. 3) Pada tanggal setelmen second leg transaksi FX Swap dilakukan ketentuan sebagai berikut: a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal valas FX Swap dikalikan kurs forward (forward rate) yang ditetapkan pada tanggal transaksi FX Swap. b) Bank Indonesia melakukan transfer valas ke rekening giro Peserta OPT di Bank Koresponden sebesar nilai nominal valas FX Swap. c) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, maka … 77 maka peserta transaksi FX Swap wajib membayar nominal transaksi pada hari kerja berikutnya. d) Pembayaran nominal transaksi FX Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf c) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. e) Atas keterlambatan pemenuhan kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf c), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 14. Kondisi Tidak Normal Pada Sistem Otomasi Lelang Operasi Moneter Valas a. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem otomasi lelang operasi moneter valas yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia segera membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit valas yang dilakukan melalui sistem otomasi lelang moneter valas. b. Bank Indonesia menginformasikan mengenai pembatalan proses lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Peserta OPT melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. c. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat kembali membuka proses lelang transaksi Term Deposit valas yang dilakukan secara manual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. d. Proses lelang transaksi Term Deposit valas yang dilakukan secara manual sebagaimana dimaksud dalam huruf c diatur dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Pengumuman Lelang a) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit valas paling lambat sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. b) Pengumuman … 78 b) Pengumuman rencana transaksi Term Deposit valas, memuat antara lain: (1) sarana transaksi; (2) tanggal lelang; (3) window time; (4) jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; (5) metode lelang; (6) target indikatif, apabila lelang transaksi Term Deposit valas dilaksanakan dengan metode variable rate tender; (7) tingkat bunga, apabila lelang transaksi Term Deposit valas dilaksanakan dengan metode fixed rate tender; dan/atau (8) tanggal setelmen atau tanggal valuta. 2) Pengajuan Penawaran Lelang a) Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas kepada Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan. b) Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode fixed rate tender meliputi informasi: (1) nama Peserta OPT; (2) tanggal transaksi; (3) jangka waktu; (4) Standard Settlement Instruction; dan (5) penawaran nilai nominal. c) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode variable rate tender meliputi informasi: (1) nama Peserta OPT; (2) tanggal transaksi; (3) jangka waktu; (4) Standard Settlement Instruction; (5) penawaran nilai nominal; dan (6) tingkat … 79 (6) tingkat bunga. d) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dan/atau huruf c) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) penawaran dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan; (2) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); (3) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat bunga dilakukan dengan kelipatan 1 bps (basis point) atau 0,01% (satu persepuluh ribu); (4) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit valas; (5) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka (4) dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu Term Deposit valas; (6) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran; (7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; (8) Peserta … 80 (8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; (9) Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2) dan angka 3) atau tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time transaksi Term Deposit valas maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. 3) Penetapan Pemenang Lelang transaksi Term Deposit valas sebagaimana diatur dalam angka 9. 4) Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan mekanisme sebagai berikut: a) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT dan Lembaga Perantara melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat bunga Term Deposit valas; b) melakukan konfirmasi kepada Peserta OPT yang memenangkan lelang secara individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa: (1) nominal valas dan tingkat bunga yang dimenangkan Peserta OPT; (2) jangka waktu; (3) tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan (4) permintaan … 81 (4) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT. c) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : (1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau (2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. 5) Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Nilai nominal yang tercantum pada setiap deal ticket konfirmasi lelang transaksi Term Deposit valas harus sama dengan nilai nominal setiap penawaran yang dimenangkan. b) Pelaksanaan setelmen dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 11. X. TRANSAKSI SWAP DENGAN METODE LELANG 1. Transaksi Swap dilakukan dalam rangka mendukung pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional kebijakan moneter dengan cara: a. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia; atau b. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia. 2. Transaksi Swap memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis valuta asing dalam Transaksi Swap adalah Dolar Amerika Serikat; b. Transaksi Swap dapat memiliki jangka waktu 1 (satu) hari sampai dengan 1 (satu) tahun, yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu … 82 waktu; dan c. kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan dalam Transaksi Swap adalah JISDOR. 3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Swap adalah Bank Devisa. 4. Metode Transaksi a. Bank Indonesia melakukan Transaksi Swap secara lelang. b. Transaksi Swap dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang premi swap. 5. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Swap a. Transaksi Swap dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. b. Window time Transaksi Swap dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Swap paling lambat sebelum window time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. d. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b dibuka sebelum penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR hari kerja sebelumnya. e. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b dibuka setelah penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR pada tanggal transaksi. f. Pengumuman rencana lelang Transaksi Swap antara lain meliputi: 1) sarana transaksi; 2) 3) tanggal lelang; jangka waktu (tenor); 4) window time; 5) 6) 7) tanggal setelmen atau tanggal valuta; tanggal jatuh waktu; target indikatif lelang; 8) mata … 83 8) mata uang; dan/atau 9) kurs spot 6. Pengajuan Penawaran Lelang a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Swap secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Swap untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Swap kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Swap antara lain meliputi informasi: 1) nama Peserta OPT; 2) 3) 4) tanggal transaksi; jangka waktu; tanggal jatuh waktu; 5) jumlah penawaran (nilai nominal); 6) jenis valuta; 7) premi swap; dan 8) Standard Settlement Instruction. e. Pengajuan penawaran Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf d dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan. f. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). g. Pengajuan penawaran premi swap dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling kurang sebesar Rp1,00 (satu rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00 (satu … 84 (satu rupiah). h. Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Swap. i. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf h antara lain dapat dilakukan terhadap informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d kecuali informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu swap. j. Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah penawaran (nilai nominal) sebagaimana dimaksud dalam huruf h, jumlah penawaran (nilai nominal) dimaksud harus memenuhi penawaran nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam huruf f. k. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Transaksi Swap yang disampaikan kepada Bank Indonesia. l. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. m. Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf e, huruf f atau huruf g dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time Transaksi Swap, penawaran dimaksud dinyatakan batal. 7. Penetapan Pemenang Transaksi Swap a. Bank Indonesia menetapkan batas premi swap yang diterima. b. Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: 1) Untuk Transaksi Swap Jual Bank Indonesia a) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan … 85 bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Swap yang diajukan; atau b) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Swap yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional. Contoh perhitungan pemenang lelang Transaksi Swap Jual Bank Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII. 2) Untuk Transaksi Swap Beli Bank Indonesia a) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Swap yang diajukan; atau b) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Swap yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional. Contoh perhitungan pemenang lelang Transaksi Swap Beli Bank Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII. 3) Pembulatan nominal yang dimenangkan oleh pemenang lelang Transaksi Swap dengan proporsional dilakukan dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi 0 (nol); dan b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi … 86 menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). 4) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Swap. 8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Swap Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Swap, setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut: a. Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal Swap yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang (weighted average) premi swap per jangka waktu. b. Melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa : 1) nominal lelang swap yang dimenangkan Peserta OPT; 2) premi swap yang dimenangkan; 3) 4) 5) jangka waktu transaksi; tanggal valuta; tanggal jatuh waktu; 6) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan 7) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT. c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau b) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. d. Peserta OPT yang telah memenangkan penawaran dilarang melakukan pengakhiran Transaksi Swap sebelum jatuh waktu … 87 waktu (early termination). 9. Setelmen Transaksi Swap a. Untuk Lelang Swap Jual Bank Indonesia 1) Setelmen First Leg a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen first leg. b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dikalikan dengan JISDOR. c) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat untuk setiap penawaran yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden pada tanggal setelmen. d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta OPT tidak melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai yang dimenangkan pada setelmen first leg, Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai yang dimenangkan pada hari kerja berikutnya. e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 2) Setelmen Second Leg a) Pada tanggal Transaksi Swap jatuh waktu (second leg), Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Peserta OPT di Bank Koresponden sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen first leg. b) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat … 88 Serikat setelmen first leg dikalikan kurs setelmen second leg. c) Kurs setelmen second leg adalah JISDOR saat tanggal transaksi ditambah premi swap yang dimenangkan Peserta OPT. d) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. e) Pembayaran nominal Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. f) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Untuk Lelang Swap Beli Bank Indonesia 1) Setelmen First Leg a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap, dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen first leg. b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dikalikan dengan JISDOR. c) Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat untuk setiap penawaran yang dimenangkan ke rekening Peserta OPT di Bank Koresponden. d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk … 89 untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. e) Pembayaran nominal Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. f) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 2) Setelmen Second Leg a) Pada tanggal Transaksi Swap jatuh waktu (second leg), Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dikalikan kurs setelmen second leg. b) Kurs setelmen second leg adalah JISDOR pada tanggal transaksi ditambah premi swap yang dimenangkan Peserta OPT. c) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen first leg ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden paling lambat pada tanggal setelmen second leg. d) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf c), Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari kerja berikutnya. e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud … 90 dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, tanggal setelmen first leg atau tanggal setelmen second leg ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya. XI. TRANSAKSI FORWARD DENGAN METODE LELANG 1. Transaksi Forward dilakukan dalam rangka mendukung pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional kebijakan moneter dengan cara: a. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia. b. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia. 2. Transaksi Forward memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis valuta asing dalam Transaksi Forward adalah Dolar Amerika Serikat; b. waktu penyerahan dana (tenor) Transaksi Forward dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal transaksi sampai dengan tanggal setelmen; dan c. kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan dalam Transaksi Forward adalah JISDOR. 3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Forward adalah Bank Devisa. 4. Metode Transaksi a. Transaksi Forward dengan mekanisme lelang dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) metode harga tetap (fixed rate tender), dengan Forward point Transaksi Forward ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) metode … 91 2) metode harga beragam (variable rate tender), dengan Forward point Transaksi Forward diajukan oleh Peserta OPT. 5. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Forward a. Lelang Transaksi Forward dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Window time lelang Transaksi Forward dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Forward paling lambat sebelum window time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. d. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b dibuka sebelum penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR hari kerja sebelumnya. e. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b dibuka setelah penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR pada tanggal transaksi. f. Pengumuman rencana lelang Transaksi Forward antara lain meliputi: 1) sarana transaksi; 2) 3) tanggal lelang; tenor; 4) window time; 5) metode lelang; 6) tanggal setelmen atau tanggal valuta; 7) forward point, apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender; 8) 9) target indikatif lelang, apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender; jenis valuta; dan/atau 10) kurs spot. 6. Pengajuan … 92 6. Pengajuan Penawaran Lelang a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Forward secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Forward untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Forward kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran Transaksi Forward antara lain meliputi informasi: 1) nama Peserta OPT; 2) 3) 4) 5) tanggal transaksi; tenor; tanggal setelmen atau tanggal valuta; jenis valuta; 6) nilai nominal apabila lelang dengan metode fixed rate tender; 7) nilai nominal dan forward point apabila lelang dengan metode variable rate tender; dan 8) Standard Settlement Instruction. e. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam huruf d dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing tenor yang ditawarkan. f. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling sedikit sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). g. Pengajuan penawaran forward point dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling sedikit sebesar Rp1,00 (satu rupiah) … 93 rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00 (satu rupiah). h. Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time lelang Transaksi Forward. i. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf h antara lain dapat dilakukan terhadap informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d kecuali informasi nama Peserta OPT dan tenor Transaksi Forward. j. Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah penawaran (nilai nominal) sebagaimana dimaksud dalam huruf h, jumlah penawaran (nilai nominal) dimaksud harus memenuhi penawaran nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam huruf f. k. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran lelang Transaksi Forward yang disampaikan kepada Bank Indonesia. l. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. m. Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf e, huruf f, atau huruf g dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam huruf h, penawaran dimaksud dinyatakan batal. n. Bank Indonesia dapat menolak penawaran Transaksi Forward yang diajukan oleh Peserta OPT apabila Peserta OPT tidak memiliki counterparty limit yang cukup. 7. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Forward a. Dalam hal Transaksi Forward dilakukan dengan metode lelang fixed rate tender, penetapan penawaran Transaksi Forward yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Untuk Transaksi Forward Jual Bank Indonesia a) Penawaran … 94 a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional. 2) Untuk Transaksi Forward Beli Bank Indonesia a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional. b. Dalam hal Transaksi Forward dilakukan dengan metode lelang variable rate tender, penetapan penawaran Transaksi Forward yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan batas forward point yang diterima. 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal penawaran yang dimenangkan dengan cara: a) Untuk Transaksi Forward Jual Bank Indonesia (1) dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari batas penawaran forward point yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Forward yang diajukan; atau (2) dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran forward point yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Forward yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional. b) Untuk Transaksi Forward Beli Bank Indonesia (1) dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari batas penawaran … 95 penawaran forward point yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Forward yang diajukan; atau (2) dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran forward point yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Forward yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional. Contoh perhitungan pemenang lelang Transaksi Forward sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII. c. Pembulatan nilai nominal yang dimenangkan oleh pemenang lelang Transaksi Forward dengan perhitungan secara proporsional dilakukan dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: 1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi 0 (nol); dan 2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Forward. 8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Forward Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Forward, setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut: a. Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal Transaksi Forward yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang (weighted average) forward point per tenor. b. Melakukan … 96 b. Melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa: 1) nominal lelang forward yang dimenangkan Peserta OPT; 2) forward point yang dimenangkan; 3) 4) tenor transaksi; tanggal valuta; 5) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan 6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT. c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau 2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. 9. Setelmen Transaksi Forward a. Untuk Lelang Forward Jual Bank Indonesia 1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Peserta OPT di Bank Koresponden sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan. 2) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan dikalikan kurs setelmen Transaksi Forward. 3) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah kurs JISDOR saat tanggal transaksi ditambah forward point yang dimenangkan Peserta OPT. 4) Dalam … 97 4) Dalam hal pada tanggal setelmen Transaksi Forward, Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. 5) Pembayaran nominal Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. 6) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Untuk Lelang Forward Beli Bank Indonesia 1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan dikalikan kurs setelmen Transaksi Forward. 2) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah JISDOR pada tanggal transaksi ditambah forward point yang dimenangkan Peserta OPT. 3) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen Transaksi Forward ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden paling lambat pada tanggal setelmen. 4) Dalam hal pada tanggal setelmen, Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari kerja berikutnya. 5) Atas … 98 5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 4), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, tanggal setelmen ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya. XII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Sanksi Transaksi OPT dalam Rupiah a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam Rupiah, meliputi: 1) 2) transaksi penerbitan SBI sebagaimana dimaksud dalam butir II.8.a.6); transaksi penerbitan SDBI sebagaimana dimaksud dalam butir III.8.a.6); 3) Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir IV.8.a.1)e), IV.8.a.2)e), IV.8.b.1)g) dan butir IV.8.b.2)d); 4) Transaksi Reverse Repo sebagaimana dimaksud dalam butir V.8.a.5) dan butir V.8.b.5); 5) pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder dan Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir VI.6.e; 6) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam butir VII.10.i; dan/atau 7) Transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.8.a.5). b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 2) kewajiban … 99 2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi OPT yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). c. Dalam hal transaksi memiliki second leg, nilai transaksi yang batal sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) adalah nilai transaksi pada saat first leg. d. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 2. Sanksi Transaksi OPT dalam Valuta Asing Selain Term Deposit Valas a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam valuta asing, meliputi: 1) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam butir VII.10.j; dan/atau 2) Transaksi Swap dengan metode lelang sebagaimana dimaksud dalam butir X.9.a.1)d), X.9.a.2)d), X.9.b.1)d) dan butir X.9.b.2)d); dan 3) Transaksi Forward dengan metode lelang sebagaimana dimaksud dalam butir XI.9.a.4) dan butir XI.9.b.4). b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar: a) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk … 100 untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta Dolar Amerika Serikat; b) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral atau otoritas moneter di negara valuta yang bersangkutan (official rate) yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nilai transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta asing non Dolar Amerika Serikat; atau c) suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang berlaku ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nilai transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam Rupiah. c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal setelmen. d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah atau Rekening Giro valuta asing Peserta OPT yang ada di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal kewajiban setelmen. 3. Sanksi Transaksi Term Deposit Valas a. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen yang menyebabkan batalnya transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam butir IX.11.a.5), Peserta OPT dikenakan sanksi berupa: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) bps (basis … 101 (basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh). b. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban pada tanggal setelmen second leg transaksi FX Swap sebagaimana dimaksud dalam butir IX.13.b.3)c) maka Peserta OPT dikenakan sanksi berupa: 1) teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1); dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang berlaku ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh). c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dan butir b.1) paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir IX.11.a.5) atau tidak terpenuhinya kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir IX.13.b.3)c). d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro valuta asing Peserta OPT di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal kewajiban pelaksanaan setelmen. 4. Sanksi Penghentian Sementara Mengikuti Operasi Moneter a. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang terdiri atas transaksi Operasi Pasar Terbuka dan/atau transaksi Standing Facilities, yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3, Peserta OPT juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti … 102 mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. b. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf a diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. c. Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan transaksi Operasi Moneter dalam 1 (satu) hari, pengenaan sanksi penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya memperhitungkan 3 (tiga) kali pembatalan. Contoh pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi operasi moneter sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX. 5. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum Holding Period SBI a. Bank dan/atau Sub-Registry yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir II.9 dikenakan sanksi sebagai berikut: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi SBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari. b. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dilakukan setelah terlampauinya batas waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.b.3). c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank pembayar yang ditunjuk Sub-Registry. 6. Sanksi Pelanggaran Transaksi SDBI Dengan Pihak Selain Bank di Pasar Sekunder a. Bank … 103 a. Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.9 dikenakan sanksi sebagai berikut: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi SDBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari. b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah diketahuinya pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.9. c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank pembayar yang ditunjuk Sub-Registry. XIII. LAIN-LAIN Lampiran I sampai dengan Lampiran IX merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XIV. KETENTUAN PERALIHAN Transaksi OPT yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini yang merupakan bagian dari transaksi OPT yang telah dilakukan sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku, tetap tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/29/DPM tanggal 26 Oktober 2015 sampai dengan transaksi yang bersangkutan jatuh waktu. XV. KETENTUAN … 104 XV. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka; b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/8/DPM tanggal 20 Mei 2015 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka; dan c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/29/DPM tanggal 26 Oktober 2015 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/37/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 16 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '17/29/DPM|SE-BI/2015', '16/23/DPM|SE-BI/2014', '17/8/DPM|SE-BI/2015' </replaced_reg> <related_reg> '17/20/PBI/2015', '12/11/PBI/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XII' </penalty_list>
No. 14/ 21 /DPNP Jakarta, 18 Juli 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4895) dan dalam rangka harmonisasi dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP tanggal 18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar, sebagai berikut: 1. Ketentuan … 1. Ketentuan dalam Lampiran 1 Bab II butir 2.a.3) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 3) Nilai pasar surat berharga yang digunakan dalam perhitungan Risiko Spesifik dan Risiko Umum adalah dirty price, yaitu nilai pasar surat berharga (clean price) ditambah dengan present value dari pendapatan bunga yang akan diterima (accrued interest). Present value atas accrued interest dapat tidak dilakukan apabila berdasarkan jangka waktu pembayaran kupon, nilai present value tidak menimbulkan perbedaan yang material dengan nilai accrued interest. 2. Ketentuan dalam Lampiran 1 Bab II butir 2.b.4) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4) Pembebanan Risiko Spesifik dibagi dalam kategori pembobotan seperti pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Kategori Pembobotan untuk Risiko Spesifik Penerbit 1. Pemerintah Indonesia 2. Pemerintah Negara Lain a. peringkat AAA sampai dengan AA- b. peringkat A+ sampai dengan BBB- dengan: i. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo kurang dari atau sama dengan 6 (enam) bulan ii. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 24 (dua puluh empat) bulan iii. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan 0,25% 1,00% Bobot 0,00% 0,00% 1,60% c. peringkat … Penerbit Bobot c. peringkat BB+ sampai dengan B- d. peringkat kurang dari B- e. tanpa peringkat 3. Kualifikasi (Qualifying) a. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo kurang dari atau sama dengan 6 (enam) bulan b. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 24 (dua puluh empat) bulan c. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan 4. Lainnya a. korporasi dengan: i. peringkat jangka pendek A-1 ii. peringkat jangka pendek A-2 iii. peringkat jangka pendek A-3 iv. peringkat jangka pendek kurang dari A-3 v. peringkat AAA sampai dengan AA- vi. peringkat A+ sampai dengan A- vii. peringkat BBB+ sampai dengan BB- viii. peringkat kurang dari BB- ix. tanpa peringkat b. bank yang tergolong: i. Tagihan Jangka Pendek 1) peringkat jangka pendek kurang dari A-3 2) peringkat BB+ sampai dengan B- 3) peringkat kurang dari B- 4) tanpa peringkat ii. Tagihan Jangka Panjang 1) peringkat jangka pendek kurang dari A-3 2) peringkat BB+ sampai dengan B- 0,25% 1,00% 1,60% 8,00% 12,00% 8,00% 1,60% 4,00% 8,00% 12,00% 1,60% 4,00% 8,00% 12,00% 12,00% 12,00% 4,00% 12,00% 4,00% 12,00% 8,00% 3) peringkat … Penerbit Bobot 3) peringkat kurang dari B- 4) tanpa peringkat c. entitas sektor publik dan bank pembangunan multilateral dan lembaga internasional i. peringkat BB+ sampai dengan B- ii. peringkat kurang dari B- iii. tanpa peringkat 12,00% 8,00% 8,00% 12,00% 8,00% Penjelasan Tabel 1 mengenai Kategori Pembobotan untuk Risiko Spesifik adalah sebagai berikut: a) Pemerintah Indonesia Yang termasuk kategori Pemerintah Indonesia adalah seluruh instrumen yang dikeluarkan, dijamin, atau dijamin dengan efek yang dikeluarkan oleh: (1) Pemerintah Pusat Republik Indonesia; (2) Bank Indonesia; (3) Badan-badan dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya yang seluruh pendanaan operasionalnya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pemerintah Republik Indonesia. b) Pemerintah Negara Lain Yang termasuk kategori Pemerintah Negara Lain adalah seluruh instrumen yang dikeluarkan, dijamin, atau dijamin dengan efek yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat atau bank sentral negara lain. c) Kualifikasi … c) Kualifikasi (1) Yang termasuk kategori Kualifikasi (Qualifying) adalah: (a) surat-surat berharga yang dikeluarkan, dijamin, atau dijamin dengan efek yang dikeluarkan oleh: i. Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah; ii. bank; iii. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan mengenai BUMN, yang tidak tergolong sebagai Bank; iv. bank pembangunan multilateral, yaitu World Bank Group yang terdiri dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan International Finance Corporation (IFC), Asian Development Bank (ADB), African Development Bank (AfDB), European Bank for Reconstruction and Development (EBRD), Inter- American Development Bank (IADB), European Investment Bank (EIB), European Investment Fund (EIF), Nordic Investment Bank (NIB), Caribbean Development Bank (CDB), Islamic Development Bank (IDB), dan Council of Europe Development Bank (CEDB); v. lembaga … v. lembaga internasional yaitu Bank for International Settlements, International Monetary Fund (IMF), dan European Central Bank, yang memiliki peringkat investasi (investment grade) dari 1 (satu) lembaga pemeringkat sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia. Bank sebagaimana dimaksud pada angka ii mencakup bank yang beroperasi di Indonesia dan bank yang beroperasi di luar Indonesia, termasuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai lembaga pembiayaan ekspor Indonesia. (b) surat-surat berharga yang diterbitkan oleh pihak selain sebagaimana dimaksud dalam Bab.II butir 2.b.4).c).(1).(a), yang memiliki peringkat investasi (investment grade) dari paling sedikit 2 (dua) lembaga pemeringkat sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia. (2) Peringkat domestik digunakan untuk surat berharga dalam mata uang Rupiah. Peringkat internasional digunakan untuk surat berharga dalam valuta asing. d) Lainnya … d) Lainnya Yang termasuk kategori Lainnya adalah seluruh surat-surat berharga yang dikeluarkan, dijamin, atau dijamin dengan efek yang dikeluarkan oleh korporasi, bank, entitas sektor publik, bank pembangunan multilateral dan lembaga internasional yang tidak termasuk dalam kategori Pemerintah Indonesia, Pemerintah Negara Lain, dan Kualifikasi. Yang dimaksud dengan korporasi, bank, entitas sektor publik, bank pembangunan multilateral dan lembaga internasional adalah pihak-pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Korporasi, Tagihan Kepada Bank, Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik, dan Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pedoman perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit dengan menggunakan pendekatan standar. 3. Ketentuan dalam Lampiran 1 Bab II butir 2.e.2) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2) Perhitungan Risiko Spesifik Perhitungan Risiko Spesifik dari surat berharga ditentukan dari: a) kategori penerbit; dan b) peringkat dan/ atau sisa jatuh tempo. 4. Ketentuan dalam Lampiran 1 Bab II butir 2.f.1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1) Perhitungan … 1) Perhitungan Risiko Spesifik Perhitungan Risiko Spesifik dari surat berharga ditentukan dari: a) kategori penerbit; dan b) peringkat dan/ atau sisa jatuh tempo. 5. Ketentuan dalam Lampiran 1 Bab III dihapus. 6. Formulir I.a dalam Lampiran 2 diubah menjadi sebagaimana terlampir yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 7. Diantara Bab IV dan Bab V disisipkan 2 (dua) Bab yakni Bab IVA dan Bab IVB yang berbunyi sebagai berikut: IVA. PERALIHAN 1. Selama pelaporan Risiko Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Formulir I.a Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini belum dapat dilakukan secara online melalui Laporan Berkala Bank Umum, laporan disampaikan secara offline. 2. Laporan secara offline sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan secara bulanan untuk posisi setiap akhir bulan dan disampaikan pada periode penyampaian I sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum. 3. Dalam hal tanggal penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 jatuh pada hari Sabtu, Minggu, dan/atau hari libur, maka penyampaian laporan dilakukan pada hari kerja berikutnya. 4. Laporan … 4. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan pertama kali untuk posisi akhir bulan Agustus 2012 yang disampaikan pada periode penyampaian I di bulan September 2012. 5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. IVB. PENGENAAN SANKSI Dalam penyampaian secara offline sebagaimana dimaksud dalam Bab IVA, Bank yang tidak menyampaikan laporan atau menyampaikan laporan tidak sesuai dengan ketentuan, dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tanggal 24 September 2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2012. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/21/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007 perihal Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar </reg_title> <set_date> 18 Juli 2012 </set_date> <effective_date> 1 Agustus 2012 </effective_date> <changed_reg> '9/33/DPNP|SE-BI/2007' </changed_reg> <related_reg> '13/6/DPNP|SE-BI/2011', '10/15/PBI/2008', '9/33/DPNP|SE-BI/2007' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 7 Bab IVB' </penalty_list>
1 No.17/50/DPM Jakarta, 21 Desember 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/15/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5582), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/16/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5744), yang selanjutnya disebut PBI, dan dalam rangka memberikan penjelasan lebih lanjut atas pelaksanaan PBI, perlu melakukan perubahan ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/15/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia: a. Nomor 17/16/DPM tanggal 12 Juni 2015; dan b. Nomor 17/21/DPM tanggal 28 Agustus 2015; sebagai berikut: 1. Diantara ketentuan butir I.3 dan I.4 disisipkan 3 (tiga) butir, yakni butir I.3A, I.3B dan I.3C yang berbunyi sebagai berikut: 3A. Investasi… 2 3A. Investasi dalam bentuk Surat Berharga Bank Indonesia dalam valuta asing tidak dapat digunakan sebagai Underlying Transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah baik melalui Transaksi Spot dan/atau Transaksi Derivatif. 3B. Underlying Transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward dan Transfer Rupiah berupa kepemilikan dana valuta asing di dalam negeri dan di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) PBI diatur sebagai berikut: a. Nominal transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward dan Transfer Rupiah ke rekening Pihak Asing paling banyak sebesar saldo dan/atau jumlah kepemilikan dana valuta asing Pihak Asing di dalam negeri dan/atau di luar negeri. Contoh 1: Perusahaan A Ltd. yang merupakan Pihak Asing memiliki deposito valuta asing di Bank X sebesar USD10,000,000.00. Berdasarkan Underlying Transaksi berupa deposito valuta asing tersebut, Perusahaan A Ltd. dapat melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling banyak sebesar USD10,000,000.00. Contoh 2: Corporation B Ltd. yang merupakan Pihak Asing memiliki deposit on-call valuta asing di Bank X senilai USD15,000,000.00. Atas Underlying Transaksi berupa deposit on-call valuta asing ini, Corporation B Ltd. dapat menerima Transfer Rupiah ke rekening Corporation B Ltd. paling banyak sebesar ekuivalen USD15,000,000.00 yang berasal dari hasil penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot. b. Dalam hal dana valuta asing ditempatkan pada instrumen yang memiliki tanggal jatuh waktu antara lain berupa deposito dan/atau Negotiable Certificate of Deposit (NCD), jatuh waktu penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward… 3 forward paling lama sama dengan jatuh waktu penempatan dana. Contoh: Perusahaan A Ltd. memiliki NCD dalam valuta asing yang akan jatuh waktu pada tanggal 31 Maret 20xx. Atas kepemilikan NCD dalam valuta asing tersebut, Perusahaan A Ltd. dapat melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward dengan jatuh waktu paling lama tanggal 31 Maret 20xx. c. Dalam hal dana valuta asing ditempatkan pada instrumen yang tidak memiliki tanggal jatuh waktu antara lain berupa tabungan atau giro, jatuh waktu penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward tidak dibatasi. Contoh: Pada tanggal 2 Januari 20xx, A Ltd. memiliki rekening valuta asing dalam bentuk giro sebesar USD20,000,000.00. Atas kepemilikan dana valuta asing tersebut, pada tanggal 2 Januari 20xx A Ltd. melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward sebesar USD14,000,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 2 Februari 20xx dan sebesar USD6,000,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 2 Juni 20xx. d. Dalam hal kepemilikan dana valuta asing berupa instrumen yang tidak memiliki tanggal jatuh waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf c, saldo rekening valuta asing pada instrumen tersebut paling kurang sama dengan nominal penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward untuk sepanjang waktu transaksi forward dimaksud. Contoh: Pada tanggal 5 Februari 20xx, B Ltd. memiliki tabungan dalam valuta asing sebesar USD6,000,000.00. Pada tanggal yang sama, B Ltd. melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward sebesar USD6,000,000.00 dengan jangka waktu 1 bulan. B Ltd. harus memiliki saldo tabungan valuta asing dengan jumlah tidak kurang … 4 kurang dari USD6,000,000.00 selama 1 bulan ke depan sampai dengan transaksi forward tersebut jatuh waktu. 3C. Pengaturan Underlying Transaksi yang berupa pemberian kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf c PBI diatur sebagai berikut: a. Fasilitas pemberian kredit termasuk pemberian kredit antarnasabah yang belum ditarik, tidak dapat menjadi Underlying Transaksi. b. Dalam hal Pihak Asing melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan menggunakan Underlying Transaksi berupa kredit termasuk pemberian kredit antarnasabah baik dalam bentuk tunai maupun barang yang telah ditarik, nominal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah paling banyak sama dengan nominal kredit yang telah ditarik. Contoh 1: Pada tanggal 18 Januari 20xx, Pihak Asing di luar negeri berencana memberikan kredit kepada PT A sebesar Rp200.000.000.000,00 dimana sumber Rupiah tersebut diperoleh dari hasil penjualan valuta asing terhadap Rupiah. Dalam pelaksanaannya, realisasi penarikan kredit oleh PT A adalah sebesar Rp140.000.000.000,00. Sehingga, pembelian derivatif valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward oleh pihak kreditur (Pihak Asing di luar negeri) paling banyak dilakukan sebesar ekuivalen Rp140.000.000.000,00. Contoh 2: Pada tanggal 10 Januari 20xx, C Ltd. yang merupakan Pihak Asing memberikan kredit dalam bentuk barang modal ekuivalen sebesar Rp50.000.000.000,00 kepada PT B yang merupakan perusahaan afiliasi dari C Ltd. Pada tanggal 1 Februari 20xx, PT B melakukan penarikan kredit dari C Ltd. dalam bentuk barang senilai Rp50.000.000.000,00. Atas penarikan kredit ini, C Ltd. melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling banyak sebesar ekuivalen Rp50.000.000.000,00. c. Dalam … 5 c. Dalam hal Pihak Asing melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan menggunakan Underlying Transaksi berupa kredit termasuk pemberian kredit antarnasabah yang telah ditarik, jatuh waktu Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah paling lama sama dengan jatuh waktu pelunasan kredit yang ditarik tersebut. Contoh: Pada tanggal 2 Januari 20xx, Z Ltd. sebagai head office (Pihak Asing) dari PT A memberikan kredit dalam mata uang Rupiah kepada PT A sebesar Rp14.000.000.000,00 melalui penjualan valuta asing terhadap Rupiah dengan jatuh waktu pelunasan kredit pada tanggal 30 Juni 20xx. Z Ltd. dapat melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling banyak sebesar ekuivalen Rp14.000.000.000,00 dengan jatuh waktu transaksi forward paling lama sama dengan tanggal pelunasan kredit yaitu tanggal 30 Juni 20xx. 2. Di antara ketentuan butir I.9 dan butir I.10 disisipkan 1 (satu) butir, yaitu butir I.9A yang berbunyi sebagai berikut: 9A. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling banyak: a. sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan per Pihak Asing melalui Transaksi Spot; b. sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per transaksi per Pihak Asing maupun per posisi (outstanding) per Bank melalui Transaksi Derivatif. 3. Ketentuan butir I.10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 10. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing melalui Transaksi Spot kepada Bank tanpa Underlying Transaksi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Perhitungan … 6 a. Perhitungan 1 (satu) bulan didasarkan pada bulan kalender, yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender. Contoh: Jika pada bulan November 20xx Pihak Asing hanya melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi 1 kali pada tanggal 25 November 20xx sebesar USD25,000.00 maka hal tersebut diperhitungkan sebagai jumlah paling banyak yang telah digunakan dalam bulan November 20xx. Pihak Asing dapat kembali menggunakan jumlah paling banyak sebesar ekuivalen USD25,000.00 Desember 20xx. tersebut selama periode b. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada tanggal transaksi. Contoh: Pada tanggal 11 November 20xx, Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot beli sebesar USD5,000.00. Kemudian, Pihak Asing kembali melakukan Transaksi Spot beli valuta asing terhadap Rupiah pada tanggal 30 November 20xx sebesar USD10,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 2 Desember 20xx. Perhitungan transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing sampai dengan tanggal 30 November 20xx adalah sebesar USD15,000.00. c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang dilakukan oleh masing-masing Pihak Asing secara individual baik secara tunai maupun nontunai dalam bentuk simpanan valuta asing. Contoh: Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah di Bank Y secara tunai sebesar USD5,000.00 pada tanggal 11 November 20xx. Kemudian, pada tanggal 15 November 20xx Pihak Asing melakukan konversi simpanan Rupiah … 7 Rupiah menjadi simpanan valuta asing dalam US Dollar di Bank Y sebesar USD10,000.00. Perhitungan kumulatif transaksi yang dilakukan oleh Pihak Asing dalam periode bulan November 20xx adalah sebesar USD15,000.00. d. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah melalui rekening gabungan (joint account) yang dimiliki lebih dari 1 (satu) Pihak Asing, Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar threshold per rekening gabungan (joint account). Contoh: Pihak Asing A dan B memiliki joint account. Pada tanggal 10 November 20xx, Pihak Asing A melakukan Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint account sebesar USD20,000.00. Atas transaksi tersebut Pihak Asing A wajib menyampaikan dokumen pendukung paling lambat pada tanggal 12 November 20xx. Pada tanggal 24 November 20xx, Pihak Asing B melakukan Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint account sebesar USD 30,000.00. Atas pembelian valuta asing tersebut, Pihak Asing B wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling lambat pada tanggal 26 November 20xx karena jumlah pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan melalui joint account pada bulan November 20xx telah melebihi threshold USD25,000.00, yaitu sebesar USD50,000.00. 4. Di antara ketentuan butir I.10 dan butir I.11 disisipkan 1 (satu) butir, yaitu butir I.10A yang berbunyi sebagai berikut: 10A.Penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Derivatif oleh Pihak Asing kepada Bank tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling banyak: a. sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per transaksi per Pihak Asing maupun per posisi … 8 posisi (outstanding) per Bank melalui Transaksi Derivatif forward; b. sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per transaksi per Pihak Asing maupun per posisi (outstanding) per Bank melalui Transaksi Derivatif option dan swap. 5. Di antara ketentuan butir II.2 dan butir II.3 disisipkan 1 (satu) butir yakni butir II.2A yang berbunyi sebagai berikut: 2A. Penyelesaian transaksi secara netting atas perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) tidak dapat dilakukan untuk transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank dengan menggunakan Underlying Transaksi berupa kepemilikan dana valuta asing di dalam negeri dan di luar negeri. Contoh: A Ltd. yang merupakan Pihak Asing melakukan transaksi forward jual dengan tenor 1 bulan sebesar USD10,000,000.00 pada tanggal 15 Januari 20xx kepada Bank C dengan forward rate USD/IDR Rp13.000,00. Atas transaksi tersebut, A Ltd. menggunakan simpanan valuta asing pada Bank sebagai Underlying Transaksi. Setelah transaksi berjalan 2 minggu, nilai tukar Rupiah melemah hingga mencapai kurs spot USD/IDR Rp13.500,00, A Ltd. ingin melakukan pengakhiran transaksi (unwind) atas transaksi tersebut dengan penyelesaian secara netting. Penyelesaian secara netting atas transaksi tersebut tidak dapat dilakukan. 6. Ketentuan butir II.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Kewajiban pemindahan dana pokok secara penuh untuk penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank melalui transaksi forward dengan nominal transaksi paling banyak sebesar jumlah tertentu (threshold) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) PBI diatur sebagai berikut: a. Kewajiban… 9 a. Kewajiban penyelesaian dengan pemindahan dana pokok secara penuh dilakukan pada saat jatuh waktu transaksi forward jual. b. Dalam hal sebelum berakhirnya kontrak transaksi forward jual awal dilakukan perpanjangan transaksi (roll over) atau percepatan penyelesaian transaksi (early termination), kewajiban penyelesaian dengan pemindahan dana pokok secara penuh dilakukan pada saat berakhirnya kontrak perpanjangan transaksi (roll over) atau kontrak percepatan penyelesaian transaksi (early termination). c. Penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling banyak sejumlah threshold tidak dapat dilakukan melalui pengakhiran transaksi (unwind) karena tidak terdapat pemindahan dana pokok secara penuh. d. Perpanjangan transaksi (roll over) atau percepatan penyelesaian transaksi (early termination) sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat dilakukan sepanjang didukung oleh Underlying Transaksi dari transaksi forward jual awal. Contoh 1: Perpanjangan transaksi (roll over) penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward dengan nominal transaksi paling banyak sebesar threshold. Pada tanggal 15 Januari 20xx, Pihak Asing A melakukan ekspor dari Indonesia dengan nilai sebesar USD4,000,000.00 yang akan dibayar pada saat barang diterima yaitu pada tanggal 15 April 20xx. Atas rencana penerimaan valuta asing tersebut, pada tanggal 15 Januari 20xx Pihak Asing A melakukan transaksi forward jual USD/IDR kepada Bank B sebesar USD4,000,000.00 dengan forward rate USD/IDR Rp13.000,00 dan jangka waktu 3 bulan (jatuh waktu pada tanggal 15 April 20xx) dengan hanya menyerahkan dokumen pendukung. Karena pengapalan mengalami keterlambatan yang berdampak terhadap penerimaan barang oleh importir sehingga … 10 sehingga pembayaran importir juga mengalami keterlambatan. Penerimaan hasil ekspor baru akan diterima pada tanggal 15 Mei 20xx. Atas hal tersebut, pada tanggal 13 April 20xx Pihak Asing A meminta kepada Bank B untuk melakukan perpanjangan (roll over) transaksi forward jual selama 1 bulan dengan jatuh waktu pada tanggal 15 Mei 20xx. Pihak Asing A memperpanjang transaksi forward jual dengan cara membuka transaksi swap buy-sell kepada Bank B sebesar USD4,000,000.00 dengan swap rate USD/IDR Rp13.300,00. Kurs spot USD/IDR tanggal 13 Mei 20xx adalah Rp13.100,00. Atas transaksi swap buy-sell dalam rangka perpanjangan transaksi (roll over) tersebut, Pihak Asing A wajib menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dari Transaksi Derivatif awal. Pada saat perpanjangan transaksi (roll over) dilakukan, Pihak Asing A membayar selisih kurs kepada Bank B sebesar Rp400.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp13.100,00-Rp13.000,00) X USD4,000,000.00). Pada tanggal 15 Mei 20xx yang merupakan tanggal jatuh waktu kontrak perpanjangan transaksi forward, Pihak Asing A menyerahkan USD4,000,000.00 kepada Bank B untuk penyelesaian kontrak dan menerima Rupiah sebesar Rp.53.200.000.000,00 (Rp13.300,00 x USD4,000,000.00). Contoh 2… 11 • • • • • • Contoh 2: Percepatan transaksi (early termination) penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward dengan nominal transaksi paling banyak sebesar threshold. Pada tanggal 10 Januari 20xx, Pihak Asing C melakukan ekspor barang ke luar negeri dengan nilai nominal sebesar USD2,000,000.00 yang pembayarannya akan diterima 3 bulan kemudian yaitu pada tanggal 10 April 20xx. Pada tanggal yang sama, Pihak Asing C melakukan lindung nilai dengan transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank D sebesar USD2,000,000.00 dengan forward rate USD/IDR Rp13.000,00, dengan hanya menyerahkan dokumen pendukung. Pada awal Maret 20xx, lini produksi Pihak Asing C melakukan percepatan produksi sehingga dapat melakukan pengiriman barang 1 bulan lebih cepat sehingga pembayaran dapat diterima lebih cepat menjadi tanggal 10 Maret 20xx. Dengan mempertimbangkan percepatan penerimaan tersebut, pada tanggal 8 Maret 20xx, Pihak Asing C meminta Bank D untuk melakukan percepatan penyelesaian transaksi (early termination) sebesar USD2,000,000.00. Pihak Asing C melakukan percepatan penyelesaian dengan cara melakukan swap … 12 swap sell-buy dengan Bank D dengan kurs spot Rp13.100,00 dan swap rate Rp13.200,00. Atas transaksi swap dalam rangka early termination tersebut, Pihak Asing C wajib menyerahkan dokumen Underlying Transaksi penjualan forward awal. Pada tanggal 10 Maret 20xx, Pihak Asing C menyerahkan dana valuta asing sebesar USD2,000,000.00 kepada Bank D dan menerima dana Rupiah sebesar Rp26.200.000.000,00 (Rp13.100,00 x USD2,000,000.00) yang diselesaikan dengan pemindahan dana pokok secara penuh (full movement of fund). Pada tanggal 10 April 20xx dimana transaksi forward jual dan far leg swap sell-buy jatuh waktu, Pihak Asing C menyerahkan dana Rupiah kepada Bank D sebesar Rp400,000,000.00 ((Rp13.200,00 USD2,000,000.00). – Rp13.000,00) x • • • • • • • Contoh 3: Penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling banyak sejumlah threshold tidak dapat dilakukan melalui pengakhiran transaksi (unwind) karena tidak terdapat pemindahan dana pokok secara penuh. Investor A melakukan transaksi forward jual dengan tenor 1 bulan sebesar USD2,000,000.00 pada tanggal 15 Januari 20xx kepada Bank C dengan forward rate USD/IDR Rp13.000,00 … 13 Rp13.000,00, dan hanya menyampaikan dokumen pendukung. Setelah transaksi berjalan 2 minggu, nilai tukar Rupiah melemah hingga mencapai kurs spot USD/IDR Rp13.500,00, Pihak Asing A ingin melakukan pengakhiran transaksi (unwind) atas transaksi tersebut tanpa melakukan pemindahan dana pokok secara penuh. Hal tersebut tidak dapat dilakukan. 7. Di antara ketentuan butir III.1 dan butir III.2 disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir III.1A yang berbunyi sebagai berikut: 1A. Dokumen tagihan dalam valuta asing dari transaksi yang diwajibkan menggunakan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) PBI diatur sebagai berikut: a. Transaksi yang diwajibkan menggunakan Rupiah mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Dokumen tagihan dalam valuta asing dari transaksi yang dikecualikan dari kewajiban penggunaan Rupiah dapat dijadikan sebagai dokumen Underlying Transaksi dengan melampirkan fotokopi persetujuan pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia. 8. Di antara ketentuan butir III.2 dan butir III.3 disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir III.2A yang berbunyi sebagai berikut: 2A. Bank harus menerapkan prosedur dan sistem pengendalian dokumen (document control/procedure) untuk memastikan agar: a. dokumen yang telah digunakan Pihak Asing sebagai Underlying Transaksi dari Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tertentu dapat digunakan untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang lain sepanjang tidak melampaui nilai nominal Underlying Transaksi. Contoh: Pada bulan Januari 20xx, Pihak Asing X melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward sebesar… 14 sebesar USD1,500,000.00 kepada Bank A. Atas transaksi tersebut, Pihak Asing X menyerahkan dokumen Underlying Transaksi berupa hasil investasi di pasar saham sebesar ekuivalen USD2,000,000.00 yang diterimanya di Indonesia. Transaksi dilakukan di kantor cabang Bank A di Jakarta. Pada bulan Februari 20xx, Pihak Asing X kembali berencana untuk melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward dengan Underlying Transaksi yang sama melalui kantor cabang Bank A di Surabaya sebesar USD1,100,000.00. Pada transaksi kedua, nominal transaksi Pihak Asing telah melebihi nominal Underlying Transaksi. Dalam situasi ini, prosedur dan sistem kontrol dokumen yang dimiliki oleh Bank A harus berjalan efektif dalam memastikan bahwa dokumen yang telah digunakan Pihak Asing X sebagai Underlying Transaksi (USD2,000,000.00) dari Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tidak digunakan lagi untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang lain hingga melampaui nilai nominal Underlying Transaksi. b. Apabila dalam satu rangkaian aktivitas ekonomi terdapat beberapa jenis dokumen Underlying Transaksi maka yang dapat digunakan untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah adalah salah satu dari dokumen Underlying Transaksi tersebut. Contoh: Pada bulan Januari 20xx, Y Ltd. sebagai Pihak Asing melakukan ekspansi pabrik dengan melakukan impor barang modal. Untuk itu Y Ltd. melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD20,000,000.00 melalui transaksi forward dengan menggunakan dokumen Underlying Transaksi berupa purchase order. Pada bulan Februari 20xx, Y Ltd. memperoleh invoice dari eksportir di luar negeri. Atas invoice dimaksud, Y Ltd. melakukan pembelian valuta asing sebesar USD20,000,000.00, meskipun sebelumnya telah melakukan pembelian … 15 pembelian dengan menggunakan dokumen Underlying Transaksi berupa purchase order. Atas kegiatan tersebut, pembelian valuta asing oleh Pihak Asing tersebut hanya diperkenankan menggunakan 1 dokumen Underlying Transaksi, berupa purchase order atau invoice yang berasal dari satu rangkaian kegiatan ekonomi yang sama. Dalam situasi ini, prosedur dan sistem kontrol dokumen yang dimiliki oleh Bank harus berjalan efektif dalam memastikan bahwa dokumen Underlying Transaksi, misalnya purchase order dan invoice dari kegiatan ekonomi yang sama tidak dapat digunakan sebagai dokumen Underlying Transaksi atas Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang berbeda. 9. Di antara ketentuan butir III.3 dan butir III.4 disisipkan 1 (satu) butir yakni butir III.3A yang berbunyi sebagai berikut: 3A. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi atas kegiatan perdagangan dan investasi berupa list of invoices, Bank harus memastikan ketersediaan invoices yang terdapat dalam list of invoices. 10. Di antara ketentuan butir III.8 dan butir III.9 disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir III.8A yang berbunyi sebagai berikut: 8A. Dokumen Underlying Transaksi atas kepemilikan dana valuta asing di dalam negeri dan di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) PBI antara lain berupa buku tabungan, rekening koran, bilyet deposito, dan bukti kepemilikan NCD. 11. Lampiran III diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 12. Lampiran IV diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Bank yang telah melakukan transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward di bawah jumlah tertentu (threshold) sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/16/PBI/2015 tentang … 16 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5744) tetap dapat meneruskan transaksi dimaksud sampai dengan jatuh waktu transaksi berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5582) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/14/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5737). Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam: a. butir III.2A mengenai prosedur dan sistem pengendalian dokumen; b. butir III.3A mengenai ketersediaan invoices yang terdapat dalam list of invoices; c. Lampiran III Dokumen Underlying Transaksi untuk Perdagangan Barang dan Jasa di Dalam dan di Luar Negeri; d. Lampiran IV Dokumen Underlying Transaksi untuk Foreign Direct Investment, Portfolio Investment, Pinjaman, Modal dan Investasi Lainnya di Dalam dan di Luar Negeri; mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2016; Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diterbitkan dan berlaku surut sejak tanggal 7 Oktober 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian… 17 Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA DEPUTI GUBERNUR SENIOR 18 LAMPIRAN III SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 17/50/DPM TANGGAL 21 DESEMBER 2015 PERIHAL PERUBAHAN KETIGA ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK PERDAGANGAN BARANG DAN JASA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final 1. Bukti kegiatan ekspor barang dari Indonesia dan impor barang ke Indonesia, antara lain Letter of Credit (L/C), wesel, dan invoice. 2. Perdagangan dalam negeri yang menggunakan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). 3. Dokumen yang bersifat tagihan atau yang menimbulkan kewajiban pembayaran, antara lain: a. invoice atau commercial invoice (baik yang diterbitkan oleh Pihak Asing maupun pihak dalam negeri) dapat menjadi Underlying Transaksi dengan syarat: i. belum jatuh waktu, dan/atau ii. belum dibayarkan. Dalam hal invoice atau commercial invoice telah melewati jatuh waktu, invoice atau commercial invoice tersebut dapat digunakan maksimal 3 (tiga) bulan sejak jatuh tempo dengan melengkapi: i. MT 103 yang berisi informasi mengenai pembayaran invoice dimaksud; dan ii. Pernyataan dari Pihak Asing bahwa pembayaran valuta asing belum pernah dilakukan atas dasar invoice dimaksud. b. List of invoices yang didukung oleh surat pernyataan yang authenticated dari Pihak Asing yang berisi: 1) validitas… 19 1) validitas list of invoices dimaksud; 2) tanggung jawab Pihak Asing untuk mengadministrasikan invoices dimaksud; dan 3) komitmen penyediaan invoices apabila dibutuhkan oleh Bank. c. Faktur Pajak / Tax Invoice atau Surat Pemberitahuan Tagihan (SPT) untuk pembayaran pajak melalui penjualan valuta asing terhadap Rupiah. 4. Beban operasional dalam mata uang Rupiah dari representative office Badan Hukum Asing atau lembaga asing lainnya antara lain berupa pembayaran gaji dan tagihan rekening utilities (telepon, listrik, gas, air). 5. Perjanjian pembukaan vostro Pihak Asing dengan Bank untuk tujuan remitansi, MT 299, atau MT 599 yang berisi pernyataan dari bank koresponden bahwa dana yang ada akan dipergunakan untuk tujuan remitansi ke Indonesia. 6. Dokumen yang memberikan informasi kebutuhan valuta asing untuk tujuan remitansi dari Indonesia. 7. Bukti penerimaan dalam Rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing untuk kebutuhan repatriasi, antara lain berupa slip gaji dan hasil kegiatan perdagangan barang dan jasa di Indonesia. Surat elektronik resmi atau facsimile sebagai informasi tambahan dari dokumen Underlying Transaksi untuk bukti tagih dapat digunakan sepanjang Bank dapat melakukan verifikasi pengirim email atau facsimile tersebut. B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan 1. Proyeksi arus kas yang dikeluarkan oleh Pihak Asing (ditandatangani oleh pejabat berwenang dari Pihak Asing) untuk tujuan pembayaran beban operasional dalam mata uang Rupiah dari representative office Badan Hukum Asing atau lembaga asing lainnya antara lain berupa pembayaran gaji dan tagihan rekening utilities (telepon, listrik, gas, air). 2. Settlement … 20 2. Settlement agreement dan sales/purchase order confirmation dengan masa berlaku sesuai dengan tanggal jatuh tempo. BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA DEPUTI GUBERNUR SENIOR 21 LAMPIRAN IV SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 17/50/DPM TANGGAL 21 DESEMBER 2015 PERIHAL PERUBAHAN KETIGA ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK FOREIGN DIRECT INVESTMENT, PORTFOLIO INVESTMENT, PINJAMAN, MODAL DAN INVESTASI LAINNYA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final 1. Bukti konfirmasi penjualan atau pembelian Surat Berharga, antara lain berupa trade confirmation yang disampaikan melalui SWIFT message, tested telex, Reuters Monitoring Dealing System (RMDS), atau Bloomberg ticket. 2. Bukti kepemilikan investasi (statement of holding), antara lain saham, obligasi dan Surat Berharga lainnya,dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terkait pembagian dividen atau dokumen terkait pembagian hasil investasi. Untuk transaksi yang bersifat lindung nilai, Bank harus memastikan bahwa kepemilikan portofolio Pihak Asing tidak kurang dari Transaksi Derivatif atas Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan Pihak Asing harus menyampaikan fotokopi statement of holding paling kurang sekali dalam 2 (dua) minggu. 3. Dokumen kredit yang terdiri dari: a. fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement) atau dokumen terkait lainnya yang dapat menunjukkan jadwal dan jumlah pembayaran; dan b. fotokopi bukti penarikan kredit yang dapat menunjukkan adanya penarikan dana, antara lain mutasi rekening dari kreditur kepada debitur atau informasi transfer dana dalam bentuk MT 103. 4. Bukti … 22 4. Bukti keikutsertaan Pihak Asing dalam tender dan penyediaan jaminan dalam mata uang Rupiah. 5. Dokumen yang terkait dengan pembagian waris seperti bukti penjualan harta waris dan bukti hubungan keluarga dengan pemberi waris (seperti kartu keluarga) terkait dengan ahli waris yang telah menetap di luar negeri sebagai permanent resident (yang didukung dengan dokumen terkait). 6. Akta jual beli, perjanjian sewa menyewa, dan/atau bukti kepemilikan Pihak Asing atas aset terkait dengan penjualan aset di Indonesia yang dimiliki oleh Pihak Asing 7. Akta jual beli, perjanjian sewa menyewa, dan/atau bukti kepemilikan Pihak Asing atas aset terkait dengan penjualan aset di Indonesia yang dimiliki oleh Pihak Asing yang pembelian valuta asingnya dilakukan oleh pihak domestik yang diberi kuasa oleh Pihak Asing. B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan Dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan meliputi: 1. Memorandum of Understanding dan/atau Agreement dalam rangka pembelian dan penjualan aset di dalam negeri melalui merger dan akuisisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang memiliki informasi atau dilengkapi dokumen yang menggambarkan adanya kebutuhan pembelian atau penjualan valuta asing. 2. Dokumen estimasi mengenai hasil investasi yang akan diterima yang dilengkapi dengan: a. bukti kepemilikan atas investasi; dan b. informasi resmi lainnya mengenai hasil investasi yang dapat menggambarkan besarnya perkiraan hasil investasi dimaksud, antara lain estimasi dividen. 3. Dokumen … 23 3. Dokumen yang menyatakan rencana pembelian Surat Berharga antara lain berupa SWIFT message, tested telex, tested fax, atau RMDS, dengan kriteria jangka waktu kepemilikan Rupiah paling lama 3 (tiga) hari kerja di luar jangka waktu setelmen pembelian Surat Berharga. Selanjutnya, bukti realisasi pembelian Surat Berharga disampaikan kepada Bank. BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA DEPUTI GUBERNUR SENIOR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/50/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/15/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing </reg_title> <set_date> 21 Desember 2015 </set_date> <effective_date> 21 Desember 2015 dan berlaku surut sejak tanggal 7 Oktober 2015 </effective_date> <changed_reg> '16/15/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg> <extension_of> '17/16/DPM|SE-BI/2015', '17/21/DPM|SE-BI/2015' </extension_of> <related_reg> '17/16/PBI/2015', '16/15/DPM|SE-BI/2014', '16/17/PBI/2014', '17/16/DPM|SE-BI/2015', '17/21/DPM|SE-BI/2015' </related_reg>
No.13/ 24 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5184), Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5029) dan PBI No. 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4602), antara lain diatur bahwa Bank diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) Tingkat Kesehatan … Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan Risiko (Risk-based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi, dengan cakupan penilaian meliputi faktor-faktor sebagai berikut: Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings); dan Permodalan (capital) untuk menghasilkan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank. Oleh karena itu, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Krisis keuangan global yang terjadi beberapa tahun terakhir memberi pelajaran berharga bahwa inovasi dalam produk, jasa, dan aktivitas perbankan yang tidak diimbangi dengan penerapan Manajemen Risiko yang memadai dapat menimbulkan berbagai permasalahan mendasar pada Bank maupun terhadap sistem keuangan secara keseluruhan. 2. Pengalaman dari krisis keuangan global tersebut mendorong perlunya peningkatan efektivitas penerapan Manajemen Risiko dan GCG. Tujuannya adalah agar Bank mampu mengidentifikasi permasalahan secara lebih dini, melakukan tindak lanjut perbaikan yang sesuai dan lebih cepat, serta menerapkan GCG dan Manajemen Risiko yang lebih baik sehingga Bank lebih tahan dalam menghadapi krisis. Sejalan dengan perkembangan tersebut di atas, Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. 3. Pada prinsipnya tingkat kesehatan, pengelolaan Bank, dan kelangsungan usaha Bank merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari … dari manajemen Bank. Oleh karena itu, Bank wajib memelihara dan memperbaiki tingkat kesehatannya dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan Manajemen Risiko dalam melaksanakan kegiatan usahanya termasuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala terhadap tingkat kesehatannya dan mengambil langkah-langkah perbaikan secara efektif. Di lain pihak, Bank Indonesia mengevaluasi, menilai Tingkat Kesehatan Bank, dan melakukan tindakan pengawasan yang diperlukan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan. II. PRINSIP-PRINSIP UMUM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM Manajemen Bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini sebagai landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank. 1. Berorientasi Risiko Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada Risiko-Risiko Bank dan dampak yang ditimbulkan pada kinerja Bank secara keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan Risiko atau mempengaruhi kinerja keuangan Bank pada saat ini dan di masa yang akan datang. Dengan demikian, Bank diharapkan mampu mendeteksi secara lebih dini akar permasalahan Bank serta mengambil langkah-langkah pencegahan dan perbaikan secara efektif dan efisien. 2. Proporsionalitas Penggunaan parameter/indikator dalam tiap faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Parameter/indikator penilaian Tingkat Kesehatan … Kesehatan Bank dalam Surat Edaran ini merupakan standar minimum yang wajib digunakan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank. Namun demikian, Bank dapat menggunakan parameter/indikator tambahan yang sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank sehingga dapat mencerminkan kondisi Bank dengan lebih baik. 3. Materialitas dan Signifikansi Bank perlu memperhatikan materialitas atau signifikansi faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank yaitu Profil Risiko, GCG, Rentabilitas, dan Permodalan serta signifikansi parameter/indikator penilaian pada masing-masing faktor dalam menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan peringkat faktor. Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada analisis yang didukung oleh data dan informasi yang memadai mengenai Risiko dan kinerja keuangan Bank. 4. Komprehensif dan Terstruktur Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta difokuskan pada permasalahan utama Bank. Analisis dilakukan secara terintegrasi, yaitu dengan mempertimbangkan keterkaitan antar Risiko dan antar faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank serta perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan. Analisis harus didukung oleh fakta-fakta pokok dan rasio-rasio yang relevan untuk menunjukkan tingkat, trend, dan tingkat permasalahan yang dihadapi oleh Bank. III. MEKANISME … III. MEKANISME PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK Sesuai dengan Peratuan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan berdasarkan Risiko (Risk-based Bank Rating). Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan terhadap Bank secara individual maupun konsolidasi, dengan mekanisme sebagai berikut: 1. Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Secara Individual Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual mencakup penilaian terhadap faktor-faktor berikut: Profil Risiko, GCG, Rentabilitas, dan Permodalan. a. Penilaian Profil Risiko Penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko yang wajib dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Dalam menilai Profil Risiko, Bank wajib pula memperhatikan cakupan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 1) Penilaian Risiko Inheren Penilaian Risiko inheren merupakan penilaian atas Risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi … mempengaruhi posisi keuangan Bank. Karakteristik Risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas Bank, industri dimana Bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi. Penilaian atas Risiko inheren dilakukan dengan memperhatikan parameter/indikator yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penetapan tingkat Risiko inheren atas masing-masing jenis Risiko mengacu pada prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Penetapan tingkat Risiko inheren untuk masing-masing jenis Risiko dikategorikan ke dalam peringkat 1 (low), peringkat 2 (low to moderate), peringkat 3 (moderate), peringkat 4 (moderate to high), dan peringkat 5 (high). Berikut ini adalah beberapa parameter/indikator minimum yang wajib dijadikan acuan oleh Bank dalam menilai Risiko inheren. Bank dapat menambah parameter/indikator lain yang relevan dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank dengan memperhatikan prinsip proporsionalitas. a) Risiko Kredit Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko kredit pada umumnya terdapat pada seluruh aktivitas Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjam … peminjam dana (borrower). Risiko Kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Risiko ini lazim disebut Risiko Konsentrasi Kredit dan wajib diperhitungkan pula dalam penilaian Risiko inheren. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi; (ii) kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan; (iii) strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana; dan (iv) faktor eksternal. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.a. b) Risiko Pasar Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan harga option. Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar, Risiko ekuitas, dan Risiko komoditas. Risiko suku bunga dapat berasal baik dari posisi trading book maupun posisi banking book. Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko ekuitas dan komoditas wajib diterapkan oleh Bank yang melakukan konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Cakupan posisi trading book dan banking book mengacu pada ketentuan Bank … Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan memperhitungkan Risiko Pasar. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Pasar, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) volume dan komposisi portofolio, (ii) kerugian potensial (potential loss) Risiko Suku Bunga dalam Banking Book (Interest Rate Risk in Banking Book-IRRBB) dan (iii) strategi dan kebijakan bisnis. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Pasar menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.b. c) Risiko Likuiditas Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Risiko ini disebut juga Risiko likuiditas pendanaan (funding liquidity risk). Risiko Likuiditas juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan Bank melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market disruption) yang parah. Risiko ini disebut sebagai Risiko likuiditas pasar (market liquidity risk). Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Likuiditas, parameter yang digunakan adalah: (i) komposisi dari aset, kewajiban … kewajiban, dan transaksi rekening administratif; (ii) konsentrasi dari aset dan kewajiban; (iii) kerentanan pada kebutuhan pendanaan; dan (iv) akses pada sumber-sumber pendanaan. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Likuiditas menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.c. d) Risiko Operasional Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Sumber Risiko Operasional dapat disebabkan antara lain oleh sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian eksternal. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Operasional, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) karakteristik dan kompleksitas bisnis; (ii) sumber daya manusia; (iii) teknologi informasi dan infrastruktur pendukung; (iv) fraud, baik internal maupun eksternal, dan (v) kejadian eksternal. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Operasional menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.d. e) Risiko Hukum Risiko Hukum adalah Risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga dapat … dapat timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Hukum, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) faktor litigasi; (ii) faktor kelemahan perikatan; dan (iii) faktor ketiadaan/perubahan peraturan perundang- undangan. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Hukum menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.e. f) Risiko Stratejik Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan Bank dalam mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik antara lain ditimbulkan dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan strategi, ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Stratejik, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) kesesuaian strategi bisnis Bank dengan lingkungan bisnis; (ii) strategi berisiko rendah dan berisiko tinggi; (iii) posisi bisnis Bank; dan (iv) pencapaian rencana bisnis Bank. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Stratejik menggunakan… menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.f. g) Risiko Kepatuhan Risiko Kepatuhan adalah Risiko yang timbul akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber Risiko Kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kepatuhan, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan, (ii) frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau ketidakpatuhan Bank, dan (iii) pelanggaran terhadap ketentuan atau standar bisnis yang berlaku umum untuk transaksi keuangan tertentu. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kepatuhan menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.g. h) Risiko Reputasi Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam mengkategorikan sumber Risiko Reputasi bersifat tidak langsung (below the line) dan bersifat langsung (above the line). Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Reputasi, paramater… track record parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait; (ii) pelanggaran etika bisnis; (iii) kompleksitas produk dan kerjasama bisnis Bank; (iv) frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan negatif Bank; dan (v) frekuensi dan materialitas keluhan nasabah. Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Reputasi menggunakan parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada Lampiran I.1.h. 2) Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Penilaian kualitas penerapan mencerminkan penilaian Manajemen Risiko terhadap kecukupan sistem pengendalian Risiko yang mencakup seluruh pilar penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penerapan Manajemen Risiko Bank sesuai prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Penerapan Manajemen Risiko Bank sangat bervariasi menurut skala, kompleksitas, dan tingkat Risiko yang dapat ditoleransi oleh Bank. Dengan demikian, dalam menilai kualitas penerapan Manajemen Risiko perlu diperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko merupakan penilaian terhadap 4 (empat) aspek yang saling terkait yaitu: (i) tata … (i) tata kelola Risiko; (ii) kerangka Manajemen Risiko; (iii) proses Manajemen Risiko, kecukupan sumber daya manusia, dan kecukupan sistem informasi manajemen; serta (iv) kecukupan sistem pengendalian Risiko, dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko terhadap keempat aspek tersebut di atas dilakukan secara terintegrasi yang mencakup hal-hal sebagai berikut: a) Tata Kelola Risiko Tata kelola Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance); dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. b) Kerangka Manajemen Risiko Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit. c) Proses Manajemen Risiko, Kecukupan Sumber Daya Manusia, dan Kecukupan Sistem Informasi Manajemen. Proses … Proses Manajemen Risiko, kecukupan Sumber Daya Manusia, dan kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses Manajemen Risiko. d) Kecukupan Sistem Pengendalian Risiko Kecukupan sistem pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). Kaji ulang oleh SKMR antara lain mencakup metode, asumsi, dan variabel yang digunakan untuk mengukur dan menetapkan limit Risiko, sedangkan kaji ulang oleh SKAI antara lain mencakup keandalan kerangka Manajemen Risiko dan penerapan Manajemen Risiko oleh unit bisnis dan/atau unit pendukung. Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko dilakukan terhadap 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Tingkat kualitas penerapan Manajemen Risiko untuk masing- masing Risiko dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yakni Peringkat … Peringkat 1 (strong), Peringkat 2 (satisfactory), Peringkat 3 (fair), Peringkat 4 (marginal), dan Peringkat 5 (unsatisfactory). 3) Penetapan Tingkat Risiko Tingkat Risiko ditetapkan berdasarkan penilaian atas tingkat Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dari masing-masing Risiko. Penetapan tingkat Risiko inheren untuk masing-masing Risiko berpedoman pada Lampiran II.2.2a, II.2.3a, II.2.4a, II.2.5a, II.2.6a, II.2.7a, II.2.8a, dan II.2.9a. Penetapan tingkat kualitas penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing Risiko berpedoman pada Lampiran II.2.2b, II.2.3b, II.2.4b, II.2.5b, II.2.6b, II.2.7b, II.2.8b, II.2.9b. Setelah ditetapkan tingkat Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko, ditetapkan tingkat Risiko untuk masing-masing jenis Risiko dengan berpedoman pada Lampiran II.2.1. 4) Penetapan Peringkat Faktor Profil Risiko Penetapan peringkat faktor Profil Risiko dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Penetapan tingkat Risiko dari masing-masing Risiko, dengan mengacu pada angka 3); b) Penetapan tingkat Risiko inheren komposit dan tingkat kualitas penerapan Manajemen Risiko komposit, dengan memperhatikan signifikansi masing-masing Risiko terhadap Profil Risiko secara keseluruhan; c) Penetapan peringkat faktor Profil Risiko atas hasil penetapan tingkat Risiko sebagaimana dimaksud pada huruf … huruf a) dan tingkat Risiko inheren komposit dan tingkat kualitas penerapan Manajemen Risiko komposit sebagaimana dimaksud pada huruf b) berdasarkan hasil analisis secara komprehensif dan terstruktur, dengan memperhatikan signifikansi masing-masing Risiko terhadap Profil Risiko secara keseluruhan. Penetapan peringkat faktor Profil Risiko terdiri dari 5 (lima) peringkat yaitu Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3, Peringkat 4, dan Peringkat 5. Urutan peringkat faktor Profil Risiko yang lebih kecil mencerminkan semakin rendahnya Risiko yang dihadapi Bank. Penetapan peringkat faktor Profil Risiko dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran II.2.b. b. Penilaian Good Corporate Governance (GCG) 1) Penilaian faktor GCG merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen Bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Prinsip-prinsip GCG dan fokus penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip GCG berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Bank dalam menilai faktor GCG menggunakan parameter/indikator dengan berpedoman pada Lampiran I.2. 2) Penetapan peringkat faktor GCG dilakukan berdasarkan analisis atas: (i) pelaksanaan prinsip-prinsip GCG Bank sebagaimana dimaksud pada angka 1); (ii) kecukupan tata kelola (governance) atas struktur, proses, dan hasil penerapan GCG pada Bank; dan (iii) informasi lain yang terkait dengan GCG … GCG Bank yang didasarkan pada data dan informasi yang relevan. 3) Peringkat faktor GCG dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yaitu Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3, Peringkat 4, dan Peringkat 5. Urutan peringkat faktor GCG yang lebih kecil mencerminkan penerapan GCG yang lebih baik. Penetapan peringkat faktor GCG dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran II.3. c. Penilaian Rentabilitas 1) Penilaian faktor Rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja Rentabilitas, sumber-sumber Penilaian dilakukan kesinambungan (sustainability) Rentabilitas, dan manajemen Rentabilitas. Rentabilitas, dengan mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, stabilitas Rentabilitas Bank, dan perbandingan kinerja Bank dengan kinerja peer group¸ baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menentukan peer group, Bank perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha Bank serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki. Bank dalam menilai faktor Rentabilitas menggunakan parameter/indikator dengan berpedoman pada Lampiran I.3. 2) Penetapan peringkat faktor Rentabilitas dilakukan berdasarkan analisis yang komprehensif dan terstruktur terhadap parameter/indikator Rentabilitas sebagaimana dimaksud pada angka 1) dengan memperhatikan signifikansi masing… masing-masing parameter/indikator serta mempertimbangkan permasalahan lain yang mempengaruhi Rentabilitas Bank. 3) Penetapan faktor Rentabilitas dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yakni Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3, Peringkat 4, dan Peringkat 5. Urutan peringkat faktor Rentabilitas yang lebih kecil mencerminkan kondisi Rentabilitas Bank yang lebih baik. Penetapan peringkat faktor Rentabilitas pada Lampiran II.4. d. Penilaian Permodalan 1) Penilaian atas faktor Permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan Permodalan dan kecukupan pengelolaan Permodalan. Dalam melakukan perhitungan Permodalan, Bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan Permodalan, Bank juga harus mengaitkan kecukupan modal dengan Profil Risiko Bank. Semakin tinggi Risiko Bank, semakin besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi Risiko tersebut. 2) Dalam melakukan penilaian, Bank perlu mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, dan stabilitas Permodalan dengan memperhatikan kinerja peer group serta kecukupan manajemen Permodalan Bank. Penilaian dilakukan dengan menggunakan parameter/indikator kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menentukan peer group, Bank perlu memperhatikan … dilakukan dengan berpedoman memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha Bank serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki. 3) Parameter/indikator dalam menilai Permodalan meliputi: a) Kecukupan modal Bank Penilaian kecukupan modal Bank perlu dilakukan secara komprehensif, minimal mencakup: (1) Tingkat, trend, dan komposisi modal Bank; (2) Rasio KPMM dengan memperhitungkan Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan Risiko Operasional; dan (3) Kecukupan modal Bank dikaitkan dengan Profil Risiko. b) Pengelolaan Permodalan Bank Analisis terhadap pengelolaan Permodalan Bank meliputi manajemen Permodalan dan kemampuan akses Permodalan. Bank dalam menilai faktor Permodalan menggunakan parameter/indikator dengan berpedoman pada Lampiran I.4. 4) Faktor Permodalan ditetapkan berdasarkan analisis yang komprehensif dan terstruktur terhadap parameter/indikator Permodalan sebagaimana dimaksud pada angka 3) dengan memperhatikan parameter/indikator serta mempertimbangkan permasalahan lain yang mempengaruhi Permodalan Bank. 5) Penetapan faktor Permodalan dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yakni Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3, Peringkat … signifikansi masing-masing Peringkat 4, dan Peringkat 5. Urutan peringkat faktor Permodalan yang lebih kecil mencerminkan kondisi pemodalan Bank yang lebih baik. Penetapan peringkat faktor Permodalan dilakukan dengan berpedoman pada Lampiran II.5. e. Penilaian Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank 1) Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan berdasarkan analisis secara komprehensif dan terstruktur terhadap peringkat setiap faktor dan dengan memperhatikan prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Dalam melakukan analisis secara komprehensif, Bank juga perlu mempertimbangkan kemampuan Bank dalam menghadapi perubahan kondisi eksternal yang signifikan. 2) Penetapan Peringkat Komposit dikategorikan dalam 5 (lima) Peringkat Komposit yakni Peringkat Komposit 1 (PK-1), Peringkat Komposit 2 (PK-2), Peringkat Komposit 3 (PK-3), Peringkat Komposit 4 (PK-4), dan Peringkat Komposit 5 (PK-5). Urutan Peringkat Komposit yang lebih kecil mencerminkan kondisi Bank yang lebih sehat. Peringkat Komposit ditetapkan dengan berpedoman pada Lampiran II.1. 3) Bank Indonesia berwenang menurunkan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank dalam hal ditemukan permasalahan atau pelanggaran yang secara signifikan akan mempengaruhi operasional dan/atau kelangsungan usaha Bank. Contoh permasalahan atau pelanggaran yang berpengaruh signifikan antara … antara lain rekayasa termasuk window dressing dan perselisihan intern manajemen yang mempengaruhi operasional dan/atau kelangsungan usaha Bank. 2. Tatacara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Secara Konsolidasi a. Bank yang melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak wajib menerapkan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi mencakup penilaian atas Profil Risiko, penerapan GCG, Rentabilitas, dan Permodalan. b. Penetapan Perusahaan Anak yang wajib dikonsolidasikan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak. Dalam melakukan penilaian secara konsolidasi, Bank wajib memperhatikan: (i) materialitas atau signifikansi pangsa perusahaan anak terhadap pangsa atau kinerja Bank secara konsolidasi; dan/atau (ii) signifikansi permasalahan perusahaan anak pada Profil Risiko, GCG, Rentabilitas, dan Permodalan Bank secara konsolidasi. c. Penetapan materialitas atau signifikansi pangsa Perusahaan Anak dapat ditentukan melalui perbandingan total aset Perusahaan Anak terhadap total aset Bank secara konsolidasi, atau signifikansi pos-pos tertentu pada Perusahaan Anak yang mempengaruhi kinerja Bank secara konsolidasi seperti Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), rentabilitas, dan modal. Penetapan signifikansi permasalahan Perusahaan Anak antara lain mempertimbangkan permasalahan yang terdapat pada Perusahaan Anak … Anak dan dampaknya terhadap kinerja atau kondisi Bank secara konsolidasi, misalnya permasalahan terkait dengan bisnis Perusahaan Anak yang dapat berdampak pada Risiko Reputasi, Risiko Kredit, atau Risiko Likuiditas Bank secara konsolidasi, permasalahan pada tata kelola, atau kelemahan pada penerapan Manajemen Risiko Perusahaan Anak. d. Parameter/indikator yang digunakan dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual dapat digunakan oleh Bank pada saat menilai Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi. Parameter/indikator tersebut dapat dilengkapi dengan parameter/indikator lain sepanjang relevan dengan skala usaha, karakteristik, dan kompleksitas usaha Bank secara konsolidasi. e. Penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi untuk Bank yang mengendalikan Perusahaan Anak berupa perusahaan asuransi dilakukan dengan memperhitungkan faktor-faktor kualitatif dan kuantitatif yang relevan, antara lain pemenuhan kecukupan modal perusahaan asuransi sesuai persyaratan otoritas yang berwenang, dan dampak Risiko yang dianggap signifikan atau material yang mempengaruhi Profil Risiko dan kinerja keuangan Bank secara konsolidasi. f. Dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi, mekanisme penetapan peringkat serta kategorisasi peringkat setiap faktor penilaian dan penetapan peringkat komposit Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi berpedoman pada tata cara penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual sebagaimana dimaksud dalam angka III.1. g. Penilaian dan penetapan faktor Profil Risiko secara konsolidasi dilakukan … dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Analisis dilakukan terhadap Risiko-Risiko Perusahaan Anak yang dianggap signifikan atau material mempengaruhi Profil Risiko bank secara konsolidasi. 2) Signifikansi atau materialitas Risiko Perusahaan Anak antara lain dapat dinilai dari skala usaha, karakteristik, dan kompleksitas ditimbulkan oleh aktivitas usaha Perusahaan Anak, dan dampak yang ditimbulkan terhadap Profil Risiko Bank secara konsolidasi. 3) Penetapan tingkat Risiko inheren, kualitas penerapan Manajemen Risiko, dan tingkat Risiko Bank secara konsolidasi dilakukan dengan memperhitungkan dampak yang ditimbulkan oleh Risiko Perusahaan Anak. 4) Penetapan peringkat Profil Risiko Bank secara konsolidasi dilakukan dengan memperhitungkan dampak seluruh Risiko Perusahaan Anak terhadap Profil Risiko Bank secara konsolidasi. h. Penilaian dan penetapan peringkat faktor GCG secara konsolidasi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Penilaian dilakukan terhadap permasalahan penerapan GCG Perusahaan Anak yang dianggap berdampak signifikan pada GCG Bank secara konsolidasi. 2) Faktor-faktor penilaian GCG Perusahaan Anak yang digunakan untuk penilaian pelaksanaan prinsip-prinsip GCG secara konsolidasi ditetapkan dengan memperhatikan karakteristik usaha Perusahaan Anak serta didukung oleh data dan … bisnis Perusahaan Anak, Risiko yang dan informasi yang memadai. 3) Penetapan peringkat GCG Bank secara konsolidasi dilakukan dengan mempertimbangkan dampak penerapan GCG Perusahaan Anak. i. Penilaian dan penetapan peringkat faktor Rentabilitas dan Permodalan secara konsolidasi dilakukan berdasarkan analisis secara komprehensif dan terstruktur terhadap parameter/indikator Rentabilitas dan Permodalan tertentu yang dihasilkan dari laporan keuangan secara konsolidasi dan informasi keuangan lainnya, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Penilaian dilakukan terhadap kinerja Rentabilitas dan Permodalan Perusahaan Anak yang dianggap berdampak signifikan pada Rentabilitas dan Permodalan Bank secara konsolidasi. 2) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada parameter/ indikator tertentu yang berlaku pada Bank secara individual sepanjang didukung oleh data atau informasi yang memadai. Dalam melakukan penilaian, Bank dapat menambahkan parameter/ indikator yang relevan dengan skala, karakteristik, dan kompleksitas Perusahaan Anak. 3) Penetapan peringkat Rentabilitas dan Permodalan Bank secara konsolidasi dilakukan dengan mempertimbangkan dampak kinerja Rentabilitas dan Permodalan Perusahaan Anak. IV. TINDAK LANJUT PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN 1. Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham pengendali Bank wajib menyampaikan rencana tindakan (action plan)kepada Bank … Bank Indonesia yang memuat langkah-langkah perbaikan yang wajib dilaksanakan oleh Bank dalam rangka mengatasi permasalahan signifikan yang dihadapi beserta target waktu penyelesaiannya, apabila hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank menunjukkan: a. peringkat faktor Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan 4 atau 5; b. peringkat komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan 4 atau 5; dan/atau c. peringkat komposit Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan 3, namun terdapat permasalahan signifikan yang perlu diatasi agar tidak mengganggu kelangsungan usaha Bank. 2. Rencana tindakan sebagaimana disebutkan pada angka 1 antara lain meliputi: a. memperbaiki penerapan Manajemen Risiko Bank dengan langkah-langkah perbaikan yang nyata disertai dengan target waktu penyelesaiannya. Sebagai contoh, pada Bank dengan tingkat Risiko Kredit yang tinggi, Bank dapat menurunkan tingkat Risiko Kredit tersebut dengan memperbaiki kelemahan dalam kualitas penerapan Manajemen Risiko Kredit dan/atau menurunkan eksposur Risiko Kredit inheren; b. memperbaiki penerapan GCG dengan langkah-langkah perbaikan yang nyata dan target waktu penyelesaiannya; c. memperbaiki kinerja keuangan Bank antara lain peningkatan efisiensi apabila Bank mengalami permasalahan Rentabilitas; dan/atau d. menambah modal secara tunai dari pemegang saham Bank dan/atau pihak lainnya apabila Bank mengalami permasalahan kekurangan Permodalan. Bank … Bank wajib melaporkan hasil tindak lanjut pelaksanaan rencana tindakan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah target waktu penyelesaian rencana tindakan dan/atau 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir bulan dan dilakukan secara bulanan apabila terdapat permasalahan signifikan sehingga penyelesaian rencana tindakan tersebut tidak dapat dilakukan secara tepat waktu. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk memperbaiki rencana tindakan tersebut apabila diperlukan. V. PELAPORAN 1. Bank wajib menyampaikan hasil penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank secara individual kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 31 Juli untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal 31 Januari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember. 2. Bank yang mengendalikan Perusahaan Anak wajib menyampaikan hasil penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 Agustus untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal 15 Februari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember. 3. Bank wajib segera melakukan pengkinian atas penilaian sendiri Tingkat Kesehatan Bank dan menyampaikan kepada Bank Indonesia antara lain dalam hal kondisi keuangan Bank memburuk, Bank menghadapi permasalahan seperti Risiko Likuiditas atau Permodalan, atau kondisi lainnya yang menurut Bank Indonesia perlu dilakukan pengkinian penilaian Tingkat Kesehatan Bank. 4. Laporan penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank dan/atau pengkinian … pengkinian atas penilaian sendiri Tingkat Kesehatan Bank disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia. 5. Laporan penilaian sendiri atas Tingkat Kesehatan Bank disampaikan dengan menggunakan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III. VI. LAIN-LAIN Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 25 Oktober 2011. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank sesuai ketentuan ini secara efektif dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2012 yaitu untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember 2011. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/24/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum </reg_title> <set_date> 25 Oktober 2011 </set_date> <effective_date> 25 Oktober 2011 </effective_date> <replaced_reg> '6/23/DPNP|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '13/1/PBI/2011', '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009', '8/6/PBI/2006' </related_reg>
No. 12/36/DPNP Jakarta, 23 Desember 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha Bank Perkreditan Rakyat secara Mandatory dalam rangka Konsolidasi Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/9/PBI/2008 tanggal 22 Februari 2008 tentang Perubahan Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha Bank Perkreditan Rakyat Dalam Rangka Konsolidasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4823), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok–pokok ketentuan sebagai berikut: I. PENGERTIAN 1. Bank Umum adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Bank ... 2. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut BPR adalah BPR sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disebut BPRS adalah BPRS sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. II. UMUM 1. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha Bank Perkreditan Rakyat, bagi Bank Umum yang tidak dapat memenuhi jumlah Modal Inti minimum Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2010, akan diubah diizin usahanya menjadi izin usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) secara mandatory. 2. Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang tidak dapat memenuhi jumlah modal inti minimum Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2010, akan diubah izin usahanya menjadi BPR. 3. Bank Umum Syariah yang tidak dapat memenuhi jumlah modal inti minimum Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2010, akan diubah izin usahanya menjadi BPRS. 4. Perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia. 5. Sejak ... 5. Sejak diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS kegiatan usaha bank yang boleh dilakukan adalah kegiatan usaha BPR sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 atau kegiatan usaha BPRS sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. III. TINDAK LANJUT PERUBAHAN IZIN USAHA BANK UMUM MENJADI IZIN USAHA BPR ATAU BPRS 1. BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum wajib: a. memberitahukan dan mengumumkan perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS kepada seluruh nasabah; b. menghentikan transaksi produk dan jasa Bank Umum yang dilarang dilakukan oleh BPR, kecuali dalam rangka penyelesaian; c. menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); d. melaksanakan penyesuaian kegiatan usaha sebagai BPR atau BPRS. 2. Terhitung sejak tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS, dalam rangka penyesuaian kegiatan di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia : a. menutup rekening giro bank di Bank Indonesia dan melakukan penihilan saldo dengan terlebih dahulu memperhitungkan kewajiban pembayaran kepada Bank Indonesia; b. menghentikan kepesertaan Bank dalam kegiatan sistem pembayaran melalui sistem Real Time Gross Settlement (RTGS), Scriptless Securities Settlement System (BI-S4), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia ... Indonesia (SKNBI), Sistem Informasi Daftar Hitam Nasional (SIDHN) kecuali dalam rangka penyelesaian transaksi yang telah berjalan; c. menjalankan fungsi Kantor Pengelola Daftar Hitam Nasional (KPDHN) sampai dengan masa sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam Nasional terhadap nasabah Bank Umum yang diubah izin usahanya menjadi BPR atau BPRS berakhir; d. menghentikan kegiatan bank di bidang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan mewajibkan bank untuk melakukan penyelesaian hak dan kewajiban yang timbul dalam kegiatan APMK, kecuali kegiatan APMK berupa transaksi tunai menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang bersifat stand alone. IV. PELAKSANAAN TINDAK LANJUT PERUBAHAN IZIN USAHA BANK UMUM MENJADI IZIN USAHA BPR ATAU BPRS A. Pemberitahuan dan Pengumuman 1. Pemberitahuan dan pengumuman kepada seluruh nasabah sebagaimana dimaksud pada butir III.1.a, wajib dilakukan melalui: a. surat pemberitahuan, yang paling kurang memuat: 1) informasi perubahan izin usaha dari Bank Umum menjadi BPR atau BPRS serta konsekuensinya; dan 2) mekanisme penyelesaian dana nasabah apabila nasabah menolak menjadi nasabah BPR atau BPRS; b. pengumuman tertulis yang mudah dibaca di seluruh jaringan kantor pada tempat yang strategis; dan c. media ... c. media surat kabar yang memiliki peredaran nasional dan daerah provinsi dimana jaringan kantor bank berada. 2. Surat pemberitahuan kepada seluruh nasabah sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja dan pengumuman tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.b dan butir 1.c dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja, sejak tanggal Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS. B. Penghentian Transaksi dan Penyelesaian Kewajiban 1. BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum: a. wajib menghentikan transaksi produk dan jasa Bank Umum yang dilarang dilakukan oleh BPR atau BPRS, terhitung sejak tanggal Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS, antara lain transaksi giro, transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB), valuta asing, promes, surat utang dan lain-lain; b. dilarang melakukan transaksi baru yang hanya boleh dilakukan oleh Bank Umum, seperti transaksi giro, Pasar Uang Antar Bank (PUAB), valuta asing (valas), promes, surat utang dan lain-lain; c. wajib menyelesaikan kewajiban kepada nasabah yang tidak bersedia menjadi nasabah BPR atau BPRS; dan d. wajib menyelesaikan transaksi kliring, devisa, dan transaksi lain yang dilarang dilakukan oleh BPR atau BPRS. 2. Mekanisme penyelesaian dana nasabah yang tidak bersedia menjadi nasabah BPR atau BPRS dan penyelesaian cek dan/atau bilyet giro bank yang telah beredar dilakukan sebagai berikut: a. penyelesaian ... a. penyelesaian di luar mekanisme kliring, dilakukan melalui pembayaran secara tunai di seluruh jaringan kantor BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum; dan/atau b. penyelesaian melalui mekanisme kliring dilakukan dengan menunjuk 1 (satu) Bank Umum untuk melakukan pembayaran kepada pemegang cek dan/atau bilyet giro yang telah beredar, paling lambat 70 (tujuh puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS. C. Penyelenggaraan RUPS 1. BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum wajib menyelenggarakan RUPS paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS. 2. Penyelenggaraan RUPS ditujukan antara lain untuk: a. memutuskan perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS; dan b. memutuskan perubahan anggaran dasar. Perubahan anggaran dasar diajukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. D. Penyesuaian Jenis Kegiatan Usaha 1. BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum wajib melaksanakan penyesuaian kegiatan usaha sebagai BPR atau BPRS yang paling kurang mencakup beberapa aspek sebagai berikut: a. penyesuaian infrastruktur b. penyesuaian ... b. penyesuaian pelaporan dan pemenuhan ketentuan pengawasan; dan c. penyesuaian jaringan kantor. 2. Penyesuaian kegiatan usaha dalam aspek infrastruktur sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.1.a dilakukan apabila diperlukan mencakup antara lain perubahan: a. sistem dan prosedur kerja; b. teknologi informasi; dan c. struktur organisasi, yang terdiri dari susunan anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta susunan personalia. 3. Penyesuaian pelaporan dan pemenuhan ketentuan pengawasan sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.1.b mencakup antara lain penyesuaian laporan yang berlaku bagi BPR atau BPRS seperti laporan Sistem Informasi Debitur, LBU dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku bagi BPR atau BPRS. Penyesuaian juga dilakukan terhadap hal-hal yang terkait antara lain mengenai: a. Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA); b. Non Performing Loan; c. Penilaian Tingkat Kesehatan; d. Giro Wajib Minimum; e. Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (Capital Adequacy Ratio); 4. Penyesuaian Jaringan Kantor. a. BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum wajib menutup seluruh jaringan kantor yang berada di luar provinsi tempat kedudukan Kantor Pusat bank berupa kantor cabang dan/atau kantor di bawah kantor cabang termasuk kegiatan ... kegiatan pelayanan kas, agar sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai BPR atau BPRS. b. Jaringan kantor BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum di luar provinsi hanya diperkenankan melakukan kegiatan secara terbatas dalam rangka menyelesaikan kewajibannya. 5. Penyesuaian infrastruktur sebagaimana dimaksud pada angka 2, penyesuaian pelaporan dan pemenuhan ketentuan pengawasan sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan penyesuaian jaringan kantor sebagaimana dimaksud pada angka 4 wajib dilakukan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai Perubahan izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha BPR. E. Penyusunan Action Plan Dalam rangka memastikan tindak lanjut Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi BPR atau BPRS, BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum wajib melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. menyusun action plan yang mencakup kegiatan sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.2, butir IV.C dan butir IV.D; dan 2. menyampaikan action plan sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi BPR atau BPRS, Bank Indonesia berwenang meminta bank melakukan perbaikan action plan yang disampaikan apabila menurut penilaian Bank Indonesia langkah-langkah, tahapan waktu, dan/atau batas akhir waktu penyelesaian ... penyelesaian tidak dapat diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. V. PELAPORAN PELAKSANAAN TINDAK LANJUT PERUBAHAN IZIN USAHA BANK UMUM MENJADI IZIN USAHA BPR ATAU BPRS 1. Dalam rangka pelaksanaan tindak lanjut perubahan izin usaha Bank Umum menjadi izin usaha BPR atau BPRS sebagaimana dimaksud pada angka IV, BPR atau BPRS hasil perubahan izin usaha dari Bank Umum wajib melaporkan kepada Bank Indonesia hal-hal sebagai berikut: a. bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada butir IV.A paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pelaksanaan pengumuman; b. hasil pelaksanaan RUPS sebagaimana dimaksud pada butir IV.C paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pelaksanaan RUPS; c. bukti perubahan Anggaran Dasar dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterima oleh Bank; d. realisasi action plan penyesuaian kegiatan usaha bank sebagaimana dimaksud pada butir IV.E secara bulanan yang disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akhir bulan, yang antara lain mencakup laporan-laporan mengenai: 1) pelaksanaan penyesuaian aspek infrastruktur; 2) pelaksanaan penyesuaian aspek pelaporan dan pemenuhan ketentuan Pengawasan; 3) pelaksanaan penyesuaian jaringan kantor; 4) daftar aktiva tetap dan inventaris, bukti penguasaan gedung kantor berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa menyewa gedung kantor yang didukung oleh bukti kepemilikan dari pihak yang menyewakan; contoh formulir/warkat yang akan digunakan untuk operasional BPR, dalam hal terdapat perubahan. 2. laporan ... 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir V.1 ditujukan kepada: a. Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI Berdasarkan Pasal 16 PBI Nomor 10/9/PBI/2008, bank yang : 1. melampaui batas waktu pelaksanaan RUPS sebagaimana dimaksud pada butir IV.C.1 2. melampaui batas waktu pelaksanaan penyesuaian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.5; dan/atau 3. tidak menghentikan transaksi produk dan jasa Bank Umum yang dilarang dilakukan oleh BPR atau BPRS sejak tanggal Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia mengenai perubahan izin usaha Bank Umum menjadi BPR atau BPRS sebagaimana dimaksud pada butir IV.B. dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 berupa: a. kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari sampai dengan Bank memenuhi ketentuan ini; dan/atau b. pembekuan kegiatan usaha tertentu BPR atau BPRS. VII. PENUTUP ... VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 23 Desember 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, WIMBOH SANTOSO DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/36/DPNP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Perubahan Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha Bank Perkreditan Rakyat secara Mandatory dalam rangka Konsolidasi </reg_title> <set_date> 23 Desember 2010 </set_date> <effective_date> 23 Desember 2010 </effective_date> <related_reg> '10/9/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No.6/ 6 /DPM Jakarta, 16 Februari 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Pelaksanaan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia No.6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4368) dan Peraturan Bank Indonesia No.6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363) maka perlu diatur tata cara pelaksanaan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia sebagai berikut: I. PENITIPAN DANA WADIAH A. Permohonan 1. Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) dapat mengajukan permohonan Penitipan Dana Wadiah kepada Bank Indonesia melalui Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) dari pukul 10.00 WIB s.d. pukul 14.00 WIB atau waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dengan memperhatikan kecukupan saldo rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS yang bersangkutan di Bank Indonesia dan pengumuman rencana Penitipan Dana Wadiah oleh Bank Indonesia. 2. Mekanisme … 2 2. Mekanisme pengajuan Penitipan Dana Wadiah melalui BI-SSSS diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. B. Penyelesaian Penitipan Dana Wadiah 1. Pada tanggal permohonan a. Penyelesaian Penitipan Dana Wadiah dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal permohonan (same day settlement) dengan cara mendebet rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia melalui BI-SSSS sebesar nominal Penitipan Dana Wadiah. b. Bank Syariah atau UUS wajib menyediakan dana yang cukup sampai dengan cut-off warning BI-SSSS pada tanggal penyelesaian Penitipan Dana Wadiah sebagaimana dimaksud huruf a. c. Dalam hal sampai dengan cut-off warning BI-SSSS saldo rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia tidak mencukupi maka permohonan Penitipan Dana Wadiah dibatalkan oleh Bank Indonesia. d. Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam huruf c dilakukan menurut jangka waktu Penitipan Dana Wadiah yang tidak dapat dilakukan setelmen karena saldo rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia tidak mencukupi sebagaimana dimaksud dalam huruf c. 2. Pada tanggal jatuh waktu a. Penyelesaian Penitipan Dana Wadiah pada tanggal jatuh waktu dilakukan dengan cara mengkredit rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia melalui BI-SSSS sebesar nominal Penitipan Dana Wadiah. b. Dalam … 3 b. Dalam hal tanggal jatuh waktu Penitipan Dana Wadiah adalah hari libur maka penyelesaian Penitipan Dana Wadiah sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan pada hari kerja berikutnya. c. Contoh perhitungan jangka waktu Penitipan Dana Wadiah sebagaimana tercantum pada Lampiran 1. 3. Mekanisme pembukuan melalui BI-SSSS diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat berharga melalu BI-SSSS. II. PEMBERIAN BONUS Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas Penitipan Dana Wadiah dari Bank Syariah atau UUS. III. SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi Penitipan Dana Wadiah karena saldo rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia tidak mencukupi sebagaimana dimaksud angka I.B.1.c maka Bank Syariah atau UUS dikenakan sanksi sebagai berikut: a. Surat peringatan dan kewajiban membayar sebesar 1 0/00 (satu perseribu) dari Penitipan Dana Wadiah yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) untuk setiap pembatalan; b. Dalam hal Bank Syariah atau UUS mendapat sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak pembatalan pertama maka Bank Syariah atau UUS dimaksud tidak diperbolehkan mengajukan permohonan Penitipan Dana Wadiah selama 7 (tujuh) hari sejak dikeluarkannya surat peringatan ketiga. 2. Pengenaan… 4 2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan cara mendebet rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia melalui BI-SSSS pada hari kerja berikutnya. 3. Mekanisme pembukuan pengenaan sanksi melalui BI-SSSS diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 4. Contoh pengenaan sanksi sebagaimana tercantum pada Lampiran 2. IV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/6/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pelaksanaan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 16 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date> <related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/7/PBI/2004' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
No. 7/50/DPBPR Jakarta, 1 November 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus --------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/34/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4534) tanggal 22 September 2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus, yang selanjutnya disebut PBI, perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM 1. Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPR mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPR tersebut ditetapkan dalam status pengawasan khusus, dan untuk selanjutnya disebut BPR DPK. 2. BPR … 2 2. BPR dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) kurang dari 4% (empat perseratus) dan/atau Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang perseratus). dari 3% (tiga 3. Penetapan status BPR DPK berlaku sejak tanggal pemberitahuan oleh Bank Indonesia. Pemberitahuan status BPR DPK disampaikan secara langsung dalam pertemuan dengan pengurus dan/atau pemegang saham BPR DPK, atau secara tidak langsung melalui surat atau sarana lain. II. JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS 1. Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pemberitahuan penetapan status BPR DPK dari Bank Indonesia. Dalam hal berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka batas akhir jangka waktu pengawasan khusus adalah pada hari kerja sebelumnya. 2. Jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut tidak termasuk jangka waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan dalam proses hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3. Yang dimaksud dengan proses hukum adalah proses untuk pelaporan atau persetujuan perubahan anggaran dasar oleh instansi yang berwenang. 4. Selama jangka waktu penyelesaian proses hukum, status BPR tetap sebagai BPR DPK. 5. Apabila … 3 5. Apabila penyelesaian proses hukum diperkirakan melampaui batas akhir jangka waktu pengawasan khusus, BPR DPK dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia untuk diberikan tambahan waktu menyelesaikan proses hukum. Permohonan tersebut diterima Bank Indonesia paling lambat pada akhir jangka waktu pengawasan khusus, dengan disertai alasan dan dilampiri bukti pengurusan penyelesaian proses hukum dari instansi yang berwenang, sesuai contoh dalam Lampiran. 6. Tambahan waktu penyelesaian proses hukum diberikan paling lama 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus. Contoh :  BPR DPK sejak tanggal 1 Oktober 2005, yang akan berakhir paling lambat tanggal 31 Maret 2006.  Pada tanggal 14 Februari 2006 pemegang saham melakukan setoran modal yang mengakibatkan rasio KPMM BPR DPK meningkat menjadi 4,2% dan rata-rata CR selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi 7% dan menyebabkan perubahan modal dasar. Sejak tanggal 14 Februari 2006 BPR DPK telah melakukan upaya penyelesaian proses hukum untuk memperoleh persetujuan perubahan anggaran dasar.  Apabila diperkirakan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus, yaitu tanggal 31 Maret 2006, belum diperoleh persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang maka BPR DPK wajib mengajukan permohonan permintaan tambahan waktu penyelesaian proses hukum, yang diterima Bank Indonesia paling lambat tanggal 31 Maret 2006.  Bank … 4  Bank Indonesia dapat memberikan tambahan waktu untuk menyelesaikan proses hukum kepada BPR DPK, paling lama sampai dengan tanggal 30 Juni 2006. III. UPAYA PENYEHATAN SELAMA JANGKA PENGAWASAN KHUSUS 1. Dalam WAKTU rangka pengawasan khusus, Bank Indonesia dapat memerintahkan pengurus dan/atau pemegang saham BPR DPK untuk melakukan satu atau lebih upaya penyehatan yaitu: a. menambah modal, b. menghapusbukukan kredit yang tergolong macet memperhitungkan kerugian BPR DPK dengan modalnya, c. mengganti anggota direksi dan/atau dewan komisaris BPR DPK, d. melakukan merger atau konsolidasi dengan BPR lain, e. menjual BPR DPK kepada pembeli yang bersedia mengambilalih seluruh kewajiban BPR DPK, f. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR DPK kepada pihak lain, dan/atau g. menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban BPR DPK kepada pihak lain. 2. Upaya penyehatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pemenuhan … dan 5 3. Pemenuhan rasio KPMM paling sedikit sebesar 4% (empat perseratus) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. setoran modal oleh pemegang saham lama dilaksanakan melalui Bank Umum dan dicatat oleh BPR DPK dalam pos modal pinjaman atau rupa-rupa pasiva, serta tidak dapat dicairkan oleh BPR selama masih berstatus sebagai BPR DPK, b. setoran modal oleh pemegang saham baru dilaksanakan melalui escrow account dan setelah diteliti kebenarannya oleh Bank Indonesia serta disahkan oleh RUPS, dicatat oleh BPR DPK, c. melalui merger atau konsolidasi, d. menghapusbukukan kredit yang tergolong macet, sepanjang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) tersedia, atau e. penjualan asset. 4. Pengertian dana untuk setoran modal dalam bentuk escrow account adalah dana setoran modal yang ditampung terlebih dahulu dalam bentuk deposito pada Bank Umum di Indonesia atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. Nama Penyetor” mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dilakukan dengan persetujuan tertulis dari Bank Indonesia. dengan dapat 5. Dana dalam bentuk escrow account di atas wajib disertai pernyataan tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain dan tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang, serta tidak berasal dari kegiatan yang bertentangan dengan prinsip syariah, bagi BPR Syariah. 6. BPR … 6 6. BPR DPK dikenakan larangan menghimpun dan menyalurkan dana sejak ditetapkan dalam status BPR DPK. Larangan dimaksud tetap diberlakukan selama BPR masih berstatus sebagai BPR DPK. 7. BPR DPK dikeluarkan dari status pengawasan khusus apabila memenuhi kriteria: a. rasio KPMM paling sedikit mencapai 4% (empat perseratus), dan b. CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling sedikit mencapai 3% (tiga perseratus). dan telah menyelesaikan proses hukum. IV. PENGUMUMAN YANG BERKAITAN DENGAN BPR DPK 1. Pengumuman tentang status BPR DPK dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan status BPR DPK. 2. Pengumuman tentang larangan menghimpun dan menyalurkan dana dilakukan apabila pada akhir jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan sebagai BPR DPK, rasio KPMM lebih besar dari 0% (nol perseratus) namun peningkatan rasio KPMM dimaksud kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari selisih untuk mencapai rasio KPMM sebesar 4% (empat perseratus). Pengumuman dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terpenuhinya kriteria di atas. Contoh 1:  Pada tanggal 1 Oktober 2005 ditetapkan sebagai BPR DPK  Apabila … 7 dengan rasio KPMM sebesar -1%, sehingga mencapai rasio KPMM sebesar 4% adalah 5%.  selisih untuk Apabila 3 bulan sejak ditetapkan sebagai BPR DPK, yaitu tanggal 31 Desember 2005, rasio KPMM meningkat hanya 22% dari 5% sehingga menjadi 0,1% maka Bank Indonesia mengumumkan larangan menghimpun dan menyalurkan dana. Contoh 2:  Pada tanggal 1 Oktober 2005 ditetapkan sebagai BPR DPK dengan rasio KPMM sebesar 1%, sehingga selisih untuk mencapai rasio KPMM sebesar 4% adalah 3%.  Apabila 3 bulan sejak ditetapkan sebagai BPR DPK, yaitu tanggal 31 Desember 2005, rasio KPMM meningkat 30% dari 3% sehingga menjadi 1,9% maka Bank Indonesia tidak mengumumkan larangan menghimpun dan menyalurkan dana. 3. Pengumuman tentang BPR DPK yang dikeluarkan dari status pengawasan khusus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan dikeluarkannya BPR DPK dari status pengawasan khusus. V. PEMBERITAHUAN KEPADA LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) 1. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus dan BPR yang dikeluarkan dari status pengawasan khusus. 2. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS untuk mendapatkan a. memiliki … 8 keputusan diselamatkan atau tidak diselamatkan, bagi BPR DPK dengan kriteria sebagai berikut: a. memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol perseratus) dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 1% (satu perseratus) pada akhir jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal penetapan BPR DPK, Contoh:  Pada tanggal 1 Oktober 2005 ditetapkan sebagai BPR DPK dengan rasio KPMM sebesar 2%, sehingga selisih untuk mencapai rasio KPMM sebesar 4% adalah 2%.  Apabila pada akhir jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan sebagai BPR DPK, yaitu tanggal 31 Desember 2005, rasio KPMM menurun 200% dari 2% sehingga menjadi -2% maka Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS untuk meminta keputusan apakah BPR DPK diselamatkan atau diselamatkan. b. memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol perseratus) dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 1% (satu perseratus) setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan 1 (satu) hari sebelum berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus, Contoh:  Pada tanggal 1 Oktober 2005 ditetapkan sebagai BPR DPK dengan rasio KPMM sebesar 2% sehingga selisih mencapai rasio KPMM sebesar 4% adalah 2%. untuk tidak 9  Pada akhir jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan sebagai BPR DPK, yaitu tanggal 31 Desember 2005, rasio KPMM meningkat sebesar 25% dari 2% sehingga menjadi 2,5%.  Apabila …  Apabila selama tanggal 1 Januari 2006 sampai dengan 31 Maret 2006 terjadi penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau kurang dari 0% maka Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS untuk meminta keputusan apakah BPR DPK diselamatkan atau tidak diselamatkan. c. memiliki rasio KPMM kurang dari 4% (empat perseratus) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga perseratus) pada akhir jangka waktu pengawasan khusus, d. memiliki rasio KPMM kurang dari 4% (empat perseratus) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga perseratus) setelah berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus namun masih dalam penyelesaian proses hukum, atau e. tidak dapat menyelesaikan proses hukum sampai dengan berakhirnya tambahan waktu untuk menyelesaikan proses hukum yang disetujui oleh Bank Indonesia. VI. KETENTUAN PERALIHAN Yang dimaksud dengan tindak lanjut terhadap BPR DPK sebelum tanggal 22 September 2005 dalam Pasal 12 PBI adalah sebagai berikut: 1. Status BPR DPK diumumkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak berlakunya Surat Edaran ini. 2. BPR DPK dilarang menghimpun dan menyalurkan dana sejak 10 berlakunya Surat Edaran ini sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus. 3. BPR DPK yang masa pengawasan khususnya telah berakhir pada saat berlakunya Surat Edaran ini dan memiliki rasio KPMM paling sedikit sebesar 4% (empat perseratus) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling sedikit sebesar 3% (tiga perseratus) meskipun proses hukum belum selesai, dapat tidak dikenakan larangan menghimpun dan menyalurkan dana. Penyelesaian proses hukum diberikan paling lama 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini. 4. BPR DPK yang masa pengawasan khususnya telah berakhir pada saat berlakunya Surat Edaran ini dan memiliki rasio KPMM kurang dari 4% (empat perseratus) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga perseratus) diberitahukan kepada LPS untuk dimintakan keputusan diselamatkan atau tidak diselamatkan. 5. BPR DPK yang masa pengawasan khususnya belum berakhir pada saat berlakunya Surat Edaran ini dan memiliki rasio KPMM paling sedikit sebesar 4% (empat perseratus) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling sedikit sebesar 3% (tiga perseratus) meskipun proses hukum belum selesai, dapat tidak dikenakan larangan menghimpun dan menyalurkan dana. Penyelesaian proses hukum diberikan paling lama 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus. 6. Bagi BPR DPK yang masih memiliki sisa jangka waktu pengawasan khusus lebih dari 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini, berlaku hal-hal sebagai berikut: 11 a. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS untuk mendapatkan keputusan diselamatkan atau tidak diselamatkan dengan kriteria sebagai berikut: 1) memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol perseratus) dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 1% (satu perseratus) pada saat berakhirnya jangka waktu 3 (tiga) bulan dimaksud, 2) memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol perseratus) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 1% (satu perseratus) setelah jangka waktu pada angka 1) sampai dengan 1 (satu) hari sebelum berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus, atau 3) memiliki rasio KPMM kurang dari 4% (empat perseratus) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga perseratus) pada saat berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus. b. Bank Indonesia mengumumkan larangan menghimpun dan menyalurkan dana apabila pada akhir jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini, rasio KPMM lebih besar dari 0% (nol perseratus) namun peningkatan rasio KPMM dimaksud kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari selisih untuk mencapai rasio KPMM sebesar 4% (empat perseratus). Pengumuman dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terpenuhinya kriteria di atas. Contoh: 1) memiliki … 12  Pada tanggal 22 Agustus 2005 ditetapkan sebagai BPR DPK dengan rasio KPMM sebesar –1%, sehingga selisih untuk mencapai rasio KPMM sebesar 4% adalah 5%.  Pada …  Pada tanggal berlakunya Surat Edaran yaitu tanggal 1 November 2005, BPR DPK dikenakan larangan menghimpun dan menyalurkan dana.  Pada akhir jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran, yaitu tanggal 31 Januari 2006, rasio KPMM menjadi sebesar 0,1%.  Bank Indonesia mengumumkan larangan menghimpun dan menyalurkan dana meskipun rasio KPMM menjadi lebih besar dari 0% karena peningkatan rasio KPMM hanya sebesar 22%. 7. BPR DPK diberitahukan kepada LPS untuk dimintakan keputusan diselamatkan atau tidak diselamatkan apabila memiliki sisa jangka waktu pengawasan khusus sama dengan atau kurang dari 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini dan memenuhi kriteria: a. memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol perseratus) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 1% (satu perseratus) sampai dengan 1 (satu) hari sebelum berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus, atau b. memiliki rasio KPMM kurang dari 4% (empat perseratus) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga perseratus) pada saat berakhirnya jangka khusus. waktu pengawasan 13 VII. ALAMAT KORESPONDENSI Surat-surat BPR kepada Bank Indonesia yang berkaitan dengan status pengawasan khusus ditujukan ke alamat sebagai berikut: 1. Bank … 1. Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR konvensional yang berlokasi di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten/Kotamadya Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten. 2. Bank Indonesia u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR Syariah yang berlokasi di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten/Kotamadya Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten. 3. Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 di atas. VIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 November 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA 14 IRMAN DJAJA DALIMI DIREKTUR PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DPBPR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/50/DPBPR|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus </reg_title> <set_date> 1 November 2005 </set_date> <effective_date> 1 November 2005 </effective_date> <related_reg> '7/34/PBI/2005' </related_reg>
No. 14 / 28 /DPM Jakarta, 27 September 2012 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities Syariah Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 119) dan penyempurnaan mekanisme Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), perlu dilakukan pengaturan kembali ketentuan mengenai tata cara transaksi repurchase agreement (repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dalam rangka Standing Facilities Syariah sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang tentang Perbankan Syariah yang berlaku. 3. Unit … 2 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan Syariah yang berlaku. 4. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah. 5. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 6. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 7. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 8. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS. 9. Haircut adalah faktor pengurang harga SBSN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS. 11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud … 3 dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 12. Transaksi Repurchase Agreement SBSN yang selanjutnya disebut Repo SBSN adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka Standing Facilities Syariah. 13. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia. 14. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga milik Bank yang digunakan untuk mencatat kepemilikan surat berharga di central registry pada BI-SSSS yang dapat diperdagangkan. 15. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 16. Marjin Repo SBSN adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam setahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang melakukan transaksi Repo SBSN. II. PERSYARATAN UMUM 1. Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan al wa’d (janji) oleh Bank kepada Bank Indonesia untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati. 2. Janji (wa’d) Bank kepada Bank Indonesia untuk membeli kembali SBSN dalam rangka Repo SBSN dilakukan dalam dokumen yang terpisah, sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Repo … 4 3. Repo SBSN dilakukan dengan mekanisme non lelang. 4. Jangka waktu Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah 1 (satu) hari kerja (overnight). 5. Dalam hal setelah terjadinya Repo SBSN, tanggal jatuh tempo Repo SBSN ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan Marjin Repo SBSN atas tambahan jangka waktu Repo SBSN. 6. Bank Indonesia menetapkan Marjin Repo SBSN sebesar BI-Rate yang berlaku pada tanggal transaksi ditambah marjin tertentu. 7. Marjin Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 6 diumumkan oleh Bank Indonesia melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat sebelum window time Repo SBSN dibuka (T+0). 8. Repo SBSN disediakan Bank Indonesia pada setiap hari kerja Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas Bank Indonesia. 9. Bank Indonesia membuka window time Repo SBSN dengan mengumumkannya melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia. 10. Bank Indonesia dapat mengubah window time Repo SBSN dan mengumumkan perubahan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia, sebelum window time. 11. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Repo SBSN sebagai berikut : a. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan Sistem BI- RTGS; b. tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; c. memiliki Rekening Giro; dan d. memiliki … 5 d. memiliki Rekening Surat Berharga. 12. Bank mengajukan Repo SBSN kepada Bank Indonesia untuk kepentingan diri sendiri. 13. Bank dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 14. Bank mengajukan Repo SBSN setelah menandatangani Janji (wa’d) Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam Rangka Repo SBSN yang telah dibubuhi meterai cukup sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran I dan menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia. 15. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 14 meliputi : a. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia: 1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d) dilakukan oleh direksi; 2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani Janji (wa’d) jika penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh direksi; 3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d) dilakukan oleh direksi; atau 4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi; dan 5) fotokopi … 6 5) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat yang berwenang untuk menandatangani perjanjian. b. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri : 1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d) dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); 2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani Janji (wa’d) jika penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh CEO; atau 3) dalam hal penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh CEO maka surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus memuat hak CEO untuk mengalihkan kewenangannya (hak substitusi); dan 4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang berwenang untuk menandatangani perjanjian. 16. Penandatanganan Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada angka 14 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan Repo SBSN Dengan Bank Indonesia. 17. Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada angka 14 berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi Janji (wa’d) dan/atau perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan daerah mengenai kewenangan Direksi Bank untuk mewakili Bank atau ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai pendelegasian wewenang. 18. Dokumen … 7 18. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 14 dan angka 15 disampaikan dengan surat pengantar kepada : Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. M.H Thamrin No.2 Jakarta 10350 19. Bank yang melakukan Repo SBSN wajib : a. memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi dalam Rekening Surat Berharga untuk setelmen penjualan SBSN secara repo paling lambat pada saat dilakukan setelmen Repo SBSN (first leg); dan b. memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen pembelian kembali SBSN pada tanggal Repo SBSN jatuh tempo (second leg). 20. Setelmen Repo SBSN dilaksanakan pada hari transaksi (same day settlement) melalui mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan delivery versus payment. III. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN 1. SBSN milik Bank yang dapat direpokan adalah: a. SBSN Jangka Panjang dan SBSN Jangka Pendek; b. tercatat dalam Rekening Surat Berharga di BI-SSSS; c. tidak sedang diagunkan; dan d. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat second leg Repo SBSN. 2. Bank Indonesia menetapkan jenis dan seri SBSN yang dapat direpokan. 3. Harga SBSN yang dapat direpokan ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di BI-SSSS dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing- masing jenis dan seri SBSN. 4. Harga … 8 4. Harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan penjualan SBSN pada tanggal Repo SBSN (first leg) sama dengan harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan pembelian kembali SBSN pada tanggal Repo SBSN jatuh tempo (second leg). 5. Bank Indonesia menetapkan besarnya Haircut untuk masing- masing jenis dan seri SBSN dalam rangka penentuan nilai setelmen penjualan SBSN. 6. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan Haircut dan mengumumkan perubahan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. IV. PENGUMUMAN DAN PENGAJUAN REPO SBSN 1. Bank Indonesia cq. Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) mengumumkan antara lain window time, jenis dan seri SBSN yang dapat direpokan, Marjin Repo SBSN, jangka waktu Repo SBSN dan Haircut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya paling lambat sebelum window time Repo SBSN dibuka (T+0) untuk pertama kali. 2. Bank Indonesia cq. Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) mengumumkan Marjin Repo SBSN sebelum window time Repo SBSN dibuka (T+0). 3. Window time Repo SBSN adalah dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB pada setiap hari kerja. 4. Dalam hal terdapat perubahan window time, seri dan jenis SBSN, Haircut, Marjin Repo SBSN, pengumuman dilakukan sebelum window time Repo SBSN. 5. Pengajuan Repo SBSN meliputi antara lain nilai nominal, jenis dan seri SBSN yang di-repo-kan. 6. Pengajuan Repo SBSN dilakukan melalui BI-SSSS dengan mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 7. Bank 4 … 9 7. Bank yang melakukan Repo SBSN bertanggung jawab terhadap kebenaran data Repo SBSN yang diajukan. 8. Nilai setelmen atas setiap SBSN yang direpokan dihitung berdasarkan nilai nominal, harga, Haircut, accrued imbalan SBSN, Marjin Repo SBSN dan jangka waktu Repo SBSN. Contoh perhitungan Repo SBSN adalah sebagaimana Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. V. SETELMEN 1. Setelmen Repo SBSN melalui BI-SSSS dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan delivery versus payment. 2. Setelmen Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari: a. Setelmen penjualan SBSN (first leg). 1) Pada tanggal setelmen Repo SBSN, DPM melakukan setelmen first leg setelah pre cut off Sistem BI-RTGS. 2) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung sebagai berikut : a) Dalam hal SBSN Jangka Panjang nilai setelmen = nominal SBSN yang direpokan × !harga SBSN − $% &' () + b) Dalam hal SBSN Jangka Pendek %&& ' + imbalan SBSN Keterangan … 10 Keterangan : Harga SBSN : Harga SBSN sebagaimana diumumkan di BI-SSSS pada tanggal Repo SBSN. Haircut : Haircut sebagaimana diumumkan di BI-SSSS pada tanggal Repo SBSN Accrued kupon/imbalan : - Accrued kupon/imbalan dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal pembayaran kupon/imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen first leg. - Perhitungan kupon/imbalan accrued SBSN didasarkan pada jumlah hari yang sebenarnya (actual per actual). 3) Setelmen first leg dilakukan dengan cara : a) mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal dari SBSN yang direpokan; dan b) mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 2). 4) Bank wajib menyediakan jenis dan seri SBSN yang direpokan dalam jumlah yang cukup untuk setelmen first leg. 5) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi sebagaimana dimaksud pada angka 4), setelmen first leg Repo SBSN dibatalkan. 6) Pembatalan setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 5) hanya dikenakan terhadap Repo SBSN yang tidak memiliki jenis dan seri SBSN yang sesuai dan jumlah … 11 jumlah yang tidak mencukupi sebagaimana yang diajukan oleh Bank. 7) Dalam hal pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Repo SBSN (first leg), dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen pembelian kembali SBSN (second leg). 1) Pada tanggal Repo SBSN jatuh waktu (second leg) BI- SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS. 2) Nilai atas setelmen second leg dihitung sebesar : Nilai Nilai Setelmen = &-.+ Setelmen + Nilai Marjin Repo SBSN dimana : Nilai Marjin Repo SBSN adalah penerimaan Bank Indonesia sesuai jangka waktu Repo SBSN. 3) Setelmen second leg dilakukan dengan cara : a) Mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada angka 2); dan b) Mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang direpokan. 4) Bank wajib menyediakan saldo Rekening Giro dalam jumlah yang cukup untuk setelmen second leg. 5) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan setelah transaksi Repo SBSN jatuh waktu (second leg) maka Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro sebesar kupon/imbalan dimaksud … 12 dimaksud pada tanggal Bank Indonesia menerima kupon/imbalan. 3. Kegagalan Setelmen Second Leg a. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro dalam jumlah yang cukup sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg. b. Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright dengan perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan harga surat berharga transaksi outright sebagai berikut : 1) Dalam hal SBSN Jangka Pendek 2) Dalam hal SBSN Jangka Panjang Keterangan : Harga Surat Berharga Accrued kupon/ imbalan : Harga SBSN pada transaksi first leg. : Hak atas kupon/imbalan SBSN yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal pembayaran kupon/ imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen outright (first leg). c. Pembatalan setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada huruf a hanya dikenakan terhadap Repo SBSN yang tidak memiliki dana dalam jumlah yang mencukupi. d. Dalam … 13 d. Dalam hal pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Repo SBSN jatuh waktu (second leg), dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. e. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk penyelesaian Repo SBSN jatuh waktu diakibatkan karena pembatalan setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut : 1) Bank Indonesia mengkredit/mendebet Rekening Giro dengan memperhitungkan selisih accrued imbalan pada periode Repo SBSN dan Haircut yang menjadi hak Bank dengan Marjin Repo SBSN yang harus dibayarkan oleh Bank. 2) Dalam hal terdapat kupon yang diterima oleh Bank pada saat second leg, pendebetan atau pengkreditan Rekening Giro sebagaimana dimaksud pada angka 1) memperhitungkan pengembalian accrued imbalan yang diberikan oleh Bank Indonesia saat first leg. f. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan SBSN setelah Repo SBSN jatuh waktu (second leg), maka Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro sebesar kupon/imbalan dimaksud pada tanggal penerimaan kupon/imbalan. VI. SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada butir V.2.a.5) dan butir V.3.a, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran … 14 a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada: 1) Departemen Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) setempat cq. Divisi Pengawas Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwBI DN; b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi Repo SBSN yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.00,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan c. dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada butir V.3.a dan dalam hal harga SBSN pada saat second leg lebih rendah dari harga SBSN pada transaksi first leg, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar sebesar selisih antara harga pada transaksi first leg dan harga pada transaksi second leg setelah dikalikan dengan nominal SBSN yang di-Repo-kan. 3. Penyampaian … 15 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi larangan mengajukan transaksi OMS sebagaimana dimaksud pada butir 1.c. dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir 1.b. dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan setelmen Repo SBSN. VII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku : 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/DPM tanggal 10 Desember 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Dengan Bank Indonesia; 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/24/DPM tanggal 30 Agustus 2010 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/DPM tanggal 10 Desember 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Dengan Bank Indonesia; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 September 2012. Agar … 16 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/28/DPM|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities Syariah </reg_title> <set_date> 27 September 2012 </set_date> <effective_date> 27 September 2012 </effective_date> <replaced_reg> '10/44/DPM|SE-BI/2008', '12/24/DPM|SE-BI/2010' </replaced_reg> <related_reg> '10/36/PBI/2008', '13/24/PBI/2011' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 2/ 4 /DKr Jakarta, 11 Februari 2000 S U R A T E D A R A N Kepada BANK PERKREDITAN RAKYAT / BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARI’AH DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) Perihal : Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit / Pembiayaan Modal Kerja melalui Bank Perkreditan Rakyat / Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah dan Kredit / Pembiayaan kepada Pengusaha Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat / Bank Perkreditan Rakyat Syari'ah ----------------------------------------------------------------------------------------- Menunjuk Peraturan Bank Indonesia No. 2/3/PBI/2000 tanggal 1 Februari 2000 tentang Pengalihan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program, dengan ini kami sampaikan penjelasan lebih lanjut sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM 1. Pengalihan pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk skim Kredit / Pembiayaan Modal Kerja melalui Bank Perkreditan Rakyat / Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (KMK-BPR / PMK-BPRS) dan Kredit / Pembiayaan kepada Pengusaha Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat / Bank Perkreditan Rakyat Syari'ah (KPKM-BPR / PPKM-BPRS) kepada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) (PT. PNM), telah dilakukan berdasarkan Perjanjian Pengalihan Pengelolaan KLBI yang ditandatangani pada tanggal 15 November 1999, dan berlaku efektif tanggal 16 November 1999. 2. KLBI ….. 2. KLBI yang dialihkan pengelolaannya meliputi baki debet dan kelonggaran tarik posisi tanggal 16 November 1999 berdasarkan hasil rekonsiliasi antara Bank Indonesia dan BPR / BPRS. 3. Hak tagih atas KLBI yang telah dialihkan kepada PT. PNM, sampai dengan KLBI dimaksud jatuh tempo dan dilunasi atau dilunasi sebelum KLBI jatuh tempo, tetap dimiliki oleh Bank Indonesia. 4. Bunga KLBI yang dialihkan pengelolaannya tetap merupakan hak Bank Indonesia dan akan tetap dihitung dan dibebankan kepada BPR / BPRS sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. BPR / BPRS wajib mengembalikan KLBI pada saat jatuh tempo, sehingga tidak dimungkinkan adanya perpanjangan jangka waktu KLBI. 6. PT. PNM dapat menyalurkan kembali KMK-BPR / PMK-BPRS dan KPKM- BPR / PPKM-BPRS yang dananya berasal dari angsuran pokok KLBI (relending), sepanjang sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. 7. Dalam hal diperlukan penyesuaian ketentuan Bank Indonesia dimaksud, maka PT. PNM harus mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia. 8. Perubahan / penyesuaian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 7 di atas, tidak menunda pelaksanaan pembayaran kembali KLBI kepada Bank Indonesia pada saat jatuh tempo. 9. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan : a. Baki debet adalah jumlah KLBI pada posisi tertentu yang telah ditarik BPR / BPRS dan masih tercatat dalam rekening pinjaman BPR / BPRS di Bank Indonesia. b. Kelonggaran tarik adalah selisih antara komitmen plafon dengan jumlah KLBI yang telah ditarik oleh BPR / BPRS, tidak termasuk jumlah KLBI yang tidak dapat ditarik oleh BPR / BPRS yang bersangkutan dikarenakan telah melampaui batas waktu penarikan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini yang dimaksud komitmen plafon adalah jumlah maksimum penyediaan KLBI yang telah disetujui oleh Bank Indonesia kepada bank pelaksana berdasarkan Surat Perjanjian Kredit (SPK) Individual. c. Jatuh ….. c. Jatuh tempo KLBI adalah jatuh tempo pembayaran angsuran terakhir / pelunasan KLBI sebagaimana ditetapkan dalam SPK antara Bank Indonesia dengan BPR / BPRS. II. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB PT. PNM DALAM PENGELOLAAN KLBI 1. Wewenang dan tanggung jawab PT. PNM dalam pengelolaan KLBI adalah sebagai berikut : a. Melakukan koordinasi dengan BPR / BPRS, sehingga penyaluran kredit dimaksud mencapai sasaran akhir secara efektif dan efisien. b. Membantu melaksanakan pengawasan dan pemantauan atas penyaluran kredit di masing-masing BPR / BPRS, sehingga penyaluran kredit dimaksud mencapai sasaran yang telah ditentukan. c. Mengadministrasikan penyaluran kredit yang dilaksanakan oleh masing- masing BPR / BPRS. d. Melakukan langkah-langkah pengamanan di lapangan yang sifatnya memerlukan penanganan segera, dan melakukan konsultasi sesegera mungkin mengenai hal tersebut kepada Bank Indonesia. e. Mengupayakan agar BPR / BPRS dapat memenuhi kewajibannya kepada Bank Indonesia pada jangka waktu yang telah ditetapkan. f. Menyusun dan menyampaikan laporan atas perkembangan penyaluran dan pengembalian kredit secara periodik kepada Bank Indonesia. g. Mengupayakan sumber pendanaan untuk pelaksanaan penyaluran skim kredit program yang pengelolaannya dialihkan kepada PT. PNM. 2. Untuk keperluan administrasi pengelolaan KLBI, atas mutasi pencairan kelonggaran tarik KLBI dan penarikan KLBI yang telah jatuh tempo maupun pelunasan KLBI sebelum jatuh tempo, PT. PNM memperoleh tembusan / fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut dengan mekanisme sebagai berikut : a. Untuk …… a. Untuk mutasi yang dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), maka KPBI memberitahukan kepada PT. PNM untuk mengambil tembusan / fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut di Bank Indonesia. b. Untuk mutasi yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia (KBI), maka KBI mengirimkan tembusan / fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut kepada PT. PNM. III. TATA CARA PENCAIRAN KELONGGARAN TARIK KLBI 1. Bagi BPR / BPRS yang masih memiliki kelonggaran tarik, agar mengajukan permohonan pencairan KLBI kepada PT. PNM sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Bank Indonesia. 2. Untuk mempermudah pemrosesan permohonan pencairan kelonggaran tarik oleh PT. PNM, BPR / BPRS harus mencantumkan kantor Bank Indonesia yang selama ini memberikan KMK-BPR / PMK-BPRS atau KPKM-BPR / PPKM-BPRS. 3. PT. PNM memproses permohonan pencairan dimaksud. Dalam hal permohonan tersebut dapat disetujui, PT. PNM menyampaikan permohonan dimaksud kepada Bank Indonesia yang selama ini menyediakan plafon KMK-BPR / PMK-BPRS atau KPKM-BPR / PPKM-BPRS tersebut. 4. Bank Indonesia akan melakukan pencairan permohonan dimaksud sepanjang sesuai dengan jadwal pencairan dan kelonggaran tarik yang tersedia untuk masing-masing BPR / BPRS. 5. Pencairan kelonggaran tarik tersebut dilakukan dengan cara Bank Indonesia melimpahkan KLBI tersebut ke rekening BPR/BPRS di bank umum yang ditunjuk oleh BPR/BPRS, melalui kliring. IV. TATA ….. IV. TATA CARA PEMBAYARAN BUNGA KLBI 1. Bank Indonesia melakukan pembebanan pembayaran bunga KMK-BPR / PMK-BPRS atau KPKM-BPR / PPKM-BPRS sebesar bunga yang harus dibayarkan oleh BPR / BPRS sesuai dengan ketentuan skim kredit yang berlaku. 2. Penghitungan bunga dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia untuk masing-masing skim kredit. V. TATA CARA PELUNASAN KLBI 1. Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia menarik kembali seluruh KLBI yang telah dilimpahkan berikut bunga KLBI yang masih terutang dengan cara melakukan pendebetan rekening giro atau tabungan BPR / BPRS yang bersangkutan pada bank umum yang ditunjuk. Untuk itu, BPR / BPRS yang bersangkutan diwajibkan untuk menyediakan dana sejumlah KLBI dan bunga KLBI yang terutang. 2. Dalam hal BPR / BPRS tidak dapat menyediakan dana, maka atas KLBI yang belum dapat dilunasi, Bank Indonesia tetap mengenakan bunga. 3. Dalam hal BPR/BPRS melunasi KLBI sebelum jatuh tempo, maka BPR/BPRS harus memberitahukan Bank Indonesia. Selanjutnya Bank Indonesia mendebet rekening giro/tabungan BPR / BPRS yang bersangkutan pada bank umum yang ditunjuk sebesar jumlah KLBI yang telah dilimpahkan berikut bunga KLBI yang masih terutang. VI. PELAPORAN ….. VI. PELAPORAN Untuk keperluan monitoring atas pelaksanaan pemberian KLBI, BPR / BPRS tetap wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk masing-masing skim dengan tembusan kepada PT. PNM. VII. PENUTUP 1. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka segala ketentuan yang berkaitan dengan pemberian KLBI dan pelaksanaan pengalihan pengelolaan KLBI kepada PT. PNM tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Surat Edaran ini. 2. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 11 Februari 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, A S K A D I DEPUTI DIREKTUR KREDIT DKr/PPKr Lampiran lihat fisik
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/4/DKr|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit / Pembiayaan Modal Kerja melalui Bank Perkreditan Rakyat / Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah dan Kredit / Pembiayaan kepada Pengusaha Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat / Bank Perkreditan Rakyat Syari'ah </reg_title> <set_date> 11 Februari 2000 </set_date> <effective_date> 11 Februari 2000 </effective_date> <related_reg> '2/3/PBI/2000' </related_reg>
No.18/ 41 /DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 236, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5945), Bank Indonesia perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut: I. UMUM A. Pihak dalam Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran 1. Pemrosesan transaksi pembayaran dilakukan oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dan Penyelenggara Penunjang. 2. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran terdiri atas: a. Prinsipal; b. Penyelenggara Switching; c. Penerbit; d. Acquirer; e. Penyelenggara Payment Gateway; f. Penyelenggara Kliring; g. Penyelenggara Penyelesaian Akhir; h. Penyelenggara Transfer Dana; i. Penyelenggara Dompet Elektronik; dan j. Penyelenggara … 2 j. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Dalam pemrosesan transaksi pembayaran, Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dapat bekerjasama dengan Penyelenggara Penunjang guna menunjang terlaksananya pemrosesan transaksi pembayaran. B. Perizinan dan Persetujuan dalam Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran 1. Setiap pihak yang akan bertindak sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir A.2 wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia. 2. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang akan melakukan: a. pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran; b. pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran; dan/atau c. kerja sama dengan pihak lain, wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. C. Kewajiban dalam Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran Dalam penyelenggaraannya, setiap Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran wajib: 1. menerapkan manajemen risiko secara efektif dan konsisten; 2. menerapkan standar keamanan sistem informasi; 3. menyelenggarakan pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik; 4. menerapkan perlindungan konsumen; dan 5. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. D. Laporan … 3 D. Laporan dan Pengawasan dalam Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran 1. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran kepada Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap: a. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran; dan b. Penyelenggara Penunjang yang bekerja sama dengan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, dalam hal diperlukan. II. PERIZINAN SEBAGAI PENYELENGGARA PENYELENGGARA PENYELENGGARA DOMPET ELEKTRONIK A. Persyaratan Memperoleh Izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik 1. Persyaratan Umum a. Persyaratan Umum sebagai Penyelenggara Switching 1) Pihak yang mengajukan izin untuk menjadi Penyelenggara Switching harus berupa: a) Bank; atau b) Lembaga Selain Bank. 2) Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan izin sebagai Penyelenggara Switching harus berbentuk perseroan terbatas yang melakukan kegiatan usaha di bidang teknologi informasi dan/atau sistem pembayaran. 3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dibuktikan antara lain dengan pencantuman kegiatan usaha di bidang teknologi informasi dan/atau sistem pembayaran dalam anggaran dasar. SWITCHING, PAYMENT GATEWAY, DAN/ATAU b. Persyaratan … 4 b. Persyaratan Umum sebagai Penyelenggara Payment Gateway 1) Pihak yang mengajukan izin untuk menjadi Penyelenggara Payment Gateway harus berupa: a) Bank; atau b) Lembaga Selain Bank. 2) Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan izin sebagai Penyelenggara Payment Gateway harus berbentuk perseroan terbatas yang melakukan kegiatan usaha di bidang teknologi informasi dan/atau sistem pembayaran. 3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dibuktikan antara lain dengan pencantuman kegiatan usaha di bidang teknologi informasi dan/atau sistem pembayaran dalam anggaran dasar. c. Persyaratan Umum sebagai Penyelenggara Dompet Elektronik 1) Pihak yang mengajukan izin untuk menjadi Penyelenggara Dompet Elektronik harus berupa: a) Bank; atau b) Lembaga Selain Bank. 2) Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan izin sebagai Penyelenggara Dompet Elektronik harus berbentuk perseroan terbatas. 3) Bank atau Lembaga Selain Bank yang wajib mengajukan izin sebagai Penyelenggara Dompet Elektronik adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menyelenggarakan Dompet Elektronik dengan pengguna aktif telah mencapai atau direncanakan akan mencapai jumlah paling sedikit 300.000 (tiga ratus ribu) pengguna. 2. Persyaratan … 5 2. Persyaratan Aspek Kelayakan sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran a. Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan mengajukan izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik harus memenuhi persyaratan aspek kelayakan sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang meliputi: 1) legalitas dan profil perusahaan; 2) hukum; 3) kesiapan operasional; 4) keamanan dan keandalan sistem; 5) kelayakan bisnis; 6) kecukupan manajemen risiko; dan 7) perlindungan konsumen. b. Pemenuhan persyaratan aspek kelayakan sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibuktikan dengan dokumen sesuai jenis dan materi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Pemenuhan persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c.2) dan persyaratan aspek kelayakan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a.5) dan butir 2.a.6) bagi Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan izin sebagai Penyelenggara Dompet Elektronik juga mempertimbangkan kecukupan modal disetor paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah). B. Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik 1. Permohonan izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik disampaikan kepada Bank Indonesia secara … 6 secara tertulis, dalam Bahasa Indonesia, dan memuat informasi paling sedikit mengenai: a. jenis kegiatan jasa sistem pembayaran yang akan diselenggarakan; b. profil layanan yang akan diselenggarakan; c. penjelasan model bisnis atau mekanisme atas jasa sistem pembayaran yang akan diselenggarakan; rencana waktu dimulainya kegiatan; dan d. e. penanggung jawab (contact person) calon penyelenggara yang dapat dihubungi. 2. Selain memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, permohonan izin sebagai Penyelenggara Dompet Elektronik harus menyebutkan jenis Dompet Elektronik yang akan diselenggarakan, yaitu: a. Dompet Elektronik yang dapat menyimpan data instrumen pembayaran; atau b. Dompet Elektronik yang dapat menyimpan data instrumen pembayaran dan menampung dana. 3. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.b. C. Pemrosesan Permohonan Izin Sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik 1. Terhadap permohonan izin yang diajukan, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Penelitian administratif Penelitian administratif dilakukan terhadap dokumen yang disampaikan oleh calon penyelenggara, meliputi: 1) penelitian kelengkapan dokumen; dan 2) penelitian kebenaran dan kesesuaian dokumen. terhadap b. Analisis kelayakan bisnis calon penyelenggara Analisis dilakukan untuk menilai kelayakan dan potensi … 7 potensi rencana bisnis serta keberlangsungan usaha atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang akan dilakukan, yang paling sedikit meliputi: 1) potensi pasar; 2) 3) rencana kerja sama; rencana wilayah penyelenggaraan; 4) struktur biaya; dan 5) target pendapatan yang akan dicapai. c. Pemeriksaan terhadap calon penyelenggara Pemeriksaan dilakukan melalui kunjungan ke lokasi usaha dan lokasi terkait penyelenggaraan (on site visit) calon penyelenggara untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan dengan kondisi di lapangan, serta untuk memastikan kesiapan operasional. 2. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1), ditemukan bahwa dokumen yang disampaikan tidak lengkap, Bank Indonesia mengembalikan surat dan seluruh dokumen permohonan kepada calon penyelenggara. 3. Dalam hal dokumen yang disampaikan telah lengkap, Bank Indonesia melakukan penelitian kebenaran dan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.2) dan analisis kelayakan bisnis calon penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. 4. Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 3 terdapat dokumen yang tidak benar, dokumen yang tidak sesuai, dan/atau rencana bisnis calon penyelenggara yang dinilai tidak layak, Bank Indonesia menginformasikan secara tertulis kepada calon penyelenggara untuk memperbaiki dokumen yang tidak benar, dokumen yang tidak sesuai, dan/atau rencana bisnis calon penyelenggara yang dinilai tidak layak. 5. Calon penyelenggara harus menyampaikan kembali kepada Bank Indonesia dokumen dan/atau rencana bisnis yang telah … 8 telah diperbaiki dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan Bank Indonesia. 6. Dalam hal sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 5 calon penyelenggara belum menyampaikan dokumen yang telah diperbaiki maka calon penyelenggara dinyatakan telah membatalkan permohonannya. 7. Calon penyelenggara yang telah membatalkan permohonan izinnya sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dapat mengajukan permohonan izin kembali setelah jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan izin dinyatakan batal. 8. Dalam hal dokumen permohonan dinyatakan telah lengkap, benar, dan sesuai dengan persyaratan, serta rencana bisnis dinilai layak, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap calon penyelenggara melalui kunjungan ke lokasi usaha sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. 9. Berdasarkan hasil penelitian administratif, analisis kelayakan bisnis, dan hasil pemeriksaan terhadap calon penyelenggara, Bank Indonesia: a. menyetujui permohonan izin; atau b. menolak permohonan izin. 10. Persetujuan atau penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 9 disampaikan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada calon penyelenggara. D. Pemberitahuan Tanggal Efektif Dimulainya Kegiatan Sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik 1. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik harus menyelenggarakan kegiatan Switching, Payment Gateway, dan/atau Dompet Elektronik paling lambat … 9 lambat 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal surat pemberian izin dari Bank Indonesia. 2. Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik yang telah menyelenggarakan kegiatan Switching, Payment Gateway, dan/atau Dompet Elektronik sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik. 3. Dalam hal Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik tidak menyelenggarakan kegiatan Switching, Payment Gateway, dan/atau Dompet Elektronik dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1 maka izin yang telah diberikan oleh Bank Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku. III. PERSYARATAN KEPEMILIKAN SAHAM BAGI PRINSIPAL, PENYELENGGARA SWITCHING, PENYELENGGARA KLIRING, DAN PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR A. Persyaratan Kepemilikan Saham Bagi Calon Prinsipal, Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir 1. Pihak yang akan mengajukan izin sebagai Prinsipal, Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir harus berbentuk perseroan terbatas yang paling sedikit 80% (delapan puluh persen) sahamnya dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia; dan/atau b. badan hukum Indonesia. 2. Dalam hal terdapat kepemilikan asing pada pihak sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b maka perhitungan jumlah … 10 jumlah kepemilikan asing tersebut meliputi kepemilikan secara langsung dan kepemilikan secara tidak langsung. B. Perhitungan Persentase Kepemilikan Saham Bagi Calon Prinsipal, Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir 1. Kepemilikan asing sebagaimana dimaksud dalam butir A.2, diperhitungkan sebagai berikut: a. kepemilikan langsung dihitung berdasarkan 1 (satu) jenjang kepemilikan saham di atas calon Prinsipal, Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir; dan b. kepemilikan tidak langsung dihitung berdasarkan 2 (dua) jenjang kepemilikan saham di atas calon Prinsipal, Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir. Contoh perhitungan kepemilikan asing tercantum dalam Lampiran. 2. Perhitungan kepemilikan asing sebagaimana dimaksud pada angka 1 untuk saham perseroan terbuka hanya dilakukan terhadap kepemilikan saham dengan persentase sebesar 5% (lima persen) atau lebih. 3. Bank Indonesia melakukan pemantauan terhadap pemenuhan persentase kepemilikan saham sebagaimana dimaksud dalam butir A.1. IV. PERSETUJUAN PENGEMBANGAN KEGIATAN JASA SISTEM PEMBAYARAN, PENGEMBANGAN PRODUK DAN AKTIVITAS JASA SISTEM PEMBAYARAN, SERTA PERSETUJUAN KERJA SAMA A. Persetujuan Penyelenggaraan Pengembangan Kegiatan Jasa Sistem Pembayaran, Pengembangan Produk dan Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran, serta Persetujuan Kerja Sama 1. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telah memperoleh izin dan akan melakukan: a. pengembangan … 11 a. pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran; dan/atau b. kerja sama dengan pihak lain yaitu Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran lain dan/atau Penyelenggara Penunjang, wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. 2. Termasuk dalam pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a berupa: a. penyelenggaraan Payment Gateway oleh Penerbit dan/atau Acquirer; b. penyelenggaraan Dompet Elektronik oleh: 1) Bank; atau 2) Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin sebagai Penerbit uang elektronik; dan/atau c. penyelenggaraan Proprietary Channel oleh Bank. 3. Termasuk dalam pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b seperti: a. perubahan mekanisme autentikasi instrumen pembayaran dan otorisasi transaksi pembayaran; b. penambahan fitur auto top-up saldo; c. pengembangan infrastruktur dan standar keamanan; d. pengembangan produk yang memiliki fungsi lebih dari satu instrumen pembayaran; dan/atau e. pengembangan produk dan aktivitas yang berkaitan dengan inovasi layanan dan teknologi sistem pembayaran yang meningkatkan eksposur risiko secara signifikan. B. Persyaratan … 12 B. Persyaratan Memperoleh Persetujuan Pengembangan Kegiatan Jasa Sistem Pembayaran, Pengembangan Produk dan Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran, serta Persetujuan Kerja Sama 1. Persyaratan memperoleh persetujuan pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran dan pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran a. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang akan mengajukan persetujuan pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran dan/atau pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran harus memenuhi persyaratan yang meliputi aspek: 1) kesiapan operasional; 2) keamanan dan keandalan sistem; 3) penerapan manajemen risiko; dan 4) perlindungan konsumen. b. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibuktikan dengan dokumen sesuai jenis dan materi sebagaimana tercantum dalam Lampiran. 2. Persyaratan Memperoleh Persetujuan Kerja Sama a. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran harus memastikan bahwa pihak yang diajak bekerja sama memenuhi persyaratan yang meliputi aspek: 1) legalitas dan profil perusahaan; 2) kompetensi; 3) kinerja; 4) keamanan dan keandalan sistem dan infrastruktur; dan 5) hukum. b. Pemenuhan persyaratan sebagai sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibuktikan dengan dokumen sesuai jenis dan materi sebagaimana tercantum dalam Lampiran. C. Tata … 13 C. Tata Cara Pengajuan Permohonan Persetujuan Pengembangan Kegiatan Jasa Sistem Pembayaran, Pengembangan Produk dan Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran, serta Persetujuan Kerja Sama 1. Permohonan persetujuan pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, serta persetujuan kerja sama disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan memuat informasi paling sedikit mengenai: a. pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama yang akan diselenggarakan termasuk dasar pertimbangan dilakukannya kerja sama; dan b. rencana waktu dimulainya kegiatan pengembangan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama. 2. Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum dilakukan pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama. 3. Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b untuk persetujuan pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran dan/atau pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran dan/atau butir B.2.b untuk persetujuan kerja sama. D. Pemrosesan Permohonan Persetujuan Pengembangan Kegiatan Jasa Sistem Pembayaran, Pengembangan Produk dan Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran, dan/atau Kerja Sama 1. Terhadap permohonan persetujuan yang diterima, Bank Indonesia melakukan hal sebagai berikut: a. Penelitian … 14 a. Penelitian administratif Penelitian administratif dilakukan terhadap dokumen yang disampaikan oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, meliputi: 1) penelitian kelengkapan dokumen; dan 2) penelitian kebenaran dan kesesuaian dokumen. b. Analisis terhadap kinerja Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Analisis dilakukan untuk menilai kinerja Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran antara lain: 1) kepatuhan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran terhadap peraturan perundang- undangan dan/atau kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran atau yang berkaitan dengan bidang sistem pembayaran, termasuk kepatuhan terkait kepesertaan dalam Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dan/atau Bank Indonesia Scriptless Security Settlement System (BI SSSS); 2) penerapan manajemen risiko antara lain risiko operasional dan risiko setelmen; 3) penerapan perlindungan konsumen antara lain penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah; 4) kinerja finansial; dan/atau 5) tata kelola yang baik dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran. c. Pemeriksaan … 15 c. Pemeriksaan terhadap Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran melalui kunjungan ke lokasi usaha Pemeriksaan dilakukan melalui kunjungan ke lokasi usaha dan lokasi terkait penyelenggaraan (on site visit) untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan serta memastikan kesiapan operasional, jika diperlukan. 2. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1), ditemukan bahwa dokumen yang disampaikan tidak lengkap, Bank Indonesia mengembalikan surat dan seluruh dokumen permohonan kepada Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran. 3. Dalam hal dokumen yang disampaikan telah lengkap, Bank Indonesia melakukan penelitian kebenaran dan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.2) dan analisis kinerja Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. 4. Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 3 terdapat dokumen yang tidak benar, dan/atau dokumen yang tidak sesuai, Bank Indonesia menginformasikan secara tertulis kepada Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran untuk memperbaiki dokumen yang tidak benar dan/atau dokumen yang tidak sesuai. 5. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran harus menyampaikan kembali kepada Bank Indonesia dokumen yang telah diperbaiki dan/atau disesuaikan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan tertulis disampaikan oleh Bank Indonesia. 6. Dalam hal sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 5 Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran belum menyampaikan dokumen yang telah disesuaikan maka Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dinyatakan … 16 dinyatakan telah membatalkan permohonannya. 7. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telah membatalkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dapat mengajukan permohonan kembali setelah jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan persetujuan dinyatakan batal. 8. Dalam hal dokumen permohonan dinyatakan telah lengkap, benar, dan sesuai dengan persyaratan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran melalui kunjungan ke lokasi usaha sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan, serta untuk memastikan kesiapan operasional. 9. Berdasarkan hasil penelitian administratif dokumen, analisis kinerja Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, dan hasil pemeriksaan terhadap calon penyelenggara melalui kunjungan ke lokasi usaha jika ada, Bank Indonesia: a. menyetujui permohonan persetujuan; atau b. menolak permohonan persetujuan. 10. Persetujuan atau penolakan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 9 disampaikan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran. 11. Pelaksanaan pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir 9.a. E. Pemberitahuan … 17 E. Pemberitahuan Dimulainya Pengembangan Kegiatan Jasa Sistem Pembayaran, Pengembangan Produk dan Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran, dan/atau Kerja Sama 1. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telah memperoleh persetujuan pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama harus menyelenggarakan kegiatannya tersebut paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal surat pemberian persetujuan dari Bank Indonesia. 2. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telah menyelenggarakan kegiatan pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus menyampaikan laporan realisasi secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif dimulainya pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama. 3. Laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilampiri dengan dokumen yang membuktikan telah dilaksanakannya pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama, antara lain perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani para pihak, dan/atau dokumen publikasi produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran baru yang diselenggarakan. 4. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang tidak menyelenggarakan kegiatan pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1 maka persetujuan yang telah diberikan oleh Bank Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku. V. PEMROSESAN … 18 V. PEMROSESAN TRANSAKSI PEMBAYARAN SECARA DOMESTIK A. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran wajib menyelenggarakan pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik. B. Transaksi pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf A yang wajib diproses secara domestik adalah transaksi pembayaran yang: 1. menggunakan instrumen pembayaran yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia atau merupakan layanan pembayaran yang disediakan oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran; dan 2. dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. C. Pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik sebagaimana dimaksud dalam huruf A berlaku untuk tahapan otorisasi, kliring, dan penyelesaian akhir (setelmen). D. Kewajiban pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik sebagaimana dimaksud dalam huruf A dilaksanakan sebagai berikut: a. untuk Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang memproses transaksi alat pembayaran dengan menggunakan kartu, tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai alat pembayaran dengan menggunakan kartu, antara lain ketentuan mengenai implementasi standar nasional teknologi chip dan penggunaan personal identification number online 6 (enam) digit untuk kartu ATM dan/atau kartu debet yang diterbitkan di Indonesia; dan b. untuk Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang memproses transaksi uang elektronik dan/atau transaksi sistem pembayaran lainnya, tunduk pada ketentuan yang akan ditetapkan kemudian oleh Bank Indonesia. VI. PENYELENGGARAAN … 19 VI. PENYELENGGARAAN DOMPET ELEKTRONIK YANG DAPAT MENYIMPAN DATA INSTRUMEN PEMBAYARAN DAN MENAMPUNG DANA A. Penggunaan Dana pada Dompet Elektronik 1. Dana yang ditampung pada Dompet Elektronik hanya dapat digunakan untuk tujuan pembayaran. 2. Tujuan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 mencakup: a. pembayaran transaksi belanja (purchasing); dan b. pembayaran tagihan. 3. Dana yang ditampung pada Dompet Elektronik tidak dapat dipindahkan ke Dompet Elektronik lain. B. Penambahan dan Penarikan Dana pada Dompet Elektronik 1. Penambahan dana pada Dompet Elektronik dapat dilakukan antara lain dengan cara penyetoran tunai, transfer atau auto debet rekening simpanan atau uang elektronik. 2. Pengguna hanya dapat melakukan penarikan dana dari Dompet Elektronik dengan cara: a. memindahkan dana ke rekening simpanan pengguna Dompet Elektronik di Bank yang telah didaftarkan kepada Penyelenggara Dompet Elektronik; atau b. menarik dana secara tunai dalam rangka pengakhiran penggunaan Dompet Elektronik (redeem). C. Batas Dana Dompet Elektronik Batas dana yang dapat ditampung dalam Dompet Elektronik paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). D. Pencatatan Identitas dan Transaksi Pengguna 1. Penyelenggara Dompet Elektronik harus melakukan pencatatan identitas dan transaksi pengguna Dompet Elektronik. 2. Penyelenggara Dompet Elektronik harus memelihara dan menatausahakan seluruh data identitas dan transaksi pengguna Dompet Elektronik. 3. Pencatatan … 20 3. Pencatatan identitas dan transaksi pengguna harus dapat mendukung pemenuhan penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. VII. PENYELENGGARAAN PAYMENT GATEWAY YANG MELAKUKAN FUNGSI UNTUK MENYELESAIKAN PEMBAYARAN KEPADA PEDAGANG (MERCHANT AGGREGATOR) A. Penyelenggara Payment Gateway wajib: 1. memiliki dan menjalankan mekanisme dan prosedur mengenai: a. asesmen kelayakan pedagang (merchant aquisition) yang difasilitasi dengan penyediaan Payment Gateway; dan b. penyelesaian pembayaran kepada pedagang; dan 2. melakukan evaluasi terhadap kelancaran dan keamanan transaksi pembayaran yang dilakukan melalui pedagang. B. Dalam melakukan asesmen terhadap pedagang sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.a, Penyelenggara Payment Gateway harus memastikan bahwa: 1. bidang usaha pedagang tidak termasuk bidang usaha yang dilarang oleh undang-undang; dan 2. pedagang mampu menjaga kerahasiaan data/informasi identitas konsumen dan transaksi pembayaran. C. Penyelenggara Payment Gateway harus menyediakan layanan atau informasi terkait pemrosesan transaksi pembayaran kepada pedagang untuk mendukung terlaksananya penyerahan barang dan/atau jasa dari pedagang kepada konsumen setelah konsumen melakukan pembayaran dalam transaksi online. VIII. PENGAWASAN DAN LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN JASA SISTEM PEMBAYARAN A. Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Switching, Payment Gateway, Dompet Elektronik, dan Proprietary Channel 1. Bank … 21 1. Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung dan pengawasan langsung terhadap Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel. 2. Pengawasan bertujuan untuk: a. menilai kepatuhan Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel terhadap peraturan perundang- undangan di bidang Sistem Pembayaran; dan b. memastikan penyelenggaraan Sistem Pembayaran dilakukan secara lancar, aman, efisien, dan andal dengan memperhatikan perluasan akses, perlindungan konsumen, dan kepentingan nasional serta mengacu pada peraturan perundang-undangan. 3. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung terhadap pihak yang bekerjasama dengan Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan/atau Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel. 4. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan tidak langsung, Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan/atau Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel menyampaikan dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan kepada Bank Indonesia. 5. Dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 disampaikan melalui pelaporan, pertemuan langsung, dan/atau sarana komunikasi lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 6. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan langsung, setiap Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan/atau Bank yang menyelenggarakan … wajib 22 menyelenggarakan Proprietary Channel wajib memberikan kepada pengawas atau pihak lain yang ditugaskan oleh Bank Indonesia antara lain: a. dokumen, data, informasi, dan/atau laporan yang diminta; b. keterangan dan/atau penjelasan baik lisan maupun tertulis; dan/atau c. akses terhadap sistem informasi, antara lain akses terhadap aplikasi, database, dan sistem pelaporan; yang diperlukan dalam pengawasan langsung. 7. Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan/atau Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel wajib bertanggung jawab atas kebenaran dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan yang diberikan. 8. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan pengawasan langsung. 9. Pihak yang ditugaskan melakukan pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 8 wajib menjaga kerahasiaan dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan yang diperoleh dari hasil pengawasan langsung. B. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Jasa Sistem Pembayaran yang Disampaikan oleh Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan/atau Penyelenggara Proprietary Channel 1. Laporan Berkala a. Jenis Laporan Berkala Laporan berkala terdiri atas: 1) laporan bulanan yang paling sedikit memuat informasi mengenai nilai dan volume transaksi; 2) laporan triwulanan yang paling sedikit memuat informasi mengenai pencatatan dan penanganan fraud yang terjadi berupa: a) frekuensi kejadian; b) penyebab … 23 b) penyebab fraud; dan c) nilai kerugian akibat fraud; 3) laporan tahunan yaitu laporan rencana bisnis penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, yang paling sedikit memuat informasi mengenai: a) realisasi rencana kerja dan target pengembangan usaha tahun sebelumnya; dan b) rencana kerja dan target pengembangan usaha 1 (satu) tahun ke depan termasuk rencana pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan/atau kerja sama dengan pihak lain; dan 4) laporan hasil audit sistem informasi dari auditor independen eksternal atau internal secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun, dengan cakupan audit paling sedikit meliputi: a) kerahasiaan data (confidentiality); b) integritas sistem dan data (integrity); c) otentikasi sistem dan data (authentication); d) pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang telah dilakukan (non- repudiation); dan e) ketersediaan sistem (availability). b. Laporan Berkala yang Wajib Disampaikan 1) Penyelenggara Switching Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh Penyelenggara Switching kepada Bank Indonesia yaitu: a) b) laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1); laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam butir a.3); dan c) laporan … 24 c) laporan hasil audit sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam butir a.4). 2) Penyelenggara Payment Gateway Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh Penyelenggara Payment Gateway kepada Bank Indonesia yaitu: a) b) c) d) laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1); laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam butir a.2); laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam butir a.3); dan laporan hasil audit sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam butir a.4). 3) Penyelenggara Dompet Elektronik Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh Penyelenggara Dompet Elektronik kepada Bank Indonesia yaitu: a) b) c) d) laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1); laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam butir a.2); laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam butir a.3); dan laporan hasil audit sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam butir a.4). 4) Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel kepada Bank Indonesia yaitu: a) laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1); b) laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam butir a.2); dan c) laporan … 25 c) laporan hasil audit sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam butir a.4). 2. Laporan Insidental a. Laporan insidental merupakan laporan tertulis yang disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia oleh Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel kepada Bank Indonesia, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan Bank Indonesia. b. Jenis laporan insidental meliputi: 1) laporan gangguan dalam pemrosesan transaksi pembayaran, yang harus disampaikan oleh Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel dalam hal terjadi gangguan pada penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, termasuk upaya yang telah dilakukan untuk menanggulanginya, antara lain: a) tidak berfungsinya pusat data (data center) dan pusat pemulihan bencana (disaster recovery center); b) kegagalan jaringan (network failure) dalam memproses transaksi pembayaran; dan/atau c) fraud yang terjadi dan disertai informasi terkait kronologis dan dampak kerugian yang diakibatkan; 2) laporan perubahan modal dan/atau perubahan susunan pemegang saham serta perubahan susunan pengurus; 3) laporan terjadinya force majeure yaitu suatu keadaan yang terjadi di luar kekuasaan Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan Bank … 26 Bank yang menyelenggarakan Proprietary Channel yang menyebabkan penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran tidak dapat dilakukan yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat yang berwenang setempat, termasuk Bank Indonesia; 4) laporan perubahan data dan informasi pada dokumen yang disampaikan pada saat mengajukan permohonan izin kepada Bank Indonesia, antara lain perubahan: a) nama dan/atau alamat kantor; b) dokumen pokok-pokok hubungan bisnis; c) pengaturan hak dan kewajiban para pihak; d) perjanjian kerja sama; e) para pihak yang bekerjasama; f) prosedur penyelesaian sengketa; dan/atau g) 5) laporan lainnya, yaitu a) laporan lainnya yang dibutuhkan Bank Indonesia. laporan data dan informasi terkait pemrosesan transaksi pembayaran yang diminta dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia. b) laporan dalam rangka pengembangan produk dan aktivitas selain pengembangan fitur, jenis, layanan, atau fasilitas produk dan/atau aktivitas jasa sistem pembayaran yang wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia, antara lain laporan rencana dan realisasi penyelenggaraan co-branding yang paling kurang memuat informasi mengenai: (1) penjelasan … 27 (1) penjelasan pengembangan produk dan aktivitas; (2) hak, kewajiban, dan risiko; dan (3) mekanisme penanganan penyelesaian pengaduan konsumen. C. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Jasa Sistem Pembayaran yang Disampaikan oleh Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir 1. Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir kepada Bank Indonesia yaitu: a. b. c. laporan bulanan; laporan triwulanan; laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a.3); dan d. laporan hasil audit sistem informasi. 2. Jenis informasi dan tata cara penyampaian laporan bulanan, laporan triwulanan, dan laporan hasil audit sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 bagi Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai alat pembayaran dengan menggunakan kartu atau ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai uang elektronik. D. Format dan Tata Cara Penyampaian Laporan 1. Laporan bulanan dan laporan triwulanan a. Laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a.1) dan laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a.2) disampaikan secara online dengan format dan tata cara penyampaian laporan, mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyampaian laporan secara online. b. Dalam … 28 b. Dalam hal Bank Indonesia belum memberlakukan sistem penyampaian laporan secara online sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka laporan bulanan dan laporan triwulanan disampaikan secara manual kepada Bank Indonesia paling lambat setiap tanggal 15 bulan berikutnya dalam bentuk dokumen cetak (hardcopy) dan/atau dokumen digital (softcopy) melalui media penyimpanan dengan format laporan sebagaimana Lampiran. 2. Laporan tahunan a. Laporan tahunan berupa laporan rencana bisnis penyelenggaraan jasa sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a.3) dan butir C.1.c harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 15 Desember tahun berjalan dengan format laporan sebagaimana Lampiran. Apabila tanggal 15 Desember jatuh pada hari libur maka laporan harus sudah diterima pada hari kerja berikutnya. b. Dalam hal Penyelengara Jasa Sistem Pembayaran mempunyai lebih dari 1 (satu) izin maka Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran diwajibkan menyampaikan 1 (satu) laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang mencakup seluruh kegiatan jasa sistem pembayaran yang diselenggarakan. 3. Laporan hasil audit sistem informasi Laporan hasil audit sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a.4) harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak hasil audit sistem informasi diterbitkan. 4. Laporan insidental a. Laporan insidental berupa laporan gangguan dalam pemrosesan transaksi pembayaran sebagaimana dimaksud dalam B.2.b.1) dan laporan terjadinya force majeure sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.b.3) harus disampaikan kepada Bank Indonesia segera setelah … 29 setelah kejadian baik melalui telepon, faksimili, dan/atau sarana informasi lainnya yang diikuti dengan penyampaian laporan secara tertulis paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah kejadian. b. Laporan insidental berupa laporan perubahan modal dan/atau perubahan susunan pemegang saham serta perubahan susunan pengurus sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.b.2) dan laporan perubahan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.b.4) harus disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak dilakukannya perubahan. c. Laporan insidental sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.b.5) berupa: 1) laporan data dan informasi terkait pemrosesan transaksi pembayaran yang diminta dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia harus disampaikan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 2) laporan pengembangan produk dan aktivitas selain pengembangan fitur, jenis, layanan, atau fasilitas produk dan/atau aktivitas jasa sistem pembayaran yang wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia harus disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pengembangan dilakukan; dan 3) laporan rencana co-branding harus disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum penyelenggaraan co-branding dan laporan realisasi co-branding harus disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah penyelenggaraan co-branding. E. Laporan … 30 E. Laporan Penyelenggaraan Dompet Elektronik yang Tidak Terkena Kewajiban Izin 1. Pihak yang menyelenggarakan Dompet Elektronik dengan jumlah pengguna Dompet Elektronik di bawah 300.000 (tiga ratus ribu) pengguna dan belum memperoleh izin dari Bank Indonesia harus menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan penyelenggaraan kegiatan dimaksud secara tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia. 2. Laporan penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berupa: a. laporan pemberitahuan penyelenggaraan Dompet Elektronik yang paling sedikit meliputi informasi mengenai: 1) profil perusahaan; 2) 3) 4) b. informasi umum mengenai Dompet Elektronik yang diselenggarakan; jumlah pengguna; dan target pendapatan; laporan triwulanan penyelenggaraan Dompet Elektronik yang paling sedikit meliputi informasi mengenai: 1) 2) nilai dan volume transaksi. 3. Laporan pemberitahuan penyelenggaraan Dompet Elektronik sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a disampaikan kepada Bank Indonesia 1 (satu) kali paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak dimulainya penyelenggaraan Dompet Elektronik 4. Laporan triwulanan penyelenggaraan Dompet Elektronik sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. jumlah pengguna dan jumlah Dompet Elektronik; dan IX. PENGGABUNGAN … 31 IX. PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMISAHAN, ATAU PENGAMBILALIHAN PENYELENGGARA JASA SISTEM PEMBAYARAN A. Peralihan Izin Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan Penyelenggara Dompet Elektronik dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan 1. Penggabungan a. Penggabungan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu badan hukum atau lebih untuk menggabungkan diri dengan badan hukum lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari badan hukum yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada badan hukum yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. b. Dalam hal pihak yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik dari Bank Indonesia akan melakukan penggabungan dengan pihak lain yang telah atau belum memperoleh izin dari Bank Indonesia, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) jika pihak hasil penggabungan merupakan pihak yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik dari Bank Indonesia maka pihak hasil penggabungan tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatannya sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik; atau 2) jika pihak hasil penggabungan merupakan pihak yang belum memperoleh izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway … 32 Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik dari Bank Indonesia maka pihak hasil penggabungan tersebut wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk dapat melanjutkan kegiatan sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik. 2. Peleburan a. Peleburan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan dua badan hukum atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu badan hukum baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari badan hukum yang meleburkan diri dan status badan hukum yang meleburkan diri berakhir karena hukum. b. Pihak hasil peleburan wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia untuk dapat melanjutkan kegiatan sebagai Penyelenggara Penyelenggara Penyelenggara Dompet Elektronik. 3. Pemisahan a. Pemisahan merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan: 1) seluruh aktiva dan pasiva badan hukum beralih karena hukum kepada 2 (dua) badan hukum atau lebih yang menerima peralihan dan badan hukum Indonesia yang melakukan pemisahan tersebut berakhir karena hukum (pemisahan murni); atau 2) sebagian aktiva dan pasiva badan hukum beralih karena hukum kepada 1 (satu) badan hukum lain atau lebih yang menerima pengalihan, dan badan hukum yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada (pemisahan tidak murni). Switching, Payment Gateway, dan/atau b. Dalam … 33 b. Dalam hal pihak yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik melakukan pemisahan murni, pihak hasil pemisahan murni harus memperoleh izin terlebih dahulu untuk melakukan kegiatan sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik. c. Dalam hal pihak yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik melakukan pemisahan tidak murni, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) izin sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik tetap melekat pada pihak yang melakukan pemisahan tidak murni. Pihak yang melakukan pemisahan tidak murni tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai pemisahan tidak murni tersebut; dan 2) pihak hasil pemisahan tidak murni wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia dalam hal akan melakukan kegiatan sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik. B. Pengambilalihan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran 1. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih saham badan hukum yang menyebabkan beralihnya pengendalian atas badan hukum tersebut. 2. Dalam hal akan dilakukan pengambilalihan terhadap pihak yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. dalam … 34 a. dalam hal pengambilalihan akan dilakukan terhadap Bank yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran maka Bank tersebut wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana pengambilalihan tersebut; dan b. dalam hal pengambilalihan akan dilakukan terhadap Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dari Bank Indonesia maka Lembaga Selain Bank tersebut wajib menyampaikan permohonan persetujuan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana pengambilalihan tersebut. 3. Laporan rencana pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a dan permohonan persetujuan pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b, paling sedikit meliputi informasi mengenai: a. latar belakang pengambilalihan; b. pihak yang akan melakukan pengambilalihan; c. target waktu pelaksanaan pengambilalihan; d. susunan pemilik dan/atau pemegang saham pengendali dan komposisi kepemilikan saham setelah pengambilalihan; dan e. rencana bisnis setelah pengambilalihan, khususnya terkait kegiatan jasa sistem pembayaran yang diselenggarakan. C. Laporan atau Permohonan Izin dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan 1. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.b.1) dan butir A.3.c.1), disampaikan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. laporan disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan ditujukan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Surveilans Sistem Keuangan; dan b. laporan … 35 b. laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana penggabungan, peleburan, pemisahan kepada otoritas yang berwenang. 2. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.b.2), butir A.2.b, dan butir A.3.c.2), disampaikan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. permohonan izin disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan ditujukan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana penggabungan, peleburan, atau pemisahan kepada otoritas yang berwenang mengawasi Bank, atau Lembaga Selain Bank jika ada; b. tata cara pengajuan dan pemrosesan permohonan izin dilakukan sesuai dengan ketentuan tata cara dan proses perizinan sebagaimana dimaksud dalam Bab II; dan c. permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf a disertai pula dengan rencana pemberitahuan rencana penggabungan, peleburan, atau pemisahan kepada pengguna jasa sistem pembayaran. D. Laporan atau Persetujuan dalam rangka Pengambilalihan 1. Laporan rencana pengambilalihan bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran berupa Bank sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.a disampaikan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Surveilans Sistem Keuangan bersamaan dengan pengambilalihan kepada otoritas yang berwenang. 2. Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.b disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan ditujukan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Surveilans Sistem Keuangan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum rencana pengambilalihan dilakukan. E. Perubahan … penyampaian permohonan izin rencana 36 E. Perubahan Direksi dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan 1. Apabila dalam penggabungan, peleburan, atau pemisahan terdapat perubahan anggota direksi yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan Switching, Payment Gateway, dan Dompet Elektronik maka rencana perubahan tersebut harus dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia. 2. Dalam hal menurut penilaian Bank Indonesia, calon anggota direksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak memenuhi persyaratan maka Bank Indonesia dapat meminta penggantian calon anggota direksi tersebut. 3. Penilaian Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dapat didasarkan pada informasi yang diperoleh dari hasil pemeriksaan administratif dan/atau hasil wawancara dengan calon anggota direksi yang bersangkutan. X. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF A. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang teguran; Transaksi Pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa: 1. 2. denda; 3. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan jasa sistem pembayaran; dan/atau 4. pencabutan izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran. B. Dalam mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, butir A.3, dan/atau butir A.4, Bank Indonesia mempertimbangkan: 1. tingkat kesalahan dan/atau pelanggaran; dan 2. akibat yang ditimbulkan terhadap: a. aspek kelancaran dan keamanan sistem pembayaran; b. aspek … Penyelenggaraan Pemrosesan 37 b. aspek perlindungan konsumen; c. aspek anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme; dan/atau d. aspek lainnya. C. Dalam mengenakan sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam butir A.2, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. sanksi administratif berupa denda dikenakan terhadap pelanggaran kewajiban penyampaian laporan secara online kepada Bank Indonesia; 2. besarnya nominal denda berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyampaian laporan secara online kepada Bank Indonesia; 3. dalam hal Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran berupa Bank maka pengenaan sanksi administratif berupa denda dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Bank di Bank Indonesia; dan 4. dalam hal Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran berupa Lembaga Selain Bank maka pengenaan sanksi administratif berupa denda dilakukan melalui transfer dana oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran ke rekening Bank Indonesia dengan besaran denda dan nomor rekening sebagaimana diinformasikan dalam surat pengenaan sanksi. XI. PENCABUTAN IZIN ATAS PERMINTAAN SENDIRI A. Pencabutan izin atas permintaan tertulis dari Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana penghentian kegiatan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum tanggal penghentian kegiatan dan dilengkapi dengan informasi mengenai: a. alasan penghentian kegiatan; b. tanggal efektif penghentian kegiatan; dan c. mekanisme … 38 c. mekanisme pemberitahuan atau publikasi kepada pihak terkait mengenai rencana penghentian kegiatan; 2. terhadap permohonan pengentian kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank Indonesia mengeluarkan surat pencabutan izin kegiatan sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran; 3. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran harus melaporkan pelaksanaan penghentian kegiatan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pencabutan izin dari Bank Indonesia yang dilengkapi dengan: a. dokumen penyelesaian hak dan kewajiban kepada pihak terkait; dan b. surat pernyataan dari pengurus bahwa segala tuntutan yang timbul setelah penghentian kegiatan sebagai Penyelenggara Switching, Penyelenggara Payment Gateway, dan/atau Penyelenggara Dompet Elektronik menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pengurus. B. Informasi pencabutan izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran oleh Bank Indonesia dipublikasikan antara lain melalui website Bank Indonesia. XII. KETENTUAN LAIN-LAIN A. Pihak yang telah menyelenggarakan kegiatan Switching, Payment Gateway, dan/atau Dompet Elektronik wajib menyesuaikan kegiatan usahanya dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini pada saat mengajukan izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yaitu paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. B. Permohonan izin, permohonan persetujuan, dan laporan termasuk surat menyurat kepada Bank Indonesia dalam rangka penyelenggaraan … 39 penyelenggaraan kegiatan sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. permohonan izin disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran, dengan alamat Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Gedung D Lantai 5, Jalan M.H.Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350; 2. laporan penyelenggaraan Dompet Elektronik yang tidak terkena kewajiban izin disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran, dengan alamat Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Gedung D Lantai 5, Jalan M.H.Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350; 3. permohonan pencabutan izin atas permintaan sendiri disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran, dengan alamat Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Gedung D Lantai 5, Jalan M.H.Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350; 4. permohonan persetujuan pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, serta persetujuan kerja sama disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan, dengan alamat Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Gedung D Lantai 9, Jalan M.H.Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350; dan 5. laporan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan, dengan alamat Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Gedung D Lantai 9, Jalan M.H.Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350. C. Dalam hal terjadi perubahan alamat sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. XIII. KETENTUAN … 40 XIII. KETENTUAN PERALIHAN A. Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.B.1.a.3) bagi pihak yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku untuk pertama kali disampaikan pada tanggal 15 Maret 2017. B. Laporan pemberitahuan penyelenggaraan Dompet Elektronik sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.E.2 bagi pihak yang telah menyelenggarakan Dompet Elektronik sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku disampaikan kepada Bank Indonesia 1 (satu) kali paling lambat 6 (enam) bulan setelah Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Desember 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ENI V. PANGGABEAN KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/41/DKSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran </reg_title> <set_date> 30 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2016 </effective_date> <related_reg> '18/40/PBI/2016' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
No. 9/35/DASP Jakarta, 18 Desember 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA Perihal : Penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516), PBI Nomor 8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4669), Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan SE BI Nomor 9/15/DASP tanggal 29 Juni 2007, dan SE BI Nomor 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah sebagai berikut. A. PENGERTIAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan: 1. Kliring Antar Wilayah adalah penyelenggaraan Kliring Debet atas Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantor Bank yang bukan Peserta di Wilayah Kliring dimana Cek dan Bilyet Giro tersebut dikliringkan. 2. Cek … 2 2. Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah adalah Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantor Bank Peserta Kliring Antar Wilayah dan dikliringkan di luar Wilayah Kliring kantor Bank penerbit. 3. Peserta Kliring Antar Wilayah adalah Bank yang telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia, agar Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh seluruh kantornya dapat dikliringkan di seluruh Wilayah Kliring dimana terdapat kantor Bank tersebut yang menjadi Peserta. 4. Wilayah Kliring Terkait adalah Wilayah Kliring dimana terdapat Peserta dari kantor Bank Peserta Kliring Antar Wilayah atau terdapat kantor Bank yang sedang mengajukan pendaftaran untuk menjadi Peserta Kliring Antar Wilayah. 5. Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah adalah kantor Peserta Kliring Antar Wilayah yang menjadi Peserta di suatu Wilayah Kliring yang ditunjuk untuk menerima dan memproses Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah yang dikliringkan di Wilayah Kliring tersebut. 6. Bank Pemohon adalah kantor pusat Bank atau kantor cabang bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri. B. KEPESERTAAN KLIRING ANTAR WILAYAH 1. Tata Cara Pendaftaran Menjadi Peserta Kliring Antar Wilayah Dalam rangka meningkatkan efisiensi sistem pembayaran, Bank yang sudah dapat melakukan validasi atas Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah di seluruh Indonesia dapat menjadi Peserta Kliring Antar Wilayah. Terkait dengan hal tersebut, Peserta lainnya dimungkinkan untuk mengkliringkan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah yang diterbitkan kantor Bank Peserta Kliring Antar Wilayah melalui penyelenggaraan Kliring Debet di seluruh Wilayah Kliring Terkait. Pendaftaran sebagai Peserta Kliring Antar Wilayah dilakukan satu kali oleh Bank Pemohon dan berlaku bagi seluruh kantor Bank Pemohon di Indonesia. Tata cara pendaftaran diatur sebagai berikut : a. Bank … 3 a. Bank Pemohon mengajukan surat permohonan pendaftaran kepada Bagian Kliring c.q. Penyelenggara Kliring Nasional (PKN), Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia, Gedung D Lantai 2, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta Pusat 10350, dengan melampirkan : 1) daftar seluruh Peserta dari Bank Pemohon; dan 2) daftar Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah di setiap Wilayah Kliring Terkait. Contoh format surat dan contoh format daftar Peserta dan daftar Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.a dan Lampiran 1.b. b. Apabila Bank Pemohon melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah secara bersamaan, maka pendaftaran sebagai Peserta Kliring Antar Wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a, berlaku untuk kantor Peserta yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah. c. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, PKN melakukan : 1) pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Pemohon mengenai persetujuan dan penetapan tanggal efektif untuk menjadi Peserta Kliring Antar Wilayah dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a diterima secara lengkap dan benar. Tanggal efektif keikutsertaan sebagai Peserta Kliring Antar Wilayah paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penyampaian surat persetujuan oleh Bank Indonesia; 2) pemberitahuan secara tertulis atau melalui sarana lainnya kepada seluruh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) di Wilayah … 4 Wilayah Kliring Terkait mengenai keikutsertaan Bank Pemohon dalam Kliring Antar Wilayah paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya dengan melampirkan : a) daftar sandi Peserta dari seluruh kantor Bank Pemohon yang menjadi Peserta di seluruh Wilayah Kliring; dan b) daftar kantor yang ditunjuk sebagai Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah di setiap Wilayah Kliring Terkait. d. Berdasarkan pemberitahuan dari PKN sebagaimana dimaksud pada butir c.2), maka : 1) PKL di Wilayah Kliring Terkait memberitahukan secara tertulis kepada seluruh Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai keikutsertaan Bank Pemohon dalam Kliring Antar Wilayah paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya yang disertai informasi mengenai : a) daftar sandi Peserta dari seluruh kantor Bank pemohon; dan b) kantor dari Bank Pemohon yang ditunjuk sebagai Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah di Wilayah Kliring yang bersangkutan. 2) Berdasarkan pemberitahuan dari PKL sebagaimana dimaksud pada angka 1), Peserta yang menggunakan Terminal Peserta Kliring (TPK) off-line harus melakukan penyesuaian (updating) tabel referensi pada aplikasi TPK masing-masing pada tanggal efektif keikutsertaan Bank Pemohon sebagai Peserta Kliring Antar Wilayah sebelum kegiatan Kliring Debet dimulai. Proses updating dilakukan melalui up-load data tabel referensi dari media rekam data elektronis … 5 elektronis yang diperoleh dari PKL atau up-load data tabel referensi melalui kantornya yang menggunakan TPK on- line. 2. Penambahan Peserta dari Bank Peserta Kliring Antar Wilayah a. Apabila Bank Peserta Kliring Antar Wilayah menambah satu atau lebih kantornya sebagai Peserta di suatu Wilayah Kliring, maka tata cara penambahan Peserta mengacu pada SE BI yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada Bab Kepesertaan. Dalam surat permohonan penambahan Peserta tersebut harus disertai informasi mengenai kantor Bank yang ditunjuk menjadi Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah di Wilayah Kliring dimaksud, jika di Wilayah Kliring tersebut belum terdapat kantornya yang menjadi Peserta. b. Dalam hal PKN menyetujui permohonan penambahan Peserta sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka : 1) PKN memberitahukan kepada seluruh PKL di Wilayah Kliring Terkait lainnya secara tertulis atau melalui sarana lainnya mengenai penambahan Peserta Kliring Antar Wilayah beserta sandi Peserta yang bersangkutan. 2) Khusus untuk PKL di Wilayah Kliring dimana Peserta yang baru tersebut berada dan di Wilayah Kliring tersebut sebelumnya tidak terdapat kantornya yang menjadi Peserta, pemberitahuan disertai juga dengan daftar sandi Peserta seluruh kantor Peserta Kliring Antar Wilayah dimaksud. 3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2) paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal efektif keikutsertaannya sebagai Peserta. c. Berdasarkan pemberitahuan dari PKN sebagaimana dimaksud pada huruf b, PKL memberitahukan secara tertulis kepada seluruh Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai adanya penambahan … 6 penambahan Peserta dari Peserta Kliring Antar Wilayah beserta sandi Peserta yang bersangkutan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima pemberitahuan dari PKN. d. Berdasarkan pemberitahuan dari PKL sebagaimana dimaksud pada huruf c, Peserta yang menggunakan TPK off-line harus melakukan penyesuaian (updating) tabel referensi pada aplikasi TPK masing-masing. Proses updating dilakukan melalui up-load data tabel referensi dari media rekam data elektronis yang diperoleh dari PKL atau up-load data tabel referensi melalui kantornya yang menggunakan TPK on-line. 3. Perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah a. Peserta Kliring Antar Wilayah dapat melakukan perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah di suatu Wilayah Kliring. Perubahan ini dapat disebabkan antara lain karena Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah yang lama dihentikan sebagai Peserta atau alasan lainnya. b. Dalam hal Peserta Kliring Antar Wilayah akan melakukan perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka Bank Pemohon mengajukan permohonan perubahan tersebut kepada Bagian Kliring c.q. PKN, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia, Gedung D Lantai 2, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, dengan disertai informasi mengenai identitas Peserta Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah pengganti. c. Berdasarkan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf b, PKN melakukan hal-hal sebagai berikut : 1) menetapkan tanggal efektif perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah; 2) memberitahukan secara tertulis tanggal efektif sebagaimana dimaksud pada angka 1) kepada Bank Pemohon paling lambat … 7 lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah; dan 3) memberitahukan secara tertulis atau melalui sarana lainnya kepada PKL di Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai tanggal efektif perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah disertai dengan identitas Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah pengganti, paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah. d. Berdasarkan pemberitahuan dari PKN sebagaimana dimaksud pada butir c.3), PKL menginformasikan kepada Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai adanya perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah disertai dengan identitas Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah pengganti, paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah. C. KEWAJIBAN PESERTA KLIRING ANTAR WILAYAH 1. Seluruh Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh Peserta Kliring Antar Wilayah wajib menggunakan kertas sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk Warkat Debet pada penyelenggaraan SKNBI sebagaimana diatur dalam SE BI yang mengatur mengenai Warkat Debet dan Dokumen Kliring serta pencetakannya pada perusahaan percetakan Warkat dan Dokumen Kliring (PPWDK) dalam penyelenggaraan SKNBI. 2. Peserta Kliring Antar Wilayah wajib mencantumkan informasi mengenai sandi Peserta dan/atau nomor rekening giro nasabah di luar area clear band pada Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantornya yang merupakan Peserta di Wilayah Kliring Off-line Manual. Contoh pencantuman nomor sandi peserta dan rekening giro di luar … 8 di luar area clear band sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.a dan Lampiran 2.b. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 tidak berlaku apabila Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh seluruh kantor Peserta Kliring Antar Wilayah telah mencantumkan kedua informasi tersebut dalam bentuk MICR sesuai dengan SE BI yang mengatur mengenai SKNBI pada Bab Warkat Debet dan Dokumen Kliring. D. TATA CARA PENYELENGGARAAN KLIRING ANTAR WILAYAH Penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah dilakukan sesuai tata cara penyelenggaraan Kliring Debet dalam SE BI yang mengatur mengenai SKNBI. Pemrosesan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah melalui SKNBI tersebut tidak dipisahkan dengan pemrosesan atas Warkat Debet lainnya. Selain mengacu pada tata cara penyelenggaraan Kliring Debet tersebut, tata cara penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah mengacu pada ketentuan sebagai berikut : 1. Kliring Penyerahan a. Kliring Debet di Wilayah Kliring On-Line Otomasi dan Wilayah Kliring Off-Line Otomasi 1) Peserta yang akan mengkliringkan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah yang berasal dari Wilayah Kliring Off-Line Manual harus memperhatikan kelengkapan pengisian MICR code line pada clear band, serta melengkapi pencantuman seluruh informasi MICR code line pada clear band yang masih kosong sesuai tata cara pencantuman MICR code line pada Warkat Debet sebagaimana diatur dalam SE BI yang mengatur mengenai SKNBI. Khusus untuk pencantuman MICR code line mengenai sandi Peserta dan nomor rekening giro pada area clear band yang masih kosong, diatur ketentuan sebagai berikut : a) Pada … 9 a) Pada saat melakukan pengisian MICR code line, Peserta harus menggunakan informasi sandi Peserta dan nomor rekening giro yang tercantum pada Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah. b) Dalam hal informasi sandi Peserta sebagaimana dimaksud pada huruf a) tidak tercantum pada Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah maka pengisian MICR code line sandi Peserta dapat menggunakan sandi Peserta Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah di Wilayah Kliring dimana Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah dikliringkan. 2) Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah didistribusikan oleh PKL kepada Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah. b. Kliring Debet di Wilayah Kliring Off-Line Manual 1) Peserta yang akan mengkliringkan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah membuat Data Keuangan Elektronik (DKE) Debet sesuai tata cara penyelenggaraan Kliring Debet sebagaimana diatur dalam SE BI yang mengatur mengenai SKNBI. Khusus untuk informasi sandi Peserta dan nomor rekening giro dari Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah, diatur ketentuan sebagai berikut: a) Pada saat membuat DKE Debet, Peserta harus menggunakan informasi sandi Peserta dan nomor rekening giro yang tercantum pada Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah. b) Dalam hal informasi sandi Peserta sebagaimana dimaksud pada butir a) tidak tercantum pada Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah maka Peserta dapat menggunakan sandi Peserta Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah di Wilayah Kliring dimana Cek dan … 10 dan Bilyet Giro Antar Wilayah dikliringkan. 2) Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah didistribusikan oleh Peserta kepada Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah. 2. Kliring Pengembalian a) Proses penolakan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah serta penerbitan “Daftar DKE Yang Ditolak Per Peserta Penerima” dilakukan oleh Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah. b) Informasi penolakan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah harus disampaikan oleh Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah kepada kantor yang menerbitkan Cek dan Bilyet Giro tersebut paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah tanggal penolakan Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah. c) Penerbitan Surat Pemberitahuan (SP), Surat Pemberitahuan Pembekuan Hak Penggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro (SPP), Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening Giro (SPPR) dilakukan oleh kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah berdasarkan informasi dari Kantor Koordinator Kliring Antar Wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf b), sesuai dengan SE BI yang mengatur mengenai daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong. E. PENCANTUMAN TULISAN PESERTA KLIRING ANTAR WILAYAH PADA CEK DAN BILYET GIRO Untuk memudahkan dalam mengenali Cek dan Bilyet Giro Antar Wilayah, Peserta Kliring Antar Wilayah harus mencantumkan informasi yang menunjukkan Cek dan Bilyet Giro tersebut dapat dikliringkan di seluruh Wilayah Kliring Terkait. Informasi tersebut dapat berupa tulisan “Peserta Kliring Antar Wilayah”, “Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah”, “Dapat dikliringkan pada seluruh cabang bank di Indonesia”, “Peserta Intercity Clearing” atau istilah yang sejenis lainnya yang menunjukkan maksud yang sama … 11 sama, sebagaimana contoh dalam Lampiran 2.a dan Lampiran 2.b. Pencantuman tulisan tersebut tetap memperhatikan ketentuan dalam SE BI yang mengatur mengenai Warkat Debet dan Dokumen Kliring serta pencetakannya pada PPWDK dalam penyelenggaraan SKNBI. F. KETENTUAN PERALIHAN Tata cara penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah di Wilayah Kliring dengan sistem semi otomasi dilakukan sesuai tata cara penyelenggaraan Kliring sebagaimana diatur dalam SE BI Nomor 2/8/DASP tanggal 4 Mei 2000 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi, sampai dengan Wilayah Kliring tersebut mengimplementasikan SKNBI. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Januari 2008 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DYAH N. K. MAKHIJANI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/35/DASP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah </reg_title> <set_date> 18 Desember 2007 </set_date> <effective_date> 7 Januari 2008 </effective_date> <related_reg> '8/29/PBI/2006', '7/18/PBI/2005', '9/13/DASP|SE-BI/2007', '7/26/DASP|SE-BI/2005', '9/15/DASP|SE-BI/2007' </related_reg>
No. 17/5/DSta Jakarta, 30 Maret 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK Perihal : Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/8/PBI/2011 tentang Laporan Harian Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5194) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/2/PBI/2015 tentang Suku Bunga Penawaran Antarbank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5681) maka perlu dilakukan perubahan kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia: a. Nomor 14/36/DPM tanggal 28 Desember 2012; b. Nomor 15/48/DSta tanggal 2 Desember 2013; c. Nomor 15/52/DSta tanggal 30 Desember 2013; dan d. Nomor 16/17/DSta tanggal 22 Oktober 2014, sebagai berikut: 1. Ketentuan butir III.B.7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 7. Suku bunga penawaran rupiah. 2. Ketentuan butir V.A.2.i diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: i. Data suku bunga penawaran dalam rupiah wajib disampaikan oleh Bank Pelapor pada tanggal laporan. Contoh: ... 2 Contoh: Data suku bunga penawaran pada tanggal 7 April 2015 wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal tersebut (7 April 2015) paling lama pukul 09.30 WIB. 3. Ketentuan butir V.C.1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 09.30 WIB untuk data suku bunga penawaran dalam rupiah. 4. Ketentuan butir V.D.1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Dalam hal terjadi kesalahan atas data suku bunga penawaran yang disampaikan, Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap data dimaksud pada tanggal pelaporan paling lama pukul 09.45 WIB pada hari kerja yang sama. Contoh: Dalam hal terjadi kesalahan atas data suku bunga penawaran yang disampaikan pada tanggal 7 April 2015 maka koreksi atas kesalahan data tersebut wajib disampaikan oleh Bank Pelapor pada tanggal 7 April 2015 paling lama pukul 09.45 WIB. 5. Ketentuan butir V.E.6.c diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: c. Paling lama pukul 09.45 WIB pada Hari Kerja yang sama untuk data atau koreksi data suku bunga penawaran. 6. Ketentuan angka VII dihapus. 7. Ketentuan butir X.3.d diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: d. Suku Bunga Penawaran (form 501) Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, suku bunga penawaran memiliki dua jenis data yang wajib disampaikan, yaitu offer rate dan bid rate. Misalnya: Pada tanggal 7 April 2015 Bank devisa A melaporkan suku bunga penawaran (form 501). Sampai dengan batas waktu penyampaian, Bank devisa A tidak mengirimkan data suku bunga penawaran rupiah yaitu offer rate dan bid rate. Atas kesalahan tidak menyampaikan data, Bank devisa A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 2 (dua) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) atau sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). 8. Lampiran 1 ... 3 8. Lampiran 1 butir I.C terkait form 501 diubah sehingga butir I.C menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 9. Lampiran 1 butir I.H terkait form 501 diubah sehingga butir I.H menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. 10. Lampiran 1 butir II.XVIII terkait form 501 diubah sehingga butir II.XVIII menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. 11. Lampiran 1 angka III Penjelasan Pengisian Field atau Kolom terkait form 501 diubah sehingga angka III Penjelasan Pengisian Field atau Kolom terkait form 501 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. 12. Lampiran 2 Bab 2 terkait Record Isi form 501 diubah sehingga Bab 2 terkait Record Isi form 501 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 13. Lampiran 2 Bab 5 terkait Template dan Spesifikasi form 501 diubah sehingga Bab 5 terkait Template dan Spesifikasi form 501 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDY SULISTIOWATY KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/5/DSta|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum </reg_title> <set_date> 30 Maret 2015 </set_date> <effective_date> 1 April 2015 </effective_date> <changed_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011' </changed_reg> <extension_of> '14/36/DPM|SE-BI/2012', '15/48/DSta|SE-BI/2013', '15/52/DSta|SE-BI/2013', '16/17/DSta|SE-BI/2014' </extension_of> <related_reg> '14/36/DPM|SE-BI/2012', '15/48/DSta|SE-BI/2013', '15/52/DSta|SE-BI/2013', '16/17/DSta|SE-BI/2014', '17/2/PBI/2015', '13/3/DPM|SE-BI/2011', '13/8/PBI/2011' </related_reg>
