input
stringlengths 912
558k
| output
stringlengths 234
2.18k
|
---|---|
No. 18/4/DPTP
Jakarta, 28 Maret 2016
SURAT EDARAN
Perihal: Layanan Sub-Registry Bank Indonesia dalam rangka
Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana
Alokasi Umum dalam bentuk Nontunai berupa Surat
Berharga Negara.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan
Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5762) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
235/PMK.07/2015 tentang Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil
dan/atau Dana Alokasi Umum dalam Bentuk Nontunai (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1927), perlu mengatur ketentuan
pelaksanaan mengenai kegiatan penyediaan layanan Sub-Registry Bank
Indonesia kepada Pemerintah Daerah Republik Indonesia dalam rangka
konversi penyaluran dana bagi hasil dan/atau dana alokasi umum dalam
bentuk nontunai berupa Surat Berharga Negara dalam Surat Edaran
Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi
persyaratan dan disetujui oleh Penyelenggara sebagai Peserta BI-
SSSS, untuk melakukan fungsi penatausahaan bagi kepentingan
nasabah.
2. Sub-Registry Bank Indonesia yang selanjutnya disebut Sub-
Registry BI adalah satuan kerja di Bank Indonesia yang
memberikan layanan Sub-Registry BI kepada Nasabah SBN
Konversi.
3. Nasabah SBN Konversi adalah Pemerintah Daerah yang
menggunakan layanan Sub-Registry BI dalam rangka konversi
penyaluran…
2
penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum
dalam bentuk Surat Berharga Negara.
4. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana
yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan
angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi.
5. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah
dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
6. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
7. Kepala Daerah adalah Gubernur bagi daerah provinsi atau
Bupati bagi daerah kabupaten dan/atau Walikota bagi daerah
kota.
8. Surat Berharga Negara Konversi yang selanjutnya disebut SBN
Konversi adalah Surat Berharga milik Nasabah SBN Konversi
yang tidak dapat diperdagangkan (non tradable), dalam rangka
konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk Surat
Berharga Negara, yang terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara
dan Surat Perbendaharaan Negara Syariah.
9. Penatausahaan SBN Konversi adalah kegiatan yang mencakup
pencatatan kepemilikan, Setelmen, dan pembayaran pelunasan
pokok atau nominal SBN Konversi.
10. Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan
Penatausahaan Surat Berharga, yang dilakukan secara
elektronik.
11. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut Penyelenggara
adalah Bank Indonesia yang menyelenggarakan BI-SSSS.
12. Setelmen…
3
12. Setelmen adalah proses penyelesaian akhir transaksi keuangan
melalui pendebitan dan pengkreditan rekening setelmen dana,
rekening surat berharga, dan/atau rekening lainnya di Bank
Indonesia.
13. Rekening SBN Konversi adalah rekening surat berharga atas
nama Nasabah SBN Konversi yang ditatausahakan di Sub-
Registry BI dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen
SBN Konversi.
14. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD
adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang
ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung
seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran
daerah pada bank yang ditetapkan.
15. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi
sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat
keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi maupun
sarana pendukung yang mempengaruhi kelancaran
penyelenggaraan BI-SSSS, Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (Sistem BI-RTGS), Sistem Bank Indonesia
Government Electronic Banking (Sistem BIG-eB), Sistem
Perbendaharaan Anggaran Negara (SPAN), dan aplikasi terkait
lainnya, untuk melakukan Setelmen .
16. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar
kekuasaan Penyelenggara dan/atau Sub-Registry BI, yang
menyebabkan kegiatan operasional BI-SSSS dan/atau Sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS),
Sistem Bank Indonesia Government Electronic Banking (Sistem
BIG-eB), Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (SPAN), dan
aplikasi terkait lainnya tidak dapat diselenggarakan, yang
diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada, kebakaran,
kerusuhan massa, sabotase, serta bencana alam seperti gempa
bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau
pejabat yang berwenang setempat, termasuk Bank Indonesia dan
Kementerian Keuangan.
II. PRINSIP…
4
II. PRINSIP UMUM
Layanan Sub-Registry BI dalam rangka konversi penyaluran DBH
dan/atau DAU dalam bentuk SBN meliputi:
1. Penyediaan layanan Sub-Registry BI mencakup kegiatan
Penatausahaan SBN Konversi untuk kepentingan Nasabah SBN
Konversi.
2. Pihak yang dapat menjadi Nasabah SBN Konversi adalah
Pemerintah Daerah, yaitu:
a. Pemerintah Provinsi;
b. Pemerintah Kabupaten; dan
c. Pemerintah Kota.
3. Pelunasan pokok atau nominal SBN Konversi dilakukan dengan 3
(tiga) cara, yaitu:
a. Pelunasan pada saat jatuh tempo dengan cara tunai melalui
pembayaran ke RKUD milik Nasabah SBN Konversi;
b. Pelunasan pada saat jatuh tempo dengan penerbitan SBN
Konversi seri baru; atau
c. Pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) dengan cara
tunai melalui pembayaran ke RKUD milik Nasabah SBN
Konversi.
III. LAYANAN SUB-REGISTRY BI DALAM PENATAUSAHAAN SBN
KONVERSI
A. Layanan Sub-Registry BI
Dalam rangka menatausahakan SBN Konversi, Sub-Registry BI
memberikan layanan sebagai berikut:
1. Melakukan Setelmen pada tanggal yang sama dengan tanggal
pelaksanaan Setelmen yang dilakukan oleh Penyelenggara.
2. Melaksanakan pencatatan kepemilikan SBN Konversi.
3. Memelihara dan menjaga kerahasiaan data SBN Konversi.
4. Menyampaikan laporan kepemilikan dan hasil setelmen SBN
Konversi kepada Nasabah SBN Konversi.
B. Tanggung Jawab…
5
B. Tanggung Jawab Sub-Registry BI
Dalam rangka menatausahakan SBN Konversi, Sub-Registry BI
bertanggung jawab atas:
1. terlaksananya Setelmen milik Nasabah SBN Konversi
berdasarkan permintaan tertulis dari Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri
Keuangan Republik Indonesia yang disampaikan ke Gubernur
Bank Indonesia dan ditembuskan ke Sub-Registry BI;
2. kebenaran pencatatan dan laporan kepemilikan SBN Konversi
atas nama Nasabah SBN Konversi.
IV. KEWAJIBAN NASABAH SBN KONVERSI
Dalam rangka penggunaan layanan Sub-Registry BI, Nasabah SBN
Konversi wajib melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. Menyampaikan dokumen terkait permohonan menjadi Nasabah
SBN Konversi sebagaimana dalam butir V.A dan wajib memberikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Sub-Registry BI dalam hal
terdapat perubahan material dari data yang diberikan kepada Sub-
Registry BI tersebut.
b. Melakukan penelitian atas laporan yang disampaikan oleh Sub-
Registry BI dan apabila terdapat perbedaan dengan catatan
Nasabah SBN Konversi, segera menyampaikan kepada Sub-Registry
BI.
c. Memastikan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
V. TATA CARA MENJADI NASABAH SBN KONVERSI SUB-REGISTRY BI
A. Permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi
1. Permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi yang diajukan oleh
Pemerintah Daerah
a. Calon Nasabah SBN Konversi menyampaikan surat
permohonan kepada Sub-Registry BI melalui Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan yang dilengkapi dengan
dokumen pendukung.
b. Dalam…
6
b. Dalam hal surat permohonan menjadi Nasabah Sub-Registry
BI diajukan oleh Kepala Daerah, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1) surat permohonan mengacu pada format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.
2) surat permohonan dilengkapi dengan dokumen
pendukung berupa:
a) fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan
Kepala Daerah;
b) fotokopi bukti identitas diri yang masih berlaku; dan
c) data Identitas Pemerintah Daerah dan RKUD dengan
mengacu format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III.
c. Dalam hal surat permohonan menjadi Nasabah Sub-Registry
BI diajukan oleh pejabat yang menerima kuasa khusus dari
Kepala Daerah, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) surat permohonan mengacu pada format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.
2) surat permohonan dilengkapi dengan dokumen
pendukung berupa:
a) fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan
Kepala Daerah;
b) fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan
pejabat yang menerima kuasa khusus, yang telah
dilegalisasi;
c) surat kuasa khusus dari Kepala Daerah kepada
pejabat yang menerima kuasa khusus, dengan
mengacu pada format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran IV;
d) fotokopi bukti identitas diri Kepala Daerah dan pejabat
yang menerima kuasa khusus, yang masih berlaku;
dan
e) data Identitas Pemerintah Daerah dan RKUD dengan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.
2. Permohonan…
7
2. Permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi yang diajukan oleh
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
a. Permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi sementara dapat
diajukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
sepanjang Pemerintah Daerah yang telah ditetapkan
memperoleh SBN Konversi belum memiliki rekening surat
berharga pada Sub-Registry sampai dengan batas waktu yang
ditentukan oleh Kementerian Keuangan.
b. Surat permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a diajukan oleh Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan dengan melampirkan
dokumen sebagai berikut:
1) data Pemerintah Daerah yang akan menerima SBN
Konversi; dan
2) data RKUD masing-masing Pemerintah Daerah yang berisi
nomor dan nama RKUD beserta nama bank dan kantor
tempat RKUD dibuka.
c. Nasabah SBN Konversi yang permohonannya diajukan oleh
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b tetap wajib menyampaikan surat
permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi yang
ditandatangani oleh Kepala Daerah atau pejabat yang
menerima kuasa khusus dan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.b atau butir 1.c; dan
d. Surat permohonan dan kelengkapan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam huruf c disampaikan melalui Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan dan harus sudah diterima
oleh Sub-Registry BI paling lama 1 (satu) bulan sejak surat
persetujuan menjadi Nasabah SBN Konversi diterbitkan oleh
Sub-Registry BI.
B. Persetujuan menjadi Nasabah SBN Konversi
1. Persetujuan dari Sub-Registry BI atas permohonan untuk
menjadi Nasabah SBN Konversi sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1 disampaikan secara tertulis kepada Nasabah SBN
Konversi…
8
Konversi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
dokumen diterima secara lengkap, yang dapat didahului dengan
faksimile atau sarana elektronik lainnya.
2. Persetujuan dari Sub-Registry BI atas permohonan untuk
menjadi Nasabah SBN Konversi sebagaimana dimaksud dalam
butir A.2 disampaikan secara tertulis kepada Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada
Nasabah SBN Konversi paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
dokumen diterima secara lengkap, yang dapat didahului dengan
faksimile atau sarana elektronik lainnya.
3. Surat persetujuan menjadi Nasabah SBN Konversi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 paling kurang memuat:
a. persetujuan atas permohonan menjadi Nasabah SBN
Konversi; dan
b. nama dan nomor Rekening SBN Konversi.
VI. BIAYA
Sub-Registry BI tidak mengenakan biaya atas layanan Sub-Registry
BI kepada Nasabah SBN Konversi.
VII. LAPORAN
A. Laporan Kepemilikan SBN Konversi
1. Sub-Registry BI menyampaikan laporan kepemilikan SBN
Konversi periode bulanan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
pada bulan berikutnya, paling kurang memuat:
a. nama Nasabah SBN Konversi;
b. nomor Rekening SBN Konversi;
c. nomor seri SBN Konversi; dan
d. saldo dan/atau dana serta mutasi Rekening SBN Konversi.
2. Laporan kepemilikan SBN Konversi disampaikan kepada
Nasabah SBN Konversi melalui surat yang dapat didahului
dengan faksimile atau sarana elektronik lainnya, dan
ditembuskan…
9
ditembuskan kepada Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan.
3. Dalam hal terdapat perbedaan antara data pada laporan
kepemilikan SBN Konversi yang disampaikan oleh Sub-
Registry BI dengan data pada Nasabah SBN Konversi maka
Nasabah SBN Konversi dapat melaporkan perbedaan tersebut
melalui surat yang didahului dengan faksimile atau sarana
elektronik lainnya kepada Bank Indonesia paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya laporan
kepemilikan SBN Konversi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2.
4. Dalam hal Nasabah SBN Konversi tidak melaporkan
perbedaan data sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka
data yang terdapat dalam laporan kepemilikan SBN Konversi
dianggap sebagai data yang benar.
5. Dalam hal Nasabah SBN Konversi membutuhkan laporan
kepemilikan SBN Konversi di luar penyediaan laporan periode
bulanan, Nasabah SBN Konversi menyampaikan permohonan
kepada Sub-Registry BI melalui surat yang dapat didahului
dengan faksimile atau sarana elektronik lainnya.
B. Laporan Hasil Setelmen SBN Konversi
1. Sub-Registry BI menyampaikan laporan hasil setelmen SBN
Konversi paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pelaksanaan
Setelmen.
2. Laporan hasil setelmen SBN Konversi sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 disampaikan kepada Nasabah SBN Konversi
melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile atau
sarana elektronik lainnya, dan ditembuskan kepada Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan.
VIII. PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU KEADAAN
DARURAT
1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Penyelenggara yang mempengaruhi kelancaran
Setelmen…
10
Setelmen, Sub-Registry BI menginformasikan kepada Nasabah
SBN Konversi mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat dimaksud.
2. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1
apabila penyebab berasal dari BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS,
yang dilakukan melalui media telepon, faksimile dan/atau
sarana elektronik lainnya.
3. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat tersebut
juga disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko, dan/atau Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
4. Dalam hal terjadi keadaan Tidak Normal/Keadaan Darurat
yang mengakibatkan kegagalan dan/atau keterlambatan
Setelmen dan hal lainnya, Sub-Registry BI:
a. melakukan penyesuaian waktu Setelmen; dan
b. tidak menanggung kewajiban finansial berupa tambahan
imbal hasil dan denda keterlambatan.
IX. KORESPONDENSI
1. Penyampaian surat-menyurat dan
komunikasi terkait
pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini ditujukan kepada:
Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah
Bank Indonesia
Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350.
Faksimile 021-3501949
Surat elektronik: customerservice_dpt@bi.go.id
2. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat-menyurat dan
komunikasi, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui surat
dan/atau media lainnya.
X. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran I sampai dengan Lampiran IV merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XI. KETENTUAN…
11
XI. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
XXXXXXXXXXXXX.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DYAH N.K. MAKHIJANI
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN
PINJAMAN DAN TRANSAKSI
PEMERINTAH
12
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 18/4/DPTP TANGGAL 28 MARET 2016
PERIHAL
LAYANAN SUB-REGISTRY BANK INDONESIA
DALAM RANGKA KONVERSI PENYALURAN
DANA BAGI HASIL DAN/ATAU DANA ALOKASI
UMUM DALAM BENTUK NONTUNAI BERUPA
SURAT BERHARGA NEGARA.
KOP SURAT PEMERINTAH DAERAH
Tempat.., tanggal../bulan../tahun..
No. ……
Kepada
Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah
Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No. 2
JAKARTA 10350
Perihal: Permohonan Menjadi Nasabah Sub-Registry BI
Dalam rangka memperoleh layanan Sub-Registry BI dan sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai layanan Sub-Registry oleh
Bank Indonesia, yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: ..........................................
Jabatan
Berdasarkan
: Gubernur/Bupati/Walikota 1 ……................. .
:Surat keputusan pengangkatan Gubernur
/Bupati/Walikota 2 …………….. Nomor…..
tanggal…… 3
1 Isi salah satu: Gubernur/Bupati/Walikota…
2 Isi salah satu: Gubernur/Bupati/Walikota…
3 Diisi dengan nomor dan tanggal surat keputusan atau surat pengangkatan dalam
jabatan
dengan…
13
dengan ini mengajukan permohonan menjadi Nasabah Sub-Registry BI.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, bersama ini kami
sampaikan dokumen pendukung sebagai berikut:
1. Fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan Kepala Daerah.
2. Fotokopi bukti identitas diri yang masih berlaku.
3. Data identitas Pemerintah Daerah dan RKUD.
Demikian apabila permohonan kami telah disetujui, mohon agar
Nomor Rekening SBN Pemerintah Daerah kami dapat disampaikan
kepada:
Nama Pejabat............. 4
Nama Jabatan........................... 5
Provinsi/Kabupaten/Kota............... 6
Alamat.......... 7
Gubernur/Bupati/Walikota 8............
Ttd
STEMPEL
PEMDA
Nama Jelas
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN
PINJAMAN DAN TRANSAKSI PEMERINTAH,
DYAH N.K. MAKHIJANI
4 Diisi dengan Nama Pejabat Pengelola Keuangan Anggaran Daerah atau pejabat lain
yang ditunjuk untuk menerima surat persetujuan dari Sub-Registry BI
5 Diisi dengan nama jabatan
6 Diisi salah satu: Provinsi/Kabupaten/Kota…
7 Isi dengan Alamat lengkap Pemerintah Daerah
8 Diisi salah satu: Gubernur/Bupati/Walikota…
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/4/DPTP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Layanan Sub-Registry Bank Indonesia dalam rangka Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam bentuk Nontunai berupa Surat Berharga Negara. </reg_title>
<set_date> 28 Maret 2016 </set_date>
<related_reg> '235/PMK.07/2015|PER-MENKEU/2015', '17/18/PBI/2015' </related_reg>
|
No.10/ 37 /DPM
Jakarta, 13 November 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN PIALANG
DI INDONESIA
Perihal : Transaksi Reverse Repo Surat Utang Negara Dengan Bank Indonesia
Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka
Dalam rangka pelaksanaan salah satu kegiatan Operasi Pasar Terbuka melalui
kegiatan jual beli surat berharga dalam bentuk Surat Utang Negara secara Reverse
Repo sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002
tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4243) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/21/PBI/2008 tanggal 15 Oktober 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 147), dipandang perlu untuk menyusun ketentuan transaksi
reverse repo Surat Utang Negara dengan Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar
Terbuka dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional.
2. Pialang …
2
2. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing, dan
perusahaan efek yang ditunjuk Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai
peserta lelang Surat Utang Negara di pasar perdana.
3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut dengan OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan
pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
4. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang
berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Surat Utang Negara yang berlaku.
5. Peserta Lelang adalah Bank yang mengajukan penawaran untuk kepentingan
sendiri, dan/atau Pialang yang mengajukan penawaran untuk kepentingan
Bank.
6. Transaksi Pembelian SUN Secara Bersyarat (Reverse Repo) yang selanjutnya
disebut RR-SUN adalah transaksi pembelian bersyarat SUN oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan kewajiban penjualan kembali sesuai dengan
harga dan jangka waktu yang disepakati.
7. Reverse Repo Rate yang selanjutnya disebut RR-Rate adalah tingkat suku
bunga yang dibayar Bank Indonesia atas transaksi pembelian SUN oleh Bank
secara Reverse Repo.
8. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut
dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar
peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS.
9. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut dengan BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan yang mengatur mengenai BI-SSSS.
10. Central …
3
10. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan surat berharga untuk kepentingan Bank, Sub-Registry dan
pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.
11. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening giro
antara Bank Indonesia dengan Bank pemilik rekening giro Rupiah di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
12. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan
rekening SUN antara Bank Indonesia dengan Bank pemilik rekening Surat
Berharga di Central Registry melalui BI-SSSS.
13. Harga SUN adalah harga SUN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SUN
sebagaimana tercantum di BI-SSSS dan dinyatakan dalam persen.
14. Haircut adalah marjin yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai faktor
pengurang Harga SUN.
15. Harga RR-SUN adalah Harga SUN dikurangi Haircut yang dinyatakan dalam
persen.
II. MEKANISME TRANSAKSI RR-SUN
1. Bank Indonesia melakukan transaksi RR-SUN dalam rangka kontraksi
moneter dengan mekanisme lelang.
2. Transaksi RR-SUN sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilakukan dengan
prinsip penjualan untuk dibeli kembali (sell and buyback) dengan pengaturan
sebagai berikut:
a. Pada saat RR-SUN ditransaksikan (first leg), Bank Indonesia
memindahkan pencatatan kepemilikan SUN yang ditransaksikan ke
rekening perdagangan surat berharga milik Bank pemenang lelang
(transfer of ownership).
b. Pada saat transaksi RR-SUN jatuh waktu (second leg), Bank sebagaimana
dimaksud pada butir a wajib menjual kembali SUN ke Bank Indonesia.
c. Dalam …
4
c. Dalam hal Bank gagal menjual kembali SUN sebagaimana dimaksud pada
butir b, maka SUN yang gagal dijual kembali oleh Bank diperlakukan
sebagai transaksi pembelian secara outright (beli putus) oleh Bank.
3. Bank Indonesia menetapkan seri, Haircut dan Harga SUN yang
ditransaksikan dalam RR-SUN dan diumumkan melalui BI-SSSS dan/atau
Sistem Laporan Harian Bank Umum (Sistem LHBU). Contoh penggunaan
Haircut dalam perhitungan Harga RR-SUN dapat dilihat dalam Lampiran-1.
4. Mekanisme lelang RR-SUN sebagaimana dimaksud pada butir 1 dapat
dilakukan melalui:
a. Metode lelang harga tetap (fixed rate tender)
Bank Indonesia menentukan RR-Rate untuk setiap jangka waktu transaksi;
atau,
b. Metode lelang harga beragam (variable rate tender)
Bank mengajukan penawaran RR-Rate untuk setiap penawaran kuantitas
dan jangka waktu transaksi, dengan kelipatan penawaran RR-Rate sebesar
0,01% (satu per sepuluh ribu).
5. Jangka waktu transaksi
a. Transaksi RR-SUN berjangka waktu dari 1 (satu) hari sampai dengan 1
(satu) tahun yang dinyatakan dalam jumlah hari kalender yang dihitung
sejak 1 (satu) hari setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan
tanggal jatuh waktu.
b. Dalam hal tanggal jatuh waktu transaksi bertepatan dengan hari libur
maka tanggal jatuh waktu transaksi sebagaimana dimaksud pada butir a
ditetapkan pada hari kerja berikutnya.
6. Peserta Lelang RR-SUN adalah Peserta Lelang yang berstatus aktif sebagai
peserta BI-SSSS dan tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan OPT.
7. Setelmen …
5
7. Setelmen lelang RR-SUN paling lambat dilakukan pada 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal lelang melalui BI-SSSS yang terhubung langsung dengan
Sistem BI-RTGS.
III. TATA CARA TRANSAKSI RR-SUN
A. Pelaksanaan Lelang
1. Pelaksanaan lelang RR-SUN oleh Bank Indonesia dapat dilakukan setiap
hari kerja.
2. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter-Biro Operasi Moneter
(DPM-BOpM) mengumumkan rencana lelang RR-SUN paling lambat
sebelum pelaksanaan lelang melalui BI-SSSS dan/atau Sistem LHBU
dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
3. Pengumuman rencana lelang RR-SUN sebagaimana dimaksud pada butir
2, antara lain meliputi:
a. Window time lelang;
b. Jangka waktu;
c. RR-Rate apabila ditransaksikan dengan metode fixed rate tender atau
target indikatif apabila ditransaksikan dengan metode variable rate
tender;
d. Jenis, seri, Haircut dan Harga SUN;
e. Metode lelang;
f. Tanggal setelmen.
4. Dalam window time yang ditetapkan, Peserta Lelang mengajukan
penawaran RR-SUN ke DPM-BOpM melalui BI-SSSS antara lain
meliputi penawaran kuantitas nominal SUN dan RR-Rate.
5. Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap Bank sebagai Peserta Lelang,
baik secara langsung atau melalui Pialang, dengan nominal paling sedikit
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan
kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
B. Penetapan …
6
B. Penetapan Hasil Lelang
1. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang RR-SUN segera setelah
window time lelang RR-SUN ditutup.
2. Hasil lelang RR-SUN yang dilaksanakan dengan metode fixed rate tender
ditetapkan dengan cara:
a. penawaran kuantitas transaksi yang diajukan Peserta Lelang diterima
seluruhnya; atau
b. perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Contoh penerapan metode lelang fixed rate tender, penetapan pemenang
lelang dan nilai setelmen dapat dilihat dalam Lampiran-2.
3. Hasil lelang RR-SUN yang dilaksanakan dengan metode variable rate
tender ditetapkan dengan cara:
a. Bank Indonesia menetapkan penawaran RR-Rate tertinggi yang dapat
diterima.
b. Kuantitas transaksi yang dimenangkan Bank dihitung sebagai berikut:
1) dalam hal penawaran RR-Rate yang diajukan Bank lebih rendah
dari RR-Rate yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada butir a
maka Bank yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran
yang diajukan;
2) dalam hal penawaran RR-Rate yang diajukan Bank sama dengan
RR-Rate yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada butir a maka
Bank yang bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran
lelang yang diajukan atau sebagian berdasarkan perhitungan secara
proporsional.
Contoh penerapan metode lelang variable rate tender, penetapan
pemenang lelang dan nilai setelmen dapat dilihat dalam Lampiran-3.
4. Bank Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas hasil lelang RR-
SUN dengan target indikatif atau membatalkan lelang RR-SUN.
5. Dalam …
7
5. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri SUN dalam
1 (satu) kali lelang RR-SUN (general reverse repo), maka Bank Indonesia
dapat menentukan alokasi seri dan nominal SUN yang dimenangkan
Bank.
IV. TATA CARA SETELMEN RR-SUN
1. Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter
(Bagian PTPM) melakukan setelmen lelang RR-SUN melalui BI-SSSS yang
terhubung dengan Sistem BI-RTGS.
2. Setelmen lelang RR-SUN sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilakukan
dengan mekanisme :
a. penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dalam hal hanya 1
(satu) seri SUN per lelang (specific reverse repo); atau
b. penyelesaian per keseluruhan transaksi (gross to net) dalam hal lebih dari
1 (satu) seri SUN per lelang (general reverse repo).
3. Setelmen sebagaimana dimaksud pada butir 1 terdiri dari:
a. Setelmen hasil lelang RR-SUN (first leg) mencakup:
1) Setelmen Dana dengan cara mendebet rekening giro Rupiah Bank di
Bank Indonesia sebesar hasil perkalian dari kuantitas transaksi yang
dimenangkan Bank dengan Harga RR-SUN.
2) Setelmen Surat Berharga dengan cara mengkredit rekening surat
berharga milik Bank di Central Registry sebesar nilai nominal SUN
yang dimenangkan Bank.
3) Dalam hal SUN yang ditransaksikan memiliki pembayaran kupon
dilakukan perhitungan sebagai berikut:
a) Nilai Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada butir 1)
ditambahkan dengan nilai accrued interest yang dihitung sejak 1
(satu) hari sesudah tanggal dimulainya periode kupon sampai
dengan tanggal setelmen transaksi RR-SUN (first leg).
b) Pembayaran …
8
b) Pembayaran kupon atas seri SUN yang ditransaksikan diterima oleh
Bank pemenang sesuai dengan unit SUN yang dimenangkan Bank.
c) Nilai atas kupon sebagaimana dimaksud butir b) mengurangi
kewajiban Bank Indonesia pada transaksi RR-SUN jatuh waktu
(second leg) dan pembayaran nilai RR-Rate yang dihitung sejak
tanggal pembayaran kupon. Contoh perhitungan kupon dan nilai
RR-Rate terlampir dalam Tabel 3 dalam Lampiran-2.
d) Dalam hal Setelmen Dana pada saat first leg dilakukan sebelum
tanggal pemberitahuan pembayaran kupon sebagaimana
diinformasikan melalui BI-SSSS (laporan ex-date), maka kupon
diterima oleh Bank Indonesia dan tidak mengurangi nilai Setelmen
Dana dalam rangka pelunasan transaksi RR-SUN jatuh waktu.
4) Bank wajib menyediakan saldo yang mencukupi di rekening giro
dalam Rupiah di Bank Indonesia untuk Setelmen Dana.
5) Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro dalam Rupiah di
Bank Indonesia yang mencukupi sampai dengan waktu cut-off warning
Sistem BI-RTGS sehingga terjadi kegagalan setelmen transaksi RR-
SUN, maka sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi.
b. Setelmen RR-SUN jatuh waktu (second leg) mencakup:
1) Setelmen Dana dengan cara mengkredit rekening giro Rupiah Bank di
Bank Indonesia sebesar nilai Setelmen Dana first leg jatuh waktu
setelah dikurangi kupon, apabila terdapat pembayaran kupon atas seri
SUN yang ditransaksikan, ditambah dengan nilai RR-Rate.
2) Setelmen Surat Berharga dengan cara mendebet rekening surat
berharga milik Bank di Central Registry sebesar nilai nominal SUN
yang ditransaksikan pada saat first leg.
3) Bank wajib menyediakan saldo yang mencukupi untuk seri SUN yang
ditransaksikan dalam saldo rekening surat berharga di Central Registry
untuk Setelmen Surat Berharga.
4) Dalam …
9
4) Dalam hal Bank tidak memiliki saldo yang mencukupi untuk seri SUN
yang ditransaksikan dalam rekening surat berharga Bank sampai
dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen transaksi RR-SUN, maka sistem secara otomatis
membatalkan setelmen transaksi RR-SUN jatuh waktu.
5) Atas kegagalan setelmen RR-SUN jatuh waktu sebagaimana dimaksud
pada butir 4), Bank tidak menerima nilai RR-Rate dan RR-SUN
diberlakukan sebagai transaksi pembelian secara lepas (outright
buying) oleh Bank terhitung sejak tanggal RR-SUN jatuh waktu.
6) Dalam hal terjadi transaksi outright sebagaimana dimaksud pada butir
5), maka Bank Indonesia memperhitungkan :
a) accrued interest yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal
setelmen transaksi RR-SUN (first leg) sampai dengan tanggal RR-
SUN jatuh waktu (second leg); dan
b) hasil perkalian dari kuantitas transaksi yang dimenangkan Bank
dengan Harga SUN pada tanggal second leg dengan ketentuan:
(1) Dalam hal Harga SUN pada second leg lebih tinggi daripada
Harga SUN pada first leg, Bank dibebankan sebesar :
(a) nilai Haircut yang telah diterima; dan
(b) selisih antara hasil perkalian kuantitas transaksi yang
dimenangkan Bank dengan Harga SUN pada saat second leg
dan hasil perkalian kuantitas transaksi yang dimenangkan
Bank dengan Harga SUN pada saat first leg.
(2) Dalam hal Harga SUN pada second leg sama dengan atau lebih
rendah daripada Harga SUN pada first leg, Bank dibebankan
sebesar nilai Haircut yang telah diterima.
7) Dalam hal terjadi transaksi outright sebagaimana dimaksud butir 6),
maka perhitungan sebagaimana dimaksud butir 6) dibebankan pada
rekening giro Rupiah milik Bank di Bank Indonesia.
V. TATA …
10
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terdapat kegagalan setelmen transaksi RR-SUN yang
mengakibatkan pembatalan setelmen transaksi RR-SUN sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.3.a.5) atau butir IV.3.b.4), Bank dikenakan sanksi
OPT berupa:
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan
kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia (KPBI); atau
2) Tim Pengawas Bank - Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam
hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja KBI; dan
b. kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nilai nominal
transaksi yang dinyatakan batal atau paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
2. Atas batalnya transaksi OPT yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam)
bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Bank
juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
OPT selama 5 (lima) hari kerja.
Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti transaksi
OPT sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-4.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir
1.b dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank bersangkutan di
Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
5. Pengenaan …
11
5. Pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan pada 1 (satu)
hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
6. Nilai nominal transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah nilai
nominal SUN yang dimenangkan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir
IV.3.a.2).
VI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Nomor 8/5/DPM
tanggal 7 Februari 2006 perihal Transaksi Reverse Repo Surat Utang Negara
Dengan Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 13 November
2008.
November 2008.5
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/37/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Transaksi Reverse Repo Surat Utang Negara Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 13 November 2008 </set_date>
<effective_date> 13 November 2008 </effective_date>
<replaced_reg> '8/5/DPM|SE-BI/2006' </replaced_reg>
<related_reg> '10/21/PBI/2008', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 6/34/DPBPR
Jakarta, 13 Agustus 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Lembaga Sertifikasi bagi Bank Perkreditan Rakyat.
_________________________________________
Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/22/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 80, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4409), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan
mengenai Lembaga Sertifikasi bagi Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran
yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
I. UMUM
1. Bank Perkeditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, adalah Bank
Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4
Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
2. Sistem Sertifikasi Profesional bagi BPR, yang selanjutnya disebut
Sistem Sertifikasi, adalah serangkaian kegiatan yang meliputi
penyusunan standar kurikulum pelatihan, pemberian akreditasi
kepada pengajar dan Lembaga Pelatihan, penentuan penyelenggaraan
pelatihan...
2
pelatihan, pelaksanaan ujian, pemberian sertifikat kelulusan, dan
pencabutan akreditasi dan sertifikat.
3. Lembaga Sertifikasi adalah lembaga yang bertugas untuk mengatur
dan menetapkan Sistem Sertifikasi dan telah mendapat pengesahan
dari instansi yang
Indonesia.
4. Lembaga Pelatihan adalah lembaga yang melaksanakan pelatihan dan
ujian sertifikasi yang telah ditunjuk dan telah mendapat akreditasi dari
Lembaga Sertifikasi.
5. Dewan Sertifikasi adalah organ tertinggi yang berwenang menetapkan
arah kebijakan Lembaga Sertifikasi.
6. Komite Kurikulum Nasional adalah komite yang bertugas membantu
Dewan Sertifikasi untuk melakukan penelitian dan pengembangan
kurikulum untuk meningkatkan kualitas Sistem Sertifikasi.
7. Manajemen adalah organ yang mengelola seluruh kegiatan sehari-hari
Lembaga Sertifikasi.
II. LEMBAGA SERTIFIKASI BAGI BPR
1. Tujuan dan Persyaratan Lembaga Sertifikasi.
a. Tujuan dibentuknya Lembaga Sertifikasi adalah untuk:
1) Menjamin kualitas Sistem Sertifikasi;
2) Menjamin pelaksanaan Sistem Sertifikasi; dan
3) Meningkatkan kualitas dan kemampuan
sumber daya manusia BPR.
berwenang berdasarkan rekomendasi Bank
profesionalisme
b. Persyaratan yang harus dipenuhi Lembaga Sertifikasi adalah :
1) Memiliki visi dan misi untuk meningkatkan dan
mengembangkan sumber daya manusia BPR yang mendukung
terciptanya kondisi industri BPR yang sehat, kuat dan efisien;
2) Memiliki...
3
2) Memiliki organ yang sekurang-kurangnya terdiri dari :
a) Dewan Sertifikasi, dengan anggota yang paling sedikit terdiri
dari:
i. Bank Indonesia c.q. Direktur yang membidangi
pengawasan Bank Perkreditan Rakyat;
ii. Ketua Umum Asosiasi Bank Perkreditan Rakyat.
b) Komite Kurikulum Nasional, dengan anggota terdiri dari
profesional yang kompeten dibidang ekonomi, keuangan,
perbankan dan hukum.
c) Manajemen dengan bagian paling sedikit terdiri dari :
i. Bagian Standardisasi Materi dan Sistem;
ii. Bagian Sertifikasi, Akreditasi dan Ujian;
iii. Bagian Keuangan; dan
iv. Bagian Umum, Hukum dan Informasi.
3) Memiliki dan melaksanakan tugas atas dasar kompetensi dan
komitmen untuk mengatur, menetapkan dan menyusun Sistem
Sertifikasi yang termasuk namun tidak terbatas pada:
a) Menetapkan standar kurikulum pelatihan bagi pengajar,
sumber daya manusia BPR sesuai dengan kebutuhan;
b) Mempersiapkan mitra pelatihan apabila dipandang perlu;
c) Menetapkan standar akreditasi bagi pengajar dan Lembaga
Pelatihan;
d) Memberikan persetujuan terhadap rencana pelaksanaan
pelatihan oleh Lembaga Pelatihan baik untuk pengajar
maupun untuk sumber daya manusia BPR;
e) Menetapkan materi dan jadwal ujian;
f) Memberikan sertifikat kelulusan kepada peserta ujian yang
memenuhi syarat kelulusan;
g) Menetapkan...
4
g) Menetapkan kode etik Sistem Sertifikasi;
h) Mencabut sertifikat apabila berdasarkan informasi Bank
Indonesia, anggota Direksi pemegang sertifikat dinyatakan
tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan;
i) Melaporkan kepada Bank Indonesia pemegang sertifikat
yang telah dicabut sertifikat kelulusannya;
j) Melakukan penelitian dan pengembangan Sistem Sertifikasi.
2. Tugas Organ Lembaga Sertifikasi.
a. Tugas Dewan Sertifikasi mencakup namun tidak terbatas pada:
1) Menjamin
terlaksananya Sistem Sertifikasi
dan
seluruh
kebijakan serta prosedur yang ditetapkan oleh Lembaga
Sertifikasi dalam rangka mencapai maksud dan tujuan
Lembaga Sertifikasi;
2) Melakukan evaluasi dan memberikan persetujuan atas usulan
Komite Kurikulum Nasional antara lain mengenai modifikasi
kurikulum dan identifikasi kebutuhan pelatihan dan modul-
modul pelatihan yang baru;
3) Melakukan evaluasi terhadap kinerja manajemen Lembaga
Sertifikasi.
b. Tugas Komite Kurikulum Nasional mencakup namun tidak
terbatas pada:
1) Menyusun modifikasi kurikulum;
2) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan modul-modul
pelatihan yang baru.
c. Tugas Manajemen mencakup namun tidak terbatas pada :
1) Menyusun tata tertib, tata kerja dan prosedur pelaksanaan
kebijakan Lembaga Sertifikasi dan Sistem Sertifikasi yang
telah disetujui oleh Dewan Sertifikasi;
2) Menjamin...
5
2) Menjamin terlaksananya seluruh kegiatan sesuai dengan
ketentuan, tata tertib dan keputusan Dewan Sertifikasi;
3) Menjalankan kepengurusan sehari-hari, mengadministrasikan,
dan menjamin kerahasiaan dokumen-dokumen sertifikasi.
III. PROSEDUR PERMOHONAN REKOMENDASI PENDIRIAN
LEMBAGA SERTIFIKASI KEPADA BANK INDONESIA
1. Lembaga Sertifikasi yang akan melaksanakan Sistem Sertifikasi harus
memperoleh izin dari instansi yang
berwenang
rekomendasi Bank Indonesia.
2. Permohonan untuk memperoleh rekomendasi diajukan oleh pengurus
atau pejabat sesuai dengan ketentuan intern yang berlaku di lembaga
yang bersangkutan kepada Bank Indonesia dengan alamat Direktorat
Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Jalan M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta, dengan melampirkan :
a. Anggaran Dasar yang telah disahkan oleh notaris;
b. kurikulum, modul dan kerangka materi pelatihan;
c. struktur organisasi;
d. rencana kegiatan;
e. referensi tertulis dari asosiasi BPR; dan
f. daftar riwayat hidup pendiri dan pengurus atau anggota lembaga.
3. Bank Indonesia tidak mengakui sertifikat yang dikeluarkan oleh
lembaga sertifikasi yang tidak mendapat rekomendasi dari Bank
Indonesia.
berdasarkan
IV. PENUTUP...
6
IV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 13 Agustus 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
SRI MULYATI TRI SUBARI
DEPUTI DIREKTUR PENGAWASAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/34/DPBPR|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Lembaga Sertifikasi bagi Bank Perkreditan Rakyat. </reg_title>
<set_date> 13 Agustus 2004 </set_date>
<effective_date> 13 Agustus 2004 </effective_date>
<related_reg> '6/22/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 17/31/DPSP
Jakarta, 13 November 2015
SURAT EDARAN
Perihal : Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga Melalui
Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan
Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5762), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai
penyelenggaraan penatausahaan Surat Berharga melalui sistem Bank
Indonesia-Scripless Securities Settlement System dalam Surat Edaran
Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan
Penatausahaan Surat Berharga, yang dilakukan secara
elektronik.
2. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang selanjutnya
disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai
sarana Transaksi yang dilakukan secara elektronik.
3. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual.
4. Sistem Informasi BI-SSSS yang selanjutnya disingkat SI BI-SSSS
adalah sistem yang disediakan oleh Bank Indonesia bagi
Sub-Registry ...
2
Sub-Registry sebagai sarana pelaporan dan rekonsiliasi data BI-
SSSS terkait penatausahaan individual nasabah.
5. Penatausahaan adalah kegiatan yang mencakup pencatatan
kepemilikan, kliring, dan Setelmen, serta pembayaran
kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal atas
hasil transaksi Surat Berharga dan hasil transaksi tanpa Surat
Berharga.
6. Transaksi adalah Transaksi Dengan Bank Indonesia dan
Transaksi Pasar Keuangan.
7. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang
dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka kegiatan operasi
moneter, operasi moneter syariah, dan/atau transaksi Surat
Berharga Negara untuk dan atas nama Pemerintah, serta
transaksi lainnya yang dilakukan dengan Bank Indonesia.
8. Transaksi Pasar Keuangan adalah transaksi Surat Berharga dan
transaksi pinjam meminjam secara konvensional, atau yang
dipersamakan berdasarkan prinsip syariah dalam rangka
transaksi pasar uang dan/atau transaksi Surat Berharga di
pasar sekunder.
9. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh
Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui
Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing
Facilities).
10. Operasi Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakan moneter
oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter
melalui kegiatan Operasi Pasar Terbuka dan penyediaan
Standing Facilities berdasarkan prinsip syariah.
11. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disingkat FLI
adalah fasilitas pendanaan yang diberikan oleh Bank Indonesia
kepada Bank peserta pada Sistem BI-RTGS baik secara
konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah dalam
rangka mengatasi kesulitan pendanaan yang terjadi selama jam
operasional Sistem BI-RTGS dan/atau Setelmen dana atas hasil
perhitungan dalam sistem kliring nasional Bank Indonesia.
12. Surat ...
3
12. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia, Pemerintah, dan/atau lembaga lain, yang
ditatausahakan pada BI-SSSS.
13. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah
Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
14. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata
uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran
bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai
dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai Surat Utang Negara.
15. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN
atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang Rupiah
maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang mengatur mengenai Surat Berharga Syariah Negara.
16. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut Penyelenggara
adalah Bank Indonesia yang menyelenggarakan BI-SSSS.
17. Peserta BI-SSSS yang selanjutnya disebut Peserta adalah pihak yang
memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari
Penyelenggara sebagai peserta dalam penyelenggaraan BI-SSSS.
18. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
Penatausahaan bagi kepentingan Peserta.
19. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi
persyaratan dan disetujui oleh Penyelenggara sebagai peserta
BI-SSSS, untuk melakukan fungsi Penatausahaan bagi
kepentingan nasabah.
20. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan
Bank Umum Syariah termasuk Unit Usaha Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perbankan syariah.
21. Kustodian ...
4
21. Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek
dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lainnya,
termasuk menerima deviden, bunga, dan hak-hak lain,
menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening
yang menjadi nasabahnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai pasar modal.
22. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan
yang mengatur mengenai Dealer Utama.
23. Setelmen adalah proses penyelesaian akhir transaksi keuangan
melalui pendebitan dan pengkreditan Rekening Setelmen Dana,
Rekening Surat Berharga, dan/atau rekening lainnya di Bank
Indonesia.
24. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebitan dan
pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka
Penatausahaan.
25. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebitan dan pengkreditan
Rekening Setelmen Dana dan/atau rekening lainnya di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka
Penatausahaan.
26. Rekening Surat Berharga adalah rekening Peserta dalam mata
uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di
Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan
Setelmen transaksi Surat Berharga, Transaksi Dengan Bank
Indonesia, dan/atau Transaksi Pasar Keuangan.
27. Rekening Setelmen Dana adalah rekening peserta pada Sistem
BI-RTGS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia untuk pelaksanaan Setelmen
Dana.
28. Bank Pembayar adalah peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk
sebagai pihak untuk melakukan pembayaran dan penerimaan
dana oleh Peserta lain.
29. Keadaan ...
5
29. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi
sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada
perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi,
aplikasi maupun sarana pendukung BI-SSSS yang
mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS.
30. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar
kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang
menyebabkan kegiatan operasional BI-SSSS, tidak dapat
diselenggarakan yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas
pada kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, serta bencana
alam seperti gempa bumi dan banjir yang dinyatakan oleh
pihak penguasa atau pejabat yang berwenang setempat,
termasuk Bank Indonesia.
31. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas BI-SSSS di lokasi
Penyelenggara dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam
Negeri (KPwDN) yang disediakan oleh Penyelenggara untuk
Peserta sebagai cadangan dalam hal terjadi Keadaan Tidak
Normal dan/atau Keadaan Darurat yang menyebabkan
Peserta tidak dapat menggunakan BI-SSSS di lokasi Peserta.
32. BI-SSSS Central Node selanjutnya yang disingkat SCN adalah
sistem di Penyelenggara yang menyediakan fungsi untuk
pelaksanaan kegiatan Penatausahaan dan fungsi-fungsi
pendukung lainnya dalam rangka penyelenggaraan BI-SSSS.
33. BI-SSSS Participant Platform yang selanjutnya disingkat SPP
adalah BI-SSSS di Peserta yang terhubung dengan SCN, yang
digunakan Peserta untuk melakukan kegiatan terkait
Penatausahaan dan fungsi-fungsi pendukung lainnya.
34. Digital Certificate adalah suatu sertifikat dalam bentuk file
terproteksi yang memuat identitas pemilik sertifikat, kunci
enkripsi untuk melakukan verifikasi tanda tangan digital
pemilik, dan periode validitas sertifikat, yang dihasilkan oleh
infrastruktur kunci publik Bank Indonesia.
II. PENYELENGGARA ...
6
II. PENYELENGGARA
A. Organisasi Penyelenggara
1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia c.q. Departemen
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP).
2. Kegiatan korespondensi terkait penyelenggaraan BI-SSSS
ditujukan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Kegiatan korespondensi terkait kepesertaan dan
operasional penyelenggaraan BI-SSSS ditujukan ke
alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
c.q. Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Surat
Berharga
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
b. Kegiatan korespondensi terkait dengan pemantauan
kepatuhan Peserta terhadap penyelenggaraan BI-SSSS
ditujukan ke alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
c.q. Divisi Kepatuhan Peserta, Informasi Sistem
Pembayaran Bank Indonesia, dan Manajemen Intern
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
3. Penyelenggara menyediakan help desk untuk menangani
permasalahan operasional BI-SSSS yang dihadapi oleh
Peserta, dengan nomor sebagai berikut:
No. Telepon : 021-29818888
Faksimile : 021- 2310485
4. Dalam ...
7
4. Dalam hal terdapat perubahan nama departemen, nama
divisi, dan/atau alamat sebagaimana dimaksud pada angka
2 serta perubahan nomor telepon dan/atau faksimile
sebagaimana dimaksud pada angka 3 maka Penyelenggara
memberitahukan perubahan tersebut melalui surat
dan/atau sarana lainnya.
B. Tugas dan Wewenang Penyelenggara
Dalam rangka menyelenggarakan BI-SSSS, Penyelenggara
memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. menetapkan ketentuan dan prosedur penyelenggaraan BI-
SSSS;
2. menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan BI-
SSSS, antara lain sebagai berikut:
a. perangkat keras (hardware) di Penyelenggara, dan
aplikasi SCN (software);
b. satu jaringan komunikasi data yang menghubungkan
SPP di Peserta dengan SCN di Penyelenggara.
c. aplikasi SPP dan perubahannya serta buku pedoman
pengoperasian BI-SSSS yang disampaikan oleh
Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain;
d. Fasilitas Guest Bank; dan
e. sarana dan prasarana pendukung lainnya, termasuk SI
BI-SSSS.
3. melaksanakan kegiatan operasional BI-SSSS;
4. melakukan upaya untuk menjamin keandalan,
ketersediaan, dan keamanan penyelenggaraan BI-SSSS,
antara lain sebagai berikut:
a. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SCN;
b. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SI BI-SSSS;
c. menyediakan help desk untuk menangani masalah
sebagai berikut:
1) operasional BI-SSSS; dan/atau
2)
jaringan komunikasi data BI-SSSS;
d. memberikan layanan yang berkaitan dengan
kepesertaan dalam BI-SSSS;
e. menetapkan ...
8
e. menetapkan waktu operasional penyelenggaraan BI-
SSSS;
f. memiliki standar layanan minimum dalam
penyelenggaraan BI-SSSS;
g. menetapkan dan memberlakukan ketentuan dan
prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat;
h. memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan
pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan
i. menetapkan status kepesertaan.
5. melakukan pemantauan kepatuhan Peserta terhadap
ketentuan dan prosedur yang ditetapkan oleh
Penyelenggara;
6. menetapkan dan mengenakan sanksi administratif kepada
Peserta;
7. menetapkan jenis dan besarnya biaya dalam
penyelenggaraan BI-SSSS;
8. melakukan kegiatan Penatausahaan sebagai Central
Registry yaitu meliputi:
a. pencatatan penerbitan Surat Berharga dan pencatatan
kepemilikan Surat Berharga atas hasil Setelmen;
b. penyediaan data dan informasi terkait pencatatan
penerbitan Surat Berharga dan pencatatan
kepemilikan Surat Berharga;
c. melakukan Setelmen atas transaksi Surat Berharga,
Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Transaksi Pasar
Keuangan di pasar perdana maupun di pasar
sekunder;
d. melakukan Setelmen atas transaksi sebagaimana
dimaksud pada huruf c dengan cara:
1) mendebit atau mengkredit Rekening Setelmen
Dana Peserta atau Bank Pembayar; dan/atau
2) mendebit atau mengkredit Rekening Surat
Berharga Peserta.
e. melakukan ...
9
e. melakukan Setelmen atas pengenaan sanksi
administratif kewajiban membayar kepada peserta
Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah;
f. melakukan pembatalan Setelmen second leg atas
transaksi antar Peserta di pasar sekunder yang belum
jatuh waktu berdasarkan:
1) permintaan salah satu Peserta yang bertransaksi
atas dasar kuasa pembatalan dari Peserta lawan
transaksi;
2) keputusan lembaga pengawas yang berwenang
yang mengakibatkan Setelmen second leg harus
dibatalkan; dan/atau
3) keputusan lembaga arbitrase dan/atau
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap, yang mengakibatkan Setelmen second leg
harus dibatalkan.
g. melakukan pembatalan Setelmen second leg atas
perpanjangan (roll over) otomatis oleh sistem dalam hal
Surat Berharga yang ditransaksikan memasuki batas
waktu Surat Berharga dapat ditransaksikan dan Peserta
tidak melakukan pembatalan Setelmen second leg.
h. melakukan pemblokiran Surat Berharga atas
permintaan lembaga pengawas.
i. melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan,
serta pelunasan pokok/nominal atas Surat Berharga
dan instrumen yang ditatausahakan di BI-SSSS
kepada Peserta pemilik Surat Berharga dan
Sub-Registry; dan
j. mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang
memiliki fungsi sebagai penerbit dalam rangka
melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan,
serta pelunasan pokok/nominal sebagaimana
dimaksud dalam huruf i.
III. KEPESERTAAN ...
10
III. KEPESERTAAN
A. Ketentuan Umum Kepesertaan
1. Pihak-pihak yang dapat menjadi Peserta yaitu:
a. Bank Indonesia;
b. Kementerian Keuangan;
c. Bank;
d. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP);
e. Perusahaan Efek; dan
f. Lembaga lain yang disetujui oleh Penyelenggara.
Lembaga lain dapat menjadi Peserta dengan
persetujuan Penyelenggara sepanjang kepesertaan
lembaga lain tersebut mendukung antara lain:
1) pelaksanaan Setelmen transaksi Surat Berharga,
dan Transaksi Pasar Keuangan di Indonesia yang
semakin aman dan efisien; dan/atau
2) efektivitas kebijakan moneter Bank Indonesia.
2. Berdasarkan fungsi Peserta di BI-SSSS, pihak sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dapat dibedakan sebagai berikut:
a. penerbit Surat Berharga;
b. pemilik Surat Berharga di Central Registry;
c. Penatausahaan bagi kepentingan nasabah; dan/atau
d.
fungsi lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
3. Berdasarkan penggunaan rekening untuk Setelmen Dana,
pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat
dibedakan sebagai berikut:
a. Peserta yang memiliki Rekening Setelmen Dana dalam
mata uang Rupiah dan digunakan untuk pelaksanaan
Setelmen Dana dan/atau pembayaran kewajiban
lainnya terkait dengan kegiatan Penatausahaan dalam
mata uang Rupiah;
b. Peserta yang memiliki Rekening Setelmen Dana dalam
valuta asing dan digunakan untuk pelaksanaan
Setelmen Dana dan/atau pembayaran kewajiban
lainnya terkait dengan kegiatan Penatausahaan dalam
valuta asing; dan
c. Peserta ...
11
c. Peserta yang tidak memiliki Rekening Setelmen Dana
dalam mata uang Rupiah dan/atau dalam valuta asing
sehingga pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau
pembayaran kewajiban lainnya dilakukan melalui
Bank Pembayar.
B. Persyaratan Menjadi Peserta
1. Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. memiliki surat izin usaha yang masih berlaku dari
lembaga yang berwenang;
b.
tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan;
c. memenuhi persyaratan permodalan sesuai ketentuan
yang berlaku;
d.
telah menjadi peserta dalam Sistem BI-RTGS, dalam
hal calon Peserta adalah Bank;
e. direksi calon Peserta telah memperoleh persetujuan
atau dinyatakan lulus dalam fit and proper test dari
lembaga pengawas yang berwenang;
f. dalam hal calon Peserta akan menghubungkan sistem
internal calon Peserta ke BI-SSSS maka calon Peserta
harus memiliki laporan hasil audit keamanan atas
sistem internal calon Peserta dalam 1 (satu) tahun
terakhir;
g. dalam hal calon Peserta bukan merupakan Peserta
Sistem BI-RTGS, harus menunjuk 1 (satu) Bank
Pembayar untuk kebutuhan pendebitan dan/atau
pengkreditan dana dalam mata uang Rupiah, yang
ditujukan untuk:
1) pembebanan biaya BI-SSSS;
2) pembebanan sanksi administratif kewajiban
membayar atas pelanggaran ketentuan Bank
Indonesia, antara lain ketentuan mengenai
Operasi Moneter dan/atau Operasi Moneter
Syariah;
3) Setelmen ...
12
3) Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga,
Transaksi Dengan Bank Indonesia, dan Transaksi
Pasar Keuangan; dan
4) penerimaan pembayaran kupon/bunga atau
imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat
Berharga pada saat jatuh waktu.
h. dalam hal calon Peserta akan melakukan transaksi
Surat Berharga dalam valuta asing, harus menunjuk 1
(satu) Bank Pembayar untuk kebutuhan pendebitan
dan/atau pengkreditan dana dalam valuta asing, yang
ditujukan untuk:
1) Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga
dalam valuta asing;
2) penerimaan pembayaran kupon/bunga dan
pelunasan pokok/nominal Surat Berharga dalam
valuta asing pada saat jatuh waktu; dan
3) pembebanan sanksi administratif kewajiban
membayar atas pelanggaran ketentuan Bank
Indonesia, antara lain ketentuan mengenai
Operasi Moneter dan/atau Operasi Moneter
Syariah.
2. Calon Peserta harus menggunakan infrastruktur BI-SSSS
sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.
3. Dalam hal infrastruktur sebagaimana dimaksud pada
angka 2 merupakan kewenangan pengelolaan pihak lain,
calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki surat pernyataan dari pihak lain atas
penggunaan infrastrukturnya oleh calon Peserta yang
bersangkutan;
b. memiliki perjanjian kerjasama penggunaan
infrastruktur dengan pihak lain yang mengelola
infrastruktur BI-SSSS, paling kurang memuat hal-hal
sebagai berikut:
1) pengaturan ...
13
1) pengaturan hak dan kewajiban Peserta dan pihak
lain;
2)
tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau
penyalahgunaan data dan informasi;
3) mekanisme pelaksanaan pengiriman instruksi
baik dalam keadaan normal maupun pada saat
terjadi Keadaan Tidak Normal atau Keadaan
Darurat di Peserta atau pihak lain;
4) pengaturan penyelesaian perselisihan antara
Peserta dengan pihak lain;
5) biaya penggunaan infrastruktur yang dikenakan
kepada calon Peserta;
6) memberikan akses kepada Penyelenggara untuk
melakukan pemeriksaan secara langsung
terhadap:
a) sarana fisik;
b) aplikasi pendukung pihak lain yang terkait
BI-SSSS; dan/atau
c) kegiatan operasional pihak lain yang terkait
dengan calon Peserta;
7) pernyataan bahwa perjanjian tersebut tidak
bertentangan dengan ketentuan Bank Indonesia;
c. dalam hal calon Peserta merupakan Unit Usaha
Syariah (UUS) dan/atau unit atau divisi pada Bank
yang melaksanakan fungsi kustodian dan
menggunakan infrastruktur milik Bank induknya yang
menjadi Peserta maka klausula sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dituangkan dalam bentuk
kebijakan dan prosedur tertulis internal Bank.
4. Dalam hal calon Peserta mengajukan permohonan sebagai
Sub-Registry, harus memenuhi persyaratan tambahan
sebagai berikut:
a. memiliki izin melakukan kegiatan kustodian yang
masih berlaku dari lembaga pengawas yang
berwenang;
b. berkedudukan ...
14
b. berkedudukan di wilayah hukum Indonesia;
c. mempunyai pengalaman paling kurang 3 (tiga) tahun
dalam kegiatan penatausahaan surat berharga
dan/atau paling kurang 3 (tiga) tahun dalam kegiatan
penyimpanan surat berharga sejak memperoleh izin
dari lembaga pengawas yang berwenang;
d. memiliki sistem penatausahaan surat berharga yang
terintegrasi dengan dan antar kantor cabang yang
dimiliki di dalam negeri;
e. memiliki sistem penatausahaan surat berharga tanpa
warkat (scripless) secara book-entry yang aman, akurat,
dan terpercaya yang paling kurang dapat
menatausahakan transaksi outright, Repo, dan
pengagunan;
f. pada saat mengajukan permohonan, pengurus calon
Sub-Registry selain Bank tidak termasuk dalam daftar
kredit macet dan daftar hitam nasional;
g. memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani
kegiatan kustodian;
h. surat berharga yang dicatat dan/atau disimpan paling
sedikit telah mencapai nilai nominal rata-rata bulanan
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dalam 6
(enam) bulan terakhir, terdiri dari surat berharga yang
dapat diperdagangkan di pasar uang dan/atau pasar
modal; dan
i. memiliki fasilitas jaringan usaha pencatatan dan/atau
penyimpanan surat berharga yang terintegrasi dengan
dan antar kantor cabang yang dimiliki di dalam negeri.
5. Dalam hal Peserta merupakan Bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional sekaligus
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
dalam bentuk unit usaha syariah maka kepesertaan dalam
penyelenggaraan BI-SSSS untuk kegiatan usaha secara
konvensional harus terpisah dari kepesertaan untuk
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
6. Dalam ...
15
6. Dalam hal Peserta melakukan kegiatan sebagai Sub-Registry
maka kepesertaan sebagai Sub-Registry harus terpisah dari
kepesertaan dengan fungsi yang lain.
C. Prosedur Menjadi Peserta
Prosedur menjadi Peserta dalam penyelenggaraan BI-SSSS
diatur sebagai berikut:
1. Calon Peserta menyampaikan surat permohonan untuk
menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh
1 dalam Lampiran II.
2. Dalam hal calon Peserta merupakan UUS dan/atau unit
atau divisi pada Bank yang melaksanakan fungsi kustodian
maka dalam surat permohonan dijelaskan bahwa
permohonan tersebut diajukan oleh Bank dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh
1 dalam Lampiran II.
3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1
harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. Data kepesertaan dengan format sebagaimana
dimaksud pada Contoh 2 dalam Lampiran II.
b. Fotokopi dokumen persetujuan izin usaha yang masih
berlaku dari lembaga berwenang yang telah dilegalisasi
oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
aslinya oleh pimpinan calon Peserta, dalam hal calon
Peserta bukan peserta Sistem BI-RTGS.
c. Fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahan
terakhir, dalam hal calon Peserta bukan peserta Sistem
BI-RTGS.
d. Surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta yang
menyatakan bahwa calon Peserta tidak sedang dalam
proses likuidasi atau kepailitan.
e. Fotokopi surat dari lembaga pengawas yang berwenang
mengenai:
1) keputusan hasil fit and proper test untuk calon
Peserta berupa Bank; atau
2) persetujuan ...
16
2) persetujuan menjadi pimpinan untuk calon
Peserta selain Bank.
f. Surat pernyataan dari pimpinan yang menyatakan
bahwa calon Peserta telah memenuhi permodalan
sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai
pemenuhan permodalan.
g. Surat pernyataan dari pimpinan mengenai kesiapan
infrastruktur dan memuat informasi spesifikasi
infrastruktur sebagaimana yang telah ditetapkan oleh
Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada Contoh 3 dalam Lampiran II.
h. Surat permohonan dari pimpinan untuk mendapatkan
connected user dan Digital Certificate dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Contoh 4 dalam Lampiran II.
i. Laporan hasil audit keamanan atas sistem internal
calon Peserta yang dilakukan oleh auditor internal
atau auditor independen, dalam hal sistem internal
calon Peserta akan terhubung dengan BI-SSSS.
Dalam hal audit keamanan dilakukan oleh auditor
internal, harus dilengkapi dengan surat pernyataan
pimpinan calon Peserta yang menyatakan bahwa
pelaksanaan audit keamanan dilakukan secara
independen.
4. Dalam hal calon Peserta menggunakan infrastruktur pihak
lain, surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka
1 harus dilengkapi dokumen tambahan berupa:
a. surat pernyataan dari pihak lain atas penggunaan
infrastrukturnya oleh calon Peserta sebagaimana
dimaksud pada Contoh 5.A dalam Lampiran II; dan
b. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta bahwa
calon Peserta telah memiliki perjanjian penggunaan
infrastruktur BI-SSSS yang dikelola oleh pihak lain
sebagaimana dimaksud pada Contoh 5.B dalam
Lampiran II.
5. Dalam ...
17
5. Dalam hal calon Peserta melakukan kegiatan sebagai Sub-
Registry, surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 harus dilengkapi dengan dokumen tambahan
sebagai berikut:
a. Fotokopi surat persetujuan atau izin usaha yang masih
berlaku sebagai Kustodian dari lembaga pengawas
yang berwenang.
b. Surat pernyataan dari pimpinan calon Sub-Registry
bahwa calon Pengelola Sub-Registry tidak termasuk
dalam daftar kredit macet dan tidak tercantum dalam
daftar hitam nasional.
c. Keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha
pencatatan dan/atau penyimpanan surat berharga
yang terintegrasi dengan dan antar cabang yang
dimiliki di dalam negeri.
d. Data mengenai jumlah dan nilai nominal pencatatan
dan/atau penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam)
bulan terakhir.
e. Surat pernyataan dari pimpinan yang menyatakan
bahwa calon Peserta memiliki sistem penatausahaan
Surat Berharga tanpa warkat (scripless) yang aman,
akurat, dan terpercaya.
f. Laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit
oleh akuntan publik.
6. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1
ditandatangani oleh pimpinan calon Peserta atau pihak
yang berwenang bertindak mewakili untuk dan atas nama
Bank atau lembaga/instansi calon Peserta tersebut dan
disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a.
7. Bagi calon Peserta yang kantor pusatnya berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Penyelenggara
dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
8. Dalam ...
18
8. Dalam hal calon Peserta merupakan peserta Sistem BI-
RTGS dan dokumen yang telah disampaikan kepada
penyelenggara Sistem BI-RTGS sama dengan dokumen
pendukung di BI-SSSS, dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 3, dapat tidak disampaikan kepada
Penyelenggara.
9. Dalam hal diperlukan, calon Peserta harus memperlihatkan
dokumen yang asli sebagaimana dimaksud pada angka 3
sampai dengan angka 5 kepada Penyelenggara.
10. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud
pada angka 1, Penyelenggara berwenang melakukan
pemeriksaan ke lokasi calon Peserta untuk memastikan
antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang
disampaikan dan kesiapan infrastruktur BI-SSSS.
11. Penyelenggara memberikan persetujuan prinsip atau
penolakan atas permohonan calon Peserta sebagaimana
dimaksud pada angka 1, paling lama 25 (dua puluh lima)
hari kerja terhitung sejak permohonan dan dokumen
pendukung diterima secara lengkap oleh Penyelenggara,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam hal permohonan calon Peserta tidak disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
penolakan yang disertai keterangan mengenai alasan
penolakan.
b. Dalam hal permohonan calon Peserta disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
prinsip yang memuat antara lain hal-hal sebagai
berikut:
1) persetujuan menjadi Peserta;
2) nama dan kode peserta (participant code);
3) kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh
calon Peserta antara lain:
a) pelatihan;
b)
instalasi; dan
c) penandatanganan ...
19
c) penandatanganan perjanjian penggunaan
BI-SSSS.
4) kelengkapan dokumen administrasi yang harus
dipenuhi calon Peserta dalam rangka pelaksanaan
kegiatan operasional.
12. Kelengkapan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud
pada butir 11.b.4) meliputi:
a. Surat pemberitahuan mengenai nama dan jabatan
pimpinan yang akan melakukan penandatanganan
perjanjian penggunaan BI-SSSS dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud pada Contoh 6.A dalam
Lampiran II.
Dalam hal penandatanganan perjanjian akan
dilakukan oleh pejabat selain pimpinan maka
diperlukan surat kuasa dari pimpinan dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Contoh 6.B dalam Lampiran II.
b. Surat pemberitahuan kewenangan Pimpinan dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Contoh 6.C dalam Lampiran II.
c. Surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan
operasional BI-SSSS diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Pimpinan dapat memberi kuasa tanpa hak
substitusi atau dengan 1 (satu) kali hak substitusi
dengan menggunakan format surat kuasa
sebagaimana dimaksud pada Contoh 7 dalam
Lampiran II.
2) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka
1) berlaku untuk 1 (satu) kantor Bank Indonesia.
3) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka
1) dibuat untuk melakukan kegiatan sebagai
berikut:
a) penandatanganan ...
20
a) penandatanganan surat menyurat, laporan,
dan/atau dokumen lain, baik dokumen
tertulis maupun dokumen elektronik, yang
terkait dengan kepesertaan dan operasional
dalam BI-SSSS;
b) pengelolaan connected user, digital certificate
hard token, dan/atau digital certificate soft
token;
c) penyerahan dan/atau pengambilan surat,
laporan, dan dokumen lain, baik dokumen
tertulis maupun dokumen elektronik, yang
terkait dengan kepesertaan dan operasional
dalam BI-SSSS; dan/atau
d) penyerahan dan/atau pengambilan connected
user, digital certificate hard token, dan/atau
digital certificate soft token.
4) Pimpinan atau pejabat penerima kuasa dengan 1
(satu) kali hak substitusi dapat memberikan
kuasa tanpa hak substitusi kepada petugas di
kantor pusat atau kantor cabang calon Peserta
hanya untuk melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam butir 3).c).
5) Jumlah pejabat penerima kuasa untuk
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
angka 3) dalam surat kuasa paling banyak 10
(sepuluh) orang.
6) Hal-hal yang dikuasakan dalam surat kuasa
sebagaimana dimaksud pada angka 3) dapat
dituangkan dalam 1 (satu) atau lebih surat kuasa
sesuai dengan kebutuhan calon Peserta.
7) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka
3) disertai dengan fotokopi identitas diri dari
penerima kuasa yang berupa:
a) Kartu ...
21
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin
Mengemudi (SIM), atau paspor bagi Warga
Negara Indonesia (WNI); atau
b) Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara
(KITAS), dan Surat Izin kerja dari instansi
berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA),
yang masih berlaku.
d. Surat permohonan dari pimpinan atau pejabat
penerima kuasa untuk membuat spesimen tanda
tangan bagi:
1) pimpinan atau pejabat yang berwenang; atau
2) pejabat yang diberi kuasa untuk melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud pada butir c.3),
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
pada Contoh 8.A dalam Lampiran II.
e. Dalam hal calon Peserta merupakan peserta Sistem BI-
RTGS, calon Peserta dapat menambah kewenangan
pemilik spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS
dengan kewenangan dalam operasional BI-SSSS, dengan
menyampaikan surat mengenai penambahan
kewenangan pejabat dimaksud kepada Penyelenggara.
Surat pemberitahuan mengenai penambahan
kewenangan dimaksud dapat digabungkan dengan surat
permohonan pembuatan spesimen tanda tangan
sebagaimana dimaksud pada Contoh 8.B dalam
Lampiran II.
f. Surat penunjukan Bank Pembayar yang
ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang
berwenang dari calon Peserta yang memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara sebagaimana dimaksud
pada Contoh 9.A dalam Lampiran II yang dilengkapi
dengan:
1) surat konfirmasi dari Bank Pembayar
sebagaimana dimaksud pada Contoh 9.B dalam
Lampiran II; dan
2) surat ...
22
2) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana
dari Bank Pembayar kepada Penyelenggara
sebagaimana dimaksud pada Contoh 9.C dalam
Lampiran II.
g. Surat permintaan akses ke SI BI-SSSS, dalam hal
calon Peserta merupakan Sub-Registry.
13. Berdasarkan dokumen administrasi yang disampaikan
calon Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 12,
Penyelenggara menyampaikan
surat
yang
menginformasikan mengenai hal-hal terkait dengan
penandatanganan perjanjian penggunaan BI-SSSS,
pembuatan spesimen tanda tangan pimpinan dan pejabat
atau petugas penerima kuasa dari pimpinan, pengambilan
Digital Certificate, waktu pelatihan penggunaan BI-SSSS,
dan waktu pemasangan jaringan komunikasi data.
14. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud pada angka 13,
calon Peserta harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. penandatanganan perjanjian penggunaan BI-SSSS
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX;
b. pengambilan dokumen connected user, digital certificate
hard token, dan/atau digital certificate soft token yang
pelaksanaannya dilakukan oleh pimpinan atau pejabat
berwenang mewakili calon Peserta yang memiliki
spesimen tanda tangan di Bank Indonesia.
c. mengikutsertakan petugas yang akan menangani
teknis operasional pada calon Peserta dalam pelatihan
teknis dan operasional penggunaan BI-SSSS; dan
d. melakukan uji koneksi BI-SSSS calon Peserta bersama
dengan Penyelenggara atas SPP yang telah diinstallasi
oleh Penyelenggara.
15. Calon Peserta menyampaikan seluruh kelengkapan
dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada angka
12 kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a.
16. Calon ...
23
16. Calon Peserta harus memenuhi kelengkapan dokumen
administrasi sebagaimana dimaksud pada angka 12 dan
harus melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada angka 14, paling lama 60 (enam puluh) hari kerja
sejak tanggal surat persetujuan prinsip dari Penyelenggara
sebagaimana dimaksud pada angka 11.
17. Dalam hal calon Peserta tidak memenuhi persyaratan
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 16
maka permohonan persetujuan prinsip sebagai Peserta
menjadi tidak berlaku.
18. Dalam hal calon Peserta merupakan Sub-Registry, surat
persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada angka 11
memuat juga informasi mengenai pengambilan user
administrator dan password SI BI-SSSS serta pelatihan
penggunaan SI BI-SSSS.
19. Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah calon
Peserta melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada angka 16, Penyelenggara memberitahukan secara
tertulis mengenai persetujuan operasional keikutsertaan
sebagai Peserta dan tanggal efektif operasional sebagai
Peserta kepada:
a. calon Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan
b. seluruh Peserta melalui administrative message atau
sarana lainnya.
D. Perubahan Data Kepesertaan
Ruang lingkup perubahan data kepesertaan antara lain meliputi
perubahan participant code, nama peserta, kegiatan usaha,
alamat kantor, lokasi SPP Utama, data pimpinan, Bank
Pembayar, perubahan kuasa, penggunaan infrastruktur
dan/atau jaringan komunikasi data. Ketentuan dan prosedur
perubahan data kepesertaan diatur sebagai berikut:
1. Perubahan Participant Code
Perubahan participant code dapat disebabkan antara lain
karena Peserta yang bukan merupakan anggota Society for
Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT)
berubah ...
24
berubah menjadi anggota SWIFT atau karena adanya
perubahan SWIFT Bank Identifier Code (BIC) dari Peserta.
Prosedur perubahan participant code diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
participant code kepada Penyelenggara dengan
melampirkan:
1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada
Contoh 2 dalam Lampiran II; dan
2) dokumen pendukung yang menunjukkan sebagai
anggota SWIFT atau adanya perubahan SWIFT
BIC dari Peserta.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf
a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari
Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Dalam hal dokumen yang disampaikan Peserta tidak
lengkap, Penyelenggara menyampaikan tanggapan
melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului
dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan
paling lama 14 (empat belas) hari kerja.
d. Penyelenggara memberitahukan tanggal efektif
perubahan participant code Peserta dalam BI-SSSS
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen
diterima secara lengkap kepada:
1) Peserta yang bersangkutan melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile; dan
2) seluruh Peserta melalui administrative message
atau sarana lainnya.
2. Perubahan ...
25
2. Perubahan Nama Peserta
Prosedur perubahan data kepesertaan terkait perubahan
nama Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat pemberitahuan kepada
Penyelenggara dengan melampirkan dokumen sebagai
berikut:
1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada
Contoh 2 dalam Lampiran II dengan
menggunakan nama yang tercantum dalam
perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui
oleh lembaga yang berwenang; dan
2)
fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
asli oleh pimpinan dari Peserta yang memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara berupa:
a) akta perubahan Anggaran Dasar untuk
badan hukum Indonesia;
b) surat persetujuan perubahan Anggaran
Dasar dari lembaga yang berwenang; dan
c) surat keputusan dari
lembaga yang
berwenang tentang perubahan nama, dalam
hal Peserta adalah Bank.
Khusus bagi Bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di luar negeri dapat hanya
menyampaikan surat keputusan sebagaimana
dimaksud pada huruf c).
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan
2) bagi ...
26
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara memberitahukan melalui surat
mengenai tanggal efektif perubahan data nama Peserta
atau tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen
kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja
setelah pemberitahuan diterima oleh Penyelenggara.
d. Penyelenggara memberitahukan perubahan data
kepesertaan terkait perubahan nama Peserta kepada
seluruh Peserta melalui administrative message atau
sarana lainnya.
3. Perubahan Data Kepesertaan Karena Adanya Perubahan
Kegiatan Usaha
Perubahan data kepesertaan terkait perubahan kegiatan
usaha Peserta dari bank umum konvensional menjadi bank
umum syariah dapat menyebabkan adanya perubahan data
Peserta antara lain nama Peserta, kegiatan usaha Peserta,
dan/atau participant code. Prosedur perubahan data
Peserta karena adanya perubahan kegiatan usaha Peserta
diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat pemberitahuan dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Contoh 12 dalam Lampiran II.
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, dilengkapi dengan fotokopi dokumen yang
telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta yang
memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara
berupa:
1) akta perubahan Anggaran Dasar;
2) surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari
lembaga yang berwenang; dan
3) surat ...
27
3) surat keputusan dari lembaga yang berwenang
mengenai izin perubahan kegiatan usaha dari
bank umum konvensional menjadi bank umum
syariah.
c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara
dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
d. Penyelenggara memberitahukan melalui surat mengenai
tanggal efektif perubahan kegiatan usaha Peserta atau
tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen kepada
Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah
pemberitahuan diterima oleh Penyelenggara.
e. Penyelenggara memberitahukan perubahan data
kepesertaan terkait perubahan kegiatan usaha Peserta
kepada seluruh Peserta melalui administrative message
atau sarana lainnya.
4. Perubahan Alamat Kantor Peserta
Prosedur perubahan data kepesertaan yang terkait dengan
perubahan alamat kantor pusat Peserta dan alamat kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri diatur
sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada
Penyelenggara dengan melampirkan dokumen berupa:
1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada
Contoh 2 dalam Lampiran II; dan
2)
fotokopi surat persetujuan atau penerimaan
pemberitahuan perubahan alamat kantor dari
lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi
oleh ...
28
oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan
sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta yang
memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara.
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1)
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
yang menyatakan bahwa perubahan alamat Peserta
telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara atau
tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen kepada
Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah
pemberitahuan diterima oleh Penyelenggara.
5. Perubahan lokasi SPP Utama dan jaringan komunikasi data
utama Peserta
Prosedur perubahan lokasi SPP Utama Peserta diatur
sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan
perubahan lokasi SPP Utama dan pemindahan
jaringan komunikasi data, dengan melampirkan
formulir data kepesertaan dengan format sebagaimana
dimaksud pada Contoh 2 dalam Lampiran II.
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a; dan
2) bagi ...
surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan
29
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
yang memuat:
1) perubahan lokasi SPP Utama Peserta telah dicatat
dalam tata usaha Penyelenggara;
2) pelaksanaan pemindahan jaringan komunikasi
data; dan
3) hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta terkait
dengan perubahan lokasi SPP Utama.
6. Perubahan Data Pimpinan
Prosedur perubahan data pimpinan yang meliputi nama,
kewenangan, dan/atau jabatan pimpinan diatur sebagai
berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan
perubahan nama, kewenangan, dan/atau jabatan
pimpinan dengan menggunakan format surat
sebagaimana dimaksud pada Contoh 13 dalam
Lampiran II.
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dilampiri dengan dokumen sebagai berikut:
1)
fotokopi perubahan Anggaran Dasar mengenai
pengangkatan pimpinan, bagi Peserta yang
berbadan hukum Indonesia;
2)
fokokopi bukti identitas diri pimpinan, berupa:
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin
Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi Warga
Negara Indonesia (WNI); atau
b) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara
(KITAS), dan surat izin kerja dari otoritas
berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA),
yang masih berlaku.
3) Bagi ...
30
3) Bagi pimpinan baru pada Peserta, selain
memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud
pada angka 1) dan angka 2), harus melengkapi
persyaratan dokumen berupa:
a)
fotokopi surat dari lembaga yang berwenang
mengenai susunan pimpinan Peserta yang
tercatat pada tata usaha lembaga yang
berwenang atau persetujuan fit and proper
test dari lembaga pengawas yang berwenang
bagi calon Direksi Bank;
b)
fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari
kantor pusat Bank yang berkedudukan di
luar negeri kepada pimpinan kantor cabang
berikut terjemahannya dalam Bahasa
Indonesia yang dibuat oleh penerjemah
tersumpah, bagi kantor cabang Bank yang
kantor pusatnya berkedudukan di luar
negeri;
c)
fotokopi struktur organisasi yang masih
berlaku, bagi kantor cabang dari Bank yang
kantor pusatnya berkedudukan di luar
negeri.
4) Dalam hal terdapat perubahan kewenangan
dan/atau jabatan pimpinan, surat pemberitahuan
dilengkapi dengan surat pernyataan tetap
diberlakukannya spesimen tanda tangan
pimpinan dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud pada Contoh 14 dalam
Lampiran II.
Fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada angka
1), angka 2), dan angka 3) harus dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli
oleh pimpinan dari Peserta yang memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara.
c. Surat ...
31
c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
d. Dalam hal perubahan data pimpinan mencakup
perubahan pimpinan baru maka pimpinan baru harus
membuat spesimen tanda tangan di hadapan pejabat
Penyelenggara setelah dokumen sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b diterima secara
lengkap oleh Penyelenggara.
e. Dalam hal Peserta yang mengajukan pemberitahuan
perubahan data pimpinan merupakan peserta Sistem
BI-RTGS dan pimpinan baru telah memiliki spesimen
tanda tangan di Sistem BI-RTGS maka Peserta dapat
meminta penambahan kewenangan pimpinan pemilik
spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS dengan
kewenangan dalam operasional BI-SSSS, dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Contoh 8.B dalam Lampiran II.
f. Spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud pada
huruf d berlaku efektif sejak pemberitahuan dari
Penyelenggara mengenai tanggal efektif berlakunya
spesimen tanda tangan atau paling lama 5 (lima) hari
kerja sejak tanggal pembuatan spesimen tanda tangan.
g. Spesimen tanda tangan bagi pimpinan yang sudah
dicabut kewenangannya terkait dengan kepesertaan
dalam BI-SSSS dinyatakan tidak berlaku terhitung
sejak tanggal surat pemberitahuan perubahan
kewenangan ...
32
kewenangan pimpinan diterima secara lengkap oleh
Penyelenggara.
7. Perubahan Bank Pembayar
Prosedur perubahan Bank Pembayar diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan kepada
Penyelenggara dengan melampirkan dokumen sebagai
berikut:
1) surat penunjukan Bank Pembayar sebagaimana
dimaksud pada Contoh 9.A dalam Lampiran II;
2) surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana
dimaksud pada Contoh 9.B dalam Lampiran II;
dan
3) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana
sebagaimana dimaksud pada Contoh 9.C dalam
Lampiran II.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf
a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang
memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan
disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis
melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului
dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan
paling lama 14 (empat belas) hari kerja mengenai:
1) penolakan perubahan Bank Pembayar beserta
alasan penolakan; atau
2) persetujuan perubahan Bank Pembayar beserta
tanggal efektif perubahan Bank Pembayar.
8. Perubahan ...
33
8. Perubahan Kuasa
Perubahan kuasa dilakukan dalam rangka penambahan,
pergantian, dan/atau pencabutan kuasa pejabat dan/atau
petugas.
Ketentuan dan prosedur perubahan kuasa diatur sebagai
berikut:
a. Dalam hal terjadi penambahan dan/atau pergantian
kuasa pejabat, dan/atau petugas, Peserta melakukan
hal-hal sebagai berikut:
1) menyampaikan
surat
pemberitahuan
penambahan dan/atau pergantian kuasa pejabat,
dan/atau petugas serta permintaan pembuatan
spesimen tanda tangan dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud pada Contoh 15
dalam Lampiran II.
2) ketentuan, persyaratan, dan prosedur pemberian
kuasa berpedoman pada butir C.12.a dan butir
C.12.c.
Penambahan kuasa tersebut berlaku efektif paling
lama 5 (lima) hari kerja sejak dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 1) dan angka 2) diterima secara
lengkap dan spesimen tanda tangan telah dipenuhi
kelengkapannya.
b. Dalam hal terjadi pencabutan seluruh atau sebagian
kuasa kepada pejabat penerima kuasa dan/atau
petugas penerima kuasa, Peserta harus menyampaikan
surat pernyataan pencabutan kuasa yang
ditandatangani oleh pimpinan atau pemberi kuasa
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
pada Contoh 16 dalam Lampiran II.
Pencabutan seluruh atau sebagian kuasa tersebut
berlaku efektif terhitung sejak tanggal surat
pernyataan pencabutan kuasa diterima secara lengkap
oleh Penyelenggara.
c. Dalam ...
34
c. Dalam hal terjadi perubahan kewenangan dalam surat
kuasa yang diberikan kepada pejabat penerima kuasa
dan/atau petugas penerima kuasa, Peserta harus
menyampaikan surat pemberitahuan yang dilampiri
dengan surat kuasa yang baru dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud pada Contoh 7 dalam
Lampiran II.
d. Surat pemberitahuan perubahan kuasa disampaikan
kepada:
1) Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud
pada butir II.A.2.a untuk pejabat penerima kuasa
dan/atau petugas penerima kuasa yang berada di
wilayah KPBI; atau
2) KPwDN untuk pejabat penerima kuasa dan/atau
petugas penerima kuasa yang berada di wilayah
KPwDN.
e. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan
kewenangan pejabat penerima kuasa dan/atau
petugas penerima kuasa kepada Penyelenggara maka
data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara
dianggap masih berlaku.
9. Perubahan Penggunaan Infrastruktur
a. Perubahan penggunaan infrastruktur meliputi:
1) perubahan penggunaan infrastruktur yang
dikelola sendiri menjadi penggunaan infrastruktur
yang dikelola pihak lain;
2) perubahan penggunaan infrastruktur yang
dikelola oleh pihak lain menjadi penggunaan
infrastruktur yang dikelola sendiri; atau
3) perubahan penggunaan infrastruktur yang
dikelola oleh pihak lain yang berbeda.
b. Prosedur perubahan data kepesertaan terkait
perubahan penggunaan infrastruktur diatur sebagai
berikut:
1) Peserta ...
35
1) Peserta menyampaikan surat permohonan
perubahan penggunaan infrastruktur kepada
Penyelenggara dengan melampirkan dokumen
sebagai berikut:
a) data kepesertaan sebagaimana dimaksud
pada Contoh 2 dalam Lampiran II;
b) surat pernyataan dari pimpinan yang
menyatakan kesiapan infrastruktur dan
memuat informasi spesifikasi infrastruktur
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada
butir C.3.g.
c) dalam hal Peserta menggunakan infrastruktur
yang dikelola pihak lain maka selain
melampirkan dokumen sebagaimana
dimaksud pada huruf a) dan huruf b) Peserta
juga harus melengkapi dokumen sebagaimana
dimaksud pada butir B.3.a dan butir B.3.b.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 1) ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan
di Penyelenggara dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
a) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan
b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan
disampaikan dengan tembusan kepada
KPwDN yang mewilayahi.
3) Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan ke
lokasi infrastruktur yang digunakan Peserta.
4) Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis
melalui surat yang penyampaiannya dapat
didahului dengan faksimile kepada Peserta yang
bersangkutan mengenai:
a) penolakan ...
36
a) penolakan perubahan penggunaan
infrastruktur Peserta
penolakan; atau
b) persetujuan perubahan penggunaan
infrastruktur Peserta beserta tanggal efektif
perubahan penggunaan infrastruktur
Peserta.
10. Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS dan
dokumen pendukung yang telah disampaikan kepada
penyelenggara Sistem BI-RTGS sama dengan dokumen
pendukung di BI-SSSS, dokumen pendukung untuk
perubahan data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 sampai dengan angka 9 dapat tidak disampaikan
kepada Penyelenggara.
11. Dalam hal terdapat perbedaan antara tanda tangan yang
terdapat pada dokumen pendukung untuk perubahan data
kepesertaan dengan spesimen tanda tangan pejabat atau
petugas penerima kuasa yang ditatausahakan di Peserta
maka Peserta harus menyampaikan surat pernyataan
perbedaan tanda tangan sebagaimana dimaksud pada
Contoh 17 dalam Lampiran II.
E. Status Kepesertaan dan Perubahannya
1. Status Kepesertaan
Status kepesertaan dalam BI-SSSS bagi Peserta dibedakan
menjadi:
a. Aktif
Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh
fungsi pada SPP sesuai dengan jenis kepesertaan dan
hak akses Peserta yang bersangkutan.
b. Ditangguhkan
1) Peserta dengan status ditangguhkan tidak dapat
melakukan kegiatan tertentu di BI-SSSS sesuai
dengan pembatasan yang dilakukan oleh
Penyelenggara.
2) Peserta ...
beserta alasan
37
2) Peserta dengan status ditangguhkan dapat
mengirim atau menerima instruksi, namun
terhadap instruksi atas kegiatan yang sedang
dibatasi akan diproses sesuai prosedur setelah
status Peserta kembali aktif.
3) Status ditangguhkan tidak berlaku bagi Peserta
dengan fungsi sebagai penerbit dan Sub-Registry.
c. Dibekukan
1) Peserta dengan status dibekukan tidak dapat
mengirim dan menerima seluruh instruksi melalui
BI-SSSS.
2) Peserta dengan status dibekukan masih dapat
mengakses informasi atau data yang telah
disinkronisasi dari SCN ke SPP.
3) Status dibekukan tidak berlaku bagi Peserta
dengan fungsi sebagai penerbit dan Sub-Registry.
d. Ditutup
Peserta dengan status ditutup merupakan Peserta yang
telah dihentikan kepesertaannya dalam BI-SSSS dan
tidak dapat diaktifkan kembali sebagai Peserta.
2. Hubungan Status Kepesertaan BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS
Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS,
perubahan status kepesertaan di Sistem BI-RTGS menjadi
dibekukan atau ditutup akan berdampak pada perubahan
status kepesertaan yang sama di BI-SSSS.
3. Perubahan Status Kepesertaan
a. Ketentuan perubahan status kepesertaan
1) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan
dari:
a) status aktif menjadi ditangguhkan atau
sebaliknya;
b) status aktif menjadi dibekukan;
c) status aktif menjadi ditutup;
d) status ditangguhkan menjadi dibekukan;
atau
e) status ...
38
e) status dibekukan menjadi ditutup.
2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana
dimaksud pada angka 1) dilakukan oleh
Penyelenggara berdasarkan hal-hal sebagai
berikut:
a) Pengenaan sanksi administratif
oleh
Penyelenggara berdasarkan antara lain hasil
pemantauan kepatuhan Peserta, evaluasi
hasil perbaikan yang dilakukan Peserta,
dan/atau pengaruh Peserta terhadap
terganggunya keamanan BI-SSSS.
b) Permintaan tertulis dari lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap
kegiatan Peserta, antara lain Bank Indonesia
sebagai otoritas pengawas makroprudensial
dan sistem pembayaran, dan Otoritas Jasa
Keuangan sebagai otoritas pengawas
mikroprudensial, yang didasarkan pada
pertimbangan sebagai berikut:
(1) hasil pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga yang berwenang; dan/atau
(2) keputusan pencabutan izin kegiatan
usaha dari lembaga pengawas yang
berwenang.
c) Permintaan tertulis dari Peserta yang
bersangkutan untuk mengubah status dari
status aktif menjadi ditutup didasarkan
antara lain karena
self-liquidation,
penggabungan, peleburan, pemisahan, atau
alasan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan telah
memperoleh persetujuan dari Penyelenggara
atau lembaga pengawas yang berwenang.
3) Dalam ...
39
3) Dalam hal akan dilakukan perubahan status
kepesertaan menjadi ditutup, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a) Peserta harus menyelesaikan seluruh
kewajiban dalam penyelenggaraan BI-SSSS,
antara lain biaya penggunaan BI-SSSS,
pelunasan fasilitas pendanaan yang diperoleh
dari Bank Indonesia, dan transaksi second
leg yang belum jatuh waktu.
b) Peserta melakukan pemindahan saldo
Rekening Surat Berharga ke rekening yang
ditetapkan oleh Peserta dalam rangka
penihilan saldo.
c) Penyelenggara dapat memindahkan saldo
Rekening Surat Berharga atas nama Peserta
ke rekening yang ditetapkan oleh
Penyelenggara berdasarkan surat kuasa,
apabila Peserta tidak melakukan pemindahan
saldo Rekening Surat Berharga sebagaimana
dimaksud pada huruf b).
d) Penyelenggara mengubah status kepesertaan
menjadi ditutup setelah Rekening Surat
Berharga bersaldo nihil.
4) Khusus perubahan status kepesertaan menjadi
ditutup dikarenakan penggabungan, peleburan,
atau pemisahan maka penyelesaian hak dan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada butir 3).a)
beralih ke Peserta hasil penggabungan, peleburan,
atau pemisahan yang didasarkan pada surat
pernyataan pengambilalihan hak dan kewajiban
dari Peserta hasil penggabungan, peleburan, atau
pemisahan.
5) Dalam hal perubahan status kepesertaan Sub-
Registry menjadi ditutup, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a) Sub-Registry ...
40
a) Sub-Registry harus memindahkan
kepemilikan Surat Berharga individual
nasabahnya kepada Sub-Registry lain yang
ditunjuk oleh nasabah.
b) Pemindahan kepemilikan Surat Berharga
sebagaimana dimaksud pada huruf a)
dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja
sebelum tanggal penutupan kepesertaan Sub-
Registry.
c) Sub-Registry mengajukan surat permohonan
penutupan kepesertaan dengan mengacu
pada Contoh format surat permohonan
penutupan
kepesertaan
kepada
Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada
Contoh 18 dalam Lampiran II.
6) Dalam hal terjadi perubahan status Peserta,
Penyelenggara menginformasikan perubahan
status Peserta kepada:
a) Peserta yang bersangkutan melalui surat
yang penyampaiannya dapat didahului
dengan faksimile;
b) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya yang ditetapkan
oleh Penyelenggara; dan/atau
c)
lembaga yang berwenang dalam melakukan
pengawasan terhadap kegiatan Peserta
melalui surat yang penyampaiannya dapat
didahului dengan faksimile.
b. Prosedur perubahan status kepesertaan atas
permintaan tertulis dari lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta,
diatur sebagai berikut:
1) Lembaga yang berwenang mengajukan perubahan
status kepesertaan menyampaikan surat
permohonan perubahan status kepesertaan
kepada ...
41
kepada Gubernur Bank Indonesia dengan
tembusan kepada Penyelenggara ke alamat
sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 1) memuat antara lain hal-hal sebagai berikut:
a) nama Peserta dan perubahan status
kepesertaan yang diminta;
b) alasan perubahan status kepesertaan; dan
c)
tanggal efektif perubahan status kepesertaan.
3) Dalam hal perubahan status kepesertaan yang
diminta merupakan perubahan status menjadi
ditangguhkan, surat permohonan sebagaimana
dimaksud pada angka 1) memuat pula batasan
penangguhan yang mencakup penangguhan
terhadap kegiatan tertentu di BI-SSSS.
4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 1) disertai dengan dokumen pendukung
sebagai berikut:
a)
fotokopi surat dari lembaga yang berwenang
yang mendasari alasan perubahan status
kepesertaan; atau
b)
fotokopi surat keputusan pencabutan izin
kegiatan usaha dari
berwenang.
5) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud pada angka 1), Penyelenggara
menyetujui dan mengubah status kepesertaan
setelah:
a) dokumen sebagaimana dimaksud pada angka
2) dan angka 4) telah diterima dengan
lengkap; dan
b) Peserta telah memenuhi ketentuan dan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada
butir a.3) dan butir a.5), dalam hal status
kepesertaan berubah menjadi ditutup.
6) Penyelenggara ...
lembaga yang
42
6) Penyelenggara menginformasikan perubahan
status Peserta kepada pihak sebagaimana
dimaksud pada butir a.6).
c. Prosedur perubahan status kepesertaan dari status
aktif menjadi ditutup atas permintaan tertulis dari
Peserta yang bersangkutan.
1) Peserta mengajukan permohonan penutupan
kepesertaan kepada Penyelenggara dengan
melampirkan dokumen sebagai berikut:
a)
fotokopi keputusan pencabutan izin usaha,
dalam hal Peserta melakukan self-liquidation;
atau
b) dokumen terkait lainnya untuk alasan
perubahan status kepesertaan yang
dilakukan berdasarkan alasan lain yang telah
memperoleh persetujuan dari Penyelenggara
atau lembaga pengawas kegiatan Peserta.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 1) ditandatangani oleh pimpinan yang
memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) surat disampaikan kepada Penyelenggara ke
alamat sebagaimana dimaksud pada butir
II.A.2.a; atau
b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan
disampaikan kepada Penyelenggara dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud pada angka 1), Penyelenggara
menyetujui dan mengubah status kepesertaan
setelah:
a) dokumen sebagaimana dimaksud pada angka
1) telah diterima dengan lengkap; dan
b) Peserta ...
43
b) Peserta telah memenuhi ketentuan dan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada
butir a.3) dan butir a.5).
4) Penyelenggara menginformasikan penutupan
kepesertaan BI-SSSS Peserta kepada pihak
sebagaimana dimaksud pada butir a.6).
4. Perubahan Status Kepesertaan Karena Penggabungan,
Peleburan, atau Pemisahan
a. Perubahan Status Kepesertaan Karena Penggabungan
Prosedur perubahan status kepesertaan karena
penggabungan diatur sebagai berikut:
1) Setiap Peserta yang menggabungkan diri
mengajukan surat permohonan penutupan
kepesertaan yang paling kurang memuat:
a) persetujuan penggabungan dari lembaga
yang berwenang;
b) waktu pelaksanaan penggabungan secara
operasional dalam BI-SSSS;
c) waktu pelaksanaan penihilan saldo Rekening
Surat Berharga Peserta yaitu paling lambat 1
(satu) hari kerja sebelum pelaksanaan
peralihan operasional dalam penyelenggaraan
BI-SSSS;
d) permohonan penutupan kepesertaan BI-
SSSS;
e) pengalihan hak dan kewajiban terkait
kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang
menggabungkan diri kepada Peserta yang
menerima penggabungan, terhitung sejak
tanggal penggabungan secara hukum; dan
f) pencabutan spesimen tanda tangan pimpinan
atau pejabat dari Peserta yang
menggabungkan diri, terhitung sejak tanggal
penggabungan secara hukum.
Contoh ...
44
Contoh format surat permohonan penutupan
kepesertaan kepada Penyelenggara sebagaimana
dimaksud pada Contoh 18 dalam Lampiran II.
2) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dilengkapi fotokopi surat keputusan dari lembaga
yang berwenang menyetujui penggabungan yang
telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang
atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan.
3) Peserta yang menerima penggabungan
menyampaikan
surat
pemberitahuan
penggabungan yang memuat paling kurang:
a) persetujuan penggabungan dari lembaga
yang berwenang;
b)
informasi mengenai Peserta yang menerima
penggabungan dan Peserta yang
menggabungkan diri;
c) waktu pelaksanaan:
(1) peralihan
operasional
dalam
penyelenggaraan BI-SSSS dari Peserta
yang menggabungkan diri kepada
Peserta yang menerima penggabungan;
(2) pemindahan saldo Rekening Surat
Berharga Peserta yang menggabungkan
diri ke Rekening Surat Berharga Peserta
yang menerima penggabungan; dan
(3) penutupan kepesertaan dalam BI-SSSS
dari Peserta yang menggabungkan diri;
d) pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta
yang menggabungkan diri oleh Peserta yang
menerima penggabungan terhitung sejak
tanggal penggabungan secara hukum; dan
e)
informasi pengumuman penggabungan yang
dimuat dalam surat kabar harian berskala
nasional, dengan menggunakan format
sebagaimana ...
45
sebagaimana dimaksud pada Contoh 19
dalam Lampiran II.
4) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada angka 3) dilengkapi dengan persyaratan
dokumen sebagai berikut:
a) surat pernyataan yang memuat paling
kurang:
(1) pengambilalihan hak dan kewajiban
Peserta yang menggabungkan diri
terhitung sejak tanggal penggabungan
secara hukum;
(2) pemberlakuan spesimen tanda tangan
untuk Peserta yang menerima
penggabungan dan penegasan status
spesimen tanda tangan Peserta yang
menggabungkan diri; dan
(3) pengambilalihan wewenang dan
tanggung jawab operasional Peserta yang
menggabungkan diri terhitung sejak
tanggal penggabungan secara hukum
sampai dengan tanggal pelaksanaan
penggabungan secara operasional dalam
BI-SSSS,
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada Contoh 20 dalam Lampiran
II.
b)
fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang atau dinyatakan
sesuai asli oleh pimpinan berupa:
(1) akta penggabungan;
(2) akta perubahan Anggaran Dasar Peserta
yang menerima penggabungan;
(3)
izin penggabungan dari lembaga yang
berwenang memberikan persetujuan
tentang penggabungan;
(4) surat ...
46
(4) surat persetujuan perubahan Anggaran
Dasar dari Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia atau dokumen
pendaftaran Akta Penggabungan dan
Akta Perubahan Anggaran Dasar dalam
Daftar Perusahaan; dan
(5) pengumuman penggabungan yang
dimuat dalam surat kabar harian
berskala nasional.
5) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 1),
angka 3), dan butir 4).a) ditandatangani oleh
pimpinan yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
a) surat disampaikan kepada Penyelenggara ke
alamat sebagaimana dimaksud pada butir
II.A.2.a; dan
b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan
sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan
angka 3) disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
6) Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta
yang menerima penggabungan melalui surat
mengenai telah disetujuinya waktu pelaksanaan
penggabungan secara operasional dalam BI-SSSS
beserta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta
yang bersangkutan, setelah dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 1), angka 2), angka 3), dan
angka 4) diterima secara lengkap.
7) Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh
Peserta melalui administrative message atau
sarana lainnya mengenai telah disetujuinya
pelaksanaan penggabungan secara operasional
dalam ...
47
dalam BI-SSSS dan penutupan kepesertaan dalam
BI-SSSS dari Peserta yang menggabungkan diri.
8) Setiap Peserta yang menggabungkan diri
memindahkan saldo Rekening Surat Berharga
masing-masing melalui SPP yang bersangkutan ke
Rekening Surat Berharga Peserta yang menerima
penggabungan sesuai dengan jadwal pelaksanaan
penggabungan secara operasional dalam BI-SSSS
yang disetujui oleh Penyelenggara.
9) Status kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta
yang menggabungkan diri efektif berubah menjadi
ditutup pada tanggal pelaksanaan penggabungan
secara operasional dalam BI-SSSS, setelah
Rekening Surat Berharga Peserta tersebut
bersaldo nihil.
10) Penyelenggara menginformasikan pemberitahuan
penutupan kepesertaan BI-SSSS Peserta yang
menggabungkan diri kepada pihak sebagaimana
dimaksud pada butir 3.a.6).
b. Perubahan Status Kepesertaan Karena Peleburan
Prosedur perubahan status kepesertaan karena
peleburan diatur sebagai berikut:
1) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan
harus mengajukan permohonan menjadi Peserta
BI-SSSS dengan mengikuti ketentuan umum
kepesertaan sebagaimana dimaksud pada huruf
A, persyaratan menjadi Peserta sebagaimana
dimaksud pada huruf B, dan prosedur menjadi
Peserta sebagaimana dimaksud pada huruf C.
2) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan
menyampaikan surat pemberitahuan peleburan
yang memuat paling kurang:
a) persetujuan peleburan dari lembaga yang
berwenang;
b) informasi ...
48
b)
informasi mengenai Peserta yang merupakan
hasil peleburan dan Peserta yang meleburkan
diri;
c) waktu pelaksanaan penihilan saldo Rekening
Surat Berharga Peserta yang meleburkan diri
yaitu 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan
peleburan secara operasional dalam BI-SSSS;
d) pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta
yang meleburkan diri oleh Peserta yang
merupakan hasil peleburan terhitung sejak
tanggal peleburan secara hukum; dan
e)
informasi pengumuman peleburan yang
dimuat dalam surat kabar harian berskala
nasional,
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada Contoh 19 dalam Lampiran II.
3) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada angka 2) dilengkapi dengan dokumen
sebagai berikut:
a) surat pernyataan yang memuat paling
kurang:
(1) pengambilalihan hak dan kewajiban
Peserta yang meleburkan diri terhitung
sejak tanggal peleburan secara hukum;
(2) pemberlakuan spesimen tanda tangan
untuk Peserta yang merupakan hasil
peleburan dan penegasan status
spesimen tanda tangan Peserta yang
meleburkan diri; dan
(3) pengambilalihan wewenang dan
tanggung jawab operasional Peserta yang
meleburkan diri terhitung sejak tanggal
peleburan secara hukum sampai dengan
tanggal pelaksanaan peleburan secara
operasional dalam BI-SSSS, dengan
menggunakan ...
49
menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada Contoh 20 dalam
Lampiran II.
b)
fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang atau dinyatakan
sesuai asli oleh pimpinan calon Peserta
berupa:
(1) akta peleburan;
(2) akta pendirian Peserta yang merupakan
hasil peleburan;
(3)
izin peleburan dari lembaga yang
berwenang memberikan persetujuan
tentang peleburan;
(4) surat pengesahan badan hukum
perseroan dari Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia atas akta pendirian
Peserta yang merupakan hasil peleburan.
4) Setiap Peserta yang meleburkan diri mengajukan
surat permohonan penutupan kepesertaan yang
memuat paling kurang:
a) persetujuan peleburan dari lembaga yang
berwenang;
b) waktu pelaksanaan peleburan secara
operasional dalam BI-SSSS;
c) waktu pelaksanaan pemindahan saldo
Rekening Surat Berharga Peserta yang
meleburkan diri ke Rekening Surat Berharga
Peserta yang merupakan hasil peleburan dan
penutupan kepesertaan dalam BI-SSSS dari
Peserta yang meleburkan diri;
d) permohonan penutupan kepesertaan BI-SSSS;
e) pengalihan hak dan kewajiban terkait
kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang
meleburkan diri kepada Peserta yang
merupakan hasil peleburan; dan
f) pencabutan ...
50
f) pencabutan spesimen tanda tangan pimpinan
dan pejabat dari Peserta yang meleburkan
diri, terhitung sejak tanggal peleburan secara
hukum.
Contoh format surat permohonan penutupan
kepesertaan kepada Penyelenggara sebagaimana
dimaksud pada Contoh 18 dalam Lampiran II.
5) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 4),
dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a)
b)
fotokopi surat keputusan dari lembaga yang
berwenang menyetujui peleburan; dan
fotokopi Anggaran Dasar terakhir Peserta
yang meleburkan diri,
yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh
pimpinan calon Peserta.
6) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 2), butir
3).a), dan angka 4) ditandatangani oleh pimpinan
calon Peserta dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
a) surat disampaikan kepada Penyelenggara ke
alamat sebagaimana dimaksud pada butir
II.A.2.a; dan
b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan
sebagaimana dimaksud pada angka 2) dan
angka 4) disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
7) Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta
yang merupakan hasil peleburan melalui surat
mengenai telah disetujuinya waktu pelaksanaan
peleburan secara operasional dalam BI-SSSS
beserta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta
yang bersangkutan, setelah dokumen
sebagaimana ...
51
sebagaimana dimaksud pada angka 2), angka 3),
angka 4), dan angka 5) diterima secara lengkap.
8) Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh
Peserta melalui administrative message atau
sarana lainnya mengenai telah disetujuinya
pelaksanaan peleburan secara operasional dalam
BI-SSSS dan penutupan kepesertaan dalam BI-
SSSS dari Peserta yang meleburkan diri.
9) Setiap Peserta yang meleburkan diri
memindahkan saldo Rekening Surat Berharga
sebagai berikut:
a) pemindahan saldo Rekening Surat Berharga
dilakukan oleh masing-masing Peserta
melalui SPP yang bersangkutan ke Rekening
Surat Berharga Peserta yang merupakan
hasil peleburan; dan
b) pemindahan saldo Rekening Surat Berharga
dilakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan
peleburan secara operasional dalam BI-SSSS
yang disetujui oleh Penyelenggara.
10) Status kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta
yang meleburkan diri efektif berubah menjadi
ditutup pada tanggal pelaksanaan peleburan
secara operasional dalam BI-SSSS, setelah
Rekening Surat Berharga Peserta sebagaimana
dimaksud pada angka 9) bersaldo nihil.
11) Penyelenggara memberitahukan penutupan
kepesertaan BI-SSSS Peserta yang meleburkan
diri kepada seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya.
c. Perubahan Status Kepesertaan Karena Pemisahan
Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan
diatur sebagai berikut:
1) Perubahan kepesertaan karena pemisahan
dilakukan dalam hal terdapat Peserta berupa UUS
yang ...
52
yang melakukan pemisahan dari Peserta berupa
bank konvensional sebagai induknya yang
dilakukan dengan cara mendirikan Bank Umum
Syariah (BUS) baru atau mengalihkan hak dan
kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada.
2) Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan
dengan cara mendirikan BUS baru, mengikuti
prosedur perubahan status kepesertaan karena
peleburan sebagaimana dimaksud pada huruf b.
3) Prosedur perubahan kepesertaan karena
pemisahan dengan cara mengalihkan hak dan
kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada
dilakukan dengan tata cara penggabungan
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
d. Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS
dan dokumen pendukung yang telah disampaikan
kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS sama dengan
dokumen pendukung di BI-SSSS, dokumen pendukung
untuk perubahan status kepesertaan karena
penggabungan, peleburan, atau pemisahan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c dapat
tidak disampaikan kepada Penyelenggara.
F. Kewajiban Peserta
1. Kewajiban umum Peserta
a. Menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan
BI-SSSS, antara lain sebagai berikut:
1) Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT)
yang mendukung sistem kontrol internal yang
baik dalam pelaksanaan operasional BI-SSSS,
termasuk prosedur pengamanan penggunaan BI-
SSSS di lingkungan internal Peserta, dengan
ketentuan penyusunan sebagai berikut:
a) KPT merupakan aturan tertulis yang
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
internal ...
53
internal Peserta dan berlaku sebagai
pedoman operasional BI-SSSS di Peserta.
b) KPT wajib dibuat dalam waktu paling lama 6
(enam) bulan sejak tanggal efektif
kepesertaan di BI-SSSS.
c) KPT wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia.
Dalam hal KPT dibuat dalam bahasa asing,
KPT harus diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia oleh penerjemah tersumpah.
d) KPT wajib dibuat dengan mengacu pada
ketentuan terkait dengan BI-SSSS yang
ditetapkan oleh Penyelenggara serta
peraturan yang ditetapkan oleh asosiasi
sistem pembayaran terkait penyelenggaraan
BI-SSSS.
e) KPT wajib memuat paling kurang materi
sebagai berikut:
(1) pendahuluan;
(2) organisasi pengoperasian BI-SSSS;
(3) ketentuan dan prosedur operasional BI-
SSSS;
(4) pengawasan operasional BI-SSSS; dan
(5) penanganan Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat.
Rincian cakupan minimum materi KPT diatur
pada “Pedoman Penyusunan Kebijakan dan
Prosedur Tertulis” sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran III.A.
f) Dalam hal terjadi perubahan materi KPT
sebagaimana dimaksud pada huruf e)
dan/atau perubahan ketentuan yang
dikeluarkan oleh Penyelenggara dan/atau
asosiasi sistem pembayaran, yang berdampak
pada materi KPT, Peserta harus melakukan
pengkinian terhadap KPT dimaksud.
g) Pengkinian ...
54
g) Pengkinian terhadap KPT sebagaimana
dimaksud pada huruf f) wajib dilakukan
dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan
sejak terjadinya perubahan materi dan
ketentuan tersebut.
2) Melakukan pemeriksaan internal untuk menjamin
keamanan operasional BI-SSSS.
Ketentuan pemeriksaan internal untuk menjamin
keamanan operasional BI-SSSS adalah sebagai
berikut:
a) Pemeriksaan internal merupakan kegiatan
pemeriksaan terhadap BI-SSSS untuk
menjamin keamanan operasional BI-SSSS.
b) Ruang lingkup pemeriksaan internal paling
kurang mencakup materi penilaian
kepatuhan yang disampaikan oleh
Penyelenggara.
3) Melakukan security audit dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Security audit bertujuan untuk memastikan
keamanan dan keandalan teknologi informasi
internal Peserta, keterhubungan (interface)
antara SPP dengan sistem internal Peserta,
serta kondisi lingkungan tempat Peserta
melakukan kegiatan operasional.
b) Security audit dilakukan paling kurang
setiap 3 (tiga) tahun sekali terhitung sejak
menjadi Peserta atau setiap terjadi
perubahan dalam sistem teknologi informasi
internal Peserta yang terkait dengan BI-SSSS.
c) Pelaksanaan security audit dapat dilakukan
oleh auditor internal Peserta maupun auditor
eksternal.
d) Cakupan ...
55
d) Cakupan security audit paling kurang
mencakup ruang lingkup sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran III.B.
4) Menyusun kebijakan teknologi informasi terkait
dengan Sistem BI-SSSS yang di-review dan di-up
date secara regular.
5) Memiliki pedoman Disaster Recovery Plan (DRP)
dan Business Continuity Plan (BCP)
Ketentuan terkait dengan pedoman DRP dan BCP
adalah sebagai berikut:
a) Pedoman DRP dan BCP memuat prosedur
yang dilakukan oleh Peserta dalam hal terjadi
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat untuk memastikan bahwa
operasional BI-SSSS di Peserta tetap dapat
dilakukan atau upaya lainnya yang perlu
dilakukan dalam hal sistem cadangan tidak
dapat digunakan.
b) Pedoman DRP sebagaimana dimaksud pada
huruf a) paling kurang memuat hal-hal
sebagai berikut:
(1) unit kerja sebagai penanggung jawab;
(2) mekanisme koordinasi
apabila
penanggung jawab terdiri dari beberapa
unit;
(3) prosedur terkait penyiapan infrastruktur
cadangan untuk menjamin kegiatan
operasional BI-SSSS tetap berjalan;
(4) mekanisme pelaporan dan monitoring;
dan
(5) petugas operasional (termasuk data
nomor telepon yang dapat dihubungi
setiap saat).
c) Pedoman ...
56
c) Pedoman BCP sebagaimana dimaksud pada
huruf a) paling kurang memuat hal-hal
sebagai berikut:
(1) unit kerja sebagai penanggung jawab;
(2) mekanisme koordinasi
apabila
penanggung jawab terdiri dari beberapa
unit;
(3)
langkah-langkah bisnis yang dilakukan
untuk menjamin kegiatan operasional
BI-SSSS tetap berjalan;
(4) mekanisme pengujian prosedur BCP;
(5) mekanisme pelaporan dan monitoring;
dan
(6) petugas operasional (termasuk data
nomor telepon yang dapat dihubungi
setiap saat).
6) Melakukan pengelolaan batas Setelmen dana
(settlement limit) dan mengatur pelaksanaannya
dalam prosedur internal Peserta, bagi Peserta
yang ditunjuk sebagai Bank Pembayar;
7) Menggunakan aplikasi SPP sesuai dengan buku
pedoman pengoperasian BI-SSSS.
8) Melakukan pengkinian data atau informasi
kepesertaan.
9) Melakukan pemeliharaan data dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) pemeliharaan data dilakukan terhadap data
yang tersimpan dalam media elektronik
dan/atau dalam bentuk hasil olahan
komputer BI-SSSS;
b) data sebagaimana dimaksud pada huruf a)
harus mendapat pengamanan yang memadai
serta terjaga kerahasiaannya, antara lain
terlindung dari akses petugas yang tidak
berwenang;
c) data ...
57
c) data sebagaimana dimaksud pada huruf a)
antara lain meliputi data transaksi, aplikasi
yang diberikan oleh Penyelenggara, dan/atau
ketentuan dan prosedur yang diberikan oleh
Penyelenggara;
d) melakukan pencadangan data sebagaimana
dimaksud pada huruf a) ke dalam media
elektronik;
e) memastikan data sebagaimana dimaksud
pada huruf a) dan cadangannya sebagaimana
dimaksud pada huruf d) tidak rusak; dan
f) menyimpan seluruh data sebagaimana
dimaksud pada huruf a) dan cadangannya
sebagaimana dimaksud pada huruf d), sesuai
dengan ketentuan pengarsipan yang berlaku
di internal Peserta dan masa retensi sesuai
peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai dokumen perusahaan.
10) Menjamin SPP utama dan SPP cadangan berfungsi
dengan baik untuk melakukan berbagai aktivitas
BI-SSSS sepanjang jam operasional BI-SSSS.
Dalam rangka menjamin SPP utama dan SPP
cadangan berfungsi dengan baik, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a) Memastikan petugas yang menangani BI-
SSSS memahami sistem dan prosedur
operasional BI-SSSS yang telah ditetapkan
oleh Penyelenggara dan internal Peserta,
antara lain melalui pelatihan secara berkala.
b) Mengatur dan menetapkan user dan
kewenangan
user yang melakukan
operasional BI-SSSS dengan memperhatikan
hal-hal antara lain sebagai berikut:
(1) pengaturan kewenangan user dengan
memperhatikan rentang kendali (span of
control) ...
58
control) untuk meminimalisasi kesalahan
manusia (human error) dan
penyelewengan (fraud);
(2) pengiriman transaksi dilakukan secara
berjenjang sesuai dengan tingkat
kewenangan petugas;
(3) pengaturan petugas pengganti untuk
user sesuai dengan perannya masing-
masing;
(4) menetapkan dan menatausahakan user
pemegang digital certificate hard token
dan digital certificate soft token,
termasuk serial number token tersebut;
(5) memastikan keamanan penggunaan
digital certificate hard token oleh user
yang telah ditetapkan; dan
(6) menyimpan dokumen keamanan yang
terkait dengan connected user, digital
certificate hard token, dan digital
certificate soft token.
c) Peserta harus menyediakan dan mengelola
sistem cadangan untuk BI-SSSS di Peserta
dengan pengaturan sebagai berikut:
(1) Peserta wajib menyediakan server
cadangan dan jaringan komunikasi data
dari back up site Peserta ke Bank
Indonesia sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
(2) Biaya penyediaan dan penggunaan
infrastruktur sebagaimana dimaksud
dalam angka (1) menjadi beban Peserta.
(3) Pemilihan jenis dan lokasi SPP cadangan
serta jaringan komunikasi data
cadangan Peserta diserahkan kepada
setiap Peserta.
(4) Pemilihan ...
dikd
59
(4) Pemilihan jenis dan lokasi SPP
cadangan, serta jaringan komunikasi
data cadangan Peserta sebagaimana
dimaksud pada angka (3) dilakukan
berdasarkan pertimbangan antara lain:
(a) volume transaksi Peserta dan tingkat
urgensi BI-SSSS bagi Peserta; dan
(b) pengendalian internal
guna
memitigasi risiko operasional di
Peserta.
d) Menjamin sistem cadangan berfungsi dengan
baik, dengan cara antara lain:
(1) Melakukan uji coba koneksi sistem
cadangan secara berkala, dengan
ketentuan sebagai berikut:
(a) Uji coba koneksi sistem cadangan
mencakup uji coba terhadap SPP
cadangan, jaringan komunikasi
data cadangan, dan/atau data.
(b) Uji coba koneksi sistem cadangan
sebagaimana dimaksud pada huruf
(a) dapat dilakukan dengan
menggunakan:
i.
environment
testing
Penyelenggara selama jam
operasional BI-SSSS; atau
ii. environment
production
Penyelenggara dengan jadwal
yang
ditetapkan oleh
Penyelenggara yaitu setiap bulan
pada hari Jumat minggu
pertama atau minggu ketiga
setelah proses akhir hari BI-
SSSS di Penyelenggara berakhir
dan ...
60
dan pelaksanaannya dilakukan
paling lama 1 (satu) jam.
(c) Tata cara melakukan uji coba
koneksi sistem cadangan diatur
sebagai berikut:
i. Peserta menyampaikan
permohonan uji coba koneksi
sistem cadangan melalui
administrative message kepada
Penyelenggara paling lambat 1
(satu) hari kerja sebelum
pelaksanaan uji coba koneksi
sistem cadangan;
ii. Penyelenggara memberitahukan
persetujuan uji coba koneksi
sistem cadangan kepada Peserta
melalui administrative message;
dan
iii. Peserta menyampaikan laporan
tertulis hasil pelaksanaan uji
coba koneksi sistem cadangan
kepada Penyelenggara paling
lambat 1 (satu) hari kerja setelah
pelaksanaan selesai dilakukan.
(2) Mengoperasikan sistem cadangan untuk
kegiatan operasional dalam kondisi
normal dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) penggunaan sistem cadangan
dalam kondisi normal dilakukan
secara berkala, paling kurang 1
(satu) kali dalam setahun.
(b) pengoperasian sistem cadangan
dalam kondisi normal dapat
mencakup pengoperasian SPP
cadangan ...
61
cadangan dan/atau jaringan
komunikasi data cadangan.
(d) tata cara menggunakan sistem
cadangan untuk kegiatan
operasional dalam kondisi normal
diatur sebagai berikut:
i. Peserta menyampaikan
permohonan
melalui
administrative message kepada
Penyelenggara paling lambat 1
(satu) hari kerja sebelum
menggunakan sistem cadangan
untuk kegiatan operasional
dalam kondisi normal;
ii. Penyelenggara memberitahukan
persetujuan SPP cadangan
dan/atau jaringan komunikasi
data cadangan kepada Peserta
melalui administrative message;
dan
iii. Peserta menyampaikan laporan
tertulis hasil penggunaan
sistem cadangan untuk
kegiatan operasional dalam
kondisi normal kepada
Penyelenggara paling lambat 1
(satu) hari kerja setelah
pelaksanaan selesai dilakukan.
e) Menjamin keamanan dan keandalan jaringan
komunikasi data yang digunakan untuk
menghubungkan SPP utama dan/atau SPP
cadangan dengan:
(1) perangkat komputer Peserta yang
digunakan untuk operasional BI-SSSS;
dan
(2) sistem ...
62
(2) sistem komputerisasi internal calon
Peserta, apabila calon Peserta
menghubungkan SPP utama dan/atau
SPP cadangan dengan sistem
komputerisasi internal calon Peserta,
sehingga bebas dari segala kemungkinan
sumber perusak BI-SSSS termasuk tetapi tidak
terbatas pada kemungkinan pemalsuan (fraud),
pembobolan data elektronis (hacking), serta
perusakan sistem dengan cara membanjiri
sistem dengan data dan pesan pembayaran.
f) Melaporkan pengembangan aplikasi internal
Peserta yang terkait BI-SSSS kepada
Penyelenggara.
g) Melakukan langkah-langkah preventif yang
diperlukan sehingga perangkat keras
(hardware) berfungsi dengan baik dan
perangkat lunak (software) yang digunakan
dalam BI-SSSS dan/atau dalam kaitannya
dengan BI-SSSS bebas dari segala jenis virus.
h) Menjamin integritas database BI-SSSS yang
ada pada SPP utama dan SPP cadangan
termasuk data cadangan (back-up) yang
tersimpan dalam bentuk compact disc (CD),
tape, cartridge, flash disc, dan media lainnya.
i) Melakukan instalasi setiap terjadi perubahan
aplikasi SPP utama dan/atau SPP cadangan
sesuai dengan buku pedoman pengoperasian
BI-SSSS.
j) Menyimpan dengan baik aplikasi SPP,
termasuk setiap terdapat perubahan aplikasi
SPP yang telah diberikan oleh Penyelenggara,
di tempat yang aman dan bebas dari berbagai
sumber yang dapat merusak aplikasi SPP.
k) Melakukan ...
63
k) Melakukan perpanjangan masa aktif Digital
Certificate sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan oleh Penyelenggara.
b. Bertanggung jawab atas kebenaran instruksi, serta
seluruh informasi yang dikirim Peserta kepada
Penyelenggara melalui BI-SSSS.
c. Melaksanakan kegiatan penyelenggaraan Sistem BI-
ETP, BI-SSSS, dan Sistem BI-RTGS sesuai dengan
perjanjian penggunaan sistem antara Penyelenggara
dan Peserta, dan ketentuan yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan Sistem
BI-RTGS, serta ketentuan terkait lainnya;
d. Memberikan data, dokumen, dan/atau informasi yang
diminta oleh Penyelenggara termasuk namun tidak
terbatas pada dokumen asli dan/atau salinan
dokumen yang berupa warkat, dan/atau data
elektronik terkait dengan pelaksanaan BI-SSSS.
e. mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi
terkait penyelenggaraan penatausahaan surat berharga
melalui BI-SSSS.
2. Kewajiban Sub-Registry
a. Meneruskan hasil Setelmen atas transaksi Surat
Berharga kepada nasabah pada tanggal yang sama
dengan tanggal pelaksanaan Setelmen.
b. Meneruskan pembayaran kupon/bunga atau imbalan
dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga kepada
nasabah pemilik Surat Berharga pada tanggal yang
sama dengan tanggal Sub-Registry menerima
pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan
pelunasan pokok/nominal Surat Berharga dari
penerbit Surat Berharga.
c. Menjamin kebenaran penatausahaan dan laporan
kepemilikan Surat Berharga atas nama seluruh
nasabah.
d. Menyelesaikan ...
tt
64
d. Menyelesaikan masalah perbedaan pencatatan
kepemilikan Surat Berharga antara Sub-Registry
dengan nasabah, dalam hal terdapat perbedaan
pencatatan kepemilikan Surat Berharga antara Sub-
Registry dengan nasabah.
e. Memenuhi jumlah minimum pencatatan kepemilikan
Surat Berharga rata-rata bulanan paling sedikit
sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah) dalam 12 (dua belas) bulan terakhir, bagi Sub-
Registry yang telah melakukan kegiatan pencatatan
kepemilikan Surat Berharga di BI-SSSS lebih dari 12
(dua belas) bulan.
f. Menjaga agar posisi Kewajiban Pemenuhan Modal
Minimum (KPMM) bagi Bank kustodian atau modal
disetor bagi lembaga kustodian bukan Bank tidak
kurang dari posisi KPMM atau modal disetor sesuai
ketentuan yang berlaku.
g. Mengelola dan melaporkan data nasabah secara
lengkap dan benar melalui SI BI-SSSS, dengan
informasi dan tata cara pengisian sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IV.
h. Menjaga keamanan SI BI-SSSS dan kerahasiaan data
termasuk user administrator lokal yang disampaikan
oleh Penyelenggara.
i. Menyediakan KPT yang paling kurang mencakup
penatausahaan Surat Berharga dan penggunaan SI BI-
SSSS di internal Sub-Registry antara lain mengenai
pemberian akses dan pengamanan penggunaan
aplikasi SI BI-SSSS.
j. Menyampaikan laporan kepada Penyelenggara dengan
benar dan tepat waktu melalui SI BI-SSSS dan/atau
sarana lain.
k. Melakukan rekonsiliasi secara harian antara data
Setelmen pada SI BI-SSSS dengan data Setelmen
transaksi yang terjadi di Sub-Registry.
l. Melakukan ...
65
l. Melakukan koreksi data pelaporan melalui SI BI-SSSS,
dalam hal terdapat kesalahan dan menginformasikan
kepada Penyelenggara melalui surat.
m. Menginformasikan biaya yang akan dibebankan
Peserta kepada nasabah terkait Setelmen melalui BI-
SSSS secara transparan dan pada tempat yang mudah
terlihat oleh nasabah.
IV. OPERASIONAL PENYELENGGARAAN BI-SSSS
A. Waktu Operasional Penyelenggaraan BI-SSSS
Waktu operasional penyelenggaraan BI-SSSS diatur sebagai
berikut:
1. Penyelenggara menetapkan operasional penyelenggaraan
BI-SSSS yang mencakup hari operasional, jam operasional,
dan periode waktu kegiatan.
2. Hari operasional BI-SSSS dilaksanakan setiap hari kerja
yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
3. Peserta wajib melakukan kegiatan operasional BI-SSSS
sesuai dengan hari kerja yang ditetapkan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2.
4. Dalam kondisi tertentu, Keadaan Tidak Normal, dan/atau
Keadaan Darurat, Peserta dapat tidak melakukan kegiatan
operasional BI-SSSS pada hari operasional sebagaimana
dimaksud pada angka 2 berdasarkan persetujuan
Penyelenggara.
5. Prosedur permohonan Peserta untuk tidak melakukan
kegiatan operasional BI-SSSS dalam kondisi tertentu
sebagaimana dimaksud pada angka 4 diatur sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan permohonan melalui sarana:
1) administrative message; atau
2) surat yang dapat didahului dengan faksimile yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari
Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Bank ...
66
Bank Indonesia dan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a.
b. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a
diajukan antara lain disebabkan hal-hal sebagai
berikut:
1) Kantor Bank Indonesia di wilayah tertentu
dan/atau daerah tertentu ditetapkan libur
fakultatif;
2) Kantor Pusat Peserta berada pada kantor wilayah
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
angka 1); dan/atau
3) Kondisi
tertentu yang disetujui oleh
Penyelenggara.
c. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan Peserta sebagaimana
dimaksud pada huruf a melalui surat yang dapat
didahului dengan administrative message atau sarana
lainnya.
d. Dalam hal permohonan disetujui, Penyelenggara
mengumumkan kepada seluruh Peserta melalui surat
yang dapat didahului dengan administrative message
untuk menginformasikan Peserta yang tidak
melakukan kegiatan operasional BI-SSSS.
6.
Instruksi setelmen dengan tanggal valuta yang jatuh pada
hari Penyelenggara atau Peserta tidak melakukan kegiatan
operasional tidak dapat dijalankan dan tidak dapat di-roll
over ke hari kerja berikutnya.
7. Jam operasional penyelenggaraan Penatausahaan Surat
Berharga melalui BI-SSSS adalah pukul 06.30 Waktu
Indonesia Barat (WIB) sampai dengan pukul 18.30 WIB.
8. Periode waktu kegiatan merupakan periode waktu yang
ditetapkan oleh Penyelenggara untuk melakukan kegiatan
Setelmen atas transaksi Surat Berharga yang dilakukan
melalui BI-SSSS.
Periode ...
67
Periode waktu kegiatan cut-off warning dan periode waktu
kegiatan pre cut-off pada BI-SSSS mengikuti cut-off warning
dan pre cut-off pada Sistem BI-RTGS.
9. Jam operasional sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan
periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka
8 diatur sesuai dengan waktu operasional BI-SSSS
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V.
10. Hari operasional sebagaimana dimaksud pada angka 2, jam
operasional sebagaimana dimaksud pada angka 7, dan
periode waktu kegiatan BI-SSSS sebagaimana dimaksud
pada angka 8 dapat diubah sewaktu-waktu oleh
Penyelenggara.
11. Dalam hal terdapat perubahan hari operasional, jam
operasional, dan/atau periode waktu kegiatan,
Penyelenggara memberitahukan hal tersebut kepada
seluruh Peserta melalui administrative messages dan/atau
sarana lainnya.
12. Perubahan jam operasional dan periode waktu kegiatan
dapat dilakukan oleh Penyelenggara berdasarkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Perubahan jam operasional dan periode waktu
kegiatan berdasarkan kebijakan Penyelenggara
1) Perubahan jam operasional dan periode waktu
kegiatan dapat dilakukan berdasarkan
pertimbangan antara lain sebagai berikut:
a) adanya Keadaan Tidak Normal pada BI-SSSS
dan/atau Keadaan Darurat yang
mengakibatkan adanya kebutuhan
perubahan jam operasional dan/atau
perpanjangan periode waktu kegiatan untuk
melaksanakan Setelmen melalui BI-SSSS;
b) adanya perubahan jam operasional pada
Sistem BI-RTGS dan/atau Sistem BI-ETP;
c) adanya kepentingan Bank Indonesia dalam
rangka pelaksanaan kebijakan moneter,
menjaga ...
68
menjaga kelancaran sistem pembayaran,
dan/atau kepentingan penyelesaian transaksi
pemerintah; dan/atau
d) adanya permintaan perpanjangan periode
waktu kegiatan dari Peserta yang berdampak
pada perubahan periode waktu kegiatan dan
jam operasional.
b. Perubahan periode waktu kegiatan berdasarkan
permintaan Peserta
1) Peserta dapat mengajukan permohonan
perpanjangan periode waktu kegiatan dalam hal
Peserta mengalami Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat yang mengakibatkan adanya
kebutuhan perpanjangan periode waktu kegiatan
untuk melaksanakan Setelmen melalui BI-SSSS.
2) Dalam hal permohonan perpanjangan periode
waktu kegiatan disetujui oleh Penyelenggara
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a) perpanjangan periode waktu kegiatan
dilakukan sesuai dengan permintaan Peserta
untuk periode waktu kegiatan yang masih
terbuka pada saat permohonan perpanjangan
diterima oleh Penyelenggara; dan
b) perpanjangan periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a)
dilakukan secara proporsional, dalam hal
permohonan perpanjangan periode waktu
kegiatan melebihi pukul 17.00 WIB.
3) Perpanjangan periode waktu kegiatan yang dapat
diberikan yaitu selama 30 (tiga puluh) menit atau
paling lama 60 (enam puluh) menit, kecuali dalam
kondisi tertentu.
4) Perpanjangan periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud pada angka 2)
menyebabkan ...
69
menyebabkan perubahan periode waktu kegiatan
berikutnya dan/atau jam operasional.
5) Permohonan perpanjangan periode waktu
kegiatan yang telah disetujui oleh Penyelenggara
melalui sarana administrative message kepada
Peserta yang bersangkutan, bersifat final dan
tidak dapat dibatalkan oleh Peserta.
6) Pengajuan perpanjangan periode waktu kegiatan
disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara
dengan prosedur sebagai berikut:
a) Peserta mengajukan
permohonan
perpanjangan periode waktu kegiatan yang
disertai alasan kepada Penyelenggara melalui
administrative messages dan/atau surat yang
dapat didahului dengan konfirmasi melalui
sarana telepon.
b) Surat sebagaimana dimaksud pada huruf a)
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang memiliki spesimen tanda
tangan di Penyelenggara dan dapat
disampaikan terlebih dahulu kepada
Penyelenggara melalui faksimile.
c) Permohonan perpanjangan periode waktu
kegiatan harus diajukan paling lambat 30
(tiga puluh) menit sebelum berakhirnya
periode waktu kegiatan yang dimintakan
perpanjangan berakhir.
d) Penyelenggara memberitahukan persetujuan
atau penolakan atas permohonan
perpanjangan periode waktu kegiatan kepada
Peserta melalui administrative messages
dan/atau melalui sarana lainnya.
e) Dalam hal telah terdapat Peserta yang
mengajukan perpanjangan periode waktu
kegiatan selama 60 (enam puluh) menit dan
telah ...
70
telah disetujui oleh Penyelenggara maka
Peserta yang lain tidak dapat mengajukan
perpanjangan periode waktu kegiatan.
f) Dalam hal permohonan perpanjangan periode
waktu kegiatan disetujui, Penyelenggara
menyampaikan informasi perpanjangan
periode waktu kegiatan kepada seluruh
Peserta melalui administrative messages
dan/atau sarana lainnya.
7) Perpanjangan jam operasional BI-SSSS atas
permintaan Peserta dikenakan biaya.
B. Pengelolaan Pengguna (User)
1. Pengguna (user) BI-SSSS terdiri atas:
a. Connected user, yaitu user yang ditatausahakan dan
diberikan oleh Penyelenggara kepada Peserta untuk
melakukan akses ke SCN melalui SPP serta memiliki
Digital Certificate untuk mekanisme pengamanan
pengiriman dan penerimaan message dari dan ke SCN;
dan
b. Unconnected user, yaitu user yang didaftarkan oleh
Peserta pada SPP dan dapat membuat instruksi serta
melakukan kegiatan yang bersifat lokal, namun tidak
dapat mengirimkan instruksi ke SCN.
2. Connected user sebagaimana dimaksud pada butir 1.a
terdiri atas:
a. Administrator user, yaitu connected user yang memiliki
fungsi untuk mendaftarkan unconnected user dan
melakukan pengelolaan user melalui SPP; dan
b. Reguler user, yaitu connected user yang memiliki fungsi
untuk membuat dan mengirim instruksi Setelmen dari
SPP ke SCN, namun tidak dapat mendaftarkan
unconnected user dan tidak dapat melakukan
pengelolaan user melalui SPP.
3. Penyelenggara melakukan pengelolaan connected user yang
meliputi kegiatan antara lain pendaftaran, penyesuaian,
reset ...
71
reset password, penghentian, reaktivasi, dan penetapan
security level.
4. Pengelolaan user oleh Peserta dilakukan oleh administrator
user sebagai berikut:
a. Pengelolaan connected user, antara lain meliputi:
1) penetapan hak akses bagi connected user terhadap
menu di SPP; dan
2) penetapan role dan limit bagi connected user.
b. Pengelolaan unconnected user, antara lain meliputi:
1) pendaftaran dan penyesuaian unconnected user;
2) penetapan security level bagi unconnected user;
3) penetapan hak akses bagi unconnected user
terhadap menu di SPP; dan
4) penetapan role dan limit bagi unconnected user.
5. Penyelenggara menyediakan paling banyak 10 (sepuluh)
connected user bagi setiap Peserta yang dilengkapi dengan
digital certificate hard token, yang terdiri dari:
a. dua administrator user; dan
b. paling banyak 8 (delapan) reguler user.
6. Pengelolaan dan penggunaan connected user yang telah
diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta, dilakukan
berdasarkan ketentuan internal Peserta dan menjadi
tanggung jawab sepenuhnya Peserta yang bersangkutan.
C. Penggunaan Connected User dan Digital Certificate
Ketentuan dan prosedur penggunaan connected user dan Digital
Certificate dalam BI-SSSS, diatur sebagai berikut:
1. Ketentuan penggunaan Connected User dan Digital Certificate
a. Berdasarkan penggunaannya, connected user terdiri
atas connected user untuk BI-SSSS Depository
Gateway (SDG) dan connected user untuk BI-SSSS
Straight Through Processing Gateway (SSTPG).
b. Berdasarkan media penyimpanannya, Digital Certificate
dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu:
1) digital ...
72
1) digital certificate hard token yang merupakan
Digital Certificate yang disimpan di dalam media
USB flash drive; dan
2) digital certificate soft token yang merupakan Digital
Certificate yang disimpan di dalam media compact
disc (CD) atau media lain yang akan diinstalasi
pada server SPP.
c. Penyelenggara memberikan connected user kepada
Peserta, yang dilengkapi dengan:
1) password dan digital certificate hard token untuk
setiap Peserta yang menggunakan aplikasi SDG;
dan
2) password dan digital certificate soft token untuk
setiap Peserta yang menggunakan aplikasi SSTPG
sesuai dengan jumlah server Peserta.
d. Connected user sebagaimana dimaksud pada huruf c
diberikan kepada pejabat yang berwenang dari Peserta
yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara.
e. Penggunaan connected user yang telah diserahkan oleh
Penyelenggara kepada Peserta dilakukan berdasarkan
ketentuan internal Peserta dan menjadi tanggung
jawab sepenuhnya Peserta yang bersangkutan.
f. Masa aktif digital certificate hard token dan digital
certificate soft token, ditetapkan paling lama 2 (dua)
tahun sejak tanggal efektif.
g. Penambahan connected user yang dilengkapi dengan
password dan digital certificate hard token yang
melebihi jumlah sebagaimana dimaksud pada butir B.5
dapat diberikan kepada Peserta berdasarkan
persetujuan Penyelenggara.
h. Peserta dapat mengajukan penggantian digital
certificate hard token dan digital certificate soft token
yang hilang/rusak atau tidak dapat digunakan karena
sebab apapun.
i. Penambahan ...
73
i. Penambahan connected user yang dilengkapi dengan
password dan digital certificate hard token
sebagaimana dimaksud pada huruf g dan/atau
penggantian digital certificate hard token yang
hilang/rusak karena sebab apapun sebagaimana
dimaksud pada huruf h dikenakan biaya.
2. Prosedur Penambahan Connected User yang Dilengkapi
dengan Password dan Digital Certificate serta Penggantian
dan/atau Perpanjangan Masa Aktif Digital Certificate
Prosedur pelaksanaan penambahan connected user yang
dilengkapi dengan password dan Digital Certificate serta
penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif Digital
Certificate diatur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat permohonan
penambahan connected user yang dilengkapi dengan
password dan Digital Certificate serta penggantian
dan/atau perpanjangan masa aktif Digital Certificate
kepada Penyelenggara yang memuat informasi paling
kurang sebagai berikut:
1) untuk penambahan connected user yang
dilengkapi dengan password dan digital certificate
hard token:
a) nama dan participant code Peserta;
b)
jumlah penambahan connected user; dan
c) alasan permintaan tambahan connected user,
dalam hal permintaan melebihi jumlah yang
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
butir B.5.
2) untuk penggantian digital certificate hard token:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama connected user yang digital certificate
hard token-nya akan diganti;
c) nomor seri digital certificate hard token; dan
d) alasan permintaan penggantian digital
certificate hard token.
3) untuk ...
74
3) untuk perpanjangan masa aktif digital certificate
hard token:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama connected user yang digital certificate
hard token-nya akan diperpanjang masa
aktifnya; dan
c) nomor seri digital certificate hard token.
4) untuk perpanjangan masa aktif digital certificate
soft token:
a) nama dan participant code Peserta; dan
b) nama connected user dari server yang digital
certificate soft token-nya akan diperpanjang
masa aktifnya.
Surat permohonan penambahan connected user yang
dilengkapi dengan password dan Digital Certificate,
penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif Digital
Certificate menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada Contoh 4 dalam Lampiran II.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari
Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Surat permohonan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a.
2) Bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN
yang mewilayahi.
3) Bagi Peserta yang mengajukan permohonan
perpanjangan masa aktif karena masa aktif Digital
Certificate telah berakhir, surat permohonan
disampaikan kepada Penyelenggara:
a) paling cepat 20 (dua puluh) hari kerja; dan
b) paling ...
75
b) paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja,
sebelum masa aktif Digital Certificate berakhir.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf
a disertai dengan:
1) file CSR dalam media CD dari server yang digital
CSR-nya akan diperpanjang masa aktifnya, dalam
hal Peserta mengajukan perpanjangan masa aktif
digital CSR;
2) digital certificate hard token, dalam hal Peserta
mengajukan perpanjangan masa aktif atau
penggantian digital certificate hard token; atau
3) surat keterangan kehilangan digital certificate hard
token dari pihak kepolisian, dalam hal Peserta
mengajukan penggantian digital certificate hard
token yang hilang.
d. Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta
melalui administrative message untuk pengambilan
certificate signing paling lama 14 (empat belas) hari
kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada
butir a.4) diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.
e. Peserta melakukan pengambilan connected user,
password, dan/atau Digital Certificate dengan tata cara
sebagai berikut:
1) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPBI, pengambilan dokumen connected user,
password, dan/atau Digital Certificate, dilakukan
di lokasi kantor Penyelenggara.
2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, pengambilan dokumen connected
user, password, dan/atau Digital Certificate
dilakukan di lokasi kantor KPwDN.
3) Pengambilan dokumen connected user, password,
dan/atau Digital Certificate dilakukan oleh pejabat
yang berwenang dari Peserta yang memiliki
spesimen tanda tangan di Bank Indonesia.
f. Dalam ...
76
f. Dalam hal terdapat perpanjangan masa aktif digital
certificate soft token, Peserta harus menginformasikan
tanggal efektif penggunaan digital certificate soft token
yang baru kepada Penyelenggara melalui administrative
message atau surat yang dapat didahului dengan
pengiriman melalui faksimile. Dalam hal Peserta tidak
menginformasikan tanggal efektif tersebut maka segala
risiko dan akibat yang timbul sepenuhnya menjadi
tanggung jawab Peserta yang bersangkutan.
g. Dalam hal Peserta mengajukan permohonan
penambahan connected user yang dilengkapi dengan
password dan digital certificate hard token yang
melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada butir B.5, persetujuan atau penolakan
atas permohonan dimaksud disampaikan oleh
Penyelenggara kepada Peserta secara tertulis paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat
permohonan diterima lengkap oleh Penyelenggara.
h. Penyelenggara membebankan biaya ke Rekening
Setelmen Dana Rupiah Peserta atau Bank Pembayar
atas penambahan connected user yang dilengkapi
dengan password dan digital certificate hard token yang
melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada butir B.5 dan/atau penggantian digital
certificate hard token.
3. Penghapusan Connected User SDG dan/atau SSTPG
a. Penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG
dapat dilakukan atas dasar inisiatif Penyelenggara atau
permintaan Peserta.
b. Penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG
oleh Penyelenggara dilakukan antara lain dalam hal
Peserta telah dihentikan kepesertaannya dalam
penyelenggaraan BI-SSSS.
c. Prosedur ...
77
c. Prosedur penghapusan connected user SDG dan/atau
SSTPG atas dasar permintaan Peserta sebagaimana
dimaksud pada huruf a diatur sebagai berikut:
1) Peserta mengajukan surat permohonan
penghapusan connected user SDG dan/atau
SSTPG kepada Penyelenggara yang dapat
disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile.
2) Surat permohonan penghapusan connected user
SDG dan/atau SSTPG sebagaimana dimaksud
pada angka 1) menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada Contoh 4 dalam Lampiran II.
3) Surat permohonan penghapusan connected user
SDG disertai dengan digital certificate hard token
yang connected user dimohonkan untuk dihapus.
4) Penyelenggara menyampaikan
surat
pemberitahuan kepada Peserta mengenai
penghapusan connected user SDG dan/atau
SSTPG.
4. Mekanisme Reset Password Connected User untuk SDG,
Unlock Connected User untuk SDG, dan/atau Reset
Password Digital Certificate Hard Token
Peserta dapat mengajukan permintaan reset password
connected user untuk SDG, unlock connected user untuk
SDG, dan/atau reset password digital certificate hard token
dengan prosedur sebagai berikut:
a. Permohonan Reset Password connected user untuk SDG
1) Peserta mengajukan permohonan reset password
connected user untuk SDG kepada Penyelenggara
melalui surat yang ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang dari Peserta yang memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara yang
paling kurang memuat informasi:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama connected user yang password-nya
dimohonkan untuk di-reset; dan
c) nama ...
78
c) nama dan nomor telepon pihak yang
berwenang di Peserta bersangkutan yang
dapat dihubungi.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara ke
alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a.
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 1) dapat disampaikan terlebih dahulu
kepada Penyelenggara melalui faksimile ke nomor
sebagaimana dimaksud pada butir II.A.3.
4) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud pada angka 1), Penyelenggara
menyampaikan password connected user kepada
Peserta melalui surat atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
5) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 4)
diambil oleh pejabat yang berwenang dari Peserta
yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara.
b. Permohonan Unlock Connected User untuk SDG
1) Peserta mengajukan permohonan unlock
connected user untuk SDG kepada Penyelenggara
melalui administrative message atau surat yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari
Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara yang paling kurang memuat
informasi:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama connected user yang dimohonkan
untuk di-unlock; dan
c) nama dan nomor telepon pihak yang
berwenang di Peserta bersangkutan yang
dapat dihubungi.
Surat permohonan unlock connected user
disampaikan kepada Penyelenggara dengan
alamat ...
79
alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a
dan dapat disampaikan terlebih dahulu kepada
Penyelenggara melalui faksimile ke nomor
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.
2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud
pada angka 1), Penyelenggara memberitahukan
penyelesaian proses unlock connected user untuk
SDG kepada Peserta yang bersangkutan melalui
administrative message atau sarana lainnya yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
c. Permohonan Reset Password Digital Certificate Hard
Token
1) Peserta mengajukan permohonan reset password
digital certificate hard token kepada Penyelenggara
melalui surat yang ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang dari Peserta yang memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara yang
paling kurang memuat informasi:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama connected user yang digital certificate
hard token-nya dimohonkan untuk di-reset;
c) nomor seri digital certificate hard token; dan
d) nama dan nomor telepon pihak yang
berwenang di Peserta bersangkutan yang
dapat dihubungi.
Surat permohonan reset password disampaikan
kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a dan
dapat disampaikan terlebih dahulu kepada
Penyelenggara melalui faksimile ke nomor
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.
2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud
pada angka 1), Penyelenggara memberitahukan
melalui telepon kepada pihak yang berwenang di
Peserta untuk melakukan reset password digital
certificate ...
80
certificate hard token di SPP dengan mengikuti
proses tahapan penyelesaian sebagaimana
disampaikan oleh Penyelenggara.
D. Penatausahaan Rekening Surat Berharga di BI-SSSS
1. Prinsip Penatausahaan
a. Penyelenggara menggunakan BI-SSSS untuk
melakukan kegiatan Penatausahaan yang meliputi
Penatausahaan Surat Berharga dan Penatausahaan
hasil Transaksi.
b. Surat Berharga yang ditatausahakan pada BI-SSSS
yaitu Surat Berharga dalam mata uang Rupiah
dan/atau valuta asing.
c. Penyelenggara melakukan Penatausahaan di pasar
perdana dan di pasar sekunder.
d. Central Registry menatausahakan Rekening Surat
Berharga di BI-SSSS untuk kepentingan Peserta dan
pihak yang disetujui oleh Penyelenggara untuk
memiliki Rekening Surat Berharga.
e. Sub-Registry menatausahakan Rekening Surat
Berharga untuk kepentingan nasabah.
f. Peserta dan nasabah di Sub-Registry dibedakan atas
status residen dan non residen dengan ketentuan
sebagai berikut:
1)
residen yaitu orang, badan hukum, atau badan
lainnya yang berdomisili atau berencana
berdomisili di Indonesia paling kurang 1 (satu)
tahun termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri; dan
2) non Residen yaitu orang, badan hukum, atau
badan lainnya yang tidak berdomisili di Indonesia
atau tidak berencana berdomisili di Indonesia.
2. Jenis Rekening
a. Penyelenggara menetapkan rekening yang dimiliki
Peserta sesuai dengan kegiatan dan fungsi dalam
kepesertaan.
b. Jenis ...
81
b. Jenis Rekening pada BI-SSSS terdiri atas:
1)
rekening untuk mencatat kepemilikan Surat
Berharga dan instrumen keuangan terdiri dari
Depository Account (Rekening DEPO), Intraday
Liquidity Facility Account (Rekening ILF), Issuing
Account (rekening ISSU), Failure to Settle Account
(Rekening FtS), Cash Virtual Instrument Account
(Rekening CASHVI), Repo Collateral Account
(Rekening REPO), dan Collateral Execution Account
(Rekening EXEC), sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran VI; dan
2)
rekening administratif terdiri dari Cash Limit
Account (rekening CSLM), Cash Account (rekening
CASH), Trading Account (rekening TRAD), Cash
Settlement Technical Account (rekening CSLT), dan
Minimum Reserved Requirement (rekening MRRE)
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI.
c. Rekening sebagaimana dimaksud pada butir b.1)
terdiri dari sub-rekening yaitu Issuing Account (ISSU),
Withdrawal (DRAW), Available for Sale (AVAI), Not
Available for Sale (NAVL), Available Waiting for Reselling
(AWAS), Restricted for usage (RSTR), Pledged (PLED),
Blocked for Trading (BLOT), Pending Delivery Following
Corporate Action (PEDA), Pending Delivery (PEND), dan
Blocked (BLOK) sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran VI.
3. Setelmen
a. Pelaksanaan Setelmen
Pelaksanaan Setelmen melalui BI-SSSS dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Setelmen terdiri dari Setelmen Surat Berharga
dan/atau Setelmen Dana.
2) Setelmen hanya dapat dilakukan apabila:
a) Surat ...
82
a) Surat Berharga pada Rekening Surat
Berharga mencukupi untuk pelaksanaan
Setelmen Surat Berharga; dan/atau
b) saldo pada Rekening Setelmen Dana Peserta
atau Bank Pembayar mencukupi untuk
pelaksanaan Setelmen Dana.
3) Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga
dan/atau Rekening Setelmen Dana Peserta tidak
mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen maka
instruksi Setelmen atas transaksi Surat Berharga
Peserta akan masuk dalam mekanisme antrian.
4) Setelmen transaksi Surat Berharga di BI-SSSS
bersifat final sehingga seluruh Setelmen transaksi
yang telah dilakukan melalui BI-SSSS tidak dapat
dibatalkan (unwinding).
5) Setelmen transaksi dapat dilakukan secara:
a) Delivery versus Payment (DvP), yaitu
mekanisme Setelmen transaksi dengan cara
Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana
dilakukan secara bersamaan.
b) Free of Payment (FoP), yaitu mekanisme
Setelmen transaksi dengan cara Setelmen
Surat Berharga tanpa disertai Setelmen
Dana; dan
c) Delivery versus Delivery (DvD), yaitu
mekanisme Setelmen transaksi yang
melibatkan dua kewajiban Setelmen Surat
Berharga.
6) Setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada
angka 5) dilakukan berdasarkan data transaksi
per transaksi (gross to gross) sesuai dengan
urutan transaksi yang diterima BI-SSSS.
7) Peserta dan/atau Bank Pembayar harus berstatus
aktif sebagai peserta Sistem BI-RTGS untuk
melakukan Setelmen dengan mekanisme DvP.
8) Dalam ...
83
8) Dalam hal Setelmen atas transaksi dilakukan
secara FoP, Peserta harus menginformasikan
tujuan setelmen transaksi FoP pada instruksi
Setelmen di BI-SSSS.
9) Dalam hal Peserta melakukan transaksi FoP yang
diikuti dengan setelmen dana yang tidak
dilakukan melalui Sistem BI-RTGS maka Peserta
harus mengisi informasi nilai setelmen dana atau
harga pada instruksi Setelmen BI-SSSS.
10) Pelaksanaan Setelmen melalui BI-SSSS meliputi
Setelmen atas transaksi sebagai berikut:
a) Penerbitan di pasar perdana.
b) Transaksi Surat Berharga di pasar sekunder
yang meliputi:
(1) Jual beli secara putus (outright) yaitu
transaksi pembelian dan penjualan
Surat Berharga secara putus tanpa
kewajiban penjualan dan pembelian
kembali.
(2) Repurchase Agreement
(Repo) yaitu
transaksi pinjam meminjam dana
dengan jaminan Surat Berharga sesuai
dengan harga dan jangka waktu yang
disepakati.
(3) Transfer yaitu Setelmen transaksi yang
mengakibatkan perpindahan Surat
Berharga kepada Peserta lain yang tidak
disertai Setelmen Dana.
(4) Pengagunan (pledge) yaitu pemindahan
suatu aset berupa Surat Berharga yang
digunakan untuk menjamin dipenuhinya
kewajiban salah satu pihak yang
bertransaksi tanpa pengalihan hak atau
kepemilikan atas Surat Berharga.
(5) Pinjam ...
84
(5) Pinjam meminjam Surat Berharga
(securities lending and borrowing) yaitu
transaksi pinjam meminjam Surat
Berharga dengan jaminan Surat
Berharga atau dana.
11) Setelmen transaksi Repo sebagaimana dimaksud
pada butir 10).b).(2) terdiri dari:
a) Repo Sell And Buyback (Repo SBB)
(1) Repo SBB yaitu Setelmen Repo dengan
pencatatan Surat Berharga berpindah
dari Rekening Surat Berharga Peserta
peminjam dana kepada Peserta yang
meminjamkan dana.
(2) Repo SBB terdiri dari:
(1) Repo SBB tipe 1 yaitu Setelmen
Repo SBB dengan re-routing
kupon/bunga atau imbalan pada
saat Setelmen second leg kepada
Peserta peminjam dana.
(2) Repo SBB tipe 2 yaitu Setelmen
Repo SBB dengan re-routing
kupon/bunga atau imbalan pada
saat pembayaran kupon/bunga
atau imbalan jatuh waktu kepada
Peserta peminjam dana.
b) Repo Collateralized Borrowing (Repo CB)
(1) Repo CB tipe 1 yaitu Setelmen Repo CB
dengan pencatatan Surat Berharga tetap
pada Rekening Surat Berharga Peserta
peminjam dana.
(2) Repo CB tipe 2 yaitu Setelmen Repo CB
dengan pencatatan Surat Berharga pada
Rekening Surat Berharga Peserta yang
meminjamkan dana dengan re-routing
kupon/bunga atau imbalan pada saat
pembayaran ...
85
pembayaran kupon/bunga atau imbalan
jatuh waktu kepada Peserta peminjam
dana.
12) Setelmen transaksi pengagunan (pledge)
sebagaimana dimaksud pada butir 10)b)(4) terdiri
dari:
a) Pledge tipe 1, yaitu Setelmen transaksi pledge
dengan pencatatan Surat Berharga tetap
pada Rekening Surat Berharga Peserta
pemberi agunan.
b) Pledge tipe 2, yaitu Setelmen transaksi pledge
dengan pencatatan Surat Berharga pada
Rekening Surat Berharga Peserta penerima
agunan dengan re-routing kupon/bunga atau
imbalan pada saat pembayaran kupon/bunga
atau imbalan jatuh waktu kepada Peserta
pemberi agunan.
13) Setelmen transaksi Securities Lending and
Borrowing (SLB) sebagaimana dimaksud pada
butir 10)b)(5) terdiri dari:
a) SLB tipe 1, yaitu Setelmen transaksi SLB
tanpa re-routing kupon/bunga atau imbalan
pada saat pembayaran kupon/bunga atau
imbalan jatuh waktu baik untuk Surat
Berharga yang dipinjamkan maupun Surat
Berharga yang diserahkan sebagai jaminan.
b) SLB tipe 2, yaitu Setelmen transaksi SLB
dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan
kepada Peserta penerima pinjaman Surat
Berharga pada saat pembayaran
kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu
untuk Surat Berharga yang diserahkan
sebagai jaminan.
c) SLB tipe 3, yaitu Setelmen transaksi SLB
dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan
kepada ...
86
kepada Peserta pemberi pinjaman Surat
Berharga pada saat pembayaran
kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu
untuk Surat Berharga yang dipinjamkan.
d) SLB tipe 4, yaitu Setelmen transaksi SLB
dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan
kepada Peserta pemberi dan penerima
pinjaman Surat Berharga pada saat
pembayaran kupon/bunga atau imbalan
jatuh waktu baik untuk Surat Berharga yang
dipinjamkan maupun Surat Berharga yang
diserahkan sebagai jaminan.
e) SLB tipe 5, yaitu Setelmen transaksi SLB
yang menggunakan dana sebagai jaminan
dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan
kepada Peserta pemberi pinjaman Surat
Berharga pada saat pembayaran
kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu
untuk Surat Berharga yang dipinjamkan.
14) Surat Berharga yang telah dicatat sebagai agunan
dalam BI-SSSS tidak dapat digunakan untuk
tujuan lain.
b. Pengiriman dan Pemrosesan Instruksi Setelmen
1) Pelaksanaan Setelmen transaksi Surat Berharga
antar Peserta dilakukan dengan prinsip matching
yaitu data instruksi Setelmen yang dikirim oleh
kedua Peserta harus sesuai.
2) Pengiriman instruksi Setelmen sebagaimana
dimaksud pada angka 1), dapat dilakukan Peserta
dengan mekanisme sebagai berikut:
a) kedua Peserta menginput dan mengirim
instruksi Setelmen; atau
b) salah satu Peserta menginput dan mengirim
instruksi Setelmen dan Peserta lawan
transaksi melakukan make pair, yaitu
membuat ...
87
membuat instruksi Setelmen berdasarkan
instruksi Setelmen lawan transaksinya.
3) Setiap instruksi Setelmen memiliki communication
refference yang merupakan kode unik dalam
pengiriman instruksi Setelmen, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Communication refference diisi dengan nomor
referensi pelaporan transaksi yang diperoleh
dari Penerima Laporan Transaksi Efek
(PLTE).
b) Dalam hal transaksi yang dilakukan Peserta
tidak harus dilaporkan kepada PLTE,
pengisian communication refference dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) communication refference terdiri dari 16
(enam belas) digit kombinasi angka dan
huruf dengan format sebagaimana
dalam Lampiran X.
(2) communication refference yang telah
digunakan tidak dapat digunakan
kembali selama:
(a) Setelmen belum berhasil dilakukan;
(b)
instruksi Setelmen masuk dalam
antrian atau belum dibatalkan;
atau
(c) Setelmen atas transaksi second leg
belum jatuh waktu.
4)
Instruksi Setelmen Surat Berharga melalui BI-
SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 2)
didasarkan pada suatu perintah pembukuan atau
transfer Surat Berharga sesuai ketentuan yang
ditetapkan oleh masing-masing Peserta.
5) Dalam hal data instruksi Setelmen transaksi
belum memenuhi prinsip matching atau instruksi
Setelmen transaksi salah satu Peserta belum
diterima ...
88
diterima di SCN maka instruksi Setelmen tersebut
akan masuk dalam mekanisme antrian.
6) Pelaksanaan pemrosesan instruksi Setelmen pada
BI-SSSS dilakukan dengan mempertimbangkan
antara lain:
a) kecukupan saldo di Rekening Surat Berharga
atau sub-rekening Surat Berharga milik
Peserta atau pihak pemilik Rekening Surat
Berharga;
b) kecukupan saldo di Rekening Setelmen Dana
milik Peserta atau Bank Pembayar;
c)
tingkat prioritas transaksi di BI-SSSS dan
Sistem BI-RTGS;
d) urutan transaksi yang dikirimkan ke BI-
SSSS;
e) batas Setelmen dana (settlement limit);
f) periode waktu kegiatan yang telah ditetapkan
oleh Penyelenggara;
g) status kepesertaan Peserta di BI-SSSS;
h) status kepesertaan Peserta dan/atau Bank
Pembayar di Sistem BI-RTGS; dan
i) batas waktu terakhir Surat Berharga atau
instrumen keuangan lainnya dapat dilakukan
setelmennya melalui BI-SSSS.
7) Penyelenggara menetapkan prioritas Setelmen
Surat Berharga pada BI-SSSS dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) High Priority
(1)
Instruksi Setelmen yang termasuk dalam
grup high priority antara lain Setelmen
atas TDBI, transaksi Surat Berharga
dengan Pemerintah, dan transaksi FLI.
(2) Grup high priority terdiri atas angka
prioritas 1000 sampai dengan 1029.
b) Normal ...
89
b) Normal Priority
(1)
Instruksi Setelmen yang termasuk dalam
grup normal priority antara lain Setelmen
atas transaksi antar Peserta.
(2) Grup normal priority terdiri atas angka
prioritas 1030 sampai dengan 1059.
c) Low Priority
(1)
Instruksi Setelmen yang termasuk dalam
grup low priority antara lain Setelmen
atas transaksi antar Peserta.
(2) Grup low priority terdiri atas angka
prioritas 1060 sampai dengan 1089.
8) Penyelesaian instruksi Setelmen yang masuk
dalam mekanisme antrian sebagaimana dimaksud
pada angka 5) diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Pelaksanaan Setelmen dalam mekanisme
antrian dilakukan dengan prinsip:
(1) First In First Out (FIFO) untuk setelmen
Surat Berharga atas transaksi outright,
transfer, dan Surat Berharga yang
dipinjamkan dalam transaksi SLB.
(2) First Available First Out (FAFO) untuk
setelmen Surat Berharga atas transaksi
repo, pledge, dan Surat Berharga yang
dijaminkan dalam transaksi SLB.
(3) Dalam hal setelmen dilakukan secara
DvP, pelaksanaan Setelmen Dana sesuai
dengan mekanisme antrian pada Sistem
BI-RTGS.
b) Pelaksanaan Setelmen dalam mekanisme
antrian dengan prinsip FIFO sebagaimana
dimaksud pada huruf a) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
(1) Setelmen ...
90
(1) Setelmen grup low priority dilakukan
setelah Setelmen pada grup high priority
dan normal priority berhasil dilakukan.
(2) Setelmen grup normal priority dilakukan
setelah Setelmen pada grup high priority
berhasil dilakukan.
(3)
Instruksi Setelmen yang berada dalam
mekanisme antrian akan dibatalkan
secara otomatis oleh sistem pada awal
periode cut-off warning BI-SSSS atau
waktu yang telah ditetapkan.
(4) Peserta dapat melakukan pengelolaan
prioritas untuk grup normal priority dan
low priority.
(5) Pengelolaan prioritas sebagaimana
dimaksud pada angka (4) dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
(a) Reordering
Reordering dilakukan dengan
mengubah angka prioritas Setelmen
dalam satu grup prioritas.
(b) Reprioritization
Reprioritization dilakukan dengan
mengubah grup prioritas instruksi
Setelmen, dari grup normal priority
ke grup low priority atau sebaliknya.
(c) Cancellation
Cancellation dilakukan dengan
membatalkan transaksi di dalam
mekanisme antrian.
9) Peserta dapat melakukan pembatalan instruksi
Setelmen transaksi Surat Berharga yang telah
masuk dalam mekanisme antrian sebagaimana
dimaksud pada butir a.3) dan angka 5) dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) pembatalan ...
91
a) pembatalan instruksi Setelmen dapat
dilakukan oleh Peserta secara sepihak dalam
hal lawan transaksi belum melakukan
pengiriman instruksi Setelmen; atau
b) pembatalan instruksi Setelmen dapat
dilakukan oleh Peserta berdasarkan
kesepakatan dari kedua belah pihak dalam
hal status Setelmen sudah matching namun
masih dalam mekanisme antrian atau data
instruksi Setelmen yang dikirim oleh kedua
belah pihak belum matching.
10) Peserta dapat mengirimkan transaksi titipan
(future date transaction) paling lama untuk tanggal
valuta Setelmen 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
pengiriman data instruksi Setelmen atas transaksi
Surat Berharga ke SCN.
11) Peserta dapat menentukan waktu pelaksanaan
Setelmen dilakukan selama periode waktu
kegiatan yang ditetapkan sebagai berikut:
a) waktu paling awal Setelmen dilakukan;
dan/atau
b) waktu paling akhir Setelmen dilakukan.
c. Penunjukan Sub-Registry dan Bank Pembayar
1) Setiap pihak bukan Peserta yang melakukan
pembelian Surat Berharga harus menunjuk Sub-
Registry untuk melakukan penatausahaan Surat
Berharga yang dimilikinya.
2) Sub-Registry dan Peserta yang tidak memiliki
Rekening Setelmen Dana harus menunjuk Bank
Pembayar untuk melakukan Setelmen Dana.
3) Penunjukan Bank Pembayar dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Penunjukan Bank Pembayar oleh Sub-Registry
dan Peserta yang tidak memiliki Rekening
Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada
angka ...
92
angka 2) dilakukan dengan mengajukan surat
penunjukan Bank Pembayar kepada
Penyelenggara yang dilengkapi dengan surat
konfirmasi sebagai Bank Pembayar dan surat
kuasa dari Bank Pembayar.
b) Peserta sebagaimana dimaksud pada huruf a)
dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) Bank
Pembayar untuk Setelmen Dana atas
transaksi Surat Berharga antar Peserta di
pasar sekunder.
4) Bank Pembayar melakukan pengelolaan batas
dana yang digunakan untuk Setelmen (settlement
limit) bagi Peserta yang menunjuk Bank Pembayar
tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Penetapan batas dana yang digunakan untuk
Setelmen (settlement limit) dilakukan
berdasarkan kesepakatan Bank Pembayar
dengan Peserta yang menunjuk.
b) Batas dana yang digunakan untuk Setelmen
(settlement limit) dapat bertambah atau
berkurang sesuai dengan Setelmen Dana atas
transaksi Peserta yang menunjuk.
c) Bank Pembayar harus melakukan monitoring
batas dana yang digunakan untuk Setelmen
(settlement limit).
4. Pengelolaan Surat Berharga Yang Dijadikan Sebagai
Jaminan (Collateral Management) oleh Penyelenggara
a. Penyelenggara menetapkan parameter pengelolaan Surat
Berharga Yang Dijadikan Sebagai Jaminan (Collateral
Management) untuk pelaksanaan Setelmen transaksi
yang dilakukan dengan Bank Indonesia antara lain
transaksi Operasi Moneter, Operasi Moneter Syariah,
dan transaksi FLI.
b. Parameter sebagaimana dimaksud pada huruf a, antara
lain meliputi tipe Surat Berharga, batas waktu Surat
Berharga ...
93
Berharga dapat ditransaksikan, dan potongan harga
(haircut).
5. Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan dan Pelunasan
Pokok/Nominal
a. Penyelenggara melakukan pembayaran kupon/bunga
atau imbalan, serta pelunasan pokok/nominal Surat
Berharga dan instrumen keuangan lainnya kepada
Peserta.
b. Dalam kegiatan pembayaran dan pelunasan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, Penyelenggara
berwenang mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta
yang menjadi penerbit Surat Berharga dan instrumen
keuangan lainnya.
c. Perhitungan nilai pembayaran dan pelunasan mengacu
pada ketentuan dan persyaratan masing-masing seri
Surat Berharga dan instrumen keuangan lainnya.
d. Penerima pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan
pelunasan pokok/nominal pada saat jatuh waktu yaitu
Peserta yang tercatat sebagai pemilik Surat Berharga
atau instrumen keuangan lainnya pada akhir hari
tanggal batas waktu penetapan penerima pembayaran
kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan
pokok/nominal.
e. Dalam hal terdapat re-routing kupon/bunga atau
imbalan, pembayaran kupon/bunga atau imbalan
kepada Peserta dilakukan sesuai dengan jenis dan tipe
transaksi Surat Berharga yang dilakukan Peserta.
f. Batas waktu penetapan penerima pembayaran
kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan
pokok/nominal sebagaimana dimaksud pada huruf d
mengacu pada ketentuan dan persyaratan masing-masing
seri Surat Berharga dan instrumen keuangan lainnya.
g. Pelunasan pokok/nominal sebelum jatuh waktu (early
redemption) dapat dilakukan berdasarkan instruksi
dari ...
94
dari penerbit Surat Berharga atau instrumen keuangan
lainnya.
h. Penyelenggara melakukan pembayaran kupon/bunga
atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam hal pembayaran kupon/bunga atau
imbalan, melakukan Setelmen Dana dengan
mendebit Rekening Setelmen Dana penerbit dan
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau
Bank Pembayar sebesar nilai kupon/bunga atau
imbalan yang jatuh waktu.
2) Dalam hal pelunasan pokok/nominal:
a) melakukan Setelmen Dana dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana penerbit dan
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
atau Bank Pembayar sebesar nilai nominal
jatuh waktu atau early redemption; dan
b) melakukan Setelmen Surat Berharga dengan
mendebit rekening DEPO Peserta dan
mengkredit rekening ISSU penerbit sebesar
nilai nominal Surat Berharga atau instrumen
keuangan lainnya jatuh waktu atau early
redemption.
i. Setelmen Dana early redemption dapat disertai dengan
pembayaran accrued interest atau bagian imbalan.
j. Dalam hal tanggal pembayaran kupon/bunga atau
imbalan dan tanggal pelunasan pokok/nominal Surat
Berharga dan instrumen keuangan lainnya merupakan
hari libur maka pelaksanaannya dilakukan pada hari
kerja berikutnya.
k. Sub-Registry harus meneruskan pembayaran
kupon/bunga atau imbalan serta pelunasan
pokok/nominal kepada nasabah yang berhak sesuai
pencatatan kepemilikan individual di sistem Sub-
Registry pada tanggal yang sama dengan tanggal
pembayaran ...
95
pembayaran kupon/bunga atau imbalan serta
pelunasan pokok/nominal oleh Penyelenggara.
l. Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan pembayaran
kupon/bunga atau imbalan serta pelunasan
pokok/nominal sebagaimana dimaksud pada huruf j
maka Sub-Registry harus memberikan kompensasi
kepada nasabah sesuai kesepakatan Sub-Registry dan
nasabah.
6. Laporan Posisi Rekening Surat Berharga
a. Peserta pemilik Rekening Surat Berharga memperoleh
laporan posisi harian Rekening Surat Berharga dari
Penyelenggara setiap akhir hari saat tutup sistem.
b. Peserta dapat memperoleh informasi posisi Rekening
Surat Berharga selama waktu operasional BI-SSSS.
c. Laporan posisi harian Rekening Surat Berharga
sebagaimana dimaksud pada huruf a memuat
informasi mutasi selama waktu operasional BI-SSSS
yang mempengaruhi perubahan posisi pencatatan
pada Rekening Surat Berharga Peserta.
d. Dalam hal terjadi perbedaan posisi harian Rekening
Surat Berharga yang tercatat di sistem Peserta dengan
sistem Penyelenggara maka yang digunakan adalah
posisi harian Rekening Surat Berharga yang tercatat di
sistem Penyelenggara.
E. Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi Moneter
Syariah
1. Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi
Moneter Syariah dalam rangka Absorpsi Likuiditas
a. Setelmen transaksi Operasi Moneter dan Operasi
Moneter Syariah dalam rangka mengurangi absorpsi
likuiditas, terdiri dari:
1) Setelmen transaksi penerbitan antara lain
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS), dan Sertifikat Deposit
Bank Indonesia (SDBI).
2) Setelmen ...
96
2) Setelmen transaksi dalam rangka penempatan
antara lain Term Deposit, Deposit Facility, dan
Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
(FASBIS).
3) Setelmen transaksi pasar sekunder antara lain
Reverse Repo SBN dan outright jual SBN.
b. Pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada
huruf a dilakukan secara gross to gross dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar nilai
Setelmen yang menjadi kewajiban Peserta.
2) Setelah Setelmen Dana berhasil, dilakukan
Setelmen Surat Berharga di BI-SSSS, sebagai
berikut:
a) Dalam hal transaksi penerbitan dan
transaksi dalam rangka penempatan
sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan
butir a.2), Setelmen dilakukan dengan
mendebit rekening ISSU-ISSU Bank
Indonesia dan mengkredit rekening DEPO-
AVAI Peserta sebesar nilai nominal
penerbitan atau penempatan.
b) Dalam hal transaksi pasar sekunder
sebagaimana dimaksud pada butir a.3),
Setelmen dilakukan sebagai berikut:
(1) untuk transaksi Reverse Repo SBN:
(a) mencatat transaksi Reverse Repo
SBN dengan mendebit rekening
CASHVI-AVAI Peserta dan
mengkredit rekening CASHVI-AVAI
Bank Indonesia sebesar nilai
Setelmen Reverse Repo SBN;
(b) mendebit rekening DEPO-AVAI
Bank Indonesia dan mengkredit
rekening ...
97
rekening DEPO-AVAI Peserta
sebesar nilai nominal Surat
Berharga, dalam hal Bank
Indonesia menggunakan jenis
transaksi Repo SBB;
(c) mendebit rekening DEPO-AVAI
Bank Indonesia dan mengkredit
rekening REPO-PLED Bank
Indonesia sebesar nilai nominal
Surat Berharga, dalam hal Bank
Indonesia menggunakan jenis
transaksi Repo CB tipe 1; atau
(d) mendebit rekening DEPO-AVAI
Bank Indonesia dan mengkredit
rekening REPO-PLED Peserta
sebesar nilai nominal Surat
Berharga, dalam hal Bank
Indonesia menggunakan jenis
transaksi Repo CB tipe 2.
(2) Untuk transaksi outright jual SBN,
mendebit rekening DEPO-AVAI Bank
Indonesia dan mengkredit rekening
DEPO-AVAI Peserta sebesar nilai
nominal Surat Berharga.
c. Dalam hal Setelmen Dana dan/atau Setelmen Surat
Berharga tidak berhasil karena saldo Rekening
Setelmen Dana dan/atau saldo Rekening Surat
Berharga tidak mencukupi sampai dengan batas waktu
Setelmen transaksi Operasi Moneter dan Operasi
Moneter Syariah atau awal periode cut-off warning BI-
SSSS, sistem membatalkan Setelmen sebagaimana
dimaksud pada huruf b.
d. Pelaksanaan Setelmen jatuh waktu atas Operasi
Moneter dan Operasi Moneter Syariah dilakukan di
awal hari dengan prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen ...
98
1) Setelmen jatuh waktu dalam rangka pelunasan
antara lain untuk SBI, SBIS, SDBI, Term Deposit,
Deposit Facility, dan FASBIS sebagaimana
dimaksud pada butir a.1) dan butir a.2) dilakukan
sebagai berikut:
a) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan
mendebit Rekening DEPO-AVAI Peserta dan
mengkredit rekening ISSU-DRAW Bank
Indonesia sebesar nilai nominal jatuh waktu.
b) Setelmen Dana dilakukan dengan mengkredit
Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank
Pembayar sebesar nilai nominal jatuh waktu.
c) Setelmen dana sebagaimana dimaksud pada
huruf b) dapat disertai dengan pembayaran
bunga atau imbalan sesuai dengan ketentuan
dan persyaratan yang ditetapkan dalam
ketentuan mengenai Operasi Moneter dan
Operasi Moneter Syariah.
2) Setelmen second leg reverse Repo SBN
sebagaimana dimaksud pada butir a.3) dilakukan
sebagai berikut:
a) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan:
(1) mencatat transaksi second leg reverse
Repo SBN dengan mendebit rekening
CASHVI-AVAI Bank Indonesia dan
mengkredit rekening CASHVI-AVAI
Peserta sebesar nilai setelmen second leg
reverse Repo SBN; dan
(2) mendebit Rekening DEPO-AVAI Peserta
dan mengkredit Rekening DEPO-AVAI
Bank Indonesia sebesar nilai nominal
SBN.
b) Setelah Setelmen Surat Berharga berhasil,
Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Bank Indonesia dan
mengkredit ...
99
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
atau Bank Pembayar sebesar nilai Setelmen,
sesuai dengan jenis dan tipe Repo yang
digunakan.
c) Dalam hal Setelmen Surat Berharga tidak
berhasil karena saldo Rekening Surat
Berharga tidak mencukupi sampai dengan
batas waktu Setelmen transaksi Operasi
Moneter dan Operasi Moneter Syariah atau
awal periode cut-off warning BI-SSSS, sistem
membatalkan Setelmen sebagaimana
dimaksud pada huruf b).
d) Atas pembatalan Setelmen transaksi
sebagaimana dimaksud pada huruf c),
transaksi Reverse Repo SBN diperlakukan
sebagai transaksi outright.
2. Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi
Moneter Syariah dalam rangka Injeksi Likuiditas
a. Setelmen transaksi Operasi Moneter dan Operasi
Moneter Syariah dalam rangka menambah injeksi
likuiditas di pasar uang rupiah antara lain terdiri dari
Setelmen Repo, outright beli SBN, dan lending facility.
b. Pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada
huruf a dilakukan secara gross to gross dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan:
a) Untuk transaksi Repo dan lending facility:
(1) mencatat transaksi Repo dan lending
facility dengan mendebit rekening
CASHVI-AVAI Bank Indonesia dan
mengkredit rekening CASHVI-AVAI
Peserta sebesar nilai Setelmen Repo dan
lending facility.
(2) mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta
dan mengkredit rekening DEPO-AVAI
Bank ...
100
Bank Indonesia sebesar nilai nominal
Surat Berharga, dalam hal Bank
Indonesia menggunakan jenis transaksi
Repo SBB;
(3) mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta
dan mengkredit rekening REPO-PLED
Peserta sebesar nilai nominal Surat
Berharga, dalam hal Bank Indonesia
menggunakan jenis transaksi Repo CB
tipe 1; atau
(4) mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta
dan mengkredit rekening REPO-PLED
Bank Indonesia sebesar nilai nominal
Surat Berharga, dalam hal Bank
Indonesia menggunakan jenis transaksi
Repo CB tipe 2.
b) Untuk transaksi outright beli SBN, mendebit
rekening DEPO-AVAI Peserta dan mengkredit
rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia sebesar
nilai nominal Surat Berharga.
2) Setelah Setelmen Surat Berharga berhasil,
dilakukan Setelmen Dana dengan mengkredit
Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank
Pembayar sebesar nilai Setelmen.
c. Dalam hal Setelmen Surat Berharga sebagaimana
dimaksud pada butir b.1) tidak berhasil dilakukan
karena saldo Rekening Surat Berharga Bank tidak
mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen
transaksi Operasi Moneter dan Operasi Moneter
Syariah atau awal periode cut-off warning BI-SSSS,
sistem akan membatalkan Setelmen transaksi.
d. Pelaksanaan Setelmen jatuh waktu atas Operasi
Moneter dan Operasi Moneter Syariah dilakukan di
awal hari untuk Setelmen second leg Repo dan second
leg ...
101
leg lending facility sebagaimana dimaksud pada huruf
a dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank
Pembayar dan mengkredit Rekening Setelmen
Dana Bank Indonesia sebesar nilai Setelmen,
sesuai dengan jenis dan tipe Repo yang
digunakan.
2) Setelah Setelmen Dana berhasil, Setelmen Surat
Berharga dilakukan dengan:
a) mencatat transaksi second leg Repo dan
second leg lending facility dengan mendebit
rekening CASHVI-AVAI Peserta dan
mengkredit rekening CASHVI-AVAI Bank
Indonesia sebesar nilai setelmen second leg
Repo dan second leg lending facility.
b) mendebit Rekening DEPO-AVAI Bank
Indonesia dan mengkredit Rekening DEPO-
AVAI Peserta sebesar nilai nominal Surat
Berharga.
3) Dalam hal Setelmen Dana tidak berhasil karena
saldo Rekening Setelmen Dana tidak mencukupi
sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi
Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah
atau awal periode cut-off warning BI-SSSS, sistem
membatalkan Setelmen sebagaimana dimaksud
pada angka 1).
e. Atas pembatalan Setelmen transaksi sebagaimana
dimaksud pada butir d.3) diberlakukan hal-hal
sebagai berikut:
1) pelaksanaan early redemption, untuk Surat
Berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
atau
2) diperlakukan ...
102
2) diperlakukan sebagai transaksi outright, untuk
Surat Berharga yang diterbitkan oleh selain Bank
Indonesia.
3. Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan Transaksi Dengan
Bank Indonesia (TDBI)
Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan TDBI, dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pembayaran kupon/bunga atau imbalan berdasarkan
posisi akhir hari pencatatan kepemilikan TDBI di
Central Registry dilakukan pada tanggal batas waktu
penetapan penerima kupon/bunga atau imbalan
sesuai ketentuan dan persyaratan TDBI.
b. Penyelenggara melakukan pembayaran atas
kupon/bunga atau imbalan atas Surat Berharga yang
diterbitkan Bank Indonesia dalam rangka TDBI sesuai
dengan ketentuan dan persyaratan dari Bank
Indonesia.
c. Pelaksanaan pembayaran dan besarnya kupon/bunga
atau imbalan mengacu pada ketentuan yang mengatur
mengenai Operasi Moneter dan Operasi Moneter
Syariah.
4. Pelunasan Pokok Transaksi Dengan Bank Indonesia (TDBI)
Pelunasan Pokok TDBI dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Pelunasan pokok TDBI dapat dilakukan sebelum jatuh
waktu (early redemption) dan pada saat jatuh waktu
sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai
Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah.
b. Pelunasan pokok TDBI dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut:
1) Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank
Pembayar sebesar nilai nominal jatuh waktu atau
early redemption.
2) Setelmen ...
103
2) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mendebit
Rekening DEPO-AVAI Peserta dan mengkredit
Rekening ISSU-DRAW Bank Indonesia sebesar nilai
nominal jatuh waktu atau early redemption.
c. Pembayaran pelunasan pokok TDBI berdasarkan posisi
pencatatan kepemilikan TDBI di BI-SSSS pada tanggal
batas waktu penetapan penerima pelunasan pokok
sesuai ketentuan dan persyaratan TDBI.
d. Pelaksanaan pembayaran pelunasan pokok TDBI
dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang
mengatur mengenai Operasi Moneter dan Operasi
Moneter Syariah.
e. Dalam hal TDBI berupa Surat Berharga dan dimiliki
oleh nasabah Sub-Registry, Sub-Registry wajib
meneruskan pembayaran pelunasan pokok/nominal
Surat Berharga pada tanggal yang sama kepada
nasabah pemilik Surat Berharga.
f. Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan pembayaran
pelunasan pokok/nominal Surat Berharga pada
tanggal yang sama kepada nasabah pemilik Surat
Berharga sebagaimana dimaksud pada huruf e, Sub-
Registry harus membayar kompensasi kepada nasabah
pemilik Surat Berharga sesuai kesepakatan Sub-
Registry dan nasabah.
5. Pelaksanaan Pembebanan Sanksi Administratif Kewajiban
Membayar dalam Rangka Operasi Moneter dan Operasi
Moneter Syariah
Penyelenggara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta
atau Bank Pembayar untuk pembebanan sanksi
administratif kewajiban membayar sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai Operasi Moneter dan
Operasi Moneter Syariah.
F. Penatausahaan Transaksi SBN
1. Penatausahaan Transaksi SBN
a. Penyelenggara melakukan Setelmen SBN atas:
1) transaksi ...
104
1)
transaksi penerbitan SBN yang dilakukan melalui
lelang oleh Bank Indonesia, antara lain lelang
SUN dan SBSN;
2)
transaksi penerbitan SBN yang dilakukan tidak
melalui lelang oleh Bank Indonesia antara lain
penjualan SBN oleh Pemerintah secara
bookbuilding dan private placement;
3)
4)
transaksi pembelian kembali (buyback) dengan
cara tunai atau penukaran (debt switching); dan
transaksi peminjaman SBN oleh Dealer Utama.
b. Rekening Pemerintah sebagai penerbit SBN yang
digunakan dalam rangka Setelmen transaksi SBN yaitu
rekening yang ditatausahakan di Penyelenggara
sebagai berikut:
1) Rekening Setelmen Dana Pemerintah dalam
rangka pengelolaan SBN yang digunakan untuk:
a) pelaksanaan pembayaran dalam rangka
penyelesaian kewajiban pembayaran
kupon/bunga atau imbalan, pelunasan
pokok/nominal dan kewajiban lainnya terkait
SBN; dan
b) penerimaan hasil penerbitan atau
penerimaan lainnya terkait transaksi SBN.
2) Rekening Surat Berharga Pemerintah dalam
rangka penerbitan SBN dan dalam rangka
pencatatan kepemilikan dan/atau aktivitas
transaksi SBN Pemerintah sebagai penerbit SBN,
antara lain transaksi peminjaman SBN kepada
Dealer Utama.
2. Setelmen Transaksi Penerbitan SBN
a. Setelmen transaksi penerbitan SBN sebagaimana
dimaksud pada butir 1.a.1) dan butir 1.a.2) dilakukan
pada tanggal Setelmen, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Setelmen Dana
a) Setelmen ...
105
a) Setelmen dana untuk transaksi penerbitan
dilakukan secara DvP.
b) Pelaksanaan Setelmen dana secara DvP
sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilakukan
dengan mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta atau Bank Pembayar dan mengkredit
Rekening Setelmen Dana Pemerintah, sebesar
nilai Setelmen.
c) Pelaksanaan Setelmen Dana dilakukan
secara FIFO sesuai dengan urutan transaksi.
2) Setelmen Surat Berharga
a) Pelaksanaan Setelmen Surat Berharga
dilakukan setelah Setelmen dana
sebagaimana dimaksud pada butir 1).b)
berhasil dilakukan.
b) Pelaksanaan Setelmen Surat Berharga
dilakukan dengan mendebit Rekening ISSU-
ISSU Pemerintah dan mengkredit Rekening
DEPO-AVAI Peserta, sebesar nilai nominal
SBN.
b. Dalam hal saldo Rekening Setelmen Dana Peserta atau
Bank Pembayar tidak mencukupi sampai dengan batas
waktu Setelmen transaksi SBN atau awal periode cut-
off warning BI-SSSS, sistem akan membatalkan
Setelmen transaksi SBN.
3. Setelmen Transaksi Pembelian Kembali SBN oleh
Pemerintah (Buyback)
Penyelenggara melakukan Setelmen buyback pada tanggal
Setelmen dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Lelang Buyback dengan Cara Tunai
1) Setelmen Surat Berharga
a) Penyelenggara mendebit Rekening DEPO-
AVAI Peserta dan mengkredit Rekening ISSU-
ISSU Pemerintah, sebesar nilai nominal atas
seri SBN yang dibeli kembali, dalam hal Surat
Berharga ...
106
Berharga dilunasi sebelum jatuh waktu (early
redemption); atau
b) Penyelenggara mendebit Rekening DEPO-
AVAI Peserta dan mengkredit Rekening
DEPO-AVAI Pemerintah, sebesar nilai
nominal atas seri SBN yang dibeli kembali,
dalam hal SBN tidak dilunasi.
2) Setelmen Dana
Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Pemerintah dan
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau
Bank Pembayar sebesar nilai Setelmen.
3) Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga Peserta
tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen
Surat Berharga sampai dengan batas waktu
Setelmen yang ditetapkan pemerintah atau awal
periode cut-off warning BI-SSSS, sistem akan
membatalkan Setelmen transaksi pembelian
kembali SBN.
b. Lelang Buyback dengan Cara Penukaran (Debt
Switching)
1) Setelmen Surat Berharga
a) Setelmen atas SBN Yang Ditukar (Source
Bond)
Setelmen atas SBN Yang Ditukar dilakukan
sebagai berikut:
(1) Penyelenggara mendebit rekening DEPO-
AVAI Peserta dan mengkredit rekening
ISSU-ISSU Pemerintah, sebesar nilai
nominal atas seri SBN Yang Ditukar,
dalam hal SBN Yang Ditukar dilunasi
sebelum jatuh waktu (early redemption);
atau
(2) Penyelenggara mendebit rekening DEPO-
AVAI Peserta dan mengkredit rekening
DEPO-AVAI ...
107
DEPO-AVAI Pemerintah, sebesar nilai
nominal atas seri SBN Yang Ditukar,
dalam hal SBN tidak dilunasi.
b) Setelmen atas SBN Penukar (destination
bond)
Setelmen atas SBN Penukar dilakukan
dengan mendebit rekening ISSU-ISSU
Pemerintah dan mengkredit rekening DEPO-
AVAI Peserta, sebesar nilai nominal atas seri
SBN Penukar.
2) Setelmen Dana
Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas
selisih tunai sebagai berikut:
a) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban
Pemerintah, Setelmen Dana dilakukan
dengan mendebit Rekening Setelmen Dana
Pemerintah dan mengkredit Rekening
Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar,
sebesar selisih tunai.
b) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban
Peserta, Setelmen Dana dilakukan dengan
mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta
atau Bank Pembayar dan mengkredit
Rekening Setelmen Dana Pemerintah, sebesar
selisih tunai.
3) Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga Peserta
tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen
Surat Berharga atau saldo Rekening Setelmen
Dana Peserta tidak mencukupi untuk
pelaksanaan Setelmen Dana atas selisih tunai
sampai dengan batas waktu Setelmen yang
ditetapkan Pemerintah atau awal periode cut-off
warning BI-SSSS, sistem akan membatalkan
Setelmen transaksi penukaran SBN.
4. Setelmen ...
108
4. Setelmen Peminjaman SBN Oleh Dealer Utama
a. Setelmen peminjaman SBN dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut:
1) Setelmen Dana
Penyelenggara melakukan Setelmen biaya
peminjaman SBN (lending fee) dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank
Pembayar dan mengkredit Rekening Setelmen
Dana Pemerintah, sebesar biaya peminjaman SBN
(lending fee).
2) Setelmen Surat Berharga
a) Dalam hal Setelmen Dana atas biaya
peminjaman SBN (lending fee) sebagaimana
dimaksud pada angka 1) berhasil, Bank
Indonesia atas nama Pemerintah dan Peserta
atau Sub-Registry melakukan Setelmen atas
peminjaman SBN yang dijaminkan dan SBN
yang dipinjamkan dengan jenis transaksi SLB
tipe 1.
b) Bank Indonesia melakukan Setelmen
penerbitan SBN yang dipinjamkan dengan
mendebit Rekening ISSU-ISSU Pemerintah
dan mengkredit Rekening DEPO-AVAI Peserta
atau Sub-Registry, sebesar nilai nominal seri
SBN yang dipinjamkan.
b. Pada saat jatuh waktu peminjaman SBN, dilakukan
Setelmen pengembalian peminjaman SBN sebagai
berikut:
1) Penyelenggara melakukan Setelmen SLB Tipe 1
jatuh waktu (second leg) sebagai berikut:
a) untuk SBN yang dipinjamkan, dilakukan
dengan mendebit Rekening DEPO-AVAI
Peserta atau Sub-Registry dan mengkredit
Rekening DEPO-AVAI Pemerintah sebesar
nilai nominal SBN yang dipinjamkan; dan
b) untuk ...
109
b) untuk SBN yang dijaminkan, dilakukan
dengan mendebit Rekening DEPO-AVAI
Pemerintah dan mengkredit Rekening DEPO-
AVAI Peserta atau Sub-Registry sebesar nilai
nominal SBN yang dijaminkan.
2) Dalam hal Setelmen sebagaimana dimaksud pada
angka 1) berhasil dilakukan, Penyelenggara
melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early
redemption) atas seri SBN yang dipinjamkan dengan
mendebit Rekening DEPO-AVAI Pemerintah dan
mengkredit Rekening ISSU-DRAW Pemerintah,
sebesar nilai nominal SBN yang dilunasi.
c. Setelmen Perpanjangan Fasilitas Peminjaman SBN
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1) Dalam hal Dealer Utama telah memperoleh
persetujuan untuk memperpanjang fasilitas
peminjaman SBN dari Menteri Keuangan Republik
Indonesia c.q. DJPPR, dilakukan prosedur
pembayaran biaya peminjaman SBN (lending fee)
sebagaimana dimaksud pada butir a.1).
2) Pada saat jatuh waktu perpanjangan peminjaman
SBN, pengembalian peminjaman SBN dilakukan
sesuai prosedur sebagaimana dimaksud pada
huruf b.
d. Penyelesaian Jaminan SBN
Dalam hal Setelmen pengembalian SBN yang
dipinjamkan dinyatakan gagal dan Pemerintah telah
menetapkan pelunasan seluruh atau sebagian SBN
yang dijaminkan, Penyelenggara melakukan:
1) pelunasan sebelum jatuh waktu (early
redemption) sebesar nilai SBN yang ditetapkan
Pemerintah untuk dilunasi.
2) mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau
Bank Pembayar sebesar selisih kurang nilai pasar
SBN, dalam hal nilai pasar untuk SBN yang
dinyatakan ...
110
dinyatakan lunas lebih kecil dari nilai pasar SBN
yang dipinjamkan.
5. Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan dan Pelunasan
Pokok SBN
a. Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
1) Nilai pembayaran kupon/bunga atau imbalan
berdasarkan perhitungan dan tingkat kupon/bunga
atau imbalan sesuai dengan ketentuan dan
persyaratan masing-masing seri SBN.
2) Pembayaran kupon/bunga atau imbalan dilakukan
berdasarkan posisi pencatatan kepemilikan SBN di
BI-SSSS pada akhir hari tanggal batas waktu
penetapan penerima kupon/bunga atau imbalan
sesuai dengan ketentuan dan persyaratan masing-
masing seri SBN.
3) Penyelenggara melakukan pembayaran
kupon/bunga atau imbalan pada tanggal jatuh
waktu kupon/bunga atau imbalan, dengan
mendebit Rekening Setelmen Dana Pemerintah
dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
atau Bank Pembayar, sebesar nilai kupon/bunga
atau imbalan.
4) Sub-Registry wajib meneruskan pembayaran
kupon/bunga atau imbalan kepada nasabah
pemilik SBN pada tanggal yang sama dengan
tanggal pembayaran kupon/bunga atau imbalan
oleh Penyelenggara.
5) Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan
pembayaran kupon/bunga atau imbalan pada
tanggal yang sama sebagaimana dimaksud pada
angka 4), Sub-Registry harus membayar
kompensasi kepada nasabah pemilik SBN sesuai
kesepakatan Sub-Registry dan nasabah.
b. Pelunasan ...
111
b. Pelunasan Pokok SBN dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Pelunasan SBN dapat dilakukan sebelum jatuh
waktu (early redemption) dan pada saat jatuh
waktu sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai
penatausahaan SBN.
lelang dan
2) Dalam hal pelunasan SBN dilakukan sebelum
jatuh waktu (early redemption), pemilik Rekening
Surat Berharga di BI-SSSS yang akan menjual
SBN harus memiliki saldo pada Rekening Surat
Berharga yang mencukupi sejumlah nilai nominal
seri SBN yang akan dilunasi.
3) Prosedur pelunasan SBN sebelum jatuh waktu
(early redemption) dan pada saat jatuh waktu
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan
mendebit Rekening DEPO-AVAI Peserta dan
mengkredit Rekening
ISSU-DRAW
Pemerintah sebesar nilai nominal seri SBN
yang dilunasi.
b) Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Pemerintah dan
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
atau Bank Pembayar sebesar nilai nominal
seri SBN yang dilunasi.
c) Untuk pelunasan sebelum jatuh waktu (early
redemption) atas seri SBN dengan
kupon/bunga atau imbalan maka dilakukan
Setelmen pembayaran accrued interest atau
bagian imbalan, dengan mendebit Rekening
Setelmen Dana Pemerintah dan mengkredit
Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank
Pembayar, sebesar nilai accrued interest atau
bagian imbalan.
4) Pembayaran ...
112
4) Pembayaran pelunasan pokok SBN dilakukan
berdasarkan posisi pencatatan kepemilikan SBN
di BI-SSSS pada akhir hari tanggal batas waktu
penetapan penerima pelunasan pokok sesuai
dengan ketentuan dan persyaratan masing-
masing seri SBN.
5) Sub-Registry harus meneruskan pembayaran
pelunasan pokok/nominal SBN kepada nasabah
pemilik SBN pada tanggal yang sama dengan
tanggal pembayaran pelunasan pokok/nominal
SBN oleh Penyelenggara.
6) Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan
pembayaran pelunasan pokok/nominal SBN
sebagaimana dimaksud pada angka 5), Sub-
Registry harus membayar kompensasi kepada
nasabah pemilik SBN sesuai kesepakatan Sub-
Registry dan nasabah.
G. Penatausahaan Transaksi Pasar Keuangan
1. Setelmen Transaksi Pasar Sekunder Antar Peserta
a. Peserta pemilik Rekening Surat Berharga dapat
melakukan Setelmen transaksi Surat Berharga di
pasar sekunder dengan Peserta lain melalui BI-SSSS
untuk transaksi Surat Berharga sebagai berikut:
1) Transaksi jual beli secara putus (outright).
2) Transaksi Repo.
3) Transaksi transfer.
4) Transaksi pengagunan (pledge).
5) Transaksi pinjam-meminjam Surat Berharga
(securities lending and borrowing).
b. Setelmen transaksi jual beli secara putus (outright)
sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Setelmen transaksi outright dilakukan secara DvP.
2) Setelmen transaksi outright dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
a) Setelmen ...
113
a) Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta pembeli
atau Bank Pembayar dan mengkredit
Rekening Setelmen Dana Peserta penjual
atau Bank Pembayar sebesar nilai Setelmen
Dana; dan
b) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan
mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta
penjual dan mengkredit rekening DEPO-AVAI
Peserta pembeli sebesar nilai nominal Surat
Berharga.
c. Setelmen transaksi Repo sebagaimana dimaksud pada
butir a.2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Setelmen transaksi Repo dilakukan secara DvP.
2) Setelmen transaksi Repo SBB dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Kepemilikan Surat Berharga berpindah dari
Peserta peminjam dana kepada Peserta yang
meminjamkan dana.
b) Peserta yang meminjamkan dana dapat
mentransaksikan Surat Berharga hasil
Setelmen transaksi Repo.
c) Pelaksanaan Setelmen first leg dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
(1) Setelmen Dana
Setelmen Dana dilakukan dengan
mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta yang meminjamkan dana atau
Bank Pembayar dan mengkredit
Rekening Setelmen Dana Peserta
peminjam dana atau Bank Pembayar
sebesar nilai Setelmen Repo.
(2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen Surat Berharga dilakukan
sebagai berikut:
(a) Mencatat ...
114
(a) Mencatat transaksi Repo dengan
mendebit rekening CASHVI-AVAI
Peserta yang meminjamkan dana
dan mengkredit rekening CASHVI-
AVAI Peserta peminjam dana
sebesar nilai Setelmen Repo; dan
(b) Mendebit rekening DEPO-AVAI
Peserta peminjam dana dan
mengkredit rekening DEPO-AVAI
Peserta yang meminjamkan dana
sebesar nilai nominal Surat
Berharga.
d) Pelaksanaan Setelmen second leg dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
(1) Setelmen Dana
Setelmen Dana dilakukan dengan
mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta peminjam dana atau Bank
Pembayar dan mengkredit Rekening
Setelmen Dana Peserta yang
meminjamkan dana atau Bank
Pembayar sebesar nilai Setelmen Repo
jatuh waktu (second leg), sesuai dengan
tipe Repo SBB yang digunakan.
(2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen Surat Berharga dilakukan
sebagai berikut:
(a) Mencatat transaksi second leg Repo
dengan mendebit rekening CASHVI-
AVAI Peserta peminjam dana dan
mengkredit rekening CASHVI-AVAI
Peserta yang meminjamkan dana
sebesar nilai Setelmen second leg
Repo; dan
(b) Mendebit ...
115
(b) Mendebit rekening DEPO-AVAI
Peserta yang meminjamkan dana
dan mengkredit rekening DEPO-AVAI
Peserta peminjam dana sebesar nilai
nominal Surat Berharga.
3) Setelmen transaksi Repo CB dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Kepemilikan Surat Berharga tetap pada
Peserta peminjam dana.
b) Pelaksanaan Setelmen first leg dilakukan
sebagai berikut:
(1) Setelmen Dana
Setelmen Dana dilakukan dengan
mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta yang meminjamkan dana
atau Bank Pembayar dan
mengkredit Rekening Setelmen
Dana Peserta peminjam dana atau
Bank Pembayar sebesar nilai
Setelmen Repo.
(2) Setelmen Surat Berharga
(a) Mencatat transaksi Repo dengan
mendebit rekening CASHVI-AVAI
Peserta yang meminjamkan
dana dan mengkredit rekening
CASHVI-AVAI Peserta peminjam
dana sebesar nilai Setelmen
Repo; dan
(b) Melakukan Setelmen Surat
Berharga dengan ketentuan
sebagai berikut:
i. memindahkan
Surat
Berharga dari rekening
DEPO-AVAI ke rekening
REPO-PLED Peserta
peminjam ...
116
peminjam dana sebesar
nilai nominal Surat
Berharga, dalam hal
Peserta memilih Repo CB
tipe 1; atau
ii. mendebit rekening DEPO-
AVAI Peserta peminjam
dana dan mengkredit
rekening REPO-PLED
Peserta
meminjamkan
yang
dana
sebesar nilai nominal
Surat Berharga, dalam hal
Peserta memilih Repo CB
tipe 2.
c) Pelaksanaan Setelmen second leg
dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut:
(1) Setelmen Dana
Setelmen Dana dilakukan dengan
mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta peminjam dana atau Bank
Pembayar dan mengkredit Rekening
Setelmen Dana Peserta yang
meminjamkan dana atau Bank
Pembayar sebesar nilai Setelmen
Repo jatuh waktu (second leg).
(2) Setelmen Surat Berharga
i. Mencatat transaksi second leg
Repo dengan mendebit
rekening CASHVI-AVAI Peserta
peminjam dana
dan
mengkredit rekening CASHVI-
AVAI
Peserta
yang
meminjamkan dana sebesar
nilai ...
117
nilai Setelmen second leg Repo;
dan
ii. Memindahkan Surat Berharga
dari rekening REPO-PLED ke
rekening DEPO-AVAI Peserta
peminjam dana sebesar nilai
nominal Surat Berharga, dalam
hal Peserta memilih Repo CB
tipe 1; atau
iii. Mendebit rekening REPO-PLED
Peserta yang meminjamkan
dana dan mengkredit rekening
DEPO-AVAI Peserta peminjam
dana sebesar nilai nominal
Surat Berharga, dalam hal
Peserta memilih Repo CB tipe 2.
d. Setelmen transaksi transfer sebagaimana dimaksud
pada butir a.3) dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Setelmen transaksi transfer dilakukan secara FoP.
2) Kepemilikan Surat Berharga berpindah dari
Peserta pemberi Surat Berharga kepada Peserta
penerima Surat Berharga.
3) Pelaksanaan Setelmen transaksi
transfer
dilakukan dengan mendebit rekening DEPO-AVAI
Peserta pemberi Surat Berharga dan mengkredit
rekening DEPO-AVAI Peserta penerima Surat
Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga.
e. Setelmen transaksi Pengagunan (pledge) sebagaimana
dimaksud pada butir a.4) dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Setelmen transaksi pengagunan (pledge)
dilakukan secara FoP.
2) Kepemilikan Surat Berharga tetap berada pada
pemberi agunan.
3) Pelaksanaan ...
118
3) Pelaksanaan Setelmen first leg dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) mencatat transaksi pengagunan (pledge)
dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI
Peserta penerima agunan dan mengkredit
rekening CASHVI-AVAI Peserta pemberi
agunan sebesar nilai pasar Surat Berharga
yang diagunkan; dan
b) melakukan Setelmen Surat Berharga dengan
ketentuan sebagai berikut:
(1) memindahkan Surat Berharga dari
rekening DEPO-AVAI ke rekening DEPO-
PLED Peserta pemberi agunan sebesar
nilai nominal Surat Berharga, dalam hal
Peserta memilih pledge tipe 1; atau
(2) mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta
pemberi agunan dan mengkredit
rekening DEPO-PLED Peserta penerima
agunan sebesar nilai nominal Surat
Berharga, dalam hal Peserta memilih
pledge tipe 2.
4) Pelaksanaan Setelmen second leg dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
a) mencatat transaksi second leg dengan
mendebit rekening CASHVI-AVAI Peserta
pemberi agunan dan mengkredit rekening
CASHVI-AVAI Peserta penerima agunan
sebesar nilai pasar Surat Berharga yang
diagunkan;
b) melakukan Setelmen Surat Berharga dengan
ketentuan sebagai berikut:
(1) memindahkan Surat Berharga dari
rekening DEPO-PLED ke rekening DEPO-
AVAI Peserta pemberi agunan sebesar
nilai ...
119
nilai nominal Surat Berharga, dalam hal
Peserta memilih pledge tipe 1; atau
(2) mendebit rekening DEPO-PLED Peserta
penerima agunan dan mengkredit
rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi
agunan sebesar nilai nominal Surat
Berharga, dalam hal Peserta memilih
pledge tipe 2.
5) Dalam hal Sub-Registry melakukan Setelmen
transaksi pledge untuk dan atas nama nasabah
maka Sub-Registry harus menyampaikan bukti
pencatatan agunan kepada nasabahnya yang
melakukan transaksi pengagunan.
6) Dalam hal Peserta melakukan Setelmen transaksi
pengagunan (pledge)
tipe 1 dalam rangka
pinjaman likuiditas jangka pendek dari Bank
Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku maka
dilakukan prosedur sebagai berikut:
a) Peserta mengajukan permohonan Setelmen
transaksi pengagunan (pledge) tipe 1 kepada
Penyelenggara melalui surat yang dapat
didahului dengan faksimile.
b) Permohonan sebagaimana dimaksud pada
huruf a), disampaikan Peserta dengan
menginformasikan bahwa Setelmen transaksi
pengagunan (pledge) tipe 1 dilakukan dalam
rangka pinjaman likuiditas jangka pendek
dari Bank Indonesia.
c) Dalam hal Peserta merupakan Bank
Konvensional dan akan menggunakan Surat
Berharga milik Unit Usaha Syariah maka
surat permohonan sebagaimana dimaksud
pada huruf a) harus disertai dengan surat
keterangan mengenai penggunaan Surat
Berharga milik Unit Usaha Syariah.
d) Peserta ...
120
d) Peserta sebagai pemberi agunan dan Bank
Indonesia sebagai penerima agunan
melakukan Setelmen transaksi pengagunan
(pledge) tipe 1 pada BI-SSSS.
e) Dalam hal Peserta menggunakan Surat
Berharga milik Unit Usaha Syariah maka
Setelmen pengagunan (pledge) sebagaimana
dimaksud pada huruf d) dilakukan oleh Unit
Usaha Syariah dan Bank Indonesia sebagai
penerima agunan.
f) Prosedur Setelmen atas transaksi
pengagunan (pledge) tipe 1 sebagaimana
dimaksud pada huruf d) mengacu pada
prosedur pelaksanaan Setelmen sebagaimana
dimaksud pada angka 3) dan angka 4).
g) Pelaksanaan Setelmen second leg atas
transaksi pengagunan (pledge) tipe 1 dapat
dilakukan dalam hal Peserta telah memenuhi
persyaratan release agunan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai pinjaman likuiditas jangka pendek.
h) Perpanjangan jangka waktu transaksi
pengagunan (pledge) dilakukan oleh Peserta
dengan Bank Indonesia sebagai lawan
transaksi.
f. Setelmen transaksi pinjam meminjam Surat Berharga
(securities lending and borrowing) sebagaimana
dimaksud pada butir a.5) dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Setelmen transaksi SLB dengan jaminan
menggunakan Surat Berharga dilakukan secara DvD.
2) Setelmen transaksi SLB dengan jaminan
menggunakan dana dilakukan secara DvP.
3) Pencatatan Surat Berharga yang dipinjamkan
berpindah dari Peserta pemberi pinjaman Surat
Berharga ...
121
Berharga kepada Peserta penerima pinjaman
Surat Berharga.
4) Pencatatan Surat Berharga yang diserahkan
sebagai jaminan berpindah dari Peserta penerima
pinjaman Surat Berharga kepada Peserta pemberi
pinjaman Surat Berharga.
5) Pelaksanaan Setelmen first leg dengan ketentuan
dilakukan sebagai berikut:
a) SLB dengan jaminan berupa Surat Berharga
(1) Setelmen Surat Berharga yang
dijaminkan dilakukan dengan mendebit
rekening DEPO-AVAI Peserta penerima
pinjaman Surat Berharga dan
mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta
pemberi pinjaman Surat Berharga,
sebesar nilai nominal Surat Berharga
yang dijaminkan; dan
(2) Setelmen Surat Berharga yang
dipinjamkan dilakukan dengan mendebit
rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi
pinjaman Surat Berharga dan
mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta
penerima pinjaman, sebesar nilai
nominal Surat Berharga yang
dipinjamkan.
b) SLB dengan Jaminan berupa Dana
(1) Setelmen Dana yang dijaminkan
dilakukan dengan mendebit Rekening
Setelmen Dana Peserta atau Bank
Pembayar dari penerima pinjaman Surat
Berharga dan mengkredit Rekening
Setelmen Dana Peserta atau Bank
Pembayar dari pemberi pinjaman Surat
Berharga, sebesar dana yang
dijaminkan; dan
(2) Setelmen ...
122
(2) Setelmen Surat Berharga yang
dipinjamkan dilakukan dengan:
(a) mencatat transaksi SLB dengan
mendebit rekening CASHVI-AVAI
Peserta penerima pinjaman Surat
Berharga dan mengkredit rekening
CASHVI-AVAI Peserta pemberi
pinjaman Surat Berharga sebesar
dana yang dijaminkan; dan
(b) mendebit rekening DEPO-AVAI
Peserta pemberi pinjaman Surat
Berharga dan mengkredit rekening
DEPO-AVAI Peserta penerima
pinjaman Surat Berharga sebesar
nilai nominal Surat Berharga yang
dipinjamkan.
6) Pelaksanaan Setelmen second leg dilakukan di
awal hari dengan prosedur sebagai berikut:
a) SLB dengan Jaminan berupa Surat Berharga
(1) Setelmen Surat Berharga yang
dijaminkan dilakukan dengan mendebit
rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi
pinjaman Surat Berharga dan
mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta
penerima pinjaman Surat Berharga
sebesar nilai nominal Surat Berharga
yang dijaminkan; dan
(2) Setelmen Surat Berharga yang
dipinjamkan dilakukan dengan mendebit
rekening DEPO-AVAI Peserta penerima
pinjaman dan mengkredit rekening
DEPO-AVAI Peserta pemberi pinjaman
Surat Berharga sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang dipinjamkan.
b) SLB ...
123
b) SLB dengan Jaminan berupa Dana
(1) Setelmen untuk dana yang dijaminkan
dilakukan dengan mendebit Rekening
Setelmen Dana Peserta atau Bank
Pembayar dari pemberi pinjaman Surat
Berharga dan mengkredit Rekening
Setelmen Dana Peserta atau Bank
Pembayar dari penerima pinjaman
sebesar dana yang dijaminkan.
(2) Setelmen Surat Berharga yang
dipinjamkan dilakukan dengan:
(a) mencatat transaksi second leg SLB
dengan mendebit rekening CASHVI-
AVAI Peserta pemberi pinjaman
Surat Berharga dan mengkredit
rekening CASHVI-AVAI Peserta
penerima pinjaman Surat Berharga,
sebesar dana yang dijaminkan; dan
(b) mendebit rekening DEPO-AVAI
Peserta penerima pinjaman Surat
Berharga dan mengkredit rekening
DEPO-AVAI Peserta pemberi
pinjaman Surat Berharga, sebesar
nilai nominal Surat Berharga yang
dipinjamkan.
2. Setelmen Transaksi Pasar Keuangan yang dilakukan
melalui Sistem BI-ETP
a.
Instruksi Setelmen Transaksi Pasar Keuangan yang
dilakukan melalui Sistem BI-ETP antara lain transaksi
pinjam meminjam dalam rangka transaksi Pasar Uang
Antar Bank (PUAB) dan Pasar Uang Antar Bank
Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS), dan transaksi
pasar sekunder antar Peserta yang dapat dilakukan
dengan underlying Surat Berharga atau tanpa
underlying Surat Berharga.
b. Pelaksanaan ...
124
b. Pelaksanaan Setelmen Transaksi PUAB sebagaimana
dimaksud pada huruf a dilakukan sebagai berikut:
1) PUAB dengan underlying Surat Berharga
Pelaksanaan Setelmen transaksi PUAB dengan
underlying Surat Berharga dilakukan dengan
prosedur Setelmen transaksi Repo sebagaimana
dimaksud pada butir 1.c.
2) PUAB tanpa underlying Surat Berharga
a) Pelaksanaan Setelmen first leg dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Setelmen Dana
Setelmen Dana dilakukan dengan
mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta yang meminjamkan dana dan
mengkredit Rekening Setelmen Dana
Peserta peminjam dana sebesar nilai
transaksi PUAB.
(2) Pencatatan Transaksi
Pencatatan transaksi PUAB dilakukan
dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI
milik Peserta yang meminjamkan dana
dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI
milik Peserta peminjam dana sebesar
nilai transaksi PUAB.
b) Pelaksanaan Setelmen second leg dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Setelmen Dana
Setelmen Dana dilakukan dengan
mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta peminjam dana dan mengkredit
Rekening Setelmen Dana Peserta yang
meminjamkan dana sebesar nilai
transaksi PUAB.
2) Pencatatan ...
125
(2) Pencatatan Transaksi
Pencatatan Setelmen second leg
transaksi PUAB dilakukan dengan
mendebit rekening CASHVI-AVAI milik
Peserta peminjam dana dan mengkredit
rekening CASHVI-AVAI milik Peserta
yang meminjamkan dana sebesar nilai
transaksi PUAB.
c. Setelmen Transaksi Pasar Keuangan dalam rangka
PUAS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta pengelola dana melakukan pencatatan
term and condition instrumen PUAS yang menjadi
dasar transaksi PUAS melalui BI-SSSS.
2) Pelaksanaan Setelmen transaksi PUAS dilakukan
setelah pencatatan instrumen PUAS sebagaimana
dimaksud pada angka 1) dilaksanakan.
3) Pelaksanaan Setelmen transaksi PUAS dilakukan
dengan prosedur Setelmen transaksi Repo
sebagaimana dimaksud pada butir 1.c sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai PUAS.
d. Setelmen dan transaksi pasar sekunder antar Peserta
yang dilakukan melalui Sistem BI-ETP dilakukan
sesuai dengan prosedur Setelmen transaksi
sebagaimana dimaksud pada angka 1.
3. Setelmen Transaksi Second Leg Sebelum Jatuh Waktu
(Early Termination) dan Setelmen Perpanjangan Jangka
Waktu Transaksi
Peserta dapat melakukan Setelmen transaksi second leg
sebelum jatuh waktu (early termination) dan perpanjangan
jangka waktu transaksi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antar Peserta
yang bertransaksi.
b. Dilakukan oleh Peserta yang bertransaksi melalui BI-
SSSS dengan mengubah tanggal Setelmen second leg
paling ...
126
paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh
waktu Setelmen second leg.
4. Penyelesaian Kegagalan Setelmen Second Leg atas
Transaksi Antar Peserta
a. Dalam hal saldo pada Rekening Setelmen Dana
dan/atau Rekening Surat Berharga untuk pelaksanaan
transaksi second leg jatuh waktu tidak mencukupi
sampai dengan awal periode cut-off warning BI-SSSS
atau batas waktu Setelmen yang ditetapkan, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Sistem melakukan perpanjangan (roll over) jangka
waktu transaksi secara otomatis dengan jangka
waktu 1 (satu) hari kerja.
2) Atas perpanjangan (roll over) sebagaimana
dimaksud pada angka 1), sistem melakukan
pelaksanaan Setelmen second leg pada hari kerja
berikutnya.
3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dan angka 2) dilakukan sampai dengan Setelmen
second leg berhasil dilakukan atau dilakukan
pembatalan Setelmen second leg (cancel second
leg).
b. Dalam hal dilakukan pembatalan Setelmen second leg
(cancel second leg) sebagaimana dimaksud pada butir
a.3), diatur ketentuan sebagai berikut:
1) Setelmen transaksi first leg dianggap sebagai
Setelmen transaksi outright.
2) Dalam hal transaksi Repo CB dan transaksi
pengagunan (pledge), pembatalan Setelmen
second leg dilakukan dengan pemindahan Surat
Berharga yang menjadi jaminan kepada penerima
jaminan.
3) Pelaksanaan pemindahan jaminan sebagaimana
dimaksud pada angka 2) dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
a) Dalam ...
127
a) Dalam hal transaksi Repo CB tipe 1, Surat
Berharga dipindahkan dari rekening REPO-
PLED Peserta peminjam dana ke rekening
DEPO-AVAI Peserta yang meminjamkan
dana.
b) Dalam hal transaksi Repo CB tipe 2, Surat
Berharga dipindahkan dari rekening REPO-
PLED ke rekening DEPO-AVAI Peserta yang
meminjamkan dana.
c) Dalam hal transaksi pledge tipe 1, Surat
Berharga dipindahkan dari rekening DEPO-
PLED Peserta pemberi agunan ke rekening
DEPO-AVAI Peserta penerima agunan.
d) Dalam hal transaksi pledge tipe 2, Surat
Berharga dipindahkan dari rekening DEPO-
PLED ke rekening DEPO-AVAI Peserta
penerima agunan.
c. Pembatalan Setelmen second leg sebagaimana
dimaksud pada butir a.3) dilakukan oleh Peserta yang
bertransaksi melalui BI-SSSS berdasarkan
kesepakatan antar Peserta.
d. Penyelenggara membatalkan Setelmen second leg
(cancel second leg) sebagaimana dimaksud pada butir
a.3) dalam hal Surat Berharga yang ditransaksikan
memasuki batas waktu untuk dapat ditransaksikan
dan Peserta tidak melakukan pembatalan Setelmen
second leg (cancel second leg).
e. Pembatalan Setelmen second leg (cancel second leg)
oleh Peserta dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut:
1) Peserta yang menyerahkan Surat Berharga sebagai
jaminan mengirimkan instruksi pembatalan
Setelmen second leg melalui BI-SSSS; dan
2) Peserta lawan transaksi yang menerima Surat
Berharga sebagai
jaminan memberikan
persetujuan ...
128
persetujuan pembatalan Setelmen second leg
(cancel second leg) dengan melakukan otorisasi
atas instruksi yang diterimanya.
f. Penyelenggara dapat melakukan pembatalan Setelmen
second leg (cancel second leg) berdasarkan:
1) permintaan salah satu Peserta yang bertransaksi
atas dasar kuasa pembatalan dari Peserta lawan
transaksi;
2) permintaan lembaga pengawas yang berwenang;
atau
3) putusan pengadilan dan/atau lembaga arbitrase
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, yang
mengakibatkan Setelmen second leg harus
dibatalkan.
g. Pembatalan karena kondisi sebagaimana dimaksud pada
huruf e.1) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1) Peserta mengajukan surat permohonan kepada
Penyelenggara untuk pelaksanaan pembatalan
Setelmen second leg sebagaimana Contoh 10
dalam Lampiran II.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 1) dapat didahului dengan mengirimkan
administrative messages atau faksimile.
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
huruf a), dilengkapi dengan dokumen pendukung
yaitu bukti transaksi, surat kuasa dari Peserta
lawan transaksi,slb keputusan lembaga
berwenang, putusan pengadilan, dan/atau
putusan arbitrase yang mengakibatkan transaksi
Setelmen second leg harus dibatalkan.
4) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud pada angka 1), Penyelenggara
melakukan pembatalan Setelmen second leg
(cancel second leg) atas transaksi Peserta yang
bersangkutan.
5) Penyelenggara ...
129
5) Penyelenggara menyampaikan informasi
pelaksanaan pembatalan Setelmen second leg
(cancel second leg) kepada kedua belah pihak
Peserta yang bertransaksi.
h. Penyelenggara dapat melakukan pemblokiran Surat
Berharga milik Peserta berdasarkan permintaan dari
lembaga pengawas.
5. Pengelolaan Surat Berharga Yang Dijadikan Sebagai
Jaminan (Collateral Management) oleh Peserta
a. Peserta dapat menetapkan parameter pengelolaan
Surat Berharga yang dijadikan sebagai jaminan
(collateral management) secara bilateral.
b. Penetapan potongan harga (haircut) oleh Peserta
dilakukan sebagai berikut:
1) Haircut yang ditetapkan oleh Peserta pemberi
agunan harus lebih tinggi atau sama dengan yang
ditetapkan oleh Peserta penerima agunan.
2) Dalam hal terdapat perbedaan haircut antara
Peserta penerima agunan dengan Peserta pemberi
agunan maka haircut yang digunakan yaitu
haircut yang ditetapkan Peserta penerima agunan.
c. Peserta dapat melakukan penggantian Surat Berharga
yang sedang digunakan sebagai jaminan (collateral
substitution) untuk transaksi antar Peserta dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) dilakukan sebelum tanggal Setelmen second leg;
2) dilakukan berdasarkan kesepakatan antar
Peserta; dan
3) Surat Berharga pengganti memenuhi persyaratan
collateral management yang ditetapkan.
H. Penatausahaan Surat Berharga dalam Rangka FLI
1. Penatausahaan Surat Berharga dalam rangka FLI RTGS
a. Dalam rangka penggunaan FLI RTGS pada Sistem BI-
RTGS, Peserta menyediakan Surat Berharga sesuai
dengan ...
130
dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai FLI, pada rekening ILF-RSTR.
b. Pelaksanaan penyediaan Surat Berharga sebagaimana
dimaksud pada huruf a dapat dilakukan selama
periode waktu kegiatan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta menyediakan Surat Berharga yang dapat
digunakan untuk memperoleh FLI RTGS di rekening
ILF-RSTR dengan prosedur sebagai berikut:
a) memindahkan Surat Berharga dari rekening
DEPO-AVAI ke rekening ILF-AVAI; dan
b) memindahkan Surat Berharga dari rekening
ILF-AVAI ke rekening ILF-RSTR.
2) Penyelenggara menghitung nilai tunai (cash value)
atas Surat Berharga yang tercatat pada rekening
ILF-RSTR sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai FLI.
3) Hasil perhitungan nilai tunai (cash value)
sebagaimana dimaksud pada angka 2) merupakan
batas paling tinggi (limit) FLI yang dapat
digunakan oleh Peserta melalui Sistem BI-RTGS.
4) Dalam hal terdapat permintaan penggunaan FLI
pada Sistem BI-RTGS, Penyelenggara akan
menghitung jumlah nilai nominal Surat Berharga
yang harus tersedia untuk menjamin penggunaan
FLI di Sistem BI-RTGS, dengan mengacu pada
nominal unit terkecil Surat Berharga di BI-SSSS.
5) Peserta dapat melakukan penarikan (release)
Surat Berharga pada rekening ILF-RSTR selama
periode penggunaan FLI RTGS dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Surat Berharga yang ditarik (release) paling
banyak sebesar nilai nominal yang tidak
digunakan untuk menjamin penggunaan FLI
RTGS di Sistem BI-RTGS.
b) Pelaksanaan ...
131
b) Pelaksanaan penarikan (release) Surat
Berharga oleh Peserta dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
(1) memindahkan Surat Berharga dari
rekening ILF-RSTR ke rekening ILF-
AVAI; dan
(2) memindahkan Surat Berharga dari
rekening ILF-AVAI ke rekening DEPO-AVAI.
6) Peserta dapat melakukan pelunasan penggunaan
FLI RTGS melalui BI-SSSS selama periode waktu
kegiatan Setelmen pelunasan FLI RTGS yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
7) Pelunasan penggunaan FLI RTGS sebagaimana
dimaksud pada angka 6) dilakukan sebesar nilai
penggunaan FLI RTGS untuk setiap transaksi
penggunaan FLI di Sistem BI-RTGS.
8) Dalam hal Peserta belum melunasi penggunaan FLI
RTGS sampai dengan berakhirnya periode waktu
kegiatan Setelmen pelunasan FLI RTGS,
Penyelenggara akan melakukan Setelmen
pelunasan FLI RTGS sebesar penggunaan FLI RTGS
yang belum dilunasi dengan mendebit Rekening
Setelmen Dana Peserta di Sistem BI-RTGS.
9) Dalam hal Rekening Setelmen Dana Peserta di
Sistem BI-RTGS tidak mencukupi untuk melunasi
penggunaan FLI RTGS sebagaimana dimaksud
pada angka 8), Penyelenggara melakukan konversi
penggunaan FLI RTGS yang belum dilunasi
menjadi transaksi lending facility/financing facility
dengan Bank Indonesia.
10) Pelaksanaan konversi penggunaan FLI RTGS yang
belum dilunasi menjadi transaksi
lending
facility/financing facility dengan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 9) dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
a) Penetapan ...
f
ilit
132
a) Penetapan Surat Berharga sebagai agunan
atas transaksi
lending facility/financing
facility dilakukan oleh Penyelenggara sesuai
dengan urutan prioritas sebagai berikut:
(1) Tipe Surat Berharga yaitu:
(a) SBI, SBIS, dan SDBI; dan/atau
(b) SBN.
(2) Sisa jangka waktu Surat Berharga yang
lebih pendek untuk Surat Berharga yang
sama.
b) Penyelenggara melakukan pemindahan Surat
Berharga yang menjadi agunan transaksi
lending facility/financing facility dengan Bank
Indonesia dari rekening ILF-RSTR Peserta ke
rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia.
11) Pelunasan atas transaksi lending facility atau
financing facility dengan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 9) dilakukan
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
mengenai koridor suku bunga (standing facilities),
ketentuan Bank Indonesia mengenai tata cara
transaksi Repo SBIS dengan Bank Indonesia, dan
ketentuan Bank Indonesia mengenai tata cara
transaksi Repo SBSN dengan Bank Indonesia.
12) Dalam hal Setelmen pelunasan berhasil,
Penyelenggara melakukan pemindahan Surat
Berharga yang menjadi agunan transaksi lending
facility/financing facility dengan Bank Indonesia
dari rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia ke
rekening ILF-RSTR Peserta.
13) Penyelenggara melakukan perhitungan biaya
penggunaan FLI RTGS sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai FLI.
14) Pembebanan biaya penggunaan FLI RTGS
dilakukan melalui Sistem BI-RTGS pada 1 (satu)
hari ...
133
hari kerja berikutnya dengan mendebit Rekening
Setelmen Dana Peserta sebesar biaya penggunaan
FLI sebagaimana dimaksud pada angka 13).
2. Penatausahaan Surat Berharga dalam rangka FLI Kliring
a. Dalam rangka penggunaan FLI Kliring, Peserta
menyediakan Surat Berharga sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai FLI, pada
rekening FtS-RSTR.
b. Pelaksanaan penyediaan Surat Berharga sebagaimana
dimaksud pada huruf a dapat dilakukan selama
periode waktu kegiatan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta menyediakan Surat Berharga yang dapat
digunakan untuk memperoleh FLI Kliring di
rekening FtS-RSTR, dengan prosedur sebagai
berikut:
a) memindahkan Surat Berharga dari rekening
DEPO-AVAI ke rekening FtS-AVAI; dan
b) memindahkan Surat Berharga dari rekening
FtS-AVAI ke rekening FtS-RSTR.
2) Penyelenggara menghitung nilai tunai (cash value)
atas Surat Berharga yang tercatat pada rekening
FtS-RSTR, sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai FLI.
3) Hasil perhitungan nilai tunai (cash value)
sebagaimana dimaksud pada angka 2) merupakan
batas paling tinggi (limit) FLI yang dapat
digunakan oleh Peserta untuk penyelesaian hasil
perhitungan kliring debit.
4) Dalam hal terdapat permintaan penggunaan FLI
untuk penyelesaian hasil perhitungan kliring
debit, Penyelenggara akan menghitung jumlah
nilai nominal Surat Berharga yang harus tersedia
untuk menjamin penggunaan FLI, dengan
mengacu ...
134
mengacu pada nominal unit terkecil Surat
Berharga di BI-SSSS.
5) Peserta tidak dapat melakukan penarikan (release)
Surat Berharga pada rekening FtS-RSTR sebelum
pelaksanaan penyelesaian hasil kliring debit.
6) Peserta dapat melakukan penambahan atau
penarikan (release) Surat Berharga sesuai dengan
periode waktu kegiatan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
7) Peserta dapat melakukan pelunasan penggunaan
FLI Kliring melalui BI-SSSS selama periode waktu
kegiatan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
8) Pelunasan outstanding FLI Kliring sebagaimana
dimaksud pada angka 7) dilakukan sebesar nilai
penggunaan FLI Kliring untuk penyelesaian akhir
atas hasil kliring debit dalam pelaksanaan sistem
kliring nasional yang diselenggarakan Bank
Indonesia.
9) Dalam hal Peserta belum melunasi penggunaan
FLI Kliring sampai dengan berakhirnya periode
waktu kegiatan Setelmen pelunasan FLI Kliring,
Penyelenggara akan melakukan Setelmen
pelunasan FLI Kliring sebesar penggunaan FLI
Kliring yang belum dilunasi dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta di Sistem BI-
RTGS.
10) Dalam hal Rekening Setelmen Dana Peserta di
Sistem BI RTGS tidak mencukupi untuk melunasi
penggunaan FLI Kliring sebagaimana dimaksud
pada angka 9), Penyelenggara melakukan konversi
penggunaan FLI Kliring yang belum dilunasi
menjadi transaksi lending facilty/financing facility
dengan Bank Indonesia.
11) Pelaksanaan konversi penggunaan FLI Kliring
yang belum dilunasi menjadi transaksi lending
facility ...
135
facility/financing facility dengan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 10),
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a) Penetapan Surat Berharga sebagai agunan
atas transaksi
facility dilakukan oleh Penyelenggara sesuai
dengan urutan prioritas sebagai berikut:
(1) Tipe Surat Berharga yaitu:
(a) SBI, SBIS, dan SDBI; dan/atau
(b) SBN.
(2) Sisa jangka waktu Surat Berharga yang
lebih pendek untuk Surat Berharga yang
sama.
b) Penyelenggara melakukan pemindahan Surat
Berharga yang menjadi agunan transaksi
lending facility/financing facility dengan Bank
Indonesia dari rekening FtS-RSTR Peserta ke
rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia.
12) Pelunasan atas transaksi lending facility/financing
facility dengan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada angka 10), dilakukan sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai
koridor suku bunga (standing facilities), ketentuan
Bank Indonesia mengenai tata cara transaksi
Repo SBIS dengan Bank Indonesia, dan ketentuan
Bank Indonesia mengenai tata cara transaksi
Repo SBSN dengan Bank Indonesia.
13) Dalam hal Setelmen pelunasan berhasil,
Penyelenggara melakukan pemindahan Surat
Berharga yang menjadi agunan transaksi lending
facility/financing facility dengan Bank Indonesia
dari rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia ke
rekening FtS-RSTR Peserta.
lending facility/financing
14) Penyelenggara ...
136
14) Penyelenggara melakukan perhitungan biaya
penggunaan FLI sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai FLI.
15) Pembebanan biaya penggunaan FLI Kliring
dilakukan melalui Sistem BI-RTGS pada 1 (satu)
hari kerja berikutnya dengan mendebit Rekening
Setelmen Dana Peserta sebesar biaya penggunaan
sebagaimana dimaksud pada angka 14).
I. Penatausahaan Surat Berharga Nasabah
1. Penatausahaan Surat Berharga Nasabah oleh Sub-Registry
a. Pihak yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga di
Central Registry, harus menunjuk Sub-Registry untuk
melakukan penatausahaan Surat Berharga yang
dimilikinya.
b. Pencatatan kepemilikan Surat Berharga pada Rekening
Surat Berharga Sub-Registry di Central Registry bersifat
global (omnibus account).
c. Pencatatan Surat Berharga yang dimiliki individual
nasabah dilakukan tersendiri pada sistem yang dimiliki
oleh Sub-Registry.
d. Dalam hal Sub-Registry telah melakukan setelmen
antar nasabahnya (inhouse transfer) atas transaksi
Repo CB atau pledge pada sistem Sub-Registry maka
Sub-Registry harus memindahkan Surat Berharga yang
ditransaksikan dari sub rekening DEPO-AVAI ke sub
rekening DEPO-NAVL di BI-SSSS.
2. Penatausahaan Rekening Dealer Utama non-Bank atau
Peserta Lelang non-Bank oleh Sub-Registry
a. Dealer Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank
harus menunjuk Sub-Registry untuk melakukan
penatausahaan Surat Berharga yang dimiliki Dealer
Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank.
b. Sub-Registry membuka Rekening Surat Berharga di BI-
SSSS untuk dan atas nama Dealer Utama non-Bank atau
Peserta ...
Ut
137
Peserta Lelang non-Bank yang digunakan hanya untuk
pelaksanaan Setelmen hasil lelang SBN di pasar perdana.
c. Sub-Registry harus memindahkan Surat Berharga hasil
lelang SBN dari Rekening Surat Berharga Dealer
Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank
sebagaimana dimaksud pada huruf b ke Rekening
Surat Berharga Sub-Registry di BI-SSSS, segera setelah
Setelmen hasil lelang SBN dilakukan.
d. Rekening Surat Berharga di BI-SSSS sebagaimana
dimaksud pada huruf b tidak digunakan untuk
menatausahakan Surat Berharga yang dimiliki
nasabah dari Dealer Utama non-Bank atau Peserta
Lelang non-Bank.
e. Pendaftaran Rekening Surat Berharga Dealer Utama
non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank di BI-SSSS
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1) Sub-Registry menyampaikan surat permohonan
kepada Penyelenggara untuk pembukaan
Rekening Surat Berharga atas nama Dealer Utama
non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) harus ditandatangani pejabat yang
memiliki spesimen tandatangan di Penyelenggara.
3) Permohonan pembukaan rekening sebagaimana
dimaksud pada angka 1) dilampiri dokumen
sebagai berikut:
a)
informasi Dealer Utama non-Bank atau
Peserta Lelang non-Bank sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II;
b)
fotokopi surat penunjukan sebagai Dealer
Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-
Bank dari Menteri Keuangan; dan
c) surat pernyataan dari Dealer Utama non-
Bank atau Peserta Lelang non-Bank yang
menyatakan bahwa Dealer Utama non-Bank
atau ...
138
atau Peserta Lelang non-Bank merupakan
nasabah dari Sub-Registry.
4) Berdasarkan surat permohonan pembukaan
rekening sebagaimana dimaksud pada angka 1),
Penyelenggara akan melakukan pembukaan
rekening atas nama Dealer Utama non-Bank atau
Peserta Lelang non-Bank paling lama 7 (tujuh)
hari kerja terhitung sejak dokumen diterima
secara lengkap.
3. Sarana Pelaporan bagi Sub-Registry
a. Penyelenggara menyediakan SI BI-SSSS bagi Sub-
Registry sebagai sarana pelaporan dan rekonsiliasi
data BI-SSSS terkait penatausahaan individual
nasabah.
b. Pengelolaan dan kewenangan penggunaan SI BI-SSSS
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Penyelenggara memberikan user ID dan password
administrator kepada setiap Sub-Registry untuk
akses terhadap aplikasi SI BI-SSSS.
2) Administrator sebagaimana dimaksud pada angka
1) memiliki kewenangan sebagai berikut:
a) membuat user setingkat administrator; dan
b) melakukan kegiatan menambah, menghapus,
reset password untuk user dan user group.
3) Sub-Registry dapat mengajukan permohonan reset
password kepada Penyelenggara melalui
administrative message BI-SSSS atau dengan
menyampaikan permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh Pengelola Sub-Registry
dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.2.a.
4. Pelaporan Sub-Registry
a. Dalam rangka penatausahaan Surat Berharga
nasabah, Sub-Registry mempunyai kewajiban
pelaporan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Laporan ...
139
1) Laporan Harian
a) Laporan Harian terdiri atas:
(1) Laporan Setelmen transaksi antar
nasabah dalam Sub-Registry yang sama
(inhouse transfer); dan
(2) Laporan informasi data nasabah atas
Setelmen transaksi Surat Berharga yang
dilakukan melalui BI-SSSS.
b) Laporan Harian disampaikan melalui SI BI-
SSSS dengan mengacu pada tata cara dan
format laporan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran IV.
2) Laporan Bulanan
a) Laporan bulanan memuat informasi posisi
kepemilikan Surat Berharga atas nama
nasabah Sub-Registry pada akhir bulan.
b) Laporan bulanan disampaikan melalui SI BI-
SSSS dengan mengacu pada tata cara dan
format laporan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran IV.
3) Laporan Setelmen Transaksi Penerbitan Surat
Berharga
a) Laporan Setelmen transaksi penerbitan Surat
Berharga memuat informasi hasil Setelmen
transaksi penerbitan Surat Berharga atas
nasabah yang tercatat di Sub-Registry.
b) Laporan Setelmen transaksi penerbitan Surat
Berharga sebagaimana dimaksud pada huruf
a) disampaikan melalui SI BI-SSSS dengan
mengacu pada tata cara dan format laporan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV.
4) Laporan Setelmen transaksi buyback/debt
switching
a) Laporan Setelmen transaksi buyback/debt
switching memuat informasi hasil Setelmen
transaksi ...
140
transaksi buyback/debt switching atas
nasabah yang tercatat di Sub-Registry.
b) Laporan Setelmen transaksi buyback/debt
switching sebagaimana dimaksud pada huruf
a) disampaikan melalui SI BI-SSSS dengan
mengacu pada tata cara dan format laporan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV.
5) Laporan lainnya
Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat
meminta Sub-Registry untuk menyampaikan
laporan lainnya.
b. Sub-Registry wajib melakukan koreksi atas laporan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) untuk koreksi laporan harian sebagaimana
dimaksud pada butir a.1), disampaikan melalui SI
BI-SSSS paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah
pemberitahuan dari Penyelenggara;
2) untuk koreksi laporan bulanan sebagaimana
dimaksud pada butir a.2), koreksi disampaikan
melalui SI BI-SSSS paling lambat 5 (lima) hari
kerja setelah pemberitahuan dari Penyelenggara;
3) Ketentuan dan tata cara penyampaian koreksi
laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2)
dan angka 3) melalui SI BI-SSSS dilakukan
dengan mengacu kepada tata cara dan format
laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
IV.
V. BIAYA
A. Biaya dalam Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga
Melalui BI-SSSS
Penyelenggara menetapkan biaya terhadap Peserta dalam
penyelenggaraan penatausahaan Surat Berharga melalui BI-
SSSS dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jenis ...
141
1. Jenis biaya dalam penggunaan BI-SSSS antara lain terdiri
atas:
a. Biaya instruksi Setelmen.
b. Biaya pengiriman administrative messages.
c. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank.
d. Biaya perpanjangan periode waktu kegiatan
operasional.
e. Biaya penggantian atau penambahan digital certificate
hard token.
2. Penetapan biaya instruksi Setelmen sebagaimana dimaksud
pada huruf 1.a dikenakan untuk setiap pengiriman
instruksi Setelmen.
3. Penetapan biaya pengiriman administrative message
sebagaimana dimaksud pada huruf 1.b dikenakan untuk
setiap pengiriman administrative message.
4. Penetapan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank
sebagaimana dimaksud pada butir 1.c, diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Besarnya biaya ditetapkan oleh Penyelenggara
berdasarkan durasi waktu penggunaan setiap 1 (satu)
jam.
b. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a
dihitung berdasarkan absensi yang telah
ditandatangani oleh Penyelenggara dan Peserta.
Contoh perhitungan biaya sebagaimana dimaksud
pada huruf b tercantum dalam Lampiran VIII.
5. Penetapan biaya perpanjangan periode waktu kegiatan
operasional sebagaimana dimaksud pada butir 1.d
ditetapkan besarannya oleh Penyelenggara berdasarkan
durasi perpanjangan periode waktu kegiatan setiap 30 (tiga
puluh) menit.
6. Biaya penggantian digital certificate hard token sebagaimana
dimaksud pada butir 1.e yang dikarenakan hilang, rusak,
dan/atau penambahan digital certificate hard token melebihi
batas maksimal ditetapkan besarannya oleh Penyelenggara
untuk ...
142
untuk setiap digital certificate hard token yang diganti atau
ditambahkan.
7. Besarnya biaya dalam penggunaan BI-SSSS sebagaimana
dimaksud pada angka 1 ditetapkan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VIII.
8. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada angka 7 tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
9. Penyelenggara dapat membebaskan biaya tertentu dalam
penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga melalui
BI-SSSS apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat.
10. Pembebasan biaya tertentu sebagaimana dimaksud pada
angk 9 tidak termasuk PPN.
B. Perhitungan dan Pembebanan Biaya
Perhitungan dan pembebanan biaya penggunaan BI-SSSS oleh
Penyelenggara kepada Peserta diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Perhitungan jumlah biaya dilakukan oleh Penyelenggara
pada setiap akhir hari untuk masing-masing Peserta.
2. Penyelenggara membebankan biaya sebagaimana dimaksud
pada butir A.1. pada 1 (satu) hari kerja berikutnya, dengan
mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank
Pembayar.
3. Perhitungan dan pembebanan biaya instruksi Setelmen
yang tidak lolos validasi sistem dilakukan secara kumulatif
pada bulan berikutnya.
C. Pembebanan Biaya oleh Peserta Kepada Nasabah
1. Peserta dapat menetapkan dan mengenakan biaya kepada
nasabah dalam jumlah yang wajar.
2. Peserta wajib mengumumkan besarnya biaya penggunaan
BI-SSSS yang ditetapkan Penyelenggara dan besarnya biaya
penggunaan BI-SSSS yang ditetapkan dan dikenakan oleh
Peserta kepada nasabah.
3. Pengumuman ...
143
3. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 2
ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca
oleh nasabah.
VI. PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU KEADAAN
DARURAT
Ketentuan dan prosedur dalam rangka menjaga kelangsungan
operasional BI-SSSS apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat diatur sebagai berikut:
A. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di
Penyelenggara
1. Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara
Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara
yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS
atau mengakibatkan Penyelenggara tidak dapat melakukan
kegiatan operasional BI-SSSS maka berlaku prosedur
sebagai berikut:
a. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh
Peserta mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal
dan tahapan yang perlu dilakukan melalui
administrative message dan/atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
b. Dalam hal Keadaan Tidak Normal mengakibatkan
kegiatan operasional BI-SSSS tidak dapat
dilaksanakan maka tahapan yang dilakukan oleh
Peserta adalah sebagai berikut:
1) menghentikan sementara kegiatan pengiriman
instruksi Setelmen dan kegiatan lainnya melalui
BI-SSSS;
2) dalam hal BI-SSSS dapat beroperasi kembali,
Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) melakukan koneksi ulang ke BI-SSSS;
b) melakukan rekonsiliasi antara data transaksi
di sistem Peserta dengan data transaksi BI-
SSSS di Penyelenggara, dan mengecek
Setelmen ...
144
Setelmen terakhir yang dilakukan dan posisi
kepemilikan Surat Berharga melalui SPP; dan
c) menginformasikan kepada help desk BI-SSSS
apabila dari hasil rekonsiliasi sebagaimana
dimaksud pada huruf b) terdapat perbedaan
data transaksi Setelmen dan/atau posisi
kepemilikan Surat Berharga.
c. Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
butir b.2) dilakukan oleh Peserta berdasarkan
pemberitahuan dari Penyelenggara melalui
administrative message, help desk BI-SSSS, dan/atau
sarana lainnya.
d. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal yang
mengakibatkan BI-SSSS tidak dapat beroperasi sampai
dengan batas waktu yang ditentukan oleh
Penyelenggara maka Penyelenggara menetapkan
kebijakan dan prosedur penanganan Keadaan Tidak
Normal dan memberitahukannya kepada Peserta.
2. Keadaan Darurat di Penyelenggara
Dalam hal terjadi Keadaan Darurat di Penyelenggara yang
mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Penatausahaan
Surat Berharga melalui BI-SSSS atau yang menyebabkan
BI-SSSS tidak dapat beroperasi sampai dengan batas waktu
yang ditetapkan oleh Penyelenggara, Penyelenggara
menetapkan kebijakan dan prosedur penanggulangan
Keadaan Darurat dan memberitahukan kepada seluruh
Peserta mengenai Keadaan Darurat serta hal-hal yang
harus dilakukan oleh Peserta dalam penyelenggaraan
Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS.
B. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta
1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Peserta yang menyebabkan terganggunya
kelancaran penyelesaian Setelmen melalui BI-SSSS maka
berlaku prosedur sebagai berikut:
a. Peserta ...
145
a. Peserta harus memberitahukan kepada Penyelenggara
mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat.
b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a
disampaikan kepada:
1) help desk BI-SSSS, melalui sarana telepon paling
lama 30 (tiga puluh) menit sejak terjadinya
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat
dan selanjutnya menyampaikan pemberitahuan
tertulis kepada Penyelenggara mengenai hal
tersebut dan penyebabnya; dan/atau
2) Penyelenggara, melalui surat yang didahului
dengan faksimile dalam hal Peserta memerlukan
tindak lanjut perpanjangan periode waktu
kegiatan sesuai dengan prosedur sebagaimana
dimaksud pada butir IV.A.12.b.
2. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Peserta yang mengakibatkan Peserta tidak dapat
melakukan kegiatan operasional BI-SSSS maka berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan SPP
Utama maka Peserta menggunakan SPP Cadangan.
b. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan SPP
Cadangan dan/atau tidak dapat mengirimkan
instruksi Setelmen di lokasi Peserta maka Peserta
dapat melakukan kegiatan operasional BI-SSSS
dengan menggunakan Fasilitas Guest Bank.
c. Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak
melakukan kegiatan operasional maka Peserta harus
segera memberitahukan kepada Penyelenggara melalui
surat yang dapat didahului dengan faksimile atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
d. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di Sub-Registry sehingga tidak dapat
mengirimkan laporan melalui SI BI-SSSS maka Peserta
dapat ...
146
dapat mengirimkan laporan melalui surat elektronik (e-
mail) atau sarana lain yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
3. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Peserta, Penyelenggara dapat menetapkan
kebijakan, prosedur, dan hal-hal lain yang diperlukan
untuk pelaksanaan Setelmen melalui BI-SSSS.
C. Penggunaan Fasilitas Guest Bank
1. Penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai berikut:
a. Fasilitas Guest Bank dapat digunakan oleh Peserta
selama jam operasional BI-SSSS untuk melakukan
kegiatan sesuai dengan periode waktu kegiatan yang
masih berlaku.
b. Penyelenggara dapat menetapkan batas waktu
maksimal penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam hal
jumlah Peserta yang mengajukan permohonan
penggunaan Fasilitas Guest Bank melebihi kapasitas
yang tersedia.
c. Peserta membebaskan Penyelenggara dari segala
kerugian yang timbul dan/atau yang akan timbul yang
dialami Peserta sehubungan dengan pelaksanaan
Setelmen Surat Berharga melalui Fasilitas Guest Bank.
d. Penggunaan Fasilitas Guest Bank dapat dilakukan
dengan menggunakan 4 (empat) metode yaitu:
1) Shared SDG, yaitu metode layanan Fasilitas Guest
Bank yang disediakan Penyelenggara kepada
Peserta dengan menggunakan 1 (satu) aplikasi
SDG yang diinstalasi pada 1 (satu) infrastruktur
dan dikonfigurasi untuk dapat digunakan secara
bersama-sama oleh lebih dari 1 (satu) Peserta;
2) Standalone SDG, yaitu metode layanan Fasilitas
Guest Bank yang disediakan Penyelenggara
dengan 1 (satu) aplikasi SDG yang diinstalasi
pada 1 (satu) infrastruktur untuk digunakan oleh
1 (satu) Peserta;
3) Standalone ...
147
3) Standalone SSTPG, yaitu metode layanan Fasilitas
Guest Bank yang disediakan Penyelenggara
dengan 1 (satu) aplikasi SSTPG yang diinstalasi
pada 1 (satu) infrastruktur untuk digunakan oleh
1 (satu) Peserta; atau
4) Own SPP, yaitu metode layanan Fasilitas Guest
Bank yang disediakan Penyelenggara dalam
bentuk akses ke sistem di Penyelenggara dengan
menggunakan aplikasi SPP yang diinstalasi pada
infrastruktur milik Peserta yang dibawa ke lokasi
Fasilitas Guest Bank.
e. KPwDN hanya menyediakan Fasilitas Guest Bank
dengan menggunakan metode Shared SDG.
2. Prosedur penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan penggunaan
Fasilitas Guest Bank kepada Penyelenggara, yang dapat
didahului dengan menyampaikan informasi melalui
sarana telepon, faksimile, dan/atau sarana lainnya,
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
pada Contoh 11 dalam Lampiran II.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf
a paling kurang memuat:
1) alasan menggunakan Fasilitas Guest Bank;
2)
lokasi penggunaan Fasilitas Guest Bank;
3) metode penggunaan Fasilitas Guest Bank; dan
4) pernyataan bahwa Peserta yang bersangkutan
membebaskan Penyelenggara dan KPwDN dari
tanggung jawab (indemnity) atas segala kerugian
yang timbul pada Peserta sehubungan dengan
pelaksanaan Setelmen Surat Berharga melalui
Fasilitas Guest Bank.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf
a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari
Peserta ...
148
Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara.
d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf
a disampaikan ke alamat Penyelenggara sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a, yang dapat disampaikan
terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui sarana
faksimile.
e. Untuk Peserta yang berada di wilayah kerja KPwDN,
surat sebagaimana dimaksud pada huruf a
disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan
kepada KPwDN yang menyediakan Fasilitas Guest
Bank.
f. Dalam hal Peserta menggunakan Fasilitas Guest Bank
untuk BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS, permohonan
penggunaan Fasilitas Guest Bank cukup diajukan
kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS, sepanjang
surat permohonan ditandatangani pejabat yang
memiliki kewenangan dalam operasional BI-SSSS dan
Sistem BI-RTGS.
g. Berdasarkan persetujuan dari Penyelenggara untuk
menggunakan Fasilitas Guest Bank yang disampaikan
melalui administrative message atau sarana lainnya
Peserta menggunakan Fasilitas Guest Bank di lokasi
Penyelenggara atau KPwDN, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1) Peserta menyiapkan data transaksi dan hal-hal
lain yang diperlukan untuk operasional di
Penyelenggara sesuai dengan pedoman
penggunaan Fasilitas Guest Bank untuk Peserta
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII.
2) Dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan
permohonan melebihi kapasitas Fasilitas Guest
Bank yang disediakan, Penyelenggara dapat
menetapkan urutan penggunaan Fasilitas Guest
Bank berdasarkan urutan kedatangan Peserta.
VII. PEMBEBASAN ...
149
VII. PEMBEBASAN TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA
1. Penyelenggara dibebaskan dari segala tuntutan atas kerugian
yang timbul dan/atau yang akan timbul yang dialami Peserta
atau pihak ketiga akibat terlambat atau tidak terlaksananya
Setelmen dan pencatatan, pembayaran kupon/bunga atau
imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga,
dan/atau sebab lainnya.
2. Keterlambatan atau tidak terlaksananya Setelmen dan
pencatatan, pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan
pelunasan pokok/nominal Surat Berharga sebagaimana
dimaksud pada angka 1 disebabkan antara lain oleh:
a. pengiriman instruksi Setelmen transaksi oleh Peserta
kepada Penyelenggara dilakukan oleh pejabat yang tidak
berwenang;
b. kesalahan data dan/atau instruksi Setelmen yang
dikirimkan oleh Peserta kepada Penyelenggara;
c. gangguan jaringan komunikasi dan/atau sistem pada
Peserta yang mengakibatkan keterlambatan Setelmen
transaksi;
d. ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana oleh
Peserta sebagai penerbit Surat Berharga pada Rekening
Setelmen Dana yang mengakibatkan tidak terbayar atau
terlambatnya pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan
pelunasan pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh
waktu kepada Peserta pemilik Surat Berharga;
e. ketidakmampuan atau keterlambatan penyediaan dana
pada Rekening Setelmen Dana dan/atau Rekening Surat
Berharga oleh Peserta;
f. pembatalan Setelmen atas transaksi second leg oleh
Penyelenggara yang dilakukan melalui BI-SSSS
sebagaimana dimaksud pada butir B.8.f; dan/atau
g. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat baik
yang dialami oleh Penyelenggara maupun Peserta.
VIII. PEMANTAUAN ...
150
VIII. PEMANTAUAN KEPATUHAN PESERTA
Pemantauan kepatuhan Peserta oleh Penyelenggara diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Penyelenggara melakukan pemantauan kepatuhan Peserta
untuk memastikan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
2. Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta sebagaimana
dimaksud pada angka 1 meliputi aspek-aspek antara lain:
a. Tata kelola;
b. Operasional;
c.
Infrastruktur;
d. Business Continuity Plan (BCP); dan
e. Perlindungan konsumen.
3. Pemantauan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
4. Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud pada
angka 3 dilakukan oleh Penyelenggara melalui pemeriksaan
secara berkala dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
5. Pemantauan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada
angka 3 dilakukan melalui penelitian, analisis, dan evaluasi
terhadap:
a.
laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu yang
disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara; dan
b.
informasi, data, dan/atau dokumen yang diperoleh dari:
1) Peserta yang bersangkutan;
2) kegiatan operasional Peserta di Penyelenggara;
dan/atau
3) pihak lain.
6. Dalam rangka pelaksanaan pemantauan secara tidak langsung
sebagaimana dimaksud pada angka 5, Peserta wajib
menyampaikan laporan kepada Penyelenggara dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Laporan berkala
Laporan berkala terdiri atas:
1) Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK)
a) LHPK ...
151
a) LHPK merupakan laporan tahunan yang memuat
hasil penilaian pemeriksaan internal untuk
periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
b) LHPK disampaikan secara tertulis kepada
Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain
yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
c) LHPK disampaikan dengan batas waktu paling
lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
Dalam hal batas waktu jatuh pada hari Sabtu,
Minggu, atau hari libur maka batas waktu
penyampaian laporan dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
2) Khusus untuk Sub-Registry, menyampaikan pula
Laporan Penatausahaan Surat Berharga Nasabah oleh
Sub-Registry yang terdiri atas:
a) Laporan Harian sebagaimana dimaksud pada
butir IV.I.4.a.1); dan
b) Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud pada
butir IV.I.4.a.2).
b. Laporan sewaktu-waktu
Laporan sewaktu-waktu terdiri atas:
1)
2)
laporan yang disampaikan oleh Peserta kepada
Penyelenggara atas permintaan Penyelenggara;
laporan yang disampaikan kepada Penyelenggara atas
inisiatif dari Peserta, misalnya laporan gangguan BI-
SSSS pada Peserta; dan/atau
3) khusus untuk Sub-Registry, menyampaikan pula
laporan yang terdiri atas:
a) Laporan Setelmen transaksi penerbitan Surat
Berharga sebagaimana dimaksud pada butir
IV.I.4.a.3); dan
b) Laporan Setelmen transaksi buyback/debt
switching sebagaimana dimaksud pada butir
IV.I.4.a.4).
7. Berdasarkan ...
152
7. Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung sebagaimana
dimaksud pada angka 5 dan angka 6, Penyelenggara dapat
melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada Peserta atas
informasi, data, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 5 dan angka 6.
8. Dalam hal klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada Peserta
sebagaimana dimaksud pada angka 7 belum mencukupi,
Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan langsung dengan
ketentuan dan prosedur sebagai berikut:
a. Petugas yang melakukan pemeriksaan dilengkapi dengan
surat tugas dari Penyelenggara.
b. Peserta wajib memberikan kepada petugas yang melakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, paling
kurang berupa:
1)
informasi, data dan/atau dokumen yang diperlukan,
termasuk namun tidak terbatas pada dokumen asli
dan/atau salinan dokumen yang berupa warkat,
dan/atau data elektronik yang terkait dengan
pelaksanaan BI-SSSS sesuai dengan permintaan
petugas Penyelenggara; dan/atau
2) akses untuk melakukan pemeriksaan terhadap sarana
fisik dan aplikasi pendukung yang terkait dengan
operasional BI-SSSS di Peserta, antara lain SPP serta
interface dari dan ke sistem internal Peserta.
c. Penyelenggara dapat menunjuk pihak lain untuk dan atas
nama Penyelenggara melakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada huruf a.
d. Peserta wajib memberikan penjelasan atau keterangan
kepada Petugas yang melakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dalam rangka klarifikasi dan/atau
konfirmasi atas informasi, data, dan/atau dokumen yang
diperoleh dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
huruf b.
e. Pada akhir pemeriksaan di lokasi Peserta, dilakukan exit
meeting untuk menyampaikan dan/atau membahas pokok-
pokok ...
153
pokok hasil pemeriksaan dan/atau hal-hal yang perlu
ditindaklanjuti oleh Peserta.
f. Hasil pemeriksaan dan/atau hal-hal yang perlu
ditindaklanjuti oleh Peserta disampaikan secara tertulis
kepada Peserta.
9. Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan/atau hal-
hal yang perlu ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada butir
8.f.
IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
Tata cara pengenaan sanksi administratif terhadap Peserta diatur
sebagai berikut:
1. Penyelenggara mengenakan sanksi administratif kepada Peserta
berupa kewajiban membayar, teguran tertulis, dan/atau
perubahan status kepesertaan.
2. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar,
teguran tertulis, dan/atau perubahan status kepesertaan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan berdasarkan
hasil pemantauan kepatuhan Peserta terhadap pemenuhan
Peserta atas:
a. kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud pada butir III.F;
b. kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
pada butir IV.I.4 dan butir VII.6; dan/atau
c. kewajiban menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan/atau
hal-hal yang perlu ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud
pada butir VII.9.
3. Pelanggaran terhadap penyampaian laporan Sub-Registry berupa
laporan harian, laporan bulanan, Laporan Setelmen Transaksi
Penerbitan Surat Berharga, Laporan Setelmen transaksi
buyback/debt switching, dan koreksi laporan, Penyelenggara
mengenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan
sanksi administratif kewajiban membayar.
4. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar
atas pelanggaran kewajiban penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada butir 2.b diatur sebagai berikut:
a. Setiap ...
154
a. Setiap keterlambatan atau tidak menyampaikan laporan
harian, laporan bulanan, laporan Setelmen Transaksi
Penerbitan Surat Berharga, dan Laporan Setelmen
transaksi buyback/debt switching, sebagaimana dimaksud
pada butir IV.I.4 dikenakan sanksi administratif kewajiban
membayar sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) per
hari kerja per laporan dengan batas nominal paling banyak
sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
b. Setiap keterlambatan atau tidak menyampaikan LHPK
sebagaimana dimaksud pada butir VII.6, dikenakan sanksi
administratif kewajiban membayar sebesar Rp500.000,- (lima
ratus ribu rupiah) per hari kerja dengan batas nominal paling
banyak sebesar Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
5. Penyelenggara menginformasikan pembebanan pengenaan
sanksi administratif berupa kewajiban membayar melalui surat
setelah pelaksanaan pembebanan sanksi.
6. Pengenaan sanksi administratif berupa perubahan status
kepesertaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
berdasarkan pertimbangan antara lain:
a. keikutsertaan Peserta dapat mengakibatkan terganggunya
keamanan BI-SSSS; dan/atau
b. adanya permintaan pengenaan sanksi dari lembaga yang
berwenang sebagaimana dimaksud pada butir III.E.3.b.2).
X. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Pihak sebagaimana dimaksud pada III.A.1 yang telah menjadi
Peserta berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
12/28/DASP tanggal 10 November 2010 perihal
Penyelenggaraan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement
System, dinyatakan tetap menjadi Peserta berdasarkan Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
2. Perjanjian penggunaan BI-SSSS antara Penyelenggara dengan
Peserta yang telah ada sebelum berlakunya Surat Edaran Bank
Indonesia ini dinyatakan tidak berlaku dan wajib diganti dengan
perjanjian penggunaan BI-SSSS antara Penyelenggara dengan
Peserta ...
155
Peserta yang mengacu pada substansi perjanjian sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IX.
3. Penyelenggara dapat menetapkan kebijakan atau ketentuan
yang berbeda mengenai penyelenggaraan penatausahaan Surat
Berharga melalui BI-SSSS bagi Bank Indonesia, Kementerian
Keuangan, dan lembaga lain yang disetujui Penyelenggara
menjadi Peserta berdasarkan kebutuhan dan karakteristik
tertentu.
4. Lampiran I sampai dengan Lampiran X merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XI. KETENTUAN PENUTUP
1. Ketentuan mengenai penyediaan jaringan komunikasi data dari
back up site Peserta ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada butir III.F.1.a.10).c).(1) wajib dipenuhi oleh Peserta paling
lambat tanggal 31 Juni 2016.
2. Ketentuan mengenai pengenaan biaya penggunaan Fasilitas
Guest Bank kepada Peserta sebagaimana dimaksud pada butir
V.A.1.c mulai berlaku pada 1 Januari 2016.
3. Ketentuan mengenai pengenaan biaya perpanjangan periode
waktu kegiatan operasional kepada Peserta sebagaimana
dimaksud pada butir V.A.1.d mulai berlaku pada 1 Januari
2016.
4. Ketentuan mengenai kewajiban Peserta menyampaikan laporan
berkala berupa LHPK sebagaimana dimaksud pada butir
VII.6.a.1) mulai berlaku untuk periode laporan tahun 2016.
5. Ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif berupa
kewajiban membayar atas kewajiban penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada butir VIII.4.a mulai berlaku pada 1
Juli 2016.
6. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/28/DASP tanggal
10 November 2010 perihal Penyelenggaraan Bank
Indonesia-Scripless Securities Settlement System; dan
b. Surat ...
156
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/32/DASP tanggal
23 Desember 2011 perihal Perizinan, Pelaporan, dan
Pengawasan Sub-Registry,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16
November 2015
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/31/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga Melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System </reg_title>
<set_date> 13 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '12/28/DASP|SE-BI/2010', '13/32/DASP|SE-BI/2011' </replaced_reg>
<related_reg> '17/18/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No. 1/7/DASP
Jakarta, 23 Desember 1999
S U R A T E D A R A N
Perihal : Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan
Percetakan Dokumen Sekuriti.
---------------------------------------------------------------------------------
Sebagaimana diketahui Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999
tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian
Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, antara lain
menetapkan bahwa penerbitan Warkat dan Dokumen Kliring yang digunakan dalam
kegiatan Kliring wajib memenuhi spesifikasi teknis dan unsur keamanan. Berkaitan
dengan hal tersebut perlu diatur mengenai tata cara dalam pencetakan dan
penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring oleh peserta Kliring, sebagai berikut.
I. PEMBAKUAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
A. WARKAT
Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan
melalui Kliring. Untuk keseragaman dalam penyelenggaraan Kliring Lokal
maka Warkat wajib memenuhi spesifikasi teknis berupa kualitas kertas,
ukuran, rancang bangun (format) dan mutu cetakan.
1. JENIS WARKAT
Jenis Warkat yang dibakukan untuk diperhitungkan dalam Kliring
adalah:
a. Cek adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD) termasuk jenis-jenis cek seperti cek
deviden, cek perjalanan, cek pemberian atau cinderamata, dan jenis
cek lainnya yang penggunaannya dalam Kliring disetujui oleh Bank
Indonesia;
b. Bilyet …
2
b. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada Bank
penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari
rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang
disebutkan namanya, termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia (BGBI);
c. Wesel Bank Untuk Transfer adalah wesel sebagaimana diatur
dalam KUHD yang diterbitkan oleh Bank khusus untuk sarana
transfer;
d. Surat Bukti Penerimaan Transfer adalah surat bukti penerimaan
transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada Bank Peserta
penerima dana transfer melalui Kliring Lokal;
e. Nota Debet adalah Warkat yang digunakan untuk menagih dana
pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang
menyampaikan Warkat tersebut. Nota Debet yang dikliringkan
hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu
oleh Bank yang menyampaikan Nota Debet kepada Bank yang akan
menerima Nota Debet tersebut; dan
f. Nota Kredit adalah Warkat yang digunakan untuk menyampaikan
dana pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang
menerima Warkat tersebut.
Warkat tersebut dinyatakan dalam mata uang rupiah dan bernilai
nominal penuh, serta telah jatuh waktu pada saat dikliringkan.
2. SPESIFIKASI TEKNIS WARKAT
a. Setiap Warkat wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut.
1) Kertas
Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The London
Clearing Bank’s Paper Specification No. 1”/CBS 1 (96 gsm).
Khusus untuk warkat pada penyelenggaraan Kliring Lokal
dengan …
3
dengan menggunakan sistem Manual dan Semi Otomasi Kliring
Lokal (Semi Otomasi) selain menggunakan kertas CBS 1 juga
dapat menggunakan kertas sekuriti/security paper (90 gsm).
Yang dimaksud dengan kertas sekuriti adalah kertas yang
dipakai untuk mencetak Dokumen Sekuriti yang memiliki ciri
pengaman untuk menangkal usaha pemalsuan baik dengan cara
peniruan maupun manipulasi.
2) Ukuran
Ukuran Warkat yang digunakan merupakan ukuran seragam
untuk semua jenis Warkat, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar
2 3/4 (dua tiga per empat) inci dengan ketebalan 0,12 mm –
0,13 mm. Khusus untuk Warkat pada penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan menggunakan sistem Manual dan Semi Otomasi
Kliring Lokal (Semi Otomasi) tidak ditentukan standar
ketebalan Warkat.
3) Rancang Bangun
Pembakuan Warkat tidak dimaksudkan untuk membakukan
redaksi yang tercantum dalam Warkat melainkan untuk lebih
memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Warkat maupun
sandi/informasi yang tercantum di dalamnya. Adapun rancang
bangun Warkat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Nilai nominal pada Warkat harus dapat terlihat dengan
jelas. Untuk keperluan tersebut maka nilai nominal dalam
angka dicantumkan di sebelah kanan sejajar dengan baris
nilai nominal dalam huruf;
b) Nama/logo Bank penerbit dicetak lebih jelas daripada
cetakan lainnya pada Warkat dimaksud dan ditempatkan
pada bagian atas Warkat;
c) Nomor …
4
c) Nomor seri Warkat dicetak dan ditempatkan pada bagian
atas Warkat;
d) Ruangan untuk tanda tangan harus cukup luas dan
ditempatkan di sebelah kanan bawah, di atas clear band;
e) Dalam hal diperlukan personalisasi nasabah, maka nama
nasabah ditempatkan di sebelah kiri bawah sejajar dengan
tanda tangan.
4) Clear Band
Clear band adalah ruang kosong pada bagian bawah setiap
Warkat selebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari batas
bawah Warkat dan disediakan khusus untuk pencetakan angka
dan simbol MICR E-13B yang memenuhi ISO 1004:1995.
Khusus untuk Warkat Kliring yang digunakan pada
penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem
Manual dan Semi Otomasi Kliring Lokal (Semi Otomasi)
pengisian MICR pada Clear Band tidak perlu dilakukan
sehingga penandatanganan dan penulisan nama penarik dapat
melewati Clear Band.
5) Garis Batas
Sebuah garis batas sejajar batas bawah sepanjang Warkat harus
dicetak pada ukuran 1/8 (satu per delapan) inci di atas batas atas
clear band.
6) Pembedaan Warna
Untuk mempermudah mengenali dan membedakan Warkat
dalam pengolahan di tempat Peserta Pengirim, Penyelenggara
maupun Peserta Penerima maka pada sudut kanan atas semua
Warkat dari jenis Nota Kredit harus diberi tanda dengan bentuk
segitiga …
5
segitiga siku-siku berwarna merah tua, dengan ukuran sisi tegak
masing-masing 1,5 (satu setengah) sentimeter.
7) Pertinggal (Cheque Stub)
Untuk keperluan administrasi terhadap penarikan atau
penerbitan Cek/Bilyet Giro pada setiap lembar Warkat dapat
ditambahkan lembar pertinggal yang dapat ditempatkan pada
sebelah kiri atau sebelah atas Warkat atau diadministrasikan di
bagian depan/belakang bundel warkat atau berupa carbonized
paper.
8) Perforasi
Untuk menghindari kerusakan pada waktu pengolahan oleh
mesin baca pilah dan atau MICR Encoder/Reader-Encoder,
perforasi untuk memisahkan Warkat dengan lembar pertinggal
dapat ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas Warkat.
Dalam hal digunakan Continuous Form Cheque, perforasinya
disesuaikan dengan kebutuhan dan harus dilakukan secara deep
cut. Selain itu lem perekat dilarang digunakan pada Warkat,
kecuali apabila ditujukan untuk menjilid blanko Warkat yang
telah diperforasi.
b. Format Warkat Kliring ini dapat dilihat sebagaimana Lampiran 1.
3. SARANA PENUNJANG WARKAT
Sarana penunjang Warkat hanya digunakan bagi penyelenggaraan
Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik.
Adapun jenis sarana penunjang Warkat yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Sampul Penunjang.
Sampul penunjang ini digunakan untuk:
1) Warkat …
6
1) Warkat dengan duplikat atau lampiran;
2) Warkat yang tidak dapat diolah (sobek, lusuh, terlipat, tidak
terbaca).
Kualitas sampul penunjang harus setara dengan kualitas seperti
yang diproduksi "Check Savers Document Carier's Product, Type
PL2-238".
Ukuran sampul penunjang cukup untuk memuat Warkat sehingga
tidak ada bagian-bagian dari Warkat tersebut yang berada di luar.
Sampul penunjang hanya digunakan untuk mengakomodasikan
Warkat sebagaimana dalam angka 1) dan 2) di atas. Dalam kaitan
dengan angka 1) di atas, lampiran dibatasi hanya maksimal 1 (satu)
lembar dengan ukuran yang disesuaikan dengan sampul tersebut
dan tidak diperkenankan untuk dilipat yang dapat menyebabkan
sampul penunjang tidak dapat diproses pada mesin baca pilah
Penyelenggara.
Format sampul penunjang Warkat ini dapat dilihat sebagaimana
Lampiran 2
b. Stiker
Stiker digunakan untuk mengkoreksi kesalahan yang terjadi pada
MICR code line dengan cara menutup informasi MICR code line
yang salah secara sempurna dan meng-encode kembali informasi
MICR code line yang benar. Selain itu ukuran stiker tidak melebihi
clear band yang telah ditetapkan. Penggunaan stiker untuk koreksi
tersebut diperkenankan hanya 1 (satu) kali dalam dalam setiap
warkat.
Stiker tidak diperkenankan digunakan untuk mengkoreksi
kesalahan encode pada Dokumen Kliring dan sampul penunjang.
B. DOKUMEN …
7
B. DOKUMEN KLIRING
Dokumen Kliring pada dasarnya merupakan dokumen kontrol dan
berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan Kliring.
1. JENIS DOKUMEN KLIRING
Jenis Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring adalah
sebagai berikut:
a. Dalam sistem Otomasi dan Elektronik adalah :
1) Bukti Penyerahan Warkat
Debet - Kliring Penyerahan
(BPWD);
2) Bukti Penyerahan Warkat Kredit - Kliring Penyerahan
(BPWK);
3) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat - Kliring Pengembalian
(BPRWKP);
4) Lembar Substitusi;
5) Kartu Batch.
b. Dalam sistem Semi Otomasi adalah:
1) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan;
2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Penerima;
3) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Pengirim;
4) Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring Pengembalian;
5) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Penerima;
6) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Pengirim;
7) Daftar Warkat yang Ditolak dengan Alasan Kosong.
c. Dalam sistem Manual adalah:
Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian.
2. SPESIFIKASI TEKNIS DOKUMEN KLIRING
a. Dokumen Kliring Sistem Otomasi dan Elektronik
Dokumen …
8
Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik, kecuali
BPRWKP dan lembar substitusi, harus memenuhi spesifikasi teknis
sebagai berikut:
1) Kertas
Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The London
Clearing Bank’s Paper Specification No.1” /CBS 1 (96 gsm).
2) Ukuran
Ukuran Dokumen Kliring yang digunakan merupakan ukuran
seragam untuk semua jenis Dokumen Kliring, yaitu panjang 7
(tujuh) inci dan lebar 2 3/4 (dua tiga per empat) inci dengan
ketebalan 0,12 mm – 0,13 mm.
3) Rancang Bangun
Pembakuan Dokumen Kliring tidak dimaksudkan untuk
membakukan redaksi yang tercantum dalam Dokumen Kliring,
melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan
Dokumen Kliring maupun sandi/informasi yang tercantum di
dalamnya. Rancang bangun Dokumen Kliring perlu
memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut:
a) Nilai Nominal
Nilai nominal pada Dokumen Kliring harus dapat terlihat
secara jelas.
b) Logo dan Nama Bank Penerbit
Pada Dokumen Kliring harus dicantumkan logo dan nama
Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan cetakan
lainnya dan ditempatkan pada sisi kiri atas Dokumen Kliring.
c) Pembedaan …
9
c) Pembedaan Warna
Untuk mempermudah mengenali dan membedakan Dokumen
Kliring dalam pengolahan di Penyelenggara, maka pada
Dokumen Kliring Kredit harus diberi warna merah tua
sedangkan pada Dokumen Kliring Debet harus diberi warna
hijau di bagian atas Dokumen Kliring dimaksud, dengan
ukuran lebar 1 (satu) centimeter.
d) Nomor Seri
Pada Dokumen Kliring BPWD dan BPWK dapat dicantumkan
nomor seri yang akan digunakan sebagai sarana kontrol
penggunaan Dokumen Kliring tersebut. Nomor seri tersebut
dicantumkan pada sisi kanan atas Dokumen Kliring.
e) Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas
petugas yang menyerahkan harus cukup luas dan ditempatkan
di sebelah kanan bawah, di atas clear band.
4) Clear Band
Clear band adalah ruang kosong pada bagian bawah Bukti
Penyerahan Warkat dan Kartu Batch selebar 5/8 (lima per
delapan) inci diukur dari batas bawah Warkat dan disediakan
khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR E-13B yang
memenuhi ISO 1004:1995.
Khusus BPRWKP merupakan print out (hasil cetakan) dari sistem
Semi Otomasi yang wajib menggunakan printer dot matrix
minimal kualitas cetaknya 300 cps.
Khusus lembar substitusi dapat menggunakan kertas HVS minimal
60 gsm warna putih, tanpa mencantumkan logo dan nama Bank.
Jenis Dokumen Kliring BPWD dan BPWK dibuat rangkap 2 (dua)
dengan …
10
dengan menggunakan carbonized paper. Untuk lembar keduanya
tidak wajib memenuhi spesifikasi teknis kertas sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) di atas.
b. Dokumen Kliring sistem Semi Otomasi
Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan menggunakan sistem Semi Otomasi merupakan
cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui
aplikasi dari sistem Kliring Semi Otomasi yang wajib menggunakan
printer dot matrix minimal kualitas cetaknya 300 cps.
c. Dokumen Kliring sistem Manual
Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan menggunakan sistem Manual wajib memenuhi
spesifikasi teknis sebagai berikut:
1) Kertas
Kualitas kertas yang digunakan untuk lembar pertama adalah
jenis kertas HVS minimal 60 gsm warna putih, sedangkan untuk
lembar kedua dan ketiga menggunakan carbonized paper.
2) Ukuran
Ukuran Dokumen Kliring yang digunakan yaitu panjang 27 (dua
puluh tujuh) centimeter dan lebar 8 1/2 (delapan setengah)
centimeter.
3) Rancang Bangun
Pembakuan Dokumen Kliring tidak dimaksudkan untuk
membakukan redaksi yang tercantum dalam Dokumen Kliring,
melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan
Dokumen Kliring maupun sandi/informasi yang tercantum di
dalamnya. Rancang
bangun Dokumen Kliring
harus
memperhatikan …
11
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Nama Bank Penerbit
Pada bagian atas Dokumen Kliring harus dicantumkan nama
Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan cetakan
lainnya dan ditempatkan pada sudut kiri atas.
b) Keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian
Pada bagian tengah atas Dokumen Kliring tercantum
keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian.
c) Keterangan Debet/Kredit
Keterangan Debet/Kredit dicantumkan di bawah keterangan
Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian.
d) Nilai Nominal
Nilai nominal pada Dokumen Kliring harus dapat terlihat
secara jelas.
e) Ruangan Tanda tangan dan Nama Jelas
Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas
petugas yang menyerahkan dan yang menerima harus cukup
luas dan ditempatkan di bagian bawah dan bersebelahan.
d. Format Dokumen Kliring ini dapat dilihat sebagaimana Lampiran 3.
II. PENCETAKAN, PENGADAAN SERTA PERSETUJUAN PENGGUNAAN
WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
A. PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
1. Pencetakan Warkat untuk seluruh sistem Kliring wajib dilakukan oleh
perusahaan percetakan dokumen sekuriti (security printing) yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, sedangkan pencetakan Dokumen
Kliring …
12
Kliring yang wajib dilakukan oleh perusahaan percetakan dokumen
sekuriti tersebut di atas hanya Dokumen Kliring untuk sistem Otomasi
dan Elektronik.
2. Dalam melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring pada
perusahaan percetakan dokumen sekuriti, Peserta sekurang-kurangnya
wajib mensyaratkan penggunaan kertas sekuriti yang bertanda air
(water mark) logo dari perusahaan percetakan dokumen sekuriti.
B. PENGADAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
1. Tanggung jawab pengadaan Warkat dan Dokumen Kliring diserahkan
sepenuhnya kepada masing-masing Peserta.
2. Pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring pada perusahaan percetakan
dokumen sekuriti hanya dapat dilakukan atas permintaan Peserta yang
bersangkutan. Dengan demikian nasabah tidak dapat melakukan
permintaan langsung pencetakan Warkat kepada perusahaan
percetakan dokumen sekuriti.
C. PERSETUJUAN PENGGUNAAN WARKAT DAN DOKUMEN
KLIRING
1. Setiap pembuatan dan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring untuk
pertama kali dan atau perubahannya serta pemesanan baru pada
perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang berbeda oleh Peserta
wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menyampaikan surat
pemberitahuan mengenai hal tersebut dan melampirkan spesimen
Warkat dan atau Dokumen Kliring (hanya BPWK/BPWD dan Kartu
Batch) dimaksud sebanyak:
a. 5 (lima) lembar untuk sistem Manual dan Semi Otomasi;
b. 100 (seratus) lembar untuk sistem Otomasi dan Elektronik.
2. Surat pemberitahuan dan lampiran spesimen sebagaimana dimaksud
dalam …
13
dalam angka 1, wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sebelum Warkat dan Dokumen Kliring dimaksud digunakan dalam
kegiatan Kliring Lokal.
Surat pemberitahuan tersebut memuat:
a. Jenis Warkat dan Dokumen Kliring yang akan dicetak;
b. Nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang akan
mencetak.
3. Surat pemberitahuan dan spesimen tersebut disampaikan oleh kantor
pusat Peserta kepada Bank Indonesia yang mewilayahi.
4. Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 adalah :
a. Bank Indonesia c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran
Nasional (Biro PSPN) untuk Peserta yang kantor pusatnya
berkedudukan di untuk wilayah DKI Jakarta Raya, Serang,
Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi;
b. Kantor Bank Indonesia setempat untuk Peserta yang kantor
pusatnya berkedudukan di wilayah di luar wilayah sebagaimana
dimaksud pada huruf a.
5. Spesimen yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam angka 1,
diuji kesesuaiannya dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan
dalam Surat Edaran ini.
6. Peserta wajib mencantumkan informasi MICR code line pada clear
band untuk spesimen sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b guna
diuji dengan mesin baca pilah (reader sorter). Tata cara pencantuman
informasi MICR code line dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia
tentang sistem Otomasi dan Elektronik, dengan pedoman tambahan
sebagai berikut:
a. Warkat …
14
a. Warkat.
- No Warkat : diisi dengan data dummy yang bukan angka
“000000”
- Sandi Bank/Peserta : diisi dengan sandi Bank/Peserta yang
masih berlaku;
- Nomor Rekening : diisi dengan data dummy yang bukan angka
“0000000000”
- Sandi Transaksi : diisi dengan sandi transaksi yang sesuai
dengan jenis warkat;
- Nilai Nominal Warkat : diisi dengan data dummy yang bukan
angka “00000000000000”
b. Dokumen Kliring.
- Nomor Warkat : 3 digit pertama diisi dengan angka “000” dan 3
digit terakhir diisi dengan tiga digit pertama sandi Peserta yang
masih berlaku;
- Sandi Bank : 3 digit pertama diisi dengan sandi kantor
Peserta dan 4 digit terakhir diisi dengan “9999”;
- Nomor Rekening : dibiarkan kosong;
- Sandi Transaksi : diisi dengan angka “96”
- Nilai Nominal Warkat : Di isi dengan data dummy yang bukan
angka “00000000000000”
7. Spesimen dianggap memenuhi syarat pengujian dengan reader sorter
apabila tingkat penolakan setinggi-tingginya 2%.
8. Hasil pengujian tersebut akan diberitahukan kepada Peserta yang
bersangkutan untuk menentukan apakah Warkat dan Dokumen Kliring
dapat disetujui untuk dicetak dan dipergunakan dalam kegiatan Kliring
Lokal …
15
Lokal. Pemberitahuan tersebut disampaikan paling lambat 15 (lima
belas) hari setelah penyampaian spesimen Warkat dan Dokumen
Kliring diterima. Spesimen yang tidak memenuhi syarat pengujian
pada Bank Indonesia dikembalikan seluruhnya kepada Peserta dan
selanjutnya Peserta yang bersangkutan diminta menyampaikan
spesimen baru yang telah disempurnakan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1.
9. Untuk pemesanan Warkat dan Dokumen Kliring, Peserta wajib
menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q. Biro
Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN) setiap 1
(satu) tahun sekali pada minggu pertama bulan Januari yang memuat:
a. jenis dan jumlah Warkat dan Dokumen Kliring yang dipesan
selama satu tahun;
b. tanggal pemesanan yang dilakukan;
c. nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti.
III. CARA PENULISAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
Untuk mengurangi risiko pemalsuan Warkat dan Dokumen Kliring maka
dalam penulisannya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
A. WARKAT KLIRING
1. Pencantuman nilai nominal harus ditulis secara lengkap dengan angka
dan huruf.
2. Penulisan dalam mengisi Warkat disarankan untuk menggunakan
ballpoint pen atau mesin tik non elektrik.
3. Dalam menulis dan atau menandatangani Warkat disarankan dengan
menggunakan ballpoint pen.
4. Tambahan penulisan nilai nominal dengan cheque-writer
(protectograph) dianggap tidak ada karena dapat menimbulkan
bermacam …
16
bermacam-macam penafsiran, misalnya timbul perbedaan penafsiran
dalam hal angka dan huruf yang ditulis oleh penarik berbeda dengan
cheque-writer (protectograph).
5. Terhadap cek/bilyet giro maupun Warkat lainnya dianjurkan untuk tidak
menggunakan flourescent pen. Penggunaan flourescent pen baik terhadap
cek/bilyet giro maupun Warkat lainnya akan menimbulkan kesulitan
untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan penulisan, disamping itu
penggunaan alat tersebut pada angka rupiah dapat menimbulkan cahaya
sehingga akan menyulitkan penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai
nominal. Dalam hal masih terdapat Warkat yang menggunakan
flourescent pen maka sebelum bank melakukan pembayaran hendaknya
terlebih dahulu menghubungi nasabah yang bersangkutan untuk
konfirmasi.
6. Dalam pengisian cek, bilyet giro, dan Warkat lainnya hanya
diperkenankan menggunakan huruf latin. Bank-bank tidak diperkenakan
untuk menerima cek, bilyet giro, dan Warkat lainnya yang menggunakan
bukan huruf latin, kecuali tanda tangan.
B. DOKUMEN KLIRING
1 Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan
menggunakan sistem Manual, Otomasi dan Elektronik mengacu pada
cara penulisan Warkat Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka III.A.
kecuali angka III.A.1. dan angka III.A.6. Dalam Dokumen Kliring nilai
nominalnya hanya ditulis dengan angka saja.
2 Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan
menggunakan sistem Semi Otomasi cara penulisannya merupakan print
out (hasil cetakan) dari sistem Semi Otomasi yang wajib menggunakan
printer dot matrix dengan kecepatan cetak minimal 300 cps.
IV. PERUSAHAAN …
17
IV. PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN SEKURITI WARKAT DAN
DOKUMEN KLIRING
A. PERSYARATAN
Perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang dapat memperoleh penetapan
dari Bank Indonesia untuk melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen
Kliring wajib memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
1. Mempunyai izin operasional dari Botasupal sebagai perusahaan
percetakan dokumen sekuriti;
2. Menggunakan kertas sekuriti yang bertanda air (water mark) logo
perusahaan yang bersangkutan;
3. Memiliki mesin desain sekuriti, mesin cetak sekuriti dan mesin cetak
penomoran untuk mencetak OCR dan MICR.
B. TATA CARA PENETAPAN
1. Untuk dapat memperoleh penetapan guna mencetak Warkat dan
Dokumen Kliring, perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf A wajib
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q. Biro
Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (PSPN) dengan
melampirkan :
a. fotokopi izin operasional sebagai perusahaan percetakan dokumen
sekuriti yang masih berlaku dari Botasupal (legalisasi dari Kantor
Pos);
b. daftar mesin dan atau peralatan yang digunakan untuk mencetak
Warkat dan Dokumen Kliring dengan menyebutkan kapasitas mesin
dimaksud;
c. spesimen kertas untuk Warkat dan Dokumen Kliring yang bertanda
air (water mark) logo perusahaan yang bersangkutan.
2. Setelah menerima permohonan tersebut Bank Indonesia akan meminta
rekomendasi …
18
rekomendasi dari Botasupal mengenai telah terpenuhinya aspek
manajemen perusahaan, arsitektur dan konstruksi bangunan dan
keamanan dalam hal akan dilakukan pencetakan Warkat dan Dokumen
Kliring;
3. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 telah
dipenuhi dan Botasupal telah memberikan rekomendasinya maka Bank
Indonesia akan memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan perusahaan percetakan dokumen sekuriti tersebut.
Pemberian persetujuan tersebut akan ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Bank Indonesia sebagai perusahaan percetakan dokumen
sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring, sedangkan penolakan
permohonan tersebut akan disampaikan secara tertulis kepada
perusahaan yang bersangkutan.
4. Penetapan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berlaku sepanjang :
a. Izin operasional perusahaan percetakan dokumen sekuriti dari
Botasupal masih berlaku;
b. Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a belum
dicabut; dan
c. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti tidak melanggar ketentuan
yang telah ditetapkan Bank Indonesia.
5. Pemberian penetapan atau penolakan untuk mencetak Warkat dan
Dokumen Kliring yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia paling lambat
45 (empat puluh lima) hari setelah dokumen permohonan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 diterima secara lengkap atau 3 (tiga) hari kerja
setelah rekomendasi dari Botasupal diterima Bank Indonesia.
C. KEWAJIBAN …
19
C. KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN SEKURITI
PENCETAK WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
Perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen
Kliring wajib :
1. mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sesuai spesifikasi teknis yang
ditetapkan dalam angka I.A.2. dan I.B.2. dan pedoman pengamanan
pencetakan dokumen sekuriti yang dikeluarkan oleh Botasupal yang
berlaku;
2. melaksanakan sendiri (prinsip Do It Yourself/Under One Roof) segala
pekerjaan yang berkaitan dengan pencetakan Warkat dan Dokumen
Kliring, dengan demikian dilarang untuk mensubkontrakkan atau
mengalihkan pekerjaan tersebut ke perusahaan percetakan dokumen
sekuriti lain;
3. menyampaikan laporan tahunan kepada Bank Indonesia sehubungan
dengan kegiatan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring yang telah
dilakukan antara lain meliputi:
a. Bank yang memesan Warkat dan Dokumen Kliring;
b. Jenis dan jumlah Warkat dan Dokumen Kliring yang dipesan.
yang disampaikan pada minggu pertama bulan Januari.
D. PENGAWASAN
Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan secara langsung dan tidak
langsung terhadap perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak
Warkat dan Dokumen Kliring.
V. SANKSI
1. Peserta Kliring yang tidak memenuhi persyaratan pembakuan Warkat dan
Dokumen Kliring yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini dikenakan sanksi
sebagai berikut :
a. Diberikan …
20
a. Diberikan peringatan secara tertulis untuk mengganti Warkat dan atau
Dokumen Kliring sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan
oleh Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan
Surat Peringatan.
b. Dalam hal Peserta tidak melaksanakan penggantian Warkat dan atau
Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud pada huruf a maka Bank
Indonesia akan mengenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar
Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) per satu hari keterlambatan dengan
maksimum Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
2. Dalam hal Peserta tidak melaporkan setiap pencetakan pertama kali,
perubahan dan pemesanan baru/ulang Warkat dan Dokumen Kliring maka
Bank Indonesia akan mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari terhitung sejak tanggal pemesanan
dengan maksimum sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3. Dalam hal Peserta terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam angka II.C.9., dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp
100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan
maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
4. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti Warkat dan Dokumen
kliring terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam
angka IV.C.3., dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan
maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
5. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan
Dokumen Kliring tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam angka IV.C.2 maka dikenakan sanksi pencabutan penetapan/izin
sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti Warkat dan Dokumen
Kliring.
VI. LAIN …
21
VI. LAIN-LAIN
1. Peserta Kliring Lokal dengan sistem Manual dan Semi Otomasi wajib
memenuhi spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen Kliring serta
pencetakannya pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang
diberlakukan dalam Surat Edaran ini paling lambat tanggal 13 Februari
2000.
2. Peserta Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan Elektronik wajib
memenuhi spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen Kliring serta
pencetakannya pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang
diberlakukan dalam Surat Edaran ini paling lambat 6 (enam) bulan
sejak diberlakukannya Surat Edaran ini.
3. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah memperoleh
persetujuan Bank Indonesia sebagai perusahaan percetakan dokumen
sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 4, wajib mengajukan permohonan ulang untuk
memperoleh penetapan dari Bank Indonesia dan wajib memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.A paling lambat
tanggal 13 Februari 2000. Apabila perusahaan dimaksud tidak
mengajukan permohonan sampai dengan batas waktu yang ditetapkan
maka persetujuan yang telah diberikan oleh Bank Indonesia berakhir
pada tanggal 13 Februari 2000. Apabila perusahaan percetakan
dokumen sekuriti mengajukan permohonan dalam jangka waktu
tersebut di atas maka persetujuan perusahaan yang telah diberikan
tersebut masih berlaku sampai dengan dikeluarkannya keputusan Bank
Indonesia terhadap permohonan perusahaan percetakan dokumen
sekuriti tersebut.
4. Dalam hal Botasupal mencabut izin operasional perusahaan percetakan
dokumen …
22
dokumen sekuriti, atau mencabut rekomendasi sebagaimana dimaksud
dalam angka IV.B.4 maka penetapan/izin sebagai perusahaan
percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring
secara otomatis menjadi tidak berlaku.
5. Khusus untuk pelunasan bea meterai pada Warkat Cek dan Bilyet Giro
yang diperhitungkan dalam Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan
Elektronik wajib dilakukan dengan cara pencantuman tanda lunas bea
meterai pada Warkat yang bersangkutan sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Keuangan No. 217/KMK.01/1996 tanggal 22 Maret 1996
tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No. 1131/KMK.01/1989 tentang Perubahan Besarnya Tarif Bea Meterai
dan Besarnya Batas Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai Atas
Cek dan Bilyet Giro.
VII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia:
1. No. 2/77UPP/SU
tanggal 14 September 1966 perihal Larangan
penggunaan huruf-huruf bukan huruf latin untuk pengisian cek, bilyet giro,
dan surat berharga lainnya;
2. No. 9/16/UPPB tanggal 31 Mei 1976 perihal Larangan menerbitkan
cek/bilyet giro dalam valuta asing;
3. No. 9/72 UPPB tanggal 10 Januari 1977 perihal Penulisan nilai nominal
cek/bilyet giro dalam angka dan huruf;
4. No. 14/7 UPPB tanggal 6 Agustus 1981 perihal Penulisan
dan penandatanganan Warkat bank dengan ballpoint pen;
5. No. 18/17/UPPB tanggal 9 Agustus 1985 perihal Penggunaan Flourescent
(Stabilo Boss) pada surat-surat berharga;
6. No. …
23
6. No. 18/49/UPPB/RAHASIA tanggal 30 Oktober 1985 perihal Peningkatan
pengamanan surat-surat berharga/dokumen lainnya dengan metoda
"security printing", sepanjang mengatur mengenai Warkat dan Dokumen
Kliring;
7. No. 19/26/UPG tanggal 10 Maret 1987 perihal Penggunaan mesin tik
listrik yang mempunyai pita penghapus dalam penulisan Warkat bank;
8. No. 21/52/UPG tanggal 10 Februari 1989 perihal Pencetakan warkat baku
dalam rangka otomasi kliring;
9. No. 22/73/UPG tanggal 13 September 1989 perihal Pencetakan warkat
baku dalam rangka otomasi kliring;
10. No. 24/105/UPG tanggal 22 Agustus 1991 perihal Pencetakan warkat baku
dalam rangka otomasi kliring;
11. No. 31/6/UAK tanggal 15 april 1998 perihal Pencetakan warkat kliring
baku;
12. No. 31/27/UAK tanggal 19 Juni 1998 perihal Pencetakan warkat kliring
baku;
13. No. 31/16/UASP tanggal 16 September 1998 perihal Penyempurnaan
Ketentuan Otomasi Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Ketentuan
Pembakuan Warkat Kliring, sepanjang mengatur mengenai pembakuan
Warkat dan Dokumen Kliring;
14. No. 31/52/UASP tanggal 1 Desember 1998 perihal Pencetakan Warkat
Kliring Baku;
15. No. 31/60/UASP tanggal 18 Desember 1998 perihal Pencetakan Warkat
Kliring Baku,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan. …
24
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 23 Desember 1999.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DESMI DEMAS
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 1/7/DASP|SE-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. </reg_title>
<set_date> 23 Desember 1999 </set_date>
<effective_date> 23 Desember 1999 </effective_date>
<replaced_reg> '2/77UPP/SU|SE-BI/1966', '9/16/UPPB|SE-BI/1976', '9/72 UPPB|SE-BI/1977', '14/7 UPPB|SE-BI/1981', '18/17/UPPB|SE-BI/1985', '18/49/UPPB/RAHASIA|SE-BI/1985', '19/26/UPG|SE-BI/1987', '21/52/UPG|SE-BI/1989', '22/73/UPG|SE-BI/1989', '24/105/UPG|SE-BI/1991', '31/6/UAK|SE-BI/1998', '31/27/UAK|SE-BI/1998', '31/16/UASP|SE-BI/1998', '31/52/UASP|SE-BI/1998', '31/60/UASP|SE-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '1/3/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 8/ 32 /DASP
Jakarta, 20 Desember 2006
S U R A T E D A R A N
Perihal
: Pendaftaran Kegiatan Usaha Pengiriman Uang
--------------------------------------------------------
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/28/PBI/2006 tanggal 5 Desember 2006 tentang Kegiatan Usaha
Pengiriman Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4665), dan dalam
rangka pencatatan keberadaan Penyelenggara kegiatan usaha Pengiriman Uang,
maka sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tentang Kegiatan Usaha
Pengiriman Uang Bab IX Ketentuan Peralihan, Bagian Pertama, Ketentuan
Pendaftaran pada Masa Transisi, perlu diatur lebih lanjut antara lain mengenai
tata cara Pendaftaran dan pencatatan Pendaftaran, dokumen Pendaftaran,
pelaksanaan kegiatan usaha Pengiriman Uang, laporan oleh Penyelenggara,
penghentian kegiatan usaha Pengiriman Uang dan penghapusan Penyelenggara
dari Daftar Penyelenggara, dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
I. TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENCATATAN PENDAFTARAN
Setiap perorangan Warga Negara Indonesia dan badan usaha selain Bank
yang akan atau telah melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang sejak
berlakunya Peraturan Bank Indonesia tentang Kegiatan Usaha Pengiriman
Uang (PBI Pengiriman Uang) harus melakukan Pendaftaran kepada Bank
Indonesia.
A. Tata ...
2
A. Tata Cara Pendaftaran
1. Perorangan Warga Negara Indonesia dan badan usaha selain Bank
yang akan atau telah melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang
sejak berlakunya ketentuan ini menyampaikan permohonan secara
tertulis mengenai Pendaftaran atas kegiatan usahanya kepada Bank
Indonesia.
2. Bank tidak perlu melakukan Pendaftaran kegiatan usaha Pengiriman
Uang kepada Bank Indonesia mengingat kegiatan usaha Pengiriman
Uang merupakan salah satu kegiatan usaha Bank sesuai peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai perbankan.
3. Permohonan Pendaftaran kegiatan usaha Pengiriman Uang harus
melampirkan seluruh dokumen secara lengkap dan memenuhi
kesiapan operasional yang meliputi kesiapan sumber daya manusia
yang digunakan, tempat usaha, dan sarana serta peralatan yang
digunakan dalam Pengiriman Uang secara benar sebagaimana
ditetapkan dalam Surat Edaran ini.
4. Permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 1
dilakukan sebagai berikut:
a. untuk badan usaha diajukan oleh pengurus badan usaha tersebut;
atau
b. untuk perorangan Warga Negara Indonesia diajukan oleh individu
yang bersangkutan.
5. Permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 4
disampaikan kepada Bank Indonesia.
B. Pencatatan Pendaftaran
1. Bank Indonesia memberikan tanggapan tertulis atas permohonan
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada butir A.3:
a. paling ...
3
a. paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak seluruh
dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap oleh Bank
Indonesia dan kesiapan operasional telah dilakukan secara benar
yang meliputi kesiapan sumber daya manusia yang digunakan,
tempat usaha, dan sarana serta peralatan yang digunakan dalam
Pengiriman Uang; atau
b. paling lambat 20 (dua puluh) hari kalender sejak dokumen
diterima oleh Bank Indonesia, untuk permohonan yang
dokumennya belum diterima secara lengkap.
2. Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1 berisi
informasi bahwa Penyelenggara telah dicantumkan dalam Daftar
Penyelenggara atau belum dicantumkan dalam Daftar Penyelenggara
di Bank Indonesia.
3. Bank Indonesia mencantumkan Penyelenggara dalam Daftar
Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2 apabila seluruh
dokumen yang dipersyaratkan dalam Pendaftaran telah diterima
secara lengkap dan kesiapan operasional telah dilakukan secara benar
yang meliputi kesiapan sumber daya manusia yang digunakan,
tempat usaha, dan sarana serta peralatan yang digunakan dalam
Pengiriman Uang.
4. Bank Indonesia belum mencantumkan Penyelenggara dalam Daftar
Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2 apabila
dokumen yang dipersyaratkan belum diterima secara lengkap oleh
Bank Indonesia dan/atau kesiapan operasional sebagaimana
dimaksud pada angka 3 belum dilakukan secara benar.
5. Bank Indonesia dapat melakukan peninjauan ke tempat usaha
Penyelenggara yang akan atau telah melakukan kegiatan usaha
Pengiriman Uang dalam rangka memberikan tanggapan tertulis
sebagaimana dimaksud pada angka 2.
6. Bank ...
4
6. Bank Indonesia memberikan Tanda Pendaftaran kepada Pemohon
yang berisi Nomor Pendaftaran dan identitas Penyelenggara dalam
Daftar Penyelenggara.
C. Pencantuman dalam Daftar Penyelenggara dan Publikasi
1. Setiap Penyelenggara yang telah dicantumkan dalam Daftar
Penyelenggara harus menempatkan Tanda Pendaftaran di tempat
usaha yang bersangkutan, yakni di tempat yang mudah dilihat dan
dibaca oleh pengguna jasa. Fotokopi Tanda Pendaftaran ditempatkan
pula di setiap kantor cabang Penyelenggara.
2. Bank Indonesia mempublikasikan Daftar Penyelenggara dalam
website Bank Indonesia dan/atau booklet.
II. DOKUMEN PENDAFTARAN
Dokumen-dokumen yang harus disampaikan dalam permohonan
Pendaftaran kepada Bank Indonesia adalah sebagai berikut:
A. Perorangan Warga Negara Indonesia
Perorangan Warga Negara Indonesia yang melakukan kegiatan usaha
Pengiriman Uang harus melakukan Pendaftaran dengan
menyampaikan dokumen sebagai berikut:
1. fotokopi Kartu Tanda Penduduk;
2. fotokopi surat keterangan domisili/tempat tinggal pemohon dari
kelurahan/kepala desa setempat;
3. surat pernyataan kesanggupan pemohon untuk tidak
menyalahgunakan Uang yang dikirim dan/atau diterima;
4. surat pernyataan kesanggupan pemohon untuk menatausahakan
secara terpisah antara Uang yang dikirim dan/atau diterima dengan
kekayaan pribadi pemohon; dan
5. informasi ...
5
5. informasi mengenai tempat usaha, sarana dan prasarana yang
digunakan oleh pemohon sebagai Penyelenggara.
B. Badan Usaha yang Berbadan Hukum
Badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha
Pengiriman Uang harus melakukan Pendaftaran dengan
menyampaikan dokumen sebagai berikut:
1. fotokopi akte pendirian badan hukum Indonesia dan perubahannya
apabila ada, yang telah memperoleh pengesahan dari instansi yang
berwenang;
2. surat pernyataan pengurus dalam bentuk akta otentik yang
menyatakan kesanggupan pengurus untuk:
a. bertanggung jawab jika terdapat penyalahgunaan Uang yang
dikirim dan/atau diterima; dan
b. memisahkan penatausahaan Uang yang dikirim dan/atau
diterima dari harta kekayaan pribadi dan harta kekayaan
perusahaan Penyelenggara;
3. fotokopi surat keterangan domisili badan usaha yang bersangkutan
dari lurah/kepala desa setempat;
4. konsep penerapan prinsip mengenal nasabah yaitu prinsip yang
diterapkan oleh Penyelenggara untuk mengetahui antara lain
identitas Pengirim dan/atau Penerima, memantau kegiatan
Pengiriman Uang, dan melaporkan transaksi yang mencurigakan,
sebagaimana Contoh Tata Cara Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah dalam Lampiran 1; dan
5. bukti kesiapan operasional antara lain:
a. sumber daya manusia yang memadai;
b. kesiapan tempat usaha; dan
c. sarana ...
6
c. sarana dan peralatan untuk melakukan kegiatan Pengiriman
Uang.
C. Badan Usaha yang Tidak Berbadan Hukum
Badan usaha yang tidak berbadan hukum yang melakukan kegiatan
usaha Pengiriman Uang harus melakukan Pendaftaran dengan
menyampaikan dokumen sebagai berikut:
1. bukti bahwa pemilik dan pengurus badan usaha merupakan Warga
Negara Indonesia. Bukti kewarganegaraan Indonesia tersebut
antara lain berupa Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi
atau Paspor;
2. fotokopi surat keterangan domisili badan usaha yang bersangkutan
dari lurah/kepala desa setempat;
3. surat pernyataan pengurus dalam bentuk akta otentik yang
menyatakan kesanggupan pengurus untuk:
a. bertanggung jawab jika terdapat penyalahgunaan Uang yang
dikirim dan/atau diterima; dan
b. memisahkan penatausahaan Uang yang dikirim dan/atau
diterima dari harta kekayaan pribadi dan harta kekayaan
perusahaan Penyelenggara;
4. konsep penerapan prinsip mengenal nasabah yaitu prinsip yang
diterapkan oleh Penyelenggara untuk mengetahui antara lain
identitas Pengirim dan/atau Penerima, memantau kegiatan
Pengiriman Uang, dan melaporkan transaksi yang mencurigakan,
sebagaimana Contoh Tata Cara Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah dalam Lampiran 1; dan
5. bukti kesiapan operasional antara lain:
a. sumber daya manusia yang memadai;
b. kesiapan tempat usaha; dan
c. sarana ...
7
c. sarana dan peralatan untuk melakukan kegiatan Pengiriman
Uang.
III. PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG
Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang
setelah berlakunya PBI Pengiriman Uang dan telah dicantumkan dalam
Daftar Penyelenggara oleh Bank Indonesia, harus melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1. melaksanakan kegiatan usahanya dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal pencantuman
Penyelenggara dalam Daftar Penyelenggara; dan
2. melaporkan secara tertulis dimulainya kegiatan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari
kalender terhitung sejak tanggal dimulainya kegiatan tersebut; atau
3. apabila setelah berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Penyelenggara yang telah
tercantum dalam Daftar Penyelenggara belum melakukan kegiatan
usahanya, maka Penyelenggara tersebut harus melaporkan secara tertulis
kepada Bank Indonesia mengenai alasan belum dapat dilaksanakan
kegiatan usaha Pengiriman Uang dan rencana pelaksanaan kegiatan
tersebut. Laporan tersebut disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari
kalender terhitung sejak berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
kalender sebagaimana dimaksud pada angka 1.
IV. LAPORAN OLEH PENYELENGGARA
A. Laporan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang
1. Penyelenggara melaporkan kegiatan usaha Pengiriman Uang yang
dilakukan kepada Bank Indonesia.
2. Laporan ...
8
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari:
a. Laporan Transaksi Kegiatan Usaha Pengiriman Uang
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.a atau Lampiran 2.b;
dan
b. Laporan Kelangsungan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 3.a atau Lampiran 3.b.
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir 2.a disampaikan secara
triwulanan dan harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling
lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya. Contoh: laporan triwulanan
periode Januari sampai dengan Maret, harus sudah diterima Bank
Indonesia paling lambat pada tanggal 15 April.
4. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir 2.b disampaikan setiap
akhir tahun dan harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling
lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya. Contoh: Laporan
Kelangsungan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang periode 1 Januari
2007 sampai dengan 31 Desember 2007, harus sudah diterima Bank
Indonesia paling lambat pada tanggal 15 Januari 2008.
5. Dalam hal tanggal paling lambat sebagaimana dimaksud pada angka
3 dan angka 4 jatuh pada hari libur, maka tanggal paling lambat
adalah pada tanggal hari kerja berikutnya.
6. Untuk Penyelenggara yang memiliki kantor cabang, laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan oleh kantor pusat
Penyelenggara yang bersangkutan secara konsolidasi yang
merupakan gabungan laporan kantor pusat dan seluruh kantor
cabang.
B. Laporan Kantor Cabang dan Rencana Pembukaan Kantor Cabang
1. Laporan kantor cabang yang telah dimiliki oleh Penyelenggara
sebelum berlakunya Surat Edaran ini disampaikan kepada Bank
Indonesia ...
9
Indonesia secara tertulis paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kalender terhitung sejak tanggal pencantuman Penyelenggara
dalam Daftar Penyelenggara. Laporan tersebut disampaikan
dengan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4.a atau
Lampiran 4.b.
2. Laporan rencana pembukaan kantor cabang oleh Penyelenggara
disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis paling lambat
30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pembukaan kantor cabang
tersebut. Laporan tersebut disampaikan dengan format
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 5.a atau Lampiran 5.b.
C. Laporan Kerjasama Penyelenggara dengan Operator
1. Penyelenggara yang melakukan kerjasama dengan Operator
melaporkan secara tertulis kerjasama tersebut kepada Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada Lampiran 6.a atau
Lampiran 6.b.
2. Laporan kerjasama antara Penyelenggara dengan Operator
sebagaimana dimaksud pada angka 1 sekurang-kurangnya
meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.
fotokopi perjanjian kerjasama antara Penyelenggara dengan
Operator. Perjanjian tersebut sekurang-kurangnya memuat:
1) kesepakatan antara Penyelenggara dan Operator untuk
memberikan informasi kepada Bank Indonesia atau
pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk
keperluan pemeriksaan;
2) pemberian kewenangan kepada Bank Indonesia atau
pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk
melakukan pemeriksaan terhadap sistem yang
digunakan ...
10
digunakan baik oleh Penyelenggara maupun oleh
Operator; dan
3) kesediaan Penyelenggara dan Operator untuk
menyampaikan kepada Bank Indonesia hasil audit
sistem yang digunakan baik yang dilakukan oleh
auditor intern ataupun auditor ekstern dari
Penyelenggara dan Operator;
b.
c.
informasi singkat mengenai profil perusahaan Operator;
dan
hasil audit dari security auditor yang menjelaskan
kehandalan dan keamanan operasional teknologi informasi
yang digunakan oleh Operator.
3. Jika Penyelenggara menghentikan kerjasama dengan Operator,
maka penghentian kerjasama dengan Operator tersebut
dilaporkan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 7.a atau Lampiran 7.b.
D. Laporan Perubahan Pengurus
1. Penyelenggara melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia
jika terjadi perubahan pengurus.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilengkapi dengan
surat pernyataan pengurus dalam bentuk akta otentik yang
menyatakan kesanggupan Penyelenggara untuk:
a. bertanggung jawab jika terdapat penyalahgunaan Uang yang
dikirim dan/atau diterima; dan
b. memisahkan penatausahaan Uang yang dikirim dan/atau
diterima dari harta kekayaan Penyelenggara.
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus disertai
dengan fotokopi bukti perubahan Pengurus antara lain berupa
Berita ...
11
Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham bagi badan usaha
yang berbentuk Perseroan Terbatas.
E. Laporan oleh Bank
1. Khusus untuk Bank, laporan yang harus disampaikan kepada
Bank Indonesia meliputi:
a. Laporan transaksi kegiatan usaha Pengiriman Uang;
b. Laporan kantor cabang dan rencana pembukaan kantor
cabang;
c. Laporan perubahan pengurus;
d. Laporan kerjasama Penyelenggara dengan Operator; dan
e. Laporan Penghentian Kerjasama dengan Operator.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir 1.a, butir 1.b, dan
butir 1.c dilakukan sesuai dengan tata cara penyampaian laporan
sebagaimana diatur dalam ketentuan perbankan.
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir 1.d dilakukan sesuai
dengan Lampiran 6.a atau Lampiran 6.b.
4. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir 1.e dilakukan sesuai
dengan Lampiran 7.a atau Lampiran 7.b.
V. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG DAN
PENGHAPUSAN PENYELENGGARA DARI DAFTAR
PENYELENGGARA
1. Penghentian kegiatan usaha Pengiriman Uang dapat dilakukan
berdasarkan permintaan tertulis dari Penyelenggara atau berdasarkan
keputusan Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur
dalam PBI Pengiriman Uang.
2. Dalam ...
12
2. Dalam hal terjadi penghentian kegiatan usaha Pengiriman Uang
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia menghapus
Penyelenggara dari Daftar Penyelenggara.
3. Selain berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada angka 2,
penghapusan Penyelenggara dari Daftar Penyelenggara dapat
dilakukan oleh Bank Indonesia jika:
a. terdapat putusan pengadilan yang menghukum Penyelenggara
untuk menghentikan kegiatan usaha Pengiriman Uang yang
dilakukan;
b. terdapat permintaan tertulis/rekomendasi kepada Bank Indonesia
dari otoritas pengawas yang berwenang untuk menghentikan
kegiatan usaha Penyelenggara, atau otoritas pengawas dimaksud
telah menghentikan kegiatan usaha Penyelenggara;
c. Penyelenggara melakukan pelanggaran terhadap ketentuan kegiatan
usaha Pengiriman Uang dan ketentuan yang terkait lainnya; atau
d. Penyelenggara melakukan tindak kejahatan di bidang keuangan.
4. Dalam hal Penyelenggara akan menghentikan kegiatan usaha
Pengiriman Uang atas permintaan Penyelenggara sendiri, maka
Penyelenggara yang bersangkutan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. menyampaikan laporan penghentian kegiatan usaha paling lambat
30 (tiga puluh) hari kalender sebelum Penyelenggara menghentikan
kegiatannya; dan
b. melaporkan pelaksanaan penghentian kegiatan usaha secara tertulis
kepada Bank Indonesia paling lambat 5 (lima) hari kalender
terhitung sejak tanggal penghentian kegiatan, dengan melampirkan:
1) dokumen penyelesaian hak dan kewajiban kepada Pengirim
dan/atau Penerima; dan
2) surat pernyataan dari pengurus dan/atau pemilik bahwa segala
tuntutan yang timbul setelah penghentian kegiatan usaha
Pengiriman ...
13
Pengiriman Uang menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari
pengurus dan/atau pemilik.
5. Penghapusan Penyelenggara dari Daftar Penyelenggara oleh Bank
Indonesia dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk Penyelenggara yang berkantor pusat atau
berdomisili/bertempat kedudukan di wilayah Jakarta, Serang,
Pandeglang, Lebak, Tangerang, Depok, Bogor, Karawang, dan
Bekasi dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
tanggal ditetapkannya penghentian kegiatan usaha Pengiriman
Uang oleh Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran (DASP).
b. Untuk Penyelenggara yang berkantor pusat atau
berdomisili/bertempat kedudukan di luar wilayah Jakarta, Serang,
Pandeglang, Lebak, Tangerang, Depok, Bogor, Karawang, dan
Bekasi dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
tanggal diterimanya permintaan tertulis dari Kantor Bank Indonesia
(KBI) untuk menghapus Penyelenggara dari Daftar Penyelenggara
oleh DASP.
VI. LAIN-LAIN
1. Permohonan Pendaftaran kegiatan usaha Pengiriman Uang disampaikan
secara tertulis kepada:
a. DASP, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350,
untuk Penyelenggara yang berkantor pusat atau
berdomisili/bertempat kedudukan di Jakarta, Serang, Pandeglang,
Lebak, Tangerang, Depok, Bogor, Karawang, dan Bekasi; atau
b. KBI …
14
b. KBI yang mewilayahi, untuk Penyelenggara yang berkantor pusat
atau berdomisili/bertempat kedudukan di luar wilayah sebagaimana
dimaksud pada huruf a.
2. Laporan sebagai berikut:
a. laporan dimulainya kegiatan usaha Pengiriman Uang sebagaimana
dimaksud pada butir III.2;
b. laporan transaksi kegiatan usaha Pengiriman Uang sebagaimana
dimaksud pada butir IV.A.2.a;
c. laporan kelangsungan kegiatan usaha Pengiriman Uang sebagaimana
dimaksud pada butir IV.A.2.b;
d. laporan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.1;
e. laporan rencana pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud
pada butir IV.B.2;
f. laporan kerjasama Penyelenggara dengan Operator sebagaimana
dimaksud pada butir IV.C.1;
g. laporan penghentian kerjasama Penyelenggara dengan Operator
sebagaimana dimaksud pada butir IV.C.3;
h. laporan perubahan pengurus sebagaimana dimaksud pada butir
IV.D.1; dan
i. laporan penghentian kegiatan usaha Pengiriman Uang sebagaimana
dimaksud pada butir V.1,
disampaikan secara tertulis kepada:
a. DASP c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro
PSPN), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350,
untuk Penyelenggara yang berkantor pusat atau
berdomisili/bertempat kedudukan di wilayah Jakarta, Serang,
Pandeglang, Lebak, Tangerang, Depok, Bogor, Karawang, dan
Bekasi; atau
b. KBI …
15
b. KBI yang mewilayahi, untuk Penyelenggara yang berkantor pusat
atau berdomisili/bertempat kedudukan di luar wilayah sebagaimana
dimaksud pada huruf a.
3. Pendaftaran kegiatan usaha Pengiriman Uang berakhir pada tanggal
31 Desember 2008.
4. Dengan berakhirnya batas waktu Pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada angka 3, maka terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009 bagi pihak
yang belum melakukan Pendaftaran atau yang baru akan melakukan
kegiatan usaha Pengiriman Uang wajib memperoleh izin terlebih dahulu
dari Bank Indonesia sebelum melakukan kegiatan usaha Pengiriman
Uang.
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 20 Desember
2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDI SISWANTO
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/32/DASP|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Pendaftaran Kegiatan Usaha Pengiriman Uang </reg_title>
<set_date> 20 Desember 2006 </set_date>
<effective_date> 20 Desember 2006 </effective_date>
<related_reg> '8/28/PBI/2006' </related_reg>
|
No. 9/6/DPM
Jakarta, 26 Maret 2007
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.8/4/DPM
Tanggal 7 Februari 2006 perihal Transaksi Perdagangan
Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo)
Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal
18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4243), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/30/PBI/2005 tanggal 13 September 2005 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4533), Peraturan Bank Indonesia Nomor
4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244), sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4366), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/2/PBI/2004 tentang Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4363), dan dalam rangka
penyelarasan implementasi berbagai instrumen moneter oleh Bank Indonesia
khususnya terkait dengan metode transaksi maka dipandang perlu untuk
mengubah ....
2
mengubah beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Nomor 8/4/DPM tanggal
7 Februari 2006 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara
Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder,
sebagai berikut:
1. Ketentuan butir II.4. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Suku bunga transaksi SBI repo (Repo Rate) ditetapkan sebesar BI-Rate
yang berlaku pada hari transaksi ditambah 300 (tiga ratus) basis points.
2. Ketentuan butir II.5. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
5. Transaksi SBI Repo menggunakan metode bunga dibayar di belakang
(simple interest) dengan perhitungan jumlah hari berdasarkan hari
kalender.
3. Ketentuan butir III.2. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM) cq. Biro
Operasi Moneter (BOpM) mengumumkan suku bunga SBI Repo (Repo
rate) yang berlaku melalui BI-SSSS dan/atau PIPU paling lambat sebelum
waktu pengajuan transaksi (window time) SBI Repo dibuka (T+0).
4. Ketentuan butir III.4. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Selama window time SBI Repo, Bank mengajukan transaksi secara
langsung melalui BI-SSSS dengan mencantumkan antara lain nominal
transaksi, seri SBI yang direpokan, dan jangka waktu repo.
5. Di antara butir III.4. dan butir III.5. disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir
III.4.A, yang berbunyi sebagai berikut:
4.A. Berdasarkan pengajuan SBI Repo sebagaimana angka 4 di atas, BI-SSSS
secara otomatis menghitung harga SBI dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Harga penjualan SBI secara Repo (first leg) dihitung dengan rumus:
Harga ....
3
Harga
Nilai Nominal × 360 hari
penjualan = ---------------------------------------------------
SBI (first leg)
360 + {(RRT) × (sisa jangka waktu SBI)}
dimana:
1) RRT adalah rata-rata tertimbang tingkat diskonto yang terjadi
pada waktu penerbitan SBI yang direpokan;
2) Sisa jangka waktu SBI dihitung dari tanggal pengajuan transaksi
repo sampai dengan tanggal jatuh waktu SBI (maturity date).
b. Harga pembelian kembali SBI Repo jatuh waktu (second leg)
dihitung dengan rumus simple interest:
Harga
pembelian
kembali
(second leg)
Harga
=
penjualan
SBI
(first leg)
Contoh perhitungan transaksi SBI Repo dapat dilihat pada Lampiran
sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran ini yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 26 Maret 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
(Repo Rate × jangka waktu Repo)
× 1 + ------------------------------------------
360
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/6/DPM|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.8/4/DPM Tanggal 7 Februari 2006 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder </reg_title>
<set_date> 26 Maret 2007 </set_date>
<effective_date> 26 Maret 2007 </effective_date>
<changed_reg> '8/4/DPM|SE-BI/2006' </changed_reg>
<related_reg> '8/4/DPM|SE-BI/2006', '6/2/PBI/2004', '7/30/PBI/2005', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
|
No. 15/15/DPNP
Jakarta, 29 April 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal :
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank
Umum.
sendiri
Sehubungan dengan kewajiban Bank untuk melakukan penilaian
(self assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan
menggunakan pendekatan Risiko (Risk Based Bank Rating/RBBR) baik
secara individual maupun secara konsolidasi yang antara lain
mencakup penilaian faktor Good Corporate Governance (GCG)
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5184),
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance bagi Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4600) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 71, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4640) dan Peraturan Bank
Indonesia …
Indonesia Nomor 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko
bagi Bank Yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4602), perlu diatur kembali
mengenai pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
A. Dalam rangka meningkatkan kinerja Bank, melindungi
kepentingan stakeholders, dan meningkatkan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
nilai-nilai etika yang berlaku umum pada industri perbankan,
Bank wajib melaksanakan kegiatan usahanya dengan
berpedoman pada prinsip GCG.
Pelaksanaan GCG pada industri perbankan harus senantiasa
berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar sebagai berikut:
1. transparansi (transparency) yaitu keterbukaan dalam
mengemukakan informasi yang material dan relevan serta
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan;
2. akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan
pelaksanaan pertanggungjawaban organ Bank sehingga
pengelolaannya berjalan secara efektif;
3. pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian
pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan prinsip pengelolaan Bank yang sehat;
4. independensi (independency) yaitu pengelolaan Bank
secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak
manapun; dan
5. kewajaran …
5. kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam
memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
B. Dalam rangka memastikan penerapan 5 (lima) prinsip dasar
GCG sebagaimana dimaksud pada huruf A, Bank harus
melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala
yang paling kurang meliputi 11 (sebelas) Faktor Penilaian
Pelaksanaan GCG yaitu:
1. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
2. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;
3. kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite;
4. penanganan benturan kepentingan;
5. penerapan fungsi kepatuhan;
6. penerapan fungsi audit intern;
7. penerapan fungsi audit ekstern;
8. penerapan manajemen risiko termasuk sistem
pengendalian intern;
9. penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan
penyediaan dana besar (large exposures);
10. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank,
laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal; dan
11. rencana strategis Bank.
Selain itu, perlu diperhatikan pula informasi lainnya yang
terkait penerapan GCG Bank di luar 11 (sebelas) Faktor
Penilaian Pelaksanaan GCG seperti misalnya permasalahan
yang timbul sebagai dampak kebijakan remunerasi pada
suatu bank atau perselisihan internal Bank yang mengganggu
operasional …
operasional dan/atau kelangsungan usaha Bank. Sebagai
contoh, penetapan bonus yang didasarkan pada pencapaian
target di akhir tahun, dimana penetapan target tersebut
sangat tinggi (ambisius) sehingga mengakibatkan
dilakukannya praktek-praktek yang tidak sehat oleh
manajemen ataupun pegawai bank dalam pencapaiannya.
C. Pengalaman dari krisis keuangan global mendorong perlunya
peningkatan efektivitas penerapan Manajemen Risiko dan
GCG agar Bank mampu mengidentifikasi permasalahan
secara lebih dini, melakukan tindak lanjut perbaikan yang
tepat dan cepat, serta Bank lebih tahan dalam menghadapi
krisis. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia
menyempurnakan metode penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum yaitu dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk
Based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun
secara konsolidasi yang antara lain mencakup penilaian
faktor GCG. Penilaian faktor GCG dalam penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum dengan menggunakan pendekatan
risiko (RBBR) merupakan pengganti dari penilaian terhadap
faktor Manajemen dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum berdasarkan CAMELS rating.
D. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum dengan menggunakan
pendekatan risiko (RBBR), penilaian terhadap pelaksanaan
GCG yang berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar tersebut
dikelompokkan dalam suatu governance system yang terdiri
dari 3 (tiga) aspek governance, yaitu governance structure,
governance process, dan governance outcome.
E. Bank wajib melaksanakan prinsip GCG dalam setiap kegiatan
usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi
yang …
yang meliputi Dewan Komisaris dan Direksi sampai dengan
pegawai tingkat pelaksana.
F. Dalam pelaksanaan GCG, diperlukan keberadaan Komisaris
Independen dan Pihak Independen untuk menghindari
benturan kepentingan (conflict of interest) dalam pelaksanaan
tugas seluruh tingkatan atau jenjang organisasi Bank, check
and balance, serta melindungi kepentingan stakeholders
khususnya pemilik dana dan pemegang saham minoritas.
Untuk mendukung independensi dalam pelaksanaan tugas
dimaksud, perlu pengaturan mengenai masa tunggu (cooling
off) bagi pihak yang akan menjadi pihak independen.
G. Dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas
pelaksanaan GCG, Bank wajib secara berkala melakukan
penilaian sendiri (self assessment) secara komprehensif
terhadap kecukupan pelaksanaan GCG, sehingga Bank dapat
segera menetapkan rencana tindak (action plan) yang meliputi
tindakan korektif (corrective action) yang diperlukan apabila
masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan GCG.
H. Dalam rangka penerapan prinsip transparansi (transparency)
sebagaimana dimaksud pada butir A.1., Bank wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan GCG dan bagi Bank
yang telah memiliki homepage wajib menginformasikan pula
pada homepage Bank.
II. DEWAN KOMISARIS
A. Komisaris Independen ditetapkan paling kurang 50% (lima
puluh persen) dari jumlah anggota Dewan Komisaris.
Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang
tidak memiliki
hubungan
keuangan, hubungan
kepengurusan, hubungan kepemilikan saham, dan/atau
hubungan …
hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris
lainnya, Direksi dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau
hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen.
Pengertian mengenai “memiliki hubungan keuangan,
hubungan kepengurusan, hubungan kepemilikan saham,
dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Dewan
Komisaris lainnya, Direksi dan/atau Pemegang Saham
Pengendali atau hubungan dengan Bank, yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen”
adalah sebagai berikut:
1. Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali
adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau
kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan
(Fit and Proper Test) Bank Umum.
Termasuk dalam pengertian Pemegang Saham Pengendali
Bank adalah pemegang saham Bank sampai dengan
pengendali terakhir (ultimate shareholders) Bank.
2. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keuangan
adalah apabila seseorang menerima penghasilan, bantuan
keuangan, atau pinjaman dari:
a. anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi
Bank;
b. perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya
adalah anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota
Direksi Bank; dan/atau
c. Pemegang Saham Pengendali Bank.
3. Yang …
3. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepengurusan
adalah apabila seseorang menduduki jabatan sebagai:
a. anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada
perusahaan dimana anggota Dewan Komisaris menjadi
anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi;
b. anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada
perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya
adalah anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota
Direksi Bank; dan/atau
c. anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat
Eksekutif pada perusahaan Pemegang Saham
Pengendali Bank.
4. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepemilikan
saham adalah apabila seseorang menjadi pemegang
saham pada:
a. perusahaan yang secara bersama-sama dimiliki oleh
anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau
Pemegang Saham Pengendali Bank sehingga bersama-
sama menjadi Pemegang Saham Pengendali pada
perusahaan tersebut; dan/atau
b. perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank.
5. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keluarga
adalah memiliki hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua baik hubungan vertikal maupun horizontal,
termasuk mertua, menantu dan ipar, sehingga yang
dimaksud dengan keluarga meliputi:
a. orang tua kandung/tiri/angkat;
b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau
istrinya;
c. anak …
c. anak kandung/tiri/angkat;
d. kakek/nenek kandung/tiri/angkat;
e. cucu kandung/tiri/angkat;
f. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta
suami atau istrinya;
g. suami/istri;
h. mertua;
i. besan;
j. suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat;
k. kakek atau nenek dari suami atau istri;
l. suami/istri dari cucu kandung/tiri/angkat;
m. saudara kandung/tiri/angkat dari suami atau istri
beserta suami atau istrinya.
Dalam hal Pemegang Saham Pengendali Bank berbentuk
badan hukum, maka hubungan keluarga antara
Komisaris Independen dengan Pemegang Saham
Pengendali Bank dilihat dari hubungan keluarga antara
seseorang dengan Pemegang Saham Pengendali dari
badan hukum yang merupakan Pemegang Saham
Pengendali Bank.
6. Yang dimaksud dengan hubungan dengan Bank yang
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
bertindak tidak independen, adalah hubungan dalam
bentuk:
a. kepemilikan saham Bank dengan jumlah kepemilikan
lebih dari 5% (lima persen) dari modal disetor Bank;
dan/atau
b. menerima atau memberi penghasilan, bantuan
keuangan, atau pinjaman dari atau kepada Bank
yang menyebabkan pihak yang memberi penghasilan,
bantuan …
bantuan keuangan atau pinjaman memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi (controlling
influence) pihak yang menerima penghasilan, bantuan
keuangan atau pinjaman, seperti:
1) pihak terafiliasi yaitu pihak yang memberikan
jasanya kepada Bank, antara lain akuntan publik,
penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya;
dan/atau
2) transaksi keuangan dengan Bank yang dapat
mempengaruhi kelangsungan usaha Bank
dan/atau pihak yang melakukan transaksi
keuangan, antara lain debitur inti, deposan inti,
atau perusahaan yang sebagian besar sumber
pendanaannya diperoleh dari Bank.
Yang dimaksud dengan debitur dan deposan inti
adalah debitur inti dan deposan inti sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai Laporan Berkala Bank Umum.
B. Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif Bank atau
pihak-pihak yang mempunyai hubungan dengan Bank, yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen, tidak dapat menjadi Komisaris Independen pada
Bank yang bersangkutan, sebelum menjalani masa tunggu
(cooling off) selama 1 (satu) tahun. Yang dimaksud dengan
masa tunggu (cooling off) adalah tenggang waktu antara
berakhirnya jabatan yang bersangkutan secara efektif yang
dinyatakan secara tertulis sebagai anggota Direksi atau
Pejabat Eksekutif atau pihak-pihak lain yang mempunyai
hubungan dengan Bank, dengan pengangkatan yang
bersangkutan …
bersangkutan secara efektif sebagai Komisaris Independen.
C. Ketentuan masa tunggu (cooling off) untuk menjadi Komisaris
Independen sebagaimana dimaksud pada huruf B tidak
berlaku bagi mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif
yang tugasnya hanya melakukan fungsi pengawasan paling
kurang 1 (satu) tahun.
D. Permohonan uji kemampuan dan kepatutan untuk calon
Komisaris Independen diajukan paling cepat 30 (tiga puluh)
hari sebelum berakhirnya masa tunggu (cooling off).
E. Perubahan status jabatan dari Komisaris menjadi Komisaris
Independen pada Bank yang sama harus mendapat
persetujuan Bank Indonesia. Untuk mendapatkan
persetujuan, calon Komisaris Independen antara lain harus
menyampaikan surat pernyataan independensi dengan format
sebagaimana dimaksud pada Lampiran I. Persetujuan Bank
Indonesia mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and
Proper Test) Bank Umum.
F. Dewan Komisaris dilarang terlibat dalam pengambilan
keputusan kegiatan operasional Bank, kecuali untuk:
1. penyediaan dana kepada pihak terkait; dan
2. hal-hal yang diatur dalam Anggaran Dasar Bank atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keterlibatan atau persetujuan Dewan Komisaris dalam
pengambilan keputusan kegiatan operasional sebagaimana
tersebut di atas, merupakan bagian dari upaya pengawasan
dini yang dilakukan oleh Dewan Komisaris. Keterlibatan atau
persetujuan Dewan Komisaris tersebut tidak meniadakan
tanggung …
tanggung jawab Direksi dalam pelaksanaan kepengurusan
Bank.
G. Dewan Komisaris wajib memberitahukan kepada Bank
Indonesia paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
ditemukannya:
1. pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
keuangan dan perbankan; dan
2. keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat
membahayakan kelangsungan usaha Bank,
antara lain berdasarkan rekomendasi dari Komite-Komite
yang membantu efektivitas pelaksanaan tugas Dewan
Komisaris. Hal-hal yang wajib dilaporkan adalah temuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 yang
belum atau tidak dilaporkan oleh Bank dan/atau oleh
Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan kepada
Bank Indonesia.
H. Rapat Dewan Komisaris wajib diselenggarakan secara berkala
paling kurang 4 (empat) kali dalam setahun dan
pelaksanaannya dapat menggunakan teknologi telekonferensi.
Namun demikian, paling kurang 2 (dua) kali dalam setahun,
rapat Dewan Komisaris wajib dihadiri oleh seluruh anggota
Dewan Komisaris secara fisik. Kehadiran secara fisik oleh
seluruh anggota Dewan Komisaris tersebut, diutamakan
dalam rangka evaluasi atau penetapan kebijakan strategis
dan evaluasi realisasi rencana bisnis Bank.
Dalam hal rapat Dewan Komisaris dilaksanakan dengan
menggunakan teknologi telekonferensi, harus dilengkapi
dengan hal-hal sebagai berikut:
1. dasar …
1. dasar keputusan penyelenggaraan rapat dengan
menggunakan teknologi telekonferensi, antara lain seperti
ketentuan intern Bank dan risalah rapat Dewan
Komisaris;
2. bukti rekaman penyelenggaraan rapat; dan
3. membuat risalah rapat perihal dimaksud yang
ditandatangani oleh seluruh peserta yang hadir secara
fisik maupun melalui teknologi telekonferensi.
I.
Salinan risalah rapat Dewan Komisaris yang telah
ditandatangani oleh seluruh anggota Dewan Komisaris yang
hadir, harus didistribusikan kepada seluruh anggota Dewan
Komisaris.
III. DIREKSI
A. Presiden Direktur atau Direktur Utama wajib berasal dari
pihak yang independen terhadap Pemegang Saham
Pengendali. Independensi Presiden Direktur atau Direktur
Utama dapat dipenuhi apabila yang bersangkutan tidak
memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan
saham dan/atau hubungan keluarga dengan Pemegang
Saham Pengendali Bank.
1. Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali
adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau
kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan
(Fit and Proper Test) Bank Umum.
Termasuk dalam pengertian Pemegang Saham Pengendali
Bank adalah pemegang saham Bank sampai dengan
pengendali terakhir (ultimate shareholders) Bank.
2. Yang …
2. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keuangan
adalah apabila seseorang menerima penghasilan, bantuan
keuangan, atau pinjaman dari Pemegang Saham
Pengendali Bank.
3. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepengurusan
adalah apabila seseorang menduduki jabatan sebagai
anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif
pada perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank.
4. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepemilikan
saham adalah apabila seseorang menjadi:
a. pemegang saham pada perusahaan Pemegang Saham
Pengendali Bank; dan/atau
b. pemegang saham Bank bersama Pemegang Saham
Pengendali Bank.
Kepemilikan saham Bank yang berasal dari management
shares option program (MSOP) yang besarnya tidak lebih
dari 5% (lima persen) dari modal disetor Bank, tidak
termasuk dalam hubungan kepemilikan saham dimaksud.
5. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keluarga
adalah memiliki hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua baik hubungan vertikal maupun horizontal,
termasuk mertua, menantu dan ipar, sehingga yang
dimaksud dengan keluarga meliputi:
a. orang tua kandung/tiri/angkat;
b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau
istrinya;
c. anak kandung/tiri/angkat;
d. kakek/nenek kandung/tiri/angkat;
e. cucu kandung/tiri/angkat;
f. saudara …
f. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta
suami atau istrinya;
g. suami/istri;
h. mertua;
i. besan;
j. suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat;
k. kakek atau nenek dari suami atau istri;
l. suami/istri dari cucu kandung/tiri/angkat;
m. saudara kandung/tiri/angkat dari suami atau istri
beserta suami atau istrinya.
Dalam hal Pemegang Saham Pengendali Bank berbentuk
badan hukum, maka hubungan keluarga antara Presiden
Direktur dengan Pemegang Saham Pengendali Bank
dilihat dari hubungan keluarga antara seseorang dengan
Pemegang Saham Pengendali dari badan hukum yang
merupakan Pemegang Saham Pengendali Bank.
B. Direksi wajib mengungkapkan kepada pegawai mengenai
kebijakan Bank yang bersifat strategis di bidang kepegawaian.
Yang dimaksud dengan kebijakan yang bersifat strategis di
bidang kepegawaian, antara lain kebijakan mengenai sistem
perekrutan (recruitment), sistem promosi, sistem remunerasi
serta rencana Bank untuk melakukan efisiensi melalui
pengurangan pegawai. Pengungkapan tersebut harus
dilakukan melalui sarana yang diketahui atau diakses dengan
mudah oleh pegawai.
C. Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain
yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi Direksi.
Yang dimaksud dengan pemberian kuasa umum adalah
pemberian kuasa kepada satu orang karyawan atau lebih
atau orang lain yang mengakibatkan pengalihan tugas,
wewenang …
wewenang dan tanggung jawab Direksi secara menyeluruh
yaitu tanpa batasan ruang lingkup dan waktu.
D. Segala keputusan Direksi diambil sesuai dengan pedoman
dan tata tertib kerja, yang mengikat dan menjadi tanggung
jawab seluruh anggota Direksi. Dalam hal terjadi perbedaan
pendapat (dissenting opinion), wajib dicantumkan secara jelas
dalam risalah rapat Direksi beserta alasan perbedaannya.
Terkait dengan hal tersebut, salinan risalah rapat Direksi
yang telah ditandatangani oleh seluruh anggota Direksi yang
hadir, harus didistribusikan kepada seluruh anggota Direksi.
IV. KOMITE - KOMITE
A. Dewan Komisaris wajib membentuk paling kurang Komite
Audit, Komite Pemantau Risiko, serta Komite Remunerasi dan
Nominasi, dalam rangka mendukung efektivitas tugas dan
tanggung jawab Dewan Komisaris.
B. Keanggotaan Komite Audit paling kurang terdiri dari 1 (satu)
orang Komisaris Independen yang merangkap sebagai Ketua,
1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di
bidang keuangan atau akuntansi, dan 1 (satu) orang Pihak
Independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau
perbankan.
Anggota Komite Audit yang berasal dari Pihak Independen
dinilai memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi
apabila memenuhi kriteria:
1. memiliki pengetahuan di bidang keuangan dan/atau
akuntansi; dan
2. memiliki pengalaman kerja paling kurang 5 (lima) tahun
di bidang keuangan dan/atau akuntansi.
Anggota …
Anggota Komite Audit yang berasal dari Pihak Independen
dinilai memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan
apabila memenuhi kriteria:
1. memiliki pengetahuan di bidang hukum dan/atau
perbankan; dan
2. memiliki pengalaman kerja paling kurang 5 (lima) tahun
di bidang hukum dan/atau perbankan.
C. Keanggotaan Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri
dari 1 (satu) orang Komisaris Independen yang merangkap
sebagai Ketua, 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki
keahlian di bidang keuangan, dan 1 (satu) orang Pihak
Independen yang memiliki keahlian di bidang manajemen
risiko.
Anggota Komite Pemantau Risiko yang berasal dari Pihak
Independen dinilai memiliki keahlian di bidang keuangan
apabila memenuhi kriteria:
1. memiliki pengetahuan di bidang ekonomi, keuangan
dan/atau perbankan; dan
2. memiliki pengalaman kerja paling kurang 5 (lima) tahun
di bidang ekonomi, keuangan dan/atau perbankan.
Anggota Komite Pemantau Risiko yang berasal dari Pihak
Independen dinilai memiliki keahlian di bidang manajemen
risiko apabila memenuhi kriteria:
1. memiliki pengetahuan di bidang manajemen risiko;
dan/atau
2. memiliki pengalaman kerja paling kurang 2 (dua) tahun
di bidang manajemen risiko.
D. Keanggotaan Komite Remunerasi dan Nominasi paling kurang
terdiri dari 1 (satu) orang Komisaris Independen merangkap
sebagai …
sebagai Ketua, 1 (satu) orang Komisaris, dan 1 (satu) orang
Pejabat Eksekutif yang membawahkan sumber daya manusia
atau 1 (satu) orang perwakilan pegawai.
Pejabat Eksekutif yang membawahkan sumber daya manusia
atau perwakilan pegawai yang menjadi anggota Komite harus
memiliki pengetahuan mengenai sistem remunerasi dan/atau
nominasi serta succession plan Bank.
Dalam hal Bank membentuk Komite Remunerasi dan
Nominasi secara terpisah maka Pejabat Eksekutif atau
perwakilan pegawai yang menjadi anggota Komite Remunerasi
harus memiliki pengetahuan mengenai sistem remunerasi
Bank dan Pejabat Eksekutif atau perwakilan pegawai yang
menjadi anggota Komite Nominasi harus memiliki
pengetahuan mengenai sistem nominasi dan succession plan
Bank.
E. Pihak Independen adalah pihak diluar Bank yang tidak
memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan
saham dan/atau hubungan keluarga dengan Dewan
Komisaris, Direksi dan/atau Pemegang Saham Pengendali
atau hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen.
Pengertian mengenai memiliki hubungan keuangan,
kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau hubungan
keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi
dan/atau Pemegang Saham, yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen adalah
sebagaimana dimaksud pada butir II.A.
Adapun yang dimaksud dengan hubungan dengan Bank yang
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bertindak
tidak independen, adalah hubungan dalam bentuk:
1. kepemilikan …
1. kepemilikan saham Bank dengan jumlah kepemilikan
lebih dari 5% (lima persen) dari modal disetor Bank;
dan/atau
2. menerima atau memberi penghasilan, bantuan keuangan,
atau pinjaman dari atau kepada Bank yang menyebabkan
pihak yang memberi penghasilan, bantuan keuangan atau
pinjaman memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
(controlling influence) pihak yang menerima penghasilan,
bantuan keuangan atau pinjaman, seperti:
a. pihak terafiliasi yaitu pihak yang memberikan jasanya
kepada Bank, antara lain akuntan publik, penilai,
konsultan hukum dan konsultan lainnya;
b. menerima penghasilan dari Bank, kecuali penghasilan
yang diterima oleh Pihak Independen karena jabatan
rangkapnya sebagai anggota Komite lainnya pada
Bank yang sama; dan/atau
c. transaksi keuangan dengan Bank yang dapat
mempengaruhi kelangsungan usaha Bank dan/atau
pihak yang melakukan transaksi keuangan, antara
lain debitur inti, deposan inti, atau perusahaan yang
sebagian besar sumber pendanaannya diperoleh dari
Bank.
Yang dimaksud dengan debitur dan deposan inti
adalah debitur inti dan deposan inti sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
Laporan Berkala Bank Umum.
F. Bank harus meneliti kebenaran seluruh dokumen atau data
pendukung pemenuhan persyaratan Pihak Independen,
antara lain surat pernyataan pribadi mengenai integritas yang
bersangkutan.
G. Ketua …
G. Ketua Komite hanya dapat merangkap jabatan sebagai Ketua
Komite paling banyak pada 1 (satu) Komite lainnya pada
Bank yang sama.
H. Anggota Komite yang berasal dari Pihak Independen dapat
merangkap jabatan sebagai Pihak Independen anggota Komite
lainnya pada Bank yang sama, Bank lain, dan/atau
perusahaan lain, sepanjang yang bersangkutan:
a. memenuhi seluruh kompetensi yang dipersyaratkan;
b. memenuhi kriteria independensi;
c. mampu menjaga rahasia Bank;
d. memperhatikan kode etik yang berlaku; dan
e. tidak mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
sebagai anggota Komite.
I.
Anggota Komite Audit, Komite Pemantau Risiko serta Komite
Remunerasi dan Nominasi dilarang berasal dari anggota
Direksi, baik pada Bank yang sama maupun pada Bank lain.
J. Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif Bank atau
pihak-pihak yang mempunyai hubungan dengan Bank yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen tidak dapat menjadi Pihak Independen sebagai
anggota Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko pada
Bank yang bersangkutan, sebelum menjalani masa tunggu
(cooling off) selama 6 (enam) bulan. Yang dimaksud dengan
masa tunggu (cooling off) adalah tenggang waktu antara
berakhirnya jabatan yang bersangkutan secara efektif yang
dinyatakan berhenti secara tertulis sebagai anggota Direksi
atau Pejabat Eksekutif atau pihak-pihak lain yang
mempunyai hubungan dengan Bank, dengan pengangkatan
yang bersangkutan secara efektif sebagai Pihak Independen.
K. Ketentuan …
K. Ketentuan masa tunggu (cooling off) untuk menjadi Pihak
Independen sebagaimana dimaksud huruf J tidak berlaku
bagi mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang
tugasnya hanya melakukan fungsi pengawasan paling kurang
6 (enam) bulan.
L. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya,
Komite Audit, Komite Pemantau Risiko serta Komite
Remunerasi dan Nominasi harus memiliki kebijakan intern,
yang paling kurang meliputi:
1. pedoman kerja, antara lain mekanisme kerja, uraian tugas
serta tanggung jawab yang jelas dari tiap anggota; dan
2. tata tertib kerja, antara lain pengaturan etika kerja, waktu
kerja dan pengaturan rapat termasuk pengaturan hak
suara,
yang harus diketahui dan bersifat mengikat bagi setiap
anggota Komite.
M. Keputusan rapat Komite dilakukan berdasarkan musyawarah
mufakat. Dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat,
pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara
terbanyak dengan prinsip 1 (satu) orang 1 (satu) suara.
V. BENTURAN KEPENTINGAN
A. Dalam hal terjadi benturan kepentingan antara Bank dengan
pemilik, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, Pejabat
Eksekutif dan/atau pihak lainnya yang terkait dengan Bank
maka anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat
Eksekutif dilarang mengambil tindakan yang dapat
merugikan Bank atau mengurangi keuntungan Bank dan
wajib mengungkapkan benturan kepentingan dimaksud
dalam setiap keputusan.
B. Pengungkapan …
B. Pengungkapan benturan kepentingan sebagaimana dimaksud
pada huruf A dituangkan dalam risalah rapat yang paling
kurang mencakup nama pihak yang memiliki benturan
kepentingan, masalah pokok benturan kepentingan dan dasar
pertimbangan pengambilan keputusan.
C. Untuk menghindari pengambilan keputusan yang berpotensi
merugikan Bank atau mengurangi keuntungan Bank, Bank
harus memiliki dan menerapkan (enforce) kebijakan intern
mengenai:
1. pengaturan mengenai penanganan benturan kepentingan
yang mengikat setiap pengurus dan pegawai Bank, antara
lain tata cara pengambilan keputusan; dan
2. administrasi pencatatan, dokumentasi dan pengungkapan
benturan kepentingan dimaksud dalam risalah rapat.
VI. PELAKSANAAN GCG PADA KANTOR CABANG BANK ASING
A. Kantor Cabang Bank Asing wajib melaksanakan GCG pada
seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
B. Khusus pelaksanaan fungsi Dewan Komisaris dan
pembentukan Komite-Komite disesuaikan dengan struktur
organisasi yang berlaku pada Kantor Cabang dan Kantor
Pusat Bank Asing yang bersangkutan.
C. Dalam hal struktur organisasi Kantor Cabang dan Kantor
Pusat Bank Asing tidak memiliki fungsi Dewan Komisaris dan
Komite-Komite, atau memiliki fungsi dimaksud namun belum
sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum maka Bank Indonesia
berwenang meminta penyesuaian struktur organisasi Kantor
Cabang Bank Asing untuk memastikan terlaksananya GCG
sesuai …
sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum.
VII. PRINSIP UMUM PENILAIAN FAKTOR GCG
A. Bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assessment)
atas Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan
pendekatan Risiko (RBBR), baik secara individual maupun
secara konsolidasi yang dilakukan paling kurang setiap
semester untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Adapun
salah satu faktor dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank
tersebut adalah faktor GCG. Sehubungan dengan itu, Bank
wajib melakukan penilaian sendiri (self assessment) terhadap
pelaksanaan GCG sesuai periode penilaian Tingkat Kesehatan
Bank.
B. Penilaian faktor GCG merupakan penilaian terhadap kualitas
manajemen Bank atas pelaksanaan prinsip GCG, dengan
memperhatikan signifikansi atau materialitas suatu
permasalahan terhadap penerapan GCG pada Bank secara
bank-wide, sesuai skala, karakteristik dan kompleksitas
usaha Bank. Dalam rangka memastikan penerapan 5 (lima)
prinsip dasar GCG sebagaimana dimaksud dalam butir I.A,
Bank melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara
berkala paling kurang terhadap 11 (sebelas) Faktor Penilaian
Pelaksanaan GCG dan informasi lainnya yang terkait
penerapan GCG Bank, sebagaimana dimaksud dalam butir
I.B. Penilaian sendiri (self assessment) tersebut dilakukan
secara komprehensif dan terstruktur yang diintegrasikan
menjadi …
menjadi 3 (tiga) aspek governance yaitu governance structure,
governance process, dan governance outcome, sebagai suatu
proses yang berkesinambungan.
C. Penilaian governance structure bertujuan untuk menilai
kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank agar
proses pelaksanaan prinsip GCG menghasilkan outcome yang
sesuai dengan harapan stakeholders Bank. Yang termasuk
dalam struktur tata kelola Bank adalah Komisaris, Direksi,
Komite dan satuan kerja pada Bank. Adapun yang termasuk
infrastruktur tata kelola Bank antara lain adalah kebijakan
dan prosedur Bank, sistem informasi manajemen serta tugas
pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing struktur
organisasi.
D. Penilaian governance process bertujuan untuk menilai
efektivitas proses pelaksanaan prinsip GCG yang didukung
oleh kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank
sehingga menghasilkan outcome yang sesuai dengan harapan
stakeholders Bank.
E. Penilaian governance outcome bertujuan untuk menilai
kualitas outcome yang memenuhi harapan stakeholders Bank
yang merupakan hasil proses pelaksanaan prinsip GCG yang
didukung oleh kecukupan struktur dan infrastruktur tata
kelola Bank.
Yang termasuk dalam outcome mencakup aspek kualitatif dan
aspek kuantitatif, antara lain yaitu:
- kecukupan transparansi laporan;
- kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
- perlindungan konsumen;
- obyektivitas dalam melakukan assessment/audit;
- kinerja …
- kinerja Bank seperti rentabilitas, efisiensi, dan permodalan;
dan/atau
- peningkatan/penurunan kepatuhan terhadap ketentuan
yang berlaku dan penyelesaian permasalahan yang
dihadapi Bank seperti fraud, pelanggaran BMPK,
pelanggaran ketentuan terkait laporan bank kepada Bank
Indonesia.
F. Hasil penilaian terhadap ketiga aspek governance yang paling
kurang meliputi 11 (sebelas) Faktor Penilaian Pelaksanaan
GCG dan informasi lainnya yang terkait penerapan GCG
Bank, dilakukan berdasarkan kerangka analisis yang
komprehensif dan terstruktur ditetapkan dalam Peringkat
Faktor GCG. Penilaian atas ketiga aspek governance tersebut
merupakan satu kesatuan sehingga apabila salah satu aspek
dinilai tidak memadai, maka kelemahan tersebut dapat
mempengaruhi Peringkat Faktor GCG.
G. Bagi Bank yang melakukan Pengendalian terhadap
perusahaan anak, dalam melakukan penilaian pelaksanaan
GCG dan menetapkan Peringkat Faktor GCG secara
konsolidasi harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Penetapan Perusahaan Anak yang wajib dikonsolidasikan
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi
bagi Bank yang melakukan pengendalian terhadap
Perusahaan Anak.
2. Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG Bank secara individual
dapat digunakan oleh Bank pada saat menilai GCG secara
konsolidasi. Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG
Perusahaan Anak yang digunakan untuk penilaian
pelaksanaan GCG secara konsolidasi ditetapkan dengan
memperhatikan …
memperhatikan skala, karakteristik, dan kompleksitas
usaha Perusahaan Anak serta didukung oleh data dan
informasi yang memadai.
3. Penetapan Peringkat Faktor GCG Bank secara konsolidasi
dilakukan dengan memperhatikan:
a. signifikansi atau materialitas pangsa Perusahaan Anak
terhadap Bank secara konsolidasi; dan/atau
b. permasalahan terkait dengan pelaksanaan prinsip
GCG pada Perusahaan Anak yang berpengaruh secara
signifikan terhadap pelaksanaan prinsip GCG Bank
secara konsolidasi.
4. Penetapan signifikansi atau materialitas pangsa
Perusahaan Anak dapat ditentukan melalui perbandingan
total aset Perusahaan Anak terhadap total aset Bank
secara konsolidasi, atau signifikansi pos-pos tertentu
pada Perusahaan Anak yang mempengaruhi kinerja Bank
secara konsolidasi.
H. Penetapan Peringkat Faktor GCG dikategorikan ke dalam 5
(lima) peringkat yaitu Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3,
Peringkat 4 dan Peringkat 5. Urutan Peringkat Faktor GCG
yang lebih kecil mencerminkan penerapan GCG yang lebih
baik. Penetapan Peringkat Faktor GCG dilakukan dengan
berpedoman pada Matriks Peringkat Faktor GCG
sebagaimana terdapat pada Lampiran III.
VIII. PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) PELAKSANAAN GCG
A. Bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assessment)
pelaksanaan GCG secara berkala sesuai dengan periode
penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Sewaktu-waktu …
Sewaktu-waktu apabila diperlukan, Bank wajib melakukan
pengkinian penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan
GCG sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum.
B. Penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG
dilakukan dengan menggunakan Kertas Kerja Penilaian
Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG sebagaimana
dimaksud pada Lampiran II.
C. Dalam melakukan penilaian sendiri (self assessment)
sebagaimana dimaksud pada huruf B, Bank terlebih dahulu
harus memahami tujuan penilaian pelaksanaan GCG yang
mencakup 3 (tiga) aspek governance, yaitu governance
structure, governance process, dan governance outcome, serta
kriteria/indikator pada setiap faktor penilaian.
D. Penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG
dilakukan dengan menyusun analisis kecukupan dan
efektivitas pelaksanaan prinsip GCG yang dituangkan dalam
Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan
GCG, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. mengumpulkan data dan informasi yang relevan untuk
menilai kecukupan dan efektivitas pelaksanaan prinsip
GCG, seperti data kepengurusan, kepemilikan, struktur
kelompok usaha, risalah rapat Dewan Komisaris, Direksi
dan Komite serta laporan-laporan antara lain laporan
tahunan, laporan khusus Direktur yang membawahkan
Fungsi Kepatuhan, laporan yang berkaitan dengan tugas
Satuan Kerja Audit Intern, laporan akuntan publik
khususnya komentar mengenai keandalan sistem
pengendalian intern Bank, laporan hasil penilaian sendiri
(self …
(self assessment) Tingkat Kesehatan Bank (RBBR), laporan
rencana bisnis dan realisasinya, laporan Dewan Komisaris
dan laporan lain yang terkait dengan penerapan prinsip
GCG lainnya;
2. menilai kecukupan dan efektivitas pelaksanaan prinsip
GCG yang dilakukan secara komprehensif dan terstruktur
atas ketiga aspek governance, yaitu governance structure,
governance process dan governance outcome, dengan
memperhatikan prinsip signifikansi atau materialitas; dan
3. menyimpulkan faktor positif dan negatif dari masing-
masing aspek governance.
E. Dalam menyimpulkan faktor-faktor positif dan faktor-faktor
negatif ketiga aspek governance tersebut, perlu diperhatikan
hal-hal antara lain sebagai berikut:
1. Penilaian perlu difokuskan pada substansi penerapan
GCG dan bukan hanya pada pemenuhan persyaratan
formal prosedural (normatif).
Dalam penilaian GCG ini juga perlu memperhatikan
antara lain apakah kebijakan dan prosedur tersebut telah
diimplementasikan dengan baik.
Dengan demikian, dalam melakukan penilaian
pelaksanaan GCG, Bank tidak hanya menjawab
pertanyaan dengan jawaban ya/tidak namun perlu
mengungkapkan substansi dari jawaban tersebut.
Sebagai contoh, dalam melakukan penilaian terhadap
pemenuhan kelengkapan organ pada struktur organisasi
Bank, perlu dinilai juga apakah organ tersebut telah
berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Penilaian …
2. Penilaian pada governance structure, governance process
dan governance outcome harus merupakan satu rangkaian
penilaian yang terintegrasi, komprehensif dan terstruktur
sehingga kesimpulan hasil penilaian governance outcome
mencerminkan sejauh mana penerapan governance
process dan dukungan yang memadai dari governance
structure, yang perlu diuji dan dibuktikan lebih lanjut.
Sebagai contoh, terdapat permasalahan pada governance
structure
seperti tidak adanya
Direktur yang
membawahkan fungsi kepatuhan. Dengan tidak adanya
Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan tersebut
mengakibatkan timbulnya kelemahan pada governance
process dalam penerapan fungsi kepatuhan Bank yaitu
tidak adanya tindakan pencegahan terhadap kebijakan
dan/atau keputusan Direksi Bank di bidang perkreditan
yang menyimpang dari ketentuan Bank Indonesia.
Selanjutnya adanya kelemahan pada governance process
tersebut berdampak pada governance outcome berupa
terjadinya pelanggaran ketentuan BMPK.
3. Penilaian pada governance outcome selain mencakup
aspek kualitatif juga meliputi aspek kuantitatif, antara
lain:
a. kinerja Bank seperti rentabilitas, efisiensi, dan
permodalan;
b. peningkatan/penurunan
ketentuan
kepatuhan terhadap
yang berlaku dan penyelesaian
permasalahan yang dihadapi Bank seperti fraud,
pelanggaran BMPK, pelanggaran ketentuan terkait
laporan Bank kepada Bank Indonesia.
Dalam …
Dalam hal ini Bank harus memperhatikan apakah
pelanggaran tersebut terjadi secara berulang dan/atau
materialitas/ signifikansi permasalahan tersebut terhadap
kinerja Bank baik saat ini maupun di masa mendatang.
Selain itu, Bank juga perlu memperhatikan bahwa
penilaian tersebut telah mencakup tindak lanjut yang
perlu
dilakukan oleh Bank untuk mengatasi
permasalahan saat ini dan mengantisipasi timbulnya
permasalahan di masa mendatang.
4. Dalam penetapan Peringkat Faktor GCG Bank harus
memperhatikan kesesuaiannya dengan tingkat
signifikansi permasalahan yang dihadapi Bank
sebagaimana hasil kesimpulan yang diperoleh dalam
penilaian pelaksanaan GCG Bank.
5. Penilaian pada governance structure, governance process
dan governance outcome harus didukung oleh data/
informasi dan dokumen yang memadai.
F. Berdasarkan Kertas Kerja Self Assessment Pelaksanaan GCG
di atas, Bank membuat kesimpulan umum hasil penilaian
sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG dan menetapkan
Peringkat Faktor GCG dengan mengacu pada Matriks
Peringkat Faktor GCG sebagaimana dimaksud pada
Lampiran III.
Dalam melakukan penilaian pelaksanaan GCG harus
memperhatikan penilaian Kualitas Penerapan Manajemen
Risiko dalam rangka penilaian Profil Risiko Bank, mengingat
faktor GCG secara umum memiliki keterkaitan dengan
Kualitas Penerapan Manajemen Risiko. Pada umumnya,
pelaksanaan GCG yang baik akan memastikan manajemen
risiko …
risiko yang baik sebagaimana tercermin pada penilaian
Kualitas Penerapan Manajemen Risiko.
G. Selanjutnya Bank menyusun Laporan Penilaian Sendiri (Self
Assessment) Pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud pada
Lampiran IV, yang paling kurang meliputi:
1. Peringkat Faktor GCG dan Definisi Peringkat; dan
2. Analisis faktor GCG antara lain terdiri dari:
a. identifikasi permasalahan berupa kelemahan dan
penyebabnya (root caused); dan
b. kekuatan pelaksanaan GCG.
Dalam hal berdasarkan hasil penilaian sendiri (self
assessment) pelaksanaan GCG diperoleh Peringkat Faktor
GCG adalah 3, 4 atau 5, maka Bank wajib menyusun dan
menyampaikan action plan yang memuat langkah-langkah
perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target
waktu pelaksanaannya kepada Bank Indonesia.
H. Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG
harus ditandatangani oleh Direksi Bank.
I. Bank menyampaikan Laporan Penilaian Sendiri (Self
Assessment) Pelaksanaan GCG Bank baik secara individual
maupun secara konsolidasi sebagaimana Lampiran IV
kepada Bank Indonesia, yang dilengkapi dengan Kertas Kerja
Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG
sebagaimana Lampiran III, bersamaan dengan penyampaian
hasil penilaian sendiri (self assessment) Tingkat Kesehatan
Bank.
J. Bank Indonesia melakukan penilaian atau evaluasi terhadap
hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG
yang disampaikan oleh Bank. Apabila terdapat perbedaan
hasil …
hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG
Bank yang material, yaitu mengakibatkan hasil Peringkat
Faktor GCG yang berbeda dengan hasil penilaian atau
evaluasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia, maka Bank
harus melakukan revisi terhadap hasil penilaian sendiri (self
assessment) pelaksanaan GCG.
K. Selain itu, apabila hasil penilaian Peringkat Faktor GCG oleh
Bank Indonesia tergolong lebih buruk yaitu Peringkat 3, 4
atau 5, maka Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk
menyampaikan action plan yang memuat langkah-langkah
perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target
waktu pelaksanaannya.
L. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta Bank
untuk menyesuaikan action plan yang telah disampaikan oleh
Bank.
M. Action plan sebagaimana dimaksud dalam huruf F, J, dan K
disampaikan sesuai dengan tata cara penyampaian
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Namun
demikian, Bank dapat menyampaikan action plan lebih awal,
bersamaan dengan penyampaian Laporan Penilaian Sendiri
(Self Assessment) Pelaksanaan GCG secara individual.
N. Laporan pelaksanaan action plan GCG berikut waktu
penyelesaian dan kendala/hambatan penyelesaiannya
(apabila ada) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
mengacu pada tata cara penyampaian laporan pelaksanaan
action plan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum.
O. Dokumen …
O. Dokumen yang terkait dengan penilaian sendiri (self
assessment) pelaksanaan GCG antara lain Kertas Kerja
Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG,
Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG
harus ditatausahakan dengan baik.
IX. TRANSPARANSI PELAKSANAAN GCG
Transparansi Pelaksanaan GCG, paling kurang meliputi
pengungkapan seluruh aspek pelaksanaan prinsip GCG yaitu:
A. Pengungkapan pelaksanaan GCG paling kurang meliputi:
1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris
dan Direksi, terdiri dari:
a. jumlah, komposisi, kriteria dan independensi anggota
Dewan Komisaris dan Direksi;
b. tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan
Direksi; dan
c. rekomendasi Dewan Komisaris.
2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite-Komite,
terdiri dari:
a. struktur, keanggotaan, keahlian dan independensi
anggota Komite;
b. tugas dan tanggung jawab Komite;
c. frekuensi rapat Komite; dan
d. program kerja Komite dan realisasinya.
3. Penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit
ekstern.
Informasi yang perlu diungkap adalah kinerja dari
pelaksanaan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit
ekstern …
ekstern, antara lain:
a. Fungsi kepatuhan
Tingkat kepatuhan Bank terhadap seluruh ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta pemenuhan komitmen dengan otoritas yang
berwenang.
b. Fungsi audit intern
Efektivitas dan cakupan audit intern dalam menilai
seluruh aspek dan unsur kegiatan Bank.
c. Fungsi audit ekstern
Efektivitas pelaksanaan audit ekstern dan kepatuhan
Bank terhadap ketentuan mengenai:
1) hubungan antara Bank, Akuntan Publik dan Bank
Indonesia bagi Bank konvensional; atau
2) hubungan antara Bank Syariah, Kantor Akuntan
Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah
dan Bank Indonesia bagi Bank Syariah,
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
4. Penerapan manajemen risiko termasuk sistem
pengendalian intern.
Informasi yang perlu diungkap meliputi:
a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;
b. kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit;
c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem
informasi manajemen risiko; dan
d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
5. Penyediaan …
5. Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan
penyediaan dana besar (large exposure).
Informasi yang perlu diungkap adalah jumlah total baki
debet penyediaan dana kepada pihak terkait (related
party) dan debitur/group inti per posisi laporan,
sebagaimana tabel di bawah ini:
Jumlah
No.
Penyediaan Dana
1. Kepada Pihak Terkait
2. Kepada debitur inti:
a. Individu
b. Group
6. Rencana strategis Bank meliputi:
a. rencana jangka panjang (corporate plan); dan
b. rencana jangka menengah dan pendek (business plan).
7. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank
yang belum diungkap dalam laporan lainnya; dan
8. Informasi lain yang terkait dengan GCG Bank, antara lain
berupa intervensi pemilik, perselisihan internal, atau
permasalahan yang timbul sebagai dampak kebijakan
remunerasi pada Bank.
B. Kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris dan Direksi
yang mencapai 5% (lima persen) atau lebih dari modal disetor,
yang meliputi jenis dan jumlah lembar saham pada:
1. Bank yang bersangkutan;
2. Bank lain;
3. Lembaga Keuangan Bukan Bank; dan
4. perusahaan lainnya,
yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri.
C. Hubungan …
Debitur
Nominal
(jutaan Rupiah)
C. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Dewan
Komisaris dan Direksi dengan anggota Dewan Komisaris
lainnya, Direksi lainnya dan/atau Pemegang Saham
Pengendali Bank.
D. Paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi Dewan
Komisaris dan Direksi
1. Yang dimaksud dengan paket/kebijakan remunerasi dan
jenis fasilitas lain bagi anggota Dewan Komisaris dan
Direksi, antara lain meliputi:
a. remunerasi dalam bentuk non natura, termasuk gaji
dan penghasilan tetap lainnya, antara lain tunjangan
(benefit), kompensasi berbasis saham, tantiem dan
bentuk remunerasi lainnya; dan
b. fasilitas lain dalam bentuk natura/non natura yaitu
penghasilan tidak tetap lainnya, termasuk tunjangan
untuk perumahan, transportasi, asuransi kesehatan
dan fasilitas lainnya, yang dapat dimiliki maupun
tidak dapat dimiliki.
2. Pengungkapan paket/kebijakan remunerasi, paling
kurang meliputi:
a. paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi
anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang ditetapkan
Rapat Umum Pemegang Saham Bank;
b. jenis remunerasi dan fasilitas lain bagi seluruh
anggota Dewan Komisaris dan Direksi, paling kurang
mencakup jumlah anggota Dewan Komisaris, jumlah
anggota Direksi, dan jumlah seluruh paket/kebijakan
remunerasi dan fasilitas lain sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, sebagaimana tabel di bawah ini:
Jenis …
Jenis Remunerasi dan
Fasilitas lain
1. Remunerasi (gaji, bonus,
tunjangan rutin, tantiem,
dan fasilitas lainnya
dalam
natura)
2. Fasilitas lain dalam
bentuk
natura
(perumahan,
transportasi, asuransi
kesehatan
sebagainya) yang:
a. dapat dimiliki
b. tidak dapat dimiliki
Total
c. jumlah anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang
menerima paket remunerasi dalam 1 (satu) tahun yang
dikelompokkan sesuai tingkat penghasilan sebagai
berikut:
(satuan orang)
Jumlah Remunerasi per Orang
dalam 1 tahun*)
di atas Rp2 miliar
di atas Rp1 miliar s.d. Rp2 miliar
di atas Rp500 juta s.d. Rp1 miliar
Rp500 juta ke bawah
*) yang diterima secara tunai
E. Shares …
Jumlah
Direksi
Jumlah
Komisaris
Jumlah Diterima dalam 1 Tahun
Dewan
Komisaris
orang
jutaan
Rp
Direksi
orang
jutaan
Rp
bentuk non
dan
E. Shares Option
1. Yang dimaksud dengan shares option adalah opsi untuk
membeli saham oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi
dan Pejabat Eksekutif yang dilakukan melalui penawaran
saham atau penawaran opsi saham dalam rangka
pemberian kompensasi yang diberikan kepada anggota
Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank,
dan yang telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang
Saham dan/atau Anggaran Dasar Bank.
2. Pengungkapan mengenai shares option paling kurang
mencakup:
a. kebijakan dalam pemberian shares option;
b. jumlah saham yang telah dimiliki masing-masing
anggota Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat
Eksekutif sebelum diberikan shares option;
c. jumlah shares option yang diberikan;
d. jumlah shares option yang telah dieksekusi sampai
dengan akhir masa pelaporan;
e. harga opsi yang diberikan; dan
f. jangka waktu berlakunya eksekusi shares option.
Pengungkapan shares option sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f ,
dilakukan sebagaimana tabel berikut:
Keterangan …
Keterangan/Nama
Komisaris (nama)
Direksi
Pejabat
Eksekutif
Total
(nama)
(total)
……….. ……….
…………..
F. Rasio gaji tertinggi dan terendah
1. Yang dimaksud dengan gaji adalah hak pegawai yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari perusahaaan atau pemberi kerja kepada
pegawai yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-
undangan, termasuk tunjangan bagi pegawai dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang
telah dilakukannya.
2. Rasio gaji tertinggi dan terendah, dalam skala
perbandingan berikut:
a. rasio gaji pegawai yang tertinggi dan terendah;
b. rasio gaji Direksi yang tertinggi dan terendah;
c. rasio gaji Komisaris yang tertinggi dan terendah; dan
d. rasio gaji Direksi tertinggi dan pegawai tertinggi.
Gaji yang diperbandingkan dalam rasio gaji adalah
imbalan yang diterima oleh anggota Dewan Komisaris,
Direksi dan pegawai per bulan.
Yang dimaksud dengan pegawai adalah pegawai tetap
Bank sampai batas pelaksana.
G. Frekuensi …
Jumlah
saham
yang
dimiliki
(lembar
saham)
Jumlah opsi
yang
diberikan
(lembar
saham)
yang telah
dieksekusi
(lembar
saham)
Harga
opsi
(Rp)
Jangka
waktu
G. Frekuensi rapat Dewan Komisaris
Pengungkapan mengenai frekuensi rapat anggota Dewan
Komisaris, paling kurang mencakup:
1. jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun;
2. jumlah rapat yang dihadiri secara fisik dan/atau melalui
telekonferensi; dan
3. kehadiran masing-masing anggota di setiap rapat.
H. Jumlah penyimpangan internal (internal fraud)
Yang dimaksud dengan internal fraud adalah fraud yang
dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi,
pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (honorer dan
outsourcing). Adapun pengertian fraud mengacu kepada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penerapan strategi anti fraud bagi Bank Umum. Nilai fraud
yang diungkapkan adalah apabila dampak penyimpangan
bernilai lebih dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pengungkapan mengenai internal fraud paling kurang
mencakup:
1. jumlah internal fraud yang telah diselesaikan;
2. jumlah internal fraud yang sedang dalam proses
penyelesaian di internal Bank;
3. jumlah internal fraud yang belum diupayakan
penyelesaiannya; dan
4. jumlah internal fraud yang telah ditindaklanjuti melalui
proses hukum,
sebagaimana tabel sebagai berikut:
Internal …
Jumlah kasus yang dilakukan oleh
Internal Fraud
dalam 1
tahun
Total Fraud
Telah
diselesaikan
Dalam proses
penyelesaian
di internal
Bank
Belum
diupayakan
penyelesaian
Telah
ditindak-
lanjuti melalui
proses
hukum.
I. Permasalahan hukum
1. Yang dimaksud dengan permasalahan hukum adalah
permasalahan hukum perdata dan pidana yang dihadapi
Bank selama periode tahun laporan dan telah diajukan
melalui proses hukum.
2. Pengungkapan mengenai permasalahan hukum paling
kurang mencakup:
a. jumlah permasalahan hukum perdata dan pidana
yang dihadapi dan telah mendapat putusan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap; dan
b. jumlah permasalahan hukum perdata dan pidana
yang dihadapi dan masih dalam proses penyelesaian,
sebagaimana tabel berikut:
Permasalahan …
Anggota Dewan
Komisaris dan
Anggota Direksi
Thn
Thn
sebelum
nya
berjalan
Pegawai
Tetap
Thn
sebelum
nya
Thn
berjalan
Pegawai tidak
tetap
Thn
Sebelum
nya
Thn
berjalan
Jumlah Kasus
Permasalahan Hukum
Perdata
Telah
mendapatkan
putusan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap
Dalam proses penyelesaian
Total
J. Transaksi yang mengandung benturan kepentingan
Pengungkapan mengenai transaksi yang mengandung
benturan kepentingan, paling kurang mencakup nama dan
jabatan pihak yang memiliki benturan kepentingan, nama
dan jabatan pengambil keputusan transaksi yang
mengandung benturan kepentingan, jenis transaksi, nilai
transaksi, dan keterangan, sebagaimana tabel berikut:
Nama dan
Jabatan
No
Pihak yang
Memiliki
Benturan
Kepentingan
Nama dan
Jabatan
Pengambil
Keputusan
Nilai
Jenis
Transaksi
Transaksi
(jutaan
Rupiah)
Keterangan
*)
Pidana
*) Tidak sesuai sistem dan prosedur yang berlaku
K. Buy back shares dan/atau buy back obligasi Bank
1. Yang dimaksud dengan buy back shares atau buy back
obligasi Bank adalah upaya mengurangi jumlah saham
atau obligasi yang telah diterbitkan Bank dengan cara
membeli kembali saham atau obligasi tersebut, yang tata
cara pembayarannya dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Pengungkapan …
2. Pengungkapan mengenai buy back shares dan/atau buy
back obligasi Bank paling kurang mencakup:
a. kebijakan dalam melakukan buy back shares
dan/atau buy back obligasi;
b. jumlah lembar saham dan/atau obligasi yang dibeli
kembali;
c. harga pembelian kembali per lembar saham
dan/atau obligasi; dan
d. peningkatan laba per lembar saham dan/atau
obligasi.
L. Pemberian dana untuk kegiatan sosial dan/atau kegiatan
politik selama periode pelaporan
Pengungkapan mengenai pemberian dana untuk kegiatan
sosial dan/atau kegiatan politik paling kurang meliputi
pihak penerima dana dan jumlah dana yang diberikan.
X. LAPORAN PELAKSANAAN GCG
A. Bank wajib menyusun Laporan Pelaksanaan GCG pada setiap
akhir tahun buku dan menyampaikan laporan tersebut
kepada:
1. Pemegang Saham;
2. Bank Indonesia;
3. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI);
4. Lembaga Pemeringkat di Indonesia;
5. Asosiasi-asosiasi Bank di Indonesia;
6. Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI);
7. 2 (dua) lembaga penelitian di bidang ekonomi dan
keuangan; dan
8. 2 (dua) majalah ekonomi dan keuangan.