No. 8/29/DPBPR Jakar ta , 12 Desember 2006 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/7/DPBPR tanggal 23 Februari 2006 Perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat ---------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/18/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4644), Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4645), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/20/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4646), dipandang perlu melakukan perubahan terhadap seluruh lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/7/DPBPR tanggal 23 Februari 2006 Perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat sehingga lampiran Surat Edaran dimaksud menjadi sebagaimana lampiran Surat Edaran ini. Surat … 2 Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 12 Desember 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR DPBPR Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.8/29 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK INDONESIA DIREKTORAT PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT Tahun 2006 DAFTAR ISI Daftar Isi Informasi Pokok BPR Pelapor Penjelasan Informasi Pokok BPR Pelapor Bab I Penjelasan Umum Bab II Laporan Bulanan BPR II.1.1 Neraca Bulanan BPR II.1.2 Rekening - Rekening Administratif II.1.3 Penjelasan Pos-Pos Neraca Bulanan II.1.4 Penjelasan Rekening-Rekening Administratif II.2.1 Daftar Rincian Antarbank Aktiva II.2.2 Sandi Rincian Antarbank Aktiva II.2.3 Penjelasan Daftar Rincian Antarbank Aktiva II.3.1 Daftar Rincian Kredit yang diberikan II.3.2 Sandi Rincian Kredit yang Diberikan II.3.3 Penjelasan Daftar Rincian Kredit yang diberikan II.4.1 Daftar Rincian Rupa-Rupa Aktiva II.4.2 Penjelasan Daftar Rincian Rupa-Rupa Aktiva II.5.1 Daftar Rincian Tabungan II.5.2 Sandi Rincian Tabungan II.5.3 Penjelasan Daftar Rincian Tabungan II.6.1 Daftar Rincian Deposito Berjangka II.6.2 Sandi Rincian Deposito Berjangka II.6.3 Penjelasan Daftar Rincian Deposito Berjangka II.7.1 Daftar Rincian Antarbank Pasiva II.7.2 Sandi Rincian Antarbank Pasiva II.7.3 Penjelasan Daftar Rincian Antarbank Pasiva II.8.1 Daftar Rincian Rupa-Rupa Pasiva II.8.2 Penjelasan Daftar Rincian Rupa-Rupa Pasiva II.9.1 Daftar Rincian Laba Rugi II.9.2 Penjelasan Daftar Rincian Laba Rugi Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPR Halaman i iii iv I-1 II-1 II-1 II-3 II-4 II-12 II-13 II-14 II-16 II-19 II-20 II-24 II-33 II-34 II-36 II-37 II-38 II-41 II-42 II-43 II-45 II-46 II-47 II-49 II-50 II-51 II-53 i Daftar Lampiran 1. Daftar Sandi Lokasi Dati II 2. Daftar Sandi Wilayah Kerja Bank Indonesia 3. Daftar Sandi Suku Bunga 4. Daftar Sandi Bank Umum Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPR ii
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/29/DPBPR|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/7/DPBPR tanggal 23 Februari 2006 Perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat </reg_title> <set_date> 12 Desember 2006 </set_date> <effective_date> 12 Desember 2006 </effective_date> <changed_reg> '8/7/DPBPR|SE-BI/2006' </changed_reg> <related_reg> '8/20/PBI/2006', '8/19/PBI/2006', '8/18/PBI/2006', '8/7/DPBPR|SE-BI/2006' </related_reg>
No. 13/ 18 / DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5198) perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, sebagai berikut: 1. Ketentuan dalam butir I.3. diubah sehingga butir I.3. berbunyi sebagai berikut: 3. Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan antara lain dengan cara sebagai berikut: a. Penjadwalan ... 2 a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya, tidak termasuk perpanjangan atas pembiayaan mudharabah atau musyarakah yang memenuhi kualitas lancar dan telah jatuh tempo serta bukan disebabkan nasabah mengalami penurunan kemampuan membayar; b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain meliputi: 1) perubahan jadwal pembayaran; 2) perubahan jumlah angsuran; 3) perubahan jangka waktu; 4) perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah; 5) perubahan proyeksi bagi hasil mudharabah atau musyarakah; dan/atau 6) pemberian potongan. c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang antara lain meliputi: 1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan BUS atau UUS; 2) konversi akad Pembiayaan; 3) konversi Pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah; 4) konversi ... dalam pembiayaan 3 4) konversi Pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara pada perusahaan nasabah. yang dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning. 2. Ketentuan dalam butir II ditambah 1 angka yakni angka 6, sehingga butir II berbunyi sebagai berikut: II. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR Kebijakan dan prosedur Restrukturisasi Pembiayaan mencakup paling kurang hal-hal sebagai berikut: 1. Penetapan satuan kerja khusus untuk menangani Restrukturisasi Pembiayaan. 2. Penetapan limit wewenang memutus Pembiayaan yang direstrukturisasi. 3. Kriteria Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi. 4. Sistem dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk penetapan penyerahan Pembiayaan yang akan direstrukturisasi kepada satuan kerja khusus dan penyerahan kembali Pembiayaan yang telah berhasil direstrukturisasi kepada satuan kerja pengelola Pembiayaan. Sistem informasi manajemen Pembiayaan yang direstrukturisasi. 6. Penetapan jumlah maksimal 5. pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan terhadap Pembiayaan yang tergolong Non-Lancar (Kurang Lancar, Diragukan dan Macet). Batas jumlah maksimal dimaksud berlaku untuk keseluruhan pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan ... 4 Pembiayaan dengan kolektibilitas Non-Lancar bukan untuk masing- masing kolektibilitas dari Pembiayaan Non-Lancar. 7. BUS atau UUS melakukan penyempurnaan terhadap kebijakan dan prosedur Restrukturisasi Pembiayaan apabila berdasarkan hasil analisis Bank Indonesia, kebijakan dan prosedur tersebut dinilai kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Ketentuan dalam butir VI. 1. c. 1) diubah sehingga butir VI. 1. c. 1) berbunyi sebagai berikut: 1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah atau piutang istishna’ dengan memperhitungkan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’. Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah kewajiban nasabah dengan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’, maka diakui sebagai berikut: a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada jumlah kewajiban nasabah, maka sisa kewajiban nasabah tersebut tetap menjadi hak BUS atau UUS, yang penyelesaiannya disepakati antara BUS atau UUS dan nasabah; b) apabila nilai wajar lebih besar daripada jumlah kewajiban nasabah, maka selisih nilai tersebut diakui sebagai uang muka ijarah muntahiya bittamlik atau menambah porsi modal nasabah untuk musyarakah atau mengurangi modal mudharabah dari BUS atau UUS. Ketentuan ... 5 Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/18/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title> <set_date> 30 Mei 2011 </set_date> <effective_date> 30 Mei 2011 </effective_date> <changed_reg> '10/34/DPbS|SE-BI/2008' </changed_reg> <related_reg> '13/9/PBI/2011', '10/18/PBI/2008', '10/34/DPbS|SE-BI/2008' </related_reg>
No. 13/ 17 /DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011 tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5191), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM 1. BPRS dalam menyalurkan dana perlu memperhatikan prinsip kehati- hatian antara lain dengan penyebaran portofolio Penyaluran Dana yang diberikan agar risiko Penyaluran Dana tersebut tidak terpusat pada Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima Fasilitas tertentu. 2. Penyaluran Dana adalah penyediaan dana BPRS dalam bentuk Pembiayaan dan/atau Penempatan Dana Antar Bank. 3. Pembiayaan ... 2 3. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. c. d. e. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’; transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BPRS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 4. Penempatan Dana Antar Bank yang terkena Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) adalah penempatan dana BPRS pada BPRS lain dalam bentuk tabungan, deposito berjangka dan pembiayaan yang diberikan. 5. Dalam rangka pemantauan Penyaluran Dana, BPRS menyampaikan laporan BMPD secara bulanan kepada Bank Indonesia. 6. Pada prinsipnya, pelaporan BMPD yang mencakup data kantor pusat dan data seluruh kantor cabang BPRS disampaikan oleh kantor pusat BPRS secara on-line. Namun demikian dalam kondisi tertentu pelaporan BMPD dapat disampaikan secara off-line. 7. Penyusunan dan penyampaian laporan BMPD pada Bank Indonesia secara on-line dilakukan dengan menggunakan aplikasi Data Entry Laporan ... 3 Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS. II. PERHITUNGAN BMPD 1. BMPD untuk Pembiayaan Perhitungan BMPD untuk Pembiayaan dilakukan berdasarkan jenis- jenis akad yang digunakan, yaitu: a. Pembiayaan murabahah, Pembiayaan istishna’, dan Pembiayaan multijasa dihitung berdasarkan saldo harga pokok; b. Pembiayaan salam dihitung berdasarkan harga perolehan; c. Pembiayaan mudharabah, Pembiayaan musyarakah dan Pembiayaan qardh dihitung berdasarkan saldo baki debet; dan d. Pembiayaan ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik dihitung berdasarkan saldo harga perolehan aktiva ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik dikurangi akumulasi penyusutan atau amortisasi aktiva ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik. 2. BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan Perhitungan BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan dilakukan berdasarkan saldo tertinggi pada bulan laporan. 3. BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito Perhitungan BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito dilakukan berdasarkan jumlah nominal sebagaimana tercantum dalam seluruh bilyet deposito pada BPRS yang sama. 4. BMPD untuk Penyaluran Dana kepada Pihak Terkait BMPD ... 4 BMPD untuk Penyaluran Dana kepada masing-masing dan/atau seluruh Pihak Terkait, sebesar 10% (sepuluh persen) dari Modal BPRS. 5. BMPD untuk Penyaluran Dana kepada Pihak Tidak Terkait BMPD untuk Penyaluran Dana kepada masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait, sebesar 20% (dua puluh persen) dari Modal BPRS. 6. BMPD untuk Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada satu atau lebih Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait yang merupakan bagian dari kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait BMPD untuk Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas yang merupakan Pihak Tidak Terkait sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPRS, dengan Pembiayaan kepada masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas tersebut tidak melebihi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPRS. Termasuk dalam pengertian satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas adalah Nasabah Penerima Fasilitas non bank yang memiliki hubungan kepengurusan, kepemilikan, atau keuangan dengan bank selaku Nasabah Penerima Fasilitas. III. PELANGGARAN BMPD 1. BPRS dinyatakan melakukan pelanggaran BMPD apabila terdapat selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana pada saat direalisasikan terhadap Modal BPRS, dengan BMPD yang diperkenankan. BPRS tetap dinilai melanggar BMPD selama pelanggaran BMPD tersebut belum diselesaikan. 2. Modal ... 5 2. Modal BPRS yang digunakan sebagai dasar dalam perhitungan pelanggaran BMPD adalah Modal BPRS pada posisi bulan terakhir sebelum tanggal realisasi Penyaluran Dana. 3. Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait yang secara individu tidak melanggar BMPD namun secara kelompok terdapat pelanggaran BMPD, maka pelanggaran BMPD dihitung terhadap satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait. 4. Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada salah satu anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait yang secara individu melanggar BMPD namun secara kelompok tidak terdapat pelanggaran BMPD, maka pelanggaran BMPD dihitung terhadap individu Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait. 5. Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada salah satu anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait yang secara individu melanggar BMPD dan secara kelompok terdapat pelanggaran BMPD, maka pelanggaran BMPD dihitung berdasarkan penjumlahan atas pelanggaran BMPD untuk masing-masing anggota kelompok dan pelanggaran BMPD terhadap satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait. 6. Contoh Perhitungan BMPD: BPRS ”X” melakukan Penyaluran Dana berupa Pembiayaan kepada beberapa nasabah dan Penempatan Dana Antar Bank kepada BPRS “Y” (Pihak Tidak Terkait) masing-masing sebagai berikut: - Mudharabah ... 6 - Mudharabah kepada nasabah A sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), nisbah bagi hasil 25:75, jangka waktu 2 (dua) tahun, tanggal akad 7 Maret 2011. - Musyarakah kepada nasabah B sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah), nisbah bagi hasil 20:80, jangka waktu 1 (satu) tahun, tanggal akad 9 Maret 2011. - Murabahah untuk pembelian rumah kepada nasabah C dengan harga pokok rumah sebesar Rp450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah) dan margin sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), jangka waktu 50 (lima puluh) bulan, tanggal akad 11 Maret 2011. - Salam untuk pembelian beras jenis IR45 sebanyak 2 (dua) ton kepada nasabah D sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), jangka waktu 6 (enam) bulan, tanggal akad 15 Maret 2011. - Ijarah atas hak penggunaan kios yang diperoleh dari Tuan F dengan harga perolehan sewa sebesar Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) selama 2 (dua) tahun kepada nasabah E dan BPRS menetapkan pendapatan sewa (ujroh) sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), jangka waktu 2 (dua) tahun, tanggal akad 22 Maret 2011. - Musyarakah kepada BPRS “Y” sebesar Rp450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah), nisbah bagi hasil 20:80, jangka waktu 3 (tiga) tahun, tanggal akad 15 Maret 2011. - Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS “Y” berupa deposito mudharabah sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan nisbah bagi hasil 30:70, jangka waktu 6 (enam) bulan, mulai ... 7 mulai tanggal 24 Maret 2011 hingga jatuh tempo tanggal 23 September 2011. Nasabah A, B, C, D dan E serta BPRS “Y” tersebut di atas memiliki hubungan kepemilikan, kepengurusan dan/atau keuangan, sehingga merupakan satu kelompok (satu grup). Modal BPRS “X”: - per akhir Februari 2011 sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). - per akhir Maret 2011 sebesar Rp1.900.000,00 (satu miliar sembilan ratus juta rupiah). BMPD Pihak Tidak Terkait: Individual 20%: - bulan Maret 2011 sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) = (20% x Rp2.000.000.000,00) - bulan April 2011 sebesar Rp380.000.000,00 (tiga ratus delapan puluh juta rupiah) = (20% x Rp1.900.000,00) Kelompok 30%: - bulan Maret 2011 sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) = (30% x Rp2.000.000.000,00) - bulan April 2011 sebesar Rp570.000.000,00 (lima ratus tujuh puluh juta rupiah) = (30% x Rp1.900.000,00) Saldo masing-masing Pembiayaan dan nominal Penempatan Dana Antar Bank per akhir April 2011: - Pembiayaan mudharabah kepada nasabah A dengan baki debet Rp95.000.000,00 (sembilan puluh lima juta rupiah). - Pembiayaan ... 8 - Pembiayaan musyarakah kepada Nasabah B dengan baki debet Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). - Pembiayaan murabahah kepada Nasabah C dengan saldo piutang sebesar Rp539.000.000,00 (lima ratus tiga puluh sembilan juta rupiah) dan saldo margin yang ditangguhkan sebesar Rp98.000.000,00 (sembilan puluh delapan juta rupiah). - Pembiayaan salam kepada Nasabah D dengan saldo piutang sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). - Pembiayaan ijarah kepada Nasabah E dengan harga perolehan aktiva ijarah sebesar Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan akumulasi amortisasi sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). - Pembiayaan musyarakah kepada BPRS “Y” Rp440.000.000,00 (empat ratus empat puluh juta rupiah). - Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS “Y” sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Perhitungan Pelanggaran BMPD 1) Bulan Maret 2011: Nama Nasabah A B C D E BPRS "Y" sebesar Jumlah Penyaluran Dana 100.000.000,00 80.000.000,00 450.000.000,00 50.000.000,00 120.000.000,00 Kelompok 450.000.000,00 50.000.000,00 500.000.000,00 1.250.000.000,00 BMPD Pelanggaran BMPD Nominal 400.000.000,00 400.000.000,00 400.000.000,00 400.000.000,00 400.000.000,00 - - 50.000.000,00 - - % 0 0 2,50 0 0 400.000.000,00 600.000.000,00 Jumlah pelanggaran 100.000.000,00 5,00 650.000.000,00 32,50 40,00 Berdasarkan ... 9 Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, terdapat pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebesar 40% (empat puluh persen) yang terdiri dari pelanggaran individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah C (Pembiayaan murabahah) sebesar 2,50% (dua koma lima puluh persen), pelanggaran individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah BPRS “Y” (Pembiayaan musyarakah & Penempatan Dana Antar Bank) sebesar 5% (lima persen), dan pelanggaran secara kelompok Nasabah Penerima Fasilitas sebesar 32,50% (tiga puluh dua koma lima puluh persen). Jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS “Y” yang diperhitungkan dalam pelanggaran BMPD Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait secara individual adalah sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang berasal dari Pembiayaan sebesar Rp450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah) dan Penempatan Dana Antar Bank sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS “Y” yang diperhitungkan dalam pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait hanya berupa Pembiayaan yaitu sebesar Rp450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah). 2) Bulan ... 10 2) Bulan April 2011: Nama Nasabah A B C D E BPRS "Y" Jumlah Penyaluran Dana 95.000.000,00 75.000.000,00 441.000.000,00 40.000.000,00 115.000.000,00 Kelompok 440.000.000,00 50.000.000,00 490.000.000,00 1.206.000.000,00 BMPD 380.000.000,00 380.000.000,00 380.000.000,00 380.000.000,00 380.000.000,00 Pelanggaran BMPD Nominal - - - - % 0 0 61.000.000,00 3,21 0 0 380.000.000,00 570.000.000,00 Jumlah pelanggaran 110.000.000,00 5,79 636.000.000,00 33,47 42,47 Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, pada bulan April masih terdapat pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebesar 42,47% (empat puluh dua koma empat puluh tujuh persen) yang terdiri dari pelanggaran individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah C (Pembiayaan murabahah) sebesar 3,21% (tiga koma dua puluh satu persen), pelanggaran individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah BPRS “Y” (Pembiayaan musyarakah & Penempatan Dana Antar Bank) sebesar 5,79% (lima koma tujuh puluh sembilan persen), dan pelanggaran secara kelompok Nasabah Penerima Fasilitas sebesar 33,47% (tiga puluh tiga koma empat puluh tujuh persen). Jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS “Y” yang diperhitungkan dalam pelanggaran BMPD Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait secara individual adalah sebesar Rp490.000.000,00 (empat ratus sembilan puluh juta rupiah) yang berasal dari Pembiayaan sebesar Rp440.000.000,00 (empat ratus empat puluh juta rupiah) dan Penempatan Dana Antar Bank sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan jumlah Penyaluran ... 11 Penyaluran Dana kepada BPRS “Y” yang diperhitungkan dalam pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait hanya berupa Pembiayaan yaitu sebesar Rp440.000.000,00 (empat ratus empat puluh juta rupiah). IV. PELAMPAUAN BMPD 1. Penyaluran Dana oleh BPRS dikategorikan sebagai pelampauan BMPD apabila terjadi selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana yang telah direalisasikan terhadap Modal BPRS pada saat tanggal laporan dengan BMPD yang diperkenankan dan tidak termasuk Pelanggaran BMPD. 2. Pelampauan BMPD dapat disebabkan oleh penurunan Modal BPRS, penggabungan usaha (merger), peleburan usaha (konsolidasi), pengambilalihan usaha (akuisisi), perubahan struktur kepemilikan dan/atau kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Nasabah Penerima Fasilitas, dan/atau perubahan ketentuan. 3. Contoh Perhitungan Pelampauan BMPD karena penurunan modal: BPRS ”X” melakukan Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan murabahah untuk pembelian mobil kepada Nasabah Penerima Fasilitas A (Pihak Tidak Terkait) pada tanggal 15 April 2011 dengan harga pokok sebesar Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah) dengan margin sebesar Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) selama jangka waktu 1 (satu) tahun. Pembiayaan murabahah diangsur setiap bulan sebesar Rp22.000.000,00 (dua puluh dua juta rupiah). Modal ... 12 Modal BPRS: - per akhir Maret 2011 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). - per akhir April 2011 sebesar Rp1.350.000.000,00 (satu miliar tiga ratus lima puluh juta rupiah). - per akhir Mei 2011 sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). - per akhir Juni 2011 sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). Saldo Pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut: - per akhir April 2011 saldo piutang sebesar Rp242.000.000,00 (dua ratus empat puluh dua juta rupiah) dan saldo margin yang ditangguhkan sebesar Rp22.000.000,00 (dua puluh dua juta rupiah). - per akhir Mei 2011 saldo piutang sebesar Rp220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah) dan saldo margin yang ditangguhkan sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). - per akhir Juni 2011 saldo piutang sebesar Rp198.000.000,00 (seratus sembilan puluh delapan juta rupiah) dan saldo margin yang ditangguhkan sebesar Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). Perhitungan pelampauan BMPD Individu Nasabah Penerima Fasilitas A (Pihak Tidak Terkait) posisi bulan April, Mei dan Juni 2011: Bulan Saldo Harga Pokok April Mei Juni 220.000.000,00 200.000.000,00 180.000.000,00 BMPD 270.000.000,00 240.000.000,00 160.000.000,00 Pelampauan BMPD Nominal - - % 0 0 20.000.000,00 2,50 Berdasarkan ... 13 Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, terdapat pelampauan BMPD individu Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebesar 2,50% (dua koma lima puluh persen) pada bulan Juni 2011. V. PENYAMPAIAN LAPORAN BMPD DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN BMPD 1. BPRS pelapor menyampaikan laporan BMPD kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya paling lama tanggal 14 (empat belas) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 2. BPRS pelapor menyampaikan koreksi laporan BMPD kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya paling lama tanggal 20 (dua puluh) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 3. Laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line dapat disampaikan pada hari Sabtu atau hari libur. 4. Dalam hal BPRS menyampaikan laporan melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan, maka laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang disampaikan dinyatakan terlambat. 5. Laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang mengalami keterlambatan sebagaimana dimaksud pada angka 4 tetap disampaikan secara on-line. 6. Dalam hal BPRS tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya ... 14 berakhirnya bulan laporan maka BPRS dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD. 7. BPRS yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada angka 6 tetap wajib menyampaikan laporan BMPD secara off-line. 8. Dalam hal penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD dilakukan setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan laporan maka laporan tersebut hanya dapat disampaikan secara off-line. 9. Penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara off-line dilakukan dalam bentuk disket atau cd-rom dan hasil cetak komputer (hard copy) sebanyak 1 (satu) set disertai hasil validasi yang telah ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, paling lambat pukul 16.00 WIB; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lambat pukul 16.00 waktu setempat. 10. Tanggal penerimaan laporan BMPD yang disampaikan secara off-line adalah tanggal stempel pos untuk yang dikirim via pos atau tanda terima dari jasa ekspedisi atau tanggal tanda terima Bank Indonesia apabila disampaikan secara langsung. 11. Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah diterima oleh Bank Indonesia secara off-line, BPRS Pelapor menyampaikan ulang ... 15 ulang disket atau cd-rom laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD setelah diminta oleh Bank Indonesia. 12. BPRS menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan pengecualian penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, paling lambat pukul 16.00 WIB; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lambat pukul 16.00 waktu setempat. 13. Dalam hal tanggal 14 sebagaimana dimaksud pada angka 1, tanggal 20 sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan sebagaimana dimaksud angka 5 jatuh pada hari Sabtu atau hari libur dan BPRS akan menyampaikan laporan BMPD tidak secara on-line, maka laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara off-line disampaikan pada hari kerja sebelumnya. 14. Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara off-line adalah hari libur nasional dan/atau hari libur setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. VI. FORMAT ... 16 VI. FORMAT DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN BMPD DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN BMPD 1. Format dan tata cara penyusunan laporan BMPD diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan BMPD sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. 2. Tata cara pengoperasian aplikasi Laporan BMPD terdapat dalam buku mengenai Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS, yang disampaikan kepada BPRS. VII. SARANA DAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG DIPERLUKAN Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD, BPRS perlu melakukan persiapan serta menyediakan sarana dan sumber daya manusia sebagai berikut: 1. Personal Computer dengan memenuhi konfigurasi minimal hardware dan software sebagaimana tercantum dalam buku mengenai Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS. 2. Pegawai yang ditugaskan (Petugas) untuk mengoperasikan aplikasi dan melakukan verifikasi laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD. 3. Penanggungjawab yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi ulang dalam rangka meyakini kebenaran laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD serta menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD kepada Bank Indonesia. 4. Sistem ... 17 4. Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer yang digunakan, aplikasi, dan data laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD. 5. Back up data laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang ditatausahakan dengan baik. VIII. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR 1. Pembayaran sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011 tentang BMPD BPRS dilakukan oleh kantor pusat BPRS pelapor kepada Bank Indonesia dengan cara transfer melalui: a. Kliring Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446.980 - ”Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS”, dengan mencantumkan pada kolom keterangan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPRS XXX atas kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD periode BB-TTTT”. b. BI-RTGS Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446.980 - ”Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS”, dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan mencantumkan pada kolom keterangan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPRS XXX atas kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD periode BB-TTTT”. 2. BPRS ... 18 2. BPRS pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, atau melalui Faksimili Nomor 021-3447620, 021- 3501990, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. IX. ALAMAT PENYAMPAIAN PERTANYAAN Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan: 1. Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, Telepon Nomor 021-3818000 (hunting), Faksimili Nomor 021- 3866071 atau Email Address: helpdesk@bi.go.id. 2. Ketentuan laporan BMPD BPRS disampaikan kepada: a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, Telepon Nomor 021-3818749, 021-3818513, Faksimili Nomor 021-3447620, 021-3501989, Email Address: dpbs@bi.go.id, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. b. Kantor ... 19 b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. X. LAIN-LAIN 1. BPRS melaporkan struktur kelompok usaha yang terkait dengan BPRS untuk posisi akhir tahun paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah akhir tahun, antara lain berupa: a. Pemegang saham perorangan yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham BPRS; b. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham BPRS, sampai dengan perorangan yang menjadi ultimate shareholders; c. Pemegang saham perorangan yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham BPRS; d. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham BPRS, sampai dengan perorangan yang menjadi ultimate shareholders; e. Pemegang saham perorangan yang memiliki saham BPRS kurang dari 10% (sepuluh persen) namun melakukan Pengendalian BPRS; dan/atau f. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham badan hukum yang memiliki saham BPRS kurang dari 10% (sepuluh persen) namun melakukan Pengendalian ... 20 Pengendalian BPRS, sampai dengan perorangan yang menjadi ultimate shareholders. Contoh: Laporan XYZ: STRUKTUR KELOMPOK USAHA PT BPRS XYZ Perorangan (U/S) 99% PT F PT E 70% 30% PT I Perorangan 15% PT C 25% Perorangan 10% Perorangan (U/S) Ket: U/S 25% PT BPRS XYZ 10% PT G Tbk. 25% PT B Tbk. (Tdk ada PS ≥ 25%) (U/S) : Ultimate Shareholder : Pengendali : Jalur bukan Pengendalian : Jalur Pengendalian 100% 3% 2% Perorangan PT L PT H Hubungan Keluarga Perorangan (U/S) PUBLIK Dirinci untuk PS ≥ 10%) PT D 65% 85% 20% 15% Perorangan (U/S) Perorangan (U/S) 15% Perorangan (U/S) 60% 20% 20% Perorangan (U/S) 65% PT G Tbk. 20% PT J PT K 80% 90% Perorangan (U/S) Perorangan Perorangan (U/S) struktur kelompok usaha PT BPRS 2. BPRS melaporkan setiap rencana perubahan struktur kelompok usaha yang menyebabkan perubahan pengendali BPRS paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum terjadinya perubahan. 3. BPRS mengajukan calon PSP untuk dilakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur kelompok usaha BPRS yang mengakibatkan terjadinya perubahan Pengendalian. XI. PENUTUP ... 21 XI. PENUTUP Kewajiban penyampaian laporan BMPD secara on-line mulai berlaku sejak pelaporan data bulan Mei 2011 yang disampaikan pada bulan Juni 2011. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2011 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/17/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title> <set_date> 30 Mei 2011 </set_date> <effective_date> 30 Mei 2011 </effective_date> <related_reg> '13/5/PBI/2011' </related_reg>
No. 3/32/DPNP Jakarta, 14 Desember 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Hubungan Antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia ------------------------------------------------------ Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4159), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Hubungan Antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM 1. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, dikemukakan bahwa dalam rangka turut serta menciptakan disiplin pasar (market discipline) perlu diupayakan transparansi kondisi keuangan dan kinerja Bank sehingga dapat lebih memudahkan penilaian bagi kepentingan publik dan peserta pasar melalui publikasi laporan kepada masyarakat luas. 2. Dalam … 2. Dalam rangka meningkatkan integritas laporan keuangan Bank maka Laporan Keuangan Tahunan Bank wajib diaudit oleh Akuntan Publik dan untuk memperoleh keyakinan yang memadai tentang kemampuan dan kesesuaian tugasnya, Akuntan Publik yang mengaudit Bank harus independen, kompeten, profesional dan objektif serta menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama (due professional care). 3. Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil audit, perlu ditetapkan persyaratan Akuntan Publik yang diperkenankan melakukan audit terhadap Bank. Akuntan Publik yang diperkenankan untuk mengaudit Bank adalah Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia. Oleh karena itu dalam melakukan penunjukan Akuntan Publik, Bank hendaknya memperhatikan daftar Akuntan Publik yang diumumkan Bank Indonesia pada home page Bank Indonesia. 4. Sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang sama oleh Bank paling lama dilakukan untuk periode audit 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan mulai berlaku sejak dikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia dimaksud, yaitu sejak laporan keuangan untuk Tahun Buku 2001. 5. Agar dari audit yang dilakukan Akuntan Publik diperoleh informasi kondisi keuangan Bank yang optimal, perlu adanya komunikasi yang aktif dan transparan antara Akuntan Publik dan Bank Indonesia. II. PERSYARATAN … II. PERSYARATAN AKUNTAN PUBLIK YANG MELAKUKAN AUDIT BANK 1. Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 21 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Laporan Keuangan Tahunan Bank wajib diaudit oleh Akuntan Publik. Kantor Akuntan Publik serta Akuntan Publik (partner in charge) yang melakukan audit Bank wajib terdaftar di Bank Indonesia dengan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran ini. 2. Persyaratan bagi Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia ditetapkan sebagai berikut: a. mempunyai izin praktik dari Menteri Keuangan; b. tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak termasuk dalam daftar kredit macet; c. memiliki akhlak dan moral yang baik; d. memiliki pengalaman dan kompetensi audit di bidang perbankan; e. sanggup secara terus menerus mengikuti program pendidikan di bidang akuntansi dan perbankan; f. sanggup melakukan audit sesuai Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Kode Etik Profesi; g. bersikap independen dan profesional dalam penugasan audit; h. bersedia memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perbankan serta kondisi atau perkiraan kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank; dan i. berkedudukan sebagai Rekan (partner in charge) pada Kantor Akuntan Publik dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) dalam … 1) dalam melakukan audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang- kurangnya 2 (dua) jenjang pengendalian atau supervisi yaitu Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan pengawas menengah yang melakukan pengawasan terhadap staf pelaksana; 2) bersedia untuk menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) tentang pengendalian mutu di Kantor Akuntan bersangkutan. Publik yang 3. Permohonan pendaftaran Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang akan melakukan audit terhadap Bank diajukan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir sesuai format pada Lampiran 1a dan disertai dengan dokumen: a. dokumen yang menyangkut Akuntan Publik: 1) daftar riwayat hidup sesuai dengan fomulir sesuai format pada Lampiran 1b; 2) izin praktik dari Menteri Keuangan; 3) ijasah pendidikan formal di bidang akuntansi; 4) Nomor Pokok Wajib Pajak; 5) sertifikat program pelatihan di bidang perbankan; 6) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak memiliki kredit macet di Bank; 7) surat pernyataan kesanggupan untuk mengikuti secara terus menerus program pendidikan di bidang akuntansi dan perbankan; 8) surat … 8) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik sanggup melakukan audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik Profesi, serta senantiasa bersikap independen dan profesional dalam melakukan penugasan audit; 9) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik yang bersangkutan bersedia memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan, serta keadaan dan perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank; dan 10) rekomendasi untuk pendaftaran di Bank Indonesia dari Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik (IAI- KAP). b. dokumen yang berkaitan dengan Kantor Akuntan Publik: 1) Nomor Pokok Wajib Pajak; 2) izin praktik dari Menteri Keuangan Republik Indonesia bagi Akuntan Publik yang bertindak sebagai pimpinan Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan; 3) bagan organisasi yang menunjukkan bahwa dalam melakukan audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) jenjang pengendalian atau supervisi yaitu Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan pengawas menengah yang melakukan pengawasan terhadap staf pelaksana; 4) surat pernyataan bahwa Kantor Akuntan Publik bersedia untuk menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tentang pengendalian mutu di Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan. 4. Dalam … 4. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Bank Indonesia melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan b. wawancara terhadap Akuntan Publik, apabila diperlukan. 5. Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, diberikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya permohonan tersebut secara lengkap. 6. Nama Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia dicantumkan dalam homepage Bank Indonesia. 7. Setiap perubahan yang berkenaan dengan data dan informasi dari Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam angka 3 wajib dilaporkan secara tertulis oleh Akuntan Publik dan atau Kantor Akuntan Publik kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 14 (empat belas) hari sejak terjadinya perubahan tersebut. III. KOMUNIKASI BANK INDONESIA DENGAN AKUNTAN PUBLIK 1. Sesuai dengan Pasal 20 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Akuntan Publik dapat meminta informasi dari Bank Indonesia mengenai kondisi Bank yang diaudit dalam rangka persiapan dan pelaksanaan audit. Selain itu Bank Indonesia dapat meminta informasi dari Akuntan Publik meskipun perjanjian kerja antara Akuntan Publik dan Bank telah berakhir. 2. Apabila dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik menemukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan serta keadaan dan perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank, Akuntan Publik wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya … lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukan. Keadaan dan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank, antara lain keadaan dan atau perkiraan keadaan tentang: a. kekurangan Kewajiban Penyisihan Penyediaan Modal Minimum; b. kekurangan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang material; c. pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit; d. kekurangan Giro Wajib Minimum; atau e. kecurangan (fraud) yang bernilai material. 3. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tersebut di atas, harus disusun dengan menggunakan formulir sesuai format pada Lampiran 2. Pemberitahuan tersebut bersifat rahasia sampai dengan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia. IV. SANKSI 1. Dalam Pasal 39 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dapat dihapuskan dari daftar Akuntan Publik di Bank Indonesia apabila tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 19. 2. Nama Akuntan Publik dihapuskan dari daftar Akuntan Publik di Bank Indonesia apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, diketahui bahwa Akuntan Publik: a. tidak memberitahukan temuan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada angka III.2. kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukannya pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan atau keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank; b. tidak … b. tidak menyampaikan tembusan Laporan Keuangan yang telah diaudit (audit report) kepada Bank Indonesia yang disertai dengan Surat Komentar (Management Letter) selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah Tahun Buku; c. tidak memenuhi ketentuan rahasia Bank sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998; d. Akuntan Publik telah terbukti melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan, baik di Indonesia maupun di negara lain atau memiliki kredit macet; e. Akuntan Publik melakukan audit tidak sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik Profesi, serta tidak bersikap independen dan profesional dalam melakukan penugasan audit; f. Akuntan Publik melakukan audit tidak sesuai dengan perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas; atau g. Akuntan Publik yang merupakan anggota Kantor Akuntan Publik yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka II.2. huruf i angka 1. 3. Sesuai Pasal 39 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, nama Kantor Akuntan Publik dihapuskan dari daftar Kantor Akuntan Publik di Bank Indonesia apabila terdapat 2 (dua) orang atau lebih Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge) dari Kantor Akuntan Publik yang sama dikenakan sanksi dan dihapuskan dari daftar Akuntan Publik di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 4. Penghapusan … 4. Penghapusan nama Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik dari daftar di Bank Indonesia diberitahukan oleh Bank Indonesia kepada Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang bersangkutan serta dilaporkan kepada Ikatan Akuntan Indonesia dan Menteri Keuangan. V. ALAMAT PENDAFTARAN AKUNTAN PUBLIK DAN PELAPORAN 1. Pendaftaran Akuntan Publik ditujukan kepada Bank Indonesia Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10010 dengan menggunakan formulir sesuai format dalam Lampiran 1a. Bagi Akuntan Publik yang berkedudukan di luar Jabotabek, tembusan pendaftaran disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. 2. Laporan keuangan yang telah diaudit (audit report) disertai dengan Surat Komentar (Management Letter) disampaikan kepada Bank Indonesia Up. Direktorat Pengawasan Bank, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 3. Laporan temuan mengenai pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan atau keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank disampaikan kepada Bank Indonesia Up. Direktorat Pengawasan Bank, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kantor pusat Bank Indonesia. VI. LAIN-LAIN … VI. LAIN-LAIN 1. Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan Akuntan Publik dalam melakukan audit terhadap Bank, Bank Indonesia akan melakukan program pendidikan dan pelatihan bagi Akuntan Publik. 2. Berdasarkan penilaian terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik, sesuai dengan ketentuan pada angka IV, Bank Indonesia dapat mengajukan usul kepada Menteri Keuangan dan Ikatan Akuntan Indonesia untuk pencabutan izin Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik. VII. KETENTUAN PERALIHAN 1. Bagi Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang telah terdaftar di Bank Indonesia wajib melengkapi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan pada angka II, selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2002. Data atau dokumen yang berkaitan dengan persyaratan dimaksud mencakup hal-hal sebagai berikut: a. daftar riwayat hidup; b. sertifikat program pelatihan di bidang perbankan; c. surat pernyataan bahwa Akuntan Publik tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak memiliki kredit macet di Bank; d. surat pernyataan kesanggupan untuk mengikuti secara terus menerus program pendidikan di bidang akuntansi dan perbankan; e. surat pernyataan bahwa Akuntan Publik yang bersangkutan bersedia memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perbankan, serta kondisi dan perkiraan kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank; f. bagan organisasi yang menunjukkan bahwa dalam melakukan audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) jenjang pengendalian atau supervisi yaitu Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan pengawas menengah yang melakukan pengawasan terhadap staf pelaksana; dan g. surat pernyataan bahwa Kantor Akuntan Publik bersedia untuk menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tentang pengendalian mutu di Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan. 2. Berdasarkan evaluasi terhadap data atau dokumen yang disampaikan, Bank Indonesia akan mengumumkan Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia yang diperkenankan untuk melakukan audit terhadap Bank Umum. Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang telah terdaftar sebelum berlakunya Surat Edaran ini tetap diperkenankan untuk melakukan audit terhadap Bank Perkreditan Rakyat sampai dengan berlakunya pengaturan khusus. VIII. PENUTUP 1. Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/5/UPPB tanggal 9 Juni 1998 perihal Laporan Keuangan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Umum yang terkait dengan pendaftaran Akuntan Publik, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 2. Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas ditetapkan sejak pelaksanaan audit Tahun Buku 2001. Ketentuan … Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA MAMAN H. SOMANTRI DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/32/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Hubungan Antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 14 Desember 2001 </set_date> <effective_date> 14 Desember 2001 </effective_date> <replaced_reg> '31/5/UPPB|SE-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '3/22/PBI/2001' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No. 10/ 19 /DPNP Jakarta, 30 April 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko, Peraturan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan Peraturan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aktiva bank umum, diperlukan pengaturan kembali ketentuan mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Pengaturan kembali ketentuan mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia tersebut dimaksudkan agar penilaian terhadap lembaga pemeringkat lebih obyektif dan transparan. Sehubungan dengan itu, perlu penyempurnaan proses pengakuan lembaga pemeringkat dengan menggunakan beberapa parameter untuk mengukur kriteria independensi, obyektivitas, transparansi, pengungkapan publik, sumber daya dan kredibilitas dari lembaga pemeringkat. Selain … Selain itu, sejalan dengan perkembangan industri pemeringkatan di Indonesia, antara lain berupa pengambilalihan kepemilikan lembaga pemeringkat domestik, juga diperlukan pengkinian atas Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia. Adapun pokok-pokok pengaturan mengenai Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia adalah sebagai berikut: I. UMUM 1. Lembaga pemeringkat merupakan salah satu elemen penting dalam operasional suatu sistem keuangan yang perannya semakin meningkat sejalan dengan pesatnya perkembangan pasar keuangan global dan nasional. 2. Peran lembaga pemeringkat dalam mendukung operasional suatu sistem keuangan antara lain untuk membantu terciptanya transparansi pasar keuangan dan mendorong investasi yang efisien yang dapat mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi. 3. Lembaga pemeringkat yang dapat dipertimbangkan sebagai lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia adalah lembaga pemeringkat yang memenuhi kriteria penilaian (eligibility criteria). 4. Peringkat yang diakui Bank Indonesia merupakan peringkat yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia. 5. Peringkat minimum merupakan peringkat tertentu yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia. 6. Bank Indonesia melakukan pengkinian terhadap daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia berdasarkan hasil penilaian dan pemantauan terhadap lembaga pemeringkat dimaksud. II. KRITERIA … II. KRITERIA PENILAIAN LEMBAGA PEMERINGKAT 1. PRINSIP UMUM Prinsip umum dalam menetapkan kriteria penilaian lembaga pemeringkat antara lain: a. Kriteria penilaian yang ditetapkan tidak menghambat perkembangan industri pemeringkatan namun diharapkan dapat menstimulasi kompetisi yang sehat yang selanjutnya diharapkan dapat mendorong terciptanya disiplin pasar (market discipline). b. Kriteria penilaian ditujukan untuk mendorong agar lembaga pemeringkat menghasilkan peringkat yang dapat diandalkan. c. Kriteria penilaian ditetapkan sesuai dengan standar dan praktek internasional yang sehat untuk mendukung terciptanya konsistensi diantara regulator lainnya, khususnya dalam melakukan penilaian dan pengakuan terhadap lembaga pemeringkat yang berskala regional maupun internasional. d. Kriteria penilaian mengacu pada beberapa standar, prinsip dan kode etik yang berlaku secara internasional, antara lain kriteria yang ditetapkan dalam dokumen International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards (A Revised Framework) oleh Basel Committee on Banking Supervision dari Bank for International Settlements. 2. KRITERIA PENILAIAN Kriteria yang menjadi acuan dalam melakukan penilaian terhadap lembaga pemeringkat adalah: a. Independensi Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat independensi atau kebebasan lembaga pemeringkat dari segala bentuk kepentingan, seperti kepentingan ekonomi, sosial dan politik, baik secara langsung … langsung maupun tidak langsung terhadap hasil pemeringkatan yang diterbitkan. Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria independensi adalah: 1) Independensi kedudukan dan kondisi lembaga pemeringkat. Kedudukan dan kondisi lembaga pemeringkat tidak berada dibawah tekanan ekonomi dan/atau politik yang dapat mempengaruhi proses dan hasil pemeringkatan; 2) Independensi kegiatan usaha. Lembaga pemeringkat beroperasi sebagai badan usaha yang berdiri sendiri dan terpisah dari kegiatan usaha lainnya yang tidak berkaitan dengan penyediaan jasa pemeringkatan; 3) Independensi prosedur pemeringkatan. Lembaga pemeringkat memiliki prosedur untuk menghindari benturan kepentingan dengan pihak yang diperingkat, yang dapat timbul antara lain karena pihak yang diperingkat dikenakan biaya pemeringkatan; 4) Independensi kontrak perjanjian pemeringkatan. Lembaga pemeringkat mempertahankan independensi dalam setiap kontrak perjanjian pemeringkatan. Independensi harus diperhatikan terutama apabila lembaga pemeringkat melakukan kegiatan usaha lainnya yang berkaitan dengan penyediaan jasa pemeringkatan kepada pihak yang diperingkat; dan 5) Independensi kegiatan operasional. Lembaga pemeringkat memiliki kebijakan, pengamanan operasional dan code of conduct yang dapat menjamin independensi kegiatan operasional lembaga pemeringkat. b. Obyektivitas … b. Obyektivitas Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat obyektivitas dan efektivitas proses pemeringkatan serta metodologi yang digunakan dan dikembangkan, kewajaran dan konsistensi kriteria pemeringkatan, dalam setiap proses penilaian dan penetapan peringkat dari suatu perusahaan (borrower) atau suatu penerbitan surat berharga (issuance). Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria obyektivitas adalah: 1) Obyektivitas prosedur pemeringkatan. Lembaga pemeringkat memiliki prosedur pemeringkatan yang sistematis yang mengacu pada standar internasional dan dirancang untuk menghasilkan peringkat yang dapat diandalkan; 2) Obyektivitas metodologi pemeringkatan. Lembaga pemeringkat memiliki metodologi pemeringkatan yang dapat diandalkan, sistematis, dan melalui tahapan pengujian dan validasi berdasarkan pengalaman historis. Lembaga pemeringkat juga melakukan review secara berkala paling kurang satu kali dalam satu tahun terhadap praktek, prosedur, kriteria dan metodologi pemeringkatan, dengan tujuan untuk memastikan kualitas, konsistensi, dan obyektivitas hasil pemeringkatan; 3) Obyektivitas proses pemeringkatan. Lembaga pemeringkat memiliki Komite Pemeringkat (Rating Committee) untuk memastikan tercapainya obyektivitas, kewajaran, serta analisis yang menyeluruh dalam proses pemeringkatan; 4) Obyektivitas … 4) Obyektivitas hasil pemeringkatan. Obyektivitas hasil pemeringkatan antara lain dinilai dari faktor-faktor sebagai berikut: a. Lembaga pemeringkat mengungkapkan seluruh faktor yang mempengaruhi hasil pemeringkatan dan memiliki keberanian untuk menerbitkan suatu peringkat yang tidak popular atau tidak sejalan dengan ekspektasi umum; b. Lembaga pemeringkat memperhatikan batasan (system boundary) yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, untuk pemeringkatan perusahaan, lembaga pemeringkat antara lain harus memperhatikan seluruh sektor usaha dari perusahaan yang terkait dengan pihak yang diperingkat; dan c. Lembaga pemeringkat memperhatikan isu-isu dan peraturan yang berlaku di suatu negara secara spesifik yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeringkatan; dan 5) Obyektivitas standar pemeringkatan. Obyektivitas standar pemeringkatan antara lain dinilai dari faktor-faktor sebagai berikut: a. Lembaga pemeringkat menggunakan standar minimum yang diakui secara internasional (internationally recognised minimum standards) dalam melakukan pemeringkatan, termasuk pemeringkatan terhadap bidang baru; dan b. Memiliki kebijakan mengenai pemeringkatan yang dilakukan atas inisiatif lembaga pemeringkat (unsolicited rating). c. Akses … c. Akses oleh Publik (Transparansi) Kriteria ini digunakan untuk menilai keterbukaan lembaga pemeringkat kepada publik atas seluruh informasi yang terkait dengan hasil pemeringkatan, termasuk asumsi dan latar belakang penerbitan hasil pemeringkatan. Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria transparansi adalah: 1) Transparansi proses pemeringkatan. Lembaga pemeringkat memiliki prosedur yang sistematis mengenai transparansi proses pemeringkatan yang mengacu pada standar internasional serta best practices; 2) Transparansi hasil pemeringkatan. Lembaga pemeringkat mempublikasikan seluruh hasil pemeringkatan setelah mendapat persetujuan pihak yang diperingkat sehingga dapat diakses secara tidak terbatas dan tanpa biaya oleh setiap pihak, baik pemeringkatan yang dilakukan atas inisiatif pihak yang diperingkat (solicited rating) maupun atas inisiatif lembaga pemeringkat (unsolicited rating). Lembaga pemeringkat tidak diperbolehkan memberikan lebih dahulu hak akses atas informasi hasil pemeringkatan kepada pelanggan; 3) Transparansi hasil pemantauan peringkat. Lembaga pemeringkat mempublikasikan hasil pemantauan dan penyesuaian peringkat (jika ada) melalui penetapan “watch list”, serta pencantuman periode terakhir dilakukan pengkajian secara menyeluruh; 4) Transparansi … 4) Transparansi faktor-faktor yang mempengaruhi pemeringkatan. Lembaga pemeringkat mempublikasikan latar belakang pemikiran termasuk faktor-faktor kritikal dalam analisis dan pengambilan keputusan untuk setiap hasil pemeringkatan, hasil pemantauan, dan penyesuaian peringkat sebagaimana dimaksud pada angka 2) dan angka 3), dengan tetap berpegang pada prinsip kerahasiaan informasi; 5) Transparansi proses, kriteria dan metodologi pemeringkatan. Lembaga pemeringkat mempublikasikan proses, kriteria dan metodologi pemeringkatan serta penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan. Publikasi mencakup pula hal-hal yang bersifat struktural seperti metodologi yang digunakan untuk mengevaluasi risiko-risiko material yang terkandung dalam berbagai instrumen keuangan dan industri tertentu, serta asumsi, ekspektasi, dan argumentasi yang mendasari analisis hasil pemeringkatan; dan 6) Transparansi mekanisme proses pemeringkatan. Lembaga pemeringkat mengungkapkan mekanisme yang digunakan dalam proses pemeringkatan. Mekanisme tersebut antara lain seperti: (i) analisis statitistik atas informasi publikasi, (ii) analisis statitistik atas informasi publikasi yang dikonfirmasikan melalui diskusi antara analis pemeringkat dan pihak yang diperingkat, dan/atau (iii) analisis atas informasi publikasi dan non-publikasi yang diperoleh selama diskusi antara lembaga pemeringkat dan pihak yang diperingkat. d. Pengungkapan … d. Pengungkapan Publik (Disclosures) Kriteria ini digunakan untuk menilai pengungkapan segala sesuatu mengenai lembaga pemeringkat sehingga memungkinkan publik maupun otoritas yang berwenang melakukan penilaian terhadap independensi, obyektivitas, kapabilitas, dan operasional lembaga pemeringkat, serta pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria pengungkapan publik adalah: 1) Kemudahan akses. Lembaga pemeringkat menyediakan kemudahan akses bagi publik agar tercipta pemahaman yang lebih baik terhadap lembaga pemeringkat, proses pemeringkatan, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan lembaga pemeringkat; 2) Pengungkapan benturan kepentingan. Lembaga pemeringkat mengungkapkan kebijakan dan prosedur termasuk aktivitas yang berkaitan dengan benturan kepentingan; 3) Pengungkapan perubahan internal. Lembaga pemeringkat mengungkapkan perubahan internal yang bersifat material yang dapat mempengaruhi kemampuan lembaga pemeringkat untuk menerbitkan peringkat yang dapat diandalkan; dan 4) Pengungkapan informasi yang terkait dengan metodologi pemeringkatan. Lembaga pemeringkat mengungkapkan informasi baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang memungkinkan publik melakukan perbandingan metodologi pemeringkatan. e. Sumber … e. Sumber Daya (Resources) Kriteria ini digunakan untuk menilai kemampuan lembaga pemeringkat dalam mengelola usaha penyediaan jasa pemeringkatan, baik dari aspek sumber daya manusia (human resources) maupun aspek sumber daya keuangan (financial resources) yang memungkinkan lembaga pemeringkat beroperasi secara independen dan profesional. Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria sumber daya adalah: 1) Sumber daya manusia. Aspek sumber daya manusia antara lain dinilai dari faktor- faktor sebagai berikut: a. Memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai mengenai pengadaan, pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia; b. Mengungkapkan informasi dan mengkinikan kualifikasi dan pengalaman dari analis yang melakukan pemeringkatan, serta sektor maupun pihak-pihak yang diperingkat oleh analis tersebut; dan 2) Kinerja keuangan. Memiliki kemampuan dan kinerja keuangan yang baik. f. Kredibilitas Kriteria ini digunakan untuk menilai pengakuan dan akseptabilitas oleh pasar terhadap keberadaan lembaga pemeringkat sebagai penyedia jasa pemeringkatan yang dapat diandalkan. Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria kredibilitas adalah: 1) Izin … 1) Izin otoritas yang berwenang. Memiliki izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) atau otoritas yang berwenang; 2) Kebijakan penyebaran informasi. Memiliki kebijakan dan prosedur internal untuk mencegah penyalahgunaan dan/atau penyebaran informasi non-publikasi kepada pegawai atau pihak yang tidak berwenang serta pihak eksternal yang dapat memperoleh keuntungan atas informasi tersebut; dan 3) Track record. Memiliki track record dalam penerbitan hasil pemeringkatan yang dapat diandalkan. Pendekatan dalam menilai track record antara lain dilakukan melalui evaluasi terhadap studi terjadinya default (default study). Untuk lembaga pemeringkat yang baru berdiri, maka penilaian track record dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah dan pengalaman analis pemeringkat yang dimiliki. III. LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI 1. Berdasarkan penilaian terhadap pemenuhan kriteria sebagaimana tercantum pada angka II, maka Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 1. 2. Dalam rangka penerapan ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar dan penilaian kualitas aktiva bank umum, maka Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat … Peringkat Investasi Minimum (Investment grade) Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank dalam Kategori Kualifikasi (Qualifying) dan atau Dinilai Lancar adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 2 3. Dalam rangka penilaian kualitas aktiva bank umum, maka Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Minimum Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang dimiliki Bank yang Dinilai Kurang Lancar adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 3. IV. PENGKINIAN DAFTAR LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI 1. Bank Indonesia melakukan pengkinian atas Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia berdasarkan hasil penilaian dan pemantauan terhadap pemenuhan kriteria penilaian sebagaimana dimaksud pada angka II baik secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. 2. Untuk keperluan pemantauan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tersebut di atas, Bank Indonesia dapat meminta agar lembaga pemeringkat menyampaikan laporan kinerja keuangan tahunan yang telah diaudit. Disamping itu Bank Indonesia dapat meminta informasi secara tertulis mengenai setiap perubahan yang bersifat material, antara lain perubahan struktur organisasi atau manajemen, formasi analis pemeringkat, prosedur pemeringkatan, serta kinerja keuangan yang dapat mempengaruhi kemampuan lembaga pemeringkat dalam menghasilkan peringkat yang dapat diandalkan, atau informasi lain apabila diperlukan. 3. Lembaga … 3. Lembaga pemeringkat dikeluarkan dari Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia apabila: a. Berdasarkan hasil penilaian Bank Indonesia Lembaga pemeringkat tidak memenuhi kriteria penilaian sebagaimana dimaksud pada angka II; b. Lembaga pemeringkat diketahui secara sengaja memberikan informasi yang keliru (misleading); c. Lembaga pemeringkat dikenakan sanksi yang berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha lembaga pemeringkat oleh otoritas yang berwenang; dan atau d. Lembaga pemeringkat melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain menciptakan pasar semu atau insider trading dan atau melakukan rekayasa untuk menghasilkan peringkat yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Sebelum mengeluarkan lembaga pemeringkat dari daftar lembaga pemeringkat yang diakui, Bank Indonesia akan melakukan klarifikasi terhadap permasalahan yang menyebabkan lembaga pemeringkat tersebut akan dikeluarkan dari daftar lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia. Lembaga pemeringkat wajib menanggapi permintaan klarifikasi tersebut dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. V. LAIN-LAIN 1. Permohonan pencantuman lembaga pemeringkat dalam Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada Bab IV angka 1 di atas diajukan secara tertulis kepada Bank Indonesia up. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 2. Proses … 2. Proses penilaian dan pengkinian Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku tentang lembaga pemeringkat. 3. Penggunaan jasa lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia oleh Bank menjadi tanggung jawab Bank yang bersangkutan. VI. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/8/DPNP tanggal 31 Maret 2005 tentang Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 April 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/ 19 /DPNP tanggal 30 April 2008 Lampiran 1 Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia Perusahaan Pemeringkat Moody’s Peringkat Jangka Pendek Peringkat Jangka Menengah dan Jangka Panjang P-1; P-2; P-3; NP Aaa; Aa1; Aa2; Aa3; A1; A2; A3; Baa1; Baa2; Baa3; Ba1; Ba2; Ba3; B1; B2; B3; Caa1; Caa2; Caa3; Ca; C Standard and Poor’s A-1; A-2; A-3; B; B-1; B-2; B-3; C; D Fitch Ratings PT. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) PT. Moody’s Indonesia F1+; F1; F2; F3; B; C; D idA1; idA2; idA3; idA4; idB; idC; idSD; idD ID-1; ID-2; ID-3; ID-4 AAA; AA+; AA; AA-; BBB+; BBB; BBB-; BB+; BB; BB-; B+; B; B-; CCC+; CCC; CCC-; CC; C; D AAA; AA+; AA; AA-; A+; A; A-; BBB+; BBB; BBB-; BB+; BB; BB-; B+; B; B-; CCC; CC; C; RD; D idAAA; idAA+; idAA; idAA-; idBBB+; idBBB; idBBB-; idBB+; idBB; idBB-; idB+; idB; idB-; idCCC; idSD; idD Aaa.id; Aa1.id; Aa2.id; Aa3.id; A1.id; A2.id; A3.id; Baa1.id; Baa2.id; Baa3.id; Ba1.id; PT. Fitch Ratings Indonesia F1+(idn); F1(idn); F2(idn); F3(idn); B(idn); C(idn); D(idn) Ba2.id; Ba3.id; B1.id; B2.id; B3.id; Caa1.id; Caa2.id; Caa3.id; Ca.id; C.id AAA(idn); AA+(idn); AA(idn); AA-(idn); A+(idn); A(idn); A-(idn); BBB+(idn); BBB(idn); BBB-(idn); BB+(idn); BB(idn); BB-(idn); B+(idn); B(idn); B-(idn); CCC(idn); CC(idn); C(idn); DDD(idn); DD(idn); D(idn); E Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/ 19 /DPNP tanggal 30 April 2008 Lampiran 2 Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Investasi Minimum (Investment Grade) Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank dalam Kategori Kualifikasi (Qualifying) atau Dinilai Lancar Peringkat Investasi Minimum Perusahaan Pemeringkat Moody’s Standard and Poor’s Fitch Ratings PT. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) PT. Moody’s Indonesia PT. Fitch Ratings Indonesia Surat Berharga Jangka Pendek P-3 A-3 F3 idA4 ID-3 F3(idn) Surat Berharga Jangka Menengah dan Jangka Panjang Baa3 BBB- BBB- idBBB- Baa3.id BBB- (idn) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/ 19 /DPNP tanggal 30 April 2008 Lampiran 3 Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Minimum Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank yang Dinilai Kurang Lancar Peringkat Minimum Lembaga Pemeringkat Moody’s Standard and Poor’s Fitch Ratings PT. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) PT. Moody’s Indonesia PT. Fitch Ratings Indonesia Surat Berharga Jangka Pendek NP B B idB ID-4 B (idn) Surat Berharga Jangka Menengah dan Jangka Panjang Ba1 BB+ BB+ idBB+ Ba1.id BB+ (idn)
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/19/DPNP|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 30 April 2008 </set_date> <effective_date> 30 April 2008 </effective_date> <replaced_reg> '7/8/DPNP|SE-BI/2005' </replaced_reg>
No.14/15/DPM Jakarta, 10 Mei 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal : Perizinan, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/22/PBI/2010 tentang Pedagang Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5177), perlu untuk mengatur lebih lanjut perizinan, pengawasan, pelaporan, dan pengenaan sanksi bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut: I. PERSYARATAN DAN TATA CARA PERIZINAN A. Izin Usaha Pedagang Valuta Asing Bukan Bank Persyaratan dan tata cara perizinan untuk memperoleh izin usaha Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, yang selanjutnya disebut PVA Bukan Bank, diatur sebagai berikut: 1. Pemohon mengajukan permohonan izin usaha secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh … 2 contoh surat permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran I.A. 2. Surat permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi akta pendirian badan hukum perseroan terbatas yang memuat anggaran dasar beserta perubahan- perubahannya, dengan maksud dan tujuan perseroan adalah melakukan kegiatan jual beli Uang Kertas Asing (UKA) dan pembelian Traveller’s Cheque (TC); b. fotokopi pengesahan sebagai badan hukum perseroan terbatas dari instansi yang berwenang; c. dokumen pendukung masing-masing pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi sebagai berikut: 1) pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm; 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku; dan 3) daftar riwayat hidup (curriculum vitae) yang ditandatangani oleh yang bersangkutan. d. surat pernyataan pribadi bermeterai cukup dari masing- masing pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Direksi sebagaimana contoh format yang tercantum pada Lampiran I.B dan Lampiran I.C, yang menyatakan bahwa: 1) tidak tercatat dalam daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong; 2) tidak tercantum dalam kredit macet yang ditatausahakan dalam sistem informasi kredit pada Bank Indonesia; 3) tidak … 3 3) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang perbankan, keuangan dan/atau pencucian uang dalam 2 (dua) tahun terakhir berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; 4) bagi pemegang saham menyatakan bahwa: a) sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan perusahaan tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering); dan b) komitmen untuk mematuhi peraturan yang mengatur mengenai pedagang valuta asing dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. 5) bagi setiap anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi menyatakan bahwa: a) tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari suatu perseroan terbatas dengan kegiatan usaha PVA yang dicabut izin usaha oleh Bank Indonesia karena pelanggaran dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebelum tanggal pengajuan permohonan; dan b) komitmen untuk melaksanakan tugas dan kewajiban dalam menjalankan kegiatan usaha berdasarkan ketentuan mengenai pedagang valuta asing dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. e. dalam hal pemegang saham adalah badan hukum maka harus melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) fotokopi … 4 1) fotokopi akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar beserta perubahan-perubahannya yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang; 2) izin usaha badan hukum yang bersangkutan; 3) fotokopi KTP dari Direksi atau pengurus yang berwenang bertindak untuk dan atas nama badan hukum yang bersangkutan; 4) surat pernyataan dari Direksi atau pengurus yang berwenang bertindak untuk dan atas nama badan hukum yang bersangkutan, yang menyatakan bahwa: a) badan hukum tersebut tidak tercatat dalam daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong; b) badan hukum tersebut tidak memiliki kredit macet yang tercatat pada Bank Indonesia; dan c) komitmen badan hukum tersebut untuk mematuhi peraturan yang mengatur mengenai pedagang valuta asing dan peraturan perundang- undangan lain yang berlaku. f. bukti setoran modal yang berupa fotokopi rekening giro atau tabungan atas nama perusahaan di bank: 1) paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah), bagi pemohon yang beralamat di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung serta Kotamadya Batam; atau 2) paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah), bagi pemohon yang beralamat di luar wilayah ... 5 wilayah di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung serta Kotamadya Batam. g. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan yang bersangkutan; h. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama perusahaan, pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Direksi, atau surat perjanjian sewa atau bentuk lainnya atas penggunaan tempat usaha; i. j. fotokopi surat keterangan domisili tempat usaha dari instansi pemerintah yang berwenang; laporan keuangan berupa neraca perusahaan yang ditandatangani oleh Direktur; dan k. struktur organisasi kantor pusat. 3. Pada saat mengajukan permohonan izin usaha secara tertulis kepada Bank Indonesia, pemohon harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2. 4. Surat permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada: a. Bank Indonesia, Departemen Pengelolaan Moneter cq. Divisi Perizinan, Pengaturan dan Pengawasan Pedagang Valuta Asing (DPM cq. P3PVA), bagi pemohon yang akan berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPw BI DN) setempat dengan mengacu pada pembagian wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada Lampiran I.D, bagi pemohon … 6 pemohon yang akan berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI. 5. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan mengenai hasil penelitian pemenuhan persyaratan untuk pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Direksi, serta kesesuaian dokumen permohonan izin usaha, paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen diterima dengan lengkap oleh Bank Indonesia. 6. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 5 memuat mengenai: a. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi tempat usaha, dalam hal persyaratan dan kesesuaian dokumen permohonan izin usaha telah dipenuhi; b. pemohon harus memenuhi persyaratan dan kesesuaian dokumen dimaksud paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia, dalam hal persyaratan dan kesesuaian dokumen permohonan belum dipenuhi; c. pemohon harus melakukan penyelesaian atau melakukan penggantian pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi, dalam hal pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi tercantum dalam daftar kredit macet dan/atau daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia. Dalam hal pemohon tidak dapat memenuhi dan/atau menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c, maka permohonan dinyatakan batal. 7. Bank … 7 7. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi tempat usaha pemohon izin usaha PVA Bukan Bank untuk memastikan kesesuaian lokasi yang tercantum dalam dokumen permohonan izin usaha PVA Bukan Bank dengan kondisi di lapangan, kelayakan lokasi dan kesiapan pemohon izin usaha PVA Bukan Bank yang meliputi: a. keberadaan lokasi tempat usaha sesuai alamat yang diajukan; b. kelayakan tempat usaha; dan c. sarana penunjang kegiatan usaha, sekurang-kurangnya: 1) meja counter; 2) alat deteksi keaslian uang; 3) tempat penyimpan uang/brankas; dan 4) papan kurs dalam ukuran yang cukup mudah dilihat dan dibaca oleh nasabah. 8. Pemeriksaan lokasi oleh Bank Indonesia dapat dilakukan paling lama 5 (lima) hari sejak tanggal surat pemberitahuan tentang kelengkapan dan kesesuaian dokumen permohonan izin usaha. 9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan lokasi tempat usaha sebagaimana dimaksud pada angka 7 paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lokasi, dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal lokasi tempat usaha dinyatakan memenuhi persyaratan, Bank Indonesia menyampaikan undangan untuk mengikuti penyuluhan mengenai ketentuan yang terkait dengan PVA; b. dalam hal lokasi tempat usaha tidak memenuhi persyaratan, pemohon harus memenuhi persyaratan dalam … 8 dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan hasil pemeriksaan lokasi. Dalam hal pemohon tidak dapat memenuhi dan/atau menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka permohonan dinyatakan batal. 10. Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada butir 9.a, harus dihadiri oleh seluruh pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pemohon izin usaha PVA Bukan Bank. 11. Pelaksanaan penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam angka 10 dituangkan dalam berita acara yang sekaligus memuat komitmen dan pernyataan kesiapan operasional dari pemohon izin usaha PVA Bukan Bank dalam menerapkan ketentuan dan menjalankan kegiatan usaha. 12. Dalam hal pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pemohon izin usaha PVA Bukan Bank tidak menghadiri penyuluhan yang diadakan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 10 paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan penyuluhan, maka pemohon izin usaha sebagai PVA Bukan Bank dinyatakan membatalkan permohonannya. 13. Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU), sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank dan logo PVA berizin paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak penyuluhan sebagaimana dimaksud pada angka 10 telah dihadiri oleh seluruh pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pemohon izin usaha PVA Bukan Bank. 14. Bank … 9 14. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada pemohon izin usaha PVA Bukan Bank mengenai penerbitan KPmIU, sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank dan logo PVA berizin sebagaimana dimaksud pada angka 13. 15. Pengambilan KPmIU, sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank, dan logo PVA Berizin sebagaimana dimaksud pada angka 14 dilakukan oleh Direksi atau pihak yang diberi kuasa oleh Direksi dengan contoh format surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.E. 16. PVA Bukan Bank wajib memasang: a. logo PVA Berizin; b. tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” atau ”Authorized Money Changer” yang mencantumkan nama perusahaan, nomor dan tanggal KPmIU dalam ukuran yang cukup mudah dilihat dan dibaca oleh nasabah; dan c. sertifikat izin usaha yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. 17. Bank Indonesia mengumumkan daftar PVA Bukan Bank yang memperoleh izin usaha melalui website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id) dan/atau media lainnya. 18. Dalam hal pemohon telah mendapatkan izin usaha sebagai PVA Bukan Bank, maka PVA Bukan Bank wajib menyampaikan kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dikeluarkannya izin usaha sebagai PVA Bukan Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme pada PVA Bukan Bank. 19. Dalam ... 10 19. Dalam hal KPmIU dan/atau sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank yang dikeluarkan Bank Indonesia hilang atau musnah, PVA Bukan Bank dapat mengajukan permohonan penggantian secara tertulis dengan melampirkan surat keterangan dari Kepolisian. 20. Dalam hal KPmIU dan/atau sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank yang dikeluarkan Bank Indonesia mengalami kerusakan, PVA Bukan Bank dapat mengajukan permohonan penggantian secara tertulis dengan melampirkan asli KPmIU dan/atau sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank yang mengalami kerusakan. 21. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 19 atau angka 20 dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan kepada PVA Bukan Bank surat persetujuan penggantian yang disertai dengan KPmIU dan/atau sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank, yang berfungsi sebagai pengganti. B. Izin Usaha bagi PVA Bukan Bank yang akan melakukan kegiatan usaha pengiriman uang Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh izin usaha bagi PVA Bukan Bank yang akan melakukan kegiatan usaha pengiriman uang, diatur sebagai berikut: 1. PVA Bukan Bank wajib mengajukan permohonan izin secara tertulis untuk melakukan kegiatan usaha pengiriman uang kepada Bank Indonesia dengan terlebih dahulu melakukan perubahan anggaran dasar perseroan terbatas sehingga memuat kegiatan usaha pengiriman uang sebagai salah satu maksud dan tujuan perseroan. 2. Persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan untuk memperoleh izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha pengiriman … 11 pengiriman uang sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatur lebih lanjut dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan usaha pengiriman uang. C. Izin Usaha sebagai PVA Bukan Bank yang sekaligus melakukan kegiatan usaha pengiriman uang Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh izin usaha sebagai PVA Bukan Bank yang sekaligus melakukan kegiatan usaha pengiriman uang, diatur sebagai berikut: 1. Persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan untuk memperoleh izin usaha sebagai PVA tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam huruf A. 2. Persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan untuk memperoleh izin melakukan kegiatan usaha pengiriman uang tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan usaha pengiriman uang. 3. Bagi PVA Bukan Bank yang sekaligus melakukan kegiatan usaha pengiriman uang, maksud dan tujuan perseroan dalam akta pendiriannya harus memuat: a. jual beli Uang Kertas Asing (UKA); b. pembelian Traveller’s Cheque (TC); dan c. kegiatan usaha pengiriman uang. D. Pembukaan Kantor Cabang PVA Bukan Bank Persyaratan dan tata cara untuk membuka kantor cabang PVA Bukan Bank diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat PVA Bukan Bank mengajukan permohonan pembukaan kantor cabang secara tertulis dengan menggunakan contoh format surat permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran I.F. 2. Permohonan … 12 2. Permohonan pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha sebagai kantor cabang atas nama perusahaan, pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Direksi, atau surat perjanjian sewa menyewa atau bentuk lainnya atas penggunaan tempat usaha sebagai kantor cabang; b. surat pernyataan bermeterai cukup dari anggota Direksi bahwa kantor cabang yang direncanakan merupakan unit kegiatan usaha yang tidak terpisahkan dari kegiatan usaha kantor pusat PVA Bukan Bank; c. fotokopi surat keterangan domisili tempat usaha dari instansi pemerintah yang berwenang untuk setiap kantor cabang; dan d. struktur organisasi kantor cabang. 3. Bagi PVA Bukan Bank yang akan membuka kantor cabang di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung serta Kotamadya Batam harus mempunyai modal disetor paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah). 4. Surat permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4. 5. Pada saat mengajukan permohonan pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada angka 1, PVA Bukan Bank harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2. 6. Bank ... 13 6. Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai kelengkapan dan kesesuaian dokumen permohonan pembukaan kantor cabang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen diterima dengan lengkap oleh Bank Indonesia. 7. Surat pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 6 memuat mengenai: a. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi tempat usaha, dalam hal persyaratan dan kesesuaian dokumen permohonan pembukaan kantor cabang telah dipenuhi; dan b. PVA Bukan Bank harus memenuhi persyaratan dan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 paling lama 14 (empat belas ) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia, dalam hal persyaratan dan kesesuaian dokumen permohonan pembukaan kantor cabang PVA Bukan Bank belum dipenuhi. 8. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan tentang kelengkapan dan kesesuaian dokumen, untuk memastikan kesesuaian dokumen permohonan pembukaan kantor cabang dengan kondisi di lapangan, kelayakan lokasi dan kesiapan kantor sebagaimana dimaksud pada butir A.7. 9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan lokasi kantor cabang sebagaimana dimaksud pada butir 7.a. paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lokasi, dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam … 14 a. dalam hal lokasi tempat usaha dinyatakan memenuhi persyaratan, Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan pembukaan kantor cabang yang dilampiri dengan sertifikat kantor cabang dan logo PVA berizin; b. dalam hal lokasi tempat usaha tidak memenuhi persyaratan, PVA Bukan Bank harus memenuhi persyaratan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan hasil pemeriksaan lokasi. Dalam hal pemohon tidak dapat memenuhi dan/atau menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka permohonan pembukaan kantor cabang PVA Bukan Bank dinyatakan batal. 10. Dalam hal PVA Bukan Bank yang juga sebagai penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang, maka persyaratan dan tata cara untuk pengajuan permohonan pembukaan kantor cabang kegiatan usaha pengiriman uang tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan usaha pengiriman uang. 11. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA Bukan Bank mengenai penerbitan persetujuan pembukaan kantor cabang, sertifikat kantor cabang dan logo PVA berizin sebagaimana dimaksud pada butir 9.a. 12. Pengambilan surat persetujuan, sertifikat kantor cabang dan logo PVA Berizin sebagaimana dimaksud pada angka 11 dilakukan oleh Direksi atau pihak yang diberi kuasa oleh Direksi dengan contoh format surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.E. 13. Kantor cabang PVA Bukan Bank wajib memasang : a. logo PVA Berizin; b. tulisan ... 15 b. tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” atau ”Authorized Money Changer” yang mencantumkan nama perusahaan, nomor dan tanggal KPmIU, nomor dan tanggal surat persetujuan dalam ukuran yang cukup mudah dilihat dan dibaca oleh nasabah; dan c. sertifikat izin usaha yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. E. Pembukaan Gerai (Counter) PVA Bukan Bank Persyaratan dan tata cara pembukaan gerai (counter) PVA Bukan Bank diatur sebagai berikut: 1. Persyaratan pembukaan gerai (counter) PVA Bukan Bank yaitu: a. jangka waktu pembukaan gerai (counter) PVA Bukan Bank ditetapkan paling lama 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 1 (satu) bulan; b. dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu, misalnya di tempat pameran wisata dan/atau di asrama haji pada masa pelaksanaan ibadah haji; dan c. berada di wilayah yang sama dengan wilayah kantor pusat dan/atau kantor cabang PVA Bukan Bank. 2. Kantor pusat PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis pembukaan gerai (counter) kepada Bank Indonesia, dengan menggunakan contoh surat pemberitahuan sebagaimana tercantum pada Lampiran I.G. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4. 4. Bank ... 16 4. Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan tertulis bahwa pembukaan gerai telah dicatat ke dalam database Bank Indonesia. F. Pemindahan Alamat Kantor PVA Bukan Bank Persyaratan dan tata cara pemindahan alamat kantor baik kantor pusat maupun kantor cabang PVA Bukan Bank diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat PVA Bukan Bank mengajukan permohonan secara tertulis pemindahan alamat kantor kepada Bank Indonesia, dengan menggunakan contoh surat permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran I.H. 2. Surat permohonan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi surat keterangan domisili perusahaan dari instansi pemerintah yang berwenang; dan b. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama perusahaan, pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi atau surat perjanjian sewa menyewa atau bentuk lainnya atas penggunaan tempat usaha yang baru; c. dalam hal pemindahan alamat kantor pusat PVA Bukan Bank menyebabkan perubahan tempat kedudukan badan hukum, maka PVA Bukan Bank menyampaikan: 1) fotokopi akta perubahan anggaran dasar; dan 2) fotokopi persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang. 3. Surat permohonan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan … 17 disampaikan kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4. 4. Bagi PVA Bukan Bank yang akan memindahkan alamat kantor pusat dan/atau kantor cabang ke DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam, harus mempunyai modal disetor paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah). 5. Pada saat mengajukan permohonan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud pada angka 1, PVA Bukan Bank harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2. 6. Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai kelengkapan dan kesesuaian dokumen permohonan pemindahan alamat kantor paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen diterima dengan lengkap oleh Bank Indonesia. 7. Surat pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 6 antara lain memuat mengenai: a. Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan lokasi tempat usaha, dalam hal persyaratan dan kesesuaian dokumen permohonan pemindahan alamat kantor dipenuhi; b. PVA Bukan Bank harus memenuhi persyaratan dan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 4 paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia, dalam hal persyaratan dan kesesuaian dokumen ... 18 dokumen permohonan pemindahan alamat kantor PVA Bukan Bank belum dipenuhi. 8. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan tentang kelengkapan dan kesesuaian dokumen, untuk memastikan kesesuaian dokumen permohonan pemindahan alamat kantor dengan kondisi di lapangan, kelayakan lokasi dan kesiapan kantor sebagaimana dimaksud pada butir A.7. 9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan lokasi kantor baru sebagaimana dimaksud pada butir 7.a. paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lokasi, dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal lokasi tempat usaha dinyatakan memenuhi persyaratan, Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan pemindahan alamat kantor; atau b. dalam hal lokasi tempat usaha tidak memenuhi persyaratan, PVA Bukan Bank harus memenuhi persyaratan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan hasil pemeriksaan lokasi. Dalam hal pemohon tidak dapat memenuhi dan/atau menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka permohonan pemindahan alamat kantor PVA Bukan Bank dinyatakan batal. 10. Dalam hal alamat kantor pusat PVA Bukan Bank dipindahkan keluar dari wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang mewilayahinya, maka korespondensi terkait dengan perizinan, perubahan perizinan, pelaporan dan hal lain yang terkait dengan kegiatan usaha PVA untuk selanjutnya … 19 selanjutnya disampaikan kepada kantor Bank Indonesia setempat yang mewilayahi. 11. PVA Bukan Bank wajib memasang: a. logo PVA Berizin; b. tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” atau ”Authorized Money Changer” yang mencantumkan nama perusahaan, nomor dan tanggal KPmIU dalam ukuran yang cukup mudah dilihat dan dibaca oleh nasabah; dan c. sertifikat izin usaha yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. G. Perubahan Pemegang Saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi PVA Bukan Bank Persyaratan dan tata cara perubahan pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi PVA Bukan Bank diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat PVA Bukan Bank mengajukan permohonan rencana perubahan pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.I. 2. Perubahan pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi PVA Bukan Bank sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi risalah hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); dan b. dokumen pendukung calon pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi yang diusulkan ... 20 diusulkan sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.c, A.2.d dan/atau A.2.e. 3. Surat permohonan rencana perubahan pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4. 4. Pada saat mengajukan permohonan rencana perubahan pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada angka 1, PVA Bukan Bank harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2. 5. Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai kelengkapan dan kesesuaian dokumen perubahan pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal calon pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Direksi yang diusulkan telah memenuhi persyaratan, Bank Indonesia menyampaikan undangan untuk mengikuti penyuluhan mengenai ketentuan yang terkait dengan PVA. b. PVA Bukan Bank harus melakukan penyelesaian atau melakukan penggantian pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Direksi, dalam hal pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Direksi tercantum dalam daftar kredit macet dan/atau daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet ... 21 bilyet giro kosong paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia. Dalam hal PVA Bukan Bank tidak dapat memenuhi dan/atau menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka permohonan dinyatakan batal. 6. Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan perubahan pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak penyuluhan sebagaimana dimaksud pada angka 5 huruf a telah dihadiri oleh calon pemegang saham dan/atau anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi yang diusulkan PVA Bukan Bank. 7. Berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada angka 6, PVA Bukan Bank melakukan perubahan pemegang saham dan/atau anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi PVA Bukan Bank dengan memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 8. PVA Bukan Bank harus memberitahukan kepada Bank Indonesia mengenai perubahan pemegang saham, pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan/atau pengangkatan anggota Direksi yang telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia dengan menggunakan contoh surat pemberitahuan sebagaimana tercantum pada Lampiran I.J. 9. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 8 ditandatangani oleh Direksi dan harus disertai dokumen sebagai berikut : a. fotokopi akta perubahan anggaran dasar; dan b. fotokopi ... 22 b. fotokopi bukti penerimaan pemberitahuan atau persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang, apabila perubahan pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi wajib dituangkan dalam akta perubahan anggaran dasar. H. Perubahan Nama Perseroan Terbatas Persyaratan dan tata cara pelaporan perubahan nama Perseroan Terbatas PVA Bukan Bank diatur sebagai berikut: 1. Kantor Pusat PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis perubahan nama PVA Bukan Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.K. 2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus disertai dokumen sebagai berikut: a. fotokopi akta perubahan anggaran dasar; b. fotokopi persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang; dan c. asli sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank dan sertifikat kantor cabang yang dimiliki. 3. Surat pemberitahuan perubahan nama PVA Bukan Bank ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4. 4. Pada saat menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1, PVA Bukan Bank harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2. 5. Bank ... 23 5. Bank Indonesia menerbitkan Surat Keputusan Perubahan Nama Perseroan Terbatas, sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank dan sertifikat kantor cabang bagi PVA Bukan Bank yang memiliki kantor cabang dengan nama baru, paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2 diterima dengan lengkap oleh Bank Indonesia. 6. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA Bukan Bank mengenai penerbitan Surat Keputusan Perubahan Nama Perseroan Terbatas dan sertifikat sebagaimana dimaksud dalam angka 5. 7. Pengambilan KPmIU dan sertifikat izin usaha sebagai PVA Bukan Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dilakukan oleh Direksi atau pihak yang diberi kuasa oleh Direksi dengan contoh format surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.E. 8. PVA Bukan Bank wajib memasang sertifikat izin usaha dengan nama baru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. I. Perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor PVA Bukan Bank Persyaratan dan tata cara pelaporan perubahan modal dasar dan/atau modal disetor diatur sebagai berikut : 1. Kantor Pusat PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis perubahan modal dasar dan/atau modal disetor kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4, dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.L. 2. Laporan ... 24 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditandatangani oleh Direksi dan harus disertai dokumen sebagai berikut: a. dalam hal perubahan modal dasar atau pengurangan modal disetor, maka PVA Bukan Bank menyampaikan : 1) fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar; dan 2) fotokopi persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari instansi yang berwenang. b. dalam hal penambahan modal disetor, maka PVA Bukan Bank menyampaikan: 1) fotokopi akta atau risalah RUPS tentang perubahan modal disetor; 2) fotokopi penerimaan pemberitahuan dari instansi yang berwenang; dan 3) fotokopi bukti setoran modal yang berupa fotokopi rekening giro atau tabungan atas nama perusahaan di bank. 3. Pada saat menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1, PVA Bukan Bank harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2. 4. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan bahwa perubahan modal dasar dan/atau modal disetor telah dicatat di Bank Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen diterima dengan lengkap oleh Bank Indonesia. J. Penghentian ... 25 J. Penghentian Kegiatan Usaha PVA Bukan Bank 1. Persyaratan dan tata cara penghentian sementara kegiatan usaha PVA Bukan Bank untuk kantor pusat dan/atau kantor cabang diatur sebagai berikut : a. Kantor pusat PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4, mengenai penghentian sementara kegiatan usaha kantor pusat dan/atau kantor cabang dengan disertai alasan penghentian kegiatan sementara dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.M. b. Dalam hal PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka PVA Bukan Bank harus memenuhi kewajiban untuk menyampaikan Laporan Keuangan dan Laporan Kegiatan Usaha periode pelaporan sebelum PVA Bukan Bank menghentikan sementara kegiatan usahanya. c. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan bahwa penghentian sementara kegiatan usaha kantor pusat dan/atau kantor cabang telah dicatat dalam database Bank Indonesia, paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat pemberitahuan diterima oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a. d. Jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat pemberitahuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf c dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 6 (enam) bulan sejak berakhirnya penghentian sementara kegiatan usaha. e. PVA ... 26 e. PVA Bukan Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib melakukan pembukaan kembali kegiatan usaha kantor pusat dan/atau kantor cabang setelah berakhirnya jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha dan melaporkan pembukaan tersebut kepada Bank Indonesia paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.N. f. PVA Bukan Bank dapat melakukan pembukaan kembali kegiatan usaha kantor pusat dan/atau kantor cabang sebelum berakhirnya jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha dan melaporkan pembukaan tersebut kepada Bank Indonesia paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak pembukaan kembali kegiatan usaha PVA Bukan Bank dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.N. g. Dalam hal PVA Bukan Bank mengajukan perpanjangan 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, maka tata cara pelaksanaan mengikuti mekanisme sebagaimana dimaksud pada huruf a, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha berakhir, dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.O. 2. Persyaratan dan tata cara penghentian permanen kegiatan usaha kantor pusat atau kantor cabang PVA Bukan Bank, diatur sebagai berikut: a. Kantor Pusat 1) PVA ... 27 1) PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia penghentian permanen kegiatan usaha kantor pusat PVA Bukan Bank disertai dengan alasan penghentian kegiatan usaha tersebut dan dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a) asli KPmIU; b) asli surat persetujuan pembukaan kantor cabang; c) asli sertifikat izin usaha yang dimiliki baik sertifikat kantor pusat maupun kantor cabang; d) asli logo PVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia baik logo PVA berizin kantor pusat maupun kantor cabang; e) fotokopi risalah RUPS mengenai penghentian kegiatan usaha PVA Bukan Bank; dan f) surat pernyataan bermeterai cukup dari pemegang saham bahwa langkah-langkah penyelesaian kewajiban yang terkait dengan kegiatan PVA Bukan Bank telah diselesaikan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab pemegang saham. 2) Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1) ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4, dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.P. 3) Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pencabutan Izin Usaha (KPnIU) paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1) diterima dengan lengkap oleh Bank Indonesia. 4) Bank ... 28 4) Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA Bukan Bank mengenai penerbitan surat pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada angka 3). 5) KPmIU dan sertifikat izin usaha dinyatakan tidak berlaku sejak Bank Indonesia menerbitkan KPnIU. 6) Dalam hal Kantor Pusat PVA Bukan Bank mengajukan permohonan persetujuan penghentian permanen kegiatan usaha untuk kantor pusat, maka penghentian permanen kegiatan usaha berlaku untuk seluruh kantor cabang yang dimiliki. 7) Bank Indonesia mengumumkan pencabutan izin usaha PVA Bukan Bank sebagaimana dimaksud pada angka 3) melalui website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id). b. Kantor Cabang 1) Kantor Pusat PVA Bukan Bank melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia penghentian permanen kegiatan usaha kantor cabang PVA Bukan Bank disertai dengan alasan penghentian kegiatan usaha tersebut dan dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a) asli surat persetujuan pembukaan kantor cabang; b) asli sertifikat kantor cabang; dan c) asli logo PVA berizin bagi kantor cabang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. 2) Laporan penghentian permanen kantor cabang sebagaimana dimaksud pada angka 1) ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan kepada Bank ... 29 Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4, dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran I.Q. 3) Bank Indonesia menerbitkan surat penghentian permanen kegiatan usaha kantor cabang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1) diterima secara lengkap. II. TATA CARA PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH Tata cara penerapan prinsip mengenal nasabah berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank serta Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Pedoman Standar Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing. III. PENGAWASAN DAN PEMBINAAN 1. Bank Indonesia melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap PVA Bukan Bank. 2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan secara langsung dan/atau tidak langsung. 3. Pengawasan langsung dilakukan melalui pemeriksaan umum dan/atau pemeriksaan khusus. 4. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui analisa dan evaluasi atas laporan yang disampaikan PVA Bukan Bank kepada Bank Indonesia. 5. Pemeriksaan ... 30 5. Pemeriksaan umum sebagaimana dimaksud dalam angka 3 meliputi aspek-aspek antara lain: a. pemenuhan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai PVA Bukan Bank dan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan program APU dan PPT bagi PVA Bukan Bank; b. kebenaran laporan berkala dan laporan lainnya yang disampaikan kepada Bank Indonesia; dan c. penerapan kebijakan manajemen intern. 6. Pemeriksaan khusus sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia atau adanya permintaan dari instansi atau lembaga terkait. 7. Pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan angka 6 dilengkapi dengan surat penugasan dari Bank Indonesia. 8. Dalam pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 3, PVA Bukan Bank harus memberikan kepada pemeriksa, antara lain : a. data pembukuan dan data pendukung; b. kesempatan untuk melihat aktivitas operasional dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan/atau c. keterangan dari pihak yang memiliki kompetensi dan berwenang pada saat pemeriksaan sedang berlangsung. 9. Pengawasan terhadap PVA Bukan Bank dilakukan oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), bagi PVA Bukan Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPw BI DN), bagi PVA Bukan Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja ... 31 kerja KPw BI DN yang mengacu pada pembagian wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. D. 10. Dalam pelaksanaan pemeriksaan terhadap PVA Bukan Bank, Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan instansi lain atau menugaskan pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap PVA Bukan Bank. 11. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada angka 10 dilengkapi dengan surat penugasan dari Bank Indonesia. 12. Dalam melaksanakan pengawasan terhadap PVA Bukan Bank, Bank Indonesia dapat menyampaikan surat pembinaan yang wajib ditindaklanjuti oleh PVA Bukan Bank. 13. Dalam hal PVA Bukan Bank melakukan kegiatan usaha pengiriman uang maka pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan usaha pengiriman uang dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan usaha pengiriman uang. IV. PELAPORAN PVA Bukan Bank wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia secara lengkap, benar dan akurat, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jenis Laporan a. Laporan berkala terdiri dari 1) Laporan Kegiatan Usaha (LKU), yaitu : Laporan transaksi penjualan dan pembelian UKA serta Laporan pembelian TC sebagaimana tercantum pada Lampiran II.A. 2) Laporan Keuangan, yaitu : Laporan … 32 Laporan keuangan yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Perubahan Ekuitas akhir tahun berjalan sebagaimana contoh pada Lampiran II.B. Laporan berkala disusun dengan mengacu kepada Pedoman Pembukuan dan Penyusunan Laporan Keuangan PVA Bukan Bank sebagaimana tercantum pada Lampiran II.C. b. Laporan lainnya, yaitu: 1) 2) laporan yang berkaitan dengan kegiatan lalu lintas devisa, apabila diperlukan; laporan transaksi keuangan mencurigakan dan laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif tertentu sesuai ketentuan yang berlaku; dan 3) laporan lainnya setiap waktu apabila diperlukan. 2. Bentuk dan Penyampaian Laporan Berkala a. Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dibuat dalam bentuk data elektronik dan disampaikan kepada Bank Indonesia secara online dengan menggunakan media internet pada website Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU) - PVA . b. Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dinyatakan telah diterima oleh Bank Indonesia sesuai tanggal terima sistem LKPBU. c. Tata cara penyampaian laporan secara online diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan PVA Online sebagaimana tercantum dalam Lampiran III. d. Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada butir 1.a, dibuat oleh kantor pusat PVA Bukan Bank secara konsolidasi ... 33 konsolidasi yang meliputi laporan kantor pusat, kantor cabang dan gerai (counter) . 3. Periode Penyampaian Laporan a. Periode Penyampaian Laporan Berkala 1) LKU a) PVA Bukan Bank menyampaikan LKU setiap triwulan paling lambat pada akhir bulan berikutnya. b) LKU berisi data laporan bulanan yang mencakup laporan penjualan dan pembelian UKA serta pembelian TC periode bulanan. c) Teknis pelaksanaan pelaporan LKU sebagaimana dimaksud pada angka 1) disajikan dan disampaikan kepada Bank Indonesia secara bulanan setiap bulan berikutnya, paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan yang bersangkutan. Contoh Laporan Berkala Triwulan 1: (1) LKU bulan Januari disampaikan bulan Februari; (2) LKU bulan Februari disampaikan bulan Maret; (3) LKU bulan Maret disampaikan bulan April; LKU Triwulan 1 (bulan Januari, Februari, dan Maret) dianggap terlambat apabila disampaikan setelah akhir bulan April. 2) Laporan Keuangan Laporan keuangan disampaikan paling lambat pada akhir bulan Maret tahun berikutnya. b. Batas waktu penyampaian laporan berkala disampaikan sebagai berikut : 1) Laporan … 34 1) Laporan berkala secara online wajib disampaikan paling lambat tanggal akhir bulan pukul 24.00 Waktu Indonesia Barat (WIB) setelah berakhirnya periode penyampaian laporan berkala sebagaimana dimaksud pada huruf a. 2) Apabila hari terakhir penyampaian laporan berkala jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur maka batas waktu penyampaian laporan secara online tetap sebagaimana dimaksud pada angka 1), atau PVA Bukan Bank dapat menyampaikan laporan berkala pada hari kerja berikutnya secara offline. c. Dalam hal PVA Bukan Bank yang akan dan/atau melakukan penghentian sementara kegiatan usaha, maka penyampaian laporan berkala diatur sebagai berikut : 1) PVA Bukan Bank yang mengajukan permohonan penghentian sementara kegiatan usaha, tetap menyampaikan Laporan Keuangan dan LKU periode pelaporan sebelum PVA Bukan Bank menghentikan sementara kegiatan usahanya. Contoh: Apabila tanggal 20 Februari 2012 merupakan tanggal penghentian sementara kegiatan usaha PVA Bukan Bank maka PVA Bukan Bank tersebut tetap menyampaikan LKU bulan Januari 2012 dan Laporan Keuangan tahun 2011. 2) Selama periode penghentian sementara kegiatan usaha, PVA Bukan Bank tidak perlu menyampaikan LKU. 3) PVA Bukan Bank yang menghentikan sementara kegiatan usahanya tetap menyampaikan Laporan Keuangan sesuai ketentuan butir a.2). 4. Penyampaian … 35 4. Penyampaian Laporan PVA Bukan Bank yang juga melakukan kegiatan usaha pengiriman uang Dalam hal PVA Bukan Bank sekaligus melakukan kegiatan usaha pengiriman uang, penyampaian laporan kegiatan usaha pengiriman uang tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan usaha pengiriman uang. 5. Penyampaian laporan dalam kondisi gangguan dan/atau keadaan darurat Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan PVA Bukan Bank tidak dapat mengirimkan laporan secara online, maka: a. PVA Bukan Bank dapat mengirimkan laporan berkala secara online melalui media internet pada website pelaporan PVA di lokasi Bank Indonesia dengan terlebih dahulu menyampaikan surat permohonan kepada Bank Indonesia yang ditandatangani oleh Direksi dan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4. b. Waktu layanan ditetapkan oleh kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat PVA Bukan Bank yang bersangkutan. c. Dalam hal terjadi kondisi gangguan hardware, aplikasi dan/atau jaringan komunikasi data dan/atau keadaan darurat di Bank Indonesia sehingga PVA Bukan Bank tidak dapat mengirimkan laporan secara online sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, maka Bank Indonesia memberitahukan kepada PVA Bukan Bank mengenai kondisi gangguan dan/atau keadaan darurat serta langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh PVA Bukan Bank dalam menyampaikan laporan berkala. V. TATA … 36 V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI Pengenaan sanksi terhadap PVA Bukan Bank diatur sebagai berikut: 1. Bank Indonesia mengenakan sanksi kepada PVA Bukan Bank berupa teguran tertulis pertama, teguran tertulis kedua, peringatan khusus atau pencabutan izin usaha, atas pelanggaran Peraturan Bank Indonesia mengenai PVA. 2. Bank Indonesia menyampaikan surat sanksi berupa teguran tertulis pertama dalam hal PVA Bukan Bank melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia tentang PVA. 3. PVA Bukan Bank wajib menindaklanjuti sanksi teguran tertulis pertama dan melaporkannya secara tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4, paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal dikeluarkannya sanksi teguran tertulis pertama. 4. Bank Indonesia menyampaikan surat sanksi berupa teguran tertulis kedua dalam hal PVA Bukan Bank: a. tidak menindaklanjuti teguran tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada angka 2; dan/atau b. melakukan pelanggaran yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia tentang PVA untuk kedua kali dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal dikeluarkannya teguran tertulis pertama. 5. PVA Bukan Bank wajib menindaklanjuti sanksi teguran tertulis kedua dan melaporkannya secara tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4, paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal dikeluarkannya teguran tertulis kedua. 6. Bank Indonesia mengenakan sanksi berupa peringatan khusus dalam hal PVA Bukan Bank melakukan pelanggaran sebagaimana … 37 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia tentang PVA. 7. PVA Bukan Bank wajib menindaklanjuti sanksi peringatan khusus sebagaimana dimaksud pada angka 6 paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal dikeluarkannya sanksi peringatan khusus. 8. Bank Indonesia mengenakan sanksi pencabutan izin usaha dalam hal: a. PVA Bukan Bank tidak menindaklanjuti sanksi peringatan khusus sebagaimana dimaksud pada angka 6; atau b. apabila modal disetor diketahui berasal dari dan/atau untuk tujuan pencucian uang. 9. Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada angka 8 diatur sebagai berikut: a. Bank Indonesia menerbitkan KPnIU yang menyatakan bahwa izin usaha PVA Bukan Bank tidak berlaku. b. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA Bukan Bank mengenai pencabutan izin usaha PVA Bukan Bank. c. KPmIU dan sertifikat izin usaha dinyatakan tidak berlaku sejak Bank Indonesia menerbitkan KPnIU. 10. Bank Indonesia mengumumkan pencabutan izin usaha PVA Bukan Bank sebagaimana dimaksud pada butir 9.a melalui website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id). VI. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VII. KETENTUAN ... 38 VII. KETENTUAN PERALIHAN 1. Permohonan izin usaha, pembukaan kantor cabang, pemindahan alamat kantor, perubahan pemegang saham, perubahan anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi, perubahan nama perseroan terbatas, perubahan modal dasar dan/atau modal disetor dan penghentian sementara atau permanen kegiatan usaha yang sudah diterima oleh Bank Indonesia sebelum berlakunya Surat Edaran ini, diberlakukan dan diproses sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/23/DPM/2007 tanggal 8 Oktober 2007 perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank. 2. Untuk LKU Triwulan 2 (April, Mei, Juni) Tahun 2012, PVA Bukan Bank selain menyampaikan LKU kepada Bank Indonesia secara online dalam bentuk data elektronik, juga harus menyampaikan LKU dalam bentuk hardcopy yang memuat data sebagaimana yang tercantum pada Lampiran II. 3. Dalam masa peralihan sebagaimana dimaksud pada angka 2, LKU Triwulan 2 Tahun 2012 dinyatakan telah diterima oleh Bank Indonesia sesuai tanggal terima LKU yang diberikan oleh sistem LKPBU atau tanggal terima LKU dalam bentuk hardcopy oleh Bank Indonesia. VIII. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/23/DPM tanggal 8 Oktober 2007 perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal ... 39 Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank; dan 2. Surat Edaran Nomor 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/23/DPM tanggal 8 Oktober 2007 perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 10 Mei 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/15/DPM|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Perizinan, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title> <set_date> 10 Mei 2012 </set_date> <effective_date> 10 Mei 2012 </effective_date> <replaced_reg> '11/7/DPM|SE-BI/2009', '9/23/DPM|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '12/22/PBI/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 7/17/DPM Jakarta, 31 Mei 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/11/PBI/2005 tanggal 31 Maret 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4491), maka Bank Indonesia menetapkan marjin suku bunga penjaminan simpanan pihak ketiga dan pasar uang antar bank sebagai berikut: 1. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan 3 bulan 6 bulan Marjin (basis point) Ditambah 0 (nol) Ditambah 5 (lima) Ditambah 10 (sepuluh) 12 bulan Ditambah 25 (dua puluh lima) 24 bulan Ditambah 55 (lima puluh lima) dari … 2 dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir. 2. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam US Dollar ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan Marjin (basis point) 3 bulan Ditambah 88 (delapan puluh delapan) 6 bulan Ditambah 90 (sembilan puluh) Ditambah 86 (delapan puluh enam) Ditambah 77 (tujuh puluh tujuh) 12 bulan Ditambah 79 (tujuh puluh sembilan) 24 bulan dari rata-rata suku bunga deposito dalam US Dollar bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya. 3. Marjin untuk maksimum Suku Bunga PUAB ditetapkan sebagai berikut : a. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan 0 (nol) basis point di atas rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 202 (dua ratus dua) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/15/DPM tanggal 29 April 2005 perihal Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2005. Agar … 3 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/17/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 31 Mei 2005 </set_date> <effective_date> 1 Juni 2005 </effective_date> <replaced_reg> '7/15/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '6/11/PBI/2004', '7/11/PBI/2005' </related_reg>
No. 10/12/DASP Jakarta, 5 Maret 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT DAN SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA Perihal : Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account Dalam rangka melakukan pengelolaan keuangan negara (cash management) yang lebih efektif dan efisien, Pemerintah telah menerapkan Treasury Single Account (TSA) secara bertahap pada sejumlah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dengan melibatkan Peserta Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) dan Peserta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) untuk melakukan transaksi dalam rangka TSA melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI. Sehubungan dengan telah diterapkannya TSA pada seluruh KPPN di Indonesia, dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai penetapan biaya penggunaan Sistem BI-RTGS dan SKNBI dalam rangka pelaksanaan TSA sebagai peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/6/PBI/2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4820) dan PBI No. 7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara … 2 Negara Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516), sebagai berikut : I. PELAKSANA TSA 1. Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan Republik Indonesia, menetapkan Bank dan Pihak Selain Bank yang merupakan mitra kerja KPPN sebagai pelaksana TSA. 2. Penetapan Bank dan Pihak Selain Bank sebagai pelaksana TSA sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia oleh Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan Republik Indonesia. 3. Dalam penerapan TSA, Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan Republik Indonesia menetapkan Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Peserta SKNBI sebagai pelaksana TSA, yang meliputi: a. Kantor Pusat Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor Pusat Peserta SKNBI yang menjadi mitra kerja KPPN; b. Kantor Cabang Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor Cabang Peserta SKNBI yang menjadi mitra kerja KPPN sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan c. Kantor lainnya dari Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor lainnya dari Peserta SKNBI yang melakukan transaksi terkait penerapan TSA. II. JENIS TRANSAKSI, PENGGUNAAN TRANSACTION REFERENCE NUMBER (TRN) DAN SANDI TRANSAKSI DALAM PENERAPAN TSA 1. Jenis transaksi, penggunaan TRN, dan sandi transaksi dalam rangka penerapan TSA diatur sebagaimana tercantum pada Lampiran Surat Edaran ini. 2. Peserta Sistem BI-RTGS yang melakukan transaksi dalam rangka penerapan TSA harus menggunakan TRN dan mengisi payment detail yang … 3 yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercantum pada Lampiran Surat Edaran ini. 3. Peserta SKNBI yang melakukan transaksi dalam rangka penerapan TSA harus menggunakan sandi transaksi dan mengisi keterangan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercantum pada Lampiran Surat Edaran ini. 4. TRN IFTSA001 hanya dapat digunakan untuk transaksi dengan nominal Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ke atas, sedangkan untuk transaksi dengan nominal di bawah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) harus melalui SKNBI. 5. Untuk transaksi di bawah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang dilakukan setelah jadwal pengiriman Data Keuangan Elektronik (DKE) Kredit pada Kliring Kredit Siklus Kedua berakhir, Peserta Sistem BI-RTGS masih dapat mengirimkan transaksi dengan menggunakan TRN IFTSA002. III. PENGENAAN BIAYA TRANSAKSI TSA Pengenaan biaya transaksi TSA diatur sebagai berikut : 1. Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI yang melakukan transaksi dengan menggunakan TRN atau sandi transaksi dalam rangka penerapan TSA sebagaimana dimaksud pada butir II.1 dikenakan biaya transaksi sebesar Rp0,00 (nol rupiah) per transaksi. 2. Dalam hal Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 menggunakan TRN atau sandi transaksi selain TRN atau sandi transaksi yang tercantum pada Lampiran Surat Edaran ini, maka Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI tersebut dikenakan biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS atau SKNBI sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai biaya dalam penggunaan Sistem BI-RTGS dan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI. 3. Peserta … 4 3. Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI yang menggunakan TRN atau sandi transaksi dalam rangka TSA selain untuk transaksi TSA dikenakan biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai biaya dalam penggunaan Sistem BI-RTGS dan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI, ditambah dengan biaya administrasi sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah) per transaksi. 4. Pengenaan biaya transaksi dan biaya administrasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan dengan cara mendebet Rekening Giro Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI di Bank Indonesia pada saat Bank Indonesia mengetahui adanya kesalahan penggunaan TRN dan/atau sandi transaksi. IV. MASA TRANSISI SISTEM 1. Khusus untuk transaksi TSA yang dilakukan melalui SKNBI, mekanisme pembebanan biaya transaksi Rp0,00 (nol rupiah) dilakukan sebagai berikut : a. Bank yang melakukan transaksi TSA melalui SKNBI dikenakan biaya transaksi kliring kredit sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai biaya dalam penyelenggaraan SKNBI. b. Pada awal bulan berikutnya, Bank Indonesia mengembalikan biaya transaksi kliring kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Bank. 2. Mekanisme sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan paling lambat sampai dengan akhir Desember 2008. 3. Dalam hal pelimpahan pajak belum dilakukan setiap hari namun dilakukan pada hari kerja tertentu, maka TRN BIRSA501 belum dapat digunakan sehingga pelimpahan pajak tetap menggunakan TRN dan dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Sistem BI-RTGS. V. PENUTUP … 5 V. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/22/DASP tanggal 1 Oktober 2007 perihal Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DYAH N.K. MAKHIJANI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/12/DASP|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account </reg_title> <set_date> 5 Maret 2008 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date> <replaced_reg> '9/22/DASP|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '7/18/PBI/2005', '10/6/PBI/2008' </related_reg>
1 No.17/30/DPSP Jakarta, 13 November 2015 SURAT EDARAN Perihal: Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5762), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan Setelmen Dana seketika melalui Sistem Bank Indonesia- Real Time Gross Settlement dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana Transfer Dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual. 2. Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS yang selanjutnya disebut Transfer Dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari Peserta pengirim yang bertujuan memindahkan sejumlah dana kepada Peserta penerima yang disebutkan dalam perintah Transfer Dana sampai dengan diterimanya dana oleh penerima. 3. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dan penatausahaan surat berharga yang dilakukan secara elektronik. 4. Penyelenggara ... 2 4. Penyelenggara Sistem BI-RTGS yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Bank Indonesia yang menyelenggarakan sistem dalam kegiatan Setelmen Dana seketika melalui Sistem BI-RTGS. 5. Peserta Sistem BI-RTGS yang selanjutnya disebut sebagai Peserta adalah pihak yang telah memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara sebagai peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 6. Rekening Setelmen Dana adalah rekening Peserta pada Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia untuk pelaksanaan Setelmen Dana. 7. Rekening Giro adalah rekening giro sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia. 8. Pejabat Yang Mewakili adalah pejabat yang berwenang mewakili pemilik Rekening Giro untuk melakukan penarikan dana, penandatanganan surat, dan/atau kegiatan yang terkait dengan Rekening Giro di Bank Indonesia dan kepesertaan Sistem BI-RTGS yang terdiri atas Pimpinan dan/atau Pejabat Penerima Kuasa. 9. Pimpinan adalah direksi atau pejabat yang berwenang mewakili dalam kepesertaan Sistem BI-RTGS dan hubungan Rekening Giro sesuai ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pemilik Rekening Giro sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia. 10. Pejabat Penerima Kuasa adalah Pejabat Penerima Kuasa Tanpa Hak Substitusi dan/atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi. 11. Pejabat Penerima Kuasa Tanpa Hak Substitusi adalah pejabat yang menerima kuasa khusus tanpa hak substitusi dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi, untuk melakukan kegiatan penarikan dana, penandatanganan surat, dan/atau kegiatan yang terkait dengan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia dan kepesertaan Sistem BI-RTGS. 12. Pejabat... 3 12. Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi adalah pejabat yang menerima kuasa khusus dengan 1 (satu) kali hak substitusi dari Pimpinan untuk melakukan kegiatan penarikan dana, penandatanganan surat, dan/atau kegiatan yang terkait dengan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia dan kepesertaan Sistem BI-RTGS. 13. Setelmen Dana adalah proses penyelesaian akhir transaksi keuangan melalui pendebitan dan pengkreditan Rekening Setelmen Dana. 14. RTGS Central Node yang selanjutnya disingkat RCN adalah Sistem BI-RTGS di Penyelenggara yang menyediakan fungsi penatausahaan Rekening Setelmen Dana, Setelmen Dana, dan fungsi-fungsi lain dalam rangka penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 15. RTGS Participant Platform yang selanjutnya disingkat RPP adalah Sistem BI-RTGS di Peserta yang terhubung dengan RCN dan digunakan oleh Peserta untuk melakukan kegiatan pengiriman instruksi Setelmen Dana, akses informasi, dan/atau pengelolaan data Peserta. 16. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank Umum Syariah termasuk Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 17. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 18. Connected User adalah user yang ditatausahakan dan diberikan oleh Penyelenggara kepada Peserta untuk melakukan akses ke RCN melalui RPP serta memiliki Digital Certificate untuk mekanisme pengamanan pengiriman instruksi Setelmen Dana dari RPP ke RCN serta penerimaan dan pengiriman administrative message dari dan ke RCN. 19. Unconnected... 4 19. Unconnected User adalah user yang didaftarkan oleh Peserta pada RPP yang memiliki fungsi membuat instruksi dan melakukan kegiatan yang bersifat lokal, namun tidak dapat mengirimkan instruksi ke RCN. 20. Digital Certificate adalah suatu sertifikat dalam bentuk file terproteksi yang memuat identitas pemilik sertifikat, kunci enkripsi untuk melakukan verifikasi tanda tangan digital pemilik, dan periode validitas sertifikat yang dihasilkan oleh Infrastruktur Kunci Publik Bank Indonesia. 21. Digital Certificate Hard Token adalah Digital Certificate yang disimpan di dalam media USB eToken. 22. Digital Certificate Soft Token adalah Digital Certificate yang disimpan di dalam media optic yang bersifat read only yang akan di-install pada server RPP. 23. United States Dollar Clearing House Automated Transfer System, yang selanjutnya disebut USD CHATS adalah suatu sistem Transfer Dana real time gross settlement dalam mata uang Dolar Amerika Serikat di Hong Kong. 24. Mekanisme United States Dollar/Indonesian Rupiah Payment- versus-Payment yang selanjutnya disebut USD/IDR PvP adalah mekanisme setelmen untuk transaksi jual beli mata uang Dolar Amerika Serikat terhadap mata uang rupiah antar-Peserta, dimana proses setelmen kedua mata uang dilakukan secara bersamaan (simultaneous settlements) pada RCN (untuk mata uang rupiah) dan sistem komputer dari penyelenggara USD CHATS di Hong Kong (untuk mata uang Dolar Amerika Serikat). 25. Payment-Versus-Payment yang selanjutnya disingkat PvP adalah mekanisme Setelmen Dana dalam mata uang Rupiah pada Sistem BI-RTGS atas transaksi jual beli mata uang Dolar Amerika Serikat terhadap mata uang Rupiah antar-Peserta. 26. Sistem Antrian adalah mekanisme yang mengatur urutan pelaksanaan Setelmen Dana atas transaksi yang belum dapat diselesaikan pada Sistem BI-RTGS. 27. Fasilitas... 5 27. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas yang disediakan oleh Penyelenggara untuk Peserta sebagai cadangan dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang menyebabkan Peserta tidak dapat menggunakan Sistem BI- RTGS di lokasi Peserta. 28. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi maupun sarana pendukung Sistem BI-RTGS yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 29. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang menyebabkan kegiatan operasional Sistem BI-RTGS tidak dapat diselenggarakan yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat yang berwenang setempat, termasuk Bank Indonesia. II. PENYELENGGARA A. Organisasi Penyelenggara 1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia c.q. Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP). 2. Kegiatan korespondensi terkait kegiatan penyelenggaraan ditujukan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kegiatan terkait kepesertaan dan operasional penyelenggaraan Sistem BI-RTGS ditujukan ke alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Surat Berharga Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. b. Kegiatan... 6 b. Kegiatan korespondensi terkait dengan pemantauan kepatuhan Peserta terhadap penyelenggaraan Sistem BI-RTGS ditujukan ke alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi Kepatuhan Peserta, Pembayaran Bank Indonesia, dan Manajemen Intern Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 3. Penyelenggara menyediakan help desk untuk menangani permasalahan operasional Sistem BI-RTGS yang dihadapi oleh Peserta dengan nomor sebagai berikut: No. telepon : 021 2981 8888 No. faksimile : 021 231 0485. 4. Dalam hal terdapat perubahan alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan/atau perubahan nomor telepon dan/atau faksimile sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka Penyelenggara memberitahukan perubahan tersebut melalui surat dan/atau sarana lainnya. B. Tugas dan Wewenang Penyelenggara Dalam rangka menyelenggarakan Sistem BI-RTGS, Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Menetapkan ketentuan dan prosedur dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 2. Menyediakan sarana dan prasarana Sistem BI-RTGS sebagai berikut: a. perangkat keras (hardware) pada Penyelenggara dan aplikasi RCN (software); b. satu Jaringan Komunikasi Data (JKD) yang menghubungkan RPP Utama dengan RCN; c. aplikasi RPP dan perubahannya serta Buku Pedoman Pengoperasian Sistem BI-RTGS yang disampaikan oleh Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain; d. Fasilitas... Informasi Sistem 7 d. Fasilitas Guest Bank; dan e. sarana dan prasarana pendukung lainnya termasuk untuk pelaksanaan mekanisme Setelmen Dana USD/IDR PvP pada Sistem BI-RTGS. 3. Melaksanakan kegiatan operasional Sistem BI-RTGS sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, antara lain sebagai berikut: a. melakukan kegiatan Setelmen Dana seketika atas Transfer Dana; dan b. menyediakan data/informasi hasil Setelmen Dana seketika atas Transfer Dana. 4. Melakukan upaya untuk menjamin keandalan, ketersediaan, dan keamanan penyelenggaraan Sistem BI- RTGS, antara lain sebagai berikut: a. melakukan pengelolaan dan pengoperasian RCN; b. menyediakan help desk untuk menangani masalah operasional penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan/atau JKD; c. memberikan layanan yang berkaitan dengan kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS; d. menetapkan waktu operasional penyelenggaraan Sistem BI-RTGS; e. memiliki standar layanan minimum penyelenggaraan Sistem BI-RTGS antara lain standar layanan waktu terkait kepesertaan dan standar layanan dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS; f. menetapkan dan memberlakukan ketentuan dan prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; g. memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan/atau h. menetapkan status kepesertaan Peserta. 5. Melakukan pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan dan prosedur yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 6. Menetapkan... 8 6. Menetapkan dan mengenakan sanksi administratif. 7. Menetapkan batas nilai nominal transaksi yang dapat dilakukan melalui Sistem BI-RTGS, apabila diperlukan. 8. Menetapkan jenis dan besarnya biaya dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, termasuk batas biaya paling banyak yang dikenakan Peserta kepada nasabahnya. III. KEPESERTAAN A. Prinsip Umum 1. Pihak-pihak yang dapat menjadi Peserta yaitu: a. Bank Indonesia; b. Bank; c. penyelenggara kliring dan/atau setelmen yang telah mendapat persetujuan Bank Indonesia; dan d. lembaga lain yang disetujui oleh Penyelenggara. 2. Lembaga lain yang dapat disetujui sebagai Peserta oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d adalah lembaga yang mendukung: a. penyelesaian transaksi pembayaran, transaksi surat berharga, dan transaksi pasar keuangan agar semakin aman dan efisien; dan/atau b. efektivitas operasi kebijakan moneter oleh Bank Indonesia. 3. Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. merupakan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional sekaligus melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk UUS maka kepesertaan dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS untuk kegiatan usaha secara konvensional harus terpisah dari kepesertaan untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. B. Persyaratan Menjadi Peserta 1. Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki... 9 a. memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia; b. memiliki surat izin usaha dari lembaga yang berwenang yang masih berlaku; c. tidak sedang dalam proses likuidasi atau dalam kondisi pailit; d. Pimpinan calon Peserta telah dinyatakan lulus dalam fit and proper test yang dilakukan oleh lembaga pengawas yang berwenang atau Pimpinan calon Peserta telah memperoleh persetujuan dari lembaga pengawas yang berwenang; e. memiliki laporan hasil audit keamanan atas sistem internal calon Peserta yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun terakhir, dalam hal calon Peserta akan menghubungkan sistem internal calon Peserta ke Sistem BI-RTGS; dan f. bagi penyelenggara kliring dan/atau setelmen serta lembaga lain yang merupakan badan hukum Indonesia, harus memenuhi persyaratan tambahan: 1) memenuhi persyaratan permodalan sesuai ketentuan yang berlaku atau memiliki rekomendasi dari lembaga pengawas terkait; 2) Pimpinan calon Peserta tidak tercantum dalam daftar kredit macet dan daftar hitam nasional yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang; dan 3) Pimpinan calon Peserta tidak pernah dihukum atas tindak pidana di bidang perbankan, keuangan, dan/atau pencucian uang berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. 2. Calon Peserta selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, harus menyediakan infrastruktur untuk mengakses Sistem BI-RTGS sesuai dengan spesifikasi infrastruktur RPP sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. 3. Dalam... 10 3. Dalam hal infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dikelola oleh pihak lain, calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki surat pernyataan dari pihak lain atas penggunaan infrastrukturnya oleh calon Peserta yang bersangkutan; b. memiliki perjanjian kerja sama penggunaan infrastruktur dengan pihak lain yang mengelola infrastruktur Sistem BI-RTGS, paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: 1) pengaturan hak dan kewajiban antara calon Peserta dengan pihak lain; 2) tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau penyalahgunaan data dan informasi; 3) mekanisme pelaksanaan transaksi baik dalam keadaan normal maupun pada saat terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di calon Peserta atau pihak lain; 4) pengaturan penyelesaian perselisihan antara calon Peserta dengan pihak lain; 5) biaya penggunaan infrastruktur yang dikenakan kepada calon Peserta; 6) memberikan akses kepada Penyelenggara yang terkait dengan calon Peserta untuk melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap: a) sarana fisik; b) aplikasi pendukung calon Peserta yang terkait Sistem BI-RTGS; dan/atau c) kegiatan operasional yang dilakukan oleh calon Peserta dan/atau pihak lain; dan 7) pernyataan bahwa perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Bank Indonesia. 4. Dalam hal calon Peserta merupakan UUS dan menggunakan infrastruktur milik Bank induknya yang menjadi Peserta maka klausula pengaturan sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b dituangkan dalam bentuk kebijakan dan prosedur tertulis internal Bank. C. Prosedur... 11 C. Prosedur Menjadi Peserta Prosedur menjadi Peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI- RTGS diatur sebagai berikut: 1. Calon Peserta menyampaikan surat permohonan untuk menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.1 dalam Lampiran II. 2. Dalam hal calon Peserta belum memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a, calon Peserta harus membuka Rekening Giro di Bank Indonesia yang tata cara dan persyaratannya sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia. Pengajuan permohonan untuk menjadi Peserta dan permohonan untuk pembukaan Rekening Giro dapat diajukan bersamaan. 3. Dalam hal calon Peserta merupakan UUS maka dalam surat permohonan dijelaskan bahwa permohonan tersebut diajukan oleh Bank konvensional untuk UUS dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.1 dalam Lampiran II. 4. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi dokumen persetujuan izin usaha yang masih berlaku dari lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai aslinya oleh Pimpinan yang bersangkutan; b. surat pernyataan dari Pimpinan calon Peserta yang menyatakan bahwa calon Peserta tidak sedang dalam proses likuidasi atau dalam kondisi pailit dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.2 dalam Lampiran II; c. surat pernyataan dari Pimpinan calon Peserta yang menyatakan kesiapan infrastruktur RPP dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.3 dalam Lampiran II; d. dalam ... 12 d. dalam hal calon Peserta menggunakan infrastruktur pihak lain, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilengkapi dengan dokumen tambahan berupa: 1) surat pernyataan dari pihak lain atas penggunaan infrastrukturnya oleh calon Peserta dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.4 dalam Lampiran II; dan 2) surat pernyataan dari calon Peserta yang menyatakan bahwa calon Peserta telah memiliki perjanjian penggunaan infrastruktur Sistem BI- RTGS yang dikelola oleh pihak lain dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.5 dalam Lampiran II; e. fotokopi surat keputusan fit and proper test Pimpinan calon Peserta yang dikeluarkan lembaga pengawas terkait atau susunan Pimpinan sesuai dengan kondisi terakhir yang disetujui oleh lembaga pengawas terkait; f. dalam hal calon Peserta adalah penyelenggara kliring dan/atau setelmen dan lembaga lain merupakan badan hukum Indonesia, menyampaikan dokumen tambahan: 1) fotokopi dokumen yang membuktikan bahwa calon Peserta tidak masuk dalam daftar kredit macet yang diterbitkan oleh lembaga pengawas terkait; 2) surat pernyataan dari Pimpinan calon Peserta yang menyatakan bahwa Pimpinan calon Peserta: a) tidak tercantum dalam daftar kredit macet dan daftar hitam nasional yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang; dan b) tidak pernah dihukum atas tindak pidana di bidang perbankan, keuangan, dan/atau pencucian uang berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; 3) surat... 13 3) surat pernyataan dari Pimpinan calon Peserta mengenai pemenuhan permodalan terakhir; g. surat permohonan dari Pimpinan untuk mendapatkan administrator user, Connected User, dan Digital Certificate dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.6 dalam Lampiran II; h. data kepesertaan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; dan i. laporan hasil audit keamanan atas sistem internal calon Peserta yang dilakukan oleh auditor internal atau auditor independen, dalam hal sistem internal calon Peserta akan terhubung dengan Sistem BI-RTGS. Dalam hal audit keamanan dilakukan oleh auditor internal, dilengkapi dengan surat pernyataan dari Pimpinan yang menyatakan bahwa audit keamanan dilaksanakan secara independen. 5. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditandatangani oleh Pimpinan calon Peserta dan disampaikan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 6. Bagi calon Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN), surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 7. Dalam hal diperlukan, calon Peserta harus memperlihatkan dokumen yang asli dari dokumen yang dipersyaratkan oleh ketentuan yang mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a, butir 4.e, dan butir 4.f.1) kepada Penyelenggara. 8. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan ke lokasi calon Peserta untuk memastikan antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan infrastruktur Sistem BI-RTGS. 9. Penyelenggara... 14 9. Penyelenggara memberikan persetujuan prinsip atau penolakan atas permohonan calon Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1, paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diterima secara lengkap oleh Penyelenggara, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam hal permohonan calon Peserta tidak disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penolakan permohonan calon Peserta dengan disertai alasan penolakan. b. Dalam hal permohonan calon Peserta disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan prinsip yang memuat antara lain sebagai berikut: 1) nama dan nomor Rekening Giro; 2) kode Peserta (participant code); 3) kegiatan pelatihan; 4) kegiatan instalasi; 5) hal-hal lain yang harus dilakukan calon Peserta: a) memenuhi kelengkapan dokumen dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional Sistem BI-RTGS; b) melakukan penandatanganan perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS dengan format perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV; dan c) memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c. Calon Peserta yang memperoleh persetujuan prinsip harus memenuhi: 1) kelengkapan dokumen administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional Sistem BI- RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir b.5).a) dan butir b.5).b); dan 2) persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 10. Pemenuhan... 15 10. Pemenuhan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 9.c.1) meliputi: a. Surat pemberitahuan mengenai nama dan jabatan Pimpinan yang akan melakukan penandatanganan perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.7 dalam Lampiran II. Dalam hal penandatanganan perjanjian dilakukan selain oleh Pimpinan maka diperlukan surat kuasa dari Pimpinan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.8 dalam Lampiran II. b. Surat pemberitahuan kewenangan Pimpinan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.9 dalam Lampiran II. c. Surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan operasional Sistem BI-RTGS diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pimpinan dapat memberi kuasa kepada Pejabat Penerima Kuasa Tanpa Hak Substitusi atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi 1 (satu) kali. 2) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berlaku untuk 1 (satu) kantor Bank Indonesia. 3) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mencakup kegiatan sebagai berikut: a) penarikan dana melalui Cek Bank Indonesia (Cek BI) untuk penarikan tunai dan Bilyet Giro Bank Indonesia (BGBI) untuk pemindahan dana; b) mengelola administrator user, Connected User, Digital Certificate Hard Token, dan/atau Digital Certificate Soft Token; c) penandatanganan surat menyurat, laporan dan/atau dokumen lain, baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik, yang terkait... 16 terkait dengan Rekening Giro di Bank Indonesia serta kepesertaan dan operasional dalam Sistem BI-RTGS; dan/atau d) hal-hal lain sebagai berikut: (1) pengambilan fisik uang, baik yang terlebih dahulu telah dilakukan pendebitan Rekening Giro dalam Rupiah melalui Sistem BI-RTGS maupun dengan menggunakan Cek BI, dan menandatangani surat menyurat dan/atau dokumen yang berkaitan dengan pengambilan fisik uang; (2) penyerahan dan/atau pengambilan administrator user, Connected User, Digital Certificate Hard Token, dan/atau Digital Certificate Soft Token; (3) penyerahan dan/atau pengambilan buku Cek BI dan BGBI; (4) penyerahan dan/atau pengambilan surat, laporan, dan berbagai dokumen lain baik berupa dokumen tertulis maupun dokumen elektronik, yang terkait dengan Rekening Giro, kepesertaan, dan operasional dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. Format surat kuasa dari Pimpinan kepada Pejabat Penerima Kuasa sebagaimana pada contoh II.10 dalam Lampiran II. 4) Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi dapat memberikan kuasa tanpa hak substitusi kepada petugas di kantor pusat atau kantor cabang calon Peserta hanya untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: a) melakukan pengambilan fisik uang sebagaimana dimaksud dalam butir 3).d).(1), dengan menggunakan format sebagaimana pada contoh II.11 dalam Lampiran II; dan b) melakukan ... penyerahan ... 17 b) melakukan kegiatan pengambilan dan penyerahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 3).d).(3) dan butir 3).d).(4) sesuai dengan keperluan calon Peserta dan dapat dituangkan dalam satu atau lebih surat kuasa dengan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.12 dalam Lampiran II. 5) Jumlah Pejabat Penerima Kuasa atau petugas penerima kuasa diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a) Jumlah Pejabat Penerima Kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1) untuk melakukan kegiatan penarikan dana dan melakukan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam angka 3) diatur sebagai berikut: (1) di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI): paling banyak 10 (sepuluh) orang; dan (2) di masing-masing Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN): paling banyak 5 (lima) orang. b) Jumlah petugas penerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi untuk melakukan pengambilan fisik uang sebagaimana dimaksud dalam butir 3).d).(1) diatur sebagai berikut: (1) di KPBI: sesuai ketentuan mengenai sistem antrian penarikan uang tunai di Departemen Pengelolaan Uang (DPU); atau (2) di masing-masing KPwDN paling banyak 10 (sepuluh) orang. Jumlah petugas pengambilan fisik uang termasuk petugas pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan pengambilan fisik uang. c) Jumlah... 18 c) Jumlah petugas penerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam butir 4)b) untuk melakukan kegiatan penyerahan dan pengambilan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 3)d)(3) dan butir 3)d)(4), paling banyak 10 (sepuluh) orang untuk setiap kantor Bank Indonesia. 6) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam butir 3).d) dapat dibuat dalam 1 (satu) atau lebih surat kuasa disesuaikan dengan kebutuhan calon Peserta. 7) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam butir c.1) dan butir c.4) disertai dengan fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa: a) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM) atau paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau b) Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan Surat izin kerja dari instansi berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA). d. Surat permohonan dari Pejabat Yang Mewakili untuk membuat spesimen tanda tangan bagi: 1) Pejabat Yang Mewakili untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka c.3); dan 2) petugas penerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi untuk melakukan pengambilan fisik uang sebagaimana dimaksud dalam butir c.3).d).(1), khusus bagi calon Peserta yang berada di wilayah kerja KPwDN. Surat permohonan dari Pejabat Yang Mewakili untuk membuat spesimen tanda tangan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.13 dalam Lampiran II. 11. Khusus... 19 11. Khusus untuk petugas penerima kuasa dari Pimpinan atau dari Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir 10.c.3).d).(3) sampai dengan butir 10.c.3).d).(4), tidak perlu membuat spesimen tanda tangan. 12. Calon Peserta menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 10 kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 13. Dalam hal terdapat kekurangan dokumen administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional Sistem BI- RTGS, Penyelenggara menginformasikan kepada calon Peserta melalui surat, telepon, atau sarana lainnya. 14. Berdasarkan dokumen administrasi yang disampaikan calon Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 10, Penyelenggara menyampaikan surat yang menginformasikan mengenai hal-hal terkait dengan penandatanganan perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS, pembuatan spesimen tanda tangan Pimpinan dan pejabat atau petugas penerima kuasa dari Pimpinan, pengambilan administrator user dan Digital Certificate, waktu pelatihan penggunaan Sistem BI-RTGS, dan waktu pemasangan JKD. 15. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam angka 14, calon Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: a. penandatanganan perjanjian penggunaan Sistem BI- RTGS; b. pengambilan dokumen administrator user, Connected User, Digital Certificate Hard Token, dan/atau Digital Certificate Soft Token yang pelaksanaannya diambil oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia; c. mengikutsertakan petugas yang akan menangani teknis operasional RPP calon Peserta dalam pelatihan teknis dan operasional penggunaan Sistem BI-RTGS; dan d. melakukan uji koneksi dari Sistem BI-RTGS calon Peserta ke Sistem BI-RTGS Penyelenggara dengan menggunakan RPP yang telah dilakukan instalasi. 16. Calon... 20 16. Calon Peserta harus memenuhi kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 10 dan melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 15 paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan prinsip dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir 9.b. 17. Dalam hal calon Peserta tidak dapat memenuhi persyaratan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 16 maka: a. persetujuan prinsip sebagai Peserta yang dikeluarkan oleh Penyelenggara menjadi tidak berlaku; dan b. calon Peserta wajib mengembalikan aplikasi RPP, Buku Pedoman Pengoperasian Sistem BI-RTGS, administrator user, Connected User, dan Digital Certificate kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a paling lama 7 (tujuh hari) kerja sejak persetujuan tidak berlaku. 18. Penyelenggara memberitahukan secara tertulis mengenai persetujuan operasional keikutsertaan sebagai Peserta dan tanggal efektif operasional sebagai Peserta kepada: a. calon Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan b. seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah calon Peserta melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 16. D. Prosedur dan Persyaratan Menjadi Pengguna USD/IDR PvP Ketentuan dan prosedur penggunaan USD/IDR PvP sebagai berikut: 1. Dalam pelaksanaan USD/IDR PvP antara RCN dan sistem komputer dari penyelenggara USD CHATS terkoneksi melalui seperangkat infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang terdiri dari Indonesian Rupiah Cross Currency Payment Matching Processor (IDR CCPMP), United States ... 21 States Dollar Cross Currency Payment Matching Processor (USD CCPMP), dan jaringan komunikasi yang menghubungkan RCN dengan infrastruktur teknologi informasi USD/IDR PvP di Hong Kong. 2. Peserta yang dapat menggunakan USD/IDR PvP harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Bagi Bank, memiliki izin untuk melakukan kegiatan devisa dari lembaga yang berwenang. b. Bagi lembaga selain Bank, memperoleh persetujuan dari lembaga pengawas kegiatan Peserta untuk menggunakan Mekanisme USD/IDR PvP. c. Peserta merupakan peserta USD CHATS, baik sebagai Direct Participant (DP) atau Indirect CHATS User (ICU), sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai USD CHATS. 3. Prosedur menjadi Peserta pengguna USD/IDR PvP diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan menjadi peserta pengguna USD/IDR PvP kepada Penyelenggara disertai dengan persyaratan dokumen: 1) bagi Bank, menyampaikan dokumen yang dapat membuktikan Bank dimaksud dapat melakukan kegiatan devisa, antara lain berupa fotokopi surat persetujuan sebagai bank devisa dari lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pejabat Yang Mewakili yang bersangkutan; 2) bagi pihak selain Bank, menyampaikan fotokopi surat persetujuan dari lembaga pengawas yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pejabat Yang Mewakili yang bersangkutan; 3) surat yang menerangkan bahwa Peserta merupakan peserta USD CHATS, baik sebagai DP maupun sebagai ICU, disertai dengan dokumen pendukung yang membuktikan bahwa Peserta merupakan peserta USD CHATS; 4) menyampaikan... 22 4) menyampaikan informasi mengenai: a) Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) Bank Identifier Code (BIC) dari Peserta; b) SWIFT BIC dari: (1) settlement institution, untuk Peserta yang merupakan DP; atau (2) bank koresponden, untuk Peserta yang merupakan ICU. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia. Surat tersebut disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak disetujui, penolakan disampaikan melalui surat dengan menyebutkan alasan penolakan. 2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan untuk menggunakan USD/IDR PvP disertai dengan pemberitahuan mengenai tanggal efektif Peserta sebagai pengguna USD/IDR PvP kepada Peserta. d. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir c.2). disampaikan pula oleh Penyelenggara kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara. E. Status... 23 E. Status Kepesertaan dan Perubahannya 1. Status Kepesertaan Status kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS bagi Peserta dibedakan menjadi: a. Aktif Peserta dengan status kepesertaan aktif dapat melakukan seluruh fungsi dalam penyelenggaran Sistem BI-RTGS dengan hak akses Peserta yang bersangkutan. b. Ditangguhkan Peserta dengan status ditangguhkan: 1) dapat melakukan fungsi mengakses data dan/atau informasi pada RCN melalui aplikasi RPP; 2) tidak dapat melakukan kegiatan tertentu di Sistem BI-RTGS sesuai dengan pembatasan yang ditentukan oleh Penyelenggara; dan 3) dapat mengirim atau menerima instruksi Setelmen Dana namun instruksi tersebut ditangguhkan proses setelmen dananya sesuai dengan pembatasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dan akan diproses kembali oleh Sistem BI-RTGS sesuai dengan prosedur setelah status Peserta kembali aktif. c. Dibekukan Peserta dengan status kepesertaan dibekukan: 1) dapat melakukan fungsi mengakses data dan/atau informasi pada RCN melalui aplikasi RPP; dan 2) tidak dapat mengirim dan menerima instruksi Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS. d. Ditutup Peserta dengan status ditutup merupakan Peserta yang dihentikan secara tetap kepesertaannya dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan tidak dapat melakukan seluruh fungsi dalam penyelenggaran Sistem BI-RTGS. 2. Perubahan... 24 2. Perubahan Status Kepesertaan a. Ketentuan perubahan status kepesertaan diatur sebagai berikut: 1) Perubahan status kepesertaan bagi Peserta dapat dilakukan dari: a) aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya; b) aktif menjadi dibekukan; c) aktif menjadi ditutup; d) ditangguhkan menjadi dibekukan; atau e) dibekukan menjadi ditutup. 2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilakukan: a) dalam rangka pengenaan sanksi administratif oleh Penyelenggara; b) berdasarkan permintaan tertulis dari pihak yang berwenang melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta, antara lain Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas makroprudensial dan sistem pembayaran, serta Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas pengawas mikroprudensial, yang didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: (1) adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku; preventif (2) tindakan terhadap kemungkinan terjadinya risiko yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Peserta; dan/atau (3) pembekuan kegiatan usaha Peserta, pencabutan usaha, putusan kepailitan, dan/atau likuidasi; c) permintaan tertulis dari Peserta yang bersangkutan didasarkan antara lain karena self-liquidation, penggabungan, peleburan, pemisahan yang telah disetujui oleh otoritas berwenang... 25 berwenang, pengunduran diri sebagai Peserta atau alasan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara atau lembaga pengawas terkait. 3) Perubahan status kepesertaan atas permintaan dari Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 2).c) hanya berupa perubahan status kepesertaan dari aktif menjadi ditutup. 4) Persyaratan perubahan status kepesertaan menjadi ditutup, diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a) Peserta harus menyelesaikan seluruh transaksi yang dilakukan melalui Sistem BI- ETP, BI-SSSS, Sistem BI-RTGS dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), yang Setelmen Dananya dilakukan melalui Sistem BI-RTGS; b) Peserta harus menyelesaikan seluruh kewajiban terhadap Bank Indonesia, antara lain biaya penggunaan Sistem BI-RTGS, biaya penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI), dan biaya lainnya; dan c) Peserta harus melakukan pemindahan saldo Rekening Giro ke rekening yang ditetapkan oleh Peserta dalam rangka penihilan saldo. 5) Khusus perubahan status kepesertaan menjadi ditutup dikarenakan penggabungan, peleburan, atau pemisahan maka penyelesaian hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir 4).a) dan butir 4).b) beralih ke Peserta hasil penggabungan, peleburan, atau pemisahan yang didasarkan pada surat pernyataan pengambilalihan hak dan kewajiban dari Peserta hasil penggabungan, peleburan, atau pemisahan. 6) Penyelenggara... 26 6) Penyelenggara dapat memindahkan saldo Rekening Giro atas nama Peserta ke rekening yang ditetapkan oleh Penyelenggara apabila Peserta tidak melakukan pemindahan saldo sebagaimana dimaksud dalam butir 4).c). b. Prosedur perubahan status kepesertaan diatur sebagai berikut: 1) Perubahan status kepesertaan karena pengenaan sanksi administratif oleh Penyelenggara a) Perubahan status kepesertaan karena pengenaan sanksi administratif dapat dilakukan oleh Penyelenggara berdasarkan hasil pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b) Penyelenggara dapat mengubah kembali status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a), setelah melakukan evaluasi atas kepatuhan Peserta yang bersangkutan. c) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan: (1) pada jam operasional Sistem BI-RTGS dan diberitahukan pada tanggal yang sama dengan perubahan status; atau (2) berdasarkan tanggal efektif perubahan status yang ditetapkan oleh Penyelenggara dan diberitahukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelumnya. d) Penyelenggara menginformasikan perubahan status Peserta kepada: (1) Peserta yang bersangkutan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile; (2) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara; dan/atau (3) lembaga... 27 (3) lembaga yang berwenang dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile. 2) Perubahan status kepesertaan atas permintaan tertulis dari pihak yang berwenang melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta a) Pihak yang berwenang melakukan pengawasan kegiatan Peserta dapat menyampaikan permintaan tertulis untuk mengubah status kepesertaan di Sistem BI- RTGS kepada Gubernur Bank Indonesia dengan tembusan disampaikan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. b) Surat permintaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: (1) nama Peserta dan perubahan status kepesertaan yang diminta; (2) alasan perubahan status kepesertaan; dan (3) tanggal efektif perubahan status kepesertaan. c) Dalam hal perubahan status kepesertaan yang diminta merupakan perubahan status menjadi ditangguhkan, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) memuat pula batasan penangguhan yang mencakup penangguhan terhadap seluruh atau sebagian fungsi dalam melakukan kegiatan transaksi melalui Sistem BI-RTGS. d) Surat permintaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disertai dengan dokumen pendukung yang menjadi dasar penetapan perubahan status Peserta. e) Dalam... 28 e) Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disetujui, Penyelenggara memberitahukan perubahan status kepesertaan kepada: (1) pihak yang berwenang yang meminta perubahan status kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile; (2) Peserta yang bersangkutan melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile; dan (3) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. 3) Perubahan status kepesertaan atas permintaan Peserta karena self-liquidation, pengunduran diri sebagai peserta atau alasan lainnya a) Peserta mengajukan permohonan perubahan status kepesertaan dari aktif menjadi ditutup dan penutupan Rekening Giro kepada Penyelenggara dengan dilengkapi dokumen pendukung yang mendasari perubahan status kepesertaan sebagai berikut: (1) fotokopi keputusan pencabutan izin usaha, dalam hal Peserta yang melakukan self-liquidation; atau (2) dokumen terkait lainnya untuk alasan perubahan status kepesertaan yang dilakukan karena pengunduran diri atau berdasarkan alasan lain yang telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara atau pihak pengawas kegiatan Peserta. b) Surat... 29 b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) ditandatangani oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: (1) surat disampaikan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan (2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c) Peserta harus memenuhi ketentuan untuk menyelesaikan kewajiban dan menihilkan saldo rekening sebagaimana dimaksud dalam butir a.4). d) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) yang telah disetujui oleh Penyelenggara, selanjutnya Penyelenggara memberitahukan perubahan status dan penutupan kepesertaan Sistem BI-RTGS kepada: (1) Peserta yang bersangkutan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile mengenai perubahan status kepesertaan dan hal-hal lain yang dilakukan terkait dengan perubahan status kepesertaan dan penutupan rekening; (2) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara; dan (3) pihak... 30 (3) pihak yang berwenang melakukan pengawasan kegiatan Peserta melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile. e) Peserta harus mengembalikan Digital Certificate Hard Token kepada Penyelenggara setelah kepesertaan Peserta yang bersangkutan ditutup. 4) Perubahan Status Kepesertaan Atas Permintaan Peserta Karena Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan a) Perubahan Status Kepesertaan Karena Penggabungan Prosedur perubahan status kepesertaan karena penggabungan diatur sebagai berikut: (1) Setiap Peserta yang menggabungkan diri mengajukan surat permohonan penutupan kepesertaan dan penutupan Rekening Giro yang memuat paling kurang: (a) persetujuan penggabungan dari lembaga yang berwenang; (b) waktu pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam Sistem BI- RTGS; (c) waktu pelaksanaan pemindahan saldo Rekening Giro Peserta yang menggabungkan diri yaitu paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS; penutupan (d) permohonan kepesertaan Sistem BI-RTGS dan Rekening Giro; (e) pengalihan... 31 (e) pengalihan hak dan kewajiban terkait kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS dari Peserta yang menggabungkan diri kepada Peserta yang menerima penggabungan, terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; dan (f) pencabutan spesimen tanda tangan Pejabat Yang Mewakili dari Peserta yang menggabungkan diri, terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum. Contoh format surat permohonan penutupan kepesertaan dan penutupan Rekening Giro kepada Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada contoh II.14 dalam Lampiran II. (2) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dilengkapi persyaratan dokumen sebagai berikut: (a) fotokopi surat keputusan dari lembaga yang berwenang menyetujui penggabungan; dan (b) fotokopi Anggaran Dasar terakhir Peserta yang menggabungkan diri, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan. (3) Peserta yang menerima penggabungan menyampaikan surat pemberitahuan penggabungan yang memuat paling kurang: (a) persetujuan penggabungan dari lembaga yang berwenang; (b) informasi... 32 (b) informasi mengenai Peserta yang menerima penggabungan dan Peserta yang menggabungkan diri; (c) waktu pelaksanaan: i. peralihan operasional dalam penyelenggaraan Sistem BI- RTGS dari Peserta yang menggabungkan diri kepada Peserta yang menerima penggabungan; ii. pemindahan saldo Rekening Giro Peserta yang menggabungkan diri ke Rekening Giro Peserta yang menerima penggabungan; iii. penutupan Rekening Giro Peserta yang menggabungkan diri; dan iv. penghentian kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS dari Peserta yang menggabungkan diri; (d) pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang menggabungkan diri oleh Peserta yang menerima penggabungan terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; dan informasi (e) pengumuman penggabungan yang dimuat dalam surat kabar harian berskala nasional, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.15 pada Lampiran II. (4) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka (3) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: (a) surat... 33 (a) surat pernyataan yang memuat paling kurang: i. pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang menggabungkan diri terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; ii. pemberlakuan spesimen tanda tangan untuk Peserta yang menerima penggabungan dan penegasan status spesimen tanda tangan Peserta yang menggabungkan diri; dan iii. pengambilalihan wewenang dan tanggung jawab operasional Peserta yang menggabungkan diri terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum sampai dengan tanggal pelaksanaan penggabungan secara operasional, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.16 pada Lampiran II. (b) fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan berupa: i. akta penggabungan; ii. akta perubahan Anggaran Dasar Peserta yang menerima penggabungan; iii. izin penggabungan dari lembaga yang berwenang memberikan persetujuan tentang penggabungan; dan iv. surat... 34 iv. surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau dokumen pendaftaran Akta Penggabungan dan Akta Perubahan Anggaran Dasar dalam Daftar Perusahaan. (5) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka (1), angka (3), dan butir (4).(a). ditandatangani oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: (a) surat disampaikan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan (b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dan angka (3) disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. (6) Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta yang menerima penggabungan melalui surat mengenai telah disetujuinya waktu pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS beserta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan, setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka (1), angka (2), angka (3), dan angka (4) diterima secara lengkap. (7) Penyelenggara... 35 (7) Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya mengenai telah disetujuinya pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS dan penutupan kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS dari Peserta yang menggabungkan diri. (8) Setiap Peserta yang menggabungkan diri memindahkan saldo Rekening Giro masing-masing melalui RPP yang bersangkutan ke Rekening Giro Peserta yang menerima penggabungan sesuai dengan jadwal pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS yang disetujui oleh Penyelenggara. (9) Status kepesertaan dalam Sistem BI- RTGS dari Peserta yang menggabungkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada tanggal pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS, setelah Rekening Giro Peserta tersebut bersaldo nihil. (10) Peserta yang menggabungkan diri harus mengembalikan Digital Certificate Hard Token kepada Penyelenggara setelah kepesertaan Peserta yang bersangkutan ditutup. (11) Penyelenggara menginformasikan pemberitahuan penutupan kepesertaan Sistem BI-RTGS Peserta yang menggabungkan diri kepada seluruh Peserta melalui sarana administrative message atau sarana lainnya. b) Perubahan... 36 b) Perubahan Status Kepesertaan Karena Peleburan Prosedur perubahan status kepesertaan karena peleburan diatur sebagai berikut: (1) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan harus mengajukan permohonan: (a) pembukaan Rekening Giro dengan mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur rekening giro di Bank Indonesia; dan (b) menjadi Peserta Sistem BI-RTGS dengan mengikuti prinsip umum kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, persyaratan menjadi peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf B, dan prosedur menjadi peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf C. (2) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan menyampaikan surat pemberitahuan peleburan yang memuat paling kurang: (a) persetujuan peleburan dari lembaga yang berwenang; (b) informasi mengenai Peserta yang merupakan hasil peleburan dan Peserta yang meleburkan diri; (c) waktu pelaksanaan: i. peralihan operasional dalam penyelenggaraan Sistem BI- RTGS dari Peserta yang meleburkan diri kepada Peserta hasil peleburan; ii. pemindahan... 37 ii. pemindahan saldo Rekening Giro Peserta yang meleburkan diri yaitu paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan peleburan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS; iii. penutupan Rekening Giro Peserta yang meleburkan diri; dan iv. penghentian kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS dari Peserta yang meleburkan diri; (d) pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang meleburkan diri oleh Peserta yang merupakan hasil peleburan terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum; dan (e) informasi pengumuman peleburan yang dimuat dalam surat kabar harian berskala nasional, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.15 pada Lampiran II. (3) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka (2) dilengkapi dengan persyaratan dokumen sebagai berikut: (a) surat pernyataan yang memuat paling kurang: i. pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang meleburkan diri terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum; ii. pemberlakuan spesimen tanda tangan untuk Peserta yang merupakan... 38 merupakan hasil peleburan dan penegasan status spesimen tanda tangan Peserta yang meleburkan diri; dan iii. pengambilalihan wewenang dan tanggung jawab operasional Peserta yang meleburkan diri terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum sampai dengan tanggal pelaksanaan peleburan secara operasional, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.16 dalam Lampiran II. (b) fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan berupa: i. akta peleburan; ii. akta pendirian Peserta yang merupakan hasil peleburan; iii. izin peleburan dari lembaga yang berwenang memberikan persetujuan tentang peleburan; dan iv. surat pengesahan badan hukum perseroan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atas akta pendirian Peserta yang merupakan hasil peleburan. (4) Setiap Peserta yang meleburkan diri mengajukan surat permohonan penutupan kepesertaan dan penutupan Rekening Giro yang memuat paling kurang: (a) persetujuan... 39 (a) persetujuan peleburan dari lembaga yang berwenang; (b) waktu pelaksanaan peleburan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS; (c) waktu pelaksanaan pemindahan saldo Rekening Giro Peserta yang meleburkan diri yaitu paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan peleburan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS; (d) permohonan penutupan kepesertaan Sistem BI-RTGS dan Rekening Giro; (e) pengalihan hak dan kewajiban terkait kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS dari Peserta yang meleburkan diri kepada Peserta yang merupakan hasil peleburan, terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum; dan (f) pencabutan spesimen tanda tangan Pejabat Yang Mewakili dari Peserta yang meleburkan diri, terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum. Contoh format surat permohonan penutupan kepesertaan dan penutupan Rekening Giro kepada Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada contoh II.14 dalam Lampiran II. (5) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka (4), dilengkapi persyaratan dokumen sebagai berikut: (a) fotokopi surat keputusan dari lembaga yang berwenang menyetujui peleburan; dan (b) fotokopi Anggaran Dasar terakhir Peserta yang meleburkan diri, yang... 40 yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan. (6) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka (2), butir (3).(a), dan angka (4) ditandatangani oleh Pimpinan dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: (a) surat disampaikan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan (b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka (2) dan angka (4) disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. (7) Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta yang merupakan hasil peleburan melalui surat mengenai telah disetujuinya waktu pelaksanaan peleburan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS beserta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan, setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka (2), angka (3), angka (4), dan angka (5) diterima secara lengkap. (8) Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya mengenai telah disetujuinya pelaksanaan peleburan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS dan penutupan kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS dari Peserta yang meleburkan diri. (9) Setiap... 41 (9) Setiap Peserta yang meleburkan diri memindahkan saldo Rekening Giro masing-masing melalui RPP yang bersangkutan ke Rekening Giro Peserta yang merupakan hasil peleburan yaitu paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan peleburan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS yang disetujui oleh Penyelenggara. (10) Status kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS dari Peserta yang meleburkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada tanggal pelaksanaan peleburan secara operasional dalam Sistem BI-RTGS, setelah Rekening Giro Peserta tersebut bersaldo nihil. (11) Peserta yang meleburkan diri harus mengembalikan Digital Certificate Hard Token kepada Penyelenggara setelah kepesertaan Peserta yang bersangkutan ditutup. (12) Penyelenggara menginformasikan pemberitahuan penutupan kepesertaan Sistem BI-RTGS dari Peserta yang meleburkan diri kepada seluruh Peserta melalui sarana administrative message atau sarana lainnya. c) Perubahan Status Kepesertaan Karena Pemisahan Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan diatur sebagai berikut: (1) Perubahan kepesertaan karena pemisahan dilakukan dalam hal terdapat Peserta berupa UUS yang melakukan pemisahan dari Peserta berupa bank konvensional sebagai induknya yang dilakukan dengan cara... 42 cara mendirikan Bank Umum Syariah (BUS) baru atau mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada. (2) Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan dengan cara mendirikan BUS baru, mengikuti prosedur perubahan status kepesertaan karena peleburan sebagaimana dimaksud dalam huruf b). (3) Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan dengan cara mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada dilakukan dengan tata cara penggabungan sebagaimana dimaksud dalam huruf a). F. Perubahan Data Kepesertaan Ruang lingkup perubahan data kepesertaan meliputi: 1. Perubahan Penggunaan Infrastruktur a. Perubahan penggunaan infrastruktur meliputi: 1) perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola sendiri menjadi penggunaan infrastruktur yang dikelola pihak lain; 2) perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola oleh pihak lain menjadi penggunaan infrastruktur yang dikelola sendiri; atau 3) perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola oleh pihak lain yang berbeda. b. Prosedur perubahan data kepesertaan terkait perubahan penggunaan infrastruktur diatur sebagai berikut: 1) Peserta menyampaikan surat permohonan perubahan penggunaan infrastruktur kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; b) surat... 43 b) surat pernyataan dari Pimpinan yang menyatakan kesiapan infrastruktur dan memuat informasi spesifikasi infrastruktur sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir C.4.c; dan c) dalam hal Peserta menggunakan infrastruktur yang dikelola pihak lain maka selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan huruf b) Peserta juga harus melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir C.4.d. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 3) Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan ke lokasi infrastruktur yang digunakan Peserta. 4) Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan mengenai: a) penolakan perubahan penggunaan infrastruktur Peserta penolakan; atau b) persetujuan perubahan penggunaan infrastruktur Peserta beserta tanggal efektif perubahan penggunaan infrastruktur Peserta. 2. Perubahan... beserta alasan 44 2. Perubahan Participant Code Perubahan participant code dapat disebabkan antara lain karena Peserta yang bukan merupakan anggota SWIFT berubah menjadi anggota SWIFT atau karena adanya perubahan SWIFT BIC dari Peserta. Prosedur perubahan participant code diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan participant code kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen: 1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; dan 2) dokumen pendukung yang menunjukkan sebagai anggota SWIFT atau adanya perubahan SWIFT BIC dari Peserta. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat, yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan, paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara yang memuat: 1) pemberitahuan mengenai dokumen yang disampaikan Peserta tidak lengkap; atau 2) pemberitahuan rencana perubahan participant code yang memuat antara lain sebagai berikut: a) nama dan nomor Rekening Giro; b) kode Peserta (participant code) yang baru; dan c) permintaan ... 45 c) permintaan agar Peserta memenuhi kelengkapan dokumen untuk keperluan operasional dalam rangka perubahan participant code. d. Pemenuhan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir c.2).c), berupa surat permintaan Connected User dan Digital Certificate untuk participant code yang baru yang dilengkapi dengan: 1) nama dan participant code Peserta yang baru; dan 2) Certificate Signing Request (CSR) yang di-generate dan disimpan di media optik yang bersifat read only, dalam hal Peserta menggunakan aplikasi Straight- Through Processing Gateway (RSTPG). e. Peserta menyampaikan file CSR yang baru dalam media CD dari server yang akan diberikan Digital Certificate Soft Token, melalui sarana surat dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b. f. Penyelenggara menyampaikan nama Connected User dan Digital Certificate yang baru kepada Peserta melalui sarana surat atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara. g. Penyelenggara memberitahukan tanggal efektif perubahan participant code Peserta kepada: 1) peserta yang bersangkutan melalui surat; dan 2) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. h. Peserta harus mengembalikan Digital Certificate Hard Token yang lama paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Peserta menerima surat sebagaimana dimaksud dalam butir g.1). 3. Perubahan Nama Peserta Prosedur perubahan data kepesertaan terkait perubahan nama Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) data... 46 1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III dengan menggunakan nama yang tercantum dalam perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui oleh lembaga yang berwenang; dan 2) fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara berupa: a) akta perubahan Anggaran Dasar untuk badan hukum Indonesia; b) surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari lembaga yang berwenang; dan c) surat keputusan dari lembaga yang berwenang tentang perubahan nama, dalam hal Peserta adalah Bank. Khusus bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri cukup menyampaikan surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf c). b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara secara lengkap mengenai tanggal efektif perubahan data nama Peserta atau tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen kepada Peserta. d Penyelenggara... 47 d. Penyelenggara memberitahukan perubahan data kepesertaan terkait perubahan nama Peserta kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. 4. Perubahan Data Peserta Karena Adanya Perubahan Kegiatan Usaha Perubahan data kepesertaan terkait perubahan kegiatan usaha Peserta dari bank umum konvensional menjadi bank umum syariah dapat menyebabkan adanya perubahan data Peserta antara lain nama Peserta, kegiatan usaha Peserta, nomor rekening, dan/atau participant code. Prosedur perubahan data Peserta karena adanya perubahan kegiatan usaha Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.17 dalam Lampiran II. b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilengkapi dengan fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara berupa: 1) akta perubahan Anggaran Dasar; 2) surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari instansi yang berwenang; dan 3) surat keputusan dari lembaga yang berwenang mengenai izin perubahan kegiatan usaha dari bank umum konvesional menjadi bank umum syariah. c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan 2) bagi... 48 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat pemberitahuan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara secara lengkap mengenai tanggal efektif perubahan kegiatan usaha Peserta atau tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen kepada Peserta. e. Penyelenggara memberitahukan perubahan data kepesertaan terkait perubahan kegiatan usaha Peserta kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. 5. Perubahan Nomor Rekening Giro a. Perubahan nomor Rekening Giro dapat dilakukan dalam hal terdapat adanya kebijakan dari Bank Indonesia atau adanya perubahan data Peserta yang dapat menyebabkan perubahan nomor rekening Peserta di Penyelenggara. b. Dalam hal terdapat perubahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara menginformasikan perubahan nomor Rekening Giro dan tanggal efektif perubahan nomor Rekening Giro kepada: 1) Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan 2) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. 6. Perubahan Alamat Kantor Peserta Prosedur perubahan data kepesertaan yang terkait dengan perubahan alamat kantor pusat Peserta dan kantor cabang bank asing diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen berupa: 1) fotokopi... 49 1) fotokopi surat persetujuan atau penerimaan pemberitahuan perubahan alamat kantor dari lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara; dan 2) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III dengan menggunakan alamat kantor yang tercantum dalam dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1). b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan bahwa perubahan alamat Peserta telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara atau tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat pemberitahuan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. 7. Perubahan lokasi RPP Utama dan JKD Utama Peserta Prosedur perubahan lokasi RPP Utama dan JKD Utama Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan perubahan lokasi RPP Utama dan/atau pemindahan JKD Utama, dengan melampirkan formulir data kepesertaan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III. b. Surat... surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan 50 b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan yang memuat antara lain: 1) perubahan lokasi RPP Utama Peserta ini telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara; 2) pelaksanaan pemindahan JKD Utama; dan 3) hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta terkait dengan perubahan lokasi RPP Utama dan/atau JKD Utama. 8. Perubahan Data Pimpinan Dalam hal terdapat perubahan susunan, kewenangan, dan/atau jabatan Pimpinan, berlaku ketentuan dan prosedur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan perubahan susunan, kewenangan, dan/atau jabatan Pimpinan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud pada contoh II.18 dalam Lampiran II. b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia sebagai berikut: 1) fotokopi perubahan Anggaran Dasar mengenai pengangkatan Pimpinan, bagi Peserta yang berbadan hukum Indonesia; 2) fotokopi... 51 2) fotokopi surat dari lembaga yang berwenang mengenai susunan Pimpinan Peserta yang tercatat pada tata usaha lembaga yang berwenang atau persetujuan fit and proper test dari lembaga pengawas yang berwenang, khusus Pimpinan Peserta berupa Bank; 3) fotokopi bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku berupa: a) bagi WNI: Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM) atau paspor; atau b) bagi WNA: Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan surat izin kerja dari lembaga berwenang bagi Warga Negara Asing; a) bagi Pimpinan baru untuk Peserta berupa Bank, selain memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2), harus melengkapi dokumen pendukung berupa fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri kepada pimpinan kantor cabang berikut terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah tersumpah, bagi kantor cabang Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri; dan b) fotokopi struktur organisasi yang masih berlaku, bagi kantor cabang dari bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri; dan 4) dalam hal terdapat perubahan kewenangan dan/atau jabatan Pimpinan, surat pemberitahuan dilengkapi dengan surat pernyataan tetap diberlakukannya spesimen tanda tangan Pimpinan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.19 dalam Lampiran II. c. Surat... 52 c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Dalam hal perubahan data Pimpinan mencakup perubahan Pimpinan baru maka Pimpinan baru harus membuat spesimen tanda tangan di hadapan pejabat Penyelenggara atau pejabat KPwDN setelah surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. e. Spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam huruf d berlaku efektif sejak pemberitahuan dari Penyelenggara mengenai tanggal efektif berlakunya spesimen tanda tangan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pembuatan spesimen tanda tangan. f. Spesimen tanda tangan bagi Pimpinan yang sudah dicabut kewenangannya terkait dengan kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS dinyatakan tidak berlaku terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan perubahan kewenangan Pimpinan diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. g. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan data Pimpinan kepada Penyelenggara maka data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan oleh Pimpinan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta. 9. Perubahan... 53 9. Perubahan Kuasa Perubahan kuasa dilakukan dalam rangka penambahan, pergantian, dan/atau pencabutan kuasa dari Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas. Ketentuan dan prosedur perubahan kuasa diatur sebagai berikut: a. Dalam hal terjadi penambahan dan/atau pergantian kuasa Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) menyampaikan surat pemberitahuan penambahan dan/atau pergantian kuasa dari Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas serta permintaan pembuatan spesimen tanda tangan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.20 dalam Lampiran II; 2) ketentuan, persyaratan dan prosedur pemberian kuasa berpedoman pada butir III.C.10.b. dan butir III.C.10.c dan butir III.C.10.d; dan 3) penambahan kuasa tersebut berlaku efektif paling lama 5 (lima) hari kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan spesimen tanda tangan telah diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. b. Pencabutan Seluruh atau Sebagian Kuasa Kepada Pejabat Penerima Kuasa dan/atau Petugas Penerima Kuasa Ketentuan dan prosedur pencabutan seluruh atau sebagian kuasa kepada Pejabat Penerima Kuasa dan/atau petugas penerima kuasa diatur sebagai berikut: 1) Peserta menyampaikan surat pernyataan pencabutan kuasa yang ditandatangani oleh Pimpinan/pemberi kuasa dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.21 dalam Lampiran II. 2) Pencabutan seluruh atau sebagian kuasa tersebut berlaku efektif terhitung sejak tanggal surat pernyataan pencabutan kuasa diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. c. Perubahan... 54 c. Perubahan Kewenangan Dalam Surat Kuasa yang Diberikan Kepada Pejabat Penerima Kuasa dan/atau Petugas Ketentuan dan prosedur perubahan kewenangan dalam surat kuasa yang diberikan kepada Pejabat Penerima Kuasa dan/atau petugas diatur sebagai berikut: 1) Peserta menyampaikan surat pemberitahuan yang dilampiri dengan surat kuasa yang baru dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.10, contoh II.11, atau contoh II.12 dalam Lampiran II. 2) Surat pemberitahuan perubahan surat kuasa disampaikan kepada: a) Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a untuk Pejabat Penerima Kuasa dan/atau petugas yang berada di wilayah KPBI; b) KPwDN untuk Pejabat Penerima Kuasa dan/atau petugas yang berada di wilayah KPwDN; atau c) DPU untuk kuasa pengambilan fisik uang di wilayah KPBI. d. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan kewenangan Pejabat Penerima Kuasa dan/atau petugas kepada Penyelenggara maka data yang telah ditatausahakan di Bank Indonesia dianggap masih berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan oleh Pejabat Penerima Kuasa dan/atau petugas tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta. 10. Perbedaan Spesimen Tanda Tangan Dalam hal terdapat perbedaan spesimen tanda tangan antara tanda tangan pada identitas diri dengan tanda tangan Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang ditatausahakan di Bank Indonesia maka Peserta harus menyampaikan surat pernyataan perbedaan tanda tangan sebagaimana dimaksud pada contoh II.22 dalam Lampiran II. G. Pengelolaan... 55 G. Pengelolaan Pengguna (User) 1. User RPP terdiri atas: (1) Connected User; (2) Unconnected User yang meliputi: 1) administrator user, merupakan user yang memiliki kewenangan untuk mendaftarkan operational user dan melakukan pengelolaan user melalui RPP; dan 2) operational user, merupakan user lokal yang memiliki kewenangan untuk melakukan kegiatan operasional dalam pembuatan instruksi Setelmen Dana di RPP dan melakukan kegiatan operasional lainnya yang bersifat lokal, namun tidak dapat mengirimkan instruksi ke RCN. 2. Penyelenggara melakukan pengelolaan Connected User yang meliputi kegiatan antara lain pendaftaran, penyesuaian, reset password, penghentian, reaktivasi, dan penetapan security level. 3. Pengelolaan user oleh Peserta dilakukan oleh administrator user sebagai berikut: a. Pengelolaan Unconnected User, antara lain: 1) pendaftaran dan penyesuaian Unconnected User; 2) penetapan security level bagi Unconnected User; 3) penetapan hak akses bagi Unconnected User terhadap menu di RPP; 4) penetapan role dan limit bagi Unconnected User; dan 5) mengelola database dan konfigurasi parameter. b. Pengelolaan Connected User, antara lain meliputi: 1) penetapan hak akses bagi Connected User terhadap menu di RPP; dan 2) penetapan role dan limit bagi Connected User. 4. Penyelenggara memberikan 1 (satu) administrator user RPP yang dilengkapi password kepada setiap Peserta. 5. Penyelenggara... 56 5. Penyelenggara menyediakan Connected User: a. paling banyak 10 (sepuluh) Connected User yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate Hard Token untuk setiap Peserta yang menggunakan aplikasi BI-RTGS Payment Gateway (RPG); dan/atau b. 1 (satu) Connected User yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate Soft Token untuk Peserta yang menggunakan aplikasi BI-RTGS Straight- Through Processing Gateway (RSTPG). 6. Pengelolaan dan penggunaan administrator user dan Connected User yang telah diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta, dilakukan berdasarkan ketentuan internal Peserta dan menjadi tanggung jawab sepenuhnya Peserta yang bersangkutan. H. Penggunaan Connected User dan Digital Certificate Ketentuan dan prosedur penggunaan Connected User dan Digital Certificate oleh Peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS diatur sebagai berikut: 1. Ketentuan Umum Penggunaan Connected User dan Digital Certificate a. Berdasarkan penggunaannya, Connected User terdiri atas Connected User untuk RPG dan Connected User untuk RSTPG. b. Berdasarkan media penyimpanannya, Digital Certificate dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu Digital Certificate Hard Token dan Digital Certificate Soft Token. c. Connected User sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan Digital Certificate sebagaimana dimaksud dalam huruf b diberikan kepada Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. d. Masa aktif Digital Certificate Hard Token dan Digital Certificate Soft Token ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal efektif berlakunya. e. Penambahan... 57 e. Penambahan Connected User yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate Hard Token yang melebihi jumlah sebagaimana dimaksud dalam huruf G.5.a dapat diberikan kepada Peserta berdasarkan persetujuan Penyelenggara. f. Peserta dapat mengajukan penggantian Digital Certificate Hard Token dan Digital Certificate Soft Token yang hilang/rusak atau tidak dapat digunakan karena sebab apapun. g. Penambahan Connected User yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate Hard Token sebagaimana dimaksud dalam huruf e dan/atau penggantian Digital Certificate Hard Token yang hilang/rusak karena sebab apapun sebagaimana dimaksud dalam huruf f dikenakan biaya. 2. Prosedur Penambahan Connected User yang Dilengkapi dengan password dan Digital Certificate serta Penggantian dan/atau Perpanjangan Masa Aktif Digital Certificate Prosedur pelaksanaan penambahan Connected User yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate serta penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif Digital Certificate diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat permohonan penambahan Connected User yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate serta penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif Digital Certificate kepada Penyelenggara yang memuat informasi paling kurang sebagai berikut: 1) untuk penambahan Connected User yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate Hard Token: a) nama dan participant code Peserta; b) jumlah penambahan Connected User; dan c) alasan permintaan tambahan Connected User, dalam hal permintaan melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.e. 2) untuk... 58 2) untuk penggantian Digital Certificate Hard Token: a) nama dan participant code Peserta; b) nama Connected User yang Digital Certificate Hard Token-nya akan diganti; c) nomor seri Digital Certificate Hard Token; dan d) alasan permintaan penggantian Digital Certificate Hard Token. 3) untuk perpanjangan masa aktif Digital Certificate Hard Token: a) nama dan participant code Peserta; b) nama Connected User yang Digital Certificate Hard Token-nya akan diperpanjang masa aktifnya; dan c) nomor seri Digital Certificate Hard Token. 4) untuk perpanjangan masa aktif Digital Certificate Soft Token: a) nama dan participant code Peserta; dan b) nama Connected User dari server yang Digital Certificate Soft Token-nya akan diperpanjang masa aktifnya. Surat permohonan penambahan Connected User yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate, penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif Digital Certificate menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.23 dalam Lampiran II. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Surat permohonan disampaikan ke Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 2) Bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 3) Bagi... 59 3) Bagi Peserta yang mengajukan permohonan perpanjangan masa aktif karena masa aktif Digital Certificate telah berakhir, surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara paling cepat 20 (dua puluh) hari kerja sebelum masa aktif Digital Certificate berakhir dan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum masa aktif Digital Certificate berakhir. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disertai dengan: 1) File CSR dalam media CD dari server yang Digital Certificate Soft Token-nya akan diperpanjang masa aktifnya, dalam hal Peserta mengajukan perpanjangan masa aktif Digital Certificate Soft Token; 2) Digital Certificate Hard Token, dalam hal Peserta mengajukan perpanjangan masa aktif atau penggantian Digital Certificate Hard Token; dan/atau 3) surat keterangan kehilangan Digital Certificate Hard Token dari pihak kepolisian, dalam hal Peserta mengajukan penggantian Digital Certificate Hard Token yang hilang. d. Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta melalui administrative message atau sarana lain untuk melakukan pengambilan certificate signing paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir a.4) diterima oleh Penyelenggara. e. Peserta melakukan pengambilan Connected User, password, dan/atau Digital Certificate dengan tata cara sebagai berikut: 1) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, pengambilan dokumen Connected User, password, dan/atau Digital Certificate dilakukan di kantor Penyelenggara. 2) Bagi... 60 2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, tempat pengambilan dokumen Connected User, password, dan/atau Digital Certificate dilakukan di kantor KPwDN. 3) Pengambilan dokumen Connected User, password, dan/atau Digital Certificate dilakukan oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia. f. Dalam hal terdapat perpanjangan masa aktif Digital Certificate Soft Token, Peserta harus menginformasikan tanggal efektif penggunaan Digital Certificate Soft Token yang baru kepada Penyelenggara melalui administrative message atau surat yang dapat didahului dengan pengiriman melalui faksimile. Dalam hal Peserta tidak menginformasikan tanggal efektif tersebut maka segala risiko dan akibat yang timbul menjadi tanggung jawab sepenuhnya Peserta yang bersangkutan. g. Dalam hal Peserta mengajukan permohonan penambahan Connected User yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate Hard Token yang melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a, persetujuan atau penolakan atas permohonan dimaksud disampaikan oleh Penyelenggara kepada Peserta secara tertulis paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan diterima lengkap oleh Penyelenggara. h. Penyelenggara membebankan biaya ke Rekening Giro dalam Rupiah Peserta yang ditatausahakan di Bank Indonesia atas penambahan Connected User yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate Hard Token yang melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a. dan/atau penggantian Digital Certificate Hard Token. 3. Penghapusan... 61 3. Penghapusan Connected User RPG dan/atau RSTPG a. Penghapusan Connected User RPG dan/atau RSTPG dapat dilakukan atas dasar inisiatif Penyelenggara atau permintaan Peserta. b. Penghapusan Connected User RPG dan/atau RSTPG oleh Penyelenggara dilakukan antara lain dalam hal Peserta telah dihentikan kepesertaannya dalam Sistem BI-RTGS. c. Prosedur penghapusan Connected User RPG dan/atau RSTPG atas dasar permintaan Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatur sebagai berikut: 1) Peserta mengajukan surat permohonan penghapusan Connected User RPG dan/atau RSTPG kepada Penyelenggara yang dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile. 2) Surat permohonan penghapusan Connected User RPG dan/atau RSTPG sebagaimana dimaksud dalam angka 1) menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.24 dalam Lampiran II. 3) Surat permohonan penghapusan Connected User RPG disertai dengan Digital Certificate Hard Token yang Connected User-nya dimohonkan untuk dihapus. 4) Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan kepada Peserta mengenai penghapusan Connected User RPG dan/atau RSTPG. 4. Mekanisme Reset Password Connected User untuk RPG, Unlock Connected User untuk RPG, dan/atau Reset Password Digital Certificate Hard Token Peserta dapat mengajukan permintaan reset password Connected User untuk RPG, unlock Connected User untuk RPG, dan/atau reset password Digital Certificate Hard Token dengan prosedur sebagai berikut: a. Permohonan Reset Password Connected User untuk RPG 1) Peserta mengajukan permohonan reset password Connected User untuk RPG kepada Penyelenggara melalui... 62 melalui surat yang ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara yang paling kurang memuat informasi: a) nama dan participant code Peserta; b) nama Connected User yang password-nya dimohonkan untuk di-reset; dan 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui faksimile ke nomor sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.b. 4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara menyampaikan password Connected User kepada Peserta melalui surat atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 5) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 4) diambil oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia. b. Permohonan Unlock Connected User untuk RPG 1) Peserta mengajukan permohonan unlock Connected User untuk RPG kepada Penyelenggara melalui surat yang ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia atau melalui administrative message yang paling kurang memuat informasi: a) nama dan participant code Peserta; b) nama Connected User yang dimohonkan untuk di-unlock; dan c) nama dan nomor telepon pihak yang berwenang di Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi. Surat... 63 Surat dimaksud disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui faksimile ke nomor sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.b. 3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara memberitahukan penyelesaian proses unlock Connected User untuk RPG kepada Peserta yang bersangkutan melalui surat, administrative message, atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c. Permohonan Reset Password Digital Certificate Hard Token 1) Peserta mengajukan permohonan reset password Digital Certificate Hard Token kepada Penyelenggara melalui surat yang ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia yang paling kurang memuat informasi: (1) nama dan participant code Peserta; (2) nama Connected User yang Digital Certificate Hard Token-nya dimohonkan untuk di-reset; (3) nomor seri Digital Certificate Hard Token; dan (4) nama dan nomor telepon pihak yang berwenang di Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi. Surat dimaksud disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui faksimile ke nomor sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3. 3) Berdasarkan... 64 3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara memberitahukan melalui telepon kepada pihak yang berwenang di Peserta untuk melakukan reset password Digital Certificate Hard Token di RPP dengan mengikuti proses tahapan penyelesaian sebagaimana disampaikan oleh Penyelenggara. I. Kewajiban Peserta Dalam rangka penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS, Peserta wajib: 1. Menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan Sistem BI-RTGS. Dalam rangka menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan Sistem BI-RTGS, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) yang mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam pelaksanaan operasional Sistem BI-RTGS, termasuk prosedur pengamanan penggunaan Sistem BI-RTGS di lingkungan internal Peserta, dengan ketentuan penyusunan sebagai berikut: 1) KPT merupakan aturan tertulis yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di internal Peserta dan berlaku sebagai pedoman operasional Sistem BI- RTGS di Peserta. 2) KPT wajib dibuat dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal efektif kepesertaan di Sistem BI-RTGS. 3) KPT wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia. Dalam hal KPT dibuat dalam bahasa asing, KPT harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah. KPT... 65 KPT wajib dibuat dengan mengacu pada ketentuan terkait dengan Sistem BI-RTGS yang ditetapkan oleh Penyelenggara serta peraturan yang ditetapkan oleh asosiasi sistem pembayaran terkait dengan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 4) KPT wajib memuat materi paling kurang sebagai berikut: a) pendahuluan; b) organisasi pengoperasian Sistem BI-RTGS; c) ketentuan dan prosedur operasional Sistem BI-RTGS; d) pengawasan operasional Sistem BI-RTGS; e) penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; dan f) perlindungan konsumen. Rincian cakupan minimum materi KPT diatur pada “Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis” sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V. 5) Dalam hal terjadi perubahan materi sebagaimana dimaksud dalam butir 4).b) sampai dengan butir 4).e). dan/atau perubahan ketentuan yang dikeluarkan oleh Penyelenggara dan/atau asosiasi sistem pembayaran, yang berdampak pada materi KPT, Peserta harus melakukan pengkinian terhadap KPT dimaksud. 6) Pengkinian terhadap KPT sebagaimana dimaksud dalam angka 5) wajib dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya perubahan materi dan ketentuan tersebut. b. Melakukan pemeriksaan internal untuk menjamin keamanan operasional Sistem BI-RTGS. Ketentuan pemeriksaan internal untuk menjamin keamanan operasional Sistem BI-RTGS diatur sebagai berikut: 1) Pemeriksaan... 66 1) Pemeriksaan internal merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap Sistem BI-RTGS untuk menjamin keamanan operasional Sistem BI-RTGS. 2) Pemeriksaan internal dilakukan oleh satuan kerja pengawas internal Peserta. 3) Ruang lingkup pemeriksaan internal paling kurang mencakup materi penilaian kepatuhan yang disampaikan oleh Penyelenggara. c. Melakukan security audit dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Security audit bertujuan untuk memastikan keamanan dan keandalan teknologi informasi internal Peserta, hubungan (interface) antara RPP dengan sistem internal Peserta serta kondisi lingkungan tempat Peserta melakukan kegiatan operasional. 2) Security audit dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun terhitung sejak menjadi Peserta atau setiap terjadi perubahan dalam sistem teknologi informasi internal Peserta yang terkait dengan Sistem BI-RTGS. 3) Pelaksanaan security audit dapat dilakukan oleh auditor internal Peserta maupun auditor eksternal. 4) Cakupan security audit paling kurang mencakup ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI. d. Menyusun kebijakan teknologi informasi terkait dengan Sistem BI-RTGS yang di-review dan di-update secara reguler. e. Memiliki pedoman Disaster Recovery Plan (DRP) dan Business Continuity Plan (BCP), dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pedoman DRP dan BCP memuat prosedur yang dilakukan oleh Peserta dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat untuk memastikan... 67 memastikan bahwa operasional Sistem BI-RTGS di Peserta tetap dapat dilakukan atau upaya lainnya yang perlu dilakukan dalam hal sistem cadangan tidak dapat digunakan. 2) Pedoman DRP sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: a) unit kerja sebagai penanggung jawab; b) mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab terdiri dari beberapa unit; c) prosedur terkait penyiapan infrastruktur cadangan untuk menjamin kegiatan operasional Sistem BI-RTGS tetap berjalan; d) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan e) petugas operasional (termasuk data nomor telepon yang dapat dihubungi setiap saat). 3) Pedoman BCP sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: a) unit kerja sebagai penanggung jawab; b) mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab terdiri dari beberapa unit; c) langkah-langkah bisnis yang dilakukan untuk menjamin kegiatan operasional Sistem BI-RTGS tetap berjalan; d) mekanisme pengujian prosedur BCP; e) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan f) petugas operasional (termasuk data nomor telepon yang dapat dihubungi setiap saat). f. Menggunakan aplikasi RPP sesuai dengan Buku Pedoman Pengoperasian Sistem BI-RTGS. g. Melakukan pemeliharaan data dengan ketentuan sebagai berikut: 1) data yang tersimpan dalam media elektronik dan/atau dalam bentuk hasil olahan komputer Sistem... 68 Sistem BI-RTGS harus mendapat pengamanan yang memadai serta terjaga kerahasiaannya, antara lain terlindung dari akses petugas yang tidak berhak; 2) data sebagaimana dimaksud dalam angka 1) antara lain meliputi data transaksi, aplikasi yang diberikan oleh Penyelenggara, dan/atau ketentuan dan prosedur yang diberikan oleh Penyelenggara; 3) melakukan pencadangan data sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ke dalam media elektronik; 4) memastikan data sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam angka 3) tidak rusak antara lain dengan cara melakukan pemeliharaan atau pengecekan secara berkala; dan 5) menyimpan seluruh data sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam huruf angka 3), sesuai dengan ketentuan pengarsipan yang berlaku di internal Peserta dan masa retensi sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen perusahaan. h. Menjamin RPP utama dan RPP cadangan berfungsi dengan baik untuk melakukan berbagai aktivitas Sistem BI-RTGS sepanjang jam operasional Sistem BI-RTGS. Dalam rangka menjamin RPP utama dan RPP cadangan berfungsi dengan baik, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Memastikan petugas yang menangani Sistem BI- RTGS memahami sistem dan prosedur operasional Sistem BI-RTGS yang telah ditetapkan baik oleh Penyelenggara maupun internal Peserta, antara lain melalui pelatihan secara berkala. 2) Mengatur... 69 2) Mengatur dan menetapkan user dan kewenangan user yang melakukan operasional Sistem BI-RTGS dengan memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut: a) pengaturan kewenangan user dengan memperhatikan rentang kendali (span of control) untuk meminimalisasi kesalahan manusia (human error) dan penyelewengan (fraud); b) pengiriman transaksi dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat kewenangan petugas; c) pengaturan petugas pengganti untuk user sesuai dengan perannya masing-masing; d) menetapkan dan menatausahakan user pemegang Digital Certificate Hard Token dan Digital Certificate Soft Token, termasuk serial number token tersebut; e) memastikan keamanan penggunaan Digital Certificate Hard Token oleh user yang telah ditetapkan oleh Peserta; dan f) menyimpan dokumen keamanan yang terkait dengan administrator user, Connected User, Digital Certificate Hard Token, dan Digital Certificate Soft Token. 3) Menyediakan dan mengelola sistem cadangan untuk Sistem BI-RTGS di Peserta dengan pengaturan sebagai berikut: a) Peserta wajib menyediakan server cadangan dan JKD dari back up site Peserta ke Bank Indonesia sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b) Biaya penyediaan dan penggunaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam huruf a) menjadi beban Peserta. c) Pemilihan... 70 c) Pemilihan jenis dan lokasi RPP, serta JKD cadangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dilakukan oleh Peserta dengan mempertimbangkan antara lain: (1) volume transaksi Peserta dan tingkat urgensi Sistem BI-RTGS bagi Peserta; dan (2) pengendalian internal guna memitigasi risiko operasional di Peserta. 4) Menjamin sistem cadangan berfungsi dengan baik, dengan cara antara lain: a) Peserta wajib ikut serta dalam uji coba Sistem BI-RTGS yang dilaksanakan oleh Penyelenggara dengan menggunakan sistem cadangan milik Peserta paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. b) Melakukan uji coba koneksi sistem cadangan secara berkala, dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Uji coba koneksi sistem cadangan mencakup uji coba terhadap RPP cadangan, JKD cadangan, dan/atau data. (2) Uji coba koneksi sistem cadangan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dapat dilakukan dengan menggunakan: (a) environment testing Penyelenggara selama jam operasional Sistem BI- RTGS; atau (b) environment production Penyelenggara dengan jadwal yang ditetapkan oleh Penyelenggara yaitu setiap bulan pada hari Jumat minggu pertama atau minggu ketiga setelah proses akhir hari Sistem BI-RTGS di Penyelenggara berakhir dan pelaksanaannya dilakukan paling lama 1 (satu) jam. (3) Uji... 71 (3) Uji coba koneksi sistem cadangan dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: (a) Peserta menyampaikan permohonan uji coba koneksi RPP melalui administrative message kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan uji coba koneksi sistem cadangan. (b) Penyelenggara memberitahukan persetujuan uji coba koneksi sistem cadangan kepada Peserta melalui sarana administrative message. (c) Peserta menyampaikan laporan hasil pelaksanaan uji coba koneksi sistem cadangan kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pelaksanaan uji coba selesai dilakukan melalui sarana administrative message, faksimile, atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c) Mengoperasikan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Kegiatan operasional dalam kondisi normal dilakukan secara berkala, paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun. (2) Pengoperasian sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal dapat mencakup pengoperasian RPP cadangan dan/atau JKD cadangan. (3) Tata cara penggunaan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal diatur sebagai berikut: (a) Peserta ... 72 (a) Peserta menyampaikan permohonan melalui administrative message kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum menggunakan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal; (b) Penyelenggara memberitahukan persetujuan penggunaan RPP cadangan dan/atau JKD cadangan kepada Peserta melalui sarana administrative message. 5) Menjamin keamanan dan keandalan JKD yang digunakan untuk menghubungkan RPP utama dan/atau RPP cadangan dengan: a) perangkat komputer Peserta yang digunakan untuk operasional Sistem BI-RTGS; dan b) sistem komputerisasi internal Peserta, apabila Peserta menghubungkan RPP utama dan/atau RPP cadangan dengan sistem komputerisasi internal pada Peserta, sehingga bebas dari segala kemungkinan sumber perusak Sistem BI-RTGS termasuk tetapi tidak terbatas pada kemungkinan pemalsuan (fraud), pembobolan data elektronis (hacking), serta perusakan sistem dengan cara membanjiri sistem dengan data dan pesan pembayaran. 6) Melaporkan pengembangan aplikasi internal yang terkait Sistem BI-RTGS kepada Penyelenggara. 7) Melakukan langkah-langkah preventif yang diperlukan sehingga perangkat keras (hardware) berfungsi dengan baik dan perangkat lunak (software) yang digunakan dalam Sistem BI-RTGS dan/atau dalam kaitannya dengan Sistem BI-RTGS bebas dari segala jenis virus. 8) Menjamin... 73 8) Menjamin integritas database Sistem BI-RTGS yang ada pada RPP utama dan RPP cadangan termasuk data cadangan (backup) yang tersimpan dalam bentuk compact disc (CD), tape, cartridge, flashdisk, dan media lainnya. 9) Melakukan instalasi setiap terjadi perubahan aplikasi RPP utama dan/atau RPP cadangan sesuai dengan Buku Pedoman Pengoperasian Sistem BI-RTGS. 10) Menyimpan dengan baik aplikasi RPP, termasuk setiap terdapat perubahan aplikasi RPP yang telah diberikan oleh Penyelenggara, di tempat yang aman dan bebas dari berbagai sumber yang dapat merusak aplikasi RPP. 11) Melakukan perpanjangan masa aktif Digital Certificate sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 2. Bertanggung jawab atas kebenaran instruksi Setelmen Dana dan seluruh informasi yang dikirim Peserta kepada Penyelenggara melalui Sistem BI-RTGS. Dalam rangka memastikan kebenaran instruksi Setelmen Dana dan seluruh informasi yang dikirim kepada Penyelenggara, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: a. membuat instruksi Setelmen Dana sesuai dengan Buku Pedoman Pengoperasian Sistem BI-RTGS dan standardisasi pengisian message Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII; b. mengirimkan instruksi Setelmen Dana sesuai jadwal yang ditetapkan Penyelenggara; dan c. menggunakan kode transaksi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 3. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara, ketentuan asosiasi sistem pembayaran dan ketentuan lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan Setelmen Dana seketika melalui Sistem BI-RTGS. Dalam... 74 Dalam rangka memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara, ketentuan asosiasi sistem pembayaran dan ketentuan lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan Setelmen Dana seketika melalui Sistem BI-RTGS, Pimpinan dan/atau pejabat yang berwenang melaksanakan tugas operasional dan pemantauan kepatuhan ketentuan dan prosedur di Peserta, wajib melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan Bank Indonesia antara lain yang mengatur mengenai penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS, FLI, dan pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka perlindungan kepada nasabah peserta. 4. Memenuhi perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS antara Penyelenggara dengan Peserta. 5. Menginformasikan biaya Transfer Dana dan jam layanan nasabah untuk Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS secara transparan. Dalam rangka transparansi biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS kepada nasabah, Peserta mengumumkan secara tertulis mengenai biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah. 6. Memberikan data dan informasi terkait penyelenggaraan Sistem BI-RTGS kepada Bank Indonesia. Dalam rangka pemberian data dan informasi terkait penyelenggaraan Sistem BI-RTGS kepada Bank Indonesia, Peserta memberikan data dan informasi yang diminta oleh Penyelenggara termasuk namun tidak terbatas pada dokumen asli dan/atau salinan dokumen yang berupa warkat, dan/atau data elektronik terkait dengan pelaksanaan Transfer Dana. IV. WAKTU OPERASIONAL PENYELENGGARAAN SETELMEN DANA A. Prinsip Umum 1. Penyelenggara menetapkan waktu operasional penyelenggaraan Setelmen Dana terdiri atas: a. hari... 75 a. hari operasional; b. jam operasional; dan c. periode waktu kegiatan. 2. Hari operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a yaitu hari yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai hari diselenggarakannya operasional Setelmen Dana. 3. Jam operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b yaitu jam yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai waktu diselenggarakannya operasional Sistem BI-RTGS pada setiap hari operasional. 4. Periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c yaitu jangka waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara berdasarkan kode transaksi untuk melakukan kegiatan Setelmen Dana atas Transfer Dana yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS. 5. Waktu operasional sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat diubah sewaktu-waktu oleh Penyelenggara. 6. Peserta wajib melakukan kegiatan operasional Setelmen Dana sesuai dengan waktu operasional yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 7. Dalam kondisi tertentu, Keadaan Tidak Normal, dan/atau Keadaan Darurat, Peserta dapat tidak ikut serta dalam kegiatan operasional RTGS pada hari operasional sebagaimana dimaksud dalam angka 2 berdasarkan persetujuan dari Penyelenggara. B. Penetapan Waktu Operasional Setelmen Dana 1. Hari operasional penyelenggaraan Setelmen Dana dilaksanakan pada setiap hari kalender yang ditetapkan sebagai hari operasional oleh Penyelenggara. 2. Jam operasional penyelenggaraan Setelmen Dana adalah pukul 06.30 Waktu Indonesia Barat (WIB) sampai dengan pukul 19.00 WIB. Rincian kegiatan Setelmen Dana selama jam operasional sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII. 3. Periode... 76 3. Periode waktu kegiatan adalah periode waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara berdasarkan kode transaksi untuk melakukan kegiatan Setelmen Dana atas transaksi melalui Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII. C. Perubahan Waktu Operasional 1. Penyelenggara dapat melakukan perubahan waktu operasional penyelenggaraan Setelmen Dana berdasarkan pertimbangan antara lain sebagai berikut: a. adanya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara; b. keterlambatan Setelmen Dana hasil perhitungan dalam penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal; c. adanya perpanjangan jam operasional BI-SSSS; d. adanya kepentingan Bank Indonesia dalam rangka menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan/atau e. adanya permintaan perpanjangan periode waktu kegiatan dari Peserta. 2. Khusus untuk transaksi penarikan tunai, pelimpahan pajak, dan transaksi PvP, dalam hal terjadi perpanjangan jam operasional maka tidak harus diikuti dengan perubahan periode waktu kegiatan ketiga jenis transaksi tersebut. 3. Dalam hal terdapat perubahan waktu operasional penyelenggaraan Setelmen Dana berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Penyelenggara memberitahukan perubahan tersebut kepada seluruh Peserta melalui administrative message dan/atau sarana lainnya. 4. Dalam hal terdapat perubahan waktu operasional pada tahun berjalan maka terhadap transaksi yang telah dikirim oleh Peserta kepada Penyelenggara pada hari kerja sebelumnya dengan menggunakan tanggal valuta pada hari operasional yang ditetapkan libur berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Seluruh transaksi yang telah dikirim dengan menggunakan tanggal valuta yang ditetapkan menjadi hari libur operasional Sistem BI-RTGS menjadi batal. b. Dalam... 77 b. Dalam hal Peserta akan menyelesaikan transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a melalui Sistem BI-RTGS pada hari kerja berikutnya, Peserta harus mengirimkan instruksi Setelmen Dana baru. 5. Perubahan Periode Waktu Kegiatan Berdasarkan Permintaan Peserta a. Peserta dapat mengajukan permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan, dalam hal Peserta mengalami Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang mengakibatkan adanya kebutuhan perpanjangan waktu kegiatan Setelmen Dana atas transaksi yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS. b. Permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta mengajukan permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan kepada Penyelenggara melalui surat yang dapat didahului dengan administrative message, sarana lain. 2) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 3) Permintaan perpanjangan periode waktu kegiatan harus diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) menit sebelum berakhirnya periode waktu kegiatan Setelmen Dana atas jenis layanan transaksi yang dimintakan perpanjangan. c. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan kepada Peserta melalui administrative message, surat, atau sarana lainnya. d. Dalam... faksimile, dan/atau 78 d. Dalam hal permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan disetujui oleh Penyelenggara berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Perpanjangan periode waktu kegiatan dilakukan sesuai dengan permintaan Peserta untuk periode waktu kegiatan atas jenis layanan transaksi yang masih terbuka pada saat permohonan perpanjangan diterima oleh Penyelenggara. 2) Perpanjangan periode waktu kegiatan Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilakukan secara proporsional, dalam hal permohonan perpanjangan untuk kegiatan Setelmen Dana atas jenis layanan transaksi melebihi pukul 17.00 WIB. 3) Perpanjangan periode waktu kegiatan yang dapat diberikan yaitu selama 30 (tiga puluh) menit atau paling lama 60 (enam puluh) menit, kecuali dalam kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara. 4) Perpanjangan periode waktu tidak dapat diajukan oleh Peserta untuk transaksi penarikan tunai, pelimpahan pajak, dan/atau transaksi PvP. 5) Dalam hal telah terdapat Peserta yang mengajukan perpanjangan periode waktu kegiatan Setelmen Dana selama 60 (enam puluh) menit dan telah disetujui oleh Penyelenggara maka Peserta yang lain tidak dapat mengajukan perpanjangan periode waktu kegiatan dimaksud. 6) Permintaan perpanjangan periode waktu kegiatan yang telah disetujui oleh Penyelenggara melalui sarana administrative message kepada Peserta yang bersangkutan, bersifat final dan tidak dapat dibatalkan oleh Peserta. 7) Perpanjangan periode waktu kegiatan atas permintaan Peserta dikenakan biaya yang besarnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran X. 6. Prosedur... 79 6. Prosedur permohonan Peserta untuk tidak melakukan kegiatan Setelmen Dana atas Transfer Dana yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dalam kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam butir A.4 diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan tidak melakukan kegiatan operasional penyelenggaraan Setelmen Dana kepada Penyelenggara yang dapat didahului dengan faksimile, administrative message, dan/atau sarana lain. b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a. c. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a antara lain karena hal-hal sebagai berikut: 1) kantor Bank Indonesia di wilayah tertentu dan/atau daerah tertentu ditetapkan libur fakultatif; 2) kantor pusat Peserta berada pada kantor wilayah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1); dan/atau 3) kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara. d. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile, administrative message, dan/atau sarana lainnya. e. Dalam hal permohonan disetujui, Penyelenggara mengumumkan kepada seluruh Peserta melalui administrative message mengenai Peserta yang tidak melakukan kegiatan operasional Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam huruf a. f. Peserta yang tidak melakukan kegiatan operasional wajib menyelesaikan hasil Setelmen Dana untuk kepentingan... 80 kepentingan nasabah dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan transfer dana melalui Sistem BI-RTGS. V. TRANSFER DANA MELALUI SISTEM BI-RTGS A. Layanan Transfer Dana 1. Transfer dana yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS terdiri atas: a. Single Credit, Transfer Dana yang hanya berisi 1 (satu) instruksi Setelmen dana untuk diteruskan ke Rekening Setelmen Dana Peserta penerima, baik untuk kepentingan Peserta penerima maupun untuk kepentingan penerima dana yang disebutkan dalam instruksi Setelmen Dana. b. Multiple Credit Transfer Dana yang berisi lebih dari 1 (satu) dan paling banyak 10 (sepuluh) instruksi Setelmen Dana untuk diteruskan ke beberapa rekening nasabah penerima pada 1 (satu) Peserta penerima. c. Single Debit. Transfer Dana yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang berisi 1 (satu) instruksi Setelmen Dana untuk mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta baik untuk kepentingan Bank Indonesia maupun untuk kepentingan penerima dana yang disebutkan dalam instruksi Setelmen Dana. 2. Peserta selain Bank Indonesia hanya dapat menggunakan layanan transfer dana berupa single credit sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan multiple credit sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. 3. Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1 terdiri atas: a. Transfer Dana dari Peserta kepada Peserta lainnya (transaksi antar-Peserta), yang meliputi: 1) Transfer... 81 1) Transfer Dana dari Bank kepada Bank atau Pihak selain Bank dan sebaliknya; 2) Transfer Dana dari Peserta atau Pihak Selain Bank kepada Bank Indonesia dan sebaliknya; 3) Transfer Dana dari Bank kepada Bank lain dalam rangka setelmen USD/IDR PvP; dan 4) Transfer Dana dari Bank kepada Bank lain dalam rangka Setelmen Dana Surat Berharga Negara dalam valuta asing (transaksi multicurrency). b. Transfer Dana dari Peserta kepada nasabah Peserta lainnya, yang meliputi: 1) Transfer Dana dari Bank kepada Bank Indonesia atau sebaliknya untuk kepentingan instansi pemerintah, lembaga keuangan internasional, lembaga lain, atau internal Bank Indonesia; dan 2) Transfer Dana dari bank kepada bank lain untuk kepentingan nasabah Peserta, dengan nilai nominal dalam batas nominal transfer dana yang dapat diproses melalui SKNBI. c. Transfer Dana dari nasabah Peserta kepada nasabah Peserta lain. 4. Jenis Transfer Dana yang wajib dilakukan melalui Sistem BI-RTGS meliputi paling kurang: a. Transfer Dana dari Peserta kepada Peserta lainnya (transaksi antar-Peserta) untuk kepentingan Peserta, yang meliputi: 1) 2) transaksi Pasar Uang Antar-Bank (PUAB) atau Pasar Uang Antar-Bank Syariah (PUAS); transaksi dengan Bank Indonesia yang dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dan BI-SSSS dalam rangka kegiatan Operasi Moneter, Operasi Moneter Syariah, transaksi SBN untuk dan atas nama Pemerintah dan/atau transaksi lainnya yang dilakukan dengan Bank Indonesia; 3) transaksi... 82 3) transaksi antar-Bank dalam rangka jual/beli surat berharga yang penyelesaiannya dilakukan dengan mekanisme Delivery versus Payment (DvP) melalui BI-SSSS; 4) 5) transaksi penyelesaian atas hasil perhitungan kliring; dan transaksi dengan Bank Indonesia dalam rangka kegiatan kas antara lain transaksi penarikan tunai Rekening Giro, penyetoran tunai Rekening Giro, dan transaksi terkait kas lainnya. b. Transfer Dana dari Peserta kepada Peserta lainnya (transaksi antar-Peserta), untuk kepentingan nasabah Peserta dengan nilai nominal di atas batas nominal transfer dana melalui SKNBI. 5. Jenis Transfer Dana yang dapat dilakukan oleh Peserta selain Bank Indonesia diatur sesuai dengan perjanjian antara Penyelenggara dengan Peserta. 6. Pembatasan nilai nominal Transfer Dana yang dapat dilakukan melalui Sistem BI-RTGS diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai batas nilai nominal transfer dana antar-Bank untuk kepentingan nasabah melalui Sistem BI-RTGS. 7. Khusus transaksi penarikan tunai, transaksi dalam rangka pelaksanaan TSA, transaksi multicurrency, dan transaksi PvP yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS diatur sebagai berikut: a. Transaksi penarikan tunai 1) Transaksi penarikan tunai dilakukan dalam rangka pengambilan fisik uang oleh Peserta di kantor Bank Indonesia. 2) Dalam rangka pelaksanaan transaksi penarikan tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Peserta mengirimkan instruksi Setelmen Dana kepada Bank Indonesia dengan mencantumkan nomor dan nama rekening yang ditentukan oleh Bank Indonesia. 3) Instruksi... 83 3) Instruksi Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2) menggunakan kode transaksi dan harus dikirim sesuai dengan periode waktu kegiatan transaksi kas bayaran sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX. 4) Penyelenggara memberitahukan setiap terjadi penambahan dan/atau perubahan nomor rekening sebagaimana dimaksud dalam angka 2) melalui sarana administrative message atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 5) Pengambilan fisik uang oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus memperhatikan jam layanan loket kas masing-masing kantor Bank Indonesia. Dalam hal sampai dengan jam layanan loket kas berakhir Peserta belum melakukan pengambilan fisik uang maka Bank Indonesia mengembalikan dana tersebut ke Rekening Giro dalam Rupiah Peserta yang bersangkutan. 6) Pengambilan fisik uang sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilakukan oleh Pejabat Yang Mewakili atau petugas yang telah memiliki kewenangan untuk melakukan pengambilan fisik uang, dengan ketentuan sebagai berikut: a) KPBI (1) Pejabat Yang Mewakili dan petugas harus memiliki surat kuasa untuk melakukan pengambilan fisik uang di KPBI sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.10.c; (2) petugas sebagaimana dimaksud dalam angka (1) sudah terdaftar pada tata usaha di KPBI; dan (3) tata... 84 (3) tata cara pengambilan fisik uang oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam angka (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan penyelenggaraan sistem layanan kas. b) KPwDN Pengambilan fisik uang dilakukan oleh Pejabat Yang Mewakili atau petugas yang telah memiliki surat kuasa untuk melakukan pengambilan fisik uang di KPwDN sesuai dengan ketentuan penyelenggaraan sistem layanan kas. 7) Pengambilan fisik uang dilakukan dengan menyerahkan surat penunjukan pengambilan fisik uang yang ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia yaitu di KPBI atau unit kerja yang membawahi layanan nasabah di KPwDN. Format surat penunjukan pengambilan fisik uang sebagaimana dimaksud pada contoh II.25 Lampiran II. 8) Dalam kondisi tertentu, transaksi penarikan tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dapat dilakukan di luar batas waktu kegiatan transaksi kas bayaran berdasarkan persetujuan Bank Indonesia dengan mempertimbangkan kepentingan umum. 9) Penarikan tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 8) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Peserta mengajukan surat permohonan penarikan tunai yang disertai dengan alasannya. b) Permohonan... 85 b) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka a) ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen di Bank Indonesia dan disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. DPU atau KPwDN sesuai dengan wilayah kerja masing-masing. c) Sarana yang digunakan untuk melakukan penarikan adalah Cek BI yang tata cara pengisian dan penggunaannya sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia, serta dibubuhi stempel Contingency Plan pada lembar Cek BI. d) Penarikan tunai dapat dilakukan setelah Peserta memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) sampai dengan huruf c) dan telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia: (1) DPU bagi Peserta untuk penarikan tunai di KPBI; atau (2) KPwDN bagi Peserta untuk penarikan tunai di KPwDN sesuai dengan wilayah kerja masing-masing. b. Transaksi dalam rangka Pelaksanaan TSA 1) Peserta yang menjadi pelaksana TSA adalah sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2) Penyelenggara menetapkan: a) jenis transaksi dalam rangka pelaksanaan TSA melalui Sistem BI-RTGS; b) kode transaksi TSA; dan c) tata cara pengisian transaksi TSA, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XI. 3) Dalam... 86 3) Dalam rangka pelaksanaan TSA, Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mengirimkan instruksi Setelmen Dana dengan menggunakan kode transaksi yang ditetapkan oleh Penyelenggara dan mengisi informasi pada field 70 (Remittance Information), field 72 (Sender to Receiver Information), dan field lainnya sesuai tata cara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XI. 4) Peserta yang melakukan pengiriman instruksi Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dikenakan biaya transaksi single credit antar-Peserta untuk nasabah dalam rangka TSA sebagaimana dimaksud pada butir 1.c dalam Lampiran X. 5) Peserta yang melakukan pengiriman instruksi Setelmen Dana dalam rangka pelaksanaan TSA menggunakan kode transaksi selain sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX maka Peserta tersebut dikenakan biaya transaksi single credit sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dalam Lampiran X. 6) Dalam hal Peserta mengirimkan instruksi Setelmen Dana atas transaksi dalam rangka TSA tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dan 3), Peserta dikenakan biaya transaksi single credit antar- Peserta untuk nasabah sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dalam Lampiran X dan sanksi administratif berupa kewajiban membayar atas penggunaan kode transaksi tidak benar. 7) Batas waktu Setelmen Dana atas transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 2).a) mengacu pada periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX. 8) Dalam... 87 8) Dalam hal Peserta melakukan kesalahan pengisian jumlah dana dan/atau melakukan duplikasi transaksi dalam pengiriman instruksi Setelmen Dana ke rekening instansi pemerintah di Bank Indonesia terkait dengan transaksi TSA lainnya maka untuk penyelesaian transaksi tersebut dilakukan secara bilateral antara Peserta pengirim dengan pemilik rekening Sub RKUN KPPN atau pemilik rekening instansi pemerintah lainnya selaku penerima dana. c. Transaksi multicurrency 1) Transaksi multicurrency dalam Sistem BI-RTGS digunakan untuk Setelmen Dana atas transaksi antarrekening Peserta di Bank Indonesia dalam valuta asing yang sama. 2) Peserta yang dapat melakukan transaksi multicurrency sebagaimana dimaksud dalam angka 1) merupakan Peserta yang telah memiliki Rekening Giro dalam valuta asing di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia. 3) Dalam hal terdapat penambahan Peserta yang memiliki Rekening Giro dalam valuta asing di Bank Indonesia, Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta melalui administrative message dan/atau sarana lainnya. 4) Transaksi multicurrency yang dapat dilakukan dalam Sistem BI-RTGS meliputi: a) Transaksi dalam Mata Uang Dolar Amerika Serikat, antara lain: (1) transaksi antar-Peserta dengan Bank Indonesia untuk pemerintah atas hasil kepentingan lelang, pembayaran... 88 pembayaran pokok, dan/atau kupon Surat Berharga Negara (SBN) dalam dalam mata uang Dolar Amerika Serikat; dan (2) transaksi SBN antar-Peserta di Pasar Sekunder dalam mata uang Dolar Amerika Serikat melalui BI-SSSS. b) Transaksi dalam valuta asing lainnya, yang ditetapkan oleh Penyelenggara. d. Transaksi PvP 1) Transaksi PvP dalam Sistem BI-RTGS digunakan untuk transaksi jual beli mata uang Dolar Amerika terhadap mata uang Rupiah antar-Peserta. 2) Transaksi PvP hanya dapat dilakukan oleh Peserta yang telah terdaftar sebagai pengguna USD/IDR PvP. 3) Transaksi PvP hanya dapat dilakukan oleh Peserta sepanjang Sistem BI-RTGS dan USD CHATS beroperasi. 4) Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 2) yang bertindak sebagai pembeli mata uang Dolar Amerika, mengirimkan instruksi Setelmen Dana dalam mata uang Rupiah melalui Sistem BI-RTGS dengan menggunakan kode transaksi dan tata cara pengisian instruksi Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX dan Lampiran XI. 5) Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 2) yang bertindak sebagai penjual mata uang Dolar Amerika mengirimkan instruksi setelmen dana dalam mata uang Dolar Amerika melalui USD CHATS. 6) Dalam rangka pelaksanaan Setelmen Dana dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Sistem... 89 a) Sistem BI-RTGS dan USD CHATS melakukan proses matching antara instruksi Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dan instruksi setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 5. b) Dalam hal instruksi Setelmen Dana dalam Sistem BI-RTGS sama dengan instruksi setelmen dana dalam USD CHATS, maka: (1) saldo pada rekening Setelmen Dana Peserta yang melakukan pembelian akan di-hold sebesar nominal transaksi PvP; dan (2) dilakukan setelmen dana atas transaksi PvP, dalam hal holding fund untuk mata uang Dolar Amerika USD CHATS berhasil; atau (3) transaksi PvP masuk dalam Sistem Antrian, dalam hal saldo pada Rekening Setelmen Dana tidak mencukupi. c) Dalam hal tidak ditemukan data yang sama antara instruksi Setelmen Dana dalam Sistem BI-RTGS dengan instruksi setelmen dana dalam USD CHATS, status transaksi PvP menjadi pending. B. Pembuatan dan Pengiriman Instruksi Setelmen Dana Pengiriman instruksi Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS diatur sebagai berikut: 1. Peserta membuat instruksi Setelmen Dana berdasarkan dokumen, warkat, atau data elektronik sesuai dengan format yang ditetapkan oleh masing-masing Peserta. 2. Pembuatan instruksi Setelmen Dana oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. harus memenuhi tata cara pengisian instruksi Setelmen Dana sesuai dengan standardisasi pengisian message Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII. b. wajib... 90 b. wajib menggunakan kode transaksi dengan benar sesuai dengan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX. 3. Waktu pengiriman instruksi Setelmen Dana dan waktu pelaksanaan Setelmen Dana diatur sebagai berikut: a. Peserta dapat melakukan pengiriman instruksi Setelmen Dana dengan tanggal valuta Setelmen Dana yang sama dengan tanggal pengiriman instruksi Setelmen Dana selama periode waktu kode kegiatan Setelmen Dana sesuai dengan yang ditetapkan Penyelenggara; b. Peserta dapat melakukan pengiriman instruksi Setelmen Dana titipan (future date) paling lama untuk tanggal valuta Setelmen Dana 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pengiriman instruksi Setelmen Dana ke RCN. c. Pelaksanaan Setelmen Dana atas instruksi Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan pada tanggal valuta Setelmen Dana sesuai dengan periode waktu kegiatan Setelmen Dana atas transaksi future date. C. Setelmen Dana 1. Rekening Setelmen Dana a. Rekening Setelmen Dana terdiri atas: 1) Rekening Giro; dan 2) rekening lainnya, dalam Rupiah dan valuta asing. b. Rekening Setelmen Dana dapat memiliki subrekening yang merupakan bagian dari Rekening Setelmen Dana yang jenis dan tujuan penggunaannya ditetapkan oleh Penyelenggara. c. Penyelenggara dapat menetapkan penggunaan subrekening antara lain dalam rangka pencadangan dana untuk Setelmen Dana atas transaksi PvP. d. Dalam... 91 d. Dalam hal terdapat penambahan dan/atau perubahan jenis dan tujuan penggunaan subrekening sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Penyelenggara menyampaikan perubahan tersebut kepada Peserta melalui sarana administrative message atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 2. Prinsip-Prinsip Setelmen Dana a. Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS bersifat final dan tidak dapat dibatalkan. b. Setelmen Dana dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: 1) kecukupan saldo di Rekening Setelmen Dana Peserta; 2) ketersediaan dan kecukupan FLI, dalam hal saldo pada Rekening Setelmen Dana milik Peserta tidak mencukupi; 3) urutan transaksi yang dikirimkan; 4) transaksi lawan yang dapat di-offsetting-kan; 5) bilateral limit dan multilateral limit; 6) setting waktu eksekusi transaksi; dan/atau 7) status Peserta pengirim dan Peserta penerima. c. Setelmen Dana di Sistem BI-RTGS menggunakan dana pada Rekening Setelmen Dana. d. Penggunaan dana di Rekening Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf c, diatur sebagai berikut: 1) Saldo rekening yang digunakan oleh Peserta untuk Setelmen Dana adalah total saldo pada Rekening Setelmen Dana setelah dikurangi saldo subrekening. Contoh: Saldo Rekening Giro dalam Rupiah Peserta adalah sebesar Rp100.000,00. Dana yang dicadangkan pada subrekening untuk transaksi PvP sebesar Rp20.000,00. Total saldo yang tertulis adalah Rp100.000,00, namun saldo yang efektif dapat digunakan untuk transaksi adalah Rp80.000,00. 2) Saldo... 92 2) Saldo subrekening digunakan untuk melakukan Setelmen Dana atas transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. dengan menggunakan dana yang dicadangkan oleh Peserta pada subrekening. 3. Mekanisme Setelmen Dana a. Setelmen Dana atas transaksi Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS dilakukan seketika per transaksi secara individual. b. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: 1) Setelmen Dana hanya dilakukan dengan memperhitungkan kecukupan dana di Rekening Setelmen Dana milik Peserta. 2) Setelmen Dana atas transaksi yang berada dalam Sistem Antrian dilakukan dengan memperhitungkan kecukupan dana di Rekening Setelmen Dana milik Peserta dan memperhitungkan transaksi Transfer Dana Peserta dan lawannya yang masih dalam Sistem Antrian (offsetting). 3) Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dapat dilakukan dalam hal memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) memiliki lawan transaksi dalam Sistem Antrian; dan b) memiliki saldo hasil simulasi yang mencukupi untuk Setelmen Dana. 4. Prioritas Transaksi, Sistem Antrian, dan Pengelolaan Transaksi dalam Antrian a. Prioritas Transaksi Penyelenggara menetapkan grup dan angka prioritas transaksi dalam Sistem BI-RTGS yang terdiri atas: 1) Grup... 93 1) Grup High Priority a) Transaksi yang termasuk dalam grup high priority antara lain transaksi dari Peserta kepada instansi pemerintah atau sebaliknya, transaksi dari Bank Indonesia kepada Peserta, dan transaksi penyelesaian akhir hasil SKNBI. b) Grup high priority terdiri atas angka prioritas 1-10 dengan angka prioritas standar 5. 2) Grup Priority a) Transaksi yang termasuk dalam grup priority antara lain transaksi dalam rangka penyelesaian akhir Setelmen Dana atas transaksi surat berharga ditatausahakan di BI-SSSS. b) Grup priority terdiri dari angka prioritas 11- 50 dengan angka prioritas standar 30. 3) Grup Normal a) Transaksi yang termasuk dalam grup normal antara lain transaksi antarnasabah Peserta dan transaksi antar-Peserta. b) Grup normal terdiri dari angka prioritas 51- 98 dengan angka prioritas standar 70. 4) Grup Settle or Reject a) Transaksi yang menggunakan grup settle or reject akan langsung ditolak oleh sistem tanpa melalui mekanisme Sistem Antrian apabila dana pada Rekening Setelmen Dana Peserta tidak mencukupi. b) Grup settle or reject menggunakan angka prioritas 99. b. Sistem Antrian 1) Transaksi yang masuk ke dalam Sistem Antrian adalah transaksi yang memenuhi kriteria: a) Saldo Rekening Setelmen Dana Peserta tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen Dana. b) Transaksi... yang 94 b) Transaksi melampaui pencadangan dana pada subrekening pencadangan dana sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. 2) Penyelesaian transaksi yang masuk ke dalam Sistem Antrian diatur sebagai berikut: a) Penyelesaian transaksi dalam antrian grup high priority dan priority dilakukan dengan prinsip First In First Out (FIFO). b) Penyelesaian transaksi dalam antrian grup normal dilakukan dengan prinsip First Available First Out (FAFO). c) Transaksi dalam antrian grup normal tidak dapat dilakukan Setelmen Dana apabila terdapat transaksi dalam antrian grup high priority atau priority dalam Sistem Antrian. d) Transaksi yang berada dalam Sistem Antrian akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem pada saat periode waktu kegiatan berdasarkan kode transaksi berakhir dan/atau pada saat cut-off warning Sistem BI-RTGS. c. Pengelolaan Transaksi Dalam Antrian Peserta dapat melakukan pengelolaan terhadap transaksi yang berada dalam Sistem Antrian dengan prosedur sebagai berikut: 1) Reordering a) Reordering dilakukan dengan mengubah angka prioritas transaksi dalam satu grup prioritas. b) Peserta hanya dapat melakukan reordering untuk transaksi dengan grup priority, atau grup normal. 2) Reprioritization a) Reprioritization dilakukan dengan mengubah grup prioritas transaksi. b) Peserta hanya dapat melakukan reprioritization transaksi dari grup priority ke grup normal atau sebaliknya. 3) Cancelation... 95 3) Cancellation a) Cancellation dilakukan dengan membatalkan transaksi di dalam antrian. b) Peserta dapat melakukan cancellation untuk transaksi dengan grup high priority, grup priority, dan grup normal. 5. Pengelolaan Risiko Dalam rangka mitigasi risiko likuiditas dan risiko kredit, Sistem BI-RTGS dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut: a. FLI 1) Penyelenggara menyediakan FLI untuk Peserta yang digunakan dalam hal Rekening Setelmen Dana tidak mencukupi untuk melakukan Setelmen Dana. 2) Dalam hal Peserta menggunakan FLI untuk Setelmen Dana dalam kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara melakukan pengkreditan ke Rekening Giro Peserta atas pencairan dana dalam rangka penggunaan FLI sebesar kebutuhan dana Peserta. 3) Prosedur dan ketentuan mengenai penggunaan, pelunasan dan biaya penggunaan FLI mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai tata cara penggunaan FLI. b. Throughput Guideline 1) Throughput guideline berisi target penyelesaian bertahap berupa persentase tahapan dari total nominal atas transaksi Setelmen Dana dalam 1 (satu) hari dengan acuan sebagai berikut: a) Paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai pembayaran keluar (outgoing payments) diselesaikan sebelum pukul 10.00 WIB. b) Paling sedikit 30% (tiga puluh persen) berikutnya dari total nilai pembayaran keluar (outgoing payments) diselesaikan antara pukul 10.00-14.00 WIB. c) Sejumlah... 96 c) Sejumlah 40% (empat puluh persen) dari total nilai pembayaran keluar (outgoing payments) diselesaikan antara pukul 14.00- 18.00 WIB. 2) Peserta dapat menggunakan throughput guideline sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sebagai acuan dalam menyelesaikan Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS. c. Fasilitas Pengelolaan Likuiditas 1) Sistem BI-RTGS menyediakan fasilitas pengelolaan likuiditas (liquidity management) yang dapat digunakan oleh Peserta untuk meningkatkan efisiensi penggunaan likuiditas. 2) Fasilitas pengelolaan likuiditas dalam Sistem BI- RTGS sebagaimana dimaksud dalam angka 1) terdiri atas: a) Counterparty Limit (1) Counterparty limit digunakan dalam hal Peserta akan membatasi penggunaan likuiditas untuk Setelmen Dana atas transaksi dengan Peserta tertentu. (2) Counterparty Limit terdiri atas: (a) Bilateral limit merupakan batas likuiditas yang dapat digunakan untuk Setelmen Dana atas transaksi dengan satu Peserta tertentu. (b) Multilateral limit merupakan batas likuiditas yang dapat digunakan untuk Setelmen Dana atas transaksi dengan Peserta selain Peserta yang telah ditetapkan bilateral limit-nya oleh Peserta yang bersangkutan. (3) Jenis... 97 (3) Jenis transaksi yang Setelmen Dananya dapat dibatasi dengan fasilitas Counterparty Limit hanya transaksi dengan grup normal. (4) Counterparty Limit tidak dapat berlaku bagi Bank Indonesia. b) Account Limit Account limit digunakan untuk mencadangkan penggunaan likuiditas bagi Peserta yang mengirimkan instruksi Setelmen Dana atas transaksi PvP. c) Pengaturan waktu Setelmen Dana (Settlement Execution Time) (1) Pengaturan waktu Setelmen Dana digunakan dalam hal Peserta akan mengatur waktu Setelmen Dana atas transaksi yang dikirimnya. (2) Pengaturan waktu Setelmen Dana terdiri atas: (a) Earliest Time, digunakan dalam hal Peserta akan menetapkan batas waktu awal transaksi akan mulai dilakukan proses Setelmen Dana. (b) Latest Time, digunakan dalam hal Peserta akan menetapkan batas waktu notifikasi atas transaksi dalam Sistem Antrian. (c) Reject Time, digunakan dalam hal Peserta akan menetapkan batas waktu pembatalan transaksi dalam Sistem Antrian oleh sistem. (3) Peserta dapat menggunakan fasilitas pengaturan waktu Setelmen Dana sesuai dengan periode waktu kegiatan pengiriman instruksi Setelmen Dana berdasarkan kode transaksi yang ditetapkan oleh Penyelenggara. (4) Peserta... 98 (4) Peserta dapat menggunakan fasilitas pengaturan waktu Setelmen Dana untuk setiap transaksi yang dikirimkan dan Peserta dapat mengubah pengaturan waktu Setelmen Dana sepanjang transaksi belum dilakukan Setelmen Dana atau sebelum pengaturan waktu Setelmen Dana yang ditetapkan terlewati. d. Fasilitas Penghemat Likuiditas (Liquidity Saving) 1) Sistem BI-RTGS menyediakan fasilitas penghemat likuiditas untuk membantu Peserta meningkatkan efisiensi penggunaan likuiditas dan meningkatkan kelancaran Setelmen Dana. 2) Fasilitas penghemat likuiditas dalam Sistem BI- RTGS sebagaimana dimaksud dalam angka 1) terdiri atas: a) Bilateral Offsetting (1) Bilateral offsetting digunakan untuk melakukan Setelmen Dana melalui mekanisme offsetting secara bilateral dengan transaksi lawannya yang berada dalam Sistem Antrian. (2) Jenis transaksi yang Setelmen Dananya dapat dilakukan dengan mekanisme bilateral offsetting adalah transaksi dengan grup normal. b) Multilateral Offsetting (1) Multilateral offsetting digunakan untuk melakukan Setelmen Dana atas transaksi yang berada dalam Sistem Antrian melalui mekanisme offsetting secara multilateral. (2) Jenis transaksi yang Setelmen Dananya dapat dilakukan dengan mekanisme multilateral offsetting adalah transaksi dengan grup high priority, grup priority, dan grup normal. (3) Transaksi... 99 (3) Transaksi dalam Sistem Antrian yang sedang diproses dengan mekanisme multilateral offsetting tidak dapat dilakukan perubahan prioritas (reprioritization), perubahan urutan (reordering), dan (cancellation) oleh Peserta. e. Gridlock Resolution 1) Gridlock merupakan suatu kondisi dimana terjadi kemacetan Setelmen Dana secara menyeluruh (systemic) karena transaksi Peserta yang berada dalam Sistem Antrian tidak dapat diselesaikan sampai dengan kondisi tertentu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan Penyelenggara. 2) Penyelenggara menetapkan kondisi gridlock sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berdasarkan kriteria: a) jumlah transaksi dalam Sistem Antrian; b) nilai transaksi dalam Sistem Antrian; dan/atau c) jumlah transaksi dalam Sistem Antrian sejak Setelmen Dana terakhir. 3) Penyelesaian gridlock (gridlock resolution) akan dilakukan oleh Penyelenggara dengan metode FAFO apabila salah satu kriteria yang ditetapkan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 2) telah terpenuhi. 6. Bukti dan Laporan Setelmen Dana a. Bukti Setelmen Dana yang harus ditatausahakan oleh Peserta terdiri atas: 1) Dokumen, warkat, atau data elektronik yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan Setelmen Dana. 2) Dokumen elektronik atau Hasil Olahan Komputer (HOK) dari Sistem BI-RTGS yang terdiri atas: a) instruksi... pembatalan 100 a) instruksi Setelmen Dana yang terdiri atas original Message Type (MT) 102, MT103, dan MT202 untuk Peserta pengirim dan salinan MT102, MT103, dan MT202 untuk Peserta penerima; dan/atau b) konfirmasi Setelmen Dana yang terdiri atas debit confirmation (MT900) untuk Peserta yang rekeningnya didebit dan credit confirmation (MT910) untuk Peserta yang rekeningnya dikredit. b. Laporan Rekening Koran berupa MT940 dan MT950 yang memuat informasi saldo dan mutasi Setelmen Dana. c. Peserta menatausahakan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b dengan retensi sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku. 7. Kewajiban Penerusan Perintah Transfer Dana dan Hasil Setelmen Dana Peserta pengirim wajib melaksanakan perintah Tranfer Dana atas permintaan nasabah pengirim dan Peserta penerima wajib meneruskan dana hasil Setelmen Dana kepada nasabah penerima sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan transfer dana melalui Sistem BI-RTGS. 8. Mekanisme Pengembalian Dana (Retur) a. Pengembalian dana atas transaksi antar-Peserta untuk kepentingan nasabah yang telah dilakukan Setelmen Dana di Sistem BI-RTGS dapat dilakukan berdasarkan inisiatif Peserta penerima atau permintaan Peserta pengirim. b. Pengembalian dana sebagaimana pada huruf a diatur sebagai berikut: 1) Pengembalian... 101 1) Pengembalian Dana Atas Inisiatif Peserta Penerima a) Peserta penerima mengembalikan dana atas Setelmen Dana apabila data penerima dana yang tercantum pada konfirmasi Setelmen Dana (MT910) tidak cocok dengan data yang tercantum dalam tata usaha rekening atau administrasi di Peserta atau identitas penerima dana. Peserta penerima harus segera mengembalikan transfer tersebut kepada Peserta pengirim. b) Pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dilakukan dengan mengirimkan instruksi Setelmen Dana dengan tata cara sebagai berikut: 1) menggunakan MT202; 2) mencantumkan nomor referensi transaksi yang dikembalikan pada field Related TRN (field 21); 3) menggunakan kode transaksi 190 (Transaksi Antar-Peserta Pengembalian); dan 4) khusus untuk transaksi pengembalian dana kepada Bank Indonesia, mencantumkan rekening tujuan di Bank Indonesia pada field SOSA Account (field 58D), yaitu 561990001980 ”Rekening Antara Retur Transaksi RTGS Bank Indonesia”. c) Dalam hal Peserta melakukan transaksi penarikan tunai dan Peserta yang bersangkutan tidak mengambil fisik uang sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, maka Bank Indonesia mengembalikan dana tersebut ke Rekening Giro Peserta tanpa menunggu permintaan dari Peserta pengirim. 2) Pengembalian... oleh ... 102 2) Pengembalian Dana Atas Permintaan Peserta Pengirim a) Pengembalian dana atas permintaan Peserta pengirim dilakukan dalam hal Peserta pengirim melakukan kesalahan antara lain penulisan jumlah dana, penerima dana, dan/atau duplikasi dalam pengiriman instruksi Transfer Dana. b) Peserta pengirim dapat mengajukan permintaan pengembalian dana atas transaksi yang telah dilakukan Setelmen Dana dengan prosedur sebagai berikut: (1) Peserta mengirimkan instruksi permintaan pengembalian dana dengan message Request for Payment Return (MTn95/RTRN) kepada Peserta penerima melalui aplikasi RPG atau RSTPG. (2) Peserta pengirim mengirimkan administrative message mengenai pembebasan tanggung jawab (indemnity) kepada Peserta penerima. Pembebasan tanggung jawab (indemnity) tersebut paling kurang memuat: (a) pembebasan tanggung jawab Peserta penerima, termasuk seluruh karyawannya dan pihak-pihak lainnya yang terkait dengan pelaksanaan pengembalian dana atas transaksi antar-Peserta untuk kepentingan nasabah yang telah dilakukan Setelmen Dananya melalui Sistem BI-RTGS, terhadap berbagai kemungkinan klaim, gugatan, kewajiban, biaya-biaya termasuk biaya penyelesaian hukum dan biaya lainnya, tuntutan pener oima ... atau... leh 103 atau kerugian yang diakibatkan oleh pengembalian dana yang dilakukan oleh Peserta penerima, baik atas permintaan Peserta pengirim atau karena Peserta penerima harus melaksanakan kewajiban sesuai dengan pernyataan dalam pembebasan tanggung jawab (indemnity); dan (b) kesediaan Peserta pengirim untuk menanggung segala biaya yang terkait dengan klaim, gugatan, tuntutan, dan kewajiban lainnya, termasuk biaya penyelesaian hukum dan biaya lainnya, serta kerugian yang dihadapi oleh Peserta penerima sebagai akibat dari penarikan kembali dana dari nasabah penerima yang tidak berhak. c) Ketentuan dan mekanisme pengembalian dana atas permintaan Peserta pengirim mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan transfer dana melalui Sistem BI-RTGS. d) Dalam hal Peserta pengirim melakukan kesalahan jumlah dana, penerima dana, dan/atau duplikasi transaksi dalam pengiriman instruksi Setelmen Dana ke rekening pemerintah di Bank Indonesia terkait dengan transaksi pelimpahan penerimaan Negara atau transaksi TSA lainnya maka untuk penyelesaian transaksi tersebut dilakukan secara bilateral antara Peserta pengirim dengan pemilik rekening Sub RKUN KPPN atau pemilik rekening instansi pemerintah lainnya. 9. Mekanisme... 104 9. Mekanisme Koreksi Transaksi Peserta pengirim dapat mengajukan koreksi atas transaksi untuk nasabah Peserta yang telah dilakukan Setelmen Dana di Sistem BI-RTGS dengan ketentuan sebagai berikut: a. Data transaksi yang dapat dikoreksi hanya terbatas pada data identitas nasabah penerima dana meliputi nama, alamat, dan/atau keterangan transaksi. b. Peserta pengirim melakukan permintaan koreksi yang disertai indemnity sebagaimana dimaksud dalam butir 8.b.2)b)(2) melalui sarana administrative message. c. Peserta penerima yang menerima permintaan koreksi transaksi harus segera memberikan tanggapan persetujuan atau penolakan melalui administrative message. VI. BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SETELMEN DANA MELALUI SISTEM BI-RTGS Penyelenggara menetapkan biaya terhadap Peserta dalam penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS dengan ketentuan sebagai berikut: A. Prinsip Umum 1. Peserta dikenakan biaya dalam penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS. 2. Peserta dapat mengenakan biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS kepada Nasabah. 3. Penyelenggara dapat menetapkan batas maksimal biaya transaksi yang dikenakan Peserta kepada Nasabah. B. Biaya Penyelenggaraan Setelmen Dana yang Dikenakan Oleh Penyelenggara Kepada Peserta 1. Jenis dan Besar Biaya a. Jenis biaya dalam penyelenggaraan Setelmen Dana terdiri atas: 1) Biaya instruksi Setelmen Dana, meliputi: a) biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana atas transaksi single credit; dan b) biaya... 105 b) biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana atas transaksi multiple credit, dengan besaran biaya yang ditetapkan berdasarkan periode waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 2) Biaya administrative message, yang ditetapkan besarannya oleh Penyelenggara berdasarkan setiap pengiriman administrative message. 3) Biaya perpanjangan periode waktu kegiatan atas permintaan Peserta ditetapkan besarannya oleh Penyelenggara berdasarkan durasi perpanjangan waktu setiap 30 (tiga puluh) menit. 4) Biaya instruksi Setelmen Dana dengan menggunakan Cek BI dan/atau BGBI ditetapkan besarannya oleh Penyelenggara berdasarkan setiap instruksi Setelmen Dana. 5) Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank, dengan ketentuan sebagai berikut: a) besarnya biaya ditetapkan oleh Penyelenggara berdasarkan durasi waktu penggunaan setiap 1 (satu) jam; dan b) besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dihitung berdasarkan absensi yang telah ditandatangani oleh Penyelenggara dan Peserta. Contoh perhitungan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank sebagaimana tercantum dalam Lampiran X. 6) Biaya penggantian Digital Certificate Hard Token yang hilang, rusak, atau penambahan Digital Certificate Hard Token yang melebihi batas maksimal ditetapkan besarannya oleh Penyelenggara berdasarkan setiap 1 (satu) Digital Certificate Hard Token yang diganti atau ditambahkan. b. Besarnya biaya dalam penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS ditetapkan dalam rincian biaya sebagaimana dimaksud dalam Lampiran X. c. Besarnya oleh ... 106 c. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). d. Penyelenggara dapat membebaskan biaya tertentu dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. e. Pembebasan biaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf d tidak termasuk pembebasan PPN. 2. Perhitungan dan Pembebanan Biaya Perhitungan dan Pembebanan biaya dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dilakukan oleh Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a. Biaya instruksi Setelmen Dana atas transaksi single credit sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1)a) dan PPN dihitung atas dasar pengiriman instruksi Setelmen Dana dan biaya administrative message sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.2) dan PPN dihitung atas dasar pengiriman administrative message untuk masing-masing Peserta pada setiap akhir hari yang sama dengan tanggal pengiriman instruksi Setelmen Dana dan/atau pengiriman administrative message. b. biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana atas transaksi multiple credit sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1)b) dan PPN dihitung setiap akhir bulan untuk masing-masing Peserta. c. Biaya Setelmen Dana dan PPN atas transaksi yang menggunakan kode transaksi TSA tidak sesuai dengan yang ditetapkan Penyelenggara dihitung setiap bulan atas dasar pengiriman instruksi Setelmen Dana. d. Biaya perpanjangan waktu kegiatan Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.3) dan PPN dihitung atas dasar durasi perpanjangan waktu periode kegiatan yang diajukan oleh Peserta. e. Biaya penggunaan Cek BI dan/atau BGBI sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.4) dan PPN dihitung atas dasar instruksi Setelmen Dana yang menggunakan Cek BI dan/atau BGBI. f. Biaya... 107 f. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.5) dan PPN dihitung atas dasar durasi waktu penggunaan Fasilitas Guest Bank. g. Biaya penggunaan Digital Certificate Hard Token sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.6) dan PPN dihitung atas dasar Digital Certificate Hard Token yang diganti atau ditambahkan. h. Pembebanan biaya dilakukan oleh Penyelenggara dengan mendebit Rekening Giro dalam Rupiah milik Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: 1) biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibebankan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah tanggal perhitungan; 2) biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c dibebankan paling lama pada akhir bulan berikutnya; dan 3) biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dibebankan paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah tanggal pelaksanaan perpanjangan waktu kegiatan Setelmen Dana, pelaksanaan Setelmen Dana menggunakan Cek BI dan/atau BGBI, penggunaan Fasilitas Guest Bank, dan/atau penyerahan atas penggantian dan/atau penambahan Digital Certificate Hard Token kepada Peserta. i. Khusus perhitungan dan pembebanan biaya instruksi Setelmen Dana yang tidak lolos validasi sistem dilakukan secara kumulatif pada bulan berikutnya. C. Biaya Transfer Dana Melalui Sistem BI-RTGS yang Dikenakan Peserta Kepada Nasabah Peserta 1. Peserta dapat menetapkan dan mengenakan biaya Transfer Dana kepada nasabah paling banyak Rp35.000,00 (tiga puluh lima ribu rupiah). 2. Peserta wajib mengumumkan: a. besarnya... 108 a. besarnya biaya Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS yang ditetapkan Penyelenggara; dan b. besarnya biaya Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS yang ditetapkan dan dikenakan oleh Peserta kepada nasabah. 3. Ketentuan mengenai tata cara pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan transfer dana melalui Sistem BI-RTGS. VII. PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU KEADAAN DARURAT Ketentuan dan prosedur dalam rangka menjaga kelangsungan operasional penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat diatur sebagai berikut: A. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara 1. Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS atau mengakibatkan Penyelenggara tidak dapat melakukan kegiatan operasional Sistem BI-RTGS maka berlaku prosedur sebagai berikut: a. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal dan tahapan yang perlu dilakukan melalui sarana administrative message dan/atau sarana lainnya. b. Dalam hal Kondisi Tidak Normal mengakibatkan kegiatan operasional Sistem BI-RTGS tidak dapat dilaksanakan maka tahapan yang dilakukan oleh Peserta adalah sebagai berikut: 1) Menghentikan... oleh ... 109 1) Menghentikan sementara kegiatan pengiriman Setelmen Dana dan kegiatan lainnya melalui Sistem BI-RTGS. 2) Dalam hal Sistem BI-RTGS telah berfungsi kembali, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: d) melakukan koneksi ulang ke Sistem BI- RTGS; e) melakukan rekonsiliasi antara data transaksi di sistem Peserta dengan data transaksi Sistem BI-RTGS di Penyelenggara dan mengecek posisi saldo Rekening Giro melalui RPP; dan f) menginformasikan kepada help desk Sistem BI-RTGS apabila dari hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b) terdapat perbedaan data transaksi Setelmen Dana dan/atau saldo Rekening Giro. c. Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan oleh Peserta berdasarkan pemberitahuan dari Penyelenggara melalui sarana administrative message, BI-SSSS, help desk Sistem BI- RTGS, dan/atau sarana lainnya. d. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal yang mengakibatkan Sistem BI-RTGS tidak dapat beroperasi sampai dengan batas waktu yang ditentukan oleh Penyelenggara maka Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal dan memberitahukannya kepada Peserta. e. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal Sistem BI-RTGS yang mengakibatkan Setelmen Dana USD/IDR PvP tidak dapat dilaksanakan maka Penyelenggara menginformasikan kepada Peserta melalui sarana administrative... 110 administrative message untuk menyelesaikan transaksi PvP menggunakan sistem selain yang disediakan oleh Penyelenggara. 2. Keadaan Darurat di Penyelenggara Dalam hal terjadi Keadaan Darurat di lokasi Penyelenggara yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Sistem BI-RTGS atau yang menyebabkan Sistem BI-RTGS tidak dapat beroperasi sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur penanggulangan Keadaan Darurat dan memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai Keadaan Darurat serta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. B. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta 1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta yang menyebabkan terganggunya kelancaran penyelesaian transaksi melalui Sistem BI-RTGS maka berlaku prosedur sebagai berikut: a. Peserta harus memberitahukan kepada Penyelenggara mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada: 1) help desk Sistem BI-RTGS melalui sarana telepon paling lama 30 (tiga puluh) menit sejak terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat dan selanjutnya menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Penyelenggara mengenai hal tersebut dan penyebabnya; dan/atau 2) Penyelenggara melalui surat yang didahului dengan faksimile dalam hal Peserta memerlukan tindak lanjut perpanjangan waktu kegiatan Setelmen Dana untuk kode transaksi yang diperlukan sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.5. 2. Dalam... 111 2. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta yang mengakibatkan Peserta tidak dapat melakukan kegiatan operasional Sistem BI-RTGS maka berlaku prosedur sebagai berikut: a. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan RPP Utama maka Peserta menggunakan RPP Cadangan. b. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan RPP Cadangan atau Peserta tidak dapat melakukan pengiriman instruksi Setelmen Dana dari lokasi kantor Peserta, Peserta dapat menggunakan: 1) Fasilitas Guest Bank; atau 2) Cek BI untuk penarikan tunai dan/atau BGBI untuk pelaksanaan Setelmen Dana, dalam hal penggunaan Fasilitas Guest Bank tidak dimungkinkan, antara lain karena waktu untuk menyiapkan Fasilitas Guest Bank tidak mencukupi. c. Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak melakukan kegiatan operasional maka Peserta harus segera memberitahukan kepada Penyelenggara melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 3. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal atau Keadaan Darurat di Peserta, Penyelenggara dapat menetapkan kebijakan, prosedur, dan hal-hal yang diperlukan untuk penyelesaian transaksi oleh Peserta melalui Sistem BI-RTGS. C. Penggunaan Fasilitas Guest Bank 1. Penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai berikut: a. Fasilitas Guest Bank dapat digunakan oleh Peserta selama jam operasional penyelenggaraan Setelmen Dana untuk melakukan pengiriman instruksi Setelmen Dana sesuai dengan periode waktu kegiatan transaksi yang masih berlaku. b. Penyelenggara... 112 b. Penyelenggara dapat menetapkan batas waktu maksimal penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan penggunaan Fasilitas Guest Bank melebihi kapasitas yang tersedia. 2. Prosedur penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan untuk menggunakan Fasilitas Guest Bank kepada Penyelenggara, yang dapat didahului dengan penyampaian informasi melalui sarana telepon, faksimile, dan/atau sarana lainnya, dengan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.26 dalam Lampiran II. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling kurang memuat: 1) alasan menggunakan Fasilitas Guest Bank; 2) lokasi penggunaan Fasilitas Guest Bank; dan 3) metode penggunaan Fasilitas Guest Bank. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan ke alamat Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, dan dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui sarana faksimile ke nomor sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.a. dan/atau sarana lainnya. e. Untuk Peserta yang berada di wilayah kerja KPwDN, surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang menyediakan Fasilitas Guest Bank. f. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a melalui administrative message atau sarana lainnya. g. Dalam... 113 g. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disetujui, Peserta menyiapkan data transaksi dan hal-hal lain yang diperlukan untuk operasional di lokasi Bank Indonesia sesuai dengan pedoman penggunaan Fasilitas Guest Bank untuk Peserta sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XII. h. Dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan melebihi kapasitas Fasilitas Guest Bank yang disediakan, Penyelenggara dapat menetapkan urutan penggunaan Fasilitas Guest Bank berdasarkan urutan kedatangan Peserta. D. Penggunaan Cek Bank Indonesia dan/atau Bilyet Giro Bank Indonesia Dalam Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat 1. Ketentuan penggunaan Cek BI dan/atau BGBI diatur sebagai berikut: a. Cek BI dan/atau BGBI dapat digunakan oleh Peserta dalam penyelenggaraan Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS selama jam operasional untuk melakukan pengiriman instruksi Setelmen Dana atas transaksi penarikan tunai dengan Cek BI dan/atau pemindahan dana dengan BGBI sesuai dengan periode waktu Setelmen Dana untuk transaksi yang masih berlaku. b. Instruksi Setelmen Dana yang menggunakan BGBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibatasi untuk transaksi single credit antar-Peserta bukan untuk kepentingan nasabah, kecuali transaksi single credit yang ditujukan untuk nasabah yang memiliki rekening di Bank Indonesia. 2. Prosedur penggunaan Cek BI dan/atau BGBI sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan untuk melakukan pengiriman instruksi Setelmen Dana atas transaksi penarikan tunai dengan Cek BI dan/atau pemindahan dana dengan BGBI, yang paling kurang memuat: 1) alasan... 114 1) alasan menggunakan Cek BI dan/atau BGBI; dan 2) lokasi penggunaan Cek BI dan/atau BGBI. Surat permohonan penggunaan Cek BI dan/atau BGBI menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.27 dalam Lampiran II. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili dan telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan ke alamat Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dan dapat disampaikan terlebih dahulu melalui sarana faksimile ke nomor sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3. d. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului melalui sarana telepon, faksimile atau sarana lain. e. Dalam hal permohonan disetujui Penyelenggara, Peserta menyampaikan Cek BI dan/atau BGBI dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk Pelaksanaan di KPBI: a) Cek BI disampaikan kepada Departemen Pengelolaan Uang. b) BGBI disampaikan kepada Penyelenggara. 2) Untuk Pelaksanaan di KPwDN, Cek BI dan/atau BGBI disampaikan kepada KPwDN yang mewilayahi kantor Peserta. 3) Cek BI dan/atau BGBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) diisi dan ditandatangani sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia, serta dibubuhi stempel Contingency Plan pada masing-masing lembar Cek BI dan/atau BGBI sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XIII. 4) Cek... 115 4) Cek BI dan/atau BGBI disampaikan paling lambat sampai dengan periode waktu pengiriman instruksi Setelmen Dana berdasarkan kode transaksi yang bersangkutan berakhir. f. Bank Indonesia melakukan proses pengiriman instruksi Setelmen Dana, dalam hal Cek BI dan/atau BGBI yang disampaikan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. g. Bukti Setelmen Dana atas pengiriman instruksi Setelmen Dana dengan menggunakan Cek BI dan/atau BGBI akan terkirim ke RPP Peserta apabila Sistem BI- RTGS di Peserta telah berjalan normal. VIII. PEMBEBASAN TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA Penyelenggara dibebaskan dari segala tuntutan atas kerugian Peserta atau pihak ketiga yang timbul dan/atau yang akan timbul akibat: 1. keterlambatan atau tidak terlaksananya Setelmen Dana yang diakibatkan karena kelalaian, Keadaan Tidak Normal, dan/atau Keadaan Darurat yang disebabkan antara lain oleh: a. penggunaan Fasilitas Guest Bank oleh Peserta; atau b. penggunaan Cek BI dan/atau BGBI oleh Peserta; 2. pengiriman instruksi Setelmen Dana yang dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang; 3. kesalahan data instruksi Setelmen Dana yang dikirimkan oleh Peserta; dan/atau 4. tidak diteruskannya instruksi Setelmen Dana berdasarkan keputusan lembaga pengawas yang berwenang, keputusan lembaga arbitrase, dan/atau keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. IX. PEMANTAUAN KEPATUHAN PESERTA Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta oleh Penyelenggara diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara melakukan pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 2. Pemantauan... 116 2. Pemantauan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan secara langsung dan tidak langsung. 3. Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan oleh Penyelenggara melalui pemeriksaan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu, apabila diperlukan. 4. Dalam rangka pemantauan tidak langsung, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Pemantauan secara tidak langsung kepada Peserta dilakukan melalui penelitian, analisis, dan evaluasi terhadap: 1) laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu yang disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara; dan 2) data, informasi, dan/atau dokumen yang diperoleh dari: a) Peserta yang bersangkutan; b) sistem di Penyelenggara; dan/atau c) pihak lain. b. Peserta wajib menyampaikan laporan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan Berkala a) Laporan berkala berupa Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK) LHPK merupakan laporan tahunan yang memuat hasil penilaian pemeriksaan internal sebagaimana dimaksud dalam butir III.I.1.b.2) untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Format LHPK ditetapkan oleh Penyenggara dan disampaikan kepada Peserta melalui surat dan/atau sarana lain. b) Laporan LHPK sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disampaikan secara tertulis oleh Peserta kepada Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c) Laporan LHPK disampaikan oleh Peserta dengan batas waktu paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Dalam... 117 Dalam hal batas waktu jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur maka batas waktu penyampaian adalah hari kerja berikutnya. d) Dalam hal Peserta terlambat menyampaikan laporan berkala sesuai batas waktu, Peserta tetap wajib menyampaikan laporan berkala paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak batas waktu penyampaian laporan berkala yang ditetapkan oleh Penyelenggara. e) Peserta dinyatakan tidak menyampaikan laporan berkala apabila Peserta tidak menyampaikan laporan berkala sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf d). 2) Laporan Sewaktu-Waktu Laporan sewaktu-waktu terdiri atas: a) laporan yang disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara atas permintaan Penyelenggara; dan/atau b) laporan yang disampaikan kepada Penyelenggara atas inisiatif dari Peserta, misalnya laporan gangguan Sistem BI-RTGS pada Peserta. 3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.b. c. Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, Penyelenggara dapat melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada Peserta atas informasi, data, dan/atau dokumen. d. Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Peserta, Penyelenggara menyampaikan pemberitahuan kepada Peserta untuk melakukan upaya perubahan dalam rangka pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 5. Pemantauan Langsung Dalam rangka pemantauan langsung, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Pemantauan... 118 a. Pemantauan secara langsung dilakukan melalui pemeriksaan secara periodik atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. b. Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, berlaku ketentuan dan prosedur sebagai berikut: 1) Petugas Penyelenggara yang melakukan pemeriksaan dilengkapi dengan surat tugas dari Penyelenggara. 2) Peserta wajib memberikan akses kepada petugas sebagaimana dimaksud dalam angka 1), paling kurang berupa: a) informasi, data, dan/atau dokumen yang diperlukan, antara lain dokumen asli dan/atau salinan dokumen berupa warkat dan/atau data elektronik yang terkait dengan pelaksanaan Sistem BI-RTGS; dan b) sarana fisik dan aplikasi pendukung yang terkait dengan operasional Sistem BI-RTGS, antara lain RPP serta interface dari dan ke sistem internal Peserta. 3) Penyelenggara dapat menunjuk pihak lain untuk dan atas nama Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 4) Peserta wajib memberikan penjelasan atau keterangan kepada petugas yang melakukan pemeriksaan dalam rangka klarifikasi dan/atau konfirmasi atas informasi, data, dan/atau dokumen serta sarana fisik dan aplikasi pendukung. c. Petugas Penyelenggara melakukan exit meeting dengan Peserta yang dituangkan dalam laporan hasil exit meeting yang ditandatangani oleh Penyelenggara dan pejabat Peserta yang berwenang. 6. Dalam rangka pemantauan kepatuhan Peserta, Penyelenggara dapat meminta Peserta untuk melakukan pengujian terhadap infrastruktur Peserta yang digunakan dalam operasional Sistem BI-RTGS. 7. Penyelenggara... 119 7. Penyelenggara menyampaikan surat kepada Peserta mengenai hasil pemantauan dan tindak lanjut yang harus dilakukan Peserta dalam rangka pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 8. Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam angka 7. X. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF A. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Menjaga Kelancaran dan Keamanan Penggunaan Sistem BI-RTGS 1. Peserta yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan Sistem BI- RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir III.I.1 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 2. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak teguran tertulis diterima, dapat dikenakan sanksi administratif berupa penurunan status kepesertaan. B. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Menginformasikan Biaya Transaksi Peserta yang tidak menginformasikan biaya transaksi dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS kepada nasabah secara transparan sebagaimana dimaksud dalam butir III.I.5 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. C. Sanksi Administratif Terkait Pembuatan Instruksi Setelmen Dana 1. Peserta pengirim yang mengisi kode transaksi tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.7.b.3) dan butir V.B.2.b dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar. 2. Sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditetapkan sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per instruksi Setelmen Dana... 120 Dana, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dalam bulan berjalan. 3. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dilakukan dengan mendebit Rekening Giro Peserta di Bank Indonesia. D. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Pengiriman Instruksi Setelmen Dana dan Penerusan Dana 1. Peserta pengirim yang tidak mengirimkan instruksi Setelmen Dana kepada Peserta penerima sesuai batas waktu yang ditetapkan, dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan transfer dana melalui Sistem BI-RTGS. 2. Peserta penerima yang tidak melakukan penerusan dana kepada nasabah penerima sesuai batas waktu yang ditetapkan, dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan transfer dana melalui Sistem BI-RTGS. E. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Penyampaian Laporan 1. Peserta yang terlambat dan/atau tidak menyampaikan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam butir IX.4.b.1) berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). b. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mendebit Rekening Giro Peserta. c. Peserta yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam butir IX.4.b.1).e) dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar... 121 membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. d. Peserta yang tidak menindaklanjuti sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagimana dimaksud dalam huruf c paling lama 30 hari sejak teguran tertulis, dapat dikenakan sanksi administratif berupa penurunan status kepesertaan. 2. Peserta yang tidak menyampaikan laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam butir IX.4.b.2) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. F. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Penyampaian Data, Informasi, dan/atau Dokumen Peserta yang tidak menyampaikan data, informasi, dan/atau dokumen terkait penyelenggaran Setelmen Dana melalui Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir III.I.6 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. G. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Pemberian Akses Kepada Penyelenggara 1. Peserta yang tidak memberikan akses kepada Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam butir IX.5.b.2), dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 2. Peserta yang tidak menindaklanjuti sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak teguran tertulis diterima, dapat dikenakan sanksi administratif berupa penurunan status kepesertaan. H. Sanksi Administratif Terkait Kewajiban Menindaklanjuti Hasil Pemantauan 1. Peserta yang tidak menindaklanjuti hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam butir IX.8, dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 2. Peserta yang tidak menindaklanjuti sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka... 122 angka 1 dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak teguran tertulis diterima, dapat dikenakan sanksi administratif berupa penurunan status kepesertaan. XI. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Pihak sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1. yang telah menjadi Peserta Sistem BI-RTGS berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21 Januari 2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/18/DPSP tanggal 28 November 2014 dinyatakan tetap menjadi Peserta BI-RTGS berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS antara Penyelenggara dengan Peserta yang telah ada sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini dinyatakan tidak berlaku dan wajib diganti dengan perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS antara Penyelenggara dengan Peserta yang mengacu pada substansi perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. 3. Penyelenggara dapat menetapkan kebijakan atau ketentuan yang berbeda mengenai penyelenggaraan Setelmen Dana seketika melalui Sistem BI-RTGS bagi Bank Indonesia dan lembaga lain yang disetujui Penyelenggara menjadi Peserta berdasarkan kebutuhan dan karakteristik tertentu. 4. Lampiran I sampai dengan Lampiran XIII merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XII. KETENTUAN PENUTUP 1. Ketentuan mengenai penyediaan JKD dari back up site Peserta ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.I.1.h.3).a) wajib dipenuhi oleh Peserta paling lambat tanggal 30 Juni 2016. 2. Ketentuan mengenai pengenaan biaya perpanjangan periode waktu kegiatan kepada Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B.1.a.3) mulai berlaku pada 1 Januari 2016. 3. Ketentuan... 123 3. Ketentuan mengenai pengenaan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank kepada Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B.1.a.5) mulai berlaku pada 1 Januari 2016. 4. Ketentuan mengenai batas biaya paling banyak yang dikenakan oleh Peserta kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir VI.C.1 mulai berlaku pada 1 Juli 2016. 5. Ketentuan mengenai kewajiban Peserta menyampaikan Laporan berkala berupa Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK) sebagaimana dimaksud dalam butir IX.4.b.1).a) mulai berlaku untuk periode laporan tahun 2016. 6. Ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar atas pelanggaran pengisian kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir X.C.2 selain kode transaksi TSA sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.7.b.3) mulai berlaku pada 1 Juli 2016. 7. Ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar kepada Peserta yang terlambat dan/atau tidak menyampaikan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam butir X.E.1.a mulai berlaku pada 1 Juli 2016. 8. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/9/DASP tanggal 5 Maret 2008 perihal Prinsip-prinsip Penyelenggaraan dan Pengawasan Sistem BI-RTGS; b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/12/DASP tanggal 5 Maret 2008 perihal Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account; c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21 Januari 2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement; dan d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/18/DPSP tanggal 28 November 2014 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21 Januari 2010... 124 2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DPSP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/30/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 13 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '10/12/DASP|SE-BI/2008', '12/1/DASP|SE-BI/2010', '16/18/DPSP\SEBI/2014', '10/9/DASP|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '17/18/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi X', 'Romawi V Huruf A Angka 7 Huruf b Angka 6)' </penalty_list>
No. 10 /24/DPM Jakarta, 14 Juli 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder. Sehubungan dengan penyempurnaan implementasi kebijakan moneter, penyempurnaan ketentuan terkait Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System dan penyempurnaan penilaian underlying asset dalam pelaksanaan transaksi secara Repurchase Agreement (Repo) dengan Bank Indonesia di pasar sekunder, dipandang perlu untuk mengubah beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder, sebagai berikut: 1. Ketentuan BAB I angka 8 diubah, sehingga BAB I berbunyi sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 3. Surat ... 2 3. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, Pemerintah dan/atau lembaga lainnya, yang ditatausahakan dalam Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System. 4. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 5. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara. 6. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 7. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 8. BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. 9. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 10. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya, dan penatausahaan surat berharga ... 3 berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 11. Transaksi Surat Berharga secara Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Repo adalah transaksi penjualan bersyarat Surat Berharga oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan kewajiban pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 12. Rekening Giro adalah rekening dana milik Bank dalam Rupiah di Bank Indonesia. 13. Rekening Perdagangan adalah rekening Surat Berharga milik Bank yang digunakan untuk mencatat kepemilikan Surat Berharga di Central Registry yang dapat diperdagangkan. 14. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem- LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 15. Hair Cut adalah marjin yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai faktor pengurang harga Surat Berharga. 2. Ketentuan BAB II angka 5 dan angka 7 diubah sehingga BAB II berbunyi sebagai berikut: II. PERSYARATAN UMUM 1. Bank Indonesia membuka waktu pengajuan (window time) transaksi Repo dengan jangka waktu 1 (satu) hari melalui pengumuman di BI- SSSS dan/atau Sistem-LHBU. 2. Surat Berharga yang digunakan dalam transaksi Repo adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah. 3. Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu penjualan Surat Berharga oleh Bank yang ... 4 yang wajib dibeli kembali oleh Bank yang bersangkutan pada saat transaksi Repo jatuh waktu. 4. Pihak yang dapat mengajukan transaksi Repo adalah Bank untuk kepentingan sendiri. 5. Bank Indonesia mengenakan bunga atas transaksi Repo (Repo rate) yang besarnya diumumkan di BI-SSSS dan/atau Sistem-LHBU paling lambat sebelum window time transaksi Repo dibuka (T+0). 6. Bank yang melakukan transaksi Repo dengan Bank Indonesia bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran transaksi Repo yang diajukan. 7. Bank dapat mengajukan transaksi Repo apabila Bank tersebut berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT. 8. Setelmen transaksi Repo dilaksanakan pada hari transaksi (same-day settlement) melalui mekanisme Delivery Versus Payment. 9. Bank wajib memiliki seri Surat Berharga yang mencukupi dalam Rekening Perdagangan untuk setelmen penjualan Surat Berharga secara Repo paling lambat pada saat dilakukan setelmen transaksi Repo (first leg). 10. Bank wajib memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen pembelian kembali Surat Berharga pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg). 11. Bank Indonesia dapat mengubah atau menutup window time transaksi Repo yang diumumkan melalui BI-SSSS dan/atau Sistem-LHBU paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum perubahan atau penutupan window time tersebut. 3. Ketentuan ... 5 3. Ketentuan BAB III angka 4 diubah, sehingga BAB III berbunyi sebagai berikut: III. PERSYARATAN DAN NILAI SURAT BERHARGA 1. Surat Berharga yang dapat direpokan adalah Surat Berharga dalam bentuk SBI dan/atau SUN milik Bank sebagaimana tercatat dalam Rekening Perdagangan dalam BI-SSSS. 2. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu, Surat Berharga yang direpokan harus memiliki sisa jangka waktu: a. paling singkat 2 (dua) hari kerja untuk SBI dan SPN; atau b. paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja untuk Obligasi Negara termasuk Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Zero Coupon Bond (ZCB). 3. Surat Berharga yang dapat direpokan oleh Bank paling banyak sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dimiliki Bank pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal transaksi. 4. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan harga Surat Berharga yang dapat direpokan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Harga SBI ditetapkan dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. b. Harga SUN ditetapkan dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SUN. 5. Untuk menentukan nilai setelmen Penjualan Repo, Bank Indonesia menetapkan besarnya Hair Cut masing-masing jenis Surat Berharga. 6. Harga atas Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan penjualan Surat Berharga pada tanggal transaksi Repo (first leg) sama dengan harga atas Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan pembelian kembali Surat Berharga pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg). 7. Bank ... 6 7. Bank Indonesia menetapkan jenis dan/atau seri Surat Berharga yang dapat direpokan. 4. Ketentuan BAB IV angka 1 diubah, sehingga BAB IV berbunyi sebagai berikut: IV. PENGAJUAN TRANSAKSI REPO SURAT BERHARGA 1. Bank Indonesia-Direktorat Pengelolaan Moneter mengumumkan Repo rate, Hair Cut, harga Surat Berharga dan jangka waktu (tenor) Repo melalui BI-SSSS dan/atau Sistem-LHBU paling lambat sebelum window time transaksi Repo dibuka (T+0). 2. Window time transaksi Repo ditetapkan dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB pada setiap hari kerja. 3. Selama window time transaksi Repo dibuka, Bank mengajukan transaksi secara langsung melalui BI-SSSS yang mencakup antara lain jenis, seri, dan nominal Surat Berharga yang direpokan serta jangka waktu transaksi. 4. Nilai setelmen atas setiap Surat Berharga yang direpokan dihitung berdasarkan nilai nominal, harga, Repo rate, jangka waktu (tenor) Repo dan Hair Cut masing-masing jenis Surat Berharga. Contoh perhitungan transaksi Repo adalah sebagaimana Lampiran-1. 5. Dalam hal transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir II.1 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari libur, maka tanggal transaksi Repo jatuh waktu adalah pada hari kerja berikutnya. 6. Jumlah hari dalam perhitungan Repo rate yang harus dibayar oleh Bank dihitung berdasarkan hari kalender. 5. Ketentuan BAB V diubah dengan menambah 1 (satu) angka baru yakni angka 3, sehingga BAB V berbunyi sebagai berikut: V. SETELMEN 1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter – Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter (DPM-PTPM) melakukan setelmen ... 7 setelmen transaksi Repo melalui BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross). 2. Setelmen transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir 1 terdiri dari: a. Setelmen penjualan Surat Berharga (first leg). 1) Pada tanggal transaksi Repo, DPM-PTPM melakukan setelmen first leg setelah window time transaksi Repo tutup. 2) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dihitung sebagai berikut: a) Untuk Repo dengan menggunakan SBI, SPN dan ZCB, yaitu: Nilai Setelmen first leg = Nominal Surat Berharga yang direpokan × harga Surat Berharga - Hair Cut b) Untuk Repo dengan menggunakan Obligasi Negara termasuk ORI, yaitu: Nilai Setelmen first leg = Nominal Surat Berharga yang direpokan × harga Surat Berharga - Hair Cut + Accrued Interest 3) Setelmen first leg dilakukan dengan cara: a) Mendebet Rekening Perdagangan sebesar nilai nominal dari jenis Surat Berharga yang direpokan; dan b) Mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen dana first leg sebagaimana dimaksud dalam butir 2). 4) Bank wajib menyediakan Surat Berharga yang mencukupi sesuai seri Surat Berharga yang direpokan untuk setelmen first leg . 5) Dalam hal Bank tidak memiliki Surat Berharga yang mencukupi sebagaimana dimaksud butir 4), BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen first leg. 6) Pembatalan ... 8 6) Pembatalan setelmen first leg sebagaimana dimaksud dalam butir 5) hanya dikenakan untuk transaksi Repo yang tidak memiliki seri Surat Berharga yang mencukupi. 7) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen first leg pada hari yang sama, pembatalan transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 8) Bank dikenakan sanksi OPT atas pembatalan setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir 5) sesuai ketentuan yang berlaku. b. Setelmen pembelian kembali Surat Berharga (second leg) 1) Setelmen second leg dilakukan secara otomatis pada saat BI- SSSS dibuka pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu. 2) Nilai atas setelmen second leg dihitung sebesar: Nilai Setelmen second leg = Nilai Setelmen first leg + Nilai atas bunga transaksi Repo 3) Setelmen second leg dilakukan dengan cara: a) Mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen dana second leg sebagaimana dimaksud dalam butir 2); dan b) Mengkredit Rekening Perdagangan sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan. 4) Bank wajib menyediakan saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen second leg. 5) Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS, BI-SSSS otomatis membatalkan setelmen second leg. 6) Pembatalan setelmen second leg hanya dikenakan pada transaksi Repo jatuh waktu yang tidak memiliki kecukupan dana. 7) Dalam ... 9 7) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen second leg pada hari yang sama, pembatalan transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 8) Bank dikenakan sanksi OPT atas pembatalan setelmen second leg sebagaimana dimaksud dalam butir 5) sesuai ketentuan yang berlaku. 9) Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk pelunasan transaksi Repo jatuh waktu atas kegagalan setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro melalui Sistem BI-RTGS untuk penyelesaian nominal bunga Repo yang harus dibayar. b) Bank Indonesia melakukan penyelesaian Surat Berharga sebesar nominal Surat Berharga yang gagal dilakukan setelmen dengan cara: (1) Pelunasan seri SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS; dan/atau (2) Memperlakukan seri SUN yang gagal dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi jual putus (outright selling) secara otomatis melalui BI-SSSS. 3. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon atas SUN yang direpokan, maka kupon dimaksud akan dikreditkan ke Rekening Giro Bank pada tanggal pembayaran kupon. 6. Ketentuan BAB VI diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: VI. SANKSI 1. Dalam hal terdapat pembatalan setelmen transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir V.2.a.5) atau V.2.b.5), Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi OPT berupa: a. teguran ... 10 a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Tim Pengawas Bank - Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan b. kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi yang dinyatakan batal atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah). 2. Atas batalnya transaksi yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Bank juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja. Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti transaksi OPT sebagaimana dimaksud pada Lampiran-2. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 5. Pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 6. Nilai ... 11 6. Nilai nominal transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah nominal Surat Berharga yang direpokan sebagaimana dimaksud dalam butir V.2.a.2). 7. Menambah 1 (satu) Lampiran baru, yakni Lampiran-2 yaitu contoh pengenaan sanksi atas pembatalan transaksi OPT sebagaimana Lampiran-2 Surat Edaran ini. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 14 Juli 2008 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/24/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder. </reg_title> <set_date> 14 Juli 2008 </set_date> <effective_date> 14 Juli 2008 </effective_date> <changed_reg> '10/2/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg> <related_reg> '10/2/DPM|SE-BI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 6 Romawi VI' </penalty_list>
No. 6/10/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 SURAT EDARAN Perihal: Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/3/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Penerbitan, Penjualan dan Pembelian serta Penatausahaan Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4364), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16xFebruari 2004 tentang Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363) maka dipandang perlu untuk mengatur petunjuk pelaksanaan mengenai Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana. I. Ketentuan Umum 1. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN yang diterbitkan dan dijual dengan cara lelang di Pasar Perdana terdiri dari : a. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN yaitu SUN dalam mata uang Rupiah yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto; dan b. Obligasi Negara yaitu SUN dalam mata uang Rupiah yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 2. Pihak yang dapat membeli SUN di Pasar Perdana yaitu orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi atau kelompok yang terorganisasi. 3. Pihak … 2 3. Pihak yang dapat mengikuti Lelang SUN di Pasar Perdana yang selanjutnya disebut Peserta Lelang terdiri dari Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. 4. Pembeli yang bukan Peserta Lelang mengajukan penawaran pembelian SUN melalui Peserta Lelang. 5. Penawaran pembelian lelang dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif atau dengan cara kombinasi Penawaran Pembelian Kompetitif dan Penawaran Pembelian Non-kompetitif. 6. Penawaran Pembelian Kompetitif (competitive bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan tingkat imbal hasil (yield) yang diinginkan penawar. 7. Penawaran Pembelian Non-kompetitif (non-competitive bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume tanpa tingkat imbal hasil (yield) yang diinginkan penawar. 8. Persentase untuk Penawaran Pembelian Kompetitif dan Penawaran Pembelian Non-kompetitif ditentukan sebelum Lelang SUN. Dalam hal Penawaran Pembelian Kompetitif melebihi target yang ditetapkan sedangkan Penawaran Pembelian Non-kompetitif lebih kecil dari target yang ditetapkan, atau sebaliknya, alokasi persentase Penawaran Pembelian Kompetitif dan Penawaran Pembelian Non-kompetitif dapat disesuaikan untuk menyerap kelebihan atau kekurangan pada salah satu jenis penawaran lelang. 9. Setelmen hasil Lelang SUN di Pasar Perdana dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. SPN dilakukan pada satu hari kerja berikutnya setelah hari pelaksanaan lelang SPN (T+1); b. Obligasi … 3 b. Obligasi Negara selambat-lambatnya dilakukan pada 5 (lima) hari kerja berikutnya setelah pengumuman hasil pengumuman pemenang lelang Obligasi Negara (T+5). 10. Pihak pembeli SUN wajib memiliki : a. Rekening surat berharga di Central Registry atau Sub-Registry untuk melakukan setelmen hasil Lelang SUN; b. Rekening giro Rupiah di Bank Indonesia atau menunjuk Bank untuk melakukan setelmen dana. 11. Dalam rangka setelmen hasil Lelang SUN di Pasar Perdana, Bank Indonesia berwenang melakukan pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia milik pemenang Lelang SUN atau Bank yang ditunjuk untuk setelmen dana. 12. Setelmen hasil Lelang SUN terdiri dari: a. Setelmen surat berharga (securities settlement) Setelmen surat berharga dilakukan oleh Central Registry secara gross dengan cara mengkredit rekening surat berharga pembeli SUN di Central Registry sebesar nilai nominal SUN. b. Setelmen dana (fund settlement) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter, yang selanjutnya disebut Bagian PTPU-DPM secara gross atau netting dengan mendebet rekening giro Rupiah di Bank Indonesia milik pemenang Lelang SUN atau Bank yang ditunjuk untuk setelmen dana, dan mengkredit rekening giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS sebesar harga setelmen Lelang SUN. II. Tata … 4 II. Tata Cara Lelang SUN A. Ketentuan dan Persyaratan 1. Lelang SUN dilakukan berdasarkan target kuantitas dengan memperhatikan tingkat diskonto atau yield dari penawaran yang diterima. 2. Bank dan Perusahaan Efek dapat mengajukan penawaran Lelang SUN untuk dan atas nama diri sendiri dan pihak lain yaitu orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi atau kelompok yang terorganisasi. 3. Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing hanya dapat mengajukan penawaran Lelang SUN untuk kepentingan pihak lain yaitu orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi atau kelompok yang terorganisasi. 4. Dalam hal Peserta Lelang mengajukan penawaran pembelian SUN untuk dan atas nama diri sendiri maka penawaran pembelian hanya dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif. 5. Dalam hal Peserta Lelang mengajukan penawaran pembelian SUN untuk dan perusahaan, atas nama usaha pihak lain yaitu bersama, asosiasi Penawaran Pembelian terorganisasi, maka pengajuan penawaran dapat dilakukan dengan cara Pembelian Non-kompetitif. 6. Dalam hal Lelang SUN dilaksanakan, maka pelaksanaan dilakukan pada hari Selasa, atau pada hari kerja lain apabila hari Selasa jatuh pada hari libur. Setiap perubahan jadwal Lelang SUN diumumkan oleh Bank Indonesia melalui Pusat Informasi Pasar Uang yang selanjutnya … orang perseorangan, atau kelompok yang Kompetitif dan atau Penawaran 5 selanjutnya disebut PIPU dan atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 7. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SUN adalah Automatic Bidding System yang selanjutnya disebut ABS merupakan salah satu fungsi dalam Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS. 8. Bank Indonesia mengumumkan rencana target kuantitas lelang berupa target indikatif selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang SUN melalui ABS, PIPU dan atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 9. Dalam hal Bank menggunakan ABS, maka Peserta Lelang harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan BI-SSSS yang berlaku. 10. Dalam hal Bank yang bukan Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SUN melalui Bank yang menjadi Peserta Lelang, maka Bank yang bukan Peserta Lelang wajib menyampaikan konfirmasi pengajuan lelang SUN kepada Bagian Operasi Pasar Uang-Direktorat Pengelolaan Moneter yang selanjutnya disebut Bagian OPU-DPM melalui sarana administrative message BI-SSSS selambat-lambatnya 1 (satu) jam setelah berakhirnya pelaksanaan Lelang SUN dan ditegaskan dengan surat. 11. Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang SUN melalui Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan atau Perusahaan Efek, maka Bank yang bersangkutan wajib menyampaikan surat konfirmasi Broker Bidding Limit dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh Lampiran 1. 12. Surat … 6 12. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 11 disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia cq. Bagian OPU-DPM, Gedung B Lantai 10, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10010, selambat- lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum mengikuti kegiatan Lelang SUN. 13. Dalam hal Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan atau Perusahaan Efek mengajukan penawaran Lelang SUN untuk kepentingan pihak lain selain Bank, maka Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan atau Perusahaan Efek wajib melengkapi dengan fotokopi surat konfirmasi Sub-Registry dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh Lampiran 2. 14. Asli surat sebagaimana dimaksud dalam angka 13 disampaikan Sub- Registry kepada Bank Indonesia cq. Bagian OPU-DPM, Gedung B Lantai 10, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10010, selambat- lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum mengikuti kegiatan Lelang SUN. 15. Dalam hal terjadi perubahan kesepakatan atas surat konfirmasi broker bidding limit dan surat konfirmasi Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam angka 11 dan angka 13, Bank dan Sub-Registry wajib melaporkan perubahan tersebut kepada Bank Indonesia cq. Bagian OPU-DPM, Gedung B Lantai 10, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10010. Laporan perubahan dimaksud wajib disampaikan selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum melakukan kegiatan Lelang SUN. B. Tata … 7 B. Tata cara Pelaksanaan Lelang SUN 1. Bank Indonesia mengumumkan target indikatif dan tanggal pelaksanaan Lelang SUN melalui ABS, PIPU dan atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 2. Pengumuman rencana Lelang SUN antara lain memuat: a. waktu pelaksanaan lelang; b. target indikatif yang ditawarkan; c. jangka waktu SUN; d. tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo; e. mata uang; f. waktu pembukaan dan penutupan penawaran pembelian (bid); g. waktu pengumuman hasil lelang; h. tanggal setelmen; i. alokasi untuk Penawaran Pembelian Non-kompetitif dalam hal dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan non-kompetitif; j. sarana pengajuan penawaran lelang. 3. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN, Peserta Lelang mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau yield untuk Penawaran Pembelian Kompetitif atau penawaran kuantitas untuk Penawaran Pembelian Non-kompetitif, dari pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. 4. Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SUN kepada Bank Indonesia cq. Bagian OPU-DPM yang mencakup penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau yield diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. pengajuan penawaran Lelang sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) kuantitas dari masing-masing Peserta unit atau … 8 atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit (seratus juta Rupiah); b. penawaran diskonto atau yield diajukan dengan kelipatan 0,01% (satu per sepuluh ribu). 5. Peserta Lelang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian yang diajukan. 6. Peserta Lelang yang telah mengajukan penawaran dilarang membatalkan penawarannya. C. Penentuan Pemenang Lelang SUN 1. Menteri Keuangan Republik Indonesia menetapkan pemenang Lelang SUN di Pasar Perdana. 2. Metode penentuan pemenang Lelang SUN dilakukan dengan sistem Stop-out Rate yaitu penjualan SUN berdasarkan target indikatif SUN yang akan dijual Pemerintah. 3. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto atau yield tertinggi yang dihasilkan dari penawaran Lelang SUN di Pasar Perdana dalam rangka mencapai target indikatif SUN yang akan dijual Pemerintah. SOR ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. 4. Penentuan harga pemenang Lelang SUN dilakukan dengan metode harga beragam (multiple price) atau harga seragam (uniform price). 5. Penentuan harga dan kuantitas bagi masing-masing pemenang lelang dilakukan sebagai berikut: a. Metode harga beragam (multiple Price) 1) Penawaran Pembelian Kompetitif a) Dalam… hasil dan atau Rp100.000.000,00 9 a) Dalam hal penawaran tingkat diskonto atau yield lebih rendah dari SOR, Peserta Lelang memperoleh seluruh penawaran kuantitas SUN yang diajukan dengan tingkat diskonto atau yield yang diajukan. b) Dalam hal penawaran tingkat diskonto atau yield sama dengan SOR, Peserta Lelang dapat memperoleh seluruh atau sebagian penawaran kuantitas SUN yang diajukan berdasarkan perhitungan secara proporsional, dengan tingkat diskonto atau yield yang diajukan. Perhitungan penetapan pemenang Lelang SUN dengan metode harga beragam (multiple price) sebagaimana contoh Lampiran 3. 2) Penawaran Pembelian Non-kompetitif a) Penetapan harga SUN bagi pemenang Lelang SUN dihitung berdasarkan harga rata-rata tertimbang (weighted average price) dari hasil lelang Penawaran Pembelian Kompetitif. b) Penetapan kuantitas SUN bagi pemenang lelang dilakukan sebagai berikut : (1) Dalam hal jumlah penawaran lebih kecil dari alokasi maksimum untuk lelang non-kompetitif, Peserta Lelang memperoleh seluruh kuantitas yang diajukan. (2) Dalam hal jumlah penawaran lebih besar dari alokasi maksimum untuk lelang non-kompetitif, Peserta Lelang memperoleh sebagian penawaran kuantitas yang diajukan, berdasarkan perhitungan secara proporsional. b. Metode … 10 b. Metode harga seragam (Uniform Price) 1) Penawaran Pembelian Kompetitif a) Dalam hal penawaran tingkat diskonto atau yield lebih rendah dari SOR, Peserta Lelang yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran kuantitas SUN yang diajukan. b) Dalam hal penawaran tingkat diskonto atau yield sama dengan SOR, Peserta Lelang yang bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran kuantitas SUN atau sebagian dari penawaran kuantitas SUN berdasarkan perhitungan secara proporsional. Perhitungan penetapan pemenang Lelang SUN dengan metode harga seragam sebagaimana contoh Lampiran 4. c) Penetapan harga bagi seluruh pemenang Lelang SUN adalah harga rata-rata tertimbang (weighted average price) pemenang Lelang SUN pada Penawaran Pembelian Kompetitif. 2) Penawaran Pembelian Non-kompetitif a) Penetapan harga SUN bagi pemenang Lelang SUN dengan Penawaran Pembelian Non-kompetitif adalah sebesar harga rata-rata tertimbang (weighted average price) hasil lelang Penawaran Pembelian Kompetitif. b) Penetapan kuantitas SUN bagi pemenang Lelang SUN dilakukan sebagai berikut : (1) Dalam hal jumlah penawaran lebih kecil dari alokasi maksimum untuk lelang non-kompetitif, Peserta Lelang … 11 Lelang memperoleh seluruh yang diajukan. penawaran kuantitas (2) Dalam hal jumlah penawaran lebih besar dari alokasi maksimum untuk lelang non-kompetitif, Peserta Lelang memperoleh sebagian penawaran yang diajukan, berdasarkan perhitungan secara proporsional. 6. Dalam hal penawaran yang diajukan menghasilkan tingkat diskonto atau yield di luar batas kewajaran, Menteri Keuangan Republik Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas Lelang SUN atau membatalkan seluruh pelaksanaan Lelang SUN. D. Pengumuman Hasil Lelang SUN 1. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SUN melalui ABS, PIPU dan atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia pada akhir hari pelaksanaan Lelang SUN. Pengumuman sekurang- kurangnya mencakup: a. kuantitas lelang secara keseluruhan; b. rata-rata tertimbang tingkat diskonto atau yield; c. penawaran tingkat diskonto atau yield terendah dan tertinggi. 2. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SUN berupa kuantitas dan tingkat diskonto atau yield kepada Peserta Lelang yang memenangkan Lelang SUN melalui ABS. 3. Dalam hal Menteri Keuangan Republik Indonesia menolak seluruh atau sebagian penawaran pembelian Lelang SUN, Bank Indonesia mengumumkan pembatalan dimaksud. III. Perhitungan … 12 III. Perhitungan Harga Setelmen Hasil Lelang SUN 1. Jangka waktu SUN dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh tempo. 2. Jumlah hari bunga (day count) untuk perhitungan accrued interest menggunakan basis Actual per Actual (A/A). 3. Perhitungan harga setelmen dana dilakukan sebagai berikut: a. Untuk SPN : Harga setelmen = (Harga bersih per unit SPN yang sudah dibulatkan) x (jumlah unit SPN dimenangkan) yang b. Untuk Obligasi Negara dengan sistem kupon : Harga setelmen = (Harga bersih per unit Obligasi Negara yang sudah dibulatkan ditambah accrued interest per unit Obligasi Negara yang sudah dibulatkan) x (jumlah unit Obligasi Negara yang dimenangkan) c. Untuk Obligasi Negara dengan sistem diskonto (zero coupon bond) Harga setelmen = (Harga bersih per unit Obligasi Negara yang sudah dibulatkan) x (jumlah unit Obligasi Negara yang dimenangkan) Rumus harga per unit SPN dan Obligasi Negara sebagaimana contoh Lampiran 5. IV. Tata Cara Setelmen dan Pencatatan Kepemilikan SUN Tata cara setelmen Lelang SUN dan pencatatan kepemilikan SUN dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System yang berlaku. V. Pembatalan … 13 V. Pembatalan Transaksi Hasil Lelang Dalam hal Peserta Lelang yang memenangkan Lelang SUN tidak melunasi kewajibannya sampai dengan batas akhir waktu setelmen akibat Bank yang melakukan setelmen dana tidak memiliki saldo yang mencukupi pada rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia maka seluruh hasil Lelang SUN yang setelmennya dilakukan melalui Bank tersebut batal. VI. Pengenaan Sanksi 1. Dalam hal Peserta Lelang melakukan Penawaran Pembelian Non- kompetitif untuk dan atas nama diri sendiri, Peserta Lelang dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti Lelang SUN sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut. 2. Terhadap setiap pembatalan penawaran lelang dan pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir V, maka Peserta Lelang yang terkait dengan pembatalan dimaksud dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti lelang SUN sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut. VII. Penutup Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia nomor 5/4/DPM tanggal 21 Maret 2003 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004. Agar … 14 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/10/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana </reg_title> <set_date> 16 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date> <replaced_reg> '5/4/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '6/3/PBI/2004', '6/2/PBI/2004' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No.14/ 12 /DSM Jakarta, 21 Maret 2012 SURA T EDARA N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/21/PBI/2011 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5242) dan perlunya pemantauan yang lebih efektif terhadap kegiatan Lalu Lintas Devisa yang dilakukan melalui Bank terutama terkait penerimaan devisa hasil ekspor serta dalam rangka peningkatan kualitas statistik Lalu Lintas Devisa maka perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank sebagai berikut: 1. Ketentuan butir IV.C diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: C. FORMAT LAPORAN 1. Laporan Transaksi termasuk RTE, Dokumen Pendukung, dan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung, serta Laporan Posisi disusun berdasarkan spesifikasi format laporan… 2 laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Laporan Transaksi termasuk RTE dan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung, serta Laporan Posisi terdiri dari beberapa baris (record) dan setiap record terdiri dari beberapa rincian baris (field) yang dinyatakan dalam bentuk sandi-sandi dengan format American Standard Code for Information Interchange (ASCII). 3. Keterangan dan data dalam Laporan Transaksi termasuk RTE yang belum dapat diperoleh dari Nasabah dapat diisi dengan sandi sementara dan harus diganti dengan fakta sebenarnya sebelum MPL berakhir. 4. Dokumen Pendukung disampaikan dalam bentuk softcopy dengan format PDF atau file yang telah dikompresi. 5. Penjelasan lebih lanjut mengenai format laporan adalah sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. 2. Di antara butir V.A.9 dan butir V.A.10 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 9A sehingga butir V.A.9A berbunyi sebagai berikut: 9A. Pengisian informasi PEB pada Laporan Transaksi terkait RTE untuk penerimaan DHE atas kegiatan Ekspor dengan PEB yang dikeluarkan sebelum tanggal 2 Januari 2012 dapat dilakukan dengan menggunakan sandi tertentu sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. 3. Ketentuan angka XI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: XI. PENUTUP Dengan diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka: 1. Surat… 3 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/13/DSM langgal 13 Juni 2001 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank; dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/28/DSM tanggal 30 November 2007 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/13/DSM tanggal 13 Juni 2001 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak data PL Januari 2012 yang disampaikan bulan Februari 2012. 4. Ketentuan mengenai Perlakuan Khusus dalam Pelaporan Terkait Ekspor pada butir III.B.2 dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank diubah sehingga Bab III Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank menjadi sebagaimana terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 21 Maret 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARTADI A. SARWONO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/12/DSM|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. </reg_title> <set_date> 21 Maret 2012 </set_date> <effective_date> 21 Maret 2012 </effective_date> <changed_reg> '13/33/DSM|SE-BI/2011' </changed_reg> <replaced_reg> '3/13/DSM|SE-BI/2001', '9/28/DSM|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '13/21/PBI/2011', '13/33/DSM|SE-BI/2011' </related_reg>
8No. 4/16/DASP Jakarta, 21 Oktober 2002 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 dan dalam rangka meningkatkan efisiensi sistem pembayaran, Bank dimungkinkan untuk mengkliringkan melalui Kliring Lokal, Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantor Bank yang bukan Peserta di Wilayah Kliring dimana Cek dan Bilyet Giro tersebut dikliringkan. Berkenaan dengan hal tersebut, perlu diatur peraturan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia. I. PENGERTIAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring yang selanjutnya disebut Kliring Warkat Luar Wilayah adalah penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantor Bank yang bukan Peserta di Wilayah Kliring tersebut; Cek… 2 2. Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring yang selanjutnya disebut Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah adalah Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantor Bank Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah yang bukan Peserta di Wilayah Kliring dimana Cek dan Bilyet Giro tersebut dikliringkan; 3. Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah adalah Bank yang telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia, agar Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang diterbitkan oleh seluruh kantornya dapat dikliringkan melalui Kliring Lokal di seluruh Wilayah Kliring dimana terdapat Peserta Langsung dari Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah; 4. Kantor Koordinator adalah kantor Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah yang menjadi Peserta Langsung di suatu Wilayah Kliring yang ditunjuk untuk menerima dan memproses Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang dikliringkan di Wilayah Kliring tersebut; 5. Wilayah Kliring Terkait adalah Wilayah Kliring dimana terdapat Peserta Langsung dari kantor Bank Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah atau terdapat kantor Bank yang mengajukan pendaftaran untuk menjadi Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah. II. TATA CARA MENJADI PESERTA KLIRING WARKAT LUAR WILAYAH A. Pendaftaran Bank yang sudah dapat melakukan validasi atas Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah di seluruh Indonesia dapat mengajukan permohonan pendaftaran untuk menjadi Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah. Pendaftaran sebagai Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah cukup dilakukan satu kali oleh Bank pemohon yang terdiri dari kantor pusat Bank, atau kantor cabang bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri, dan berlaku bagi seluruh kantor Bank pemohon di Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Bank … 3 1. Bank pemohon mengajukan surat permohonan pendaftaran kepada : Bank Indonesia Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional cq. Tim Pengembangan Sistem Pembayaran Ritel Gedung D Lantai 8 Jl. MH. Thamrin No.2 - Jakarta Pusat 10010 dengan melampirkan daftar Kantor Koordinator di seluruh Wilayah Kliring Terkait dan menetapkan 1 (satu) Kantor Koordinator di setiap Wilayah Kliring Terkait. Contoh format surat dan contoh format daftar Kantor Koordinator sebagaimana dalam Lampiran la dan 1b. 2. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada : a. Bank pemohon mengenai persetujuan dan penetapan tanggal efektif untuk menjadi Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, diterima secara lengkap dan benar. Tanggal efektif keikutsertaan sebagai Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah sebagaimana dimaksud dalam angka 1, paling lambat adalah 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penyampaian surat persetujuan oleh Indonesia; Bank b. seluruh Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait mengenai keikutsertaan Bank Pemohon dalam Kliring Warkat Luar Wilayah paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya melampirkan : 1) daftar … dengan 4 1) daftar kantor yang ditunjuk sebagai Kantor Koordinator; dan 2) daftar sandi Peserta dari seluruh kantor Bank pemohon yang menjadi Peserta Langsung pada Kliring Lokal dengan sistem semi otomasi, otomasi dan elektronik. 3. Berdasarkan pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 2.b., bagi Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait berlaku ketentuan sebagai berikut : a. Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait dengan sistem : 1) semi menambahkan seluruh sandi Peserta otomasi, otomasi, dan elektronik, wajib sebagaimana dimaksud dalam angka 2.b.2) pada aplikasi sistem Kliring yang digunakannya, pada tanggal efektif keikutsertaan Bank pemohon dalam Kliring Warkat Luar Wilayah, sebelum kegiatan Kliring dimulai; 2) manual, mengadministrasikan seluruh sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 2.b.2). b. Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait wajib memberitahukan secara tertulis kepada seluruh Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai keikutsertaan Bank pemohon dalam Kliring Warkat Luar Wilayah paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya yang disertai informasi mengenai : 1) kantor dari Bank pemohon yang ditunjuk sebagai Kantor Koordinator di Wilayah Kliring yang bersangkutan; dan 2) daftar … 5 2) daftar sandi Peserta dari seluruh kantor Bank pemohon yang menjadi Peserta Langsung sebagaimana dimaksud pada Kliring Lokal dengan sistem semi otomasi, otomasi dan elektronik angka 2.b.2). 4. Berdasarkan pemberitahuan dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b, Peserta di Wilayah Kliring dengan sistem : a. otomasi dan elektronik, mengadministrasikan seluruh sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b.2); b. semi otomasi, wajib menambahkan seluruh sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b.2) pada aplikasi Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL) pada tanggal efektif keikutsertaan Bank pemohon dalam Kliring Warkat Luar Wilayah sebelum kegiatan Kliring dimulai; c. manual, mengadministrasikan seluruh sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b.2). B. Penambahan kantor Bank dan atau Peserta Langsung dari Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah Penambahan keikutsertaan sebagai Peserta Langsung dapat terjadi karena pembukaan kantor baru di wilayah Indonesia atau karena peningkatan status kepesertaan dalam Kliring Lokal dari Peserta Tidak Langsung menjadi Peserta Langsung. Dalam hal Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah sebelumnya tidak mempunyai kantor yang menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring tersebut maka Peserta Langsung tersebut sekaligus berfungsi sebagai Kantor Koordinator di Wilayah Kliring dimaksud. Dengan penambahan Peserta Langsung maka Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantor baru tersebut dapat dikliringkan di Wilayah Kliring Terkait. Dalam... dalam 6 Dalam hal Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah menambah keikutsertaannya sebagai Peserta Langsung di suatu Wilayah Kliring, maka : 1. Penyelenggara di Wilayah Kliring tersebut wajib : a. memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai penambahan Peserta Langsung tersebut, beserta sandi Peserta yang bersangkutan; b. menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dalam huruf a kepada : Bank Indonesia Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional cq. Tim Pengembangan Sistem Pembayaran Ritel Gedung D Lantai 8 Jl. MH. Thamrin No.2 - Jakarta Pusat 10010; paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal efektif keikutsertaannya sebagai Peserta Langsung, dengan format surat sebagaimana dalam Lampiran 2a. contoh 2. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada : a. seluruh Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait lainnya mengenai penambahan Peserta Langsung tersebut beserta sandi Peserta yang bersangkutan; b. Penyelenggara di Wilayah Kliring dimana Peserta Langsung yang baru tersebut berada, beserta daftar sandi Peserta seluruh kantor Peserta Kliring Warkat Wilayah dimaksud, dalam hal sebelumnya tidak terdapat kantor Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah yang menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring yang bersangkutan; paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Berdasarkan… dimaksud Luar 7 3. Berdasarkan pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 2, bagi Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait berlaku ketentuan sebagai berikut : a. Penyelenggara dengan sistem : 1) semi otomasi, otomasi, dan elektronik, wajib menambahkan sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 2 pada aplikasi sistem kliring yang digunakannya paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia; 2) manual, agar mengadministrasikan sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 2. b. Penyelenggara wajib memberitahukan kepada seluruh Peserta di Wilayah bersangkutan mengenai adanya secara Kliring penambahan tertulis yang Peserta Langsung dari Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah beserta sandi Peserta yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia. 4. Berdasarkan pemberitahuan dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b., Peserta di Wilayah Kliring dengan sistem : a. otomasi dan elektronik, mengadministrasikan sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b.; b. semi otomasi, wajib menambahkan sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b., pada aplikasi SOKL paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Penyelenggara; c. manual, mengadministrasikan sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b. C. Penghentian... 8 C. Penghentian Peserta Langsung dari Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah Penghentian keikutsertaan sebagai Peserta Langsung dapat terjadi karena penutupan kantor atau karena penurunan status kepesertaan dalam Kliring Lokal dari Peserta Langsung menjadi Peserta Tidak Langsung. Dalam hal Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah menghentikan keikutsertaan salah satu atau lebih kantornya sebagai Peserta Langsung di suatu Wilayah Kliring, maka : 1. Penyelenggara di Wilayah Kliring tersebut wajib : a. memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai penghentian Peserta Langsung tersebut beserta sandi Peserta yang bersangkutan; b. menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dalam huruf a kepada : Bank Indonesia Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional cq. Tim Pengembangan Sistem Pembayaran Ritel Gedung D Lantai 8 Jl. MH. Thamrin No.2 - Jakarta Pusat 10010; paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal efektif penghentiannya sebagai Peserta Langsung, dengan contoh format surat sebagaimana dalam Lampiran 2b. 2. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada seluruh Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait mengenai penghentian Peserta Langsung tersebut beserta sandi Peserta yang bersangkutan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 1. dimaksud 3. Dalam… 9 3. Dalam hal Peserta Langsung yang dihentikan keikutsertaannya adalah Kantor Koordinator dan apabila dalam Wilayah Kliring tersebut masih terdapat kantor dari Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah yang menjadi Peserta Langsung, maka Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah tersebut wajib menetapkan Kantor Koordinator pengganti. Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah wajib memberitahukan secara tertulis kepada Penyelenggara dan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai Kantor Koordinator pengganti paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif penghentian Kantor Koordinator yang lama sebagai Peserta Langsung. 4. Berdasarkan pemberitahuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 2, bagi Penyelenggara di Wilayah Kliring Terkait berlaku ketentuan sebagai berikut : a. Penyelenggara dengan sistem : 1) semi menghapus sandi Peserta otomasi, otomasi, dan elektronik, wajib sebagaimana dimaksud 2) dalam angka 2 pada aplikasi sistem kliring yang digunakannya paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia; manual, menghapus sandi Peserta dimaksud dalam angka 2 dalam administrasinya. Dalam hal Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah yang menghentikan keikutsertaannya sebagai Peserta Langsung tidak memiliki kantor lain yang menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring tersebut, maka penghapusan sandi Peserta oleh Penyelenggara di Wilayah Kliring tersebut mencakup seluruh sandi Peserta dari Peserta Warkat Luar Wilayah yang bersangkutan. Kliring b. Penyelenggara... sebagaimana 10 b. Penyelenggara wajib memberitahukan kepada seluruh Peserta di Wilayah secara Kliring tertulis yang bersangkutan mengenai penghentian Peserta Langsung dari kantor Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah beserta sandi Peserta yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia. 5. Berdasarkan pemberitahuan dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 4.b., Peserta di Wilayah Kliring dengan sistem : a. otomasi dan elektronik, menghapus sebagaimana dimaksud dalam administrasinya; sandi Peserta angka 4.b., dari b. semi otomasi, wajib menghapus sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam dalam angka 4.b., pada aplikasi SOKL paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Penyelenggara; c. manual, menghapus sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 4.b., dari administrasinya. hal Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah yang Dalam menghentikan keikutsertaannya sebagai Peserta Langsung tidak memiliki kantor lain yang menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring tersebut, maka penghapusan sandi Peserta di Wilayah Kliring tersebut mencakup seluruh sandi Peserta dari Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah yang bersangkutan. III. KEWAJIBAN PESERTA KLIRING WARKAT LUAR WILAYAH 1. Seluruh Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah wajib menggunakan kertas sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk warkat pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem otomasi dan… 11 dan elektronik sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. 2. Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah wajib mencantumkan informasi mengenai sandi Peserta dan atau nomor rekening giro nasabah pada Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantornya yang bukan merupakan Peserta pada Wilayah Kliring dengan sistem otomasi dan elektronik dengan ketentuan sebagai berikut : a. Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah wajib mencantumkan informasi mengenai : 1) sandi Peserta dan nomor rekening giro, pada Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantornya yang menjadi Peserta di Wilayah Kliring dengan sistem semi otomasi; dan 2) nomor rekening giro, pada Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh kantornya yang menjadi Peserta di Wilayah Kliring dengan sistem manual atau kantornya yang tidak menjadi Peserta Kliring Lokal; di luar area clear band. b. Contoh pencantuman nomor sandi peserta dan atau rekening giro di luar area clear band sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sebagaimana dalam Lampiran 3a dan 3b. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a dan b tidak berlaku apabila Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh seluruh kantor Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah telah mencantumkan kedua informasi tersebut dalam bentuk Magnetic Ink Character Recognition (MICR) sesuai dengan ketentuan pembakuan warkat yang digunakan dalam sistem otomasi atau elektronik sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. IV. TATA CARA… 12 IV. TATA CARA PENYELENGGARAAN Tata cara penyelenggaraan Kliring Warkat Luar Wilayah, dilakukan sesuai dengan tata cara penyelenggaraan Kliring pada masing-masing Surat Edaran Bank Indonesia perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Manual, Semi Otomasi, Otomasi dan Elektronik. Proses atas Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah melalui Kliring Lokal tidak dipisahkan dengan proses atas Warkat Kliring Lokal lainnya. Selain mengacu kepada tata cara penyelenggaraan Kliring tersebut di atas, tata cara penyelenggaraan Kliring Warkat Luar Wilayah meliputi : A. Kliring Penyerahan 1. Kliring Lokal dengan sistem otomasi dan elektronik a. Peserta yang akan mengkliringkan Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang berasal dari Wilayah Kliring yang tidak menggunakan sistem otomasi atau elektronik, wajib memperhatikan kelengkapan pengisian MICR code line pada clear band, serta melengkapi pencantuman seluruh informasi MICR code line pada clear band yang masih kosong sesuai Surat Edaran Bank Indonesia Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi perihal atau Elektronik. Khusus untuk pencantuman MICR code line mengenai sandi Peserta dan nomor rekening giro pada area clear band yang masih kosong, diatur ketentuan sebagai berikut : 1) Pada saat melakukan pengisian MICR code line, Peserta wajib menggunakan informasi sandi Peserta dan nomor rekening giro yang tercantum pada Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah sebagaimana dimaksud dalam angka III.2. 2) Dalam… 13 2) Dalam hal informasi sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak tercantum pada Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah maka pengisian MICR code line sandi Peserta dapat menggunakan sandi Peserta Kantor Koordinator dari Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah di Wilayah Kliring yang bersangkutan. b. Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah didistribusikan oleh Penyelenggara kepada Kantor Koordinator. 2. Kliring Lokal dengan sistem semi otomasi a. Peserta yang akan mengkliringkan Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah wajib melakukan perekaman data sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi. Khusus untuk perekaman informasi sandi Peserta dan nomor rekening giro dari Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah, diatur ketentuan sebagai berikut : 1) Pada saat melakukan perekaman data, Peserta wajib menggunakan informasi sandi Peserta dan nomor rekening giro yang tercantum pada Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah sebagaimana dimaksud dalam angka III.2. 2) Dalam hal informasi sandi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak tercantum pada Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah maka Peserta dapat menggunakan sandi Peserta Kantor Koordinator dari Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah di Wilayah Kliring yang bersangkutan. b. Cek… 14 b. Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah didistribusikan oleh Peserta kepada Kantor Koordinator. 3. Kliring Lokal dengan sistem manual Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah didistribusikan oleh Peserta kepada Kantor Koordinator. B. Kliring Pengembalian 1. Proses penolakan Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta penerbitan Surat Keterangan Penolakan (SKP) dilakukan oleh Kantor Koordinator. 2. Penerbitan Surat Peringatan (SP) dan Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening (SPPR) dilakukan oleh kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang menerbitkan Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah. 3. Kantor Koordinator yang menolak Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah dengan alasan saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup wajib menyertakan : a. 1 (satu) lembar fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah; dan b. 1 (satu) lembar fotokopi SKP; yang telah diberi stempel Kantor Koordinator dan tandatangan pejabat yang berwenang, untuk diserahkan kepada Penyelenggara pada saat kegiatan Kliring pengembalian. C. Pendistribusian fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP 1. Pendistribusian fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP yang diterima dari Kantor Koordinator sebagaimana dimaksud dalam huruf B.3., dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Dalam… 15 a. Dalam hal Penyelenggara adalah pihak lain yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia (selanjutnya disebut Penyelenggara Non-BI), maka : 1) Penyelenggara Non-BI wajib : a) mengirimkan melalui faksimili, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) yang mewilayahinya, pada hari yang sama dengan Kliring pengembalian. Contoh sebagaimana dalam Lampiran 4a; faksimili b) mengirimkan melalui pos, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP kepada Penyelenggara di Wilayah Kliring dimana kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah menjadi lambat pada hari kerja Peserta, berikutnya paling setelah menerima fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP dari Kantor Koordinator. Contoh surat pengantar sebagaimana dalam Lampiran 4b. 2) KBI yang mewilayahi Penyelenggara Non-BI sebagaimana dimaksud dalam angka 1)a) wajib mengirimkan melalui faksimili, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP kepada KBI yang mewilayahi kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah atau yang mewilayahi Wilayah Kliring yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Non-BI dimana kantor Bank penerbit Cek… 16 Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada, paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah menerima faksimili fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP dari Penyelenggara Non-BI. b. Dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia maka Penyelenggara wajib : 1) mengirimkan melalui faksimili, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP kepada KBI yang mewilayahi kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah atau yang mewilayahi Wilayah Kliring yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Non-BI dimana kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada, pada hari yang sama dengan Kliring pengembalian; 2) mengirimkan melalui pos, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP kepada Penyelenggara di Wilayah Kliring dimana kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah menjadi Peserta, paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah menerima fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP dari Kantor Koordinator. Daftar nama, alamat dan nomor faksimili KBI yang mewilayahi serta daftar nama dan alamat Penyelenggara sebagaimana pada Lampiran 5. Contoh pendistribusian fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP sebagaimana pada Lampiran 6. 2. Penatausahaan… 17 2. Penatausahaan Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang ditolak dengan alasan saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup oleh KBI yang mewilayahi kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah atau yang mewilayahi Wilayah Kliring yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Non-BI dimana Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada, dilakukan berdasarkan fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah dan fotokopi SKP yang dikirimkan melalui faksimili oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam 1.a.1)a), 1.a.2) dan 1.b.1). Dengan demikian kebenaran data tersebut merupakan tanggung jawab Penyelenggara yang mengirim faksimili. 3. Penyelenggara di Wilayah Kliring dimana kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah menjadi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1.a.1)b) dan 1.b.2), wajib menyerahkan fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP kepada kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah pada hari kerja berikutnya setelah menerima fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP dari Penyelenggara di Wilayah Kliring lain. 4. Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah, sebagaimana dimaksud dalam angka 3 wajib membuat Surat Peringatan I (SP- I) atau Surat Peringatan II (SP-II) atau Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening (SPPR), pada hari kerja berikutnya setelah menerima fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP. Tatacara pembuatan dan peruntukan SP-I/SP- II/SPPR tersebut sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. angka kantor D. Pengiriman… 18 D. Pengiriman Data Kliring Harian Penyelenggara dengan sistem semi otomasi, otomasi dan elektronik yang memiliki fasilitas internet atau ekstranet wajib mengirimkan data harian Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian ke server yang ada di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Wilayah Kliring yang memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel a. Penyelenggara wajib mengirimkan data harian Kliring Nominal Besar setiap hari setelah kegiatan pengembalian Nominal Besar, yang mencakup : 1) Data Kliring Penyerahan Nominal Besar; dan 2) Data Kliring Pengembalian Nominal Besar. b. Penyelenggara wajib mengirimkan data harian Kliring Ritel setelah kegiatan Kliring pengembalian Ritel selesai dilakukan pada hari kerja berikutnya, yang mencakup : 1) Data Kliring Penyerahan Ritel; dan 2) Data Kliring Pengembalian Ritel. 2. Wilayah Kliring yang tidak memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel Penyelenggara wajib mengirimkan data harian Kliring setiap hari setelah kegiatan Kliring pengembalian, yang mencakup : a. Data Kliring Penyerahan; dan b. Data Kliring Pengembalian. 3. Pengiriman data harian Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ). Pedoman teknis untuk melakukan pengiriman data harian Kliring bagi Penyelenggara sebagaimana pada Lampiran 7. V. PENCANTUMAN… Kliring 19 V. PENCANTUMAN TULISAN PESERTA KLIRING WARKAT LUAR WILAYAH PADA CEK DAN BILYET GIRO Untuk memudahkan Bank dalam mengenali Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang diterbitkan Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah maka Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah agar mencantumkan tulisan “Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah” pada Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkannya, sebagaimana contoh dalam Lampiran 3a dan 3b. Pencantuman tulisan tersebut tetap memperhatikan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. VI. LAIN-LAIN Peserta wajib membuat Bye-Laws yang memuat aturan yang berlaku di antara Peserta yang dibuat berdasarkan kesepakatan para Peserta, yang terkait dengan penyelenggaraan Kliring Warkat Luar Wilayah dan pembentukan arbitrase untuk penyelesaian sengketa dalam rangka pelaksanaan Bye Laws. Bank Indonesia akan mengakomodasi aturan dalam Bye-Laws dalam pelaksanaan transaksi oleh Peserta. VII. SANKSI Bank Indonesia mengenakan teguran secara tertulis kepada Penyelenggara dan Peserta yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini. VIII. KETENTUAN PERALIHAN 1. Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka III paling lambat 6 (enam) bulan sejak diberlakukannya Surat Edaran ini. 2. Selama masa peralihan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka III dapat dikliringkan melalui Kliring Lokal dengan menggunakan sandi Peserta Kantor Koordinator dari Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro di Wilayah Kliring tersebut. IX. PENUTUP… 20 IX. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, bagi Cek dan Bilyet Giro yang diterbitkan oleh Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah, maka : 1. ketentuan dalam angka VI.B.1.c mengenai larangan mengkliringkan Warkat dari Wilayah Kliring lain dalam SE No. 4/7/DASP tanggal 7 Mei 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi; dan 2. ketentuan dalam angka VI.B.1.f mengenai larangan mengkliringkan Warkat dari Wilayah Kliring lain dalam SE No. 4/15/DASP tanggal 30 September 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Elektronik; dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam 1 November 2002 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal BANK INDONESIA, ttd NY. DYAH N.K.MAKHIJANI KEPALA BIRO PENGEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lampiran 1a Contoh surat pendaftaran sebagai Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah No. … Lamp. : … hal Kepada Bank Indonesia Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional cq. Tim Pengembangan SPR Gedung D Lantai 8, Jl. MH.Thamrin No.2 Jakarta Pusat - 10010 Perihal : Pendaftaran sebagai Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah ---------------------------------------------------------------------- Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No.4/ /DASP tanggal Oktober 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring, dengan ini kami mohon untuk dapat didaftarkan sebagai Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, bersama ini kami sampaikan daftar kantor kami yang akan menjadi Kantor Koordinator di masing-masing Wilayah Kliring di seluruh Indonesia yang pada saat ini kami terdaftar sebagai peserta Kliring Lokal. Demikian permohonan kami, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih. PT. BANK ABC [kota], [tanggal] (Tanda tangan & Nama Jelas Pejabat Berwenang) Jabatan Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lampiran 1b Contoh Daftar Kantor Koordinator Bank Pemohon (Lampiran Surat Pendaftaran ) No. Wilayah Kliring 1 Jakarta 2 Surabaya 3 Medan 4 5 6 7 dst Dst Dst Dst dst DAFTAR KANTOR KOORDINATOR BANK ABC Sandi Peserta Nama Kantor Koordinator Bank ABC Cab.Sudirman Bank ABC Cab.Pahlawan Bank ABC Cab.Thamrin Dst Dst Dst Dst Kantor Koordinator Alamat Kantor Koordinator xxx-xxxx Jl.Sudirman No.10 Jakarta xxx-xxxx Jl.Pahlawan No.9 Surabaya xxx-xxxx xxx-xxxx xxx-xxxx xxx-xxxx xxx-xxxx Jl.Thamrin No. 6 Medan Dst Dst Dst Dst Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lampiran 2a Contoh Surat Pemberitahuan dari Penyelenggara kepada Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) mengenai penambahan Peserta Langsung No. … [kota], [tanggal] Kepada Bank Indonesia Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional cq. Tim Pengembangan SPR Gedung D Lantai 8 Jl. MH.Thamrin No.2 Jakarta Pusat - 10010 Perihal : Penambahan Peserta Langsung yang merupakan kantor Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah -------------------------------------------------------------------------------------- Dengan ini kami beritahukan bahwa terdapat penambahan kantor Peserta Langsung dari Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah di Wilayah Kliring kami, sebagai berikut : No. Nama Kantor Bank 1. Bank ABC cab.Diponegoro 2 Bank XYZ cab. Imam Bonjol Dst Dst Sandi Peserta Tgl. Efektif sebagai Peserta Langsung xxx-xxxx 25 Januari 2003 xxx-xxxx 3 Februari 2003 Dst Demikian agar maklum. PT. BANK …………. Penyelenggara di Wilayah Kliring …………… Tanda tangan & Nama Jelas Pejabat Berwenang) Jabatan *) Agar diisi ‘Y’ jika keikutsertaannya sekaligus sebagai Kantor Koordinator (sesuai ketentuan, apabila sebelumnya tidak terdapat kantor lain dari bank tersebut yang menjadi Peserta Langsung maka keikutsertaannya sekaligus sebagai Kantor Koordinator) Dst Status sebagai Kantor Koordinator [Y/T] *) Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lampiran 2b Contoh Surat Pemberitahuan dari Penyelenggara kepada Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) mengenai penghentian Peserta Langsung No. … [kota], [tanggal] Kepada Bank Indonesia Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional cq. Tim Pengembangan SPR Gedung D Lantai 8 Jl. MH.Thamrin No.2 Jakarta Pusat - 10010 Perihal : Penghentian Peserta Langsung yang merupakan kantor Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah ---------------------------------------------------------------------------------------------- Dengan ini kami beritahukan bahwa terdapat penghentian kantor Peserta Langsung dari Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah di Wilayah Kliring kami, sebagai berikut : 1. Bank ABC cab.Diponegoro Dst Dst Demikian agar maklum. PT. BANK ……………. Penyelenggara di Wilayah Kliring …………… No. Nama Kantor Bank Sandi Peserta xxx-xxxx 2 Bank XYZ cab. Imam Bonjol Tgl. Efektif Penghentian sebagai Peserta Langsung 25 Januari 2003 xxx-xxxx 3 Februari 2003 Dst Dst (Tanda tangan & Nama Jelas Pejabat Berwenang) Jabatan Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lampiran 3a Contoh Pencantuman Informasi Mengenai Sandi Peserta, Nomor Rekening Giro dan identitas ‘Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah’ Pada Cek Logo Bank Bank ABC Cabang Malioboro Yogyakarta Sandi Peserta : 999-9999 Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah ……………,………………………. CEK No. 000001 Atas penyerahan cek ini bayarlah kepada ………………………………………………………….…... atau pembawa uang sejumlah rupiah (dalam huruf) ..…………………………………………………………………………………… ...…………………………………………………………………………………………Rp. PT.XYZ JL. KH.A.Dahlan No.3 Yogyakarta Rek.Giro : 9999999999 Clear Band Tanda tangan (dan cap Perusahaan) Contoh pencantuman Nomor Rekening Giro Nasabah Contoh pencantuman Nomor Sandi Peserta Kantor Bank Penerbit Contoh Pencantuman tulisan ‘Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah’ Bank ABC Logo Bank Peserta Kliring Cabang Malioboro Yogyakarta Sandi Peserta : 999-9999 dana atas beban rekening Warkat Luar Wilayah kami sejumlah Rp. BILYET GIRO No. 000001 ……………,………………………. Diminta kepada Saudara supaya pada tanggal……………………………………………………………………….. memindahkan kepada rekening …………………………… pada Bank ……………………………………………………………. dengan permintaan supaya bank ini mengkreditkan rekening nasabah tersebut diatas sejumlah rupiah (dalam huruf) ………………………………………………………………………………………………………………………… Tanda tangan (dan cap Perusahaan) PT.XYZ JL. KH.A.Dahlan No.3 Yogyakarta Rek.Giro : 9999999999 Clear Band Contoh pencantuman Nomor Rekening Giro Nasabah Contoh pencantuman Nomor Sandi Peserta Kantor Bank Penerbit Contoh Pencantuman tulisan ‘Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah’ Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl.21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lampiran 3b Contoh Pencantuman Informasi Mengenai Sandi Peserta, Nomor Rekening Giro dan identitas ‘Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah‘ Pada Bilyet Giro Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lampiran 4a Contoh faksimili Penyampaian fotokopi Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah dan fotokopi SKP dari Penyelenggara Non-BI kepada KBI yang mewilayahinya No. … Kepada Kantor Bank Indonesia ……*) Jl. ……………………… ………………… Up. Bagian Kliring Jakarta/Seksi Kliring **) Perihal : Penyampaian fotokopi Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah dan fotokopi SKP --------------------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah yang dikliringkan di wilayah kliring kami dan ditolak dengan alasan saldo tidak cukup/rekening telah ditutup, yang diterbitkan oleh kantor Bank di wilayah kliring………..***), dengan ini kami sampaikan : - … lembar fotokopi Cek; - … lembar fotokopi Bilyet Giro; - … lembar fotokopi SKP. Demikian agar maklum. Penyelenggara Kliring di …. PT. BANK ABC [kota], [tanggal] (Tanda tangan & Nama Jelas Pejabat Berwenang) Jabatan Keterangan : *) diisi dengan KBI yang mewilayahi Penyelenggara Non-BI **) diisi dengan Bagian Kliring Jakarta, apabila yang mewilayahi adalah Bank Indonesia Jakarta ***) diisi dengan Wilayah Kliring dimana kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada Lampiran SE No. 4/16/DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lampiran 4b Contoh Surat Pengantar penyampaian fotokopi Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah dan fotokopi SKP dari Penyelenggara Non-BI kepada Penyelenggara di wilayah kliring lain dimana kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada No. … Kepada Bank ………/Kantor Bank Indonesia ……….…*) Penyelenggara Kliring di ………… Jl………………………….. ……………………. Perihal : Penyampaian fotokopi Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah dan fotokopi SKP --------------------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah yang dikliringkan di wilayah kliring kami dan ditolak dengan alasan saldo tidak cukup/rekening telah ditutup, yang diterbitkan oleh kantor Bank Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah yang berada dalam wilayah kliring Saudara, dengan ini kami sampaikan : - … lembar fotokopi Cek; - … lembar fotokopi Bilyet Giro; - … lembar fotokopi SKP. Demikian agar maklum. Penyelenggara Kliring di …. PT. BANK ABC (Tanda tangan & Nama Jelas Pejabat Berwenang) Jabatan [kota], [tanggal] Keterangan : *) diisi dengan nama Bank (Penyelenggara non-BI) atau KBI di wilayah kliring dimana kantor Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada. No. 1 2 Wilayah Kliring Asal Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah BANDA ACEH LHOKSEUMAWE 3 - Langsa 4 MEDAN 5 - Tebing Tinggi 6 - Kabanjahe 7 - Pematang Siantar 8 - Kisaran 9 - Rantau Prapat 12 PADANG 13 - Bukit Tinggi 14 - Payakumbuh 15 - Solok 16 PEKANBARU 17 - Dumai 18 BATAM 19 - Tanjung Pinang 20 JAMBI 21 - Muara Bungo 22 PALEMBANG 23 - Pangkal Pinang 24 - Lubuk Linggau 25 - Baturaja 26 BENGKULU 27 BANDAR LAMPUNG 28 - Kotabumi 29 - Metro Daftar nama, alamat dan nomor faksimili Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi serta daftar nama dan alamat Penyelenggara Penyelenggara Nama Bank Indonesia Banda Aceh Bank Indonesia Lhokseumawe Bank Mandiri Bank Indonesia Medan Bank Mandiri BRI Bank Mandiri Bank Mandiri Bank Mandiri 10 - Padang Sidempuan BNI 11 SIBOLGA BRI BRI BRI Bank Indonesia Pekanbaru Bank Mandiri Bank Indonesia Batam Bank Mandiri Bank Indonesia Jambi Bank Mandiri Bank Indonesia Palembang BNI BRI Bank Mandiri Bank Indonesia Bengkulu BNI BRI Bank Indonesia Sibolga Bank Indonesia Padang Alamat Jl.Cut Meutia No.15 Jl.Merdeka No.1 Jl.Jend.A.Yani No.20 Jl.Balai Kota No.4 Jl.Sutomo No.17 Jl.Veteran No.100 Jl.Jend.Sudirman No.14 Jl.HOS.Cokroaminoto No.65 Jl.Martinus Lubis No.11 Jl.Patrice Lumumba I No.5 Jl.Kapt.Maruli Sitorus No.8 Jl.Jend.Sudirman No.22 Jl.Jend.A.Yani.No.3 Jl.Jend.Sudirman No.6 Jl.Jend.Sudirman No.1 Jl.Jend.Sudirman No.464 Jl.Jend.Sudirman No.133A Jl.Engku Putri Batam Centre Jl.Teungku Umar No.23 Jl.Jend.A.Yani Telanaipura Jl.Lintas Sumatera Jl.Jend.Sudirman No.510 Jl.Jend.Sudirman NO.120 Jl.Yos Sudarso No.92 JL.Serma Zakaria No.35-37 Jl.Jend.A.Yani No.1 Bank Indonesia Bandar Lampung Jl.Hasanuddin No.38 Jl.Raden Intan No.19 Jl.Jend.Sudirman No.50 Bank Indonesia yang mewilayahi Nama Kantor Bank Indonesia Bank Indonesia Banda Aceh Bank Indonesia Lhokseumawe Bank Indonesia Lhokseumawe Bank Indonesia Medan Bank Indonesia Medan Bank Indonesia Medan Bank Indonesia Medan Bank Indonesia Medan Bank Indonesia Medan Bank Indonesia Medan Bank Indonesia Sibolga Bank Indonesia Padang Bank Indonesia Padang Bank Indonesia Padang Bank Indonesia Padang Bank Indonesia Pekanbaru Bank Indonesia Pekanbaru Bank Indonesia Batam Bank Indonesia Batam Bank Indonesia Jambi Bank Indonesia Jambi Bank Indonesia Palembang Bank Indonesia Palembang Bank Indonesia Palembang Bank Indonesia Palembang Bank Indonesia Bengkulu Bank Indonesia Bandar Lampung Bank Indonesia Bandar Lampung Bank Indonesia Bandar Lampung No.Fax (0651) 32880 (0645) 43581 (061) 4152777 (0631) 22383 (0751) 27313 (0761) 31046 (0778) 462254 (0741) 62112 (0711) 312013 (0736) 21736 (0721) 481131 Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lampiran 5 No. Wilayah Kliring Asal Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah Penyelenggara Nama 30 BANDUNG 31 - Sukabumi 32 - Cianjur 33 - Purwakarta 34 - Subang 35 - Sumedang 36 - Garut 37 CIREBON 38 - Indramayu 39 TASIKMALAYA 40 SEMARANG 41 - Kudus 42 - Magelang 43 - Salatiga 44 - Purworejo 45 - Temanggung 46 - Wonosobo 47 - Pekalongan 48 - Tegal 49 SOLO 50 PURWOKERTO 51 - Cilacap 52 YOGYAKARTA 53 SURABAYA 54 - Pamekasan 55 - Bojonegoro 56 - Jombang 57 - Tuban 58 KEDIRI 59 - Blitar 60 - Tulungagung 61 - Madiun Bank Indonesia Bandung Bank Mandiri BNI BNI BRI BNI BNI Bank Indonesia Cirebon BRI Bank Indonesia Tasikmalaya Bank Indonesia Semarang BNI BRI BNI BRI BRI BNI BNI Bank Mandiri Bank Indonesia Solo Bank Indonesia Purwokerto Bank Mandiri Bank Indonesia Yogyakarta Bank Indonesia Surabaya BNI BNI BRI BNI Bank Indonesia Kediri BPD BRI BNI Alamat Jl.Braga No.108 Jl.Jend.A.Yani No.44 Jl.Muwardi No.3 Jl.Jend.Sudirman No.53 Jl.Otista No.73 Jl.Geusan Ulun No.10 Jl.Jend.A.Yani No.53 Jl.Yos Sudarso No.5-7 Jl.DI.Panjaitan No.227C Jl.Sutisna Sanjaya No.19 Jl.Imam Bardjo No.4 Jl.Jend.A.Yani No.55 Jl.Ikhlas No.1 Jl.Jend.Sudirman No.3 Jl.Jend.A.Yani No.1 Jl.Jend.Sudirman No.17 Jl.Jend.A.Yani No.102 Jl.Imam Bonjol No.59 Jl.AR.Hakim No.19 Jl.Jend.Sudirman No.4 Jl.Jend.Gatot Soebroto No.98 Jl.Jend.A.Yani No.100 Jl.Pahlawan No.105 Jl.Kabupaten No.63 Bank Indonesia yang mewilayahi Nama Kantor Bank Indonesia Bank Indonesia Bandung Bank Indonesia Bandung Bank Indonesia Bandung Bank Indonesia Bandung Bank Indonesia Bandung Bank Indonesia Bandung Bank Indonesia Bandung Bank Indonesia Cirebon Bank Indonesia Cirebon Bank Indonesia Tasikmalaya Bank Indonesia Semarang Bank Indonesia Semarang Bank Indonesia Semarang Bank Indonesia Semarang Bank Indonesia Semarang Bank Indonesia Semarang Bank Indonesia Semarang Bank Indonesia Semarang Bank Indonesia Semarang Bank Indonesia Solo Bank Indonesia Purwokerto Bank Indonesia Purwokerto Jl.Panembahan Senopati No.4-6 Bank Indonesia Yogyakarta Bank Indonesia Surabaya Bank Indonesia Surabaya Bank Indonesia Surabaya Bank Indonesia Surabaya Bank Indonesia Surabaya Jl.Panglima Sudirman No.17 Jl.KH.Wahid Hasyim No.175 Jl.Basuki Rakhmat No.115 Jl.Brawijaya No.2 Jl.HOS.Cokroaminot No.36-38 Jl.Diponegoro No.2B Jl.Dr.Sutomo No.87 Bank Indonesia Kediri Bank Indonesia Kediri Bank Indonesia Kediri Bank Indonesia Kediri (0354) 682951 (0231) 209135 (0265) 333528 (024) 310339 No.Fax (022) 4237787 (0271) 647132 (0281) 632601 (0274) 371707 (031) 3520025 Lampiran SE No. 4/ 6 /DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lanj.Lampiran 5 Daftar nama… No. Wilayah Kliring Asal Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah Penyelenggara Nama 62 JEMBER 63 - 64 - Situbondo Banyuwangi 65 MALANG 66 - 68 - Probolinggo 67 DENPASAR Singaraja 69 MATARAM 70 KUPANG 71 PONTIANAK 72 - Singkawang 73 PALANGKARAYA 74 - 75 - Kuala Kapuas Sampit 76 BANJARMASIN 77 SAMARINDA 78 - Tarakan 79 BALIKPAPAN 80 MENADO 81 - 82 - 83 - Bitung Tahuna Kotamubagu 84 - Gorontalo Bank Indonesia Jember Bank Mandiri Bank Mandiri Bank Indonesia Malang Bank Mandiri Bank Indonesia Denpasar BNI Bank Indonesia Mataram Bank Indonesia Kupang Bank Indonesia Pontianak BNI Bank Indonesia Palangkaraya BNI BRI Bank Indonesia Banjarmasin Bank Indonesia Samarinda BRI Bank Indonesia Balikpapan Bank Indonesia Menado Bank Mandiri Bank Mandiri BNI Bank Mandiri Alamat Jl.Gajah Mada No.224 Jl.Jend.A.Yani No.102 JL.Dr.Wahidin SH No.2 JL.Merdeka Utara No.7 Jl.Suroyo No.2 Jl.WR.Supratman No.1 Jl.Surapati No.52A Jl. Pejanggik No.2 Jl.Tom Pello No.2 Jl.Rahadi Usman No.3 Jl.Diponegoro No.133-135 Jl.Diponegoro No.17 Jl.Jend.A.Yani.No.1A Jl.MT.Haryono No.46 Jl.Lambung Mangkurat No.15 Jl.Gajah Mada No.1 Jl.Yos Sudarso No.184 Jl.Jend.Sudirman No.20 Jl.Tujuhbelas Agustus Jl.Dr.Sam Ratulangi No.51 Jl.Dr.Soetomo No.1 Jl.Bogani No.212 Jl.Jend.A.Yani No.28 Bank Indonesia yang mewilayahi Nama Kantor Bank Indonesia Bank Indonesia Jember Bank Indonesia Jember Bank Indonesia Jember Bank Indonesia Malang Bank Indonesia Malang Bank Indonesia Denpasar Bank Indonesia Denpasar Bank Indonesia Mataram Bank Indonesia Kupang Bank Indonesia Pontianak Bank Indonesia Pontianak Bank Indonesia Palangkaraya Bank Indonesia Palangkaraya Bank Indonesia Palangkaraya Bank Indonesia Banjarmasin Bank Indonesia Samarinda Bank Indonesia Samarinda Bank Indonesia Balikpapan Bank Indonesia Menado Bank Indonesia Menado Bank Indonesia Menado Bank Indonesia Menado Bank Indonesia Menado (0341) 324820 (0361) 235498 (0370) 631793 (0380) 822103 (0561) 732033 (0536) 23855 (0511) 54678 (0541) 732644 (0542) 411354 (0431) 866933 No.Fax (0331) 484467 Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lanj.Lampiran 5 Daftar nama… No. Wilayah Kliring Asal Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah Penyelenggara Nama 85 PALU 86 - 87 - 88 - Poso Luwuk Toli-Toli 89 KENDARI 90 MAKASSAR 91 - 92 - 93 - Palopo Pare-Pare Watampone 94 AMBON 95 TERNATE 96 JAYAPURA 97 - 98 - Sorong Biak 99 JAKARTA 100 101 102 - Bogor - Kerawang - Serang Bank Indonesia Palu BRI BNI Bank Mandiri Bank Indonesia Kendari Bank Indonesia Makassar BRI BNI Bank Mandiri Bank Indonesia Ambon Bank Indonesia Ternate Bank Indonesia Jayapura Bank Mandiri Bank Mandiri Bank Indonesia Jakarta up. Bagian Kliring Jakarta Bank Mandiri BNI BNI Alamat Jl.Sam Ratulangi No.23 Jl. P.Sumatera No.7 Jl.Jend. A.Yani No.51 Jl.WR.Supratman No.1 Jl.Sultan Hasanuddin No.150 JL.Jend.Sudirman No.1 Jl.KH.Muh.Ramli No.2 Jl.Veteran No.41 Jl.MH.Thamrin o.10 Jl.Raya Pattimura No.7 Jl.Yos Sudarso No.1 Jl.Dr.Sam Ratulangi No.9 Jl.Jend.A.Yani No.99 Jl.Jend.A.Yani No.2 Jl. MH.Thamrin No.2 Gd.D Lt.2 Jl.Ir.H.Juanda No.12 Jl.Tuparev No.301 Jl.Veteran No.49 Bank Indonesia yang mewilayahi Nama Kantor Bank Indonesia Bank Indonesia Palu Bank Indonesia Palu Bank Indonesia Palu Bank Indonesia Palu Bank Indonesia Kendari Bank Indonesia Makassar Bank Indonesia Makassar Bank Indonesia Makassar Bank Indonesia Makassar Bank Indonesia Ambon Bank Indonesia Ternate Bank Indonesia Jayapura Bank Indonesia Jayapura Bank Indonesia Jayapura Bank Indonesia Jakarta Up. Bagian Kliring Jakarta Bank Indonesia Jakarta Bank Indonesia Jakarta Bank Indonesia Jakarta (0401) 322718 (0411) 315170 No.Fax (0451) 421180 (0911) 356517 (0967) 535201 (021) 2310485 Lampiran SE No. 4/ 16 / DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lanj.Lampiran 5 Daftar nama… Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lampiran 6 Contoh Pendistribusian fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP 1. Contoh 1 : Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang diterbitkan oleh kantor Bank Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah (Bank X) yang berada di Wilayah Kliring Bogor (Penyelenggara Kliring Bogor saat ini adalah Non-BI yaitu Bank Mandiri), dikliringkan di Wilayah Kliring Pekalongan (Penyelenggara Kliring Pekalongan saat ini adalah Non-BI yaitu Bank BNI). Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah tersebut kemudian ditolak oleh Kantor Koordinator Bank X di Pekalongan dengan alasan saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup. Pada saat Kliring pengembalian, selain menyerahkan Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta SKP asli, Kantor Koordinator Bank X di Pekalongan juga wajib menyerahkan kepada Penyelenggara Kliring Pekalongan berupa fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang ditolak serta fotokopi SKP. Pendistribusian fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP tersebut adalah sebagai berikut : a. Penyelenggara Kliring Pekalongan wajib : 1) mengirimkan melalui faksimili, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP ke Kantor Bank Indonesia Semarang up. Seksi Kliring, yang mewilayahi Wilayah Kliring Pekalongan yang diselenggarakan oleh Non-BI, pada hari yang sama dengan Kliring pengembalian; 2) mengirimkan melalui pos, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP ke Penyelenggara Kliring di Bogor, yang dalam hal ini adalah Bank Mandiri, paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah menerima fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP dari Kantor Koordinator Bank X di Pekalongan. b. Setelah… Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lanj. Lampiran 6 Contoh Pendistribusian… b. Setelah menerima faksimili dari Penyelenggara Kliring sebagaimana dimaksud dalam huruf a.1), Kantor Bank Pekalongan Indonesia Semarang, kemudian wajib meneruskan melalui faksimili, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP ke Kantor Bank Indonesia Jakarta up. Bagian Kliring Jakarta yang mewilayahi Wilayah Kliring Bogor dimana Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah berada, paling lambat pada hari kerja berikutnya. Fotokopi tersebut akan digunakan oleh Bagian Kliring Jakarta sebagai dasar penatausahaan Cek Cek/Bilyet Giro Kosong. c. Setelah menerima fotokopi Cek/Bilyet Giro Luar Wilayah dan fotokopi SKP via pos dari Penyelenggara Kliring Pekalongan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.2), Penyelenggara Kliring Bogor wajib meneruskan fotokopi tersebut kepada Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah, paling lambat pada hari kerja berikutnya. 2. Contoh 2 : Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang diterbitkan oleh kantor Bank Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah (Bank X) yang berada di Wilayah Kliring Surabaya (Penyelenggara Kliring Surabaya saat ini adalah Bank Indonesia), dikliringkan di Wilayah Kliring Medan (Penyelenggara Kliring Medan saat ini adalah Bank Indonesia). Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah tersebut kemudian ditolak oleh Kantor Koordinator Bank X di Medan dengan alasan saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup. Pada saat kliring pengembalian, selain menyerahkan Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta SKP asli, Kantor Koordinator Bank X di Medan juga wajib menyerahkan kepada Penyelenggara Kliring Medan berupa fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah yang ditolak serta fotokopi SKP. Pendistribusian fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP adalah sebagai berikut : Kantor… Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lanj. Lampiran 6 Contoh Pendistribusian… a. Kantor Bank Indonesia Medan wajib : 1) mengirimkan melalui faksimili, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP ke Kantor Bank Indonesia Surabaya up. Seksi Kliring, pada hari yang sama dengan Kliring pengembalian. Fotokopi tersebut akan digunakan oleh KBI Surabaya sebagai dasar penatausahaan Cek/Bilyet Giro Kosong. 2) mengirimkan melalui pos, fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP ke Kantor Bank Indonesia Surabaya up. Seksi Kliring, paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah menerima fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP dari Kantor Koordinator Bank X di Medan. b. Setelah menerima fotokopi Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah serta fotokopi SKP via pos dari Kantor Bank Indonesia Medan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.2), Kantor Bank Indonesia Surabaya wajib meneruskan fotokopi tersebut kepada Bank penerbit Cek dan Bilyet Giro Luar Wilayah, paling lambat pada hari kerja berikutnya. --- ooo --- Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lampiran 7 Pedoman Teknis Proses Kirim Data Harian Kliring untuk Penyelenggara Menu Sub Menu Panel : Halaman Otentikasi : : Kewenangan : Seluruh Pengguna Fungsi Tampilan ini digunakan untuk otentikasi pengguna sebelum memasuki halaman utama SIKJJ. Aplikasi SIKJJ dapat diakses dengan alamat https://www.bi.go.id/sikjj Cara Menggunakan Masukkan User Id yang telah terdaftar kedalam kolom “User ID” kemudian tekan tombol “Tab” atau arahkan kursor ke kolom “Password”, masukkan password yang sesuai kemudian tekan tombol “Login” atau tekan <enter>. Bila user id dan atau password tidak terdaftar maka akses pengguna akan ditolak serta muncul pesan “User Id tidak ada atau Password salah”. Bila terjadi kesalahan tiga kali berturut- turut maka halaman web akan terblokir dan pengguna harus memulai dari awal dengan menutup browser dan membuka kembali. Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lanj.Lampiran 7 Pedoman Teknis … Menu Sub Menu Panel Administrasi Sistem Kirim File Kirim File Kewenangan Operator Fungsi Tampilan ini digunakan untuk melakukan proses pengiriman file data harian Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian ke server SIKJJ di KPBI. Cara Menggunakan 1. Kirim Data Harian Kliring Penyerahan a. Klik tombol “Browse” pada baris pertama untuk mengirim data harian Kliring penyerahan dan akan muncul jendela pencarian file. b. Melalui jendela pencarian file, cari text file dengan nama CLPBS.001 pada drive yang telah disiapkan. Bila menggunakan disket maka cari file tersebut pada drive A. Lampiran SE No. 4/ 16 /DASP tgl. 21 Oktober 2002 ---------------------------------------------------------------- Lanj.Lampiran 7 Pedoman Teknis … c. Klik file CLPBS.001 pada drive yang telah disiapkan, lalu tekan tombol “Open”, setelah itu layar akan kembali pada menu “KIRIM FILE” dan nama file tersebut akan tercantum pada baris pertama. d. Tekan tombol “Upload” pada menu “Kirim File” di baris terakhir. 2. Kirim Data Harian Kliring Pengembalian a. Klik tombol “Browse” pada baris keempat untuk mengirim data harian Kliring pengembalian dan akan muncul jendela pencarian file. b. Melalui jendela pencarian file, cari text file dengan nama CLRBS.001 pada drive yang telah disiapkan. Bila menggunakan disket maka cari file tersebut pada drive A. c. Klik file CLRBS.001 pada drive yang telah disiapkan, lalu tekan tombol “Open”, setelah itu layar akan kembali pada menu “KIRIM FILE” dan nama file tersebut akan tercantum pada baris pertama. d. Tekan tombol “Upload” pada menu “Kirim File” di baris terakhir. 3. Bila pengiriman data harian Kliring penyerahan dan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam angka 1.d dan 2.d berhasil maka akan muncul halaman pemberitahuan seperti di bawah ini. --- ooo ---
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/16/DASP|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring </reg_title> <set_date> 21 Oktober 2002 </set_date> <effective_date> 1 November 2002 </effective_date> <replaced_reg> '4/7/DASP|SE-BI/2002 | angka VI.B.1.c', '4/15/DASP|SE-BI/2002 | angka VI.B.1.f' </replaced_reg> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No.7/ 45 /DPD Jakarta, 15 September 2005 SURAT EDARAN kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Transaksi Derivatif Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 31 /PBI/2005 tanggal 15 September 2005 tentang Transaksi Derivatif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 85) selanjutnya disebut PBI, perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan Transaksi Derivatif dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : 1. Mark to Market sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PBI mengacu pada praktek yang terjadi di pasar (market practice). Apabila di dalam market practice terdapat beberapa alternatif, maka penetapan metode Mark to Market diatur sebagai berikut : a. Mark to Market diserahkan kepada kebijakan masing-masing Bank; atau b. Mark to Market berdasarkan atas kesepakatan antara Bank dengan Nasabah Bank. Apabila Bank telah memilih salah satu dari metode sebagaimana pada butir a atau butir b di atas, maka metode yang dipilih harus tercantum dalam kontrak dan dilakukan secara konsisten sampai dengan jatuh tempo kontrak. 2. Bank wajib … 2 2. Bank wajib menyampaikan laporan kesiapan Bank melakukan Transaksi Derivatif untuk Pengelolaan Devisa, Komplek pertama kali kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Perkantoran Bank Indonesia, Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt.8 Jl. M.H.Thamrin No.2, Jakarta Pusat, dengan Surat yang dilampiri dengan Pedoman Pelaksanaan Transaksi Derivatif yang mengacu pada ketentuan yang berlaku mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 3. Dalam hal kerugian Bank mencapai lebih dari 10% (sepuluh per seratus) dari Modal Bank, Bank dilarang melakukan Transaksi Derivatif baru serta wajib melapor kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Devisa, Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt.8 Jl. M.H.Thamrin No.2, Jakarta Pusat mengenai tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi kerugian paling lambat pada hari kerja berikutnya. 4. Laporan Mingguan Transaksi Derivatif Bank kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut : a. Untuk keperluan pelaporan kepada Bank Indonesia, konversi nilai tukar pada posisi transaksi derivatif yang masih terbuka dan keuntungan/kerugian digunakan kurs indikasi Reuters [(bid+ask)/2] pukul 16.00 WIB pada akhir Minggu Laporan. b. Untuk keperluan pengisian Laporan Mingguan Transaksi Derivatif Bank ke Bank Indonesia, Bank dapat menggunakan kertas kerja sebagaimana terlampir pada Tabel 1a sampai dengan 8b dalam Surat Edaran ini, namun kertas kerja tersebut tidak perlu disampaikan kepada Bank Indonesia. c. Pengisian Laporan Mingguan Transaksi Derivatif oleh Bank dilakukan sesuai Petunjuk Pengisian Laporan Transaksi Derivatif sebagaimana terlampir dalam Surat Edaran ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Surat Edaran ini. d. Laporan … Pedoman Standar 3 d. Laporan Mingguan Transaksi Derivatif disampaikan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Devisa, Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt.8 Jl. M.H.Thamrin No.2, Jakarta Pusat. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/15/UD tanggal 8 Februari 1996 perihal Penjelasan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/119/KEP/DIR tanggal 29 Desember 1995 tentang Transaksi Derivatif dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 15 September 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ASLIM TADJUDDIN DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/45/DPD|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Transaksi Derivatif </reg_title> <set_date> 15 September 2005 </set_date> <effective_date> 15 September 2005 </effective_date> <replaced_reg> '28/15/UD|SE-BI/1996', '28/119/KEP/DIR|SKDIR-BI/1995' </replaced_reg> <related_reg> '7/31/PBI/2005' </related_reg>
No. 15/ 47 /DSta Jakarta, 2 Desember 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/37/DSta tanggal 5 September 2013 perihal Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/4/PBI/2013 tentang Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5437), dan dalam rangka memperoleh tambahan informasi serta penyempurnaan kamus data, maka perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/37/DSta tanggal 5 September 2013 perihal Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagai berikut: 1. Di antara butir IV.A.2 dan butir IV.A.3, ditambahkan 1 (satu) butir, yakni butir IV.A.2a yang berbunyi sebagai berikut: 2a. Dalam rangka pengkinian informasi sandi kantor Bank Pelapor, Bank Pelapor yang telah mendapatkan persetujuan perubahan nama dan/atau alamat, harus menyampaikan surat pemberitahuan perubahan nama dan/atau alamat Bank Pelapor kepada Bank Indonesia dengan melampirkan fotokopi surat persetujuan perubahan nama dan/atau alamat Bank Pelapor. 2. Mengubah butir IV.A.3, sehingga berbunyi sebagai berikut: 3. Surat kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c, angka 2 dan angka 2a disampaikan kepada Departemen Pengelolaan… 2 Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Menara Sjafruddin Prawiranegara, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350. 3. Ketentuan dalam Bab V diubah, sehingga Bab V menjadi berbunyi sebagai berikut: V. PENYAMPAIAN PERTANYAAN Pertanyaan yang berkaitan dengan Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah disampaikan kepada: a. Contact Center Bank Indonesia, Telp. 500131, email: bicara@bi.go.id; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat. 4. Menghapus sandi 300 (tidak ada agunan/jaminan) di kolom jenis agunan/jaminan dalam Lampiran I Pedoman Penyusunan Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yaitu: a. Bab III Laporan Per Kantor, meliputi: 1) butir III.6.1 Sandi Rincian Tagihan Spot dan Forward; 2) butir III.7.1 Sandi Rincian Surat Berharga Yang Dimiliki; 3) butir III.9.1 Sandi Rincian Tagihan Akseptasi; 4) butir III.10.1 Sandi Rincian Piutang Murabahah; 5) butir III.11.1 Sandi Rincian Piutang Istishna’; 6) butir III.12.1 Sandi Rincian Piutang Qardh; 7) butir III.13.1 Sandi Rincian Pembiayaan Bagi Hasil; dan 8) butir III.14.1 Sandi Rincian Pembiayaan Sewa; dan b. Bab V Laporan Perusahaan Anak, meliputi: 1) butir V.4.1 Sandi Rincian Tagihan Spot dan Forward; 2) butir V.5.1 Sandi Rincian Surat Berharga Yang Dimiliki; dan 3) butir V.6.1 Sandi Rincian Tagihan Akseptasi menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. 5. Menambah informasi mengenai uang muka Ijarah dalam Lampiran I Pedoman Penyusunan Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yaitu: a. Bab … 3 a. Bab III Laporan Per Kantor meliputi: 1) butir III.14.1 Sandi Rincian Pembiayaan Sewa; 2) butir III.14.2 Penjelasan Daftar Rincian Pembiayaan Sewa; 3) butir III.14.3 Daftar Rincian Pembiayaan Sewa; 4) butir III.40.1 Sandi Rincian Rupa-Rupa Liabilitas; dan 5) butir III.40.2 Penjelasan Daftar Rincian Rupa-Rupa Liabilitas; dan b. Bab V Laporan Perusahaan Anak meliputi: 1) butir V.11.1 Sandi Rincian Pembiayaan Sewa; dan 2) butir V.11.2 Daftar Rincian Pembiayaan Sewa menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. 6. Mengubah rincian pada kolom kualitas Aset Yang Diambil Alih (AYDA) dalam Lampiran I Pedoman Penyusunan Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Bab III Laporan Per Kantor, yaitu: a. butir III.22.1 Sandi Rincian Aset Yang Diambil Alih; dan b. butir III.22.2 Penjelasan Daftar Rincian Aset Yang Diambil Alih menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. 7. Mengubah Bab VI Catatan Khusus pada Lampiran II Petunjuk Teknis Kamus Data Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. 8. Menambahkan keterkaitan antar form BSMS64 dan BSMS30 dalam Lampiran 2 Daftar Keterkaitan Antar Form - Lampiran II Petunjuk Teknis Kamus Data Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. 9. Menambahkan base item dalam Lampiran 3 Daftar Base Items Pada Kamus Data - Lampiran II Petunjuk Teknis Kamus Data Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yaitu: a. mi8500 dalam Form 14 Pembiayaan Sewa (BSMS64); b. mi8500 dalam Form 11 Pembiayaan Sewa (BSMA65); dan c. mi8485 … 4 c. mi8485, mi8487, mi8491, mi8493, mi8497, dan mi8499 dalam Form 01 Laporan Posisi Keuangan / Neraca Konsolidasi (BSMK1) menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. 10. Lampiran 4 Daftar Validasi Bisnis Kamus Data LSMK Bulanan BUS dan UUS - Lampiran II Petunjuk Teknis Kamus Data Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. 11. Lampiran I sebagaimana dimaksud pada angka 4, angka 5, dan angka 6 serta Lampiran II sebagaimana dimaksud pada angka 7, angka 8, angka 9 dan angka 10 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2 Desember 2013. aaaaaaaaaaaaaaa Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, PERRY WARJIYO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/47/DSta|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/37/DSta tanggal 5 September 2013 perihal Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. </reg_title> <set_date> 2 Desember 2013 </set_date> <effective_date> 2 Desember 2013 </effective_date> <changed_reg> '15/37/DSta|SE-BI/2013' </changed_reg> <related_reg> '15/4/PBI/2013', '15/37/DSta|SE-BI/2013' </related_reg>
No.17/24/DSta Jakarta, 12 Oktober 2015 SURA T EDARA N Kepada SEMUA KORPORASI NONBANK DI INDONESIA Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/3/DSta tanggal 6 Maret 2015 perihal Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5651), dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/18/DKEM tanggal 30 Juni 2015, Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5683), serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/22/PBI/2014 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 397, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5654) maka perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/3/DSta tanggal 6 Maret 2015 perihal Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank sebagai berikut: 1. Di antara ... 2 1. Di antara butir IV.A.6 dan butir IV.A.7 disisipkan 4 (empat) butir yakni butir 6A, butir 6B, butir 6C, dan butir 6D sehingga berbunyi sebagai berikut: 6A. Bagi Pelapor yang nilai Aset Valuta Asing-nya memperhitungkan Aset Valuta Asing berupa piutang usaha kepada Penduduk yang berkaitan dengan proyek infrastruktur strategis wajib menyampaikan dokumen pendukung berupa: a. surat keterangan dari kementerian atau lembaga pemerintah yang berwenang; dan b. surat persetujuan dari Bank Indonesia. 6B. Bagi Pelapor yang nilai Aset Valuta Asing-nya memperhitungkan Aset Valuta Asing berupa piutang usaha kepada Penduduk wajib menyampaikan surat persetujuan dari Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6C. Bagi Pelapor yang nilai Kewajiban Valuta Asing-nya tidak memperhitungkan kewajiban Valuta Asing yang sedang dalam proses rollover, revolving, dan refinancing wajib menyampaikan dokumen pendukung antara lain berupa: a. notifikasi dari kreditor bahwa Kewajiban Valuta Asing dimaksud sedang dalam proses rollover, revolving, atau refinancing; dan/atau b. perjanjian ULN dengan klausul yang relevan; dan c. surat persetujuan Bank Indonesia, apabila transaksi yang mendasarinya membutuhkan persetujuan Bank Indonesia agar dapat dilakukan dalam Valuta Asing sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6D. Bagi Pelapor yang nilai Kewajiban Valuta Asing-nya tidak memperhitungkan kewajiban Valuta Asing dalam rangka project financing yang akan jatuh waktu sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan yang dibiayai dari penarikan ULN Valuta Asing wajib menyampaikan dokumen pendukung antara ... 3 antara lain berupa: a. perjanjian ULN yang menunjukkan jadwal penarikan dana pinjaman disesuaikan dengan kewajiban yang harus dibayarkan; b. surat pernyataan korporasi bahwa ULN tersebut digunakan untuk memenuhi Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; dan c. surat persetujuan Bank Indonesia, apabila transaksi yang mendasarinya membutuhkan persetujuan Bank Indonesia agar dapat dilakukan dalam Valuta Asing sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Kewajiban penyampaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.6A, butir IV.A.6B, butir IV.A.6C, dan butir IV.A.6D tidak berlaku dalam hal Pelapor telah menyampaikan dokumen pendukung dimaksud kepada Bank Indonesia dalam rangka pelaporan lainnya. 3. Butir IV.A.7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Dokumen pendukung berupa surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, butir 5.b, angka 6, dan butir 6D.b disampaikan untuk setiap Triwulan laporan. 4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Pedoman Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian oleh Korporasi Nonbank diubah, meliputi: a. butir I.A Pendahuluan; b. butir II.A Laporan KPPK; dan c. butir II.C Informasi mengenai Pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating), sehingga butir I.A, butir II.A, dan butir II.C menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 5. Ketentuan ... 4 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Prosedur yang Disepakati Bersama (Agreed-Upon Procedures) diubah, meliputi: a. butir A.1 Umum; b. butir B.3.a.1) Klasifikasi piutang (Penduduk dan bukan Penduduk); c. butir B.5.d Pinjaman dan Surat Utang; dan d. butir B.6.c Utang Dagang dan Kewajiban Lancar Lainnya, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 6. Surat pernyataan dalam Lampiran III diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 12 Oktober 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDY SULISTIOWATY KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/24/DSta|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/3/DSta tanggal 6 Maret 2015 perihal Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank </reg_title> <set_date> 12 Oktober 2015 </set_date> <effective_date> 12 Oktober 2015 </effective_date> <changed_reg> '17/3/DSta|SE-BI/2015' </changed_reg> <related_reg> '16/22/PBI/2014', '17/3/PBI/2015', '16/24/DKEM|SE-BI/2014', '17/3/DSta|SE-BI/2015', '17/18/DKEM|SE-BI/2015', '16/21/PBI/2014' </related_reg>
No. 3 / 1 / DPNP Jakarta, 5 Januari 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah Menunjuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, dan memperhatikan Surat Badan Penyehatan Perbankan Nasional kepada Bank Indonesia Nomor PROG- 2345/BPPN/0700 tanggal 28 Juli 2000 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank Yang Dijamin oleh Pemerintah, dengan ini diberitahukan bahwa marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin oleh Pemerintah: - dalam Rupiah diubah menjadi sebesar 300 (tiga ratus) basis point; sedangkan - dalam valuta asing ditetapkan sama yaitu sebesar 100 (seratus) basis point, di atas rata-rata suku bunga Deposito berjangka dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor 2/17/DPNP tanggal 28 Juli 2000 perihal Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 8 Januari 2001. Agar … 2 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Djoko Sarwono Direktur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/1/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah </reg_title> <set_date> 5 Januari 2001 </set_date> <effective_date> 8 Januari 2001 </effective_date> <replaced_reg> '2/17/DPNP|SE-BI/2000' </replaced_reg> <related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000' </related_reg>
No.16/24/DKEM Jakarta, 30 Desember 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA KORPORASI NONBANK DI INDONESIA Perihal : Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5651), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. PRINSIP KEHATI-HATIAN A. Aset Valuta Asing 1. Aset Valuta Asing terdiri atas: a. kas; b. giro; c. tabungan; d. deposito; e. piutang; f. persediaan ... 2 f. persediaan; g. surat-surat berharga yang dapat diperdagangkan (marketable securities); dan h. tagihan yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau option; dalam Valuta Asing yang dihitung berdasarkan posisi pada akhir triwulan. 2. Piutang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.e diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Piutang terdiri atas piutang usaha kepada Penduduk dan bukan Penduduk yang akan jatuh waktu: 1) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sejak akhir triwulan; dan/atau 2) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan sejak akhir triwulan; yang bersifat jual putus atau tidak dapat dikembalikan dan setelah dikurangi penyisihan penurunan nilai. b. Piutang usaha kepada Penduduk sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung sebagai komponen Aset Valuta Asing sepanjang telah memiliki kontrak atau perjanjian yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Juli 2015. c. Piutang usaha kepada Penduduk yang kontrak atau perjanjiannya ditandatangani sejak tanggal 1 Juli 2015 dapat tetap dihitung sebagai komponen Aset Valuta Asing sepanjang berkaitan dengan proyek infrastruktur strategis dan mendapat persetujuan Bank Indonesia. d. Penentuan proyek infrastruktur strategis sebagaimana dimaksud dalam huruf c dibuktikan dengan surat keterangan dari kementerian atau lembaga yang berwenang. 3. Persediaan ... 3 3. Persediaan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.f diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Persediaan dimaksud merupakan persediaan dari korporasi eksportir, yaitu korporasi yang memiliki rasio pendapatan ekspor terhadap pendapatan usaha lebih besar dari 50% (lima puluh persen) pada 1 (satu) tahun kalender sebelumnya. b. Nilai persediaan yang dapat diakui yaitu: 1) untuk barang jadi atau siap jual diperhitungkan 100% (seratus persen); 2) untuk barang setengah jadi atau dalam proses diperhitungkan 50% (lima puluh persen); dan 3) untuk bahan baku diperhitungkan 25% (dua puluh lima persen). c. Nilai persediaan yang dapat diakui tidak termasuk perlengkapan dan peralatan. 4. Marketable securities sebagaimana dimaksud dalam butir 1.g diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Marketable securities merupakan Surat-Surat Berharga (SSB) yang dapat dengan mudah dijual atau diubah menjadi kas sewaktu-waktu, memiliki harga pasar (market price) yang dapat diamati secara mudah (observable), dan termasuk dalam kategori yang diukur pada nilai wajar melalui laba-rugi. Marketable securities dapat berupa Surat-Surat Berharga (SSB) yang: 1) tersedia untuk dijual (available for sale); atau 2) dimiliki hingga jatuh tempo (hold to maturity) dengan sisa jatuh tempo sampai dengan 6 (enam) bulan. b. Marketable securities mencakup: 1) surat ... 4 1) surat utang (debt instrument), misalnya obligasi pemerintah dan/atau swasta luar negeri; dan 2) saham (equity instrument), misalnya saham perusahaan yang terdaftar di bursa saham luar negeri dan reksa dana Valuta Asing. 5. Tagihan yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau option sebagaimana dimaksud dalam butir 1.h yang diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing adalah yang jenisnya sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transaksi lindung nilai. 6. Tagihan yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau option sebagaimana dimaksud dalam butir 1.h yang diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing adalah sebesar nilai yang jatuh waktu: a. sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sejak akhir triwulan; dan/atau b. lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan sejak akhir triwulan. B. Kewajiban Valuta Asing 1. Kewajiban Valuta Asing merupakan seluruh kewajiban Valuta Asing kepada Penduduk maupun bukan Penduduk termasuk kewajiban yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau option yang akan jatuh waktu: a. sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sejak akhir triwulan; dan/atau b. lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan sejak akhir triwulan. 2. Kewajiban ... 5 2. Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu namun sedang dalam proses rollover, revolving, atau refinancing, tidak diperhitungkan sebagai Kewajiban Valuta Asing sepanjang dapat dibuktikan dengan dokumen pendukung yang memadai. Dokumen pendukung antara lain notifikasi dari kreditor bahwa Kewajiban Valuta Asing dimaksud sedang dalam proses rollover, revolving, atau refinancing dan perjanjian ULN dengan klausul yang relevan. C. Pemenuhan Rasio Lindung Nilai Minimum 1. Batasan nilai selisih negatif (threshold) adalah sebesar ekuivalen USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). Contoh 1: Pada tanggal 31 Maret 2016, PT AAA memiliki aset lancar dalam Valuta Asing sebesar USD50,000.00 yang terdiri dari giro sebesar USD20,000.00 dan deposito sebesar USD30,000.00. PT AAA juga memiliki aset lancar berupa piutang usaha kepada PT IND di Jakarta (Penduduk) yang akan jatuh waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sebesar USD10,000.00. Piutang PT AAA tersebut adalah berdasarkan perjanjian jual beli jangka panjang dengan PT IND yang ditandatangani pada tanggal 1 Desember 2015. Pada tanggal yang sama, PT AAA juga memiliki Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sebesar USD100,000.00 dan Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan sebesar USD200,000.00. Perhitungan pemenuhan ketentuan Rasio Lindung Nilai minimum adalah sebagai berikut: - Perhitungan ... 6 - Perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum untuk jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan. PT AAA memiliki selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing sebesar USD50,000.00 – USD200,000.00 = -USD150,000.00. Karena PT AAA memiliki selisih negatif lebih besar dari batasan nilai selisih negatif (threshold), maka PT AAA wajib melakukan Lindung Nilai sebesar 25% x USD150,000.00 = USD37,500.00. Lindung Nilai tersebut harus dilakukan pada tanggal transaksi antara tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Maret 2016 dan tanggal jatuh waktu antara tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 30 September 2016. - Perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum untuk jangka waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan. Karena piutang usaha PT AAA merupakan piutang kepada Penduduk yang perjanjiannya ditandatangani setelah 1 Juli 2015, maka piutang tersebut tidak diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing. Dengan demikian, PT AAA memiliki selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing sebesar USD50,000.00- USD100,000.00 = -USD50,000.00. Karena selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing lebih kecil dari batasan nilai selisih negatif (threshold) maka PT AAA tidak wajib melakukan Lindung Nilai dalam rangka memenuhi ketentuan Rasio Lindung Nilai minimum untuk jangka waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan. Contoh ... 7 Contoh 2: PT ABC pada tanggal 31 Maret 2016 memiliki aset lancar dalam Valuta Asing sebesar USD50,000.00 berupa giro. PT ABC juga memiliki aset lancar berupa piutang usaha kepada XYZ Ltd. di Hong Kong (bukan Penduduk) yang akan jatuh waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sebesar USD10,000.00, yang akan jatuh waktu lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan sebesar USD20,000.00, dan yang akan jatuh waktu lebih dari 6 (enam) bulan ke depan sebesar USD30,000.00. Pada tanggal yang sama, PT ABC juga memiliki Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sebesar USD100,000.00 dan Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan sebesar USD200,000.00. Perhitungan pemenuhan ketentuan Rasio Lindung Nilai minimum adalah sebagai berikut: - Perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum untuk jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan. PT ABC memiliki selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing sebesar (USD50,000.00+ USD20,000.00) – USD200,000.00 = -USD130,000.00. Karena PT ABC memiliki selisih negatif lebih besar dari batasan nilai selisih negatif (threshold) maka PT ABC wajib melakukan Lindung Nilai sebesar 25% x USD130,000.00 = USD32,500.00. Lindung Nilai tersebut harus dilakukan pada tanggal transaksi antara tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Maret 2016 dan tanggal jatuh waktu antara tanggal ... 8 tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 30 September 2016. - Perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum untuk jangka waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan. PT ABC memiliki selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing sebesar (USD50,000.00 + USD10,000.00) - USD100,000.00 = -USD40,000.00. Karena selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing lebih kecil dari batasan nilai selisih negatif (threshold) maka PT ABC tidak wajib melakukan Lindung Nilai dalam rangka memenuhi ketentuan Rasio Lindung Nilai minimum untuk jangka waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan. 2. Kegiatan Lindung Nilai yang dilakukan pada periode laporan triwulan berjalan merupakan transaksi yang dilakukan dalam rangka pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum triwulan tersebut. Dengan demikian, tagihan transaksi Lindung Nilai tersebut tidak diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing dalam perhitungan selisih negatif antara Aset Valuta Asing terhadap Kewajiban Valuta Asing pada periode laporan triwulan berjalan. Contoh: Pada tanggal 31 Maret 2016, PT BBB memiliki aset lancar dalam Valuta Asing sebesar USD600,000.00 yang terdiri dari giro sebesar USD200,000.00 dan deposito sebesar USD400,000.00, serta memiliki tagihan transaksi forward beli USD sebesar USD200,000.00 dengan tanggal transaksi pada tanggal 1 Maret 2016 yang dilakukan dalam rangka lindung nilai terhadap Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu pada tanggal 15 Mei 2016. Dalam ... 9 Dalam perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum, tagihan transaksi forward yang dilakukan pada periode triwulan berjalan tidak diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing. Dengan demikian, PT BBB memiliki Aset Valuta Asing yang dapat dipergunakan untuk pembayaran Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sebesar USD600,000.00. 3. Dalam hal kegiatan Lindung Nilai sudah dilakukan pada periode laporan triwulan sebelumnya maka tagihan Lindung Nilai tersebut diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing dalam perhitungan selisih negatif antara Aset Valuta Asing terhadap Kewajiban Valuta Asing. Contoh: Pada tanggal 31 Maret 2016, PT CCC memiliki aset lancar dalam Valuta Asing sebesar USD400,000.00 yang terdiri dari giro sebesar USD100,000.00 dan deposito sebesar USD300,000.00, serta telah memiliki tagihan transaksi forward beli USD sebesar USD150,000.00 dengan tanggal transaksi pada tanggal 15 Desember 2015 dan akan jatuh waktu pada tanggal 10 Mei 2016. Dalam perhitungan pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum, transaksi forward yang sudah dilakukan pada periode triwulan sebelumnya diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing dalam perhitungan selisih negatif antara Aset Valuta Asing terhadap Kewajiban Valuta Asing. Dengan demikian, PT CCC memiliki Aset Valuta Asing yang dapat dipergunakan untuk pembayaran Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sebesar USD400,000.00 + USD150,000.00 = USD550,000.00. D. Pemenuhan ... 10 D. Pemenuhan Rasio Likuiditas Minimum Dalam pemenuhan kewajiban Rasio Likuiditas minimum, kegiatan Lindung Nilai yang dilakukan pada periode laporan triwulan berjalan maupun yang dilakukan pada periode laporan triwulan sebelumnya diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing. Contoh: Pada tanggal 31 Maret 2016, PT DDD memiliki aset dalam Valuta Asing sebesar USD300,000.00 yang terdiri dari giro sebesar USD100,000.00 dan deposito sebesar USD200,000.00. Selain itu, PT DDD juga memiliki tagihan transaksi forward beli USD: - sebesar USD100,000.00 dengan tanggal transaksi pada tanggal 1 Februari 2016 dan tanggal jatuh waktu pada tanggal 1 Mei 2016; dan - sebesar USD50,000.00 dengan tanggal transaksi pada tanggal 21 Desember 2015 dan tanggal jatuh waktu pada tanggal 1 Juni 2016. Dalam perhitungan pemenuhan Rasio Likuiditas, kegiatan lindung nilai yang dilakukan pada periode laporan triwulan berjalan maupun yang dilakukan pada periode laporan triwulan sebelumnya diperhitungkan dalam perhitungan Aset Valuta Asing. Dengan demikian, total Aset Valuta Asing PT DDD adalah sebesar USD300,000.00 + USD100,000.00 + USD50,000.00 = USD450,000.00. E. Pemenuhan Minimum Peringkat Utang (Credit Rating) Kewajiban pemenuhan minimum Peringkat Utang (Credit Rating) setara BB- yang dikeluarkan oleh Lembaga Pemeringkat diatur sebagai berikut: 1. Peringkat ... 11 1. Peringkat Utang (Credit Rating) yang dikeluarkan oleh Lembaga Pemeringkat dalam negeri dianggap setara dengan Peringkat Utang (Credit Rating) yang dikeluarkan oleh Lembaga Pemeringkat luar negeri. Peringkat Utang (Credit Rating) BB- yang dikeluarkan oleh Standard & Poor’s (S&P) dan Fitch Ratings adalah setara dengan Ba3 yang dikeluarkan oleh Moody’s Investor Service atau setara dengan BB- yang dikeluarkan oleh Japan Credit Rating Agency (JCR) atau setara dengan BB- yang dikeluarkan oleh Rating and Investment Information Inc (R&I) atau setara dengan idBB- yang dikeluarkan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) atau setara dengan BB-(idn) yang dikeluarkan oleh Fitch Rating Indonesia atau setara dengan (Idr)BB- yang dikeluarkan oleh Investment & Credit Rating Agency (ICRA) Indonesia. 2. Kewajiban pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) bagi Korporasi Nonbank yang baru berdiri diperbolehkan menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) perusahaan induk paling lama 3 (tiga) tahun kalender sejak Korporasi Nonbank beroperasi secara komersial yaitu: a. saat pertama kali dilakukan penjualan jasa dan/atau saat diterima atau diperolehnya pendapatan atau penghasilan bagi Korporasi Nonbank yang bergerak di sektor jasa; atau b. saat pertama kali dilakukan penjualan barang dan/atau saat diterima atau diperolehnya pendapatan atau penghasilan bagi Korporasi Nonbank yang bergerak di sektor dagang dan industri. 3. Dalam hal Korporasi Nonbank yang baru berdiri sebagaimana dimaksud dalam angka 2 didirikan oleh beberapa perusahaan (joint venture), pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) dapat menggunakan ... 12 menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) pemegang saham terbesar. Contoh: Korporasi A didirikan oleh beberapa perusahaan (joint venture) yaitu perusahaan domestik (Korporasi B) dan perusahaan luar negeri (Korporasi C), dan beroperasi secara komersial pada tanggal 30 Juli 2015. Korporasi B menguasai 75% dari keseluruhan saham Korporasi A, sisanya sebesar 25% dikuasai oleh Korporasi C. Dalam melakukan pembiayaan, Korporasi A bermaksud melakukan utang luar negeri yang berasal dari sindikasi perbankan di luar negeri dan ditandatangani setelah tanggal 1 Januari 2016. Dalam hal ini, Korporasi A wajib memenuhi minimum Peringkat Utang (Credit Rating) BB- dengan menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) yang dimiliki Korporasi A atau menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) yang dimiliki Korporasi B hingga tanggal 30 Juli 2018. F. Lembaga Pemeringkat 1. Lembaga Pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia tercantum dalam Daftar Lembaga Pemeringkat yang Diakui Bank Indonesia untuk Digunakan dalam Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Lembaga Pemeringkat yang belum diakui oleh Bank Indonesia dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia dengan menyampaikan dokumen berupa: a. izin dari otoritas yang berwenang di Indonesia; atau b. untuk Lembaga Pemeringkat di luar negeri, surat pernyataan bahwa Lembaga Pemeringkat dimaksud telah diakui oleh otoritas yang berwenang di negara asal. II. PENGECUALIAN ... 13 II. PENGECUALIAN 1. Pengecualian kewajiban memenuhi Rasio Lindung Nilai minimum bagi Korporasi Nonbank yang melakukan pencatatan laporan keuangan dalam mata uang dolar Amerika Serikat diberikan kepada Korporasi Nonbank yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. memiliki rasio pendapatan ekspor terhadap pendapatan usaha lebih besar dari 50% (lima puluh persen) pada 1 (satu) tahun kalender sebelumnya; dan b. telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk melakukan pembukuan dalam mata uang dolar Amerika Serikat. Persetujuan tersebut dibuktikan dengan menyerahkan dokumen pendukung kepada Bank Indonesia. 2. Pengecualian kewajiban pemenuhan ketentuan minimum Peringkat Utang (Credit Rating) diberikan bagi: a. ULN dalam Valuta Asing yang digunakan untuk menggantikan ULN sebelumnya (refinancing); b. ULN dalam Valuta Asing untuk pembiayaan proyek infrastruktur yang bersumber dari: 1) seluruhnya dari kreditor lembaga internasional (bilateral atau multilateral); 2) pinjaman sindikasi dengan kontribusi kreditor lembaga internasional (bilateral atau multilateral) lebih besar dari 50% (lima puluh persen); c. ULN dalam Valuta Asing untuk pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah baik pusat maupun daerah; d. ULN dalam Valuta Asing yang dijamin oleh lembaga internasional (bilateral atau multilateral); e. ULN dalam Valuta Asing berupa utang dagang (trade credit); atau f. ULN dalam Valuta Asing berupa utang lainnya (other loans). 3. Pengecualian ... 14 3. Pengecualian kewajiban pemenuhan ketentuan minimum Peringkat Utang (Credit Rating) bagi ULN dalam Valuta Asing yang merupakan refinancing sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a hanya berlaku sepanjang jumlah (outstanding) ULN tidak bertambah atau penambahannya tidak melebihi nilai tertentu, yaitu senilai: a. ekuivalen USD2,000,000.00 (dua juta dolar Amerika Serikat); atau b. 5% (lima persen) dari outstanding ULN yang di-refinancing, dalam hal nilai 5% (lima persen) tersebut lebih besar dari ekuivalen USD2,000,000.00 (dua juta dolar Amerika Serikat). 4. Lembaga internasional (bilateral atau multilateral) sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b dan butir 2.d terdiri atas: a. lembaga bilateral yaitu: 1) pemerintah negara lain; 2) lembaga di bawah pemerintah negara lain (termasuk bank sentralnya); 3) lembaga-lembaga publik yang bersifat otonom (autonomous public bodies); atau 4) lembaga kredit ekspor resmi (official export credit agency); b. lembaga multilateral yaitu lembaga yang beranggotakan berbagai negara-negara di dunia yang berdiri atas perjanjian antar anggota yang memiliki status perjanjian internasional, dan bertujuan sebagai organisasi keuangan internasional. Contoh lembaga internasional (bilateral atau multilateral) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. KORESPONDENSI ... 15 III. KORESPONDENSI 1. Permohonan dari Korporasi Nonbank terkait Piutang Usaha kepada Penduduk dalam Valuta Asing terkait proyek infrastruktur strategis yang tetap diperhitungkan sebagai Aset Valuta Asing diajukan secara tertulis kepada: Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan (DPKL) Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 5 Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 2. Permohonan dari lembaga pemeringkat untuk dicantumkan dalam daftar lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia diajukan secara tertulis kepada: Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan (DPKL) Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 5 Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 3. Dalam hal terjadi perubahan alamat korespondensi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. IV. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2015. Agar ... 16 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, JUDA AGUNG KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN EKONOMI DAN MONETER LAMPIRAN I SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/24/DKEM TANGGAL 30 DESEMBER 2014 PERIHAL PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 17 DAFTAR LEMBAGA PEMERINGKAT YANG DIAKUI BANK INDONESIA UNTUK DIGUNAKAN DALAM PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK Nama Lembaga Pemeringkat Peringkat Setara BB- Lembaga Pemeringkat Dalam Negeri Lembaga Pemeringkat Luar Negeri PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) Fitch Ratings Indonesia Investment & Credit Rating Agency (ICRA) Indonesia Moody’s Investors Service Standard & Poor’s Fitch Ratings Japan Credit Rating Agency Rating and Investment Information Inc. BB-(idn) (Idr)BB- (Idr)BB- Ba3 BB- BB- BB- BB- KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN EKONOMI DAN MONETER, JUDA AGUNG LAMPIRAN II SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/24/DKEM TANGGAL 30 DESEMBER 2014 PERIHAL PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DAFTAR CONTOH LEMBAGA BILATERAL DAN MULTILATERAL 1. Lembaga Bilateral : 1. United States Agency for International Development (USAID) – Amerika Serikat 2. Export-Import Bank of the United States (Exim Bank) – Amerika Serikat 3. Export Development Canada (EDC) - Kanada 4. Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) – Jerman 5. Euler Hermes Kreditversicherungs AG – Jerman 6. Netherlands Development Cooperation (NDC) – Belanda 7. Export Credit Guarantee Department (ECGD) – Inggris 8. UK Export Finance – Inggris 9. Agence Francaise de Developpement – Perancis 10. Compagnie Française d'Assurance Pour le Commerce Extérieur - Perancis 11. Swiss Agency for Development and Cooperation - Swiss 12. Japan Bank for International Cooperation (JBIC) - Jepang 13. Japan International Cooperation Agency (JICA)- Jepang 14. Exim Bank Korea – Korea Selatan 15. Korea International Cooperation Agency – Korea Selatan 16. Department of Foreign Affairs and Trade (Development Cooperation Division), sebelumnya bernama AusAID - Australia 17. Export Finance and Insurance Corporation (EFIC) – Australia 18. Export Credit Office (ECO) – Selandia Baru 2. Lembaga Multilateral : 1. International Monetary Fund (IMF) 2. International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) 3. International Finance Corporation (IFC) 4. Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) 1 5. Asian Development Bank (ADB) 6. Islamic Development Bank (IDB) 7. African Development Bank (AfDB) 8. European Investment Bank (EIB) 9. European Bank for Reconstruction and Development (EBRD) 10. Inter-American Development Bank Group (IADB) 11. The Nordic Investment Bank (NIB) KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN EKONOMI DAN MONETER, JUDA AGUNG 2
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/24/DKEM|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. </reg_title> <set_date> 30 Desember 2014 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2015 </effective_date> <related_reg> '16/21/PBI/2014' </related_reg>
1 No. 13/ 29 /DPNP Jakarta, 9 Desember 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292) tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5029) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5247) tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, serta potensi meningkatnya profil risiko perbankan, khususnya risiko operasional, risiko hukum dan risiko reputasi dalam praktek penyediaan layanan perbankan dengan keistimewaan tertentu kepada suatu segmen nasabah tertentu, maka perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai penerapan . . . 2 penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan aktivitas layanan nasabah prima dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Yang dimaksud dengan Bank Umum dalam Surat Edaran ini, yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 2. Yang dimaksud dengan Layanan Nasabah Prima dalam Surat Edaran ini, yang selanjutnya disebut LNP, adalah bagian dari kegiatan usaha Bank dalam menyediakan layanan terkait produk dan/atau aktivitas dengan keistimewaan tertentu bagi Nasabah Prima. 3. Yang dimaksud dengan Nasabah Prima dalam Surat Edaran ini adalah perseorangan yang memenuhi kriteria atau persyaratan tertentu yang ditetapkan Bank untuk dapat memperoleh layanan atau menggunakan fasilitas Bank dengan keistimewaan tertentu dibandingkan dengan nasabah lain pada umumnya. 4. Dalam melakukan aktivitas LNP, Bank mengacu pada peraturan-peraturan antara lain sebagai berikut: a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah; c. Peraturan . . . 3 c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; d. Peraturan Bank IndonesiaNo.11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum; e. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan f. Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan oleh Bank. 5. Bank yang melakukan LNP wajib memiliki kebijakan tertulis sebagai acuan dalam melakukan LNP yang paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Persyaratan Nasabah Prima Bank menetapkan kriteria atau persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk dapat diperlakukan sebagai Nasabah Prima. b. Ruang lingkup produk dan/atau aktivitas Bank Bank menetapkan ruang lingkup produk dan/atau aktivitas yang dapat ditawarkan dalam LNP dengan memperhatikan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai produk dan/atau aktivitas Bank. c. Cakupan keistimewaan LNP Bank menetapkan cakupan keistimewaan layanan yang dapat diberikan kepada Nasabah Prima baik berupa layanan keuangan maupun non keuangan dengan tetap memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait. d. Nama . . . 4 d. Nama layanan dan pengelompokan Nasabah Prima Dalam melakukan LNP, Bank harus menetapkan nama layanan (brand name) tertentu. Dalam hal Bank melakukan pengelompokan Nasabah Prima, maka Bank harus menetapkan secara jelas perbedaan keistimewaan layanan untuk setiap kelompok Nasabah Prima. II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Dalam melakukan LNP, selain menerapkan manajemen risiko secara umum sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko, Bank harus menerapkan manajemen risiko pada aspek-aspek tertentu sebagai berikut: 1. Aspek pendukung keistimewaan layanan Dalam melakukan LNP, Bank harus menerapkan manajemen risiko pada aspek pendukung keistimewaan layanan yang paling kurang mencakup : a. Sumber daya manusia Bank harus memastikan tersedianya sumber daya manusia yang memadai dari sisi kualitas dan kuantitas sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas LNP. Hal tersebut perlu didukung dengan antara lain adanya penetapan persyaratan dan kualifikasi untuk jabatan tertentu dalam melakukan LNP, penetapan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, penerapan prinsip know your employee, sistem remunerasi yang jelas dan transparan, dan kebijakan pengendalian risiko yang terkait dengan manajemen sumber daya manusia antara lain rekrutmen, promosi, rotasi, mutasi, dan cuti. b. Operasional . . . 5 b. Operasional LNP Dalam rangka melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir I.5, Bank wajib memiliki prosedur tertulis untuk kegiatan operasional LNP yang mencakup setiap produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima. Penetapan prosedur khusus pada LNP harus memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko terutama pada aspek pengendalian intern dan ketentuan yang mengatur mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU dan PPT). c. Penawaran produk dan/atau aktivitas Dalam menetapkan jenis produk dan/atau aktivitas yang akan ditawarkan dalam LNP kepada masing-masing Nasabah Prima, Bank wajib mempertimbangkan kesesuaian spesifikasi, karakteristik, dan risiko dari produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan dengan karakteristik dan profil Nasabah Prima. d. Teknologi informasi Dalam pengoperasian LNP, selain memiliki sumber daya manusia yang memadai, Bank perlu memiliki infrastruktur lain yang memadai antara lain berupa teknologi informasi. Dari sisi penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, Bank paling kurang harus dapat menghasilkan laporan yang akurat dan komprehensif dalam melakukan LNP baik untuk kepentingan Bank maupun Nasabah Prima serta memastikan keamanan data dan informasi yang ada. 2. Aspek . . . 6 2. Aspek transparansi, edukasi, dan perlindungan nasabah Dalam melaksanakan LNP, selain mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi informasi produk bank, edukasi, dan perlindungan nasabah, Bank juga wajib melaksanakan paling kurang hal-hal sebagai berikut: a. Menjelaskan mengenai spesifikasi LNP Bank wajib menjelaskan nama LNP, masing-masing kelompok Nasabah Prima dalam LNP dan kriterianya beserta cakupan layanan keistimewaan yang diberikan, serta karakteristik termasuk risiko dari produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima. b. Memastikan kejelasan hubungan antara Bank dan Nasabah Prima Hubungan antara bank dan Nasabah Prima dalam LNP harus didasarkan pada kesepakatan tertulis yang paling kurang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta tata cara penyelesaian apabila terjadi perselisihan. c. Memastikan kejelasan kewenangan pelaku transaksi Bank wajib memiliki suatu mekanisme yang bertujuan untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan oleh Nasabah Prima yang bersangkutan atau kuasa yang mewakili Nasabah Prima tersebut sesuai kesepakatan tertulis dengan Nasabah Prima. d. Menyampaikan informasi secara berkala Bank wajib menginformasikan secara berkala posisi atau eksposur masing-masing Nasabah Prima berdasarkan kesepakatan tertulis dengan Nasabah Prima. III. LAIN-LAIN . . . 7 III. LAIN-LAIN 1. Dalam rangka pengelolaan dan pemantauan risiko terkait kegiatan LNP, Bank wajib menatausahakan data, dokumen atau warkat terkait transaksi keuangan dan aktivitas Nasabah Prima dalam LNP antara lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen perusahaan, ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai APU dan PPT, dan kebijakan dan prosedur intern Bank. Mengenai data yang wajib ditatausahakan antara lain meliputi jumlah nasabah, volume produk yang dijual, kantor yang memberikan layanan, dan informasi terkait lainnya yang selalu dikinikan secara berkala. 2. Penyusunan kebijakan LNP sebagaimana dimaksud dalam butir I.5 dan penerapan manajemen risiko dalam kegiatan LNP sebagaimana dimaksud dalam angka II paling kurang mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan LNP, yang merupakan lampiran dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Bank yang akan melakukan LNP yang memenuhi kriteria sebagai aktivitas baru, harus menyampaikan laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru yang diatur sebagai berikut: a. bagi bank umum konvensional, mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia tentang Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru; b. bagi bank umum syariah, mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan produk atau aktivitas baru. 4. Bank . . . 8 4. Bank yang telah melakukan LNP sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku wajib: a. melakukan gap analysis untuk pemenuhan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini terhadap: 1) kebijakan LNP; dan 2) penerapan manajemen risiko pada aspek tertentu; b. menyusun action plan untuk menyempurnakan kebijakan LNP dan penerapan manajemen risiko yang memiliki gap; c. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia yang meliputi: 1) hasil pelaksanaan gap analysis dan action plan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b paling lama 3 (tiga) bulan setelah Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku; dan 2) realisasi action plan paling lambat akhir Juni 2012. 5. Dalam hal terdapat gap atas prosedur LNP tertentu, maka Bank wajib segera melakukan mitigasi risiko atas gap tersebut dalam melakukan LNP, tanpa menunggu realisasi action plan sebagaimana dimaksud pada butir 4.c.2). 6. Laporan sebagaimana pada butir 4.c disampaikan kepada: a. Direktorat yang melakukan pengawasan Bank, Bank Indonesia, Menara Radius Prawiro, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. IV. SANKSI . . . 9 IV. SANKSI 1. Bank yang melanggar ketentuan yang terkait dengan manajemen risiko, APU dan PPT, atau transparansi produk sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini masing-masing dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam: a. Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009, bagi Bank Umum Konvensional; b. Pasal 30 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, bagi Bank Umum Syariah; c. Pasal 50 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum; atau d. Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. 2. Selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank yang melanggar kewajiban pelaporan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini diatur sebagai berikut: a. bagi Bank Umum Konvensional yang melanggar kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir III.3 dan III.4.c Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 Peraturan . . . 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; atau b. bagi Bank Umum Syariah yang melanggar kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir III.3 Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. V. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 9 Desember 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR DPNP/DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/29/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima </reg_title> <set_date> 9 Desember 2011 </set_date> <effective_date> 9 Desember 2011 </effective_date> <related_reg> '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009', '13/23/PBI/2011' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No. 12 / 38 / DPNP Jakarta, 31 Desember 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah Dalam Rangka Sekuritisasi Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Prinsip Kehati-Hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4473) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4475), serta dengan semakin meningkatnya aktivitas pembiayaan perumahan oleh perbankan yang ditunjang proses sekuritisasi dalam rangka mendukung pelaksanaan manajemen risiko kredit, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Kepemilikan Rumah Dalam Rangka Sekuritisasi (SOP KPR) sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Pedoman . . . Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure merupakan acuan minimum pembakuan proses administrasi KPR yang wajib dipenuhi oleh Bank dalam rangka menyusun Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Kepemilikan Rumah Dalam Rangka Sekuritisasi dari masing-masing Bank. Bank yang belum memiliki SOP KPR, wajib menyusun dan memiliki SOP KPR yang paling kurang mencakup pembakuan proses administrasi KPR yang mengacu pada Pedoman Penyusunan SOP KPR ini. Bank yang telah memiliki SOP KPR yang mencakup pembakuan proses administrasi KPR, wajib meneliti kembali kesesuaian cakupan SOP KPR yang dimiliki dengan Pedoman Penyusunan SOP KPR ini untuk selanjutnya melakukan penyesuaian. Ketentuan di dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/38/DPNP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah Dalam Rangka Sekuritisasi </reg_title> <set_date> 31 Desember 2010 </set_date> <effective_date> 31 Desember 2010 </effective_date> <related_reg> '7/4/PBI/2005', '7/6/PBI/2005' </related_reg>
No. 6/ 22 /DLN Jakarta, 10 Mei 2004 S U R A T E D A R A N Perihal : Persyaratan Dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Ke luar Atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 tanggal 10 Oktober 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Keluar atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4231), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Ke luar atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM 1. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi 2. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 3. Hari kerja adalah 5 (lima) hari kerja dimulai dari hari Senin sampai dengan Jum’at kecuali hari libur nasional dan hari libur khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah. 4. Wilayah Pabean Republik Indonesia adalah daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Kepabeanan. tentang 5. Izin Bank Indonesia adalah surat izin tertulis dari Bank Indonesia atas pembawaan Uang Rupiah dalam jumlah tertentu keluar Wilayah Pabean Republik Indonesia. 6. Membawa….. 2 6. Membawa Uang Rupiah keluar atau masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia adalah mengeluarkan atau memasukkan Uang Rupiah yang dilakukan dengan cara membawa sendiri atau melalui pihak lain, dengan atau tanpa menggunakan sarana pengangkut. 7. Uang Rupiah adalah uang kertas maupun uang logam yang merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia. II. TATA CARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN IZIN MEMBAWA UANG RUPIAH KE LUAR WILAYAH PABEAN REPUBLIK INDONESIA Tata cara pemberian izin membawa Uang Rupiah ke luar Wilayah Pabean Republik Indonesia, diatur sebagai berikut : 1. Setiap orang yang membawa Uang Rupiah sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) atau lebih ke Indonesia, wajib terlebih dahulu memperoleh Izin Bank Indonesia. 2. Izin Bank Indonesia hanya dapat diberikan untuk kepentingan : a. Uji coba mesin uang; Yang dimaksud dengan mesin uang adalah mesin ATM, mesin sortir, mesin racik, mesin hitung dan mesin lain yang penggunaannya terkait dengan uang. b. Kegiatan pameran di luar negeri; Yang dimaksud dengan kegiatan pameran di luar negeri adalah setiap pameran uang atau pameran umum maupun pameran dagang lainnya yang mengikutsertakan kegiatan pameran uang yang diselenggarakan di luar negeri. c. Hal-hal lain yang menurut pertimbangan Bank Indonesia perlu diberikan izin atas dasar kepentingan umum; Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas, misalnya membawa Uang….. luar Wilayah Pabean Republik 3 Uang Rupiah keluar Wilayah Pabean Republik Indonesia untuk pengujian keaslian Uang Rupiah karena belum terdapat alat penguji keaslian Uang Rupiah tersebut di dalam negeri. 3. Tata cara permohonan dan pemberian Izin Bank Indonesia: a. Permohonan Izin Bank Indonesia untuk kepentingan uji coba mesin uang dan kegiatan pameran di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam butir II.2.a. dan butir II.2.b. diajukan secara tertulis kepada : i. Direktorat Luar Negeri – Kantor Pusat Bank Indonesia, bagi pemohon yang berdomisili di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (JABOTABEK); ii. Kantor Bank Indonesia terdekat dengan alamat pemohon, bagi pemohon yang berdomisili di luar wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (JABOTABEK). b. Permohonan Izin Bank Indonesia untuk kepentingan hal-hal lain yang menurut pertimbangan Bank Indonesia perlu diberikan izin atas dasar kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam butir II.2.c. diajukan secara tertulis kepada Direktorat Luar Negeri – Kantor Pusat Bank Indonesia, baik bagi pemohon yang berdomisili di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (JABOTABEK) maupun di luar wilayah JABOTABEK. c. Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b dilakukan dengan tata cara sebagai berikut : diajukan paling lambat 15 (lima belas) Hari Kerja sebelum tanggal keberangkatan pemohon, yang permohonan di Bank dihitung sejak Indonesia berdasarkan diterimanya surat tanggal stempel penerimaan permohonan dimaksud di Bank Indonesia. Dalam hal surat permohonan disampaikan melalui faksimili maka Izin Bank Indonesia dikeluarkan setelah asli surat diterima oleh Bank Indonesia. ii. permohonan….. 4 ii. permohonan diajukan oleh pemilik Uang Rupiah dan surat permohonan wajib dilengkapi dengan identitas diri bagi perorangan, nama dan alamat perusahaan bagi perusahaan, jumlah Uang Rupiah yang akan dibawa, tujuan penggunaan, tempat keberangkatan dan tanggal keberangkatan sebagaimana contoh pada lampiran 1. iii. dalam hal Uang Rupiah dibawa ke luar Wilayah Pabean Republik Indonesia oleh pihak lain dengan atau tanpa menggunakan sarana pengangkut, surat permohonan diajukan oleh pemilik Uang Rupiah dengan mencantumkan nama dan atau identitas pembawa dan atau sarana pengangkut sebagaimana contoh pada lampiran 2. 4. Persyaratan dokumen : a. Dalam hal pemohon mengajukan permohonan Izin Bank Indonesia untuk kepentingan uji coba mesin uang sebagaimana dimaksud dalam butir II.2.a. maka surat permohonan harus dilengkapi dengan: i. kontrak pengadaan barang (sales contract ); dan atau ii. surat penunjukan rekanan dari pembeli dan atau surat dari principal atau produsen mesin. b. Dalam hal pemohon mengajukan permohonan izin untuk kepentingan pameran di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam butir II.2.b. maka surat permohonan harus dilengkapi dengan: i. surat penawaran dari penyelenggara pameran; dan atau ii. surat penunjukan keikutsertaan pemohon dari instansi atau departemen terkait, dilengkapi dengan surat pernyataan pemohon mengenai keikutsertaan dalam kegiatan pameran. c. Dalam hal pemohon mengajukan permohonan izin untuk kepentingan hal-hal lain yang menurut pertimbangan Bank Indonesia perlu diberikan….. 5 diberikan izin atas dasar kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam butir II.2.c. maka surat permohonan harus diajukan oleh instansi atau lembaga negara terkait dan harus ditandatangani oleh pimpinan tertinggi instansi atau lembaga negara atau pejabat yang diberi kewenangan berdasarkan prinsip pendelegasian wewenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di instansi atau lembaga yang bersangkutan, dilengkapi dengan fotokopi keputusan pendelegasian wewenang yang berlaku atau surat kuasa dari pimpinan tertinggi instansi atau lembaga negara atau surat pernyataan bermeterai dari pejabat yang diberi kewenangan mengenai kewenangan dimaksud. 5. Pemberian persetujuan atau penolakan oleh Bank Indonesia : a. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin membawa Uang Rupiah untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam butir II.2. paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja terhitung sejak tanggal surat permohonan asli diterima secara lengkap dan benar oleh Bank Indonesia. Dalam hal surat permohonan disampaikan melalui faksimili maka Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan setelah asli surat permohonan diterima. b. Izin Bank Indonesia hanya dapat diberikan untuk 1 (satu) kali penggunaan dan untuk 1 (satu) kepentingan, dengan ketentuan : i. masa berlaku Izin Bank Indonesia paling lama 30 (tiga puluh) Hari Kerja, terhitung sejak tanggal izin diberikan; ii. Izin Bank Indonesia wajib diserahkan kepada petugas Bea dan Cukai di tempat keberangkatan; iii. jumlah Uang Rupiah yang dibawa paling banyak sama dengan jumlah Uang Rupiah yang tercantum dalam Izin Bank Indonesia. III. TATA….. adanya pemberian 6 III.TATA CARA MEMBAWA UANG RUPIAH MASUK WILAYAH PABEAN REPUBLIK INDONESIA Tata cara membawa Uang Rupiah masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia diatur sebagai berikut : 1. Setiap orang yang membawa Uang Rupiah sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) atau lebih masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia, wajib terlebih dahulu memeriksakan keaslian Uang Rupiah kepada petugas Bea dan Cukai di tempat kedatangan. 2. Apabila pada saat dilakukannya pemeriksaan keaslian Uang Rupiah oleh Petugas Bea dan Cukai ditempat kedatangan dijumpai adanya Uang Rupiah yang diragukan keasliannya, maka petugas Bea dan Cukai dapat meminta klarifikasi secara tertulis dengan menyampaikan Uang Rupiah yang Indonesia. 3. Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia, memberikan klarifikasi tentang keaslian Uang Rupiah kepada Bea dan Cukai yang mengajukan permintaan klarifikasi, paling lambat 14 (empat belas) Hari Kerja sejak diterimanya permintaan klarifikasi dari Bea dan Cukai dengan menggunakan surat sebagaimana contoh pada lampiran 3. disertakan fisik uangnya, kecuali dalam hal tertentu yang memerlukan penelitian lebih lanjut, penyelesaian klarifikasi Uang rupiah dimaksud akan diberitahukan oleh Bank Indonesia. 4. Dalam hal hasil penelitian Bank Indonesia menunjukan bahwa keseluruhan fisik Uang Rupiah yang bersangkutan adalah asli, maka Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia mengembalikan fisik Uang Rupiah dimaksud kepada Bea dan Cukai yang mengajukan permintaan klarifikasi, disertai dengan penandatanganan berita acara serah terima Uang Rupiah dengan menggunakan format sebagaimana contoh pada lampiran 4. 5. Dalam….. diragukan keasliannya tersebut secara lengkap kepada Bank 7 5. Dalam hal hasil penelitian Bank Indonesia menunjukan bahwa sebagian dari Uang Rupiah yang dimintakan klarifikasi merupakan uang palsu, maka Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia mengembalikan fisik Uang Rupiah yang asli kepada Bea dan Cukai yang mengajukan permintaan klarifikasi, disertai dengan penandatanganan berita acara serah terima Uang Rupiah dengan menggunakan format sebagaimana contoh pada lampiran 5. Selanjutnya, seluruh uang yang dinyatakan palsu diproses oleh Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku. 6. Dalam hal hasil penelitian Bank Indonesia menunjukan bahwa uang yang diserahkan oleh Bea dan Cukai seluruhnya merupakan uang palsu, maka Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia memberitahukan kepada Bea dan Cukai, dan memproses secara hukum uang palsu tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI Dalam hal atas dasar pemeriksaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di tempat keberangkatan atau kedatangan diketahui adanya pelanggaran terhadap ketentuan membawa Uang Rupiah keluar atau masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia maka pelanggaran dikenakan sanksi administratif berdasarkan Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 tanggal 10 Oktober 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Keluar atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia, dengan tata cara sebagai berikut : 1. Pengenaan sanksi administratif sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah Uang Rupiah yang dibawa ke luar Wilayah Pabean Republik Indonesia atau maksimal Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) terhadap pelanggaraan ketentuan membawa Uang Rupiah keluar Wilayah Pabean Republik Indonesia; 2. Membawa….. 8 2. Membawa Uang Rupiah melebihi dari jumlah sebagaimana yang tercantum dalam Izin Bank Indonesia, dikenakan sanksi administratif sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah Uang Rupiah yang dibawa ke luar Wilayah Pabean Republik Indonesia setelah dikurangi dengan jumlah yang diberikan Izin Bank Indonesia, dengan batas maksimal pengenaan sanksi sebesar Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta Rupiah); 3. Dalam hal uang yang dibawa ke luar atau masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia sebagian palsu atau seluruhnya palsu, maka perhitungan dan pembayaran sanksi administratif berupa denda dilakukan atas dasar jumlah Uang Rupiah asli yang dibawa; 4. Sisa Uang Rupiah setelah dikenakan sanksi administratif berupa denda dikembalikan kepada pihak yang dikenakan sanksi; 5. Uang Rupiah yang dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 hanya dapat dibawa ke luar atau masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia setelah memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 tanggal 10 Oktober 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Keluar atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia; 6. Perhitungan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam angka 1, 2 dan 3 dilakukan dengan mengacu pada contoh lampiran 6; 7. Membawa Uang Rupiah kurang dari jumlah yang diizinkan tidak dikenakan sanksi administratif. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 3 dilakukan oleh petugas Bea dan Cukai. VI. ALAMAT PENYAMPAIAN INFORMASI DAN SURAT PERMOHONAN Surat permohonan Izin Bank Indonesia dan informasi yang berkaitan dengan tata cara membawa Uang Rupiah disampaikan kepada : 1. Direktorat….. 9 1. Direktorat Luar Negeri, Kantor Pusat Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Gedung B – Lantai 6, Jakarta 10010, Telp.021-2310195 (Hunting), Fax 021-2311529 2. Kantor Bank Indonesia setempat VI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 10 Mei 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. KUSUMANINGTUTI S.S. DIREKTUR LUAR NEGERI
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/22/DLN|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Persyaratan Dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Ke luar Atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia </reg_title> <set_date> 10 Mei 2004 </set_date> <effective_date> 10 Mei 2004 </effective_date> <related_reg> '4/8/PBI/2002' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