B. Laporan …
B. Laporan Pelaksanaan GCG paling kurang terdiri dari:
1. Transparansi Pelaksanaan GCG Bank sebagaimana
dimaksud pada angka romawi IX; dan
2. Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan
GCG sesuai periode penilaian Tingkat Kesehatan Bank
dalam 1 (satu) tahun terakhir dengan format sebagaimana
Lampiran IV.
3. Action plan dan pelaksanaannya berikut waktu
penyelesaian dan kendala/hambatan penyelesaiannya
(apabila ada).
C. Laporan Pelaksanaan GCG dapat menjadi Bab tersendiri dalam
Laporan Tahunan Bank atau disajikan secara terpisah dari
Laporan Tahunan Bank yang disampaikan bersama-sama
dengan Laporan Tahunan Bank.
D. Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan revisi
terhadap Laporan Pelaksanaan GCG apabila berdasarkan
evaluasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia, laporan
dimaksud tidak sesuai dengan kondisi Bank yang sebenarnya.
Revisi Laporan Pelaksanaan GCG dimaksud segera
disampaikan secara lengkap kepada Bank Indonesia dan bagi
Bank yang telah memiliki homepage wajib mempublikasikan
pula pada homepage Bank.
E. Dalam hal terdapat perbedaan Peringkat Faktor GCG dalam
Laporan Hasil Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan
GCG Bank pada Laporan Pelaksanaan GCG Bank dengan hasil
penilaian pelaksanaan GCG oleh Bank Indonesia, maka Bank
harus melakukan revisi terhadap Laporan Pelaksanaan GCG
terkait dengan hasil penilaian sendiri
(self assessment)
pelaksanaan …
pelaksanaan GCG Bank tersebut. Revisi Laporan Pelaksanaan
GCG dimaksud:
1. segera disampaikan secara lengkap kepada Bank Indonesia
dan bagi Bank yang telah memiliki homepage wajib
mempublikasikan pula pada homepage Bank;
2. segera dipublikasikan dalam Laporan Keuangan Publikasi
Bank pada periode yang terdekat, paling kurang meliputi
Peringkat Faktor GCG disertai dengan penjelasan Definisi
Peringkat.
XI. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN
Penyampaian laporan kepada Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dialamatkan
kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2,
Jakarta 10350, bagi yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
XII. LAIN-LAIN
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
XIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka:
a. Surat …
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/12/DPNP tanggal 30
Mei 2007 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi
Bank Umum;
b. Lampiran III.4 Penilaian Faktor Good Corporate Governance
(GCG) dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP
tanggal 25 Oktober 2011 perihal Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/15/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 29 April 2013 </set_date>
<effective_date> 29 April 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '9/12/DPNP|SE-BI/2007', '13/24/DPNP|SE-BI/2011 | Lampiran III.4' </replaced_reg>
<related_reg> '8/14/PBI/2006', '8/6/PBI/2006', '13/1/PBI/2011', '8/4/PBI/2006' </related_reg>
|
BANK INDONESIA
-----------------
SE. No. 31/16/UPPB
Jakarta, 31 Desember 1998
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum
------------------------------------------------------------
./.
Bersama ini disampaikan kepada Saudara Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia Nomor 31/177/KEP/DIR tanggal 31 Desember 1998 tentang
Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka :
1. Surat Edaran Nomor 25/1/BPPP tanggal 17 Nopember 1992 perihal
Penyertaan Modal dan Pemilikan Saham oleh Bank;
2. Surat Edaran Nomor 26/3/BPPP tanggal 29 Mei 1993 perihal Batas
Maksimum Pemberian Kredit;
3. Surat Edaran Nomor 26/8/BPPP tanggal 13 September 1993 perihal
Batas Maksimum Pemberian Kredit;
4. Surat…
2
4. Surat Edaran Nomor 28/3/UPPB tanggal 6 September 1995 perihal Batas
Maksimum Pemberian
Kredit untuk perusahaan
diperdagangkan di bursa efek;
dinyatakan tidak berlaku.
Demikian agar Saudara maklum.
URUSAN PENGATURAN DAN PENGEMBANGAN
PERBANKAN
yang
sahamnya
Erman Munzir
Kepala Urusan
UPPB.
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 31/16/UPPB|SE-BI/1998 </reg_id>
<reg_title> Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum </reg_title>
<set_date> 31 Desember 1998 </set_date>
<replaced_reg> '25/1/BPPP|SE-BI/1992', '26/3/BPPP|SE-BI/1993', '26/8/BPPP|SE-BI/1993', '28/3/UPPB|SE-BI/1995' </replaced_reg>
|
No.12/8/DASP
Jakarta, 24 Maret 2010
S U R A T E D A R A N
Perihal: Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/5/PBI/2010 tanggal
12 Maret 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5119) dan untuk
mendukung peningkatan efisiensi dan kelancaran penyelenggaraan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI), perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan
mengenai SKNBI sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini, yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
Untuk penyelenggaraan kliring lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang berasal
dari luar wilayah tetap mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
4/16/DASP tanggal 21 Oktober 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal atas
Cek dan Bilyet Giro yang berasal dari Luar Wilayah. Pada saat Surat Edaran Bank
Indonesia ini mulai berlaku maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/8/DASP tanggal 24 Desember 1999
perihal Rencana Penanggulangan Segera atas Penyelenggaraan Kliring dalam
Keadaan Darurat;
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/7/DASP tanggal 24 Februari 2000
perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Manual;
3. Surat …
2
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/8/DASP tanggal 4 Mei 2000 perihal
Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi;
4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/7/DASP tanggal 7 Mei 2002 perihal
Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi;
5. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/21/DASP tanggal 2 Desember 2002
perihal Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh;
6. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/38/DASP tanggal 16 September 2004
perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal dalam Penyelenggaraan
Kliring Lokal; dan
7. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan
SE No.10/15/DASP tanggal 27 Maret 2008,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 30 April 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/8/DASP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 24 Maret 2010 </set_date>
<effective_date> 30 April 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '1/8/DASP|SE-BI/1999', '2/7/DASP|SE-BI/2000', '2/8/DASP|SE-BI/2000', '4/7/DASP|SE-BI/2002', '4/21/DASP|SE-BI/2002', '6/38/DASP|SE-BI/2004', '7/26/DASP|SE-BI/2005', '10/15/DASP|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '7/18/PBI/2005', '12/5/PBI/2010' </related_reg>
|
No. 17/7/DPM
Jakarta, 14 April 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG
PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 10/16/DPM Tanggal 31 Maret 2008 Perihal Tata
Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Melalui Lelang.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5567), serta dalam rangka harmonisasi pelaksanaan Operasi
Moneter Syariah dan Operasi Moneter, perlu dilakukan perubahan ketiga
atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret
2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Melalui Lelang sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat
Edaran Bank Indonesia:
a. Nomor 10/40/DPM tanggal 17 November 2008; dan
b. Nomor 12/25/DPM tanggal 30 Agustus 2010,
sebagai berikut :
1. Ketentuan angka III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
III.
IMBALAN SBIS
1. Bank Indonesia membayar imbalan atas SBIS milik
BUS atau UUS sebagai berikut:
a. pada saat SBIS jatuh waktu; atau
b. sebelum …
2
b. sebelum jatuh waktu, dalam hal BUS dan UUS tidak
dapat memenuhi kewajiban Repo SBIS.
2.
Tingkat imbalan yang diberikan mengacu kepada
tingkat diskonto atau tingkat bunga hasil lelang
transaksi Operasi Pasar Terbuka dengan jangka waktu
yang sama yang ditransaksikan bersamaan dengan
penerbitan SBIS, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
dalam hal lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka
menggunakan metode fixed rate tender, imbalan
SBIS ditetapkan sama dengan tingkat diskonto
atau tingkat bunga hasil lelang transaksi Operasi
Pasar Terbuka;
b.
dalam hal lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka
menggunakan metode variable rate tender,
imbalan SBIS ditetapkan sama dengan rata-rata
tertimbang tingkat diskonto atau tingkat bunga
hasil lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka.
3. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat
lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka dengan jangka
waktu yang sama, tingkat imbalan yang diberikan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengacu
kepada data terkini antara tingkat imbalan SBIS atau
tingkat diskonto atau tingkat bunga transaksi Operasi
Pasar Terbuka dengan jangka waktu yang sama.
4.
Perhitungan imbalan SBIS dihitung berdasarkan
rumus sebagai berikut:
=
Surat …
3
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 14 April 2015
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/7/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM Tanggal 31 Maret 2008 Perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang. </reg_title>
<set_date> 14 April 2015 </set_date>
<effective_date> 14 April 2015 </effective_date>
<changed_reg> '10/16/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg>
<extension_of> '10/40/DPM|SE-BI/2008', '12/25/DPM|SE-BI/2010' </extension_of>
<related_reg> '16/12/PBI/2014', '10/16/DPM|SE-BI/2008', '10/40/DPM|SE-BI/2008', '12/25/DPM|SE-BI/2010' </related_reg>
|
No. 17/42/DPM
Jakarta, 16 November 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Surat
Berharga Syariah Negara dengan Bank Indonesia Dalam
Rangka Standing Facilities Syariah
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5567) dan dalam rangka upaya penguatan
infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali
ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara transaksi repurchase
agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank
Indonesia dalam rangka standing facilities syariah dalam Surat Edaran
Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai perbankan syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai perbankan syariah.
4. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga
negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai
bukti …
2
bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata
uang Rupiah.
5. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa
kupon dan/atau secara diskonto.
6. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara
Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon
dan/atau secara diskonto.
7. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam
rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip
syariah.
8. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh
Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS.
9. Sistem Bank Indonesia–Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat
berharga, dan setelmen dana seketika.
10. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta
penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi,
penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika.
11. Sistem Bank Indonesia–Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan
transaksi …
3
transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga, dan setelmen dana seketika.
12. Transaksi Repurchase Agreement SBSN Dalam Rangka Standing
Facilities Syariah yang selanjutnya disebut Repo SBSN adalah
transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia
dengan janji pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga
dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka Standing
Facilities Syariah.
13. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank
Indonesia.
14. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS
dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan
kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga,
transaksi dengan Bank Indonesia dan/atau transaksi pasar
keuangan.
15. Marjin Repo SBSN adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam
setahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang
melakukan transaksi Repo SBSN.
16. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan
pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka
penatausahaan.
17. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan
Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam
rangka penatausahaan.
18. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah
mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat
Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan.
II. KARAKTERISTIK …
4
II. KARAKTERISTIK REPO SBSN
1. Repo SBSN merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank
Indonesia untuk injeksi likuiditas perbankan syariah dalam
rangka OMS.
2. Repo SBSN disediakan Bank Indonesia pada setiap hari kerja
Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas Bank
Indonesia.
3. Repo SBSN dilakukan dengan mekanisme nonlelang.
4. Pengajuan Repo SBSN dilakukan melalui Sistem BI-ETP.
5. Jangka waktu Repo SBSN adalah 1 (satu) hari kerja (overnight).
6. Jumlah hari dalam perhitungan Marjin Repo SBSN dihitung
berdasarkan hari kalender.
7. Window time Repo SBSN adalah dari pukul 16.00 WIB sampai
dengan pukul 18.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
8. Bank Indonesia membuka window time Repo SBSN dengan
mengumumkannya melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana
lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia.
9. Dalam hal terdapat perubahan window time, seri dan jenis
SBSN, haircut, dan/atau Marjin Repo SBSN, pengumuman
dilakukan sebelum window time Repo SBSN.
10. Bank Indonesia menetapkan Marjin Repo SBSN.
11. Bank mengajukan Repo SBSN kepada Bank Indonesia.
12. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Repo SBSN adalah
sebagai berikut:
a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS dan
Sistem BI-RTGS;
b.
tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan OMS;
c. harus memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; dan
d. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS.
13. SBSN milik Bank yang dapat di-Repo-kan adalah:
a. SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek;
b.
tercatat di BI-SSSS;
c. tidak …
5
c.
tidak sedang diagunkan; dan
d. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja
pada saat second leg Repo SBSN.
14. Bank bertanggung jawab atas kebenaran data pengajuan Repo
SBSN yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
15. Bank dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia.
16. Bank yang melakukan Repo SBSN wajib:
a. memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi dalam
Rekening Surat Berharga untuk setelmen penjualan SBSN
secara Repo paling lambat pada saat dilakukan setelmen
Repo SBSN (first leg); dan
b. memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi
untuk setelmen pembelian kembali SBSN pada tanggal Repo
SBSN jatuh waktu (second leg).
17. Dalam hal setelah terjadinya Repo SBSN, tanggal jatuh waktu
Repo SBSN ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya
tanpa memperhitungkan Marjin Repo SBSN atas tambahan
jangka waktu Repo SBSN.
18. Dalam hal Repo SBSN dilakukan pada 1 (satu) hari kerja
sebelum hari libur, maka tanggal jatuh waktu Repo SBSN
ditetapkan pada hari kerja berikutnya.
19. Bank Indonesia menatausahakan Repo SBSN pada Rekening
Surat Berharga di BI-SSSS.
20. Harga SBSN yang dapat di-Repo-kan ditetapkan dan
diumumkan oleh Bank Indonesia di Sistem BI-ETP, BI-SSSS,
dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan antara lain
harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN.
21. Bank Indonesia menetapkan besarnya haircut untuk jenis SBSN
dalam rangka penentuan nilai setelmen penjualan SBSN.
22. Haircut adalah faktor pengurang harga SBSN yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
23. Bank …
6
23. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan Haircut dan
mengumumkan perubahan tersebut melalui Sistem BI-ETP, BI-
SSSS, dan/atau sarana lainnya.
III. PERSYARATAN UMUM
1. Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual
beli) yang disertai dengan janji (al wa’d) oleh Bank kepada Bank
Indonesia untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu
dan harga tertentu yang disepakati.
2. Janji (wa’d) Bank kepada Bank Indonesia untuk membeli
kembali SBSN dalam rangka Repo SBSN dilakukan dalam
dokumen yang terpisah. Contoh Dokumen Janji sebagaimana
dimaksud pada Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Bank mengajukan Repo SBSN setelah menandatangani
dokumen Janji (wa’d) Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam
Rangka Repo SBSN Dengan Bank Indonesia, yang selanjutnya
disebut Dokumen Janji, yang telah dibubuhi meterai cukup dan
menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan
kepada Bank Indonesia.
4. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 3
meliputi:
a. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia:
1)
fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir
yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan
direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan
Dokumen Janji dilakukan oleh direksi;
2)
fotokopi anggaran dasar Bank sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada
pejabat yang menandatangani Dokumen Janji jika
penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh
direksi; atau
3)
fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan
hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan
direksi …
7
direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan
Dokumen Janji dilakukan oleh direksi;
4)
fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada
pejabat yang menandatangani perjanjian jika
penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh
direksi; dan
5)
fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat
yang berwenang untuk menandatangani Dokumen
Janji.
b. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri:
1)
fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor
pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk
mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji
dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO);
2)
fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat
yang diberikan wewenang untuk menandatangani
Dokumen Janji jika penandatanganan Dokumen Janji
tidak dilakukan oleh CEO;
3) dalam hal penandatanganan Dokumen Janji tidak
dilakukan oleh CEO maka surat kuasa (power of
attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) harus memuat hak CEO untuk
mengalihkan kewenangannya (hak substitusi); dan
4)
fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat
Bank yang berwenang untuk menandatangani
Dokumen Janji.
5. Penandatanganan Dokumen Janji sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan
Repo SBSN dengan Bank Indonesia.
6. Khusus …
8
6. Khusus untuk UUS, Dokumen Janji sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 dapat ditandatangani oleh pejabat UUS
berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh direksi Bank
konvensional dari UUS.
7. Dokumen Janji sebagaimana dimaksud dalam angka 3 berlaku
seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi Dokumen Janji
dan/atau perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan
daerah mengenai kewenangan direksi Bank untuk mewakili
Bank atau ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai
pendelegasian wewenang.
8. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan angka 4
disampaikan dengan surat pengantar kepada:
Direktur Eksekutif
Departemen Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Menara Sjafruddin Prawiranegara
Jl. M.H Thamrin No. 2
Jakarta 10350
IV. PENGUMUMAN DAN PENGAJUAN REPO SBSN
1. Bank Indonesia mengumumkan rencana transaksi Repo SBSN
melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lainnya paling lambat
sebelum window time.
2. Pengumuman Repo SBSN mencakup antara lain:
a. sarana transaksi;
b. window time;
c.
d. Marjin Repo SBSN;
e.
f. haircut; dan/atau
g.
jangka waktu Repo SBSN;
tanggal dan waktu setelmen.
3. Bank mengajukan Repo SBSN kepada Bank Indonesia melalui
Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan.
jenis dan seri SBSN yang dapat di-Repo-kan;
4. Pengajuan …
9
4. Pengajuan Repo SBSN meliputi antara lain nilai nominal, jenis
dan seri SBSN yang di-Repo-kan.
V. PENGUMUMAN HASIL TRANSAKSI
Bank Indonesia mengumumkan hasil transaksi Repo SBSN setelah
window time ditutup dengan cara sebagai berikut:
1. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP, antara
lain berupa nilai transaksi yang diterima dan Marjin Repo SBSN;
dan
2. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa
nilai nominal yang diterima dan Marjin Repo SBSN.
VI. SETELMEN TRANSAKSI
1. Setelmen Penjualan SBSN (First Leg)
a. Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada hari
transaksi (same day settlement) pada awal periode pre cut-
off Sistem BI-RTGS.
b. Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan
BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per
transaksi (gross to gross) sebagai berikut:
1) Nilai setelmen first leg dihitung sebagai berikut:
a) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
Nominal
Nilai
Setelmen
First Leg
= SBSN Yang x
Di-Repo-Kan
Harga
SBSN
b) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
Nominal
Nilai
Setelmen
First Leg
Keterangan:
Harga
SBSN
= SBSN Yang ×
Di-Repo-Kan
-Haircut +
Accrued
Imbalan
SBSN
Harga
SBSN
-Haircut
: Harga SBSN sebagaimana
diumumkan pada Sistem BI-ETP dan
BI-SSSS pada tanggal transaksi Repo
SBSN
Haircut …
10
Haircut
Accrued
Imbalan
: Haircut sebagaimana diumumkan
pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS.
-
Hak atas imbalan SBSN yang
dihitung sejak 1 (satu) hari
kalender sesudah tanggal
pembayaran imbalan terakhir
sampai dengan tanggal setelmen
first leg.
- Perhitungan hak atas
imbalan
SBSN didasarkan pada jumlah
hari yang sebenarnya (actual per
actual).
2) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening
Surat Berharga sebesar nilai nominal dari SBSN yang
di-Repo-kan.
3) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen first leg sebagaimana
dimaksud dalam angka 1).
4) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN di
Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen first leg maka BI-
SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Repo
SBSN.
5) Atas batalnya transaksi Repo SBSN sebagaimana
dimaksud dalam angka 4), Bank dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang Operasi Moneter Syariah.
6) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi
Repo SBSN dalam rangka pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS,
dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan
setelmen first leg dalam 1 (satu) hari maka jumlah
batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
2. Setelmen …
11
2. Setelmen Pembelian Kembali SBSN (Second Leg)
a. Pada tanggal Repo SBSN jatuh waktu (second leg) BI-SSSS
secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak
Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut
off warning Sistem BI-RTGS.
b. Nilai atas setelmen second leg dihitung sebesar:
Nilai
Nilai
Setelmen =
Second Leg
Setelmen
First Leg
+
Nilai Marjin
Repo SBSN
Keterangan:
Nilai Marjin Repo SBSN adalah penerimaan Bank Indonesia
sesuai jangka waktu Repo SBSN.
c. Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro sebesar
nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud dalam
huruf b.
d. Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening
Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di-Repo-
kan.
e. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro Rupiah
dalam jumlah yang cukup sampai dengan sebelum periode
cut-off warning Sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan setelmen second leg.
f. Dalam hal terdapat pembatalan sebagaimana dimaksud
dalam huruf e, pada saat second leg Bank Indonesia
mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar kewajiban
pembayaran Marjin Repo SBSN.
g. Atas batalnya transaksi Repo SBSN jatuh waktu (second leg)
sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank dikenakan
sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Operasi Moneter.
h. Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi Repo
SBSN dalam rangka pengenaan sanksi penghentian
sementara mengikuti kegiatan OMS, dalam hal terdapat
lebih …
12
lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Repo SBSN jatuh waktu
(second leg) dalam 1 (satu) hari maka jumlah batalnya
transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
3. Kegagalan Setelmen Second Leg
a. Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg maka
Repo SBSN diperlakukan sebagai transaksi penjualan
secara outright oleh Bank dengan perhitungan setelmen
transaksi penjualan secara outright dan penggunaan harga
surat berharga transaksi penjualan secara outright sebagai
berikut:
1) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
Nilai
Setelmen Penjualan
SBSN
Nilai Setelmen
Penjualan
SBSN
= Nominal
SBSN
2) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
= Nominal
SBSN
×
Harga
SBSN
+ Accrued
Imbalan
b. Transaksi outright sebagaimana dimaksud dalam huruf a
hanya dikenakan terhadap Repo SBSN yang tidak memiliki
dana dalam jumlah yang mencukupi.
c. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk
penyelesaian Repo SBSN jatuh waktu diakibatkan karena
pembatalan setelmen second leg, Bank Indonesia
mengkredit atau mendebet Rekening Giro Rupiah dengan
memperhitungkan:
1) accrued imbalan pada periode Repo SBSN OPT Syariah;
2) haircut yang masih menjadi hak Bank; dan
3) Marjin Repo SBSN yang harus dibayarkan oleh Bank.
4.
Imbalan SBSN
Dalam hal terjadi kegagalan setelmen second leg dan terdapat
imbalan yang diterima oleh Bank maka Bank Indonesia
memperhitungkan pengembalian imbalan yang diterima oleh
Bank.
VII. TATA …
×
Harga
SBSN
13
VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN sebagaimana
dimaksud pada butir VI.1.b.4) dan butir VI.2.e, Bank dikenakan
sanksi berupa:
a.
teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan (OJK);
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai transaksi Repo SBSN yang dinyatakan batal,
paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah); dan
c. dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS
yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun
waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa
penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS
selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut.
2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud
dalam butir VI.2.e dan dalam hal harga SBSN pada saat second
leg lebih rendah dari harga SBSN pada transaksi first leg, selain
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank
dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar
sebesar selisih antara harga pada transaksi first leg dan harga
pada transaksi second leg setelah dikalikan dengan nominal
SBSN yang di-Repo-kan.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a dan pemberitahuan sanksi berupa penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah …
14
Rupiah Bank yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya pembatalan setelmen Repo SBSN.
VIII. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 14/28/DPM tanggal 27 September
2012 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) Dengan Bank Indonesia Dalam
Rangka Standing Fecilities Syariah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16
November 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/42/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Negara dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities Syariah </reg_title>
<set_date> 16 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '14/28/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No. 8/6/DPBPR
Jakarta, 20 Februari 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/63/DPBPR Tanggal 30 Desember 2005 Perihal Sistem
Informasi Debitur
-----------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan penyempurnaan aplikasi pada Sistem Informasi
Debitur (SID) bagi Bank Perkreditan Rakyat maka perlu dilakukan perubahan
terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/63/DPBPR tanggal 30 Desember
2005 perihal Sistem Informasi Debitur sebagai berikut:
1. Ketentuan butir I.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Pelapor adalah Kantor Pusat dan Kantor Cabang Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip Syariah, yang memenuhi ketentuan mengenai SID
yang berlaku.
2. Ketentuan butir II diubah sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
1. BPR yang wajib menyampaikan Laporan Debitur dalam SID
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini adalah :
a. BPR yang memiliki total aset sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) atau lebih, dan
b. BPR…
2
b. BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah), yang telah mendapat persetujuan dari Bank
Indonesia sebagai Pelapor.
2. Total aset sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah total aset BPR
berdasarkan laporan bulanan sejak posisi Januari 2006.
3. Dalam hal BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 membuka Kantor
Cabang, maka Kantor Cabang dimaksud wajib menjadi Pelapor paling
lambat 2 (dua) bulan sejak melakukan kegiatan operasional.
4. Dalam hal total aset BPR meningkat sehingga menjadi sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih maka Kantor
Pusat dan Kantor Cabang BPR wajib menjadi Pelapor paling lambat 2
(dua) bulan sejak terpenuhinya total aset dimaksud.
5. BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dapat menjadi Pelapor setelah mendapat persetujuan dari
Bank Indonesia. Permohonan untuk menjadi Pelapor tersebut, diajukan
oleh Kantor Pusat BPR kepada:
a. Direktorat Pengawasan BPR c.q. Tim Pengawasan BPR atau
Direktorat Perbankan Syariah c.q. Tim Pengawasan Bank Syariah
bagi BPR yang berada di wilayah DKI
Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi, atau
Jakarta Raya, Provinsi
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPR yang berada di luar
wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a.
dengan tembusan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan
(DPIP), c.q. Pusat Informasi Kredit.
6. BPR sebagaimana dimaksud pada angka 5, termasuk
Kantor
Cabangnya, wajib menyampaikan Laporan Debitur paling lambat 2
(dua) bulan sejak tanggal surat persetujuan menjadi Pelapor.
7. BPR yang telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Pelapor wajib
mengikuti persyaratan dan tata cara pelaporan SID sebagaimana diatur
dalam…
3
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tentang Sistem
Informasi Debitur dan ketentuan pelaksanaannya.
8. BPR yang telah menjadi Pelapor tidak dapat mengundurkan diri dari
keikutsertaan dalam pelaporan SID.
9. Dalam hal BPR Pelapor melakukan merger atau konsolidasi, maka BPR
Pelapor peserta merger atau konsolidasi tersebut tetap wajib
menyampaikan Laporan Debitur sampai dengan proses merger atau
konsolidasi selesai. Setelah proses merger atau konsolidasi tersebut
selesai, kewajiban penyampaian Laporan Debitur dilakukan oleh BPR
Pelapor hasil merger atau konsolidasi tersebut.
3. Ketentuan butir IV.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Laporan Debitur disampaikan oleh Kantor Pusat dan Kantor Cabang
BPR yang bersangkutan dan meliputi seluruh Laporan Debitur dan/atau
koreksi Laporan Debitur untuk masing-masing kantor.
4. Ketentuan butir IV.2.c diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. c.
informasi fasilitas penyediaan dana yang diterima oleh Debitur,
antara lain berisi informasi mengenai jenis penyediaan dana, jumlah
fasilitas yang diberikan dan kolektibilitas;
Informasi penyediaan dana tersebut meliputi pula fasilitas
penyediaan dana yang:
1) telah dihapus buku dalam waktu 1 (satu) tahun terakhir sebelum
menjadi Pelapor dan cukup disampaikan satu kali, yaitu dalam
Laporan Debitur yang pertama
2) dihapus tagih dan yang diselesaikan dengan cara pengambilalihan
agunan atau penyelesaian melalui pengadilan sejak menjadi
Pelapor.
5. Menambahkan ketentuan butir IX dengan satu ketentuan baru yaitu angka 3,
yang berbunyi sebagai berikut:
3. Pemenuhan…
4
3. Pemenuhan sanksi kewajiban membayar dan penyampaian fotokopi
bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2
dilakukan oleh Kantor Pusat Pelapor dan ditujukan kepada :
a.
Direktorat Pengawasan BPR c.q. Bagian IDABPR atau Direktorat
Perbankan Syariah c.q. Bagian PAdBS, bagi Pelapor yang berada di
wilayah DKI
Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok,
Karawang dan Bekasi, atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Pelapor yang berada di luar
wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a.
6. Ketentuan butir X dihapus.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 20 Februari 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
IRMAN DJAJA DALIMI
DIREKTUR PENGAWASAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
DPBPR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/6/DPBPR|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/63/DPBPR Tanggal 30 Desember 2005 Perihal Sistem Informasi Debitur </reg_title>
<set_date> 20 Februari 2006 </set_date>
<effective_date> 20 Februari 2006 </effective_date>
<changed_reg> '7/63/DPBPR|SE-BI/2005' </changed_reg>
<related_reg> '7/63/DPBPR|SE-BI/2005' </related_reg>
|
No. 11/ 35 /DPNP
Jakarta, 31 Desember 2009
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4292) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5029), perlu diatur
lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan produk dan aktivitas baru dalam suatu
Surat Edaran Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
A. Produk dan aktivitas yang ditawarkan perbankan khususnya terkait
dengan produk dan aktivitas baru, berkembang menjadi semakin
kompleks dan bervariasi. Hal ini mengakibatkan eksposur risiko yang
ditanggung Bank dari penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitas
tersebut menjadi semakin tinggi.
B. Peningkatan . . .
B. Peningkatan risiko yang dihadapi Bank perlu diimbangi dengan
pengendalian risiko yang memadai. Untuk mengendalikan risiko
dimaksud Bank perlu meningkatkan kualitas penerapan Manajemen
Risiko.
C. Peningkatan kualitas penerapan Manajemen Risiko khususnya terkait
produk atau aktivitas baru antara lain dilakukan melalui peningkatan
kualitas pelaporan produk atau aktivitas baru Bank dengan tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian, aspek hukum, kompetensi
pegawai, dan kesiapan infrastruktur (termasuk kebijakan dan
prosedur).
D. Perlunya peningkatan kualitas penerapan Manajemen Risiko tidak
hanya ditujukan bagi kepentingan Bank, tetapi juga bagi kepentingan
nasabah. Salah satu aspek penting dalam rangka pengendalian risiko
dan juga untuk melindungi kepentingan nasabah adalah kecukupan
transparansi informasi terkait produk atau aktivitas Bank.
II. PRODUK ATAU AKTIVITAS BARU
A. Definisi Produk atau Aktivitas Bank
Mengacu pada penjelasan Pasal 20 ayat (1) PBI Nomor 5/8/PBI/2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana
telah diubah dengan PBI Nomor 11/25/PBI/2009, yang selanjutnya
disebut PBI, yang dimaksud dengan:
1. Produk Bank adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh
Bank. Produk Bank dimaksud adalah produk yang diciptakan,
diterbitkan, dan/atau dikembangkan oleh Bank dalam rangka
penghimpunan dan penyaluran dana, antara lain meliputi giro,
tabungan, deposito, obligasi, kredit, medium term notes, produk
derivatif, dan principally protected structured product.
2. Aktivitas . . .
2. Aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada
nasabah, antara lain adalah jasa keagenan dan/atau kustodian.
B. Kriteria Produk atau Aktivitas Baru
Mengacu pada Pasal 20 ayat (3) PBI suatu produk atau aktivitas Bank
merupakan suatu produk baru atau aktivitas baru apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1.
tidak pernah diterbitkan atau dilakukan sebelumnya oleh Bank;
atau
2.
telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank
namun dilakukan pengembangan yang mengubah atau
meningkatkan eksposur Risiko tertentu pada Bank.
Pengembangan yang mengubah atau meningkatkan eksposur
Risiko tertentu pada produk atau aktivitas Bank, antara lain
meliputi:
a. Pengembangan produk Bank yang telah diterbitkan
sebelumnya oleh Bank, misalnya:
1) Penerbitan obligasi dengan tingkat kupon dan/atau
jangka waktu yang berbeda dari obligasi yang sudah
diterbitkan sebelumnya.
2) Penerbitan principally protected structured product
yang berubah jangka waktunya dan/atau underlying-
nya dari yang pernah diterbitkan sebelumnya.
b. Pengembangan aktivitas Bank yang merupakan aktivitas
kerjasama dengan pihak lain, yang dalam
pengembangannya memerlukan persetujuan dari atau
pelaporan kepada otoritas pengawas yang berwenang,
misalnya penambahan atau perubahan partner dalam
melakukan aktivitas pemindahan dana (transfer).
C. Pelaporan . . .
C. Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru
1. Bank wajib menyampaikan laporan untuk setiap penerbitan
produk atau pelaksanaan aktivitas baru kepada Bank Indonesia
yang terdiri dari :
a. Laporan Rencana Penerbitan Produk atau Pelaksanaan
Aktivitas Baru; dan
b. Laporan Realisasi Penerbitan Produk atau Pelaksanaan
Aktivitas Baru.
Selain memenuhi ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud
di atas, untuk produk yang belum pernah diterbitkan atau
aktivitas baru yang belum pernah dilaksanakan sebelumnya oleh
Bank sebagaimana dimaksud pada butir II.B.1, rencana
penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru tersebut wajib
telah dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank untuk tahun
yang sama dengan rencana penerbitan produk atau pelaksanaan
aktivitas baru tersebut.
2. Pencantuman rencana penerbitan produk atau pelaksanaan
aktivitas baru dalam Rencana Bisnis Bank sebagaimana
dimaksud pada angka 1 menggunakan format sebagaimana
dimaksud pada Lampiran 1, yang paling kurang memuat
informasi dan penjelasan sebagai berikut:
a.
b.
jenis produk atau aktivitas baru;
rencana waktu penerbitan produk atau pelaksanaan
aktivitas baru;
c.
tujuan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru;
d. keterkaitan produk atau aktivitas baru dengan strategi
Bank;
e. deskripsi
. . .
e. deskripsi umum mengenai produk atau aktivitas baru; dan
f.
risiko yang mungkin timbul atas penerbitan produk atau
pelaksanaan aktivitas baru.
3. Laporan Rencana Penerbitan Produk atau Pelaksanaan Aktivitas
Baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, diatur
sebagai berikut:
a. Laporan wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh)
hari sebelum penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas
baru.
b. Laporan dimaksud paling kurang memuat informasi dan
penjelasan sebagai berikut:
1)
informasi umum terkait produk atau aktivitas baru
meliputi antara lain nama produk/jenis aktivitas,
rencana waktu penerbitan produk atau pelaksanaan
aktivitas, target pasar, rencana/target nilai transaksi
dalam 1 (satu) tahun pertama, informasi mengenai
skim/fitur produk atau penjelasan mengenai aktivitas;
2) manfaat dan biaya bagi Bank;
3) manfaat dan risiko bagi nasabah;
4) prosedur pelaksanaan (standard operating
procedures/SOP), organisasi, dan kewenangan untuk
menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas
baru;
5)
rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan
penerapan program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Teroris (APU dan PPT);
6) identifikasi, . . .
6)
identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian terhadap risiko yang melekat pada
produk atau aktivitas baru;
7) hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas
produk atau aktivitas baru;
8) dokumen/draft dokumen dalam rangka transparansi
kepada nasabah yang terkait dengan penerbitan
produk atau pelaksanaan aktivitas yang meliputi
antara lain perjanjian antara Bank dengan nasabah
atau pihak lain, brosur, leaflet, prospektus, dan/atau
formulir aplikasi;
9)
sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan
singkat mengenai keterkaitan sistem informasi
akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi
Bank secara menyeluruh, dan/atau sistem pencatatan
administrasi;
10) dokumen yang menyatakan bahwa Bank telah
memperoleh persetujuan atau izin dari otoritas yang
berwenang, apabila aktivitas Bank dimaksud
memerlukan persetujuan dari otoritas tersebut.
Dalam hal dokumen dimaksud belum diterbitkan,
maka Bank dapat menyampaikan fotokopi bukti
permohonan persetujuan atau izin kepada otoritas
yang berwenang. Selanjutnya, setelah otoritas
menerbitkan persetujuan atau izin, maka Bank wajib
menyampaikannya kepada Bank Indonesia sebagai
kelengkapan dokumen; dan
11) kesiapan . . .
11) kesiapan dan hasil uji coba Bank (apabila ada) atas
produk atau aktivitas baru.
Format laporan rencana penerbitan produk atau
pelaksanaan aktivitas baru mengacu pada Lampiran 2.
c. Bank hanya dapat menerbitkan produk atau melaksanakan
aktivitas baru setelah menerima penegasan dari Bank
Indonesia.
Penegasan dari Bank Indonesia diberikan paling lambat
60 (enam puluh) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi
dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap oleh Bank
Indonesia.
d. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau
penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan Bank
Indonesia, maka Bank wajib melengkapi dokumen tersebut
dan memberikan penjelasan yang diperlukan. Batas waktu
60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank melengkapi
dokumen dan/atau memberikan penjelasan yang diminta
oleh Bank Indonesia tersebut.
4. Bank harus menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas
baru paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penegasan
dari Bank Indonesia. Dalam hal Bank akan melakukan
penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru setelah
melampaui jangka waktu tersebut, maka Bank harus
menyampaikan kembali Laporan Rencana Penerbitan Produk
atau Pelaksanaan Aktivitas Baru sesuai ketentuan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
5. Laporan . . .
5. Laporan Realisasi Penerbitan Produk atau Pelaksanaan Aktivitas
Baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b wajib
disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah produk
diterbitkan atau aktivitas baru dilaksanakan.
Bank dinyatakan telah melakukan realisasi penerbitan produk
atau pelaksanaan aktivitas baru sejak tanggal produk atau
aktivitas tersebut mulai ditawarkan dan sudah dapat dibeli atau
dimanfaatkan oleh nasabah.
Laporan Realisasi Penerbitan Produk atau Pelaksanaan Aktivitas
Baru paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai
berikut:
a.
b.
jenis dan nama produk atau aktivitas baru;
tanggal penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru;
dan
c. kesesuaian produk yang diterbitkan atau aktivitas baru yang
dilaksanakan dengan Laporan Rencana Penerbitan Produk
atau Pelaksanaan Aktivitas Baru yang telah disampaikan.
6. Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan
penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas dalam hal di
kemudian hari berdasarkan evaluasi Bank Indonesia produk yang
diterbitkan atau aktivitas yang dilaksanakan memenuhi kondisi
sebagai berikut:
a.
tidak sesuai dengan rencana penerbitan produk atau
aktivitas baru yang dilaporkan kepada Bank Indonesia;
b. berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap
kondisi keuangan Bank; dan/atau
c. tidak . . .
c.
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penghentian tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen
berdasarkan penilaian Bank Indonesia atas penyimpangan yang
terjadi.
7. Terkait penghentian penerbitan produk atau pelaksanaan
aktivitas sebagaimana dimaksud pada angka 6 di atas, maka
Bank:
a. dilarang melakukan transaksi baru; dan
b.
tetap bertanggung jawab kepada nasabah atas penyelesaian
kewajiban terkait produk yang telah diterbitkan atau
aktivitas yang telah dilaksanakan;
8. Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak
mencakup hal-hal yang dilakukan Bank dalam rangka:
a. penanaman dana dalam rangka investasi, misalnya
pembelian Reksa Dana pendapatan tetap dan pembelian
surat berharga oleh Bank;
b. penyaluran dan penghimpunan dana dalam rangka
pengelolaan likuiditas, misalnya penempatan antar bank
atau penerimaan pinjaman antar bank;
c. penerimaan pinjaman dari pihak lain, misalnya pinjaman
yang diterima Bank dari lembaga multilateral; dan/atau
d. pengembangan dari produk atau aktivitas konvensional
yang pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh
Bank yang mengubah atau meningkatkan eksposur Risiko
tertentu pada Bank.
Termasuk . . .
Termasuk dalam produk konvensional adalah produk yang
memiliki fitur dasar sesuai karakteristik produk tersebut
misalnya giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito,
kredit, anjak piutang, produk derivatif yang bersifat plain
vanilla, bank garansi, dan trade finance.
Termasuk dalam aktivitas konvensional adalah:
1)
aktivitas Bank yang dilakukan tanpa melalui
kerjasama dengan pihak lain, misalnya jasa
pemindahan dana (transfer), dan aktivitas kustodian;
dan/atau
2)
aktivitas Bank yang terkait dengan penjualan produk-
produk yang diterbitkan oleh Pemerintah, misalnya
aktivitas agen penjual Surat Utang Negara (SUN), dan
aktivitas agen penjual Obligasi Ritel Indonesia (ORI).
D. Larangan terkait Pemasaran Produk atau Aktivitas
Mengacu pada Pasal 20A PBI Bank dilarang menugaskan atau
menyetujui pengurus dan/atau pegawai Bank untuk memasarkan
produk atau melaksanakan aktivitas yang bukan merupakan produk
atau aktivitas Bank dengan menggunakan sarana atau fasilitas Bank,
termasuk:
1. memasarkan produk yang dinyatakan sebagai produk Bank,
namun tidak tercatat dalam pembukuan atau administrasi Bank,
misalnya pengurus atau pegawai Bank menjual produk yang
dinyatakan sebagai deposito Bank kepada nasabah, namun
deposito tersebut tidak pernah tercatat dalam pembukuan Bank;
dan/atau
2. memasarkan . . .
2. memasarkan produk atau aktivitas Bank yang memenuhi kriteria
sebagai produk atau aktivitas baru, namun belum dilaporkan
dan/atau belum mendapat penegasan dari Bank Indonesia,
misalnya Bank bertindak sebagai agen penjual efek Reksa Dana
A, namun Bank belum tercatat di Bank Indonesia sebagai agen
penjual efek Reksa Dana A.
III. LAIN-LAIN
A. Dalam hal penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru tersebut
telah diatur secara khusus dalam ketentuan Bank Indonesia lainnya
dan memenuhi prinsip-prinsip penerapan Manajemen Risiko
sebagaimana diatur dalam ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia ini,
maka penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas dimaksud
mengacu pada ketentuan yang mengatur secara khusus tersebut.
Sebagai contoh dalam pelaksanaan aktivitas penyediaan Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), penerbitan Structured
Product, dan penggunaan Teknologi Informasi mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai hal tersebut.
B. Pelaporan untuk aktivitas tertentu seperti aktivitas keagenan efek
Reksa Dana dan aktivitas kerjasama pemasaran dengan perusahaan
asuransi (bancassurance) diatur secara tersendiri dalam Surat Edaran
yang mengatur mengenai penerapan Manajemen Risiko untuk
aktivitas tertentu tersebut.
IV. KETENTUAN . . .
IV. KETENTUAN PERALIHAN
A. Bank yang telah menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas baru
setelah tanggal 1 Juli 2009 dan sebelum berlakunya Surat Edaran
Bank Indonesia ini namun belum menyampaikan pelaporan sesuai
dengan ketentuan ini, wajib menyampaikan laporan sesuai dengan
Surat Edaran Bank Indonesia ini. Penyampaian laporan paling lambat
60 (enam puluh) hari setelah berlakunya ketentuan ini disertai dengan
dokumen sebagaimana dimaksud pada butir II.C.3.b dan butir II.C.5
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Dalam hal Bank telah menyampaikan Laporan Rencana Penerbitan
Produk atau Pelaksanaan Aktivitas Baru sebelum berlakunya Surat
Edaran Bank Indonesia ini namun Bank Indonesia belum memberikan
surat penegasan, maka Bank wajib menyesuaikan pelaporan tersebut
dengan Surat Edaran Bank Indonesia ini.
V. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran ini berlaku, maka ketentuan sebagaimana diatur
pada angka 10, Lampiran 1 Bab IV angka 4 dan angka 5, dan Lampiran 7
Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003
perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum dan ketentuan
pelaksanaan lainnya yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko
yang bertentangan dengan pengaturan dalam Surat Edaran ini dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember
2009.
Agar . . .
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/35/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru </reg_title>
<set_date> 31 Desember 2009 </set_date>
<effective_date> 31 Desember 2009 </effective_date>
<replaced_reg> '5/21/DPNP|SE-BI/2003 | angka 10, Lampiran 1 Bab IV angka 4 dan angka 5, dan Lampiran 7' </replaced_reg>
<related_reg> '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 5/ 17/DASP
Jakarta, 15 Agustus 2003
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PESERTA SISTEM BI-RTGS
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement.
-----------------------------------------------------------------------------
Dalam rangka sinkronisasi peraturan perihal Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement dengan beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia khususnya yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan moneter Bank
Indonesia, perlu diadakan perubahan mengenai ketentuan jam operasional Sistem
BI-RTGS. Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan dalam Lampiran 2 Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement sebagaimana telah diubah dalam
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/20/DASP tanggal 31 Agustus 2001
perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal
17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/10/DASP tanggal 26 Juni 2002
perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP
tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement,
diubah menjadi sebagaimana terlampir.
Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 15 Agustus 2003.
Agar…
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
Lampiran SE No.5/17/DASP tgl.15-Agustus-2003
--------------------------------------------------------------
Lampiran 2
JAM OPERASIONAL
No.
SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT
KEGIATAN/JENIS TRANSAKSI
WAKTU
1. RCC Open (RCC Buka)
2.
06.30 WIB
Periode untuk melakukan transfer untuk
kepentingan :
a. Penarikan Tunai
(1) Construct penarikan tunai
(2) Penyerahan warkat untuk penarikan
fisik uang tunai
(3) Penarikan fisik uang tunai untuk
transaksi yang settle paling lambat
pukul 12.00 WIB
b. Penyetoran Tunai
(1) Penyerahan warkat untuk penyetoran
uang tunai
(2) Penyetoran fisik uang tunai
c. Pelimpahan Setoran Penerimaan Negara
untuk KPKN
d. Transfer Atas Nama Nasabah
e. Transfer Antar Bank
f. Transfer ke Kantor Bank Indonesia
g. Interface Hasil Kliring
h. Interbank Cover Position
i. BI Cover Position
j. Settlement Fasilitas Simpanan Bank
Indonesia dalam Rupiah (FASBI)*
3.
4.
5.
Cut Off Warning
Pre Cut Off
Cut Off Time (RCC Tutup)
06.30 WIB – 11.00 WIB
08.00 WIB – 12.00 WIB
08.00 WIB – 12.00 WIB
08.00 WIB – 12.00 WIB
08.00 WIB – 12.00 WIB
06.30 WIB – 10.00 WIB
06.30 WIB – 16.30 WIB
06.30 WIB - 17.00 WIB
06.30 WIB – 15.00 WIB
12.00 WIB – 17.00 WIB
17.00 WIB – 18.00 WIB
18.00 WIB – 19.00 WIB
13.00 WIB – 19.00 WIB
17.00 WIB
18.00 WIB
19.00 WIB
* Yang dimaksud settlement dalam huruf ini adalah pembebanan secara actual pada Rekening
Giro masing-masing Peserta dengan memperhatikan kecukupan dana sebelum cut off warning
sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan Bank Indonesia perihal FASBI.
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/17/DASP|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. </reg_title>
<set_date> 15 Agustus 2003 </set_date>
<effective_date> 15 Agustus 2003 </effective_date>
<changed_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg>
<extension_of> '3/20/DASP|SE-BI/2001', '4/10/DASP|SE-BI/2002' </extension_of>
<related_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000 | Lampiran 2', '3/20/DASP|SE-BI/2001', '4/10/DASP|SE-BI/2002' </related_reg>
|
No.16/9/DSta
Jakarta, 26 Mei 2014
SURA T EDARA N
Kepada
SEMUA EKSPORTIR, PEMILIK BARANG, DAN/ATAU PIHAK-PIHAK
YANG TUNDUK DALAM KONTRAK KERJA SAMA MINYAK BUMI DAN
GAS BUMI
DI INDONESIA
Perihal:
PENERIMAAN DEVISA HASIL EKSPOR
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan
Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5534) dan dalam rangka mendukung
pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tersebut, perlu diatur ketentuan
pelaksanaan mengenai penerimaan devisa hasil ekspor dalam Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
A. UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia,
dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
2. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh persetujuan dari
otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan kegiatan
usaha perbankan dalam valuta asing, termasuk kantor cabang
bank …
2
bank asing di Indonesia, namun tidak termasuk kantor cabang
luar negeri dari Bank yang berkantor pusat di Indonesia.
3. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah
pabean sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur
mengenai kepabeanan.
4. Eksportir adalah orang perseorangan, badan hukum, atau
badan lainnya yang tidak berbadan hukum yang melakukan
kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
5. Perusahaan Jasa Titipan yapng selanjutnya disingkat PJT
adalah perusahaan yang menangani layanan kiriman secara
ekspres atau peka waktu, memiliki izin penyelenggaraan jasa
titipan dari instansi terkait, serta mendapatkan persetujuan
untuk melaksanakan kegiatan kepabeanan dari Kepala Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai.
6. Pemilik Barang adalah orang perseorangan, badan hukum, atau
badan lainnya yang tidak berbadan hukum, yang memiliki
barang Ekspor.
7. Pemberitahuan Ekspor Barang yang selanjutnya disingkat PEB
adalah dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan
pelaksanaan ekspor barang yang dapat berupa tulisan di atas
formulir atau media elektronik sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan yang mengatur mengenai kepabeanan.
8. Devisa Hasil Ekspor yang selanjutnya disingkat DHE adalah
devisa dari hasil kegiatan Ekspor.
9. Nilai PEB adalah nilai Ekspor atas dasar free on board (FOB)
yang tercantum pada PEB.
10. Barang Tambang adalah Minyak dan Gas Bumi, Mineral, dan
Batubara.
11. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi.
12. Minyak Bumi adalah minyak bumi sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang yang mengatur mengenai minyak dan gas
bumi.
13. Gas Bumi adalah gas bumi sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai minyak dan gas bumi.
14. Mineral ...
3
14. Mineral adalah mineral sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang yang mengatur mengenai pertambangan mineral dan
batubara.
15. Batubara adalah batubara sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan mineral
dan batubara.
16. Pihak-Pihak Yang Tunduk Kepada Kontrak Kerja Sama Minyak
Dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut Pihak Dalam Kontrak
Migas adalah operator dan/atau pemegang participating interest
berserta para penggantinya dari waktu ke waktu, yang tercatat di
otoritas yang berwenang.
17. Hari adalah hari kerja Bank Indonesia.
18. Sandi Kantor Pabean adalah sandi Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) pemuatan yang menerbitkan
PEB.
19. Nomor PEB adalah nomor pendaftaran yang dikeluarkan oleh
KPPBC sebagaimana tercantum pada dokumen PEB.
20. Dokumen Pendukung adalah dokumen yang membuktikan
kebenaran data dan/atau keterangan mengenai antara lain PEB
yang tidak terdapat penerimaan DHE, selisih kurang antara nilai
DHE dan Nilai PEB, penerimaan DHE yang melebihi atau sama
dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB untuk cara
pembayaran usance L/C, konsinyasi, pembayaran kemudian,
dan collection, serta penerimaan DHE secara tunai di dalam
negeri.
21. Maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses
penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya
dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan
pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta menyediakan
bahan baku, dan/atau barang setengah jadi dan/atau bahan
penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau
seluruhnya, dengan kepemilikan atas barang jadi berada pada
pengguna jasa.
22. Jasa Perbaikan adalah jasa terkait perbaikan dan/atau
perawatan barang.
23. Operational ...
4
23. Operational Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal secara sewa guna usaha tanpa hak
opsi untuk membeli yang digunakan oleh penyewa guna usaha
(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran.
24. Financial Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal secara sewa guna usaha dengan hak
opsi untuk membeli yang digunakan oleh penyewa guna usaha
(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran.
25. Netting adalah mekanisme penyelesaian tagihan Eksportir,
Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas yang
dikompensasikan (set off) dengan kewajiban Eksportir, Pemilik
Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas.
26. Usance L/C adalah letter of credit yang mensyaratkan
pembayaran secara berjangka sesuai kesepakatan antara
Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak
Migas dengan importir.
27. Collection adalah penagihan pembayaran Ekspor dengan
menggunakan jasa bank melalui pengiriman dokumen terkait
Ekspor kepada bank di luar negeri.
28. Pembayaran Kemudian adalah pembayaran yang dilakukan baik
sekaligus maupun secara bertahap setelah barang dikirimkan
kepada importir sesuai kesepakatan antara Eksportir, Pemilik
Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas dengan importir.
29. Konsinyasi adalah penitipan barang Ekspor untuk
diperdagangkan yang pembayarannya dilakukan setelah barang
terjual sesuai kesepakatan antara Eksportir, Pemilik Barang,
dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas dengan importir.
30. Pembayaran di Muka (Advance Payment) adalah pembayaran
yang dilakukan oleh importir kepada Eksportir, Pemilik Barang,
dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas sebelum barang
dikapalkan, baik untuk seluruh (full payment) maupun sebagian
(partial payment) nilai barang.
B. KEWAJIBAN ...
5
B.
KEWAJIBAN PENERIMAAN DHE
1. Seluruh DHE wajib diterima melalui Bank Devisa dan harus
sesuai dengan Nilai PEB.
2. Kewajiban penerimaan DHE melalui Bank Devisa tidak berlaku
untuk:
a. DHE milik pemerintah yang diterima melalui Bank Indonesia;
atau
b. DHE yang diterima dalam bentuk uang tunai di dalam negeri
sepanjang menurut Bank Indonesia memenuhi aspek
kewajaran untuk dilakukan pembayaran dalam bentuk uang
tunai, antara lain dari aspek jumlah dan jenis transaksinya.
3. DHE yang diterima melalui Bank Devisa dapat dilakukan dalam
valuta yang berbeda dari yang tercantum pada dokumen PEB.
Contoh:
Dalam dokumen PEB, nilai ekspor perusahaan AW tercantum
sebesar USD500,000.00 (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat).
Perusahaan AW dapat menerima devisa dari hasil Ekspor
tersebut dalam valuta selain dolar Amerika Serikat, misalnya
euro, yen, dan/atau renminbi.
4. Penerimaan DHE melalui Bank Devisa wajib dilakukan paling
lambat pada akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB.
Contoh:
Perusahaan AW mengekspor barang ke luar negeri dengan
tanggal PEB 3 Mei 2014. Dalam hal ini, perusahaan AW wajib
menerima DHE melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 31
Agustus 2014.
5. Penerimaan DHE dengan cara pembayaran Usance L/C,
Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection, yang jatuh
temponya melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah
bulan pendaftaran PEB wajib dilakukan paling lama 14 (empat
belas) hari kalender setelah tanggal jatuh tempo pembayaran
yang bersangkutan. Penentuan jatuh tempo untuk masing-
masing cara pembayaran dimaksud diatur sebagai berikut:
a. Jatuh tempo Usance L/C adalah sesuai tenor yang tercantum
pada L/C.
Contoh: ...
6
Contoh:
Importir membuka Usance L/C yang jatuh tempo
pembayarannya 180 Hari setelah tanggal pengapalan barang
yang tercantum dalam bill of lading. Apabila tanggal
pengapalan barang adalah 9 Juli 2014 maka tanggal jatuh
tempo adalah 5 Januari 2015 sehingga DHE wajib diterima
melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 19 Januari 2015.
b. Jatuh tempo Konsinyasi adalah tanggal jatuh tempo
pembayaran oleh pembeli (buyer) kepada penerima barang
Konsinyasi (consignee) setelah barang Konsinyasi terjual oleh
penerima barang Konsinyasi (consignee).
Contoh:
Perusahaan AW melakukan kontrak jual beli barang
Konsinyasi. Barang Konsinyasi (dikirim bulan Juli 2014)
terjual tanggal 20 November 2014 dan dibayar oleh pembeli
(sesuai tanggal jatuh tempo pembayaran) tanggal 22
November 2014. Dalam hal ini DHE wajib diterima melalui
Bank Devisa paling lambat tanggal 6 Desember 2014.
c. Jatuh tempo Pembayaran Kemudian adalah waktu
pembayaran yang disepakati antara Eksportir, Pemilik
Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas dengan
importir setelah tanggal pengiriman barang.
Contoh:
Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri bulan April
2014 dengan perjanjian pembayaran akan dilakukan tanggal
10 September 2014. DHE wajib diterima melalui Bank Devisa
paling lambat tanggal 24 September 2014.
d. Jatuh tempo Collection adalah waktu bank penerima amanat
Collection menerima hasil penagihan dari importir.
Contoh:
Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri bulan Juni
2014 dan mempercayakan bank CE di luar negeri untuk
menagih importir. Bank CE menerima hasil penagihan tanggal
12 November 2014 maka DHE wajib diterima melalui Bank
Devisa paling lambat tanggal 26 November 2014.
6. Apabila ...
7
6. Apabila batas akhir penerimaan DHE jatuh pada hari libur,
maka DHE dapat diterima paling lambat pada Hari berikutnya.
Contoh:
Apabila batas waktu penerimaan DHE jatuh pada tanggal 15 Mei
2014 (hari Kamis) yang merupakan hari libur maka DHE dapat
diterima pada hari Jumat, tanggal 16 Mei 2014.
7. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, kewajiban Eksportir
terkait penerimaan DHE menjadi tanggung jawab Pemilik
Barang.
Contoh:
PJT melakukan Ekspor barang milik perusahaan AW. Dalam hal
ini, kewajiban penerimaan DHE menjadi tanggung jawab
perusahaan AW.
8. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, kewajiban penerimaan
DHE menjadi tanggung jawab Eksportir dan/atau Pihak Dalam
Kontrak Migas.
Contoh 1:
Dalam kontrak kerja sama Minyak Bumi, perusahaan TY
berperan sebagai operator, sementara perusahaan AP dan DT
berperan sebagai participating interest. Untuk setiap Ekspor
Minyak Bumi, PEB diterbitkan atas nama masing-masing
perusahaan sesuai dengan hasil lifting-nya. Dalam hal ini,
kewajiban penerimaan DHE menjadi tanggung jawab
perusahaan TY, perusahaan AP, dan perusahaan DT, selaku
Eksportir.
Contoh 2:
Dalam kontrak kerja sama Gas Bumi, perusahaan AZ berperan
sebagai operator, sementara perusahaan AS dan AB berperan
sebagai participating interest. Untuk setiap Ekspor gas yang
merupakan hasil joint lifting ketiga perusahaan tersebut, PEB
diterbitkan atas nama perusahaan AZ. Dalam hal ini, kewajiban
penerimaan DHE menjadi tanggung jawab perusahaan AZ
selaku Eksportir sekaligus Pihak Dalam Kontrak Migas dan
perusahaan AS serta perusahaan AB selaku Pihak Dalam
Kontrak Migas.
Contoh 3: ...
8
Contoh 3:
Dalam kontrak kerja sama Gas Bumi, perusahaan MN berperan
sebagai operator, sementara perusahaan IW dan SM berperan
sebagai participating interest. Untuk setiap Ekspor gas yang
merupakan hasil joint lifting ketiga perusahaan tersebut, PEB
diterbitkan atas nama perusahaan MQ selaku Eksportir yang
tidak memiliki hak atas hasil lifting. Dalam hal ini, kewajiban
penerimaan DHE menjadi tanggung jawab perusahaan MN,
perusahaan IW, dan perusahaan SM, selaku Pihak Dalam
Kontrak Migas.
9. Penerimaan DHE yang lebih kecil dari nilai PEB yang disebabkan
Netting antara tagihan Ekspor dengan kewajiban Eksportir hanya
diperbolehkan untuk Netting dengan pembayaran impor barang
terkait kegiatan Ekspor yang bersangkutan yang hanya
melibatkan 2 (dua) pihak.
10. Dalam hal melibatkan lebih dari 2 (dua) pihak, Netting antara
tagihan Ekspor dengan kewajiban Eksportir dalam bentuk impor
barang terkait kegiatan Ekspor yang bersangkutan, hanya
diperbolehkan apabila pihak-pihak dimaksud berada dalam 1
(satu) grup.
C.
PENYAMPAIAN INFORMASI, KETERANGAN, BUKTI TRANSAKSI
NETTING, DAN DOKUMEN PENDUKUNG
1. Eksportir harus menyampaikan informasi berupa data terkait
penerimaan DHE kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5
bulan berikutnya setelah DHE diterima untuk selanjutnya
diteruskan kepada Bank Indonesia dalam laporan rincian
transaksi Ekspor, yang meliputi paling kurang:
a. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Eksportir;
b. nama Eksportir;
c. Sandi Kantor Pabean;
d. Nomor PEB;
e. Tanggal PEB;
f. jenis valuta DHE;
g. nilai DHE;
h. Nilai ...
9
h. Nilai PEB; dan
i. keterangan, antara lain mengenai penyebab selisih antara
nilai DHE yang diterima dengan Nilai PEB.
Contoh:
Perusahaan AW menerima DHE melalui Bank Devisa pada
tanggal 17 Juli 2014. Dalam hal ini, perusahaan AW harus
menyampaikan informasi terkait penerimaan DHE tersebut
kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 Agustus 2014.
2. Dalam hal Eksportir bukan penerima DHE maka NPWP dan
nama Eksportir sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan
butir 1.b adalah NPWP dan nama penerima DHE.
Contoh 1:
Eksportir adalah perusahaan ES, AW, LM. Perusahaan FP,
selaku holding company yang berkedudukan di Indonesia,
menerima DHE yang berasal dari 3 (tiga) perusahaan tersebut.
Dalam hal ini NPWP dan nama yang dilaporkan dalam pelaporan
DHE melalui Bank Devisa adalah NPWP dan nama perusahaan
FP.
Contoh 2:
Perusahaan AW dan MQ menerima DHE melalui Bank Devisa
yang berasal dari satu PEB atas nama PJT DN. NPWP dan nama
yang dilaporkan dalam pelaporan DHE melalui Bank Devisa
masing-masing adalah NPWP dan nama perusahaan AW dan
MQ.
Contoh 3:
Perusahaan TG selaku operator serta perusahaan WB dan FT
selaku participating interest dalam kontrak kerja sama Minyak
dan Gas Bumi menerima DHE melalui Bank Devisa yang berasal
dari satu PEB atas nama perusahaan TG. NPWP dan nama yang
dilaporkan dalam pelaporan DHE melalui Bank Devisa masing-
masing adalah NPWP dan nama perusahaan TG, WB, dan FT.
3. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1
berlaku untuk PEB dengan nilai lebih besar dari USD10,000.00
(sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya.
4. Untuk ...
10
4. Untuk DHE yang diterima dalam bentuk uang tunai di dalam
negeri harus dibuktikan dengan Dokumen Pendukung yang
memadai.
Contoh:
Perusahaan AW melakukan Ekspor ke perusahaan WR di luar
negeri yang pembayarannya diterima dalam uang tunai untuk
disetor ke Bank Devisa. Dokumen Pendukung yang diperlukan
antara lain tanda terima pembayaran dan/atau fotokopi
rekening koran yang menunjukkan penyetoran uang tunai
tersebut.
5. Penyampaian Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 4 paling lambat tanggal 5
bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB dan berlaku
untuk PEB dengan nilai lebih besar dari USD10,000.00 (sepuluh
ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya.
6. Nilai DHE yang dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam butir
1.g adalah nilai DHE yang diterima oleh penerima DHE melalui
Bank Devisa.
7. Dalam hal valuta DHE sesuai dengan valuta PEB maka besarnya
selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dikonversikan ke
rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir
bulan pendaftaran PEB.
Contoh:
Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 2 Juni 2014 sebesar
EUR50,000.00 (lima puluh ribu euro) dan menerima DHE
tanggal 16 Juli 2014 sebesar EUR40,000.00 (empat puluh ribu
euro). Dalam hal ini selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai
PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia tanggal
30 Juni 2014 (Rp15.000,00/EUR) adalah sebesar
((EUR50,000.00 X Rp15.000,00/EUR) – (EUR40,000.00 X
Rp15.000,00/EUR)) = Rp150.000.000,00.
8. Dalam hal terdapat perbedaan valuta antara DHE dan PEB
maka besarnya selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB
dihitung setelah masing-masing valuta dikonversikan ke rupiah
dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir
bulan ...
11
bulan pendaftaran PEB.
Contoh:
Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 15 Juni 2014 sebesar
EUR50,000.00 (lima puluh ribu euro) dan menerima DHE
tanggal 22 Juli 2014 sebesar AUD40,000.00 (empat puluh ribu
dolar Australia). Dalam hal ini selisih kurang antara nilai DHE
dan Nilai PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank
Indonesia tanggal 30 Juni 2014 (Rp10.500,00/AUD) dan
(Rp15.000,00/EUR) adalah sebesar ((EUR50,000.00 X
Rp15.000,00/EUR) – (AUD40,000.00 X Rp10.500,00/AUD)) =
Rp330.000.000,00.
9. Dalam hal valuta DHE dan/atau PEB tidak terdapat dalam kurs
yang diumumkan Bank Indonesia maka besarnya selisih kurang
antara nilai DHE dan Nilai PEB dihitung dengan cara sebagai
berikut:
a. nilai DHE dan/atau PEB dalam masing-masing valuta
dikonversikan terlebih dahulu ke dolar Amerika Serikat
menggunakan kurs tengah Reuters pada akhir bulan
pendaftaran PEB;
b. hasil konversi dalam dolar Amerika Serikat sebagaimana
dimaksud pada huruf a dikonversikan ke rupiah dengan
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan
pendaftaran PEB untuk selanjutnya dihitung selisihnya.
Contoh:
Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 20 Juni 2014 sebesar
INR5,000,000.00 (lima juta rupee India) dan menerima DHE
tanggal 23 Juli 2014 sebesar INR4,000,000.00 (empat juta rupee
India). Berdasarkan kurs tengah Reuters tanggal 30 Juni 2014
(USD0.02/INR) dihitung nilai PEB sebesar (INR5,000,000.00 X
USD0.02/INR) = USD100,000.00 dan Nilai DHE sebesar
(INR4,000,000.00 X USD0.02/INR) = USD80,000.00. Dalam hal
ini selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dengan
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia tanggal 30 Juni 2014
(Rp11.000,00/USD) adalah sebesar ((USD100,000.00 X
Rp11.000,00/USD)) – (USD80,000.00 X Rp11.000,00/USD)) =
Rp220.000.000,00 ...
12
Rp220.000.000,00.
10. Dalam hal nilai DHE lebih kecil dari Nilai PEB dengan selisih
kurang paling banyak ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) maka nilai DHE yang diterima dianggap sesuai
dengan Nilai PEB sehingga Eksportir tidak perlu menyampaikan
Dokumen Pendukung.
11. Dalam hal selisih kurang nilai DHE dengan Nilai PEB lebih besar
dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang
disebabkan selisih kurs, diskon/rabat, biaya administrasi,
dan/atau biaya lainnya terkait perdagangan internasional
sehingga terdapat selisih kurang antara nilai DHE dan nilai PEB
paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai PEB maka nilai
DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila
Eksportir menyampaikan Dokumen Pendukung yang memadai.
Contoh:
Perusahaan AW melakukan ekspor dengan nilai yang tercantum
di PEB sebesar USD170,000.00 (seratus tujuh puluh ribu dolar
Amerika Serikat). DHE yang diterima sebesar USD160,000.00
(seratus enam puluh ribu dolar Amerika Serikat) setelah
dipotong biaya administrasi, rabat, dan biaya transportasi
barang dengan total sebesar USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar
Amerika Serikat) (5,9% dari Nilai PEB). Kurs tengah Bank
Indonesia pada akhir bulan pendaftaran PEB adalah
Rp11.500,00/USD maka selisih kurang antara nilai DHE dan
Nilai PEB dalam rupiah adalah sebesar ((USD170,000.00 X
Rp11.500,00/USD) – (USD160,000.00 X Rp11.500,00/USD)) =
Rp115.000.000,00. Dalam hal ini, penerimaan DHE dianggap
sesuai dengan Nilai PEB apabila perusahaan AW menyampaikan
Dokumen Pendukung yang dapat membuktikan adanya biaya
administrasi, rabat, dan biaya transportasi barang.
12. Dalam hal selisih kurang antara nilai DHE dengan Nilai PEB
lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) yang disebabkan Maklon, Jasa Perbaikan, Operational
Leasing, Financial Leasing, perbedaan harga barang, perbedaan
kualitas barang, perbedaan komposisi barang, dan perbedaan
kuantitas ...
13
kuantitas barang maka DHE yang diterima dianggap sesuai
dengan Nilai PEB apabila Eksportir menyampaikan Dokumen
Pendukung yang memadai.
Contoh :
Perusahaan AW menerima DHE sebesar USD534,000.00 (lima
ratus tiga puluh empat ribu dolar Amerika Serikat) atas
pengiriman barang dengan nilai PEB sebesar USD540,000.00
(lima ratus empat puluh ribu dolar Amerika Serikat). Dengan
demikian terdapat selisih sebesar USD6,000.00 (enam ribu dolar
Amerika Serikat). Selisih sebesar USD6,000.00 (enam ribu dolar
Amerika Serikat) tersebut berasal dari perbedaan harga barang
pada saat perjanjian Ekspor dengan harga pada saat barang
diterima (USD3,000.00 (tiga ribu dolar Amerika Serikat)) dan
perbedaan kualitas barang (USD3,000.00 (tiga ribu dolar
Amerika Serikat)). Kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan
pendaftaran PEB adalah Rp11.250,00/USD maka selisih kurang
antara nilai DHE dan Nilai PEB dalam rupiah adalah sebesar
((USD540,000.00 X Rp11.250,00/USD) – (USD534,000.00 X
Rp11.250,00/USD)) = Rp67.500.000,00. Mengingat selisih
kurang nilai DHE dengan Nilai PEB dalam rupiah lebih besar
dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) maka
penerimaan DHE dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila
Perusahaan AW menyampaikan Dokumen Pendukung yang
membuktikan perbedaan harga barang dan perbedaan kualitas
barang.
13. Dalam hal selisih kurang antara nilai DHE dari Nilai PEB untuk
Barang Tambang paling banyak 10% (sepuluh persen) dari Nilai
PEB yang disebabkan oleh perbedaan harga, kualitas,
komposisi, dan kuantitas barang maka nilai DHE yang diterima
dianggap sesuai dengan Nilai PEB dan Eksportir tidak perlu
menyampaikan Dokumen Pendukung.
Contoh:
Perusahaan AH melakukan Ekspor komoditas batubara dengan
Nilai PEB sebesar USD800,000.00 (delapan ratus ribu dolar
Amerika Serikat). DHE yang diterima sebesar USD750,000.00
(tujuh ...
14
(tujuh ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) karena
adanya perbedaan kualitas barang. Dengan demikian terdapat
selisih kurang sebesar USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar
Amerika Serikat) yaitu sebesar 6,25% (enam koma dua puluh
lima persen) dari Nilai PEB. Mengingat selisih kurang nilai DHE
dan Nilai PEB kurang dari 10% (sepuluh persen) maka nilai DHE
yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB dan
perusahaan AH tidak perlu menyampaikan Dokumen
Pendukung.
14. Dalam hal selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB untuk
Barang Tambang lebih besar dari 10% (sepuluh persen) dari
Nilai PEB yang disebabkan oleh perbedaan harga, kualitas,
komposisi, dan kuantitas barang maka nilai DHE yang diterima
dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Eksportir
menyampaikan Dokumen Pendukung yang memadai antara lain
berupa fotokopi invoice, certificate of analysis, dan/atau SWIFT
message.
Contoh:
Perusahaan AK melakukan ekspor komoditas timah dengan Nilai
PEB sebesar USD1,200,000.00 (satu juta dua ratus ribu dolar
Amerika Serikat). DHE yang diterima sebesar USD1,050,000.00
(satu juta lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) karena adanya
perbedaan perkiraan harga barang sewaktu pengisian PEB
dengan realisasi harga saat barang dibayar oleh importir.
Dengan demikian terdapat selisih kurang sebesar
USD150,000.00 (seratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat)
yaitu sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) dari Nilai
PEB. Mengingat selisih kurang nilai DHE dan Nilai PEB lebih
besar dari 10% (sepuluh persen) maka nilai DHE yang diterima
dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila perusahaan AK
menyampaikan Dokumen Pendukung yang memadai.
15. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 11,
angka 12 dan angka 14 disampaikan kepada Bank Devisa paling
lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah DHE diterima untuk
diteruskan kepada Bank Indonesia.
16. Nilai ...
15
16. Nilai PEB yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk
menghitung selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB
sebagaimana dimaksud pada angka 7, angka 8, angka 9, angka
10, angka 11, angak 12, angka 13, dan angka 14 adalah Nilai
PEB yang diterima dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(DJBC).
17. Dalam hal terdapat perbedaan antara Nilai PEB yang
disampaikan Eksportir dengan Nilai PEB yang diterima dari
DJBC sebagaimana dimaksud pada angka 16 maka Bank
Indonesia dapat memutuskan data PEB yang akan dijadikan
acuan pemenuhan ketentuan DHE.
18. Penerimaan nilai DHE yang lebih kecil dari Nilai PEB yang
disebabkan Netting antara tagihan Ekspor dengan kewajiban
Eksportir sebagaimana dimaksud dalam butir B.9 dan butir
B.10 dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Eksportir
menyampaikan bukti transaksi Netting yang memadai.
19. Bukti transaksi Netting sebagaimana dimaksud pada angka 18
harus disertai surat pernyataan bahwa:
a. barang yang diimpor digunakan dalam proses menghasilkan
barang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam butir B.9 dan
butir B.10; dan
b. pihak-pihak yang melakukan Netting antara tagihan ekspor
dengan kewajiban impor barang terkait kegiatan Ekspor yang
bersangkutan berada dalam 1 (satu) grup, dalam hal Netting
melibatkan lebih dari 2 (dua) pihak sebagaimana dimaksud
dalam butir B.10.
20. Penyampaian bukti transaksi Netting sebagaimana dimaksud
pada angka 18 dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud
pada angka 19 diatur sebagai berikut:
1) Untuk penerimaan DHE melalui Bank Devisa maka Eksportir
menyampaikan bukti transaksi Netting dan surat pernyataan
kepada Bank Devisa yang bersangkutan paling lambat tanggal
5 bulan berikutnya setelah DHE diterima.
2) Eksportir yang tidak menerima DHE melalui Bank Devisa
menyampaikan secara langsung bukti transaksi Netting dan
surat ...
16
surat pernyataan kepada Bank Indonesia paling lambat
tanggal 5 bulan keempat setelah bulan pendaftaran PEB atau
tanggal 5 bulan berikutnya setelah tanggal jatuh tempo
pembayaran.
21. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 4,
angka 11, angka 12, angka 14, angka 22, angka 24, dan angka
25, serta bukti transaksi Netting sebagaimana dimaksud pada
angka 18 yang berisi keterangan mengenai penyebab selisih
kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB, yaitu:
a. untuk selisih kurs, diskon/rabat, biaya administrasi,
dan/atau biaya lainnya terkait perdagangan internasional,
antara lain berupa invoice, SWIFT message/bukti transfer
lainnya dari Bank, dan/atau nota debet (debit note);
b. untuk Maklon, antara lain berupa kesepakatan atau
perjanjian dan/atau invoice terkait Maklon;
c. untuk Jasa Perbaikan, antara lain berupa kesepakatan atau
perjanjian dan/atau invoice terkait jasa perbaikan barang;
d. untuk Operational Leasing, antara lain berupa kesepakatan
atau perjanjian sewa guna usaha tanpa hak opsi untuk
membeli;
e. untuk Financial Leasing, antara lain berupa invoice dan/atau
kesepakatan atau perjanjian sewa guna usaha dengan hak
opsi untuk membeli;
f. untuk perbedaan penilaian harga barang, antara lain berupa
invoice, nota kredit (credit note), nota debet (debit note),
dan/atau keterangan dari importir dan/atau lembaga lain
terkait nilai barang yang diimpor;
g. untuk perbedaan komposisi, kualitas, dan/atau kuantitas
barang, antara lain berupa invoice, nota kredit (credit note),
nota debet (debit note), certificate of analysis, dan/atau
keterangan dari importir dan/atau lembaga lain terkait
barang yang diimpor;
h. untuk importir wanprestasi atau mengalami keadaan
memaksa (force majeure), antara lain berupa keterangan dari
importir ...
17
importir dan/atau lembaga lainnya yang terkait;
i. untuk importir pailit, antara lain berupa keterangan pailit
dari instansi/pihak yang berwenang di negara tempat
kedudukan importir;
j. untuk penerimaan DHE dalam bentuk uang tunai di dalam
negeri, antara lain berupa tanda terima pembayaran
dan/atau fotokopi rekening koran yang menunjukkan
penyetoran uang tunai ke Bank; dan/atau
k. untuk Netting terkait Ekspor sebagaimana dimaksud pada
angka 18, antara lain berupa rekapitulasi dan rincian netting
report (account receivable/account payable), kesepakatan
Netting, fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
dan/atau invoice.
22. Dalam hal penerimaan DHE dengan cara pembayaran Usance
L/C, Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection, yang
jatuh temponya melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan
setelah bulan pendaftaran PEB, Eksportir harus menyampaikan
Dokumen Pendukung kepada Bank Devisa paling lambat tanggal
5 bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB untuk
diteruskan kepada Bank Indonesia.
23. Dokumen Pendukung untuk cara pembayaran Usance L/C,
Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection sebagaimana
dimaksud pada angka 22 adalah sebagai berikut:
a. Usance L/C, antara lain berupa fotokopi SWIFT message
L/C, bill of lading, dan/atau packing list ;
b. Konsinyasi, antara lain berupa fotokopi dokumen
kesepakatan Konsinyasi dan/atau invoice consignee kepada
buyer;
c. Pembayaran Kemudian, antara lain berupa fotokopi
dokumen kesepakatan antara Eksportir dan importir;
d. Collection, antara lain berupa fotokopi dokumen
kesepakatan jual beli.
24. Untuk Penerimaan DHE dalam rangka Pembayaran di Muka
(Advance Payment), diatur sebagai berikut:
a.Eksportir ...
18
a. Eksportir harus menyampaikan keterangan dan data terkait
DHE-nya kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan
berikutnya setelah DHE diterima untuk diteruskan kepada
Bank Indonesia;
b. keterangan dan data sebagaimana dimaksud pada huruf a
meliputi NPWP dan nama Eksportir, serta keterangan
penerimaan uang muka sebagian atau uang muka penuh
atas nilai DHE yang diterima;
c. setelah barang diekspor, Eksportir harus menyampaikan
keterangan dan data terkait Ekspor-nya kepada Bank Devisa
paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan
pendaftaran PEB untuk diteruskan kepada Bank Indonesia;
d. keterangan dan data sebagaimana dimaksud pada huruf c
meliputi Tanggal PEB, Sandi Kantor Pabean, Nomor PEB,
Nilai PEB, dan nilai DHE yang merupakan nilai Pembayaran
di Muka yang telah diselesaikan dengan pengiriman barang;
e. dalam hal terdapat selisih kurang nilai DHE dan Nilai PEB
terkait pelunasan Pembayaran di Muka, Eksportir harus
menyampaikan Dokumen Pendukung.
25. Dalam hal importir wanprestasi, pailit, atau mengalami keadaan
memaksa (force majeure) sehingga menyebabkan selisih kurang
antara nilai DHE dengan Nilai PEB yang diterima lebih besar
dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) maka
Dokumen Pendukung yang memadai sebagaimana dimaksud
dalam butir 21.h atau butir 21.i disampaikan oleh Eksportir
kepada:
a. Bank Devisa apabila Eksportir menerima DHE melalui Bank
Devisa; atau
b. Bank Indonesia apabila Eksportir tidak menerima DHE atau
menerima DHE dalam bentuk uang tunai.
26. Penyampaian Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud
pada angka 25 dilakukan, dengan batas waktu sebagai berikut:
a. Untuk penerimaan DHE yang diperjanjikan kurang dari 3
(tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB, Dokumen
Pendukung ...
19
Pendukung disampaikan paling lambat akhir bulan ketiga
setelah bulan pendaftaran PEB.
b. Untuk penerimaan DHE yang diperjanjikan dengan cara
pembayaran menggunakan Usance L/C, Konsinyasi,
Pembayaran Kemudian, dan Collection yang jatuh temponya
melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan
pendaftaran PEB, Dokumen Pendukung disampaikan paling
lama 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal jatuh
tempo pembayaran.
27. Apabila batas akhir penyampaian informasi, keterangan,
Dokumen Pendukung, bukti transaksi Netting, serta surat
pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 5,
angka 15, angka 20, angka 22, angka 24, dan angka 26 jatuh
pada hari libur, maka penyampaian informasi, keterangan,
Dokumen Pendukung, bukti transaksi Netting, serta surat
pernyataan dilakukan paling lambat pada Hari berikutnya.
28. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT maka PJT harus:
a. menyampaikan fotokopi izin penyelenggaraan jasa titipan dari
instansi terkait; dan
b. mengisi lembar lanjutan khusus PJT secara akurat sesuai
dengan ketentuan kepabeanan yang berlaku dan menyampaikan
informasi PEB kepada Pemilik Barang dalam rangka pengisian
laporan rincian transaksi Ekspor oleh Pemilik Barang.
29. Pemilik barang sebagaimana tercantum dalam lembar lanjutan
PEB harus menyampaikan informasi, keterangan, Dokumen
Pendukung, bukti transaksi Netting, serta surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 4, angka 11, angka
12, angka 14, angka 18, angka 19, angka 22, angka 24, dan
angka 25.
30. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, Eksportir dan/atau
Pihak Dalam Kontrak Migas harus menyampaikan informasi,
keterangan, Dokumen Pendukung, bukti transaksi Netting, serta
surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka
4, angka 11, angka 12, angka 14, angka 18, angka 19, angka 22,
angka 24, dan angka 25.
31. Dalam...
20
31. Dalam rangka memastikan kepatuhan Eksportir, Pemilik Barang
dan Pihak Dalam Kontrak Migas terhadap pemenuhan
kewajiban penerimaan DHE, Bank Indonesia melakukan
penelitian terkait penerimaan DHE antara lain terhadap bukti,
catatan, Dokumen Pendukung, dan/atau informasi lain, dengan
atau tanpa melibatkan instansi terkait.
32. Dalam hal Eksportir, Pemilik Barang dan Pihak Dalam Kontrak
Migas tidak menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud pada angka 4, angka 11, angka 12, angka 14, angka
22, angka 24, dan angka 25, bukti transaksi Netting
sebagaimana dimaksud pada angka 18, dan/atau surat
pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 19 maka nilai
DHE yang diterima Eksportir dianggap tidak sesuai dengan PEB
dan Eksportir dianggap tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1, butir B.2.b, butir B.4, dan/atau butir
B.5.
D.
PENGENAAN SANKSI
1. Sanksi atas pelanggaran penerimaan DHE
a. Eksportir yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam butir B.1, butir B.2.b, butir
B.4, dan/atau butir B.5 dikenakan sanksi administratif
berupa denda sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai
nominal DHE yang belum diterima dengan nominal paling
banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk
satu bulan pendaftaran PEB.
b. Sanksi denda dikenakan dalam mata uang rupiah dan
dihitung dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia
yang berlaku 1 (satu) Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi
administratif berupa denda.
Contoh 1:
Perusahaan AW melakukan Ekspor pada bulan Juni 2014
dengan nilai ekspor sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar
Amerika Serikat) dan menerima DHE pada bulan Oktober
2014 sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat) ...
21
Serikat) (melewati akhir bulan ketiga setelah bulan
pendaftaran PEB, yaitu September 2014), dan perusahaan AW
tidak dapat memberikan dokumen pendukung yang memadai.
Apabila kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu)
Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp11.500,00 (sebelas ribu lima ratus rupiah)
maka perhitungan denda perusahaan AW sebesar (0,5% X
USD1,000,000.00 X Rp11.500,00) = Rp57.500.000,00.
Contoh 2:
Perusahaan AW melakukan Ekspor pada bulan Juni 2014
dalam 3 (tiga) PEB dengan total nilai Ekspor sebesar
USD3,500,000.00 (tiga juta lima ratus ribu dolar Amerika
Serikat). Sampai dengan akhir September 2014 (akhir bulan
ketiga setelah bulan pendaftaran PEB), total DHE yang belum
diterima adalah sebesar USD2,500,000.00 (dua juta lima
ratus ribu dolar Amerika Serikat) dan perusahaan AW tidak
dapat memberikan Dokumen Pendukung yang memadai.
Apabila kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu)
Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp11.600,00 (sebelas ribu enam ratus rupiah)
maka perhitungan denda perusahaan AW sebesar (0,5% X
USD2,500,000.00 X Rp11.600,00) = Rp145.000.000,00.
Mengingat perhitungan denda tersebut melebihi nilai denda
maksimal maka perusahaan AW dikenakan denda maksimal
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
c. Dalam hal terdapat perbedaan valuta antara nilai DHE
dengan Nilai PEB maka perhitungan sanksi administratif
berupa denda dihitung dengan cara sebagai berikut:
1) nilai DHE dikonversikan ke valuta PEB dengan
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir
bulan pendaftaran PEB sehingga diperoleh selisih kurang
dalam valuta PEB;
2) selisih kurang dalam valuta PEB sebagaimana dimaksud
pada angka 1) dikonversikan ke rupiah dengan
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1
(satu) ...
22
(satu) Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi
administratif berupa denda;
3) sanksi administratif berupa denda (0,5% (nol koma lima
persen)) dalam valuta rupiah dihitung terhadap selisih
kurang sebagaimana dimaksud pada angka 2).
Contoh:
Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 15 Juni 2014
dengan nilai yang tercantum pada PEB sebesar EUR50,000.00
(lima puluh ribu euro). Sampai dengan akhir September 2014
(akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB),
Perusahaan AW hanya menerima DHE sebesar AUD40,000.00
(empat puluh ribu dolar Australia) dan perusahaan AW tidak
dapat memberikan Dokumen Pendukung yang memadai
terhadap nilai DHE yang belum diterima. Dengan kurs tengah
Bank Indonesia pada akhir bulan Juni 2014 sebesar
EUR0.7/AUD dan pada 1 (satu) Hari sebelum tanggal
pengenaan sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp15.500,00/EUR, perhitungan denda perusahaan AW
sebagai berikut:
- Selisih kurang dalam valuta PEB dengan menggunakan
kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan Juni 2014 =
EUR50,000.00 – (AUD40,000.00 X EUR0.7/AUD) =
EUR22,000.00
- Selisih kurang dalam valuta rupiah dengan menggunakan
kurs tengah yang berlaku 1 Hari sebelum tanggal
pengenaan sanksi administratif berupa denda =
EUR22,000.00 X Rp15.500,00/EUR = Rp341.000.000,00
- Sanksi administratif berupa denda sebesar = 0,5% X
Rp341.000.000,00 = Rp1.705.000,00
d. Dalam hal valuta DHE dan/atau PEB tidak terdapat dalam
kurs yang diumumkan Bank Indonesia, maka perhitungan
sanksi administratif berupa denda dihitung dengan cara
sebagai berikut:
1) nilai DHE dan/atau PEB dalam masing-masing valuta
dikonversikan terlebih dahulu ke valuta dolar Amerika
Serikat ...
23
Serikat dengan menggunakan kurs tengah Reuters pada
akhir bulan pendaftaran PEB sehingga diperoleh selisih
kurang dalam valuta dolar Amerika Serikat;
2) selisih kurang dalam dolar Amerika Serikat sebagaimana
dimaksud pada angka 1) dikonversikan ke rupiah dengan
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1
(satu) Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi
administratif berupa denda;
3) sanksi administratif berupa denda (0,5% (nol koma lima
persen)) dalam mata uang rupiah dihitung terhadap selisih
kurang sebagaimana dimaksud pada angka 2).
Contoh:
Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 20 Juli 2014
sebesar INR5,000,000.00 (lima juta rupee India). Sampai
dengan akhir Oktober 2014 (akhir bulan ketiga setelah bulan
pendaftaran PEB), Perusahaan AW hanya menerima DHE
sebesar INR4,500,000.00 (empat juta lima ratus ribu rupee
India) dan perusahaan AW tidak dapat memberikan Dokumen
Pendukung yang memadai terhadap nilai DHE yang belum
diterima. Dengan kurs tengah Reuters pada akhir bulan Juli
2014 sebesar (USD0.025/INR) dan kurs tengah Bank
Indonesia pada 1 (satu) Hari sebelum tanggal pengenaan
sanksi administratif berupa denda sebesar
(Rp11.000,00/USD), perhitungan denda perusahaan AW
sebagai berikut:
- Selisih kurang dalam valuta USD dengan menggunakan
kurs tengah Reuters pada akhir bulan Juli 2014 =
(INR5,000,000.00 X USD0.025/INR) – (INR4,500,000.00 X
USD0.025/INR) = USD125,000.00
- Selisih kurang dalam valuta rupiah dengan menggunakan
kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 Hari sebelum
tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda =
USD125,000.00
X
Rp1.375.000.000,00
- Sanksi administratif berupa denda sebesar = 0,5% X
Rp1.375.000.000,00 ...
Rp11.000,00/USD =
24
Rp1.375.000.000,00 = Rp6.875.000,00
e. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT maka sanksi denda
sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan kepada
Pemilik Barang.
f. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi maka sanksi denda
sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan kepada
Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas.
g. Pembayaran sanksi denda tidak menggugurkan kewajiban
penerimaan DHE oleh Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau
Pihak Dalam Kontrak Migas, sebagaimana dimaksud dalam
butir B.1.
h. Eksportir dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan
Ekspor sesuai dengan peraturan perundang-undangan
mengenai kepabeanan dan peraturan perundang-undangan
terkait yang berlaku, dalam hal:
1) Eksportir belum menerima seluruh DHE sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir B.4
dan/atau butir B.5 serta belum membayar sanksi
administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam
butir D.1.a;
2) Eksportir belum menerima seluruh DHE sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b walaupun
sebagian DHE telah diterima dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir
B.5 serta belum membayar sanksi administratif berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.a;
3) Eksportir belum menerima seluruh DHE sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir B.4
dan/atau butir B.5 namun sudah membayar sanksi
administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam
butir D.1.a;
4) Eksportir belum menerima seluruh DHE sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b walaupun
sebagian ...
25
sebagian DHE telah diterima dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir
B.5 serta sudah membayar sanksi administratif berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.a;
5) Eksportir sudah menerima seluruh DHE sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b namun
melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
butir B.4 dan/atau butir B.5 serta belum membayar sanksi
administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam
butir D.1.a;
i. Dalam hal Ekspor dilakukan oleh PJT, sanksi penangguhan
sebagaimana dimaksud pada huruf h dikenakan kepada
Pemilik Barang.
j. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, sanksi
penangguhan sebagaimana dimaksud pada huruf h
dikenakan kepada Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak
Migas.
2. Tata Cara Pengenaan Sanksi
a. Bank Indonesia menyampaikan surat pemantauan terkait
penerimaan DHE untuk PEB yang telah jatuh tempo namun
penerimaan DHE-nya belum memenuhi ketentuan
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
b. Surat pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a
disampaikan kepada Eksportir dengan alamat sebagaimana
tercantum antara lain dalam Nomor Identitas Kepabeanan
(NIK).
c. Dalam hal Ekspor dilakukan oleh PJT, surat pemantauan
sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada
Pemilik Barang.
d. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, surat pemantauan
sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan ke alamat
Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas.
e. Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak
Migas harus menyampaikan tanggapan atas surat
pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam
jangka ...
26
jangka waktu sebagaimana tercantum dalam surat
pemantauan.
f. Dalam hal Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam
Kontrak Migas tidak menyampaikan tanggapan atas surat
pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf e atau
Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak
Migas menyampaikan tanggapan namun dianggap belum
memadai, Bank Indonesia menyampaikan surat pengenaan
sanksi administratif berupa denda kepada Eksportir, Pemilik
Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas.
g. Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak
Migas dapat menyampaikan tanggapan atas surat pengenaan
sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf f disertai dokumen
pendukung dalam jangka waktu sebagaimana tercantum
dalam surat pengenaan sanksi administratif berupa denda.
h. Dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia atas
Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf g,
sebagian dari PEB sebagaimana dimaksud pada huruf a telah
memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia ini dan Eksportir belum membayar
sanksi administratif berupa denda atas surat pengenaan
sanksi denda sebagaimana dimaksud pada huruf f, Bank
Indonesia menyampaikan surat perubahan pengenaan sanksi
administratif berupa denda.
i. Dalam surat perubahan pengenaan sanksi administratif
berupa denda sebagaimana dimaksud pada huruf h dimuat
jangka waktu pembayaran sanksi administratif berupa denda.
j. Surat perubahan pengenaan sanksi administratif berupa
denda sebagaimana dimaksud pada huruf h disampaikan oleh
Bank Indonesia setelah Eksportir menyampaikan surat
permohonan terkait perubahan pengenaan sanksi
administratif berupa denda.
k. Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak
Migas yang dikenakan sanksi administratif berupa denda,
membayar sanksi tersebut ke rekening Bank Indonesia dalam
jangka ...
27
jangka waktu yang tercantum dalam surat pengenaan sanksi
administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada
huruf f atau huruf h.
l. Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak
Migas yang dikenakan sanksi administrasi berupa denda
harus menyampaikan kepada Bank Indonesia:
1) bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda
dalam hal Eksportir sudah menerima seluruh DHE melalui
Bank Devisa namun melampaui jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir
B.5; atau
2) fotokopi bukti penerimaan DHE melalui Bank Devisa dan
bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda
dalam hal Eksportir belum menerima seluruh DHE melalui
Bank Devisa sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.
m. Dalam hal Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam
Kontrak Migas dikenakan sanksi penangguhan atas
pelayanan Ekspor sebagaimana dimaksud butir D.1.h Bank
Indonesia menyampaikan permintaan pengenaan sanksi
penangguhan atas pelayanan Ekspor melalui surat kepada
DJBC dengan tembusan kepada Eksportir, Pemilik Barang,
dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas.
E.
PEMBEBASAN SANKSI
1. Pembebasan sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud dalam butir D.1.a dilakukan setelah Eksportir
menyampaikan surat permohonan terkait pengenaan sanksi
administratif berupa denda disertai dengan bukti pemenuhan
kewajiban penerimaan DHE dan berdasarkan penelitian Bank
Indonesia Eksportir tidak melakukan pelanggaran terhadap
pemenuhan kewajiban penerimaan DHE.
2. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, pembebasan sanksi
administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada angka 1
diberikan kepada pemilik barang.
3. Dalam ...
28
3. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, pembebasan sanksi
administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada angka 1
diberikan kepada Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak
Migas.
4. Pembebasan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor
dilakukan dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia
terhadap bukti-bukti yang disampaikan setelah dikenakannya
sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor sebagaimana
dimaksud dalam butir D.1.h, Eksportir:
a. telah menyampaikan bukti penerimaan seluruh DHE
sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir B.4
dan/atau butir B.5;
b. telah menyampaikan bukti pembayaran sanksi denda dalam
hal melakukan pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir B.5; atau
c. telah menyampaikan bukti pembayaran sanksi denda
sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.a dan bukti
penerimaan seluruh DHE sebagaimana dimaksud dalam butir
B.1 dan/atau butir B.2.b dalam hal melakukan pelanggaran
terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir B.1,
butir B.2.b, butir B.4 dan/atau butir B.5.
F.
TATA CARA PEMBEBASAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA
DENDA
1. Bank Indonesia melakukan penelitian atas bukti penerimaan
DHE yang disampaikan oleh Eksportir.
2. Bukti sebagaimana dimaksud pada angka 1 antara lain berupa
fotokopi SWIFT message, credit advice, atau rekening koran.
3. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, bukti penerimaan DHE
sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan oleh Pemilik
Barang kepada Bank Indonesia.
4. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, bukti penerimaan DHE
sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan oleh
Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas kepada Bank
Indonesia ...
29
Indonesia.
G.
TATA CARA PEMBEBASAN SANKSI PENANGGUHAN ATAS
PELAYANAN EKSPOR
1. Bank Indonesia melakukan penelitian atas bukti penerimaan
DHE dan/atau bukti pembayaran sanksi denda yang
disampaikan oleh Eksportir.
2. Apabila menurut hasil penelitian Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada angka 1 tidak terdapat pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir B.1., butir B.2 b., butir B.4.,
dan butir B.5, Bank Indonesia menyampaikan permintaan
pembebasan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor kepada
DJBC dengan tembusan kepada Eksportir.
3. Bukti sebagaimana dimaksud pada angka 1 antara lain berupa
fotokopi SWIFT message, credit advice, rekening koran, dan/atau
bukti transfer pembayaran sanksi denda kepada Bank Indonesia.
4. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT:
a. bukti penerimaan DHE dan/atau bukti pembayaran sanksi
denda sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan
oleh Pemilik Barang kepada Bank Indonesia.
b. tembusan surat permintaan pembebasan sanksi penangguhan
atas pelayanan Ekspor sebagaimana dimaksud pada angka 2
disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Pemilik Barang.
5. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi:
a. bukti penerimaan DHE dan/atau bukti pembayaran sanksi
denda sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan
oleh Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas kepada
Bank Indonesia.
b. tembusan surat permintaan pembebasan sanksi penangguhan
atas pelayanan Ekspor sebagaimana dimaksud pada angka 2
disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Eksportir dan/atau
Pihak Dalam Kontrak Migas kepada Bank Indonesia.
H.
ALAMAT SURAT MENYURAT DAN HELP DESK
1. Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank
Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini
ditujukan ...
30
ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
c.q. Divisi Devisa Hasil Ekspor
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt.16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
E-mail: tsm-dhe@bi.go.id
Telepon: (021) 29810000, ext. 2488
2. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan
komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media
lainnya.
I. KETENTUAN PERALIHAN
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/9/DSM tanggal 27 Maret
2013 perihal Penerimaan Devisa Hasil Ekspor masih berlaku untuk
pemenuhan kewajiban penerimaan DHE yang timbul dari PEB yang
terbit sampai dengan akhir bulan Mei 2014.
J. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/9/DSM tanggal 27 Maret 2013
perihal Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni
2014.
Agar ...
31
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
PERRY WARJIYO
DEPUTI GUBERNUR
32
LAMPIRAN
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/9/DSta TANGGAL 26 MEI 2014
PERIHAL
PENERIMAAN DEVISA HASIL EKSPOR
CONTOH
SURAT PERNYATAAN
TERKAIT NETTING PENERIMAAN DEVISA HASIL EKSPOR (DHE)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
Alamat
Jabatan
:
:
:
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama:
Nama Perusahaan :
NPWP
:
Alamat Perusahaan :
dengan ini menyatakan bahwa:
1. Seluruh impor barang yang nilainya diperhitungkan secara netting
dengan tagihan ekspor barang untuk PEB bulan ..........merupakan
barang terkait kegiatan ekspor.
2. Pihak-pihak berikut ini *):
a. ………………………………
b. ………………………………
c. ………………………………
merupakan pihak-pihak yang berada dalam 1 (satu) grup.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan saya
bersedia menerima segala tindakan atau keputusan yang diambil Bank
Indonesia apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar.
(Kota), (tanggal, bulan, tahun)
Yang Membuat Pernyataan
Materai
Rp6.000
(Nama lengkap)
* Diisi apabila netting dilakukan dengan lebih dari 2 pihak yang berada dalam satu grup
33
Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA,
PERRY WARJIYO
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/9/DSta|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> PENERIMAAN DEVISA HASIL EKSPOR </reg_title>
<set_date> 26 Mei 2014 </set_date>
<effective_date> 1 Juni 2014 </effective_date>
<replaced_reg> '15/9/DSM|SE-BI/2013' </replaced_reg>
<related_reg> '16/10/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Huruf D' </penalty_list>
|
Peraturan ini mengubah; - SE No.5/10/DPM Tgl.10-06-2003
BANK INDONIESTA
No.5/ 16 /DPM Jakarta, 6 Agustus 2003
SURAT EDARAN
Perihal : Perubahan Surat Edaran No.5/10/DPM Tanggal 10 Juni 2003 tentang
Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam
Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi Pasar Terbuka
Mennjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18
November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 126; Tambahan Lombaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4243) dan Surat Edaran Bank Indonesia No.5/10/DPM tanggal 10
Juni 2003, dipandang perhu untuk melakukan perubahan terhadap ketentuan butir
IV.2. Surat Edaran Bank Indonesia No.5/10/DPM tanggal 10 Juni 2003 sehingga
menjadi berbunyi sebagai berikut
2. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi FASBI dengan cara
mendebet sebesar nilai tunai transaksi FASBI yang diterima pada Rekening
Giro milik Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dengan
ketentuan
a. Bank yang mengajukan penawaran transaksi FASBI secara langsung hanya
bertanggung jawab pada jumlah FASBI yang diterima untuk kepentingan
sendiri; dan
b. Bank yang mengajukan penawaran transaksi FASBI melalui Bank lain atau
Pialang bertanggung jawab atas jumlah transaksi FASBI yang diajukan
untuk kepentingan Bank yang bersangkutan.
Ketentuan ..2op
8-10048 - 4501-2-97-7J
BANK INDONESIA
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 19 Aqustus 2003.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintalkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA, 29%Y
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
81-101 (48)-1507-2-97-73
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/16/DPM|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Surat Edaran No.5/10/DPM Tanggal 10 Juni 2003 tentang Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 6 Agustus 2003 </set_date>
<effective_date> 19 Agustus 2003 </effective_date>
<changed_reg> '5/10/DPM|SE-BI/2003' </changed_reg>
<related_reg> '5/10/DPM|SE-BI/2003', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
|
No. 8/ 33 /DASP
Jakarta, 20 Desember 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PESERTA KLIRING
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan
Cek/Bilyet Giro Kosong
---------------------------------------------------------------------------
Dalam transaksi pembayaran dengan menggunakan instrumen Cek
dan/atau Bilyet Giro, kadang-kadang timbul permasalahan likuiditas jangka
pendek (short term liquidity mismatch) pada Penarik yang dapat menyebabkan
terjadinya Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. Namun demikian,
Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang mengalami short term liquidity
mismatch terutama yang beritikad baik, dapat segera melakukan pelunasan
pembayaran dengan cara yang disepakati dengan pihak lawan transaksinya
(Pemegang), antara lain melalui pembayaran:
1. secara tunai;
2. transfer dana; atau
3. penyetoran sejumlah dana yang cukup oleh Penarik di Rekening Gironya
sehingga jika Pemegang melakukan pengkliringan kembali Cek dan/atau
Bilyet Giro yang sebelumnya telah ditolak dengan alasan kosong, Cek
dan/atau Bilyet Giro dimaksud tidak ditolak.
Sementara …
2
Sementara itu, ketentuan mengenai batas waktu 15 (lima belas) hari kerja
bagi Tertarik untuk menyampaikan permohonan pembatalan atas penolakan Cek
dan/atau Bilyet Giro Kosong kepada Bank Indonesia dirasakan kurang memadai
akibat adanya berbagai kondisi di lapangan yang menyebabkan batas waktu
penyampaian permohonan dimaksud seringkali terlampaui oleh Tertarik dan/atau
Penarik.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk
melakukan perubahan atas Surat Edaran Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000
perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Surat Edaran No. 8/17/DASP tanggal 25 Juli 2006, sebagai
berikut:
I. Diantara Angka V.1 dan V.2, disisipkan 1 (satu) angka yaitu Angka V.1.A
yang berbunyi sebagai berikut:
V.1.A Permohonan pembatalan terhadap penolakan Cek dan/atau Bilyet
Giro Kosong kepada Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana
tersebut pada angka 1 di atas juga dapat dilakukan oleh Tertarik jika
terbukti kewajiban Penarik atas Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro
Kosong kepada Pemegang telah diselesaikan oleh Penarik atau pihak
lain dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal
penolakan.
Pemberian jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal
penolakan dianggap telah memberikan kesempatan yang memadai
bagi Penarik yang beritikad baik yang karena short term liquidity
mismatch, Cek dan/atau Bilyet Gironya ditolak dengan alasan saldo
Rekening atau Rekening Khusus tidak cukup dan diperhitungkan
sebagai Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong untuk
menyelesaikan kewajibannya. Pemberian jangka waktu 7 (tujuh) hari
kerja tersebut tidak mengurangi kewajiban Penarik untuk
menyelesaikan …
3
menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada Pemegang sesuai
dengan jangka waktu pembayaran yang sebelumnya telah disepakati
oleh kedua belah pihak. Dalam hal keterlambatan pembayaran
sebagai akibat Cek dan/atau Bilyet Giro Penarik ditolak karena
alasan kosong menyebabkan kerugian bagi Pemegang, pelunasan
kewajiban Penarik dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut tidak
mengurangi hak Pemegang Cek dan/atau Bilyet Giro untuk menuntut
kompensasi kepada Penarik sesuai dengan hukum dan/atau
perjanjian yang telah ada atau akan disepakati oleh para pihak.
II. Ketentuan angka V.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Permohonan pembatalan atas penolakan pengunjukan Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong dengan alasan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dan angka 1.A dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Permohonan diajukan secara tertulis oleh Tertarik kepada Bank
Indonesia yang Mewilayahi dengan melampirkan:
1) bukti-bukti tertulis yang mendukung kesalahan
administrasi Tertarik sebagaimana dimaksud pada angka 1
yang telah dilegalisir oleh pejabat Tertarik yang
berwenang, antara lain fotokopi Rekening koran Nasabah
dan/atau fotokopi perjanjian standing instruction; dan/atau
2) bukti tertulis yang menyatakan bahwa kewajiban
pembayaran yang belum terselesaikan sebagai akibat dari
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong telah
diselesaikan oleh Penarik atau pihak lain dalam jangka
waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal penolakan
sebagaimana dimaksud pada angka 1.A, antara lain
berupa:
a) Pernyataan …
4
a) Pernyataan tertulis di atas materai yang cukup yang
ditandatangani oleh Penarik dan Pemegang yang
menyatakan bahwa kewajiban pembayaran atas Cek
dan/atau Bilyet Giro yang telah ditolak dengan alasan
kosong telah diselesaikan. Pernyataan tertulis tersebut
paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
(1) identitas Penarik (nama, alamat, tempat dan
tanggal lahir serta nomor KTP, SIM atau
Paspor);
(2) identitas Pemegang (nama, alamat, tempat dan
tanggal lahir serta KTP, SIM atau Paspor);
(3) nomor Cek dan/atau Bilyet Giro;
(4) nilai nominal Cek dan/atau Bilyet Giro;
(5) tanggal penolakan dalam kliring. Dalam hal Cek
dan/atau Bilyet Giro yang sama diunjukkan
berulang-ulang maka tanggal penolakan yang
dicantumkan adalah tanggal penolakan Cek
dan/atau Bilyet Giro yang diunjukkan pertama
kali;
(6) tanggal penyelesaian pembayaran; dan
(7) cara penyelesaian pembayaran, misalnya
pembayaran tunai atau transfer;
b) Fotokopi KTP, SIM atau Paspor Pemegang dan
Penarik; dan
c) Fisik Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak dengan
alasan kosong dan telah diselesaikan pembayarannya;
atau
d) Dalam …
5
d) Dalam hal fisik Cek dan/atau Bilyet Giro yang
ditolak dengan alasan kosong sebagaimana dimaksud
pada huruf c) tidak dapat dilampirkan karena suatu
hal, permohonan pembatalan harus disertai dengan
bukti penyelesaian pembayaran atas Cek dan/atau
Bilyet Giro yang telah ditolak dengan alasan kosong,
antara lain berupa:
(1) asli kuitansi penerimaan pembayaran yang
ditandatangani Pemegang;
(2) bukti transfer atau setoran tunai ke Rekening
Pemegang untuk penyelesaian pembayaran
melalui transfer/setoran ke Bank; dan/atau
(3) fotokopi Rekening koran Penarik yang
menunjukkan telah diselesaikannya kewajiban
Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong
tersebut melalui kliring, dan telah dilegalisir
oleh pejabat Tertarik.
b. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat
diajukan sepanjang nama Penarik masih tercatat dalam Tata
Usaha Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong atau Daftar
Hitam yang masih berlaku.
c. Dalam menyetujui atau menolak permohonan pembatalan dari
Tertarik sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 1.A,
Bank Indonesia paling kurang melakukan analisa berdasarkan
kebenaran formal yang terdapat pada bukti-bukti yang telah
disampaikan oleh Tertarik.
d. Kebenaran …
6
d. Kebenaran dokumen secara material dan segala konsekuensi
yang timbul akibat adanya permohonan pembatalan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 sepenuhnya merupakan
tanggung jawab Tertarik yang bersangkutan, dan kebenaran
dokumen secara material serta segala konsekuensi yang timbul
akibat adanya permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud
pada angka 1.A sepenuhnya merupakan tanggung jawab
Penarik yang bersangkutan.
III. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 20 Desember
2006
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDI SISWANTO
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/33/DASP|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong </reg_title>
<set_date> 20 Desember 2006 </set_date>
<effective_date> 20 Desember 2006 </effective_date>
<changed_reg> '2/10/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg>
<extension_of> '8/17/DASP|SE-BI/2006' </extension_of>
<related_reg> '8/17/DASP|SE-BI/2006', '2/10/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
|
No. 5/32 /DPNP
Jakarta, 4 Desember 2003
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
3/29/DPNP perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah
--------------------------------------------------------------------------
Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003
tanggal 17 Oktober 2003 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
(Know Your Customer Principles) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4325), maka perlu
dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/29/DPNP
tanggal 13 Desember 2001 perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah, yaitu terhadap Pedoman Standar Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah yang merupakan lampiran Surat Edaran tersebut. Perubahan
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengganti …
1. Mengganti seluruh istilah transaksi yang mencurigakan yang tercantum
dalam Pedoman Standar dimaksud menjadi Transaksi Keuangan
Mencurigakan;
2. Mengubah penyampaian laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang
semula ditujukan kepada Bank Indonesia menjadi kepada Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);
3. Mengubah Bab II huruf B angka 6;
4. Mengubah alinea terakhir dalam Bab II huruf B;
5. Menyisipkan ketentuan baru dalam Bab II huruf C diantara angka 4 dan
angka 5 menjadi angka 4a;
6. Mengubah Bab IV huruf B angka 4;
7. Mengubah Bab IV huruf B angka 5;
8. Menghapus alinea kedua dari Bab IV huruf B angka 6;
9. Mengubah Bab IV huruf C angka 1;
10. Menambahkan ketentuan baru dalam Bab IV huruf C setelah angka 2
menjadi angka 3;
11. Mengubah Bab IV huruf D angka 4;
12. Menyempurnakan pengertian Legal Risk, Money Laundering (Pencucian
Uang), Operational Risk, Reputational Risk, Shell Companies, Transaksi
Keuangan Mencurigakan dan Walk-in Customer, yang tercantum dalam
Glossary;
13. Menambahkan pengertian Shell Banks dalam Glossary;
sehingga keseluruhan Pedoman Standar Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah
menjadi sebagaimana lampiran Surat Edaran ini.
Ketentuan ...
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 4
Desember 2003.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Ttd.
NELSON TAMPUBOLON
Direktur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/32/DPNP|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/29/DPNP perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah </reg_title>
<set_date> 4 Desember 2003 </set_date>
<effective_date> 4 Desember 2003 </effective_date>
<changed_reg> '3/29/DPNP|SE-BI/2001' </changed_reg>
<related_reg> '5/21/PBI/2003', '3/10/PBI/2001', '3/29/DPNP|SE-BI/2001' </related_reg>
|
N0.5/25/DPNP
Jakarta, 23 Oktober 2003
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang
dijamin Pemerintah
Menunjuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan
Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/5/PBI/2001 tanggal 22 Maret 2001
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 23; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4082) serta
memperhatikan Surat Badan Penyehatan Perbankan Nasional kepada Bank
Indonesia Nomor PROG-2345/BPPN/0700 tanggal 28 Juli 2000 perihal
Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku
Bunga Pasar Uang Antar Bank yang dijamin oleh Pemerintah, maka
ketentuan mengenai marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin
oleh Pemerintah diubah menjadi sebagai berikut :
a. dalam Rupiah ditetapkan sebesar 0 (nol) basis point; dan
b. dalam valuta asing ditetapkan sebesar 0 (nol) basis point,
di atas rata-rata suku bunga deposito berjangka dari bank-bank anggota
JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia.
- 2 -
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 5/11 /DPNP tanggal 26 Juni 2003 perihal Penetapan Marjin
Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah dinyatakan
tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 1
November 2003.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA
Ttd.
NELSON TAMPUBOLON
DIREKTUR PENELITIAN
DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/25/DPNP|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah </reg_title>
<set_date> 23 Oktober 2003 </set_date>
<effective_date> 1 November 2003 </effective_date>
<replaced_reg> '5/11/DPNP|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', '3/5/PBI/2001', 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000' </related_reg>
|
No. 10/ 39 /DPM
Jakarta, 14 November 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4912), sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/30/PBI/2008 tanggal 14 November
2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 175, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4923), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai
fasilitas pendanaan jangka pendek bagi Bank umum sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan :
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional.
2. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut FPJP adalah
fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi
kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami oleh Bank.
3. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami Bank
yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil
dibandingkan ...
2
dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch) dalam Rupiah sehingga
Bank tidak dapat memenuhi kewajiban Giro Wajib Minimum Rupiah.
4. Giro Wajib Minimum Rupiah yang selanjutnya disebut GWM adalah
GWM sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
GWM Rupiah.
5. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek.
6. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga
yang berupa surat pengakuan hutang dalam mata uang Rupiah yang
dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
7. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN atau Sukuk
Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip
syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik
dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing.
8. Obligasi Korporasi adalah surat utang yang diterbitkan secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah oleh badan usaha milik
negara atau badan usaha swasta dan ditatausahakan di Kustodian Sentral
Efek Indonesia (KSEI).
9. Aset Kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar
peserta dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara
seketika per transaksi secara individual.
11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya ...
3
penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
12. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta yang memiliki
rekening surat berharga di BI-SSSS.
13. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia
melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan
nasabah.
14. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing
serta perantara pedagang efek yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia sebagai Dealer Utama.
15. BI-Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan
kepada publik.
II. PERSYARATAN FPJP
1. Bank yang dapat mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP
adalah Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan
memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang
memadai.
2. Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1 wajib memiliki rasio Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (Capital Adequacy Ratio) positif
berdasarkan perhitungan Bank Indonesia.
3. FPJP diberikan paling banyak sebesar plafon FPJP yang dihitung
berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas sampai dengan Bank
memenuhi GWM sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan hasil
analisis Bank Indonesia atas proyeksi arus kas 14 (empat belas) hari
kedepan yang disampaikan oleh Bank.
4. Pencairan ...
4
4. Pencairan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian sebesar
kebutuhan Bank untuk memenuhi kewajiban GWM selama memenuhi
plafon dan jangka waktu FPJP yang disetujui.
5. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut :
a. Jangka waktu setiap FPJP paling lama 14 (empat belas) hari, yang
dinyatakan dalam hari kalender. Dalam hal FPJP memiliki tanggal
jatuh tempo yang bertepatan dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur
nasional maka penyelesaian FPJP jatuh tempo adalah pada hari kerja
berikutnya.
b. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan
jangka waktu FPJP keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari
kalender yang dihitung sejak pertama kali Bank memanfaatkan FPJP.
6. Bank menjamin FPJP dengan agunan milik Bank berupa SBI, SUN, SBSN,
Obligasi Korporasi dan/atau Aset Kredit dengan ketentuan :
a. Dalam hal agunan berupa SBI, SUN dan/atau SBSN :
1) nilai jual SBI, nilai pasar SUN dan/atau nilai pasar SBSN yang
diagunkan ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagaimana
ketentuan butir V.1.a dan butir V.1.b; dan
2) pada tanggal FPJP jatuh tempo, SBI, SUN dan/atau SBSN yang
diagunkan memiliki sisa jangka waktu :
a) paling singkat 2 (dua) hari kerja untuk SBI;
b) paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja untuk SBSN dan SUN.
b. Dalam hal agunan berupa Obligasi Korporasi :
1) pada saat permohonan atau perpanjangan FPJP memiliki sisa
jangka waktu paling kurang 90 (sembilan puluh) hari;
2) aktif diperdagangkan yaitu pernah diperdagangkan di Bursa Efek
Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir; dan
3) memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat (notch) teratas
pada 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan hasil penilaian lembaga
pemeringkat ...
5
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku.
c. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit :
1) memiliki kolektibilitas lancar selama 3 (tiga) bulan terakhir;
Kolektibilitas adalah kualitas kredit yang dilaporkan Bank ke
dalam Sistem Informasi Debitur (SID). Penetapan kualitas Aset
Kredit harus dilakukan Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terakhir yang dilakukan
Bank Indonesia terdapat perbedaaan dengan kualitas Aset Kredit
yang telah dilaporkan Bank maka kualitas Aset Kredit yang
digunakan adalah yang berdasarkan hasil pemeriksaan Bank
Indonesia.
2) bukan merupakan kredit yang sedang dalam rekstrukturisasi.
Restrukturisasi dimaksud dilakukan terhadap debitur yang
mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum;
3) bukan merupakan kredit konsumsi kecuali Kredit Pemilikan
Rumah (KPR);
4) bukan merupakan kredit kepada pihak terkait Bank sesuai dengan
kriteria sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank
Umum pada saat diberikan;
5) sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling cepat 3 (tiga) bulan
dari saat persetujuan FPJP;
6) baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan
BMPK pada saat diberikan; dan
7). memiliki ...
6
7) memiliki perjanjian kredit dan pengikatan agunan yang
mempunyai kekuatan hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
7. Obligasi Korporasi hanya dapat dijadikan agunan FPJP dalam hal :
a. Bank tidak memiliki SBI, SUN dan SBSN; atau
b. Bank memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir a
namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJP.
8. Aset Kredit hanya dapat dijadikan agunan FPJP dalam hal :
a. Bank tidak memiliki SBI, SUN, SBSN dan Obligasi Korporasi; atau
b. Bank memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir a
namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJP.
9. Jangka waktu pengikatan agunan FPJP ditetapkan sebagai berikut :
a. Jatuh tempo pengikatan agunan FPJP untuk agunan berupa SBI, SUN,
SBSN dan Obligasi Korporasi adalah 10 (sepuluh) hari kerja setelah
FPJP jatuh tempo.
b. Dalam hal terjadi pelunasan FPJP pada saat jatuh tempo, maka
pengikatan agunan FPJP berupa SBI, SUN, SBSN dan Obligasi
Korporasi dapat dilepas (release) pada 1 (satu) hari kerja setelah FPJP
dilunasi.
10. Dalam rangka penggunaan FPJP, Bank dapat melakukan perpanjangan
FPJP yang jatuh tempo dengan ketentuan :
a. Bank melunasi biaya bunga FPJP jatuh tempo terlebih dahulu;
b. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan
arus kas selama 14 (empat belas) hari ke depan;
c. Bank memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi
persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini;
d. Bank memiliki Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(Capital Adequacy Ratio/CAR) positif berdasarkan perhitungan Bank
Indonesia; dan
e. Penggunaan ...
7
e. Penggunaan FPJP belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari
berturut-turut.
11. Dalam rangka perpanjangan penggunaan FPJP sebagaimana dimaksud
dalam butir 10, nominal FPJP jatuh tempo diperhitungkan dengan plafon
FPJP baru dengan memperhatikan ketentuan penggunaan FPJP
sebagaimana dimaksud pada butir 3, butir 5 dan butir 9.
12. Bank tidak dapat memperpanjang FPJP dalam hal atas perpanjangan FPJP
dimaksud mengakibatkan terlampauinya jangka waktu maksimum FPJP
selama 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud pada butir 5.b.
13. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang digunakan Bank
dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar BI-Rate ditambah dengan 100
(seratus) basis poin.
14. Jumlah FPJP yang dikenakan biaya bunga sebagaimana dimaksud pada
butir 13 adalah sebesar pencairan FPJP harian.
III. PENGAJUAN FPJP
1. Bank dapat mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP pada pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB pada setiap hari kerja.
2. Permohonan atau perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 1
disampaikan melalui surat permohonan atau perpanjangan FPJP
sebagaimana contoh pada Lampiran-1, disertai dengan dokumen :
a. surat pernyataan yang ditandatangani oleh direksi Bank yang
berwenang sesuai Anggaran Dasar Bank yang berlaku yang terdiri
dari:
1) surat pernyataan Bank yang menyatakan bahwa Bank mengalami
kesulitan likuiditas disertai dengan penjelasan mengenai penyebab
dialaminya kesulitan likuiditas dan upaya yang telah dilakukan
untuk mengatasi kesulitan likuiditas;
2) surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJP
tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan,
tidak ...
8
tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa dan memenuhi
seluruh persyaratan agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang FPJP bagi Bank Umum
sebagaimana contoh Lampiran-2;
3) surat pernyataan kesanggupan Bank untuk membayar segala
kewajiban terkait FPJP pada saat jatuh tempo sebagaimana contoh
Lampiran-3;
4) surat pernyataan Bank mengenai kebenaran dan kelengkapan data
dan dokumen yang disampaikan termasuk namun tidak terbatas
pada kualitas kredit dan agunan yang menyertainya sebagaimana
contoh Lampiran-4;
5) surat pernyataan bahwa penggunaan aset Bank sebagai agunan
FPJP telah mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris atau dari
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai Anggaran Dasar
Bank;
b. dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan likuiditas, paling kurang
berupa proyeksi arus kas selama 14 (empat belas) hari ke depan
dengan contoh format proyeksi arus kas sebagaimana Lampiran-5;
c. daftar aset yang menjadi agunan FPJP yang memuat antara lain
informasi mengenai jenis, seri, nilai nominal dan harga pasar SBI,
SUN, SBSN, Obligasi Korporasi dan/atau Aset Kredit;
d. Akta Perjanjian Pemberian FPJP sebagaimana contoh Lampiran-6
yang telah diisi oleh Bank dan dibubuhi materai cukup yang akan
ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan
Anggaran Dasar Bank bersangkutan bersama pejabat Bank Indonesia
di hadapan Notaris;
e. Akta Gadai sebagaimana contoh Lampiran-7 yang telah diisi oleh
Bank dan dibubuhi materai cukup yang akan ditandatangani oleh
Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank
bersangkutan ...
9
bersangkutan bersama pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris,
dalam hal agunan yang diberikan berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau
Obligasi Korporasi;
f. Akta Jaminan Fidusia sebagaimana contoh Lampiran-8 yang telah diisi
oleh Bank dan dibubuhi materai cukup yang akan ditandatangani oleh
Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank
bersangkutan bersama pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris,
dalam hal agunan yang diberikan berupa Aset Kredit;
g. Addendum Perjanjian Pemberian FPJP sebagaimana contoh dalam
Lampiran-9 yang telah diisi oleh Bank dan dibubuhi materai cukup
yang akan ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai
dengan Anggaran Dasar Bank bersangkutan bersama pejabat Bank
Indonesia di hadapan Notaris, dalam hal Bank mengajukan
perpanjangan FPJP, penambahan agunan, penggantian agunan
dan/atau jumlah FPJP;
h. bukti bahwa SBI, SUN dan/atau SBSN telah diagunkan (pledge) di BI-
SSSS berupa print-out hasil pengagunan, dalam hal agunan FPJP yang
diberikan berupa SBI, SUN dan/atau SBSN; dan
i. konfirmasi pemblokiran agunan dari KSEI dan hasil pemeringkatan
dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia, dalam hal
agunan FPJP yang diberikan berupa Obligasi Korporasi.
3. Dalam hal agunan adalah SBI, SUN dan/atau SBSN, mekanisme
pengagunan sebagaimana dimaksud pada butir 2.h dilakukan sesuai
mekanisme setelmen transaksi agunan (pledge) pada ketentuan BI-SSSS
dengan counterparty Bank Indonesia (INDOIDJA930).
4. Surat permohonan atau perpanjangan FPJP yang dilengkapi dengan
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada butir 2 dan/atau butir
IV.5, disampaikan kepada:
a. Bank ...
10
a. Bank Indonesia cq. Biro Operasi Moneter, Direktorat Pengelolaan
Moneter (BOpM-DPM), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350
dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank (DPB) terkait;
atau
b. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat dalam hal Bank yang
mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja KBI dengan
tembusan kepada BOpM-DPM.
5. Dalam rangka pengikatan agunan berupa Aset Kredit, dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.6. disampaikan kepada :
a. Bank Indonesia cq. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU);
b. KBI setempat dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat
di wilayah kerja KBI.
6. Dalam hal dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 5
belum lengkap dan belum sesuai dengan daftar Aset Kredit, Bank harus
segera melengkapi.
7. Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia sebagaimana
dimaksud pada butir 2.e dan butir 2.f dilakukan bersamaan dengan
pengikatan Perjanjian Pemberian FPJP.
8. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses pengikatan perjanjian FPJP,
pengikatan agunan, penambahan atau penggantian agunan dan/atau jumlah
FPJP sebagaimana dimaksud pada butir 2.d, butir 2.e, butir 2.f dan butir
2.g adalah menjadi beban Bank penerima FPJP.
9. Bank menyampaikan surat perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud
pada butir 2 paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo
FPJP.
IV. PENGAJUAN ...
11
IV. PENGAJUAN DAN PENGIKATAN ASET KREDIT SEBAGAI AGUNAN
FPJP
1. Bank harus memelihara dan menatausahakan secara tersendiri daftar Aset
Kredit beserta dokumen-dokumen pendukungnya yang sewaktu-waktu
dapat digunakan sebagai agunan FPJP.
2. Dalam hal Bank menilai akan menghadapi kesulitan likuiditas akibat
mismatch dan Bank tidak memiliki surat berharga atau surat berharga yang
dimiliki tidak mencukupi sebagai agunan FPJP sehingga perlu
menggunakan Aset Kredit maka Bank harus menyampaikan daftar Aset
Kredit sebagaimana contoh pada Lampiran-10, baik dalam bentuk
hardcopy maupun softcopy dalam bentuk excel, kepada Bank Indonesia cq.
DPB terkait atau KBI, dalam hal Bank yang berkantor pusat di wilayah
KBI.
3. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk
menyampaikan dokumen pendukung antara lain fotokopi perjanjian kredit,
fotokopi bukti pengikatan agunan Aset Kredit dan/atau fotokopi bukti
kepemilikan atas aset yang menjadi agunan kredit Bank.
4. Dalam hal menurut Bank Indonesia kredit yang tercantum dalam daftar
Aset Kredit yang diajukan oleh Bank sebelumnya tidak mencukupi
dan/atau tidak memenuhi kriteria agunan FPJP, Bank harus mengajukan
daftar Aset Kredit baru.
5. Pada saat Bank mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP
sebagaimana dimaksud pada butir III.2 dengan agunan Aset Kredit, Bank
harus menyampaikan dokumen antara lain berupa :
a. daftar Aset Kredit yang akan diagunkan berikut uraian sebagaimana
contoh dalam Lampiran-10 baik dalam bentuk hardcopy maupun
softcopy dalam bentuk excel;
b. surat ...
12
b. surat pernyataan yang ditandatangani oleh direksi atau pejabat Bank
yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang berlaku
yang memuat pernyataan :
1) bahwa Aset Kredit yang diajukan adalah KPR, dalam hal terdapat
KPR yang digunakan sebagai agunan FPJP;
2) bahwa Aset Kredit yang diajukan sebagai agunan FPJP memiliki
agunan;
3) bahwa Aset Kredit yang diajukan sebagai agunan FPJP belum
pernah direstrukturisasi;
4) bahwa sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling cepat 3 (tiga)
bulan dari saat persetujuan FPJP;
5) bahwa baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit
dan BMPK pada saat diberikan;
6) bahwa Aset Kredit yang diagunkan memiliki perjanjian kredit dan
pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum;
7) bahwa Aset Kredit yang diagunkan bukan merupakan kredit
kepada pihak terkait Bank; dan
8) bahwa kolektibilitas Aset Kredit yang diajukan untuk menjadi
agunan FPJP adalah benar tergolong kualitas lancar selama 3
(tiga) bulan terakhir sebagaimana dilaporkan dalam SID dan tidak
terdapat perbedaan kolektibilitas dengan Bank Indonesia dalam
pemeriksaan terakhir.
6. Dalam rangka keperluan pengikatan agunan FPJP, Bank menyampaikan :
a. dokumen asli perjanjian kredit antara Bank dan debitur;
b. dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit antara Bank
dan debitur;
c. bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan kredit Bank;
d. dokumen asli hasil penilaian terakhir agunan; dan
e. dokumen asli polis asuransi agunan.
7. Obyek ...
13
7. Obyek jaminan fidusia yang dijaminkan Bank kepada Bank Indonesia
mencakup :
a. hak tagih Bank yang timbul dari perjanjian kredit antara Bank dengan
debitur;
b. segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih Bank antara lain
namun tidak terbatas pada pendapatan bunga dan klaim asuransi
kredit; dan
c. rekening penampungan (escrow account), jika pendapatan Bank
tersebut dimasukkan dalam 1 (satu) rekening penampungan (escrow
account).
8. Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor
Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan Bank pemberi fidusia.
9. Penatausahaan dokumen Aset Kredit
a. Penatausahaan dokumen Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP oleh
Bank Indonesia cq. DKBU atau Bank Indonesia cq. KBI dapat
dilakukan dengan cara penyimpanan oleh Bank Indonesia atau Bank
Indonesia dapat meminta Bank penerima FPJP untuk menyimpan dan
menatausahakan dokumen Aset Kredit tersebut secara tersendiri
sebagai titipan dari Bank Indonesia.
b. Penyimpanan dokumen oleh Bank Indonesia dapat dilakukan pada
pihak lain misalnya perusahaan penyimpanan arsip atas biaya Bank.
c. Dalam hal dokumen disimpan oleh Bank maka Bank harus memelihara
kelengkapan dan keakuratannya. Dalam hal terdapat permintaan Bank
Indonesia, Bank harus segera menyampaikan dokumen atas Aset
Kredit yang menjadi agunan FPJP dimaksud baik kepada Bank
Indonesia atau kepada pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
V. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP
1. Perhitungan nilai agunan FPJP adalah sebagai berikut :
a. Dalam hal agunan berupa SBI :
1) nilai ...
14
1) nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat permohonan
FPJP awal atau perpanjangan FPJP;
2) nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) ditetapkan
sebesar 100% (seratus per seratus) dari plafon FPJP, atau
perpanjangan FPJP;
3) nilai jual SBI sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dihitung
berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBI sebagaimana
tercantum dalam BI-SSSS;
4) harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat
penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI.
b. Dalam hal agunan berupa SUN dan/atau SBSN:
1) nilai agunan didasarkan pada nilai pasar SUN dan/atau nilai pasar
SBSN pada saat permohonan atau perpanjangan FPJP.
2) nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) ditetapkan
sebesar 105% (seratus lima per seratus) dari plafon FPJP saat
permohonan atau perpanjangan FPJP.
3) nilai pasar SUN dan/atau nilai pasar SBSN sebagaimana dimaksud
dalam butir 1) dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri
SUN dan/atau SBSN sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS.
4) harga setiap seri SUN dan SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia
dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan
seri SUN dan SBSN yang diagunkan.
c. Dalam hal agunan berupa Obligasi Korporasi
1) nilai agunan didasarkan pada nilai pasar Obligasi Korporasi pada
saat permohonan atau perpanjangan FPJP.
2) nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) ditetapkan
paling kurang sebesar :
a) 135%...
15
a) 135% (seratus tiga puluh lima per seratus) dari plafon FPJP
pada saat permohonan atau perpanjangan FPJP untuk Obligasi
Korporasi dengan peringkat teratas.
b) 140% (seratus empat puluh per seratus) dari plafon FPJP pada
saat permohonan atau perpanjangan FPJP untuk Obligasi
Korporasi dengan peringkat ke dua teratas.
c) 145% (seratus empat puluh lima per seratus) dari plafon FPJP
pada saat permohonan atau perpanjangan FPJP untuk Obligasi
Korporasi dengan peringkat ke tiga teratas.
3) nilai pasar Obligasi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam butir
1) dihitung berdasarkan harga transaksi terkini di Bursa Efek
Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir.
d. Contoh perhitungan nilai agunan dalam bentuk SBI, SUN, SBSN
dan/atau Obligasi Korporasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran-
11.
e. Dalam hal Bank menggunakan SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi
Korporasi sebagai agunan FPJP, maka ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir a, butir b dan butir c diterapkan untuk masing-
masing jenis surat berharga yang diagunkan.
f. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit :
nilai baki debet (outstanding) Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP
tersebut ditetapkan paling kurang 150% (seratus lima puluh per
seratus) dari plafon FPJP. Apabila terdapat kredit dalam valuta asing
maka konversi ke dalam mata uang Rupiah dilakukan dengan kurs
tengah Bank Indonesia. Baki debet yang digunakan sebagai dasar
perhitungan adalah baki debet 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal
penyampaian permohonan atau perpanjangan FPJP.
2. Bank ...
16
2. Bank melakukan penilaian terhadap agunan FPJP secara harian dan
menyampaikan hasil penilaian dimaksud paling lambat pukul 12.00 waktu
setempat kepada :
a. Bank Indonesia cq. BOpM-DPM dengan tembusan kepada DPB
terkait; atau
b. KBI dengan tembusan kepada Bank Indonesia cq. BOpM-DPM dalam
hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja
KBI.
3. Penyampaian hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada butir 2
disampaikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy (dalam bentuk disket
atau compact disc) dengan format sebagaimana contoh pada Lampiran-12.
4. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada butir 2 dicocokkan dengan
penilaian yang dilakukan oleh Bank Indonesia cq. BOpM-DPM dalam hal
agunan berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Korporasi.
5. Dalam hal terdapat perbedaan data sebagaimana dimaksud pada butir 4,
yang digunakan adalah hasil penilaian yang dilakukan oleh Bank
Indonesia.
6. Dalam hal berdasarkan penilaian agunan FPJP sebagaimana dimaksud
pada butir 2 dan butir 3 tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
ketentuan PBI tentang FPJP Bagi Bank Umum, Bank wajib menambah
dan/atau mengganti agunan FPJPsehingga nilai agunan FPJP paling kurang
sebesar plafon FPJP yang disetujui dengan memperhatikan ketentuan butir
II.6, butir II.7 dan butir II.8.
7. Bank Indonesia meminta Bank untuk menambah dan/atau mengganti
agunan FPJP dalam hal berdasarkan penilaian Bank Indonesia nilai agunan
tidak dapat mencukupi sesuai plafon FPJP yang disetujui.
8. Dalam hal agunan FPJP pengganti dan/atau penambah berupa SBI, SUN,
SBSB, Obligasi Korporasi penambahan dan/atau penggantian agunan FPJP
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
a. Bank ...
17
a. Bank menyampaikan perubahan daftar aset yang menjadi agunan
FPJP;
b. Bank menyampaikan bukti pengagunan (pledge) SBI, SUN dan/atau
SBSN berupa print out hasil pengagunan di BI-SSSS;
c. Bank menyampaikan konfirmasi pemblokiran Obligasi Korporasi dari
KSEI dan hasil pemeringkatan Obligasi Korporasi lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia;
d. Penyampaian perubahan daftar aset, bukti pengagunan dan konfirmasi
pemblokiran sebagaimana dimaksud pada butir a, butir b dan butir c
disampaikan kepada Bank Indonesia cq. BOpM-DPM dengan
tembusan kepada DPB terkait atau KBI dalam hal Bank yang
mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja KBI;
e. Mekanisme penambahan dan/atau penggantian agunan FPJP dilakukan
melalui Addendum Perjanjian Pemberian FPJP dan Akta Gadai.
9. Dalam hal agunan FPJP pengganti dan/atau penambah berupa Aset Kredit
penambahan dan/atau penggantian agunan FPJP dilakukan oleh Bank
dengan menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.6 kepada :
a. Bank Indonesia cq. DKBU; atau
b. KBI dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di
wilayah kerja KBI.
10. Dalam hal agunan yang diserahkan Bank untuk menambah dan/atau
mengganti agunan FPJP tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud PBI tentang FPJP Bagi Bank Umum, maka Bank Indonesia akan
mengurangi plafon FPJP sesuai nilai agunan.
11. Dalam hal agunan yang diserahkan Bank untuk menambah dan/atau
mengganti agunan FPJP tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud PBI tentang FPJP Bagi Bank Umum dan Bank telah
menggunakan FPJP sejumlah plafon FPJP, Bank Indonesia akan mendebet
Rekening ...
18
Rekening Giro Bank di Bank Indonesia sebesar selisih pencairan FPJP
dengan kekurangan agunan FPJP.
12. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan agunan yang
telah diagunkan sebelumnya, sepanjang nilai agunan dimaksud masih
memenuhi persyaratan dan perhitungan nilai agunan.
VI. PERSETUJUAN FPJP
1. Bank Indonesia meneliti setiap pengajuan FPJP yang disampaikan Bank
setelah Bank melengkapi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran
ini.
2. Bank Indonesia menyetujui permohonan FPJP dalam hal :
a. Bank memenuhi persyaratan permohonan FPJP sebagaimana
ketentuan Surat Edaran ini;
b. Bank memenuhi persyaratan kelengkapan dokuman permohonan FPJP
sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini;
c. Berdasarkan analisis Bank Indonesia, diperkirakan bahwa Bank tidak
dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas
selama 14 (empat belas) hari ke depan yang disampaikan oleh Bank.
3. Bank Indonesia menyetujui perpanjangan FPJP dalam hal :
a. Bank memenuhi persyaratan perpanjangan FPJP sebagaimana
ketentuan Surat Edaran ini;
b. Bank memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen perpanjangan
FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan
c. Bank memenuhi persyaratan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir
II.10;
4. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan atau perpanjangan
FPJP, Bank Indonesia dan Bank menandatangani Perjanjian Pemberian
FPJP atau Addendum Perjanjian Pemberian FPJP, Akta Gadai dan/atau
Akta Jaminan Fidusia.
5. Bank ...
19
5. Bank Indonesia mencairkan pemberian FPJP dengan mengkredit rekening
giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sebesar selisih
kekurangan GWM melalui Sistem BI-RTGS pada setiap akhir hari selama
jangka waktu FPJP dan sepanjang kekurangan GWM tersebut tidak
melebihi plafon FPJP yang disetujui.
6. Bank Indonesia menolak permohonan atau perpanjangan FPJP yang tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 2 atau butir 3.
7. Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan atau
perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir 6 kepada Bank
melalui surat yang didahului dengan pemberitahuan melalui telepon.
VII. PELUNASAN FPJP
1. Dalam hal selama jangka waktu pemberian FPJP saldo rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melebihi kewajiban GWM, Bank
Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar kelebihan
tersebut sebagai pelunasan keseluruhan atau sebagian nominal FPJP.
2. Pada tanggal FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia dengan mendahulukan pembayaran biaya
bunga FPJP kemudian pelunasan nominal FPJP.
3. Pendebetan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan oleh Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar biaya bunga FPJP jatuh tempo
yang dilakukan pada awal hari dan pendebetan sebesar nominal FPJP jatuh
tempo yang dilakukan paling cepat pada pukul 16.00 WIB.
4. Pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada butir 3 dilakukan sampai dengan rekening giro Bank
bersaldo nihil.
5. Dalam hal setelah dilakukan pendebetan sebagaimana dimaksud pada butir
4 saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi
untuk membayar seluruh biaya bunga dan/atau nominal FPJP sampai
dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS dan Bank tidak lagi memenuhi
persyaratan ...
20
persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia
akan melakukan eksekusi agunan.
VIII. EKSEKUSI AGUNAN FPJP
1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP dalam hal
FPJP jatuh tempo dan saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
tidak mencukupi untuk membayar biaya bunga dan nominal FPJP dan
Bank tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan
FPJP.
2. Bank Indonesia melakukan proses eksekusi agunan SBI, SUN, SBSN
dan/atau Obligasi Korporasi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
kondisi sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dengan cara sebagai berikut :
a. Dalam hal agunan berupa SBI, eksekusi agunan dilakukan dengan cara
pelunasan SBI sebelum jatuh tempo (early redemption).
b. Dalam hal agunan berupa SUN, SBSN dan/atau Obligasi Korporasi :
1) eksekusi agunan dilakukan dengan cara penjualan agunan melalui
Pialang berdasarkan harga penawaran yang terbaik;
2) setelmen penjualan agunan sebagaimana dimaksud pada butir 1)
dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah penjualan
agunan (T+2);
3) dalam hal Pialang tidak berhasil melakukan penjualan sampai
dengan 5 (lima) hari kerja setelah FPJP jatuh tempo, Bank
Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
sebesar nominal FPJP ditambah biaya bunga FPJP dan biaya lain
terkait dengan pelaksanaan eksekusi agunan; dan
4) dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada butir 3) tidak mencukupi, agunan
Bank yang tidak terjual tersebut akan tetap menjadi agunan FPJP
sampai dengan Bank dapat melunasi nilai nominal FPJP ditambah
biaya bunga FPJP dan biaya lain terkait dengan pemberian FPJP.
3. Dalam ...
21
3. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, eksekusi agunan dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
a. menjual hak tagih atas dasar Sertifikat Jaminan Fidusia;
b. menjual hak tagih atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan; atau
c. menjual di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
4. Eksekusi agunan SUN dan SBSN sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank atau perorangan yang
telah memiliki rekening penatausahaan surat berharga di Sub-Registry.
b. Pada hari pelaksanaan eksekusi agunan, Pialang memberikan laporan
kepada Bank Indonesia c.q. BOpM-DPM yang meliputi nama calon
pembeli, kuantitas dan harga penawaran yang diajukan calon pembeli
paling lambat sampai dengan pukul 16.00 WIB melalui BI-SSSS
dan/atau faksimili.
c. Bank Indonesia akan mengumumkan calon pembeli agunan yang
penawarannya diterima melalui Pialang.
d. Bank pembeli agunan atau perseorangan yang bertindak sebagai
pembeli agunan melalui Sub-Registry melakukan setelmen pada 1
(satu) hari kerja setelah diumumkan sebagai pembeli agunan oleh
Bank Indonesia.
5. Eksekusi agunan Aset Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir 3
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Eksekusi agunan dapat dilakukan oleh Bank Indonesia cq. DKBU atau
Bank Indonesia cq. KBI, atau Bank Indonesia dapat meminta Bank
untuk melaksanakan eksekusi atas agunan FPJP berupa hak tagih atas
Aset ...
22
Aset Kredit baik dengan cara melakukan penjualan melalui pelelangan
umum maupun penjualan secara langsung oleh Bank.
b. Dalam hal eksekusi dilakukan oleh Bank maka Bank harus
menyampaikan rencana pelaksanaan eksekusi agunan berupa hak tagih
atas Aset Kredit tersebut serta melaporkan realisasi eksekusi agunan
dimaksud kepada Bank Indonesia cq. DKBU atau Bank Indonesia cq.
KBI dengan tembusan kepada Bank Indonesia cq. DPM dan DPB
terkait.
c. Bank harus menyetorkan hasil eksekusi agunan tersebut kepada Bank
Indonesia dengan cara penyetoran ke rekening nomor 564.000617
”Rekening Untuk Penampungan Hasil Eksekusi Agunan FPJP” di
Bank Indonesia.
6. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP.
7. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi
beban Bank penerima FPJP dan Bank Indonesia akan melakukan
pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia.
8. Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan biaya bunga
FPJP yang besarnya dihitung berdasarkan nominal FPJP yang belum
dilunasi dan tingkat bunga FPJP terakhir.
9. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari nominal FPJP ditambah
dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi agunan, Bank
Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
sebesar kelebihan nilai dimaksud.
10. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari nominal FPJP ditambah
dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, Bank
Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar
kekurangan nilai dimaksud.
11. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk
pendebetan sebagaimana dimaksud dalam butir 10, Bank wajib menyetor
tambahan ...
23
tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada Bank
Indonesia.
IX. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia menetapkan Bank penerima FPJP dalam pengawasan
khusus dan terhadapnya berlaku ketentuan Bank Indonesia mengenai
Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank.
2. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan (post audit) terhadap Bank
atas kebenaran dokumen dan data/informasi yang disampaikan Bank serta
penggunaan FPJP, termasuk pemeriksaan atas agunan FPJP yang
disampaikan oleh Bank.
3. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan tertentu
guna penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak melakukan tindakan
tertentu yang dapat menambah kesulitan likuiditas Bank.
4. Bank Indonesia dapat mengurangi plafon FPJP atau menghentikan FPJP
sebelum jatuh tempo apabila ditemukan hal sebagai berikut:
a. Pengurangan plafon FPJP dilakukan dalam hal nilai agunan FPJP
mengalami penurunan dan tidak terdapat penambahan atau penggantian
agunan dari Bank sehingga nilai agunan tidak mencukupi.
b. Penghentian FPJP dilakukan dalam hal Bank tidak memenuhi ketentuan
sebagai Bank penerima FPJP sebagaimana diatur dalam PBI tentang
FPJP bagi Bank umum.
5. Bank wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action
plan) untuk mengatasi kesulitan likuiditas kepada Bank Indonesia cq. DPB
terkait atau KBI setempat paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah
pencairan FPJP.
6. Bank wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia cq. DPB
terkait atau KBI setempat mengenai penggunaan FPJP dan kondisi
likuiditas Bank pada setiap akhir hari kerja.
X. SANKSI ...
24
X. SANKSI
1. Dalam hal Bank tidak melunasi FPJP dan/atau melakukan pelanggaran atas
ketentuan dalam Surat Edaran ini dan/atau berdasarkan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada butir IX.2 diketahui adanya penyimpangan
penggunaan FPJP, maka Bank dapat dikenakan sanksi berupa :
a.
tidak dapat menerima FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan
b. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2)
Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 antara
lain berupa teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan
kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian
pengurus Bank.
2. Dalam hal Pengurus Bank, Pemegang Saham Pengendali dan pejabat
eksekutif Bank dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah
yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap ketentuan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dan atau memberikan keterangan
atau dokumen yang diwajibkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
secara tidak benar, selain dikenakan sanksi sebagaimana pada Pasal 19
dikenakan juga sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 49 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
XI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 10/25/DPM tanggal 14 Juli 2008 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal
14 November 2008.
Agar ...
25
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/39/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 14 November 2008 </set_date>
<effective_date> 14 November 2008 </effective_date>
<replaced_reg> '10/25/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '10/26/PBI/2008', '10/30/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
|
1
No. 14/34/DASP
Jakarta, 27 November 2012
S U R A T E D A R A N
Perihal
: Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5275) dan dalam rangka meningkatkan
aspek perlindungan konsumen pengguna Kartu Kredit di Indonesia
serta mendukung praktek pemberian Kartu Kredit yang lebih
memperhatikan manajemen risiko pemberian kredit, perlu untuk
mengatur mengenai batas maksimum suku bunga Kartu Kredit dalam
Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut:
1. Batas maksimum suku bunga Kartu Kredit yang wajib diterapkan
oleh Penerbit Kartu Kredit adalah sebesar 2,95% (dua koma
sembilan puluh lima persen) per bulan atau 35,40% (tiga puluh
lima koma empat puluh persen) per tahun:
2. Batas maksimum suku bunga Kartu Kredit sebagaimana dimaksud
pada angka 1 berlaku baik untuk transaksi pembelanjaan maupun
transaksi tarik tunai.
3. Bank Indonesia dapat mengubah batas maksimum suku bunga
Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan
mempertimbangkan, antara lain:
a. indikator perekonomian seperti BI rate;
b. struktur …
2
b. struktur biaya Kartu Kredit yang meliputi biaya dana (cost of
fund), biaya operasional dan pengelolaan risiko kredit oleh
Penerbit (risk premium); dan/atau
c. praktek suku bunga yang dikenakan oleh Penerbit.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
1 Januari 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA,
BOEDI ARMANTO
KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/34/DASP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit. </reg_title>
<set_date> 27 November 2012 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2013 </effective_date>
<related_reg> '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 12/ 21 /DPM
Jakarta, 2 Agustus 2010
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/45/DPD
tanggal 15 September 2005 perihal Transaksi Derivatif
Sehubungan dengan penyempurnaan organisasi di Bank Indonesia,
khususnya yang terkait dengan pengelolaan nilai tukar, perlu untuk melakukan
perubahan ketentuan mengenai alamat penyampaian laporan sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/45/DPD tanggal 15 September 2005
mengenai Transaksi Derivatif sebagai berikut:
Alamat penyampaian:
a. Laporan kesiapan Bank melakukan Transaksi Derivatif untuk pertama kali
sebagaimana dimaksud pada angka 2; dan
b. Laporan mengenai tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi kerugian
sebagaimana dimaksud pada angka 3;
diubah menjadi ditujukan kepada :
Bank Indonesia
Direktorat Pengelolaan Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 2 Agustus 2010.
Agar ...
2
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/21/DPM|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/45/DPD tanggal 15 September 2005 perihal Transaksi Derivatif </reg_title>
<set_date> 2 Agustus 2010 </set_date>
<effective_date> 2 Agustus 2010 </effective_date>
<changed_reg> '7/45/DPD|SE-BI/2005' </changed_reg>
<related_reg> '7/45/DPD|SE-BI/2005' </related_reg>
|
No. 4/ 8 /DASP
Jakarta, 13 Mei 2002
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK DAN PERUSAHAAN JASA KURIR
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/28/DASP
Tanggal 12 Desember 2001 Perihal Penggunaan Jasa Kurir dan
Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) Dalam Penyelenggaraan
Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik
Untuk lebih meningkatkan kesiapan bagi Peserta Kliring dalam memenuhi
kewajiban yang terkait dengan ketentuan penunjukan Perusahaan Jasa Kurir dan
penggunaan kartu identitas pegawai yang menggunakan foto sebagaimana diatur
dalam angka VI.2 dan VI.3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/28/DASP
tanggal 12 Desember 2001 perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal
Petugas Kliring (TPPK) Dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan
Sistem Otomasi dan Elektronik, dengan ini dipandang perlu untuk melakukan
perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 3/28/DASP tanggal 12 Desember 2001 perihal Penggunaan Jasa Kurir dan
Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) Dalam Penyelenggaraan Kliring yang
Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik sebagai berikut :
1. Ketentuan angka II.B.2 mengenai Persyaratan Penggunaan Perusahaan Jasa
Kurir diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
“a. Dalam hal Peserta menggunakan Perusahaan Jasa Kurir maka seluruh
kegiatan penyerahan dan penerimaan Warkat serta laporan hasil proses
Kliring harus dilakukan oleh Petugas Jasa Kurir. Penyerahan atau
penerimaan …
2
penerimaan Warkat dan atau laporan hasil proses Kliring oleh Petugas
Internal Bank hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat dengan
pemberitahuan secara tertulis kepada Penyelenggara pada saat Petugas
Internal Bank yang bersangkutan melakukan penyerahan atau penerimaan
Warkat serta laporan hasil Kliring. Surat pemberitahuan tersebut harus
ditandatangani oleh pemimpin kantor Peserta dengan menyertakan
alasannya.
b. Dalam hal di suatu Wilayah Kliring terdapat Bank yang mempunyai lebih
dari satu kantor yang berstatus Peserta Langsung maka seluruh Peserta
Langsung beserta Peserta Tidak Langsung yang menginduk pada Peserta
Langsung dimaksud harus menggunakan Perusahaan Jasa Kurir. Dalam
hal ini Perusahaan Jasa Kurir yang digunakan harus Perusahaan Jasa
Kurir yang sama.”
2. Ketentuan angka II.D.1.a mengenai Tata Cara Penggunaan Jasa Kurir diubah,
sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
“a. Kewajiban Petugas Jasa Kurir untuk mencocokkan jumlah bundel Warkat
yang diserahkan kepada Penyelenggara dengan jumlah lembar tembusan
bukti penyerahan Warkat yang diterima dari Penyelenggara.”
3. Ketentuan angka II.D.2 mengenai Tata Cara Penggunaan Jasa Kurir ditambah,
sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
“2. Penunjukan dan atau penggantian Perusahaan Jasa Kurir wajib
diberitahukan kepada Penyelenggara paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
sebelum tanggal efektif penggunaan Perusahaan Jasa Kurir oleh Peserta
dengan melampirkan foto kopi surat perjanjian sebagaimana dimaksud
dalam angka 1. Pemberitahuan penunjukan dan atau penggantian tersebut
cukup diwakili oleh salah satu Peserta atau kantor pusat Peserta.”
4. Ketentuan angka III.C.2.a mengenai TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir
ditambah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
“a. Untuk …
3
“a. Untuk memperoleh TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir, Peserta wajib
mengajukan permohonan secara tertulis yang dilakukan
bersamaan
dengan pemberitahuan mengenai penunjukan Perusahaan Jasa Kurir
sebagaimana dimaksud dalam angka II.D.2. Permohonan tersebut dapat
diajukan bersamaan dengan permohonan untuk menjadi Peserta Kliring.
Apabila dalam suatu Bank terdapat beberapa Peserta maka permohonan
tersebut cukup diwakili oleh salah satu Peserta atau kantor pusat Peserta.”
5. Ketentuan angka III.C.2.b mengenai TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir
diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
“b. Setiap Perusahaan Jasa Kurir hanya boleh memiliki TPPK maksimum
sebanyak 3 (tiga) buah dari masing-masing Peserta.”
6.
Ketentuan angka III.D mengenai spesifikasi TPPK
diubah,
sehingga
seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
“Spesifikasi TPPK termasuk bahan, dimensi, dan rancang bangun ditetapkan
oleh masing-masing Penyelenggara dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Informasi yang dimuat dalam TPPK
a. Untuk TPPK bagi Petugas Internal Bank memuat
Penyelenggara, nama Bank Peserta, status kantor, nomor sandi
Peserta Kliring, dan khusus untuk Penyelenggara SKE
mencantumkan pula status kepesertaan.
b. Untuk TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir memuat nama
Penyelenggara, nama Perusahaan Jasa Kurir, nama Bank Peserta, dan
sandi Bank Peserta yang diwakili.
2. Foto
Pada TPPK tidak perlu dicantumkan foto pengguna TPPK.
3. Tanda tangan pejabat Penyelenggara
Pada bagian belakang TPPK dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat
Penyelenggara.
Contoh …
nama
4
Contoh informasi yang dicantumkan dalam pembuatan TPPK sebagaimana
Lampiran.
Spesifikasi TPPK sebagaimana dimaksud di atas
Penyelenggara kepada seluruh Peserta.”
diumumkan
oleh
7. Angka VI. 2 dan 3 mengenai KETENTUAN PERALIHAN diubah, sehingga
seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
“2. Peserta yang pada saat berlakunya Surat Edaran ini telah menggunakan
jasa Perusahaan Jasa Kurir wajib memenuhi ketentuan penunjukan
Perusahaan Jasa Kurir sebagaimana dimaksud dalam angka II.C dan II.D
paling lambat tanggal 1 Agustus 2002.”
“3. Peserta wajib memenuhi ketentuan mengenai penggunaan kartu identitas
pegawai yang menggunakan foto bagi Petugas
Kliring sebagaimana
dimaksud dalam angka III.A.2 paling lambat tanggal 1 Agustus 2002.”
Ketentuan
dalam Surat
tanggal 13 Mei 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Edaran
ini
mulai
berlaku
pada
HARMAIN SALIM
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/8/DASP|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/28/DASP Tanggal 12 Desember 2001 Perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) Dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik </reg_title>
<set_date> 13 Mei 2002 </set_date>
<effective_date> 13 Mei 2002 </effective_date>
<changed_reg> '3/28/DASP|SE-BI/2001' </changed_reg>
<related_reg> '3/28/DASP|SE-BI/2001 | angka VI.2 dan VI.3' </related_reg>
|
No.10/8/DPU
Jakarta, 28 Februari 2008
SURAT EDARAN
Perihal : Penukaran Uang Rupiah
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/14/PBI/2004 tentang
Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan serta Pemusnahan Uang
Rupiah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/10/PBI/2007 tanggal 30 Agustus 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4762), perlu diatur kembali peraturan pelaksanaan bagi masyarakat untuk
memperoleh layanan penukaran dari Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang
disetujui oleh Bank Indonesia, dengan pengaturan sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan:
1. Uang adalah uang rupiah.
2. Uang Kertas selanjutnya disingkat UK adalah Uang dalam bentuk
lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya.
3. Uang Logam selanjutnya disingkat UL adalah Uang dalam bentuk koin
yang terbuat dari aluminium, aluminium bronze, kupronikel atau bahan
lainnya.
4. Uang Tidak Layak Edar selanjutnya disingkat UTLE adalah Uang
lusuh, Uang cacat, Uang rusak, dan Uang yang telah dicabut dan
ditarik dari peredaran.
5. Uang . . .
5. Uang Lusuh adalah Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari
ukuran aslinya tetapi kondisi Uang telah berubah yang disebabkan
antara lain karena jamur, minyak, bahan kimia, coretan-coretan.
6. Uang Cacat adalah Uang hasil cetak yang spesifikasi teknisnya tidak
sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
7. Uang Rusak adalah Uang yang ukuran atau fisiknya telah berubah dari
ukuran aslinya yang antara lain karena terbakar, berlubang, hilang
sebagian, atau Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari ukuran
aslinya antara lain karena robek, atau Uang yang mengerut.
8. Ciri Uang adalah tanda-tanda tertentu pada setiap Uang yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, dengan tujuan untuk mengamankan
Uang tersebut dari upaya pemalsuan. Tanda-tanda tersebut dapat
berupa warna, gambar, ukuran, berat dan tanda-tanda lainnya yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
9. Layanan Penukaran adalah kegiatan penerimaan Uang oleh Bank
Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia dari
masyarakat dengan memberikan penggantian berupa Uang yang masih
layak edar (ULE) dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya.
II. PENUKARAN UANG
Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia
memberikan Layanan Penukaran kepada masyarakat untuk menukarkan :
1. ULE dengan ULE dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya;
atau
2. UTLE dengan ULE dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya.
III. TEMPAT . . .
III. TEMPAT DAN WAKTU PENUKARAN UANG
1. Pelaksanaan Layanan Penukaran dilakukan:
a. di kantor Bank Indonesia dan/atau di kantor pihak lain yang
disetujui oleh Bank Indonesia; dan/atau
b. di luar kantor Bank Indonesia dan/atau di luar kantor pihak lain
yang disetujui oleh Bank Indonesia.
2. Penukaran Uang yang dilakukan di kantor Bank Indonesia, hanya dapat
dilayani dalam waktu Layanan Penukaran yang ditentukan oleh Bank
Indonesia.
IV. TATA CARA PENUKARAN UANG
1. Tata cara penukaran UK diatur sebagai berikut :
a. UK yang akan ditukarkan harus dipilah menurut jenis pecahan dan
tahun emisi, serta disusun searah, dan dipisahkan antara ULE dan
UTLE.
b. UK dalam jumlah 100 (seratus) lembar dengan jenis pecahan dan
tahun emisi yang sama diikat menjadi satu pak.
c. UK dalam jumlah 10 (sepuluh) pak dengan jenis pecahan dan tahun
emisi yang sama diikat menjadi satu brood.
d. UK dalam jumlah 10 (sepuluh) brood dengan jenis pecahan dan
tahun emisi yang sama dikemas dalam plastik transparan.
2. Tata cara penukaran UL diatur sebagai berikut:
a. UL yang akan ditukarkan harus dipilah menurut jenis pecahan dan
tahun emisi, serta dipisahkan antara ULE dan UTLE.
b. UL dalam jumlah 500 (lima ratus) keping dengan jenis pecahan dan
tahun emisi yang sama dimasukkan ke dalam kantong.
V. PENETAPAN . . .
V. PENETAPAN BESARNYA PENGGANTIAN UANG
1. Uang Lusuh atau Uang Cacat
a. Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank
Indonesia memberikan penggantian sebesar nilai nominal kepada
masyarakat yang menukarkan Uang Lusuh atau Uang Cacat.
b. Penggantian Uang Lusuh atau Uang Cacat sebagaimana dimaksud
pada butir 1.a diberikan sepanjang Bank Indonesia dan/atau pihak
lain yang disetujui oleh Bank Indonesia dapat mengenali tanda
keaslian Uang.
2. Uang Rusak
a. Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank
Indonesia memberikan penggantian kepada masyarakat yang
menukar Uang Rusak.
b. Besarnya penggantian atas Uang Rusak sebagaimana dimaksud
pada butir 2.a diatur sebagai berikut:
1) UK
a) dalam hal fisik UK lebih besar dari 2/3 (dua pertiga)
ukuran aslinya dan Ciri Uang dapat dikenali keasliannya,
diberikan penggantian sebesar nilai nominal;
b) dalam hal fisik UK sama dengan atau kurang dari 2/3
(dua pertiga) ukuran aslinya, tidak diberikan penggantian.
2) UL
a)
dalam hal fisik UL lebih besar dari 1/2 (setengah) ukuran
aslinya dan Ciri Uang dapat dikenali keasliannya,
diberikan penggantian sebesar nilai nominal;
b)
dalam hal fisik UL sama dengan atau kurang dari
1/2 (setengah) ukuran aslinya, tidak diberikan
penggantian.
3) UK . . .
3) UK yang terbuat dari bahan plastik (polimer)
a) dalam hal fisik UK mengerut dan masih utuh serta Ciri
Uang dapat dikenali keasliannya, diberikan penggantian
sebesar nilai nominal;
b) dalam hal fisik UK mengerut dan tidak utuh, diberikan
penggantian sebesar nilai nominal sepanjang Ciri Uang
masih dapat dikenali keasliannya dan fisik Uang lebih
besar dari 2/3 (dua pertiga) ukuran aslinya.
c. Penggantian sebesar nilai nominal terhadap UK sebagaimana
dimaksud pada butir 2.b.1), hanya diberikan dalam hal:
1) Uang Rusak masih merupakan satu kesatuan dengan atau
tanpa nomor seri yang lengkap. Yang dimaksud satu kesatuan
dengan atau tanpa nomor seri yang lengkap adalah kondisi
fisik UK yang diserahkan oleh masyarakat tidak terdiri dari
2 (dua) bagian atau lebih dan dengan atau tanpa nomor seri
yang lengkap; atau
2) Uang Rusak tidak merupakan satu kesatuan, tetapi terbagi
menjadi paling banyak 2 (dua) bagian terpisah, dan kedua
nomor seri pada Uang Rusak tersebut lengkap dan sama.
Uang Rusak dengan 2 (dua) bagian terpisah yang
disambungkan kembali dengan perekat termasuk Uang Rusak
yang tidak merupakan satu kesatuan.
d. Penggantian sebesar nilai nominal terhadap Uang Lusuh atau Uang
Cacat berupa UK dalam kondisi rusak, hanya diberikan sepanjang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.1),
butir 2.b.3) dan/atau butir 2.c.
e. Penggantian . . .
e. Penggantian sebesar nilai nominal terhadap Uang Lusuh atau Uang
Cacat berupa UL dalam kondisi rusak, hanya diberikan sepanjang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.2).
f. Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas Uang Rusak
yang terdiri lebih dari 2 (dua) bagian terpisah baik yang
disambungkan kembali dengan perekat maupun tidak
disambungkan.
g. Dalam menetapkan penggantian atas Uang Rusak, Bank Indonesia
menilai besarnya keutuhan fisik Uang Rusak.
3. Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran
a. Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank
Indonesia memberikan penggantian kepada masyarakat yang
menukar Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran.
b. Besarnya penggantian atas Uang yang telah dicabut dan ditarik dari
peredaran sebagaimana dimaksud pada butir 3.a diatur sebagai
berikut:
1) Uang Lusuh atau Uang Cacat diberikan penggantian sebesar
nilai nominal;
2) Uang Rusak berupa UK diberikan penggantian yang besarnya
sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.1) dan butir 2.b.3)
dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
butir 2.c;
3) Uang Rusak berupa UL diberikan penggantian yang besarnya
sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.2).
c. Penukaran Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran
sebagaimana dimaksud pada butir 3.a dilakukan dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan.
VI. UANG . . .
VI. UANG RUSAK YANG DIDUGA DILAKUKAN SECARA SENGAJA
ATAU DILAKUKAN SECARA SENGAJA
1. Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas Uang Rusak
sebagaimana dimaksud dalam butir V.2 apabila menurut pertimbangan
Bank Indonesia kerusakan Uang tersebut diduga dilakukan secara
sengaja atau dilakukan secara sengaja.
2. Kerusakan Uang diduga dilakukan secara sengaja apabila tanda-tanda
kerusakan fisik Uang meyakinkan Bank Indonesia misalnya terdapat
bekas potongan dengan alat tajam atau alat lainnya, pola kerusakannya
sama, dan/atau jumlah Uang yang ditukarkan relatif banyak.
3. Kerusakan Uang dilakukan secara sengaja apabila berdasarkan
pembuktian secara laboratoris dan/atau putusan pengadilan
disimpulkan atau diputuskan bahwa Uang dirusak secara sengaja.
VII. UANG RUSAK YANG MEMERLUKAN PENELITIAN SECARA
LABORATORIS
1. Dalam hal diperlukan proses penelitian secara laboratoris terhadap
Uang Rusak yang diterima dari masyarakat, maka Bank Indonesia
dapat menahan Uang Rusak dalam rangka menilai besarnya keutuhan
dan/atau menetapkan penggantian atas Uang Rusak tersebut.
2. Dalam hal Uang Rusak akan ditahan oleh Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada angka 1, masyarakat menyerahkan surat pernyataan
yang antara lain berisi kesediaan bahwa:
a. Uang Rusak ditahan oleh Bank Indonesia untuk dilakukan
penelitian secara laboratoris; dan
b.
apabila Uang Rusak setelah dilakukan penelitian secara
laboratoris tidak dikembalikan oleh Bank Indonesia, sepanjang
kondisi . . .
kondisi fisik Uang Rusak tersebut tidak memungkinkan untuk
dikembalikan.
VIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank
Indonesia No.6/25/DPU tanggal 30 Juni 2004 perihal Penukaran Uang
Rupiah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
pada tanggal 29 Februari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDI SISWANTO
DIREKTUR PENGEDARAN UANG
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/8/DPU|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Penukaran Uang Rupiah </reg_title>
<set_date> 28 Februari 2008 </set_date>
<effective_date> 29 Februari 2008 </effective_date>
<replaced_reg> '6/25/DPU|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '9/10/PBI/2007', '6/14/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 17/36/DPM
Jakarta, 16 November 2015
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA PESERTA
SISTEM BANK INDONESIA - ELECTRONIC TRADING PLATFORM
DI INDONESIA
Perihal : Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia - Electronic
Trading Platform
Sehubungan dengan telah berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi,
Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5762 ), perlu mengatur
ketentuan mengenai penyelenggaraan sistem Bank Indonesia-Electronic
Trading Platform dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan
Bank Umum Syariah termasuk Unit Usaha Syariah (UUS)
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai perbankan syariah.
2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh
Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui
Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing
Facilities).
3. Operasi Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakan moneter
oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter
melalui …
2
melalui kegiatan Operasi Pasar Terbuka dan penyediaan
Standing Facilities berdasarkan prinsip syariah.
4. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah
kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain dalam rangka
Operasi Moneter.
5. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT
Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan
prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Bank dan pihak lain dalam rangka Operasi Moneter Syariah.
6. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya
disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana
Rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan
penempatan dana Rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank
Indonesia dalam rangka Operasi Moneter.
7. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh
Bank Indonesia kepada Bank Umum Syariah dan UUS dalam
rangka Operasi Moneter Syariah.
8. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia, Pemerintah, dan/atau lembaga lain yang
ditatausahakan pada BI-SSSS.
9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah
Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam
mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
surat utang negara.
11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas
penyertaan terhadap aset SBSN, dalam mata uang Rupiah
maupun …
3
maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang mengatur mengenai Surat Berharga Syariah
Negara.
12. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana Transaksi yang dilakukan secara
elektronik.
13. Transaksi adalah Transaksi Dengan Bank Indonesia dan
Transaksi Pasar Keuangan.
14. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang
dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka kegiatan Operasi
Moneter, Operasi Moneter Syariah, dan/atau transaksi SBN
untuk dan atas nama Pemerintah, serta transaksi lainnya yang
dilakukan dengan Bank Indonesia.
15. Transaksi Pasar Keuangan adalah transaksi Surat Berharga dan
transaksi pinjam-meminjam secara konvensional, atau yang
dipersamakan berdasarkan prinsip syariah dalam rangka
transaksi pasar uang dan/atau transaksi Surat Berharga di
pasar sekunder.
16. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan
Penatausahaan Surat Berharga, yang dilakukan secara
elektronik.
17. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual.
18. Penyelenggara Sistem BI-ETP adalah Bank Indonesia yang
menyelenggarakan Sistem BI-ETP.
19. Peserta Sistem BI-ETP yang selanjutnya disebut Peserta adalah
pihak yang telah memenuhi persyaratan dan telah memperoleh
persetujuan dari Penyelenggara sebagai peserta dalam
penyelenggaraan Sistem BI-ETP.
20. Penatausahaan …
4
20. Penatausahaan adalah kegiatan yang mencakup pencatatan
kepemilikan, kliring dan setelmen, serta pembayaran
kupon/bunga atau imbalan dan nilai pokok/nominal atas Surat
Berharga dan hasil Transaksi tanpa Surat Berharga.
21. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi
persyaratan dan disetujui oleh penyelenggara BI-SSSS sebagai
peserta BI-SSSS untuk melakukan fungsi Penatausahaan bagi
kepentingan nasabah.
22. Dealer Utama adalah Bank dan perusahaan efek yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan sebagai dealer utama dalam transaksi
SUN sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai dealer utama.
23. Peserta Lelang adalah Bank dan perusahaan efek yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan sebagai peserta lelang dalam transaksi
SBSN sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai penerbitan dan penjualan
surat berharga syariah negara di pasar perdana dalam negeri
dengan cara lelang.
24. Rekening Giro adalah Rekening Giro sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan pihak
ekstern.
25. Rekening Surat Berharga adalah rekening peserta BI-SSSS
dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan
kepemilikan dan setelmen transaksi Surat Berharga, Transaksi
Dengan Bank Indonesia, dan/atau Transaksi Pasar Keuangan.
26. Setelmen Dana adalah Setelmen Dana sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan setelmen dana melalui Sistem BI-RTGS.
27. Setelmen Surat Berharga adalah Setelmen Surat Berharga
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat
berharga melalui BI-SSSS.
28. Bank …
5
28. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang
ditunjuk sebagai pihak untuk melakukan pembayaran dan/atau
penerimaan dana oleh Peserta yang bukan peserta Sistem BI-
RTGS.
29. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi
sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada
perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi,
aplikasi maupun sarana pendukung yang mempengaruhi
kelancaran penyelenggaraan Sistem BI-ETP.
30. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar
kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang menyebabkan
kegiatan operasional Sistem BI-ETP tidak dapat diselenggarakan
yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada kebakaran,
kerusuhan massa, sabotase, serta bencana alam seperti gempa
bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau
pejabat yang berwenang setempat, termasuk Bank Indonesia.
31. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas Sistem BI-ETP di lokasi
Kantor Pusat Bank Indonesia dan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri (KPwDN) yang disediakan oleh
Penyelenggara untuk Peserta sebagai cadangan dalam hal
terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang
menyebabkan Peserta tidak dapat menggunakan Sistem BI-ETP
di lokasi Peserta.
32. Perjanjian Penggunaan Sistem BI-ETP antara Penyelenggara
Sistem BI-ETP dan Peserta yang selanjutnya disebut Perjanjian
adalah kesepakatan tertulis antara Penyelenggara Sistem BI-
ETP dengan Peserta yang memuat hak dan kewajiban masing-
masing pihak dalam menggunakan Sistem BI-ETP.
33. Administrative Message adalah suatu fasilitas yang digunakan
untuk menyampaikan informasi dari Penyelenggara Sistem BI-
ETP kepada Peserta atau sebaliknya atau antar-Peserta.
34. Business Continuity Plan yang selanjutnya disingkat BCP adalah
kebijakan dan prosedur yang memuat rangkaian kegiatan yang
terencana dan terkoordinasi mengenai langkah-langkah
pengurangan …
6
pengurangan risiko, penanganan dampak gangguan atau
bencana, dan proses pemulihan agar kegiatan operasional BI-
ETP tetap dapat berjalan.
35. Disaster Recovery Plan yang selanjutnya disingkat DRP adalah
suatu kebijakan dan prosedur pengganti yang digunakan
sementara waktu selama dilakukannya pemulihan BI-ETP
utama untuk menjaga kelangsungan kegiatan usaha (business
continuity) pada saat BI-ETP utama mengalami gangguan atau
tidak dapat berfungsi.
36. Participant Code adalah suatu kode yang mengidentifikasikan
Peserta terkait dengan pelaksanaan transaksi melalui Sistem BI-
ETP.
37. Position Account adalah rekening yang digunakan dalam
melakukan transaksi yang terdiri atas Rekening Surat Berharga
di BI-SSSS dan Rekening Giro di Sistem BI-RTGS.
38. Portfolio adalah kumpulan Position Account milik Peserta Sistem
BI-ETP yang digunakan dalam melakukan transaksi.
39. Broker Bidding Limit adalah batas paling tinggi nominal
penawaran yang diberikan oleh Peserta kepada Peserta lain
untuk dapat melakukan penawaran per hari untuk dan atas
nama Peserta yang memberikan batas nominal penawaran.
40. Digital Certificate Hard Token adalah media penyimpanan
berupa usb flash drive yang berisi sertifikat (digital certificate)
dalam bentuk file terproteksi yang memuat identitas pemilik
sertifikat, kunci enkripsi untuk melakukan verifikasi tanda
tangan digital pemilik, dan periode validitas sertifikat, yang
dihasilkan oleh infrastruktur kunci publik (public key
infrastructure) Bank Indonesia.
II. PENYELENGGARAAN
A. Organisasi Penyelenggara Sistem BI-ETP
1. Penyelenggara Sistem BI-ETP adalah Bank Indonesia c.q.
Departemen Pengelolaan Moneter (DPM).
2. Penyelenggara …
7
2. Penyelenggara Sistem BI-ETP melakukan pengelolaan
operasional penyelenggaraan Sistem BI-ETP dan
penyelenggaraan kegiatan:
a. Transaksi Dengan Bank Indonesia; dan
b. Transaksi Pasar Keuangan, yang dilakukan melalui
Sistem BI-ETP.
3. Kegiatan korespondensi terkait penyelenggaraan Sistem BI-
ETP, ditujukan ke alamat:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan Moneter
c.q. Grup Pendukung Operasi Moneter-Divisi Pengelolaan
Sistem dan Informasi Operasi Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara
Jalan M.H. Thamrin Nomor 2
Jakarta 10350
4. Help desk untuk penanganan permasalahan operasional
Sistem BI-ETP yang dihadapi oleh Peserta, menggunakan
nomor sebagai berikut:
Nomor Telepon
Faksimile
: 021-29818888
: 021-2310485
5. Dalam hal terdapat perubahan alamat sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 serta perubahan nomor telepon
dan/atau faksimile sebagaimana dimaksud dalam angka 4,
Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan perubahan
tersebut melalui surat dan/atau sarana lainnya.
B. Tugas dan Wewenang Penyelenggara Sistem BI-ETP
1. Pengelolaan Operasional Sistem BI-ETP
Dalam rangka penyelenggaraan Sistem BI-ETP,
Penyelenggara Sistem BI-ETP memiliki tugas dan
wewenang dalam melakukan pengelolaan operasional
Sistem BI-ETP, antara lain sebagai berikut:
a. menetapkan ketentuan dan prosedur penyelenggaraan
Sistem BI-ETP;
b. menyediakan …
8
b. menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan
Sistem BI-ETP yang mencakup antara lain:
1) aplikasi Sistem BI-ETP;
2) 1 (satu) jaringan komunikasi data yang
menghubungkan Sistem BI-ETP di Peserta dengan
Sistem BI-ETP di Penyelenggara Sistem BI-ETP;
3) pedoman teknis Sistem BI-ETP dan
perubahannya;
4)
fasilitas Guest Bank; dan
5) sarana dan prasarana pendukung lainnya
termasuk Digital Certificate Hard Token;
c. melakukan upaya untuk menjamin keandalan,
ketersediaan, dan keamanan Sistem BI-ETP, antara
lain sebagai berikut:
1) melakukan pengelolaan dan pengoperasian
Sistem BI-ETP;
2) melakukan pengelolaan Digital Certificate Hard
Token;
3) melakukan pengelolaan jaringan komunikasi
data;
4) menetapkan waktu operasional penyelenggaraan
Sistem BI-ETP;
5) menyediakan help desk untuk menangani
masalah terkait penyelenggaraan Sistem BI-ETP;
6) memberikan layanan yang berkaitan dengan
kepesertaan dalam Sistem BI-ETP;
7) memberlakukan prosedur penanganan Keadaan
Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat;
8) menetapkan status kepesertaan;
9) memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan
pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan
10) menerapkan standar layanan minimum dalam
penyelenggaraan Sistem BI-ETP;
d. menetapkan …
9
d. menetapkan jenis dan besarnya biaya penggunaan
Sistem BI-ETP;
e. melakukan pemantauan kepatuhan Peserta terhadap
ketentuan dan prosedur yang ditetapkan oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP serta menetapkan dan
mengenakan sanksi kepada Peserta.
2. Penyelenggaraan Kegiatan Transaksi
Dalam rangka penyelenggaraan Transaksi melalui Sistem
BI-ETP, berdasarkan Surat Edaran ini, Penyelenggara
Sistem BI-ETP melakukan tugas dan wewenang dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Transaksi Dengan Bank Indonesia
1) menyelenggarakan transaksi dengan mekanisme
lelang atau non lelang dalam rangka kegiatan
Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah;
dan/atau
2) menyelenggarakan transaksi SBN untuk dan atas
nama pemerintah c.q. Kementerian Keuangan.
b. Transaksi Pasar Keuangan
Memfasilitasi penyelenggaraan Transaksi Pasar
Keuangan.
C. Pembebasan Tanggung Jawab Penyelenggara Sistem BI-ETP
1. Peserta membebaskan Penyelenggara Sistem BI-ETP dari
segala tuntutan atas kerugian yang timbul dan/atau yang
akan timbul yang dialami Peserta atau pihak ketiga.
2. Tuntutan atas kerugian yang timbul dan/atau yang akan
timbul yang dialami Peserta atau pihak ketiga sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 disebabkan antara lain:
a. keterlambatan atau tidak terlaksananya Transaksi
antara lain dikarenakan oleh kelalaian Peserta,
terjadinya Keadaan Tidak Normal, dan/atau Keadaan
Darurat;
b. pengiriman Transaksi dilakukan oleh pejabat Peserta
yang tidak berwenang; dan/atau
c. kesalahan …
10
c. kesalahan data Transaksi yang dikirimkan oleh
Peserta.
III. KEPESERTAAN
A. Ketentuan Umum Kepesertaan
1. Pihak yang dapat menjadi Peserta, yaitu:
a. Bank Indonesia;
b. Kementerian Keuangan;
c. Lembaga Penjamin Simpanan;
d. Bank;
e. perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta
asing;
f. perusahaan efek; dan
g.
lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia,
sepanjang kepesertaan lembaga lain tersebut antara
lain didasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan/atau pertimbangan pengembangan
pasar keuangan di Indonesia.
2. Untuk dapat menjadi Peserta, pihak sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 harus memiliki peran sebagai
berikut:
a. penerbit Surat Berharga;
b. peserta Operasi Moneter atau peserta Operasi Moneter
Syariah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter
dan operasi moneter syariah;
c.
lembaga perantara sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah;
d. peserta transaksi SBN di pasar perdana sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang
mengatur mengenai lelang surat utang negara dalam
mata uang Rupiah dan valuta asing di pasar perdana
domestik dan penerbitan dan penjualan surat
berharga …
11
berharga syariah negara di pasar perdana dalam
negeri dengan cara lelang;
e. peserta Transaksi Pasar Keuangan; dan/atau
f. peran lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara
lain didasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku, pertimbangan pengembangan pasar
keuangan di Indonesia dan/atau pertimbangan teknis.
3. Hubungan dengan Kepesertaan Sistem BI-RTGS
a. Bagi Peserta yang juga merupakan peserta Sistem BI-
RTGS, pelaksanaan Setelmen Dana terkait dengan
Transaksi dan pembayaran kewajiban lainnya terkait
penggunaan Sistem BI-ETP dilakukan menggunakan
Rekening Giro pada Sistem BI-RTGS.
b. Bagi Peserta yang bukan merupakan peserta Sistem
BI-RTGS, pelaksanaan Setelmen Dana terkait dengan
Transaksi dan pembayaran kewajiban lainnya terkait
penggunaan Sistem BI-ETP dilakukan melalui Bank
Pembayar.
4. Hubungan dengan Kepesertaan BI-SSSS
a. Bagi Peserta yang juga merupakan peserta BI-SSSS,
pelaksanaan Setelmen Surat Berharga terkait dengan
Transaksi dilakukan menggunakan Rekening Surat
Berharga.
b. Bagi Peserta yang bukan merupakan peserta BI-SSSS,
pelaksanaan Setelmen Surat Berharga terkait dengan
Transaksi dilakukan melalui Sub Registry.
B. Persyaratan Menjadi Peserta
1. Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. memiliki peran sebagaimana dimaksud dalam butir
A.2;
b. memiliki surat izin yang masih berlaku dari lembaga
yang berwenang;
c. memiliki …
12
c. memiliki infrastruktur sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditetapkan Penyelenggara Sistem BI-ETP
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I;
d.
e.
telah menjadi peserta dalam Sistem BI-RTGS dan
peserta BI-SSSS, dalam hal Peserta adalah Bank;
telah mengajukan permohonan atau telah ditunjuk
sebagai Dealer Utama atau Peserta Lelang sesuai
Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku; dan/atau
f.
telah ditunjuk menjadi peserta transaksi SBN sesuai
Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku untuk
calon Peserta selain Dealer Utama atau Peserta Lelang
sebagaimana dimaksud dalam huruf e.
2. Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menentukan
persyaratan dan ketentuan yang berbeda sesuai kebutuhan
dan karakteristik tertentu bagi pihak sebagaimana
dimaksud dalam butir A.1 sebagai Peserta.
C. Prosedur Untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Peserta
1. Permohonan Menjadi Peserta
a. Calon Peserta menyampaikan surat permohonan
tertulis untuk menjadi Peserta kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP dengan menggunakan contoh surat
sebagaimana Lampiran II.1.
b. Dalam hal calon Peserta merupakan Unit Usaha
Syariah maka surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a diajukan oleh Bank induknya
dengan menggunakan contoh surat sebagaimana
Lampiran II.1.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b ditandatangani oleh anggota
direksi yang bertindak untuk dan atas nama calon
Peserta.
d. Surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut:
1) ditujukan …
13
1) ditujukan ke alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.3.
2) dalam hal calon Peserta berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia
dalam negeri (KPwDN), ditujukan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan
tembusan kepada kantor KPwDN yang
mewilayahi.
e. Surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP dengan dilengkapi dokumen
pendukung secara lengkap dan benar sebagai berikut:
1) data kepesertaan dengan format sebagaimana
Lampiran II.2;
2) surat pernyataan kesiapan infrastruktur dan
memuat informasi spesifikasi yang telah
ditetapkan Penyelenggara Sistem BI-ETP, yang
ditandatangani anggota direksi yang berwenang
bertindak untuk dan atas nama calon Peserta
sebagaimana contoh surat dalam Lampiran II.3;
3) surat permohonan kebutuhan Digital Certificate
Hard Token dan level user yang ditandatangani
anggota direksi yang berwenang bertindak untuk
dan atas nama calon Peserta sebagaimana contoh
surat dalam Lampiran II.4;
4)
laporan hasil security audit atas infrastruktur
teknologi informasi Peserta, yang dilakukan oleh
auditor internal atau auditor eksternal yang
independen;
5) dalam hal security audit dilakukan oleh auditor
internal, laporan hasil security audit sebagaimana
dimaksud dalam angka 4) dilengkapi surat
pernyataan bahwa pelaksanaan security audit
dilakukan secara independen,
yang
ditandatangani …
14
ditandatangani anggota direksi yang berwenang
bertindak untuk dan atas nama calon Peserta;
6)
7)
8)
9)
fotokopi dokumen persetujuan izin yang masih
berlaku dari lembaga berwenang;
fotokopi dokumen permohonan atau penunjukan
sebagai Dealer Utama atau Peserta Lelang;
fotokopi Anggaran Dasar perusahaan terakhir;
fotokopi dokumen yang memuat susunan
pengurus perusahaan terakhir; dan
10) surat kuasa dari anggota direksi yang berwenang
bertindak untuk dan atas nama calon Peserta
berdasarkan anggaran dasar kepada pejabat
pemberi contoh tanda tangan.
11) fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari
pemberi dan penerima kuasa dalam rangka
pemberian contoh tanda tangan pejabat yang
berwenang mewakili calon Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka 10) yang berupa :
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin
Mengemudi
(SIM) bagi Warga Negara
Indonesia (WNI); atau
b) paspor dan Keterangan Izin Tinggal Sementara
(KITAS) bagi Warga Negara Asing (WNA).
f. Pejabat pemberi contoh tanda tangan sebagaimana
dimaksud dalam butir e.10) diatur sebagai berikut :
1) pejabat pemberi contoh tanda tangan adalah
anggota direksi dan pejabat yang berwenang
bertindak untuk dan atas nama calon Peserta;
2) anggota direksi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) adalah anggota direksi yang berwenang
bertindak untuk dan atas nama perusahaan
berdasarkan Anggaran Dasar;
3) pejabat …
15
3) pejabat sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
adalah pejabat yang berwenang bertindak untuk
dan atas nama calon Peserta berdasarkan surat
kuasa dari anggota direksi yang berwenang
bertindak untuk dan atas nama calon Peserta
berdasarkan anggaran dasar.
g. Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam butir f.3)
dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:
1) kuasa diberikan kepada pejabat di kantor pusat
dan/atau kantor cabang calon Peserta yang
mengoperasikan Sistem BI-ETP;
2) surat kuasa dibuat untuk melakukan
penandatanganan, penyerahan dan/atau
pengambilan surat, laporan dan/atau dokumen
lain baik dokumen tertulis maupun dokumen
elektronik yang terkait dengan kepesertaan dan
operasional Sistem BI-ETP, penyerahan dan/atau
pengambilan user dan Digital Certificate Hard
Token;
3) pejabat yang diberi kuasa sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dapat menguasakan kembali
tanpa hak substitusi kepada petugas yang
ditunjuk khusus untuk melakukan kegiatan
penyerahan dan/atau pengambilan surat, laporan
dan/atau dokumen lain baik dokumen tertulis
maupun dokumen elektronik yang terkait dengan
kepesertaan dan operasional Sistem BI-ETP,
penyerahan dan/atau pengambilan user dan
Digital Certificate Hard Token;
4) hal-hal yang dapat dikuasakan dalam surat
kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 2)
dapat dituangkan dalam 1 (satu) atau lebih surat
kuasa sesuai dengan kebutuhan Peserta; dan
5) surat …
16
5) surat kuasa dibuat dengan format sebagaimana
Lampiran II.5.A dan Lampiran II.5.B.
h. Dalam hal diperlukan, Penyelenggara Sistem BI-ETP
dapat meminta calon Peserta untuk menunjukkan
dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir e.6)
sampai dengan butir e.11) kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP.