1 No. 17/ 14 /DPSP Jakarta, 5 Juni 2015 S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA Perihal : Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015 tanggal 5 Juni 2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5704), perlu diatur ketentuan mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan transfer dana dan kliring berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal adalah kegiatan dalam rangka memproses perhitungan hak dan kewajiban antar Peserta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang setelmennya dilakukan pada waktu tertentu. 2. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SKNBI adalah infrastruktur yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal untuk memproses Data Keuangan Elektronik pada Layanan Transfer Dana, Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler. 3. Layanan Transfer Dana adalah layanan dalam SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) pengirim kepada 1 (satu) penerima. 4. Layanan ... 2 4. Layanan Kliring Warkat Debit adalah layanan dalam SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana yang dilakukan antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada 1 (satu) penerima tagihan, disertai dengan fisik Warkat Debit. 5. Layanan Pembayaran Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) atau beberapa pengirim kepada 1 (satu) atau beberapa penerima. 6. Layanan Penagihan Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada beberapa penerima tagihan. 7. Data Keuangan Elektronik yang selanjutnya disingkat DKE adalah data keuangan dalam format elektronik yang digunakan sebagai dasar perhitungan dalam penyelenggaraan SKNBI. 8. DKE Transfer Dana adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer dana dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Transfer Dana. 9. DKE Warkat Debit adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer debit dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Kliring Warkat Debit. 10. DKE Pembayaran adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer dana dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Pembayaran Reguler. 11. DKE Penagihan adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer debit dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Penagihan Reguler. 12. Warkat Debit adalah alat pembayaran nontunai yang diperhitungkan atas beban nasabah atau Bank melalui Layanan Kliring Warkat Debit. 13. Kliring Penyerahan adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Warkat Debit yang disampaikan oleh Peserta pengirim kepada Peserta penerima melalui Penyelenggara. 14. Kliring ... 3 14. Kliring Pengembalian adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Warkat Debit yang diperhitungkan dalam Kliring Penyerahan namun ditolak oleh Peserta penerima berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 15. Penyerahan Tagihan adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Penagihan yang disampaikan oleh Peserta pengirim kepada Peserta penerima melalui Penyelenggara. 16. Pengembalian Tagihan adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Penagihan namun ditolak oleh Peserta penerima berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 17. Penyelenggara SKNBI yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Bank Indonesia. 18. Peserta SKNBI yang selanjutnya disebut Peserta adalah pihak yang telah memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara sebagai Peserta. II. LAYANAN TRANSFER DANA A. Tata Cara Pengisian Perintah Transfer Dana 1. Perintah transfer dana yang dibuat oleh nasabah pengirim paling kurang memuat: a. b. c. identitas nasabah pengirim; identitas nasabah penerima; identitas Peserta penerima; d. jumlah dana yang ditransfer; e. f. tanggal perintah transfer; dan informasi lain yang menurut peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai transfer dana wajib dicantumkan dalam perintah transfer dana. 2. Identitas nasabah pengirim sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan identitas nasabah penerima dana sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b paling kurang memuat nama dan nomor rekening. 3. Identitas Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c paling kurang memuat nama Peserta penerima dan lokasi/kota kantor Peserta penerima. 4. Dalam ... 4 4. Dalam hal nasabah pengirim atau nasabah penerima tidak memiliki rekening pada Peserta, identitas sebagaimana dimaksud dalam angka 2 paling kurang memuat nama dan alamat. B. Tanggung Jawab Peserta Pengirim 1. Kelengkapan Pengisian Perintah Transfer Dana Peserta pengirim harus mensyaratkan kepada nasabah pengirim untuk mengisi formulir perintah transfer dana secara lengkap dan benar serta memperhatikan ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang berlaku antara lain ketentuan yang mengatur mengenai prinsip mengenal nasabah, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan, dan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai transfer dana. Pengisian formulir perintah transfer dana paling kurang memuat data sebagaimana dimaksud dalam butir A.1. 2. Pengiriman DKE Transfer Dana kepada Peserta Penerima a. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan pengaksepan untuk meneruskan perintah transfer dana dari nasabah pengirim, Peserta pengirim wajib meneruskan perintah transfer dana dalam bentuk DKE Transfer Dana, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pengiriman DKE Transfer Dana kepada Peserta penerima dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan perintah transfer dana dari nasabah pengirim. 2) Pengiriman DKE Transfer Dana pada tanggal yang sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1) wajib dilakukan oleh Peserta pengirim sesegera mungkin paling lama 2 (dua) jam sejak pengaksepan perintah transfer dana. 3) Peserta ... 5 3) Peserta pengirim dianggap telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana apabila Peserta pengirim telah: a) melakukan pendebitan rekening nasabah pengirim; b) menerbitkan perintah transfer dana yang dimaksudkan untuk melaksanakan perintah transfer dari nasabah pengirim; atau c) menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada nasabah pengirim melalui media yang disepakati. 4) Untuk perintah transfer dana yang diterima: a) kurang dari 2 (dua) jam sebelum jam Layanan Transfer Dana ditutup dan Peserta pengirim tidak mempunyai cukup waktu untuk meneruskan perintah transfer dana; atau b) setelah berakhirnya jam Layanan Transfer Dana, Peserta pengirim wajib mengirimkan DKE Transfer Dana kepada Peserta penerima pada hari kerja berikutnya paling lama 2 (dua) jam setelah jam Layanan Transfer Dana dimulai. 5) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka 4) dikecualikan sepanjang terdapat kesepakatan antara nasabah pengirim dan Peserta pengirim. b. Dalam mengirimkan DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf a, pendebitan rekening nasabah pengirim harus dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pengiriman DKE Transfer Dana oleh Peserta pengirim. c. Dalam hal pendebitan rekening nasabah dilakukan lebih awal dari tanggal pengiriman DKE Transfer Dana, Peserta ... 6 Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah pengirim sampai tanggal Peserta pengirim mengirimkan DKE Transfer Dana ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points. d. Kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak berlaku apabila dana yang akan ditransfer berasal dari setoran tunai. e. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, dan kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c dihitung berdasarkan hari kalender. Contoh: Nasabah memberikan perintah transfer dana pada hari Jumat tanggal 10 Juli 2015 dalam jam layanan nasabah dimana Peserta pengirim mempunyai cukup waktu untuk meneruskan perintah transfer dana tersebut pada tanggal yang sama. Namun demikian, Peserta pengirim baru dapat melakukan penerusan perintah transfer dana pada hari Senin tanggal 13 Juli 2015. Apabila rekening nasabah pengirim telah didebit pada hari Jumat tanggal 10 Juli 2015, Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi selama 2 (dua) hari ditambah dengan tingkat kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points, dengan perhitungan sebagai berikut: 2 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah pengirim dana +2)% x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 3. Penanganan ... 7 3. Penanganan DKE Transfer Dana Tidak Diproses oleh Penyelenggara a. Dalam hal Peserta pengirim telah mendebit rekening nasabah pengirim dan telah mengirimkan DKE Transfer Dana, namun DKE Transfer Dana yang bersangkutan tidak diproses oleh Penyelenggara karena alasan tertentu maka: 1) Peserta pengirim wajib membuat dan mengirimkan kembali DKE Transfer Dana tersebut pada tanggal yang sama atau pada hari kerja berikutnya paling lama 2 (dua) jam setelah jam Layanan Transfer Dana dimulai; dan 2) Dalam hal pengiriman kembali DKE Transfer Dana dilakukan pada hari kerja berikutnya, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim, terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah pengirim sampai tanggal Peserta pengirim meneruskan kembali perintah transfer dana tersebut. b. Alasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf a meliputi: 1) pembuatan DKE Transfer Dana tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal; dan/atau 2) DKE Transfer Dana tidak didukung dengan dana yang cukup. c. Ketentuan kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) tidak berlaku apabila dana yang akan ditransfer berasal dari setoran tunai. d. Perhitungan ... 8 d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: Nasabah memberikan perintah transfer dana kepada Peserta pengirim pada hari Rabu tanggal 14 Oktober 2015 dalam jam layanan nasabah dan Peserta pengirim mengirimkan DKE Transfer Dana kepada Peserta penerima pada tanggal yang sama. Namun demikian, DKE Transfer Dana tersebut tidak diproses oleh Penyelenggara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam huruf b. Peserta pengirim kemudian mengirimkan kembali DKE Transfer Dana kepada Peserta penerima pada hari Kamis tanggal 15 Oktober 2015. Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi selama 1 (satu) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 1 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah pengirim dana x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 4. Kesesuaian DKE Transfer Dana dengan Perintah Transfer Dana a. Dalam hal Peserta pengirim mengirimkan DKE Transfer Dana yang tidak sesuai dengan perintah transfer dana yang dibuat oleh nasabah pengirim, Peserta pengirim mengirimkan kembali DKE Transfer Dana baru atas beban Peserta pengirim sesuai dengan perintah transfer dana nasabah pengirim. b. Pengiriman kembali DKE Transfer Dana baru sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib dilakukan pada: 1) tanggal yang sama dengan tanggal diketahuinya ketidaksesuaian; atau 2) pada hari kerja berikutnya paling lama 2 (dua) jam setelah jam Layanan Transfer Dana dimulai, tanpa ... 9 tanpa menunggu pengembalian dana dari Peserta penerima atau nasabah penerima yang tidak berhak. c. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim, terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah pengirim sampai tanggal Peserta pengirim mengirimkan DKE Transfer Dana yang baru. Contoh: 1) Nasabah memberikan perintah transfer dana pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015 dan pengiriman DKE Transfer Dana kepada Peserta penerima oleh Peserta pengirim dilakukan pada tanggal yang sama, namun Peserta pengirim melakukan kesalahan pada pembuatan DKE Transfer Dana yang mengakibatkan dana ditujukan kepada nasabah yang tidak berhak. 2) Apabila rekening nasabah pengirim telah didebit pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015 dan Peserta pengirim baru mengirimkan DKE Transfer Dana yang baru pada hari Jumat tanggal 19 Juni 2015 maka Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi untuk 7 (tujuh) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 7 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah pengirim dana x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. d. Dalam hal Peserta pengirim telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dana yang salah kirim dapat diminta kembali oleh Peserta pengirim kepada Peserta penerima. e. Peserta ... 10 e. Peserta pengirim yang meminta pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam huruf d harus menyerahkan surat pernyataan pembebasan tanggung jawab (indemnity) kepada Peserta penerima. f. Pembebasan tanggung jawab (indemnity) sebagaimana dimaksud dalam huruf e paling kurang berisi pernyataan mengenai: 1) pembebasan tanggung jawab Peserta penerima, termasuk seluruh karyawannya dan pihak-pihak lainnya yang terkait dengan pengembalian dana, terhadap kemungkinan gugatan atau tindakan hukum lainnya akibat pengembalian dana yang dilakukan oleh Peserta penerima; dan 2) kesediaan Peserta pengirim untuk menanggung segala akibat hukum yang timbul akibat pengembalian dana oleh Peserta penerima. g. Dalam hal Peserta pengirim meminta pengembalian dana dari Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Peserta penerima wajib melaksanakan permintaan tersebut. 5. Penanganan DKE Transfer Dana yang Dikembalikan oleh Peserta Penerima a. Untuk nasabah pengirim yang memiliki rekening di Peserta pengirim 1) Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan DKE Transfer Dana sesuai dengan perintah transfer dana dari nasabah pengirim, namun Peserta penerima mengembalikan DKE Transfer Dana karena alasan tertentu, Peserta pengirim wajib melakukan pengkreditan rekening nasabah pengirim pada tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian DKE Transfer Dana. 2) Dalam ... 11 2) Dalam hal pengkreditan dana tidak dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian DKE Transfer Dana, berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim yang berhak sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim tersebut, ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points; b) Jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak tanggal seharusnya dilakukan pengkreditan rekening nasabah pengirim sampai tanggal pelaksanaan pengkreditan pada rekening nasabah pengirim. b. Untuk nasabah pengirim yang tidak memiliki rekening di Peserta pengirim 1) Peserta pengirim harus mengirim pemberitahuan dengan surat atau sarana lainnya kepada nasabah pengirim mengenai dikembalikannya DKE Transfer Dana, yang merupakan dasar bagi nasabah pengirim untuk mengambil kembali dana di Peserta pengirim. 2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan: a) pada tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian DKE Transfer Dana oleh Peserta penerima; atau b) paling lambat hari kerja berikutnya, apabila: (1) jam layanan nasabah Peserta pengirim telah berakhir; atau (2) lokasi kantor Peserta pengirim tempat nasabah ... 12 nasabah pengirim melakukan transaksi berada di wilayah dengan sarana komunikasi dan transportasi yang tidak mendukung. C. Tanggung Jawab Peserta Penerima 1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas DKE Transfer Dana yang diterima dari Peserta pengirim, Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk nasabah penerima yang memiliki rekening di Peserta penerima 1) Peserta penerima wajib mengkredit rekening nasabah penerima: a) paling lama 2 (dua) jam setelah Penyelenggara melakukan Setelmen Dana; atau b) paling lambat pukul 09.00 waktu setempat pada hari kerja berikutnya dengan menggunakan tanggal valuta hari kerja sebelumnya, khusus untuk penerusan dana hasil Setelmen Dana periode terakhir. 2) Peserta penerima dapat melakukan pengkreditan rekening nasabah penerima lebih cepat dari batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1) apabila Peserta penerima telah melakukan download confirmed incoming DKE Transfer Dana sebelum Penyelenggara melakukan Setelmen Dana. 3) Apabila Peserta penerima tidak melakukan pengkreditan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)b): a) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah ... 13 nasabah penerima ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points; dan b) jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal valuta pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima. 4) Ketentuan kewajiban tambahan tingkat pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam angka 3) tidak berlaku apabila Peserta penerima menunda pelaksanaan kewajiban pengkreditan atas permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, dan pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan. 5) Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam angka 3) adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: Peserta penerima memperoleh DKE Transfer Dana pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015. Namun demikian, Peserta penerima melakukan penerusan dana ... 14 dana pada hari Senin tanggal 15 Juni 2015 dengan menggunakan tanggal valuta yang sama dengan tanggal pengkreditan dana ke rekening nasabah penerima. Dengan demikian, Peserta penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi kepada Peserta pengirim untuk 3 (tiga) hari ditambah kompensasi sebesar 200 basis points, dengan perhitungan sebagai berikut: 3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. b. Untuk nasabah penerima yang tidak memiliki rekening di Peserta penerima 1) Peserta penerima harus mengirim pemberitahuan dengan surat atau sarana lainnya kepada nasabah penerima mengenai telah tersedianya dana hasil transfer dana, yang merupakan dasar bagi nasabah penerima untuk mengambil dana di Peserta penerima. 2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan: a) pada tanggal yang sama dengan tanggal pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima; atau b) paling lambat hari kerja berikutnya, apabila: (1) jam layanan nasabah Peserta penerima telah berakhir; atau (2) lokasi kantor Peserta penerima tempat nasabah penerima melakukan transaksi berada di wilayah dengan sarana komunikasi dan transportasi yang tidak mendukung. 3) Peserta penerima harus mengembalikan dana kepada Peserta pengirim segera dan tanpa menunda, dalam hal: a) pemberitahuan ... 15 a) pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak dapat disampaikan kepada nasabah penerima atau terdapat hal lain yang menyebabkan pemberitahuan tidak dapat disampaikan kepada nasabah penerima; dan/atau b) nasabah penerima tidak menarik dana dalam jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem pembayaran. 2. Penanganan Kekeliruan dalam Penerusan Dana a. Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan DKE Transfer Dana sesuai dengan perintah transfer dana dari nasabah pengirim, namun Peserta penerima melakukan pengkreditan dana kepada nasabah penerima yang berbeda dari yang tercantum dalam DKE Transfer Dana, Peserta penerima wajib melakukan pengkreditan dana kepada nasabah penerima yang berhak pada tanggal yang sama dengan tanggal diketahuinya kekeliruan tanpa menunggu pengembalian dana dari nasabah penerima yang tidak berhak. b. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta penerima harus membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima yang berhak sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah penerima tersebut ditambah dengan tingkat kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points; 2) jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak tanggal seharusnya rekening nasabah penerima yang berhak dikredit sampai dengan tanggal pelaksanaan ... 16 pelaksanaan pengkreditan pada rekening nasabah penerima yang berhak. c. Ketentuan kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak berlaku apabila dana yang akan ditransfer berasal dari setoran tunai. d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: 1) Peserta penerima memperoleh DKE Transfer Dana pada hari Rabu tanggal 10 Juni 2015. Namun demikian Peserta penerima melakukan kekeliruan dalam penerusan dana sehingga mengakibatkan dana diterima oleh nasabah yang tidak berhak. 2) Apabila Peserta penerima meneruskan dana pada hari Rabu tanggal 17 Juni 2015 maka Peserta penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah yang berhak untuk 7 (tujuh) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 7 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 3. Pengembalian Dana kepada Peserta Pengirim a. Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi Peserta penerima tidak dapat meneruskan dana kepada nasabah penerima, Peserta penerima harus segera mengembalikan dana kepada Peserta pengirim. b. Dalam hal Peserta penerima telah meneruskan dana sesuai dengan perintah transfer dana dari Peserta pengirim tetapi Peserta pengirim mengajukan permintaan kepada Peserta penerima untuk mengembalikan dana karena alasan tertentu, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta ... 17 1) Peserta penerima wajib memberikan tanggapan kepada Peserta pengirim paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permintaan pengembalian dana dari Peserta pengirim. 2) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilakukan dengan mempertimbangkan pembebasan tanggung jawab (indemnity) yang diterima dari Peserta pengirim dan kebijakan serta ketentuan internal Peserta penerima. c. Dalam hal Peserta penerima tidak dapat langsung mengembalikan dana sesuai dengan permintaan Peserta pengirim, Peserta pengirim melakukan penagihan dana yang salah kirim tersebut secara langsung kepada nasabah penerima yang tidak berhak. d. Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Peserta penerima harus membantu Peserta pengirim dengan cara memberikan data yang terkait dengan: 1) pengkreditan rekening nasabah penerima yang tidak berhak; dan 2) identitas nasabah penerima yang tidak berhak yang tercatat dalam administrasi Peserta penerima. e. Dalam hal Peserta penerima dapat menarik kembali dana dari nasabah penerima yang tidak berhak, pengembalian dana kepada Peserta pengirim meliputi jumlah dana yang ditarik kembali oleh Peserta penerima. f. Kewajiban Peserta penerima untuk melakukan pengembalian dana atau memberikan tanggapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya berlaku dalam hal permintaan pengembalian dana dari Peserta pengirim diterima paling lama 60 (enam puluh) hari kalender sejak tanggal pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima di Penyelenggara. g. Apabila ... 18 g. Apabila setelah jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam huruf f terlampaui, terdapat permintaan dari Peserta pengirim untuk melakukan pengembalian dana atau memberikan tanggapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta penerima dapat menolak atau menerima permintaan tersebut dan disampaikan kepada Peserta pengirim paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permintaan pengembalian dana dari Peserta pengirim. 2) Dalam hal Peserta penerima menolak permintaan pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Peserta pengirim dapat melakukan penagihan dana secara langsung kepada nasabah penerima yang tidak berhak. 3) Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 2), Peserta penerima harus membantu Peserta pengirim antara lain dengan cara memberikan data yang terkait dengan: a) pengkreditan rekening nasabah penerima yang tidak berhak; dan b) identitas nasabah penerima yang tidak berhak yang tercatat dalam administrasi Peserta penerima. h. Dalam hal Peserta penerima menyetujui permintaan Peserta pengirim untuk mengembalikan dana sebagaimana dimaksud dalam huruf g maka pengembalian dana meliputi seluruh dana yang ditarik kembali sebagaimana dimaksud dalam huruf e. III. LAYANAN KLIRING WARKAT DEBIT A. Tata Cara Pengisian Perintah Transfer Debit 1. Perintah transfer debit yang dibuat oleh nasabah pengirim paling kurang memuat: a. identitas ... 19 a. b. c. identitas nasabah pengirim; jenis Warkat Debit; tanggal perintah transfer debit; d. jumlah dana dari Warkat Debit; dan e. informasi lain yang menurut peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai transfer dana wajib dicantumkan dalam perintah transfer debit. 2. Identitas nasabah pengirim sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a paling kurang memuat nama dan nomor rekening. 3. Jenis Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b terdiri atas: a. cek; b. bilyet giro; c. nota debit; dan d. Warkat Debit lainnya yang disetujui oleh Penyelenggara untuk dikliringkan. 4. Dalam hal nasabah pengirim tidak memiliki rekening pada Peserta, identitas sebagaimana dimaksud dalam angka 2 paling kurang memuat nama dan alamat. B. Tanggung Jawab Peserta Pengirim 1. Penerimaan Warkat Debit oleh Peserta Pengirim Dalam menerima Warkat Debit, Peserta pengirim wajib memperhatikan ketentuan yang berlaku antara lain ketentuan yang mengatur mengenai prinsip mengenal nasabah, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai transfer dana, ketentuan yang mengatur mengenai cek, ketentuan yang mengatur mengenai bilyet giro, dan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transfer dana dan kliring berjadwal. 2. Kesesuaian ... 20 2. Kesesuaian DKE Warkat Debit dengan Data pada Warkat Debit Peserta pengirim bertanggung jawab atas: a. kesesuaian DKE Warkat Debit dengan data pada Warkat Debit yang menjadi dasar pembuatan DKE Warkat Debit; dan b. pengiriman Warkat Debit kepada Peserta penerima. 3. Pengiriman DKE Warkat Debit dan Warkat Debit kepada Peserta Penerima a. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan pengaksepan untuk mengkliringkan Warkat Debit, Peserta pengirim wajib mengkliringkan Warkat Debit pada Kliring Penyerahan, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk Warkat Debit yang diterima dalam jam layanan nasabah dan Peserta pengirim mempunyai cukup waktu untuk mengkliringkannya, Peserta pengirim wajib mengkliringkan Warkat Debit tersebut pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya Warkat Debit dari nasabah. 2) Untuk Warkat Debit yang diterima setelah berakhirnya jam layanan nasabah, namun masih dalam jam operasional Peserta pengirim, Peserta pengirim dapat menerima Warkat Debit tersebut dan wajib mengkliringkan Warkat Debit tersebut paling lambat hari kerja berikutnya. 3) Kewajiban mengkliringkan Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) dapat dikecualikan sepanjang terdapat kesepakatan lain antara nasabah pengirim dengan Peserta pengirim. b. Khusus untuk Warkat Debit yang memiliki tanggal jatuh tempo pembayaran maka: 1) kewajiban ... 21 1) kewajiban mengkliringkan Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a berlaku sepanjang Warkat Debit tersebut telah jatuh tempo pada saat diterima oleh Peserta pengirim; 2) dalam hal Warkat Debit belum jatuh tempo pada saat diterima oleh Peserta pengirim maka Peserta pengirim wajib mengkliringkan Warkat Debit tersebut pada tanggal jatuh tempo atau hari kerja berikutnya setelah tanggal jatuh tempo apabila tanggal jatuh tempo Warkat Debit adalah hari libur, kecuali terdapat kesepakatan lain antara nasabah pengirim yang menyetorkan Warkat Debit dengan Peserta pengirim. c. Khusus untuk wilayah kliring yang memberlakukan Setelmen Dana 1 (satu) hari kerja setelah penyerahan DKE Warkat Debit, Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat dikliringkan oleh Peserta pengirim 1 (hari) sebelum tanggal jatuh tempo. d. Dalam hal Peserta pengirim tidak mengkliringkan Warkat Debit sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim terhitung sejak tanggal Warkat Debit tersebut dikliringkan sampai dengan tanggal Setelmen Dana Warkat Debit tersebut. e. Jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d adalah jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah yang menyetorkan Warkat Debit. f. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d tidak berlaku apabila: 1) nasabah pengirim yang menyetorkan Warkat Debit tidak mempunyai rekening pada Peserta pengirim; atau 2) Peserta ... 22 2) Peserta pengirim menunda pelaksanaan kewajiban mengkliringkan Warkat Debit atas permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, dan pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan. g. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: 1) Nasabah menyetorkan Warkat Debit yang telah jatuh tempo pada hari Jumat tanggal 19 Juni 2015 dalam jam layanan nasabah dimana Peserta pengirim mempunyai cukup waktu untuk mengkliringkannya pada tanggal yang sama. Namun demikian, Warkat Debit tersebut baru dikliringkan oleh Peserta pengirim pada hari Senin tanggal 22 Juni 2015. 2) Apabila Setelmen Dana oleh Penyelenggara dilakukan pada hari yang sama dengan Kliring Penyerahan yaitu hari Jumat tanggal 19 Juni 2015 dan transaksi tersebut tidak ditolak oleh Peserta penerima ... 23 penerima maka Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi untuk 3 (tiga) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 3 hari x bunga untuk jenis rekening nasabah yang menyetorkan Warkat Debit x 1/365 x nominal Warkat Debit yang dikliringkan. 3) Apabila Setelmen Dana oleh Penyelenggara tidak dilakukan pada hari yang sama dengan Kliring Penyerahan yaitu hari Senin tanggal 22 Juni 2015 dan transaksi tersebut tidak ditolak oleh Peserta penerima maka Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi untuk 1 (satu) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 1 hari x bunga untuk jenis rekening nasabah yang menyetorkan Warkat Debit x 1/365 x nominal Warkat Debit yang dikliringkan. 4. Penanganan Kekeliruan dalam Pengiriman DKE Warkat Debit a. Dalam hal Peserta pengirim melakukan kekeliruan yang mengakibatkan: 1) DKE Warkat Debit tidak sesuai dengan data pada Warkat Debit yang diterima; atau 2) DKE Warkat Debit dikirim tanpa disertai Warkat Debit atau sebaliknya, sehingga DKE Warkat Debit dan/atau Warkat Debit ditolak atau tidak diterima oleh Peserta penerima maka Peserta pengirim wajib mengkliringkan kembali Warkat Debit tersebut dalam Layanan Kliring Warkat Debit pada hari kerja berikutnya. b. Dalam hal Peserta pengirim melakukan kekeliruan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim yang menyetorkan Warkat Debit sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi ... 24 kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim yang menyetorkan Warkat Debit, terhitung sejak tanggal Setelmen Dana pada saat Warkat Debit tersebut dikliringkan terjadi kekeliruan sampai dengan tanggal Setelmen Dana pada saat Peserta pengirim mengkliringkan Warkat Debit tersebut dengan benar. c. Ketentuan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak berlaku jika nasabah yang menyetorkan Warkat Debit tidak mempunyai rekening pada Peserta pengirim. d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: 1) Nasabah menyetorkan Warkat Debit yang telah jatuh tempo pada hari Selasa tanggal 14 Juli 2015 dalam jam layanan nasabah dan dikliringkan oleh Peserta pengirim pada tanggal yang sama. Namun demikian, Warkat Debit dan DKE Warkat Debit tersebut ditolak karena DKE Warkat Debit tidak sesuai dengan Warkat Debit. Peserta pengirim kemudian mengkliringkan kembali Warkat Debit tersebut pada hari Rabu tanggal 15 Juli 2015. 2) Apabila Setelmen Dana oleh Penyelenggara dilakukan pada hari yang sama dengan Kliring penyerahan yaitu pada hari Selasa tanggal 14 Juli 2015 maka atas keterlambatan karena kekeliruan tersebut, Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi selama 1 (satu) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 1 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah yang menyetorkan Warkat Debit x 1/365 x nominal Warkat Debit yang dikliringkan. 3) Apabila ... 25 3) Apabila Setelmen Dana oleh Penyelenggara tidak dilakukan pada hari yang sama dengan Kliring Penyerahan yaitu hari Rabu tanggal 15 Juli 2015 dan transaksi tersebut tidak ditolak oleh Peserta penerima maka Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi untuk 1 (satu) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 1 hari x bunga untuk jenis rekening nasabah yang menyetorkan Warkat Debit x 1/365 x nominal Warkat Debit yang dikliringkan. 5. Penerusan Dana kepada Nasabah yang Menyetorkan Warkat Debit a. Dalam hal Warkat Debit yang dikliringkan oleh Peserta pengirim tidak ditolak oleh Peserta penerima, Peserta pengirim wajib meneruskan dana hasil penagihan Warkat Debit tersebut kepada nasabah yang menyetorkan Warkat Debit segera setelah Setelmen Dana, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk nasabah pengirim yang memiliki rekening di Peserta pengirim: a) Peserta pengirim wajib mengkredit dana tersebut ke rekening nasabah pengirim yang menyetorkan Warkat Debit: (1) pada tanggal valuta yang sama dengan tanggal Setelmen Dana; atau (2) paling lambat pukul 09.00 waktu setempat pada hari kerja berikutnya dengan menggunakan tanggal valuta hari kerja sebelumnya. b) Apabila Peserta pengirim tidak melakukan pengkreditan sebagaimana dimaksud dalam huruf a): (1) Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim ... 26 pengirim yang menyetorkan Warkat Debit sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah yang menyetorkan Warkat Debit ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points; dan (2) jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal valuta pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima. 2) Untuk nasabah pengirim yang tidak memiliki rekening di Peserta pengirim maka Peserta pengirim wajib mengirim surat pemberitahuan mengenai tersedianya dana kepada nasabah pengirim yang menyetorkan Warkat Debit pada tanggal yang sama dengan tanggal Setelmen Dana atau paling lambat pada hari kerja berikutnya. b. Ketentuan pembayaran tambahan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir a.1)b)(1) tidak berlaku jika Peserta pengirim menunda pelaksanaan penerusan dana atas permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, dan pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan. c. Perhitungan ... 27 c. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir a1)b) adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: 1) Nasabah pengirim menyetorkan Warkat Debit pada hari Rabu tanggal 1 Juli 2015 dalam jam layanan nasabah dan dikliringkan oleh Peserta pengirim pada tanggal yang sama dan tidak ditolak oleh Peserta penerima. Setelmen Dana dilakukan pada tanggal yang sama dengan Kliring penyerahan. 2) Apabila rekening nasabah pengirim baru dikredit pada hari Kamis tanggal 2 Juli 2015 maka Peserta pengirim wajib memberikan bunga selama 1 (satu) hari ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points, dengan perhitungan sebagai berikut: 1 hari x (bunga untuk jenis rekening nasabah + 2)% x 1/365 x nominal Warkat Debit yang dikliringkan. C. Tanggung Jawab Peserta Penerima 1. Penerimaan Warkat Debit oleh Peserta Penerima Dalam menerima Warkat Debit pada kliring penyerahan, Peserta penerima wajib memperhatikan ketentuan yang mengatur mengenai cek, ketentuan yang mengatur mengenai bilyet giro, dan ketentuan yang mengatur mengenai Warkat Debit lainnya. 2. Penerimaan Warkat Debit dan Pemrosesan DKE Warkat Debit a. Dalam hal Warkat Debit telah memenuhi persyaratan untuk dibayarkan kepada nasabah pengirim melalui Peserta pengirim, namun Prefund Debit Peserta penerima tidak didukung dana yang cukup, Peserta penerima wajib melakukan pembayaran di luar kliring kepada Peserta pengirim pada tanggal yang sama dengan tanggal penolakan DKE Warkat Debit. b. Dalam ... 28 b. Dalam hal Warkat Debit tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan kepada nasabah pengirim, Peserta penerima mengembalikan Warkat Debit kepada Peserta pengirim disertai alasan penolakan. c. Dalam hal Peserta penerima tidak melakukan pembayaran pada tanggal yang sama dengan tanggal penolakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada Peserta pengirim untuk diteruskan kepada nasabah Peserta pengirim. d. Pelaksanaan penerusan dana kepada nasabah pengirim dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir B.5. IV. LAYANAN PEMBAYARAN REGULER A. Tanggung Jawab Peserta Pengirim 1. Kelengkapan Pengisian Perintah Transfer Dana Peserta pengirim harus mensyaratkan kepada nasabah pengirim untuk mengisi formulir perintah transfer dana secara lengkap dan benar serta memperhatikan ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang berlaku antara lain ketentuan yang mengatur mengenai prinsip mengenal nasabah, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan, dan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai transfer dana, serta perjanjian antara Peserta pengirim dengan nasabah Peserta pengirim. 2. Pengiriman DKE Pembayaran kepada Peserta Penerima a. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan pengaksepan untuk meneruskan perintah transfer dana dari nasabah pengirim, Peserta pengirim wajib meneruskan perintah transfer dana dalam bentuk DKE Pembayaran, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pengiriman ... 29 1) Pengiriman DKE Pembayaran kepada Peserta penerima dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan perintah transfer dana dari nasabah pengirim. 2) Pengiriman DKE Pembayaran pada tanggal yang sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1) wajib dilakukan oleh Peserta pengirim sesegera mungkin sejak pengaksepan perintah transfer dana. 3) Peserta pengirim dianggap telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana apabila Peserta pengirim telah: a) melakukan pendebitan rekening nasabah pengirim; b) menerbitkan perintah transfer dana yang dimaksudkan untuk melaksanakan perintah transfer dari nasabah pengirim; atau c) menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada nasabah pengirim melalui media yang disepakati. 4) kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) dikecualikan sepanjang terdapat kesepakatan antara nasabah pengirim dan nasabah penerima. b. Dalam mengirimkan DKE Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a, pendebitan rekening nasabah pengirim harus dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pengiriman DKE Pembayaran oleh Peserta pengirim. c. Dalam hal tanggal pendebitan rekening nasabah dilakukan lebih awal dari tanggal pengiriman DKE Pembayaran, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah pengirim ... 30 pengirim sampai tanggal Peserta pengirim mengirimkan DKE Pembayaran ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points. d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, dan kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c dihitung berdasarkan hari kalender. Contoh: Nasabah memberikan perintah transfer dana pada hari Jumat tanggal 10 Juli 2015 dalam jam layanan nasabah dimana Peserta pengirim mempunyai cukup waktu untuk meneruskan perintah transfer dana tersebut pada tanggal yang sama. Namun demikian, Peserta pengirim baru dapat melakukan penerusan perintah transfer dana pada hari Senin tanggal 13 Juli 2015. Apabila rekening nasabah pengirim telah didebit pada hari Jumat tanggal 10 Juli 2015, Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi selama 2 (dua) hari ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points, dengan perhitungan sebagai berikut: 2 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah pengirim dana +2)% x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 3. Penanganan DKE Pembayaran Tidak Diproses oleh Penyelenggara a. Dalam hal Peserta pengirim telah mendebit rekening nasabah pengirim dan telah mengirimkan DKE Pembayaran, namun DKE Pembayaran yang bersangkutan tidak diproses oleh Penyelenggara karena alasan tertentu maka: 1) Peserta pengirim wajib membuat dan mengirimkan kembali DKE Pembayaran tersebut pada tanggal yang sama atau paling lambat pada hari kerja berikutnya. 2) Dalam ... 31 2) Dalam hal pengiriman kembali DKE Pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah pengirim sampai tanggal Peserta pengirim meneruskan kembali perintah transfer dana tersebut. b. Alasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf a meliputi: 1) pembuatan DKE Pembayaran tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal; dan/atau 2) DKE Pembayaran tidak didukung dengan dana yang cukup. c. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: Nasabah memberikan perintah transfer dana kepada Peserta pengirim pada hari Rabu tanggal 14 Oktober 2015 dalam jam layanan nasabah dan Peserta pengirim mengirimkan DKE Pembayaran kepada Peserta penerima pada tanggal yang sama. Namun demikian, DKE Pembayaran tersebut tidak diproses oleh Penyelenggara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam huruf b. Peserta pengirim kemudian mengirimkan DKE Pembayaran kembali kepada Peserta penerima pada hari Kamis tanggal 15 Oktober 2015. Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi selama 1 (satu) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 1 (satu) ... 32 1 (satu) hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah pengirim dana x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 4. Kesesuaian DKE Pembayaran dengan Perintah Transfer Dana a. Dalam hal Peserta pengirim mengirimkan DKE Pembayaran yang tidak sesuai dengan perintah transfer dana yang dibuat oleh nasabah pengirim, Peserta pengirim mengirimkan DKE Pembayaran baru atas beban Peserta pengirim sesuai dengan perintah transfer dana nasabah pengirim. b. Pengiriman kembali DKE Pembayaran baru sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal diketahuinya ketidaksesuaian, tanpa menunggu pengembalian dana dari Peserta penerima atau nasabah penerima yang tidak berhak. c. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim, terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah pengirim sampai tanggal Peserta pengirim mengirimkan DKE Pembayaran yang baru. Contoh: 1) Nasabah memberikan perintah transfer dana pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015 dan pengiriman DKE Pembayaran kepada Peserta penerima oleh Peserta pengirim dilakukan pada tanggal yang sama, namun Peserta pengirim melakukan kesalahan pada pembuatan DKE Pembayaran yang mengakibatkan dana ditujukan kepada nasabah yang tidak berhak. 2) Apabila ... 33 2) Apabila rekening nasabah pengirim telah didebit pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015 dan Peserta pengirim baru mengirimkan DKE Transfer Dana yang baru pada hari Jumat tanggal 19 Juni 2015, maka Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi untuk 7 (tujuh) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 7 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah pengirim dana x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. d. Dalam hal Peserta pengirim telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dana yang salah kirim dapat diminta kembali oleh Peserta pengirim kepada Peserta penerima. e. Peserta pengirim yang meminta pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam huruf d harus menyerahkan surat pernyataan pembebasan tanggung jawab (indemnity) kepada Peserta penerima. f. Pembebasan tanggung jawab (indemnity) sebagaimana dimaksud dalam huruf e paling kurang berisi pernyataan mengenai: 1) pembebasan tanggung jawab Peserta penerima, termasuk seluruh karyawannya dan pihak-pihak lainnya yang terkait dengan pengembalian dana, terhadap kemungkinan gugatan atau tindakan hukum lainnya akibat pengembalian dana yang dilakukan oleh Peserta penerima; dan 2) kesediaan Peserta pengirim untuk menanggung segala akibat hukum yang timbul akibat pengembalian dana oleh Peserta penerima. g. Dalam hal Peserta pengirim meminta pengembalian dana dari Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Peserta penerima wajib melaksanakan permintaan tersebut. 5. Penanganan ... 34 5. Penanganan DKE Pembayaran yang Dikembalikan oleh Peserta Penerima a. Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan DKE Pembayaran sesuai dengan perintah transfer dana dari nasabah pengirim, namun Peserta penerima mengembalikan DKE Pembayaran karena alasan tertentu, Peserta pengirim wajib melakukan pengkreditan rekening nasabah pengirim pada tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian DKE Pembayaran. b. Dalam hal pengkreditan dana tidak dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian DKE Pembayaran, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta pengirim harus membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim yang berhak sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim tersebut, ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points; 2) Jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak tanggal seharusnya dilakukan pengkreditan rekening nasabah pengirim sampai tanggal pelaksanaan pengkreditan pada rekening nasabah pengirim. B. Tanggung Jawab Peserta Penerima 1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas DKE Pembayaran yang diterima dari Peserta pengirim, Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta penerima wajib mengkredit rekening nasabah penerima pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya DKE Pembayaran. b. Dalam ... 35 b. Dalam hal Peserta menerima tidak dapat mengkredit rekening nasabah sebagaimana dimaksud pada huruf a, Peserta penerima wajib mengkredit rekening nasabah penerima paling lambat pukul 09.00 waktu setempat pada hari kerja berikutnya dengan menggunakan tanggal valuta hari kerja sebelumnya. c. Apabila Peserta penerima tidak melakukan pengkreditan sebagaimana dimaksud dalam huruf b: 1) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah penerima ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points; dan 2) bunga dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal valuta pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima. d. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak berlaku apabila Peserta penerima menunda pelaksanaan kewajiban pengkreditan atas permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan dan pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan. e. Perhitungan... 36 e. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: Peserta penerima memperoleh transfer kredit pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015. Namun demikian, Peserta penerima melakukan penerusan dana pada hari Senin tanggal 15 Juni 2015 dengan menggunakan tanggal valuta yang sama dengan tanggal pengkreditan dana ke rekening nasabah penerima. Dengan demikian, Peserta penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi kepada Peserta pengirim untuk 3 (tiga) hari ditambah kompensasi sebesar 200 basis point, dengan perhitungan sebagai berikut: 3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 2. Penanganan Kekeliruan dalam Penerusan Dana a. Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan DKE Pembayaran sesuai dengan perintah transfer dana dari nasabah pengirim, namun Peserta penerima melakukan pengkreditan dana kepada nasabah penerima yang berbeda dari yang tercantum dalam DKE Pembayaran, Peserta penerima wajib melakukan pengkreditan dana kepada nasabah penerima yang berhak pada tanggal yang sama dengan tanggal diketahuinya kekeliruan tanpa menunggu pengembalian dana dari nasabah penerima yang tidak berhak. b. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta penerima harus membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima yang berhak sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah ... 37 nasabah penerima tersebut, ditambah dengan tingkat kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points; 2) Jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak tanggal seharusnya rekening nasabah penerima yang berhak dikredit, sampai dengan tanggal pelaksanaan pengkreditan pada rekening nasabah penerima yang berhak. c. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: 1) Peserta penerima memperoleh DKE Pembayaran pada hari Rabu tanggal 10 Juni 2015. Namun demikian Peserta penerima melakukan kekeliruan dalam penerusan dana sehingga mengakibatkan dana diterima oleh nasabah yang tidak berhak. 2) Apabila Peserta penerima mengembalikan dana pada hari Rabu tanggal 17 Juni 2015 maka Peserta penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi kepada Peserta pengirim untuk 7 (tujuh) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 7 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 3. Pengembalian Dana kepada Peserta Pengirim a. Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi Peserta penerima tidak dapat meneruskan dana kepada nasabah penerima, Peserta penerima harus segera mengembalikan dana kepada Peserta pengirim. b. Dalam hal Peserta penerima telah meneruskan dana sesuai dengan perintah transfer dana dari Peserta pengirim, tetapi Peserta pengirim mengajukan permintaan kepada Peserta penerima untuk mengembalikan dana karena alasan tertentu, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta ... 38 1) Peserta penerima wajib memberikan tanggapan kepada Peserta pengirim paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permintaan pengembalian dana dari Peserta pengirim. 2) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilakukan dengan mempertimbangkan pembebasan tanggung jawab (indemnity) yang diterima dari Peserta pengirim dan kebijakan serta ketentuan internal Peserta penerima. c. Dalam hal Peserta penerima tidak dapat langsung mengembalikan dana sesuai dengan permintaan Peserta pengirim, Peserta pengirim melakukan penagihan dana yang salah kirim tersebut secara langsung kepada nasabah penerima yang tidak berhak. d. Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Peserta penerima harus membantu Peserta pengirim dengan cara memberikan data yang terkait dengan: 1) pengkreditan rekening nasabah penerima yang tidak berhak; dan 2) identitas nasabah penerima yang tidak berhak yang tercatat dalam administrasi Peserta penerima. e. Dalam hal Peserta penerima dapat menarik kembali dana dari nasabah penerima yang tidak berhak, pengembalian dana kepada Peserta pengirim meliputi jumlah dana yang ditarik kembali oleh Peserta penerima. f. Kewajiban Peserta penerima untuk melakukan pengembalian dana atau memberikan tanggapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya berlaku dalam hal permintaan pengembalian dana dari Peserta pengirim diterima paling lama 60 (enam puluh) hari kalender sejak tanggal pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima di Penyelenggara. g. Apabila ... 39 g. Apabila setelah jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam huruf f terlampaui, terdapat permintaan dari Peserta pengirim untuk melakukan pengembalian dana atau memberikan tanggapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta penerima dapat menolak atau menerima permintaan tersebut dan disampaikan kepada Peserta pengirim paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permintaan pengembalian dana dari Peserta pengirim. 2) Dalam hal Peserta penerima menolak permintaan pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Peserta pengirim dapat melakukan penagihan dana secara langsung kepada nasabah penerima yang tidak berhak. 3) Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 2), Peserta penerima harus membantu Peserta pengirim antara lain dengan cara memberikan data yang terkait dengan: a) pengkreditan rekening nasabah penerima yang tidak berhak; dan b) identitas nasabah penerima yang tidak berhak yang tercatat dalam administrasi Peserta penerima. h. Dalam hal Peserta penerima menyetujui permintaan Peserta pengirim untuk mengembalikan dana sebagaimana dimaksud dalam huruf g, maka pengembalian dana meliputi seluruh dana yang ditarik kembali sebagaimana dimaksud dalam huruf e. V. LAYANAN PENAGIHAN REGULER A. Pelaksanaan Perintah Transfer Debit 1. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan pengaksepan untuk meneruskan perintah transfer debit dari nasabah yang melakukan penagihan, Peserta pengirim wajib meneruskan ... 40 meneruskan perintah transfer debit dalam bentuk DKE Penagihan sesuai perjanjian antara Peserta pengirim dengan nasabah yang melakukan penagihan atau dengan pihak terkait lainnya. 2. Kewajiban meneruskan perintah transfer debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dikecualikan sepanjang terdapat kesepakatan lain antara nasabah yang melakukan penagihan dengan Peserta pengirim. 3. Dalam hal Peserta pengirim tidak meneruskan perintah transfer debit sesuai dengan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah yang melakukan penagihan sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah yang melakukan penagihan terhitung sejak tanggal pelaksanaan perintah transfer debit yang seharusnya dilakukan sampai dengan tanggal Setelmen Dana ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points. 4. Jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam angka 3 adalah jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah yang melakukan penagihan. 5. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku jika Peserta pengirim menunda pelaksanaan kewajiban penerusan perintah transfer debit atas permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, dan pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank ... 41 Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan. 6. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam angka 4 adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: a. Penerusan perintah transfer debit sesuai perjanjian dilakukan pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015. Namun demikian perintah transfer debit baru dapat diteruskan oleh Peserta pengirim pada hari Senin tanggal 15 Juni 2015. b. Apabila penagihan tersebut tidak ditolak oleh Peserta penerima maka Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi untuk 3 (tiga) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 3 (tiga) hari x bunga untuk jenis rekening nasabah yang menyampaikan perintah transfer debit x 1/365 x nominal DKE Penagihan yang dikliringkan. B. Tanggung Jawab Peserta Pengirim 1. Kesesuaian DKE Penagihan dengan Perintah Transfer Debit yang Dimuat dalam Perjanjian Peserta pengirim bertanggung jawab atas kesesuaian DKE Penagihan dengan perintah transfer debit yang dimuat dalam perjanjian yang menjadi dasar pembuatan DKE Penagihan. 2. Penanganan Kekeliruan dalam Pengiriman DKE Penagihan a. Dalam hal Peserta pengirim melakukan kekeliruan sehingga DKE Penagihan ditolak atau tidak diterima oleh Peserta penerima maka Peserta pengirim wajib mengirimkan kembali DKE Penagihan tersebut pada tanggal yang sama atau paling lambat pada hari kerja berikutnya. b. Dalam ... 42 b. Dalam hal pengiriman kembali DKE Penagihan dilakukan pada hari kerja berikutnya, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah yang melakukan penagihan sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah yang melakukan penagihan, terhitung sejak tanggal DKE Penagihan dikirimkan dan terjadi kekeliruan sampai dengan tanggal Setelmen Dana pada saat Peserta pengirim mengirimkan DKE Penagihan tersebut dengan benar. c. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: Penerusan transfer debit sesuai perjanjian dilakukan pada hari Selasa tanggal 14 Juli 2015. Namun demikian DKE Penagihan tidak diproses oleh Penyelenggara. Peserta pengirim kemudian mengirimkan DKE Penagihan tersebut pada tanggal 15 Juli 2015, atas keterlambatan karena kekeliruan tersebut, Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi selama 1 (satu) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 1 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah yang melakukan penagihan x 1/365 x nominal DKE Penagihan yang dikliringkan. 3. Penerusan Dana kepada Nasabah yang Melakukan Penagihan a. Dalam hal DKE Penagihan yang dikirim oleh Peserta pengirim tidak ditolak oleh Peserta penerima, Peserta pengirim wajib meneruskan dana hasil penagihan kepada nasabah yang melakukan penagihan segera setelah Setelmen Dana: 1) pada tanggal valuta yang sama dengan tanggal Setelmen Dana; atau 2) paling ... 43 2) paling lambat pukul 09.00 waktu setempat pada hari kerja berikutnya dengan menggunakan tanggal valuta hari kerja sebelumnya. b. Dalam hal Peserta pengirim tidak melakukan pengkreditan sebagaimana dimaksud dalam huruf a: 1) Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah yang melakukan penagihan sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah yang melakukan penagihan ditambah dengan jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points; dan 2) pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal valuta pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima. c. Ketentuan pembayaran tambahan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) tidak berlaku jika Peserta pengirim menunda pelaksanaan penerusan dana atas permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, dan pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan. d. Perhitungan ... 44 d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: 1) Penerusan transfer debit sesuai perjanjian dilakukan pada hari Kamis tanggal 16 Juli 2015 dan Setelmen Dana dilakukan pada tanggal yang sama. 2) Apabila rekening nasabah baru dikredit pada hari Jumat dengan tanggal valuta 17 Juli 2015 maka Peserta pengirim wajib memberikan bunga untuk 1 (satu) hari ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points, dengan perhitungan sebagai berikut: 1 hari x (bunga untuk jenis rekening nasabah + 2)% x 1/365 x nominal DKE penagihan. C. Tanggung Jawab Peserta Penerima 1. Dalam hal DKE Penagihan telah memenuhi persyaratan untuk dibayarkan kepada nasabah pengirim melalui Peserta pengirim namun DKE Penagihan tersebut tidak didukung dengan Prefund Debit yang cukup oleh Peserta penerima maka Peserta penerima wajib melakukan pembayaran tagihan kepada nasabah yang melakukan penagihan melalui Peserta pengirim sesuai dengan kesepakatan antara Peserta pengirim dengan Peserta penerima. 2. Pelaksanaan pembayaran tagihan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pelaksanaan Setelmen Dana. 3. Dalam hal Peserta penerima tidak melakukan pembayaran pada tanggal yang sama dengan tanggal Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada Peserta pengirim untuk diteruskan kepada nasabah yang melakukan penagihan. 4. Pelaksanaan penerusan dana kepada nasabah yang melakukan penagihan dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir B.3. VI. PENGUMUMAN ... 45 VI. PENGUMUMAN BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SKNBI 1. Peserta wajib mengumumkan secara tertulis di setiap kantor Peserta mengenai: a. biaya transaksi melalui SKNBI yang dibebankan oleh Penyelenggara kepada Peserta; dan b. biaya transaksi melalui SKNBI yang dibebankan oleh Peserta kepada nasabah. 2. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus diletakkan di setiap kantor Peserta pada tempat yang mudah dilihat oleh nasabah. 3. Penyelenggara dapat mengumumkan biaya transaksi dalam penyelenggaraan SKNBI yang dibebankan oleh Peserta kepada nasabah. 4. Dalam rangka pengumuman biaya transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Peserta harus menyampaikan kepada Penyelenggara mengenai besarnya biaya transaksi melalui SKNBI yang dibebankan kepada nasabah dengan alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi Kepatuhan Peserta, Informasi Sistem Pembayaran Bank Indonesia dan Manajemen Intern Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 5. Dalam hal terdapat perubahan biaya transaksi dalam penyelenggaraan SKNBI yang dikenakan oleh Peserta kepada nasabah, Peserta harus menyampaikan perubahan tersebut kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 4 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak penyesuaian biaya transaksi. VII. JAM LAYANAN NASABAH PENGGUNA JASA SKNBI Dalam menetapkan jam layanan nasabah pengguna SKNBI, Peserta harus mengacu pada jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal, dengan mempertimbangkan waktu yang diperlukan Peserta untuk menyelesaikan transaksi melalui SKNBI. VIII. LAIN-LAIN ... 46 VIII. LAIN-LAIN Untuk bank syariah dan unit usaha syariah, ketentuan mengenai jasa, bunga, atau kompensasi dalam Surat Edaran ini disesuaikan dengan prinsip syariah yang berlaku. IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Peserta pengirim dan/atau Peserta penerima yang tidak memenuhi kewajiban pengiriman DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2.a.2) dan penerusan dana kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.1.a.1)a) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dan kliring berjadwal. 2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak periode pemantauan berakhir, dengan cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. X. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 5 Juni 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/14/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 5 Juni 2015 </set_date> <effective_date> 5 Juni 2015 </effective_date> <related_reg> '17/9/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No. 12/26/DPM Jakarta, 30 Agustus 2010 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/17/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/18/PBI/2010 tanggal 30 Agustus 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 108) serta dalam rangka penyelarasan ketentuan operasi moneter, perlu untuk mengubah beberapa ketentuan, Lampiran 2 dan Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/17/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia, sebagai berikut : 1. Ketentuan romawi V angka 2 huruf b.10) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 10) Dalam hal Bank Indonesia melakukan early redemption, Bank Indonesia membayar imbalan SBIS kepada BUS atau UUS sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum early redemption (T-1). 2. Ketentuan... 2 2. Ketentuan romawi VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : VI. SANKSI 1. BUS atau UUS yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir V.2.a. 4) dan butir V.2.b.4) dikenakan sanksi berupa : a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada : 1) Direktorat Perbankan Syariah (DPbS), dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilyah kerja KBI; dan b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai setelmen yang dibatalkan, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap pembatalan. 2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada butir VI.1, dalam hal BUS atau UUS melakukan Transaksi Repo SBIS dan/atau transaksi operasi moneter syariah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah, yang dinyatakan batal sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, BUS atau UUS dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan operasi moneter syariah selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir VI.1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti... 3 mengikuti kegiatan operasi moneter syariah sebagaimana dimaksud pada butir VI.2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir VI.1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro BUS atau UUS yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan setelmen melalui BI-SSSS. 3. Lampiran 2 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Lampiran 3 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Agustus 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/26/DPM|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/17/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 30 Agustus 2010 </set_date> <effective_date> 30 Agustus 2010 </effective_date> <changed_reg> '10/17/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg> <related_reg> '12/18/PBI/2010', '10/17/DPM|SE-BI/2008', '10/11/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 2 Romawi VI' </penalty_list>
No. 18/19/DKMP Jakarta, 6 September 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5924), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, dan Bank Umum Syariah serta Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud … 2 dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 2. Kredit adalah kredit sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai perbankan. 3. Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 4. Properti adalah Rumah Tapak, Rumah Susun, dan Rumah Toko atau Rumah Kantor. 5. Rumah Tapak adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang merupakan kesatuan antara tanah dan bangunan dengan bukti kepemilikan berupa surat keterangan, sertifikat, atau akta yang dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. 6. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian yang distrukturkan secara fungsional baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, antara lain griya tawang, kondominium, apartemen, dan flat. 7. Rumah Toko atau Rumah Kantor adalah tanah berikut bangunan yang izin pendiriannya sebagai rumah tinggal sekaligus untuk tujuan komersial antara lain pertokoan, perkantoran, atau gudang. 8. Kredit Properti yang selanjutnya disingkat KP adalah kredit konsumsi yang terdiri atas: a. Kredit yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Tapak, termasuk Kredit konsumsi beragun Rumah Tapak, yang selanjutnya disebut KP Rumah Tapak; b. Kredit yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Susun, termasuk Kredit konsumsi beragun Rumah Susun, yang selanjutnya disebut KP Rusun; dan c. Kredit yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Toko atau Rumah Kantor, termasuk Kredit konsumsi beragun Rumah Toko atau Rumah Kantor, yang selanjutnya disebut KP Ruko atau KP Rukan. 9. Pembiayaan … 3 9. Pembiayaan Properti yang selanjutnya disingkat PP adalah Pembiayaan konsumsi yang terdiri atas: a. Pembiayaan yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Tapak, termasuk Pembiayaan konsumsi beragun Rumah Tapak, yang selanjutnya disebut PP Rumah Tapak; b. Pembiayaan yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Susun, termasuk Pembiayaan konsumsi beragun Rumah Susun, yang selanjutnya disebut PP Rusun; dan c. Pembiayaan yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Toko atau Rumah Kantor, termasuk Pembiayaan konsumsi beragun Rumah Toko atau Rumah Kantor, yang selanjutnya disebut PP Ruko atau PP Rukan. 10. Akad Murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. 11. Akad Istishna’ adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’). 12. Akad Musyarakah Mutanaqisah yang selanjutnya disebut Akad MMQ adalah Pembiayaan musyarakah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. 13. Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik yang selanjutnya disebut Akad IMBT adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. 14. Akad Qardh adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati. 15. Rasio … 4 15. Rasio Loan to Value yang selanjutnya disebut Rasio LTV adalah angka rasio antara nilai Kredit yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian Kredit berdasarkan hasil penilaian terkini. 16. Rasio Financing to Value yang selanjutnya disebut Rasio FTV adalah angka rasio antara nilai Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian Pembiayaan berdasarkan hasil penilaian terkini. 17. Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut KKB atau PKB adalah Kredit atau Pembiayaan yang diberikan Bank untuk pembelian kendaraan bermotor. 18. Uang Muka adalah pembayaran di muka sebesar persentase tertentu dari nilai pembelian Properti atau harga kendaraan bermotor yang sumber dananya berasal dari debitur atau nasabah. 19. Laporan Bulanan Bank Umum yang selanjutnya disingkat LBU adalah Laporan Bulanan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan bulanan bank umum. 20. Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat LSMK BUS UUS adalah Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan bulanan bank umum syariah dan unit usaha syariah. II. PERHITUNGAN KREDIT, PERHITUNGAN PEMBIAYAAN, NILAI AGUNAN, DAN PENILAIAN AGUNAN A. Perhitungan Kredit dan Nilai Agunan untuk Bank Umum Bank Umum wajib melakukan perhitungan Kredit dan nilai agunan dalam perhitungan Rasio LTV untuk KP dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Kredit … 5 1. Kredit ditetapkan berdasarkan plafon Kredit yang diterima oleh debitur sebagaimana tercantum dalam perjanjian Kredit; dan 2. nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran yang dilakukan penilai intern Bank Umum atau penilai independen terhadap Properti yang menjadi agunan. B. Perhitungan Pembiayaan dan Nilai Agunan untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib melakukan perhitungan Pembiayaan dan nilai agunan dalam perhitungan Rasio FTV untuk PP dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pembiayaan ditetapkan berdasarkan jenis akad yang digunakan, yaitu: a. Pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah atau Akad Istishna’ ditetapkan berdasarkan harga pokok Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah sebagaimana tercantum dalam akad Pembiayaan; b. Pembiayaan berdasarkan Akad MMQ ditetapkan berdasarkan penyertaan Bank dalam rangka kepemilikan Properti sebagaimana tercantum dalam akad Pembiayaan; dan c. Pembiayaan berdasarkan Akad IMBT ditetapkan berdasarkan hasil pengurangan harga Properti dengan deposit sebagaimana tercantum dalam akad Pembiayaan. 2. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran yang dilakukan penilai intern Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah, atau penilai independen terhadap Properti yang menjadi agunan. C. Tata Cara Penilaian Agunan 1. Tata cara penilaian agunan sebagaimana dimaksud pada butir A. 2 dan butir B. 2 ditetapkan sebagai berikut: a. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) … 6 rupiah) maka nilai agunan didasarkan pada taksiran yang dilakukan oleh penilai intern Bank atau penilai independen; dan b. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) maka nilai agunan didasarkan pada taksiran yang dilakukan oleh penilai independen. 2. Penetapan nilai taksiran sebagaimana dimaksud pada angka 1 mengacu pada metode dan prinsip-prinsip yang berlaku umum dalam penilaian agunan yang ditetapkan oleh asosiasi dan/atau institusi yang berwenang. 3. Contoh penetapan penilai agunan tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. RASIO LTV UNTUK KP DAN RASIO FTV UNTUK PP Bank yang memberikan KP atau PP wajib memenuhi ketentuan Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP sebagai berikut: A. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP 1. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna’ untuk fasilitas pertama ditetapkan sebagai berikut: a. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); b. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan c. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen). 2. Rasio … 7 2. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna’ untuk fasilitas kedua ditetapkan sebagai berikut: a. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); b. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); c. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); d. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); e. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan f. KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen). 3. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna’ untuk fasilitas ketiga dan seterusnya ditetapkan sebagai berikut: a. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen); b. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); c. KP … 8 c. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen); d. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); e. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan f. KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen). 4. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas pertama ditetapkan sebagai berikut: a. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen); b. PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen); dan c. PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen). 5. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas kedua ditetapkan sebagai berikut: a. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); b. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen); c. PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan … 9 (delapan puluh lima persen); d. PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); e. PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan f. PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen). 6. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas ketiga dan seterusnya ditetapkan sebagai berikut: a. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); b. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); c. PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); d. PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); e. PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan f. PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen). 7. Ketentuan mengenai Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 6 berlaku bagi Bank yang memenuhi persyaratan … 10 persyaratan sebagai berikut: a. rasio Kredit bermasalah dari total Kredit atau rasio Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan secara bersih (net) kurang dari 5% (lima persen); dan b. rasio KP bermasalah dari total KP atau rasio PP bermasalah dari total PP secara bruto (gross) kurang dari 5% (lima persen). 8. Bagi Bank yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 7 maka Bank wajib memenuhi ketentuan Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP sebagai berikut: a. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna’ untuk fasilitas pertama ditetapkan sebagai berikut: 1) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); 2) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan 3) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen). b. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna’ untuk fasilitas kedua ditetapkan sebagai berikut: 1) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 2) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) … 11 persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); 3) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 4) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); 5) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan 6) KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen). c. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna’ untuk fasilitas ketiga dan seterusnya ditetapkan sebagai berikut: 1) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 60% (enam puluh persen); 2) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 3) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 60% (enam puluh persen); 4) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi … 12 tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 5) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); dan 6) KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen). d. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas pertama ditetapkan sebagai berikut: 1) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); 2) PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan 3) PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen). e. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas kedua ditetapkan sebagai berikut: 1) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen); 2) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); 3) PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen); 4) PP … 13 4) PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); 5) PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan 6) PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen). f. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas ketiga dan seterusnya ditetapkan sebagai berikut: 1) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 65% (enam puluh lima persen); 2) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 3) PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 65% (enam puluh lima persen); 4) PP Rusun dengan luas bangunan 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 5) PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); dan 6) PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen). 9. Bank dilarang memberikan Kredit atau Pembiayaan untuk pemenuhan Uang Muka dalam rangka KP dan PP kepada debitur atau nasabah. Termasuk pengertian debitur atau nasabah antara lain debitur atau nasabah yang merupakan … 14 merupakan karyawan Bank yang bersangkutan. 10. Dalam menentukan urutan fasilitas KP atau PP sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, dan angka 8, Bank wajib memperhitungkan seluruh KP dan PP yang telah diterima debitur atau nasabah yang masih berjalan di Bank yang sama maupun Bank lainnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. berdasarkan urutan tanggal perjanjian KP atau akad PP; dan b. dalam hal terdapat tanggal perjanjian KP atau akad PP yang sama maka penentuan urutan fasilitas diawali dari KP atau PP dengan nilai agunan paling rendah. B. Penghitungan Rasio Kredit Bermasalah, Rasio Pembiayaan Bermasalah, Rasio KP Bermasalah, dan Rasio PP Bermasalah 1. Perhitungan rasio Kredit bermasalah dari total Kredit atau rasio Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam butir A.7.a dilakukan sebagai berikut: a. Perhitungan rasio Kredit bermasalah dari total Kredit dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan Kredit dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) kepada pihak ketiga bukan Bank setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Kredit bermasalah terhadap total Kredit kepada pihak ketiga bukan Bank setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Kredit bermasalah. Formula perhitungan rasio Kredit bermasalah adalah sebagai berikut: (Kredit kualitas KL + Kredit kualitas D + Kredit kualitas M) - CKPN Kredit bermasalah Total Kredit - CKPN Kredit bermasalah x 100% b. Perhitungan … 15 b. Perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan Pembiayaan dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) kepada pihak ketiga bukan Bank setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Pembiayaan bermasalah terhadap total Pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Pembiayaan bermasalah. Formula perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah adalah sebagai berikut: (Pembiayaan kualitas KL + Pembiayaan kualitas D + Pembiayaan kualitas M) – CKPN Pembiayaan bermasalah Total Pembiayaan – CKPN Pembiayaan bermasalah 2. Perhitungan rasio KP bermasalah dari total KP atau rasio PP bermasalah dari total PP sebagaimana dimaksud dalam butir A.7.b dilakukan sebagai berikut: a. Perhitungan rasio KP bermasalah dari total KP dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan KP dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) terhadap total KP. Formula perhitungan rasio KP bermasalah adalah sebagai berikut: KP kualitas KL + KP kualitas D + KP kualitas M Total KP x 100% x 100% b. Perhitungan … 16 b. Perhitungan rasio PP bermasalah dari total PP dilakukan sebagai berikut: 1) Membagi hasil penjumlahan PP dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) terhadap total PP. 2) Pembiayaan yang diperhitungkan sebagaimana dalam angka 1) adalah pembiayaan yang menggunakan Akad Murabahah, Akad Istishna’, Akad MMQ, dan Akad IMBT. Formula perhitungan rasio PP bermasalah adalah sebagai berikut: PP kualitas KL + PP kualitas D + PP kualitas M Total PP x 100% 3. Bagi Bank Umum yang memiliki Unit Usaha Syariah, perhitungan rasio Kredit bermasalah dan rasio KP bermasalah bagi Bank Umum dilakukan secara terpisah dengan perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah dan rasio PP bermasalah bagi Unit Usaha Syariah. C. Sumber Data, Nilai yang digunakan, dan Laporan Lain 1. Penetapan masing-masing komponen dalam perhitungan rasio Kredit bermasalah atau rasio Pembiayaan bermasalah dan perhitungan rasio KP bermasalah atau rasio PP bermasalah dilakukan berdasarkan LBU atau LSMK BUS UUS periode 2 (dua) bulan sebelum tanggal perjanjian Kredit atau akad Pembiayaan ditandatangani. 2. Nilai Kredit bermasalah berasal dari LBU form 11 (Daftar Rincian Kredit Yang Diberikan) yaitu hasil penjumlahan nilai dalam bulan laporan (Kolom XXIV) untuk golongan debitur (Kolom IV) dengan sandi pihak ketiga bukan bank dengan kualitas (Kolom XVII) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M). 3. Nilai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Kredit bermasalah untuk Bank Umum berasal dari LBU form 11 (Daftar Rincian Kredit Yang Diberikan) yaitu hasil penjumlahan … 17 penjumlahan nilai dari Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXVIII.1.a dan XXVIII.1.b) untuk golongan debitur (Kolom IV) dengan sandi pihak ketiga bukan bank dengan kualitas (Kolom XVII) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) . 4. Nilai total Kredit berasal dari LBU form 11 (Daftar Rincian Kredit Yang Diberikan) yaitu hasil penjumlahan nilai dalam bulan laporan (Kolom XXIV) untuk golongan debitur (Kolom IV) dengan sandi pihak ketiga bukan bank. 5. Nilai Pembiayaan bermasalah berasal dari LSMK BUS UUS untuk golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu penjumlahan dari: a. saldo harga pokok (Kolom XIX) pada form 10 (Daftar Rincian Piutang Murabahah) untuk Akad Murabahah; b. saldo harga pokok (Kolom XVIII) pada form 11 (Daftar Rincian Piutang Istishna’) untuk Akad Istishna’; c. jumlah bulan laporan (Kolom XVIII B) pada form 12 (Daftar Rincian Piutang Qardh) untuk Akad Qardh; d. jumlah bulan laporan (Kolom XXI B) pada form 13 (Daftar Rincian Bagi Hasil) untuk akad bagi hasil; e. hasil penjumlahan dari harga perolehan (Kolom XVII B. 3) dikurangi dengan akumulasi penyusutan / amortisasi (Kolom XXII) dan cadangan kerugian penurunan nilai aset Ijarah (Kolom XXIII) dan ditambahkan dengan tunggakan pokok (Kolom XXIV B) pada form 14 (Daftar Rincian Pembiayaan Sewa) untuk akad sewa, dengan formula sebagai berikut: Harga Perolehan - (Akumulasi Penyusutan/Amortisasi + Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Ijarah) + Tunggakan Pokok; dan f. jumlah bulan laporan (Kolom XI B) pada form 18 (Daftar Rincian Pembiayaan Salam) untuk akad salam; dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M). 6. Nilai … 18 6. Nilai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Pembiayaan bermasalah untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah berasal dari LSMK BUS UUS untuk golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu penjumlahan dari: a. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXVI) pada form 10 (Daftar Rincian Piutang Murabahah) untuk Akad Murabahah; b. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXV) pada form 11 (Daftar Rincian Piutang Istishna’) untuk Akad Istishna’; c. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXIII) pada form 12 (Daftar Rincian Piutang Qardh) untuk Akad Qardh; d. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXVII) pada form 13 (Daftar Rincian Bagi Hasil) untuk akad bagi hasil; dan e. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXVIII) pada form 14 (Daftar Rincian Pembiayaan Sewa) untuk akad sewa; dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M). 7. Nilai total Pembiayaan berasal dari LSMK BUS UUS untuk golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu penjumlahan dari: a. saldo harga pokok (Kolom XIX) pada form 10 (Daftar Rincian Piutang Murabahah) untuk Akad Murabahah; b. saldo harga pokok (Kolom XVIII) pada form 11 (Daftar Rincian Piutang Istishna’) untuk Akad Istishna’; c. jumlah bulan laporan (Kolom XVIII B) pada form 12 (Daftar Rincian Piutang Qardh) untuk Akad Qardh; d. jumlah bulan laporan (Kolom XXI B) pada form 13 (Daftar Rincian Bagi Hasil) untuk akad bagi hasil; e. hasil penjumlahan dari harga perolehan (Kolom XVII B. 3) dikurangi dengan akumulasi penyusutan / amortisasi … 19 amortisasi (Kolom XXII) dan cadangan kerugian penurunan nilai aset Ijarah (Kolom XXIII) dan ditambahkan dengan tunggakan pokok (Kolom XXIV B) pada form 14 (Daftar Rincian Pembiayaan Sewa) untuk akad sewa, dengan formula sebagai berikut: Harga Perolehan - (Akumulasi Penyusutan/Amortisasi + Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Ijarah) + Tunggakan Pokok; dan f. jumlah bulan laporan (Kolom XI B) pada form 18 (Daftar Rincian Pembiayaan Salam) untuk akad salam. 8. Dalam hal LBU dan LSMK BUS UUS belum dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk menghitung rasio KP bermasalah dan rasio PP bermasalah sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank wajib menyampaikan laporan lain berupa laporan KP dan KKB serta laporan PP kepada Bank Indonesia melalui media email sampai dengan batas waktu yang ditetapkan. 9. Penetapan batas waktu penghentian penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 8, akan disampaikan Bank Indonesia melalui surat pemberitahuan. 10. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Periode penyampaian laporan: 1) Untuk laporan bulan berjalan diserahkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya; 2) Dalam hal tanggal 20 jatuh pada hari libur maka Bank menyampaikan laporan pada hari kerja berikutnya; b. Laporan KP dan KKB serta laporan PP menggunakan format standar dan petunjuk pengisian untuk laporan tersebut mengacu pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; c. Laporan … 20 c. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b menggunakan template yang telah disediakan dalam situs web Bank Indonesia; d. Laporan KP dan KKB atau laporan PP disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan. Untuk Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, laporan KP dan KKB atau laporan PP juga ditembuskan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat; e. Bank mengirimkan laporan KP dan KKB atau laporan PP kepada Bank Indonesia melalui email setiap bulan dengan subjek email disamakan dengan nama file sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; f. Penyampaian laporan KP dan KKB atau laporan PP kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dan tembusan kepada Kantor Perwakilan dilakukan melalui email sesuai dengan daftar alamat email penyampaian laporan KP dan KKB atau laporan PP sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; g. Dalam hal penyampaian laporan KP dan KKB atau laporan PP melalui email tidak dapat dilakukan, Bank menyampaikan laporan dalam bentuk soft copy dan hard copy kepada: Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1 Jalan M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. Untuk Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, tembusan laporan KP … 21 KP dan KKB atau laporan PP dalam bentuk soft copy dan hard copy juga disampaikan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat; h. Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf g mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam huruf a; dan i. Bank harus menyampaikan secara tertulis mengenai nama petugas dan penanggung jawab yang ditunjuk untuk menyusun dan menyampaikan laporan KP dan KKB atau laporan PP, serta alamat email pengirim laporan, termasuk apabila terdapat perubahannya kepada: 1) Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan; 2) Untuk Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, nama petugas dan penanggungjawab serta alamat email pengirim laporan yang ditunjuk Bank juga ditembuskan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat. D. Kewajiban Administratif Dalam rangka penetapan Rasio LTV dan/atau Rasio FTV, Bank wajib: 1. Memperlakukan debitur dan suami atau istrinya, atau nasabah dan suami atau istrinya menjadi 1 (satu) debitur atau nasabah, kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta yang dibuktikan dengan fotokopi perjanjian yang disahkan atau dilegalisir oleh notaris; 2. Meminta surat pernyataan dari calon debitur atau nasabah yang paling kurang memuat keterangan mengenai KP dan/atau PP yang masih berjalan (outstanding) termasuk informasi mengenai Kredit tambahan (top up) atau Pembiayaan baru yang berasal dari Kredit atau Pembiayaan yang tidak lancar, KP atau PP dengan mengambil alih (take over) yang disertai Kredit tambahan (top … 22 (top up) atau Pembiayaan baru yang berasal dari Kredit atau Pembiayaan yang tidak lancar, dan/atau yang sedang dalam proses pengajuan permohonan, baik pada Bank yang sama maupun pada Bank yang lain; dan 3. Menolak permohonan KP dan/atau PP yang diajukan apabila calon debitur atau nasabah tidak bersedia menyerahkan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 2. E. Contoh Perhitungan dan Penetapan Rasio LTV untuk KP atau Rasio FTV untuk PP Contoh perhitungan dan penetapan Rasio LTV untuk KP atau Rasio FTV untuk PP tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. IV. RASIO LTV UNTUK KREDIT TAMBAHAN (TOP UP) ATAU RASIO FTV UNTUK PEMBIAYAAN BARU BERDASARKAN PROPERTI YANG MASIH MENJADI AGUNAN DARI KP ATAU PP SEBELUMNYA DAN KP ATAU PP YANG DIAMBIL ALIH (TAKE OVER) A. Kredit Tambahan (Top Up) atau Pembiayaan Baru Berdasarkan Properti yang Masih Menjadi Agunan dari KP atau PP Sebelumnya Dalam hal Bank memberikan Kredit tambahan (top up) atau Pembiayaan baru berdasarkan Properti yang masih menjadi agunan dari KP atau PP sebelumnya, Bank wajib memenuhi ketentuan Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP sebagai berikut: 1. Kredit tambahan (top up) oleh Bank Umum menggunakan Rasio LTV KP yang sama sepanjang KP tersebut memiliki kualitas lancar; 2. Pemberian Pembiayaan baru oleh Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang merupakan tambahan dari pembiayaan sebelumnya menggunakan Rasio FTV PP sebelumnya sepanjang kedua Pembiayaan tersebut memiliki … 23 memiliki agunan sama dan Pembiayaan sebelumnya memiliki kualitas lancar; 3. Rasio LTV KP yang sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan Rasio FTV PP sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengacu pada Rasio LTV KP atau Rasio FTV PP yang ditetapkan untuk fasilitas Kredit atau Pembiayaan awal sebagaimana dimaksud dalam butir III. A; 4. Dalam hal KP tidak memenuhi kualitas lancar sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau PP tidak memenuhi kualitas lancar sebagaimana dimaksud pada angka 2 maka Kredit tambahan (top up) menggunakan Rasio LTV KP sebagaimana Kredit baru, atau Pembiayaan baru yang merupakan tambahan dari pembiayaan sebelumnya menggunakan Rasio FTV PP sebagaimana Pembiayaan baru; 5. Yang dimaksud dengan diperlakukan sebagai Kredit atau Pembiayaan baru adalah tambahan Kredit atau Pembiayaan tersebut diperhitungkan sebagai fasilitas KP atau PP yang berikutnya dengan penentuan urutan fasilitas sebagaimana butir III.A.10; 6. Dalam hal Bank memberikan Kredit tambahan (top up) sebagaimana dimaksud pada angka 4 maka dalam menetapkan Rasio LTV untuk Kredit selanjutnya, Bank memperhitungkan Kredit awal dan Kredit tambahan (top up) dimaksud sebagai 2 (dua) fasilitas; 7. Rasio LTV untuk KP dalam rangka Kredit tambahan (top up) atau Rasio FTV untuk PP dalam rangka Pembiayaan baru sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, dan angka 6 mengacu pada Rasio LTV atau Rasio FTV sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1 sampai dengan butir III.A.6 dan butir III.A.8; 8. Jumlah Kredit tambahan (top up) atau Pembiayaan baru yang diberikan oleh Bank wajib memperhitungkan jumlah baki debet Kredit atau Pembiayaan sebelumnya yang menggunakan … 24 menggunakan agunan yang sama; 9. Mekanisme Kredit tambahan (top up) atau Pembiayaan baru sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 4 mengacu pada ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang. B. KP atau PP yang Diambil Alih (Take Over) Dalam hal Bank memberikan KP atau PP dengan mengambil alih (take over) KP atau PP dari Bank lain, Bank wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. KP atau PP yang hanya ditujukan untuk pelunasan KP atau PP sebelumnya di Bank lain, tidak diperlakukan sebagai Kredit atau Pembiayaan baru; atau 2. Dalam hal Bank memberikan KP atau PP dengan mengambil alih (take over) KP atau PP dari Bank lain, dengan tambahan (top up) atau disertai dengan Pembiayaan baru maka perlakuan KP atau PP dengan mengambil alih (take over) KP atau PP dari Bank lain mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf A. 3. Mekanisme pengambilalihan Kredit atau Pembiayaan (take over) sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 mengacu pada ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang. C. Contoh Perhitungan dan Penetapan Rasio LTV untuk Kredit Tambahan (Top up) atau Rasio FTV untuk Pembiayaan Baru dan Pengambilalihan KP atau PP (Take Over) Contoh perhitungan dan penetapan Rasio LTV untuk Kredit tambahan (top up) atau Rasio FTV untuk Pembiayaan baru dan pengambilalihan KP atau PP (take over), tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. V. KP … 25 V. KP ATAU PP UNTUK PEMILIKAN PROPERTI YANG BELUM TERSEDIA SECARA UTUH A. Persyaratan KP atau PP untuk Pemilikan Properti yang Belum Tersedia Secara Utuh 1. Dalam hal Bank memberikan KP atau PP untuk pemilikan Properti yang belum tersedia secara utuh, Bank wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Kredit atau Pembiayaan merupakan KP atau PP sampai dengan urutan fasilitas kedua dengan penentuan urutan fasilitas Kredit atau Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.10; b. Terdapat perjanjian kerjasama antara Bank dengan pengembang yang paling kurang memuat kesanggupan pengembang untuk menyelesaikan Properti sesuai dengan yang diperjanjikan dengan debitur atau nasabah; dan c. Terdapat jaminan yang diberikan oleh pengembang kepada Bank baik yang berasal dari pengembang sendiri atau pihak lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kewajiban pengembang apabila Properti tidak dapat diselesaikan dan/atau tidak dapat diserahterimakan sesuai perjanjian, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) jaminan yang diberikan oleh pengembang kepada Bank dapat berupa aset tetap, aset bergerak, bank guarantee, standby letter of credit, dan/atau dana yang dititipkan dan/atau disimpan dalam escrow account di Bank pemberi Kredit atau Pembiayaan; 2) dana yang dititipkan dan/atau disimpan dalam escrow account di Bank pemberi Kredit atau Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) adalah dana yang ditahan di Bank atas nama pengembang yang digunakan untuk menyelesaikan pembangunan Properti; 3) Jaminan … 26 3) Jaminan yang diberikan oleh pihak lain dapat berbentuk corporate guarantee, stand by letter of credit, atau bank guarantee; 4) nilai jaminan yang diberikan oleh pengembang dan/atau pihak lain paling kurang sebesar selisih antara komitmen Kredit atau Pembiayaan dengan pencairan yang telah dilakukan oleh Bank; dan 5) Bank harus dapat memastikan bahwa jaminan dapat dieksekusi dalam hal pengembang tidak dapat menyelesaikan kewajibannya, yang paling kurang tertuang dalam perjanjian kerjasama antara pengembang dengan Bank. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 juga berlaku bagi Bank yang memberikan KP atau PP dengan mengambil alih (take over) KP atau PP dari Bank lain sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B. B. Tahapan Pencairan KP atau PP untuk Pemilikan Properti yang Belum Tersedia Secara Utuh 1. Dalam hal Bank memberikan KP atau PP sebagaimana dimaksud dalam huruf A maka Bank wajib melakukan pencairan KP atau PP secara bertahap sesuai perkembangan pembangunan Properti yang dibiayai. 2. Tahapan pencairan KP atau PP sebagaimana dimaksud pada angka 1, diatur sebagai berikut: a. Untuk KP atau PP untuk Rumah Tapak, Rumah Toko atau Rumah Kantor, ditetapkan paling tinggi sebesar: 1) 40% (empat puluh persen) dari plafon setelah penyelesaian fondasi; 2) 80% (delapan puluh persen) dari plafon setelah penyelesaian tutup atap; 3) 90% (sembilan puluh persen) dari plafon setelah penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST); dan 4) 100% (seratus persen) dari plafon setelah penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) … 27 (BAST) yang telah dilengkapi dengan Akta Jual Beli (AJB) dan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) atau Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). b. Untuk KP atau PP untuk Rumah Susun, ditetapkan paling tinggi sebesar: 1) 40% (empat puluh persen) dari plafon setelah penyelesaian fondasi; 2) 70% (tujuh puluh persen) dari plafon setelah penyelesaian tutup atap; 3) 90% (sembilan puluh persen) dari plafon setelah penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST); dan 4) 100% (seratus puluh persen) dari plafon setelah penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang dilengkapi dengan Akta Jual Beli (AJB) dan Akta Pembebanan Hak Tanggunan (APHT) atau Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). 3. Untuk tahapan pencairan KP Rusun atau PP Rusun, Bank dapat melakukan pencairan tambahan diantara penyelesaian fondasi dan sebelum penyelesaian tutup atap sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.1) dan butir 2.b.2) berdasarkan penilaian perkembangan pembangunan. 4. Besaran persentase pencairan tambahan sebagaimana dimaksud pada angka 3 diserahkan kepada Bank sesuai dengan kebijakan manajemen risiko Bank dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. 5. Pencairan bertahap sebagaimana dimaksud pada angka 1 didasarkan atas laporan perkembangan pembangunan Properti yang berasal dari: a. pengembang dengan verifikasi dari penilai intern Bank; atau b. penilai independen. 6. Bank … 28 6. Bank harus memiliki pedoman internal terkait spesifikasi teknis penyelesaian fondasi dan tutup atap baik untuk Rumah Tapak, Rumah Toko atau Rumah Kantor, dan Rumah Susun, sebagaimana dimaksud pada angka 2 dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. 7. Penilaian perkembangan pembangunan sebagaimana dimaksud pada angka 3 diatur sebagai berikut: a. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon sampai dengan Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), didasarkan atas laporan perkembangan pembangunan Properti yang berasal dari: 1) pengembang dengan verifikasi dari penilai intern Bank; atau 2) penilai independen; dan b. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon di atas Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), didasarkan atas laporan perkembangan pembangunan Properti yang berasal dari penilai independen. C. Contoh Perhitungan dan Penetapan Rasio LTV dan Rasio FTV untuk Pemilikan Properti yang Belum Tersedia Secara Utuh Contoh perhitungan dan penetapan Rasio LTV dan Rasio FTV untuk pemilikan Properti yang belum tersedia secara utuh tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VI. UANG MUKA DALAM RANGKA KKB ATAU PKB A. Uang Muka KKB atau PKB 1. Bank yang memberikan KKB atau PKB wajib memenuhi ketentuan Uang Muka sebagai berikut: a. untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen); b. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih dengan peruntukan kegiatan produktif paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen) jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) merupakan … 29 1) merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau 2) diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang dimilikinya; dan c. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf b paling rendah sebesar 25% (dua puluh lima persen). 2. Ketentuan mengenai Uang Muka sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berlaku bagi Bank yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. rasio Kredit bermasalah dari total Kredit atau rasio Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan secara bruto (gross) kurang dari 5% (lima persen); dan b. rasio KKB bermasalah dari total KKB atau rasio PKB bermasalah dari total PKB secara bruto (gross) kurang dari 5% (lima persen). 3. Bagi Bank yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 maka Bank wajib memenuhi ketentuan Uang Muka sebagai berikut: a. untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua paling rendah sebesar 25% (dua puluh lima persen); b. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih dengan peruntukan kegiatan produktif paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen) jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau 2) diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan … 30 dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang dimilikinya; dan c. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf b paling rendah sebesar 30% (tiga puluh persen). B. Bank dilarang memberikan Kredit atau Pembiayaan untuk pemenuhan Uang Muka dalam rangka KKB dan PKB kepada debitur atau nasabah. Termasuk pengertian debitur atau nasabah antara lain debitur atau nasabah yang merupakan karyawan Bank yang bersangkutan. C. Perhitungan Rasio Kredit Bermasalah, Rasio Pembiayaan Bermasalah, Rasio KKB Bermasalah, dan Rasio PKB Bermasalah 1. Perhitungan rasio Kredit bermasalah dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan Kredit dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) kepada pihak ketiga bukan Bank terhadap total Kredit kepada pihak ketiga bukan Bank. Formula perhitungan rasio Kredit bermasalah adalah sebagai berikut: Kredit kualitas KL + Kredit kualitas D + Kredit kualitas M Total Kredit x 100% 2. Perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan Pembiayaan dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) kepada pihak ketiga bukan Bank terhadap total Pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank. Formula … 31 Formula perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah adalah sebagai berikut: Pembiayaan kualitas KL + Pembiayaan kualitas D + Pembiayaan kualitas M Total Pembiayaan x 100% 3. Perhitungan rasio KKB bermasalah dari total KKB dilakukan dengan membagi jumlah KKB dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) terhadap total KKB. Formula perhitungan rasio KKB bermasalah adalah sebagai berikut: KKB kualitas KL + KKB kualitas D + KKB kualitas M x 100% Total KKB 4. Perhitungan rasio PKB bermasalah dari total PKB dilakukan dengan membagi jumlah PKB dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) terhadap total PKB. Formula perhitungan rasio PKB bermasalah adalah sebagai berikut: PKB kualitas KL + PKB kualitas D + PKB kualitas M x 100% Total PKB D. Sumber Data, Laporan Lain, dan Nilai yang Digunakan 1. Penetapan masing-masing komponen dalam perhitungan rasio Kredit bermasalah atau rasio Pembiayaan bermasalah dan perhitungan rasio KKB bermasalah atau rasio PKB bermasalah dilakukan berdasarkan: a. LBU atau LSMK BUS UUS periode 2 (dua) bulan sebelum tanggal perjanjian Kredit atau akad Pembiayaan ditandatangani; atau b. Laporan lain berupa laporan KP dan KKB, dalam hal LBU belum dapat menyediakan komponen perhitungan rasio KKB bermasalah. 2. Laporan … 32 2. Laporan KP dan KKB sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b wajib disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penyampaian laporan KP dan KKB mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.10. b. Penyampaian laporan KP dan KKB dilakukan sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Penetapan batas waktu penghentian penyampaian laporan KP dan KKB, disampaikan oleh Bank Indonesia melalui surat pemberitahuan. 3. Perhitungan nilai Kredit bermasalah dan nilai total Kredit mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.2 dan butir III.C.4. 4. Perhitungan nilai Pembiayaan bermasalah dan nilai total Pembiayaan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.5 dan butir III.C.7. 5. Nilai PKB bermasalah dan PKB untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Nilai PKB bermasalah berasal dari hasil penjumlahan angka dalam: 1) form 10 untuk Akad Murabahah, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga pokok (Kolom XIX) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan 002900 untuk kualitas (Kolom XXIV) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M); 2) form 11 untuk Akad Istishna’, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga pokok (Kolom XVIII) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan 002900 … 33 002900 untuk kualitas (Kolom XXIII) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) ; 3) form 12 untuk Akad Qardh, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah bulan laporan (Kolom XVIII B) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan 002900 untuk kualitas (Kolom XXI) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M); 4) form 13 untuk akad bagi hasil, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah bulan laporan (Kolom XXI B) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan 002900 untuk kualitas (Kolom XXV) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M); dan 5) form 14 untuk akad sewa, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan dari harga perolehan (Kolom XVII B.3) dikurangi dengan akumulasi penyusutan/amortisasi (Kolom XXII) dan cadangan kerugian penurunan nilai aset ijarah (Kolom XXIII) dan ditambahkan dengan tunggakan pokok (Kolom XXIV B), dengan formula sebagai berikut: Harga Perolehan - Amortisasi + Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Ijarah) + Tunggakan Pokok Penjumlahan di atas dilakukan untuk sektor ekonomi (Kolom XIII) dengan sandi sektor 002100, 002200, 002300, dan 002900 untuk kualitas (Kolom XXVI) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M). (Akumulasi Penyusutan/ b. Nilai … 34 b. Nilai PKB berasal dari hasil penjumlahan angka dalam: 1) form 10 untuk Akad Murabahah, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga pokok (Kolom XIX) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan 002900; 2) form 11 untuk Akad Istishna’, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga pokok (Kolom XVIII) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan 002900; 3) form 12 untuk Akad Qardh, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah bulan laporan (Kolom XVIII B) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan 002900; 4) form 13 untuk akad bagi hasil, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah bulan laporan (Kolom XXI B) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi 002100, 002200, 002300, dan 002900; dan 5) form 14 untuk akad sewa, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan dari harga perolehan (Kolom XVII B.3) dikurangi dengan akumulasi penyusutan/amortisasi (Kolom XXII) dan cadangan kerugian penurunan nilai aset ijarah (Kolom XXIII) dan ditambahkan dengan tunggakan pokok (Kolom XXIV B), dengan formula sebagai berikut: Harga … 35 Harga Perolehan - (Akumulasi Penyusutan/ Amortisasi + Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Ijarah) + Tunggakan Pokok Penjumlahan di atas dilakukan untuk sektor ekonomi (Kolom XIII) dengan sandi sektor 002100, 002200, 002300, dan 002900. c. Sandi sektor 002100, 002200, 002300, dan 002900 sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan bulanan bank umum syariah dan unit usaha syariah, yaitu sebagai berikut: Sandi Sektor 002100 Sektor 002200 002300 002900 Rumah Tangga untuk Pemilikan Mobil Roda Empat Rumah Tangga untuk Pemilikan Sepeda Bermotor Rumah Tangga untuk Pemilikan Truk dan Kendaraan Bermotor Roda Enam atau lebih Rumah Tangga untuk Pemilikan Kendaraan Bermotor lainnya 6. Contoh Perhitungan dan Penetapan Uang Muka KKB atau PKB tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI A. Bank yang melanggar Pasal 2 ayat (2), Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 18, Pasal 19 ayat (4), dan/atau Pasal 20 dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor administratif berupa teguran tertulis. dikenakan sanksi B. Bank … 36 B. Bank yang melanggar Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 18, dan Pasal 20 dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor selain dikenakan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf A juga dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 1% (satu persen) dari selisih antara plafon Kredit yang diberikan dengan plafon Kredit yang seharusnya atau plafon Pembiayaan yang diberikan dengan plafon Pembiayaan yang seharusnya, dengan formula sebagai berikut: 1% x (plafon KP atau plafon PP yang diberikan – plafon KP atau plafon PP yang seharusnya) C. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor selain dikenakan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf A juga dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 1% (satu persen) dari plafon Kredit atau Pembiayaan Uang Muka, dengan formula sebagai berikut: 1% x (plafon Kredit atau plafon Pembiayaan Uang Muka) D. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor selain dikenakan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf A juga dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 1% (satu persen) dari plafon KP dan PP, dengan formula sebagai berikut: 1% x (plafon KP atau PP) E. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 … 37 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 1% (satu persen) per bulan dari plafon kredit untuk setiap Kredit yang melanggar ketentuan atau plafon Pembiayaan untuk setiap Pembiayaan yang melanggar ketentuan, dengan formula sebagai berikut: 1% x Plafon Kredit untuk setiap Kredit yang melanggar ketentuan; atau 1% x Plafon Pembiayaan untuk setiap Pembiayaan yang melanggar ketentuan. Sanksi tersebut dikenakan setiap akhir bulan untuk periode paling lama 12 (dua belas) bulan. F. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 1% (satu persen) per bulan dari plafon Kredit untuk setiap Kredit yang melanggar ketentuan atau plafon Pembiayaan untuk setiap Pembiayaan yang melanggar ketentuan, dengan formula sebagai berikut: 1% x Plafon Kredit untuk setiap Kredit yang melanggar ketentuan; atau 1% x Plafon Pembiayaan untuk setiap Pembiayaan yang melanggar ketentuan. Sanksi tersebut dikenakan setiap akhir bulan untuk periode paling lama 12 (dua belas) bulan. G. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada huruf E dan huruf F tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk menyampaikan dan melaksanakan rencana perubahan (action plan). H. Bank … 38 H. Bank Indonesia mengenakan sanksi kewajiban membayar kepada Bank dengan mendebit rekening giro Rupiah Bank pada Bank Indonesia. I. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi kepada Bank, maka surat pengenaan sanksi ditembuskan kepada Otoritas Jasa Keuangan. J. Contoh perhitungan sanksi kewajiban membayar tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VIII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/25/DKMP tanggal 12 Oktober 2015 perihal Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 6 September 2016. Agar … 39 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/19/DKMP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. </reg_title> <set_date> 6 September 2016 </set_date> <effective_date> 6 September 2016 </effective_date> <replaced_reg> '17/25/DKMP|SE-BI/2015' </replaced_reg> <related_reg> '18/16/PBI/2016' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896), Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2008 perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 tanggal 3 Juni 2010 perihal Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai, serta dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bagi bank yang menyalurkan pembiayaan kepemilikan emas maka perlu mengatur secara khusus produk pembiayaan kepemilikan emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), sebagai berikut: I. UMUM 1. Pembiayaan Kepemilikan Emas yang selanjutnya disebut PKE adalah pembiayaan untuk kepemilikan emas dengan menggunakan akad murabahah. 2. Objek PKE adalah emas dalam bentuk lantakan (batangan) dan/atau perhiasan. 3. Jumlah … 3. Jumlah PKE adalah harga perolehan pembelian emas yang dibiayai oleh Bank Syariah atau UUS setelah memperhitungkan uang muka (down payment). 4. Agunan PKE adalah emas yang dibiayai oleh Bank Syariah atau UUS. II. PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS 1. Bank Syariah atau UUS wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis secara memadai, termasuk prosedur analisis yang mendasarkan antara lain pada tingkat kemampuan membayar dari nasabah. 2. Agunan PKE ditetapkan sebagai berikut: a. diikat secara gadai; b. disimpan secara fisik di Bank Syariah atau UUS; dan c. tidak dapat ditukar dengan agunan lain. 3. Jumlah PKE setiap nasabah ditetapkan paling banyak sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 4. Nasabah dimungkinkan untuk memperoleh pembiayaan Qardh Beragun Emas dan PKE secara bersamaan, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jumlah saldo pembiayaan secara keseluruhan adalah paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah); dan b. jumlah saldo PKE adalah paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 5. Uang muka (down payment) PKE ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga perolehan emas yang dibiayai oleh Bank Syariah atau UUS, dengan ketentuan sebagai berikut: a. paling … a. paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen), untuk emas dalam bentuk lantakan (batangan); dan/atau b. paling rendah sebesar 30% (tiga puluh persen), untuk emas dalam bentuk perhiasan. Uang muka PKE dibayar secara tunai oleh nasabah kepada Bank Syariah atau UUS. Sumber dana uang muka PKE harus berasal dari dana nasabah sendiri (self financing) dan bukan berasal dari pinjaman. 6. Jangka waktu PKE ditetapkan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun. Dalam hal terdapat perpanjangan jangka waktu pembiayaan maka: a. harga jual yang telah disepakati pada akad awal tidak boleh bertambah; dan b. mengacu ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai restrukturisasi pembiayaan. 7. Bank Syariah atau UUS dilarang mengenakan biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas yang digunakan sebagai agunan PKE. 8. Tata cara pembayaran pelunasan PKE ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. pembayaran dilakukan dengan cara angsuran dalam jumlah yang sama setiap bulan; b. pelunasan dipercepat dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) paling singkat 1 (satu) tahun setelah akad pembiayaan berjalan; 2) nasabah wajib membayar seluruh pokok dan margin (total piutang) dengan menggunakan dana yang bukan berasal dari penjualan agunan emas; dan 3) nasabah … 3) nasabah dapat diberikan potongan atas pelunasan dipercepat namun tidak boleh diperjanjikan dalam akad. 9. Apabila nasabah tidak dapat melunasi PKE pada saat jatuh tempo dan/atau PKE digolongkan macet maka agunan dapat dieksekusi oleh Bank Syariah atau UUS setelah melampaui 1 (satu) tahun sejak tanggal akad PKE. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan dengan sisa kewajiban nasabah dengan ketentuan sebagai berikut: a. apabila hasil eksekusi agunan lebih besar dari sisa kewajiban nasabah maka selisih lebih tersebut dikembalikan kepada nasabah; atau b. apabila hasil eksekusi agunan lebih kecil dari sisa kewajiban nasabah maka selisih kurang tersebut tetap menjadi kewajiban nasabah. 10. Bank Syariah atau UUS harus menjelaskan secara lisan dan tertulis karakteristik produk yang mencakup paling kurang: a. persyaratan calon nasabah; b. biaya-biaya yang akan dikenakan; c. besarnya uang muka yang harus dibayar nasabah; d. e. tata cara pelunasan dipercepat; tata cara penyelesaian apabila terjadi tunggakan angsuran atau nasabah tidak mampu membayar; f. konsekuensi apabila terjadi tunggakan angsuran atau nasabah yang tidak mampu membayar; dan g. hak dan kewajiban nasabah apabila terjadi eksekusi agunan emas. III. PERMOHONAN … III. PERMOHONAN PERSETUJUAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN REALISASI PRODUK PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS 1. Bank Syariah atau UUS yang akan melakukan penyaluran dana dalam produk PKE harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. 2. Tata cara, persyaratan, dan dokumen dalam rangka permohonan persetujuan produk PKE mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai produk Bank Syariah dan UUS. 3. Bank Syariah atau UUS wajib melaporkan realisasi pengeluaran produk PKE paling lama 10 (sepuluh) hari setelah dikeluarkan produk tersebut. IV. ALAMAT PERMOHONAN PERSETUJUAN DAN/ATAU PENYAMPAIAN LAPORAN Permohonan persetujuan dan/atau penyampaian laporan produk PKE diajukan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: 1. Departemen Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank Syariah atau UUS yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau 2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat dengan tembusan kepada Departemen Perbankan Syariah, bagi Bank Syariah atau UUS yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1. V. PENGHENTIAN KEGIATAN PRODUK 1. Bank Indonesia berwenang memerintahkan Bank Syariah atau UUS untuk menghentikan kegiatan produk PKE, sebagaimana … sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dalam hal kegiatan produk PKE tidak memenuhi ketentuan pada angka I, angka II, dan/atau butir III.1, dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Penghentian produk sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat bersifat tetap atau sementara. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 berlaku pula untuk Bank Syariah atau UUS yang tidak dapat melakukan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada angka VII Surat Edaran Bank Indonesia ini. VI. PENGENAAN SANKSI 1. Bank Syariah atau UUS yang menjalankan kegiatan produk PKE sebelum memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan denda uang sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Syariah atau UUS yang terlambat melaporkan realisasi pengeluaran produk PKE sesuai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam butir III.3 Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan denda uang sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (7) dan ayat (8) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. 3. Bank Syariah atau UUS yang tidak menghentikan kegiatan produk PKE sesuai perintah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka V Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal … Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. VII. KETENTUAN PERALIHAN Bank Syariah atau UUS yang telah menyalurkan pembiayaan terkait dengan kepemilikan emas sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka: 1. akad yang telah ada masih tetap berlaku dan tidak dapat dilakukan perpanjangan jangka waktu; dan 2. wajib menghentikan kegiatan penyaluran pembiayaan terkait dengan kepemilikan emas kepada nasabah baru sampai dengan mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia. VIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31 Mei 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/16/DPbS|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. </reg_title> <set_date> 31 Mei 2012 </set_date> <effective_date> 31 Mei 2012 </effective_date> <related_reg> '10/31/DPbS|SE-BI/2008', '10/17/PBI/2008', '77/DSN-MUI/V/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 17/ 9 /DPM Jakarta, 20 Mei 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5567), dan dalam rangka meningkatkan governance pelaksanaan Operasi Moneter Syariah antara lain melalui pengembangan infrastruktur transaksi, perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing sebagai berikut: 1. Ketentuan butir II.2.b diubah sehingga butir II.2 berbunyi sebagai berikut: 2. Karakteristik transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagai berikut: a. jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit Valas Syariah adalah Dolar Amerika Serikat; b. transaksi Term Deposit Valas Syariah memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung setelah … 2 setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan surat berharga; d. atas transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia memberikan imbalan; dan e. Term Deposit Valas Syariah dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian. 2. Ketentuan butir II.8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 8. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Ketentuan Bab III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: III. PELAKSANAAN LELANG A. Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti Lelang Transaksi Term Deposit Valas Syariah 1. Sebelum mengikuti pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah, dilakukan pendaftaran dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk Bank menyampaikan surat pemohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: 1) nama Bank; 2) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID), dalam hal Bank telah memiliki TCID; 3) dalam hal Bank memiliki rekening di bank koresponden, menyampaikan: a) 1 (satu) nama dan nomor rekening Bank di bank koresponden; dan b) Bank Identifier Code (BIC) Bank. 4) dalam hal Bank tidak memiliki rekening di bank koresponden, menyampaikan: a) 1 (satu) … 3 a) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; dan b) BIC bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen. b. untuk Pialang menyampaikan surat permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: 1) nama Pialang; dan 2) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah memiliki TCID; 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 hanya disampaikan Bank dan Pialang pada saat pertama kali akan melakukan transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia. Contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Moneter Grup Manajemen Risiko, Pengelolaan Sistem dan Informasi Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Dalam hal terjadi perubahan atau penggantian alamat surat menyurat akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. 4. Dalam hal terjadi perubahan informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank dan Pialang menyampaikan … 4 menyampaikan pengkinian informasi melalui surat dengan menggunakan contoh surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2, yang dapat didahului dengan surat elektronik (email) kepada dpm- dpom@bi.go.id. 5. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 4 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 3. 6. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran melalui surat untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank dan Pialang, yang memuat informasi antara lain sebagai berikut: a. TCID dalam hal Bank dan/atau Pialang belum memiliki TCID; b. kode individual page yang terdiri dari active page, historical page, dan confirmation page pada sistem otomasi lelang operasi moneter valas; dan c. tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah. B. Pengumuman Rencana Lelang Term Deposit Valas Syariah 1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah paling lambat sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lainnya yang digunakan Bank Indonesia. 3. Window time transaksi Term Deposit Valas Syariah dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit Valas Syariah, memuat antara lain: a. sarana pengajuan penawaran lelang; b. tanggal … 5 b. c. d. tanggal lelang; jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; target indikatif; e. persentase besaran sanksi; f. window time; dan/atau g. tanggal setelmen (tanggal valuta). 4. Ketentuan Bab IV diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: IV. PENGAJUAN PENAWARAN 1. Bank secara langsung dan/atau melalui Pialang mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan sesuai dengan pengaturan waktu yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia. 2. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah penawaran nilai nominal menurut jangka waktu Term Deposit Valas Syariah, memuat informasi paling kurang sebagai berikut: a. nama lelang (auction name); b. penawaran nominal; dan/atau c. TCID Bank, dalam hal Pialang mengajukan penawaran untuk dan atas nama Bank. 3. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Bank dan Pialang paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); b. dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan Pialang dapat mengajukan koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah; c. koreksi … 6 c. koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bank dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi nama lelang (auction name); dan/atau 2) Pialang yang mengajukan penawaran lelang Term Deposit Valas Syariah untuk dan atas nama Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi TCID Bank dan nama lelang (auction name), d. koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; e. Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; f. Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; g. Pialang harus menyampaikan informasi kepada Bank mengenai transaksi Term Deposit Valas Syariah yang telah diajukan untuk kepentingan Bank; dan h. Bank dan Pialang harus memantau kebenaran informasi penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 5. Ketentuan Bab VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VI. PENGUMUMAN HASIL LELANG TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1. secara keseluruhan kepada semua Bank dan/atau Pialang, pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah … 7 Syariah melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal penawaran yang dimenangkan dan tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah; 2. secara individual kepada masing-masing pemenang lelang, pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah melalui sistem otomasi lelang operasi moneter valas, antara lain berupa jangka waktu, nilai nominal, tingkat imbalan, dan nominal imbalan Term Deposit Valas Syariah yang dimenangkan. 6. Ketentuan butir VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VII. SETELMEN TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH 1. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas Syariah a. Setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. b. Bank menyediakan dana di rekening giro pada bank koresponden atau bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah. c. Pada tanggal setelmen, Bank wajib mentransfer kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah untuk setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden. d. Bank menyampaikan konfirmasi setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam huruf c melalui SWIFT message format MT320 atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Devisa. e. Dalam hal Bank tidak mentransfer kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf c maka transaksi … 8 transaksi Term Deposit Valas Syariah dinyatakan batal. f. Atas batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter Syariah. g. Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, apabila pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit Valas Syariah maka pembatalan tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 2. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas Syariah a. Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu dengan melakukan transfer ke rekening Bank pada bank koresponden sebesar nilai tunai. b. Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung dengan rumus sebagai berikut : Nilai tunai = N × 1 + r k 360 hari Keterangan: N = Nominal Term Deposit Valas Syariah r = tingkat imbalan yang dimenangkan k = jangka waktu Term Deposit Valas Syariah 7. Ketentuan butir VIII.1 diubah dengan mengubah huruf d dan menambahkan huruf f sehingga butir VIII.1 berbunyi sebagai berikut: VIII. PENCAIRAN SEBELUM JATUH WAKTU (EARLY REDEMPTION) TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH 1. Pengajuan Early Redemption a. Bank … 9 a. Bank dapat mengajukan early redemption Term Deposit Valas Syariah paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah yang akan dilakukan early redemption. b. Bank dapat mengajukan early redemption pada setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit Valas Syariah dengan jangka waktu melebihi overnight. c. Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam huruf b diajukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. d. Pengajuan dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. e. Pengajuan early redemption dilakukan paling kurang sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). f. Pengajuan early redemption disertai informasi reference number dan informasi nama lelang (auction name) pada saat pengajuan transaksi lelang Term Deposit Valas Syariah. g. Pengajuan early redemption disertai informasi deal ticket konfirmasi pada saat transaksi, dengan mencantumkan informasi waktu transaksi (GMT). h. Bank yang melakukan early redemption Term Deposit Valas Syariah memperoleh imbalan secara proporsional dengan rumus sebagai berikut: imbalan = nominal early redemption × tingkat imbalan k × 360 keterangan : k = jangka waktu sampai dengan setelmen early redemption Term Deposit Valas Syariah di Bank Indonesia i. Bank … 10 i. Bank dikenakan biaya early redemption Term Deposit Valas Syariah sebesar 10% (sepuluh persen) dari imbalan sebagaimana dimaksud dalam huruf h. 8. Di antara Bab VIII dan Bab IX disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab VIIIA yang berbunyi sebagai berikut: VIIIA. KONDISI TIDAK NORMAL PADA SISTEM OTOMASI LELANG OPERASI MONETER VALAS 1. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem otomasi lelang operasi moneter valas transaksi yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia segera membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan melalui sistem otomasi lelang operasi moneter valas. 2. Bank Indonesia menginformasikan mengenai pembatalan proses lelang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. 3. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat kembali membuka proses lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan secara manual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. 4. Proses lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan secara manual sebagaimana dimaksud dalam angka 3 diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengumuman Lelang 1) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah paling lambat sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. 2) Pengumuman rencana transaksi Term Deposit Valas Syariah memuat informasi sebagaimana diatur dalam butir III.B.4. b. Pengajuan Penawaran 1) Bank … 11 1) Bank dan Pialang mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan. 2) Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 1) adalah penawaran kuantitas menurut jangka waktu Term Deposit Valas Syariah, yang meliputi informasi: a) nama Bank; b) c) tanggal transaksi; jangka waktu; d) Standard Settlement Instruction; dan e) penawaran nominal. 3) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengajuan setiap penawaran nominal dari Bank dan Pialang paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); b) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan Pialang hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah; c) koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Bank dan jangka waktu Term Deposit Valas Syariah; d) koreksi … 12 d) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran; e) Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; f) Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; g) dalam hal Bank dan Pialang mengajukan penawaran tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. c. Penetapan Pemenang Lelang 1) Bank Indonesia menetapkan Term Deposit Valas Syariah yang dimenangkan dengan cara: a) penawaran nilai nominal yang diajukan Bank dimenangkan seluruhnya; b) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: (1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi nol; (2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD … 13 USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). 2) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah. d. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas Syariah Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan kepada semua Bank dan Pialang melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang (weighted average) tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah; 2) melakukan konfirmasi kepada Bank yang memenangkan lelang secara individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, antara lain sebagai berikut: a) nilai nominal yang dimenangkan dan tingkat imbalan; b) tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan c) permintaan Standard Settlement Instruction Bank; 3) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Pialang, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) konfirmasi dilakukan melalui Pialang apabila Bank yang bersangkutan tidak memiliki … 14 memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia; atau b) konfirmasi dilakukan kepada Bank yang bersangkutan, apabila Bank yang bersangkutan memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. e. Setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Nilai nominal yang tercantum pada setiap deal ticket konfirmasi lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah harus sama dengan nilai nominal setiap penawaran yang dimenangkan. 2) Pelaksanaan setelmen dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab VII. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 15 Juni 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/9/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing. </reg_title> <set_date> 20 Mei 2015 </set_date> <effective_date> 15 Juni 2015 </effective_date> <changed_reg> '16/13/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg> <related_reg> '16/12/PBI/2014', '16/13/DPM|SE-BI/2014' </related_reg>
No. 10/9/DASP Jakarta, 5 Maret 2008 S U R A T E D A R A N Perihal : Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan dan Pengawasan Sistem BI-RTGS Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/6/PBI/2008 tanggal 18 Februari 2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4820), perlu diatur lebih lanjut mengenai prinsip-prinsip penyelenggaraan dan pengawasan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) sebagai berikut: A. Pokok-Pokok Pengaturan Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/6/PBI/2008 tanggal 18 Februari 2008 tentang Sistem BI-RTGS, penyelenggaraan Sistem BI-RTGS mengacu pada The Core Principles for Systemically Important Payment System (CP-SIPS) yang diterbitkan oleh Bank for International Settlement (BIS). Berkenaan dengan hal tersebut, penyelenggaraan Sistem BI-RTGS harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS harus didasarkan pada dasar hukum yang kuat, yang antara lain memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. keabsahan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS; b. kepastian hukum pelaksanaan transaksi melalui Sistem BI-RTGS; c. kepastian Penyelesaian Akhir (finality of settlement); dan d. kepastian hukum mengenai hak, kewajiban, serta tanggung jawab Penyelenggara dan Peserta. 2. Penyelenggara harus menyusun ketentuan dan prosedur yang memberikan kejelasan kepada Peserta mengenai risiko finansial yang dihadapi … 2 dihadapi Peserta sehubungan dengan keikutsertaannya dalam Sistem BI- RTGS. Ketentuan dan prosedur tersebut antara lain harus memuat : a. disain sistem (system design); b. c. alur transaksi (flow of transactions); jam operasional dan prosedur manajemen risiko yang menjelaskan segala risiko finansial yang mungkin timbul sehubungan dengan keikutsertaan dalam Sistem BI-RTGS. 3. Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS harus dilengkapi dengan prosedur yang jelas dalam rangka pengelolaan risiko sistem pembayaran, yang dapat dilakukan antara lain melalui: a. Penyediaan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) sebagaimana dimaksud pada ketentuan Bank Indonesia mengenai FLI dan FLI Syariah (FLIS) serta penetapan jenis transaksi yang harus diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS oleh Bank Indonesia. b. Tersedianya fasilitas pada Penyelenggara untuk melakukan monitoring saldo secara real time, gridlock detection, gridlock resolution, monitoring antrian transaksi, dan mengubah urutan prioritas transaksi. c. Himbauan kepada Peserta agar pengiriman transaksi tidak terakumulasi pada akhir jam operasional Sistem BI-RTGS yang dapat mengakibatkan kemacetan transaksi (gridlock), yaitu dengan memberikan pedoman untuk mengirimkan persentase tertentu dari volume transaksi sampai dengan batas waktu tertentu (throughput guidelines atau graduated payment schedule). d. Pembedaan biaya transaksi Sistem BI-RTGS berdasarkan waktu, untuk memberikan dorongan/insentif kepada Peserta agar mengirimkan transaksi lebih awal guna meminimalkan risiko likuiditas dan mencegah terjadinya gridlock. e. Tersedianya fasilitas pada Peserta untuk memonitor antrian dan mengubah urutan antrian transaksi. 4. Penyelenggara … 3 4. Penyelenggara harus menjamin bahwa disain Sistem BI-RTGS dapat memastikan hal-hal sebagai berikut: a. seluruh transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang telah dilakukan Penyelesaian Akhirnya bersifat final dan irrevocable; b. Penyelesaian Akhir dilakukan secara seketika (real time); dan c. Penyelesaian Akhir dilaksanakan pada jam operasional yang ditetapkan oleh Penyelenggara, termasuk perubahan dan/atau perpanjangannya. 5. Penyelesaian Akhir dilakukan dengan menggunakan dana yang tersedia pada Rekening Giro Peserta di Bank Indonesia. Dalam hal ini, Penyelesaian Akhir hanya dilakukan jika dana yang tersedia pada Rekening Giro Peserta tersebut masih memiliki saldo yang cukup, yang mencakup pula FLI yang diterima Peserta dari Bank Indonesia. 6. Sistem BI-RTGS harus diselenggarakan dengan tingkat keamanan yang tinggi dan dapat berfungsi (available) sepanjang jam operasional yang ditetapkan, serta memiliki prosedur penanganan dalam kondisi gangguan dan/atau keadaan darurat. Untuk mewujudkan hal tersebut, Penyelenggara harus melakukan antara lain hal-hal sebagai berikut: a. menyediakan sistem cadangan; b. menyusun mekanisme dan prosedur keberlangsungan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS (Business Continuity Plan/BCP); dan c. melakukan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka menjamin keamanan dan kehandalan Sistem BI-RTGS. 7. Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS harus dapat dilaksanakan secara efisien dan praktis sehingga bermanfaat bagi Peserta dan perekonomian secara umum. 8. Penyelenggara harus menjamin bahwa kriteria kepesertaan bersifat objektif dan transparan. Untuk memastikan bahwa calon Peserta dan Peserta … 4 Peserta memenuhi persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara, Penyelenggara berwenang untuk: a. mewajibkan: 1) calon Peserta untuk menyampaikan dokumen dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan Penyelenggara, antara lain terkait dengan kepemilikan Rekening Giro dan penyediaan perangkat Sistem BI-RTGS; 2) Peserta untuk menyampaikan laporan berkala dan insidentil serta memenuhi setiap kewajiban yang ditetapkan Penyelenggara, antara lain terkait dengan penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis dan laporan hasil audit. b. melakukan pemeriksaan langsung (on site inspection) terhadap calon Peserta dan Peserta. 9. Penyelenggara harus menerapkan tata kelola yang efektif, akuntabel, dan transparan, yang dilaksanakan antara lain melalui: a. fungsi internal audit; b. pengawasan terhadap Sistem BI-RTGS oleh pengawas sistem pembayaran; c. B. pengkonsultasian rencana kebijakan dengan Peserta; dan d. publikasi laporan. Jenis Transaksi yang Harus Diselesaikan Melalui Sistem BI-RTGS Jenis transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir A.3.a yaitu: 1. 2. transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) atau Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS); transaksi antara bank dengan Bank Indonesia dalam rangka jual/beli Surat Berharga seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang Negara (SUN); 3. transaksi antar bank dalam rangka jual/beli Surat Berharga yang penyelesaiannya dilakukan dengan mekanisme Delivery Versus Payment (DVP) melalui BI-SSSS; 4. transaksi … 5 4. transaksi antar bank, baik untuk kepentingan bank sendiri maupun untuk kepentingan nasabah bank, dengan nilai nominal sesuai ketentuan batas nominal transfer kredit yang diatur dalam ketentuan mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia; 5. transaksi-transaksi lain yang harus diselesaikan oleh Peserta melalui Sistem BI-RTGS yang akan diberitahukan oleh Bank Indonesia. Selain jenis transaksi yang harus dilakukan melalui Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5, Penyelenggara berwenang untuk menetapkan transaksi-transaksi lain yang dapat diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS. C. Pengawasan Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS Dalam rangka memastikan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS sesuai dengan prinsip-prinsip dalam CP-SIPS sebagaimana diatur dalam PBI Sistem BI- RTGS, Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. Berkenaan dengan kegiatan pengawasan tersebut, Penyelenggara harus melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT); 2. Melakukan security audit terhadap Sistem BI-RTGS dan jaringan terkait; 3. Menyampaikan KPT, Laporan Hasil Security Audit (LHSA), Laporan Hasil Pemeriksaan Internal (LHPI) dan laporan penyelenggaraan lainnya serta memberikan informasi lainnya yang diperlukan kepada unit kerja pengawasan sistem pembayaran di Bank Indonesia; dan 4. Memastikan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan terhadap Perjanjian antara Penyelenggara dan Peserta. D. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 31 Maret 2008. Agar … 6 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DYAH N.K. MAKHIJANI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/9/DASP|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan dan Pengawasan Sistem BI-RTGS </reg_title> <set_date> 5 Maret 2008 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date> <related_reg> '10/6/PBI/2008' </related_reg>
No. 3/16/DPBPR Jakarta, 18 Juli 2001 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan telah dikeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/12/PBI/2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4123) tanggal 9 Juli 2001 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat maka perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM 1. Pembayaran jaminan Pemerintah dilakukan setelah Bank Indonesia membekukan kegiatan usaha tertentu BPR. 2. Perhitungan hari dalam hal pembayaran fee penjaminan atau penyampaian laporan kepada Bank Indonesia dan atau Departemen Keuangan oleh BPR sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut didasarkan pada hari kalender. 3. Perhitungan … 2 3. Perhitungan jangka waktu pembayaran fee penjaminan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut dihitung sejak diterimanya setoran fee oleh Bank Indonesia. 4. Lampiran yang digunakan dalam pelaksanaan Program Penjaminan Pemerintah, berupa: a. surat pernyataan Direksi dan Dewan Komisaris tentang keikutsertaan dalam Program Penjaminan Pemerintah; b. surat pernyataan Pemilik/Pemegang Saham tentang keikutsertaan dalam Program Penjaminan Pemerintah; c. daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR; d. rekapitulasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR; e. hasil verifikasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR; f. hasil verifikasi daftar aset BPR; g. laporan pelaksanaan tugas Pengelola Sementara; h. pemberitahuan ketidakmampuan membayar kewajiban; i. surat pernyataan hasil verifikasi Pengelola Sementara; j. surat pernyataan hasil verifikasi Kantor Akuntan Publik; k. rincian biaya operasional Pengelola Sementara; dan l. pengumuman, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. II. BUNGA SIMPANAN PIHAK KETIGA YANG DIJAMIN 1. Suku bunga maksimum dalam rangka penjaminan BPR didasarkan pada suku bunga maksimum simpanan pihak ketiga Bank Umum dalam Rupiah yang diumumkan Bank Indonesia pada bulan sebelumnya, dengan ketentuan: a. untuk tabungan digunakan suku bunga simpanan pihak ketiga yang berjangka waktu 1 (satu) bulan; b. untuk deposito berjangka digunakan suku bunga simpanan pihak ketiga sesuai dengan jangka waktunya. Contoh : Bank Indonesia mengumumkan suku bunga penjaminan simpanan pihak ketiga Bank Umum dalam Rupiah bulan Januari 2001 sebagai berikut: 1) jangka … 3 1) jangka waktu 1 (satu) bulan sebesar 12% per tahun. 2) jangka waktu 3 (tiga) bulan sebesar 13% per tahun. 3) jangka waktu 6 (enam) bulan sebesar 14% per tahun. 4) jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebesar 15% per tahun. 5) jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan sebesar 16% per tahun, maka suku bunga simpanan pihak ketiga pada BPR pada bulan Februari 2001 yang dijamin: 1) untuk tabungan adalah sebesar 12% per tahun. 2) untuk deposito berjangka yang berjangka waktu 3 (tiga) bulan adalah sebesar 13% per tahun. 2. Dalam hal suku bunga yang ditetapkan oleh BPR lebih rendah dari suku bunga penjaminan maka suku bunga yang dijamin adalah sebesar suku bunga yang ditetapkan oleh BPR kepada nasabah dimaksud. Contoh: BPR menetapkan suku bunga simpanan pihak ketiga sebesar 10% per tahun dan suku bunga penjaminan sebesar 12% per tahun maka bunga yang dijamin pembayarannya maksimum sebesar 10% per tahun. 3. Dalam hal suku bunga yang ditetapkan oleh BPR lebih tinggi dari suku bunga penjaminan maka suku bunga yang dijamin adalah sebesar suku bunga penjaminan, sedangkan kelebihannya tidak dijamin oleh Pemerintah dan menjadi beban BPR. Contoh: BPR menetapkan suku bunga simpanan pihak ketiga sebesar 14% per tahun dan suku bunga penjaminan sebesar 12% per tahun, maka bunga yang dijamin pembayarannya maksimum sebesar 12% per tahun dan sisanya sebesar 2% per tahun menjadi beban BPR. 4. Bunga tabungan dan deposito berjangka yang belum diperhitungkan sebelum berlakunya program penjaminan Pemerintah tidak dijamin. 5. Bunga tabungan yang belum diperhitungkan oleh BPR dihitung secara tidak bunga berbunga sejak BPR belum menghitung bunga sampai dengan akhir bulan sebelum tanggal pembekuan. Perhitungan tersebut berdasarkan suku bunga penjaminan yang berlaku dan saldo tabungan pada akhir bulan sebelum tanggal pembekuan. 6. Bunga … 4 6. Bunga yang belum diperhitungkan atas deposito berjangka yang telah jatuh tempo dan tidak bersifat Automatic Roll Over (ARO), tidak dijamin. 7. Pembayaran bunga simpanan pihak ketiga BPR ditetapkan sebagai berikut: a. dalam hal BPR belum memperhitungkan bunga tabungan atau deposito berjangka secara penuh sampai dengan akhir bulan sebelum tanggal pembekuan maka: 1) bunga tabungan dihitung sejak BPR tidak menghitung bunga sampai dengan akhir bulan sebelum tanggal pembekuan, dengan menggunakan suku bunga penjaminan yang berlaku pada akhir bulan sebelum tanggal pembekuan; 2) bunga deposito berjangka dihitung sejak BPR tidak menghitung bunga sampai dengan tanggal pembekuan, dengan menggunakan suku bunga penjaminan yang berlaku pada saat penerbitan atau perpanjangannya; 3) bunga deposito berjangka yang belum genap 1 (satu) bulan tidak dibayar. Contoh: a) BPR tidak menghitung bunga tabungan dan deposito berjangka sejak tanggal 1 Juni 2000. b) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17 September 2000. c) saldo tabungan nasabah A pada posisi akhir bulan sebelum pembekuan (Agustus 2000) sebesar Rp100.000,00. Suku bunga tabungan BPR untuk nasabah A pada bulan Agustus 2000 sebesar 36% pertahun. d) nominal deposito berjangka 12 bulan (periode 15 September 1999 sampai dengan 15 September 2000) nasabah B pada posisi akhir Mei 2000 sebesar Rp1.000.000,00. Suku bunga deposito berjangka untuk nasabah B sebesar 24% per tahun. e) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan adalah sebagai berikut: Agustus 1999 … 5 Agustus 1999 - 1 bulan - 3 bulan - 6 bulan - 12 bulan - 24 bulan = 13% pertahun, = 13% pertahun, = 13% pertahun, = 18% pertahun, = 18% pertahun, Juli 2000 12% pertahun 13% pertahun 14% pertahun 15% pertahun 16% pertahun maka: - bunga tabungan untuk nasabah A dihitung sejak tanggal 1 Juni 2000 sampai dengan tanggal 31 Agustus 2000 yaitu selama 3 (tiga) bulan. Bunga yang dijamin adalah Rp100.000,00 x 12% x 3/12 = Rp 3.000,00. - bunga deposito berjangka untuk nasabah B dihitung sejak tanggal 15 Mei sampai dengan 15 September 2000 atau 4 (empat) bulan adalah Rp1.000.000,00 x 18% x 4/12 = Rp60.000,00. b. dalam hal BPR telah memperhitungkan bunga tabungan dan deposito berjangka sampai dengan bulan terakhir sebelum tanggal pembekuan dengan menggunakan suku bunga yang lebih tinggi dari pada suku bunga penjaminan, maka: 1) bunga tabungan pada bulan terakhir sebelum tanggal pembekuan dihitung kembali dengan menggunakan suku bunga penjaminan yang berlaku pada akhir bulan sebelum tanggal pembekuan. Contoh : a) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17 September 2000. b) BPR telah menghitung bunga tabungan sampai dengan tanggal 31 Agustus 2000 dengan suku bunga sebesar 36% pertahun. c) saldo tabungan nasabah A pada posisi akhir Agustus 2000 sebesar Rp100.000,00. d) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan Juli 2000 (berlaku untuk bulan Agustus 2000) adalah sebagai berikut: - 1 bulan … 6 - 1 bulan - 3 bulan - 6 bulan - 12 bulan - 24 bulan = 12% pertahun, = 13% pertahun, = 14% pertahun, = 15% pertahun, = 16% pertahun. maka tabungan yang dibayarkan kepada nasabah A adalah: Rp100.000,00 – {Rp100.000,00 x (36%-12%) x 1/12} = Rp 98.000,00. 2) bunga deposito berjangka sampai dengan akhir bulan sebelum tanggal pembekuan dan belum dibayar secara tunai maka bunga dihitung kembali dengan menggunakan suku bunga penjaminan pada saat penerbitan atau perpanjangannya. Bunga deposito berjangka yang belum dibayar secara tunai adalah bunga yang dicatat dalam pos kewajiban segera dapat dibayar, tabungan atau rupa-rupa pasiva. Contoh: a) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17 September 2000. b) BPR telah menghitung bunga deposito berjangka sampai dengan tanggal 31 Agustus 2000 dengan suku bunga sebesar 36% pertahun. c) deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan (periode 30 Juni sampai dengan 31 Agustus 2000) nasabah A pada posisi akhir Agustus 2000 sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). d) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan Mei 2000 adalah sebagai berikut: - 1 bulan - 3 bulan - 6 bulan - 12 bulan - 24 bulan maka: - bunga … = 12% pertahun, = 13% pertahun, = 14% pertahun, = 15% pertahun, = 16% pertahun, 7 - bunga deposito berjangka yang telah dihitung BPR untuk nasabah A adalah Rp1.000.000,00 x 36% x 3/12 = Rp90.000,00. - bunga deposito berjangka yang dijamin untuk nasabah A adalah Rp1.000.000,00 x 13% x 3/12 = Rp32.500,00. 3) bunga deposito berjangka sampai dengan akhir bulan sebelum tanggal pembekuan yang belum dibayar secara tunai (tunggakan bunga) dan telah dikapitalisasi menjadi deposito berjangka baru serta adanya itikad tidak baik dari pengurus BPR, tidak dijamin. 8. Pembayaran bunga simpanan pihak ketiga untuk BPR yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha ditetapkan sebagai berikut: a. dalam hal BPR belum memperhitungkan bunga tabungan atau deposito berjangka secara penuh sampai dengan laporan bulanan terakhir, maka: 1) bunga tabungan dihitung sejak BPR tidak menghitung bunga sampai dengan akhir bulan laporan bulanan terakhir yang diterima Bank Indonesia dengan suku bunga penjaminan yang berlaku pada laporan bulanan terakhir. 2) bunga deposito berjangka dihitung sejak BPR tidak menghitung bunga sampai dengan akhir bulan laporan bulanan terakhir yang diterima Bank Indonesia, dengan menggunakan suku bunga penjaminan yang berlaku pada saat penerbitan atau perpanjangannya. Contoh: a) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17 September 2000. b) laporan bulanan terakhir yang diterima Bank Indonesia adalah posisi bulan Agustus 1999. c) BPR tidak menghitung bunga tabungan dan deposito berjangka sejak tanggal 1 Juni 1999. d) saldo tabungan nasabah A pada posisi akhir Mei 1999 sebesar Rp100.000,00. Suku bunga tabungan untuk nasabah A pada bulan Mei 1999 sebesar 36% pertahun. e) nominal deposito berjangka 12 bulan (15 September 1998 sampai dengan 15 September 1999) untuk nasabah B pada posisi akhir Mei 1999 sebesar Rp1.000.000,00. Suku bunga deposito berjangka untuk nasabah B sebesar 12% per tahun. f) suku … 8 f) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan adalah sebagai berikut: Agustus 1998 - 1 bulan - 3 bulan - 6 bulan - 12 bulan - 24 bulan = 13% pertahun, = 13% pertahun, = 13% pertahun, = 18% pertahun, = 18% pertahun, Juli 1999 12% pertahun 13% pertahun 14% pertahun 15% pertahun 16% pertahun maka: - bunga tabungan untuk nasabah A dihitung sejak tanggal 1 Juni 1999 sampai dengan tanggal 31 Agustus 1999 yaitu selama 3 (tiga) bulan. Bunga yang dijamin adalah Rp100.000,00 x 12% x 3/12 = Rp 3.000,00. - bunga deposito berjangka untuk nasabah B dihitung sejak Juni sampai dengan Agustus 1999 atau 3 (tiga) bulan yaitu sebesar Rp1.000.000,00 x 12% x 3/12 = Rp30.000,00. b. dalam hal BPR telah memperhitungkan bunga tabungan dan deposito berjangka sampai dengan akhir bulan laporan bulanan terakhir dengan menggunakan suku bunga yang lebih tinggi dari pada suku bunga penjaminan, maka: 1) bunga tabungan pada bulan laporan bulanan terakhir yang diterima Bank Indonesia dihitung kembali dengan menggunakan suku bunga penjaminan pada akhir bulan laporan bulanan terakhir. Contoh: a) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17 Juni 2000. b) Laporan bulanan terakhir yang diterima Bank Indonesia adalah posisi Mei 1999. c) BPR telah menghitung bunga tabungan sampai dengan tanggal 31 Mei 1999 dengan suku bunga sebesar 36% pertahun. d) saldo tabungan nasabah A pada posisi akhir Mei 1999 sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). e) suku … 9 e) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan April 1999 adalah sebagai berikut: - 1 bulan - 3 bulan - 6 bulan - 12 bulan - 24 bulan = 12% pertahun, = 13% pertahun, = 14% pertahun, = 15% pertahun, = 16% pertahun. maka tabungan yang dibayarkan kepada nasabah A adalah: Rp100.000,00 – (Rp100.000,00 x 24% x 1/12) = Rp 98.000,00. 2) bunga deposito berjangka sampai dengan laporan bulanan terakhir yang diterima Bank Indonesia dan belum dibayarkan maka bunga dihitung kembali dengan menggunakan suku bunga penjaminan pada saat penerbitan atau perpanjangannya. Contoh: a) BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu pada tanggal 17 Juli 2001. b) laporan bulanan terakhir yang diterima Bank Indonesia adalah posisi bulan Juni 2000. c) BPR telah menghitung bunga deposito berjangka sampai dengan tanggal 30 Juni 2000 dengan suku bunga sebesar 36% pertahun. d) deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan (periode 31 Maret sampai dengan 30 Juni 2000) nasabah A pada posisi akhir Juni 2000 sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). e) suku bunga penjaminan yang diumumkan pada akhir bulan Februari 2000 (berlaku untuk bulan Maret 2000) adalah sebagai berikut : - 1 bulan - 3 bulan - 6 bulan - 12 bulan - 24 bulan = 12% pertahun, = 13% pertahun, = 14% pertahun, = 15% pertahun, = 16% pertahun, maka : … 10 maka: - bunga deposito berjangka yang telah dihitung BPR untuk nasabah A adalah Rp1.000.000,00 x 36% x 3/12 = Rp90.000,00. - bunga deposito berjangka yang dijamin untuk nasabah A adalah Rp1.000.000,00 x 13% x 3/12 = Rp32.500,00. 9. Bunga deposito berjangka yang belum genap satu bulan tidak dijamin. Contoh: a. deposito berjangka diterbitkan pada tanggal 25 Januari 2001, BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu tanggal 10 Februari 2001 maka untuk bunga deposito periode 25 Januari sampai dengan 10 Februari 2001, tidak dijamin. b. deposito berjangka 3 (tiga) bulan diterbitkan pada tanggal 25 Januari 2001, BPR dibekukan kegiatan usaha tertentu tanggal 10 April 2001 maka bunga deposito yang dijamin adalah periode 25 Januari sampai dengan 25 Maret 2001 (dua bulan), sedangkan periode 26 Maret sampai dengan 10 April 2001, tidak dijamin. III. PERSYARATAN PENJAMINAN 1. Surat pernyataan keikutsertaan dalam Program Penjaminan Pemerintah oleh Direksi dan dewan Komisaris BPR dibuat dengan format sebagaimana contoh Lampiran 1. 2. Surat pernyataan keikutsertaan dalam Program Penjaminan Pemerintah oleh pemilik/pemegang saham BPR dibuat dengan format sebagaimana contoh Lampiran 2. 3. Daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR dibuat dengan format sebagaimana contoh Lampiran 3. 4. Rekapitulasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR dibuat dengan format sebagaimana contoh Lampiran 4. 5. Daftar nominatif dan rekapitulasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR yang wajib diserahkan kepada Bank Indonesia untuk pertama kali adalah posisi tanggal 31 Maret 2001. Sedangkan bagi BPR yang didirikan setelah tanggal 31 Maret 2001, maka daftar nominatif dan rekapitulasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga BPR tersebut untuk pertama kali adalah posisi akhir bulan sebelum BPR ikut serta dalam program penjaminan Pemerintah. IV. TATA … 11 IV. TATA CARA PERHITUNGAN FEE PENJAMINAN 1. Pembayaran fee untuk periode bulan Desember 1998 sampai dengan Mei 1999, dihitung berdasarkan posisi simpanan pihak ketiga yang dijamin pada akhir bulan November 1998 yang dibayarkan selambat-lambatnya akhir bulan Januari 1999. Besarnya fee yang telah dibayar tersebut dihitung kembali berdasarkan realisasi rata-rata simpanan pihak ketiga periode bulan Desember 1998 sampai dengan bulan Mei 1999. Contoh: Jumlah simpanan pihak ketiga posisi akhir November 1998 sebesar Rp 300.000.000,00, sehingga fee yang dibayar adalah sebesar (0,10% x Rp 300.000.000,00) x 6/12 = Rp 150.000,00. 2. Pembayaran fee untuk periode bulan Juni 1999 sampai dengan November 1999, dihitung berdasarkan posisi simpanan pihak ketiga yang dijamin akhir bulan Mei 1999 dan dibayarkan selambat- lambatnya akhir bulan Juli 1999. Contoh: Jumlah simpanan pihak ketiga posisi akhir Mei 1999 sebesar Rp 310.000.000,00, sehingga fee yang dibayar adalah sebesar (0,10% x Rp 310.000.000,00) x 6/12 = Rp 155.000,00. Jumlah fee yang telah dibayarkan pada bulan Januari 1999 sebesar Rp 150.000,00, sedangkan besarnya fee dari hasil perhitungan ulang (periode Desember 1998 sampai dengan Mei 1999) sebesar Rp 157.500,00, dengan perhitungan sebagai berikut: No Posisi 1 31 Desember 1998 2 31 Januari 1999 3 28 Februari 1999 4 31 Maret 1999 5 30 April 1999 6 31 Mei 1999 Total Rata-rata Tabungan Simpanan Pihak Ketiga Deposito Nominal (dalam Rp) 100.000.000 140.000.000 110.000.000 100.000.000 130.000.000 110.000.000 690.000.000 Nominal (dalam Rp) 200.000.000 200.000.000 210.000.000 190.000.000 200.000.000 200.000.000 1.200.000.00 Jumlah Nominal (dalam Rp) 300.000.000 340.000.000 320.000.000 290.000.000 330.000.000 310.000.000 1.890.000.00 315.000.000 Fee … 12 Fee hasil perhitungan ulang periode Desember 1998 sampai dengan Mei 1999 adalah sebesar (0,10% x Rp 315.000.000,00) x 6/12 = Rp157.500,00 sehingga terdapat kekurangan pembayaran fee sebesar Rp7.500,00. Jumlah fee yang harus dibayar BPR adalah sebesar Rp 155.000,00 + Rp 7.500,00 = Rp 162.500,00 dan selambat-lambatnya pada akhir bulan Juli 1999. Besarnya fee yang telah dibayar tersebut dihitung kembali berdasarkan realisasi rata-rata simpanan pihak ketiga yang dijamin periode bulan Juni 1999 sampai dengan bulan November 1999. 3. Pembayaran fee untuk periode berikutnya, dilakukan seperti perhitungan pada angka 1 dan angka 2 tersebut di atas. 4. Dalam hal BPR menunggak fee sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia tersebut, perhitungan tunggakan fee dilakukan sebagai berikut: Contoh: BPR belum membayar fee penjaminan untuk periode: a. Desember 1998 – Mei 1999 b. Juni 1999 – Nopember 1999 c. Desember 1999 – Mei 2000 d. Juni 2000 – Nopember 2000 e. Desember 2000 – Mei 2001 sebesar Rp15.000,00 sebesar Rp20.000,00 sebesar Rp25.000,00 sebesar Rp30.000.00 sebesar Rp35.000,00, maka jumlah seluruh tunggakan fee yang harus dibayar BPR sebesar Rp125.000,- 5. Pembayaran fee penjaminan BPR dan tunggakannya dapat dilakukan dengan penyetoran secara tunai atau melalui transfer/kliring untuk untung rekening Pemerintah di Bank Indonesia Jakarta Nomor 519.999001 “Penerimaan Fee Penjaminan BPR”, yaitu: a. setoran tunai, pada: 1) Bank Indonesia Jakarta - Bagian Kas Thamrin Jakarta bagi BPR yang berada di wilayah DKI Jakarta Raya, Kabupaten/ Kotamadya Bogor, Tangerang, Bekasi, Karawang, Serang, Pandeglang dan Lebak; atau 2) Kantor … 13 2) Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPR yang berada di luar wilayah di atas. b. transfer/kliring: BPR dapat melakukan penyetoran fee penjaminan BPR melalui Bank Umum dengan mencantumkan secara jelas nomor rekening 519.999001 dan nama rekening yaitu “Penerimaan Fee Penjaminan BPR” Bank Indonesia Jakarta. V. PENGELOLA SEMENTARA 1. Tugas, kewajiban dan tanggung jawab Pengelola Sementara ditetapkan sebagai berikut: a. menerima serah terima dari Pengurus BPR sebelumnya atau BPR yang telah dibekukan, atas kepengurusan BPR disertai dengan penyerahan penguasaan harta dan kewajiban yang tercatat di neraca, dan aktiva yang tidak tercatat dalam neraca BPR termasuk barang titipan nasabah (apabila ada), serta dokumen dan surat-surat penting milik BPR maupun nasabah; b. melakukan pemeriksaan atau verifikasi terhadap harta dan kewajiban BPR; c. mengamankan harta BPR termasuk barang, dokumen dan surat berharga titipan milik nasabah; d. membuka rekening pada Bank Pembayar untuk menampung penerimaan piutang BPR. Penarikan atas rekening tersebut harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia; e. membuka rekening tersendiri pada Bank Pembayar untuk menampung dana jaminan Pemerintah guna pembayaran simpanan pihak ketiga BPR. Penarikan atas rekening tersebut hanya digunakan untuk pembayaran simpanan pihak ketiga yang dijamin atas persetujuan Bank Pembayar; f. membuka rekening pada Bank Pembayar untuk menampung dana operasional Pengelola Sementara. Penarikan atas rekening tersebut harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia; g. menerima dan menampung hasil tagihan BPR antara lain setoran angsuran dan atau pelunasan kredit dari debitur dan bank lain, yang wajib disetor langsung pada rekening sebagaimana dimaksud pada huruf d; h. menyampaikan… 14 h. menyampaikan laporan hasil verifikasi simpanan pihak ketiga bukan bank terdiri dari tabungan dan deposito berjangka; i. mengajukan permohonan penyediaan dana kepada Bank Indonesia untuk membayar simpanan pihak ketiga bukan bank yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam huruf h, setelah diteliti kebenarannya oleh Kantor Akuntan Publik untuk ditempatkan dalam rekening khusus pada Bank Pembayar yang telah ditunjuk; j. mengajukan permohonan penyediaan dana kepada Bank Indonesia untuk membayar biaya operasional Pengelola Sementara; k. mengajukan permohonan pembayaran tabungan dan deposito berjangka nasabah BPR yang dijamin, kepada Bank Pembayar, disertai daftar nominatif yang telah diverifikasi dan diteliti kebenarannya oleh Kantor Akuntan Publik sebagai dasar pembayaran; l. menyampaikan laporan perkembangan realisasi pembayaran simpanan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada huruf k dan tugas lainnya kepada Bank Indonesia setiap akhir bulan; m. melakukan hal-hal lain yang dipandang perlu untuk kelancaran pelaksanaan program penjaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR; n. mempersiapkan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham untuk pembentukan Tim Likuidasi BPR dan pembubaran badan hukum, setelah BPR dimaksud dicabut izin usahanya; o. Pengelola Sementara wajib setiap waktu membantu dan memberikan data, dokumen, keterangan, informasi dan segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya yang diperlukan dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia; p. Pengelola Sementara wajib memenuhi instruksi, kebijakan dan ketentuan tertulis yang diberikan oleh Bank Indonesia didalam pelaksanaan pembayaran Jaminan Pemerintah terhadap kewajiban BPR dan Penyelamatan harta kekayaan Negara; q. Pengelola Sementara wajib melaporkan kepada Bank Indonesia apabila dijumpai kejanggalan, kecurigaan, keraguan atau masalah apapun juga yang timbul dari pelaksanaan pembayaran Jaminan Pemerintah, dan meminta persetujuan tertulis dari Bank Indonesia atas penyelesaian masalah-masalah tersebut; r. Pengelola … 15 r. Pengelola Sementara tunduk kepada ketentuan tentang rahasia bank sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku dan akan menjaga secara ketat kerahasiaan semua data, dokumen, informasi dan apapun juga yang berkaitan dengan hal tersebut; s. Pengelola Sementara, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, dilarang mengambil keuntungan untuk diri sendiri termasuk juga untuk keluarganya atau pihak lain baik secara langsung maupun tidak langsung dengan merugikan BPR yang dibekukan kegiatan usaha tertentunya; t. Pengelola Sementara, setelah jangka waktu berakhir, menyerahkan kepada Tim Likuidasi dengan berita acara, yang antara lain memuat: 1) sisa dana jaminan Pemerintah yang belum direalisasikan pembayarannya untuk dilanjutkan pembayarannya oleh Tim Likuidasi; 2) penerimaan angsuran / pelunasan piutang BPR; 3) harta BPR; 4) warkat dan dokumen BPR; 5) daftar agunan baik yang telah dikembalikan kepada debitur maupun yang masih dikuasai BPR; u. Pengelola Sementara, setelah jangka waktu berakhir, menyetorkan sisa dana biaya operasional kepada Pemerintah untuk untung rekening Pemerintah di Bank Indonesia Nomor 502.000.002 dengan nama “Bendaharawan Umum Negara untuk Obligasi Dalam Rangka Penjaminan”. 2. Tugas, kewajiban dan wewenang sebagaimana ditetapkan pada angka 1 di atas berlaku juga bagi BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. 3. Hasil verifikasi Pengelola Sementara terhadap tabungan dan deposito berjangka dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu yang dijamin Pemerintah dicatat dalam daftar nominatif, dengan format sebagaimana contoh Lampiran 5. 4. Hasil verifikasi Pengelola Sementara terhadap aset BPR yang telah dibekukan dicatat dalam daftar aset, dengan format sebagaimana contoh Lampiran 6. 5. Laporan … 16 5. Laporan perkembangan pelaksanaan tugas Pengelola Sementara disampaikan kepada Bank Indonesia dengan format sebagaimana contoh Lampiran 7, Lampiran 7a, Lampiran 7b, Lampiran 7c dan Lampiran 7d. VI. PEMBAYARAN JAMINAN 1. BPR yang mengalami kesulitan likuiditas antara lain BPR yang tidak memiliki alat likuid yang cukup untuk memenuhi kewajiban pembayaran simpanan pihak ketiga, menyampaikan laporan ketidakmampuan membayar kewajiban kepada Bank Indonesia dengan format sebagaimana contoh Lampiran 3 dan Lampiran 8. 2. Lampiran permohonan penyediaan dana Jaminan Pemerintah dan biaya operasional dari Pengelola Sementara kepada Bank Indonesia terdiri dari: a. daftar nominatif simpanan pihak ketiga yang akan dibayar berdasarkan hasil verifikasi yang telah diteliti kebenarannya oleh KAP dengan format sebagaimana contoh Lampiran 5; b. surat pernyataan kebenaran hasil verifikasi yang telah diteliti dan ditandatangani oleh Pengelola Sementara dengan format sebagaimana contoh Lampiran 9; c. surat pernyataan kebenaran hasil verifikasi yang telah diteliti kembali dan ditandatangani oleh KAP dengan format sebagaimana contoh Lampiran 10; d. rincian biaya operasional pelaksanaan penjaminan Pemerintah dengan format sebagaimana contoh Lampiran 11; VII. ALAMAT PENYAMPAIAN PERSYARATAN DAN LAPORAN 1. Penyampaian surat pernyataan keikutsertaan, bukti pembayaran fee penjaminan, daftar nominatif dan rekapitulasi daftar nominatif diajukan kepada Bank Indonesia: a. U.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR yang berada di wilayah DKI Jakarta Raya, Kabupaten/Kotamadya Bogor, Tangerang, Bekasi, Karawang, Serang, Pandeglang dan Lebak. b. U.p. Kantor … 17 b. U.p. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPR yang berada di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia sebagaimana contoh Lampiran A. 2. Penyampaian tembusan rekapitulasi daftar nominatif diajukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dengan alamat Jl. Dr. Wahidin No.1, Gedung A, Lantai-3, Jakarta 10710. VIII. SANKSI 1. BPR yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Bank Indonesia tentang Persyaratan dan Tatacara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 2. Teguran tertulis sebagaimana ditetapkan pada angka 1 disampaikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris BPR untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh pengurus BPR yang bersangkutan. IX. LAIN –LAIN BPR yang tidak mengikuti program penjaminan Pemerintah, wajib mengumumkan ketidakikutsertaannya selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana contoh Lampiran 12. X. PENUTUP … 18 X. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA ANWAR NASUTION DEPUTI GUBERNUR SENIOR DPBPR/DPNP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/16/DPBPR|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat </reg_title> <set_date> 18 Juli 2001 </set_date> <effective_date> 18 Juli 2001 </effective_date> <related_reg> '3/12/PBI/2001' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
No. 15/26/DPbS Jakarta, 10 Juli 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5353), perlu diatur ketentuan mengenai pelaksanaan pedoman akuntansi perbankan syariah Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM A. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, selanjutnya disebut Bank Syariah, dan penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, Bank Syariah menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan bagi Bank Syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. B. PAPSI merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran lebih lanjut dari beberapa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan bagi industri perbankan syariah. C. Dengan … C. Dengan diterbitkannya antara lain PSAK khusus tentang transaksi syariah, PSAK No. 50 (Revisi 2010) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian, PSAK No. 55 (Revisi 2011) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, dan PSAK No. 60 tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan, serta PSAK No.48 (Revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset maka perlu dilakukan penyesuaian atas PAPSI 2003 menjadi PAPSI 2013 sebagaimana dimaksud pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. D. PAPSI 2013 merupakan pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan Bank Syariah. Untuk hal-hal yang tidak diatur dalam PAPSI 2013 tetap berpedoman kepada PSAK yang berlaku beserta pedoman pelaksanaannya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. II. PENGAKUAN PENDAPATAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI A. Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 84/DSN- MUI/XII/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Metode Pengakuan Pendapatan Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) maka pengakuan pendapatan murabahah untuk Bank Syariah dapat dilakukan dengan menggunakan metode anuitas atau metode proporsional. B. Pengakuan pendapatan dengan menggunakan metode anuitas atau metode proprosional hanya dapat digunakan untuk pengakuan pendapatan pembiayaan atas dasar jual beli. C. Dalam hal Bank Syariah menggunakan metode anuitas maka pencatatan transaksi murabahah wajib menggunakan: 1. PSAK 55 (Revisi 2011): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, selanjutnya disebut PSAK 55; 2. PSAK 50 (Revisi 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian, selanjutnya disebut PSAK 50; 3. PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan, selanjutnya disebut PSAK 60; dan 4. PSAK … 4. PSAK lain yang relevan. D. Dalam hal Bank Syariah menggunakan metode proporsional maka pencatatan transaksi murabahah wajib menggunakan PSAK 102 : Akuntansi Murabahah. E. Penggunaan salah satu metode pengakuan pendapatan wajib digunakan untuk seluruh jenis portofolio pembiayaan murabahah dan diungkapkan dalam kebijakan akuntansi serta dilakukan secara konsisten. III. PENDAPATAN DAN BEBAN TERKAIT DENGAN TRANSAKSI MURABAHAH A. Dalam praktik penyaluran pembiayaan murabahah, Bank Syariah dapat: 1. menerima pendapatan di luar marjin keuntungan seperti pendapatan administrasi; dan/atau 2. mengeluarkan biaya yang terkait langsung dengan transaksi murabahah seperti biaya komisi, biaya survei, dan biaya lain. B. Dalam hal Bank Syariah menerapkan pengakuan pendapatan dengan metode anuitas, maka pendapatan dan biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf A digabungkan dengan nilai pembiayaan murabahah. Selanjutnya nilai tersebut diamortisasi selama masa akad dengan menggunakan metode effective rate sebagaimana diatur dalam PSAK 55, PSAK 50, dan PSAK 60 serta PSAK lain yang relevan. C. Dalam hal Bank Syariah menerapkan pengakuan pendapatan dengan metode proporsional maka pendapatan dan biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf A diakui selaras dengan pengakuan pendapatan murabahah secara proporsional selama masa akad. D. Pendapatan dan biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf A menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendapatan murabahah sehingga wajib dibagihasilkan kepada pemilik dana pihak ketiga (shahibul maal). IV. PEMBENTUKAN … IV. PEMBENTUKAN CADANGAN KERUGIAN A. Bank Syariah wajib membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atas aset keuangan dan aset non keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. B. Dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian, Bank Syariah wajib mempertimbangkan CKPN yang dibentuk berdasarkan ketentuan Bank Indonesia pada saat memperhitungkan cadangan kerugian aset keuangan dan aset non keuangan. C. Dalam hal terdapat selisih kurang antara CKPN yang dibentuk oleh Bank Syariah dengan kewajiban pembentukan cadangan kerugian sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia maka kekurangan CKPN tersebut akan diperhitungkan sebagai pengurang faktor modal inti dalam perhitungan rasio kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM). V. ESTIMASI PENURUNAN NILAI PEMBIAYAAN SECARA KOLEKTIF DENGAN KETERBATASAN PENGALAMAN KERUGIAN SPESIFIK A. Dalam hal Bank Syariah tidak memiliki ketersediaan data kerugian pembiayaan secara spesifik untuk melakukan perhitungan estimasi penurunan nilai secara kolektif sebagaimana yang diatur dalam PSAK 55 bagi Bank Syariah yang menerapkan metode anuitas dalam pengakuan pendapatan murabahah maka tata cara perhitungan estimasi penurunan nilai secara kolektif berpedoman pada butir III.4 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Bank Syariah dapat menerapkan estimasi penurunan nilai pembiayaan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2014. Terhitung sejak 1 Januari 2015, Bank Syariah harus mengukur penurunan nilai pembiayaan dan membentuk CKPN atas pembiayaan secara kolektif dengan menggunakan data pengalaman kerugian spesifik atau kerugian historis dari peer group atas pembiayaan secara kolektif. C. Dalam rangka penerapan estimasi penurunan nilai pembiayaan secara kolektif dengan menggunakan data pengalaman kerugian spesifik … spesifik, Bank wajib menyampaikan rencana tindak (action plan) yang akan dilakukan. D. Ketentuan mengenai estimasi penurunan nilai pembiayaan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam huruf B, merupakan acuan bagi Bank Syariah dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan serta menjadi acuan bagi Akuntan Publik dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan Bank Syariah. E. Hal-hal yang harus dilakukan oleh Akuntan Publik dalam pemeriksaan atas estimasi penurunan nilai kolektif adalah sebagai berikut: 1. Dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik bertanggung jawab untuk: a. menilai kewajaran penilaian sendiri (self-assessment) yang dilakukan oleh manajemen Bank Syariah dalam menetapkan keberadaan kondisi keterbatasan pengalaman kerugian spesifik sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan b. menilai kewajaran estimasi oleh manajemen Bank Syariah dalam menentukan penurunan nilai pembiayaan secara kolektif. 2. Apabila dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik menemukan bahwa Bank Syariah tidak berada dalam kondisi keterbatasan pengalaman kerugian spesifik namun menerapkan estimasi penurunan nilai pembiayaan secara kolektif maka Bank Syariah dinilai tidak menerapkan PSAK 55 beserta pedoman pelaksanaannya dan melanggar Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Temuan Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam angka 2 harus diungkapkan oleh Akuntan Publik dalam laporan hasil audit dan Surat Komentar (Management Letter) dan wajib disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi kondisi keuangan bank. F. Dalam … F. Dalam rangka memberikan informasi yang lebih transparan kepada masyarakat dan pengguna laporan keuangan Bank, Bank Syariah yang menerapkan estimasi penurunan nilai pembiayaan secara kolektif wajib mengungkapkan informasi tersebut dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam Laporan Tahunan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai laporan tahunan bank umum. VI. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/26/BPS tanggal 27 Oktober 2003 perihal Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia dinyatakan tidak berlaku bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/26/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. </reg_title> <set_date> 10 Juli 2013 </set_date> <effective_date> 1 Agustus 2013 </effective_date> <replaced_reg> '5/26/BPS|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '14/14/PBI/2012' </related_reg>
No. 16/8/DPSP Jakarta, 20 Mei 2014 SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA, DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/9/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5457), dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.08/2014 tentang Penjualan Obligasi Negara Kepada Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara sebagai berikut: 1. Ketentuan Bab I butir 4 dihapus. 2. Ketentuan Bab III butir A.2.c.3).d) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: d) Proses ... 2 d) Proses Penyelesaian Jaminan Dalam hal setelmen pengembalian SUN dalam Rupiah yang dipinjamkan dinyatakan gagal dan Pemerintah telah menetapkan pelunasan seluruh atau sebagian SUN dalam Rupiah yang dijaminkan, Bank Indonesia melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) sebesar nilai SUN dalam Rupiah yang dipinjam dengan prosedur sebagaimana dimaksud pada huruf b). 3. Ketentuan Bab III butir A.2.d diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: d. Setelmen Obligasi Negara yang Dijual Kepada Investor Ritel 1) Setelmen Obligasi Negara yang dijual kepada investor ritel dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah penetapan hasil penjatahan Obligasi Negara di Pasar Perdana. 2) Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana. 3) Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia melakukan setelmen penerbitan Obligasi Negara yang dijual kepada investor ritel sebagai berikut: a) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah sebesar nilai setelmen. b) Setelmen Surat Berharga Dalam hal setelmen dana berhasil, setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Sub-Registry yang ditunjuk oleh investor ritel pembeli Obligasi Negara sebesar nilai penjatahan. 4) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen sebagaimana dimaksud pada butir 3).b) tidak dilakukan. Surat ... 3 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 20 Mei 2014. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DIAH PBA LUBIS KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/8/DPSP|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title> <set_date> 20 Mei 2014 </set_date> <effective_date> 20 Mei 2014 </effective_date> <changed_reg> '15/46/DPSP|SE-BI/2013' </changed_reg> <related_reg> '42/PMK.08/2014|PER-MENKEU/2014', '15/46/DPSP|SE-BI/2013', '134/PMK.08/2013|PER-MENKEU/2013', '10/13/PBI/2008', '15/9/PBI/2013' </related_reg>
No. 10/17/DPM Maret 2008 Jakarta, 31 Maret 200831 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Perihal : Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia. Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835 ), perlu ditetapkan ketentuan mengenai Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, termasuk melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan berdasarkan Prinsip Syariah secara bersamaan. 2. Bank… 2 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut BUS adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. 3. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS adalah : a. unit kerja di kantor pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah; atau b. unit kerja di kantor cabang dari suatu bank konvensional yang berkedudukan di luar negeri yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah. 4. Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 5. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. 6. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 7. Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 8. Transaksi… 3 8. Transaksi Repurchase Agreement SBIS yang selanjutnya disebut Repo SBIS adalah transaksi pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada BUS atau UUS dengan agunan SBIS (collateralized borrowing). 9. Biaya Repo SBIS adalah kewajiban membayar (gharamah) yang ditetapkan Bank Indonesia dalam rangka Repo SBIS karena BUS atau UUS tidak menepati jangka waktu kesepakatan pembelian SBIS. 10. Qard adalah pinjaman dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus dalam jangka waktu tertentu. 11. Rahn adalah penyerahan agunan dari BUS atau UUS (rahin) kepada Bank Indonesia (murtahin) sebagai jaminan untuk mendapatkan Qard. 12. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik BUS atau UUS di BI- SSSS yang digunakan untuk mencatat kepemilikan SBIS. 13. Rekening Giro adalah rekening dana milik BUS atau UUS dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia. 14. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga melalui BI-SSSS dalam rangka penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan penatausahaan SBIS. 15. Setelmen Dana (fund settlement) adalah adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Giro dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan penatausahaan SBIS melalui BI-SSSS. 16. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi surat berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana. 17. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut LHBU adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh BUS atau UUS secara harian kepada Bank Indonesia. II. PERSYARATAN… 4 II. PERSYARATAN UMUM 1. BUS atau UUS mengajukan Repo SBIS kepada Bank Indonesia. 2. BUS atau UUS mengajukan Repo SBIS apabila BUS atau UUS tersebut tidak dalam masa pengenaan sanksi larangan mengajukan Repo SBIS. 3. BUS atau UUS mengajukan Repo SBIS sebagaimana dimaksud dalam angka 1, setelah menandatangani Perjanjian Pengagunan SBIS Dalam Rangka Repo SBIS sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran-1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini dan menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia. 4. Penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilakukan pada saat BUS atau UUS pertama kali mengajukan Repo SBIS dan berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi perjanjian dan data dokumen pendukung. 5. Bank Indonesia memberikan Repo SBIS kepada BUS atau UUS paling banyak sebesar nilai nominal SBIS yang diagunkan. 6. Jangka waktu Repo SBIS adalah 1 (satu) hari kerja. 7. Dalam hal Repo SBIS dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari libur, maka tanggal jatuh waktu Repo SBIS ditetapkan pada hari kerja berikutnya. 8. Bank Indonesia membuka window time Repo SBIS yang diumumkan melalui BI-SSSS dan/atau sistem LHBU. 9. SBIS yang diagunkan kepada Bank Indonesia memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat Repo SBIS jatuh waktu. 10. SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 9 tidak sedang diagunkan kepada Bank Indonesia. 11. BUS… 5 11. BUS atau UUS hanya dapat mengajukan Repo SBIS paling banyak sebesar nilai nominal SBIS yang dimiliki pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal Repo SBIS. 12. BUS atau UUS wajib memiliki seri SBIS yang mencukupi dalam Rekening Surat Berharga untuk Setelmen Surat Berharga SBIS paling lambat pada saat window time Repo SBIS ditutup pada tanggal Repo SBIS (first leg). 13. BUS atau UUS wajib memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk Setelmen Dana dalam rangka pelunasan SBIS dan Biaya Repo SBIS pada tanggal Repo SBIS jatuh waktu (second leg). 14. Biaya Repo SBIS sebagaimana dimaksud dalam angka 13 ditetapkan sebesar BI-Rate yang berlaku pada saat pengajuan Repo SBIS ditambah marjin sebesar 300 (tiga ratus) basis points dengan rumus sebagai berikut : ( Biaya r SBIS = B rateI epo Keterangan : t = jumlah hari Repo SBIS 15. Bank Indonesia dapat mengubah marjin sebagaimana dimaksud pada angka 14 yang diumumkan melalui BI-SSSS dan/atau sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat sebelum window time Repo SBIS dibuka. 16. Jumlah hari dalam perhitungan Biaya Repo SBIS sebagaimana dimaksud dalam angka 14 yang harus dibayar oleh BUS atau UUS dihitung berdasarkan hari kalender. 17. Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana dalam rangka Repo SBIS dilaksanakan pada hari kerja yang sama dengan hari pelaksanaan transaksi (same day settlement) melalui mekanisme DVP. + 3 bps00 ) (t× ÷360) (× N nominal R S )BISepo ilai 18. Nilai… 6 18. Nilai Setelmen Dana Repo SBIS dihitung berdasarkan nilai nominal SBIS yang diagunkan, Biaya Repo SBIS dan sisa jangka waktu SBIS. Contoh perhitungan Repo SBIS tercantum pada Lampiran-2. 19. BUS atau UUS yang mengajukan Repo SBIS bertanggung jawab terhadap kebenaran data Repo SBIS yang diajukan. 20. Bank Indonesia dapat mengubah atau menutup window time Repo SBIS yang diumumkan melalui BI-SSSS dan/atau sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia, paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum perubahan atau penutupan window time tersebut. III. PERSYARATAN DOKUMEN PENGAJUAN REPO SBIS 1. BUS atau UUS mengajukan Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada butir II.1, setelah menyampaikan dokumen persyaratan pengajuan Repo SBIS disertai dengan surat pengantar. 2. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi : a. Perjanjian Pengagunan SBIS Dalam Rangka Repo SBIS dalam rangkap 2 (dua) yang telah dibubuhi materai cukup dan ditandatangani oleh direksi Bank atau pejabat Bank yang diberikan wewenang oleh direksi dengan surat kuasa sebagai dasar bagi Bank untuk mengajukan Repo SBIS; b. Fotokopi Anggaran Dasar Bank; dan c. Fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau paspor Direksi, Chief Executive Officer (CEO), dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa untuk menandatangani perjanjian sebagaimana dimaksud pada angka 2.a yang masih berlaku. 3. Khusus untuk UUS, perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a dapat ditandatangani oleh Pejabat UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh direksi Bank. 4. Dokumen… 7 4. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter–Biro Operasi Moneter (DPM-BOpM), Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. 5. Bank Indonesia memberitahukan kepada BUS atau UUS mengenai persetujuan pengajuan Repo SBIS setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2 diterima secara lengkap dan benar. 6. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 5 disampaikan secara tertulis melalui surat atau BI-SSSS. IV. TATA CARA PENGAJUAN REPO SBIS 1. Bank Indonesia cq. DPM-BOpM mengumumkan Biaya Repo SBIS dan jangka waktu Repo SBIS yang berlaku melalui BI-SSSS dan/atau sistem LHBU paling lambat sebelum window time Repo SBIS dibuka (T+0). 2. Window time Repo SBIS ditetapkan dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB pada setiap hari kerja. 3. BUS atau UUS mengajukan Repo SBIS secara langsung melalui BI-SSSS selama window time sebagaimana dimaksud pada angka 2, dengan mencantumkan jumlah nominal Repo SBIS dan seri SBIS yang diagunkan. 4. Tata cara pengajuan Repo SBIS melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 3 mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai BI-SSSS. V. SETELMEN 1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter - Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter (DPM-PTPM) melakukan Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana Repo SBIS melalui BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross). 2. Setelmen… 8 2. Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari: a. Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana untuk pengagunan SBIS (first leg). 1) Pada tanggal Repo SBIS, DPM-PTPM melakukan setelmen first leg setelah window time Repo SBIS ditutup. 2) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 1) adalah sebesar nilai Repo SBIS yang nilainya sama dengan nilai SBIS yang diagunkan. 3) Setelmen first leg dilakukan dengan cara mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal dari seri SBIS yang diagunkan dan mengkredit Rekening Giro sebesar nilai Repo SBIS. 4) Dalam hal nilai nominal dari seri SBIS yang diagunkan pada Rekening Surat Berharga tidak mencukupi untuk setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen first leg. 5) Pembatalan setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 4) hanya dikenakan terhadap Repo SBIS dengan nilai nominal agunan SBIS yang tidak mencukupi. 6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen first leg pada hari yang sama, pembatalan setelmen first leg dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 7) BUS atau UUS dikenakan sanksi atas pembatalan setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 4). b. Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga untuk pelunasan Repo SBIS (second leg). 1) Setelmen second leg dilakukan secara otomatis pada saat BI-SSSS dibuka pada tanggal Repo SBIS jatuh waktu. 2) Nilai… 9 2) Nilai setelmen second leg dihitung sebesar nilai setelmen first leg ditambah Biaya Repo SBIS. 3) Setelmen second leg dilakukan dengan cara mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada angka 2) dan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBIS yang diagunkan. 4) Dalam hal BUS atau UUS tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen pelunasan Repo SBIS sampai dengan cut off warning sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg. 5) Pembatalan setelmen second leg hanya dikenakan terhadap Repo SBIS yang telah jatuh waktu dan tidak memiliki kecukupan dana. 6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen second leg pada hari yang sama, pembatalan setelmen second leg dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 7) BUS atau UUS dikenakan sanksi atas pembatalan setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada angka 4). 8) Dalam rangka pemenuhan kewajiban BUS atau UUS untuk pelunasan Repo SBIS jatuh waktu yang disebabkan oleh pembatalan setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro untuk penyelesaian Biaya Repo SBIS; dan b) Bank Indonesia melakukan penyelesaian pelunasan seri SBIS yang diagunkan sebelum jatuh waktu (early redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS. 9) Dalam hal hasil early redemption tidak mencukupi, Bank Indonesia akan mendebet Rekening Giro sebesar kekurangan kewajiban BUS atau UUS kepada Bank Indonesia. 10) Dalam… 10 10) Dalam hal Bank Indonesia melakukan early redemption, Bank Indonesia membayar imbalan SBIS kepada BUS atau UUS sampai dengan saat terjadinya early redemption. Contoh perhitungan pembayaran imbalan SBIS pada saat early redemption tercantum pada Lampiran-3. VI. SANKSI 1. BUS atau UUS yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada butir V.2.a. 4) dan butir V.2.b.4) dikenakan sanksi berupa : a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada : 1) Direktorat Perbankan Syariah (DPbS), dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilyah kerja KBI; dan b. Kewajiban membayar sebesar 1 ‰ (satu per seribu) dari nilai setelmen yang dibatalkan atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap pembatalan, dan c. Larangan mengajukan Repo SBIS selama 5 (lima) hari kerja berikutnya dan pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS sampai dengan lelang minggu berikutnya, dalam hal BUS atau UUS telah dikenakan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1.a untuk ketiga kalinya dalam kurun waktu 6 (enam) bulan. 2. Penghitungan 3 (tiga) kali teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.c memperhitungkan juga pembelian SBIS oleh BUS atau UUS yang dinyatakan batal. 3. Penyampaian… 11 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1.a. dan pemberitahuan sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir VI.1.b. dilakukan dengan mendebet Rekening Giro BUS atau UUS yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan setelmen melalui BI-SSSS. VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 31 Maret 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/17/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia. </reg_title> <set_date> 31 Maret 2008 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date> <related_reg> '10/11/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
BANK INDONESIA No. 2/ 13 /DLN Jakarta, 21 Juni 2000 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DEVISA DI INDONESIA Perihal : Pencabutan Surat Edaran No. 21/54/ULN tanggal 29 Desember 1988 perihal Larangan Hubungan Dagang Dengan Aftika Selatan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran No. 26/39/ULN tanggal 18 Februari 1994 perihal Hubungan Perdagangan Antara Indonesia Dengan Afrika Selatan dan Angola. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------ Sehubungan dengan kebijaksanaan pemerintah untuk tidak lagi membatasi hubungan dagang dengan negara - negara tertentu dalam bidang ekspor dan pemasaran barang-barang/hasil-hasil bumi Indonesia, dengan ini dibefitahukan bahwa Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/54/ULN tanggal 29 Desember 1988 perihal Larangan Hubungan Dagang Dengan Afrika Selatan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Nomor 26/39/ULN tanggal 18 Februari 1994 Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal I Februari 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BURHANUDDIN ABDULLAH DIREKTUR perihal Hubungan Perdagangan Antara Indonesia Dengan Afiika Selatan clan Angola dinyatakan tidak berlaku.
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/13/DLN|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Pencabutan Surat Edaran No. 21/54/ULN tanggal 29 Desember 1988 perihal Larangan Hubungan Dagang Dengan Aftika Selatan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran No. 26/39/ULN tanggal 18 Februari 1994 perihal Hubungan Perdagangan Antara Indonesia Dengan Afrika Selatan dan Angola. </reg_title> <set_date> 21 Juni 2000 </set_date> <effective_date> 1 Februari 2000 </effective_date> <replaced_reg> '21/54/ULN|SE-BI/1988', '26/39/ULN|SE-BI/1994' </replaced_reg>
No. 17/46/DPM Jakarta, 16 November 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Pembelian dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Secara Outright Dari Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5567) dan dalam rangka upaya penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara pembelian dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder dalam rangka operasi pasar terbuka syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah. 4. Lembaga … 2 4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing dan/atau perusahaan efek yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang Rupiah. 6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 9. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS, adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 10. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS, adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 11. Sistem … 3 11. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP, adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 12. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank Indonesia. 13. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga, transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi pasar keuangan. 14. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara setelmen surat berharga dan setelmen dana dilakukan bersamaan. 15. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. II. KARAKTERISTIK PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBSN SECARA OUTRIGHT DARI BANK INDONESIA DI PASAR SEKUNDER 1. Transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder dilakukan dalam rangka absorpsi likuiditas dan/atau injeksi likuiditas serta dalam rangka menjaga ketersediaan SBSN yang diperlukan sebagai instrumen OMS dalam mencapai sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. 2. SBSN yang dapat ditransaksikan terdiri atas SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek. 3. Bank … 4 3. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dengan mekanisme lelang atau nonlelang. 4. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder pada setiap hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. 5. Transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dapat diikuti oleh Bank yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS; b. tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; c. harus memiliki Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia; dan d. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS. 6. Bank mengajukan transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder untuk kepentingan sendiri. 7. Bank dapat mengajukan transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. 8. Lembaga Perantara mengajukan transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder untuk kepentingan Bank. 9. Persyaratan Lembaga Perantara adalah sebagai berikut: a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP; dan b. tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh otoritas pengawas yang berwenang. III. TRANSAKSI PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBSN SECARA OUTRIGHT DI PASAR SEKUNDER SECARA LELANG 1. Bank Indonesia melakukan lelang transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright melalui Sistem BI-ETP atau sarana lainnya. 2. Pelaksanaan … 5 2. Pelaksanaan transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder secara lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut: a. harga tetap (fixed rate tender) Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau b. harga beragam (variable rate tender) Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBSN diajukan oleh Bank. 3. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang a. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya. b. Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder, antara lain meliputi: 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) 5) jenis dan seri SBSN yang akan ditransaksikan; target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender; 6) yield atau harga SBSN, apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender; tanggal dan waktu setelmen. 7) c. Window time transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 4. Pengajuan Penawaran a. Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder kepada Bank Indonesia … 6 Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. b. Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder antara lain meliputi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) nilai nominal dan yield atau harga SBSN, untuk lelang dengan metode variable rate tender. c. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Bank paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). d. Dalam hal transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dilakukan dengan metode variable rate tender, penawaran yield dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). e. Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder yang disampaikan kepada Bank Indonesia. f. Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 5. Penetapan Pemenang Lelang a. Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dilakukan dengan metode fixed rate tender, maka penetapan nilai nominal yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) penawaran nilai nominal yang diajukan Bank dimenangkan seluruhnya; atau 2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia dengan pembulatan nominal … 7 nominal terkecil SBSN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dilakukan dengan metode variable rate tender, maka transaksi pembelian dan penjualan SBSN yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat yield yang dapat diterima (Stop Out Rate/SOR) atau harga yang dapat diterima. 2) Lelang pembelian SBSN a) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank lebih tinggi dari SOR atau harga yang diajukan oleh Bank lebih rendah dari harga yang dapat diterima, Bank memenangkan seluruh penawaran yang diajukan; dan b) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank sama dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Bank sama dengan harga yang dapat diterima, Bank dapat memenangkan seluruh atau sebagian penawaran yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBSN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 3) Lelang penjualan SBSN a) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank lebih rendah dari SOR atau harga yang diajukan oleh Bank lebih tinggi dari harga yang dapat diterima, Bank memenangkan seluruh penawaran SBSN yang diajukan; dan b) dalam hal yield yang diajukan oleh Bank sama dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Bank sama dengan harga yang dapat diterima, Bank dapat memenangkan seluruh atau sebagian penawaran yang diajukan dengan perhitungan secara … 8 secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBSN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang pembelian dan penjualan SBSN. 6. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian Dan Penjualan SBSN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan dan pembelian SBSN setelah window time ditutup, sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal dan yield atau harga yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata tertimbang tingkat yield. IV. TRANSAKSI PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBSN SECARA OUTRIGHT DI PASAR SEKUNDER SECARA NONLELANG 1. Transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder secara nonlelang dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan Bank secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. 2. Transaksi dilakukan melalui sarana Sistem BI-ETP atau sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. V. SETELMEN PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBSN SECARA OUTRIGHT DI PASAR SEKUNDER SECARA LELANG DAN NONLELANG 1. Setelmen pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS secara delivery versus payment (DVP) dengan mekanisme transaksi per transaksi (gross to gross). 2. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen pembelian SBSN secara outright di pasar sekunder dari Bank Indonesia. 3. Bank … 9 3. Bank wajib memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder kepada Bank Indonesia. 4. Bank Indonesia melakukan setelmen transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder paling lama 2 (dua) hari kerja. 5. Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening Surat Berharga atau tidak memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder yang dilakukan sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi pembelian dan penjualan SBSN dimaksud. 6. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder sebagaimana dimaksud dalam angka 5 maka Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir V.5, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK); dan b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi pembelian dan penjualan SBSN secara outright di pasar sekunder yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan … 10 dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 3. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan pemberitahuan penghentian sementara untuk mengikuti OMS sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank yang bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 5. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 6. Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan transaksi OMS dalam 1 (satu) hari maka pengenaan sanksi penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam angka 2 hanya memperhitungkan 3 (tiga) kali pembatalan. 7. Contoh pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi OMS sebagaimana dimaksud pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VII. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/6/DPM tanggal 13 Februari 2012 perihal Tata Cara Pembelian dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Secara Outright Dari Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar … 11 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/46/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pembelian dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Secara Outright Dari Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah </reg_title> <set_date> 16 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '14/6/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No.15/9/DSM Jakarta, 27 Maret 2013 S UR A T EDA R A N Kepada SEMUA EKSPORTIR, PEMILIK BARANG DAN/ATAU PENERIMA DEVISA HASIL EKSPOR DI INDONESIA Perihal: Penerimaan Devisa Hasil Ekspor Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/25/PBI/2012 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 285, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5383) dan dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tersebut, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penerimaan devisa hasil ekspor dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: A. UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia, dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang … 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia, namun tidak termasuk kantor cabang luar negeri dari Bank yang berkantor pusat di Indonesia. 3. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sebagaimana diatur dalam ketentuan kepabeanan. 4. Eksportir adalah orang perseorangan, badan hukum, atau badan lainnya yang tidak berbadan hukum yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. 5. Perusahaan Jasa Titipan yang selanjutnya disingkat PJT adalah perusahaan yang menangani layanan kiriman secara ekspres atau peka waktu, memiliki izin penyelenggaraan jasa titipan dari instansi terkait, serta mendapatkan persetujuan untuk melaksanakan kegiatan kepabeanan dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. 6. Pemilik Barang adalah orang perseorangan, badan hukum, atau badan lainnya yang tidak berbadan hukum yang memiliki barang Ekspor. 7. Pemberitahuan Ekspor Barang yang selanjutnya disingkat PEB adalah dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang yang dapat berupa tulisan di atas formulir atau media elektronik sebagaimana diatur dalam ketentuan kepabeanan. 8. Devisa Hasil Ekspor yang selanjutnya disingkat DHE adalah devisa dari hasil kegiatan Ekspor. 9. Tanggal PEB adalah tanggal, bulan, dan tahun pendaftaran PEB. 10. Nilai … 3 10. Nilai PEB adalah nilai Ekspor atas dasar free on board (FOB) yang tercantum pada PEB. 11. Hari adalah hari kalender. 12. Hari Kerja adalah hari kerja Bank Indonesia. 13. Sandi Kantor Pabean adalah sandi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) pemuatan yang menerbitkan PEB. 14. Nomor Pendaftaran PEB adalah nomor pendaftaran yang dikeluarkan oleh KPPBC sebagaimana tercantum pada dokumen PEB. 15. Dokumen Pendukung adalah dokumen yang membuktikan kebenaran data dan/atau keterangan mengenai antara lain PEB yang tidak terdapat penerimaan DHE, selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB, penerimaan DHE yang melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB, dan penerimaan DHE secara tunai di dalam negeri. 16. Maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta menyediakan bahan baku, dan/atau barang setengah jadi dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya, dengan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. 17. Jasa Perbaikan adalah jasa terkait perbaikan dan/atau perawatan barang. 18. Operational Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal secara sewa guna usaha tanpa hak opsi untuk membeli yang digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) … 4 (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. 19. Financial Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal secara sewa guna usaha dengan hak opsi untuk membeli yang digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. 20. Netting adalah mekanisme penyelesaian tagihan Eksportir dan/atau Pemilik Barang yang dikompensasikan (set off) dengan kewajiban Eksportir dan/atau Pemilik Barang. 21. Usance L/C adalah letter of credit yang mensyaratkan pembayaran secara berjangka sesuai kesepakatan antara Eksportir dan/atau Pemilik Barang dengan importir. 22. Collection adalah penagihan pembayaran Ekspor dengan menggunakan jasa Bank melalui pengiriman dokumen terkait Ekspor kepada Bank di luar negeri. 23. Pembayaran Kemudian adalah pembayaran yang dilakukan baik sekaligus maupun secara bertahap setelah barang dikirimkan kepada importir sesuai kesepakatan antara Eksportir dan/atau Pemilik Barang dengan importir. 24. Konsinyasi adalah penitipan barang Ekspor untuk diperdagangkan yang pembayarannya dilakukan setelah barang terjual sesuai kesepakatan antara Eksportir dan/atau Pemilik Barang dengan importir. 25. Pembayaran di Muka (Advance Payment) adalah pembayaran yang dilakukan oleh importir kepada Eksportir dan/atau Pemilik Barang sebelum barang dikapalkan, baik untuk seluruh (full payment) maupun sebagian (partial payment) nilai barang. B. KEWAJIBAN … 5 B. KEWAJIBAN PENERIMAAN DHE 1. Seluruh DHE wajib diterima melalui Bank Devisa dan harus sesuai dengan Nilai PEB. 2. Kewajiban penerimaan DHE melalui Bank Devisa tidak berlaku untuk DHE milik pemerintah yang diterima melalui Bank Indonesia. 3. Kewajiban penerimaan DHE melalui Bank Devisa tidak berlaku untuk DHE yang diterima secara tunai di dalam negeri sepanjang menurut Bank Indonesia memenuhi aspek kewajaran untuk dilakukan pembayaran secara tunai, antara lain dari aspek jumlah dan jenis transaksinya. 4. DHE yang diterima melalui Bank Devisa tidak wajib disimpan dalam jangka waktu tertentu di Bank Devisa dan/atau dikonversikan ke dalam rupiah. 5. DHE yang diterima melalui Bank Devisa dapat dilakukan dalam valuta yang berbeda dari yang tercantum pada dokumen PEB. Contoh: Dalam dokumen PEB, nilai ekspor perusahaan AW tercantum sebesar USD500,000. Perusahaan AW dapat menerima devisa dari hasil Ekspor tersebut dalam valuta selain US Dollar, misalnya Euro, Yen, Renminbi. 6. Untuk PEB yang dikeluarkan mulai Januari 2013, penerimaan DHE melalui Bank Devisa wajib dilakukan paling lambat akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB. Contoh: Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri dengan tanggal PEB 2 Januari 2013. Dalam hal ini, perusahaan AW wajib menerima DHE melalui Bank Devisa paling lambat tanggal … 6 tanggal 30 April 2013. 7. Khusus untuk PEB yang dikeluarkan tahun 2012, penerimaan DHE melalui Bank Devisa wajib dilakukan paling lambat akhir bulan keenam setelah bulan pendaftaran PEB. Contoh : Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri dengan tanggal PEB 2 November 2012. Dalam hal ini, perusahaan AW wajib menerima DHE melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 31 Mei 2013. 8. Penerimaan DHE dengan cara pembayaran Usance L/C, Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection, yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB wajib dilakukan paling lama 14 (empat belas) Hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran yang bersangkutan. Penentuan jatuh tempo untuk masing-masing cara pembayaran dimaksud diatur sebagai berikut: a. Jatuh tempo Usance L/C adalah sesuai tenor yang tercantum pada L/C. Contoh: Importir membuka Usance L/C yang jatuh tempo pembayarannya 180 Hari setelah tanggal pengapalan barang yang tercantum dalam bill of lading. Tanggal pengapalan barang 7 Juli 2013 (tanggal jatuh tempo adalah 3 Januari 2014) maka DHE wajib masuk melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 17 Januari 2014. b. Jatuh tempo Konsinyasi adalah waktu pembayaran yang disepakati antara Eksportir dan/atau Pemilik Barang dengan importir setelah barang Konsinyasi terjual seluruhnya atau sebagian. Contoh: Perusahaan … 7 Perusahaan AW melakukan kontrak jual beli barang Konsinyasi dengan pembayaran 7 Hari setelah barang terjual. Barang Konsinyasi (dikirim bulan Juni 2013) terjual tanggal 26 Oktober 2013 maka DHE wajib masuk melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 16 November 2013. c. Jatuh tempo Pembayaran Kemudian adalah waktu pembayaran yang disepakati antara Eksportir dan/atau Pemilik Barang dengan importir setelah tanggal pengiriman barang. Contoh: Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri bulan Maret 2013 dengan perjanjian pembayaran akan dilakukan tanggal 7 Agustus 2013. DHE wajib masuk melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 21 Agustus 2013. d. Jatuh tempo Collection adalah waktu bank penerima amanat Collection menerima hasil penagihan dari importir. Contoh: Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri bulan Juni 2013 dan mempercayakan bank FZ di luar negeri untuk menagih importir. Bank FZ menerima hasil penagihan tanggal 11 November 2013 maka DHE wajib masuk melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 25 November 2013. 9. Apabila batas akhir penerimaan DHE jatuh pada hari libur, maka DHE wajib diterima paling lambat pada Hari Kerja berikutnya. Contoh: Apabila batas waktu penerimaan DHE jatuh pada tanggal 29 Maret 2013 (hari Jumat) yang merupakan hari libur maka DHE wajib diterima pada hari Senin, tanggal 1 April 2013. 10. Dalam … 8 10. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, kewajiban penerimaan DHE menjadi tanggung jawab Pemilik Barang. Contoh: PJT melakukan ekspor barang milik perusahaan AW. Dalam hal ini, kewajiban penerimaan DHE menjadi tanggung jawab perusahaan AW. 11. Untuk DHE yang telah diperjanjikan pembayarannya melalui trustee yang berada di luar Indonesia, penerimaan DHE-nya tidak wajib dilakukan melalui Bank Devisa sampai dengan tanggal 30 Juni 2013. 12. Penerimaan DHE yang lebih kecil dari nilai PEB yang disebabkan netting antara tagihan Ekspor dengan kewajiban Eksportir hanya diperbolehkan untuk netting dengan pembayaran impor barang terkait kegiatan Ekspor yang bersangkutan, sepanjang terdapat kesepakatan netting antara Eksportir yang bersangkutan dengan importir terkait (counterparty). Contoh 1: Perusahaan AW melakukan ekspor ke perusahaan dalam satu grup, yaitu perusahaan ES senilai USD500,000 dan perusahaan LM senilai USD1,000,000. Perusahaan AW melakukan impor bahan baku dari dua perusahaan dalam grup yakni perusahaan LM senilai USD400,000 (terdapat kesepakatan netting antar perusahaan dalam grup tersebut) dan perusahaan SY senilai USD300,000. Dalam hal ini, DHE hanya diperbolehkan di-netting dengan impor yang berasal dari perusahaan LM yakni sebesar USD400,000, sehingga perusahaan AW menerima DHE sebesar USD600,000 dari perusahaan LM. Sementara untuk ekspor kepada perusahaan ES wajib diterima penuh sebesar USD500,000. Contoh 2: … 9 Contoh 2: Perusahaan AW mengekspor ke perusahaan SY (bukan grup) senilai USD100,000. Bahan bakunya diimpor dari perusahaan SY sebesar USD50,000 (terdapat kesepakatan netting). Selain itu, perusahaan AW memiliki kewajiban lainnya (jasa) sebesar USD10,000. Dalam hal ini, DHE hanya diperbolehkan di- netting dengan impor sebesar USD50,000. C. PENYAMPAIAN DATA, KETERANGAN, DAN DOKUMEN PENDUKUNG 1. Eksportir harus menyampaikan data terkait penerimaan DHE kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah DHE diterima untuk selanjutnya diteruskan kepada Bank Indonesia dalam laporan rincian transaksi Ekspor, yang meliputi informasi sebagai berikut: a. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Eksportir; b. nama Eksportir; c. Sandi Kantor Pabean; d. Nomor PEB; e. Tanggal PEB; f. jenis valuta DHE; g. nilai DHE; h. Nilai PEB; dan i. keterangan, antara lain mengenai penyebab selisih antara nilai DHE yang diterima dengan Nilai PEB. Contoh: Perusahaan AW menerima DHE melalui Bank Devisa pada tanggal 14 Februari 2013. Sehubungan hal ini, perusahaan AW harus menyampaikan informasi terkait penerimaan DHE tersebut kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 Maret 2013. … 10 2013. 2. Dalam hal Eksportir bukan penerima DHE maka NPWP dan nama Eksportir sebagaimana dimaksud dalam pada butir 1.a dan butir 1.b adalah NPWP dan nama penerima DHE. Contoh 1: Eksportir adalah perusahaan ES, AW, LM. Perusahaan FP, selaku holding company yang berkedudukan di Indonesia, menerima DHE yang berasal dari 3 perusahaan tersebut di atas. Dalam hal ini NPWP dan nama yang dilaporkan dalam pelaporan DHE melalui Bank Devisa adalah NPWP dan nama perusahaan FP. Contoh 2: Perusahaan AW dan MQ menerima DHE melalui Bank Devisa yang berasal dari satu PEB atas nama PJT DN. NPWP dan nama yang dilaporkan dalam pelaporan DHE melalui Bank Devisa masing-masing adalah NPWP dan nama perusahaan AW dan MQ. 3. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berlaku untuk PEB dengan nilai lebih besar dari USD10,000 atau ekuivalennya. 4. Untuk DHE yang diterima secara tunai di dalam negeri harus dibuktikan dengan penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung yang memadai. Contoh: Perusahaan AW melakukan Ekspor ke perusahaan di luar negeri yang pembayarannya dilakukan secara tunai oleh kantor perwakilan yang berkedudukan di Indonesia. Dokumen Pendukung yang diperlukan, antara lain tanda terima pembayaran, fotokopi rekening koran yang menunjukkan penerimaan tunai tersebut. 5. Penyampaian … 11 5. Penyampaian penjelasan tertulis disertai Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 4 paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB dan berlaku untuk PEB dengan nilai lebih besar dari USD10,000 atau ekuivalennya. 6. Dalam hal terdapat pembebanan biaya-biaya atas penerimaan DHE maka nilai DHE yang dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.g adalah nilai DHE yang diterima oleh penerima DHE melalui Bank Devisa. Contoh: Bank Devisa menerima DHE perusahaan AW sebesar USD100,000. Terkait penerimaan tersebut, Bank Devisa membebankan biaya transfer sebesar USD25 maka nilai penerimaan DHE yang dilaporkan adalah sebesar USD99,975. 7. Dalam hal valuta DHE sesuai dengan valuta PEB, maka besarnya selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dikonversikan ke rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan pendaftaran PEB. Contoh: Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 7 April 2013 sebesar EUR50,000 dan menerima DHE tanggal 5 Mei 2013 sebesar EUR40,000. Dalam hal ini selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia tanggal 30 April 2013 adalah sebesar ((EUR50,000 X Rp13.000/EUR) – (EUR40,000 X Rp13.000/EUR)) = Rp130.000.000,00. 8. Dalam hal terdapat perbedaan valuta antara DHE dan PEB, maka besarnya selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dihitung setelah masing-masing valuta dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada … 12 pada akhir bulan pendaftaran PEB. Contoh: Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 7 April 2013 sebesar EUR50,000 dan menerima DHE tanggal 5 Mei 2013 sebesar AUD40,000. Dalam hal ini selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia tanggal 30 April 2013 adalah sebesar ((EUR50,000 X Rp13.000/EUR) – (AUD40,000 X Rp10.000/AUD)) = Rp250.000.000,00. 9. Dalam hal valuta DHE dan/atau PEB tidak terdapat dalam kurs yang diumumkan Bank Indonesia, maka besarnya selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dihitung dengan cara sebagai berikut: a. nilai DHE dan/atau PEB dalam masing-masing valuta dikonversikan terlebih dahulu ke US Dollar menggunakan kurs tengah Bloomberg pada akhir bulan pendaftaran PEB; b. hasil konversi dalam US Dollar sebagaimana dimaksud dalam huruf a dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan pendaftaran PEB untuk selanjutnya dihitung selisihnya. Contoh: Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 7 April 2013 sebesar INR5,000,000 dan menerima DHE tanggal 5 Mei 2013 sebesar INR4,000,000. Berdasarkan kurs tengah Bloomberg tanggal 30 April 2013 (USD0.02/INR) dihitung nilai PEB sebesar (INR5,000,000 X USD0.02/INR) = USD100,000 dan Nilai DHE sebesar (INR4,000,000 X USD0.02/INR) = USD80,000. Dalam hal ini selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia … 13 Indonesia tanggal 30 April 2013 adalah sebesar ((USD100,000 X Rp9.500/USD)) – (USD80,000 X Rp9.500/USD)) = Rp190.000.000,00. 10. Dalam hal selisih kurang antara DHE dan Nilai PEB paling banyak ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) maka DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB sehingga Eksportir tidak perlu menyampaikan penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung. 11. Dalam hal selisih kurang antara DHE dan Nilai PEB lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai PEB yang disebabkan selisih kurs, diskon/rabat, biaya administrasi, dan/atau biaya lainnya terkait perdagangan internasional maka DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Eksportir menyampaikan penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung yang memadai. Contoh: Perusahaan AW melakukan ekspor dengan nilai USD170,000. DHE yang diterima sebesar USD160,000 setelah dipotong biaya administrasi, rabat, dan biaya transportasi barang sebesar USD10,000. Kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan pendaftaran PEB adalah Rp9.500,00/USD maka selisih kurang antara Nilai DHE dan Nilai PEB dalam rupiah adalah sebesar ((USD170,000 X Rp9.500,00/USD) – (USD160,000 X Rp9.500,00/USD)) = Rp95.000.000,00. Dalam hal ini, Perusahaan AW menyampaikan penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung yang dapat membuktikan adanya biaya administrasi, rabat, dan biaya transportasi barang. 12. Dalam hal selisih kurang antara DHE dan Nilai PEB lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang … 14 yang disebabkan Maklon, Jasa Perbaikan, Operational Leasing, Financial Leasing, perbedaan penilaian harga barang pada saat perjanjian Ekspor dengan harga pada saat barang diterima, perbedaan komposisi barang, perbedaan kualitas barang, dan/atau perbedaan kuantitas barang, maka DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Eksportir menyampaikan penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung yang memadai. Contoh: Perusahaan AW menerima DHE sebesar USD80,000 atas jasa perbaikan kapal milik asing dengan Nilai PEB sebesar USD540,000. Kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan pendaftaran PEB adalah Rp9.500,00/USD maka selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dalam rupiah adalah sebesar ((USD540,000 X Rp9.500,00/USD) – Rp9.500,00/USD)) = Rp4.370.000.000,00. Dalam hal ini, penerimaan DHE dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Perusahaan AW menyampaikan penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung yang membuktikan Jasa Perbaikan. 13. Penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 11 dan angka 12 disampaikan kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah DHE diterima untuk diteruskan kepada Bank Indonesia. 14. Nilai PEB yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk menghitung selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB sebagaimana dimaksud dalam angka 10, angka 11, dan angka 12 adalah Nilai PEB sesuai database DJBC. 15. Dalam hal terdapat perbedaan antara Nilai PEB yang disampaikan Eksportir dengan Nilai PEB pada database DJBC sebagaimana dimaksud dalam angka 14 maka Bank Indonesia dapat … (USD80,000 X 15 dapat memutuskan data PEB yang akan dijadikan acuan pemenuhan ketentuan DHE. 16. Penerimaan DHE yang lebih kecil dari nilai PEB yang disebabkan netting antara tagihan Ekspor dengan kewajiban Eksportir sebagaimana dimaksud dalam butir B.12 dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Eksportir menyampaikan penjelasan tertulis disertai Dokumen Pendukung yang memadai. 17. Penyampaian penjelasan tertulis disertai Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 16 diatur sebagai berikut: a. Untuk penerimaan DHE melalui Bank Devisa terkait netting maka Eksportir menyampaikan penjelasan tertulis disertai Dokumen Pendukung kepada Bank Devisa yang bersangkutan. b. Eksportir yang tidak menerima DHE melalui Bank Devisa menyampaikan secara langsung penjelasan tertulis disertai Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia. 18. Penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 4, angka 11, angka 12, angka 16, angka 19, angka 22 dan angka 24 berisi keterangan mengenai penyebab selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB disertai fotokopi Dokumen Pendukung, yaitu : a. Untuk selisih kurs, diskon/rabat, biaya administrasi, dan/atau biaya lainnya terkait perdagangan internasional, antara lain berupa invoice, Swift/bukti transfer lainnya dari Bank, dan/atau nota debet (debit note). b. Untuk Maklon, antara lain berupa kesepakatan atau perjanjian dan/atau invoice terkait jasa pemrosesan barang. c. Untuk … 16 c. Untuk Jasa Perbaikan, antara lain berupa kesepakatan atau perjanjian dan/atau invoice terkait jasa perbaikan barang. d. Untuk Operational Leasing, antara lain berupa kesepakatan atau perjanjian sewa guna usaha tanpa hak opsi untuk membeli. e. Untuk Financial Leasing, antara lain berupa invoice dan/atau kesepakatan atau perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi untuk membeli. f. Untuk perbedaan penilaian harga barang pada saat kesepakatan Ekspor dengan harga pada saat barang diterima, antara lain berupa invoice, nota kredit (credit note), nota debet (debit note), dan/atau keterangan dari importir dan/atau lembaga lain terkait nilai barang yang diimpor. g. Untuk perbedaan komposisi, kualitas, dan/atau kuantitas barang, antara lain berupa invoice, nota kredit (credit note), nota debet (debit note), dan/atau keterangan dari importir dan/atau lembaga lain terkait barang yang diimpor. h. Untuk importir wanprestasi atau mengalami keadaan memaksa (force majeure), antara lain berupa keterangan dari importir dan/atau lembaga lain terkait. i. Untuk importir pailit, antara lain berupa keterangan pailit dari instansi yang berwenang di negara tempat kedudukan importir. j. Untuk penerimaan DHE secara tunai di dalam negeri, antara lain berupa tanda terima pembayaran dan/atau fotokopi rekening koran yang menunjukkan penerimaan tunai tersebut. k. Untuk Netting terkait Ekspor sebagaimana dimaksud dalam … 17 dalam butir B.12, antara lain berupa rekapitulasi dan rincian netting report (account receivable/account payable impor barang), kesepakatan Netting, fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan/atau invoice. 19. Dalam hal penerimaan DHE dengan cara pembayaran Usance L/C, Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection, yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah menyampaikan penjelasan tertulis bulan pendaftaran PEB, Eksportir harus disertai Dokumen Pendukung disampaikan kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB untuk diteruskan kepada Bank Indonesia. 20. Dokumen Pendukung untuk cara pembayaran Usance L/C, Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection adalah sebagai berikut: a. Usance L/C, antara lain berupa fotokopi dokumen L/C, bill of lading, packing list dan/atau bukti Swift. b. Konsinyasi, antara lain berupa fotokopi dokumen kesepakatan konsinyasi, dan/atau bukti terjualnya barang konsinyasi. c. Pembayaran Kemudian, antara lain berupa fotokopi dokumen kesepakatan antara Eksportir dan importir. d. Collection, antara lain berupa fotokopi dokumen kesepakatan jual beli. 21. Untuk Penerimaan DHE dalam rangka Pembayaran Di Muka (Advance Payment), diatur sebagai berikut: a. Eksportir dan/atau Pemilik Barang harus menyampaikan keterangan dan data terkait DHE-nya kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah DHE diterima untuk diteruskan kepada Bank Indonesia; b. Keterangan … 18 b. keterangan dan data sebagaimana dimaksud dalam huruf a meliputi NPWP dan nama Eksportir dan/atau Pemilik Barang, serta keterangan penerimaan sebagian atau seluruh Nilai DHE; c. setelah barang diekspor, Eksportir dan/atau Pemilik Barang harus menyampaikan keterangan dan data terkait Ekspor-nya kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB untuk diteruskan kepada Bank Indonesia; d. keterangan dan data sebagaimana dimaksud dalam huruf c meliputi Tanggal PEB, Sandi Kantor Pabean, Nomor PEB, Nilai PEB, dan nilai DHE yang merupakan nilai Pembayaran Di Muka yang telah diselesaikan dengan pengiriman barang; e. dalam hal terdapat selisih kurang nilai DHE dan Nilai PEB terkait Pembayaran Di Muka, Eksportir dan/atau Pemilik Barang harus menyampaikan penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung. 22. Dalam hal importir wanprestasi, pailit, atau mengalami keadaan memaksa (force majeure) sehingga menyebabkan selisih kurang antara nilai PEB dengan DHE yang diterima lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) maka penjelasan tertulis disertai Dokumen Pendukung yang memadai sebagaimana dimaksud dalam butir 18.h atau butir 18.i disampaikan oleh Eksportir kepada: a. Bank Devisa apabila Eksportir menerima DHE melalui Bank Devisa; b. Bank Indonesia apabila Eksportir tidak menerima DHE melalui Bank Devisa. 23. Penyampaian … 19 23. Penyampaian Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 22 dilakukan, dengan batas waktu sebagai berikut: a. Untuk penerimaan DHE yang diperjanjikan kurang dari 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB, penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung disampaikan paling lambat akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB. b. Untuk penerimaan DHE yang diperjanjikan dengan cara pembayaran menggunakan Usance L/C, Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB, penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung disampaikan paling lama 14 (empat belas) Hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran. 24. Untuk penerimaan DHE yang dilakukan tidak melalui Bank Devisa karena telah diperjanjikan pembayarannya melalui trustee yang berada di luar Indonesia, Eksportir harus menyampaikan penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung secara langsung kepada Bank Indonesia dalam bentuk hardcopy atau softcopy melalui surat, faksimili, atau e-mail paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB. 25. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 24 berupa fotokopi perjanjian pembayaran DHE melalui trustee di luar Indonesia. 26. Apabila batas akhir penyampaian keterangan, data, penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 5, angka 13, angka 19, angka 21, angka 23, dan angka 24 jatuh pada hari libur, maka penyampaian keterangan, data, penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung dilakukan … 20 dilakukan paling lambat pada Hari Kerja berikutnya. 27. Penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 4, angka 11, angka 12, angka 16, angka 19, angka 22, dan angka 24 memuat informasi mengenai Tanggal PEB, Sandi Kantor Pabean, Nomor PEB, Nilai PEB dan keterangan terkait PEB sebagaimana dimaksud dalam contoh penjelasan tertulis pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 28. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, maka PJT harus mengisi lembar lanjutan khusus PJT secara akurat dan menyampaikan informasi PEB kepada Pemilik Barang dalam rangka pengisian laporan rincian transaksi Ekspor oleh Pemilik Barang. 29. Pemilik barang sebagaimana tercantum dalam lembar lanjutan PEB wajib menyampaikan informasi, penjelasan tertulis dan Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 4, angka 11, angka 12, angka 16, angka 19, angka 22, dan angka 24. 30. Dalam hal DHE diterima oleh pihak lain selain Pemilik Barang, maka penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 dapat disampaikan oleh pihak yang menerima DHE. 31. Dalam rangka memastikan kepatuhan Eksportir terhadap pemenuhan kewajiban penerimaan DHE, Bank Indonesia melakukan penelitian terkait penerimaan DHE melalui permintaan antara lain bukti, catatan, dokumen pendukung dan/atau informasi lain, dengan atau tanpa melibatkan instansi terkait. D. PENGENAAN SANKSI 1. Sanksi atas pelanggaran penerimaan DHE a. Eksportir yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana … 21 sebagaimana dimaksud dalam butir B.1, butir B.3, butir B.6, butir B.7, butir B.8, butir B.11, dan butir B.12 dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai nominal DHE yang belum diterima dengan nominal paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk satu bulan pendaftaran PEB. b. Sanksi denda dilakukan dalam valuta rupiah dan dihitung dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pengenaan sanksi denda. Contoh 1: Perusahaan AW melakukan Ekspor pada bulan Februari 2013 dengan nilai ekspor sebesar USD2,000,000 dan menerima DHE pada bulan Juni 2013 sebesar USD2,000,000 (melewati akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB, yaitu Mei 2013), dan perusahaan AW tidak dapat memberikan dokumen pendukung yang memadai. Apabila kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pengenaan sanksi denda sebesar Rp9.600,00 maka perhitungan denda perusahaan AW sebesar (0,5% X USD2,000,000 X Rp9.600,00) = Rp96.000.000,00. Contoh 2: Perusahaan AW melakukan Ekspor pada bulan Mei 2013 dalam 3 (tiga) PEB dengan total nilai ekspor sebesar USD3,100,000. Sampai dengan akhir Agustus 2013 (akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB), total DHE yang belum diterima adalah sebesar USD2,500,000 dan perusahaan AW tidak dapat memberikan dokumen pendukung yang memadai. Apabila kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pengenaan sanksi denda sebesar Rp9.600,00 maka perhitungan denda perusahaan AW sebesar … 22 sebesar (0,5% X USD2,500,000 X Rp9.600,00) = Rp120.000.000,00. Mengingat perhitungan denda tersebut melebihi nilai denda maksimal maka perusahaan AW dikenakan denda maksimal sebesar Rp100.000.000,00. c. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, maka sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam huruf a dikenakan kepada Pemilik Barang. d. Pembayaran sanksi denda tidak menggugurkan kewajiban penerimaan DHE yang belum diterima oleh Eksportir sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1. e. Dalam hal Eksportir dikenakan sanksi denda atas kewajiban penerimaan DHE, dan Eksportir: 1) belum membayar sanksi denda; atau 2) telah membayar sanksi denda, namun belum memenuhi kewajiban penerimaan DHE, maka Eksportir dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor sesuai dengan peraturan perundang- undangan mengenai kepabeanan dan peraturan perundang- undangan terkait yang berlaku. f. Dalam hal Ekspor dilakukan oleh PJT, sanksi penangguhan sebagaimana dimaksud dalam huruf e dikenakan kepada pemilik barang. 2. Tata Cara Pengenaan Sanksi a. Bank Indonesia menyampaikan surat pemantauan terkait penerimaan DHE kepada Eksportir dan/atau Pemilik Barang untuk PEB yang telah jatuh tempo namun penerimaan DHE- nya belum memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam surat edaran ini. b. Eksportir dan/atau Pemilik Barang harus menyampaikan tanggapan atas surat sebagaimana dimaksud dalam butir a dalam … 23 dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam surat pemantauan. c. Dalam hal Eksportir dan/atau Pemilik Barang tidak menyampaikan tanggapan atas surat pemantauan sebagaimana dimaksud dalam butir b atau Eksportir dan/atau Pemilik Barang menyampaikan tanggapan namun dianggap belum memadai, Bank Indonesia menyampaikan surat pengenaan sanksi denda kepada Eksportir dan/atau Pemilik Barang. d. Bank Indonesia menyampaikan surat pengenaan sanksi denda kepada Eksportir dan/atau Pemilik Barang dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan/atau instansi terkait. e. Eksportir dan/atau Pemilik Barang membayar sanksi denda ke rekening Bank Indonesia dengan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam surat pengenaan sanksi denda Bank Indonesia kepada Eksportir dan/atau Pemilik Barang. f. Eksportir dan/atau Pemilik Barang harus menyampaikan kepada Bank Indonesia fotokopi bukti penerimaan DHE melalui Bank Devisa dan bukti pembayaran sanksi denda. g. Dalam hal Eksportir dan/atau Pemilik Barang tidak melakukan pembayaran sanksi denda dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam surat pengenaan sanksi denda dan/atau tidak menyampaikan bukti penerimaan DHE melalui Bank Devisa, Bank Indonesia menyampaikan permintaan pengenaan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.e melalui surat kepada DJBC dengan tembusan kepada Eksportir dan/atau Pemilik Barang. E. TATA … 24 E. TATA CARA PEMBEBASAN SANKSI PENANGGUHAN ATAS PELAYANAN EKSPOR 1. Bank Indonesia melakukan verifikasi atas bukti pembayaran sanksi denda dan bukti penerimaan DHE yang disampaikan oleh Eksportir dan/atau Pemilik Barang. 2. Dalam hal bukti sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dinilai memadai oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia menyampaikan permintaan pembebasan sanksi penangguhan pelayanan Ekspor kepada DJBC dengan tembusan kepada Eksportir dan/atau Pemilik Barang yang bersangkutan. 3. Bukti sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas antara lain berupa fotokopi bukti transfer pembayaran sanksi denda ke Bank Indonesia dan/atau fotokopi SWIFT message yang disahkan oleh Bank Devisa penerima. F. ALAMAT SURAT MENYURAT DAN HELP DESK 1. Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Divisi Statistik dan Monitoring Devisa Hasil Ekspor Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt.16 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 E-mail: tsm-dhe@bi.go.id Telepon: 0800 10 80000 (bebas pulsa) 2. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. G. PENUTUP … 25 G. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 Maret 2013 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARTADI A. SARWONO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/9/DSM|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Penerimaan Devisa Hasil Ekspor </reg_title> <set_date> 27 Maret 2013 </set_date> <effective_date> 27 Maret 2013 </effective_date> <related_reg> '14/25/PBI/2012' </related_reg> <penalty_list> 'Huruf D' </penalty_list>
BANK INDONESIA --------------- No. 2/21/DPM Jakarta, 30 Oktober 2000 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/20/PBI/2000 tanggal 12 September 2000 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum, dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum. I. PERSYARATAN UMUM FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP) 1. Bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek (mismatch) dapat memperoleh FPJP maksimum sebesar perkiraan Saldo Giro Negatif Bank yang dihitung oleh Bank (self assessment). 2. FPJP wajib dijamin dengan agunan milik Bank berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan/atau Obligasi Pemerintah dan/atau surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, yang nilainya sekurang- kurangnya sebesar FPJP. 3. Surat berharga selain SBI dan Obligasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam butir 2 ditetapkan kemudian oleh Bank Indonesia dengan Surat Edaran tersendiri. 4. FPJP diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) hari kerja (overnight). 5. Bank …. 2 5. Bank dapat menggunakan FPJP sebanyak-banyaknya 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut. II. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN FPJP 1. Bank mengajukan surat permohonan FPJP secara tertulis kepada Bank Indonesia sebagaimana contoh Lampiran 1 dari pukul 17.00 sampai dengan 18.00 waktu setempat kepada: a. Bagian Operasi Pasar Uang (OPU), Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Kliring Lokal Jakarta dan Kantor Cabang Bank Asing di wilayah Kliring Lokal Jakarta, dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank (DPwB) terkait; b. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Kliring Lokal Jakarta, dengan tembusan kepada Tim Pengawas Bank di KBI setempat, DPwB terkait dan DPM. 2. Penyampaian surat permohonan FPJP wajib disertai dengan: a. Bukti agunan sebagaimana dimaksud dalam butir III.B; b. Perjanjian Kredit bermeterai cukup yang telah ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan, atau Chief Executive Officer (CEO) atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, sebagaimana contoh Lampiran 2, dalam rangkap 2 (dua); c. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai bermeterai cukup yang telah ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan atau Chief Executive Officer (CEO) atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, sebagaimana contoh Lampiran 3, dalam rangkap 2 (dua); 3. Bank wajib menyampaikan contoh tandatangan (specimen) Direksi Bank atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan, atau Chief Executive Officer (CEO) atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, kepada: a. Bagian …. 3 a. Bagian OPU, DPM, Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Kliring Lokal Jakarta dan Kantor Cabang Bank Asing di wilayah Kliring Lokal Jakarta; b. KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Kliring Lokal Jakarta. 4. Penyampaian tembusan surat permohonan FPJP kepada DPwB terkait sebagaimana dimaksud dalam butir 1 tanpa disertai lampiran sebagaimana dimaksud dalam butir 2. 5. Persetujuan atau penolakan Bank Indonesia atas permohonan FPJP diberitahukan kepada Bank yang bersangkutan melalui faksimili atau Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) yang ditegaskan dengan surat. 6. Dalam hal permohonan FPJP disetujui, maka Bank Indonesia menandatangani Perjanjian Kredit dan Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana dalam butir 2.b dan 2.c di atas, serta mengkredit rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sebesar nilai FPJP yang disetujui. III. AGUNAN FPJP A. Persyaratan dan Nilai Agunan 1. Dalam hal agunan berupa SBI, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. pada tanggal FPJP jatuh waktu, sisa jangka waktu SBI sekurang- kurangnya 3 (tiga) hari dan selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari; b. pada saat pengajuan permohonan FPJP, nilai jual SBI sekurang- kurangnya 100% (seratus per seratus) dari jumlah permohonan FPJP dengan mempertimbangkan kelipatan denominasi SBI terkecil. c. nilai jual SBI dihitung berdasarkan rumus: (nilai nominal) x 360 Nilai Jual = --------------------------------------------------------- 360 + (tingkat diskonto x sisa jangka waktu) Tingkat …. 4 Tingkat diskonto SBI yang digunakan adalah nilai tertinggi dari tingkat diskonto SBI bersangkutan pada saat penerbitan atau tingkat diskonto rata-rata tertimbang SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir. Yang dimaksud dengan sisa jangka waktu adalah sisa jangka waktu dalam hari yang dihitung sejak tanggal permohonan FPJP sampai dengan tanggal SBI jatuh waktu. Contoh perhitungan nilai jual SBI: Nilai nominal SBI = Rp100 miliar. Tingkat diskonto SBI yang diagunkan pada saat penerbitan = 12%. Tingkat diskonto rata-rata tertimbang SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir = 13,75%. Sisa jangka waktu SBI = 20 hari. Maka nilai tunai SBI tersebut adalah: Rp100 miliar x 360 ------------------------------- = Rp 99.241.902.136,00. 360 + (13,75% x 20 hari) sehingga jumlah maksimum FPJP yang dapat diajukan oleh Bank adalah Rp99.241.902.136,00. 2. Dalam hal agunan berupa Obligasi Pemerintah, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. pada tanggal FPJP jatuh waktu, sisa jangka waktu Obligasi Pemerintah sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari; b. pada saat pengajuan permohonan FPJP, nilai pasar Obligasi Pemerintah sekurang-kurangnya 115% (seratus lima belas per seratus) dari jumlah permohonan FPJP dengan mempertimbangkan kelipatan unit Obligasi Pemerintah; c. nilai pasar Obligasi Pemerintah adalah rata-rata tertimbang harga beli Obligasi Pemerintah sesuai serinya dari transaksi terakhir yang terjadi di pasar sekunder sebagaimana tercatat dalam Pusat Informasi Pasar Uang. Dalam hal seri Obligasi Pemerintah belum ditransaksikan di pasar sekunder, maka nilai pasar dihitung berdasarkan nilai par atau nilai nominal Obligasi Pemerintah. Contoh …. 5 Contoh perhitungan nilai pasar Obligasi Pemerintah: Rata-rata tertimbang harga Obligasi Pemerintah = 98. Jumlah Obligasi Pemerintah yang diagunkan = Rp100 miliar. Sisa jangka waktu = 20 hari. Maka nilai pasar Obligasi Pemerintah adalah: Rp100 miliar x 0,98 = Rp98 miliar. Sehingga jumlah maksimum FPJP yang dapat diajukan oleh Bank adalah: Rp98 miliar x 100/115 = Rp85.217.391.304,00. B. Bukti Agunan 1. Dalam hal agunan SBI, bukti agunan FPJP berupa Bilyet Depot Simpanan (BDS) SBI yang wajib disertai dengan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD)-SBI yang dikeluarkan oleh Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang (PTPU), DPM, Bank Indonesia, sebagaimana contoh Lampiran 4. 2. Dalam hal agunan Obligasi Pemerintah, bukti agunan FPJP berupa SKSD-Obligasi Pemerintah yang dikeluarkan oleh Central Registry cq. Bagian PTPU, DPM, Bank Indonesia, sebagaimana contoh Lampiran 5. Jangka waktu SKSD-Obligasi Pemerintah sekurang- kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal permohonan FPJP. Jangka waktu SKSD-Obligasi Pemerintah dimaksud wajib diperpanjang oleh Bank atas permintaan Bank Indonesia dalam hal pelaksanaan eksekusi atas Obligasi Pemerintah melebihi jangka waktu SKSD-Obligasi Pemerintah. C. Tata Cara Memperoleh SKSD 1. SKSD-SBI a. Bank mengajukan surat permohonan SKSD-SBI secara tertulis sebagaimana contoh Lampiran 6 kepada Bank Indonesia dari pukul 13.00 sampai dengan 17.00 WIB waktu setempat kepada: 1) Bagian PTPU, DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Kliring Lokal Jakarta dan Kantor Cabang Bank Asing di wilayah Kliring Lokal Jakarta; 2) Kantor …. 6 2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Kliring Lokal Jakarta, dengan tembusan kepada Bagian PTPU, DPM. b. Penyampaian surat permohonan SKSD-SBI wajib disertai dengan BDS-SBI. c. Pada saat pengajuan permohonan SKSD-SBI, Bank dapat mengajukan permohonan pemecahan BDS-SBI sesuai dengan jumlah SBI yang diagunkan dalam rangka FPJP. d. Dalam hal pemecahan BDS-SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf c, mengakibatkan pencetakan warkat SBI baru, maka Bank dikenakan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah. e. SKSD-SBI yang telah disetujui oleh Bank Indonesia tidak dapat dibatalkan pada hari yang sama. 2. SKSD-Obligasi Pemerintah a. Tata cara penerbitan SKSD-Obligasi Pemerintah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/2/PBI/2000 tanggal 21 Januari 2000 tentang Penatausahaan dan Perdagangan Obligasi Pemerintah, dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/1/DPM tanggal 21 Januari 2000 perihal Tata Cara Pencatatan Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi Obligasi Pemerintah. b. Dalam rangka FPJP, Bank dapat mengajukan surat permohonan SKSD-Obligasi Pemerintah secara tertulis sebagaimana contoh Lampiran 7 kepada Bank Indonesia dari pukul 13.00 sampai dengan 17.00 waktu setempat kepada: 1) Central Registry cq. Bagian PTPU, DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Kliring Lokal Jakarta dan Kantor Cabang Bank Asing di wilayah Kliring Lokal Jakarta; 2) Central Registry cq. Bagian PTPU, DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta, melalui Kantor Bank Indonesia (KBI) …. 7 (KBI) setempat cq. Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Kliring Lokal Jakarta. c. SKSD-Obligasi Pemerintah yang telah disetujui oleh Bank Indonesia tidak dapat dibatalkan pada hari yang sama. IV. TATA CARA PELUNASAN FPJP 1. Pada tanggal jatuh waktu FPJP, Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar FPJP yang jatuh waktu ditambah dengan biaya bunga yang harus dibayar. 2. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi atau tidak ada dananya pada tanggal jatuh waktu FPJP, maka Bank dapat mengajukan permohonan FPJP baru sesuai dengan persyaratan dan tata cara permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir I, II, dan III, dengan memperhitungkan kewajiban pokok dan bunga FPJP yang telah jatuh waktu. V. EKSEKUSI AGUNAN 1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan milik Bank yang bersangkutan apabila pada tanggal jatuh waktu FPJP: a. b. Bank yang bersangkutan telah menggunakan FPJP selama 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut; atau c. Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi tidak dapat memperoleh FPJP selama batas waktu tertentu. 2. Bank Indonesia mengeksekusi agunan dengan cara penjualan melalui: a. Pialang Pasar Uang, dalam hal agunan berupa SBI. b. Pialang Pasar Modal yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/112/KEP/DIR tanggal 30 September 1998 perihal Persyaratan Perusahaan Efek Yang Dapat Menjadi Peserta Dalam Pelelangan …. saldo giro Bank tidak mencukupi atau tidak ada dananya untuk pelunasan FPJP dan Bank dimaksud tidak mengajukan permohonan FPJP baru; atau 8 Pelelangan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia, dalam hal agunan berupa Obligasi Pemerintah. 3. Eksekusi agunan dilakukan secepat-cepatnya pada 1 (satu) hari kerja setelah FPJP jatuh waktu. 4. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses penjualan agunan dibebankan pada Bank. 5. Selama agunan belum dapat dieksekusi, maka Bank tetap dikenakan biaya bunga FPJP sampai dengan agunan dieksekusi. 6. Pembeli agunan menyetorkan hasil eksekusi kedalam rekening nomor 564.000617 "Bagian OPU untuk Penampungan Hasil Eksekusi Agunan FPJP" di Bank Indonesia dan menyampaikan bukti setoran kepada Bagian OPU, DPM, Bank Indonesia. 7. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah FPJP, akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi agunan, maka Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud. 8. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah FPJP, akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, maka Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud. 9. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana dimaksud butir 8, maka Bank wajib menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada Bank Indonesia. VI. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank atas penggunaan FPJP baik selama periode diterimanya FPJP maupun setelah FPJP jatuh waktu. 2. Bank wajib memberikan data dan informasi secara lengkap dan benar sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/6/PBI/2000 tanggal 21 Februari 2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank. 3. Bank …. 9 3. Bank yang telah menggunakan FPJP selama 5 (lima) hari kerja secara berturut-turut wajib menyampaikan rencana kerja (action plan) untuk jangka waktu 7 (tujuh) hari dalam rangka penyelesaian permasalahan pendanaan jangka pendek pada hari kerja berikutnya dan selanjutnya melaporkan realisasi rencana kerja (action plan) dimaksud kepada DPwB terkait. VII. SANKSI Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia diketahui bahwa Bank terbukti melakukan penyimpangan penggunaan FPJP berupa tetapi tidak terbatas pada: (i) penempatan dana pada pasar uang antar bank; (ii) penyaluran kredit; (iii) pembelian valuta asing; maka Bank dimaksud tidak diperkenankan memperoleh FPJP untuk periode tertentu setelah hasil pemeriksaan sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut dari Bank Indonesia, dan dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 52 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA TARMIDEN SITORUS Deputi Direktur 10 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal 30 Oktober 2000 Lampiran 3 AKTA PENGIKATAN AGUNAN SECARA GADAI BANK …….. - BANK INDONESIA Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertanda tangan di bawah ini : 1. …………………………………. , Direktur Bank ……………, bertempat tinggal di …………………. bertindak dalam jabatannya untuk dan atas atas nama Bank ………….. yang diberi kuasa sesuai dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya disebut sebagai PEMBERI GADAI; (Ctt. : Dengan persetujuan Komisaris apabila dalam Anggaran Dasar diminta) 2. .………………………………… , Pimpinan Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, bertempat tinggal di Jakarta atau Pemimpin Cabang Bank Indonesia …………., bertempat tinggal di ……………. bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut sebagai PENERIMA GADAI; (Ctt. : Sesuai dengan pendelegasian wewenang yang diatur dalam Peraturan Dewan Gubenur, apabila sudah ada. Jika belum ada, harus dengan Surat Kuasa dari Gubernur) dengan terlebih dahulu menerangkan: a. bahwa PEMBERI GADAI telah mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dari PENERIMA GADAI sebesar Rp…… (……) dan dengan berdasarkan ketentuan dan persyaratan sebagaimana diuraikan dalam Perjanjian Kredit, tanggal …., yang untuk selanjutnya disebut Perjanjian Pokok. b. bahwa menurut ketentuan Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI diwajibkan untuk memberikan agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah; c. bahwa PEMBERI GADAI menyatakan telah memiliki Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah yang akan digadaikan sebagaimana Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan terlampir yang terdiri dari : 11 - ……………… senilai ……………… - ………………. senilai ……………… - dst. yang selanjutnya disebut SURAT BERHARGA. d. bahwa guna memenuhi persyaratan Perjanjian Pokok dan agar PEMBERI GADAI dapat menjamin pembayaran kembali segala hutangnya kepada PENERIMA GADAI karena Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya bunga yang harus dibayar sebagaimana dimuat dalam Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI menyatakan menggadaikan dan dengan demikian menyerahkan kepada PENERIMA GADAI SURAT BERHARGA tersebut di atas sebagaimana tercantum dalam Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan dengan jumlah nilai nominal sebesar Rp ………………… ( …….. rupiah) dan jumlah nilai pasar sebesar Rp ……….. (………….. rupiah); dan PENERIMA GADAI menyatakan menerima baik gadai SURAT BERHARGA tersebut. Selanjutnya para pihak tetap dalam kedudukannya di atas menyatakan bahwa gadai SURAT BERHARGA ini dilangsungkan dan diterima dengan ketentuan dan syarat sebagai berikut : Pasal 1 (1) Penyerahan hak atas SURAT BERHARGA tersebut di atas beserta SURAT BERHARGA yang bersangkutan sebagaimana tercantum dalam pencatatan kepemilikan surat berharga tersebut oleh PEMBERI GADAI dinyatakan berlaku terhitung sejak penandatanganan perjanjian ini. (2) Dalam hal penggadaian SURAT BERHARGA memerlukan pemblokiran dari lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA, Perjanjian Gadai ini dinyatakan berlaku terhitung sejak tanggal surat pemblokiran dari lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA yang digadaikan perihal pemblokiran SURAT BERHARGA. Pasal 2 Apabila pada saat jatuh waktu hutang sebagaimana tersebut dalam premisse perjanjian ini pada butir d di atas PEMBERI GADAI tidak membayar hutangnya tersebut kepada PENERIMA GADAI, maka PENERIMA GADAI berhak mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/ /DPM tanggal Oktober 2000 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum; dan untuk itu PENERIMA GADAI berhak mengambil 12 hasil penjualan SURAT BERHARGA tersebut sebagai pembayaran atas seluruh hutang PEMBERI GADAI kepada PENERIMA GADAI. Pasal 3 Apabila untuk pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diperlukan kuasa, dengan ini PEMBERI GADAI memberikan kuasa kepada PENERIMA GADAI untuk mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA tersebut; dan kuasa tersebut dinyatakan tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa (PEMBERI GADAI) dengan alasan apapun juga sesuai ketentuan yang berlaku, sepanjang PEMBERI GADAI belum melunasi seluruh hutangnya sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini pada butir d di atas kepada PENERIMA GADAI. Pasal 4 Apabila hasil dari pencairan atau penjualan atas SURAT BERHARGA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lebih besar dari jumlah Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diterima oleh PEMBERI GADAI, biaya bunga dan biaya eksekusi agunan, maka yang dapat diambil oleh PENERIMA GADAI adalah sebesar jumlah dimaksud; sedang kelebihannya harus dikembalikan oleh PENERIMA GADAI kepada PEMBERI GADAI. Pasal 5 Apabila Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diterima PEMBERI GADAI telah terbayar lunas tanpa perlu adanya pencaiaran atau penjualan SURAT BERHARGA yang digadaikan dan Perjanjian Pokok telah berakhir, maka PENERIMA GADAI menyerahkan kembali semua SURAT BERHARGA yang digadaikan dengan perjanjian ini kepada PEMBERI GADAI sesuai dengan kepemilikannya; dan gadai SURAT BERHARGA ini menjadi berhenti dengan sendirinya (gugur). Pasal 6 Gadai SURAT BERHARGA ini diberikan untuk menjamin hutang-hutang PEMBERI GADAI, baik yang timbul karena Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang disediakan oleh 13 PENERIMA GADAI sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini butir d di atas, maupun yang timbul karena kewajiban-kewajiban lain yang terbeban pada PEMBERI GADAI karena biaya bunga, dan atau biaya pencairan agunan yang harus dibayar kepada PENERIMA GADAI. Pasal 7 Mengenai Perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di …………, dalam rangkap 2 (dua) , masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. ………, ………(tempat & tanggal) PENERIMA GADAI PEMBERI GADAI 14 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal 30 Oktober 2000 Lampiran 1 Kepada *) Bagian Operasi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10110 Perihal : Permohonan Untuk Mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka ------------------------------------------------------------------------------------ Pendek Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/20/PBI/2000 tanggal 12 September 2000, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebesar Rp. … … … ( … … … … ) untuk jangka waktu dari ………… sampai dengan ………….. Dalam kaitan ini, terlampir kami sampaikan Bilyet Depot Simpanan (BDS) SBI yang disertai Surat Keterangan Surat Berharga yang Dijaminkan (SKSD) SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah, Perjanjian Kredit, dan Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai. Data tersebut kami sampaikan dengan sebenarnya. Apabila di kemudian hari terbukti data tersebut di atas tidak benar, kami bersedia untuk mempertanggung- jawabkannya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Demikian permohonan kami. ….…..., ........ (tempat, tanggal) Direksi/CEO/Pejabat Bank yang berwenang (Nama Bank…..) ttd Meterai cc. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia *) Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kliring Jakarta, permohonan disampaikan kepada Kantor Bank 15 Indonesia setempat c.q. Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter, dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter dan Direktorat Pengawasan Bank terkait. 16 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal 30 Oktober 2000 Lampiran 4 B A N K I N D O N E S I A Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan - Sertifikat Bank Indonesia (SKSD-SBI) No. Kepada : : Bagian Operasi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 ("Nama Bank Pemilik Sertifikat Bank Indonesia") Surat ini menunjukan bahwa nilai nominal Sertifikat Bank Indonesia (SBI) telah diagunkan oleh pemilik SBI sejak xx xxxx xxx sampai dengan xx xxxx xxx untuk untung Penerima Agunan. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan Agunan ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku SKSD- SBI. Surat ini dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD-SBI. Rincian SBI J u m la h N o m in al Tanggal BDS Nomor BDS Nomor Seri Lembar : : : : Jakarta, xx xxxx xxx 17 Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Bank Indonesia 18 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal 30 Oktober 2000 Lampiran 5 B A N K I N D O N E S I A Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) No. Kepada : : Bagian Operasi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 ("Nama Bank Pemegang Rekening") Surat ini menunjukan bahwa nilai nominal Obligasi Pemerintah telah diagunkan oleh pemegang rekening sejak xx xxxx xxx sampai dengan xx xxxx xxx untuk untung Penerima Agunan. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan Agunan ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Central Registry sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku SKSD. Surat ini dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD. Rincian Surat Berharga J u m la h N o m in al Seri Obligasi : Kupon Obligasi : Tanggal Jatuh : Jakarta, xx xxxx xxx Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Bank Indonesia 19 20 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal 30 Oktober 2000 Lampiran 2 PERJANJIAN KREDIT DALAM RANGKA FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertanda tangan di bawah ini : 1. .………………………………… , Pimpinan, Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, bertempat tinggal di Jakarta atau Pemimpin Cabang Bank Indonesia …………., bertempat tinggal di ……………. bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA; (Ctt. : Sesuai dengan pendelegasian wewenang yang diatur dalam Peraturan Dewan Gubenur, apabila sudah ada. Jika belum ada, harus dengan Surat Kuasa dari Gubernur) 2. …………………………………. , Direktur Bank ……………, bertempat tinggal di …………………. bertindak dalam jabatannya untuk dan atas atas nama Bank ………….. yang diberi kuasa sesuai dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA, (Ctt. : Dengan persetujuan komisaris apabila dalam anggaran dasar diminta). menyatakan sepakat untuk mengadakan Perjanjian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dalam rangka mengatasi kesulitan jangka pendek sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/20/PBI/2000 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum, dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut : Pasal 1 PIHAK PERTAMA memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi PIHAK KEDUA untuk jangka waktu 1 (satu) hari atau overnight sebesar Rp………………. (……………… rupiah), yang berlaku dari tanggal …………….. sampai dengan tanggal ……………... 21 Pasal 2 (1) Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA didasarkan kepada permohonan PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA dan sepanjang PIHAK KEDUA memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek; b. memiliki agunan yang mencukupi; c. belum memanfaatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek selama 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut; dan d. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diajukan untuk jangka waktu 1 (satu) hari atau overnight. (2) Besarnya pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 setinggi-tingginya sebesar perkiraan saldo negatif rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA yang diperkirakan oleh PIHAK KEDUA akan terjadi pada hari permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek diajukan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA. Pasal 3 Dalam hal di kemudian hari diketahui bahwa PIHAK KEDUA tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tersebut di atas, PIHAK PERTAMA berhak untuk setiap waktu menarik kembali Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diberikan kepada PIHAK PERTAMA. Pasal 4 (1) Atas Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, PIHAK KEDUA memberikan kepada PIHAK PERTAMA agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah yang dimiliki PIHAK KEDUA dengan rincian ……. (2) Pengikatan agunan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan dengan gadai yang akan dibuat dalam perjanjian tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian ini. Pasal 5 Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek kepada PIHAK KEDUA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dikenakan biaya bunga sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/20/PBI/2000 tanggal 12 September 2000 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum. 22 Pasal 6 Untuk pelunasan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, PIHAK PERTAMA berwenang dan akan melakukan pendebetan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA pada tanggal jatuh waktu Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebesar Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diberikan PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA ditambah biaya bunga Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Pasal 7 (1) Dalam hal menurut perkiraan yang wajar dari PIHAK KEDUA dan/atau perkiraan yang wajar dari PIHAK PERTAMA pendebetan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA oleh PIHAK PERTAMA mengakibatkan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA bersaldo negatif, PIHAK KEDUA dengan ini memberikan kuasa khusus yang tidak dapat dicabut kembali oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, untuk menjual agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan mengambil hasil penjualan agunan tersebut untuk pelunasan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek PIHAK KEDUA. (2) Dalam hal hasil penjualan agunan tidak dapat melunasi Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diperoleh PIHAK KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya penjualan agunan, maka PIHAK KEDUA wajib melunasi kekurangannya dari harta kekayaan PIHAK KEDUA. (3) Dalam hal hasil penjualan agunan lebih besar dari jumlah Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diperoleh PIHAK KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya penjualan agunan, maka PIHAK PERTAMA mengkredit rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA sebesar nilai kelebihan dimaksud. Pasal 8 Atas pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek ini, PIHAK KEDUA tidak dikenakan biaya provisi. Pasal 9 Mengenai perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 23 Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di ……….., dalam rangkap 2 (dua), masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. ………….., ……….(tempat & tanggal) PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA 24 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal 30 Oktober 2000 Lampiran 6 Kepada *) Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10110 Perihal : Permohonan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) SBI -------------------------------------------------------------------------------------------- Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No2/xx/DPM tanggal xx Oktober 2000 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum, dengan ini kami mengajukan permohonan penerbitan SKSD-SBI untuk diagunkan kepada Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, yang digunakan untuk memperoleh Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia, dan untuk memblokir seluruh kepemilikan Saya/Kami atas SBI dengan perincian sebagai berikut**): Tanggal BDS-SBI Nomor BDS-SBI Rincian SBI dan Nominal : sejak tanggal …… sampai dengan ……. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengajukan permohonan untuk melakukan pemecahan BDS-SBI dengan perincian sebagai berikut ***): Rincian BDS-SBI Awal Permohonan Pemecahan BDS-SBI BDS-SBI #1 untuk FPJP Tanggal BDS-SBI: Nomor BDS-SBI : Rincian SBI dan Nominal: Demikian permohonan kami. ….…..., ........ (tempat, tanggal) Direksi/CEO/Pejabat Bank yang berwenang (Nama Bank…..) ttd Meterai Rincian SBI dan Nominal: BDS-SBI #2 Rincian SBI dan Nominal: : : 25 *) Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kliring Jakarta, permohonan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat, dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter dan Direktorat Pengawasan Bank terkait. **) Dalam hal permohonan SKSD-SBI tidak disertai dengan pemecahan BDS-SBI. ***)Dalam hal permohonan SKSD-SBI disertai dengan pemecahan BDS-SBI. 26 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2/21/DPM tanggal 30 Oktober 2000 Lampiran 7 BI-SKRIP Pemohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) Nomor _________ Kepada : Saya/Kami: PIHAK PEMBERI AGUNAN Nama Pemegang Rekening Surat Berharga Diisi dengan pemilik rekening di central registry Alamat : No. Telp : Dengan ini mengajukan permohonan kepada Sub-Registry/Central Registry untuk menerbitkan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak penerima agunan sebagai berikut: PIHAK PENERIMA AGUNAN Nama Alamat Nomor Rekening Surat Berharga Diisi dengan no di central registry Dan untuk memblokir seluruh kepemilikan Saya/Kami atas surat berharga sebagai berikut : Seri Surat Berharga Tanggal Jatuh Waktu Nilai nominal yang akan diagunkan Rp Tanggal Jatuh Waktu SKSD Sejak tanggal penerbitan sampai dengan tanggal jatuh waktu SKSD. Tanda tangan Pemberi Agunan Stempel Perusahaan 27 Tanggal:
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/21/DPM|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 30 Oktober 2000 </set_date> <related_reg> '2/20/PBI/2000' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No. 9/19/DPM Jakarta, 6 September 2007 SURAT EDARAN Perihal : Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/1/DPM Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System Sehubungan dengan perkembangan transaksi Surat Berharga di pasar sekunder yang dilakukan oleh Peserta BI-SSSS, khususnya terkait transaksi yang setelmennya dilakukan secara Free of Payment (FoP), dipandang perlu untuk mengubah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/1/DPM Tanggal 16 Februari 2004 perihal Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System sebagai berikut: 1. Ketentuan butir V.C.1.h. pada halaman 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: h. Setelmen transaksi Surat Berharga di pasar perdana dan di pasar sekunder secara FoP hanya dilakukan untuk perpindahan kepemilikan Surat Berharga dalam rangka hibah, warisan, pelunasan kewajiban dari dan kepada Bank Indonesia atau Pemerintah dan tujuan lainnya, misalnya dalam rangka penutupan rekening Surat Berharga, jual beli Surat Berharga antar nasabah dalam Sub-Registry yang sama dengan jenis investor dan/atau status residen berbeda, tukar menukar SUN terkait transaksi Exchange Traded Fund (ETF) dan pinjam meminjam Surat Berharga sepanjang telah disetujui oleh instansi yang berwenang. 2. Ketentuan butir V.C.5.e pada halaman 50 dan 51 ditambahkan 2 butir, yakni butir 6) dan butir 7) sehingga berbunyi sebagai berikut: Peserta ... 2 Peserta BI-SSSS melakukan setelmen transaksi transfer Surat Berharga secara FoP dengan menggunakan SSTS Construct Sales/Transfer : 1) Peserta BI-SSSS sebagai pemberi dan penerima melakukan input data setelmen transaksi transfer pada ST masing-masing Peserta BI-SSSS. 2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data setelmen transaksi transfer secara otomatis akan terkirim ke SCC. 3) Dalam hal data setelmen transaksi transfer telah diterima SCC dari kedua belah pihak, proses macthing data akan dilakukan secara otomatis oleh sistem. 4) Dalam hal data setelmen transaksi telah macthing dan saldo pada rekening Surat Berharga pemberi mencukupi, sistem secara otomatis melakukan setelmen Surat Berharga dengan mendebet rekening Surat Berharga pemberi dan mengkredit rekening Surat Berharga penerima sebesar nilai nominal Surat Berharga yang ditransfer. 5) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga pemberi tidak mencukupi untuk kewajiban setelmen Surat Berharga sampai dengan saat cut-off warning BI- SSSS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi transfer Surat Berharga dimaksud. 6) Dalam melakukan input data setelmen sebagaimana dimaksud pada butir 1), Peserta BI-SSSS harus mencantumkan keterangan mengenai jenis transaksi dan harga transaksi. 7) Keharusan pengisian keterangan mengenai harga sebagaimana dimaksud pada butir 6) dikecualikan untuk setelmen transaksi FoP dalam rangka hibah atau warisan. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 6 September 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian ... 3 Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/19/DPM|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/1/DPM Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System </reg_title> <set_date> 6 September 2007 </set_date> <effective_date> 6 September 2007 </effective_date> <changed_reg> '6/1/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/1/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No. 14/ 32 /DPM Jakarta, 7 November 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4944) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2011 Nomor 119), perlu ditetapkan ketentuan mengenai tata cara transaksi repurchase agreement (repo) SBSN dengan Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang tentang Perbankan Syariah yang berlaku. 3. Unit … 2 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan Syariah yang berlaku. 4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama. 5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah. 6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 9. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka OMS. 10. Haircut adalah faktor pengurang harga SBSN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 11. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer … 3 transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS. 12. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 13. Transaksi Repurchase Agreement SBSN Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut Repo SBSN OPT Syariah adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka OPT Syariah. 14. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga milik Bank yang digunakan untuk mencatat kepemilikan surat berharga di central registry pada BI-SSSS yang dapat diperdagangkan. 15. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia. 16. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah setelmen transaksi surat berharga dengan cara setelmen surat berharga dilakukan bersamaan dengan setelmen dana. 17. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 18. Marjin … 4 18. Marjin Repo SBSN adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam setahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang melakukan Repo SBSN OPT Syariah. II. PERSYARATAN UMUM 1. Repo SBSN OPT Syariah merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk penambahan likuiditas Bank dalam rangka OMS atau ekspansi moneter. 2. Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan al wa’d (janji) oleh Bank kepada Bank Indonesia, dalam dokumen terpisah, untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati. 3. Jangka waktu Repo SBSN OPT Syariah paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. 4. Repo SBSN OPT Syariah dapat dilakukan pada setiap hari kerja Bank Indonesia. 5. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Repo SBSN OPT Syariah sebagai berikut : a. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan Sistem BI- RTGS; b. tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; c. memiliki Rekening Giro; dan d. memiliki Rekening Surat Berharga. 6. Bank mengajukan Repo SBSN OPT Syariah kepada Bank Indonesia untuk kepentingan diri sendiri. 7. Bank … 5 7. Bank dapat mengajukan penawaran Repo SBSN OPT Syariah secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. 8. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Repo SBSN OPT Syariah untuk kepentingan Bank. 9. Persyaratan Lembaga Perantara adalah sebagai berikut: a. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS; dan b. tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh otoritas pengawas yang berwenang. 10. Bank mengajukan Repo SBSN OPT Syariah setelah menandatangani Janji (wa’d) Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam Rangka Repo SBSN Dengan Bank Indonesia yang telah dibubuhi materai cukup sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini, dan menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia. 11. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 10 meliputi : a. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia: 1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d) dilakukan oleh direksi; 2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani Janji (wa’d) jika penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh direksi; 3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi … 6 direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d) dilakukan oleh direksi; atau 4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi; dan 5) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat yang berwenang untuk menandatangani perjanjian. b. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri : 1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d) dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); 2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani Janji (wa’d) jika penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh CEO; atau 3) dalam hal penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh CEO maka surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus memuat hak CEO untuk mengalihkan kewenangannya (hak substitusi); dan 4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang berwenang untuk menandatangani perjanjian. 12. Penandatanganan … 7 12. Penandatanganan Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada angka 10 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan repo dengan Bank Indonesia. 13. Janji (wa’d) yang telah ditandatangani berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi Janji (wa’d) dan/atau perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan daerah mengenai kewenangan Direksi Bank untuk mewakili Bank atau ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai pendelegasian wewenang. 14. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 10 dan angka 11 disampaikan dengan surat pengantar kepada : Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. M.H Thamrin No.2 Jakarta 10350 15. Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. 16. Pelaksanaan lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan metode sebagai berikut: a. Harga Tetap (fixed rate tender) dengan Marjin Repo SBSN ditetapkan Bank Indonesia; atau b. Harga Beragam (variable rate tender) dengan Marjin Repo SBSN diajukan Bank dan Lembaga Perantara. 17. Pengajuan penawaran lelang Repo SBSN OPT Syariah: a. Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran Repo SBSN OPT Syariah kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. b. Pengajuan … 8 b. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Bank dan Lembaga Perantara paling sedikit 1.000 (seribu) unit atau sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). c. Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Repo SBSN OPT Syariah yang disampaikan kepada Bank Indonesia. d. Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. III. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN 1. SBSN milik Bank yang dapat di-repo-kan adalah: a. SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek. b. tercatat dalam Rekening Surat Berharga di BI-SSSS; c. tidak sedang diagunkan; d. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat second leg Repo SBSN OPT Syariah. 2. Harga SBSN yang dapat di-repo-kan ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di BI-SSSS dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing- masing jenis dan seri SBSN. 3. Bank Indonesia menetapkan besarnya Haircut untuk masing- masing jenis dan seri SBSN dalam rangka penentuan nilai setelmen Repo SBSN OPT Syariah (first leg). 4. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan Haircut dan mengumumkan perubahan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. 5. Marjin … 9 5. Marjin Repo SBSN diperhitungkan pada saat setelmen second leg Repo SBSN OPT Syariah. 6. Hak penerimaan kupon/imbalan atas SBSN yang di-repo-kan selama periode Repo SBSN OPT Syariah tetap merupakan milik Bank. IV. PENGUMUMAN DAN PENGAJUAN REPO SBSN OPT SYARIAH 1. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Repo SBSN OPT Syariah paling lambat sebelum window time melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. 2. Pengumuman rencana lelang Repo SBSN OPT Syariah memuat antara lain: a. tanggal lelang; b. jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; c. metode lelang; d. target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); e. Marjin Repo SBSN (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); f. jenis dan seri SBSN yang dapat di-repo-kan; g. Haircut; h. window time; dan/atau i. tanggal dan waktu setelmen. 3. Window time Repo SBSN OPT Syariah dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. 4. Pengajuan penawaran Repo SBSN OPT Syariah antara lain meliputi: a. nilai … 10 a. nilai nominal, jenis dan seri SBSN yang di-repo-kan, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau b. nilai nominal, jenis dan seri SBSN yang di-repo-kan dan Marjin Repo SBSN, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu Repo SBSN OPT Syariah yang akan dilakukan. 5. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran Marjin Repo SBSN dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). V. PENETAPAN PEMENANG LELANG REPO SBSN OPT SYARIAH 1. Dalam hal lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan metode fixed rate tender, maka penetapan kuantitas Repo SBSN OPT Syariah yang dimenangkan dihitung dengan cara: a. Penawaran kuantitas yang diajukan oleh Bank dimenangkan seluruhnya. b. Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2. Dalam hal lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan metode variable rate tender, maka penetapan kuantitas Repo SBSN OPT Syariah yang dimenangkan dihitung dengan cara: a. Bank Indonesia menetapkan Marjin Repo SBSN terendah yang dapat diterima (stop out rate/SOR); dan b. Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan dengan cara: 1) dalam … 11 1) dalam hal Marjin Repo SBSN yang diajukan Bank lebih tinggi dari SOR yang ditetapkan, Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Repo SBSN OPT Syariah yang diajukan; dan 2) dalam hal Marjin Repo SBSN yang diajukan Bank sama dengan SOR yang ditetapkan, maka Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Repo SBSN OPT Syariah yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang Repo SBSN OPT Syariah berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender terdapat pada Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Repo SBSN OPT Syariah. VI. PENGUMUMAN HASIL LELANG REPO SBSN OPT SYARIAH Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Repo SBSN OPT Syariah setelah window time ditutup, sebagai berikut: 1. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal yang dimenangkan dan Marjin Repo SBSN; dan 2. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan dan/atau rata-rata tertimbang Marjin Repo SBSN. VII. SETELMEN … 12 VII. SETELMEN REPO SBSN OPT SYARIAH 1. Setelmen Repo SBSN OPT Syariah melalui BI-SSSS dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP. 2. Setelmen first leg a. Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Repo SBSN OPT Syariah. b. Nilai setelmen first leg dihitung sebagai berikut : a. Dalam hal SBSN Jangka Panjang nilai setelmen = SBSN yang × "harga nominal di-repo-kan SBSN − %& '( )* + b. Dalam hal SBSN Jangka Pendek &'' ( , kupon/imbalan SBSN Keterangan : Harga SBSN : Harga SBSN sebagaimana diumumkan pada BI-SSSS pada tanggal Repo SBSN OPT Syariah. Haircut : Haircut sebagaimana diumumkan pada BI-SSSS pada Repo SBSN OPT Syariah. Accrued kupon/imbalan : - Accrued kupon/imbalan dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal pembayaran kupon/imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen first leg. - Perhitungan … 13 - Perhitungan kupon/imbalan accrued SBSN didasarkan pada jumlah hari yang sebenarnya (actual per actual). c. Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS sebagai berikut : 1) mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di-repo-kan; dan 2) mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen first leg. d. Bank wajib memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen first leg. e. Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan waktu yang ditetapkan untuk setelmen, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Repo SBSN OPT Syariah yang tidak didukung dengan surat berharga yang mencukupi. f. Atas batalnya Repo SBSN OPT Syariah sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. g. Dalam hal pada lelang yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Repo SBSN OPT Syariah (first leg), dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 3. Setelmen … 14 3. Setelmen second leg a. Pada tanggal Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS. b. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen second leg. c. Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: 1) mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen second leg; dan 2) mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di-repo-kan yang jatuh waktu. d. Nilai setelmen second leg dihitung sebagai berikut : Nilai Nilai Setelmen = '01, Setelmen + Nilai Marjin Repo SBSN dimana : Nilai Marjin Repo SBSN adalah penerimaan Bank Indonesia sesuai jangka waktu Repo SBSN OPT Syariah. e. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBSN yang di-repo-kan pada periode Repo SBSN OPT Syariah, maka kupon/imbalan dimaksud mengurangi kewajiban Bank pada Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg) dengan perhitungan sebagai berikut: setelmen Nilai second leg = setelmen Nilai first leg + Marjin Repo - N kupon/imbalan yang diterima ilai B Indonesia ank f. Dalam … 15 f. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan sebagaimana dimaksud pada huruf e , maka perhitungan Marjin Repo SBSN sejak tanggal pembayaran kupon/imbalan didasarkan pada nilai setelmen first leg dikurangi penerimaan kupon/imbalan dimaksud. g. Dalam hal setelah terjadinya Repo SBSN OPT Syariah, tanggal Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan Marjin Repo SBSN untuk hari libur dimaksud. h. Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg). i. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan SBSN setelah Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg), maka Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro sebesar kupon/imbalan dimaksud pada tanggal penerimaan kupon/imbalan. 4. Kegagalan Setelmen Second Leg a. Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada butir 3.h, maka Repo SBSN OPT Syariah diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright oleh Bank dengan perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan harga SBSN transaksi outright sebagai berikut : 1) Dalam … 16 1) Dalam hal SBSN Jangka Pendek 2) Dalam hal SBSN Jangka Panjang Keterangan : Harga SBSN Accrued kupon/imbalan : Harga SBSN pada transaksi first leg. : Hak atas kupon/imbalan SBSN yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal pembayaran kupon/imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen outright. b. Atas kegagalan setelmen second leg, Bank tetap membayarkan Marjin Repo SBSN kepada Bank Indonesia. c. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk penyelesaian Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu diakibatkan karena pembatalan setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut : 1) Bank Indonesia mengkredit/mendebet Rekening Giro dengan memperhitungkan selisih kupon/imbalan pada periode Repo SBSN OPT Syariah dan Haircut yang masih menjadi hak Bank dengan Marjin Repo SBSN yang harus dibayarkan oleh Bank. accrued 2) Dalam … 17 2) Dalam hal terdapat kupon/imbalan yang diterima oleh Bank pada periode Repo SBSN OPT Syariah, pendebetan atau pengkreditan Rekening Giro sebagaimana dimaksud pada angka 1) memperhitungkan kupon/imbalan yang diterima oleh Bank yang harus dikembalikan kepada Bank Indonesia. d. Atas batalnya Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg) Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. e. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen second leg Repo SBSN OPT Syariah pada hari yang sama, dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali. VIII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN OPT Syariah sebagaimana dimaksud pada butir VII.2.e dan butir VII.3.h, Bank dikenakan sanksi berupa : a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada : 1) Departemen Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) setempat cq. Divisi Pengawas Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwBI DN; dan b. kewajiban … 18 b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi Repo SBSN OPT Syariah yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). c. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada butir VII.3.h dan dalam hal harga SBSN pada saat second leg lebih rendah dari harga SBSN pada transaksi first leg, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar sebesar selisih antara harga pada transaksi first leg dan harga pada transaksi second leg setelah dikalikan dengan nominal SBSN yang di-repo-kan. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi larangan mengajukan transaksi OMS sebagaimana dimaksud pada butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. IX. PENUTUP … 19 IX. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 7 November 2012. ____________ Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/32/DPM|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah. </reg_title> <set_date> 7 November 2012 </set_date> <effective_date> 7 November 2012 </effective_date> <related_reg> '10/36/PBI/2008', '13/24/PBI/2011' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
No. 3 / 13 / DSM Jakarta, 13 Juni 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia No.1/9/PBI/1999 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank, maka dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan pelaporan kegiatan LLD oleh bank, peraturan pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaporan kegiatan LLD oleh bank perlu diatur kembali sebagai berikut: I. UMUM A. Tujuan pelaporan Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa (LLD) oleh bank dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa secara lengkap, akurat dan tepat waktu yang diperlukan terutama untuk penyusunan Statistik Neraca Pembayaran dan Posisi Investasi Internasional Indonesia. B. Bank pelapor 1. Bank pelapor adalah seluruh bank umum di Indonesia yang melakukan Kegiatan LLD baik untuk kepentingan bank maupun nasabah, dan atau memiliki aset/kewajiban finansial luar negeri (AFLN/KFLN). Penjelasan…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- Penjelasan lebih lanjut mengenai Kegiatan LLD dan AFLN/KFLN dapat dilihat pada petunjuk teknis terlampir. 2. Bagi bank yang dalam periode laporan tertentu tidak melakukan Kegiatan LLD dan atau tidak memiliki AFLN/KFLN sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas wajib menyampaikan laporan nihil. 3. Bagi bank yang pada saat ketentuan ini diberlakukan tidak melakukan Kegiatan LLD dan atau tidak memiliki AFLN/KFLN sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas wajib menyampaikan surat pemberitahuan kepada Bank Indonesia sebagaimana contoh pada petunjuk teknis terlampir. II. JENIS, CAKUPAN DAN FORMAT LAPORAN A. Jenis laporan Laporan Kegiatan LLD terdiri dari Laporan Transaksi dan Laporan Posisi. 1. Laporan Transaksi Laporan Transaksi adalah laporan mengenai transaksi bank dan atau nasabah yang mempengaruhi AFLN/KFLN bank pelapor. 2. Laporan Posisi Laporan Posisi adalah laporan mengenai posisi dan mutasi dari setiap rekening AFLN/KFLN bank pelapor. B. Cakupan laporan 1. Laporan Transaksi Cakupan Laporan Transaksi terdiri atas: a. Transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya Transaksi…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- Transaksi di atas USD10.000,00 atau ekuivalennya dilaporkan secara individual dan terinci oleh bank pelapor, antara lain mencakup jenis rekening, status dan kategori pelaku transaksi, hubungan keuangan antar pelaku transaksi, jenis valuta dan tujuan transaksi. b. Transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya Transaksi sampai dengan USD10.000,00 atau ekuivalennya dilaporkan secara gabungan (lumpsum) oleh bank pelapor dan dikelompokkan menurut jenis rekening dan jenis valuta. Laporan gabungan tidak perlu dilengkapi dengan keterangan mengenai status dan kategori pelaku transaksi, hubungan keuangan antar pelaku transaksi dan tujuan transaksi. Penjelasan lebih lanjut mengenai cakupan laporan transaksi dapat dilihat pada Petunjuk Teknis terlampir. Perhitungan ekuivalen USD untuk transaksi dalam mata uang selain USD menggunakan kurs tengah yang diumumkan oleh Bank Indonesia pada akhir bulan laporan sebelumnya. 2. Laporan Posisi Cakupan Laporan Posisi meliputi keterangan dan data antara lain negara debitur/kreditur dan jenis valuta dari rekening AFLN/KFLN bank pelapor. C. Format laporan Laporan Transaksi dan Laporan Posisi disusun berdasarkan spesifikasi format laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Masing-masing laporan terdiri dari beberapa baris (record) dan setiap record terdiri dari beberapa…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- beberapa rincian baris (field) yang dinyatakan dalam bentuk sandi-sandi dengan format American Standard Code for Information Interchange (ASCII). Penjelasan lebih lanjut mengenai jenis dan format laporan dapat dilihat pada petunjuk teknis terlampir. III. PENYAMPAIAN LAPORAN A. Periode Laporan Periode Laporan (PL) adalah bulanan, yaitu dari tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir bulan. B. Masa Penyampaian Laporan Masa Penyampaian Laporan (MPL) adalah selama satu bulan setelah berakhirnya PL, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Untuk laporan yang disampaikan secara on-line, batas akhir MPL adalah akhir bulan MPL pukul 24.00 WIB, termasuk hari Sabtu dan hari libur. Contoh-1: Untuk kegiatan LLD periode laporan bulan April 2001, MPL adalah tanggal 1 sampai dengan 31 Mei 2001 (hari Kamis) pukul 24.00 WIB. Contoh-2: Untuk kegiatan LLD periode laporan bulan Mei 2001, MPL adalah tanggal 1 sampai dengan 30 Juni 2001 (hari Sabtu) pukul 24.00 WIB. 2. Untuk laporan yang disampaikan secara off-line, batas akhir MPL adalah pada akhir bulan MPL pukul 16.00 waktu setempat. Apabila akhir bulan MPL jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, maka penyampaian laporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Contoh…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- Contoh: Untuk kegiatan LLD periode laporan bulan Mei 2001, MPL adalah tanggal 1 sampai dengan tanggal 29 Juni 2001 (hari Jum’at) pukul 16.00 waktu setempat. 3. Apabila penyampaian laporan dilakukan setelah batas akhir MPL sebagaimana disebutkan pada butir 1 dan 2 sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah MPL, maka bank pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan. Contoh: Laporan Kegiatan LLD untuk periode laporan bulan April 2001 diterima Bank Indonesia pada tanggal 1 Juni 2001, maka bank pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan. 4. Dalam hal terjadi kendala teknis dalam penyampaian laporan Kegiatan LLD secara on-line, bank pelapor dapat menghubungi Kantor Pusat Bank Indonesia selama hari kerja sampai dengan pukul 16.00 WIB. C. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan (MKPL) adalah periode penyampaian laporan setelah berakhirnya MPL yang ditetapkan selama satu bulan, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyampaian laporan hanya dapat dilakukan secara off-line. 2. Batas akhir MKPL adalah pada akhir bulan MKPL pukul 16.00 waktu setempat. Apabila akhir bulan MKPL jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, maka penyampaian laporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Contoh:…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- Contoh: MKPL Kegiatan LLD untuk periode laporan bulan April 2001 adalah selama bulan Juni 2001 dengan batas akhir MKPL pada tanggal 29 Juni 2001 (hari Jum’at) pukul 16.00 waktu setempat. 3. Bank pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila sampai dengan batas akhir MKPL, laporan Kegiatan LLD belum diterima oleh Bank Indonesia. Contoh: Sampai dengan tanggal 29 Juni 2001 (hari Jum’at) pukul 16.00 waktu setempat, Bank Indonesia belum menerima laporan Kegiatan LLD bank pelapor untuk periode laporan bulan April 2001. D. Cara penyampaian laporan Laporan Kegiatan LLD disampaikan kepada Bank Indonesia oleh kantor pusat bagi bank pelapor yang berkantor pusat di dalam negeri dan oleh kantor cabang koordinator bagi bank pelapor yang berkantor pusat di luar negeri, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bagi bank pelapor yang berkedudukan di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek), laporan disampaikan secara on-line melalui jaringan khusus (ekstranet BI) kepada Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI). Apabila terdapat kendala dalam penyampaian laporan secara on-line tersebut, maka laporan disampaikan kepada Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Bank Indonesia, Gedung B lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta secara off-line dengan menggunakan disket atau media lainnya dalam bentuk softcopy, dan disertai dengan alasan-alasan secara tertulis. 2. Bagi bank pelapor yang berkedudukan di luar wilayah Jabotabek, laporan dapat disampaikan secara off-line kepada Kantor Bank Indonesia…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- Indonesia (KBI) setempat atau secara on-line kepada KPBI. Bank pelapor yang saat ini menyampaikan laporan secara off-line dan akan menyampaikan laporan secara on-line, terlebih dahulu harus mengajukan permohonan secara tertulis untuk mendapatkan username dan password kepada KBI setempat dengan tembusan kepada Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Bank Indonesia, Gedung B lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta. 3. Laporan Kegiatan LLD yang disampaikan oleh bank pelapor baik secara on-line maupun off-line dinyatakan telah diterima Bank Indonesia apabila status laporan tersebut telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas (yang ditandai dengan ‘UJI KUALITAS OK’ dalam sistem komputer Bank Indonesia) sebagaimana dijelaskan dalam petunjuk teknis terlampir. 4. Tanggal penerimaan laporan yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas pada butir 3 adalah tanggal penerimaan file laporan (yang ditandai dengan ‘FILE OK’ dalam sistem komputer Bank Indonesia). 5. Apabila bank pelapor menyampaikan laporan koreksi dalam MPL untuk mengganti laporan Kegiatan LLD yang dinyatakan telah diterima sebagaimana dimaksud pada butir 3, maka status laporan yang berlaku adalah sesuai dengan status laporan (koreksi) yang terakhir disampaikan oleh bank pelapor kepada Bank Indonesia. Contoh: Bank pelapor telah menyampaikan laporan Kegiatan LLD untuk periode laporan bulan April 2001 pada tanggal 10 Mei 2001 dan telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Pada tanggal 15 Mei bank pelapor menyampaikan laporan koreksi atas laporan yang disampaikan pada tanggal 10 Mei 2001 dan telah memenuhi persyaratan…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya apabila pada tanggal 31 Mei 2001 (akhir bulan MPL) bank pelapor melakukan koreksi kembali dan sampai dengan pukul 24.00 WIB masih belum memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka status laporan yang berlaku adalah status laporan yang disampaikan tanggal 31 Mei 2001. Dalam hal ini bank pelapor dinyatakan belum menyampaikan laporan. Penjelasan lebih lanjut mengenai penyampaian laporan secara on-line dan off-line dapat dilihat pada petunjuk teknis terlampir. IV. KOREKSI DAN KLARIFIKASI LAPORAN Dalam hal laporan yang diterima oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.D.3 masih tidak lengkap dan atau tidak benar, maka bank pelapor harus menyampaikan laporan koreksi. Laporan dinyatakan tidak lengkap apabila laporan belum dilengkapi dengan rincian cakupan laporan sebenarnya dan secara teknis masih diisi dengan sandi sementara, sedangkan laporan dinyatakan tidak benar apabila laporan masih mengandung kesalahan dan atau tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Bank pelapor dapat melakukan koreksi baik selama MPL maupun setelah MPL. Koreksi setelah MPL hanya dapat dilakukan setelah adanya surat permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia. A. Selama MPL Bank pelapor dapat melakukan koreksi atas laporan yang telah disampaikan apabila laporan tersebut tidak lengkap dan atau tidak benar. B. Setelah MPL 1. Apabila terdapat laporan yang diindikasikan tidak benar, Bank Indonesia akan meminta klarifikasi secara tertulis kepada bank pelapor disertai…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- disertai dengan daftar field yang diindikasikan tidak benar dalam bentuk hardcopy atau softcopy. 2. Bank pelapor wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis selambat- lambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia. Tanggapan dimaksud dapat disampaikan dengan koreksi dan atau klarifikasi (tanpa koreksi). Tanggapan disampaikan dengan koreksi apabila laporan yang diindikasikan tidak benar oleh Bank Indonesia diakui oleh bank pelapor, sehingga harus dilakukan koreksi. Sementara itu, apabila laporan yang diindikasikan tidak benar oleh Bank Indonesia dianggap benar oleh bank pelapor sesuai dengan keterangan dan data yang dimiliki, maka bank cukup memberikan tanggapan berupa klarifikasi tanpa melakukan koreksi. Koreksi yang disampaikan oleh bank pelapor hanya dapat dilakukan secara off-line dengan menggunakan disket dan atau media lainnya dalam bentuk soft-copy dan bank pelapor wajib melampirkan daftar field yang dikoreksi. 3. Apabila bank pelapor tidak menyampaikan tanggapan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 di atas, maka laporan yang diindikasikan tidak benar oleh Bank Indonesia dianggap diakui ketidakbenarannya oleh bank pelapor, dan Bank Indonesia akan mengenakan sanksi denda laporan tidak benar sesuai dengan jumlah field yang diindikasikan tidak benar. 4. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung (on-site) terhadap laporan bank yang masih diragukan kebenarannya oleh Bank Indonesia, yang meliputi antara lain pemeriksaan bukti pembukuan, catatan dan dokumen yang berkaitan dengan pelaporan dimaksud. V. PROSEDUR …. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- V. PROSEDUR PEROLEHAN INFORMASI Dalam rangka mendukung kelancaran penyampaian laporan Kegiatan LLD kepada Bank Indonesia, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bank wajib meminta keterangan dan data kepada nasabah yang melakukan Kegiatan LLD melalui bank. 2. Dalam hal suatu Kegiatan LLD melibatkan lebih dari satu bank di dalam negeri, maka untuk mendukung kelancaran pelaporan ditetapkan sebagai berikut: a. Bank dapat melakukan tukar menukar informasi yang diperlukan untuk pelaporan Kegiatan LLD dengan bank lain. b. Tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud pada butir a wajib memperhatikan batas waktu MPL. c. Untuk keperluan komunikasi antar bank dalam rangka tukar menukar informasi mengenai LLD, setiap bank harus menunjuk petugas bank (contact person) yang bertanggung jawab terhadap kelancaran arus komunikasi antar bank beserta alamat yang dapat dihubungi (e-mail address, nomor telepon dan atau nomor faksimili). Nama-nama dan alamat petugas bank tersebut harus disampaikan kepada Bank Indonesia. Apabila terdapat perubahan nama-nama dan alamat petugas bank, maka bank pelapor segera memberitahukan kepada Bank Indonesia. Penjelasan lebih lanjut mengenai pelaporan Kegiatan LLD yang melibatkan lebih dari satu bank pelapor di dalam negeri dapat dilihat pada petunjuk teknis terlampir. VI. SANKSI A. Laporan yang tidak lengkap dan atau tidak benar Bagi bank pelapor yang menyampaikan laporan tidak lengkap dan atau tidak benar sebagaimana dimaksud pada butir IV dikenakan sanksi.... Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap field. Apabila laporan yang tidak benar ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung (on-site) oleh Bank Indonesia, maka bank pelapor dikenakan sanksi denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap field. Maksimum sanksi denda untuk laporan tidak lengkap dan atau tidak benar adalah sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per periode laporan. Contoh-1: Dari seluruh record transaksi dalam laporan bulan April 2001 terdapat 1 record yang menggunakan sandi dummy yaitu untuk field status penerima (Y1) dan untuk field kategori penerima (Y1) serta 2 record yang menggunakan sandi dummy untuk field tujuan transaksi (1YYY/2YYY). Berdasarkan contoh tersebut, maka bank pelapor dikenakan sanksi denda sebesar Rp200.000,00 (4 field x Rp50.000,00). Contoh-2: Dari seluruh record dalam Laporan Posisi AFLN/KFLN bulan April 2001 terdapat 1 record posisi AFLN yang menggunakan sandi dummy untuk field negara debitur (Y1) dan 2 record posisi KFLN yang menggunakan sandi dummy untuk field negara kreditur (Y1). Berdasarkan contoh tersebut, maka bank pelapor dikenakan sanksi denda sebesar Rp150.000,00 (3 field x Rp50.000,00). Contoh-3: Berdasarkan pemeriksaan langsung (on-site), ditemukan bahwa dari seluruh record transaksi dalam laporan bulan April 2001 terdapat 2 field yang tidak benar dalam 1 record, yaitu nilai pengiriman dana yang seharusnya sebesar JPY120.000.000,00 dilaporkan JPY120.000,00 dan status penerima yang seharusnya Singapura dilaporkan Malaysia. Berdasarkan…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- Berdasarkan contoh tersebut, maka bank pelapor dikenakan sanksi denda sebesar Rp200.000,00 (2 fieldx Rp100.000,00) Contoh-4: Berdasarkan pemeriksaan langsung (on-site), ditemukan bahwa dalam Laporan Posisi AFLN/KFLN bulan April 2001 terdapat 2 field yang tidak benar dalam 2 record, yaitu deposito senilai 100 juta rupiah yang seharusnya milik perusahaan di Singapura dilaporkan milik perusahaan di Jerman dan pinjaman sebesar 1 juta USD yang diterima oleh bank pelapor dari Jepang dilaporkan diterima dari Amerika Serikat. Berdasarkan contoh tersebut, maka bank pelapor dikenakan sanksi denda sebesar Rp200.000,00 (2 field x Rp100.000,00) B. Terlambat menyampaikan laporan Bagi bank pelapor yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada butir III.B.3. dikenakan sanksi denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan. Jumlah hari keterlambatan dihitung sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia dalam bulan MKPL. Contoh-1: Laporan Kegiatan LLD untuk periode laporan bulan Maret 2001 diterima oleh Bank Indonesia tanggal 1 Mei 2001, maka bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 1 hari keterlambatan dan dikenakan sanksi denda sebesar Rp5.000.000,00 (1 x Rp5.000.000,00). Contoh-2: Laporan Kegiatan LLD untuk periode laporan bulan Mei 2001 diterima oleh Bank Indonesia tanggal 2 Juli 2001 (hari Senin), maka bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama dua hari yaitu dari tanggal…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- tanggal 1 sampai dengan 2 Juli 2001 dan dikenakan sanksi denda sebesar Rp10.000.000,00 (2 x Rp5.000.000,00). C. Tidak menyampaikan laporan Bagi bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada butir III.C.3. dikenakan sanksi denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ditambah dengan sanksi denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada butir B di atas. Apabila bank pelapor tidak menyampaikan laporan selama 6 periode berturut-turut atau paling lama 6 bulan dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha, dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Sebelum sanksi tersebut dikenakan bank pelapor akan diberikan peringatan secara tertulis oleh Bank Indonesia. VII. PROSEDUR PENGENAAN SANKSI A. Terlambat menyampaikan laporan: 1. Bank Indonesia akan menyampaikan surat pemberitahuan sanksi denda kepada bank pelapor yang terlambat menyampaikan laporan. 2. Bank pelapor dapat mengajukan tanggapan atas surat pemberitahuan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada butir 1. Tanggapan dimaksud disampaikan secara tertulis dan harus telah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya surat pemberitahuan sanksi denda oleh bank pelapor. Tanggapan ini merupakan bahan pertimbangan Bank Indonesia dalam penetapan sanksi denda. 3. Pembebanan sanksi denda dilakukan setelah adanya surat penetapan sanksi denda dari Bank Indonesia. B. Laporan…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- B. Laporan tidak lengkap dan tidak menyampaikan laporan Bank Indonesia akan mengenakan sanksi denda dengan menyampaikan surat penetapan sanksi denda tanpa didahului oleh surat pemberitahuan sanksi denda. C. Laporan tidak benar Bank Indonesia akan mengenakan sanksi denda dengan menyampaikan surat penetapan sanksi denda setelah melakukan proses klarifikasi sebagaimana diatur pada butir IV.B. D. Pembebanan sanksi denda sebagaimana tersebut dalam butir A, B dan C di atas dilakukan dengan cara mendebet rekening giro bank pelapor di Bank Indonesia untuk untung kas negara nomor 501.000.000 yang terdapat pada Bank Indonesia setempat. VIII. KETENTUAN PERALIHAN A. Khusus untuk periode laporan bulan Januari 2001 sampai dengan bulan Mei 2001, proses klarifikasi dan pengenaan sanksi terhadap laporan yang tidak benar dilakukan sekaligus/kumulatif. Oleh karena itu, ketentuan mengenai sanksi denda terhadap laporan yang tidak benar mulai periode laporan bulan Januari 2001 dikenakan berdasarkan Surat Edaran ini. B. Bank pelapor wajib menyampaikan tanggapan tertulis dengan koreksi dan atau klarifikasi (tanpa koreksi) atas surat permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia sehubungan dengan proses klarifikasi sebagaimana dimaksud pada butir A di atas, selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia. IX. PENUTUP…. Lanj. SE No. 3 / 13 /DSM tanggal 13 Juni 2001 --------------------------------------------------------------- IX. PENUTUP A. Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia nomor 2/28/DSM tanggal 21 Desember 2000 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. B. Bagi bank pelapor yang memerlukan penjelasan lebih lanjut sehubungan dengan pelaksanaan pelaporan ini dapat menghubungi Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Bank Indonesia: - Telp - Fax - E-mail : (021) 381-7040 dan 381-7041 : (021) 386-6063 dan (021)380-0134 : lld@bi.go.id Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ….……….. 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ACHJAR ILJAS DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/13/DSM|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank. </reg_title> <set_date> 13 Juni 2001 </set_date> <effective_date> 2001 </effective_date> <replaced_reg> '2/28/DSM|SE-BI/2000' </replaced_reg> <related_reg> '1/9/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII', 'Romawi IV Huruf B Angka 3', 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 7/60/DASP Jakarta, 30 Desember 2005 S U R A T E D A R A N Perihal : Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu ------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4538), dan sebagai salah satu upaya dalam mendukung perkembangan industri Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang sehat, perlu diatur lebih lanjut mengenai penerapan prinsip perlindungan nasabah dan kehati-hatian, serta peningkatan keamanan dalam penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dalam Surat Edaran Bank Indonesia. I. PRINSIP PERLINDUNGAN NASABAH 1. Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan nasabah dalam menyelenggarakan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang antara lain dilakukan dengan menyampaikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu atas APMK yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti, ditulis … 2 ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh Pemegang Kartu, dan disampaikan secara benar dan tepat waktu. 2. Untuk Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau Kartu Prabayar, Penerbit wajib memberikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu, sekurang-kurangnya meliputi : a. prosedur dan tata cara penggunaan kartu, fasilitas yang melekat pada kartu, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan kartu tersebut, b. hak dan kewajiban Pemegang Kartu, sekurang-kurangnya meliputi: 1) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang Kartu dalam penggunaan kartunya, termasuk segala konsekuensi/risiko yang mungkin timbul dari penggunaan kartu, misalnya tidak memberikan Personal Identification Number (PIN) kepada orang lain dan berhati-hati saat melakukan transaksi melalui mesin ATM, 2) hak dan tanggung jawab Pemegang Kartu dalam hal terjadi berbagai hal yang mengakibatkan kerugian bagi Pemegang Kartu dan/atau Penerbit, baik yang disebabkan karena adanya pemalsuan kartu, kegagalan sistem Penerbit, atau sebab lainnya, 3) jenis dan besarnya biaya yang dikenakan, dan 4) tata cara dan konsekuensi apabila Pemegang Kartu tidak lagi berkeinginan menjadi Pemegang Kartu. c. tata … 3 c. tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan kartu dan perkiraan waktu penanganan pengaduan tersebut. 3. Untuk Kartu Kredit, Penerbit wajib menyampaikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu yang terdiri dari seluruh informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2, dan melakukan pula hal-hal antara lain: a. Menyampaikan informasi umum mengenai: 1) kolektibilitas kredit (lancar, kurang lancar, diragukan, atau macet) dan kolektibilitas tersebut, 2) penggunaan jasa pihak lain di luar Penerbit untuk melakukan penagihan, apabila Penerbit menggunakannya, dan 3) tata cara dan dasar penghitungan bunga dan/atau denda, serta komponen penghitungan bunga dan/atau denda, termasuk saat bunga berhenti dihitung. Informasi umum tersebut disampaikan oleh Penerbit kepada calon Pemegang Kartu dan wajib diinformasikan kembali kepada Pemegang Kartu apabila terjadi perubahan. b. Menyampaikan informasi tagihan (billing statement) secara lengkap, akurat, dan informatif, serta dilakukan secara benar dan tepat waktu. 4. Informasi tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 wajib ditulis dengan menggunakan ukuran huruf (font size) minimal 10, tipe huruf Times New Roman, Bookman Antiqua, atau Bookman … konsekuensi dari masing-masing status 4 Bookman Old Style serta dicetak dengan warna gelap dengan dasar warna terang (kontras). 5. Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan secara otomatis fasilitas yang berdampak tambahan biaya yang harus ditanggung oleh Pemegang Kartu dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu. Termasuk persetujuan tertulis dalam hal ini adalah persetujuan tertulis yang disampaikan melalui faksimili dan e-mail, serta kesepakatan lisan yang dituangkan bersangkutan. Penerbit dilarang mencantumkan klausula dalam perjanjian antara Penerbit dan Pemegang Kartu yang memberikan peluang diberikannya suatu produk secara otomatis kepada Pemegang Kartu, dan/atau diberikannya fasilitas-fasilitas yang berdampak tambahan biaya, tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu. Contoh klausula yang dilarang: a. Klausula dalam perjanjian antara Penerbit dan Pemegang Kartu misalnya: ”Dengan ditandatanganinya perjanjian ini maka Penerbit setiap saat dapat memberikan fasilitas atau produk yang biayanya dibebankan pada kartu dan biaya tersebut dibebankan secara otomatis kepada Pemegang Kartu”. b. Pernyataan dalam penawaran produk misalnya: ”Penawaran produk ini dianggap telah disetujui oleh Pemegang Kartu apabila dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal … dalam catatan resmi pejabat Penerbit yang 5 tanggal penawaran produk ini, Pemegang Kartu tidak melakukan konfirmasi melalui telepon nomor 021-12345678”. II. PRINSIP KEHATI-HATIAN 1. Dalam pemberian Kartu Kredit, Penerbit wajib mengelola risiko sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai manajemen risiko. 2. Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, seluruh Kartu Kredit yang diterbitkan oleh Penerbit kepada Pemegang Kartu wajib pula memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Minimum Usia 1) Minimum usia calon Pemegang Kartu utama adalah telah dewasa sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku, yaitu 21 tahun atau telah kawin. Terhadap calon Pemegang Kartu utama yang belum berusia 21 tahun tetapi telah kawin, Penerbit wajib meminta kelengkapan dokumen yang membuktikan status perkawinan calon Pemegang Kartu utama tersebut. Penetapan batas minimum usia ini diperlukan mengingat perjanjian Kartu Kredit merupakan perjanjian keperdataan biasa antara bank dengan Pemegang Kartu. Oleh karena itu, batas usia minimum harus sesuai dengan ketentuan Hukum Perdata yang berlaku mengenai usia minimum seseorang dapat melakukan perbuatan hukum atas dirinya sendiri. 2) Minimum … 6 2) Minimum usia calon Pemegang Kartu tambahan adalah 17 tahun atau telah kawin. kelengkapan dokumen yang membuktikan usia Penerbit wajib meminta calon Pemegang Kartu tambahan tersebut. Terhadap calon Pemegang Kartu tambahan yang belum berusia 17 tahun tetapi telah kawin, Penerbit wajib meminta kelengkapan dokumen yang membuktikan status perkawinan calon Pemegang Kartu tambahan tersebut. Kebijakan penetapan minimum usia untuk Pemegang Kartu tambahan ini didasarkan pada usia minimum untuk bisa mendapatkan Kartu Tanda Penduduk saat ini. Pemegang Kartu tambahan pada usia ini dianggap cukup matang untuk memahami bahwa transaksi yang dilakukan dengan menggunakan Kartu Kredit merupakan hutang yang harus ditanggung dan dibayar oleh Pemegang Kartu utama, sehingga Pemegang Kartu tambahan lebih berhati- hati dan lebih bijak dalam melakukan transaksi dengan menggunakan Kartu Kredit. b. Minimum pendapatan per bulan calon Pemegang Kartu utama adalah sebesar 3 (tiga) kali Upah Minimum Regional (UMR) per bulan; Penetapan ini ditujukan agar: 1) masyarakat tidak menjadikan hutang sebagai salah satu sarana utama untuk pembiayaan kebutuhan hidup, 2) Kartu Kredit hanya digunakan oleh masyarakat yang benar-benar mempunyai kemampuan untuk menyisihkan sebagian … 7 sebagian pendapatannya guna membayar kembali kewajiban hutangnya, dan 3) Kartu Kredit lebih difungsikan sebagai alat pembayaran yang memberikan kemudahan dan kenyamanan, dan bukan semata-mata sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan konsumsi. c. Batas maksimum kredit adalah sebesar 2 (dua) kali pendapatan per bulan, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Batas maksimum kredit dikenakan per individu Pemegang Kartu utama per Penerbit, dan batas tersebut merupakan batas maksimum kumulatif tambahan. kartu Penerbit X dengan utama dan kartu Contoh: Pemegang Kartu Kredit A pada pendapatan per bulan sebesar Rp.5.000.000,00, maka maksimum kredit yang dapat diberikan oleh Penerbit X kepada A adalah sebesar Rp.10.000.000,00 meliputi seluruh kartu utama dan kartu tambahan yang diterbitkan oleh Penerbit X. 2) Batas maksimum kredit sebesar 2 (dua) kali pendapatan per bulan akan diberlakukan sebagai batas maksimum industri Kartu Kredit apabila kegiatan tukar-menukar informasi antar Penerbit yang bersifat positive list telah efektif berjalan. 3) Khusus untuk Kartu Kredit tertentu yang berdasarkan kebijakan Penerbit dikategorikan sebagai Kartu Kredit ”tanpa batas” (infinite), batas maksimum kredit sebesar 2 (dua) kali pendapatan per bulan dapat disimpangi, namun kebijakan … 8 kebijakan penyimpangan tersebut wajib dilaporkan oleh Penerbit kepada Bank Indonesia. d. Minimum persentase pembayaran oleh Pemegang Kartu adalah sekurang-kurangnya sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari total tagihan. 3. Untuk meningkatkan keamanan dan agar masing-masing Penerbit dapat lebih mudah dalam melakukan pengelolaan likuiditasnya, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: a. Batas maksimum nilai nominal dana yang dapat ditransfer antar Penerbit melalui mesin ATM adalah sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per rekening dalam satu hari. b. Batas maksimum nilai nominal dana untuk penarikan tunai dengan Kartu ATM dan Kartu Kredit melalui mesin ATM adalah sebesar Rp.10.000.000,- rekening dalam satu hari. (sepuluh juta rupiah) per 4. Untuk meningkatkan keamanan dan mendukung upaya pencegahan terhadap tindak kejahatan pencucian uang, batas maksimum jumlah nominal dana yang dapat diisikan pada setiap Kartu Prabayar adalah sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah). III. PENINGKATAN KEAMANAN 1. tingkat Penerbit wajib meningkatkan keamanan APMK untuk meminimalkan kejahatan terkait dengan APMK, sekaligus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat APMK. terhadap dan 2. Peningkatan … 9 2. Peningkatan keamanan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan terhadap seluruh infrastruktur teknologi yang terkait dengan penyelenggaraan APMK, yang meliputi pengamanan pada kartu dan pengamanan pada seluruh sistem yang digunakan untuk memproses transaksi APMK, yaitu : a. Peningkatan keamanan kartu (”integrated dilakukan dengan mengkombinasikan penggunaan magnetic stripe dengan penggunaan chip circuit”) yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan/atau memproses data, sehingga pada kartu dapat ditambahkan aplikasi untuk kepentingan pengamanan pemrosesan data transaksi. b. Peningkatan keamanan mesin Electronic Data Capture (EDC) pada penyedia barang dan/atau jasa (merchant/point of sales), keamanan mesin ATM, dan keamanan pada sistem pendukung dan pemroses transaksi (back end system) yang berada pada Penerbit, Acquirer dan/atau third party processor, dilakukan dengan cara menyediakan mesin dan sistem yang dapat memproses kartu dengan teknologi chip sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Khusus untuk Kartu ATM dan Kartu Debet yang bermerek nasional (domestic brand) yang menggunakan pengamanan dalam bentuk PIN, maka PIN yang digunakan sekurang- kurangnya wajib memuat 6 (enam) digit. Meskipun demikian, sistem yang digunakan untuk memproses Kartu ATM dan Kartu Debet yang bermerek nasional tersebut harus tetap dapat memproses Kartu APMK bermerek internasional yang memiliki jumlah digit PIN yang berbeda. 3. Penggunaan … 10 3. Penggunaan teknologi chip sebagai upaya peningkatan keamanan kartu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Untuk Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau Kartu Prabayar yang bermerek internasional (global brand), standar chip dan sistem atau aplikasi yang digunakan mengacu pada standar chip dan sistem atau aplikasi yang berlaku dan/atau dipersyaratkan oleh Prinsipal pemegang merek kartu tersebut. b. Untuk Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau Kartu Prabayar yang bermerek nasional (domestic brand), standar chip untuk kartu dapat mengacu pada standar chip yang berlaku untuk kartu bermerek internasional (global brand) sebagaimana dimaksud pada huruf a. Sedangkan standar sistem atau aplikasi yang digunakan harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat memproses kartu dengan teknologi chip tersebut. Dalam hal kartu bermerek nasional tersebut tidak mengikuti standar yang digunakan untuk kartu yang bermerek internasional, maka standar chip untuk kartu tersebut sekurang- kurangnya wajib mengacu pada International Organization for Standardization (ISO) yang berlaku untuk smartcard. Adapun standar sistem atau aplikasi pemroses kartu tersebut agar disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat memproses kartu dengan standar chip yang mengacu pada ISO dimaksud. 4. Penggunaan teknologi chip pada Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Kredit wajib dilakukan untuk setiap kartu yang diterbitkan sejak tanggal 1 September 2006, baik untuk Pemegang Kartu baru ataupun … 11 ataupun untuk penggantian kartu lama (renewal). Penggantian kartu- kartu lama wajib telah selesai dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember 2008. Untuk Kartu Prabayar yang memerlukan persetujuan Bank Indonesia yang diterbitkan setelah berlakunya Surat Edaran ini wajib menggunakan teknologi chip. 5. Penggunaan teknologi yang dapat memproses kartu chip pada sistem APMK seperti EDC, ATM, dan back end system sebagai upaya peningkatan keamanan sistem, dan penggunaan 6 digit PIN untuk pengamanan proses transaksi, dilakukan secara bertahap, sebagai berikut: a. Acquirer wajib mengganti atau meningkatkan keamanan pada seluruh EDC, ATM, dan back end system yang disediakan sehingga seluruh EDC, ATM, dan back end system tersebut dapat memproses menggunakan transaksi dari kartu Desember 2008. b. Penerbit wajib menerapkan penggunaan 6 digit PIN untuk pengamanan proses transaksi APMK paling lambat tanggal 31 Desember 2006. 6. Berkaitan dengan kewajiban penggantian sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5, maka seluruh Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Kredit yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia, termasuk pemrosesan transaksinya, wajib sepenuhnya telah berbasis teknologi chip paling lambat tanggal 31 Desember 2008. IV. KERJASAMA … pembayaran yang teknologi chip paling lambat tanggal 31 12 IV. KERJASAMA PENERBIT DAN/ATAU FINANCIAL ACQUIRER DENGAN PIHAK LAIN 1. Apabila dalam menyelenggarakan kegiatan APMK Penerbit dan/atau Financial Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain di luar Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut, seperti kerjasama dalam kegiatan marketing, penagihan, dan/atau pengoperasian sistem, Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut wajib memastikan bahwa tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas apabila kegiatan tersebut dilakukan oleh Penerbit dan/atau Financial Acquirer itu sendiri. 2. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit, maka : a. penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan apabila kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kriteria kolektibilitas yang digunakan oleh industri Kartu Kredit di Indonesia, dan b. Penerbit wajib menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain tersebut, selain wajib dilakukan dengan memperhatikan ketentuan pada angka 1, juga wajib dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum. 3. Dalam hal Penerbit dan/atau Financial Acquirer bekerjasama dengan Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching, Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut wajib memastikan bahwa sistem yang digunakan oleh Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching tersebut … 13 tersebut memenuhi standar pengamanan sebagaimana diwajibkan bagi Penerbit dan/atau Financial Acquirer dalam Surat Edaran ini. 4. Penerbit dan/atau Financial Acquirer yang dalam melakukan kegiatan APMK bekerjasama atau menggunakan pihak lain untuk memproses transaksi, wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kerjasama bank dengan pihak lain, antara lain ketentuan Bank Indonesia mengenai teknologi sistem informasi. V. PENCETAKAN DAN PERSONALISASI KARTU Pencetakan dan personalisasi kartu dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut. 1. Pencetakan Kartu a. Pencetakan kartu wajib dilakukan pada perusahaan pencetak kartu yang mempunyai jaminan keamanan atas keseluruhan proses mulai dari proses pencetakan sampai dengan diterimanya kartu oleh Penerbit (proses delivery). b. Jaminan keamanan dibuktikan dengan: 1) Adanya sertifikasi dari Prinsipal umum, jika Penerbit merupakan pengguna merek Prinsipal umum dan Prinsipal umum melakukan proses sertifikasi atas perusahaan pencetak kartu. Dalam hal ini, Prinsipal umum menetapkan perusahaan pencetak kartu yang memenuhi persyaratan untuk melakukan pencetakan kartu, dan Prinsipal umum mewajibkan Penerbit untuk mencetak kartu hanya pada perusahaan yang telah disertifikasi tersebut. 2) Adanya … sebagaimana dimaksud pada huruf a 14 2) Adanya keyakinan Penerbit mengenai keamanan proses produksi dan proses delivery perusahaan pencetak kartu, jika Penerbit merupakan pengguna merek Prinsipal umum namun Prinsipal umum tidak melakukan sertifikasi kepada perusahaan pencetak kartu, atau Penerbit merupakan Prinsipal khusus. Dengan demikian, dalam hal ini pencetakan kartu dapat dilakukan pada perusahaan pencetak kartu manapun sepanjang Penerbit memperoleh keyakinan mengenai keamanan proses produksi dan proses delivery. 2. Personalisasi Kartu a. Personalisasi kartu dapat dilakukan sendiri oleh Penerbit atau oleh pihak lain. Dalam hal personalisasi kartu dilakukan oleh pihak lain, maka personalisasi kartu yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2006 dapat dilakukan pada perusahaan personalisasi domestik atau personalisasi asing. b. Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2007, personalisasi kartu yang dilakukan oleh pihak lain wajib dilakukan pada perusahaan personalisasi domestik, dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal umum pemegang merek internasional (global brand), personalisasi personalisasi kartu yang telah mendapatkan sertifikasi dari Prinsipal umum dan telah mendapat persetujuan sebagai perusahaan personalisasi kartu dari Bank Indonesia. 2) Untuk … perusahaan kartu wajib dilakukan pada perusahaan 15 2) Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal umum pemegang merek domestik (domestic brand), personalisasi kartu wajib dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut. a) Apabila Prinsipal umum yang bersangkutan melakukan proses sertifikasi kepada perusahaan personalisasi, maka personalisasi kartu wajib dilakukan pada perusahaan personalisasi yang telah memperoleh sertifikasi dari Prinsipal umum yang bersangkutan dan telah mendapat persetujuan sebagai perusahaan personalisasi kartu dari Bank Indonesia; atau b) Apabila Prinsipal umum yang bersangkutan tidak melakukan proses sertifikasi kepada perusahaan personalisasi, maka personalisasi kartu wajib dilakukan pada perusahaan personalisasi yang telah mendapat persetujuan sebagai perusahaan personalisasi kartu dari Bank Indonesia. 3) Untuk kartu-kartu Prinsipal khusus domestik, personalisasi kartu wajib dilakukan pada perusahaan personalisasi kartu yang telah mendapat persetujuan sebagai perusahaan personalisasi kartu dari Bank Indonesia. c. Untuk mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia, perusahaan personalisasi kartu harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Berbadan … 16 1) Berbadan hukum Indonesia dan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang dibuktikan dengan penyampaian fotokopi akta pendirian dan anggaran dasar PT serta perubahan terakhirnya apabila ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang. Fotokopi akta pendirian dan anggaran dasar PT tersebut harus pula dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang. 2) Memiliki kemampuan untuk melakukan personalisasi kartu secara aman, yang dibuktikan dengan sertifikat hasil audit dari security auditor yang independen; 3) Bersedia menjaga kerahasiaan data yang didapat dari proses personalisasi, yang dibuktikan dengan surat pernyataan kesediaan untuk menjaga kerahasiaan data; 4) Bersedia dievaluasi oleh Bank Indonesia sewaktu-waktu apabila diperlukan, yang dibuktikan dengan surat pernyataan kesediaan untuk dievaluasi oleh Bank Indonesia. d. Atas permohonan tertulis tersebut, Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran. Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran berwenang untuk mencabut persetujuan yang diberikan kepada perusahaan personalisasi kartu jika menurut penilaian … 17 penilaian Bank Indonesia perusahaan personalisasi kartu tersebut terbukti tidak lagi memenuhi salah satu persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf c. e. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan kepada: Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Gedung D Lantai 2 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110 VI. KEWAJIBAN TUKAR MENUKAR INFORMASI 1. Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan tukar-menukar informasi data Pemegang Kartu dengan Penerbit lainnya yang meliputi negative list dan positive list serta data negatif penyedia barang dan/atau jasa (merchant black list). 2. Penerbit Kartu Kredit wajib melaporkan secara tertulis pelaksanaan kerjasama tukar-menukar informasi yang telah dilakukan, yang antara lain memuat: a. jenis dan jumlah data yang dipertukarkan oleh masing-masing Penerbit Kartu Kredit; b. data yang diminta yang terdiri jumlah sumber data dan jumlah data yang diminta oleh masing-masing Penerbit Kartu Kredit. 3. Kewajiban pelaporan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh masing- masing Penerbit Kartu Kredit atau secara bersama-sama melalui asosiasi Penerbit Kartu Kredit. 4. Pelaporan … 18 4. Pelaporan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai pengawasan penyelenggaraan kegiatan APMK. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30 Desember 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/60/DASP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu </reg_title> <set_date> 30 Desember 2005 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2005 </effective_date> <related_reg> '7/52/PBI/2005' </related_reg>
No.6/9/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/3/PBI/2003 tanggal 4 Februari 2003 tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4261) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363) dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS) sebagai berikut: I. PERMOHONAN FPJPS 1. Permohonan FPJPS dari Bank Syariah 1) Bank Syariah dapat mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dari cut off warning sampai dengan 15 (lima belas) menit setelah pre cut off BI-SSSS. 2) Permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 1) wajib ditegaskan dengan surat permohonan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran 1 terkait … 2 dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait atau Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia setempat serta dilampiri dengan: a. Perjanjian Pembiayaan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran 2 yang telah dibubuhi materai cukup dan ditandatangani oleh Direksi Bank Syariah atau Pejabat Bank Syariah yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank Syariah yang berlaku dalam rangkap 2 (dua); dan b. Akta Pengikatan Agunan secara gadai sebagaimana contoh Lampiran 3 yang telah dibubuhi materai cukup dan ditandatangani oleh Direksi Bank Syariah atau Pejabat Bank Syariah yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank Syariah yang berlaku dalam rangkap 2 (dua). c. Bagi Bank Syariah yang akan memanfaatkan FPJPS untuk pertama kali wajib memenuhi persyaratan administrasi sebagai berikut: i. Menyampaikan specimen tanda tangan Direksi Bank Syariah atau Pejabat Bank Syariah yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank Syariah yang bersangkutan; ii. Menyampaikan fotokopi Anggaran Dasar Bank Syariah, contoh stempel Bank Syariah, dan fotokopi identitas diri berupa KTP/SIM/Paspor Direksi Bank Syariah atau Pejabat Bank Syariah yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank Syariah yang bersangkutan. iii. Dalam hal terjadi perubahan sebagaimana dimaksud pada angka i dan angka ii, Bank Syariah wajib menyampaikan dokumen yang terkait dengan perubahan dimaksud. 2. Permohonan FPJPS dari Unit Usaha Syariah (UUS) 2. Permohonan … 3 1) UUS dapat mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dari cut off warning sampai dengan 15 (lima belas) menit setelah pre-cut off BI-SSSS. 2) Permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 1) wajib ditegaskan dengan surat permohonan sebagaimana contoh pada Lampiran 1 dengan tembusan kepada Direktorat Pengawas Bank terkait atau Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia setempat serta dilampiri dengan: a. Perjanjian Pembiayaan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran 2 yang telah dibubuhi materai cukup dan ditandatangani oleh Direksi kantor pusat bank konvensional atau Pejabat kantor pusat bank konvensional yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar kantor pusat bank konvensional yang berlaku atau oleh Pejabat dari UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh kantor pusat bank konvensional kepada UUS tersebut dalam rangkap 2 (dua); dan b. Akta Pengikatan Agunan secara gadai sebagaimana contoh Lampiran 3 yang telah dibubuhi materai cukup dan ditandatangani oleh Direksi kantor pusat bank konvensional atau Pejabat kantor pusat bank konvensional yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar kantor pusat bank konvensional yang berlaku atau oleh Pejabat dari UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh kantor pusat bank konvensional kepada UUS tersebut dalam rangkap 2 (dua); dan c. Surat Pernyataan dari Direksi kantor pusat bank konvensional yang menyatakan ketidakmampuan kantor pusat bank konvensional memberikan bantuan dana kepada UUS sebagaimana contoh dalam Lampiran 4. memberikan … d. Bagi UUS yang akan memanfaatkan FPJPS untuk pertama kali wajib memenuhi persyaratan administrasi sebagai berikut: 4 i. Menyampaikan specimen tanda tangan Direksi kantor pusat bank konvensional atau Pejabat kantor pusat bank konvensional yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar kantor pusat bank konvensional yang berlaku atau Pejabat dari UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh kantor pusat bank konvensional kepada UUS tersebut. ii. Menyampaikan fotokopi Anggaran Dasar kantor pusat bank konvensional, contoh stempel kantor pusat bank konvensional, dan fotokopi identitas diri berupa KTP/SIM/Paspor Direksi kantor pusat bank konvensional atau Pejabat kantor pusat bank konvensional yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar kantor pusat bank konvensional yang berlaku atau Pejabat dari UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh kantor pusat bank konvensional kepada UUS tersebut. iii. Dalam hal terjadi perubahan sebagaimana dimaksud pada angka i dan angka ii, UUS wajib menyampaikan dokumen yang terkait dengan perubahan dimaksud. 3. Surat permohonan berikut dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1.2) dan angka 2.2) disampaikan oleh kantor pusat Bank Syariah bagi Bank Syariah atau oleh kantor pusat bank umum konvensional bagi UUS atau oleh UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh kantor pusat bank umum konvensional dan ditujukan kepada: 1) Direktorat Pengelolan Moneter (DPM) c.q. Bagian Operasi Pasar Uang (OPU), Bank Indonesia, Jl.M.H Thamrin No. 2 Jakarta, bagi Bank Syariah atau kantor pusat bank umum konvensional atas nama UUS atau UUS, yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau Bank … 2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat c.q. Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter (PKM), bagi Bank Syariah atau kantor pusat bank umum 5 konvensional atas nama UUS atau UUS, yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI. 4. Surat permohonan berikut dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 telah diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap sampai dengan 15 (lima belas) menit setelah pre cut off BI-SSSS. 5. Dalam hal Bank Syariah atau UUS tidak memenuhi persyaratan dan tata cara pengajuan FPJPS yang telah ditetapkan maka permohonan FPJPS dimaksud ditolak oleh Bank Indonesia. 6. Khusus untuk UUS, selain dalam hal sebagaimana dimaksud dalam angka 5, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2.2).c. tidak benar maka permohonan FPJPS UUS dimaksud ditolak oleh Bank Indonesia. 7. Dalam hal nominal FPJPS yang diajukan berbeda dengan kewajiban yang tidak dapat diselesaikan oleh Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia maka: a. permohonan FPJPS Bank Syariah atau UUS ditolak oleh Bank Indonesia; b. Bank Syariah atau UUS dapat melakukan penyesuaian permohonan nominal FPJPS yang diajukan melalui BI-SSSS selambat-lambatnya 15 (lima belas) menit setelah pre cut off BI-SSSS. c. Bank Syariah atau UUS wajib menyampaikan kembali Perjanjian Pembiayaan atau Addendum Perjanjian Pembiayaan dan Akta Pengikatan Agunan. 8. Penyampaian kembali dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 7 telah diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) menit setelah pre cut off BI-SSSS. 8. Penyampaian … 9. Persetujuan atau penolakan atas permohonan FPJPS dapat diketahui melalui BI-SSSS. 10. Mekanisme pengajuan FPJPS melalui BI-SSSS diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 6 II. PERPANJANGAN FPJPS 1. Perpanjangan FPJPS dapat dilakukan apabila imbalan FPJPS yang jatuh tempo telah dilunasi dan agunan memenuhi persyaratan. 2. Pengajuan perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan melalui BI-SSSS dan wajib ditegaskan dengan surat permohonan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran 1 dan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait atau Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia setempat dan disertai lampiran : 1) Dalam hal agunan FPJPS adalah agunan lama maka wajib dilampirkan dengan Addendum Perjanjian Pembiayaan sebagaimana contoh pada Lampiran 6. 2) Dalam hal agunan FPJPS adalah agunan baru maka wajib dilampirkan dengan Addendum Perjanjian Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan Akta Pengikatan Agunan yang baru sebagaimana contoh pada Lampiran 3. 3. Dalam hal persyaratan dan tata cara pengajuan perpanjangan FPJPS yang telah ditetapkan tidak dipenuhi oleh Bank Syariah atau UUS maka permohonan perpanjangan FPJPS dimaksud ditolak oleh Bank Indonesia. 4. Dalam hal nominal FPJPS yang diajukan berbeda dengan kewajiban yang tidak dapat diselesaikan oleh Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia maka: a. permohonan FPJPS Bank Syariah atau UUS ditolak Bank Indonesia; b. Bank Syariah atau UUS dapat melakukan penyesuaian permohonan nominal FPJPS yang diajukan melalui BI-SSSS selambat-lambatnya 15 (lima belas) menit setelah pre cut off BI-SSSS. 4. Dalam … c. Bank Syariah atau UUS wajib menyampaikan kembali Perjanjian Pembiayaan atau Addendum Perjanjian Pembiayaan dan Akta Pengikatan Agunan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) menit setelah pre cut off BI-SSSS. 5. Penyampaian kembali dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 4 telah diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) menit setelah pre cut off BI-SSSS. 7 6. Persetujuan atau penolakan atas perpanjangan FPJPS yang diajukan dapat diketahui melalui BI-SSSS. III. PENYELESAIAN FPJPS 1. Penyelesaian FPJPS Pada Tanggal Permohonan. Penyelesaian FPJPS pada tanggal permohonan awal dan perpanjangan, dilakukan dengan cara mengkredit rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia sebesar nominal FPJPS yang disetujui melalui BI- SSSS yang terhubung langsung dengan BI-RTGS. 2. Penyelesaian FPJPS Pada Tanggal Jatuh Waktu. Pada tanggal jatuh waktu FPJPS Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia sebesar nominal dan imbalan FPJPS melalui BI-SSSS yang terhubung langsung dengan BI-RTGS sebagai berikut: a. imbalan FPJPS dilakukan mulai pukul 09.00 WIB sampai dengan cut off warning BI-SSSS; dan a. imbalan … b. nominal FPJPS dilakukan mulai pukul 16.00 WIB sampai dengan cut off warning BI-SSSS. 3. Mekanisme penyelesaian FPJPS melalui BI-SSSS diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. IV. IMBALAN FPJPS 1. Pengenaan Imbalan FPJPS 1) Bank Indonesia mengenakan imbalan atas FPJPS yang diterima oleh Bank Syariah atau UUS. 2) Imbalan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dikenakan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Rupiah Bank Syariah atau 8 UUS di Bank Indonesia sebesar nilai imbalan FPJPS yang dilakukan pada tanggal jatuh waktu FPJPS melalui BI-SSSS. 3) Mekanisme pembukuan imbalan FPJPS diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 2. Perhitungan Imbalan FPJPS 1) Besarnya nilai imbalan FPJPS dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : X = P x R x k x t/360 Dimana: X = Besarnya nilai imbalan yang diterima Bank Indonesia P = Jumlah nominal FPJPS R = Realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan pada bulan terakhir atas deposito mudharabah 3 (tiga) bulan atau deposito mudharabah 1 (satu) bulan dari Bank Syariah atau UUS penerima FPJPS dalam hal deposito mudharabah 3 (tiga) bulan tidak tersedia. mudharabah … k = Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia. t = Jumlah hari kalender penggunaan FPJPS. Contoh 1 perhitungan imbalan: P = Rp200.000.000.000,00 R = 10% k = 90% t = 1 Maka besarnya nilai imbalan : = Rp200.000.000.000,00 x 10% x 90% x 1/360 = Rp50.000.000,00 Contoh 2 perhitungan imbalan: 9 Dalam hal pengajuan FPJPS pada hari Jum’at maka jangka waktu penggunaan FPJPS dihitung 1 (satu) hari namun perhitungan imbalan FPJPS dihitung 3 (tiga) hari. P = Rp200.000.000.000,00 R = 10% k = 90% t = 3 Maka besarnya nilai imbalan : = Rp200.000.000.000,00 x 10% x 90% x 3/360 = Rp150.000.000,00 2). Untuk setiap perpanjangan FPJPS, nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia (k) akan ditambah sebesar 2,25% dengan nilai maksimum k menjadi sebesar 99%. Dengan demikian, maka pada saat: a. Perpanjangan FPJPS pertama, nisbah bagi hasil menjadi sebesar 92,25%; b. Perpanjangan FPJPS kedua, nisbah bagi hasil menjadi sebesar 94,50%; c. Perpanjangan FPJPS ketiga, nisbah bagi hasil menjadi sebesar 96,75%; d. Perpanjangan FPJPS keempat dan seterusnya, nisbah bagi hasil menjadi sebesar 99,00%. b. Perpanjangan … V. EKSEKUSI AGUNAN 1. Dalam hal Bank Syariah atau UUS tidak melunasi imbalan FPJPS yang telah jatuh waktu dan tidak melakukan perpanjangan FPJPS, maka Bank Indonesia dapat melakukan eksekusi terhadap agunan FPJPS. 2. Dalam hal agunan berupa penitipan dana dalam SWBI maka eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mencairkan penitipan dana dalam SWBI tersebut sebelum jatuh waktu melalui BI-SSSS. 10 3. Mekanisme pelaksanaan eksekusi agunan melalui BI-SSSS diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran mengenai pelaksanaan transaksi dan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 4. Jumlah agunan yang dieksekusi sebagaimana dimaksud dalam huruf B adalah sebesar nilai penitipan dana dalam SWBI yang diagunkan. 5. Dalam hal terdapat kelebihan nilai agunan setelah dilaksanakan eksekusi maka Bank Indonesia mengembalikan kelebihan tersebut kepada Bank Syariah atau UUS selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya dengan mengkredit rekening giro Rupiah Bank Syariah atau UUS di Bank Indonesia. 6. Dalam hal Bank Indonesia memberikan bonus atas SWBI, apabila dilakukan eksekusi oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 2, maka terhadap agunan SWBI yang dieksekusi dimaksud tidak diberikan bonus. Contoh eksekusi agunan: 1) Pada tanggal 5 Agustus 2003, Bank Syariah A mengajukan permohonan FPJPS sebagai berikut: - Penitipan dalam SWBI sebesar Rp12.000.000.000,00 dengan jangka waktu 28 hari (tanggal 1 s.d. 29 Agustus 2003); 1) Pada … - Jumlah permohonan FPJPS = Rp3.000.000.000,00; - Jumlah SWBI yang diagunkan hanya sebesar Rp5.000.000.000,00; 2) Pada tanggal 6 Agustus 2003, FPJPS jatuh waktu namun Bank Syariah A tidak mampu membayar imbalan FPJPS dan nominal FPJPS serta tidak memperpanjang FPJPS maka agunan dieksekusi dengan perhitungan sebagai berikut: - Jumlah agunan yang dieksekusi adalah sebesar Rp. 5.000.000.000,00. - Asumsi imbalan FPJPS sebesar Rp50.000.000,00. - Kelebihan nilai eksekusi sebesar Rp1.950.000.000,00 (Rp5.000.000.000,00 – Rp3.000.000.000,00 – Rp50.000.000,00) akan 11 dikembalikan kepada Bank Syariah A selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya. VI. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank Syariah atau UUS atas penggunaan FPJPS. 2. Dalam hal Bank Syariah atau UUS telah menggunakan FPJPS selama 5 (lima) hari kerja secara berturut-turut dan dalam rangka pengawasan atas penggunaan FPJPS, Bank Syariah atau UUS menyampaikan rencana penyelesaian FPJPS kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait atau Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia setempat. VII. SANKSI Pelanggaran atas ketentuan persyaratan agunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 PBI No.5/3/PBI/2003 tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah dan atau UUS dapat dikenakan sanksi berupa: 1. melunasi FPJPS; 2. eksekusi agunan FPJPS; 3. tidak diperkenakan memperoleh FPJPS dalam jangka waktu maksimal 90 (sembilan puluh) hari; dan atau VII. SANKSI … 4. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. VIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004. 12 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/9/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah </reg_title> <set_date> 16 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date> <related_reg> '5/3/PBI/2003', '6/2/PBI/2004' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No.11/ 9 /DPbS Jakarta, 7 April 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Bank Umum Syariah Dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tanggal 29 Januari 2009 tentang Bank Umum Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4978), perlu diatur lebih lanjut peraturan pelaksanaan mengenai Bank Umum Syariah (selanjutnya disebut Bank) dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM A. Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Umum Syariah antara lain bertujuan untuk menciptakan industri perbankan syariah yang sehat, efisien dan tangguh. Untuk itu diperlukan ketentuan teknis lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. B. Dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada tanggal 16 Juli 2008, terdapat beberapa penyempurnaan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Umum Syariah antara lain bentuk badan hukum dan cakupan anggaran dasar Bank sehingga perlu disesuaikan lebih lanjut dalam Surat Edaran ini. II. PENDIRIAN … 2 II. PENDIRIAN BANK A. PERSETUJUAN PRINSIP Permohonan persetujuan prinsip pendirian Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. akta pendirian atau rancangan akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), termasuk anggaran dasar atau rancangan anggaran dasar yang paling kurang memuat: a. nama dan tempat kedudukan; b. kegiatan usaha sebagai Bank; c. modal; d. kepemilikan; e. ketentuan pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan anggota DPS dengan memperoleh persetujuan Bank Indonesia terlebih dahulu; f. ketentuan mengenai jumlah, tugas, kewenangan, tanggung jawab, serta persyaratan lain yang menyangkut Dewan Komisaris, Direksi, dan DPS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; g. ketentuan Rapat Umum Pemegang Saham Bank yang menetapkan tugas manajemen, remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukan dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal lainnya yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia; dan h. ketentuan Rapat Umum Pemegang Saham yang harus dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama; 2. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham: a. dalam hal pemegang saham adalah perorangan maka harus dilampiri … 3 dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm; 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; 3) riwayat hidup (curriculum vitae); 4) surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah melakukan tindakan fraud (penipuan, penggelapan, dan kecurangan) di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, serta tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; 5) dalam hal pemegang saham perorangan adalah PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut: a) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa tidak tercantum dalam Daftar Kepatutan dan Kelayakan (Daftar Tidak Lulus) sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; b) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa: i. tidak pernah dinyatakan pailit; dan ii. tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; c) surat … 4 c) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bersedia untuk mengatasi kesulitan modal maupun likuiditas Bank; dan d) surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak memiliki hutang yang bermasalah; b. dalam hal pemegang saham adalah badan hukum maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang termasuk bagi badan hukum asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asal badan hukum tersebut; 2) pas foto, fotokopi KTP atau paspor, riwayat hidup, dan surat pernyataan pribadi sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) sampai dengan angka 4) dari: a) masing-masing anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dalam hal bentuk badan hukum adalah Perseroan Terbatas; atau b) masing-masing anggota pengurus dalam hal bentuk badan hukum selain Perseroan Terbatas; 3) rekomendasi dari otoritas yang berwenang di negara asal bagi badan hukum asing; 4) daftar pemegang saham dan jumlah nominal masing- masing pemilik; 5) laporan keuangan badan hukum yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan posisi paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan persetujuan prinsip. Dalam hal, badan hukum tersebut masih dalam proses audit maka laporan keuangan yang disampaikan adalah … 5 adalah laporan keuangan audited tahun sebelumnya dan laporan keuangan unaudited tahun terakhir. Laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit (audited) harus segera disampaikan kepada Bank Indonesia setelah diterima dari Kantor Akuntan Publik; 6) dalam hal pemegang saham berbentuk badan hukum adalah PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut: a) daftar pemilik badan hukum sampai dengan pemilik terakhir (ultimate shareholders); b) surat pernyataan pribadi dari: i. masing-masing anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan Terbatas; atau ii. masing-masing anggota pengurus dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya selain Perseroan Terbatas; yang menyatakan bahwa masing-masing tidak tercantum dalam Daftar Kepatutan dan Kelayakan (Daftar Tidak Lulus) sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; c) surat pernyataan pribadi dari: i. masing-masing anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan Terbatas; atau ii. masing-masing … 6 ii. masing-masing anggota pengurus dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya selain Perseroan Terbatas; yang menyatakan bahwa masing-masing tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; d) surat pernyataan yang menyatakan badan hukum tersebut bersedia untuk mengatasi kesulitan modal maupun likuiditas Bank yang ditandatangani oleh: i. anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan Terbatas; atau ii. anggota pengurus dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya selain Perseroan Terbatas yang berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan. Dalam hal Bank merupakan bagian dari kepemilikan suatu kelompok usaha maka surat pernyataan dimaksud harus ditandatangani oleh satu atau lebih pemilik terakhir (ultimate shareholders) yang mayoritas; e) surat … 7 e) surat pernyataan yang menyatakan bahwa badan hukum tidak memiliki hutang yang bermasalah yang ditandatangani oleh: i. anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan Terbatas; atau ii. anggota pengurus dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya selain Perseroan Terbatas yang berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan; dan f) proyeksi laporan keuangan untuk jangka waktu paling kurang 3 (tiga) tahun yang disusun oleh pihak independen; c. dalam hal pemegang saham adalah pemerintah, baik pusat maupun daerah, maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) surat keterangan yang mencantumkan nama pejabat yang berwenang mewakili pemerintah; 2) pas foto dan fotokopi KTP sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) dan angka 2) dari pejabat yang berwenang mewakili pemerintah; 3) surat keterangan atau dokumen yang menjelaskan sumber dana dalam rangka pendirian Bank; dan 4) dalam hal pemegang saham pemerintah adalah PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen yaitu surat pernyataan yang menyatakan pemerintah bersedia untuk mengatasi kesulitan modal maupun likuiditas Bank yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili pemerintah; … 8 pemerintah; 3. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan anggota DPS disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm; b. fotokopi KTP atau paspor yang masih berlaku; c. riwayat hidup (curriculum vitae); d. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang menyatakan tidak pernah melakukan tindakan fraud (penipuan, penggelapan, dan kecurangan) di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, dan tidak tercantum dalam Daftar Kepatutan dan Kelayakan (Daftar Tidak Lulus) sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; e. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang menyatakan bahwa: 1) tidak pernah dinyatakan pailit; dan 2) tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; f. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi yang menyatakan bahwa tidak memiliki hutang yang bermasalah; g. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan pelatihan … 9 pelatihan mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang perbankan syariah yang pernah diikuti calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi sesuai dengan persyaratan kompetensi; h. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan pelatihan dan/atau Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang syariah mu’amalah dan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum yang pernah diikuti calon anggota DPS sesuai dengan persyaratan kompetensi; i. surat pernyataan dari calon anggota Dewan Komisaris bahwa yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai Bank Umum Syariah; j. surat pernyataan dari calon anggota Direksi bahwa yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai Bank Umum Syariah; k. surat pernyataan dari calon anggota DPS bahwa yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai Bank Umum Syariah; l. surat pernyataan dari calon anggota Dewan Komisaris bahwa yang bersangkutan memiliki atau tidak memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama calon anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau Direksi; m. surat pernyataan dari calon anggota Direksi bahwa yang bersangkutan memiliki atau tidak memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan calon anggota Dewan Komisaris … 10 Komisaris dan/atau sesama calon anggota Direksi lainnya; n. surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari modal disetor pada perusahaan lain; dan o. surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia bagi calon anggota DPS; 4. rencana susunan dan struktur organisasi serta nama-nama calon pejabat sampai dengan tingkat Pejabat Eksekutif; 5. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; 6. rencana bisnis (business plan) yang paling kurang memuat: a. rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta strategi pencapaiannya; dan b. proyeksi neraca bulanan dan laporan laba rugi kumulatif bulanan, selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak Bank beroperasi; 7. rencana korporasi (corporate plan) berupa rencana strategis jangka panjang dalam rangka mencapai tujuan Bank; 8. pedoman manajemen risiko termasuk pedoman risk control system, rencana sistem pengendalian intern, rencana sistem teknologi informasi yang digunakan, dan pedoman mengenai pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance); 9. sistem dan prosedur kerja yang lengkap dan komprehensif yang digunakan dalam kegiatan operasional Bank; 10. bukti setoran modal paling kurang 30 % (tiga puluh persen) dari modal disetor dalam bentuk fotokopi bilyet deposito iB dari Bank atau Unit Usaha Syariah di Indonesia yang telah dilegalisir, atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia qq. salah satu PSP“ atau “qq. salah satu pemilik“ dalam hal PSP berhalangan. Bilyet deposito … 11 deposito iB tersebut harus mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia. Dalam hal pendirian Bank dilakukan oleh Pemerintah maka ketentuan mengenai bukti setoran modal dan tata cara penyetoran modal dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku; dan 11. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan Bank: a. tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau b. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering). Dalam hal calon pemegang saham Bank berbentuk badan hukum, maka surat pernyataan ditandatangani oleh pengurus yang berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan. Dalam hal calon pemegang saham Bank berupa bank maka mengacu kepada ketentuan yang berlaku mengenai penyertaan. B. IZIN USAHA Permohonan izin usaha Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), yang memuat anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang; 2. daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 2, dalam hal terjadi perubahan pemegang saham; 3. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan anggota DPS sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 3, dalam hal … 12 hal terjadi perubahan calon anggota Dewan Komisaris, Direksi dan/atau DPS; 4. fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dari instansi berwenang bagi warga negara asing yang menjadi calon anggota Direksi; 5. fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dari instansi berwenang bagi warga negara asing yang menjadi calon anggota Dewan Komisaris dan bermaksud menetap di Indonesia; 6. fotokopi surat izin bekerja dari instansi berwenang bagi warga negara asing yang menjadi calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris; 7. rencana susunan dan struktur organisasi, studi kelayakan, rencana bisnis, rencana korporasi, pedoman-pedoman, serta sistem dan prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, angka 8 dan angka 9, dalam hal terjadi perubahan; 8. bukti pemenuhan modal disetor minimum dalam bentuk fotokopi bilyet deposito iB dari Bank atau Unit Usaha Syariah di Indonesia yang telah dilegalisir, atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia qq. salah satu PSP“ atau “qq. salah satu pemilik“ dalam hal PSP berhalangan. Bilyet deposito iB tersebut harus mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia. Dalam hal pendirian Bank dilakukan oleh Pemerintah maka ketentuan mengenai bukti setoran modal dan tata cara penyetoran modal dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku; 9. surat … 13 9. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa pemenuhan modal disetor sebagaimana dimaksud pada angka 8 tidak berasal dari sumber dana yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai Bank Umum Syariah. Dalam hal calon pemegang saham Bank berbentuk badan hukum, maka surat pernyataan ditandatangani oleh anggota pengurus yang berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan. Dalam hal calon pemegang saham Bank berupa bank maka mengacu kepada ketentuan yang berlaku mengenai penyertaan; dan 10. bukti kesiapan operasional paling kurang berupa: a. kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung kantor dan tata letak ruangan; b. dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem informasi yang meliputi antara lain core banking system dan informasi mengenai jaringan telekomunikasi; c. bukti kepemilikan, hak pakai, atau perjanjian sewa gedung kantor; d. contoh formulir/warkat Bank berlogo iB yang akan digunakan untuk operasional Bank; dan e. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). C. PERSETUJUAN PENCAIRAN DEPOSITO iB Permohonan persetujuan pencairan deposito iB disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3. D. PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA BANK Laporan pelaksanaan kegiatan usaha Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4. III. PERUBAHAN … 14 III. PERUBAHAN KEPEMILIKAN DAN MODAL BANK A. PERUBAHAN KEPEMILIKAN BANK YANG TIDAK MENGAKIBATKAN PERUBAHAN PENGENDALIAN Laporan perubahan komposisi kepemilikan Bank yang tidak mengakibatkan perubahan pengendalian disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5 yang dibedakan sebagai berikut: 1. perubahan komposisi pemegang saham karena adanya penambahan modal disetor disampaikan dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi risalah rapat umum pemegang saham; b. daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2; c. surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.11; dan d. fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar berikut bukti penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar dari instansi yang berwenang. 2. perubahan komposisi pemegang saham tanpa mengubah jumlah modal disetor disampaikan dengan dokumen yaitu daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2. B. PERUBAHAN KEPEMILIKAN BANK YANG MENGAKIBATKAN PERUBAHAN PENGENDALIAN Mekanisme perubahan PSP tunduk pada ketentuan yang mengatur mengenai penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Bank. C. PERUBAHAN … 15 C. PERUBAHAN MODAL DASAR BANK Laporan perubahan modal dasar Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 6 disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi risalah rapat umum pemegang saham; dan 2. fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui oleh instansi berwenang. D. PENERBITAN SAHAM BANK MELALUI PENAWARAN UMUM DI BURSA EFEK (GO PUBLIC) Rencana penerbitan saham Bank melalui penawaran umum di bursa efek (go public) disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7. IV. DEWAN KOMISARIS, DIREKSI, DAN/ATAU DEWAN PENGAWAS SYARIAH BANK A. PERMOHONAN PERSETUJUAN CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, CALON ANGGOTA DIREKSI, DAN/ATAU CALON ANGGOTA DEWAN PENGAWAS SYARIAH Permohonan persetujuan calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi, dan/atau calon anggota DPS Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8 disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3. Permohonan untuk memperoleh persetujuan calon anggota Dewan Komisaris diajukan paling kurang oleh Presiden Direktur atau Direktur Utama kepada Bank Indonesia. Permohonan … 16 Permohonan untuk memperoleh persetujuan calon anggota Direksi diajukan paling kurang oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama kepada Bank Indonesia. Permohonan untuk memperoleh persetujuan calon anggota Dewan Pengawas Syariah diajukan paling kurang oleh Direksi kepada Bank Indonesia. B. PENGANGKATAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DIREKSI, DAN/ATAU DEWAN PENGAWAS SYARIAH Laporan pengangkatan anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau DPS Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 9 disertai dengan fotokopi risalah rapat umum pemegang saham. C. PEMBERHENTIAN DAN/ATAU PENGUNDURAN DIRI ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DIREKSI, DAN/ATAU DEWAN PENGAWAS SYARIAH Laporan pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris, Direksi (kecuali Direktur Kepatuhan), dan/atau DPS Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 10 disertai dengan alasan pemberhentian dan/atau pengunduran diri. V. PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN ATAU PENGGANTIAN PEJABAT EKSEKUTIF BANK Laporan pengangkatan, pemberhentian atau penggantian Pejabat Eksekutif Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 11 disertai dengan dokumen sebagai berikut: A. surat pengangkatan, pemberhentian, penggantian dan/atau pemberian kuasa … 17 kuasa sebagai Pejabat Eksekutif dari Direksi Bank atau pejabat yang berwenang; dan B. dokumen identitas Pejabat Eksekutif yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.a, butir II.A.3.b, butir II.A.3.c, dan butir II.A.3.d. VI. PEMBUKAAN KANTOR BANK A. PEMBUKAAN KANTOR CABANG 1. Persyaratan Bank dapat menyampaikan permohonan izin pembukaan KC di dalam negeri setelah memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. telah mencantumkan rencana pembukaan KC dalam Rencana Bisnis Bank; b. memiliki hasil studi kelayakan yang mendukung bisnis Bank; c. peringkat komposit tingkat kesehatan selama 2 (dua) periode penilaian terakhir paling kurang 3 (tiga); d. peringkat Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) selama 1 (satu) periode penilaian terakhir paling kurang 3 (tiga); e. proyeksi peringkat KPMM setelah pembukaan KC paling kurang 3 (tiga); dan f. peringkat Risiko Komposit paling kurang moderate. 2. Dokumen Pendukung: Permohonan izin pembukaan KC di dalam negeri disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 12 disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. rencana persiapan operasional dalam rangka pembukaan KC, antara lain: 1) susunan … 18 1) susunan dan struktur organisasi serta personalia; 2) kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung kantor dan tata letak ruangan; 3) informasi mengenai jaringan telekomunikasi; dan 4) bukti kepemilikan, hak pakai, atau perjanjian sewa gedung kantor; b. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar, dan tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor Unit Usaha Syariah; dan c. rencana penghimpunan dan penyaluran dana paling kurang selama 12 (dua belas) bulan beserta penjelasannya. B. PELAKSANAAN PEMBUKAAN KANTOR CABANG Laporan pelaksanaan pembukaan KC di dalam negeri disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 13. C. IZIN TIDAK BEROPERASI PADA HARI KERJA Permohonan izin KC atau Kantor di bawah KC untuk tidak beroperasi pada hari kerja disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 14. D. PEMBUKAAN KANTOR DI BAWAH KANTOR CABANG Rencana pembukaan Kantor di bawah KC disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15 disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. rencana persiapan operasional sebagaimana dimaksud pada butir A.2.a.; dan 2. hasil … 19 2. hasil studi kelayakan yang memuat tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor Unit Usaha Syariah. E. PELAKSANAAN PEMBUKAAN KANTOR DI BAWAH KANTOR CABANG Laporan pelaksanaan pembukaan Kantor di bawah KC disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 16. F. PEMBUKAAN KANTOR CABANG ATAU JENIS-JENIS KANTOR LAINNYA YANG BERSIFAT OPERASIONAL DI LUAR NEGERI 1. Persyaratan Bank dapat menyampaikan permohonan izin pembukaan kantor di luar negeri setelah memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. telah menjadi bank devisa paling kurang 24 (dua puluh empat) bulan terakhir; b. telah mencantumkan rencana pembukaan kantor dalam Rencana Bisnis Bank; c. memiliki hasil studi kelayakan yang mendukung bisnis Bank; d. peringkat komposit tingkat kesehatan selama 2 (dua) periode penilaian terakhir paling kurang 3 (tiga); e. peringkat KPMM selama 1 (satu) periode penilaian terakhir paling kurang 3 (tiga); f. proyeksi peringkat KPMM setelah pembukaan kantor paling kurang 3 (tiga); g. peringkat Risiko Komposit paling kurang moderate; dan h. mempunyai alamat atau tempat kedudukan kantor yang jelas. 2. Dokumen … 20 2. Dokumen Pendukung Permohonan izin pembukaan KC atau jenis-jenis kantor lainnya yang bersifat operasional di luar negeri disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17 disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. rencana persiapan operasional dalam rangka pembukaan kantor antara lain: 1) susunan dan struktur organisasi serta personalia; dan 2) kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung kantor dan tata letak ruangan; b. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi ekonomi dan peluang pasar; dan c. rencana penghimpunan dan penyaluran dana paling kurang selama 12 (dua belas) bulan beserta penjelasannya. G. PEMBUKAAN KANTOR PERWAKILAN ATAU JENIS-JENIS KANTOR LAINNYA YANG TIDAK BERSIFAT OPERASIONAL DI LUAR NEGERI Permohonan izin pembukaan kantor perwakilan atau jenis-jenis kantor lainnya yang tidak bersifat operasional di luar negeri disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18 disertai dengan alasan pembukaan kantor. H. PELAKSANAAN PEMBUKAAN KANTOR DI LUAR NEGERI Laporan pelaksanaan pembukaan kantor di luar negeri disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 19 disertai dengan salinan/fotokopi izin pembukaan kantor dari otoritas di negara setempat. VII. PELAKSANAAN … 21 VII. PELAKSANAAN PENURUNAN STATUS KANTOR BANK Laporan pelaksanaan penurunan status kantor disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 20 disertai dengan bukti penyelesaian kewajiban KC kepada nasabah serta pihak lainnya. Penyelesaian kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh kewajiban kepada kantor Bank lainnya. VIII. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR BANK A. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT Permohonan izin pemindahan alamat kantor pusat Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 21 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan rencana persiapan kantor Bank antara lain: 1. kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung kantor dan tata letak ruangan; 2. informasi mengenai jaringan telekomunikasi; dan 3. bukti kepemilikan, hak pakai, atau perjanjian sewa gedung kantor. B. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG Permohonan izin pemindahan alamat KC Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 22 dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Permohonan izin pemindahan alamat KC dalam wilayah kotamadya/kabupaten yang sama dengan kantor sebelumnya, disertai dengan alasan pemindahan alamat dan rencana persiapan operasional KC yang meliputi antara lain: a. susunan dan struktur organisasi serta personalia dalam hal terjadi perubahan; b. kesiapan … 22 b. kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung kantor dan tata letak ruangan; c. informasi mengenai jaringan telekomunikasi; dan d. bukti kepemilikan, hak pakai, atau perjanjian sewa gedung kantor. 2. Permohonan izin pemindahan alamat KC ke wilayah kotamadya/kabupaten yang berbeda dengan kantor sebelumnya namun masih dalam satu wilayah Kantor Bank Indonesia disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. rencana persiapan operasional KC sebagaimana dimaksud pada angka 1; b. rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang paling kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar, dan tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor Unit Usaha Syariah. C. PELAKSANAAN PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT ATAU KANTOR CABANG Laporan pelaksanaan pemindahan alamat kantor pusat atau KC Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 23 disertai dengan guntingan surat kabar yang memuat pengumuman pemindahan alamat tersebut. D. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI BAWAH KANTOR CABANG Rencana pemindahan alamat Kantor di bawah KC disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24 dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Rencana … 23 1. Rencana pemindahan alamat Kantor di bawah KC dalam wilayah kotamadya/kabupaten yang sama dengan kantor sebelumnya, disertai dengan alasan pemindahan alamat dan rencana persiapan operasional Kantor di bawah KC sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 1. 2. Rencana pemindahan alamat Kantor di bawah KC ke wilayah kotamadya/kabupaten yang berbeda dengan kantor sebelumnya namun masih dalam satu wilayah Kantor Bank Indonesia, disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. rencana persiapan operasional Kantor di bawah KC sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 1; b. rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban Kantor di bawah KC kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang paling kurang memuat tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor Unit Usaha Syariah. E. PELAKSANAAN PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI BAWAH KANTOR CABANG Laporan pelaksanaan pemindahan alamat Kantor di bawah KC disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 25 disertai dengan guntingan surat kabar yang memuat pengumuman pemindahan alamat tersebut. F. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI LUAR NEGERI Rencana pemindahan alamat kantor di luar negeri disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26 disertai dengan alasan pemindahan alamat. G. PELAKSANAAN … 24 G. PELAKSANAAN PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI LUAR NEGERI Laporan pelaksanaan pemindahan alamat kantor di luar negeri disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 27 disertai dengan salinan/fotokopi izin dari otoritas di negara setempat. IX. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR BANK Laporan perubahan anggaran dasar Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 28 disertai dengan fotokopi anggaran dasar yang telah mendapat persetujuan atau penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari instansi berwenang. X. PENETAPAN PENGGUNAAN IZIN USAHA KARENA PERUBAHAN NAMA BANK Permohonan penetapan izin usaha karena perubahan nama Bank disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29 disertai dengan fotokopi akta perubahan anggaran dasar terkait penggunaan nama baru yang telah disetujui oleh instansi berwenang. XI. PENUTUPAN KANTOR BANK A. PENUTUPAN KANTOR CABANG Permohonan izin penutupan KC di dalam negeri disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 30 disertai dengan alasan penutupan dan rencana penyelesaian seluruh kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya. B. PELAKSANAAN … 25 B. PELAKSANAAN PENUTUPAN KANTOR CABANG Laporan pelaksanaan penutupan KC di dalam negeri disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 31 disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. bukti penyelesaian kewajiban kepada nasabah serta pihak lainnya. Penyelesaian kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh kewajiban kepada kantor Bank lainnya; dan 2. guntingan surat kabar yang memuat pengumuman rencana penutupan KC tersebut. C. PENUTUPAN KANTOR DI BAWAH KANTOR CABANG Rencana penutupan Kantor di bawah KC disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32 disertai dengan alasan penutupan dan rencana penyelesaian seluruh kewajiban Kantor di bawah KC kepada nasabah dan pihak lainnya. D. PELAKSANAAN PENUTUPAN KANTOR DI BAWAH KANTOR CABANG Laporan pelaksanaan penutupan Kantor di bawah KC disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 33 disertai dengan bukti penyelesaian kewajiban kepada nasabah serta pihak lainnya. Penyelesaian kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh kewajiban kepada kantor Bank lainnya. E. PELAKSANAAN PENUTUPAN KANTOR DI LUAR NEGERI Laporan pelaksanaan penutupan kantor di luar negeri disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran … 26 Lampiran 34 disertai dengan salinan/fotokopi izin penutupan kantor dari otoritas di negara setempat. XII. PENCABUTAN IZIN USAHA ATAS PERMINTAAN BANK A. PERSETUJUAN PERSIAPAN PENCABUTAN IZIN USAHA Permohonan persetujuan persiapan pencabutan izin usaha disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 35 disertai dengan alasan penutupan dan dokumen sebagai berikut: 1. risalah Rapat Umum Pemegang Saham yang memuat keputusan mengenai penutupan Bank; 2. rencana penyelesaian seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya; dan 3. laporan keuangan terkini. B. PENCABUTAN IZIN USAHA Permohonan pencabutan izin usaha disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 36 disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. laporan pelaksanaan penghentian kegiatan usaha Bank; 2. laporan pelaksanaan pengumuman rencana pembubaran badan hukum Bank dan rencana penyelesaian kewajiban Bank dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas; 3. laporan pelaksanaan penyelesaian kewajiban Bank; 4. laporan hasil verifikasi dari kantor akuntan publik atas penyelesaian kewajiban Bank; dan 5. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa langkah-langkah penyelesaian kewajiban Bank telah dilakukan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab pemegang saham. XIII. ALAMAT … 27 XIII. ALAMAT PERMOHONAN IZIN ATAU RENCANA DAN/ATAU PENYAMPAIAN LAPORAN Permohonan izin atau rencana dan/atau penyampaian laporan diajukan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: 1. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350; atau 2. Kantor Bank Indonesia setempat, dengan berpedoman pada Lampiran 37. XIV. PENUTUP Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor 7/5/DPbS tanggal 8 Februari 2005 perihal Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Nomor 8/9/DPbS tanggal 1 Maret 2006 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 April 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/9/DPbS|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Bank Umum Syariah </reg_title> <set_date> 7 April 2009 </set_date> <effective_date> 7 April 2009 </effective_date> <replaced_reg> '8/9/DPbS|SE-BI/2006', '7/5/DPbS|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '11/3/PBI/2009' </related_reg>
No. 14/ 22 /DPM Jakarta, 8 Agustus 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4504) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 10 /PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor 157 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5335) dan dalam rangka upaya pendalaman pasar valuta asing domestik untuk mendukung kegiatan ekonomi di Indonesia dengan tetap memperhatikan stabilitas nilai tukar rupiah, perlu dilakukan penyempurnaan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/44/DPD tanggal 15 September 2005 sebagai berikut: 1. Ketentuan angka 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 6. Pengecualian pembatasan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan untuk keperluan lindung nilai (hedging) ... 2 (hedging) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 PBI No.14/ 10 /PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (yang selanjutnya disebut PBI), diatur sebagai berikut: a. Hedging atas realisasi investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a PBI, diatur sebagai berikut: 1) telah terjadi aliran dana dari Pihak Asing untuk setelmen kegiatan investasi dimaksud; 2) dalam hal kegiatan investasi masih dalam proses penyelesaian namun telah terjadi aliran dana dari Pihak Asing atas rencana investasi dimaksud, hedging dapat dilakukan atas aliran dana tersebut apabila Pihak Asing yang bersangkutan telah tercatat sebagai investor atas investasi dimaksud; 3) nilai hedging untuk investasi paling banyak sebesar nilai realisasi investasi yang tercantum dalam dokumen pendukung; 4) dalam hal kegiatan investasi masih dalam proses penyelesaian, nilai hedging paling banyak sebesar nilai rencana investasi yang tercantum dalam dokumen pendukung; 5) jangka waktu hedging paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama sama dengan jangka waktu investasi; 6) dalam hal kegiatan investasi masih dalam proses penyelesaian, jangka waktu hedging paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama sama dengan jangka waktu proses penyelesaian investasi dimaksud; 7) contoh hedging atas kegiatan investasi yang telah direalisasikan: Pihak ... 3 Pihak Asing melakukan pembelian saham sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) pada tanggal transaksi 10 September 2012 dengan tanggal valuta 13 September 2012 dan berencana untuk melakukan hedging atas saham tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan hedging Pihak Asing atas pembelian saham yang telah terealisasi tersebut dengan transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu, sepanjang saham dimiliki Pihak Asing paling singkat sampai dengan tanggal 20 September 2012. Dalam hal ini transaksi hedging dilakukan pada tanggal 13 September 2012 dengan tanggal valuta paling singkat 20 September 2012. 8) contoh hedging atas kegiatan investasi yang masih dalam proses penyelesaian dimana Pihak Asing telah memiliki dana rupiah yang cukup untuk penyelesaian transaksi kegiatan investasi dimaksud: Contoh 1: Pihak Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menyelenggarakan Initial Public Offering (IPO) Saham PT. JKL dengan persyaratan sebagai berikut: Tanggal efektif : 1 Oktober 2012 Tanggal penawaran : 8 s.d. 12 Oktober 2012 Tanggal penjatahan : 15 Oktober 2012 Tanggal pengembalian dana : 16 Oktober 2012 Tanggal distribusi : 16 Oktober 2012 Tanggal listing di bursa : 17 Oktober 2012 Pada tanggal penawaran, para investor dipersyaratkan untuk menyetor dana rupiah sebesar nilai penawaran yang diajukan. Berdasarkan ... 4 Berdasarkan informasi IPO tersebut, Pihak Asing melakukan penawaran saham PT. JKL sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Pada tanggal 9 Oktober 2012, Pihak Asing menyetor dana sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dalam rangka memenuhi persyaratan IPO dan berencana untuk melakukan hedging atas setoran dana tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan hedging Pihak Asing atas setoran dana dimaksud dengan transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu. Dalam hal ini, transaksi hedging dilakukan pada tanggal 9 Oktober 2012 dengan tanggal valuta 16 Oktober 2012, dimana tanggal valuta tersebut merupakan tanggal penyelesaian transaksi pembelian saham tersebut. Contoh 2: Apabila dalam penawaran Pihak Asing sebagaimana dimaksud pada contoh 1, Pihak Asing dimaksud memperoleh saham sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), maka Pihak Asing yang bersangkutan harus menyediakan dana rupiah yang cukup untuk melakukan penyelesaian transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) yang telah dilakukan sebelumnya. Contoh 3: Apabila dalam penawaran Pihak Asing sebagaimana dimaksud pada contoh 1, Pihak Asing dimaksud tidak memperoleh saham seluruhnya, dan kemudian Pihak Asing yang bersangkutan mendapatkan dana rupiahnya kembali pada tanggal 16 Oktober 2012. Dana rupiah tersebut ... 5 tersebut dapat dipergunakan untuk menyelesaikan transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) yang telah dilakukan sebelumnya. Contoh 4: Apabila dalam penawaran Pihak Asing sebagaimana dimaksud pada contoh 1, Pihak Asing dimaksud memperoleh saham hanya sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), dan kemudian Pihak Asing yang bersangkutan mendapatkan dana rupiahnya kembali sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) pada tanggal 16 Oktober 2012. Pihak Asing yang bersangkutan harus menyediakan tambahan dana rupiah sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk melakukan penyelesaian transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) yang telah dilakukan sebelumnya. 9) contoh hedging atas kegiatan investasi yang masih dalam proses penyelesaian dimana hedging dilakukan untuk pendanaan kegiatan investasi yang bersangkutan: Pihak Asing melakukan pembelian Obligasi Negara tenor 5 (lima) tahun sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) pada tanggal transaksi 3 September 2012 dengan tanggal valuta 6 September 2012, dan akan dimiliki sampai dengan tanggal 8 Oktober 2012. Atas kepemilikan Obligasi Negara tersebut, Pihak Asing berencana untuk melakukan hedging. Bank dapat memenuhi kebutuhan hedging Pihak Asing atas pembelian Obligasi Negara tersebut melalui transaksi swap jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing (beli USD/IDR pada first leg dan jual USD/IDR pada second leg ... 6 leg) sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Dalam hal ini, transaksi dapat dilakukan pada tanggal 4 September 2012 dengan tanggal valuta (first leg) 6 September 2012 dan tanggal jatuh waktu (second leg) 8 Oktober 2012. Dana rupiah yang diperoleh pada tanggal 6 September 2012 dipergunakan untuk melakukan setelmen Obligasi Negara tersebut. b. Hedging atas penghasilan dari investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) PBI, diatur sebagai berikut: 1) dana rupiah yang telah diterima oleh Pihak Asing; Contoh: Pihak Asing menerima dana rupiah yang berasal dari kupon Obligasi Pemerintah pada tanggal 25 September 2012 sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan repatriasi atas dana rupiah tersebut melalui transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu. Dalam hal ini, transaksi dilakukan pada tanggal 26 September 2012 dengan tanggal valuta paling singkat 3 Oktober 2012. 2) dalam hal dana rupiah belum diterima oleh Pihak Asing, harus terdapat kepastian atas jumlah dana rupiah yang akan diterima dan waktu penerimaan oleh Pihak Asing yang dibuktikan dengan dokumen pendukung; Contoh: Pihak Asing melakukan Penyertaan Langsung dalam PT. MNO yang bergerak pada usaha pertambangan di Indonesia. Sesuai dengan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada tanggal 2 Agustus 2012, dividen akan dibagikan kepada Pihak Asing yang bersangkutan pada tanggal 10 Agustus 2012 sebesar Rp100.000.000,00 (seratus ... 7 (seratus juta rupiah). Berdasarkan dokumen hasil RUPS tersebut, Pihak Asing dapat melakukan repatriasi atas dana rupiah dari dividen yang akan diterima. Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan repatriasi melalui transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu. Dalam hal ini, transaksi dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2012 dengan tanggal valuta 10 Agustus 2012. c. Hedging atas kegiatan ekspor/impor perdagangan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) PBI harus memiliki jangka waktu paling lama sesuai dengan jangka waktu kebutuhan pembayaran importir dan/atau penerimaan pembayaran eksportir. Contoh: Pihak Asing yang merupakan importir di Indonesia mempunyai kewajiban pembayaran impor sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta US Dollar) yang jatuh waktu pada tanggal 14 September 2012 dan berencana melakukan hedging atas kewajiban pembayaran impor. Bank dapat memenuhi kebutuhan hedging Pihak Asing atas kewajiban pembayaran tersebut melalui transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta US Dollar) pada tanggal transaksi 11 September 2012 dengan tanggal valuta 14 September 2012. d. Hedging atas kegiatan perdagangan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) PBI, harus memiliki jangka waktu paling lama sesuai dengan jangka waktu ... 8 waktu kebutuhan pembayaran kewajiban dan/atau penerimaan tagihan. Contoh: Pihak Asing mempunyai kewajiban pembayaran invoice dalam rangka kegiatan perdagangan antar pulau di Indonesia sebesar USD15,000,000.00 (lima belas juta US Dollar) yang jatuh waktu pada tanggal 7 September 2012 dan berencana melakukan hedging atas kewajiban pembayaran invoice. Bank dapat memenuhi kebutuhan hedging Pihak Asing atas kewajiban pembayaran tersebut melalui transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar USD15,000,000.00 (lima belas juta US Dollar) pada tanggal transaksi 3 September 2012 dengan tanggal valuta 7 September 2012. e. Hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing dalam rangka cover hedging Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6) PBI, diatur sebagai berikut: 1) Bank dapat melakukan hedging kepada Pihak Asing (bank di luar negeri) atas hedging yang telah dilakukan nasabah Bank kepada Bank yang bersangkutan dengan underlying yang dimiliki oleh nasabah Bank dimaksud; 2) contoh cover hedging Bank kepada Pihak Asing atas hedging nasabah: PT. ABC memiliki kewajiban valuta asing terkait dengan transaksi impor perdagangan internasional yang akan jatuh waktu 1 (satu) minggu ke depan. Perusahaan tersebut melakukan hedging melalui transaksi outright forward beli USD/IDR kepada Bank X dengan jangka waktu 1 (satu) minggu. Bank X dapat melakukan cover hedging dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu kepada Pihak Asing (bank di luar negeri) berdasarkan ... 9 berdasarkan hedging yang dilakukan PT. ABC sepanjang underlying kewajiban valuta asing tersebut masih memiliki sisa jangka waktu 1 (satu) minggu. 3) contoh cover hedging Bank kepada Pihak Asing atas cover hedging Bank lain: PT. DEF memiliki kewajiban valuta asing terkait dengan transaksi impor perdagangan internasional yang akan jatuh waktu 1 (satu) bulan ke depan pada tanggal 28 September 2012. Perusahaan tersebut melakukan hedging melalui transaksi outright forward beli USD/IDR kepada Bank Y di dalam negeri dengan tanggal transaksi 3 September 2012 dan tanggal valuta 28 September 2012. Selanjutnya Bank Y melakukan cover hedging kepada Bank Z di dalam negeri dengan tanggal transaksi 10 September 2012 dan tanggal valuta 28 September 2012. Karena keterbatasan credit limit di dalam negeri maka Bank Z di dalam negeri melakukan cover hedging kepada Pihak Asing (bank di luar negeri) dengan tanggal transaksi 17 September 2012 dan tanggal valuta 28 September 2012 berdasarkan hedging yang dilakukan PT. DEF dengan Bank Y. f. Transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka setelmen kegiatan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (8) PBI, diatur sebagai berikut: 1) tanggal transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing sama dengan tanggal transaksi pembelian investasi oleh Pihak Asing; 2) tanggal valuta outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing sama dengan tanggal setelmen pembelian investasi oleh Pihak Asing; 3) contoh ... 10 3) contoh transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka setelmen pembelian saham: Pihak Asing (global broker, atau global custody, atau pemodal asing) melakukan transaksi pembelian saham pada tanggal 27 Agustus 2012 untuk setelmen saham pada tanggal 30 Agustus 2012. Pihak Asing membutuhkan dana rupiah dalam rangka setelmen transaksi pembelian saham tersebut. Dalam hal ini, Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing dengan melakukan transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank kepada Pihak Asing pada tanggal transaksi 27 Agustus 2012 untuk jatuh waktu pada tanggal 30 Agustus 2012. 2. Ketentuan angka 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 7. Underlying transaction dalam pengecualian pembatasan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan untuk keperluan lindung nilai (hedging) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a PBI, diatur sebagai berikut: a. Dalam hal investasi berupa pembelian Surat Berharga diatur sebagai berikut: 1) underlying transaction untuk pembelian Surat Berharga dihitung berdasarkan total portofolio (basket of securities) atas dasar harga pasar (market value), sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Surat Berharga yang bersangkutan; 2) total nilai portofolio paling sedikit sama dengan nilai hedging pada saat awal transaksi hedging dilakukan; Apabila dalam jangka waktu hedging terdapat penurunan market value Surat Berharga yang digunakan sebagai underlying ... 11 underlying, maka tidak terdapat kewajiban top-up atas nilai Surat Berharga dimaksud. 3) apabila dalam jangka waktu hedging terdapat penambahan Surat Berharga dalam portofolio yang sama, dan Pihak Asing bermaksud untuk melakukan hedging atas penambahan Surat Berharga tersebut, maka Pihak Asing yang bersangkutan wajib membuka kontrak hedging baru dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu dengan nilai hedging paling banyak sebesar penambahan Surat Berharga dimaksud; Contoh: Pihak Asing memiliki portofolio saham sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) pada tanggal 1 Agustus 2012, dan pada tanggal yang sama dilakukan hedging dengan membuka Transaksi Derivatif sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan berjangka waktu 1 (satu) minggu. Pada tanggal 6 Agustus 2012, Pihak Asing tersebut melakukan pembelian obligasi SUN sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah), sehingga total nilai portofolio Pihak Asing menjadi sebesar Rp90.000.000,00 (sembilan puluh juta rupiah). Apabila Pihak Asing tersebut bermaksud untuk melakukan hedging atas tambahan obligasi SUN tersebut, maka Pihak Asing dimaksud harus membuka kontrak hedging baru di luar transaksi hedging sebelumnya dengan nilai hedging paling banyak sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu. 4) dalam hal Pihak Asing telah menerima kupon dan/atau penghasilan lainnya atas Surat Berharga yang dimiliki, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying ... 12 underlying kupon dan/atau penghasilan lainnya yang telah diterima dari investasi Surat Berharga dimaksud; 5) dalam hal Pihak Asing akan menerima kupon dan/atau penghasilan lainnya atas Surat Berharga yang dimiliki yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying kupon dan/atau penghasilan lainnya yang akan diterima dari investasi Surat Berharga dimaksud; 6) transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling banyak sebesar nilai kupon dan/atau penghasilan lainnya dari investasi Surat Berharga yang telah atau yang akan diterima. b. Dalam hal investasi berupa pemberian Kredit diatur sebagai berikut: 1) underlying transaction untuk pemberian Kredit dihitung berdasarkan nominal Kredit yang telah direalisasikan; 2) underlying untuk pemberian Kredit dalam bentuk Kredit sindikasi, dihitung berdasarkan kontribusi Pihak Asing tersebut dalam Kredit sindikasi; Dalam hal terdapat Kredit sindikasi dengan Pihak Asing lebih dari 1 (satu), maka masing-masing Pihak Asing yang tergabung dalam Kredit sindikasi dapat melakukan hedging dengan nilai hedging paling banyak sebesar nilai kontribusi Pihak Asing yang bersangkutan dalam Kredit sindikasi tersebut. Contoh: Kredit sindikasi oleh 5 (lima) bank di luar negeri yang diberikan kepada PT. PQR adalah sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Masing-masing bank di luar negeri tersebut memberikan kontribusinya sebesar ... 13 sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), maka nilai hedging yang dapat dilakukan oleh masing-masing bank di luar negeri tersebut paling banyak adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 3) dalam hal Pihak Asing telah menerima bunga atas pemberian Kredit oleh Pihak Asing yang bersangkutan, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying pendapatan bunga dimaksud; 4) dalam hal Pihak Asing telah menerima pengembalian Kredit oleh debitur, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying dana yang berasal dari pengembalian Kredit dimaksud; 5) dalam hal Pihak Asing akan menerima bunga atas pemberian Kredit oleh Pihak Asing yang bersangkutan yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying bunga yang akan diterima dimaksud; 6) dalam hal Pihak Asing akan menerima pengembalian Kredit oleh debitur yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying pengembalian Kredit yang akan diterima dimaksud; 7) transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling banyak sebesar nilai pendapatan bunga dan/atau nilai pengembalian Kredit yang telah atau yang akan diterima; Contoh 1: Pihak Asing memberikan Kredit kepada PT. STU pada tanggal 3 Desember 2012 sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Pelunasan Kredit tersebut akan dilakukan pada akhir tahun ... 14 tahun ketiga yang jatuh waktu pada tanggal 3 Desember 2015. Pihak Asing berencana untuk melakukan hedging dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun atas pemberian Kredit yang telah dilakukan tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan hedging melalui transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) pada tanggal transaksi 3 Desember 2012 dengan tanggal valuta 3 Desember 2015. Dalam hal Pihak Asing yang bersangkutan telah menerima pengembalian Kredit sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) pada tanggal 3 Desember 2015, atas dana rupiah tersebut Pihak Asing yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk melakukan transaksi hedging lagi. Contoh 2: Pihak Asing memberikan Kredit kepada PT. VWX sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dengan jangka waktu 5 (lima) tahun. Pembayaran Kredit tersebut dilakukan secara bertahap setiap tahunnya dengan angsuran pokok Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan bunga 10% (sepuluh per seratus) per tahun. Pembayaran angsuran I jatuh waktu pada 1 Oktober 2012 sebesar Rp55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah) dan Pihak Asing berencana untuk melakukan transaksi hedging atas pendapatan bunga dan pengembalian Kredit yang telah diterima tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan hedging melalui transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah) dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu. Dalam hal ini ... 15 ini, transaksi dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2012 dengan tanggal valuta paling singkat 8 Oktober 2012. c. Dalam hal investasi berupa Penyertaan Langsung diatur sebagai berikut: 1) underlying transaction untuk Penyertaan Langsung adalah berupa setoran modal dan laba ditahan, namun tidak termasuk laba tahun berjalan; 2) hedging atas Penyertaan Langsung paling banyak sebesar nilai underlying Penyertaan Langsung yang tercantum dalam dokumen pendukung; 3) dalam hal Pihak Asing telah menerima dividen atas Penyertaan Langsung, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying dividen yang telah diterima dimaksud; 4) dalam hal Pihak Asing telah melakukan pencairan aset dalam rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing yang bersangkutan, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying dana hasil pencairan aset rupiah dimaksud; 5) dalam hal Pihak Asing akan menerima dividen atas Penyertaan Langsung yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying dividen yang akan diterima dimaksud; 6) dalam hal Pihak Asing akan melakukan pencairan aset dalam rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing yang bersangkutan yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging ... 16 hedging dengan underlying dana pencairan aset rupiah yang akan diterima dimaksud; 7) transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling banyak sebesar nilai pendapatan dividen dan/atau dana hasil pencairan aset rupiah yang telah atau yang akan diterima; Contoh: Pihak Asing melakukan Penyertaan Langsung kepada PT. XYZ yang merupakan perusahaan dalam negeri yang bergerak di bidang alat-alat pertambangan sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) selama 3 (tiga) tahun ke depan. Pihak Asing berencana untuk melakukan hedging dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun atas Penyertaan Langsung tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan hedging dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Dalam hal Pihak Asing yang bersangkutan melakukan pencairan aset atas Penyertaan Langsung di PT. XYZ sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada akhir tahun ketiga, atas dana hasil pencairan aset rupiah tersebut Pihak Asing yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk melakukan transaksi hedging lagi. d. Dalam hal kegiatan investasi masih dalam proses penyelesaian diatur sebagai berikut: 1) underlying transaction untuk kegiatan investasi yang masih dalam proses penyelesaian dihitung berdasarkan rencana investasi yang meliputi Penyertaan Langsung di Indonesia, pemberian Kredit, dan pembelian Surat Berharga yang dibuktikan dengan dokumen pendukung; dan 2) nilai ... 17 2) nilai hedging atas kegiatan investasi yang masih dalam proses penyelesaian paling banyak sebesar nilai rencana investasi pada saat awal transaksi hedging dilakukan yang dibuktikan dengan dokumen pendukung. 3. Ketentuan angka 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 8. Dokumen pendukung dalam pengecualian pembatasan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan untuk keperluan lindung nilai (hedging) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), ayat (4), ayat (6) dan ayat (8) PBI, diatur sebagai berikut: a. Dokumen kegiatan investasi bersifat final. b. Dokumen kegiatan investasi memuat informasi paling sedikit nilai investasi, identitas investor, dan term of payment. c. Dalam hal hedging untuk investasi berupa Penyertaan Langsung, dokumen pendukung antara lain berupa: 1) bukti Penyertaan Langsung yang didalamnya tercantum nilai nominal, identitas penyetor, identitas pihak penerima Penyertaan Langsung; 2) bukti pencairan aset; dan/atau 3) bukti setoran. d. Dalam hal hedging untuk investasi berupa pemberian Kredit, dokumen pendukung antara lain berupa: 1) bukti perjanjian Kredit; 2) bukti outstanding Kredit; 3) bukti realisasi pembayaran/penarikan Kredit; dan/atau 4) bukti pengembalian Kredit. e. Dalam hal hedging untuk investasi berupa pembelian Surat Berharga diatur sebagai berikut: 1) dokumen pendukung berupa bukti pembelian Surat Berharga oleh Pihak Asing berupa SWIFT message yang berfungsi ... 18 berfungsi sebagai receive versus payment dan statement of holdings; dan/atau 2) bagi nasabah yang tidak berlangganan SWIFT dapat menggunakan dokumen pengganti berupa laporan rekapitulasi kepemilikan Surat Berharga yang diterbitkan bank kustodian yang bersangkutan, untuk bukti kepemilikan Surat Berharga dimaksud. Di dalam laporan rekapitulasi tersebut harus tercantum tanggal yang membuktikan bahwa pada saat dilakukan hedging sampai dengan jatuh waktu hedging, yang bersangkutan masih memiliki jumlah outstanding Surat Berharga yang nilainya paling sedikit sama dengan nilai hedging. f. Dalam hal hedging untuk investasi yang masih dalam proses penyelesaian, dokumen pendukung berupa: 1) bukti bahwa Pihak Asing yang bersangkutan tercatat sebagai investor dari kegiatan investasi yang akan direalisasikan yang antara lain dapat berupa bukti masuk dalam short list; 2) bukti pembayaran/setoran dana dalam rangka pemenuhan persyaratan kegiatan investasi dimaksud yang antara lain dapat berupa SWIFT message, invoice; dan/atau 3) dokumen rencana investasi yang antara lain dapat berupa invoice, sale and purchase agreement. g. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai berikut: 1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying milik nasabah yang bersangkutan, dokumen pendukung berupa ... 19 berupa bukti kegiatan investasi sebagaimana diatur pada huruf a sampai dengan huruf f; 2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada Pihak Asing (bank di luar negeri), dokumen pendukung berupa surat pernyataan dari Bank yang bersangkutan bahwa underlying untuk transaksi cover hedging tersebut telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (6) PBI. h. Dalam hal hedging dengan transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka setelmen kegiatan investasi oleh Pihak Asing, diatur sebagai berikut: 1) untuk transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka setelmen pembelian Surat Berharga, dokumen pendukung berupa: a) konfirmasi pembelian saham dan/atau Surat Berharga yang disepakati oleh pembeli dan penjual, antara lain melalui sarana SWIFT message, pada saat tanggal transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing; dan b) bukti pembelian saham dan/atau Surat Berharga berupa authenticated SWIFT message yang berfungsi sebagai bukti realisasi pembelian (receive versus payment), pada saat tanggal valuta transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing. 2) untuk transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka setelmen Penyertaan Langsung, dokumen pendukung antara ... 20 antara lain berupa bukti Penyertaan Langsung, sale and purchase agreement, dan/atau invoice; 3) untuk transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka pemberian Kredit, dokumen pendukung antara lain berupa bukti perjanjian Kredit, bukti outstanding Kredit, dan/atau bukti realisasi pembayaran/penarikan Kredit. i. Dalam hal hedging yang dilakukan Pihak Asing atas penghasilan dari investasi yang jumlah dan waktu penerimaannya dapat dipastikan, diatur sebagai berikut: 1) untuk dana rupiah yang telah diterima oleh Pihak Asing, dokumen pendukung antara lain berupa bukti penerimaan penghasilan dari investasi, seperti kupon, bunga dan dividen; 2) untuk dana rupiah yang akan diterima oleh Pihak Asing, dokumen pendukung antara lain berupa notarial risalah RUPS yang mempunyai kekuatan hukum, bukti perjanjian Kredit, bukti kesanggupan pembayaran atas penghasilan investasi yang akan diterima Pihak Asing dari debitur. j. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya paling kurang mencakup: 1) nama dan identitas Pihak Asing; 2) nama Bank; 3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu underlying; dan 4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas underlying tidak digunakan sebagai underlying bagi Transaksi ... 21 Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank yang sama maupun dengan Bank lain. Surat Pernyataan dimaksud disampaikan oleh Pihak Asing pada saat dilakukan hedging dan berlaku untuk 1 (satu) tahun kalender. Contoh: Apabila Pihak Asing melakukan transaksi hedging pada tanggal 6 Agustus 2012 maka Pihak Asing yang bersangkutan wajib menyampaikan surat pernyataan yang bersifat authenticated yang dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan pada tanggal 6 Agustus 2012 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2012. Apabila pada tanggal 7 Januari 2013 Pihak Asing tersebut akan melakukan transaksi hedging maka Pihak Asing dimaksud harus membuat surat pernyataan baru dan berlaku sampai tanggal 31 Desember 2013. 4. Ketentuan angka 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 9. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan ekspor/impor perdagangan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf d PBI, diatur sebagai berikut: a. Dokumen bersifat final. b. Dokumen yang memuat informasi paling kurang mengenai nilai ekspor/impor perdagangan internasional, identitas eksportir/importir, dan term of payment. c. Dokumen pendukung antara lain berupa wesel, invoice, Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Bill of Lading (B/L), dokumen Letter of Credit (L/C), dokumen Non L/C dan/atau surat kesanggupan membayar yang dibuat oleh importir. d. Dalam ... 22 d. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai berikut: 1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying milik nasabah yang bersangkutan, dokumen pendukung berupa bukti kegiatan ekspor/impor perdagangan internasional sebagaimana diatur pada huruf a sampai dengan huruf c; 2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada Pihak Asing (bank di luar negeri), dokumen pendukung berupa surat pernyataan dari Bank yang bersangkutan bahwa underlying untuk transaksi cover hedging tersebut telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (6) PBI. e. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya paling kurang mencakup: 1) nama dan identitas Pihak Asing; 2) nama Bank; 3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu underlying; dan 4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas underlying tidak digunakan sebagai underlying bagi Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank yang sama maupun dengan Bank lain. Surat Pernyataan dimaksud disampaikan oleh Pihak Asing pada saat dilakukan hedging dan berlaku untuk 1 (satu) tahun kalender. 5. Ketentuan ... 23 5. Ketentuan angka 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 10. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan perdagangan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf d PBI diatur sebagai berikut: a. Dokumen bersifat final. b. Dokumen yang memuat informasi paling kurang mengenai nilai perdagangan dalam negeri, identitas buyer/seller dan term of payment. c. Dokumen pendukung antara lain berupa wesel, invoice, B/L antar pulau, dokumen Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) dan/atau surat kesanggupan membayar yang dibuat oleh buyer. d. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai berikut: 1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying milik nasabah yang bersangkutan, dokumen pendukung berupa bukti kegiatan perdagangan dalam negeri sebagaimana diatur pada huruf a sampai dengan huruf c; 2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada Pihak Asing (bank di luar negeri), dokumen pendukung berupa surat pernyataan dari Bank yang bersangkutan bahwa underlying untuk transaksi cover hedging tersebut telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (6) PBI. e. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya paling kurang mencakup: 1) nama ... 24 1) nama dan identitas Pihak Asing; 2) nama Bank; 3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu underlying; dan 4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas underlying tidak digunakan sebagai underlying bagi Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank yang sama maupun dengan Bank lain. Surat Pernyataan dimaksud disampaikan oleh Pihak Asing pada saat dilakukan hedging dan berlaku untuk 1 (satu) tahun kalender. 6. Ketentuan angka 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 12. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 PBI, diatur sebagai berikut: a. Sanksi kewajiban membayar dihitung atas nilai nominal transaksi yang dilanggar dikalikan dengan 10% (sepuluh per seratus). b. Besarnya sanksi kewajiban membayar dihitung per hari pelanggaran selama jangka waktu transaksi yang dilanggar. c. Total sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) PBI dihitung berdasarkan tahun kalender yaitu 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang bersangkutan. d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran dalam PBI dilakukan dengan pendebetan rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. e. Contoh: 1) Jika Pihak Asing melakukan Transaksi Derivatif berjangka waktu 1 (satu) minggu dengan tanggal transaksi 12 Oktober ... 25 Oktober 2012 dan tanggal valuta 19 Oktober 2012 sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh juta US Dollar). Namun nilai underlying transaction hanya sebesar USD9,000,000.00 (sembilan juta US Dollar). Atas pelanggaran tersebut Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari USD1,000,000.00 (satu juta US Dollar), dikalikan 7 (tujuh) hari kalender. 2) Jika Pihak Asing melakukan Transaksi Derivatif berjangka waktu 1 (satu) minggu dengan tanggal transaksi 3 September 2012 dan tanggal valuta 10 September 2012 sebesar USD3,000,000.00 (tiga juta US Dollar). Namun Pihak Asing yang bersangkutan tidak memiliki underlying transaction. Atas pelanggaran tersebut Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari USD3,000,000.00 (tiga juta US Dollar), dikalikan 7 (tujuh) hari kalender. 3) Bank melakukan pemberian cerukan intra-hari kepada Pihak Asing A sebanyak 3 (tiga) kali dengan nominal masing-masing sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pada tanggal 4 September 2012, Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) pada tanggal 6 September 2012 dan Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) pada tanggal 10 September 2012. Nilai pelanggaran yang diperhitungkan dari pelanggaran cerukan intra-hari ini adalah sebesar Rp65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah), yaitu nilai kumulatif pelanggaran cerukan yang terjadi. Selain itu, Bank juga melakukan transaksi outright forward jual USD/IDR kepada Pihak Asing B sebesar USD5,000,000.00 (lima juta US Dollar) pada tanggal transaksi 17 September 2012 dengan tanggal valuta 24 September 2012. Namun Pihak Asing B yang bersangkutan ... 26 bersangkutan tidak memiliki underlying transaction. Nilai pelanggaran Transaksi Derivatif tersebut adalah sebesar USD5,000,000.00 (lima juta US Dollar), dikalikan 7 (tujuh) hari kalender yaitu sebesar USD35,000,000.00 (tiga puluh lima juta US Dollar). Dengan asumsi kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal Transaksi Derivatif dilakukan adalah sebesar Rp9.400,00 (sembilan ribu empat ratus rupiah) per USD maka nilai pelanggaran Transaksi Derivatif dimaksud adalah sebesar Rp329.000.000.000,00 (tiga ratus dua puluh sembilan miliar rupiah). Atas pelanggaran tersebut Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari Rp65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah) ditambah 10% (sepuluh per seratus) dari Rp329.000.000.000,00 (tiga ratus dua puluh sembilan miliar rupiah) sehingga total sanksi kewajiban membayar adalah sebesar Rp32.906.500.000,00 (tiga puluh dua miliar sembilan ratus enam juta lima ratus ribu rupiah). Sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) PBI, atas perhitungan total sanksi kewajiban membayar tersebut di atas, Bank yang bersangkutan hanya dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp27.000.000.000,00 (dua puluh tujuh miliar rupiah) pada tahun kalender yang bersangkutan. 4) Jika ditemukan adanya pelanggaran hedging yang dilakukan Pihak Asing sebesar USD3,000,000.00 (tiga juta US Dollar) berjangka waktu 4 (empat) hari dimana transaksi dilakukan pada tanggal 10 September 2012 dengan tanggal valuta 14 September 2012. Di samping itu, pada transaksi hedging yang sama ditemukan bahwa yang memiliki underlying transaction hanya sebesar USD1,800,000.00 (satu juta delapan ratus ribu US Dollar). Total ... 27 Total nilai pelanggaran yang dilakukan Bank adalah sebesar USD3,000,000.00 (tiga juta US Dollar) ditambah USD1,200,000.00 (satu juta dua ratus ribu US Dollar). Atas pelanggaran tersebut Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari USD3,000,000.00 (tiga juta US Dollar) dikalikan 4 (empat) hari kalender, ditambah 10% (sepuluh per seratus) dari USD1,200,000.00 (satu juta dua ratus ribu US Dollar) dikalikan 4 (empat) hari kalender. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 14 Agustus 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/22/DPM|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. </reg_title> <set_date> 8 Agustus 2012 </set_date> <effective_date> 14 Agustus 2012 </effective_date> <changed_reg> '7/23/DPD|SE-BI/2005' </changed_reg> <extension_of> '7/44/DPD|SE-BI/2005' </extension_of> <related_reg> '7/14/PBI/2005', '7/44/DPD|SE-BI/2005', '7/23/DPD|SE-BI/2005', '14/10/PBI/2012' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 6 angka 12' </penalty_list>
No. 17/27/DKMP Jakarta, 20 Oktober 2015 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING Perihal : Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5693), perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank Umum Konvensional yang selanjutnya disingkat BUK adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah. 4. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang selanjutnya disebut Perusahaan Pialang adalah Perusahaan Pialang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang … 2 yang mengatur mengenai pialang pasar uang rupiah dan valuta asing. 5. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disingkat PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing. 6. Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut Instrumen PUAS adalah instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah yang digunakan sebagai sarana transaksi di PUAS. 7. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank yang selanjutnya disingkat SIMA adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BUS atau UUS yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad Mudharabah. 8. Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian imbal hasil berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik dana (shahibul maal). 9. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadh atau ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. 10. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disingkat LHBU adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh bank pelapor secara harian, kepada Bank Indonesia. II. KARAKTERISTIK SIMA SIMA mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Diterbitkan dengan menggunakan akad Mudharabah. 2. Dapat diterbitkan dalam rupiah maupun valuta asing. 3. Diterbitkan tanpa warkat (scripless). 4. Berjangka waktu 1 (satu) hari (overnight) sampai dengan 1 (satu) tahun. 5. Tidak dapat dialihkan sebelum jatuh waktu. 6. Dapat … 3 6. Dapat diterbitkan berdasarkan aset yang memiliki imbal hasil tidak tetap dan/atau aset yang memiliki imbal hasil tetap, sesuai fatwa dan/atau opini syariah dari otoritas yang berwenang mengeluarkan fatwa dan/atau opini syariah. 7. Dapat diterbitkan paling banyak sebesar nilai aset yang menjadi dasar penerbitannya. 8. Dapat ditransaksikan secara langsung dan/atau melalui Perusahaan Pialang dengan akad Ju’alah. III. MEKANISME PENERBITAN DAN PENYELESAIAN TRANSAKSI SIMA 1. BUS atau UUS yang membutuhkan dana menerbitkan SIMA kepada peserta PUAS dengan akad Mudharabah. Dalam hal ini, BUS atau UUS akan bertindak sebagai pengelola dana (mudharib). SIMA paling kurang memuat informasi: a. nilai nominal investasi; b. jangka waktu investasi; c. nisbah bagi hasil; d. jenis aset yang menjadi dasar penerbitan SIMA, yaitu aset yang memiliki imbal hasil tidak tetap atau aset yang memiliki imbal hasil tetap; e. indikasi imbal hasil untuk SIMA berdasarkan aset yang memiliki imbal hasil tidak tetap atau imbal hasil yang akan didistribusikan untuk SIMA berdasarkan aset yang memiliki imbal hasil tetap; dan f. waktu pembayaran imbal hasil SIMA. 2. Peserta PUAS membeli SIMA yang diterbitkan oleh BUS atau UUS. Dalam hal ini, peserta PUAS bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal). 3. Pada saat SIMA diterbitkan, peserta PUAS yang membeli SIMA melakukan transfer dana kepada BUS atau UUS yang menerbitkan SIMA sebesar nilai nominal SIMA. 4. Pada saat SIMA jatuh waktu, BUS atau UUS yang menerbitkan SIMA melakukan transfer dana kepada peserta PUAS yang membeli … 4 membeli SIMA sebesar nilai nominal SIMA dan imbal hasil sesuai dengan waktu pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.f. IV. PELAPORAN BUS, UUS, atau BUK yang melakukan transaksi SIMA melaporkan transaksi SIMA kepada Bank Indonesia melalui LHBU sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai laporan harian bank umum. V. KETENTUAN PERALIHAN SIMA yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini tetap berlaku sampai dengan jatuh tempo dengan mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/2/DPM tanggal 4 Januari 2012 perihal Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank. VI. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/2/DPM tanggal 4 Januari 2012 perihal Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 20 Oktober 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA DEPUTI GUBERNUR SENIOR DKMP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/27/DKMP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank. </reg_title> <set_date> 20 Oktober 2015 </set_date> <effective_date> 20 Oktober 2015 </effective_date> <replaced_reg> '14/2/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '17/4/PBI/2015' </related_reg>
No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) Perihal : Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program ---------------------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia No. 5/20/PBI/2003 tanggal 17 September 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4322) tentang Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program, dipandang perlu untuk menyusun ketentuan tentang pelaksanaan pengalihan pengelolaan kredit likuiditas Bank Indonesia dalam rangka kredit program dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia. I. PRINSIP-PRINSIP UMUM 1. Pengalihan pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia dalam rangka kredit program (KLBI) kepada masing-masing Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk Pemerintah yaitu: a. PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero), untuk selanjutnya disebut PT.BRI b. PT.Bank Tabungan Negara (Persero), untuk selanjutnya disebut PT.BTN c. PT.Permodalan Nasional Madani (Persero), untuk selanjutnya disebut PT.PNM, dilakukan… dilakukan dengan Perjanjian Pengalihan Pengelolaan KLBI dari Bank Indonesia kepada masing-masing BUMN. 2. KLBI yang dialihkan pengelolaannya meliputi baki debet dan kelonggaran tarik posisi tanggal 16 November 1999 berdasarkan hasil rekonsiliasi antara Bank Indonesia dan bank pelaksana. 3. Bank Indonesia tetap memiliki hak tagih atas KLBI yang telah dialihkan kepada BUMN, termasuk dalam hal ini adalah hak tagih atas angsuran KLBI yang telah dikelola oleh BUMN, sampai dengan KLBI dimaksud jatuh tempo dan dilunasi atau dilunasi sebelum KLBI jatuh tempo. 4. Bunga atas KLBI yang dialihkan pengelolaannya tetap merupakan hak Bank Indonesia dan tetap dihitung dan dibebankan kepada bank pelaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. Ketentuan pemberian KLBI untuk masing-masing skim kredit atau proyek yang berjalan tetap berlaku sampai dengan KLBI jatuh tempo dan dilunasi atau dilunasi sebelum KLBI jatuh tempo. 6. Terhadap KLBI yang dialihkan pengelolaannya, Bank Indonesia berwenang untuk: a. melakukan pemeriksaan langsung terhadap proyek yang dibiayai dengan KLBI maupun proyek yang dibiayai dengan KLBI yang disalurkan oleh BUMN, b. mengenakan sanksi dan atau denda kepada bank pelaksana dan atau BUMN dan, c. mengenakan kewajiban-kewajiban yang merupakan tanggung jawab Bank Pelaksana sesuai dengan komitmen antara Bank Indonesia dan Bank Pelaksana. 7. BUMN dan bank pelaksana wajib mengembalikan KLBI pada saat jatuh tempo, sehingga tidak dimungkinkan adanya perpanjangan jangka waktu KLBI. 8. Baki… 8. Baki debet adalah jumlah KLBI pada posisi tertentu yang telah ditarik bank pelaksana dan masih tercatat dalam rekening pinjaman bank pelaksana di Bank Indonesia. 9. Komitmen plafon adalah jumlah maksimum penyediaan KLBI yang telah disetujui oleh Bank Indonesia kepada bank pelaksana berdasarkan SPK Individual. 10.Kelonggaran tarik adalah selisih antara komitmen plafon dengan jumlah KLBI yang telah ditarik oleh bank pelaksana. Penyediaan kelonggaran tarik tersebut mengikuti ketentuan masing-masing skim kredit. 11.Jatuh tempo angsuran KLBI adalah jatuh tempo angsuran KLBI dari bank pelaksana sesuai dengan jadwal yang telah disepakati oleh Bank Indonesia dan bank pelaksana sebagaimana tercantum SPK. 12.Jatuh tempo KLBI adalah tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran terakhir atau pelunasan KLBI sebagaimana disepakati dalam SPK. Dalam hal terdapat SPK Individual maka yang menjadi acuan untuk penetapan tanggal jatuh tempo KLBI adalah SPK Individual antara Bank Indonesia dengan bank pelaksana. 13. Kantor BUMN adalah : a. Kantor wilayah PT. BRI sebagaimana ditetapkan oleh PT.BRI (Lampiran1); b. Kantor cabang PT.BTN sebagaimana ditetapkan oleh PT.BTN (Lampiran 2); dan c. Kantor Pusat PT.PNM II. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BUMN DALAM PENGELOLAAN KLBI 1. Dalam rangka pengelolaan atas KLBI yang masih berjalan, baik KLBI yang sudah ditarik seluruhnya maupun KLBI yang belum ditarik oleh bank pelaksana, BUMN bertanggung jawab terhadap hal-hal sebagai berikut : a. Melakukan ... a. Melakukan analisis persyaratan teknis dan finansial terhadap permohonan yang diajukan oleh bank pelaksana sesuai SPK dan ketentuan masing- masing skim kredit. Permohonan dapat berupa permohonan pelimpahan kelonggaran tarik, perubahan jadwal penarikan dan jadwal pembayaran angsuran, pengalihan debitur, dan hal-hal lain yang dapat mengubah SPK dan atau Akte F yang telah disetujui oleh Bank Indonesia. b. Membuat rekomendasi untuk Bank Indonesia, atas dasar analisis sebagaimana dimaksud dalam huruf a. c. Melakukan analisis persyaratan teknis dan finansial terhadap permohonan penyediaan KL Kredit Investasi Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang dikaitkan dengan program Transmigrasi Pasca Konversi (PIR Trans Pasca Konversi) yang diajukan oleh bank pelaksana. d. Untuk dan atas nama Bank Indonesia menerbitkan SPK dan Akte F kepada bank pelaksana yang memiliki kelonggaran tarik untuk proyek KKPA bertahap (multi years) dan PIR Trans Pasca Konversi yang belum dicakup dengan SPK, Akte F dan Surat Aksep, atau dalam hal terjadi pengalihan debitur (novasi), serta menerbitkan perubahan SPK dan Akte F dan atau jadwal penarikan atau angsuran KLBI. e. Mengadministrasikan kelonggaran tarik dan baki debet KLBI yang telah dialihkan dari Bank Indonesia. f. Melaksanakan pengawasan dan pemantauan atas penyaluran KLBI di masing-masing bank pelaksana, sehingga penyaluran KLBI dimaksud mencapai sasaran yang telah ditentukan. g. Melakukan koordinasi dengan bank pelaksana, sehingga penyaluran KLBI dimaksud mencapai sasaran akhir secara efektif dan efisien. h. Mengupayakan … h. Mengupayakan agar bank pelaksana dapat memenuhi kewajibannya kepada Bank Indonesia sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan, termasuk upaya penagihan terhadap KLBI yang belum dilunasi pada saat jatuh tempo. Termasuk dalam pengertian bank pelaksana adalah Bank Beku Operasi (BBO) dan Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) atau yang dapat dipersamakan dengan itu. 2. Dalam rangka pengelolaan hasil angsuran pokok KLBI, BUMN bertanggung jawab terhadap hal-hal sebagai berikut : a. Mengelola hasil angsuran pokok KLBI yang diterima dari masing-masing bank pelaksana untuk disalurkan kembali (relending) melalui bank pelaksana sampai dengan jatuh tempo KLBI. b. Menyalurkan kembali (relending) KLBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a sesuai dengan skim KLBI yang dialihkan kepada masing-masing BUMN dan sesuai dengan ketentuan KLBI masing-masing skim kredit, kecuali ketentuan yang mengatur tata cara penyediaan plafon, tata cara pelimpahan, tata cara pelunasan, pengenaan sanksi dan pelaporan. c. Mengajukan permohonan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam hal BUMN Koordinator bermaksud melakukan penyesuaian terhadap ketentuan KLBI diluar hal-hal yang disebutkan dalam huruf a dan huruf b. Keputusan atas permohonan dimaksud disampaikan oleh Bank Indonesia secara tertulis kepada BUMN. d. Mengembalikan dana angsuran KLBI yang dikelola pada saat jatuh tempo KLBI. e. Melakukan pengamanan kredit dan melakukan konsultasi mengenai hal tersebut kepada Bank Indonesia. f. Menyediakan dana pada rekening giro di Bank Indonesia minimal sebesar kumulatif angsuran KLBI yang telah diterima dan jatuh tempo, pada saat jatuh tempo KLBI. 3. BUMN … 3. BUMN wajib menyampaikan laporan perkembangan penyaluran dan pengembalian KLBI secara bulanan kepada Bank Indonesia. 4. Penyesuaian terhadap wewenang dan tanggung jawab BUMN dalam pengelolaan KLBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 dapat dilakukan dalam hal BUMN tidak dapat melaksanakan satu atau lebih wewenang dan tanggung jawab dimaksud. Penyesuaian tersebut dituangkan dalam Perjanjian Pengalihan Pengelolaan KLBI antara Bank Indonesia dengan masing-masing BUMN atau secara tertulis antara Bank Indonesia dan masing-masing BUMN. III. TATA CARA PENCAIRAN KELONGGARAN TARIK KLBI 1. Tata cara penyelesaian permohonan pencairan kelonggaran tarik yang telah dicakup dalam SPK, Akte F dan Surat Aksep, ditetapkan sebagai berikut : a. Bank pelaksana yang masih memiliki kelonggaran tarik KLBI, termasuk kelonggaran tarik untuk proyek KKPA bertahap (multi years) dan proyek PIR-Trans Pasca Konversi, dapat mengajukan permohonan pencairan kelonggaran tarik KLBI sesuai dengan jadwal pencairan yang telah disetujui Bank Indonesia. b. Khusus untuk skim KKPA bertahap (multi years) bank pelaksana harus mencantumkan nama Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut dalam permohonan pencairan kelonggaran tarik. c. PT.PNM melakukan analisis atas persyaratan teknis dan finansial dalam SPK atas permohonan pencairan dimaksud, dan bertanggung jawab atas hasil analisis yang telah dilakukan. d. PT.PNM menyampaikan permohonan beserta hasil analisis sebagaimana tersebut pada huruf c kepada Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut. e. Bank Indonesia … e. Bank Indonesia dapat menyetujui permohonan pencairan dimaksud sepanjang memenuhi persyaratan administrasi yang meliputi kelengkapan dokumen yang disyaratkan, kesesuaian dengan jadwal penarikan, dan ketersediaan kelonggaran tarik serta program moneter Bank Indonesia. f. Bank Indonesia melakukan pencairan kelonggaran tarik KLBI dengan cara pemindahbukuan ke rekening bank pelaksana yang ada di Bank Indonesia. 2. Tata cara penyelesaian permohonan pencairan kelonggaran tarik KLBI yang belum dicakup dalam SPK penyediaan untuk Skim PIR Trans Pasca Konversi atau SPK Induk untuk KKPA bertahap, Akte F dan Surat Aksep, ditetapkan sebagai berikut : a. Untuk skim KKPA bertahap (multi years) : 1) PT.PNM melakukan analisis persyaratan teknis dan finansial atas permohonan penyediaan KLBI dari bank pelaksana antara lain meliputi: a) Kelengkapan administrasi (SPK Plafon Individual, Jadwal penarikan dan pelunasan); b) Kesesuaian jadwal penarikan; c) Kesesuaian penyediaan KLBI per Tahun Anggaran; d) Ketersediaan kelonggaran tarik; e) Jangka waktu. PT PNM bertanggung jawab atas hasil analisis dimaksud. 2) PT PNM menyampaikan permohonan beserta hasil analisis sebagaimana tersebut pada angka 1) kepada Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia yang menerbitkan SPK untuk proyek tersebut. 3) Berdasarkan permohonan dari PT PNM : a) Bank Indonesia memeriksa kesesuaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dengan SPK Individual dan ketentuan Bank Indonesia terkait; b) Dalam … b) Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan PT PNM sebagaimana dimaksud dalam angka 2), maka: i) PT PNM wajib menerbitkan SPK untuk dan atas nama Bank Indonesia dan menerbitkan Akte F kepada masing-masing bank pelaksana yang masih memiliki kelonggaran tarik tersebut, dan ii)bank pelaksana wajib menerbitkan Surat Aksep untuk Bank Indonesia. b. Untuk skim PIR Trans Pasca Konversi : 1) PT PNM melakukan analisis persyaratan teknis dan finansial atas permohonan penyediaan KLBI dari bank pelaksana antara lain meliputi: a) Kelengkapan administrasi, meliputi SPK Kebun Plasma, luas lahan, dan jumlah petani; b) Kesesuaian jadwal dan jumlah angsuran; c) Ketersediaan kelonggaran tarik; d) Penilaian cash flow petani plasma; f) Jangka waktu; dan g) Penetapan besarnya beban kredit kepada petani plasma yang dihitung berdasarkan biaya satuan (unit cost). Biaya satuan tersebut ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagaimana diatur dalam Surat Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No. S-688/MK.017/1998 tanggal 31 Desember 1998. S-7018/MK/12/1998 2) Atas hasil analisis tersebut PT.PNM bertindak untuk dan atas nama Bank Indonesia menerbitkan SPK dan Akte F pada masing-masing bank pelaksana atas nama masing-masing proyek yang bersangkutan c. PT. PNM menyerahkan tembusan SPK dan Akte F yang telah ditandatangani oleh bank pelaksana serta asli Surat Aksep bank pelaksana kepada Bank Indonesia. d. Bank … d. Bank pelaksana mengajukan permohonan pencairan kelonggaran tarik sesuai dengan jadwal penarikan proyek yang bersangkutan kepada PT. PNM. Untuk skim PIR-Trans Pasca Konversi, permohonan bank pelaksana untuk pencairan tersebut didasarkan atas rencana dan/atau realisasi konversi. e. Khusus untuk skim KKPA bertahap (multi years), bank pelaksana harus mencantumkan nama Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut dalam permohonan pencairan kelonggaran tarik. f. PT PNM melakukan analisis atas persyaratan teknis dan finansial atas permohonan pencairan dimaksud, dan bertanggung jawab atas hasil analisis yang telah dilakukan. g. PT PNM menyampaikan permohonan beserta hasil analisis sebagaimana tersebut pada huruf f kepada Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut. h. Bank Indonesia dapat menyetujui permohonan pencairan dimaksud sepanjang memenuhi persyaratan administrasi yang meliputi kelengkapan dokumen yang disyaratkan, kesesuaian dengan jadwal penarikan, dan ketersediaan kelonggaran tarik serta program moneter Bank Indonesia. i. Bank Indonesia melakukan pencairan kelonggaran tarik KLBI dengan cara pemindahbukuan ke rekening bank pelaksana yang ada di Bank Indonesia. 3. Untuk permohonan pencairan kelonggaran tarik yang melampaui batas akhir jadwal pencairan yang telah disetujui oleh Bank Indonesia, ditetapkan sebagai berikut : a. Bank pelaksana mengajukan permohonan perubahan jadwal batas akhir pencairan sebelum batas akhir pencairan tersebut. Untuk skim PIR Trans Pasca Konversi, dalam hal permohonan diajukan setelah batas pengajuan permohonan pelimpahan, maka SPK untuk proyek dimaksud tidak berlaku; b. PT. PNM … b. PT PNM melakukan analisis atas permohonan tersebut dengan memperhatikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), kebutuhan proyek, kemampuan mengangsur, jatuh tempo KLBI dan atau batas jangka waktu pencairan; c. Dalam hal permohonan dapat disetujui, PT PNM menerbitkan perubahan SPK jadwal penarikan dan pelunasan sebelum batas akhir pencairan dimaksud; d. Dalam permohonan pencairan kelonggaran tarik, khusus untuk skim KKPA bertahap (multi years) bank pelaksana harus mencantumkan nama Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut; e. PT PNM melakukan analisis atas persyaratan teknis dan finansial dalam SPK atas permohonan pencairan dimaksud, dan bertanggung jawab atas hasil analisis yang telah dilakukan; f. PT PNM menyampaikan permohonan beserta hasil analisis sebagaimana tersebut pada huruf e kepada Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut; g. Bank Indonesia dapat menyetujui permohonan pencairan dimaksud sepanjang memenuhi persyaratan administrasi yang meliputi kelengkapan dokumen yang disyaratkan, kesesuaian dengan jadwal penarikan, dan ketersediaan kelonggaran tarik serta program moneter Bank Indonesia; h. Bank Indonesia melakukan pencairan kelonggaran tarik KLBI dengan cara pemindahbukuan ke rekening bank pelaksana yang ada di Bank Indonesia. 4. Bank Indonesia memberikan tembusan atau fotokopi atas mutasi pencairan kelonggaran tarik KLBI untuk keperluan administrasi Kantor BUMN, dengan mekanisme sebagai berikut : a. Kantor BUMN yang berada dalam satu wilayah dengan Bank Indonesia harus mengambil tembusan warkat atau fotokopi tembusan warkat pembukuan mutasi tersebut di Bank Indonesia. b. Bank Indonesia … b. Bank Indonesia yang tidak berada dalam satu wilayah dengan Kantor BUMN akan mengirimkan tembusan atau fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut kepada Kantor BUMN. IV. TATA CARA PENYESUAIAN BAKI DEBET DAN PEMBAYARAN ANGSURAN 1. Penyesuaian Baki Debet untuk Skim Kredit Usaha Tani (KUT) dan Kredit Kepada Koperasi (KKop) a. Bank pelaksana wajib menyampaikan laporan bulanan baki debet kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Kantor PT BRI. b. Bank Indonesia melakukan penyesuaian baki debet pada rekening pinjaman KLBI masing-masing bank atas dasar laporan tersebut. c. Hasil penyesuaian baki debet dari bank pelaksana tidak dilimpahkan ke rekening PT. BRI, karena PT. BRI tidak menyalurkan kembali (relending) KLBI dimaksud. d. Khusus untuk skim KKop dengan angsuran, pada saat jatuh tempo angsuran KLBI, Bank Indonesia menyesuaikan baki debet KLBI sesuai dengan jadwal angsuran. 2. Pembayaran angsuran untuk Skim Kredit Lainnya a. Pada saat jatuh tempo angsuran KLBI, Bank Indonesia mendebet rekening bank pelaksana yang ada di Bank Indonesia sesuai dengan jadwal angsuran dan atau laporan yang disampaikan oleh bank pelaksana kepada Bank Indonesia. b. Bank Indonesia memindahbukukan angsuran KLBI dimaksud untuk untung rekening BUMN di Bank Indonesia. 3. Bank Indonesia memberikan tembusan atau fotokopi atas mutasi penyesuaian baki debet KLBI untuk keperluan administrasi Kantor BUMN, dengan mekanisme sebagai berikut : a. Kantor … a. Kantor BUMN yang berada dalam satu wilayah dengan Bank Indonesia harus mengambil tembusan warkat atau fotokopi tembusan warkat pembukuan mutasi tersebut di Bank Indonesia. b. Bank Indonesia yang tidak berada dalam satu wilayah dengan Kantor BUMN akan mengirimkan tembusan atau fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut kepada Kantor BUMN. V. TATA CARA PEMBAYARAN BUNGA KLBI 1. Skim Kredit dengan Pola Channeling a. Bank pelaksana kredit program dengan pola channeling wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan penerimaan bunga dari nasabah, sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur masing- masing skim kredit program. b. Atas dasar laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia mendebet rekening giro bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sebesar bunga yang menjadi hak Bank Indonesia. c. Dalam hal masih terdapat bunga KLBI yang belum dilunasi pada saat jatuh tempo KLBI dan berdasarkan laporan bank pelaksana terdapat penerimaan bunga dari nasabah, maka Bank Indonesia akan menarik kembali bunga yang menjadi hak Bank Indonesia. 2. Skim Kredit dengan Pola Executing a. Bank Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar bunga yang harus dibayarkan oleh bank pelaksana sesuai dengan ketentuan yang mengatur masing-masing skim kredit program yang berlaku. b. Penghitungan dan pembebanan bunga KLBI menggunakan tanggal valuta yang sama dengan tanggal pembukuan. VI. TATA … VI. TATA CARA PELUNASAN KLBI 1. Skim Kredit dengan Pola Channeling a. Pada saat jatuh tempo KLBI, bank pelaksana wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan pembayaran angsuran dari nasabah yang telah diterima namun belum disetor. b. Atas dasar laporan tersebut, Bank Indonesia mendebet rekening giro bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. c. Pada saat yang bersamaan Bank Indonesia mendebet rekening giro Kantor BUMN sebesar jumlah angsuran KLBI yang telah diterima oleh Kantor BUMN. d. Dalam hal masih terdapat KLBI yang belum dilunasi pada saat jatuh tempo KLBI, maka terhadap sisa KLBI yang masih terutang, Bank Indonesia akan menarik kembali KLBI berdasarkan laporan pembayaran angsuran dari nasabah yang disampaikan oleh bank pelaksana setiap bulan sampai dengan KLBI tersebut lunas atau dilakukan pembayaran atas risk sharing. Dalam hal ini tidak perlu dilakukan penyesuaian atau perpanjangan SPK dan Surat Perjanjian Penerusan Kredit (SPPK). 2. Skim Kredit dengan Pola Executing a. KLBI Tanpa Angsuran Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia langsung mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar saldo baki debet KLBI yang masih terutang. b. KLBI Dengan Angsuran (dengan jadwal angsuran atau penyesuaian baki debet) 1) Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia langsung mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar saldo baki debet KLBI yang masih terutang. 2) Pada hari yang sama Bank Indonesia mendebet rekening giro Kantor BUMN sebesar jumlah angsuran KLBI yang telah diterima oleh Kantor BUMN. 3. Pelunasan … 3. Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo a. 1) Dalam hal bank pelaksana akan melunasi KLBI Dengan Angsuran sebelum jatuh tempo, atau proyek yang dibiayai oleh KLBI Dengan Angsuran dialihkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), maka Bank Pelaksana harus memberitahukan hal tersebut kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Kantor BUMN, paling lambat 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak tanggal pelunasan atau pengalihan dimaksud. Laporan dimaksud sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai tanggal pelunasan atau pengalihan, nama skim, nama proyek, nomor SPK, dan jumlah KLBI yang dilunasi atau dialihkan. 2) Atas dasar pemberitahuan dimaksud, Bank Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar baki debet KLBI yang dilunasi sebelum jatuh tempo atau yang dialihkan kepada BPPN. 3) Jumlah angsuran pokok KLBI yang telah diterima oleh Kantor BUMN akan didebet oleh Bank Indonesia pada saat jatuh tempo KLBI. b. 1) Dalam hal proyek yang dibiayai oleh KLBI Dengan Angsuran dibatalkan oleh Bank Indonesia karena adanya pelanggaran ketentuan atau hal-hal lain yang dapat menyebabkan batalnya SPK, maka Bank Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar baki debet KLBI yang dibatalkan. 2) Jumlah angsuran pokok KLBI yang telah diterima oleh Kantor BUMN didebet oleh Bank Indonesia pada saat jatuh tempo KLBI. c. Atas dana angsuran KLBI yang telah dikelola BUMN untuk skim-skim kredit yang dipercepat pelunasannya sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b tersebut, maka Bank Indonesia menerbitkan Surat Kuasa kepada BUMN untuk mengelola angsuran yang telah diterima oleh BUMN. Surat Kuasa dimaksud memuat: 1) Nomor SPK; 2) Bank … 2) Bank pelaksana; 3) Skim kredit; 4) Nama debitur; 5) Jumlah angsuran KLBI yang telah diterima BUMN; dan 6) Tanggal jatuh tempo KLBI. d. 1) Dalam hal bank pelaksana melunasi KLBI Tanpa Angsuran sebelum jatuh tempo atau proyek yang dibiayai oleh KLBI Tanpa Angsuran dialihkan kepada BPPN, maka bank pelaksana harus memberitahukan hal tersebut kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Kantor BUMN, paling lambat 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak tanggal pelunasan atau pengalihan dimaksud. 2) Atas dasar pemberitahuan dimaksud, Bank Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar baki debet KLBI . 4. Bank Indonesia memberikan tembusan atau fotokopi atas mutasi penarikan KLBI yang telah jatuh tempo atau pelunasan KLBI sebelum jatuh tempo, untuk keperluan administrasi Kantor BUMN, dengan mekanisme sebagai berikut : a. Kantor BUMN yang berada dalam satu wilayah dengan Bank Indonesia harus mengambil tembusan warkat atau fotokopi tembusan warkat pembukuan mutasi tersebut di Bank Indonesia. b. Bank Indonesia yang tidak berada dalam satu wilayah dengan Kantor BUMN akan mengirimkan tembusan atau fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut kepada Kantor BUMN Koordinator. VII. PENYALURAN KEMBALI ANGSURAN KLBI OLEH BUMN KOORDINATOR (RELENDING) 1. Dalam rangka pengelolaan angsuran KLBI, BUMN wajib menyampaikan rencana penyaluran kembali (relending) angsuran pokok KLBI yang dikelolanya … dikelolanya kepada Bank Indonesia untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya berdasarkan besarnya angsuran KLBI yang akan diterima dan dapat dikelola selama 1 (satu) tahun anggaran tersebut. Rencana penyaluran (business plan) dimaksud sekurang-kurangnya menyebutkan rencana besarnya kredit yang akan disalurkan. 2. Rencana besarnya KLBI yang akan disalurkan kembali (relending) sekurang-kurangnya 90 % (sembilan puluh per seratus) dari jumlah angsuran KLBI yang akan diterima oleh masing-masing BUMN pada tahun anggaran yang bersangkutan, setelah memperhitungkan pelunasan KLBI pada tahun yang bersangkutan dan saldo angsuran KLBI pada tahun sebelumnya. 3. BUMN wajib menyampaikan rencana penyaluran kembali KLBI (relending) sebagaimana dimaksud dalam angka 1, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran berikutnya dimulai, dan disampaikan kepada Bank Indonesia cq. Biro Kredit. 4. Rencana penyaluran kembali KLBI (relending) sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dapat diubah, dan perubahan rencana tersebut paling lambat harus diterima Bank Indonesia 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. 5. Dalam hal BUMN merencanakan untuk menyalurkan KLBI sebesar kurang dari 90 % (sembilan puluh per seratus) dari angsuran pokok KLBI yang akan diterima pada tahun anggaran yang bersangkutan, maka, Bank Indonesia menarik KLBI yang direncanakan tidak akan disalurkan. 6. Penyaluran kembali KLBI (relending) oleh BUMN harus sesuai dengan rencana penyaluran yang disampaikan oleh BUMN kepada Bank Indonesia. 7. Atas dasar laporan bulanan untuk posisi akhir tahun anggaran yang disampaikan oleh BUMN, Bank Indonesia akan mengevaluasi realisasi penyaluran kembali KLBI (relending) yang dilakukan oleh BUMN Koordinator dibandingkan dengan rencana penyaluran (business plan) yang telah disampaikan. 8. Penyaluran … 8. Penyaluran kembali KLBI (relending) oleh BUMN harus untuk tujuan kredit atau pembiayaan dan sesuai dengan ketentuan masing-masing skim kredit serta skim KLBI yang dialihkan kepada masing-masing BUMN. 9. Ketentuan penyaluran kembali KLBI (relending) harus sesuai dengan ketentuan masing-masing skim kredit dikecualikan untuk ketentuan mengenai tata cara penyediaan plafon, tata cara pelimpahan, tata cara pelunasan, pengenaan sanksi dan pelaporan. BUMN berwenang mengatur tata cara penyediaan plafon, tata cara pelimpahan, tata cara pelunasan, pengenaan sanksi dan pelaporan untuk keperluan penyaluran kembali (relending). 10.Perubahan atau penyesuaian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dan 9 tidak menunda pelaksanaan pembayaran kembali KLBI kepada Bank Indonesia pada saat jatuh tempo angsuran KLBI. 11.Dalam hal diperlukan penyesuaian ketentuan pemberian KLBI di luar hal- hal sebagaimana dimaksud dalam angka 9, BUMN harus mengajukan permohonan penyesuaian ketentuan kepada Bank Indonesia. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan atau penolakan atas permohonan penyesuaian ketentuan tersebut secara tertulis kepada BUMN. 12.Khusus untuk PT PNM, selain untuk keperluan eskalasi kebun, ketentuan penyaluran kembali angsuran pokok KLBI sesuai dengan skim KLBI yang dialihkan kepada masing-masing BUMN Koordinator, dikecualikan untuk skim : a) Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN), b) Kredit Investasi Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang dikaitkan dengan program transmigrasi (PIR- Trans) Pra Konversi dan Pasca Konversi, serta c) kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi dalam rangka pembukaan Pemukiman Transmigrasi Baru di Kawasan Timur Indonesia (KKPA PIR-Trans), mengingat … mengingat penyediaan kredit baru bagi ketiga skim kredit tersebut sudah tidak dimungkinkan lagi dan pemberian KLBI tersebut hanya merupakan pelaksanaan dari komitmen KLBI. 13. Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia akan mendebet rekening BUMN di Bank Indonesia sebesar jumlah KLBI yang dikelola oleh BUMN. BUMN wajib menyediakan dana pada rekening giro yang ada di Bank Indonesia minimal sebesar kumulatif angsuran KLBI yang dikelola dan jatuh tempo dimaksud. VIII. PELAPORAN 1. Bank pelaksana wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk masing-masing skim kredit program, dengan tembusan kepada Kantor BUMN. 2. Kantor Pusat PT BTN dan PT PNM sebagai BUMN wajib menyampaikan laporan bulanan kepada Bank Indonesia c.q. Biro Kredit atas penerimaan angsuran KLBI yang telah diterima dan pengelolaan angsuran tersebut dengan format sebagaimana lampiran 3, dan paling lambat diterima Bank Indonesia tanggal 15 bulan berikutnya. IX. SANKSI 1. Pelanggaran atas kewajiban BUMN untuk menyampaikan rencana penyaluran kembali angsuran pokok KLBI paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran berikutnya sebagaimana diatur dalam butir VII.3 dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap keterlambatan. 2. Bank Indonesia c.q. Biro Kredit akan melaksanakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dengan mendebet rekening giro BUMN di Bank Indonesia. 3. Pelanggaran … 3. Pelanggaran atas kewajiban BUMN untuk menyalurkan kembali angsuran pokok KLBI yang dikelola BUMN yang bersangkutan sesuai dengan rencana penyaluran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam butir VII.6. dikenakan sanksi berupa tidak dilimpahkannya angsuran KLBI yang diterima dari Bank Pelaksana kepada BUMN sebesar jumlah KLBI yang tidak disalurkan sesuai dengan rencana penyaluran yang telah disampaikan ke Bank Indonesia. 4. Pelanggaran atas ketentuan bahwa BUMN dilarang menyalurkan kembali angsuran KLBI yang dikelolanya selain untuk kredit atau pembiayaan sebagaimana diatur dalam butir VII.8. dikenakan sanksi berupa penarikan kembali angsuran KLBI yang disalurkan diluar tujuan kredit atau pembiayaan serta sanksi kewajiban membayar sebesar suku bunga SBI 1 (satu) bulan hasil lelang terakhir dikalikan jumlah KLBI yang disalurkan diluar tujuan kredit atau pembiayaan. 5. Sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dihitung sejak tanggal KLBI disalurkan di luar tujuan kredit atau pembiayaan tersebut sampai dengan KLBI tersebut ditarik oleh Bank Indonesia atau sampai dengan pelanggaran dimaksud dihentikan oleh BUMN. 6. Pelanggaran atas kewajiban BUMN untuk menyalurkan KLBI sesuai dengan ketentuan dan skim KLBI yang dialihkan kepada masing-masing BUMN sebagaimana diatur dalam butir VII.8. dikenakan sanksi berupa tidak dilimpahkannya angsuran KLBI dari Bank Pelaksana yang seharusnya dapat dikelola oleh BUMN sebesar KLBI yang tidak disalurkan sesuai ketentuan dan skim KLBI. 7. Pelanggaran atas kewajiban BUMN untuk menyediakan dana pada rekening giro BUMN yang ada di Bank Indonesia sebesar kumulatif angsuran KLBI yang terutang pada saat jatuh tempo KLBI sebagaimana diatur dalam butir VII.13, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar suku … suku bunga SBI 1 (satu) bulan hasil lelang terakhir dikalikan jumlah KLBI yang terutang. Sanksi kewajiban membayar tersebut dihitung sejak tanggal KLBI tersebut jatuh tempo sampai dengan tersedianya dana dimaksud pada rekening giro BUMN di Bank Indonesia, sebagaimana diinformasikan secara tertulis oleh BUMN kepada Bank Indonesia. 8. Pelanggaran atas kewajiban BUMN untuk menyampaikan laporan bulanan agar diterima Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap keterlambatan 9. Pelanggaran atas kewajiban bank pelaksana untuk melaporkan pelunasan KLBI yang dipercepat sebagaimana diatur dalam butir VI.3.a dan butir VI.d. dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar suku bunga SBI jangka waktu 1 (satu) bulan hasil lelang terakhir dikalikan angsuran KLBI yang dilunasi lebih cepat, yang dihitung sejak tanggal pelunasan lebih cepat sampai dengan tanggal laporan disampaikan ke Bank Indonesia. Sanksi dimaksud dibebankan Bank Indonesia kepada rekening giro bank yang ada di Bank Indonesia. 10.Pelanggaran oleh bank pelaksana atas ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan dan Surat Edaran masing-masing skim kredit program, bank pelaksana dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan masing-masing skim kredit program yang berlaku. X. PENUTUP 1. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka ketentuan mengenai Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program sebagaimana diatur dalam SE No. 2/5/DKr tangggal 11 Februari 2000, dinyatakan tidak berlaku. 2. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 18 November 2003. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RATNA E AMIATY KEPALA BIRO KREDIT BKr
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/30/BKr|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program </reg_title> <set_date> 18 November 2003 </set_date> <effective_date> 18 November 2003 </effective_date> <replaced_reg> '2/5/DKr|SE-BI/2000' </replaced_reg> <related_reg> '5/20/PBI/2003' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No. 3/ 27 /DASP Jakarta, 12 Desember 2001 S U R A T E D A R A N Perihal : Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 Tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88) antara lain menetapkan bahwa penerbitan Warkat dan Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring wajib memenuhi spesifikasi teknis dan unsur keamanan. Berkaitan dengan hal tersebut perlu diatur mengenai tata cara dalam pencetakan dan penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring oleh Peserta Kliring, sebagai berikut. I. PEMBAKUAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING A. WARKAT Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan melalui Kliring. Untuk keseragaman dalam penyelenggaraan Kliring Lokal maka Warkat wajib memenuhi spesifikasi teknis berupa kualitas kertas, ukuran, rancang bangun (format) dan mutu cetakan. 1. JENIS … 2 1. JENIS WARKAT Jenis Warkat yang dibakukan untuk diperhitungkan dalam Kliring adalah: a. Cek adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) termasuk jenis-jenis cek seperti cek deviden, cek perjalanan, cek pemberian atau cinderamata, dan jenis cek lainnya yang penggunaannya dalam Kliring disetujui oleh Bank Indonesia; b. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada Bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya, termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia (BGBI); c. Wesel Bank Untuk Transfer adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD yang diterbitkan oleh Bank khusus untuk sarana transfer; d. Surat Bukti Penerimaan Transfer adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada Bank Peserta penerima dana transfer melalui Kliring Lokal; e. Nota Debet adalah Warkat yang digunakan untuk menagih dana pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang menyampaikan Warkat tersebut. Nota Debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh Bank yang menyampaikan Nota Debet kepada Bank yang akan menerima Nota Debet tersebut; dan f. Nota Kredit adalah Warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang menerima Warkat tersebut. Warkat … 3 Warkat tersebut dinyatakan dalam mata uang rupiah dan bernilai nominal penuh, serta telah jatuh waktu pada saat dikliringkan. 2. SPESIFIKASI TEKNIS WARKAT a. Setiap Warkat wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut. 1) Kertas Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The London Clearing Bank’s Paper Specification No. 1”/CBS 1 dengan memenuhi standar sebagai berikut. a) Berat kertas : 96 gsm (toleransi +/- 5 gsm) b) Ketebalan : 0.120 mm (toleransi +/- 0.015 mm) Khusus untuk Warkat pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Manual dan Semi Otomasi selain menggunakan kertas CBS 1 sebagaimana disebutkan di atas juga dapat menggunakan kertas sekuriti/security paper dengan standar berat kertas 85 gsm (toleransi +/- 5 gsm) sedangkan ketebalan kertas tidak ditentukan standarnya. Yang dimaksud dengan kertas sekuriti adalah kertas yang dipakai untuk mencetak Dokumen Sekuriti yang memiliki ciri pengaman untuk menangkal usaha pemalsuan baik dengan cara peniruan maupun manipulasi. 2) Ukuran Ukuran Warkat yang digunakan merupakan ukuran seragam untuk semua jenis Warkat, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 3/4 (dua tiga per empat) inci. Khusus untuk Nota Kredit, dapat pula digunakan ukuran panjang 8 (delapan) inci dan ukuran lebar 3 2/3 (tiga dua per tiga) inci. 3) Rancang … 4 3) Rancang Bangun Pembakuan Warkat tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam Warkat melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Warkat maupun sandi/informasi yang tercantum di dalamnya. Adapun rancang bangun Warkat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Nama/logo Bank penerbit dicetak lebih jelas daripada cetakan lainnya pada Warkat dimaksud dan ditempatkan pada bagian atas Warkat; b) Nomor seri Warkat dicetak dan ditempatkan pada bagian atas Warkat; c) Nilai nominal pada Warkat harus dapat terlihat dengan jelas. Untuk keperluan tersebut maka nilai nominal dalam angka dicantumkan di sebelah kanan sejajar dengan baris nilai nominal dalam huruf; d) Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas harus cukup luas serta ditempatkan di sebelah kanan bawah, di atas Clear Band; e) Khusus untuk Warkat yang akan digunakan dalam penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik, penggunaan komposisi warna antara latar belakang Warkat dan tulisan pada Warkat harus cukup kontras sedemikian rupa sehingga tulisan pada reproduksi warkat, yang sebelumnya telah direkam gambarnya melalui mesin reader sorter, dapat terbaca dengan jelas; f) Dalam … 5 f) Dalam hal diperlukan personalisasi nasabah, maka nama nasabah ditempatkan di sebelah kiri bawah sejajar dengan tanda tangan. 4) Clear Band Clear Band adalah ruang kosong pada bagian bawah setiap Warkat selebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari batas bawah Warkat dan disediakan khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR. Khusus untuk Warkat yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Manual dan Semi Otomasi Kliring Lokal (Semi Otomasi) pengisian MICR pada Clear Band tidak perlu dilakukan sehingga penandatanganan dan penulisan nama penarik dapat melewati Clear Band. 5) Batas Clear Band Batas Clear Band dengan bagian lain dari warkat dapat berupa garis atau perbedaan warna pada posisi 5/8 (lima perdelapan) inci dari batas bawah Warkat. 6) Pembedaan Warna Untuk mempermudah mengenali dan membedakan Warkat dalam pengolahan di tempat Peserta Pengirim, Penyelenggara maupun Peserta Penerima maka pada sudut kanan atas semua Warkat dari jenis Nota Kredit harus diberi tanda dengan bentuk segitiga siku-siku berwarna merah tua, dengan ukuran sisi tegak masing-masing 1,5 (satu setengah) sentimeter. 7) Pertinggal (Cheque Stub) Untuk keperluan administrasi atas penarikan atau penerbitan Cek/Bilyet Giro pada setiap lembar Warkat dapat ditambahkan lembar pertinggal yang dapat ditempatkan pada sebelah … 6 sebelah kiri atau sebelah atas Warkat atau diadministrasikan di bagian depan/belakang bundel warkat atau berupa carbonized paper. 8) Perforasi Untuk menghindari kerusakan pada waktu pengolahan oleh mesin baca pilah dan atau MICR Encoder/Reader-Encoder, perforasi untuk memisahkan Warkat dengan lembar pertinggal dapat ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas Warkat. Dalam hal digunakan Continuous Form Cheque, perforasinya disesuaikan dengan kebutuhan dan harus dilakukan secara deep cut. Selain itu lem perekat dilarang digunakan pada Warkat, kecuali apabila ditujukan untuk menjilid blanko Warkat yang telah diperforasi. ./. b. Format Warkat sebagaimana dimaksud di atas dapat dilihat pada Lampiran 1. 3. SARANA PENUNJANG WARKAT Sarana penunjang Warkat hanya digunakan bagi penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik. Adapun sarana penunjang Warkat yang digunakan adalah stiker yang digunakan untuk mengkoreksi kesalahan yang terjadi pada MICR code line dengan cara menutup informasi MICR code line yang salah secara sempurna dan meng-encode kembali informasi MICR code line yang benar. Stiker yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. ukuran stiker tidak melebihi Clear Band yang telah ditetapkan; b. ketebalan stiker harus memadai sehingga MICR code line yang salah tidak terlihat lagi dan medan magnitnya tidak mengganggu pembacaan … 7 pembacaan MICR code line yang baru (benar) oleh mesin reader sorter. Penggunaan stiker untuk koreksi tersebut diperkenankan hanya 1 (satu) kali dalam setiap Warkat. Stiker tidak diperkenankan digunakan untuk mengkoreksi kesalahan encode pada Dokumen Kliring. B. DOKUMEN KLIRING Dokumen Kliring pada dasarnya merupakan dokumen kontrol dan berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan Kliring. 1. JENIS DOKUMEN KLIRING Jenis Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring adalah sebagai berikut: a. Dalam sistem Otomasi dan Elektronik adalah : 1) Bukti Penyerahan Warkat Debet - Kliring Penyerahan (BPWD); 2) Bukti Penyerahan Warkat Kredit - Kliring Penyerahan (BPWK); 3) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat - Kliring Pengembalian (BPRWKP); 4) Lembar Substitusi; 5) Kartu Batch. b. Dalam sistem Semi Otomasi adalah: 1) Bukti Rekaman Warkat Penyerahan Kliring Penyerahan; 2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Penerima; 3) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Pengirim; 4) Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring Pengembalian; 5) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Penerima; 6). Daftar … 8 6) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Pengirim; 7) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong. c. Dalam sistem Manual adalah Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian; 2. SPESIFIKASI TEKNIS DOKUMEN KLIRING a. Dokumen Kliring Sistem Otomasi dan Elektronik Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik, kecuali BPRWKP dan lembar substitusi, harus memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut: 1) Kertas Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The London Clearing Bank’s Paper Specification No.1”/CBS 1 dengan kriteria sebagai berikut : a) Berat kertas : 96 gsm (toleransi +/- 5 gsm) b) Ketebalan : 0.120 mm (toleransi +/- 0.015 mm) 2) Ukuran Ukuran Dokumen Kliring yang digunakan merupakan ukuran seragam untuk semua jenis Dokumen Kliring, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 3/4 (dua tiga per empat) inci. 3) Rancang Bangun Pembakuan Dokumen Kliring tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam Dokumen Kliring, melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Dokumen Kliring maupun sandi/informasi yang tercantum … 9 tercantum di dalamnya. Rancang bangun Dokumen Kliring perlu memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut: a) Logo dan Nama Bank Penerbit Pada Dokumen Kliring harus dicantumkan logo dan nama Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan cetakan lainnya dan ditempatkan pada sisi kiri atas Dokumen Kliring. b) Nomor Seri Pada Dokumen Kliring BPWD dan BPWK dapat dicantumkan nomor seri yang akan digunakan sebagai sarana kontrol penggunaan Dokumen Kliring tersebut. Nomor seri tersebut dicantumkan pada sisi kanan atas Dokumen Kliring. c) Nilai Nominal Nilai Nominal pada Dokumen Kliring harus dapat terlihat secara jelas. d) Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan harus cukup luas dan ditempatkan di sebelah kanan bawah, di atas Clear Band. e) Pembedaan Warna Untuk mempermudah mengenali dan membedakan Dokumen Kliring dalam pengolahan di Penyelenggara, maka pada Dokumen Kliring Kredit harus diberi warna merah tua sedangkan pada Dokumen Kliring Debet harus diberi warna hijau di bagian atas Dokumen Kliring dimaksud, dengan ukuran lebar 1 (satu) centimeter. 4) Clear … 10 4) Clear Band Clear Band adalah ruang kosong pada bagian bawah Bukti Penyerahan Warkat dan Kartu Batch selebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari batas bawah Warkat dan disediakan khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR E-13B. Khusus BPRWKP merupakan print out (hasil cetakan) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Semi Otomasi. Khusus lembar substitusi dapat menggunakan kertas HVS minimal 60 gsm warna putih, tanpa mencantumkan logo dan nama Bank. Jenis Dokumen Kliring BPWD dan BPWK dibuat rangkap 2 (dua) dengan menggunakan carbonized paper. Untuk lembar keduanya tidak wajib memenuhi spesifikasi teknis kertas sebagaimana dimaksud dalam angka 1) di atas. b. Dokumen Kliring sistem Semi Otomasi Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Semi Otomasi merupakan cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Kliring Semi Otomasi. c. Dokumen Kliring sistem Manual Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Manual wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut: 1) Kertas Kualitas kertas yang digunakan untuk lembar pertama adalah jenis kertas HVS minimal 60 gsm warna putih, sedangkan untuk … 11 untuk lembar kedua dan ketiga menggunakan carbonized paper. 2) Ukuran Ukuran Dokumen Kliring berupa Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian yang digunakan yaitu panjang 27 (dua puluh tujuh) centimeter dan lebar 8 1/2 (delapan setengah) centimeter. 3) Rancang Bangun Pembakuan Dokumen Kliring tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam Dokumen Kliring, melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Dokumen Kliring maupun sandi/informasi yang tercantum didalamnya. Rancang bangun Dokumen Kliring perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Nama Bank Penerbit Pada bagian atas Dokumen Kliring harus dicantumkan nama Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan cetakan lainnya dan ditempatkan pada sudut kiri atas. b) Keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian Pada bagian tengah atas Dokumen Kliring tercantum keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian. c) Keterangan Debet/Kredit Keterangan Debet/Kredit dicantumkan di bawah keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian. d) Nilai … 12 d) Nilai Nominal Nilai nominal pada Dokumen Kliring harus dapat terlihat secara jelas. e) Ruangan Tanda Tangan dan Nama Jelas Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan dan yang menerima harus cukup luas dan ditempatkan di bagian bawah dan bersebelahan. ./. d. Format Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud di atas dapat dilihat pada Lampiran 2. II. PENCETAKAN, PENGADAAN SERTA PERSETUJUAN PENGGUNAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING A. PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING 1. Pencetakan Warkat untuk seluruh sistem Kliring wajib dilakukan oleh perusahaan percetakan dokumen sekuriti (security printing) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Pencetakan Dokumen Kliring yang wajib dilakukan oleh perusahaan percetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam angka 1 hanya untuk Dokumen Kliring yang digunakan dalam sistem Otomasi dan Elektronik. 3. Dalam melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti, Peserta sekurang- kurangnya wajib mensyaratkan penggunaan kertas sekuriti yang bertanda air (water mark) logo dari perusahaan percetakan dokumen sekuriti. B. PENGADAAN … 13 B. PENGADAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING 1. Tanggung jawab pengadaan Warkat dan Dokumen Kliring diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing Peserta. 2. Pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti hanya dapat dilakukan atas permintaan Peserta yang bersangkutan. Dengan demikian nasabah tidak dapat melakukan permintaan langsung pencetakan Warkat kepada perusahaan percetakan dokumen sekuriti. C. PERSETUJUAN PENGGUNAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING 1. Setiap pembuatan dan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring untuk pertama kali dan atau perubahannya serta pemesanan baru pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang berbeda oleh Peserta, wajib meminta dan memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. Untuk memperoleh persetujuan tersebut Kantor Pusat Peserta menyampaikan surat permohonan persetujuan dengan melampirkan spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring (hanya BPWK, BPWD dan Kartu Batch) sebanyak : a. 5 (lima) lembar untuk sistem Manual dan Semi Otomasi; b. 100 (seratus) lembar untuk sistem Otomasi dan Elektronik. 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 memuat: a. Jenis Warkat dan atau Dokumen Kliring yang akan dicetak; b. Nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang akan mencetak, dan disampaikan oleh Kantor Pusat Peserta kepada Bank Indonesia yang mewilayahi. 3. Bank … 14 3. Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 adalah : a. Bank Indonesia c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN) untuk Peserta yang Kantor Pusatnya berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi; b. Kantor Bank Indonesia setempat untuk Peserta yang Kantor Pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 4. Spesimen yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, diuji kesesuaiannya dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran ini. 5. Peserta wajib mencantumkan informasi MICR code line pada Clear Band untuk spesimen sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b guna diuji dengan mesin baca pilah (reader sorter), dan 5 (lima) spesimen Warkat diantaranya diisi secara penuh dengan data dummy yang sama dengan data pada MICR code line. Tata cara pencantuman informasi MICR code line dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia tentang sistem Otomasi dan Elektronik, dengan pedoman tambahan sebagai berikut: a. Warkat. - No Warkat diisi dengan data dummy yang bukan angka “000000”; - Sandi Bank/Peserta diisi dengan sandi Bank/Peserta yang masih berlaku bagi Peserta yang bersangkutan; - Nomor Rekening diisi dengan data dummy yang bukan angka “0000000000”; - Sandi … 15 - Sandi Transaksi diisi dengan sandi transaksi yang sesuai dengan jenis warkat; - Nilai Nominal Warkat diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000”. Khusus untuk nilai Nominal Warkat Nota Debet diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000” dengan nilai nominal maksimal Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). b. Dokumen Kliring. - Nomor Warkat, 3 (tiga) digit pertama diisi dengan angka “000” dan 3 digit terakhir diisi dengan tiga digit pertama sandi Peserta yang masih berlaku; - Sandi Bank, 3 (tiga) digit pertama diisi dengan sandi kantor Peserta dan 4 digit terakhir diisi dengan angka “9999”; - Nomor Rekening dibiarkan kosong; - Sandi Transaksi, diisi dengan angka “96” untuk Kartu Batch, angka “60” untuk BPWD, dan angka “61” untuk BPWK; - Nilai Nominal Warkat diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000”. 6. Spesimen dianggap memenuhi syarat pengujian dengan reader sorter apabila tingkat penolakan Warkat dan atau Dokumen Kliring berupa Kartu Batch setinggi-tingginya 2% dan reproduksi spesimen Warkat yang telah diambil rekaman gambarnya menunjukkan hasil yang baik yaitu tulisan pada reproduksi Warkat dapat terlihat cukup jelas. 7. Hasil pengujian tersebut akan diberitahukan kepada Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan untuk menentukan apakah Warkat dan atau Dokumen Kliring yang diuji tersebut dapat disetujui untuk dicetak … 16 dicetak dan dipergunakan dalam kegiatan Kliring Lokal. Pemberitahuan tersebut disampaikan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah penyampaian spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring diterima secara lengkap dan benar. Dalam hal spesimen yang diuji tersebut tidak memenuhi syarat maka Bank Indonesia akan mengembalikan seluruhnya kepada Kantor Pusat Peserta untuk diperbaiki dan kemudian menyampaikan permohonan kembali dengan melampirkan spesimen yang baru sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 8. Kantor Pusat Peserta setiap tahun wajib menyampaikan laporan dengan menggunakan surat kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN) mengenai Warkat dan atau Dokumen Kliring yang telah dipesan pada kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya. Laporan tersebut memuat : a. jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen Kliring yang dipesan selama periode 1 (satu) tahun sebelumnya; ./. ./. b. tanggal pemesanan yang dilakukan; c. nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti, dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 3. Dalam hal pada kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya, Kantor Pusat Peserta tidak melakukan pemesanan/pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring maka yang bersangkutan tetap diwajibkan menyampaikan laporan tahunan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan sesuai dengan format Lampiran 3. Penyampaian … 17 Penyampaian laporan tersebut dilakukan pada bulan Januari dan sudah harus diterima oleh Biro PSPN paling lambat pada tanggal 25 Januari. Dalam hal tanggal 25 Januari adalah hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut dihitung pada hari kerja berikutnya. Penyampaian laporan tersebut ditujukan kepada : Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional – Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 III. CARA PENULISAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Untuk mengurangi risiko pemalsuan Warkat dan Dokumen Kliring maka dalam penulisannya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut. A. WARKAT KLIRING 1. Pencantuman nilai nominal harus ditulis secara lengkap dengan angka dan huruf. 2. Penulisan dalam mengisi Warkat disarankan untuk menggunakan ballpoint pen atau mesin tik non elektrik. 3. Dalam menulis dan atau menandatangani Warkat disarankan dengan menggunakan ballpoint pen. 4. Tambahan penulisan nilai nominal dengan cheque-writer (protectograph) dianggap tidak ada karena dapat menimbulkan bermacam-macam penafsiran, misalnya timbul perbedaan penafsiran dalam hal angka dan huruf yang ditulis oleh penarik berbeda dengan cheque-writer (protectograph). 5. Terhadap … 18 5. Terhadap cek/bilyet giro maupun Warkat lainnya dianjurkan untuk tidak menggunakan flourescent pen. Penggunaan flourescent pen baik terhadap cek/bilyet giro maupun Warkat lainnya akan menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan penulisan, disamping itu penggunaan alat tersebut pada angka rupiah dapat menimbulkan cahaya sehingga akan menyulitkan penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai nominal. Dalam hal masih terdapat Warkat yang menggunakan fluorescent pen maka sebelum bank melakukan pembayaran hendaknya terlebih dahulu menghubungi nasabah yang bersangkutan untuk konfirmasi. 6. Dalam pengisian cek, bilyet giro, dan Warkat lainnya hanya diperkenankan menggunakan huruf latin. Bank-bank tidak diperkenankan untuk menerima cek, bilyet giro, dan Warkat lainnya yang menggunakan bukan huruf latin, kecuali tanda tangan. B. DOKUMEN KLIRING 1. Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Elektronik, Otomasi dan Manual mengacu pada cara penulisan Warkat sebagaimana dimaksud dalam angka III.A. kecuali angka III.A.1. dan angka III.A.6. Dalam Dokumen Kliring nilai nominalnya hanya ditulis dengan angka saja. 2. Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Semi Otomasi cara penulisannya merupakan print out (hasil cetakan) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Semi Otomasi. IV. PERUSAHAAN … 19 IV. PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN SEKURITI WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING A. PERSYARATAN Perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang dapat memperoleh penetapan dari Bank Indonesia untuk melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring wajib memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut: 1. Mempunyai izin operasional dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti; 2. Menggunakan kertas sekuriti yang bertanda air (water mark) logo perusahaan yang bersangkutan; 3. Memiliki mesin desain sekuriti, mesin cetak sekuriti dan mesin cetak penomoran untuk mencetak MICR. Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak berlaku untuk Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERUM PERURI). B. TATA CARA PENETAPAN 1. Untuk dapat memperoleh penetapan guna mencetak Warkat dan Dokumen Kliring, perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf A wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan melampirkan : a. fotokopi izin operasional sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang masih berlaku dari Botasupal yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pos; b. daftar … 20 b. daftar mesin dan atau peralatan yang digunakan untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring dengan menyebutkan kapasitas mesin dimaksud; c. spesimen kertas untuk Warkat dan Dokumen Kliring yang bertanda air (water mark) logo perusahaan yang bersangkutan; d. fotokopi sertifikat pengujian kertas yang masih berlaku dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa (Balai Besar Selulosa) yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pos, yang memuat informasi mengenai ciri-ciri kertas yang sekurang-kurangnya meliputi : 1) berat/gramatur; 2) ketebalan; 3) kekakuan; 4) ciri pengaman (security features) lainnya; e. spesimen kertas CBS 1 dan atau kertas sekuriti/security paper yang telah memperoleh sertifikat pengujian dari Balai Besar Selulosa masing-masing ukuran 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar; f. spesimen kertas dengan ukuran warkat sebanyak 100 (seratus) lembar yang telah diberi MICR code line. 2. Setelah menerima permohonan tersebut Bank Indonesia akan meminta rekomendasi dari Botasupal mengenai telah terpenuhinya aspek manajemen perusahaan, arsitektur dan konstruksi bangunan dan keamanan dalam hal akan dilakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring; 3. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 telah dipenuhi dan Botasupal telah memberikan rekomendasinya maka Bank Indonesia akan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan … 21 permohonan perusahaan percetakan dokumen sekuriti tersebut. Pemberian persetujuan tersebut akan ditetapkan dengan Keputusan Direktur Bank Indonesia sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring, sedangkan penolakan permohonan tersebut akan disampaikan secara tertulis kepada perusahaan yang bersangkutan. 4. Penetapan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berlaku sepanjang : a. Izin operasional perusahaan percetakan dokumen sekuriti dari Botasupal masih berlaku; b. Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 belum dicabut; dan c. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan Bank Indonesia. 5. Pemberian penetapan atau penolakan untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima secara lengkap atau 5 (lima) hari kerja setelah rekomendasi dari Botasupal diterima Bank Indonesia. C. KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN SEKURITI PENCETAK WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring wajib : 1. mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam angka I.A.2. dan I.B.2. dan pedoman pengamanan pencetakan dokumen sekuriti yang dikeluarkan oleh Botasupal yang berlaku; 2. melaksanakan … 22 2. melaksanakan sendiri segala pekerjaan yang berkaitan dengan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring (prinsip Do It Yourself/Under One Roof) dan dengan demikian dilarang untuk mensubkontrakkan atau mengalihkan pekerjaan tersebut ke perusahaan percetakan dokumen sekuriti lain atau menerima pengalihan pekerjaan dari perusahaan percetakan dokumen sekuriti lain; 3. menyampaikan laporan tahunan dengan menggunakan surat kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Biro PSPN mengenai kegiatan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang telah dilakukan pada kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya. Laporan tersebut memuat : a. jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen Kliring serta tanggal pemesanan dari Bank selama periode 1 (satu) tahun sebelumnya; ./. ./. b. nama Bank yang memesan Warkat dan atau Dokumen Kliring, dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 4. Dalam hal pada kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya, perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring tidak melakukan kegiatan pencetakan warkat dan atau dokumen kliring maka yang bersangkutan tetap diwajibkan menyampaikan laporan tahunan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan sesuai dengan format Lampiran 4. Penyampaian laporan tersebut dilakukan pada bulan Januari dan sudah harus diterima oleh Biro PSPN paling lambat pada tanggal 25 Januari. Dalam … 23 Dalam hal tanggal 25 Januari adalah hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut dihitung pada hari kerja berikutnya. Penyampaian laporan tersebut ditujukan kepada : Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional – Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 D. PENGAWASAN Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan secara langsung dan tidak langsung terhadap perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring. Termasuk dalam pengawasan tersebut adalah melakukan pengujian kembali terhadap Warkat dan Dokumen Kliring yang telah dicetak untuk mengetahui kesesuaiannya dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.1) dan I.B.2.a.1). V. LAIN-LAIN 1. Dalam hal Botasupal mencabut atau tidak memperpanjang izin operasional perusahaan percetakan dokumen sekuriti, atau mencabut rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam angka IV.B.4 maka penetapan/izin sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring secara otomatis menjadi tidak berlaku. 2. Tinta yang digunakan untuk mencetak MICR code line harus memenuhi standar ISO 1004:1995. 3. Khusus untuk pelunasan bea meterai pada Warkat cek dan bilyet giro yang diperhitungkan dalam Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan Elektronik wajib dilakukan dengan cara pencantuman tanda Bea Meterai … 24 Meterai Lunas pada Warkat yang bersangkutan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 4. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti wajib melaporkan kepada Biro PSPN, setiap terdapat perubahan jenis kertas atau produk kertas atau tanda air (water mark) logo perusahaan yang akan digunakan untuk mencetak Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan melampirkan : a. fotokopi sertifikat pengujian kertas yang diubah dari Balai Besar Selulosa yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pos, yang memuat informasi mengenai ciri-ciri kertas yang sekurang-kurangnya meliputi : 1) berat/gramatur; 2) ketebalan; 3) kekakuan; 4) ciri pengaman (security features) lainnya; b. spesimen kertas CBS 1 dan atau kertas sekuriti/security paper yang telah memperoleh sertifikat pengujian dari Balai Besar Selulosa masing-masing ukuran 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima puluh lembar). 5. Bank-bank di daerah yang tidak terdapat kegiatan Kliring Lokal apabila hendak memberikan fasilitas cek dan bilyet giro bagi nasabahnya dapat melakukan pencetakan cek dan bilyet giro dengan mengacu pada persyaratan dan rancang bangun cek dan bilyet giro berdasarkan Surat Edaran ini. 6. Warkat berupa cek dan bilyet giro tidak dapat digunakan untuk sarana penarikan rekening giro dalam mata uang asing, baik dalam mata uang asal maupun konversinya dalam mata uang rupiah. VI. SANKSI … 25 VI. SANKSI 1. Peserta Kliring yang tidak memenuhi persyaratan pembakuan Warkat dan Dokumen Kliring yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini dikenakan sanksi sebagai berikut : a. Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan diberikan peringatan secara tertulis oleh Bank Indonesia yang mewilayahi untuk mengganti Warkat dan atau Dokumen Kliring sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan Surat Peringatan. b. Dalam hal Kantor Pusat Peserta dan atau Peserta tidak melaksanakan penggantian Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud pada huruf a maka Bank Indonesia yang mewilayahi Kantor Pusat Peserta akan mengenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) per satu hari keterlambatan dengan maksimum Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). 2. Dalam hal Kantor Pusat Peserta tidak meminta dan memperoleh persetujuan bagi setiap pencetakan pertama kali, perubahan, dan pemesanan baru Warkat dan atau Dokumen Kliring pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang berbeda maka Bank Indonesia yang mewilayahi akan mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari terhitung sejak tanggal pemesanan sampai dengan Kantor Pusat Peserta meminta persetujuan dari Bank Indonesia yang mewilayahi dengan maksimum sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3. Dalam hal Kantor Pusat Peserta terlambat atau belum menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.8., dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Khusus Peserta yang belum menyampaikan laporan, yang … 26 yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk menyampaikan laporan tersebut. 4. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen kliring terlambat atau belum menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.C.3., dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Khusus perusahaan yang belum menyampaikan laporan, yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk menyampaikan laporan tersebut. 5. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka IV.C.2, V.4 dan VI.4 maka dikenakan sanksi pencabutan penetapan/izin sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring. VII. KETENTUAN PERALIHAN 1. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang sudah disetujui oleh Bank Indonesia sebelum Surat Edaran ini berlaku, wajib menyampaikan fotokopi sertifikat pengujian kertas yang telah digunakan selama ini dari Balai Besar Selulosa yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pos kepada Biro PSPN paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini. 2. Warkat dan atau Dokumen Kliring berupa Kartu Batch yang digunakan dalam sistem Otomasi dan Elektronik yang sudah dicetak namun belum memenuhi ketentuan dalam angka I.A.2.a.3)e) masih dapat digunakan sampai dengan 6 (enam) bulan sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini. 3. Sampul … 27 3. Sampul penunjang yang selama ini dipakai untuk memproses Warkat yang memiliki duplikat atau lampiran dan Warkat yang tidak dapat diolah (sobek, lusuh, terlipat atau tidak terbaca) masih dapat digunakan sampai dengan 3 (tiga) bulan sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini. VIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia : 1. No.1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti; 2. No.2/6/DASP tanggal 11 Februari 2000 perihal Penyempurnaan SE No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti; 3. SE No.2/11/DASP tanggal 9 Juni 2000 perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 2 Januari 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/27/DASP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. </reg_title> <set_date> 12 Desember 2001 </set_date> <effective_date> 2 Januari 2002 </effective_date> <replaced_reg> '1/7/DASP|SE-BI/1999', '2/6/DASP|SE-BI/2000', '2/11/DASP|SE-BI/2000' </replaced_reg> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No.4/ 9 /DPM Jakarta, 26 Juni 2002 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah Menunjuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/5/PBI/2001 tanggal 22 Maret 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 23; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4082) serta memperhatikan Surat Badan Penyehatan Perbankan Nasional kepada Bank Indonesia Nomor PROG-2345/BPPN/0700 tanggal 28 Juli 2000 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank yang dijamin oleh Pemerintah, dengan ini diberitahukan bahwa marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin oleh Pemerintah: - dalam Rupiah ditetapkan sebesar 200 (duaratus) basis point; sedangkan - dalam valuta asing ditetapkan sebesar 100 (seratus) basis point, di atas rata-rata suku bunga deposito berjangka dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia. Dengan….. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/6/DPM tanggal 25 April 2002 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA ASLIM TADJUDDIN DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM.