2. Pemberian persetujuan prinsip
a. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a, Penyelenggara Sistem BI-
ETP dapat melakukan pemeriksaan lokasi calon
Peserta untuk memastikan kesesuaian informasi
dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan
infrastruktur Sistem BI-ETP.
b. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan persetujuan
prinsip atau penolakan atas permohonan yang
diajukan calon Peserta paling lama 25 (dua puluh
lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan
dokumen pendukung diterima secara lengkap oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP.
c. Penyelenggara Sistem BI-ETP mengirimkan surat
pemberitahuan pemberian persetujuan prinsip atau
penolakan sebagaimana dimaksud dalam huruf b
kepada calon Peserta.
d. Surat persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud
dalam huruf c disertai dengan informasi sebagai
berikut:
1) nama dan kode peserta (participant code);
2)
3)
rencana kegiatan pelatihan;
rencana kegiatan instalasi;
4) permintaan agar calon Peserta menyampaikan
informasi
menandatangani Perjanjian; dan
5) permintaan …
terkait pejabat yang akan
17
5) permintaan agar calon Peserta memenuhi
kelengkapan administrasi lainnya dalam rangka
pelaksanaan kegiatan operasional.
e. Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam butir d.4)
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.
f. Surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c disertai dengan alasan penolakan.
3. Pemenuhan Persyaratan Administrasi
a. Calon Peserta yang telah memperoleh persetujuan
prinsip menyampaikan kelengkapan dokumen
administrasi sebagai berikut:
1)
informasi
terkait pejabat yang akan
menandatangani Perjanjian;
2) surat penunjukan Bank Pembayar yang
ditandatangani oleh anggota direksi sebagaimana
contoh dalam Lampiran II.6.A dan surat
konfirmasi persetujuan dari Bank Pembayar
sebagaimana contoh dalam Lampiran II.6.B,
dalam hal calon Peserta bukan peserta Sistem BI-
RTGS. Penunjukan Bank Pembayar dilakukan
untuk pelaksanaan pembebanan biaya yang
timbul terkait penggunaan Sistem BI-ETP,
termasuk biaya guest bank Sistem BI-ETP, dan
pengenaan sanksi Sistem BI-ETP;
3) dalam hal Peserta mengajukan penawaran
Transaksi untuk dan atas nama pihak lain,
Peserta dimaksud menyampaikan daftar nama
pihak lain yang memiliki hubungan transaksi
dengan format sebagaimana Lampiran II.7.
b. Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari
kerja sejak tanggal persetujuan prinsip dari
Penyelenggara Sistem BI-ETP.
c. Dalam …
18
c. Dalam hal calon Peserta tidak memenuhi persyaratan
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, persetujuan prinsip yang sudah diberikan
dianggap batal dan calon Peserta dapat mengajukan
kembali permohonan untuk menjadi Peserta.
d. Penyelenggara Sistem BI-ETP melakukan pemeriksaan
kelengkapan dokumen administrasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
e. Dalam hal dokumen telah lengkap, Penyelenggara
Sistem BI-ETP menyampaikan kepada calon Peserta
antara lain hal-hal sebagai berikut:
1) paket software aplikasi Sistem BI-ETP, termasuk
informasi user name dan password aplikasi serta
pemberitahuan mekanisme instalasi aplikasi
Sistem BI-ETP;
2) penyampaian pedoman teknis Sistem BI-ETP
kepada Peserta; dan
3)
informasi paling kurang mengenai:
a) pelaksanaan penandatanganan Perjanjian;
b) pengambilan Digital Certificate Hard Token;
dan
c) waktu pelatihan penggunaan Sistem BI-ETP.
4. Persiapan Penggunaan Sistem BI-ETP
a. Penandatanganan Perjanjian
1) Pada jadwal yang telah ditentukan, anggota
direksi memproses penandatanganan Perjanjian.
2) Anggota direksi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) hadir pada waktu dan tempat yang
ditentukan Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan
membawa identitas diri yang asli sebagaimana
dimaksud dalam butir 3.a.1).
3) Perjanjian ditandatangani dalam rangkap 2 (dua).
b. Instalasi …
19
b.
Instalasi Aplikasi dan Pelatihan
1) Calon Peserta melakukan instalasi aplikasi dan
dalam hal diperlukan dapat berkoordinasi dengan
Penyelenggara Sistem BI-ETP.
2) Calon Peserta mengikutsertakan petugas yang
akan menangani teknis operasional Sistem BI-
ETP dalam pelatihan teknis dan operasional
penggunaan Sistem BI-ETP sesuai jadwal yang
ditetapkan Penyelenggara Sistem BI-ETP.
c. Pengujian Kesiapan Penggunaan Sistem BI-ETP
Calon Peserta melakukan pengujian kesiapan
penggunaan Sistem BI-ETP yang dimiliki calon Peserta
berkoordinasi dengan Penyelenggara Sistem BI-ETP.
d. Persetujuan Operasional Sistem BI-ETP
1) Dalam hal calon Peserta telah memenuhi seluruh
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir
3.a, butir 3.b, dan butir 3.c, Penyelenggara Sistem
BI-ETP memberikan persetujuan operasional
keikutsertaan sebagai Peserta dan tanggal efektif
operasional sebagai Peserta melalui surat untuk
Peserta yang bersangkutan.
2) Penyelenggara Sistem BI-ETP akan
mengumumkan keikutsertaan sebagai Peserta
melalui Administrative Message atau sarana
lainnya kepada seluruh Peserta.
3) Persetujuan operasional sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) diberikan paling lama 40 (empat
puluh) hari kerja sejak dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a. diterima
secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP.
4) Dalam hal calon Peserta tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir
3.a, butir 3.b dan butir 3.c, maka Penyelenggara
Sistem BI-ETP tidak memberikan persetujuan
operasional …
20
operasional dan pemberian persetujuan prinsip
dianggap batal.
5) Calon Peserta sebagaimana dimaksud dalam
angka 4) dapat mengajukan permohonan kembali
untuk menjadi Peserta.
D. Perubahan Kepesertaan
Ruang lingkup perubahan kepesertaan antara lain meliputi
perubahan Participant Code, nama peserta, kegiatan usaha,
alamat kantor, lokasi Sistem BI-ETP dan jaringan komunikasi
data, data pejabat pemberi contoh tanda tangan, dan/atau
Bank Pembayar. Ketentuan dan prosedur perubahan data
kepesertaan diatur sebagai berikut:
1. Perubahan Participant Code
Perubahan Participant Code dapat disebabkan antara lain
karena Peserta yang bukan merupakan anggota Society for
Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT)
berubah menjadi anggota SWIFT atau karena adanya
perubahan SWIFT Bank Identifier Code (BIC) dari Peserta.
Prosedur perubahan Participant Code diatur sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan surat penyampaian perubahan
Participant Code kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP
dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
1) data kepesertaan sebagaimana format dalam
Lampiran II.2; dan
2) dokumen pendukung yang menunjukkan sebagai
anggota SWIFT atau adanya perubahan SWIFT
BIC dari Peserta.
b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda
tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem
BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3;
2) bagi …
21
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan
tanggapan tertulis melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile
kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak surat sebagaimana
dimaksud dalam huruf a diterima secara lengkap oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP.
d. Surat tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam huruf c antara lain menginformasikan
mengenai:
1)
tanggal efektif perubahan Participant Code; dan
2) pengambilan Digital Certificate Hard Token
pengganti dan pengembalian Digital Certificate
Hard Token yang diganti.
e. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan
perubahan Participant Code Peserta kepada seluruh
Peserta melalui Administrative Message atau sarana
lainnya.
2. Perubahan Nama Peserta
Prosedur perubahan nama Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat penyampaian perubahan
nama Peserta kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP
dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
1) data kepesertaan sebagaimana format dalam
Lampiran II.2 dengan menggunakan nama yang
tercantum dalam perubahan Anggaran Dasar
yang telah disetujui oleh lembaga yang
berwenang; dan
2)
fotokopi/salinan dokumen berupa:
a) akta perubahan Anggaran Dasar untuk
badan hukum Indonesia;
b) surat …
22
b) surat persetujuan perubahan Anggaran
Dasar dari lembaga yang berwenang; dan
c) surat keputusan dari
lembaga yang
berwenang tentang perubahan nama,
yang telah dilegalisasi oleh notaris.
Khusus bagi Bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di
luar negeri cukup
menyampaikan fotokopi surat keputusan
sebagaimana dimaksud dalam huruf c) yang telah
dilegalisasi oleh lembaga yang berwenang.
b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda
tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem
BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3;
2) bagi Peserta berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan
tanggapan tertulis melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile
kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak surat sebagaimana
dimaksud dalam huruf a diterima secara lengkap oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP.
d. Surat tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam huruf c antara lain menginformasikan
mengenai:
1)
tanggal efektif perubahan data nama Peserta;
2) pengambilan Digital Certificate Hard Token
pengganti dan pengembalian Digital Certificate
Hard Token yang diganti, dalam hal terdapat
perubahan Participant Code.
e. Penyelenggara …
23
e. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan
perubahan nama Peserta kepada seluruh Peserta
melalui Administrative Message atau sarana lainnya.
3. Perubahan Kegiatan Usaha bagi Peserta Bank
Perubahan kegiatan usaha Peserta Bank dari bank umum
konvensional menjadi bank umum syariah atau unit usaha
syariah menjadi bank umum syariah dapat menyebabkan
adanya perubahan data Peserta Bank antara lain nama
Peserta Bank, dan/atau Participant Code. Prosedur
perubahan kegiatan usaha Peserta Bank diatur sebagai
berikut:
a. Peserta Bank mengajukan surat penyampaian
perubahan kegiatan usaha kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP dengan menggunakan contoh
sebagaimana Lampiran II.8 dengan melampirkan
dokumen sebagai berikut:
1) data kepesertaan sebagaimana format dalam
Lampiran II.2;
2)
fotokopi/salinan dokumen berupa:
a) akta perubahan Anggaran Dasar untuk
badan hukum Indonesia;
b) surat persetujuan perubahan Anggaran
Dasar dari lembaga yang berwenang; dan
c) surat keputusan dari
berwenang mengenai
lembaga yang
izin perubahan
kegiatan usaha dari bank umum konvesional
menjadi bank umum syariah,
yang telah dilegalisasi oleh notaris.
Khusus bagi Bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di
luar negeri cukup
menyampaikan fotokopi surat keputusan
sebagaimana dimaksud dalam huruf c) yang telah
dilegalisasi oleh lembaga yang berwenang.
b. Surat …
24
b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda
tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem
BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3;
2) bagi Peserta berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan
tanggapan tertulis melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile
kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak surat sebagaimana
dimaksud dalam huruf a diterima secara lengkap oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP.
d. Surat tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam huruf c antara lain menginformasikan
mengenai:
1)
tanggal efektif perubahan kegiatan usaha Peserta;
2) pengambilan Digital Certificate Hard Token
pengganti dan pengembalian Digital Certificate
Hard Token yang diganti, dalam hal terdapat
perubahan Participant Code.
e. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan
perubahan data kepesertaan terkait perubahan
kegiatan usaha Peserta kepada seluruh Peserta
melalui Administrative Message atau sarana lainnya.
4. Perubahan Alamat Kantor Peserta
Prosedur perubahan alamat kantor Peserta diatur sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan surat penyampaian perubahan
alamat kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan
melampirkan dokumen sebagai berikut:
1) data …
25
1) data kepesertaan sebagaimana format dalam
Lampiran II.2; dan
2)
fotokopi/salinan surat persetujuan atau
penerimaan pemberitahuan perubahan alamat
kantor dari lembaga yang berwenang yang telah
dilegalisasi oleh notaris.
b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda
tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem
BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3;
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan
tanggapan tertulis melalui surat dan penyampaiannya
dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang
bersangkutan yang menyatakan bahwa perubahan
alamat Peserta telah dicatat dalam tata usaha
Penyelenggara Sistem BI-ETP paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak surat sebagaimana dimaksud
dalam huruf a diterima secara lengkap oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP.
5. Perubahan Lokasi Sistem BI-ETP Utama, Sistem BI-ETP
Cadangan dan Jaringan Komunikasi Data Peserta
Prosedur perubahan lokasi Sistem BI-ETP utama, Sistem
BI-ETP cadangan dan jaringan komunikasi data Peserta
diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat penyampaian perubahan
lokasi Sistem BI-ETP baik Sistem BI-ETP utama,
Sistem BI-ETP cadangan dan pemindahan jaringan
komunikasi data, kepada Penyelenggara Sistem BI-
ETP …
26
ETP dengan melampirkan data kepesertaan
sebagaimana format dalam Lampiran II.2.
b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda
tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem
BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3;
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan
tanggapan tertulis melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile
kepada Peserta yang memuat:
1) perubahan lokasi Sistem BI-ETP utama dan/atau
Sistem BI-ETP cadangan Peserta telah dicatat
dalam tata usaha Penyelenggara Sistem BI-ETP;
2) waktu pelaksanaan pemindahan jaringan
komunikasi data; dan
3) hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta terkait
dengan perubahan lokasi Sistem BI-ETP utama
dan/atau Sistem BI-ETP cadangan.
6. Perubahan Data Pejabat Pemberi Contoh Tanda Tangan
Perubahan data pejabat pemberi contoh tanda tangan
dilakukan dalam rangka penambahan, penggantian,
dan/atau perubahan data pejabat pemberi contoh tanda
tangan yang antara lain meliputi perubahan kewenangan
dan/atau jabatan. Prosedur perubahan terkait pejabat
pemberi contoh tanda tangan diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat perubahan pejabat pemberi
contoh tanda tangan kepada Penyelenggara Sistem BI-
ETP dengan menggunakan contoh sebagaimana
Lampiran …
27
Lampiran II.9 dan melampirkan dokumen sebagai
berikut:
1) data kepesertaan sebagaimana format dalam
Lampiran II.2;
2)
fotokopi/salinan akta perubahan Anggaran Dasar
atau dokumen yang memuat susunan pengurus
perusahaan terakhir yang telah dilegalisasi oleh
notaris;
3) dalam hal terjadi penambahan pejabat pemberi
contoh tanda tangan baru selain anggota direksi,
melampirkan surat kuasa dari anggota direksi
yang berwenang bertindak untuk dan atas nama
Peserta berdasarkan Anggaran Dasar;
4) dalam hal terjadi pencabutan seluruh atau
sebagian kuasa kepada pejabat pemberi contoh
tanda tangan selain anggota direksi, melampirkan
surat pencabutan kuasa yang ditandatangani oleh
anggota direksi sebagai pemberi kuasa dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.10;
5) dalam hal terdapat perubahan kewenangan
dan/atau jabatan pejabat pemberi contoh tanda
tangan, Peserta melampirkan:
a) surat kuasa baru dan surat pencabutan
kuasa yang lama dari anggota direksi yang
berwenang bertindak untuk dan atas nama
Peserta berdasarkan Anggaran Dasar; dan
b) surat pernyataan tetap diberlakukannya
contoh tanda tangan pejabat pemberi contoh
tanda tangan, dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.11,
c) fotokopi …
28
c)
fotokopi bukti identitas diri yang masih
berlaku dari pejabat pemberi contoh tanda
tangan, berupa:
(1) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat
Izin Mengemudi (SIM) bagi Warga
Negara Indonesia (WNI); atau
(2) paspor dan Keterangan Izin Tinggal
Sementara (KITAS), bagi Warga Negara
Asing (WNA).
b. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan
nama, kewenangan, dan/atau jabatan pejabat pemberi
contoh tanda tangan kepada Penyelenggara Sistem BI-
ETP maka data yang telah ditatausahakan pada
Penyelenggara Sistem BI-ETP dianggap masih berlaku.
c. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda
tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem
BI-ETP diatur sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3;
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
d. Contoh tanda tangan berlaku efektif sejak
pemberitahuan dari Penyelenggara Sistem BI-ETP
mengenai tanggal efektif berlakunya contoh tanda
tangan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak
tanggal surat penyampaian perubahan terkait pejabat
pemberi contoh tanda tangan diterima secara lengkap
oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP.
e. Perubahan kewenangan dan/atau jabatan pejabat
pemberi contoh tanda tangan sebagaimana dimaksud
dalam butir a.5) berlaku efektif terhitung sejak tanggal
surat pencabutan kuasa dan surat kuasa yang baru
diterima …
29
diterima secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI-
ETP.
7. Perubahan Bank Pembayar
Prosedur perubahan Bank Pembayar diatur sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan surat perubahan terkait Bank
Pembayar kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dan
melampirkan dokumen sebagai berikut:
1) data kepesertaan sebagaimana format dalam
Lampiran II.2;
2) surat penunjukan Bank Pembayar sebagaimana
contoh dalam Lampiran II.6.A; dan
3) surat konfirmasi persetujuan dari Bank Pembayar
sebagaimana contoh dalam Lampiran II.6.B.
b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda
tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem
BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3;
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan
tanggapan tertulis melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile
kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak surat sebagaimana
dimaksud dalam huruf a diterima secara lengkap oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP.
8. Dalam hal terdapat perbedaan antara tanda tangan yang
terdapat pada dokumen pendukung untuk perubahan data
kepesertaan dengan contoh tanda tangan pejabat maka
Peserta harus menyampaikan surat pernyataan yang
menjelaskan …
30
menjelaskan alasan mengenai adanya perbedaan tanda
tangan sebagaimana contoh dalam Lampiran II.12.
9. Dalam hal Peserta adalah peserta pada Sistem BI-RTGS
dan/atau BI-SSSS maka Peserta dapat tidak
menyampaikan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 sampai dengan angka 7 yang telah
disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS
dan/atau BI-SSSS.
E. Status Kepesertaan dan Perubahannya
1. Status Kepesertaan
Status kepesertaan dalam Sistem BI-ETP bagi Peserta
dibedakan menjadi:
a. Aktif
Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh
kegiatan operasional Sistem BI-ETP sesuai dengan
peran Peserta yang bersangkutan.
b. Dibekukan
1) Peserta dengan status dibekukan tidak dapat
mengirimkan perintah Transaksi melalui Sistem
BI-ETP.
2) Peserta dengan status dibekukan tetap
memperoleh informasi yang terdapat dalam
Sistem BI-ETP.
3) Perubahan status menjadi dibekukan antara lain
dapat dilakukan sebagai persiapan penutupan
kepesertaan Sistem BI-ETP.
c. Ditutup
1) Peserta dengan status ditutup tidak dapat
melakukan seluruh kegiatan operasional Sistem
BI-ETP karena telah dihentikan kepesertaan
dalam Sistem BI-ETP.
2) Peserta dengan status ditutup tidak bisa
diaktifkan kembali sebagai Peserta.
2. Hubungan …
31
2. Hubungan Status Kepesertaan Sistem BI-ETP dengan
Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS
Dalam hal Peserta adalah peserta Sistem BI-RTGS
dan/atau BI-SSSS, berlaku ketentuan status kepesertaan
Sistem BI-ETP sebagai berikut:
a. Perubahan status Peserta tidak menyebabkan
perubahan status kepesertaan pada Sistem BI-RTGS
dan/atau BI-SSSS.
b. Perubahan status Peserta dipengaruhi oleh perubahan
status pada Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS
sebagai berikut:
1) Dalam hal perubahan status Peserta di Sistem BI-
RTGS dan/atau BI-SSSS menjadi ditangguhkan
maka status kepesertaan Sistem BI-ETP menjadi
dibekukan.
2) Dalam hal perubahan status peserta di Sistem BI-
RTGS dan/atau BI-SSSS menjadi dibekukan atau
ditutup maka menyebabkan perubahan status
kepesertaan yang sama pada Sistem BI-ETP.
3. Perubahan Status Peserta
a. Ketentuan perubahan status kepesertaan
1) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan
dari status:
a) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya;
b) aktif menjadi ditutup; atau
c) dibekukan menjadi ditutup.
2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) dilakukan oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP berdasarkan hal-hal
sebagai berikut:
a) perubahan status kepesertaan Sistem BI-
RTGS dan/atau BI-SSSS;
b) pengenaan sanksi oleh Penyelenggara Sistem
BI-ETP;
c) pencabutan …
32
c) pencabutan penunjukan sebagai Dealer
Utama dan Peserta Lelang oleh Menteri
Keuangan bagi Peserta yang hanya memiliki
fungsi sebagai Dealer Utama dan Peserta
Lelang;
d) permintaan tertulis dari lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap
Peserta, antara lain:
(1) Bank Indonesia; dan/atau
(2) Otoritas Jasa Keuangan (OJK);
dan/atau
e) permintaan tertulis dari Peserta yang
bersangkutan untuk mengubah status
kepesertaan dari status aktif menjadi
ditutup, yang didasarkan antara lain karena
alasan proses penutupan atau self
liquidation,
penggabungan, peleburan,
pemisahan, atau alasan lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan telah memperoleh
persetujuan dari Bank Indonesia atau OJK.
3) Dalam hal akan dilakukan perubahan status
kepesertaan menjadi ditutup, Peserta harus
menyelesaikan seluruh kewajiban dalam
penyelenggaraan Sistem BI-ETP, antara lain
pembebanan biaya yang timbul akibat
penggunaan Sistem BI-ETP dan/atau
pengembalian Digital Certificate Hard Token
kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP.
4) Dalam hal perubahan status kepesertaan menjadi
ditutup karena penggabungan, peleburan, atau
pemisahan maka penyelesaian hak dan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam angka 3) beralih ke
Peserta hasil penggabungan, peleburan, atau
pemisahan …
33
pemisahan yang didasarkan pada surat
pernyataan pengambilalihan hak dan kewajiban
dari Peserta hasil penggabungan, peleburan, atau
pemisahan.
5) Dalam hal terjadi perubahan status Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka 4),
Penyelenggara Sistem BI-ETP menginformasikan
perubahan status Peserta kepada:
a) Peserta yang bersangkutan melalui
pemberitahuan
tertulis
penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile atau sarana lain;
b) seluruh Peserta melalui
fasilitas
Administrative Message atau sarana lainnya;
dan/atau
c)
lembaga yang berwenang dalam melakukan
pengawasan terhadap kegiatan Peserta
melalui pemberitahuan tertulis yang
penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile atau sarana lain.
b. Prosedur perubahan status kepesertaan
1) Perubahan status kepesertaan karena pengenaan
sanksi oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP
a) Perubahan status kepesertaan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2)b) dapat dilakukan
oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP
berdasarkan hasil pemantauan kepatuhan
Peserta terhadap ketentuan yang ditetapkan
oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP.
b) Perubahan status kepesertaan dapat
dilakukan berdasarkan tanggal efektif
perubahan status yang ditetapkan oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP dan
diberitahukan …
yang
34
diberitahukan paling lambat 1 (satu) hari
kerja sebelumnya.
c) Penyelenggara
Sistem BI-ETP
menginformasikan perubahan status
kepesertaan Peserta kepada pihak
sebagaimana dimaksud dalam butir a.5)b)
dan butir a.5)c).
2) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
tertulis dari lembaga yang berwenang melakukan
pengawasan terhadap kegiatan Peserta, diatur
sebagai berikut:
a) Lembaga yang berwenang melakukan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
butir a.2)d) mengajukan surat permohonan
perubahan status kepesertaan kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.
b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) memuat antara lain hal-hal
sebagai berikut:
(1) nama Peserta dan perubahan status
kepesertaan yang diminta;
(2) alasan perubahan status kepesertaan;
dan
(3)
tanggal efektif perubahan status
kepesertaan,
dengan melampirkan dokumen pendukung
terkait dengan alasan permohonan
perubahan status kepesertaan.
c) Berdasarkan
surat
permohonan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a),
Penyelenggara Sistem BI-ETP menyetujui dan
mengubah status kepesertaan setelah:
(1) dokumen …
35
(1) dokumen sebagaimana dimaksud dalam
huruf b) telah diterima dengan lengkap;
dan
(2) Peserta telah menyelesaikan seluruh
kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam butir a.3) dalam hal status
kepesertaan berubah menjadi ditutup.
d) Penyelenggara
Sistem BI-ETP
menginformasikan perubahan status
kepesertaan Peserta kepada pihak
sebagaimana dimaksud dalam butir a.5).
3) Perubahan Status Kepesertaan atas Permohonan
Tertulis dari Peserta
a) Permohonan Perubahan Status Kepesertaan
Karena Proses Penutupan atau Self
Liquidation dan alasan lainnya
(1) Peserta dapat mengajukan surat
permohonan perubahan status
kepesertaan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP dari status aktif menjadi
ditutup, dengan melampirkan dokumen
sebagai berikut :
(a) fotokopi keputusan pencabutan izin
usaha dalam hal Peserta yang
melakukan self liquidation;
(b) dokumen terkait lainnya untuk
alasan perubahan status
kepesertaan yang dilakukan
berdasarkan alasan lain yang telah
memperoleh persetujuan dari
Penyelenggara Sistem BI-ETP atau
lembaga pengawas kegiatan
Peserta.
(2) Surat …
36
(2) Surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam angka (1)
ditandatangani oleh anggota direksi
yang bertindak untuk dan atas nama
calon Peserta dan disampaikan kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan
ketentuan sebagai berikut:
(a) surat disampaikan kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP ke
alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.3; dan
(b) bagi Peserta yang berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN, surat
permohonan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf (a)
disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
(3) Berdasarkan surat permohonan
sebagaimana dimaksud dalam angka
(1), Penyelenggara Sistem BI-ETP akan
mengubah status kepesertaan setelah:
(a) dokumen sebagaimana dimaksud
dalam angka (1) telah diterima
dengan lengkap; dan
(b) Peserta telah memenuhi seluruh
kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam butir a.3).
(4) Penyelenggara Sistem BI-ETP
menginformasikan perubahan status
Peserta kepada pihak sebagaimana
dimaksud dalam butir a.5).
b) Perubahan Status Kepesertaan Karena
Penggabungan
(1) Setiap …
37
(1) Setiap Peserta yang menggabungkan diri
mengajukan surat permohonan
penutupan kepesertaan dengan
ketentuan sebagai berikut :
(a) Surat permohonan penutupan
kepesertaan paling kurang
memuat:
1.1. persetujuan penggabungan
dari lembaga yang berwenang;
penutupan
1.2. permohonan
kepesertaan Sistem BI-ETP
dan waktu pelaksanaan
penghentian kepesertaan
Sistem BI-ETP;
1.3. pengalihan hak dan kewajiban
terkait kepesertaan dalam
Sistem BI-ETP dari Peserta
yang menggabungkan diri
kepada Peserta yang
menerima penggabungan,
terhitung sejak tanggal
penggabungan secara hukum;
dan
1.4. pencabutan contoh tanda
tangan dari Peserta yang
menggabungkan
diri,
terhitung sejak tanggal
penggabungan secara hukum.
(b) Surat permohonan penutupan
kepesertaan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP menggunakan
contoh sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.13.
(c) Surat …
38
(c) Surat permohonan penutupan
kepesertaan dilengkapi dengan
persyaratan dokumen sebagai
berikut:
1.1. fotokopi surat keputusan dari
lembaga yang berwenang
menyetujui penggabungan;
dan
1.2. fotokopi anggaran dasar
terakhir Peserta yang
menggabungkan diri,
yang telah dilegalisasi oleh notaris.
(2) Peserta yang menerima penggabungan,
menyampaikan surat pemberitahuan
penggabungan dengan ketentuan
sebagai berikut :
(a) Surat
pemberitahuan
penggabungan paling kurang
memuat:
1.1. persetujuan penggabungan
dari lembaga yang berwenang;
1.2. informasi mengenai Peserta
yang menerima penggabungan
dan
Peserta
menggabungkan diri;
1.3. waktu pelaksanaan peralihan
operasional
dalam
penyelenggaraan Sistem BI-
ETP dari Peserta yang
menggabungkan diri kepada
Peserta yang menerima
penggabungan;
yang
1.4. waktu …
39
1.4. waktu
pelaksanaan
penghentian kepesertaan
dalam Sistem BI-ETP dari
Peserta yang menggabungkan
diri;
1.5. pengambilalihan hak dan
kewajiban Peserta yang
menggabungkan diri oleh
Peserta yang menerima
penggabungan terhitung sejak
tanggal penggabungan secara
hukum; dan
1.6. informasi
pengumuman
penggabungan yang dimuat
dalam surat kabar harian
berskala nasional.
(b) Surat
penggabungan
pemberitahuan
kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP
menggunakan contoh sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.14.
(c) Surat
pemberitahuan
penggabungan dilengkapi dengan
surat pernyataan yang memuat
paling kurang :
1.1. pengambilalihan hak dan
kewajiban Peserta yang
menggabungkan diri terhitung
sejak tanggal penggabungan
secara hukum;
1.2. pemberlakuan contoh tanda
tangan untuk Peserta yang
menerima penggabungan dan
penegasan status contoh
tanda …
40
tanda tangan Peserta yang
menggabungkan diri;
1.3. pengambilalihan wewenang
dan tanggung
jawab
operasional Peserta yang
menggabungkan diri terhitung
sejak tanggal penggabungan
secara hukum sampai dengan
tanggal penggabungan secara
operasional.
(d) Surat pernyataan penggabungan
menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.15.
(3) Dalam hal Peserta yang menerima
penggabungan telah menerima
dokumen terkait proses penggabungan
dari Kementerian Hukum dan HAM,
Peserta yang menerima penggabungan
menyampaikan dokumen kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP sebagai
berikut :
(a) fotokopi akta penggabungan;
(b) fotokopi akta perubahan Anggaran
Dasar Peserta yang menerima
penggabungan;
(c)
fotokopi izin penggabungan dari
lembaga
yang berwenang
memberikan persetujuan tentang
Penggabungan; dan
(d) fotokopi
surat persetujuan
perubahan Anggaran Dasar dari
Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia
atau dokumen
pendaftaran Akta Penggabungan
dan …
41
dan Akta Perubahan Anggaran
Dasar.
yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang.
(4) Surat sebagaimana dimaksud dalam
butir (1)(a), butir (2)(a), dan butir (2)(d)
ditandatangani oleh pejabat pemberi
contoh tanda tangan dan disampaikan
kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP
dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) surat disampaikan kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP ke
alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.3; dan
(b) bagi Peserta yang berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN, surat
disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
(5) Penyelenggara Sistem BI-ETP
memberitahukan kepada Peserta yang
menerima penggabungan melalui surat
mengenai telah disetujuinya waktu
pelaksanaan penggabungan secara
kepesertaan dalam Sistem BI-ETP
beserta hal-hal yang harus dilakukan
oleh Peserta yang bersangkutan, setelah
dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka (1) dan angka (2) diterima secara
lengkap.
(6) Penyelenggara Sistem BI-ETP
memberitahukan kepada seluruh
Peserta melalui Administrative Message
atau sarana lainnya mengenai telah
disetujuinya
pelaksanaan
penggabungan …
42
penggabungan secara operasional dalam
Sistem BI-ETP dan penutupan
kepesertaan dalam Sistem BI-ETP dari
Peserta yang menggabungkan diri.
(7) Status kepesertaan dalam Sistem BI-
ETP dari Peserta yang menggabungkan
diri efektif berubah menjadi ditutup
pada
tanggal
pelaksanaan
penggabungan secara operasional dalam
Sistem BI-ETP.
(8) Penyelenggara Sistem BI-ETP
menginformasikan
pemberitahuan
penutupan kepesertaan Sistem BI-ETP
Peserta yang menggabungkan diri
kepada pihak sebagaimana dimaksud
dalam butir 3.a.5)b) dan 3.a.5)c).
c) Perubahan Status Kepesertaan Karena
Peleburan
(1) Calon Peserta yang merupakan hasil
peleburan harus mengajukan
permohonan menjadi Peserta dengan
mengikuti
ketentuan
umum
kepesertaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, persyaratan menjadi
Peserta sebagaimana dimaksud dalam
huruf B, dan prosedur menjadi Peserta
sebagaimana dimaksud dalam huruf C.
(2) Calon Peserta yang merupakan hasil
peleburan menyampaikan surat
pemberitahuan peleburan dengan
ketentuan sebagai berikut:
(a) Surat permohonan penutupan
kepesertaan paling kurang
memuat:
1.1. persetujuan …
43
1.1. persetujuan peleburan dari
lembaga yang berwenang;
1.2. informasi mengenai calon
Peserta yang merupakan hasil
peleburan dan Peserta yang
meleburkan diri;
1.3. waktu pelaksanaan peralihan
operasional
dalam
penyelenggaraan Sistem BI-
ETP dari Peserta yang
meleburkan diri kepada
Peserta hasil peleburan;
1.4. waktu
pelaksanaan
penghentian kepesertaan
dalam Sistem BI-ETP dari
Peserta yang meleburkan diri;
1.5. pengambilalihan hak dan
kewajiban Peserta yang
meleburkan diri oleh Peserta
yang merupakan hasil
peleburan terhitung sejak
tanggal peleburan secara
hukum; dan
1.6. informasi
pengumuman
peleburan yang dimuat dalam
surat kabar harian berskala
nasional;
(b) Surat pemberitahuan peleburan
kepada Penyelenggara Sistem BI-
ETP menggunakan contoh
sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.14.
(c) Surat …
44
(c) Surat pemberitahuan peleburan
dilengkapi
dengan surat
pernyataan yang memuat paling
kurang:
1.1. pengambilalihan hak dan
kewajiban Peserta yang
meleburkan diri terhitung
sejak tanggal peleburan secara
hukum;
1.2. pemberlakuan contoh tanda
tangan untuk Peserta yang
merupakan hasil peleburan
dan penegasan status contoh
tanda tangan Peserta yang
meleburkan diri; dan
1.3. pengambilalihan wewenang
dan tanggung
jawab
operasional Peserta yang
meleburkan diri terhitung
sejak tanggal peleburan secara
hukum sampai dengan tanggal
pelaksanaan peleburan secara
operasional dalam Sistem BI-
ETP.
(d) Surat pernyataan peleburan
menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.15.
(3) Dalam hal calon Peserta yang
merupakan hasil peleburan telah
menerima dokumen terkait proses
peleburan dari Kementerian Hukum dan
HAM, calon Peserta yang merupakan
hasil peleburan menyampaikan
dokumen …
45
dokumen kepada Penyelenggara Sistem
BI-ETP sebagai berikut:
(a) akta peleburan;
(b) akta pendirian Peserta yang
merupakan hasil peleburan;
(c) Anggaran Dasar terakhir Peserta
yang meleburkan diri;
(d)
izin peleburan dari lembaga yang
berwenang
persetujuan tentang peleburan; dan
(e) surat pengesahan badan hukum
perseroan dari Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia
atas akta pendirian Peserta yang
merupakan hasil peleburan.
yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang.
(4) Setiap Peserta yang meleburkan diri
mengajukan surat permohonan
penutupan kepesertaan dengan
ketentuan sebagai berikut :
(a) Surat permohonan penutupan
kepesertaan paling kurang
memuat:
1.1. persetujuan peleburan dari
lembaga yang berwenang;
1.2. permohonan
penutupan
kepesertaan Sistem BI-ETP
dan waktu pelaksanaan
peleburan secara operasional
dalam Sistem BI-ETP;
1.3. pengalihan hak dan kewajiban
terkait kepesertaan dalam
Sistem BI-ETP dari Peserta
yang …
memberikan
46
yang meleburkan diri kepada
Peserta yang merupakan hasil
peleburan, terhitung sejak
tanggal peleburan secara
hukum; dan
1.4. pencabutan contoh tanda
tangan pejabat pemberi contoh
dari Peserta yang meleburkan
diri, terhitung sejak tanggal
peleburan secara hukum.
(b) Surat permohonan penutupan
kepesertaan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP menggunakan
contoh sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.13.
(c) Surat sebagaimana dimaksud
dalam huruf (a), dilengkapi
persyaratan dokumen sebagai
berikut:
1.1. fotokopi surat keputusan dari
lembaga yang berwenang
menyetujui peleburan; dan
1.2. fotokopi Anggaran Dasar
terakhir Peserta yang
meleburkan diri,
yang telah dilegalisasi oleh pejabat
yang berwenang.
(5) Surat sebagaimana dimaksud dalam
butir (2)(a), butir (2)(c), dan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka (4)
ditandatangani oleh anggota direksi dan
disampaikan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP dengan ketentuan
sebagai berikut:
(a) surat …
47
(a) surat disampaikan kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP ke
alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.3;
(b) bagi Peserta yang berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN, surat
disampaikan dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi.
(6) Penyelenggara Sistem BI-ETP
memberitahukan kepada Peserta yang
merupakan hasil peleburan melalui
surat mengenai telah disetujuinya
waktu pelaksanaan peleburan secara
operasional dalam Sistem BI-ETP
beserta hal-hal yang harus dilakukan
oleh Peserta yang bersangkutan, setelah
dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka (2), angka (3), dan angka (4)
diterima secara lengkap.
(7) Penyelenggara Sistem BI-ETP
memberitahukan kepada seluruh
Peserta melalui Administrative Message
atau sarana lainnya mengenai telah
disetujuinya pelaksanaan perubahan
kepesertaan dalam Sistem BI-ETP dan
penutupan kepesertaan dalam Sistem
BI-ETP dari Peserta yang meleburkan
diri.
(8) Status kepesertaan dalam Sistem BI-
ETP dari Peserta yang meleburkan diri
efektif berubah menjadi ditutup pada
tanggal pelaksanaan peleburan
kepesertaan dalam Sistem BI-ETP.
(9) Penyelenggara …
48
(9) Penyelenggara Sistem BI-ETP
memberitahukan
penutupan
kepesertaan Sistem BI-ETP Peserta yang
meleburkan diri kepada seluruh Peserta
melalui Administrative Message atau
sarana lainnya.
d) Perubahan Kepesertaan Karena Pemisahan
(1) Perubahan kepesertaan karena
pemisahan dilakukan dalam hal
terdapat Peserta berupa Unit Usaha
Syariah yang melakukan pemisahan
dari Peserta berupa Bank Umum
Konvensional sebagai induknya yang
dilakukan dengan cara mendirikan
Bank Umum Syariah baru atau
mengalihkan hak dan kewajiban Unit
Usaha Syariah kepada Bank Umum
Syariah yang telah ada.
(2) Prosedur perubahan kepesertaan
karena pemisahan dengan cara
mendirikan Bank Umum Syariah baru,
mengikuti prosedur perubahan
kepesertaan karena peleburan
sebagaimana dimaksud dalam huruf c).
(3) Prosedur perubahan kepesertaan
karena pemisahan dengan cara
mengalihkan hak dan kewajiban Unit
Usaha Syariah kepada BUS yang telah
ada, mengikuti prosedur perubahan
kepesertaan karena penggabungan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b).
c. Dalam hal Peserta adalah peserta pada Sistem BI-
RTGS dan/atau BI-SSSS maka Peserta dapat tidak
menyampaikan lampiran dokumen sebagaimana
dimaksud …
49
dimaksud dalam huruf b yang telah disampaikan
kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS dan/atau BI-
SSSS.
F. Kewajiban Peserta
Dalam rangka penyelenggaraan Sistem BI-ETP, Peserta wajib
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan
Sistem BI-ETP antara lain melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. menyusun kebijakan dan prosedur tertulis yang
mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam
pelaksanaan operasional Sistem BI-ETP, termasuk
prosedur pengamanan penggunaan Sistem BI-ETP di
lingkungan internal Peserta, diatur sebagai berikut:
1) Kebijakan dan prosedur tertulis merupakan
aturan tertulis yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku
di internal Peserta dan berlaku sebagai pedoman
operasional Sistem BI-ETP di Peserta.
2) Kebijakan dan prosedur tertulis dibuat dalam
waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
efektif kepesertaan di Sistem BI-ETP dan
disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-
ETP.
3) Kebijakan dan prosedur tertulis dibuat dalam
Bahasa Indonesia. Dalam hal kebijakan dan
prosedur tertulis dibuat dalam bahasa asing,
kebijakan dan prosedur tertulis harus
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh
penerjemah tersumpah.
4) Kebijakan dan prosedur tertulis dibuat dengan
mengacu pada ketentuan terkait dengan Sistem
BI-ETP yang ditetapkan oleh Penyelenggara
Sistem BI-ETP serta kesepakatan tertulis antar-
Peserta …
50
Peserta (Bye-Laws) terkait penyelenggaraan
Sistem BI-ETP.
5) Kebijakan dan prosedur tertulis memuat paling
kurang materi sebagai berikut:
a) pendahuluan;
b) organisasi pengoperasian Sistem BI-ETP;
c) sistem pengamanan termasuk pengamanan
Digital Certificate Hard Token;
d) ketentuan dan prosedur operasional Sistem
BI-ETP;
e) pengawasan operasional Sistem BI-ETP; dan
f) penanganan Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat.
Rincian cakupan minimum materi kebijakan dan
prosedur tertulis diatur pada “Pedoman
Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis”
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV.
6) Dalam hal terjadi perubahan materi kebijakan
dan prosedur tertulis sebagaimana dimaksud
dalam angka 5) dan/atau perubahan ketentuan
yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sistem BI-
ETP dan/atau kesepakatan tertulis antar-Peserta
(Bye Laws), yang berdampak pada materi
kebijakan dan prosedur tertulis, Peserta harus
melakukan pengkinian terhadap kebijakan dan
prosedur tertulis dimaksud.
7) Pengkinian terhadap kebijakan dan prosedur
tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 6)
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan sejak terjadinya perubahan materi
dan ketentuan tersebut dan perubahan kebijakan
dan prosedur tertulis sebagaimana dimaksud
dalam angka 6) disampaikan kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP.
b. melakukan …
51
b. melakukan pemeriksaan internal yang menjamin
keamanan operasional Sistem BI-ETP, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) pemeriksaan internal merupakan kegiatan
pemeriksaan terhadap Sistem BI-ETP untuk
menjamin keamanan operasional Sistem BI-ETP;
2)
ruang lingkup pelaksanaan pemeriksaan internal
paling kurang mencakup ruang lingkup materi
penilaian kepatuhan yang disampaikan oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP.
c. melakukan security audit, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) security audit bertujuan untuk memastikan
keamanan dan keandalan teknologi informasi
internal Peserta, serta kondisi lingkungan tempat
Peserta melakukan kegiatan operasional;
2) security audit dilakukan paling kurang setiap 3
(tiga) tahun sekali terhitung sejak menjadi Peserta
atau setiap terjadi perubahan dalam sistem
teknologi informasi internal Peserta yang terkait
dengan Sistem BI-ETP;
3) pelaksanaan security audit dapat dilakukan oleh
auditor internal Peserta maupun auditor
eksternal yang independen.
4) Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor
internal, laporan hasil security audit sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) dilengkapi surat
pernyataan bahwa pelaksanaan security audit
dilakukan secara independen,
yang
ditandatangani anggota direksi yang berwenang
bertindak untuk dan atas nama calon Peserta;
d. memiliki pedoman Disaster Recovery Plan dan
Business Continuity Plan, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) pedoman …
52
1) pedoman Disaster Recovery Plan dan Business
Continuity Plan memuat prosedur yang dilakukan
oleh Peserta dalam hal terjadi Keadaan Tidak
Normal dan/atau Keadaan Darurat untuk
memastikan bahwa operasional Sistem BI-ETP di
Peserta tetap dapat dilakukan atau upaya lainnya
yang perlu dilakukan dalam hal sistem cadangan
tidak dapat digunakan;
2) pedoman Disaster Recovery Plan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat
hal-hal sebagai berikut:
a) unit kerja sebagai penanggung jawab;
b) mekanisme koordinasi apabila penanggung
jawab terdiri dari beberapa unit;
c) prosedur terkait penyiapan infrastruktur
cadangan untuk menjamin kegiatan
operasional Sistem BI-ETP tetap berjalan;
d) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan
e) petugas operasional (termasuk data nomor
telepon yang dapat dihubungi setiap saat).
3) pedoman Business Continuity Plan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat
hal-hal sebagai berikut:
a) unit kerja sebagai penanggung jawab;
b) mekanisme koordinasi apabila penanggung
jawab terdiri dari beberapa unit;
c)
langkah-langkah bisnis yang dilakukan
untuk menjamin kegiatan operasional Sistem
BI-ETP tetap berjalan;
d) mekanisme pengujian prosedur Business
Continuity Plan;
e) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan
f) petugas operasional (termasuk data nomor
telepon yang dapat dihubungi setiap saat).
e. menggunakan …
53
e. menggunakan aplikasi Sistem BI-ETP sesuai dengan
Buku Pedoman Teknis Sistem BI-ETP yang diterbitkan
oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP;
f. melakukan pengkinian kepesertaan;
g. melakukan pemeliharaan data dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) data yang tersimpan dalam media elektronik
dan/atau dalam bentuk hasil olahan komputer
Sistem BI-ETP harus mendapat pengamanan yang
memadai serta terjaga kerahasiaannya, antara
lain terlindung dari akses petugas yang tidak
berwenang;
2) data sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
antara lain meliputi data transaksi, aplikasi yang
diberikan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP;
3) melakukan pencadangan data sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) ke dalam media
elektronik;
4) memastikan data sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dan cadangannya sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) tidak rusak; dan
5) menyimpan seluruh data sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dan cadangannya sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) sesuai dengan
ketentuan pengarsipan yang berlaku di internal
Peserta dan masa retensi sesuai peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai
dokumen perusahaan.
h. menjamin Sistem BI-ETP utama dan Sistem BI-ETP
cadangan berfungsi dengan baik untuk melakukan
berbagai aktivitas Sistem BI-ETP sepanjang jam
operasional Sistem BI-ETP.
Dalam …
54
Dalam rangka menjamin Sistem BI-ETP utama dan
Sistem BI-ETP cadangan berfungsi dengan baik maka
Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) memastikan petugas yang menangani Sistem BI-
ETP memahami sistem dan prosedur operasional
Sistem BI-ETP yang telah ditetapkan oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP dan internal
Peserta, antara lain melalui pelatihan secara
berkala;
2) mengatur dan menetapkan user dan kewenangan
user yang melakukan operasional Sistem BI-ETP
dengan memperhatikan hal-hal antara lain
sebagai berikut:
a) pengaturan kewenangan user dengan
memperhatikan rentang kendali (span of
control) untuk meminimalkan kesalahan
manusia (human error) dan penyalahgunaan
kewenangan user;
b) pengiriman Transaksi dilakukan secara
berjenjang sesuai dengan tingkat
kewenangan petugas;
c) pengaturan petugas pengganti untuk user
sesuai dengan perannya masing-masing;
d) penetapan dan penatausahaan user
pemegang Digital Certificate Hard Token,
termasuk serial number token tersebut;
e) keamanan penggunaan Digital Certificate
Hard Token oleh user yang telah ditetapkan;
dan
f) penyimpanan dokumen keamanan yang
terkait dengan user dan Digital Certificate
Hard Token;
3) menyediakan dan mengelola sistem cadangan
untuk Sistem BI-ETP di Peserta sebagai berikut:
a) pemilihan …
55
a) pemilihan jenis dan lokasi Sistem BI-ETP
cadangan serta jaringan komunikasi data
cadangan Peserta diserahkan kepada setiap
Peserta;
b) pemilihan jenis dan lokasi Sistem BI-ETP
cadangan, serta jaringan komunikasi data
cadangan Peserta sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) dilakukan berdasarkan
pertimbangan antara lain:
(1) volume Transaksi Peserta dan tingkat
urgensi Sistem BI-ETP bagi Peserta; dan
(2) pengendalian internal guna memitigasi
risiko operasional di Peserta;
4) menjamin Sistem BI-ETP cadangan berfungsi
dengan baik, dengan cara antara lain:
a) melakukan uji coba koneksi Sistem BI-ETP
cadangan secara berkala sebagai berikut:
(1) uji coba koneksi Sistem BI-ETP
cadangan termasuk uji coba terhadap
jaringan komunikasi data cadangan
dan/atau data.
(2) uji coba koneksi Sistem BI-ETP
cadangan sebagaimana dimaksud dalam
angka (1) dapat dilakukan dengan
menggunakan:
(a) environment testing Penyelenggara
Sistem BI-ETP selama jam
operasional Sistem BI-ETP; atau
(b) environment
production
Penyelenggara Sistem BI-ETP
dengan jadwal yang ditetapkan oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP yaitu
setiap bulan pada hari Jumat
minggu pertama atau minggu
ketiga …
56
ketiga setelah proses akhir hari
Sistem BI-ETP di Penyelenggara
Sistem BI-ETP berakhir dan
pelaksanaannya dilakukan paling
lama 1 (satu) jam;
(3)
tata cara melakukan uji coba koneksi
Sistem BI-ETP cadangan diatur sebagai
berikut:
(a) Peserta
menyampaikan
permohonan uji coba koneksi
Sistem BI-ETP cadangan melalui
Administrative Message kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP
paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum pelaksanaan uji coba
koneksi Sistem BI-ETP cadangan;
(b) Penyelenggara Sistem BI-ETP
memberitahukan persetujuan uji
coba koneksi Sistem BI-ETP
cadangan kepada Peserta melalui
Administrative Message; dan
(c) Peserta menyampaikan laporan
tertulis hasil pelaksanaan uji coba
koneksi Sistem BI-ETP cadangan
kepada Penyelenggara Sistem BI-
ETP paling lambat 1 (satu) hari
kerja setelah pelaksanaan selesai
dilakukan;
b) mengoperasikan Sistem BI-ETP cadangan
untuk kegiatan operasional dalam kondisi
normal sebagai berikut:
(1) dilakukan secara berkala, paling kurang
1 (satu) kali dalam setahun;
(2) pengoperasian …
57
(2) pengoperasian sistem cadangan untuk
kegiatan operasional dalam kondisi
normal dapat mencakup jaringan
komunikasi data cadangan.
(3)
tata cara menggunakan Sistem BI-ETP
cadangan untuk kegiatan operasional
dalam kondisi normal sebagai berikut:
(a) Peserta
menyampaikan
permohonan penggunaan Sistem
BI-ETP cadangan untuk kegiatan
operasional dalam kondisi normal
melalui Administrative Message
kepada Penyelenggara Sistem BI-
ETP paling lambat 1 (satu) hari
kerja sebelum menggunakan
Sistem BI-ETP cadangan dan/atau
jaringan komunikasi data
cadangan;
(b) Penyelenggara Sistem BI-ETP
memberitahukan
persetujuan
penggunaan Sistem BI-ETP
cadangan dan/atau jaringan
komunikasi data cadangan untuk
kegiatan operasional dalam kondisi
normal kepada Peserta melalui
Administrative Message; dan
(c) Peserta menyampaikan laporan
tertulis hasil penggunaan Sistem
BI-ETP cadangan dan/atau
jaringan komunikasi data cadangan
untuk kegiatan operasional dalam
kondisi
normal
kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP
paling lambat 1 (satu) hari kerja
setelah …
58
setelah pelaksanaan selesai
dilakukan.
5) menjamin keamanan dan keandalan jaringan
komunikasi data yang digunakan untuk
menghubungkan Sistem BI-ETP utama dan/atau
Sistem BI-ETP cadangan.
6) melakukan langkah-langkah preventif yang
diperlukan sehingga infrastruktur dan perangkat
lunak (software) yang digunakan dalam Sistem
BI-ETP, termasuk infrastruktur dan perangkat
lunak (software) yang terkait dengan Sistem BI-
ETP, berfungsi dengan baik dan bebas dari segala
jenis virus;
7) menjamin integritas database Sistem BI-ETP yang
ada pada Sistem BI-ETP utama dan Sistem BI-
ETP cadangan termasuk data cadangan (back-up)
yang tersimpan dalam bentuk compact disk (CD),
flashdisk, dan media lainnya;
8) melakukan instalasi setiap terjadi perubahan
aplikasi Sistem BI-ETP utama dan/atau Sistem
BI-ETP cadangan sesuai dengan Buku Pedoman
Teknis Sistem BI-ETP yang diterbitkan oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP;
9) menyimpan dengan baik aplikasi Sistem BI-ETP,
termasuk setiap terdapat perubahan aplikasi
Sistem BI-ETP yang telah diberikan oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP, di tempat yang
aman dan bebas dari berbagai sumber yang dapat
merusak aplikasi Sistem BI-ETP; dan
10) melakukan perpanjangan masa aktif Digital
Certificate Hard Token sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-
ETP;
2. bertanggung …
59
2. bertanggung jawab atas kebenaran transaksi, instruksi
transaksi, dan/atau seluruh informasi yang dikirim Peserta
kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui Sistem BI-
ETP;
3. melaksanakan kegiatan penyelenggaraan Sistem BI-ETP
sesuai dengan Perjanjian dan ketentuan yang mengatur
mengenai penyelenggaraan Sistem BI-ETP serta ketentuan
terkait lainnya;
4. menginformasikan biaya transaksi melalui Sistem BI-ETP
secara transparan yang dinyatakan dalam perjanjian
brokerage line, dalam hal Peserta merupakan perusahaan
pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing dan
perusahaan efek;
5. memberikan data dan informasi terkait kegiatan
penyelenggaraan Sistem BI-ETP yang diminta oleh Bank
Indonesia dalam rangka pelaksanaan pemantuan
kepatuhan Peserta; dan
6. mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait
penyelenggaraan Sistem BI-ETP.
IV. OPERASIONAL PENYELENGGARAAN SISTEM BI-ETP
A. Waktu Operasional Sistem BI-ETP
1. Penyelenggara Sistem BI-ETP menetapkan waktu
operasional penyelenggaraan Sistem BI-ETP yang
mencakup hari operasional dan jam operasional.
2. Hari operasional Sistem BI-ETP adalah setiap hari kerja,
kecuali ditetapkan lain oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP.
3. Jam operasional Sistem BI-ETP sebagai berikut:
a. Jam buka Sistem BI-ETP pada pukul 06.30 WIB.
b. Jam Transaksi:
1) Transaksi Dengan Bank Indonesia mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang antara lain
mengatur mengenai operasi moneter, operasi
moneter syariah, lelang surat berharga negara di
pasar …
60
pasar perdana dan penatausahaan surat berharga
negara.
2) Transaksi Pasar Keuangan pada pukul 07.00 WIB
sampai dengan pukul 17.30 WIB, dengan
pengaturan sebagai berikut:
a)
transaksi dengan underlying surat berharga
yang ditatausahakan di BI-SSSS:
(1) dalam hal setelmen dilakukan pada hari
yang sama dengan tanggal transaksi,
maka transaksi paling lambat dilakukan
sampai dengan pukul 16.30 WIB;
(2) dalam hal setelmen dilakukan setelah
tanggal transaksi, maka transaksi
paling lambat dilakukan sampai dengan
pukul 17.30 WIB;
b)
transaksi tanpa underlying surat berharga
yang ditatausahakan di BI-SSSS paling
lambat dilakukan sampai dengan pukul
17.30 WIB;
c.
jam tutup Sistem BI-ETP pada pukul 18.30 WIB atau
sama dengan jam tutup BI-SSSS.
4. Jam operasional Sistem BI-ETP sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 berlaku dalam kondisi normal dan dapat
diubah oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5.
5. Perubahan jam operasional Sistem BI-ETP dan window
time Transaksi adalah sebagai berikut:
a.
jam operasional Sistem BI-ETP dan window time
Transaksi dapat diubah oleh Penyelenggara Sistem BI-
ETP berdasarkan kebijakan Penyelenggara Sistem BI-
ETP;
b. perubahan …
61
b. perubahan jam operasional sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dapat dilakukan berdasarkan
pertimbangan antara lain sebagai berikut:
1) Keadaan Tidak Normal pada Sistem BI-ETP, BI-
SSSS, dan/atau Sistem BI-RTGS dan/atau
Keadaan Darurat; dan/atau
2) adanya perubahan jam Transaksi Dengan Bank
Indonesia yang mengakibatkan perubahan jam
operasional Sistem BI-ETP.
6. Dalam hal hari operasional Sistem BI-ETP ditetapkan lain
dan/atau jam operasional Sistem BI-ETP diubah,
Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan hal tersebut
kepada seluruh Peserta melalui Administrative Messages
dan/atau sarana lainnya.
B. Pengelolaan User dan Penggunaan Digital Certificate Hard Token
1. User Sistem BI-ETP
a. Peserta melakukan pengoperasian Sistem BI-ETP
berdasarkan kewenangan level user yang terdiri dari
level administrator, supervisor dan operator yang diatur
sebagai berikut:
1) Administrator
a) Administrator adalah user yang memiliki
kewenangan antara lain untuk melakukan
setting limit approval untuk supervisor
(supervisor limit) dan setting broker bidding
limit.
b) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan 2
(dua) level administrator beserta password-
nya kepada Peserta.
2) Supervisor
a) Supervisor adalah user yang memiliki
kewenangan operasional pada Sistem BI-ETP
untuk melaksanakan fungsi yang berkaitan
dengan pengiriman pesan antar-Peserta dan
kegiatan …
62
kegiatan supervisi, termasuk menyetujui
atau menolak data Transaksi Dengan Bank
Indonesia yang dikirim oleh operator.
b) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan 4
(empat) level supervisor beserta passwordnya
kepada Peserta.
c) Peserta dapat menentukan pembatasan
setting limit approval dalam pengiriman
Transaksi Dengan Bank Indonesia yang
dilakukan oleh supervisor (supervisor limit).
3) Operator
a) Operator adalah user yang memiliki
kewenangan untuk melakukan entry atau
construct, mengubah data Transaksi,
membatalkan kuotasi Transaksi Pasar
Keuangan, dan mengirimkan pesan
(Administrative Message) antar Peserta.
b) Operator tidak dapat mengakses menu dan
fungsi-fungsi kegiatan administrator dan
supervisor.
c) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan 4
(empat) level operator beserta passwordnya
kepada Peserta.
b. Peserta memiliki kebijakan yang mengatur level user
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam
Kebijakan dan Prosedur Tertulis Peserta, yang antara
lain meliputi pengelolaan tingkatan user, pengelolaan
password, dan kewajiban masing-masing level user.
c. Penambahan user melebihi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1)b), butir a.2)b) dan butir
a.3)c) dapat diberikan kepada Peserta berdasarkan
persetujuan Penyelenggara Sistem BI-ETP.
2. Penggunaan …
63
2. Penggunaan Digital Certificate Hard Token
a. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan 1 (satu)
Digital Certificate Hard Token untuk setiap user.
b. Digital Certificate Hard Token dilengkapi antara lain
dengan user name dan personal identification number
(PIN).
c. Peserta menggunakan Digital Certificate Hard Token
untuk mengakses dan melakukan transaksi melalui
Sistem BI-ETP.
d. Masa aktif Digital Certificate Hard Token ditetapkan
paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal efektif
berlakunya.
e. Peserta dapat mengajukan penggantian Digital
Certificate Hard Token yang hilang/rusak atau tidak
dapat digunakan karena sebab lainnya.
f. Penambahan Digital Certificate Hard Token karena
penambahan user sebagaimana dimaksud dalam butir
1.c dan/atau penggantian Digital Certificate Hard
Token yang hilang/rusak atau tidak dapat digunakan
karena sebab lainnya sebagaimana dimaksud dalam
huruf e dikenakan biaya.
3. Prosedur Penambahan User, Penggantian dan/atau
perpanjangan masa aktif Digital Certificate Hard Token
a. Pengajuan penambahan user, dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta menyampaikan surat permohonan
penambahan user, yang memuat informasi paling
kurang:
a) nama dan participant code Peserta;
b)
jumlah penambahan user dan level user; dan
c) alasan permintaan penambahan user dalam
hal permintaan penambahan user melebihi
jumlah yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.c.
2) Surat …
64
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dibuat sebagaimana contoh dalam
Lampiran II.4.
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) ditandatangani oleh pejabat pemberi
contoh tanda tangan dan disampaikan kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan
sebagai berikut :
a)
surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3.
b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan
disampaikan dengan tembusan kepada
KPwDN yang mewilayahi.
b. Penggantian Digital Certificate Hard Token
1) Peserta menyampaikan surat permohonan
penggantian Digital Certificate Hard Token, yang
memuat informasi paling kurang:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nomor seri Digital Certificate Hard Token;
c) alasan permintaan penggantian Digital
Certificate Hard Token; dan
d)
level user pada Digital Certificate Hard Token
yang akan diganti.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disertai dengan:
a) Digital Certificate Hard Token dalam hal
Peserta mengajukan penggantian Digital
Certificate Hard Token karena rusak; atau
b) surat keterangan hilang dari pihak kepolisian
dalam hal Peserta kehilangan Digital
Certificate Hard Token.
3) Surat …
65
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dibuat sebagaimana contoh dalam
Lampiran II.4.
4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) ditandatangani oleh pejabat pemberi
contoh tanda tangan dan disampaikan kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan
sebagai berikut :
a)
surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3.
b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan
disampaikan dengan tembusan kepada
KPwDN yang mewilayahi.
c. Perpanjangan masa aktif Digital Certificate Hard Token
1) Peserta menyampaikan surat permohonan
perpanjangan masa aktif Digital Certificate Hard
Token, yang memuat informasi paling kurang:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nomor seri Digital Certificate Hard Token; dan
c)
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disertai dengan Digital Certificate Hard
Token yang akan diperpanjang masa aktifnya.
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dibuat sebagaimana contoh dalam
Lampiran II.4.
4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) ditandatangani oleh pejabat pemberi
contoh tanda tangan dan disampaikan kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) surat …
level user pada Digital Certificate Hard Token
yang akan diperpanjang masa aktifnya.
66
a) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3.
b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan
disampaikan dengan tembusan surat
permohonan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
5) Permohonan perpanjangan masa aktif
disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-
ETP paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa
aktif Digital Certificate Hard Token berakhir.
d. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan persetujuan
atau penolakan atas permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c dengan
ketentuan sebagai berikut :
1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan
disampaikan Penyelenggara Sistem BI-ETP
kepada Peserta paling lama 15 (lima belas) hari
kerja sejak surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1), butir b.1), dan/atau
butir c.1) diterima secara lengkap oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP;
2) Persetujuan atau penolakan disampaikan secara
tertulis kepada Peserta dan penyampaiannya
dapat didahului dengan faksimile dan
Administrative Message;
3) Pemberitahuan persetujuan disertai dengan
informasi mengenai pengambilan dokumen user,
password dan/atau Digital Certificate Hard Token.
e. Pengambilan Digital Certificate Hard Token dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) untuk Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia, pengambilan
dokumen user, password dan/atau Digital
Certificate …
67
Certificate Hard Token dilakukan di tempat
Penyelenggara Sistem BI-ETP;
2) untuk Peserta yang berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN, pengambilan dokumen user,
password, dan/atau Digital Certificate Hard Token
dilakukan di:
a) KPwDN yang mewilayahi Peserta; atau
b)
tempat Penyelenggara Sistem BI-ETP dalam
hal Peserta yang bersangkutan memiliki
kantor cabang di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia.
3) Pengambilan dokumen user name, PIN, dan/atau
Digital Certificate Hard Token dilakukan oleh
pejabat pemberi contoh tanda tangan atau
petugas yang diberikan kuasa oleh pejabat
pemberi contoh tanda tangan.
f. Penyelenggara Sistem BI-ETP membebankan biaya ke
Rekening Giro Rupiah Peserta yang ditatausahakan di
Bank Indonesia atas penambahan user yang
dilengkapi dengan Digital Certificate Hard Token yang
melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.c dan/atau penggantian
Digital Certificate Hard Token sebagaimana dimaksud
dalam butir 2.e.
4. Ketentuan penghapusan User
a. Penghapusan user dapat dilakukan atas dasar inisiatif
Penyelenggara Sistem BI-ETP atau permintaan
Peserta.
b. Penghapusan user oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP
dilakukan antara lain dalam hal Peserta telah
dihentikan kepesertaannya dalam penyelenggaraan
Sistem BI-ETP.
c. Prosedur …
68
c. Prosedur penghapusan user atas dasar permintaan
Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatur
sebagai berikut:
1) Peserta mengajukan surat permohonan
penghapusan user kepada Penyelenggara Sistem
BI-ETP dengan alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.3, yang dapat disampaikan
terlebih dahulu melalui faksimile atau sarana
lain.
2) Surat permohonan penghapusan
user
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
menggunakan contoh dalam Lampiran II.4.
3) Surat permohonan penghapusan user disertai
dengan pengembalian Digital Certificate Hard
Token yang user-nya dimohonkan untuk dihapus.
4) Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan
surat pemberitahuan kepada Peserta mengenai
penghapusan user dan/atau Digital Certificate
Hard Token.
5. Mekanisme Reset Password Aplikasi, Unlock User Name,
dan/atau Reset PIN Digital Certificate Hard Token
Peserta dapat mengajukan permintaan reset password
aplikasi, unlock user name, dan/atau reset PIN Digital
Certificate Hard Token sebagai berikut:
a. Permintaan reset password aplikasi
1) Peserta mengajukan permohonan reset password
aplikasi kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP
melalui surat yang ditandatangani oleh pejabat
pemberi contoh tanda tangan di Penyelenggara
Sistem BI-ETP, yang paling kurang memuat
informasi sebagai berikut:
a) nama dan participant code Peserta;
b) user name aplikasi yang password-nya
dimohonkan untuk di-reset; dan
c) nama …
69
c) nama dan nomor telepon petugas yang
berwenang di Peserta yang bersangkutan
yang dapat dihubungi.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP ke alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.3 dan dapat disampaikan terlebih
dahulu melalui faksimile atau Administrative
Message.
3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara Sistem
BI-ETP menyampaikan password aplikasi kepada
Peserta melalui surat yang dapat disampaikan
terlebih dahulu melalui faksimile atau sarana
lainnya.
4) Password user sebagaimana dimaksud dalam
angka 3) diambil oleh pejabat pemberi contoh
tanda tangan di Penyelenggara Sistem BI-ETP
atau petugas yang diberikan kuasa oleh pejabat
pemberi contoh tanda tangan di Penyelenggara
Sistem BI-ETP.
b. Permintaan unlock user name Digital Certificate Hard
Token
1) Peserta mengajukan permohonan unlock user
name Digital Certificate Hard Token kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui surat yang
ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda
tangan di Penyelenggara Sistem BI-ETP, yang
paling kurang memuat informasi sebagai berikut:
a) nama dan participant code Peserta;
b) user name yang dimohonkan untuk di-
unlocked; dan
c) nama …
70
c) nama dan nomor telepon petugas yang
berwenang di Peserta yang bersangkutan
yang dapat dihubungi.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP ke alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.3 dan dapat disampaikan terlebih
dahulu melalui faksimile atau administrative
message.
3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara Sistem
BI-ETP memberitahukan penyelesaian proses
unlock user name aplikasi kepada Peserta melalui
surat yang dapat disampaikan terlebih dahulu
melalui faksimile atau sarana lainnya.
c. Permintaan reset PIN Digital Certificate Hard Token
1) Peserta mengajukan permohonan reset PIN Digital
Certificate Hard Token kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP melalui surat yang ditandatangani
oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan di
Penyelenggara Sistem BI-ETP yang paling kurang
memuat infomasi sebagai berikut:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama user name yang melekat pada Digital
Certificate Hard Token yang dimohonkan
untuk di-reset;
c) nomor seri Digital Certificate Hard Token; dan
d) nama dan nomor telepon petugas yang
berwenang di Peserta bersangkutan yang
dapat dihubungi.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP ke alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.3 dan dapat disampaikan terlebih
dahulu …
71
dahulu melalui faksimile atau Administrative
Message.
3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara Sistem
BI-ETP memberitahukan melalui telepon kepada
petugas yang berwenang di Peserta yang
bersangkutan untuk melakukan reset password
Digital Certificate Hard Token di Sistem BI-ETP
dengan mengikuti proses penyelesaian
sebagaimana disampaikan oleh Penyelenggara
Sistem BI-ETP.
C. Pengelolaan Account dan Broker Bidding Limit
1. Pengelolaan Account (Portfolio dan Position Account)
Penyelenggara Sistem BI-ETP melakukan setting account
dalam rangka persiapan operasional penyelenggaraan
Sistem BI-ETP, yang mencakup:
a. Portfolio
1) Penyelenggara Sistem BI-ETP mendaftarkan
Portfolio untuk setiap Peserta Sistem BI-ETP.
2) Portfolio sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
terdiri atas:
a) Portfolio atas nama Peserta; dan/atau
b) Portfolio atas nama pihak yang diwakili
dalam hal Peserta mengajukan Transaksi
untuk dan atas nama Peserta lain.
3) Portfolio atas nama Peserta sebagaimana
dimaksud dalam butir 2)a) akan terhubung
dengan Position Account atas nama Peserta
dimaksud;
4) Portfolio atas nama Peserta yang diwakili, dalam
hal Peserta mengajukan Transaksi untuk dan
atas nama pihak lain, sebagaimana dimaksud
dalam …
72
dalam butir 2)b) akan terhubung dengan Position
Account milik pihak yang diwakili.
b. Position Account
1) Peserta memiliki Position Account atas nama
Peserta dan/atau atas nama pihak yang diwakili.
2) Position Account merupakan rekening yang berisi
informasi Rekening Surat Berharga dan Rekening
Giro.
3) Dalam hal Peserta yang bertransaksi atas nama
diri sendiri bukan merupakan Peserta BI-SSSS
dan/atau peserta Sistem BI-RTGS, Position
Account berisi informasi:
a) Rekening Surat Berharga yang ditunjuk oleh
Peserta;
b) Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk
oleh Peserta.
4) Dalam hal Peserta bertransaksi atas nama pihak
yang diwakili, yang merupakan peserta BI-SSSS
dan/atau peserta Sistem BI-RTGS, Position
Account berisi informasi:
a) Rekening Surat Berharga milik pihak yang
diwakili; dan
b) Rekening Giro milik pihak yang diwakili,
untuk kepentingan setelmen.
5) Dalam hal Peserta bertransaksi atas nama pihak
yang diwakili, yang bukan merupakan peserta BI-
SSSS dan/atau peserta Sistem BI-RTGS, Position
Account berisi informasi:
a) Rekening Surat Berharga yang ditunjuk oleh
pihak yang diwakili; dan
b) Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk
oleh pihak yang diwakili,
untuk kepentingan setelmen.
6) Peserta …
73
6) Peserta melakukan pendaftaran dan pengkinian
Position Account di Sistem BI-ETP.
7) Tata cara pendaftaran Position Account
sebagaimana dimaksud dalam angka 6) mengacu
pada Buku Pedoman Teknis Sistem BI-ETP.
8) Dalam hal Peserta melakukan pendaftaran
Position Account baru atau pengkinian Position
Account, Peserta menyampaikan pengkinian
daftar nama pihak lain yang memiliki hubungan
transaksi kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP
dengan format sebagaimana Lampiran II.7.
2. Broker Bidding Limit
a. Dalam hal Peserta mengajukan penawaran untuk dan
atas nama Peserta lain yang memiliki Rekening Giro,
maka setting Broker Bidding Limit dilakukan oleh
Peserta yang mengajukan penawaran.
b. Dalam hal Peserta mengajukan penawaran untuk dan
atas nama pihak lain yang tidak memiliki Rekening
Giro maka setting Broker Bidding Limit dilakukan oleh
Bank Pembayar sebagai pihak yang melakukan
setelmen dana.
c. Broker Bidding Limit akan terakumulasi untuk setiap
nilai setelmen Transaksi yang belum terselesaikan.
d. Dalam hal Transaksi yang diajukan melampaui Broker
Bidding Limit, Transaksi dimaksud akan ditolak oleh
Sistem BI-ETP.
e. Setiap terjadi setelmen Transaksi, penggunaan Broker
Bidding Limit akan berkurang sebesar nilai setelmen
tersebut.
f. Peserta yang mengajukan Transaksi untuk dan atas
nama Peserta atau pihak lain, harus memperhatikan
Broker Bidding Limit per hari.
D. Pengelolaan …
74
D. Pengelolaan Jaringan Komunikasi Data
1. Dalam hal diperlukan penambahan jaringan komunikasi
data selain yang telah disediakan oleh Penyelenggara Sistem
BI-ETP, maka biaya penambahan penyediaan dan
penggunaan jaringan komunikasi data menjadi beban
Peserta.
2. Jenis dan penggunaan jaringan komunikasi data yang
disediakan oleh Peserta tersebut harus sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP
V. KEGIATAN TRANSAKSI MELALUI SISTEM BI-ETP
A. Transaksi Dengan Bank Indonesia
Transaksi Dengan Bank Indonesia dilakukan oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP secara lelang atau nonlelang
dalam rangka kegiatan Operasi Moneter, Operasi Moneter
Syariah, dan/atau transaksi SBN untuk dan atas nama
Pemerintah, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jenis Transaksi
a. Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah
1) Transaksi OPT dan OPT Syariah dilakukan
dengan mekanisme lelang antara lain sebagai
berikut:
a) penerbitan SBI, SBIS, dan SDBI;
b) Term Deposit Rupiah;
c) pembelian dan penjualan SBN di pasar
sekunder;
d) Repo SBI, SBIS, SDBI, dan SBN; dan
e) Reverse Repo SBN.
2) Transaksi OPT dan OPT Syariah yang dilakukan
dengan mekanisme nonlelang antara lain
pembelian dan penjualan SBN di pasar sekunder.
3) Standing …
75
3) Standing Facilities dan Standing Facilities Syariah
yang terdiri dari penyediaan dana Rupiah (lending
facility dan financing facility) dan penempatan
dana Rupiah (deposit facility dan FASBIS).
b. Transaksi untuk dan atas nama Pemerintah
Transaksi untuk dan atas nama Pemerintah c.q
Kementerian Keuangan antara lain transaksi lelang
dalam rangka penerbitan SBN di pasar perdana.
2. Pelaksanaan Transaksi Dengan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dilakukan oleh
Peserta dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur antara lain mengenai operasi moneter,
operasi moneter syariah, dan lelang SBN di pasar perdana
dan penatausahaan SBN.
B. Transaksi Pasar Keuangan
Transaksi Pasar Keuangan dilakukan oleh Peserta dengan
mekanisme bilateral antar-Peserta sebagai berikut:
1. Jenis Transaksi Pasar Keuangan yang dapat dilakukan
antara lain:
a. Transaksi Surat Berharga yang dilakukan dalam
rangka pasar uang dan/atau transaksi surat berharga
di pasar sekunder yang antara lain terdiri dari
transaksi Repurchase Agreement (Repo) dengan
perpindahan kepemilikan Surat Berharga atau tanpa
perpindahan kepemilikan Surat Berharga, transaksi
jual beli Surat Berharga secara putus (outright), dan
transaksi pinjam meminjam Surat Berharga (transaksi
securities lending and borrowing);
b. Transaksi pinjam meminjam tanpa menggunakan
surat berharga yang dilakukan dalam rangka pasar
uang.
2. Pengajuan …
76
2. Pengajuan Kuotasi Transaksi Pasar Keuangan oleh Peserta
a. Peserta dapat mengajukan kuotasi Transaksi Pasar
Keuangan selama jam operasional Sistem BI-ETP.
b. Pengajuan kuotasi Transaksi Pasar Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat berupa
penawaran atau permintaan dana dan/atau Surat
Berharga.
c. Peserta dapat mengajukan kuotasi:
1) untuk dan atas nama Peserta; atau
2) untuk dan atas nama pihak lain.
d. Pengajuan kuotasi untuk dan atas nama Peserta lain
sebagaimana dimaksud dalam butir c.2) sebagai
berikut:
1) Peserta yang menunjuk Peserta lain sebagai
lembaga perantara (broker) harus menetapkan
Broker Bidding Limit bagi lembaga perantara
(broker), sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.C.2.
2) Kuotasi yang disampaikan akan ditolak dalam hal
nominal penawaran telah melampaui Broker
Bidding Limit.
3) Penawaran kuotasi yang diajukan oleh lembaga
perantara (broker) atas nama Peserta lain
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
berdasarkan data yang tercantum dalam
dokumen instruksi transaksi pendukung bagi
Peserta yang mengajukan penawaran kuotasi
untuk dan atas nama Peserta lain.
e. Peserta yang mengirimkan kuotasi dapat menetapkan
batas waktu kuotasi baik secara otomatis maupun
secara manual.
3. Mekanisme …
77
3. Mekanisme Transaksi Pasar Keuangan
a. Pengajuan kuotasi Transaksi Pasar Keuangan dengan
menggunakan Surat Berharga sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta pemberi kuotasi mengajukan penawaran
dengan informasi antara lain:
a)
jenis dan seri Surat Berharga;
b) nominal (amount);
c) suku bunga (rate);
d)
e)
jangka waktu; dan/atau
tanggal dan waktu setelmen.
2) Peserta pemberi kuotasi dapat mengubah atau
membatalkan informasi penawaran sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), sepanjang kuotasi
dimaksud belum diterima atau ditawar oleh
Peserta penerima kuotasi.
3) Terhadap informasi penawaran yang disampaikan
oleh Peserta pemberi kuotasi, Peserta penerima
kuotasi dapat mengajukan penawaran.
4) Peserta pemberi kuotasi dapat mengajukan
penawaran atau menolak penawaran yang
diajukan oleh Peserta penerima kuotasi.
5) Dalam hal Peserta pemberi kuotasi atau penerima
kuotasi telah menyepakati informasi penawaran
yang diajukan lawan transaksi, Peserta pemberi
kuotasi dan penerima kuotasi dapat menerima
penawaran dimaksud.
6) Atas penawaran kuotasi yang diterima
sebagaimana dimaksud dalam angka 5),
dilakukan setelmen di BI-SSSS dan/atau Sistem
BI-RTGS.
b. Pengajuan kuotasi Transaksi Pasar Keuangan tanpa
menggunakan Surat Berharga sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta …
78
1) Peserta pemberi kuotasi mengajukan penawaran
dengan informasi antara lain:
a) nominal (amount);
b) suku bunga (rate);
c)
d)
jangka waktu; dan
tanggal dan waktu setelmen.
2) Peserta pemberi kuotasi dapat mengubah atau
membatalkan informasi penawaran sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), sepanjang kuotasi
dimaksud belum diterima atau ditawar oleh
Peserta penerima kuotasi.
3) Terhadap informasi penawaran yang disampaikan
oleh Peserta pemberi kuotasi, Peserta penerima
kuotasi dapat mengajukan penawaran.
4) Peserta pemberi kuotasi dapat mengajukan
penawaran atau menolak penawaran yang
diajukan oleh Peserta penerima kuotasi.
5) Dalam hal Peserta pemberi kuotasi atau penerima
kuotasi telah menyepakati informasi penawaran
yang diajukan lawan transaksi, Peserta pemberi
kuotasi dan penerima kuotasi dapat menerima
penawaran dimaksud.
6) Atas penawaran kuotasi yang diterima
sebagaimana dimaksud dalam angka 5),
dilakukan setelmen di BI-SSSS dan/atau Sistem
BI-RTGS.
VI. KETENTUAN DAN PROSEDUR KEADAAN TIDAK NORMAL DAN
KEADAAN DARURAT
Ketentuan dan prosedur dalam rangka menjaga kelangsungan
operasional penyelenggaraan Sistem BI-ETP, apabila terjadi Keadaan
Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat, diatur sebagai berikut:
A. Keadaan …
79
A. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di
Penyelenggara Sistem BI-ETP
1. Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara Sistem BI-ETP
Dalam hal terjadinya Keadaan Tidak Normal di
Penyelenggara Sistem BI-ETP yang mempengaruhi
kelancaran penyelenggaraan Sistem BI-ETP atau
mengakibatkan Penyelenggara Sistem BI-ETP tidak dapat
melakukan kegiatan operasional Sistem BI-ETP, maka
prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan kepada
seluruh Peserta mengenai terjadinya Keadaan Tidak
Normal dan tahapan yang perlu dilakukan, melalui
sarana Administrative Message dan/atau sarana lain.
b. Dalam Keadaan Tidak Normal yang mengakibatkan
kegiatan operasional Sistem BI-ETP tidak dapat
dilaksanakan, maka tahapan yang dilakukan oleh
Peserta antara lain sebagai berikut:
1) menghentikan sementara kegiatan pengiriman
Transaksi dan kegiatan lainnya yang melalui
Sistem BI-ETP selama proses pemulihan dan
Peserta tidak boleh mengirimkan Transaksi
sampai dengan adanya pemberitahuan lebih
lanjut;
2) melakukan koneksi ke Sistem BI-ETP setelah
proses pemulihan selesai;
3) melakukan rekonsiliasi antara data Transaksi di
Sistem BI-ETP yang ada Peserta dengan Sistem
BI-ETP yang ada di Penyelenggara Sistem BI-ETP;
4) menginformasikan kepada Help Desk Sistem BI-
ETP apabila terdapat perbedaan data Transaksi
sebagaimana dimaksud dalam angka 3).
c. Dalam …
80
c. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, komunikasi antara Peserta
dengan Penyelenggara Sistem BI-ETP dilakukan
melalui Administrative Message, help desk Sistem BI-
ETP, dan/atau sarana lainnya.
2. Keadaan Darurat di Penyelenggara Sistem BI-ETP
Dalam hal terjadi Keadaan Darurat yang menyebabkan
Sistem BI-ETP tidak dapat beroperasi atau tidak dapat
terselenggara, Penyelenggara Sistem BI-ETP menetapkan
kebijakan dan prosedur penanggulangan Keadaan Darurat
dan memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai
terjadinya Keadaan Darurat serta hal-hal yang harus
dilakukan oleh Peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI-
ETP.
B. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta
1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di Peserta yang mengakibatkan
terganggunya kelancaran Transaksi, berlaku prosedur
sebagai berikut:
a. Peserta memberitahukan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP mengenai terjadinya Keadaan Tidak
Normal dan/atau Keadaan Darurat.
b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disampaikan kepada:
1) help desk BI-ETP melalui sarana telepon paling
lama 30 (tiga puluh) menit sejak terjadinya
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat; dan/atau
2) Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui surat yang
didahului dengan faksimile atau sarana lain.
2. Dalam …
81
2. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di Peserta yang mengakibatkan Peserta
tidak dapat melakukan kegiatan operasional Sistem BI-
ETP, berlaku prosedur sebagai berikut:
a. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan Sistem
BI-ETP Utama maka Peserta menggunakan Sistem BI-
ETP Cadangan.
b. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan Sistem
BI-ETP Cadangan, maka Peserta dapat melakukan
kegiatan operasional Sistem BI-ETP dengan
menggunakan Fasilitas Guest Bank di lokasi
Penyelenggara Sistem BI-ETP atau KPwDN dalam hal
Peserta berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN
c. Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak
melakukan kegiatan operasional maka Peserta harus
segera memberitahukan kepada Penyelenggara Sistem
BI-ETP melalui surat yang dapat didahului dengan
faksimile atau sarana lain.
3. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di Peserta, Penyelenggara Sistem BI-ETP
dapat menetapkan kebijakan, prosedur, dan hal-hal lain
yang diperlukan untuk pelaksanaan Transaksi melalui
Sistem BI-ETP.
C. Penggunaan Fasilitas Guest Bank
1. Penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai berikut:
a. Peserta dapat menggunakan Fasilitas Guest Bank yang
disediakan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP apabila
Sistem BI-ETP utama dan Sistem BI-ETP cadangan di
Peserta tidak dapat digunakan.
b. Fasilitas Guest Bank sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dapat digunakan oleh Peserta selama jam
operasional Sistem BI-ETP untuk mengirimkan
instruksi Transaksi.
c. Penyelenggara …
82
c. Penyelenggara Sistem BI-ETP mengenakan biaya
terhadap Peserta yang menggunakan Fasilitas Guest
Bank.
d. Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menetapkan batas
maksimal waktu penggunaan Fasilitas Guest Bank
dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan
permohonan penggunaan Fasilitas Guest Bank
melebihi kapasitas yang tersedia.
e. Peserta membebaskan Penyelenggara Sistem BI-ETP
dari segala kerugian yang timbul dan/atau yang akan
timbul yang dialami Peserta sehubungan dengan
pelaksanaan transaksi melalui Fasilitas Guest Bank.
2. Prosedur penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan untuk
menggunakan Fasilitas Guest Bank kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP sebagaimana contoh
dalam Lampiran II.16.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a memuat antara lain:
1) alasan menggunakan Fasilitas Guest Bank;
2)
lokasi penggunaan Fasilitas Guest Bank; dan
3) pernyataan bahwa Peserta yang bersangkutan
membebaskan Bank Indonesia dari tanggung
jawab (indemnity) atas segala kerugian yang
timbul pada Peserta sehubungan dengan
pelaksanaan Transaksi melalui Fasilitas Guest
Bank.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh
tanda tangan.
d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-
ETP dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat …
83
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.3;
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat disampaikan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP dengan tembusan kepada KPwDN
yang menyediakan Fasilitas Guest Bank.
e. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dapat disampaikan terlebih dahulu kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui sarana faksimile
atau sarana lain.
3. Berdasarkan persetujuan dari Penyelenggara Sistem
BI-ETP untuk menggunakan Fasilitas Guest Bank yang
disampaikan melalui Administrative Message atau
sarana lainnya, Peserta menggunakan Fasilitas Guest
Bank di lokasi Penyelenggara Sistem BI-ETP atau
KPwDN dengan prosedur sebagai berikut:
1) Peserta menyiapkan data Transaksi dan hal-hal
lain yang diperlukan untuk operasional di
Penyelenggara Sistem BI-ETP sesuai dengan
pedoman penggunaan Fasilitas Guest Bank untuk
Peserta sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
V.
2) Dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan
permohonan melebihi kapasitas Fasilitas Guest
Bank yang disediakan, Penyelenggara Sistem BI-
ETP dapat menetapkan urutan penggunaan
Fasilitas Guest Bank berdasarkan urutan
kedatangan Peserta.
VII. BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM BI-ETP
Penyelenggara Sistem BI-ETP mengenakan biaya terhadap Peserta
atas penggunaan Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jenis …
84
1. Jenis biaya
Jenis biaya dalam penggunaan Sistem BI-ETP meliputi antara
lain:
a. Biaya Transaksi
1) Biaya Transaksi dikenakan untuk setiap pengiriman
instruksi Transaksi yang meliputi antara lain
pengiriman penawaran, penawaran kembali,
penerimaan, atau penolakan.
2) Biaya Transaksi sebagamana dimaksud dalam angka
1) termasuk pengiriman perubahan (amandemen).
b. Biaya penggunaan Administrative Message
Biaya penggunaan Administrative Message untuk setiap
pengiriman baik kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP
maupun antar Peserta dikenakan biaya.
c. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank
1) Durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank dihitung
berdasarkan akumulasi penggunaan Fasilitas Guest
Bank dalam 1 (satu) hari dengan pembulatan waktu 1
(satu) jam ke atas sebagaimana contoh perhitungan
dalam Lampiran VI.
2) Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam angka
1) dihitung berdasarkan absensi yang telah
ditandatangani oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP dan
Peserta.
3) Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menetapkan
durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank oleh Peserta
terkait perhitungan biaya penggunaan Fasilitas Guest
Bank.
d. Biaya penambahan atau penggantian Digital Certificate
Hard Token
1) Pengenaan biaya penambahan atau penggantian
Digital Certificate Hard Token dikenakan untuk
penambahan melebihi batas maksimal yang
ditetapkan Penyelenggara Sistem BI-ETP dan
penggantian …
85
penggantian Digital Certificate Hard Token karena
rusak atau hilang.
2) Biaya dikenakan untuk setiap Digital Certificate Hard
Token.
2. Besarnya biaya dalam penggunaan Sistem BI-ETP sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VI.
3. Dalam hal terdapat penambahan atau perubahan biaya,
Penyelenggara Sistem BI-ETP mengumumkan perubahan
dimaksud kepada Peserta melalui Administrative Messages pada
Sistem BI-ETP atau sarana lainnya.
4. Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menetapkan besarnya biaya
yang berbeda bagi Peserta Kementerian Keuangan atau lembaga
lain.
5. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat, Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menetapkan biaya
penggunaan Sistem BI-ETP yang berbeda.
6. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 2, angka 4
dan angka 5 belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
7. Perhitungan dan Pembebanan Biaya
a. Perhitungan jumlah biaya dilakukan oleh Penyelenggara
Sistem BI-ETP paling lama pada 1 (satu) hari kerja setelah
tanggal Transaksi untuk masing-masing Peserta.
b. Penyelenggara Sistem BI-ETP membebankan biaya dengan
mendebet Rekening Giro Peserta atau Bank Pembayar yang
ditunjuk Peserta.
8. Pembebanan Biaya Oleh Peserta Kepada Nasabah
Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Transaksi
melalui Sistem BI-ETP, Peserta dapat mengenakan biaya kepada
nasabah dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta mengenakan biaya kepada nasabah dalam jumlah
yang wajar; dan
b. Peserta …
86
b. Peserta wajib menginformasikan besarnya biaya
penggunaan Sistem BI-ETP yang ditetapkan Penyelenggara
Sistem BI-ETP dan besarnya biaya penggunaan Sistem BI-
ETP yang dibebankan oleh Peserta kepada nasabah.
VIII. PEMANTAUAN KEPATUHAN PESERTA
A. Ruang Lingkup Pemantauan
1. Pemantauan dilakukan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP
secara berkesinambungan.
2. Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat
dilakukan dengan metode sebagai berikut:
a. Pemantauan langsung, dengan cara melakukan
pemeriksaan ke lokasi kegiatan usaha Peserta.
b. Pemantauan tidak langsung, dengan cara melakukan
penelitian, analisis, dan evaluasi terhadap:
1)
laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu
yang disampaikan oleh Peserta kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP; dan
2) data atau informasi yang diperoleh dari:
a) Peserta yang bersangkutan;
b) sistem di Penyelenggara Sistem BI-ETP;
dan/atau
c) pihak lain.
B. Pemantauan Langsung
1. Penyelenggara Sistem BI-ETP melakukan pemantauan
langsung melalui pemeriksaan ke lokasi kegiatan usaha
Peserta sewaktu-waktu apabila diperlukan.
2. Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 meliputi aspek-aspek antara lain:
a.
tata kelola;
b. operasional;
c.
d. BCP.
3. Penyelenggara …
infrastruktur; dan/atau
87
3. Penyelenggara Sistem BI-ETP melakukan pemantauan
langsung dengan prosedur sebagai berikut:
a. Petugas yang melakukan pemeriksaan dilengkapi
surat introduksi dari Bank Indonesia.
b. Peserta wajib memberikan kepada petugas yang
melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, paling kurang meliputi:
1)
informasi, data, dan/atau keterangan serta
dokumen asli maupun salinan dokumen yang
diperlukan mengenai pelaksanaan Sistem BI-ETP,
termasuk data elektronik, warkat, dan dokumen
tertulis lainnya;
2) akses untuk melakukan pemantauan langsung
terhadap sarana fisik dan aplikasi pendukung
lainnya; dan
3) hal-hal lain yang diperlukan dalam pemantauan
langsung.
c. Peserta wajib memberikan penjelasan atau keterangan
kepada petugas yang melakukan pemeriksaan dalam
rangka klarifikasi dan/atau konfirmasi atas informasi,
data, dan/atau dokumen yang diperoleh dalam
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
d. Pada akhir pemeriksaan di lokasi Peserta, dilakukan
exit meeting untuk menyampaikan dan membahas
pokok-pokok hasil pemeriksaan dan/atau hal-hal yang
perlu ditindaklanjuti oleh Peserta.
e. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyusun dan
menyampaikan kepada Peserta laporan hasil
pemeriksaan dan/atau hal-hal yang perlu
ditindaklanjuti oleh Peserta.
4. Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menunjuk pihak lain
yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidang audit
teknologi informasi, untuk dan atas nama Penyelenggara
Sistem …
88
Sistem BI-ETP melakukan pemeriksaan dengan tetap
menjaga kerahasiaan sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan/atau
hal-hal yang perlu ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud
dalam butir B.3.e dan melaporkan secara tertulis atas
tindak lanjut tersebut kepada Penyelenggara Sistem BI-
ETP.
6. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan kembali untuk memastikan kebenaran
laporan tindak lanjut.
C. Pemantauan Tidak Langsung
1. Pemantauan tidak langsung dilakukan oleh Penyelenggara
Sistem BI-ETP secara berkesinambungan.
2. Peserta wajib menyampaikan laporan tertulis dalam rangka
pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam
butir A.2.b, antara lain sebagai berikut:
a. Laporan berkala
Laporan berkala antara lain terdiri atas Laporan Hasil
Penilaian Kepatuhan (LHPK)
1) LHPK merupakan laporan tahunan yang memuat
hasil penilaian kepatuhan berdasarkan
pemeriksaan internal Peserta.
2) Periode LHPK adalah periode 1 Januari sampai
dengan 31 Desember dan disampaikan kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan batas waktu
penyampaian paling lambat tanggal 31 Maret
tahun berikutnya.
3) Dalam hal batas waktu penyampaian LHPK
sebagaimana dimaksud dalam angka 2) jatuh
pada hari libur, batas waktu penyampaian LHPK
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
4) LHPK …
89
4) LHPK disampaikan secara tertulis kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui surat
dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP.
b. Laporan sewaktu-waktu
Laporan sewaktu-waktu berupa laporan tertulis yang
terdiri atas:
1)
laporan yang disampaikan oleh Peserta kepada
Penyelenggara Sistem BI-ETP atas permintaan
Penyelenggara Sistem BI-ETP;
2)
laporan yang disampaikan kepada Penyelenggara
Sistem BI-ETP atas inisiatif Peserta.
3. Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung
sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Penyelenggara
Sistem BI-ETP dapat melakukan klarifikasi dan/atau
konfirmasi kepada Peserta.
4. Dalam hal klarifikasi dan/atau konfirmasi sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 belum mencukupi, Penyelenggara
Sistem BI-ETP dapat melakukan pemeriksaan langsung.
IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Tata cara pengenaan sanksi terkait Penyelenggaraan Sistem BI-ETP
terhadap Peserta sebagai berikut:
1. Sanksi teguran tertulis
a. Sanksi teguran tertulis dikenakan kepada Peserta yang
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1)
tidak memenuhi kewajiban Peserta sebagaimana
dimaksud dalam butir III.F;
2)
tidak menginformasikan biaya transaksi dalam
penyelenggaraan Sistem BI-ETP kepada nasabah
secara transparan sebagaimana dimaksud dalam butir
VII.8.b;
3) tidak …
90
3)
tidak memberikan informasi, data dan/atau
keterangan serta dokumen asli maupun salinan
dokumen mengenai pelaksanaan Sistem BI-ETP
sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.B.3.b.1);
4)
tidak memberikan akses kepada Penyelenggara Sistem
BI-ETP untuk melakukan pemantauan langsung
sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.B.3.b.2);
5)
tidak menindaklanjuti hasil pemantauan yang
dilakukan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP
sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.B.5;
6)
terlambat atau tidak menyampaikan LHPK dalam
batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
dalam butir VIII.C.2.a.; dan/atau
7)
tidak menyampaikan laporan sewaktu-waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.C.2.b.
b. Peserta wajib menindaklanjuti sanksi teguran tertulis
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan batas waktu
sebagai berikut:
1)
teguran tertulis karena tidak memenuhi kewajiban
Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1)
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak teguran
tertulis diterima;
2)
teguran tertulis karena tidak memberikan akses
kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP untuk
melakukan pemeriksaan secara langsung sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.4) paling lama 7 (tujuh) hari
kerja sejak teguran tertulis diterima;
3)
teguran tertulis karena tidak menindaklanjuti hasil
pemantauan sebagaimana dimaksud dalam butir
1.a.5) sesuai batas waktu yang ditentukan oleh
Penyelenggara Sistem BI-ETP pada laporan hasil
pemeriksaan;
4) teguran …
91
4)
teguran tertulis karena tidak menyampaikan LHPK
dalam batas waktu yang ditetapkan Penyelenggara
Sistem BI-ETP sebagaimana dimaksud dalam butir
1.a.6) paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak teguran
tertulis diterima.
c. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi teguran
tertulis dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, Peserta dikenakan sanksi teguran tertulis kedua.
d. Atas sanksi teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud
dalam huruf c, Peserta wajib melakukan tindak lanjut
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
e. Surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan huruf c disampaikan kepada Peserta dengan
tembusan kepada lembaga pengawas terkait.
2. Sanksi kewajiban membayar
Selain sanksi teguran tertulis karena tidak memenuhi kewajiban
penyampaian LHPK sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan
Penyelenggara Sistem BI-ETP sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a.6), Peserta dikenakan sanksi kewajiban membayar,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. setiap keterlambatan atau tidak menyampaikan LHPK
sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.C.2.a.1),
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per hari kerja
dihitung sejak batas waktu penyampaian LHPK, dengan
batas nominal paling banyak sebesar Rp15.000.000,00
(lima belas juta rupiah);
b. pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Peserta dan/atau Rekening Giro Bank
Pembayar; dan/atau
c. dalam …
92
c. dalam hal Peserta terlambat menyampaikan LHPK sesuai
batas waktu, Peserta tetap wajib menyampaikan LHPK
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak batas waktu
penyampaian LHPK yang ditetapkan oleh Penyelenggara
Sistem BI-ETP.
3. Sanksi perubahan status kepesertaan
a. Dalam hal Peserta tidak memenuhi kewajiban untuk
menindaklanjuti teguran tertulis kedua sesuai batas waktu
yang ditentukan, sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d,
Peserta dikenakan sanksi perubahan status kepesertaan.
b. Pengenaan sanksi perubahan status kepesertaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilakukan
berdasarkan tanggal efektif perubahan status yang
ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP dan
diberitahukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelumnya
oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP.
c. Surat pengenaan sanksi perubahan status kepesertaan
disampaikan kepada Peserta dengan tembusan kepada
lembaga pengawas terkait.
X. LAIN-LAIN
1. Peserta yang berada dalam wilayah KPwDN Jakarta
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan tembusan surat
kepada KPwDN.
2. Lampiran I sampai dengan Lampiran VI merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XI. PENUTUP …
93
XI. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16
November 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/36/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia - Electronic Trading Platform </reg_title>
<set_date> 16 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<related_reg> '17/18/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No. 6/ 20 /DPM
Jakarta, 20 April 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar
Bank
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 Tanggal 12 April
2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang
Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
39,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4383) serta memperhatikan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.06/2004 tanggal 27 Februari 2004 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 179/KMK.017/2000 tentang
Syarat, Tata Cara dan Ketentuan Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap
Kewajiban Pembayaran Bank Umum maka perlu diatur ketentuan mengenai marjin
suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank yang dijamin oleh
Pemerintah sebagai berikut:
I. PENJAMINAN ATAS SIMPANAN PIHAK KETIGA
A. Ketentuan Umum
Dalam rangka Program Penjaminan, Pemerintah hanya menjamin Simpanan
Pihak Ketiga yang diterima dengan suku bunga yang tidak lebih tinggi dari
batas maksimum suku bunga yang ditetapkan.
B. Maksimum …
2
B. Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga
1. Maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah yang
dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar rata-rata
tertimbang
tingkat
diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir ditambah
atau dikurangi marjin tertentu.
2. Marjin sebagaimana dimaksud pada angka 1 untuk pertama kalinya
ditetapkan sebagai berikut:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
24 bulan
Marjin
(basis point)
Ditambah 0 (nol)
Ditambah 5 (lima)
Ditambah 10 (sepuluh)
Ditambah 25 (dua puluh lima)
Ditambah 55 (lima puluh lima)
3. Maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta asing US
Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar rata-rata suku bunga
deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota Jakarta
Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu)
ditambah atau dikurangi marjin tertentu.
bulan sebelumnya
4. Marjin sebagaimana dimaksud pada angka 3 untuk Simpanan Pihak
Ketiga berjangka waktu 1, 3, 6, 12 dan 24 bulan ditetapkan untuk
pertama kalinya dengan penambahan sebesar 0 (nol) basis point.
5. Dalam hal Simpanan Pihak Ketiga berupa valuta asing Non-US Dollar
maka simpanan Non-US Dollar tersebut baik pokok maupun bunganya
dikonversikan terlebih dahulu ke dalam US Dollar dengan kurs rata-rata
pasar pada hari pembayaran dari sejak pembukaan pasar sampai dengan
pukul 12.00 WIB yang dihitung oleh Bank Indonesia.
6. Maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta asing Non-
US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan setinggi-tingginya adalah
sebesar …
3
sebesar maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta
asing US Dollar sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
7. Dalam hal Bank memberikan suku bunga untuk simpanan valuta asing
Non-US Dollar yang lebih tinggi dari batas maksimum bunga yang
ditetapkan untuk simpanan valuta asing US Dollar sebagaimana diatur
pada angka 3 maka Pemerintah hanya menjamin sebesar pokok simpanan
ditambah bunga sesuai suku bunga maksimum yang ditetapkan untuk
simpanan valuta asing US Dollar. Contoh perhitungan konversi simpanan
pihak ketiga dalam valuta asing Non-US Dollar tercantum pada lampiran.
C. Pengumuman Maksimum Suku Bunga Yang Dijamin Pemerintah
1. Maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah dan valuta
asing yang dijamin Pemerintah akan diumumkan secara rutin setiap bulan
oleh Bank Indonesia pada 2 (dua) hari kerja sebelum awal bulan periode
penjaminan berlaku dan berlaku selama 1 (satu) bulan.
hal dipandang
2. Dalam
perlu, Bank
Indonesia dapat membuat
pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 pada hari lainnya.
3. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan melalui
Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU).
4. Bank wajib memasang pengumuman di tempat pelayanan nasabah atau
tempat-tempat yang dengan mudah dapat dilihat oleh para nasabah di
setiap kantornya mengenai suku bunga atas Simpanan Pihak Ketiga yang
diterima Bank.
5. Bagi Bank yang menetapkan suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang
berbeda-beda untuk
jumlah simpanan sampai batas-batas tertentu
(multiple deposit rates) wajib mengumumkan pula seluruh suku bunga
tersebut dengan ketentuan suku bunga tertinggi yang ditawarkan tetap
tidak boleh melampaui batas maksimum suku bunga yang ditetapkan.
6. Bank …
4
6. Bank wajib memasang pengumuman mengenai suku bunga maksimum
yang diumumkan oleh Bank Indonesia di tempat yang berdekatan dengan
pengumuman atau pada papan pengumuman sebagaimana dimaksud pada
angka 4.
7. Khusus bagi Bank yang ikut serta dalam Program Jaminan Pemerintah
terhadap kewajiban pembayaran bank
pengumuman yang berbunyi sebagai berikut:
PENGUMUMAN
Bank Indonesia dan Menteri Keuangan dengan ini mengumumkan bahwa
simpanan nasabah baik dalam Rupiah maupun valuta asing US Dollar
pada Bank umum dengan suku bunga yang lebih tinggi dari suku bunga
maksimum yang diumumkan oleh Bank Indonesia untuk masing-masing
jangka waktu, tidak disediakan jaminan Pemerintah untuk keseluruhan
jumlah nominal dan bunga simpanan tersebut.
II. PENJAMINAN ATAS PASAR UANG ANTAR BANK
A. Ketentuan Umum
1. Bank dapat menetapkan sendiri suku bunga PUAB berdasarkan suku
bunga pasar.
2. Dalam rangka Program Penjaminan, bagi Bank yang memberikan suku
bunga PUAB lebih tinggi dari batas maksimum suku bunga yang
ditetapkan, Pemerintah hanya menjamin PUAB sebesar pokok pinjaman
ditambah bunga sesuai suku bunga maksimum yang ditetapkan.
B. Maksimum Suku Bunga PUAB
Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah dan valuta asing dalam US
Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar rata-rata tertimbang suku
bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dan valuta asing dalam US
umum, wajib memasang
Dollar …
5
Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia
selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
C. Pengumuman Maksimum Suku Bunga Yang Dijamin Pemerintah
1. Maksimum
suku
bunga PUAB yang
dijamin
Pemerintah
akan
diumumkan secara rutin setiap bulan oleh Bank Indonesia pada 2 (dua)
hari kerja sebelum awal bulan periode penjaminan berlaku dan berlaku
selama 1 (satu) bulan.
2. Dalam
hal dipandang
perlu, Bank
Indonesia dapat membuat
pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 pada hari lainnya.
3. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan melalui
PIPU.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 6/16/DPNP tanggal 31 Maret 2004 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga
Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 26 April 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/20/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 20 April 2004 </set_date>
<effective_date> 26 April 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '6/16/DPNP|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '6/11/PBI/2004', '179/KMK.017/2000|KEP-MENKEU/2000', '84/KMK.06/2004|KEP-MENKEU/2004' </related_reg>
|
No. 17/ 11 /DKSP
Jakarta, 1 Juni 2015
SURAT EDARAN
Perihal : Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 70, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5683), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
A. Kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia menganut asas teritorial. Setiap transaksi
yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk,
transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib
menggunakan Rupiah.
B. Transaksi dan pembayaran merupakan satu kesatuan. Terhadap
transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia maka penerimaan pembayarannya wajib dalam
Rupiah.
Contoh:
Perusahaan A sebagai pelayaran asing menggunakan jasa
kepelabuhanan di Indonesia yang dikelola oleh PT B.
Perusahaan A dapat melakukan pembayaran secara tunai
melalui …
2
melalui agen dengan menggunakan mata uang Rupiah atau
melalui transfer dengan menggunakan mata uang negaranya.
Dalam hal pembayaran dilakukan melalui transfer maka PT B
wajib menerima pembayaran dari Perusahaan A dalam mata
uang Rupiah.
C. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi
sebagaimana dimaksud dalam huruf A tidak berlaku bagi
transaksi sebagai berikut:
1. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang meliputi:
a. pembayaran utang luar negeri;
b. pembayaran utang dalam negeri dalam valuta asing;
c. belanja barang dari luar negeri;
d. belanja modal dari luar negeri;
e. penerimaan negara yang berasal dari penjualan surat
utang negara dalam valuta asing; dan
f. transaksi lainnya dalam rangka pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara, seperti setoran pajak,
visa on arrival, dan penerimaan negara bukan pajak;
2. penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri
yang dilakukan oleh para pihak yang salah satunya
berkedudukan di luar negeri;
3. transaksi perdagangan internasional yang meliputi:
a. kegiatan ekspor dan/atau impor barang ke atau dari luar
wilayah pabean Republik Indonesia; dan/atau
b. kegiatan perdagangan jasa yang melampaui batas
wilayah negara yang dilakukan dengan cara:
1) pasokan lintas batas (cross border supply), misalnya
pembelian secara online (dalam jaringan) atau melalui
call center. Termasuk pengertian pasokan lintas batas
adalah tenaga ahli yang memiliki keahlian tertentu
yang …
3
yang ditugaskan oleh kantor induknya di luar negeri
untuk bekerja di Indonesia; dan
2) konsumsi di luar negeri (consumption abroad),
misalnya warga negara Indonesia yang kuliah di luar
negeri atau menjalani perawatan di rumah sakit luar
negeri;
4. simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing seperti
tabungan valuta asing atau deposito valuta asing; atau
5. transaksi pembiayaan internasional yang dilakukan oleh
para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri
seperti pemberian kredit oleh Bank di luar negeri kepada
nasabah di Indonesia.
D. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi
sebagaimana dimaksud dalam huruf A tidak berlaku untuk
transfer dana dalam valuta asing dari individu di dalam negeri
kepada pihak di luar negeri yang tidak dimaksudkan sebagai
pembayaran atau penyelesaian kewajiban yang timbul dari
transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
E. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi
sebagaimana dimaksud dalam huruf A juga tidak berlaku untuk
transaksi dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang yang meliputi:
1. Kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan oleh
Bank berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai
perbankan dan perbankan syariah yang meliputi antara lain:
a. kredit dalam valuta asing untuk kegiatan ekspor dan
kegiatan lainnya;
b. pasar uang antar Bank dalam valuta asing;
c. obligasi dalam valuta asing;
d. sub-debt dalam valuta asing;
e. jual beli surat berharga dalam valuta asing; dan
f. transaksi …
4
f. transaksi perbankan lainnya dalam valuta asing yang
diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perbankan dan perbankan syariah beserta peraturan
pelaksanaanya.
Dalam pengertian kegiatan usaha dalam valuta asing
tersebut termasuk pula biaya (fee) yang dikenakan oleh Bank
dalam pelaksanaan kegiatan usaha tersebut.
2. Transaksi di pasar perdana dan pasar sekunder atas surat
berharga dalam valuta asing yang diterbitkan oleh
Pemerintah berdasarkan Undang-Undang yang mengatur
mengenai surat utang negara dan surat berharga syariah
negara.
Contoh:
Transaksi sukuk global dalam valuta asing yang diterbitkan
oleh Pemerintah.
3. Transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan
berdasarkan Undang-Undang.
Contoh:
Transaksi pembiayaan di dalam negeri dalam valuta asing
oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)
berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai
lembaga pembiayaan ekspor Indonesia.
F. Setiap pihak dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang
penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk
menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah
dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Contoh:
Penyedia barang dan/atau jasa dilarang menolak untuk
menerima Rupiah dari pengguna barang dan/atau jasa.
G. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf F dikecualikan
dalam hal:
1. terdapat …
5
1. terdapat keraguan atas keaslian Rupiah yang diterima untuk
transaksi tunai; atau
2. pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing
telah diperjanjikan secara tertulis.
H. Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir G.2
hanya dapat dilakukan untuk:
1. transaksi yang dikecualikan dari kewajiban penggunaan
Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf C dan huruf E;
atau
2. proyek infrastruktur strategis dan mendapat persetujuan
pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah dari Bank
Indonesia.
I. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan
Rupiah, pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi
wajib mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya dalam
Rupiah.
J. Bank Indonesia berwenang untuk meminta laporan, keterangan,
dan/atau data kepada setiap pihak yang terkait dengan
pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah dan kewajiban
pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah.
K. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kepatuhan
setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan
Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau
jasa dalam Rupiah.
L. Dalam hal terdapat permasalahan bagi pelaku usaha dengan
karakteristik tertentu terkait pelaksanaan kewajiban
penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai, Bank Indonesia
dapat mengambil kebijakan tertentu dengan tetap
memperhatikan kewajiban penggunaan Rupiah.
II. KEWAJIBAN …
6
II. KEWAJIBAN PENCANTUMAN HARGA BARANG DAN/ATAU JASA
DALAM RUPIAH
A. Setiap pelaku usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia wajib mencantumkan harga barang dan/atau jasa
hanya dalam Rupiah dan dilarang mencantumkan harga barang
dan/atau jasa dalam Rupiah dan mata uang asing secara
bersamaan (dual quotation).
Contoh larangan dual quotation:
Toko A mencantumkan harga 1 buah komputer sebesar
Rp15.000.000,00 dan USD1,500.00 secara bersamaan.
B. Kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam huruf A
antara lain berlaku untuk:
1.
label harga, seperti label harga yang tercantum pada barang;
2. biaya jasa (fee), seperti fee agen dalam jual beli properti, jasa
kepariwisataan, jasa konsultan;
3. biaya sewa menyewa, seperti sewa apartemen, rumah,
kantor, gedung, tanah, gudang, kendaraan;
4. tarif, seperti tarif bongkar muat peti kemas di pelabuhan
atau tarif tiket pesawat udara, kargo;
5. daftar harga, seperti daftar harga menu restoran;
6. kontrak, seperti klausul harga atau biaya yang tercantum
dalam kontrak atau perjanjian;
7. dokumen penawaran, pemesanan, tagihan, seperti klausul
harga yang tercantum dalam faktur, delivery order, purchase
order; dan/atau
8. bukti pembayaran, seperti harga yang tercantum dalam
kuitansi.
C. Kewajiban dan larangan pencatuman harga barang dan/atau
jasa dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan
huruf B berlaku pula untuk pencantuman harga barang
dan/atau jasa melalui media elektronik.
III. PELAKSANAAN …
7
III. PELAKSANAAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH UNTUK
PROYEK INFRASTRUKTUR STRATEGIS YANG DIPERJANJIKAN
SECARA TERTULIS
A. Proyek infrastruktur mencakup proyek sebagai berikut:
1. infrastruktur transportasi, meliputi pelayanan jasa
kebandarudaraan, penyediaan dan/atau pelayanan jasa
kepelabuhanan, sarana dan prasarana perkeretaapian;
2. infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol;
3. infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;
4. infrastruktur air minum, yang meliputi bangunan
pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan
distribusi, instalasi pengolahan air minum;
5. infrastruktur sanitasi, yang meliputi instalasi pengolah air
limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana
persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat
pembuangan;
6. infrastruktur telekomunikasi dan informatika, meliputi
jaringan telekomunikasi dan infrastruktur e-government;
7. infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit,
termasuk pengembangan tenaga listrik yang berasal dari
panas bumi, transmisi atau distribusi tenaga listrik; dan
8. infrastruktur minyak dan gas bumi, meliputi transmisi
dan/atau distribusi minyak dan gas bumi.
B. Proyek infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam huruf A
dapat dikecualikan dalam penggunaan Rupiah apabila:
1. dinyatakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah
sebagai proyek infrastruktur strategis yang dibuktikan
dengan surat keterangan dari kementerian/lembaga terkait
kepada pemilik proyek; dan
2. memperoleh persetujuan pengecualian terhadap kewajiban
penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia.
C. Dalam …
8
C. Dalam memberikan persetujuan, Bank Indonesia
mempertimbangkan antara lain sumber pembiayaan proyek dan
dampak proyek tersebut terhadap stabilitas ekonomi makro.
D. Persetujuan pengecualian penggunaan Rupiah dalam proyek
infrastruktur strategis yang diberikan oleh Bank Indonesia dapat
mencakup:
1. transaksi dalam rangka pembangunan proyek infrastruktur
strategis sampai dengan proyek selesai dibangun; dan/atau
2. transaksi dalam rangka penjualan produk atau jasa yang
dihasilkan oleh proyek infrastruktur strategis sampai dengan
jangka waktu tertentu, dengan syarat penjualan produk atau
jasa tersebut telah diperjanjikan sejak awal pembangunan
proyek dimaksud.
E. Permohonan pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah
diajukan oleh pihak yang memerlukan pengecualian kewajiban
penggunaan Rupiah disertai dengan alasan untuk menggunakan
valuta asing dalam pembayaran atau penyelesaian kewajiban.
F. Dalam hal proyek dilaksanakan oleh konsorsium, permohonan
dapat diajukan oleh salah satu anggota konsorsium untuk dan
atas nama konsorsium atau diajukan secara bersama-sama oleh
anggota konsorsium tersebut.
G. Tata cara pengajuan permohonan diatur sebagai berikut:
1. Pemohon menyampaikan permohonan secara tertulis kepada
Bank Indonesia.
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
harus disertai dengan dokumen sebagai berikut:
a. dokumen yang menunjukkan legalitas pemohon, seperti
akta pendirian dan anggaran dasar perusahaan termasuk
perubahannya, keterangan domisili, dan profil badan
usaha;
b. surat …
9
b. surat keterangan dari kementerian atau lembaga yang
berwenang yang menyatakan bahwa proyek yang
dilaksanakan merupakan proyek infrastruktur strategis;
c. dalam hal permohonan diajukan oleh pelaksana
pekerjaan atau kontraktor maka keterangan mengenai
proyek infrastruktur strategis dapat berupa fotokopi
surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b
yang disertai dengan rekomendasi yang menyatakan
bahwa:
1) proyek yang dilaksanakan merupakan bagian dari
proyek infrastruktur strategis; dan/atau
2) pelaksanaan proyek memerlukan valuta asing dalam
rangka pengadaan barang dan/atau jasa yang berasal
dari luar Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d. fotokopi perjanjian tertulis yang menyatakan bahwa
pembayaran menggunakan valuta asing, yang dinyatakan
sesuai dengan aslinya oleh pemohon.
H. Dalam rangka menindaklanjuti permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf G, Bank Indonesia dapat meminta
keterangan dan/atau dokumen tambahan dan melakukan
pemeriksaan terkait permohonan yang diajukan pemohon,
seperti pemeriksaan ke lokasi proyek.
I. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan secara
tertulis atas permohonan yang disampaikan, paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
J. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada
pemohon apabila diperlukan tambahan waktu sehingga melebihi
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari untuk pemrosesan
permohonan.
IV. PELAKSANAAN …
10
IV. PELAKSANAAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH UNTUK
TRANSAKSI NON TUNAI BAGI PELAKU USAHA DENGAN
KARAKTERISTIK TERTENTU
A. Dalam hal terdapat permasalahan bagi pelaku usaha dengan
karakteristik tertentu terkait pelaksanaan kewajiban
penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai sebagaimana
dimaksud dalam butir I.L, Bank Indonesia dapat mengambil
kebijakan tertentu dengan tetap memperhatikan kewajiban
penggunaan Rupiah.
B. Dalam menetapkan kebijakan tertentu sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, Bank Indonesia mempertimbangkan antara lain:
1. kesiapan pelaku usaha, antara lain dalam hal penerapan
kewajiban penggunaan Rupiah memerlukan perubahan yang
mendasar dalam sistem dan/atau proses bisnis dari kegiatan
usaha dan/atau pelaku usaha tertentu;
2. kontinuitas kegiatan usaha, antara lain dalam hal penerapan
kewajiban penggunaan Rupiah dalam waktu segera tanpa
masa transisi yang cukup, dapat mempengaruhi
kelangsungan kegiatan usaha;
3. kegiatan investasi, antara lain dalam hal kegiatan usaha
memerlukan pembiayaan dalam valuta asing untuk periode
tertentu dan kewajiban penggunaan Rupiah dalam waktu
segera dapat mengganggu investasi yang bersangkutan;
dan/atau
4. kegiatan usaha yang memiliki dampak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional.
C. Selain mempertimbangkan faktor sebagaimana dimaksud dalam
huruf B, Bank Indonesia mempertimbangkan pula kepatuhan
pelaku usaha terhadap ketentuan Bank Indonesia antara lain
mengenai kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor, dan
penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar
negeri korporasi non Bank.
V. LAPORAN…
11
V. LAPORAN TERKAIT PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
A. Bank Indonesia berwenang untuk meminta laporan, keterangan,
dan/atau data kepada setiap pihak yang terkait dengan
pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah.
B. Setiap pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf A wajib
menyampaikan laporan, keterangan, dan/atau data kepada
Bank Indonesia disertai dengan dokumen pendukung, dalam hal
diminta oleh Bank Indonesia.
VI. PENGAWASAN ATAS KEPATUHAN TERHADAP PENGGUNAAN
RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
A. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kepatuhan
setiap pihak dalam rangka penerapan kewajiban penggunaan
Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau
jasa hanya dalam Rupiah.
B. Ruang lingkup pengawasan terhadap penerapan kewajiban
penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf A
terutama dilakukan terhadap pemenuhan kewajiban
penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai. Dalam
melakukan pengawasan terhadap transaksi non tunai tersebut,
Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan instansi terkait.
C. Dalam melaksanakan pengawasan terhadap pemenuhan
kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi tunai, Bank
Indonesia bekerja sama dengan aparat penegak hukum.
D. Mekanisme pengawasan sebagaimana dimaksud dalam huruf A,
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Metode pengawasan dilakukan secara langsung dan/atau
tidak langsung.
2. Pengawasan …
12
2. Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dilakukan melalui pemeriksaan yang dapat
dilakukan sewaktu-waktu oleh Bank Indonesia.
3. Pengawasan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dilakukan melalui kegiatan analisa dan
evaluasi atas laporan yang disampaikan oleh setiap pihak
sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.
4. Dalam pelaksanaan pemeriksaan langsung sebagaimana
dimaksud dalam angka 2, pihak yang merupakan obyek
pemeriksaan harus memberikan kepada pemeriksa, antara
lain:
a. laporan keuangan, data transaksi, dan data pendukung;
b. akses untuk melakukan observasi terhadap aktivitas
operasional dan sarana fisik yang berkaitan dengan
kegiatan usahanya; dan/atau
c. keterangan mengenai transaksi dan kegiatan yang
berkaitan dengan kewajiban penggunaan Rupiah dari
pihak yang kompeten dan berwenang pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung.
VII. KORESPONDENSI
A. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Bab
III, penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Bab V,
dan/atau surat menyurat disampaikan dalam Bahasa Indonesia
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran
Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung D lantai 5
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
B. Dalam …
13
B. Dalam hal terjadi perubahan alamat sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui
surat dan/atau media lainnya.
VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN
A. Bank dan Penyelenggara Transfer Dana harus memberitahukan
kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia kepada setiap nasabah yang akan
melakukan transaksi dengan menggunakan valuta asing.
B. Dalam hal nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf A tetap
akan melakukan transaksi dalam valuta asing maka Bank dan
Penyelenggara Transfer Dana harus meminta nasabah tersebut
untuk mengisi tujuan transaksi dalam formulir atau slip
transaksi.
IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
A. Setiap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban
penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dikenakan sanksi.
B. Terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah
untuk transaksi tunai dan/atau larangan menolak Rupiah
untuk transaksi tunai berlaku ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang.
C. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran atas kewajiban
penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap pihak yang melakukan pelanggaran atas kewajiban
penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai dikenakan
sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis;
b. kewajiban membayar; dan/atau
c. larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.
2. Sanksi …
14
2. Sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.b dikenakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Sanksi kewajiban membayar dikenakan setelah Bank
Indonesia memberikan sanksi teguran tertulis paling
kurang 2 (dua) kali.
b. Sanksi kewajiban membayar ditetapkan sebesar 1% (satu
persen) dari nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban
membayar paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
c. Nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b
dihitung dari seluruh nilai transaksi yang melanggar
ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah. Pengenaan
sanksi administratif dilakukan terhadap pelanggaran
transaksi non tunai yang terjadi sejak tanggal 1 Juli
2015.
d. Dalam hal pelaku usaha yang telah dikenakan sanksi
kewajiban membayar masih melakukan pelanggaran
kewajiban penggunaan Rupiah maka pelaku usaha
tersebut dikenakan kewajiban membayar tanpa melalui
teguran tertulis.
e. Sanksi kewajiban membayar dikenakan dalam Rupiah
dan dihitung dengan menggunakan kurs tengah Bank
Indonesia yang berlaku 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal transaksi dilakukan.
f. Pelaksanaan sanksi kewajiban membayar dilakukan
dengan cara:
1) pendebetan rekening yang ada di Bank Indonesia,
dalam hal pihak yang dikenakan sanksi memiliki
rekening di Bank Indonesia; atau
2) pembayaran ke rekening Bank Indonesia yang
ditunjuk, dalam hal pihak yang dikenakan sanksi
tidak memiliki rekening di Bank Indonesia.
3. Bank …
15
3. Bank Indonesia dapat mengenakan sanksi larangan untuk
ikut dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.c terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
D. Pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang
dan/atau jasa dalam Rupiah dan kewajiban penyampaian
laporan, keterangan, dan/atau data dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
E. Pihak yang dikenakan sanksi atas pelanggaran kewajiban
pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam huruf D wajib menindaklanjuti
dengan melaksanakan kewajiban pencantuman harga barang
dan/atau jasa dalam Rupiah.
F. Pihak yang dikenakan sanksi atas pelanggaran kewajiban
penyampaian laporan, keterangan, dan/atau data sebagaimana
dimaksud dalam huruf D tetap wajib menyampaikan laporan,
keterangan, dan/atau data yang diminta oleh Bank Indonesia.
G. Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam huruf C dan huruf D, Bank Indonesia dapat
merekomendasikan kepada otoritas yang berwenang untuk
melakukan tindakan antara lain berupa pencabutan izin usaha
atau penghentian kegiatan usaha.
H. Dalam hal pelaku usaha mengajukan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Bab III dan Bab IV namun permohonan
tersebut tidak memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia
maka Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha sejak
tanggal 1 Juli 2015.
I. Pengenaan …
16
I. Pengenaan sanksi administratif kepada pelaku usaha
sebagaimana dimaksud pada huruf H dilakukan dengan
mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C
dan/atau huruf D.
X. KETENTUAN PERALIHAN
Terhadap perjanjian tertulis mengenai pembayaran atau
penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang dibuat sebelum
tanggal 1 Juli 2015 berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Perjanjian tertulis meliputi perjanjian induk, perjanjian turunan
atau dokumen lainnya yang memuat mengenai transaksi yang
akan dilakukan para pihak seperti purchasing order dan delivery
order.
2. Perjanjian tertulis yang merupakan turunan atau pelaksanaan
dari perjanjian induk yang dibuat sejak tanggal 1 Juli 2015 yang
diperlakukan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri wajib
tunduk pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban
penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3. Perpanjangan jangka waktu dan/atau perubahan atas perjanjian
tertulis yang dilakukan sejak tanggal 1 Juli 2015 wajib tunduk
pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan
Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Perubahan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 antara lain
perubahan mengenai pihak dalam perjanjian, harga barang
dan/atau jasa, dan/atau obyek perjanjian.
XI. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Juni 2015.
Agar …
17
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
BANK INDONESIA,
ENI V. PANGGABEAN
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN
PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/11/DKSP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia </reg_title>
<set_date> 1 Juni 2015 </set_date>
<effective_date> 1 Juni 2015 </effective_date>
<related_reg> '17/3/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
1
No. 12/9/DASP
Jakarta, 24 Maret 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Jadwal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
No.12/5/PBI/2010 tanggal 12 Maret 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia No.7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5119) dan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010 tentang Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia, perlu diatur kembali ketentuan mengenai jadwal
penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dalam Surat
Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut:
I.
JADWAL SKNBI
A. Kliring Kredit
1. Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) menetapkan jadwal Kliring
Kredit yang berlaku secara nasional untuk kegiatan sebagai berikut:
a. Kliring Kredit Siklus Pertama
1) penyediaan Pendanaan Awal (prefund);
2) pengiriman Data Keuangan Elektronik (DKE) Kredit ke
Sistem Sentral Kliring (SSK);
3) download DKE Kredit inward confirmed;
4) penyediaan informasi awal (early warning);
5) penambahan …
2
5) penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund);
6) Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional; dan
7) download DKE Kredit outward.
b. Kliring Kredit Siklus Kedua
1) pengiriman DKE Kredit ke SSK;
2) download DKE Kredit inward confirmed;
3) penyediaan informasi awal (early warning);
4) penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund);
5) Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional; dan
6) download DKE Kredit outward.
2. Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) menetapkan jadwal
penyampaian media rekam data elektronis yang berisi rekaman DKE
Kredit bagi Peserta yang penyampaian DKE Kreditnya dilakukan
melalui PKL untuk diteruskan ke SSK.
3. Dalam menetapkan jadwal penyampaian media rekam data elektronis
dari Peserta kepada PKL sebagaimana dimaksud pada angka 2, PKL
harus memperhatikan batas waktu pengiriman DKE Kredit ke SSK
sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.2) dan 1.b.1).
B. Kliring Debet
1. Jadwal Kliring Debet yang Ditetapkan oleh PKN
PKN menetapkan jadwal Kliring Debet yang berlaku secara nasional
untuk kegiatan sebagai berikut:
a. penyediaan Pendanaan Awal (prefund);
b. window time penyampaian DKE Debet dari TPK On-line dan
KPK ke SSK:
1) DKE Debet Kliring Penyerahan;
2) DKE Debet Kliring Pengembalian;
c. penyediaan informasi awal (early warning);
d. penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund);
e. window …
3
e. window time download status DKE Debet Penyerahan oleh KPK;
f. window time proses Bilyet Saldo Kliring (BSK) Penyerahan
Lokal dan BSK Pengembalian Lokal oleh KPK;
g. window time pengiriman BSK Penyerahan Lokal, BSK
Pengembalian Lokal dan BSK Debet Lokal oleh KPK ke SSK;
h. penyelesaian Akhir hasil Kliring Debet secara nasional; dan
i. download DKE Debet Inward dan Outward oleh TPK On-line.
2. Jadwal Kliring Debet yang Ditetapkan oleh PKL
PKL menetapkan jadwal Kliring Debet yang berlaku secara lokal
untuk kegiatan sebagai berikut:
a. Kliring Penyerahan
1) penyampaian DKE Debet penyerahan dari Peserta secara off-
line kepada PKL maupun secara on-line kepada PKL melalui
SSK;
2) penyampaian Warkat Debet penyerahan dari Peserta kepada
PKL atau kepada Peserta lainnya;
3) penambahan Pendanaan Awal oleh kantor pusat Peserta;
4) pengiriman BSK penyerahan lokal ke SSK sehingga kantor
pusat Peserta dapat melakukan download atas hasil Kliring
lokal setempat; dan
5) distribusi laporan Kliring penyerahan oleh PKL kepada
Peserta.
b. Kliring Pengembalian
1) penyampaian DKE Debet pengembalian dari Peserta secara
off-line kepada PKL maupun secara on-line kepada PKL
melalui SSK;
2) penyampaian Warkat Debet pengembalian dari Peserta kepada
PKL atau kepada Peserta lainnya;
3) pengiriman …
4
3) pengiriman BSK pengembalian lokal ke SSK sehingga kantor
pusat Peserta dapat melakukan download atas hasil Kliring
lokal setempat; dan
4) distribusi laporan Kliring pengembalian oleh PKL kepada
Peserta.
3. Penetapan Jadwal Kliring Debet Secara Lokal Oleh PKL
a. Penetapan jadwal Kliring Debet secara lokal oleh PKL untuk
kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Batas akhir penyediaan Pendanaan Awal (prefund) untuk
Kliring Debet. Hal ini dimaksudkan agar PKL mempunyai
waktu yang cukup untuk mengumumkan kepada Peserta di
Wilayah Kliring yang bersangkutan apabila terdapat Bank
yang tidak ikut SKNBI karena tidak memenuhi ketentuan
mengenai penyediaan pendanaan awal (prefund).
2) Batas akhir:
a) proses BSK di KPK;
b) pengiriman BSK dari KPK ke SSK; dan
c) penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund) Debet;
yang ditetapkan oleh PKN.
b. Penetapan jadwal Kliring Debet di suatu Wilayah Kliring oleh
PKL untuk pertama kali dan perubahannya harus memperoleh
persetujuan dari PKN, dengan tata cara sebagai berikut:
1) PKL menyampaikan usulan secara tertulis kepada PKN
mengenai rencana jadwal Kliring Debet di Wilayah Kliring
yang bersangkutan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud
pada angka 2; dan
2) Dalam hal PKN menyetujui rencana jadwal Kliring Debet
sebagaimana dimaksud pada angka 1), PKN memberikan
persetujuan secara tertulis.
c. PKL …
5
c. PKL memberitahukan kepada seluruh Peserta di Wilayah Kliring
yang bersangkutan mengenai jadwal penyelenggaraan SKNBI
atau perubahannya yang telah disetujui oleh PKN melalui
pengumuman dengan contoh format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 1 Surat Edaran ini.
4. Rincian jadwal Kliring Kredit dan Kliring Debet yang berlaku secara
nasional sebagaimana dimaksud pada huruf A dan butir B.1. adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Surat Edaran ini.
II. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/27/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Jadwal
Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini dilaksanakan sejak tanggal implementasi
SKNBI di Wilayah Kliring yang bersangkutan sesuai dengan pengumuman
Bank Indonesia.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 30 April 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
DASP
6
Lampiran SE No.12/9/DASP tgl. 24 Maret 2010
----------------------------------------------------------
Lampiran 1
No.
Kegiatan
Contoh Pengumuman Jadwal SKNBI
T+0
(WIB)
I Kliring Kredit
A Siklus Pertama
1 Penyediaan Pendanaan Awal (prefund)
2 Pengiriman DKE Kredit ke SSK
3 Download DKE Kredit inward confirmed
4 Penyediaan informasi awal (early warning)
5 Penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund)
6 Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional
7 Download DKE Kredit outward
B Siklus Kedua
1 Pengiriman DKE Kredit ke SSK
2 Download DKE Kredit inward confirmed
3 Penyediaan informasi awal (early warning)
4 Penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund)
5 Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional
6 Download DKE Kredit outward
II Kliring Debet
A Kliring Penyerahan
1 Penyampaian DKE Debet penyerahan dari Peserta secara
off-line kepada PKL maupun secara on-line kepada PKL
melalui SSK
2 Penyampaian Warkat Debet penyerahan dari Peserta
kepada PKL atau kepada Peserta lainnya
3 Penambahan Pendanaan Awal oleh kantor pusat Peserta
4 Pengiriman BSK penyerahan lokal ke SSK sehingga kantor
pusat Peserta dapat melakukan download atas hasil Kliring
lokal setempat; dan
5 Distribusi laporan hasil Kliring penyerahan oleh PKL
kepada Peserta
B Kliring Pengembalian
1 Penyampaian DKE Debet pengembalian dari Peserta secara
off-line kepada PKL maupun secara on-line kepada PKL
melalui SSK
2 Penyampaian Warkat Debet pengembalian kepada PKL
atau Peserta lainnya
3 Penyediaan informasi Awal (early warning)
T+1*)
(WIB)
7
No.
Kegiatan
4 Pengiriman BSK pengembalian lokal ke SSK sehingga
kantor pusat Peserta dapat melakukan download atas hasil
Kliring lokal setempat; dan
5 Distribusi laporan hasil Kliring pengembalian oleh PKL
kepada Peserta
Keterangan:
*) Hanya diisi apabila Kliring pengembalian dilakukan pada hari kerja yang berbeda dengan Kliring
penyerahan
Lanj. Lampiran 1
T+0
(WIB)
T+1*)
(WIB)
8
Lampiran SE No.12/9/DASP tgl. 24 Maret 2010
-----------------------------------------------------------
Lampiran 2
Jadwal SKNBI
No.
Jadwal Kliring Kredit
Kegiatan
A Siklus Pertama
1. Penyediaan pendanaan awal (prefund)
2. Pengiriman DKE Kredit ke SSK
3. Download DKE Kredit inward confirmed
4. Penyediaan informasi awal (early warning)
5. Penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund)
6. Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional
7. Download DKE Kredit outward
B Siklus Kedua
1. Pengiriman DKE Kredit ke SSK
2. Download DKE Kredit inward confirmed
3. Penyediaan informasi awal (early warning)
4. Penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund)
5. Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional
6. Download DKE Kredit outward
Keterangan :
WIB
06.30 – 08.00
08.15 – 11.30
08.15-**)
08.15-11.45
08.15-12.00
12.30***)
12.00-**)
12.45 – 15.30
12.45-16.00**)
08.15-15.45
08.15-16.00
16.30***)
16.00-**)
**) Pada prinsipnya, download DKE inward confirmed dapat dilakukan sepanjang window
time kliring kredit, sedangkan download DKE outward hanya dapat dilakukan oleh Peserta
sepanjang PKL setempat telah mengirimkan BSK lokal dan dapat dilakukan sampai
dengan sebelum kegiatan awal hari berikutnya.
***)Waktu penyelesaian akhir yang ditunjukkan dalam jadwal ini bersifat indikatif yang dapat
berupa kisaran.
.
9
Lanj. Lampiran 2
Jadwal Kliring Debet
No.
Kegiatan
A Kliring Debet T+0
1. Penyediaan Pendanaan Awal (prefund)
2. Window time penyampaian DKE Debet dari TPK
On-line dan KPK ke SSK:
- DKE Debet Kliring Penyerahan
- DKE Debet Kliring Pengembalian
3. Penyediaan informasi awal (early warning)
4. Penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund)
5. Window time download status DKE Debet
Penyerahan oleh KPK
6. Window time proses BSK Penyerahan Lokal dan
BSK Pengembalian Lokal oleh KPK
7. Window time pengiriman BSK Penyerahan Lokal,
BSK Pengembalian Lokal dan BSK Debet
Lokal****)
oleh KPK ke SSK
8. Penyelesaian Akhir hasil Kliring Debet secara
nasional
9. Download DKE Debet confirmed dan unconfirmed
oleh TPK on-line
B Kliring Pengembalian (T+1)
1 Pengiriman DKE Debet pengembalian dari TPK ke
SSK (pengiriman on-line)
Pengiriman dari KPK ke SSK yang terdiri dari:
- DKE Debet pengembalian 1)
- BSK Pengembalian Lokal 2)
2 Informasi awal (early warning)
3 Penyelesaian Akhir (settlement)
4 Download DKE Debet confirmed dan unconfirmed
oleh TPK on-line
Waktu (WIB)
06.30 – 08.00
08.15 – 15.00
08.15-15.10
08.15-15.30
08.15-15.40
08.15-15.50
08.15-16.15
16.30
08.15
08.30-10.30
08.15-11.00
11.00
11.30
08.30
Keterangan
****) BSK Debet Lokal adalah netting antara BSK Penyerahan Lokal dengan BSK Pengembalian
Lokal. BSK Debet Lokal untuk wilayah kliring yang pelaksanaan Kliring
pengembaliannya dilakukan pada hari kerja berikutnya (T+1) hanya merupakan BSK
Lampiran SE No.12/
-------------------------------------------------------------------------
Penyerahan Lokal tanpa BSK Pengembalian Lokal.
1) Untuk Wilayah Kliring yang pelaksanaan Kliring pengembaliannya dilakukan pada
hari kerja berikutnya (T+1), maka DKE Debet yang dikembalikan adalah DKE Debet
yang diserahkan pada Kliring penyerahan hari kerja sebelumnya (T+0).
/DASP tanggal
2) Untuk Wilayah Kliring yang pelaksanaan Kliring pengembaliannya dilakukan pada
hari kerja berikutnya (T+1), maka BSK Pengembalian Lokal merupakan BSK hasil
perhitungan DKE Debet yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada angka 1).
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/9/DASP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Jadwal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 24 Maret 2010 </set_date>
<effective_date> 30 April 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '7/27/DASP|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '7/18/PBI/2005', '12/8/DASP|SE-BI/2010', '12/5/PBI/2010' </related_reg>
|
No. 15/24/DPM
Jakarta, 5 Juli 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal : Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi
Pasar Terbuka.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 14/5/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5321), dan dalam upaya mengoptimalkan
penggunaan instrumen Operasi Pasar Terbuka untuk mendukung
kebijakan moneter dengan sasaran akhir mencapai dan memelihara
kestabilan nilai Rupiah, perlu dilakukan penyempurnaan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi
Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/18/DPM tanggal 8 Juni 2012
sebagai berikut :
1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud
dengan :
1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter
oleh …
2
oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter
melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga
(Standing Facilities).
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT
adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan
oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka
Operasi Moneter.
3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan
sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan
valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer
utama sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga
Perantara dalam Operasi Moneter.
6. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan Surat
Berharga Negara yang digunakan dalam transaksi OPT
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat
Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi
Moneter.
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI
adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek.
8. Surat …
3
8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN
adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah
Negara.
9. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah
Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam
mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
10. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata
uang Rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas
penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang berlaku.
11. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut
SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
13. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disebut ZCB adalah
Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga
secara diskonto.
14. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah
Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada
individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia.
15. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut
transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga
oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan
kewajiban pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai
dengan …
4
dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
16. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat
Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan
kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai
dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
17. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term
Deposit adalah penempatan dana Rupiah milik Peserta OPT
secara berjangka di Bank Indonesia.
18. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan
penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank
Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan
pembelian kembali oleh Peserta OPT.
19. Rekening Giro adalah rekening giro Rupiah Peserta OPT di
Bank Indonesia.
20. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga
Peserta OPT yang tercatat di rekening perdagangan/aktif
(active) di Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement
System.
21. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan
kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan
disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi
penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan
nasabah.
22. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi
dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan
Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
23. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS
dalam …
5
dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan
secara seketika per transaksi secara individual.
24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya
disebut Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank
kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk
penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari
Bank Indonesia.
25. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat
Berharga Negara yang selanjutnya disebut Transaksi Valas
Terhadap SBN adalah transaksi penjualan valuta asing
terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian
SBN secara outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan
pada saat yang bersamaan.
26. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan
rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran
dan/atau penerimaan dana valuta asing ke atau dari Bank.
27. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat
penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan
kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.
28. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing
terhadap Rupiah melalui pembelian/penjualan tunai (spot)
dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka
yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang
sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati
pada tanggal transaksi dilakukan.
29. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual
valuta asing oleh Bank Indonesia melalui penjualan tunai
(spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali valuta
asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang
dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama
pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada
tanggal transaksi dilakukan.
30. Transaksi …
6
30. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi beli
valuta asing oleh Bank Indonesia melalui pembelian tunai
(spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali valuta
asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang
dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama
pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada
tanggal transaksi dilakukan.
B. Bank Indonesia dalam rangka OPT dapat melakukan Absorpsi
Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas dengan menggunakan
satu atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di
pasar uang maupun untuk menjaga ketersediaan instrumen
operasi moneter yang diperlukan dalam pencapaian sasaran
operasional kebijakan moneter Bank Indonesia.
2. Di antara Bab VIA dan Bab VII disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab
VIB sehingga berbunyi sebagai berikut :
VI B. TRANSAKSI SWAP DENGAN METODE LELANG
1. Transaksi Swap dilakukan dalam rangka mendukung
pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional
kebijakan moneter dengan cara :
a. transaksi Swap Jual Bank Indonesia; atau
b. transaksi Swap Beli Bank Indonesia.
2. Jenis valuta asing dalam Transaksi Swap adalah US Dollar.
3. Transaksi Swap dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. Metode Transaksi
1) Bank Indonesia melakukan Transaksi Swap secara
lelang.
2) Transaksi Swap dilakukan melalui sarana Reuters
Monitoring Dealing System (RMDS) atau melalui
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3) Mekanisme …
7
3) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang
premi swap.
4) Kurs spot US Dollar terhadap Rupiah yang
digunakan dalam Transaksi Swap adalah kurs
Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR).
5) JISDOR sebagaimana dimaksud dalam angka 4)
merupakan representasi harga spot US Dollar
terhadap Rupiah dari transaksi antar Bank di pasar
domestik termasuk transaksi Bank dengan bank di
luar negeri, yang dilaporkan Bank melalui Sistem
Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai transaksi
valuta asing terhadap Rupiah.
b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang
1) Transaksi Swap dapat dilakukan pada setiap hari
kerja.
2) Transaksi Swap dapat memiliki jangka waktu 1
(satu) hari sampai dengan 1 (satu) tahun, yang
dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen
sampai dengan tanggal jatuh waktu.
3) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang
Transaksi Swap paling lambat sebelum window
time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana
lainnya.
4) Window time Transaksi Swap dapat dilakukan
antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul
16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
5) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud
dalam angka 4) dibuka sebelum penerbitan JISDOR,
maka …
8
maka kurs spot yang digunakan adalah kurs
JISDOR hari kerja sebelumnya.
6) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud
dalam angka 4) dibuka setelah penerbitan JISDOR,
maka kurs spot yang digunakan adalah kurs
JISDOR pada tanggal transaksi.
7) Pengumuman rencana lelang Transaksi Swap
antara lain meliputi :
a) sarana pengajuan penawaran premi;
b) tanggal lelang;
c) jangka waktu (tenor);
d) window time;
e) tanggal setelmen (tanggal valuta);
f) tanggal jatuh waktu;
g) target indikatif lelang;
h) mata uang; dan
i) kurs spot.
c. Peserta Lelang
1) Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Swap
adalah Bank Devisa, yang selanjutnya disebut
Peserta Transaksi Swap.
2) Peserta Transaksi Swap dapat mengajukan
penawaran secara langsung atau melalui Lembaga
Perantara.
3) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan
penawaran lelang untuk kepentingan Peserta
Transaksi Swap.
d. Pengajuan Penawaran
1) Peserta Transaksi Swap dan Lembaga Perantara
mengajukan penawaran Transaksi Swap kepada
Bank Indonesia melalui RMDS atau sarana lainnya
yang …
9
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam window
time yang ditetapkan.
2) Pengajuan penawaran Transaksi Swap antara lain
meliputi informasi :
a) nama Peserta Transaksi Swap;
b) tanggal transaksi;
c) jangka waktu;
d) tanggal jatuh waktu;
e) jumlah penawaran (nilai nominal);
f) jenis valuta;
g) premi swap; dan
h) nomor rekening pada Bank Koresponden.
3) Pengajuan penawaran Transaksi Swap sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) dapat diajukan paling
banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka
waktu yang ditawarkan.
4) Pengajuan penawaran nominal dari Peserta
Transaksi Swap dan Lembaga Perantara paling
kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta US
Dollar) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
USD1,000,000.00 (satu juta US Dollar).
5) Pengajuan penawaran premi swap dari Peserta
Transaksi Swap dan Lembaga Perantara paling
kurang sebesar Rp1,00 (satu Rupiah) dan
selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00 (satu
Rupiah).
6) Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan
penawaran, Peserta Transaksi Swap dan Lembaga
Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali
koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan
dalam window time Transaksi Swap.
7) Koreksi …
10
7) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 6)
antara lain dapat dilakukan terhadap informasi
sebagaimana dimaksud dalam angka 2) kecuali
informasi nama Peserta Transaksi Swap dan jangka
waktu swap.
8) Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah
penawaran (nilai nominal) sebagaimana dimaksud
dalam angka 6), jumlah penawaran (nilai nominal)
dimaksud harus memenuhi penawaran nominal
sebagaimana dimaksud dalam angka 4).
9) Peserta Transaksi Swap dan Lembaga Perantara
bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran
yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
10) Peserta Transaksi Swap dan Lembaga Perantara
dilarang membatalkan penawaran yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia.
11) Dalam hal Peserta Transaksi Swap dan Lembaga
Perantara mengajukan penawaran yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 3), angka 4) atau angka 5) dan tidak
melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam
window time Transaksi Swap, maka penawaran
dimaksud dinyatakan batal.
e. Penetapan Pemenang Lelang
1) Bank Indonesia menetapkan batas premi swap yang
diterima.
2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang
dimenangkan dengan cara :
a) Untuk Transaksi Swap Jual Bank Indonesia
(1) dalam hal premi swap yang diajukan
Peserta Transaksi Swap lebih tinggi dari
batas penawaran premi swap yang diterima
Bank …
11
Bank Indonesia, Peserta Transaksi Swap
yang bersangkutan memenangkan seluruh
penawaran Transaksi Swap yang diajukan;
atau
(2) dalam hal premi swap yang diajukan
Peserta Transaksi Swap sama dengan batas
penawaran premi swap yang diterima Bank
Indonesia, Peserta Transaksi Swap yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran Transaksi Swap
yang diajukan dengan perhitungan secara
proporsional.
Contoh perhitungan pemenang Transaksi Swap
sebagaimana terdapat pada Lampiran 11 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
b) Untuk Transaksi Swap Beli Bank Indonesia
(1) dalam hal premi swap yang diajukan
Peserta Transaksi Swap lebih rendah dari
batas penawaran premi swap yang diterima
Bank Indonesia, Peserta Transaksi Swap
yang bersangkutan memenangkan seluruh
penawaran Transaksi Swap yang diajukan;
atau
(2) dalam hal premi swap yang diajukan
Peserta Transaksi Swap sama dengan batas
penawaran premi swap yang diterima Bank
Indonesia, Peserta Transaksi Swap yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran Transaksi Swap
yang diajukan dengan perhitungan secara
proporsional.
Contoh …
12
Contoh perhitungan pemenang Transaksi Swap
sebagaimana terdapat pada Lampiran 12 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
c) Pembulatan nominal yang dimenangkan oleh
pemenang lelang Transaksi Swap dengan
proporsional dilakukan dengan pembulatan ke
seratus ribuan US Dollar terdekat dengan
ketentuan :
(1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00
(lima puluh ribu US Dollar) dibulatkan
menjadi 0 (nol); dan
(2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh
ribu US Dollar) atau lebih dibulatkan
menjadi USD100,000.00 (seratus ribu US
Dollar).
3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Swap.
f. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Swap
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi
Swap, setelah dilakukan proses penetapan pemenang
lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai
berikut:
1) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang
secara keseluruhan kepada semua Peserta
Transaksi Swap dan Lembaga Perantara melalui
Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain
berupa nilai nominal Swap yang dimenangkan dan
rata-rata tertimbang (weighted average) premi swap
per jangka waktu.
2) melakukan …
13
2) melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang
secara individual melalui RMDS atau sarana lainnya
antara lain berupa :
a) nominal lelang swap yang dimenangkan Peserta
Transaksi Swap;
b) premi swap yang dimenangkan;
c) tanggal valuta/tanggal setelmen;
d) permintaan Standard Settlement Instruction
peserta Transaksi Swap;
e) permintaan nomor rekening Peserta Transaksi
Swap di Bank Koresponden; dan
f) permintaan nomor Rekening Giro Peserta
Transaksi Swap.
3) Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui
Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana
dimaksud
dalam angka 2) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) dalam hal Peserta Transaksi Swap tidak
memiliki RMDS, konfirmasi akan dilakukan
melalui Lembaga Perantara; atau
b) dalam hal Peserta Transaksi Swap memiliki
RMDS, konfirmasi akan dilakukan kepada
Peserta Transaksi Swap yang bersangkutan.
4) Peserta Transaksi Swap yang telah memenangkan
penawaran dilarang melakukan pengakhiran
Transaksi Swap sebelum jatuh waktu (early
termination).
g. Setelmen Transaksi Swap
1) Untuk Lelang Swap Jual Bank Indonesia
a) Setelmen first leg
(1) Bank Indonesia melakukan setelmen first
leg pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
Transaksi …
14
Transaksi Swap, dengan mengkredit
Rekening Giro Peserta Transaksi Swap
sebesar nilai setelmen first leg.
(2) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai
nominal US Dollar yang dimenangkan
dikalikan dengan kurs JISDOR.
(3) Peserta Transaksi
Swap
wajib
menyelesaikan transfer dana US Dollar
untuk setiap penawaran yang dimenangkan
ke rekening Bank Indonesia di Bank
Koresponden pada tanggal setelmen.
(4) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg,
Peserta Transaksi Swap tidak melakukan
transfer dana US Dollar sebesar nilai yang
dimenangkan pada setelmen first leg, maka
Peserta Transaksi
Swap
wajib
menyelesaikan transfer dana US Dollar
sebesar nilai yang dimenangkan pada hari
kerja berikutnya.
(5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam
angka (4), Peserta Transaksi Swap
dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai operasi moneter.
b) Setelmen second leg
(1) Pada tanggal Transaksi Swap jatuh waktu
(second leg), Bank Indonesia melakukan
transfer dana US Dollar ke rekening Peserta
Transaksi Swap di Bank Koresponden
sebesar nilai nominal US Dollar pada
setelmen first leg.
(2) Bank …
15
(2) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro
Peserta Transaksi Swap sebesar nilai
nominal US Dollar setelmen first leg
dikalikan kurs setelmen second leg.
(3) Kurs setelmen second leg adalah kurs
JISDOR saat tanggal transaksi ditambah
premi swap yang dimenangkan Peserta
Transaksi Swap.
(4) Dalam hal pada tanggal setelmen second
leg, Peserta Transaksi Swap tidak memiliki
dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi
kewajiban setelmen, maka Peserta
Transaksi Swap wajib menyediakan dana
Rupiah yang cukup untuk memenuhi
kewajiban setelmen pada hari kerja
berikutnya.
(5) Pembayaran nominal Transaksi Swap
sebagaimana dimaksud dalam angka (4)
dilakukan melalui pendebetan Rekening
Giro Peserta Transaksi Swap di Bank
Indonesia.
(6) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam
angka (4), Peserta Transaksi Swap
dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai operasi moneter.
2) Untuk Lelang Swap Beli Bank Indonesia
a) Setelmen first leg
(1) Bank Indonesia melakukan setelmen first
leg pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
Transaksi Swap, dengan mendebet
Rekening …
16
Rekening Giro Peserta Transaksi Swap
sebesar nilai setelmen first leg.
(2) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai
nominal US Dollar yang dimenangkan
dikalikan dengan kurs JISDOR.
(3) Bank Indonesia melakukan transfer dana
US Dollar untuk setiap penawaran yang
dimenangkan ke rekening Peserta Transaksi
Swap di Bank Koresponden.
(4) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg,
Peserta Transaksi Swap tidak memiliki
dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi
kewajiban setelmen, maka Peserta
Transaksi Swap wajib menyediakan dana
Rupiah yang cukup untuk memenuhi
kewajiban setelmen pada hari kerja
berikutnya.
(5) Pembayaran nominal Transaksi Swap
sebagaimana dimaksud dalam angka (4)
dilakukan melalui pendebetan Rekening
Giro Peserta Transaksi Swap di Bank
Indonesia.
(6) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam
angka (4), Peserta Transaksi Swap
dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai operasi moneter.
b) Setelmen second leg
(1) Pada tanggal transaksi Swap jatuh waktu
(second leg), Bank Indonesia mengkredit
Rekening Giro Peserta Transaksi Swap
sebesar …
17
sebesar nilai nominal US Dollar yang
dimenangkan dikalikan kurs setelmen
second leg.
(2) Kurs setelmen second leg adalah kurs
JISDOR saat tanggal transaksi ditambah
premi swap yang dimenangkan Peserta
Transaksi Swap.
(3) Peserta
Transaksi
Swap
wajib
menyelesaikan transfer dana US Dollar
sebesar nilai nominal US Dollar pada
setelmen first leg ke rekening Bank
Indonesia di Bank Koresponden paling
lambat pada tanggal setelmen second leg.
(4) Dalam hal pada tanggal setelmen second
leg, Peserta Transaksi Swap tidak
memenuhi
kewajiban
setelmen
sebagaimana dimaksud dalam angka (3),
maka Peserta Transaksi Swap wajib
menyelesaikan transfer dana US Dollar
pada hari kerja berikutnya.
(5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam
angka (4), Peserta Transaksi Swap
dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai operasi moneter.
3) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka
2), tanggal setelmen first leg atau tanggal setelmen
second leg ditetapkan sebagai hari libur oleh
pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
3. Ketentuan …
18
3. Ketentuan Bab VII angka 3 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut :
3. Tata Cara Pengenaan Sanksi Kegiatan OPT di Pasar Valuta Asing
a. Dalam hal Peserta OPT di pasar valuta asing tidak dapat
memenuhi kewajiban pada tanggal setelmen maka setelmen
dilakukan pada hari kerja berikutnya dan Peserta OPT
dikenakan sanksi berupa :
1) teguran tertulis dengan tembusan kepada :
a) Departemen Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal
sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KPBI; atau
b) Divisi Pengawasan Bank Kantor Perwakilan Bank
Indonesia (KPwBI) setempat dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KPwBI; dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar :
a) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal
penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus)
basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan
1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk
penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta US
Dollar;
b) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral atau
otoritas moneter di negara valuta yang bersangkutan
(official rate) yang berlaku pada tanggal penyelesaian
transaksi ditambah 200 (dua ratus) basis point
dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per
tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban
pembayaran dalam valuta asing non US Dollar; atau
c) suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang
berlaku ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan
nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus
enam …
19
enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban
pembayaran dalam Rupiah.
b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir a.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
setelmen.
c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro atau rekening giro valuta asing Peserta OPT
yang ada di Bank Indonesia 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
kewajiban setelmen.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
5 Juli 2013____________
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/24/DPM|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. </reg_title>
<set_date> 5 Juli 2013 </set_date>
<effective_date> 5 Juli 2013 </effective_date>
<changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg>
<extension_of> '14/18/DPM|SE-BI/2012' </extension_of>
<related_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010', '2/11/PBI/2010', '14/18/DPM|SE-BI/2012', '14/5/PBI/2012' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 3 Angka 3' </penalty_list>
|
No.15/51/DPbS
Jakarta, 30 Desember 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
11/28/DPbS tanggal 5 Oktober 2009 perihal Unit Usaha
Syariah.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/10/PBI/2009 tanggal 19 Maret 2009 tentang Unit Usaha Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4992) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/14/PBI/2013
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 234, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5477) maka perlu dilakukan
perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/28/DPbS tanggal
5 Oktober 2009 perihal Unit Usaha Syariah sebagai berikut:
1. Ketentuan angka IV diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
IV. PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN, ATAU PENGGANTIAN
PEJABAT EKSEKUTIF
Pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian Pejabat
Eksekutif dilaporkan oleh Bank Umum Konvensional yang
memiliki Unit Usaha Syariah (BUK yang memiliki UUS) kepada
Bank Indonesia. Apabila berdasarkan penelitian dan penilaian
Bank Indonesia, Pejabat Eksekutif dimaksud memiliki rekam
jejak negatif, maka BUK yang memiliki UUS wajib segera
membatalkan pengangkatan dan mengganti pejabat yang
bersangkutan.
Dalam…
2
Dalam rangka penelitian dan penilaian dimaksud, Bank
Indonesia dapat melakukan wawancara untuk klarifikasi dan
konfirmasi guna memastikan kelayakan yang bersangkutan.
BUK yang memiliki UUS wajib menatausahakan dokumen
pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pejabat
Eksekutif sebagai berikut:
a. surat keputusan Direksi BUK yang memiliki UUS atau
pejabat yang berwenang mengenai pengangkatan,
pemberhentian, atau penggantian Pejabat Eksekutif, berita
acara serah terima jabatan sebagai Pejabat Eksekutif,
dan/atau dokumen lain yang dapat dipersamakan dengan
itu;
b. dokumen yang menyatakan identitas Pejabat Eksekutif yang
baru sebagaimana dimaksud dalam butir I.1.c; dan
c. dokumen dalam rangka penelitian calon Pejabat Eksekutif
mencakup antara lain informasi dari tempat kerja
sebelumnya dan informasi mengenai kredit atau pembiayaan
macet.
2. Ketentuan angka V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
V. KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING
Permohonan izin untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8 dan disertai dengan
dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi surat persetujuan yang menyatakan bahwa BUK
yang memiliki UUS dapat melakukan kegiatan usaha dalam
valuta asing;
b. dokumen yang menunjukkan persiapan teknologi sistem
informasi yang mendukung kegiatan usaha dalam valuta
asing;
c. daftar nama pejabat dan/atau pegawai yang telah mengikuti
pendidikan dan/atau pelatihan mengenai aspek syariah
terkait…
3
terkait kegiatan usaha dalam valuta asing disertai dengan
surat keterangan atau sertifikat; dan
d. daftar calon nasabah yang akan melakukan transaksi dalam
valuta asing.
3. Diantara angka V dan angka VI disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka
VA sehingga berbunyi sebagai berikut:
VA. KAJIAN RENCANA PEMBUKAAN, PERUBAHAN STATUS,
PEMINDAHAN ALAMAT, DAN/ATAU PENUTUPAN KANTOR UNIT
USAHA SYARIAH DALAM RENCANA BISNIS UNIT USAHA
SYARIAH
A. BUK yang memiliki UUS wajib menyusun kajian sebagai
dasar untuk menetapkan rencana pembukaan, perubahan
status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan kantor
UUS dengan berpedoman pada Lampiran 8A. Kajian
dimaksud dapat digabungkan dengan kajian pembukaan,
perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau
penutupan kantor lainnya dari BUK yang memiliki UUS.
B. BUK yang memiliki UUS wajib mencantumkan kajian
sebagaimana dimaksud dalam huruf A pada lampiran
rencana bisnis UUS terkait rencana pengembangan
dan/atau perubahan jaringan kantor sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
rencana bisnis UUS.
C. Kajian yang merupakan lampiran rencana bisnis UUS
sebagaimana dimaksud pada huruf B disampaikan pertama
kali paling lambat tanggal 28 Maret 2014. Selanjutnya kajian
disampaikan bersamaan dengan penyampaian rencana
bisnis UUS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai rencana bisnis UUS.
4. Ketentuan angka VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
VI. PEMBUKAAN KANTOR UNIT USAHA SYARIAH
A. PEMBUKAAN KANTOR CABANG SYARIAH DI DALAM
NEGERI
Permohonan…
4
Permohonan izin pembukaan KCS diajukan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
9 disertai dengan dokumen sebagai berikut:
1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list)
atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan kerja kepatuhan meliputi:
a. daftar aktiva tetap dan inventaris;
b. susunan dan struktur organisasi;
c. bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian
sewa atau nota kesepakatan sewa menyewa gedung
kantor;
d.
foto gedung kantor dan tata letak ruangan,
termasuk ruang khasanah yang menunjukkan
persiapan kantor UUS beroperasi;
e. persiapan sumber daya manusia;
f. persiapan jaringan telekomunikasi; dan
g.
formulir atau warkat yang akan digunakan dalam
operasional;
2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat
potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan
yang sehat antar Bank Umum Syariah (BUS) dan UUS,
serta tingkat kejenuhan jumlah kantor BUS dan kantor
UUS; dan
3. rencana penghimpunan dan penyaluran dana paling
singkat selama 12 (dua belas) bulan beserta
penjelasannya.
B. PEMBUKAAN KANTOR CABANG PEMBANTU SYARIAH DI
DALAM NEGERI
Laporan rencana pembukaan KCPS disampaikan oleh BUK
yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 11 disertai dengan dokumen sebagai
berikut:
1. daftar...
5
1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list)
atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1; dan
2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat
tingkat kejenuhan jumlah kantor BUS dan kantor UUS,
serta potensi penghimpunan dan penyaluran dana.
C. PEMBUKAAN KANTOR KAS SYARIAH DI DALAM NEGERI
Laporan rencana pembukaan KKS disampaikan oleh BUK
yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 11A disertai dengan dokumen sebagai
berikut:
1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list)
atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1; dan
2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat
potensi penghimpunan dana.
D. PEMBUKAAN KANTOR FUNGSIONAL SYARIAH DI DALAM
NEGERI
1. Jenis KFS terdiri dari KFS yang melakukan kegiatan
operasional dan KFS yang melakukan kegiatan non
operasional. Kegiatan operasional adalah kegiatan
penghimpunan dan/atau penyaluran dana secara
terbatas dengan melakukan 1 (satu) atau lebih kegiatan
di bawah ini:
a. penerimaan nasabah;
b. penerimaan atau pengeluaran kas;
c. pemrosesan permohonan penyaluran atau
penghimpunan dana; dan/atau
d. pemberian keputusan atas permohonan penyaluran
atau penghimpunan dana.
2. Pembukaan…
6
2. Pembukaan KFS diatur sebagai berikut:
a. Laporan rencana pembukaan KFS yang melakukan
kegiatan operasional disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 11B disertai dengan
dokumen sebagai berikut:
1) daftar pemenuhan persyaratan (compliance
check list) atas persiapan operasional yang
telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.; dan
2)
rencana UUS untuk mengutamakan
pemberian pembiayaan pada sektor produktif,
untuk KFS yang memberikan pembiayaan.
b. Laporan rencana pembukaan KFS yang melakukan
kegiatan non operasional disampaikan oleh BUK
yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 11B disertai dengan
dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan
(compliance check list) atas persiapan operasional
yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.a sampai
dengan butir A.1.f.
E. PEMBUKAAN KANTOR DI LUAR NEGERI
1. Permohonan izin pembukaan KCS atau jenis-jenis
kantor lainnya di luar negeri diajukan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 17 disertai dengan dokumen
sebagai berikut:
a. daftar…
7
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1;
b. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat
potensi ekonomi dan peluang pasar; dan
c.
rencana bisnis KCS atau jenis-jenis kantor lainnya
di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional
paling singkat selama 12 (dua belas) bulan.
2. Salinan atau fotokopi izin pembukaan Kantor Cabang
Syariah atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri dari
otoritas di negara setempat disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 17A.
5. Ketentuan angka VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
VII. PERUBAHAN STATUS KANTOR UNIT USAHA SYARIAH
A. PENINGKATAN STATUS KANTOR
1. Permohonan izin peningkatan status kantor UUS dari
KCPS atau KKS menjadi KCS diajukan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 17B disertai dengan
dokumen yang dipersyaratkan dalam pembukaan KCS
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.
2. Laporan rencana peningkatan status kantor UUS dari
KKS menjadi KCPS disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 17C disertai dengan
dokumen yang dipersyaratkan dalam pembukaan KCPS
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B.
B. PENURUNAN…
8
B. PENURUNAN STATUS KANTOR
1. Permohonan izin penurunan status kantor UUS dari
KCS menjadi KCPS atau KKS diajukan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 17D disertai dengan alasan
penurunan status dan dokumen sebagai berikut:
a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam rangka penyelesaian atau
pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCS
kepada nasabah dan pihak lainnya; dan
b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki
UUS bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCS
kepada nasabah dan pihak lainnya telah
diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat
tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung
jawab BUK yang memiliki UUS.
2. Laporan rencana penurunan status kantor UUS dari
KCPS menjadi KKS disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 17E disertai dengan alasan
penurunan status dan dokumen sebagai berikut:
a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam rangka penyelesaian atau
pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCPS
kepada nasabah dan pihak lainnya; dan
b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki
UUS bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCPS
kepada nasabah dan pihak lainnya telah
diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat
tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung
jawab BUK yang memiliki UUS.
C. PERUBAHAN…
9
C. PERUBAHAN STATUS KANTOR
1. Permohonan izin perubahan status kantor UUS dari
KFS menjadi KCS diajukan oleh BUK yang memiliki
UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 17F disertai dengan dokumen yang
dipersyaratkan dalam pembukaan KCS sebagaimana
dimaksud dalam butir VI.A.
2. Laporan rencana perubahan status kantor UUS dari
KFS menjadi KCPS disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 17G disertai dengan
dokumen yang dipersyaratkan dalam pembukaan KCPS
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B.
3. Laporan rencana perubahan status kantor UUS dari
KFS menjadi KKS disampaikan oleh BUK yang memiliki
UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 17H disertai dengan alasan perubahan status
dan dokumen yang dipersyaratkan dalam laporan
rencana penurunan status kantor UUS dari KCPS
menjadi KKS sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.
4. Permohonan izin perubahan status kantor UUS dari
KCS menjadi KFS diajukan oleh BUK yang memiliki
UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 17I disertai dengan alasan perubahan status
dan dokumen yang dipersyaratkan dalam permohonan
izin penurunan status kantor UUS dari KCS menjadi
KCPS atau KKS sebagaimana dimaksud dalam butir
B.1.
5. Laporan rencana perubahan status kantor UUS dari
KCPS menjadi KFS disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan…
10
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 17J disertai dengan alasan
perubahan status dan dokumen yang dipersyaratkan
dalam laporan rencana penurunan status kantor UUS
dari KCPS menjadi KKS sebagaimana dimaksud dalam
butir B.2.
6. Ketentuan angka VIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
VIII. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR UNIT USAHA SYARIAH
A. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR YANG MENJADI INDUK
KEGIATAN USAHA UNIT USAHA SYARIAH
Permohonan izin pemindahan alamat kantor yang menjadi
induk kegiatan usaha UUS diajukan oleh BUK yang memiliki
UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 20
disertai alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai
berikut:
1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list)
atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.A.1.
2. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan
dan kewajiban kantor yang menjadi induk kegiatan
usaha UUS kepada nasabah dan pihak lainnya; dan
3. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang
paling kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar,
tingkat persaingan yang sehat antar BUS dan UUS,
serta tingkat kejenuhan jumlah kantor BUS dan kantor
UUS.
B. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG SYARIAH DI
DALAM NEGERI
1. Permohonan izin pemindahan alamat KCS dalam
wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan tempat
kedudukan awal KCS diajukan oleh BUK yang memiliki
UUS…
11
UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 22 disertai dengan alasan pemindahan
alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan
persyaratan (compliance check list) atas persiapan
operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja
kepatuhan sebagaimana dimaksud pada butir VI.A.1.
2. Permohonan izin pemindahan alamat KCS ke wilayah
kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat
kedudukan awal KCS namun masih dalam 1 (satu)
wilayah kantor Bank Indonesia diajukan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 22 disertai dengan alasan
pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1;
b.
rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh
tagihan dan kewajiban KCS kepada nasabah dan
pihak lainnya; dan
c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru
yang paling kurang memuat potensi ekonomi,
peluang pasar, tingkat persaingan yang sehat antar
BUS dan UUS, serta tingkat kejenuhan jumlah
kantor BUS dan kantor UUS.
C. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG PEMBANTU
SYARIAH DI DALAM NEGERI
1. Laporan rencana pemindahan alamat KCPS dalam
wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan tempat
kedudukan awal KCPS disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud…
12
dimaksud dalam Lampiran 24 disertai dengan alasan
pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar
pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas
persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.A.1;
2. Laporan rencana pemindahan alamat KCPS ke wilayah
kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat
kedudukan awal KCPS namun masih dalam 1 (satu)
wilayah kantor Bank Indonesia disampaikan oleh BUK
yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 24 disertai dengan alasan
pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1;
b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh
tagihan dan kewajiban KCPS kepada nasabah dan
pihak lainnya; dan
c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru
yang paling kurang memuat tingkat kejenuhan
jumlah kantor BUS dan kantor UUS, serta potensi
penghimpunan dan penyaluran dana.
D. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR KAS SYARIAH DI DALAM
NEGERI
1. Laporan rencana pemindahan alamat KKS dalam
wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan tempat
kedudukan awal KKS disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 24A disertai dengan alasan
pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar
pemenuhan…
13
pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas
persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.A.1;
2. Laporan rencana pemindahan alamat KKS ke wilayah
kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat
kedudukan awal KKS namun masih dalam 1 (satu)
wilayah kantor Bank Indonesia disampaikan oleh BUK
yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 24A disertai dengan alasan
pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A;
b.
rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh
kewajiban KKS kepada nasabah dan pihak lainnya;
dan
c. hasil studi kelayakan yang memuat potensi
penghimpunan dana.
E. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR FUNGSIONAL SYARIAH DI
DALAM NEGERI
1. Laporan rencana pemindahan alamat KFS yang
melakukan kegiatan operasional dalam wilayah kota
atau kabupaten yang sama dengan tempat kedudukan
awal KFS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
24B disertai dengan alasan pemindahan alamat dan
dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan
(compliance check list) atas persiapan operasional yang
telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1;
2. Laporan…
14
2. Laporan rencana pemindahan alamat KFS yang
melakukan kegiatan operasional ke wilayah kota atau
kabupaten yang berbeda dengan tempat kedudukan
awal KFS namun masih dalam 1 (satu) wilayah kantor
Bank Indonesia disampaikan oleh BUK yang memiliki
UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 24B disertai dengan alasan pemindahan
alamat dan dokumen sebagai berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1;
b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh
tagihan dan/atau kewajiban KFS kepada nasabah
dan pihak lainnya; dan
c.
rencana UUS untuk mengutamakan pemberian
pembiayaan pada sektor produktif, untuk KFS
yang memberikan pembiayaan.
3. Laporan rencana pemindahan alamat KFS yang
melakukan kegiatan non operasional disampaikan oleh
BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonsia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 24B disertai dengan alasan
pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar
pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas
persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.A.1.a sampai dengan butir VI.A.1.f.
F. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI LUAR NEGERI
1. Laporan rencana pemindahan alamat KCS atau jenis-
jenis kantor lainnya di luar negeri disampaikan oleh
BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud…
15
dimaksud dalam Lampiran 24C disertai dengan alasan
pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud pada butir VI.A.1;
b.
rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh
tagihan dan/atau kewajiban KCS atau jenis-jenis
kantor lainnya di luar negeri kepada nasabah dan
pihak lainnya; dan
c. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat
potensi ekonomi dan peluang pasar.
2. Salinan atau fotokopi izin pemindahan alamat KCS atau
jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri dari otoritas di
negara setempat disampaikan oleh BUK yang memiliki
UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 24D.
7. Ketentuan angka IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
IX.
PENUTUPAN KANTOR UNIT USAHA SYARIAH
A. PENUTUPAN KANTOR CABANG SYARIAH DI DALAM
NEGERI
1. Permohonan persetujuan prinsip penutupan KCS
diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29 disertai
dengan alasan penutupan dan dokumen berupa
penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan
seluruh tagihan dan kewajiban KCS kepada nasabah
dan pihak lainnya.
2. Permohonan…
16
2. Permohonan persetujuan penutupan KCS diajukan
oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia
dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 29A disertai dengan:
a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh
tagihan dan kewajiban KCS kepada nasabah dan
pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan;
dan
b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki
UUS bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCS
kepada nasabah dan pihak lainnya telah
diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat
tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung
jawab BUK yang memiliki UUS.
3. Penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban
kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan
antara lain melalui pengalihan seluruh tagihan dan
kewajiban kepada kantor UUS lainnya atau pihak lain
dengan persetujuan nasabah atau pihak lainnya.
Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan
dan kewajiban KCS kepada nasabah dan pihak lainnya
dapat berbentuk:
a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu
oleh nasabah;
b. pengalihan pembiayaan kepada kantor UUS
lainnya atau pihak lain;
c. neraca KCS yang menunjukkan seluruh tagihan
dan kewajiban KCS kepada nasabah dan pihak
lainnya telah diselesaikan atau dialihkan;
dan/atau
d. dokumen lain yang mendukung.
B. PENUTUPAN…
17
B. PENUTUPAN KANTOR CABANG PEMBANTU SYARIAH DI
DALAM NEGERI
1. Laporan rencana penutupan KCPS disampaikan oleh
BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 29B disertai dengan alasan
penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai
langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka
penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan
kewajiban KCPS kepada nasabah dan pihak lainnya.
2. Dokumen penutupan KCPS disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 29C. Dokumen penutupan
antara lain:
a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh
tagihan dan kewajiban KCPS kepada nasabah dan
pihak lainnya telah diselesaikan; dan
b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki
UUS bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCPS
kepada nasabah dan pihak lainnya telah
diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat
tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung
jawab BUK yang memiliki UUS.
3. Penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan
kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat
dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh
kewajiban KCPS kepada kantor UUS lainnya atau pihak
lain dengan persetujuan nasabah atau pihak lainnya.
Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan
dan kewajiban KCPS kepada nasabah dan pihak
lainnya dapat berbentuk:
a. penitipan…
18
a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu
oleh nasabah;
b. pengalihan pembiayaan kepada kantor UUS
lainnya atau pihak lain;
c. neraca KCS; dan/atau
d. dokumen lain yang mendukung.
C. PENUTUPAN KANTOR KAS SYARIAH DI DALAM NEGERI
1. Laporan rencana penutupan KKS disampaikan oleh
BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 29D disertai dengan alasan
penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai
langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka
penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban KKS
kepada nasabah dan pihak lainnya.
2. Dokumen penutupan KKS disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 29E. Dokumen penutupan
KKS antara lain:
a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh
kewajiban KKS kepada nasabah dan pihak lainnya
telah diselesaikan atau dialihkan; dan
b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki
UUS bahwa seluruh kewajiban KKS kepada
nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau
dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di
kemudian hari menjadi tanggung jawab BUK yang
memiliki UUS.
3. Penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban
kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan
antara lain melalui pengalihan seluruh kewajiban KKS
kepada kantor UUS lainnya atau pihak lain.
Bukti…
19
Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban
KKS kepada nasabah dan pihak lainnya dapat
berbentuk:
a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu
oleh nasabah;
b. neraca KCS; dan/atau
c. dokumen lain yang mendukung.
D. PENUTUPAN KANTOR FUNGSIONAL SYARIAH DI DALAM
NEGERI
1. Laporan rencana penutupan KFS disampaikan oleh
BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 29F disertai dengan alasan
penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai
langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka
penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau
kewajiban KFS kepada nasabah dan pihak lainnya.
2. Dokumen penutupan KFS disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 29G. Dokumen penutupan
KFS antara lain:
a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh
tagihan dan/atau kewajiban KFS kepada nasabah
dan pihak lainnya telah diselesaikan atau
dialihkan; dan
b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki
UUS bahwa seluruh tagihan dan/atau kewajiban
KFS kepada nasabah dan pihak lainnya telah
diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat
tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung
jawab BUK yang memiliki UUS.
3. Penyelesaian…
20
3. Penyelesaian kewajiban kepada nasabah dan pihak
lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan
seluruh tagihan dan/atau kewajiban KFS kepada
kantor UUS lainnya atau pihak lain.
Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan
dan/atau kewajiban KFS kepada nasabah dan pihak
lainnya dapat berbentuk:
a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu
oleh nasabah;
b. pengalihan pembiayaan kepada kantor UUS
lainnya atau atau pihak lainnya;
c. neraca KCS; dan/atau
d. dokumen lain yang mendukung.
E. PENUTUPAN KANTOR DI LUAR NEGERI
1. Permohonan izin penutupan KCS atau jenis-jenis
kantor lainnya di luar negeri diajukan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 29H disertai dengan alasan
penutupan dan dokumen mengenai:
a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam rangka penyelesaian atau
pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban
KCS atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri
kepada nasabah dan pihak lainnya; dan
b.
langkah-langkah yang akan ditempuh dalam
rangka memperoleh izin dari otoritas di negara
setempat.
2. Dokumen penutupan KCS dan/atau jenis-jenis kantor
lainnya di luar negeri disampaikan oleh BUK yang
memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 29I. Dokumen penutupan
dimaksud antara lain:
a. dokumen…
21
a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh
tagihan dan/atau kewajiban KCS atau jenis-jenis
kantor lainnya di luar negeri kepada nasabah dan
pihak lainnya telah diselesaikan;
b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki
UUS bahwa seluruh tagihan dan/atau kewajiban
kantor KCS atau jenis-jenis kantor lainnya di luar
negeri kepada nasabah dan pihak lainnya telah
diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat
tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung
jawab BUK yang memiliki UUS; dan
c. salinan atau fotokopi izin penutupan dari otoritas
di negara setempat.
8. Ketentuan angka XII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
XII. PENCABUTAN IZIN USAHA UNIT USAHA SYARIAH ATAS
PERMINTAAN BANK UMUM KONVENSIONAL YANG MEMILIKI
UNIT USAHA SYARIAH
1. Persetujuan Persiapan Pencabutan Izin Usaha
Permohonan persetujuan persiapan pencabutan izin usaha
UUS diajukan oleh Direksi BUK yang memiliki UUS kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 43 disertai dengan
alasan penutupan dan dokumen sebagai berikut:
a. risalah Rapat Umum Pemegang Saham yang memuat
keputusan mengenai penutupan UUS;
b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan
dan kewajiban UUS kepada nasabah dan pihak lainnya;
laporan keuangan UUS terkini; dan
c.
d. bukti penyelesaian pajak.
2. Pencabutan Izin Usaha
Permohonan pencabutan izin usaha UUS diajukan oleh
Direksi BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia
dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud…
22
dimaksud dalam Lampiran 43A disertai dengan dokumen
sebagai berikut:
a. laporan pelaksanaan penghentian kegiatan usaha UUS;
b. laporan pelaksanaan pengumuman rencana
penghentian kegiatan UUS dan rencana penyelesaian
atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban UUS
dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai
peredaran luas;
c. laporan pelaksanaan penyelesaian atau pengalihan
seluruh tagihan dan kewajiban UUS;
d. laporan hasil verifikasi dari kantor akuntan publik atas
penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan
kewajiban UUS; dan
e. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki UUS
bahwa seluruh tagihan dan kewajiban UUS telah
diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat
tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab
BUK yang memiliki UUS.
9. Ketentuan angka XIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
XIII. KEGIATAN OPERASIONAL DI LUAR HARI KERJA OPERASIONAL
DAN/ATAU PADA HARI LIBUR SERTA TIDAK BEROPERASI PADA
HARI KERJA
Laporan rencana UUS dan/atau sebagian kantor UUS untuk
melakukan kegiatan operasional di luar hari kerja operasional
atau pada hari libur atau tidak beroperasi pada hari kerja
disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 45.
10. Lampiran 7, Lampiran 10, Lampiran 12, Lampiran 13, Lampiran 14,
Lampiran 15, Lampiran 16, Lampiran 18, Lampiran 19, Lampiran 21,
Lampiran 23, Lampiran 25, Lampiran 26, Lampiran 27, Lampiran 28,
Lampiran 30, Lampiran 31, Lampiran 32, Lampiran 33, Lampiran 34,
dan Lampiran 44 dihapus.
11. Di…
23
11. Di antara angka XIV dan XV disisipkan 1 angka, yakni angka XIVA
sehingga berbunyi sebagai berikut:
XIVA. LAIN-LAIN
A. Pelaksanaan pembukaan, pemindahan alamat, perubahan
status, dan penutupan KFS dilaporkan oleh BUK yang
memiliki UUS secara offline setiap bulan paling lama 5
(lima) hari kerja pada awal bulan laporan berikutnya
selama belum dapat dilaporkan secara online melalui
laporan kantor pusat bank umum.
B. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A
disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 45A.
C. Lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30
Desember 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDY SETIADI
KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/51/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/28/DPbS tanggal 5 Oktober 2009 perihal Unit Usaha Syariah. </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2013 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2013 </effective_date>
<changed_reg> '11/28/DPbS|SE-BI/2009' </changed_reg>
<related_reg> '11/28/DPbS|SE-BI/2009', '15/14/PBI/2013', '11/10/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 10/23/DPM
2008
Jakarta, 14 Juli 2008Juli
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN PIALANG
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine
Tune Operations dalam rangka Operasi Pasar Terbuka
Dalam rangka penyempurnaan implementasi kebijakan moneter dan
penilaian underlying asset dalam pelaksanaan transaksi Fine Tune Operation,
dipandang perlu untuk mengubah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/1/DPM
tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations
dalam rangka Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah dengan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 9/5/DPM tanggal 26 Maret 2007, sebagai berikut:
1. Ketentuan BAB I angka 23 diubah, sehingga BAB I berbunyi sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
2. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta
asing, dan perusahaan efek yang ditunjuk Menteri Keuangan
Republik Indonesia sebagai peserta lelang Surat Utang Negara di
pasar perdana.
3. Operasi .....
2
3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut dengan OPT adalah
kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
4. Fine Tune Operation yang selanjutnya disebut FTO adalah transaksi
dalam rangka OPT yang dilakukan sewaktu-waktu oleh Bank
Indonesia apabila diperlukan untuk mempengaruhi likuiditas
perbankan secara jangka pendek pada waktu, jumlah dan harga
transaksi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Fine Tune Kontraksi yang selanjutnya disebut FTK adalah transaksi
fine tune dalam rangka penyerapan likuiditas perbankan secara
jangka pendek.
6. Fine Tune Ekspansi yang selanjutnya disebut FTE adalah transaksi
fine tune dalam rangka penambahan likuiditas perbankan secara
jangka pendek.
7. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata
uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per
transaksi secara individual.
8. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut dengan BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat
berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta,
penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
9. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Surat
Utang Negara dalam mata uang Rupiah yang ditatausahakan dalam
BI-SSSS dalam rekening perdagangan.
10. Sertifikat .....
3
10. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
11. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat
berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa
berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang
berlaku.
12. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Repo
adalah transaksi penjualan bersyarat Surat Berharga oleh Bank
dengan kewajiban pembelian kembali sesuai dengan harga dan
jangka waktu yang disepakati.
13. Harga Repo Surat Berharga adalah harga Surat Berharga yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan besarnya
Hair Cut atas harga pasar Surat Berharga dan dinyatakan dalam
persen.
14. Hair Cut adalah marjin yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai
faktor pengurang harga pasar Surat Berharga.
15. Nilai Penjualan SBI Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang
diterima Bank penjual SBI secara Repo yang dihitung sebesar hasil
perkalian antara kuantitas transaksi Repo yang dimenangkan Bank
dengan Harga Repo SBI.
16. Nilai Penjualan SUN Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang
diterima Bank penjual SUN secara Repo yang dihitung sebesar hasil
perkalian antara kuantitas transaksi Repo yang dimenangkan Bank
dengan Harga Repo SUN, ditambah dengan nilai bunga berjalan
(accrued interest) yang dihitung sejak tanggal pembayaran kupon
terakhir .....
4
terakhir sampai dengan tanggal transaksi Repo kecuali transaksi
Repo dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pembayaran
kupon.
17. Nilai Pembelian Kembali SBI Repo adalah jumlah dana dalam
Rupiah yang harus dikembalikan Bank penjual SBI secara Repo yang
dihitung sebesar Nilai Penjualan SBI Repo jatuh waktu ditambah
bunga Repo yang harus dibayar.
18. Nilai Pembelian Kembali SUN Repo adalah jumlah dana dalam
Rupiah yang harus dikembalikan Bank penjual SUN secara Repo
yang dihitung sebesar Nilai Penjualan Repo SUN jatuh waktu
ditambah bunga Repo yang harus dibayar, dikurangi dengan kupon
yang diterima Bank Indonesia apabila terdapat pembayaran kupon
selama jangka waktu transaksi Repo.
19. Setelmen Fine Tune adalah setelmen yang terdiri dari setelmen dana
dan/atau setelmen surat berharga.
20. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antara Bank Indonesia
dengan Bank pemilik rekening giro Rupiah di Bank Indonesia
melalui Sistem BI-RTGS.
21. Setelmen Surat Berharga adalah perpindahan Surat Berharga antara
Bank Indonesia dengan Bank pemilik rekening Surat Berharga di
Central Registry melalui BI-SSSS.
22. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah
setelmen transaksi Fine Tune dengan cara Setelmen Surat Berharga
melalui BI-SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di
Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
23. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia
secara .....
5
secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan
pengumuman dari Bank Indonesia.
2. Ketentuan BAB II huruf C angka 3 diubah, sehingga BAB II huruf C
berbunyi sebagai berikut:
II. MEKANISME UMUM PELAKSANAAN TRANSAKSI FTO
C. Peserta Transaksi
1. Pihak yang dapat melakukan transaksi FTO untuk selanjutnya
disebut Peserta Lelang adalah:
a. Bank yang mengajukan penawaran untuk kepentingan sendiri;
b. Pialang yang mengajukan penawaran untuk kepentingan Bank.
2. Pialang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b yang ditetapkan
dapat mengikuti transaksi FTO adalah:
a. Pialang pasar uang rupiah dan valuta asing untuk seluruh
transaksi FTO.
b. Perusahaan Efek yang ditunjuk Menteri Keuangan Republik
Indonesia sebagai peserta lelang SUN di pasar perdana untuk
transaksi FTE.
3. Peserta Lelang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berstatus
aktif sebagai peserta BI-SSSS dan tidak dikenakan sanksi
penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT.
3. Ketentuan BAB III huruf B angka 3 dan angka 4 diubah, sehingga BAB III
huruf B berbunyi sebagai berikut:
III. JENIS TRANSAKSI FTO
B. Transaksi Fine Tune Ekspansi (FTE)
1. FTE dilakukan melalui transaksi perdagangan SBI atau SUN secara
Repo berdasarkan prinsip penjualan Surat Berharga untuk dibeli
kembali (sell and buy back) dengan pengaturan sebagai berikut:
a. Surat .....
6
a. Surat Berharga milik Bank yang dijual secara Repo (first leg)
akan dipindahbukukan pencatatan kepemilikannya ke rekening
perdagangan Surat Berharga Bank Indonesia (transfer of
ownership).
b. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu (second leg), Bank
sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib membeli kembali
Surat Berharga yang direpokan ke Bank Indonesia.
c. Dalam hal Bank gagal membeli kembali Surat Berharga
sebagaimana dimaksud dalam huruf b, maka penyelesaian
transaksi dilakukan dengan cara:
1) dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud
dalam huruf b berupa SBI, maka SBI yang gagal dibeli
kembali oleh Bank dilunasi sebelum jatuh waktu (early
redemption); dan/atau
2) dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud
dalam huruf b berupa SUN, maka SUN yang gagal dibeli
kembali oleh Bank diperlakukan sebagai transaksi penjualan
secara jual putus (outright) dari Bank penjual Repo ke Bank
Indonesia.
3) penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka
1) dan angka 2) tidak mengurangi kewajiban Bank untuk
membayar Repo rate transaksi FTE.
2. Ditransaksikan dengan metode simple interest dengan perhitungan
jumlah hari berdasarkan hari kalender.
3. Penggunaan .....
7
3. Penggunaan SBI dalam transaksi FTE diatur sebagai berikut :
a. Bank Indonesia menetapkan seri, Hair Cut dan harga SBI yang
dapat direpokan yang diumumkan melalui BI-SSSS.
b. Pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg), SBI yang
direpokan memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua)
hari kerja.
c. Harga SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan
dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat
diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI.
d. Harga Repo SBI ditetapkan sebesar harga SBI dikurangi dengan
Hair Cut tertentu. Contoh perhitungan Harga Repo SBI dapat
dilihat dalam Lampiran-1.
e. Harga pembelian kembali SBI Repo jatuh waktu ditetapkan
sama dengan Harga Repo SBI.
f. Setelmen Fine Tune pada saat penjualan SBI secara Repo (first
leg) terdiri dari:
1) Setelmen Dana sebesar Nilai Penjualan SBI Repo.
2) Setelmen Surat Berharga sebesar nominal SBI Repo yang
dimenangkan Bank.
g. Setelmen Fine Tune pada saat pembelian kembali SBI (second
leg) terdiri dari:
1) Setelmen Dana sebesar Nilai Pembelian Kembali SBI Repo.
2) Setelmen Surat Berharga sebesar nominal SBI yang
direpokan.
4. Penggunaan SUN dalam transaksi FTE diatur sebagai berikut:
a. Bank Indonesia menetapkan seri, Hair Cut dan harga SUN yang
dapat direpokan yang diumumkan melalui BI-SSSS.
b. Pada .....
8
b. Pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg), SUN
yang direpokan memiliki sisa jangka waktu:
1) paling singkat 2 (dua) hari kerja untuk Surat Perbendaharaan
Negara (SPN); atau
2) paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja untuk Obligasi Negara
(ON) termasuk Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Zero
Coupon Bond (ZCB).
c. Harga SUN sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan
dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis
dan seri SUN.
d. Harga Repo SUN ditetapkan sebesar harga SUN dikurangi
dengan Hair Cut tertentu. Contoh perhitungan Harga Repo
SUN dapat dilihat dalam Lampiran-1.
e. Harga pembelian kembali SUN Repo jatuh waktu ditetapkan
sama dengan Harga Repo SUN.
f. Setelmen Fine Tune pada saat penjualan SUN secara Repo (first
leg) terdiri dari:
1) Setelmen Dana sebesar Nilai Penjualan SUN Repo.
2) Setelmen Surat Berharga sebesar nominal SUN Repo yang
dimenangkan Bank.
g. Setelmen Fine Tune pada saat pembelian kembali SUN secara
Repo (second leg) terdiri dari:
1) Setelmen Dana sebesar Nilai Pembelian Kembali SUN
Repo.
2) Setelmen Surat Berharga sebesar nominal SUN yang
direpokan.
h. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon atas
SUN yang direpokan, maka kupon dimaksud akan
diperhitungkan .....
9
diperhitungkan sebagai faktor pengurang Nilai Pembelian
Kembali SUN Repo.
4. Ketentuan BAB IV huruf C angka 4 diubah, sehingga BAB IV huruf C
berbunyi sebagai berikut:
IV. TATA CARA TRANSAKSI FINE TUNE KONTRAKSI
C. Setelmen Transaksi dan Pelunasan FTK
1. Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan
Moneter - Direktorat Pengelolaan Moneter (PTPM-DPM)
melakukan Setelmen Fine Tune melalui BI-SSSS yang terhubung
dengan Sistem BI-RTGS dengan mendebet rekening giro Rupiah
milik Bank di Bank Indonesia sebesar nilai tunai transaksi FTK.
2. Setelmen FTK sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan
dengan mekanisme penyelesaian per keseluruhan transaksi (gross
to net).
3. Bank wajib menyediakan dana untuk pendebetan rekening giro
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan batas waktu
sebagai berikut:
a. pukul 13.00 WIB untuk transaksi FTK yang dimenangkan Bank
pada sesi pagi.
b. cut off warning Sistem BI-RTGS untuk transaksi FTK yang
dimenangkan Bank pada sesi sore.
4. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro dalam Rupiah
yang mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen Dana
sebagaimana dimaksud dalam angka 3, maka sistem secara
otomatis membatalkan seluruh transaksi yang dimenangkan Bank
dalam lelang transaksi FTK dimaksud.
5. Atas batalnya transaksi FTK sebagaimana dimaksud dalam angka
4, Bank dikenakan sanksi OPT.
6. Transaksi .....
10
6. Transaksi FTK yang telah berhasil dilakukan Setelmen Dana akan
dicatat BI-SSSS dalam pencatatan Fasilitas Simpanan Bank
Indonesia (FASBI).
7. Pada tanggal jatuh waktu FTK, Bank Indonesia melakukan
pelunasan transaksi FTK secara otomatis melalui sarana BI-SSSS
sebesar nilai nominal transaksi FTK.
5. Ketentuan BAB V huruf A angka 2 diubah, sehingga BAB V huruf A
berbunyi sebagai berikut:
V. TATA CARA TRANSAKSI FINE TUNE EKSPANSI MELALUI
TRANSAKSI PERDAGANGAN SBI ATAU SUN SECARA REPO
A. Pengajuan Penawaran Lelang FTE
1. Bank Indonesia cq. Biro Operasi Moneter - Direktorat Pengelolaan
Moneter (BOpM-DPM) mengumumkan rencana transaksi FTE
dengan atau tanpa target indikatif kuantitas transaksi kepada
Peserta Lelang paling lambat sebelum window time transaksi FTE
dibuka melalui BI-SSSS dan Sistem LHBU.
2. Pengumuman rencana transaksi FTE antara lain meliputi:
a. jangka waktu Repo;
b. window time lelang;
c. seri dan harga Surat Berharga;
d. suku bunga Repo (Repo rate) FTE apabila ditransaksikan
dengan metode lelang fixed rate atau target indikatif FTE
apabila ditransaksikan dengan metode lelang variable rate; dan
e. tanggal dan batas waktu Setelmen Fine Tune.
3. Dalam window time yang ditetapkan, Peserta Lelang mengajukan
penawaran transaksi FTE melalui sarana BI-SSSS antara lain
meliputi kuantitas transaksi, Repo rate dan jenis/seri Surat
Berharga yang direpokan.
4. Pengajuan .....
11
4. Pengajuan penawaran kuantitas transaksi FTE dari setiap Bank
paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) dan
selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta
Rupiah), yang berlaku untuk setiap 1 (satu) jangka waktu transaksi
dan Repo rate yang diajukan Bank.
5. Dalam hal transaksi FTE menggunakan metode lelang variable rate
maka kelipatan Repo rate untuk setiap penawaran dan jangka
waktu Repo ditetapkan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
6. Ketentuan BAB VI diubah, sehingga BAB VI berbunyi sebagai berikut:
VI. MEKANISME PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terdapat pembatalan Setelmen Fine Tune sebagaimana
dimaksud dalam butir II.D.4 dan butir V.C.2.c, Bank yang
bersangkutan dikenakan sanksi OPT berupa:
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Tim Pengawas Bank - Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat,
dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat
di wilayah kerja KBI; dan
b. kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nilai
nominal transaksi yang dinyatakan batal atau paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah).
2. Atas batalnya transaksi yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam)
bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1,
Bank juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti
kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja.
Contoh .....
12
Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti
transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-9.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir
1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.b dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank
bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
5. Pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan pada 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
6. Nilai nominal transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah:
a. untuk transaksi FTK, yaitu nilai nominal transaksi FTK yang
dimenangkan Bank;
b. untuk transaksi FTE, yaitu nilai nominal Surat Berharga yang
direpokan sebagaimana dimaksud butir III.B.3.f.2), III.B.3.g.2),
III.B.4.f.2), atau III.B.4.g.2).
7. Lampiran-1, Lampiran-4, Lampiran-5, Lampiran-6, Lampiran-7 diubah, serta
menambah 1 (satu) lampiran baru, yakni Lampiran-9 sebagaimana Lampiran-
1, Lampiran-4, Lampiran-5, Lampiran-6, Lampiran-7, dan Lampiran-9 dalam
Surat Edaran ini.
8. Semua penyebutan sarana Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan mengenai Fine Tune Operation yang sudah ada
sebelum Surat Edaran ini diberlakukan, harus dibaca menjadi Sistem LHBU.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 14 Juli 2008.
Agar .....
13
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/23/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 14 Juli 2008 </set_date>
<effective_date> 14 Juli 2008 </effective_date>
<changed_reg> '7/1/DPM|SE-BI/2005' </changed_reg>
<extension_of> '9/5/DPM|SE-BI/2007' </extension_of>
<related_reg> '7/1/DPM|SE-BI/2005', '9/5/DPM|SE-BI/2007' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 6 Romawi VI' </penalty_list>
|
No.15/13/DASP
Jakarta, 12 April 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SELURUH BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN LEMBAGA SELAIN BANK
PENYELENGGARA KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN
MENGGUNAKAN KARTU DAN UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY)
DI INDONESIA
Perihal : Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik
(Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan
Lembaga Selain Bank
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/4/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Laporan
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 13, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4811) dan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Uang
Elektronik (Electronic Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5001), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
Untuk menciptakan keseragaman dalam penyusunan dan
penyampaian laporan kegiatan
alat pembayaran dengan
menggunakan kartu dan uang elektronik (electronic money) oleh
Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank, perlu
ditetapkan suatu sistematika penyusunan laporan melalui sistem
laporan …
laporan selain bank umum. Sistem laporan selain bank umum
tersebut dituangkan dalam Pedoman Penyusunan Laporan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Petunjuk Teknis
Aplikasi Laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang
merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR,
adalah BPR sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai perbankan yang melakukan kegiatan
alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang
elektronik (electronic money).
2. Lembaga Selain Bank, yang selanjutnya disebut LSB, adalah
badan usaha bukan bank yang berbadan hukum dan didirikan
berdasarkan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang
elektronik (electronic money).
3. Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yang
selanjutnya disebut APMK adalah alat pembayaran yang
berupa kartu kredit, kartu automated teller machine (ATM),
dan/atau kartu debet.
4. Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat pembayaran
yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih
dahulu oleh pemegang kepada penerbit;
b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media
seperti server atau chip;
c. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang
bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan
d. nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan
dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai perbankan.
5. Pelapor …
5. Pelapor adalah kantor pusat BPR dan LSB yang melakukan
kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money).
6. Acquirer adalah bank atau LSB yang:
a. melakukan kerjasama dengan pedagang sehingga pedagang
mampu memproses transaksi dari APMK dan/atau Uang
Elektronik (Electronic Money) yang diterbitkan oleh pihak
selain Acquirer yang bersangkutan; dan
b. bertanggung jawab atas penyelesaian pembayaran kepada
pedagang.
7. Penerbit adalah bank atau LSB yang menerbitkan APMK
dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money).
8. Penyelenggara Kliring adalah bank atau LSB yang melakukan
perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing
Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi APMK
dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money).
9. Penyelenggara Penyelesaian Akhir adalah bank atau LSB yang
melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir
atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit
dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi APMK dan/atau
Uang Elektronik (Electronic Money) berdasarkan hasil
perhitungan dari Penyelenggara Kliring.
10. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK dan Uang Elektronik
(Electronic Money) yang selanjutnya disebut Laporan adalah
laporan yang disusun dan disampaikan oleh Pelapor secara
bulanan (Laporan bulanan) dan/atau triwulanan (Laporan
triwulanan) kepada Bank Indonesia melalui sistem laporan
selain bank umum.
11. Sistem Laporan Selain Bank Umum, yang selanjutnya disebut
Sistem LSBU adalah sistem penerimaan Laporan (capturing)
yang berbasis web yang disampaikan Pelapor melalui jaringan
ekstranet.
12. Periode Pelaporan adalah tenggang waktu penyampaian
Laporan yang dimulai sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal
15 setelah akhir bulan Laporan untuk Laporan bulanan dan
dimulai …
dimulai sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 bulan April,
Juli, Oktober, dan Januari untuk Laporan triwulanan.
13. Penyampaian Laporan secara On-Line yang selanjutnya disebut
On-Line adalah penyampaian Laporan yang dilakukan secara
langsung dengan mengirim dan/atau mengisi data dalam
bentuk tampilan form melalui jaringan komunikasi data ke
Bank Indonesia.
14. Penyampaian Laporan secara Off-Line yang selanjutnya disebut
Off-Line adalah penyampaian Laporan yang dilakukan dengan
menyampaikan rekaman data dalam bentuk disket atau media
perekaman data elektronik lainnya kepada Bank Indonesia.
15. Hari Kerja adalah hari kerja Bank Indonesia yang mewilayahi
Pelapor yang berada dalam satu wilayah propinsi dengan Bank
Indonesia setempat.
II.
PELAPOR
BPR dan LSB yang selanjutnya disebut Pelapor adalah Kantor Pusat
BPR dan LSB yang melakukan kegiatan APMK dan/atau Uang
Elektronik (Electronic Money).
III. RUANG LINGKUP LAPORAN
1. Pelapor BPR menyampaikan Laporan yang terdiri atas:
a. Laporan Penerbit Kartu automated teller machine (ATM)
meliputi:
1) Laporan Penerbitan;
2) Laporan Fraud; dan
3) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan
Nasabah.
b. Laporan Penyelenggaraan Kliring dan/atau Penyelesaian
Akhir (Settlement).
2. Pelapor LSB menyampaikan Laporan yang terdiri atas:
a. Laporan Penerbit Kartu Kredit meliputi:
1) Laporan Penerbitan;
2) Laporan Fraud;
3) Laporan Kolektibilitas; dan
4) Laporan …
4) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan
Nasabah.
b. Laporan Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money)
meliputi:
1) Laporan Penerbitan;
2) Laporan Fraud; dan
3) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan
Nasabah.
c. Laporan Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet
dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money) meliputi:
1) Laporan Kegiatan;
2) Laporan Infrastruktur; dan
3) Laporan Fraud.
d. Laporan Penyelenggaraan Kliring dan/atau Penyelesaian
Akhir.
IV. FORMAT DAN JENIS LAPORAN
1. Format Laporan menggunakan format dalam Sistem LSBU
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2,
sebagai berikut:
a. Form 301 Laporan Bulanan Penerbit Kartu Kredit;
b. Form 302 Laporan Bulanan Penerbit Selain Kartu Kredit;
c. Form 303 Laporan Bulanan Acquirer;
d. Form 304 Laporan Bulanan Infrastruktur;
e. Form 305 Laporan Triwulanan Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelesaian Akhir (Settlement);
f. Form 306 Laporan Bulanan Fraud APMK dan Uang
Elektronik (Electronic Money);
g. Form 307 Laporan Bulanan Penerbit Kolektibilitas Kartu
Kredit;
h. Form 309 Laporan Triwulanan Penanganan dan
Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Jenis Produk dan
Permasalahan Yang Diadukan);
i. Form …
i. Form 310 Laporan Triwulanan Penanganan dan
Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Pengaduan Yang
Diselesaikan Dalam Masa Laporan);
j. Form 311 Laporan Triwulanan Penanganan dan
Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Penyebab
Pengaduan);
k. Form 312 Laporan Triwulanan Penanganan dan
Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Publikasi Negatif);
dan
l. Form 313 Laporan Triwulanan Penanganan dan
Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Penyelesaian
Sengketa).
2. Jenis Laporan
a. Jenis Laporan yang wajib disampaikan oleh BPR meliputi
Form 302, Form 306, Form 309, Form 310, Form 311, Form
312, dan Form 313 dalam hal BPR telah memperoleh izin
sebagai Penerbit Kartu automated teller machine (ATM) dari
Bank Indonesia.
b. Jenis Laporan yang wajib disampaikan oleh LSB meliputi:
1) Form 301, Form 306, Form 307, Form 309, Form 310,
Form 311, Form 312, dan Form 313 dalam hal LSB
bertindak sebagai Penerbit kartu kredit.
2) Form 302, Form 306, Form 309, Form 310, Form 311,
Form 312, Form 313 dalam hal LSB bertindak sebagai
Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money).
3) Form 303, Form 304, dan Form 306 dalam hal LSB
bertindak sebagai Acquirer kartu kredit, kartu debet,
dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money).
4) Form 305 dalam hal LSB bertindak sebagai Perusahaan
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir untuk APMK dan/atau Uang
Elektronik (Electronic Money).
V. PENYAMPAIAN …
V. PENYAMPAIAN LAPORAN, FORM HEADER, DAN/ATAU KOREKSI
LAPORAN
1. Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header, dan/atau
koreksi Laporan secara On-Line sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.1.a, butir IV.1.b, butir IV.1.c, butir IV.1.d, butir IV.1.f,
dan butir IV.1.g setiap bulan.
2. Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header, dan/atau
koreksi Laporan secara On-Line sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.1.e, butir IV.1.h, butir IV.1.i, butir IV.1.j, butir IV.1.k,
dan butir IV.1.l setiap triwulan.
3. Kewajiban penyampaian Laporan, form header, dan/atau
koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dilaksanakan paling lambat tanggal 15 pada bulan laporan
berikutnya.
4. Kewajiban penyampaian Laporan, form header, dan/atau
koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 paling
lambat tanggal 15 bulan April untuk triwulan I, 15 Juli untuk
triwulan II, 15 Oktober untuk triwulan III dan 15 Januari
tahun berikutnya untuk triwulan IV.
5. Dalam hal tanggal 15 jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari
libur maka Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan angka 4
disampaikan kepada Bank Indonesia pada Hari Kerja
berikutnya.
Contoh:
Laporan bulan September 2013 dilaporkan paling lambat
tanggal 15 Oktober 2013. Mengingat tanggal 15 Oktober 2013
merupakan hari libur nasional, maka Laporan tersebut paling
lambat diterima oleh Bank Indonesia pada hari Rabu, tanggal
16 Oktober 2013.
Laporan triwulan III tahun 2013 (data Juli sampai dengan
September 2013) dilaporkan paling lambat tanggal 15 Oktober
2013. Mengingat tanggal 15 Oktober 2013 jatuh pada hari
Selasa yang merupakan hari libur, maka Laporan tersebut
paling …
paling lambat diterima oleh Bank Indonesia pada Hari Kerja
berikutnya yaitu hari Rabu tanggal 16 Oktober 2013.
6. Dalam hal Pelapor menyampaikan Laporan, form header,
dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, melampaui tanggal sebagaimana dimaksud dalam
angka 3, Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan
Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan.
Contoh:
Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan, form
header, dan/atau koreksi Laporan data Penerbitan APMK
untuk Laporan bulan April 2013, apabila data diterima oleh
Bank Indonesia setelah tanggal 15 Mei 2013.
7. Dalam hal Pelapor menyampaikan Laporan, form header,
dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2, melampaui tanggal sebagaimana dimaksud dalam
angka 4 Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan,
form header, dan/atau koreksi Laporan.
Contoh:
Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan atau
koreksi Form 309 Laporan Triwulanan Penanganan dan
Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Jenis Produk dan
Permasalahan Yang Diadukan) untuk Periode Laporan triwulan
II tahun 2013, apabila Form 309 diterima oleh Bank Indonesia
setelah tanggal 15 Juli 2013.
8. Tata Cara Penyampaian Laporan, form header, dan/atau
koreksi Laporan dilakukan sebagai berikut:
a. Sebelum Laporan disampaikan, Pelapor harus melakukan
validasi teknis sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan pada Lampiran 2.
b. Pelapor wajib menyampaikan seluruh form sesuai dengan
jenis laporan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.
Dalam hal Pelapor tidak memiliki data yang wajib
disampaikan selama periode laporan, kewajiban
penyampaian Laporan tetap berlaku dengan cara
mengirimkan form header.
c. Dalam …
c. Dalam hal Pelapor melakukan merger atau konsolidasi
dengan Pelapor lain, masing-masing Pelapor peserta merger
atau konsolidasi tetap wajib menyampaikan laporan yang
disusun secara bulanan untuk bulan laporan sebelum
dilakukan merger atau konsolidasi secara operasional
masing-masing Pelapor.
Contoh:
Apabila pada tanggal 5 November 2013 Pelapor X secara
operasional telah melakukan merger atau konsolidasi
dengan Pelapor Y, maka masing-masing Pelapor wajib
menyampaikan Laporan bulan Oktober 2013. Sementara
itu, Laporan bulan November 2013 merupakan laporan
konsolidasi atau gabungan yang dilaporkan oleh Pelapor
hasil merger atau konsolidasi.
d. Dalam hal Pelapor melakukan merger atau konsolidasi
dengan Pelapor lain sebelum berakhirnya masa Laporan
yang disusun secara triwulanan, penyampaian Laporan
untuk masa Laporan tersebut dilakukan oleh Pelapor hasil
merger atau konsolidasi.
Contoh:
Apabila pada tanggal 11 Juni 2013 Pelapor X secara
operasional telah melakukan merger atau konsolidasi
dengan Pelapor Y, maka laporan triwulanan II tahun 2013
merupakan Laporan konsolidasi atau gabungan yang
dilaporkan oleh Pelapor hasil merger atau konsolidasi.
9. Sistem LSBU secara On-Line digunakan untuk penyampaian
Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan sampai
dengan 1 (satu) bulan setelah bulan Laporan dan 1 (satu) bulan
setelah masa Laporan.
Contoh:
a. Pelapor menyampaikan Laporan, form header, dan/atau
koreksi Laporan bulan Juni 2013 secara On-Line sampai
dengan akhir bulan Juli 2013.
b. Pelapor …
b. Pelapor menyampaikan Laporan, form header, dan/atau
koreksi Laporan triwulan III tahun 2013 secara On-Line
sampai dengan akhir bulan Oktober 2013.
Dalam hal Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan
disampaikan melebihi tanggal yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 dan angka 4, Pelapor dinyatakan
terlambat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau
koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan
angka 2.
10. Penyampaian Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan
yang dilakukan melampaui waktu sebagaimana dimaksud
dalam angka 9 dilakukan secara Off-Line.
Contoh:
a. Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan bulan
Oktober 2013 disampaikan secara Off-Line, apabila Pelapor
menyampaikan dan diterima Bank Indonesia setelah akhir
bulan November 2013.
b. Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan triwulan
III tahun 2013 disampaikan secara Off-Line, apabila Pelapor
menyampaikan dan diterima Bank Indonesia setelah akhir
bulan Oktober 2013.
11. Penyampaian LSBU secara Off-Line
a. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form
header, dan/atau koreksi Laporan secara On-Line karena
gangguan teknis pada akhir Periode Pelaporan sebagaimana
angka 3 dan/atau angka 4 harus menyampaikan Laporan,
form header, dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Bagi pelapor BPR, kepada:
a) Departemen Pengelolaan Sistem Informasi Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350,
bagi Pelapor BPR yang berkedudukan di wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat
pukul 10.00 WIB pada Hari Kerja berikutnya; atau
b) Kantor …
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi
Pelapor BPR, bagi BPR yang berkedudukan di luar
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia
Indonesia paling lambat pukul 10.00 waktu
setempat pada Hari Kerja berikutnya; atau
2) Bagi Pelapor LSB, kepada:
a) Departemen Pengelolaan Sistem Informasi Bank
Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350,
bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat
pukul 10.00 WIB pada Hari Kerja berikutnya; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat, bagi
Pelapor LSB yang berkedudukan di luar wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat
pukul 10.00 waktu setempat pada Hari Kerja
berikutnya.
Contoh:
Pada tanggal 15 Oktober 2013 Pelapor X mengalami
gangguan teknis sehingga tidak dapat menyampaikan
Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara
On-Line, Pelapor X wajib menyampaikan Laporan, form
header, dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line paling
lambat tanggal 16 Oktober 2013 pukul 10:00 waktu
setempat.
b. Dalam hal Pelapor mengalami gangguan teknis pada akhir
Periode Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
Pelapor wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai gangguan teknis yang dialami pada hari yang
sama setelah terjadinya gangguan teknis yang berisi antara
lain rencana penyampaian Laporan, form header, dan/atau
koreksi Laporan secara Off-Line.
c. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, ditandatangani oleh pejabat berwenang dan
disampaikan kepada Departemen Pengelolaan Sistem
Informasi Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350 …
10350. Tembusan pemberitahuan dimaksud disampaikan
kepada:
1) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi
Pelapor BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor
LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia.
d. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia, Bank
Indonesia memberitahukan secara tertulis dan/atau
menggunakan sarana lainnya kepada Pelapor.
e. Dalam hal gangguan teknis sebagaimana dimaksud dalam
huruf a terjadi pada batas akhir tanggal penyampaian
Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan/atau angka 4,
Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header,
dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line paling lambat
pukul 10.00 waktu setempat pada Hari Kerja berikutnya.
f. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form
header, dan/atau koreksi Laporan karena mengalami
keadaan memaksa (force majeure), wajib segera
memberitahukan secara tertulis disertai penjelasan
mengenai penyebab terjadinya keadaan memaksa (force
majeure) yang ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang
kepada Departemen Pengelolaan Sistem Informasi Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350.
Tembusan pemberitahuan dimaksud disampaikan kepada:
1) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi
Pelapor BPR bagi BPR yang berkedudukan di luar
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor
LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia.
VI. HAK …
VI. HAK AKSES
1. Bank Indonesia menyediakan hak akses berupa user id atas
Sistem LSBU sebanyak 1 (satu) fasilitas user id kepada setiap
Pelapor tanpa dikenakan biaya, baik berupa biaya lisensi
maupun biaya pemeliharaan.
2. Dalam hal Pelapor meminta penambahan hak akses berupa
user id atas Sistem LSBU, Pelapor dikenakan biaya lisensi dan
biaya pemeliharaan Sistem LSBU yang diatur sebagai berikut:
a. Biaya lisensi sebesar USD1,500 (seribu lima ratus US
Dollar) dikenakan 1 (satu) kali selama menggunakan hak
akses Sistem LSBU untuk setiap 1 (satu) tambahan hak
akses.
b. Biaya pemeliharaan Sistem LSBU sebesar USD300 (tiga
ratus US Dollar) setiap tahun dikenakan untuk setiap 1
(satu) tambahan hak akses.
c. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b dilakukan dalam ekuivalen mata uang Rupiah
dengan menggunakan kurs transaksi jual Bank Indonesia
pada tanggal pembayaran biaya.
d. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b dilakukan dengan cara transfer melalui bank
umum untuk untung rekening Bank Indonesia yang secara
teknis diberitahukan oleh Bank Indonesia pada saat BPR
atau LSB melakukan pembayaran.
VII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN
Pelapor dapat menyampaikan pertanyaan yang berkaitan dengan
sistem, materi, dan/atau ketentuan Laporan kepada Bank
Indonesia melalui Helpdesk Bank Indonesia telepon (021) 381-8000
sebagai berikut:
1. Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran, Divisi Perizinan
dan Informasi Sistem Pembayaran mengenai hal-hal yang
terkait dengan materi Laporan.
2. Departemen …
2. Departemen Pengelolaan Sistem Informasi, mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan aplikasi, sistem penyampaian Laporan
dan akses kepada Sistem LSBU di Bank Indonesia.
VIII. SANKSI
1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada
Pelapor mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Pelapor dan
besarnya sanksi kewajiban membayar yang dikenakan.
2. Pembayaran sanksi kewajiban membayar dilakukan dengan
cara transfer melalui bank umum untuk untung rekening Bank
Indonesia yang diberitahukan oleh Bank Indonesia pada saat
BPR atau LSB dikenakan sanksi kewajiban membayar.
IX. PENUTUP
Dengan diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/4/UKMI tanggal 8 Februari
2008 perihal Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan Rakyat dan
Lembaga Selain Bank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
diterbitkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 November 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
BOEDI ARMANTO
KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/13/DASP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank </reg_title>
<set_date> 12 April 2013 </set_date>
<effective_date> 12 April 2013 dan berlaku surut sejak tanggal 1 November 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '10/4/UKMI|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '10/4/PBI/2008', '11/12/PBI/2009' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
|
No. 17/28/DKMP
Jakarta, 20 Oktober 2015
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN PIALANG
PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
Perihal : Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip
Syariah Antarbank.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 87,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5693), perlu
untuk mengatur kembali ketentuan mengenai Sertifikat Perdagangan
Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Antarbank dalam suatu Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank Umum Konvensional yang selanjutnya disingkat BUK adalah
Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Perbankan, termasuk kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri, yang melakukan kegiatan
usaha secara konvensional.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank
Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Perbankan Syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Perbankan Syariah.
4. Perusahaan …
2
4. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang
selanjutnya disebut Perusahaan Pialang adalah Perusahaan
Pialang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai pialang pasar uang rupiah dan valuta
asing.
5. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang
selanjutnya disingkat PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan
jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam
rupiah maupun valuta asing.
6. Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
yang selanjutnya disebut Instrumen PUAS adalah instrumen
keuangan berdasarkan prinsip syariah yang digunakan sebagai
sarana transaksi di PUAS.
7. Bursa adalah PT. Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures
Exchange) yang telah memperoleh persetujuan dari Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi untuk mengadakan
kegiatan pasar komoditi syariah.
8. Komoditi di Bursa yang selanjutnya disebut dengan Komoditi
adalah komoditi yang dipastikan ketersediaannya untuk
ditransaksikan di pasar komoditi syariah sebagaimana ditetapkan
oleh Bursa atas Persetujuan Dewan Pengawas Syariah, kecuali
indeks dan valuta asing.
9. Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah
Antarbank yang selanjutnya disebut SiKA adalah sertifikat yang
diterbitkan oleh BUS atau UUS sebagai bukti pembelian atas
kepemilikan Komoditi yang dijual oleh Peserta Komersial dengan
pembayaran tangguh atau angsuran berdasarkan akad
Murabahah.
10. Peserta Pedagang Komoditi adalah peserta yang menyediakan
persediaan (stock) Komoditi di pasar komoditi syariah.
11. Peserta Komersial adalah BUS, UUS, atau BUK peserta PUAS yang
membeli Komoditi dari Peserta Pedagang Komoditi.
12. Konsumen Komoditi adalah BUS atau UUS yang membeli
kepemilikan Komoditi dari peserta PUAS.
13. Murabahah …
3
13. Murabahah adalah penjualan suatu barang (komoditi) dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba.
14. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan
imbalan tertentu (‘iwadh atau ju’l) atas pencapaian hasil (natijah)
yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
15. Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui yang selanjutnya
disingkat SPAKT adalah bukti penguasaan Komoditi yang
diperdagangkan dalam sistem perdagangan pasar komoditi syariah
secara elektronik.
16. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disingkat LHBU
adalah laporan yang disusun oleh bank pelapor secara harian,
kepada Bank Indonesia.
II. KARAKTERISTIK SiKA
SiKA mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Diterbitkan atas dasar transaksi jual beli kepemilikan Komoditi
dengan menggunakan akad Murabahah.
2. Diterbitkan dalam rupiah.
3. Diterbitkan tanpa warkat (scripless).
4. Berjangka waktu 1 (satu) hari (overnight) sampai dengan 1 (satu)
tahun.
5. Tidak dapat dialihkan kepemilikannya.
6. Diterbitkan dengan nilai nominal paling banyak sebesar nilai
perdagangan Komoditi yang menjadi dasar penerbitannya.
7. Didasarkan pada Komoditi dan transaksi yang halal dan tidak
dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
8. Dapat ditransaksikan secara langsung dan/atau melalui
Perusahaan Pialang dengan akad Ju’alah.
III. MEKANISME PENERBITAN DAN PENYELESAIAN TRANSAKSI SiKA
1. BUS atau UUS yang membutuhkan dana memesan Komoditi
kepada peserta PUAS dan berjanji (al-wa’d) untuk melakukan
pembelian …
4
pembelian Komoditi. Dalam hal ini, BUS atau UUS akan bertindak
sebagai Konsumen Komoditi.
2. Peserta PUAS membeli Komoditi dari Peserta Pedagang Komoditi
dengan pembayaran tunai (al bai’) sebesar nilai nominal Komoditi.
Dalam hal ini, peserta PUAS bertindak sebagai Peserta Komersial.
3. Pada saat pembelian Komoditi di Bursa, Peserta Komersial
melakukan transfer dana kepada Peserta Pedagang Komoditi
sebesar nilai nominal komoditi dan menerima dokumen
kepemilikan yang berupa SPAKT dari Peserta Pedagang Komoditi.
4. Peserta Komersial menjual kepemilikan Komoditi kepada
Konsumen Komoditi dengan akad Murabahah dan menyerahkan
SPAKT sehingga Konsumen Komoditi menguasai Komoditi (qabdh
hukmi).
5. Konsumen Komoditi menerbitkan SiKA sebagai bukti kesepakatan
untuk membayar kepada Peserta Komersial secara tangguh atau
angsuran. SiKA memuat informasi paling kurang mengenai:
1) nilai nominal perdagangan Komoditi sesuai SPAKT;
2) marjin perdagangan Komoditi; dan
3) jangka waktu pembayaran tangguh atau angsuran oleh
Konsumen Komoditi.
6. Konsumen Komoditi menjual kepemilikan Komoditi melalui Bursa
dengan akad al-bai’ sebesar nilai nominal Komoditi sebagaimana
tercantum di dalam SPAKT dengan pembayaran secara seketika
melalui transfer dana dan menyerahkan SPAKT kepada Peserta
Pedagang Komoditi selain sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
7. Pada saat SiKA jatuh waktu, Konsumen Komoditi melakukan
transfer dana kepada Peserta Komersial sebesar nilai nominal
komoditi ditambah marjin perdagangan Komoditi di Bursa.
IV. PELAPORAN
BUS, UUS atau BUK yang melakukan transaksi SiKA melaporkan
transaksi SiKA kepada Bank Indonesia melalui LHBU sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan harian
bank umum.
V. KETENTUAN …
5
V. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 14/3/DPM tanggal 4 Januari 2012
perihal Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah
Antarbank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 20
Oktober 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
DKMP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/28/DKMP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Antarbank. </reg_title>
<set_date> 20 Oktober 2015 </set_date>
<effective_date> 20 Oktober 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '14/3/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '17/4/PBI/2015' </related_reg>
|
No. 15/1/DPNP
Jakarta, 15 Januari 2013
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal: Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan
Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 199,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5353) dan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi
Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4475), perlu
diatur kembali mengenai transparansi informasi suku bunga dasar
kredit dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut:
I. UMUM
A. Pemilihan produk Bank oleh nasabah pada umumnya
didasarkan pada pertimbangan mengenai manfaat, biaya, dan
risiko
dari
produk yang ditawarkan oleh Bank tersebut.
Hal ...
Hal ini menjadi sangat relevan khususnya untuk produk
Bank berupa kredit mengingat kredit merupakan salah satu
produk utama perbankan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat luas. Oleh karena itu, transparansi informasi
mengenai Suku Bunga Dasar Kredit (prime lending rate),
selanjutnya disingkat SBDK, sangat diperlukan untuk
memberikan kejelasan kepada nasabah dan memudahkan
nasabah dalam menilai manfaat dan biaya atas kredit yang
ditawarkan Bank.
B. Penerapan transparansi informasi mengenai SBDK juga
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan good
governance dan mendorong persaingan yang sehat dalam
industri Perbankan antara lain melalui terciptanya disiplin
pasar (market discipline) yang lebih baik.
C. SBDK diperlukan sebagai indikator besaran suku bunga
kredit yang akan dikenakan kepada nasabah yang
mengajukan kredit kepada Bank. Oleh karena itu, SBDK
harus mencakup semua segmen kredit yang ditawarkan oleh
Bank kepada nasabah yaitu segmen kredit korporasi, kredit
ritel, kredit mikro, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR).
II. SUKU BUNGA DASAR KREDIT
A. SBDK merupakan suku bunga terendah yang mencerminkan
kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk
ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya
SBDK digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam menetapkan
suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah.
B. SBDK ...
B. SBDK dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%)
yang penghitungannya dilakukan berdasarkan 3 (tiga)
komponen yaitu:
1. Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) yang timbul dari
kegiatan penghimpunan dana;
2. biaya overhead yang dikeluarkan Bank berupa beban
operasional bukan bunga yang dikeluarkan untuk
kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran kredit
termasuk biaya pajak yang harus dibayar; dan
3. marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan Bank
dalam kegiatan penyaluran kredit.
C. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud pada huruf B
berlaku untuk jenis kredit:
1. kredit korporasi;
2. kredit ritel;
3. kredit mikro; dan
4. kredit konsumsi (KPR dan Non KPR).
Kredit konsumsi non KPR tidak termasuk penyaluran
dana melalui kartu kredit dan kredit tanpa agunan (KTA).
D. Penggolongan kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit
konsumsi (KPR dan Non KPR) dilakukan berdasarkan kriteria
yang ditetapkan oleh internal Bank, sedangkan penggolongan
kredit mikro berpedoman pada definisi usaha mikro
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah.
E. Penghitungan ...
E. Penghitungan SBDK dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
hanya berlaku untuk kredit yang diberikan dalam mata uang
Rupiah.
F. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud pada huruf B,
tidak termasuk komponen estimasi premi risiko, yang
merupakan penilaian Bank terhadap prospek pelunasan
kredit oleh calon debitur, baik debitur individual maupun
kelompok debitur, yang antara lain mempertimbangkan
kondisi keuangan, jangka waktu kredit, dan prospek usaha.
G. Suku bunga kredit sebagaimana pada huruf A merupakan
penjumlahan SBDK dengan estimasi premi risiko.
III. PELAPORAN DAN PUBLIKASI SBDK
A. Pelaporan SBDK
1. Laporan SBDK disampaikan kepada Bank Indonesia
secara bulanan untuk posisi akhir bulan.
2. Laporan SBDK memuat:
a. rincian penghitungan masing-masing komponen SBDK
sebagaimana dimaksud dalam butir II.B;
b. jenis kredit sebagaimana dimaksud dalam butir II.C;
c. komponen estimasi premi risiko sebagaimana
dimaksud dalam butir II.F; dan
d. suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam butir
II.G.
3. Pelaporan ...
3. Pelaporan SBDK disampaikan secara on-line melalui
Laporan Berkala Bank Umum (LBBU) dengan
berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai LBBU.
4. Selama laporan SBDK pada sistem LBBU belum
menyediakan format laporan SBDK untuk kredit mikro
maka laporan SBDK untuk kredit mikro wajib
disampaikan secara off-line berupa softcopy dan
hardcopy, kepada Bank Indonesia, dengan alamat sebagai
berikut:
a. Departemen Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin
No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat
di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia,
dengan tembusan kepada Departemen Penelitian dan
Pengaturan Perbankan, Jl. M.H Thamrin No. 2, Jakarta
10350.
5. Format laporan SBDK untuk kredit mikro sebagaimana
dimaksud pada angka 4 dilakukan berpedoman pada
Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Publikasi Laporan SBDK
1. Publikasi laporan SBDK dilakukan melalui:
a. papan pengumuman di setiap kantor Bank;
b. halaman utama website Bank; dan
c. surat kabar yang memiliki peredaran luas.
2. Publikasi ...
2. Publikasi SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
dan butir 1.b dilakukan setiap saat, sedangkan publikasi
SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah akhir bulan
Maret, Juni, September, dan Desember untuk posisi
SBDK akhir bulan yang bersangkutan.
3. SBDK yang dipublikasikan oleh Bank sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b adalah SBDK
yang berlaku pada saat dipublikasikan.
4. Dalam mempublikasikan SBDK, Bank wajib
mencantumkan kalimat sebagai berikut:
a. “Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) digunakan
sebagai dasar penetapan suku bunga kredit yang
akan dikenakan oleh Bank kepada nasabah. SBDK
belum memperhitungkan komponen estimasi premi
risiko yang besarnya tergantung dari penilaian Bank
terhadap risiko untuk masing-masing debitur atau
kelompok debitur. Dengan demikian, besarnya suku
bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum
tentu sama dengan SBDK”; dan
b. “Dalam kredit konsumsi non KPR tidak termasuk
penyaluran dana melalui kartu kredit dan kredit
tanpa agunan (KTA)”.
5. Selain mencantumkan kalimat sebagaimana dimaksud
pada angka 4, untuk publikasi yang dilakukan melalui
surat kabar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c,
Bank wajib mencantumkan kalimat sebagai berikut:
“Informasi SBDK yang berlaku setiap saat dapat dilihat
pada publikasi di setiap kantor Bank dan/atau website
Bank”.
6. SBDK ...
6. SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk
angka akhir dari hasil penghitungan komponen SBDK
sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.2.a dan butir
III.A.2.b dengan format publikasi yang berpedoman pada
Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran ini.
7. Bank wajib memberikan informasi mengenai SBDK dan
suku bunga kredit dalam surat pemberitahuan
persetujuan kredit (offering letter) atau dokumen lainnya
kepada calon debitur sebelum penandatanganan
perjanjian kredit.
IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Bank yang tidak melakukan publikasi informasi SBDK melalui
papan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam butir
III.B.1.a dan melalui website sebagaimana dimaksud dalam
butir III.B.1.b, dikenakan sanksi administratif sebagaimana
diatur dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank
dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, berupa teguran
tertulis dan dapat diperhitungkan dalam komponen penilaian
tingkat kesehatan Bank.
2. Bank yang terlambat mengumumkan Laporan SBDK melalui
surat kabar sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1.c
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan
sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Peraturan Bank
Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan
Publikasi Laporan Bank.
3. Bank ...
3. Bank yang tidak mengumumkan Laporan SBDK sebagaimana
dimaksud dalam butir III.B.1.c dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (2) Peraturan Bank
Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan
Publikasi Laporan Bank.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dan angka 3 dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Bank yang
bersangkutan yang ada di Bank Indonesia.
C. PENUTUP
1. Bagi Bank yang mempunyai
total aset
Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah) atau lebih
pada posisi akhir bulan Desember 2012 dalam Laporan
Bulanan Bank Umum (LBU), kewajiban pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.4 khusus untuk
segmen kredit mikro dan kewajiban publikasi sebagaimana
dimaksud dalam butir III.B.1 khusus untuk segmen kredit
mikro dilakukan sejak posisi akhir bulan Februari 2013.
2. Bagi Bank yang mempunyai total aset kurang dari
Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah) pada posisi
akhir bulan Desember 2012 dalam LBU, kewajiban pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.4 untuk segmen
kredit mikro dan kewajiban publikasi sebagaimana dimaksud
dalam butir III.B.1 untuk segmen kredit korporasi, kredit ritel,
kredit mikro, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR)
dilakukan sejak posisi akhir bulan Juni 2013.
3. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/5/DPNP
tanggal 8 Februari 2011 perihal Transparansi Informasi Suku
Bunga Dasar Kredit dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
15 Januari 2013.
Agar ...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/1/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit </reg_title>
<set_date> 15 Januari 2013 </set_date>
<effective_date> 15 Januari 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '13/5/DPNP|SE-BI/2011' </replaced_reg>
<related_reg> '14/14/PBI/2012', '7/6/PBI/2005' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No.8/25/DInt
Jakarta, 13 November 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK DEVISA
DI INDONESIA
Perihal : Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Terkait Dengan Tanda
Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu Dan Mengenai Jual Beli
Tagihan Atas Dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri
(SKBDN) Kepada Bank Indonesia
--------------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/6/PBI/2001 tanggal 2 April 2001 tentang Pencabutan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 30/138/KEP/DIR Tentang Jual Beli Tagihan
Atas Dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri Kepada Bank Indonesia,
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/193/KEP/DIR Tentang
Jual Beli Devisa Hasil Ekspor Untuk Eksportir Dan Eksportir Tertentu, Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/194/KEP/DIR Tentang Jual Beli
Devisa Hasil Ekspor Yang Akan Datang Untuk Eksportir Tertentu, Dan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/187/KEP/DIR Tentang
Penjaminan Dan Atau Pembiayaan Letter Of Credit Melalui Penempatan Dana
Bank Indonesia Pada Bank Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 31) maka untuk memberikan kepastian hukum dan tertib
administrasi dipandang perlu untuk mencabut beberapa Surat Edaran Bank
Indonesia mengenai Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET)
Produsen dan mengenai Jual Beli Tagihan Atas Dasar Surat Kredit
Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) Kepada Bank Indonesia.
Berdasarkan …….
Berdasarkan hal tersebut diatas, beberapa Surat Edaran Bank Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini yang merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 13
November 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SJAMSUL ARIFIN
DIREKTUR INTERNASIONAL
Lampiran SE. No.8/ 25 /DInt tgl. 13 November 2006
1. SE BI No. 29/22/ULN tgl. 3 Oktober 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
2. SE BI No. 29/24/ULN tgl. 24 Oktober 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
3. SE BI No. 29/25/ULN tgl. 4 November 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
4. SE BI No. 29/26/ULN tgl. 12 November 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
5. SE BI No. 29/27/ULN tgl. 18 November 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
6. SE BI No. 29/28/ULN tgl. 26 November 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
7. SE BI No. 29/29/ULN tgl. 28 November 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
8. SE BI No. 29/31/ULN tgl. 16 Desember 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
9. SE BI No. 29/32/ULN tgl. 24 Desember 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
10. SE BI No. 29/33/ULN tgl. 30 Desember 1996 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
11. SE BI No. 29/38/ULN tgl. 8 Januari 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
12. SE BI No. 29/40/ULN tgl. 24 Januari 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
13. SE BI No. 29/42/ULN tgl. 7 Februari 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
14. SE BI No. 29/44/ULN tgl. 24 Februari 1997 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
15. SE BI No. 29/48/ULN tgl. 6 Maret 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
16. SE BI No. 29/54/ULN tgl. 20 Maret 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
17. SE BI No. 30/2/ULN tgl. 11 April 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
18. SE BI No. …….
Lampiran SE. No.8/ 25 /DInt tgl. 13 November 2006
18. SE BI No. 30/3/ULN tgl. 16 April 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
19. SE BI No. 30/5/ULN tgl. 7 Mei 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
20. SE BI No. 30/6/ULN tgl. 15 Mei 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
21. SE BI No. 30/7/ULN tgl. 6 Juni 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
22. SE BI No. 30/8/ULN tgl. 16 Juni 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
23. SE BI No. 30/9/ULN tgl. 20 Juni 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
24. SE BI No. 30/10/ULN tgl. 26 Juni 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
25. SE BI No. 30/11/ULN tgl. 1 Juli 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
26. SE BI No. 30/12/ULN tgl. 8 Juli 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
27. SE BI No. 30/14/ULN 16 Juli 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
28. SE BI No. 30/16/ULN tgl. 28 Juli 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
29. SE BI No. 30/20/ULN tgl. 18 Agustus 1997 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen/Bukan Produsen.
30. SE BI No. 30/21/ULN tgl. 3 September 1997 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
31. SE BI No. 30/22/ULN tgl. 15 September 1997 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
32. SE BI No. 30/24/ULN tgl. 24 September 1997 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
33. SE BI No. 30/26/ULN tgl. 13 Oktober 1997 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
34. SE BI No. 30/28/ULN tgl. 23 Oktober 1997 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
35. SE BI No. …….
Lampiran SE. No.8/ 25 /DInt tgl. 13 November 2006
35. SE BI No. 30/31/ULN tgl. 7 November 1997 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
36. SE BI No. 30/33/ULN tgl. 20 November 1997 Perihal Jual Beli Tagihan Atas
Dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri kepada Bank Indonesia.
37. SE BI No. 30/34/ULN tgl. 20 November 1997 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
38. SE BI No. 30/35/ULN tgl. 2 Desember 1997 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
39. SE BI No. 30/36/ULN tgl. 16 Desember 1997 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
40. SE BI No. 30/37/ULN tgl. 6 Januari 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
41. SE BI No. 30/38/ULN tgl. 8 Januari 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
42. SE BI No. 30/47/ULN tgl. 17 Februari 1998 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
43. SE BI No. 31/3/ULN tgl. 22 April 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
44. SE BI No. 31/4/ULN tgl. 1 Mei 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
45. SE BI No. 31/6/ULN tgl. 4 Juni 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
46. SE BI No. 31/7/ULN tgl. 19 Juni 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
47. SE BI No. 31/9/ULN tgl. 14 Juli 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan
Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
48. SE BI No. 31/12/ULN tgl. 10 Agustus 1998 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
49. SE BI No. 31/13/ULN tgl. 28 Agustus 1998 Perihal Tanda Pengenal
Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen.
---------------
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/25/DInt|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Terkait Dengan Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu Dan Mengenai Jual Beli Tagihan Atas Dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) Kepada Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 13 November 2006 </set_date>
<effective_date> 13 November 2006 </effective_date>
<related_reg> '31/187/KEP/DIR|SKDIR-BI', '3/6/PBI/2001', '30/193/KEP/DIR|SKDIR-BI', '30/194/KEP/DIR|SKDIR-BI', '30/138/KEP/DIR|SKDIR-BI' </related_reg>
|
No. 5/8/DPM
Jakarta, 22 Mei 2003
SURAT EDARAN
Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/6/DPM
Tanggal 21 Maret 2003 Perihal Tata Cara Penatausahaan Surat
Utang Negara
Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan setelmen Surat Utang
Negara yang selanjutnya disebut SUN di pasar sekunder yang dilakukan secara
Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP, maka dipandang perlu
untuk melakukan perubahan mengenai waktu penyampaian formulir setelmen
kepada Bank Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, maka beberapa ketentuan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/6/DPM tanggal 21 Maret 2003
perihal Tata Cara Penatausahaan Surat Utang Negara diubah menjadi sebagai
berikut :
1. Ketentuan dalam angka III.C.1.a dan III.C.1.b diubah, sehingga menjadi
berbunyi sebagai berikut :
“1. Setelmen Transaksi Outright secara DVP
a. Pemilik rekening surat berharga di Central Registry yang menjual
SUN, menyerahkan SPPR-DVP kepada Central Registry dari pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB dengan menggunakan
formulir BER-10 sebagaimana contoh Lampiran 10.
b. Pemilik rekening surat berharga di Central Registry yang membeli
SUN menyerahkan SPPP-DVP kepada Bagian PTPU-DPM, dari
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB dengan
menggunakan formulir BER-11 sebagaimana contoh Lampiran 11.“
2. Ketentuan…
2. Ketentuan dalam angka III.C.1.e diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai
berikut:
“e. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b
belum diisi secara
lengkap dan atau
tidak benar, maka
dimaksud dikembalikan kepada pihak yang mengajukan,
disampaikan kembali setelah diperbaiki selambat-lambatnya pukul 15.00
WIB.”
3. Ketentuan angka III.C.2.a dan III.C.2.b diubah, sehingga menjadi berbunyi
sebagai berikut:
“2. Setelmen Transaksi Repo secara DVP
a. Pemilik rekening surat berharga di Central Registry yang menjual
SUN secara Repo, menyerahkan SPPR-Repo kepada Central
Registry dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB
dengan menggunakan formulir BER-12 sebagaimana contoh
Lampiran 12.
b. Pemilik rekening surat berharga di Central Registry yang membeli
SUN secara Repo, menyerahkan SPPP-Repo dengan menggunakan
formulir BER-13 sebagaimana contoh Lampiran 13 kepada Bagian
PTPU-DPM, dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 15.00
WIB. “
4. Ketentuan angka III.C.2.e diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut:
“e. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b
belum diisi secara
lengkap dan atau
tidak benar, maka
dimaksud dikembalikan kepada pihak yang mengajukan,
disampaikan kembali setelah diperbaiki selambat-lambatnya pukul 15.00
WIB.”
formulir
untuk
formulir
untuk
5. Ketentuan…
5. Ketentuan angka III.C.2.m.8) diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai
berikut:
“m. 8) Dalam hal setelmen Repo jatuh waktu akan dilakukan sebelum
tanggal jatuh waktu, maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
a) terdapat kesepakatan antara penjual dan pembeli Repo;
b) penjual dan pembeli Repo menyampaikan surat permohonan
perubahan setelmen Repo jatuh waktu dengan menggunakan
formulir BER-14 sebagaimana contoh Lampiran
14
dan
formulir BER-15 sebagaimana contoh Lampiran 15, dari pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 2 Juni 2003.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
TARMIDEN SITORUS
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/8/DPM|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/6/DPM Tanggal 21 Maret 2003 Perihal Tata Cara Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title>
<set_date> 22 Mei 2003 </set_date>
<effective_date> 2 Juni 2003 </effective_date>
<changed_reg> '5/6/DPM|SE-BI/2003' </changed_reg>
<related_reg> '5/6/DPM|SE-BI/2003' </related_reg>
|
No. 12/23/DPM
Jakarta, 30 Agustus 2010
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN
PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/8/DPM
tanggal 27 Maret 2009 perihal Tata Cara Transaksi Fasilitas
Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam Rupiah (FASBIS)
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008
tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4944) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 12/17/PBI/2010 tanggal 30 Agustus 2010 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 107) serta dalam rangka
penyelarasan ketentuan operasi moneter, perlu untuk mengubah ketentuan
romawi V angka 1 huruf b dan angka 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
11/8/DPM tanggal 27 Maret 2009 perihal Tata Cara Transaksi Fasilitas Simpanan
Bank Indonesia Syariah dalam Rupiah (FASBIS) sehingga romawi V berbunyi
sebagai berikut :
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal transaksi FASBIS sebagaimana dimaksud pada butir IV.3
dinyatakan batal, Bank dikenakan sanksi berupa:
a. teguran...
2
a. teguran tertulis dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan kepada
Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia (KPBI); atau
2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim Pengawas Bank,
dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KBI, dan
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai
nominal transaksi FASBIS yang dinyatakan batal, paling sedikit
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada butir V.1,
dalam hal Bank melakukan transaksi FASBIS dan/atau transaksi OMS
lainnya yang dinyatakan batal sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 6
(enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa sanksi penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja
berturut-turut.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir
V.1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti
kegiatan OMS sebagaimana dimaksud pada butir V.2 dilakukan pada 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir
V.1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang dikenakan
sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi
FASBIS.
Ketentuan...
3
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 30 Agustus 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/23/DPM|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/8/DPM tanggal 27 Maret 2009 perihal Tata Cara Transaksi Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam Rupiah (FASBIS) </reg_title>
<set_date> 30 Agustus 2010 </set_date>
<effective_date> 30 Agustus 2010 </effective_date>
<changed_reg> '11/8/DPM|SE-BI/2009' </changed_reg>
<related_reg> '12/17/PBI/2010', '10/36/PBI/2008', '11/8/DPM|SE-BI/2009' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No.16/ 6 /DPU
Jakarta, 17 April 2014
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penyelenggaraan Bank Indonesia Sistem Informasi
Layanan Kas
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/7/PBI/2012 tentang Pengelolaan Uang Rupiah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5323), perlu diatur ketentuan pelaksanaan
mengenai penyelenggaraan Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
A. Dalam rangka meningkatkan kelancaran proses sistem layanan
kas kepada perbankan untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah
di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan
yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi layak edar, perlu
diterapkan Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas (BISILK).
B. BISILK merupakan sistem informasi yang diselenggarakan oleh
Bank Indonesia dan digunakan oleh Bank untuk menunjang
kegiatan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang yang terdiri
dari:
1. informasi . . .
2
1. informasi posisi likuiditas;
2. Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB);
3. rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang; dan
4. laporan terkait kegiatan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan
Uang,
yang diproses secara elektronik, on-line, dan tersentralisasi.
C. BISILK ditujukan untuk:
1. meningkatkan kecepatan, keamanan, keakuratan,
akuntabilitas, transparansi, dan kenyamanan dalam kegiatan
Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang;
2. meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen kas
perbankan; dan
3. mengoptimalkan proses sirkulasi uang Rupiah di masyarakat.
D. Penyelenggara BISILK adalah Bank Indonesia.
E. Bank peserta BISILK adalah kantor Bank yang ditunjuk sebagai
koordinator dalam kegiatan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan
Uang. Setiap Bank hanya dapat menunjuk 1 (satu) kantor Bank
untuk bertindak sebagai koordinator pada 1 (satu) wilayah kerja
kantor Bank Indonesia setempat sebagai peserta BISILK.
F. Pelaksanaan BISILK mengacu pada Pedoman Bank Indonesia
Sistem Informasi Layanan Kas pada Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
II. IMPLEMENTASI BISILK
A. Implementasi BISILK ditetapkan sebagai berikut:
1. bagi Bank yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia dilakukan pada tanggal 21 April 2014; dan
2. bagi . . .
3
2. bagi Bank yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia dilakukan paling lambat tanggal 18 Agustus 2014.
B. Selama BISILK belum diimplementasikan pada tanggal yang
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf A, kegiatan
Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Bank menyampaikan:
a. posisi likuiditas (Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi
Square) dan penyesuaian posisi likuiditas;
b. rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang;
c. Laporan Proyeksi Cashflow secara bulanan; dan
d. Laporan Realisasi Transaksi Uang Kartal Antar Bank
(TUKAB) secara mingguan,
melalui sistem informasi atau faksimili mengacu pada Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 13/9/DPU tanggal 5 April 2011
perihal Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank
Umum di Bank Indonesia.
2. Bank menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short,
dan/atau Posisi Square sebelum batas waktu penyampaian
informasi posisi likuiditas (Tahap I) dan penyesuaian posisi
likuiditas (Tahap II) melalui sistem informasi mengacu pada
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/9/DPU tanggal
5 April 2011 perihal Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah
oleh Bank Umum di Bank Indonesia.
III. PERUBAHAN . . .
4
III. PERUBAHAN RENCANA PENYETORAN UANG DAN/ATAU PENARIKAN
UANG
A. Dalam hal BISILK telah diimplementasikan, perubahan rencana
Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang oleh Bank dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Perubahan rencana Penyetoran Uang Layak Edar (ULE)
dan/atau Penyetoran Uang Tidak Layak Edar (UTLE) paling
banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah nominal dalam
rencana Penyetoran Uang untuk masing-masing jenis pecahan
sebelumnya, setelah Bank terlebih dahulu mengoptimalkan
TUKAB.
2. Perubahan rencana Penarikan Uang paling banyak 20% (dua
puluh persen) dari jumlah nominal dalam rencana Penarikan
Uang untuk masing-masing jenis pecahan sebelumnya, setelah
Bank terlebih dahulu mengoptimalkan TUKAB.
3. Perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2
disampaikan kepada Bank Indonesia melalui faksimili dengan
disertai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. ditandatangani oleh pejabat yang berwenang; dan
b. disampaikan dengan batasan waktu sebagaimana pada
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
4. Perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang
dapat melebihi 20% (dua puluh persen) dari jumlah nominal
dalam rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang
untuk masing-masing jenis pecahan sebelumnya, apabila Bank
mengalami:
a. kondisi . . .
5
a. kondisi tertentu, antara lain penyetoran dalam rangka
pemenuhan Giro Wajib Minimum, penarikan uang secara
besar-besaran oleh nasabah (rush), dan penyetoran dana
tunai terkait prefund; dan/atau
b. keadaan memaksa (force majeure), yaitu karena disebabkan
oleh bencana alam, huru-hara, pemberontakan, perang,
atau dikeluarkannya Peraturan Pemerintah mengenai
keadaan bahaya, serta perubahan kebijakan Pemerintah.
5. Perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang
sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan kepada
Bank Indonesia melalui faksimili dengan disertai alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan dan ditandatangani oleh
minimal Kepala satuan kerja yang membawahi Cash
Management, Pemimpin Cabang Bank, atau pejabat Bank yang
setingkat.
6. Perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dilakukan
paling banyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) bulan. Ketentuan ini
tidak berlaku bagi perubahan rencana Penyetoran Uang
dan/atau Penarikan Uang karena kondisi tertentu dan/atau
keadaan memaksa sebagaimana dimaksud pada angka 4.
B. Bank hanya dapat melakukan pembatalan terhadap rencana
Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang dengan
menyampaikan pemberitahuan tertulis yang ditandatangani oleh
minimal Kepala satuan kerja yang membawahi Cash Management,
Pemimpin Cabang Bank, atau pejabat Bank yang setingkat dengan
disertai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pembatalan . . .
6
Pembatalan dimaksud dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari Bank Indonesia.
C. Bank Indonesia melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap
Bank yang melakukan pembatalan terhadap rencana Penyetoran
Uang dan/atau Penarikan Uang yang tidak sesuai dengan
mekanisme sebagaimana dimaksud pada huruf B.
IV. KETENTUAN PENUTUP
A. Dengan berlakunya implementasi BISILK sebagaimana dimaksud
pada butir II.A maka ketentuan mengenai:
1. penyampaian informasi dan laporan yaitu:
a. posisi likuiditas (Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi
Square) dan penyesuaian posisi likuiditas;
b. rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang;
c. Laporan Proyeksi Cashflow secara bulanan; dan
d. Laporan Realisasi Transaksi Uang Kartal Antar Bank
(TUKAB) secara mingguan; dan
2. perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang
paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah nominal
dalam rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang
untuk masing-masing jenis pecahan sebelumnya,
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/9/DPU tanggal 5
April 2011 perihal Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh
Bank Umum di Bank Indonesia dinyatakan tidak berlaku bagi
Bank di wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang telah
mengimplementasikan BISILK.
B. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
21 April 2014.
Agar . . .
7
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
LAMBOK ANTONIUS SIAHAAN
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN UANG
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/6/DPU|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas </reg_title>
<set_date> 17 April 2014 </set_date>
<effective_date> 21 April 2014 </effective_date>
<replaced_reg> '13/9/DPU|SE-BI/2011' </replaced_reg>
<related_reg> '14/7/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 11/ 31 /DPNP
Jakarta, 30 November 2009
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang
dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum
Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009
tanggal 1 Juli 2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5032) maka perlu ditetapkan Pedoman Standar
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
bagi Bank Umum sebagaimana terdapat dalam lampiran yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum tersebut merupakan acuan
standar minimum yang wajib dipenuhi oleh Bank Umum dalam menyusun
Pedoman Pelaksanaan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme.
Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Manajemen …
1. Manajemen;
2. Kebijakan CDD dan EDD;
3. Pengelompokan Nasabah Menggunakan Pendekatan Berdasarkan Risiko
(Risk Based Approach);
4. Prosedur penerimaan, identifikasi, dan verifikasi (Customer Due Dilligence)
5. Area berisiko tinggi dan Politically Exposed Person (PEP);
6. Prosedur Pelaksanaan CDD oleh Pihak Ketiga;
7. Cross Border Correspondent Banking;
8. Prosedur Transfer Dana;
9. Sistem Pengendalian Intern;
10. Sistem Manajemen Informasi;
11. Sumber Daya Manusia dan Pelatihan Karyawan
12. Kebijakan dan Prosedur Penerapan APU dan PPT pada Kantor Bank dan
Anak Perusahaan di Luar Negeri; dan
13. Penatausahaan Dokumen dan Pelaporan,
sehingga keseluruhan Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme menjadi sebagaimana lampiran
Surat Edaran ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku tanggal
30 November 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/31/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 30 November 2009 </set_date>
<effective_date> 30 November 2009 </effective_date>
<related_reg> '11/28/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 10/ 48 /DPD
Jakarta, 24 Desember 2008
S U R A T E D A R A N
kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal : Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4945), perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dalam suatu Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut :
1. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan/atau terhadap valuta asing
lainnya untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah atas
dasar suatu kontrak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah, yang
untuk selanjutnya disebut PBI, Pasal 2 ayat (1) diatur sebagai berikut :
a. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan/atau terhadap valuta asing
lainnya untuk kepentingan sendiri adalah apabila Bank berperan sebagai
counterparty dalam bertransaksi dengan Nasabah, dimana kedudukan Bank
dan Nasabah setara.
Contoh :
Bank A melakukan transaksi spot USD/IDR sebesar USD1.000.000 (satu
juta US Dollar) dengan Nasabah X. Dalam hal ini, posisi Bank A sebagai
counterparty dari Nasabah X.
b. Transaksi …
2
b. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan/atau terhadap valuta asing
lainnya untuk kepentingan Nasabah adalah apabila Bank bertransaksi atas
nama Nasabah, dimana Bank bertindak sebagai pihak yang mewakili
kepentingan Nasabah.
Contoh :
Nasabah A meminta kepada Bank B untuk mewakili Nasabah A tersebut
untuk melakukan transaksi dengan Bank X, Ltd di luar negeri. Dalam hal
ini, transaksi yang terjadi adalah antara Nasabah A dengan Bank X, Ltd,
dimana posisi Bank B hanya merupakan perantara.
c. Kontrak yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
dan/atau terhadap valuta asing lainnya yang dilakukan Bank untuk
kepentingan sendiri paling kurang berisi :
1) nomor kontrak;
2) tanggal transaksi dan tanggal valuta;
3) nilai nominal transaksi;
4) nama counterparty;
5) mata uang (denominasi); dan
6) rekening Bank koresponden.
d. Kontrak yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
dan/atau terhadap valuta asing lainnya yang dilakukan Bank untuk
kepentingan Nasabah paling kurang berisi :
1) nomor kontrak;
2) hak dan kewajiban dari kedua belah pihak (Bank dan Nasabah) dalam
hal Bank diberi kewenangan untuk mewakili Nasabah;
3) tanggal transaksi dan tanggal valuta;
4) nilai nominal transaksi;
5) pagu Transaksi Valuta Asing terhadap rupiah;
6) jenis valuta yang diperjualbelikan;
7) jenis transaksi yang digunakan
8) besarnya komisi; dan
9) rekening …
3
9) rekening Bank koresponden;
2. Pedoman internal dalam melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 2 ayat (2) paling kurang meliputi :
a. penetapan wewenang dan tanggungjawab untuk pelaksanaan Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah;
b. mekanisme penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang
sesuai dengan PBI;
c. penatausahaan dokumen terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah;
d. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait pelaksanaan Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah; dan
e. hal-hal lain yang harus dicantumkan dalam pedoman internal yang terkait
dengan pengaturan kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam
PBI.
3. Contoh kewajiban penggunaan kuotasi harga valuta asing terhadap rupiah yang
ditetapkan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 3 sebagai
berikut :
Bank A melakukan transaksi spot USD/IDR dengan Nasabah B yang bukan
Bank. Dalam hal ini, Bank A wajib menggunakan kuotasi harga USD/IDR yang
ditetapkan oleh Bank A, dan bukan berasal dari Nasabah B.
4. Kewajiban penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan
pemindahan dana pokok secara penuh sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal
4 ayat (1) diatur sebagai berikut :
a. pemindahan dana pokok secara penuh dilakukan secara riil atas nilai pokok
masing-masing transaksi jual dan/atau transaksi beli yang disepakati pada
awal transaksi tersebut.
b. pemindahan dana pokok tersebut wajib didukung oleh tersedianya sejumlah
dana riil yang cukup untuk membiayai transaksi dimaksud (good fund), dan
bukan didasarkan pada aspek pencatatan dalam pembukuan (akuntansi).
c. dana …
4
c. dana pokok tersebut wajib digunakan untuk proses setelmen Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah pada tanggal valuta, dan tercatat pada sistem
treasury Bank, yang dapat dibuktikan dari urutan waktu setelmen.
d. pemindahan dana riil yang dilakukan sebagian (partial delivery) tidak
diperkenankan.
Contoh 1 :
Nasabah A melakukan transaksi pembelian spot USD terhadap Rupiah dengan
Bank B sebesar USD1.000.000 (satu juta US Dollar) pada kurs spot USD/IDR
Rp11.000,00. Pada tanggal jatuh tempo, Nasabah A wajib melakukan
penyerahan dana IDR melalui pergerakan dana pokok secara penuh sebesar
Rp11.000.000.000,00 (sebelas milyar rupiah) secara riil pada saat proses
setelmen transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat pada sistem treasury bank
yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan waktu setelmen. Disamping itu, Bank
B wajib melakukan penyerahan dana USD melalui pergerakan dana pokok
secara penuh sebesar USD1.000.000 (satu juta US Dollar) secara riil pada saat
proses setelmen transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat pada sistem treasury
bank, yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan waktu setelmen.
Contoh 2 :
PT X melakukan pembelian option (put) 1 bulan USD terhadap Rupiah dengan
Bank Y sebesar USD125.000 (seratus dua puluh lima ribu US Dollar) pada kurs
(strike price) USD/IDR Rp9.500,00. Dengan asumsi kurs USD di pasar pada
tanggal valuta mencapai level USD/IDR Rp9.300,00 sehingga kontrak option
tersebut dieksekusi (exercised). Untuk itu, pada tanggal valuta tersebut PT X
wajib melakukan penyerahan dana USD melalui pergerakan dana pokok secara
penuh sebesar USD125.000 (seratus dua puluh lima ribu US Dollar) secara riil
pada saat proses setelmen transaksi option tersebut dilakukan, dan tercatat pada
sistem treasury bank yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan waktu setelmen.
Disisi lain, Bank Y wajib melakukan penyerahan dana IDR melalui pergerakan
dana pokok secara penuh sebesar Rp1.187.500.000,00 (satu milyar seratus
delapan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) secara riil.
Contoh …
5
Contoh 3 :
Pada tanggal 19 Desember 2008, Nasabah V melakukan transaksi forward jual
USD/IDR 1 bulan dengan Bank W sebesar USD500.000 (lima ratus ribu US
Dollar) dengan tanggal valuta 19 Januari 2009 pada kurs Rp11.000,00. Pada
tanggal 12 Januari 2009, Nasabah V melakukan transaksi forward beli
USD/IDR sebesar USD500.000 (lima ratus ribu US Dollar) dengan tanggal
valuta 19 Januari 2009 pada kurs USD/IDR Rp11.500,00 Pada tanggal valuta
19 Januari 2009, Bank W menyelesaikan masing-masing transaksi, yaitu :
1) Untuk transaksi forward jual tanggal 19 Desember 2008, Nasabah V wajib
menyerahkan dana valuta asing kepada Bank W sebesar USD500.000 (lima
ratus ribu US Dollar) secara riil, dan
2) Untuk transaksi forward beli tanggal 12 Januari 2009, Nasabah V wajib
menyerahkan dana rupiah kepada Bank W sebesar Rp5.750.000.000,00
(lima milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) secara riil.
Kedua transaksi diatas tidak diperkenankan untuk diselesaikan secara netting.
5. Pengecualian kewajiban penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
dengan pemindahan dana pokok secara penuh sebagaimana dimaksud dalam
PBI Pasal 4 ayat (2) wajib didukung dengan bukti dokumen yang diatur sebagai
berikut :
a. Dokumen Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan oleh
Bank dan/atau Nasabah yang mengalami kejadian luar biasa (force majeure)
paling kurang meliputi :
1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang masih
outstanding; dan
2) dokumen tertulis yang dikeluarkan oleh pihak berwenang, yang
menerangkan bahwa kejadian luar biasa tersebut dialami oleh Bank
dan/atau Nasabah yang bertransaksi.
Dokumen tersebut juga berlaku apabila Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah diperpanjang.
b. Dokumen …
6
b. Dokumen perpanjangan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk
keperluan lindung nilai (hedging) atas Kegiatan Ekspor/Impor yang
mengalami force majeure paling kurang meliputi :
1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang;
dan
2) fotokopi letter of credit (L/C), invoice, Pemberitahuan Ekspor Barang
(PEB), Pemberitahuan Impor Barang (PIB), salinan dokumen bill of
lading (B/L), atau dokumen sejenis.
c. Dokumen perpanjangan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk
keperluan lindung nilai atas dana usaha, modal disetor, laba ditahan, dan
pinjaman sub-ordinasi Bank yang diperhitungkan dalam kewajiban
pemenuhan modal minimum Bank, paling kurang meliputi :
1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan
dokumen bukti setoran modal dari kantor pusat;
2) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan
laporan keuangan Bank; atau
3) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan
perjanjian pinjaman sub-ordinasi Bank;
d. Dokumen perpanjangan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk
keperluan lindung nilai atas kegiatan penyertaan langsung di sektor riil
paling kurang meliputi :
1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang;
dan
2) fotokopi bukti penyertaan langsung yang dilakukan oleh kantor pusat
atau penanam modal (investor).
e. Dokumen perpanjangan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk
keperluan lindung nilai atas pinjaman luar negeri dalam valuta asing paling
kurang meliputi :
1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang;
dan
2) fotokopi …
7
2) fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement) dan/atau dokumen
utang terkait lainnya.
f. Dokumen perpanjangan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk
keperluan lindung nilai atas Surat Utang Negara (SUN), saham dan obligasi
korporasi paling kurang meliputi :
1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan
fotokopi dokumen kepemilikan SUN;
2) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan
fotokopi dokumen kepemilikan saham; atau
3) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan
fotokopi dokumen kepemilikan obligasi korporasi.
6. Pengecualian kewajiban pemindahan dana pokok secara penuh sebagaimana
dimaksud dalam PBI Pasal 4 ayat (2) termasuk untuk penyelesaian lebih awal
transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dalam rangka Kegiatan Ekspor/Impor
yang disebabkan karena penerimaan hasil ekspor yang datang lebih awal.
Jangka waktu penyelesaian lebih awal paling lama 2 (dua) hari kerja sebelum
transaksi lindung nilai jatuh waktu. Penyelesaian transaksi tersebut wajib
didukung dengan dokumen transaksi lindung nilai dan bukti adanya hasil
ekspor yang datangnya lebih awal.
Contoh :
Pada tanggal 22 Desember 2008 PT A melakukan transaksi forward Jual
USD/IDR 1 bulan dengan dengan tanggal valuta 22 Januari 2009 sebesar
USD1.000.000 (satu juta US Dollar) dengan underlying. Kegiatan
Ekspor/Impor yang hasilnya akan diterima pada tanggal 22 Januari 2009.
Karena sesuatu hal, hasil ekspor diterima oleh PT A pada tanggal 20 Januari
2009, sehingga PT A mempercepat penyelesaian transaksi forward jual diatas
dengan melakukan transaksi swap USD/IDR dengan nilai nominal paling
banyak sebesar USD1.000.000 (satu juta US Dollar) dan jangka waktu paling
lama 2 (dua) hari kerja sebelum transaksi lindung nilai jatuh waktu (swap
tod/spot …
8
tod/spot atau swap tom/next), dan transaksi forward jual awal tersebut dapat
diselesaikan tanpa pergerakan dana pokok secara penuh.
7. Nilai nominal perpanjangan (rollover) Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 4 ayat (2) huruf b paling
banyak sebesar nilai nominal underlying dari transaksi dimaksud.
8. Frekuensi dan jangka waktu yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi
sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 4 ayat (2) huruf b sesuai dengan
jangka waktu underlying yang tercantum dalam bukti dokumen sebagaimana
dimaksud dalam angka 5 pada Surat Edaran ini.
Contoh :
Pada tanggal 5 Januari 2009, PT A melakukan ekspor barang ke luar negeri
menggunakan L/C dengan nilai ekspor sebesar USD500.000 (lima ratus ribu
US Dollar). Untuk melakukan lindung nilai atas hasil ekspor tersebut, PT A
melakukan transaksi derivatif dengan Bank B melalui forward jual USD/IDR 1
bulan dengan nilai nominal sebesar hasil ekspor yang tertera di L/C
(USD500.000) dan jatuh tempo pada tanggal 5 Februari 2009. Pada tanggal
valuta, PT A tidak dapat menyerahkan dana valuta asing yang diperjanjikan
akibat adanya keterlambatan pengapalan (force majeure). Transaksi lindung
nilai yang dilakukan antara PT A dan Bank B tersebut dapat diperpanjang
dengan nilai nominal yang sesuai dengan dokumen L/C yaitu paling banyak
sebesar USD500.000 (lima ratus ribu US Dollar), dan frekuensi serta jangka
waktu perpanjangan yang sesuai dengan kebutuhan pemenuhan kontrak
transaksinya.
9. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan terkait dengan
structured product sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 5 diatur sebagai
berikut :
a. Bank dilarang melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang
terkait dengan structured product apabila hasil transaksi tersebut
diinvestasikan dalam structured product, atau sebaliknya structured
product …
9
product tersebut mengakibatkan adanya Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah.
b. Bank yang melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah terkait
dengan structured product sebelum berlakunya PBI dan jatuh tempo
setelah berlakunya PBI dapat diteruskan hingga transaksi tersebut jatuh
tempo, namun tidak diperkenankan untuk diperpanjang.
10. Larangan pemberian kredit dalam valuta asing dan/atau rupiah kepada Nasabah
sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 6 diatur sebagai berikut :
a. larangan pemberian kredit dalam valuta asing dan/atau rupiah kepada
Nasabah sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 6 ayat (1), tidak hanya
untuk kredit yang diberikan Bank secara khusus untuk membiayai kegiatan
transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah Nasabah, namun juga kredit
yang ditujukan untuk membiayai kegiatan lain yang telah disetujui oleh
Bank yang kemudian kredit dimaksud digunakan oleh Nasabah untuk
membiayai transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah.
b. pengecualian atas pelarangan pemberian kredit sebagaimana dimaksud
dalam PBI Pasal 6 ayat (2) adalah apabila kredit yang diberikan Bank dalam
rangka Kegiatan Ekspor/Impor digunakan untuk melakukan transaksi
derivatif valuta asing terhadap rupiah dengan tujuan lindung nilai atas
Kegiatan Ekspor/Impor dimaksud.
c. dokumen pengecualian pelarangan pemberian kredit sebagaimana dimaksud
dalam PBI Pasal 6 ayat (3) paling kurang meliputi :
1) fotokopi dokumen surat perjanjian kredit (loan agreement); dan
2) fotokopi dokumen L/C, invoice, PEB, PIB, salinan dokumen bill of
lading (B/L), dan/atau dokumen sejenis lainnya.
11. Pelarangan pemberian Cerukan kepada Nasabah dalam rangka Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 7 ayat (1)
adalah apabila Bank memberikan fasilitas pendanaan untuk penyelesaian
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan Nasabah yang memiliki
rekening maupun yang tidak memiliki rekening pada Bank tersebut, namun
pada …
10
pada akhir hari tanggal valuta, dana valuta asing atau dana rupiah yang
diperjanjikan tidak dapat dilunasi oleh Nasabah.
Contoh 1 :
PT A memiliki rekening valuta asing dan rekening rupiah di Bank C. Pada
tanggal 19 Desember 2008, PT A melakukan transaksi forward beli USD/IDR 1
bulan dengan Bank C sebesar USD200.000 (dua ratus ribu US Dollar) pada
kurs USD/IDR Rp11.500,00 . Pada saat jatuh tempo (tanggal 19 Januari 2009),
saldo IDR pada rekening PT A di Bank C tidak cukup untuk membiayai secara
penuh transaksi pembelian USD dimaksud, yaitu sebesar Rp2.300.000.000,00
(dua milyar tiga ratus juta rupiah). Setelah melakukan konfirmasi kepada PT A
bahwa dana IDR akan diserahkan kepada Bank C sebelum akhir hari, Bank C
melakukan penyerahan dana USD melalui pengkreditan rekening valuta asing
PT A senilai USD200.000 (dua ratus ribu US Dollar). Namun dana IDR yang
diperkirakan masuk sebelum akhir hari 19 Januari 2009 dalam rekening rupiah
PT A tidak terjadi. Dengan demikian, Bank C telah memberikan Cerukan
kepada PT A dalam rangka Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah.
Contoh 2 :
PT X tidak memiliki rekening valuta asing maupun rekening rupiah di Bank Y.
Pada tanggal 23 Desember 2008, PT X melakukan transaksi forward jual
USD/IDR 1 bulan dengan Bank Y sebesar USD2.000.000 (dua juta US Dollar)
pada kurs USD/IDR Rp10.000,00 yang jatuh tempo pada tanggal 23 Januari
2009. Sesuai dengan informasi yang diperoleh dari PT X, PT X akan menerima
dana hasil ekspor pada tanggal 23 Januari 2009 sebesar USD2.000.000 (dua
juta US Dollar). Untuk itu Bank Y melakukan penyerahan dana IDR terlebih
dahulu kepada PT X sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah),
dengan harapan pada akhir hari tanggal valuta PT X akan menyerahkan dana
sebesar USD2.000.000 (dua juta US Dollar). Namun demikian, sampai dengan
akhir hari tanggal 23 Januari 2009, PT X tidak dapat memenuhi janjinya
menyerahkan dana sebesar USD2.000.000 (dua juta US Dollar). Dengan
demikian …
11
demikian, Bank Y telah memberikan Cerukan kepada PT X dalam rangka
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah.
12. Jangka waktu penatausahaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam PBI
Pasal 8 disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
mengenai dokumen perusahaan.
13. Bank yang melakukan penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam
PBI Pasal 13 diatur sebagai berikut :
a. penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2)
berlaku untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan
oleh Bank dengan Nasabah maupun Bank dengan Bank.
b. penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat
(2) dapat dilakukan apabila mekanisme penyelesaian lain yang ditempuh
antara pihak yang bertransaksi tidak dapat disepakati.
c. penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2)
juga berlaku untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah terkait dengan
structured product yang dilakukan dalam rangka Kegiatan Ekspor/Impor.
d. penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2)
dapat dilakukan dengan cara kombinasi antara pengaturan dalam Pasal 13
ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf c.
e. penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok melalui percepatan
penyelesaian (early termination) atau penghentian (unwind) Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana diatur dalam PBI Pasal 13 ayat
(2) huruf a, dapat dilakukan sepanjang :
1) penyelesaiannya tidak dilakukan dengan transaksi structured product;
dan
2) wajib didukung dengan dokumen paling kurang meliputi kontrak
percepatan penyelesaian atau penghentian Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah.
f. penyelesaian …
12
f. penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok melalui restrukturisasi
kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana diatur dalam
PBI Pasal 13 ayat (2) huruf b diatur sebagai berikut :
1) restrukturisasi antara lain meliputi restrukturisasi yang terkait dengan
nilai nominal, jangka waktu, dan syarat-syarat lainnya.
2) nilai nominal restrukturisasi paling banyak sebesar nilai nominal
transaksi sebelumnya yang direstrukturisasi.
3) restrukturisasi tidak dilakukan dengan menggunakan transaksi structured
product.
4) restrukturisasi hanya dapat dilakukan apabila didukung dengan dokumen
paling kurang meliputi kontrak restrukturisasi Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah yang terkait dengan Kegiatan Ekspor/Impor.
g. Penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok dengan menggunakan
dana pinjaman dari Bank sebagaimana diatur dalam PBI Pasal 13 ayat (2)
huruf c, diatur sebagai berikut :
1) pemberian dana pinjaman untuk penyelesaian transaksi merupakan
penyediaan dana yang wajib dinilai kualitasnya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku mengenai penilaian kualitas aktiva bank umum dan
diperhitungkan di dalam batas maksimum pemberian kredit sesuai
dengan ketentuan yang berlaku mengenai batas maksimum pemberian
kredit bank umum.
2) pemberian dana pinjaman untuk penyelesaian transaksi dapat dilakukan
apabila didukung dengan dokumen paling kurang meliputi dokumen
surat perjanjian pinjaman atau tagihan lainnya yang dapat dipersamakan
dengan surat perjanjian pinjaman.
3) pelaporan pemberian pinjaman tersebut dilaporkan melalui Laporan
Bulanan Bank Umum (LBU) pada pos ”tagihan lainnya”.
h. Dokumen …
13
h. Dokumen untuk penyelesaian transaksi yang dilakukan oleh Bank dengan
Nasabah Bukan Bank sebagaimana diatur pada huruf d, huruf e, dan huruf f
diatas, juga wajib didukung dengan :
1) dokumen L/C, invoice, PEB, PIB atau bill of lading; dan
2) dokumen kesepakatan tertulis antara pihak-pihak yang bertransaksi.
i. Dokumen untuk penyelesaian transaksi yang dilakukan oleh Bank dengan
Bank selain sebagaimana diatur pada huruf d, huruf e dan huruf f diatas,
dokumen dapat pula berupa surat pernyataan dari Bank yang memuat
informasi bahwa Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan
terkait dengan Kegiatan Ekspor/Impor.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 24 Desember
2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/48/DPD|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah </reg_title>
<set_date> 24 Desember 2008 </set_date>
<effective_date> 24 Desember 2008 </effective_date>
<related_reg> '10/37/PBI/2008' </related_reg>
|
No.8/27/DPNP
Jakarta, 27 November 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan
Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang
Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/6/PBI/2006 tanggal 30
Januari 2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank
yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4602), Bank yang memiliki dan/atau melakukan
Pengendalian terhadap Perusahaan Anak wajib melakukan penerapan manajemen
risiko secara konsolidasi.
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, penerapan
manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan Pengendalian
terhadap Perusahaan Anak dilakukan secara bertahap. Dalam tahap awal
penerapannya dilakukan dengan menyampaikan laporan dan memperhitungkan
beberapa rasio dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian.
Sehubungan …
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan perihal
prinsip kehati-hatian dan laporan dalam rangka penerapan manajemen risiko
secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan
Anak dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan
sebagai berikut:
I. UMUM
1. Kelangsungan usaha bank dipengaruhi oleh eksposur risiko yang
timbul secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan usahanya
maupun dari kegiatan usaha Perusahaan Anak sehingga Bank perlu
melakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi.
2. Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi
tersebut, Bank wajib mengetahui dengan baik kondisi Perusahaan
Anak dan dampak aktivitas Perusahaan Anak terhadap kondisi Bank
secara keseluruhan. Untuk itu Bank harus dapat mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko dari kegiatan usaha
Bank dan Perusahaan Anak.
3. Selain itu agar Bank dapat memantau dampak aktivitas Perusahaan
Anak terhadap kondisi Bank secara keseluruhan, maka perlu pula
diterapkan prinsip kehati-hatian terhadap kegiatan Perusahaan Anak
sebagaimana yang diterapkan pada kegiatan usaha Bank.
II. SISTEM INFORMASI
Bank diwajibkan memiliki sistem yang dapat mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan seluruh risiko usaha dari Bank dan
Perusahaan Anak untuk mendukung penerapan manajemen risiko secara
konsolidasi …
konsolidasi dengan efektif. Sistem ini diharapkan dapat membantu Bank
dalam melaksanakan manajemen risiko usaha dari Bank dan Perusahaan
Anak secara menyeluruh. Sistem yang wajib dimiliki Bank, paling kurang
mencakup:
1. Sistem Informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi yang wajib dimiliki Bank paling kurang
harus mampu menghasilkan laporan keuangan secara konsolidasi dan
laporan lain dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Dalam
menyusun laporan keuangan secara konsolidasi serta menetapkan
metode dan teknik konsolidasi yang digunakan, Bank wajib mengacu
pada standar akuntansi keuangan yang berlaku. Sementara itu, prinsip
kehati-hatian yang wajib dilaksanakan oleh Bank antara lain mencakup
perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) secara
konsolidasi, penilaian kualitas aktiva dan pembentukan penyisihan
penghapusan aktiva (PPA) untuk Bank dan Perusahaan Anak,
perhitungan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang
menghitung seluruh eksposur Bank dan eksposur Perusahaan Anak
secara konsolidasi serta penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi.
2. Sistem informasi manajemen risiko
Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, sistem
informasi manajemen risiko merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang harus dimiliki dan dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan Bank, yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
Sebagai bagian dari penerapan manajemen risiko secara konsolidasi,
Bank wajib memiliki sistem informasi manajemen risiko yang dapat
memastikan:
a. terukurnya …
a.
terukurnya eksposur risiko secara akurat, informatif, dan tepat
waktu, baik eksposur risiko secara keseluruhan/komposit maupun
eksposur per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha Bank
dan Perusahaan Anak, maupun eksposur risiko per jenis aktivitas
fungsional Bank dan Perusahaan Anak;
b. dipatuhinya penerapan manajemen risiko terhadap kebijakan,
prosedur, dan penetapan limit risiko;
c.
tersedianya hasil (realisasi) penerapan manajemen risiko
dibandingkan dengan target yang ditetapkan secara konsolidasi
oleh Bank sesuai dengan kebijakan dan strategi penerapan
manajemen risiko.
III. PERHITUNGAN KPMM SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG
MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK
Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, perhitungan
KPMM secara konsolidasi antara Bank dan Perusahaan Anak selain
Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi
sebagaimana dimaksud pada butir IV, dilakukan dengan memperhatikan
hal-hal berikut :
1. Perhitungan KPMM secara konsolidasi dilakukan dengan cara
membandingkan modal secara konsolidasi dengan aktiva tertimbang
menurut risiko (ATMR) secara konsolidasi.
2. Kewajiban perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara
konsolidasi tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk melakukan
perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara individual
sesuai ketentuan yang berlaku mengenai KPMM.
3. Perhitungan …
3. Perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara konsolidasi
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan
memperhitungkan risiko kredit dan risiko pasar.
4. Perhitungan KPMM secara konsolidasi dengan memperhitungkan
risiko pasar diberlakukan bagi:
a. Bank yang secara individual sesuai dengan ketentuan yang
berlaku telah diwajibkan untuk memperhitungkan risiko pasar
dalam perhitungan KPMM; atau
b. Bank yang secara konsolidasi memiliki posisi surat berharga
termasuk posisi saham dan/atau posisi transaksi derivatif dalam
trading book sama atau lebih besar dengan kriteria posisi surat
berharga dan/atau posisi transaksi derivatif dalam trading book
bagi Bank yang wajib memperhitungkan risiko pasar dalam
perhitungan KPMM sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku.
Cara menghitung KPMM secara konsolidasi sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dilakukan sebagai berikut:
A. Aspek Permodalan
1) Modal secara konsolidasi meliputi modal inti secara konsolidasi
ditambah dengan modal pelengkap secara konsolidasi.
2) Komponen-komponen yang dapat diperhitungkan sebagai modal
inti dan modal pelengkap dalam perhitungan modal Bank secara
konsolidasi, termasuk Perusahaan Anak, mengacu kepada
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai KPMM.
3) Modal inti secara konsolidasi wajib telah memperhitungkan
kekurangan modal (shortfall) dari pemenuhan tingkat rasio
solvabilitas minimum (Risk Based Capital/RBC minimum)
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.b.2).
4) Modal …
4) Modal pelengkap konsolidasi hanya dapat diperhitungkan paling
tinggi 100% (seratus perseratus) dari modal inti secara
konsolidasi.
5) Kepentingan minoritas (minority interest) diperhitungkan sebagai
modal inti, kecuali terdapat bagian dari kepentingan minoritas
yang tidak sesuai dengan komponen modal inti sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan mengenai KPMM Bank Umum yang
berlaku.
6)
Jumlah kepentingan minoritas yang diperhitungkan sebagai
modal inti sebagaimana dimaksud dalam angka 5) dapat tidak
diperhitungkan dalam modal secara konsolidasi oleh Bank
Indonesia berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain:
a) kepemilikan Bank pada Perusahaan Anak 50% (lima puluh
perseratus) atau kurang; dan
b)
c)
tidak terdapat keterkaitan/afiliasi antara pemegang saham
lain (minority interest) dengan Bank; atau
tidak terdapat kesediaan dari pemegang saham lain (minority
interest) untuk mendukung modal kelompok usaha Bank
yang dibuktikan dengan surat pernyataan atau keputusan
rapat umum pemegang saham (RUPS) Perusahaan Anak.
7) Pinjaman subordinasi Perusahaan Anak dapat dijadikan modal
pelengkap untuk perhitungan KPMM Bank secara konsolidasi
sepanjang memenuhi persyaratan (terms and condition) untuk
diperhitungkan sebagai modal sesuai ketentuan Bank Indonesia
yang berlaku mengenai KPMM. Untuk dapat diperhitungkan
sebagai modal pelengkap, Bank wajib menyampaikan data
pendukung yang menunjukkan bahwa seluruh persyaratan (terms
and …
and condition) pinjaman subordinasi tersebut telah terpenuhi
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
8) Dalam hal Bank wajib memperhitungkan risiko pasar secara
konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam butir III.4, maka modal
secara konsolidasi dapat ditambahkan dengan modal pelengkap
tambahan.
Perhitungan modal pelengkap tambahan secara
konsolidasi wajib memenuhi kriteria dan persyaratan modal
pelengkap tambahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku mengenai KPMM dengan
memperhitungkan risiko pasar bagi Bank secara individual.
9) Perhitungan modal secara konsolidasi
juga wajib
memperhitungkan faktor pengurang berupa penyertaan Bank
pada perusahaan yang tidak wajib dilakukan penerapan
manajemen risiko secara konsolidasi setelah dikurangi cadangan
khusus penyisihan penghapusan aktiva, kecuali penyertaan modal
sementara dalam rangka restrukturisasi kredit.
B. Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
ATMR secara konsolidasi terdiri dari ATMR untuk risiko kredit secara
konsolidasi dan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi.
1) ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi
a) Perhitungan ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi
mengacu kepada ketentuan yang berlaku mengenai KPMM
bagi Bank secara individual.
b) Dalam menghitung ATMR untuk risiko kredit secara
konsolidasi, masing-masing pos aktiva secara konsolidasi
termasuk pos kewajiban komitmen dan kontinjensi, dihitung
berdasarkan …
berdasarkan bobot risiko sesuai kadar risiko yang melekat
pada aktiva tersebut.
c) Pedoman perhitungan ATMR untuk risiko kredit secara
konsolidasi mengacu pada rincian Lampiran 5 Formulir I
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2) ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi
a) Perhitungan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi
meliputi risiko suku bunga, risiko nilai tukar, dan risiko
ekuitas yang dilakukan dengan cara melakukan pembebanan
modal. Dalam hal Bank atau Perusahaan Anak melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, maka
perhitungan ATMR untuk risiko pasar hanya meliputi risiko
nilai tukar.
b) Risiko ekuitas merupakan risiko kerugian akibat perubahan
harga dari posisi ekuitas yang dimiliki. Posisi ekuitas
mencakup posisi yang timbul dari transaksi saham seperti
transaksi saham biasa (common stocks) baik dengan atau
tanpa hak suara (voting rights), surat berharga yang dapat
dikonversi (convertible securities) yang memiliki
karakteristik seperti saham, dan komitmen termasuk opsi
untuk membeli dan menjual saham, namun tidak termasuk
saham preferen yang tidak dapat dikonversi (non-convertible
preference shares).
c) Perhitungan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi
diperoleh dengan cara melakukan perkalian antara jumlah
beban modal secara konsolidasi untuk seluruh jenis risiko
pasar dengan angka 12,5 (dua belas koma lima).
d) Perhitungan …
d) Perhitungan risiko suku bunga dan risiko nilai tukar pada
ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi serta
persyaratannya mengacu pada ketentuan yang berlaku
mengenai KPMM dengan memperhitungkan risiko pasar.
e) Perhitungan risiko ekuitas pada ATMR untuk risiko pasar
secara konsolidasi wajib dilakukan oleh Bank yang
melakukan pengendalian terhadap Perusahaan Anak yang
memiliki eksposur risiko ekuitas. Perhitungan risiko ekuitas
meliputi risiko spesifik (specific risk) dan risiko umum
(general market risk) pada trading book.
f) Beban modal untuk risiko ekuitas dihitung dengan
melakukan penjumlahan beban modal untuk risiko spesifik
dan risiko umum.
g) Posisi ekuitas yang diperhitungkan dalam risiko ekuitas
adalah posisi long dan posisi short yang termasuk trading
book. Posisi long dan posisi short harus dihitung secara
terpisah untuk setiap pasar keuangan dimana Bank
melakukan transaksi saham.
h) Posisi long dan posisi short ekuitas dapat saling hapus
apabila kedua posisi tersebut identik. Yang dimaksud
dengan posisi identik adalah posisi ekuitas yang berasal dari
emiten yang sama dan diperdagangkan di pasar keuangan
yang sama.
Sebagai contoh:
Perusahaan Anak membeli saham PT. X di Bursa Efek
Jakarta dan Perusahaan Anak menjual kontrak berjangka
(Forward) …
(Forward) saham PT. X di Bursa Efek Jakarta dapat saling
hapus karena memenuhi syarat identik
i) Perhitungan beban modal untuk risiko ekuitas dilakukan
secara terpisah yaitu:
i.
perhitungan risiko spesifik sebesar 8% (delapan
perseratus) dari gross equity position; dan
ii. perhitungan risiko umum sebesar 8% (delapan
perseratus) dari overall net position.
Contoh:
Perusahaan Jumlah
Saham
A
B
C
10.000
2.000
Posisi Harga
pasar/
saham
Long
Short
Rp. 100
Rp. 100
Harga pasar
Rp. 1.000.000
Rp. 200.000
15.000 Short Rp. 200 Rp. 3.000.000
5.000 Short Rp. 400 Rp. 2.000.000
D 10.000 Short Rp. 100 Rp. 1.000.000
E
20.000 Long Rp. 200 Rp. 4.000.000
(a) Proses offsetting posisi long dan posisi short pada
perusahaan A = (10.000 x Rp.100) – (2.000 x Rp.100)
= Rp. 800.000 (Long)
(b) Jumlah posisi long = Rp. 800.000 + Rp. 4.000.000
= Rp. 4.800.000
(c) Jumlah posisi short = Rp. 3.000.000 + Rp. 2.000.000
+ Rp. 1.000.000
= Rp. 6.000.000
(d) Risiko …
(d) Risiko spesifik = (Rp. 4.800.000 + Rp. 6.000.000) x 8%
= Rp. 864.000
(e) Risiko umum = (Rp. 4.800.000 – Rp. 6.000.000) x 8%
= Rp. 96.000
(f) Risiko ekuitas = Rp. 864.000 + Rp. 96.000
= Rp.960.000
Dari perhitungan tersebut, maka beban modal atas risiko
ekuitas secara konsolidasi adalah sebesar Rp960.000,00
(sembilan ratus enam puluh ribu rupiah). Beban modal
tersebut digabung dengan beban modal atas risiko pasar
lainnya seperti beban modal atas risiko suku bunga dan
risiko nilai tukar. Jumlah dari beban modal atas risiko pasar
tersebut dikalikan dengan angka 12,5 (dua belas koma lima)
untuk mendapatkan ATMR risiko pasar secara konsolidasi.
IV. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI PERUSAHAAN ANAK
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA ASURANSI
1. Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank dan
Perusahaan Anak, juga diterapkan pada Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha asuransi. Penerapan manajemen risiko
secara konsolidasi bagi Bank yang memiliki dan/atau mengendalikan
Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi dilakukan
antara lain dengan cara:
a. memantau pemenuhan tingkat rasio solvabilitas minimum (RBC
minimum) dan pemenuhan prinsip kehati-hatian lainnya yang
diatur oleh otoritas pengawas yang berwenang; dan
b. memperhitungkan …
b. memperhitungkan penyertaan pada perusahaan anak yang
melakukan kegiatan usaha asuransi sebagai faktor pengurang
dalam perhitungan modal Bank secara konsolidasi.
2. Dalam perhitungan KPMM secara konsolidasi bagi Bank yang
memiliki Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi,
maka perhitungan modal Bank secara konsolidasi dilakukan sebagai
berikut:
a. Penyertaan Bank pada Perusahaan Anak yang melakukan
kegiatan usaha asuransi tidak diperhitungkan dalam ATMR Bank
secara konsolidasi.
b. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha
asuransi tidak memenuhi ketentuan RBC minimum yang
ditetapkan oleh otoritas pengawas yang berwenang, maka:
1) Penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan
kegiatan usaha asuransi diperhitungkan sebagai faktor
pengurang modal yaitu sebesar jumlah penyertaan Bank
kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha
asuransi setelah dikurangi cadangan khusus penyisihan
penghapusan aktiva; dan
2) Kekurangan modal (shortfall) Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha asuransi dari RBC minimum
diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal inti sebesar
100% (seratus perseratus), apabila Perusahaan Anak yang
melakukan kegiatan usaha asuransi tidak dapat memenuhi
RBC minimum sampai dengan jangka waktu yang
ditetapkan oleh otoritas pengawas yang berwenang.
c. Dalam …
c. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha
asuransi memenuhi ketentuan RBC minimum yang ditetapkan
oleh otoritas pengawas yang berwenang, maka penyertaan Bank
kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha
asuransi diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal
konsolidasi yaitu sebesar jumlah penyertaan Bank kepada
Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi
setelah dikurangi cadangan khusus penyisihan penghapusan
aktiva.
V. PENILAIAN KUALITAS AKTIVA
Bank wajib melakukan penilaian kualitas aktiva terhadap aktiva Bank dan
Perusahaan Anak dalam rangka membentuk penyisihan penghapusan aktiva.
Pembentukan penyisihan penghapusan aktiva dimaksudkan agar laporan
keuangan Bank dan Perusahaan Anak dapat dikonsolidasikan secara wajar,
dan perhitungan KPMM secara konsolidasi dapat dilakukan dengan lebih
akurat. Penilaian kualitas aktiva secara konsolidasi dilakukan terhadap
aktiva produktif dan aktiva non produktif Bank serta aktiva produktif
Perusahaan Anak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Penilaian Kualitas
Aktiva Bagi Bank Syariah.
A. Penilaian Kualitas Aktiva Produktif
1. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki aktiva yang dapat
disetarakan dengan kredit/pembiayaan pada Bank, penilaian
kualitas aktiva oleh Bank atas aktiva produktif Perusahaan Anak
paling kurang dilakukan berdasarkan ketepatan pembayaran
pokok dan/atau bunga/margin/fee/bagi hasil.
2. Berdasarkan …
2. Berdasarkan penilaian pada angka 1, kualitas kredit/pembiayaan
ditetapkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang
lancar, Diragukan, dan Macet sesuai ketentuan Bank Indonesia
yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
dan Kualitas Aktiva Bagi Bank Syariah.
3. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki aktiva yang dapat
disetarakan dengan surat berharga pada Bank, maka penilaian
kualitas surat berharga oleh Bank mengikuti ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum dan Kualitas Aktiva Bagi Bank Syariah.
4. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki surat berharga berupa
saham maka penetapan kualitas saham oleh Bank dilakukan
sebagai berikut:
a.
lancar, sepanjang saham dimaksud aktif diperdagangkan di
bursa efek di Indonesia dan terdapat informasi nilai pasar
secara transparan.
b. apabila saham tidak memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud pada huruf a, maka penilaian kualitas mengacu
pada ketentuan penilaian kualitas untuk penyertaan dengan
metode biaya (cost method).
5. Untuk aktiva produktif di Perusahaan Anak yang merupakan
perusahaan pembiayaan, penilaian kualitas aktiva produktif oleh
Bank dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku mengenai
penilaian dan penggolongan kualitas aktiva produktif yang
ditetapkan oleh otoritas yang berwenang terhadap Perusahaan
Anak.
B. Penilaian …
B. Penilaian Kualitas Aktiva Produktif Lainnya
Penilaian kualitas untuk aktiva produktif Perusahaan Anak selain yang
disetarakan dengan kredit dan surat berharga, dilakukan oleh Bank
sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
C. Penyisihan Penghapusan Aktiva
1. Atas dasar penilaian kualitas aktiva produktif sebagaimana
dimaksud pada huruf A dan B, Bank wajib membentuk
penyisihan penghapusan aktiva untuk aktiva Bank maupun aktiva
produktif Perusahaan Anak sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku.
2. Dalam hal besarnya penyisihan penghapusan aktiva yang wajib
dibentuk secara konsolidasi masih belum memenuhi ketentuan,
maka kekurangan penyisihan penghapusan aktiva tersebut akan
menjadi faktor pengurang modal inti secara konsolidasi.
VI. PERHITUNGAN BMPK
Bank wajib melakukan pemantauan terhadap konsentrasi penyediaan dana
dengan memperhatikan pemenuhan BMPK, baik untuk penyediaan dana
dari Bank secara individual maupun penyediaan dana dari Bank dan
Perusahaan Anak secara konsolidasi. BMPK secara konsolidasi adalah
persentase maksimum total penyediaan dana Bank dan Perusahaan Anak
yang diperkenankan terhadap modal Bank secara konsolidasi.
A. Batasan (Limit) Penyediaan Dana
Sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku tentang
Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, seluruh portofolio
Penyediaan …
Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dengan Bank ditetapkan paling
tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank. Dalam hal
perhitungan BMPK secara konsolidasi, penetapan batasan penyediaan
dana kepada pihak terkait tersebut juga mencakup seluruh penyediaan
dana Bank dan penyediaan dana Perusahaan Anak dibandingkan
dengan modal konsolidasi. Hal yang sama berlaku pula untuk
penyediaan dana kepada peminjam yang bukan merupakan pihak
terkait.
BMPK secara konsolidasi untuk penyediaan dana kepada peminjam
yang bukan merupakan pihak terkait Bank ditetapkan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai BMPK Bank
Umum, antara lain sebagai berikut:
1. 1 (satu) Peminjam secara individu ditetapkan paling tinggi 20%
(dua puluh perseratus) dari Modal Bank secara konsolidasi; dan
2. 1 (satu) kelompok Peminjam ditetapkan paling tinggi 25% (dua
puluh lima perseratus) dari Modal Bank secara konsolidasi.
Dalam hal terdapat pelanggaran atau pelampauan BMPK secara
konsolidasi, maka Bank akan dikenakan sanksi administratif dengan
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai
BMPK.
B. Modal
Dalam menghitung BMPK secara konsolidasi, modal yang digunakan
adalah modal bank secara konsolidasi. Modal Bank secara konsolidasi
merupakan penjumlahan antara modal inti konsolidasi dengan modal
pelengkap konsolidasi. Perhitungan modal inti konsolidasi dan modal
pelengkap konsolidasi mengacu pada perhitungan KPMM Bank secara
konsolidasi …
konsolidasi. Modal Bank secara konsolidasi untuk perhitungan BMPK
tersebut tidak termasuk modal pelengkap tambahan dan tidak
dikurangi penyertaan.
VII. PENGELOLAAN PERUSAHAAN ANAK
1. Sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (3) PBI No.8/6/PBI/2006
tentang Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank
yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak, Bank wajib
menyampaikan daftar calon pengurus yang mengelola Perusahaan
Anak yang diusulkan dalam RUPS.
2. Untuk pertama kalinya, Bank wajib menyampaikan daftar nama yang
menjabat sebagai pengurus yang mengelola Perusahaan Anak pada
akhir bulan Desember 2006. Selanjutnya, laporan daftar calon
pengurus yang mengelola Perusahaan Anak wajib disampaikan paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan RUPS. Laporan
daftar calon pengurus dimaksud wajib disampaikan Bank kepada Bank
Indonesia dengan alamat :
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat diluar
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
VIII. PELAPORAN
Sesuai dengan Pasal 16 PBI No.8/6/PBI/2006 tentang Penerapan
Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan
Pengendalian …
Pengendalian terhadap Perusahaan Anak, Bank memiliki kewajiban untuk
menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak secara online yang
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Laporan
Bulanan Bank Umum (LBU) atau Laporan Berkala Bank Umum (LBBU).
Apabila belum dimungkinkan pelaporan secara online, Bank wajib
menyampaikan laporan secara offline setiap triwulan untuk periode bulan
Maret, Juni, September, dan Desember.
A. Laporan keuangan setiap Perusahaan Anak
Dalam hal laporan keuangan Perusahaan Anak belum dapat
disampaikan secara online oleh Bank melalui LBU atau LBBU, maka
Laporan keuangan Perusahaan Anak yang disampaikan oleh Bank
mengacu pada format sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh masing-
masing otoritas pengawas yang berwenang.
Dalam hal Perusahaan Anak merupakan perusahaan yang melakukan
kegiatan usaha Asuransi, maka penyampaian laporan keuangan
dimaksud termasuk pula Laporan Perhitungan Tingkat Solvabilitas
(RBC).
B. Laporan Keuangan Konsolidasi
Penyajian dan format laporan keuangan konsolidasi mengacu pada:
1. Lampiran 1: Laporan Neraca Konsolidasi
2. Lampiran 2: Laporan Laba Rugi Konsolidasi
3. Lampiran 3: Laporan Komitmen dan Kontinjensi Konsolidasi
C. Laporan Perhitungan KPMM dan Rincian ATMR secara Konsolidasi
Penyajian dan format laporan perhitungan KPMM dan Rincian ATMR
secara konsolidasi mengacu pada:
1. Lampiran 4: Laporan Perhitungan KPMM secara Konsolidasi
2. Lampiran 5 …
2. Lampiran 5: Laporan Rincian ATMR secara Konsolidasi
Perhitungan ATMR untuk risiko kredit dilakukan sesuai format
perhitungan pada Formulir I, sedangkan perhitungan ATMR
untuk risiko pasar mengacu pada Formulir II.a dan II.b, Formulir
III, Formulir IV, Formulir V serta Formulir VI pada rincian
Lampiran 5. Perhitungan Bank sesuai formulir-formulir dimaksud
didokumentasikan Bank dan apabila diperlukan Bank Indonesia
dapat meminta hasil perhitungan ATMR yang dilakukan Bank.
3. Lampiran 6: Laporan Penilaian Kualitas Aktiva secara
Konsolidasi.
D. Laporan Perhitungan BMPK Secara Konsolidasi
Penyajian dan format laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi
mengacu pada:
1. Lampiran 7: Laporan penyediaan dana kepada Pihak Terkait
Bank secara Konsolidasi.
2. Lampiran 8: Laporan Pelampauan/Pelanggaran BMPK secara
Konsolidasi untuk Pihak Tidak Terkait.
Laporan-laporan sebagaimana dimaksud di atas wajib disampaikan Bank
sejak pelaporan posisi akhir Desember 2006 dan disampaikan paling lambat
pada tanggal 15 (lima belas) bulan kedua setelah berakhirnya bulan laporan
yang bersangkutan.
Khusus untuk pelaporan posisi akhir Desember 2006 dapat disampaikan
paling lambat sampai dengan akhir bulan Maret 2007.
Bagi Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
laporan-laporan sebagaimana dimaksud di atas dilakukan sesuai dengan
karakteristik usaha Bank dimaksud dan prinsip syariah.
IX. SANKSI …
IX. SANKSI
Sesuai Pasal 17 PBI No.8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko
secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap
Perusahaan Anak, Bank yang belum menyampaikan laporan setelah batas
akhir waktu penyampaian laporan sampai dengan 14 (empat belas) hari
kerja setelah batas akhir waktu tersebut, dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja
keterlambatan.
Apabila Bank belum menyampaikan atau menyampaikan laporan setelah
batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud diatas,
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
Bank yang belum menyampaikan laporan tetap diwajibkan menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud diatas.
Contoh perhitungan sanksi dalam hal Bank belum dapat menyampaikan
laporan secara online:
Bank wajib menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak, laporan
keuangan konsolidasi (lampiran 1 sampai dengan lampiran 3), laporan
perhitungan KPMM dan rincian ATMR secara konsolidasi (lampiran 4
sampai dengan lampiran 6), serta laporan perhitungan BMPK secara
konsolidasi (lampiran 7 sampai dengan lampiran 8) untuk posisi akhir Maret
2007.
a) Bank X menyampaikan laporan tersebut diatas secara lengkap pada
tanggal 14 Mei 2007, maka Bank X tidak terlambat menyampaikan
laporan karena batas akhir waktu penyampaian laporan adalah paling
lambat tanggal 15 Mei 2007.
b) Bank Y menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak, laporan
keuangan konsolidasi, laporan perhitungan KPMM dan rincian ATMR
secara konsolidasi, dan laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi
pada …
pada tanggal 16 Mei 2007, maka Bank Y dinyatakan terlambat
menyampaikan laporan selama 1 hari kerja sehingga dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c) Bank Z menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak dan
laporan keuangan konsolidasi pada tanggal 14 Mei 2007. Namun Bank
Z menyampaikan laporan perhitungan KPMM dan rincian ATMR
secara konsolidasi serta laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi
pada tanggal 18 Mei 2007. Dengan demikian, Bank Z dinyatakan
terlambat menyampaikan laporan karena laporan yang disampaikan
tidak lengkap secara signifikan, selama 3 hari kerja sehingga
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga
juta rupiah).
d) Bank A menyampaikan laporan keuangan perusahaan anak, laporan
keuangan konsolidasi, laporan perhitungan KPMM dan rincian ATMR
secara konsolidasi, dan laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi
pada tanggal 8 Juni 2007, maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) karena
Bank A dianggap belum menyampaikan laporan atau menyampaikan
laporan setelah batas akhir tanggal 15 Mei 2007 dan melewati 14
(empat belas) hari kerja setelah batas akhir tanggal 15 Mei 2007, yaitu
tanggal 4 Juni 2007.
Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud diatas mulai
diberlakukan untuk seluruh laporan terhitung sejak pelaporan posisi akhir
bulan Desember 2006.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 27 November 2006.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/27/DPNP|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak </reg_title>
<set_date> 27 November 2006 </set_date>
<effective_date> 27 November 2006 </effective_date>
<related_reg> '8/6/PBI/2006' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No. 7/33/DPM
Jakarta, 3 Agustus 2005
SURAT EDARAN
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM
Tanggal 16 Februari 2004 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Umum
Sehubungan dengan perubahan persyaratan Bank penerima Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek dan perubahan penetapan biaya bunga sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/21/PBI/2005 tanggal 3
Agustus 2005 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/15/PBI/PBI/2003 Tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4518), dipandang perlu untuk
mengubah beberapa butir dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM
Tanggal 16 Februari 2004 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Umum sebagai berikut:
1. Ketentuan butir I.6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
6. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah fasilitas
pendanaan dari Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai fasilitas likuiditas intrahari.
2. Ketentuan butir I.11 dihapus.
3. Ketentuan butir II.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Bank yang dapat mengajukan FPJP, termasuk dalam rangka perpanjangan
FPJP dan pengalihan FLI menjadi FPJP, adalah Bank yang memiliki agunan
yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar
jumlah FPJP yang diterima.
4. Ketentuan butir II.8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2
8. Biaya Bunga FPJP
a. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang diterima Bank
sebesar nilai tertinggi dari :
1) Rata-rata tertimbang suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
sesi pagi overnight pada hari penggunaan FPJP atau perpanjangan
FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP ditambah marjin sebesar 200
(dua ratus) basis point; atau
2) Rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI
jangka waktu 1 (satu)
bulan pada lelang terakhir ditambah marjin sebesar 200 (dua ratus)
basis point.
b.
Perhitungan rata-rata tertimbang
suku
bunga PUAB sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1) diperoleh dari angka sebagaimana tercantum
pada pusat informasi pasar uang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Harian Bank Umum.
c. Dihapus.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 3 Agustus 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
8. Biaya ….
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/33/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM Tanggal 16 Februari 2004 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 3 Agustus 2005 </set_date>
<effective_date> 3 Agustus 2005 </effective_date>
<changed_reg> '6/7/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '5/15/PBI/PBI/2003', '7/21/PBI/2005', '6/7/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No.3/ 24 /DPM
Jakarta, 16 November 2001
SURAT EDARAN
Perihal: Tata Cara Penatausahaan Obligasi Pemerintah
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/2/PBI/2000 tanggal 21 Januari
2000 tentang Penatausahaan dan Perdagangan Obligasi Pemerintah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3923) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/24/PBI/2000 tanggal 17 November 2000 tentang Hubungan Rekening Giro
Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 203, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4025), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 3/11/PBI/2001 tanggal 20 Juni 2001 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4108), serta sehubungan dengan diterapkannya sistem Bank
Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagaimana diatur dengan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000
perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/20/DASP tanggal 31 Agustus 2001
maka dipandang perlu untuk mengatur kembali tata cara penatausahaan Obligasi
Pemerintah yang selanjutnya disebut Obligasi.
Penatausahaan Obligasi yang diatur dalam Surat Edaran ini mencakup
pencatatan kepemilikan Obligasi, setelmen transaksi Obligasi, pembayaran kupon
dan pelunasan pokok Obligasi.
I. KETENTUAN …
2
I. KETENTUAN UMUM
1. Bank Indonesia menatausahakan Obligasi dengan menggunakan Bank
Indonesia – Sistem Kliring Registrasi dan Informasi Obligasi
Pemerintah (BI-SKRIP) yang terdiri dari :
a. pencatatan kepemilikan Obligasi;
b. setelmen transaksi Obligasi; dan
c. pembayaran kupon dan pokok Obligasi;
2. Pencatatan kepemilikan Obligasi
a. Pencatatan kepemilikan Obligasi dilakukan oleh:
1) Central Registry, yaitu Bank Indonesia cq Bagian Penyelesaian
Transaksi Pasar Uang (PTPU) yang berfungsi melakukan
pencatatan kepemilikan Obligasi untuk kepentingan Bank, Sub-
Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh
Bank Indonesia;
2) Sub-Registry, yaitu Bank atau pihak bukan bank yang ditunjuk
oleh Bank Indonesia yang berfungsi melakukan pencatatan
kepemilikan Obligasi untuk kepentingan nasabahnya.
b. Rekening surat berharga di Central Registry terdiri dari:
1) rekening investasi untuk menampung pencatatan kepemilikan
Obligasi yang diterbitkan pada saat program rekapitalisasi yang
belum diperdagangkan;
2) rekening perdagangan untuk menampung pencatatan
kepemilikan Obligasi yang dapat diperdagangkan; dan
3) rekening agunan/collateral untuk menampung pencatatan
kepemilikan Obligasi yang diagunkan yang tidak dapat
diperdagangkan selama jangka waktu agunan belum berakhir.
c. Rekening surat berharga di Sub-Registry terdiri dari rekening
perdagangan dan rekening agunan/collateral.
3. Setelmen transaksi Obligasi
a. Setelmen …
3
a. Setelmen transaksi Obligasi diselenggarakan oleh Bank Indonesia
dan Sub-Registry.
b. Setelmen transaksi Obligasi baik di pasar perdana maupun di pasar
sekunder, terdiri dari setelmen dana (fund settlement) dan setelmen
kepemilikan Obligasi (securities settlement).
c. Setelmen dana oleh Bank Indonesia cq Bagian PTPU, Direktorat
Pengelolaan Moneter, dilakukan secara gross setelmen dengan
memindahkan dana pada Rekening Giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia melalui sistem BI-RTGS.
d. Setelmen kepemilikan Obligasi oleh Central Registry dilakukan
secara gross setelmen dengan memindahkan kepemilikan Obligasi
pada rekening surat berharga para pihak yang bertransaksi di Bank
Indonesia melalui sistem Book Entry Registry (BER).
e. Sub-Registry bukan Bank, Market Maker bukan Bank dan pihak-
pihak lain bukan Bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, wajib
menunjuk Bank untuk melakukan setelmen dana dalam rangka
transaksi Obligasi, dan menampung penerimaan dana dari Central
Registry dalam rangka pembayaran kupon serta pokok Obligasi
yang jatuh waktu.
f. Bank yang ditunjuk untuk melakukan setelmen dana wajib memiliki
saldo giro Rupiah pada Bank Indonesia dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kewajiban setelmen dana dalam rangka transaksi
Obligasi.
g. Setelmen transaksi Obligasi dapat dilakukan secara :
1) Free of Payment (FoP)
yaitu apabila setelmen kepemilikan Obligasi dilakukan di
Central Registry, sedangkan setelmen dana dilakukan di luar BI-
SKRIP.
2) Delivery Versus Payment (DVP)
yaitu …
4
yaitu apabila setelmen kepemilikan Obligasi di Central Registry
dilakukan bersamaan dengan setelmen dana di dalam BI-SKRIP
melalui Sistem BI-RTGS.
4. Pembayaran kupon dan pokok Obligasi
a. Bank Indonesia melaksanakan pembayaran kupon dan pokok
Obligasi pada saat jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan
Obligasi pada Central Registry, sesuai dengan terms and conditions
yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan.
b. Berdasarkan permintaan Pemerintah dan untuk kepentingan
Pemerintah, Bank Indonesia selaku Central Registry melaksanakan
pembelian kembali Obligasi dalam rangka pelunasan sebelum jatuh
waktu (redemption/buy back).
c. Pembayaran kupon dan pokok Obligasi dan pembelian kembali
Obligasi dilakukan oleh Bank Indonesia atas beban Pemerintah
selaku penerbit.
II. PENCATATAN KEPEMILIKAN OBLIGASI
A. Tata Cara Pembukaan Rekening Surat Berharga
1. Sub-Registry wajib membuka rekening surat berharga pada Central
Registry.
2. Bank, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia yang akan melakukan transaksi Obligasi melalui Central
Registry wajib membuka rekening surat berharga pada Central
Registry.
3. Bank, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia yang akan melakukan transaksi Obligasi melalui Sub-
Registry wajib membuka rekening surat berharga di Sub-Registry.
4. Permohonan pembukaan rekening surat berharga di Central
Registry oleh Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak lain
yang …
5
yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, diajukan kepada Central
Registry cq. Bagian PTPU-DPM, Bank Indonesia, Jl. MH. Thamrin
No.2 Jakarta.
Khusus bagi Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak lain
yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang berada di luar wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (DKI Jakarta, Depok, Serang,
Pandeglang, Lebak, Tanggerang, Bogor, Kerawang dan Bekasi)
wajib menyampaikan tembusan permohonan tersebut kepada
Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat.
5. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 wajib
disertai:
a. informasi pemohon dengan menggunakan formulir BER-01
sebagaimana contoh Lampiran-1;
b. contoh stempel Perusahaan dan contoh specimen tandatangan
pejabat Perusahaan yang berwenang, sekurang-kurangnya 2
(dua) orang, untuk melakukan pemindahan kepemilikan
Obligasi pada rekening surat berharga, dengan menggunakan
formulir BER-02 sebagaimana contoh Lampiran-2.
c. contoh specimen tanda tangan pejabat Bank yang berwenang,
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang, untuk melakukan
pendebetan Rekening Giro Rupiah Bank di sistem BI-RTGS
Bank Indonesia dalam rangka setelmen dana setelmen transaksi
Obligasi baik transaksi pembelian atas nama Bank sendiri
maupun atas dasar penunjukan dari pihak lain dengan
menggunakan formulir BER-03 sebagaimana contoh Lampiran-
3.
6. Pembukaan rekening di Sub-Registry mengikuti prosedur yang
berlaku di masing-masing Sub-Registry.
B. Tata Cara …
6
B. Tata Cara Pencatatan Penerbitan Obligasi Pemerintah dan
Setelmen Transaksi Obligasi di Pasar Perdana
1. Bank Indonesia melakukan pencatatan Obligasi yang diterbitkan
oleh Pemerintah dalam sistem BER di Central Registry, sesuai
terms and conditions yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan.
2. Setelmen transaksi Obligasi di pasar perdana dapat dilakukan secara
Delivery Versus Payment (DVP) maupun Free of Payment (FoP).
3. Pelaksanaan setelmen transaksi Obligasi di pasar perdana dilakukan
sesuai dengan tata cara setelmen transaksi outright sebagaimana
dimaksud pada butir III.B.
C. Pencatatan Kepemilikan
1. Pencatatan kepemilikan Obligasi dilakukan di dalam sistem Book
Entry Registry (BER).
2. Pencatatan kepemilikan Obligasi dalam sistem BER mencakup
seluruh jumlah Obligasi yang dimiliki oleh pihak yang mempunyai
rekening surat berharga di Central Registry dan Sub-Registry.
3. Catatan kepemilikan Obligasi pada Central Registry dan Sub-
Registry merupakan bukti kepemilikan yang sah.
4. Sebagai bukti pencatatan kepemilikan Obligasi, Central Registry
pada akhir hari menerbitkan Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga
(KPS) yang memuat saldo rekening surat berharga kepada Bank,
Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk
oleh Bank Indonesia atau pemilik Obligasi untuk setiap perpindahan
kepemilikan, yang dapat diambil 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
setelmen.
5. Sebagai bukti pencatatan kepemilikan Obligasi, Sub Registry pada
akhir hari menerbitkan Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga (KPS)
yang memuat saldo rekening surat berharga yang dimiliki
nasabahnya …
7
nasabahnya , yang dapat diambil 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
setelmen.
6. Central Registry dan Sub-Registry secara bulanan menerbitkan KPS
yang memuat saldo akhir bulan dari masing-masing seri Obligasi
yang dimiliki oleh nasabahnya, yang dapat diambil 2 (dua) hari
kerja setelah akhir bulan.
7. KPS yang diterbitkan oleh Central Registry untuk setiap
perpindahan kepemilikan Obligasi menggunakan formulir BER-04
sebagaimana contoh Lampiran-4 sedangkan KPS bulanan
menggunakan formulir BER-05 sebagaimana contoh Lampiran-5.
8. KPS yang diterbitkan oleh Sub-Registry baik untuk setiap terjadinya
perpindahan kepemilikan maupun KPS bulanan menggunakan
format yang ditetapkan oleh masing-masing Sub-Registry.
9. Dalam hal terdapat perbedaan pencatatan kepemilikan Obligasi
antara Central Registry dengan Bank, Sub-Registry, Market Maker
dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia maka
Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia tersebut wajib melaporkan perbedaan
dimaksud kepada Central Registry dengan menggunakan formulir
BER-06 sebagaimana contoh Lampiran-6, paling lambat 2 (dua)
hari kerja setelah tanggal penerbitan KPS harian dan atau 3 (tiga)
hari kerja setelah tanggal penerbitan KPS bulanan.
10. Dalam hal Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain
yang ditunjuk oleh Bank Indonesia telah melaporkan perbedaan
pencatatan sebagaimana dimaksud pada angka 9, Bank Indonesia
selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah tanggal penerimaan
laporan dimaksud akan memberikan keputusan final terhadap
perbedaan pelaporan dimaksud.
11. Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka
9, Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk …
8
ditunjuk oleh Bank Indonesia tidak melaporkan perbedaan
pencatatan kepemilikan, maka pencatatan yang dianggap final
adalah pencatatan pada Central Registry, kecuali ada pembuktian
lain dari pihak-pihak di luar Bank, Sub-Registry, Market Maker dan
pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang dapat
diterima oleh Central Registry.
D. Tata Cara Pencatatan Pemindahan Obligasi dari Portofolio
Investasi ke Portofolio Perdagangan
1. Dalam hal Bank peserta rekapitalisasi akan memindahkan
pencatatan Obligasi yang dimilikinya dari portofolio investasi ke
portofolio perdagangan, wajib melaporkan kepada Central Registry
sesuai ketentuan yang berlaku, dengan menggunakan formulir
BER-07 sebagaimana contoh lampiran-7.
2. Obligasi yang telah dipindahkan pencatatannya sebagaimana
dimaksud pada angka 1, efektif dapat diperdagangkan pada 1
(satu) hari kerja setelah tanggal diterimanya laporan dan dilakukan
perpindahan pencatatan ke rekening perdagangan oleh Central
Registry di sistem BER.
3. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai bukti
perpindahan pencatatan kepemilikan Obligasi dari rekening
investasi ke rekening perdagangan yang dapat diambil 1 (satu) hari
kerja setelah tanggal pencatatan pemindahan Obligasi.
E. Pencatatan Agunan
1. Pencatatan Agunan di Central Registry
a. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai pemilik Obligasi yang
tercatat pada Central Registry yang akan mengagunkan
Obligasi, menyampaikan Permohonan Penerbitan Surat
Keterangan …
9
Keterangan Surat Berharga Diagunkan (PP-SKSD) dengan
menggunakan formulir BER-08 sebagaimana contoh Lampiran-
8 kepada Central Registry dari pukul 08.00 WIB sampai dengan
pukul 16.00 WIB.
b. Permohonan pencatatan agunan sebagaimana dimaksud pada
huruf a wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Data diisi dengan lengkap dan benar;
2) Tanda tangan sesuai dengan specimen;
3) Obligasi yang akan diagunkan tidak sedang diagunkan;
4) Jumlah Obligasi yang akan diagunkan tidak melebihi saldo
Obligasi pada rekening perdagangan;
5) Pada saat agunan jatuh waktu, sisa jangka waktu Obligasi
sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja.
c. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam huruf b
belum diisi secara lengkap dan/atau salah, maka Central
Registry mengembalikan kepada pihak-pihak yang mengajukan.
Central Registry menerima formulir yang telah diperbaiki
selambat-lambatnya pukul 16.00 WIB.
d. Berdasarkan data formulir PP-SKSD yang telah diinput ke
dalam sistem BER, pencatatan Obligasi yang diagunkan
dilakukan dengan memindahkan Obligasi dari rekening
perdagangan ke rekening agunan/collateral.
e. Central Registry menerbitkan SKSD (formulir BER-09)
sebagaimana contoh Lampiran-9, yang dapat diambil oleh
pemberi agunan pada hari yang sama dengan tanggal
pengagunan.
f. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai
bukti perpindahan Obligasi dari rekening perdagangan ke
rekening agunan/collateral.
g. Pada …
10
g. Pada saat periode SKSD berakhir, Central Registry melakukan
penglepasan agunan secara otomatis pada sistem BER yang
pelaksanaannya dilakukan pada awal hari kerja berikutnya
setelah tanggal jatuh waktu SKSD, dengan memindahkan
kepemilikan Obligasi yang diagunkan dari rekening
agunan/collateral ke rekening perdagangan.
h. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia dapat mengajukan permohonan
penglepasan agunan Obligasi sebelum jatuh waktu SKSD
kepada Central Registry dari pukul 08.00 WIB sampai dengan
pukul 16.00 WIB dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Pihak yang mengagunkan menyampaikan surat
permohonan penglepasan agunan Obligasi yang dilampiri
dengan SKSD asli yang telah diterbitkan; atau
2) Pihak penerima agunan menyampaikan surat permohonan
penglepasan agunan dan pemindahan kepemilikan Obligasi
yang dilampiri dengan SKSD asli, SPPR-FoP dari pihak
pemberi agunan dan surat kuasa yang ditandatangani oleh
kedua belah pihak untuk memindahkan kepemilikan
Obligasi (baik sebagian atau seluruhnya) dari pemberi
agunan kepada penerima agunan.
2. Pencatatan Agunan di Sub-Registry
a. Pemilik Obligasi yang tercatat pada Sub-Registry yang akan
mengagunkan Obligasi menyampaikan PP-SKSD kepada Sub-
Registry.
b. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
Sub-Registry menerbitkan SKSD.
c. Sub-Registry …
11
c. Sub-Registry wajib segera menyampaikan laporan mengenai
posisi pencatatan agunan (SKSD) yang telah diterbitkan kepada
Central Registry, pada hari kerja yang sama dengan tanggal
penerbitan SKSD.
d. Berdasarkan laporan tersebut, Central Registry memindahkan
Obligasi yang diagunkan dari rekening perdagangan ke
rekening agunan/collateral.
III. SETELMEN TRANSAKSI OBLIGASI
A. PRINSIP-PRINSIP SETELMEN TRANSAKSI OBLIGASI
1. Bank Indonesia cq Bagian PTPU melakukan setelmen transaksi
Obligasi untuk transaksi Outright dan Obligasi Repo (jual dengan
kewajiban pembelian kembali), pemindahan kepemilikan lainnya
dalam rangka hibah, warisan dan pelunasan kewajiban/utang.
2. Setelmen transaksi Obligasi Outright dilakukan secara DVP atau
FoP.
3. Setelmen transaksi Obligasi Repo dilakukan secara DVP.
4. Setelmen transaksi Obligasi dalam rangka hibah, warisan, dan
pelunasan kewajiban/hutang dilakukan secara FoP.
5. Bank Indonesia cq Bagian PTPU melakukan setelmen transaksi
Obligasi yang mencakup :
a. Transaksi antar Bank untuk kepentingan sendiri.
b. Transaksi antar Sub-Registry untuk kepentingan nasabahnya.
c. Transaksi antar Market Maker untuk kepentingan sendiri.
d. Transaksi antara Bank untuk kepentingan sendiri dengan Sub-
Registry untuk kepentingan nasabahnya.
e. Transaksi antara Bank dengan Market Maker masing-masing
untuk kepentingan sendiri.
f. Transaksi …
12
f. Transaksi antara Sub-Registry untuk kepentingan nasabahnya
dengan Market Maker untuk kepentingan sendiri.
g. Transaksi yang dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan
Bank Indonesia.
7. Bank Indonesia cq Bagian PTPU melakukan setelmen transaksi
Obligasi selambat-lambatnya pada hari yang sama (same day
settlement) atau pada tanggal valuta yang ditetapkan untuk transaksi
titipan.
Tanggal valuta transaksi titipan maksimum 3 hari kerja setelah
tanggal diterimanya permohonan transaksi titipan (T+3).
8. Setelmen transaksi Obligasi Repo yang ditatausahakan oleh Central
Registry adalah transaksi Repo yang dilakukan antar Bank yang
memiliki rekening surat berharga di Central Registry.
9. Bagi Bank bukan peserta BI-RTGS, Sub-Registry bukan Bank,
Market Maker bukan Bank dan pihak-pihak lain bukan Bank yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia, setelmen transaksi Obligasi
dilaksanakan sebagai berikut:
a. secara FoP ; atau
b. secara DVP dengan menunjuk Bank pembayar dan atau Bank
penerima yang telah menjadi peserta BI-RTGS.
10. Setelmen transaksi Obligasi dilaksanakan oleh Bagian PTPU-DPM,
Bank Indonesia berdasarkan:
a. Surat Permohonan Perpindahan Registrasi – Delivery Versus
Payment (SPPR-DVP) yang diajukan oleh penjual dan Surat
Perintah Penyelesaian Pembayaran (SPPP-DVP) yang diajukan
oleh pembeli, untuk transaksi secara DVP.
b. Surat Permohonan Perpindahan Registrasi – Free of Payment
(SPPR-FoP) yang diajukan oleh penjual, untuk transaksi secara
FoP.
c. Surat …
13
c. Surat Permohonan Perpindahan Registrasi (SPPR-Repo) yang
diajukan oleh Bank sebagai penjual dan SPPP-Repo yang
diajukan oleh Bank sebagai pembeli, untuk transaksi Repo.
11. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia menyerahkan formulir SPPR
sebagaimana dimaksud pada angka 10 kepada Central Registry dan
formulir SPPP kepada Bagian PTPU.
B. Tata Cara Setelmen Transaksi Outright dan Pemindahan
Kepemilikan Lainnya
1. Setelmen Transaksi Outright secara DVP
a. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia yang menjual Obligasi,
menyerahkan SPPR-DVP kepada Central Registry dari pukul
8.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan
menggunakan formulir BER-10 sebagaimana contoh Lampiran-
10.
b. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia yang membeli Obligasi
menyerahkan SPPP-DVP kepada Bagian PTPU, dari pukul 8.00
WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan menggunakan
formulir BER-11 sebagaimana contoh Lampiran-11.
c. SPPP-DVP sebagaimana dimaksud pada huruf b yang
disampaikan oleh Sub-Registry bukan Bank dan Market Maker
bukan Bank serta pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia, wajib ditandatangani pula oleh Bank yang ditunjuk
untuk melakukan pembayaran dengan cara membubuhkan
tandatangan pejabat Bank yang berwenang untuk melakukan
pendebetan Rekening Giro Rupiah Bank di sistem BI-RTGS
Bank Indonesia dan stempel Bank pada formulir SPPP-DVP.
d. Permohonan …
14
d. Permohonan setelmen transaksi Obligasi sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1) Data diisi dengan lengkap dan benar;
2) Tanda tangan sesuai dengan specimen;
3) Obligasi yang ditransaksikan tidak sedang diagunkan;
4) Obligasi yang ditransaksikan mempunyai sisa jangka waktu
sekurang-kurangnya 2 (dua) hari kerja pada saat setelmen
dilakukan.
e. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b belum diisi secara lengkap dan/atau salah, maka Central
Registry dan Bagian PTPU mengembalikan kepada pihak-pihak
yang mengajukan.
Central Registry dan Bagian PTPU menerima formulir yang
telah diperbaiki selambat-lambatnya pukul 16.00 WIB.
f. Berdasarkan data formulir SPPR-DVP dan SPPP-DVP yang
telah diinput ke dalam sistem BER, secara otomatis sistem akan
melakukan pencocokan data.
g. Apabila data SPPR-DVP dengan SPPP-DVP telah cocok,
Bagian PTPU melakukan setelmen dana melalui Sistem BI-
RTGS dengan mendebet sebesar nilai transaksi Obligasi pada
Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia milik Bank Pembeli
atau Bank yang ditunjuk oleh pembeli, untuk untung Bank
Penjual atau Bank yang ditunjuk oleh penjual.
h. Apabila sampai dengan pukul 17.00 WIB, data SPPR-DVP
dengan SPPP-DVP yang telah diinput dalam sistem BER tidak
cocok, maka sistem BER akan membatalkan setelmen transaksi
Obligasi.
i. Central Registry melakukan setelmen kepemilikan Obligasi
dalam Sistem BER dengan mendebet rekening surat berharga
milik …
15
milik penjual Obligasi di Central Registry sebesar nominal
Obligasi yang ditransaksikan untuk untung pembeli Obligasi.
j. Dalam hal saldo rekening surat berharga milik penjual Obligasi
di Central Registry dan/atau saldo Rekening Giro Rupiah milik
Bank pembeli Obligasi di Bank Indonesia tidak mencukupi
sampai dengan pukul 17.00 WIB maka setelmen transaksi
Obligasi dimaksud dinyatakan batal.
k. Dalam hal setelmen transaksi Obligasi dinyatakan batal,
Central Registry mengembalikan formulir SPPR-DVP yang
telah dicap “BATAL” dan Bagian PTPU mengembalikan SPPP-
DVP yang telah dicap “BATAL”. Formulir yang telah dicap
“BATAL” tersebut dapat diambil 1 (satu) hari kerja setelah hari
pembatalan setelmen transaksi Obligasi.
l. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai
bukti perpindahan pencatatan kepemilikan Obligasi bagi
penjual Obligasi dan pembeli Obligasi.
2. Setelmen Transaksi Outright secara FoP
a. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia yang menjual Obligasi
menyerahkan SPPR-FoP dengan menggunakan formulir BER-
12 sebagaimana contoh Lampiran-12 kepada Central Registry
dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
b. Permohonan setelmen transaksi Obligasi sebagaimana
dimaksud pada huruf a wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) Data diisi dengan lengkap dan benar;
2) Tanda tangan sesuai dengan specimen;
3) Obligasi yang ditransaksikan tidak sedang diagunkan;
4) Obligasi …
16
4) Obligasi yang ditransaksikan mempunyai sisa jangka waktu
sekurang-kurangnya 2 (dua) hari kerja pada saat setelmen
dilakukan.
c. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam huruf b
belum diisi secara lengkap dan/atau salah, maka Central
Registry mengembalikan kepada pihak yang mengajukan.
Central Registry menerima formulir yang telah diperbaiki
selambat-lambatnya pukul 16.00 WIB.
d. Berdasarkan data formulir SPPR-FoP yang telah diinput ke
dalam sistem BER, setelmen kepemilikan Obligasi akan
dilakukan secara otomatis oleh sistem BER dengan mendebet
rekening surat berharga penjual Obligasi di Central Registry
sebesar nominal Obligasi yang ditransaksikan untuk untung
pembeli Obligasi.
e. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai
bukti perpindahan pencatatan kepemilikan Obligasi bagi
penjual dan pembeli Obligasi.
f. Apabila sampai dengan pukul 17.00 WIB, saldo rekening surat
berharga milik penjual Obligasi di Central Registry tidak
mencukupi, maka setelmen transaksi Obligasi dimaksud
dinyatakan batal.
g. Dalam hal setelmen transaksi Obligasi dinyatakan batal,
Central Registry mengembalikan formulir SPPR-FoP yang
telah dicap “BATAL” dan formulir tersebut dapat diambil 1
(satu) hari kerja setelah hari pembatalan setelmen transaksi
Obligasi.
3. Setelmen Pemindahan Kepemilikan Lainnya
Pemindahan kepemilikan dalam rangka hibah, warisan, dan
pelunasan kewajiban dilakukan sesuai tata cara setelmen transaksi
outright secara FoP sebagaimana dimaksud pada angka 2.
c. Setelmen …
17
C. Setelmen Transaksi Repo
1. Bank yang menjual Obligasi, menyerahkan Surat Permohonan
Perpindahan Registrasi (SPPR-Repo) kepada Central Registry dari
pukul 8.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan
menggunakan formulir BER-13 sebagaimana contoh Lampiran-13.
2. Bank yang membeli Obligasi menyerahkan Surat Perintah
Penyelesaian Pembayaran (SPPP-Repo) dengan menggunakan
formulir BER-14 sebagaimana contoh Lampiran-14 kepada Bagian
PTPU, dari pukul 8.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
3. Permohonan setelmen transaksi Obligasi sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dan 2 wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pengisian data lengkap dan benar;
b. Tanda tangan sesuai dengan specimen;
c. Obligasi yang direpokan tidak sedang diagunkan;
d. Pada saat repo jatuh waktu, Obligasi yang direpokan masih
mempunyai sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 2 (dua) hari
kerja.
4. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2
belum diisi secara lengkap dan/atau salah, maka Central Registry
dan Bagian PTPU mengembalikan kepada pihak-pihak yang
mengajukan.
Central Registry dan Bagian PTPU menerima formulir yang telah
diperbaiki selambat-lambatnya pukul 16.00 WIB.
6. Berdasarkan data formulir SPPR-Repo dan SPPP-Repo yang telah
diinput ke dalam sistem BER, secara otomatis sistem akan
melakukan pencocokan data.
7. Apabila data SPPR- Repo dengan SPPP- Repo telah cocok, Bagian
PTPU melakukan setelmen dana melalui Sistem BI-RTGS dengan
mendebet …
18
mendebet sebesar nilai transaksi Obligasi pada Rekening Giro
Rupiah di Bank Indonesia milik Bank Pembeli Obligasi Repo,
untuk untung Bank Penjual Obligasi Repo.
8. Apabila sampai dengan pukul 17.00 WIB data SPPR- Repo dengan
SPPP- Repo yang telah diinput dalam sistem BER tidak cocok,
maka sistem BER akan membatalkan setelmen transaksi Obligasi.
9. Central Registry melakukan Setelmen kepemilikan Obligasi Repo
dalam Sistem BER dengan mendebet rekening surat berharga milik
penjual Obligasi di Central Registry sebesar nominal Obligasi Repo
yang ditransaksikan untuk untung pembeli Obligasi Repo.
10. Dalam hal saldo rekening surat berharga milik penjual Obligasi
Repo di Central Registry dan/atau saldo Rekening Giro Rupiah
milik Bank pembeli Obligasi Repo di Bank Indonesia tidak
mencukupi sampai dengan pukul 17.00 WIB maka setelmen
transaksi Obligasi Repo dimaksud dinyatakan batal.
11. Dalam hal setelmen transaksi Obligasi dinyatakan batal, Central
Registry mengembalikan formulir SPPR- Repo yang telah dicap
“BATAL” dan Bagian PTPU mengembalikan SPPP- Repo yang
telah dicap “BATAL”. Formulir yang telah dicap “BATAL”
tersebut dapat diambil 1 (satu) hari kerja setelah hari pembatalan
setelmen transaksi Obligasi.
12. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai bukti
perpindahan pencatatan kepemilikan Obligasi bagi penjual Obligasi
Repo dan pembeli Obligasi Repo.
13. Pada saat Repo jatuh waktu, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Bagian PTPU melakukan setelmen dana melalui sistem BI-
RTGS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah di Bank
Indonesia milik penjual Obligasi Repo sebesar nilai yang telah
diperjanjikan untuk untung pembeli Obligasi Repo.
b. Central …
19
b. Central Registry melakukan setelmen kepemilikan Obligasi
dalam Sistem BER dengan mendebet sebesar nominal Obligasi
yang ditransaksikan pada rekening surat berharga di Central
Registry milik Bank untuk untung Bank penjual Obligasi Repo.
c. Dalam hal saldo rekening surat berharga milik penjual Obligasi
di Central Registry dan/atau saldo Rekening Giro Rupiah milik
Bank pembeli Obligasi di Bank Indonesia tidak mencukupi
sampai dengan pukul 17.00 WIB maka setelmen jatuh waktu
Repo dimaksud dinyatakan batal dan transaksi Obligasi Repo
dinyatakan sebagai transaksi Outright.
d. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai bukti
perpindahan pencatatan kepemilikan Obligasi.
14. Dalam hal pembelian kembali Obligasi Repo akan dilakukan
sebelum jatuh waktu, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Terdapat kesepakatan antara penjual Obligasi Repo dengan
pembeli Obligasi Repo.
b. Penjual Obligasi Repo dan pembeli Obligasi Repo
menyampaikan surat permohonan untuk melakukan setelmen
atas pembelian kembali Obligasi Repo sebelum jatuh waktu
dengan menggunakan formulir BER-15 sebagaimana contoh
Lampiran-15 dan formulir BER-16 sebagaimana contoh
Lampiran-16, dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00
WIB.
IV. PEMBAYARAN KUPON DAN PELUNASAN POKOK OBLIGASI
A. Tata Cara Pembayaran Kupon Saat Jatuh Waktu
1. Pembayaran kupon Obligasi didasarkan pada posisi pencatatan
kepemilikan Obligasi di Central Registry pada 2 (dua) hari kerja
sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran kupon Obligasi (T-2).
2. Central …
20
2. Central Registry dan Sub-Registry menerbitkan surat konfirmasi
jatuh waktu kupon Obligasi bagi pemilik Obligasi yang tercatat
pada masing-masing Registry pada akhir hari (T-2) dengan
menggunakan formulir BER-17 sebagaimana contoh lampiran-17.
3. Surat konfirmasi tersebut dapat diambil di Central Registry pada 1
(satu) hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran kupon Obligasi
(T-1).
4. Dalam hal terdapat perbedaan perhitungan kupon Obligasi antara
Central Registry dengan Bank, Sub-Registry, Market Maker dan
pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, maka
perbedaan tersebut wajib dilaporkan kepada Central Registry
dengan menggunakan formulir BER-06 sebagaimana contoh
Lampiran-06, selambat-lambatnya pada pukul 12.00 WIB 1 (satu)
hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran kupon (T-1).
5. Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka
4, Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia tidak melaporkan perbedaan
perhitungan kupon, maka perhitungan kupon yang dianggap final
adalah perhitungan kupon pada Central Registry, kecuali ada
pembuktian lain dari pihak-pihak selain Bank, Sub-Registry, Market
Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia
yang dapat diterima oleh Central Registry.
6. Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan pembayaran
kupon saat tanggal jatuh waktu (T-0), dengan mengkredit :
a. Rekening Giro Rupiah Bank sebagai pemilik Obligasi pada
Bank Indonesia; dan atau
b. Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi Bank
yang ditunjuk oleh Sub-Registry bukan Bank, Market Maker
bukan Bank dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia untuk untung Sub-Registry bukan Bank, Market
Maker …
21
Maker bukan Bank dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh
Bank Indonesia.
7. Sub-Registry melalui Bank yang ditunjuk wajib melakukan
pembayaran kupon pada saat tanggal jatuh waktu (T-0) untuk
untung rekening nasabah Sub-Registry yang bersangkutan.
B. Tata Cara Pelunasan Pokok Obligasi Saat Jatuh Waktu
1. Obligasi dilunasi dengan nilai seratus persen dari jumlah nilai
nominal Obligasi.
2. Pembayaran pelunasan pokok Obligasi didasarkan pada posisi
pencatatan kepemilikan Obligasi di Central Registry pada 2 (dua)
hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran pelunasan
pokok Obligasi (T-2).
3. Central Registry menerbitkan surat konfirmasi jatuh waktu pokok
Obligasi untuk Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak
lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, yang tercatat pada Central
Registry pada akhir hari (T-2) dengan menggunakan formulir BER-
17 sebagaimana contoh Lampiran-17.
4. Surat konfirmasi tersebut dapat diambil di Central Registry pada 1
(satu) hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran pokok Obligasi
(T-1).
5. Dalam hal terdapat perbedaan perhitungan pokok Obligasi antara
Central Registry dengan Bank, Sub-Registry, Market Maker dan
pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, maka
perbedaan tersebut wajib dilaporkan kepada Central Registry
dengan menggunakan formulir BER-06 sebagaimana contoh
Lampiran-06, selambat-lambatnya pada pukul 12.00 WIB, 1 (satu)
hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran pokok (T-1).
6. Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka
5, Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk …
22
ditunjuk oleh Bank Indonesia tidak melaporkan perbedaan
perhitungan pokok jatuh waktu, maka perhitungan pokok yang
dianggap final adalah yang tercatat pada Central Registry, kecuali
ada pembuktian lain dari pihak-pihak selain Bank, Sub-Registry,
Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia yang dapat diterima oleh Central Registry.
7. Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan pembayaran
pokok Obligasi saat tanggal jatuh waktu (T-0), dengan mengkredit:
a. Rekening Giro Rupiah Bank sebagai pemilik Obligasi pada
Bank Indonesia; dan
b. Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi Bank yang
ditunjuk oleh Sub-Registry bukan Bank, Market Maker bukan
Bank dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia
untuk untung Sub-Registry bukan Bank, Market Maker bukan
Bank dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
8. Sub-Registry melalui Bank yang ditunjuk wajib melakukan
pembayaran pokok Obligasi pada hari yang sama (T-0) kepada
nasabah yang tercatat pada Sub-Registry.
9. Bank Indonesia akan mengumumkan jumlah Obligasi yang telah
dilunasi oleh Pemerintah melalui Pusat Informasi Pasar Uang
(PIPU).
C. Tata Cara Pelunasan Pokok Obligasi Sebelum Jatuh Waktu
1. Pemerintah sebagai Penerbit Obligasi dapat melakukan pelunasan
Obligasi sebelum jatuh waktu sebagaimana diatur dalam terms and
conditions.
2. Tata cara pelunasan Obligasi sebelum jatuh waktu:
a. Pelunasan Obligasi dilakukan Pemerintah melalui Bank
Indonesia berdasarkan tanggal dan harga pasar yang telah
ditetapkan Pemerintah.
b. Setelmen …
23
b. Setelmen pembelian kembali oleh Pemerintah dilakukan baik
secara DVP atau FoP.
c. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia yang akan menjual Obligasi
sebelum jatuh waktu kepada Pemerintah, menyerahkan
SPPR-DVP atau SPPR-FoP kepada Central Registry dengan
menggunakan formulir BER-10 sebagaimana contoh
Lampiran-10 atau BER-12 sebagaimana contoh Lampiran-12.
d. Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan pembayaran
pokok Obligasi pada tanggal pelunasan yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah, dengan mengkredit :
1) Rekening Giro Rupiah Bank sebagai pemilik Obligasi pada
Bank Indonesia; dan
2) Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi Bank
yang ditunjuk oleh Sub-Registry bukan Bank dan Market
Maker bukan Bank dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh
Bank Indonesia untuk untung Sub-Registry bukan Bank,
Market Maker bukan Bank dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia.
e. Central Registry melakukan setelmen kepemilikan Obligasi
dalam Sistem BER dengan mendebet sebesar nominal Obligasi
yang dibeli kembali oleh Pemerintah pada rekening surat
berharga milik Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-
pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai pihak
penjual Obligasi untuk untung rekening surat berharga
Pemerintah.
f. Central Registry akan menghapus pencatatan Obligasi yang
telah dilunasi oleh Pemerintah sebelum jatuh waktu dari
rekening surat berharga Pemerintah pada tanggal pelunasan.
g. Apabila …
24
g. Apabila pelunasan sebelum jatuh waktu dilakukan, Bank yang
ditunjuk oleh Sub-Registry wajib melakukan pembayaran
Obligasi yang dibeli oleh Pemerintah, pada hari yang sama (T-
0) kepada nasabah Obligasi yang tercatat pada Sub-Registry.
3. Bank Indonesia akan mengumumkan Obligasi yang telah dibeli
kembali oleh Pemerintah pada hari kerja pertama minggu
berikutnya melalui Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU).
V. KONDISI DILUAR TANGGUNG JAWAB BANK INDONESIA
Bank Indonesia sebagai Central Registry tidak bertanggung jawab atas tidak
terlaksananya transaksi dan atau kerugian yang mungkin timbul yang
disebabkan antara lain namun tidak terbatas pada:
1. Keterlambatan informasi atau ketidakakuratan data yang diterima oleh
Bank Indonesia mengenai pejabat yang berwenang untuk melakukan
perintah setelmen transaksi Obligasi.
2. Ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana oleh Pemerintah
pada Rekening yang disediakan oleh Bank Indonesia yang
mengakibatkan tidak terbayar atau keterlambatan atas pembayaran kupon
atau pokok Obligasi yang jatuh waktu.
3. Keadaan bencana alam, kebakaran, banjir, tidak berfungsinya sistem
kelistrikan secara nasional/regional, taufan, pemogokan, embargo,
perang, invasi, huru hara, revolusi, terorisme, dan berbagai gangguan
alam serta kemasyarakatan lainnya yang dapat mengganggu jalannya
transaksi Obligasi Pemerintah, penyelesaian administrasi dan sistem
pembayaran.
Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
No. 2/1/DPM tanggal 21 Januari 2000 perihal Tata Cara Pencatatan Kepemilikan
Dan Setelmen Transaksi Obligasi Pemerintah dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan …
25
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
ASLIM TADJUDDIN
DIREKTUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/24/DPM|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penatausahaan Obligasi Pemerintah </reg_title>
<set_date> 16 November 2001 </set_date>
<effective_date> 16 November 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '2/1/DPM|SE-BI/2000' </replaced_reg>
<related_reg> '2/2/PBI/2000', '3/20/DASP|SE-BI/2001', '2/24/DASP|SE-BI/2000', '3/11/PBI/2001', '2/24/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 7/23/DPD
Jakarta, 8 Juli 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing
oleh Bank
____________________________________________________________
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/14/PBI/2005 tanggal 14 Juni 2005 tentang Pembatasan Transaksi
Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4504), perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan
pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank dalam
suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut :
1. Pelarangan pemberian Kredit dalam rupiah dan atau valuta asing kepada
Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tanggal 14 Juni 2005 tentang Pembatasan
Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (PBI) tidak
termasuk Kredit non tunai atau garansi yang terkait dengan kegiatan
investasi di Indonesia yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. memperoleh counter guaranty (kontra garansi) dari bank di luar negeri
yang bonafide. Dalam pengertian bank tersebut tidak termasuk cabang
bank yang bersangkutan di luar negeri; atau
b. adanya…
2
b. adanya jaminan setoran sebesar 100% (seratus persen) dari nilai garansi
yang diberikan.
2. Pembatasan Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf e dan ayat (2) huruf e PBI, termasuk untuk transaksi Non-
Deliverable Forward (NDF).
3. Kredit dalam bentuk sindikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
PBI merupakan Kredit yang diberikan oleh lebih dari satu bank.
Apabila pemberian Kredit sindikasi beranggotakan Bank dan bank di luar
negeri, maka kontribusi bank di luar negeri secara total harus lebih besar dari
kontribusi Bank.
Contoh :
Kredit sindikasi oleh beberapa bank yang diberikan kepada PT. X sebesar
Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) berasal dari 3 (tiga) bank di luar
negeri dan 2 (dua) Bank. Ketiga bank di luar negeri tersebut harus
memberikan kontribusi paling sedikit sebesar Rp 510.000.000,- (lima ratus
sepuluh juta rupiah) dan kedua Bank
tersebut memberikan kontribusi
sebesar Rp 490.000.000,- (empat ratus sembilan puluh juta rupiah ). Dengan
demikian, prosentase kontribusi 3 (tiga) bank di luar negeri harus paling
sedikit sebesar 51% dan prosentase kontribusi 2 (dua) Bank dalam kredit
sindikasi tersebut sebesar 49%.
4. Cerukan intra hari rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf d PBI, diatur sebagai berikut :
a. Ketentuan pemberian cerukan intra hari
Pemberian cerukan wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1) cerukan intra hari diberikan kepada penerima dana yang tercantum
dalam dokumen konfirmasi, dan dilaksanakan pada tanggal valuta
pembayaran yang tercantum dalam konfirmasi dimaksud;
2) nilai…
3
2) nilai dana yang akan diterima yang tercantum pada dokumen
konfirmasi dimaksud, ditambah dengan saldo rekening penerima dana
sekurang-kurangnya sama atau lebih besar dari nilai transaksi
pembayaran yang dilaksanakan;
3) transaksi pembayaran dilakukan setelah dokumen konfirmasi
sebagaimana dimaksud pada angka 2) diterima terlebih dahulu; dan
4) penerimaan dana sebagaimana tercantum dalam dokumen konfirmasi
harus terealisasi pada tanggal pembayaran dilaksanakan.
b. Dokumen pendukung pemberian cerukan intra hari
Dokumen konfirmasi yang bersifat authenticated yang menunjukkan
akan adanya dana rupiah masuk ke rekening bersangkutan pada hari yang
sama, meliputi :
1) Society for Worldwide Interbank Financial Telecomunication
(SWIFT) yang berfungsi sebagai notice to receive, customer transfer,
delivery versus payment (untuk Surat Berharga), atau dokumen
SWIFT lainnya yang sejenis; atau
2) tested telex.
Contoh :
i. pada tanggal 1 Maret 2005, saldo awal rekening Pihak Asing adalah
Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
yang
ii. pada tanggal
sama, yang
pembayaran yang mengakibatkan pendebetan rekeningnya
bersangkutan akan melakukan
sebesar
Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah), sehingga terjadi cerukan intra
hari sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Cerukan intra hari ini diperkenankan apabila Bank telah menerima dokumen
bukti akan adanya dana masuk dalam rekening Pihak Asing pada tanggal
1 Maret 2005. Dokumen tersebut dapat berupa SWIFT message yang
berfungsi sebagai notice to receive, customer transfer, delivery versus
payment…
4
payment, atau tested telex dengan jumlah nominal paling sedikit sebesar
Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
5. Pengecualian atas pelarangan Transfer Rupiah ke rekening rupiah Pihak
Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a PBI, diatur
sebagai berikut :
a. Transfer Rupiah dalam rangka pembayaran kepada Pihak Asing dapat
dilakukan apabila terdapat kegiatan ekonomi berupa :
1) divestasi Penyertaan Langsung Pihak Asing di Indonesia, dan atau
pembagian dividen;
2) penjualan Surat Berharga dalam rupiah oleh Pihak Asing, termasuk
penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), penjualan saham,
pembagian dividen, dan atau pembayaran kupon;
3) penerimaan pembayaran piutang Pihak Asing dalam rupiah, termasuk
dalam rangka restrukturisasi utang;
4) penjualan wesel ekspor Pihak Asing melalui transaksi Letter of Credit
(L/C) dalam rupiah;
5) penjualan wesel atas dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri
(SKBDN); dan atau
6) penjualan barang dan jasa di Indonesia termasuk penerimaan
penghasilan/gaji.
b. Penerimaan Transfer Rupiah oleh Pihak Asing sebagaimana dimaksud
dalam huruf a wajib memenuhi ketentuan, sebagai berikut :
1) untuk Transfer Rupiah dengan nilai sampai dengan Rp 100.000.000,-
(seratus juta rupiah), Bank wajib memiliki pernyataan secara tertulis
(declared) dari Pihak Asing mengenai jenis kegiatan ekonomi yang
mendasari (underlying transaction) transfer tersebut;
2) untuk…
5
2) untuk Transfer Rupiah dengan nilai lebih dari Rp 100.000.000,-
(seratus juta rupiah), baik satu transaksi maupun beberapa transaksi
untuk Pihak Asing yang sama dalam satu hari, Bank wajib memiliki
jenis kegiatan ekonomi yang mendasari
(underlying transaction)
Transfer Rupiah tersebut dan dilengkapi dengan dokumen pendukung
dari Pihak Asing, yang ditetapkan sekurang-kurangnya sebagai
berikut :
a) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka divestasi Penyertaan
Langsung di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir a.1)
adalah berupa bukti penjualan saham.
b) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka penjualan Surat Berharga
dalam rupiah oleh Pihak Asing termasuk penjualan SBI dan
penjualan saham sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) adalah
berupa bukti konfirmasi penjualan Surat Berharga, antara lain
berupa SWIFT message, Tested Telex, Tested Fax, Reuters
Monitor Dealing System (RMDS).
c) Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan pembagian dividen
berupa bukti kepemilikan saham dan keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham tentang pembagian dividen. Untuk Transfer
Rupiah yang terkait dengan pembayaran kupon dilengkapi dengan
bukti kepemilikan Surat Berharga.
Transfer Rupiah yang
terkait dengan penerimaan
pembayaran piutang Pihak Asing dalam rupiah, termasuk dalam
rangka restrukturisasi utang sebagaimana dimaksud dalam butir
a.3) adalah bukti perjanjian kredit.
e) Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan penjualan wesel
ekspor Pihak Asing melalui transaksi L/C dalam rupiah
sebagaimana dimaksud dalam butir a.4) antara lain berupa wesel,
invoice, atau Bill of Lading (B/L);
f) Untuk…
d) Untuk
6
f) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka Penjualan wesel atas dasar
SKBDN sebagaimana dimaksud dalam butir a.5) antara lain
berupa wesel, invoice, atau B/L antar pulau;
g) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka Penjualan barang dan jasa
di Indonesia termasuk penerimaan penghasilan/gaji sebagaimana
dimaksud dalam butir a.6) adalah bukti antara lain berupa
perjanjian kontrak kerja, atau faktur transaksi jual beli barang dan
jasa.
c. Transfer Rupiah dalam rangka rencana pembelian Surat Berharga dapat
dilakukan dengan pengaturan sebagai berikut :
1) terdapat dokumen yang menyatakan adanya pembelian Surat
Berharga antara lain berupa SWIFT message, tested telex, tested fax,
atau RMDS.
2) jangka waktu kepemilikan rupiah sebelum digunakan untuk
pembelian Surat Berharga paling lama 2 (dua) hari kerja.
3) pada saat realisasi pembelian Surat Berharga, Bank wajib memiliki
bukti pembelian Surat Berharga berupa bukti realisasi pembelian
saham (receive versus payment).
6.
a. Pengecualian pembatasan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap
rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a PBI,
termasuk untuk transaksi pembelian atau penjualan outright forward
valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan dalam rangka settlement
kegiatan investasi.
Jangka waktu transaksi outright forward valuta asing terhadap rupiah
tersebut harus sama dengan jangka waktu settlement kegiatan investasi,
dan transaksi outright forward valuta asing terhadap rupiah tersebut
dilakukan sejak tanggal transaksi kegiatan investasi dilakukan.
Transaksi…
7
Transaksi outright forward valuta asing terhadap rupiah tersebut wajib
dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut :
1) untuk transaksi outright forward jual valuta asing terhadap rupiah
dalam rangka pembelian saham, adalah sebagai berikut :
a) konfirmasi pembelian saham yang disepakati oleh pembeli dan
penjual saham, antara lain melalui sarana SWIFT message, pada
saat tanggal transaksi outright forward jual valuta asing terhadap
rupiah; dan
b) bukti pembelian saham berupa authenticated SWIFT message
yang berfungsi sebagai bukti realisasi pembelian saham (receive
versus payment), pada saat tanggal valuta transaksi outright
forward jual valuta asing terhadap rupiah.
Contoh :
Apabila Pihak Asing (global broker, atau global custody, atau
pemodal asing) melakukan transaksi pembelian saham pada tanggal
6 Juni 2005 untuk settlement saham pada tanggal 9 Juni 2005, dan
apabila Pihak Asing tersebut berkeinginan melakukan transaksi
outright forward jual valuta asing terhadap rupiah, maka transaksi
outright forward jual valuta asing terhadap rupiah tersebut harus
dilakukan pada tanggal 6 Juni 2005 untuk jatuh tempo pada tanggal
9 Juni 2005.
2) untuk transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah
dalam rangka penjualan saham diatur sebagai berikut :
a) konfirmasi penjualan saham yang disepakati oleh pembeli dan
penjual saham, antara lain berupa SWIFT message, pada saat
tanggal transaksi outright forward beli valuta asing terhadap
rupiah; dan
b) bukti…
8
b) bukti penjualan saham berupa authenticated SWIFT message
yang berfungsi sebagai bukti realisasi penjualan saham (Delivery
versus payment), pada saat tanggal valuta transaksi outright
forward beli valuta asing terhadap rupiah.
Contoh :
Apabila Pihak Asing (global broker, atau global custody, atau
pemodal asing) melakukan transaksi penjualan saham pada
tanggal
1 Juni 2005 untuk settlement saham pada tanggal 4 Juni 2005, dan
apabila Pihak Asing tersebut berkeinginan melakukan transaksi
outright forward beli valuta asing terhadap rupiah, maka transaksi
outright forward beli valuta asing terhadap rupiah tersebut harus
dilakukan pada tanggal 1 Juni 2005 untuk jatuh tempo pada tanggal
4 Juni 2005.
b. Transaksi Derivatif dalam rangka kegiatan investasi di Indonesia, ekspor-
impor, dan atau perdagangan di dalam negeri, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1) PBI dapat dilakukan oleh Pihak Asing baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Contoh :
Perusahaan lokal dalam negeri melakukan transaksi hedging dengan
Bank dalam rangka memenuhi kewajiban valuta asingnya, dalam rangka
kegiatan investasi, di Indonesia. Maka Bank ini diperkenankan untuk
meng-cover posisi ini terhadap Pihak Asing.
7. Pengecualian pembatasan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah
yang dilakukan untuk keperluan lindung nilai (hedging) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a PBI, diatur sebagai berikut :
a. Dalam hal investasi berupa pembelian Surat Berharga diatur sebagai
berikut :
1) Underlying transaction untuk pembelian Surat Berharga dihitung
berdasarkan total portofolio (basket of securities) atas dasar harga
pasar…
9
pasar (market value), sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai
surat berharga yang bersangkutan.
2) Total nilai portofolio paling sedikit sama dengan nilai hedging selama
periode hedging.
Apabila dalam jangka waktu hedging terdapat penurunan market
value Surat Berharga yang digunakan sebagai underlying, maka nilai
Surat Berharga yang menjadi underlying wajib ditambah sehingga
nilai hedging tetap sama dengan nilai underlying pada saat awal
transaksi hedging dilakukan.
3) Contoh :
a) Apabila Pihak Asing memiliki total portofolio sebagai berikut :
i. Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang akan jatuh tempo 1
bulan mendatang dengan harga pasar sebesar
Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
ii. Saham PT. ABC yang tercatat dipasar modal dengan harga
pasar sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
iii. Obligasi Korporasi PT. DEF berjangka waktu 1 tahun dengan
harga pasar sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan
akan jatuh tempo 3 bulan mendatang.
maka total portofolio yang dapat dijadikan underlying transaction
adalah sebesar Rp 160.000.000,- (seratus enam puluh juta rupiah).
b) Bank dapat melakukan hedging terhadap portofolio dimaksud
dengan jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan dan nilai
nominal hedging paling banyak sebesar Rp 160.000.000,- (seratus
enam puluh juta rupiah).
c) Apabila Obligasi yang berjangka waktu 5 (lima) tahun tersebut di
atas telah jatuh tempo sebelum masa hedging berakhir, maka
Pihak Asing tersebut wajib membeli Surat Berharga pengganti
dengan…
10
dengan nilai yang sama dengan nilai obligasi yang jatuh tempo
tersebut yaitu sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
d) Apabila saham PT. ABC yang menjadi underlying tersebut di atas
senilai Rp 50.000.000,- (lima puluh juta) dijual maka Pihak Asing
tersebut wajib membeli saham pengganti dengan nilai yang sama
dengan nilai saham yang dijual tersebut yaitu sebesar paling
sedikit Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
4) Apabila dalam jangka waktu hedging terdapat penambahan Surat
Berharga dalam portofolio yang sama, dan Pihak Asing bermaksud
untuk melakukan hedging atas penambahan Surat Berharga tersebut,
maka Pihak Asing tersebut wajib membuka kontrak hedging baru
dengan jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan dan nilainya paling
banyak sebesar penambahan Surat Berharga dimaksud.
Contoh :
Pihak Asing memiliki portofolio saham sebesar Rp 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah) pada tanggal 1 Juni 2005, dan pada tanggal
yang sama dilakukan hedging dengan membuka transaksi derivatif
senilai Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dan berjangka waktu
3 (tiga) bulan. Pada tanggal 7 Juni 2005, Pihak Asing tersebut
melakukan pembelian obligasi SUN sebesar Rp 40.000.000 (empat
puluh juta rupiah), sehingga nilai portofolio pihak asing tersebut
menjadi senilai Rp 90.000.000 (sembilan puluh juta rupiah). Apabila
Pihak Asing tersebut bermaksud untuk melakukan hedging atas
tambahan obligasi SUN tersebut, maka Pihak Asing dimaksud harus
membuka kontrak hedging yang baru di luar transaksi hedging
sebelumnya dengan nilai hedging paling banyak sebesar
Rp 40.000.000 (empat puluh juta rupiah) dan jangka waktu paling
sedikit 3 (tiga) bulan.
b. Dalam…
11
b. Dalam hal investasi berupa pemberian Kredit diatur sebagai berikut :
1) Underlying dihitung
berdasarkan nominal Kredit yang
direalisasikan.
2) Underlying untuk pemberian Kredit dalam bentuk Kredit sindikasi,
dihitung berdasarkan jumlah hedging yang dapat dilakukan oleh
Pihak Asing paling banyak adalah sebesar kontribusi Pihak Asing
tersebut dalam Kredit sindikasi.
Dalam hal terdapat Kredit sindikasi dengan Pihak Asing lebih dari 1,
maka masing-masing Pihak Asing yang tergabung dalam Kredit
sindikasi dapat melakukan hedging dengan nilai hedging paling
banyak sebesar total nilai kontribusi Pihak Asing dalam Kredit
sindikasi tersebut.
Contoh :
Kredit sindikasi oleh lima bank di luar negeri yang diberikan kepada
PT. X adalah sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Masing-masing
bank
asing
tersebut memberikan kontribusinya
sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), maka nilai hedging
yang dapat dilakukan oleh masing-masing bank di luar negeri tersebut
paling banyak adalah sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah).
c. Dalam hal investasi berupa Penyertaan Langsung maka underlying
adalah berupa setoran modal dan laba ditahan, namun tidak termasuk
dividen dan laba tahun berjalan.
8. Dokumen pendukung untuk kegiatan investasi yang dapat digunakan sebagai
underlying transaction dari Transaksi Derivatif adalah Penyertaan
Langsung, pemberian Kredit dan pembelian Surat Berharga, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) PBI diatur sebagai berikut :
a. Dalam rangka Penyertaan Langsung.
1) Untuk…
telah
12
1) Untuk Penyertaan Langsung yang telah direalisasi, wajib dilengkapi
dengan bukti Penyertaan Langsung yang di dalamnya tercantum nilai
nominal, identitas penyetor, bukti setoran dan identitas pihak
penerima Penyertaan Langsung.
2) Untuk Penyertaan Langsung yang dilakukan melalui proses lelang
dan belum direalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 PBI,
wajib dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut :
1) bukti masuk dalam short list; dan
2) sale and purchase agreement yang sudah ditandatangani atau
bukti sebagai pemenang lelang;
b. Dalam rangka pemberian Kredit, wajib dilengkapi dengan bukti
perjanjian Kredit dan bukti outstanding.
c. Dalam rangka pembelian Surat Berharga, Bank wajib memiliki bukti
pembelian Surat Berharga oleh Pihak Asing berupa SWIFT message
yang berfungsi
holdings.
Bagi nasabah yang tidak berlangganan SWIFT dapat menggunakan
dokumen
pengganti berupa laporan
sebagai receive versus payment dan statement of
rekapitulasi pemilikan Surat
Berharga yang diterbitkan bank kustodian yang bersangkutan, untuk
bukti kepemilikan Surat Berharga dimaksud. Di dalam laporan
rekapitulasi tersebut harus tercantum tanggal yang membuktikan bahwa
pada saat dilakukan hedging sampai dengan jatuh waktu hedging, yang
bersangkutan masih memiliki jumlah outstanding Surat Berharga yang
nilainya paling sedikit sama dengan nilai hedging.
d. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan oleh Pihak
Asing, wajib disertai dengan surat pernyataan bermaterai yang dibuat
oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya sekurang-kurangnya
mencakup :
1) Nama…
13
1) Nama dan identitas Pihak Asing;
2) Nama Bank;
3) Nilai nominal transaksi derivatif yang dilakukan Pihak Asing dengan
Bank dalam rangka hedging atas suatu underlying;
4) Pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas underlying
tidak digunakan sebagai underlying bagi transaksi derivatif dengan
Bank yang sama atau dengan Bank lain.
9. Dokumen pendukung untuk kegiatan ekspor barang dari Indonesia dan
impor barang ke Indonesia yang menggunakan L/C antara lain berupa wesel,
invoice, dan B/L.
10. Dokumen pendukung untuk kegiatan perdagangan dalam negeri yang
menggunakan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) antara lain
berupa wesel, invoice, dan B/L antar pulau.
11. Sehubungan dengan Pasal 16 PBI, Bank wajib menyampaikan seluruh
laporan Transaksi Derivatif kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang pelaporan transaksi
devisa secara akurat, benar, dan lengkap. Dalam hal belum tersedia sistem
pelaporan yang dapat mengakomodasi pelaporan posisi Transaksi Derivatif
beli Bank dengan Pihak Asing, Bank wajib menyampaikan laporan secara
tertulis dengan menggunakan format sebagaimana lampiran 1 sampai
dengan lampiran 4 dalam bentuk hard copy.
12. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) PBI dihitung secara
kumulatif atas keseluruhan nilai nominal transaksi yang dilanggar dikalikan
dengan 10% (sepuluh persen).
Pengenaan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran tersebut dilakukan
dengan pendebetan rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank
Indonesia. Perhitungan sanksi kewajiban membayar berdasarkan tahun
kalender.
Contoh…
14
Contoh :
a. Jika Pihak Asing memiliki nilai underlying sebesar USD 90,000,000
(sembilan puluh juta US Dollar ), sementara nilai kontrak hedging Pihak
Asing tersebut sebesar USD 100,000,000 (seratus juta US Dollar), maka
pengenaan sanksi adalah terhadap kekurangan nilai underlying tersebut
yaitu adalah 10% (sepuluh persen) dari USD 10,000,000 (sepuluh juta
US Dollar), untuk setiap hari kerja pelanggaran.
b. Jika Pihak Asing melakukan Transaksi Derivatif sebesar USD 5,000,000
(lima juta US Dollar) tanpa underlying, maka sanksi dikenakan sebesar
10% (sepuluh persen) dari USD 5,000,000 (lima juta US Dollar). Jika
Pihak Asing memiliki underlying hanya sebesar USD 1,000,000 (satu
juta US Dollar), maka sanksi dikenakan sebesar 10% (sepuluh persen)
dari USD 4,000,000 (empat juta US Dollar), untuk setiap hari kerja
pelanggaran
c. Bank melakukan pemberian cerukan intra-hari kepada Pihak Asing A
sebanyak 3 kali dengan nominal masing-masing Rp 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah), Rp 30.000.000,- (tiga puluh
juta
rupiah),
Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Nilai pelanggaran yang
diperhitungkan dari pelanggaran cerukan intra-hari ini adalah
dan
sebesar
Rp 65.000.000,- (enam puluh lima juta rupiah), yaitu nilai kumulatif
pelanggaran cerukan yang terjadi.
Selain itu, Bank juga melakukan transaksi forward jual USD/IDR
terhadap Pihak Asing B sebesar USD 5,000,000 (lima juta US Dollar)
tanpa underlying transaction kegiatan investasi. Nilai pelanggaran yang
diperhitungkan adalah sebesar USD 5,000,000 (lima juta US Dollar)
dikali dengan kurs tengah BI pada tanggal transaksi. Asumsi kurs
adalah Rp 8.000 per USD maka nilai
Rp 40.000.000.000,- (empat puluh milyar rupiah).
pelanggaran adalah
Total…
15
Total nilai pelanggaran adalah Rp 40.065.000.000,- (empat puluh milyar
enam puluh lima juta rupiah) sehingga kewajiban membayar sebesar
10% (sepuluh persen) dari total nilai pelanggaran
Rp 4.006.500.000 (empat milyar enam juta lima ratus ribu rupiah).
diatas
yaitu
13. Bank yang pada saat berlakunya Surat Edaran ini masih memiliki posisi
(outstanding) Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PBI
dan Pasal 7 PBI, dan belum jatuh tempo maka posisi dari Transaksi
Derivatif tersebut tetap dapat dilakukan sampai dengan jatuh tempo
Transaksi Derivatif tersebut namun Transaksi Derivatif tersebut dilarang
diperpanjang (roll over).
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
No.3/5/DPD tanggal 31 Januari 2001 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan
Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 14 Juli 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ASLIM TADJUDDIN
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/23/DPD|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank </reg_title>
<set_date> 8 Juli 2005 </set_date>
<effective_date> 14 Juli 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '3/5/DPD|SE-BI/2001' </replaced_reg>
<related_reg> '7/14/PBI/2005' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 12' </penalty_list>
|
1
No. 15/17 /DInt
Jakarta, 29 April 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PERUSAHAAN BUKAN BANK DI INDONESIA
Perihal : Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana
Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana Utang Luar Negeri,
dan Informasi Keuangan.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/21/PBI/2012 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 273, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5377), diperlukan
pengaturan mengenai pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa berupa
Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana Utang Luar Negeri, dan
Informasi Keuangan untuk memperoleh informasi Rencana Utang Luar
Negeri dan perubahannya dari perusahaan bukan bank serta Informasi
Keuangan perusahaan bukan bank yang memiliki posisi Utang Luar
Negeri, dalam rangka menjaga prudential borrowing dalam skala makro
dan untuk perumusan kebijakan makro prudensial. Dengan demikian
perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai pelaporan kegiatan Lalu
Lintas Devisa berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana
Utang Luar Negeri, dan Informasi Keuangan dalam Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disingkat LLD adalah
perpindahan aset dan kewajiban finansial antara Penduduk
dan bukan Penduduk termasuk perpindahan aset dan
kewajiban finansial luar negeri antar Penduduk sebagaimana
diatur …
2
diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang
Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
2. Utang Luar Negeri yang selanjutnya disingkat ULN adalah
utang Penduduk kepada bukan Penduduk dalam valuta asing
dan/atau rupiah, termasuk di dalamnya pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah.
3. ULN Jangka Pendek adalah ULN dengan jangka waktu sampai
dengan 1 (satu) tahun, baik langsung dari kreditur atau pasar
keuangan maupun tidak langsung melalui pihak lain yang
merupakan afiliasi maupun nonafiliasi.
4. ULN Jangka Panjang adalah ULN dengan jangka waktu lebih
dari 1 (satu) tahun, baik langsung dari kreditur atau pasar
keuangan maupun tidak langsung melalui pihak lain yang
merupakan afiliasi maupun nonafiliasi.
5. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya
yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan
staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang
Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
6. Pelapor adalah Penduduk yang melakukan kegiatan LLD, baik
untuk kepentingan Pelapor yang bersangkutan maupun pihak
lain.
7. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN
adalah badan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang–undangan yang mengatur mengenai badan usaha
milik negara yang berlaku.
8. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD
adalah badan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai perusahaan
dan lembaga keuangan daerah yang berlaku.
9. Badan Usaha Milik Swasta yang selanjutnya disingkat BUMS
adalah badan usaha yang tidak termasuk dalam pengertian
BUMN dan BUMD, yang berkedudukan di Indonesia, baik yang
berbentuk …
3
berbentuk badan hukum Indonesia maupun asing dan yang
tidak berbentuk badan hukum.
10. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah.
11. Manajemen Risiko adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh
perusahaan bukan bank dalam mengelola risiko-risiko yang
mungkin timbul dari transaksi ULN.
12. Risiko Pasar adalah suatu risiko yang timbul dalam transaksi
keuangan akibat pergerakan faktor-faktor di pasar keuangan.
13. Risiko Operasional adalah suatu risiko kerugian yang
disebabkan karena tidak berjalannya atau gagalnya proses
internal, manusia, sistem, dan peristiwa eksternal.
14. Risiko Likuiditas adalah suatu risiko yang muncul apabila
suatu pihak tidak dapat membayar kewajiban yang jatuh tempo
secara tunai.
15. Hari adalah hari kerja Bank Indonesia.
II.
PELAPOR
Berdasarkan kepemilikan usaha, Pelapor yang merupakan
perusahaan bukan bank terdiri atas:
1. BUMN;
2. BUMD; dan
3. BUMS.
III. CAKUPAN LAPORAN
1. Ruang lingkup laporan yang wajib dilaporkan terdiri atas:
a. Laporan LLD yang berupa:
1) Laporan Rencana ULN
Laporan Rencana ULN meliputi keterangan dan data
mengenai rencana ULN Jangka Panjang selama 1
(satu) tahun berjalan, baik berupa utang baru
maupun perpanjangan (roll over) utang lama, yang
mencakup:
a) rencana …
4
a)
rencana perolehan ULN selama 1 (satu) tahun
yang mencakup:
(1) status ULN;
(2) jenis valuta;
(3) jumlah;
(4) tujuan penggunaan;
(5) kreditur;
(6) hubungan dengan kreditur;
(7) jenis utang;
(8) waktu masuk pasar;
(9) jangka waktu;
(10) lokasi penerbitan (untuk surat utang);
(11) suku bunga indikatif;
(12) basis suku bunga; dan
(13) sumber pembayaran ULN.
b) hasil analisis Manajemen Risiko yang terdiri atas
Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional,
dan risiko lainnya; dan
c) penilaian peringkat perusahaan Pelapor, bagi
Pelapor yang telah memiliki peringkat perusahaan,
baik peringkat dari lembaga pemeringkat
domestik maupun lembaga pemeringkat
internasional.
2) Laporan Perubahan Rencana ULN
a) Laporan Perubahan Rencana ULN meliputi
perubahan rencana ULN Jangka Panjang
sebagaimana dimaksud pada angka 1) selama 1
(satu) tahun berjalan.
b) Laporan Perubahan Rencana ULN sebagaimana
dimaksud pada huruf a) disampaikan dengan
mengemukakan item perubahan dan alasan
perubahan tersebut.
b. Laporan Informasi Keuangan
1) Laporan Informasi Keuangan meliputi data kinerja
keuangan Pelapor pada periode pelaporan sebelumnya,
pada …
5
pada saat Pelapor memiliki posisi ULN Jangka Pendek
dan/atau ULN Jangka Panjang, yang disampaikan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Laporan Informasi Keuangan Tahunan
Laporan Informasi Keuangan ini disampaikan
pada semester I dengan menggunakan data
keuangan tahunan sesuai tahun pembukuan
perusahaan pada periode 1 (satu) tahun
sebelumnya.
b) Laporan Informasi Keuangan Interim
Laporan Informasi Keuangan ini disampaikan
pada semester II dengan menggunakan data
keuangan tengah tahun (interim) sesuai tahun
pembukuan perusahaan pada periode tahun
berjalan.
2) Dalam hal Laporan Informasi Keuangan telah diaudit,
nama auditor harus dicantumkan dalam Laporan
Informasi Keuangan tersebut.
3) Dalam hal Laporan Informasi Keuangan belum diaudit,
maka harus diberikan penjelasan bahwa Laporan
Informasi Keuangan tersebut belum diaudit.
4) Dalam hal Laporan Informasi Keuangan sedang
diaudit, maka Laporan Informasi Keuangan tersebut
mencantumkan nama auditor yang sedang melakukan
pemeriksaan.
Contoh Laporan Informasi Keuangan Tahunan dan
Laporan Informasi Keuangan Interim:
PT X memiliki tahun pembukuan Januari-Desember.
Untuk Laporan Informasi Keuangan Tahunan tahun 2014,
maka PT X melaporkan informasi keuangan tahunan posisi
Desember tahun 2013 (apabila terdapat posisi ULN Jangka
Pendek dan/atau ULN Jangka Panjang pada periode
tersebut). Sedangkan untuk Laporan Informasi Keuangan
Interim tahun 2014, maka PT X melaporkan informasi
keuangan tengah tahun (interim) posisi Juni tahun 2014
(apabila …
6
(apabila terdapat posisi ULN Jangka Pendek dan/atau ULN
Jangka Panjang pada periode tersebut).
PT Z memiliki tahun pembukuan April-Maret. Untuk
Laporan Informasi Keuangan Tahunan tahun 2014, maka
PT Z melaporkan informasi keuangan tahunan posisi Maret
2014. Sedangkan untuk Laporan Informasi Keuangan
Interim tahun 2014, maka PT Z melaporkan informasi
keuangan tengah tahun (interim) posisi September 2014.
2. Kewajiban Penyampaian Laporan
a. Kewajiban penyampaian Laporan Rencana ULN
sebagaimana dimaksud pada butir III.1.a.1) berlaku bagi:
1) Pelapor yang berencana untuk memperoleh ULN
Jangka Panjang baru selama 1 (satu) tahun berjalan;
2) Pelapor yang berencana untuk memperpanjang (roll
over) ULN Jangka Panjang; dan/atau
3) Pelapor yang berencana memperpanjang ULN Jangka
Pendek menjadi Jangka Panjang.
b. Dalam hal Pelapor tidak memiliki rencana untuk
memperoleh ULN Jangka Panjang, kewajiban penyampaian
Laporan Rencana ULN sebagaimana dimaksud pada huruf
a tetap dilakukan dengan menyampaikan form header
(null/kosong).
c. Kewajiban penyampaian Laporan Perubahan Rencana ULN
sebagaimana dimaksud pada butir III.1.a.2) berlaku bagi
Pelapor yang akan mengubah rencana ULN Jangka
Panjang selama 1 (satu) tahun berjalan.
d. Kewajiban penyampaian Laporan Informasi Keuangan
sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b berlaku bagi
Pelapor yang memiliki posisi ULN Jangka Pendek dan/atau
posisi ULN Jangka Panjang, yang meliputi:
1) Pinjaman dalam rupiah maupun valuta asing yang
dilakukan berdasarkan perjanjian pinjaman (loan
agreement) dengan bukan Penduduk;
2) Surat …
7
2) Surat utang dalam valuta asing yang diterbitkan di
pasar keuangan internasional melalui penawaran
umum;
3) Surat utang dalam rupiah maupun valuta asing yang
diterbitkan secara private placement kepada bukan
Penduduk;
4) Surat utang dalam valuta asing yang diterbitkan di
pasar keuangan dalam negeri melalui penawaran
umum;
5) Surat utang dalam valuta asing yang diterbitkan
secara private placement kepada Penduduk;
6) Kewajiban lainnya kepada bukan Penduduk baik
dalam valuta asing maupun rupiah selain jenis ULN
sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan
angka 5), antara lain:
a) kewajiban kepada bukan Penduduk yang dicatat
sebagai bagian dari komponen modal dalam
bentuk sub ordinate loan dan sejenisnya;
b) utang sewa pembiayaan (financial lease) yang
tercatat secara on balance sheet sebagai
kewajiban; dan
c)
jenis kewajiban lainnya yang tercatat dalam on
balance sheet,
tidak termasuk kewajiban dalam bentuk utang dagang
dan sewa; dan/atau
7) Bentuk kewajiban dan surat utang sebagaimana
dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 6)
yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah.