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/9/DPM|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah </reg_title> <set_date> 26 Juni 2002 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2002 </effective_date> <replaced_reg> '4/6/DPM|SE-BI/2002' </replaced_reg> <related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', '3/5/PBI/2001', 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000' </related_reg>
No. 2/ 5 /DKr Jakarta, 11 Februari 2000 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) Perihal : Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program ---------------------------------------------------------------------------------------- Menunjuk Peraturan Bank Indonesia No. 2/ 3 /PBI/2000 tanggal 1 Februari 2000 tentang Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program, dengan ini kami sampaikan penjelasan lebih lanjut sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM 1. Pengalihan pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia dalam rangka kredit program (KLBI) kepada masing-masing Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Koordinator yang ditunjuk Pemerintah yaitu PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), PT. Bank Tabungan Negara (Persero), dan PT. Permodalan Nasional Madani (Persero), telah dilakukan berdasarkan Perjanjian Pengalihan Pengelolaan KLBI, yang ditandatangani pada tanggal 15 November 1999, dan berlaku efektif tanggal 16 November 1999. 2. KLBI yang dialihkan pengelolaannya meliputi baki debet dan kelonggaran tarik posisi tanggal 16 November 1999 berdasarkan hasil rekonsiliasi antara Bank Indonesia dan bank pelaksana. 3. Hak ….. 2 3. Hak tagih atas KLBI yang telah dialihkan kepada BUMN Koordinator, sampai dengan KLBI dimaksud jatuh tempo dan dilunasi atau dilunasi sebelum KLBI jatuh tempo, tetap dimiliki oleh Bank Indonesia. 4. BUMN Koordinator diberi kewenangan untuk mengelola angsuran pokok yang diterima dari bank pelaksana, sampai KLBI untuk masing-masing skim / proyek yang bersangkutan jatuh tempo. 5. Bunga KLBI yang dialihkan pengelolaannya tetap merupakan hak Bank Indonesia dan akan tetap dihitung dan dibebankan kepada bank pelaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Ketentuan pemberian KLBI untuk masing-masing skim kredit / proyek yang berjalan tetap berlaku sampai dengan KLBI jatuh tempo dan dilunasi atau dilunasi sebelum KLBI jatuh tempo. Dalam hal ini termasuk kewenangan Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap proyek yang dibiayai, pengenaan sanksi dan atau denda, serta kewajiban-kewajiban yang merupakan tanggung jawab Bank Indonesia sesuai dengan komitmen antara Bank Indonesia dan bank pelaksana. 7. Dalam hal diperlukan penyesuaian ketentuan pemberian KLBI, Bank Indonesia berwenang melakukan perubahan / penyesuaian. Dalam hal ini penyesuaian dapat dilakukan atas usulan dari bank pelaksana atau BUMN Koordinator. 8. Untuk penyaluran kembali kredit yang dananya berasal dari angsuran pokok KLBI (relending) maka tetap berlaku ketentuan Bank Indonesia. Dalam hal diperlukan penyesuaian, maka BUMN Koordinator harus mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia. 9. Perubahan / penyesuaian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka butir 7 dan 8 di atas, tidak menunda pelaksanaan pembayaran kembali KLBI kepada Bank Indonesia pada saat jatuh tempo. 10. BUMN ….. 3 10. BUMN Koordinator dan bank pelaksana wajib mengembalikan KLBI pada saat jatuh tempo, sehingga tidak dimungkinkan adanya perpanjangan jangka waktu KLBI. 11. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan : a. Baki debet adalah jumlah KLBI pada posisi tertentu yang telah ditarik bank pelaksana dan masih tercatat dalam rekening pinjaman bank pelaksana di Bank Indonesia. b. Komitmen plafon adalah jumlah maksimum penyediaan KLBI yang telah disetujui oleh Bank Indonesia kepada bank pelaksana berdasarkan Surat Perjanjian Kredit (SPK) Individual. c. Kelonggaran tarik adalah selisih antara komitmen plafon dengan jumlah KLBI yang telah ditarik oleh bank pelaksana, tidak termasuk jumlah KLBI yang tidak dapat ditarik oleh bank yang bersangkutan dikarenakan telah melampaui batas waktu penarikan yang telah ditetapkan. d. Jatuh tempo angsuran KLBI adalah jatuh tempo angsuran KLBI dari bank pelaksana sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia kepada bank pelaksana berdasarkan SPK. e. Jatuh tempo KLBI adalah jatuh tempo pembayaran angsuran terakhir / pelunasan KLBI sebagaimana ditetapkan dalam SPK antara Bank Indonesia dengan bank pelaksana. f. Kantor BUMN Koordinator adalah : - Kantor Wilayah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) sebagaimana ditetapkan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Lampiran 1); - Kantor cabang PT. Bank Tabungan Negara (Persero) sebagaimana ditetapkan oleh PT. Bank Tabungan Negara (Lampiran 2); dan - Kantor Pusat PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) di Jakarta sampai dengan ditentukan lain. II. WEWENANG ….. 4 II. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BUMN KOORDINATOR DALAM PENGELOLAAN KLBI 1. Wewenang dan tanggung jawab BUMN Koordinator dalam pengelolaan KLBI adalah sebagai berikut : a. Melakukan koordinasi dengan bank pelaksana, sehingga penyaluran KLBI dimaksud mencapai sasaran akhir secara efektif dan efisien. b. Membantu melaksanakan pengawasan dan pemantauan atas penyaluran KLBI di masing-masing bank pelaksana, sehingga penyaluran KLBI dimaksud mencapai sasaran yang telah ditentukan. c. Mengadministrasikan penyaluran KLBI yang dilaksanakan oleh masing- masing bank pelaksana. d. Melakukan langkah-langkah pengamanan di lapangan yang sifatnya memerlukan penanganan segera, dan melakukan konsultasi sesegera mungkin mengenai hal tersebut kepada Bank Indonesia. e. Melakukan penagihan kepada bank pelaksana pada saat jatuh tempo angsuran KLBI. f. Mengelola hasil angsuran pokok KLBI yang diterima dari masing-masing bank pelaksana untuk disalurkan kembali melalui bank pelaksana sampai dengan jatuh tempo KLBI sesuai dengan skim KLBI yang dialihkan kepada masing-masing BUMN Koordinator secara berimbang, yaitu dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan masing-masing skim KLBI dan kinerja bank pelaksana dalam penyaluran skim-skim dimaksud. Ketentuan penyaluran kembali KLBI melalui skim KLBI tersebut tidak berlaku bagi skim Kredit Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN), skim Kredit Investasi Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang dikaitkan dengan Program Transmigrasi (PIR-Trans) Pra Konversi, dan skim Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi ….. 5 Transmigrasi dalam rangka pembukaan Pemukiman Transmigrasi Baru Di Kawasan Timur Indonesia (KKPA PIR-Trans), mengingat ketentuan yang mendasari ketiga skim kredit tersebut sudah tidak berlaku lagi dan pemberian KLBI tersebut hanya merupakan pelaksanaan komitmen KLBI. g. Mengupayakan agar bank pelaksana dapat memenuhi kewajibannya kepada Bank Indonesia pada jangka waktu yang telah ditetapkan. h. Menyusun dan menyampaikan laporan atas perkembangan penyaluran dan pengembalian KLBI secara periodik kepada Bank Indonesia. i. Mengupayakan sumber pendanaan untuk pelaksanaan penyaluran skim KLBI program yang pengelolaannya dialihkan kepada BUMN koordinator. 2. Disamping sebagai BUMN Koordinator, PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) tetap dapat melaksanakan fungsinya sebagai bank pelaksana. 3. Untuk keperluan administrasi pengelolaan KLBI, atas mutasi pencairan kelonggaran tarik KLBI, penyesuaian baki debet/pembayaran angsuran KLBI, penarikan KLBI yang telah jatuh tempo dan pelunasan KLBI sebelum jatuh tempo, Kantor BUMN Koordinator akan memperoleh tembusan / fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut dengan mekanisme sebagai berikut : a. Bank Indonesia yang berada dalam satu wilayah dengan Kantor BUMN Koordinator akan memberitahukan kepada Kantor BUMN Koordinator untuk mengambil tembusan / fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut di Bank Indonesia. b. Bank Indonesia yang tidak berada dalam satu wilayah dengan Kantor BUMN Koordinator akan mengirimkan tembusan / fotokopi warkat pembukuan mutasi tersebut kepada Kantor BUMN Koordinator. III. TATA ….. 6 III. TATA CARA PENCAIRAN KELONGGARAN TARIK KLBI 1. Bagi bank pelaksana yang masih memiliki kelonggaran tarik KLBI, termasuk kelonggaran tarik untuk proyek KKPA multi years dan proyek PIR-Trans Pasca Konversi, dapat mengajukan permohonan pencairan kelonggaran tarik KLBI sesuai dengan jadwal pencairan yang telah disetujui Bank Indonesia kepada Kantor BUMN Koordinator, dengan ketentuan : a. Bagi bank pelaksana yang berkantor di wilayah kerja Bank Indonesia Kantor Pusat (c.q. Direktorat Kredit), dapat mengajukan permohonan tersebut kepada PT. Bank Rakyat Indonesia Persero (PT. BRI) Kantor Wilayah Jakarta atau Kantor Pusat PT. Permodalan Nasional Madani Persero (PT. PNM). b. Bagi bank pelaksana yang berkantor di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI), dapat mengajukan permohonan tersebut kepada Kantor PT. BRI Koordinator yang menerima pengalihan KLBI dari KBI sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 atau PT. PNM. 2. Untuk mempermudah pemrosesan permohonan pencairan kelonggaran tarik oleh Kantor BUMN Koordinator sebagaimana dimaksud pada butir 1.b., maka dalam permohonannya bank pelaksana harus mencantumkan nama KBI yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut. 3. Kantor BUMN Koordinator memproses permohonan pencairan dimaksud. Dalam hal permohonan tersebut dapat disetujui, Kantor BUMN Koordinator menyampaikan permohonan tersebut kepada Bank Indonesia yang memberikan KLBI untuk proyek tersebut. 4. Bank Indonesia akan melakukan pencairan permohonan dimaksud sepanjang sesuai dengan jadwal pencairan dan kelonggaran tarik yang tersedia untuk masing-masing proyek, serta program moneter Bank Indonesia. 5. Pencairan kelonggaran tarik KLBI tersebut dilakukan dengan cara pemindahbukuan ke rekening bank pelaksana yang ada di Bank Indonesia. 6. Untuk ….. 7 6. Untuk proyek KKPA multi years dan Pir-Trans Pasca Konversi yang kelonggaran tariknya belum dicover dengan SPK, Akte F dan Surat Aksep, ditetapkan sebagai berikut : a. Untuk mengcover kelonggaran tarik yang tersedia, PT. PNM bertindak mewakili Bank Indonesia menerbitkan SPK dan Akte F kepada masing- masing bank pelaksana yang masih memiliki kelonggaran tarik tersebut, dan bank pelaksana menerbitkan Surat Aksep untuk Bank Indonesia. Untuk Pir-Trans Pasca Konversi, maka SPK, Akte F dan Surat Aksep diterbitkan atas nama masing-masing proyek yang bersangkutan. b. PT. PNM menyerahkan tembusan SPK dan Akte F yang telah ditandatangani oleh bank pelaksana serta asli Surat Aksep bank pelaksana, kepada Bank Indonesia. c. Bank pelaksana mengajukan permohonan pencairan kelonggaran tarik sesuai dengan jadwal penarikan proyek yang bersangkutan kepada PT. PNM. Untuk Pir-Trans Pasca Konversi, permohonan pencairan tersebut didasarkan atas rencana / realisasi konversi. d. PT. PNM memproses permohonan pencairan kelonggaran tarik dimaksud. Dalam hal permohonan tersebut dapat disetujui, PT. PNM menyampaikan permohonan tersebut kepada Bank Indonesia. e. Bank Indonesia akan melakukan pencairan permohonan dimaksud sepanjang sesuai dengan jadwal pencairan / realisasi dan kelonggaran tarik yang tersedia untuk masing-masing proyek, serta program moneter Bank Indonesia. f. Pencairan kelonggaran tarik KLBI tersebut dilakukan dengan cara pemindahbukuan ke rekening bank pelaksana yang ada di Bank Indonesia IV. TATA ….. 8 IV. TATA CARA PENYESUAIAN BAKI DEBET DAN PEMBAYARAN ANGSURAN 1. Penyesuaian Baki Debet untuk Skim KUT, KKop dan KKPA-TR a. Untuk keperluan penyesuaian baki debet skim KUT, KKop dan KKPA- TR, bank pelaksana harus menyampaikan laporan bulanan baki debet sesuai dengan ketentuan kepada Kantor PT. BRI Koordinator dengan tembusan kepada Bank Indonesia. b. Atas dasar laporan tersebut, Kantor PT. BRI Koordinator menyampaikan permohonan penyesuaian baki debet dengan disertai rekapitulasi penyesuaian baki debet menurut skim kredit dan bank pelaksana, kepada Bank Indonesia yang memberikan KLBI. c. Atas dasar permohonan tersebut, Bank Indonesia melakukan penyesuaian baki debet pada rekening pinjaman KLBI masing-masing bank pelaksana. 2. Pembayaran Angsuran untuk Skim Kredit Lainnya a. Pada saat jatuh tempo angsuran KLBI, bank pelaksana harus membayar angsuran KLBI melalui kliring untuk untung rekening BUMN Koordinator di Bank Indonesia, yaitu rekening Kantor BTN Koordinator dengan No. 520.200.000 atau rekening PT. PNM dengan No. 552.000.965. b. Bank pelaksana harus menyampaikan fotokopi / tembusan warkat kliring tersebut kepada Bank Indonesia dan Kantor BUMN Koordinator, yang dilengkapi dengan keterangan mengenai nama skim kredit program, tahun anggaran, nama debitur, dan nomor rekening pinjaman KLBI, selambat- lambatnya satu hari kerja berikutnya. c. Atas dasar fotokopi / tembusan warkat tersebut, Bank Indonesia menyesuaikan baki debet rekening pinjaman KLBI masing-masing bank yang ada di Bank Indonesia. V. TATA ….. 9 V. TATA CARA PEMBAYARAN BUNGA KLBI 1. Skim Kredit dengan Pola Channeling a. Untuk kredit program dengan pola channeling bank pelaksana tetap wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan penerimaan bunga dari nasabah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. b. Atas dasar laporan tersebut, Bank Indonesia mendebet rekening giro bank yang bersangkutan sebesar bunga yang menjadi hak Bank Indonesia. c. Dalam hal pada saat jatuh tempo KLBI masih terdapat bunga KLBI yang belum dilunasi, dan berdasarkan laporan bank pelaksana, nasabah sudah membayar bunga, maka Bank Indonesia akan menarik kembali bunga yang menjadi hak Bank Indonesia. 2. Skim Kredit dengan Pola Executing a. Untuk kredit program dengan pola executing, Bank Indonesia langsung mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar bunga yang harus dibayarkan oleh bank pelaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Penghitungan bunga dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia untuk masing-masing skim kredit. VI. TATA CARA PELUNASAN KLBI 1. Skim Kredit dengan Pola Channeling a. Pada saat jatuh tempo KLBI, bank pelaksana wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan pembayaran angsuran dari nasabah yang telah diterima namun belum disetor. b. Atas dasar laporan tersebut, Bank Indonesia mendebet rekening giro bank yang bersangkutan. c. Pada ….. 10 c. Pada saat yang bersamaan Bank Indonesia mendebet rekening giro Kantor BUMN Koordinator sebesar jumlah angsuran KLBI yang telah diterima oleh Kantor BUMN Koordinator. d. Dalam hal pada saat jatuh tempo KLBI masih terdapat KLBI yang belum dilunasi, maka terhadap sisa KLBI yang masih terutang, Bank Indonesia akan menarik kembali KLBI berdasarkan laporan pembayaran angsuran dari nasabah yang disampaikan oleh bank pelaksana setiap bulan sampai dengan KLBI tersebut lunas atau dilakukan pembayaran atas risk sharing. Dalam hal ini tidak perlu dilakukan penyesuaian atau perpanjangan SPK dan Surat Perjanjian Penerusan Kredit (SPPK). 2. Skim Kredit dengan Pola Executing a. KLBI Tanpa Angsuran Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia langsung mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar saldo baki debet KLBI yang masih terutang. b. KLBI Dengan Angsuran (dengan jadwal angsuran / penyesuaian baki debet) - Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia langsung mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar saldo baki debet KLBI yang masih terutang. Sehubungan dengan hal tersebut, pada saat jatuh tempo KLBI, bank pelaksana tidak perlu menyetorkan angsuran ke rekening giro BUMN Koordinator. - Tembusan / fotokopi Nota warkat pembukuan atas pendebetan rekening giro bank pelaksana tersebut di atas, disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Kantor BUMN Koordinator. - Pada saat yang bersamaan Bank Indonesia mendebet rekening giro Kantor BUMN Koordinator sebesar jumlah angsuran KLBI yang telah diterima oleh Kantor BUMN Koordinator. c. Mengingat ….. 11 c. Mengingat pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia langsung menarik KLBI tersebut, maka untuk skim kredit dengan risk sharing, bank pelaksana diminta segera menyelesaikan risk sharing tersebut dengan Lembaga Penjaminan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. a. Dalam hal bank pelaksana melunasi KLBI dengan angsuran sebelum jatuh tempo, maka bank pelaksana harus memberitahukan hal tersebut kepada Kantor BUMN Koordinator dan Bank Indonesia. Selanjutnya Bank Indonesia mendebet rekening giro bank pelaksana sebesar jumlah pelunasan yang dilaporkan. Pada saat jatuh tempo KLBI, Bank Indonesia mendebet rekening giro Kantor BUMN Koordinator sebesar jumlah angsuran pokok yang telah diterima oleh Kantor BUMN Koordinator. b. Dalam hal bank pelaksana melunasi KLBI tanpa angsuran sebelum jatuh tempo, maka atas dasar pemberitahuan dari bank pelaksana, Bank Indonesia akan mendebet rekening bank pelaksana sebesar jumlah KLBI yang telah dilimpahkan. VII. PELAPORAN 1. Untuk keperluan monitoring atas pelaksanaan pemberian KLBI, bank pelaksana tetap wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk masing-masing skim kredit program, dengan tembusan kepada Kantor BUMN Koordinator. Khusus untuk laporan baki debet KLBI untuk skim KUT, KKop dan KKPA-TR, laporan asli dikirimkan kepada Kantor BUMN Koordinator dengan tembusan kepada Bank Indonesia. Ketentuan ini berlaku sampai dengan ditentukan lain. 2. Kantor ….. 12 2. Kantor Pusat BUMN Koordinator wajib menyampaikan laporan bulanan kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Kredit atas penerimaan angsuran KLBI yang telah diterima dan pengelolaan angsuran tersebut dengan format sebagaimana lampiran 3, selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. VIII. PENGAJUAN PENYEDIAAN PLAFON UNTUK PEMBERIAN KREDIT BARU Tata cara pengajuan penyediaan plafon untuk penyaluran kembali kredit yang dananya berasal dari angsuran pokok KLBI (relending), akan diatur oleh masing-masing BUMN Koordinator sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia untuk masing-masing skim kredit program. IX. PENUTUP 1. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka segala ketentuan yang berkaitan dengan pemberian KLBI dan pelaksanaan pengalihan pengelolaan KLBI kepada BUMN Koordinator tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Surat Edaran ini. 2. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 11 Februari 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, A S K A D I DEPUTI DIREKTUR KREDIT DKr / PPKr 13 Lampiran 1 DAFTAR KANTOR PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) PENERIMA PENGALIHAN PENGELOLAAN KLBI DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM No. KANTOR PT. BANK RAKYAT INDONESIA Kantor Cabang Koordinator Ambon 1. 2. Kantor Wilayah Banda Aceh Kantor Wilayah Bandung 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kantor Wilayah Banjarmasin Kantor Cabang Koordinator Bengkulu Kantor Wilayah Denpasar Kantor Wilayah Jakarta Kantor Cabang Koordinator Jambi Kantor Cabang Koordinator Jayapura 10. Kantor Cabang Koordinator Kendari 11. Kantor Cabang Koordinator Kupang 12. Kantor Wilayah Makassar 13. Kantor Cabang Koordinator Mataram 14. Kantor Wilayah Medan 15. Kantor Wilayah Menado 16. 17. Kantor Wilayah Padang 18. Kantor Cabang Koordinator Palangka Raya 19. Kantor Wilayah Palembang 20. 22. 23. Kantor Cabang Koordinator Palu 21. Kantor Cabang Koordinator Pekanbaru Kantor Cabang Koordinator Pontianak Kantor Koordinator Samarinda 24. Kantor Cabang Koordinator Semarang - Pattimura 25. Kantor Wilayah Surabaya 26. Kantor Cabang Koordinator Tanjung Karang 27. Kantor Wilayah Yogyakarta BANK INDONESIA Bank Indonesia Ambon Bank Indonesia Banda Aceh Bank Indonesia Lhokseumawe Bank Indonesia Bandung Bank Indonesia Cirebon Bank Indonesia Tasikmalaya Bank Indonesia Banjarmasin Bank Indonesia Bengkulu Bank Indonesia Denpasar Kantor Pusat Bank Indonesia (c.q. Direktorat Kredit) Bank Indonesia Jambi Bank Indonesia Jayapura Bank Indonesia Kendari Bank Indonesia Kupang Bank Indonesia Dili Bank Indonesia Makassar Bank Indonesia Mataram Bank Indonesia Medan Bank Indonesia Padang Sidempuan Bank Indonesia Pematang Siantar Bank Indonesia Sibolga Kantor Cabang Koordinator Ternate Bank Indonesia Menado Bank Indonesia Ternate Bank Indonesia Padang Bank Indonesia Palangka Raya Bank Indonesia Sampit Bank Indonesia Palembang Bank Indonesia Palu Bank Indonesia Pekanbaru Bank Indonesia Batam Bank Indonesia Pontianak Bank Indonesia Samarinda Bank Indonesia Balikpapan Bank Indonesia Semarang Bank Indonesia Tegal Bank Indonesia Surabaya Bank Indonesia Jember Bank Indonesia Kediri Bank Indonesia Malang Bank Indonesia Bandar Lampung Bank Indonesia Yogyakarta Bank Indonesia Solo Bank Indonesia Purwokerto 14 Lampiran 2 DAFTAR KANTOR PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) PENERIMA PENGALIHAN PENGELOLAAN KLBI DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM No. KANTOR PT. BANK TABUNGAN NEGARA 1. Kantor Pusat PT. Bank Tabungan Negara 2. Kantor Cabang Bandung 3. Kantor Cabang Semarang 4. Kantor Cabang Surabaya 5. Kantor Cabang Padang 6. Kantor Cabang Pekanbaru 7. Kantor Cabang Palembang KANTOR BANK INDONESIA Kantor Pusat Bank Indonesia (c.q. Direktorat Kredit) Bank Indonesia Bandung Bank Indonesia Semarang Bank Indonesia Surabaya Bank Indonesia Padang Bank Indonesia Pekanbaru Bank Indonesia Palembang Bank Indonesia Bengkulu Bank Indonesia Jambi 8. Kantor Cabang Bandar Lampung Kantor Cabang Banjarmasin 9. 10. Kantor Cabang Denpasar Bank Indonesia Bandar Lampung Bank Indonesia Banjarmasin Bank Indonesia Denpasar Bank Indonesia Mataram 11. Kantor Cabang Menado 12. Kantor Cabang Makasar 13. Kantor Cabang Samarinda Kantor Cabang Jayapura 14. Bank Indonesia Kupang (eks KBI Dili) Bank Indonesia Menado Bank Indonesia Ujung Pandang (Makasar) Bank Indonesia Kendari Bank Indonesia Samarinda Bank Indonesia Jayapura 15 Lanjutan Lampiran 2 ALAMAT KANTOR PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Kantor Pusat : Menara Bank BTN Jl. Gajah Mada No. 1, Jakarta 10130 Telp. (021) 2310490, 6336789, 6332666 Facs. (021) 6346704 Telex : 46162 Http://www.btn.co.id Kantor Cabang Banjarmasin Jl. RE. Martadinata No. 4 Banjarmasin 70111 Telp. (0511) 68133, 66669-70 Facs. (0511) 66492 Telex : 39180 Email : btn-bjm@bjm.mega.net.id Kantor Cabang Bandung Jl. Jawa No. 7 Bandung 40117 Telp. (022) 4232112, 4241036 Facs. (022) 4233094 Telex : 28143 Email : btn-bdg@idola.net.id Kantor Cabang Jayapura Jl. Koti No. 22 Jayapura 99111 Telp. (0967) 537969, 537971, 534066 Facs. (0967) 533373 Telex : 76152 Email : btn-jpr@jayapura.wasantara.net.id Kantor Cabang Manado Jl. Wolter Monginsidi No. 56 Manado 95115 Telp. (0431) 868095, 855504-05 Facs. (0431) 868013 Telex : 74169 Email : btn-mdo@mdo.mega.net.id Kantor Cabang Palembang Jl. Jend. Sudirman Km 4,5 No. 125 Palembang 30128 Telp. (0711) 411175, 411282 Facs. (0711) 410854, 415524 Telex : 27422 Email : btn-plg@idola.net.id Kantor Cabang Surabaya Jl. Pemuda No. 50 Kantor Cabang Bandar Lampung Jl. Wolter Monginsidi No. 80-88 Bandar Lampung 35215 Telp. (0721) 489253-55 Facs. (0721) 489252 Email : btn-bdl@indo.net.id Kantor Cabang Denpasar Jl. Dewi Sartika No. 2 Denpasar 80114 Telp. (0361) 243811 Facs. (0361) 243815 Email : btn-bjm@bjm.mega.net.id Kantor Cabang Makasar Jl. Kajaolalido No. 4 Makasar 90111 Telp. (0411) 316016, 316011 Facs. (0411) 3166388 Telex : 71213 Email : btn-upg@indosat.net.id Kantor Cabang Padang Jl. HR Rasuna Said No. 3 Padang 25129 Telp. (0751) 31903, 32094-96 Facs. (0751) 31900 Telex : 55185 Email : btn-pdg@pdg.mega.net.id Kantor Cabang Pekanbaru Jl. Jend. Sudirman No. 393 Pekanbaru 28116 Telp. (0761) 40494 (Hunting) Facs. (0761) 32271 Telex : 56316 Email : btn-pkb@pkb.mega.net.id Kantor Cabang Semarang Jl. MT. Haryono No. 717 16 Surabaya 60271 Telp. (031) 535313-19 Facs. (031) 5345073 Telex : 342250 Email : btn-sby@idola.net.id Kantor Cabang Samarinda Jl. RE. Martadinata No. 1 Samarinda 75123 Telp. (0541) 736930, 731695, 736932, 7351510 Facs. (0541) 737698 Email : btn-smd@smd.mega.net.id Semarang 50242 Telp. (024) 312151, 446166 Facs. (024) 312186, 413818 Telex : 22139 Email : btn-smg@idola.net.id 17 Lanjutan Lampiran 1 ALAMAT KANTOR PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Kantor Wilayah Jakarta Jl. Veteran No. 8, Jakarta Telp. (021) 3840802, 3453686, 3865858 Facs. (021) 3854253, 3453685, 3845700 Telex : 46003, 44043, 44682 Kantor Wilayah Yogyakarta Jl. Cik Di Tiro No. 3, Yogyakarta Telp. (0274) 520263-73, 561403, 560134 Facs. (0274) 512135, 25617 Telex : 25115, 25114 Kantor Wilayah Denpasar Jl. Dr. Kusumaatmaja No. 1, Denpasar Telp. (0361) 228715, 235264, 240421/2 Facs. (0361) 264858, 234796 Telex : - Kantor Wilayah Medan Jl. Putri Hijau No. 2A, Medan Telp. (061) 525666, 522292, 524330, 520174 Facs. (061) 525601 Telex : 54109 Kantor Wilayah Palembang Jl. Kapt. A. Rivai No. 15, Palembang Telp. (0737) 313411 Facs. (0737) 312262 Telex : 27656 Kantor Wilayah Menado Jl. Sarapung No. 4, Menado Telp. (0931) 863592, 863378, 863975/79 Facs. (0931) 862779 Telex : 74127, 74281 Kantor Cabang Semarang - Pattimura Jl. Pattimura No. 2-4, Semarang Telp. (024) 558129, 558130, 546748 Facs. (024) 546115 Telex : 22242, 22113, 22861 Kantor Cabang Tanjung Karang Jl. Raden Intan No. 51, Tanjung Karang Telp. (0721) 263634, 262474 Facs. (0721) 262927 Telex : 26363, 26180 Kantor Cabang Jambi Jl. Dr. Sutomo No. 42, Jambi Kantor Wilayah Bandung Jl. Asia Afrika No. 57-59, Bandung Telp. (022) 4200356 Facs. (022) 432038 Telex : 28207, 28031 Kantor Wilayah Surabaya BRI Tower Suite 2001, 2101, 2201 Jl. Jend. Basuki Rakhmat No. 122-138, Surabaya Telp. (031) 5324230 Facs. (031) 5324033, 5324044 Telex : 32887, 32888 Kantor Wilayah Banda Aceh Jl. Cut Meutia No. 17, Banda Aceh Telp. (0651) 22900, 23577, 22352, 23655 Facs. (0651) 22253 Telex : 54149, 54148 Kantor Wilayah Padang Jl. Bgindo Azis Chan No. 30, Padang Telp. (0751) 32204 Facs. (0751) 39714,31971, 25373 Telex : 55123, 55182 Kantor Wilayah Ujung Pandang Jl. Achmad Yani No.8, Ujung Pandang Telp. (0411) 312043, 312083, 312051, 312426 Facs. (0411) 312054 Telex : 71131 Kantor Wilayah Banjarmasin Jl. Jend. A. Yani Km 3,5 No. 151, Banjarmasin Telp. (0511) 232056/7, 268350 Facs. (0511) 322420 Telex : 74341 Kantor Cabang Pekanbaru Jl. Jend. Sudirman No. 316, Pekanbaru Telp. (0761) 33511 Facs. (0761) 37771 Telex : 56191, 56214 Kantor Cabang Bengkulu Jl. S. Parman No. 120, Bengkulu Telp. (0736) 22762, 22981 Facs. (0736) 20087 Telex : 27577 Kantor Cabang Palu Jl. Dr. Mohamad Hatta No. 12, Palu 18 Telp. (0741) 22451, 31213 Facs. (0741) 25625 Telex : 27560 Kantor Cabang Kendari Jl. Samratulangi No. 146, Kendari Telp. (0401) 27367, 25773, 21677 Facs. (0401) 24102 Telex : 71474 Kantor Cabang Kupang Jl. Jl. Sukarno No. 15, Kupang Telp. (0380) 826276, 831010, 833788 Facs. (0380) 831373 Telex : 835435 Kantor Cabang Pontianak Jl. Barito No. 2, Pontianak (Po. Box 78123) Telp. (0561) 62650, 34009 Facs. (0561) 33019 Telex : 29167, 29413 Kantor Cabang Ambon Jl. Diponegoro No. 29, Ambon Telp. (0911) 356562/3/4, 355275/6/7 Facs. (0911) 356565 Telex : 71131 Kantor Cabang Ternate Jl. Telp. Facs. Telex : Telp. (0451) 54000/1/2/3, 55000, 21681 Facs. (0451) 27140 Telex : 75147, 75142 Kantor Cabang Mataram Jl. Pejanggik No. 15, Mataram Telp. (0364) 631318, 632246, 633017 Facs. (0364) 633084 Telex : 35483, 35772 Kantor Samarinda Jl. Basuki Rahmat No. 7, Samarinda Telp. (0541) 205801/2/3, 201317/8 Facs. (0541) 31975 Telex : 38247 Kantor Cabang Palangkaraya Jl. Jend. A. Yani No. 85, Palangkaraya Telp. (0536) 21755, 21507, 22392 Facs. (0536) 21593 Telex : 39396 Kantor Cabang Jayapura Jl. Jend. A. Yani No. 82, Jayapura Telp. (0967) 533585, 534856, 534638 Facs. (0967) 537682 Telex : 76130, 76626
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/5/DKr|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam Rangka Kredit Program </reg_title> <set_date> 11 Februari 2000 </set_date> <effective_date> 11 Februari 2000 </effective_date> <related_reg> '2/3/PBI/2000' </related_reg>
No. 1 / 6 / DPNP Jakarta, 17 Desember 1999 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank yang Dijamin Pemerintah Dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter khususnya kebijakan suku bunga dan berkaitan dengan pelaksanaan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, sambil menunggu keluarnya Peraturan Bank Indonesia yang akan mengatur lebih lanjut, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut: 1. Marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah untuk periode tanggal 1 - 7 Juni 1998 sampai dengan periode tanggal 13 - 19 Desember 1999 adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 1. Untuk selanjutnya marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah dan valuta asing yang dijamin Pemerintah masing-masing sebesar 100 (seratus) basis point. 2. Maksimum suku bunga Pasar Uang Antar Bank yang dijamin Pemerintah untuk periode tanggal 1 - 7 Juni 1998 sampai dengan periode tanggal 13 - 19 Desember 1999 adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 2. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor 31/23/UPPB tanggal 31 Maret 1999 perihal Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang Dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 17 Desember 1999. Agar … 2 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Harisman Deputi Direktur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 1/6/DPNP|SE-BI/1999 </reg_id> <reg_title> Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank yang Dijamin Pemerintah </reg_title> <set_date> 17 Desember 1999 </set_date> <effective_date> 17 Desember 1999 </effective_date> <replaced_reg> '31/23/UPPB|SE-BI/1999' </replaced_reg> <related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </related_reg>
No.10/ 42 /DPD Jakarta, 27 November 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/28/PBI/2008 tanggal 12 November 2008 tentang Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4921), perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : 1. Pembelian valuta asing terhadap rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No.10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing Terhadap Rupiah Kepada Bank (selanjutnya disebut PBI), hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif. 2. Pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank oleh Nasabah atau Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam angka 1, meliputi transaksi pembelian dalam denominasi seluruh valuta asing terhadap rupiah. 3. Untuk pembelian valuta asing selain US Dollar terhadap rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PBI, menggunakan perhitungan kurs pasar sebagaimana yang lazim dilakukan di pasar valuta asing (misalnya: kurs Reuters atau Bloomberg) pada saat transaksi dilakukan, yaitu menggunakan kurs tengah ([kurs beli + kurs jual] / 2). 4. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di atas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah … 2 Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif, dengan underlying sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) PBI, diatur sebagai berikut : a. Untuk Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 PBI, jenis underlying transaksi antara lain dapat berupa: 1) Kegiatan impor barang dan jasa; 2) Pembayaran jasa, seperti: a) Biaya sekolah di luar negeri; b) Biaya berobat ke luar negeri; c) Biaya perjalanan luar negeri untuk keperluan haji, perjalanan ibadah / wisata rohani, atau wisata lainnya; d) Pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar negeri; e) Pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia 3) Pembayaran utang dalam valuta asing; 4) Pembayaran atas pembelian aset di luar negeri; 5) Kegiatan usaha pedagang valuta asing non Bank yang memiliki ijin dari Bank Indonesia yang masih berlaku; 6) Kegiatan usaha travel agent; 7) Penempatan pada simpanan dalam valuta asing, b. Untuk Pihak Asing sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 PBI, underlying transaksi antara lain dapat berupa pencairan aset atau investasi dalam rupiah yang dimiliki, termasuk repatriasi modal; pengembalian kredit oleh debitur; dan penghasilan dari investasinya, seperti capital gain, kupon, bunga dan dividen. 5. Kegiatan spekulatif sebagaimana dimaksud dalam angka 1 antara lain dapat berupa structured product yang diatur sebagai berikut: a. Yang dimaksud dengan structured product adalah produk yang dikeluarkan oleh Bank yang merupakan kombinasi suatu aset dengan derivatif dari mata uang valuta asing terhadap mata uang rupiah, untuk tujuan mendapatkan tambahan … 3 tambahan income (return enhancement), yang dapat mendorong transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah untuk tujuan spekulatif, dan dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai rupiah. b. Pembelian valuta asing terhadap rupiah tidak diperkenankan dilakukan dalam jumlah berapapun apabila pembelian tersebut atau potensi pembelian terkait dengan structured product. Contoh 1: Dual currency deposit. Dual Currency Deposit (DCD) merupakan deposito jangka pendek yang di dalamnya terdapat kemungkinan terjadi konversi antara valuta asing dengan mata uang rupiah, yang bunganya dihubungkan dengan pergerakan kurs dari dua mata uang tersebut. Pada saat jatuh tempo, nasabah akan menerima pokok dan bunga dalam mata uang penempatan deposito atau dalam mata uang pasangannya, tergantung mana yang lebih lemah dibandingkan dengan kurs konversi yang disetujui. • Jumlah deposito: IDR 1 milyar • Mata uang deposito: IDR • Mata uang pasangan: USD • Tenor: 1 bulan • Bunga: 15% pa • Strike level: 11.000 Pada saat jatuh tempo, Nasabah akan menerima pokok dan bunga dalam mata uang yang lebih lemah. Skenario 1: Jika Kurs spot < strike: 11.000 Kurs Spot Mata uang yang diterima Jumlah yang diterima 10.000 USD IDR 1 milyar + (IDR 1 Milyar * 15% * 30/360) = IDR 1.0125 milyar / 12000 = USD101,250 Skenario 2: jika Kurs spot ≥ strike: 11.000 12.000 IDR IDR 1 milyar + (IDR 1 Milyar * 15% * 30/360) = IDR 1.0125 milyar Contoh … 4 Contoh 2: Callable forward. Callable forward adalah instrumen investasi yang dilakukan nasabah dengan melakukan kombinasi transaksi forward dan option, misalnya nasabah long forward and short call option, dengan harapan untuk memperoleh harga yang lebih baik dari harga pasar. • Nasabah melakukan kontrak forward dan option selama 3 bulan dengan Bank, dengan total 12 (dua belas) kontrak option, sejak 1 Desember 2008 sampai dengan 16 Februari 2009, dengan rincian sebagai berikut: o Volume: USD5.000.000 (lima juta US Dollar) o Kurs Spot Rate: 12.000 o Nasabah melakukan kontrak forward 3 bulan dengan cara melakukan :  buy call option : strike price = 12.300  sell put option: strike price = 12.300 Weekly exercise • Akibat dari pembelian valuta asing yang dilakukan melalui transaksi callable forward ini, Nasabah memperoleh keuntungan transaksi sebesar Rp19.500.000.000,00 (sembilan belas miliar lima ratus juta rupiah) atau sekitar USD1.500.000 (satu juta lima ratus US Dollar), dari yang seharusnya hanya Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah) atau ekuivalen USD270.000 (dua ratus tujuh puluh ribu US Dollar), dengan rincian: o Rupiah terus mengalami pelemahan, dimana spot price pada tgl 16 Februari 2009 mencapai Rp13.000 (tiga belas ribu rupiah) per USD o Pada saat kurs melemah, yang terjadi adalah:  Nasabah akan meng-exercise call option-nya sehingga Nasabah dapat membeli diharga Rp12.300, namun membiarkan put option- nya worthless, sehingga Nasabah menjual pada harga pasar.  Kurs konversi yang digunakan juga dapat berbeda-beda tergantung kesepakatan Nasabah dengan Bank. Fixing … 5 Fixing # Expiry Date 1 1-Dec 2 8-Dec 3 15-Dec 4 22-Dec … … 12 16-Feb Spot Onshore Strike *) Volume 12,000 12,300 USD5 juta 12,100 12,300 USD5 juta 12,500 12,300 USD5 juta 12,550 12,300 USD5 juta … … … 13000 12300 USD5 juta Nasabah Buy to Bank (Jt Rp) 61,500 61,500 61,500 61,500 … 61,500 Nasabah Sell to Market (Jt Rp) 60,000 60,500 62,500 62,750 65,000 *) konversi dapat menggunakan strike price atau harga lain, tergantung kesepakatan. Contoh 3: Callable forward. • Nasabah PT X akan menerima export proceed dalam US Dollar, dan bermaksud untuk menjual US Dollar tersebut secara mingguan dalam 1 tahun ke depan (Total kontrak sebanyak 52 kontrak), melalui transaksi callable forward dengan harapan memperoleh rate yang lebih baik dari market rate, dengan rincian sebagai berikut: o Deal date : 1 Desember 2008 o Tenor : 1 tahun – jatuh tempo tanggal 1 Desember 2009 o Spot rate : 12.000 o Callable forward rate 1 year: 13.000 = strike price • Dalam transaksi callable forward, PT X melakukan ”Sell call” dengan nominal USD1.000.000 (satu juta US Dollar), dan melakukan ”Buy put” dengan nominal USD1.000.000 (satu juta US Dollar). Fixing # Expiry Date 1 1-Dec 2 8-Dec 3 15-Dec 4 22-Dec 5 29-Dec Spot Onshore Strike Nominal Transaksi …dst …dst …dst 12,000 13,000 USD 1 Juta 12,100 13,000 USD 1 Juta 12,500 13,000 USD 1 Juta 12,550 13,000 USD 1 Juta 12,600 13,000 USD 1 Juta ...dst PT X buy to Market (Rp. Juta) ...dst 12,000 12,100 12,500 12,550 12,600 ...dst PT X sell to Bank (Rp. Juta) 13,000 13,000 13,000 13,000 13,000 ...dst Profit/Loss (Rp. Juta) 1,000 900 500 450 400 ...dst 6. Pembelian … TOTAL Profit/Loss (Jt Rp) (1,500) (1,000) 1,000 1,250 … … 3,500 19,500 6 6. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah yang meliputi transaksi spot, transaksi forward, dan transaksi derivatif lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut : a. Termasuk dalam pengertian transaksi spot adalah transaksi dengan valuta today, valuta tomorrow, transaksi bank notes, transfer dari rekening rupiah ke rekening valuta asing, transaksi melalui kartu kredit, transaksi melalui Automated Teller Machine (ATM), transaksi melalui sistem electronic banking, atau transaksi melalui sistem phone banking. b. Transaksi forward dan transaksi derivatif lainnya meliputi namun tidak terbatas pada transaksi swap dan option. 7. Persyaratan dokumen untuk transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan oleh Nasabah dengan nilai nominal di atas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) PBI diatur sebagai berikut : a. Kelengkapan dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan c PBI wajib dilampirkan sejak tanggal 1 Desember 2008. b. Dokumen yang dipersyaratkan wajib dilampirkan pada setiap transaksi berdasarkan tanggal transaksi. c. Untuk Nasabah : 1) Dokumen underlying transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan antara lain dapat berupa bukti dokumen yang terkait dengan jenis underlying sebagaimana butir 3 huruf a di atas: a) Untuk Kegiatan impor barang dan jasa, dokumen antara lain berupa fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, Letter of Credit (L/C), atau invoice. b) Untuk pembayaran jasa, dokumen diatur sebagai berikut: (1) Untuk biaya sekolah di luar negeri, dokumen antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya sekolah dan biaya hidup di luar negeri; (2) Untuk biaya berobat ke luar negeri, dokumen antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya berobat dan akomodasi; (3) Untuk … 7 (3) Untuk biaya perjalanan luar negeri, untuk keperluan haji, perjalanan rohani / wisata rohani, atau wisata lainnya, dokumen antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya perjalanan dan akomodasi; (4) Untuk pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar negeri, dokumen antara lain berupa fotokopi kontrak jasa konsultan; (5) Untuk pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia, dokumen antara lain berupa fotokopi surat perjanjian kerja antara tenaga kerja asing yang bersangkutan dengan badan usaha. c) Untuk pembayaran utang valuta asing yang berasal dari kreditur dalam negeri atau kreditur luar negeri, dokumen antara lain berupa fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement), atau dokumen utang terkait lainnya; d) Untuk pembayaran atas pembelian aset di luar negeri, dokumen antara lain berupa invoice pembelian aset di luar negeri; e) Untuk kegiatan usaha pedagang valuta asing (PVA) non Bank yang memiliki ijin dari Bank Indonesia yang masih berlaku, dokumen antara lain berupa surat ijin usaha pedagang valuta asing dari Bank Indonesia yang masih berlaku, historical turnover berdasarkan kebutuhan nasabah PVA dan cadangan yang dibutuhkan (dengan format sebagaimana terlampir); f) Untuk kegiatan usaha travel agent, dokumen antara lain berupa proyeksi cashflow berdasarkan kebutuhan pengguna jasa travel agent dan cadangan yang dibutuhkan; g) Untuk penempatan pada simpanan dalam valuta asing, dokumen antara lain berupa buku tabungan valuta asing, atau bilyet deposito valuta asing; 2) Penilaian atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal underlying yang diajukan oleh Nasabah, dilakukan oleh Bank. 3) Fotokopi … 8 3) Fotokopi dokumen identitas Nasabah meliputi fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Ijin Mengemudi (SIM), dan NPWP perorangan untuk Nasabah Perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a PBI; atau fotokopi Surat Ijin Usaha (SIUP) yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang dan fotokopi NPWP badan usaha untuk Nasabah badan usaha bukan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf b PBI. 4) Pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh Nasabah yang bersangkutan untuk Nasabah perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a PBI, atau pihak yang berwenang dari Nasabah badan usaha bukan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf b PBI, mengenai informasi kebenaran dokumen underlying dan informasi bahwa dokumen underlying hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan di Indonesia. 8. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Pihak Asing yang meliputi transaksi spot outright sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut : a. Transaksi spot outright meliputi transaksi dengan valuta today, valuta tomorrow, transaksi bank notes, transfer dari rekening rupiah ke rekening valuta asing, transaksi melalui Automated Teller Machine (ATM), transaksi melalui sistem electronic banking, atau transaksi melalui sistem phone banking. b. Transaksi spot outright dimaksud tidak termasuk transaksi spot yang berasal dari kombinasi transaksi derivatif. 9. Persyaratan dokumen untuk transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan oleh Pihak Asing dengan nilai nominal di atas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) PBI diatur sebagai berikut : a. Kelengkapan … 9 a. Kelengkapan dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, dan b PBI wajib dilampirkan sejak tanggal 1 Desember 2008. b. Dokumen yang dipersyaratkan wajib dilampirkan pada setiap transaksi berdasarkan tanggal transaksi. c. Dokumen underlying transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan antara lain meliputi bukti dokumen yang terkait dengan jenis underlying sebagaimana angka 3 huruf b di atas, dan penilaian oleh Bank atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal underlying yang diajukan. d. Pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pihak yang berwenang dari Pihak Asing yang bersangkutan. Dalam hal Pihak Asing tidak dapat menyediakan dokumen pernyataan bermaterai, Pihak Asing wajib menyediakan pernyataan authenticated yang berisi informasi mengenai kebenaran dokumen underlying dan informasi bahwa dokumen underlying hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan di Indonesia antara lain berupa SWIFT message, tested telex, tested fax, Reuters Monitoring Dealing System (RMDS), atau dokumen yang ditandatangani dan disampaikan secara elektronik kepada Bank. e. Khusus untuk Bank yang melakukan fungsi kustodian, pernyataan tertulis yang disampaikan oleh Pihak Asing untuk transaksi yang dilakukan sampai dengan USD100.000 (seratus ribu US Dollar) dan diatas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Pihak Asing, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dan Pasal 6 PBI dapat dilakukan satu kali dalam satu tahun kalender. f. Bank yang melakukan fungsi kustodian bertanggungjawab terhadap penatausahaan dan kelengkapan dokumen underlying dan pernyataan tertulis tersebut. 10. Dalam hal Nasabah atau Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah sampai dengan USD100.000 (seratus ribu US Dollar) secara berangsur dan mencapai nilai di atas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) dalam satu bulan yang … 10 yang sama, maka dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (2) PBI, wajib dilampirkan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah yang melebihi USD100.000 (seratus ribu US Dollar). Contoh : Apabila pada tanggal 5 Desember 2008 Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah sebesar USD30.000 (tiga puluh ribu US Dollar). Kemudian pada tanggal 12 Desember 2008 Nasabah yang sama melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah sebesar USD50.000 (lima puluh ribu US Dollar). Selanjutnya pada tanggal 19 Desember 2008 Nasabah kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah sebesar USD60.000 (enam puluh ribu US Dollar), maka pada tanggal 19 Desember 2008 pembelian telah melampaui USD 100.000 (seratus ribu US Dollar). Nasabah wajib menyediakan dokumen lengkap sebagaimana yang dipersyaratkan untuk pembelian yang dilakukan pada tanggal 19 Desember 2008. 11. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank tanpa underlying yang hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 PBI diatur sebagai berikut : a. Perhitungan satu bulan didasarkan pada bulan kalender, yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender. Contoh : Jika pada bulan Januari 2009 Nasabah hanya melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah tanpa underlying satu kali pada tanggal 25 Januari 2009 sebesar USD100.000 (seratus ribu US Dollar), maka hal tersebut diperhitungkan sebagai maksimum jumlah yang telah digunakan dalam bulan Januari 2009. Nasabah dapat kembali menggunakan jumlah maksimum ekuivalen USD100.000 (seratus ribu US Dollar) tersebut selama periode Februari 2009. b. Perhitungan … 11 b. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada tanggal transaksi. Contoh : Pada tanggal 9 Desember 2008, Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah melalui transaksi spot beli sebesar USD40.000 (empat puluh ribu US Dollar). Kemudian Nasabah melakukan transaksi forward beli valuta asing terhadap rupiah pada tanggal 18 Desember 2008 sebesar USD50.000 (lima puluh ribu US Dollar) yang jatuh tempo tanggal 18 Februari 2009. Perhitungan transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah sampai dengan 18 Desember 2008 adalah USD90.000 (sembilan puluh ribu US Dollar). c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang dilakukan oleh masing-masing Nasabah atau Pihak Asing secara individual baik secara tunai maupun non tunai dalam bentuk simpanan valuta asing. Contoh : Nasabah A melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah di Bank X secara tunai sebesar USD20.000 (dua puluh ribu US Dollar) pada tanggal 2 Desember 2008. Kemudian, pada tanggal 4 Desember 2008 Nasabah A melakukan konversi simpanan rupiah menjadi simpanan valuta asing (USD Dollar) di Bank X sebesar USD80.000 (delapan puluh ribu US Dollar). Perhitungan kumulatif transaksi yang dilakukan oleh Nasabah A adalah penjumlahan dari seluruh nominal transaksi Nasabah A di Bank X, yaitu sebesar USD100.000 (seratus ribu US Dollar). d. Untuk rekening gabungan (joint account), pembelian valuta asing terhadap rupiah tanpa underlying sampai dengan USD100.000 (seratus ribu US Dollar) didasarkan pada transaksi yang dilakukan oleh masing-masing Nasabah atau Pihak Asing yang memiliki rekening gabungan dimaksud. 12. Untuk … 12 12. Untuk transaksi pembelian valas terhadap rupiah sampai dengan USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing, termasuk yang dilakukan melalui ATM, phone banking, e-banking, dan kartu kredit, secara keseluruhan wajib disertai dengan : a. surat pernyataan tertulis dari Nasabah yang bermaterai cukup atau pernyataan authenticated dari Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PBI yang disampaikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan kalender; atau b. pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dapat pula berupa surat elektronik resmi (official email), SWIFT message, tested telex, tested fax, Reuters Monitoring Dealing System (RMDS), atau negative confirmation dari Bank kepada Nasabah atau Pihak Asing yang bersangkutan, bagi yang sedang berada di luar negeri. Negative confirmation adalah konfirmasi yang disampaikan oleh Bank kepada Nasabah atau Pihak Asing, yang bila tidak ditanggapi dalam periode waktu tertentu, maka Nasabah atau Pihak Asing dianggap menyetujui isi konfirmasi tersebut. Terhadap negative confirmation sebagaimana dimaksud pada huruf b, Bank harus memastikan bahwa negative confirmation tersebut diterima oleh Nasabah atau Pihak Asing dalam bentuk tanda terima yang ditandatangani oleh Nasabah atau Pihak Asing yang bersangkutan atau pihak yang ditunjuk oleh Nasabah atau Pihak Asing. 13. Surat pernyataan yang wajib disampaikan oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah dengan nilai nominal sampai dengan USD100.000 (seratus ribu US Dollar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PBI, paling kurang memuat informasi tentang : a. Nama dan identitas Nasabah atau Pihak Asing; b. Nama Bank tempat dilakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah; c. Nilai nominal pembelian valuta asing terhadap rupiah; dan d. Pernyataan … 13 d. Pernyataan bahwa pembelian valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan tidak lebih dari USD100.000 (seratus ribu US Dollar) di seluruh sistem perbankan di Indonesia. 14. Jangka waktu dokumen yang wajib ditatausahakan oleh Bank sebagaimana diatur dalam Pasal 7 PBI disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai penatausahaan dokumen. 15. Transaksi yang sedang berjalan sebelum berlakunya PBI dan belum jatuh tempo setelah berlakunya PBI, tidak tunduk pada ketentuan dalam PBI sebagaimana diatur dalam Pasal 10 PBI. Bank tidak wajib melakukan pemutusan transaksi pada tanggal berlakunya PBI apabila terdapat transaksi yang belum jatuh tempo, namun dapat tetap melanjutkan transaksi hingga jatuh tempo. Dalam hal dilakukan perpanjangan transaksi (roll- over) setelah berlakunya PBI, perpanjangan dimaksud wajib tunduk pada ketentuan dalam PBI. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 27 November 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/42/DPD|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank </reg_title> <set_date> 27 November 2008 </set_date> <effective_date> 27 November 2008 </effective_date> <related_reg> '10/28/PBI/2008' </related_reg>
No. 6/42/DASP Jakarta, 7 Oktober 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Perekaman Data Hasil Kliring Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3873) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88) antara lain menetapkan bahwa Penyelenggara wajib menyediakan fasilitas penyelenggaraan Kliring Lokal. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, dalam rangka penyediaan fasilitas penyelenggaraan Kliring Lokal untuk meningkatkan pelayanan kepada Peserta dalam pemberian informasi data hasil Kliring, Bank Indonesia menyediakan fasilitas perekaman data hasil Kliring dalam bentuk compact disc untuk melengkapi fasilitas penyediaan data hasil Kliring yang sudah ada selama ini. Berkenaan dengan hal tersebut, perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut. I. PENGERTIAN … 2 I. PENGERTIAN UMUM Dalam Surat Edaran ini, yang dimaksud dengan: 1. Fasilitas Perekaman Data Hasil Kliring Dalam Bentuk Compact Disc, yang selanjutnya disebut Fasilitas CD Kliring, adalah fasilitas yang berupa informasi data Warkat dan salinan (image) Warkat hasil Kliring penyerahan yang diterima (inward clearing) dalam bentuk data elektronik yang direkam dalam compact disk yang disediakan oleh Penyelenggara kepada Pengguna secara harian. 2. CD Kliring adalah sarana penyimpan data Warkat dan salinan (image) Warkat yang disediakan oleh Penyelenggara. 3. Data Warkat adalah rekaman data Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line pada clear band Warkat hasil Kliring penyerahan yang diterima (inward clearing) dalam bentuk elektronik (numeric). 4. Salinan Warkat adalah rekaman gambar Warkat hasil Kliring penyerahan yang diterima (inward clearing) dalam bentuk elektronik (image). 5. Penyelenggara adalah Bank Indonesia yang menyelenggarakan Kliring Lokal secara otomasi atau elektronik yang menyediakan Fasilitas CD Kliring. 6. Pengguna adalah Peserta Langsung pada penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi atau elektronik yang telah terdaftar untuk ikut serta memanfaatkan Fasilitas CD Kliring. 7. Pengguna Tetap adalah Pengguna yang memanfaatkan Fasilitas CD Kliring setiap hari secara rutin. 8. Pengguna Tidak Tetap adalah Pengguna yang memanfaatkan Fasilitas CD Kliring secara insidentil. 9. Disket … 3 9. Disket Akses adalah disket yang berisi aplikasi CD key yang digunakan sebagai kunci pengaman bagi Pengguna untuk dapat mengakses CD Kliring. II. PERSYARATAN, STATUS DAN TATA CARA MENJADI PENGGUNA A. Persyaratan Menjadi Pengguna Peserta Langsung Kliring Lokal secara Otomasi atau Elektronik dapat menjadi Pengguna Fasilitas CD Kliring. B. Status Pengguna Status Pengguna dalam memanfaatkan Fasilitas CD Kliring dibagi menjadi: 1. Pengguna Tetap; 2. Pengguna Tidak Tetap. C. Tata Cara menjadi Pengguna 1. Calon Pengguna mengajukan permohonan secara tertulis kepada Penyelenggara untuk menjadi Pengguna Tetap atau Pengguna Tidak Tetap dengan melampirkan: a. Formulir Permohonan Keanggotaan Dalam Pemanfaatan Fasilitas CD Kliring sebagaimana contoh pada Lampiran 1 yang telah diisi secara lengkap. b. 2 (dua) disket kosong ukuran 3.5” (90 mm) yang digunakan untuk Disket Akses. 2. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatur sebagai berikut: a. bagi calon Pengguna yang menjadi Peserta Kliring Lokal di Wilayah Kliring Lokal Jakarta ditujukan kepada: Bank Indonesia u.p. Bagian Kliring Jakarta, Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta. b. bagi … 4 b. bagi calon Pengguna yang menjadi Peserta Kliring Lokal di Wilayah Kliring Lokal kantor Bank Indonesia ditujukan kepada kantor Bank Indonesia yang Mewilayahi. 3. Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada calon Pengguna mengenai keputusan menyetujui atau menolak permohonan menjadi Pengguna paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima secara lengkap. 4. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan menjadi Pengguna maka pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 3 antara lain memuat hal-hal sebagai berikut: a. b. tanggal efektif menjadi Pengguna; c. pemberitahuan tanggal pengambilan Disket Akses dan Prosedur Pengoperasian Disket Akses. Tanggal efektif menjadi Pengguna sebagaimana dimaksud dalam huruf b ditetapkan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan. 5. Pengambilan Disket Akses dan Prosedur Pengoperasian Disket Akses sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf c hanya dapat dilakukan oleh pimpinan kantor Bank. Dalam hal pimpinan kantor Bank berhalangan, pengambilan Disket Akses dan prosedur pengoperasian tersebut dapat dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan kantor Bank berdasarkan Surat Kuasa. 6. Persetujuan menjadi Pengguna sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf a berlaku sepanjang Pengguna masih terdaftar sebagai Peserta Langsung pada penyelenggaraan Kliring Lokal secara … persetujuan menjadi Pengguna Tetap atau Pengguna Tidak Tetap; 5 secara Otomasi atau Elektronik, kecuali Pengguna tersebut mengajukan permohonan untuk berhenti sebagai Pengguna. 7. Dalam hal Penyelenggara tidak menyetujui permohonan menjadi Pengguna maka dalam pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dicantumkan alasan tidak disetujuinya permohonan dimaksud. III. PERUBAHAN STATUS 1. Dalam hal Pengguna akan melakukan perubahan status Pengguna maka Pengguna wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Penyelenggara. 2. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditujukan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2.a atau butir II.C.2.b. 3. Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Pengguna dengan mencantumkan tanggal efektif berlakunya perubahan status Pengguna. 4. Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 disampaikan kepada Pengguna paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima oleh Penyelenggara. IV. PENGHENTIAN SEBAGAI PENGGUNA 1. Pengguna Tetap atau Pengguna Tidak Tetap dapat berhenti sebagai Pengguna Fasilitas CD Kliring dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2.a. atau butir II.C.2.b. 2. Penyelenggara … 6 2. Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Pengguna dengan mencantumkan hal-hal sebagai berikut: a. tanggal efektif penghentian sebagai Pengguna; dan b. pengenaan biaya sehubungan dengan pemanfaatan Fasilitas CD Kliring yang belum dilunasi sampai dengan tanggal efektif penghentian. 3. Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan kepada Pengguna paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima oleh Penyelenggara. V. BIAYA PEMANFAATAN FASILITAS CD KLIRING Pengguna dikenakan biaya pemanfaatan Fasilitas CD Kliring yang besarnya ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai biaya Kliring. VI. SIFAT DAN PERBEDAAN DATA Data Warkat dan Salinan Warkat yang terdapat dalam CD Kliring hanya bersifat sebagai data penunjang dan bukan sebagai dasar perhitungan pembukuan hasil Kliring. Dalam hal terdapat perbedaan antara data yang tercantum dalam laporan Daftar Warkat/Data Keuangan Elektronik (DKE) Kliring penyerahan yang diterima dari Penyelenggara (kode laporan 1201) dengan Data Warkat yang terdapat pada Fasilitas CD Kliring maka data yang benar adalah data yang tercantum dalam laporan tercetak dengan kode laporan 1201 yang diterima dari Penyelenggara. VII. PENYEDIAAN … 7 VII. PENYEDIAAN CD KLIRING 1. Penyelenggara menyediakan CD Kliring setiap hari kerja yang memuat Data Warkat dan Salinan Warkat inward clearing hari yang sama. 2. Penyelenggara menyediakan fasilitas perekaman ulang CD Kliring untuk Data Warkat dan Salinan Warkat inward clearing paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal Warkat yang bersangkutan diproses dalam Kliring. 3. Permintaan CD Kliring oleh Pengguna Tidak Tetap atau permintaan perekaman ulang CD Kliring diajukan secara tertulis kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.C.2.a atau butir II.C.2.b selama jam kerja Penyelenggara dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. 4. Penyelenggara mendistribusikan CD Kliring kepada Pengguna sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dengan Pengumuman oleh masing- masing Penyelenggara. 5. Penyelenggara menyediakan fasilitas perekaman ulang CD Kliring untuk data hasil Kliring sebelumnya yang dapat diperoleh Pengguna berdasarkan permintaan secara tertulis yang ditujukan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2.a atau butir II.C.2.b. 6. Setiap 1 (satu) keping CD Kliring hanya dapat menyimpan informasi Data Warkat dan Salinan Warkat dalam 1 (satu) hari kerja. VIII. GANGGUAN SISTEM Dalam hal Fasilitas CD Kliring tidak dapat berfungsi karena gangguan pada sistem Kliring dan atau gangguan pada sistem CD Kliring, Penyelenggara akan memberitahukan secara tertulis kepada Pengguna melalui sarana Sistem … 8 Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ), atau melalui sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara. IX. LAIN-LAIN Penyelenggara tidak bertanggung jawab atas segala risiko yang timbul akibat penyalahgunaan CD Kliring oleh Pengguna maupun oleh pihak- pihak lain yang disebabkan karena kelalaian Pengguna. X. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 7 Oktober 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN Lampiran SE No. 6/42/DASP tgl. 7 Oktober 2004 oKoKoK Lampiran-1 Contoh Formulir Keanggotaan Dalam Pemanfaatan Fasilitas CD Kliring FORMULIR KEANGGOTAAN DALAM PEMANFAATAN FASILITAS CD KLIRING 1. Nama Bank 2. Sandi Peserta 3. Alamat : ………………………………………………….. : ……..………………………………………….… : ……………..………………………………….… ………….…………………………………..…… ………….…………………………………….… No.Telp : …..….………………………………................... No.Faks 4. Status Keanggotaan 5. Contact Person a. Nama b. Jabatan c. No. Telepon d. No. Faks e. Email : Pengguna Tetap : ……………………………………..................... Pengguna Tidak Tetap : ………………………………………………… : ………………………………………………… : ………………………………………………… : ………………………………………………… : ………………………………………………… (kota), (tanggal, bulan, tahun) PT. Bank …………………………… (………………………………………….) tanda tangan, nama jelas dan stempel Bank Lampiran SE No. 6/42/DASP tgl. 7 Oktober 2004 Lampiran-2 Contoh Surat Permintaan Perekaman Data Hasil Kliring Bagi Pengguna Tidak Tetap Kepada …………………….. …………………….. Perihal : Permintaan Perekaman Data Hasil Kliring Sehubungan dengan keanggotaan kami sebagai Pengguna Tidak Tetap dalam pemanfaatan Fasilitas Perekaman Data Hasil Kliring, dengan ini kami mohon bantuan Saudara untuk dapat memberikan Data Hasil Kliring Penyerahan Retail/Nominal Besar*) tanggal …………………. atas nama : 1. Bank 2. Sandi Peserta : …………………………………………………. : …………………………………………………. Demikian agar maklum. (kota), (tanggal, bulan, tahun) Pejabat Bank (……………………………………..) tanda tangan, nama jelas dan stempel Bank *) coret yang tidak perlu Lampiran SE No. 6/42/ DASP tgl. 7 Oktober 2004 Lampiran-3 Contoh Permintaan Perekaman Ulang Data Hasil Kliring Kepada …………………….. …………………….. Perihal : Permintaan Perekaman Ulang Data Hasil Kliring Dengan ini kami mengharapkan bantuan Saudara untuk dapat merekam ulang Data Hasil Kliring Penyerahan Retail/Nominal Besar*) tanggal ………………… atas nama : 1. Nama Bank 2. Sandi Peserta : ….………………………………………………. : 3. Alasan Permintaan ..…………………………………………………. : …………………………………………………... ………………………………………………....... Demikian agar maklum. (kota), (tanggal, bulan, tahun) Pejabat Bank (……………………………………..) tanda tangan, nama jelas dan stempel Bank *) coret yang tidak perlu
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/42/DASP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Fasilitas Perekaman Data Hasil Kliring </reg_title> <set_date> 7 Oktober 2004 </set_date> <effective_date> 7 Oktober 2004 </effective_date> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
No. 7/ 3 /DPNP Jakarta, 31 Januari 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4471), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM … I. UMUM 1. Seiring meningkatnya kompleksitas usaha dan profil risiko, Bank perlu menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan meningkatkan kemampuan dan efektivitas Bank dalam mengelola risiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana. 2. Penetapan kualitas kredit merupakan hasil penilaian atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan kinerja debitur yang terdiri dari prospek usaha, kinerja (performance) debitur, dan kemampuan membayar debitur. Dalam menilai prospek memperhatikan upaya yang memelihara lingkungan hidup. usaha, Bank perlu dilakukan debitur dalam rangka 3. Mengingat kondisi perekonomian di masing-masing daerah di Indonesia sangat beragam, dipandang perlu untuk menetapkan adanya perlakuan khusus yang lebih ringan dalam melakukan penilaian kredit dan penyediaan dana lain (berupa penerbitan jaminan atau pembukaan letter of credit) kepada debitur dengan lokasi kegiatan usaha berada di daerah tertentu. Perlakuan khusus tersebut juga perlu diberikan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian daerah. 4. Sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan potensi kerugian dari debitur bermasalah, Bank dapat melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang masih memiliki prospek usaha dan kemampuan membayar. Dengan restrukturisasi kredit diharapkan kelangsungan usaha … usaha debitur dapat terpelihara dengan baik. Berkaitan dengan itu restrukturisasi kredit perlu dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan prinsip akuntansi yang berlaku. II. KUALITAS KREDIT 1. Penetapan Kualitas Kredit a. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penetapan kualitas kredit meliputi: 1) Prospek usaha Penilaian terhadap prospek usaha dilakukan berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a) potensi pertumbuhan usaha; b) kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan; c) kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja; d) dukungan dari grup atau afiliasi; dan e) upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup. 2) Kinerja (performance) debitur Penilaian terhadap kinerja (performance) debitur dilakukan berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a) perolehan … a) perolehan laba; b) struktur permodalan; c) arus kas; dan d) sensitivitas terhadap risiko pasar. 3) Kemampuan membayar Penilaian terhadap kemampuan membayar dilakukan berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a) ketepatan pembayaran pokok dan bunga; b) ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur; c) kelengkapan dokumentasi kredit; d) kepatuhan terhadap perjanjian kredit; e) kesesuaian penggunaan dana; dan f) kewajaran sumber pembayaran kewajiban. b. Kriteria dari masing-masing komponen sebagaimana dimaksud pada huruf a diuraikan dalam Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Penetapan kualitas kredit dilakukan dengan mempertimbangkan materialitas dan signifikansi dari faktor penilaian dan komponen, serta relevansi dari faktor penilaian dan komponen tersebut terhadap karakteristik debitur yang bersangkutan. d. Selanjutnya … d. Selanjutnya berdasarkan penilaian pada huruf b dan huruf c, kualitas kredit ditetapkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet. 2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup a. Salah satu kriteria dalam penilaian prospek usaha adalah upaya yang dilakukan debitur dalam rangka mengelola lingkungan hidup, khususnya debitur berskala besar yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang antara lain menyatakan bahwa salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyaluran penyediaan dana adalah hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan atau berisiko tinggi. Kewajiban AMDAL ini juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL. b. AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. Hasil AMDAL diperlukan … diperlukan untuk memastikan kelayakan proyek yang dibiayai dari aspek lingkungan. Kegiatan berdampak penting yang dilakukan tanpa AMDAL dapat membawa dampak yang merugikan di kemudian hari karena tidak adanya perencanaan pengelolaan lingkungan yang memadai oleh debitur sehingga tidak akan diketahui dampak yang mungkin timbul dari kegiatan usaha debitur. Hal ini selanjutnya dapat berdampak kepada kelangsungan usaha dan kemampuan debitur untuk mengembalikan penyediaan dana. Selain itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, AMDAL merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan atau kegiatan. c. Jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL. Keputusan ini dapat ditinjau secara berkala, umumnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Hal-hal yang terkait dengan AMDAL bagi kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dapat dilihat di website Kementerian Lingkungan Hidup dengan alamat www.menlh.go.id/amdalnet. d. Selain … d. Selain pada awal pelaksanaan kegiatan usaha, upaya pengelolaan lingkungan hidup juga wajib dilakukan oleh debitur secara terus menerus. Untuk ini Kementerian Lingkungan Hidup telah melakukan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). Perusahaan yang diikutsertakan dalam PROPER adalah: 1) perusahaan yang mempunyai dampak lingkungan; penting terhadap 2) perusahaan yang mempunyai dampak pencemaran kerusakan lingkungan sangat besar; atau 3) perusahaan yang mencemari dan merusak lingkungan dan atau berpotensi mencemari dan merusak lingkungan; 4) perusahaan publik yang terdaftar pada pasar modal baik di dalam maupun di luar negeri; atau 5) perusahaan yang berorientasi ekspor. e. Hasil penilaian PROPER akan dikelompokkan dalam beberapa peringkat, yaitu emas, hijau, biru, merah, dan hitam. Hasil ini diumumkan kepada masyarakat secara berkala dan dapat diakses di web site Kementerian Lingkungan www.menlh.go.id. Hidup dengan alamat f. Arti … f. Arti dari masing-masing peringkat PROPER adalah sebagai berikut: 1) peringkat emas, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah berhasil melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dan atau melaksanakan produksi bersih dan telah mencapai hasil yang memuaskan; sangat 2) peringkat hijau, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dan mencapai hasil lebih baik dari persyaratan yang ditentukan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3) peringkat biru, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dan telah mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan minimum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4) peringkat merah, untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup tetapi belum mencapai persyaratan minimum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku; 5) peringkat … 5) peringkat hitam, untuk usaha dan atau kegiatan yang belum melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dan dapat menimbulkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. III. KUALITAS SURAT BERHARGA Sesuai dengan Pasal 14 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, surat berharga yang diakui berdasarkan nilai pasar, belum jatuh tempo dan kupon atau kewajiban lain yang sejenis dibayar dalam jumlah dan waktu yang tepat sesuai perjanjian, dapat dinilai lancar sepanjang surat berharga dimaksud aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan terdapat informasi nilai pasar secara transparan. Kualitas surat berharga yang tidak memenuhi kriteria aktif diperdagangkan di bursa efek dan atau tidak memiliki informasi harga pasar yang transparan sebagaimana tersebut di atas, atau surat berharga dalam portofolio dimiliki hingga jatuh tempo dinilai berdasarkan peringkat dari surat berharga dimaksud, yaitu: a. Lancar, apabila: 1) memiliki peringkat investasi atau lebih tinggi; 2) kupon atau kewajiban lain yang sejenis dibayar dalam jumlah dan waktu yang tepat, sesuai perjanjian; dan 3) belum jatuh tempo. b. Kurang … b. Kurang Lancar, apabila: 1) memiliki peringkat investasi atau lebih tinggi; 2) terdapat penundaan pembayaran kupon atau kewajiban lain yang sejenis; dan 3) belum jatuh tempo, atau 1) memiliki peringkat paling peringkat investasi; kurang 1 (satu) tingkat dibawah 2) tidak terdapat penundaan pembayaran kupon atau kewajiban lain yang sejenis; dan 3) belum jatuh tempo. c. Macet, apabila Surat Berharga tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b. Peringkat investasi adalah peringkat sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia ini. Untuk surat berharga perusahaan Indonesia yang diperdagangkan di bursa efek terkemuka di luar negeri (paling kurang setara dengan bursa efek Indonesia), yang dimaksud dengan peringkat adalah peringkat untuk surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri tersebut atau peringkat dari surat berharga yang relatif sejenis yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau didasarkan … didasarkan atas ketentuan penilaian kualitas kredit dalam hal perusahaan tersebut tidak menerbitkan surat berharga di Indonesia. Untuk surat berharga yang berdasarkan karakteristiknya tidak aktif diperdagangkan di bursa efek dan tidak memiliki peringkat, seperti medium term note dan pengambilalihan wesel ekspor, penilaian kualitas didasarkan atas ketentuan kualitas penempatan apabila pihak yang wajib melunasi adalah Bank lain, atau didasarkan atas ketentuan kualitas kredit apabila pihak yang wajib melunasi adalah bukan Bank. IV. PENYEDIAAN DANA KEPADA DAERAH TERTENTU 1. Untuk meningkatkan fungsi intermediasi dan mendorong pertumbuhan perekonomian daerah tertentu, diberikan perlakuan khusus dalam melakukan penilaian kualitas penyediaan dana kepada debitur dengan lokasi kegiatan usaha berada di daerah tertentu. Perlakuan khusus tersebut dalam bentuk keringanan ketika Bank melakukan penilaian kualitas, yakni hanya didasarkan atas faktor ketepatan pembayaran pokok dan bunga. 2. Penyediaan dana yang diberikan perlakuan khusus tersebut adalah kredit dan penyediaan dana lain (berupa penerbitan jaminan atau pembukaan letter of credit) sampai dengan jumlah Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) untuk investasi dan atau modal … modal kerja kepada debitur dengan lokasi kegiatan usaha berada di daerah-daerah sebagai berikut: a. Propinsi Maluku Utara; b. Propinsi Maluku; c. Propinsi Irian Jaya Barat; d. Propinsi Papua; dan e. Kabupaten Poso di Propinsi Sulawesi Tengah. 3. Penilaian kualitas penyediaan dana untuk jumlah tertentu yang diberikan kepada debitur dengan lokasi kegiatan usaha berada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Nias, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan restrukturisasi kredit, ditetapkan dalam ketentuan tersendiri. V. PROPERTI TERBENGKALAI Sesuai Pasal 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, properti terbengkalai (abandoned property) didefinisikan sebagai aktiva tetap dalam bentuk properti yang dimiliki Bank tetapi tidak digunakan untuk kegiatan usaha Bank yang lazim. Termasuk dalam kegiatan usaha Bank yang lazim adalah properti yang digunakan sebagai penunjang kegiatan usaha Bank, sepanjang dimiliki dalam jumlah yang wajar, seperti rumah dinas dan properti yang digunakan untuk sarana pendidikan, serta properti … properti lain yang telah ditetapkan untuk digunakan Bank dalam kegiatan usaha dalam waktu dekat . VI. RESTRUKTURISASI KREDIT Dalam rangka meminimalkan potensi kerugian dari debitur bermasalah, Bank antara lain dapat melakukan restrukturisasi kredit atas debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Bank wajib melaksanakan restrukturisasi kredit sesuai dengan prinsip kehatian-hatian, Standar Akuntansi Keuangan dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia yang berlaku. 1. Pedoman Umum Restrukturisasi Kredit Bank wajib melengkapi pedoman perkreditan yang dimiliki dengan pedoman tertulis mengenai restrukturisasi kredit sebagai panduan mengenai prosedur dan tata cara yang diperlukan dalam melaksanakan restrukturisasi kredit. Pedoman restrukturisasi kredit dimaksud wajib paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: a. Analisis dan dokumentasi Dalam melakukan analisis terhadap kredit yang akan direstrukturisasi, Bank wajib paling kurang memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Evaluasi … 1) Evaluasi terhadap permasalahan debitur, yang meliputi: a) evaluasi terhadap penyebab terjadinya tunggakan pokok dan atau bunga yang didasarkan atas laporan keuangan, arus kas (cash flow), proyeksi keuangan, kondisi pasar, dan faktor- faktor lain yang berkaitan dengan usaha debitur. b) perkiraan pengembalian seluruh pokok dan atau bunga kredit berdasarkan perjanjian kredit sebelum dan setelah restrukturisasi kredit. Perkiraan tersebut hendaknya didasarkan pada rasio-rasio keuangan, termasuk proyeksinya, yang mencerminkan kondisi keuangan dan kemampuan debitur untuk membayar kembali pinjamannya. c) evaluasi terhadap kinerja manajemen debitur untuk menentukan diperlukannya restrukturisasi organisasi perusahaan debitur, antara lain dengan cara penggantian pemegang saham, direksi, dan perubahan manajerial lainnya. Apabila diperlukan, Bank dapat menggunakan bantuan tenaga ahli eksternal untuk melakukan restrukturisasi organisasi tersebut. Dalam hal debitur merupakan debitur perorangan, harus dipersyaratkan adanya agunan atau jaminan tambahan baru. 2) Pendekatan … 2) Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam menetapkan proyeksi arus kas (projected cash flows) debitur serta dalam memperhitungkan nilai tunai (present value) dari angsuran pokok dan atau bunga yang akan diterima. 3) Analisis, kesimpulan, dan rekomendasi dalam melakukan penyesuaian persyaratan kredit seperti penurunan suku bunga, pengurangan tunggakan pokok dan atau bunga, perubahan jangka waktu, dan atau penambahan fasilitas. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan siklus usaha dan kemampuan membayar debitur sehingga debitur dapat memenuhi kewajiban pembayaran angsuran pokok dan atau bunga hingga jatuh tempo. 4) Apabila restrukturisasi kredit dilakukan dengan cara pemberian tambahan kredit, tujuan dan penggunaan tambahan kredit tersebut harus jelas. Tambahan kredit tidak diperkenankan untuk melunasi tunggakan pokok dan atau bunga kredit. 5) Penyesuaian atas jadwal pembayaran kembali telah mencerminkan kemampuan membayar debitur. 6) Rincian yang terkait dengan persyaratan kredit termasuk kesepakatan keuangan dalam perjanjian kredit, antara lain rencana rekapitalisasi perusahaan debitur atau adanya hak (klausula) … (klausula) Bank untuk meningkatkan suku bunga sejalan dengan kemampuan membayar debitur. 7) Rincian kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi kredit. 8) Persyaratan bahwa perjanjian kredit dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan restrukturisasi kredit harus mempunyai kekuatan hukum. b. Prosedur pemantauan Bank wajib memiliki prosedur tertulis untuk memantau kredit yang telah direstrukturisasi guna memastikan kesanggupan debitur untuk melakukan pembayaran kembali sesuai persyaratan dalam perjanjian kredit baru. Beberapa langkah yang wajib dilakukan dalam rangka pemantauan tersebut antara lain: 1) menyusun laporan bulanan mengenai perkembangan usaha debitur yang memuat rincian perkembangan usaha, pelaksanaan rencana kegiatan (action plan), dan kemungkinan pembayaran kembali. 2) mewajibkan debitur untuk menyampaikan laporan keuangan yang dilengkapi dengan rasio-rasio keuangan pokok, yang diperlukan Bank dalam rangka memantau kondisi usaha dan keuangan debitur secara terus menerus. Debitur juga diwajibkan untuk … untuk melaporkan dampak dari berbagai tindakan yang ditempuh sebagai bagian dari restrukturisasi kredit, seperti rekapitalisasi perusahaan debitur dan kebijakan untuk tidak membagikan dividen. 3) menyusun langkah-langkah yang akan diambil jika debitur ternyata mengalami kesulitan membayar setelah restrukturisasi kredit. 2. Pedoman Perlakuan Akuntansi Restrukturisasi Kredit Perlakuan akuntansi atas restrukturisasi kredit dilaksanakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia yang berlaku, dengan memperhatikan pula hal- hal sebagai berikut: a. Nilai buku baru kredit setelah restrukturisasi (new net book carrying value) dihitung dengan menggunakan metode berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut: 1) nilai tunai (present value) penerimaan kas masa depan (expected cash flows) sesuai dengan nilai kredit yang direstrukturisasi dengan menggunakan tingkat diskonto; atau 2) nilai pasar dari kredit yang direstrukturisasi sepanjang nilai dimaksud dapat diperoleh; atau 3) nilai agunan, apabila pengembalian kredit sangat tergantung pada agunan. b. Dalam … b. Dalam perhitungan nilai tunai penerimaan kas masa depan atas kredit yang direstrukturisasi, Bank wajib menggunakan tingkat bunga efektif dari kredit sebelum restrukturisasi sebagai tingkat diskonto. Dalam hal perjanjian kredit sebelum restrukturisasi menggunakan tingkat bunga tidak tetap, Bank dapat menggunakan tingkat bunga yang mencerminkan tingkat bunga tidak tetap tersebut, antara lain dengan cara mengambil tingkat bunga pada saat dilakukan restrukturisasi kredit. c. Apabila nilai buku baru kredit setelah restrukturisasi dengan menggunakan salah satu metode perhitungan dalam huruf a lebih rendah dari saldo kredit sebelum restrukturisasi, Bank wajib memperhitungkan selisih tersebut sebagai kerugian. Kerugian tersebut dibebankan setelah diperhitungkan dengan kelebihan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) karena perbaikan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi. d. Kelebihan PPA karena peningkatan kualitas kredit yang direstrukturisasi, setelah diperhitungkan dengan kerugian yang timbul dari restrukturisasi kredit dimaksud, hanya dapat diakui sebagai pendapatan apabila telah terdapat penerimaan angsuran pokok atas kredit yang direstrukturisasi. Pengakuan pendapatan dilakukan secara proporsional dengan penerimaan angsuran pokok dari kredit yang direstrukturisasi. e. Dalam … e. Dalam memperhitungkan proyeksi penerimaan kas masa depan atas kredit yang direstrukturisasi untuk keperluan penghitungan nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank wajib menggunakan asumsi yang wajar sesuai dengan perkembangan yang ada, agar proyeksi tersebut realistis. f. Dalam hal restrukturisasi kredit seluruhnya dilakukan dengan pengalihan aset termasuk surat berharga atau konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara maka pengakuan kerugian dicatat sebesar selisih antara nilai pasar dari aset atau ekuitas yang diterima dengan nilai buku kredit. g. Dalam hal sebagian kredit direstrukturisasi dengan pengalihan aset termasuk surat berharga, atau konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara dan sebagian kredit direstrukturisasi dengan modifikasi persyaratan kredit maka pengakuan kerugian dicatat sebesar selisih antara nilai pasar dari aset atau ekuitas yang diterima dengan nilai buku kredit dan pengakuan kerugian atas modifikasi persyaratan kredit sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. h. Perhitungan kerugian untuk Kredit Usaha Kecil (KUK) dan kredit konsumsi yang direstrukturisasi dapat dilakukan menurut jenis kredit dengan menggunakan metode statistik penilaian … atau dilakukan penilaian terhadap setiap fasilitas kredit sesuai dengan ketentuan dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e. i. Bank harus mengevaluasi kredit yang telah direstrukturisasi setiap triwulan. Apabila terdapat perbedaan yang signifikan antara proyeksi dan realisasi dari angsuran pokok dan bunga, jangka waktu, arus kas, tingkat bunga, atau nilai taksasi agunan, Bank wajib menghitung kembali kerugian yang terjadi. VII. PELAPORAN 1. Bank wajib melaporkan kepada Bank Indonesia seluruh restrukturisasi kredit yang telah dilakukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan dengan menggunakan formulir pelaporan restrukturisasi kredit sebagaimana pada Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. VIII. PENUTUP … VIII. PENUTUP 1. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/10/UPPB tanggal 12 November 1998 perihal Kualitas Aktiva Produktif dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/11/UPPB tanggal 12 November 1998 perihal Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/12/UPPB tanggal 12 November 1998 perihal Restrukturisasi Kredit, dinyatakan tidak berlaku bagi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Lampiran-lampiran tersebut di atas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 31 Januari 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian … Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR - 23 -
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/3/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum </reg_title> <set_date> 31 Januari 2005 </set_date> <effective_date> 31 Januari 2005 </effective_date> <replaced_reg> '31/10/UPPB|SE-BI/1998', '31/11/UPPB|SE-BI/1998', '31/12/UPPB|SE-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '7/2/PBI/2005' </related_reg>
No. 9/27/DPNP Jakarta, 19 November 2007 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Pelaksanaan Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No. 9/8/PBI/2007 tanggal 13 Juni 2007 tentang Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4732) perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM 1. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing, yang selanjutnya disebut dengan TKA, oleh Bank dimungkinkan dengan mempertimbangkan pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi produk dan jasa di sektor perbankan, sehingga diperlukan tenaga kerja dengan keahlian khusus yang belum dapat dipenuhi oleh pasar Tenaga Kerja Indonesia. 2. Dalam … 2. Dalam pemanfaatan TKA oleh Bank, selain harus mengikuti Undang- undang tentang Perbankan dan ketentuan pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, Bank wajib pula mengikuti ketentuan ketenagakerjaan lainnya yang antara lain dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan instansi terkait lainnya. 3. Bank dapat memanfaatkan TKA pada bidang-bidang tugas dan posisi jabatan tertentu. Posisi jabatan tertentu tersebut disesuaikan berdasarkan sifat kepemilikan saham Bank oleh pihak asing, yang digolongkan menjadi 4 (empat) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia No. 9/8/PBI/2007. 4. Pemanfaatan TKA tersebut harus diikuti dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang perbankan termasuk melalui program alih pengetahuan dari TKA kepada tenaga pendamping. 5. Tenaga Pendamping adalah Tenaga Kerja Indonesia yang ditunjuk untuk mendampingi dan/atau membantu TKA, menerima alih pengetahuan secara langsung, dan dipersiapkan sebagai calon pengganti TKA dimaksud. II. BIDANG TUGAS 1. Bank Indonesia menetapkan bidang-bidang tugas tertentu yang dapat diisi oleh TKA dengan mempertimbangkan kebutuhan industri perbankan serta ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja Indonesia. 2. Bidang-bidang tugas yang dapat diisi oleh TKA ditetapkan sebagai berikut: a. Treasury … a. Treasury Bidang tugas treasury meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan pengaturan dan pengelolaan aset dan kewajiban Bank untuk mengoptimalkan keuntungan, pengelolaan likuiditas, Posisi Devisa Neto, dan menjual produk treasury secara langsung maupun tidak langsung. b. Manajemen risiko Bidang tugas manajemen risiko meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan pengelolaan dan mitigasi risiko. c. Teknologi informasi Bidang tugas teknologi informasi meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan pengelolaan proses administrasi dari transaksi perbankan, pengelolaan data nasabah, pengembangan jaringan, pengembangan sistem, perencanaan dan reengineering proses operasional perbankan, pengelolaan fasilitas pendukung perbankan, dan pengelolaan produk-produk elektronik banking, dengan menggunakan sarana teknologi informasi. d. Kredit/pembiayaan Bidang tugas kredit/pembiayaan meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan penyaluran kredit/pembiayaan oleh Bank, terutama untuk bidang penyaluran kredit/pembiayaan yang belum banyak dikuasai oleh Tenaga Kerja Indonesia. e. Investor/customer relation Bidang tugas investor/customer relation meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan strategi dan upaya untuk memperoleh dan membina relasi yang berkualitas dengan nasabah … nasabah dalam rangka mendapatkan peluang bisnis dari nasabah (existing) maupun calon nasabah penjualan produk perbankan. f. Pemasaran Bidang tugas pemasaran meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan upaya memasarkan produk dan jasa perbankan, baik dalam rangka penghimpunan maupun penyaluran dana. g. Keuangan Bidang tugas keuangan meliputi tugas-tugas yang antara lain berkaitan dengan aspek akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, pelaporan keuangan, perpajakan, perencanaan keuangan, dan strategi keuangan. III. PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING 1. Bank yang akan memanfaatkan TKA dalam kegiatan usahanya diwajibkan menyampaikan rencana pemanfaatan TKA kepada Bank Indonesia dalam Rencana Bisnis Bank. 2. Rencana pemanfaatan TKA sebagaimana dimaksud pada butir III.1. dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank bagian mengenai Rencana Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia. Hal-hal yang dicantumkan dalam Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia dimaksud antara lain adalah: a. alasan pemanfaatan TKA serta alasan tidak/belum menggunakan Tenaga Kerja Indonesia; b. bidang tugas dan posisi/jabatan yang akan diisi yang meliputi ruang lingkup pekerjaan dan kompetensi yang dibutuhkan; c. rencana … melalui pelayanan dan c. rencana jumlah kebutuhan; d. jangka waktu pemanfaatan; e. nama tenaga pendamping; dan f. ? rencana program alih pengetahuan: ? rencana pelatihan untuk tenaga pendamping; dan rencana pelatihan oleh TKA. sebagaimana contoh dalam Lampiran 1 Surat Edaran ini. 3. Pada saat Bank akan melakukan realisasi pemanfaatan TKA dimaksud, maka Bank mengikuti prosedur sebagai berikut: a. Untuk TKA Calon Komisaris dan/atau Direksi, Pimpinan Kantor Cabang Bank Asing, atau Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing 1) Bank mengajukan permohonan persetujuan pemanfaatan TKA sebagai Komisaris dan/atau Direksi, Pimpinan Kantor Cabang Bank Asing atau Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing dengan mengikuti tata cara/prosedur dan persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan terkait lainnya 2) Penyampaian persyaratan dokumen Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS) dan izin bekerja dari instansi berwenang sebagaimana diatur dalam Persyaratan Dokumen Administrasi bagi Calon Komisaris dan/atau Calon Direksi Bank Umum, Pimpinan Kantor Cabang Bank Asing, atau Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing dalam ketentuan terkait, dapat dilaksanakan pada saat pelaporan pengangkatan Tenaga Kerja Asing kepada Bank Indonesia. b. Untuk … b. Untuk TKA Calon Pejabat Eksekutif 1) Bank mengajukan permohonan persetujuan penggunaan TKA sebagai Pejabat Eksekutif kepada Bank Indonesia dengan dilampiri dokumen-dokumen administratif sebagai berikut: a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6; b) fotocopy paspor; c) riwayat hidup; d) fotocopy surat keterangan pengalaman kerja dari perusahaan sebelumnya dan sertifikat keahlian/profesi/ pendidikan/ pelatihan; e) fotocopy konsep kontrak kerja atau surat penugasan dari Bank; dan f) contoh tanda tangan dan paraf. 2) Prosedur penilaian atas calon Pejabat Eksekutif dilakukan oleh Bank Indonesia melalui penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif yang disampaikan Bank dan informasi lainnya. Apabila dianggap perlu, Bank Indonesia melakukan wawancara untuk meminta konfirmasi dan/atau menggali informasi lebih mendalam. 3) Pengangkatan Pejabat Eksekutif wajib dilaporkan oleh Bank kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pengangkatan efektif, dilampiri dengan: a) fotocopy kontrak kerja; b) fotocopy … b) fotocopy Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Tinggal Tetap (KITAP) yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; dan c) fotocopy surat izin mempekerjakan TKA yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. 4) Surat permohonan dan pelaporan sebagaimana dimaksud di atas disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengawasan Bank terkait bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jabodetabek, atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabodetabek. c. Pelaporan Pemanfaatan Calon Tenaga Ahli/Konsultan 1) Pelaporan pemanfaatan Tenaga Ahli/ Konsultan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pengangkatan Tenaga Ahli/ Konsultan dimaksud oleh bank, dengan mencantumkan alasan pemanfaatan TKA, disertai dengan dokumen administrasi sebagai berikut: a) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4x6; b) fotocopy paspor; c) riwayat hidup; d) fotocopy kontrak kerja; e) fotocopy bukti/keterangan tentang Kualifikasi Keahlian; f) fotocopy … f) fotocopy Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; g) fotocopy surat izin mempekerjakan TKA yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; dan h) surat pernyataan tidak merangkap jabatan. 2) Pelaporan sebagaimana dimaksud di atas disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengawasan Bank terkait bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jabodetabek, atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabodetabek. 3) Jabatan Tenaga Ahli/Konsultan adalah jabatan perorangan, yaitu jabatan yang diisi oleh TKA secara individu karena kemampuan teknisnya atau individu yang mendapat penugasan dari perusahaan konsultansi sesuai bidang tugas yang dibutuhkan. Dengan demikian, jabatan Tenaga Ahli/Konsultan merupakan jabatan yang diisi untuk jangka waktu terbatas untuk membantu bank menangani masalah operasional yang baru atau yang untuk sementara belum dapat diatasi sendiri oleh bank. Jabatan tersebut berada di luar struktur organisasi Bank, dan yang bersangkutan hanya berkewajiban untuk memberikan pendapat dan/atau melakukan pekerjaan tertentu sesuai kemampuan teknis yang dibutuhkan. Tenaga Ahli/Konsultan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang berpengaruh pada Bank. 4) Bank … 4) Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk membatalkan dan/atau menghentikan pengangkatan TKA sebagai Tenaga Ahli/ Konsultan apabila yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia. 4. Kantor Cabang Bank Asing yang akan memanfaatkan TKA sebagai Pimpinan Kantor Cabang wajib memenuhi persyaratan yang salah satunya adalah bahwa diantara anggota Pimpinan Kantor Cabang Bank Asing dimaksud paling kurang terdapat 1 (satu) orang pejabat yang berkewarganegaraan Indonesia. Kewajiban tersebut telah dipenuhi oleh Bank apabila Bank telah menunjuk Tenaga Kerja Indonesia sebagai pejabat pimpinan Bank yang membawahi bidang personalia dan/atau kepatuhan. 5. Bank yang akan memperpanjang jangka waktu pemanfaatan TKA wajib mengikuti prosedur sebagai berikut: a. Menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu pemanfaatan TKA beserta alasan perpanjangannya kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengawasan Bank terkait bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jabodetabek, atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabodetabek, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhirnya jangka waktu kontrak atau masa kerja TKA. b. Menyampaikan dokumen administrasi yang terkini, sebagai berikut: 1) fotocopy paspor; 2) fotocopy kontrak kerja/penunjukan kerja; 3) fotocopy surat izin menetap; 4) fotocopy … 4) fotocopy surat izin mempekerjakan TKA; dan 5) laporan realisasi pelaksanaan alih pengetahuan. 6. Salah satu persyaratan dalam pemanfaatan TKA sebagai Pejabat Eksekutif dan Penasehat/Konsultan oleh Bank adalah kemampuan penggunaan bahasa Indonesia secara memadai dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah yang bersangkutan menduduki jabatan dimaksud. Dengan penguasaan bahasa Indonesia secara memadai diharapkan TKA dimaksud dapat berkomunikasi secara baik dengan Tenaga Kerja Indonesia sehingga dapat memperlancar proses alih pengetahuan. Pemenuhan penguasaan bahasa Indonesia ditunjukkan antara lain dengan cara menyampaikan kepada Bank Indonesia Sertifikat Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sesuai tingkat kemampuan yang dapat dicapai oleh masing-masing TKA, yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, atau bukti penguasaan berbahasa Indonesia lainnya yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan/kursus bahasa Indonesia yang terdaftar di instansi yang berwenang. 7. Pada setiap akhir tahun, bank wajib melaporkan dalam laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank, realisasi pemanfaatan TKA, serta realisasi pelatihan dan alih pengetahuan yang telah dilaksanakan. Dalam laporan tersebut, paling kurang dicantumkan hal-hal sebagai berikut: a. nama TKA; b. bidang tugas TKA; c. posisi/jabatan TKA; d. nama pendamping; e. hasil … e. hasil evaluasi terhadap pendamping; f. pendidikan/Pelatihan kepada tenaga pendamping; dan g. lembaga penyelenggara pendidikan/pelatihan. sebagaimana contoh dalam Lampiran 2 Surat Edaran ini. 8. Bank Indonesia dapat membatalkan persetujuan pemanfaatan TKA yang telah diberikan, apabila dikemudian hari ditemukan antara lain bahwa: a. informasi atau dokumen yang diberikan Bank tidak benar atau palsu; b. yang bersangkutan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang telah memperoleh keputusan hukum tetap; atau c. TKA atau Bank tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Pemanfaatan TKA dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan setelah persetujuan diberikan oleh Bank Indonesia. 9. Dalam hal diperlukan, Bank dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia untuk meminta pengecualian atas pemanfaatan TKA di luar bidang-bidang tugas yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia dan/atau meminta pengecualian atas jabatan tertentu selain jabatan-jabatan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia. 10. Bank Indonesia akan mempertimbangkan permohonan sebagaimana dimaksud pada butir III.9. dengan memperhatikan, antara lain: a. kebutuhan Bank; b. ketersediaan dan kemampuan Tenaga Kerja Indonesia; c. pemenuhan kriteria yang dipersyaratkan dalam PBI; d. upaya … d. upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Bank dalam mencari Tenaga Kerja Indonesia untuk memenuhi kebutuhan tersebut; dan/atau e. upaya-upaya Bank dalam meningkatkan kemampuan dan keahlian Tenaga Kerja Indonesia di internal Bank, termasuk misalnya program peningkatan kemampuan SDM dalam bentuk pengiriman TKI untuk ditempatkan di Kantor Pusat/Cabang Bank atau kelompok usahanya di luar negeri. 11. Salah satu kriteria yang dipersyaratkan dalam PBI sebagaimana dimaksud pada butir III.10.c. di atas antara lain adalah apabila TKA tidak dimanfaatkan maka Bank akan menghadapi risiko kerugian yang cukup signifikan atau berkurangnya potensi keuntungan baik secara finansial maupun non finansial. Hal ini dapat terjadi misalnya dalam penggunaan TKA sebagai Tenaga Ahli untuk mengatasi kerusakan sarana Teknologi Sistem Informasi bank, dimana Tenaga Ahli dimaksud tidak tersedia di Indonesia. Sementara, apabila kerusakan tidak segera diatasi, maka bank akan menghadapi risiko kerugian yang cukup signifikan, baik secara finansial maupun non-finansial, seperti berkurangnya jumlah nasabah, atau hilangnya kepercayaan nasabah karena Teknologi Sistem Informasi yang sering bermasalah. 12. Jangka waktu pemanfaatan TKA untuk jabatan tertentu selain jabatan-jabatan yang telah ditetapkan dalam PBI, sebagaimana dimaksud pada butir III.9. di atas, adalah paling lama 1 (satu) tahun. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali, masing-masing paling lama 1 (satu) tahun. Dalam hal ini, Bank harus menyampaikan permohonan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia … Indonesia untuk memperoleh persetujuan perpanjangan. Dalam hal bank telah merencanakan sejak awal untuk memanfaatkan TKA dimaksud melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun, maka pada saat bank menyampaikan permohonan pengecualian atas jabatan tertentu dimaksud, dapat disertai pula dengan permohonan persetujuan untuk perpanjangan yang pertama kalinya paling lama 1 (satu) tahun. Ketentuan tersebut tidak meniadakan kewajiban bank untuk tetap memenuhi tata cara dan prosedur perizinan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diatur oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta instansi terkait lainnya. 13. Permohonan sebagaimana dimaksud pada butir III.9. dan butir III.12. diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengawasan Bank terkait bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jabodetabek, atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabodetabek, dengan dilampiri dokumen administrasi sebagai berikut: a. alasan permohonan pengecualian dan/atau perpanjangan; b. bagi Pejabat Eksekutif, dokumen sebagaimana dipersyaratkan pada butir III.3.b.1); c. bagi Tenaga Ahli/Konsultan, dokumen sebagaimana dipersyaratkan pada butir III.3.c.1). IV. PELAKSANAAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN 1. Sebagaimana diatur dalam PBI, Bank yang menggunakan TKA sebagai Pejabat Eksekutif, Tenaga Ahli/Konsultan dan/atau jabatan lainnya berdasarkan persetujuan Bank Indonesia, wajib menunjuk paling … paling kurang 2 (dua) orang Tenaga Kerja Indonesia sebagai Tenaga Pendamping selama menjalankan tugasnya, melakukan pendidikan dan pelatihan kerja bagi Tenaga Pendamping sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA, dan menjamin terlaksananya pelatihan atau pengajaran oleh TKA terutama kepada pegawai Bank. Selain kepada Pegawai bank, pelatihan dan pengajaran dimaksud juga dapat dilakukan kepada pelajar/mahasiswa, dan/atau masyarakat umum. 2. Pelaksanaan alih pengetahuan dilakukan melalui pelatihan atau pengajaran oleh TKA terutama kepada pegawai Bank. Pelaksanaan pelatihan atau pengajaran ini dapat dilakukan melalui seminar, training, kursus pendek, perkuliahan atau program alih pengetahuan lainnya melalui tatap muka secara langsung dengan peserta pelatihan atau pengajaran. Pelatihan atau pengajaran dapat diselenggarakan oleh pihak intern maupun ekstern Bank. Pelaksanaan kegiatan pelatihan atau pengajaran ini dilaporkan dalam Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3, yang paling kurang mencakup: a. nama TKA; b. waktu dan lokasi pelaksanaan kegiatan; c. d. jumlah peserta; jangka waktu kegiatan; e. materi kegiatan; dan f. foto kegiatan. Untuk keperluan pemeriksaan oleh Bank Indonesia, Bank harus menatausahakan dokumen-dokumen terkait dengan pelatihan tersebut, termasuk … termasuk mengenai hardcopy dan softcopy materi pelatihan, foto-foto kegiatan, copy daftar hadir peserta, dan informasi atau bukti-bukti pendukung lainnya mengenai realisasi kegiatan pelatihan tersebut. 3. Bank wajib memenuhi ketentuan terkait pengembangan sumber daya manusia di bidang perbankan sesuai ketentuan yang berlaku. Pemenuhan ketentuan tersebut dapat dijadikan salah satu pertimbangan Bank Indonesia dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 PBI tentang Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan. V. KETENTUAN PERALIHAN Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing oleh Bank yang telah dilakukan sebelum berlakunya PBI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) PBI No. 9/8/PBI/2007 tanggal 13 Juni 2007, mencakup jabatan dan termasuk komposisi jabatannya, dengan masa peralihan sampai dengan berakhirnya kontrak atau masa jabatan Tenaga Kerja Asing tersebut dengan jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya PBI. Termasuk dalam pengertian Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing tersebut di atas adalah apabila Bank telah menetapkan Pengurus atau calon Pengurus, dan telah mengajukan permohonan persetujuannya kepada Bank Indonesia namun Bank Indonesia belum mengeluarkan persetujuan karena yang bersangkutan masih dalam proses fit and proper test. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 19 November 2007. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/27/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan </reg_title> <set_date> 19 November 2007 </set_date> <effective_date> 19 November 2007 </effective_date> <related_reg> '9/8/PBI/2007' </related_reg>
No. 10/16/DPM Jakarta, 31 Maret 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Perihal : Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang. Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/ 11 /PBI/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 50 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835 ), perlu ditetapkan ketentuan mengenai Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut BUS adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 2. Unit… 2 2. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS adalah : a. unit kerja di kantor pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah; atau b. unit kerja di kantor cabang dari suatu bank konvensional yang berkedudukan di luar negeri yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah. 3. Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 4. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. 5. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 6. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI–RTGS. 7. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut LHBU adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh BUS atau UUS secara harian kepada Bank Indonesia. 8. Rekening Giro adalah rekening dana milik BUS atau UUS dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia. 9. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik BUS atau UUS di BI- SSSS yang digunakan untuk mencatat kepemilikan SBIS. 10. Setelmen… 3 10. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga melalui BI-SSSS dalam rangka penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan penatausahaan SBIS. 11. Setelmen Dana (fund settlement) adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Giro dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan penatausahaan SBIS. 12. Perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing yang selanjutnya disebut Pialang adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk melakukan kegiatan jasa perantara bagi kepentingan nasabahnya di bidang pasar uang rupiah dan valuta asing dengan memperoleh imbalan atas jasanya. 13. Financing to Deposit Ratio yang selanjutnya disebut dengan FDR adalah rasio pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, deposito dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk antar bank. 14. Transaksi Repurchase Agreement SBIS yang selanjutnya disebut Repo SBIS adalah transaksi pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada BUS atau UUS dengan agunan SBIS (collateralized borrowing). 15. Transaksi SBIS adalah transaksi pembelian SBIS dan/atau Repo SBIS. II. KARAKTERISTIK SBIS SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2. berjangka… 4 2. berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari kalendar dan dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu. Contoh perhitungan jangka waktu SBIS tercantum pada Lampiran-1. 3. diterbitkan tanpa warkat (scripless). 4. dapat diagunkan kepada Bank Indonesia. 5. tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. III. IMBALAN SBIS 1. Bank Indonesia membayar imbalan atas SBIS milik BUS atau UUS pada saat SBIS jatuh waktu. 2. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu kepada tingkat diskonto hasil lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka waktu sama yang diterbitkan bersamaan dengan penerbitan SBIS dengan ketentuan sebagai berikut : a. dalam hal lelang SBI menggunakan metode fixed rate tender, maka imbalan SBIS ditetapkan sama dengan tingkat diskonto hasil lelang SBI. b. dalam hal lelang SBI menggunakan metode variable rate tender, maka imbalan SBIS ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat diskonto hasil lelang SBI. 3. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang SBI, tingkat imbalan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada angka 2 mengacu kepada data terkini antara tingkat imbalan SBIS atau tingkat diskonto SBI berjangka waktu sama. 4. Perhitungan… 5 4. Perhitungan imbalan SBIS dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Nilai Imbalan SBIS = Nilai Nominal SBIS x (Jangka Waktu SBIS/360) x Tk.Imbalan SBIS IV. KETENTUAN DAN PERSYARATAN LELANG SBIS 1. BUS atau UUS mengajukan penawaran pembelian SBIS kepada Bank Indonesia. 2. BUS atau UUS yang mengajukan penawaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah BUS atau UUS yang memiliki FDR paling kurang 80% (delapan puluh per seratus) berdasarkan perhitungan Bank Indonesia dan tidak sedang dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS. 3. Peserta lelang SBIS terdiri dari: a. Peserta langsung yaitu BUS atau UUS atau Pialang yang melakukan transaksi lelang SBIS secara langsung dengan Bank Indonesia. b. Peserta tidak langsung yaitu BUS atau UUS yang mengajukan penawaran SBIS melalui Pialang. 4. BUS atau UUS hanya dapat mengajukan penawaran SBIS untuk kepentingan diri sendiri. 5. Pialang dilarang mengajukan penawaran pembelian SBIS untuk kepentingan diri sendiri. 6. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan penawaran pembelian SBIS dari peserta langsung dan menggunakan data penawaran pembelian SBIS yang diajukan peserta langsung. 7. Peserta langsung tidak dapat membatalkan penawaran pembelian SBIS yang telah diajukan. 8. Peserta lelang SBIS bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian SBIS yang diajukan. 9. Bank… 6 9. Bank Indonesia membuka window lelang SBIS pada hari Rabu dengan waktu pengajuan transaksi (window time) mulai pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, atau pada hari kerja lain dengan window time yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia. 10. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga hasil lelang SBIS pada hari kerja yang sama dengan hari pelaksanaan lelang SBIS (same day settlement). Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat menetapkan tanggal setelmen pada hari kerja lain. 11. Tanggal jatuh waktu SBIS ditetapkan pada hari Rabu atau hari kerja berikutnya apabila hari Rabu adalah hari libur. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat menetapkan tanggal jatuh waktu pada hari kerja lain. 12. Bank Indonesia akan mengumumkan perubahan : a. hari dan/atau window time pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada angka 9; b. tanggal Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada angka 10; dan/atau c. tanggal jatuh waktu SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 11 melalui BI-SSSS, sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 13. BUS atau UUS, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung, wajib menyediakan dana sebesar jumlah penawaran pembelian SBIS yang dimenangkan sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS. V. PENGUMUMAN RENCANA LELANG SBIS 1. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBIS antara lain meliputi jangka waktu, tingkat imbalan, tanggal transaksi, dan tanggal setelmen, paling… 7 paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang SBIS melalui BI-SSSS, sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia mengumumkan BUS atau UUS yang dapat mengikuti lelang SBIS bersamaan dengan pengumuman rencana lelang SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1. VI. PENGAJUAN PENAWARAN LELANG SBIS 1. Pada hari pelaksanaan lelang SBIS yang ditetapkan, peserta langsung mengajukan penawaran pembelian SBIS kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter-Biro Operasi Moneter (DPM-BOpM) melalui BI-SSSS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Pengajuan penawaran pembelian SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah penawaran kuantitas menurut jangka waktu SBIS yang diterbitkan. 3. Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap peserta lelang paling kurang 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah). 4. Pelaksanaan pengajuan penawaran pembelian SBIS melalui BI-SSSS mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai BI-SSSS. VII. PENETAPAN PEMENANG LELANG SBIS 1. Bank Indonesia menetapkan kuantitas pemenang lelang SBIS berdasarkan jumlah penawaran kuantitas yang diterima atau berdasarkan perhitungan kuantitas secara proporsional. 2. Dalam hal kuantitas lelang SBIS yang dimenangkan oleh peserta lelang dihitung secara proporsional, berlaku pembulatan nominal terkecil SBIS sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 3. Bank… . … 8 3. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBIS setelah window time SBIS ditutup pada hari pelaksanaan lelang, secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui BI- SSSS dan sistem LHBU. 4. Bank Indonesia dapat membatalkan hasil lelang SBIS antara lain dalam hal penawaran yang masuk dinilai berada di luar kewajaran dari perkiraan potensi likuiditas. 5. Pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 4 diumumkan oleh Bank Indonesia setelah window time SBIS ditutup pada hari pelaksanaan lelang, secara individual kepada peserta lelang melalui BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui BI-SSSS dan sistem LHBU. VIII. SETELMEN HASIL LELANG DAN PELUNASAN SBIS A. Setelmen Hasil Lelang SBIS 1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter - Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter (DPM-PTPM) melakukan setelmen hasil lelang SBIS dengan cara: a. mendebet Rekening Giro pemenang lelang dalam rangka Setelmen Dana; dan b. mengkredit Rekening Surat Berharga pemenang lelang dalam rangka Setelmen Surat Berharga; masing-masing sebesar nilai nominal SBIS yang dimenangkan. 2. Dalam hal BUS atau UUS tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk menutup seluruh kewajiban Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada butir 1.a sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, maka hasil lelang SBIS yang dimenangkan BUS atau UUS yang bersangkutan dinyatakan batal. 3. Pembatalan… 9 3. Pembatalan hasil lelang sebagaimana dimaksud pada angka 2 diberlakukan hanya pada hasil lelang SBIS yang tidak dapat dilakukan Setelmen Dana seluruhnya. Contoh pembatalan hasil lelang tercantun pada Lampiran-2. B. Pelunasan SBIS 1. Pelunasan SBIS dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal SBIS jatuh waktu. 2. Pelunasan SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan berdasarkan kepemilikan SBIS yang tercatat dalam BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SBIS jatuh waktu. 3. Pelunasan SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan cara : a. mengkredit Rekening Giro sebesar nilai nominal SBIS ditambah imbalan dalam rangka Setelmen Dana; dan b. mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBIS jatuh waktu dalam rangka Setelmen Surat Berharga. Contoh perhitungan imbalan tercantum pada Lampiran-3. 4. Dalam hal tanggal SBIS jatuh waktu jatuh pada hari libur maka pelunasan SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan pada hari kerja berikutnya atau hari kerja lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Mekanisme setelmen hasil lelang dan pelunasan SBIS melalui BI- SSSS mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. IX. SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud pada butir VIII.A. 2, BUS atau UUS dikenakan sanksi berupa : a. Teguran… 10 a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada : 1) Direktorat Perbankan Syariah (DPbS), dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada BUS atau UUS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia, dan b. Kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nominal SBIS yang dibatalkan atau paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) untuk setiap pembatalan; dan c. Pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS sampai dengan lelang minggu berikutnya dan larangan mengajukan Repo SBIS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut, dalam hal BUS atau UUS telah dikenakan teguran tertulis sebagaimana dimaksud butir 1.a untuk ketiga kalinya dalam kurun waktu 6 (enam) bulan. 2. Penghitungan 3 (tiga) kali teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.c memperhitungkan juga Repo SBIS oleh BUS atau UUS yang dinyatakan batal. 3. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan pemberitahuan sanksi sebagaimana dimaksud pada butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro BUS atau UUS yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud pada butir VIII.A.2 melalui BI- SSSS. Contoh pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercantum pada Lampiran-2. X. PENUTUP… 11 X. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/37/DPM tanggal 8 Agustus 2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan dan Penyelesaian Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 31 Maret 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/16/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang. </reg_title> <set_date> 31 Maret 2008 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date> <replaced_reg> '7/37/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '10/11/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No. 10/ 45 /DKBU Jakarta, 12 Desember 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/35/PBI/2008 tanggal 5 Desember 2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4943), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai fasilitas pendanaan jangka pendek bagi Bank Perkreditan Rakyat sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008. 2. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan … 2 kegiatan usaha secara konvensional, tidak termasuk Badan Kredit Desa (BKD). 3. Rasio Kebutuhan Kas adalah perhitungan kebutuhan kas BPR yang didasarkan pada Cash Ratio dengan menambahkan komponen Sertifikat Bank Indonesia serta aset antarbank dan kewajiban antarbank. Rasio Kebutuhan Kas merupakan perbandingan aset lancar terhadap kewajiban lancar. Aset lancar terdiri dari saldo kas, SBI yang tidak menjadi agunan, penempatan pada antarbank aktiva yang tidak menjadi agunan di bank umum atau BPR lain meliputi giro pada bank umum, serta tabungan dan deposito jatuh tempo pada bank umum atau BPR lain. Kewajiban lancar terdiri dari pos kewajiban segera, simpanan dana nasabah tidak terkait meliputi tabungan dan deposito jatuh tempo, serta kewajiban antarbank pasiva tidak terkait yang meliputi tabungan dan deposito yang jatuh tempo. 4. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, yang selanjutnya disebut FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada BPR untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek yang dialami oleh BPR. 5. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami BPR yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch). 6. Sertifikat Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek. 7. Aset Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. II. PERSYARATAN … 3 II. PERSYARATAN FPJP 1. BPR yang dapat mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP adalah BPR yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang memadai. 2. BPR sebagaimana ketentuan butir 1 wajib memiliki kriteria sebagai berikut: a. Memiliki penilaian Tingkat Kesehatan selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang Cukup Sehat; b. Memiliki Cash Ratio selama 6 (enam) bulan terakhir rata-rata paling kurang sebesar 4,05% (empat koma nol lima persen); c. Memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (Capital Adequacy Ratio) paling kurang 8% (delapan persen) berdasarkan perhitungan Bank Indonesia; dan d. Memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir. 3. Plafon FPJP diberikan paling banyak sebesar kebutuhan pendanaan jangka pendek BPR untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen). 4. BPR menjamin FPJP dengan agunan milik BPR berupa SBI dan/atau Aset Kredit dengan ketentuan: a. Dalam hal agunan berupa SBI, maka SBI dimaksud harus memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat FPJP jatuh tempo. Perhitungan nilai jual SBI yang diagunkan ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagaimana ketentuan butir V.1.a. b. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit: 1) memiliki … 4 1) memiliki perjanjian kredit yang masih berlaku selama jangka waktu FPJP. 2) memiliki kolektibilitas Lancar selama paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir. Kolektibilitas adalah kualitas kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Produktif BPR untuk posisi akhir bulan sesuai dengan Laporan Bulanan BPR selama 3 periode pelaporan terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan. Kualitas kredit yang disampaikan dalam Laporan Bulanan BPR dimaksud harus telah menyesuaikan dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia dalam hal terdapat perbedaan kualitas Aset Kredit yang disampaikan oleh BPR dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. 3) memiliki agunan. Aset Kredit yang dijaminkan harus memiliki agunan berupa: a. Aktiva tetap antara lain berupa tanah dan bangunan. b. Aktiva tidak tetap antara lain berupa kendaraan bermotor, surat keputusan pengangkatan/pensiun pegawai. 4) bukan merupakan kredit kepada pihak terkait BPR. Kriteria pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Perkreditan Rakyat. 5) baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan BMPK. 5. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut: a. Jangka waktu setiap FPJP adalah 30 (tiga puluh) hari kalender. Dalam hal FPJP memiliki tanggal jatuh tempo yang bertepatan dengan … 5 dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur nasional maka penyelesaian FPJP jatuh tempo adalah pada hari kerja berikutnya. b. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu sama dengan jangka waktu FPJP yaitu 30 (tiga puluh) hari kalender dengan jangka waktu keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak pertama kali BPR menerima FPJP. Contoh: Perjanjian pemberian FPJP ditandatangani pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJP adalah tanggal 30 Desember 2008. Apabila BPR mengajukan perpanjangan FPJP dan atas perpanjangan FPJP tersebut disetujui maka perpanjangan FPJP akan diberikan dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu sejak tanggal 31 Desember 2008 sampai dengan jatuh tempo 29 Januari 2009. Selanjutnya apabila BPR mengajukan perpanjangan FPJP yang kedua dan atas perpanjangan FPJP tersebut disetujui maka perpanjangan FPJP tersebut akan disetujui dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu sejak tanggal 30 Januari 2009 sampai dengan jatuh tempo 28 Februari 2009. Mengingat 28 Februari 2009 jatuh pada hari Sabtu maka penyelesaian FPJP dilakukan paling lambat tanggal 2 Maret 2009 (hari kerja berikutnya). 6. Permohonan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dapat diajukan dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a. BPR telah membayar seluruh bunga terhutang atas FPJP yang jatuh tempo; b. BPR … 6 b. BPR tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen); dan c. BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini. 7. BPR dapat mengajukan penambahan plafon FPJP yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPR, dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Rasio Kebutuhan Kas pada saat pengajuan penambahan FPJP kurang dari 10% (sepuluh persen); b. BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan c. Jangka waktu penggunaan FPJP termasuk perpanjangannya belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender. 8. Tambahan plafon FPJP yang diajukan akan diakumulasikan terhadap jumlah FPJP yang belum dilunasi. 9. Jangka waktu setiap penambahan plafon FPJP adalah sampai dengan jatuh tempo FPJP. Contoh: FPJP diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJP adalah tanggal 30 Desember 2008. Tambahan FPJP diberikan kepada BPR pada tanggal 15 Desember 2008, maka jatuh tempo tambahan plafon FPJP adalah tetap pada tanggal 30 Desember 2008. 10. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas realisasi pemberian FPJP kepada BPR dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap simpanan nasabah BPR yang berlaku pada saat perjanjian atau addendum pemberian FPJP ditandatangani. Biaya … 7 Biaya bunga FPJP dihitung secara harian dan dikenakan pada saat jatuh tempo FPJP. Dalam hal BPR mengajukan perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia akan mengenakan seluruh biaya bunga FPJP sampai dengan jatuh tempo. BPR harus menyediakan dana untuk pembayaran seluruh biaya bunga FPJP terhutang paling lambat pada saat pengajuan perpanjangan FPJP. III. PENGAJUAN PERMOHONAN, PENAMBAHAN ATAU PERPANJANGAN FPJP 1. Pengajuan permohonan, penambahan atau perpanjangan FPJP oleh BPR kepada Bank Indonesia disampaikan pada setiap hari kerja. 2. Surat perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan butir 1 diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP. 3. BPR mengajukan permohonan, penambahan atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan butir 1 kepada Bank Indonesia melalui surat sebagaimana contoh pada Lampiran-1, disertai dengan dokumen: a. Surat pernyataan yang terdiri dari: 1) Surat pernyataan bahwa BPR mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek disertai dengan penjelasan penyebab dan upaya yang telah dilakukan, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-2; 2) Surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJP tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa dan memenuhi seluruh persyaratan agunan FPJP sesuai butir II.4, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR … 8 BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-3; 3) Surat pernyataan kesanggupan BPR untuk membayar segala kewajiban terkait FPJP pada saat jatuh tempo, yang ditandatangani oleh direksi, komisaris dan Pemegang Saham Pengendali BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku sebagaimana contoh pada Lampiran-4; 4) Surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas kredit dan agunan yang menyertainya, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-5; b. Surat Kuasa dari BPR kepada Bank Indonesia untuk melakukan pendebetan seluruh rekening BPR di bank umum yang ditunjuk dan bank umum lainnya dalam rangka pembayaran segala kewajiban BPR terkait FPJP, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-6; c. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan pendanaan jangka pendek paling kurang berupa perhitungan Rasio Kebutuhan Kas, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku sebagaimana contoh pada Lampiran-7; d. Daftar SBI dan/atau Aset Kredit yang diajukan menjadi agunan FPJP, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-8; e. Konsep … 9 e. Konsep akta yang akan ditandatangani oleh direksi BPR sesuai dengan Anggaran Dasar BPR bersangkutan dan pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris yang terdiri dari: 1) Konsep Akta Perjanjian Pemberian FPJP, sebagaimana contoh pada Lampiran-9; 2) Konsep Akta Gadai, dalam hal agunan berupa SBI, sebagaimana contoh pada Lampiran-10; 1) Konsep Akta Jaminan Fidusia, dalam hal agunan berupa Aset Kredit, sebagaimana contoh pada Lampiran-11; 2) Konsep Addendum Perjanjian Pemberian FPJP, dalam hal BPR mengajukan perpanjangan dan/atau penambahan, sebagaimana contoh pada Lampiran-12. 4. Surat permohonan, penambahan, perpanjangan FPJP yang dilengkapi dengan persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan butir 3 dan daftar kelengkapan dokumen permohonan, sebagaimana contoh pada Lampiran-16, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 5. BPR harus segera melengkapi dokumen pendukung sebagaimana ketentuan butir 3 apabila belum lengkap dan/atau belum sesuai dengan daftar Aset Kredit. 6. Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia sebagaimana ketentuan butir 3.e dilakukan bersamaan dengan Perjanjian Pemberian FPJP. 7. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses permohonan, penambahan, dan/atau perpanjangan FPJP termasuk pengikatan agunan, penambahan dan/atau penggantian agunan menjadi beban BPR penerima FPJP. IV. PENGAJUAN … 10 IV. PENGAJUAN DAN PENGIKATAN AGUNAN FPJP 1. Dalam hal agunan berupa SBI, maka BPR harus menyampaikan dokumen berupa bukti bahwa SBI telah diagunkan (pledge) di BI-SSSS berupa print-out hasil pengagunan. 2. Mekanisme pengagunan SBI dilakukan sesuai mekanisme setelmen transaksi agunan (pledge) pada ketentuan BI-SSSS dengan counterparty Bank Indonesia (INDOIDJA930). 3. Jangka waktu pengikatan agunan FPJP berupa SBI sebagai berikut: a. Jatuh tempo pengikatan agunan FPJP berupa SBI adalah 10 (sepuluh) hari kerja setelah FPJP jatuh tempo. b. Dalam hal terjadi pelunasan FPJP pada saat jatuh tempo maka pengikatan agunan FPJP berupa SBI dapat dilepas (release) pada 1 (satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi. 4. Dalam hal BPR yang mengajukan FPJP tidak memiliki SBI atau SBI yang dimiliki tidak mencukupi sebagai agunan FPJP sehingga perlu menggunakan Aset Kredit maka BPR harus menyampaikan daftar Aset Kredit sebagaimana contoh pada Lampiran-8. 5. Dalam rangka keperluan pengikatan agunan FPJP, BPR menyampaikan: a. Dokumen asli perjanjian kredit antara BPR dan debitur; b. Dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit antara BPR dan debitur secara notariil atau di bawah tangan; dan c. Bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan kredit BPR. 6. Dokumen sebagaimana ketentuan butir 4, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 7. Dalam hal sesuai perhitungan Bank Indonesia, Aset Kredit yang diajukan oleh BPR tidak mencukupi dan/atau tidak memenuhi kriteria agunan … 11 agunan FPJP, BPR harus mengajukan Aset Kredit baru untuk memenuhi kecukupan agunan FPJP. 8. Obyek jaminan fidusia yang diagunkan BPR kepada Bank Indonesia mencakup: a. Hak tagih BPR yang timbul dari perjanjian kredit antara BPR dengan debitur; dan b. Segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih BPR antara lain namun tidak terbatas pada pendapatan bunga dan klaim asuransi kredit. 9. Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. 10. Penatausahaan dokumen Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia cq. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) atau Bank Indonesia cq. Kantor Bank Indonesia (KBI) sesuai dengan tempat kedudukan kantor pusat BPR. V. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP 1. Perhitungan nilai agunan FPJP adalah sebagai berikut: a. Dalam hal agunan berupa SBI: 1) nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP; 2) nilai agunan sebagaimana ketentuan butir 1) ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari FPJP atau perpanjangan FPJP; 3) nilai jual SBI sebagaimana ketentuan butir 1) dihitung berdasarkan nominal atau harga setiap seri SBI yang tercantum dalam BI-SSSS. Contoh perhitungan nilai jual SBI sebagaimana pada Lampiran-8; 4) harga … 12 4) harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. b. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, nilai baki debet (outstanding) Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP tersebut ditetapkan paling kurang 150% (seratus lima puluh persen) dari FPJP. 2. Dalam hal berdasarkan penilaian Bank Indonesia, Aset Kredit tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir II.4.b, BPR wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJP sehingga nilai Aset Kredit paling kurang sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari plafon FPJP yang disetujui. 3. Penggantian dan/atau penambahan agunan FPJP berupa Aset Kredit dilakukan oleh BPR dengan menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana ketentuan butir IV.4 kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 4. Dalam rangka perpanjangan FPJP, BPR dapat menggunakan agunan yang telah diagunkan pada FPJP sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih mencukupi dan memenuhi persyaratan. VI. PERSETUJUAN FPJP 1. Bank Indonesia menyetujui permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP dalam hal: a. BPR memenuhi kriteria permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan b. BPR memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; 2. Dalam … 13 2. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP, Bank Indonesia dan BPR menandatangani perjanjian pemberian FPJP atau addendumnya, Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia. 3. Bank Indonesia mencairkan FPJP dengan mengkredit rekening BPR penerima FPJP di bank umum. 4. Bank Indonesia dapat menolak permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam Surat Edaran ini. 5. Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan butir 4 kepada BPR melalui surat. VII. PELUNASAN FPJP 1. Dalam rangka pelunasan FPJP, BPR harus menyediakan dana dalam jumlah yang cukup pada rekening BPR di bank umum yang ditunjuk paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh tempo. 2. Pada tanggal FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPR penerima FPJP di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya dengan mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan nominal FPJP. 3. Dalam hal setelah dilakukan pendebetan sebagaimana ketentuan butir 2, saldo rekening BPR di bank umum tidak mencukupi untuk membayar seluruh biaya bunga dan/atau nominal FPJP dan BPR tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia akan melakukan eksekusi agunan. VIII. EKSEKUSI … 14 VIII. EKSEKUSI AGUNAN FPJP 1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP dalam hal FPJP jatuh tempo dan saldo rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk membayar biaya bunga dan nominal FPJP serta BPR tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP. 2. Dalam hal agunan berupa SBI, Bank Indonesia melakukan proses eksekusi dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh tempo (early redemption) pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi sebagaimana ketentuan butir 1. 3. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara sebagai berikut: a. Menjual hak tagih secara langsung atau melalui lembaga lelang;xatau b. Memberi kuasa kepada BPR untuk melaksanakan penjualan hak tagih. 4. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP. 5. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi beban BPR penerima FPJP dan Bank Indonesia akan melakukan pendebetan rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya. 6. Selama pelaksanaan eksekusi belum selesai dan/atau FPJP belum dilunasi, BPR tetap dikenakan biaya bunga FPJP yang besarnya dihitung berdasarkan baki debet FPJP yang belum dilunasi dengan tingkat bunga FPJP terakhir. 7. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari baki debet FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi agunan … 15 agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening BPR di bank umum sebesar kelebihan nilai dimaksud. 8. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari baki debet FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, Bank Indonesia mendebet rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya sebesar kekurangan nilai dimaksud. 9. Dalam hal saldo rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana ketentuan butir 8, BPR wajib menyetor tambahan dana ke rekening tersebut untuk menutup kekurangan nilai dimaksud. IX. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap BPR atas kebenaran dokumen dan data/informasi yang disampaikan BPR serta penggunaan FPJP, termasuk pemeriksaan atas agunan FPJP yang disampaikan oleh BPR. 2. Bank Indonesia dapat meminta BPR untuk melakukan tindakan tertentu guna penyelesaian kesulitan pendanaan jangka pendek BPR atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan pendanaan jangka pendek BPR. 3. BPR wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action plan) untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 4. BPR wajib menyampaikan laporan secara mingguan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X, berupa hardcopy dan softcopy yang terdiri dari: a. Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian, sebagaimana contoh pada Lampiran-13; b. Kolektibilitas … 16 b. Kolektibilitas harian Aset Kredit yang dijaminkan, sebagaimana contoh pada Lampiran-14; dan c. Penggunaan FPJP harian, sebagaimana contoh pada Lampiran-15. X. ALAMAT PENYAMPAIAN PERMOHONAN, PENAMBAHAN, PERPANJANGAN DAN/ATAU LAPORAN FPJP Surat dan/atau dokumen dalam rangka permohonan, penambahan, perpanjangan dan/atau laporan FPJP oleh BPR disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: 1. Bank Indonesia up. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten; atau 2. Bank Indonesia up. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana ketentuan butir 1, dengan tembusan kepada Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU). XI. SANKSI 1. Dalam hal BPR tidak melunasi FPJP, melakukan pelanggaran atas ketentuan Surat Edaran ini dan/atau berdasarkan pemeriksaan sebagaimana ketentuan butir IX.1 diketahui adanya penyimpangan penggunaan FPJP, maka BPR dikenakan sanksi berupa: a. Tidak dapat menerima FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan b. Sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa teguran tertulis, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian pengurus BPR. 2. Apabila … 17 2. Apabila Pengurus dan/atau pegawai BPR dengan sengaja memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam Surat Edaran ini secara tidak benar, dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 3. Apabila Pengurus, Pemegang Saham Pengendali dan/atau pegawai BPR tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan BPR terhadap ketentuan dalam Surat Edaran ini, dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. XII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 12 Desember 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RATNA E. AMIATY DIREKTUR KREDIT, BPR DAN UMKM DKBU
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/45/DKBU|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat </reg_title> <set_date> 12 Desember 2008 </set_date> <effective_date> 12 Desember 2008 </effective_date> <related_reg> '10/35/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XI' </penalty_list>
No.9/24/DPbS Jakarta, 30 Oktober 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tanggal 24 Januari 2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4699), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Dengan meningkatnya jenis produk dan jasa perbankan syariah memberikan pengaruh terhadap kompleksitas usaha dan profil risiko bank berdasarkan prinsip syariah. Agar bank syariah dapat mengelola risiko bank secara efektif maka diperlukan metodologi penilaian tingkat kesehatan bank yang memenuhi standar internasional. Tingkat kesehatan bank syariah merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, termasuk Bank Indonesia. Bagi bank syariah, hasil penilaian tingkat kesehatan dapat dipergunakan sebagai salah satu alat bagi manajemen dalam menentukan kebijakan pengelolaan bank ke depan. Sedangkan bagi Bank Indonesia, hasil penilaian tingkat kesehatan … kesehatan dapat digunakan oleh pengawas dalam menerapkan strategi pengawasan yang tepat di masa yang akan datang. 2. Perhitungan Tingkat Kesehatan Bank telah memperhitungkan risiko melekat (inherent risk) dari aktivitas bank. 3. Tingkat Kesehatan Bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja bank dengan melakukan penilaian terhadap Faktor Finansial dan faktor manajemen. 4. Penilaian Faktor Finansial dilakukan dengan melakukan pembobotan terhadap peringkat faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas atas risiko pasar. 5. Penilaian terhadap faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas atas risiko pasar dilakukan dengan menggunakan penilaian kuantitatif dan kualitatif serta judgement. 6. Rasio-rasio yang digunakan untuk menghitung peringkat faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas atas risiko pasar dibedakan menjadi rasio utama, rasio penunjang dan rasio pengamatan (observed). Rasio utama merupakan rasio yang memiliki pengaruh kuat (high impact) terhadap Tingkat Kesehatan Bank, sedangkan rasio penunjang adalah rasio yang berpengaruh secara langsung terhadap rasio utama dan rasio pengamatan (observed) adalah rasio tambahan yang digunakan dalam analisa dan pertimbangan (judgement). 7. Penilaian terhadap faktor manajemen dilakukan dengan menggunakan penilaian kualitatif untuk setiap aspek dari manajemen umum, manajemen risiko dan manajemen kepatuhan. Hasil penilaian faktor manajemen tersebut terdiri dari : a. hasil penilaian faktor manajemen umum yang merupakan cerminan dari penerapan good corporate governance di bank; b. hasil penilaian faktor manajemen risiko yang merupakan cerminan dari … dari penerapan manajemen risiko, termasuk risk control system (RCS) terhadap risiko melekat (inherent risk) pada setiap aktivitas bank; c. hasil penilaian faktor manajemen kepatuhan yang merupakan cerminan dari pelaksanaan ketentuan yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah di bank. Penilaian faktor manajemen sebagaimana tersebut di atas dilakukan melalui analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan unsur judgement. 8. Penilaian Peringkat Komposit dilakukan dengan agregasi atas Peringkat Faktor Finansial dan peringkat faktor manajemen dengan mempergunakan tabel konversi dan mempertimbangkan indikator pendukung serta unsur judgement. Dalam melakukan judgement memperhatikan aspek materialitas dan signifikansi dari masing-masing faktor penilaian. II. CAKUPAN PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN Penilaian Tingkat Kesehatan Bank mencakup penilaian terhadap faktor- faktor yang terdiri dari: 1. Permodalan (capital) Penilaian permodalan dimaksudkan untuk menilai kecukupan modal Bank dalam mengamankan eksposur risiko posisi dan mengantisipasi eksposur risiko yang akan muncul. Penilaian kuantitatif faktor permodalan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), merupakan rasio utama; b. Kemampuan modal inti dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dalam mengamankan risiko hapus buku (write- off), merupakan rasio penunjang; c. Kemampuan … c. Kemampuan modal inti untuk menutup kerugian pada saat likuidasi, merupakan rasio penunjang; d. Trend/pertumbuhan KPMM, merupakan rasio penunjang; e. Kemampuan internal bank untuk menambah modal, merupakan rasio penunjang; f. Intensitas fungsi keagenan bank syariah, merupakan rasio pengamatan (observed); g. Modal inti dibandingkan dengan dana mudharabah, merupakan rasio pengamatan (observed); h. Deviden Pay Out Ratio, merupakan rasio pengamatan (observed); i. Akses kepada sumber permodalan (eksternal support), merupakan rasio pengamatan (observed); j. Kinerja keuangan pemegang saham (PS) untuk meningkatkan permodalan bank, merupakan rasio pengamatan (observed). 2. Kualitas aset (Asset quality) Penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk menilai kondisi aset bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk) yang akan muncul. Penilaian kuantitatif faktor kualitas aset dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kualitas aktiva produktif bank, merupakan rasio utama; b. Risiko konsentrasi penyaluran dana kepada debitur inti, merupakan rasio penunjang; c. Kualitas penyaluran dana kepada debitur inti, merupakan rasio penunjang; d. Kemampuan bank dalam menangani/mengembalikan aset yang telah dihapusbuku, merupakan rasio penunjang; e. Besarnya Pembiayaan non performing, merupakan rasio penunjang; f. Tingkat … f. Tingkat Kecukupan Agunan, merupakan rasio pengamatan (observed); g. Proyeksi/Perkembangan kualitas aset produktif, merupakan rasio pengamatan (observed); h. Perkembangan/trend aktiva produktif bermasalah yang direstrukturisasi, merupakan rasio pengamatan (observed). 3. Rentabilitas (Earnings) Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Penilaian kuantitatif faktor rentabilitas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Net operating margin (NOM), merupakan rasio utama; b. Return on assets (ROA), merupakan rasio penunjang; c. Rasio efisiensi kegiatan operasional (REO), merupakan rasio penunjang; d. Rasio Aktiva Yang Dapat Menghasilkan Pendapatan, merupakan rasio penunjang; e. Diversifikasi pendapatan, merupakan rasio penunjang; f. Proyeksi Pendapatan Bersih Operasional Utama (PPBO) merupakan rasio penunjang; g. Net structural operating margin, merupakan rasio pengamatan (observed); h. Return on equity (ROE), merupakan rasio pengamatan (observed); i. Komposisi penempatan dana pada surat berharga/pasar keuangan, merupakan rasio pengamatan (observed); j. Disparitas imbal jasa tertinggi dengan terendah, merupakan rasio pengamatan (observed); k. Pelaksanaan fungsi edukasi, merupakan rasio pengamatan (observed); l. Pelaksanaan … l. Pelaksanaan fungsi sosial, merupakan rasio pengamatan (observed); m. Korelasi antara tingkat bunga di pasar dengan return/bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah, merupakan rasio pengamatan (observed); n. Rasio bagi hasil dana investasi, merupakan rasio pengamatan (observed); o. Penyaluran dana yang diwrite-off dibandingkan dengan biaya operasional, merupakan rasio pengamatan (observed); 4. Likuiditas (Liquidity) Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank dalam memelihara tingkat likuiditas yang memadai termasuk antisipasi atas risiko likuiditas yang akan muncul. Penilaian kuantitatif faktor likuiditas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Besarnya Aset Jangka Pendek dibandingkan dengan kewajiban jangka pendek, merupakan rasio utama; b. Kemampuan Aset Jangka Pendek, Kas dan Secondary Reserve dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, merupakan rasio penunjang; c. Ketergantungan kepada dana deposan inti, merupakan rasio penunjang; d. Pertumbuhan dana deposan inti terhadap total dana pihak ketiga, merupakan rasio penunjang; e. Kemampuan bank dalam memperoleh dana dari pihak lain apabila terjadi mistmach, merupakan rasio pengamatan (observed); f. Ketergantungan pada dana antar bank, merupakan rasio pengamatan (observed). 5. Sensitivitas … 5. Sensitivitas atas risiko pasar (sensitivity to market risk) Penilaian sensitivitas atas risiko pasar dimaksudkan untuk menilai kemampuan keuangan bank dalam mengantisipasi perubahan risiko pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar. Penilaian sensitivitas atas risiko pasar dilakukan dengan menilai besarnya kelebihan modal yang digunakan untuk menutup risiko bank dibandingkan dengan besarnya risiko kerugian yang timbul dari pengaruh perubahan risiko pasar. 6. Manajemen (Management) Penilaian manajemen dimaksudkan untuk menilai kemampuan manajerial pengurus bank dalam menjalankan usaha sesuai dengan prinsip manajemen umum, kecukupan manajemen risiko dan kepatuhan bank terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah dan komitmen bank kepada Bank Indonesia. Penilaian kualitatif faktor manajemen dilakukan dengan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kualitas manajemen umum terkait dengan penerapan good corporate governance; b. Kualitas penerapan manajemen risiko; c. Kepatuhan terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah serta komitmen kepada Bank Indonesia. III. TATA CARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Penilaian tingkat kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah dilakukan sebagai berikut : 1. Penilaian dan/atau penetapan peringkat setiap rasio/komponen sebagaimana … sebagaimana dimaksud pada angka II dilakukan secara kuantitatif untuk rasio keuangan dengan berpedoman pada Lampiran 1a, Lampiran 1b, Lampiran 1c, Lampiran 1d, dan Lampiran 1e. Sedangkan untuk komponen manajemen dilakukan secara kualitatif dengan berpedoman pada Lampiran 1f. 2. Penetapan peringkat masing-masing faktor permodalan, kualitas aktiva, rentabilitas dan likuiditas dilakukan dengan berpedoman pada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Faktor sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2a, Lampiran 2b, Lampiran 2c, Lampiran 2d dan Lampiran 2e dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan (judgement) termasuk rasio pengamatan (observed) yang didasarkan atas aspek materialitas dan signifikansi dari setiap komponen. 3. Penetapan Peringkat Faktor Finansial dilakukan dengan melakukan pembobotan atas nilai peringkat faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas atas risiko pasar dengan berpedoman pada Lampiran 3. 4. Penetapan peringkat faktor manajemen dilakukan dengan melakukan analisis dan mempertimbangkan indikator pendukung dan unsur pembanding yang relevan (judgement) dengan berpedoman pada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Faktor Manajemen pada Lampiran 4. 5. Penetapan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank dengan melakukan agregasi terhadap Peringkat Faktor Finansial dan peringkat faktor manajemen menggunakan tabel konversi dengan mempertimbangan indikator pendukung dan unsur judgement dengan berpedoman pada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komposit pada Lampiran 5. Tabel konversi untuk perhitungan Peringkat Komposit adalah sebagai berikut: PK 1 A B Manajemen C D 5A 5B 5C 5D 4A 3A 4B 3B 4D 2A 2B 4C 3C 2C 3D 1A 1B 1C 2D 1D 5 4 3 2 1 Finansial (CAELS) Keterangan : PK 1 = 1A, 1B PK 2 = 1C, 2A, 2B PK 3 = 1D, 2C, 2D, 3A, 3B, 3C PK 4 = 3D, 4A, 4B, 4C, 4D PK 5 = 5A, 5B, 5C, 5D 6. Dalam melakukan proses penetapan peringkat sebagaimana dimaksud diatas, Bank harus menggunakan kertas kerja sebagaimana diuraikan pada Lampiran 6 dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. IV. HASIL PENILAIAN Berdasarkan hasil penilaian peringkat masing-masing faktor ditetapkan Peringkat Komposit (composite rating). Peringkat Komposit ditetapkan sebagai berikut: 1. Peringkat Komposit 1, mencerminkan bahwa Bank dan UUS tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan.; 2. Peringkat Komposit 2, mencerminkan bahwa Bank dan UUS tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun Bank dan UUS masih memiliki kelemahan kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin; 3. Peringkat … 2 3 4 5 3. Peringkat Komposit 3, mencerminkan bahwa Bank dan UUS tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank dan UUS tidak segera melakukan tindakan korektif; 4. Peringkat Komposit 4, mencerminkan bahwa Bank dan UUS tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank dan UUS memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha; 5. Peringkat Komposit 5, mencerminkan bahwa Bank dan UUS sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian, industri keuangan, dan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 30 Oktober 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/24/DPbS|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title> <set_date> 30 Oktober 2007 </set_date> <effective_date> 30 Oktober 2007 </effective_date> <related_reg> '9/1/PBI/2007' </related_reg>
No. 8/24/DPbS Jakarta, 20 Oktober 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Penilaian Kualitas Aktiva Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/24/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4645), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai berikut : I. UMUM 1. Sejalan dengan berkembangnya usaha, BPRS perlu menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan meningkatkan kemampuan dan efektivitas BPRS dalam mengelola risiko pembiayaan … pembiayaan (credit risk) dan meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana. 2. Penetapan dan penggolongan kualitas pembiayaan merupakan hasil penilaian atas faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan kinerja nasabah yaitu berdasarkan pada ketepatan dan/atau kemampuan membayar kewajiban oleh nasabah, dan dengan memperhatikan unsur-unsur judgement. II. KUALITAS PEMBIAYAAN Penetapan dan penggolongan kualitas Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka I. 2. didasarkan atas kriteria sebagaimana diuraikan dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MIRANDA S. GOELTOM DEPUTI GUBERNUR SENIOR DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/24/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Penilaian Kualitas Aktiva Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title> <set_date> 20 Oktober 2006 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2007 </effective_date> <related_reg> '8/24/PBI/2006' </related_reg>
No. 1/ 4 /DASP Jakarta, 29 November 1999 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia. Sebagaimana diketahui Pasal 12 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (PBI No. 1/3/PBI/1999) menetapkan bahwa Penyelenggara di daerah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia adalah pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Selanjutnya Pasal 12 ayat (3) PBI No. 1/3/PBI/1999 menetapkan bahwa ketentuan pelaksanaan mengenai pemberian persetujuan Bank Indonesia kepada Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Bank Indonesia. Sehubungan dengan itu, ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai pemberian persetujuan terhadap pihak lain untuk menyelenggarakan kliring di daerah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia sebagai berikut. I. PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERSETUJUAN A. Persyaratan Penyelenggaraan Kliring Lokal Penyelenggaraan Kliring di Wilayah Kliring yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia pada prinsipnya didasarkan pada kebutuhan 2 Bank-bank setempat. Untuk itu Bank-bank setempat terlebih dahulu harus mengadakan kesepakatan tertulis mengenai dukungan bagi diselenggarakannya Kliring Lokal dan pihak yang diusulkan sebagai Penyelenggara serta sistem Kliring yang akan digunakan. Kesepakatan tersebut harus ditandatangani oleh seluruh Bank yang mendukung diselenggarakannya Kliring Lokal. Berkenaan dengan pengusulan sebagai Penyelenggara, perlu dikemukakan bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 12 ayat (2) PBI No. 1/3/PBI/1999, sementara ini yang dapat menjadi Penyelenggara adalah Bank. Dalam kaitan ini yang dimaksud dengan Bank sebagai Penyelenggara Kliring adalah salah satu Bank yang menandatangani kesepakatan tertulis tersebut di atas. Kesepakatan tertulis ini bagi Bank-bank yang menandatanganinya berfungsi pula sebagai permohonan untuk menjadi Peserta, sehingga Bank-bank tersebut secara otomatis menjadi Peserta apabila nantinya Bank Indonesia memberikan persetujuan bagi penyelenggaraan Kliring Lokal di daerah tersebut. Dalam melakukan kesepakatan mengenai penyelenggaraan Kliring Lokal dan pengusulan Penyelenggara, memperhatikan persyaratan sebagai berikut : 1. Persyaratan Umum Persyaratan ini merupakan persyaratan minimal yang harus dipenuhi agar di suatu wilayah dapat diselenggarakan Kliring Lokal, yaitu : a. Jumlah Bank Jumlah Bank yang menandatangani kesepakatan untuk mendukung penyelenggaraan Kliring Lokal sebagaimana Bank-bank perlu 3 tersebut di atas minimal 4 (empat) Bank yang berbeda, dan seluruhnya berstatus kantor cabang. b. Jumlah Transaksi Jumlah transaksi antar Bank setempat yang potensial untuk diselesaikan melalui Kliring dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terakhir rata-rata per hari secara keseluruhan minimal 60 transaksi, yang meliputi : 1) transfer dari nasabah suatu Bank kepada nasabah Bank lain; 2) transfer dari Bank untuk untung nasabah pada Bank lain; 3) transfer dari nasabah suatu Bank untuk untung Bank lain; 4) transfer dari satu Bank untuk untung Bank lainnya; 5) penagihan cek dan bilyet giro oleh nasabah Bank lain. Dalam kaitan ini perlu ditegaskan bahwa transfer sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 4) adalah transfer yang tidak berkaitan dengan penagihan cek dan bilyet giro sebagaimana dimaksud dalam angka 5). Selain itu transaksi yang dihitung adalah transaksi dari Bank-bank yang menandatangani kesepakatan dukungan penyelenggaraan Kliring Lokal. c. Waktu tempuh Waktu tempuh dari lokasi calon Peserta ke lokasi calon Penyelenggara maksimal 45 (empat puluh lima) menit. d. Perkembangan ekonomi/prospek perkembangan ekonomi Perkembangan ekonomi di daerah yang dikehendaki untuk diselenggarakan Kliring Lokal menunjukkan tingkat pertumbuhan atau mempunyai prospek perkembangan yang positif berdasarkan analisa data statistik Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setempat selama 3 (tiga) tahun terakhir. 4 2. Persyaratan Penyelenggara Bank Indonesia memberikan kesempatan yang sama kepada semua Bank baik Bank milik pemerintah, pemerintah daerah, maupun milik swasta nasional untuk menjadi Penyelenggara Kliring Lokal, dengan persyaratan sebagai berikut : a. mempunyai kesiapan dari segi organisasi yang memungkinkan ditempatkannya kegiatan penyelenggaraan Kliring Lokal ke dalam suatu unit tersendiri dan dapat menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai pemahaman mengenai Kliring Lokal serta mempunyai sistem administrasi yang memadai; b. memiliki ruangan dan peralatan yang mendukung pertukaran Warkat dan atau DKE antar Peserta serta memiliki peralatan komunikasi yang memadai sekurang-kurangnya berupa telepon, faksimili dan teleks. c. memiliki tempat penyelenggaraan Kliring Lokal yang mudah dijangkau oleh Peserta sehingga dapat diselenggarakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dan tempat penyelenggaraan Kliring Lokal tersebut dapat terpisah dari lokasi kantor Bank. B. Tata Cara Pemberian Persetujuan Dengan memperhatikan persyaratan pada angka I.A.1 dan angka I.A.2 di atas, Bank-bank yang menginginkan adanya penyelenggaraan Kliring Lokal dapat mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan Kliring Lokal dengan ketentuan sebagai berikut : 3. Permohonan Permohonan diajukan secara tertulis oleh Bank yang diusulkan sebagai Penyelenggara kepada Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta, Kode Pos 10010, untuk wilayah DKI Jakarta Raya, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang, dan Bekasi atau Kantor Bank 5 Indonesia setempat untuk wilayah di luar wilayah tersebut di atas (untuk selanjutnya disebut Bank Indonesia yang mewilayahi) dengan menggunakan format pada Lampiran 1, disertai Lampiran- lampiran sebagai berikut : a. Kesepakatan tertulis dari calon Peserta mengenai: 1) dukungan adanya penyelenggaraan Kliring Lokal; 2) usulan Bank yang akan menjadi Penyelenggara dengan memperhatikan persyaratan pada angka I.A.2; 3) usulan sistem Kliring yang akan digunakan. b. Data transaksi harian yang potensial untuk dikliringkan dalam 6 (enam) bulan terakhir per Bank yang menandatangani kesepakatan dukungan penyelenggaraan Kliring Lokal. c. Rencana struktur organisasi Bank apabila yang bersangkutan disetujui untuk menjadi Penyelenggara. d. Perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing calon Peserta ke lokasi calon Penyelenggara. e. Usulan jadwal Kliring Lokal dan jadwal pelimpahan hasil Kliring Lokal. 2. Persetujuan Penyelenggaraan Kliring Lokal a. Atas dasar permohonan yang diajukan, Bank Indonesia yang mewilayahi melakukan pengecekan atas kebenaran permohonan tersebut, termasuk melakukan penelitian lapangan, dengan memperhatikan persyaratan penyelenggaraan Kliring Lokal sebagaimana dimaksud pada angka I.A. b. Apabila persyaratan tersebut pada angka I.A. telah dipenuhi, Bank Indonesia yang mewilayahi akan mengeluarkan keputusan 6 tentang pemberian persetujuan sebagai Penyelenggara yang memuat nama Bank Penyelenggara, nama wilayah Kliring Lokal dan tanggal dimulainya kegiatan Kliring Lokal. Keputusan tersebut kemudian disampaikan secara tertulis kepada Bank yang telah disetujui menjadi Penyelenggara dengan tembusan kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan. Surat tersebut juga memuat hal-hal sebagai berikut : 1) penetapan sistem Kliring yang akan digunakan; 2) pemberitahuan kepada Penyelenggara mengenai persiapan yang harus dilakukan termasuk jadwal pelatihan bagi Penyelenggara dan Peserta mengenai tata cara penyelenggaraan Kliring Lokal sesuai dengan sistem Kliring yang akan digunakan; 3) persetujuan atas jadwal Kliring Lokal dan jadwal pelimpahan hasil Kliring Lokal yang diusulkan oleh Penyelenggara. c. Apabila salah satu persyaratan tersebut pada angka I.A tidak dapat dipenuhi, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberitahukan kepada calon Penyelenggara mengenai penolakan permohonan yang bersangkutan dengan menyebutkan persyaratan yang belum dipenuhi. Selanjutnya calon Penyelenggara dapat mengajukan permohonan kembali setelah persyaratan tersebut dapat dipenuhi, secepat-cepatnya 6 (enam) bulan setelah tanggal surat penolakan. d. Persetujuan atau penolakan atas permohonan pembukaan penyelenggaraan Kliring Lokal sebagaimana dimaksud dalam angka I.B.1 diberikan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. 7 C. Bantuan Keuangan dan Biaya Kliring 1. Bank Indonesia memberikan bantuan keuangan kepada setiap Penyelenggara yang menggunakan sistem manual sebesar Rp.1.750.000,- (satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) per bulan, dan kepada Penyelenggara yang menggunakan sistem semi otomasi sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) per bulan melalui kantor pusat Penyelenggara. 2. Dalam hal Penyelenggara mendapat bantuan keuangan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1, maka Penyelenggara tidak diperkenankan untuk mengenakan biaya Kliring kepada Peserta. 3. Dalam hal penyelenggaraan Kliring Lokal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.1.a atau I.A.1.b selama periode 12 (dua belas) bulan berturut-turut, Bank Indonesia akan mengurangi bantuan keuangan sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari bantuan keuangan yang diberikan oleh Bank Indonesia. Bagi Penyelenggara yang sudah ada pada saat Surat Edaran ini dikeluarkan dan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.1.a dan I.A.1.b maka periode 12 (dua belas) bulan berturut-turut tersebut dimulai sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini. 4. Dalam hal jumlah rata-rata perputaran Warkat Kliring penyerahan per hari telah mencapai lebih dari 1000 (seribu) lembar selama 6 (enam) bulan berturut-turut, Bank Indonesia akan menghentikan bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Sebagai gantinya Penyelenggara dapat mengenakan biaya kepada Peserta yang jenis dan besarnya sama dengan jenis dan besarnya biaya yang dibebankan Bank Indonesia kepada Peserta dalam sistem Kliring yang sama. Sebagai pelaksanaan dari ketentuan ini Bank Indonesia yang mewilayahi akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada 8 Penyelenggara dengan tembusan kepada kantor pusat Penyelenggara mengenai rencana penghentian bantuan keuangan dan pengenaan biaya tersebut di atas selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal efektif penghentian bantuan keuangan. Selanjutnya Penyelenggara memberitahukan hal tersebut kepada seluruh Peserta selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal efektif pengenaan biaya tersebut. Bagi Penyelenggara yang sudah ada pada saat Surat Edaran ini diberlakukan maka periode 6 (enam) bulan berturut-turut tersebut dimulai sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini. 5. Dalam hal jumlah rata-rata perputaran Warkat Kliring penyerahan per hari menjadi kurang dari 1000 (seribu) lembar, maka Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak dapat memperoleh kembali bantuan keuangan dari Bank Indonesia. Namun, apabila hal tersebut terjadi selama 6 (enam) bulan berturut- turut dan biaya yang dikenakan kepada Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak dapat menutupi biaya penyelenggaraan Kliring Lokal maka Penyelenggara, atas persetujuan seluruh Peserta, dapat mengenakan tambahan biaya yang tidak dikaitkan dengan jumlah warkat kepada para Peserta. Persetujuan pengenaan tambahan biaya ini harus dilaporkan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi, dengan menggunakan format pada Lampiran 2, dilengkapi dengan data pendukung mengenai kekurangan biaya penyelenggaraan tersebut, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sebelum tanggal berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut. Penyelenggara memberitahukan berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut kepada seluruh Peserta selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut. 9 D. Periode Sebagai Penyelenggara 1. Persetujuan Bank Indonesia kepada Bank untuk menjadi Penyelenggara diberikan untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal keputusan tentang persetujuan sebagai Penyelenggara. Selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kalender sebelum berakhirnya periode sebagai Penyelenggara, Peserta kembali mengadakan kesepakatan untuk menetapkan perpanjangan periode sebagai Penyelenggara atau mengusulkan Bank lain sebagai calon Penyelenggara. Usulan untuk memperpanjang periode Penyelenggara atau usulan calon Penyelenggara baru harus didukung dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh lima per seratus) Peserta Langsung. Peserta yang mendukung tersebut dapat berupa kantor cabang pembantu yang telah disetujui menjadi Peserta Langsung. Dalam pengusulan perpanjangan periode Penyelenggara lama atau calon Penyelenggara baru, Peserta harus memperhatikan persyaratan sebagai Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2. 2. Dalam hal para Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 mengusulkan untuk memperpanjang periode Penyelenggara, Penyelenggara wajib mengajukan permohonan secara tertulis untuk memperpanjang periode sebagai Penyelenggara kepada Bank Indonesia yang mewilayahi 60 (enam puluh) hari kalender sebelum tanggal berakhirnya periode persetujuan sebagai Penyelenggara dengan menggunakan format pada Lampiran 3. Permohonan tersebut dilampiri dengan : a. surat dukungan dan persetujuan dari Peserta, sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tersebut di atas; b. struktur organisasi Penyelenggara dalam hal terdapat perubahan struktur organisasi; c. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke 10 lokasi Penyelenggara dalam hal Penyelenggara mempunyai rencana pemindahan lokasi penyelenggaraan Kliring Lokal. 3. Setelah menerima permohonan tersebut, Bank Indonesia yang mewilayahi akan melakukan penilaian apakah persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka I.A.2 telah terpenuhi. Apabila semua persyaratan telah terpenuhi maka Bank Indonesia yang mewilayahi akan mengeluarkan keputusan mengenai persetujuan sebagai Penyelenggara. Keputusan tersebut akan disampaikan secara tertulis kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada kantor pusat Penyelenggara. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2 tidak terpenuhi, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberitahukan kepada Penyelenggara mengenai penolakan permohonan yang bersangkutan secara tertulis dengan menyebutkan persyaratan yang tidak terpenuhi dengan tembusan kepada kantor pusat Penyelenggara. Persetujuan dan penolakan yang disampaikan tersebut di atas diberikan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak permohonan diterima secara lengkap. Dalam hal terjadi penolakan perpanjangan sebagai Penyelenggara, Peserta segera melakukan kesepakatan untuk mengusulkan calon Penyelenggara baru. Selanjutnya calon Penyelenggara baru mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender setelah penolakan diterima oleh Penyelenggara lama. Tata cara pemberian persetujuan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam angka 4 di bawah ini. 4. Dalam hal Peserta memilih untuk mengusulkan calon Penyelenggara 11 baru, calon Penyelenggara baru wajib mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan menggunakan format pada Lampiran 4 selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum tanggal berakhirnya periode persetujuan sebagai Penyelenggara dengan dilampiri : a. surat dukungan dan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tersebut di atas; b. struktur organisasi calon Penyelenggara baru; c. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke lokasi calon Penyelenggara baru. Atas pengajuan usulan calon Penyelenggara baru tersebut di atas, Bank Indonesia akan melakukan penilaian kembali dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2. Apabila memenuhi persyaratan, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberikan Keputusan mengenai persetujuan sebagai Penyelenggara. Keputusan tersebut disampaikan secara tertulis kepada Penyelenggara yang baru dengan tembusan kepada Penyelenggara yang lama, kantor pusat Penyelenggara yang lama dan kantor pusat Penyelenggara yang baru. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2 tidak terpenuhi, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberitahukan kepada calon Penyelenggara baru mengenai penolakan permohonan yang bersangkutan secara tertulis dengan menyebutkan persyaratan yang tidak terpenuhi dengan tembusan kepada Penyelenggara lama. Persetujuan dan penolakan yang disampaikan tersebut di atas diberikan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak permohonan diterima 12 secara lengkap. 5. Penyelenggara lama wajib untuk menyelenggarakan Kliring sampai dengan Penyelenggara baru yang disetujui oleh Bank Indonesia yang mewilayahi siap untuk menyelenggarakan Kliring. E. Pengunduran Diri Sebagai Penyelenggara 1. Penyelenggara dapat mengundurkan diri sebagai Penyelenggara berdasarkan alasan : a. penyelenggara akan menutup kantornya atau pindah ke Wilayah Kliring lain; b. penyelenggara mengalami kesulitan organisasi, keuangan, dan administrasi. 2. Bank yang akan mengundurkan diri sebagai Penyelenggara wajib mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi disertai alasan pengunduran diri dengan menggunakan format dalam Lampiran 5 selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum tanggal rencana pengunduran diri sebagai Penyelenggara. Pada saat yang bersamaan diajukan pula permohonan dari calon Penyelenggara baru yang telah didukung dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh lima per seratus) Peserta Langsung. Permohonan calon Penyelenggara baru tersebut menggunakan format dalam Lampiran 4, dengan dilampiri: a. surat dukungan dan persetujuan sebagaimana tersebut di atas; b. struktur organisasi calon Penyelenggara baru; c. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke lokasi calon Penyelenggara baru. Atas pengajuan usulan calon Penyelenggara baru tersebut di atas, Bank Indonesia akan melakukan penilaian kembali dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 13 I.A.2. Apabila memenuhi persyaratan, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberikan keputusan tentang persetujuan sebagai Penyelenggara. Keputusan tersebut disampaikan secara tertulis kepada Penyelenggara yang baru dengan tembusan kepada Penyelenggara yang lama, kantor pusat Penyelenggara yang lama dan kantor pusat Penyelenggara yang baru. Tembusan kepada Penyelenggara lama tersebut berfungsi pula sebagai pemberitahuan bahwa permohonan pengunduran diri sebagai Penyelenggara telah disetujui. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2 tidak terpenuhi, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberitahukan kepada calon Penyelenggara baru mengenai penolakan permohonan yang bersangkutan secara tertulis dengan menyebutkan persyaratan yang tidak terpenuhi dengan tembusan kepada Penyelenggara lama. Tembusan kepada Penyelenggara lama tersebut berfungsi pula sebagai pemberitahuan bahwa permohonan pengunduran diri sebagai Penyelenggara telah ditolak. Persetujuan dan penolakan yang disampaikan tersebut di atas diberikan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak permohonan diterima secara lengkap. 3. Penyelenggara lama wajib untuk menyelenggarakan Kliring sampai dengan Penyelenggara baru yang disetujui oleh Bank Indonesia yang mewilayahi siap untuk menyelenggarakan Kliring. F. Penghentian Sebagai Penyelenggara 1. Dalam hal Penyelenggara selaku Peserta mendapat sanksi dihentikan keikutsertaannya untuk sementara dalam Kliring Lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 34 PBI No.1/3/PBI/1999, yang tidak melebihi 7 (tujuh) hari kalender atau 14 tidak melebihi 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun kalender, serta masih dapat melakukan kegiatan operasional selaku Peserta maka Penyelenggara tetap melaksanakan penyelenggaraan Kliring Lokal. 2. Dalam hal Penyelenggara selaku Peserta mendapat sanksi: a. penghentian sementara keikutsertaannya dalam Kliring Lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 33 ayat (1), dan Pasal 34 PBI No.1/3/PBI/1999 melebihi 7 (tujuh) hari kalender atau melebihi 3 (tiga) kali dalam satu tahun kalender; b. penghentian kegiatan operasional; c. pencabutan izin usaha; atau d. pencabutan izin pembukaan kantor, maka penyelenggaraan Kliring Lokal untuk sementara dilaksanakan oleh salah satu Peserta yang ditunjuk Bank Indonesia yang mewilayahi sampai dengan disetujuinya Penyelenggara yang definitif. 3. Sebagai tindak lanjut untuk persetujuan Penyelenggara yang definitif seluruh Peserta wajib mengadakan kesepakatan tertulis untuk mendukung dan menyetujui calon Penyelenggara baru, selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari kalender setelah penunjukan Penyelenggara sementara. Usulan untuk menunjuk Penyelenggara baru wajib didukung dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh lima per seratus) Peserta Langsung. Peserta yang mendukung tersebut dapat berupa kantor cabang pembantu yang telah disetujui menjadi Peserta Langsung. 4. Selanjutnya calon Penyelenggara baru tersebut mengajukan permohonan persetujuan sebagai Penyelenggara kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan menggunakan format dalam Lampiran 6, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender setelah tercapai kesepakatan tersebut di atas. Permohonan tersebut dilampiri 15 dengan: a. surat dukungan dan persetujuan sebagaimana tersebut di atas; b. struktur organisasi calon Penyelenggara baru; c. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke lokasi calon Penyelenggara baru. Atas pengajuan usulan calon Penyelenggara baru tersebut di atas, Bank Indonesia akan melakukan penilaian kembali dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2. Apabila memenuhi persyaratan, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberikan keputusan mengenai persetujuan sebagai Penyelenggara. Keputusan tersebut disampaikan secara tertulis kepada Penyelenggara yang baru dengan tembusan kepada kantor pusat Penyelenggara. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2 tidak terpenuhi, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberitahukan kepada calon Penyelenggara baru mengenai penolakan permohonan yang bersangkutan secara tertulis dengan menyebutkan persyaratan yang tidak terpenuhi. G. Pembubaran Penyelenggaraan Kliring 1. Penyelenggaraan Kliring Lokal dibubarkan apabila penyelenggaraan Kliring Lokal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.1.a atau I.A.1.b selama periode 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut. 2. Penyelenggaraan Kliring Lokal dapat dibubarkan dengan persetujuan tertulis seluruh Peserta apabila Peserta berpendapat bahwa penyelenggaraan Kliring Lokal tidak bermanfaat lagi dalam memperlancar pembayaran giral. 16 Dalam hubungan ini Penyelenggara wajib menyampaikan permohonan pembubaran secara tertulis kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan menggunakan format dalam Lampiran 7 dengan melampirkan kesepakatan tertulis dari seluruh Peserta untuk membubarkan penyelenggaraan Kliring Lokal. Bank Indonesia yang mewilayahi memberikan keputusan mengenai persetujuan pembubaran penyelenggaraan Kliring Lokal selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender setelah permohonan diterima secara lengkap. Keputusan tersebut memuat pula tanggal pembubaran penyelenggaraan Kliring Lokal dengan memperhatikan ketentuan pada angka 3 di bawah ini. Selanjutnya keputusan tersebut disampaikan secara tertulis kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada kantor pusat Penyelenggara. Pembubaran penyelenggaraan Kliring Lokal berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan menerbitkan keputusan mengenai pembubaran penyelenggaraan Kliring Lokal oleh Bank Indonesia yang mewilayahi. Keputusan tersebut memuat pula tanggal pembubaran penyelenggaraan Kliring Lokal dengan memperhatikan ketentuan pada angka 3 di bawah ini. Selanjutnya keputusan tersebut disampaikan secara tertulis kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada kantor pusat Penyelenggara. 3. Penyelenggara wajib memberitahukan keputusan mengenai pembubaran penyelenggaraan Kliring Lokal kepada Peserta selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pembubaran. H. Pemindahan Lokasi Penyelenggaraan Kliring Lokal 1. Penyelenggara dapat memindahkan lokasi penyelenggaraan Kliring Lokal dengan ketentuan lokasi yang baru harus memenuhi 17 persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.b dan angka I.A.2.c. 2. Penyelenggara mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia yang mewilayahi mengenai rencana pemindahan lokasi penyelenggaraan Kliring Lokal disertai dengan alasan pemindahan dengan menggunakan format dalam Lampiran 8 selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kalender sebelum tanggal pemindahan lokasi yang direncanakan. 3. Setelah menerima permohonan tersebut Bank Indonesia yang mewilayahi segera melakukan penilaian apakah lokasi yang baru tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.b dan angka I.A.2.c. Apabila lokasi tersebut telah memenuhi syarat, Bank Indonesia yang mewilayahi memberikan persetujuan tertulis atas pemindahan lokasi tersebut selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kalender setelah permohonan diterima secara lengkap. 4. Penyelenggara wajib memberitahukan persetujuan pemindahan lokasi tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal diselenggarakannya Kliring Lokal di lokasi yang baru. II. SISTEM PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL A. Penyelenggaraan Kliring Lokal dapat dilakukan dengan menggunakan sistem : 1. manual; atau 2. semi otomasi. Tata cara penyelenggaraan Kliring Lokal tersebut tunduk pada Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur masing-masing sistem Kliring dimaksud di atas. B. Penyelenggara dapat mengubah sistem penyelenggaraan Kliring Lokal setelah memperoleh persetujuan seluruh Peserta. Dalam hal ini 18 Penyelenggara harus terlebih dahulu mengajukan permohonan perubahan sistem secara tertulis kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan menggunakan format dalam Lampiran 9 dan melampirkan surat persetujuan dari seluruh Peserta. Selambat- lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah menerima permohonan tersebut, Bank Indonesia yang mewilayahi akan memberikan persetujuan secara tertulis kepada Penyelenggara dan menginformasikan mengenai persiapan yang harus dilakukan antara lain meliputi: 1. penyediaan perangkat keras yang harus memenuhi spesifikasi yang ditetapkan Bank Indonesia; 2. sumber daya manusia; 3. rencana jadwal pelatihan. C. Tanggal dimulainya pelaksanaan penyelenggaraan Kliring Lokal dengan sistem baru akan ditetapkan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi dengan memperhatikan tingkat kesiapan Penyelenggara dan seluruh Peserta, untuk selanjutnya diberitahukan kepada Penyelenggara secara tertulis selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal diberlakukannya sistem baru. Selanjutnya Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh Peserta selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal diberlakukannya sistem baru tersebut. III. PENGAWASAN DAN PELAPORAN Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara baik secara langsung maupun tidak langsung. A. Pengawasan langsung dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan di tempat penyelenggaraan Kliring Lokal sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. B. Pengawasan tidak langsung dilaksanakan dengan mewajibkan Penyelenggara untuk menyampaikan laporan mingguan sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran 10, dan menyampaikan laporan 19 insidentil. 1. Laporan Mingguan Laporan mingguan tersebut dibagi dalam 4 (empat) periode laporan yaitu periode tanggal 1 sampai dengan tanggal 7, tanggal 8 sampai dengan tanggal 15, tanggal 16 sampai dengan tanggal 23, dan tanggal 24 sampai dengan akhir bulan. Laporan mingguan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi melalui faksimili atau sarana elektronik lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia, yang harus sudah diterima selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah akhir periode laporan mingguan. Asli laporan mingguan tersebut ditatausahakan oleh Penyelenggara. 2. Laporan Insidentil Laporan insidentil sebagaimana dimaksud di atas merupakan laporan yang berkaitan dengan setiap keputusan yang diambil oleh Penyelenggara antara lain: a. pemberitahuan peniadaan kliring; b. kehadiran Peserta melewati batas waktu jadwal Kliring; c. perubahan jadwal Kliring dan jadwal pelimpahan hasil Kliring; d. perselisihan antar Peserta yang berkaitan dengan perhitungan DKE atau Warkat. Laporan insidentil tersebut harus sudah disampaikan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya. IV. SANKSI Penyelenggara yang terlambat menyampaikan laporan mingguan sebagaimana dimaksud dalam angka III.B.1. dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). 20 Sanksi tersebut akan dibebankan kepada Penyelenggara setiap akhir bulan dengan cara mendebet rekening giro kantor lain dari Penyelenggara di Bank Indonesia yang telah ditetapkan untuk menampung pelimpahan hasil kliring. V. PERALIHAN A. Penyelenggara yang sudah ada pada saat berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini dianggap telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia dan wajib memenuhi persyaratan pada angka I.A.1.a dan I.A.1.b dalam jangka waktu selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) bulan sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka I.C.3 dan I.G.1. B. Periode sebagai Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka I.D.1. untuk Penyelenggara yang sudah ada pada saat berlakunya Surat Edaran ini dimulai sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini. VI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/8/UPPB tanggal 10 September 1981 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal angka II.2.2, III.2, dan VIII.7.7.1 dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Desember 1999. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, AULIA POHAN DEPUTI GUBERNUR 21 I. PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERSETUJUAN A. Persyaratan Penyelenggaraan Kliring Lokal 1. Persyaratan Umum 2. Persyaratan Penyelenggara B. Tata Cara Pemberian Persetujuan 1. Permohonan 2. Persetujuan Penyelenggaraan Kliring Lokal C. Bantuan Keuangan dan Biaya Kliring D. Periode Sebagai Penyelenggara E. Pengunduran Diri Sebagai Penyelenggara F. Penghentian Sebagai Penyelenggara G. Pembubaran Penyelenggaraan Kliring H. Pemindahan Lokasi Penyelenggaraan Kliring Lokal II. SISTEM PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL III. PENGAWASAN DAN PELAPORAN IV. SANKSI V. PERALIHAN VI. PENUTUP 1 1 2 4 4 4 5 7 9 12 13 15 16 17 18 19 20 20 22 VII. Lampiran 1 No. : Lamp : Kepada Yth. ……………………….. Jl. ……………………. ……………………..*) A. Perihal : Permohonan Untuk Penyelenggaraan Kliring Lokal di Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ /DASP tanggal November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia, dengan ini kami atas nama Bank-bank di ………….., mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan Kliring Lokal. Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan : 1. Surat Kesepakatan yang ditandatangani oleh Pejabat calon Bank Peserta mengenai : a. dukungan adanya penyelenggaraan kliring lokal; b. usulan bank yang akan menjadi penyelenggara; c. usulan sistem kliring yang akan digunakan; 2. Data transaksi harian yang potensial untuk dikliringkan dalam 6 (enam) bulan terakhir per Bank yang menandatangani kesepakatan sebagaimana dimaksud pada angka 1; 3. Rencana struktur organisasi kantor kami apabila disetujui untuk menjadi Penyelenggara; 4. Perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing calon Peserta ke lokasi calon Penyelenggara; (Kota), (tanggal, bulan, tahun) 5. Usulan … 23 5. Usulan jadwal Kliring Lokal dan jadwal pelimpahan hasil Kliring Lokal. Demikian agar maklum. PT Bank ……………….. Nama jelas Jabatan *) Agar diisi sesuai dengan Bank Indonesia yang mewilayahi 24 VIII. Lampiran 2 No. : Lamp : Kepada …………………… …………………… ………………….*) A. Perihal : Laporan Rencana Pengenaan Tambahan Biaya Penyelenggaraan Kliring Lokal Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia dengan ini, kami laporkan bahwa berdasarkan persetujuan seluruh peserta Kliring Lokal ………….., mulai tanggal ……………….., kami merencanakan untuk mengenakan tambahan biaya penyelenggaraan Kliring mengingat biaya yang dikenakan kepada peserta pada saat ini tidak dapat menutupi biaya penyelenggaraan Kliring Lokal. Berkenaan dengan hal tersebut bersama ini kami sampaikan : 6. Surat persetujuan dari seluruh peserta; 7. Rincian biaya penyelenggaraan kliring yang terdiri dari : a. b. jumlah pengenaan biaya kepada peserta. Demikian agar maklum. PT Bank ……………….. (Kota), (tanggal, bulan, tahun) jumlah biaya penyelenggaraan kliring (real cost); Nama jelas Jabatan *) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi 25 IX. No. Lampiran 3 : Lamp : A. Kepada …………………….. …………………… ………………….*) B. Permohonan Perpanjangan Periode Sebagai Penyelenggara Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal Perihal : 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia dengan ini kami mengajukan permohonan agar dapat disetujui kembali menjadi Penyelenggara di wilayah Kliring Lokal …………… . Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan : 8. surat dukungan dan persetujuan dari peserta kliring; 9. struktur organisasi Penyelenggara (dalam hal terdapat perubahan struktur organisasi); 10. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke lokasi Penyelenggara (dalam hal Penyelenggara mempunyai rencana Kliring). Demikian agar maklum. PT Bank ……………….. (Kota), (tanggal, bulan, tahun) pemindahan lokasi penyelenggaraan Nama jelas Jabatan *) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi 26 X. No. Lampiran 4 : Lamp : Kepada …………………….. …………………… ………………….*) A. Perihal : Permohonan Untuk Menjadi Penyelenggara Kliring di Wilayah Kliring Lokal …….. Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia, dengan ini kami mengajukan permohonan agar dapat disetujui menjadi Penyelenggara Kliring Lokal …………………. sehubungan dengan akan berakhirnya periode Penyelenggara di Wilayah Kliring Lokal …………., dan Penyelenggara Kliring Lokal yang lama tidak bersedia/tidak disetujui untuk dipilih kembali sebagai Penyelenggara. Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan : 11. surat dukungan dan persetujuan dari Peserta; 12. struktur organisasi calon Penyelenggara baru; 13. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing peserta ke lokasi calon Penyelenggara baru. Demikian agar maklum. PT Bank ……………….. (Kota), (tanggal, bulan, tahun) Nama jelas Jabatan *) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi 27 XI. Lampiran 5 No. : (tanggal, bulan, tahun) Lamp : Kepada …………………….. …………………… ………………….*) A. Perihal : Permohonan Pengunduran Diri Sebagai Penyelenggara Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mengundurkan diri sebagai Penyelenggara di wilayah Kliring Lokal ………………. yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal ……………… dengan alasan ……………….. . Sebagai pengganti bersama ini kami lampirkan permohonan untuk menjadi Penyelenggara di wilayah Kliring Lokal ……………… dari PT Bank ………………**) Demikian agar maklum. PT Bank ……………….. (Kota), Nama jelas Jabatan *) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi **) Dilampirkan permohonan Bank yang bersangkutan dengan menggunakan format Lampiran 4 28 XII. Lampiran 6 No. : (tanggal, bulan, tahun) Lamp : Kepada …………………….. …………………… ………………….*) A. Perihal : Permohonan Untuk Menjadi Penyelenggara Kliring di Wilayah Kliring Lokal …………. Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia, sehubungan dengan telah dikenakannya sanksi penghentian sementara/penghentian kegiatan operasional/pencabutan izin usaha/pencabutan izin pembukaan kantor**) terhadap Penyelenggara yaitu PT Bank ……., dengan ini kami mengajukan permohonan untuk menjadi Penyelenggara di wilayah Kliring Lokal ………………. Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan : 14. surat dukungan dan persetujuan dari peserta kliring; 15. struktur organisasi calon Penyelenggara baru; 16. perkiraan waktu tempuh dari lokasi masing-masing Peserta ke lokasi calon Penyelenggara baru; Demikian agar maklum. PT Bank ……………….. (Kota), Nama jelas Jabatan *) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi **) Diisi sesuai dengan kondisi setempat. 29 XIII. Lampiran 7 No. : Lamp : Kepada …………………….. …………………… ………………….*) A. Permohonan Pembubaran Penyelenggaraan Kliring Lokal Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal Perihal : 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia, dengan ini diberitahukan bahwa sehubungan dengan kondisi penyelenggaraaan Kliring Lokal di wilayah Kliring Lokal …………….. yang pada saat ini tidak bermanfaat lagi dalam memperlancar pembayaran giral maka kami mengajukan permohonan untuk membubarkan penyelenggaraan Kliring di wilayah Kliring Lokal ……………. Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan persetujuan tertulis dari seluruh Peserta. Demikian agar maklum. PT Bank ……………….. (Kota), (tanggal, bulan, tahun) Nama jelas Jabatan *) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi 30 XIV. Lampiran 8 No. : Lamp : Kepada …………………….. …………………… ………………….*) A. Permohonan Pemindahan Lokasi Penyelenggaraan Kliring Lokal Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal Perihal : 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk dapat melakukan pemindahan lokasi penyelenggaraan Kliring yang semula berlokasi di ………….. menjadi berlokasi di …………………. Pemindahan lokasi tersebut direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal ……………… Demikian agar maklum. PT Bank ……………….. (Kota), (tanggal, bulan, tahun) Nama jelas Jabatan *) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi 31 XV. Lampiran 9 No. : Lamp : Kepada …………………….. …………………… ………………….*) A. Permohonan Perubahan Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/ 4 /DASP tanggal Perihal : 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk melakukan perubahan atas sistem penyelenggaraan kliring lokal yang selama ini menggunakan sistem ………………. menjadi menggunakan sistem ………… . Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami sampaikan persetujuan dari seluruh Peserta kliring. Demikian agar maklum. PT Bank ……………….. (Kota), (tanggal, bulan, tahun) Nama jelas Jabatan *) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi 32
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 1/4/DASP|SE-BI/1999 </reg_id> <reg_title> Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia. </reg_title> <set_date> 29 November 1999 </set_date> <effective_date> 1 Desember 1999 </effective_date> <replaced_reg> '14/8/UPPB|SE-BI/1981 | angka II.2.2, III.2, dan VIII.7.7.1' </replaced_reg> <related_reg> '1/3/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi I Huruf F Angka 2', 'Romawi I Huruf F Angka 1', 'Romawi IV' </penalty_list>
No.3/21/DPM Jakarta, 3 September 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No.2/27/DPM Tanggal 13 Desember 2000 Perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/26/PBI/2000 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 232, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4035), Surat Edaran Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 tentang Bank Indonesia Real Time Gross Settlement sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Nomor 3/20/DASP tanggal 31 Agustus 2001, dan diterapkannya Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) di Kantor Bank Indonesia (KBI), maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas ketentuan dalam Butir II Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/27/DPM tanggal 13 Desember 2000 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum sehingga ketentuan Angka II Surat Edaran dimaksud seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: II. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN, PENGGUNAAN DAN PELUNASAN FLI A. Kantor Bank Yang Dapat Mengajukan FLI 1. Dalam hal Kantor Pusat (KP) Bank berada di wilayah Kliring Lokal Jakarta (KLJ), maka pengajuan permohonan FLI dilakukan oleh KP Bank … 2 Bank kepada Bagian Administrasi Pasar Uang (AdmP)-Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110. 2. Dalam hal KP Bank berada di luar wilayah KLJ dan memiliki Kantor Cabang (KC) di wilayah KLJ, maka pengajuan permohonan FLI wajib dilakukan oleh KC Bank di wilayah KLJ kepada Bagian AdmP-DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110. 3. Dalam hal KP Bank berada di wilayah KBI yang telah menerapkan Sistem BI-RTGS namun tidak memiliki KC di wilayah KLJ, maka pengajuan permohonan FLI dilakukan oleh KP Bank kepada KBI setempat cq. Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter (PKM). 4. Dalam hal KP Bank berada di wilayah KBI yang belum menerapkan Sistem BI-RTGS dan tidak memiliki KC di wilayah KLJ namun memiliki 1 (satu) KC yang berada di wilayah KBI yang telah menerapkan Sistem BI-RTGS, maka pengajuan permohonan FLI dilakukan oleh KC Bank dimaksud kepada KBI setempat cq. Seksi PKM. 5. Dalam hal KP Bank berada di wilayah KBI yang belum menerapkan Sistem BI-RTGS dan tidak memiliki KC di wilayah KLJ namun memiliki beberapa KC yang berada di wilayah KBI yang telah menerapkan Sistem BI-RTGS, maka KP Bank tersebut menunjuk salah satu KC dimaksud sebagai kantor Bank yang dapat mengajukan FLI dan menyampaikan surat penunjukan tersebut kepada KBI dimana KC dimaksud berada, dengan tembusan kepada Bagian AdmP-DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110. B. Persyaratan … 3 B. Persyaratan Administrasi Dalam hal Bank akan memanfaatkan FLI untuk pertama kali, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Bank wajib menyampaikan permohonan sebagai kantor Bank yang dapat mengajukan FLI kepada Bank Indonesia pada tempat kedudukan sebagaimana diatur dalam huruf A dengan menyertakan dokumen-dokumen sebagai berikut: a. specimen tandatangan direksi sesuai dengan Anggaran Dasar Bank dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa oleh direksi sesuai dengan Anggaran Dasar Bank; atau specimen tandatangan Chief Executive Officer (CEO) dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa oleh CEO bagi Kantor Cabang Bank Asing; b. contoh stempel Bank atau surat pernyataan bagi Bank yang tidak menggunakan stempel; c. fotokopi Anggaran Dasar Bank atau kuasa dari Kantor Pusat Bank Asing (power of attorney) bagi Kantor Cabang Bank Asing yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Bank; d. fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk atau Surat Izin Mengemudi atau paspor direksi, CEO dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a; e. surat kuasa bermeterai cukup dari direksi atau CEO kepada pejabat Bank yang diberi wewenang untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan FLI. 2. Dalam hal terjadi perubahan susunan pengurus dan/atau pejabat yang mengakibatkan perubahan kewenangan penandatanganan dokumen … 4 dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Bank wajib memperbaharui dokumen yang terkait dengan perubahan dimaksud. C. Pengajuan Permohonan FLI 1. Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf A.1 dan huruf A.2 mengajukan permohonan FLI secara tertulis kepada Bagian AdmP- DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110 dari pukul 09.00 sampai dengan 17.00 WIB pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari penggunaan FLI (T-1), dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank (DPwB) terkait. 2. Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf A.3, huruf A.4 dan huruf A.5 mengajukan permohonan FLI secara tertulis kepada KBI setempat cq. Seksi PKM dari pukul 09.00 sampai dengan 16.00 waktu setempat pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari penggunaan FLI (T-1), dengan tembusan kepada Tim Pengawasan Bank terkait di KBI setempat. 3. Permohonan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan butir 2 yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia tidak dapat dibatalkan oleh Bank. 4. Permohonan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan butir 2 menggunakan formulir sebagaimana contoh Lampiran 1 dan wajib disertai dengan: a. bukti agunan berupa Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD)-SBI yang wajib disertai dengan Bilyet Depot Simpanan (BDS)-SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.4.a dan butir IV.A.5.a; b. fotokopi bukti perkiraan transaksi keluar (outgoing transaction) yang terbesar pada hari penggunaan FLI (T+0) yang telah dinyatakan … 5 dinyatakan sesuai aslinya oleh Bank, diluar transaksi kewajiban Bank kepada Bank Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia, antara lain berupa: fotokopi deal ticket dan fotokopi warkat deposito jatuh waktu; c. Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana contoh Lampiran 2 bermeterai cukup dalam 2 (dua) rangkap yang telah ditandatangani oleh direksi atau CEO dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf B.1.a; d. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana contoh Lampiran 3 bermeterai cukup dalam 2 (dua) rangkap yang telah ditandatangani oleh direksi atau CEO dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf B.1.a. 5. Dalam hal Bank menyerahkan permohonan FLI melewati batas waktu yang telah ditetapkan sebagaimana diatur dalam butir 1 dan butir 2, maka Bank Indonesia menolak permohonan FLI dimaksud. 6. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan FLI, maka Bank Indonesia memasukkan nilai FLI untuk setiap Bank pada terminal RTGS Central Computer (RCC) di Bank Indonesia selambat-lambatnya pukul 08.30 WIB pada hari penggunaan FLI (T+0). 7. Bank dapat mengetahui FLI yang disetujui sebagaimana dimaksud dalam butir 6 pada terminal RTGS (RT) fungsi MEMBER OWN TOTALS pilihan SUPERVISORY. D. Penolakan FLI 1. Bank Indonesia menolak permohonan FLI yang diajukan oleh Bank apabila: a. nilai … 6 a. nilai agunan tidak cukup atau agunan tidak memenuhi persyaratan; dan/atau b. nilai FLI yang diajukan oleh Bank lebih besar dari 2 (dua) kali perkiraan nilai transaksi terbesar yang menjadi kewajiban Bank pada hari penggunaan FLI (T+0) sebagaimana dimaksud dalam huruf C.4.b; dan/atau c. Bank sedang dikenakan sanksi penangguhan (suspend) sebagai Bank dan/atau sanksi penghentian sementara penggunaan FPJP; dan/atau d. permohonan FLI dan dokumen pendukung tidak lengkap dan tidak diisi dengan benar; dan/atau e. nama dan tandatangan pejabat Bank serta stempel Bank pada dokumen permohonan FLI tidak sesuai dengan data yang dimiliki oleh Bank Indonesia. 2. Dalam hal permohonan FLI ditolak, maka: a. Bank Indonesia memberitahukan penolakan beserta alasan penolakan melalui sarana faksimili selambat-lambatnya pukul 20.00 waktu setempat pada hari pengajuan permohonan FLI (T-1); dan b. Bank wajib mengambil kembali Surat Keterangan Surat Berharga Yang Diagunkan (SKSD)-Sertifikat Bank Indonesia (SBI) beserta Bilyet Depot Simpanan (BDS)-SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah, Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas Likuiditas Intrahari, dan Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai di Bank Indonesia sesuai dengan tempat pengajuan permohonan FLI sebagaimana diatur dalam huruf C.1 dan huruf C.2 pada 1 (satu) hari kerja setelah hari pengajuan permohonan FLI (T+0). E. Penggunaan … 7 E. Penggunaan FLI 1. Bank hanya dapat menggunakan FLI pada hari penggunaan FLI (T+0) dari pukul 08.30 sampai dengan cut-off warning Sistem BI- RTGS sebagaimana diatur dalam Surat Edaran bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement yang berlaku. 2. Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS pada saat saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melakukan transaksi keluar (outgoing transaction) sepanjang kekurangan tersebut tidak melebihi nilai FLI. 3. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga sebesar 0% (nol per seratus) kepada Bank atas penggunaan FLI. 4. Besarnya biaya bunga sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dapat diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia. F. Pelunasan FLI 1. Pelunasan FLI yang telah digunakan dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap terdapat transaksi masuk (incoming transaction) yang mengkredit rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. 2. Bank yang menggunakan FLI wajib melunasi FLI pada hari penggunaan FLI (T+0) selambat-lambatnya sampai dengan pre cut- off Sistem BI-RTGS sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement yang berlaku. 3. Dalam hal FLI telah dilunasi, maka Bank wajib mengambil kembali SKSD-SBI beserta BDS-SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah di Bank Indonesia sesuai dengan tempat pengajuan permohonan FLI … 8 FLI sebagaimana dimaksud dalam huruf C.1 dan huruf C.2 pada 1 (satu) hari kerja setelah hari penggunaan FLI (T+1). 4. Dalam hal Bank tidak melunasi FLI sampai dengan batas waktu pelunasan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 2 karena kegagalan Sistem BI-RTGS, maka pelunasan FLI dilakukan selambat-lambatnya pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya sepanjang Sistem BI-RTGS telah berjalan secara normal. 5. Dalam hal pada saat berakhirnya waktu penggunaan FLI (cut-off warning Sistem BI-RTGS) atau waktu pelunasan FLI (pre cut-off Sistem BI-RTGS) Bank sudah melunasi seluruh FLI (FLI Bank bersaldo nihil), maka agunan FLI yang masih dikuasai oleh Bank Indonesia dinyatakan bebas dari perikatan.“ Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA ASLIM TADJUDDIN DIREKTUR DIREKTORAT PENGELOLAAN MONETER Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 Lampiran 1 Kepada *) Bagian Administrasi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta, 10110 Perihal : Permohonan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) ---------------------------------------------------------- Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/26/PBI/2000 tanggal 13 Desember 2000, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan FLI sebesar Rp … … … … … … ( …………………………………………). Dalam hal FLI tidak dapat dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan yang ditetapkan, maka permohonan ini diberlakukan sebagai permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebesar FLI yang tidak dapat dilunasi. Sehubungan dengan hal tersebut, terlampir kami sampaikan SKSD-SBI yang disertai dengan BDS-SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah**), dan fotokopi bukti perkiraan transaksi terbesar pada hari penggunaan FLI (T+0). Data tersebut kami sampaikan dengan sebenarnya. Apabila dikemudian hari terbukti data tersebut di atas tidak benar, kami bersedia untuk mempertanggung-jawabkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikian permohonan kami. …………., ………… (tempat, tanggal) tandatangan pejabat bank Stempel Bank ttd Meterai --------------------------------- Nama Pejabat Bank cc.: Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia atau Tim Pengawasan Bank di Kantor Bank Indonesia setempat *) atau Kantor Bank Indonesia setempat. **) coret yang tidak perlu. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 Lampiran 2 PERJANJIAN KREDIT DALAM RANGKA FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertandatangan di bawah ini : 1. .………………………………… , Pimpinan Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, bertempat tinggal di Jakarta (atau Pimpinan Bank Indonesia ………., bertempat tinggal di ……….) bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA; 2. …………………………………. , Direktur Bank ……………, bertempat tinggal di …………………. bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank ………….. yang diberi kuasa sesuai dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA, (Ctt. : Dengan persetujuan komisaris apabila dalam anggaran dasar diminta). menyatakan sepakat untuk mengadakan Perjanjian Fasilitas Likuiditas Intrahari dalam rangka mengatasi kesulitan pendanaan jangka sangat pendek sebagai peserta Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut: Pasal 1 PIHAK PERTAMA memberikan Fasilitas Likuiditas Intrahari kepada PIHAK KEDUA sebesar Rp………………. (……………… rupiah), yang berlaku pada tanggal …………….. dari pukul 08.30 sampai dengan cut-off warning sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement yang berlaku. Pasal 2 (1) Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA didasarkan pada permohonan PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA dan sepanjang PIHAK KEDUA memenuhi persyaratan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang berlaku. (2) Nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali dari perkiraan transaksi keluar (outgoing transaction) terbesar pada hari penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang merupakan kewajiban PIHAK KEDUA yang Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 diperkirakan oleh PIHAK KEDUA akan terjadi pada hari penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diajukan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA. Pasal 3 Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari oleh PIHAK KEDUA dilakukan secara otomatis melalui Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement pada saat saldo rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA lebih kecil daripada transaksi keluar (outgoing transaction) yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA. Pasal 4 (1) PIHAK PERTAMA tidak membatasi penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari untuk jenis- jenis transaksi tertentu yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA. (2) Dalam hal PIHAK PERTAMA membatasi penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari untuk jenis-jenis transaksi tertentu, maka PIHAK KEDUA dilarang menggunakan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diperoleh dari PIHAK PERTAMA diluar peruntukan yang ditetapkan dalam ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari. Pasal 5 (1) Atas Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, PIHAK KEDUA memberikan kepada PIHAK PERTAMA agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah yang dimiliki PIHAK KEDUA dengan rincian …….(antara lain nomor seri, nominal dan jumlah nominal) (2) Pengikatan agunan Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan dengan akta gadai yang dibuat dalam perjanjian tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian ini. Pasal 6 (1) Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari kepada PIHAK KEDUA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dikenakan biaya bunga sebesar 0% (nol per seratus). (2) Dalam hal PIHAK PERTAMA menetapkan ketentuan pengenaan biaya bunga dan/atau biaya lainnya dalam rangka Fasilitas Likuiditas Intrahari, pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari dikenakan biaya bunga dan/atau biaya lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 7 (1) Untuk pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, PIHAK PERTAMA berwenang menggunakan dana dari setiap transaksi masuk (incoming transaction) yang mengkredit rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA secara otomatis melalui Sistem Bank Indonesia - sampai dengan batas waktu pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari sebesar Fasilitas Likuiditas Intrahari yang digunakan. Real Time Gross Settlement Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 (2) Dalam hal PIHAK KEDUA tidak melunasi nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari sampai dengan batas waktu pelunasan yang ditetapkan, maka terhadap nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diterima PIHAK KEDUA dari PIHAK PERTAMA yang tidak dilunasi diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Pasal 8 (1) Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang berasal dari Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) diberikan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA untuk jangka waktu 1 (satu) hari atau overnight. (2) Nilai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA sebesar nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari yang tidak dapat dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan yang ditetapkan. Pasal 9 Dengan diberlakukannya Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek terhadap Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), PIHAK KEDUA berkewajiban memenuhi ketentuan yang berlaku mengenai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Pasal 10 Surat berharga PIHAK KEDUA yang diagunkan PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA guna pemenuhan persyaratan Fasilitas Likuiditas Intrahari diberlakukan sebagai agunan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Pasal 11 Untuk pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), PIHAK PERTAMA berwenang melakukan pendebetan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA pada tanggal jatuh waktu Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Pasal 12 (1) Dalam hal menurut perkiraan yang wajar dari PIHAK KEDUA dan/atau perkiraan yang wajar dari PIHAK PERTAMA pendebetan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA oleh PIHAK PERTAMA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 mengakibatkan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA bersaldo negatif, PIHAK KEDUA dengan ini memberikan kuasa khusus yang tidak dapat dicabut kembali oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, untuk menjual agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 10, serta mengambil hasil penjualan agunan tersebut untuk pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari PIHAK KEDUA yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. (2) Dalam hal hasil penjualan agunan tidak dapat melunasi Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diperoleh PIHAK KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya penjualan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 agunan, maka PIHAK KEDUA wajib melunasi kekurangannya dari harta kekayaan PIHAK KEDUA. (3) Dalam hal hasil penjualan agunan lebih besar dari jumlah Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diperoleh PIHAK KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya penjualan agunan, maka PIHAK PERTAMA mengkredit rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA sebesar nilai kelebihan dimaksud. Pasal 13 Atas pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek ini, PIHAK KEDUA tidak dikenakan biaya provisi. Pasal 14 Mengenai perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri ……….*). Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di ……….., dalam rangkap 2 (dua), masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. ………….., ……….(tempat & tanggal) PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA *) dalam hal permohonan FLI diajukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia, ditetapkan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan dalam hal permohonan FLI diajukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat, ditetapkan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri di wilayah KBI setempat. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 Lampiran 3 AKTA PENGIKATAN AGUNAN SECARA GADAI BANK …….. - BANK INDONESIA Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertandatangan di bawah ini: 1. …………………………………. , Direktur Bank ……………, bertempat tinggal di …………………. bertindak dalam jabatannya untuk dan atas atas nama Bank ………….. yang diberi kuasa sesuai dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya disebut sebagai PEMBERI GADAI; (Ctt. : Dengan persetujuan Komisaris apabila dalam Anggaran Dasar diminta) 2. .………………………………… , Pimpinan Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, bertempat tinggal di Jakarta, (atau Pimpinan Bank Indonesia ………., bertempat tinggal di ……….) bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut sebagai PENERIMA GADAI; dengan terlebih dahulu menerangkan: a. bahwa PEMBERI GADAI telah mendapatkan Fasilitas Likuiditas Intrahari dari PENERIMA GADAI sebesar Rp…… (……) dan dengan berdasarkan ketentuan dan persyaratan sebagaimana diuraikan dalam Perjanjian Kredit, tanggal …., yang untuk selanjutnya disebut Perjanjian Pokok; b. bahwa Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana diperjanjikan dalam Perjanjian Pokok dapat diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dalam hal Fasilitas Likuiditas Intrahari tidak dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan yang telah diperjanjikan dalam Perjanjian Pokok; c. bahwa menurut ketentuan Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI diwajibkan untuk memberikan agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah; d. bahwa PEMBERI GADAI menyatakan telah memiliki Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah yang digadaikan sebagaimana Surat Keterangan Surat Berharga Yang Diagunkan terlampir yang terdiri dari - ……………… (antara lain nomor seri, nominal dan jumlah nominal) - dst. yang selanjutnya disebut SURAT BERHARGA. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 e. bahwa guna memenuhi persyaratan Perjanjian Pokok dan agar PEMBERI GADAI dapat menjamin pembayaran kembali segala hutangnya kepada PENERIMA GADAI karena Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau karena Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya bunga yang harus dibayar sebagaimana dimuat dalam Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI menyatakan menggadaikan dan dengan demikian menyerahkan kepada PENERIMA GADAI SURAT BERHARGA tersebut di atas sebagaimana tercantum dalam Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan dengan jumlah nilai nominal sebesar Rp ………………… ( …….. rupiah) dan jumlah nilai pasar sebesar Rp ……….. (………….. rupiah); dan PENERIMA GADAI menyatakan menerima baik gadai SURAT BERHARGA tersebut. Selanjutnya para pihak tetap dalam kedudukannya di atas menyatakan bahwa gadai SURAT BERHARGA ini dilangsungkan dan diterima dengan ketentuan dan syarat sebagai berikut: Pasal 1 (1) Penyerahan hak atas SURAT BERHARGA tersebut di atas beserta SURAT BERHARGA yang bersangkutan sebagaimana tercantum dalam pencatatan kepemilikan SURAT BERHARGA tersebut oleh PEMBERI GADAI dinyatakan berlaku terhitung sejak penandatanganan perjanjian ini. (2) Dalam hal penggadaian SURAT BERHARGA memerlukan pemblokiran dari lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA, Perjanjian Gadai ini dinyatakan berlaku terhitung sejak tanggal surat pemblokiran dari lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA yang digadaikan perihal pemblokiran SURAT BERHARGA. Pasal 2 Apabila pada saat jatuh waktu hutang sebagaimana tersebut dalam premisse perjanjian ini pada huruf a di atas PEMBERI GADAI tidak membayar hutangnya tersebut kepada PENERIMA GADAI, maka PENERIMA GADAI berhak mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/21/DPM tanggal 30 Oktober 2000 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum; dan untuk itu PENERIMA GADAI berhak mengambil hasil penjualan SURAT BERHARGA tersebut sebagai pembayaran atas seluruh hutang PEMBERI GADAI kepada PENERIMA GADAI. Pasal 3 Apabila untuk pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diperlukan kuasa, dengan ini PEMBERI GADAI memberikan kuasa kepada PENERIMA GADAI, khusus, untuk mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA tersebut; dan kuasa tersebut dinyatakan tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa (PEMBERI GADAI) dengan alasan apapun juga sesuai ketentuan yang berlaku, sepanjang PEMBERI GADAI belum melunasi Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 seluruh hutangnya sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini pada huruf a di atas kepada PENERIMA GADAI. Pasal 4 Apabila hasil dari pencairan atau penjualan atas SURAT BERHARGA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lebih besar dari nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Pendek yang diterima oleh PEMBERI GADAI, biaya bunga dan biaya eksekusi agunan, maka yang dapat diambil oleh PENERIMA GADAI adalah sebesar jumlah dimaksud; sedang kelebihannya harus dikembalikan oleh PENERIMA GADAI kepada PEMBERI GADAI. Pasal 5 Apabila Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diterima oleh PEMBERI GADAI telah terbayar lunas tanpa perlu adanya pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA yang digadaikan dan Perjanjian Pokok telah berakhir, maka PENERIMA GADAI menyerahkan kembali semua SURAT BERHARGA yang digadaikan dengan perjanjian ini kepada PEMBERI GADAI sesuai dengan kepemilikannya; dan gadai SURAT BERHARGA ini menjadi berhenti dengan sendirinya (gugur). Pasal 6 Gadai SURAT BERHARGA ini diberikan untuk menjamin hutang-hutang PEMBERI GADAI, baik yang timbul karena Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Pokok, yang disediakan oleh PENERIMA GADAI sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini huruf e di atas, maupun yang timbul karena kewajiban-kewajiban lain yang terbeban pada PEMBERI GADAI karena biaya bunga, dan/atau biaya pencairan agunan yang harus dibayar kepada PENERIMA GADAI. Pasal 7 Mengenai Perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri ……….*). Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di …………, dalam rangkap 2 (dua) , masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. ………, ………(tempat & tanggal) PENERIMA GADAI PEMBERI GADAI *) dalam hal permohonan FLI diajukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia, ditetapkan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan dalam hal permohonan FLI diajukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat, ditetapkan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri di wilayah KBI setempat. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 Lampiran 4 Kepada *) Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10110 Perihal : Permohonan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) SBI -------------------------------------------------------------------------------------------- Dengan ini kami mengajukan permohonan penerbitan SKSD-SBI untuk diagunkan kepada Bank Indonesia untuk digunakan dalam rangka memperoleh Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia, dan untuk memblokir seluruh kepemilikan saya/kami atas SBI dengan perincian sebagai berikut **): Tanggal BDS-SBI Nomor BDS-SBI Rincian SBI dan Nominal : : : dengan jangka waktu ……. hari sejak tanggal …….. sampai dengan tanggal ……… Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengajukan permohonan untuk melakukan pemecahan BDS-SBI dengan perincian sebagai berikut ***): Rincian BDS-SBI Awal Tanggal BDS-SBI: Nomor BDS-SBI Jumlah Nominal : : Demikian permohonan kami. ….…..., ........ (tempat, tanggal) Direksi/CEO/Pejabat Bank yang berwenang (Nama Bank…..) ttd Meterai *) Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kliring Jakarta, permohonan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. **) Dalam hal permohonan SKSD-SBI tidak disertai dengan pemecahan BDS-SBI. ***)Dalam hal permohonan SKSD-SBI disertai dengan pemecahan BDS-SBI. Permohonan Pemecahan BDS-SBI BDS-SBI #1 untuk diagunkan Rincian SBI dan Nominal: BDS-SBI #2 Rincian SBI dan Nominal: Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 Lampiran 5 B A N K I N D O N E S I A Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan - Sertifikat Bank Indonesia (SKSD-SBI) No. Kepada*) : : Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 ("Nama Bank Pemilik Sertifikat Bank Indonesia") Surat ini menunjukan bahwa nilai nominal Sertifikat Bank Indonesia (SBI) telah diagunkan oleh pemilik SBI sejak xx xxxx xxx sampai dengan xx xxxx xxx untuk untung Penerima Agunan. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan Agunan ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Bank Indonesia, sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku SKSD-SBI. Surat ini dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD-SBI. Rincian SBI Tanggal BDS Nomor BDS Nomor Seri Lembar : : : : Jumlah Nominal Jakarta, xx xxxx xxx Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Bank Indonesia*) *) atau Kantor Bank Indonesia setempat.