IV. FORMAT LAPORAN DAN TATA CARA PELAPORAN
1. Format Laporan
Format laporan diatur dalam Pedoman Pelaporan Rencana ULN,
Perubahan Rencana ULN, dan Informasi Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan
bagian …
8
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
2. Tata Cara Penyampaian Laporan
a. Pelaporan Rencana ULN, Perubahan Rencana ULN, dan
Informasi Keuangan disampaikan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Bagi Pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di
Indonesia, laporan disampaikan oleh kantor pusat
Pelapor;
2) Bagi Pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di
luar Indonesia, laporan disampaikan oleh kantor
koordinator
dari kantor-kantor Pelapor yang
berkedudukan di Indonesia.
b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir
III.1 dilakukan secara online melalui website pelaporan
kegiatan LLD yang dikelola oleh Bank Indonesia dengan
alamat https://www.bi.go.id/lkpbuv2.
c. Tata cara pelaporan mengacu pada Pedoman Pelaporan
Rencana ULN, Perubahan Rencana ULN, dan Informasi
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran.
Pedoman pelaporan dimaksud juga terdapat dalam website
pelaporan kegiatan LLD di Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada huruf b.
d. Dalam hal pada hari terakhir penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada butir III.1. terjadi gangguan
teknis di Bank Indonesia yang mengakibatkan Pelapor
tidak dapat menyampaikan laporan secara online, maka
laporan disampaikan pada Hari berikutnya secara:
1) Online apabila gangguan teknis telah dapat diatasi;
atau
2) Offline apabila gangguan teknis belum dapat diatasi,
selama jam kerja Bank Indonesia dengan
menggunakan email attachment, compact disk (CD),
flash disk, dan/atau media perekaman data elektronik
lainnya yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
V. PENYAMPAIAN …
9
V. PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Batas Waktu Penyampaian Laporan
a. Laporan Rencana ULN sebagaimana dimaksud pada butir
III.1.a.1) disampaikan secara online paling lambat tanggal
15 Maret tahun berjalan sampai dengan pukul 24.00 WIB.
b. Laporan Perubahan Rencana ULN sebagaimana dimaksud
pada butir III.1.a.2) disampaikan secara online paling
lambat tanggal 1 Juli tahun berjalan sampai dengan pukul
24.00 WIB.
c. Laporan Informasi Keuangan sebagaimana dimaksud pada
butir III.1.b disampaikan secara online paling lambat
tanggal 15 Juni tahun berjalan untuk Laporan Informasi
Keuangan Tahunan dan tanggal 15 Desember untuk
Laporan Informasi Keuangan Interim, masing-masing
sampai dengan pukul 24.00 WIB.
d. Apabila hari terakhir penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada butir III.1 secara online jatuh pada hari
Sabtu, Minggu, hari libur atau cuti bersama yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, batas waktu penyampaian
laporan jatuh pada Hari berikutnya sampai dengan pukul
24.00 WIB.
Contoh:
Batas akhir penyampaian Laporan Informasi Keuangan
Tahunan tanggal 15 Juni jatuh pada hari Sabtu. Dengan
demikian, Pelapor dapat menyampaikan laporan pada Hari
berikutnya, yaitu Senin. Namun apabila hari Senin
merupakan hari cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, maka penyampaian laporan dilakukan pada
Hari berikutnya, yaitu Selasa.
e. Apabila pada hari terakhir penyampaian laporan terjadi
gangguan teknis di Bank Indonesia sehingga Pelapor tidak
dapat menyampaikan laporan secara online,
laporan
disampaikan pada Hari berikutnya secara:
1) Online sampai dengan pukul 24.00 WIB, apabila
gangguan teknis telah dapat diatasi; atau
2) Offline …
10
2) Offline kepada Bank Indonesia selama jam kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia, apabila gangguan teknis belum
dapat diatasi.
2. Terlambat dan Tidak Menyampaikan Laporan.
a. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan
apabila laporan disampaikan setelah batas waktu
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir V
sampai dengan akhir bulan berjalan.
Contoh:
Pelapor menyampaikan Laporan Informasi Keuangan
Tahunan pada tanggal 16 Juni.
b. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila
laporan disampaikan setelah akhir bulan berjalan.
Contoh:
Pelapor menyampaikan Laporan Informasi Keuangan
Tahunan pada tanggal 1 Juli.
VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Pelapor yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada butir V.2.a dikenakan sanksi administratif
berupa Surat Peringatan dari Bank Indonesia kepada Direksi
Pelapor.
2. Pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada butir V.2.b dikenakan sanksi administratif
berupa Surat Peringatan dari Bank Indonesia kepada Direksi
Pelapor. Pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebanyak 2
(dua) kali atau lebih secara berturut-turut, selain dikenakan
sanksi administratif berupa Surat Peringatan dari Bank
Indonesia juga dikenakan sanksi administratif berupa Surat
Pemberitahuan kepada otoritas/instansi yang berwenang.
Contoh:
Pelapor memiliki kewajiban untuk menyampaikan Laporan
Informasi Keuangan kepada Bank Indonesia namun tidak
menyampaikan Laporan Informasi Keuangan sebanyak 2 (dua)
kali atau lebih secara berturut–turut, misalnya tidak
menyampaikan …
11
menyampaikan Laporan Informasi Keuangan Tahunan dan
Laporan Informasi Keuangan Interim pada tahun 2015. Dengan
demikian, Pelapor dikenakan Surat Peringatan dari Bank
Indonesia dan Surat Pemberitahuan kepada otoritas/instansi
yang berwenang.
VII. ANALISIS MANAJEMEN RESIKO
1. Hasil analisis Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada
butir III.1.a.1).b) dilakukan dengan memperhatikan penerapan
fungsi manajemen risiko yang mencakup:
a. Risiko Pasar
Manajemen risiko pasar perlu dilakukan untuk
mengantisipasi timbulnya risiko akibat pergerakan faktor-
faktor di pasar keuangan, antara lain mencakup risiko
suku bunga, risiko nilai tukar, risiko saham, dan risiko
komoditas.
b. Risiko Likuiditas
Manajemen risiko likuiditas perlu dilakukan untuk
mengantisipasi timbulnya risiko perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai.
c. Risiko Operasional
Manajemen Risiko Operasional perlu dilakukan untuk
mengantisipasi timbulnya risiko kerugian akibat tidak
berjalannya proses internal, manusia dan sistem, serta
kondisi eksternal.
d. Risiko lainnya
Manajemen Risiko lainnya perlu dilakukan untuk
mengantisipasi timbulnya risiko-risiko lainnya selain risiko
pada huruf a, huruf b, dan huruf c.
2. Dalam menerapkan fungsi Manajemen Risiko sebagaimana
dimaksud pada angka 1, Pelapor dapat memperhatikan
indikator-indikator yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yaitu:
a. Indikator keuangan mikro, yaitu indikator rasio keuangan
per sektor ekonomi (Financial Ratio Indicators by Economic
Sectors) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam
bentuk …
12
bentuk tabel indikator dan dapat digunakan untuk
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ULN
Pelapor, baik ULN Jangka Panjang maupun ULN Jangka
Pendek.
b. Indikator keuangan makro, yaitu indikator ULN nasional
yang diformulasikan dalam bentuk debt indicator ratio dan
dapat digunakan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian
atas exposure ULN Pelapor dalam skala makro (nasional)
khususnya dari perspektif moneter.
Indikator keuangan mikro dan makro sebagaimana dimaksud
dalam butir 2.a dan 2.b dipublikasikan oleh Bank Indonesia
antara lain melalui email dan/atau website Bank Indonesia-
Investor Relation Unit (IRU).
VIII. ALAMAT SURAT MENYURAT DAN HELP DESK
1. Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank
Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini,
serta pertanyaan yang berkaitan dengan teknis dan cara
pelaporan, data entry, serta materi laporan ditujukan kepada:
Kantor Pusat Bank Indonesia
Departemen Internasional
c.q. Divisi Analisis Pinjaman Luar Negeri dan Hubungan
Investor (APHI)
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 5
Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350
Email
: hdsiulpln@bi.go.id
Telp.
: (021)-381 8308 (hunting)
: (021)-231 0108 ext. 5174/5175
Faksimili : (021)-350 1950
2. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan
komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media
lainnya.
IX. PERALIHAN …
13
IX. PERALIHAN
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/37/DInt tanggal 23
Desember 2010 perihal Tata Cara Pelaporan Pinjaman Luar Negeri
Perusahaan Bukan Bank serta Format Indikator Keuangan masih
tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Juli 2013.
X. PENUTUP
1. Untuk Laporan Rencana ULN sebagaimana dimaksud pada
butir III.1.a.1), sanksi sebagaimana dimaksud pada butir VI
mulai berlaku sejak pelaporan Rencana ULN tahun 2014 yang
disampaikan paling lambat tanggal 15 Maret 2014.
2. Untuk Laporan Informasi Keuangan sebagaimana dimaksud
pada butir III.1.b, sanksi sebagaimana dimaksud pada butir VI
mulai berlaku sejak pelaporan Informasi Keuangan Tahunan
posisi bulan Desember 2013 yang disampaikan paling lambat
tanggal 15 Juni 2014.
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/37/DInt tanggal 23
Desember 2010 perihal Tata Cara Pelaporan Pinjaman Luar
Negeri Perusahaan Bukan Bank serta Format Indikator
Keuangan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal
1 Agustus 2013.
4. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
29 April 2013
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
JEFFREY KAIRUPAN
KEPALA DEPARTEMEN INTERNASIONAL
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/17/DInt|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana Utang Luar Negeri, dan Informasi Keuangan. </reg_title>
<set_date> 29 April 2013 </set_date>
<effective_date> 29 April 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '12/37/DInt|SE-BI/2010' </replaced_reg>
<related_reg> '14/21/PBI/2012' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 10/18/DPM
Jakarta, 15 April 2008
SURAT EDARAN
Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/4/DPM
Tanggal 16 Maret 2007 Perihal Tata Cara Lelang Surat Utang
Negara Di Pasar Perdana Dan Penatausahaan Surat Utang
Negara
Sehubungan dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait
Lelang Surat Utang Negara (SUN) di Pasar Perdana dan PMK terkait Sistem
Dealer Utama, serta adanya penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/2/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 perihal Bank Indonesia - Scripless
Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4809), perlu
dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/4/DPM tanggal
16 Maret 2007 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana
dan Penatausahaan Surat Utang Negara sebagai berikut :
1. Ketentuan butir I.8, butir I.9 dan butir I.10 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut :
8. Lelang SUN adalah penjualan SUN yang diikuti oleh :
a. Peserta Lelang, Bank Indonesia, dan/atau Lembaga Penjamin
Simpanan, dalam hal Lelang Surat Utang Negara untuk Surat
Perbendaharaan Negara; atau
b. Peserta Lelang dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan, dalam hal
Lelang Surat Utang Negara untuk Obligasi Negara,
dengan cara mengajukan Penawaran Pembelian Kompetitif
(Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Non-kompetitif
(Non-competitive …
2
(Non-competitive Bidding) dalam suatu periode waktu penawaran
yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya.
9. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah
pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan
tingkat imbal hasil (Yield) atau harga (price) yang diinginkan
penawar.
10. Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive Bidding)
adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan
volume tanpa tingkat imbal hasil (Yield) atau harga (price) yang
diinginkan penawar.
2. Ketentuan butir II.A.1 dan butir II.A.2 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
1. Pihak yang dapat membeli SUN dalam Lelang SUN di Pasar Perdana
yaitu orang perseorangan, atau kumpulan orang dan/atau kekayaan
yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan
badan hukum, atau Bank Indonesia atau Lembaga Penjamin
Simpanan.
2. Pembeli selain Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan
mengajukan penawaran pembelian SUN melalui Peserta Lelang
kepada Bank Indonesia sebagai agen lelang.
3. Ketentuan butir II.A diubah, diantara angka 8 dan angka 9 disisipkan angka
baru yaitu angka 8a yang berbunyi sebagai berikut:
8a. Lembaga Penjamin Simpanan dapat membeli SUN di Pasar Perdana
melalui lelang SUN, dengan persyaratan sebagai berikut:
a. penawaran pembelian dilakukan secara langsung tanpa melalui
Dealer Utama;
b. penawaran pembelian hanya untuk Penawaran Pembelian Non-
Kompetitif (Non-competitive Bidding).
4. Ketentuan …
3
4. Ketentuan butir II.B.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
3. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN, Peserta Lelang mengajukan
penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil
(Yield) atau harga (price) untuk Penawaran Pembelian Kompetitif
(Competitive Bidding) atau penawaran kuantitas untuk Penawaran
Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive Bidding).
5. Ketentuan butir II.B.5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
5. Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SUN untuk Penawaran
Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding), mencakup penawaran
kuantitas dan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil (Yield) atau
harga (price) dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pengajuan penawaran kuantitas dari masing-masing Peserta
Lelang paling rendah 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00
(satu miliar Rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan 100
(seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah).
b. Penawaran diskonto atau tingkat imbal hasil (Yield) diajukan
dengan kelipatan 1/32 (satu per tiga puluh dua) atau 0,03125 (tiga
ribu seratus dua puluh lima per seratus ribu).
c. Penawaran harga (price) diajukan dengan kelipatan 0,05% (lima
per sepuluh ribu).
6. Ketentuan butir II.C.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Menteri Keuangan Republik Indonesia menetapkan hasil Lelang SUN
di Pasar Perdana yang mencakup pemenang lelang, nilai nominal, dan
tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil (Yield) atau harga (price).
7. Ketentuan butir II.D.2 dan butir II.D.3 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut :
2. Pengumuman hasil Lelang SUN sebagaimana dimaksud pada angka 1
paling kurang memuat kuantitas lelang secara keseluruhan dan rata-
rata tertimbang tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil (Yield) atau
harga (price).
3. Bank …
4
3. Bank Indonesia menyampaikan hasil Lelang SUN kepada masing-
masing Peserta Lelang melalui BI-SSSS paling kurang memuat nama
pemenang, nilai nominal dan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil
(Yield) atau harga (price).
8. Ketentuan butir III.C.5.a.1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1) Dealer Utama melakukan pembayaran biaya peminjaman SUN
(lending fee) melalui Sistem BI-RTGS kepada Rekening Giro
Pemerintah No. 500.000003 “Menteri Keuangan cq. Dirjen
Perbendaharaan untuk Pengelolaan SUN”.
9. Ketentuan butir III.C.5.d diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
d.
Proses Penyelesaian Jaminan
1) Atas pengembalian fasilitas peminjaman SUN yang gagal
setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 3),
Pemerintah dapat melakukan penawaran penjualan SUN yang
dijaminkan kepada Dealer Utama lainnya.
2) Penawaran penjualan dilakukan dengan mekanisme pertukaran
yaitu SUN jaminan ditukar dengan SUN seri yang sama dengan
seri yang dipinjamkan Pemerintah.
3) Berdasarkan transaksi penukaran SUN oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada angka 2), Bank Indonesia atas nama
Pemerintah dan Dealer Utama sebagai lawan transaksi melakukan
setelmen melalui BI-SSSS dengan cara transfer FoP.
4) Dalam hal terdapat selisih tunai dari transaksi pertukaran SUN
sebagaimana dimaksud pada angka 3), penyelesaian pembayaran
dilakukan secara bilateral antara Dealer Utama yang membeli
jaminan dengan Dealer Utama yang gagal setelmen.
10. Ketentuan butir III.D.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Berdasarkan penetapan hasil penjatahan ORI oleh Menteri Keuangan,
pada tanggal setelmen dilakukan setelmen dengan prosedur sebagai
berikut :
a. Agen …
5
a. Agen Penjual melakukan pembayaran dana melalui Sistem
BI-RTGS ke rekening giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia
dengan nomor rekening 500.000003 “Menteri Keuangan cq.
Dirjen Perbendaharaan untuk Pengelolaan SUN” sesuai dengan
nilai volume hasil penjatahan yang diperoleh, dengan batas waktu
sampai dengan pukul 10.00 WIB.
b. Agen Penjual selain Bank, harus menunjuk Bank Pembayar untuk
melaksanakan pembayaran dana sebagaimana dimaksud pada
huruf a.
c. Agen Penjual menyampaikan bukti pembayaran sebagaimana
dimaksud pada butir a kepada DPM cq. PTPM.
d. Setelah bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf b
diterima, DPM cq. PTPM melakukan pencatatan penerbitan seri
ORI dan mengkredit rekening surat berharga Sub-Registry yang
ditunjuk oleh investor individual pembeli ORI.
e. Setelah setelmen ORI sebagaimana dimaksud pada huruf d
berhasil, Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SUN atas
nama nasabah pemenang SUN secara individual pada sistem Sub-
Registry.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 15 April 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/18/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/4/DPM Tanggal 16 Maret 2007 Perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara Di Pasar Perdana Dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title>
<set_date> 15 April 2008 </set_date>
<effective_date> 15 April 2008 </effective_date>
<changed_reg> '9/4/DPM|SE-BI/2007' </changed_reg>
<related_reg> '9/4/DPM|SE-BI/2007', '10/2/PBI/2008' </related_reg>
|
No. 15/38/DPM
Jakarta, 10 September 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal
: Perubahan Ketujuh atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal
Operasi Pasar Terbuka.
Sehubungan dengan upaya penguatan bauran kebijakan lanjutan
untuk pengendalian inflasi, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan penurunan
defisit transaksi berjalan, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi
Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/32/DPM tanggal 27 Agustus
2013, sebagai berikut :
1. Ketentuan butir II.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Bulan Sejak
Kepemilikan SBI (Minimum One Month Holding Period)
a. Ketentuan
1) Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan yaitu 28 (dua puluh
delapan) hari kalender sejak tanggal setelmen pembelian,
pemilik SBI dilarang mentransaksikan SBI yang dimiliki
dengan pihak lain.
2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) mencakup antara lain transaksi repo, transaksi
outright, hibah, dan pengagunan.
3) Dengan memperhatikan pengaturan dalam angka 1) maka
transaksi repo sell and buy back SBI tidak dapat dilakukan
dengan jangka waktu kurang dari 1 (satu) bulan atau 28
(dua puluh delapan) hari kalender.
4) Dengan …
2
4) Dengan memperhatikan pengaturan dalam angka 1),
dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan tidak
terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo
collateralized borrowing, pengagunan (pledge), dan
securities lending and borrowing, pemilik SBI telah dapat
mentransaksikan kembali SBI dimaksud setelah jatuh
tempo second leg.
5) Dengan memperhatikan pengaturan dalam angka 1),
dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan terjadi
perpindahan kepemilikan, antara lain repo sell and
buyback SBI, pemilik SBI dapat mentransaksikan
kembali SBI dimaksud dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Dalam hal second leg transaksi repo berhasil, SBI
dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh
penjual repo 1 (satu) bulan atau 28 (dua puluh
delapan) hari kalender sejak setelmen second leg
transaksi SBI dimaksud.
b) Dalam hal second leg transaksi repo tidak berhasil
dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan
kembali oleh pembeli repo 1 (satu) bulan atau 28
(dua puluh delapan) hari kalender sejak tanggal
setelmen first leg transaksi SBI dimaksud.
6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa
perpindahan kepemilikan, atau transfer SBI karena
merger, akuisisi, dan konsolidasi, SBI dapat
ditransaksikan kembali 1 (satu) bulan atau 28 (dua
puluh delapan) hari kalender sejak SBI dicatat di Sub-
Registry awal atau di rekening surat berharga awal.
7) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak
berlaku untuk transaksi SBI oleh Peserta OPT dengan
Bank Indonesia.
8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik
nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 7).
b. Peralihan …
3
b. Peralihan
1) Terhadap SBI yang diterbitkan sebelum berlakunya Surat
Edaran ini berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a;
2) Transaksi atas SBI yang dilakukan setelah berlakunya
Surat Edaran ini yang merupakan bagian dari transaksi
yang telah dilakukan sebelum Surat Edaran ini berlaku,
tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Surat Edaran Nomor 13/13/DPM tanggal 3 Mei 2011
butir II.9.a sampai dengan transaksi yang bersangkutan
jatuh waktu.
c. Pengawasan
1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau
pengawasan langsung atas pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a oleh Peserta OPT
dan Sub-Registry.
2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia
menyampaikan surat permintaan konfirmasi kepada
Peserta OPT dan/atau Sub-Registry.
3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima surat
permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis
kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah tanggal surat konfirmasi dari Bank Indonesia.
4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub-
Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka
Peserta OPT dan/atau Sub-Registry dianggap
mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut.
5) Atas …
4
5) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi
Moneter.
2. Ketentuan butir VI.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
9. Pencairan sebelum jatuh waktu (early redemption) transaksi Term
Deposit rupiah
a. Pengajuan early redemption
1) Peserta OPT dapat mengajukan dari pukul 15.00 WIB
sampai dengan pukul 17.00 WIB.
2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya
dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
3) Pengajuan dilakukan melalui sarana BI-SSSS Terminal
(ST).
b. Setelmen early redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan
early redemption (same day settlement) segera setelah pre cut-
off Sistem BI-RTGS.
c. Perhitungan nilai early redemption
Nilai Tunai
=
Nilai Nominal rupiah yang di
× 360 hari
360 hari + (
RRT diskonto
rupiah
pada saat diterbitkan
Nominal
Biaya =
rupiah
yang d
Nilai Setelmen
=
× (
−
4 5 6
7
− Biaya
Nilai Tunai
Keterangan :
RRT = Rata-Rata Tertimbang
RRT
diskonto rupiah
pada saat diterbitkan
× Sisa Jangka waktu2
2 ×
Sisa Jangka Waktu
360
3. Ketentuan …
5
3. Ketentuan butir VII.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum One Month Holding
Period SBI
Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi
ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir II.9
dikenakan sanksi sebagai berikut:
a. Teguran tertulis dengan tembusan kepada:
1) Departemen Pengelolaan Moneter;
2) Departemen Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal
sanksi dikenakan kepada Sub-Registry Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia (KPBI);
3) Divisi Pengawasan Bank – Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) setempat, dalam hal
sanksi diberikan kepada Sub-Registry Bank yang
berkantor pusat di wilayah KPwBI; atau
4) Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal sanksi diberikan
kepada Sub-Registry Bank maupun Sub-Registry Non-
Bank.
b. Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai nominal transaksi SBI yang tidak memenuhi
ketentuan dimaksud, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari.
c. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dilakukan segera setelah terlampauinya batas
waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud dalam
butir II.9.c.3).
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro dan/atau rekening giro Bank pembayar yang
ditunjuk Sub-Registry.
Ketentuan …
6
Ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 12 September 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/38/DPM|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketujuh atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. </reg_title>
<set_date> 10 September 2013 </set_date>
<effective_date> 12 September 2013 </effective_date>
<changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg>
<extension_of> '15/32/DPM|SE-BI/2013' </extension_of>
<related_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010', '15/32/DPM|SE-BI/2013' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 3' </penalty_list>
|
No. 5/ 5 /DPM
Jakarta, 21 Maret 2003
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM,
PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG
DAN
PERUSAHAAN EFEK
DI INDONESIA
Perihal: Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang
Surat Utang Negara
Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/4/PBI/2003 tanggal 21 Maret 2003 tentang Penerbitan, Penjualan dan Pembelian
serta Penatausahaan Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4278), bahwa
penerbitan Surat Utang Negara dengan cara lelang dilakukan melalui Peserta Lelang
yang terdiri dari Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Bank Indonesia
berwenang melakukan seleksi calon Peserta Lelang Surat Utang Negara berdasarkan
kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia. Sehubungan dengan itu maka Bank Indonesia perlu mengumumkan
kriteria dan persyaratan Peserta Lelang Surat Utang Negara sesuai dengan ketetapan
Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam surat nomor S-117/MK.01/2003
tanggal 20 Maret 2003 perihal Persetujuan mengenai Kriteria Peserta Lelang Surat
Utang Negara di Pasar Perdana, dan menetapkan tata cara pengajuan bagi Bank,
Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek untuk dapat ditunjuk menjadi
Peserta Lelang Surat Utang Negara.
I. Kriteria…
I. Kriteria dan Persyaratan Peserta Lelang
1. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek yang
berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia.
2. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek yang tidak
sedang dalam proses kepailitan di pengadilan.
3. Kriteria dan Persyaratan untuk masing-masing Peserta Lelang adalah
sebagai berikut :
a. Bank
1) memiliki izin kegiatan usaha yang masih berlaku sebagai Bank;
2) memenuhi persyaratan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
yang selanjutnya disebut KPMM berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia;
3) memiliki sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang
dan perdagangan Surat Utang Negara.
b. Perusahaan Pialang Pasar Uang
1) memiliki izin usaha yang masih berlaku sebagai Perusahaan
Pialang Pasar Uang dari Bank Indonesia;
2) memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) orang tenaga ahli di bidang
pasar uang;
3) aktif melakukan kegiatan di pasar uang dan atau melakukan
transaksi perdagangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang
tercermin dari aktivitas pengajuan penawaran dalam lelang di
pasar perdana SBI 1 (satu) bulan secara kumulatif minimal 1%
(satu perseratus) dari total jumlah penerbitan dalam 3 (tiga) bulan
terakhir;
4) memiliki sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang
dan perdagangan Surat Utang Negara.
c. Perusahaan…
c. Perusahaan Efek
1) memiliki izin usaha yang masih berlaku dari Badan Pengawas
Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam;
2) memiliki tenaga ahli yang memadai di bidang pasar modal;
3) aktif melakukan transaksi di Bursa Efek yang ditunjukkan dengan
aktivitas transaksi Efek sekurang-kurangnya 2% (dua perseratus)
dari total frekuensi dan nilai perdagangan Efek di Bursa Efek
selama 6 (enam) bulan terakhir;
4) memiliki sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang dan
perdagangan Surat Utang Negara;
5) mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya selama 3 (tiga)
tahun dalam kegiatan transaksi di pasar modal;
6) memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan yang selanjutnya
disebut MKBD sekurang-kurangnya Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar Rupiah);
7) dalam hal Perusahaan Efek bertindak hanya sebagai perantara
(pialang), memiliki MKBD sekurang-kurangnya
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar Rupiah).
II. Tata Cara Pengajuan Permohonan Sebagai Peserta Lelang
1. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek yang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I dapat
mengajukan permohonan sebagaimana contoh Lampiran 1a, 1b dan 1c
kepada :
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga
Gedung B Lantai 12
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
2. Surat…
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka
dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut :
a. Bank
1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Bank;
2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
3) keterangan mengenai posisi KPMM terakhir; dan
4) keterangan mengenai sarana yang
kegiatan lelang dan perdagangan Surat Utang Negara.
b. Perusahaan Pialang Pasar Uang
1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pialang
Pasar Uang dari Bank Indonesia;
2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
3) daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta
tenaga ahli di bidang pasar uang;
4) bukti aktivitas kegiatan di pasar uang selama 3 (tiga) bulan
terakhir; dan
5) keterangan mengenai sarana yang dapat menunjang dalam
kegiatan lelang dan perdagangan Surat Utang Negara.
c. Perusahaan Efek
1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Perusahaan Efek dari
Bapepam;
2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
3) daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta
tenaga ahli di bidang pasar modal;
4) bukti aktivitas kegiatan transaksi di Bursa Efek selama 6 (enam)
bulan terakhir;
5) keterangan mengenai posisi MKBD terakhir; dan
6) keterangan mengenai sarana yang
dapat menunjang
kegiatan lelang dan perdagangan Surat Utang Negara.
3. Bank…
dalam
1
wajib
dapat menunjang
dalam
3. Bank Indonesia melakukan seleksi atas permohonan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan menyampaikan hasil seleksi calon Peserta
Lelang kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia
lambatnya 1 (satu) minggu setelah permohonan diterima secara lengkap.
selambat-
4. Berdasarkan surat keputusan dari Menteri Keuangan Republik Indonesia,
Bank Indonesia memberitahukan penolakan atau persetujuan menjadi
Peserta Lelang Surat Utang Negara kepada pemohon.
5. Bank Indonesia mengumumkan Peserta Lelang Surat Utang Negara yang
ditunjuk melalui Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) atau sarana lelang
lainnya.
III. Kewajiban Pelaporan Peserta Lelang
1. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek yang ditunjuk
sebagai Peserta Lelang wajib membuat laporan bulanan yang berkaitan
dengan dalam kegiatan lelang dan atau perdagangan Surat Utang Negara
sebagaimana contoh Lampiran 2.
2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan selambat-
lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah berakhirnya
bersangkutan, dan ditujukan kepada :
bulan
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga
Gedung B Lantai 12
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010.
IV. Pengawasan Peserta Lelang
Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap aktivitas Peserta Lelang dalam
kegiatan lelang dan atau perdagangan Surat Utang Negara secara berkala atau
selama periode 1 (satu) tahun.
V. Pencabutan …
yang
V. Pencabutan Penunjukan Sebagai Peserta Lelang
1. Penunjukan Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek
sebagai Peserta Lelang dapat dicabut oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia berdasarkan usulan dari Bank Indonesia dalam hal kondisi
sebagai berikut:
a. tidak aktif dalam mengikuti lelang Surat Utang Negara dalam periode 1
(satu) tahun;
b. sedang dalam proses kepailitan di pengadilan;
c. melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Bank Indonesia dan atau
pasar modal yang berlaku;
d. Peserta Lelang sudah tidak memenuhi kriteria dan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam angka I.3;
e. berdasarkan penilaian Bank Indonesia, terdapat potensi risiko yang
diperkirakan dapat menurunkan kepercayaan pasar apabila
Lelang tetap melanjutkan kegiatannya sebagai Peserta Lelang.
Peserta
2. Dalam hal pencabutan penunjukan sebagai Peserta Lelang baik bersifat
sementara atau permanen, Bank Indonesia tidak berkewajiban untuk
memberikan alasan-alasan pencabutan.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Ttd
TARMIDEN SITORUS
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ 5 /DPM tanggal 21 Maret 2003
Lampiran 1a
Kepada :
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga
Gedung B Lantai 12
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
Perihal : Permohonan Sebagai Peserta Lelang Surat Utang Negara
Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk dapat dipertimbangkan
menjadi Peserta Lelang Surat Utang Negara. Sesuai dengan persyaratan
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ /DPM tanggal 21
Maret 2003 perihal Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta
Lelang Surat Utang Negara, bersama ini kami lampirkan pula dokumen pendukung
sebagai berikut (dalam hal pemohon adalah Bank):
a. fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Bank;
b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
c. keterangan mengenai posisi KPMM terakhir;
d. keterangan mengenai sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang dan
perdagangan SUN.
Surat permohonan beserta lampiran tersebut di atas kami buat dengan
sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang tidak
benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan yang diambil
Bank Indonesia.
Demikian permohonan kami, atas perhatian Saudara kami ucapkan terima
kasih.
Jakarta,……………..
Nama Bank
Tandatangan Pejabat berwenang
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ 5 /DPM tanggal 21 Maret 2003
Lampiran 1b
Kepada :
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga
Gedung B Lantai 12
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
Perihal : Permohonan Sebagai Peserta Lelang Surat Utang Negara
Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk dapat dipertimbangkan
menjadi Peserta Lelang Surat Utang Negara. Sesuai dengan persyaratan
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ /DPM tanggal 21
Maret 2003 perihal Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta
Lelang Surat Utang Negara, bersama ini kami lampirkan pula dokumen pendukung
sebagai berikut (dalam hal pemohon adalah Perusahaan Pialang Pasar Uang):
a. fotokopi surat izin kegiatan usaha Perusahaan Pialang Pasar Uang;
b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
c. daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli di
bidang pasar uang;
d. bukti aktivitas kegiatan di pasar uang selama 3 (tiga) bulan terakhir; dan
e. keterangan mengenai sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang dan
perdagangan Surat Utang Negara.
Surat permohonan beserta lampiran tersebut di atas kami buat dengan
sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang tidak
benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan yang diambil
Bank Indonesia.
Demikian permohonan kami, atas perhatian Saudara kami ucapkan terima
kasih.
Jakarta,……………..
Nama Perusahaan
Pialang Pasar Uang
Tandatangan Pejabat berwenang
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ 5 /DPM tanggal 21 Maret 2003
Lampiran 1c
Kepada :
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga
Gedung B Lantai 12
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
Perihal : Permohonan Sebagai Peserta Lelang Surat Utang Negara
Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk dapat dipertimbangkan
menjadi Peserta Lelang Surat Utang Negara. Sesuai dengan persyaratan
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ /DPM tanggal 21
Maret 2003 perihal Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta
Lelang Surat Utang Negara, bersama ini kami lampirkan pula dokumen pendukung
sebagai berikut (dalam hal pemohon adalah Perusahaan Efek):
a. fotokopi surat izin kegiatan usaha Perusahaan Efek;
b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
c. daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli di
bidang pasar modal;
d. bukti aktivitas kegiatan transaksi di Bursa Efek selama 6 (enam) bulan terakhir;
dan
e. keterangan mengenai posisi MKBD terakhir; dan
f. keterangan mengenai sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang dan
perdagangan Surat Utang Negara.
Surat permohonan beserta lampiran tersebut di atas kami buat dengan
sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang tidak
benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan yang diambil
Bank Indonesia.
Demikian permohonan kami, atas perhatian Saudara kami ucapkan terima
kasih.
Jakarta,……………..
Nama Perusahaan Efek
Tandatangan Pejabat berwenang
Lampiran SE No. 5/ 5 /DPM tanggal 21 Maret 2003
Lampiran 2
LAPORAN BULANAN
AKTIVITAS TRANSAKSI LELANG DAN PERDAGANGAN
SURAT UTANG NEGARA (SUN)
Nama Bank/Perusahaan Pialang Pasar Uang/Perusahaan Efek :
Tanggal (Periode) Laporan
Nilai
No. Seri SUN
Nama
Nasabah
Pembeli
I. Lelang Pasar Perdana
II. Pasar Sekunder
TOTAL
Keterangan :
*) Tidak perlu diisi untuk lelang pasar perdana
**) Transaksi pasar sekunder : Outright, Repo
***) I = Indonesia / penduduk
A = Asing / non penduduk
Jakarta, ………
Nama Perusahaan
Tanda tangan pejabat berwenang
Penjual *)
Jenis
Transaksi
**)
Nominal
(Rp
miliar)
:
Transaksi Jual/Beli atas nama Nasabah
Nilai
Transaksi
(Rp
miliar)
Transaksi Jual/Beli atas nama diri sendiri
Freku
ensi
trans
aksi
Status
Investor
***)
I
A
Jenis
Transaksi
**)
Nilai
Nominal
(Rp
miliar)
Nilai
Transaksi
(Rp
miliar)
Freku
ensi
trans
aksi
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/5/DPM|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara </reg_title>
<set_date> 21 Maret 2003 </set_date>
<effective_date> 21 Maret 2003 </effective_date>
<related_reg> '5/4/PBI/2003', 'S-117/MK.01/2003|TAP-MENKEU/2003' </related_reg>
|
No.8/15/DPNP
Jakarta, 12 Juli 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Laporan Berkala Bank Umum
Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4629), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia yang mencakup hal-hal
sebagai berikut:
I. UMUM
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal
10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum bahwa untuk
mendukung perolehan informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu
perlu diatur ketentuan mengenai sistematika penyusunan dan penyampaian
Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). Sistematika LBBU tersebut
telah disusun dalam Pedoman Penyusunan LBBU sebagaimana terlampir
yang …
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
II. BANK PELAPOR
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum
maka penyusunan dan penyampaian LBBU dilakukan oleh kantor pusat
Bank. Termasuk pengertian kantor pusat Bank adalah Kantor Cabang Bank
Asing yang
berkedudukan dan melakukan kegiatan operasional di
Indonesia.
III. PENANGGUNG JAWAB LBBU
Bank diminta untuk menunjuk petugas dan penanggung jawab yang
mempunyai wewenang untuk memberikan otorisasi mengenai keabsahan
dan keakuratan data yang
penanggungjawab LBBU dimaksud
disampaikan. Penunjukan petugas dan
tidak mengurangi dan atau
menghilangkan tanggung jawab dari pengurus Bank yaitu direksi Bank,
komisaris Bank, dan atau pimpinan Kantor Cabang Bank Asing atas
keabsahan dan keakuratan LBBU yang disampaikan Bank kepada Bank
Indonesia.
Daftar pihak-pihak yang ditunjuk sebagai petugas dan penanggungjawab
untuk menyusun LBBU kepada Bank Indonesia, termasuk apabila terdapat
perubahan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, disampaikan kepada:
1. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, up. Tim Statistik Moneter,
Keuangan dan Fiskal, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank
yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau
2. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia.
IV. RUANG …
IV. RUANG LINGKUP DATA LBBU
1. Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan, dan Dana Pihak Ketiga
Milik Pemerintah
Data LBBU mengenai Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan,
dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah memuat data gabungan yang
mencakup seluruh kantor Bank di Indonesia.
2. Maturity Profile
Data LBBU mengenai Maturity Profile memuat data gabungan yang
mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar
negeri.
3. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
Data LBBU mengenai BMPK yang terdiri dari Laporan Pelanggaran
BMPK, Laporan Pelampauan BMPK, dan Laporan Penyediaan Dana,
memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di
dalam negeri maupun di luar negeri.
4. Kredit yang direstrukturisasi
Data LBBU mengenai Kredit yang direstrukturisasi memuat data
gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri
maupun di luar negeri.
5. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) dengan
memperhitungkan Risiko Pasar
Data LBBU mengenai KPMM dengan memperhitungkan Risiko Pasar
memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di
dalam negeri maupun di luar negeri.
6. Deposan dan Debitur Inti
Data LBBU mengenai Deposan dan Debitur Inti memuat data gabungan
yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di
luar negeri.
7. Sensitivity …
7. Sensitivity to Market Risk
Data LBBU mengenai Sensitivity to Market Risk memuat data gabungan
yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di
luar negeri.
V. FORMAT LBBU
1. Format LBBU untuk data Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca
Mingguan, dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah adalah sesuai
dengan format dalam Formulir-1, Formulir-2, dan Formulir-3 Pedoman
Penyusunan LBBU.
2. Format LBBU untuk data Maturity Profile adalah sesuai dengan format
dalam Formulir-4a dan Formulir -4b Pedoman Penyusunan LBBU.
3. Format LBBU untuk data BMPK adalah sesuai dengan format dalam
Formulir- 5, Formulir-6, dan Formulir-7 Pedoman Penyusunan LBBU.
4. Format LBBU untuk data Kredit yang direstrukturisasi adalah sesuai
dengan format dalam Formulir-8 Pedoman Penyusunan LBBU.
5. Format LBBU untuk data Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
dengan memperhitungkan Risiko Pasar adalah sesuai dengan format
dalam Formulir-9a, Formulir-9b, Formulir-9c, Formulir-9d, Formulir-9e,
dan Formulir-9f Pedoman Penyusunan LBBU.
6. Format LBBU untuk data Deposan dan Debitur Inti adalah sesuai
dengan format dalam Formulir-10 Pedoman Penyusunan LBBU.
7. Format LBBU untuk data Sensitivity to Market Risk adalah sesuai
dengan format dalam Formulir-11 dan Formulir-12 Pedoman
Penyusunan LBBU.
VI. PENYAMPAIAN …
VI. PENYAMPAIAN LBBU
1. Sesuai dengan Pasal 2 PBI Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006
tentang Laporan Berkala Bank Umum, salah satu yang dipersyaratkan
dalam penyampaian LBBU adalah kelengkapan LBBU. Kelengkapan
LBBU dinilai dari kelengkapan formulir data yang wajib disampaikan
untuk setiap periode penyampaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006
tentang Laporan Berkala Bank Umum.
2. LBBU yang
disampaikan melewati periode penyampaian yang
ditetapkan, disampaikan dalam bentuk disket atau media perekaman data
elektronik lainnya dan hasil cetak komputer (hard copy) kepada:
a.
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, up. Tim Statistik
Moneter, Keuangan dan Fiskal, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta
10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di
luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
VII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN
Apabila dalam pelaksanaan penyusunan dan penyampaian LBBU terdapat
hal-hal yang kurang jelas, Bank dapat menyampaikan pertanyaan kepada
Bank Indonesia sebagai berikut:
1. Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia, pertanyaan diajukan kepada:
a. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, mengenai Formulir-1,
Formulir-2, dan Formulir-3;
b. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, mengenai Formulir
4a sampai dengan Formulir-12.
2. Bagi …
2. Bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia, pertanyaan diajukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat.
3. Hal-hal yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi sistem penyampaian
laporan, pertanyaan diajukan kepada Direktorat Statistik Ekonomi dan
Moneter, up. Tim Statistik Moneter, Keuangan dan Fiskal.
VIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 perihal
Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 7/40/DPNP tanggal 24 Agustus 2005
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 12 Juli 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/15/DPNP|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Laporan Berkala Bank Umum </reg_title>
<set_date> 12 Juli 2006 </set_date>
<effective_date> 12 Juli 2006 </effective_date>
<replaced_reg> '7/40/DPNP|SE-BI/2005', '3/23/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg>
<related_reg> '8/12/PBI/2006' </related_reg>
|
No. 11/12/DPD
Jakarta, 20 April 2009
S U R A T E D A R A N
kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD
Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/37/PBI/2008 tanggal
16 Desember 2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4945) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/14/PBI/2009 tanggal 17 April 2009 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5003), dan mempertimbangkan bahwa salah satu cara untuk
mencapai kestabilan nilai rupiah adalah dengan mengurangi tekanan yang
disebabkan oleh upaya penyelesaian transaksi valuta asing terhadap rupiah yang
telah terjadi, maka dipandang perlu untuk mengubah ketentuan angka 13 dalam
Surat Edaran Nomor 10/48/DPD tanggal 24 Desember 2008 tentang Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah yaitu huruf b, huruf h, dan huruf i dihapus, serta
huruf c, huruf e, huruf f, dan huruf g diubah, sehingga angka 13 berbunyi sebagai
berikut:
13. Bank yang melakukan penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI
Pasal 13 diatur sebagai berikut:
a. Penyelesaian ...
2
a. Penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2)
berlaku untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan oleh
Bank dengan Nasabah maupun Bank dengan Bank.
b. Dihapus.
c. Penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2)
juga berlaku untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah terkait dengan
structured product baik yang dilakukan dalam rangka Kegiatan Ekspor/Impor
maupun yang dilakukan tidak dalam rangka Kegiatan Ekspor/Impor.
d. Penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2)
dapat dilakukan dengan cara kombinasi antara pengaturan dalam Pasal 13
ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf c.
e. Penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok melalui percepatan
penyelesaian (early termination) atau penghentian (unwind) Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah sebagaimana diatur dalam PBI Pasal 13 ayat (2)
huruf a, dapat dilakukan sepanjang:
1) penyelesaiannya tidak dilakukan dengan transaksi structured product;
dan
2) wajib didukung dengan dokumen paling kurang berupa kontrak
percepatan penyelesaian atau penghentian Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah yang bersangkutan.
f. Penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok melalui restrukturisasi
kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana diatur dalam
PBI Pasal 13 ayat (2) huruf b diatur sebagai berikut:
1) restrukturisasi antara lain meliputi restrukturisasi yang terkait dengan
nilai nominal, jangka waktu, dan syarat-syarat lainnya.
2) nilai nominal restrukturisasi paling banyak sebesar nilai nominal
transaksi sebelumnya yang direstrukturisasi.
3) restrukturisasi tidak dilakukan dengan menggunakan transaksi structured
product.
4) restrukturisasi ...
3
4) restrukturisasi hanya dapat dilakukan apabila didukung dengan dokumen
paling kurang berupa kontrak restrukturisasi Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah yang bersangkutan.
g. Penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok dengan menggunakan
dana pinjaman dari Bank sebagaimana diatur dalam PBI Pasal 13 ayat (2)
huruf c, diatur sebagai berikut:
1) pemberian dana pinjaman untuk penyelesaian transaksi merupakan
penyediaan dana yang wajib dinilai kualitasnya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku mengenai penilaian kualitas aktiva bank umum dan
diperhitungkan dalam batas maksimum pemberian kredit sesuai dengan
ketentuan yang berlaku mengenai batas maksimum pemberian kredit
bank umum.
2) pemberian dana pinjaman untuk penyelesaian transaksi dapat dilakukan
apabila didukung dengan dokumen paling kurang berupa surat perjanjian
pinjaman atau tagihan lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat
perjanjian pinjaman yang memuat tujuan penggunaan pinjaman untuk
penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang
bersangkutan.
3) pelaporan pemberian pinjaman tersebut dilaporkan melalui Laporan
Bulanan Bank Umum (LBU) pada pos ”tagihan lainnya”.
h. Dihapus.
i. Dihapus.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 20 April 2009
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/12/DPD|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah </reg_title>
<set_date> 20 April 2009 </set_date>
<effective_date> 20 April 2009 </effective_date>
<changed_reg> '10/48/DPD|SE-BI/2009' </changed_reg>
<related_reg> '10/48/DPD|SE-BI/2008', '10/37/PBI/2008', '11/14/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 13/ 20 /DPM
Jakarta, 8 Agustus 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010
tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) dan
dalam upaya mengoptimalkan penggunaan instrumen Operasi Pasar Terbuka
untuk mendukung kebijakan moneter dengan sasaran akhir mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah, perlu dilakukan penyempurnaan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar
Terbuka sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
13/13/DPM tanggal 9 Mei 2011 sebagai berikut :
1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan :
1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi
Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah
kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter.
3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai
peserta ...
2
peserta Operasi Moneter sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang melakukan kegiatan
usaha secara konvensional.
5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan valuta
asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam
Operasi Moneter.
6. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan Surat
Berharga Negara yang digunakan dalam transaksi OPT
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah
Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah Surat
Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
9. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah Surat
Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa
berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
berlaku.
10. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN,
atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan
berdasarkan ...
3
berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata uang rupiah maupun
valuta asing sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
11. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran
bunga secara diskonto.
12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah
SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan,
dengan pembayaran bunga secara diskonto.
13. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disebut ZCB adalah Obligasi
Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto.
14. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah
Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu
atau perseorangan Warga Negara Indonesia.
15. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut
transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh
Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian
kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu
yang disepakati.
16. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga
oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan
kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu
yang disepakati.
17. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit
adalah penempatan dana rupiah milik Peserta OPT secara berjangka
di Bank Indonesia.
18. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat
Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa
kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh Peserta OPT.
19. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Peserta OPT di Bank
Indonesia ...
4
Indonesia.
20. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Peserta
OPT yang tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) di Bank
Indonesia-Scripless Securities Settlement System.
21. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank
Indonesia melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk
kepentingan nasabah.
22. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank
Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat
Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta,
penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross
Settlement.
23. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer
dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang
rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per
transaksi secara individual.
24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang
dan pengumuman dari Bank Indonesia.
25. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat Berharga Negara
yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap SBN adalah
transaksi penjualan valuta asing terhadap rupiah oleh Bank
Indonesia dengan pembelian SBN secara outright oleh Bank
Indonesia yang dilakukan pada saat yang bersamaan.
26. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan rekening giro
valuta asing dalam rangka pembayaran dan/atau penerimaan dana
valuta ...
5
valuta asing ke atau dari Bank.
27. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan dari
Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan
dalam valuta asing.
B. Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dapat melakukan
Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas dengan menggunakan
satu atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di pasar uang
maupun untuk menjaga ketersediaan instrumen operasi moneter yang
diperlukan dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter
Bank Indonesia.
2. Di antara Bab V dan Bab VI disisipkan 1 (satu) bab, yaitu Bab VA yang
berbunyi sebagai berikut :
V A. Transaksi Valas Terhadap SBN
1. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dalam rangka
mendukung pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran
operasional kebijakan moneter dengan cara :
a. transaksi penjualan valuta asing terhadap rupiah oleh Bank
Indonesia; dan
b. transaksi pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia,
yang dilakukan pada saat yang bersamaan.
2. Jenis valuta asing dalam Transaksi Valas Terhadap SBN adalah
US Dollar.
3. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Metode Transaksi
1) Bank Indonesia melakukan Transaksi Valas Terhadap SBN
secara lelang.
2) Transaksi ...
6
2) Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan melalui sarana
Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau melalui
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang kurs
US Dollar terhadap rupiah (USD/IDR).
4) Bank Indonesia menetapkan harga SBN (fixing price) yang
digunakan sebagai dasar perhitungan SBN yang harus
diserahkan oleh peserta Transaksi Valas Terhadap SBN.
b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang
1) Transaksi Valas Terhadap SBN dapat dilakukan pada setiap
hari kerja.
2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Valas Terhadap SBN paling lambat sebelum window time,
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
3) Window time Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan
dari pukul 14.30 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB,
atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4) Pengumuman rencana lelang Transaksi Valas Terhadap
SBN antara lain meliputi :
a) sarana pengajuan penawaran kurs;
b) tanggal lelang;
c) window time;
d) target indikatif lelang yang meliputi target valuta asing
yang akan dijual oleh Bank Indonesia dan target
nominal SBN yang akan dibeli oleh Bank Indonesia;
e) jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan;
f) harga SBN;
g) tanggal setelmen; dan
h) batas waktu setelmen.
c. Peserta ...
7
c. Peserta lelang
1) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN adalah Peserta OPT
yang merupakan Bank Devisa.
2) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dapat mengajukan
Transaksi Valas Terhadap SBN secara langsung atau
melalui Lembaga Perantara.
3) Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang untuk
kepentingan peserta Transaksi Valas Terhadap SBN.
d. Pengajuan Penawaran Kurs
1) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Valas
Terhadap SBN kepada Bank Indonesia melalui RMDS atau
sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam
window time yang ditetapkan.
2) Pengajuan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap
SBN antara lain meliputi informasi :
a) nama peserta Transaksi Valas Terhadap SBN;
b) tanggal transaksi;
c) kurs USD/IDR;
d) jenis, seri dan nominal SBN; dan
e) nomor rekening pada Bank Koresponden.
3) Pengajuan penawaran lelang kurs pada Transaksi Valas
Terhadap SBN sebagaimana dimaksud pada butir 2)c)
dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a) penawaran dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kali;
b) dalam setiap penawaran hanya dapat diajukan 1 (satu)
kurs;
c) untuk setiap penawaran, Peserta Transaksi Valas
Terhadap SBN dapat mengajukan 1 (satu) atau
beberapa jenis dan seri SBN .
4) Pengajuan ...
8
4) Pengajuan penawaran nominal SBN dari peserta Transaksi
Valas Terhadap SBN dan Lembaga Perantara paling kurang
sebesar
1.000 (seribu) unit atau sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya
dengan kelipatan sebesar 100 (seratus) unit atau sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
5) Dalam hal terjadi koreksi, Peserta Transaksi Valas
Terhadap SBN dan Lembaga Perantara hanya dapat
mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran
yang diajukan dalam window time Transaksi Valas
Terhadap SBN.
6) Koreksi sebagaimana dimaksud pada angka 5) antara lain
dapat dilakukan terhadap informasi penawaran kurs
USD/IDR, jenis, seri dan nominal SBN serta nomor
rekening pada Bank Koresponden.
7) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan Lembaga
Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
8) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan Lembaga
Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia.
9) Dalam hal peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan
Lembaga Perantara mengajukan penawaran di luar jenis
dan seri SBN yang diterima oleh Bank Indonesia, tidak
memenuhi ketentuan pada angka 3) atau tidak memenuhi
ketentuan pada angka angka 4) dan tidak melakukan
koreksi pengajuan penawaran dalam window time
Transaksi Valas Terhadap SBN, maka penawaran
dimaksud dinyatakan batal.
e. Penetapan ...
9
e. Penetapan Pemenang Lelang
1) Bank Indonesia menetapkan batas penawaran kurs
USD/IDR yang diterima Bank Indonesia.
2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan
dengan cara :
a) dalam hal kurs yang diajukan peserta Transaksi Valas
Terhadap SBN lebih tinggi dari batas penawaran kurs
USD/IDR yang diterima Bank Indonesia, peserta
Transaksi Valas Terhadap SBN yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi Valas
Terhadap SBN yang diajukan; atau
b) dalam hal kurs yang diajukan peserta Transaksi Valas
Terhadap SBN sama dengan batas penawaran kurs
USD/IDR yang diterima Bank Indonesia, peserta
Transaksi Valas Terhadap SBN yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran
Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan dengan
perhitungan secara proporsional dengan pembulatan
nominal SBN terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang
Transaksi Valas Terhadap SBN terdapat pada Lampiran 8
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Valas Terhadap SBN.
f. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Valas
Terhadap SBN, setelah dilakukan proses penetapan pemenang
lelang ...
10
lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai
berikut:
1) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan kepada semua peserta Transaksi Valas
Terhadap SBN dan Lembaga Perantara melalui Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai
nominal SBN yang masuk, nilai nominal SBN yang
dimenangkan, nominal valuta asing yang dijual oleh Bank
Indonesia dan rata-rata tertimbang (weighted average) kurs
USD/IDR yang dimenangkan.
2) melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara
individual melalui RMDS atau sarana lainnya antara lain
berupa :
a) nominal valuta asing yang diterima Peserta Transaksi
Valas Terhadap SBN;
b) seri dan nominal SBN yang diterima Bank Indonesia;
c) kurs USD/IDR yang dimenangkan;
d) tanggal valuta/tanggal setelmen;
e) permintaan Standard Settlement Instruction peserta
Transaksi Valas Terhadap SBN; dan
f) permintaan nomor Rekening Giro peserta Transaksi
Valas Terhadap SBN.
g. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN
1) Bank Indonesia melakukan setelmen Transaksi Valas
Terhadap SBN paling lama pada 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal transaksi.
Perhitungan nilai dan setelmen Transaksi Valas Terhadap
SBN terdapat pada Lampiran 8.
2) Setelmen ...
11
2) Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN terdiri dari
setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia dan
setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia.
3) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN wajib menyediakan
SBN di Rekening Surat Berharga untuk setelmen
pembelian SBN oleh Bank Indonesia, dan dana rupiah di
Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen penjualan
valuta asing oleh Bank Indonesia.
4) Setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia dilakukan
melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS.
5) Setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia
dilakukan melalui Bank Koresponden Bank Indonesia dan
Sistem BI-RTGS.
6) Jenis dan seri SBN yang mencukupi sebagaimana
dimaksud pada angka 3) harus tersedia di Rekening Surat
Berharga peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan telah
dilakukan transfer ke Rekening Surat Berharga Bank
Indonesia paling lama pada pukul 14.00 WIB waktu Sistem
BI-RTGS atau batas waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia pada tanggal setelmen Transaksi Valas Terhadap
SBN.
7) Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro peserta
Transaksi Valas Terhadap SBN sebesar nilai setelmen
pembelian SBN oleh Bank Indonesia setelah menerima
transfer seluruh jenis dan seri SBN yang menjadi
kewajiban peserta.
8) Bank Indonesia akan mentransfer valuta asing ke rekening
peserta Transaksi Valas Terhadap SBN pada Bank
Koresponden sebesar valuta asing yang dimenangkan
setelah dilakukan pendebetan Rekening Giro peserta
Transaksi ...
12
Transaksi Valas Terhadap SBN untuk setelmen penjualan
valuta asing oleh Bank Indonesia.
9) Dalam hal peserta Transaksi Valas Terhadap SBN tidak
melakukan transfer jenis dan seri SBN yang cukup ke
Rekening Surat Berharga Bank Indonesia sampai dengan
batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6) maka
Transaksi Valas Terhadap SBN peserta dinyatakan batal.
10) Dalam hal pada tanggal setelmen peserta Transaksi Valas
Terhadap SBN tidak memiliki dana rupiah yang cukup
untuk memenuhi kewajiban setelmen penjualan valuta
asing oleh Bank Indonesia maka peserta Transaksi Valas
Terhadap SBN wajib membayar nominal transaksi pada
hari kerja berikutnya.
11) Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN karena
peserta Transaksi Valas Terhadap SBN tidak melakukan
transfer jenis dan seri SBN yang cukup ke Rekening Surat
Berharga Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
angka 9) maka pada tanggal setelmen peserta Transaksi
Valas Terhadap SBN harus melakukan construct transfer
dari rekening Surat Berharga Bank Indonesia ke Rekening
Surat Berharga peserta atas SBN yang sebelumnya telah
berhasil ditransfer paling lama sebelum cut of warning BI-
SSSS.
12) Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana
dimaksud dalam angka 9) atau dalam hal peserta Transaksi
Valas Terhadap SBN tidak dapat menyelesaikan
kewajibannya pada tanggal setelmen sebagaimana
dimaksud dalam angka 10) maka peserta Transaksi Valas
Terhadap SBN dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter.
3. Ketentuan ...
13
3. Ketentuan butir VI.9.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
a. Persyaratan
Early Redemption hanya dapat dilakukan terhadap Term Deposit yang
berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan yaitu 28 (dua puluh delapan)
hari pada saat diterbitkan.
4. Ketentuan Bab VII ditambah 1 (satu) angka yaitu angka 3 yang berbunyi
sebagai berikut :
3. Sanksi Transaksi OPT di Pasar Valuta Asing
a. Dalam hal Peserta OPT di pasar valuta asing tidak dapat memenuhi
kewajiban pada tanggal setelmen maka setelmen dilakukan pada hari
kerja berikutnya dan Peserta OPT dikenakan sanksi berupa :
1) teguran tertulis dengan tembusan kepada :
a) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
KPBI; atau
b) Tim Pengawas Bank-KBI setempat dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
KBI; dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar :
a) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian
transaksi ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan
nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam
puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam
valuta US Dollar;
b) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral atau otoritas
moneter di negara valuta yang bersangkutan (official rate)
yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah
200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal transaksi
dikalikan ...
14
dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk
penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta asing non
US Dollar; atau
c) suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang berlaku
ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal
transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh)
untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam rupiah.
b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1)
dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen.
c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro atau rekening
giro valuta asing Peserta OPT yang ada di Bank Indonesia 1 (satu)
hari kerja setelah tanggal kewajiban setelmen.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 8 Agustus 2011. ____________
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/20/DPM|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 8 Agustus 2011 </set_date>
<effective_date> 8 Agustus 2011 </effective_date>
<changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg>
<extension_of> '13/13/DPM|SE-BI/2011' </extension_of>
<related_reg> '12/11/PBI/2010', '12/18/DPM|SE-BI/2010', '13/13/DPM|SE-BI/2011' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 4 Angka 3' </penalty_list>
|
No.18/27/DSta
Jakarta, 22 November 2016
S UR A T ED A R A N
Kepada
SELURUH BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN LEMBAGA SELAIN BANK
PENYELENGGARA KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN
MENGGUNAKAN KARTU DAN UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY)
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
15/13/DASP tanggal 12 April 2013 perihal Laporan
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic
Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain
Bank
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/4/PBI/2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat
dan Lembaga Selain Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4811) dan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/17/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 179, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5925) maka perlu menetapkan
Surat Edaran Bank Indonesia perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 15/13/DASP tanggal 12 April 2013 perihal Laporan
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
dan …
2
dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan
Lembaga Selain Bank sebagai berikut:
1. Ketentuan dalam Angka I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
I. UMUM
Untuk menciptakan keseragaman dalam penyusunan dan
penyampaian laporan kegiatan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu dan uang elektronik (electronic money) oleh
Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank, perlu
ditetapkan suatu sistematika penyusunan laporan melalui sistem
laporan selain bank umum. Sistem laporan selain bank umum
tersebut dituangkan dalam Pedoman Penyusunan Laporan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Petunjuk Teknis
Aplikasi Laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang
merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR
adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perbankan syariah, yang melakukan kegiatan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang
elektronik (electronic money).
2. Lembaga Selain Bank, yang selanjutnya disebut LSB, adalah
badan usaha bukan bank yang berbadan hukum dan
didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang melakukan
kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu
dan/atau uang elektronik (electronic money).
3. Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yang
selanjutnya disebut APMK adalah alat pembayaran yang
berupa kartu kredit, kartu automated teller machine (ATM),
dan/atau kartu debet.
4. Uang …
3
4. Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat pembayaran
yang memenuhi unsur sebagai berikut:
a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih
dahulu oleh pemegang kepada penerbit;
b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu
media seperti server atau chip;
c.
digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang
yang bukan merupakan penerbit uang elektronik
tersebut; dan
d. nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan
merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan.
5. Pelapor adalah kantor pusat BPR dan LSB yang melakukan
kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money).
6. Acquirer adalah bank atau LSB yang:
a. melakukan kerja sama dengan pedagang sehingga
pedagang mampu memproses transaksi dari APMK
dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money) yang
diterbitkan oleh pihak selain Acquirer yang
bersangkutan; dan
b. bertanggung jawab atas penyelesaian pembayaran
kepada pedagang.
7. Penerbit adalah bank atau LSB yang menerbitkan APMK
dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money).
8. Penyelenggara Kliring adalah bank atau LSB yang
melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan
masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka
transaksi APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic
Money).
9. Penyelenggara Penyelesaian Akhir adalah bank atau LSB
yang melakukan dan bertanggung jawab terhadap
penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan
masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka
transaksi …
4
transaksi APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money)
berdasarkan hasil perhitungan dari Penyelenggara Kliring.
10. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK dan Uang
Elektronik (Electronic Money) yang selanjutnya disebut
Laporan adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh
Pelapor secara bulanan (Laporan bulanan) dan/atau
triwulanan (Laporan triwulanan) kepada Bank Indonesia
melalui sistem laporan selain bank umum.
11. Sistem Laporan Selain Bank Umum, yang selanjutnya
disebut Sistem LSBU adalah sistem penerimaan Laporan
(capturing) yang berbasis web yang disampaikan Pelapor
melalui jaringan ekstranet.
12. Periode Pelaporan adalah tenggang waktu penyampaian
Laporan yang dimulai sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal
15 setelah akhir bulan Laporan untuk Laporan bulanan dan
dimulai sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 bulan
April, Juli, Oktober, dan Januari untuk Laporan triwulanan.
13. Penyampaian Laporan secara On-Line yang selanjutnya
disebut On-Line adalah penyampaian Laporan yang
dilakukan secara langsung dengan mengirim dan/atau
mengisi data dalam bentuk tampilan form melalui jaringan
komunikasi data ke Bank Indonesia.
14. Penyampaian Laporan secara Off-Line yang selanjutnya
disebut Off-Line adalah penyampaian Laporan yang
dilakukan dengan menyampaikan rekaman data dalam
bentuk disket atau media perekaman data elektronik lainnya
kepada Bank Indonesia.
15. Hari Kerja adalah hari kerja Bank Indonesia yang mewilayahi
Pelapor yang berada dalam satu wilayah provinsi dengan
Bank Indonesia setempat.
16. Layanan Keuangan Digital yang selanjutnya disingkat LKD
adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan
keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak
ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi
berbasis …
5
berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka
keuangan inklusif.
2. Ketentuan dalam butir III.2 ditambah 1 (satu) huruf yaitu huruf e
sehingga butir III.2 berbunyi sebagai berikut:
2. Pelapor LSB menyampaikan Laporan yang terdiri atas:
a. Laporan Penerbit Kartu Kredit meliputi:
1) Laporan Penerbitan;
2) Laporan Fraud;
3) Laporan Kolektibilitas; dan
4) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan
Nasabah.
b. Laporan Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money)
meliputi:
1) Laporan Penerbitan;
2) Laporan Fraud; dan
3) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan
Nasabah.
c. Laporan Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet
dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money) meliputi:
1) Laporan Kegiatan;
2) Laporan Infrastruktur; dan
3) Laporan Fraud.
d. Laporan Penyelenggaraan Kliring dan/atau Penyelesaian
Akhir.
e. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan LKD meliputi:
1) Laporan Perkembangan LKD;
2) Laporan Transaksi LKD;
3) Laporan Agen LKD; dan
4) Laporan Permasalahan LKD.
3. Ketentuan dalam butir IV.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Format Laporan menggunakan format dalam Sistem LSBU
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2,
sebagai berikut:
a. Form 301 Laporan Bulanan Penerbit Kartu Kredit;
b. Form 302 Laporan Bulanan Penerbit Selain Kartu Kredit;
c. Form 303 Laporan Bulanan Acquirer;
d. Form …
6
d. Form 304 Laporan Bulanan Infrastruktur;
e. Form 305 Laporan Triwulanan Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelesaian Akhir (Settlement);
f. Form 306 Laporan Bulanan Fraud APMK dan Uang
Elektronik (Electronic Money);
g. Form 307 Laporan Bulanan Penerbit Kolektibilitas Kartu
Kredit;
h. Form 309 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian
Pengaduan Nasabah LSB (Jenis Produk dan Permasalahan
Yang Diadukan);
i. Form 310 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian
Pengaduan Nasabah LSB (Pengaduan Yang Diselesaikan
Dalam Masa Laporan);
j. Form 311 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian
Pengaduan Nasabah LSB (Penyebab Pengaduan);
k. Form 312 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian
Pengaduan Nasabah LSB (Publikasi Negatif);
l. Form 313 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian
Pengaduan Nasabah LSB (Penyelesaian Sengketa);
m. Form 314 Laporan Bulanan Perkembangan Layanan
Keuangan Digital;
n. Form 315 Laporan Bulanan Transaksi Layanan Keuangan
Digital;
o. Form 316 Laporan Bulanan Agen Layanan Keuangan Digital;
p. Form 317 Laporan Bulanan Permasalahan Layanan
Keuangan Digital;
q. Form 318 Laporan Bulanan Kartu Kredit per Regional;
r. Form 319 Laporan Bulanan Kartu Kredit per Sektor Usaha;
s. Form 320 Laporan Bulanan Kartu Kredit per Kelompok Usia;
t. Form 321 Laporan Bulanan Kartu Kredit per Kelompok
Penghasilan Pemegang Kartu Kredit;
u. Form 322 Laporan Bulanan Kartu Kredit per Limit Kartu
Kredit;
v. Form 323 Laporan Bulanan Kartu Kredit Berdasarkan Jenis
Transaksi; dan
w. Form 324 Laporan Bulanan Informasi Revolving Rate Kartu
Kredit.
4. Ketentuan …
7
4. Ketentuan dalam butir IV.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
b. Jenis Laporan yang wajib disampaikan oleh LSB meliputi:
1) Form 301, Form 306, Form 307, Form 309, Form 310, Form
311, Form 312, Form 313, Form 318, Form 319, Form 320,
Form 321, Form 322, Form 323, dan Form 324, dalam hal LSB
bertindak sebagai Penerbit kartu kredit;
2) Form 302, Form 304, Form 306, Form 309, Form 310, Form
311, Form 312, dan Form 313, dalam hal LSB bertindak
sebagai Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money);
3) Form 303, Form 304, Form 306, Form 318, Form 319, Form
320, Form 321, Form 322, dan Form 323, dalam hal LSB
bertindak sebagai Acquirer kartu kredit;
4) Form 303, Form 304, dan Form 306, dalam hal LSB bertindak
sebagai Acquirer kartu ATM/debet dan/atau Acquirer Uang
Elektronik (Electronic Money);
5) Form 314, Form 315, Form 316, dan Form 317, dalam hal LSB
telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia terhadap
rencana penyelenggaraan kegiatan LKD; dan
6) Form 305, dalam hal LSB bertindak sebagai Perusahaan
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir untuk APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic
Money).
5. Ketentuan dalam butir V.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header, dan/atau
koreksi Laporan secara On-Line sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.1.a sampai dengan butir IV.1.d, butir IV.1.f, butir IV.1.g,
dan butir IV.1.m sampai dengan butir IV.1.w setiap bulan.
6. Ketentuan dalam butir V.11.a diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
a. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header,
dan/atau koreksi Laporan secara On-Line karena gangguan teknis
pada akhir Periode Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 dan/atau angka 4 harus menyampaikan Laporan, form
header, dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Bagi …
8
1) Bagi Pelapor BPR, kepada:
a) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi
Pelapor BPR yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 WIB
pada Hari Kerja berikutnya; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi
Pelapor BPR, bagi BPR yang berkedudukan di luar
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling
lambat pukul 10.00 waktu setempat pada Hari Kerja
berikutnya.
2) Bagi Pelapor LSB, kepada:
a) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi
Pelapor LSB yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 WIB
pada Hari Kerja berikutnya; atau
b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat, bagi
Pelapor LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00
waktu setempat pada Hari Kerja berikutnya.
Contoh:
Pada tanggal 15 September 2016 Pelapor X mengalami
gangguan teknis sehingga tidak dapat menyampaikan
Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara On-
Line, Pelapor X harus menyampaikan Laporan, form header,
dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line paling lambat
tanggal 16 September 2016 pukul 10.00 waktu setempat.
7. Ketentuan dalam butir V.11.c diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
c. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, ditandatangani oleh pejabat berwenang dan disampaikan
kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan
tembusan pemberitahuan yang disampaikan kepada:
1) Kantor …
9
1) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor
BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB
yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
8. Ketentuan dalam butir V.11.f diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
f. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header,
dan/atau koreksi Laporan karena mengalami keadaan memaksa
(force majeure), wajib segera memberitahukan secara tertulis
disertai penjelasan mengenai penyebab terjadinya keadaan
memaksa (force majeure) yang ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan
Laporan Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350
dengan tembusan pemberitahuan yang disampaikan kepada:
1) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor
BPR bagi BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB
yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
9. Ketentuan dalam butir VI.2 dihapus.
10. Ketentuan dalam angka VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
VII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN
Pelapor dapat menyampaikan pertanyaan yang berkaitan dengan
sistem, materi, dan/atau ketentuan Laporan kepada Bank
Indonesia melalui Contact Center Bank Indonesia, Telp. 1500131
dan/atau email: bicara@bi.go.id dengan ditujukan kepada:
1. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran
c.q. Divisi Internasional, Kerjasama Kelembagaan, dan
Pengembangan Informasi mengenai hal-hal yang terkait
dengan materi Laporan.
2. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi
Pengelolaan dan Pengawasan 2, mengenai hal-hal yang
berkaitan …
10
berkaitan dengan aplikasi, sistem penyampaian Laporan dan
akses kepada Sistem LSBU di Bank Indonesia.
11. Di antara angka VIII dan angka IX disisipkan 1 (satu) angka, yakni
angka VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
VIIIA. LAIN-LAIN
Dalam hal terdapat perubahan satuan kerja dan/atau alamat
penyampaian Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan
sebagaimana dimaksud dalam butir V.11 dan/atau
penyampaian pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam angka
VII, Bank Indonesia menyampaikan perubahan alamat tersebut
melalui surat dan/atau media lainnya.
12. Lampiran 1 dan Lampiran 2 diubah sehingga menjadi sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Kewajiban penyampaian laporan, form header, dan/atau koreksi
laporan secara On-line dan/atau Off-line pada Form 314 sampai dengan
Form 324 mulai berlaku untuk pelaporan data bulan November 2016 yang
disampaikan pada bulan Desember 2016.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22
November 2016 .....
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDY SULISTIOWATY
KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/27/DSta|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/13/DASP tanggal 12 April 2013 perihal Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank </reg_title>
<set_date> 22 November 2016 </set_date>
<effective_date> 22 November 2016 </effective_date>
<changed_reg> '15/13/DASP|SE-BI/2013' </changed_reg>
<related_reg> '18/17/PBI/2016', '15/13/DASP|SE-BI/2013', '10/4/PBI/2008', '11/12/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 10/28/DPM
Jakarta, 1 September 2008
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006 perihal Penerbitan Sertifikat Bank
Indonesia melalui Lelang.
Sehubungan dengan penyempurnaan implementasi kebijakan moneter dan
penyempurnaan ketentuan terkait Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement
System, dipandang perlu untuk mengubah beberapa ketentuan dalam Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006 perihal Penerbitan Sertifikat
Bank Indonesia melalui Lelang sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 10/1/DPM tanggal 25 Januari 2008, sebagai berikut:
1. Ketentuan BAB I angka 5 dihapus dan ditambah 1 (satu) angka baru, yakni
angka 15, sehingga BAB I seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
3. Sertifikat ...
2
3. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah Surat
Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
4. Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter.
5. Stop Out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto
tertinggi yang dihasilkan dari Lelang SBI dalam rangka mencapai
target kuantitas SBI yang akan diterbitkan oleh Bank Indonesia.
6. Rekening Giro adalah rekening dana Rupiah milik Bank di Bank
Indonesia.
7. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
elektronik antar peserta dalam mata uang Rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara
individual.
8. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut dengan BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat
berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta,
penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
9. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta BI-SSSS,
yaitu Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui oleh Bank
Indonesia.
10. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga yang
digunakan untuk mencatat kepemilikan SBI di Central Registry.
11. Setelmen Surat Berharga adalah perpindahan surat berharga antara
Bank Indonesia dengan Bank pemilik Rekening Surat Berharga di
Central Registry melalui BI-SSSS.
12. Setelmen ...
3
12. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antara Bank Indonesia dengan
Bank pemilik Rekening Giro melalui Sistem BI-RTGS.
13. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah
setelmen transaksi SBI dengan cara Setelmen Surat Berharga melalui
BI-SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
14. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing
serta perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia
sebagai peserta Lelang SBI.
15. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem-
LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara
harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman
dari Bank Indonesia.
2. Ketentuan BAB III angka 2 dan angka 6 dihapus serta mengubah angka 5,
angka 13, angka 14 dan angka 15, sehingga BAB III berbunyi sebagai berikut:
III. PRINSIP DAN PERSYARATAN LELANG SBI
1. Penerbitan SBI melalui lelang dapat dilakukan dengan metode lelang
sebagai berikut:
a. Harga tetap (fixed rate)
Tingkat diskonto Lelang SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau,
b. Harga beragam (variable rate)
1) Tingkat diskonto Lelang SBI diajukan oleh peserta lelang,
dengan kelipatan tingkat diskonto untuk setiap penawaran yang
diajukan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
2) Bank Indonesia mengumumkan target indikatif Lelang SBI.
2. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter – Biro Operasi
Moneter mengumumkan rencana Lelang SBI paling lambat pada 1
(satu) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang SBI melalui BI-SSSS,
Sistem ...
4
Sistem-LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
3. Pengumuman rencana Lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam butir
2 antara lain meliputi tanggal lelang, metode lelang, jangka waktu SBI
yang diterbitkan, target kuantitas (apabila Lelang SBI dilakukan
dengan metode variable rate tender), tingkat diskonto SBI (apabila
Lelang SBI dilakukan dengan metode fixed rate tender), waktu
pelaksanaan lelang (window time) dan tanggal setelmen.
4. Lelang SBI dilakukan pada hari Rabu dengan window time dari pukul
12.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB. Dalam hal diperlukan,
Bank Indonesia dapat menetapkan pelaksanaan Lelang SBI pada hari
kerja lain dan/atau window time lain.
5. Tanggal jatuh waktu SBI ditetapkan pada hari Kamis atau hari kerja
berikutnya apabila hari Kamis adalah hari libur. Dalam hal diperlukan,
Bank Indonesia dapat menetapkan jatuh waktu SBI pada hari kerja
lain.
6. Peserta Lelang SBI dibedakan menjadi:
a. Peserta langsung, yaitu Bank dan Pialang yang melakukan transaksi
Lelang SBI secara langsung dengan Bank Indonesia.
b. Peserta tidak langsung, yaitu Bank yang mengajukan penawaran
Lelang SBI melalui Pialang.
7. Bank hanya dapat mengajukan penawaran Lelang SBI untuk
kepentingan diri sendiri.
8. Pialang dilarang mengajukan penawaran Lelang SBI untuk
kepentingan diri sendiri.
9. Peserta Lelang SBI bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran
Lelang SBI yang diajukan.
10. Bank ...
5
10. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan penawaran Lelang SBI
dari peserta langsung dan menggunakan data penawaran Lelang SBI
yang diajukan peserta langsung.
11. Bank yang menjadi Peserta Lelang SBI sedang tidak dikenakan sanksi
penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT dan berstatus
aktif dalam kepesertaan BI-SSSS.
12. Bank Indonesia melakukan setelmen SBI yang terdiri dari Setelmen
Dana dan Setelmen Surat Berharga paling lambat pada 1 (satu) hari
kerja setelah pelaksanaan Lelang SBI. Pengumuman tanggal setelmen
SBI dilakukan paling lambat bersamaan dengan pengumuman rencana
Lelang SBI.
13. Bank, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun sebagai
peserta tidak langsung, wajib menyediakan dana yang cukup untuk
memenuhi kewajiban penyelesaian transaksi Lelang SBI dengan Bank
Indonesia sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS untuk
Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam butir 12.
3. Ketentuan BAB VII diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
VII. SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi Lelang SBI sebagaimana
dimaksud dalam butir VI.3., Bank bersangkutan dikenakan sanksi OPT
berupa:
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Tim Pengawas Bank - Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat,
dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KBI; dan
b. kewajiban ...
6
b. kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nilai
nominal transaksi yang dinyatakan batal atau paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah).
2. Atas batalnya transaksi OPT yang ketiga kali dalam kurun waktu 6
(enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam
butir 1, Bank juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk
mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja.
Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti
transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-5.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank
bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
5. Pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan pada 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
6. Nilai nominal transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah
Nilai Nominal SBI yang dimenangkan Bank.
4. Lampiran-3a dan Lampiran-3b diubah serta menambah 1 (satu) lampiran contoh
perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OPT,
sebagaimana Lampiran-3a, Lampiran-3b dan Lampiran-5 Surat Edaran ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 September
2008.
Agar ...
7
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/28/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006 perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui Lelang. </reg_title>
<set_date> 1 September 2008 </set_date>
<effective_date> 1 September 2008 </effective_date>
<changed_reg> '8/13/DPM|SE-BI/2006' </changed_reg>
<extension_of> '10/1/DPM|SE-BI/2008' </extension_of>
<related_reg> '8/13/DPM|SE-BI/2006', '10/1/DPM|SE-BI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 3 Romawi VII' </penalty_list>
|
DRAFT FINAL HASIL LEGAL REVIEW
No. 13/ 7 /DASP
S U R A T E D A R A N
Perihal : Self-Regulatory Organization di Bidang Sistem Pembayaran.
Sehubungan dengan pemberlakuan Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4516) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 12/5/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5119),
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5000), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009
tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5001), serta telah terbentuknya forum atau institusi yang mengatur sendiri hal-hal
teknis dan mikro bagi para anggotanya di bidang sistem pembayaran Indonesia,
perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai Self-Regulatory Organization di bidang
sistem pembayaran dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia.
A. KETENTUAN UMUM
1.
Pengertian Umum
a. Sistem Pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup
seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan
untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu
kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.
b. Self-Regulatory …
Jakarta, 25 Februari 2011
2
b.
Self-Regulatory Organization di bidang Sistem Pembayaran, yang
selanjutnya disebut SRO, adalah suatu forum atau institusi yang
berbadan hukum Indonesia yang dapat mengeluarkan ketentuan
bagi anggotanya mengenai hal-hal teknis dan mikro di bidang
Sistem Pembayaran, yang belum diatur dan/atau merupakan
penjabaran lebih lanjut dari ketentuan Bank Indonesia di bidang
Sistem Pembayaran.
c. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 termasuk kantor cabang bank asing
di Indonesia dan Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
d. Lembaga Selain Bank adalah badan usaha bukan Bank yang
berbadan hukum dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia.
2. Keanggotaan dalam SRO
a.
Pelaku/peserta di bidang jasa Sistem Pembayaran yang menjadi
anggota SRO meliputi:
1) Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
dari Bank Indonesia sebagai:
a)
penyelenggara kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu (APMK) dan/atau Uang Elektronik
(E-Money) sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir; dan/atau
b)
peserta dalam Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) termasuk mekanisme Payment
versus Payment (PvP), Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia …
3
Indonesia (SKNBI), dan/atau Bank Indonesia Scripless
Securities Settlement System (BI-SSSS).
2)
asosiasi Lembaga Selain Bank yang merupakan wadah
penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU)
yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia; dan/atau
3) Bank atau Lembaga Selain Bank yang menyelenggarakan jasa
sistem pembayaran selain sebagaimana dimaksud pada butir
1) a) dan butir 1) b) sepanjang telah memperoleh izin dari
Bank Indonesia.
b.
Jumlah anggota SRO paling kurang 80% (delapan puluh persen)
dari total pelaku/peserta di bidang jasa Sistem Pembayaran di
Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a. Dalam hal ini
jumlah pelaku/peserta di bidang jasa Sistem Pembayaran dihitung
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1) Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah melakukan 1
(satu) atau lebih kegiatan di bidang jasa Sistem Pembayaran
dihitung sebagai 1 (satu) pelaku/peserta;
2) Khusus untuk asosiasi KUPU dihitung sebagai 1 (satu)
pelaku/peserta.
3. Penyelenggara jasa Sistem Pembayaran yang menjadi anggota SRO
harus mengikuti dan tunduk dengan ketentuan yang telah dikeluarkan
dan menjadi kesepakatan anggota SRO.
B. PENERBITAN KETENTUAN OLEH SRO
1. Ketentuan yang dikeluarkan oleh SRO merupakan ketentuan pelengkap
dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan kebijakan Bank
Indonesia di bidang Sistem Pembayaran.
2. Ketentuan yang dapat dikeluarkan oleh SRO sebagaimana dimaksud
pada angka 1 harus mewakili kepentingan seluruh anggota SRO dan
meliputi cakupan:
a. materi …
4
a. materi teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran yang belum
diatur dalam peraturan Bank Indonesia; atau
b. materi teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran yang
merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan Bank Indonesia di
bidang Sistem Pembayaran.
3. Penerbitan ketentuan yang bersifat teknis dan mikro oleh SRO tidak
mengurangi kewenangan Bank Indonesia sebagai regulator di bidang
Sistem Pembayaran untuk mengatur hal-hal yang bersifat teknis dan
mikro di bidang Sistem Pembayaran.
4.
Inisiatif atau usulan ketentuan di bidang Sistem Pembayaran oleh SRO
dapat berasal dari SRO atau atas dasar permintaan Bank Indonesia.
5. Dalam hal jumlah anggota SRO setelah dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan berturut-turut kurang dari 80% (delapan puluh persen) dari total
pelaku/peserta di bidang jasa Sistem Pembayaran di Indonesia, maka
forum atau institusi
memberlakukan ketentuan sebagai SRO.
6. Dalam hal jumlah anggota SRO setelah dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan berturut-turut kurang dari 80% (delapan puluh persen)
sebagaimana dimaksud pada angka 5, maka ketentuan yang telah
dikeluarkan oleh SRO tetap berlaku.
7. Dalam hal jumlah anggota SRO setelah dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan berturut-turut kurang dari 80% (delapan puluh persen)
sebagaimana dimaksud pada angka 5, maka forum atau institusi tersebut
dapat menerbitkan kembali dan memberlakukan ketentuan sebagai SRO
setelah jumlah pelaku/peserta yang menjadi anggota forum atau institusi
di bidang Sistem Pembayaran tersebut mencapai 80% (delapan puluh
persen) atau lebih, dan telah melaporkan secara tertulis kepada Bank
Indonesia.
C. LAPORAN …
tersebut tidak dapat menerbitkan dan
5
C. LAPORAN PENDIRIAN, PENGGABUNGAN DAN PEMBUBARAN SRO
1. Pendirian SRO harus dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
laporan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja terhitung sejak pendiriannya sebagai badan
hukum disahkan oleh instansi yang berwenang; dan
b.
laporan disertai dengan dokumen susunan pengurus, akta pendirian
SRO, dan daftar jumlah anggota SRO sesuai yang dipersyaratkan
dalam butir A.2.b.
2. Dalam hal terdapat rencana penggabungan atau pembubaran SRO harus
dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a.
laporan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 20
(dua puluh) hari kerja sebelum penggabungan atau pembubaran
SRO dilaksanakan; dan
b.
laporan disertai dengan penjelasan tertulis mengenai alasan
penggabungan atau pembubaran SRO.
3. SRO hasil penggabungan harus dilaporkan secara tertulis kepada Bank
Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
laporan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 10
(sepuluh) hari kerja terhitung sejak penggabungannya mendapatkan
persetujuan dari instansi yang berwenang; dan
b.
laporan disertai dengan dokumen susunan pengurus, akta
penggabungan SRO, dan daftar jumlah anggota SRO sesuai yang
dipersyaratkan dalam butir A.2.b.
4. Bank Indonesia memberikan tanggapan tertulis atas laporan sebagaimana
dimaksud pada angka 1, angka 2 dan angka 3 di atas paling lambat 10
(sepuluh) …
6
(sepuluh) hari kerja terhitung sejak laporan tertulis diterima secara
lengkap.
D. PERTEMUAN KONSULTASI ANTARA SRO DAN BANK INDONESIA
1. Dalam rangka menjamin kesinambungan informasi perkembangan di
bidang Sistem Pembayaran, serta penyusunan dan penerbitan ketentuan
di bidang Sistem Pembayaran oleh SRO, SRO melakukan pertemuan
konsultasi dengan Bank Indonesia, yang meliputi:
a.
pertemuan konsultasi secara berkala, dengan agenda:
1)
laporan rencana kerja SRO, baik yang telah maupun yang
masih akan dilaksanakan/direalisasikan oleh SRO termasuk
laporan hasil Rapat Umum Anggota (RUA) SRO, serta tukar
menukar informasi dalam rangka pengembangan Sistem
Pembayaran di Indonesia; dan
2) permasalahan-permasalahan lainnya di bidang Sistem
Pembayaran yang disepakati untuk dibahas oleh Bank
Indonesia dan SRO.
b. pertemuan konsultasi terkait penyusunan dan penerbitan ketentuan
di bidang Sistem Pembayaran oleh SRO:
1) dalam hal terdapat inisiatif SRO untuk menyusun dan
menerbitkan ketentuan di bidang Sistem Pembayaran, maka
SRO wajib melakukan pertemuan konsultasi dengan Bank
Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
a) SRO harus melaporkan secara tertulis kepada Bank
Indonesia mengenai rencana penyusunan dan penerbitan
ketentuan di bidang Sistem Pembayaran;
b)
laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a)
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan
penyusunan …
7
penyusunan ketentuan di bidang Sistem Pembayaran
oleh SRO;
c)
laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a) disertai
antara lain dengan:
(1) konsep pokok-pokok ketentuan yang akan
diterbitkan SRO;
(2) penjelasan mengenai latar belakang dan
pertimbangan konsep ketentuan yang akan
diterbitkan SRO;
(3) hasil kajian berupa analisis teknis dan analisis
hukum yang melandasi konsep ketentuan yang
akan diterbitkan SRO;
(4) penjelasan mengenai dampak konsep ketentuan
yang akan diterbitkan SRO, terhadap konsumen,
industri Sistem Pembayaran nasional, maupun
instansi lain; dan
(5) keterangan bahwa ketentuan yang akan diterbitkan
telah mewakili kepentingan mayoritas anggota
SRO.
2)
Berdasarkan laporan tertulis dan/atau hasil konsultasi antara
SRO dan Bank Indonesia, Bank Indonesia memberikan
tanggapan tertulis kepada SRO, antara lain berupa:
a)
penyusunan dan penerbitan konsep ketentuan yang
bersangkutan dapat dilaksanakan, karena:
(1) tidak bertentangan dengan peraturan dan kebijakan
Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran;
(2) merupakan ketentuan teknis dan mikro di bidang
Sistem Pembayaran
yang
sifatnya
mendukung/melengkapi …
8
mendukung/melengkapi peraturan dan kebijakan
Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran; dan
(3) belum diatur dalam peraturan dan kebijakan Bank
Indonesia di bidang Sistem Pembayaran.
b) penyusunan dan penerbitan konsep ketentuan yang
bersangkutan tidak dapat dilaksanakan, antara lain
karena:
(1) bertentangan dengan peraturan dan kebijakan Bank
Indonesia di bidang Sistem Pembayaran;
(2) merupakan suatu kebijakan di bidang Sistem
Pembayaran yang menjadi area Bank Indonesia;
(3) telah diatur dalam peraturan dan kebijakan Bank
Indonesia di bidang Sistem Pembayaran;
(4) memiliki dampak negatif terhadap konsumen,
dan/atau industri sistem pembayaran nasional; atau
(5) berdasarkan substansinya lebih tepat jika diatur dan
diterbitkan dalam produk peraturan Bank
Indonesia.
3) Tanggapan tertulis Bank Indonesia kepada SRO sebagaimana
dimaksud pada angka 2) diberikan paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja terhitung sejak laporan tertulis dari SRO
telah diterima secara lengkap.
4) SRO melakukan penyusunan ketentuan setelah memperoleh
tanggapan tertulis dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada butir 2) a).
5) Konsep final ketentuan yang disusun oleh SRO harus
disampaikan kepada Bank Indonesia dalam rangka
memperoleh …
9
memperoleh penegasan secara tertulis untuk penerbitan dan
pemberlakuan ketentuan.
c.
pertemuan konsultasi sewaktu-waktu apabila diperlukan, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1)
dilakukan jika terdapat informasi atau permasalahan yang
perlu diketahui dan/atau ditindaklanjuti lebih awal, antara lain
informasi atau permasalahan yang berpengaruh terhadap
peraturan atau kebijakan Bank Indonesia di bidang Sistem
Pembayaran;
2)
2.
inisiatif dapat berasal dari Bank Indonesia atau SRO.
Pelaksanaan pertemuan konsultasi sebagaimana dimaksud pada butir 1.a,
butir 1.b dan butir 1.c, dilaksanakan di Bank Indonesia atau di tempat
lain sesuai kesepakatan antara Bank Indonesia dengan SRO.
E. PEMBERLAKUAN DAN PEMBATALAN KETENTUAN YANG
DITERBITKAN SRO
1. Ketentuan yang diterbitkan oleh SRO dapat berlaku efektif setelah
memperoleh penegasan secara tertulis dari Bank Indonesia yang
menyatakan penerbitan dan pemberlakuan ketentuan dapat dilaksanakan.
2. Penegasan tertulis Bank Indonesia kepada SRO sebagaimana dimaksud
pada angka 1 disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya konsep final ketentuan dari SRO.
3. Dalam hal SRO menerbitkan dan memberlakukan ketentuan tanpa
terlebih dahulu memperoleh penegasan tertulis dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Bank Indonesia secara tertulis memerintahkan SRO mencabut dan
menghentikan pemberlakuan ketentuan yang bersangkutan;
b. SRO …
10
b. SRO harus mencabut dan menghentikan pemberlakuan ketentuan
yang bersangkutan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
tanggal surat perintah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
huruf a;
c.
apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada
huruf b, SRO tidak mencabut dan menghentikan pemberlakuan
ketentuan yang bersangkutan, Bank Indonesia menyampaikan surat
pemberitahuan kedua dan ketiga dengan tenggang waktu masing-
masing selama 5 (lima) hari kerja; dan
d.
apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada
huruf c, SRO tetap tidak mencabut dan menghentikan
pemberlakuan ketentuan yang bersangkutan, Bank Indonesia
membatalkan ketentuan tersebut dan mengumumkan kepada
seluruh pelaku/peserta di bidang jasa Sistem Pembayaran.
F. KERAHASIAAN DATA/INFORMASI
1.
Data dan/atau informasi yang dipergunakan dan diperoleh dalam
pertemuan konsultasi antara SRO dan Bank Indonesia bersifat rahasia.
2. Kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada angka 1, tidak berlaku dalam
hal:
a. konsep ketentuan yang diterbitkan oleh SRO telah memperoleh
penegasan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir
D.1.b.2).a);
b. konsep ketentuan diinformasikan kepada publik dalam rangka
pelaksanaan uji publik;
c.
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, data
dan/atau informasi dimaksud merupakan data dan/atau informasi
yang harus diketahui publik;
d. berdasarkan …
11
d. berdasarkan kesepakatan antara Bank Indonesia dan SRO, data
dan/atau informasi dimaksud dapat diinformasikan kepada pihak
lain dan/atau publik; dan/atau
e.
terdapat permintaan dari polisi, jaksa atau hakim untuk
kepentingan peradilan dalam perkara pidana
serta instansi
berwenang lainnya yang berwenang dalam penanganan tindak
pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme sesuai undang-undang yang berlaku.
G. PEMBUBARAN SRO
Selain berdasarkan ketentuan dan persyaratan pembubaran sebagaimana yang
diatur dalam AD/ART, Bank Indonesia juga dapat mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan Negeri mengenai pembubaran SRO jika SRO tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir E.3.d.
H. KETENTUAN PERALIHAN
Bagi forum atau institusi di bidang Sistem Pembayaran yang dimaksudkan
sebagai SRO dan telah ada sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia
ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Forum atau institusi di bidang Sistem Pembayaran tersebut harus
memperoleh status badan hukum dan melaporkannya kepada Bank
Indonesia paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2.
Selama status badan hukum forum atau institusi di bidang Sistem
Pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 masih dalam proses
pengurusan, keberadaan forum atau institusi tersebut diakui oleh
Bank Indonesia sepanjang pendiriannya memenuhi ketentuan dalam butir
A.2.a, anggaran dasar dituangkan dalam akta notaris dan telah
mengajukan permohonan pengesahan sebagai badan hukum kepada
instansi yang berwenang serta melaporkannya kepada Bank Indonesia.
3. Forum …
12
3. Forum atau institusi di bidang Sistem Pembayaran sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dapat menerbitkan ketentuan teknis dan mikro di
bidang Sistem Pembayaran sesuai prosedur sebagaimana diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
4.
Seluruh ketentuan teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran yang
telah diberlakukan
oleh forum atau institusi di bidang Sistem
Pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 2 sebelum berlakunya
Surat Edaran Bank Indonesia ini harus dilaporkan kepada Bank
Indonesia.
I. LAIN-LAIN
Permohonan pelaksanaan konsultasi dan penyampaian laporan oleh SRO
kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini ditujukan kepada:
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP),
Gedung D Lantai 2 Kompleks Perkantoran Bank Indonesia,
Jalan M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta Pusat - 10350
J. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 25 Februari 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
S. BUDI ROCHADI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/7/DASP|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Self-Regulatory Organization di Bidang Sistem Pembayaran. </reg_title>
<set_date> 25 Februari 2011 </set_date>
<effective_date> 25 Februari 2011 </effective_date>
<related_reg> '7/18/PBI/2005', '11/11/PBI/2009', '12/5/PBI/2010', '11/12/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 17/45/DPM
Jakarta, 16 November 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Sertifikat
Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia Dalam
Rangka Standing Facilities Syariah
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5567), dan dalam rangka upaya penguatan
infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali
ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara transaksi repurchase
agreement Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia
dalam rangka standing facilities syariah dalam Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai perbankan syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai perbankan syariah.
4. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam
rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka …
2
terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip
syariah.
5. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan Bank
Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS.
6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat
SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah
berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia.
7. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga dan setelmen dana seketika.
8. Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta
penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi,
penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika.
9. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan
transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga dan setelmen dana seketika.
10. Transaksi Repurchase Agreement SBIS yang selanjutnya disebut
Repo SBIS adalah transaksi pemberian pinjaman oleh Bank
Indonesia kepada Bank dengan agunan SBIS (collateralized
borrowing).
11. Biaya …
3
11. Biaya Repo SBIS adalah kewajiban membayar (gharamah) yang
ditetapkan Bank Indonesia dalam rangka Repo SBIS karena
Bank tidak menepati jangka waktu kesepakatan pembelian
SBIS.
12. Qard adalah pinjaman dana tanpa imbalan dengan kewajiban
pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara
sekaligus dalam jangka waktu tertentu.
13. Rahn adalah penyerahan agunan dari Bank (rahin) kepada Bank
Indonesia (murtahin) sebagai jaminan untuk mendapatkan Qard.
14. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank
Indonesia.
15. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS
dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan
kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga,
transaksi dengan Bank Indonesia dan/atau transaksi pasar
keuangan.
16. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan
pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka
penatausahaan.
17. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan
Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam
rangka penatausahaan.
18. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah
mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat
Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan.
19. Perjanjian pengagunan SBIS Dalam Rangka Repo SBIS yang
selanjutnya disebut Perjanjian adalah kesepakatan tertulis
antara Bank Indonesia dengan Bank yang memuat hak dan
kewajiban masing-masing pihak dalam pengagunan SBIS.
II. KARAKTERISTIK …
4
II. KARAKTERISTIK REPO SBIS
1. Repo SBIS merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank
Indonesia untuk injeksi likuiditas perbankan syariah dalam
rangka OMS.
2. Repo SBIS disediakan Bank Indonesia pada setiap hari kerja
Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas Bank
Indonesia.
3. Repo SBIS dilakukan dengan mekanisme non lelang.
4. Pengajuan Repo SBIS dilakukan melalui Sistem BI-ETP.
5. Jangka waktu Repo SBIS adalah 1 (satu) hari kerja (overnight).
6. Jumlah hari dalam perhitungan biaya Repo SBIS dihitung
berdasarkan hari kalender.
7. Window time Repo SBIS ditetapkan dari pukul 16.00 WIB sampai
dengan pukul 18.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
8. Bank Indonesia mengumumkan Repo SBIS melalui Sistem BI-
ETP dan/atau sarana lainnya sebelum window time Repo SBIS.
9. Dalam hal terdapat perubahan window time dan tingkat imbalan
Repo SBIS, Bank Indonesia mengumumkan melalui Sistem BI-
ETP dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia paling lambat sebelum window time Repo SBIS.
dibuka.
10. Bank Indonesia dapat menutup window time Repo SBIS yang
diumumkan melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lainnya
yang ditetapkan Bank Indonesia, paling lambat pada 1 (satu)
hari kerja sebelum penutupan window time tersebut.
11. Bank Indonesia menetapkan tingkat Biaya Repo SBIS.
12. Bank mengajukan Repo SBIS kepada Bank Indonesia.
13. Persyaratan Bank yang dapat mengajukan Repo SBIS sebagai
berikut:
a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS dan
Sistem BI-RTGS;
b.
tidak sedang dalam masa pengenaan sanksi penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS;
c. harus …
5
c. harus memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; dan
d. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS.
14. Persyaratan SBIS untuk Repo SBIS dalam rangka standing
facilities syariah adalah sebagai berikut:
a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja
pada saat Repo SBIS jatuh waktu; dan
b.
tidak sedang diagunkan kepada Bank Indonesia.
15. Bank hanya dapat mengajukan Repo SBIS paling banyak
sebesar nilai nominal SBIS yang dimiliki pada 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal Repo SBIS.
16. Bank Indonesia memberikan Repo SBIS kepada Bank paling
banyak sebesar nilai nominal SBIS yang diagunkan.
17. Bank bertanggung jawab atas kebenaran data Repo SBIS yang
diajukan kepada Bank Indonesia.
18. Bank dilarang membatalkan Repo SBIS yang telah diajukan
kepada Bank Indonesia.
19. Bank wajib memiliki seri SBIS yang mencukupi dalam Rekening
Surat Berharga untuk Setelmen Surat Berharga SBIS pada
tanggal Repo SBIS (first leg).
20. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang
mencukupi untuk memenuhi kewajiban pada tanggal Repo SBIS
jatuh waktu (second leg).
21. Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu
Repo SBIS ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah,
pelaksanaan setelmen pelunasan Repo SBIS dilakukan pada hari
kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan Biaya Repo
SBIS untuk hari libur dimaksud.
22. Dalam hal Repo SBIS dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum
hari libur, maka tanggal jatuh waktu Repo SBIS ditetapkan pada
hari kerja berikutnya.
23. Bank Indonesia menatausahakan Repo SBIS pada Rekening
Surat Berharga di BI-SSSS.
24. Harga SBIS diatur sebagai berikut:
a. Harga …
6
a. Harga SBIS yang dapat direpokan ditetapkan dan
diumumkan oleh Bank Indonesia di Sistem BI-ETP, BI-
SSSS dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan
antara lain harga pasar masing-masing seri SBIS.
b. Bank Indonesia menetapkan besarnya haircut untuk jenis
SBIS dalam rangka penentuan nilai setelmen early
redemption SBIS.
III. PERSYARATAN UMUM
1. Repo SBIS dilakukan berdasarkan prinsip Qard yang diikuti
dengan Rahn.
2. Bank mengajukan Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada butir
II.13, setelah menyampaikan Perjanjian sebagaimana contoh
yang tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini dan
dokumen persyaratan pengajuan Repo SBIS disertai dengan
surat pengantar.
3. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2 meliputi:
a. Perjanjian dalam rangkap 2 (dua) yang telah dibubuhi
materai cukup dan ditandatangani oleh direksi Bank atau
pejabat Bank yang diberikan wewenang oleh direksi dengan
surat kuasa sebagai dasar bagi Bank untuk mengajukan
Repo SBIS.
b. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di
Indonesia:
1)
fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir
yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan
direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan
Perjanjian dilakukan oleh direksi;
2)
fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat
yang menandatangani
Perjanjian
penandatanganan Perjanjian tidak dilakukan oleh
direksi; atau
3) fotokopi …
jika
7
3)
fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan
hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan
direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan
Perjanjian dilakukan oleh direksi;
4)
fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada
pejabat yang menandatangani Perjanjian jika
penandatanganan Perjanjian tidak dilakukan oleh
direksi; dan
5)
fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat
yang berwenang untuk menandatangani Perjanjian.
c. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar
negeri:
1)
fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor
pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk
mewakili Bank jika penandatanganan Perjanjian
dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO);
2)
fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat
yang diberikan wewenang untuk menandatangani
Perjanjian jika penandatanganan Perjanjian tidak
dilakukan oleh CEO;
3) dalam hal penandatanganan Perjanjian tidak
dilakukan oleh CEO maka surat kuasa (power of
attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) harus memuat hak CEO untuk
mengalihkan kewenangannya (hak substitusi); dan
4)
fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat
Bank yang berwenang untuk menandatangani
Perjanjian.
4. Penandatanganan Perjanjian sebagaimana dimaksud pada butir
3.a dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan Repo
SBIS dengan Bank Indonesia.
5. Khusus …
8
5. Khusus untuk UUS, Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam
butir 3.a dapat ditandatangani oleh pejabat UUS berdasarkan
surat kuasa yang diberikan oleh direksi bank umum
konvensional dari UUS.
6. Perjanjian sebagaimana dimaksud pada butir 3.a berlaku
seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi Perjanjian
dan/atau perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan
daerah mengenai kewenangan direksi Bank untuk mewakili
Bank atau ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai
pendelegasian wewenang.
7. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3 disampaikan
dengan surat pengantar kepada:
Direktur Eksekutif
Departemen Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Menara Sjafruddin Prawiranegara
Jl. M.H Thamrin No.2
Jakarta 10350
8. Bank Indonesia memberitahukan kepada Bank mengenai
persetujuan pengajuan Repo SBIS setelah dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 ditandatangani oleh
pejabat Bank Indonesia.
9. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 8
disampaikan secara tertulis melalui surat atau Sistem BI-ETP.
IV. TATA CARA PENGAJUAN REPO SBIS
1. Bank Indonesia mengumumkan rencana Repo SBIS melalui
Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebelum window time Repo SBIS.
2. Pengumuman rencana Repo SBIS mencakup antara lain:
a. sarana transaksi;
b. window time;
c.
tingkat Biaya Repo SBIS;
d. jangka …
9
d.
e.
f.
jangka waktu;
tanggal lelang; dan/atau
tanggal dan waktu setelmen.
3. Bank mengajukan Repo SBIS melalui Sistem BI-ETP dalam
window time yang ditetapkan dengan mencantumkan antara lain
jumlah nominal Repo SBIS dan seri SBIS yang diagunkan.
4. Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan
hasil Repo SBIS:
a. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP,
antara lain berupa nilai transaksi yang diterima dan tingkat
Biaya Repo SBIS; dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain
berupa nilai nominal yang diterima dan tingkat Biaya Repo
SBIS.
V. SETELMEN TRANSAKSI
1. Setelmen first leg
a. Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada hari
transaksi (same day settlement) pada awal periode pre cut-
off sistem BI-RTGS.
b. Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan
BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per
transaksi (gross to gross) sebagai berikut:
1) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening
Surat Berharga sebesar nilai nominal dari seri SBIS
yang diagunkan.
2) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen first leg Repo SBIS.
c. Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada butir
b.2) adalah sebesar nilai Repo SBIS yang nilainya sama
dengan nilai nominal SBIS yang diagunkan.
d. Dalam hal Bank tidak memiliki seri SBIS yang mencukupi
untuk memenuhi kewajiban setelmen sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, maka BI-SSSS
secara otomatis membatalkan Repo SBIS.
e. Atas …
10
e. Atas batalnya Repo SBIS sebagaimana dimaksud dalam
huruf d, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter
Syariah.
f. Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya Repo SBIS
dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara
mengikuti kegiatan OMS, dalam hal terdapat lebih dari 1
(satu) kali kegagalan setelmen first leg dalam 1 (satu) hari
maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu)
kali.
2. Setelmen second leg
a. Pada tanggal Repo SBIS jatuh waktu BI-SSSS secara
otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-
RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off
warning Sistem BI-RTGS.
b. Setelmen Dana dilakukan dengan cara mendebet Rekening
Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg.
c. Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBIS yang
diagunkan.
d. Nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada
huruf a adalah sebesar nilai setelmen first leg ditambah
Biaya Repo SBIS.
e. Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada huruf d
sampai dengan sebelum periode cut-off warning BI-RTGS,
maka BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen
second leg.
f. Atas batalnya Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada
huruf e, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter
Syariah.
g. Terkait …
11
g. Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya Repo SBIS
dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara
mengikuti kegiatan OMS, dalam hal terdapat lebih dari 1
(satu) kali kegagalan setelmen second leg dalam 1 (satu)
hari maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1
(satu) kali.
3. Kegagalan setelmen second leg
Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk pelunasan
Repo SBIS jatuh waktu yang disebabkan oleh pembatalan
setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah untuk
penyelesaian Biaya Repo SBIS.
b. Bank Indonesia melakukan penyelesaian pelunasan seri
SBIS yang diagunkan sebelum jatuh waktu (early
redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS.
c. Dalam hal hasil early redemption tidak mencukupi, Bank
Indonesia akan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar
kekurangan kewajiban Bank kepada Bank Indonesia.
d. Dalam hal Bank Indonesia melakukan early redemption,
Bank Indonesia membayar imbalan SBIS kepada Bank
sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum early redemption
(T-1). Contoh perhitungan pembayaran imbalan SBIS pada
saat early redemption tercantum pada Lampiran II yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Bank yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
pada butir V.1.d dan butir V.2.e dikenakan sanksi berupa:
a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
b. Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai nominal yang dibatalkan, paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
sebesar …
12
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk
setiap pembatalan.
2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang
dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6
(enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari
kerja berturut-turut.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b. dilakukan dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah Bank yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya pembatalan setelmen Repo SBIS.
VII. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/17/DPM tanggal 31
Maret 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank
Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia; dan
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/26/DPM tanggal 30
Agustus 2010 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/17/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal
Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah
dengan Bank Indonesia,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat …
13
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16
November 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/45/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities Syariah </reg_title>
<set_date> 16 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '12/26/DPM|SE-BI/2010', '10/17/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 15/2/DPNP
Jakarta, 4 Februari 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
284, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5382)
perlu diatur ketentuan pelaksanaan penerapan kepemilikan tunggal
pada perbankan Indonesia dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. UMUM
A. Dalam rangka menghadapi dinamika perkembangan ekonomi
regional dan global, maka diperlukan peningkatan ketahanan
industri perbankan nasional antara lain melalui penerapan
kebijakan kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada
Perbankan Indonesia (selanjutnya disebut PBI Kepemilikan
Tunggal).
B. Penerapan kebijakan kepemilikan tunggal pada perbankan
Indonesia dimaksud dapat dilakukan melalui beberapa cara
yang…
yang telah ditentukan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat
(2) PBI Kepemilikan Tunggal, sebagai berikut:
1. merger atau konsolidasi atas Bank-Bank yang
dikendalikannya;
2. membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan;
atau
3. membentuk Fungsi Holding.
II. MERGER ATAU KONSOLIDASI
A. Dalam hal Pemegang Saham Pengendali (PSP) memilih
melakukan merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud
pada butir I.B.1, Bank Indonesia memberikan insentif berupa:
1. pelonggaran sementara pemenuhan Giro Wajib Minimum
(GWM);
2. perpanjangan waktu penyelesaian pelampauan Batas
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK);
3. kemudahan pembukaan kantor cabang; dan/atau
4. pelonggaran sementara penerapan Good Corporate
Governance (GCG),
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) PBI
Kepemilikan Tunggal.
Tata cara pemberian insentif tersebut di atas mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai insentif
dalam rangka konsolidasi perbankan.
B. Merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud pada butir
I.B.1 dilakukan oleh:
1. PSP yang telah menjadi pengendali pada lebih dari 1
(satu) bank pada saat PBI Kepemilikan Tunggal berlaku;
atau
2. PSP…
2. PSP yang akan melakukan akuisisi Bank sehingga
menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) bank setelah
PBI Kepemilikan Tunggal berlaku.
C. Akuisisi sebagaimana dimaksud pada butir B.2 hanya dapat
dilakukan dalam satu kesatuan proses tanpa jeda dengan
merger atau konsolidasi.
D. Bagi PSP yang telah menjadi pengendali pada lebih dari 1
(satu) Bank sebagaimana dimaksud pada butir B.1, rencana
merger atau konsolidasi disampaikan kepada Bank Indonesia
paling lama 3 (tiga) bulan sejak PBI Kepemilikan Tunggal
berlaku.
E. Bagi PSP yang akan melakukan akuisisi Bank sebagaimana
dimaksud pada butir B.2, rencana merger atau konsolidasi
disampaikan kepada Bank Indonesia pada saat mengajukan
permohonan izin akuisisi.
F. Merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud pada butir
I.B.1 dilaksanakan paling lama:
1. Satu tahun sejak PBI Kepemilikan Tunggal berlaku, bagi
PSP sebagaimana dimaksud pada butir B.1.
2. Satu tahun setelah pelaksanaan akuisisi secara legal,
bagi PSP sebagaimana dimaksud pada butir B.2.
G. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu
penyelesaian merger atau konsolidasi, permohonan diajukan
kepada Bank Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari
kerja sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud pada
huruf F.
H. Rencana akuisisi yang diikuti dengan merger atau konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf C harus dimuat dalam
Rencana Bisnis Bank yang disampaikan kepada Bank
Indonesia pada Sub Bab Kebijakan dan Strategi Manajemen.
I. Bank…
I. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit
and proper test) terhadap calon PSP dan/atau calon pengurus
Bank hasil merger atau konsolidasi dengan mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai uji
kemampuan dan kepatutan.
III. PEMBENTUKAN PERUSAHAAN INDUK DI BIDANG PERBANKAN
A. Sebagaimana dimaksud pada butir I.B.2, pembentukan
Perusahaan Induk di Bidang Perbankan atau Bank Holding
Company (selanjutnya disebut BHC) merupakan salah satu
alternatif untuk melakukan pemenuhan kewajiban
kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia.
B. Pembentukan BHC sebagaimana dimaksud dalam huruf A
dilakukan oleh:
1. PSP yang telah menjadi pengendali pada lebih dari 1
(satu) bank pada saat PBI Kepemilikan Tunggal berlaku;
atau
2. PSP yang akan melakukan akuisisi Bank sehingga
menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) bank setelah
PBI Kepemilikan Tunggal berlaku.
C. Rencana akuisisi dan/atau rencana pembentukan BHC serta
rencana pengalihan saham Bank kepada BHC dimuat dalam
Rencana Bisnis Bank yang disampaikan kepada Bank
Indonesia pada Sub Bab Kebijakan dan Strategi Manajemen.
D. Perusahaan yang akan bertindak sebagai BHC berbentuk
hukum Perseroan Terbatas yang didirikan dan berkedudukan
di Indonesia, sehingga tata cara pendiriannya mengikuti
ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Perseroan Terbatas.
E. BHC…
E. BHC berada 1 (satu) tingkat di atas Bank-Bank yang
dikendalikan secara langsung.
F. Dalam hal pembentukan BHC didahului dengan proses
akuisisi, maka akuisisi hanya dapat dilakukan dalam satu
kesatuan proses tanpa jeda dengan pembentukan BHC dan
pengalihan saham dari PSP ke BHC.
G. Prosedur pembentukan BHC dilakukan sebagai berikut:
1. Permohonan pembentukan BHC disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan
(DPIP), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi
Bank Umum Konvensional; atau
b. Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum
Syariah.
2. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dilampiri dengan dokumen pendukung yang
terdiri atas:
a.
b.
risalah Rapat Umum Pemegang Saham masing-
masing Bank;
rancangan anggaran dasar Perseroan Terbatas yang
akan diusulkan menjadi BHC atau salinan anggaran
dasar Perseroan Terbatas yang telah disahkan oleh
instansi berwenang bagi PSP yang telah memiliki
Perseroan Terbatas yang akan diusulkan menjadi
BHC;
c.
d.
e.
rancangan akta pengalihan saham Bank yang
dimiliki PSP kepada BHC;
rancangan corporate plan BHC;
rencana struktur organisasi dan daftar calon
pengurus BHC disertai dengan dokumen pendukung
sebagai…
sebagai berikut:
1) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir
ukuran 4 x 6 cm;
2)
fotokopi tanda pengenal yang masih berlaku
berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau
paspor;
3)
riwayat hidup;
4) surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak
pernah melakukan tindakan tercela di bidang
perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, tidak
pernah dihukum karena terbukti melakukan
tindak pidana kejahatan, dan tidak sedang
dalam masa pengenaan sanksi untuk dilarang
menjadi PSP, pemegang saham, dan/atau
pengurus pada Bank dan/atau Bank
Perkreditan Rakyat sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and
proper test); dan
5) surat pernyataan pribadi yang menyatakan
bahwa yang bersangkutan tidak pernah
dinyatakan pailit dan tidak pernah menjadi
pemegang saham, anggota Direksi, atau
Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit
berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu
5 (lima) tahun sebelum tanggal pengajuan
permohonan;
f. daftar isian Fit and Proper.
3. Bagi PSP sebagaimana dimaksud pada butir B.1, rencana
dan permohonan pembentukan BHC disampaikan kepada
Bank…
Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak PBI
Kepemilikan Tunggal berlaku.
4. Bagi PSP sebagaimana dimaksud pada butir B.2, rencana
pembentukan BHC disampaikan kepada Bank Indonesia
pada saat pengajuan permohonan izin akuisisi,
sedangkan permohonan pembentukan BHC disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan setelah
akuisisi legal dilakukan.
5. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan
kepatutan (fit and proper test) terhadap calon pengurus
BHC yang terdiri atas calon anggota direksi dan calon
anggota dewan komisaris dengan mengacu pada tata cara
uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon anggota
direksi dan calon anggota dewan komisaris Bank
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan
(fit and proper test) bagi Bank Umum Konvensional atau
Bank Umum Syariah.
6. Bank Indonesia berwenang memberikan:
a. persetujuan atau penolakan terhadap calon
pengurus BHC;
b. persetujuan atau penolakan atas permohonan
pembentukan BHC; dan
c. penegasan atas rencana pengalihan saham Bank
kepada BHC,
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh
dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap
dan benar.
7. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir B.1 wajib
membentuk BHC dan mengalihkan saham kepada BHC
paling…
paling lama 1 (satu) tahun sejak PBI Kepemilikan Tunggal
berlaku.
8. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir B.2 wajib
membentuk BHC dan mengalihkan saham kepada BHC
paling lama 1 (satu) tahun setelah akuisisi legal.
9. Realisasi pembentukan BHC dilaporkan kepada Bank
Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank (DPB) terkait, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum
Konvensional yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia;
b. Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum
Syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia; atau
c. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat bagi
Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia,
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pembentukan
BHC.
10. Realisasi pengalihan saham PSP kepada BHC dilaporkan
kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja setelah pelaksanaan pengalihan saham, disertai
dengan:
a.
risalah Rapat Umum Pemegang Saham Bank yang
dikendalikan oleh PSP;
b. data kepemilikan Bank setelah perubahan komposisi
saham;
c. apabila perubahan komposisi kepemilikan saham
disebabkan karena adanya penambahan modal
disetor, maka disertai dengan:
1) bukti…
1) bukti penyetoran; dan
2) surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada
butir 2.e.4) dan butir 2.e.5).
11. Perubahan Pengurus BHC
a. calon pengurus BHC wajib memperoleh persetujuan
dari Bank Indonesia sebelum diangkat dan
menduduki jabatannya.
b. permohonan untuk memperoleh persetujuan
dimaksud diajukan kepada Bank Indonesia dengan
alamat:
1) Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan
(DPIP), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350,
bagi Bank Umum Konvensional; atau
2) Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum
Syariah.
c. Dalam rangka memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan dimaksud, Bank
Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan
(fit and proper test) terhadap calon pengurus BHC
dengan mengacu pada tata cara uji kemampuan dan
kepatutan terhadap calon anggota direksi dan calon
anggota dewan komisaris Bank sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and
proper test) bagi Bank Umum Konvensional atau
Bank Umum Syariah.
d. Persetujuan atau penolakan atas pengajuan calon
pengurus BHC diberikan paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja setelah seluruh dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap dan benar.
e. Persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada…
pada huruf d berlaku untuk jangka waktu 6 (enam)
bulan.
f. Pengangkatan pengurus BHC oleh Rapat Umum
Pemegang Saham dinyatakan efektif setelah
mendapat persetujuan Bank Indonesia.
g. Pengangkatan pengurus BHC wajib dilaporkan
kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja setelah tanggal pengangkatan efektif, disertai
dengan risalah Rapat Umum Pemegang Saham.
H. Dalam rangka memberikan arah strategis dan
mengkonsolidasikan laporan keuangan dari Bank-Bank yang
menjadi anak perusahaannya, BHC melakukan tugas-tugas
sebagai berikut:
1. menetapkan program kerja strategis BHC untuk jangka
waktu paling singkat 3 (tiga) tahun ke depan;
2. memberikan arah strategis untuk jangka waktu paling
singkat 3 (tiga) tahun ke depan, dan mengkonsolidasikan
program kerja Bank-Bank yang menjadi anak
perusahaannya;
3. menyetujui dan mengawasi pelaksanaan program kerja
strategis Bank-Bank yang menjadi anak perusahaannya;
dan
4. mengkonsolidasikan laporan keuangan anak perusahaan
dengan laporan keuangan BHC serta membuat laporan
konsolidasi lainnya yang diperlukan.
I. Permodalan BHC diatur sebagai berikut:
1. Jumlah modal disetor BHC paling kurang sebesar jumlah
seluruh nilai nominal saham yang ditanamkan PSP pada
Bank.
2. Dalam hal pada saat pembentukan BHC jumlah modal
disetornya lebih kecil daripada jumlah seluruh nilai
nominal…
nominal saham yang ditanamkan PSP pada Bank yang
diwajibkan untuk dilakukan pemenuhan kewajiban
kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia, maka
penambahan modal disetor oleh PSP dapat dilakukan
melalui pengalihan saham PSP di Bank-Bank dimaksud
kepada BHC.
3. Kepemilikan saham Bank oleh BHC paling tinggi sebesar
modal sendiri bersih BHC.
4. Yang dimaksud dengan modal sendiri bersih adalah
penjumlahan dari modal disetor, cadangan dan laba,
dikurangi penyertaan dan kerugian.
J. BHC dapat berdiri sendiri sebagai 1 (satu) badan hukum atau
berupa Perusahaan Induk di Bidang Keuangan (Financial
Holding Company) yang mengkonsolidasikan lembaga-lembaga
keuangan yang dimiliki oleh PSP.
K. Financial Holding Company (selanjutnya disebut FHC) yang
bertindak sebagai BHC, wajib membentuk unit kegiatan BHC
sebagai pelaksana kegiatan holding bagi bank-bank yang
menjadi anak perusahaannya.
L. Unit kegiatan BHC dalam FHC dipimpin oleh salah satu
direktur FHC.
M. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit
and proper test) terhadap direktur FHC yang ditunjuk untuk
membawahkan unit kegiatan BHC sebagai pelaksana holding
Bank-Bank yang dikendalikannya. Pelaksanaan uji
kemampuan dan kepatutan terhadap direktur FHC mengacu
pada tata cara uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon
anggota direksi Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai uji kemampuan dan
kepatutan (fit and proper test) bagi Bank Umum Konvensional
atau Bank Umum Syariah.
N. Dalam…
N. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu
pembentukan BHC, permohonan diajukan kepada Bank
Indonesia paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sebelum batas
waktu sebagaimana dimaksud pada butir G.7 atau butir G.8.
O. PSP melaporkan realisasi pembentukan unit kegiatan BHC
dalam FHC kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja setelah realisasi pembentukan unit kegiatan BHC
dalam FHC dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir
G.9.
P. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir B.1 yang memilih
membentuk unit kegiatan BHC dalam FHC wajib membentuk
unit kegiatan BHC dalam FHC paling lama 6 (enam) bulan
sejak PBI Kepemilikan Tunggal berlaku.
Q. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir B.2 yang memilih
membentuk unit kegiatan BHC dalam FHC wajib membentuk
unit kegiatan BHC dalam FHC paling lama 6 (enam) bulan
setelah akuisisi legal.
IV. PEMBENTUKAN FUNGSI HOLDING
A. Fungsi Holding hanya dapat dilakukan oleh PSP berupa:
1. Bank yang berbadan hukum Indonesia.
2.
Instansi Pemerintah Republik Indonesia.
B. Fungsi Holding pada PSP berupa Bank yang berbadan hukum
Indonesia dipimpin oleh direktur yang membawahkan bidang
perencanaan strategis.
C. PSP menyerahkan informasi dan dokumen pendukung
mengenai rencana pembentukan Fungsi Holding kepada Bank
Indonesia, yang terdiri atas:
1. struktur organisasi Fungsi Holding;
2. daftar…
2. daftar pelaksana Fungsi Holding, disertai dengan
dokumen sebagaimana dimaksud pada butir III.G.2.e;
dan
3. surat penunjukan untuk menjadi pelaksana Fungsi
Holding.
D. Fungsi Holding yang berada di bawah instansi Pemerintah
Republik Indonesia dipimpin oleh pejabat eselon I atau pejabat
satu tingkat di bawah menteri.
E. Prosedur pembentukan Fungsi Holding dilakukan sebagai
berikut:
1. Rencana akuisisi dan/atau rencana pembentukan Fungsi
Holding dimuat dalam Rencana Bisnis Bank yang
disampaikan kepada Bank Indonesia pada Sub Bab
Kebijakan dan Strategi Manajemen.
2. Permohonan pembentukan Fungsi Holding disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank (DPB) terkait, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum
Konvensional yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia;
b. Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum
Syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia; atau
c. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat bagi
Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia,
3. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dilampiri dengan dokumen pendukung yang
terdiri atas:
a. risalah…
a.
risalah Rapat Umum Pemegang Saham masing-
masing Bank (apabila didahului dengan akuisisi
Bank); dan
b.
rencana susunan pelaksana dan struktur organisasi
Fungsi Holding.
4. Pembentukan Fungsi Holding dilakukan oleh:
a. PSP yang telah menjadi pengendali pada lebih dari 1
(satu) bank pada saat PBI Kepemilikan Tunggal
berlaku; atau
b. PSP yang akan melakukan akuisisi Bank sehingga
menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) bank
setelah PBI Kepemilikan Tunggal berlaku.
5. Bagi pihak sebagaimana dimaksud pada butir 4.a,
rencana dan permohonan pembentukan Fungsi Holding
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 3 (tiga)
bulan sejak PBI Kepemilikan Tunggal berlaku.
6. Bagi pihak sebagaimana dimaksud pada butir 4.b,
rencana pembentukan Fungsi Holding disampaikan
kepada Bank Indonesia pada saat mengajukan izin
akuisisi, sedangkan permohonan pembentukan Fungsi
Holding disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama
3 (tiga) bulan setelah akuisisi legal dilakukan.
7. Bank Indonesia akan memberikan persetujuan atas
permohonan pembentukan Fungsi Holding paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap dan benar.
8. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir 4.a wajib
membentuk Fungsi Holding paling lama 6 (enam) bulan
sejak PBI Kepemilikan Tunggal berlaku.
9. Pihak…
9. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir 4.b wajib
membentuk Fungsi Holding paling lama 6 (enam) bulan
setelah akuisisi legal.
10. Realisasi pembentukan Fungsi Holding dilaporkan kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank (DPB) terkait, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum
Konvensional yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia;
b. Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum
Syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia; atau
c. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat bagi
Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia,
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah realisasi
pembentukan Fungsi Holding.
F. Dalam rangka memberikan arah strategis dan
mengkonsolidasikan laporan keuangan dari Bank-Bank yang
menjadi anak perusahaannya, Fungsi Holding memiliki tugas
sebagaimana tugas BHC pada butir III.H.
G. Dalam hal pembentukan Fungsi Holding didahului dengan
proses akuisisi, maka akuisisi hanya dapat dilakukan dalam
satu kesatuan proses tanpa jeda dengan pembentukan Fungsi
Holding.
H. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu
pembentukan Fungsi Holding, permohonan diajukan kepada
Bank Indonesia paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sebelum
batas waktu sebagaimana dimaksud pada butir E.8 atau butir
E.9.
V. PENGAWASAN…
V. PENGAWASAN DAN PELAPORAN
A. Bank Indonesia melakukan pengawasan kepada BHC dan
Fungsi Holding, termasuk melakukan pemeriksaan, baik
secara berkala maupun sewaktu-waktu diperlukan.
B. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan tersebut, BHC dan
Fungsi Holding wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia:
1. program kerja strategis BHC sebagaimana dimaksud pada
butir III.H atau program kerja strategis Fungsi Holding
sebagaimana dimaksud pada butir IV.F disampaikan
setiap tahun paling lambat pada akhir bulan Februari;
2.
laporan pengawasan BHC dan Fungsi Holding terhadap
bank, yang disampaikan setiap semester, masing-masing
untuk posisi bulan Juni dan Desember. Untuk posisi
Juni disampaikan paling lambat pada akhir Agustus
sedangkan untuk posisi Desember disampaikan paling
lambat pada akhir Februari tahun berikutnya; dan
3.
laporan lainnya, antara lain laporan transparansi kondisi
keuangan BHC dan laporan penerapan manajemen risiko
secara konsolidasi bagi BHC yang melakukan
pengendalian terhadap Bank dengan format, tata cara,
dan periode pelaporan yang mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi
kondisi keuangan Bank dan ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko
bagi Bank.
C. PSP melalui Bank wajib menyampaikan rencana pemenuhan
kepemilikan tunggal kepada Bank Indonesia yang memuat
paling kurang cara penyesuaian yang dipilih, rencana tindak,
dan jadwal waktu pelaksanaan dan diketahui oleh pengurus
Bank.
D. Bank…
D. Bank wajib menyampaikan laporan perkembangan kewajiban
pemenuhan ketentuan kepemilikan tunggal kepada Bank
Indonesia setiap triwulan terhitung sejak persetujuan Bank
Indonesia atas rencana pemenuhan ketentuan kepemilikan
tunggal, termasuk jika terdapat hal-hal yang menjadi kendala
dalam pelaksanaan pemenuhan kebijakan kepemilikan
tunggal pada perbankan Indonesia dan rencana tindak untuk
mengatasi kendala dimaksud, serta jangka waktu target
penyelesaiannya.
E. Program kerja, rencana pemenuhan kepemilikan tunggal, dan
laporan-laporan sebagaimana dimaksud pada huruf B, huruf
C, dan huruf D disampaikan kepada:
1. Departemen Pengawasan Bank (DPB) terkait, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum
Konvensional yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia;
2. Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H. Thamrin
No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Syariah yang
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia; atau
3. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat bagi Bank
yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia.
F. Khusus bagi pihak yang telah menjadi PSP pada lebih dari 1
(satu) bank sebelum berlakunya PBI Kepemilikan Tunggal
tidak perlu mencantumkan rencana pemenuhan ketentuan
kepemilikan tunggal pada Rencana Bisnis Bank tahun 2013.
VI. PENUTUP…
VI. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku,
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/32/DPNP tanggal 12
Desember 2007 perihal Kepemilikan Tunggal pada Perbankan
Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
4 Februari 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULYA E. SIREGAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/2/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia </reg_title>
<set_date> 4 Februari 2013 </set_date>
<effective_date> 4 Februari 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '9/32/DPNP|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '14/24/PBI/2012' </related_reg>
|
No.9/29/DPbS
Jakarta, 7 Desember 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 9/17/PBI/2007 tanggal 4 Desember 2007 tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 146 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4787), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok
ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip
syariah (BPRS) merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik
pemilik, pengurus bank, masyarakat pengguna jasa bank, Bank
Indonesia selaku otoritas pengawasan bank maupun pihak lainnya.
Hasil penilaian tingkat kesehatan digunakan oleh Bank Indonesia
untuk melakukan pengawasan dan pengaturan dalam rangka
menerapkan strategi pembinaan dan pengembangan yang tepat bagi
BPRS. …
BPRS. Selanjutnya, tingkat kesehatan digunakan oleh BPRS sebagai
salah satu alat bagi manajemen dalam menentukan kebijakan dan
pelaksanaan pengelolaan bank ke depan.
2. Tingkat kesehatan BPRS merupakan hasil penilaian komposit atas
berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu
BPRS. Penilaian tingkat kesehatan BPRS tersebut dilakukan melalui
penilaian kuantitatif dan kualitatif terhadap faktor keuangan,
termasuk kemampuan BPRS dalam mengelola berbagai risiko, serta
penilaian kualitatif terhadap faktor manajemen, termasuk kepatuhan
BPRS terhadap prinsip-prinsip syariah dan ketentuan yang berlaku.
3. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan
maupun proyeksi rasio-rasio keuangan BPRS, sedangkan penilaian
kualitatif adalah penilaian terhadap faktor manajemen dan faktor-
faktor hasil penilaian kuantitatif dengan mempertimbangkan
indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan.
4. Rasio-rasio yang digunakan untuk menganalisa faktor keuangan
dibedakan menjadi rasio utama, rasio penunjang dan rasio
pengamatan (observed). Rasio utama merupakan rasio yang menjadi
dasar terhadap penilaian faktor keuangan, rasio penunjang
merupakan rasio yang akan mempengaruhi penilaian faktor keuangan
sedangkan rasio pengamatan (observed) merupakan rasio yang dapat
digunakan sebagai satu pertimbangan tambahan dalam penilaian
akhir atas faktor keuangan.
II. CAKUPAN FAKTOR PENILAIAN
Penilaian tingkat kesehatan BPRS mencakup penilaian terhadap faktor-
faktor yang terdiri dari:
1. Permodalan (capital)
Penilaian permodalan dimaksudkan untuk mengevaluasi kecukupan
modal …
modal BPRS dalam mengelola eksposur risiko saat ini dan di masa
mendatang melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif atas
rasio/komponen sebagai berikut:
a. Kecukupan Modal (rasio utama);
b. Proyeksi Kecukupan Modal (rasio penunjang);
c. Kecukupan equity (rasio pengamatan/observed);
d. Kecukupan modal inti terhadap dana pihak ketiga (rasio
pengamatan/observed);
e. Fungsi Intermediasi atas dana investasi dengan metode Profit
Sharing (rasio pengamatan/observed).
2. Kualitas aset (Asset quality)
Penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk mengevaluasi kondisi
aset BPRS dalam mengelola eksposur risiko saat ini dan di masa
mendatang melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif atas
rasio/komponen sebagai berikut:
a. Kualitas aktiva produktif (rasio utama);
b. Pembiayaan bermasalah (rasio penunjang);
c. Rata – rata tingkat pengembalian pembiayaan hapus buku
(rasio pengamatan/observed);
pembiayaan
d. Nasabah
pengamatan/observed).
3. Rentabilitas (Earnings)
Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk mengevaluasi
kemampuan bank dalam mendukung kegiatan operasional dan
permodalan, melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif atas
rasio/komponen sebagai berikut:
a. Tingkat efisiensi operasional (rasio utama);
b. Aset yang menghasilkan pendapatan (rasio penunjang);
c. Net Margin Operasional Utama (rasio penunjang);
d. Biaya …
bermasalah
(rasio
d. Biaya tenaga kerja terhadap total pembiayaan (rasio
pengamatan/observed);
e. Return on Assets (rasio pengamatan/observed);
f. Return on Equity (rasio pengamatan/observed);
g. Return on Investment Account Holder (rasio
pengamatan/observed).
4. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan
bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan kecukupan
manajemen risiko likuiditas BPRS melalui penilaian kuantitatif dan
kualitatif atas rasio/komponen sebagai berikut:
a. Cash ratio (rasio utama);
b. Short-term mismatch (rasio penunjang).
5. Manajemen (Management)
Penilaian manajemen dimaksudkan untuk mengevaluasi
kemampuan manajerial pengurus BPRS dalam menjalankan
usahanya, kecukupan manajemen risiko dan kepatuhan BPRS
terhadap pelaksanaan prinsip syariah serta kepatuhan BPRS
terhadap ketentuan yang berlaku, melalui penilaian kualitatif atas
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kualitas manajemen umum dan kepatuhan BPRS terhadap
ketentuan yang berlaku, yang terdiri dari 16 (enam belas)
aspek dengan bobot sebesar 35% (tiga puluh lima per seratus);
b. Kualitas manajemen risiko, yang terdiri dari 6 (enam) jenis
risiko yang meliputi beberapa aspek tertentu dengan bobot
sebesar 40% (empat puluh per seratus);
c. Kepatuhan terhadap pelaksanaan prinsip – prinsip syariah,
yang terdiri dari 3 (tiga) aspek dengan bobot sebesar 25% (dua
puluh lima per seratus).
III. TATA …
III. TATA CARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK
PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
Penilaian tingkat kesehatan BPRS dilakukan dalam beberapa tahap
sebagai berikut:
1. Tahap penilaian dan/atau penetapan peringkat setiap
rasio/komponen.
Penilaian atas setiap rasio/komponen sebagaimana dimaksud pada
angka II dilakukan secara kuantitatif untuk rasio keuangan dengan
berpedoman pada Lampiran 1a, Lampiran 1b, Lampiran 1c dan
Lampiran 1d. Sedangkan untuk komponen manajemen dilakukan
secara kualitatif dengan berpedoman pada Lampiran 1e.
2. Tahap penetapan peringkat masing-masing faktor permodalan,
kualitas aset, rentabilitas dan likuiditas.
Penetapan peringkat setiap faktor tersebut dilakukan dalam 2 tahap:
a. Melakukan penghitungan gabungan dengan menggunakan
metode sebagaimana tercantum pada Lampiran 1f atas rasio
utama dan rasio penunjang yang terdapat pada masing-masing
faktor, untuk memperoleh dasar kuantitatif penetapan peringkat
faktor.
b. Penetapan peringkat masing-masing faktor dilakukan dengan
berpedoman pada Matriks Kriteria Peringkat Faktor
sebagaimana tercantum pada Lampiran 2a, Lampiran 2b,
Lampiran 2c dan Lampiran 2d serta dengan
mempertimbangkan rasio pengamatan/observed dan indikator
pendukung dan/atau pembanding yang relevan (judgement).
3. Tahap penetapan peringkat faktor manajemen.
Penetapan peringkat faktor manajemen dilakukan dalam 2 tahap:
a. Melakukan penghitungan gabungan atas 3 (tiga) komponen
manajemen …
manajemen dengan bobot sebagaimana dimaksud pada butir
II.5, untuk memperoleh dasar penetapan peringkat faktor.
b. Penetapan peringkat dilakukan dengan berpedoman pada
Matriks Kriteria Peringkat Faktor sebagaimana tercantum pada
Lampiran 2e dengan mempertimbangkan indikator pendukung
dan atau pembanding yang relevan (judgement).
4. Tahap penetapan peringkat faktor keuangan.
Penetapan peringkat faktor keuangan dilakukan dalam 2 tahap:
a. Melakukan penghitungan gabungan melalui pembobotan atas
nilai peringkat faktor sebagai berikut :
1) Permodalan, dengan bobot 25% (dua puluh lima per
seratus);
2) kualitas aset, dengan bobot 45% (empat puluh lima per
seratus);
3)
4)
rentabilitas, dengan bobot 15% (lima belas per seratus);
likuiditas, dengan bobot 15% (lima belas per seratus)
untuk memperoleh dasar kuantitatif penetapan peringkat faktor.
b. Penetapan peringkat dilakukan dengan berpedoman pada
Matriks Kriteria Peringkat Faktor Keuangan sebagaimana
tercantum pada Lampiran 3.
5. Tahap Penetapan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan BPRS.
Penetapan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan BPRS dilakukan
dengan melakukan penghitungan komposit atas Peringkat Faktor
Keuangan dan Peringkat Faktor Manajemen dengan menggunakan
tabel konversi dan berpedoman pada Matriks Kriteria Penetapan
Peringkat Komposit sebagaimana tercantum pada Lampiran 4
serta dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan/atau
pembanding yang relevan (judgement).
6. Penilaian rasio – rasio keuangan oleh BPRS didokumentasikan
dalam …
dalam format kertas kerja sebagaimana tercantum pada Lampiran
5.
7. Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 5 merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
IV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/29/DPbS|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title>
<set_date> 7 Desember 2007 </set_date>
<effective_date> 7 Desember 2007 </effective_date>
<related_reg> '9/17/PBI/2007' </related_reg>
|
No. 3/ 10 /DASP
Jakarta, 28 Mei 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal : Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem
Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal
Warkat atau Data Keuangan Elektronik
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13
Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni
2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal, antara lain ditetapkan
bahwa Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir diatur lebih lanjut
dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas dan sehubungan dengan
diimplementasikannya Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-
RTGS) di Jakarta pada tanggal 17 November 2000 sebagaimana dimaksud dalam
Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement serta akan diimplementasikannya
Sistem BI-RTGS pada Kantor Bank Indonesia, maka diatur hal-hal sebagai
berikut :
I. JADWAL ...
2
I. JADWAL KLIRING DAN TANGGAL VALUTA PENYELESAIAN
AKHIR
Kegiatan Kliring dapat diselenggarakan dengan memisahkan atau tidak
memisahkan Kliring Nominal Besar dengan Kliring Ritel. Berkenaan dengan
hal tersebut, jadwal Kliring dan tanggal valuta Penyelesaian Akhir diatur
sebagai berikut :
A. Pada Penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Tidak
Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel
1. Jadwal Kliring mencakup satu siklus kegiatan Kliring yang terdiri
dari :
a.
b.
Kliring Penyerahan;
Kliring Pengembalian.
2. Kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
pada tanggal yang sama.
3. Pengembalian Warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE)
Debet Kliring Penyerahan yang ditolak pembayarannya oleh
Bank Tertarik hanya dapat dilakukan pada kegiatan Kliring
Pengembalian yang merupakan satu kesatuan siklus Kliring
dengan Kliring Penyerahan yang bersangkutan.
4. Penyelesaian Akhir dilakukan sekaligus setelah kedua siklus
kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dilaksanakan. Tanggal valuta Penyelesaian Akhir adalah tanggal
yang sama dengan pelaksanaan Kliring sebagaimana dimaksud
dalam angka 1.
B. Pada Penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang
Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel
1. Jadwal Kliring mencakup dua siklus kegiatan Kliring sebagai
berikut :
a. Siklus ...
3
a.
Siklus Kliring Nominal Besar, yang terdiri dari kegiatan :
1) Kliring Penyerahan Nominal Besar;
2) Kliring Pengembalian Nominal Besar.
b.
Siklus Kliring Ritel, yang terdiri dari kegiatan :
1)
2)
Kliring Penyerahan Ritel;
Kliring Pengembalian Ritel.
2. Kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a.1)
dan huruf a.2) dilakukan pada tanggal yang sama, sedangkan
kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b.1) dan
huruf b.2) dilakukan pada tanggal yang berbeda yaitu kegiatan
Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b.2) dilakukan
pada hari kerja berikutnya setelah kegiatan Kliring sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf b.1).
3. Pengembalian Warkat atau DKE Debet Kliring Penyerahan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a.1) dan b.1) yang
ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik hanya dapat dilakukan
pada kegiatan Kliring Pengembalian yang merupakan satu
kesatuan siklus Kliring dengan Kliring Penyerahan yang
bersangkutan.
4. Penyelesaian Akhir dilakukan untuk masing-masing kegiatan
Kliring pada angka 1 huruf a.1), angka 1 huruf a.2), angka 1 huruf
b.1) dan angka 1 huruf b.2). Tanggal valuta Penyelesaian Akhir
masing-masing kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a dan b sama dengan tanggal pelaksanaan masing-
masing kegiatan Kliring.
II. PEMBERITAHUAN JADWAL KLIRING DAN SISTEM
PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL
Sesuai Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia
Nomor ...
4
Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan
Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank
atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang
Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi
Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal, Penyelenggara
menetapkan Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal. Selanjutnya Sistem
Penyelenggaraan Kliring dan Jadwal kegiatan Kliring sebagaimana
dimaksud pada angka I diumumkan secara tertulis oleh masing-masing
Penyelenggara dengan mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia ini dan
Surat
Edaran Bank Indonesia untuk masing-masing Sistem
Penyelenggaraan Kliring Lokal.
III. JENIS DAN BATASAN NOMINAL WARKAT ATAU DKE
A. Pada penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Tidak
Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel
1. Warkat atau DKE Kredit yang dapat dikliringkan adalah Warkat
atau DKE Kredit dengan nilai nominal di bawah
Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
2. Warkat atau DKE Debet yang dapat dikliringkan adalah Warkat
atau DKE Debet dengan nilai nominal yang tidak terbatas.
Khusus untuk Nota Debet pelaksanaannya harus tunduk pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan
Nota Debet Dalam Kliring.
B. Pada penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang
Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel
1. Kliring Nominal Besar
Warkat atau DKE yang dapat dikliringkan hanya Warkat atau
DKE ...
5
DKE Debet dengan nilai nominal Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) ke atas. Khusus untuk Nota Debet pelaksanaannya harus
tunduk
pada
2.
mengenai Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring.
Kliring Ritel
a. Warkat atau DKE Kredit yang dapat dikliringkan adalah
Warkat atau DKE Kredit dengan nilai nominal di bawah
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
b. Warkat atau DKE Debet yang dapat dikliringkan adalah
Warkat atau DKE Debet dengan nilai nominal di bawah
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Khusus untuk
Nota Debet pelaksanaannya harus tunduk pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Nota
Debet Dalam Kliring.
IV. INFORMASI DINI HASIL KLIRING LOKAL
Bank dapat mengetahui secara dini informasi hasil Kliring Lokal pada waktu
penyediaan informasi dalam jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal. Tata
cara penyampaian informasi diumumkan oleh Penyelenggara melalui
pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka II.
V. PASAR UANG ANTAR BANK ATAU PASAR UANG ANTAR BANK
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
Seluruh pembayaran dan atau pelunasan atas transaksi Pasar Uang Antar
Bank (PUAB) atau Pasar Uang Antar Bank berdasarkan prinsip Syariah
(PUAS) termasuk penempatan dana antar bank dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS.
VI. ATURAN PERALIHAN
Pada Wilayah Kliring yang belum mengimplementasikan Sistem BI-RTGS,
Bank masih dapat mengkliringkan Warkat atau DKE Kredit dengan nilai
nominal ...
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
6
nominal Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar) ke atas dan menyelesaikan
transaksi PUAB/PUAS melalui kegiatan Kliring.
VII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran
Bank Indonesia No. 3/4/DASP tanggal 23 Januari 2001 perihal Jenis dan
Batasan Nominal Warkat serta Jadwal Penyelenggaraan Kliring Lokal di
Jakarta dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Juni 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/10/DASP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik </reg_title>
<set_date> 28 Mei 2001 </set_date>
<effective_date> 1 Juni 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '3/4/DASP|SE-BI/2001' </replaced_reg>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999', '2/24/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
|
1
No. 14/ 17 /DASP
Jakarta, 7 Juni 2012
S U R A T E D A R A N
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan
Kartu
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5000) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/20121(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 20121Nomor 11, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5275), perlu untuk melakukan
perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP
perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu, sebagai berikut:
1. Ketentuan butir VII.A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
A. Prinsip Perlindungan Nasabah
1. Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan nasabah
dalam menyelenggarakan kegiatan APMK yang antara lain
dilakukan dengan:
a. menyampaikan informasi tertulis kepada calon
Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu atas APMK
yang …
2
yang diterbitkan.
Informasi tersebut wajib
menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan
mudah dimengerti, ditulis dalam huruf dan angka
yang mudah dibaca oleh calon Pemegang Kartu dan
Pemegang Kartu; dan
b. menyediakan sarana dan nomor telepon yang dapat
secara mudah digunakan dan/atau dihubungi oleh
calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu dalam
rangka melakukan verifikasi kebenaran segala
fasilitas yang ditawarkan dan/atau informasi yang
disampaikan oleh Penerbit.
2. Untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, Penerbit Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet wajib memberikan informasi
tertulis kepada calon Pemegang Kartu dan Pemegang
Kartu, yang paling kurang meliputi:
a. prosedur dan tata cara penggunaan Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet, fasilitas yang melekat pada
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dan risiko yang
mungkin timbul dari penggunaan Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet;
b. hak dan kewajiban Pemegang Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet, yang paling kurang meliputi:
1) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh
Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
dalam penggunaan kartu, termasuk segala
konsekuensi/risiko yang mungkin timbul dari
penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet,
misalnya tidak memberikan PIN kepada orang
lain dan berhati-hati saat melakukan transaksi
melalui mesin ATM;
2) hak …
3
2) hak dan tanggung jawab Pemegang dan/atau
Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
apabila terjadi berbagai hal yang mengakibatkan
kerugian bagi Pemegang dan/atau Penerbit
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, baik yang
disebabkan karena adanya pemalsuan Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet, kegagalan sistem
Penerbit, atau sebab lainnya;
3)
4)
jenis dan besarnya biaya yang dikenakan
Penerbit; dan
tata cara dan konsekuensi jika Pemegang Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet tidak lagi
berkeinginan menjadi Pemegang Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet;
c.
tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan
dengan penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet dan perkiraan waktu penyelesaian pengaduan
tersebut.
3. Untuk Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib
menyampaikan informasi tertulis kepada calon Pemegang
Kartu dan Pemegang Kartu Kredit, yang paling kurang
meliputi:
a. prosedur dan tata cara penggunaan Kartu Kredit,
fasilitas yang melekat pada Kartu Kredit, dan risiko
yang mungkin timbul dari penggunaan Kartu Kredit;
b. hak dan kewajiban Pemegang Kartu Kredit, yang
paling kurang meliputi:
1) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh
Pemegang Kartu Kredit dalam penggunaan Kartu
Kredit, termasuk segala konsekuensi/risiko yang
mungkin …
4
mungkin timbul dari penggunaan Kartu Kredit,
misalnya tidak memberikan PIN kepada orang
lain dan berhati-hati saat melakukan transaksi;
2) hak dan tanggung jawab Pemegang dan/atau
Penerbit Kartu Kredit apabila terjadi berbagai
hal yang mengakibatkan kerugian bagi
Pemegang dan/atau Penerbit Kartu Kredit, baik
yang disebabkan karena adanya pemalsuan
Kartu Kredit, kegagalan sistem Penerbit Kartu
Kredit, atau sebab lainnya;
3)
4)
jenis dan besarnya biaya yang dikenakan
Penerbit;
tata cara dan konsekuensi jika Pemegang Kartu
Kredit tidak lagi berkeinginan menjadi Pemegang
Kartu Kredit;
5)
tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan
dengan penggunaan Kartu Kredit dan perkiraan
waktu penyelesaian pengaduan;
6)
jenis kualitas kredit dari Kartu Kredit (lancar,
dalam perhatian khusus, kurang lancar,
diragukan, atau macet) berdasarkan ketentuan
Bank Indonesia, dan konsekuensi dari masing-
masing kualitas kredit tersebut; dan
7)
informasi bahwa penagihan dapat dilakukan
menggunakan jasa pihak lain di luar Penerbit
Kartu Kredit apabila kualitas kredit Pemegang
Kartu Kredit termasuk dalam kualitas macet,
jika Penerbit Kartu Kredit menggunakan jasa
pihak lain;
c.
informasi …
5
c.
informasi mengenai bunga Kartu Kredit yang paling
kurang meliputi:
1) besarnya suku bunga Kartu Kredit, baik suku
bunga bulanan maupun suku bunga tahunan;
2) pola, tata cara dan komponen penghitungan
bunga Kartu Kredit; dan
3)
tata cara serta persyaratan permohonan
penghapusan bunga jika terdapat kesalahan
dalam pembebanan bunga Kartu Kredit;
Informasi tata cara dan dasar penghitungan bunga
Kartu Kredit harus dilengkapi dengan contoh atau
ilustrasi yang mudah dipahami oleh Pemegang Kartu
Kredit;
d.
informasi mengenai biaya dan denda Kartu Kredit,
yang paling kurang meliputi:
1)
jenis dan besarnya biaya dan denda Kartu
Kredit;
2) komponen dan pola penghitungan biaya dan
denda Kartu Kredit;
3)
4)
tata cara pengenaan biaya dan denda Kartu
Kredit; dan
tata cara dan persyaratan permohonan
penghapusan biaya dan denda Kartu Kredit
apabila terdapat kesalahan dalam pembebanan
biaya dan/atau denda Kartu Kredit;
e.
informasi tata cara dan persyaratan bagi Pemegang
Kartu Kredit untuk mengakhiri dan/atau menutup
fasilitas Kartu Kredit, yang paling kurang memuat
informasi:
1)
persyaratan …
6
1) persyaratan pengakhiran dan/atau penutupan
fasilitas Kartu Kredit;
2) mekanisme pengajuan permohonan pengakhiran
dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit;
3)
jangka waktu penanganan oleh Penerbit
Kartu Kredit terhadap permohonan pengakhiran
dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit; dan
4)
f.
informasi penting lainnya yang perlu diketahui
oleh Pemegang Kartu Kredit.
ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit yang
mencakup informasi transaksi Pemegang Kartu
Kredit selama satu tahun berjalan dihitung sejak
bulan mulai berlakunya Kartu Kredit, yang paling
kurang memuat informasi:
1)
2)
3)
4)
5)
total transaksi pembelanjaan selama satu tahun;
total transaksi tarik tunai selama satu tahun;
total bunga selama satu tahun;
total biaya selama satu tahun;
total denda selama satu tahun;
6) performa pembayaran Pemegang Kartu Kredit
atas tagihan Kartu Kredit selama satu tahun;
dan
7) kualitas kredit Pemegang Kartu Kredit posisi
terakhir;
Pemberian ringkasan transaksi Pemegang Kartu
Kredit secara tahunan dilakukan berdasarkan
permohonan Pemegang Kartu Kredit. Penerbit dapat
mengenakan biaya atas pemberian ringkasan
transaksi Pemegang Kartu Kredit secara tahunan
tersebut.
g.
informasi …
7
g.
informasi tagihan (billing statement) Kartu Kredit
secara lengkap, akurat, dan informatif, serta
dilakukan secara benar dan tepat waktu, yang paling
kurang memuat:
1) besarnya tagihan Kartu Kredit;
2) besarnya batas minimum pembayaran oleh
Pemegang Kartu Kredit;
3) penjelasan informasi rincian bunga dan denda,
jika ada;
4) plafon kredit dan sisa plafon kredit;
5) kualitas kredit atas penggunaan Kartu Kredit;
6)
7)
tanggal transaksi;
tanggal pembukuan (posting date);
8) besarnya nilai transaksi dalam Rupiah;
9) besarnya nilai transaksi dalam valuta asing dan
lawan Rupiah, serta informasi nilai tukar, untuk
transaksi yang dilakukan di luar negeri;
10) tanggal cetak tagihan;
11) tanggal jatuh tempo pembayaran;
12) kelonggaran waktu pembayaran apabila tanggal
jatuh tempo bertepatan dengan hari libur;
13) besarnya persentase suku bunga tiap bulan dan
persentase efektif suku bunga tiap tahun
(annualized percentage rate) atas transaksi
pembelian barang atau jasa, dan penarikan
tunai;
14) nominal bunga yang dikenakan;
15) besarnya biaya-biaya; dan
16) besarnya denda atas keterlambatan pembayaran
oleh Pemegang Kartu Kredit, jika ada;
4. Tata …
8
4. Tata cara penyampaian informasi tertulis sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dan angka 3 adalah sebagai
berikut:
a.
informasi tertulis disampaikan oleh Penerbit APMK
secara langsung ke alamat calon Pemegang Kartu
atau Pemegang Kartu dengan menggunakan media
seperti formulir permohonan, welcome pack, brosur,
lembar tagihan (billing statement) dan/atau surat
pemberitahuan;
b. dalam hal terjadi perubahan atas substansi dan
materi
informasi, Penerbit APMK wajib
menginformasikan kembali dengan ketentuan dan
tata cara penyampaian sebagaimana dimaksud pada
huruf a;
c. untuk penyampaian ringkasan transaksi Pemegang
Kartu Kredit secara tahunan wajib dilakukan paling
lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak bulan terakhir
periode ringkasan transaksi. Contoh penyampaian
ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit secara
tahunan mengacu pada contoh 1 dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini;
d.
lembar informasi tagihan (billing statement), baik
dalam bentuk elektronik (e-statement) atau dalam
bentuk fisik (hardcopy), harus sudah sampai di
alamat Pemegang Kartu Kredit paling lambat
7 (tujuh) hari kalender sebelum tanggal jatuh tempo
pembayaran (due date).
Jumlah …
9
Jumlah hari antara tanggal cetak tagihan dengan
tanggal jatuh tempo pembayaran (due date) tidak
boleh kurang dari 16 (enam belas) hari kalender.
Contoh penyampaian lembar informasi tagihan
(billing statement) mengacu pada contoh 2 dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini;
5. Dalam rangka perlindungan Pemegang Kartu Kredit,
perhitungan bunga yang timbul atas transaksi Kartu
Kredit wajib dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. penghitungan hari bunga atas utang Kartu Kredit
didasarkan dan dimulai dari tanggal pembukuan
(posting) Penerbit Kartu Kredit. Tanggal pembukuan
(posting) merupakan tanggal riil Penerbit Kartu Kredit
melakukan pembayaran kepada Acquirer atas
transaksi pembelanjaan Pemegang Kartu Kredit, atau
melakukan pembayaran kepada penyelenggara ATM
atas transaksi tarik tunai menggunakan Kartu
Kredit;
b. penghitungan bunga Kartu Kredit untuk tagihan
berikutnya dilakukan berdasarkan jumlah sisa
tagihan Kartu Kredit atas transaksi pembelanjaan
dan/atau tarik tunai yang belum terbayar
(outstanding);
c. biaya terutang, denda terutang, bunga terutang, dan
tagihan yang belum jatuh tempo, dilarang digunakan
sebagai komponen penghitungan bunga Kartu Kredit;
d. untuk transaksi pembelanjaan, bunga dibebankan
apabila Pemegang Kartu Kredit:
1)
tidak …
10
1)
tidak melakukan pembayaran;
2) melakukan pembayaran kurang dari total
tagihan Kartu Kredit (pembayaran tidak penuh);
atau
3) melakukan pembayaran penuh setelah tanggal
jatuh tempo pembayaran.
Bunga dari transaksi pembelanjaan tidak
dibebankan apabila Pemegang Kartu Kredit telah
melakukan pembayaran penuh paling lambat pada
tanggal jatuh tempo, atau pada kelonggaran waktu
pembayaran yang diberikan oleh Penerbit Kartu
Kredit;
e. untuk transaksi tarik tunai, bunga dibebankan dan
dihitung mulai dari tanggal pembukuan (posting)
sampai dengan tanggal dilakukannya pembayaran
secara penuh oleh Pemegang Kartu Kredit, dengan
contoh penghitungan mengacu pada contoh 3 dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini;
f. penetapan bunga harian didasarkan pada
perhitungan jumlah hari kalender dalam setahun
yaitu 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari.
6. Denda keterlambatan pembayaran dikenakan oleh
Penerbit Kartu Kredit apabila Pemegang Kartu Kredit
tidak melakukan pembayaran atau melakukan
pembayaran setelah tanggal jatuh tempo.
Denda keterlambatan dilarang dikenakan oleh Penerbit
Kartu Kredit kepada Pemegang Kartu Kredit yang
melakukan pembayaran pada masa kelonggaran waktu
pembayaran …
11
pembayaran apabila tanggal jatuh tempo bertepatan
dengan hari libur.
Nilai denda keterlambatan yang dapat dikenakan kepada
Pemegang Kartu Kredit paling banyak 3% (tiga persen)
dari total tagihan dan tidak melebihi Rp150.000,00
(seratus lima puluh ribu Rupiah). Apabila hasil
perhitungan denda 3% (tiga persen) tersebut melebihi
Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu Rupiah), maka
nilai denda yang dapat dikenakan paling banyak
Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu Rupiah). Untuk
Kartu Kredit yang memiliki kartu tambahan, maka denda
keterlambatan hanya dibebankan kepada Kartu Kredit
utama.
Pengenaan denda keterlambatan pembayaran wajib
dihentikan pada saat Kartu Kredit digolongkan macet
sesuai ketentuan Bank Indonesia atau diblokir permanen
oleh Penerbit Kartu Kredit.
Untuk Kartu Kredit yang bersifat charge card,
denda/biaya keterlambatan pembayaran yang dapat
dikenakan kepada Pemegang Kartu Kredit tidak boleh
melebihi batas maksimum suku bunga Kartu Kredit yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
7. Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan secara
otomatis fasilitas yang berdampak tambahan biaya yang
harus ditanggung oleh Pemegang Kartu Kredit, dan/atau
fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit tanpa
persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu Kredit terlebih
dahulu. Termasuk persetujuan tertulis dalam hal ini
adalah persetujuan tertulis yang disampaikan melalui
faksimili atau e-mail, serta kesepakatan pembicaraan
melalui …
12
melalui telepon yang dituangkan dalam catatan resmi
Penerbit Kartu Kredit yang bersangkutan.
Fasilitas yang berdampak tambahan biaya yang harus
ditanggung oleh Pemegang Kartu Kredit, dan/atau
fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit antara lain
program asuransi dan tagihan rutin atas transaksi yang
bersifat terus-menerus seperti tagihan listrik, air, atau
telepon.
8. Penerbit Kartu Kredit dilarang mencantumkan klausula
dalam perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan
Pemegang Kartu Kredit yang memberikan peluang
diberikannya suatu produk secara otomatis kepada
Pemegang Kartu Kredit, dan/atau diberikannya fasilitas-
fasilitas yang berdampak tambahan biaya, tanpa
persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu Kredit terlebih
dahulu. Contoh klausula yang dilarang dicantumkan
dalam perjanjian Kartu Kredit mengacu pada contoh 4
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
9. Dalam hal Penerbit Kartu Kredit bermaksud memperoleh
persetujuan Pemegang Kartu Kredit untuk pemberian
fasilitas-fasilitas dalam Kartu Kredit yang berdampak
tambahan biaya sebagaimana dimaksud pada angka 7,
maka dalam formulir aplikasi dan/atau perjanjian antara
Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit wajib
mencantumkan format pilihan kepada Pemegang Kartu
Kredit untuk menyatakan setuju atau tidak setuju.
Contoh format pilihan penawaran fasilitas mengacu pada
contoh 5 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
10. Dalam …
13
10. Dalam hal Penerbit Kartu Kredit bermaksud memperoleh
persetujuan Pemegang Kartu Kredit untuk
mempergunakan data Pemegang Kartu Kredit dalam
rangka cross selling produk dan/atau fasilitas lainnya
dari Penerbit Kartu Kredit, maka dalam formulir aplikasi
dan/atau perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan
Pemegang Kartu Kredit wajib dicantumkan format pilihan
kepada Pemegang Kartu Kredit untuk menyatakan setuju
atau tidak setuju sebagaimana contoh format pilihan
penawaran fasilitas pada angka 9.
11. Dalam hal Penerbit Kartu Kredit memperoleh persetujuan
dari Pemegang Kartu Kredit baik untuk pemberian
fasilitas Kartu Kredit yang berdampak tambahan biaya
sebagaimana dimaksud pada angka 7 atau untuk
menggunakan data Pemegang Kartu Kredit dalam rangka
cross selling produk dan/atau fasilitas lainnya
sebagaimana dimaksud pada angka 10, maka Penerbit
Kartu Kredit harus menyediakan mekanisme dan sarana
yang cepat dan mudah bagi Pemegang Kartu Kredit untuk
mengakhiri fasilitas-fasilitas dimaksud.
12. Dalam rangka pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas
Kartu Kredit atas permintaan Pemegang Kartu Kredit,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. permohonan pengakhiran dan/atau penutupan
fasilitas Kartu Kredit oleh Pemegang Kartu Kredit
dilakukan secara tertulis. Termasuk permohonan
tertulis dalam hal ini adalah permohonan tertulis
yang disampaikan melalui faksimili atau e-mail, serta
permohonan melalui pembicaraan telepon yang
dituangkan …
14
dituangkan dalam catatan resmi Penerbit Kartu
Kredit yang bersangkutan;
b. Penerbit Kartu Kredit dilarang menghambat
keinginan Pemegang Kartu Kredit untuk melakukan
pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu
Kredit, antara lain dengan:
1) memberlakukan persyaratan batas waktu
minimal penggunaan Kartu Kredit untuk dapat
diakhiri, seperti penetapan persyaratan
pengakhiran dan/atau penutupan penggunaan
Kartu Kredit yang hanya dapat dilakukan oleh
Pemegang Kartu Kredit setelah Pemegang Kartu
Kartu Kredit menggunakan Kartu Kredit paling
kurang 3 (tiga) tahun atau lebih; dan/atau
2) menunda proses permohonan pengakhiran
dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit yang
diajukan Pemegang Kartu Kredit dengan
berbagai alasan.
c. Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan pemblokiran
Kartu Kredit sejak menerima permohonan
pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu
Kredit yang diajukan Pemegang Kartu Kredit;
d.
terhadap Kartu Kredit yang telah diblokir
sebagaimana dimaksud pada huruf c, Penerbit
dilarang mengenakan biaya dan denda tambahan
selain biaya dan denda terkait dengan transaksi yang
telah dilakukan oleh Pemegang Kartu Kredit sebelum
dilakukannya pemblokiran, atau biaya dan denda
terkait dengan kewajiban yang belum dipenuhi oleh
Pemegang Kartu Kredit;
e. Penerbit …
15
e. Penerbit Kartu Kredit harus melakukan pengakhiran
dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak:
1)
tanggal diterimanya permohonan, dalam hal
Pemegang Kartu Kredit tidak memiliki kewajiban
kepada Penerbit Kartu Kredit; atau
2)
tanggal diterimanya pelunasan seluruh
kewajiban Pemegang Kartu Kredit oleh Penerbit
Kartu Kredit, dalam hal Pemegang Kartu Kredit
masih memiliki kewajiban kepada Penerbit Kartu
Kredit.
f. dalam hal terdapat saldo kredit, Penerbit Kartu
Kredit harus mengembalikan saldo kredit kepada
Pemegang Kartu Kredit paling lambat pada tanggal
dilakukannya pengakhiran dan/atau penutupan
fasilitas Kartu Kredit oleh Penerbit Kartu Kredit.
Pengembalian saldo kredit wajib dilakukan melalui
transfer ke rekening simpanan Pemegang Kartu yang
disepakati. Pengembalian saldo kredit berlaku
apabila saldo kredit tersebut berjumlah lebih besar
dari biaya transfer pengembalian. Biaya transfer
saldo kredit menjadi beban Pemegang Kartu Kredit
yang dapat dibebankan pada saldo kredit tersebut;
g. pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu
Kredit dapat dilakukan untuk kartu utama atau
kartu tambahan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu
Kredit untuk kartu utama dilakukan terhadap
kartu utama dan kartu tambahan apabila ada;
2)
pengakhiran …
16
2) pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu
Kredit untuk kartu tambahan dilakukan hanya
terhadap kartu tambahan.
13. Penerbit Kartu Kredit dilarang membebankan biaya
tambahan dalam rangka pengakhiran fasilitas-fasilitas
sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan angka 10,
serta dalam rangka pengakhiran dan/atau penutupan
fasilitas Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada angka
12.
2. Ketentuan butir VII.B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
B. Prinsip Kehati-hatian
1. Dalam pemberian Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit
wajib mengelola risiko sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko.
2. Dalam rangka penerapan manajemen risiko, Penerbit
Kartu Kredit wajib menerapkan manajemen risiko kredit
dengan memperhatikan paling kurang hal-hal sebagai
berikut:
a. batas minimum usia calon Pemegang Kartu Kredit
1) Kartu Kredit utama
Batas minimum usia calon Pemegang Kartu
Kredit utama adalah 21 (dua puluh satu) tahun
atau telah kawin.
2) Kartu Kredit tambahan
Batas minimum usia calon Pemegang Kartu
Kredit tambahan adalah 17 (tujuh belas) tahun
atau telah kawin.
b. batas minimum pendapatan calon Pemegang Kartu
Kredit
Batas …
17
Batas minimum pendapatan tiap bulan calon
Pemegang Kartu Kredit utama adalah
Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah). Pendapatan
calon Pemegang Kartu Kredit dibuktikan dengan
bukti pendapatan dari instansi atau perusahaan
pemberi kerja tempat calon Pemegang Kartu Kredit
bekerja. Dalam hal calon Pemegang Kartu Kredit
tidak dapat menunjukkan bukti pendapatan, maka
pendapatan calon Pemegang Kartu Kredit dapat
dibuktikan dengan dokumen lainnya seperti bukti
setoran pajak.
Pendapatan tiap bulan yang dapat dijadikan
pertimbangan Penerbit Kartu Kredit adalah
pendapatan setelah dikurangi kewajiban antara lain
pajak dan pembayaran utang kepada pemberi
pekerjaan (take home pay).
Dalam menganalisis batas minimum pendapatan
calon Pemegang Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit
dapat memperhitungkan pendapatan lain (surrogate
income) dari calon Pemegang Kartu Kredit.
c. batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan
kepada Pemegang Kartu Kredit
Batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan
oleh seluruh Penerbit Kartu Kredit secara kumulatif
kepada 1 (satu) Pemegang Kartu Kredit adalah
sebesar 3 (tiga) kali pendapatan tiap bulan. Contoh
penghitungan batas maksimum plafon kredit
mengacu pada contoh 6 dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
d.
batas …
18
d. batas maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang
dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit
Batas maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang
dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit untuk 1
(satu) Pemegang Kartu Kredit adalah 2 (dua) Penerbit
Kartu Kredit. Pembatasan jumlah Penerbit Kartu
Kredit ini tetap berlaku meskipun total plafon kredit
dari kedua Penerbit Kartu Kredit belum mencapai
batas maksimum plafon kredit yang dapat diterima
oleh Pemegang Kartu Kredit. Contoh pembatasan
jumlah Penerbit Kartu Kredit dalam pemberian
fasilitas Kartu Kredit mengacu pada contoh 7 dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Penerbit Kartu Kredit wajib memastikan bahwa calon
Pemegang Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit
memiliki maksimum plafon kredit dan maksimum jumlah
Penerbit Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada butir
2.c dan butir 2.d.
4. Pembatasan sebagaimana dimaksud pada butir 2.c dan
butir 2.d tidak berlaku bagi calon Pemegang Kartu Kredit
dan Pemegang Kartu Kredit yang memiliki pendapatan di
atas Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) tiap bulan.
Penetapan batas maksimum plafon kredit dan jumlah
Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas
Kartu Kredit bagi calon Pemegang Kartu Kredit dan
Pemegang Kartu Kredit yang memiliki pendapatan di atas
Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) tiap bulan
dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit dengan
memperhatikan …
19
memperhatikan risk appetite masing-masing Penerbit
Kartu Kredit.
5. Dalam rangka penerapan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada angka 2, Penerbit Kartu Kredit wajib
melakukan pengkinian data Pemegang Kartu Kredit, pada
saat:
a. kualitas kredit Pemegang Kartu Kredit menunjukkan
penurunan;
b. Penerbit Kartu Kredit memproses kenaikan plafon
kredit; atau
c. sewaktu-waktu apabila diperlukan.
6. Berdasarkan hasil pengkinian data sebagaimana
dimaksud pada angka 5, Penerbit Kartu Kredit wajib
melakukan:
a. penyesuaian plafon kredit dan jumlah Penerbit Kartu
Kredit yang dapat memberikan Kartu Kredit
sebagaimana dimaksud pada butir 2.c dan butir 2.d
untuk Pemegang Kartu Kredit yang memiliki
pendapatan tiap bulan Rp 3.000.000,00 (tiga juta
Rupiah) sampai dengan Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta Rupiah); atau
b. pengakhiran dan/atau penutupan Kartu Kredit
untuk Pemegang Kartu Kredit yang tidak memenuhi
batas minimum usia dan/atau memiliki pendapatan
di bawah Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah).
Dalam melakukan penyesuaian plafon kredit dan jumlah
Penerbit Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada huruf
a, Penerbit Kartu Kredit wajib bekerjasama dengan
Penerbit Kartu Kredit lainnya untuk melakukan negosiasi
dengan Pemegang Kartu Kredit. Dalam hal negosiasi
dengan …
20
dengan Pemegang Kartu Kredit tidak menghasilkan
keputusan atau kesepakatan, Penerbit Kartu Kredit
dan/atau Pemegang Kartu Kredit dapat berkonsultasi
dengan Bank Indonesia.
Teknis penyesuaian dan tata cara konsultasi dengan
Bank Indonesia akan diatur tersendiri dalam Surat
Edaran Bank Indonesia.
7.
Penerbit Kartu Kredit wajib menetapkan persentase
minimum pembayaran oleh Pemegang Kartu Kredit paling
kurang sebesar 10% (sepuluh persen) dari total tagihan.
Untuk pembayaran dengan minimum 10% (sepuluh
persen) dari total tagihan atau lebih tetapi tidak penuh,
Penerbit Kartu Kredit harus mengalokasikan pembayaran
tersebut untuk biaya dan denda apabila ada, dan sisanya
paling kurang sebesar 60% (enam puluh persen) untuk
pemenuhan kewajiban pokok transaksi. Contoh
penghitungan alokasi pembayaran mengacu pada contoh
8 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
8. Untuk meningkatkan keamanan dan agar masing-masing
Penerbit APMK dapat melakukan pengelolaan
likuiditasnya dengan baik, ditetapkan hal-hal sebagai
berikut:
a. batas paling banyak nilai nominal dana untuk
penarikan tunai melalui mesin ATM baik
menggunakan Kartu ATM atau Kartu Kredit adalah
sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) tiap
rekening dalam satu hari.
b. batas paling banyak nilai nominal dana yang dapat
ditransfer antar Penerbit Kartu ATM melalui mesin
ATM …
21
ATM adalah sebesar Rp 25.000.000,00 (dua puluh
lima juta Rupiah) tiap rekening dalam satu hari
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) batas paling banyak nilai nominal dana berlaku
untuk transfer dana antar Penerbit melalui
mesin ATM dimana rekening pengirim dan
rekening penerima berada pada Penerbit yang
berbeda; dan
2) batas paling banyak nilai nominal dana tidak
berlaku untuk transfer dana intra Penerbit
Kartu ATM dimana rekening pengirim dan
penerima berada pada Penerbit yang sama.
3. Ketentuan butir VII.C diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
C. Standar Keamanan APMK
1. Penerbit APMK wajib meningkatkan keamanan APMK
guna mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan di
bidang APMK, serta sekaligus untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap APMK.
2. Peningkatan keamanan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dilakukan terhadap seluruh infrastruktur
teknologi yang terkait dengan penyelenggaraan APMK,
yang meliputi pengamanan pada kartu dan seluruh
sistem yang digunakan untuk memproses transaksi
APMK, yaitu dengan menerapkan teknologi chip dan
Personal Identification Number (PIN) paling kurang
6 (enam) digit.
3. Penggunaan standar teknologi chip sebagai upaya
peningkatan keamanan pada kartu sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. untuk …
22
a. untuk Kartu Kredit yang menggunakan jaringan
internasional (global network), standar teknologi chip
dan sistem atau aplikasi yang digunakan mengacu
pada standar teknologi chip dan sistem atau aplikasi
yang berlaku dan/atau dipersyaratkan oleh Prinsipal
selaku pemegang jaringan kartu tersebut.
b. untuk Kartu Kredit yang menggunakan jaringan
domestik (domestic network), standar teknologi chip
untuk kartu dapat mengacu pada standar teknologi
chip yang berlaku untuk kartu yang menggunakan
jaringan internasional (global network) sebagaimana
dimaksud pada huruf a. Sedangkan standar sistem
atau aplikasi (seperti EDC) yang digunakan harus
disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat
memproses kartu dengan teknologi chip tersebut.
c. untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
diterbitkan di Indonesia wajib menggunakan
teknologi chip dengan mengacu pada standar
teknologi chip yang telah disepakati industri
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia mengenai implementasi teknologi chip dan
PIN pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
diterbitkan di Indonesia.
4. Penggunaan teknologi PIN paling kurang 6 (enam) digit
sebagai sarana verifikasi dan autentikasi pada Kartu
Kredit, Kartu ATM, dan/atau Kartu Debet dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kartu Kredit
Penerbit Kartu Kredit di Indonesia wajib telah
mengimplementasikan teknologi PIN paling kurang
6 (enam) …
23
6 (enam) digit baik untuk Kartu Kredit baru maupun
penggantian Kartu Kredit lama (renewal) paling
lambat pada tanggal 31 Desember 2014.
b. Kartu ATM dan Kartu Debet
Seluruh Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
diterbitkan di Indonesia wajib telah menggunakan
teknologi PIN paling kurang 6 (enam) digit dengan
mengacu pada waktu implementasi yang ditetapkan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur
mengenai implementasi teknologi chip dan PIN pada
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di
Indonesia.
5. Penggunaan teknologi yang dapat memproses Kartu
Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan
teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit pada
sistem APMK seperti EDC, ATM, dan back end system
sebagai upaya peningkatan keamanan sistem, dilakukan
secara bertahap, sebagai berikut:
a. Acquirer Kartu Kredit wajib mengganti atau
meningkatkan standar keamanan pada seluruh EDC
dan back end system yang disediakan sehingga
seluruh EDC dan back end system tersebut dapat
memproses transaksi dari Kartu Kredit yang
menggunakan teknologi chip dan PIN paling kurang 6
(enam) digit paling lambat tanggal 31 Desember
2014.
b. Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dan
Acquirer Kartu Debet wajib mengganti dan
meningkatkan standar keamanan pada seluruh ATM,
EDC, dan back end system, dalam jangka waktu
sesuai …
24
sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia yang
mengatur mengenai implementasi teknologi chip dan
PIN pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
diterbitkan di Indonesia.
6. Dalam rangka peningkatan keamanan transaksi
Pemegang Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib
mengimplementasikan transaction alert kepada Pemegang
Kartu Kredit, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
transaction alert kepada Pemegang Kartu Kredit
wajib dilakukan Penerbit Kartu Kredit dengan
menggunakan teknologi layanan pesan singkat (short
message service/sms) atau sarana lainnya
berdasarkan pilihan Pemegang Kartu Kredit,
misalnya telepon, e-mail atau sarana elektronik
lainnya;
b.
transaction alert kepada Pemegang Kartu Kredit wajib
disampaikan oleh Penerbit Kartu Kredit apabila
terdapat transaksi Kartu Kredit yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1)
transaksi terjadi di Pedagang (Merchant) yang
menurut Penerbit Kartu Kredit memiliki risiko
tinggi (high risk Merchant);
2)
transaksi terjadi dalam jumlah dan/atau nilai
yang besar atau menyimpang dari profil
transaksi Pemegang Kartu Kredit;
3)
transaksi terjadi berkali-kali di Pedagang
(Merchant) yang berbeda lokasi dalam waktu
yang relatif singkat;
4)
transaksi terjadi berkali-kali di Pedagang
(Merchant) yang sama untuk pembayaran
pembelanjaan …
25
pembelanjaan barang dan/atau jasa yang sama;
atau
5)
c.
transaksi pertama atas Kartu Kredit baru.
transaction alert harus mencantumkan informasi
mengenai nomor telepon Penerbit Kartu Kredit yang
bisa dihubungi dan/atau mengakomodir sistem atau
teknologi yang memudahkan bagi Pemegang Kartu
Kredit untuk memberikan jawaban atau respon
kepada Penerbit Kartu Kredit.
d. kewajiban penyampaian transaction alert kepada
Pemegang Kartu Kredit wajib diimplementasikan oleh
Penerbit Kartu Kredit paling lambat tanggal
1 Januari 2013.
4. Ketentuan butir VII.D diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
D. Kerjasama Penerbit APMK dengan Perusahaan Penyedia Jasa
dalam Penyelenggaraan APMK
1. Dalam menyelenggarakan APMK, Penerbit APMK dapat
bekerjasama dengan Perusahaan Penyedia Jasa di
bidang sistem dan teknologi seperti perusahaan
pencetakan kartu, personalisasi kartu, switching
dan/atau penyedia sarana pemrosesan transaksi APMK.
2. Dalam bekerjasama dengan Perusahaan Penyedia Jasa
tersebut, Penerbit APMK wajib memastikan bahwa:
a.
tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas
pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain yang
menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan
teknologi informasi tersebut sesuai dengan tata
cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Penerbit
APMK itu sendiri;
b. sistem …
26
b. sistem yang digunakan oleh Perusahaan Penyedia
Jasa aman dan andal. Keamanan dan keandalan
sistem tersebut antara lain dibuktikan dengan:
1) hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen; dan/atau
2) hasil sertifikasi yang dilakukan oleh lembaga
yang berwenang atau Prinsipal APMK jika
dipersyaratkan oleh Prinsipal APMK.
c. pengelolaan data/informasi dilakukan dengan
menjaga aspek keamanan dan kerahasiaan
data/informasi; dan
d. pelaksanaan kerjasama memperhatikan dan
memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai prinsip kehati-hatian bagi Bank
Umum yang melakukan penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain (Alih
Daya).
3. Dalam bekerjasama dengan perusahaan pencetakan
kartu dan personalisasi kartu, Penerbit APMK wajib:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada angka 2 di atas, dan
b. memastikan bahwa perusahaan pencetakan kartu
dan/atau personalisasi kartu telah memiliki
sertifikasi dari Prinsipal APMK atau lembaga yang
berwenang melakukan sertifikasi.
4. Dalam bekerjasama dengan perusahaan penyedia jasa
penagihan Kartu Kredit, Penerbit APMK wajib
memperhatikan dan memenuhi ketentuan:
a. penagihan Kartu Kredit dapat dilakukan oleh
Penerbit Kartu Kredit dengan menggunakan tenaga
penagihan …
27
penagihan sendiri atau tenaga penagihan dari
perusahaan penyedia jasa penagihan;
b. dalam melakukan penagihan Kartu Kredit baik
menggunakan tenaga penagihan sendiri atau tenaga
penagihan dari perusahaan penyedia jasa
penagihan, Penerbit Kartu Kredit wajib memastikan
bahwa:
1)
2)
tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan
yang memadai terkait dengan tugas penagihan
dan etika penagihan sesuai ketentuan yang
berlaku;
identitas
setiap tenaga penagihan
ditatausahakan dengan baik oleh Penerbit
Kartu Kredit;
3)
tenaga penagihan dalam melaksanakan
penagihan mematuhi pokok-pokok etika
penagihan sebagai berikut:
a) menggunakan kartu identitas resmi yang
dikeluarkan Penerbit Kartu Kredit, yang
dilengkapi dengan foto diri yang
bersangkutan;
b) penagihan dilarang dilakukan dengan
menggunakan cara ancaman, kekerasan
dan/atau tindakan yang bersifat
mempermalukan Pemegang Kartu Kredit;
c) penagihan dilarang dilakukan dengan
menggunakan tekanan secara fisik
maupun verbal;
d) penagihan dilarang dilakukan kepada
pihak selain Pemegang Kartu Kredit;
e)
penagihan …
28
e) penagihan menggunakan sarana
komunikasi dilarang dilakukan secara
terus menerus yang bersifat mengganggu;
f) penagihan hanya dapat dilakukan di
tempat alamat penagihan atau domisili
Pemegang Kartu Kredit;
g) penagihan hanya dapat dilakukan pada
pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00
wilayah waktu alamat Pemegang Kartu
Kredit; dan
h) penagihan di luar tempat dan/atau waktu
sebagaimana dimaksud pada huruf f) dan
huruf g) hanya dapat dilakukan atas dasar
persetujuan dan/atau perjanjian dengan
Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu.
Selain memenuhi pokok-pokok etika penagihan
sebagaimana dimaksud pada huruf a) sampai
dengan huruf h), Penerbit Kartu Kredit juga
harus memastikan bahwa pihak lain yang
menyediakan jasa penagihan yang bekerjasama
dengan Penerbit Kartu Kredit juga mematuhi
etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi
penyelenggara APMK.
c. dalam hal penagihan Kartu Kredit dilakukan
menggunakan tenaga penagihan dari perusahaan
penyedia jasa penagihan, maka selain berlaku
ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b,
juga berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) penagihan Kartu Kredit menggunakan tenaga
penagihan dari perusahaan penyedia jasa
penagihan …
29
penagihan hanya dapat dilakukan jika kualitas
tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk
dalam kualitas macet berdasarkan kriteria
kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kualitas kredit;
2) kerjasama antara Penerbit Kartu Kredit dengan
perusahaan penyedia jasa penagihan wajib
dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian
bagi bank umum yang melakukan penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak
lain, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; dan
3) Penerbit Kartu Kredit wajib menjamin kualitas
pelaksanaan penagihan Kartu Kredit oleh
perusahaan penyedia jasa penagihan sama
dengan jika dilakukan sendiri oleh Penerbit
Kartu Kredit.
5. Ketentuan butir IX.B.1.b.2)b) diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
b) Laporan Triwulanan
(1) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan
Nasabah; dan
(2) Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report) Kartu Kredit
Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report) Kartu Kredit harus
disampaikan Penerbit Kartu Kredit kepada Bank
Indonesia paling lambat setiap tanggal 15 pada bulan
berikutnya setelah berakhirnya periode laporan.
Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report) Kartu Kredit
pertama kali harus sudah diterima Bank Indonesia paling
lambat …
30
lambat tanggal 15 Oktober 2012 yang memuat laporan
periode Juli sampai dengan September (triwulan III) 2012.
Contoh format Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report)
Kartu Kredit mengacu pada contoh 9 dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
6. Ketentuan butir IX.B.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
b. Jenis Laporan Insidentil
1) Laporan Rencana Kerjasama antar Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir APMK
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK yang
akan melakukan kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir APMK lain wajib menyampaikan
laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan
ketentuan sebagai berikut:
a)
laporan tertulis rencana kerjasama disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kerja sebelum perjanjian kerjasama
ditandatangani;
b)
laporan tertulis rencana kerjasama yang
disampaikan kepada Bank Indonesia paling kurang
memuat:
(1) nama Prinsipal, Penerbit,
Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir APMK, yang akan
bekerjasama;
(2) cakupan …
31
(2) cakupan rencana kerjasama;
(3) tanggal efektif pelaksanaan kerjasama; dan
(4)
jangka waktu kerjasama;
c)
laporan tertulis rencana kerjasama yang
disampaikan kepada Bank Indonesia, harus
dilengkapi dengan dokumen berupa:
(1) fotokopi konsep pokok-pokok hubungan bisnis
(business arrangement) yang mencakup pula
pengaturan hak dan kewajiban para pihak atau
fotokopi konsep perjanjian kerjasama; dan
(2) analisis risiko dan mitigasi risiko terkait
kerjasama.
2) Laporan Realisasi Kerjasama antar Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir APMK
Realisasi kerjasama antar Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir APMK wajib dilaporkan secara tertulis
kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai
berikut:
a)
laporan tertulis realisasi kerjasama disampaikan oleh
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK
yang melakukan kerjasama kepada Bank Indonesia
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah
perjanjian kerjasama dilaksanakan;
b)
laporan tertulis realisasi kerjasama yang
disampaikan kepada Bank Indonesia paling kurang
memuat informasi tanggal penandatanganan
perjanjian …
32
perjanjian kerjasama dan tanggal efektif perjanjian
kerjasama dilaksanakan;
c)
laporan tertulis realisasi kerjasama yang
disampaikan kepada Bank Indonesia dilengkapi
dengan dokumen berupa fotokopi perjanjian
kerjasama yang telah ditandatangani oleh para pihak
yang bekerjasama.
3) Laporan Rencana Kerjasama antara Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir APMK dengan pihak lain yang
menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan
teknologi informasi dalam Penyelenggaraan APMK
a) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK
yang akan melakukan kerjasama dengan pihak lain
yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem
dan teknologi informasi dalam penyelenggaraan
APMK wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai
berikut:
(1) Laporan tertulis rencana kerjasama
disampaikan kepada Bank Indonesia paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum
perjanjian kerjasama ditandatangani.
(2) Laporan tertulis rencana kerjasama yang
disampaikan kepada Bank Indonesia paling
kurang memuat:
(a) nama pihak lain yang menyediakan jasa
penunjang di bidang sistem dan teknologi
informasi …
33
informasi dalam penyelenggaraan APMK
yang akan bekerjasama;
(b) cakupan rencana kerjasama;
(c) tanggal efektif pelaksanaan kerjasama; dan
(d)
jangka waktu kerjasama.