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/21/DPM|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No.2/27/DPM Tanggal 13 Desember 2000 Perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. </reg_title> <set_date> 3 September 2001 </set_date> <effective_date> 3 September 2001 </effective_date> <changed_reg> '2/27/DPM|SE-BI/2000' </changed_reg> <related_reg> '2/26/PBI/2000', '3/20/DASP|SE-BI/2001', '2/27/DPM|SE-BI/2000', '2/24/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
No. 13 /30 /DPNP Jakarta, 16 Desember 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4159) serta dalam rangka sinkronisasi ketentuan Bank Indonesia dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia yang telah diselaraskan dengan International Financial Reporting Standards (IFRS), perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana . . . sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/11/DPNP tanggal 31 Maret 2010, sebagai berikut: 1. Seluruh lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/11/DPNP tanggal 31 Maret 2010 diubah menjadi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1, Lampiran 1a, Lampiran 2, Lampiran 2a, Lampiran 3, Lampiran 3a, Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 5a, Lampiran 6, Lampiran 6a, Lampiran 7, Lampiran 8, Lampiran 8a, Lampiran 9, Lampiran 9a, Lampiran 10, Lampiran 11, Lampiran 12, Lampiran 13, dan Lampiran 14, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Ketentuan dalam butir II.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: II.2. Cakupan a. Laporan yang wajib disajikan dalam Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan paling kurang terdiri atas: 1) Posisi Keuangan/Neraca; 2) Laba Rugi Komprehensif; 3) Komitmen dan Kontinjensi; 4) Transaksi Spot dan Derivatif; 5) Kualitas Aset Produktif dan Informasi lainnya; 6) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum; dan 7) Rasio Keuangan. Format . . . Format laporan sebagaimana butir II.2.a.1) sampai dengan butir II.2.a.7) masing-masing menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7. b. Dalam penyusunan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank wajib berpedoman pada: 1) Pedoman Penyusunan Laporan Posisi Keuangan/Neraca; 2) Pedoman Penyusunan Laporan Laba Rugi Komprehensif; 3) Pedoman Penyusunan Laporan Komitmen dan Kontinjensi; 4) Pedoman Penyusunan Laporan Transaksi Spot dan Derivatif; 5) Pedoman Penyusunan Laporan Kualitas Aset Produktif dan Informasi Lainnya; 6) Pedoman Perhitungan Modal; dan 7) Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan. Pedoman penyusunan laporan sebagaimana butir II.2.b.1) sampai dengan butir II.2.b.7) masing-masing adalah sebagaimana pada Lampiran 8, Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 11, Lampiran 12, Lampiran 13, dan Lampiran 14. Penyajian Laporan Keuangan Publikasi dengan menggunakan format laporan sebagaimana dimaksud pada butir II.2.a dilakukan sejak laporan posisi bulan Desember 2011. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 2011. Agar . . . Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, WIMBOH SANTOSO DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/30/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 14 Desember 2001 </set_date> <effective_date> 14 Desember 2001 </effective_date> <replaced_reg> '31/5/UPPB|SE-BI/1998', '31/15/UPPB|SE-BI/1998', '31/40/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '3/22/PBI/2001' </related_reg>
No. 17/40 /DPM Jakarta, 16 November 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH,UNIT USAHA SYARIAH, DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Negara dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5567) dan dalam rangka upaya penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara transaksi repurchase agreement Surat Berharga Syariah Negara dengan Bank Indonesia dalam rangka operasi pasar terbuka syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai perbankan syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah. 4. Lembaga … 2 4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing dan/atau perusahaan efek yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang Rupiah. 6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disebut OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 9. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka OMS. 10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan … 3 penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 12. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 13. Transaksi Repurchase Agreement SBSN Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut Repo SBSN OPT Syariah adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka OPT Syariah. 14. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank Indonesia. 15. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga, transaksi dengan Bank Indonesia dan/atau transaksi pasar keuangan. 16. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka penatausahaan. 17. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan. 18. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana dilakukan bersamaan. 19. Sistem … 4 19. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 20. Marjin Repo SBSN adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam setahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang melakukan Repo SBSN OPT Syariah. II. KARAKTERISTIK REPO SBSN OPT SYARIAH 1. Repo SBSN OPT Syariah merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk injeksi likuiditas perbankan syariah dalam rangka OMS. 2. Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan janji (al wa’d) oleh Bank kepada Bank Indonesia, dalam dokumen terpisah, untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati. 3. Repo SBSN OPT Syariah dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Jangka waktu Repo SBSN OPT Syariah paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. 5. Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP. 6. Pelaksanaan lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan metode sebagai berikut: a. harga tetap (fixed rate tender) dengan Marjin Repo SBSN ditetapkan Bank Indonesia; atau b. harga beragam (variable rate tender) dengan Marjin Repo SBSN diajukan Bank dan Lembaga Perantara. 7. Marjin Repo SBSN diperhitungkan pada saat setelmen second leg Repo SBSN OPT Syariah. 8. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Repo SBSN OPT Syariah sebagai berikut: a. berstatus … 5 a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan Sistem BI-RTGS; b. tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; c. harus memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; dan d. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS. 9. Bank mengajukan Repo SBSN OPT Syariah kepada Bank Indonesia untuk kepentingan diri sendiri. 10. Bank dapat mengajukan penawaran Repo SBSN OPT Syariah secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang telah ditetapkan. 11. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Repo SBSN OPT Syariah untuk kepentingan Bank. 12. Persyaratan Lembaga Perantara adalah sebagai berikut: a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP; dan b. tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh otoritas pengawas yang berwenang. III. PERSYARATAN UMUM 1. Bank mengajukan Repo SBSN OPT Syariah setelah menandatangani Janji (wa’d) Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam Rangka Repo SBSN Dengan Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut Dokumen Janji, yang telah dibubuhi materai cukup dan menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia. Contoh Dokumen Janji sebagaimana dimaksud pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1 meliputi: a. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia: 1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji dilakukan oleh direksi; 2) fotokopi … 6 2) fotokopi anggaran dasar Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani Dokumen Janji jika penandatanganan Dokumen Janji oleh direksi; atau tidak dilakukan 3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji dilakukan oleh direksi; 4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani Dokumen Janji jika penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh direksi; dan 5) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat yang berwenang untuk menandatangani Dokumen Janji. b. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri : 1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); 2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani Dokumen Janji jika penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh CEO; 3) dalam hal penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh CEO maka surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus memuat hak CEO untuk mengalihkan kewenangannya (hak substitusi); dan 4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank … 7 Bank yang berwenang untuk menandatangani Dokumen Janji. 3. Penandatanganan Dokumen Janji sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan Repo SBSN OPT Syariah dengan Bank Indonesia. 4. Dokumen Janji yang telah ditandatangani berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi Dokumen Janji dan/atau perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan daerah mengenai kewenangan Direksi Bank untuk mewakili Bank atau ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai pendelegasian wewenang. 5. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 disampaikan dengan surat pengantar kepada: Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara Jl. M.H Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350 IV. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN 1. SBSN milik Bank yang dapat di-repo-kan adalah: a. SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek. b. tercatat di BI-SSSS; c. tidak sedang diagunkan; dan d. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat second leg Repo SBSN OPT Syariah. 2. Harga SBSN yang dapat di-repo-kan ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN. 3. Bank Indonesia menetapkan besarnya haircut untuk SBSN dalam rangka penentuan nilai setelmen Repo SBSN OPT Syariah (first leg). 4. Haircut… 8 4. Haircut merupakan faktor pengurang harga SBSN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan haircut dan mengumumkan perubahan tersebut melalui Sistem BI-ETP, BI- SSSS, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya. 6. Hak penerimaan imbalan atas SBSN yang di-repo-kan selama periode Repo SBSN OPT Syariah tetap merupakan milik Bank. V. PENGUMUMAN DAN PENGAJUAN REPO SBSN OPT SYARIAH 1. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Repo SBSN OPT Syariah paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI- ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya. 2. Pengumuman rencana lelang Repo SBSN OPT Syariah memuat antara lain: a. sarana transaksi; b. tanggal lelang; c. jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; d. metode lelang; e. target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender; f. Marjin Repo SBSN, apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender; g. jenis dan seri SBSN yang dapat di-repo-kan; h. haircut; i. window time; dan/atau j. tanggal dan waktu setelmen. 3. Window time Repo SBSN OPT Syariah dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Pengajuan penawaran Repo SBSN OPT Syariah a. Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran Repo SBSN OPT Syariah kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. b. Pengajuan … 9 b. Pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Bank dan Lembaga Perantara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). c. Pengajuan penawaran Repo SBSN OPT Syariah antara lain meliputi: 1) 2) nilai nominal, jenis dan seri SBSN yang di-repo-kan untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau nilai nominal, jenis dan seri SBSN yang di-repo-kan dan Marjin Repo SBSN untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu Repo SBSN OPT Syariah yang akan dilakukan. d. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran Marjin Repo SBSN dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). e. Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Repo SBSN OPT Syariah yang disampaikan kepada Bank Indonesia. f. Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. VI. PENETAPAN PEMENANG LELANG REPO SBSN OPT SYARIAH 1. Dalam hal lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan metode fixed rate tender maka penetapan nilai nominal Repo SBSN OPT Syariah yang dimenangkan dihitung dengan cara: a. penawaran nilai nominal yang diajukan oleh Bank dimenangkan seluruhnya; b. dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2. Dalam … 10 2. Dalam hal lelang Repo SBSN OPT Syariah dilakukan dengan metode variable rate tender, maka penetapan nilai nominal Repo SBSN OPT Syariah yang dimenangkan dihitung dengan cara: a. Bank Indonesia menetapkan Marjin Repo SBSN terendah yang dapat diterima (stop out rate/SOR); dan b. Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang dimenangkan dengan cara: 1) dalam hal Marjin Repo SBSN yang diajukan Bank lebih tinggi dari SOR yang ditetapkan, Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Repo SBSN OPT Syariah yang diajukan; dan 2) dalam hal Marjin Repo SBSN yang diajukan Bank sama dengan SOR yang ditetapkan maka Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Repo SBSN OPT Syariah yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 3. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Repo SBSN OPT Syariah. VII. PENGUMUMAN HASIL LELANG REPO SBSN OPT SYARIAH Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Repo SBSN OPT Syariah setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: 1. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI- ETP, antara lain berupa nilai transaksi yang dimenangkan dan Marjin Repo SBSN; dan 2. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR dan/atau rata-rata tertimbang Marjin Repo SBSN. VIII. SETELMEN … 11 VIII. SETELMEN REPO SBSN OPT SYARIAH 1. Setelmen Repo SBSN OPT Syariah melalui BI-SSSS dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP. 2. Setelmen first leg a. Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Repo SBSN OPT Syariah. b. Bank wajib memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen first leg. c. Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS sebagai berikut: 1) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di- repo-kan; dan 2) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg. d. Nilai setelmen first leg dihitung sebagai berikut: 1) Dalam hal SBSN Jangka Panjang Nilai Setelmen First Leg = [( Nominal SBSN Yang Di-repo-kan )× ( Harga SBSN -Haircut)] + 2) Dalam hal SBSN Jangka Pendek Nilai Setelmen First Leg Keterangan: Harga SBSN Haircut = Nominal SBSN Yang Di-repo-kan × ( Harga SBSN - Haircut) Accrued Imbalan SBSN : Harga SBSN sebagaimana diumumkan pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada tanggal transaksi. : Haircut sebagaimana diumumkan pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS. Accrued : - Hak atas imbalan SBSN yang dihitung Imbalan … 12 Imbalan sejak 1 (satu) hari kalender sesudah tanggal pembayaran imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen first leg. - Perhitungan hak atas imbalan SBSN didasarkan pada jumlah hari yang sebenarnya (actual per actual). e. Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan sebelum periode cut off warning Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Repo SBSN OPT Syariah. f. Atas batalnya Repo SBSN OPT Syariah sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. g. Dalam hal pada lelang yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Repo SBSN OPT Syariah (first leg), dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 3. Setelmen second leg a. Pada tanggal Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS. b. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen second leg. c. Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: 1) Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg; dan 2) Setelmen … 13 2) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di- repo-kan yang jatuh waktu. d. Nilai setelmen second leg dihitung sebagai berikut : Nilai Setelmen Second Leg = Nilai Setelmen First Leg + Nilai Marjin Repo Keterangan: Nilai Marjin Repo SBSN adalah penerimaan Bank Indonesia sesuai jangka waktu Repo SBSN OPT Syariah. Nilai Marjin Repo Nilai = Setelmen first leg × Marjin Repo × Jangka Waktu 360 e. Dalam hal setelah terjadinya Repo SBSN OPT Syariah, tanggal Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan Marjin Repo SBSN untuk hari libur dimaksud. f. Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI- SSSS secara otomatis membatalkan Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg). 4. Kegagalan Setelmen Second Leg a. Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg, maka Repo SBSN OPT Syariah diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright oleh Bank. b. Perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan harga SBSN transaksi outright sebagai berikut: 1) Dalam … 14 1) Dalam hal SBSN Jangka Pendek Nilai Setelmen Penjualan SBSN Outright = (Nominal SBSN × Harga SBSN 2) Dalam hal SBSN Jangka Panjang Nilai Setelmen Penjualan SBSN Outright Keterangan : Harga SBSN Accrued Imbalan = (Nominal SBSN × Harga SBSN )+ Accrued Imbalan ) : Harga SBSN pada transaksi first leg. : Hak atas imbalan SBSN yang dihitung sejak 1 (satu) hari kalender sesudah tanggal pembayaran imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen outright. c. Atas kegagalan setelmen second leg, Bank tetap membayarkan Marjin Repo SBSN kepada Bank Indonesia. d. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen second leg Repo SBSN OPT Syariah, dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Bank Indonesia mengkredit/mendebet Rekening Giro Rupiah dengan memperhitungkan: a) accrued imbalan pada periode Repo SBSN OPT Syariah; b) haircut yang masih menjadi hak Bank; dan c) Marjin Repo SBSN yang harus dibayarkan oleh Bank. 2) Dalam hal terdapat imbalan yang diterima oleh Bank pada periode Repo SBSN OPT Syariah, pendebetan/pengkreditan Rekening Giro Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 1) memperhitungkan imbalan yang diterima oleh Bank yang harus dikembalikan kepada Bank Indonesia. e. Atas … 15 e. Atas batalnya Repo SBSN OPT Syariah jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 3.f Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. f. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan setelmen second leg Repo SBSN OPT Syariah pada hari yang sama, dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali. IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN OPT Syariah sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.2.e dan butir VIII.3.f, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi Repo SBSN OPT Syariah yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan c. dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 2. Dalam … 16 2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.3.f dan dalam hal harga SBSN pada saat second leg lebih rendah dari harga SBSN pada transaksi first leg, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar sebesar selisih antara harga pada transaksi first leg dan harga pada transaksi second leg setelah dikalikan dengan nominal SBSN yang di-repo-kan. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. X. KETENTUAN PERALIHAN Transaksi Repo SBSN OPT Syariah yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini yang merupakan bagian dari transaksi yang telah dilakukan sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku, tetap tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/32/DPM tanggal 7 November 2012 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah sampai dengan transaksi yang bersangkutan jatuh waktu. XI. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/32/DPM tanggal 7 November 2012 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia Dalam … 17 Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/40/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Negara dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah </reg_title> <set_date> 16 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '14/32/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No. 17/10/DKMP Jakarta, 29 Mei 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA Perihal : Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5693), perlu untuk mengatur kembali ketentuan pelaksanaan Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan: 1. Bank Umum Konvensional yang selanjutnya disingkat BUK adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah. 4. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang selanjutnya disebut Perusahaan Pialang adalah Perusahaan Pialang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang… yang mengatur mengenai pialang pasar uang rupiah dan valuta asing. 5. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disingkat PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing. 6. Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut Instrumen PUAS adalah instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah yang digunakan sebagai sarana transaksi di PUAS. 7. Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut Transaksi Repo Syariah adalah transaksi penjualan surat berharga syariah oleh BUS, UUS, atau BUK kepada BUS, UUS, atau BUK lainnya yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, dengan janji pembelian kembali pada waktu tertentu yang diperjanjikan. 8. Surat Berharga Syariah yang selanjutnya disingkat SBS adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, baik oleh Pemerintah maupun Korporasi sebagai bukti penyertaan atas kepemilikan aset SBS, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 9. Al-bai’ ma’a al-wa’d bi al-syira’ adalah penjualan surat berharga syariah dengan janji pembelian kembali pada waktu tertentu yang diperjanjikan. 10. Korporasi adalah badan usaha selain bank yang berbadan hukum dan berdomisili di Indonesia. 11. Prinsip Syariah adalah Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah. II. TATA CARA PENGAJUAN USULAN INSTRUMEN PUAS 1. BUS atau UUS yang akan menyampaikan usulan Instrumen PUAS selain yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Instrumen PUAS, mengajukan surat usulan Instrumen PUAS kepada Bank Indonesia dengan format sebagaimana… sebagaimana tercantum pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Pengajuan usulan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus disertai dokumen sebagai berikut : a. fotokopi fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Instrumen PUAS yang diusulkan; b. opini syariah Dewan Pengawas Syariah dari BUS atau UUS terhadap Instrumen PUAS yang diusulkan; c. penjelasan tentang Instrumen PUAS yang diusulkan, yang paling kurang mencakup karakteristik, skema transaksi, proses akuntansi, pihak yang berwenang, infrastruktur yang diperlukan, dan analisis risiko Instrumen PUAS tersebut; d. konsep atau pokok-pokok ketentuan dalam akad atau kontrak keuangan; dan e. informasi dan/atau dokumen lainnya yang dinilai relevan serta berguna untuk menilai manfaat dan risiko Instrumen PUAS tersebut. 3. Untuk BUS, surat pengajuan usulan sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditandatangani oleh anggota direksi yang berwenang. 4. Untuk UUS, surat pengajuan usulan sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditandatangani oleh anggota direksi yang berwenang dari kantor pusat BUK atau oleh kepala UUS. 5. Dalam rangka mempertimbangkan kelayakan usulan Instrumen PUAS, BUS atau UUS harus melakukan presentasi kepada Bank Indonesia. 6. Setelah usulan Instrumen PUAS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dipresentasikan, Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau penolakan. 7. Sebagai tindak lanjut dari surat pemberitahuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada angka 6, Bank Indonesia menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Instrumen PUAS dimaksud. 8. BUS atau UUS hanya dapat menerbitkan Instrumen PUAS yang diusulkan sebagaimana dimaksud pada angka 1 setelah Bank Indonesia menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia. III. MEKANISME… III. MEKANISME TRANSAKSI INSTRUMEN PUAS 1. BUS, UUS, atau BUK dapat membeli Instrumen PUAS yang diterbitkan oleh BUS atau UUS. 2. Dalam melakukan transaksi di PUAS, BUS, UUS, atau BUK dapat menggunakan Perusahaan Pialang. 3. BUS atau UUS yang menerbitkan Instrumen PUAS harus memberikan informasi terkait dengan Instrumen PUAS dimaksud kepada BUS, UUS, atau BUK yang akan membeli Instrumen PUAS tersebut. IV. KARAKTERISITIK DAN MEKANISME TRANSAKSI REPO SYARIAH 1. Dalam Transaksi Repo Syariah, BUS, UUS, atau BUK wajib menggunakan surat berharga syariah. 2. Dalam hal BUS, UUS, atau BUK melakukan transaksi repurchase agreement atas SBS, BUS, UUS, atau BUK wajib melakukan transaksi tersebut melalui Transaksi Repo Syariah. 3. BUS, UUS, atau BUK dapat melakukan Transaksi Repo Syariah baik sebagai penjual maupun pembeli. 4. Karakteristik dan persyaratan Transaksi Repo Syariah sebagai berikut: a. dilakukan dengan akad Al-bai’ ma’a al-wa’d bi al-syira’; b. jual beli atas SBS harus dilakukan dengan akad jual beli yang sesungguhnya (al-bai’ al-haqiqi) yang antara lain diikuti dengan berpindahnya kepemilikan SBS yang diperjualbelikan berikut segala akibat hukum lain yang melekat pada SBS tersebut, antara lain namun tidak terbatas pada hak atas imbalan SBS dan perubahan harga; c. penjual SBS berjanji untuk membeli kembali SBS tersebut pada waktu tertentu yang diperjanjikan dan pembeli SBS juga berjanji untuk menjual kembali SBS tersebut pada waktu tertentu yang diperjanjikan (muwa’adah); d. jual beli SBS menggunakan harga pasar atau harga yang disepakati; e. berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun. 5. Mekanisme… 5. Mekanisme Transaksi Repo Syariah sebagai berikut: a. Penjual SBS dan Pembeli SBS adalah BUS, UUS, atau BUK. b. Penjual SBS menjual SBS kepada pembeli SBS dengan menyepakati jenis dan seri SBS yang akan dijual, nominal SBS, harga SBS, dan waktu penyelesaian tahap pertama (1st leg settlement). c. Tanggal penyelesaian (settlement) penjualan paling lama adalah 2 (dua) hari kerja sejak tanggal transaksi. Jika hari kerja jatuh pada hari libur maka penyelesaian (settlement) penjualan dilakukan pada hari kerja berikutnya. d. Untuk penyelesaian tahap kedua (2nd leg settlement), penjual SBS berjanji untuk membeli kembali SBS tersebut pada waktu tertentu yang diperjanjikan dan pembeli SBS berjanji untuk menjual kembali SBS tersebut pada waktu tertentu yang diperjanjikan (muwa’adah) dengan menyepakati antara lain: 1) harga pembelian dan penjualan kembali; dan 2) waktu pembelian dan penjualan kembali SBS; e. Pada waktu tertentu yang diperjanjikan, pembeli SBS menjual kembali SBS dan penjual SBS membeli kembali SBS. V. TATA CARA PELAPORAN BUS, UUS, dan BUK wajib melaporkan transaksi PUAS kepada Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan transaksi PUAS. VI. PEMERIKSAAN OLEH BANK INDONESIA 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap transaksi PUAS yang dilakukan oleh BUS, UUS, atau BUK dengan cara sebagai berikut: a. pemeriksaan langsung; b. pemeriksaan bersama Otoritas Jasa Keuangan; atau c. menggunakan data hasil pemeriksaan Otoritas Jasa Keuangan. 2. Dalam melakukan pemeriksaan, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan. VII. TATA… VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. BUS, UUS, atau BUK yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis; dan b. kewajiban membayar sebesar Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah). 2. Pengenaan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a. memuat antara lain perintah penghentian transaksi atas Instrumen PUAS yang belum diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Instrumen PUAS. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir 1.b. dilakukan dengan cara Bank Indonesia mendebet rekening giro rupiah BUS, UUS, atau BUK yang ada di Bank Indonesia. 4. BUS, UUS, atau BUK yang tidak memenuhi ketentuan : a. penggunaan surat berharga syariah dalam Transaksi Repo Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1); dan b. transaksi repurchase agreement atas surat berharga syariah dengan BUS, UUS, atau BUK lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah dikenakan sanksi berupa teguran tertulis. 5. Pengenaan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 4, memuat antara lain perintah penghentian Transaksi Repo Syariah atau transaksi repurchase agreement terkait. 6. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 4 ditembuskan kepada Otoritas Jasa Keuangan. VIII. KORESPONDENSI 1. Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini, serta… serta pertanyaan yang berkaitan dengan teknis dan tata cara pelaporan serta materi pelaporan ditujukan kepada Bank Indonesia dengan alamat: Pusat Program Transformasi Bank Indonesia - Program Pendalaman Pasar Keuangan (PPTBI - P3K) Gedung Thamrin Lantai 4 Jl. M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 2. Dalam hal terdapat perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi, Bank Indonesia akan memberitahukan kepada BUS, UUS, atau BUK melalui surat dan/atau media lainnya. IX. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/1/DPM tanggal 4 Januari 2012 perihal Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29 Mei 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. DEPUTI GUBERNUR SENIOR BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA LAMPIRAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 17/10/DKMP TANGGAL 29 Mei 2015 PERIHAL PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH CONTOH SURAT PENGAJUAN USULAN INSTRUMEN PUAS No. (diisi nomor surat) Lamp. (diisi jumlah lampiran) Kepada Bank Indonesia Pusat Program Transformasi Bank Indonesia – Program Pendalaman Pasar Keuangan (PPTBI – P3K) Gedung Thamrin Lantai 4 Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 (tanggal surat) Perihal : Pengajuan Usulan Instrumen PUAS Assalamu’alaikum Wr.Wb Dengan ini kami mengajukan usulan Instrumen PUAS dengan nama …………. Untuk melengkapi permohonan dimaksud, bersama ini kami sampaikan: a. b. opini syariah Dewan Pengawas Syariah dari BUS atau UUS terhadap Instrumen PUAS yang diusulkan; c. penjelasan tentang Instrumen PUAS yang diusulkan, yang paling kurang mencakup karakteristik, skema transaksi, proses akuntansi, pihak yang berwenang, infrastruktur yang diperlukan dan analisis risiko Instrumen PUAS tersebut; d. konsep atau pokok-pokok ketentuan dalam akad atau kontrak keuangan; dan fotokopi fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Instrumen PUAS yang diusulkan; e. informasi dan/atau dokumen lainnya yang dinilai relevan serta berguna untuk menilai manfaat dan risiko Instrumen PUAS tersebut. Demikian permohonan kami, mohon persetujuan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. (Tanda tangan dan nama Anggota Direksi BUS /Anggota Direksi Kantor Pusat Bank Konvensional yang berwenang) DEPUTI GUBERNUR SENIOR BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/10/DKMP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah. </reg_title> <set_date> 29 Mei 2015 </set_date> <effective_date> 29 Mei 2015 </effective_date> <replaced_reg> '14/1/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '17/4/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No. 5/2/DPM Jakarta, 3 Februari 2003 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Pedagang Valuta Asing Bukan Bank Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/2/PBI/2003 tanggal 3 Februari 2003 tentang Pedagang Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4260), dipandang perlu menetapkan tata cara perizinan, pengawasan, pelaporan, pengenaan sanksi dan pendaftaran ulang bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, yang selanjutnya disebut PVA-BB sebagai berikut: I. TATA CARA PERIZINAN A. Izin Usaha PVA-BB Tata cara perizinan dan pembukaan kegiatan usaha PVA-BB diatur sebagai berikut: 1. Pemohon mengajukan permohonan izin usaha secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 1. 2. Surat permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud angka 1 dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. Fotokopi anggaran dasar/Akta pendirian perusahaan beserta perubahan-perubahannya; b. Fotokopi … b. Fotokopi pengesahan Akta pendirian perusahaan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia (Menkeh dan HAM); c. Daftar kepengurusan dan kepemilikan perusahaan dengan dilengkapi surat pernyataan bermeterai cukup dari pengurus dan pemegang saham yang menyatakan bahwa tidak tercatat sebagai penarik cek/bilyet giro kosong dan tidak memiliki kredit macet yang tercatat pada administrasi Bank Indonesia; d. Fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atas nama masing-masing pengurus dan pemegang saham; e. Neraca perusahaan yang ditandatangani oleh pengurus; f. Fotokopi bukti setoran modal atas nama perusahaan di bank umum; g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan yang bersangkutan; h. Fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama pengurus dan atau pemegang saham atau surat perjanjian sewa/kontrak/penggunaan tempat usaha yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil; i. Fotokopi surat keterangan domisili tempat usaha dari pihak yang berwenang. 3. Pengajuan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud angka 1 disampaikan ke alamat sebagai berikut: a. Bagi pemohon yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), dialamatkan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter, Jl.M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10010; atau b. Bagi pemohon yang berkedudukan di luar wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat dengan mengacu pada wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2. 4. Dalam … 4. Dalam hal pemohon tidak memenuhi kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi dokumen dimaksud. 5. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan telah lengkap, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan rencana lokasi tempat usaha kantor PVA-BB untuk mengetahui keberadaan dan kelayakan lokasi tempat usaha termasuk sarana penunjang kegiatan usaha (antara lain counter, alat deteksi uang kertas, brankas penyimpan uang, dan papan kurs) serta mencocokkan dokumen yang dipersyaratkan dengan dokumen aslinya. 6. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 5 telah dipenuhi, Bank Indonesia mengeluarkan Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU), yang berlaku sejak tanggal dikeluarkan. 7. Bank Indonesia memberitahukan kepada pemohon untuk mengambil KPmIU sebagaimana diatur pada angka 6 ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b. 8. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 5 tidak dipenuhi, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada pemohon mengenai penolakan permohonan pemohon. 9. Setelah KPmIU diterima, PVA-BB memasang papan nama perusahaan dalam ukuran cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik, yang memuat tulisan antara lain “Pedagang Valuta Asing Berizin” dengan atau tanpa tambahan tulisan “Authorized Money Changer”, serta mencantumkan nama perusahaan, nomor dan tanggal KPmIU dengan format penulisan sebagaimana contoh 1 pada Lampiran 3. 10. PVA-BB wajib melaksanakan pembukaan kegiatan usaha selambat- lambatnya 60 (enampuluh) hari sejak tanggal dikeluarkannya KPmIU. 11. Dalam hal PVA-BB telah memulai kegiatan usaha, PVA-BB wajib melaporkan pembukaan kegiatan usaha ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b selambat-lambatnya 14 (empatbelas) hari sejak dimulainya … dimulainya kegiatan usaha. 12. Bank Indonesia mengumumkan tentang PVA-BB yang memperoleh KPmIU melalui media cetak dan atau elektronik. B. Izin Pembukaan Kantor Cabang PVA-BB Tata cara izin pembukaan kantor cabang PVA-BB diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat PVA-BB mengajukan permohonan izin pembukaan kantor cabang secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 4. 2. Surat permohonan izin pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud angka 1 dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. Fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama pengurus atau pemegang saham atau surat perjanjian sewa/kontrak/penggunaan tempat usaha yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil; b. Surat pernyataan dari pengurus dan pemegang saham bermeterai cukup bahwa kantor cabang yang akan dibuka merupakan unit kegiatan usaha yang tidak terpisahkan dari kantor pusat PVA-BB; c. Fotokopi surat keterangan domisili tempat usaha dari pihak yang berwenang untuk setiap kantor cabang. 3. Pengajuan permohonan izin pembukaan kantor cabang disampaikan ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b, dan bagi PVA-BB yang akan membuka kantor cabang di luar wilayah kerja Bank Indonesia yang mewilayahinya, menyampaikan pula tembusan kepada kantor Bank Indonesia dimana kantor cabang yang akan dibuka tersebut berkedudukan. 4. Dalam hal PVA-BB tidak memenuhi kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA-BB untuk melengkapi dokumen dimaksud. 5. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan telah lengkap, Bank Indonesia melakukan … melakukan pemeriksaan lokasi usaha kantor cabang yang direncanakan untuk mengetahui keberadaan dan kelayakan tempat usaha termasuk sarana penunjang kegiatan usaha (antara lain counter, alat deteksi uang kertas, tempat penyimpan uang, papan kurs) serta mencocokkan dokumen yang dipersyaratkan dengan dokumen asli. 6. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 5 telah dipenuhi, Bank Indonesia mengeluarkan izin pembukaan kantor cabang berupa surat persetujuan pembukaan kantor cabang yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan KPmIU, yang berlaku efektif sejak tanggal dikeluarkan. 7. Bank Indonesia menyampaikan surat persetujuan pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 6 kepada PVA-BB. 8. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 5 tidak dipenuhi, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA-BB mengenai penolakan permohonan pembukaan kantor cabang. 9. Setelah persetujuan izin pembukaan kantor cabang diterima, PVA-BB memasang papan nama perusahaan dalam ukuran cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik, yang memuat tulisan antara lain “Pedagang Valuta Asing Berizin” dengan atau tanpa tambahan tulisan “Authorized Money Changer”, dan mencantumkan nama perusahaan, status kantor, nomor dan tanggal KPmIU serta nomor persetujuan pembukaan kantor cabang dengan format penulisan sebagaimana contoh 2 pada Lampiran 3. 10. PVA-BB wajib melaksanakan pembukaan kantor cabang selambat- lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal dikeluarkannya izin pembukaan kantor cabang. 11. PVA-BB wajib melaporkan pembukaan kantor cabang ke alamat sebagaimana … sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b selambat-lambatnya 14 (empatbelas) hari sejak dibukanya kantor cabang yang bersangkutan. C. Izin Pemindahan Alamat Kantor PVA-BB Tata cara izin pemindahan alamat kantor baik kantor pusat maupun kantor cabang PVA-BB diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat PVA-BB mengajukan permohonan izin pemindahan alamat kantor secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 5. 2. Surat permohonan izin pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud angka 1 dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. Fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama pengurus dan atau pemegang saham atau surat perjanjian sewa/kontrak/penggunaan tempat usaha yang baru yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil; b. Fotokopi surat keterangan domisili tempat usaha dari pihak yang berwenang. 3. Pengajuan permohonan izin pemindahan alamat kantor disampaikan ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b, dan bagi PVA-BB yang akan melakukan pemindahan alamat kantor di luar wilayah kerja Bank Indonesia yang mewilayahinya, menyampaikan pula tembusan kepada kantor Bank Indonesia dimana alamat kantor PVA-BB yang baru tersebut berkedudukan. 4. Selain itu, khusus bagi PVA-BB yang akan memindahkan alamat kantor cabangnya ke propinsi lain wajib memenuhi terlebih dahulu persyaratan sebagaimana diatur pada Pasal 10 huruf b Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/2/PBI/2003 tanggal 3 Februari 2003 tentang Pedagang Valuta Asing. 5. Dalam hal PVA-BB tidak memenuhi kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan … dipersyaratkan, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA-BB untuk melengkapi dokumen dimaksud. 6. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan telah lengkap, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan lokasi usaha kantor yang direncanakan untuk mengetahui keberadaan dan kelayakan tempat usaha termasuk sarana penunjang kegiatan usaha (antara lain counter, alat deteksi uang kertas, tempat penyimpan uang, papan kurs) serta mencocokkan dokumen yang dipersyaratkan dengan dokumen asli. 7. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 6 telah dipenuhi, Bank Indonesia mengeluarkan izin pemindahan alamat kantor berupa surat persetujuan pemindahan alamat kantor yang berlaku efektif sejak tanggal dikeluarkan. 8. Bank Indonesia menyampaikan surat persetujuan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam angka 7 kepada PVA-BB. 9. Dalam hal persyaratan lokasi dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 6 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan surat penolakan permohonan pemindahan alamat kantor kepada PVA-BB. 10. PVA-BB wajib melaksanakan pemindahan alamat kantor selambat- lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal dikeluarkannya izin pemindahan alamat kantor. 11. PVA-BB wajib melaporkan pelaksanaan pemindahan alamat kantor ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b selambat-lambatnya 14 (empatbelas) hari sejak dilaksanakannya pemindahan alamat. D. Izin Perubahan Pengurus dan atau Pemegang Saham PVA-BB Tata cara izin perubahan pengurus dan atau pemegang saham PVA-BB diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat PVA-BB mengajukan permohonan izin perubahan pengurus dan atau pemegang saham secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan … menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 6. 2. Surat permohonan izin perubahan pengurus dan atau pemegang saham sebagaimana dimaksud angka 1 dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. Daftar calon pengurus dan atau pemegang saham yang diusulkan; b. Fotokopi KTP yang masih berlaku dari pengurus dan atau pemegang saham yang diusulkan; c. Surat pernyataan bermeterai cukup dari calon pengurus dan atau pemegang saham yang diusulkan bahwa calon pengurus dan atau pemegang saham tidak tercatat sebagai penarik cek/bilyet giro kosong dan tidak memiliki kredit macet sebagaimana tercatat pada administrasi Bank Indonesia. 3. Pengajuan permohonan izin perubahan pengurus dan atau pemegang saham disampaikan ke alamat sebagaimana diatur dalam angka I.A.3.a atau b. 4. Dalam hal persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2 telah dipenuhi, Bank Indonesia memberikan izin perubahan pengurus dan atau pemegang saham dengan mengeluarkan surat persetujuan perubahan pengurus dan atau pemegang saham. Surat persetujuan tersebut disampaikan kepada PVA-BB. 5. PVA-BB menyampaikan fotokopi akte perubahan pengurus dan atau pemegang saham yang telah dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b. 6. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan surat penolakan permohonan perubahan pengurus dan atau pemegang saham kepada PVA-BB. E. Penghentian Kegiatan Usaha PVA-BB Penghentian kegiatan usaha bagi kantor pusat dan atau kantor cabang PVA- BB baik yang bersifat permanen maupun sementara, diatur sebagai berikut: 1.Penghentian … 1. Penghentian kegiatan usaha kantor pusat PVA-BB: a. Dalam hal penghentian kegiatan usaha bersifat permanen, kantor pusat PVA-BB melaporkan secara tertulis mengenai alasan penghentian kegiatan usaha kepada Bank Indonesia dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) Asli KPmIU atau Sertifikat Izin Usaha; 2) Fotokopi risalah RUPS yang terkait dengan penghentian kegiatan usaha PVA-BB yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil. b. Laporan dan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud huruf a disampaikan ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b. c. Dalam hal kelengkapan dokumen sebagaimana huruf a telah dipenuhi, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA-BB bahwa izin usaha PVA-BB yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku dan mengeluarkan Keputusan Pencabutan Izin Usaha (KPnIU). d. Bank Indonesia mengumumkan tentang PVA-BB yang izin usahanya dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud huruf c melalui media cetak dan atau elektronik. e. Dalam hal penghentian kegiatan usaha bersifat sementara, kantor pusat PVA-BB melaporkan kepada Bank Indonesia mengenai alasan penghentian kegiatan usaha. f. Penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun dan PVA- BB wajib melakukan pembukaan kembali kegiatan usaha selambat- lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu penghentian sementara. g. Pembukaan kembali kegiatan usaha sebagaimana dimaksud huruf f wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 14 (empatbelas)… (empatbelas) hari sejak dibukanya kembali kegiatan usaha. 2. Penghentian kegiatan usaha kantor cabang PVA-BB: a. Kantor pusat PVA-BB melaporkan secara tertulis mengenai alasan penghentian operasional kantor cabang baik bersifat permanen maupun sementara kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b. b. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud huruf a, dalam hal penghentian kegiatan operasional kantor cabang bersifat permanen, Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan kepada PVA-BB bahwa izin pembukaan kantor cabang yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku. c. Dalam hal penghentian kegiatan operasional kantor cabang bersifat sementara, PVA-BB hanya dapat melakukan penghentian kegiatan operasional dalam jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun dan wajib melakukan pembukaan kembali selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu penghentian kegiatan operasional. d. Pembukaan kembali operasional kantor cabang sebagaimana dimaksud huruf c wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 14 (empatbelas) hari sejak dibukanya kembali kegiatan usaha. II. TATA CARA PENGAWASAN 1. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap PVA-BB, baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Dalam hal pengawasan langsung, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan umum dan atau pemeriksaan khusus (insidentil) dalam hal diperlukan. 3. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, petugas pemeriksa dilengkapi dengan surat penugasan dari Bank Indonesia yang memuat antara lain tujuan dan objek pemeriksaan … pemeriksaan. 4. Objek pemeriksaan umum meliputi antara lain: a. penelitian atas kebenaran dan keakuratan laporan-laporan yang disampaikan ke Bank Indonesia; b. manajemen (termasuk aspek organisasi, keuangan dan pengawasan intern) serta sistem dan prosedur kegiatan operasional. 5. Dalam hal pengawasan tidak langsung, Bank Indonesia melakukan pemantauan terhadap kepatuhan atas pelaksanaan ketentuan yang berlaku, termasuk penyampaian laporan yang ditetapkan. 6. Dalam hal pengawasan langsung, Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan Asosiasi PVA atau pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan yang diatur sebagai berikut : a. Bank Indonesia bermitra dengan Asosiasi PVA atau pihak lain yang ditunjuk; atau b. Bank Indonesia menunjuk Asosiasi PVA atau pihak lain. 7. Dalam pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud angka 6, petugas pemeriksa dilengkapi dengan surat penugasan yang dibuat oleh Bank Indonesia yang memuat antara lain tujuan dan objek pemeriksaan. 8. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud angka 6 dilakukan oleh Asosiasi PVA atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, Asosiasi PVA atau pihak lain dimaksud membuat laporan hasil pemeriksaan dan memberikan rekomendasi tertulis untuk disampaikan kepada Bank Indonesia. 9. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud angka 8, Bank Indonesia dapat meminta Asosiasi PVA atau pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut serta kepada Bank Indonesia. 10. Dalam hal PVA-BB dikenakan sanksi atas pelanggaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat meminta Asosiasi PVA untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan tindak lanjut. 11. Bank … 11. Bank Indonesia dapat meminta Asosiasi PVA untuk bekerja sama melakukan pelatihan terhadap PVA-BB. III. TATA CARA PELAPORAN 1. PVA-BB menyampaikan laporan berkala berupa laporan kegiatan usaha dan laporan keuangan serta laporan khusus dan laporan lain kepada Bank Indonesia yang diatur sebagai berikut: a. Laporan Berkala 1) Laporan Kegiatan Usaha PVA-BB menyampaikan laporan transaksi penjualan dan pembelian UKA serta pembelian TC setiap triwulan selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya, dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 7, misalnya laporan triwulan I (Januari, Februari dan Maret) disampaikan selambat-lambatnya akhir April tahun berjalan. 2) Laporan Keuangan Laporan Keuangan terdiri dari Neraca dan Laporan Laba Rugi dengan posisi 31 Desember tahun berjalan. Laporan tersebut disampaikan selambat-lambatnya 31 Januari tahun berikutnya dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 8.a dan 8.b. Laporan berkala sebagaimana dimaksud angka 1) dan 2) dibuat secara konsolidasi yang meliputi laporan kantor pusat dan seluruh kantor cabang. b. Laporan Khusus Dalam hal diperlukan Bank Indonesia dapat meminta laporan khusus yang bersifat insidentil kepada PVA-BB. c. Laporan Lain Selain laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, PVA-BB menyampaikan … menyampaikan laporan yang berkaitan dengan kegiatan lalu lintas devisa dan tindak pidana pencucian uang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1.a dan b disampaikan dengan benar, akurat, diketik rapi dan jelas serta distempel cap perusahaan dan ditandatangani oleh pengurus PVA-BB ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b. IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI Tata cara pengenaan sanksi terhadap PVA-BB diatur sebagai berikut: 1. Sanksi peringatan pertama dan peringatan kedua dikenakan oleh Bank Indonesia dengan mengeluarkan surat peringatan pertama dan surat peringatan kedua kepada PVA-BB. 2. Berdasarkan surat peringatan pertama dan surat peringatan kedua dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1, PVA-BB melakukan klarifikasi tertulis atas pelanggaran yang telah dilakukan kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b. 3. Dalam hal PVA-BB tidak mengindahkan dan atau tidak menindaklanjuti sanksi peringatan pertama selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikeluarkannya sanksi peringatan pertama atau melakukan pelanggaran yang sama untuk kedua kali, Bank Indonesia mengenakan sanksi peringatan kedua. 4. Dalam hal PVA-BB antara lain tidak mengindahkan dan atau tidak menindaklanjuti sanksi peringatan kedua selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikeluarkannya sanksi peringatan kedua, Bank Indonesia mengenakan sanksi pemanggilan pengurus dan atau pemegang saham PVA- BB yang diatur sebagai berikut: a. Bank Indonesia memberitahukan dengan surat kepada pengurus dan atau pemegang saham PVA-BB untuk klarifikasi pelanggaran yang dilakukan. b. Pengurus dan atau pemegang saham PVA-BB membuat surat pernyataan bermeterai … bermeterai cukup yang memuat rencana tindak lanjut. 5. Dalam hal PVA-BB tidak mengindahkan dan atau tidak menindaklanjuti sanksi pemanggilan pengurus dan atau pemegang saham selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal dikeluarkannya sanksi pemanggilan pengurus dan atau pemegang saham, Bank Indonesia mengenakan sanksi pencabutan izin usaha PVA-BB yang diatur sebagai berikut: a. Bank Indonesia memberitahukan pencabutan izin usaha secara tertulis kepada PVA-BB dengan melampirkan KPnIU yang menyatakan izin usaha PVA-BB yang bersangkutan dicabut dan tidak berlaku dan meminta PVA-BB untuk mengembalikan KPmIU ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b. b. Bank Indonesia mengumumkan PVA-BB yang izin usahanya dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud huruf a melalui media cetak dan atau elektronik. V. TATA CARA PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA 1. Pendaftaran ulang izin usaha bagi PVA-BB diatur sebagai berikut: a. Kantor pusat PVA-BB mengajukan permohonan pendaftaran ulang izin usaha secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk memperoleh penggantian izin usaha baru dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh pada Lampiran 9. b. Surat permohonan pendaftaran ulang izin usaha sebagaimana dimaksud huruf a dilengkapi dokumen sebagai berikut: i. Asli Sertifikat Izin Usaha dan surat izin pembukaan kantor cabang (apabila ada); ii. Fotokopi pengesahan Akta pendirian perusahaan dan perubahan- perubahannya dari Menkeh dan HAM; iii. Fotokopi NPWP atas nama PVA-BB; iv. Daftar jumlah dan alamat kantor cabang yang dimiliki (apabila ada); v. Daftar … v. Daftar pengurus dan pemegang saham serta fotokopi KTP masing- masing yang masih berlaku; vi. Fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha kantor pusat atas nama pengurus dan atau pemegang saham atau surat perjanjian sewa/kontrak/penggunaan tempat usaha kantor pusat yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil. vii. Fotokopi surat keterangan domisili kantor pusat dari pihak yang berwenang. c. Surat permohonan pendaftaran ulang izin usaha disampaikan ke alamat sebagaimana tercantum pada angka I.A.3.a atau b. d. Dalam hal persyaratan permohonan pendaftaran ulang izin usaha sebagaimana dimaksud huruf b telah dipenuhi, Bank Indonesia mengeluarkan KPmIU dan atau surat persetujuan pembukaan kantor cabang sebagai pengganti Sertifikat Izin Usaha dan atau surat izin pembukaan kantor cabang yang dimiliki PVA-BB. 2. Batas waktu pendaftaran ulang izin usaha selambat-lambatnya dilaksanakan tanggal 31 Desember 2003. 3. Dalam hal PVA-BB tidak melaksanakan pendaftaran ulang izin usaha sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud angka 2, Bank Indonesia mengeluarkan KPnIU yang menyatakan izin usaha PVA-BB dicabut dan tidak berlaku dan memberitahukan secara tertulis kepada PVA- BB mengenai keputusan dimaksud. 4. PVA-BB yang izin usahanya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud angka 3 mengembalikan asli Sertifikat Izin Usaha PVA-BB ke alamat sebagaimana diatur pada angka I.A.3.a atau b. 5. Bank Indonesia mengumumkan PVA-BB yang izin usahanya dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud angka 3 melalui media cetak dan atau elektronik. VI. KETENTUAN … VI. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/7/UOPM tanggal 17 Desember 1998 perihal Pedagang Valuta Asing dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 3 Maret 2003. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Ttd TARMIDEN SITORUS DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/2/DPM|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title> <set_date> 3 Februari 2003 </set_date> <effective_date> 3 Maret 2003 </effective_date> <replaced_reg> '31/7/UOPM|SE-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '5/2/PBI/2003' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No. 17/12/DPSP Jakarta, 5 Juni 2015 S U R A T E D A R A N Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/29/PBI/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4669) dan penerapan penyempurnaan penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/Bilyet Giro Kosong sebagai berikut: 1. Ketentuan butir II.A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: A. Alasan Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Bank Tertarik wajib menolak Cek dan/atau Bilyet Giro jika Cek dan/atau Bilyet Giro memenuhi salah satu atau lebih alasan penolakan sebagai berikut: 1. Saldo Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup. 2. Rekening Giro atau Rekening Khusus telah ditutup. 3. Unsur Cek sebagaimana diatur dalam Pasal 178 KUHD atau syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat penyebutan tempat dan tanggal Penarikan. 4. Unsur Cek sebagaimana diatur dalam Pasal 178 KUHD tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat tanda tangan Penarik. Tanda tangan dalam hal ini antara lain dengan tanda tangan basah. 5. Syarat… 2 5. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat nama dan nomor Rekening Giro Pemegang. 6. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat nama Bank penerima. 7. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat jumlah Dana yang dipindahkan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap- lengkapnya. 8. Syarat formal Bilyet Giro sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat tanda tangan, nama jelas dan/atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan rekening. 9. Bilyet Giro diunjukkan sebelum Tanggal Efektif, atau Tanggal Efektif dicantumkan tidak dalam Tenggang Waktu Pengunjukan. 10. Cek dan/atau Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan berdasarkan surat pembatalan dari Penarik. 11. Cek dan/atau Bilyet Giro sudah daluwarsa. Cek dan/atau Bilyet Giro telah daluwarsa apabila telah melampaui waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan. 12. Perubahan teks/perintah yang telah tertulis pada Bilyet Giro tidak ditandatangani oleh Penarik. Yang dimaksud dengan perubahan teks/perintah ini adalah pencoretan dan penggantian teks/perintah yang tertulis pada Bilyet Giro dengan teks/perintah yang baru. Untuk… 3 Untuk Cek mengacu pada ketentuan dalam Pasal 228 KUHD, yaitu bahwa dalam hal ada perubahan pada naskah surat Cek, mereka yang menaruh tanda tangannya sesudah adanya perubahan, terikat pada naskah baru, yakni naskah sesudah ada perubahan. Tetapi bagi orang-orang yang tanda tangannya sudah ada sebelum adanya perubahan, terikat pada naskah lama. Jika tidak terdapat tanda tangan atas perubahan baru tersebut maka Bank memproses pembayaran sesuai dengan naskah lamanya. 13. Tanda tangan Penarik tidak cocok dengan spesimen yang berlaku. 14. Bank Penagih bukan merupakan Bank penerima yang disebut dalam Cek silang khusus atau Bilyet Giro sebagai Bank penerima Dana. Misalnya pada Bilyet Giro atau Cek silang khusus ditulis nama Bank penerima Dana (Bank A) kemudian Bilyet Giro atau Cek silang khusus tersebut ditagihkan oleh Bank lain (Bank B) kepada Bank Tertarik (Bank C) maka Bank C wajib menolak. 15. Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh Penarik karena hilang (harus dilampiri dengan surat keterangan dari kepolisian). Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang diblokir pembayarannya oleh Penarik karena hilang, Bank Tertarik harus mendasarkan pada surat permintaan pemblokiran Cek dan/atau Bilyet Giro dari Penarik yang dilampiri dengan asli surat keterangan kehilangan dari kepolisian. 16. Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh instansi yang berwenang karena diduga terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh Penarik (harus dilampiri dengan surat pemblokiran dari instansi yang berwenang). Dalam… 4 Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang diblokir pembayarannya oleh instansi yang berwenang karena Penarik diduga terkait dengan tindak pidana, Bank Tertarik harus mendasarkan pada asli surat pemblokiran Cek dan/atau Bilyet Giro dari instansi yang berwenang. 17. Rekening Giro diblokir oleh instansi yang berwenang (harus dilampiri dengan surat pemblokiran dari instansi yang berwenang). Dalam memproses penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang Rekening Gironya diblokir oleh instansi yang berwenang antara lain karena Penarik diduga terkait dengan tindak pidana, Bank Tertarik harus mendasarkan pada surat pemblokiran Rekening Giro dari instansi yang berwenang. 18. Perintah dalam data elektonik Cek dan/atau Bilyet Giro tidak sesuai dengan perintah dalam Cek dan/atau Bilyet Giro. 19. Penerimaan data elektonik Cek dan/atau Bilyet Giro tidak disertai dengan penerimaan fisik Cek dan/atau Bilyet Giro. 20. Cek dan/atau Bilyet Giro diduga palsu/dimanipulasi. Cek dan/atau Bilyet Giro diduga palsu atau dimanipulasi jika Cek dan/atau Bilyet Giro tersebut secara fisik dan dalam teks/perintahnya diduga palsu atau secara fisik asli namun berisi perintah palsu atau berisi perintah yang dimanipulasi. 21. Cek atau Bilyet Giro yang diterima oleh Bank Tertarik bukan ditujukan untuk Bank Tertarik. Bank Tertarik yang melakukan penolakan dengan alasan ini dapat menggunakan frasa “Cek atau Bilyet Giro bukan untuk kami”. 22. Tidak ada Endosemen pada Cek atas nama yang dialihkan pada pihak lain. Alasan ini berlaku khusus untuk Penunjukan Cek atas nama yang dialihkan pada pihak lain dan Cek dimaksud diunjukkan secara langsung kepada Bank Tertarik (over the counter). 2. Ketentuan… 5 2. Ketentuan butir II.B.6.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b. Surat Keterangan Penolakan (SKP) Dalam hal Bank melakukan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro baik melalui Kliring maupun diunjukkan langsung kepada Bank Tertarik (over the counter), Bank wajib membuat SKP dan menyampaikan kepada Pemegang dengan tata cara sebagai berikut: 1) Untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro melalui Kliring dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Tata cara penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro melalui Kliring dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal oleh Bank Indonesia. b) Bank Penagih wajib membuat SKP secara lengkap dan benar berdasarkan incoming DKE Warkat Debet pada Kliring Pengembalian sesuai contoh format sebagaimana pada Lampiran 2.a. c) SKP sebagaimana dimaksud pada huruf b) dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing-masing ditujukan: (1) (2) lembar ke-1 untuk Pemegang; dan lembar ke-2 untuk Bank Penagih. 2) Untuk penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang diunjukkan langsung kepada Bank Tertarik (over the counter) dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Bank Tertarik wajib menyampaikan data Penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang diunjukkan langsung kepada Bank Indonesia sesuai dengan jadwal periode penyampaian. b) Bank Tertarik wajib membuat SKP secara lengkap dan benar terhadap penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro sesuai contoh format sebagaimana pada Lampiran 2.b. c) SKP sebagaimana dimaksud pada huruf b) dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing-masing ditujukan: (1) lembar ke-1 untuk Pemegang; dan (2) lembar… 6 (2) lembar ke-2 untuk Bank Tertarik sebagai arsip. 3. Ketentuan butir III.4.d.2) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2) Pendaftaran KPDHN sebagaimana dimaksud pada angka 1), disampaikan secara tertulis kepada: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran c.q. Divisi Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Gedung D Lantai 3 Jl. M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 4. Ketentuan butir III.4.e diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: e. Divisi Penyelenggara Kliring memberikan tanggapan secara tertulis atas pendaftaran KPDHN yang dilakukan oleh Bank antara lain memuat informasi untuk melakukan pengambilan user id dan password, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap. 5. Ketentuan butir IX.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 9. Permohonan pembatalan terhadap penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro kosong sebagaimana dimaksud pada angka 2 diajukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dengan alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran c.q. Divisi Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Gedung D Lantai 3 Jl. M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 6. Ketentuan butir XII.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b. Melaporkan secara tertulis kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran c.q. Divisi Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring disertai dengan alasan yang mendasari penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro tersebut. 7. Dalam hal terdapat perubahan satuan kerja dan alamat surat menyurat, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. Surat… 7 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 5 Juni 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/12/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong </reg_title> <set_date> 5 Juni 2015 </set_date> <effective_date> 5 Juni 2015 </effective_date> <changed_reg> '9/13/DASP|SE-BI/2007' </changed_reg> <related_reg> '8/29/PBI/2006', '9/13/DASP|SE-BI/2007' </related_reg>
No. 6/35/DPBPR Jakarta, 16 Agustus 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat. ___________________________________________________ Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/23/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4410), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran yang mencakup hal- hal sebagai berikut: I. UMUM 1. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. 2. Penilaian … 2 2. Penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan terhadap: a. Calon Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan calon Pengurus BPR (new entrants); b. PSP, Pengurus dan Pejabat Eksekutif yang sedang menjabat di BPR (existing). 3. Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP dan calon Pengurus BPR dilakukan melalui penelitian administratif dan wawancara dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan. 4. Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap PSP, Pengurus dan Pejabat Eksekutif yang sedang menjabat di BPR dilakukan setiap waktu, apabila berdasarkan hasil pengawasan, pemeriksaan atau informasi dari sumber-sumber lainnya terdapat indikasi penyimpangan dari praktik perbankan yang sehat. 5. Pejabat Eksekutif BPR mencakup, namun tidak terbatas pada, pemimpin Kantor Cabang, Manajer, Kepala Bagian dan pejabat lain sepanjang memenuhi kriteria: a. mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional BPR, dan/atau b. bertanggung jawab langsung kepada Direksi. II. PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI CALON PEMEGANG SAHAM PENGENDALI DAN CALON PENGURUS BPR A. Cakupan Penilaian 1. Faktor yang dinilai meliputi: a. Integritas dan kelayakan keuangan calon PSP; dan b. Integritas, kompetensi dan reputasi keuangan calon Pengurus. 2. Pihak-pihak … 3 2. Pihak-pihak yang wajib mengikuti penilaian kemampuan dan kepatutan, antara lain adalah: a. Perorangan dan/atau badan hukum yang akan melakukan pengalihan saham BPR antara lain melalui pembelian, penerimaan hibah atau penerimaan hak waris sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi PSP; b. Pemegang saham BPR yang tidak tergolong sebagai PSP (Non PSP) yang melakukan pengalihan saham BPR antara lain melalui pembelian, penerimaan hibah atau penerimaan hak sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi PSP; c. Non PSP yang melakukan penambahan dengan cara penyetoran modal sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi PSP; d. Non PSP yang secara sukarela mengajukan diri menjadi PSP; e. Perorangan dan/atau badan hukum yang digolongkan sebagai pengendali BPR karena adanya perubahan struktur kelompok usaha BPR; f. Perorangan yang belum pernah menjadi Pengurus bank, yang dicalonkan menjadi Pengurus BPR; g. Perorangan yang pernah atau sedang menjabat sebagai Pengurus bank, yang dicalonkan menjadi Pengurus pada BPR; h. Anggota dewan Komisaris BPR yang beralih jabatan menjadi anggota Direksi pada BPR yang sama; i. Anggota Direksi atau dewan Komisaris yang beralih jabatan ke jabatan yang lebih tinggi pada BPR yang sama (hanya penelitian administratif); j. Anggota Direksi yang beralih jabatan menjadi anggota dewan Komisaris pada BPR yang sama (hanya penelitian administratif). B. Persyaratan … waris, 4 B. Persyaratan Administratif bagi Calon PSP 1. Permohonan BPR untuk memperoleh persetujuan atas calon PSP diajukan kepada Bank Indonesia dengan dilengkapi persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam: a. Peraturan Bank Indonesia tentang BPR/BPRS, dan b. Ketentuan mengenai Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR. 2. Selain persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam angka 1, BPR juga menyampaikan Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2 yang telah diisi lengkap dan ditandatangani oleh calon PSP/Ultimate shareholders. C. Persyaratan Administratif bagi Calon Pengurus Permohonan BPR untuk memperoleh persetujuan atas calon Pengurus diajukan kepada Bank Indonesia dengan dilengkapi persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang BPR/BPRS. D. Dokumen Pendukung Persyaratan Administratif Dalam hal dianggap perlu, Bank Indonesia dapat meminta dokumen pendukung atas dokumen-dokumen administratif yang dipersyaratkan, yang merupakan bagian yang tidak persyaratan administratif. Contoh: 1. Dokumen pendukung terpisahkan dari dokumen berupa perjanjian konsorsium apabila pembelian saham dilakukan secara bersama-sama dengan pihak lainnya, 2. Dokumen yang menunjukkan keterkaitan antara PSP dengan ultimate shareholders, 3. Dokumen … 5 3. Dokumen keuangan yang dapat menunjukkan kemampuan keuangan calon PSP/ultimate shareholders, 4. Dokumen keuangan yang dapat menunjukkan aliran dana pembelian saham, 5. Dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk analisis atau meyakini bahwa dokumen-dokumen utama atau pernyataan- pernyataan yang dipertanggungjawabkan kebenaran atau kewajarannya. E. Tata Cara/Prosedur Penilaian 1. Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP dan calon pengurus BPR dilakukan melalui penelitian administratif dan wawancara. 2. Penelitian administratif antara lain meliputi: a. Bagi Calon PSP Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif, penelitian track record, penelitian kelayakan keuangan, serta penelitian terhadap struktur kelompok usaha yang disampaikan kepada Bank Indonesia. b. Bagi Calon Pengurus Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif, penelitian track record serta penelitian reputasi keuangan. 3. Permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap, apabila dokumen administratif dan dokumen pendukungnya (apabila diperlukan) telah diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. disampaikan kepada Bank Indonesia dapat 4. Wawancara… 6 4. Wawancara dilakukan untuk mengkonfirmasi informasi yang telah diperoleh dan/atau untuk menggali informasi lebih lanjut dari calon PSP dan calon Pengurus yang diajukan dalam rangka memperoleh keyakinan dan melengkapi informasi yang disampaikan oleh BPR atau telah dimiliki oleh Bank Indonesia. Wawancara hanya dilakukan terhadap calon PSP dan calon Pengurus yang telah memenuhi persyaratan administratif. 5. Terhadap perpanjangan jabatan Pengurus dilakukan penilaian secara administratif, antara lain penilaian terhadap track record dan penelitian untuk meyakini bahwa yang bersangkutan tidak tercantum dalam daftar kredit macet. Termasuk dalam pengertian perpanjangan jabatan adalah setiap penugasan kembali dalam tingkat jabatan yang sama, baik sebelum maupun sesudah masa jabatan yang bersangkutan berakhir. Perpanjangan jabatan Pengurus tersebut dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan alamat penyampaian sebagaimana diatur dalam huruf F. F. Alamat Penyampaian Surat Permohonan dan Dokumen Administratif Surat permohonan berikut dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf B, C dan D di atas disampaikan oleh BPR kepada: 1. Direktorat Pengawasan BPR Bank Indonesia, Jl. M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR yang berkantor pusat di DKI Jakarta, Kabupaten/Kotamadya Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten; 2. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Jl. M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPRS yang berkantor pusat di DKI Jakarta, Kabupaten/Kotamadya Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten; 3. Kantor… 7 3. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana disebut dalam angka 1, dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja kantor Bank Indonesia pada Lampiran 5. III. PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, PENGURUS DAN PEJABAT EKSEKUTIF BPR A. Tata Cara Pelaksanaan Penilaian 1. Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap PSP, Pengurus dan Pejabat Eksekutif dilakukan setiap waktu apabila dianggap perlu, apabila dari hasil pengawasan, hasil pemeriksaan dan/atau dari sumber-sumber lain diperoleh informasi mengenai adanya indikasi penyimpangan dari praktik perbankan yang sehat. 2. Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan dapat dilakukan melalui pemeriksaan khusus atau dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan lainnya. B. Tata Cara Penentuan Penilaian Penentuan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan dilaksanakan dengan pemberian nilai untuk masing-masing faktor sebagai berikut: 1. Untuk PSP, pemberian nilai faktor untuk masing-masing faktor yang dinilai meliputi: a. Faktor Integritas 1) perbuatan rekayasa atau praktik-praktik perbankan yang menyimpang dari ketentuan perbankan diberikan nilai faktor sebesar 20 (dua puluh); 2) perbuatan… 8 2) perbuatan menolak memberikan komitmen atau tidak memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan Bank Indonesia diberikan nilai faktor sebesar 20 (dua puluh); 3) perbuatan yang memberikan keuntungan secara tidak wajar kepada pemilik, Pengurus, pegawai, dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan BPR diberikan nilai faktor sebesar 15 (lima belas); 4) perbuatan yang melanggar prinsip kehati-hatian di bidang perbankan diberikan nilai faktor sebesar 10 (sepuluh). b. Faktor Kelayakan Keuangan 1) tercantum dalam daftar kredit macet diberikan nilai faktor sebesar 5 (lima); 2) dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit diberikan nilai faktor sebesar 20 (dua puluh); 3) tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi komitmen dalam mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi BPR diberikan nilai faktor setinggi-tingginya sebesar 10 (sepuluh). 2. Untuk Pengurus dan/atau Pejabat Eksekutif, pemberian nilai faktor untuk masing-masing faktor yang dinilai meliputi: a. Faktor Integritas 1) perbuatan rekayasa atau praktik-praktik perbankan yang menyimpang dari ketentuan perbankan diberikan nilai faktor sebesar 20 (dua puluh); 2) perbuatan menolak memberikan komitmen atau tidak memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan Bank Indonesia diberikan nilai faktor sebesar 20 (dua puluh); 3) perbuatan… 9 3) perbuatan yang memberikan keuntungan secara tidak wajar kepada pemilik, Pengurus, pegawai, dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan BPR diberikan nilai faktor sebesar 15 (lima belas); 4) perbuatan yang melanggar prinsip kehati-hatian di bidang perbankan diberikan nilai faktor sebesar 10 (sepuluh); 5) perbuatan dari Pengurus dan/atau Pejabat Eksekutif yang tidak independen diberikan nilai faktor sebesar 5 (lima). b. Faktor Kompetensi 1) pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya diberikan nilai faktor setinggi-tingginya sebesar 4 (empat); 2) keahlian dan pengalaman di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan diberikan nilai faktor setinggi-tingginya sebesar 4 (empat); 3) kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan BPR yang sehat diberikan nilai faktor setinggi-tingginya sebesar 4 (empat). Penilaian faktor kompetensi didasarkan atas skala penilaian sebagai berikut: a) Baik diberikan nilai faktor sebesar 0 b) Kurang Baik diberikan nilai faktor sebesar 2 c) Tidak Baik diberikan nilai faktor sebesar 4 c. Faktor Reputasi Keuangan 1) tercantum dalam daftar kredit macet atau menjadi pengurus dari badan hukum yang tercatat dalam daftar kredit macet diberikan nilai faktor sebesar 5 (lima); 2) dinyatakan… 10 2) dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit diberikan nilai faktor sebesar 20 (dua puluh). 3. Dalam penilaian atas faktor integritas sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan angka 2 huruf a, ditetapkan bobot sebagai berikut: a. pelaku, pemutus, pemrakarsa, atau penanggung jawab diberikan bobot sebesar 100% (seratus perseratus); b. pelaksana, pihak yang turut menandatangani, atau pihak yang turut menyetujui diberikan bobot sebesar 60% (enam puluh perseratus); c. pihak yang hanya mengetahui diberikan bobot sebesar 25% (dua puluh lima perseratus). Penetapan hasil akhir untuk faktor integritas dilakukan setelah memperhitungkan nilai faktor sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a atau angka 2 huruf a dengan bobot sebagaimana tersebut di atas. 4. Penetapan hasil akhir penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan dengan menjumlahkan hasil penilaian: a. faktor integritas dan faktor kelayakan keuangan, untuk PSP; b. faktor integritas, faktor kompetensi dan faktor reputasi keuangan, untuk Pengurus dan Pejabat Eksekutif. C. Tata Cara Penentuan Predikat Hasil Penilaian Berdasarkan hasil akhir penilaian sebagaimana dimaksud dalam huruf B angka 4 maka PSP, Pengurus dan/atau Pejabat Eksekutif diberikan predikat: a. Lulus, apabila hasil akhir penilaian sebesar 0 (nol); b. Lulus Bersyarat, apabila hasil akhir penilaian lebih dari 0 (nol) namun kurang dari 20 (dua puluh); c. Tidak … 11 c. Tidak Lulus, apabila hasil akhir penilaian sama dengan atau lebih besar dari 20 (dua puluh). D. Kriteria Penentuan Faktor Materialitas dalam Penetapan Jangka Waktu Pengenaan Sanksi 1. Salah satu faktor untuk menetapkan jangka waktu pengenaan sanksi larangan bagi pihak-pihak yang diberikan predikat tidak lulus didasarkan atas faktor materialitas pengaruh kerugian yang ditimbulkan terhadap permodalan BPR sebagai akibat dari perbuatan dan/atau tindakan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu perlu ditetapkan kriteria terhadap faktor materialitas dimaksud, yaitu sebagai berikut: a. Perbuatan dan/atau tindakan yang bersangkutan termasuk kategori menimbulkan kerugian yang berpengaruh tidak material pada permodalan BPR apabila kerugian yang ditimbulkan menyebabkan: 1) berkurangnya rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sebesar kurang dari 0,5% (setengah perseratus); dan 2) rasio KPMM masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jangka waktu larangan terhadap perbuatan dan/atau tindakan di atas ditetapkan selama 2 (dua) tahun. b. Perbuatan dan/atau tindakan yang bersangkutan termasuk kategori menimbulkan kerugian yang berpengaruh cukup material pada permodalan BPR apabila kerugian yang ditimbulkan menyebabkan: 1) berkurangnya… 12 1) berkurangnya rasio KPMM sebesar 0,5% (setengah perseratus) sampai dengan kurang dari 2% (dua); dan 2) rasio KPMM masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jangka waktu larangan terhadap perbuatan dan/atau tindakan di atas ditetapkan selama 3 (tiga) tahun. c. Perbuatan dan/atau tindakan yang kategori menimbulkan kerugian yang bersangkutan termasuk berpengaruh sangat material pada permodalan BPR apabila kerugian yang ditimbulkan menyebabkan: 1) berkurangnya rasio KPMM sebesar sama atau lebih dari 2 % (dua perseratus); atau 2) rasio KPMM menjadi lebih rendah dari ketentuan yang berlaku. Jangka waktu larangan terhadap perbuatan dan/atau tindakan di atas ditetapkan selama 5 (lima) tahun. 2. Permodalan BPR yang dijadikan dasar perhitungan tingkat materialitas kerugian yang ditimbulkan adalah posisi permodalan terakhir yang tersedia pada saat terjadinya perbuatan dan/atau tindakan yang bersangkutan dengan memperhitungkan bobot pelaku dari pihak-pihak yang dinilai. 3. Tata cara perhitungan tingkat materialitas a. Penentuan kerugian terhadap setiap perbuatan dan/atau tindakan yang terjadi ditentukan atas beban masing-masing pihak yang terlibat berdasarkan bobot pelaku sebagaimana dimaksud dalam huruf B angka 3. b. Beban kerugian yang ditimbulkan untuk masing-masing pihak pada huruf a, kemudian diperhitungkan dengan permodalan pada saat perbuatan dan/atau tindakan tersebut terjadi. c. Dalam… 13 c. Dalam hal terdapat beberapa perbuatan dan/atau tindakan yang dinilai dengan posisi permodalan pada bulan yang berbeda, maka perhitungan dilakukan dengan perhitungan menetapkan yang memberikan hasil dampak perhitungan jangka waktu larangan yang paling lama di antara beberapa metode sebagai berikut: 1) pengaruh kerugian terhadap modal BPR dari setiap perbuatan dan/atau tindakan dibandingkan dengan posisi permodalan pada saat terjadinya perbuatan dan/atau tindakan tersebut; 2) pengaruh kerugian terhadap modal BPR yang dihitung secara kumulatif atas beberapa perbuatan dan/atau tindakan yang berakhir pada tanggal tertentu dibandingkan dengan posisi permodalan periode terakhir dari beberapa perbuatan dan/atau tindakan tersebut; 3) pengaruh kerugian terhadap modal BPR yang dihitung secara kumulatif dari seluruh perbuatan dan/atau tindakan dibandingkan dengan posisi permodalan pada periode terakhir dari seluruh perbuatan dan/atau tindakan tersebut. E. Alamat Penyampaian Laporan, Pernyataan Tertulis serta Permohonan Peninjauan Kembali Laporan, pernyataan tertulis dan/atau permohonan peninjauan kembali diajukan oleh BPR dan/atau pihak-pihak yang dinilai kepada kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana angka romawi II huruf F. IV. LAPORAN STRUKTUR KELOMPOK USAHA Laporan struktur kelompok usaha mencakup seluruh pihak yang terkait dengan BPR dari segi pengendalian sampai dengan ultimate shareholders. Dalam… 14 Dalam hal keterkaitan pengendalian tersebut disebabkan oleh aspek kepemilikan, maka wajib dicantumkan porsi kepemilikan dan susunan kepengurusan tiap-tiap pihak yang terkait. Contoh pelaporan struktur kelompok usaha adalah sebagaimana pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Laporan struktur kelompok usaha disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana angka romawi II huruf F. V. PENYAMPAIAN HASIL PENILAIAN DAN KEPATUTAN Hasil penilaian kemampuan dan kepatutan berupa persetujuan atau penolakan permohonan sebagai calon PSP atau calon Pengurus disampaikan secara tertulis: a. kepada calon pemilik selaku pemohon dalam rangka permohonan persetujuan prinsip pendirian BPR; b. kepada BPR dalam rangka penggantian PSP atau Pengurus. VI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SRI MULYATI TRI SUBARI DEPUTI DIREKTUR PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/35/DPBPR|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat. </reg_title> <set_date> 16 Agustus 2004 </set_date> <effective_date> 16 Agustus 2004 </effective_date> <related_reg> '6/23/PBI/2004' </related_reg>
No. 15/29/DKBU Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat. Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/3/PBI/2013 tanggal 21 Mei 2013 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 94 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5418) dan dalam rangka meningkatkan pemantauan keadaan usaha Bank Perkreditan Rakyat oleh publik serta harmonisasi dengan ketentuan yang berlaku, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Dalam rangka pemantauan keadaan usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) oleh publik, BPR diwajibkan untuk menyampaikan laporan dan/atau informasi sesuai dengan jenis, waktu, cakupan, dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. B. Jenis ... 2 B. Jenis laporan dan/atau informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf A adalah Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi. C. Laporan Tahunan disusun untuk memberikan gambaran lengkap mengenai kinerja BPR dalam kurun waktu 1 (satu) tahun yang antara lain berisi Laporan Keuangan Tahunan dan informasi umum. D. Laporan Keuangan Publikasi disusun untuk memberikan informasi mengenai laporan keuangan, informasi lainnya, susunan Pengurus dan komposisi Pemegang Saham termasuk Pemegang Saham Pengendali secara triwulanan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perkembangan usaha BPR. E. Agar Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi dapat diperbandingkan, penyajian laporan tersebut wajib didasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR yaitu Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP), Pedoman Akuntansi bagi BPR (PA BPR), dan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. F. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi wajib disusun dalam Bahasa Indonesia. G. Laporan Keuangan Tahunan bagi BPR dengan total aset lebih besar dari atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) wajib diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia. H. Angka dalam Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi disajikan dalam mata uang Rupiah dan dalam ribuan Rupiah. I. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi disampaikan oleh kantor pusat BPR. II. LAPORAN ... 3 II. LAPORAN TAHUNAN A. Laporan Tahunan memuat paling kurang: 1. Informasi Umum yang meliputi antara lain: a. Susunan kepengurusan yang meliputi anggota Direksi dan Dewan Komisaris, dan Pejabat Eksekutif, dengan informasi mencakup jabatan dan ringkasan riwayat hidup; b. Kepemilikan, berupa nama Pemegang Saham termasuk Pemegang Saham Pengendali dan komposisi serta persentase kepemilikan saham; c. Perkembangan usaha BPR yang antara lain memuat: 1) Riwayat ringkas pendirian BPR meliputi antara lain; a) nomor dan tanggal akta pendirian serta perubahan terakhir, pengesahan dari instansi yang berwenang; b) tanggal mulai beroperasi; c) bidang usaha sesuai anggaran dasar; dan d) tempat kedudukan dan lokasi utama kegiatan usaha; 2) Ikhtisar data keuangan penting, paling kurang mencakup pendapatan dan beban operasional, pendapatan dan beban non operasional, laba sebelum Pajak Penghasilan (PPh), taksiran PPh dan laba bersih. 3) Rasio keuangan, disajikan paling kurang mencakup Kualitas Aktiva Produktif (KAP), Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), Return on Asset (ROA), Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Cash Ratio, dan Loan to Deposit Ratio (LDR); 4) Perbandingan ... 4 4) Perbandingan jumlah kredit bermasalah terhadap total kredit yang diberikan dan penyebab utama kredit bermasalah; dan 5) Perkembangan usaha yang berpengaruh secara signifikan terhadap BPR pada periode laporan seperti ekspansi atau penciutan kegiatan usaha dan/atau jaringan kantor. d. Strategi dan kebijakan manajemen dalam mengelola dan mengembangkan usaha BPR, termasuk informasi mengenai manajemen risiko yang paling kurang mencakup identifikasi dan pengendalian risiko; e. Laporan manajemen yang menyajikan informasi mengenai pengelolaan BPR dalam rangka tata kelola yang baik, paling kurang mencakup antara lain: 1) Struktur organisasi; 2) Bidang usaha sesuai anggaran dasar dan kegiatan utama pada periode pelaporan; 3) Teknologi informasi, meliputi antara lain sistem operasional, sistem keamanan, dan penyedia teknologi informasi; 4) Perkembangan dan target pasar; 5) Jumlah, jenis, dan lokasi kantor; 6) Kerjasama BPR dengan bank atau lembaga lain dalam rangka pengembangan usaha; 7) Kepemilikan oleh anggota Direksi, Dewan Komisaris dan Pemegang Saham dalam kelompok usaha BPR, dan perubahan kepemilikan dari tahun sebelumnya, jika ada; 8) Keterkaitan antar pemilik, antar pengurus, dan antara pemilik dengan pengurus BPR; 9) Sumber Daya Manusia (SDM), meliputi jumlah, tingkat pendidikan, dan kegiatan pengembangan SDM selama periode yang bersangkutan; 10) Kebijakan pemberian gaji, tunjangan, dan fasilitas bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris termasuk ... 5 termasuk bonus, tantiem, dan fasilitas lainnya; dan 11) Perubahan penting lainnya yang terjadi di BPR dan/atau di kelompok usaha BPR yang mempengaruhi operasional BPR dalam tahun yang bersangkutan. 2. Laporan Keuangan Tahunan yang disusun untuk 1 (satu) Tahun Buku dan disajikan dengan perbandingan 1 (satu) Tahun Buku sebelumnya paling kurang terdiri dari: a. Neraca; b. Laporan Laba Rugi dari tahun buku yang bersangkutan; c. Laporan Perubahan Ekuitas; d. Laporan Arus Kas; dan e. Catatan atas laporan keuangan, termasuk informasi mengenai Komitmen dan Kontinjensi. 3. Opini dari Akuntan Publik apabila Laporan Keuangan Tahunan diaudit oleh Akuntan Publik; 4. Selain pengungkapan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, BPR wajib pula melakukan pengungkapan (disclosure) informasi lainnya yang meliputi: a. Ikhtisar kebijakan akuntansi, mencakup: 1) pernyataan bahwa BPR menggunakan SAK ETAP; 2) dasar pengukuran dan penyusunan laporan keuangan; dan 3) kebijakan akuntansi BPR yang antara lain meliputi kebijakan konsep dasar pengukuran, kredit yang diberikan, penyisihan kerugian kredit, investasi di Sertifikat Bank Indonesia, agunan yang diambil alih, kas dan setara kas, aset tetap dan inventaris serta penyusutan, pengakuan pendapatan bunga, pengakuan beban bunga, pajak penghasilan, dan imbalan kerja. b. Penjelasan atas pos-pos laporan keuangan yang disusun dengan memperhatikan urutan penyajian neraca, laporan laba rugi ... 6 laba rugi, laporan arus kas dan laporan perubahan ekuitas serta informasi tambahan sesuai dengan ketentuan pengungkapan pada setiap pos pada bagian yang terkait, ditambah dengan pengungkapan mengenai: 1) transaksi hubungan istimewa, yang meliputi: a) rincian jumlah masing-masing pos aset, kewajiban, penghasilan, dan beban kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa beserta persentasenya terhadap total aset, kewajiban, penghasilan dan beban; b) penjelasan transaksi yang tidak berhubungan dengan kegiatan usaha utama dan jumlah utang atau jumlah piutang sehubungan dengan transaksi hubungan istimewa; c) sifat hubungan, jenis, dan unsur transaksi hubungan istimewa termasuk pernyataan apakah BPR menerapkan kebijakan persyaratan yang sama bagi pihak lain yang tidak memiliki hubungan istimewa dengan BPR; dan d) alasan serta dasar pembentukan penyisihan kerugian piutang yang terkait dengan hubungan istimewa. 2) perubahan akuntansi dan koreksi kesalahan, yang meliputi: a) perubahan estimasi akuntansi: i. hakikat dan alasan perubahan estimasi akuntansi; ii. jumlah perubahan estimasi yang mempengaruhi periode berjalan; dan/atau iii. pengaruh estimasi terhadap periode mendatang; b) perubahan kebijakan akuntansi, antara lain meliputi: i. hakikat, alasan dan tujuan dilakukannya perubahan kebijakan akuntansi; ii. dampak ... 7 ii. dampak perubahan kebijakan akuntansi terhadap periode berjalan dan periode sebelumnya yang perlu disajikan kembali secara komparatif; dan iii. pernyataan bahwa informasi komparatif telah dinyatakan kembali atau pernyataan bahwa informasi komparatif tidak disajikan karena dianggap tidak praktis; c) kesalahan: i. hakikat kesalahan; ii. jumlah nilai koreksi untuk periode berjalan dan periode-periode sebelumnya; iii. jumlah nilai koreksi yang terkait dengan periode-periode sebelum periode yang tercakup dalam informasi komparatif; iv. pernyataan bahwa informasi komparatif telah dinyatakan kembali atau pernyataan bahwa informasi komparatif tidak disajikan karena dianggap tidak praktis. c. Komitmen dan Kontinjensi, yang meliputi: 1) pengungkapan komitmen, terdiri dari: a) pengungkapan kontrak atau perjanjian yang menimbulkan komitmen penggunaan dana pada masa yang akan datang, misalnya perjanjian pemberian kredit atau pinjaman. Hal-hal yang perlu diungkapkan antara lain terdiri dari komitmen kepada pihak yang terkait, periode berlakunya komitmen, nilai keseluruhan dan bagian yang telah terealisasi, serta sanksi; dan b) uraian mengenai sifat, jenis, jumlah dan persyaratan komitmen; 2) pengungkapan kontinjensi, terdiri dari: a) pengungkapan perkara atau sengketa hukum yang berpotensi menimbulkan pengeluaran dana pada masa ... 8 masa yang akan datang. Hal-hal yang perlu diungkapkan antara lain meliputi pihak yang terkait, nilai gugatan (perkara atau sengketa), latar belakang perkara, pokok dan status perkara, putusan pengadilan, dan probabilitas risiko dari peristiwa kontinjensi yang diungkapkan berdasarkan prinsip manajemen risiko; b) uraian singkat mengenai peraturan pemerintah yang mengikat dan dampaknya, seperti masalah ketenagakerjaan; dan c) uraian kemungkinan kewajiban pajak tambahan yang meliputi jenis ketetapan atau tagihan pajak, jenis pajak, tahun pajak, jumlah pokok, denda, dan sikap BPR terhadap ketetapan atau tagihan pajak, misalnya: mengajukan keberatan, banding, dan lain-lain; d. Perkembangan terakhir SAK ETAP dan peraturan lainnya, meliputi penjelasan mengenai SAK ETAP dan peraturan baru yang akan diterapkan dan mempengaruhi aktivitas BPR serta estimasi dampak penerapan SAK ETAP dan peraturan lama tersebut; e. Reklasifikasi, terdiri dari sifat, jumlah dan alasan reklasifikasi untuk setiap pos dalam tahun buku sebelum tahun buku terakhir yang disajikan dalam rangka laporan keuangan komparatif; f. Informasi penting lainnya, antara lain sifat, jenis, jumlah dan dampak dari peristiwa atau keadaan tertentu yang mempengaruhi kinerja BPR; g. Peristiwa setelah tanggal neraca (subsequent event), meliputi urutan peristiwa serta jumlah moneter yang mempengaruhi akun-akun laporan keuangan. B. Pengungkapan sebagaimana dimaksud dalam huruf A angka 1, huruf A angka 2, dan huruf A angka 4 berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dan Pedoman Akuntansi BPR (PA BPR). III. LAPORAN ... 9 III. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI A. Laporan Keuangan Publikasi yang diumumkan untuk laporan keuangan posisi akhir bulan Maret, Juni, September dan Desember disusun dengan mengacu pada Penyusunan Laporan Keuangan Publikasi sebagaimana dimaksud pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Laporan Keuangan Publikasi merupakan gabungan dari laporan kantor pusat BPR dan seluruh kantor cabang BPR yang bersangkutan. C. Laporan Keuangan Publikasi harus disusun dan disajikan dalam bentuk perbandingan dengan laporan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Posisi pembanding wajib disajikan sesuai format yang sama dengan posisi Laporan Keuangan Publikasi yang diumumkan. D. Khusus untuk perlakuan akuntansi yang baru diterapkan dalam posisi Laporan maka penyajian posisi pembanding mengacu pada Pedoman Standar Akuntansi Keuangan Nomor 25 Tahun 2009 tentang Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan. E. Untuk memenuhi aspek transparansi, Laporan Keuangan Publikasi memuat pengungkapan (disclosure) sesuai dengan SAK ETAP dan PA BPR. Pengungkapan tersebut paling kurang terdiri dari: 1. Laporan keuangan yang meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi, serta Laporan Komitmen dan Kontinjensi; dan 2. Informasi lainnya yang paling kurang terdiri dari: a. Kualitas Aktiva Produktif (KAP) untuk: 1) Penempatan pada bank lain; 2) Kredit yang diberikan, baik kepada pihak terkait maupun pihak tidak terkait; b. Rasio keuangan, yang terdiri dari: 1) KPMM; 2) NPL ... 10 2) NPL (neto) dan PPAP; 3) ROA dan BOPO; 4) Cash Ratio; dan 5) LDR 3. Susunan Pengurus dan komposisi Pemegang Saham, termasuk Pemegang Saham Pengendali; 4. Nama Kantor Akuntan Publik yang mengaudit dan nama Akuntan Publik yang bertanggung jawab dalam audit BPR (partner in charge), bagi BPR yang diaudit oleh Akuntan Publik. F. Aplikasi Laporan Keuangan Publikasi terintegrasi dalam aplikasi Laporan Bulanan BPR. G. Prosedur pengoperasian aplikasi Laporan Keuangan Publikasi berpedoman pada Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Berkala BPR, yang merupakan lampiran dari Surat Edaran Bank Indonesia perihal Laporan Bulanan BPR. IV. HUBUNGAN KERJA ANTARA BPR DAN AKUNTAN PUBLIK A. Penugasan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam rangka audit Laporan Keuangan Tahunan BPR wajib dilakukan dengan perjanjian kerja; B. Perjanjian kerja antara BPR dan Kantor Akuntan Publik berpedoman pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini V. TATA CARA PENGENAAN DAN PEMBAYARAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR A. Pemenuhan sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dilakukan oleh kantor pusat BPR Pelapor secara tunai atau non tunai. B. Contoh perhitungan pengenaan sanksi keterlambatan dan tidak menyampaikan laporan sebagai berikut: 1. Laporan ... 11 1. Laporan Tahunan a. BPR yang terlambat mengumumkan Laporan Tahunan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan. Contoh: BPR paling lambat menyampaikan Laporan Tahunan posisi akhir Desember 2013 pada tanggal 30 April 2014. Apabila BPR menyampaikan Laporan Tahunan tersebut pada tanggal 10 Mei 2014 maka BPR dikenakan sanksi keterlambatan selama 10 (sepuluh) hari sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). b. BPR yang tidak menyampaikan Laporan Tahunan kepada Bank Indonesia, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Contoh: BPR paling lambat menyampaikan Laporan Tahunan posisi akhir Desember 2013 pada tanggal 30 April 2014. Apabila BPR menyampaikan Laporan Tahunan tersebut setelah tanggal 31 Mei 2014 maka BPR dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). c. BPR yang telah menyampaikan Laporan Tahunan, namun penyusunan dan penyajiannya tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan BPR dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) apabila setelah diberi surat peringatan sebanyak 2 (dua) kali oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 2 (dua) minggu untuk setiap surat peringatan, BPR tidak memperbaiki dan tidak menyampaikan laporan dimaksud. Contoh ... 12 Contoh: 1) BPR menyampaikan Laporan Tahunan pada tanggal 30 April 2014, namun laporan dimaksud tidak menyajikan perbandingan Laporan Keuangan Tahunan dengan tahun sebelumnya dan tidak ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang sesuai Anggaran Dasar. Apabila setelah Bank Indonesia memberikan surat peringatan sebanyak 2 (dua) kali untuk memperbaiki namun tidak ditindaklanjuti dengan perbaikan serta penyampaian Laporan dimaksud maka BPR yang bersangkutan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) 2) BPR menyampaikan Laporan Tahunan pada tanggal 30 April 2014, namun laporan dimaksud tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dan Pedoman Akuntansi BPR (PA BPR). Apabila setelah Bank Indonesia memberikan surat peringatan sebanyak 2 (dua) kali kepada BPR namun tidak ditindaklanjuti dengan perbaikan serta penyampaian Laporan dimaksud maka BPR yang bersangkutan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). 2. Laporan Keuangan Publikasi a. BPR yang terlambat mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi pada surat kabar lokal dan/atau menempelkannya pada papan pengumuman atau media lainnya, masing-masing dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan. Contoh: 1) Untuk posisi Juni 2014, BPR wajib mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi paling lambat tanggal 31 Juli 2014. Apabila BPR mengumumkan Laporan Keuangan ... 13 Keuangan Publikasi tersebut pada tanggal 7 Agustus 2014, maka BPR tersebut dikenakan sanksi keterlambatan selama 7 (tujuh) hari sebesar Rp350.000,00 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah). 2) Untuk posisi Desember 2013, bagi BPR dengan total aset lebih besar atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) wajib mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi pada papan pengumuman atau media lainnya dan surat kabar lokal, paling lambat 30 April 2014. Apabila BPR mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi tersebut pada tanggal 10 Mei 2014 maka BPR dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dengan rincian sebagai berikut: a) sanksi keterlambatan mengumumkan pada papan pengumuman selama 10 (sepuluh) hari sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); dan b) sanksi keterlambatan mengumumkan pada surat kabar lokal selama 10 hari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). b. BPR yang tidak mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi pada surat kabar lokal dan/atau menempelkannya pada papan pengumuman atau media lainnya, masing-masing dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Contoh: 1) Untuk posisi akhir bulan September 2013, BPR wajib mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi paling lambat pada tanggal 31 Oktober 2013. Apabila BPR mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi tersebut setelah tanggal 31 Oktober 2013, maka BPR dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) 2) Untuk ... sebesar 14 2) Untuk posisi akhir bulan Desember 2013, bagi BPR dengan total aset lebih besar atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) wajib mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi pada papan pengumuman atau media lainnya dan surat kabar lokal, paling lambat tanggal 30 April 2014. Apabila BPR mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi tersebut setelah tanggal 31 Mei 2014 maka BPR tersebut dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dengan rincian sebagai berikut: a) sanksi tidak mengumumkan pada papan pengumuman sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan b) sanksi tidak mengumumkan pada surat kabar lokal sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). c. BPR yang terlambat menyampaikan bukti pengumuman dan/atau rekaman data Laporan Keuangan Publikasi, masing-masing dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan. Contoh: 1) Untuk posisi akhir bulan September 2013, BPR wajib menyampaikan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi atau guntingan halaman surat kabar dan rekaman data paling lambat tanggal 14 November 2013. Apabila BPR menyampaikan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi atau guntingan surat kabar dan rekaman data tanggal 21 November 2013, maka BPR tersebut dikenakan sanksi keterlambatan selama 7 (tujuh) hari sebesar Rp700.000,00 (tujuh ratus ribu rupiah), dengan rincian sebagai berikut: a) sanksi keterlambatan penyampaian bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi selama ... 15 selama 7 (tujuh) hari sebesar Rp350.000,00 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah); dan b) sanksi keterlambatan menyampaikan rekaman data selama 7 (tujuh) hari sebesar Rp350.000,00 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah). 2) Untuk posisi akhir bulan Desember 2013, bagi BPR dengan total aset lebih besar atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) wajib menyampaikan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi pada papan pengumuman atau media lainnya dan guntingan halaman surat kabar lokal serta menyampaikan rekaman data, paling lambat tanggal 14 Mei 2014. Apabila BPR menyampaikan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi, guntingan surat kabar, dan rekaman data tersebut pada tanggal 24 Mei 2014, maka BPR dikenakan sanksi keterlambatan selama 10 (sepuluh) hari sebesar Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah), dengan rincian sebagai berikut: a) sanksi keterlambatan penyampaian bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi selama 10 hari senilai Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); b) sanksi keterlambatan penyampaian guntingan halaman surat kabar selama 10 hari senilai Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); dan c) sanksi keterlambatan menyampaikan rekaman data selama 10 hari senilai Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). 3) BPR yang tidak menyampaikan bukti pengumuman dan/atau rekaman data Laporan Keuangan Publikasi, masing-masing dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Contoh ... 16 Contoh: a) Untuk posisi bulan September 2013, BPR wajib menyampaikan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi atau guntingan surat kabar dan rekaman data, paling lambat tanggal 14 November 2013. Apabila BPR menyampaikan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi atau guntingan halaman surat kabar dan rekaman data setelah tanggal 14 November 2013, maka BPR tersebut dikenakan sanksi tidak menyampaikan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi atau guntingan halaman surat kabar dan rekaman data senilai Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dengan rincian sebagai berikut: (1) sanksi tidak menyampaikan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi senilai Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan (2) sanksi tidak menyampaikan rekaman data senilai Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). b) Untuk posisi akhir bulan Desember 2013, bagi BPR dengan total aset lebih besar atau sama dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) wajib menyampaikan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi paling lambat tanggal 14 Mei 2014. Apabila BPR menyampaikan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi, guntingan halaman surat kabar, dan rekaman data setelah tanggal 14 Juni 2014 maka BPR tersebut dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah) yang terdiri dari: (1) sanksi ... 17 (1) sanksi tidak menyampaikan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah); (2) sanksi tidak menyampaikan guntingan halaman surat kabar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan (3) sanksi tidak menyampaikan rekaman data sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). C. Tata cara pembayaran secara tunai, dilakukan sebagai berikut: 1. Pembayaran pada setiap hari kerja dengan waktu layanan kas pukul 08.00 sampai dengan 12.00 waktu setempat (hari Senin sampai dengan Kamis) atau pukul 08.00 sampai dengan 11.30 waktu setempat (hari Jumat), untuk untung rekening nomor 566.000447.XXX (sesuai sandi satuan kerja Bank Indonesia) – “Rekening antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif BPR”. 2. Bagi BPR Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, menyetor kepada Departemen Pengedaran Uang c.q. Divisi Pengelolaan Uang Keluar (PgUK). 3. Bagi BPR Pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam angka 2, menyetor kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR Pelapor. D. Tata cara pembayaran secara non tunai, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pembayaran melalui kliring Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447.XXX (sesuai sandi satuan kerja Bank Indonesia) – “Rekening antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif BPR”, dengan mencantumkan “pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX untuk Laporan Bulanan periode XXX” pada kolom keterangan. 2. Pembayaran melalui BI-RTGS Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447.XXX (sesuai sandi satuan kerja Bank Indonesia) – “Rekening antara ... sebesar 18 antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif BPR”, dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan pada kolom keterangan dicantumkan “pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX untuk Laporan Bulanan periode XXX”. E. BPR Pelapor menyampaikan salinan bukti pembayaran sanksi kepada satuan kerja di Bank Indonesia yang melakukan pengenaan sanksi, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Penyampaian bukti pembayaran atas sanksi terkait penyampaian laporan secara on line atau off line, untuk BPR yang berada diwilayah Jabodetabek, ditujukan kepada Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 2 (DPP 2) - Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan (DPKL), Gedung Syafrudin Prawira Negara Lantai 16 - 17, Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta – 10350. 2. Penyampaian bukti pembayaran atas sanksi terkait penyampaian laporan secara hard copy untuk BPR yang berada diwilayah Jabodetabek, ditujukan kepada Kantor Regional Bank 1 (KR-1), Gedung D, Lantai 7, Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta – 10350 bagi BPR yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. 3. Penyampaian bukti pembayaran atas sanksi terkait penyampaian laporan secara hard copy dan laporan laporan secara on line atau off line, untuk untuk BPR yang berada di luar wilayah Jabodetabek, ditujukan kepada Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR. V. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN A. Laporan Tahunan dan bukti pengumuman Laporan Keuangan Publikasi disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: 1. Kantor ... 19 1. Kantor Regional Bank I Indonesia, Gedung D, Lantai 7, Jalan M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta Pusat 10350, bagi BPR yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. 2. Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR, bagi BPR yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. B. Laporan Keuangan Publikasi secara on-line dilakukan melalui fasilitas jaringan ekstranet Bank Indonesia. Dalam hal laporan disampaikan secara off-line dalam bentuk rekaman data (soft copy) berupa compact disk atau media perekam data elektronik lainnya maka laporan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Gedung Syafruddin Prawiranegara, Lantai 16-17, Jalan M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta Pusat 10350, bagi BPR yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; dan b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR, bagi BPR yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. VI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/30/DPBPR tanggal 12 Desember 2006 perihal Laporan Keuangan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak Laporan Keuangan Publikasi posisi akhir bulan September 2013 dan Laporan Tahunan posisi akhir tahun 2013. Agar ... 20 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Y. SANTOSO WIBOWO KEPALA GRUP PENGEMBANGAN BPR & UMKM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/29/DKBU|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat. </reg_title> <set_date> 31 Juli 2013 </set_date> <effective_date> sejak Laporan Keuangan Publikasi posisi akhir bulan September 2013 dan Laporan Tahunan posisi akhir tahun 2013 </effective_date> <replaced_reg> '8/30/DPBPR|SE-BI/2006' </replaced_reg> <related_reg> '15/3/PBI/2013' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 10/ 25 /DPM Jakarta, 14 Juli 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003 tanggal 14 Agustus 2003 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4317), sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/21/PBI/2005 tanggal 3 Agustus 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4518), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/20082tanggal 4 Februari 2008 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4809) selama ini telah diatur lebih lanjut peraturan pelaksanaan mengenai fasilitas pendanaan jangka pendek bagi bank umum dalam 3 (tiga) surat edaran terpisah. Dalam rangka memudahkan pengguna surat edaran serta untuk menyempurnakan persyaratan dan nilai underlying asset yang diagunkan maka keseluruhan materi selanjutnya akan dituangkan dalam 1 (satu) surat edaran. Untuk … 2 Untuk itu dipandang perlu untuk mengatur kembali mengenai fasilitas pendanaan jangka pendek bagi bank umum sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan : 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha perbankan konvensional. 2. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek. 3. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah suatu keadaan yang dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch). 4. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar Peserta dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 5. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 6. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai fasilitas likuiditas intrahari. 7. Sertifikat … 3 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara. 9. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 10. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 11. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Peserta yang memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS. 12. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama. II. PRINSIP-PRINSIP FPJP 1. Bank yang dapat mengajukan FPJP, termasuk dalam rangka perpanjangan FPJP dan pengalihan FLI menjadi FPJP, adalah Bank yang memiliki agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah FPJP yang diterima. 2. Bank sebagaimana dimaksud dalam butir 1 berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS. 3. FPJP … 4 3. FPJP digunakan untuk menutup saldo giro negatif yang dialami Bank akibat ketidakmampuan Bank dalam penyelesaian kewajiban karena sistem kliring dan/atau untuk menutup penggunaan FLI yang tidak dapat dilunasi Bank sampai dengan waktu pre cut off time Sistem BI- RTGS. 4. Dalam rangka penggunaan FPJP, Bank diberikan kesempatan untuk melakukan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dengan ketentuan: a. Bank melunasi bunga FPJP jatuh waktu terlebih dahulu. b. Dalam hal Bank tidak dapat melunasi biaya bunga FPJP jatuh waktu sebagaimana dimaksud dalam butir a, Bank dapat memperpanjang FPJP sebesar biaya bunga FPJP jatuh waktu yang tidak dapat dilunasi ditambah nominal FPJP jatuh waktu (kapitalisasi biaya bunga menjadi nominal). 5. Dalam rangka perpanjangan penggunaan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 4, nominal FPJP jatuh waktu dapat ditambahkan dengan tambahan nominal FPJP baru dengan memperhatikan ketentuan penggunaan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 3. 6. Tambahan nominal FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 5 diakumulasikan terhadap nominal FPJP yang sedang digunakan Bank dan jumlah hari penggunaan FPJP. 7. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut: a. Jangka waktu setiap FPJP adalah 1 (satu) hari, yang dinyatakan dalam hari kalender. Dalam hal FPJP memiliki tanggal jatuh waktu yang bertepatan dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur maka penyelesaian FPJP jatuh waktu adalah pada hari kerja berikutnya. b. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang untuk jangka waktu 1 (satu) hari berturut-turut hingga mencapai jumlah keseluruhan jangka waktu FPJP yang digunakan Bank mencapai 90 (sembilan puluh) hari … 5 hari, termasuk hari Sabtu, Minggu atau hari libur yang dihitung sejak pertama kali Bank memanfaatkan FPJP. c. Bank tidak dapat memperpanjang FPJP dalam hal atas perpanjangan FPJP dimaksud mengakibatkan terlampauinya jangka waktu maksimum FPJP selama 90 (sembilan puluh) hari. 8. Biaya Bunga FPJP a. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang diterima Bank sebesar nilai tertinggi dari : 1) Rata-rata tertimbang suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sesi pagi overnight pada hari penggunaan FPJP atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP ditambah marjin sebesar 200 (dua ratus) basis point; atau 2) Rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir ditambah marjin sebesar 200 (dua ratus) basis point. b. Perhitungan rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) diperoleh dari angka sebagaimana tercantum pada pusat informasi pasar uang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Harian Bank Umum. 9. Bank wajib menjamin FPJP dengan agunan milik Bank berupa SBI dan/atau SUN dengan ketentuan: a. Nilai jual SBI dan/atau nilai pasar SUN yang diagunkan ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagaimana ketentuan butir IV.1. b. Pada tanggal FPJP jatuh waktu, SBI atau SUN yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu: 1) paling singkat 2 (dua) hari kerja untuk SBI dan SPN; atau 2) paling … 6 2) paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja untuk Obligasi Negara termasuk Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Zero Coupon Bond (ZCB). III. PENGAJUAN FPJP 1. Dalam rangka penggunaan FPJP, termasuk perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir II.4, Bank dapat mengajukan nominal FPJP disertai dengan agunan FPJP melalui sarana BI-RTGS dari cut off warning BI-SSSS sampai dengan 15 (lima belas) menit setelah waktu pre cut off time Sistem BI-RTGS. 2. Pengajuan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 1 selanjutnya wajib ditegaskan dengan penyampaian Surat Pengajuan FPJP sebagaimana dimaksud Lampiran-1 kepada Biro Operasi Moneter, Direktorat Pengelolaan Moneter (BOpM-DPM), Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10350, disertai dengan: a. Perjanjian Kredit sebagaimana contoh dalam Lampiran-2 yang telah dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang berlaku, atau Chief Executive Officer (CEO) atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, dalam rangkap 2 (dua); atau b. Dalam hal Bank mengajukan perpanjangan FPJP, disertai dengan Addendum Perjanjian Kredit sebagaimana contoh dalam Lampiran- 3 yang telah dibubuhi meterai cukup dan telah ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang berlaku, atau CEO atau Pejabat Bank yang berwenang bagi kantor cabang Bank Asing, dalam rangkap 2 (dua); dan c. Akta … 7 c. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana contoh dalam Lampiran-4 yang telah dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan atau CEO atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, dalam rangkap 2 (dua). 3. Bagi Bank yang yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), Surat Pengajuan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 2 diberikan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait. 4. Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI) namun tidak memiliki cabang di wilayah kerja KPBI, Surat Pengajuan FPJP beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam butir 2 disampaikan kepada KBI setempat dengan terlebih dahulu mengirimkan faksimili Surat Pengajuan FPJP kepada BOpM- DPM. 5. Dalam hal Bank memiliki FLI dan tidak dapat melunasi FLI sampai dengan batas waktu yang ditetapkan maka nominal FLI yang tidak dapat dilunasi secara otomatis dialihkan menjadi FPJP Bank melalui BI-SSSS. 6. Dalam hal terdapat pengalihan nilai FLI yang tidak dapat dilunasi menjadi FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 5 maka berlaku ketentuan : a. Apabila Bank sedang tidak menggunakan FPJP, Bank wajib menyampaikan akta Perjanjian Kredit FPJP. b. Apabila Bank sedang menggunakan FPJP dan melakukan perpanjangan FPJP, Bank wajib menyampaikan Addendum Perjanjian … 8 Perjanjian Kredit dengan nilai FPJP sebesar FLI yang tidak dapat dilunasi ditambah dengan nominal perpanjangan FPJP. c. Dalam hal Bank tidak menyampaikan akta Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir a atau butir b paling lambat 30 (tiga puluh) menit setelah waktu pengajuan FPJP berakhir maka pengikatan kredit dilakukan berdasarkan kuasa menandatangani Perjanjian Kredit atau Addendum Perjanjian Kredit dalam rangka FPJP sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Penggunaan FLI dan Pengagunan yang telah ditandatangani Bank. d. Akta pengikatan agunan dalam rangka pengalihan FLI menjadi FPJP dibuat oleh Bank Indonesia berdasarkan kuasa gadai sebagaimana diatur dalam ketentuan FLI yang berlaku. 7. Mekanisme pengajuan FPJP melalui sarana BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. IV. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP 1. Perhitungan nilai agunan FPJP adalah sebagai berikut : a. Dalam hal agunan berupa SBI : 1) Nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat pengajuan permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 2) Nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) ditetapkan paling kurang sebesar 100% (seratus per seratus) dari nilai permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 3) Nilai … 9 3) Nilai jual SBI sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBI sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS. 4) Harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. Contoh perhitungan nilai agunan FPJP dalam bentuk SBI sebagaimana tercantum dalam Lampiran-5. b. Dalam hal agunan berupa SUN: 1) Nilai agunan didasarkan pada nilai pasar SUN pada saat pengajuan permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 2) Nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) ditetapkan paling kurang sebesar 105% (seratus lima per seratus) dari nilai permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 3) Nilai pasar SUN sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SUN sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS. 4) Harga setiap seri SUN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SUN. Contoh perhitungan nilai agunan FPJP dalam bentuk SUN sebagaimana tercantum dalam Lampiran-5. c. Dalam hal Bank menggunakan SBI dan SUN sebagai agunan FPJP, maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a dan butir b diterapkan untuk masing-masing jenis surat berharga yang diagunkan … 10 diagunkan. Contoh perhitungan nilai agunan FPJP dalam bentuk SBI dan SUN sebagaimana tercantum pada Lampiran-5. 2. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan SBI dan/atau SUN yang telah diagunkan sebelumnya, sepanjang nilai jual SBI dan/atau nilai pasar SUN masih memenuhi ketentuan perhitungan nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan ketentuan sisa jangka waktu SBI dan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.b. 3. Mekanisme pengagunan SBI dan/atau SUN melalui BI-SSSS dilakukan sesuai tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. V. PERSETUJUAN FPJP 1. Bank Indonesia akan meneliti setiap pengajuan FPJP yang disampaikan Bank setelah Bank melengkapi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini. 2. Bank Indonesia menolak permohonan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini. 3. Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan FPJP kepada Bank melalui BI-SSSS. 4. Dalam hal nominal FPJP yang disetujui berbeda dari nominal FPJP yang diajukan, Bank wajib menyampaikan kembali Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-2 dan/atau Addendum Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-3 dan/atau Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-4 yang telah disesuaikan dengan nominal FPJP yang disetujui Bank Indonesia. 5. Terhadap … 11 5. Terhadap nilai FPJP yang disetujui, Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sebesar nominal FPJP yang disetujui melalui Sistem BI-RTGS. VI. PELUNASAN FPJP 1. Pada tanggal FPJP jatuh waktu, Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia dengan mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan FPJP. 2. Pendebetan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar biaya bunga FPJP jatuh waktu yang dilakukan pada saat Sistem BI-SSSS dibuka dan pendebetan sebesar nominal FPJP jatuh waktu yang dilakukan pada pukul 16.00 WIB. 3. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk membayar biaya bunga dan/atau nominal FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 2 sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS, Bank dapat memperpanjang FPJP sepanjang masih memenuhi persyaratan untuk memperoleh FPJP. 4. Mekanisme pelunasan FPJP melalui BI-SSSS dilakukan dengan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. VII. EKSEKUSI AGUNAN 1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP, dalam hal Bank tidak dapat melunasi FPJP dan/atau Bank tidak dapat memperpanjang FPJP dan/atau Bank dikenakan sanksi untuk tidak dapat memperoleh FPJP yang disebabkan Bank melakukan pelanggaran … 12 pelanggaran atas ketentuan agunan dan/atau penyimpangan penggunaan FPJP. 2. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam butir 1 maka Bank Indonesia akan mengalihkan pencatatan agunan FPJP ke rekening penampungan (special account) melalui BI-SSSS. 3. Bank Indonesia akan melakukan proses eksekusi agunan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dengan cara : a. Dalam hal agunan berupa SBI, eksekusi agunan dilakukan dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh waktu. b. Dalam hal agunan berupa SUN, eksekusi agunan dilakukan dengan cara penjualan melalui Pialang berdasarkan harga penawaran yang terbaik. 4. Terhadap pelaksanaan eksekusi agunan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b. berlaku ketentuan: a. Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank atau perorangan yang telah memiliki rekening penatausahaan surat berharga di Sub Registry. b. Pada hari pelaksanaan eksekusi agunan, Pialang memberikan laporan kepada Bank Indonesia c.q. BOpM-DPM yang meliputi nama calon pembeli, kuantitas dan harga penawaran yang diajukan calon pembeli paling lambat sampai dengan pukul 16.00 WIB melalui BI-SSSS dan/atau faksimili. c. Bank Indonesia akan mengumumkan calon pembeli agunan yang penawarannya diterima melalui Pialang. d. Bank pembeli agunan atau perserorangan yang bertindak sebagai pembeli agunan melalui Sub Registry melakukan setelmen dana ke rekening nomor 564.000617 "Rekening Untuk Penampungan Hasil Eksekusi … 13 Eksekusi Agunan FPJP" di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah diumumkan sebagai pembeli agunan oleh Bank Indonesia. e. Berdasarkan setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Bank Indonesia memindahkan agunan FPJP dari rekening penampungan (special account) ke rekening surat berharga milik pembeli agunan. 5. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses penjualan agunan adalah menjadi beban Bank penerima FPJP dan Bank Indonesia akan melakukan pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia. 6. Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan biaya bunga FPJP sebesar biaya bunga FPJP terakhir. 7. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud. 8. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud. 9. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana dimaksud dalam butir 8, Bank wajib menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada Bank Indonesia. VIII. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Bank atas penggunaan FPJP. 2. Dalam … 14 2. Dalam hal Bank telah menggunakan FPJP selama 5 (lima) hari kerja secara berturut-turut, Bank wajib menyampaikan action plan penyelesaian FPJP kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait atau Tim Pengawas Bank di KBI setempat. IX. SANKSI Bank dikenakan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan agunan FPJP dan atau penyimpangan penggunaan FPJP berupa: 1. tidak diperkenankan memperoleh FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan 2. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian pengurus Bank. X. PENUTUP Dengan berlakukannya Surat Edaran ini maka : 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum ; 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/33/DPM tanggal 3 Agustus 2005 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum ; dan 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/21/DPM tanggal 26 September 2007 perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor … 15 Nomor 6/7/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 14 Juli 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/25/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 14 Juli 2008 </set_date> <effective_date> 14 Juli 2008 </effective_date> <replaced_reg> '6/7/DPM|SE-BI/2004', '9/21/DPM|SE-BI/2007', '7/33/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '10/2/PBI/2008', '7/21/PBI/2005', '5/15/PBI/2003' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No.6/5/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 November 2003 SURAT EDARAN Kepada BANK, PERANTARA PEDAGANG EFEK, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING Perihal : Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4243) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/4/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4365) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363), dipandang perlu untuk menyusun ketentuan tentang pelaksanaan dan penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut. I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank … 2 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut dengan OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 3. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah, yang selanjutnya disebut dengan FASBI adalah fasilitas yang diberikan Bank Indonesia kepada Bank untuk menempatkan dananya di Bank Indonesia. 4. Rekening Giro adalah rekening giro Rupiah milik Bank di Bank Indonesia. 5. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar Peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 6. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut dengan BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 7. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antar pemilik rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS. 8. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. II. KARAKTERISTIK, PRINSIP DAN PERSYARATAN FASBI A. Karakteristik 1. Jangka … 3 1. Jangka waktu FASBI maksimum 7 (tujuh) hari dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu. 2. FASBI ditransaksikan dengan sistem diskonto. 3. Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) sebagai berikut: Nilai Nominal x 360 Nilai Tunai = ------------------------------------------------------------- 360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)} 4. Nilai diskonto transaksi dihitung sebagai berikut: Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai 5. FASBI tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat diagunkan, dan tidak dapat dicairkan sebelum jatuh waktu. B. Prinsip dan Persyaratan 1. Bank Indonesia dapat menyediakan FASBI setiap saat apabila dianggap perlu. 2. Bank Indonesia mengumumkan penyediaan FASBI selambat-lambatnya pada hari pelaksanaan penyediaan FASBI melalui sarana BI-SSSS dan atau Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) dan atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia meliputi antara lain jangka waktu, tingkat diskonto, waktu pelaksanaan transaksi (sesi) dan waktu setelmen. 3. Dalam hal dianggap perlu, Bank Indonesia dapat menetapkan waktu penutupan transaksi lebih awal dari waktu pengajuan penawaran transaksi dan atau tambahan waktu penawaran transaksi yang telah diumumkan sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 4. Peserta transaksi FASBI dibedakan menjadi: a. Peserta langsung yaitu Bank dan Pialang yang mengajukan penawaran transaksi FASBI secara langsung kepada Bank Indonesia. b. Peserta … 4 b. Peserta tidak langsung yaitu Bank yang mengajukan penawaran transaksi FASBI kepada Bank Indonesia melalui Pialang. 5. Bank hanya dapat mengajukan penawaran transaksi FASBI untuk kepentingan diri sendiri. 6. Pialang dilarang mengajukan transaksi FASBI untuk kepentingan diri sendiri. 7. Peserta transaksi FASBI bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran transaksi FASBI yang diajukan. 8. Peserta transaksi FASBI sedang tidak dikenakan sanksi penghentian sementara atau permanen sebagai peserta BI-SSSS. 9. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan transaksi FASBI dari peserta langsung berdasarkan data pengajuan transaksi FASBI yang disampaikan melalui sarana BI-SSSS. 10. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana transaksi FASBI pada hari pelaksanaan transaksi (same day settlement). 11. Bank, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun tidak langsung, wajib menyediakan dana sebesar jumlah transaksi FASBI yang diterima untuk seluruh waktu pelaksanaan transaksi (sesi) sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS. III. PENGAJUAN PENAWARAN TRANSAKSI FASBI 1. Bank Indonesia melaksanakan penyediaan FASBI sesuai dengan pengumuman penyediaan FASBI sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2 dan atau II.B.3. 2. Dalam kurun waktu pelaksanaan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2. dan atau butir II.B.3., peserta langsung mengajukan penawaran transaksi … 5 transaksi FASBI kepada Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter (OPU-DPM) melalui sarana BI-SSSS. 3. Pengajuan penawaran transaksi FASBI sebagaimana dimaksud dalam angka 2 meliputi penawaran kuantitas dan tingkat diskonto FASBI menurut jangka waktu FASBI. 4. Pengajuan penawaran kuantitas transaksi FASBI dari setiap peserta transaksi FASBI sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 5. Mekanisme pengajuan transaksi FASBI melalui BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI- SSSS yang berlaku. 6. Bank Indonesia mengumumkan penawaran transaksi FASBI yang diterima kepada peserta langsung melalui sarana BI-SSSS. IV. SETELMEN TRANSAKSI DAN PELUNASAN FASBI 1. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana transaksi FASBI segera setelah waktu pelaksanaan transaksi (sesi) FASBI berakhir dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan. 2. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk menutup seluruh kewajiban Setelmen Dana yang harus diselesaikan Bank sampai dengan waktu cut-off warning Sistem BI-RTGS maka transaksi FASBI Bank yang bersangkutan dinyatakan batal. 3. Pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dikenakan hanya pada masing-masing sesi transaksi FASBI yang tidak dapat dilakukan Setelmen Dana seluruhnya. Atas batalnya transaksi, Bank dikenakan sanksi. Contoh pembatalan transaksi FASBI dapat dilihat dalam Lampiran-1. 4. Bank Indonesia … 6 4. Bank Indonesia melakukan pelunasan transaksi FASBI pada saat transaksi FASBI jatuh waktu dengan mengkredit Rekening Giro Bank yang bersangkutan. 5. Mekanisme Setelmen Dana transaksi FASBI dan pelunasan FASBI melalui BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. V. MEKANISME PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terdapat pembatalan transaksi FASBI sebagaimana dimaksud dalam butir IV.3., Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-2 dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; atau 2) Tim Pengawas Bank-KBI setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI, dan b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi FASBI yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah). c. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal Bank dikenakan teguran tertulis untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan karena pembatalan transaksi FASBI dan atau pembatalan transaksi SBI di pasar perdana dan atau pembatalan transaksi SBI Repo dengan Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT … 7 OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. VI. PENUTUP Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/10/DPM tanggal 10 Juni 2003 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/16/DPM tanggal 6 Agustus 2003 tentang Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/10/DPM tanggal 10 Juni 2003 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/5/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) </reg_title> <set_date> 16 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date> <replaced_reg> '5/10/DPM|SE-BI/2003', '5/16/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '6/4/PBI/2004', '6/2/PBI/2004', '4/9/PBI/2002' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 16/16/DKSP Jakarta, 30 September 2014 SURAT EDARAN Kepada SEMUA PENYELENGGARA DAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5498), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penerapan perlindungan konsumen jasa Sistem Pembayaran dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM 1. Penyelenggara wajib menerapkan perlindungan Konsumen yang memenuhi prinsip keadilan dan keandalan, prinsip transparansi, prinsip perlindungan data dan/atau informasi Konsumen, serta prinsip penanganan dan penyelesaian pengaduan Konsumen secara efektif. 2. Ruang lingkup perlindungan Konsumen jasa Sistem Pembayaran mencakup kegiatan jasa Sistem Pembayaran dalam: a. penerbitan instrumen pemindahan dana dan/atau penarikan dana; b. kegiatan transfer dana; c. kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK); d. kegiatan ... 2 d. kegiatan Uang Elektronik; e. kegiatan penyediaan dan/atau penyetoran uang Rupiah; dan f. penyelenggaraan Sistem Pembayaran lainnya yang akan ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia. 3. Penyelenggara wajib mempublikasikan adanya sarana pengaduan atas penggunaan jasa Sistem Pembayaran kepada Konsumen yang dapat dilakukan melalui brosur, leaflet, broadcast melalui SMS atau email, pengumuman dan/atau media lainnya. Publikasi tersebut paling kurang mencakup informasi mengenai: a. unit kerja atau fungsi yang melakukan penanganan dan penyelesaian pengaduan Konsumen, termasuk nomor call center yang dapat dihubungi; b. prosedur yang harus ditempuh Konsumen untuk dapat menyampaikan pengaduan; c. persyaratan penyampaian pengaduan; d. batas waktu penyelesaian pengaduan; dan e. sarana alternatif penyelesaian pengaduan yang mengandung unsur sengketa dengan cara fasilitasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia. 4. Penyelenggara wajib memasang pengumuman/informasi tertulis di gedung kantor Penyelenggara mengenai tata cara pengaduan Konsumen terkait jasa Sistem Pembayaran termasuk call center yang dapat dihubungi dengan kalimat yang jelas dan mudah dipahami. 5. Penyelenggara wajib menginformasikan adanya unit kerja atau fungsi yang melakukan penanganan dan penyelesaian pengaduan Konsumen, termasuk nomor call center yang dapat dihubungi serta tata cara pengaduan Konsumen setelah Konsumen mendapat persetujuan untuk menggunakan APMK, Uang Elektronik, dan/atau jasa Sistem Pembayaran lainnya. II. PENYAMPAIAN ... 3 II. PENYAMPAIAN PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT PENANGANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN YANG DISAMPAIKAN KEPADA PENYELENGGARA A. Unit Kerja atau Fungsi yang Menangani dan Menyelesaikan Pengaduan 1. Dalam rangka pelaksanaan perlindungan Konsumen jasa Sistem Pembayaran, Penyelenggara wajib membentuk unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan yang memiliki tugas untuk melayani penerimaan pengaduan, menangani dan menyelesaikan pengaduan, dan memantau penanganan dan penyelesaian pengaduan. 2. Tugas dan wewenang unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib dituangkan secara tertulis dalam mekanisme penanganan pengaduan. 3. Unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan harus memiliki mekanisme pelaporan internal penyelesaian pengaduan. 4. Unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan wajib menugaskan personil yang berbeda untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan dengan yang ditugasi untuk memantau penanganan dan penyelesaian pengaduan. B. Mekanisme Penanganan Pengaduan 1. Penyelenggara wajib menerima, menangani, dan menyelesaikan setiap pengaduan yang disampaikan oleh Konsumen dan/atau perwakilan Konsumen yang terkait dengan kegiatan jasa Sistem Pembayaran. 2. Penyelenggara wajib menerima, menangani dan menyelesaikan pengaduan Konsumen sepanjang pengaduan tersebut disampaikan melalui call center atau sarana pengaduan Konsumen yang ditetapkan oleh Penyelenggara dan ... 4 dan seluruh persyaratan pengajuan pengaduan telah dipenuhi. 3. Penyelenggara wajib memiliki mekanisme dan prosedur penanganan pengaduan Konsumen dalam bentuk tertulis yang paling kurang terdiri atas: a. mekanisme dan prosedur penerimaan pengaduan; b. mekanisme dan prosedur penanganan dan penyelesaian pengaduan; dan c. mekanisme dan prosedur pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan. 4. Pengaduan disampaikan secara lisan atau tertulis ke kantor Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengaduan secara lisan: 1) Pengaduan disampaikan melalui telepon atau tatap muka dengan pejabat/pegawai Penyelenggara. 2) Pengaduan harus dilengkapi dengan informasi identitas diri Konsumen antara lain nama dan alamat, serta deskripsi singkat pengaduan. b. Pengaduan secara tertulis: 1) Pengaduan disampaikan melalui sarana/media seperti surat, email, faksimile, atau sarana elektronik lainnya yang dikelola secara resmi oleh Penyelenggara. 2) Pengaduan harus dilengkapi dengan fotokopi identitas Konsumen dan dokumen pendukung lainnya. 5. Mekanisme dan prosedur penanganan pengaduan bagi Konsumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3 disusun dalam bentuk tertulis seperti pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau Standard Operating Procedure (SOP) dan ditetapkan oleh Direksi atau pengurus Penyelenggara. 6. Mekanisme dan prosedur penerimaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada butir 3.a terdiri atas: a. Mekanisme ... 5 a. Mekanisme dan prosedur penerimaan pengaduan secara lisan, yang paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: 1) Pengaduan lisan melalui telepon atau tatap muka dengan pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan hanya dapat disampaikan secara langsung oleh Konsumen atau pihak yang mewakili Konsumen yang bersangkutan. 2) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan meminta informasi dari Konsumen yang paling kurang meliputi: a) identitas Konsumen; b) jenis jasa Sistem Pembayaran yang digunakan; c) nomor kartu, transaksi, setoran dan/atau bukti lainnya atas penggunaan jasa Sistem Pembayaran; d) tanggal dilakukan transaksi atau tanggal terjadinya peristiwa yang berkaitan dengan kegiatan jasa Sistem Pembayaran; dan e) permasalahan yang diadukan. 3) Pengaduan secara lisan oleh Konsumen dapat diwakilkan sepanjang dilakukan secara tatap muka. 4) Dalam hal pengaduan disampaikan oleh pihak yang mewakili Konsumen maka selain informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2), unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan juga harus meminta: a) fotokopi bukti identitas pihak yang mewakili Konsumen; dan b) surat kuasa dari Konsumen yang memberikan kewenangan kepada pihak yang mewakilinya bertindak untuk dan atas nama Konsumen; atau c) dokumen ... 6 c) dokumen yang menyatakan kewenangan untuk mewakili lembaga atau badan hukum dalam hal Konsumen memberikan kuasa kepada lembaga dan/atau badan hukum. 5) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan mencatat informasi yang diterima dari Konsumen pada register penerimaan pengaduan. 6) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan menyampaikan kepada Konsumen: a) nomor register pengaduan; b) nama dan nomor telepon pejabat dan/atau petugas yang menerima pengaduan; dan c) penjelasan singkat mengenai mekanisme dan prosedur yang akan ditempuh Penyelenggara dalam menyelesaikan pengaduan, termasuk pemberitahuan bahwa pengaduan akan ditindaklanjuti dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya pengaduan. 7) Dalam hal pengaduan yang disampaikan oleh Konsumen mengandung unsur sengketa, pelanggaran ketentuan atau kerugian konsumen sehingga membutuhkan waktu penanganan lebih dari 2 (dua) hari kerja, maka pada saat Konsumen menyampaikan pengaduan secara lisan, pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang menangani pengaduan meminta Konsumen untuk menyampaikan pengaduan secara tertulis. 8) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang menangani pengaduan wajib menindaklanjuti pengaduan Konsumen secara lisan pada saat Konsumen menyampaikan pengaduan dalam hal pengaduan ... 7 pengaduan yang disampaikan terkait dengan hal-hal yang bersifat umum atau dapat ditindaklanjuti dengan segera, antara lain: a) permintaan informasi mengenai penggunaan jasa Sistem Pembayaran dan/atau ketentuan internal Penyelenggara mengenai jasa Sistem Pembayaran yang disediakan oleh Penyelenggara yang bersangkutan; dan b) tata cara pengaduan Konsumen kepada Penyelenggara. b. Mekanisme dan prosedur penerimaan pengaduan secara tertulis paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: 1) Pengaduan dapat disampaikan oleh Konsumen atau pihak yang mewakili Konsumen. 2) Pengaduan yang disampaikan Konsumen secara tertulis merupakan pengaduan yang memiliki unsur sengketa, pelanggaran ketentuan atau kerugian Konsumen. 3) Pengaduan tertulis paling kurang memuat: a) identitas Konsumen; b) jenis jasa Sistem Pembayaran yang digunakan; c) nomor kartu, transaksi, setoran dan/atau bukti lainnya atas penggunaan jasa Sistem Pembayaran; d) tanggal dilakukan transaksi atau tanggal terjadinya peristiwa yang berkaitan dengan kegiatan jasa Sistem Pembayaran; dan e) permasalahan yang diadukan. 4) Pengajuan pengaduan tertulis dilampiri dengan: a) fotokopi bukti identitas Konsumen; dan b) fotokopi/salinan dokumen pendukung pengaduan yang dapat berupa bukti transaksi seperti sales draft ... 8 draft, notifikasi transaksi, setoran pembayaran, bukti pengiriman uang, bukti penarikan uang dan/atau dokumen pendukung lainnya yang dimiliki oleh Konsumen. 5) Dalam hal pengaduan disampaikan oleh pihak yang mewakili Konsumen maka selain informasi sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan angka 4), unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan juga harus meminta: a) fotokopi bukti identitas pihak yang mewakili Konsumen; dan b) surat kuasa dari Konsumen yang memberikan kewenangan kepada pihak yang mewakilinya bertindak untuk dan atas nama Konsumen; atau c) dokumen yang menyatakan kewenangan untuk mewakili lembaga atau badan hukum dalam hal Konsumen memberikan kuasa kepada lembaga dan/atau badan hukum. 6) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan mencatat pengajuan pengaduan tertulis pada register penerimaan pengaduan. 7) Pejabat dan/atau petugas unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan menyampaikan bukti tanda terima pengaduan kepada Konsumen dan/atau perwakilan Konsumen yang paling kurang memuat: a) nomor register pengaduan; b) tanggal penerimaan pengaduan; c) identitas Konsumen; d) nama pihak yang mewakili Konsumen (jika diwakilkan); e) jenis ... 9 e) jenis jasa Sistem Pembayaran yang digunakan; f) nama dan nomor telepon pejabat/petugas Penyelenggara yang menerima pengaduan; dan g) deskripsi singkat pengaduan. 8) Bukti tanda terima pengaduan ditandatangani oleh pejabat dan/atau petugas yang menerima pengaduan dari Konsumen atau pihak yang mewakili Konsumen. 7. Mekanisme dan prosedur penanganan dan penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada butir 3.b terdiri atas: a. Prosedur penanganan dan penyelesaian pengaduan secara lisan yang paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: 1) Unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan dapat bekerja sama dengan unit kerja yang terkait dengan permasalahan yang diadukan. 2) Penyampaian hasil penanganan pengaduan secara lisan harus disampaikan kepada Konsumen atau pihak yang mewakili Konsumen dalam waktu 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya pengaduan. 3) Penyusunan ringkasan penanganan dan penyelesaian pengaduan lisan yang memuat data dan informasi singkat pengaduan, penanganan dan hasil penyelesaian pengaduan. 4) Proses penanganan dan penyelesaian pengaduan lisan diadministrasikan dalam register penanganan dan penyelesaian pengaduan yang ditatausahakan oleh unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan. b. Prosedur penanganan dan penyelesaian pengaduan secara tertulis yang paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: 1) Unit ... 10 1) Unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan dapat bekerjasama dengan unit kerja yang terkait dengan permasalahan yang diadukan. 2) Penanganan pengaduan harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak pengaduan diterima dan disertai dengan dokumen pendukung secara lengkap. 3) Dalam hal penanganan pengaduan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja, maka penyelesaian pengaduan dapat diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari kerja. 4) Perpanjangan jangka waktu penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud pada angka 3) hanya dapat dilakukan apabila: a) terdapat kendala dalam penanganan pengaduan antara lain karena tempat terjadinya permasalahan yang diadukan berbeda dengan tempat pengaduan dilakukan; b) permasalahan yang diadukan cukup kompleks sehingga memerlukan penelitian mendalam antara lain terhadap dokumen-dokumen Penyelenggara; dan/atau c) terdapat hal-hal lain yang berada di luar kendali Penyelenggara, seperti adanya keterlibatan pihak ketiga di luar Penyelenggara dalam penggunaan Jasa Sistem Pembayaran yang dilakukan Konsumen. Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” antara lain pedagang (merchant) yang bekerja sama dengan Penyelenggara. 5) Perpanjangan waktu penyelesaian pengaduan wajib diinformasikan oleh unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan kepada Konsumen ... 11 Konsumen sebelum batas waktu 20 (dua puluh) hari kerja pertama berakhir. 6) Unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan menyampaikan hasil penanganan pengaduan secara tertulis kepada Konsumen dan/atau pihak yang mewakili Konsumen dalam jangka waktu: a) 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya pengaduan tertulis dari Konsumen dan/atau pihak yang mewakili Konsumen apabila tidak terdapat perpanjangan waktu penyelesaian pengaduan; atau b) 40 (empat puluh) hari kerja sejak diterimanya pengaduan tertulis dari Konsumen dan/atau pihak yang mewakili Konsumen apabila terdapat perpanjangan waktu penyelesaian pengaduan. 7) Hasil penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud pada angka 6) paling kurang memuat: a) nomor register pengaduan; b) permasalahan yang diadukan; dan c) penyelesaian pengaduan yang disertai dengan analisa permasalahan dan penjelasan yang cukup. 8) Penyusunan ringkasan penanganan dan penyelesaian pengaduan tertulis yang memuat data dan informasi singkat penerimaan, penanganan dan hasil penyelesaian pengaduan. 9) Proses penanganan dan penyelesaian pengaduan tertulis diadministrasikan dalam register penanganan dan penyelesaian pengaduan yang ditatausahakan oleh unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan. 8. Mekanisme dan prosedur pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada butir ... 12 butir 3.c paling kurang memuat kewajiban unit kerja atau fungsi yang menangani dan menyelesaikan pengaduan untuk: a. Memastikan bahwa penanganan dan penyelesaian pengaduan Konsumen telah dilakukan sesuai dengan mekanisme dan prosedur penanganan dan penyelesaian pengaduan yang telah ditetapkan oleh Direksi atau pengurus Penyelenggara. b. Menyusun laporan internal yang paling kurang memuat informasi mengenai jenis jasa Sistem Pembayaran, permasalahan, dan analisa penyebab terjadinya pengaduan serta menyampaikannya kepada Direksi atau pengurus Penyelenggara secara periodik. c. Memastikan bahwa seluruh dokumen yang terkait dengan penerimaan, penanganan dan penyelesaian pengaduan telah ditatausahakan sesuai mekanisme dan prosedur penanganan yang telah ditetapkan oleh Direksi atau pengurus Penyelenggara, sebagai berikut: 1) dalam hal pengaduan secara lisan, dokumen yang harus ditatausahakan paling kurang meliputi: a) register penerimaan pengaduan; b) register penanganan dan penyelesaian pengaduan yang dilengkapi dengan dokumen yang digunakan untuk menyelesaikan pengaduan; c) hasil penyelesaian pengaduan; dan d) ringkasan penanganan dan penyelesaian pengaduan. 2) dalam hal pengaduan tertulis, dokumen yang harus ditatausahakan paling kurang meliputi: a) register penerimaan pengaduan yang dilengkapi dengan dokumen pendukung; b) register penanganan dan penyelesaian pengaduan yang dilengkapi dengan dokumen pendukung; c) surat ... 13 c) surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyelesaian pengaduan dalam hal waktu penyelesaian lebih dari 20 (dua puluh) hari kerja; d) hasil penyelesaian pengaduan; dan e) ringkasan penanganan dan penyelesaian pengaduan. III. PENYAMPAIAN PENGADUAN KE BANK INDONESIA DAN TINDAK LANJUT PENYELESAIAN PENGADUAN OLEH BANK INDONESIA A. Penyampaian Pengaduan 1. Konsumen dapat menyampaikan pengaduan ke Bank Indonesia sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Konsumen telah menyampaikan pengaduan kepada Penyelenggara dan telah ditindaklanjuti oleh Penyelenggara, namun tidak terdapat kesepakatan antara Konsumen dengan Penyelenggara; b. permasalahan yang diadukan merupakan masalah perdata yang tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga mediasi atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya; dan c. Konsumen mengalami potensi kerugian finansial yang ditimbulkan oleh Penyelenggara dengan nilai tertentu yang ditentukan oleh Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia menindaklanjuti pengaduan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan cara sebagai berikut: a. Edukasi, untuk memberikan pemahaman kepada Konsumen mengenai jasa Sistem Pembayaran. b. Konsultasi, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat dan Penyelenggara apabila terdapat permasalahan ... 14 permasalahan dalam penggunaan jasa Sistem Pembayaran. Konsultasi dapat diberikan melalui tatap muka, telepon, email, surat atau media lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Fasilitasi, sebagai upaya penyelesaian terhadap pengaduan Konsumen yang mengandung unsur sengketa keperdataan. 3. Dalam hal pengaduan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 belum disampaikan kepada Penyelenggara maka Bank Indonesia meminta Konsumen untuk menyampaikan terlebih dahulu pengaduan dimaksud kepada Penyelenggara. B. Permintaan Fasilitasi 1. Pengajuan permintaan fasilitasi dilakukan oleh Konsumen atau pihak yang mewakili Konsumen kepada Bank Indonesia setelah melalui proses penyelesaian pengaduan oleh Penyelenggara tetapi tidak terdapat kesepakatan antara Konsumen dan Penyelenggara. 2. Pengaduan yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya. 3. Pengaduan yang diajukan belum pernah diproses penyelesaiannya di Bank Indonesia. Pengaduan yang mengandung unsur sengketa yang sudah pernah diupayakan penyelesaiannya melalui proses mediasi atau fasilitasi oleh Bank Indonesia tidak dapat diproses ulang. 4. Nilai pengaduan yang mengandung unsur sengketa memiliki potensi kerugian finansial bagi Konsumen paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) yang timbul karena kesalahan atau kelalaian Penyelenggara. Potensi kerugian dapat ... 15 dapat berupa nilai kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada Konsumen, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan Konsumen dengan pihak lain, atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan Konsumen untuk mendapatkan penyelesaian sengketa dengan Penyelenggara. 5. Permintaan fasilitasi diajukan secara tertulis dengan mengisi Formulir Pengajuan Fasilitasi sebagaimana tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Formulir dimaksud dapat diperoleh di setiap kantor Penyelenggara atau dapat dibuat sendiri oleh Konsumen dengan berpedoman pada format formulir sebagaimana tercantum pada Lampiran I. 6. Permintaan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada angka 5 harus dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut: a. b. fotokopi surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan Penyelenggara kepada Konsumen; fotokopi bukti identitas Konsumen; c. dalam hal pengaduan disampaikan oleh pihak yang mewakili Konsumen maka selain dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, permintaan fasilitasi harus dilengkapi dengan fotokopi bukti identitas pihak yang mewakili Konsumen dan surat kuasa dari Konsumen. Surat kuasa yang diberikan oleh Konsumen harus dalam bentuk surat kuasa khusus tanpa hak substitusi, bermeterai cukup, dan paling kurang mencantumkan hal-hal sebagai berikut: 1) identitas pihak pemberi kuasa dan penerima kuasa; dan 2) kuasa yang diberikan mencakup kewenangan penerima kuasa untuk mengikuti proses fasilitasi, membuat kesepakatan dalam proses fasilitasi tersebut ... 16 tersebut, dan menandatangani dokumen-dokumen yang terkait dengan proses fasilitasi antara lain berita acara hasil fasilitasi; d. surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai yang cukup yang menyatakan bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, lembaga mediasi, atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya dan belum pernah diproses penyelesaiannya oleh Bank Indonesia sebagaimana tercantum pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan e. fotokopi dokumen pendukung lainnya yang terkait dengan sengketa yang diajukan, apabila diperlukan. 7. Pengajuan permintaan fasilitasi dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan dari Penyelenggara. 8. Bank Indonesia dapat menolak permintaan fasilitasi yang tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. 9. Dalam melaksanakan fungsi fasilitasi, Bank Indonesia tidak memberikan keputusan dan/atau rekomendasi penyelesaian sengketa kepada Konsumen dan Penyelenggara. C. Pelaksanaan Fasilitasi 1. Berdasarkan pengajuan fasilitasi yang disampaikan oleh Konsumen atau perwakilan Konsumen kepada Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat melakukan klarifikasi atau meminta penjelasan kepada Konsumen dan Penyelenggara secara lisan dan/atau tertulis mengenai permasalahan yang diajukan dan upaya-upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh Penyelenggara. 2. Proses ... 17 2. Proses fasilitasi dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara memanggil, mempertemukan, mendengar dan memotivasi Konsumen dan Penyelenggara untuk mencapai kesepakatan tanpa memberikan rekomendasi atau keputusan. 3. Dalam melaksanakan fasilitasi, Konsumen dan Penyelenggara harus memenuhi panggilan Bank Indonesia. 4. Pelaksanaan fasilitasi dilakukan dengan berpedoman pada hal-hal sebagai berikut: a. Konsumen dan Penyelenggara wajib menyampaikan dan mengungkapkan seluruh informasi penting yang terkait dengan pokok sengketa dalam pelaksanaan fasilitasi. b. Seluruh informasi dari para pihak yang berkaitan dengan proses fasilitasi merupakan informasi yang bersifat rahasia dan tidak dapat disebarluaskan untuk kepentingan pihak lain di luar pihak yang terlibat dalam proses fasilitasi, yaitu pihak selain Konsumen atau pihak yang mewakili Konsumen, Penyelenggara dan fasilitator. c. Kesepakatan yang dihasilkan dari proses fasilitasi adalah kesepakatan sukarela antara Konsumen dengan Penyelenggara dan bukan rekomendasi dan/atau keputusan fasilitator. d. Konsumen dan Penyelenggara tidak dapat meminta pendapat hukum (legal advice) maupun jasa konsultasi hukum (legal counsel) kepada fasilitator. e. Konsumen dan Penyelenggara dengan alasan apapun tidak akan mengajukan tuntutan hukum terhadap fasilitator, pegawai maupun Bank Indonesia sebagai pelaksana fungsi fasilitasi, baik atas kerugian yang mungkin timbul karena pelaksanaan atau eksekusi berita acara hasil fasilitasi, maupun oleh sebab lain yang terkait dengan pelaksanaan fasilitasi. f. Dalam ... 18 f. Dalam mengikuti proses fasilitasi, Konsumen dan Penyelenggara harus: 1) menunjukkan itikad baik; 2) bersikap kooperatif dengan fasilitator selama proses fasilitasi berlangsung; dan 3) menghadiri pertemuan fasilitasi sesuai dengan waktu dan tempat yang telah disepakati. g. Dalam hal proses fasilitasi mengalami kebuntuan dalam upaya mencapai kesepakatan maka Konsumen dan Penyelenggara menyetujui tindakan-tindakan yang dilakukan fasilitator antara lain: 1) menghadirkan pihak lain sebagai narasumber atau sebagai tenaga ahli untuk mendukung kelancaran fasilitasi; 2) menangguhkan proses fasilitasi sementara dengan tidak melampaui batas waktu proses fasilitasi; atau 3) menghentikan proses fasilitasi. h. Dalam hal Konsumen atau Penyelenggara melakukan upaya lanjutan penyelesaian sengketa melalui proses arbitrase, peradilan, atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya, Konsumen atau Penyelenggara sepakat untuk: 1) tidak melibatkan fasilitator maupun Bank Indonesia sebagai pelaksana fungsi fasilitasi untuk memberikan kesaksian dalam pelaksanaan arbitrase atau peradilan dimaksud; dan 2) tidak meminta fasilitator maupun Bank Indonesia untuk menyerahkan sebagian atau seluruh dokumen fasilitasi yang ditatausahakan Bank Indonesia, baik berupa catatan, laporan, risalah, laporan proses fasilitasi, dan/atau berkas lainnya yang terkait dengan proses fasilitasi. i. Proses ... 19 i. Proses fasilitasi berakhir dalam hal: 1) telah tercapai kesepakatan; 2) berakhirnya jangka waktu fasilitasi; 3) dihentikan oleh fasilitator karena para pihak tidak menaati pedoman pelaksanaan fasilitasi yang telah disepakati sebelumnya; atau 4) Konsumen menyatakan mengundurkan diri dari proses fasilitasi. j. Konsumen dan Penyelenggara harus menaati pedoman pelaksanaan fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini dan menandatangani pedoman dimaksud sebagai tanda telah memahami dan menyepakati isi pedoman. k. Kesepakatan atau ketidaksepakatan antara Konsumen dengan Penyelenggara yang dihasilkan dari proses fasilitasi dituangkan dalam berita acara hasil fasilitasi yang bersifat final dan mengikat bagi Konsumen dan Penyelenggara serta ditandatangani oleh Konsumen atau pihak yang mewakili Konsumen dan Penyelenggara dengan berpedoman pada format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. IV. TATA CARA PELAPORAN 1. Penyelenggara wajib menyampaikan laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan Konsumen kepada Bank Indonesia dengan tata cara sesuai ketentuan yang berlaku mengenai jenis laporan dan jangka waktu penyampaian pada masing-masing jasa Sistem Pembayaran, yaitu: a. laporan keluhan nasabah dalam penyelenggaraan kegiatan transfer dana oleh bank dan lembaga selain bank sebagaimana ... 20 sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transfer dana; b. laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan menggunakan kartu dan Uang Elektronik di Indonesia oleh Bank Perkreditan Rakyat dan lembaga selain Bank; c. laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah untuk Bank Umum sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan kantor pusat Bank Umum. 2. Dalam hal laporan keluhan nasabah dalam penyelenggaraan kegiatan transfer dana sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a yang dilakukan oleh Bank Umum dapat dilakukan melalui laporan kantor pusat Bank Umum maka penyampaian laporan keluhan nasabah dalam penyelenggaraan kegiatan transfer dana oleh Bank Umum berpedoman pada tata cara sebagaimana dimaksud pada butir 1.c. 3. Khusus untuk kegiatan Penyetoran dan/atau Penarikan Uang Rupiah: a. Penyelenggara wajib menyampaikan laporan penanganan pengaduan Konsumen terkait Penyetoran dan/atau Penarikan Uang Rupiah kepada Bank Indonesia secara triwulanan paling lambat tanggal 15 bulan April (Triwulan I), Juli (Triwulan II), Oktober (Triwulan III), dan Januari (Triwulan IV). b. Penyelenggara wajib menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan format sebagaimana dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditujukan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Gedung D Lantai 5, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat 10350. d. Dalam ... 21 d. Dalam hal laporan penanganan pengaduan Konsumen terkait Penyetoran dan/atau Penarikan Uang Rupiah kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a yang dilakukan oleh Bank Umum dapat dilakukan melalui laporan kantor pusat Bank Umum maka penyampaian laporan penanganan pengaduan Konsumen terkait Penyetoran dan/atau Penarikan Uang Rupiah kepada Bank Indonesia oleh Bank Umum berpedoman pada tata cara sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF 1. Tata cara pengenaan sanksi dan besarnya sanksi atas pelanggaran kewajiban penyampaian laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan Konsumen tunduk pada masing-masing ketentuan terkait penyampaian laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan Konsumen yang berlaku pada kegiatan transfer dana, kegiatan APMK, dan kegiatan Uang Elektronik. 2. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada Penyelenggara atas pelanggaran terkait kewajiban penyampaian laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan Konsumen maka Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Penyelenggara mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Penyelenggara dan besarnya sanksi denda yang dikenakan. 3. Pelaksanaan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan dengan cara: a. pendebetan rekening Penyelenggara yang ada di Bank Indonesia, dalam hal Penyelenggara memiliki rekening di Bank Indonesia; atau b. transfer melalui Bank umum untuk untung rekening Bank Indonesia, dalam hal Penyelenggara tidak memiliki rekening di Bank Indonesia. VI. ALAMAT ... 22 VI. ALAMAT PENYAMPAIAN PENGADUAN DAN SURAT MENYURAT KEPADA BANK INDONESIA Penyampaian pengaduan oleh Konsumen baik yang bersifat permintaan edukasi, konsultasi, dan/atau fasilitasi, termasuk surat menyurat kepada Bank Indonesia dalam rangka perlindungan konsumen disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pengaduan secara lisan disampaikan melalui Call Center BICARA 1500 131. 2. Pengaduan secara tertulis melalui: a. surat: 1) bagi Konsumen yang berdomisili atau bertempat tinggal di wilayah DKI Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang, dan Kota Depok disampaikan kepada: Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Gedung D Lantai 5 Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; 2) bagi Konsumen yang berdomisili/bertempat tinggal di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri yang terdekat dengan domisili/tempat tinggal Konsumen. b. email, disampaikan melalui bicara@bi.go.id. c. faksimile, disampaikan melalui nomor (021) 2311901. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi, maka akan diberitahukan melalui website Bank Indonesia. VII. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 September 2014. Agar ... 23 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ROSMAYA HADI KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/16/DKSP|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran </reg_title> <set_date> 30 September 2014 </set_date> <effective_date> 30 September 2014 </effective_date> <related_reg> '16/1/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 10/ 47 /DPNP Jakarta, 23 Desember 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Sistem Informasi Debitur Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang Sistem Informasi Debitur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4784), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM 1. Sistem Informasi Debitur (SID) diselenggarakan dalam rangka memperlancar proses Penyediaan Dana, penerapan manajemen risiko, dan identifikasi kualitas Debitur untuk pemenuhan ketentuan yang berlaku serta meningkatkan disiplin pasar. 2. Guna mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan agar SID dapat menghasilkan informasi yang berkualitas serta dapat diandalkan, Pelapor diwajibkan untuk: a. menyusun dan menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank Indonesia secara lengkap, akurat, terkini, utuh, dan tepat waktu setiap bulan untuk posisi akhir bulan; b. menyampaikan … b. menyampaikan koreksi Laporan Debitur kepada Bank Indonesia dalam hal Laporan Debitur yang telah disampaikan tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, baik atas temuan Pelapor yang bersangkutan dan/atau atas temuan Bank Indonesia; c. menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara on-line, namun dalam kondisi tertentu penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur dapat dilakukan secara off-line; dan d. menggunakan dan memberikan informasi Debitur, sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban Pelapor yang terkait dengan pelaksanaan SID, termasuk penggunaan informasi Debitur. II. PELAPOR A. PIHAK YANG MENJADI PELAPOR Bank Umum yang wajib menjadi Pelapor dalam SID yang selanjutnya disebut Pelapor, meliputi kantor-kantor yang melakukan kegiatan operasional, yaitu antara lain: 1. Kantor Pusat, Kantor Cabang, dan Unit Syariah dari Bank Umum yang melakukan kegiatan operasional di wilayah Indonesia; 2. Kantor Cabang dari Bank Umum yang berkantor pusat di Indonesia yang melakukan kegiatan operasional di luar wilayah Indonesia; dan 3. Kantor … 3. Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Unit Syariah dari bank asing yang melakukan kegiatan operasional di wilayah Indonesia. B. INFRASTRUKTUR PELAPOR Pelapor wajib menyediakan infrastruktur yang diperlukan dalam SID meliputi hardware dan software antara lain: 1. Personal Computer (PC) beserta software sistem operasi; 2. Modem untuk saluran komunikasi; 3. Media penyimpanan data; dan 4. Saluran telepon langsung (telepon tetap kabel/fixed wire line) yang dapat terhubung dengan jaringan ekstranet Bank Indonesia untuk keperluan komunikasi. C. TATA CARA AKSES SID Ketentuan mengenai tata cara akses SID serta penunjukkan/perubahan petugas penanggung jawab SID diatur dalam Panduan Pelaksanaan SID yang merupakan bagian dari Pedoman Operasional SID sebagaimana tercantum dalam Lampiran. III. LAPORAN DEBITUR DAN KOREKSI LAPORAN DEBITUR A. LAPORAN DEBITUR 1. Format dan isi Laporan Debitur yang disampaikan Pelapor kepada Bank Indonesia wajib disusun sesuai dengan format laporan yang diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan Debitur yang merupakan bagian dari Pedoman Operasional SID sebagaimana tercantum dalam Lampiran. 2. Cakupan … 2. Cakupan Laporan Debitur meliputi data seluruh Debitur yang menerima fasilitas Penyediaan Dana termasuk pula Debitur yang telah dihapusbuku, yang dihapustagih, yang diselesaikan dengan cara pengambilalihan agunan atau penyelesaian melalui pengadilan, dan/atau yang diserahkan kepada perusahaan penyelesaian aset atau Badan Urusan Penyelesaian Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) yang belum pernah dilaporkan ke SID dalam 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal 31 Maret 2005, serta Debitur yang menerima penerusan kredit dan Debitur yang menerima kredit kelolaan 3. Laporan Debitur wajib disajikan dalam mata uang Rupiah satuan penuh. Dalam hal terdapat fasilitas Penyediaan Dana yang diberikan dalam valuta asing, maka nilai tersebut dijabarkan ke dalam nilai Rupiah dengan berpedoman pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku. B. KOREKSI LAPORAN DEBITUR 1. Pelapor wajib melakukan koreksi Laporan Debitur dalam hal Laporan Debitur yang disampaikan tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Koreksi Laporan Debitur sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan berdasarkan temuan Pelapor yang bersangkutan atau temuan Bank Indonesia. 3. Temuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2 antara lain berasal dari hasil pengawasan Bank Indonesia, informasi dari Debitur, dan/atau informasi dari Pelapor lainnya. 4. Hal-hal … 4. Hal-hal yang disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia dalam koreksi Laporan Debitur hanya meliputi data yang mengalami perubahan. IV. PELAKSANAAN OPERASIONAL SID A. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN DEBITUR 1. PENYAMPAIAN LAPORAN SECARA ON-LINE a. Pelapor yang melakukan kegiatan operasional di wilayah Indonesia, wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara on-line kepada Kantor Pusat Bank Indonesia. b. Dalam hal Pelapor melakukan kegiatan operasional di luar wilayah Indonesia, Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur wajib disusun dan disampaikan secara tersendiri oleh kantor pusat Pelapor secara on-line kepada Kantor Pusat Bank Indonesia. c. Dalam hal Pelapor melakukan merger/konsolidasi, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Pelapor hasil merger/konsolidasi menyampaikan surat pemberitahuan yang memuat informasi antara lain: a) Nama Pelapor hasil merger/konsolidasi; b) Tanggal efektif operasional merger/konsolidasi; c) Kantor Pelapor peserta merger/konsolidasi yang akan ditutup dan yang akan tetap beroperasi; d) Nama petugas penanggung jawab SID dari kantor Pelapor peserta merger/konsolidasi yang … yang masih berwenang setelah operasional merger/konsolidasi. 2) Penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur sampai dengan tanggal efektif operasional merger/konsolidasi dapat dilakukan dengan menggunakan hak akses dan sandi pelaporan masing-masing Pelapor peserta merger/konsolidasi. Penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur setelah tanggal efektif operasional merger/konsolidasi dilakukan oleh Pelapor hasil merger/konsolidasi dengan menggunakan hak akses dan sandi pelaporan dari Pelapor hasil merger/konsolidasi tersebut. Contoh: Apabila operasional merger/konsolidasi berlaku efektif pada tanggal 12 Mei 2008, maka Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur untuk data bulan April 2008 yang disampaikan paling lambat tanggal 12 Mei 2008 dilakukan dengan menggunakan hak akses dan sandi pelaporan masing-masing Pelapor peserta merger/konsolidasi. Setelah tanggal tersebut penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur disampaikan oleh Pelapor hasil merger/konsolidasi dengan menggunakan hak akses dan sandi pelaporan dari Pelapor hasil merger/konsolidasi tersebut. 3) Pelapor … 3) Pelapor hasil merger/konsolidasi mengajukan permohonan user-id dan password Web SID dengan tatacara akses SID sebagaimana diatur dalam Panduan Pelaksanaan SID yang merupakan bagian dari Pedoman Operasional SID sebagaimana tercantum dalam Lampiran, dengan pengecualian terhadap ketentuan mengenai jangka waktu penyampaian permohonan user-id dan password, daftar petugas yang bertanggung jawab dalam SID serta penyampaian Laporan Debitur untuk pertama kalinya. tanggal efektif operasional merger/konsolidasi, Pelapor hasil merger/konsolidasi bertanggungjawab atas seluruh data yang pernah dilaporkan atau yang seharusnya dilaporkan oleh Pelapor peserta merger/konsolidasi. d. Identitas Pelapor dalam SID menggunakan sandi sesuai dengan sandi yang digunakan dalam Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) dan/atau Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS). e. Laporan Debitur sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi data Penyediaan Dana yang diberikan oleh Pelapor dan data Penyediaan Dana yang diberikan oleh Kantor Cabang Pembantu atau Kantor Kas atau kantor-kantor di bawahnya yang menginduk kepada Pelapor. f. Pelapor yang karena kondisi tertentu sehingga tidak memiliki Debitur dan/atau tidak memberikan fasilitas Penyediaan Dana, wajib menyampaikan laporan nihil secara … 4) Setelah secara on-line sesuai dengan Pedoman Penyusunan Laporan Debitur yang merupakan bagian dari Pedoman Operasional SID sebagaimana tercantum dalam Lampiran. g. Pelapor dinyatakan telah menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur pada tanggal diterimanya Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur tersebut oleh Bank Indonesia, sebagaimana tercantum pada tanda terima Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur dari SID. h. Tanda terima Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur dari SID dimaksud wajib didown-load dan disimpan oleh Pelapor yang bersangkutan. 2. TATA CARA PELAPORAN OFF-LINE a. Pelapor dapat menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara off-line apabila Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur tidak dapat disampaikan secara on-line karena: 1) gangguan teknis dan upaya penyampaian secara on- line melalui kantor pusat atau kantor cabang lain dari Pelapor yang bersangkutan tidak dapat dilakukan sampai dengan batas akhir periode penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur; dan/atau 2) koreksi data historis Laporan Debitur atas dasar temuan Pelapor yang bersangkutan dan/atau atas temuan Bank Indonesia. b. Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf a dinyatakan telah menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan … Laporan Debitur pada tanggal diterimanya Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur tersebut oleh Bank Indonesia, sebagaimana tercantum pada bukti penerimaan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur dari Bank Indonesia atau bukti pengiriman dari kantor pos. c. Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib melakukan update status ke dalam aplikasi SID di kantor Pelapor setelah proses up-load Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur telah selesai dilakukan oleh Bank Indonesia. d. Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Bank Indonesia dengan dilampiri dokumen pendukung mengenai kondisi yang menyebabkan Pelapor menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara off-line. Format pemberitahuan tertulis diatur dalam Panduan Pelaksanaan SID yang merupakan bagian dari Pedoman Operasional SID sebagaimana tercantum dalam Lampiran. 3. PERIODE PENYAMPAIAN LAPORAN DEBITUR a. Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara on-line wajib disampaikan oleh Pelapor paling lambat tanggal 12 (dua belas) setelah bulan Laporan Debitur yang bersangkutan. b. Penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara off-line serta surat pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Bagian IV.A.2 huruf d dilakukan … dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah batas akhir periode penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara on-line. c. Khusus untuk koreksi Laporan Debitur atas temuan Bank Indonesia, wajib disampaikan paling lambat pada periode penyampaian Laporan Debitur berikutnya. d. Dalam hal tanggal berakhirnya penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur maka Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur disampaikan pada hari kerja sebelumnya. e. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur apabila penyampaiannya dilakukan melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d sampai dengan akhir bulan setelah bulan Laporan Debitur yang bersangkutan. f. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Debitur apabila belum menyampaikan atau menyampaikan Laporan Debitur setelah melampaui akhir bulan setelah bulan Laporan Debitur yang bersangkutan. B. SISTEM KONTROL INTERNAL 1. Dalam rangka menjamin kebenaran, kelengkapan, kekinian isi laporan, dan ketepatan waktu penyampaian Laporan Debitur serta keamanan penerimaan informasi Debitur, Pelapor menyusun kebijakan, sistem, dan prosedur yang dituangkan dalam … dalam suatu pedoman tertulis, yang disetujui oleh Direksi dari Pelapor, yang paling kurang memuat: a. wewenang dan tanggung jawab petugas yang melakukan verifikasi dan menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank Indonesia; b. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses untuk mengajukan permintaan dan menerima informasi Debitur dari Bank Indonesia; c. langkah-langkah yang dilakukan dalam permintaan informasi Debitur termasuk memastikan bahwa permintaan hanya dilakukan untuk keperluan Pelapor sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai SID; d. langkah-langkah yang dilakukan dalam penyediaan informasi Debitur kepada Debitur dari Pelapor yang bersangkutan; e. langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan pengamanan sistem dan data Debitur; dan f. langkah-langkah yang dilakukan dalam hal terjadi gangguan atau keadaan memaksa (force majeure) untuk memastikan kesinambungan penyampaian Laporan Debitur kepada Bank Indonesia beserta wewenang dan tanggung jawab petugas yang ditunjuk. 2. Dalam rangka melakukan pemeliharaan dan pengamanan terhadap teknologi sistem informasi dan data yang terkait dengan penyelenggaraan SID, Pelapor wajib melakukan langkah … langkah-langkah pemeliharaan dan pengamanan terhadap sistem dan data Debitur serta alur/proses pengiriman Laporan Debitur dan penerimaan informasi Debitur dengan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penggunaan teknologi informasi. Langkah-langkah tersebut meliputi antara lain pelaksanaan back-up data Debitur setelah dilakukan penyampaian Laporan Debitur atau koreksi Laporan Debitur secara berkala setiap bulan, melakukan pengkinian antivirus dan pengecekan jaringan secara berkala, serta penyampaian laporan kepada Bank Indonesia c.q. Pengawas dari Pelapor yang bersangkutan dalam hal Pelapor membuat aplikasi pendukung yang bertujuan untuk membantu penyampaian Laporan Debitur, koreksi Laporan Debitur, dan/atau permintaan informasi Debitur. C. PENGKINIAN DATA OLEH BANK INDONESIA 1. Bank Indonesia melakukan pengkinian data Debitur pada SID dalam hal: a. Pelapor mengalami pencabutan izin usaha atau likuidasi; b. Pengkinian data tidak dapat lagi dilakukan oleh Pelapor; atau c. Data telah dialihkan kepada pihak lain bukan Pelapor seperti kepada perusahaan penyelesaian aset atau Badan Urusan Penyelesaian Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). 2. Pengkinian data sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan berdasarkan pemberitahuan tertulis dari pihak yang melakukan pengelolaan data Debitur, antara lain Pelapor yang bersangkutan, Tim Likuidasi, perusahaan penyelesaian aset atau Badan Urusan Penyelesaian Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). 3. Pemberitahuan … 3. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 antara lain berisi : a. Permintaan kepada Bank Indonesia untuk melakukan pengkinian data dalam SID; dan b. Perubahan data Debitur dan/atau data fasilitas Penyediaan Dana beserta penjelasannya. Pemberitahuan disampaikan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Pusat Informasi Kredit, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. V. INFORMASI DEBITUR A. PIHAK YANG DAPAT MEMINTA INFORMASI DEBITUR Pihak yang dapat meminta Informasi Debitur meliputi Pelapor, Debitur, dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Sistem Informasi Debitur. B. CAKUPAN INFORMASI DEBITUR Informasi Debitur yang dapat diminta oleh Pelapor, Debitur, dan pihak lain, antara lain: 1. identitas Debitur; 2. pemilik dan pengurus (untuk Debitur Badan Usaha); 3. 4. fasilitas Penyediaan Dana yang diterima Debitur; agunan; 5. penjamin; dan 6. kolektibilitas. C. PERMINTAAN … C. PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR OLEH PELAPOR 1. Tata cara permintaan a. Pelapor yang telah memenuhi kewajiban pelaporan, dapat meminta Informasi Debitur kepada Bank Indonesia. Permintaan dimaksud dilakukan secara on-line melalui jaringan ekstranet Bank Indonesia atau melalui jaringan telekomunikasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Dalam hal Pelapor tidak memungkinkan melakukan permintaan Informasi Debitur secara on-line karena: 1) mengalami gangguan teknis seperti gangguan pada jaringan telekomunikasi dan pemadaman listrik; atau 2) mengalami keadaan memaksa (force majeure) seperti kebakaran, kerusuhan massa, perang, konflik bersenjata, sabotase, serta bencana alam seperti banjir dan gempa bumi yang mengganggu kegiatan operasional; maka permintaan informasi Debitur dapat dilakukan melalui kantor lain dari Pelapor yang bersangkutan. 2. Penggunaan Informasi Debitur a. Informasi Debitur yang diperoleh hanya dapat digunakan untuk keperluan Pelapor dalam rangka: 1) kelancaran proses Penyediaan Dana; 2) penerapan manajemen risiko; 3) identifikasi kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Yang termasuk keperluan Pelapor dalam rangka kelancaran proses Penyediaan Dana antara lain informasi yang dibutuhkan … dibutuhkan untuk menindaklanjuti proses Penyediaan Dana yang telah dilakukan sesuai prinsip kehati-hatian dalam Penyediaan Dana. Termasuk dalam ruang lingkup kelancaran proses penyediaan dana adalah penggunaan informasi Debitur untuk penawaran fasilitas Penyediaan Dana kepada nasabah Pelapor yang bersangkutan. Yang termasuk keperluan Pelapor dalam rangka penerapan manajemen risiko antara lain informasi yang dibutuhkan untuk pengelolaan risiko dalam menunjang kegiatan operasional Pelapor, terutama yang terkait dengan kegiatan Penyediaan Dana. Termasuk dalam ruang lingkup penerapan manajemen risiko adalah penggunaan informasi Debitur untuk proses seleksi pegawai Pelapor. Namun tidak termasuk penggunaan informasi Debitur untuk penyusunan prospek list calon debitur. Yang termasuk keperluan Pelapor dalam rangka identifikasi kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku adalah informasi yang dibutuhkan untuk penyamaan kualitas terhadap satu debitur atau satu proyek yang sama sesuai ketentuan yang berlaku. b. Pelapor wajib memberikan informasi Debitur atas permintaan Debitur dari Pelapor yang bersangkutan. c. Dalam hal Pelapor menggunakan informasi Debitur untuk kepentingan selain yang dimaksud pada huruf a di atas, segala akibat hukum yang timbul adalah sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pelapor yang bersangkutan. 3. Penatausahaan … 3. Penatausahaan Permintaan informasi Debitur Pelapor harus menatausahakan semua permintaan informasi Debitur yang dilakukan oleh Pelapor, paling kurang meliputi tanggal permintaan informasi Debitur, nama Debitur, peruntukannya serta petugas yang mengajukan permintaan dan menerima informasi Debitur. D. PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR OLEH DEBITUR 1. Debitur dapat meminta informasi Debitur hanya atas nama Debitur yang bersangkutan kepada Bank Indonesia atau kepada Pelapor yang memberikan Penyediaan Dana kepada Debitur yang bersangkutan. 2. Tata cara permintaan a. Permintaan informasi Debitur disampaikan secara tertulis kepada Bank Indonesia dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: 1) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi kuasa oleh Debitur dapat mengajukan permintaan informasi Debitur langsung di Gerai Info Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 atau di tempat tertentu yang ditetapkan oleh Kantor Bank Indonesia setempat. 2) Dalam hal Debitur yang bersangkutan berbentuk badan usaha, permintaan informasi Debitur sebagaimana dimaksud pada angka 1) diajukan oleh pengurus yang berwenang sesuai anggaran dasar perusahaan atau oleh pihak yang diberi kuasa oleh pengurus tersebut. 3) Debitur … 3) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi kuasa mengisi formulir permohonan yang antara lain meliputi identitas Debitur atau pihak yang diberi kuasa, alasan dan tujuan penggunaan informasi Debitur dimaksud. 4) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi kuasa menyerahkan dokumen sebagai berikut: a) Bagi Debitur perorangan: (1) fotokopi identitas diri dengan menunjukkan identitas diri asli antara lain berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS); atau (2) Surat Kuasa asli, fotokopi identitas diri Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa dengan menunjukkan identitas diri asli dari Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa, dalam hal dikuasakan. b) Bagi Debitur badan usaha: (1) fotokopi identitas badan usaha dan fotokopi identitas diri dari pengurus yang mengajukan permintaan informasi Debitur dengan menunjukkan identitas asli badan usaha dimaksud atau fotokopi identitas badan usaha yang telah dilegalisir dan menunjukkan identitas diri asli dari pengurus … pengurus yang mengajukan permintaan informasi Debitur. Identitas dimaksud berupa akta pendirian perusahaan dan perubahan anggaran dasar terakhir yang memuat susunan dan kewenangan pengurus; atau (2) Surat Kuasa asli, fotokopi badan usaha dan identitas diri Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa dengan menunjukkan identitas asli badan usaha dimaksud atau fotokopi identitas badan usaha yang telah dilegalisir, serta identitas asli Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa dalam hal dikuasakan. 5) Dalam hal terdapat perbedaan antara susunan pengurus yang berwenang sesuai anggaran dasar perusahaan dengan data yang terdapat di SID, maka permintaan informasi Debitur tidak dapat dipenuhi. 6) Dalam hal permintaan informasi Debitur telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, maka informasi Debitur dapat diberikan sesuai dengan alasan dan tujuan penggunaannya. Segala akibat hukum yang timbul berkaitan dengan penggunaan informasi Debitur sepenuhnya menjadi tanggung jawab Debitur atau pihak yang diberi kuasa. b. Permintaan informasi Debitur kepada Pelapor dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: 1) Debitur … 1) Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi kuasa mengajukan permintaan informasi Debitur kepada Pelapor dimana Debitur tersebut menerima Penyediaan Dana. 2) Pengajuan permintaan informasi Debitur disampaikan oleh Debitur yang bersangkutan atau pihak yang diberi kuasa dengan menunjukkan identitas diri asli, atau surat kuasa asli, identitas diri asli dari Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa, dalam hal dikuasakan. 3) Pelapor harus dapat meyakini bahwa permintaan informasi Debitur sebagaimana dimaksud pada angka 2) dilakukan oleh Debitur yang berhak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SID. 4) Pelapor harus menatausahakan semua pemberian informasi Debitur atas dasar permintaan Debitur yang bersangkutan, paling kurang meliputi tanggal pemberian informasi Debitur, nama Debitur, peruntukannya serta petugas Pelapor yang mengajukan permintaan dan menerima informasi Debitur. E. PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR OLEH PIHAK LAIN 1. Pihak lain (bukan Pelapor dan bukan Debitur) dapat meminta informasi Debitur kepada Bank Indonesia hanya dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang. 2. Permintaan … 2. Permintaan informasi Debitur oleh pihak lain dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: a. Pihak lain mengajukan permintaan informasi Debitur secara tertulis yang ditandatangani oleh pihak yang memiliki kewenangan dan disampaikan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Pusat Informasi Kredit, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan mengemukakan alasan dan tujuan penggunaan informasi serta identitas Debitur yang dimintakan informasinya. b. Dalam hal permintaan informasi Debitur telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, maka informasi Debitur diberikan sesuai dengan alasan dan tujuan penggunaannya. Segala akibat hukum yang timbul berkaitan dengan penggunaan informasi Debitur sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemohon yang bersangkutan. F. LAIN-LAIN 1. Dalam hal Pelapor menolak permohonan fasilitas Penyediaan Dana dari Debitur atau calon Debitur yang disebabkan karena informasi Debitur yang diperoleh, dan Debitur atau calon Debitur meminta penjelasan tertulis atas penolakan tersebut, maka Pelapor wajib memberikan penjelasan tertulis kepada Debitur atau calon Debitur tersebut. 2. Penjelasan tertulis kepada Debitur atau calon Debitur tersebut mencakup antara lain: a. alasan penolakan Penyediaan Dana; b. informasi … b. informasi Penyediaan Dana yang telah diperoleh meliputi antara lain lembaga Penyedia Dana, kondisi atau status Penyediaan Dana; c. klausula yang menyatakan secara tegas bahwa segala akibat hukum yang timbul berkaitan dengan penggunaan informasi yang diberikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Debitur atau calon Debitur yang bersangkutan. 3. Dalam hal Debitur atau calon Debitur berbentuk badan usaha, permintaan penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat diajukan oleh pengurus yang berwenang sesuai anggaran dasar perusahaan atau oleh pihak yang diberi kuasa oleh pengurus tersebut. VI. PENGAWASAN Pengawasan terhadap pelaksanaan SID dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap Pelapor baik secara langsung maupun tidak langsung. 1. Pengawasan Langsung a. Pengawasan langsung dilakukan melalui pemeriksaan kepada kantor Pelapor . b. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a bertujuan untuk memastikan kepatuhan Pelapor terhadap Peraturan Bank Indonesia tentang Sistem Informasi Debitur dan peraturan pelaksanaannya yang meliputi antara lain: 1) sistem dan prosedur yang ada di Pelapor dalam melaksanakan kegiatan operasional SID; 2) kebenaran Laporan Debitur yang disampaikan oleh Pelapor; 3) penggunaan informasi Debitur. c. Dalam … c. Dalam rangka pemeriksaan, Pelapor wajib memberikan: 1) keterangan dan data yang terkait dengan pelaksanaan SID yang meliputi antara lain data elektronik dan penjelasan yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan; 2) kesempatan untuk melakukan pemeriksaan terhadap sarana fisik dan aplikasi pendukungnya yang terkait dengan operasional SID yang meliputi antara lain perangkat hardware, aplikasi SID, database, back-up data, koneksitas ke ekstranet Bank Indonesia, dan interface ke sistem internal Pelapor; dan 3) hal-hal lain yang diperlukan yang meliputi antara lain salinan dokumen yang terkait dengan objek pemeriksaan. d. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Pelapor wajib melakukan langkah-langkah perbaikan dan/atau penyempurnaan atas hal-hal yang ditemukan dalam pemeriksaan serta melaporkan secara tertulis perbaikan dan/atau penyempurnaan yang dilakukan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Pusat Informasi Kredit, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. e. Perbaikan dan/atau penyempurnaan atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf d tidak meniadakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. 2. Pengawasan Tidak Langsung a. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur, dan data/informasi lainnya yang bersumber antara lain dari Debitur dan Pelapor lain. b. Berdasarkan … b. Berdasarkan hasil pengawasan tidak langsung yang disampaikan oleh Bank Indonesia, Pelapor wajib melakukan langkah-langkah perbaikan dan/atau penyempurnaan atas hal-hal yang ditemukan serta melaporkan secara tertulis perbaikan dan/atau penyempurnaan yang dilakukan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan c.q. Pusat Informasi Kredit, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. c. Perbaikan dan/atau penyempurnaan atas temuan hasil pengawasan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak meniadakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Pelapor mengenai pelanggaran yang telah dilakukan beserta besarnya sanksi kewajiban membayar yang dikenakan, dengan melakukan pendebetan langsung rekening giro Pelapor di Bank Indonesia. VIII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN 1. Pertanyaan yang berkaitan dengan Laporan Debitur dan Informasi Debitur disampaikan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP) c.q. Pusat Informasi Kredit, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10350, melalui e-mail bik@bi.go.id dan/atau Menu Layanan Bantuan Web SID. 2. Pertanyaan yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi Sistem Informasi Debitur disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia melalui e-mail: helpdesk@bi.go.id atau telepon 021-3818000. IX. PENUTUP … IX. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/9/DPNP tanggal 31 Maret 2005 perihal Sistem Informasi Debitur dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 23 Desember 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/47/DPNP|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Sistem Informasi Debitur </reg_title> <set_date> 23 Desember 2008 </set_date> <effective_date> 23 Desember 2008 </effective_date> <replaced_reg> '7/9/DPNP|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '9/14/PBI/2007' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
1 No. 18/37/DPSP Jakarta, 16 Desember 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5762) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/6/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5877) dan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/36/DPSP tanggal 16 Desember 2016 perihal perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara, perlu melakukan perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia- Real Time Gross Settlement sebagai berikut: 1. Ketentuan butir V.A.7.c diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: c. Transaksi multicurrency 1) Transaksi multicurrency dalam Sistem BI-RTGS digunakan untuk Setelmen Dana atas transaksi antarrekening Peserta di Bank Indonesia dalam valuta asing yang sama. 2) Peserta yang dapat melakukan transaksi multicurrency sebagaimana dimaksud dalam angka 1) merupakan Peserta yang: a) memiliki ... 2 a) memiliki Rekening Giro dalam valuta asing di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia; dan/atau b) dapat menggunakan rekening lainnya untuk pelaksanaan Setelmen Dana yaitu peserta transaksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai tata cara lelang surat berharga negara di pasar perdana dan penatausahaan surat berharga negara. 3) Dalam hal terdapat penambahan Peserta yang memiliki Rekening Giro dalam valuta asing di Bank Indonesia, Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta melalui administrative message dan/atau sarana lainnya. 4) Transaksi multicurrency yang dapat dilakukan dalam Sistem BI-RTGS meliputi: a) transaksi dalam rangka setelmen SBN dalam valuta asing, antara lain: (1) transaksi antar-Peserta dengan Bank Indonesia untuk kepentingan Pemerintah atas hasil lelang, pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal SBN dalam valuta asing; dan (2) b) transaksi SBN antar-Peserta di Pasar Sekunder dalam valuta asing melalui BI-SSSS; dan transaksi dalam valuta asing lainnya, yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 2. Lampiran IX diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 2016. Agar ... 3 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/37/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 16 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 16 Desember 2016 </effective_date> <changed_reg> '17/30/DPSP|SE-BI/2015' </changed_reg> <related_reg> '17/30/DPSP|SE-BI/2015', '18/6/PBI/2016', '18/36/DPSP|SE-BI/2016', '17/32/DPSP|SE-BI/2015', '17/18/PBI/2015' </related_reg>
No. 15/32/DPM Jakarta, 27 Agustus 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5440), perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/24/DPM tanggal 5 Juli 2013, sebagai berikut : 1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter. 3. Peserta … 2 3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 6. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito Bank Indonesia dan Surat Berharga Negara yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank. 9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin … 3 dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 12. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 13. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 14. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disingkat ZCB adalah Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 15. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia. 16. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 17. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 18. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit adalah penempatan dana dalam rupiah dan/atau valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia. 19. Transaksi … 4 19. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh Peserta OPT. 20. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. 21. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Peserta OPT yang tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) di Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 22. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 23. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 24. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 25. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 26. Transaksi … 5 26. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap SBN adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan pada saat yang bersamaan. 27. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran dan/atau penerimaan dana valuta asing ke atau dari Bank. 28. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. 29. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap rupiah melalui pembelian/penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 30. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual valuta asing oleh Bank Indonesia melalui penjualan tunai (spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali valuta asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 31. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi beli valuta asing oleh Bank Indonesia melalui pembelian tunai (spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali valuta asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. B. Bank … 6 B. Bank Indonesia dalam rangka OPT dapat melakukan Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas dengan menggunakan satu atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di pasar uang maupun untuk menjaga ketersediaan instrumen operasi moneter yang diperlukan dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. 2. Ketentuan BAB II angka 2 diubah, sehingga BAB II angka 2 berbunyi sebagai berikut : 2. SBI memiliki karakteristik sebagai berikut : a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum dalam Lampiran 1. c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto; d. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI- SSSS; e. nilai tunai SBI dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus sebagai berikut : Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SBI tercantum pada Lampiran 2. f. dapat dipindahtangankan (negotiable); g. dapat ditransaksikan antara lain dengan cara outright, pinjam meminjam, hibah, repurchase agreement (repo), atau dijadikan agunan; h. SBI yang masih dalam status agunan tidak dapat diperdagangkan; i. dilunasi … 7 i. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu; j. Bank Indonesia dapat melunasi SBI sebelum jatuh waktu berdasarkan pertimbangan terkait strategi pengelolaan moneter; dan k. Pelunasan SBI sebelum jatuh waktu sebagaimana dimaksud pada huruf j dilakukan dengan persetujuan pemilik SBI. 3. Ketentuan BAB II angka 7 huruf b diubah sehingga BAB II angka 7 huruf b berbunyi sebagai berikut : b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate, rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI dan/atau nilai nominal yang dimenangkan. 4. Diantara BAB II dan BAB III disisipkan 1 (satu) bab, yakni BAB IIA yang berbunyi sebagai berikut : IIA. PENERBITAN SDBI 1. Penerbitan SDBI merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas rupiah di pasar uang. 2. SDBI memiliki karakteristik sebagai berikut : a. memiliki satuan unit sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; Contoh perhitungan jangka waktu SDBI tercantum pada Lampiran 1A c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto; d. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI-SSSS; e. nilai … 8 e. nilai tunai SDBI dihitung berdasarkan (true discount) dengan rumus sebagai berikut : Nilai diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SDBI tercantum pada Lampiran 2A. f. hanya dapat dimiliki oleh Bank; g. hanya dapat dipindahtangankan (negotiable) antar Bank; h. hanya dapat ditransaksikan antar Bank antara lain dengan cara outright, pinjam meminjam, hibah, repurchase agreement (repo), atau dijadikan agunan; i. SDBI yang masih dalam status agunan tidak dapat diperdagangkan; j. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu; k. Bank Indonesia dapat melunasi SDBI sebelum jatuh waktu pengelolaan moneter; dan l. pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu sebagaimana dimaksud pada huruf k dilakukan dengan persetujuan pemilik SDBI. 3. Metode Transaksi Lelang SDBI a. Penerbitan SDBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. b. Mekanisme lelang SDBI dilakukan dengan metode sebagai berikut : 1) harga tetap (fixed rate tender) Tingkat diskonto lelang SDBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Tingkat diskonto lelang SDBI diajukan oleh Peserta OPT. berdasarkan pertimbangan terkait strategi 4. Pengumuman … 9 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SDBI a. Lelang SDBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. b. Window time lelang SDBI dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SDBI dan perubahannya paling lambat sebelum pelaksanaan lelang SDBI melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang SDBI memuat antara lain: 1) tanggal lelang; 2) jangka waktu SDBI; 3) metode lelang; 4) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); 5) tingkat diskonto SDBI (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); 6) window time; dan 7) waktu dan tanggal setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Lelang SDBI a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SDBI secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang SDBI meliputi : 1) penawaran kuantitas, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) penawaran kuantitas dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode variable rate tender. untuk masing-masing jangka waktu SDBI yang akan diterbitkan. e. Pengajuan … 10 e. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT paling kurang 1.000 (seribu) unit atau sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran SDBI yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang SDBI a. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode fixed rate tender, maka penetapan kuantitas SDBI yang dimenangkan dihitung dengan cara : 1) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable rate tender, maka penetapan kuantitas SDBI yang dimenangkan dihitung dengan cara : 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas SDBI yang dimenangkan dengan cara : a. dalam … 11 a. dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh SDBI yang diajukan; dan b. dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari SDBI yang diajukan sebesar hasil perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang lelang SDBI berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender terdapat pada Lampiran 3C dan Lampiran 3D. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang SDBI. 7. Pengumuman Hasil Lelang SDBI Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SDBI setelah window time ditutup, sebagai berikut : a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI- SSSS, antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto dan nilai tunai SDBI yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya antara lain berupa nilai nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate, rata-rata tertimbang tingkat diskonto SDBI dan/atau nilai nominal yang dimenangkan. 8. Setelmen Lelang SDBI a. Setelmen Hasil Lelang SDBI 1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SDBI paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang SDBI. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SDBI. 3) Bank … 12 3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang SDBI dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai tunai SDBI dan setelmen Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal. 4) Nilai tunai SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung dengan rumus : Keterangan : Nilai nominal Tingkat diskonto Jangka waktu = Nilai nominal SDBI yang dimenangkan = Tingkat diskonto yang dimenangkan = Jumlah hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang SDBI sampai dengan tanggal jatuh waktu 5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara gabungan untuk setiap pemenang lelang dan setelmen Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara per transaksi (gross to gross). 6) Setelmen dana hasil lelang SDBI dilakukan per lelang (auction number). 7) Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SDBI, BI- SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lelang SDBI yang dimenangkan Peserta OPT yang bersangkutan. 8) Atas batalnya transaksi lelang SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka 7), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. b. Setelmen … 13 b. Setelmen Pelunasan SDBI 1) Pada tanggal jatuh waktu SDBI, Bank Indonesia melunasi SDBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan SDBI yang tercatat di BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu SDBI. 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu SDBI ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SDBI dilakukan pada hari kerja berikutnya, tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 3) Bank Indonesia melakukan pelunasan SDBI dengan cara : a) mengkredit Rekening Giro pemilik SDBI sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu; dan b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SDBI sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu. 9. Pembatasan Transaksi SDBI di Pasar Sekunder. a. Bank dilarang memindahtangankan atau mentransaksikan SDBI yang dimiliki dengan pihak selain Bank. b. Pemindahtanganan atau transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a mencakup antara lain transaksi jual/beli secara outright, pinjam meminjam, memberi/menerima hibah, repurchase agreement (repo) atau memberikan/menerima agunan. c. Bank dapat mentransaksikan SDBI dengan Bank Indonesia. d. Sub-Registry wajib menatausahakan SDBI milik nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a. e. Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau pengawasan atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a oleh Bank dan Sub Registry. f. Atas … 14 f. Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a, Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. g. Bank Indonesia melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) atas SDBI yang dimiliki oleh pihak selain Bank. h. Perhitungan early redemption sebagaimana dimaksud pada huruf g dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen SDBI dipindahtangankan ke pihak selain Bank. 5. Ketentuan BAB III angka 7 huruf b diubah, sehingga BAB III angka 7 huruf b berbunyi sebagai berikut : b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate dan/atau rata-rata tertimbang repo rate. 6. Ketentuan butir III.8.c.1) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 1) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI dan SDBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI dan SDBI sebelum jatuh waktu (early redemption) dan mengenakan biaya repo. 7. Ketentuan BAB IV angka 7 huruf b diubah, sehingga BAB IV angka 7 huruf b berbunyi sebagai berikut : b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate dan/atau rata-rata tertimbang RR- rate. 8. Ketentuan butir V.4.e.2) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 2) secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate dan/atau rata-rata tertimbang tingkat yield. 9. Ketentuan … 15 9. Ketentuan butir VA.3.f.2) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 1) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan kepada semua peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan Lembaga Perantara melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal SBN yang masuk, nilai nominal SBN yang dimenangkan, nominal valuta asing yang dijual oleh Bank Indonesia dan/atau rata-rata tertimbang (weighted average) kurs USD/IDR yang dimenangkan. 10. Ketentuan BAB VI angka 7 huruf b diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate dan/atau rata-rata tertimbang tingkat diskonto Term Deposit rupiah. 11. Ketentuan butir VIA angka 2 huruf b diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: b. transaksi Term Deposit valas memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; 12. Ketentuan butir VIA.8.a.1) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 1) Bank Indonesia melakukan setelman transaksi Term Deposit valas paling lama pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 13. Ketentuan Bab VIB ditambahkan 1 angka yaitu angka 4 yang berbunyi sebagai berikut: 4. Dalam hal Bank melakukan Transaksi Swap dengan Bank Indonesia, Transaksi Swap dimaksud dapat dianggap sebagai penerusan (pass on) posisi transaksi derivatif Bank dengan pihak terkait Bank. 14. Ketentuan … 16 14. Ketentuan Bab VII ditambahkan 1 angka yaitu angka 5 yang berbunyi sebagai berikut : 5. Sanksi Pelanggaran Transaksi SDBI Dengan Pihak Selain Bank Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IIA.9 dikenakan sanksi sebagai berikut : a. Teguran tertulis dengan tembusan kepada : 1) Departemen Pengelolaan Moneter; 2) Departemen Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi dikenakan kepada Sub-Registry Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); 3) Divisi Pengawasan Bank – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Sub-Registry Bank yang berkantor pusat di wilayah KPwBI; atau 4) Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal sanksi diberikan kepada Sub-Registry Bank maupun Sub-Registry Non-Bank. b. Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi SDBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari. c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja segera setelah diketahuinya pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IIA.9. d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro dan/atau rekening giro Bank pembayar yang ditunjuk Sub-Registry. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 Agustus 2013. Agar … 17 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/32/DPM|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 27 Agustus 2013 </set_date> <effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date> <changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg> <extension_of> '15/24/DPM|SE-BI/2013' </extension_of> <related_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010', '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010', '15/24/DPM|SE-BI/2013' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 14 Angka 5' </penalty_list>
No. 10/ 35 / DPbS Jakarta, 22 Oktober 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tanggal 25 September 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4898), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas usaha, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disebut BPRS, perlu menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan meningkatkan kemampuan dan efektivitas dalam mengelola risiko kredit dari aktivitas Pembiayaan (credit risk) serta meminimalkan potensi kerugian. 2. Sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan potensi kerugian yang disebabkan oleh Pembiayaan bermasalah, BPRS dapat melakukan Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran, dan masih memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi. 3. Restukturisasi … 2 3. Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya; b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BPRS; dan/atau c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi: 1) Penambahan dana fasilitas Pembiayaan BPRS; 2) Konversi akad Pembiayaan. 4. Dalam melaksanakan Restrukturisasi Pembiayaan, BPRS harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah serta prinsip akuntansi yang berlaku. II. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR Kebijakan dan prosedur Restrukturisasi Pembiayaan mencakup paling kurang hal-hal sebagai berikut: 1. Penetapan pejabat atau pegawai khusus untuk menangani Restrukturisasi Pembiayaan. 2. Penetapan limit wewenang memutus Pembiayaan yang direstrukturisasi. 3. Kriteria Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi. 4. Sistem dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk penetapan penyerahan Pembiayaan yang akan direstrukturisasi kepada pejabat atau pegawai khusus yang ditunjuk dan penyerahan kembali Pembiayaan yang telah berhasil direstrukturisasi kepada pejabat atau pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola Pembiayaan. 5. Sistem … 3 5. Sistem informasi manajemen Restrukturisasi Pembiayaan, antara lain berupa laporan berkala mengenai perkembangan penanganan Pembiayaan yang direstrukturisasi. III. PEJABAT ATAU PEGAWAI KHUSUS 1. Penunjukan pejabat atau pegawai khusus Restrukturisasi Pembiayaan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing BPRS. 2. Keputusan Restrukturisasi Pembiayaan harus dilakukan oleh pejabat yang kedudukannya lebih tinggi dari pejabat yang memutuskan pemberian Pembiayaan. 3. Dalam hal keputusan pemberian Pembiayaan dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan tertinggi sesuai anggaran dasar BPRS maka keputusan Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan oleh pejabat yang kedudukannya setingkat dengan pejabat yang memutuskan pemberian Pembiayaan. IV. PELAKSANAAN 1. Pembiayaan yang akan direstrukturisasi dianalisis berdasarkan prospek usaha nasabah dan/atau kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas. 2. Analisis yang dilakukan BPRS terhadap Pembiayaan yang direstrukturisasi dan setiap tahapan dalam pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan didokumentasikan secara lengkap dan jelas. 3. Restrukturisasi Pembiayaan dituangkan dalam addendum akad Pembiayaan dan/atau melakukan akad Pembiayaan yang baru mengikuti karakteristik masing-masing bentuk Pembiayaan. 4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2 dan angka 3 juga diterapkan dalam hal dilakukan Restrukturisasi Pembiayaan yang kedua dan ketiga. V. PENERAPAN … 4 V. PENERAPAN PRINSIP SYARIAH 1. BPRS dapat mengenakan ganti rugi (ta’widh) kepada nasabah dalam rangka Restrukturisasi Pembiayaan. 2. Ganti rugi ditetapkan sebesar biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah dan bukan potensi kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah). 3. Perubahan–perubahan yang disepakati antara BPRS dengan nasabah dalam Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk penetapan ganti rugi harus dituangkan dalam addendum akad Pembiayaan. 4. Dalam hal Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan melalui konversi akad maka harus dibuat akad Pembiayaan baru. VI. TATACARA RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN Semua jenis Pembiayaan dapat dilakukan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir I.3 dengan memperhatikan karakteristik masing-masing bentuk Pembiayaan, sebagai berikut: 1. Piutang Murabahah dan Piutang Istishna’ Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah dan piutang istishna’ dapat dilakukan restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BPRS. b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–syarat Pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak … 5 tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BPRS. c. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi piutang murabahah atau piutang istishna’ sebesar sisa kewajiban nasabah menjadi ijarah muntahiyyah bittamlik atau mudharabah atau musyarakah. Konversi piutang dimaksud dilakukan sebagai berikut: 1) BPRS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah atau piutang istishna’ dengan memperhitungkan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’. Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah kewajiban nasabah dengan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’, maka diakui sebagai berikut: a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada jumlah kewajiban nasabah, maka BPRS mengakui kerugian sebesar selisih tersebut; b) apabila nilai wajar lebih besar daripada jumlah kewajiban nasabah, maka selisih nilai tersebut diakui sebagai uang muka ijarah muntahiyyah bittamlik atau menambah porsi modal nasabah untuk musyarakah atau mengurangi porsi modal mudharabah dari BPRS. 2) Obyek murabahah atau istishna’ sebelumnya menjadi dasar untuk pembuatan akad Pembiayaan baru. 3) BPRS melakukan akad Pembiayaan baru dengan mempertimbangkan kondisi nasabah antara lain jenis usaha, dan kemampuan membayar (cash flow) nasabah. Pembuatan akad Pembiayaan baru dalam rangka restrukturisasi mengikuti ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam ketentuan … 6 ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan prinsip syariah. 4) BPRS mencantumkan kronologis akad Pembiayaan sebelumnya dalam akad Pembiayaan baru. Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi piutang murabahah atau piutang istishna’ sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1 huruf a, huruf b, dan huruf c merupakan jumlah pokok dan margin yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi. 2. Piutang Salam Pembiayaan dalam bentuk piutang salam dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo penyerahan barang salam tanpa mengubah spesifikasi dan kekurangan jumlah barang yang harus diserahkan nasabah kepada BPRS. b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat– syarat Pembiayaan antara lain spesifikasi barang, jumlah, jangka waktu, jadwal penyerahan, pemberian potongan piutang dan/atau lainnya tanpa menambah nilai barang yang harus diserahkan nasabah kepada BPRS. c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana. Restrukturisasi yang dilakukan dengan menambah dana BPRS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan dengan baik. 3. Piutang Qardh Pembiayaan dalam bentuk piutang qardh dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan … 7 a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BPRS. b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat– syarat Pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BPRS. Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi piutang qardh sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3 huruf a dan huruf b merupakan jumlah pokok yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi. 4. Mudharabah dan Musyarakah Pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BPRS. b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat- syarat Pembiayaan antara lain nisbah bagi hasil, jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan pokok dan/atau lainnya tanpa menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BPRS. c. Penataan … 8 c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana. Restrukturisasi yang dilakukan dengan menambah dana BPRS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan dengan baik. Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi akad Pembiayaan dalam bentuk mudharabah atau musyarakah sebagaimana dimaksud dalam butir VI.4 huruf a dan huruf b merupakan jumlah pokok yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi. 5. Ijarah dan Ijarah Muntahiyyah Bittamlik Pembiayaan dalam bentuk ijarah dan ijarah muntahiyya bittamlik dapat dilakukan restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan dan BPRS dapat menetapkan kembali besarnya ujrah yang harus dibayar nasabah dengan kondisi sebagai berikut: 1) Aktiva ijarah dimiliki oleh BPRS Jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan umur ekonomis aktiva ijarah. 2) Aktiva ijarah bukan milik BPRS Jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan masa berakhirnya hak penggunaan aktiva ijarah. b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat Pembiayaan antara lain jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan ujrah dan/atau lainnya, dan BPRS dapat menetapkan kembali ujrah yang harus dibayar nasabah, dengan kondisi sebagai berikut: 1) Aktiva … 9 1) Aktiva ijarah dimiliki oleh BPRS Dalam hal BPRS memberikan perpanjangan jangka waktu, maka jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan umur ekonomis aktiva ijarah. 2) Aktiva ijarah bukan milik BPRS Dalam hal BPRS memberikan perpanjangan waktu, maka jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan berakhirnya hak penggunaan aktiva ijarah. c. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi akad Ijarah atau akad Ijarah Muntahiyyah Bittamlik menjadi mudharabah atau musyarakah. Konversi Pembiayaan terhadap aktiva ijarah yang dimiliki oleh BPRS dilakukan sebagai berikut: 1) BPRS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk ijarah atau ijarah muntahiyyah bittamlik dengan memperhitungkan nilai wajar aktiva ijarah. Dalam hal terdapat perbedaan antara nilai wajar aktiva ijarah dengan nilai buku aktiva ijarah ditambah tunggakan angsuran ijarah, maka diakui sebagai berikut: a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada nilai buku ditambah tunggakan angsuran ijarah, maka BPRS mengakui kerugian sebesar selisih tersebut; b) apabila nilai wajar lebih besar daripada nilai buku ditambah tunggakan angsuran ijarah, maka BPRS mengakui keuntungan yang ditangguhkan sebesar selisih tersebut dan diamortisasi selama masa akad mudharabah atau musyarakah. 2) BPRS membuat akad Pembiayaan baru dengan mempertimbangkan kondisi nasabah antara lain jenis usaha dan kemampuan membayar (cash flow) nasabah. Pembuatan … 10 Pembuatan akad Pembiayaan baru dalam rangka restrukturisasi mengikuti ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan prinsip syariah. 3) BPRS mencatat Pembiayaan dalam bentuk mudharabah atau musyarakah sebesar nilai wajar aktiva ijarah. 4) BPRS mencantumkan kronologis akad Pembiayaan sebelumnya dalam akad Pembiayaan baru. 6. Ijarah Multijasa Pembiayaan multijasa dalam bentuk ijarah dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BPRS. b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–syarat Pembiayaan antara lain jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan piutang dan/atau lainnya tanpa menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BPRS. VII. TATACARA PELAPORAN 1. BPRS melaporkan daftar nasabah Pembiayaan yang direstrukturisasi dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1. 2. Apabila dalam bulan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak terdapat nasabah Pembiayaan yang direstrukturisasi, maka BPRS tetap menyampaikan laporan dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 dengan memberikan keterangan NIHIL. 3. Laporan … 11 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350 bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja Bank Indonesia, Jakarta b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia. VIII. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI BERUPA DENDA UANG 1. Pembayaran sanksi berupa denda uang kepada Bank Indonesia dapat dilakukan dengan transfer ke rekening Bank Indonesia melalui 2 (dua) cara, yaitu: a. Kliring Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446 – Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS, dan pada kolom keterangan dicantumkan “pembayaran sanksi berupa denda uang ”; atau b. RTGS Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446 – Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan pada kolom keterangan dicantumkan “pembayaran sanksi berupa denda uang”. 2. BPRS Pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi berupa denda uang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350, Telp.381-8515, 381-8915, atau melalui Faksimili Nomor 350- 1990, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi. b. Kantor … 12 b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. IX. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22 Oktober 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/35/DPbS|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title> <set_date> 22 Oktober 2008 </set_date> <effective_date> 22 Oktober 2008 </effective_date> <related_reg> '10/18/PBI/2008' </related_reg>
No. 13/31/DPNP Jakarta, 22 Desember 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia Dalam rangka pelaksanaan peraturan-peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan penggunaan peringkat dari suatu eksposur yang dimiliki Bank, diperlukan pengaturan kembali ketentuan mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Pengaturan tersebut dilakukan antara lain dengan menyempurnakan cakupan penilaian, termasuk parameter dalam kriteria penilaian, yang digunakan Bank Indonesia dalam melakukan penilaian terhadap lembaga pemeringkat. Pengaturan mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia adalah sebagai berikut: I. UMUM ... I. UMUM 1. Lembaga pemeringkat merupakan salah satu elemen penting yang berperan dalam mendukung operasional suatu sistem keuangan, antara lain untuk membantu terciptanya transparansi pasar keuangan dan mendorong investasi yang efisien yang dapat mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi. 2. Dalam kegiatan usaha perbankan, penetapan peringkat oleh lembaga pemeringkat terhadap eksposur yang dimiliki oleh Bank merupakan salah satu alat bantu bagi Bank dalam pengelolaan risiko. 3. Lembaga pemeringkat yang dapat diakui oleh Bank Indonesia adalah lembaga pemeringkat yang memenuhi penilaian sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Peringkat yang diakui Bank Indonesia merupakan peringkat yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia. 5. Bank Indonesia melakukan pengkinian terhadap daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia berdasarkan hasil penilaian dan pemantauan terhadap lembaga pemeringkat dimaksud. II. PENILAIAN LEMBAGA PEMERINGKAT 1. PRINSIP UMUM Prinsip umum dalam melakukan penilaian lembaga pemeringkat antara lain: a. penilaian yang dilakukan tidak menghambat perkembangan industri pemeringkatan, dapat menstimulasi kompetisi yang sehat, dan mendorong terciptanya disiplin pasar (market discipline); b. penilaian ... b. penilaian ditujukan untuk mendorong agar lembaga pemeringkat menghasilkan peringkat yang dapat diandalkan; dan c. penilaian dilakukan dengan mengacu pada standar dan praktek internasional yang sehat untuk mendukung terciptanya konsistensi diantara regulator lainnya, khususnya dalam melakukan penilaian dan pengakuan terhadap lembaga pemeringkat yang berskala regional maupun internasional. 2. CAKUPAN PENILAIAN Penilaian terhadap lembaga pemeringkat dilakukan berdasarkan pemenuhan atas kriteria penilaian yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf a serta media publikasi dan cakupan pengungkapan sebagaimana dimaksud pada huruf b. a. Kriteria yang menjadi acuan dalam melakukan penilaian terhadap lembaga pemeringkat adalah: 1) Independensi Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat independensi atau kebebasan lembaga pemeringkat dari segala bentuk kepentingan, seperti kepentingan ekonomi, sosial dan/atau politik, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap hasil pemeringkatan yang diterbitkan. Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria independensi adalah: a) independensi kedudukan dan kondisi lembaga pemeringkat Kedudukan ... Kedudukan dan kondisi lembaga pemeringkat tidak berada dibawah tekanan ekonomi, sosial dan/atau politik yang dapat mempengaruhi proses dan hasil pemeringkatan; b) independensi kegiatan usaha Lembaga pemeringkat beroperasi sebagai badan usaha yang berdiri sendiri dan terpisah dari kegiatan usaha lainnya yang tidak berkaitan dengan penyediaan jasa pemeringkatan; c) independensi prosedur pemeringkatan Lembaga pemeringkat memiliki prosedur pemeringkatan yang dapat menjaga independensi dari benturan kepentingan dengan pihak yang diperingkat, yang dapat timbul antara lain karena pihak yang diperingkat dikenakan biaya pemeringkatan; d) independensi kontrak perjanjian pemeringkatan Lembaga pemeringkat mempertahankan independensi dalam setiap kontrak perjanjian pemeringkatan. Independensi harus diperhatikan terutama apabila lembaga pemeringkat melakukan kegiatan usaha lainnya yang berkaitan dengan penyediaan jasa pemeringkatan kepada pihak yang diperingkat; dan e) independensi kegiatan operasional Lembaga pemeringkat memiliki kebijakan, pengamanan operasional dan code of conduct yang dapat menjamin independensi kegiatan operasional lembaga pemeringkat. 2) Obyektivitas ... 2) Obyektivitas Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat obyektivitas dan efektivitas dari prosedur dan metodologi yang digunakan dan dikembangkan, kewajaran dan konsistensi dari kriteria pemeringkatan, serta obyektivitas proses penetapan peringkat. Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria obyektivitas adalah: a) Obyektivitas prosedur pemeringkatan Lembaga pemeringkat memiliki prosedur pemeringkatan yang sistematis yang mengacu pada standar internasional dan dirancang untuk menghasilkan peringkat yang dapat diandalkan; b) Obyektivitas metodologi pemeringkatan Lembaga pemeringkat memiliki metodologi pemeringkatan yang dapat diandalkan, sistematis, dan melalui tahapan pengujian dan validasi berdasarkan pengalaman historis; c) Obyektivitas proses penetapan peringkat Lembaga pemeringkat memiliki Komite Pemeringkat memastikan tercapainya (Rating Committee) untuk obyektivitas, kewajaran, serta analisis yang menyeluruh dalam proses penetapan peringkat; d) Obyektivitas hasil pemeringkatan Obyektivitas hasil pemeringkatan antara lain dinilai dari faktor-faktor sebagai berikut: (1) Lembaga ... (1) Lembaga pemeringkat mengungkapkan seluruh faktor yang mempengaruhi hasil pemeringkatan dan memiliki keberanian untuk menerbitkan suatu peringkat yang tidak populer atau tidak sejalan dengan ekspektasi umum; (2) Lembaga pemeringkat memperhatikan batasan (system boundary) yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, untuk pemeringkatan perusahaan, lembaga pemeringkat antara lain harus memperhatikan seluruh sektor usaha dari perusahaan yang terkait dengan pihak yang diperingkat; dan (3) Lembaga pemeringkat memperhatikan isu- isu dan peraturan yang berlaku di suatu negara secara spesifik yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeringkatan; e) Obyektivitas standar pemeringkatan Obyektivitas standar pemeringkatan antara lain dinilai dari faktor-faktor sebagai berikut: (1) lembaga pemeringkat menggunakan standar minimum yang diakui secara internasional dalam melakukan pemeringkatan, termasuk pemeringkatan terhadap bidang baru; dan (2) memiliki kebijakan mengenai pemeringkatan yang dilakukan atas inisiatif lembaga pemeringkat (unsolicited rating); dan f) Kaji ... f) Kaji ulang Untuk memastikan kualitas, konsistensi, dan obyektivitas hasil pemeringkatan, lembaga pemeringkat melakukan kaji ulang (review) secara berkala terhadap praktek, prosedur, kriteria, dan metodologi pemeringkatan paling kurang satu kali dalam satu tahun. Kaji ulang dilakukan oleh unit/pejabat yang memiliki kompetensi dan tidak terlibat dalam proses pemeringkatan. 3) Pengungkapan Publik (Disclosures) Kriteria ini digunakan untuk menilai pengungkapan segala sesuatu mengenai lembaga pemeringkat sehingga memungkinkan publik maupun otoritas yang berwenang melakukan penilaian terhadap independensi, obyektivitas, kapabilitas, dan operasional lembaga pemeringkat, serta pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria pengungkapan publik adalah: a) Kemudahan akses bagi publik Lembaga pemeringkat menyediakan kemudahan akses bagi publik agar tercipta pemahaman yang lebih baik terhadap lembaga pemeringkat, proses pemeringkatan, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan lembaga pemeringkat; b) Pengungkapan informasi yang terkait dengan proses, kriteria, dan metodologi pemeringkatan Lembaga ... Lembaga pemeringkat mengungkapkan informasi mengenai proses, kriteria, dan metodologi pemeringkatan, termasuk penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan, yang mengacu pada standar internasional serta best practices baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang memungkinkan publik melakukan perbandingan; c) Pengungkapan benturan kepentingan Lembaga pemeringkat mengungkapkan kebijakan, prosedur, dan aktivitas, yang berkaitan dengan benturan kepentingan; d) Pengungkapan perubahan internal Lembaga pemeringkat mengungkapkan perubahan internal yang signifikan yang dapat mempengaruhi kemampuan lembaga pemeringkat untuk menerbitkan peringkat yang dapat diandalkan; dan e) Prosedur pengungkapan Lembaga pemeringkat memiliki prosedur yang sistematis mengenai pengungkapan sebagaimana dimaksud pada huruf b), huruf c), dan huruf d) . 4) Transparansi Pemeringkatan Kriteria ini digunakan untuk menilai keterbukaan lembaga pemeringkat kepada publik atas seluruh informasi yang terkait dengan hasil pemeringkatan, termasuk asumsi dan latar belakang penerbitan hasil pemeringkatan. Parameter ... Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria transparansi adalah: a) Transparansi hasil pemeringkatan Lembaga pemeringkat mempublikasikan seluruh hasil pemeringkatan setelah mendapat persetujuan pihak yang diperingkat sehingga dapat diakses secara tidak terbatas dan tanpa biaya oleh setiap pihak, baik pemeringkatan yang dilakukan atas inisiatif pihak yang diperingkat (solicited rating) maupun atas inisiatif lembaga pemeringkat (unsolicited rating). Lembaga pemeringkat tidak diperbolehkan memberikan lebih dahulu hak akses atas informasi hasil pemeringkatan kepada pelanggan; b) Transparansi hasil pemantauan peringkat Lembaga pemeringkat mempublikasikan hasil pemantauan, dan penyesuaian peringkat (jika ada) melalui penetapan “watch list”, serta pencantuman periode terakhir pelaksanaan pengkajian secara menyeluruh; c) Transparansi faktor-faktor yang mempengaruhi pemeringkatan Lembaga pemeringkat mempublikasikan latar belakang pemikiran termasuk faktor-faktor kritikal dalam analisis dan pengambilan keputusan untuk setiap hasil pemeringkatan, hasil pemantauan, dan penyesuaian peringkat sebagaimana ... sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b), dengan tetap berpegang pada prinsip kerahasiaan informasi; d) Transparansi proses, kriteria, dan metodologi pemeringkatan terkait hasil pemeringkatan Lembaga pemeringkat mempublikasikan proses, kriteria, dan metodologi pemeringkatan yang digunakan dalam menghasilkan suatu peringkat. Publikasi mencakup pula hal-hal yang bersifat struktural seperti metodologi yang digunakan untuk mengevaluasi risiko-risiko material yang terkandung dalam berbagai instrumen keuangan dan industri tertentu, serta asumsi, ekspektasi, dan argumentasi yang mendasari analisis hasil pemeringkatan; dan e) Transparansi metode analisis dalam proses pemeringkatan Lembaga pemeringkat mengungkapkan metode analisis yang digunakan dalam proses pemeringkatan. Metode analisis tersebut antara lain: (i) analisis statitistik atas informasi yang dipublikasikan, (ii) analisis statitistik atas informasi yang dipublikasikan yang dikonfirmasikan melalui diskusi antara lembaga pemeringkat dan pihak yang diperingkat, dan/atau (iii) analisis atas informasi yang dipublikasikan dan informasi yang tidak dipublikasikan, yang diperoleh dari hasil ... hasil diskusi antara lembaga pemeringkat dan pihak yang diperingkat. 5) Sumber Daya (Resources) Kriteria ini digunakan untuk menilai kemampuan lembaga pemeringkat dalam memberikan jasa pemeringkatan, baik dari aspek sumber daya manusia (human resources), aspek sumber daya keuangan (financial resources), maupun dukungan pemegang saham, yang memungkinkan lembaga pemeringkat beroperasi secara independen dan profesional. Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria sumber daya adalah: a) Sumber daya manusia Aspek sumber daya manusia antara lain dinilai dari faktor-faktor sebagai berikut: (1) memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai mengenai pengadaan, pengelolaan, dan pengembangan sumber daya manusia; dan (2) mengungkapkan informasi terkini mengenai kualifikasi dan pengalaman dari analis pemeringkat, serta sektor maupun pihak- pihak yang diperingkat oleh analis tersebut; b) Sumber daya keuangan Aspek sumber daya keuangan antara lain dinilai dari kemampuan dan kinerja keuangan yang baik; dan c) Dukungan ... c) Dukungan pemegang saham Terdapat komitmen tertulis dari pemegang saham yang menyatakan bahwa lembaga pemeringkat akan beroperasi di Indonesia dalam jangka panjang dan kesediaan untuk membantu mengatasi permasalahan apabila lembaga pemeringkat mengalami kesulitan keuangan. 6) Kredibilitas Kriteria ini digunakan untuk menilai pengakuan dan akseptabilitas oleh pasar terhadap keberadaan lembaga pemeringkat sebagai penyedia jasa pemeringkatan yang dapat diandalkan. Parameter yang digunakan untuk mengukur kriteria kredibilitas adalah: a) Izin otoritas yang berwenang Memiliki izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) atau otoritas yang berwenang lainnya; b) Jangka waktu operasional Lembaga pemeringkat telah menjalankan kegiatan operasional paling kurang 1 (satu) tahun; c) Publikasi hasil pemeringkatan Lembaga pemeringkat telah mempublikasikan minimal 2 (dua) hasil pemeringkatan; d) Kebijakan penyebaran informasi Memiliki kebijakan dan prosedur internal untuk mencegah penyalahgunaan dan/atau penyebaran informasi non-publikasi kepada pegawai ... pegawai atau pihak yang tidak berwenang serta pihak eksternal, yang dapat memperoleh keuntungan atas informasi tersebut; dan e) Rekam jejak (track record) Memiliki rekam jejak dalam penerbitan hasil pemeringkatan yang dapat diandalkan. Pendekatan dalam menilai rekam jejak antara lain dilakukan melalui evaluasi terhadap studi terjadinya default (default study). Untuk lembaga pemeringkat yang baru berdiri, maka penilaian rekam jejak dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah dan pengalaman analis pemeringkat yang dimiliki. b. Media publikasi dan cakupan pengungkapan Lembaga pemeringkat wajib memiliki website yang mudah untuk diakses oleh publik yang memuat seluruh informasi yang wajib diungkapkan/dipublikasikan sebagaimana dimaksud pada huruf a Surat Edaran Bank Indonesia ini. Dalam hal website lembaga pemeringkat merupakan bagian dari website perusahaan induk, maka lembaga pemeringkat wajib memiliki website atau region site tersendiri. III. PUBLIKASI LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI BANK INDONESIA 1. Berdasarkan penilaian terhadap pemenuhan kriteria sebagaimana tercantum pada angka II, Bank Indonesia menetapkan lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia dalam suatu daftar yang digunakan dalam pelaksanaan ... pelaksanaan ketentuan-ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan penggunaan peringkat suatu eksposur. 2. Daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 dipublikasikan melalui website Bank Indonesia pada www.bi.go.id. IV. PENGKINIAN DAFTAR LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI 1. Bank Indonesia melakukan pengkinian atas daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia apabila diperlukan, berdasarkan hasil penilaian dan pemantauan terhadap pemenuhan kriteria penilaian serta media publikasi dan cakupan pengungkapan sebagaimana dimaksud pada butir II.2. 2. Untuk keperluan pengkinian sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia berwenang meminta kepada lembaga pemeringkat untuk menyampaikan laporan kinerja keuangan tahunan yang telah diaudit. Selain itu, Bank Indonesia berwenang meminta informasi tertulis mengenai setiap perubahan yang signifikan, antara lain mengenai struktur organisasi atau manajemen, formasi analis pemeringkat, prosedur dan metodologi pemeringkatan, dan/atau informasi lain, yang dapat mempengaruhi kemampuan lembaga pemeringkat dalam menghasilkan peringkat yang dapat diandalkan. 3. Lembaga pemeringkat dapat dikeluarkan dari daftar lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia berdasarkan: a. hasil penilaian Bank Indonesia; dan/atau b. permintaan lembaga pemeringkat. 4. Lembaga ... 4. Lembaga pemeringkat dikeluarkan dari daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia berdasarkan hasil penilaian Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 3.a a. lembaga pemeringkat diketahui memberikan informasi yang keliru (misleading); b. lembaga pemeringkat dikenakan sanksi oleh otoritas yang berwenang yang dapat mengganggu kelangsungan usaha lembaga pemeringkat; dan/atau c. lembaga pemeringkat melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain menciptakan pasar semu atau insider trading dan/atau melakukan rekayasa untuk menghasilkan peringkat yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Sebelum mengeluarkan lembaga pemeringkat dari daftar lembaga pemeringkat yang diakui, Bank Indonesia melakukan klarifikasi terhadap permasalahan yang menyebabkan lembaga pemeringkat tersebut akan dikeluarkan dari daftar lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia. Lembaga pemeringkat diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan atas permintaan klarifikasi tersebut dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Lembaga pemeringkat yang mengajukan permintaan untuk dikeluarkan dari daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memastikan masa berlaku peringkat yang diterbitkan telah habis atau memastikan terdapat lembaga pemeringkat pengganti untuk menerbitkan peringkat baru dalam hal eksposur yang diperingkat belum jatuh tempo; b. telah menyelesaikan seluruh kewajiban kepada pihak yang b. telah ... diperingkat sebelum kegiatan operasional dihentikan; c. menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Bank Indonesia paling kurang 12 (dua belas) bulan sebelum rencana penghentian kegiatan operasional; dan d. mengumumkan kepada publik mengenai rencana penghentian kegiatan operasional paling kurang 3 (tiga) bulan sebelum penghentian kegiatan operasional. 6. Lembaga pemeringkat yang memutuskan akan menghentikan kegiatan operasionalnya di Indonesia wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 5. V. LAIN-LAIN 1. Bank tetap wajib melakukan penilaian terhadap eksposur yang diperingkat oleh lembaga pemeringkat dan sepenuhnya bertanggung jawab atas penggunaan hasil pemeringkatan yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia. 2. Permohonan dari lembaga pemeringkat untuk dicantumkan dalam daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia diajukan secara tertulis kepada Bank Indonesia up. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 3. Proses penilaian dan pengkinian lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia dilakukan selain berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia ini juga memperhatikan ketentuan terkait lainnya mengenai lembaga pemeringkat. VI. KETENTUAN ... VI. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/19/DPNP tanggal 30 April 2008 tentang Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia; dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/30/DPNP tanggal 30 Oktober 2009 tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/19/DPNP tentang Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22 Desember 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/31/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 22 Desember 2011 </set_date> <effective_date> 22 Desember 2011 </effective_date> <replaced_reg> '10/19/DPNP|SE-BI/2008', '11/30/DPNP|SE-BI/2009' </replaced_reg>
No. 15/4/DPNP Jakarta, 6 Maret 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Kepemilikan Saham Bank Umum Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/8/PBI/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5327), yang selanjutnya disebut PBI Kepemilikan Saham Bank Umum, perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai kepemilikan saham Bank umum dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut: I. UMUM Dominasi kepemilikan Bank oleh salah satu pihak sering menghambat Bank dalam menerapkan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance-GCG). Pengalaman krisis di masa lalu membuktikan bahwa Bank yang terkena dampak krisis adalah Bank yang dimiliki secara dominan oleh pemegang saham tertentu. Oleh karena itu perlu dilakukan penyebaran kepemilikan saham Bank dengan menerapkan batas maksimum kepemilikan saham Bank sehingga Bank dapat menerapkan GCG dengan baik. II. PENERAPAN ... II. PENERAPAN BATAS MAKSIMUM KEPEMILIKAN SAHAM BANK A. Calon Pemegang Saham Bank 1. Calon pemegang saham dapat memiliki saham Bank paling tinggi sebesar batas maksimum kepemilikan saham pada saat yang bersangkutan menjadi pemegang saham Bank dimaksud. 2. Batas maksimum kepemilikan saham bagi calon pemegang saham berupa Pemerintah Daerah dipersamakan dengan batas maksimum kepemilikan saham bagi badan hukum bukan lembaga keuangan yaitu 30% (tiga puluh persen) dari Modal Bank untuk masing-masing Pemerintah Daerah. 3. Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company), yang dibentuk untuk memenuhi kewajiban terhadap ketentuan Bank Indonesia mengenai kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia, apabila akan melakukan akuisisi Bank lain maka batas maksimum kepemilikan sahamnya adalah sebesar batas kepemilikan yang tertinggi dari kategori pemegang saham dari Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dimaksud. 4. Dalam hal calon pemegang saham merupakan badan hukum yang berkedudukan di luar negeri akan menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP), maka yang bersangkutan wajib memiliki peringkat investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c PBI Kepemilikan Saham Bank Umum. Posisi peringkat investasi yang digunakan adalah paling kurang 1 (satu) tahun terakhir sebelum yang bersangkutan menjadi PSP Bank. B. Pemegang ... B. Pemegang Saham Bank 1. Pemegang saham yang memiliki saham Bank kurang dari batas maksimum kepemilikan saham Bank, dapat melakukan penambahan kepemilikan saham dengan ketentuan sebagai berikut: a. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2013, pemegang saham Bank dapat meningkatkan kepemilikan saham dengan kewajiban menyesuaikan batas maksimum kepemilikan sesuai dengan ketentuan dalam PBI Kepemilikan Saham Bank Umum. b. Setelah tanggal 31 Desember 2013, pemegang saham Bank dapat meningkatkan kepemilikan saham sampai dengan batas maksimum kepemilikan saham Bank. 2. Pemegang saham yang memiliki saham Bank lebih dari batas maksimum kepemilikan saham Bank, dapat melakukan penambahan kepemilikan saham dengan ketentuan sebagai berikut: a. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2013, mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a. b. Setelah tanggal 31 Desember 2013, pemegang saham Bank dapat melakukan penambahan kepemilikan saham sepanjang tidak menambah persentase kepemilikan sahamnya. 3. Pemegang saham yang melakukan penjualan saham yang dimilikinya atas inisiatif sendiri wajib menyesuaikan kepemilikan saham sesuai dengan batas maksimum kepemilikan saham Bank dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penjualan saham dilakukan. Yang ... Yang dimaksud dengan pemegang saham yang melakukan penjualan saham yang dimilikinya dalam angka ini adalah pemegang saham Bank langsung dan/atau PSP Terakhir (PSPT) yang melakukan penjualan sahamnya secara langsung maupun tidak langsung sehingga mengakibatkan: a. Perubahan pemegang saham Bank langsung atau PSP Terakhir; dan/atau b. Perubahan persentase kepemilikan saham Bank oleh pemegang saham langsung atau perubahan persentase kepemilikan PSPT pada Bank yang secara tidak langsung mempengaruhi jumlah pengendalian pada Bank. 4. Dalam hal terdapat penjualan saham oleh pemegang saham sebagaimana dimaksud pada angka 3, maka pemegang saham langsung Bank wajib menyesuaikan dengan batas maksimum kepemilikan saham. III. PERSYARATAN KHUSUS KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM A. Kepemilikan Saham Bank Lebih Dari 40% (Empat Puluh Persen) 1. Persyaratan untuk dapat memiliki saham Bank lebih dari 40% (empat puluh persen) antara lain memperoleh penilaian Tingkat Kesehatan (TKS) Bank dengan peringkat komposit 1 (satu) atau 2 (dua) atau yang setara bagi lembaga keuangan bank yang berkedudukan di luar negeri, memenuhi ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai profil risiko, dan modal inti (tier 1) paling kurang 6% (enam persen). 2. Posisi penilaian yang digunakan untuk ketiga persyaratan tersebut adalah posisi penilaian paling kurang 1 (satu) tahun terakhir. B. Persyaratan ... B. Persyaratan Peringkat Investasi Persyaratan peringkat investasi bagi calon PSP berupa badan hukum yang berkedudukan di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c PBI Kepemilikan Saham Bank Umum adalah posisi peringkat investasi paling kurang 1 (satu) tahun sebelum yang bersangkutan menjadi PSP Bank. IV. PENILAIAN TKS DAN/ATAU GCG SELAMA 3 (TIGA) PERIODE PENILAIAN BERTURUT-TURUT Yang dimaksud dengan 3 (tiga) periode penilaian berturut-turut atas penilaian TKS dan/atau penilaian GCG adalah penilaian yang dilakukan secara berkala sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank. V. PENTAHAPAN KEPEMILIKAN SAHAM BANK LEBIH DARI 40% (EMPAT PULUH PERSEN) 1. Batas maksimum kepemilikan saham bagi badan hukum lembaga keuangan bank adalah paling tinggi sebesar 40% (empat puluh persen) dari Modal Bank. 2. Badan hukum lembaga keuangan bank hanya dapat memiliki saham Bank lebih dari 40% (empat puluh persen) dari Modal Bank, dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Bagi calon pemegang saham Bank hanya dapat memiliki saham Bank sebesar 40% (empat puluh persen) terlebih dahulu; dan b. Selanjutnya pemegang saham Bank dapat meningkatkan kepemilikan saham lebih dari 40% (empat puluh persen) sepanjang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) PBI Kepemilikan ... Kepemilikan Saham Bank Umum. 3. Kepemilikan saham Bank oleh badan hukum lembaga keuangan bank lebih dari 40% (empat puluh persen) dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Calon pemegang saham mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia melalui Bank yang akan dimiliki dengan melampirkan dokumen administratif sebagaimana dimaksud pada Lampiran I. b. Bank Indonesia melakukan penilaian atas pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) PBI Kepemilikan Saham Bank Umum. c. Bank Indonesia, berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf b, akan memberikan persetujuan bagi calon pemegang saham yang akan memiliki saham Bank lebih dari 40% (empat puluh persen) sebagai berikut: 1) Persetujuan untuk memiliki saham Bank sebesar 40% (empat puluh persen) dari Modal Bank; dan 2) Persetujuan untuk dapat meningkatkan jumlah kepemilikan saham dengan kewajiban mengajukan kembali permohonan persetujuan untuk meningkatkan jumlah kepemilikan sahamnya. Permohonan dapat diajukan kembali apabila Bank yang dimiliki memperoleh penilaian TKS dan penilaian GCG peringkat 1 (satu) atau 2 (dua) selama 3 (tiga) periode penilaian berturut-turut dalam periode 5 (lima) tahun sejak persetujuan kepemilikan saham Bank sebesar 40% (empat puluh persen). d. Bagi PSP berupa lembaga keuangan bank yang telah memiliki ... memiliki saham Bank kurang dari 40% (empat puluh persen) dan akan meningkatkan kepemilikan sahamnya menjadi lebih dari 40% ( empat puluh persen ) dapat mengajukan permohonan apabila Bank yang dimiliki memperoleh penilaian TKS dan penilaian GCG peringkat 1 (satu) atau 2 (dua) selama 3 (tiga) periode penilaian berturut-turut dalam periode 5 (lima) tahun sebelum permohonan kepemilikan saham Bank lebih dari 40% (empat puluh persen) diajukan. Permohonan kepada Bank Indonesia untuk meningkatkan kepemilikan saham lebih dari 40% (empat puluh persen) diajukan oleh PSP melalui Bank yang dimiliki dengan melampirkan dokumen administratif sebagaimana dimaksud pada Lampiran II. VI. KOMITMEN UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA Bagi calon PSP yang merupakan warga negara asing/badan hukum yang berkedudukan di luar negeri atau badan hukum lembaga keuangan bank yang akan memiliki saham lebih dari 40% (empat puluh persen) dari Modal Bank wajib memenuhi persyaratan antara lain memiliki komitmen untuk mendukung pengembangan perekonomian Indonesia melalui Bank yang akan dimiliki, dalam bentuk: 1. Komitmen tertulis, yang paling kurang memuat: a. sektor ekonomi yang akan diprioritaskan; dan b. wilayah di Indonesia yang akan menjadi prioritas. 2. Rencana kegiatan calon PSP dalam rangka pengembangan Bank yang akan dimiliki untuk paling kurang 5 (lima) tahun ke depan, yang paling kurang memuat: a. Rencana ... a. Rencana penyaluran kredit produktif ke sektor ekonomi dan wilayah di Indonesia yang akan diprioritaskan. Sektor ekonomi dan wilayah di Indonesia yang menjadi prioritas mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Besarnya jumlah penyaluran kredit produktif mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyaluran kredit produktif sesuai dengan kelompok kegiatan usaha bank. b. Ringkasan strategi bisnis yang akan dijalankan. 3. Komitmen tertulis dan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2, disampaikan pada saat permohonan izin sebagai calon PSP atau pemegang saham lembaga keuangan bank mengajukan permohonan untuk meningkatkan kepemilikan lebih dari 40% (empat puluh persen). 4. Apabila permohonan calon pemegang saham disetujui oleh Bank Indonesia, rencana kegiatan calon pemegang saham sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus tercantum dalam rencana bisnis Bank. VII. REKOMENDASI DARI OTORITAS PENGAWASAN DARI NEGARA ASAL Bagi calon PSP berupa badan hukum lembaga keuangan yang berkedudukan di luar negeri atau badan hukum lembaga keuangan Bank yang berkedudukan di luar negeri yang akan memiliki saham lebih dari 40% (empat puluh persen) dari Modal Bank wajib pula memenuhi persyaratan antara lain mendapatkan rekomendasi ... rekomendasi dari otoritas pengawasan negara asal (home country) lembaga keuangan tersebut yang paling kurang memuat: 1. Keterangan mengenai calon PSP mengenai: a. Reputasi yang baik; b. Tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan; dan 2. Otoritas home country PSP Bank akan mendukung kebijakan otoritas pengawas di tempat kedudukan Bank (host country) di bidang pengawasan yang antara lain bertujuan untuk memperbaiki kinerja Bank dan/atau memelihara stabilitas sistem keuangan di tempat kedudukan Bank (host country). VIII. SURAT UTANG YANG BERSIFAT EKUITAS Sesuai dengan Pasal 6 dan Pasal 7 PBI Kepemilikan Saham Bank Umum, calon pemegang saham Bank yang akan memiliki saham Bank lebih dari 40% (empat puluh persen) wajib memiliki komitmen untuk membeli surat utang bersifat ekuitas yang diterbitkan oleh Bank yang akan dimiliki dan Bank yang akan dimiliki wajib memiliki persetujuan untuk menerbitkan surat utang yang bersifat ekuitas, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Komitmen calon pemegang saham Berupa Lembaga Keuangan Bank a. Calon pemegang saham berupa lembaga keuangan bank yang akan memiliki saham Bank lebih dari 40% (empat puluh persen) wajib memiliki komitmen tertulis untuk memenuhi kewajiban membeli surat utang bersifat ekuitas yang diterbitkan Bank yang dimiliki, yang paling kurang memuat: 1) Kesediaan ... 1) Kesediaan calon pemegang saham berupa lembaga keuangan bank untuk membeli surat utang bersifat ekuitas yang diterbitkan Bank yang dimilikinya dalam hal Bank yang dimilikinya diperkirakan mengalami kesulitan di waktu yang akan datang untuk memenuhi rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) sesuai profil risiko sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. 2) Jumlah surat utang bersifat ekuitas yang akan dibeli yaitu paling kurang sebanding dengan persentase kepemilikan sahamnya. Pemegang saham berupa lembaga keuangan bank tersebut wajib membeli sisa surat utang bersifat ekuitas, apabila pemegang saham lainnya setelah ditawarkan tidak bersedia membeli surat utang dimaksud. b. Komitmen wajib ditandatangani oleh pihak yang berwenang mewakili calon pemegang saham sesuai dengan anggaran dasarnya. c. Komitmen disampaikan pada saat PSP lembaga keuangan bank mengajukan permohonan untuk meningkatkan kepemilikan saham Bank lebih dari 40% (empat puluh persen). 2. Persetujuan Penerbitan Surat Utang yang Bersifat Ekuitas oleh Bank yang Dimiliki a. Bank yang dimiliki oleh pemegang saham sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib memiliki persetujuan untuk menerbitkan surat utang yang bersifat ekuitas setelah pemegang saham sebagaimana dimaksud pada angka 1 merealisasikan ... merealisasikan pembelian saham lebih dari 40% (empat puluh persen). b. Surat utang yang bersifat ekuitas paling kurang memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). 2) Merupakan surat utang yang dapat dikonversi menjadi saham atau mengandung hak opsi untuk memperoleh saham. c. Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling kurang memuat: 1) Bank akan menerbitkan surat utang bersifat ekuitas dalam hal Bank diperkirakan mengalami kesulitan di waktu yang akan datang untuk memenuhi rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) sesuai profil risiko sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. 2) Jumlah surat utang bersifat ekuitas yang akan diterbitkan adalah sebesar jumlah tambahan modal yang dibutuhkan untuk mengatasi potensi kekurangan pemenuhan rasio KPMM sesuai profil risiko. 3) Surat utang bersifat ekuitas dimaksud wajib dikonversi menjadi saham apabila rasio KPMM sesuai profil risiko kurang dari ketentuan yang berlaku. d. Bentuk persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disesuaikan dengan anggaran dasar Bank. e. Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 6 (enam) bulan ... bulan sejak pemegang saham sebagaimana dimaksud pada huruf a merealisasikan peningkatan jumlah kepemilikan sahamnya menjadi lebih dari 40% (empat puluh persen). IX. KEWAJIBAN MENYESUAIKAN BATAS MAKSIMUM KEPEMILIKAN SAHAM BAGI PEMEGANG SAHAM PADA BANK UMUM SYARIAH HASIL PEMISAHAN (SPIN OFF) UNIT USAHA SYARIAH. 1. Pemegang saham pada Bank Umum Syariah hasil pemisahan (spin off) Unit Usaha Syariah yang dilakukan sebelum dan setelah diterbitkannya PBI Kepemilikan Saham Bank Umum wajib menyesuaikan dengan batas maksimum kepemilikan saham paling lama akhir Desember 2028. 2. Bank Umum Syariah hasil pemisahan (spin off) mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Unit Usaha Syariah. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 6 Maret 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR DPNP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/4/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Kepemilikan Saham Bank Umum </reg_title> <set_date> 6 Maret 2013 </set_date> <effective_date> 6 Maret 2013 </effective_date> <related_reg> '14/8/PBI/2012' </related_reg>
No. 9/2/DPM Jakarta, 5 Maret 2007 S U R A T E D A R A N Perihal : Laporan Harian Bank Umum Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/2/PBI/2007 tanggal 5 Maret 2007 tentang Laporan Harian Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4706 ), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan sistem Laporan Harian Bank Umum guna menghasilkan informasi yang lebih utuh, komprehensif, dan berkualitas, perlu dilakukan perluasan cakupan kandungan informasi yang dilaporkan, penyempurnaan sistem dan tata cara pelaporan Laporan Harian Bank Umum. Terkait dengan perluasan cakupan kandungan informasi tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Pedoman Penyusunan LHBU (yang selanjutnya disebut Pedoman) sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Petunjuk Teknis Aplikasi LHBU sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. II. BANK PELAPOR Bank Pelapor terdiri dari : 1. Kantor pusat Bank yang berbadan hukum Indonesia, yaitu: a. kantor … 2 a. kantor pusat dari Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional; b. kantor pusat dari Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; 2. Kantor Cabang Bank Asing; dan 3. Unit Usaha Syariah. III. RUANG LINGKUP DATA LHBU Jenis data yang wajib disampaikan oleh Bank Pelapor kepada Bank Indonesia terdiri dari data transaksional dan data non transaksional sebagai berikut: A. Data Transaksional 1. Pasar Uang Antar Bank (PUAB), terdiri dari data : a. PUAB Pagi Rupiah; b. PUAB Sore Rupiah; c. PUAB Valuta Asing; dan d. PUAB Luar Negeri 2. Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS). 3. Transaksi Valuta Asing terdiri dari data : a. transaksi tod/tom/spot; b. transaksi derivatif berupa forward, swap, option; dan c. transaksi derivatif lainnya selain huruf b diatas. 4. Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang di Pasar Sekunder meliputi antara lain transaksi Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito, dan Commercial Paper. B. Data Non Transaksional 1. Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing. 2. Posisi … 3 2. Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing. 3. Posisi Rekapitulasi Transaksi Derivatif. 4. Posisi Devisa Neto (PDN) untuk posisi akhir hari, terdiri dari: a. data gabungan yang mencakup kantor-kantor Bank Pelapor di dalam negeri; dan b. data gabungan yang mencakup kantor-kantor Bank Pelapor di dalam negeri dan di luar negeri. Dalam hal Bank Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak memiliki kantor di luar negeri maka Bank Pelapor tetap mengirimkan form header. 5. Pos-pos Tertentu Neraca, terdiri dari : a. data posisi pos-pos tertentu dari neraca gabungan kantor- kantor Bank Pelapor dalam negeri; dan b. data posisi pos-pos tertentu dari neraca gabungan kantor- kantor Bank Pelapor dalam negeri dan luar negeri. Dalam hal Bank Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak memiliki kantor di luar negeri maka Bank Pelapor tetap mengirimkan form header. 6. Proyeksi Arus Kas, terdiri dari : a. proyeksi arus kas Rupiah; dan b. proyeksi arus kas valuta asing. 7. Suku Bunga Penawaran (quotation) Rupiah dan valuta asing (USD). 8. Suku Bunga Dasar Kredit Rupiah dan valuta asing (USD). 9. Suku Bunga Kredit Rupiah dan valuta asing (USD). 10. Suku … 4 10. Suku Bunga Deposito Berjangka Rupiah dan valuta asing (USD), Diskonto Sertifikat Deposito Rupiah dan valuta asing (USD), dan Suku Bunga Tabungan Rupiah. 11. Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah Bank syariah dalam Rupiah. IV. JENIS LAPORAN A. Jenis Form LHBU 1. Data transaksional LHBU disampaikan dengan menggunakan jenis form sebagai berikut: a. Form 101 (PUAB); b. Form 102 (PUAS); c. Form 201 (Transaksi Tod/Tom/Spot); d. Form 202 (Transaksi Forward/Swap/Option); e. Form 203 (Transaksi Derivatif Lainnya);dan f. Form 301 (Pasar Sekunder Surat Berharga Pasar Uang) sebagaimana dimaksud dalam Pedoman sebagaimana Lampiran 1. 2. Data non transaksional LHBU disampaikan dengan menggunakan jenis form sebagai berikut: a. Form 204 (Posisi akhir hari Transaksi Derivatif Jual valuta asing bukan Investasi dengan pihak asing); b. Form 205 (Posisi akhir hari Transaksi Derivatif Beli valuta asing bukan Investasi dengan pihak asing); c. Form 206 (Rekapitulasi Transaksi Derivatif); d. Form 401 (PDN gabungan kantor Dalam Negeri); e. Form 402 (PDN gabungan kantor Dalam Negeri dan Luar Negeri); f. Form … 5 f. Form 403 (Pos-pos tertentu Neraca Gabungan kantor Dalam Negeri); g. Form 404 (Pos-pos tertentu Neraca Gabungan kantor Dalam Negeri dan Luar Negeri); h. Form 405 (Laporan Proyeksi Arus Kas Rupiah); i. Form 406 (Laporan Proyeksi Arus Kas Valuta Asing); j. Form 501 (Suku Bunga Penawaran/Quotation); k. Form 601 (Suku Bunga Dasar Kredit); l. Form 602 (Suku Bunga Kredit); m. Form 603 (Suku Bunga Deposito Berjangka, Suku Bunga Tabungan dan Diskonto Sertifikat Deposito); dan n. Form 604 (Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah Bank Syariah), sebagaimana dimaksud dalam Pedoman sebagaimana Lampiran 1. B. Jenis Form LHBU yang Disampaikan oleh Bank Pelapor 1. Penyampaian jenis form LHBU bagi kantor pusat Bank dan Kantor Cabang Bank Asing yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional diatur sebagai berikut: a. Bank yang berstatus Bank devisa wajib menyampaikan form 101, form 102, form 201, form 202, form 203, form 204, form 205, form 206, form 301, form 401, form 402, form 403, form 404, form 405, form 406, form 501, form 601, form 602, dan form 603. b. Bank yang berstatus Bank non devisa wajib menyampaikan form 101, form 102, form 301, form 403, form 405, form 501, form 601, form 602, dan form 603. 2. Penyampaian … 6 2. Penyampaian jenis form LHBU bagi kantor pusat Bank dan Kantor Cabang Bank Asing yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah diatur sebagai berikut: a. Bank yang berstatus Bank devisa wajib menyampaikan form 102, form 201, form 401, form 402, form 403, form 404, form 405, form 406, dan form 604. b. Bank yang berstatus Bank non devisa wajib menyampaikan form 102, form 403, form 405, dan form 604. 3. Jenis laporan yang wajib disampaikan oleh Unit Usaha Syariah adalah form 102, form 201, dan form 604. V. PENYAMPAIAN DATA LHBU DAN KOREKSI LHBU Penyampaian data LHBU dan koreksi LHBU diatur sebagai berikut: A. Penyampaian data 1. Data Transaksional Bank Pelapor wajib menyampaikan data transaksional berikut form header setiap Hari Kerja secara On-Line dan real time atau segera setelah terjadinya transaksi pada tanggal laporan. 2. Data Non Transaksional Bank Pelapor wajib menyampaikan data non transaksional berikut form header setiap Hari Kerja secara On-Line diatur sebagai berikut: a. Data Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing yang disampaikan adalah data pada posisi tanggal laporan. Contoh: Data Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing pada tanggal 10 Januari 2007 … 7 2007 wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal tersebut (10 Januari 2007) selambat-lambatnya pukul 23.59 WIB. b. Data Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing yang disampaikan adalah data pada posisi tanggal laporan. Contoh: Data Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing pada tanggal 10 Januari 2007 wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal tersebut (10 Januari 2007) paling lambat pukul 23.59 WIB. c. Data Posisi Devisa Neto, yang disampaikan adalah data pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelumnya (H-2). Contoh: Data Posisi Devisa Neto yang disampaikan pada tanggal 10 Januari 2007 adalah data untuk posisi tanggal 8 Januari 2007. Data ini wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia selambat-lambatnya pukul 23.59 WIB. d. Data Pos-pos Tertentu Neraca yang disampaikan adalah data pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelumnya (H-2). Contoh: Data Pos-pos Tertentu Neraca yang disampaikan pada tanggal 10 Januari 2007 adalah data untuk posisi tanggal 8 Januari 2007. Data ini wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia selambat-lambatnya pukul 23.59 WIB. e. Data … 8 e. Data Posisi Rekapitulasi Transaksi Derivatif yang disampaikan adalah data pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelumnya (H-2). Contoh: Data Posisi Rekapitulasi Transaksi Derivatif yang disampaikan pada tanggal 10 Januari 2007 adalah data untuk posisi tanggal 8 Januari 2007. Data ini wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia selambat- lambatnya pukul 23.59 WIB. f. Data Proyeksi Arus Kas yang disampaikan mencakup proyeksi penerimaan dan pengeluaran dalam Rupiah dan valuta asing atas pos-pos sebagaimana diatur dalam Pedoman, selama 3 (tiga) bulan mendatang dan dikelompokkan menjadi 4 (empat) periode sebagai berikut: 1) periode I berisi proyeksi arus kas harian 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal laporan; 2) periode II berisi proyeksi arus kas secara kumulatif terhitung sejak hari ke-15 (lima belas) sampai dengan hari ke-21 (duapuluh satu); 3) periode III berisi proyeksi arus kas secara kumulatif sejak hari ke-22 (dua puluh dua) sampai dengan hari ke- 28 (dua puluh delapan); dan 4) periode IV berisi proyeksi arus kas secara kumulatif bulan ke-2 (dua) dan ke-3 (tiga) sejak hari ke-29 (dua puluh sembilan) sampai dengan hari ke-90 (sembilan puluh). Proyeksi arus kas dalam valuta asing selain USD dikonversi terlebih dahulu ke dalam mata uang USD. Pelaporan proyeksi arus kas dalam valuta asing yang telah dikonversi tersebut digabungkan … 9 digabungkan secara keseluruhan dengan arus kas dalam mata uang USD. Contoh: Data Proyeksi Arus Kas yang dilaporkan pada tanggal 4 April 2007 adalah perkiraan penerimaan dan pengeluaran untuk: 1) 2) tanggal 5 April 2007 sampai dengan 18 April 2007; tanggal 19 April 2007 sampai dengan 25 April 2007 secara kumulatif untuk minggu ke-3 (tiga); 3) 4) tanggal 26 April 2007 sampai dengan 2 Mei 2007 secara kumulatif untuk minggu ke-4 (empat); dan tanggal 3 Mei sampai dengan 3 Juli 2007 secara kumulatif untuk bulan ke-2 (dua) dan ke-3 (tiga). Data proyeksi arus kas tersebut wajib disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 4 April 2007 selambat-lambatnya pukul 23.59 WIB. g. Data Suku Bunga Penawaran (quotation) dalam Rupiah dan valuta asing (USD) wajib disampaikan segera setiap terjadi penawaran oleh bank pelapor pada tanggal laporan. h. Data Suku Bunga Dasar Kredit dalam Rupiah dan valuta asing (USD), Suku Bunga Kredit dalam Rupiah dan valuta asing (USD), Suku Bunga Deposito Berjangka dalam Rupiah dan valuta asing (USD), Diskonto Sertifikat Deposito dalam Rupiah dan valuta asing (USD), Suku Bunga Tabungan dalam Rupiah dan Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah Bank syariah dalam Rupiah yang disampaikan adalah data yang berlaku pada tanggal laporan. Contoh: Data Suku Bunga Kredit atau Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah Bank syariah pada tanggal 6 April 2007 wajib disampaikan … 10 disampaikan oleh Bank Pelapor dan diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 6 April 2006 selambat-lambatnya pukul 17.00 WIB. B. Tata Cara Penyampaian LHBU Tata cara penyampaian LHBU diatur sebagai berikut: 1. Sebelum data disampaikan, Bank Pelapor harus melakukan validasi teknis sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan pada Pedoman, dan Petunjuk Teknis Aplikasi LHBU sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2. 2. Setelah data disampaikan, Bank Pelapor harus memastikan bahwa status data transaksional dengan Bank Pelapor lain sebagai lawan transaksi/counterpart telah cocok/matching, melalui laporan absensi LHBU. 3. Bank Pelapor wajib mengirim seluruh form sesuai dengan jenis laporan dan status Bank sebagaimana dimaksud pada butir IV.B. 4. Dalam hal Bank Pelapor tidak memiliki data transaksional (tidak melakukan transaksi) dan/atau tidak memiliki data non transaksional, kewajiban penyampaian LHBU tetap berlaku dengan cara mengirimkan form header tanpa data. 5. Khusus untuk data non transaksional sebagaimana dimaksud pada angka 4, pengiriman form header tanpa data pada umumnya hanya terjadi pada : a. form 501, bagi Bank Pelapor yang tidak melakukan penawaran suku bunga (quotation) pada tanggal laporan; b. form 402 dan 404, bagi Bank Pelapor yang tidak memiliki cabang di luar negeri; dan c. form 206, bagi Bank Pelapor yang tidak memiliki posisi transaksi derivatif. 6. Dalam … 11 6. Dalam hal Bank Pelapor melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain, masing-masing Bank Pelapor peserta merger atau konsolidasi tetap wajib menyampaikan data LHBU sampai dengan hari terakhir sebelum tanggal dilakukannya merger atau konsolidasi secara operasional masing-masing Bank Pelapor. Contoh : Apabila pada tanggal 15 Juni 2007 Bank X dimerger atau dikonsolidasi dengan Bank Y, maka masing-masing Bank peserta merger atau konsolidasi wajib menyampaikan LHBU untuk data posisi tanggal 14 Juni 2007. 7. Dalam hal Bank Pelapor melaporkan transaksi PUAB Rupiah over weekend dan/atau transaksi PUAB Rupiah dengan jangka waktu melewati hari libur nasional maka transaksi dimaksud tetap diperlakukan sebagai laporan PUAB Rupiah Overnight. Contoh : Transaksi yang dilakukan pada tanggal transaksi/valuta hari Jum’at tanggal 7 September 2007 dan jatuh waktu pelunasan pada hari Senin tanggal 10 September 2007 diperlakukan sebagai transaksi overnight. Transaksi yang dilakukan pada tanggal transaksi/valuta hari Rabu tanggal 16 Mei 2007 dan jatuh waktu pelunasan pada hari Jum’at tanggal 18 Mei 2007 diperlakukan sebagai transaksi overnight. C. Batas Waktu Penyampaian LHBU Batas waktu penyampaian LHBU mengacu pada waktu yang tertera pada sistem LHBU Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB untuk data PUAB pagi Rupiah; 2. Setelah … 12 2. Setelah pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB untuk data PUAB sore Rupiah; 3. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB untuk data Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang di Pasar Sekunder, Suku Bunga Penawaran (quotation) dalam Rupiah dan Valuta asing (USD), Suku Bunga Dasar Kredit dalam Rupiah dan Valuta asing (USD), Suku Bunga Kredit dalam Rupiah dan Valuta asing (USD), Suku Bunga Deposito Berjangka dalam Rupiah dan Valuta asing (USD), Suku Bunga Tabungan dalam Rupiah, dan Diskonto Sertifikat Deposito dalam Rupiah dan Valuta asing (USD), dan Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah Bank Syariah dalam Rupiah. 4. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB untuk data PUAB valuta asing dan PUAS; 5. Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 23.59 WIB untuk data PUAB luar negeri, Transaksi Valuta Asing, Posisi Devisa Neto, Pos-pos Tertentu Neraca, Proyeksi Arus Kas, Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing Bukan Investasi Dengan Pihak Asing, Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing Bukan Investasi dengan Pihak Asing, dan Rekapitulasi Posisi Transaksi Derivatif. D. Tata Cara dan Batas Waktu Koreksi LHBU Tata cara koreksi LHBU diatur sebagai berikut : 1. Dalam hal terjadi kesalahan atas data yang disampaikan pada butir III huruf A.1, huruf A.2, huruf A.4, huruf B.4, huruf B.5 huruf B.6, huruf B.7, huruf B.8, huruf B.9, huruf B.10, dan huruf B.11, Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap data dimaksud … 13 dimaksud segera setelah diketahui adanya kesalahan dalam batas waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada huruf C. Contoh : Dalam hal terjadi kesalahan atas data transaksi PUAB pagi Rupiah yang disampaikan pada tanggal 6 Maret 2007 maka koreksi atas kesalahan data tersebut wajib disampaikan oleh Bank Pelapor pada tanggal 6 Maret 2007 selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. 2. Dalam hal terjadi kesalahan atas data yang disampaikan pada butir III huruf A.3, huruf B.1, huruf B.2, dan huruf B.3, Bank Pelapor wajib menyampaikan koreksi terhadap data dimaksud sejak tanggal pelaporan sampai dengan paling lambat pada hari kerja berikutnya pukul 16.00 WIB. Contoh : Dalam hal terjadi kesalahan atas data transaksi valuta asing pada tanggal 6 Juni 2007 maka koreksi atas kesalahan data tersebut disampaikan oleh Bank Pelapor sejak tanggal 6 Juni 2007 sampai dengan tanggal 7 Juni 2007 paling lambat pukul 16.00 WIB. E. Gangguan Teknis dan Keadaan Memaksa (Force Majeure) 1. Dalam hal Bank Pelapor mengalami gangguan teknis sehingga tidak dapat menyampaikan data dan atau koreksi LHBU secara On-Line, Bank Pelapor memberitahukan secara lisan segera setelah mengalami gangguan sebelum batas waktu laporan dan wajib ditegaskan secara tertulis pada Hari Kerja yang sama. 2. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1, ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang dan disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Unit Khusus Manajemen Informasi, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350. 3. Dalam … 14 3. Dalam hal Bank Pelapor tidak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2, Bank Pelapor dianggap tidak menyampaikan LHBU secara On-Line. 4. Bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah kerja kantor Pusat Bank Indonesia (di luar DKI Jakarta, Propinsi Banten [Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten/Kota Tangerang, Kota Cilegon], Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang, Kota Depok), selain menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 juga wajib menyampaikan tembusan pemberitahuan dimaksud kepada Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Bank Pelapor. 5. Bank Pelapor yang tidak dapat menyampaikan data dan atau koreksi LHBU secara On-Line karena gangguan teknis atau gangguan lainnya pada sistem dan atau jaringan komunikasi di Bank Pelapor maupun di Bank Indonesia wajib menyampaikan data dan atau koreksi LHBU secara Off-Line kepada: a. Bank Indonesia c.q. Unit Khusus Manajemen Informasi, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350, bagi Bank Pelapor yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (DKI Jakarta, Propinsi Banten (Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten/Kota Tangerang, Kota Cilegon), Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang, Kota Depok); b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi, bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a. 6. Penyampaian data dan atau koreksi LHBU sebagaimana dimaksud pada angka 4 diatur sebagai berikut: a. Paling … 15 a. Paling lambat 1 (satu) jam setelah batas waktu pelaporan pada Hari Kerja yang sama untuk data atau koreksi data sebagaimana dimaksud pada butir III huruf A.1a, huruf A.1b, huruf A.1c, huruf A.2, huruf A.4, huruf B.7, huruf B.8, huruf B.9, huruf B.10, dan huruf B.11. b. Paling lambat pada Hari Kerja berikutnya pukul 10.00 WIB untuk data atau koreksi data sebagaimana dimaksud pada butir III huruf A.1d, huruf A.3, huruf B.1, huruf B.2, huruf B.3, huruf B.4, huruf B.5 dan huruf B.6. 7. Bank Pelapor yang tidak dapat menyampaikan data atau koreksi LHBU karena mengalami keadaan memaksa (force majeure) wajib segera memberitahukan secara tertulis disertai penjelasan mengenai penyebab terjadinya keadaan memaksa (force majeure). 8. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 5 ditandatangani oleh Pejabat dan atau instansi yang berwenang dan disampaikan kepada: a. Bank Indonesia c.q. Unit Khusus Manajemen Informasi, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350 bagi Bank Pelapor yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (DKI Jakarta, Propinsi Banten (Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten/Kota Tangerang, Kota Cilegon), Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang, Kota Depok); b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi, bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a. F. Penyampaian … 16 F. Penyampaian dan atau Koreksi LHBU Setelah Batas Waktu 1. Bank Pelapor yang dianggap tidak menyampaikan LHBU dan atau koreksi LHBU sampai dengan batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf C dan huruf D.2 tetap wajib menyampaikan secara On-Line data LHBU dan atau koreksi dimaksud paling lambat pukul 16.00 WIB pada: a. 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal penyampaian laporan untuk data: 1) Posisi Devisa Neto; 2) Pos-pos Tertentu Neraca; 3) Proyeksi Arus Kas, b. 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal batas waktu koreksi untuk data : 1) Transaksi Valuta Asing; 2) Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing Bukan Investasi Dengan Pihak Asing; 3) Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing Bukan Investasi Dengan Pihak Asing; 4) Posisi Rekapitulasi Transaksi Derivatif. 2. Dalam hal Bank Pelapor tidak dapat menyampaikan LHBU dan atau koreksi LHBU secara On-Line dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 karena gangguan teknis atau gangguan lainnya, Bank Pelapor tetap wajib menyampaikan LHBU dan atau koreksi dimaksud secara Off-Line dengan tata cara sebagaimana dimaksud pada butir V huruf E.5. VI. HASIL OLAHAN DAN PENGGUNA LHBU 1. LHBU yang disampaikan oleh Bank Pelapor diproses oleh Bank Indonesia menjadi hasil olahan LHBU berupa: a. informasi … 17 a. informasi dalam bentuk agregat yang disediakan oleh Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU); dan b. data individual Bank Pelapor yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Bank Pelapor dapat memperoleh hasil olahan LHBU sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Dalam rangka memperoleh hasil olahan LHBU sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Bank Pelapor mendapatkan hak akses terhadap sistem LHBU di Bank Indonesia tanpa dikenakan biaya paling banyak 2 (dua) fasilitas user id untuk bank devisa dan 1(satu) user id untuk bank non devisa 4. Dalam hal Bank Pelapor bermaksud menambah user id sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Bank Pelapor dikenakan biaya untuk setiap penambahan user id tersebut yang terdiri dari biaya lisensi sistem LHBU dan biaya pemeliharaan sistem LHBU yang masing-masing besarnya ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai biaya LHBU dan biaya PIPU. 5. Penambahan fasilitas user id sebagaimana dimaksud pada angka 4, Bank Pelapor mengajukan permohonan secara tertulis yang ditujukan kepada Bank Indonesia c.q. Unit Khusus Manajemen Informasi, Jl. M.H.Thamrin No.2, Jakarta 10350. VII. PELANGGAN PIPU 1. Tata cara menjadi Pelanggan PIPU diatur sebagai berikut: a. Calon Pelanggan PIPU mengajukan permohonan menjadi Pelanggan PIPU secara tertulis kepada Bank Indonesia sebagaimana contoh pada Lampiran 3. b. Permohonan menjadi Pelanggan PIPU sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Unit Khusus … 18 Khusus Manajemen Informasi, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta, 10350. c. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada calon Pelanggan PIPU mengenai disetujui atau tidak disetujuinya permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam jangka waktu 10 Hari Kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. d. Dalam hal permohonan disetujui oleh Bank Indonesia, calon Pelanggan PIPU harus menandatangani Perjanjian Penggunaan PIPU dengan Bank Indonesia sebagaimana contoh pada Lampiran 4. 2. Pelanggan PIPU hanya dapat memperoleh hasil olahan LHBU berupa informasi dalam bentuk agregat sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1.a. 3. Dalam rangka memperoleh informasi hasil olahan LHBU sebagaimana dimaksud pada angka 2, Pelanggan PIPU dikenakan biaya PIPU sebagaimana dituangkan dalam Perjanjian Penggunaan PIPU. 4. Biaya PIPU sebagaimana dimaksud pada angka 3 terdiri dari biaya lisensi sistem LHBU, biaya pemeliharaan sistem LHBU dan biaya perolehan informasi hasil olahan LHBU yang masing-masing besarnya ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai biaya LHBU dan biaya PIPU. VIII. SANKSI Tata cara pengenaan sanksi kewajiban membayar diatur sebagai berikut: 1. Bank Pelapor yang tidak menyampaikan secara On-Line atau Off- Line data transaksional sebagaimana dimaksud pada butir III huruf A.1, huruf A.2 dan huruf A.4 dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) untuk setiap data transaksional … 19 transaksional yang tidak disampaikan dan paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah) per hari untuk keseluruhan data transaksional pada butir III huruf A.1, huruf A.2 dan huruf A.4 Contoh : a. Pada tanggal 5 Januari 2007, Bank A dan Bank B melakukan transaksi PUAB Pagi (form 101) sebanyak 10 kali transaksi, PUAB Sore (form 101) sebanyak 10 kali transaksi, PUAS (form 102) dan Transaksi Pasar Sekunder Surat Berharga Pasar Uang (form 301) sebanyak 10 kali transaksi. b. Sampai dengan batas waktu penyampaian laporan untuk masing- masing transaksi tersebut, Bank B tidak menyampaikan seluruh laporan transaksi tersebut diatas. c. Atas kesalahan tidak menyampaikan seluruh data transaksi tersebut, Bank B dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,- (lima juta Rupiah) dan bukan sebesar 30 (tiga puluh) x Rp250.000,- (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) atau sebesar Rp7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu Rupiah). 2. Bank Pelapor yang tidak menyampaikan secara On-Line atau Off- Line data transaksional sebagaimana dimaksud pada butir III huruf A.3, dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) untuk setiap data transaksional yang tidak disampaikan dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah) per hari. Contoh : Tanggal 5 Januari 2007, Bank A tidak menyampaikan: - 10 (sepuluh) Transaksi pada form 201; - 10 (sepuluh) Transaksi pada form 202; - 10 (sepuluh) Transaksi pada form 203. Sampai … 20 Sampai dengan batas waktu penyampaian laporan untuk masing- masing transaksi tersebut, Bank A tidak menyampaikan seluruh laporan transaksi tersebut diatas. Atas kesalahan tidak menyampaikan seluruh data transaksi tersebut, Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,- (lima juta Rupiah) dan bukan sebesar 30 x Rp250.000,- atau sebesar Rp7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu Rupiah). 3. Bank Pelapor yang tidak menyampaikan secara On-Line atau Off-Line data non transaksional berupa data sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1 sampai dengan butir III.B.6 dan butir III.B.8 sampai dengan butir III.B.11 sesuai masing-masing form sampai batas waktu yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) untuk setiap data non transaksional yang tidak disampaikan. Contoh : a. Suku Bunga Dasar Kredit (form 601) Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, Suku Bunga Dasar Kredit memiliki paling banyak 2 (dua) jenis data yang wajib disampaikan yaitu (1) suku bunga dasar kredit dalam Rupiah, dan (2) suku bunga dasar kredit dalam USD. Misalnya: Pada tanggal 5 Januari 2007, Bank A tidak menyampaikan data Suku Bunga Dasar Kredit sampai dengan batas waktu pelaporan. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Bank A pada tanggal tersebut memiliki data Suku Bunga Dasar Kredit, baik dalam Rupiah maupun USD. Karena memiliki data Suku Bunga Dasar Kredit namun tidak disampaikan kepada Bank Indonesia maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 2 (dua) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) = Rp500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah). Apabila … 21 Apabila pada tanggal tersebut Bank A ternyata hanya memiliki salah satu dari 2 jenis data dimaksud maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 1 (satu) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) = Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah). b. Suku Bunga Kredit Rupiah dan USD (form 602) Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, Suku Bunga Kredit Rupiah dan Valas (USD) memiliki paling banyak 6 (enam) jenis data yang wajib disampaikan yaitu (1) suku bunga kredit modal kerja dalam Rupiah, (2) suku bunga kredit modal kerja dalam USD, (3) suku bunga kredit investasi dalam Rupiah, (4) suku bunga kredit investasi dalam USD, (5) suku bunga kredit konsumsi dalam Rupiah, dan (6) suku bunga kredit konsumsi dalam USD. Misalnya: Pada tanggal 5 Januari 2007, Bank A tidak menyampaikan data Suku Bunga Kredit sampai dengan batas waktu pelaporan. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Bank A pada tanggal tersebut memiliki data Suku Bunga Kredit (6 jenis). Karena memiliki data Suku Bunga Kredit secara lengkap namun tidak disampaikan kepada Bank Indonesia maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 6 (enam) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) = Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu Rupiah). Apabila pada tanggal tersebut Bank A ternyata hanya memiliki 4 jenis data Suku Bunga Kredit maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 4 (empat) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) = Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah). c. Suku Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan (form 603) Sebagai … 22 Sebagai dasar dalam pengenaan sanksi, Suku Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan memiliki paling banyak 5 (lima) jenis data yang wajib disampaikan yaitu (1) suku bunga deposito berjangka dalam Rupiah, (2) suku bunga deposito berjangka dalam USD, (3) suku bunga sertifikat deposito dalam Rupiah, (4) suku bunga sertifikat deposito dalam USD, dan (5) suku bunga tabungan dalam Rupiah. Misalnya: Pada tanggal 5 Januari 2007, Bank A tidak menyampaikan data Suku Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan sampai dengan batas waktu pelaporan. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Bank A pada tanggal tersebut memiliki data Suku Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan (5 jenis). Karena memiliki data Suku Bunga Kredit secara lengkap namun tidak disampaikan kepada Bank Indonesia maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 5 (enam) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) = Rp1.250.000,00 (satu juta dua ratus lima puluh ribu Rupiah). Apabila pada tanggal tersebut Bank A ternyata hanya memiliki 3 jenis data Suku Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 3 (tiga) x Rp250.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu Rupiah) = Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu Rupiah). 4. Bank Pelapor yang melakukan penawaran suku bunga namun tidak menyampaikan secara On-Line atau Off-Line data non transaksional Suku Bunga Penawaran (quotation) setiap terjadi penawaran sampai batas waktu yang ditetapkan, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) untuk setiap data penawaran (quotation) yang tidak disampaikan. Contoh: … 23 Contoh : a. Pada tanggal 5 Januari 2007 Bank A melakukan 50 kali kuotasi suku bunga penawaran (Form 501). b. Sampai dengan batas waktu penyampaian, Bank A tidak mengirimkan 30 (tiga puluh) data Suku Bunga Penawaran. c. Atas kesalahan tidak menyampaikan seluruh data transaksi tersebut, Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,- (lima juta Rupiah) dan bukan sebesar 30 (tiga puluh) x Rp250.000,- (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) atau sebesar Rp7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu Rupiah). 5. Bank Pelapor yang tidak menyampaikan secara On-Line atau Off-Line form header LHBU dalam batas waktu yang ditetapkan, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah) untuk setiap form header yang tidak disampaikan. Contoh : Pada tanggal 5 Januari 2007 Bank A tidak mempunyai data Suku Bunga Kredit (form 602) dan Bank A tidak menyampaikan form header dimaksud sampai batas waktu penyampaian form pukul 17.00 WIB, maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah) karena tidak menyampaikan form header tersebut. 6. Bank Pelapor yang menyampaikan data LHBU secara tidak benar untuk data-data: a. PUAB Pagi Rupiah; b. PUAB Sore Rupiah; c. PUAB Valuta Asing; d. PUAB Luar Negeri; e. Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang di Pasar Sekunder; f. Posisi Devisa Neto; g. Pos- … 24 g. Pos-pos Tertentu Neraca; h. Proyeksi Arus Kas; i. Suku Bunga Penawaran (quotation); j. Suku Bunga Dasar Kredit; k. Suku Bunga Kredit; l. Suku Bunga Deposito Berjangka, Diskonto Sertifikat Deposito, dan Tabungan; m. Tingkat Imbalan Deposito Mudharabah Bank Syariah, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu Rupiah) untuk setiap item kesalahan dan paling banyak sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta Rupiah) per hari. a. Contoh data transaksional : Tanggal 5 Januari 2007 Bank A dan Bank B melakukan 1 (satu) transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) pagi dengan informasi sbb : - nilai transaksi : Rp16.000.000.000 (enam belas milyar Rupiah), jangka waktu : 1 hari ; suku bunga : 10 % per tahun. - Bank A dan Bank B telah mengirimkan data transaksi PUAB Pagi dimaksud sebelum batas waktu pengiriman PUAB Pagi. - data nilai transaksi pada kolom volume yang dilaporkan Bank B sebesar Rp6.000.000.000 (enam milyar Rupiah). Atas kekeliruan pelaporan nominal PUAB Pagi yang disampaikan oleh Bank B maka Bank B dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000 (lima puluh ribu Rupiah) karena kesalahan menyampaikan 1 (satu) item data pada kolom volume. b. Contoh data non transaksional : Pada tanggal 5 Januari 2007 Bank A melaporkan form 602 Suku Bunga Kredit dengan informasi sbb : - Jenis … 25 - Jenis suku bunga kredit : konsumsi; mata uang: Rupiah; flat : 10 %; efektif : 15 %. - Jenis suku bunga kredit : Investasi, mata uang : Rupiah, flat : 8 %, efektif : 14 %. - Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia ditemukan bahwa Bank A salah melaporkan informasi kredit investasi yang seharusnya dilaporkan sebagai berikut: jenis suku bunga kredit : Investasi, mata uang : Rupiah, flat : 6 %, efektif : 9%. Atas kesalahan pelaporan tersebut, Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (2 item x Rp50.000,00). 7. Bank Pelapor menyampaikan data LHBU secara tidak benar untuk data: a. Transaksi Valuta Asing; b. Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Jual Valuta Asing Bukan Investasi Dengan Pihak Asing; c. Posisi Akhir Hari Transaksi Derivatif Beli Valuta Asing Bukan Investasi Dengan Pihak Asing; dan d. Rekapitulasi Transaksi Derivatif dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu Rupiah) untuk setiap item kesalahan dan paling banyak sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta Rupiah) per hari. Contoh: a. Tanggal 8 Januari 2007 Bank A melakukan transaksi spot (form 201) USD/IDR dengan nasabahnya dengan kurs Rp9.300 (sembilan ribu tiga ratus Rupiah) dan volume USD 1.000.000,- (satu juta dollar). Namun demikian, Bank A melaporkan kurs sebesar Rp3.900 (tiga ribu sembilan ratus Rupiah). Atas kesalahan pelaporan kurs tersebut, Bank A dikenakan sanksi sebesar Rp50.000,- … 26 Rp50.000,- (lima puluh ribu Rupiah) karena kesalahan menyampaikan 1 (satu) item data pada kolom kurs. b. Pada tanggal 8 Januari 2007, Bank A menyampaikan : - form 201 dengan jumlah transaksi sebanyak 15 (lima belas) transaksi; - form 202 dengan jumlah transaksi sebanyak 10 (sepuluh) transaksi; - form 203 dengan jumlah transaksi sebanyak 15 (lima belas) transaksi; - form 204; - form 205; - form 206, Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia, terdapat 48 (empat puluh delapan) item data tidak benar untuk data transaksional yang meliputi kurs, volume, nama penjual dan jangka waktu masing- masing sebagai berikut: - sebanyak 20 (dua puluh) item tidak benar pada form 201; - sebanyak 10 (sepuluh) item tidak benar pada form 202; - sebanyak 15 (lima belas) item tidak benar pada form 203, Sementara itu untuk data non transaksional juga terdapat data tidak benar untuk posisi yang dilaporkan sebagai berikut: - sebanyak 1 (satu) item tidak benar pada form 204; - sebanyak 1(satu) item tidak benar pada form 205; - sebanyak 1(satu) item tidak benar pada form 206. Atas ketidakbenaran data dimaksud Bank A akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp2.000.000,- (dua juta Rupiah) karena nilai kesalahan yang dilakukan oleh Bank A untuk data transaksional dan data non transaksional tersebut di atas telah melebihi … 27 melebihi sanksi kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta Rupiah). 8. Pengenaan sanksi tidak menyampaikan form header sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dapat dikenakan bersamaan dengan sanksi tidak menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 6 dan angka 7. Contoh: a. Data transaksional 1) Tanggal 5 Januari 2007, Bank A dan Bank B melakukan transaksi PUAB Pagi (form 101) sebanyak 10 (sepuluh) kali transaksi, PUAB Sore (form 101) sebanyak 10 (sepuluh) kali transaksi, PUAS (form 102) dan transaksi pasar sekunder surat berharga pasar uang (form 301) sebanyak 10 (sepuluh) kali transaksi. 2) Sampai dengan batas waktu penyampaian laporan untuk masing-masing transaksi tersebut, Bank B tidak menyampaikan seluruh laporan transaksi tersebut diatas. 3) Atas kesalahan tidak menyampaikan seluruh data transaksi tersebut, Bank B dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,- (lima juta Rupiah) dan bukan sebesar 30 (tiga puluh) x Rp250.000,- (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) atau sebesar Rp7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu Rupiah). 4) Disamping itu, Bank B dikenakan pula sanksi tidak menyampaikan form header sehingga dikenakan kewajiban membayar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah). 5) Jumlah seluruh kewajiban yang harus dibayar oleh Bank B adalah Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah) + Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah). b. Data … 28 b. Data non transaksional 1) Tanggal 5 Januari 2007 Bank A wajib menyampaikan form data non transaksional suku bunga kredit (form 602) yang seluruhnya berisi 6 (enam) data yaitu terdiri dari data suku bunga kredit modal kerja dalam Rupiah dan valuta asing , suku bunga kredit investasi dalam Rupiah dan valuta asing, dan suku bunga kredit konsumsi dalam Rupiah dan valuta asing, namun tidak menyampaikan 6 (enam) data tersebut maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 6 (enam) x Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Rupiah) = Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu Rupiah). 2) Disamping itu, Bank A dikenakan pula sanksi tidak menyampaikan form header sehingga dikenakan kewajiban membayar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah). 3) Jumlah seluruh kewajiban yang harus dibayar oleh Bank A adalah Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu Rupiah + Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah). 9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Bank Pelapor mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Bank Pelapor dan sanksi yang dikenakan. 10. Pengenaan sanksi terhadap Bank Pelapor sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7 dan angka 8 dilakukan dengan cara mendebet rekening giro Rupiah Bank Pelapor pada Bank Indonesia. 11. Tata cara pengenaan sanksi terhadap Pelanggan PIPU diatur dalam Perjanjian Penggunaan PIPU sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2. 12. Bank Pelapor yang melakukan pelanggaran terhadap butir V huruf F angka 1.a1, angka 1.a 2, angka 1.a 3, angka 1.a 4, angka 1.b1, angka 1.b2 … 29 1.b2, angka 1.b3, dan angka 1.b4, selain dikenakan sanksi kewajiban membayar juga akan dikenakan sanksi administratif dalam rangka pembinaan dan pengawasan Bank berupa teguran tertulis. IX. PENYAMPAIAN PERTANYAAN Apabila dalam pelaksanaan penyusunan dan penyampaian LHBU terdapat hal-hal yang kurang jelas, Bank Pelapor dapat menyampaikan pertanyaan yang berkaitan dengan sistem, materi, dan ketentuan LHBU kepada Kantor Pusat Bank Indonesia sebagai berikut: 1. Direktorat Pengelolaan Moneter, Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter mengenai materi Form 101, Form 102, Form 301, Form 501, Form 601, Form 602, Form 603, dan Form 604. 2. Direktorat Pengelolaan Devisa, Biro Analisis Devisa dan Nilai Tukar, mengenai materi Form 201, Form 202, Form 203, Form 204, Form 205, Form 206. 3. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Tim Pengaturan Perbankan, mengenai materi Form 401, Form 402, Form 405, dan Form 406. 4. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, Bagian Statistik Moneter, Keuangan dan Fiskal mengenai materi Form 403 dan Form 404. 5. Direktorat Teknologi Informasi, Helpdesk, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi sistem penyampaian LHBU. 6. Unit Khusus Manajemen Informasi, mengenai akses ke dalam sistem LHBU di Bank Indonesia. X. PENUTUP Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/7/DPM tanggal 29 Maret 2005 perihal Laporan Harian Bank Umum sebagaimana diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor … 30 Nomor 7/16/DPM tanggal 31 Mei 2005 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 5 Maret 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/2/DPM|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Laporan Harian Bank Umum </reg_title> <set_date> 5 Maret 2007 </set_date> <effective_date> 5 Maret 2007 </effective_date> <replaced_reg> '7/7/DPM|SE-BI/2005', '7/16/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '9/2/PBI/2007' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
1 No. 18/ 8 /DPSP Jakarta, 2 Mei 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5762) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/6/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5877), perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia- Real Time Gross Settlement sebagai berikut: 1. Ketentuan butir II.A.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Kegiatan korespondensi terkait kegiatan penyelenggaraan ditujukan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kegiatan terkait kepesertaan dan operasional penyelenggaraan Sistem BI-RTGS ditujukan ke alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi Setelmen Dana dan Penatausahaan Surat Berharga Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. b. Kegiatan terkait pemantauan kepatuhan Peserta terhadap penyelenggaraan… 2 penyelenggaraan Sistem BI-RTGS ditujukan ke alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi Kepatuhan dan Informasi Sistem Pembayaran Bank Indonesia Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 2. Ketentuan butir III.F diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: F. Perubahan Data Kepesertaan Ruang lingkup perubahan data kepesertaan meliputi: 1. Perubahan Penggunaan Infrastruktur a. Perubahan penggunaan infrastruktur meliputi: 1) perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola sendiri menjadi penggunaan infrastruktur yang dikelola pihak lain; 2) perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola oleh pihak lain menjadi penggunaan infrastruktur yang dikelola sendiri; atau 3) perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola oleh pihak lain yang berbeda. b. Prosedur perubahan data kepesertaan terkait perubahan penggunaan infrastruktur diatur sebagai berikut: 1) Peserta menyampaikan surat permohonan perubahan penggunaan infrastruktur kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; b) surat pernyataan dari Pimpinan yang menyatakan kesiapan infrastruktur dan memuat informasi spesifikasi infrastruktur sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir C.4.c; dan c) dalam… 3 c) dalam hal Peserta menggunakan infrastruktur yang dikelola pihak lain maka selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan huruf b), Peserta juga harus melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir C.4.d. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 3) Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan ke lokasi infrastruktur yang digunakan Peserta. 4) Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan mengenai: a) penolakan perubahan infrastruktur Peserta penolakan; atau penggunaan beserta alasan b) persetujuan perubahan penggunaan infrastruktur Peserta beserta tanggal efektif perubahan penggunaan infrastruktur Peserta. 2. Perubahan Participant Code Perubahan participant code dapat dilakukan antara lain karena Peserta yang bukan merupakan anggota SWIFT berubah menjadi anggota SWIFT atau karena adanya perubahan SWIFT BIC dari Peserta. Perubahan participant code diatur sebagai berikut: a. Peserta… 4 a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan participant code kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen: 1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III; dan 2) dokumen pendukung yang menunjukkan sebagai anggota SWIFT atau adanya perubahan SWIFT BIC dari Peserta. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan perubahan participant code melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan, paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan participant code, diatur sebagai berikut: 1) Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan yang memuat antara lain sebagai berikut: a) nama dan nomor Rekening Giro; b) participant code yang baru; dan c) permintaan agar Peserta memenuhi kelengkapan dokumen dalam rangka perubahan participant code. 2) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1)c), berupa surat permintaan Connected User dan Digital… 5 Digital Certificate untuk participant code baru yang dilengkapi dengan: a) nama Peserta; b) participant code baru; dan c) Certificate Signing Request (CSR) yang di- generate dan disimpan di media compact disc (CD) yang bersifat read only. 3) Peserta menyampaikan file Certificate Signing Request (CSR) yang dihasilkan dari server yang akan diberikan Digital Certificate Soft Token dalam media compact disc (CD), melalui sarana surat dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2). 4) Penyelenggara menyampaikan nama Connected User dan Digital Certificate baru kepada Peserta melalui sarana surat. 5) Penyelenggara memberitahukan tanggal efektif perubahan participant code kepada: a) Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan b) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. 6) Peserta harus mengembalikan Digital Certificate Hard Token lama, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Peserta menerima surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1). e. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan perubahan participant code, Penyelenggara menyampaikan surat penolakan dengan disertai alasannya. 3. Perubahan Nama Peserta Perubahan nama Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan nama Peserta dalam Sistem BI-RTGS kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen: 1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran… 6 Lampiran III dengan menggunakan nama yang tercantum dalam perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh lembaga yang berwenang; dan 2) fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara berupa: a) akta perubahan anggaran dasar untuk badan hukum Indonesia; b) surat persetujuan perubahan anggaran dasar dari lembaga yang berwenang; dan c) surat keputusan dari lembaga yang berwenang tentang perubahan nama, dalam hal Peserta adalah Bank. Bagi Bank yang berkantor pusat berkedudukan di luar negeri cukup menyampaikan surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf c). b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan perubahan nama Peserta dalam Sistem BI- RTGS melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. d. Dalam… 7 d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan nama Peserta dalam Sistem BI-RTGS, Penyelenggara memberitahukan kepada: 1) Peserta yang bersangkutan mengenai persetujuan dan tanggal efektif perubahan nama Peserta; dan 2) seluruh Peserta mengenai perubahan nama Peserta melalui administrative message atau sarana lain. e. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan perubahan nama Peserta dalam Sistem BI-RTGS, Penyelenggara menyampaikan surat penolakan dengan disertai alasannya. 4. Perubahan Kegiatan Usaha Perubahan kegiatan usaha Peserta dari bank umum konvensional menjadi bank umum syariah dapat menyebabkan adanya perubahan data Peserta antara lain nama Peserta, kegiatan usaha Peserta, nomor rekening, dan/atau participant code. Perubahan kegiatan usaha Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan kegiatan usaha Peserta dalam Sistem BI-RTGS kepada Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada contoh II.17 dalam Lampiran II. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilengkapi dengan fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara berupa: 1) akta perubahan anggaran dasar; 2) surat persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang; dan 3) surat keputusan dari lembaga yang berwenang mengenai izin perubahan kegiatan usaha Peserta dari bank umum konvesional menjadi bank umum syariah. c. Dalam… dengan menggunakan format 8 c. Dalam hal perubahan kegiatan usaha berdampak pada perubahan kode Peserta maka Peserta harus mengajukan permohonan perubahan participant code dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2. d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. e. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan perubahan kegiatan usaha Peserta dalam Sistem BI-RTGS melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. f. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan kegiatan usaha Peserta dalam Sistem BI- RTGS, Penyelenggara memberitahukan kepada: 1) Peserta yang bersangkutan mengenai persetujuan dan tanggal efektif perubahan kegiatan usaha Peserta; dan 2) seluruh Peserta mengenai perubahan kegiatan usaha Peserta melalui administrative message atau sarana lain. g. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan perubahan kegiatan usaha Peserta dalam Sistem BI- RTGS, Penyelenggara menyampaikan surat penolakan dengan disertai alasannya. 5. Perubahan… 9 5. Perubahan Nomor Rekening Giro a. Perubahan nomor Rekening Giro dapat dilakukan dalam hal terdapat kebijakan dari Bank Indonesia atau perubahan data Peserta yang menyebabkan perubahan nomor Rekening Giro Peserta di Penyelenggara. b. Dalam hal terdapat perubahan nomor Rekening Giro sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara menginformasikan perubahan nomor Rekening Giro dan tanggal efektif perubahan nomor Rekening Giro kepada: 1) Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan 2) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. 6. Perubahan Alamat Kantor Peserta Perubahan alamat kantor Peserta dalam Sistem BI-RTGS diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan alamat kantor Peserta kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen: 1) fotokopi surat persetujuan atau penerimaan pemberitahuan perubahan alamat kantor dari lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara; dan 2) data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III dengan menggunakan alamat kantor yang tercantum dalam dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1). b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi… 10 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan surat tanggapan yang dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan bahwa perubahan alamat Peserta telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan perubahan alamat kantor Peserta dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. d. Dalam hal perubahan alamat kantor Peserta mengakibatkan perubahan lokasi RPP utama dan/atau pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) utama, surat permohonan perubahan alamat kantor Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus memuat perubahan lokasi RPP utama dan/atau pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) utama. 7. Perubahan Lokasi RPP dan Pemindahan Jaringan Komunikasi Data (JKD) Peserta Perubahan lokasi RPP dan/atau pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat permohonan mengenai perubahan lokasi RPP utama, RPP cadangan, dan/atau pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) utama, dengan melampirkan formulir data kepesertaan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN… 11 KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau penolakan perubahan lokasi RPP utama, RPP cadangan, dan/atau pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) utama melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan perubahan lokasi RPP utama, RPP cadangan, dan/atau jaringan komunikasi data (JKD) utama Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan lokasi RPP utama, RPP cadangan, dan/atau pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) utama Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan yang memuat antara lain sebagai berikut: 1) perubahan lokasi RPP utama dan/atau RPP cadangan, Peserta telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara; 2) pelaksanaan pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) utama; dan 3) kegiatan yang harus dilakukan oleh Peserta terkait dengan perubahan lokasi RPP utama, RPP cadangan, dan/atau jaringan komunikasi data (JKD) utama. e. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan perubahan lokasi RPP utama, RPP cadangan, dan/atau pemindahan jaringan komunikasi data (JKD) utama Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat penolakan dengan disertai alasannya. 8. Perubahan Pimpinan Perubahan Pimpinan dapat berupa perubahan susunan, kewenangan, dan/atau jabatan Pimpinan. Perubahan Pimpinan… 12 Pimpinan diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan Pimpinan kepada Penyelenggara dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud pada contoh II.18 dalam Lampiran II. b. Surat permohonan perubahan Pimpinan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh Pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia sebagai berikut: 1) fotokopi perubahan anggaran dasar mengenai pengangkatan Pimpinan, bagi Peserta yang berbadan hukum Indonesia; 2) fotokopi bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku berupa: a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau b) Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan surat izin kerja dari lembaga berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA); 3) bagi Pimpinan baru untuk Peserta berupa Bank, selain memenuhi kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2), harus melengkapi dokumen pendukung berupa: a) fotokopi keputusan fit and proper test; b) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri kepada pimpinan kantor cabang berikut terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah tersumpah; dan c) fotokopi struktur organisasi yang masih berlaku, bagi kantor cabang dari bank yang kantor… 13 kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri. c. Dalam hal terdapat perubahan kewenangan dan/atau jabatan Pimpinan, surat permohonan perubahan Pimpinan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan surat pernyataan tetap diberlakukannya spesimen tanda tangan Pimpinan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.19 dalam Lampiran II. d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh Pejabat Yang Mewakili yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. e. Dalam hal perubahan Pimpinan mencakup perubahan Pimpinan baru maka Pimpinan baru harus membuat spesimen tanda tangan di hadapan pejabat Penyelenggara atau pejabat KPwDN setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. f. Penyelenggara memberikan persetujuan atau penolakan perubahan Pimpinan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. g. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan… 14 perubahan Pimpinan maka: 1) Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan mengenai: a) pembuatan spesimen tanda tangan bagi Pimpinan baru; dan b) tanggal efektif pencabutan kewenangan Pimpinan dalam hal terdapat perubahan kewenangan Pimpinan; 2) spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berlaku efektif sejak pemberitahuan dari Penyelenggara mengenai tanggal efektif berlakunya spesimen tanda tangan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pembuatan spesimen tanda tangan; 3) data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan oleh Pimpinan sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b) sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta, dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan data Pimpinan kepada Penyelenggara. h. Dalam hal Penyelenggara menolak permohonan perubahan Pimpinan, Penyelenggara menyampaikan surat penolakan perubahan Pimpinan dengan disertai alasannya. 9. Perubahan Kuasa Perubahan kuasa dilakukan oleh Peserta dalam rangka penambahan, pergantian, dan/atau pencabutan kuasa Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi. Perubahan kuasa diatur sebagai berikut: a. Dalam hal terjadi penambahan dan/atau pergantian kuasa Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi, diatur hal-hal sebagai berikut… 15 berikut: 1) Peserta mengajukan surat permohonan penambahan dan/atau pergantian kuasa dari Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi, serta permohonan pembuatan spesimen tanda tangan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.20 dalam Lampiran II. 2) Ketentuan pemberian kuasa mengacu pada butir III.C.10.b, butir III.C.10.c, dan butir III.C.10.d. 3) perubahan kuasa berlaku efektif paling lama 5 (lima) hari kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan spesimen tanda tangan telah diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. b. Dalam hal terjadi pencabutan seluruh atau sebagian kuasa kepada Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi, diatur sebagai berikut: 1) Peserta menyampaikan surat pernyataan pencabutan kuasa yang ditandatangani oleh Pimpinan atau pejabat pemberi kuasa dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.21 dalam Lampiran II. 2) Pencabutan seluruh atau sebagian kuasa berlaku efektif terhitung sejak tanggal surat pernyataan pencabutan kuasa diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. c. Dalam hal terjadi perubahan kewenangan dalam surat kuasa yang diberikan kepada Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi, diatur sebagai berikut: 1) Peserta mengajukan surat permohonan perubahan… 16 perubahan kewenangan dalam surat kuasa yang dilampiri dengan surat kuasa yang baru dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh II.10, contoh II.11, atau contoh II.12 dalam Lampiran II. 2) Surat permohonan perubahan kewenangan dalam surat kuasa disampaikan kepada: a) Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a untuk Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi yang berada di wilayah kerja KPBI; b) KPwDN untuk Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi yang berada di wilayah kerja KPwDN; atau c) Departemen Pengelolaan Uang untuk kuasa pengambilan fisik uang di wilayah kerja KPBI. d. Dalam hal Peserta tidak mengajukan permohonan perubahan kewenangan Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi kepada Penyelenggara maka data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan oleh Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta. 10. Perbedaan Spesimen Tanda Tangan Dalam hal terdapat perbedaan tanda tangan antara yang tercantum pada identitas diri dengan yang tercantum pada spesimen… 17 spesimen Pejabat Yang Mewakili dan/atau petugas yang menerima kuasa dari Pimpinan atau Pejabat Penerima Kuasa Dengan Hak Substitusi yang ditatausahakan di Penyelenggara maka Peserta harus menyampaikan surat pernyataan perbedaan tanda tangan yang diketahui oleh Pimpinan atau pemberi kuasa sebagaimana dimaksud pada contoh II.22 dalam Lampiran II. 3. Ketentuan butir IV.C.5.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: a. Peserta dapat mengajukan permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman instruksi Setelmen Dana, dalam hal Peserta mengalami Keadaan Tidak Normal, Keadaan Darurat, atau alasan lain yang disetujui oleh Penyelenggara. 4. Ketentuan butir VI.B.1 dan butir VI.B.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Jenis dan Besarnya Biaya a. Jenis biaya dalam penyelenggaraan Setelmen Dana terdiri atas: 1) Biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana, yang meliputi: a) biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana atas transaksi single credit; dan b) biaya pengiriman instruksi Setelmen Dana atas transaksi multiple credit, ditetapkan berdasarkan masing-masing periode waktu. 2) Biaya administrative message ditetapkan untuk setiap pengiriman administrative message. 3) Biaya perpanjangan periode waktu kegiatan atas permintaan Peserta ditetapkan berdasarkan durasi perpanjangan waktu setiap 30 (tiga puluh) menit. 4) Biaya instruksi Setelmen Dana dengan menggunakan cek Bank Indonesia (Cek BI) dan/atau bilyet giro Bank Indonesia (BGBI) ditetapkan untuk setiap instruksi Setelmen Dana. 5) Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank, diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a) Biaya… 18 a) Biaya ditetapkan berdasarkan durasi waktu penggunaan setiap 1 (satu) jam. b) Biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dihitung berdasarkan absensi yang telah ditandatangani oleh Penyelenggara dan Peserta. 6) Biaya penggantian Digital Certificate Hard Token yang hilang atau rusak, dan penambahan Digital Certificate Hard Token yang melebihi batas maksimal, ditetapkan untuk setiap 1 (satu) Digital Certificate Hard Token yang diganti atau ditambah. b. Besarnya biaya dalam penyelenggaraan Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran X. c. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai d. Besarnya biaya instruksi Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) tidak berlaku untuk pengiriman pengembalian instruksi Setelmen Dana oleh Peserta penerima, yang dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak dana diterima oleh Peserta penerima. e. Penyelenggara dapat tidak memberlakukan biaya sebagaimana dimaksud dalam butir a.4), butir a.5), dan/atau butir a.6), apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara. f. Penyelenggara dapat membebaskan biaya sebagaimana dimaksud dalam butir a.4), butir a.5), dan/atau butir a.6), apabila terjadi Keadaan Tidak Normal bukan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan Peserta dan/atau terjadi Keadaan Darurat di lokasi Peserta. g. Dalam hal Penyelenggara membebaskan biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf f, Peserta tetap harus membayar Pajak Pertambahan Nilai atas biaya tertentu yang dibebaskan oleh Penyelenggara. 5. Contoh II.17, Contoh II.18, dan Contoh II.20 dalam Lampiran II diubah sehingga menjadi sebagaimana dimaksud pada Contoh II.17, Contoh… 19 Contoh II.18, dan Contoh II.20 dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 6. Lampiran VIII, Lampiran IX, Lampiran X, dan Lampiran XI diubah sehingga menjadi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII, Lampiran IX, Lampiran X, dan Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2 Mei 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/8/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 2 Mei 2016 </set_date> <effective_date> 2 Mei 2016 </effective_date> <changed_reg> '17/30/DPSP|SE-BI/2015' </changed_reg> <related_reg> '17/30/DPSP|SE-BI/2015', '18/6/PBI/2016', '17/18/PBI/2015' </related_reg>
No. 18/42/DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5932), Bank Indonesia perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING A. Penyelenggara KUPVA Bukan Bank yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah badan usaha berbadan hukum Perseroan Terbatas bukan bank yang melakukan kegiatan usaha meliputi: 1. kegiatan penukaran yang dilakukan dengan mekanisme jual dan beli UKA; 2. pembelian Cek Pelawat; dan 3. kegiatan usaha lain yang memiliki keterkaitan dengan penyelenggaraan KUPVA sepanjang telah diatur dalam ketentuan Bank Indonesia. B. Penyelesaian transaksi jual dan beli UKA terhadap Rupiah wajib dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. penyerahan UKA wajib dilakukan secara fisik, baik penyerahan UKA dari Penyelenggara kepada Nasabah, maupun penyerahan UKA dari Nasabah kepada Penyelenggara; 2. penyerahan … 2 2. penyerahan Rupiah dari Nasabah kepada Penyelenggara dan penyerahan Rupiah dari Penyelenggara kepada Nasabah dapat dilakukan secara fisik atau transfer intrabank dan antarbank; dan 3. dalam hal penyerahan Rupiah, baik dalam rangka jual maupun beli UKA, dilakukan melalui transfer sebagaimana dimaksud dalam angka 2 maka transfer harus ditujukan kepada atau berasal dari rekening atas nama: a. Penyelenggara; dan b. Nasabah. C. Dalam hal Nasabah diwakili pihak lain untuk melakukan jual dan beli UKA dengan Penyelenggara, maka Penyelenggara wajib memastikan Nasabah telah menyampaikan dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi dokumen identitas Nasabah; 2. fotokopi dokumen identitas pihak lain yang ditunjuk mewakili Nasabah; dan 3. Surat Kuasa Nasabah kepada pihak lain sebagaimana contoh yang tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. D. Pembelian UKA oleh Nasabah dari Penyelenggara di atas jumlah tertentu (threshold) wajib memiliki Underlying Transaksi. E. Pembelian UKA terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Penyelenggara tanpa dokumen Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan per Nasabah. F. Perhitungan transaksi pembelian UKA terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf E dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. perhitungan per bulan didasarkan pada bulan kalender yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender. Contoh … 3 Contoh: Jika pada bulan November 2016 Nasabah hanya melakukan pembelian UKA terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi 1 kali pada tanggal 24 November 2016 sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) maka hal tersebut diperhitungkan sebagai maksimum jumlah yang telah digunakan dalam bulan November 2016. Nasabah dapat kembali menggunakan jumlah maksimum ekuivalen USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) tersebut selama bulan Desember 2016; 2. perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang dilakukan oleh masing-masing Nasabah secara individual baik yang dilakukan dengan penyerahan Rupiah secara fisik maupun melalui transfer kepada rekening Penyelenggara. Contoh: Nasabah A melakukan pembelian UKA sebesar USD5,000.00 (lima ribu dolar Amerika Serikat) dengan melakukan penyerahan Rupiah secara fisik pada tanggal 11 November 2016. Kemudian pada tanggal 13 November 2016, Nasabah A melakukan pembelian UKA sebesar USD20,000.00 (dua puluh ribu dolar Amerika Serikat) dengan melakukan penyerahan Rupiah melalui transfer ke rekening Penyelenggara yang ada di Bank B. Perhitungan kumulatif transaksi yang dilakukan oleh Nasabah A sampai dengan tanggal 13 November 2016 yaitu sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat). G. Dalam hal Nasabah melakukan pembelian UKA di atas USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan per Nasabah, Penyelenggara wajib memastikan bahwa pada tanggal pembelian UKA Nasabah telah menyampaikan dokumen sebagai berikut: 1. dokumen Underlying Transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan yaitu: a. dokumen yang bersifat final; dan/atau b. dokumen … 4 b. dokumen yang bersifat perkiraan; dan 2. dokumen pendukung pembelian UKA berupa: a. fotokopi dokumen identitas Nasabah; b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nasabah; c. pernyataan tertulis bermeterai cukup yang ditandatangani oleh Nasabah atau pihak yang berwenang mewakili Nasabah; dan/atau d. surat kuasa dalam hal Nasabah diwakili oleh pihak lain. H. Rincian dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir G.1 tercantum dalam Lampiran I. I. Penyelenggara harus melakukan penilaian atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal transaksi terhadap dokumen Underlying Transaksi yang diajukan oleh Nasabah. J. Dokumen pendukung pembelian UKA berupa pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir G.2.c memuat informasi mengenai: 1. keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi; 2. pembelian valuta asing terhadap Rupiah tidak melebihi nilai nominal Underlying Transaksi; dan 3. jumlah, tujuan, dan tanggal penggunaan UKA; Contoh pernyataan tertulis untuk transaksi pembelian UKA terhadap Rupiah di atas jumlah tertentu (threshold) mengacu pada Lampiran I. K. Dalam hal Nasabah berbentuk badan usaha, pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir G.2.c ditandatangani oleh: 1. pejabat yang memiliki kewenangan berdasarkan Anggaran Dasar badan usaha dimaksud; atau 2. pihak yang ditunjuk dan diberi kewenangan melalui surat kuasa oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam angka 1. L. Dalam hal Nasabah melakukan pembelian UKA sampai dengan USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya, Penyelenggara wajib memastikan Nasabah menyampaikan pernyataan tertulis bahwa pembelian UKA belum melebihi threshold sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan. Contoh … 5 Contoh pernyataan tertulis untuk transaksi pembelian UKA terhadap Rupiah sampai dengan jumlah tertentu (threshold) mengacu pada format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. M. Dalam hal Nasabah telah melakukan transaksi secara reguler dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir G.2 telah ditatausahakan oleh Penyelenggara maka dokumen pendukung dimaksud dapat digunakan kembali sepanjang masih berlaku dan Nasabah melakukan pembelian UKA atas dasar dokumen Underlying Transaksi yang bersifat final. Contoh : PT. A merupakan Nasabah yang telah dikenal dan sering melakukan transaksi dengan Penyelenggara X. Pada tanggal 19 November 2016, PT. A melakukan pembelian UKA kepada Penyelenggara X sebesar USD120,000.00 (seratus dua puluh ribu dolar Amerika Serikat) untuk kebutuhan pembayaran atas impor barang dari luar negeri. Atas pembelian ini, Penyelenggara X wajib memastikan PT. A menyampaikan dokumen Underlying Transaksi yang bersifat final yaitu berupa fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dokumen pendukung berupa fotokopi dokumen identitas Nasabah dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta pernyataan tertulis bermaterai cukup. Pada tanggal 15 Desember 2016 PT. A kembali melakukan pembelian UKA kepada Penyelenggara X sebesar USD150,000.00 (seratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) untuk kebutuhan pembayaran atas impor barang dari luar negeri. Atas pembelian ini, Penyelenggara X hanya wajib memastikan PT. A menyampaikan dokumen Underlying Transaksi, mengingat pada transaksi sebelumnya Penyelenggara X telah menatausahakan dokumen pendukung PT. A. N. Pembelian UKA terhadap Rupiah dapat dilakukan untuk: 1. jenis valuta asing yang sama dengan yang tercantum dalam dokumen Underlying Transaksi; atau 2. jenis … 6 2. jenis valuta asing yang berbeda dengan dokumen Underlying Transaksi apabila disertai dengan dokumen yang dapat menjelaskan alasan perbedaan tersebut. O. Dalam hal Penyelenggara membeli UKA dari bank, Penyelenggara wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak domestik. II. PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Penyelenggara wajib memastikan penerapan prinsip perlindungan konsumen yang memenuhi prinsip keadilan dan keandalan, prinsip transparansi, prinsip perlindungan data dan/atau informasi konsumen, serta prinsip penanganan dan penyelesaian pengaduan konsumen secara efektif. B. Dalam rangka melakukan jual dan beli UKA, Penyelenggara dilarang mengenakan biaya kepada Nasabah. C. Penerapan prinsip perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling sedikit meliputi: 1. penyampaian informasi kurs kepada Nasabah secara transparan; 2. perlindungan data dan/atau informasi Nasabah; dan 3. penanganan dan penyelesaian pengaduan Nasabah yang efektif, antara lain memiliki prosedur dan batas waktu penyelesaian pengaduan Nasabah, serta alternatif penyelesaian sengketa. D. Dalam rangka transparansi penyampaian informasi mengenai jenis mata uang dan kurs jual dan kurs beli kepada Nasabah, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara harus menyediakan informasi tertulis mengenai jenis mata uang yang tersedia; 2. Penyelenggara harus menyediakan informasi tertulis mengenai kurs dengan ketentuan sebagai berikut: a. informasi disampaikan secara lengkap, jelas, dan mudah dimengerti oleh Nasabah dengan menggunakan bahasa Indonesia yang dapat disertai dengan bahasa asing; b. informasi … 7 b. informasi disampaikan antara lain dalam bentuk papan pengumuman, website, e-mail, atau bentuk lainnya; dan c. informasi disampaikan secara akurat, terkini, dan sebenar-benarnya, dengan memenuhi etika penyampaian informasi yang berlaku umum; 3. Penyelenggara harus menyampaikan informasi secara lengkap dan jelas apabila terdapat perbedaan kurs: a. UKA dengan Cek Pelawat; b. UKA dalam pecahan tertentu; dan/atau c. UKA dalam kondisi tertentu. 4. Penyelenggara harus menampilkan informasi mengenai kurs dengan bentuk dan/atau letak yang mudah terlihat, mudah dibaca, dan mudah dimengerti; 5. Penyelenggara dilarang memberikan informasi yang menyesatkan (mislead) dan/atau tidak etis (misconduct), antara lain: a. pemberian informasi dianggap menyesatkan (mislead) apabila Penyelenggara memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta, misalnya menyatakan kurs yang lebih rendah dari yang sebenarnya dikenakan kepada Nasabah; dan b. pemberian informasi dianggap tidak etis (misconduct) apabila Penyelenggara memberikan informasi yang tidak sesuai dengan etika atau asas perilaku secara umum, misalnya memberikan penilaian negatif terhadap Penyelenggara lainnya/kompetitor; dan 6. Penyelenggara harus memberikan informasi secara lengkap dan jelas apabila Nasabah melakukan pemesanan melalui telepon atau secara online, dan memastikan kurs yang digunakan pada saat penyelesaian transaksi adalah kurs yang telah disepakati pada saat pemesanan. E. Dalam … 8 E. Dalam rangka perlindungan data dan/atau informasi Nasabah, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara dilarang dengan cara apapun, memberikan data dan/atau informasi pribadi mengenai Nasabah kepada pihak lain; 2. larangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dikecualikan dalam hal: a. Nasabah memberikan persetujuan tertulis; dan/atau b. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan; 3. dalam rangka meminta persetujuan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a, Penyelenggara harus terlebih dahulu menjelaskan mengenai maksud dan tujuan pemberian dan/atau penyebarluasan data pribadi Nasabah kepada pihak lain; dan 4. dalam hal Nasabah memberikan persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a, Penyelenggara harus memastikan pihak yang menerima data dan/atau informasi tidak memberikan dan/atau menggunakan data dan/atau informasi dimaksud selain yang telah disepakati antara Penyelenggara dengan Nasabah. F. Dalam rangka melakukan penanganan dan penyelesaian pengaduan Nasabah, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara harus menerima, menangani, dan menyelesaikan setiap pengaduan yang disampaikan oleh Nasabah dan/atau perwakilan Nasabah yang terkait dengan kegiatan usaha penukaran valuta asing; 2. Penyelenggara harus memiliki mekanisme dan prosedur dalam bentuk tertulis yang ditetapkan oleh Direksi, antara lain dalam bentuk pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau Standard Operating Procedure (SOP), untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan Nasabah; 3. Penyelenggara harus menatausahakan seluruh dokumen yang terkait dengan penerimaan, penanganan, dan penyelesaian pengaduan Nasabah; 4. Penyelenggara … 9 4. Penyelenggara harus menunjuk pegawai yang menangani penanganan dan penyelesaian pengaduan Nasabah; 5. Penyelenggara harus memasang pengumuman atau informasi dengan kalimat yang jelas dan mudah dipahami di gedung kantor dan/atau website Penyelenggara mengenai tata cara pengaduan Nasabah, termasuk jika terdapat call center yang dapat dihubungi; dan 6. Penyelenggara dilarang mengenakan biaya kepada Nasabah atas pengajuan pengaduan yang dilakukan oleh Nasabah. G. Dalam rangka penerapan perlindungan konsumen pada penyelenggaraan kegiatan usaha penukaran valuta asing, Penyelenggara harus: 1. memberikan bukti transaksi, tanda terima, atau slip transaksi kepada Nasabah yang paling sedikit memuat informasi: a. nama dan alamat Penyelenggara; b. tanggal transaksi; c. nomor serial bukti transaksi; d. jumlah nominal dan jenis mata uang yang dibayarkan oleh Nasabah; e. jumlah nominal dan jenis mata uang yang dibayarkan kepada Nasabah; f. kurs atau nilai tukar; dan g. nama dan tanda tangan Penyelenggara dan Nasabah; 2. menyediakan uang kepada Nasabah, dengan ketentuan sebagai berikut: a. menyediakan uang dalam kondisi yang layak dan jenis pecahan sesuai kebutuhan Nasabah sepanjang Penyelenggara masih memiliki persediaan jenis pecahan yang dibutuhkan Nasabah; b. menyediakan uang yang asli, masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah, dan dalam jumlah nominal sesuai dengan transaksi yang dilakukan dengan Nasabah; dan 3. memberikan … 10 3. memberikan informasi mengenai ciri-ciri keaslian uang kepada Nasabah antara lain dalam bentuk berupa pengumuman, brosur, dan/atau leaflet. III. PERIZINAN PENYELENGGARA KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK A. Badan usaha bukan bank yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai Penyelenggara KUPVA Bukan Bank wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia. B. Persyaratan Permohonan Izin Persyaratan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam huruf A adalah sebagai berikut: 1. berbadan hukum Perseroan Terbatas yang seluruh sahamnya dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia; dan/atau b. badan usaha yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; 2. mencantumkan dalam anggaran dasar perseroan bahwa maksud dan tujuan perseroan adalah melakukan jual dan beli UKA dan pembelian Cek Pelawat; 3. memenuhi jumlah modal disetor yang paling sedikit sebesar: a. Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah), bagi calon Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan usaha di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur, Kota Administrasi Jakarta Barat, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kota Administrasi Jakarta Utara, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Batam, Kota Denpasar, dan Kabupaten Badung; atau b. Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah), bagi calon Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan 4. modal disetor tidak berasal dari dan/atau untuk tujuan pencucian uang (money laundering). C. Tata … 11 C. Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Sebagai Penyelenggara 1. Pengajuan permohonan izin sebagai Penyelenggara diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. permohonan disampaikan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada contoh surat permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan b. surat permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus disertai dengan: 1) dokumen terkait kelembagaan dan kondisi keuangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II; 2) dokumen pendukung dari masing-masing pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris calon Penyelenggara sebagaimana tercantum dalam Lampiran II; dan 3) dokumen terkait kesiapan operasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. 2. Calon Penyelenggara harus memastikan kelengkapan dokumen yang disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Dalam hal dokumen yang disampaikan calon Penyelenggara dinilai belum lengkap, Bank Indonesia akan mengembalikan seluruh dokumen permohonan izin. 4. Bank Indonesia akan memulai pemrosesan permohonan izin setelah dokumen yang disampaikan calon Penyelenggara telah dinyatakan lengkap. D. Tata Cara Pemrosesan Permohonan Izin Sebagai Penyelenggara Bank Indonesia melakukan pemrosesan permohonan izin melalui tahapan sebagai berikut: 1. Penelitian pemenuhan persyaratan kelembagaan dan kondisi keuangan a. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap kesesuaian dan kebenaran dokumen pendirian dan pengesahan … 12 pengesahan badan hukum, kecukupan dan kesiapan organisasi, kecukupan modal disetor, serta kondisi dan kesiapan keuangan perusahaan sesuai persyaratan yang dimaksud dalam huruf B dan butir C.1.b.1). b. Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf a terdapat dokumen yang tidak benar atau menginformasikan secara tertulis kepada calon Penyelenggara untuk memperbaiki dokumen dimaksud. c. Calon Penyelenggara harus menyampaikan kembali kepada Bank Indonesia dokumen yang telah diperbaiki dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan disampaikan oleh Bank Indonesia. d. Dalam hal sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf c calon Penyelenggara belum menyampaikan dokumen yang telah diperbaiki maka calon Penyelenggara dinyatakan telah membatalkan permohonannya. 2. Penelitian pemenuhan persyaratan sebagai anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pemegang saham calon Penyelenggara a. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pemegang saham. b. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf a calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon pemegang saham yang diajukan dinilai tidak memenuhi persyaratan, calon Penyelenggara harus melengkapi atau menambah dokumen, menyelesaikan permasalahan terkait dengan pemenuhan persyaratan, dan/atau melakukan penggantian calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon pemegang saham yang diajukan … tidak sesuai, Bank Indonesia 13 diajukan, paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan. c. Dalam hal calon Penyelenggara tidak melaksanakan langkah dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b, calon Penyelenggara dinyatakan telah membatalkan permohonannya. 3. Pemeriksaan lokasi tempat usaha calon Penyelenggara a. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi dalam rangka memastikan kesiapan operasional calon Penyelenggara sesuai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.b.3) antara lain kesiapan sarana dan prasarana serta mekanisme dan prosedur dalam melakukan kegiatan usaha. b. Dalam hal berdasarkan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, calon Penyelenggara dinilai tidak memenuhi kesiapan operasional, calon Penyelenggara harus melengkapi persyaratan kesiapan operasional paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan. c. Dalam hal calon Penyelenggara tidak melengkapi persyaratan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b, calon Penyelenggara dinyatakan telah membatalkan permohonannya. 4. Penyuluhan ketentuan a. Bank Indonesia menyelenggarakan penyuluhan dalam rangka menginformasikan ketentuan terkait dengan penyelenggaraan kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank dan meningkatkan pemahaman calon Penyelenggara dalam menerapkan ketentuan dan menjalankan kegiatan usaha. b. Bank Indonesia akan menentukan tanggal pelaksanaan penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. c. Dalam hal anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pemegang saham tidak menghadiri penyuluhan ketentuan pada tanggal yang telah ditentukan oleh Bank … 14 Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf b maka pelaksanaan penyuluhan ketentuan dapat dijadwalkan ulang paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal yang telah ditentukan tersebut. d. Penjadwalan ulang sebagaimana dimaksud dalam huruf c hanya dilakukan dalam hal Bank Indonesia menyetujui alasan ketidakhadiran anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham yang disampaikan secara tertulis. e. Dalam hal anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham tidak menghadiri penyuluhan ketentuan yang telah dijadwalkan ulang sebagaimana dimaksud dalam huruf c atau tidak menyampaikan alasan ketidakhadiran secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf d, calon Penyelenggara dinyatakan telah membatalkan permohonannya. 5. Dalam rangka melakukan penelitian terhadap kelayakan calon Penyelenggara melalui tahapan sebagaimana terdapat dalam angka 1 sampai dengan angka 4, Bank Indonesia dapat: a. meminta informasi, keterangan, dan dokumen tambahan; dan/atau b. melakukan konfirmasi atau wawancara. 6. Dalam rangka pelaksanaan konfirmasi atau wawancara sebagaimana dimaksud dalam butir 5.b, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. konfirmasi atau wawancara dilakukan dalam rangka menggali informasi lebih lanjut untuk memperoleh keyakinan atas terpenuhinya persyaratan yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh izin sebagai Penyelenggara dari Bank Indonesia; b. konfirmasi atau wawancara dapat dilakukan terhadap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham; c. konfirmasi … 15 c. konfirmasi atau wawancara dapat dilakukan pada tiap tahapan pemrosesan permohonan izin untuk menggali informasi yang disampaikan calon Penyelenggara mengenai: 1) kelembagaan dan kondisi keuangan; 2) anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham; 3) kesiapan operasional; dan/atau 4) informasi lainnya; d. Bank Indonesia menentukan tanggal pelaksanaan konfirmasi atau wawancara; e. dalam hal anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham tidak menghadiri wawancara pada tanggal yang telah ditentukan, Bank Indonesia akan menentukan jadwal ulang pelaksanaan wawancara paling lama 20 (dua puluh) hari setelah tanggal undangan wawancara; dan f. dalam hal anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham tetap tidak menghadiri wawancara pada jadwal ulang sebagaimana dimaksud dalam huruf e, calon Penyelenggara dinyatakan membatalkan permohonannya. 7. Berdasarkan tahapan sebagaimana dalam angka 1 sampai dengan angka 4 Bank Indonesia: a. menyetujui permohonan izin; atau b. menolak permohonan izin. E. Tindak Lanjut Permohonan Izin sebagai Penyelenggara Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan izin sebagai Penyelenggara, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Bank Indonesia akan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada calon Penyelenggara; 2. Bank Indonesia akan menerbitkan surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU), sertifikat izin, dan logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank berizin; 3. pengambilan … 16 3. pengambilan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2, harus dilakukan oleh: a. anggota Direksi; atau b. pihak lain yang diberi kuasa oleh Direksi berdasarkan surat kuasa yang mengacu pada contoh dalam Lampiran II. 4. calon Penyelenggara yang telah memperoleh izin wajib melaksanakan kegiatan usahanya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1; 5. pelaksanaan kegiatan usaha dimaksud wajib dilaporkan secara tertulis oleh anggota Direksi kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal dimulainya pelaksanaan kegiatan usaha yang mengacu pada contoh dalam Lampiran II; 6. izin yang telah diberikan oleh Bank Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku apabila Penyelenggara tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 4; dan 7. dalam hal Izin yang telah diberikan oleh Bank Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku sebagaimana dimaksud dalam angka 6, Penyelenggara harus mengembalikan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2 kepada Bank Indonesia. F. Masa Berlaku Izin dan Tata Cara Pengajuan Perpanjangan Izin 1. Izin sebagai Penyelenggara yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berlaku paling lama selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberian izin dan dapat diperpanjang berdasarkan permohonan Penyelenggara kepada Bank Indonesia. 2. Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku izin berakhir. 3. Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis … 17 tertulis dan ditandatangani oleh anggota Direksi dengan mengacu pada contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. 4. Surat permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 3 harus disertai dengan fotokopi surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU) dan fotokopi sertifikat izin. 5. Dalam hal Penyelenggara tidak bermaksud memperpanjang izin maka berlaku ketentuan penghentian kegiatan usaha dan pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII. G. Evaluasi Perpanjangan Izin 1. Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap izin yang telah diterbitkan kepada Penyelenggara. 2. Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan atas dasar: a. hasil pengawasan Bank Indonesia selama masa berlakunya izin; dan/atau b. permohonan perpanjangan izin Penyelenggara. 3. Evaluasi atas perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan mempertimbangkan: a. optimalisasi dan perkembangan kegiatan usaha antara lain: 1) jumlah maupun nilai transaksi; dan/atau 2) pendapatan dan laba usaha; b. kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku antara lain: 1) tingkat kepatuhan Penyelenggara terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain mengenai anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, perlindungan konsumen, persaingan usaha yang sehat, transfer dana, dan ketentuan lainnya baik yang diterbitkan Bank Indonesia maupun otoritas lainnya; dan/atau 2) tingkat … 18 2) tingkat kepatuhan Pemegang Saham, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau c. penerapan prinsip perlindungan konsumen antara lain: 1) pemenuhan prinsip perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai perlindungan konsumen; dan/atau 2) kuantitas dan kualitas penanganan serta penyelesaian pengaduan nasabah. 4. Berdasarkan pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank Indonesia dapat: a. memperpanjang masa berlaku izin; b. mempersingkat masa berlaku izin; c. membatasi kegiatan usaha; dan/atau d. mencabut izin. 5. Pencabutan izin usaha Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir 4.d dilakukan antara lain berdasarkan hal sebagai berikut: a. Penyelenggara tidak lagi beroperasi atau melakukan kegiatan usaha, termasuk apabila tidak adanya laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia mengenai perkembangan kegiatan usahanya tersebut; b. Penyelenggara diketahui tidak lagi memiliki Pengurus aktif yang bertanggungjawab dan mewakili Penyelenggara dalam melakukan kegiatan usahanya atas sebab apapun, dan tidak menunjukkan upaya untuk melakukan penggantian Pengurus tersebut sesuai ketentuan yang berlaku; dan/atau c. Penyelenggara melakukan pemindahan alamat lokasi usaha tanpa persetujuan Bank Indonesia sehingga tidak diketahui keberadaannya dan menyulitkan bagi Bank Indonesia untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Penyelenggara dimaksud. 6. Dalam rangka menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Bank Indonesia menerbitkan: a. surat … 19 a. surat keputusan mengenai perubahan atas Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU) dan sertifikat izin usaha dalam hal hasil evaluasi berupa memperpanjang masa berlaku izin sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf a dan mempersingkat masa berlaku izin sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf b; b. surat keputusan mengenai pembatasan kegiatan usaha dalam hal hasil evaluasi berupa pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf c; atau c. surat penolakan permohonan perpanjangan izin usaha yang disertai dengan Surat Keputusan Pencabutan Izin Usaha (KPnIU) dalam hal hasil evaluasi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf d. 7. Dalam hal hasil evaluasi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf d, Penyelenggara harus mengembalikan Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU), sertifikat izin usaha, serta logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank berizin kepada Bank Indonesia. IV. KEPENGURUSAN PENYELENGGARA KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK A. Perubahan Anggota Direksi, Anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang Saham Penyelenggara 1. Dalam hal Penyelenggara akan melakukan perubahan terhadap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham maka calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham wajib memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. 2. Perubahan … 20 2. Perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham dilakukan atas: a. perintah Bank Indonesia; atau b. permintaan Penyelenggara. 3. Perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau Pemegang Saham Penyelenggara atas perintah Bank Indonesia dilakukan dalam hal, antara lain: a. anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang Saham Penyelenggara merupakan pihak yang dikenakan sanksi larangan menjadi Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham Penyelenggara; dan/atau b. anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham Penyelenggara telah diputus bersalah karena terbukti melakukan tindak pidana tertentu berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. 4. Terhadap perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pemegang saham Penyelenggara atas perintah Bank Indonesia pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 3, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Penyelenggara wajib menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk memberhentikan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dimaksud paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia; b. Pemegang Saham wajib mengalihkan sahamnya paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia; c. pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b tidak diperkenankan mengambil keputusan dan/atau kegiatan lain yang mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan kondisi keuangan Penyelenggara sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia; d. selama … 21 d. selama jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, Bank Indonesia dapat menghentikan sementara kegiatan usaha Penyelenggara; e. dalam hal setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b Penyelenggara tidak melakukan perubahan terhadap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Penyelenggara dapat dikenakan sanksi administratif; 2) Bank Indonesia tidak mengakui segala hubungan hukum yang dilakukan pihak-pihak tersebut; dan 3) segala tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut merupakan tanggung jawab pribadi yang bersangkutan. 5. Dalam hal perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pemegang saham dilakukan atas permintaan Penyelenggara, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Penyelenggara menyampaikan permohonan tertulis rencana perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada contoh surat permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; b. permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib disertai dokumen pendukung calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon pemegang saham sebagaimana tercantum dalam lampiran II; c. tata cara pemberian persetujuan terhadap perubahan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon pemegang saham mengacu pada ketentuan mengenai … 22 mengenai penelitian pemenuhan persyaratan sebagai anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pemegang saham calon Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir III.D.2; d. calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon pemegang saham yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II harus mengikuti penyuluhan ketentuan yang diselenggarakan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.D.4; e. dalam hal calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon pemegang saham telah mengikuti penyuluhan ketentuan, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Penyelenggara untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham tentang pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau perubahan pemegang saham; dan f. Penyelenggara wajib menyampaikan laporan mengenai pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau perubahan pemegang saham Penyelenggara disertai fotokopi RUPS, fotokopi akta perubahan anggaran dasar, dan fotokopi bukti penerimaan pemberitahuan atau persetujuan perubahan anggaran dasar dari otoritas yang berwenang kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari otoritas yang berwenang. B. Pelatihan dan/atau Sertifikasi Bagi Direksi 1. Anggota Direksi harus mengikuti pelatihan dan/atau sertifikasi yang mendukung penyelenggaraan KUPVA. 2. Pelatihan dan/atau sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. materi pelatihan dan/atau sertifikasi meliputi Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme, pengelolaan … 23 pengelolaan keuangan (bisnis), manajemen umum, manajemen risiko, dan/atau materi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan usaha penukaran valuta asing; b. dilakukan dalam bentuk seminar, lokakarya, workshop, dan/atau kegiatan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu; dan c. diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan, Lembaga Sertifikasi Profesi, asosiasi, Bank Indonesia dan/atau Kementerian/lembaga terkait. 3. Pelatihan dan/atau sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dapat dilakukan setelah yang bersangkutan mendapat persetujuan dari Bank Indonesia sebagai anggota Direksi. 4. Penyelenggara harus menatausahakan dokumen keikutsertaan atau kelulusan dan/atau sertifikat yang telah dimiliki anggota Direksi. 5. Bank Indonesia dapat meminta dokumen keikutsertaan atau kelulusan dan/atau sertifikat yang telah dimiliki anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam angka 4. V. PENCANTUMAN LOGO, SERTIFIKAT, DAN NAMA DAGANG A. Dalam melakukan kegiatan usaha, Penyelenggara wajib memasang: 1. logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank berizin yang diterbitkan oleh Bank Indonesia; 2. sertifikat izin usaha yang diterbitkan oleh Bank Indonesia; dan 3. papan nama yang bertuliskan: a. "Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Berizin” atau ”Authorized Money Changer”; b. nama Perseroan Terbatas Penyelenggara dan nama dagang; dan c. nomor dan tanggal Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU). B. Kewajiban … 24 B. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf A, diatur sebagai berikut: 1. logo, sertifikat izin usaha dan papan nama wajib dipasang di setiap kantor Penyelenggara sesuai persetujuan yang diberikan Bank Indonesia; 2. logo, sertifikat izin usaha dan papan nama dipasang dalam ukuran dan letak yang mudah dilihat dan dibaca oleh Nasabah; dan 3. Penyelenggara harus memastikan logo dan sertifikat izin usaha dipasang pada tempat yang aman agar tidak hilang atau disalahgunakan oleh pihak lain. C. Penyelenggara dapat menggunakan nama dagang yang berbeda dengan nama Perseroan Terbatas dengan ketentuan sebagai berikut: 1. hanya memiliki 1 (satu) nama dagang; 2. nama dagang mencerminkan nama Perseroan Terbatas dari Penyelenggara; dan 3. nama Perseroan Terbatas dan nama dagang wajib dicantumkan dalam setiap dokumen, korespondensi, maupun bentuk publikasi tertulis lainnya. D. Apabila Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU), logo dan/atau sertifikat izin usaha yang diterbitkan oleh Bank Indonesia hilang, Penyelenggara harus mengajukan permintaan tertulis kepada Bank Indonesia untuk memperoleh penggantinya disertai dengan surat keterangan kehilangan dari kepolisian. E. Penggantian logo sebagaimana dimaksud dalam huruf D dikenakan biaya sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah). VI. KANTOR CABANG DAN GERAI A. Pembukaan Kantor Cabang Penyelenggara Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor cabang diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara menyampaikan permohonan pembukaan kantor cabang kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada contoh surat permohonan sebagaimana tercantum dalam … 25 dalam Lampiran III dan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; 2. permohonan persetujuan pembukaan kantor cabang diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan pembukaan kantor cabang yang telah direncanakan; 3. pembukaan kantor cabang dapat diajukan dengan persyaratan sebagai berikut: a. Penyelenggara telah menjalankan kegiatan usahanya paling sedikit 2 (dua) tahun sejak tanggal dikeluarkannya izin; b. memenuhi persyaratan modal disetor bagi kantor pusat sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk pembukaan kantor cabang di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur, Kota Administrasi Jakarta Barat, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kota Administrasi Jakarta Utara, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Batam, Kota Denpasar dan Kabupaten Badung; dan c. memenuhi kesiapan operasional pembukaan kantor cabang sebagaimana tercantum dalam Lampiran II angka 2 sampai dengan 4; 4. dalam memproses persetujuan pembukaan kantor cabang, Bank Indonesia mempertimbangkan antara lain: a. kinerja dan tingkat kepatuhan Penyelenggara antara lain: 1) tidak pernah terlambat menyampaikan laporan kegiatan usaha dalam 6 (enam) bulan terakhir sejak tanggal pengajuan permohonan; atau 2) telah menindaklanjuti seluruh komitmen hasil pemeriksaan Bank Indonesia yang terakhir; b. kelayakan lokasi, antara lain dengan mempertimbangkan tingkat kejenuhan penyelenggaraan kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank; 5. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan terhadap pembukaan kantor cabang berdasarkan persyaratan … 26 persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 4; 6. dalam hal Bank Indonesia memberikan persetujuan pembukaan kantor cabang maka Bank Indonesia akan menerbitkan surat persetujuan, sertifikat izin usaha kantor cabang dan logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank berizin; 7. pengambilan surat persetujuan, sertifikat izin usaha kantor cabang, dan logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank Berizin dilakukan oleh: a. anggota Direksi; atau b. pihak lain yang diberi kuasa oleh anggota Direksi berdasarkan surat kuasa, dengan mengacu pada contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II; 8. Penyelenggara yang telah memperoleh persetujuan pembukaan kantor cabang wajib melaksanakan kegiatan operasional di kantor cabang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberian persetujuan pembukaan kantor cabang; 9. kegiatan operasional kantor cabang wajib dilaporkan secara tertulis paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan operasional kantor cabang dengan mengacu pada contoh format surat laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; 10. persetujuan pembukaan kantor cabang yang telah diberikan oleh Bank Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku apabila Penyelenggara tidak melaksanakan kegiatan operasional di kantor cabang dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 9; dan 11. dalam hal persetujuan dinyatakan batal sebagiamana dimaksud dalam angka 10, Penyelenggara harus mengembalikan sertifikat izin usaha kantor cabang dan logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank berizin. B. Pembukaan Gerai (Counter) Penyelenggara 1. Penyelenggara dapat membuka gerai (counter) pelayanan penukaran valuta asing dengan ketentuan sebagai berikut: a. pembukaan … 27 a. pembukaan gerai (counter) hanya dapat dilakukan untuk mendukung kegiatan tertentu antara lain pameran atau kegiatan internasional; b. lokasi pembukaan gerai (counter) dapat dilakukan di wilayah kantor pusat dan/atau di wilayah kantor cabang Penyelenggara; dan c. jangka waktu pembukaan gerai (counter) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 1 (satu) bulan. 2. Tata cara pembukaan gerai (counter) a. Rencana pembukaan gerai (counter) wajib dilaporkan oleh kantor pusat Penyelenggara kepada kantor Bank Indonesia dimana kantor pusat Penyelenggara berkedudukan, dengan mengacu pada contoh surat laporan rencana pembukaan gerai (counter) sebagaimana tercantum dalam Lampiran III. b. Laporan rencana pembukaan gerai (counter) c. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum pembukaan gerai (counter). rencana pembukaan gerai (counter) sebagaimana dimaksud dalam huruf b harus dilengkapi dengan dokumen pendukung antara lain surat keterangan dari panitia penyelenggara atau perjanjian sewa lokasi. d. Bank Indonesia menyampaikan penegasan tertulis terhadap laporan Penyelenggara. C. Pemindahan Alamat Kantor Penyelenggara Persyaratan dan tata cara pemindahan alamat kantor baik kantor pusat maupun kantor cabang diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. permohonan persetujuan pemindahan alamat kantor harus disampaikan oleh kantor pusat Penyelenggara kepada kantor Bank Indonesia dimana kantor pusat berkedudukan dengan mengacu pada contoh surat permohonan persetujuan … 28 persetujuan rencana pemindahan alamat kantor sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dengan menjelaskan alasan pemindahan alamat kantor dan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; 2. permohonan persetujuan rencana pemindahan alamat kantor diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan pemindahan alamat kantor yang direncanakan; 3. dalam hal alamat kantor dipindahkan ke wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur, Kota Administrasi Jakarta Barat, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kota Administrasi Jakarta Utara, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Batam, Kota Denpasar dan Kabupaten Badung maka Penyelenggara harus memenuhi persyaratan modal disetor bagi kantor pusat sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah); 4. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan terhadap rencana pemindahan alamat kantor berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3; 5. dalam hal Bank Indonesia memberikan persetujuan pemindahan alamat kantor, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Bank Indonesia menerbitkan sertifikat izin untuk alamat kantor yang baru; dan b. Penyelenggara harus mengambil sertifikat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan mengembalikan sertifikat izin yang sebelumnya telah dimiliki; 6. dalam hal kantor pusat pindah ke wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang berbeda maka Penyelenggara harus menyesuaikan alamat pelaporan dan permohonan kepada kantor Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. D. Penutupan … 29 D. Penutupan kantor cabang 1. Penutupan kantor cabang atas permintaan Bank Indonesia dilakukan dengan alasan, sebagai berikut: a. terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; b. terdapat permintaan tertulis atau rekomendasi dari otoritas yang berwenang kepada Bank Indonesia; c. terdapat sanksi administratif oleh Bank Indonesia; atau d. terdapat pembatasan kegiatan usaha berdasarkan hasil evaluasi terhadap izin usaha oleh Bank Indonesia. 2. Penutupan kantor cabang atas permintaan Penyelenggara dilakukan dengan ketentuan, sebagai berikut: a. kantor pusat Penyelenggara menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia yang disertai dengan alasan penutupan kantor cabang paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum penutupan kantor cabang; b. permohonan dimaksud mengacu pada contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: 1) keputusan Direksi mengenai penutupan kantor cabang; dan 2) surat pernyataan bermeterai cukup dari Direksi bahwa penyelesaian kewajiban yang terkait dengan penutupan kantor cabang telah diselesaikan dengan mengacu pada contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; c. Bank Indonesia memberikan persetujuan penutupan kantor cabang secara tertulis setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia; dan d. Penyelenggara wajib mengembalikan logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank Berizin dan sertifikat izin usaha kantor cabang yang diterbitkan Bank Indonesia. VII. PERUBAHAN … 30 VII. PERUBAHAN NAMA PERSEROAN DAN PERUBAHAN MODAL PENYELENGGARA A. Perubahan Nama Perseroan Terbatas Perubahan nama Perseroan Terbatas Penyelenggara diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. kantor pusat Penyelenggara menyampaikan laporan secara tertulis mengenai perubahan nama Perseroan Terbatas Penyelenggara kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran III. disertai dengan dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; 2. apabila seluruh persyaratan dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1 telah dipenuhi dan lengkap, Bank Indonesia akan menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU) tentang Perubahan Nama Perseroan Terbatas milik Penyelenggara, sertifikat izin usaha, dan sertifikat izin usaha kantor cabang bagi Penyelenggara yang memiliki kantor cabang, dengan nama baru; 3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2 harus diambil oleh: a. Direksi; atau b. pihak lain yang diberi kuasa oleh Direksi berdasarkan surat kuasa, dengan mengacu pada contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II; dan B. Perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor 1. Dalam rangka menilai kinerja dan kemampuan Penyelenggara untuk mengembangkan kegiatan usahanya, setiap perubahan modal dasar dan/atau modal disetor wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. 2. Persyaratan dan tata cara pelaporan perubahan modal dasar dan/atau modal disetor diatur sebagai berikut: a. Penyelenggara mengajukan laporan tertulis mengenai perubahan modal dasar dan/atau modal disetor kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran III disertai dengan … 31 dengan dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; b. Bank Indonesia dapat meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada Penyelenggara terkait perubahan modal dasar dan/atau modal disetor; c. dalam hal perubahan modal disetor mengakibatkan penambahan pemegang saham baru, maka Penyelenggara wajib mengikuti tata cara dan persyaratan perubahan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A. VIII. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA KANTOR PUSAT ATAS PERMINTAAN PENYELENGGARA Penghentian kegiatan usaha dalam rangka pencabutan izin usaha atas permintaan Penyelenggara dilakukan dengan ketentuan, sebagai berikut: A. kantor pusat Penyelenggara menyampaikan permohonan penghentian kegiatan usaha secara tertulis kepada Bank Indonesia yang disertai dengan alasan penghentian kegiatan usaha dengan ketentuan: 1. penghentian kegiatan usaha telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Penyelenggara; 2. Penyelenggara telah menyelesaikan seluruh kewajiban dan akan bertanggung jawab terhadap setiap tuntutan yang mungkin timbul di kemudian hari; dan 3. Penyelenggara harus mengembalikan Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU), logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dan sertifikat izin usaha yang diterbitkan Bank Indonesia; B. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf A mengacu pada contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan dilengkapi dokumen sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; C. permohonan … 32 C. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf A harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal efektif penghentian kegiatan usaha kantor pusat yang direncanakan Penyelenggara; D. Bank Indonesia memberikan persetujuan penghentian kegiatan usaha secara tertulis dan menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan Izin Usaha (KPnIU) setelah dokumen permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf A diterima secara lengkap; E. pencabutan Izin usaha berlaku efektif sejak tanggal surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf D; dan F. Bank Indonesia melakukan pengkinian daftar Penyelenggara berdasarkan pencabutan izin usaha Penyelenggara. IX. PELAPORAN A. Pelaporan Kantor Pusat Penyelenggara wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia. B. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A meliputi: 1. Laporan Berkala Laporan berkala terdiri atas: a. Laporan Kegiatan Usaha (LKU) Laporan Kegiatan Usaha (LKU) yaitu laporan transaksi penjualan dan pembelian UKA, dan laporan transaksi pembelian Cek Pelawat, mengacu pada contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; dan b. Laporan Keuangan Laporan Keuangan yaitu Neraca (Laporan Posisi Keuangan), Laporan Laba Rugi, dan Laporan Perubahan Ekuitas akhir tahun berjalan mengacu pada contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III. 2. Laporan Insidental Laporan Insidental antara lain terdiri atas: a. laporan pengangkatan Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau perubahan pemegang saham; b. laporan … 33 b. laporan keikutsertaan anggota Direksi dalam pelatihan/sertifikasi; c. laporan pelaksanaan pembukaan kantor cabang; d. laporan rencana pembukaan gerai (counter); e. laporan pelaksanaan pemindahan alamat kantor; f. laporan perubahan nama Perseroan Terbatas; g. laporan perubahan modal dasar dan/atau modal disetor; h. laporan gangguan dalam kegiatan usaha penukaran valuta asing termasuk upaya yang telah dilakukan untuk menanggulanginya; i. laporan terjadinya force majeure yaitu suatu keadaan yang terjadi di luar kekuasaan Penyelenggara yang menyebabkan kegiatan usaha tidak dapat dilakukan yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat yang berwenang setempat, termasuk Bank Indonesia; j. laporan pelaksanaan kerjasama dengan hotel atau badan usaha sejenis hotel; dan k. laporan lainnya yang sewaktu-waktu diminta Bank Indonesia seperti laporan kurs valuta asing tanggal tertentu, laporan transaksi keuangan tertentu, dan laporan rencana kerja sama. C. Bentuk dan Periode Penyampaian Laporan Berkala sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Laporan Kegiatan Usaha (LKU) sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a, dan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b disampaikan kepada Bank Indonesia secara online melalui sistem aplikasi pelaporan Bank Indonesia; 2. penyampaian laporan secara online sebagaimana dimaksud dalam angka 1 mengacu pada pedoman mengenai penyusunan … 34 penyusunan laporan berkala sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; 3. Laporan Kegiatan Usaha (LKU) sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a dan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b, dibuat secara konsolidasi yang meliputi kantor pusat, kantor cabang, dan gerai (counter); 4. Laporan Kegiatan Usaha (LKU) sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a wajib disampaikan secara bulanan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya; 5. Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b wajib disampaikan secara tahunan paling lambat pada akhir bulan April tahun berikutnya. D. Dalam hal terdapat gangguan terhadap sistem aplikasi pelaporan atau terdapat alasan tertentu yang menyebabkan laporan tidak dapat disampaikan secara online, Penyelenggara tetap wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia secara lengkap dan sesuai batas waktu, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Gangguan terhadap sistem aplikasi pelaporan di Bank Indonesia a. Penyelenggara menyampaikan laporan dalam bentuk dokumen cetak (hardcopy) secara lengkap dan sesuai dengan periode penyampaian laporan yang ditetapkan kepada kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat Penyelenggara yang bersangkutan. b. Dalam hal gangguan terhadap sistem aplikasi pelaporan di Bank Indonesia telah normal kembali, Penyelenggara harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a secara online melalui sistem aplikasi pelaporan Bank Indonesia. 2. Gangguan terhadap sistem aplikasi pelaporan di Penyelenggara a. Penyelenggara dapat menyampaikan laporan secara online melalui sistem aplikasi pelaporan yang berada di kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat Penyelenggara yang bersangkutan. b. Waktu … 35 b. Waktu layanan pelaksanaan laporan secara online sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan oleh kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat Penyelenggara yang bersangkutan. E. Pihak selain Penyelenggara yang melakukan jual dan beli UKA di kawasan perbatasan wajib menyampaikan Laporan Kegiatan Usaha (LKU) sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a dengan ketentuan sebagai berikut: 1. 2. laporan disampaikan setiap 3 bulan, paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya; laporan disampaikan dalam bentuk dokumen cetak (hardcopy) secara lengkap kepada kantor Bank Indonesia yang mewilayahi pihak selain Penyelenggara dalam hal sistem pelaporan online belum tersedia. X. PENGAWASAN A. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara secara langsung dan tidak langsung. B. Pengawasan Langsung 1. Pengawasan langsung dilakukan dengan cara pemeriksaan atas kegiatan usaha Penyelenggara untuk meneliti dan mengevaluasi tingkat kepatuhan Penyelenggara terhadap ketentuan. 2. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan langsung, setiap Penyelenggara wajib memberikan kepada pengawas atau pihak lain yang ditugaskan oleh Bank Indonesia antara lain: a. dokumen, data, informasi, dan/atau laporan yang diminta; b. keterangan dan/atau penjelasan baik lisan maupun tertulis; dan/atau c. akses terhadap sistem informasi, antara lain akses terhadap aplikasi, database, dan sistem pelaporan; yang diperlukan dalam pengawasan langsung. 3. Penyelenggara … 36 3. Penyelenggara wajib bertanggung jawab atas kebenaran dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan yang diberikan. 4. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan pengawasan langsung. 5. Pihak yang ditugaskan melakukan pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 4 wajib menjaga kerahasiaan dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan yang diperoleh dari hasil pengawasan langsung. 6. Penyelenggara wajib melakukan langkah perbaikan dan/atau penyempurnaan atas temuan hasil pemeriksaan serta melaporkan tindakan perbaikan yang dilakukan kepada Bank Indonesia. C. Pengawasan Tidak Langsung 1. Pengawasan tidak langsung merupakan tindakan pemantauan yang dilakukan dalam bentuk analisis terhadap laporan yang disampaikan Penyelenggara atau informasi dari pihak lain. 2. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan tidak langsung, Penyelenggara wajib menyampaikan dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan kepada Bank Indonesia. 3. Dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan melalui pelaporan, pertemuan langsung, dan/atau sarana komunikasi lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 4. Berdasarkan pengawasan tidak langsung, Bank Indonesia dapat meminta Penyelenggara untuk melaporkan hal tertentu, melakukan langkah perbaikan serta melaporkan perbaikan yang dilakukan kepada Bank Indonesia. D. Tindak Lanjut Pengawasan Berdasarkan hasil pengawasan, Bank Indonesia dapat: 1. melakukan pembinaan terhadap Penyelenggara; 2. mengenakan … 37 2. mengenakan sanksi administratif; 3. melakukan evaluasi terhadap izin usaha yang telah diberikan; 4. meminta Penyelenggara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu; 5. menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha, membatalkan atau mencabut izin atau persetujuan yang telah diberikan kepada Penyelenggara; dan/atau 6. meminta penghentian sementara terhadap Direksi dan/atau Dewan Komisaris. XI. PELAKSANAAN KERJA SAMA ANTARA PENYELENGGARA DENGAN PIHAK SELAIN PENYELENGGARA A. Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan pihak selain pihak Penyelenggara untuk melakukan kegiatan pembelian UKA dengan persetujuan Bank Indonesia. B. Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf A adalah hotel atau badan usaha yang melakukan kegiatan usaha di bidang penyediaan jasa akomodasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai kepariwisataan. C. Persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf A diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara menyampaikan permohonan rencana kerja sama secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada contoh format surat serta dilengkapi dengan penjelasan dan/atau dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf A diajukan dengan persyaratan sebagai berikut: a. Penyelenggara telah menjalankan kegiatan usahanya paling sedikit 1 (satu) tahun sejak tanggal diberikannya izin sebagai Penyelenggara; b. Penyelenggara … 38 b. Penyelenggara wajib memastikan bahwa pihak yang diajak bekerja sama memiliki: 1) izin usaha; 2) lokasi usaha tetap; 3) kemampuan untuk mengelola layanan pembelian UKA; dan 4) komitmen untuk mematuhi ketentuan yang berlaku; 3. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan kerja sama berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2; 4. Penyelenggara yang telah memperoleh persetujuan wajib melaksanakan kerja sama tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberian persetujuan kerja sama; 5. pelaksanaan kerja sama wajib dilaporkan secara tertulis paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak dimulainya pelaksanaan kerja sama; 6. persetujuan kerja sama yang telah diberikan oleh Bank Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku apabila Penyelenggara tidak melaksanakan kegiatan kerja sama hingga melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 4. D. Tata cara pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf A diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara harus memastikan pemenuhan ketentuan yang mengatur mengenai: a. kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank; b. penerapan prinsip mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme; c. kewajiban penggunaan Rupiah; dan d. perlindungan konsumen. 2. Penyelenggara harus menyediakan petunjuk operasional layanan pembelian UKA dan memastikan kepatuhan pihak selain … 39 selain Penyelenggara atas petunjuk operasional layanan pembelian UKA tersebut. 3. Penyelenggara bertanggungjawab atas kebenaran dan kelengkapan laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia. E. Penyelenggara harus melaporkan penghentian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif berakhirnya kerja sama yang mengacu pada contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV. F. Selain penghentian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf E, Bank Indonesia dapat meminta Penyelenggara untuk menghentikan kerja sama dengan pihak selain Penyelenggara berdasarkan pertimbangan tertentu. G. Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia dapat: 1. meminta data dan/atau informasi kepada pihak selain Penyelenggara; dan/atau 2. melakukan pengawasan langsung terhadap pihak selain Penyelenggara. XII. JUAL DAN BELI UKA DI KAWASAN PERBATASAN INDONESIA A. Pihak selain Penyelenggara yang melakukan jual dan beli UKA di kawasan perbatasan Indonesia wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. terlebih dahulu B. Pihak selain Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf A harus berupa badan usaha yang menjalankan kegiatan usaha di kawasan perbatasan Indonesia. C. Kawasan perbatasan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf A adalah kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai wilayah negara. D. Persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf A diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. pihak … 40 1. pihak selain Penyelenggara menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada contoh format surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dan dilengkapi dengan penjelasan dan/atau dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV; 2. Pihak selain Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. menjalankan kegiatan usaha di kawasan perbatasan; b. memiliki kemampuan untuk melakukan jual dan beli UKA; dan c. memiliki komitmen untuk mematuhi ketentuan yang berlaku; 3. Dalam rangka memproses permohonan persetujuan, Bank Indonesia mempertimbangkan jarak dan/atau waktu tempuh dengan kota terdekat dan keberadaan Penyelenggara dan/atau bank yang melayani penukaran valas di sekitar wilayah usaha pemohon; 4. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan berdasarkan persyaratan dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3; 5. Pelaksanaan kegiatan jual beli UKA di kawasan perbatasan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang telah disetujui Bank Indonesia wajib dilaporkan secara tertulis paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak dimulainya pelaksanaan kegiatan. E. Dalam melakukan kegiatan jual dan beli UKA, pihak selain Penyelenggara harus memperhatikan ketentuan mengenai: 1. kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank; 2. penerapan prinsip mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme; 3. kewajiban penggunaan Rupiah; dan 4. perlindungan konsumen. F. Bank … 41 F. Bank Indonesia dapat meninjau kembali persetujuan yang telah diberikan kepada pihak selain Penyelenggara untuk melakukan jual dan beli UKA di kawasan perbatasan Indonesia. G. Pelaksanaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam huruf F, antara lain didasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia atau laporan yang diterima Bank Indonesia dari otoritas yang berwenang. H. Berdasarkan hasil peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam huruf F, Bank Indonesia berwenang untuk meminta pihak selain Penyelenggara untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu dan/atau membatalkan persetujuan yang telah diberikan. XIII. SANKSI A. Penyelenggara yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank dan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif berupa: 1. teguran tertulis; 2. kewajiban membayar; 3. penghentian kegiatan usaha; dan/atau 4. pencabutan izin. B. Dalam menerapkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia mempertimbangkan: 1. tingkat pelanggaran; 2. akibat yang ditimbulkan terhadap: a. aspek perlindungan konsumen; dan/atau b. aspek anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme; dan/atau 3. faktor lainnya. C. Pengenaan sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dapat disertai dengan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam … 42 dalam rangka memastikan pemenuhan ketentuan sesuai batas waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. D. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank maka perhitungan dilakukan dengan contoh sebagai berikut: Pada tanggal 5 September 2016 Nasabah melakukan pembelian UKA terhadap Rupiah sebesar USD15.000,00 (lima belas ribu dolar Amerika Serikat). Kemudian pada tanggal 15 September 2016 Nasabah yang sama melakukan pembelian UKA terhadap Rupiah sebesar USD15.000,00 (lima belas ribu dolar Amerika Serikat). Total pembelian UKA terhadap Rupiah Nasabah pada bulan September 2016 adalah USD30.000,00 (tiga puluh ribu dolar Amerika Serikat). Pembelian UKA terhadap Rupiah tanggal 15 September 2016, tidak didukung dokumen Underlying Transaksi, sehingga terdapat pelanggaran yang melebihi threshold sebesar USD5.000,00 (lima ribu dolar Amerika Serikat). Kurs JISDOR tanggal 15 September 2016 adalah Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per dolar Amerika Serikat. Perhitungan atas pelanggaran yang dilakukan Penyelenggara yaitu sebagai berikut: USD5.000,00 x 1% x Rp10.000,00 = Rp500.000,00 Namun mengingat sanksi kewajiban membayar paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) maka Penyelenggara dikenakan sanksi sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) meskipun nilai pelanggaran berdasarkan perhitungan diatas sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). E. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif berupa penghentian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam butir A.3 maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. sanksi penghentian kegiatan usaha diberlakukan terhadap: a. kegiatan jual dan beli UKA; b. kegiatan pembelian Cek Pelawat; dan/atau c. kegiatan … 43 c. kegiatan usaha lainnya yang memiliki keterkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan usaha penukaran valuta asing; 2. sanksi penghentian kegiatan usaha disertai dengan jangka waktu berlakunya dan dapat diperpanjang; 3. Penyelenggara yang dikenakan sanksi penghentian kegiatan usaha harus mengumumkan penghentian kegiatan usaha kepada masyarakat pada tanggal yang sama dengan tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia mengenai penghentian kegiatan usaha Penyelenggara yang paling kurang diumumkan di kantor Penyelenggara dengan letak dan/atau bentuk yang mudah terlihat dan mudah dibaca. F. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara wajib mengembalikan Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU), logo Penyelenggara KUPVA Bukan Bank Berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan sertifikat izin usaha yang diterbitkan Bank Indonesia; 2. Bank Indonesia melakukan pengkinian daftar Penyelenggara berdasarkan pencabutan izin usaha Penyelenggara. G. Penyelenggara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank dikenakan sanksi berupa pencabutan izin. Contoh Penyelenggara KUPVA tidak berizin adalah setiap pihak yang patut diduga melakukan kegiatan jual beli valas tanpa izin Bank Indonesia, dengan indikasi antara lain melakukan transaksi jual beli valas dengan frekuensi yang cukup sering dengan tujuan untuk menjual atau membeli valas kepada atau dari pihak lain, dan memiliki usaha yang tidak dikecualikan dari ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah termasuk Penyelenggara yang telah dicabut izinnya oleh Bank Indonesia. H. Anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang Saham Penyelenggara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf G, dilarang untuk menjadi Direksi, Dewan … 44 Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham Penyelenggara untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. I. Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia dapat menyampaikan informasi tersebut kepada instansi/otoritas yang berwenang. XIV. KETENTUAN LAIN-LAIN A. Penyampaian permohonan dan korespondensi kepada Bank Indonesia ditandatangani oleh Direksi dan/atau pemilik dan disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1. bagi Pemohon dan Penyelenggara yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia disampaikan kepada Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran, Komplek Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H.Thamrin No.2, Jakarta 10350; atau 2. bagi Pemohon dan Penyelenggara yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia disampaikan kepada Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia yang mewilayahi. B. Pembagian wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dan butir A.2 mengacu pada Lampiran V. Dalam hal terjadi perubahan alamat korespondensi, Bank Indonesia akan memberitahukan perubahan alamat tersebut melalui surat dan/atau media lainnya. XV. KETENTUAN PERALIHAN Izin Penyelenggara yang telah diberikan Bank Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank, tetap berlaku dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun, yaitu terhitung sejak tanggal 7 Oktober 2016 dan akan berakhir paling lama pada tanggal 6 Oktober 2021. XVI. KETENTUAN … 45 XVI. KETENTUAN PENUTUP A. Ketentuan terkait pengajuan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam butir III.C, pemrosesan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam butir III.D, dan tindak lanjut permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam butir III.E dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 6 April 2017. B. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/15/DPM tanggal 10 Mei 2012 perihal Perizinan, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. C. Bank Indonesia mengumumkan daftar Penyelenggara yang memperoleh izin, daftar Penyelenggara yang dicabut izinnya dan/atau pengumuman lainnya melalui website Bank Indonesia dan/atau media lainnya. D. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Desember 2016.xx Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ENI V. PANGGABEAN KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/42/DKSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank </reg_title> <set_date> 30 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2016 </effective_date> <replaced_reg> '14/15/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '18/20/PBI/2016' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XIII' </penalty_list>
No. 14/ 18 /DPM Jakarta, S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/5/PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5321), perlu dilakukan penyempurnaan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/20/DPM tanggal 8 Agustus 2011 sebagai berikut : 1. Semua penyebutan Term Deposit dalam BAB VI diubah menjadi Term Deposit rupiah. 2. Di antara BAB VI dan BAB VII disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab VIA yang berbunyi sebagai berikut : VIA. PENEMPATAN BERJANGKA DALAM VALUTA ASING (TERM DEPOSIT VALAS) 1. Transaksi Term Deposit valas merupakan penempatan secara berjangka dana valuta asing milik Peserta OPT di Bank Indonesia. 2. Karakteristik ... 8 Juni 2012 2 2. Karakteristik transaksi Term Deposit valas: a. jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit valas adalah US Dollar; b. transaksi Term Deposit valas memiliki jangka waktu 7 (tujuh) hari, 14 (empat belas) hari, dan 30 (tiga puluh) hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. transaksi Term Deposit valas dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan surat berharga; d. atas transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia memberikan bunga; e. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian; f. Term Deposit valas dapat dialihkan menjadi transaksi swap jual US Dollar terhadap rupiah Bank Indonesia. 3. Metode Transaksi Term Deposit Valas a. Transaksi Term Deposit valas dilakukan melalui sarana RMDS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Transaksi Term Deposit valas dilakukan secara lelang dengan metode sebagai berikut : 1) harga tetap (fixed rate tender) Tingkat bunga transaksi Term Deposit valas ditetapkan Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Tingkat bunga transaksi Term Deposit valas diajukan oleh peserta transaksi Term Deposit valas. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang a. Transaksi Term Deposit valas dilakukan pada setiap hari Rabu dan/atau pada hari kerja lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Bank ... 3 b. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit valas paling lambat sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. c. Window time transaksi Term Deposit valas dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit valas, memuat antara lain: 1) sarana pengajuan penawaran lelang; 2) tanggal lelang; 3) jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; 4) metode lelang; 5) target indikatif (apabila lelang transaksi Term Deposit valas dilaksanakan dengan metode variable rate tender); 6) tingkat bunga (apabila lelang transaksi Term Deposit valas dilaksanakan dengan metode fixed rate tender); 7) window time; dan 8) tanggal setelmen (tanggal valuta). e. Peserta Lelang 1) Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit valas adalah bank devisa, yang selanjutnya disebut Peserta Transaksi Term Deposit Valas. 2) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat mengajukan transaksi Term Deposit valas secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. 3) Lembaga ... 4 3) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk kepentingan Peserta Transaksi Term Deposit Valas. 5. Pengajuan Penawaran a. Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas kepada Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan. b. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode fixed rate tender meliputi informasi : 1) nama Peserta Transaksi Term Deposit Valas; 2) tanggal transaksi; 3) jangka waktu Term Deposit valas; 4) nomor rekening pada bank koresponden; dan 5) penawaran kuantitas. c. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode variable rate tender meliputi informasi : 1) nama Peserta Transaksi Term Deposit Valas; 2) tanggal transaksi; 3) jangka waktu Term Deposit valas; 4) nomor rekening pada bank koresponden; 5) penawaran kuantitas; dan 6) tingkat bunga. d. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud pada huruf b dan/atau huruf c dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) penawaran dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan; 2) pengajuan ... 5 2) pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta Transaksi Term Deposit Valas paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta US Dollar) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta US Dollar); 3) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat bunga dilakukan dengan kelipatan 1 bps (basis point) atau 0,01% (satu persepuluh ribu); 4) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit valas; 5) koreksi sebagaimana dimaksud pada angka 4) dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan jangka waktu Term Deposit valas; 6) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran; 7) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; 8) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; 9) Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan angka 3) dan tidak melakukan ... 6 melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time transaksi Term Deposit valas maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. 6. Penetapan Pemenang Lelang a. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender, maka penetapan kuantitas Term Deposit valas yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) penawaran kuantitas yang diajukan Peserta Transaksi Term Deposit Valas dimenangkan seluruhnya; 2) dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan ke seratus ribuan US Dollar terdekat dengan ketentuan: a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu US Dollar) dibulatkan menjadi nol; b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu US Dollar) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar). b. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender maka penetapan kuantitas Term Deposit valas yang dimenangkan dihitung dengan cara : 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat bunga transaksi Term Deposit valas tertinggi yang dapat diterima (SOR); 2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan dengan cara : a) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta Transaksi Term Deposit Valas lebih rendah dari SOR yang ditetapkan maka Peserta Transaksi Term Deposit Valas yang bersangkutan memenangkan ... 7 memenangkan seluruh transaksi Term Deposit valas yang diajukan; b) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta Transaksi Term Deposit Valas sama dengan SOR yang ditetapkan, maka Peserta Transaksi Term Deposit Valas yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran transaksi yang diajukan dengan perhitungan proporsional dengan pembulatan ke seratus ribuan US Dollar terdekat dengan ketentuan: (1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu US Dollar) dibulatkan menjadi nol; (2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu US Dollar) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar). Contoh perhitungan kuantitas dan penetapan pemenang lelang transaksi Term Deposit valas terdapat pada lampiran 9 dan lampiran 10 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Term Deposit valas. 7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan mekanisme sebagai berikut: a. mengumumkan ... 8 a. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan kepada semua Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan Lembaga Perantara melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat bunga Term Deposit; b. melakukan konfirmasi kepada peserta transaksi Term Deposit valas yang memenangkan lelang secara individual melalui RMDS atau sarana lainnya antara lain berupa : 1) nominal valas dan tingkat bunga yang dimenangkan Peserta Transaksi Term Deposit Valas; 2) tanggal setelmen / tanggal valuta; dan 3) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta Transaksi Term Deposit Valas; c. dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas tidak memiliki RMDS, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau 2) dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas memiliki RMDS, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta Transaksi Term Deposit Valas yang bersangkutan. 8. Setelmen Transaksi Term Deposit Valas a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit valas 1) Bank Indonesia melakukan setelmen transaksi Term Deposit valas pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 2) Setiap ... 9 2) Setiap penawaran yang dimenangkan memiliki 1 (satu) deal ticket. 3) Peserta Transaksi Term Deposit Valas wajib menyediakan dana di rekening giro pada bank koresponden, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas. 4) Pada tanggal setelmen, Peserta Transaksi Term Deposit Valas wajib mentransfer kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas untuk setiap penawaran yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden. 5) Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud pada angka 4), transaksi Term Deposit valas dinyatakan batal. 6) Atas batalnya transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud pada angka 5), Peserta Transaksi Term Deposit Valas dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 7) Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi Moneter, apabila pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit valas maka pembatalan tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas 1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit valas jatuh waktu dengan melakukan transfer ke rekening Peserta Term Deposit Valas pada bank koresponden sebesar nilai tunai. 2) Nilai ... 10 2) Nilai tunai sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung dengan rumus sebagai berikut : Keterangan: N = Nominal Term Deposit valas r = tingkat bunga yang dimenangkan k = jangka waktu Term Deposit valas c. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit valas, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga untuk hari libur dimaksud. 9. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Transaksi Term Deposit Valas a. Pengajuan Early Redemption 1) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat mengajukan early redemption Term Deposit valas paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen transaksi Term Deposit valas yang akan dilakukan early redemption. 2) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat mengajukan early redemption pada setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit valas. 3) Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud pada angka 2) diajukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. 4) Pengajuan dilakukan melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 5) Pengajuan ... 11 5) Pengajuan early redemption dilakukan untuk nominal penuh yang tercantum dalam setiap deal ticket. 6) Peserta Transaksi Term Deposit valas yang melakukan early redemption Term Deposit valas memperoleh bunga secara proporsional dengan perhitungan sebagai berikut : keterangan : k = jangka waktu sampai dengan setelmen early redemption Term Deposit valas di Bank Indonesia 7) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dikenakan biaya early redemption Term Deposit valas sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari bunga sebagaimana dimaksud pada angka 6). b. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early redemption. c. Perhitungan Nilai Early Redemption Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai nominal Term Deposit valas yang dilakukan early redemption ditambah bunga dikurangi biaya early redemption. 10. Pengalihan ... 12 10. Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas Menjadi Transaksi Swap Jual USD Terhadap Rupiah Bank Indonesia (FX Swap) a. Pengajuan Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas Menjadi Transaksi FX Swap 1) Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas membutuhkan likuiditas rupiah, Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat mengajukan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap. 2) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap dilakukan melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada setiap hari kerja kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit valas. 3) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap dilakukan untuk nominal penuh yang tercantum dalam setiap deal ticket. 4) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap sekaligus merupakan pengajuan early redemption atas Term Deposit valas yang akan dialihkan. 5) Early redemption Term Deposit valas sebagaimana dimaksud pada angka 4) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 9.a.1), butir 9.a.6), dan butir 9.a.7). 6) Transaksi FX Swap yang berasal dari pengalihan Term Deposit valas dilakukan dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, paling singkat 7 (tujuh) hari. 7) Premi FX Swap yang berasal dari pengalihan Term Deposit valas ditetapkan oleh Bank Indonesia. 8) Peserta ... 13 8) Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat mengajukan pengalihan transaksi Term Deposit valas menjadi transaksi FX Swap dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB. 9) Bank Indonesia menyampaikan informasi premi FX Swap kepada Peserta Transaksi Term Deposit Valas pada pukul 11.00 WIB dan sekaligus meminta Peserta Transaksi Term Deposit Valas untuk memberikan konfirmasi. 10) Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas tidak menyepakati premi FX Swap yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, proses transaksi FX Swap tidak dilanjutkan dan Term Deposit valas yang bersangkutan tetap diteruskan (tidak dilakukan early redemption). 11) Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas menyepakati premi FX Swap yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, Peserta Transaksi Term Deposit Valas memberikan konfirmasi (deal confirmation) transaksi early redemption Term Deposit valas dan transaksi FX Swap melalui RMDS. 12) Atas transaksi pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap, Bank Indonesia memberikan bunga dan mengenakan biaya kepada Peserta Transaksi Term Deposit Valas sesuai ketentuan early redemption sebagaimana dimaksud pada butir 9.a.6) dan butir 9.a.7) b. Setelmen Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas menjadi Transaksi FX Swap 1) Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption dalam rangka pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap dengan cara transfer bunga ke ... 14 ke rekening Peserta Transaksi Term Deposit Valas pada bank koresponden setelah dikurangi biaya early redemption, pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan pengalihan. 2) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg transaksi FX Swap dalam rangka pengalihan Term Deposit valas menjadi transaksi FX Swap pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan pengalihan dengan prosedur sebagai berikut: a) Bank Indonesia melakukan pencatatan pengalihan valas dari early redemption Term Deposit valas menjadi sumber dana untuk setelmen valas transaksi FX Swap. b) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro peserta transaksi FX Swap sebesar ekuivalen dalam rupiah dari nilai nominal Term Deposit valas yang dialihkan dikalikan kurs spot yang ditetapkan pada tanggal transaksi FX Swap. 3) Pada tanggal setelmen second leg transaksi FX Swap dilakukan ketentuan sebagai berikut : a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro peserta transaksi FX Swap sebesar nilai nominal valas FX Swap dikalikan kurs forward (forward rate) yang ditetapkan pada tanggal transaksi FX Swap. b) Bank Indonesia melakukan transfer valas ke rekening peserta transaksi FX Swap di bank koresponden sebesar nilai nominal valas FX Swap. c) Dalam ... 15 c) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg peserta transaksi FX Swap tidak memiliki dana rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, maka peserta transaksi FX Swap wajib membayar nominal transaksi pada hari kerja berikutnya. d) Pembayaran nominal transaksi FX Swap sebagaimana dimaksud pada huruf c) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro peserta transaksi FX Swap di Bank Indonesia. e) Atas keterlambatan pemenuhan kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf c), peserta transaksi FX Swap dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 3. Ketentuan BAB VII ditambah 1 (satu) angka, yakni angka 4 yang berbunyi sebagai berikut : 4. Sanksi Transaksi Term Deposit Valas a. Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen yang menyebabkan batalnya transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud pada butir VIA.8.a.5), Peserta Transaksi Term Deposit Valas dikenakan sanksi berupa: 1) teguran tertulis Pdengan tembusan kepada: a) Departemen Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia (KPBI); atau b) Divisi Pengawas Bank – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan ... 16 diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah KPwBI; dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh). b. Dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas tidak dapat memenuhi kewajiban pada tanggal setelmen second leg transaksi FX Swap sebagaimana dimaksud pada butir VIA.10.b.3)c) maka Peserta Transaksi Term Deposit Valas dikenakan sanksi berupa: 1) teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir a.1); dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang berlaku ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh). c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan butir b.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada butir VIA.8.a.5) atau tidak terpenuhinya kewajiban sebagaimana dimaksud pada VIA.10.b.3)c). d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir a.2) dilakukan dengan mendebet rekening giro valas Peserta Transaksi Term Deposit Valas di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro peserta transaksi FX Swap di Bank Indonesia pada ... 17 pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal kewajiban pelaksanaan setelmen. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8 Juni 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/18/DPM|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. </reg_title> <set_date> 8 Juni 2012 </set_date> <effective_date> 8 Juni 2012 </effective_date> <changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg> <extension_of> '13/20/DPM|SE-BI/2011' </extension_of> <related_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010', '12/11/PBI/2010', '14/5/PBI/2012', '13/20/DPM|SE-BI/2011' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 3 BAB VII angka 4' </penalty_list>
No. 7/39/DPM NoAAve Jakarta, 19 Agustus 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. Dalam rangka penyempurnaan dan penyederhanaan pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka maka Surat Edaran Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder dan perubahannya yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/27/DPM tanggal 8 Juli 2004 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/47/DPM tanggal 29 Oktober 2004 perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/12/DPM tanggal 8 April 2005 perihal Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/18/DPM tanggal 1 Juni 2005 perihal Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004 dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 22 Agustus 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian … 2 Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/39/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM Tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. </reg_title> <set_date> 19 Agustus 2005 </set_date> <effective_date> 22 Agustus 2005 </effective_date> <replaced_reg> '6/17/DPM|SE-BI/2004', '6/27/DPM|SE-BI/2004', '6/47/DPM|SE-BI/2004', '7/18/DPM|SE-BI/2005', '7/12/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg>
No. 4/17/DASP Jakarta, 7 November 2002 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Perubahan Surat Edaran Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. Dalam rangka memberikan penegasan lebih lanjut mengenai ketentuan persyaratan dalam membuka rekening, pembatalan atas penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong, dan pencantuman nama Pemilik Rekening ke dalam Daftar Hitam sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran tersebut sebagai berikut. 1. Ketentuan angka II.B.1.b diubah menjadi sebagai berikut : “b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi nasabah yang wajib melampirkan NPWP sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).” 2. Ketentuan angka V.2 ditambah huruf d sebagai berikut : “d. Bank Indonesia yang Mewilayahi memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan yang dilampiri dengan bukti-bukti tertulis diterima secara lengkap.” 3. Ketentuan angka V.3 diubah menjadi sebagai berikut : “3. Terhadap setiap permohonan pembatalan atas penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong baik yang disetujui maupun yang ditolak oleh Bank Indonesia, Tertarik dikenakan biaya administrasi sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Pengenaan biaya administrasi tersebut dilakukan dengan mendebet rekening Tertarik atau rekening kantor lain dari Tertarik di Bank Indonesia pada awal bulan berikutnya setelah Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pembatalan tersebut.” 4. Ketentuan angka VII.A.5 diubah menjadi sebagai berikut : “5. Apabila Pemilik Rekening yang masih tercantum dalam Daftar Hitam yang masih berlaku : a. menarik lagi Cek/Bilyet Giro Kosong sebanyak 3 (tiga) lembar atau lebih; atau b. menarik lagi Cek/Bilyet Giro Kosong sebanyak 1 (satu) lembar dengan nilai nominal Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) atau lebih dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan Daftar Hitam maka Pemilik Rekening tersebut dicantumkan kembali dalam Daftar Hitam sesuai dengan periode penerbitan Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam angka VII.E setelah yang bersangkutan melakukan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebanyak 3 (tiga) lembar atau lebih sebagaimana dimaksud dengan huruf a atau sebanyak 1 (satu) lembar atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf b. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan contoh dalam Lampiran 7.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 7 November 2002 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA ttd MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN Lampiran 7 CONTOH PENCANTUMAN KEMBALI PEMILIK REKENING KE DALAM DAFTAR HITAM KARENA PEMILIK REKENING TERSEBUT MELAKUKAN PENARIKAN LAGI CEK/BILYET GIRO KOSONG. PADA SAAT YANG BERSANGKUTAN MASIH TERCANTUM DALAM DAFTAR HITAM YANG MASIH BERLAKU. Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam setiap bulan sekali pada akhir bulan. A adalah Pemilik Rekening yang tercantum dalam Daftar Hitam No. XX yang diterbitkan pada tanggal 31 Januari 2000 dan berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan (31 Januari 2000 sampai dengan 30 Januari 2001). Contoh Kasus I A Pada tanggal 25 September 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 3 (tiga) lembar atau menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar dengan nilai nominal Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Atas dasar hal tersebut A akan dicantumkan kembali dalam Daftar Hitam berikutnya yaitu pada penerbitan Daftar Hitam tanggal 31 Oktober 2000 yang berlaku untuk 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal 31 Oktober 2000 sampai dengan 30 Oktober 2001. Contoh Kasus II A pada tanggal 30 Januari 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar A pada tanggal 5 Februari 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar A pada tanggal 15 Agustus 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong1 (satu) lembar Atas dasar hal tersebut A akan dicantumkan kembali dalam Daftar Hitam berikutnya yaitu pada penerbitan Daftar Hitam tanggal 30 September 2000 yang berlaku untuk 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal 30 September 2000 sampai dengan 30 September 2001. ==0==
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/17/DASP|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Perubahan Surat Edaran Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. </reg_title> <set_date> 7 November 2002 </set_date> <effective_date> 7 November 2002 </effective_date> <changed_reg> '2/10/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg> <related_reg> '2/10/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
No.14/36/DKBU Jakarta, 21 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/9/PBI/2012 tanggal 26 Juli 2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) BPR (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5331), yang selanjutnya disebut PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR, perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai uji kemampuan dan kepatutan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: Adany N I. UMUM . . . I. UMUM 1. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Bank adalah Bank Umum atau BPR sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional maupun Bank Umum Syariah atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan terhadap: a. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota Direksi. Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh persetujuan Bank Indonesia, yang pelaksanaannya dilakukan sebelum yang bersangkutan menjadi PSP atau menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi. b. PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat Eksekutif. Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan setiap waktu apabila berdasarkan hasil pengawasan, pemeriksaan atau informasi dari sumber-sumber lainnya terdapat indikasi permasalahan integritas, kompetensi dan/atau kelayakan/reputasi keuangan. c. Pihak . . . c. Pihak-pihak yang sudah tidak menjadi atau sudah tidak menjabat sebagai pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2, namun yang bersangkutan diindikasikan terlibat atau bertanggung jawab terhadap perbuatan atau tindakan yang sedang dalam proses uji kemampuan dan kepatutan pada BPR. Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan setiap waktu apabila berdasarkan hasil pengawasan, pemeriksaan atau informasi dari sumber-sumber lainnya terdapat indikasi permasalahan integritas, kompetensi dan/atau kelayakan/reputasi keuangan. II. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP CALON PSP, CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, ATAU CALON ANGGOTA DIREKSI (NEW ENTRY) A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Faktor yang dinilai dalam uji kemampuan dan kepatutan meliputi: a. Integritas dan kelayakan keuangan bagi calon PSP. Calon PSP wajib memenuhi persyaratan integritas dan kelayakan keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR. Terkait dengan salah satu persyaratan integritas bagi calon PSP yakni penilaian komitmen terhadap pengembangan operasional BPR yang sehat, salah satu aspek yang dinilai antara lain komitmen pengembangan ekonomi regional. Untuk penilaian dimaksud, calon PSP harus menyampaikan komitmen tertulis mengenai rencana arah dan . . . dan strategi selama paling kurang 3 (tiga) tahun sebagai pedoman untuk pengembangan BPR yang sehat, yang mencakup juga pengembangan ekonomi regional yang mengutamakan pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil (UMK) yang produktif dengan mempertimbangkan potensi wilayah serta ditujukan untuk masyarakat setempat. Selain itu, Bank Indonesia dapat meminta pernyataan tertulis yang berisi komitmen untuk tidak melakukan pengalihan kepemilikan sahamnya di BPR dalam jangka waktu tertentu. b. Integritas, kompetensi dan reputasi keuangan bagi calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi. Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi wajib memenuhi persyaratan integritas sebagaimana diatur dalam Pasal 28, kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, dan reputasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR. 2. Pihak-pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan kepatutan dalam rangka memperoleh persetujuan Bank Indonesia adalah: a. Calon PSP, meliputi: 1) orang dan/atau badan hukum yang akan melakukan pembelian saham, menerima hibah saham, atau menerima hak waris atau bentuk lain pengalihan hak atas saham sehingga yang bersangkutan menjadi PSP; 2) pemegang saham BPR yang tidak tergolong sebagai PSP (non PSP) yang akan melakukan pembelian saham, menerima hibah saham, atau menerima hak waris . . . waris atau bentuk lain pengalihan hak atas saham, sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi PSP; 3) non PSP yang melakukan penambahan setoran modal sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi PSP; 4) non PSP namun menurut Bank Indonesia dinilai melakukan Pengendalian BPR; 5) non PSP yang secara sukarela mengajukan diri sebagai PSP; 6) orang dan/atau badan hukum yang digolongkan sebagai pengendali BPR karena adanya perubahan struktur kelompok usaha BPR; 7) orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP pada BPR hasil penggabungan (merger); dan 8) orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP BPR hasil peleburan (konsolidasi). b. Calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi, meliputi: 1) orang yang belum pernah menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi BPR, yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi BPR; 2) orang yang sedang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi BPR, yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi pada BPR lainnya; 3) orang . . . 3) orang yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi BPR, yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi pada BPR yang sama atau pada BPR lainnya; 4) Komisaris BPR yang dicalonkan menjadi Komisaris Utama pada BPR yang sama; 5) Direktur BPR yang dicalonkan menjadi Direktur Utama pada BPR yang sama; 6) anggota Direksi BPR yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris pada BPR yang sama; 7) anggota Dewan Komisaris BPR yang dicalonkan menjadi anggota Direksi pada BPR yang sama; 8) orang yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi pada BPR hasil penggabungan (merger); dan 9) orang yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi BPR hasil peleburan (konsolidasi). Uji kemampuan dan kepatutan tidak dilakukan terhadap pengangkatan kembali jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pada BPR yang sama. Pengangkatan kembali jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi tersebut dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah RUPS dengan memperhatikan berakhirnya masa jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi. B. Persyaratan . . . B. Persyaratan Administratif bagi Calon PSP 1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan atas calon PSP disampaikan oleh BPR kepada Bank Indonesia dilengkapi dengan dokumen persyaratan administratif sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1a dan Lampiran 1b. 2. Selain dokumen administratif sebagaimana dimaksud dalam angka 1, calon PSP berupa badan hukum juga harus menyampaikan: a. laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan yang meliputi neraca, laba/rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan; dan b. proyeksi keuangan untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun, yang disusun oleh konsultan independen. 3. Disamping menyampaikan dokumen administratif, BPR juga harus menyampaikan Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1c dan Lampiran 1d, yang telah diisi lengkap dan ditandatangani oleh calon PSP atau calon Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT). C. Persyaratan Administratif bagi Calon Anggota Dewan Komisaris dan Calon Anggota Direksi Permohonan untuk memperoleh persetujuan atas calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi disampaikan oleh BPR kepada Bank Indonesia dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2a, Lampiran 2b dan Lampiran 2c. D. Dokumen . . . D. Dokumen Tambahan Persyaratan Administratif Dalam hal diperlukan penelitian lebih lanjut, Bank Indonesia dapat meminta dokumen tambahan atas dokumen persyaratan administratif dari pihak yang diuji melalui BPR, misalnya Kartu Keluarga dan surat nikah. Dokumen permohonan yang disampaikan BPR dinyatakan telah diterima secara lengkap, apabila dokumen administratif dan dokumen tambahan persyaratan administratif telah diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. E. Penyampaian Permohonan Surat permohonan berikut dokumen disampaikan secara lengkap oleh BPR kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: 1) Departemen Kredit, BPR dan UMKM, Bank Indonesia, Jalan M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Karawang, Bekasi dan Provinsi Banten. 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Karawang, Bekasi dan Provinsi Banten. F. Tata Cara dan Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Uji kemampuan dan kepatutan melalui penelitian administratif dan wawancara dilakukan terhadap: a. calon PSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR; dan b. calon . . . b. calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR. 2. Penelitian administratif a. Calon PSP Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan integritas dan kelayakan keuangan calon PSP, dilakukan penelitian atas: 1) kelengkapan dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1a, Lampiran 1b dan dokumen tambahan; 2) Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1c atau Lampiran 1d; 3) kemampuan keuangan berdasarkan laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir dan proyeksi keuangan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun untuk calon PSP yang berupa badan hukum; 4) catatan administrasi Bank Indonesia antara lain berupa rekam jejak, Daftar Tidak Lulus, dan Daftar Kredit Macet; dan 5) informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia. b. Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan integritas, kompetensi dan reputasi keuangan calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi, dilakukan penelitian atas: 1) dokumen . . . 1) dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2a, Lampiran 2b, dan Lampiran 2c serta dokumen tambahan; 2) catatan administrasi Bank Indonesia antara lain berupa rekam jejak, Daftar Tidak Lulus, dan Daftar Kredit Macet; dan 3) informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia. c. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administratif, permohonan BPR untuk memperoleh persetujuan atas calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi: 1) belum memenuhi persyaratan dokumen administratif yang ditetapkan dan telah diminta untuk melengkapi dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari namun tidak menyampaikan dokumen yang ditetapkan; dan/atau 2) tidak memenuhi persyaratan administratif, maka Bank Indonesia menegaskan secara tertulis kepada BPR bahwa permohonan calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota Direksi tidak diproses lebih lanjut. Jangka waktu 14 (empat belas) hari dihitung sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen oleh Bank Indonesia sampai dengan penerimaan kelengkapan dokumen di Bank Indonesia. 3. Wawancara a. Wawancara bagi calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau calon anggota Direksi dilakukan dalam . . . dalam rangka menggali informasi lebih lanjut dari pihak yang diuji untuk memperoleh keyakinan atas terpenuhinya persyaratan integritas, kompetensi, dan kelayakan atau reputasi keuangan. b. Dalam hal calon PSP adalah Pemerintah, pelaksanaan wawancara dilakukan apabila dianggap perlu untuk mendalami komitmen dari Pemerintah mengenai pengelolaan BPR yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan good corporate governance. c. Wawancara terhadap calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi dapat tidak dilakukan apabila informasi yang diperoleh mengenai calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi tersebut dinilai sudah memadai sehingga tidak diperlukan klarifikasi atau penjelasan lebih lanjut dalam proses wawancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR. Misalnya BPR mengajukan permohonan untuk pencalonan salah satu anggota Dewan Komisaris menjadi Komisaris Utama pada BPR yang sama dan diketahui bahwa anggota Dewan Komisaris tersebut memiliki rekam jejak yang baik. 4. Hasil Penilaian dan Tindak Lanjut Uji Kemampuan dan Kepatutan a. Bank Indonesia menetapkan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan menjadi 2 (dua) predikat, yaitu: 1) Lulus; atau 2) Tidak Lulus. b. Calon . . . b. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi BPR yang memperoleh predikat Lulus dinyatakan memenuhi persyaratan dan disetujui untuk menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi pada BPR yang mengajukan pencalonan. c. BPR menindaklanjuti persetujuan Bank Indonesia terhadap calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi dengan menyelenggarakan RUPS mengenai persetujuan dan pengangkatan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal surat persetujuan Bank Indonesia. Calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi BPR yang telah mendapat persetujuan Bank Indonesia dan diangkat oleh RUPS dapat menjalankan tugas dan fungsi sebagai anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi. d. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus dinyatakan tidak memenuhi persyaratan dan ditolak untuk menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi pada BPR yang mengajukan pencalonan. e. Hasil uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi disampaikan secara tertulis kepada: 1) BPR dan/atau PSP, dalam bentuk persetujuan atau penolakan; dan 2) Pihak yang diuji melalui BPR, dalam bentuk penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan. Pemberitahuan . . . Pemberitahuan kepada BPR dan PSP sebagaimana dimaksud pada angka 1) di atas untuk kepentingan tindaklanjut atas hasil uji kemampuan dan kepatutan. Dalam hal diperlukan, hasil uji kemampuan dan kepatutan dapat disampaikan kepada pihak yang berkepentingan, antara lain Lembaga Penjamin Simpanan. G. Penghentian Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Bank Indonesia menghentikan uji kemampuan dan kepatutan calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota Direksi apabila pada saat penilaian dilakukan, calon tersebut sedang menjalani proses hukum dan/atau sedang menjalani proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu Bank. 2. Yang dimaksud sedang menjalani proses hukum adalah apabila calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, atau calon anggota Direksi telah menyandang status tersangka atau tergugat. a. Yang dimaksud dengan status tersangka adalah apabila yang bersangkutan sedang menjalani proses penyidikan/peradilan dalam perkara Tindak Pidana Tertentu sebagaimana dimaksud Undang-Undang yang mengatur mengenai pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang. b. Yang dimaksud dengan status tergugat adalah apabila yang bersangkutan sedang menghadapi perkara gugatan perdata yang berkaitan dengan masalah keuangan. 3. Yang dimaksud sedang menjalani proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu Bank adalah apabila calon PSP, calon anggota . . . anggota Dewan Komisaris, atau calon anggota Direksi sedang menjalani uji kemampuan dan kepatutan yang disebabkan karena yang bersangkutan diindikasikan mempunyai permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR. 4. Bank Indonesia memberitahukan penghentian uji kemampuan dan kepatutan kepada BPR. 5. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota Direksi yang dihentikan uji kemampuan dan kepatutan, dapat diajukan kembali kepada Bank Indonesia untuk menjadi calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota Direksi dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir II huruf B, huruf C dan huruf D serta melampirkan bukti bahwa proses hukum atau proses uji kemampuan dan kepatutan telah selesai dilakukan berupa: a. proses hukum yang dibuktikan dengan adanya: 1) Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3); atau 2) Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak bersalah; atau b. proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu Bank yang dibuktikan dengan adanya hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan dengan predikat Lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan existing. III. UJI . . . III. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PSP, ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, ANGGOTA DIREKSI, DAN PEJABAT EKSEKUTIF (EXISTING) A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan dalam hal berdasarkan bukti, data dan informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan (off site supervision dan/atau on site supervision) maupun informasi lainnya, terdapat indikasi: a. permasalahan integritas dan/atau kelayakan keuangan pada PSP; atau b. permasalahan integritas, reputasi keuangan dan/atau kompetensi pada anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat Eksekutif. 2. Permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi adalah permasalahan yang terkait dengan: a. tindakan menyembunyikan dan/atau mengaburkan pelanggaran dari suatu ketentuan atau kondisi keuangan dan/atau transaksi yang sebenarnya, antara lain: 1) pencatatan palsu dan/atau transaksi fiktif baik yang dilakukan pada neraca maupun laba/rugi BPR termasuk transaksi pada rekening administratif; 2) penggelapan, manipulasi atau kolusi dengan nasabah atau pihak lainnya; 3) praktek bank dalam bank, dengan memanfaatkan BPR untuk kepentingan usaha pribadi/kelompok; 4) praktek . . . 4) praktek pembukuan dan/atau laporan keuangan BPR yang tidak benar dan secara material berpengaruh terhadap keadaan keuangan BPR sehingga mengakibatkan penilaian yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya terhadap BPR (window dressing); 5) pembobolan Teknologi Sistem Informasi (TSI) BPR; 6) tidak melakukan pencatatan transaksi dalam pembukuan BPR; dan/atau 7) menghilangkan atau merusak catatan pembukuan dan/atau dokumen pendukung transaksi atau catatan pembukuan BPR. b. tindakan memberikan keuntungan secara tidak wajar kepada pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, pegawai, dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan BPR, antara lain: 1) pemberian suku bunga pinjaman kepada debitur di bawah cost of fund; 2) penjualan dan/atau pembelian harta milik BPR dengan harga yang tidak wajar dibandingkan harga pasar; dan/atau 3) pemberian fasilitas yang tidak sesuai dengan kepatutan dan kewajaran kepada anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, Pejabat Eksekutif dan pegawai. c. tindakan melanggar prinsip kehati–hatian di bidang perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang sehat, antara lain: 1) pemberian . . . 1) pemberian kredit yang tidak didasarkan pada prinsip pemberian kredit yang sehat; 2) penyediaan dana yang melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); 3) penyediaan dana kepada pihak atau kegiatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan; dan/atau 4) melakukan penyetoran modal dengan sumber dana yang tidak sesuai dengan ketentuan. d. terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde). Tindak Pidana Tertentu adalah tindak pidana asal yang disebut dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika/psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, dibidang perbankan, dibidang pasar modal, dibidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, dibidang perpajakan, dibidang kehutanan, dibidang lingkungan hidup, dibidang kelautan dan perikanan atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana 4 (empat) tahun atau lebih. e. terbukti menyebabkan BPR mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Yang . . . Yang dimaksud dengan menyebabkan BPR mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, antara lain adalah tindakan yang: 1) memanfaatkan BPR untuk membiayai kepentingan sendiri dan/atau kelompok usahanya; dan/atau 2) melanggar ketentuan dan/atau komitmen kepada Bank Indonesia, yang menyebabkan BPR ditempatkan dalam pengawasan khusus, diambilalih Lembaga Penjamin Simpanan, dan/atau dicabut ijin usahanya. f. terbukti tidak melaksanakan perintah Bank Indonesia untuk melakukan dan/atau tidak melakukan tindakan tertentu (cease and desist order), dalam rangka perbaikan dan/atau penyehatan BPR. g. terbukti memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet. Khusus untuk kartu kredit, pengertian kredit macet tidak termasuk tagihan yang berasal dari annual fee, biaya administrasi dan/atau tagihan lainnya yang bukan berasal dari transaksi pemakaian kartu kredit. h. terbukti dinyatakan pailit dan/atau menjadi pemegang saham, anggota dewan komisaris atau anggota direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit. i. PSP tidak melakukan upaya-upaya yang diperlukan apabila BPR menghadapi kesulitan permodalan maupun likuiditas, misalnya tidak melakukan upaya penambahan setoran modal BPR atau tidak melakukan upaya mencari investor baru. j. anggota . . . j. anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi tidak mampu melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan BPR yang sehat. Penilaian didasarkan pada tugas dan tanggung jawab dari setiap jabatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, sesuai uraian tugas yang ada pada BPR yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis antara lain adalah kemampuan untuk menginterpretasikan visi dan misi BPR, mengantisipasi perkembangan perekonomian, keuangan dan perbankan, menganalisa situasi industri perbankan dan sektor industri yang dibiayai. k. menolak memberikan komitmen dan/atau tidak memenuhi komitmen yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. Komitmen yang dimaksud antara lain adalah: 1) komitmen dalam rangka penyehatan BPR; 2) komitmen terhadap pengembangan operasional BPR yang sehat, termasuk pengembangan ekonomi regional yang mengutamakan pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil (UMK) yang produktif dengan mempertimbangkan potensi wilayah serta ditujukan untuk masyarakat setempat; 3) komitmen untuk tidak mengulangi tindakan atau perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan/atau huruf c; atau 4) komitmen untuk tidak melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan/atau Pasal 39 PBI Uji Kemampuan dan . . . dan Kepatutan BPR (bagi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang pernah memiliki predikat Tidak Lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan dan telah menjalani masa sanksi sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1), Pasal 40 ayat (4) huruf a dan Pasal 40 ayat (5) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR). B. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat Eksekutif dilakukan dengan langkah-langkah: a. Klarifikasi bukti, data dan informasi kepada pihak-pihak yang diuji: 1) Bank Indonesia menyampaikan surat permintaan klarifikasi atas bukti, data dan informasi kepada pihak yang diuji. 2) Pihak-pihak yang diuji melakukan tanggapan atas permintaan klarifikasi melalui surat atau tatap muka dengan pihak yang berwenang di Bank Indonesia dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permintaan dari Bank Indonesia sampai dengan penerimaan surat klarifikasi atau pelaksanaan klarifikasi dalam hal klarifikasi dilakukan dengan tatap muka. 3) Dalam hal klarifikasi dilakukan melalui tatap muka (pertemuan) maka tempat pelaksanaan klarifikasi dapat dilakukan di Bank Indonesia atau di tempat lain karena . . . karena pertimbangan situasi/kondisi tertentu. 4) Dalam hal pihak yang diuji adalah PSP berupa badan hukum, maka tanggapan atas permintaan klarifikasi bukti, data, dan informasi dilakukan oleh anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dari badan hukum yang bersangkutan serta keseluruhan pihak- pihak yang melakukan pengendalian terhadap BPR. 5) Dalam hal pihak yang diuji tidak menggunakan hak untuk menyampaikan tanggapan klarifikasi bukti, data, dan informasi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan atau menggunakan hak menyampaikan tanggapan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan, maka Bank Indonesia melakukan langkah- langkah selanjutnya dalam rangka uji kemampuan dan kepatutan. b. Penetapan dan penyampaian hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan kepada pihak-pihak yang diuji. Bank Indonesia menetapkan hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan berdasarkan bukti, data, dan informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan dan informasi lainnya serta berdasarkan tanggapan atas permintaan klarifikasi terhadap bukti, data, dan informasi dalam hal pihak yang diuji memberikan tanggapan. Bank Indonesia menyampaikan hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan melalui surat kepada pihak yang diuji. c. Tanggapan dari pihak-pihak yang diuji terhadap hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan. Pihak . . . Pihak yang diuji diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan secara tertulis atas hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan disertai dengan bukti-bukti pendukung yang relevan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat penyampaian hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan dari Bank Indonesia sampai dengan penerimaan tanggapan oleh Bank Indonesia. d. Penetapan dan pemberitahuan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan kepada pihak yang diuji. Bank Indonesia menetapkan hasil akhir setelah mempertimbangkan tanggapan hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan yang disampaikan oleh pihak yang diuji, atau berdasarkan hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan dalam hal pihak yang diuji tidak memberikan tanggapan atas hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, atau pihak yang diuji memberikan tanggapan atas hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan namun melampaui batas waktu yang telah ditetapkan. 2. Tingkat keterlibatan atau peranan pihak-pihak yang diuji terhadap permasalahan atau tindakan pelanggaran yang dilakukan dikategorikan sebagai berikut: a. Pelaku Yang dimaksud dengan Pelaku adalah: 1) orang yang memerintahkan, menyuruh melakukan atau mengusulkan terjadinya perbuatan; 2) orang . . . 2) orang yang menyetujui, turut serta menyetujui, atau menandatangani; 3) orang yang melakukan atau turut serta melakukan suatu perbuatan berdasarkan perintah, baik dengan atau tanpa tekanan, dan yang bersangkutan patut mengetahui atau patut menduga bahwa perintah tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku; 4) orang yang melakukan suatu perbuatan karena adanya janji atau imbalan tertentu; dan/atau 5) orang yang tidak melakukan perbuatan atau tindakan yang menjadi tugas dan/atau tanggung jawabnya sehingga mengakibatkan terjadinya pelanggaran dan/atau penyimpangan. b. Pelaku Pembantu Yang dimaksud dengan Pelaku Pembantu adalah orang yang karena melaksanakan tugas, jabatan dan/atau adanya suatu perintah dari pihak lain, baik dengan atau tanpa tekanan, melakukan atau turut serta melakukan suatu perbuatan, dan yang bersangkutan patut mengetahui atau patut menduga bahwa perbuatan atau perintah yang dilakukan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, namun yang bersangkutan telah berusaha untuk menolak melakukan perbuatan atau perintah tersebut. C. Hasil . . . C. Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan beserta Konsekuensinya 1. Pihak–pihak yang ditetapkan dengan predikat Lulus memenuhi persyaratan untuk tetap menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif. 2. Pihak-pihak yang dikategorikan sebagai Pelaku Pembantu dapat ditetapkan predikat Lulus apabila yang bersangkutan menyampaikan surat pernyataan yang berisi komitmen untuk tidak mengulangi tindakan pelanggaran dimasa yang akan datang dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat pemberitahuan mengenai penetapan Lulus dari Bank Indonesia. Jangka waktu 14 (empat belas) hari dihitung sejak tanggal surat pemberitahuan mengenai penetapan Lulus sampai dengan penerimaan surat pernyataan yang berisi komitmen di Bank Indonesia. Pihak-pihak sebagaimana di atas yang terbukti menolak memberikan komitmen kepada Bank Indonesia ditetapkan predikat Tidak Lulus dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Pelanggaran atas komitmen yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia menjadi dasar untuk dilakukan uji kemampuan dan kepatutan kepada yang bersangkutan selama yang bersangkutan menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif. 3. Pihak-pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus dilarang menjadi: a. PSP atau memiliki saham pada industri perbankan; dan/atau b. anggota . . . b. anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada industri perbankan sejak tanggal penetapan Bank Indonesia. 4. Jangka waktu larangan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 3 tercantum dalam Lampiran 3a dan Lampiran 3b. 5. Dalam hal pihak yang ditetapkan Tidak Lulus sebagaimana dimaksud pada angka 3 juga merupakan pemegang saham pada bank lain, yang bersangkutan wajib melepaskan kepemilikan sahamnya pada bank lain tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jika bank lain tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat maka yang bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya pada Bank Perkreditan Rakyat tersebut dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia. Dalam hal tidak dialihkan dalam jangka waktu dimaksud maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR; b. jika bank lain tersebut adalah Bank Umum maka yang bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya pada bank tersebut dengan jumlah saham dan jangka waktu pengalihan sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum; c. jika bank lain tersebut adalah Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah maka yang bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya pada bank tersebut . . . tersebut dengan jumlah saham dan jangka waktu pengalihan sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 6. Dalam hal pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus sebagaimana dimaksud pada butir 3 sedang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada bank lain, maka yang bersangkutan wajib berhenti dari jabatannya sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada bank lain tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jika bank lain tersebut adalah BPR maka yang bersangkutan dilarang menjadi anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada BPR lain terhitung sejak tanggal penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia. BPR lain tersebut wajib menindaklanjuti larangan dimaksud dengan: 1) melaksanakan RUPS untuk memberhentikan anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia; atau 2) menerbitkan surat keputusan untuk memberhentikan Pejabat Eksekutif yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia. b. jika . . . b. jika bank lain tersebut adalah Bank Umum maka tindaklanjut untuk memberhentikan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif dimaksud mengacu kepada ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum. c. jika bank lain tersebut adalah Bank Umum Syariah atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah maka tindaklanjut untuk memberhentikan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif dimaksud mengacu kepada ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 7. Pengalihan seluruh kepemilikan saham oleh PSP predikat Tidak Lulus dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dibuktikan dengan pelaksanaan RUPS perubahan komposisi kepemilikan saham setelah PSP yang menerima pengalihan saham dari PSP predikat Tidak Lulus mendapat persetujuan Bank Indonesia. 8. PSP yang ditetapkan predikat Tidak Lulus dan tidak mengalihkan seluruh kepemilikan sahamnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun maka: a. ditetapkan predikat Tidak Lulus dengan jangka waktu larangan selama 20 (dua puluh) tahun, dan b. wajib menyerahkan kepada pihak yang tidak memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dan/atau bukan merupakan pihak dalam kelompok usahanya: 1) surat kuasa menjual; dan 2) hasil . . . 2) hasil penilaian harga saham yang dilakukan oleh penilai independen. D. Tahapan Pelaksanaan Penyerahan Surat Kuasa Menjual dan Penyerahan Hasil Penilaian Harga Saham: 1. Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak berakhirnya batas waktu pengalihan kepemilikan saham, PSP yang ditetapkan predikat Tidak Lulus wajib menyerahkan: a. surat kuasa menjual yang dibuat dalam bentuk akta notariil; dan b. hasil penilaian harga saham oleh penilai independen kepada pihak penerima kuasa yang tidak memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dan/atau yang bukan termasuk dalam kelompok usahanya. 2. Dalam rangka penyerahan surat kuasa menjual dan hasil penilaian harga saham sebagaimana dimaksud pada angka 1, PSP yang ditetapkan predikat Tidak Lulus mengajukan kepada Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah jangka waktu kewajiban pengalihan kepemilikan saham berakhir hal-hal sebagai berikut: a. calon pihak penerima surat kuasa menjual, dilengkapi dengan dokumen: 1) identitas calon penerima surat kuasa menjual: a) fotokopi tanda pengenal, berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP); b) fotokopi Kartu Keluarga; dan c) pas . . . c) pas foto terakhir ukuran 4 x 6 cm. 2) surat pernyataan bermeterai cukup dari PSP yang ditetapkan predikat Tidak Lulus bahwa calon pihak penerima kuasa tidak memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dan/atau bukan merupakan pihak dalam kelompok usahanya. b. pihak independen yang akan melakukan appraisal atas harga saham yang akan dialihkan, dilengkapi dengan dokumen berupa izin dari instansi yang berwenang. c. konsep surat kuasa menjual yang paling kurang memuat klausula: 1) memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk menjual atau mengalihkan saham kepada pihak yang tidak memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dan/atau bukan merupakan pihak dalam kelompok usaha dari PSP yang ditetapkan predikat Tidak Lulus; 2) pemberi kuasa menerima/menyetujui segala keputusan atas penjualan atau pengalihan saham yang dilakukan oleh penerima kuasa sepanjang penerima kuasa melaksanakannya dengan itikad baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 3) membebaskan penerima kuasa atas segala akibat hukum yang timbul dari penjualan atau pengalihan saham dimaksud sepanjang penerima kuasa melaksanakannya dengan itikad baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 4) segala . . . 4) segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan surat kuasa menjual, menjadi beban pemberi kuasa sepanjang biaya tersebut telah disepakati. 3. Bank Indonesia melakukan penelitian mengenai pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a, huruf b, dan huruf c. 4. Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan persetujuan Bank Indonesia, PSP yang ditetapkan predikat Tidak Lulus melaksanakan penyerahan surat kuasa menjual dan hasil penilaian harga saham kepada penerima kuasa. 5. PSP yang ditetapkan predikat Tidak Lulus melalui BPR melaporkan kepada Bank Indonesia mengenai pelaksanaan penyerahan surat kuasa menjual dan hasil penilaian harga saham sebagaimana dimaksud pada angka 4 paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan penyerahan, dilampiri fotokopi dokumen: a. surat kuasa menjual; b. hasil penilaian harga saham oleh penilai independen; dan c. rencana pelaksanaan penjualan/pengalihan saham oleh penerima kuasa.s 6. BPR mengajukan kepada Bank Indonesia pihak yang akan mengambilalih saham PSP yang ditetapkan predikat Tidak Lulus yang diajukan oleh penerima kuasa, untuk memperoleh persetujuan sebagai PSP/PS dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kelembagaan BPR dan uji kemampuan dan kepatutan BPR. E. Alamat . . . E. Alamat Penyampaian Penyampaian klarifikasi dan tanggapan dari pihak yang diuji dalam proses uji kemampuan dan kepatutan, penyampaian surat pernyataan dan laporan BPR, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana butir II huruf E. IV. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP PIHAK YANG SUDAH TIDAK MENJADI PSP, ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, ANGGOTA DIREKSI DAN PEJABAT EKSEKUTIF 1. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak-pihak yang sudah tidak menjadi atau sudah tidak menjabat sebagai PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif di BPR, termasuk yang sudah keluar dari industri perbankan, yang diindikasikan terlibat atau bertanggung jawab terhadap perbuatan atau tindakan yang menjadi obyek uji kemampuan dan kepatutan pada BPR. 2. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan berdasarkan bukti, data dan informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan maupun informasi lainnya. Yang dimaksud dengan informasi lainnya adalah informasi yang terkait dengan pelanggaran pihak yang sudah tidak menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif di BPR, antara lain informasi yang diperoleh dari nasabah atau BPR. 3. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak-pihak yang sudah tidak menjadi atau sudah tidak menjabat sebagai PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif . . . Eksekutif di BPR dilakukan dengan langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada butir III.B.1. 4. Dalam hal surat permintaan klarifikasi dan/atau surat permintaan tanggapan atas hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan tidak diterima oleh pihak yang diuji pada alamat yang tercatat di Bank Indonesia atau surat dimaksud kembali kepada Bank Indonesia, pemberitahuan untuk permintaan klarifikasi dilakukan dengan cara pemanggilan melalui surat kabar lokal. V. LAPORAN RENCANA PERUBAHAN STRUKTUR KELOMPOK USAHA Dalam hal terdapat rencana perubahan struktur kelompok usaha, BPR wajib menyampaikan laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR yang mencakup seluruh pihak terkait pengendalian BPR sampai dengan pemilik dan pengendali terakhir dari badan hukum (PSPT). Pelaporan rencana perubahan struktur kelompok usaha disampaikan dengan disertai struktur perubahan sebagaimana contoh pada Lampiran 4a (struktur kelompok usaha setelah perubahan) dan Lampiran 4b (tabel perubahan struktur kelompok usaha). Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana butir II huruf E. VI. KETENTUAN . . . VI. KETENTUAN PERALIHAN 1. Terhadap uji kemampuan dan kepatutan bagi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang telah ditetapkan Lulus Bersyarat berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/23/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) BPR, maka dengan berlakunya PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR: a. dinyatakan Lulus setelah yang bersangkutan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia No. 6/23/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) BPR, yaitu sebagai berikut: 1) bagi pihak yang dinilai memperoleh predikat Lulus Bersyarat karena faktor integritas dan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat pemberitahuan mengenai penetapan Lulus Bersyarat dari Bank Indonesia telah menyampaikan pernyataan tertulis untuk tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) atau Pasal 26 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No. 6/23/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004 dan/atau perbuatan yang menyebabkan yang bersangkutan diberikan predikat Lulus Bersyarat. 2) bagi . . . 2) bagi pihak yang dinilai memperoleh predikat Lulus Bersyarat karena faktor kompetensi dan jangka waktu yang diberikan kepada yang bersangkutan untuk memperbaiki faktor kompetensi belum terlampaui yaitu dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal surat pemberitahuan mengenai penetapan Lulus Bersyarat dari Bank Indonesia dan yang bersangkutan telah dinilai memenuhi persyaratan faktor kompetensi oleh Bank Indonesia. 3) bagi pihak yang dinilai memperoleh predikat Lulus Bersyarat karena memiliki kredit macet dan yang bersangkutan masih memiliki jangka waktu penyelesaian kredit macet yaitu dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal surat pemberitahuan mengenai penetapan Lulus Bersyarat dari Bank Indonesia dan yang bersangkutan telah menyelesaikan kredit macet serta menyampaikan bukti pelunasan kepada Bank Indonesia. 4) bagi PSP yang memperoleh predikat Lulus Bersyarat karena faktor kelayakan keuangan dan yang bersangkutan masih memiliki jangka waktu pemenuhan komitmen serta telah memenuhi persyaratan kelayakan keuangan sesuai dengan komitmen yang telah disepakati dengan Bank Indonesia. b. dinyatakan Tidak Lulus dengan jangka waktu larangan selama 2 (dua) tahun dengan konsekuensi mengacu pada Pasal 45 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR, apabila yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) sampai dengan angka 4) di atas. 2. Bank . . . 2. Bank Indonesia menyampaikan penetapan Lulus kepada pihak- pihak sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.2) sampai dengan butir 1.a.4) kepada BPR dan pihak yang diuji melalui BPR, dalam bentuk penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan. 3. Bank Indonesia menyampaikan penetapan Tidak Lulus kepada pihak sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf b di atas kepada: a. BPR dan PSP; dan b. pihak yang diuji melalui BPR, dalam bentuk penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan. 4. Terhadap uji kemampuan dan kepatutan bagi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang sedang berlangsung pada saat berlakunya PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR, maka proses penilaian, hasil penilaian, dan pengenaan jangka waktu larangan mengacu kepada PBI No. 6/23/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004. Dalam hal hasil penilaian uji kemampuan dan kepatutan dimaksud adalah predikat Lulus Bersyarat maka yang bersangkutan dinyatakan Lulus apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf a atau Tidak Lulus apabila tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf b. 5. Terhadap uji kemampuan dan kepatutan bagi calon PSP atau PSP, calon anggota Dewan Komisaris atau anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi atau anggota Direksi, dan/atau Pejabat Eksekutif yang sedang dilakukan pada saat berlakunya PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan BPR maka: a. proses . . . a. proses penilaian, hasil penilaian dan pengenaan jangka waktu larangan mengacu kepada PBI No. 6/23/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) BPR. b. dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah Tidak Lulus, maka konsekuensi hasil penilaian mengacu kepada ketentuan dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) BPR. VII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/35/DPBPR tanggal 16 Agustus 2004 perihal Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 28 Desember 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ZAINAL ABIDIN KEPALA DEPARTEMEN KREDIT, BPR DAN UMKM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/36/DKBU|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat. </reg_title> <set_date> 21 Desember 2012 </set_date> <effective_date> 28 Desember 2012 </effective_date> <replaced_reg> '6/35/DPBPR|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '14/9/PBI/2012' </related_reg>
No. 7 /40/ DPNP Jakarta, 24 Agustus 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/27/PBI/2005 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/17/PBI/2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4525), perlu dilakukan penyesuaian terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), khususnya yang menyangkut laporan data-data LBBU mengenai posisi devisa neto dan pemantauan likuiditas sebagai berikut: I. PERUBAHAN BEBERAPA KETENTUAN A. Ketentuan angka IV.3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum (LBBU) diubah, sehingga berbunyi: 3. Maturity … 3. Maturity Profile Data LBBU berupa Maturity Profile memuat data konsolidasi yang mencakup seluruh kantor Bank di dalam negeri maupun di luar negeri. B. Ketentuan angka V.3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum (LBBU) diubah, sehingga berbunyi: 3. Format LBBU untuk data Maturity Profile adalah sesuai dengan format dalam Formulir-5a dan Formulir-5b Pedoman Penyusunan Laporan Berkala Bank Umum. C. Ketentuan angka VIII.1 huruf a angka 2) dan angka 3) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum (LBBU) diubah, sehingga berbunyi: 2) Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Biro Penelitian dan Pengaturan Perbankan, untuk materi Formulir-5a sampai dengan Formulir-7; 3) Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Bagian Perbankan, untuk Formulir-7. Data sistem/program Formulir-5a sampai dengan II. PENCABUTAN BEBERAPA KETENTUAN A. Mencabut ketentuan angka IV.2 huruf a dan huruf b Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). B. Mencabut ketentuan angka V.2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). C. Mencabut … C. Mencabut ketentuan dalam Buku Pedoman Penyusunan Laporan Berkala Bank Umum yang merupakan lampiran dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), yaitu: 1. ketentuan angka VI dan angka VII, termasuk Formulir-3.a. tentang Laporan Konsolidasi Posisi Devisa Neto (Kantor Bank di Dalam Negeri) dan Formulir-3.b tentang Laporan Konsolidasi Posisi Devisa Neto (Gabungan dari Kantor Bank di Dalam Negeri dan di Luar Negeri). 2. ketentuan angka VIII dan angka IX, termasuk Formulir-4a. tentang Laporan Proyeksi Arus Kas Rupiah dan Formulir-4.b tentang Laporan Proyeksi Arus Kas Valuta Asing. III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 26 Agustus 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/40/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum </reg_title> <set_date> 24 Agustus 2005 </set_date> <effective_date> 26 Agustus 2005 </effective_date> <changed_reg> '3/23/DPNP|SE-BI/2001' </changed_reg> <replaced_reg> '3/23/DPNP|SE-BI/2001 | angka IV.2 huruf a dan huruf b', '3/23/DPNP|SE-BI/2001 | angka V.2', '3/23/DPNP|SE-BI/2001 | angka VI dan angka VII, termasuk Formulir-3.a. tentang Laporan Konsolidasi Posisi Devisa Neto (Kantor Bank di Dalam Negeri) dan Formulir-3.b tentang Laporan Konsolidasi Posisi Devisa Neto (Gabungan dari Kantor Bank di Dalam Negeri dan di Luar Negeri)', '3/23/DPNP|SE-BI/2001 | angka VIII dan angka IX, termasuk Formulir-4a. tentang Laporan Proyeksi Arus Kas Rupiah dan Formulir-4.b tentang Laporan Proyeksi Arus Kas Valuta Asing' </replaced_reg> <related_reg> '3/17/PBI/2001', '7/27/PBI/2005', '3/23/DPNP|SE-BI/2001' </related_reg>
No.2/ 29 /DASP Jakarta, 29 Desember 2000 S U R A T E D A R A N Perihal : Biaya Perolehan Buku Blanko Cek dan Bilyet Giro Bank Indonesia Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 205, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4025), khususnya Pasal 37 yang mengatur bahwa setiap perolehan buku blanko Cek dan Bilyet Giro Bank Indonesia (Cek dan BG BI) dikenakan biaya cetak dan biaya meterai, dengan ini mengeluarkan Surat Edaran sebagai pelaksanaannya. kami Diberitahukan besarnya biaya perolehan buku blanko Cek dan BG BI yang dikenakan kepada Pemegang Rekening Giro sebagai berikut : 1. Buku cek sebesar Isi 25 lembar 2. Buku Bilyet Giro Isi 25 lembar sebesar Rp. 85.000,00/buku Biaya dimaksud telah mencakup penggantian biaya cetak dan bea meterai sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai. Rp. 85.000,00/buku Ketentuan … Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 2 Januari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/29/DASP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Biaya Perolehan Buku Blanko Cek dan Bilyet Giro Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 29 Desember 2000 </set_date> <effective_date> 2 Januari 2001 </effective_date> <related_reg> '2/24/PBI/2000' </related_reg>
No. 4/ 19 /DPM Jakarta, 18 November 2002 SURAT EDARAN Perihal : Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan Sertifikat Bank Indonesia Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10 /PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244), Bank Indonesia menatausahakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam suatu penatausahaan secara elektronis dan tanpa warkat (scripless). Sistem penatausahaan SBI di Bank Indonesia yang disebut Bank Indonesia- Sistem Penatausahaan SBI (BI-SPS) terdiri dari Central Registry dan sejumlah Sub- Registry. Dalam sistem tersebut, Bank Indonesia berfungsi sebagai Central Registry dan lembaga-lembaga registry di luar Bank Indonesia sebagai Sub-Registry. Sesuai Peraturan Bank Indonesia tersebut diatas, Bank Indonesia selaku Central Registry dalam penatausahaan SBI berwenang untuk menunjuk pihak lain untuk mendukung penatausahaan SBI sebagai Sub-Registry. Sehubungan dengan itu, dalam Surat Edaran ini ditetapkan persyaratan dan tata cara bagi bank atau lembaga keuangan bukan bank untuk dapat ditunjuk menjadi Sub-Registry sebagai berikut: I. PERSYARATAN a. Berbentuk bank atau lembaga keuangan bukan bank yang berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia. b. Tidak sedang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga baik yang telah memiliki kekuatan hukum tetap atau belum. c. Telah …… c. Telah mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dalam kegiatan pencatatan surat berharga, dan atau sekurang-kurangnya tiga tahun dalam kegiatan penyimpanan surat berharga sejak memperoleh ijin dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). d. Memiliki jaringan usaha pencatatan ke luar negeri dan atau penyimpanan surat berharga ke luar negeri. e. Memiliki jaringan usaha pencatatan surat berharga secara on line di dalam negeri. f. Memiliki sistem pencatatan (registry) surat berharga secara scripless (book-entry registry) yang aman, handal dan terpercaya yang sekurang-kurangnya dapat menatausahakan transaksi outright, repo, dan pledging. g. Pengurus baik secara langsung atau tidak langsung tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela dan atau dalam Daftar Kredit Macet. h. Memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani custodian yang memiliki manajemen dan staf yang profesional di bidang pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga. i. Bank sebagai penyelenggara Sub-Registry wajib memenuhi ketentuan Rasio Kecukupan Modal sebagaimana yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. j. Lembaga keuangan bukan bank sebagai penyelenggara Sub-Registry wajib memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan sekurang-kurangnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). k. Surat berharga yang dicatat dan atau disimpan sekurang-kurangnya telah mencapai nilai nominal rata-rata Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dalam enam bulan terakhir. l. Bersedia memenuhi kewajiban pelaporan kepada Bank Indonesia. II. TATA …… II. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN a. Bank atau lembaga keuangan yang memenuhi persyaratan tersebut di atas dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, Jl. MH. Thamrin No 2, Jakarta, sesuai dengan contoh surat permohonan (terlampir), dan dilampiri: 1. Copy surat ijin sebagai Bank atau Lembaga Keuangan Bukan Bank. 2. Copy Anggaran Dasar perusahaan. 3. Keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga secara on line di dalam negeri dan atau ke luar negeri. 4. Copy bukti hasil pemeriksaan oleh lembaga auditor independen mengenai keamanan sistim pencatatan surat berharga secara scripless. 5. Data mengenai jumlah dan nilai nominal transaksi pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir. 6. Laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh auditor independen. 7. Riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi dan Komisaris serta tenaga ahli di bidang pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga. b. Bank Indonesia melakukan seleksi terhadap permohonan tersebut di atas dan selambat-lambatnya dua minggu setelah permohonan diterima, Bank Indonesia memberitahukan penolakan atau persetujuan terhadap masing-masing pemohon. c. Bank atau lembaga keuangan bukan bank yang telah ditunjuk sebagai Sub- Registry wajib menandatangani perjanjian antara Sub-Registry dengan Bank Indonesia. d. Bank atau lembaga keuangan bukan bank yang telah ditunjuk sebagai Sub- Registry Obligasi Pemerintah berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/1/DPM …… 2/1/DPM tanggal 21 Januari 2000 perihal Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan Obligasi Pemerintah dapat ditunjuk oleh Bank Indonesia menjadi Sub-Registry untuk menatausahakan SBI. III. PELAPORAN Bank atau lembaga keuangan bukan bank yang ditunjuk sebagai Sub-Registry wajib: a. Melaporkan kegiatan usaha yang dilakukan kepada Bank Indonesia setiap bulannya selambat-lambatnya 5 (lima) hari setelah berakhirnya bulan yang bersangkutan dengan menggunakan formulir pada lampiran 1. b. Menyampaikan laporan secara harian kepada Bank Indonesia mengenai kegiatan usaha mengenai kegiatan perdagangan SBI dengan menggunakan formulir pada lampiran 2. Laporan sebagaimana pada huruf a dan b di atas, disampaikan kepada Bank Indonesia, cq. Direktorat Pengelolaan Moneter, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta. IV. PENGAWASAN Bank Indonesia berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap Sub-Registry atas kegiatan yang terkait dengan penatausahaan SBI. V. PENCABUTAN PENUNJUKAN SEBAGAI SUB-REGISTRY Penunjukan bank atau lembaga keuangan bukan bank sebagai lembaga Sub-Registry dapat dicabut oleh Bank Indonesia dalam hal: a. Sub-Registry tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Romawi I. b. Sub-Registry menghentikan kegiatan usahanya. Ketentuan …… Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 25 November 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Ttd TARMIDEN SITORUS DIREKTUR Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 19 /DPM tanggal 18 November 2002 -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran - 1 REKAPITULASI LAPORAN BULANAN POSISI KEPEMILIKAN SERTIFIKAT BANK INDONESIA PER TANGGAL ……………….. Nama Sub-Registry : Tanggal Laporan No Nama Investor : Seri SBI Nilai Nominal (Juta Rp) Status Investor Domestik Asing Bidang Usaha Investor *) Keterangan Keterangan: *) Bank, Asuransi, Reksadana, Dana Pensiun, Perorangan, atau Lain-lain Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 19 /DPM tanggal 18 November 2002 -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran - 2 LAPORAN HARIAN INDIVIDUAL TRANSAKSI SERTIFIKAT BANK INDONESIA Nama Sub-Registry : Tanggal Laporan No Seri SBI : Jenis Transaksi *) Jatuh Waktu Tanggal Transaksi Settlement Nama Pembeli/ Penerima Nama Penjual/ Pemberi Domestik Asing Domestik Asing Nilai Nominal (Juta Rp) Nilai Nilai Transaksi (Juta Rp) Nilai Diskonto Tunai Total Keterangan: *) Repo, Outright, atau Reverse Repo
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/19/DPM|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan Sertifikat Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 18 November 2002 </set_date> <effective_date> 25 November 2002 </effective_date> <related_reg> '4/10/PBI/2002' </related_reg>
No. 9/ 23 /DPM Jakarta, 8 Oktober 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007 tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4764), dipandang perlu menetapkan tata cara perizinan, penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, pengawasan, pelaporan, dan pengenaan sanksi bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, sebagai berikut: I. TATA CARA PERIZINAN A. Izin Usaha Pedagang Valuta Asing Bukan Bank Tata cara perizinan dan pembukaan kegiatan usaha Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, yang selanjutnya disebut PVA BB, diatur sebagai berikut: 1. Pemohon mengajukan permohonan izin usaha secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh surat permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran 1. 2. Surat … 2. Surat permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. fotokopi anggaran dasar/akta pendirian perusahaan beserta perubahan-perubahannya sebagai badan hukum Perseroan Terbatas, yang maksud dan tujuan perseroan adalah melakukan kegiatan jual beli Uang Kertas Asing (UKA) dan pembelian Traveller’s Cheque (TC); b. fotokopi pengesahan sebagai badan hukum Perseroan Terbatas oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; c. daftar kepengurusan dan kepemilikan perusahaan dengan dilengkapi surat pernyataan bermaterai cukup dari pengurus dan pemegang saham yang menyatakan bahwa tidak tercatat sebagai penarik cek dan/atau bilyet giro kosong, dan tidak memiliki kredit macet yang tercatat pada Bank Indonesia; d. surat pernyataan bermaterai cukup dari pengurus dan pemegang saham yang menyatakan bahwa tidak pernah terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam 2 (dua) tahun terakhir; e. fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atas nama masing-masing pengurus dan pemegang saham; f. daftar riwayat hidup masing-masing pengurus dan pemegang saham dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tercantum pada Lampiran 2; g. neraca perusahaan yang ditandatangani oleh pengurus; h. fotokopi bukti setoran modal yang disertai dengan fotokopi rekening koran sejak penyetoran modal dilakukan, atas nama perusahaan di bank umum: 1) paling … 1) paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah), bagi pemohon yang beralamat di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung serta Kotamadya Batam; 2) paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah), bagi pemohon yang beralamat selain di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung serta Kotamadya Batam; i. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan yang bersangkutan; j. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama pengurus dan/atau pemegang saham, atau surat perjanjian sewa/kontrak/penggunaan tempat usaha; k. fotokopi surat keterangan domisili perusahaan/tempat usaha dari pihak yang berwenang; dan l. fotokopi akta perusahaan dan izin di bidang usahanya bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum. 3. Pada saat mengajukan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1, pemohon harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 4. Pengajuan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan ke alamat sebagai berikut: a. Bank Indonesia, Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Pengaturan dan Pengawasan Pedagang Valuta Asing, dan Administrasi (PVAd), Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, bagi pemohon yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau b. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Kelompok yang membidangi dengan mengacu kepada wilayah kerja sebagaimana dimaksud … dimaksud dalam Lampiran 3, bagi pemohon yang berkedudukan di luar wilayah kerja KPBI. 5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada pemohon dan meminta pemohon untuk memenuhi persyaratan dimaksud. 6. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 dipenuhi, Bank Indonesia melakukan penelitian pengurus dan pemegang saham untuk mengetahui bahwa yang bersangkutan tidak tercatat sebagai penarik cek dan/atau bilyet giro kosong, dan tidak memiliki kredit macet yang tercatat pada Bank Indonesia. 7. Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 6 tidak memenuhi persyaratan, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melakukan penggantian pengurus dan/atau pemegang saham yang diusulkan disertai dengan alasan penggantian. 8. Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 6 memenuhi persyaratan, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi tempat usaha perusahaan pemohon izin usaha PVA BB yang meliputi: a. keberadaan lokasi tempat usaha sesuai alamat yang diajukan; b. kelayakan tempat usaha; dan c. sarana penunjang kegiatan usaha, sekurang-kurangnya: 1) meja counter; 2) alat deteksi keaslian uang; 3) tempat penyimpan uang; dan 4) papan kurs. 9. Pemeriksaan lokasi tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 6. 10. Bank … 10. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan lokasi tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 8 paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lokasi. 11. Dalam hal hasil pemeriksaan lokasi tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 8 memenuhi persyaratan, Bank Indonesia mengadakan penyuluhan mengenai ketentuan yang terkait dengan PVA kepada seluruh pengurus dan pemegang saham perusahaan pemohon izin usaha PVA BB. 12. Bank Indonesia akan memproses lebih lanjut permohonan izin usaha PVA BB setelah seluruh pengurus dan pemegang saham perusahaan pemohon izin usaha PVA BB menghadiri penyuluhan sebagaimana dimaksud pada angka 11. 13. Dalam hal seluruh pengurus dan pemegang saham perusahaan pemohon izin usaha PVA BB telah menghadiri penyuluhan yang diadakan oleh Bank Indonesia, perusahaan pemohon izin usaha PVA BB harus menyampaikan pernyataan tertulis mengenai kesiapan memulai kegiatan usaha sebagai PVA BB dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 4 paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam angka 12. 14. Dalam hal perusahaan pemohon izin usaha PVA BB tidak menyampaikan pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 13, maka pemohon dinyatakan membatalkan permohonan izin usaha sebagai PVA BB. 15. Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU) dan sertifikat izin usaha sebagai PVA BB setelah perusahaan pemohon izin usaha PVA BB menyampaikan pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 13 paling lambat 14 (empat belas) hari … hari kerja sejak pernyataan tertulis tersebut diterima oleh Bank Indonesia. 16. KPmIU dan sertifikat izin usaha sebagai PVA BB sebagaimana dimaksud dalam angka 15 berlaku sejak tanggal dikeluarkan oleh Bank Indonesia. 17. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk mengambil KPmIU dan sertifikat izin usaha sebagai PVA BB sebagaimana dimaksud dalam angka 15 di alamat sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a atau butir 4.b. 18. Pengambilan KPmIU dan sertifikat izin usaha sebagai PVA BB sebagaimana dimaksud dalam angka 15 dapat diwakilkan dengan membawa surat kuasa bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pengurus PVA BB. 19. PVA BB wajib memasang sertifikat izin usaha sebagai PVA BB yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. 20. PVA BB harus memasang papan nama perusahaan dalam ukuran cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik, yang memuat tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” dengan atau tanpa tambahan tulisan ”Authorized Money Changer”, serta mencantumkan nama perusahaan, nomor dan tanggal KPmIU dengan format penulisan sebagaimana contoh 1 pada Lampiran 5. 21. PVA BB harus memasang papan kurs dalam ukuran cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh nasabah. 22. Bank Indonesia mengumumkan PVA BB yang memperoleh KPmIU melalui website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id) dan/atau media lainnya. B. Pembukaan … B. Pembukaan Kantor Cabang PVA BB Tata cara pembukaan kantor cabang PVA BB diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat PVA BB mengajukan permohonan pembukaan kantor cabang secara tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan contoh surat permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran 6. 2. Surat permohonan pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha sebagai kantor cabang atas nama pengurus dan/atau pemegang saham atau surat perjanjian sewa/kontrak/penggunaan tempat usaha sebagai kantor cabang; b. surat pernyataan bermaterai cukup dari pengurus atau pemegang saham yang menyatakan bahwa kantor cabang yang direncanakan merupakan unit kegiatan usaha yang tidak terpisahkan dari kantor pusat PVA BB; dan c. fotokopi surat keterangan domisili perusahaan/tempat usaha dari pihak yang berwenang untuk setiap kantor cabang; 3. Bagi PVA BB yang akan membuka kantor cabang di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam harus mempunyai modal disetor paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah). 4. Pada saat mengajukan permohonan pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 1, PVA BB harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 4 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada PVA BB dan meminta PVA BB untuk memenuhi persyaratan. 6. Dalam … 6. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 4 dipenuhi, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi tempat usaha kantor cabang PVA BB yang meliputi kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam butir A.8. 7. Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 4. 8. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan lokasi tempat usaha kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 6 paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lokasi. 9. Dalam hal hasil pemeriksaan lokasi tempat usaha kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 6 memenuhi persyaratan, PVA BB harus menyampaikan pernyataan tertulis mengenai kesiapan kantor cabang memulai kegiatan usaha sebagai PVA BB dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum pada Lampiran 7 paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lokasi tempat usaha dinyatakan telah memenuhi persyaratan. 10. Dalam hal PVA BB tidak menyampaikan pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 9, maka PVA BB yang bersangkutan dinyatakan membatalkan permohonan pembukaan kantor cabang PVA BB. 11. Dalam hal PVA BB menyampaikan pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 9, Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan pembukaan kantor cabang yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan KPmIU dan sertifikat kantor cabang yang berlaku sejak tanggal dikeluarkan. 12. Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan pembukaan kantor cabang dan sertifikat kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam angka … angka 11 paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak pernyataan tertulis mengenai kesiapan kantor cabang memulai kegiatan usaha sebagai PVA BB diterima oleh Bank Indonesia. 13. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB untuk mengambil surat persetujuan pembukaan kantor cabang dan sertifikat kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 11 di alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b. 14. Dalam hal pembukaan kantor cabang dilakukan di luar wilayah kerja kantor Bank Indonesia tempat kedudukan kantor pusat PVA BB, PVA BB menyampaikan 1 (satu) tembusan pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 9 kepada kantor Bank Indonesia dimana kantor cabang PVA BB berkedudukan. 15. PVA BB wajib memasang sertifikat kantor cabang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada kantor cabang PVA BB. 16. PVA BB harus memasang papan nama perusahaan pada kantor cabang PVA dalam ukuran cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik, yang memuat tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” dengan atau tanpa tambahan tulisan ”Authorized Money Changer”, dan mencantumkan nama perusahaan, status kantor, nomor dan tanggal KPmIU serta nomor persetujuan pembukaan kantor cabang dengan format penulisan sebagaimana contoh 2 pada Lampiran 5. 17. PVA BB harus memasang papan kurs dalam ukuran cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik pada kantor cabang PVA BB. C. Pemindahan Alamat Kantor PVA BB Tata cara pemindahan alamat kantor baik kantor pusat maupun kantor cabang PVA BB diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat PVA BB mengajukan permohonan pemindahan alamat kantor kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir … butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan contoh surat permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran 8. 2. Surat permohonan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama pengurus dan/atau pemegang saham atau surat perjanjian sewa/kontrak/ penggunaan tempat usaha yang baru; dan b. fotokopi surat keterangan domisili perusahaan/tempat usaha dari pihak yang berwenang; 3. Bagi PVA BB yang akan memindahkan alamat kantor pusat dan/atau kantor cabang ke DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam harus mempunyai modal disetor paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah). 4. Pada saat mengajukan permohonan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam angka 1, PVA BB harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 4 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar kelengkapan dan pencocokkan dokumen kepada PVA BB dan meminta PVA BB untuk memenuhi persyaratan dimaksud. 6. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 4 dipenuhi, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi baru alamat kantor PVA BB yang meliputi kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam butir A.8. 7. Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 4. 8. Bank … 8. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan lokasi baru alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam angka 6 paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lokasi. 9. Dalam hal hasil pemeriksaan lokasi baru alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam angka 6 memenuhi persyaratan, PVA BB harus menyampaikan pernyataan tertulis mengenai kesiapan memulai kegiatan usaha sebagai PVA BB di alamat yang baru dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 9 paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak lokasi baru tempat usaha dinyatakan telah memenuhi persyaratan. 10. Dalam hal PVA BB tidak menyampaikan pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 9, maka PVA BB yang bersangkutan dinyatakan membatalkan permohonan pemindahan alamat kantor PVA BB. 11. Dalam hal PVA BB menyampaikan pernyataan tertulis mengenai sebagaimana dimaksud dalam angka 9, Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan pemindahan alamat kantor PVA BB yang berlaku sejak tanggal dikeluarkan dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan KPmIU. 12. Penerbitan surat persetujuan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam angka 11 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pernyataan tertulis mengenai kesiapan memulai kegiatan usaha sebagai PVA BB diterima oleh Bank Indonesia. 13. Bank Indonesia menyampaikan kepada PVA BB surat persetujuan pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam angka 11. 14. Pelaksanaan pemindahan alamat kantor PVA BB diatur sebagai berikut: a. dalam … a. dalam hal PVA BB melakukan pemindahan alamat kantor pusatnya ke luar wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang mewilayahinya, PVA BB menyampaikan pernyataan tertulis mengenai kesiapan memulai kegiatan usaha PVA BB di alamat yang baru sebagaimana dimaksud dalam angka 9 kepada: 1) Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat PVA BB yang baru; dan 2) Kantor Bank Indonesia semula berupa tembusan. b. dalam hal PVA BB melakukan pemindahan alamat kantor cabangnya ke luar wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang mewilayahinya, kantor pusat PVA BB menyampaikan pernyataan tertulis mengenai kesiapan memulai kegiatan usaha sebagai PVA BB di alamat yang baru sebagaimana dimaksud dalam angka 9 kepada: 1) Kantor Bank Indonesia tempat kantor pusat PVA BB berkedudukan; dan 2) Kantor Bank Indonesia tempat kedudukan kantor cabang PVA BB yang baru berupa tembusan. 15. Dalam hal alamat kantor pusat dan/atau kantor cabang PVA BB dipindahkan keluar dari wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang mewilayahinya, pengawasan PVA BB untuk selanjutnya dilakukan oleh kantor Bank Indonesia setempat yang mewilayahinya. 16. PVA BB wajib memasang sertifikat izin usaha dan/atau sertifikat kantor cabang yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada kantor pusat dan/atau kantor cabang PVA BB dengan alamat baru. 17. PVA BB harus memasang papan nama perusahaan dalam ukuran cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik, yang memuat tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” dengan atau tanpa tambahan tulisan ”Authorized Money Changer”, dan mencantumkan nama … nama perusahaan, status kantor, nomor dan tanggal KPmIU serta alamat baru dengan format penulisan sebagaimana contoh 1 dan 2 pada Lampiran 5. 18. PVA BB harus memasang papan kurs dalam ukuran cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik/nasabah pada kantor PVA BB dengan alamat baru. D. Perubahan Pengurus dan/atau Pemegang Saham PVA BB Tata cara perubahan pengurus dan/atau pemegang saham PVA BB diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat PVA BB mengajukan permohonan perubahan pengurus dan/atau pemegang saham secara tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan contoh surat permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran 10. 2. Surat permohonan perubahan pengurus dan/atau pemegang saham PVA BB sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. daftar calon pengurus dan/atau pemegang saham yang diusulkan; b. fotokopi KTP yang masih berlaku dari calon pengurus dan/atau pemegang saham yang diusulkan; c. daftar riwayat hidup masing-masing calon pengurus dan/atau pemegang saham yang diusulkan, dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tercantum pada Lampiran 2; d. surat pernyataan bermaterai cukup dari calon pengurus dan/atau pemegang saham yang diusulkan, yang menyatakan bahwa tidak tercatat sebagai penarik cek dan/atau bilyet giro kosong dan tidak memiliki kredit macet yang tercatat pada Bank Indonesia; e. surat pernyataan bermaterai cukup dari calon pengurus dan/atau pemegang saham yang diusulkan, yang menyatakan bahwa tidak pernah … pernah terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam 2 (dua) tahun terakhir; f. fotokopi risalah hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); dan g. fotokopi akta pendirian perusahaan dan izin di bidang usahanya bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum 3. Pada saat mengajukan permohonan perubahan pengurus dan/atau pemegang saham PVA BB sebagaimana dimaksud dalam angka 1, PVA BB harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 4. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada PVA BB dan meminta PVA BB untuk memenuhi persyaratan dimaksud. 5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 dipenuhi, Bank Indonesia melakukan penelitian calon pengurus dan/atau pemegang saham PVA BB yang diusulkan untuk mengetahui bahwa yang bersangkutan tidak tercatat sebagai penarik cek dan/atau bilyet giro kosong, dan tidak memiliki kredit macet yang tercatat pada Bank Indonesia. 6. Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 5 tidak memenuhi persyaratan, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB untuk melakukan penggantian calon pengurus dan/atau pemegang saham PVA BB yang diusulkan disertai dengan alasan penggantian. 7. Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 5 memenuhi persyaratan, Bank Indonesia melakukan penyuluhan mengenai ketentuan yang terkait dengan PVA kepada calon pengurus dan/atau pemegang saham PVA BB yang diusulkan. 8. Bank … 8. Bank Indonesia akan memproses lebih lanjut permohonan perubahan pengurus dan/atau pemegang saham setelah seluruh calon pengurus dan pemegang saham perusahaan menghadiri penyuluhan sebagaimana dimaksud pada angka 7. 9. Dalam hal penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 telah dihadiri oleh seluruh calon pengurus dan/atau pemegang saham PVA BB yang diusulkan, Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan perubahan pengurus dan/atau pemegang saham. 10. Penerbitan surat persetujuan perubahan pengurus dan/atau pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 7. 11. Bank Indonesia menyampaikan kepada PVA BB surat persetujuan perubahan pengurus dan/atau pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam angka 9. 12. PVA BB harus menyampaikan fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar atas perubahan pengurus dan/atau pemegang saham yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b. E. Perubahan Nama Perseroan Terbatas Tata cara pelaporan perubahan nama Perseroan Terbatas diatur sebagai berikut: 1. Kantor Pusat PVA BB melaporkan perubahan nama Perseroan Terbatas secara tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan contoh surat pelaporan sebagaimana tercantum pada Lampiran 11. 2. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus dilengkapi dokumen sebagai berikut: 1) fotokopi … 1) fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar atas perubahan nama Perseroan Terbatas yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil; 2) fotokopi Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai persetujuan akta perubahan Anggaran Dasar atas perubahan nama Perseroan Terbatas; dan 3) sertifikat izin usaha sebagai PVA BB dan sertifikat kantor cabang yang dimiliki. 3. Pada saat menyampaikan data pelaporan perubahan nama Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam angka 1, pemohon harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 4. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada pemohon dan meminta pemohon untuk memenuhi persyaratan dimaksud. 5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 dipenuhi, Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Perubahan Nama Perseroan Terbatas, sertifikat izin usaha sebagai PVA BB dan sertifikat kantor cabang PVA BB bagi PVA BB yang memiliki kantor cabang. 6. Penerbitan Keputusan Perubahan Nama Perseroan Terbatas dan sertifikat sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3. 7. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB untuk mengambil Keputusan Perubahan Nama Perseroan Terbatas dan sertifikat sebagaimana dimaksud dalam angka 5 di alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b. 8. Pengambilan … 8. Pengambilan Keputusan Perubahan Nama Perseroan Terbatas dan sertifikat sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dapat diwakilkan dengan membawa surat kuasa bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pengurus PVA BB. 9. PVA BB wajib memasang sertifikat izin usaha dengan nama baru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. 10. PVA BB harus memasang papan nama perusahaan dalam ukuran cukup yang mudah dilihat dan dibaca oleh publik, yang memuat tulisan antara lain ”Pedagang Valuta Asing Berizin” dengan atau tanpa tambahan tulisan ”Authorized Money Changer”, serta mencantumkan nama baru perusahaan, status kantor, nomor dan tanggal KPmIU dengan format penulisan sebagaimana contoh 1 dan 2 pada Lampiran 5. 11. Bank Indonesia mengumumkan PVA BB yang memperoleh Keputusan Perubahan Nama Perseroan Terbatas melalui website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id) dan/atau media lainnya. F. Perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor PVA BB 1. Tata cara pelaporan perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor diatur sebagai berikut: a. Kantor Pusat PVA BB melaporkan perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor secara tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan contoh surat pelaporan sebagaimana tercantum pada Lampiran 12. b. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus dilengkapi dokumen sebagai berikut: 1) fotokopi … 1) fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar atas perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil, yang mencantumkan modal disetor dengan jumlah: (a) paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah) bagi PVA BB yang beralamat di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam; atau (b) paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) bagi PVA BB yang beralamat selain di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam; 2) fotokopi Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai persetujuan akta perubahan Anggaran Dasar atas perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3) fotokopi bukti penambahan Modal Disetor, berupa: (a) bukti penyetoran yang sah atas nama perusahaan di bank umum, bagi PVA BB yang melakukan penambahan modal disetor dalam bentuk uang; dan/atau (b) hasil risalah RUPS bagi PVA BB yang melakukan penambahan modal disetor dalam bentuk selain uang. c. Pada saat menyampaikan data pelaporan perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b, pemohon harus menunjukkan dokumen asli yang akan dicocokkan dengan fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. d. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dan butir 1.c tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada pemohon dan meminta pemohon untuk memenuhi persyaratan dimaksud. e. Dalam … e. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dan butir 1.c dipenuhi, Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam butir 1.b dan butir 1.c. f. Bank Indonesia menyampaikan surat persetujuan perubahan Modal Dasar dan/atau Modal Disetor sebagaimana dimaksud dalam butir 1.e kepada PVA BB. 2. PVA Bukan Bank di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam dan PVA Bukan Bank yang telah memiliki kantor cabang di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam, yang mendapatkan izin usaha dan/atau persetujuan pembukaan kantor cabang dari Bank Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini wajib memenuhi modal disetor paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007 tentang Pedagang Valuta Asing. G. Penghentian Kegiatan Usaha PVA BB 1. Penghentian kegiatan usaha yang bersifat permanen kantor pusat atau kantor cabang PVA BB, diatur sebagai berikut: a. Kantor Pusat 1) PVA BB melaporkan secara tertulis rencana penghentian kegiatan usaha kantor pusat PVA BB yang bersifat permanen kepada Bank Indonesia disertai dengan alasan penghentian kegiatan usaha tersebut dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: (a) asli KPmIU dan sertifikat yang dimiliki; (b) fotokopi … (b) fotokopi risalah RUPS yang terkait dengan penghentian kegiatan usaha PVA BB yang bersifat permanen yang dilegalisasi oleh notaris atau dibuat secara notariil; dan (c) asli surat persetujuan pembukaan kantor cabang bagi PVA BB yang memiliki kantor cabang. (d) surat pernyataan bermaterai cukup dari PVA BB yang menyatakan bahwa seluruh hak dan kewajiban yang terkait dengan kegiatan PVA BB yang dilaksanakan sebelum tanggal penghentian kegiatan usaha yang bersifat permanen, telah diselesaikan dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab PVA BB. 2) Laporan dan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 13. 3) Dalam hal PVA BB memiliki kantor cabang di luar wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusatnya, PVA BB harus menyampaikan 1 (satu) tembusan laporan penghentian kegiatan usaha kantor pusat PVA BB yang bersifat permanen kepada kantor Bank Indonesia setempat yang mewilayahi kantor cabang PVA BB yang dimaksud. 4) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi daftar kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada pemohon dan meminta pemohon untuk memenuhi persyaratan dimaksud. 5) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dipenuhi, Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pencabutan Izin Usaha (KPnIU) yang menyatakan izin usaha PVA BB dimaksud tidak berlaku sejak tanggal dikeluarkan. 6) Penerbitan … 6) Penerbitan KPnIU sebagaimana dimaksud dalam angka 5) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak kelengkapan dokumen dipenuhi. 7) Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB untuk mengambil KPnIU di alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b. 8) Bank Indonesia mengumumkan PVA BB yang izin usahanya dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud dalam angka 5) melalui website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id) dan/atau media lainnya. b. Kantor Cabang 1) PVA BB melaporkan secara tertulis rencana penghentian kegiatan usaha kantor cabang PVA BB yang bersifat permanen kepada Bank Indonesia disertai dengan alasan penghentian kegiatan usaha tersebut dengan melampirkan dokumen sebagai berikut asli surat persetujuan pembukaan kantor cabang dan sertifikat kantor cabang ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 14. 2) Dalam hal kantor cabang PVA BB sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berada di luar wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusatnya, PVA BB harus menyampaikan 1 (satu) tembusan laporan penghentian kegiatan usaha kantor cabang yang bersifat permanen kepada Kantor Bank Indonesia setempat yang mewilayahi kantor cabang PVA BB. 3) Dalam hal kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak dipenuhi, Bank Indonesia menyampaikan fotokopi … fotokopi daftar kelengkapan dan pencocokan dokumen kepada pemohon dan meminta pemohon untuk memenuhi persyaratan dimaksud. 4) Dalam hal kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dipenuhi, Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan penghentian kegiatan usaha kantor cabang yang bersifat permanen yang berlaku sejak tanggal dikeluarkan. 5) Penerbitan surat persetujuan penghentian kegiatan usaha kantor cabang yang bersifat permanen sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak kelengkapan dokumen dipenuhi. 6) Bank Indonesia menyampaikan kepada PVA BB surat persetujuan penghentian kegiatan usaha kantor cabang yang bersifat permanen sebagaimana dimaksud dalam angka 4). 2. Penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara bagi kantor pusat dan/atau kantor cabang, diatur sebagai berikut: a. Kantor pusat PVA BB melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai alasan penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara bagi kantor pusat dan/atau kantor cabang ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b dengan menggunakan contoh surat pelaporan sebagaimana tercantum pada Lampiran 15. b. Dalam hal kantor cabang PVA BB sebagaimana dimaksud huruf a berada di luar wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusatnya, kantor pusat PVA BB harus menyampaikan 1 (satu) tembusan laporan penghentian kegiatan usaha bersifat sementara kepada Kantor Bank Indonesia setempat yang mewilayahi kantor cabang PVA BB dimaksud. c. Jangka … c. Jangka waktu penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal surat persetujuan Bank Indonesia dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan sejak berakhirnya penghentian kegiatan usaha sementara. d. Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan penghentian kegiatan usaha bagi kantor pusat dan/atau kantor cabang yang bersifat sementara yang diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak Bank Indonesia menerima laporan penghentian dimaksud. e. Bank Indonesia menyampaikan kepada PVA BB surat persetujuan penghentian kegiatan usaha bagi kantor pusat dan/atau kantor cabang yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf d. f. PVA BB wajib melakukan pembukaan kembali kegiatan usaha dan melaporkan pembukaan tersebut kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 16 paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu penghentian kegiatan usaha bagi kantor pusat dan/atau kantor cabang yang bersifat sementara. g. Dalam hal kantor pusat dan/atau kantor cabang PVA BB akan memperpanjang penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara, kantor pusat PVA BB harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai alasan perpanjangan penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 17 paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum jangka waktu penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara berakhir. h. Bank … h. Bank Indonesia menerbitkan surat persetujuan perpanjangan penghentian kegiatan usaha bagi kantor pusat dan/atau kantor cabang yang bersifat sementara paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak Bank Indonesia menerima surat permohonan perpanjangan dimaksud. i. Bank Indonesia menyampaikan kepada PVA BB surat persetujuan perpanjangan penghentian kegiatan usaha bagi kantor pusat dan/atau kantor cabang yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf h. j. PVA BB wajib melakukan pembukaan kembali kegiatan usaha dan melaporkan pembukaan tersebut kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 16 paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu perpanjangan penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara. II. TATA CARA PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH A. Dalam rangka mendukung upaya mencegah tindak pidana pencucian uang baik secara langsung maupun tidak langsung, PVA BB wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana diatur dalam perundang- undangan yang berlaku, meliputi Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan, Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan, dan Pelaporan Transaksi Keuangan Tunai, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Pengenalan terhadap Nasabah, mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Penelitian Identitas Nasabah PVA… PVA BB harus meneliti identitas setiap Nasabah yang melakukan transaksi sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) atau lebih atau dalam mata uang asing yang nilainya setara, dalam satu kali transaksi dalam 1 (satu) hari. Dalam melakukan penelitian terhadap identitas Nasabah, PVA BB harus paling kurang melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Perorangan: a) meminta Nasabah untuk memperlihatkan bukti identitas diri seperti KTP, Surat Ijin Mengemudi (SIM) atau Paspor; b) meneliti bahwa Nasabah telah sesuai dengan identitas Nasabah, antara lain kesamaan pasphoto dan tanda tangan. 2) Perusahaan: a) meminta Nasabah untuk memperlihatkan identitas Nasabah seperti ijin usaha dan/atau NPWP; b) meneliti bahwa Nasabah telah sesuai dengan identitas Nasabah. Apabila Nasabah tidak dapat menunjukkan bukti identitas atau adanya ketidaksesuaian identitas Nasabah, dan/atau petugas PVA BB meragukan keaslian/kebenaran dari identitas Nasabah maka transaksi dengan Nasabah tersebut tidak boleh dilakukan. b. Pencatatan transaksi PVA BB harus melakukan pencatatan transaksi setiap Nasabah yang melakukan transaksi sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) atau lebih atau dalam mata uang asing yang nilainya setara, dalam satu kali transaksi dalam 1 (satu) hari, yang paling kurang meliputi: 1) Perorangan: a) nama dan alamat Nasabah; b) tempat dan tanggal lahir; c) pekerjaan … c) pekerjaan; d) kewarganegaraan; e) nomor bukti identitas; f) nilai transaksi; dan g) tanggal transaksi. 2) Perusahaan: a) nama dan alamat Nasabah; b) bidang usaha; c) nomor ijin usaha; d) NPWP; e) nilai transaksi; dan f) tanggal transaksi. c. Penyimpanan dokumen transaksi Data dan dokumen mengenai transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b harus ditatausahakan oleh PVA BB paling kurang selama 5 (lima) tahun sejak tanggal transaksi dilakukan. 2. Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan a. Transaksi Keuangan Mencurigakan (suspicious transactions) pada prinsipnya memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1) transaksi yang menyimpang dari profil, karakteristik atau kebiasaan pola transaksi dari Nasabah yang bersangkutan; 2) transaksi yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan yang wajib dilakukan PVA BB; 3) transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari Hasil Tindak Pidana. Apabila suatu transaksi keuangan telah memenuhi satu atau lebih dari unsur-unsur di atas maka PVA BB wajib menetapkannya sebagai … sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan dan melaporkannya kepada PPATK. b. Dalam mengidentifikasi apakah suatu transaksi keuangan memenuhi satu atau lebih dari unsur-unsur sebagaimana dimaksud huruf a, PVA BB dapat menggunakan indikator-indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan, antara lain: 1) transaksi jual beli valuta asing, meliputi: a) transaksi yang dilakukan dalam jumlah di luar kebiasaan Nasabah (untuk Nasabah yang seringkali melakukan transaksi dengan PVA BB yang sama); b) transaksi yang dilakukan dalam jumlah relatif kecil namun dengan frekuensi yang tinggi; c) transaksi dilakukan dengan menggunakan beberapa nama individu yang berbeda-beda untuk kepentingan satu orang tertentu; d) penjualan dan pembelian mata uang asing dalam jumlah relatif besar; e) Nasabah menjual TC dalam jumlah relatif besar; f) transaksi yang tidak ada hubungannya dengan usaha Nasabah; g) Nasabah meminta pembayaran hasil penjualan valas dengan menggunakan cek; h) Nasabah meminta pembayaran hasil penjualan/pembelian valas ditransfer ke rekening bank yang bersangkutan atau pihak lain; i) Nasabah meminta pembayaran hasil penjualan/pembelian valas diserahkan kepada pihak lain; j) Nasabah meminta pembayaran hasil penjualan/pembelian valas dengan pecahan besar; k) Nasabah … k) Nasabah bersedia dikenakan nilai tukar yang lebih rendah dari nilai tukar yang berlaku. 2) perilaku Nasabah PVA BB, meliputi: a) perilaku Nasabah yang tidak wajar pada saat melakukan transaksi (gugup, tergesa-gesa, rasa kurang percaya diri, dan lain-lain); b) Nasabah memberikan informasi yang tidak benar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan identitas dirinya; c) Nasabah menggunakan dokumen identitas yang diragukan kebenarannya atau diduga palsu seperti tanda tangan yang berbeda atau foto yang tidak sama; d) Nasabah keberatan atau menolak untuk memberikan informasi/dokumen yang diminta oleh petugas PVA BB tanpa alasan yang jelas; e) Nasabah mencoba mempengaruhi petugas PVA BB untuk tidak melaporkan sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan dengan berbagai cara. Apabila setelah melakukan proses identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan PVA BB masih merasa ragu, PVA BB tetap melaporkannya kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan. 3. Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Apabila suatu transaksi keuangan telah memenuhi satu atau lebih dari unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.a, PVA BB wajib menetapkannya sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan dan melaporkannya kepada PPATK paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah PVA BB mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan … Mencurigakan dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku. Pelaporan transaksi keuangan mencurigakan disampaikan kepada PPATK dengan menggunakan formulir sesuai dengan ketentuan PPATK dalam Pedoman III A mengenai Pedoman Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang. 4. Pelaporan Transaksi Keuangan Tunai Transaksi Keuangan Tunai yang wajib dilaporkan oleh PVA BB kepada PPATK adalah transaksi yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. merupakan penerimaan atau pembayaran dengan menggunakan uang tunai (uang kertas dan/atau uang logam); b. dalam jumlah kumulatif Rp500.000.000,00 (lima ratus juta Rupiah) atau lebih atau dalam mata uang asing yang nilainya setara; dan c. dilakukan dalam satu kali atau beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja pada satu atau beberapa kantor dari satu PVA BB. Laporan Transaksi Keuangan Tunai wajib disampaikan kepada PPATK paling lambat dilakukan 14 (empat belas) hari kerja sejak terjadinya transaksi. Pelaporan transaksi keuangan tunai disampaikan kepada PPATK dengan menggunakan formulir sesuai dengan ketentuan PPATK dalam Pedoman IV mengenai Pedoman Laporan Transaksi Keuangan Tunai dan Tata Cara Pelaporannya Bagi Penyedia Jasa Keuangan. B. PVA BB wajib menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan Prinsip Mengenal Nasabah, meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. pengawasan … 1. pengawasan dan pemahaman yang memadai oleh pengurus PVA BB dalam mengidentifikasi dan meminimalkan risiko-risiko yang mungkin timbul dalam penerapan Prinsip Mengenal Nasabah; 2. pendelegasian wewenang oleh Pengurus PVA BB kepada pegawai, antara lain kewenangan atas pelaksanaan transaksi Nasabah; 3. pemisahan tugas dan tanggung jawab, antara lain pemisahan fungsi usaha dan pengawasan intern; 4. sistem pengawasan intern, antara lain memiliki sistem pengendalian intern baik yang bersifat fungsional maupun melekat yang dapat memastikan bahwa penerapan Prinsip Mengenal Nasabah telah sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan; 5. program pelatihan karyawan mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah antara lain mencakup pelaksanaan program pelatihan karyawan secara berkala secara berkesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian pengurus/karyawan yang bertanggungjawab dalam penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. C. PVA BB wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia 1 (satu) fotokopi kebijakan dan prosedur penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang memuat hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B sebagaimana contoh pada Lampiran 18 paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal dikeluarkannya izin usaha sebagai PVA BB ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4.a atau butir I.A.4.b. III. TATA CARA PENGAWASAN 1. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap PVA BB, baik secara tidak langsung maupun secara langsung. 2. Bank … 2. Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung dengan cara pemantauan terhadap kepatuhan atas pelaksanaan ketentuan yang berlaku, termasuk kebenaran, keakuratan dan kewajaran data yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 3. Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung dengan cara pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan umum dan/atau pemeriksaan khusus. 4. Pemeriksaan umum sebagaimana dimaksud dalam angka 3 meliputi aspek-aspek antara lain: a. ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku; b. kebenaran, keakuratan dan kewajaran laporan-laporan yang disampaikan ke Bank Indonesia; c. kebijakan manajemen intern (antara lain aspek organisasi, pengawasan intern, sistem dan prosedur kegiatan usaha). 5. Pemeriksaan khusus sebagaimana dimaksud dalam angka 3 bersifat insidentil dalam hal diperlukan. 6. PVA BB harus menyediakan dan/atau menyerahkan dokumen yang diminta oleh petugas pemeriksa dalam pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dan angka 5. 7. Petugas pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dilengkapi dengan surat penugasan dari Bank Indonesia. 8. Dalam melakukan pengawasan langsung, Bank Indonesia dapat bermitra atau menunjuk Asosiasi PVA dan/atau pihak lain. 9. Pengawasan langsung yang dilakukan oleh petugas pemeriksa dari mitra atau Asosiasi PVA dan/atau pihak lain dilengkapi dengan surat penugasan dari Bank Indonesia. 10. Bank Indonesia dapat bermitra atau menunjuk Asosiasi PVA dan/atau pihak lain untuk melakukan pelatihan terhadap PVA BB. 11. Pelatihan … 11. Pelatihan terhadap PVA BB yang dilakukan oleh mitra atau Asosiasi PVA dan/atau pihak lain dilengkapi dengan surat penugasan dari Bank Indonesia. IV. TATA CARA PELAPORAN 1. PVA BB menyampaikan laporan berkala berupa laporan kegiatan usaha dan laporan keuangan, serta laporan khusus dan laporan lain kepada Bank Indonesia, yang diatur sebagai berikut: a. Laporan Berkala 1) Laporan Kegiatan Usaha PVA BB menyampaikan laporan transaksi penjualan dan pembelian UKA serta pembelian TC sebagaimana contoh pada Lampiran 19.a dan Lampiran 19.b. Laporan Kegiatan Usaha disampaikan kepada Bank Indonesia setiap triwulan paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Contoh : Laporan triwulan I (Januari, Februari dan Maret) diterima oleh Bank Indonesia paling lambat akhir April tahun berjalan. 2) Laporan Keuangan Laporan Keuangan terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Perubahan Ekuitas akhir tahun berjalan sebagaimana contoh pada Lampiran 19.c, Lampiran 19.d, dan Lampiran 19.e Laporan Keuangan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan Maret tahun berikutnya. b. Laporan Khusus Dalam hal diperlukan Bank Indonesia dapat meminta laporan khusus yang bersifat insidentil kepada PVA BB. c. Laporan … c. Laporan Lain Selain laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, PVA BB menyampaikan laporan yang berkaitan dengan kegiatan lalu lintas devisa dan laporan transaksi keuangan mencurigakan serta transaksi keuangan tunai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Laporan Berkala sebagaimana dimaksud butir 1.a.1) dan butir 1.a.2) dibuat oleh kantor pusat PVA BB secara konsolidasi yang meliputi laporan kantor pusat dan kantor cabang. 3. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dinyatakan telah diterima oleh Bank Indonesia berdasarkan tanggal diterimanya di Bank Indonesia atau tanggal stempel pos. 4. Kantor cabang PVA BB yang berkedudukan di luar wilayah kerja kantor Bank Indonesia dimana kantor pusat PVA BB berada harus menyampaikan 1 (satu) tembusan Laporan Kegiatan Usaha kepada kantor Bank Indonesia dimana kantor cabang PVA BB berada. 5. Dalam rangka keseragaman dalam perlakuan akuntansi dan penyusunan pembukuan PVA BB, PVA BB dalam menyusun pembukuan PVA BB mengacu pada Pedoman Pembukuan dan Penyusunan Laporan Keuangan PVA BB sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 20. 6. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b dibuat secara lengkap, benar, akurat dan distempel cap perusahaan, serta ditandatangani oleh pengurus PVA BB. 7. Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b disampaikan ke Bank Indonesia dalam bentuk hardcopy, atau dalam bentuk hardcopy yang disertai dengan media lain seperti disket atau CD dengan format laporan yang ditentukan oleh Bank Indonesia. 8. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4.a atau butir I.A.4.b. 9. Dalam … 9. Dalam hal Kantor Pusat PVA BB melakukan penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara, kewajiban penyampaian laporan berkala diatur sebagai berikut: a. PVA BB tidak wajib menyampaikan LKU sejak penghentian kegiatan usaha bersifat sementara disetujui oleh Bank Indonesia. Contoh: Apabila penghentian kegiatan usaha yang bersifat sementara disetujui tanggal 20 Februari 2006, PVA BB tidak wajib menyampaikan LKU Triwulan II dan seterusnya sampai dengan batas waktu penghentian kegiatan usaha berakhir. Namun PVA BB masih wajib menyampaikan LKU Triwulan I 2006 paling lambat 30 April 2006 yang terdiri dari LKU Januari dan Februari (s.d. transaksi tanggal 20 Februari 2006). b. PVA BB wajib menyampaikan Laporan Keuangan periode sebelumnya paling lambat 1 (satu) bulan setelah PVA BB menyampaikan laporan pembukaan kembali kegiatan usaha. Dalam hal PVA BB melakukan pembukaan kembali kegiatan usaha pada bulan Januari, PVA BB wajib menyampaikan Laporan Keuangan periode sebelumnya paling lambat 31 Maret periode yang bersangkutan. V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI Tata cara pengenaan sanksi terhadap PVA BB diatur sebagai berikut: 1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas berupa peringatan pertama, peringatan kedua, pemanggilan pengurus dan/atau pemegang saham, dan pencabutan izin usaha. 2. Bank Indonesia mengenakan sanksi peringatan pertama dalam hal PVA BB melakukan pelanggaran sebagai berikut: a. terlambat … a. terlambat menyampaikan laporan berkala hingga batas waktu yang ditetapkan; dan/atau b. tidak menyampaikan laporan khusus hingga batas waktu yang ditetapkan. 3. Bank Indonesia mengenakan sanksi peringatan kedua dalam hal PVA BB melakukan pelanggaran sebagai berikut: a. Tidak mengindahkan dan/atau tidak menindaklanjuti sanksi peringatan pertama atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikeluarkannya sanksi peringatan pertama; dan/atau b. melakukan pelanggaran yang sama sebagaimana dimaksud ayat (2) untuk kedua kali dalam waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal dikeluarkannya sanksi peringatan pertama. 4. PVA BB wajib menanggapi secara tertulis sanksi yang dikenakan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 dengan menyampaikan laporan yang dimaksud, yang diatur sebagai berikut: a. peringatan pertama, ditindaklanjuti paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal peringatan pertama dikeluarkan. b. peringatan kedua, ditindaklanjuti paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal peringatan kedua dikeluarkan. 5. Surat tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4.a atau butir I.A.4.b. 6. Dalam hal PVA BB tidak menanggapi sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b, dan/atau melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007 tentang Pedagang Valuta Asing, Bank Indonesia mengenakan sanksi pemanggilan pengurus dan/atau pemegang saham yang diatur sebagai berikut: a. PVA … a. PVA BB wajib mengklarifikasi dan/atau menindaklanjuti sanksi paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal dikeluarkan surat pemanggilan pengurus dan/atau pemegang saham; b. kehadiran pengurus dan/atau pemegang saham tidak dapat diwakilkan dan/atau dikuasakan kepada pihak lain; c. tempat pemanggilan pengurus dan/atau pemegang saham dilakukan di alamat sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.4.a atau butir I.A.4.b; d. pengurus dan/atau pemegang saham membuat surat mengenai rencana tindak lanjut atas sanksi yang diberikan. 7. Dalam hal PVA BB tidak mengindahkan dan/atau tidak menindaklanjuti sanksi pemanggilan pengurus dan/atau pemegang saham paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal dikeluarkannya sanksi pemanggilan pengurus dan/atau pemegang saham, Bank Indonesia mengenakan sanksi pencabutan izin usaha PVA BB yang diatur sebagai berikut: a. Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pencabutan Izin Usaha (KPnIU) yang menyatakan izin usaha PVA BB dimaksud tidak berlaku sejak tanggal dikeluarkan b. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB untuk mengambil KPnIU dan mengembalikan asli KPmIU dan sertifikat yang dimiliki di alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b c. Dalam hal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b kembali ke Bank Indonesia karena alamat surat PVA BB tidak dikenal dan/atau PVA BB tidak lagi bertempat di alamat yang dituju dan/atau PVA BB tidak mengembalikan asli KPmIU dan sertifikat yang dimiliki, maka KPmIU tetap dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal KPnIU dikeluarkan. d. Bank … d. Bank Indonesia mengumumkan PVA BB yang izin usahanya dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud dalam huruf a melalui website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id) atau media lainnya. 8. Dalam hal PVA BB beralamat di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam dan/atau PVA BB memiliki kantor cabang di DKI Jakarta, Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Kotamadya Batam yang mendapatkan izin usaha dan/atau izin pembukaan kantor cabang dari Bank Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, tidak melaksanakan kewajiban pemenuhan modal disetor paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta Rupiah) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007 tentang Pedagang Valuta Asing, Bank Indonesia mengenakan sanksi pencabutan izin usaha PVA BB yang diatur sebagai berikut: a. Bank Indonesia menerbitkan Keputusan Pencabutan Izin Usaha (KPnIU) yang menyatakan izin usaha PVA BB dimaksud tidak berlaku sejak tanggal dikeluarkan b. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PVA BB untuk mengambil KPnIU dan mengembalikan asli KPmIU dan sertifikat yang dimiliki di alamat sebagaimana dimaksud dalam butir A.4.a atau butir A.4.b c. Dalam hal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b kembali ke Bank Indonesia karena alamat surat PVA BB tidak dikenal dan/atau PVA BB tidak lagi bertempat di alamat yang dituju dan/atau PVA BB tidak mengembalikan asli KPmIU dan sertifikat yang dimiliki, maka KPmIU tetap dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal KPnIU dikeluarkan d. Bank … d. Bank Indonesia mengumumkan PVA BB yang izin usahanya dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud dalam huruf a melalui website Bank Indonesia (http://www.bi.go.id) atau media lainnya. VI. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/13/DPM tanggal 11 Maret 2004 dan Surat Edaran Nomor 6/41/DPM tanggal 5 Oktober 2004 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/13/DPM tanggal 11 Maret 2004 perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 8 Oktober 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/23/DPM|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title> <set_date> 8 Oktober 2007 </set_date> <effective_date> 8 Oktober 2007 </effective_date> <replaced_reg> '6/41/DPM|SE-BI/2004', '6/13/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '9/11/PBI/2007' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 7/46/DPM Jakarta, 27 September 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/34/DPM Tanggal 3 Agustus 2005 Perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. Sehubungan dengan masih terdapatnya Bank yang berbadan hukum Perusahaan Daerah maka perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/34/DPM tanggal 3 Agustus 2005 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum sebagai berikut: 1. Ketentuan butir I.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia : 1. fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan oleh direksi; atau 2. fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi; atau perjanjian jika 3. fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan perjanjian dilakukan oleh direksi; atau 4. fotokopi …. 2 4. fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi perjanjian jika 2. Lampiran-1 pada bagian komparisi yang memuat identitas dan kewenangan para pihak untuk menandatangani Perjanjian Penggunaan dan Pengagunan Fasilitas Likuiditas Intrahari diubah sehingga menjadi Lampiran-1 dalam Surat Edaran ini. Perjanjian Penggunaan dan Pengagunan FLI yang telah ditandatangani oleh Bank dan Bank Indonesia sesuai Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/34/DPM tanggal 3 Agustus 2005 dinyatakan tetap berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 27 September 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/46/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/34/DPM Tanggal 3 Agustus 2005 Perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. </reg_title> <set_date> 27 September 2005 </set_date> <effective_date> 27 September 2005 </effective_date> <changed_reg> '7/34/DPM|SE-BI/2005' </changed_reg> <related_reg> '7/34/DPM|SE-BI/2005' </related_reg>