(3) Laporan tertulis rencana kerjasama yang
disampaikan kepada Bank Indonesia, harus
dilengkapi dengan dokumen berupa:
(a) profil singkat (company profile) pihak lain
yang menyediakan jasa penunjang di bidang
sistem dan teknologi informasi dalam
penyelenggaraan APMK yang akan
bekerjasama. Profil singkat tersebut paling
kurang mencakup informasi mengenai
nama dan alamat perusahaan, bidang
usaha, struktur organisasi, pengurus
perusahaan, dan pemegang saham;
(b) fotokopi konsep pokok-pokok hubungan
bisnis (business arrangement) yang
mencakup pula pengaturan hak dan
kewajiban para pihak, atau fotokopi konsep
perjanjian kerjasama;
(c) analisis risiko dan mitigasi risiko terkait
kerjasama;
(d) hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen terhadap sistem dan teknologi
informasi yang disediakan pihak lain;
(e) fotokopi hasil sertifikasi/asesmen dari
Prinsipal terhadap pihak lain yang
menyediakan jasa penunjang di bidang
sistem …
34
sistem dan teknologi informasi yang
bekerjasama dengan Penerbit atau Acquirer
yang menjadi anggota Prinsipal, jika
dipersyaratkan oleh Prinsipal; dan
(f) surat pernyataan kesanggupan menjaga
kerahasiaan data yang dibuat dan
ditandatangani oleh direktur utama pihak
lain yang menyediakan jasa penunjang di
bidang sistem dan teknologi informasi
dalam penyelenggaraan APMK.
4) Laporan Realisasi Kerjasama antara Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir APMK dengan pihak lain yang
menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan
teknologi informasi dalam penyelenggaraan APMK
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK yang
bekerjasama dengan pihak lain yang menyediakan jasa
penunjang di bidang sistem dan teknologi informasi
dalam penyelenggaraan APMK wajib melaporkan secara
tertulis kepada Bank Indonesia mengenai realisasi
kerjasama dengan ketentuan sebagai berikut:
a)
laporan tertulis realisasi kerjasama disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh)
hari kerja terhitung sejak perjanjian kerjasama
dilaksanakan;
b)
laporan tertulis realisasi kerjasama yang
disampaikan kepada Bank Indonesia paling kurang
memuat informasi tanggal penandatanganan
perjanjian …
35
perjanjian kerjasama dan tanggal efektif pelaksanaan
perjanjian kerjasama;
c)
laporan tertulis realisasi kerjasama yang
disampaikan kepada Bank Indonesia dilengkapi
dengan dokumen berupa fotokopi perjanjian
kerjasama yang telah ditandatangani oleh para pihak
yang bekerjasama.
5) Laporan lainnya yang diperlukan oleh Bank Indonesia.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 7 Juni 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BOEDI ARMANTO
KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
LAMPIRAN
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 14/ 17 /DASP TANGGAL 7 JUNI 2012
PERIHAL
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN NOMOR
11/10/DASP PERIHAL PENYELENGGARAAN
KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN
MENGGUNAKAN KARTU
Contoh 1
Contoh 2
Contoh 3
Contoh 4
Contoh 5
Contoh 6
Contoh 7
Contoh 8
Contoh 9
: Penyampaian Ringkasan Transaksi Pemegang Kartu
Kredit Secara Tahunan
: Penyampaian Lembar Informasi Tagihan (Billing
Statement)
: Pembebanan dan Penghitungan Hari Bunga untuk
Transaksi Tarik Tunai
: Klausula yang Dilarang Dicantumkan dalam
Perjanjian Kartu Kredit
: Format Pilihan Penawaran Fasilitas
: Penghitungan Batas Maksimum Plafon Kredit
: Pembatasan Jumlah Penerbit Kartu Kredit dalam
Pemberian Fasilitas Kartu Kredit
: Penghitungan Alokasi Pembayaran
: Format Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report) Kartu
Kredit
CONTOH 1
PENYAMPAIAN RINGKASAN TRANSAKSI
PEMEGANG KARTU KREDIT SECARA TAHUNAN
Untuk Kartu Kredit yang mulai berlaku bulan Juni 2011, ringkasan
transaksi tahunan Pemegang Kartu Kredit untuk tahun berjalan memuat
informasi Kartu Kredit periode bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Mei
2012, dan harus sudah diterima oleh Pemegang Kartu atau sampai di
alamat Pemegang Kartu paling lambat akhir bulan Juni 2012. Gambar
penyampaian ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit secara tahunan
sebagai berikut:
7/11
8/11
9/11
10/11
11/11
12/11
1/12
2/12
3/12
4/12
Juni
2011
Mei
2012
Kartu
Kredit
mulai
berlaku
Juni
2012
Ringkasan transaksi tahunan
(periode Juni 2011 - Mei 2012)
harus diterima/sampai di alamat
Pemegang Kartu Kredit
CONTOH 2
PENYAMPAIAN LEMBAR INFORMASI TAGIHAN
(BILLING STATEMENT)
Lembar tagihan milik B (Pemegang Kartu Kredit) dicetak oleh Penerbit X
pada tanggal 2 Januari 2012 dengan jatuh tempo pembayaran (due date)
pada tanggal 18 Januari 2012, yaitu 16 (enam belas) hari kalender
setelah tanggal cetak lembar tagihan. Lembar tagihan harus sudah
sampai di alamat B paling kurang pada tanggal 11 Januari 2012, yaitu 7
(tujuh) hari kalender sebelum tanggal jatuh tempo. Gambar penyampaian
lembar informasi tagihan (billing statement) Kartu Kredit sebagai berikut:
16 hari
kalender
7 hari
kalender
9 hari
kalender
2 Jan 2012
Tanggal
cetak lembar
tagihan
Proses
pengiriman
lembar
tagihan
11 Jan 2012
Lembar
tagihan
sampai di
alamat
Pemegang
Kartu Kredit
18 Jan 2012
Tanggal
jatuh tempo
pembayaran
CONTOH 3
PEMBEBANAN DAN PENGHITUNGAN HARI BUNGA
UNTUK TRANSAKSI TARIK TUNAI
a. Transaksi on us
Transaksi tarik tunai menggunakan Kartu Kredit dilakukan oleh
Pemegang Kartu Kredit pada tanggal 10 April 2012. Tanggal
pembukuan (posting) oleh Penerbit Kartu Kredit terjadi pada tanggal
yang sama dengan tanggal transaksi karena transaksi dimaksud
merupakan transaksi on us. Tanggal cetak tagihan (billing date) 24
April 2012 dan tanggal jatuh tempo (due date) 8 Mei 2012. Pada
lembar tagihan tersebut telah dicantumkan besarnya bunga tarik
tunai dengan hari bunga yang dihitung dari tanggal pembukuan (10
April 2012) sampai dengan tanggal cetak lembar tagihan (24 April
2012). Gambar penghitungan hari bunga untuk transaksi tarik tunai
on us sebagai berikut:
10 Apr
Tanggal
Transaksi
Tarik Tunai
Tanggal
pembukuan
(posting)
terjadi pada
tanggal yang
sama
dengan
tanggal
transaksi.
Tagihan memuat:
a) pokok tagihan
transaksi tarik
tunai; b) bunga
harian tarik tunai
yang dihitung
mulai tanggal 10
s.d. 24 April
2012; dan c)
biaya/fee tarik
tunai, apabila
ada.
Pemegang
Kartu
membayar
penuh tagihan
Tarik Tunai
termasuk
bunga, dan
biaya/fee,
apabila ada.
Tagihan bulan
Mei 2012
memuat
tagihan bunga
harian tarik
tunai yang
dihitung mulai
tanggal 25 April
s.d. 8 Mei 2012
(tanggal
pembayaran).
24 Apr
Tanggal Cetak
Tagihan
8 Mei
Tanggal Jatuh
Tempo
24 Mei
Tanggal Cetak
Tagihan
b. Transaksi …
b. Transaksi not on us
Transaksi tarik tunai menggunakan Kartu Kredit dilakukan oleh
Pemegang Kartu Kredit pada tanggal 10 April 2012. Tanggal
pembukuan (posting) oleh Penerbit Kartu Kredit terjadi pada tanggal
11 April 2012 karena transaksi dimaksud merupakan transaksi not on
us. Tanggal cetak tagihan (billing date) 24 April 2012 dan tanggal
jatuh tempo (due date) 8 Mei 2012. Pada lembar tagihan tersebut telah
dicantumkan besarnya bunga tarik tunai dengan hari bunga yang
dihitung dari tanggal pembukuan (11 April 2012) sampai dengan
tanggal cetak lembar tagihan (24 April 2012). Gambar perhitungan
hari bunga untuk transaksi tarik tunai not on us sebagai berikut:
10 Apr
Tanggal
Transaksi
Tarik
Tunai
11 Apr
Tanggal
Pembukuan
(Posting)
24 Apr
Tanggal
Cetak
Tagihan
Tagihan telah
memuat: a) pokok
tagihan transaksi
tarik tunai; b) bunga
harian tarik tunai
yang dihitung dari
tanggal 11 s.d. 24
April 2011; dan c)
biaya/fee tarik
tunai, apabila ada
8 Mei
Tanggal
Jatuh
Tempo
Pemegang
Kartu
membayar
penuh
tagihan
Tarik Tunai
termasuk
bunga, dan
biaya/fee,
apabila ada
Tagihan bulan
Mei 2012 masih
memuat
tagihan bunga
harian tarik
tunai dari
tanggal 25 April
s.d. 8 Mei 2012
(tanggal
pembayaran)
24 Mei
Tanggal Cetak
Tagihan
Apabila Pemegang Kartu Kredit melakukan pembayaran penuh (pokok,
bunga dan biaya/fee) sebelum atau pada tanggal cetak tagihan, maka
pada lembar tagihan bulan berikutnya Pemegang Kartu Kredit tidak akan
dikenakan bunga pokok tarik tunai karena telah terjadi pembayaran
penuh.
CONTOH 4
KLAUSULA YANG DILARANG DICANTUMKAN DALAM PERJANJIAN
KARTU KREDIT
• ”Dengan ditandatanganinya perjanjian ini maka Penerbit Kartu
Kredit setiap saat dapat memberikan fasilitas atau produk yang
biayanya dibebankan secara otomatis kepada Pemegang Kartu
Kredit”.
• ”Penawaran produk ini dianggap telah disetujui oleh Pemegang
Kartu Kredit apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal penawaran produk ini, Pemegang Kartu Kredit tidak
melakukan konfirmasi melalui telepon nomor 021-12345678”.
CONTOH 5
FORMAT PILIHAN PENAWARAN FASILITAS
”Bubuhkan tandatangan Saudara dalam kotak pilihan di bawah ini apabila
Saudara setuju atau tidak setuju menerima fasilitas dalam Kartu Kredit
berupa _________________________ dengan konsekuensi tambahan biaya”.
Setuju
Tidak Setuju
CONTOH 6
PENGHITUNGAN BATAS MAKSIMUM PLAFON KREDIT
A memiliki pendapatan (take home pay) sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga
juta Rupiah) tiap bulan.
Batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan seluruh Penerbit
Kartu Kredit kepada A adalah Rp 9.000.000,00 (sembilan juta Rupiah).
Dalam hal A telah memperoleh fasilitas Kartu Kredit dari Penerbit Kartu
Kredit X dengan plafon Rp 7.000.000,00 (tujuh juta Rupiah), apabila A
mengajukan permohonan fasilitas Kartu Kredit lagi kepada Penerbit Kartu
Kredit X ataupun Penerbit Kartu Kredit lainnya, maka plafon yang dapat
diberikan oleh Penerbit Kartu Kredit X atau Penerbit Kartu Kredit lainnya
maksimum sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta Rupiah).
CONTOH 7
PEMBATASAN JUMLAH PENERBIT KARTU KREDIT DALAM PEMBERIAN
FASILITAS KARTU KREDIT
A memiliki pendapatan (take home pay) sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta
Rupiah) tiap bulan, sehingga maksimum plafon kredit yang dapat
diterima A adalah sebesar Rp 9.000.000,00 (sembilan juta Rupiah).
Penerbit Kartu Kredit X telah memberikan fasilitas Kartu Kredit kepada A
dengan plafon kredit Rp 4.000.000,00 (empat juta Rupiah) dan Penerbit
Kartu Kredit Y telah memberikan fasilitas Kartu Kredit kepada A dengan
plafon kredit Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah).
Karena A telah memperoleh Kartu Kredit dari 2 (dua) Penerbit Kartu
Kredit, maka Penerbit Kartu Kredit lain tidak dapat memberikan Kartu
Kredit kepada A meskipun plafon kredit A belum mencapai batas
maksimum.
CONTOH 8
PENGHITUNGAN ALOKASI PEMBAYARAN
A memiliki tagihan Kartu Kredit dengan nilai total tagihan sebesar Rp
1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu Rupiah) dengan rincian sebagai
berikut:
a. denda keterlambatan pembayaran...............
b. biaya............................................................
c. bunga..........................................................
d. tagihan pokok transaksi .............................
Rp 100.000,00
50.000,00
350.000,00
Rp1.000.000,00
Pada saat tanggal jatuh tempo A melakukan pembayaran sebesar Rp
1.000.000,00 (satu juta Rupiah). Berdasarkan jumlah nominal yang
dibayarkan oleh A tersebut, Penerbit wajib mengalokasikan pemenuhan
pembayaran tagihan A sebagai berikut:
a. denda keterlambatan pembayaran dan biaya, masing-masing dibayar
sebesar 100% (seratus persen) sebesar:
− Rp 100.000,00 (seratus ribu Rupiah); dan
− Rp
50.000,00 (lima puluh ribu Rupiah)
b. sisa pembayaran sebesar Rp 850.000,00 (delapan ratus lima puluh
ribu Rupiah) dialokasikan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk
pembayaran pokok transaksi, dengan perhitungan sebagai berikut:
−
pokok transaksi
Rp850.000,00 x
−
bunga
Rp850.000,00 x
60% = Rp 510.000,00
Rp1.000.000,00 - Rp510.000,00 = Rp 490.000,00
40% = Rp 340.000,00
Rp350.000,00 - Rp340.000,00 = Rp 10.000,00
Keterangan:
• Nilai Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah) merupakan total tagihan
pokok transaksi, yang berasal dari transaksi tarik tunai dan/atau
transaksi pembelanjaan. Sedangkan nilai Rp 350.000,00 (tiga ratus
lima …
Rp
Rp
lima puluh ribu Rupiah) merupakan tagihan bunga, termasuk sisa
bunga bulan lalu yang belum terbayar.
• Nilai Rp 850.000,00 (delapan ratus lima puluh ribu Rupiah)
merupakan sisa pembayaran A setelah dikurangi pembayaran denda
keterlambatan dan biaya [Rp1.000.000,00 – (Rp100.000,00 +
Rp50.000,00)] = Rp850.000,00.
• Sisa tagihan bunga yang belum terbayar (Rp10.000,00) tidak boleh
dipergunakan sebagai komponen perhitungan bunga pada tagihan
berikutnya.
• Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran atas tagihan bunga, maka
kelebihan pembayaran harus dipergunakan untuk mengurangi pokok
transaksi.
CONTOH 9
FORMAT LAPORAN LABA RUGI KARTU KREDIT
(PROFIT/LOSS REPORT)
Laporan Laba Rugi
Unit/Divisi Kartu Kredit PT Bank XYZ
Periode Triwulan _________ Tahun _________
dalam juta Rupiah
Aktual
Pendapatan (Revenue)
1 Pendapatan Interchange (Interchange)
2 Pendapatan Tarik Tunai (Cash Advance Fee)
3 Pendapatan Iuran Tahunan (Annual Fee)
4 Pendapatan Bunga Kotor (Gross Interest Earned)
5 Pendapatan Keterlambatan Pembayaran dan
Pelampauan Batas Kredit (Late Charge & Over
Limit)
6 Pendapatan Perolehan Kembali (Recovery)
7 Pendapatan Merchandis & Asuransi
(Merchandising & Insurance)
8 Pendapatan Lain-lain (Other Revenue)
Total Pendapatan sebelum Pendapatan Biaya Dana
dan Keuntungan Nilai Tukar (Revenue before CoF &
Forex)
9 Pendapatan Biaya Dana (Cost of Fund)
10 Keuntungan Nilai Tukar (Forex Gain)
Total Pendapatan (Total Revenue)
Biaya-Biaya (Cost)
1 Biaya SDM (Human Resource)
2 Biaya Operasional (Operational Cost)
3 Biaya Aset Tetap (Fixed Asset Cost)
4 Biaya Komputer & Telekomunikasi (Computer &
Telecommunication)
5 Biaya Iklan & Sponsor (Advertising & Sponsorship)
6 Biaya Provisi (Provision Cost)
7 Biaya Kerugian Fraud (Fraud Loss)
8 Biaya untuk EDC (EDC Cost)
9 Biaya Lain-lain (Other Cost)
Total Biaya (Total Cost)
Pendapatan Bersih (Net Income)
Aktual
Aktual
bulan... bulan... bulan...
KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN,
BOEDI ARMANTO
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/17/DASP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu </reg_title>
<set_date> 7 Juni 2012 </set_date>
<effective_date> 7 Juni 2012 </effective_date>
<changed_reg> '11/10/DASP|SE-BI' </changed_reg>
<related_reg> '11/10/DASP|SE-BI', '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 1 Huruf A Angka 6' </penalty_list>
|
No. 3/ 5 /DPD
Jakarta, 31 Januari 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
3/3/PBI/2001 tanggal 12 Januari 2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan
Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4074),
yang bertujuan untuk membatasi transaksi rupiah di luar negeri dalam rangka
mengurangi fluktuasi nilai tukar rupiah, dengan ini dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
I. PIHAK-PIHAK YANG MELAKUKAN TRANSAKSI
A. Warga Negara Asing (WNA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
huruf a PBI di atas adalah warga negara yang memiliki paspor selain paspor
Indonesia, termasuk yang memiliki izin menetap atau izin tinggal di
Indonesia seperti Kartu Izin Tinggal Menetap
atau Kartu Izin Tinggal
Terbatas dan WNA yang membuka rekening bank secara bersama-sama
(joint account) dengan Warga Negara Indonesia (WNI) atau Badan Hukum
Indonesia .
B. Dalam …
2
B. Dalam pengertian Badan Hukum Asing atau Badan Asing lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b PBI di atas termasuk
Badan Hukum Asing yang membuka rekening secara bersama-sama dengan
Badan Hukum Indonesia atau WNI, namun tidak termasuk dalam pengertian
Badan Hukum Asing atau Badan Asing lainnya adalah Perusahaan
Penanaman Modal Asing (PMA) dan perusahaan patungan (joint venture)
yang berbadan hukum Indonesia.
C. Sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1 PBI di atas definisi
Bank termasuk Kantor Cabang Bank Asing yang berkedudukan di
Indonesia. Dalam pengertian ini Kantor Cabang Bank Asing tersebut tidak
termasuk dalam pengertian badan hukum asing sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b PBI di atas.
D. Dalam pengertian lembaga internasional di Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d PBI di atas tidak termasuk lembaga
internasional yang bersifat nirlaba atau yang melakukan kegiatan sosial di
Indonesia seperti IMF, UNICEF, Palang Merah Internasional.
E. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e dalam PBI di atas,
kantor Bank yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di luar
negeri termasuk dalam pengertian pihak-pihak yang tidak diperkenankan
untuk menerima transaksi-transaksi tertentu dari Bank di Indonesia
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) PBI di atas. Dengan pengertian
tersebut maka kantor Bank yang berbadan hukum Indonesia dan
berkedudukan di luar negeri tidak termasuk dalam pengertian Bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 PBI di atas.
II. PEMBERIAN …
3
II. PEMBERIAN CERUKAN INTRA-HARI OLEH BANK
A. Pengertian cerukan intra-hari yang dilarang diberikan oleh Bank
sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf a PBI di atas
adalah cerukan intra-hari yang diakibatkan oleh dilaksanakannya suatu
pembayaran atau perintah untuk melakukan pembayaran sebelum
tersedianya dana yang dibutuhkan dan tidak didukung terlebih dahulu oleh
konfirmasi Message Type (MT) 210 melalui sarana Society for Worldwide
Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) untuk untung rekening
tersebut pada tanggal valuta yang sama (same day value).
B. Pemberian cerukan intra-hari tidak dilarang sepanjang terdapat konfirmasi
MT 210 sebagai dokumen pendukung dan memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. hanya diberikan pada penerima dana yang dinyatakan dalam konfirmasi
MT 210 dan dilaksanakan pada tanggal valuta pembayaran yang juga
dinyatakan dalam konfirmasi dimaksud;
2. nilai dana yang akan diterima yang tercantum pada konfirmasi MT 210
dimaksud ditambah dengan saldo rekening penerima dana sekurang-
kurangnya sama atau lebih besar dari nilai transaksi pembayaran yang
akan dilaksanakan;
3. transaksi pembayaran dilakukan setelah konfirmasi MT 210 dimaksud
diterima terlebih dahulu.
C. Apabila penerimaan dana sebagaimana tercantum dalam konfirmasi MT 210
dimaksud tidak terealisasi sampai akhir hari pada tanggal pembayaran
dilaksanakan sehingga terjadi cerukan, maka cerukan yang terjadi tersebut
dikategorikan sebagai cerukan intra-hari yang dilarang dan kepada bank
yang memberikan fasilitas cerukan tersebut diberlakukan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam PBI di atas.
D. Dokumen …
4
D. Dokumen konfirmasi MT 210 tersebut di atas wajib disimpan oleh Bank
untuk kepentingan pemeriksaan di kemudian hari (post audit) oleh Bank
Indonesia.
III. TRANSFER RUPIAH KE BANK DI LUAR NEGERI
A. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf b PBI di atas, Bank dilarang
melakukan transfer rupiah ke bank di luar negeri. Sehubungan dengan itu
dapat dijelaskan bahwa larangan transfer rupiah dimaksud adalah:
1. Transfer rupiah dari pihak-pihak yang tidak termasuk kategori
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, yang
ditujukan kepada pihak-pihak yang tidak termasuk kategori
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, ke bank di
luar negeri yang mengakibatkan bertambahnya rekening rupiah nasabah
penerima akhir (ultimate beneficiary) pada bank di luar negeri atau
transfer tersebut diterima secara tunai oleh nasabah penerima akhir pada
bank di luar negeri;
2. Transfer rupiah dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) PBI di atas, yang ditujukan kepada pihak-pihak yang tidak
termasuk kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di
atas, ke bank di luar negeri yang mengakibatkan bertambahnya rekening
rupiah nasabah penerima akhir pada bank di luar negeri atau transfer
tersebut diterima secara tunai oleh nasabah penerima akhir pada bank di
luar negeri;
3. Transfer rupiah dari pihak-pihak yang tidak termasuk kategori
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, yang
ditujukan kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) PBI di atas :
a. pada …
5
a. pada rekening rupiah pihak-pihak yang dituju tersebut di bank dalam
negeri untuk transaksi yang tidak berkaitan dengan kegiatan
ekonomi di Indonesia, sebagaimana dimaksud pada butir III. B di
bawah;
b. pada rekening rupiah pihak-pihak yang dituju tersebut di bank luar
negeri baik untuk transaksi yang berkaitan maupun transaksi yang
tidak berkaitan dengan kegiatan ekonomi di Indonesia, sebagaimana
dimaksud pada butir III.B di bawah;
c. untuk penyelesaian (settlement) transaksi pembelian valuta asing
terhadap rupiah melalui bank di luar negeri dan atau dibukukan ke
rekening rupiah pada bank di luar negeri.
4. Transfer rupiah dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) PBI di atas, yang ditujukan kepada pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas :
a. pada rekening rupiah pihak-pihak yang dituju tersebut di bank dalam
negeri untuk transaksi yang tidak berkaitan dengan kegiatan
ekonomi di Indonesia, sebagaimana dimaksud pada butir III.C. di
bawah;
b. pada rekening rupiah pihak-pihak yang dituju tersebut di bank luar
negeri baik untuk transaksi yang berkaitan maupun transaksi yang
tidak berkaitan dengan kegiatan ekonomi di Indonesia, sebagaimana
dimaksud pada butir III.C. di bawah;
c. untuk penyelesaian transaksi pembelian valuta asing terhadap
rupiah namun rekening valuta asing dan atau rekening rupiah milik
pihak-pihak dimaksud dibukukan pada bank di luar negeri.
B. Kegiatan …
6
B. Kegiatan ekonomi di Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf A angka
3.a dan 3.b adalah :
1. Pembayaran yang terkait dengan penyertaan langsung di Indonesia;
2. Pembayaran yang terkait dengan transaksi Surat-surat Berharga dalam
rupiah yang diterbitkan badan hukum Indonesia termasuk Sertifikat Bank
Indonesia;
3. Pembayaran yang terkait transaksi utang luar negeri dalam rupiah,
termasuk dalam rangka restrukturisasi utang;
4. Pembukaan Letter of Credit (L/C) impor dalam rupiah pada Bank di
dalam negeri;
5. Pembukaan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN);
6. Pembelian barang dan jasa di Indonesia;
7. Biaya hidup pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
PBI di atas di Indonesia.
C. Kegiatan ekonomi di Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf A angka
4.a. dan 4.b. adalah :
1. Pembayaran yang terkait dengan pengalihan kepemilikan atas penyertaan
langsung di Indonesia;
2. Pembayaran yang terkait dengan transaksi Surat-surat Berharga dalam
rupiah yang diterbitkan badan hukum Indonesia termasuk Sertifikat Bank
Indonesia;
3. Transaksi jual beli barang dan jasa di Indonesia;
4. Biaya hidup pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
PBI di atas di Indonesia.
IV. DOKUMEN …
7
IV. DOKUMEN PENDUKUNG
A. Sehubungan dengan adanya penjelasan mengenai transfer rupiah ke bank di
luar negeri sebagaimana dimaksud pada butir III, maka perlu diatur lebih
lanjut mengenai informasi atau dokumen pendukung yang wajib disediakan
untuk membuktikan adanya kegiatan ekonomi di Indonesia sebagaimana
dimaksud pada butir III.B dan III.C, sebagai berikut:
1. Untuk transaksi dengan nilai sampai dengan Rp.100.000.000,- (seratus
juta rupiah), harus dinyatakan informasi mengenai
mendasari (underlying transaction) transfer tersebut;
jenis transaksi yang
2. Untuk transaksi dengan nilai lebih dari Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) jenis dokumen pendukung yang wajib disediakan oleh nasabah
ditetapkan sekurang-kurangnya sebagai berikut:
a. Untuk pembayaran yang terkait dengan penyertaan langsung di
Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.B.1 dan pembayaran
yang terkait dengan pengalihan kepemilikan atas penyertaan langsung
di Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.C.1 adalah:
i. untuk pembayaran dividen yang terkait dengan penyertaan
langsung tersebut berupa fotokopi keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham atau yang sejenisnya; atau
ii. untuk penyertaan langsung berupa fotokopi perjanjian jual beli
saham;
b. Untuk pembayaran yang terkait dengan transaksi Surat-surat Berharga
(SSB) dalam rupiah yang diterbitkan badan hukum Indonesia
sebagaimana dimaksud pada butir III.B.2 dan III.C.2 adalah:
i. untuk jual beli SSB berupa fotokopi konfirmasi jual beli SSB dari
broker atau pihak lain yang berwenang;
ii. untuk …
8
ii. untuk pembayaran deviden bagi saham berupa fotokopi konfirmasi
pembayaran deviden dari penerbit saham;
iii. untuk pembayaran bunga bagi obligasi atau SSB lain berupa
fotokopi surat pemberitahuan dari penerbit obligasi atau SSB lain.
c. Untuk pembayaran yang terkait dengan transaksi Sertifikat Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.B.2 dan III.C.2 adalah
fotokopi Bilyet Depot Simpanan (BDS) atau bukti lain yang dapat
dipersamakan dengan itu;
d. Untuk pembayaran yang terkait transaksi utang luar negeri dalam
rupiah, termasuk dalam rangka restrukturisasi utang sebagaimana
dimaksud pada butir III. B.3 adalah fotokopi perjanjian kredit;
e. Untuk pembayaran yang terkait dengan pembukaan L/C impor
sebagaimana dimaksud pada butir III.B.4 adalah fotokopi dokumen
impor;
f. Untuk pembayaran yang terkait dengan pembukaan SKBDN
sebagaimana dimaksud pada butir III.B.5 adalah fotokopi dokumen
pembelian barang atau jasa;
g. Untuk pembayaran yang terkait dengan transaksi jual beli barang dan
jasa di Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.B.6 dan III.C.3
serta untuk keperluan biaya hidup sebagaimana dimaksud pada butir
III.B.7 dan III.C.4 adalah fotokopi dokumen perikatan atau faktur atas
transaksi jual beli barang dan jasa.
B. Dokumen …
9
B. Dokumen pendukung bagi transfer rupiah dalam rangka penyelesaian
transaksi valuta asing terhadap rupiah sebagaimana dimaksud pada butir
III.A.3.c dan III.A.4.c adalah sekurang-kurangnya berupa fotokopi deal
conversation dan atau deal ticket.
V. VERIFIKASI DOKUMEN
Tanggung jawab untuk melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dokumen dan
status pihak penerima yang diperlukan guna mendukung pelaksanaan transfer
ditetapkan sebagai berikut:
1. Bank pengirim transfer yaitu untuk transfer rupiah yang ditujukan kepada
pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas;
2. Bank penerima transfer (receiving bank) yaitu untuk memastikan bahwa
transfer rupiah tersebut ditujukan kepada pihak-pihak yang tidak termasuk
kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas.
VI. LAIN-LAIN
A. Dalam pengertian pemberian kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) huruf a PBI di atas tidak termasuk pemberian kredit konsumsi
kepada Warga Negara Asing yang memiliki izin menetap atau izin tinggal di
Indonesia seperti Kartu Izin Tinggal Terbatas atau Kartu Izin Tinggal
Menetap.
B. Sesuai ketentuan dalam Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (8) PBI di atas
maka Bank dilarang melakukan tindakan-tindakan yang secara langsung
atau tidak langsung mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap
transaksi yang dilarang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PBI di atas dan
transaksi yang dibatasi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PBI di atas.
Tindakan …
10
Tindakan-tindakan dimaksud adalah tindakan-tindakan tertentu yang
dilakukan oleh Bank yang memungkinkan transaksi yang dilarang dan atau
transaksi yang dibatasi dapat terlaksana.
Contoh:
1. Pemberian Kredit kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) PBI di atas namun menggunakan identitas pihak lain
yang diperkenankan (nominee) dan berdasarkan kelaziman yang
seharusnya dapat diketahui oleh Bank.
2. Memfasilitasi penjualan valuta asing terhadap rupiah melalui transaksi
derivatif melebihi USD 3.000.000,- (tiga juta US dolar) kepada pihak-
pihak yang tidak termasuk kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) PBI di atas, yang patut diduga oleh Bank akan dijual kembali
kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI
di atas, tanpa dilandasi oleh kegiatan investasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (4) dan (5) PBI di atas.
3. Bank mendeteksi pengiriman atau penerimaan untuk untung pihak
penerima akhir yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) PBI di atas secara berulang-ulang masing-masing dengan jumlah
sampai dengan Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), yang patut diduga
untuk melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
dan Pasal 3 ayat (8) PBI di atas.
C. Sehubungan dengan penjelasan atas larangan transfer rupiah ke bank di luar
negeri melalui rekening yang dimiliki oleh pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, maka kepada Bank diberikan
batas waktu penyelesaian (settlement) transaksi yang dilakukan dengan
transfer rupiah selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah tanggal mulai
berlakunya Surat Edaran ini.
D. Dalam …
11
D. Dalam rangka mendukung tercapainya maksud dan tujuan PBI di atas, Bank
diharapkan untuk tidak melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan
prinsip-prinsip yang mendasari ketentuan ini.
E. Pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan ketentuan yang terdapat dalam
PBI di atas dan Surat Edaran ini dialamatkan kepada :
Bagian Analisis Pengelolaan Devisa
Direktorat Pengelolaan Devisa
Bank Indonesia
Jl.M.H Thamrin No.2
Jakarta 10110;
Faksimile No. 021-2310520, 021-3501873;
email: pbi_transaksi_rupiah@bi.go.id .
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 31 Januari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA
MIRANDA S. GOELTOM
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/5/DPD|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank </reg_title>
<set_date> 31 Januari 2001 </set_date>
<effective_date> 31 Januari 2001 </effective_date>
<related_reg> '3/3/PBI/2001' </related_reg>
|
No. 7/ 27 /DASP
Jakarta, 22 Juli 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Jadwal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516), perlu diatur
mengenai jadwal penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut.
I.
JADWAL SKNBI
A. Kliring Kredit
1.
Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) menetapkan jadwal
Kliring Kredit yang berlaku secara nasional untuk kegiatan
sebagai berikut:
a.
Kliring Kredit Siklus Pertama
1) penyediaan pendanaan awal (prefund);
2) pengiriman Data Keuangan Elektronik (DKE) Kredit
ke Sistem Sentral Kliring (SSK);
3)
penyediaan informasi awal hasil Kliring Kredit secara
nasional;
4) penambahan pendanaan awal (prefund); dan
5) Penyelesaian …
2
5)
b.
Penyelesaian Akhir hasil Kliring
nasional.
Kliring Kredit Siklus Kedua
1) pengiriman DKE Kredit ke SSK;
2)
Kredit secara
penyediaan informasi awal hasil Kliring Kredit secara
nasional;
3) penambahan pendanaan awal (prefund); dan
4)
Penyelesaian Akhir hasil Kliring
nasional.
2.
Kredit secara
Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) menetapkan jadwal
penyampaian media rekam data elektronis yang berisi rekaman
DKE Kredit bagi Peserta yang penyampaian DKE Kreditnya
dilakukan melalui PKL untuk diteruskan ke SSK.
3. Dalam menetapkan jadwal penyampaian media rekam data
elektronis dari Peserta kepada PKL sebagaimana dimaksud pada
angka 2, PKL harus memperhatikan batas waktu pengiriman
DKE Kredit ke SSK sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.2)
dan 1.b.1).
B. Kliring Debet
1.
Jadwal Kliring Debet yang Ditetapkan oleh PKN
PKN menetapkan jadwal Kliring Debet yang berlaku secara
nasional untuk kegiatan sebagai berikut:
a.
b.
penyediaan pendanaan awal (prefund);
pengiriman data transaksi dan hasil perhitungan Kliring
Debet oleh PKL dari Komputer Penyelenggara Kliring
(KPK) ke SSK sebagai berikut :
1) DKE Debet Kliring penyerahan;
2) DKE Debet Kliring pengembalian;
3) Bilyet Saldo Kliring penyerahan lokal;
4) bilyet …
3
4) Bilyet Saldo Kliring pengembalian lokal; dan
5) Bilyet Saldo Kliring Debet lokal;
c.
penyediaan informasi awal hasil Kliring Debet secara
nasional;
d. penambahan pendanaan awal (prefund); dan
e.
2.
Penyelesaian Akhir hasil Kliring Debet secara nasional.
Jadwal Kliring Debet yang Ditetapkan oleh PKL
PKL menetapkan jadwal Kliring Debet yang berlaku secara
lokal untuk kegiatan sebagai berikut:
a.
Kliring Penyerahan
1) penyampaian DKE Debet penyerahan dari Peserta
kepada PKL;
2) penyampaian Warkat Debet penyerahan dari Peserta
kepada PKL atau kepada Peserta lainnya; dan
3)
b.
distribusi laporan Kliring penyerahan oleh PKL
kepada Peserta.
Kliring Pengembalian
1) penyampaian DKE Debet pengembalian dari Peserta
kepada PKL;
2) penyampaian Warkat Debet pengembalian dari
Peserta kepada PKL atau kepada Peserta lainnya; dan
3)
3.
distribusi laporan Kliring pengembalian oleh PKL
kepada Peserta.
Penetapan Jadwal Kliring Debet Secara Lokal Oleh PKL
a.
Penetapan jadwal Kliring Debet secara lokal oleh PKL
untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Batas akhir penyediaan pendanaan awal (prefund)
untuk Kliring Debet. Hal ini dimaksudkan agar PKL
mempunyai …
4
mempunyai waktu yang cukup untuk mengumumkan
kepada Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan
apabila terdapat Bank yang tidak ikut SKNBI karena
tidak memenuhi ketentuan mengenai
pendanaan awal (prefund).
penyediaan
2) Batas akhir pengiriman Bilyet Saldo Kliring Debet
dari KPK ke SSK yang ditetapkan oleh PKN.
b.
Penetapan jadwal Kliring Debet di suatu Wilayah Kliring
oleh PKL untuk pertama kali dan perubahannya harus
memperoleh persetujuan dari PKN, dengan tata cara
sebagai berikut:
1) PKL menyampaikan usulan secara tertulis kepada
PKN mengenai rencana jadwal Kliring Debet di
Wilayah Kliring yang bersangkutan untuk kegiatan-
kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2; dan
2) Dalam hal PKN menyetujui rencana jadwal Kliring
Debet sebagaimana dimaksud pada angka 1), PKN
memberikan persetujuan secara tertulis.
c. PKL memberitahukan kepada seluruh Peserta di Wilayah
Kliring
yang
penyelenggaraan SKNBI atau perubahannya yang telah
disetujui oleh PKN melalui pengumuman dengan contoh
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Surat
Edaran ini.
C. Rincian jadwal Kliring Kredit dan Kliring Debet yang berlaku secara
nasional sebagaimana dimaksud pada huruf A dan butir B.1.
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Surat Edaran ini.
bersangkutan mengenai jadwal
II. KETENTUAN …
5
II. KETENTUAN PERALIHAN
A. Pada saat implementasi SKNBI untuk pertama kali di Wilayah Kliring
Jakarta, jadwal yang
terkait dengan kegiatan penyediaan dan
penambahan pendanaan awal (prefund) sebagaimana dimaksud pada
butir I.A.1 dan butir I.B.1. tidak berlaku.
B. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf A berlaku paling lama 3
(tiga) bulan sejak SKNBI
diimplementasikan di Wilayah Kliring
Jakarta.
C. PKN mengumumkan mengenai pemberlakuan penyediaan pendanaan
awal (prefund) dan penambahan pendanaan awal (prefund) sebelum
berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf B.
D. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, ketentuan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/12/DASP tanggal
24 September 2002 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta
Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis
dan Batasan Nominal Warkat dan Data Keuangan Elektronik tetap
berlaku untuk Wilayah Kliring yang belum mengimplementasikan
SKNBI
SKNBI.
sampai Wilayah Kliring
tersebut mengimplementasikan
III. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, ketentuan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/12/DASP tanggal 24 September
2002 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem
Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat
dan Data Keuangan Elektronik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini dilaksanakan sejak
tanggal
implementasi SKNBI di Wilayah Kliring yang bersangkutan sesuai dengan
pengumuman Bank Indonesia.
Ketentuan …
6
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 22 Juli
2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/27/DASP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Jadwal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 22 Juli 2005 </set_date>
<effective_date> 22 Juli 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '4/12/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg>
<related_reg> '7/18/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 4/ 2 /DASP
Jakarta, 11 Februari 2002
S U R A T E D A R AN
Kepada
SELURUH PESERTA KLIRING
DI INDONESIA
Perihal : Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh
Berdasarkan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan
Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan
Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal,
diatur bahwa Penyelenggara wajib menyediakan fasilitas penyelenggaraan Kliring
Lokal.
Selanjutnya guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan
Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan Elektronik diperlukan fasilitas yang
memungkinkan Peserta memperoleh informasi hasil penyelenggaraan Kliring
Lokal secara dini, akurat, lengkap dan aman yang dapat diakses secara cepat
melalui sarana ekstranet Bank Indonesia berupa Sistem Informasi Kliring Jarak
Jauh.
Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menyediakan fasilitas
Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh untuk melengkapi fasilitas yang sudah ada
bagi Peserta sistem Otomasi dan Elektronik yang berkaitan dengan informasi hasil
penyelenggaraan Kliring Lokal, yang diatur sebagai berikut.
I. PENGERTIAN …
I. PENGERTIAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh yang untuk selanjutnya disebut SIKJJ
adalah suatu fasilitas yang dapat menyajikan informasi hasil
penyelenggaraan Kliring Lokal secara dini, akurat, lengkap dan aman
yang dapat diakses secara cepat melalui sarana ekstranet Bank Indonesia;
2. Pengguna adalah Peserta Langsung pada penyelenggaraan Kliring Lokal
dengan sistem Otomasi dan Elektronik yang terdaftar sebagai pengguna
SIKJJ pada Bank Indonesia yang Mewilayahi;
3. Bank Indonesia yang Mewilayahi adalah Bank Indonesia c.q Bagian
Kliring Jakarta bagi Bank yang berada di wilayah DKI Jakarta, Serang,
Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi, atau
Kantor Bank Indonesia setempat untuk wilayah di luar wilayah tersebut di
atas;
4. Sistem Pengaman adalah suatu sistem yang disediakan Penyelenggara
kepada Pengguna untuk menjamin keabsahan Pengguna, integritas data,
kerahasiaan komunikasi dan akses kontrol terhadap penggunaan fasilitas
SIKJJ;
5. Public Key adalah file yang berisi kombinasi angka tertentu yang dibuat
oleh Penyelenggara berdasarkan teknik pengamanan tertentu yang
diperlukan oleh Pengguna untuk melakukan dekripsi informasi yang
dikirim oleh Penyelenggara ke Pengguna maupun enkripsi informasi yang
dikirim oleh Pengguna ke Penyelenggara.
II. PERSYARATAN DAN TATA CARA MENJADI PENGGUNA
A. Persyaratan menjadi Pengguna
Peserta Langsung dalam sistem Otomasi atau Elektronik dapat menjadi
Pengguna
SIKJJ
./.
sepanjang
ditetapkan dalam BAB III Buku Pedoman Pengoperasian Aplikasi SIKJJ
(Lampiran 1).
B. Tata …
telah memenuhi persyaratan yang
./.
B. Tata cara menjadi Pengguna
1. Calon Pengguna mengajukan surat permohonan untuk menggunakan
SIKJJ kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi dengan melampirkan :
a. Formulir Data Pengguna SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 2;
b. Dua buah disket ukuran 3,5 (tiga koma lima) inci sebagai media
penyimpan Public Key.
2. Bank Indonesia yang Mewilayahi memberitahukan secara tertulis
kepada calon Pengguna mengenai keputusan untuk menyetujui atau
menolak permohonan menjadi Pengguna dalam jangka waktu paling
lama 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara
lengkap.
3. Dalam hal permohonan disetujui, Bank Indonesia yang Mewilayahi
memberitahukan melalui surat kepada calon Pengguna mengenai :
a. persetujuan penggunaan SIKJJ;
b. permintaan untuk pengambilan User ID, Password dan disket
Public Key.
Pengambilan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya
dapat dilakukan oleh Pemimpin Bank (Pengguna) yang bersangkutan.
Dalam hal Pemimpin Bank (Pengguna) yang bersangkutan
berhalangan, maka pengambilan dokumen tersebut dapat dilakukan
oleh petugas yang ditunjuk dengan Surat Kuasa bermeterai cukup.
III. PROSEDUR PENGOPERASIAN SIKJJ
./.
Penjelasan secara teknis mengenai rincian prosedur dalam melaksanakan
fungsi-fungsi yang terdapat pada SIKJJ dapat dilihat dalam Lampiran 1.
IV. FASILITAS …
IV. FASILITAS INFORMASI HASIL PENYELENGGARAAN KLIRING
LOKAL
Fasilitas informasi hasil penyelenggaraan Kliring Lokal yang terdapat pada
SIKJJ meliputi :
A. Rekapitulasi Kliring
Rekapitulasi Kliring masing-masing Pengguna yang terdiri dari :
1. Kliring Penyerahan Ritel;
2. Kliring Penyerahan Nominal Besar;
3. Kliring Pengembalian Ritel;
4. Kliring Pengembalian Nominal Besar.
Rekapitulasi Kliring tersebut menampilkan Bilyet Saldo Kliring dan
rincian hasil Kliring harian.
B. Informasi Daftar Hitam
C. Informasi Biaya Kliring
1. Biaya pemrosesan warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE)
Kliring Penyerahan;
2. Biaya pemrosesan warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah
(reject);
3. Biaya pemrosesan warkat atau DKE Kliring Pengembalian;
4. Biaya Administrasi.
D. Informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan
Kliring.
V. KEWENANGAN
Pengguna mempunyai kewenangan menggunakan fasilitas informasi
sebagaimana dimaksud dalam angka IV huruf A sampai dengan D, dengan
ketentuan sebagai berikut.
1. Kantor …
1. Kantor Pusat Bank dapat mengakses informasi mengenai kegiatan Kliring
seluruh kantor yang terdapat di Wilayah Kliring Lokal yang telah
menerapkan SIKJJ.
2. Kantor Koordinator Bank dapat mengakses informasi mengenai kegiatan
Kliring seluruh kantor yang berada di bawah koordinasinya yang terdapat
di Wilayah Kliring Lokal yang telah menerapkan SIKJJ.
3. Kantor Cabang Bank hanya dapat mengakses informasi mengenai
kegiatan Kliring Kantor Cabang yang bersangkutan.
VI. PENYEDIAAN INFORMASI
1. Informasi SIKJJ dapat diakses setiap hari kerja mulai pukul 07.30 WIB
sampai dengan pukul 21.00 WIB.
2. Informasi mengenai Rekapitulasi Kliring tersedia sesuai jadwal
penyediaan informasi hasil Kliring yang berlaku di masing-masing Kantor
Bank Indonesia yang Mewilayahi.
3. Informasi mengenai Rekapitulasi Kliring sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 tersedia selama 7 (tujuh) hari kerja.
VII. PERBEDAAN INFORMASI
Dalam hal terdapat perbedaan data Kliring antara yang tercantum dalam
laporan tercetak yang diperoleh dari Penyelenggara dengan informasi data
Kliring yang diperoleh dari SIKJJ, data yang benar adalah data yang
tercantum dalam laporan tercetak dari Penyelenggara.
VIII. SISTEM PENGAMAN
Sistem pengaman dilakukan dengan mengamankan saluran komunikasi,
otentikasi Pengguna dan pencatatan aktivitas Pengguna yang mencakup
antara lain :
A. Bank …
A. Bank Indonesia
1. Sistem pengaman berupa penerapan teknologi secure socket layer satu
arah dan firewall;
2. Sistem pengaman pada aplikasi berupa otentikasi Pengguna dan
pengaturan kewenangan Pengguna serta log file.
B. Pengguna
Pengamanan administrasi berupa prosedur pemberian User ID, Password
dan Public Key.
IX. SIFAT INFORMASI REKAPITULASI KLIRING
Informasi Rekapitulasi Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka IV.A,
dimaksudkan untuk informasi dini dan bukan sebagai dasar pembukuan hasil
Kliring.
X. BIAYA PENGGUNAAN SIKJJ
Setiap Pengguna dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Biaya Kliring.
XI. KEADAAN DARURAT
Dalam hal SIKJJ tidak dapat berfungsi yang disebabkan gangguan teknis
maka fasilitas informasi yang digunakan adalah fasilitas yang disediakan
Penyelenggara sebelum menggunakan SIKJJ sesuai dengan ketentuan yang
mengatur masing-masing sistem Kliring. Berkaitan dengan hal tersebut Bank
Indonesia yang Mewilayahi akan memberitahukan melalui pengumuman
kepada Pengguna.
XII. SANKSI
Dalam hal Pengguna melakukan tindakan di luar kewenangannya seperti
menyalahgunakan User ID atau Public Key,
Mewilayahi …
Bank Indonesia yang
Mewilayahi akan menghentikan Pengguna yang bersangkutan sebagai
Pengguna.
XIII. LAIN-LAIN
1. Implementasi SIKJJ dilakukan secara bertahap. Tahap pertama akan
diterapkan di Kantor Bank Indonesia Surabaya. Implementasi SIKJJ
untuk tahap selanjutnya akan diberitahukan secara tertulis kepada seluruh
Peserta Kliring Lokal oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi.
2. Untuk tahap awal, informasi Daftar Hitam belum dapat diakses walaupun
dalam menu aplikasi tersedia.
./
.
3. Buku Pedoman Pengoperasian Aplikasi SIKJJ sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 1 dan Formulir Data Pengguna SIKJJ sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 2, merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan Surat Edaran ini.
XIV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 11 Februari
2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARMAIN SALIM
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/2/DASP|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh </reg_title>
<set_date> 11 Februari 2002 </set_date>
<effective_date> 11 Februari 2002 </effective_date>
<related_reg> '1/3/PBI/1999', '2/14/PBI/2000 | Pasal 16 ayat (2)' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XII' </penalty_list>
|
No.18/15/DKSP
Jakarta, 20 Juni 2016
S U R A T E D A R A N
Perihal :
Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/2/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5275) dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/52/DKSP tanggal 30 Desember
2015 perihal Implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan
Penggunaan Personal Identification Number Online 6 (Enam) Digit untuk
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Diterbitkan di Indonesia, maka
dalam rangka memastikan pengelolaan standar nasional teknologi chip
untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dilakukan dengan tata kelola
yang baik serta memerhatikan kepentingan nasional, perlu mengatur
ketentuan pelaksanaan mengenai pengelolaan standar nasional teknologi
chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dalam suatu Surat Edaran
Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang selanjutnya disebut Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet adalah standar teknologi chip yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai standar nasional teknologi
chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet.
2. Pengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
selanjutnya disebut Pengelola adalah pihak yang disetujui oleh
Bank …
2
Bank Indonesia untuk mengelola Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet.
II. STANDAR NASIONAL KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
A. Penggunaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet wajib menggunakan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet.
B. Kepemilikan, Penetapan, dan Persetujuan Pengelolaan Standar
Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
1. Dalam rangka melindungi kepentingan publik dalam
penggunaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet, kepemilikan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet berada di Bank Indonesia.
2. Pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet dilakukan oleh pihak yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur
mengenai implementasi standar nasional dan penggunaan
personal identification number online 6 (enam) digit untuk
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di
Indonesia dan mendapat persetujuan dari Bank Indonesia.
3. Pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 2 harus
menyerahkan kepemilikan standar teknologi chip Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet yang telah disepakati penggunaannya
oleh industri, kepada Bank Indonesia.
4. Penyerahan kepemilikan standar teknologi chip Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam angka 3
dilakukan dengan suatu Berita Acara Serah Terima (BAST).
5. Penetapan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
dan persetujuan Bank Indonesia mengenai pengelolaan
Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berlaku
terhitung sejak penyerahan kepemilikan sebagaimana
dimaksud dalam angka 4.
6. Informasi …
3
6. Informasi mengenai penetapan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet dan informasi mengenai persetujuan
pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dipublikasikan
oleh Bank Indonesia, antara lain dalam situs Bank Indonesia.
7. Pengelola harus menyusun dan menyampaikan rencana kerja
awal pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet secara tertulis kepada Bank Indonesia paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah memperoleh persetujuan
dari Bank Indonesia.
8. Rencana kerja awal sebagaimana dimaksud dalam angka 7
paling kurang memuat:
a. rencana pelaksanaan tugas pengelolaan Standar Nasional
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang meliputi:
1) pemeliharaan dan pengembangan Standar Nasional
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet;
2) pelaksanaan sertifikasi pengguna Standar Nasional
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet;
3) penatausahaan daftar vendor seperti penyedia terminal
dan perusahaan percetakan kartu serta daftar produk
yang telah memenuhi spesifikasi Standar Nasional
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet;
4) pelaksanaan fungsi certificate authority;
b. rencana kesiapan organisasi yang paling kurang mencakup
pemenuhan struktur organisasi dan sumber daya
manusia, serta kebijakan dan prosedur tertulis untuk
mendukung pemenuhan tugas sebagai Pengelola; dan
c. konsep kerja sama Pengelola dengan pihak lain terkait
pelaksanaan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet, dalam hal rencana pelaksanaan
tugas sebagaimana dimaksud dalam huruf a akan
dilakukan bekerja sama dengan pihak lain.
III. TUGAS …
4
III. TUGAS, WEWENANG, DAN KEWAJIBAN PENGELOLA STANDAR
NASIONAL KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
A. Tugas dan Wewenang Pengelola Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet
1. Tugas Pengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet adalah:
a. memelihara dan mengembangkan Standar Nasional Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet dengan memerhatikan aspek
keamanan, efisiensi, perkembangan teknologi, kebutuhan
industri, dan kepentingan nasional;
b. melaksanakan proses sertifikasi terhadap pengguna
Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
untuk memastikan kesesuaian Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet dan/atau terminal dengan spesifikasi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet;
c. menatausahakan daftar vendor serta daftar produk yang
telah memenuhi spesifikasi Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet dan memberikan masukan
terhadap rencana pengembangan produk vendor;
d. melaksanakan fungsi certificate authority; dan
e. melaksanakan tugas lainnya yang diamanatkan oleh
Bank Indonesia terkait pengelolaan Standar Nasional
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet.
2. Wewenang Pengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet adalah:
a. menetapkan jenis dan besarnya biaya terkait pengelolaan
Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
dikenakan kepada Bank dan/atau Lembaga Selain Bank
yang menggunakan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet berdasarkan persetujuan Bank
Indonesia;
b. menetapkan persyaratan dan prosedur pelaksanaan
sertifikasi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, terminal,
dan kategori pihak yang disertifikasi;
c. memperoleh …
5
c. memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam
rangka pengembangan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet dari pengguna Standar Nasional
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan memerhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam
melaksanakan kegiatan pengelolaan Standar Nasional
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berdasarkan
persetujuan Bank Indonesia; dan
e. wewenang lainnya yang diamanatkan oleh Bank
Indonesia terkait pengelolaan Standar Nasional Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet.
B. Kewajiban Pengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet
1. Kewajiban Pengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet adalah:
a. memiliki struktur organisasi dan sumber daya manusia
yang memadai untuk melaksanakan pengelolaan Standar
Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet;
b. memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet;
c. memastikan keandalan dan keamanan teknologi
informasi yang digunakan dalam kegiatan pengelolaan
Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet;
d. mendukung implementasi Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet oleh industri Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia,
termasuk pemenuhan tahapan implementasi Standar
Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet;
e. menyampaikan data dan informasi, serta laporan terkait
pelaksanaan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet secara berkala maupun insidental
kepada Bank Indonesia;
f. melakukan …
6
f. melakukan evaluasi terhadap Standar Nasional Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet, antara lain untuk
memastikan kesesuaiannya dengan perkembangan
teknologi dan kebutuhan industri;
g. memastikan terpenuhinya aspek persaingan usaha yang
sehat dalam pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet, khususnya dalam hal dilakukan
kerja sama dengan pihak lain dalam melaksanaan
kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet seperti pihak yang melakukan test
laboratory untuk menguji security dan functionality kartu,
terminal, dan sarana pemroses;
h. meningkatkan pemahaman penyelenggara Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet akan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet melalui pelaksanaan sosialisasi
dan edukasi;
i. menjaga kerahasiaan data dan informasi terkait
pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet, termasuk memastikan kerahasiaan data dan
informasi apabila kegiatan terkait pengelolaan Standar
Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dilaksanakan
oleh pihak lain;
j.
memiliki sistem pengendalian internal untuk memastikan
pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet dilakukan secara aman, efisien, dan memenuhi
prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance);
k. memperoleh persetujuan Bank Indonesia atas hal-hal
yang bersifat strategis dalam pengelolaan Standar
Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, yaitu:
1) perencanaan pengembangan spesifikasi Standar
Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet;
2) penetapan persyaratan, prosedur pelaksanaan, dan
kategori pihak-pihak yang disertifikasi, termasuk
perubahannya;
3) kerja …
7
3) kerja sama dengan pihak lain dalam melaksanakan
kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet; dan
4) penetapan jenis dan besarnya biaya yang dikenakan
dalam kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet;
l. bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang dilakukan oleh pihak lain sebagaimana
dimaksud dalam butir k.3).
2. Pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir
1.a dan butir 1.b dilakukan dengan memerhatikan rencana
kerja awal sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.7.
3. Kerja sama dengan pihak lain dalam melaksanakan kegiatan
pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet sebagaimana dimaksud dalam butir 1.k.3) berlaku
efektif setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia.
IV. PENGAWASAN DAN LAPORAN PENGELOLAAN STANDAR NASIONAL
KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
A. Pengawasan Pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet
1. Bank Indonesia berwenang untuk melakukan pengawasan
terhadap pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet, baik yang dilakukan oleh Pengelola maupun
pihak-pihak lain yang bekerja sama dengan Pengelola.
2. Pengawasan terhadap pengelolaan Standar Nasional Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet dilakukan dengan cara
pengawasan tidak langsung dan pengawasan langsung,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian,
analisis, dan evaluasi atas data dan informasi, serta
laporan berkala, laporan insidental yang disampaikan oleh
Pengelola, dan/atau data dan informasi lainnya yang
diperoleh Bank Indonesia dari pihak lain.
b. Pengawasan …
8
b. Pengawasan langsung dilakukan antara lain melalui
pencocokan kebenaran data dan informasi yang
disampaikan oleh Pengelola, dan/atau data dan informasi
lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dari pihak lain
dengan fakta di lapangan, termasuk memastikan
pemenuhan kewajiban Pengelola.
3. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan oleh Bank Indonesia,
Pengelola wajib memberikan data dan informasi yang terkait
dengan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet.
4. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk
melakukan pengawasan langsung sebagaimana dimaksud
dalam butir 2.b.
5. Pihak yang ditugaskan melakukan pengawasan langsung
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 wajib menjaga
kerahasiaan dokumen, data, informasi, laporan, keterangan,
dan/atau penjelasan yang diperoleh dari hasil pengawasan.
6. Selain melaksanakan kegiatan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2, Bank Indonesia dapat melakukan
diskusi atau pertemuan konsultasi dengan Pengelola untuk
mendapatkan informasi dan/atau menyampaikan saran
terkait pelaksanaan kegiatan pengelolaan Standar Nasional
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet.
7. Bank Indonesia berwenang melakukan pembinaan terhadap
Pengelola, antara lain untuk melakukan perubahan atau
perbaikan dalam penyelenggaraan kegiatan pengelolaan
Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet.
B. Laporan Pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet
1. Laporan Berkala
a. Laporan berkala merupakan laporan yang wajib
disampaikan secara tertulis dengan lengkap, benar,
akurat, dan tepat waktu oleh Pengelola sesuai dengan
periode masing-masing laporan.
b. Jenis …
9
b. Jenis Laporan Berkala
Laporan Berkala yang wajib disampaikan oleh Pengelola
meliputi:
1) Laporan Triwulanan yang paling kurang meliputi
data dan informasi terkait pelaksanaan pengelolaan
Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
sebagai berikut:
a) Prinsipal, Penerbit, dan Acquirer Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet yang telah menyelesaikan
pengembangan host dan back-end system;
b) vendor dan produk yang telah disertifikasi; dan
c) daftar pihak lain yang bekerja sama dalam
melaksanakan kegiatan pengelolaan Standar
Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet,
antara lain security test laboratory dan functional
test laboratory, apabila ada.
2) Laporan Tahunan yang paling kurang meliputi
informasi mengenai:
a) rencana kerja dan target 1 (satu) tahun ke depan,
termasuk dalam hal terdapat
pengembangan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet;
b) realisasi rencana kerja tahun sebelumnya;
c) laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir; dan
d) evaluasi kesesuaian Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet dengan perkembangan
teknologi dan kebutuhan industri.
2. Laporan Insidental
a. Laporan Insidental merupakan laporan tertulis yang
harus disampaikan secara benar oleh Pengelola kepada
Bank Indonesia, baik atas permintaan Bank Indonesia
maupun atas inisiatif Pengelola sendiri. Laporan
Insidental antara lain dapat dilakukan dengan
penyampaian dokumen sesuai permintaan Bank
Indonesia.
b. Jenis …
rencana
10
b. Jenis Laporan Insidental
1) Laporan terkait insiden yang dapat mengganggu
kelancaran penyelenggaraan kegiatan pengelolaan
Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet,
seperti terjadi kegagalan atau penyalahgunaan
penggunaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet, serta upaya mitigasi yang telah
dilakukan oleh Pengelola (laporan insiden).
2) Laporan insidental lainnya seperti perubahan personel
pada level tertentu yang bertanggung jawab
melakukan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet dan perubahan alamat kantor.
3. Penyampaian Laporan
a. Pengelola wajib menyampaikan Laporan Triwulanan
sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b.1) paling
lambat pada akhir bulan berikutnya setelah periode
laporan berakhir.
b. Pengelola wajib menyampaikan Laporan Tahunan
sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b.2) paling
lambat pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
c. Pengelola wajib menyampaikan laporan insiden
sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.b.1) segera
setelah terjadinya kejadian melalui telepon, faksimili,
dan/atau sarana informasi lainnya yang diikuti dengan
penyampaian laporan tertulis yang ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah terjadinya kejadian.
d. Pengelola wajib menyampaikan laporan insidental lainnya
sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.b.2) paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak terjadinya
kejadian atau perubahan yang dilaporkan.
V. EVALUASI …
11
V. EVALUASI TERHADAP PERSETUJUAN ATAS PENGELOLAAN
STANDAR NASIONAL KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
1. Bank Indonesia dapat melakukan evaluasi terhadap persetujuan
atas pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang telah diberikan.
2. Pelaksanaan evaluasi antara lain didasarkan pada hasil
pengawasan Bank Indonesia atau laporan yang diterima Bank
Indonesia dari otoritas atau pihak lain.
3. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam angka
2, Bank Indonesia berwenang untuk:
a. meminta Pengelola untuk melakukan dan/atau tidak
melakukan tindakan tertentu dalam pengelolaan Standar
Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; dan/atau
b. membatalkan persetujuan yang telah diberikan untuk
melakukan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet.
4. Dalam hal Bank Indonesia membatalkan persetujuan kepada
Pengelola namun Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang telah ditetapkan tetap berlaku, persetujuan kepada
pihak lain sebagai Pengelola dilakukan tanpa harus memenuhi
persyaratan memiliki standar teknologi chip Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
mengatur mengenai implementasi standar nasional dan
penggunaan personal identification number online 6 (enam) digit
untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di
Indonesia.
VI. KORESPONDENSI
Penyampaian rencana kerja awal, rencana kerja, data, dan informasi,
serta laporan disampaikan oleh Pengelola kepada:
Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan
Sistem Pembayaran (DKSP)
Gedung D, Lantai 5, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta – 10350
VII. PENUTUP …
12
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 20 Juni 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ENI V. PANGGABEAN
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN
PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/15/DKSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet </reg_title>
<set_date> 20 Juni 2016 </set_date>
<effective_date> 20 Juni 2016 </effective_date>
<related_reg> '17/52/DKSP|SE-BI/2015', '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009' </related_reg>
|
No.8/ 16 /DPbS
Jakarta, 20 Juli 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN
KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Laporan Berkala Bank Umum
Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/12/PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4629), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam
suatu Surat Edaran Bank Indonesia yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
I. UMUM
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal 10
Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum bahwa untuk mendukung
perolehan informasi yang akurat, lengkap dan tepat waktu perlu diatur
ketentuan mengenai sistematika penyusunan dan penyampaian LBBU.
Sistematika LBBU bagi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah telah disusun dalam suatu Pedoman Laporan
Berkala Bank Umum (LBBU) Syariah sebagaimana terlampir yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
II. BANK …
II. BANK PELAPOR
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum
maka penyusunan dan penyampaian LBBU dilakukan oleh kantor pusat
bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan
Unit Usaha Syariah (UUS). Pengertian kantor pusat bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah termasuk kantor
cabang bank asing yang berkedudukan dan melakukan kegiatan operasional
di Indonesia.
III. PENANGGUNG JAWAB LBBU
Bank menunjuk petugas dan penanggung jawab yang mempunyai
wewenang untuk memberikan otorisasi mengenai keabsahan dan keakuratan
data yang disampaikan. Penunjukan petugas dan atau penanggungjawab
LBBU dimaksud tidak mengurangi dan atau menghilangkan tanggung
jawab dari pengurus bank yaitu Direksi dan atau Dewan Komisaris atas
keabsahan dan keakuratan LBBU yang
disampaikan bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau UUS kepada
Bank Indonesia.
Daftar pihak-pihak yang ditunjuk sebagai petugas dan penanggungjawab
untuk menyusun LBBU kepada Bank Indonesia, termasuk apabila terdapat
perubahan petugas dan atau penanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas,
disampaikan kepada:
1. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, bagi UUS dan bank yang
melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
2. Kantor Bank Indonesia, bagi UUS dan bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di luar
wilayah …
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
IV. RUANG LINGKUP LAPORAN
1. Laporan-laporan yang wajib disampaikan bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah meliputi laporan:
a. Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan dan Dana Pihak
Ketiga Milik Pemerintah
Data LBBU mengenai Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan
dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah memuat data gabungan
yang mencakup seluruh kantor bank di Indonesia.
b. Maturity Profile
Data LBBU mengenai Maturity Profile memuat data gabungan yang
mencakup seluruh kantor bank di dalam negeri maupun di luar
negeri.
c. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
Data LBBU mengenai BMPK yang terdiri dari Laporan Pelanggaran
BMPK, Laporan Pelampauan BMPK, dan Laporan Penyediaan Dana,
memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor bank di dalam
negeri maupun di luar negeri.
d. Posisi Deposito Investasi Mudharabah (DIM)
Data LBBU mengenai posisi DIM pada akhir bulan yang memuat
data gabungan berdasarkan jangka waktu yang mencakup seluruh
kantor bank di dalam negeri maupun di luar negeri.
e. Pembiayaan yang Direstrukturisasi
Data LBBU mengenai Pembiayaan yang Direstrukturisasi memuat
data gabungan yang mencakup seluruh kantor bank di dalam negeri
maupun di luar negeri.
f. Deposan dan Debitur Inti
Data LBBU mengenai Deposan dan Debitur Inti memuat data 25
penabung/investor …
penabung/investor dan debitur/grup terbesar diluar pihak terkait bank
yang berasal dari data gabungan seluruh kantor bank di dalam negeri
maupun di luar negeri.
g. Sensitivity to Market Risk
Data LBBU mengenai Sensitivity to Market Risk memuat data
gabungan yang mencakup seluruh kantor bank di dalam negeri
maupun di luar negeri. Yang dimaksud dengan Sensitivity to Market
Risk adalah faktor sensitivitas terhadap risiko nilai tukar.
2. Laporan-laporan yang wajib disampaikan UUS meliputi laporan:
a. Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan dan Dana Pihak
Ketiga Milik Pemerintah
Data LBBU mengenai Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan
dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah memuat data gabungan
yang mencakup seluruh kantor syariah bank di Indonesia.
b. Maturity Profile
Data LBBU mengenai Maturity Profile memuat data gabungan yang
mencakup seluruh kantor syariah bank di dalam negeri maupun di
luar negeri.
c. Posisi Deposito Investasi Mudharabah (DIM)
Data LBBU mengenai posisi DIM pada akhir bulan yang memuat
data gabungan berdasarkan jangka waktu yang mencakup seluruh
kantor syariah bank di dalam negeri maupun di luar negeri.
d. Pembiayaan yang Direstrukturisasi
Data LBBU mengenai Pembiayaan yang Direstrukturisasi memuat
data gabungan yang mencakup seluruh kantor syariah bank di dalam
negeri maupun di luar negeri.
e. Deposan dan Debitur Inti
Data LBBU mengenai Deposan dan Debitur Inti memuat data 25
penabung/investor …
penabung/investor dan debitur/grup terbesar diluar pihak terkait bank
yang berasal dari data gabungan seluruh kantor syariah bank di
dalam negeri maupun di luar negeri.
V. FORMAT LBBU
Dalam menyusun laporan LBBU, bank dan UUS harus mengikuti format
dalam Buku Pedoman Penyusunan Laporan Berkala Bank Umum (LBBU)
Syariah sebagai berikut :
1. Format LBBU untuk data Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan
dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah adalah sesuai format dalam
Formulir 1, Formulir 2 dan Formulir 3.
2. Format LBBU untuk data Maturity Profile adalah sesuai dengan format
dalam Formulir 4a dan Formulir 4b.
3. Format LBBU untuk data BMPK adalah sesuai dengan format dalam
Formulir 5, Formulir 6 dan Formulir 7.
4. Format LBBU untuk data posisi Deposito Investasi Mudharabah (DIM)
adalah sesuai dengan format dalam Formulir 8.
5. Format LBBU untuk data Pembiayaan yang Direstrukturisasi adalah
sesuai dengan format dalam Formulir 9.
6. Format LBBU untuk data Deposan dan Debitur Inti adalah sesuai
dengan format dalam Formulir 10.
7. Format LBBU untuk data Sensitivity to Market Risk adalah sesuai
dengan format dalam Formulir 11.
VI. PENYAMPAIAN LBBU
1. Kelengkapan LBBU dinilai dari kelengkapan formulir data yang wajib
disampaikan untuk setiap periode penyampaian.
2. Penyampaian LBBU hanya dapat dilakukan apabila semua formulir
data telah diisi. Dalam hal data formulir tidak tersedia/tidak ada, wajib
diisi …
diisi dengan nihil.
3. LBBU yang disampaikan melewati
periode penyampaian yang
ditetapkan secara on line, disampaikan dalam bentuk disket dan hasil
olahan komputer (hardcopy) kepada:
a. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, Jl. M.H.Thamrin No. 2,
Jakarta 10110, bagi UUS dan bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi UUS dan bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
VII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN
Apabila dalam pelaksanaan penyusunan dan penyampaian LBBU terdapat
hal-hal yang kurang jelas, bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah dan UUS dapat menyampaikan pertanyaan
kepada Bank Indonesia sebagai berikut :
1. Untuk pertanyaan yang berhubungan dengan materi pelaporan :
a. Bagi UUS dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia, pertanyaaan diajukan kepada :
1) Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Tim Statistik
Moneter, Keuangan dan Fiskal, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2
Jakarta 10010, Telp. 021- 381 8211/8210, Fax 021-3812930,
email address smon@bi.go.id untuk pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan formulir 1, formulir 2 dan formulir 3.
2) Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta
10010, Telp. 021-381 8515, Fax 021-350 1989, email address
dpbs@bi.go.id …
dpbs@bi.go.id untuk pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan formulir 4a sampai dengan formulir 11.
b. Bagi UUS dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia, pertanyaan diajukan kepada Kantor Bank
Indonesia setempat.
2. Untuk pertanyaan yang berhubungan dengan aplikasi dan otomasi sistem
penyampaian laporan, pertanyaan diajukan kepada Direktorat Statistik
Ekonomi dan Moneter c.q. Tim Statsitik Moneter, Keuangan dan Fiskal,
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010, Telp. 021- 381 8211/8210,
Fax 021-381 2930, email address smon@bi.go.id.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 20 Juli 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/16/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Laporan Berkala Bank Umum </reg_title>
<set_date> 20 Juli 2006 </set_date>
<effective_date> 20 Juli 2006 </effective_date>
<related_reg> '8/12/PBI/2006' </related_reg>
|
No. 2/ 23 /DSM
Jakarta, 10 November 2000
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA LEMBAGA KEUANGAN NON BANK
DI INDONESIA
Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga
Keuangan Non Bank
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 1/9/PBI/1999 tanggal
28 Oktober 1999 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan
Lembaga Keuangan Non Bank, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai
berikut:
I. UMUM
A. Tujuan
Pelaporan kegiatan lalu lintas devisa (LLD) oleh Lembaga Keuangan
Non Bank (LKNB) dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan
data mengenai kegiatan LLD secara lengkap, akurat dan tepat waktu
yang diperlukan terutama untuk penyusunan Statistik Neraca
Pembayaran Indonesia dan Posisi Investasi Internasional Indonesia.
Statistik ini diperlukan untuk mendukung perumusan dan peningkatan
efektifitas kebijakan di bidang moneter.
B. Kegiatan LLD
Kegiatan LLD adalah perpindahan aset dan kewajiban finansial antara
penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan
kewajiban finansial luar negeri antar penduduk.
C. LKNB …..
2
C. LKNB Pelapor
c.1. LKNB pelapor adalah seluruh perusahaan LKNB yang berbadan
hukum Indonesia dan kantor cabang perusahaan LKNB asing yang
berkedudukan di Indonesia. LKNB pelapor meliputi perusahaan
asuransi, perusahaan efek/sekuritas, perusahaan pembiayaan, modal
ventura, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan dana masyarakat yang :
c.1.1. Melakukan kegiatan lalu lintas devisa melalui rekening pada
bank di luar negeri, rekening antar kantor/perusahaan (inter
office/company account) dan sarana lain, dan atau
c.1.2. Memiliki posisi aset dan kewajiban finansial luar negeri.
c.2. Bagi LKNB yang pada saat ketentuan ini diberlakukan tidak
termasuk dalam butir c.1.1 dan c.1.2 tidak wajib menyampaikan
laporan kegiatan LLD. Namun, LKNB dimaksud wajib
menyampaikan surat pemberitahuan kepada Bank Indonesia
sebagaimana contoh pada lampiran 15. Apabila dikemudian hari
LKNB tersebut melakukan kegiatan LLD, maka wajib
menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam butir c.1
c.3. Bagi LKNB yang pernah menyampaikan laporan kegiatan LLD,
namun pada periode laporan tertentu tidak melakukan kegiatan
LLD sebagaimana dimaksudkan dalam butir c.1.1 dan c.1.2, wajib
menyampaikan Laporan Nihil sebagaimana contoh pada lampiran
5 dan 10 (Formulir LLD-B01b dan atau LLD-B02b).
D. Laporan
Laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia merupakan laporan
gabungan dari seluruh kantor operasional LKNB pelapor yang
berkedudukan di Indonesia.
E. Ruang …..
3
E. Ruang Lingkup Pelaporan
LKNB pelapor wajib menyampaikan laporan kegiatan LLD yang
meliputi laporan transaksi dan atau laporan posisi.
a. Laporan transaksi
Laporan transaksi adalah laporan yang memuat keterangan dan data
mengenai seluruh penerimaan dan pembayaran LKNB selama
periode laporan yang dilakukan tidak melalui bank dalam negeri
meliputi :
1. Penerimaan dan atau pembayaran melalui rekening giro LKNB
pelapor di luar negeri (Overseas Current Account).
2. Penerimaan dan atau pembayaran melalui inter office/company
account antara LKNB pelapor dengan kantor LKNB di luar
negeri atau badan/lembaga lain yang berkedudukan di luar negeri.
3. Penerimaan dan atau pembayaran melalui sarana lain yang tidak
termasuk dalam angka 1 dan 2 di atas.
Cakupan dan format laporan transaksi serta penjelasan pengisiannya
sesuai dengan lampiran 4.
b. Laporan posisi
Laporan posisi adalah laporan mengenai posisi aset dan kewajiban
finansial luar negeri LKNB pelapor pada akhir periode laporan. Yang
dimaksud dengan aset finansial luar negeri (AFLN) LKNB pelapor
adalah seluruh tagihan (claims) LKNB pelapor kepada bukan
penduduk, sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban finansial
luar negeri (KFLN) LKNB pelapor adalah seluruh kewajiban LKNB
pelapor kepada bukan penduduk.
Cakupan dan format laporan posisi sesuai dengan lampiran 9.
F. Laporan …..
4
F. Laporan Koreksi
a. Laporan koreksi merupakan laporan pengganti (secara utuh) dari
laporan kegiatan LLD yang disampaikan sebelumnya. LKNB pelapor
wajib menyampaikan laporan koreksi apabila laporan yang telah
disampaikan sebelumnya terdapat ketidaklengkapan dan atau
kesalahan.
b. Untuk setiap laporan koreksi yang disampaikan LKNB pelapor wajib
menggunakan formulir laporan koreksi sesuai dengan lampiran 3 dan
8 (Formulir LLD-B01a dan atau LLD-B02a).
II. PROSEDUR DAN PERIODE PELAPORAN
A. Prosedur Pelaporan
Laporan transaksi dan laporan posisi disampaikan kepada Bank
Indonesia dapat melalui surat atau faksimili sebagai berikut :
1. Penyampaian laporan dengan surat:
a. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di wilayah Jakarta,
Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek), laporan disampaikan
kepada Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q Bagian
Statistik Neraca Pembayaran (SNP) Bank Indonesia, Jl. MH
Thamrin No. 2 Jakarta 10010.
b. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di luar wilayah
Jabotabek, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia
setempat.
2. Penyampaian laporan dengan faksimili :
a. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di wilayah Jabotabek,
laporan disampaikan kepada Direktorat Statistik Ekonomi
dan Moneter c.q Bagian Statistik Neraca Pembayaran
(SNP) ……
5
(SNP) Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10010.
Bank Indonesia akan menyampaikan tanda terima atas setiap
laporan yang masuk selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak
laporan diterima.
b. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di luar wilayah
Jabotabek, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia
setempat dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
di atas.
c. Bagi LKNB yang menyampaikan laporan dengan faksimili
sebagaimana dimaksud pada butir a dan b di atas, wajib
menyampaikan laporan asli kepada Bank Indonesia. Laporan asli
tersebut harus sudah diterima Bank Indonesia selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari sejak tanggal pengiriman laporan melalui
faksimili.
B. Periode dan Batas Waktu Pelaporan
1. Periode laporan
a. Periode laporan transaksi adalah bulanan yang memuat kegiatan
LLD selama satu bulan dari tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir
bulan laporan. Laporan transaksi disampaikan kepada Bank
Indonesia secara bulanan.
b. Laporan posisi disampaikan kepada Bank Indonesia secara
semesteran bersamaan dengan laporan transaksi bulan terakhir
pada semester yang bersangkutan. Laporan posisi meliputi posisi
awal semester, mutasi debet dan atau kredit selama 1 (satu)
semester serta posisi akhir semester laporan dari setiap jenis aset
dan kewajiban finansial luar negeri LKNB pelapor. Periode
semester …..
6
semester I (satu) dimulai sejak bulan Januari tahun yang
bersangkutan.
2. Batas waktu penyampaian laporan :
a. Laporan harus diterima Bank Indonesia paling lambat pada
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya
periode laporan yang bersangkutan pukul 16.00 waktu setempat.
Contoh :
- Laporan transaksi periode bulan Oktober 2000 disampaikan
paling lambat tanggal 15 November 2000 pukul 16.00 waktu
setempat.
- Laporan posisi semester II tahun 2000 disampaikan
bersamaan dengan laporan transaksi periode bulan Desember
2000 paling lambat tanggal 15 Januari 2001 pukul 16.00
waktu setempat.
b. Apabila batas waktu penyampaian laporan tersebut jatuh pada
hari Sabtu atau hari libur, laporan dimaksud disampaikan
selambat-lambatnya pada hari kerja pertama berikutnya pukul
16.00 waktu setempat.
3. LKNB pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila
laporan diterima oleh Bank Indonesia melampaui batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2 sampai dengan akhir bulan
yang bersangkutan pukul 16.00 waktu setempat.
Contoh :
- Laporan transaksi periode bulan Oktober 2000 diterima Bank
Indonesia tanggal 15 November 2000 pukul 16.01 waktu
setempat …..
7
setempat sampai dengan 30 November 2000 pukul 16.00 waktu
setempat.
- Laporan posisi semester II tahun 2000 dan laporan transaksi
periode bulan Desember 2000 diterima Bank Indonesia tanggal
15 Januari 2001 pukul 16.01 waktu setempat sampai dengan 31
Januari 2001 pukul 16.00 waktu setempat.
4. LKNB pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila
laporan belum diterima oleh Bank Indonesia sebagaimana
dimaksudkan dalam butir II.B.3.
Contoh :
- Laporan transaksi periode bulan Oktober 2000 belum diterima
Bank Indonesia sampai dengan tanggal 30 November 2000 pukul
16.00 waktu setempat.
- Laporan posisi semester II tahun 2000 dan laporan transaksi
periode bulan Desember 2000 belum diterima Bank Indonesia
sampai dengan tanggal 31 Januari 2001 pukul 16.00 waktu
setempat.
5. LKNB pelapor dinyatakan menyampaikan laporan tidak lengkap dan
atau tidak benar jika sampai dengan batas akhir penyampaian
laporan, belum melakukan koreksi atas laporan yang tidak lengkap
dan atau tidak benar. Pengertian laporan yang tidak lengkap dan
tidak benar adalah sebagai berikut :
a. Laporan dinyatakan sebagai laporan tidak lengkap apabila
laporan tidak mencakup rincian data sebagaimana yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Contoh : …..
8
Contoh :
Penerimaan melalui rekening LKNB di luar negeri sebesar
USD500,00 dari perusahaan di Singapura dalam laporan transaksi
periode bulan Oktober 2000, tidak diisi tujuan transaksinya.
b. Laporan dinyatakan sebagai laporan tidak benar apabila data dan
keterangan yang dilaporkan tidak sesuai dengan fakta yang
sebenarnya.
Contoh:
Penerimaan premi melalui rekening LKNB di luar negeri sebesar
USD500,00 dari perusahaan di Singapura dalam laporan transaksi
periode bulan Oktober 2000, dilaporkan sebagai penerimaan
bunga sebesar USD50,00.
III. SANKSI
A. Sanksi bagi LKNB pelapor yang terlambat menyampaikan laporan
transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.3 adalah sanksi berupa
denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hari
keterlambatan. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai satu hari
setelah berakhirnya masa penyampaian laporan sampai dengan tanggal
diterimanya laporan oleh Bank Indonesia.
Contoh :
Laporan transaksi periode bulan Oktober 2000 diterima Bank Indonesia
pada tanggal 17 November 2000. LKNB pelapor dinyatakan terlambat
menyampaikan laporan selama 2 hari dan dikenakan sanksi denda
sebesar Rp2.000.000,00 (2 hari X Rp1.000.000,00).
B. Sanksi …..
9
B. Sanksi bagi LKNB pelapor yang tidak menyampaikan laporan transaksi
sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.4 adalah sanksi berupa denda
sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) ditambah dengan
denda keterlambatan yang dihitung mulai satu hari sejak tanggal
berakhirnya Masa Penyampaian Laporan (MPL) sampai dengan akhir
bulan Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan (MKPL). Adapun
yang dimaksud dengan MKPL adalah masa setelah berakhirnya MPL
sampai dengan akhir bulan MKPL.
Contoh :
Laporan transaksi periode bulan Oktober 2000 diterima Bank Indonesia
tanggal 1 Desember 2000. LKNB pelapor dikenakan sanksi denda
sebesar Rp35.000.000,00 yang terdiri dari sanksi tidak menyampaikan
laporan sebesar Rp20.000.000,00 dan sanksi denda keterlambatan
sebesar Rp15.000.000,00 (15 hari X Rp1.000.000,00).
C. Sanksi bagi LKNB pelapor yang menyampaikan laporan transaksi tidak
lengkap dan atau tidak benar sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.5
adalah sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah) untuk setiap data/keterangan yang tidak lengkap dan atau tidak
benar dalam laporan transaksi dengan denda maksimum sebesar
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Contoh :
- Laporan yang tidak lengkap
LKNB pelapor sampai dengan tanggal 15 November 2000 pukul
16.00 waktu setempat belum melengkapi data tujuan transaksi pada
contoh butir II.B.5a, maka LKNB dimaksud dikenakan sanksi berupa
denda sebesar Rp50.000,00 yaitu sanksi denda atas 1 (satu)
data/keterangan yang tidak lengkap.
Laporan …..
10
- Laporan yang tidak benar
Laporan koreksi atas data/keterangan pada contoh II.B.5b diterima
Bank Indonesia setelah tanggal 15 November 2000, maka LKNB
pelapor dikenakan sanksi denda sebesar Rp100.000,00 yaitu sanksi
denda atas 2 (dua) data/keterangan yang tidak benar (2 x
Rp50.000,00).
D. Apabila LKNB pelapor tidak menyampaikan laporan transaksi selama 6
periode laporan berturut-turut atau paling lama 6 bulan, Bank Indonesia
akan merekomendasikan sanksi administratif berupa pencabutan izin
usaha kepada instansi yang berwenang setelah memberikan surat
peringatan tertulis kepada LKNB dimaksud.
E. Pengenaan sanksi denda dilakukan untuk untung Kas Negara.
Pembayaran denda disetorkan ke rekening Kas Negara yang terdapat
pada Bank Indonesia setempat Nomor 501.000.000. Tembusan bukti
pembayaran disampaikan kepada Direktorat Statistik Ekonomi dan
Moneter c.q Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Bank Indonesia, Jl.
M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10010 dan instansi yang mengawasi LKNB
dimaksud.
F. Pengenaan sanksi denda bagi LKNB sebagaimana tersebut dalam butir
III.A, butir III.B, dan butir III.C dilakukan setelah adanya surat
penetapan sanksi secara tertulis dari Bank Indonesia dengan tembusan
kepada instansi yang melakukan pengawasan terhadap LKNB. Surat
penetapan sanksi secara tertulis dari Bank Indonesia tersebut antara lain
mencantumkan bentuk pelanggaran, besarnya denda yang harus dibayar
dan batas waktu pembayaran denda.
IV. PENUTUP …..
11
IV. PENUTUP
A. Pelaksanaan kewajiban pelaporan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku
sejak tanggal 1 Februari 2001 untuk periode laporan bulan Januari 2001.
B. Untuk memberikan kesempatan kepada LKNB pelapor melakukan uji
coba pelaksanaan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa kepada Bank
Indonesia, pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir III,
mulai diberlakukan untuk periode laporan bulan April 2001.
C. Bagi LKNB pelapor yang memerlukan penjelasan lebih lanjut
sehubungan dengan pelaksanaan pelaporan ini dapat menghubungi :
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Bank Indonesia:
Telp
Fax
E-mail
:
:
:
(021) …………….….. dan …………….…..
(021) …………….…..
lldlknb@bi.go.id
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ………………….
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
ACHJAR ILJAS
Deputi Gubernur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/23/DSM|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank </reg_title>
<set_date> 10 November 2000 </set_date>
<related_reg> '1/9/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
|
No. 15/14/DPNP
Jakarta, 24 April 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal
Laporan Berkala Bank Umum.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/12/PBI/2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4629) tentang
Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/19/PBI/2011 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5240) dan memperhatikan adanya tambahan
informasi yang diperlukan terkait dengan penerapan perhitungan
kewajiban penyediaan modal mínimum serta penerapan transparansi
informasi suku bunga dasar kredit, maka perlu dilakukan perubahan
ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal
12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum sebagai berikut:
1. Format mengenai Risiko Spesifik – Eksposur Surat Berharga (Trading
Book) sebagaimana dimaksud dalam Formulir-9.a diubah menjadi
sebagaimana terlampir.
2. Format dan penjelasan mengenai Perhitungan Suku Bunga Dasar
Kredit Rupiah (Prime Lending Rate) sebagaimana dimaksud dalam
Formulir-14 diubah menjadi sebagaimana terlampir.
Formulir …
Formulir-9.a dan Formulir-14 adalah Lampiran yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Formulir-14 mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan April
2013, yang disampaikan pada periode penyampaian I bulan Mei 2013.
Formulir-9.a mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan Juni
2013, yang disampaikan pada periode penyampaian I bulan Juli 2013.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 24 April 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULYA E. SIREGAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/14/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 24 April 2013 </set_date>
<effective_date> 24 April 2013 </effective_date>
<changed_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006' </changed_reg>
<related_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006', '8/12/PBI/2006', '13/19/PBI/2011' </related_reg>
|
No. 8/ 7 /DPBPR
Jakarta, 23 Februari 2006
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
----------------------------------------------------
Sesuai dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor
7/51/PBI/2005
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 145, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4580) tentang Laporan Bulanan
Bank Perkreditan Rakyat, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) wajib menyampaikan
Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan
tentang penyusunan dan penyampaian Laporan Bulanan BPR sebagaimana
tercantum dalam lampiran Surat Edaran ini, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran ini.
I. KETENTUAN UMUM
1. BPR Pelapor adalah kantor pusat dan kantor cabang BPR yang
menyampaikan Laporan Bulanan untuk masing-masing kantor.
2. Laporan Bulanan BPR, selanjutnya
disebut
Laporan
Bulanan,
disampaikan kepada Bank Indonesia dalam rangka pengawasan BPR,
sebagai sumber penyusunan statistik perbankan untuk kepentingan
penyusunan…
3.
penyusunan kebijakan pengembangan BPR dan pihak yang
membutuhkan, serta untuk kepentingan manajemen BPR.
Periode on-line adalah periode penyampaian
dan/atau koreksi Laporan Bulanan secara on-line.
Laporan
4. Penyusunan Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan
dilakukan dengan berpedoman pada Buku Pedoman Penyusunan
Laporan Bulanan BPR.
II. SARANA YANG DIPERLUKAN
Sarana yang diperlukan dalam rangka penyusunan dan penyampaian
Laporan Bulanan adalah:
1. Personal computer dengan memenuhi konfigurasi minimal hardware
dan software sebagaimana tercantum dalam petunjuk teknis aplikasi
data entry dan petunjuk teknis aplikasi web BPR.
2. Pegawai BPR yang dapat mengoperasikan dan melakukan verifikasi
aplikasi Laporan Bulanan.
3.
Pejabat atau Pegawai BPR yang ditunjuk sebagai penanggungjawab
untuk melakukan verifikasi ulang dan menyampaikan
Laporan
Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan ke Bank Indonesia.
Verifikasi ulang oleh penanggungjawab diperlukan untuk meyakini
kebenaran Laporan Bulanan sebelum dikirimkan kepada Bank
Indonesia.
4. Pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur penyusunan dan
penyampaian Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan.
5. Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer dan
aplikasi yang digunakan serta data Laporan Bulanan.
6. Back up data Laporan Bulanan yang ditatausahakan dengan baik.
III. FORMAT…
Bulanan
III. FORMAT DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN
BULANAN
1. Format dan tata cara penyusunan Laporan Bulanan berpedoman pada
Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPR, yang merupakan
lampiran dari Surat Edaran ini.
2. Prosedur pengoperasian aplikasi Laporan Bulanan diatur dalam
petunjuk teknis aplikasi data entry dan petunjuk teknis aplikasi web
BPR, yang merupakan lampiran dari Surat Edaran ini.
IV. PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN DAN/ATAU KOREKSI
LAPORAN BULANAN
1. BPR Pelapor menyampaikan Laporan Bulanan kepada
Bank
Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia
atau sarana teknologi lainnya paling lambat tanggal 14 pada bulan
berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
2. BPR Pelapor menyampaikan koreksi Laporan Bulanan kepada Bank
Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia
atau sarana teknologi lainnya paling lambat tanggal 20 pada bulan
berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
3. BPR Pelapor menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada
Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR Pelapor untuk
mendapatkan pengecualian penyampaian Laporan Bulanan secara on-
line, dengan tembusan kepada kantor pusat BPR Pelapor, apabila
BPR Pelapor merupakan kantor cabang.
Contoh:
BPR A berkantor pusat di Surabaya memiliki kantor cabang di
Jember. Apabila kantor cabang BPR A tidak dapat menyampaikan
Laporan…
Laporan Bulanan secara on-line maka pemberitahuan untuk
mendapatkan pengecualian penyampaian Laporan Bulanan secara on-
line disampaikan oleh kantor cabang BPR A kepada Kantor Bank
Indonesia Surabaya, dengan tembusan kepada kantor pusatnya.
4. Dalam hal BPR Pelapor menyampaikan Laporan Bulanan dan/atau
koreksi Laporan Bulanan secara off-line, maka Laporan Bulanan
disampaikan dengan menggunakan disket atau cd-rom disertai hasil
validasi yang telah ditandatangani oleh penanggung jawab kepada
Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusatnya.
5. Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah diterima
oleh Bank Indonesia secara off-line, BPR Pelapor menyampaikan
ulang disket atau cd-rom Laporan Bulanan setelah diminta oleh Bank
Indonesia.
6. Laporan Bulanan dan/atau koreksi
Laporan
Bulanan
yang
disampaikan melampaui periode on-line hanya dapat disampaikan
secara off-line dalam bentuk disket atau cd-rom disertai hasil validasi,
kepada Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR Pelapor.
Contoh:
BPR A hanya dapat menyampaikan Laporan Bulanan dan/atau
koreksi Laporan Bulanan secara on-line untuk data bulan Maret
2006, paling lama sampai dengan akhir bulan April 2006.
7. Yang dimaksud dengan hari libur terkait dengan penyampaian laporan
bulanan secara off-line adalah hari libur nasional dan/atau hari libur
setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
V. TATA…
V. TATA CARA PENYELESAIAN
SANKSI
KEWAJIBAN
MEMBAYAR
Pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia
dilakukan oleh kantor pusat BPR Pelapor secara tunai atau non tunai
dengan cara sebagai berikut:
1. Pembayaran secara tunai
a. bagi BPR Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta
Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi,
menyetor kepada Bagian
(BPUK),
Pengelolaan
b.
Uang
Kas
Keluar
bagi BPR Pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di luar
wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a, menyetor kepada
Kantor Bank Indonesia,
pada setiap hari kerja, waktu layanan kas, pukul 08.00 s.d 12.00
waktu setempat (hari Senin s.d. Kamis) atau pukul 08.00 s.d 11.30
waktu setempat (hari Jumat), untuk untung rekening nomor 566.
000447 - “Rekening antara sehubungan dengan penerimaan sanksi
administratif BPR”.
2. Pembayaran secara non tunai
a.
Kliring
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447 - “Rekening
antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif
BPR”, dengan mencantumkan “pembayaran sanksi kewajiban
membayar dari BPR XXX” pada kolom keterangan.
b. BI-RTGS
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566. 000447 - “Rekening
antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif
BPR”, dengan mencantumkan Transaction Reference Number
(TRN)…
(TRN) BIRBK566 dan pada kolom keterangan dicantumkan
“pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX”.
3. BPR Pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi
kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dengan alamat
sebagaimana dimaksud pada angka VI.1.
VI. ALAMAT
1. Penyampaian Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan
secara
off-line, pemberitahuan tertulis untuk
memperoleh
pengecualian tidak menyampaikan Laporan Bulanan dan/atau koreksi
Laporan Bulanan secara on-line dan penyampaian fotokopi bukti
pembayaran sanksi kewajiban membayar ditujukan kepada:
a. Direktorat Pengawasan BPR cq. Bagian Informasi,
Dokumentasi dan Administrasi Pengawasan BPR (IDABPR), Jl.
M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10010, bagi BPR Pelapor yang
berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten,
Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi.
b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR
Pelapor, bagi BPR Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
2. Penyampaian nama petugas, penanggungjawab dan nomor telepon
serta perubahannya yang digunakan untuk menyampaikan Laporan
Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan ditujukan kepada Bank
Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 1.
3.
Pertanyaan yang berkaitan dengan aplikasi Laporan Bulanan
disampaikan kepada help desk Bank Indonesia dengan alamat Jl.
M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10010, telp. 021 – 381 8000 (hunting),
fax 021 – 386 6071 atau email address: helpdesk@bi.go.id.
VII. LAIN…
VII. LAIN-LAIN
BPR Pelapor melakukan pengkinian nama petugas dan penanggungjawab
yang ditunjuk untuk menyusun dan menyampaikan Laporan Bulanan
dan/atau koreksi Laporan Bulanan dan memberitahukannya secara tertulis
kepada Bank Indonesia, dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka
VI.1.
VIII. PENUTUP
Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 23 Februari 2006
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
IRMAN DJAJA DALIMI
DIREKTUR PENGAWASAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
DPBPR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/7/DPBPR|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat </reg_title>
<set_date> 23 Februari 2006 </set_date>
<effective_date> 23 Februari 2006 </effective_date>
<related_reg> '7/51/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 8/11/DPbS
Jakarta, 7 Maret 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI
INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005 tentang Laporan
Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan
Bulanan serta Laporan Tertentu dari Bank yang
Disampaikan kepada Bank Indonesia
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/7/PBI/2006 tanggal 27 Februari 2006 tentang Perubahan atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/13/PBI/2005 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4606), perlu dilakukan
perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9
Desember 2005 tentang Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan dan Bulanan serta Laporan Tertentu dari Bank yang Disampaikan
kepada Bank Indonesia, khususnya yang menyangkut aktiva tertimbang
menurut risiko (ATMR) dan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
sebagai berikut :
I. PERUBAHAN …
I. PERUBAHAN BEBERAPA KETENTUAN
A. Ketentuan dalam Lampiran 10
tentang Pedoman Perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum angka 2 huruf g diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut :
g. Investasi Subordinasi dalam Laporan bulanan bank Syariah adalah
Pinjaman Subordinasi dan Obligasi Syariah Subordinasi, yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) berdasarkan prinsip mudharabah atau musyarakah;
2) ada perjanjian tertulis antara bank dengan investor;
3) mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia,
dalam hubungan ini pada saat bank mengajukan permohonan
persetujuan, bank harus menyampaikan program pembayaran
kembali investasi subordinasi tersebut;
4) tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor
penuh;
5) minimal berjangka waktu 5 (lima) tahun;
6) pelunasan
sebelum
jatuh
tempo harus mendapat
persetujuan dari Bank Indonesia, dan dengan pelunasan
tersebut permodalan bank tetap sehat; dan
7) dalam hal terjadi likuidasi hak tagihnya berlaku paling akhir
dari segala pinjaman yang ada (kedudukannya sama dengan
modal).
B. Ketentuan dalam Lampiran 10a diubah sehingga penyaluran dana
untuk pegawai/pensiunan dan usaha kecil disajikan tersendiri dan
masing-masing diberi bobot risiko 50% untuk pegawai/pensiunan dan
85% untuk usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1
Surat Edaran ini.
C. Ketentuan …
C. Ketentuan dalam Lampiran 10b angka I huruf B.4 diubah menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Surat Edaran ini.
D. Ketentuan tentang Pos-Pos LBUS yaitu Dana Investasi Tidak Terikat
bagi Pos-Pos L/K Publikasi dalam Pedoman Penyusunan Neraca BUS
dan Pedoman Penyusunan Neraca UUS untuk komponen Pasiva
masing-masing dalam Lampiran 7 dan Lampiran 17 diubah menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 dan Lampiran 4 Surat
Edaran ini.
II. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 7 Maret 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Siti Ch. Fadjrijah
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/11/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005 tentang Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan Tertentu dari Bank yang Disampaikan kepada Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 7 Maret 2006 </set_date>
<effective_date> 7 Maret 2006 </effective_date>
<changed_reg> '7/56/DPbS|SE-BI/2005' </changed_reg>
<related_reg> '7/13/PBI/2005', '7/56/DPbS|SE-BI/2005', '8/7/PBI/2006' </related_reg>
|
No.7/ 57/DPbS
Jakarta,
22 Desember
2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA
Perihal : Hubungan Antara Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
berdasarkan Prinsip Syariah, Kantor Akuntan Publik, Akuntan
Publik, Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia
Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001
tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4159), sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/50/PBI/2005 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4573), dan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/47/PBI/2005 tanggal 14 November 2005 tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 4564), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Hubungan
Antara Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah dan Bank
Indonesia dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut :
I. UMUM …
I. UMUM
1.
Pengertian Bank dalam Surat Edaran ini adalah Bank sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001
tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/50/PBI/2005 dan BPRS
sebagaimana dimaksud
7/47/PBI/2005.
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
2. Dalam rangka turut serta menciptakan disiplin pasar (market discipline)
perlu
diupayakan transparansi kondisi keuangan dan kinerja Bank
sehingga dapat lebih memudahkan penilaian bagi kepentingan publik dan
peserta pasar melalui publikasi laporan kepada masyarakat luas.
3. Dalam rangka meningkatkan integritas laporan keuangan Bank maka
laporan Keuangan Tahunan Bank wajib diaudit oleh Akuntan Publik,
dimana
beraset diatas Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Untuk
memperoleh keyakinan yang memadai atas kualitas hasil audit, maka
Akuntan Publik yang mengaudit Bank harus terdaftar di Bank Indonesia
serta dalam melakukan audit harus independen, kompeten, profesional
dan objektif.
4. Komunikasi aktif dan transparan antara Akuntan Publik dengan pihak-
pihak yang melakukan pengawasan yaitu Bank Indonesia dan Dewan
Pengawas Syariah perlu dilakukan agar dapat dihasilkan informasi
kondisi keuangan Bank yang optimal. Komunikasi dengan Dewan
Pengawas Syariah diperlukan mengingat Dewan Pengawas Syariah
adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan prinsip
syariah yang ada di Bank.
khusus untuk BPRS yang wajib diaudit adalah BPRS yang
II. PERSYARATAN …
II. PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN PENDAFTARAN
KANTOR AKUNTAN PUBLIK DAN AKUNTAN PUBLIK
1. Kantor Akuntan Publik serta Akuntan Publik (partner in charge) yang
melakukan audit Bank wajib terdaftar
di Bank Indonesia dengan
memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan.
2. Persyaratan bagi Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang
terdaftar di Bank Indonesia
sebagaimana
ditetapkan sebagai berikut :
a. mempunyai izin praktek dari Menteri Keuangan ;
b. tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena
terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak
termasuk dalam daftar kredit macet ;
c. memiliki akhlak dan moral yang baik ;
d. memiliki pengalaman dan kompetensi audit di bidang perbankan ;
e. sanggup secara terus menerus mengikuti program pendidikan di
bidang akuntansi dan perbankan ;
f. sanggup melakukan audit sesuai Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) dan Kode Etik Profesi ;
g. bersikap independen dan profesional dalam penugasan audit ;
h. bersedia memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang
keuangan dan perbankan serta kondisi atau perkiraan kondisi yang
dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank ; dan
i. berkedudukan sebagai rekan (partner in charge) pada Kantor
Akuntan …
dimaksud pada angka 1
Akuntan Publik dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) dalam melakukan audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang-
kurangnya 2 (dua) jenjang pengendalian atau supervisi yaitu
Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge),
dan pengawas menengah yang melakukan pengawasan terhadap
staf pelaksana ;
2) bersedia untuk menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan
Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) tentang
pengendalian mutu
bersangkutan.
di Kantor
Akuntan Publik yang
3. Akuntan Publik yang dapat melakukan audit terhadap Bank, selain
terdaftar di BI dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2, juga harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. memiliki pengetahuan dan atau pengalaman serta kompetensi audit
dibidang perbankan dan atau keuangan syariah ;
b. mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang
operasional perbankan dan atau keuangan syariah ;
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dibuktikan
dengan adanya sertifikat
dipersamakan dengan itu dari lembaga yang kredibel dibidangnya.
4. Permohonan pendaftaran Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik
yang akan melakukan audit terhadap Bank diajukan secara
tertulis
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir sesuai format
pada Lampiran 1a dan disertai dengan dokumen :
a. dokumen yang menyangkut Akuntan Publik :
1) daftar …
atau surat tertentu, atau yang dapat
1) daftar riwayat hidup sesuai dengan formulir sesuai format pada
Lampiran 1b ;
2) izin praktik dari Menteri Keuangan ;
3) ijazah pendidikan formal di bidang akuntansi ;
4) Nomor Pokok Wajib Pajak ;
5) sertifikat program pelatihan di bidang perbankan, termasuk
sertifikat dibidang keuangan dan perbankan syariah ;
6) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik tidak
pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena
terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak
memiliki kredit macet di Bank ;
7) surat pernyataan kesanggupan untuk mengikuti secara terus
menerus
program pendidikan
perbankan;
8) surat
pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik
sanggup melakukan audit sesuai dengan Standar Profesional
Akuntan Publik dan Kode Etik Profesi, serta senantiasa bersikap
independen dan profesional dalam melakukan penugasan audit ;
9) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik yang
bersangkutan bersedia memberitahukan dan melaporkan kepada
Bank Indonesia apabila ditemukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan
dan perbankan, serta keadaan dan perkiraan keadaan yang dapat
membahayakan kelangsungan usaha Bank ; dan
10) rekomendasi untuk pendaftaran di Bank Indonesia dari Ikatan
Akuntan …
di bidang
akuntansi dan
Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP)
b. dokumen yang berkaitan dengan Kantor Akuntan Publik :
1) Nomor Pokok Wajib Pajak ;
2) izin praktik dari Menteri Keuangan Republik Indonesia bagi
Akuntan Publik yang bertindak sebagai pimpinan Kantor
Akuntan Publik yang bersangkutan ;
3) bagan organisasi yang menunjukkan bahwa dalam melakukan
audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang-kurangnya 2 (dua)
jenjang pengendalian atau supervisi yaitu Akuntan Publik yang
bertanggung jawab (partner in charge), dan pengawas
menengah yang melakukan pengawasan terhadap staf pelaksana
; dan
4) surat pernyataan bahwa Kantor Akuntan Publik bersedia untuk
menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
tentang pengendalian mutu di Kantor Akuntan Publik yang
bersangkutan.
5. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan
sebagaimana dimaksud dalam angka 4, Bank Indonesia melakukan :
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan
b. wawancara terhadap Akuntan Publik, apabila diperlukan.
6. Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 5, diberikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 45
(empat puluh lima) hari kalender sejak diterimanya permohonan tersebut
secara lengkap.
7. Nama …
7. Nama Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Bank
Indonesia dicantumkan dalam homepage Bank Indonesia.
8.
Setiap perubahan yang berkenaan dengan data dan informasi
dari
Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik sebagaimana dimaksud
dalam angka 4 wajib dilaporkan secara tertulis oleh Akuntan Publik dan
atau Kantor Akuntan Publik kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya
14 (empat belas) hari kalender sejak terjadinya perubahan tersebut.
III. KOMUNIKASI ANTARA KANTOR AKUNTAN PUBLIK, AKUNTAN
PUBLIK, DEWAN PENGAWAS SYARIAH DAN BANK INDONESIA
1. Akuntan Publik dapat meminta informasi dari Bank Indonesia mengenai
kondisi Bank yang diaudit dalam rangka persiapan dan pelaksanaan
audit. Selain itu, Bank Indonesia dapat meminta informasi dari Kantor
Akuntan Publik dan Akuntan Publik meskipun perjanjian kerja antara
Akuntan Publik dan Bank telah berakhir.
2. Bank harus memberikan kesempatan kepada Bank Indonesia agar dapat
memiliki akses informasi langsung terhadap Kantor Akuntan Publik dan
Akuntan Publik dalam hal Bank Indonesia menganggap bahwa hal
tersebut adalah dalam rangka melindungi integritas keuangan Bank atau
dalam keadaan lain yang dianggap perlu dalam rangka pengawasan.
3. Dalam hal adanya perjanjian kerjasama antara Bank dengan pihak luar
(outsourcing agreement), Bank harus memberikan kesempatan kepada
Akuntan Publik yang bertugas sebagai auditor eksternal Bank untuk
memperoleh akses terhadap informasi yang relevan yang diperlukan
untuk memenuhi tanggung jawab pihak luar tersebut. Apabila diperlukan
akses tersebut, antara lain adalah melakukan pemeriksaan ditempat
penyedia …
penyedia outsourcing (outsourcing provider), serta melaporkan hasilnya
kepada Bank Indonesia, jika diminta.
4. Akuntan Publik
sebelum menerbitkan laporan audit atas
laporan
keuangan Bank wajib memperoleh pendapat dari Dewan Pengawas
Syariah (DPS) mengenai ketaatan Bank terhadap pelaksanaan prinsip
syariah. Dalam mengeluarkan pendapat mengenai ketaatan terhadap
prinsip syariah harus mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia tentang
Tugas dan Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS).
5. Apabila dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik menemukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
keuangan dan perbankan serta keadaan dan perkiraan keadaan yang
dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank, Akuntan Publik wajib
menyampaikan pemberitahuan kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukan. Keadaan dan atau
perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank
antara lain :
a. Kekurangan Kewajiban Penyisihan Penyediaan Modal Minimum ;
b. Kekurangan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
yang material ;
c. Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit ;
d. Kecurangan (fraud) yang bernilai material.
6. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud angka 5 tersebut diatas, harus
disusun
dengan menggunakan formulir
sebagaimana
diatur
dalam
Lampiran 2. Pemberitahuan tersebut bersifat rahasia, sampai dengan
ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
IV. SANKSI …
IV. SANKSI
1. Nama Akuntan Publik dihapuskan dari daftar Akuntan Publik di Bank
Indonesia apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, diketahui
bahwa Akuntan Publik :
a. tidak memberitahukan temuan pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam dalam Butir II.2.h dan atau Angka III. 5 kepada Bank
Indonesia dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja sejak ditemukannya pelanggaran peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan atau keadaan atau
perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha
Bank ;
b. tidak menyampaikan tembusan Laporan Keuangan yang telah diaudit
(audit report) kepada Bank Indonesia yang disertai dengan Surat
Komentar (Management Letter) selambat-lambatnya 4 (empat) bulan
setelah Tahun Buku ;
c. tidak memenuhi ketentuan rahasia Bank sebagaimana diatur
Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang
dalam
Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 ;
d. Akuntan Publik telah terbukti melakukan perbuatan tercela dan atau
dihukum karena
terbukti melakukan tindak pidana di bidang
keuangan, baik di Indonesia maupun di Negara lain atau memiliki
kredit macet ;
e. Akuntan Publik melakukan audit tidak sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik Profesi, serta tidak
bersikap independen dan professional dalam melakukan penugasan
audit …
audit ;
f. Sebelum mengeluarkan pendapat atas laporan audit Bank, Akuntan
Publik tidak meminta pendapat dan atau memperoleh pendapat dari
Dewan Pengawas Syariah mengenai ketaatan Bank terhadap prinsip
syariah ;
g. Akuntan Publik melakukan audit tidak sesuai dengan perjanjian kerja
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Peraturan Bank Indonesia tentang
Transparansi Kondisi Keuangan Bank dan Pasal 13 Peraturan Bank
Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah ;
h. Akuntan Publik yang merupakan anggota Kantor Akuntan Publik
yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
angka II.2 huruf i angka 1) ; atau
i. Izin praktik dari Menteri Keuangan telah dicabut.
2. Nama Kantor Akuntan Publik dihapuskan dari daftar Kantor Akuntan
Publik di Bank Indonesia apabila terdapat 2 (dua) orang atau lebih
Akuntan Publik yang bertanggung jawab
(partner in charge)
dari
Kantor Akuntan Publik yang sama dikenakan sanksi dan dihapuskan
dari daftar Akuntan Publik di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam angka 1.
3. Penghapusan nama Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik dari
daftar di Bank Indonesia diberitahukan oleh Bank Indonesia kepada
Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang bersangkutan serta
dilaporkan kepada Ikatan Akuntan Indonesia dan Menteri Keuangan.
V. ALAMAT …
V. ALAMAT PENDAFTARAN AKUNTAN PUBLIK DAN PELAPORAN
1. Pendaftaran Akuntan Publik dilakukan dengan menggunakan formulir
sesuai format dalam Lampiran 1a. dan ditujukan kepada Bank Indonesia
dengan alamat :
a. Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl.M.H.Thamrin
No.2, Jakarta 10110, bagi Akuntan Publik yang berkedudukan
Jabotabek ; atau
di
b. Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl.M.H.Thamrin
No.2, Jakarta 10110, bagi Akuntan Publik yang berkedudukan di luar
Jabotabek dengan tembusan pendaftaran disampaikan kepada Kantor
Bank Indonesia setempat.
2. Laporan keuangan yang telah diaudit (audit report) disertai dengan Surat
Komentar (Management Letter)
dan
Laporan
temuan mengenai
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
keuangan dan perbankan atau keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat
membahayakan kelangsungan usaha Bank disampaikan kepada Bank
Indonesia :
a. Up. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H.Thamrin No.2, Jakarta
10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia ; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di
luar wilayah kantor pusat Bank Indonesia.
VI. LAIN-LAIN
1. Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan Akuntan Publik
dalam melakukan audit terhadap Bank, Kantor Akuntan Publik dan
Akuntan Publik harus meningkatkan kemampuan dan mengikuti program
pendidikan dan pelatihan perbankan dan atau keuangan syariah yang
diselenggarakan …
diselenggarakan baik oleh Bank Indonesia atau pihak ketiga lainnya.
2. Berdasarkan penilaian terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh
Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik, Bank Indonesia dapat
mengajukan usul kepada Menteri Keuangan dan Ikatan Akuntan
Indonesia untuk pencabutan izin Kantor Akuntan Publik dan Akuntan
Publik.
VII. KETENTUAN PERALIHAN
Bagi Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang telah terdaftar di Bank
Indonesia, apabila akan melaksanakan pemeriksaan terhadap Bank harus
memenuhi persyaratan terlebih dahulu sebagaimana dimaksud dalam angka
II.3. Dokumen yang berkaitan dengan persyaratan dimaksud adalah sertifikat
program pelatihan keuangan dan perbankan syariah yang telah diikuti dari
lembaga yang kredibel dibidangnya
VIII. PENUTUP
1. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 3/32/DPNP perihal Hubungan Antara Bank, Akuntan
Publik dan Bank Indonesia tanggal 14 Desember 2001 , dinyatakan tidak
berlaku bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah ;
2. Ketentuan pelaksanaan audit sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
ini mulai berlaku untuk pelaksanaan audit Tahun Buku 2005.
3. Ketentuan atas kewajiban Akuntan Publik untuk memperoleh pendapat
Dewan Pengawas Syariah sebelum menerbitkan Laporan Audit atas
Laporan Keuangan Bank sebagaimana dimaksud dalam angka III.4,
mulai berlaku untuk laporan keuangan tahunan posisi akhir tahun 2006.
Ketentuan …
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 22 Desember
2005
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/57/DPbS|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Hubungan Antara Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah, Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 22 Desember 2005 </set_date>
<effective_date> 22 Desember 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '3/32/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg>
<related_reg> '3/22/PBI/2001', '7/50/PBI/2005', '7/47/PBI/2005' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No. 7/20/DPM
Jakarta, 1 Juli 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April
2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang
Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/11/PBI/2005 tanggal 31 Maret
2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 34, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4491), maka Bank Indonesia
menetapkan marjin suku bunga penjaminan simpanan pihak ketiga dan pasar uang
antar bank sebagai berikut:
1. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah
ditetapkan sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
3 bulan
6 bulan
Marjin
(basis point)
Ditambah 0 (nol)
Ditambah 5 (lima)
Ditambah 10 (sepuluh)
12 bulan Ditambah 25 (dua puluh lima)
24 bulan Ditambah 55 (lima puluh lima)
dari …
2
dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada
lelang terakhir.
2. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam US Dollar
ditetapkan sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
Marjin
(basis point)
1 bulan Ditambah 97 (sembilan puluh tujuh)
3 bulan Ditambah 95 (sembilan puluh lima)
6 bulan
Ditambah 90 (sembilan puluh)
12 bulan Ditambah 86 (delapan puluh enam)
24 bulan Ditambah 81 (delapan puluh satu)
dari rata-rata suku bunga deposito dalam US Dollar bank-bank anggota Jakarta
Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
3. Marjin untuk maksimum Suku Bunga PUAB ditetapkan sebagai berikut :
a. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin
Pemerintah ditetapkan 0 (nol) basis point di atas rata-rata tertimbang suku
bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
b. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US
Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 199 (seratus sembilan
puluh sembilan) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB
overnight dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/17/DPM tanggal 31 Mei 2005 perihal Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan
Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2005.
Agar …
3
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/20/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 1 Juli 2005 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '7/17/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '6/11/PBI/2004', '7/11/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 6/1/DPM
Jakarta, 16 Februari 2004
SURAT EDARAN
Perihal:
Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia-Scripless
Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363), maka dipandang perlu
untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai Bank Indonesia-Scripless
Securities Settlement System sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga.
I. Pengertian Umum
1. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara
elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan
Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS.
2. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya
disebut SBI dan Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN
yang ditatausahakan dalam BI-SSSS.
3. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang dilakukan oleh
Bank Indonesia dalam rangka kegiatan Operasi Pasar Terbuka yang
selanjutnya disebut OPT, pemberian fasilitas pendanaan Bank
Indonesia …
2
Indonesia kepada Bank dan transaksi SUN untuk dan atas nama
Pemerintah.
4. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah
pihak pengelola BI-SSSS yang menyelenggarakan kegiatan Transaksi
Dengan Bank Indonesia dan penatausahaannya termasuk Penatausahaan
Surat Berharga. Dalam hal ini Penyelenggara BI-SSSS adalah Bank
Indonesia.
5. Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah Bank
Indonesia cq. Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan
Moneter.
6. Penyelenggara Penatausahaan adalah Bank Indonesia cq. Bagian
Penyelesaian Transaksi Pasar Uang-Direktorat Pengelolaan Moneter.
7. Peserta BI-SSSS adalah Departemen Keuangan dan pihak-pihak yang
melakukan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen
transaksi Surat Berharga melalui sarana BI-SSSS.
8. Central Registry, yaitu Bank Indonesia cq. Bagian PTPU-DPM, yang
melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan
Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.
9. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian, yang disetujui Bank Indonesia untuk melakukan fungsi
Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah.
10. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah
setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara setelmen Surat Berharga
melalui BI-SSSS dilakukan bersamaan dengan setelmen dana di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
11. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah setelmen
transaksi Surat Berharga dengan cara setelmen Surat Berharga
dilakukan melalui BI-SSSS, sedangkan setelmen dana dilakukan tidak
secara …
3
secara bersamaan dengan setelmen Surat Berharga atau tanpa setelmen
dana.
12. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk
sebagai Bank pembayar atau Bank penerima dana oleh Peserta BI-SSSS
yang bukan peserta Sistem BI-RTGS.
13. SSSS Central Computer yang selanjutnya disebut SCC adalah sistem
komputer yang berada di lokasi Bank Indonesia, yang digunakan untuk
melakukan pengendalian sistem terhadap semua penatausahaan
Transaksi Dengan Bank Indonesia dan penatausahaan Surat Berharga
serta fungsi BI-SSSS lainnya, yang terdiri dari SCC Utama dan SCC
Back-up.
14. SCC Utama adalah SCC yang dipergunakan dalam kondisi normal.
15. SCC Back-up adalah SCC yang digunakan sebagai back-up apabila
terjadi Keadaan Darurat yang menyebabkan Penyelenggara tidak dapat
menggunakan SCC Utama.
16. Keadaan Darurat (force majeur) adalah situasi atau kondisi di luar
normal sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi tugas Peserta BI-SSSS dan atau
Penyelenggara dan terjadi di luar kekuasaan dan kemampuan Peserta
BI-SSSS dan atau Penyelenggara sehingga satuan kerja operasional
tidak dapat melaksanakan tugasnya.
17. Automatic Bidding System Central Computer yang selanjutnya disebut
BidCC, adalah bagian dari SCC, yang digunakan untuk melakukan
pengendalian sistem terhadap semua Transaksi Dengan Bank Indonesia
yang dilakukan oleh Peserta BI-SSSS.
18. SSSS Terminal yang selanjutnya disebut ST adalah sistem komputer
yang berada di Lokasi Produksi Peserta BI-SSSS yang terhubung
dengan SCC secara on-line yang digunakan Peserta BI-SSSS untuk
melakukan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen
transaksi …
4
transaksi Surat Berharga serta fungsi BI-SSSS lainnya, yang terdiri dari
ST Server Utama, ST Server Back-up dan ST Workstation.
19. Lokasi Produksi adalah lokasi kantor Peserta BI-SSSS dimana Peserta
BI-SSSS dapat melakukan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau
setelmen transaksi Surat Berharga serta fungsi BI-SSSS lainnya.
20. ST Server Utama adalah perangkat komputer yang telah dipasang
(installed) Aplikasi ST dan database BI-SSSS yang digunakan oleh
Peserta BI-SSSS untuk memproses Transaksi Dengan Bank Indonesia
dan atau setelmen transaksi Surat Berharga serta fungsi BI-SSSS
lainnya dalam kondisi normal.
21. ST Server Back-up adalah perangkat komputer yang telah dipasang
(installed) Aplikasi ST dan database BI-SSSS yang digunakan oleh
Peserta BI-SSSS untuk memproses Transaksi Dengan Bank Indonesia
dan atau setelmen transaksi Surat Berharga serta fungsi BI-SSSS
lainnya dalam Keadaan Darurat yang menyebabkan Peserta BI-SSSS
tidak dapat menggunakan ST Server Utama.
22. ST Workstation adalah perangkat komputer yang telah dipasang
(installed) Aplikasi ST dan terhubung dengan ST Server Utama dan
atau ST Server Back-up, yang digunakan Peserta BI-SSSS untuk
melakukan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen
transaksi Surat Berharga dan fungsi BI-SSSS lainnya.
23. Aplikasi SSSS Terminal yang selanjutnya disebut Aplikasi ST adalah
program aplikasi kepesertaan BI-SSSS yang disediakan oleh Bank
Indonesia, yang dipasang (installed) pada ST Peserta BI-SSSS untuk
melakukan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen
transaksi Surat Berharga serta fungsi BI-SSSS lainnya.
24. Scripless Securities Transfer System yang selanjutnya disebut SSTS
adalah salah satu menu atau fungsi dalam Aplikasi ST Peserta BI-SSSS
yang …
5
yang digunakan untuk mengirimkan data setelmen transaksi Surat
Berharga kepada SCC.
25. Automatic Bidding System yang selanjutnya disebut ABS adalah salah
satu menu atau fungsi dalam Aplikasi ST Peserta BI-SSSS yang
digunakan untuk mengirimkan data Transaksi Dengan Bank Indonesia
kepada BidCC.
26. Aplikasi ST terdiri dari ABS untuk melakukan Transaksi Dengan Bank
Indonesia, SSTS untuk melakukan setelmen transaksi Surat Berharga di
Pasar Sekunder, Supervisory yang berfungsi antara lain untuk
mengajukan permohonan Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia serta
Enquiry untuk melihat posisi dan informasi Surat Berharga.
27. Member Code adalah suatu code yang mengidentifikasikan Peserta BI-
SSSS yang terkait dengan pelaksanaan transaksi dan setelmen melalui
BI-SSSS.
28. Principal Member adalah Peserta BI-SSSS yang terdaftar sebagai
peserta utama pada SCC.
29. Subsidiary Member adalah Peserta BI-SSSS yang terdaftar pada SCC
sebagai peserta tambahan dari Principal Member.
30. Authenticator Text adalah suatu sarana pengaman (security) dengan
masa berlaku selama periode tertentu yang menghubungkan antara ST
dengan SCC dan berfungsi sebagai test key.
31. Administrative Messages adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk
menyampaikan informasi dari Penyelenggara kepada Peserta BI-SSSS
atau sebaliknya, atau antar Peserta BI-SSSS.
32. Sistem Antrian adalah mekanisme yang mengatur urutan setelmen
transaksi Surat Berharga dari Peserta BI-SSSS tertentu yang belum
dapat dilakukan setelmennya oleh SCC atau SCC Back-up karena data
belum matching dengan data lawan transaksi (counterparty) atau saldo
rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS tidak mencukupi.
33. Metode …
6
33. Metode First Available First Out yang selanjutnya disebut metode
FAFO adalah metode setelmen Surat Berharga dalam BI-SSSS dimana
transaksi yang nilainya lebih kecil atau sama dengan saldo pada
rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS akan diselesaikan terlebih
dahulu.
34. Jam Operasional BI-SSSS adalah waktu dimana ST dapat menerima
dari dan atau mengirimkan transaksi ke BidCC dan atau SCC.
35. Waktu Tutup BI-SSSS yang selanjutnya disebut cutoff time adalah
waktu dimana ST tidak dapat lagi menerima dari dan atau mengirimkan
transaksi ke BidCC dan atau SCC.
36. Disaster Recovery Center yang selanjutnya disebut DRC adalah back-
up dari sistem yang digunakan untuk mendukung kegiatan pada mesin
utama.
37. Contingency Plan adalah tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam
hal BI-SSSS tidak dapat berfungsi.
38. Guest Bank adalah fasilitas ST yang disediakan oleh Penyelenggara
sebagai back-up dalam Keadaan Darurat yang menyebabkan Peserta
BI-SSSS tidak dapat menggunakan ST.
II. Penyelenggara
1. Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia menggunakan sarana
BidCC untuk melakukan kegiatan pelaksanaan transaksi OPT,
pemberian Fasilitas Pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank serta
transaksi SUN untuk dan atas nama Pemerintah.
2. Penyelenggara Penatausahaan menggunakan sarana SCC untuk
melakukan kegiatan penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia
dan penatausahaan Surat Berharga.
III. Kepesertaan …
7
III. Kepesertaan
A. Jenis Peserta
Jenis Peserta BI-SSSS dibedakan menurut fungsi dalam BI-SSSS dan
kepesertaan pada Sistem BI-RTGS adalah sebagai berikut :
1. Jenis Peserta BI-SSSS sesuai dengan fungsi yang dapat dilakukan
pada BI-SSSS terdiri atas :
a. Departemen Keuangan sebagai penerbit SUN dapat
memperoleh informasi antara lain mengenai data posisi dan
kepemilikan SUN, ketentuan dan persyaratan (terms and
conditions) SUN, kewajiban penerbit yang akan jatuh waktu
dan aktivitas transaksi SUN di pasar sekunder, dengan
menggunakan menu Supervisory–Issuer’s Enquiry.
b. Peserta OPT yaitu Bank, lembaga perantara dan pihak lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk dapat mengikuti kegiatan
OPT dan melakukan pengiriman transaksi OPT yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia dengan menggunakan
menu ABS.
c. Peserta Lelang SUN yaitu Bank, Perusahaan Pialang Pasar
Uang dan Valuta Asing serta Perusahaan Efek yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk dapat ikut
serta dalam kegiatan lelang SUN yang diselenggarakan oleh
Bank Indonesia, dengan menggunakan menu ABS.
d. Pemilik rekening Surat Berharga di Central Registry
yaitu Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui oleh
Bank Indonesia, yang dapat melakukan pengiriman data
setelmen transaksi Surat Berharga dengan menggunakan menu
SSTS.
2. Jenis …
8
2. Jenis Peserta BI-SSSS menurut kepesertaan pada Sistem BI-RTGS
dapat dibedakan sebagai berikut :
a.
Peserta BI-SSSS yang sekaligus sebagai peserta Sistem BI-
RTGS, memiliki ST maupun RTGS Terminal yang selanjutnya
disebut RT. Melalui ST, Peserta dapat melakukan kegiatan
transaksi dan setelmen Surat Berharga secara DVP yang
penyelesaian pembayaran atau penerimaan dana di rekening
giro Rupiah yang bersangkutan di Bank Indonesia dilakukan
melalui Sistem BI-RTGS.
b. Peserta BI-SSSS yang bukan peserta Sistem BI-RTGS,
memiliki ST namun tidak memiliki RT. Melalui ST, Peserta
melakukan kegiatan setelmen Transaksi Dengan Bank
Indonesia dan atau setelmen Surat Berharga secara DVP yang
penyelesaian pembayaran atau penerimaan dana dilakukan
melalui rekening giro Rupiah Bank peserta Sistem BI-RTGS
yang ditunjuk oleh yang bersangkutan sebagai Bank Pembayar.
Peserta BI-SSSS yang bukan peserta Sistem BI-RTGS terdiri
atas :
1) Departemen Keuangan sebagai penerbit SUN.
2) Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing serta
Perusahaan Efek yang bertindak sebagai lembaga
perantara (broker) yang berfungsi sebagai Peserta OPT
dan atau Peserta Lelang SUN untuk kepentingan
nasabahnya.
3) Perusahaan Efek yang bertindak sebagai broker dealer
yang berfungsi sebagai Peserta Lelang SUN untuk
kepentingan diri sendiri dan atau nasabahnya.
4) Sub-Registry sebagai pemilik rekening Surat Berharga
atas nama nasabah.
B. Persyaratan …
9
B. Persyaratan Menjadi Peserta BI-SSSS
Calon Peserta BI-SSSS yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
dalam butir A, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Memiliki sarana dan prasarana BI-SSSS serta back-up yang
ditentukan oleh Bank Indonesia.
2. Menandatangani “Perjanjian Penggunaan BI-SSSS antara Bank
Indonesia dengan Peserta BI-SSSS”.
C. Tata Cara Pengajuan Permohonan Menjadi Peserta BI-SSSS
1. Tata Cara Pengajuan Permohonan menjadi Peserta BI-SSSS
bagi peserta Sistem BI-RTGS
a. Bagi peserta Sistem BI-RTGS yang memiliki fungsi sebagai
peserta OPT, peserta lelang SUN, dan atau pemilik rekening
Surat Berharga di Central Registry, wajib mengajukan surat
permohonan kepada Penyelenggara Penatausahaan
sebagaimana contoh dalam Lampiran 1a, dengan alamat
sebagai berikut :
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Gedung B Lantai 11,
Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta 10010.
Khusus bagi pemohon dengan kantor pusat berkedudukan di
luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) (di luar
wilayah DKI Jakarta, Depok, Serang, Pandeglang, Lebak,
Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi), wajib
menyampaikan tembusan permohonan tersebut kepada Kantor
Bank Indonesia (KBI) setempat, dilengkapi dengan informasi
sesuai persyaratan.
b. Surat …
10
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir a, wajib
dilengkapi dengan :
1) Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam
Lampiran 2a.
2) fotokopi surat penunjukan sebagai Peserta Lelang SUN
bagi Peserta Lelang SUN.
c. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
butir a yang diterima dengan lengkap dan benar, Penyelenggara
Penatausahaan mengirimkan surat pemberitahuan persetujuan
Peserta BI-SSSS, dengan melampirkan Perjanjian Penggunaan
BI-SSSS sebagaimana contoh Lampiran 3.
d.
Selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pengaktifan Peserta BI-SSSS, yang bersangkutan wajib
menyampaikan dokumen Perjanjian Penggunaan BI-SSSS yang
telah ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang kepada
Penyelenggara Penatausahaan dalam rangkap 2 (dua).
e. Peserta BI-SSSS menerima 1 (satu) eksemplar dokumen
Perjanjian Penggunaan BI-SSSS setelah lengkap ditandatangani
oleh Pejabat Bank Indonesia yang berwenang.
2. Tata Cara Pengajuan Permohonan Peserta BI-SSSS bagi yang
Bukan Peserta Sistem BI-RTGS
a. Sub-Registry
1) Sub-Registry yang telah disetujui oleh Bank Indonesia
mengajukan surat permohonan menjadi Peserta BI-SSSS
sebagaimana contoh dalam Lampiran 1b, kepada
Penyelenggara Penatausahaan dengan alamat sebagai
berikut :
Bank …
11
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Gedung B Lantai 11,
Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta 10010.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 1)
wajib dilengkapi dengan :
a) Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam
Lampiran 2a, termasuk data dan konfirmasi Bank
Pembayar untuk melakukan setelmen dana maksimum
10 (sepuluh) Bank sebagaimana contoh dalam
Lampiran 2b.
Bagi Sub-Registry Bank, informasi peserta mencakup
pula pilihan sebagai Principal Member atau Subsidiary
Member dari ST Bank yang bersangkutan.
b) Fotokopi surat persetujuan menjadi Sub-Registry dari
Bank Indonesia.
3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam butir 1) yang diterima secara lengkap dan benar,
Penyelenggara Penatausahaan mengirimkan surat
pemberitahuan persetujuan Peserta BI-SSSS, dengan
melampirkan Perjanjian Penggunaan BI-SSSS sebagaimana
contoh Lampiran 3, atau Addendum Perjanjian Penggunaan
BI-SSSS bagi Sub-Registry Bank.
4) Selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal
efektif pengaktifan Peserta BI-SSSS, Sub-Registry wajib
menyampaikan kepada Penyelenggara Penatausahaan
dokumen sebagai berikut :
a). Perjanjian …
12
a) Perjanjian atau Addendum Perjanjian Penggunaan BI-
SSSS yang telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang dalam rangkap 2 (dua); dan
Bagi Sub-Registry Bank yang memilih sebagai Principal
Member, disertai pula dokumen sebagai berikut :
b) surat kuasa penunjukan pegawai yang diberi wewenang
untuk menyerahkan dan mengambil data Authenticator
Text kepada dan dari Penyelenggara Penatausahaan,
sebagaimana contoh dalam Lampiran 4; dan
c) surat penyerahan 3 (tiga) Authenticator Text
sebagaimana contoh dalam Lampiran 5 dalam amplop
tertutup yang dilak dan disegel.
5) Pada saat menyerahkan informasi Authenticator Text
sebagaimana dimaksud dalam butir 4) c), Sub-Registry
sebagai Principal Member wajib mengambil data 2 (dua)
Authenticator Text dari Penyelenggara Penatausahaan.
6) Selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal
efektif pengaktifan Peserta BI-SSSS, Sub-Registry sebagai
principal member wajib melakukan input seluruh data 5
(lima) Authenticator Text pada ST yang bersangkutan.
7) Peserta BI-SSSS menerima 1 (satu) eksemplar dokumen
Perjanjian atau Addendum Perjanjian Penggunaan BI-SSSS
setelah lengkap ditandatangani oleh Pejabat Bank
Indonesia yang berwenang.
b. Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing serta
Perusahaan Efek
1) Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing serta
Perusahaan Efek yang memenuhi kriteria dan persyaratan,
mengajukan …
13
mengajukan surat permohonan sebagaimana contoh dalam
Lampiran 1c, kepada Penyelenggara Penatausahaan dengan
alamat sebagai berikut :
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Gedung B Lantai 11,
Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta 10010.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 1)
wajib dilengkapi dengan :
a) Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam
Lampiran 2a, termasuk lampiran sebagai berikut :
i. konfirmasi dari Bank Pembayar untuk melakukan
setelmen pembayaran atas kewajiban atau biaya
penggunaan BI-SSSS, sebagaimana contoh dalam
Lampiran 2a; dan
ii. konfirmasi dari Bank mengenai Broker Bidding
Limit kepada Perusahaan Pialang Pasar Uang dan
Valuta Asing dan atau Perusahaan Efek yang
bertindak sebagai broker, sebagaimana contoh
dalam Lampiran 2b.
Ketentuan mengenai Broker Bidding Limit
dijelaskan lebih lanjut dalam butir V.A.1.
iii. konfirmasi dari Sub-Registry mengenai persetujuan
pelaksanaan setelmen pembelian Surat Berharga
bagi nasabah Sub-Registry yang mengajukan
penawaran lelang melalui Perusahaan Pialang
Pasar Uang dan Valuta Asing dan atau Perusahaan
Efek …
14
Efek yang bertindak sebagai broker, sebagaimana
contoh dalam Lampiran 2c.
Ketentuan mengenai konfirmasi Sub-Registry
dijelaskan lebih lanjut dalam butir V.A.2.
b) Fotokopi surat penunjukan sebagai peserta lelang SUN
bagi peserta lelang SUN.
3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
butir 1) yang diterima secara lengkap dan benar,
Penyelenggara Penatausahaan mengirimkan surat
pemberitahuan persetujuan Peserta BI-SSSS, dengan
melampirkan Perjanjian Penggunaan BI-SSSS sebagaimana
contoh Lampiran 3.
4) Selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pengaktifan Peserta BI-SSSS, yang bersangkutan wajib
menyampaikan kepada Penyelenggara Penatausahaan,
dokumen-dokumen sebagai berikut :
a)
Perjanjian Penggunaan BI-SSSS dalam rangkap 2 (dua)
yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang;
b)
Surat kuasa penunjukan pegawai yang diberi wewenang
untuk menyerahkan dan mengambil data Authenticator
Text kepada dan dari Penyelenggara Penatausahaan,
sebagaimana contoh dalam Lampiran 4; dan
c) surat penyerahan 3 (tiga) Authenticator Text sebagaimana
contoh dalam Lampiran 5 dalam amplop tertutup yang
dilak dan disegel.
5) Pada saat menyerahkan informasi Authenticator Text
sebagaimana dimaksud dalam butir 4) c), Peserta BI-SSSS
wajib mengambil data 2 (dua) Authenticator Text dari
Penyelenggara Penatausahaan.
6) Selambat- …
15
6) Selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pengaktifan, Peserta BI-SSSS wajib melakukan input seluruh
data 5 (lima) Authenticator Text pada ST yang bersangkutan.
7) Peserta BI-SSSS menerima 1 (satu) eksemplar dokumen
Perjanjian Penggunaan BI-SSSS setelah lengkap ditandatangani
oleh Pejabat Bank Indonesia yang berwenang.
D. Perubahan Data Peserta BI-SSSS
1. Dalam hal terdapat perubahan data Peserta BI-SSSS, yang
bersangkutan wajib menyampaikan data perubahan kepada
Penyelenggara Penatausahaan selambat-lambatnya 1 (satu) hari
kerja sebelum tanggal efektif perubahan dengan menggunakan
formulir Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam
Lampiran 2a.
2. Khusus dalam hal terdapat perubahan data konfirmasi Bank
mengenai Broker Bidding Limit, Peserta BI-SSSS wajib
menyampaikan kepada Penyelenggara Transaksi Dengan Bank
Indonesia dengan tembusan kepada Penyelenggara
Penatausahaan.
E. Pemeliharaan Data Authenticator Text bagi Peserta BI-SSSS yang
bukan Peserta Sistem BI-RTGS
1. Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tanggal jatuh waktu
(expired date) Authenticator Text, Penyelenggara Penatausahaan
mengirimkan pemberitahuan melalui Administrative Messages
kepada Peserta BI-SSSS, untuk menyerahkan dan mengambil data
Authenticator Text yang baru sebagai pengganti data yang akan
jatuh waktu (expired).
2. Selambat- …
16
2. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tanggal jatuh waktu
(expired date) Authenticator Text, Peserta BI-SSSS wajib
menyerahkan dan mengambil data Authenticator Text yang akan
berlaku kemudian (reserved) kepada dan dari Penyelenggara
Penatausahaan.
3. Penyerahan dan pengambilan data Authenticator Text
sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan oleh pegawai
yang ditunjuk Peserta BI-SSSS sesuai surat kuasa yang telah
diberikan kepada Penyelenggara Penatausahaan.
4. Segera setelah menerima Authenticator Text Penyelenggara,
Peserta BI-SSSS wajib melakukan input seluruh data 5 (lima)
Authenticator Text pada ST yang bersangkutan.
F. Status Kepesertaan BI-SSSS
Status kepesertaan BI-SSSS terdiri atas aktif (active), diberhentikan
sementara (suspend) dan diberhentikan secara permanen (close)
dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Active
Peserta BI-SSSS dengan status kepesertaan active, berhak
melakukan seluruh kegiatan sesuai dengan jenis dan fungsi Peserta
BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir III. A.1.
2. Suspend
Peserta BI-SSSS dengan status kepesertaan suspend, tidak dapat
melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau
setelmen transaksi Surat Berharga, kecuali kegiatan untuk
memperoleh informasi yang terdapat dalam BI-SSSS.
a. Kriteria …
17
a. Kriteria Suspend
Kriteria yang menyebabkan terjadinya perubahan status dari
kepesertaan active menjadi suspend berdasarkan hal-hal
sebagai berikut:
1) Berdasarkan keputusan atau permintaan tertulis dari
instansi atau pihak yang berwenang melakukan
pengawasan terhadap Peserta BI-SSSS.
2) Berdasarkan pengawasan Penyelenggara, Peserta BI-
SSSS tidak memenuhi ketentuan terkait yang berlaku dan
atau melanggar kewajiban yang tercantum dalam
Perjanjian Penggunaan BI-SSSS.
b. Persyaratan pengaktifan Peserta BI-SSSS dengan status
kepesertaan suspend
Pengaktifan kembali status Peserta BI-SSSS dengan status
kepesertaan suspend menjadi active dapat dilakukan
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Dalam hal status suspend diberikan atas permintaan pihak
ketiga sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) maka
pengaktifan kembali status Peserta BI-SSSS dilakukan
berdasarkan permohonan tertulis dari instansi atau pihak
ketiga yang semula mengajukan permohonan suspend.
2) Berdasarkan pengawasan Penyelenggara, Peserta BI-
SSSS telah memenuhi kembali ketentuan yang berlaku
dan atau kewajibannya sesuai Perjanjian Penggunaan BI-
SSSS.
3. Close
Peserta BI-SSSS dengan status kepesertaan close tidak dapat
melakukan seluruh kegiatan operasional BI-SSSS.
a. Kriteria …
18
a.
Kriteria Close
Kriteria yang menyebabkan terjadinya perubahan status dari
kepesertaan active menjadi close atau dari suspend menjadi
close berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
1) permintaan secara tertulis dari Peserta BI-SSSS yang
bersangkutan; atau
2) permintaan tertulis dari pihak atau instansi yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap Peserta BI-
SSSS.
3) Peserta BI-SSSS yang sekaligus sebagai peserta Sistem
BI-RTGS yang status kepesertaannya sebagai peserta
Sistem BI-RTGS adalah close.
b. Hal-hal yang harus dipenuhi Peserta BI-SSSS sebelum status
kepesertaannya menjadi close
Dalam hal status kepesertaan Peserta BI-SSSS menjadi close
maka yang bersangkutan wajib menyelesaikan seluruh
kewajibannya termasuk pelunasan fasilitas pendanaan yang
diperoleh dari Bank Indonesia, second leg transaksi repo atau
agunan (pledge) yang masih outstanding, serta menihilkan
saldo rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS dengan cara
sebagai berikut :
1) Dalam hal status kepesertaan close dilakukan
berdasarkan permintaan Peserta BI-SSSS, yang
bersangkutan wajib memindahkan saldo Surat Berharga
secara FoP ke rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS
lainnya yang ditunjuk.
2) Dalam hal status kepesertaan close dilakukan
berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia dan atau
permintaan dari pihak atau instansi yang berwenang
melakukan …
19
melakukan pengawasan terhadap Peserta BI-SSSS,
Penyelenggara Penatausahaan melakukan pemindahan
saldo Surat Berharga Peserta BI-SSSS ke rekening Surat
Berharga Peserta BI-SSSS yang telah ditetapkan oleh
pihak yang mengajukan permintaan status close
kepesertaan Peserta BI-SSSS dimaksud.
Dalam hal terdapat Peserta BI-SSSS yang mengalami perubahan
status kepesertaan maka Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai
berikut :
a. mengumumkan perubahan status Peserta BI-SSSS dimaksud
kepada seluruh Peserta BI-SSSS melalui sarana Administrative
Messages atau sarana lainnya pada hari yang sama dengan
diberlakukannya perubahan status kepesertaan; dan
b. mengirimkan pemberitahuan tertulis dengan alasan perubahan
status kepesertaan kepada Peserta BI-SSSS yang bersangkutan.
G. Hubungan Status Kepesertaan BI-SSSS dengan Status
Kepesertaan Sistem BI-RTGS
Dalam hal Peserta BI-SSSS adalah peserta Sistem BI-RTGS maka
berlaku ketentuan status kepesertaan BI-SSSS sebagai berikut :
1. Status kepesertaan suspend atau close Peserta BI-SSSS tidak
secara otomatis menyebabkan perubahan status kepesertaan pada
Sistem BI-RTGS.
2. Status kepesertaan peserta Sistem BI-RTGS yaitu ditangguhkan
(suspend) dan dibekukan (freeze) tidak secara otomatis
menyebabkan perubahan status kepesertaan pada BI-SSSS.
Namun demikian, kegiatan Peserta BI-SSSS dimaksud menjadi
terbatas, dengan kondisi sebagai berikut :
a. Dalam …
20
a. Dalam kondisi status kepesertaan di Sistem BI-RTGS
suspend, Peserta BI-SSSS tidak dapat melakukan pembelian
Surat Berharga secara DVP karena tidak dapat melakukan
setelmen dana kepada pihak penjual melalui Sistem BI-RTGS.
b. Dalam kondisi status kepesertaan di Sistem BI-RTGS freeze,
Peserta BI-SSSS tidak dapat melakukan setelmen dana baik
untuk pembelian maupun penjualan Surat Berharga secara
DVP.
Dalam hal Peserta BI-SSSS dimaksud menerima pembayaran
kupon atau bonus dan pelunasan pokok Surat Berharga atau
nominal FASBI atau SWBI pada saat jatuh waktu maka dana
tersebut akan dikreditkan dalam rekening giro Rupiah Bank
peserta Sistem BI-RTGS yang telah ditetapkan oleh pihak
berwenang atau rekening giro Rupiah penampungan (escrow
account) Bank Indonesia.
3. Status kepesertaan close pada Sistem BI-RTGS secara otomatis
akan mengakibatkan status kepesertaan Peserta BI-SSSS menjadi
close.
IV. Waktu dan Kegiatan Operasional BI-SSSS
A. Waktu Operasional BI-SSSS
1. Bank Indonesia menyelenggarakan operasional BI-SSSS setiap hari
kerja, kecuali ditetapkan lain.
2. Jam Operasional BI-SSSS mengikuti jam operasional Sistem BI-
RTGS kecuali saat tutup BI-SSSS lebih awal dari saat tutup Sistem
BI-RTGS. Jam Operasional BI-SSSS adalah sebagai berikut :
Buka sistem
Cutoff warning
Pre-cutoff
: 06.30 WIB
: 17.00 WIB
: 18.00 WIB
Tutup …
21
Tutup sistem atau cutoff time : 18.30 WIB
3. Perpanjangan Jam Operasional BI-SSSS
a. Jam Operasional BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir 2
berlaku dalam kondisi normal, dan dapat berubah atau
diperpanjang dalam hal adanya permintaan dari Peserta Sistem
BI-RTGS dan atau kebijakan Bank Indonesia.
b. Perpanjangan Jam Operasional BI-SSSS berdasarkan kebijakan
Bank Indonesia dilakukan dalam hal :
1) Adanya kerusakan pada BI-SSSS dan atau Sistem BI-RTGS;
2) Adanya kebijakan yang menyebabkan Bank Indonesia harus
melakukan pembukuan melebihi Jam Operasional BI-SSSS.
4. Dalam hal hari dan Jam Operasional ditetapkan lain termasuk
perubahan dan perpanjangan Jam Operasional, Penyelenggara
Penatausahaan akan memberitahukan kepada seluruh Peserta BI-
SSSS melalui Administrative Messages dan sarana informasi lainnya.
B. Kegiatan Operasional BI-SSSS
1. Kegiatan dari saat buka sistem SCC sampai dengan cutoff warning
a. Setelah SCC dibuka, Peserta BI-SSSS dapat melakukan log-on
ke SCC.
b. Bagi Peserta BI-SSSS yang juga sebagai peserta Sistem BI-
RTGS, proses log-on ke SCC belum dapat dilakukan sebelum
RT yang bersangkutan melakukan log-on ke RTGS Central
Computer (RCC).
c. Apabila dalam jangka waktu 15 menit ST tidak dapat melakukan
log-on ke SCC melalui sarana komunikasi leased line maka
Peserta BI-SSSS segera melakukan log-on dengan sarana
komunikasi dial-up.
d. Transaksi- …
22
d. Transaksi-transaksi melalui BI-SSSS yang dapat dilakukan
dalam periode ini meliputi antara lain transaksi dengan menu
ABS, SSTS, Enquiry dan Supervisory.
e. Bagi Bank Peserta BI-SSSS yang memiliki limit Fasilitas
Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI dapat
menggunakan FLI selama periode buka sistem SCC sampai
dengan cutoff warning.
2. Kegiatan dari saat cutoff warning sampai dengan pre-cutoff
a. Saat cutoff warning, Bank Indonesia melakukan special gridlock
resolution untuk setelmen dana di Sistem BI-RTGS, yaitu
menyelesaikan seluruh sistem antrian transaksi peserta Sistem
BI-RTGS berdasarkan kecukupan dana, dan secara otomatis
sistem akan membatalkan transaksi yang belum berhasil karena
saldo dana tidak mencukupi. Dengan demikian transaksi BI-
SSSS secara DVP dengan status Settlement Pending (SP) di
Sistem BI-RTGS akan dibatalkan secara otomatis apabila dana
tidak cukup.
b. Peserta BI-SSSS hanya dapat melakukan kegiatan enquiry data.
c. Pelunasan FLI di Sistem BI-RTGS dilakukan secara otomatis
d. Penyelenggara melakukan setelmen SBI-Repo yang telah
disetujui oleh Bank Indonesia.
e. Bank Peserta BI-SSSS dapat mengajukan permohonan Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut FPJP atau
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah yang
selanjutnya disebut FPJPS kepada Penyelenggara Transaksi
Dengan Bank Indonesia.
3. Kegiatan …
23
3. Kegiatan dari saat pre-cutoff sampai dengan cutoff time
a. Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia memproses
permohonan FPJP atau FPJPS yang diterima dari Bank Peserta
BI-SSSS.
b. Bank Peserta BI-SSSS melakukan koreksi atas permohonan
FPJP atau FPJPS yang telah diajukan sebelumnya.
c. Penyelenggara Penatausahaan melakukan proses setelmen untuk
persetujuan FPJP atau FPJPS, serta konversi dari FLI yang tidak
dapat dilunasi menjadi FPJP.
d. Bagi Bank Peserta BI-SSSS yang tidak dapat melunasi
kewajiban FPJP atau FPJPS jatuh waktu atau melakukan
perpanjangan FPJP dan FPJPS, sistem secara otomatis akan
memindahkan agunan FPJP atau FPJPS dari sub rekening BI-
Facility ke sub rekening BI-Special Account, sebagaimana
dimaksud dalam butir V.B.3.c dan V.B.3.d.
e. Peserta BI-SSSS hanya dapat melakukan kegiatan enquiry data.
f. Bagi Peserta Sub-Registry dapat melakukan pengiriman data
posisi individual nasabah ke SCC melalui menu Supervisory -
Upload Report Data.
4. Cutoff time
Cutoff time BI-SSSS dilaksanakan pukul 18.30 WIB. Pada saat ini,
seluruh transaksi yang dikirimkan Peserta BI-SSSS melalui ST
kepada Penyelenggara tidak dapat diproses.
V. Transaksi …
24
V. Transaksi dan Penatausahaan Surat Berharga
A. Transaksi Lelang Surat Berharga
1. Penetapan Broker Bidding Limit oleh Bank Peserta BI-SSSS
a. Dalam hal Bank Peserta BI-SSSS menunjuk perantara (broker)
untuk melakukan pengajuan penawaran lelang Surat Berharga
dan atau transaksi OPT untuk dan atas nama yang bersangkutan
dan Bank bersedia didebet rekening giro Rupiah miliknya di
Bank Indonesia, Bank wajib menetapkan batas maksimum
nominal penawaran (broker bidding limit) per hari bagi broker
dimaksud.
b. Penetapan broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam
butir a, wajib diatur dalam perjanjian tersendiri antara Bank
dengan broker dengan format perjanjian diserahkan kepada
masing-masing Peserta BI-SSSS sesuai dengan kebutuhan.
c. Broker bidding limit merupakan jumlah nominal persetujuan
bidding per hari dari Bank kepada broker untuk melakukan
penawaran lelang Surat Berharga dan atau transaksi OPT atas
nama Bank dimaksud.
d. Bank wajib membuat surat konfirmasi broker bidding limit
sebagaimana contoh dalam Lampiran 2c kepada broker yang
ditunjuk.
e. Broker yang ditunjuk wajib menyerahkan surat konfirmasi
sebagaimana dimaksud dalam butir d kepada Penyelenggara
Transaksi Dengan Bank Indonesia, sebagaimana dimaksud
dalam butir III.C.2.b.2)a)ii.
2. Persetujuan …
25
2. Persetujuan Setelmen Pembelian Surat Berharga oleh Sub-Registry
a. Dalam hal nasabah bukan Bank menunjuk perantara (broker)
untuk melakukan pengajuan penawaran lelang pembelian Surat
Berharga dan atau transaksi OPT untuk dan atas nama yang
bersangkutan, broker wajib memperoleh konfirmasi dari Sub-
Registry yang akan melakukan pencatatan kepemilikan Surat
Berharga bagi nasabah dimaksud.
b. Konfirmasi dari Sub-Registry kepada broker sebagaimana
contoh dalam Lampiran 2d, merupakan persetujuan
pelaksanaan setelmen pembelian Surat Berharga dengan
melakukan setelmen dana atas beban Bank Pembayar yang
ditunjuk oleh Sub-Registry.
c. Broker wajib menyerahkan surat konfirmasi sebagaimana
dimaksud dalam butir b kepada Penyelenggara Transaksi
Dengan Bank Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam butir
III.C.2.b.2)a)iii.
3. Tatacara pengajuan penawaran Lelang Surat Berharga
a. Kegiatan transaksi lelang Surat Berharga dengan Bank
Indonesia dilakukan dengan menggunakan menu ABS pada
ST Peserta BI-SSSS.
b. Melalui sarana BidCC, Penyelenggara Transaksi Dengan
Bank Indonesia mengumumkan pelaksanaan lelang Surat
Berharga kepada Peserta BI-SSSS sesuai ketentuan yang
berlaku.
c. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam butir b antara
lain mencakup informasi mengenai ketentuan dan persyaratan
lelang Surat Berharga, periode pelaksanaan lelang (window
time) serta daftar Peserta BI-SSSS yang dapat mengikuti
lelang Surat Berharga.
d. Dalam …
26
d. Dalam periode pelaksanaan lelang, Penyelenggara Transaksi
Dengan Bank Indonesia menetapkan waktu pre-closing yaitu
1 (satu) jam sebelum lelang ditutup (closing).
e. Berdasarkan pengumuman lelang Surat Berharga yang
diterima dari BidCC sebagaimana dimaksud dalam butir b,
Peserta BI-SSSS mengajukan penawaran lelang sesuai
ketentuan yang berlaku.
f. Bank Peserta BI-SSSS dapat mengajukan penawaran lelang
melalui broker yang telah ditunjuk.
g. Peserta BI-SSSS sebagai broker mengajukan penawaran
lelang atas nama Bank Peserta BI-SSSS sebagaimana
dimaksud dalam butir f sesuai dengan broker bidding limit
yang diberikan oleh Bank dimaksud.
h. Dalam hal nominal pengajuan penawaran lelang per hari yang
dilakukan oleh broker telah melampaui broker bidding limit
sebagaimana dimaksud dalam butir g, penawaran lelang
dimaksud dibatalkan secara otomatis oleh sistem.
i. Dalam hal pengajuan penawaran lelang oleh Peserta BI-SSSS
tidak sesuai dengan ketentuan dan persyaratan lelang Surat
Berharga sebagaimana dimaksud dalam butir c maka transaksi
yang bersangkutan akan dibatalkan secara otomatis oleh
sistem.
j. Peserta BI-SSSS menerima pengumuman hasil lelang Surat
Berharga melalui sarana Administrative Messages.
k. Setelmen hasil pemenang lelang Surat Berharga dilakukan
oleh Penyelenggara Penatausahaan sesuai dengan prosedur
sebagaimana dimaksud dalam butir C.3.a dan C.3.b.
B. Pencatatan …
27
B. Pencatatan kepemilikan Surat Berharga
1. Pencatatan kepemilikan Surat Berharga dalam BI-SSSS dilakukan
secara two tier system sebagai berikut :
a.
Central Registry, yaitu Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian
Transaksi Pasar Uang-Direktorat Pengelolaan Moneter,
melakukan fungsi pencatatan kepemilikan Surat Berharga untuk
kepentingan Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui
Bank Indonesia sebagai pemilik rekening Surat Berharga di
Central Registry;
b. Sub-Registry, yaitu Bank dan lembaga kustodian yang disetujui
Bank Indonesia untuk melakukan pencatatan dan perubahan
kepemilikan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah.
2. Pencatatan kepemilikan Surat Berharga dalam BI-SSSS adalah sebagai
berikut :
a. Pemilik rekening Surat Berharga di Central Registry, dibedakan
atas residen (own resident) dan bukan residen (own non-resident).
b. Pemilik Surat Berharga di Sub-Registry dibedakan atas :
1) status residen yang terdiri dari nasabah residen (client
resident) dan nasabah bukan residen (client non-resident); dan
2) tipe investor yang terdiri dari perusahaan asuransi (insurance),
reksadana (mutual fund), dana pensiun (pension fund),
yayasan (foundation), perusahaan sekuritas (securities
company), perusahaan (corporate), lembaga keuangan
(financial institution), perorangan (individual) dan lainnya
(others).
3. Pencatatan dalam rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS dapat
dibedakan atas sub-rekening sebagai berikut :
a. Investasi …
28
a. Investasi (investment) yaitu sub-rekening untuk menampung
pencatatan kepemilikan Surat Berharga yang diperoleh Bank dalam
rangka program Pemerintah antara lain program rekapitalisasi
perbankan;
b. Perdagangan atau aktif (active) yaitu sub-rekening untuk
menampung pencatatan kepemilikan Surat Berharga yang dapat
diperdagangkan baik yang berasal dari sub-rekening investasi
maupun hasil pembelian Surat Berharga di pasar perdana dan di
pasar sekunder;
c. Jaminan atau agunan dalam rangka fasilitas pendanaan Bank
Indonesia (BI-Facility) yaitu sub-rekening untuk menampung
pencatatan Surat Berharga yang dijaminkan atau diagunkan Bank
Peserta BI-SSSS sebagai berikut :
1) untuk mencatat jaminan FLI (hold FLI);
2) untuk mencatat agunan FPJP (hold FPJP);
3) untuk mencatat agunan FPJPS (hold FPJPS);
d. Agunan dalam proses eksekusi (BI-Special Account) yaitu sub-
rekening untuk menampung agunan atas fasilitas pendanaan Bank
Indonesia dalam kondisi Bank peminjam wanprestasi.
e. Agunan (pledge) antar Peserta BI-SSSS dibedakan atas sub-
rekening :
1) untuk mencatat agunan yang diberikan kepada Peserta BI-SSSS
lain (pledge-out);
2) untuk mencatat agunan yang diterima dari Peserta lain (pledge-
in).
f. Collateral borrowing dibedakan atas sub-rekening :
1) untuk mencatat agunan yang diberikan kepada Peserta lain
dalam rangka transaksi repo untuk memperoleh pinjaman
(collateral borrowing-out atau CB-Out);
2) untuk …
29
2) untuk mencatat agunan yang diterima dari Peserta lain dalam
rangka transaksi repo untuk pemberian pinjaman (collateral
borrowing-in atau CB-In).
4. Pencatatan Surat Berharga pada sub-rekening pledge-in dan CB-In
sebagaimana dimaksud dalam butir 3.e.2) dan butir 3.f.2) adalah
informasi pencatatan Surat Berharga bagi Peserta BI-SSSS penerima
agunan, namun status kepemilikan tetap pada Peserta BI-SSSS pemberi
agunan.
5. Surat Berharga yang dijaminkan dan diagunkan Peserta BI-SSSS baik
kepada Bank Indonesia dalam rangka fasilitas pendanaan yang diterima
maupun kepada Peserta BI-SSSS lainnya, tidak dapat digunakan untuk
tujuan lain.
6. Posisi rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS mengalami perubahan
dalam hal Peserta BI-SSSS melakukan kegiatan sebagai berikut :
a. Pembelian Surat Berharga di pasar perdana;
b. Pembelian dan Penjualan Surat Berharga di pasar sekunder secara
outright dan repo sell buy-back;
c. Perpindahan kepemilikan Surat Berharga secara FoP dalam rangka
hibah, warisan, pelunasan kewajiban dari dan kepada Bank
Indonesia atau Pemerintah;
d. Perpindahan inhouse transfer yaitu perpindahan pencatatan Surat
Berharga dalam rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS untuk
kegiatan sebagai berikut :
1)
perpindahan pencatatan Surat Berharga dari sub-rekening
investasi ke sub-rekening aktif bagi Bank Peserta BI-SSSS
peserta program rekapitalisasi perbankan yang akan
melakukan perdagangan, perpindahan kepemilikan atau
pengagunan SUN kepada Peserta BI-SSSS lainnya;
2) transaksi …
30
2)
transaksi repo collateralized borrowing dengan perpindahan
pencatatan Surat Berharga dari sub-rekening aktif ke sub-
rekening collateral borrowing-out atau sebaliknya;
3) transaksi agunan antar Peserta BI-SSSS dengan perpindahan
pencatatan Surat Berharga dari sub-rekening aktif ke sub-
rekening pledge-out atau sebaliknya;
4) transaksi dalam rangka Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia
dengan perpindahan pencatatan Surat Berharga dari sub-
rekening aktif ke sub-rekening BI-Facility atau sebaliknya;
5) transaksi antar nasabah pada Sub-Registry yang sama untuk
nasabah dengan klasifikasi tipe investor dan atau status
residen berbeda.
C. Kliring dan Setelmen Transaksi Surat Berharga
1. Prinsip Kliring dan Setelmen
a. Setelmen transaksi Surat Berharga adalah setelmen yang terdiri dari
setelmen Surat Berharga dan setelmen dana, atau setelmen Surat
Berharga tanpa setelmen dana.
b. Setelmen Surat Berharga adalah perpindahan kepemilikan Surat
Berharga antar pemilik rekening Surat Berharga yang tercatat
dalam BI-SSSS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi Surat
Berharga melalui BI-SSSS.
c. Setelmen dana adalah perpindahan dana antar pemilik rekening giro
Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka
pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS.
d. Setelmen transaksi Surat Berharga di pasar perdana dan di pasar
sekunder dilakukan atas dasar prinsip DVP.
e. Setelmen…
31
e. Setelmen transaksi Surat Berharga secara DVP dilakukan secara
gross to gross atau gross to gross dan gross to net.
f. Setelmen Surat Berharga secara gross dilakukan dengan
memindahkan kepemilikan Surat Berharga antar Peserta BI-SSSS
berdasarkan data transaksi per transaksi (trade by trade).
g. Setelmen dana dilakukan secara :
1)
gross dengan melakukan pemindahan dana antar rekening
giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-
RTGS, berdasarkan data transaksi per transaksi (trade by
trade) dari BI-SSSS.
2)
net dengan melakukan pemindahan dana antar rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS,
berdasarkan sejumlah transaksi selama periode tertentu dari
BI-SSSS.
h. Setelmen transaksi Surat Berharga di pasar perdana dan dipasar
sekunder secara FoP hanya dilakukan untuk perpindahan
kepemilikan Surat Berharga dalam rangka hibah, warisan,
pelunasan kewajiban dari dan kepada Bank Indonesia atau
Pemerintah dan tujuan lainnya.
i. Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen transaksi Surat
Berharga di pasar perdana dengan sarana SCC untuk transaksi :
1) hasil pemenang lelang Surat Berharga yang diselenggarakan
oleh Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia.
2) hasil penjualan atau penempatan (private placement) SUN
kepada Peserta BI-SSSS.
j. SCC melakukan setelmen transaksi Surat Berharga di pasar
sekunder berdasarkan data setelmen transaksi yang dikirim Peserta
BI-SSSS melalui ST untuk transaksi outright (sale), repo, agunan
(pledge) …
32
(pledge), dan transfer lainnya dalam rangka hibah, warisan,
pelunasan kewajiban, perpindahan kepemilikan antar nasabah pada
Sub-Registry yang sama untuk klasifikasi tipe investor dan status
residen berbeda.
k. Peserta BI-SSSS yang melakukan transaksi Surat Berharga, wajib
memiliki saldo Surat Berharga yang mencukupi pada rekening
Surat Berharga untuk memenuhi kewajiban setelmen Surat
Berharga.
l. Bank yang melakukan transaksi Surat Berharga atau Bank
Pembayar yang ditunjuk untuk melakukan setelmen dana, wajib
memiliki saldo yang mencukupi pada rekening giro Rupiah Bank di
Bank Indonesia untuk memenuhi kewajiban setelmen dana baik
untuk dan atas nama diri sendiri maupun untuk dan atas nama
nasabah.
2. Penetapan Limit Setelmen Dana bagi Peserta BI-SSSS yang Bukan
Peserta Sistem BI-RTGS
a. Peserta BI-SSSS yang bukan peserta Sistem BI-RTGS, wajib
menunjuk Bank peserta Sistem BI-RTGS sebagai Bank Pembayar
untuk melakukan setelmen dana atas seluruh transaksi dan setelmen
Surat Berharga yang dilakukan melalui BI-SSSS.
b. Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam butir a terdiri dari :
1) kewajiban setelmen dana dalam rangka transaksi pembelian
Surat Berharga secara lelang baik di pasar perdana maupun di
pasar sekunder yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan
transaksi pembelian Surat Berharga di pasar sekunder;
2) kewajiban pembayaran sanksi dan biaya (charges) yang
dibebankan oleh Penyelenggara;
3) penerimaan …
33
3) penerimaan dana dalam rangka pembayaran kupon atau bonus
dan pelunasan Surat Berharga saat jatuh waktu.
c. Dalam rangka kewajiban setelmen dana sebagaimana dimaksud
dalam butir b.1), Bank Pembayar yang ditunjuk Peserta BI-SSSS
sebagaimana dimaksud dalam butir a, wajib menetapkan limit
setelmen dana bagi Peserta BI-SSSS dimaksud dalam kesepakatan
yang dituangkan dalam suatu perjanjian.
d. Perjanjian penetapan limit setelmen dana merupakan pemberian
wewenang dari Bank Pembayar kepada Peserta BI-SSSS untuk
melakukan kewajiban setelmen dana melalui rekening giro Rupiah
di Bank Indonesia milik Bank Pembayar maksimum sebesar jumlah
limit setelmen dana yang diberikan.
e. Perjanjian penetapan limit antara Bank Pembayar dan Peserta BI-
SSSS dilakukan berdasarkan jumlah maksimum nominal per
transaksi dan total nominal untuk seluruh transaksi per hari.
f. Bank Pembayar melakukan pengelolaan limit setelmen dana dalam
BI-SSSS untuk semua Peserta BI-SSSS yang menunjuk Bank
dimaksud sebagai Bank Pembayar.
g. Pengelolaan limit setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam
butir f, dilakukan Bank Pembayar melalui ST pada menu
Supervisory – Member Settlement Limit.
3. Setelmen Transaksi Surat Berharga di Pasar Perdana
a. Setelmen Hasil Lelang SBI di Pasar Perdana
1) Berdasarkan hasil pemenang lelang dari Penyelenggara
Transaksi Dengan Bank Indonesia, pada tanggal setelmen
Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen lelang SBI
dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Setelmen …
34
a) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS
sebesar total nilai tunai SBI yang dimenangkan termasuk
pengajuan penawaran lelang yang dilakukan melalui pihak
lain (broker).
b) Setelmen SBI
Setelmen SBI dilakukan dengan mengkredit rekening Surat
Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar total
nilai nominal SBI yang dimenangkan.
2) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
tidak mencukupi atau status settlement pending sampai dengan
saat cutoff warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis
membatalkan setelmen transaksi hasil lelang SBI dimaksud.
3) Bank Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar
sesuai ketentuan SBI yang berlaku akibat gagal setelmen
sebagaimana dimaksud dalam butir 2), yang dibebankan pada
hari kerja berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
b. Setelmen Hasil Lelang SUN di Pasar Perdana
1) Berdasarkan hasil pemenang lelang SUN yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Penyelenggara
Penatausahaan melakukan pencatatan penerbitan dan setelmen
hasil pemenang lelang SUN.
2) Pencatatan penerbitan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir
1), dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan (terms and
conditions) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia.
3) Setelmen …
35
3) Setelmen hasil pemenang lelang SUN sebagaimana dimaksud
dalam butir 1), dilakukan pada tanggal setelmen yang telah
ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro
Rupiah di Bank Indonesia milik Bank dan atau Bank
Pembayar melalui Sistem BI-RTGS baik untuk dan atas
nama diri sendiri maupun nasabah atau pihak lain, serta
mengkredit rekening giro Rupiah Pemerintah di Bank
Indonesia sebesar nilai setelmen sesuai dengan ketentuan
SUN yang berlaku.
b) Setelmen SUN
Setelmen SUN dilakukan dengan mengkredit rekening
Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry
sebesar total nilai nominal SUN yang dimenangkan.
4) Dalam rangka setelmen dana, dalam hal nasabah Sub-Registry
menjadi pemenang lelang SUN maka Sub-Registry wajib
bertanggung jawab atas pelaksanaan setelmen hasil lelang
SUN atas nama nasabah dimaksud dengan pembebanan pada
rekening giro Rupiah Bank Pembayar di Bank Indonesia yang
ditunjuk Sub-Registry.
5) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
tidak mencukupi atau status settlement pending sampai dengan
saat cutoff warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis
membatalkan setelmen transaksi hasil lelang SUN dimaksud.
6) Bank dan atau Peserta BI-SSSS yang terkait dikenakan sanksi
sesuai ketentuan SUN yang berlaku mengenai tata cara lelang
SUN akibat gagal setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir
5).
c. Setelmen …
36
c. Setelmen Hasil Penjualan dan Penempatan SUN secara FoP
1) Berdasarkan surat Menteri Keuangan Republik Indonesia
kepada Bank Indonesia, Penyelenggara Penatausahaan
melakukan pencatatan penerbitan dan setelmen hasil penjualan
atau penempatan SUN.
2) Pencatatan penerbitan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir
1), dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan (terms and
conditions) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia.
3) Setelmen hasil penjualan atau penempatan SUN sebagaimana
dimaksud dalam butir 1), dilakukan pada tanggal setelmen yang
telah ditetapkan dengan mengkredit rekening Surat Berharga
pembeli atau penerima di Central Registry sebesar nilai
nominal SUN pada sub-rekening investasi dan atau sub-
rekening aktif.
4. Setelmen Surat Berharga dalam rangka OPT Bank Indonesia di
Pasar Sekunder
a. Setelmen SBI-Repo dengan Bank Indonesia
1) Bank Peserta BI-SSSS mengajukan permohonan SBI-Repo
kepada Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia sesuai
ketentuan OPT yang berlaku dengan batas waktu (window time)
yang telah ditetapkan.
2) Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen transaksi
SBI-Repo sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dengan cara
sebagai berikut :
a) Setelmen …
37
a) Setelmen dana dilakukan dengan mengkredit rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS
sebesar nilai tunai SBI yang direpokan.
b) Setelmen SBI dilakukan dengan mendebet rekening Surat
Berharga Bank sebesar nilai nominal SBI-Repo.
3) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga Bank di Central
Registry tidak mencukupi sampai dengan saat pre-cutoff BI-
SSSS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi
SBI-Repo dimaksud.
4) Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai ketentuan
OPT yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana dimaksud
dalam butir 3), yang dibebankan pada hari kerja berikutnya
dengan cara pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
5) Pada saat SBI-Repo jatuh waktu, setelmen transaksi dilakukan
sebagai berikut :
a) Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS
sebesar nilai nominal SBI-Repo jatuh waktu.
b) Setelmen SBI dilakukan dengan mengkredit rekening Surat
Berharga Bank sebesar nilai nominal SBI-Repo.
6) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
tidak mencukupi sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI-
RTGS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi
SBI-Repo jatuh waktu dimaksud.
7) Bank Indonesia melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early
redemption) atas SBI yang gagal dibeli kembali oleh Bank
sebagaimana dimaksud pada butir 6).
b. Setelmen …
38
b. Setelmen transaksi lelang penjualan Surat Berharga oleh Bank
Indonesia secara outright atau repo
1) Berdasarkan hasil pemenang lelang dari Penyelenggara
Transaksi Dengan Bank Indonesia, pada tanggal setelmen,
Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen lelang Surat
Berharga dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS
sebesar total nilai transaksi (proceed) Surat Berharga yang
dimenangkan termasuk pengajuan penawaran lelang yang
dilakukan melalui pihak lain (broker).
b) Setelmen Surat Berharga
Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mengkredit
rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central
Registry sebesar total nilai nominal Surat Berharga yang
dimenangkan.
2) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
tidak mencukupi atau status settlement pending sampai dengan
saat cutoff warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis
membatalkan setelmen transaksi hasil lelang Surat Berharga
dimaksud.
3) Bank Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar
sesuai ketentuan yang berlaku akibat gagal setelmen
sebagaimana dimaksud dalam butir 2) yang dibebankan pada
hari kerja berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
4) Khusus transaksi Surat Berharga secara repo, pada saat repo
jatuh waktu, setelmen transaksi dilakukan sebagai berikut :
a) Setelmen …
39
a) Setelmen dana dilakukan dengan mengkredit rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS
sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan.
b) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mendebet
rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central
Registry sebesar nilai nominal Surat Berharga yang
direpokan.
5) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di
Central Registry tidak mencukupi sampai dengan saat cutoff
warning BI-SSSS, sistem secara otomatis membatalkan
setelmen transaksi second-leg repo dimaksud.
6) Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai
ketentuan yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana
dimaksud dalam butir 5), yang dibebankan pada hari kerja
berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro Rupiah Bank
Peserta BI-SSSS di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
c. Setelmen transaksi lelang pembelian Surat Berharga oleh Bank
Indonesia secara outright atau repo
1) Berdasarkan hasil pemenang lelang dari Penyelenggara
Transaksi Dengan Bank Indonesia, pada tanggal setelmen
Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen lelang Surat
Berharga dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mengkredit rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS
sebesar total nilai transaksi (proceed) Surat Berharga yang
dimenangkan termasuk pengajuan penawaran lelang yang
dilakukan melalui pihak lain (broker).
b) Setelmen …
40
b) Setelmen Surat Berharga
Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mendebet
rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central
Registry sebesar total nilai nominal Surat Berharga yang
dimenangkan.
2) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga Peserta di BI-SSSS
tidak mencukupi untuk setelmen Surat Berharga sampai dengan
saat cutoff warning BI-SSSS, sistem secara otomatis
membatalkan setelmen transaksi hasil lelang dimaksud.
3) Bank Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar
sesuai ketentuan yang berlaku akibat gagal setelmen
sebagaimana dimaksud dalam butir 2), yang dibebankan pada
hari kerja berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
4) Khusus transaksi Surat Berharga secara repo, pada saat repo
jatuh waktu, setelmen transaksi dilakukan sebagai berikut :
a) Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS
sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan.
b) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mengkredit
rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central
Registry sebesar nilai nominal Surat Berharga yang
direpokan.
5) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
tidak mencukupi atau status settlement pending sampai dengan
saat cutoff warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis
membatalkan setelmen transaksi hasil lelang Surat Berharga
dimaksud.
6) Peserta …
41
6) Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai
ketentuan yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana
dimaksud dalam butir 5), yang dibebankan pada hari kerja
berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro Rupiah Bank
Peserta BI-SSSS di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
d. Setelmen transaksi penjualan atau pembelian Surat Berharga
lainnya oleh Bank Indonesia
Prosedur setelmen transaksi penjualan atau pembelian Surat Berharga
oleh Bank Indonesia dengan Peserta BI-SSSSS lainnya secara outright
dan atau repo sesuai prosedur setelmen sebagaimana dimaksud dalam
butir 5.b dan atau 5.c.
5. Setelmen Transaksi Surat Berharga di Pasar Sekunder antar Peserta
BI-SSSS
a. Prinsip setelmen transaksi Surat Berharga di pasar sekunder
1) Peserta BI-SSSS pemilik rekening Surat Berharga dapat
melakukan setelmen transaksi Surat Berharga di pasar sekunder
melalui menu SSTS yang meliputi transaksi sebagai berikut :
a) Transaksi outright (sale) Surat Berharga secara DVP
b) Transaksi transfer Surat Berharga secara FoP
c) Transaksi repo yang terdiri atas :
i. repo dengan perpindahan kepemilikan (sell-buy-back)
ii. repo tanpa perpindahan kepemilikan (collateralized
borrowing)
d) Transaksi pengagunan (pledge)
2) Setelmen untuk jenis transaksi outright dan repo dilakukan secara
DVP, sedangkan untuk jenis transaksi transfer dan agunan
dilakukan secara FoP.
3) BI-SSSS …
42
3) BI-SSSS melakukan setelmen transaksi Surat Berharga
sebagaimana dimaksud dalam butir 1), dengan prinsip matching
yaitu data untuk setelmen transaksi yang diinput oleh keduabelah
pihak Peserta BI-SSSS yang melakukan transaksi harus cocok.
4) Dalam hal data setelmen dari satu Peserta BI-SSSS belum
matching karena data lawan tidak cocok atau belum diterima oleh
SCC maka transaksi tersebut akan masuk dalam Sistem Antrian.
5) Dalam hal data setelmen transaksi yang diinput oleh Peserta BI-
SSSS telah matching, sistem melakukan proses sebagai berikut :
a) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga mencukupi,
dilakukan prosedur sebagai berikut :
i. untuk setelmen transaksi Surat Berharga secara FoP,
sistem akan secara otomatis melakukan setelmen Surat
Berharga di BI-SSSS.
ii. untuk setelmen secara DVP, instruksi setelmen dana akan
diproses di Sistem BI-RTGS.
Dalam hal setelmen dana pada Sistem BI-RTGS berhasil
dilakukan atau berstatus completed, setelmen Surat
Berharga akan dilakukan di BI-SSSS.
Dalam hal saldo pada rekening giro Rupiah Bank atau
Bank Pembayar di Sistem BI-RTGS tidak mencukupi,
transaksi dimaksud akan masuk dalam sistem antrian BI-
RTGS sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Sistem
BI-RTGS.
b) Dalam kondisi saldo pada rekening Surat Berharga Peserta BI-
SSSS tidak mencukupi, transaksi tersebut akan masuk dalam
Sistem Antrian BI-SSSS.
6) Sistem …
43
6) Sistem Antrian pada BI-SSSS :
a) Setelmen transaksi Surat Berharga dalam Sistem Antrian akan
dilakukan sesuai kecukupan saldo Surat Berharga.
b) Setelah jangka waktu 2 (dua) jam dalam Sistem Antrian,
transaksi yang belum matching dan atau yang telah matching
akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem.
c) Dalam hal Peserta BI-SSSS akan melanjutkan kembali
transaksi yang telah dibatalkan oleh sistem sebagaimana
dimaksud dalam butir b), Peserta BI-SSSS wajib melakukan
input kembali data setelmen transaksi tersebut.
7) Peserta BI-SSSS wajib melakukan pengiriman instruksi setelmen
transaksi melalui BI-SSSS berdasarkan suatu perintah pembukuan
atau transfer Surat Berharga, dengan format yang ditetapkan oleh
masing-masing Peserta BI-SSSS.
8) Peserta BI-SSSS dapat melakukan koreksi kesalahan dan atau
pembatalan setelmen transaksi Surat Berharga yang telah dikirim
ke Penyelenggara Penatausahaan dengan prosedur sebagai
berikut:
a) Status setelmen masih pending
i. Pembatalan setelmen transaksi dapat dilakukan oleh
Peserta BI-SSSS secara sepihak dalam hal data dimaksud
belum matching dengan data lawan transaksi.
ii. Pembatalan setelmen transaksi dapat dilakukan oleh
Peserta BI-SSSS dari keduabelah pihak dalam hal status
setelmen sudah matching namun masih dalam Sistem
Antrian BI-SSSS.
b) Status …
44
b) Status setelmen telah completed
Peserta BI-SSSS yang akan melakukan koreksi atau
pembatalan setelmen Surat Berharga, wajib menghubungi
pihak lawan secara langsung atau melalui Penyelenggara
Penatausahaan, untuk bersama-sama mengirimkan data
setelmen koreksi yang benar ke SCC.
9) Peserta BI-SSSS dapat mengirimkan transaksi titipan (future
dated transaction) maksimum untuk tanggal valuta setelmen 7
(tujuh) hari sejak tanggal pengiriman transaksi ke SCC.
b. Setelmen transaksi outright (sale) secara DVP
Peserta BI-SSSS melakukan setelmen transaksi outright (sale) Surat
Berharga secara DVP dengan menggunakan menu SSTS Construct
Sales/Transfer dengan prosedur sebagai berikut :
1) Peserta BI-SSSS sebagai pembeli dan penjual melakukan input
data setelmen transaksi outright (sale) pada ST masing-masing
Peserta BI-SSSS.
2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data
setelmen transaksi secara otomatis akan terkirim ke SCC.
3) Dalam hal data transaksi telah diterima SCC dari keduabelah
pihak yang bertransaksi, proses matching data akan dilakukan
secara otomatis oleh sistem.
4) Dalam hal data setelmen transaksi telah matching dan saldo pada
rekening Surat Berharga penjual mencukupi, instruksi
pembayaran dari pembeli akan terkirim ke Sistem BI-RTGS.
5) Dalam hal saldo pada rekening giro Rupiah Bank atau Bank
Pembayar mencukupi, Sistem BI-RTGS melakukan setelmen dana
dengan mendebet rekening giro pembeli dan mengkredit rekening
giro penjual sebesar nilai proceed transaksi.
6) Setelah …
45
6) Setelah setelmen dana pada Sistem BI-RTGS sebagaimana
dimaksud dalam butir 5) berhasil dilakukan dan berstatus
completed, BI-SSSS secara otomatis melakukan Setelmen Surat
Berharga dengan mendebet rekening Surat Berharga Penjual dan
mengkredit rekening Surat Berharga Pembeli sebesar nilai
nominal Surat Berharga yang ditransaksikan.
7) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga penjual di BI-SSSS
tidak mencukupi untuk setelmen Surat Berharga dan atau saldo
rekening giro Rupiah Bank atau Bank Pembayar di Sistem BI-
RTGS tidak mencukupi untuk setelmen dana sampai dengan saat
cutoff warning Sistem BI-RTGS maka sistem secara otomatis
membatalkan setelmen transaksi outright Surat Berharga
dimaksud.
c. Setelmen transaksi repo secara DVP dengan perpindahan
kepemilikan (sell buy back)
Peserta BI-SSSS melakukan setelmen transaksi repo sell-buyback
secara DVP dengan menggunakan menu SSTS Construct
Repo/Pledge sesuai prosedur sebagai berikut :
1) Peserta BI-SSSS sebagai pembeli dan penjual repo melakukan
input data setelmen transaksi repo pada ST masing-masing Peserta
BI-SSSS.
2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data
setelmen transaksi secara otomatis akan terkirim ke SCC.
3) Dalam hal data setelmen transaksi telah diterima SCC dari
keduabelah pihak yang bertransaksi, proses matching data akan
dilakukan secara otomatis oleh sistem.
4) Dalam …
46
4) Dalam hal data setelmen transaksi telah matching dan saldo pada
rekening Surat Berharga penjual mencukupi, instruksi pembayaran
dari pembeli akan terkirim ke Sistem BI-RTGS.
5) Dalam hal saldo pada rekening giro Rupiah Bank atau Bank
Pembayar mencukupi, Sistem BI-RTGS melakukan setelmen dana
dengan mendebet rekening giro pembeli dan mengkredit rekening
giro penjual sebesar nilai proceed transaksi.
6) Setelah setelmen dana pada Sistem BI-RTGS sebagaimana
dimaksud dalam butir 5) berhasil dilakukan dan berstatus
completed, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen Surat
Berharga dengan mendebet rekening Surat Berharga penjual dan
mengkredit rekening Surat Berharga pembeli sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang ditransaksikan.
7) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga penjual di BI-SSSS tidak
mencukupi untuk setelmen Surat Berharga dan atau saldo rekening
giro Rupiah Bank atau Bank Pembayar di Sistem BI-RTGS tidak
mencukupi untuk setelmen dana sampai dengan saat cutoff
warning Sistem BI-RTGS maka sistem secara otomatis
membatalkan setelmen transaksi repo Surat Berharga dimaksud.
8) Pada saat repo jatuh waktu (repo second-leg), berlaku ketentuan
sebagai berikut :
a) Penjual pada saat repo akan menjadi pembeli pada saat repo
second-leg, demikian pula sebaliknya.
b) Setelmen transaksi repo second-leg dilakukan secara otomatis
pada awal hari setelah BI-SSSS dibuka.
c) Dalam hal saldo Surat Berharga pada rekening Surat Berharga
penjual mencukupi, instruksi pembayaran dari pembeli kepada
penjual akan terkirim ke Sistem BI-RTGS untuk transaksi
setelmen dana.
d) Dalam …
47
d) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank atau Bank
Pembayar mencukupi, Sistem BI-RTGS melakukan setelmen
dana dengan mendebet rekening giro Rupiah pembeli dan
mengkredit rekening giro Rupiah penjual sebesar nilai
proceed transaksi.
e) Setelah setelmen dana pada Sistem BI-RTGS sebagaimana
dimaksud dalam butir d) berhasil dilakukan dan berstatus
completed, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen
Surat Berharga dengan mendebet rekening Surat Berharga
penjual dan mengkredit rekening Surat Berharga pembeli
sebesar nilai nominal Surat Berharga yang ditransaksikan.
f) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga pembeli di BI-SSSS
tidak mencukupi untuk setelmen Surat Berharga dan atau
saldo rekening giro Rupiah Bank atau Bank Pembayar di
Sistem BI-RTGS tidak mencukupi untuk setelmen dana
sampai dengan saat cutoff warning, sistem secara otomatis
membatalkan setelmen transaksi repo second-leg.
g) Dalam hal setelmen transaksi repo second-leg batal
sebagaimana dimaksud dalam butir f) maka sistem secara
otomatis menghapus transaksi repo second-leg dimaksud dan
setelmen transaksi repo tersebut dianggap sebagai setelmen
transaksi outright.
h) Dalam hal setelmen transaksi repo second-leg akan dilakukan
sebelum tanggal jatuh waktu, dengan menggunakan menu
Construct SSTS Early Termination, Peserta BI-SSSS baik
penjual maupun pembeli melakukan hal-hal sebagai berikut :
i. Mengirimkan data perubahan tanggal jatuh waktu ke
SCC.
ii. Setelah …
48
ii. Setelah data matching, pada tanggal valuta yang telah
disepakati sistem secara otomatis melakukan setelmen
transaksi sesuai prosedur sebagaimana dimaksud dalam
butir a) sampai dengan butir g).
d. Setelmen transaksi repo secara DVP tanpa perpindahan
kepemilikan (collateralized borrowing)
Peserta BI-SSSS melakukan setelmen transaksi repo collateralized
borrowing secara DVP dengan menggunakan menu SSTS Construct
Repo/Pledge sesuai prosedur sebagai berikut :
1) Peserta BI-SSSS sebagai penjual repo (borrower) dan pembeli
repo (lender) melakukan input data setelmen transaksi repo pada
ST masing-masing Peserta BI-SSSS.
2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data
setelmen transaksi secara otomatis akan terkirim ke SCC.
3) Dalam hal data setelmen transaksi telah diterima SCC dari
keduabelah pihak yang bertransaksi, proses matching data akan
dilakukan secara otomatis oleh sistem.
4) Dalam hal data setelmen transaksi telah matching dan saldo pada
rekening Surat Berharga borrower mencukupi, instruksi
pembayaran dari lender akan terkirim ke Sistem BI-RTGS.
5) Dalam hal saldo pada rekening giro Rupiah Bank atau Bank lender
di Bank Indonesia mencukupi, Sistem BI-RTGS melakukan
setelmen dana dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank lender
dan mengkredit rekening giro Rupiah Bank borrower sebesar nilai
proceed transaksi.
6) Setelah setelmen dana pada Sistem BI-RTGS sebagaimana
dimaksud dalam butir 5) berhasil dilakukan dan berstatus
completed, BI-SSSS secara otomatis melakukan pemindahan
pencatatan …
49
pencatatan Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga
yang direpokan sebagai berikut :
a) Mendebet sub-rekening aktif dan mengkredit sub-rekening
collateral borrowing-out (CB-Out) pada Rekening Surat
Berharga borrower.
b) Mencatat penambahan sub-rekening collateral borrowing-in
(CB-In) pada Rekening Surat Berharga lender. Namun
demikian, pencatatan ini tidak menambah posisi kepemilikan
Surat Berharga lender.
7) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga borrower di BI-SSSS
tidak mencukupi sebagai collateral dan atau saldo rekening giro
Rupiah Bank atau Bank lender di Sistem BI-RTGS tidak
mencukupi untuk kewajiban setelmen dana sampai dengan saat
cutoff warning Sistem BI-RTGS maka sistem secara otomatis
membatalkan setelmen transaksi repo Surat Berharga dimaksud.
8) Pada saat repo jatuh waktu (repo second-leg), berlaku ketentuan
sebagai berikut :
a) Setelmen transaksi repo second-leg dilakukan secara otomatis
pada awal hari setelah BI-SSSS dibuka.
b) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank borrower
mencukupi, Sistem BI-RTGS melakukan setelmen dana
dengan mendebet rekening giro Rupiah borrower dan
mengkredit rekening giro Rupiah lender sebesar nilai proceed
transaksi repo second-leg.
c) Setelah setelmen dana pada Sistem BI-RTGS sebagaimana
dimaksud dalam butir b) berhasil dilakukan dan berstatus
completed, BI-SSSS secara otomatis melakukan pemindahan
pencatatan kepemilikan pada Rekening Surat Berharga
borrower dengan mendebet sub-rekening CB-Out dan
mengkredit …
50
mengkredit sub-rekening aktif sebesar nilai nominal Surat
Berharga yang direpokan. Selanjutnya pencatatan pada sub-
rekening CB-In pada rekening Surat Berharga lender akan
dihapus.
d) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank atau Bank
borrower di Sistem BI-RTGS tidak mencukupi untuk
setelmen dana sampai dengan saat cutoff warning maka sistem
secara otomatis membatalkan setelmen transaksi repo second-
leg.
e) Dalam hal setelmen transaksi repo second-leg batal
sebagaimana dimaksud dalam butir d), maka sistem secara
otomatis menghapus transaksi repo second-leg dimaksud dan
kepemilikan Surat Berharga secara otomatis akan berpindah
dari rekening Surat Berharga borrower ke rekening Surat
Berharga lender.
f) Dalam hal setelmen transaksi repo second-leg akan dilakukan
sebelum tanggal jatuh waktu, dengan menggunakan menu
Construct SSTS Early Termination, Peserta BI-SSSS baik
borrower maupun lender melakukan hal-hal sebagai berikut :
i. mengirimkan data perubahan tanggal jatuh waktu ke SCC.
ii. setelah data matching, pada tanggal valuta yang telah
disepakati, sistem secara otomatis melakukan setelmen
transaksi sesuai prosedur sebagaimana dimaksud dalam
butir a) sampai dengan butir e).
e. Setelmen transaksi transfer Surat Berharga secara FoP
Peserta BI-SSSS melakukan setelmen transaksi transfer Surat
Berharga secara FoP dengan menggunakan menu SSTS Construct
Sales/Transfer :
1) Peserta …
51
1) Peserta BI-SSSS sebagai pemberi dan penerima melakukan input
data setelmen transaksi transfer pada ST masing-masing Peserta
BI-SSSS.
2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data
setelmen transaksi transfer secara otomatis akan terkirim ke SCC.
3) Dalam hal data setelmen transaksi transfer telah diterima SCC dari
keduabelah pihak, proses matching data akan dilakukan secara
otomatis oleh sistem.
4) Dalam hal data setelmen transaksi telah matching dan saldo pada
rekening Surat Berharga pemberi mencukupi, sistem secara
otomatis melakukan setelmen Surat Berharga dengan mendebet
rekening Surat Berharga pemberi dan mengkredit rekening Surat
Berharga penerima sebesar nilai nominal Surat Berharga yang
ditransfer.
5) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga pemberi tidak
mencukupi untuk kewajiban setelmen Surat Berharga sampai
dengan saat cutoff warning BI-SSSS, sistem secara otomatis
membatalkan setelmen transaksi transfer Surat Berharga
dimaksud.
f. Setelmen transaksi agunan (pledge) antar Peserta BI-SSSS
Peserta BI-SSSS melakukan setelmen pledge Surat Berharga dengan
menggunakan menu SSTS Construct Repo/Pledge :
1) Peserta BI-SSSS sebagai pemberi agunan dan penerima agunan
Surat Berharga melakukan input data setelmen pledge pada ST
masing-masing Peserta BI-SSSS.
2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data
setelmen pledge secara otomatis akan terkirim ke SCC.
3) Dalam …
52
3) Dalam hal data setelmen pledge telah diterima SCC dari
keduabelah pihak, proses matching data akan dilakukan secara
otomatis oleh sistem.
4) Dalam hal data setelmen pledge telah matching dan saldo pada
rekening Surat Berharga pemberi agunan mencukupi, sistem secara
otomatis melakukan setelmen pledge sebesar nilai nominal Surat
Berharga yang diagunkan sebagai berikut :
a) Mendebet sub-rekening aktif dan mengkredit sub-rekening
pledge-out pada rekening Surat Berharga pemberi agunan.
b) Mencatat penambahan sub-rekening pledge-in pada rekening
Surat Berharga penerima agunan. Pencatatan dimaksud tidak
menambah posisi kepemilikan Surat Berharga penerima
agunan.
5) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga pemberi agunan tidak
mencukupi untuk kewajiban setelmen pledge Surat Berharga
sampai dengan saat cutoff warning BI-SSSS maka sistem secara
otomatis membatalkan setelmen pledge Surat Berharga dimaksud.
6) Pada saat pledge jatuh waktu (pledge second-leg), setelmen
transaksi pledge second-leg sebesar nilai nominal Surat Berharga
yang diagunkan dilakukan secara otomatis pada awal hari setelah
BI-SSSS dibuka dengan prosedur sebagai berikut :
a) Mendebet sub-rekening pledge-out dan mengkredit sub-
rekening aktif pada rekening Surat Berharga pemberi agunan.
b) Mencatat pengurangan sub-rekening pledge-in pada rekening
Surat Berharga penerima agunan.
7) Selama jangka waktu pengagunan, tanpa persetujuan penerima
agunan maka pemberi agunan secara sepihak tidak dapat
menggunakan Surat Berharga dimaksud untuk keperluan lain atau
tidak …
53
tidak dapat memindahkan pencatatan Surat Berharga dari sub-
rekening pledge-out ke sub-rekening aktif.
8) Dalam hal setelmen transaksi pledge second-leg akan dilakukan
sebelum tanggal jatuh waktu, dengan menggunakan menu
Construct SSTS Early Termination Peserta BI-SSSS baik pemberi
maupun penerima agunan melakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Mengirimkan data perubahan tanggal jatuh waktu ke SCC.
b) Setelah data matching, pada tanggal valuta yang telah
disepakati, sistem secara otomatis melakukan setelmen
transaksi sesuai prosedur sebagaimana dimaksud dalam
butir 6).
D. Pelunasan Pokok Surat Berharga dan Pembayaran Bunga (Kupon)
Obligasi Negara
1. Pelunasan SBI
a. Pelunasan nilai nominal SBI dilakukan oleh Bank Indonesia
berdasarkan posisi kepemilikan akhir hari SBI pada rekening Surat
Berharga Peserta BI-SSSS 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal
jatuh waktu (T-1).
b. Peserta BI-SSSS pemilik SBI yang tercatat pada rekening Surat
Berharga di Central Registry menerima pemberitahuan
pembayaran pokok pada masing-masing ST pada akhir hari (T-1).
c. Bank Indonesia melunasi SBI pada tanggal jatuh waktu (T-0)
sebesar nilai nominal dengan ketentuan sebagai berikut :
1) untuk SBI milik Bank dilakukan dengan mengkredit rekening
giro Rupiah Bank pemilik SBI; atau
2) untuk SBI milik nasabah individual yang tercatat di Sub-
Registry dilakukan dengan mengkredit rekening giro Rupiah
Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry.
3) Sub-Registry …
54
3) Sub-Registry wajib melakukan pembayaran nilai nominal SBI
yang jatuh waktu pada hari yang sama (T-0) kepada nasabah
yang tercatat pada Sub-Registry.
d. Pada saat jatuh waktu SBI, rekening Surat Berharga Peserta BI-
SSSS didebet sebesar nilai nominal SBI yang jatuh waktu.
2. Pelunasan Pokok SUN
a. Tata Cara Pelunasan Pokok SUN Pada Saat Jatuh Waktu
1) Pada saat jatuh waktu, SUN dilunasi sebesar seratus persen
dari nilai nominal SUN.
2) Pembayaran pelunasan pokok SUN didasarkan pada posisi
pencatatan kepemilikan SUN di Central Registry pada 2 (dua)
hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran pokok (T-
2).
3) Peserta BI-SSSS pemilik SUN yang tercatat pada rekening
Surat Berharga di Central Registry menerima pemberitahuan
pembayaran pokok pada masing-masing ST pada awal hari
kerja berikutnya (T-1).
4) Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan
pembayaran pokok SUN pada tanggal jatuh waktu (T-0),
dengan mendebet rekening giro Rupiah Pemerintah di Bank
Indonesia dan mengkredit sebesar nilai pokok SUN pada :
a) Rekening giro Rupiah Bank sebagai pemilik SUN pada
Bank Indonesia; dan
b) Rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia bagi Bank
Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan Peserta
BI-SSSS lain.
5) Sub-Registry pada hari yang sama (T-0), wajib melakukan
pembayaran pokok SUN dengan mengkredit rekening nasabah
yang …
55
yang tercatat di Sub-Registry, sebesar nilai pokok SUN yang
menjadi hak nasabah.
b. Tata Cara Pelunasan Pokok SUN Sebelum Jatuh Waktu
(Early Redemption)
1) Berdasarkan surat Departemen Keuangan Republik Indonesia,
Bank Indonesia melakukan pelunasan SUN sebelum jatuh
waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan dan persyaratan
(terms and conditions) yang ditetapkan Menteri Keuangan
Republik Indonesia atas beban Pemerintah.
2) Tata cara pelunasan SUN sebelum jatuh waktu :
a) Berdasarkan surat Departemen Keuangan Republik
Indonesia, pelunasan SUN dilakukan oleh Bank Indonesia
berdasarkan tanggal dan harga pasar yang telah
ditetapkan Departemen Keuangan Republik Indonesia.
b) Setelmen pembelian kembali SUN dilakukan secara DVP
atau FoP.
c) Pemilik rekening surat berharga di Central Registry yang
akan menjual SUN sebelum jatuh waktu, wajib memiliki
saldo Surat Berharga yang mencukupi pada rekening
Surat Berharga di sub-rekening aktif sejumlah nominal
SUN yang akan dibeli kembali oleh Pemerintah.
d) Central Registry melakukan pelunasan SUN sebelum
jatuh waktu dengan mendebet rekening surat berharga
penjual sebesar nilai nominal SUN yang dibeli kembali
oleh Pemerintah.
e) Dalam hal early redemption dilakukan secara DVP, Bank
Indonesia cq. Bagian PTPU-DPM selaku agen pembayar
melakukan pembayaran pokok SUN pada tanggal
pelunasan …
56
pelunasan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia, dengan mendebet rekening giro
Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia dan mengkredit
sebesar nilai pokok SUN pada :
i. Rekening giro Rupiah Bank sebagai pemilik SUN
pada Bank Indonesia; dan
ii. Rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi
Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan
Peserta BI-SSSS lain.
f) Sub-Registry pada hari yang sama (T-0), wajib melakukan
pembayaran pokok SUN dengan mengkredit rekening
dana nasabah yang tercatat di Sub-Registry sebesar nilai
pokok SUN yang menjadi hak nasabah.
3) Bank Indonesia akan mengumumkan SUN yang telah dibeli
kembali oleh Pemerintah selambat-lambatnya pada hari kerja
pertama minggu berikutnya melalui sarana Administrative
Messages dan atau sarana Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU).
3. Pembayaran Bunga (Kupon) Obligasi Negara
a. Tata Cara Pembayaran Bunga (Kupon) Saat Jatuh Waktu
1) Pembayaran bunga (kupon) Obligasi Negara didasarkan pada
posisi pencatatan kepemilikan Obligasi Negara di Central
Registry pada 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu
pembayaran kupon Obligasi Negara (T-2).
2) Peserta BI-SSSS pemilik Obligasi Negara yang tercatat pada
rekening Surat Berharga di Central Registry, menerima
pemberitahuan pembayaran bunga (kupon) pada masing-
masing ST pada awal hari kerja berikutnya (T-1).
3) Bank …
57
3) Bank Indonesia cq. Bagian PTPU-DPM selaku agen
pembayar melakukan pembayaran bunga (kupon) pada
tanggal jatuh waktu (T-0), dengan mendebet rekening giro
Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia dan mengkredit sebesar
nominal bunga (kupon) pada :
a) rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia pemilik
Obligasi Negara; dan atau
b) rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi Bank
Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan Peserta
BI-SSSS lain.
4) Sub-Registry pada hari yang sama (T-0), wajib melakukan
pembayaran bunga (kupon) dengan mengkredit rekening
nasabah yang tercatat di Sub-Registry sebesar nilai bunga
(kupon) yang menjadi hak nasabah.
b. Tata Cara Pembayaran Bunga (Kupon) Sebelum Jatuh Waktu
1) Berdasarkan surat Menteri Keuangan Republik Indonesia, Bank
Indonesia melakukan pembayaran accrued interest atas bunga
(kupon) Obligasi Negara yang dilunasi Pemerintah sebelum jatuh
waktu, dengan mengkredit :
i. rekening giro Rupiah Bank pemilik Obligasi Negara pada
Bank Indonesia; dan atau
ii. rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi Bank
Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan Peserta BI-
SSSS lain.
2) Sub-Registry pada hari yang sama, wajib melakukan pembayaran
accrued interest dengan mengkredit rekening dana nasabah yang
tercatat di Sub-Registry sebesar nilai accrued interest yang
menjadi hak nasabah.
VI. Transaksi …
58
VI. Transaksi dan Penatausahaan Lainnya
A. Transaksi dan Penatausahaan FASBI
1. Melalui sarana BidCC, Penyelenggara Transaksi Dengan Bank
Indonesia mengumumkan penyediaan FASBI kepada Peserta BI-
SSSS sesuai ketentuan FASBI yang berlaku.
2. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam butir 1 antara lain
mencakup informasi mengenai ketentuan dan persyaratan FASBI,
periode pengajuan FASBI (window time) termasuk waktu pre-
closing yaitu 1 (satu) jam sebelum lelang ditutup (closing), serta
daftar Peserta BI-SSSS yang dapat mengajukan FASBI.
3. Berdasarkan pengumuman FASBI yang diterima dari BidCC
sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Peserta BI-SSSS dengan
menggunakan menu ABS pada aplikasi ST mengajukan
penempatan FASBI sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Peserta BI-SSSS sebagai broker mengajukan penempatan FASBI
atas nama Bank Peserta BI-SSSS sesuai dengan broker bidding
limit yang diberikan oleh Bank dimaksud.
5. Peserta BI-SSSS menerima pengumuman persetujuan penempatan
FASBI dari Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia
melalui sarana Administrative Messages.
6. Berdasarkan persetujuan penempatan FASBI sebagaimana
dimaksud dalam butir 5, Penyelenggara Penatausahaan melakukan
setelmen FASBI sebagai berikut :
a. Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS,
sebesar total nilai tunai (proceed) FASBI yang diajukan
termasuk pengajuan penawaran yang dilakukan melalui
pialang (broker).
b. Pencatatan …
59
b. Pencatatan FASBI
Pencatatan FASBI dilakukan dengan mengkredit rekening
Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar
total nilai nominal FASBI.
7. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
tidak mencukupi untuk setelmen dana sampai dengan saat cutoff
warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis membatalkan
setelmen transaksi FASBI dimaksud.
8. Bank Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar
sesuai ketentuan FASBI yang berlaku akibat gagal setelmen
sebagaimana dimaksud dalam butir 7, yang dibebankan pada hari
kerja berikutnya dengan cara mendebet rekening giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
9. Pada saat FASBI jatuh waktu, pembayaran FASBI dilakukan
dengan cara mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dan mendebet rekening Surat
Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar nilai
nominal FASBI.
B. Transaksi dan Penatausahaan SWBI
1. Melalui sarana BidCC, Penyelenggara Transaksi Dengan Bank
Indonesia mengumumkan penyediaan SWBI kepada Bank
Syariah/Unit Usaha Syariah Peserta BI-SSSS sesuai ketentuan
SWBI yang berlaku.
2. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam butir 1 antara lain
mencakup informasi mengenai ketentuan dan persyaratan SWBI,
periode pengajuan SWBI (window time) termasuk penetapan
waktu pre-closing serta daftar Peserta BI-SSSS yang dapat
mengajukan SWBI.
3. Berdasarkan …
60
3. Berdasarkan pengumuman SWBI yang diterima dari BidCC
sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Bank Syariah/Unit Usaha
Syariah Peserta BI-SSSS mengajukan penitipan SWBI dengan
menggunakan menu ABS pada aplikasi ST sesuai ketentuan
SWBI yang berlaku.
4. Bank Syariah/Unit Usaha Syariah Peserta BI-SSSS menerima
pengumuman persetujuan penitipan SWBI dari Penyelenggara
Transaksi Dengan Bank Indonesia melalui sarana Administrative
Messages.
5. Berdasarkan persetujuan penitipan SWBI sebagaimana dimaksud
dalam butir 4, Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen
SWBI sebagai berikut :
a. Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS
sebesar total nominal SWBI
b. Pencatatan SWBI
Pencatatan SWBI dilakukan dengan mengkredit rekening
Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar
total nilai nominal SWBI.
6. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
tidak mencukupi untuk setelmen dana sampai dengan saat cutoff
warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis membatalkan
setelmen transaksi SWBI dimaksud.
7. Bank Peserta dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai
ketentuan SWBI yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana
dimaksud dalam butir 6, yang dibebankan pada hari kerja
berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro Rupiah Bank di
Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
8. Pada …
61
8. Pada saat SWBI jatuh waktu, pembayaran SWBI dilakukan
dengan cara mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar nilai nominal SWBI
dan bonus (bila ada) dan mendebet rekening Surat Berharga
Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar nilai nominal SWBI.
C. Transaksi dan Penatausahaan Fasilitas Pendanaan Bank
Indonesia kepada Bank
1. Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia kepada Bank
a. Pemberian Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia kepada Bank
yang terdiri dari FLI, FPJP, FPJPS dan fasilitas pendanaan
lainnya dilakukan melalui sarana BI-SSSS sesuai ketentuan
dalam Surat Edaran yang berlaku untuk masing-masing
fasilitas pendanaan dimaksud.
b. Dalam pemberian FLI dan FPJP sebagaimana dimaksud
dalam butir a, untuk menghitung nilai jaminan atau agunan
untuk menentukan jumlah maksimum (cash value) fasilitas
yang dapat diberikan kepada Bank, Bank Indonesia
menggunakan informasi harga pasar Surat Berharga BI-SSSS
pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan fasilitas
pendanaan.
c. Informasi harga pasar Surat Berharga BI-SSSS sebagaimana
dimaksud dalam butir b adalah harga setelmen atau harga
pasar dan nilai wajar Surat Berharga yang digunakan oleh
Bank Indonesia untuk keperluan perhitungan nilai agunan FLI
dan FPJP.
d. Penyelenggara …
62
d. Penyelenggara Penatausahaan melakukan pemeliharaan data
harga pasar Surat Berharga dalam BI-SSSS secara harian
sesuai ketentuan fasilitas pendanaan Bank Indonesia yang
berlaku.
2. Transaksi dan Penatausahaan FLI
Bank Peserta BI-SSSS yang telah menandatangani perjanjian
induk (umbrella agreement) dengan Bank Indonesia, dapat
menggunakan FLI dengan prosedur sebagai berikut :
a. Bank melakukan penempatan Surat Berharga pada sub-
rekening BI-Facility (hold FLI) sejak buka sistem sampai
dengan saat cutoff warning BI-SSSS melalui menu
Supervisory – BI Facility Request.
b. Setelah data diterima oleh BidCC, Bank dapat menggunakan
FLI maksimum sebesar jumlah nilai tunai (cash value) dari
jumlah nominal Surat Berharga yang ditempatkan untuk
jaminan penggunaan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir
a.
c. Perhitungan nilai tunai jaminan Surat Berharga dilakukan
secara otomatis oleh sistem sesuai ketentuan FLI yang
berlaku.
d. Bank dapat menggunakan FLI sejak buka sistem sampai
dengan saat cutoff warning Sistem BI-RTGS.
e. Bank tidak dapat melakukan penarikan Surat Berharga yang
ditempatkan untuk penggunaan FLI (reverse FLI) dalam hal
Surat Berharga dimaksud masih menjadi jaminan atas
penggunaan (outstanding) FLI di Sistem BI-RTGS.
f. Dalam hal Bank tidak dapat melunasi outstanding FLI sampai
dengan saat pre cutoff Sistem BI-RTGS, sistem secara
otomatis …
63
otomatis akan melakukan konversi FLI menjadi FPJP sebesar
outstanding FLI yang tidak lunas dan memindahkan
pencatatan Surat Berharga yang dijaminkan ke sub-rekening
BI-Facility (hold FPJP).
g. Pada akhir hari, sistem akan melakukan perhitungan bunga
FLI sesuai tingkat bunga dan rumus perhitungan dalam FLI
yang berlaku, yang akan dibebankan pada rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS
pada hari kerja berikutnya.
3. Transaksi dan Penatausahaan FPJP
a. Bank mengajukan permohonan FPJP sejak cutoff warning
sampai dengan pre cutoff BI-SSSS pada menu Supervisory –
BI Facility Request.
b. Jumlah pengajuan permohonan FPJP (proceed) oleh Bank
sebagaimana dimaksud dalam butir a, sebesar posisi saldo
debet (negatif) pada rekening giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia, dengan jenis Surat Berharga sesuai persyaratan dan
nominal agunan mencukupi yang ditransfer pada sub-rekening
BI-Facility (hold FPJP).
c. Selain permohonan melalui BI-SSSS, Bank wajib
menyampaikan permohonan tertulis kepada Bagian OPU-
DPM dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan sesuai
ketentuan FPJP yang berlaku.
d. Dalam hal jenis Surat Berharga yang diagunkan tidak sesuai
dengan ketentuan FPJP yang berlaku dan atau jumlah agunan
tidak mencukupi, permohonan akan ditolak secara otomatis
oleh sistem.
e. Dalam …
64
e. Dalam hal jumlah permohonan (proceed) FPJP tidak sesuai
dengan posisi saldo debet (negatif) pada rekening giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia, Bagian OPU-DPM akan menolak
permohonan tersebut.
f. Pada akhir hari, sistem akan melakukan perhitungan bunga
FPJP sesuai tingkat bunga dan rumus perhitungan dalam
ketentuan FPJP yang berlaku, yang akan dibebankan pada
rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem
BI-RTGS pada hari kerja berikutnya.
g. Pelunasan FPJP dilakukan pada hari kerja berikutnya, dengan
mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
melalui Sistem BI-RTGS dimulai pada pukul 16.00 WIB atau
pada waktu yang ditetapkan sesuai ketentuan FPJP yang
berlaku.
h. Dalam hal Bank tidak mengajukan permohonan perpanjangan
(rollover) FPJP dan tidak melunasi outstanding FPJP, saat
cutoff BI-SSSS sistem secara otomatis akan melakukan
konversi agunan dari sub-rekening BI-Facility (hold FPJP) ke
sub-rekening BI-Special Account.
i. Mekanisme eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia
sesuai ketentuan FPJP yang berlaku, dengan menjual agunan
SUN dan atau melakukan pelunasan SBI sebelum jatuh waktu
(early redemption), yang berada dalam sub-rekening BI-
Special Account.
j. Pelunasan FPJP dilakukan dari hasil penjualan agunan SUN
(proceed) yang diterima dan atau pelunasan SBI sebelum
jatuh waktu sesuai nilai pasar atau nilai wajar SBI, dengan
ketentuan sebagai berikut :
1) Nominal …
65
1) Nominal kelebihan setelah pembayaran seluruh kewajiban
akan dikreditkan ke rekening giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
2) Nominal kekurangan kewajiban akan didebet dari
rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui
Sistem BI-RTGS.
4. Transaksi dan Penatausahaan FPJPS
a. Transaksi dan penatausahaan FPJPS sesuai ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku, dengan prosedur sesuai prosedur
FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 3a sampai dengan
3i.
b. Dalam hal Bank Syariah/Unit Usaha Syariah wanprestasi,
pada 1 (satu) hari kerja berikutnya, Bank Indonesia
melakukan pelunasan SWBI sebelum jatuh waktu untuk
melunasi FPJPS, dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Nominal kelebihan setelah pembayaran seluruh kewajiban
akan dikreditkan ke rekening giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
2) Nominal kekurangan kewajiban akan didebet dari
rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui
Sistem BI-RTGS.
VII. Informasi dan Laporan BI-SSSS
A. Informasi BI-SSSS
Informasi yang dapat diperoleh oleh Peserta BI-SSSS melalui menu
enquiry dalam BI-SSSS adalah sebagai berikut :
1. Informasi …
66
1. Informasi transaksi ABS dan SSTS yang dikirim oleh Peserta
Peserta akan memperoleh informasi mengenai status seluruh
transaksi ABS dan atau SSTS yang dikirim Peserta ke BidCC dan
atau SCC pada menu Enquiry dan Audit Trail.
2. Informasi data posisi kepemilikan Surat Berharga
Peserta dapat memperoleh informasi data posisi dan mutasi
kepemilikan Surat Berharga dari menu Supervisory - Securities
Holding Enquiry.
3. Mutasi dana untuk transaksi Surat Berharga
Informasi aktivitas dana masuk (kredit) dan keluar (debit) yang
dilakukan melalui Sistem BI-RTGS untuk transaksi SSTS,
setelmen transaksi ABS (allotment), penerimaan kupon/pokok
jatuh waktu dan pengeluaran atau biaya lainnya, dari menu
Supervisory-Fund Movement for Securities Transaction Enquiry.
4. Informasi penggunaan FPJP
Peserta Bank yang menggunakan FPJP dapat memperoleh
informasi posisi FPJP pada menu FPJP Utilisation Enquiry.
5. Fasilitas pengiriman pesan dan informasi
Peserta dapat melakukan pengiriman pesan dan informasi kepada
Peserta lainnya melalui menu Supervisory – Send Administrative
Message.
6. Pengiriman data dan laporan
Peserta Sub-Registry wajib mengirimkan data dan laporan posisi
individual nasabah kepada Penyelenggara Penatausahaan (SCC)
dengan menu Supervisory - Upload Report Data.
7. Informasi Surat Berharga
Peserta dapat memperoleh informasi Surat Berharga yang
mencakup data ketentuan dan persyaratan (terms and conditions),
maturity ...
67
maturity profile dan harga pasar Surat Berharga pada Securities
Enquiry.
8. Informasi limit setelmen dana
Peserta bukan peserta Sistem BI-RTGS yang menunjuk Bank
Pembayar memperoleh informasi limit setelmen dana pada menu
Database – Member File.
B. Laporan BI-SSSS
1. Laporan hasil olahan komputer (HOK) yang dihasilkan oleh BI-
SSSS baik secara otomatis maupun akibat kegiatan yang
dilakukan oleh Peserta BI-SSSS, merupakan bukti pendukung
transaksi dan setelmen Surat Berharga bagi Peserta BI-SSSS.
2. Peserta BI-SSSS wajib melakukan pengecekan data posisi dan
mutasi transaksi yang dilakukan melalui BI-SSSS sesuai transaksi
dan setelmen Surat Berharga yang dilakukan.
3. Dalam hal terjadi perbedaan data HOK antara Peserta BI-SSSS
dengan data HOK pada Penyelenggara BI-SSSS maka yang
dianggap benar adalah data yang berada pada Penyelenggara BI-
SSSS.
VIII. Pengawasan Peserta BI-SSSS
1. Penyelenggara melakukan kegiatan pengawasan terhadap penggunaan
BI-SSSS oleh Peserta BI-SSSS.
2. Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dilakukan
secara langsung dan atau tidak langsung.
3. Pengawasan secara langsung dapat dilakukan sewaktu-waktu oleh
Penyelenggara atau pihak lain yang ditugasi oleh Penyelenggara.
4. Dalam rangka pengawasan secara tidak langsung, Peserta BI-SSSS
wajib menyampaikan laporan yang diminta oleh Penyelenggara.
IX. Mekanisme …
68
IX. Mekanisme pengenaan sanksi kepada Peserta BI-SSSS
A. Sanksi oleh Lembaga Pengawas yang Berwenang terhadap Peserta
BI-SSSS
1. Penyelenggara melakukan perubahan status kepesertaan Peserta BI-
SSSS berdasarkan permintaan tertulis atau keputusan lembaga yang
berwenang dalam pengawasan Peserta BI-SSSS.
2. Pelaksanaan perubahan status sebagaimana dimaksud dalam
butir 1, dilakukan segera setelah diterimanya surat permintaan atau
surat keputusan lembaga berwenang kepada Penyelenggara.
B. Sanksi oleh Penyelenggara
1. Penyelenggara dapat mengenakan sanksi kepada Peserta BI-SSSS
yang terbukti melakukan pelanggaran ketentuan dan tidak
memenuhi kewajiban dalam Perjanjian Penggunaan BI-SSSS.
2. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dapat berupa teguran
tertulis, suspend atau close sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan oleh Peserta BI-SSSS.
3. Dalam hal Peserta BI-SSSS terkena sanksi suspend atau close,
Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada yang
bersangkutan dan mengumumkan perubahan status kepesertaan
Peserta BI-SSSS dimaksud melalui sarana Administrative Messages
kepada seluruh Peserta BI-SSSS lainnya.
X. Contingency Plan
A. Dalam hal terjadi gangguan pada ST Peserta BI-SSSS maka berlaku
prosedur contingency plan sebagai berikut :
1. Bagi Peserta BI-SSSS yang juga sebagai peserta Sistem BI-RTGS :
a. Dalam hal terjadi gangguan komunikasi, dapat menghubungi :
Help Desk …
69
Help Desk BI-RTGS
Bank Indonesia – Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah
Gedung D Lantai 4, Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta 10010.
Telepon : 381 8888
Faksimili : 231 1426
b. Dalam hal terjadi gangguan pada ST dapat menghubungi :
Help Desk BI-SSSS
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Gedung B Lantai 11, Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta 10010.
Telepon : 381 8555
Faksimili : 831 8026
2. Bagi Peserta BI-SSSS yang bukan Peserta Sistem BI-RTGS, dalam
hal terjadi gangguan komunikasi dan gangguan pada ST, dapat
menghubungi :
Help Desk BI-SSSS
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Gedung B Lantai 11, Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta 10010.
Telepon : 381 8555
Faksimili : 831 8026
3. Dalam hal terjadi gangguan pada saluran komunikasi antara ST dan
SCC, maka Peserta BI-SSSS wajib menggunakan back-up
komunikasi (dial-up).
4. Dalam …
70
4. Dalam hal terjadi gangguan pada ST dan atau aplikasi ST, maka
kegiatan operasional akan pindah ke sistem back-up atau ST Server
Back-up. Bagi Peserta yang sekaligus sebagai peserta Sistem BI-
RTGS, pemindahan ke sistem back-up hanya dimungkinkan dalam
hal RT juga mengalami gangguan, sehingga kegiatan operasional
RT/ST keduanya bekerja di sistem back-up.
5. Dalam hal saluran komunikasi back-up dan atau sistem back-up
Peserta BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dan butir 4
tetap tidak berfungsi, Peserta BI-SSSS dapat menggunakan fasilitas
yang disediakan oleh Penyelenggara Penatausahaan, dengan
ketentuan sebagai berikut :
a) Peserta BI-SSSS dapat menggunakan ST back-up yang
disediakan di lokasi Penyelenggara (fasilitas guest-bank)
dengan alamat :
Bank Indonesia cq. Bagian PTPU-DPM
Gedung B Lantai 11,
Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta.
b) Penggunaan fasilitas guest-bank sebagaimana dimaksud dalam
butir a) sesuai ketentuan sebagai berikut :
1) Bagi Peserta BI-SSSS yang berkantor pusat dan atau
memiliki kantor cabang di wilayah KPBI :
i. Selambat-lambatnya 2 (dua) jam sebelum penggunaan,
Peserta BI-SSSS menyampaikan permohonan
pendahuluan melalui telepon kepada Penyelenggara
Penatausahaan untuk dapat menggunakan fasilitas
guest-bank.
ii. Setelah ...
71
ii. Setelah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara
Penatausahaan, permohonan sebagaimana dimaksud
dalam butir i ditegaskan kembali dengan surat
sebagaimana contoh dalam Lampiran 6, yang
disampaikan oleh Peserta BI-SSSS kepada
Penyelenggara Penatausahaan pada saat Peserta BI-
SSSS ke Bank Indonesia.
2) Bagi Peserta BI-SSSS yang berkantor pusat di luar wilayah
KPBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah KPBI :
i. Selambat-lambatnya 2 (dua) jam sebelum penggunaan,
Peserta BI-SSSS menyampaikan permohonan
pendahuluan melalui faksimili kepada Penyelenggara
Penatausahaan untuk dapat menggunakan fasilitas
guest-bank.
ii. Setelah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara
Penatausahaan, permohonan sebagaimana dimaksud
dalam butir i ditegaskan kembali dengan surat
sebagaimana contoh dalam Lampiran 6, yang
disampaikan oleh Peserta BI-SSSS kepada KBI
setempat.
iii. Penyampaian surat sebagaimana dimaksud dalam butir
ii, dengan melampirkan formulir instruksi transaksi dan
atau instruksi setelmen transaksi Surat Berharga yang
akan dilakukan Bank melalui guest-bank, yang telah
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
Formulir instruksi transaksi dan atau instruksi setelmen
transaksi Surat Berharga, memuat seluruh data dan
informasi yang harus diinput sesuai screen construct
transaksi …
72
transaksi dan setelmen transaksi Surat Berharga yang
dilakukan Peserta BI-SSSS melalui sarana ST.
iv. Berdasarkan instruksi sebagaimana dimaksud dalam
butir iii, Penyelenggara Penatausahaan melakukan
construct dan pengiriman data transaksi dan setelmen
melalui fasilitas guest-bank untuk dan atas nama
Peserta BI-SSSS.
c) Mengingat periode pelaksanaan (window time) kegiatan lelang
OPT dan atau SUN yang diselenggarakan Penyelenggara
Transaksi Dengan Bank Indonesia relatif terbatas, Peserta BI-
SSSS dapat melakukan pengajuan penawaran lelang melalui
Peserta BI-SSSS lainnya sebagai perantara (broker) yang
terdaftar sebagai peserta lelang.
d) Dalam hal Bank Peserta BI-SSSS menggunakan jasa
Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing dan atau
Perusahaan Efek untuk melakukan pengajuan penawaran lelang
sebagaimana dimaksud dalam butir c), Bank wajib membuat
surat konfirmasi broker bidding limit bagi broker yang
ditunjuk, sebagaimana contoh dalam Lampiran 2c.
e) Surat konfirmasi broker bidding limit sebagaimana dimaksud
dalam butir d, wajib segera disampaikan kepada Penyelenggara
Transaksi Dengan Bank Indonesia sebelum pelaksanaan lelang
dimaksud.
Bagi Peserta BI-SSSS yang berkantor pusat di luar wilayah
KPBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah KPBI,
penyampaian surat konfirmasi broker bidding limit dilakukan
melalui faksimili kepada Penyelenggara Transaksi Dengan
Bank …
73
Bank Indonesia dan asli surat dimaksud disampaikan ke KBI
setempat.
6. Penyelenggara dapat mengenakan biaya kepada Peserta BI-SSSS
atas penggunaan fasilitas guest bank di Bank Indonesia.
B. Dalam hal terjadi gangguan BI-SSSS pada Penyelenggara maka
pengoperasian akan dialihkan pada DRC Bank Indonesia. Berkaitan
dengan hal tersebut maka Bank Indonesia akan menginformasikan
kepada seluruh Peserta BI-SSSS melalui Administrasi Messages
mengenai prosedur contingency plan yang harus dilakukan oleh Peserta
BI-SSSS.
XI. Lain-lain
1. Peserta BI-SSSS wajib membuat By-Laws yang memuat aturan yang
berlaku diantara Peserta BI-SSSS, yang dibuat berdasarkan kesepakatan
para Peserta BI-SSSS, yang antara lain memuat cakupan gagal serah
dan gagal bayar saat setelmen Surat Berharga dan kompensasi,
indemnity dalam rangka koreksi suatu transaksi, queue cancellation,
pedoman pengiriman administrative message antar Peserta BI-SSSS,
dan pembentukan arbitrase untuk penyelesaian sengketa antar Peserta
BI-SSSS. Bank Indonesia akan mengakomodasi aturan dalam By-Laws
dalam pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga oleh Peserta BI-
SSSS.
2. Bank Indonesia sebagai Penyelenggara BI-SSSS tidak bertanggung
jawab atas tidak terlaksananya transaksi dan atau kerugian yang
mungkin timbul yang disebabkan antara lain namun tidak terbatas pada:
a. Pengiriman Transaksi Dengan Bank Indonesia melalui ABS dan
atau instruksi setelmen transaksi Surat Berharga melalui SSTS
kepada …
74
kepada Penyelenggara yang dilakukan oleh pejabat yang tidak
berwenang
b. Keterlambatan penerimaan data Transaksi Dengan Bank Indonesia
dan atau instruksi setelmen Surat Berharga dari ST Peserta
BI-SSSS kepada Penyelenggara akibat gangguan jaringan
komunikasi, sehingga menyebabkan keterlambatan setelmen Surat
Berharga.
c. Ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana oleh
Pemerintah pada rekening giro Pemerintah di Bank Indonesia yang
mengakibatkan tidak terbayar atau keterlambatan atas pembayaran
bunga (kupon) atau pelunasan pokok SUN pada saat jatuh waktu.
d. Keadaan Darurat.
Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia No. 5/6/DPM tanggal 21 Maret 2003 perihal Tata Cara Penatausahaan
Surat Utang Negara dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
75
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/1/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System </reg_title>
<set_date> 16 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '5/6/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '6/2/PBI/2004' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX', 'Romawi VI Huruf B Angka 7', 'Romawi VI Huruf A Angka 8', 'Romawi V Huruf C Angka 3 Huruf a Butir 3)', 'Romawi V Huruf C Angka 4 Huruf a Butir 4)', 'Romawi V Huruf C Angka 4 Huruf b Butir 3)', 'Romawi V Huruf C Angka 4 Huruf b Butir 6', 'Romawi V Huruf C Angka 4 Huruf c Butir 3)', 'Romawi V Huruf C Angka 4 Huruf c Butir 6)' </penalty_list>
|
No.13/ 8 /DPNP
Jakarta, 28 Maret 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/23/PBI/2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5180), yang selanjutnya disebut PBI Uji Kemampuan
dan Kepatutan, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai uji
kemampuan dan kepatutan, sebagai berikut:
I. UMUM
Sebagaimana diatur dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, uji
kemampuan dan kepatutan dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap:
1. Calon Pemegang Saham Pengendali (PSP), calon anggota Dewan
Komisaris dan calon anggota Direksi.
Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai pemenuhan
persyaratan yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh
persetujuan Bank Indonesia sebelum yang bersangkutan menjadi PSP
atau menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris atau anggota
Direksi.
2. PSP . . .
2. PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat
Eksekutif.
Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai kembali
kemampuan dan kepatutan terhadap pihak-pihak yang menjadi PSP
atau yang sedang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif.
3. Pihak-pihak yang sudah tidak menjadi atau menjabat sebagai pihak
sebagaimana dimaksud pada angka 2, namun yang bersangkutan
ditengarai terlibat atau bertanggung jawab terhadap perbuatan atau
tindakan yang sedang dalam proses uji kemampuan dan kepatutan
pada Bank atau Kantor Perwakilan Bank Asing.
Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk:
a. menilai kembali kemampuan dan kepatutan, dalam hal yang
bersangkutan telah menjadi pemegang saham atau bekerja pada
bank lain; atau
b. bahan penilaian pada saat yang bersangkutan mengajukan
permohonan kembali menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada bank.
II. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP CALON PSP,
CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DAN CALON
ANGGOTA DIREKSI (NEW ENTRY)
A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Faktor yang dinilai dalam uji kemampuan dan kepatutan
meliputi:
a.
Integritas dan kelayakan keuangan bagi calon PSP.
Calon . . .
Calon PSP wajib memenuhi persyaratan integritas dan
kelayakan keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan
Pasal 8 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. Terkait
dengan salah satu persyaratan integritas bagi calon PSP
yaitu memiliki komitmen terhadap pengembangan
operasional Bank yang sehat, calon PSP wajib
menyampaikan rencana pengembangan operasional Bank
yang sehat, yang paling kurang memuat arah dan strategi
pengembangan Bank, dan rencana penguatan permodalan
Bank untuk jangka waktu paling kurang 3 (tiga) tahun.
Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta
pernyataan tertulis yang berisi komitmen untuk tidak
melakukan pengalihan kepemilikan sahamnya di Bank
dalam jangka waktu tertentu.
b.
Integritas, kompetensi dan reputasi keuangan bagi calon
anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi.
2. Pihak-pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan kepatutan
adalah:
a. Calon PSP, meliputi:
1) orang dan/atau badan hukum yang akan melakukan
pembelian, menerima hibah, menerima hak waris atau
bentuk lain pengalihan hak atas saham Bank sehingga
yang bersangkutan akan menjadi PSP;
2) pemegang saham Bank yang tidak tergolong sebagai
PSP (non PSP) yang melakukan pembelian saham
Bank, menerima hibah saham Bank menerima hak
waris . . .
waris atau bentuk lain pengalihan hak atas saham
Bank, sehingga mengakibatkan yang bersangkutan
menjadi PSP;
3) non PSP yang melakukan penambahan setoran modal
sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi
PSP;
4) non PSP namun menurut Bank Indonesia dinilai
melakukan Pengendalian Bank;
5) orang dan/atau badan hukum yang digolongkan
sebagai pengendali Bank karena adanya perubahan
struktur kelompok usaha Bank;
6) orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP
pada “Bank hasil penggabungan” (merger);
7) orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP
“Bank hasil peleburan” (konsolidasi);
b. Calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota
Direksi, meliputi:
1) orang yang belum pernah menjadi anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi Bank, yang
dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau
anggota Direksi Bank;
2) orang yang sedang menjabat sebagai anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi Bank, yang
dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau
anggota Direksi, pada Bank lainnya;
3) orang yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan
Komisaris dan/atau anggota Direksi Bank, yang
dicalonkan . . .
dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau
anggota Direksi, pada Bank yang sama atau pada
Bank lainnya;
4)
anggota Dewan Komisaris Bank yang akan beralih
jabatan menjadi anggota Direksi pada Bank yang
sama;
5)
anggota Dewan Komisaris Bank yang akan beralih
jabatan menjadi Komisaris Independen pada Bank
yang sama;
6)
anggota Direksi Bank yang akan beralih jabatan
menjadi Direktur yang membawahkan Fungsi
Kepatuhan pada Bank yang sama;
7)
anggota Direksi Bank yang akan beralih jabatan
menjadi anggota Dewan Komisaris pada Bank yang
sama;
8)
anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi Bank
yang akan beralih jabatan ke jabatan yang lebih tinggi
pada Bank yang sama, antara lain meliputi:
a)
anggota Dewan Komisaris Bank yang akan
diangkat menjadi komisaris utama/wakil
komisaris utama atau yang setara dengan itu
pada Bank yang sama;
b)
anggota Direksi Bank yang akan diangkat
menjadi direktur utama/wakil direktur utama
atau yang setara dengan itu pada Bank yang
sama;
9) orang . . .
9) orang yang akan menjadi anggota Dewan Komisaris
atau anggota Direksi pada “Bank hasil
penggabungan” yang berasal dari “Bank yang
menggabungkan”;
10) orang yang akan menjadi anggota Dewan Komisaris
atau anggota Direksi pada “Bank hasil
penggabungan” yang berasal dari “Bank yang
menerima penggabungan” (surviving bank) termasuk
perpanjangan jabatan;
11) orang yang akan menjadi anggota Dewan Komisaris
atau anggota Direksi “Bank hasil peleburan” yang
berasal dari Bank yang melakukan peleburan;
12) orang yang dicalonkan menjadi pemimpin kantor
perwakilan bank asing;
13) orang yang dicalonkan menjadi pimpinan kantor
cabang bank asing.
Uji kemampuan dan kepatutan tidak dilakukan terhadap
perpanjangan jabatan bagi anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi, kecuali perpanjangan jabatan sebagaimana
dimaksud pada angka 10). Termasuk dalam pengertian
perpanjangan jabatan adalah setiap penugasan kembali
dalam jabatan yang sama, baik sebelum maupun sesudah
masa jabatan yang bersangkutan berakhir. Perpanjangan
jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi
tersebut dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan alamat
penyampaian sebagaimana diatur dalam angka III huruf D.
B. Persyaratan . . .
B. Persyaratan Administratif bagi Calon PSP
1. Permohonan Bank untuk memperoleh persetujuan atas calon
PSP disampaikan kepada Bank Indonesia dilengkapi dengan
dokumen persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam
PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan dan ketentuan lain yang
mengatur mengenai persyaratan pemegang saham Bank, yaitu:
a. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
persyaratan dan tata cara pembukaan kantor cabang, kantor
cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari bank yang
berkedudukan di luar negeri;
b. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
persyaratan dan tata cara pembelian saham bank umum;
c. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
persyaratan dan tata cara merger, konsolidasi dan akuisisi
bank umum; dan
d. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai bank
umum.
Rincian dokumen persyaratan administratif dimaksud adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1a dan Lampiran 1b.
2. Persyaratan laporan keuangan 3 (tiga) tahun buku terakhir dari
Bank dan badan hukum yang akan melakukan pengambilalihan
Bank sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1a butir 2.c,
paling kurang terdiri dari laporan neraca dan perhitungan laba
rugi beserta penjelasannya yang telah diaudit oleh Akuntan
Publik. Laporan keuangan tersebut disusun sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
3. Selain . . .
3. Selain dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank
juga menyampaikan Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 1c dan Lampiran 1d yang telah diisi lengkap dan
ditandatangani oleh calon PSP atau calon Pemegang Saham
Pengendali Terakhir (PSPT).
C. Persyaratan Administratif bagi Calon Anggota Dewan Komisaris
dan Calon Anggota Direksi
Permohonan Bank untuk memperoleh persetujuan atas calon anggota
Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan dilengkapi dokumen persyaratan administratif
sebagaimana diatur dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan dan
ketentuan lain yang mengatur mengenai persyaratan anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, pimpinan kantor cabang bank asing dan
pemimpin kantor perwakilan bank asing, yaitu:
1. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan
dan tata cara pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu
dan kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar
negeri;
2. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan
fungsi kepatuhan bank umum;
3. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai bank
umum; dan
4. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan
good corporate governance bagi bank umum.
Rincian dokumen persyaratan administratif dimaksud adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2a sampai dengan
Lampiran 2f.
D. Dokumen . . .
D. Dokumen Pendukung Persyaratan Administratif
Dalam hal menurut penilaian Bank Indonesia dianggap perlu, pihak
yang diuji wajib menyampaikan dokumen pendukung atas dokumen
persyaratan administratif yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 1a sampai dengan Lampiran 1d dan Lampiran 2a
sampai dengan Lampiran 2f.
Dokumen permohonan yang disampaikan Bank dinyatakan telah
diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan
Pasal 25 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, apabila dokumen
persyaratan administratif dan dokumen pendukungnya telah diterima
secara lengkap oleh Bank Indonesia.
E. Tata Cara dan Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Tata cara uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur
dalam Pasal 10 dan Pasal 22 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan
dilakukan terhadap:
a.
b.
calon PSP melalui penelitian administratif dan wawancara;
calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi
melalui:
1) penelitian administratif; dan
2) wawancara, apabila diperlukan.
2. Penelitian administratif:
a. Calon PSP
Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan integritas
dan kelayakan keuangan calon PSP dilakukan penelitian,
meliputi:
1) dokumen persyaratan administratif sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 1a sampai dengan
Lampiran 1d;
2) catatan . . .
2)
catatan administrasi Bank Indonesia antara lain
berupa rekam jejak, Daftar Tidak Lulus, dan Daftar
Kredit Macet; dan
3)
informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia
dalam rangka pengawasan Bank.
b. Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota
Direksi
Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan integritas,
reputasi keuangan dan kompetensi calon anggota Dewan
Komisaris dan calon anggota Direksi dilakukan penelitian,
meliputi:
1) dokumen persyaratan administratif sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 2a sampai dengan
Lampiran 2f;
2)
catatan administrasi Bank Indonesia antara lain
berupa rekam jejak, Daftar Tidak Lulus, dan Daftar
Kredit Macet; dan
3)
informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia
dalam rangka pengawasan Bank.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan dalam rangka konfirmasi atas informasi
yang telah diperoleh Bank Indonesia dan/atau untuk menggali
informasi lebih lanjut dari pihak yang diuji untuk memperoleh
keyakinan atas terpenuhinya persyaratan integritas, kelayakan
keuangan, reputasi keuangan, dan/atau kompetensi.
a. wawancara wajib dilakukan terhadap calon PSP.
b. wawancara terhadap calon anggota Dewan Komisaris dan
calon anggota Direksi dilakukan apabila:
1) pihak . . .
1) pihak yang diuji akan menjabat sebagai Direktur yang
membawahkan Fungsi Kepatuhan;
2) pihak yang diuji akan menjabat sebagai Komisaris
Independen; dan/atau
3) diperlukan klarifikasi atau penjelasan lebih lanjut dari
pihak yang diuji.
4. Hasil Penilaian
a. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon
anggota Direksi yang memperoleh predikat Lulus
dinyatakan memenuhi persyaratan untuk menjadi PSP,
anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi pada
Bank yang mengajukan pencalonan.
b. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon
anggota Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus
dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi
PSP, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi
pada Bank yang mengajukan pencalonan.
c. Hasil uji kemampuan dan kepatutan berupa persetujuan
(predikat Lulus) atau penolakan (predikat Tidak Lulus) atas
permohonan calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris
atau calon anggota Direksi disampaikan secara tertulis
kepada Bank yang mengajukan pencalonan.
Hasil uji kemampuan dan kepatutan dapat disampaikan
kepada pihak yang berkepentingan, antara lain Pemerintah,
Lembaga Penjamin Simpanan, pemegang saham bank atau
pihak lain yang dianggap perlu oleh Bank Indonesia.
d. Dalam . . .
d. Dalam hal calon PSP yang memperoleh predikat Tidak
Lulus telah memiliki saham bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (2) PBI Uji Kemampuan dan
Kepatutan maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan.
e. Dalam hal calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon
anggota Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus
namun telah mendapat persetujuan dan diangkat sebagai
anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi Bank
sesuai keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (2) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan,
berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (2) sampai dengan ayat (4) dan Pasal 40 Uji
Kemampuan dan Kepatutan, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1)
calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota
Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus yang
dilarang menjadi PSP atau memiliki saham pada
industri perbankan apabila predikat Tidak Lulus
disebabkan faktor integritas dan/atau reputasi
keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan
Pasal 20 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan.
2)
calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota
Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus
namun berasal dari peralihan jabatan sebagaimana
dimaksud pada butir A.2.b.4) sampai dengan A.2.b.8),
yang bersangkutan masih dapat menjalankan tugas
dan . . .
dan fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris,
atau anggota Direksi pada Bank dimaksud sepanjang
tidak terdapat indikasi permasalahan integritas,
kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau
kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
atau Pasal 28 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan.
3)
calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota
Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus
yang berasal dari Pejabat Eksekutif yang sedang
menjabat pada Bank, yang bersangkutan masih dapat
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Pejabat
Eksekutif pada Bank dimaksud sepanjang tidak
terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan
keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan.
F. Penghentian Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Bank Indonesia menghentikan uji kemampuan dan kepatutan
calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota
Direksi apabila pada saat penilaian dilakukan, calon tersebut
sedang menjalani proses hukum dan/atau sedang menjalani
proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank.
2. Yang dimaksud sedang menjalani proses hukum adalah apabila
calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, atau calon anggota
Direksi telah menyandang status tersangka atau terdakwa.
3. Yang dimaksud sedang menjalani proses uji kemampuan dan
kepatutan pada suatu bank adalah apabila calon PSP, calon
anggota Dewan Komisaris, atau calon anggota Direksi:
a. sedang
. . .
a.
sedang diajukan sebagai calon PSP, calon anggota Dewan
Komisaris, atau calon anggota Direksi pada bank lain.
Bank Indonesia menghentikan uji kemampuan dan
kepatutan terhadap pencalonan yang terakhir diajukan
Bank kepada Bank Indonesia.
b.
sedang menjalani uji kemampuan dan kepatutan yang
disebabkan karena yang bersangkutan diindikasikan
mempunyai permasalahan integritas, kelayakan keuangan,
reputasi keuangan dan/atau kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan.
Bank Indonesia menghentikan uji kemampuan dan
kepatutan terhadap pencalonan yang bersangkutan yang
diajukan Bank kepada Bank Indonesia.
4. Bank Indonesia memberitahukan penghentian uji kemampuan
dan kepatutan kepada Bank yang mengajukan pencalonan.
5. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota
Direksi yang dihentikan uji kemampuan dan kepatutan, dapat
diajukan kembali kepada Bank Indonesia untuk menjadi calon
PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota Direksi
apabila yang bersangkutan telah selesai menjalani:
a. proses hukum yang dibuktikan dengan adanya:
1) Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3); atau
2) Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan tidak bersalah; atau
b. proses . . .
b. proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank yang
dibuktikan dengan adanya hasil akhir uji kemampuan dan
kepatutan dengan predikat Lulus dalam uji kemampuan dan
kepatutan existing.
G. Alamat Penyampaian
Surat permohonan berikut dokumen sebagaimana dimaksud pada
huruf B, C dan D di atas disampaikan oleh Bank kepada:
Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan,
Bank Indonesia
Jalan M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350;
dengan tembusan kepada:
1. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia, Jalan M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor Pusat di
wilayah Jabodetabek; atau
2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah Jabodetabek.
III. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PSP, ANGGOTA
DEWAN KOMISARIS, ANGGOTA DIREKSI, DAN PEJABAT
EKSEKUTIF (EXISTING)
A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam butir I.2 dan butir I.3, meliputi:
a. Pihak-pihak yang menjadi PSP atau sedang menjabat
sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau
Pejabat Eksekutif pada Bank, yang terindikasi memiliki
permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi
keuangan . . .
keuangan dan/atau kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 atau Pasal 28 PBI Uji Kemampuan dan
Kepatutan;
b. Pihak-pihak yang pada saat menjadi PSP atau menjabat
sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau
Pejabat Eksekutif pada suatu Bank, ditengarai terlibat atau
bertanggung jawab dalam permasalahan integritas,
kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau
kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau
Pasal 28 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, namun pada
saat dilakukan uji kemampuan dan kepatutan, yang
bersangkutan:
1)
telah menjadi pemegang saham bank lain atau bekerja
pada bank lain; atau
2)
tidak lagi menjadi pemegang saham bank atau tidak
lagi bekerja pada bank.
2. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan dilakukan setiap saat
apabila berdasarkan bukti, data dan informasi yang diperoleh
dari hasil pengawasan (off site supervision dan/atau on site
supervision) maupun informasi lainnya, terdapat indikasi:
a. permasalahan integritas dan/atau kelayakan keuangan pada
PSP;
b. permasalahan integritas, reputasi keuangan dan/atau
kompetensi pada anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi, dan Pejabat Eksekutif; atau
c. pelanggaran atau penyimpangan kegiatan kantor
perwakilan bank asing yang dilakukan oleh pemimpin
kantor.
3. Permasalahan . . .
3. Permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan
dan/atau kompetensi adalah permasalahan yang terkait dengan:
a.
tindakan menyembunyikan dan/atau mengaburkan
pelanggaran dari suatu ketentuan atau kondisi keuangan
dan/atau transaksi yang sebenarnya, antara lain:
1) pencatatan palsu dan/atau transaksi fiktif baik yang
dilakukan pada sisi aktiva maupun pasiva Bank
termasuk transaksi pada rekening administratif;
2) penggelapan atau manipulasi;
3) praktek bank dalam bank;
4) praktek pembukuan dan/atau laporan keuangan Bank
yang tidak benar dan secara material berpengaruh
terhadap keadaan keuangan Bank sehingga
mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap Bank
(window dressing);
5) pembobolan teknologi sistem informasi Bank;
dan/atau
6) menghilangkan atau merusak catatan pembukuan
dan/atau dokumen pendukung transaksi atau catatan
pembukuan Bank.
b.
tindakan memberikan keuntungan secara tidak wajar
kepada pemegang saham, anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi, pegawai, dan/atau pihak lain yang dapat
merugikan atau mengurangi keuntungan Bank, antara lain:
1) pemberian suku bunga pinjaman dibawah cost of
fund.
2)
transaksi valuta asing (termasuk derivasinya) yang
tidak wajar dan merugikan Bank dan/atau mengurangi
potensi keuntungan Bank;
3) penjualan . . .
3) penjualan dan/atau pembelian harta milik Bank
dengan harga yang tidak wajar dibandingkan harga
pasar; dan/atau
4) pemberian fasilitas yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku kepada anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, Pejabat Eksekutif dan
pegawai.
c.
tindakan melanggar prinsip kehati–hatian di bidang
perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang sehat, antara
lain:
1) pemberian kredit yang tidak didasarkan pada prinsip
pemberian kredit yang sehat;
2) penyediaan dana yang melanggar Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK); dan/atau
3) penyediaan dana kepada pihak atau sektor atau
kegiatan yang dilarang oleh ketentuan.
Prinsip kehati-hatian di bidang perbankan dan/atau asas-
asas perbankan yang sehat termasuk namun tidak terbatas
pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum, posisi devisa neto, batas
maksimum pemberian kredit, kualitas aktiva dan giro wajib
minimum.
d.
terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah
diputus oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap (inkracht van gewisjde).
Tindak Pidana Tertentu adalah tindak pidana asal
yang disebut dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai
. . .
mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu
tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika/psikotropika,
penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran,
dibidang perbankan, dibidang pasar modal, dibidang
perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang,
perjudian, prostitusi, dibidang perpajakan, dibidang
kehutanan, dibidang lingkungan hidup, dibidang kelautan
dan perikanan atau tindak pidana lainnya yang diancam
dengan pidana 4 (empat) tahun atau lebih.
e.
terbukti menyebabkan Bank mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya atau dapat
membahayakan industri perbankan.
Yang dimaksud dengan menyebabkan Bank mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya atau
dapat membahayakan industri perbankan, antara lain adalah
tindakan yang:
1) memanfaatkan Bank untuk membiayai kepentingan
sendiri dan/atau kelompok usahanya; dan/atau
2) melanggar ketentuan dan/atau komitmen kepada Bank
Indonesia atau Pemerintah,
yang menyebabkan Bank ditempatkan dalam pengawasan
intensif atau pengawasan
Pemerintah/Lembaga Penjamin Simpanan, dibekukan
kegiatan usahanya dan/atau dicabut ijin usahanya.
f. terbukti
khusus, diambilalih
. . .
f.
terbukti tidak melaksanakan perintah Bank Indonesia untuk
melakukan dan/atau tidak melakukan tindakan tertentu
(cease and desist order), dalam rangka perbaikan dan/atau
penyehatan Bank.
g.
terbukti memiliki kredit macet.
Khusus untuk kartu kredit, pengertian kredit macet tidak
termasuk tagihan yang berasal dari annual fee, biaya
administrasi dan/atau tagihan lainnya yang bukan berasal
dari transaksi pemakaian kartu kredit.
h.
terbukti dinyatakan pailit dan/atau menjadi pemegang
saham, anggota dewan komisaris atau anggota direksi yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan
dinyatakan pailit.
i. PSP tidak melakukan upaya-upaya yang diperlukan apabila
Bank menghadapi kesulitan permodalan maupun likuiditas,
misalnya tidak melakukan upaya penambahan setoran
modal Bank atau tidak melakukan upaya mencari investor
baru.
j.
anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi tidak
mampu melakukan pengelolaan strategis dalam rangka
pengembangan Bank yang sehat.
Penilaian didasarkan pada tugas dan tanggung jawab dari
setiap jabatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi,
sesuai uraian tugas yang ada pada Bank yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan kemampuan untuk melakukan
pengelolaan strategis antara lain adalah kemampuan untuk
menginterpretasikan visi dan misi Bank, mengantisipasi
perkembangan perekonomian, keuangan dan perbankan,
menganalisa . . .
menganalisa situasi industri perbankan dan sektor industri
yang dibiayai.
k. menolak memberikan komitmen dan/atau tidak memenuhi
komitmen yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia
dan/atau instansi lain yang berwenang. Komitmen yang
dimaksud antara lain adalah:
1) komitmen dalam rangka penyehatan Bank;
2) komitmen untuk tidak mengulangi tindakan atau
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b dan/atau huruf c; atau
3) komitmen untuk tidak melakukan dan/atau
mengulangi perbuatan dan/atau tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan (bagi PSP, anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat
Eksekutif yang pernah memiliki predikat Tidak Lulus
dalam uji kemampuan dan kepatutan dan telah
menjalani masa sanksi sebagaimana dimaksud Pasal
35 ayat (1), Pasal 40 ayat (4) huruf a dan Pasal 40
ayat (5) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan).
4. Pelanggaran terhadap kegiatan usaha yang dilarang untuk Kantor
Perwakilan Bank Asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
yang dilakukan atau melibatkan pemimpin kantor perwakilan
bank asing.
B. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan dilakukan setiap saat
dalam rangka penilaian kembali apabila berdasarkan bukti, data
dan/atau . . .
2 Uji
dan/atau informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan
maupun informasi lainnya terdapat indikasi permasalahan
integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan, dan/atau
kompetensi.
2. Uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada
angka 1, dilakukan dengan langkah-langkah:
a. klarifikasi bukti, data dan informasi kepada pihak-pihak
yang diuji;
b. penetapan dan penyampaian hasil sementara uji
kemampuan dan kepatutan kepada pihak-pihak yang diuji;
c.
tanggapan dari pihak-pihak yang diuji terhadap hasil
sementara uji kemampuan dan kepatutan; dan
d. penetapan dan pemberitahuan hasil akhir uji kemampuan
dan kepatutan kepada pihak-pihak yang diuji;
3. Penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan dilakukan
berdasarkan tingkat keterlibatan atau peranan pihak-pihak yang
diuji terhadap permasalahan atau tindakan pelanggaran yang
dilakukan, yang dikategorikan menjadi:
a. Pelaku
Yang dimaksud dengan Pelaku adalah:
1) orang yang memerintahkan, menyuruh melakukan
atau mengusulkan terjadinya perbuatan;
2) orang yang menyetujui, turut serta menyetujui, atau
menandatangani;
3) orang yang melakukan atau turut serta melakukan
suatu perbuatan berdasarkan perintah, baik dengan
atau tanpa tekanan, dan yang bersangkutan patut
mengetahui atau patut menduga bahwa perintah
tersebut
. . .
tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku;
atau
4) orang yang melakukan suatu perbuatan karena adanya
janji atau imbalan tertentu.
b. Pelaku Pembantu
Yang dimaksud dengan Pelaku Pembantu adalah Orang
yang karena melaksanakan tugas, jabatan dan/atau adanya
suatu perintah dari pihak lain, baik dengan atau tanpa
tekanan, melakukan atau turut serta melakukan suatu
perbuatan, dan yang bersangkutan patut mengetahui atau
patut menduga bahwa perbuatan atau perintah yang
dilakukan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang
berlaku, namun yang bersangkutan telah berusaha untuk
menolak melakukan perbuatan atau perintah tersebut.
C. Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan beserta Konsekuensinya
1. Pihak-pihak yang ditetapkan dengan predikat Lulus memenuhi
persyaratan untuk tetap menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris
anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif.
2. Pihak-pihak yang dikategorikan sebagai Pelaku Pembantu dapat
ditetapkan predikat Lulus apabila yang bersangkutan
menyampaikan surat pernyataan yang berisi komitmen untuk
tidak mengulangi tindakan pelanggaran dimasa yang akan
datang.
Pelanggaran atas komitmen dimaksud menjadi dasar untuk
dilakukan uji kemampuan dan kepatutan kepada yang
bersangkutan.
3. Pihak-pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus
dilarang menjadi:
a. PSP . . .
a. PSP atau memiliki saham pada industri perbankan;
dan/atau
b.
anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat
Eksekutif pada industri perbankan.
sejak tanggal surat penetapan Bank Indonesia.
4.
Jangka waktu larangan terhadap pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada angka 3 tercantum dalam Lampiran 3a dan
Lampiran 3b.
5. Dalam hal pihak-pihak yang ditetapkan Tidak Lulus
sebagaimana dimaksud pada angka 3 juga merupakan pemegang
saham pada bank lain, yang bersangkutan juga wajib
mengalihkan kepemilikan sahamnya pada bank lain tersebut,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
jika bank tersebut adalah Bank Umum maka yang
bersangkutan wajib mengalihkan seluruh kepemilikan
sahamnya pada bank tersebut dalam jangka waktu paling
lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penetapan Tidak
Lulus oleh Bank Indonesia. Dalam hal tidak dialihkan
dalam jangka waktu dimaksud maka berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 PBI
Uji Kemampuan dan Kepatutan;
b.
jika bank tersebut adalah Bank Umum Syariah atau Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah maka yang bersangkutan wajib
mengalihkan kepemilikan sahamnya pada bank tersebut
dengan jumlah saham, jangka waktu, dan tata cara
pengalihan sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan
mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi
Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah;
c. jika . . .
c.
jika bank tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat maka
yang bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan
sahamnya pada Bank Perkreditan Rakyat tersebut dengan
jumlah saham, jangka waktu, dan tata cara pengalihan
sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan mengenai uji
kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank
Perkreditan Rakyat.
6. Dalam hal pihak-pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak
Lulus sebagaimana dimaksud pada angka 3 sudah menjabat
sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat
Eksekutif pada bank lain, maka yang bersangkutan berhenti dari
jabatannya sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi,
atau Pejabat Eksekutif pada bank lain tersebut, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a.
jika bank tersebut adalah Bank Umum maka yang
bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif
pada bank lain tersebut sejak tanggal surat penetapan Tidak
Lulus oleh Bank Indonesia.
Bank Umum tersebut wajib menindaklanjuti pemberhentian
anggota Dewan Komisaris anggota Direksi, atau Pejabat
Eksekutif dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal pemberitahuan Bank Indonesia, berupa:
1) melaksanakan RUPS untuk memberhentikan
(pengukuhan) anggota Dewan Komisaris atau anggota
Direksi yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus;
atau
2) menerbitkan . . .
2) menerbitkan surat keputusan pemberhentian bagi
Pejabat Eksekutif yang ditetapkan dengan predikat
Tidak Lulus.
b.
jika bank tersebut adalah Bank Umum Syariah atau Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah maka tindaklanjut
pemberhentian bagi anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi, atau Pejabat Eksekutif dimaksud mengacu kepada
ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan dan
kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
c.
jika bank tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat
maka tindaklanjut pemberhentian bagi anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif
dimaksud mengacu kepada ketentuan yang mengatur
mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi
Bank Perkreditan Rakyat.
d.
jika bank tersebut adalah Bank Umum dan yang
bersangkutan menjabat sebagai Direktur atau Pejabat
Eksekutif yang hanya bertugas mengelola Unit Usaha
Syariah (UUS), maka tindaklanjut pemberhentian yang
bersangkutan mengacu pada ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf b.
7. PSP yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus dan tidak
mengalihkan seluruh kepemilikan sahamnya dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan maka dalam jangka waktu paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya batas waktu tersebut,
yang bersangkutan wajib menyerahkan surat kuasa menjual
saham kepada:
a. pihak . . .
a. pihak yang ditunjuk oleh PSP dengan persetujuan Bank
Indonesia;
b. pihak yang ditunjuk Bank Indonesia; atau
c. Bank Indonesia dengan hak substitusi.
8. Surat kuasa menjual sebagaimana dimaksud pada angka 7 dibuat
dalam bentuk akta notariil yang paling kurang memuat:
a. memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk menjual
atau mengalihkan saham kepada pihak lain;
b. menerima/menyetujui segala keputusan atas penjualan atau
pengalihan saham yang dilakukan oleh penerima kuasa;
c. membebaskan penerima kuasa atas segala akibat hukum
yang timbul dari penjualan atau pengalihan saham
dimaksud;
d. pemberi kuasa tidak akan mencabut surat kuasa menjual
yang telah diberikan kepada penerima kuasa; dan
e.
segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan surat
kuasa menjual, menjadi beban pemberi kuasa.
9. Hak PSP terhadap pembagian deviden, berlaku ketentuan
sebagai berikut :
a. yang bersangkutan masih berhak menerima pembagian
deviden untuk periode paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal surat penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia
tersebut.
Dalam hal pembagian deviden untuk periode tersebut
dilakukan setelah 6 (enam) bulan sejak penetapan Tidak
Lulus maka yang bersangkutan hanya menerima
pembagian deviden setelah memperhitungkan biaya
pelaksanaan surat kuasa menjual.
b. apabila . . .
b.
apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada huruf a terlampaui dan PSP tidak
mengalihkan kepemilikan sahamnya atau mengalihkan
kepemilikan sahamnya kepada pihak yang memiliki
hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua termasuk
kepada kelompok usahanya, maka pembayaran deviden
ditunda sampai dengan yang bersangkutan mengalihkan
kepemilikan sahamnya sesuai dengan ketentuan.
D. Alamat Penyampaian
Penyampaian klarifikasi dan tanggapan dari pihak-pihak yang diuji
dalam proses uji kemampuan dan kepatutan, penyampaian surat
pernyataan dan laporan Bank, disampaikan kepada:
1. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia,
Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor
Pusat di wilayah Jabodetabek; atau
2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah Jabodetabek,
dengan tembusan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi
Perbankan, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350.
IV. LAPORAN RENCANA PERUBAHAN STRUKTUR KELOMPOK
USAHA
Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan mencakup
seluruh pihak yang terkait dengan Bank dari segi pengendalian sampai
dengan PSPT.
Contoh . . .
Contoh pelaporan rencana perubahan struktur kelompok usaha adalah
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4a dan Lampiran 4b. Laporan
rencana perubahan struktur kelompok usaha disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan alamat sebagaimana pada butir III.D.
V. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran 1a sampai dengan Lampiran 4b merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VI. KETENTUAN PERALIHAN
1. Hasil uji kemampuan dan kepatutan yang telah ditetapkan oleh
Bank Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/25/PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and
Proper Test), dinyatakan tetap berlaku.
2. Terhadap uji kemampuan dan kepatutan bagi calon PSP atau PSP,
calon anggota Dewan Komisaris atau anggota Dewan Komisaris,
calon anggota Direksi atau anggota Direksi, dan/atau Pejabat
Eksekutif yang sedang dilakukan pada saat berlakunya PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan, maka:
a.
proses penilaian yang meliputi faktor yang dinilai dan tata cara
penilaian serta hasil penilaian, tetap mengacu kepada Peraturan
Bank Indonesia Nomor 5/25/PBI/2003 tentang Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
b. dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf a
adalah Lulus Bersyarat, maka yang bersangkutan dinyatakan
Lulus setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/25/PBI/2003
tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper
Test) dan perubahan hasil penilaian dimaksud diberitahukan
Bank Indonesia kepada yang bersangkutan.
c. dalam . . .
c. dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf a
adalah Lulus maka konsekuensi hasil penilaian mengacu kepada
ketentuan dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan.
d. dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf a
adalah Tidak Lulus, maka konsekuensi hasil penilaian termasuk
pengenaan jangka waktu larangan untuk menjadi PSP, anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif
mengacu kepada ketentuan dalam PBI Uji Kemampuan dan
Kepatutan.
VII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 6/15/DPNP tanggal 31 Maret 2004 perihal Penilaian Kemampuan
dan Kepatutan (Fit and Proper Test), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan di dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 28 Maret 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
WIMBOH SANTOSO
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/8/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Bank Umum </reg_title>
<set_date> 16 Maret 2001 </set_date>
<effective_date> 16 Maret 2001 </effective_date>
<related_reg> '2/27/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 2/ 15 /DSM
Jakarta, 30 Juni 2000
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/9/DSM tentang
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank.
Sehubungan dengan masih adanya beberapa kesulitan teknis dalam
pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/9/DSM tanggal 28 Desember
1999 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank, maka untuk
memberikan kesempatan yang cukup kepada bank pelapor dalam uji coba
pelaksanaan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa kepada Bank Indonesia,
perlu ditetapkan perubahan terhadap angka VII huruf B Surat Edaran dimaksud
menjadi sebagai berikut :
“B. Untuk memberikan kesempatan kepada bank pelapor dalam melakukan
uji coba pelaksanaan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa kepada Bank
Indonesia, pengenaan sanksi denda pada butir V ditetapkan sebagai
berikut :
1. Sanksi bagi bank pelapor yang terlambat menyampaikan laporan
atau bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada butir V.A, V.B dan V.D mulai diberlakukan untuk
laporan bulan Juni 2000.
2. Sanksi .....
2
2. Sanksi bagi bank pelapor yang menyampaikan laporan tidak lengkap
dan atau tidak benar sebagaimana dimaksud pada butir V.C mulai
diberlakukan untuk laporan bulan Januari 2001”.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
ACHJAR ILJAS
Deputi Gubernur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/15/DSM|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/9/DSM tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. </reg_title>
<set_date> 30 Juni 2000 </set_date>
<effective_date> 30 Juni 2000 </effective_date>
<changed_reg> '1/9/DSM|SE-BI/1999' </changed_reg>
<related_reg> '1/9/DSM|SE-BI/1999' </related_reg>
|
No. 12/ 18 /DPM
Jakarta, 7 Juli 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal : Operasi Pasar Terbuka.
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tanggal 2 Juli 2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5141), perlu ditetapkan ketentuan mengenai
pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan :
1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar
Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter.
3. Peserta ...
2
3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai peserta
Operasi Moneter sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga
Perantara dalam Operasi Moneter.
4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang melakukan kegiatan
usaha secara konvensional.
5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan valuta asing,
dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
6. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga
Negara yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur kriteria dan persyaratan
Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah Surat
Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah Surat
Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
9. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah Surat
Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya
oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
10. Surat ...
3
10. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN, atau
dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan
prinsip syariah baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing
sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
11. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua
belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN
yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
13. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disebut ZCB adalah Obligasi
Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto.
14. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi
Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau
perseorangan Warga Negara Indonesia.
15. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut transaksi
Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT
kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh
Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
16. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh
Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali
oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang
disepakati.
17. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit adalah
penempatan dana rupiah milik Peserta OPT secara berjangka di Bank
Indonesia.
18. Transaksi ...
4
18. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat
Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa
kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh Peserta OPT.
19. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Peserta OPT di Bank
Indonesia.
20. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Peserta OPT
yang tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) di Bank Indonesia-
Scripless Securities Settlement System.
21. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank
Indonesia melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk
kepentingan nasabah.
22. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara
elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan
Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
23. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik
antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara
individual.
24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem-
LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara
harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman
dari Bank Indonesia.
II. PENERBITAN ...
5
II. PENERBITAN SBI
1. Penerbitan SBI merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia
untuk absorpsi likuiditas rupiah di pasar uang.
2. SBI memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari yang dihitung
sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal
jatuh waktu;
Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum pada Lampiran 1.
c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
d. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI-SSSS;
e. nilai tunai SBI dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount)
dengan rumus sebagai berikut:
N Tunai =
ilai
N Nominal x 360
ilai
360 + (Tingkat Diskonto x Jangka W )
aktu
Nilai diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SBI tercantum
pada Lampiran 2.
f. dapat dipindahtangankan (negotiable);
g. dapat ditransaksikan dengan cara penjualan bersyarat (repurchase
agreement), pembelian atau penjualan secara outright, atau dijadikan
agunan;
h. SBI yang masih dalam status agunan tidak dapat diperdagangkan;
i. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SBI jatuh
waktu; dan
j. Bank ...
6
j. Bank Indonesia dapat melunasi SBI sebelum jatuh waktu (early
redemption) dengan persetujuan pemilik SBI.
3. Metode Transaksi Lelang SBI
a. Penerbitan SBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS.
b. Mekanisme lelang SBI dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender)
Tingkat diskonto lelang SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Tingkat diskonto lelang SBI diajukan oleh Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SBI
a. Lelang SBI dilakukan pada hari Rabu dan/atau pada hari kerja lain
yang ditetapkan Bank Indonesia.
b. Window time lelang SBI dari pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul
14.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBI dan perubahannya
paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang SBI
melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang SBI memuat antara lain :
1) tanggal lelang;
2) jangka waktu SBI;
3) metode lelang;
4) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable
rate tender);
5) tingkat diskonto SBI (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed
rate tender);
6) window time; dan
7) waktu dan tanggal setelmen.
5. Pengajuan ...
7
5. Pengajuan Penawaran Lelang SBI
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SBI secara langsung
dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SBI untuk
kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara
mengajukan penawaran lelang SBI kepada Bank Indonesia melalui BI-
SSSS dalam window time yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang SBI meliputi:
1) penawaran kuantitas, untuk lelang dengan metode fixed rate tender;
atau
2) penawaran kuantitas dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan
metode variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu SBI yang akan diterbitkan.
e. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT paling kurang
1.000 (seribu) unit atau sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable rate tender,
pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan
kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran SBI yang disampaikan kepada Bank
Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran
yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
6. Penetapan ...
8
6. Penetapan Pemenang Lelang SBI
a. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode fixed rate tender, maka
penetapan kuantitas SBI yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dimenangkan
seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Peserta
OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara
proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SBI sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable rate tender,
maka penetapan kuantitas SBI yang dimenangkan dihitung dengan
cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi yang dapat
diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas SBI yang dimenangkan
dengan cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih
rendah dari SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh SBI yang diajukan; dan
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama
dengan SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari SBI
yang diajukan sebesar hasil perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan nominal
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
terkecil SBI sebesar
Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang lelang SBI
berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender terdapat
pada Lampiran 3a dan Lampiran 3b.
c. Bank ...
9
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang
SBI.
7. Pengumuman Hasil Lelang SBI
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBI setelah window time
ditutup, paling lambat pukul 16.00 WIB sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain
berupa nilai nominal, tingkat diskonto dan nilai tunai SBI yang
dimenangkan; dan
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana
lainnya, antara lain berupa nilai nominal seluruh penawaran yang
masuk, kisaran bid rate, rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI dan
nilai nominal yang dimenangkan.
8. Setelmen Lelang SBI
a. Setelmen Hasil Lelang SBI
1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SBI paling lambat
1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang SBI.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro yang
mencukupi untuk setelmen hasil lelang SBI.
3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang SBI dengan
mendebet Rekening Giro sebesar nilai tunai SBI dan setelmen Surat
Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal SBI.
4) Nilai tunai SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung
dengan rumus:
SBI
N Tunai
ilai
=
360 + (Tingkat Diskonto x Jangka W )
aktu
N Nominal x 360
ilai
Keterangan ...
10
Keterangan:
Nilai nominal = nilai nominal SBI yang dimenangkan.
Tingkat diskonto = tingkat diskonto yang dimenangkan.
Jangka waktu = jumlah hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari
sesudah tanggal setelmen lelang SBI sampai
dengan tanggal jatuh waktu.
5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan
secara gabungan untuk setiap pemenang lelang dan setelmen Surat
Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara
per transaksi (gross to gross).
6) Setelmen dana hasil lelang SBI dilakukan per lelang (auction
number).
7) Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi untuk memenuhi
kewajiban setelmen sampai dengan cut-off warning Sistem BI-
RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SBI, BI-
SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lelang SBI yang
dimenangkan Peserta OPT yang bersangkutan.
8) Atas batalnya transaksi lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam
angka 7), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter.
b. Setelmen Pelunasan SBI
1) Pada tanggal jatuh waktu SBI, Bank Indonesia melunasi SBI jatuh
waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan SBI yang tercatat di BI-
SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu SBI.
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu SBI
ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen
pelunasan SBI dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa
memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud.
3) Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI dengan cara:
a) mengkredit ...
11
a) mengkredit Rekening Giro pemilik SBI sebesar nilai nominal
SBI jatuh waktu; dan
b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SBI sebesar nilai
nominal SBI jatuh waktu.
9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Bulan Sejak Kepemilikan SBI
(Minimum One Month Holding Period)
a. Ketentuan
1) Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan yaitu 28 (dua puluh delapan)
hari sejak setelmen pembelian, pemilik SBI dilarang
mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan pihak lain.
2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
mencakup antara lain transaksi repo, transaksi outright, hibah dan
pengagunan.
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), tidak berlaku
untuk transaksi SBI oleh Peserta OPT dengan Bank Indonesia.
4) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik nasabahnya dengan
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1).
b. Peralihan
Transaksi atas SBI yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran ini
yang merupakan bagian dari transaksi yang telah dilakukan sebelum
Surat Edaran ini diberlakukan, dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada butir 9.a.1) sampai dengan transaksi yang
bersangkutan jatuh waktu. Transaksi dimaksud antara lain adalah
transaksi repo.
c. Pengawasan
1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau pengawasan
langsung atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a oleh Peserta OPT dan Sub-Registry.
2) Dalam ...
12
2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1) dan/atau a.4), Bank Indonesia
menyampaikan surat permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT
dan/atau Sub-Registry.
3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima surat
permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2)
wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis kepada Bank
Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat
konfirmasi dari Bank Indonesia.
4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry tidak
menyampaikan tanggapan tertulis maka Peserta OPT dan/atau Sub-
Registry dianggap mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut.
5) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dan a.4)
Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter.
III. TRANSAKSI REPO SURAT BERHARGA
1. Transaksi Repo merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia
untuk injeksi likuiditas rupiah di pasar uang.
2. Karakteristik Transaksi Repo :
a. Transaksi Repo dilakukan dengan prinsip sell and buyback, yaitu
terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga (transfer
of ownership).
b. Transaksi Repo memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan
paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang
dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan
tanggal jatuh waktu.
c. Bunga ...
13
c. Bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang
(simple interest).
d. Hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang direpokan selama
periode transaksi Repo tetap merupakan milik Peserta OPT.
3. Metode Transaksi Repo
a. Transaksi Repo dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS.
b. Pelaksanaan lelang transaksi Repo dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender)
Suku bunga repo (repo rate) ditetapkan Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Suku bunga repo (repo rate) diajukan Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Repo
a. Transaksi Repo dapat dilakukan pada setiap hari kerja.
b. Window time transaksi Repo dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB
sampai dengan 16.00 WIB.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Repo paling
lambat sebelum window time melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau
sarana lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang transaksi Repo memuat antara lain:
1) tanggal lelang;
2) jangka waktu;
3) metode lelang;
4) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable
rate tender);
5) suku bunga repo (repo rate) (apabila lelang dilakukan dengan
metode fixed rate tender);
6) Surat Berharga yang dapat direpokan;
7) haircut;
8) window ...
14
8) window time; dan
9) tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Transaksi Repo
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran transaksi Repo secara
langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Repo untuk
kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara
mengajukan penawaran transaksi Repo kepada Bank Indonesia melalui
BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran transaksi Repo antara lain meliputi:
1) Nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang direpokan, untuk
lelang dengan metode fixed rate tender; atau
2) Nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang direpokan dan
repo rate, untuk lelang dengan metode variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu transaksi Repo yang akan
dilakukan.
e. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT paling kurang
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan
kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender,
pengajuan setiap penawaran repo rate dilakukan dengan kelipatan
sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran transaksi Repo yang disampaikan kepada
Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran
yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
6. Penetapan ...
15
6. Penetapan Pemenang Transaksi Repo
a. Dalam hal lelang transaksi Repo dilakukan dengan metode fixed rate
tender, maka penetapan kuantitas transaksi Repo yang dimenangkan
dihitung dengan cara:
1) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dimenangkan
seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Peserta
OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara
proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang transaksi Repo dilakukan dengan metode variable
rate tender, maka penetapan kuantitas transaksi Repo yang
dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah yang dapat diterima
(SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan dengan
cara:
a) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari
SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran transaksi Repo yang
diajukan; dan
b) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan
SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran transaksi
Repo yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah).
Contoh ...
16
Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang transaksi
Repo berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender
terdapat pada Lampiran 4a sampai dengan Lampiran 4d.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang
transaksi Repo.
7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Repo setelah
window time ditutup, sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain
berupa nilai nominal yang dimenangkan dan repo rate; dan
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana
lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk,
kisaran bid rate dan rata-rata tertimbang repo rate.
8. Setelmen Transaksi Repo
a. Setelmen first leg
1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu)
hari kerja setelah pengumuman hasil lelang transaksi Repo.
2) Peserta OPT wajib memiliki Surat Berharga di Rekening Surat
Berharga yang mencukupi untuk setelmen first leg.
3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
dengan mekanisme Delivery Versus Payment (DVP) secara
transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut :
a) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat
Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan;
dan
b) Setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro sebesar nilai
setelmen first leg.
4) Perhitungan ...
17
4) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan
Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi
Moneter.
5) Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri Surat
Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan waktu yang
ditetapkan untuk setelmen, sehingga mengakibatkan kegagalan
setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi
Repo yang tidak didukung dengan Surat Berharga yang mencukupi.
6) Atas batalnya transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam angka
5), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter.
b. Setelmen second leg
1) Pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg), BI-SSSS
secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-
RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro yang
mencukupi untuk setelmen second leg.
3) Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem BI-RTGS dan
BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi
(gross to gross) sebagai berikut:
a) Setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai
setelmen second leg;
b) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga transaksi Repo
jatuh waktu; dan
c) Perhitungan ...
18
c) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara
dalam Operasi Moneter.
d) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran
kupon/imbalan pada periode transaksi Repo, maka
kupon/imbalan dimaksud mengurangi kewajiban Peserta OPT
pada transaksi Repo jatuh waktu (second leg) dengan
perhitungan sebagai berikut:
setelmen
Nilai
second leg
=
setelmen
Nilai
first
leg
+
Bunga
Repo
-
N kupon/imbalan
yang diterima
ilai
B Indonesia
ank
e) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran
kupon/imbalan, maka perhitungan bunga repo sejak tanggal
pembayaran kupon/imbalan didasarkan pada nilai setelmen first
leg dikurangi dengan penerimaan kupon dimaksud.
4) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Repo, tanggal transaksi Repo
jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh
pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja
berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga repo untuk
hari libur dimaksud.
5) Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan cut-off
warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan
setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
transaksi Repo jatuh waktu (second leg).
c. Kegagalan...
19
c. Kegagalan Setelmen Second Leg
Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, maka
Surat Berharga yang direpokan diperlakukan sebagai berikut:
1) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI, Bank Indonesia melakukan
pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption).
2) Dalam hal Surat Berharga berupa SBN maka transaksi yang
bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara
outright oleh Peserta OPT.
3) Perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan harga
Surat Berharga transaksi outright adalah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat
Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
4) Dalam hal nilai transaksi outright :
a) lebih kecil dari kewajiban setelmen second leg, maka Bank
Indonesia mendebet Rekening Giro sebesar selisih nilai
kewajiban setelmen second leg dengan nilai transaksi outright;
b) lebih besar dari nilai kewajiban setelmen second leg, maka
Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro sebesar selisih nilai
kewajiban setelmen second leg dengan nilai transaksi outright.
5) Atas batalnya transaksi Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana
dimaksud dalam butir b.5), Peserta OPT dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang
Operasi Moneter.
9. Kupon Surat Berharga
Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan setelah
transaksi Repo jatuh waktu (second leg), maka Bank Indonesia akan
mengkredit Rekening Giro sebesar kupon/imbalan dimaksud pada tanggal
penerimaan kupon/imbalan.
IV. TRANSAKSI ...
20
IV. TRANSAKSI REVERSE REPO SURAT BERHARGA NEGARA
1. Transaksi Reverse Repo merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk absorpsi likuiditas rupiah di pasar uang.
2. Karakteristik transaksi Reverse Repo:
a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan prinsip sell and buyback,
yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan SBN (transfer of
ownership).
b. Transaksi Reverse Repo memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu)
hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari,
yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai
dengan tanggal jatuh waktu.
c. Bunga Reverse Repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di
belakang (simple interest).
d. Hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang direverse-repokan
selama periode transaksi Reverse Repo tetap merupakan milik Bank
Indonesia.
3. Metode Transaksi Reverse Repo
a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan mekanisme lelang melalui
BI-SSSS.
b. Pelaksanaan lelang transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode
sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender)
Suku bunga reverse repo (RR-Rate) ditetapkan Bank Indonesia;
atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Suku bunga reverse repo (RR-Rate) diajukan Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Reverse Repo
a. Transaksi Reverse Repo dapat dilakukan pada setiap hari kerja.
b. Window ...
21
b. Window time transaksi Reverse Repo dapat dilakukan antara pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Reverse Repo
paling lambat sebelum window time melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU,
dan/atau sarana lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang transaksi Reverse Repo, memuat antara
lain:
1) tanggal lelang;
2) jangka waktu;
3) metode lelang;
4) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable
rate tender);
5) RR-rate (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate
tender);
6) Surat Berharga yang direverse-repokan;
7) Haircut:
8) window time; dan
9) tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran transaksi Reverse Repo
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran transaksi Reverse Repo
secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Reverse Repo
untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara
mengajukan penawaran transaksi Reverse Repo kepada Bank Indonesia
melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran transaksi Reverse Repo antara lain meliputi:
1) Nilai nominal transaksi, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender; atau
2) Nilai ...
22
2) Nilai nominal transaksi dan RR-Rate, untuk lelang dengan metode
variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu transaksi Reverse Repo yang akan
dilakukan.
e. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT paling kurang
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan
kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender,
pengajuan setiap penawaran RR-Rate dilakukan dengan kelipatan
sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran transaksi Reverse Repo yang disampaikan
kepada Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran
yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Reverse Repo
a. Dalam hal lelang transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode
fixed rate tender, maka penetapan kuantitas transaksi Reverse Repo
yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dimenangkan
seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Peserta
OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara
proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode
variable rate tender, maka penetapan kuantitas transaksi Reverse Repo
yang dimenangkan dihitung dengan cara :
1) Bank ...
23
1) Bank Indonesia menetapkan RR-Rate tertinggi yang dapat diterima
(SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan dengan
cara:
a) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT lebih rendah
dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran transaksi Reverse Repo yang
diajukan; dan
b) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan
SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran transaksi
Reverse Repo yang diajukan dengan perhitungan secara
proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang transaksi
Reverse Repo berdasarkan metode fixed rate tender dan variable
rate tender terdapat pada Lampiran 5a dan Lampiran 5b.
c. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri Surat
Berharga dalam lelang transaksi Reverse Repo, Bank Indonesia
menentukan alokasi seri dan nominal Surat Berharga yang
dimenangkan Peserta OPT.
d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang
transaksi Reverse Repo.
7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Reverse Repo
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Reverse Repo
setelah window time ditutup, sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain
berupa nilai nominal, RR-Rate, jenis dan seri Surat Berharga yang
dimenangkan; dan
b) secara ...
24
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana
lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk,
kisaran bid rate dan rata-rata tertimbang RR-Rate.
8. Setelmen transaksi Reverse Repo
a. Setelmen first leg
1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu)
hari kerja setelah pengumuman hasil lelang transaksi Reverse
Repo.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro yang
mencukupi untuk setelmen first leg.
3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to
gross) sebagai berikut:
a) Setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai
setelmen first leg; dan
b) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang
dimenangkan.
4) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan Surat
Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
5) Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan cut-off warning
Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen
first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Reverse
Repo yang tidak didukung dengan dana yang mencukupi.
6) Atas ...
25
6) Atas batalnya transaksi Reverse Repo sebagaimana dimaksud
dalam angka 5), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang
Operasi Moneter.
b. Setelmen second leg
1) Pada tanggal transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg), BI-
SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem
BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS.
2) Peserta OPT wajib memiliki jenis dan seri Surat Berharga di
Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen second
leg.
3) Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem BI-RTGS dan
BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi
(gross to gross) sebagai berikut:
a) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat
Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga transaksi
Reverse Repo jatuh waktu (second leg);
b) Setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro sebesar nilai
setelmen second leg;
c) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara
dalam Operasi Moneter;
d) Dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran kupon/imbalan
pada periode transaksi Reverse Repo, maka kupon/imbalan
dimaksud mengurangi kewajiban Bank Indonesia di second leg
dengan perhitungan sebagai berikut:
Nilai ...
26
setelmen
Nilai
second leg
=
setelmen
Nilai
first
leg
+
Bunga
-
Reverse Repo
N kupon/imbalan
yang
ilai
Peserta
diterima
OPT
e) Dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran kupon/imbalan,
maka perhitungan bunga reverse repo sejak tanggal
pembayaran kupon/imbalan didasarkan pada nilai setelmen first
leg dikurangi dengan penerimaan kupon/imbalan dimaksud.
4) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Reverse Repo, tanggal
Reverse Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari
libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari
kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga reverse
repo untuk hari libur dimaksud.
5) Dalam hal jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat
Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
second leg sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS
sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS
secara otomatis membatalkan transaksi Reverse Repo jatuh waktu
(second leg).
c. Kegagalan Setelmen Second Leg
1) Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg,
maka transaksi Reverse Repo diperlakukan sebagai transaksi
pembelian secara outright oleh Peserta OPT.
2) Perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan harga
Surat Berharga transaksi outright adalah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan Surat Berharga,
Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
3) Dalam hal nilai transaksi outright :
3) Dalam ...
27
a) lebih besar dari nilai kewajiban Bank Indonesia di second leg
setelah dikurangi bunga reverse repo, maka Bank Indonesia
mendebet Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban
setelmen second leg dengan nilai transaksi outright; atau
b) lebih kecil dari nilai kewajiban Bank Indonesia di second leg
setelah dikurangi bunga reverse repo, maka Bank Indonesia
mengkredit Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban
setelmen second leg dengan nilai transaksi outright dengan
jumlah paling banyak sebesar nilai haircut.
4) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro sebesar nilai haircut
Surat Berharga yang direverse-repokan.
5) Atas kegagalan setelmen second leg, Peserta OPT tidak menerima
bunga reverse repo.
6) Atas batalnya transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg)
sebagaimana dimaksud dalam butir b.5), Peserta OPT dikenakan
sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang
Operasi Moneter.
9. Kupon Surat Berharga
Dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran kupon/imbalan setelah
transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg), maka Bank Indonesia
akan mendebet Rekening Giro sebesar nilai kupon/imbalan dimaksud pada
tanggal penerimaan kupon/imbalan.
V. PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBN SECARA OUTRIGHT DARI
BANK INDONESIA DI PASAR SEKUNDER
1. Pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank Indonesia di
pasar sekunder dilakukan dalam rangka:
a. injeksi likuiditas dengan pembelian SBN; dan
b. absorpsi likuiditas dengan penjualan SBN.
b. absorpsi ...
28
2. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBN secara
outright dengan mekanisme lelang atau non lelang.
3. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBN
secara outright di pasar sekunder pada setiap hari kerja.
4. Transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright dengan
mekanisme Lelang
a. Metode Transaksi
1) Bank Indonesia melakukan lelang transaksi pembelian dan
penjualan SBN melalui BI-SSSS atau melalui sarana lainnya.
2) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut :
a) harga tetap (fixed rate tender)
Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBN
ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
b) harga beragam (variable rate tender)
Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBN
diajukan oleh Peserta OPT.
b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang
1) Window time transaksi pembelian dan penjualan SBN dapat
dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB.
2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi pembelian
dan penjualan SBN paling lambat sebelum window time, melalui
BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya.
3) Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan SBN, antara
lain meliputi:
a) tanggal lelang;
b) window time;
c) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode
variable rate tender);
d) yield ...
29
d) yield atau harga SBN (apabila lelang dilakukan dengan metode
fixed rate tender);
e) SBN yang akan ditransaksikan; dan
f) tanggal dan waktu setelmen.
c. Pengajuan Penawaran
1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang pembelian dan
penjualan SBN secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
2) Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan
penjualan SBN untuk kepentingan Peserta OPT.
3) Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara
mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN
kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang
ditetapkan.
4) Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN antara
lain meliputi:
a) kuantitas transaksi, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender;
b) kuantitas transaksi dan yield atau harga SBN, untuk lelang
dengan metode variable rate tender.
5) Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT paling
kurang 1.000 (seribu) unit atau sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit
atau sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
6) Dalam hal transaksi penjualan dan pembelian SBN dilakukan
dengan metode variable rate tender, penawaran yield dilakukan
dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
7) Peserta ...
30
7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran pembelian dan penjualan SBN yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
d. Penetapan Pemenang Lelang
1) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN dengan metode
fixed rate tender, maka penetapan kuantitas pembelian dan
penjualan SBN yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dimenangkan
seluruhnya.
b) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan
Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan
secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SBN
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN dilakukan dengan
metode variable rate tender, maka Bank Indonesia menetapkan
tingkat yield yang dapat diterima (SOR) atau harga yang dapat
diterima, dan kuantitas yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Lelang pembelian SBN
(1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT lebih tinggi
dari SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT lebih
rendah dari harga yang dapat diterima, Peserta OPT
memenangkan seluruh kuantitas yang diajukan
(2) dalam ...
31
(2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT sama
dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT
sama dengan harga yang dapat diterima, Peserta OPT dapat
memenangkan seluruh atau sebagian penawaran kuantitas
yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBN
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b) Lelang penjualan SBN
(1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT lebih
rendah dari SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta
OPT lebih tinggi dari harga yang dapat diterima, Peserta
OPT memenangkan seluruh kuantitas SBN yang diajukan;
dan
(2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT sama
dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT
sama dengan harga yang dapat diterima, Peserta OPT dapat
memenangkan seluruh atau sebagian penawaran kuantitas
yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBN
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang
lelang pembelian dan penjualan SBN.
e. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian dan Penjualan SBN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan dan pembelian
SBN setelah window time ditutup, sebagai berikut:
1) secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara
lain berupa nilai nominal dan yield atau harga yang dimenangkan;
dan
2) secara ...
32
2) secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau
sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang
masuk, kisaran bid rate dan rata-rata tertimbang tingkat yield.
5. Pembelian dan Penjualan SBN secara Non Lelang
a. Pembelian dan penjualan SBN dilakukan secara bilateral antara Bank
Indonesia dengan Peserta OPT secara langsung atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Transaksi dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System
(RMDS) atau Bloomberg atau sarana lainnya.
6. Setelmen Pembelian dan Penjualan SBN secara Lelang dan Non Lelang
a. Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi
untuk setelmen pembelian SBN dari Bank Indonesia atau memiliki
jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk
setelmen penjualan SBN kepada Bank Indonesia.
b. Setelmen pembelian dan penjualan SBN dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS dan BI-SSSS secara DVP dengan mekanisme transaksi per
transaksi (gross to gross).
c. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian dan penjualan SBN
paling lambat pada 2 (dua) hari kerja.
Perhitungan nilai dan setelmen penjualan dan pembelian SBN terdapat
pada Lampiran 6a sampai dengan Lampiran 6b.
d. Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri SBN di Rekening
Surat Berharga atau tidak memiliki dana di Rekening Giro yang
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen penjualan dan
pembelian SBN yang dilakukan sampai dengan cut-off warning Sistem
BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS
sistem secara otomatis membatalkan transaksi pembelian dan penjualan
SBN dimaksud.
e. Atas ...
33
e. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBN sebagaimana
dimaksud dalam huruf d, maka Peserta OPT yang bersangkutan
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang Operasi Moneter.
VI. PENEMPATAN BERJANGKA (TERM DEPOSIT)
1. Transaksi Term Deposit merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk absorpsi likuiditas rupiah di pasar uang.
2. Karakteristik Transaksi Term Deposit:
a. Transaksi Term Deposit memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu)
hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari
yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai
dengan tanggal jatuh waktu.
b. Transaksi Term Deposit dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan
Surat Berharga.
c. Nilai tunai transaksi Term Deposit dihitung berdasarkan diskonto murni
(true discount) dengan rumus sebagai berikut:
N tunai =
ilai
N nominal x 360
ilai
360 + (Tingkat diskonto x Jangka w )aktu
Nilai diskonto = Nilai nominal Term Deposit – Nilai tunai
d. Bank Indonesia menatausahakan pencatatan transaksi Term Deposit
dalam BI-SSSS.
e. Term Deposit dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early
redemption) baik keseluruhan atau sebagian.
3. Metode Transaksi Term Deposit
a. Transaksi Term Deposit dilakukan dengan mekanisme lelang melalui
BI-SSSS.
b. Lelang ...
34
b. Lelang transaksi Term Deposit dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender)
Tingkat diskonto transaksi Term Deposit ditetapkan Bank
Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Tingkat diskonto transaksi Term Deposit diajukan oleh Peserta
OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Term Deposit
a. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi Term Deposit pada setiap
hari kerja.
b. Window time transaksi Term Deposit dapat dilakukan antara pukul
08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit
paling lambat sebelum window time melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU,
dan/atau sarana lainnya.
d. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit, memuat antara lain:
1) tanggal lelang;
2) jangka waktu;
3) metode lelang;
4) target indikatif (apabila lelang transaksi Term Deposit dilaksanakan
dengan metode variable rate tender);
5) tingkat diskonto (apabila lelang transaksi Term Deposit
dilaksanakan dengan metode fixed rate tender);
6) window time; dan
7) tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Transaksi Term Deposit
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran transaksi Term Deposit
secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b) Lembaga ...
35
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Term Deposit
untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara
mengajukan penawaran transaksi Term Deposit kepada Bank Indonesia
melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit meliputi:
1) penawaran kuantitas, untuk lelang dengan metode fixed rate tender;
atau
2) penawaran kuantitas dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan
metode variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit yang akan
dilakukan.
e. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT paling kurang
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan
kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit dilakukan dengan metode
variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto
dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran
data penawaran term deposit yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran
yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang transaksi Term Deposit
a. Dalam hal transaksi Term Deposit dilakukan dengan metode fixed rate
tender, penetapan kuantitas transaksi Term Deposit yang dimenangkan
dihitung dengan cara:
1) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dimenangkan
seluruhnya.
2) Dalam ...
36
2) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Peserta
OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara
proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Dalam hal transaksi Term Deposit dilakukan dengan metode variable
rate tender, maka penetapan kuantitas transaksi Term Deposit yang
dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto transaksi Term
Deposit tertinggi yang dapat diterima (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan dengan
cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih
rendah dari SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh Transaksi Term Deposit
yang diajukan; dan
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama
dengan SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari
penawaran transaksi yang diajukan dengan perhitungan secara
proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang lelang
transaksi Term Deposit terdapat pada Lampiran 3a dan Lampiran
3b.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang
transaksi Term Deposit.
7. Pengumuman Hasil Lelang transaksi Term Deposit
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit
setelah window time ditutup, sebagai berikut:
a.secara ...
37
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana BI-SSSS,
antara lain berupa nilai nominal dan tingkat diskonto yang
dimenangkan; dan
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana
lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk,
kisaran bid rate, dan rata-rata tertimbang tingkat diskonto Term
Deposit.
8. Setelmen transaksi Term Deposit
a. Setelmen lelang transaksi Term Deposit
1) Bank Indonesia melakukan setelmen lelang transaksi Term Deposit
paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang
transaksi Term Deposit.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro yang
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term
Deposit.
3) Setelmen dana transaksi Term Deposit dilakukan secara gabungan
untuk setiap Peserta OPT dengan mendebet Rekening Giro sebesar
total nilai tunai Term Deposit per lelang (auction number).
4) Nilai tunai Term Deposit sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus:
N tunai =
ilai
Nominal T Deposit x 360
erm
360 + (Tingkat diskonto x Jangka w )aktu
Nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai
Keterangan:
Nominal Term Deposit = Nilai nominal Term Deposit yang
dimenangkan dari hasil lelang.
Tingkat diskonto
= Tingkat diskonto yang dimenangkan
dari hasil lelang.
Jangka ...
38
Jangka waktu
= Jumlah hari yang dihitung sejak 1
(satu) hari sesudah tanggal setelmen
lelang sampai dengan tanggal
transaksi Term Deposit jatuh waktu.
5) Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit sampai
dengan waktu yang ditetapkan untuk setelmen, sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan transaksi Term Deposit Peserta OPT yang
bersangkutan.
6) Atas batalnya transaksi Term Deposit sebagaimana dimaksud
dalam angka 5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter.
b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit
1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit, Bank Indonesia
melakukan pelunasan Term Deposit jatuh waktu secara otomatis
melalui BI-SSSS sebesar nilai nominal Term Deposit dengan
mengkredit Rekening Giro.
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit, tanggal jatuh
waktu transaksi Term Deposit ditetapkan sebagai hari libur oleh
pemerintah, pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan
pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan
diskonto untuk hari libur dimaksud.
9. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Transaksi Term
Deposit
a. Persyaratan
1) Early Redemption hanya dapat dilakukan terhadap Term Deposit
yang berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan pada saat
diterbitkan.
2) Early ...
39
2) Early Redemption hanya dapat dilakukan apabila Peserta OPT yang
bersangkutan tidak memiliki Surat Berharga yang tercatat di
Rekening Surat Berharga.
b. Pengajuan Early Redemption
1) Peserta OPT dapat mengajukan dari pukul 15.00 WIB sampai
dengan pukul 17.00
2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan
kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3) Pengajuan dilakukan melalui Reuters Monitoring Dealing System
(RMDS) atau telepon yang dikonfirmasi dengan faximile kepada
Biro Operasi Moneter–Direktorat Pengelolaan Moneter.
c. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan early
redemption (same day settlement) segera setelah pre cut-off Sistem BI-
RTGS.
d. Perhitungan nilai Early Redemption
Nilai tunai Early Redemption dihitung sebagai berikut :
N Tunai
ilai
=
Early Redemption
N Nominal T Deposit yang diearly redeem × 3 hari60
R diskonto
ilai
3 hari60
Nominal
R rate
Biaya =
ilai
y dig
early
T Deposit
erm
redeem
E Redemption
N setelmen
arly
ilai
=
E Redemption
arly
Keterangan :
RRT = rata-rata tertimbang
VII. TATA ...
epo
x
Lending Facility
N tunai
− Biaya
x
S Jangka Waktu
360
isa
+
erm
RT
pada s diterbitka n
T Deposit
aat
erm
× Sisa J Waktu
angka
40
VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Sanksi Karena Batalnya Transaksi OPT
a. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat
dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnya transaksi OPT,
Peserta OPT dikenakan sanksi berupa:
1) teguran tertulis dengan tembusan kepada:
a) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
b) Tim Pengawas Bank-Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat,
dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KBI; dan
2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari
nilai nominal transaksi OPT yang dinyatakan batal, paling sedikit
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1)
dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro yang
bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
d. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang meliputi transaksi
Operasi Pasar Terbuka dan transaksi Standing Facilities, yang ketiga
kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Peserta OPT juga dikenakan
sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi
Moneter selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut.
e. Sanksi ...
41
e. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi
Moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf d diberlakukan mulai 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
f. Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan transaksi Operasi
Moneter dalam 1 (satu) hari, maka pengenaan sanksi penghentian
sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf d hanya
memperhitungkan 3 (tiga) kali pembatalan.
Contoh pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi operasi moneter
terdapat pada Lampiran 7.
2. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum One Month Holding Period SBI
Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi ketentuan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir II.9 dikenakan sanksi
sebagai berikut :
a. Teguran tertulis dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi
dikenakan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Tim Pengawas Bank-Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat,
dalam hal sanksi dikenakan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KBI.
3) Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan dalam hal
sanksi dikenakan kepada Sub-Registry.
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai
nominal transaksi SBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud,
paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari.
c. Penyampaian …
42
c. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir
2.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terlampauinya batas waktu
penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.c.3).
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
butir 2.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro dan/atau rekening
giro Sub-Registry.
VIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka :
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 April 2004
perihal Tata Cara Pembelian dan/atau Penjualan Surat Utang Negara oleh
Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka;
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/1/DPM tanggal 27 Januari 2006
perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM
tanggal 26 April 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan/atau Penjualan
Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka
Operasi Pasar Terbuka; dan
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/22/DPM tanggal 7 Juli 2008
perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/21/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan/atau
Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder
dalam rangka Operasi Pasar Terbuka;
4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005
perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operation Dalam Rangka
Operasi Pasar Terbuka;
5. Surat ...
43
5. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/5/DPM tanggal 26 Maret 2007
perihal Perubahan Atas SE BI No. 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005
perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operation Dalam Rangka
Operasi Pasar Terbuka;
6. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/23/DPM tanggal 14 Juli 2008
perihal Perubahan Kedua Atas SE BI No. 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005
perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operation Dalam Rangka
Operasi Pasar Terbuka;
7. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/30/DPM tanggal 23 September
2008 perihal Perubahan Ketiga Atas SE BI No. 7/1/DPM tanggal 3 Januari
2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operation Dalam Rangka
Operasi Pasar Terbuka;
8. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006
perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang;
9. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/1/DPM tanggal 25 Januari 2008
perihal Perubahan Atas SE BI No. 8/13/DPM Tanggal 1 Mei 2006 perihal
Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang;
10. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/28/DPM tanggal 1 September
2008 perihal Perubahan Kedua Atas SE BI No. 8/13/DPM Tanggal 1 Mei
2006 perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang;
11. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/37/DPM tanggal 13 November
2008 perihal Transaksi Reverse Repo Dengan Bank Indonesia Dalam
Rangka Operasi Pasar Terbuka;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 7 Juli 2010.
____________
Agar ...
44
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/18/DPM|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Operasi Pasar Terbuka. </reg_title>
<set_date> 7 Juli 2010 </set_date>
<effective_date> 7 Juli 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '10/22/DPM|SE-BI/2008', '7/1/DPM|SE-BI/2005', '6/21/DPM|SE-BI/2004', '8/1/DPM|SE-BI/2006', '10/23/DPM|SE-BI/2008', '10/37/DPM|SE-BI/2008', '9/5/DPM|SE-BI/2007', '10/1/DPM|SE-BI/2008', '10/30/DPM|SE-BI/2008', '8/13/DPM|SE-BI/2006', '10/28/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '12/11/PBI/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No.12/ 27 /DPNP
Jakarta, 25 Oktober 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum
Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/21/PBI/2010 tanggal 19 Oktober 2010 tentang Rencana Bisnis Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 120, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161), perlu diatur kembali
ketentuan pelaksanaan mengenai Rencana Bisnis Bank Umum dalam suatu Surat
Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok sebagai berikut:
I. UMUM
1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha yang berpedoman kepada visi
dan misi yang telah ditetapkan, maka Bank perlu menyusun Rencana
Bisnis dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal, prinsip
kehati-hatian, penerapan manajemen risiko, dan azas perbankan yang
sehat. Rencana Bisnis harus disusun secara matang, realistis dan
komprehensif sehingga lebih mencerminkan kompleksitas usaha dan
dapat menjadi arah kebijakan dan pengembangan usaha Bank.
2. Rencana . . .
2. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan
rencana kegiatan usaha Bank jangka pendek (1 tahun) dan jangka
menengah (3 tahun), termasuk rencana untuk meningkatkan kinerja
usaha serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai
dengan target dan waktu yang ditetapkan, dengan tetap
memperhatikan pemenuhan prinsip kehati-hatian dan penerapan
manajemen risiko. Penyusunan Rencana Bisnis dilakukan oleh Direksi
dan harus memperoleh persetujuan Dewan Komisaris Bank.
Selanjutnya, dalam rangka mengimplementasikan Rencana Bisnis
secara efektif, Direksi wajib mengkomunikasikan Rencana Bisnis
tersebut kepada pemegang saham dan pegawai pada semua jenjang
organisasi yang ada pada Bank.
3. Rencana Bisnis Bank (RBB) yang realistis diperlukan bagi Bank
Indonesia selaku Otoritas Moneter sebagai salah satu pertimbangan
dalam menetapkan kebijakan dan melakukan pengawasan makro
prudential.
4. Agar penyusunan Rencana Bisnis dapat dilakukan secara
komprehensif, cakupan Rencana Bisnis Bank Umum yang memiliki
Unit Usaha Syariah (UUS) harus secara konsolidasi mencakup pula
Rencana Bisnis bagi UUS sebagai satu kesatuan. Dalam hal ini RBB
untuk UUS disajikan sebagai bagian tersendiri dari Rencana Bisnis
Bank Umum.
5. Sejalan dengan penyusunan RBB secara komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam angka 4, Laporan Realisasi Rencana Bisnis dan
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi Bank Umum yang
memiliki UUS juga harus secara konsolidasi mencakup Laporan bagi
UUS sebagai satu kesatuan laporan.
6. Penyusunan . . .
6. Penyusunan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi UUS mengacu pada Surat
Edaran yang mengatur mengenai Rencana Bisnis yang berlaku bagi
Bank Umum Syariah dan UUS.
II. CAKUPAN DAN PENYUSUNAN RENCANA BISNIS
Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/21/PBI/2010,
Rencana Bisnis Bank paling kurang mencakup ringkasan eksekutif,
kebijakan dan strategi manajemen, penerapan manajemen risiko dan kinerja
Bank saat ini, proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang digunakan,
proyeksi rasio-rasio dan pos-pos tertentu lainnya, rencana pendanaan,
rencana penanaman dana, rencana permodalan, rencana pengembangan
organisasi dan sumber daya manusia, rencana penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas baru, rencana pengembangan dan/atau perubahan
jaringan kantor, dan informasi lainnya. Cakupan Rencana Bisnis yang
ditetapkan Bank Indonesia bersifat minimum sehingga Bank dapat
memperluas cakupan tersebut sesuai dengan kebutuhan, dengan tetap
memperhatikan hal-hal sebagaimana ditetapkan pada angka I di atas.
1. Ringkasan Eksekutif
Ringkasan eksekutif ini berisi penjelasan umum, baik kuantitatif
maupun kualitatif, mengenai hasil yang telah dicapai pada tahun
terakhir, antara lain aspek permodalan, rentabilitas, penilaian risiko
khususnya risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas, serta dana
pihak ketiga, dan rasio keuangan. Selain itu ringkasan eksekutif juga
memuat target usaha Bank dalam jangka pendek (1 tahun) sampai
dengan jangka menengah (3 tahun).
Ringkasan . . .
Ringkasan eksekutif disusun dengan format dan cakupan paling
kurang sebagai berikut:
a. Visi dan Misi Bank
Bagian ini menguraikan visi dan misi yang menjadi tujuan Bank
di masa mendatang.
b. Arah Kebijakan Bank
Bagian ini memberikan penjelasan mengenai arah dan kebijakan
pengembangan usaha yang akan dilakukan Bank (jangka pendek
maupun jangka menengah).
c. Langkah-langkah Strategis yang Akan Ditempuh Bank
Bagian ini memberikan uraian mengenai langkah-langkah
strategis yang akan ditempuh Bank untuk mencapai visi dan misi
Bank sesuai dengan arah kebijakan Bank ke depan.
d.
Indikator Keuangan Utama
Indikator keuangan utama antara lain memuat posisi aktual (per
posisi bulan September tahun penyusunan RBB) maupun
proyeksi. Contoh tabel indikator keuangan utama RBB tahun
2011 adalah sebagai berikut:
Aktual
Indikator
Rasio Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum (CAR)
Rasio modal inti terhadap
ATMR
Rasio leverage modal inti
(Tier 1 Leverage Ratio)
ROA
NIM
BOPO
Rasio aset produktif
bermasalah terhadap total aset
produktif
Rasio . . .
Sep Des
2010
2010
Mar
Proyeksi
Tahun 2011
Jun
Des
Sep Des
2012
Des
2013
Aktual
Proyeksi
Indikator
Rasio cadangan kerugian
penurunan nilai (CKPN) aset
keuangan terhadap aset
produktif
NPL Ratio-Gross
NPL Ratio-Net
Rasio Kredit terhadap Total
Aset Produktif
Rasio kredit kepada UMKM
terhadap total kredit
Aset trading, tagihan spot dan
derivatif, dan aset Fair Value
Option terhadap total aset
Total aset likuid terhadap
pendanaan jangka pendek
LDR
e. Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah
Bagian ini menguraikan target (fokus) kegiatan usaha Bank baik
kuantitatif maupun kualitatif dalam jangka pendek maupun
jangka menengah, sesuai dengan visi dan misi Bank disertai
dengan alasan pemilihan target, asumsi yang digunakan, dan
strategi untuk mencapai target tersebut.
Target jangka pendek misalnya berupa target penurunan tingkat
NPL, peningkatan fungsi intermediasi, dan peningkatan
efisiensi. Sementara itu, target jangka menengah misalnya target
pengembangan perbankan Syariah dan target penerapan tata
kelola yang baik (good corporate governance).
2. Kebijakan dan Strategi Manajemen
Bagian ini berisi penjelasan mengenai kebijakan dan strategi
manajemen selama 1 (satu) tahun ke depan, yang paling kurang
memuat:
a. Analisis . . .
Sep Des
2010
2010
Mar
Tahun 2011
Jun
Des
Sep Des
2012
Des
2013
a. Analisis Posisi Bank dalam Menghadapi Persaingan Usaha.
Uraian analisis posisi Bank dalam menghadapi persaingan usaha
meliputi informasi mengenai posisi Bank baik dalam kelompok
yang sama maupun secara industri, termasuk informasi mengenai
permasalahan dan hambatan yang dialami Bank. Dalam
melakukan analisis posisi, Bank menggunakan pendekatan
tertentu paling kurang berupa analisis SWOT (strengths,
weaknesses, opportunities, dan threats).
b. Kebijakan Manajemen (Policy Statements)
Uraian kebijakan manajemen meliputi informasi umum
kebijakan Bank yang ditetapkan oleh manajemen dalam
pengembangan usaha Bank di waktu yang akan datang.
c. Kebijakan Manajemen Risiko dan Kepatuhan
Uraian mengenai kebijakan manajemen risiko dan kepatuhan
meliputi
informasi mengenai
langkah-langkah dalam
menerapkan manajemen risiko yang disusun berdasarkan
evaluasi atas profil risiko Bank dan upaya-upaya perbaikan yang
akan ditempuh serta penjelasan mengenai kebijakan dalam
melaksanakan fungsi kepatuhan.
d. Strategi Pengembangan Bisnis
Uraian mengenai strategi pengembangan bisnis antara lain
memuat informasi langkah-langkah strategis untuk mencapai
tujuan usaha Bank yang telah ditetapkan, termasuk penjelasan
mengenai strategi pengembangan organisasi dan teknologi
sistem informasi, dan strategi untuk mengantisipasi perubahan
kondisi eksternal.
e. Strategi
. . .
e. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan
Kebijakan Remunerasi (Remuneration Policies)
Uraian mengenai kebijakan remunerasi paling kurang meliputi
informasi mengenai kebijakan umum yang mengatur mengenai
pemberian gaji, bonus (benefits), dan fasilitas lain yang bersifat
keuangan kepada Dewan Komisaris dan Direksi Bank, termasuk
kepada pegawai.
3. Penerapan Manajemen Risiko dan Kinerja Bank saat ini
Bagian ini berisi penjelasan baik kuantitatif maupun kualitatif,
mengenai kondisi Bank pada saat penyusunan Rencana Bisnis Bank
dan menyoroti hal-hal utama yang perlu mendapat perhatian atau
permasalahan yang dihadapi serta hasil-hasil yang telah dicapai
Bank.
Bagian ini paling kurang memuat uraian mengenai:
a. Penerapan Manajemen Risiko, termasuk profil risiko untuk
seluruh risiko
Uraian mengenai penerapan manajemen risiko meliputi evaluasi
dan hasil penerapan manajemen risiko untuk periode awal tahun
sampai dengan posisi akhir September tahun penyusunan
Rencana Bisnis Bank.
Uraian mengenai penilaian profil risiko meliputi informasi
penilaian Bank mengenai tingkat dan trend untuk seluruh risiko.
Tata cara penyusunan profil risiko dan evaluasi penerapan
manajemen risiko berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Umum.
Dalam . . .
Dalam uraian ini termasuk pula evaluasi efektivitas dan hasil
penerapan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU dan PPT), dan yang mengatur mengenai fungsi
kepatuhan Bank.
Dalam penjelasan mengenai fungsi kepatuhan Bank dimuat pula
rencana kerja kepatuhan untuk 1 (satu) tahun ke depan mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai fungsi
kepatuhan Bank Umum.
b. Penerapan Tata Kelola yang Baik
Uraian mengenai penilaian penerapan tata kelola yang baik
berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai pelaksanaan good corporate governance bagi Bank
Umum.
c. Kinerja Keuangan, khususnya Permodalan dan Rentabilitas
Uraian mengenai kinerja keuangan Bank termasuk hasil
pelaksanaan action plan dalam rangka memperbaiki kinerja
Bank (apabila ada) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai sistem penilaian tingkat
kesehatan bagi Bank Umum.
Uraian mengenai kinerja permodalan mencakup kecukupan,
dan komposisi, serta kemampuan permodalan Bank dalam
meng-cover risiko dari aset bermasalah, kemampuan Bank untuk
menambah modal dari laba operasional Bank, kemampuan
permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses
kepada sumber permodalan, dan kemampuan pemegang saham
untuk meningkatkan permodalan bank.
Uraian . . .
Uraian mengenai kinerja rentabilitas Bank mencakup pencapaian
Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Net Interest
Margin (NIM), perkembangan dan prospek laba operasional,
rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO), dan rasio beban operasional selain bunga terhadap
pendapatan kegiatan utama.
d. Realisasi Pemberian Kredit kepada debitur Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM)
Uraian mengenai realisasi pemberian kredit ini mencerminkan
peranan Bank dalam mendukung perkembangan UMKM.
Pengelompokan usaha mikro, kecil, dan menengah mengacu
pada kriteria usaha berdasarkan undang-undang yang berlaku
mengenai Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
e. Penerapan Kepatuhan terhadap Prinsip Syariah
Uraian mengenai kepatuhan terhadap Prinsip Syariah hanya
diberlakukan bagi Bank Umum yang memiliki UUS.
4. Proyeksi Laporan Keuangan
Proyeksi laporan keuangan memuat informasi mengenai kondisi
keuangan Bank posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun
penyusunan RBB) dan proyeksi untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan.
Proyeksi tahun pertama disajikan secara triwulanan sedangkan
proyeksi tahun kedua dan ketiga disajikan secara tahunan (posisi akhir
tahun).
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi makro dan mikro
yang digunakan dalam menyusun proyeksi keuangan dimaksud.
Asumsi
. . .
Asumsi makro antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi dan
tingkat inflasi, sedangkan asumsi mikro antara lain tingkat persaingan
antar bank, pertumbuhan kredit industri perbankan, dan tingkat bunga
kredit dan simpanan yang digunakan di dalam menyusun Rencana
Bisnis Bank.
Proyeksi laporan keuangan ini disajikan dengan mengacu pada:
a. Lampiran 1 : Proyeksi Neraca
b. Lampiran 2 : Proyeksi Komitmen dan Kontinjensi
c. Lampiran 3 : Proyeksi Laba Rugi
d. Lampiran 4 : Asumsi Makro dan Mikro yang Digunakan
5. Proyeksi Rasio-Rasio dan Pos-Pos Tertentu Lainnya
Proyeksi rasio-rasio memuat rasio keuangan dan rasio tertentu lainnya
posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan RBB)
dan proyeksi untuk periode 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan
secara triwulanan, yaitu sebagai berikut:
a. Rasio Keuangan Pokok
Proyeksi rasio keuangan pokok meliputi rasio-rasio yang paling
kurang dapat memberikan informasi penilaian atas kondisi
permodalan, rentabilitas, risiko kredit, risiko pasar, dan
likuiditas. Proyeksi rasio-rasio tersebut antara lain rasio KPMM,
rasio ROA, rasio NIM, rasio NPL, rasio aset likuid terhadap total
aset, Loan to Deposit Ratio (LDR), dan rasio aset trading,
tagihan spot dan derivatif, serta aset Fair Value Option terhadap
total aset.
b. Rasio-rasio Tertentu Lainnya
Proyeksi ini meliputi proyeksi beberapa rasio terkait kredit
kepada debitur UMKM, rasio dana pendidikan, dan rasio aset
tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank terhadap
modal.
Selain . . .
Selain itu disajikan pula pos-pos tertentu yang memberikan informasi
mengenai penghimpunan dan penyaluran dana.
Proyeksi ini disajikan dengan mengacu pada Lampiran 5.
6. Rencana Pendanaan
Mencerminkan posisi penghimpunan dana posisi aktual (posisi akhir
bulan September tahun penyusunan RBB) dan rencana penghimpunan
dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan. Dalam
bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan dalam
menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank untuk merealisasikan
rencana tersebut.
Rencana pendanaan ini disajikan dengan mengacu pada:
a.
Lampiran 6 : Rencana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
b. Lampiran 7 : Rencana Penerbitan Surat Berharga
c. Lampiran 8 : Rencana Pendanaan Lainnya
7. Rencana Penanaman Dana
Mencerminkan posisi penyaluran dana posisi aktual (posisi akhir bulan
September tahun penyusunan RBB) dan rencana penyaluran dana
untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan yang antara
lain memberikan informasi rencana penyediaan dana kepada pihak
terkait, dan rincian rencana pemberian kredit, termasuk rencana
pemberian kredit kepada kegiatan usaha tertentu. Jenis kegiatan usaha
tertentu yang dicantumkan dalam rincian pemberian kredit
mencerminkan fokus pemberian kredit Bank berdasarkan jenis
kegiatan usaha yang diprioritaskan, dan/atau signifikansi pangsa kredit
maupun jumlah debitur.
Dalam . . .
Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan
dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank untuk
merealisasikan rencana tersebut.
Rencana penyaluran dana ini disajikan dengan mengacu pada:
a.
Lampiran 9
b. Lampiran 10 (a)
c. Lampiran 10 (b)
d.
: Rencana Penyediaan Dana kepada Pihak
Terkait
: Rencana Pemberian Kredit kepada
Debitur Inti
: Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Kegiatan Usaha Tertentu
Lampiran 10 (c).1 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Lapangan Usaha
Lampiran 10 (c).2 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Jenis Penggunaan
Lampiran 10 (c).3 Rencana Pemberian Kredit berdasarkan
Propinsi
e.
Lampiran 10 (d).1 : Rencana Pemberian Kredit kepada
Debitur UMKM berdasarkan Lapangan
Usaha
Lampiran 10 (d).2 : Rencana Pemberian Kredit kepada
Debitur UMKM berdasarkan Jenis
Penggunaan
Lampiran 10 (d).3 : Rencana Pemberian Kredit kepada
Debitur UMKM berdasarkan Propinsi
f. Lampiran 11
g. Lampiran 12
h. Lampiran 13
: Rencana Penanaman Dana dalam bentuk
Surat Berharga
: Rencana Penanaman Dana dalam bentuk
Penyertaan Modal
: Rencana Penanaman Dana Lainnya
8. Rencana . . .
8. Rencana Permodalan
Rencana permodalan paling kurang meliputi :
a. Proyeksi pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM)
Proyeksi KPMM paling kurang meliputi proyeksi modal,
proyeksi Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dan
proyeksi rasio KPMM selama 3 (tiga) tahun mendatang.
Proyeksi pemenuhan KPMM ini disajikan dengan mengacu pada
Lampiran 14.
b. Rencana perubahan modal
Rencana perubahan modal merupakan proyeksi perubahan modal
selama 3 (tiga) tahun mendatang baik terkait struktur permodalan
maupun jumlah modal.
Termasuk dalam rencana perubahan modal adalah rencana
penambahan modal dari pemegang saham lama (existing share
holders), rencana initial public offering (IPO), right issue,
penerbitan surat berharga yang bersifat ekuitas, dan rencana
penambahan modal lainnya, serta uraian mengenai rencana
perubahan atau penggantian kepemilikan (apabila ada).
Rencana perubahan modal ini disajikan dengan mengacu pada
Lampiran 15.
9. Rencana Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia
(SDM)
Pada bagian ini diuraikan informasi mengenai struktur organisasi dan
kondisi SDM terkini, rencana pengembangan organisasi dan SDM
yang sedang berlangsung, maupun rencana pengembangan terkait
SDM lainnya paling kurang selama 1 (satu) tahun ke depan yang
antara lain memuat:
a. Rencana . . .
a. Rencana Pengembangan Organisasi
Rencana pengembangan organisasi antara lain mencakup
rencana pembentukan/perubahan satuan kerja dan atau komite,
yang disesuaikan dengan kemampuan, ukuran, dan kompleksitas
usaha Bank.
b. Rencana Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Rencana pengembangan sistem informasi manajemen antara lain
mencakup pengembangan teknologi informasi yang mendukung
sistem informasi untuk manajemen dan rencana pengembangan
sistem akuntansi, termasuk anggaran yang dialokasikan untuk
rencana pengembangan tersebut.
c. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia
Rencana pengembangan sumber daya manusia antara lain
rencana kebutuhan, pendidikan, dan pelatihan sumber daya
manusia berikut rencana biaya/anggaran pendidikan dan
pelatihan baik untuk pegawai, Direksi, dan Komisaris Bank.
d. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Outsourcing
Rencana pemanfaatan tenaga kerja asing antara lain rencana
pemanfaatan tenaga kerja asing sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Rencana pemanfaatan
tenaga outsourcing yang mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku, antara lain mencakup rencana jumlah
yang akan digunakan dan rencana penempatan tenaga
outsourcing dimaksud.
Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing disajikan dengan
mengacu pada Lampiran 16.
10. Rencana . . .
10. Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru
Rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang
wajib dicantumkan di Rencana Bisnis Bank adalah produk dan/atau
aktivitas baru yang tidak pernah diterbitkan atau dilaksanakan
sebelumnya oleh Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi
Bank Umum dan pelaporan produk atau aktivitas baru. Pada bagian
ini diuraikan mengenai rencana penerbitan produk atau pelaksanaan
aktivitas baru paling kurang untuk periode 1 (satu) tahun ke depan.
Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru
disajikan dengan mengacu pada Lampiran 17.
11. Rencana Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor
Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor meliputi
rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau
penutupan yang meliputi kantor wilayah, kantor cabang, kantor
cabang pembantu, kantor fungsional, kantor kas, kegiatan pelayanan
kas, dan/atau kantor di luar negeri untuk periode 1 (satu) tahun
ke depan.
Informasi yang dimuat dalam rencana pengembangan dan/atau
perubahan jaringan kantor antara lain meliputi informasi mengenai
kantor induk, rencana waktu pelaksanaan, perkiraan investasi/biaya,
lokasi, dan keterangan lainnya.
Informasi mengenai lokasi untuk setiap jenis kantor, paling kurang
mencantumkan lokasi kabupaten/kotamadya secara jelas, dan untuk
DKI Jakarta paling kurang menyebutkan nama propinsi DKI Jakarta.
Khusus untuk kantor di luar negeri, dicantumkan nama kota dan
negara.
Rencana . . .
Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor ini
disajikan dengan mengacu pada Lampiran 18.
12. Informasi Lainnya
Informasi lainnya memuat rencana-rencana lain yang perlu diuraikan
(apabila ada), namun tidak termasuk dalam cakupan Rencana Bisnis
yang telah ditetapkan pada angka 1 sampai dengan angka 11, antara
lain langkah-langkah penyelesaian kredit yang bermasalah termasuk
agunan yang diambil alih (AYDA), aset tetap yang tidak digunakan
dalam operasional Bank, pengembangan pelayanan Bank dan/atau
linkage program.
Pengembangan pelayanan mencakup antara lain informasi rencana
pengembangan sarana atau media informasi kepada nasabah, rencana
pengembangan sarana elektronik untuk kebutuhan nasabah, dan
rencana upaya perlindungan nasabah.
Cakupan informasi yang dimuat dalam rencana upaya perlindungan
nasabah meliputi antara lain rencana kegiatan edukasi dan rencana
peningkatan sistem pelayanan pengaduan nasabah.
Pengertian agunan yang diambil alih (AYDA) mengacu kepada
pengertian AYDA yang diatur ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penilaian kualitas aktiva Bank Umum.
III. LAPORAN REALISASI DAN PENGAWASAN RENCANA BISNIS
1. Sesuai dengan Pasal 20 Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/21/PBI/2010, Laporan Realisasi Rencana Bisnis wajib disampaikan
Bank secara triwulanan, yaitu untuk posisi Maret, Juni, September dan
Desember. Laporan dimaksud paling kurang mencakup:
a. penjelasan . . .
a.
penjelasan mengenai pencapaian Rencana Bisnis meliputi fokus,
dan prioritas pencapaian Rencana Bisnis serta perbandingan
antara rencana dengan realisasinya;
b. penjelasan mengenai deviasi atas realisasi Rencana Bisnis,
seperti penyebab dan kendala yang dihadapi;
c.
d.
e.
tindak lanjut atau upaya yang akan dilakukan untuk memperbaiki
pencapaian realisasi Rencana Bisnis;
rasio keuangan dan pos-pos tertentu;
informasi lainnya, berisi penjelasan mengenai realisasi hal-hal
selain yang dijelaskan pada huruf a sampai dengan huruf d,
antara lain meliputi laporan realisasi perubahan jaringan kantor
dan laporan realisasi Tenaga Kerja Asing.
Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara umum disajikan dengan
mengacu pada:
a. Lampiran 19 (a) : Laporan Realisasi Rencana Bisnis
b. Lampiran 19 (b) : Laporan Realisasi Rasio Keuangan dan
Pos-pos Tertentu;
c. Lampiran 19 (c) : Laporan Realisasi Pengembangan
dan/atau Perubahan Jaringan Kantor;
d. Lampiran 19 (d) : Laporan Realisasi Tenaga Kerja Asing;
2. Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/21/PBI/2010, Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut
selanjutnya dituangkan dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 21 Peraturan Bank Indonesia
tersebut. Cakupan dalam laporan yang disusun Dewan Komisaris
tersebut paling kurang meliputi penilaian mengenai:
a. pelaksanaan . . .
a.
b.
pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif
maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis;
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Bank secara umum,
khususnya terkait faktor permodalan (capital), rentabilitas
(earnings), profil risiko Bank terutama risiko kredit, risiko pasar
dan risiko likuiditas;
c.
upaya memperbaiki kinerja Bank, dalam hal dari hasil penilaian
sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas terjadi penurunan
kinerja.
Penilaian Dewan Komisaris pada huruf a sampai huruf c dapat
dilengkapi pula dengan penilaian atas faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi operasional Bank.
Dalam kaitan dengan tugas Dewan Komisaris ini, Bank harus
memiliki mekanisme internal dalam rangka penyusunan laporan
tersebut di atas.
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis disajikan dengan mengacu pada
Lampiran 20.
IV. PERHITUNGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN DAN
SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
1. Mengacu pada Pasal 22 dan Pasal 23 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 12/21/PBI/2010, Bank dinyatakan terlambat menyampaikan
Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi
Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis,
apabila:
a. Bank menyampaikan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi
Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
setelah batas akhir waktu penyampaian sampai dengan paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja; dan/atau
b. Bank . . .
b. Bank menyampaikan penyesuaian Rencana Bisnis setelah batas
akhir waktu penyampaian sampai dengan paling lama 15 (lima
belas) hari kerja.
Bank dinyatakan tidak menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian
Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan
Pengawasan Rencana Bisnis apabila sampai dengan berakhirnya batas
waktu keterlambatan, Bank belum menyampaikan laporan dimaksud.
2. Mengacu pada Pasal 27 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia
Nomor 12/21/PBI/2010, Bank yang terlambat menyampaikan:
a. Rencana Bisnis atau penyesuaiannya;
b. Laporan Realisasi Rencana Bisnis;
c. Laporan Pengawasan Rencana Bisnis,
masing-masing dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan.
3. Mengacu pada Pasal 27 ayat (2) Bank yang dinyatakan tidak
menyampaikan :
a. Rencana Bisnis atau penyesuaiannya,
b. Laporan Realisasi Rencana Bisnis;
c. Laporan Pengawasan Rencana Bisnis
masing-masing dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
4. Contoh perhitungan jangka waktu keterlambatan penyampaian laporan
dan sanksi kewajiban membayar untuk penyampaian Rencana Bisnis
tahun 2012, sebagai berikut:
a. Hari Sabtu dan Minggu pada bulan Desember 2011 dan Januari
2012 jatuh pada tanggal 3 dan 4, 10 dan 11, 17 dan 18, 24 dan
25, 31 Desember 2011 dan 1 Januari 2012, serta 7 dan 8, 14 dan
15, 21 dan 22, 28 dan 29 Januari 2012. Hari libur nasional
diasumsikan jatuh pada tanggal 7 Desember 2011.
b. Apabila . . .
b. Apabila Rencana Bisnis tahun 2012 disampaikan oleh Bank pada
tanggal 14 Desember 2011, maka Bank dinyatakan terlambat
menyampaikan laporan Rencana Bisnis selama 9 hari kerja, yaitu
sejak tanggal 1 Desember 2011 sampai dengan 14 Desember
2011 mengingat terdapat 5 hari libur (tanggal 3, 4, 7, 10, dan 11
Desember 2011). Dalam hal ini Bank akan dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat
(1) PBI sebesar 9 x Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c. Apabila Rencana Bisnis tahun 2012 disampaikan oleh Bank pada
tanggal 27 Januari 2012, maka Bank dinyatakan tidak
menyampaikan karena Bank menyampaikan laporan Rencana
Bisnis melewati 30 (tiga puluh) hari kerja setelah batas waktu
penyampaian (akhir November 2011), yang jatuh pada tanggal
12 Januari 2012. Dalam hal ini Bank akan dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat
(2) PBI sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
5. Contoh perhitungan jangka waktu keterlambatan dan sanksi kewajiban
membayar atas penyampaian laporan Rencana Bisnis pada angka 4
diatas dapat digunakan sebagai acuan dalam menghitung jangka waktu
keterlambatan dan sanksi kewajiban membayar atas penyampaian
penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis dan
Laporan Pengawasan Rencana Bisnis.
V. LAIN-LAIN
Lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan contoh untuk
menyusun Rencana Bisnis Tahun 2011. Untuk penyusunan Rencana
Bisnis periode berikutnya, pencantuman tahun hendaknya disesuaikan.
Lampiran-lampiran tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VI. PENUTUP . . .
VI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 6/44/DPNP tanggal 22 Oktober 2004 perihal
Rencana Bisnis Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kecuali
Bab III tentang Laporan Realisasi dan Pengawasan Rencana Bisnis tetap
berlaku sampai dengan berakhirnya masa pelaporan realisasi rencana bisnis
dan pelaporan pengawasan rencana bisnis tahun 2010.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 25 Oktober 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
WIMBOH SANTOSO
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/27/DPNP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Rencana Bisnis Bank Umum </reg_title>
<set_date> 25 Oktober 2010 </set_date>
<effective_date> 25 Oktober 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '6/44/DPNP|SE-BI/2004 | kecuali Bab III tentang Laporan Realisasi dan Pengawasan Rencana Bisnis tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa pelaporan realisasi rencana bisnis dan pelaporan pengawasan rencana bisnis tahun 2010' </replaced_reg>
<related_reg> '12/21/PBI/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No. 8/13/DPM
Jakarta, 1 Mei 2006
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK
Perihal : Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang
Dalam rangka penyempurnaan penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui
lelang sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002
tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4243), sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/30/PBI/2005 tanggal 13 September 2005
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4533), Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002
tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4244), sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4366) dan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless
Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4363)
dipandang …
2
dipandang perlu untuk menyusun ketentuan tentang penerbitan Sertifikat Bank
Indonesia melalui lelang dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional.
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank
dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
3. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
4. Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter.
5. BI-RATE adalah suku bunga kebijakan dengan tenor 1 (satu) bulan yang
ditetapkan Bank Indonesia secara periodik sebagai sinyal
moneter untuk jangka waktu tertentu serta diumumkan kepada publik.
kebijakan
6. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto
tertinggi yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target
kuantitas SBI yang akan diterbitkan oleh Bank Indonesia.
7. Rekening Giro adalah rekening dana Rupiah milik Bank di Bank
Indonesia.
8. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
elektronik …
3
elektronik antar Peserta dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya
dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
9. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara
elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan
Sistem BI-RTGS.
10. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub-Registry dan
pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.
11. Rekening Surat Berharga SBI adalah rekening surat berharga yang
digunakan untuk mencatat kepemilikan SBI di Central Registry.
12. Setelmen Surat Berharga
(securities settlement) adalah perpindahan
kepemilikan SBI antar pemilik rekening Surat Berharga yang tercatat
dalam BI-SSSS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi SBI melalui
BI-SSSS.
13. Setelmen Dana (fund settlement) adalah perpindahan dana antar pemilik
rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam
rangka pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS.
14. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen
transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga melalui BI-
SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia
melalui Sistem BI-RTGS.
15. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing serta
perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai
peserta lelang SBI.
II. KARAKTERISTIK …
4
II. KARAKTERISTIK SBI
1. SBI memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah).
2. Jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari
tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu. Contoh
perhitungan jangka waktu SBI tercantum pada Lampiran-1.
3. SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.
4. Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount)
sebagai berikut:
Nilai Nominal x 360
Nilai Tunai = -------------------------------------------------------------
360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)}
5. Nilai Diskonto dihitung sebagai berikut:
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
Contoh perhitungan Nilai Diskonto SBI tercantum pada Lampiran-2.
6. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless).
7. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
III. PRINSIP DAN PERSYARATAN LELANG SBI
1. Penerbitan SBI melalui lelang dapat dilakukan dengan metode lelang
sebagai berikut:
a. Harga tetap (fixed rate)
Tingkat diskonto Lelang SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau,
b. Harga beragam (variable rate)
1) Tingkat diskonto Lelang SBI diajukan oleh peserta lelang, dengan
kelipatan tingkat diskonto untuk setiap penawaran yang diajukan
sebesar 0,0625% (enam ratus dua puluh lima per satu juta).
2) Bank Indonesia mengumumkan target indikatif Lelang SBI.
2. Dalam …
5
2. Dalam hal penerbitan SBI berjangka waktu 1 (satu) bulan dilakukan
dengan metode fixed rate sebagaimana dimaksud pada butir 1.a maka
tingkat diskonto yang berlaku ditetapkan sebesar BI-RATE.
3. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter – Biro Operasi
Moneter mengumumkan rencana Lelang SBI selambat-lambatnya pada 1
(satu) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang SBI melalui sarana BI-SSSS,
Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) sebagaimana terdapat dalam sarana
Laporan Harian Bank Umum (LHBU) dan atau sarana lain yang ditetapkan
Bank Indonesia.
4. Pengumuman rencana Lelang SBI sebagaimana dimaksud pada angka 3
antara lain meliputi jangka waktu SBI yang diterbitkan, metode lelang,
tingkat diskonto (apabila Lelang SBI dilakukan dengan metode fixed rate),
tanggal lelang, waktu pelaksanaan lelang (window time) dan tanggal
setelmen.
5. Lelang SBI dilakukan pada hari Rabu dengan window time dari pukul
12.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB, atau pada hari kerja lain
dengan window time yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia.
6. Perubahan hari dan window time pelaksanaan lelang sebagaimana
dimaksud pada angka 5 akan diumumkan oleh Bank Indonesia melalui
sarana BI-SSSS, PIPU dan atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
7. Tanggal jatuh waktu SBI ditetapkan pada hari Kamis atau hari kerja
berikutnya apabila hari Kamis adalah hari libur. Dalam hal diperlukan,
Bank Indonesia dapat menetapkan jatuh waktu pada hari kerja lain.
8. Peserta Lelang SBI dibedakan menjadi:
a. Peserta langsung yaitu Bank dan Pialang yang melakukan transaksi
Lelang SBI secara langsung dengan Bank Indonesia.
b. Peserta …
6
b. Peserta tidak langsung yaitu Bank yang mengajukan penawaran Lelang
SBI melalui Pialang.
9. Bank hanya dapat mengajukan penawaran Lelang SBI untuk kepentingan
diri sendiri.
10. Pialang dilarang mengajukan penawaran Lelang SBI untuk kepentingan
diri sendiri.
11. Peserta Lelang SBI bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran
Lelang SBI yang diajukan.
12. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan penawaran Lelang SBI dari
peserta langsung dan menggunakan data penawaran Lelang SBI yang
diajukan peserta langsung.
13. Peserta Lelang SBI sedang tidak dikenakan sanksi penghentian sementara
atau permanen sebagai peserta BI-SSSS.
14. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga
hasil Lelang SBI pada hari kerja berikutnya setelah hari pelaksanaan
Lelang SBI (one day settlement).
15. Bank, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun sebagai
peserta tidak langsung, wajib menyediakan dana sebesar jumlah transaksi
Lelang SBI yang dimenangkan sampai dengan cut-off warning Sistem BI-
RTGS untuk Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada angka 14.
IV. PENGAJUAN PENAWARAN LELANG SBI
1. Pada hari pelaksanaan Lelang SBI yang ditetapkan, peserta langsung
mengajukan penawaran Lelang SBI kepada Bank Indonesia cq. Direktorat
Pengelolaan Moneter – Biro Operasi Moneter melalui sarana BI-SSSS.
2. Pengajuan penawaran Lelang SBI sebagaimana dimaksud pada angka 1
meliputi penawaran kuantitas dan atau tingkat diskonto menurut jangka
waktu SBI yang akan diterbitkan.
3. Pengajuan …
7
3.
Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap peserta lelang sekurang-
kurangnya 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
Rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan
Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah).
100 (seratus) unit atau
4. Pelaksanaan pengajuan penawaran Lelang SBI melalui sarana BI-SSSS
dilakukan mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
BI-SSSS.
V. PENETAPAN PEMENANG LELANG SBI
1. Dalam hal Lelang SBI dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate)
maka penawaran kuantitas yang masuk dari setiap peserta lelang
dinyatakan diterima sebagai pemenang lelang.
2. Bank Indonesia dapat menyesuaikan kuantitas pemenang lelang
sebagaimana dimaksud pada angka 1.
3. Dalam hal Lelang SBI dilakukan dengan metode harga beragam (variable
rate) maka pemenang Lelang SBI ditetapkan dengan cara:
a. Bank Indonesia menetapkan SOR atas penawaran Lelang SBI yang
diterima.
b. Kuantitas lelang SBI yang dimenangkan oleh setiap peserta lelang
dihitung sebagai berikut:
1) Dalam hal peserta lelang mengajukan penawaran tingkat diskonto
lebih rendah dari SOR yang ditetapkan maka peserta lelang yang
bersangkutan memperoleh seluruh penawaran SBI yang diajukan;
2) Dalam hal peserta lelang mengajukan penawaran tingkat diskonto
sama dengan SOR yang ditetapkan maka peserta lelang yang
bersangkutan
dihitung secara proporsional.
dapat memperoleh seluruh atau sebagian yang
4. Dalam …
8
4. Dalam hal kuantitas Lelang SBI yang dimenangkan oleh peserta lelang,
dihitung secara proporsional sebagaimana dimaksud pada angka 2 atau
butir 3.b.2) berlaku pembulatan nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000
(satu juta Rupiah).
5. Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang Lelang SBI
sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 3 tercantum
pada Lampiran-3a dan Lampiran-3b.
6. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SBI setelah window time
lelang SBI ditutup, secara individual kepada pemenang lelang melalui
sarana BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui sarana BI-SSSS dan PIPU.
7. Bank Indonesia dapat membatalkan hasil Lelang SBI.
VI. SETELMEN LELANG DAN PELUNASAN SBI
1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter - Bagian Penyelesaian
Transaksi Pengelolaan Moneter melakukan Setelmen Dana hasil Lelang
SBI dengan mendebet Rekening Giro Bank pemenang lelang
dan
mengkredit Rekening Surat Berharga SBI Bank pemenang lelang di
Central Registry.
2. Nilai Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah sebesar
nilai tunai SBI yang dimenangkan.
3. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi
untuk menutup seluruh kewajiban Setelmen Dana sebagaimana dimaksud
pada angka 1 sampai dengan waktu cut-off warning Sistem BI-RTGS maka
hasil Lelang SBI yang dimenangkan Bank yang bersangkutan dinyatakan
batal.
4. Pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 3 dikenakan
hanya pada hasil lelang yang tidak dapat dilakukan Setelmen Dana
seluruhnya. Contoh pembatalan transaksi sebagaimana tercantum pada
Lampiran-4.
5. Atas …
9
5. Atas batalnya transaksi Lelang SBI sebagaimana dimaksud pada angka 3,
Bank dikenakan sanksi.
6. Bank Indonesia melunasi SBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan
kepemilikan SBI yang tercatat dalam sarana BI-SSSS pada 1 (satu) hari
kerja sebelum tanggal jatuh waktu.
7. Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI pada saat SBI jatuh waktu
dengan mengkredit Rekening Giro Bank yang bersangkutan dan mendebet
Rekening Surat Berharga SBI Bank di Central Registry sebesar nilai
nominal SBI jatuh waktu.
8. Mekanisme setelmen transaksi penerbitan dan pelunasan pokok SBI
melalui BI-SSSS dilakukan mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai BI-SSSS.
VII. SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi Lelang SBI sebagaimana dimaksud
pada butir VI.3., Bank dikenakan sanksi OPT berupa:
a. Teguran tertulis dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait,
dikenakan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia setempat, dalam hal
sanksi dikenakan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja Kantor Bank Indonesia, dan
b. Kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal
transaksi Lelang SBI yang dibatalkan
1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan
atau paling banyak Rp
c. Pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5
(lima) hari kerja dalam hal Bank dikenakan teguran tertulis untuk ketiga
kalinya …
dalam hal sanksi
10
kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan karena pembatalan
transaksi kegiatan OPT.
2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.
dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti
kegiatan OPT sebagaimana dimaksud pada butir 1.c. dilakukan pada 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir
1.b. dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang dikenakan
sanksi di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 6/4/DPM tanggal 16 Februari 2004 tentang Penerbitan dan Perdagangan
Sertifikat Bank Indonesia dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 9 Mei 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/13/DPM|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang </reg_title>
<set_date> 1 Mei 2006 </set_date>
<effective_date> 9 Mei 2006 </effective_date>
<replaced_reg> '6/4/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '6/2/PBI/2004', '7/30/PBI/2005', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No.8/19/DPbS
Jakarta, 24 Agustus 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK YANG MELAKSANAKANKEGIATAN USAHA
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil
Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1
Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4392), Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4434) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005 tanggal 29 September 2005 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor
4536), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor yang Melaksanakan
Kegiatan …
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4599), Dewan Pengawas Syariah
memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab antara lain memastikan dan
mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN), menilai aspek syariah terhadap
pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank, memberikan opini dari
aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam
laporan publikasi bank, mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa
untuk
dimintakan fatwa kepada DSN, dan menyampaikan laporan hasil
pengawasan syariah. Dalam rangka memberikan pedoman bagi Dewan Pengawas
Syariah dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggungjawab dimaksud,
dipandang perlu dibuat ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Ekstern
yang mencakup hal-hal sebagai berikut :
I. UMUM
1.
Dewan Pengawas Syariah pada Bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah dalam melaksanakan tugas,
wewenang dan tanggungjawabnya berpedoman pada Pedoman
Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan
Syariah bagi Dewan Pengawas Syariah sebagaimana terlampir.
2.
Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil
Pengawasan Syariah adalah merupakan standar minimal yang
disusun dalam rangka memberikan kesamaan pandang dan sikap
bagi Dewan Pengawas Syariah pada Bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam melaksanakan
tugas pengawasan syariah.
3.
Laporan hasil pengawasan syariah beserta kertas kerja pengawasan
disampaikan …
disampaikan oleh Dewan Pengawas Syariah kepada Direksi,
Komisaris, DSN, dan Bank Indonesia dengan menggunakan format
laporan sebagaimana diatur dalam Bab IV Pedoman Pengawasan
Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan
Pengawas Syariah.
4.
Laporan hasil pengawasan syariah paling kurang memuat hal-hal
sebagai berikut:
a. Hasil pengawasan atas kesesuaian kegiatan operasional Bank
terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN – MUI.
b. Opini syariah atas pedoman operasional dan produk yang
dikeluarkan oleh Bank.
c. Hasil kajian atas produk dan jasa baru yang belum ada fatwa
untuk dimintakan fatwa kepada DSN – MUI.
d. Opini syariah atas pelaksanaan operasional Bank secara
keseluruhan dalam laporan publikasi Bank.
5.
Bank yang telah memiliki pedoman pengawasan syariah bagi
Dewan Pengawas Syariah harus mengikuti dan menyesuaikan
minimal sama dengan Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara
Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawasan Syariah
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
6.
Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil
Pengawasan Syariah bagi Dewan Pengawasan Syariah merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
II. PENUTUP
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini, maka Lampiran 9 (Laporan
Hasil Pengawasan Dewan Pengawasan Syariah Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah) Surat Edaran Bank Indonesia No.6/31/DPbS
tanggal …
tanggal 28 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan
Prinsip Syariah dan Lampiran 9 (Laporan Hasil Pengawasan Dewan
Pengawas Syariah Bank) Surat Edaran Bank Indonesia No.7/5/DPbS
tanggal 8 Februari 2005 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 24 Agustus 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/19/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah </reg_title>
<set_date> 24 Agustus 2006 </set_date>
<effective_date> 24 Agustus 2006 </effective_date>
<replaced_reg> '7/5/DPbS|SE-BI/2005 | Lampiran 9', '6/31/DPbS|SE-BI/2004 | Lampiran 9' </replaced_reg>
<related_reg> '6/24/PBI/2004', '8/3/PBI/2006', '6/17/PBI/2004', '7/35/PBI/2005' </related_reg>
|
No.5/ 21 /DPNP
Jakarta, 29 September 2003
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
Dalam upaya meningkatkan good corporate governance dan manajemen
risiko pada industri perbankan, Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara
efektif sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003
tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4292). Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur
ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-
pokok ketentuan sebagai berikut:
1. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum merupakan
acuan standar penerapan manajemen risiko yang wajib dipenuhi oleh Bank
sehingga Bank dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan kebutuhan
Bank.
2. Bank yang telah memiliki kebijakan, prosedur, dan atau pedoman penerapan
manajemen risiko namun belum memenuhi standar penerapan manajemen
risiko, wajib menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Pedoman penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka 2,
disampaikan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
sejak ditetapkannya pedoman yang disempurnakan. Penyempurnaan pedoman
tersebut dilakukan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam action plan atau
selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004.
4. Pedoman …
4. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, sekurang-
kurangnya memuat:
a. Pedoman Umum
1) Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, termasuk organisasi
dan fungsi manajemen risiko;
2) Kebijakan, prosedur dan penetapan limit;
3) Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan sistem informasi
manajemen risiko, termasuk pengelolaan assets and liabilities
management (ALMA), penggunaan model pengukuran risiko dan stress
testing; dan
4) Pengendalian intern dalam penerapan manajemen risiko.
b. Proses penerapan Manajemen Risiko
Proses penerapan manajemen risiko dilakukan terhadap risiko kredit, risiko
pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi dan
risiko strategik, serta risiko kepatuhan.
c. Hal-hal lain
Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum memuat
hal-hal lain yang relevan dengan penerapan manajemen risiko, sesuai
dengan kondisi dan kompleksitas usaha Bank, seperti:
1) Pengelolaan Risiko Produk dan Aktivitas Baru;
2) Penerapan Manajemen Risiko Transaksi Derivatif.
5. Dalam rangka menerapkan manajemen risiko, Bank wajib membentuk Komite
Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko, sesuai dengan ukuran
dan kompleksitas usaha Bank. Struktur Organisasi Manajemen Risiko pada
Bank Umum dapat mengacu pada Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
6. Dalam rangka proses penerapan manajemen risiko, Bank dapat menggunakan
berbagai pendekatan pengukuran risiko, baik dengan metode standar seperti
yang direkomendasikan oleh Basle Committee on Banking Supervision pada
Bank for International Settlements maupun dengan metode pengukuran yang
advanced (internal model). Pengukuran dengan menggunakan internal model
tersebut dimaksudkan untuk antisipasi perkembangan operasi perbankan yang
semakin kompleks maupun antisipasi kebijakan perbankan di masa
mendatang. Penerapan internal model memerlukan berbagai persyaratan
minimum baik kuantitatif maupun kualitatif agar hasil penilaian risiko dapat
lebih mencerminkan kondisi Bank yang sebenarnya. Untuk kepentingan
perhitungan risiko pasar yang terkait dengan perhitungan Capital Adequacy
Ratio (CAR), Bank diwajibkan untuk mengacu pada ketentuan yang berlaku.
7. Penerapan …
7. Penerapan manajemen risiko secara efektif dan menyeluruh wajib
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam laporan action plan
atau selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004.
8. Bank wajib melakukan langkah-langkah persiapan, pengembangan dan atau
penyempurnaan yang diperlukan dalam rangka penerapan manajemen risiko
yang efektif, antara lain:
a. melaksanakan diagnosa dan analisis mengenai: organisasi, kebijakan,
prosedur, dan pedoman serta pengembangan sistem yang terkait dengan
penerapan manajemen risiko. Selanjutnya Bank menilai dan menyusun
rencana penyempurnaan sesuai dengan acuan dalam Pedoman Standar
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
b. menugaskan pejabat atau staf atau project team yang bertanggungjawab
untuk proses penyusunan analisis dan pemantauan kemajuan rencana
kegiatan (action plan).
c. melakukan sosialisasi pedoman penerapan manajemen risiko kepada
pegawai agar memahami praktek manajemen risiko, dan mengembangkan
budaya risiko (risk culture) kepada seluruh pegawai pada setiap tingkatan
organisasi Bank.
d. menyusun laporan rencana kegiatan (action plan) dan laporan realisasi
kegiatan (progress report) sesuai dengan Lampiran 3 dan Lampiran 4
sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
e. memastikan bahwa Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) ikut serta memantau
dalam proses penyusunan rencana kegiatan (action plan) dan realisasi
rencana kegiatan dimaksud, serta penyusunan laporan profil risiko
triwulanan.
9. Bank wajib menyampaikan laporan profil risiko kepada Bank Indonesia
dengan berpedoman pada Lampiran 5 dan Lampiran 6 sebagaimana
tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
10. Bank wajib menyampaikan laporan produk dan aktivitas baru kepada Bank
Indonesia
dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
11. Bank wajib menerapkan manajemen risiko sesuai dengan tujuan, kebijakan
usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Bank yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib menerapkan
proses manajemen risiko sesuai dengan karakteristik usaha Bank dimaksud
dan Prinsip Syariah.
12. Lampiran- …
dengan berpedoman pada Lampiran 7 sebagaimana tercantum
12. Lampiran-lampiran tersebut di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Repub lik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/21/DPNP|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 29 September 2003 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2004 </effective_date>
<related_reg> '5/8/PBI/2003' </related_reg>
|
No. 7 / 14 / DPNP
Jakarta, 18 April 2005
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum
________________________________________________________________
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/3/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4472), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
A. Salah satu penyebab kegagalan Bank adalah Penyediaan Dana yang
tidak didukung oleh kemampuan Bank mengelola konsentrasi portofolio
Penyediaan Dana. Konsentrasi tersebut selain ditimbulkan oleh eksposur
kredit, juga dapat ditimbulkan oleh eksposur yang berlebihan terhadap
faktor pasar tertentu atau eksposur yang timbul dari kegiatan pendanaan
dimana suatu Bank secara khusus bergantung pada segmen peminjam
atau sumber pendanaan tertentu.
B. Seiring …
B. Seiring dengan pesatnya inovasi dan perkembangan jenis produk
perbankan, Bank harus mengembangkan teknik pengukuran terhadap
beberapa bentuk risiko konsentrasi yang timbul dari Penyediaan Dana.
Hal ini khususnya terdapat pada bentuk Penyediaan Dana tidak langsung
ataupun Penyediaan Dana yang dikaitkan dengan tagihan yang diperkuat
dengan jaminan ataupun agunan dalam berbagai bentuk.
C. Dengan semakin kompleksnya hubungan antara perseorangan dengan
suatu perusahaan, dan atau suatu perusahaan dengan perusahaan lain
maka Bank harus dapat secara akurat mengidentifikasi dan menentukan
pihak
lawan transaksi (counterparty) dalam kaitannya dengan
pengukuran eksposur risiko konsentrasi tersebut.
II. MANAJEMEN RISIKO
A. Dalam melakukan Penyediaan Dana, Bank wajib menerapkan prinsip
kehati-hatian serta mengelola risiko yang
timbul sebagai akibat
Penyediaan Dana tersebut. Penerapan prinsip kehati-hatian dan
pengelolaan risiko ini antara lain dilakukan dengan menetapkan batas
(limit) Penyediaan Dana. Penetapan batas (limit) Penyediaan Dana
tersebut harus dilakukan berdasarkan analisis dampak Penyediaan Dana
terhadap struktur neraca dan profil risiko
Bank, yaitu dengan
mempertimbangkan besaran, jenis, jangka waktu Penyediaan Dana
maupun dampak Penyediaan Dana terhadap kebijakan dan strategi
diversifikasi portofolio Bank secara menyeluruh. Selain penetapan limit
terhadap eksposur kepada pihak tertentu, maka untuk keperluan internal,
Bank dapat menetapkan limit berdasarkan area geografis (geographic
limits) dan sektor industri tertentu (certain industries).
B. Analisa …
B. Analisa dampak Penyediaan Dana terhadap struktur neraca dan profil
risiko tersebut dilakukan antara lain dengan cara mengukur risiko kredit
terhadap sekumpulan Penyediaan Dana (pools of provision of funds)
yang memiliki karakteristik yang serupa, dari sisi besaran, jenis, dan
atau jangka waktu. Risiko kredit tersebut diukur antara lain berdasarkan
data historis tingkat kegagalan (historical default rate) dan perpindahan
kualitas Penyediaan Dana (credit rating migration) selama periode
tertentu.
C. Analisa terhadap risiko konsentrasi tersebut selanjutnya dijabarkan
dalam suatu batas (limit) maksimum Penyediaan Dana yang dapat
diberikan untuk Peminjam. Batas (limit) maksimum Penyediaan Dana
tersebut pada umumnya ditentukan berdasarkan kerugian maksimum
dari Penyediaan Dana yang dapat ditolerir oleh permodalan Bank
(maximum loss rate as percentage of capital).
D. Selain melakukan analisa terhadap konsentrasi Penyediaan Dana kepada
Peminjam dan sekumpulan Penyediaan Dana sebagaimana dijelaskan
diatas, Bank juga harus melakukan analisa terhadap alokasi yang
ditetapkan untuk masing-masing komponen portofolio Penyediaan Dana.
Hal ini dimaksudkan agar Bank dapat memiliki komposisi portofolio
yang optimum dari struktur neraca Bank secara keseluruhan. Dalam
menentukan alokasi tersebut, Bank harus mempertimbangkan korelasi
risiko antara komponen portofolio Penyediaan Dana maupun tingkat
volatilitas dari masing-masing komponen portofolio.
III. PIHAK …
III. PIHAK TERKAIT DAN KELOMPOK PEMINJAM
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dengan berkembangnya
struktur kelompok usaha, konsepsi dasar dalam menentukan pihak lawan
transaksi (counterparty) untuk pengukuran eksposur risiko konsentrasi juga
mengalami perubahan yang cukup signifikan. Oleh karena itu sebagaimana
diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 12 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, dilakukan penyempurnaan
terhadap konsepsi dasar penentuan Pihak Terkait dan kelompok Peminjam
dengan menggunakan unsur “pengendalian” baik secara langsung maupun
tidak langsung sebagai faktor penentu. Unsur pengendalian dapat dianalisa
berdasarkan hubungan kepemilikan, kepengurusan dan atau keuangan.
Adapun cara-cara perseorangan
atau perusahaan/badan melakukan
pengendalian dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Pengendalian tersebut antara lain melalui kepemilikan saham secara
langsung, hak opsi, maupun acting in concert. Walaupun tidak memiliki
saham, pengendalian juga dapat dilakukan melalui kemampuan dalam
penentuan kepengurusan maupun kemampuan dalam menentukan kebijakan
operasional atau kebijakan keuangan Bank.
A. Kepemilikan Saham.
Hubungan pengendalian antara lain dapat timbul sebagai akibat
kepemilikan saham suatu pihak, baik itu berbentuk perseorangan atau
perusahaan/badan terhadap suatu perusahaan/badan. Kepemilikan ini
dijabarkan dalam bentuk kepemilikan saham yang memiliki hak suara
pada suatu perusahaan/badan. Dalam menentukan kepemilikan saham,
termasuk didalamnya kepemilikan saham secara bersama-sama atau
melalui …
melalui pihak lain, seperti saham dari Pihak Terkait/anggota kelompok
lainnya ataupun saham dari keluarganya.
1. Pihak Terkait dengan Bank
a.
Pengendali Bank Berdasarkan Kepemilikan Saham
Suatu pihak dianggap mempunyai hubungan pengendalian
dengan Bank apabila pihak tersebut memiliki 10% (sepuluh
perseratus) atau lebih saham Bank.
Apabila pihak yang menjadi pengendali Bank dikendalikan
oleh pihak
lain, baik
berbentuk
perseorangan atau
perusahaan/badan, maka pengendali dari pengendali
ditetapkan pula sebagai pengendali Bank. Dalam menentukan
pengendali dari pengendali tersebut tidak ada batas jenjang
tertentu, sehingga penentuan pengendali dari pengendali
hendaknya ditelusuri sampai dengan pengendali akhir.
Apabila pengendali Bank adalah perorangan, maka pihak yang
mempunyai hubungan keluarga baik
vertikal maupun
horisontal dari perseorangan tersebut juga merupakan
pengendali Bank. Adapun pihak-pihak yang mempunyai
hubungan keluarga dimaksud termasuk suami atau istri dari
saudara kandung/tiri/angkat perseorangan yang bersangkutan.
Pengendalian terhadap Bank sebagaimana dijelaskan diatas
dapat dicontohkan dengan struktur kepemilikan sebagaimana
digambarkan dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2.
b. Perusahaan/Badan Dimana Bank
Pengendali
Bertindak Sebagai
Sesuai …
Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf b PBI Nomor 7/3/PBI/2005
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum,
antara lain diatur bahwa suatu perusahaan/badan dianggap
dibawah pengendalian Bank apabila Bank memiliki 10%
(sepuluh perseratus) atau lebih saham
perusahaan/badan
tersebut.
Sebagaimana dalam menentukan pengendali dari pengendali
Bank, tidak ada batas jenjang tertentu untuk menentukan
perusahaan/badan yang berada dibawah pengendalian Bank.
Penelusuran perusahaan/badan yang
pengendalian Bank
berada dibawah
dilakukan sampai dengan
c.
perusahaan/badan terakhir (ultimate subsidiary). Hal ini antara
lain dicontohkan dalam Lampiran 3.
Pengendali Lain
Dari Perusahaan/Badan Yang
Dibawah
Pengendalian Bank
Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf c PBI Nomor 7/3/PBI/2005
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum,
antara lain diatur bahwa pengendali lain dari
perusahaan/badan yang dibawah pengendalian Bank dengan
kepemilikian 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham,
dianggap
sebagai Pihak
d.
dicontohkan pada Lampiran 4.
Perusahaan/Badan Dibawah Pengendalian Pihak-Pihak Dalam
Huruf a dan Huruf c
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) huruf d PBI Nomor
7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit
Terkait. Hal ini antara lain
Bank …
Bank Umum, perusahaan/badan lain yang
oleh
pengendali Bank
dikendalikan
serta perusahaan/badan yang
dikendalikan oleh pengendali lain dari anak perusahaan Bank
juga ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Dalam menentukan
parameter pengendalian dari sisi kepemilikan saham,
persentase yang digunakan adalah sebesar:
1) 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dan porsi kepemilikan
tersebut merupakan porsi terbesar; atau
2) 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih kepemilikan
atas saham perusahaan/badan tersebut.
Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 5.
e. Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
Kontrak investasi kolektif secara umum didefinisikan sebagai
suatu kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian
yang mengikat pemegang efek dimana manajer investasi
diberi wewenang untuk mengelola portfolio investasi kolektif
dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan
penitipan kolektif. Dalam konteks BMPK, manajer investasi
KIK ditetapkan sebagai subjek untuk menentukan hubungan
pengendalian. Apabila Bank dan atau Pihak Terkait dengan
Bank memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham
pada suatu manajer investasi KIK maka penanaman dana pada
KIK yang
dikelola manajer investasi tersebut dan atau
Penyediaan Dana kepada manajer investasi tersebut ditetapkan
sebagai Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. Hal ini antara
lain dicontohkan dalam Lampiran 6.
2. Kelompok …
2. Kelompok Peminjam Bukan Pihak Terkait.
Dari sisi kepemilikan saham, untuk
menentukan
hubungan
pengendalian antara 1 (satu) Peminjam dengan Peminjam lain
adalah sebagai berikut:
a. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak
memiliki saham sebesar 10% (sepuluh perseratus) atau lebih
saham Peminjam lain dan porsi kepemilikan tersebut adalah
porsi terbesar; atau
b. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak
langsung,
memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau
lebih saham Peminjam lain.
Apabila 1 (satu) Peminjam memiliki saham Peminjam lain dengan
persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a atau huruf b, maka
kedua Peminjam tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok
Peminjam. Penggolongan kelompok Peminjam berlaku pula apabila
1 (satu) pihak yang sama menjadi pengendali beberapa Peminjam,
yaitu apabila pihak tersebut memiliki saham di beberapa Peminjam
dengan persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a dan atau
huruf b. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 7.
B. Kepengurusan
Hubungan pengendalian dapat timbul sebagai akibat hubungan
kepengurusan.
langsung,
1. Pihak …
1. Pihak Terkait.
a. Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf e dan Pasal 8 ayat (1) huruf f
angka 2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum, Komisaris, Direksi dan atau
Pejabat Eksekutif Bank beserta keluarganya ditetapkan sebagai
Pihak Terkait. Adapun yang dimaksud dengan keluarga disini
termasuk suami/istri dari saudara kandung/tiri/angkatnya. Hal
ini antara lain dapat dicontohkan dalam Lampiran 8 dalam
bentuk garis putus-putus yang melingkari Bank.
b. Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif dari pihak-pihak
yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait termasuk juga
sebagai Pihak Terkait dengan Bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf g PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang
Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Hal ini antara
lain dicontohkan dalam Lampiran 8 dalam bentuk garis putus-
putus yang melingkari pengendali Bank dan pihak-pihak yang
dikendalikan oleh Bank.
c. Pasal 8 ayat (1) huruf i PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum lebih lanjut
menyatakan bahwa perusahaan/badan dimana Komisaris,
Direksi dan atau Pejabat Eksekutif yang telah ditetapkan
sebagai Pihak
Terkait memiliki
pengendalian, maka
perusahaan/badan tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait.
Hal ini dapat dicontohkan dalam Lampiran 8.
d. Pasal …
d. Pasal 8 ayat (1) huruf h PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum menyatakan pula
bahwa apabila Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif
yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait merangkap jabatan
pada suatu perusahaan/badan lain, maka perusahaan/badan
tersebut ditetapkan pula sebagai Pihak Terkait.
e. Selain dari pengaturan yang terdapat dalam PBI Nomor
7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Umum, hubungan kepengurusan diatur pula dalam Pasal 11
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Dalam undang-undang tersebut antara lain diatur pula bahwa
perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan
dari keluarga Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat
Eksekutif Bank termasuk dalam pengertian Pihak Terkait. Oleh
karena itu, perusahaan-perusahaan dimana keluarga dari Dewan
Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif Bank bertindak
sebagai Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif
ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan Bank. Selain itu,
keluarga dari pengendali perseorangan Bank merupakan Pihak
Terkait dengan Bank. Dengan demikian, perusahaan-
perusahaan dimana keluarga dari pengendali tersebut bertindak
sebagai Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif
juga merupakan Pihak Terkait dengan Bank.
Hal-hal tersebut diatas antara lain dicontohkan dalam
Lampiran 8.
2. Kelompok …
2. Kelompok Peminjam Bukan Pihak terkait
Unsur dasar penentu hubungan pengendalian melalui kepengurusan
antara beberapa Peminjam bukan Pihak Terkait, secara umum sama
dengan Pihak Terkait.
Dalam hal Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam
juga mendapatkan Penyediaan Dana dari Bank, maka eksposur
Penyediaan Dana baik kepada Peminjam serta kepada Direksi,
Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam tersebut
diperhitungkan sebagai satu kesatuan dan Peminjam beserta Direksi,
Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam ditetapkan sebagai
1 (satu) kelompok Peminjam.
Sebagaimana halnya dengan perlakuan untuk Pihak Terkait apabila
terdapat beberapa perusahaan yang Komisaris, Direksi, dan atau
Pejabat Eksekutifnya merupakan pihak yang
sama, maka
perusahaan-perusahaan tersebut ditetapkan sebagai 1 (satu)
kelompok Peminjam.
C. Keuangan.
Hubungan pengendalian dapat pula diakibatkan melalui hubungan
keuangan. Hubungan keuangan itu sendiri ditetapkan berdasarkan
beberapa unsur sebagai berikut:
1. Ketergantungan keuangan (financial interdependence)
Salah satu faktor yang
digunakan untuk menentukan adanya
ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah dengan
melihat nilai transaksi antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal
terdapat transaksi yang materiil antara 1 (satu) pihak dengan pihak
lain …
lain
yang mengakibatkan kesehatan keuangan
pihak
tersebut
dipengaruhi secara langsung oleh pihak lain lain, maka antara pihak-
pihak
(financial interdependence). Beberapa faktor yang dapat digunakan
dalam menganalisa hubungan transaksi antar pihak yang dapat
menyebabkan ketergantungan
keuangan antara
lain
tersebut ditetapkan memiliki ketergantungan keuangan
adalah
ketergantungan penjualan pada pihak tertentu dan atau
ketergantungan terhadap pinjaman maupun sumber dana dari pihak
tertentu. Analisa ketergantungan keuangan sebagaimana dijelaskan
diatas dititikberatkan hanya kepada hubungan transaksional antara
1 (satu) pihak secara langsung dengan pihak lain. Pihak-pihak
tersebut dapat
digolongkan kedalam satu
kelompok Peminjam
apabila cash flow dari satu pihak akan terganggu secara signifikan
akibat gangguan cash flow dari pihak lain, sehingga secara
signifikan mempengaruhi kemampuan masing-masing pihak dalam
membayar kewajibannya kepada Bank.
2. Pengalihan Risiko Melalui Penjaminan
Faktor lain yang
digunakan untuk menentukan adanya
ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah adanya
pengalihan risiko kredit melalui penjaminan dimana pihak yang
menjamin akan mengambil alih sebagian atau keseluruhan risiko
keuangan dari pihak yang dijamin.
Bentuk penjaminan yang diberikan dalam menentukan hubungan
keuangan dapat terdiri dari berbagai bentuk seperti: personal
guarantee, corporate guarantee, dan atau aval.
Hubungan …
Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas berlaku baik untuk
Pihak Terkait dengan Bank maupun bukan. Dalam penentuan Pihak
Terkait, apabila diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
keuangan merupakan Pihak Terkait dengan Bank maka keseluruhan
pihak yang mempunyai hubungan keuangan tersebut ditetapkan sebagai
Pihak Terkait dengan Bank.
Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas tidak berlaku untuk
fasilitas Penyediaan Dana yang diberikan Bank kepada debiturnya
dalam rangka kegiatan usaha Bank pada umumnya seperti pinjaman dan
atau penjaminan yang
diberikan dalam berbagai bentuk seperti;
performance bond, bid bonds, atau akseptasi. Tidak termasuk pula
dalam pengertian hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas
adalah hubungan penjaminan karena kegiatan perasuransian oleh
perusahaan asuransi dan jaminan yang diberikan oleh pemerintah, baik
itu Pemerintah Republik Indonesia atau pemerintah negara lain.
IV. PERHITUNGAN BMPK
Bank dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK, apabila terdapat selisih
lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase
Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada saat pemberian
Penyediaan Dana. Bank dinyatakan melakukan pelampauan BMPK apabila
terdapat selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan
persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada
tanggal laporan.
A. Batas …
A. Batas (limit) Penyediaan Dana
1. Pihak Terkait dengan Bank
Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, seluruh portofolio
Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dengan Bank ditetapkan
paling tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank. Hal ini
berarti setiap Penyediaan Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang
ditetapkan sebagai Pihak Terkait dan total Penyediaan Dana kepada
pihak-pihak yang ditetapkan sebagai Pihak Terkait ditetapkan paling
tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank.
2. Peminjam Bukan Pihak Terkait Dengan Bank.
PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit Bank Umum mengatur Penyediaan Dana untuk Peminjam
yang bukan merupakan Pihak Terkait dengan Bank sebagai berikut:
a. 1 (satu) Peminjam secara individu ditetapkan paling tinggi
20% (dua puluh perseratus) dari Modal Bank; dan
b. 1 (satu) kelompok Peminjam ditetapkan paling tinggi 25%
(dua puluh lima perseratus) dari Modal Bank.
Dalam hal pada satu kelompok Peminjam terdapat pelanggaran
terhadap BMPK kelompok Peminjam serta pelanggaran terhadap
salah satu Peminjam yang merupakan anggota kelompok Peminjam
tersebut, maka perhitungan pelanggaran hanya terhadap kelompok
Peminjam, namun action plan penyelesaian pelanggaran hendaknya
dilakukan untuk kedua pelanggaran BMPK tersebut. Contoh
perhitungan BMPK untuk kelompok Peminjam dapat digambarkan
dalam Lampiran 9.
B. Modal …
B. Modal
Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, yang dimaksud dengan
Modal Bank adalah:
1. untuk Bank yang berkantor pusat di Indonesia adalah modal inti dan
modal pelengkap;
2. untuk Unit Usaha Syariah dari Bank yang melakukan kegiatan usaha
konvensional adalah modal inti dan modal pelengkap yang dihitung
secara konsolidasi dari unit yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dan unit usaha syariah Bank.
3. untuk kantor cabang bank asing adalah dana bersih kantor pusat dan
kantor-kantor cabang lainnya di luar negeri atau yang dikenal
dengan Net Head Office Funds.
Modal sebagaimana dimaksud diatas tidak termasuk modal pelengkap
tambahan dan tidak dikurangi penyertaan.
Penempatan yang dilakukan kantor cabang bank asing pada kantor-
kantor cabang dan kantor pusatnya di luar negeri merupakan komponen
pengurang Net Head Office Funds. Oleh karena itu sesuai Pasal 9 PBI
Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Umum, bagi kantor cabang bank asing, penempatan pada kantor-kantor
cabang dan kantor pusatnya diluar negeri tidak termasuk Penyediaan
Dana dalam perhitungan BMPK. Adapun Penyediaan Dana dari kantor
cabang bank asing kepada Pihak Terkait dengan kantor pusat dari
kantor cabang bank asing tersebut, termasuk Penyediaan Dana kepada
Pihak Terkait.
Untuk …
Untuk menentukan
jumlah modal dalam perhitungan pelanggaran
BMPK, modal yang digunakan adalah posisi modal bulan terakhir
sebelum realisasi Penyediaan Dana.
C. Penyediaan Dana
1. Kredit
Sesuai PBI
Nomor 7/3/PBI/2005 tentang
Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum, Kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan
pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Termasuk
dalam pengertian Kredit adalah:
a. Cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro
nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang;
c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.
Penyediaan Dana berupa Kredit ditetapkan sebagai eksposur
terhadap Peminjam atau debitur Kredit tersebut. Sementara itu untuk
menghitung BMPK, Penyediaan Dana berupa Kredit dihitung
berdasarkan baki debet. Hal ini antara lain dicontohkan dalam
Lampiran 10.
2. Surat Berharga
Penyediaan Dana berupa Surat Berharga ditetapkan sebagai
eksposur terhadap penerbit Surat Berharga tersebut. Sementara itu
untuk menghitung BMPK, Penyediaan Dana berupa Surat Berharga
dihitung …
dihitung berdasarkan harga beli Surat Berharga. Kecuali ditetapkan
tersendiri kedua pengaturan diatas berlaku untuk Surat Berharga
secara umum.
a. Surat Berharga Yang Dibeli Dengan Janji Dijual Kembali
(reverse repurchase agreement).
Pembelian Surat Berharga secara repo bagi reverse party,
ditetapkan sebagai Penyediaan Dana terhadap pemilik Surat
Berharga yang dijual secara repo (repo party). Sementara itu,
bagi repo party, Surat Berharga yang direpokan
tetap
diperhitungkan sebagai Penyediaan Dana kepada penerbit
Surat Berharga (issuer). Lampiran 11 merupakan contoh
umum mekanisme transaksi Surat Berharga secara repo.
b. Surat Berharga Yang
Dihubungkan/Dijamin dengan aset
tertentu yang mendasari (underlying reference asset).
Yang dimaksud dengan Surat Berharga yang
dihubungkan/dijamin dengan
aset tertentu yang mendasari
(underlying reference asset) adalah bentuk Surat Berharga
dimana harga/nilai dari Surat Berharga tersebut ditentukan
antara lain berdasarkan harga/nilai dari suatu instrumen
tertentu yang ditetapkan sebagai instrumen dasar seperti
reksadana atau efek beragun aset.
Pengaturan untuk Surat Berharga sebagaimana dimaksud
diatas dapat dibagi 2 sebagai berikut:
1)
Pass-Through dan Non-Redemption
Yang dimaksud dengan pass-through adalah apabila
pembayaran kewajiban Surat
Berharga sepenuhnya
terkait …
terkait langsung dengan aset/instrumen yang mendasari
penerbitan Surat Berharga, yaitu apabila pembayaran
pokok dan bunga Surat Berharga tersebut sepenuhnya
berasal dan merupakan penerusan dari pembayaran
pokok dan bunga aset/instrumen yang mendasari.
Sementara itu yang dimaksud dengan non-redemption
adalah apabila:
a) Surat Berharga tersebut tidak
dapat dicairkan
kepada penerbit sebelum Surat Berharga jatuh
tempo;
b) pada saat jatuh tempo, pembayaran/pencairan Surat
Berharga tersebut sepenuhnya bergantung pada
kualitas aset/instrumen yang mendasari Surat
Berharga tersebut. Risiko atas terjadinya
wanprestasi pembayaran dari aset/instrumen yang
mendasari yang menyebabkan terjadinya
wanprestasi pembayaran Surat Berharga,
sepenuhnya diambil alih oleh pembeli Surat
Berharga tersebut; dan
c) tidak dapat dibeli kembali oleh Penerbit Surat
Berharga.
Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin
dengan aset/instrumen tertentu yang mendasari
(underlying reference asset) dan memenuhi kriteria
pass-through dan non-redemption
sebagaimana
dijelaskan di atas ditetapkan sebagai Penyediaan Dana
kepada …
kepada Reference Entity. Sementara itu, BMPK untuk
masing-masing Reference Entity tersebut dihitung
secara proporsional berdasarkan proporsi aset/instrumen
dasar dari masing-masing Reference Entity terhadap
Surat Berharga secara keseluruhan.
Lampiran 12 merupakan contoh transaksi efek
beragun aset.
2)
Non-Pass Through dan atau Redemption
Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin
dengan aset/instrumen tertentu yang mendasari
(underlying reference asset) dan tidak memenuhi
kriteria pass-through dan non-redemption sebagaimana
dijelaskan pada angka 1) diatas ditetapkan sebagai
Penyediaan Dana baik kepada Reference Entity maupun
kepada penerbit dari Surat Berharga tersebut. Lampiran
13 merupakan contoh transaksi reksadana.
3. Derivatif Kredit
BMPK untuk derivatif kredit ditetapkan sesuai dengan risiko kredit
yang melekat pada masing-masing instrumen derivatif kredit.
Berikut adalah contoh-contoh transaksi derivatif kredit.
a.
Credit Default Swap
Dalam credit default swap, pihak yang mengambil alih
risiko/investor (protection seller) hanya memberikan
pembayaran kepada
pihak
yang
mengalihkan
risiko
(protection buyer) apabila terjadi suatu credit event
pada reference asset. Sementara itu, protection buyer hanya
melakukan …
melakukan pembayaran terhadap jaminan yang diberikan
protection seller dalam bentuk premi. Mekanisme transaksi
credit default swap sebagaimana dijelaskan diatas antara lain
dapat dicontohkan dalam Lampiran 14.
Pembayaran oleh protection seller pada saat terjadi credit
event dapat dilakukan sebagai berikut:
1) sebesar nilai par (par value) yang ditukarkan dengan
pengiriman fisik (physical delivery) dari reference asset;
2) dalam bentuk kompensasi sebesar selisih antara nilai par
(par value) dan nilai pengembalian (recovery value) dari
reference asset pada saat terjadi credit event; atau
3) jumlah tetap yang telah diperjanjikan sebelumnya.
Bagi protection seller, yaitu pihak yang mengambil alih risiko
reference asset, jaminan yang diberikan atas reference asset
merupakan subjek BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur
kepada reference entity. Adapun nilai dari jaminan yang
diberikan tersebut diperhitungkan dalam BMPK sebesar
jumlah maksimum kerugian yang mungkin ditanggung oleh
protection seller dalam hal terjadi credit event pada reference
asset, sebagaimana telah ditetapkan dalam kontrak/perjanjian
transaksi credit default swap dimaksud.
b.
Total (rate of) Return Swap
Lampiran 15 merupakan contoh transaksi total (rate of) return
swap. Dalam contoh tersebut diatas, protection buyer
menukarkan (swap) pendapatan (return) yang diterima dari
reference …
reference aset ditambah dengan margin tertentu (termasuk
kenaikan nilai reference asset), kepada protection seller.
Sebagai gantinya, protection seller akan memberi pembayaran
dalam jumlah tertentu kepada protection buyer ditambah
dengan kompensasi atas turunnya nilai dari reference asset.
Dengan pola transaksi total (rate of) return swap sebagaimana
dijelaskan diatas, maka protection seller mengambil
alih
keseluruhan risiko kredit (dan risiko pasar) dari reference
asset selama periode transaksi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka bagi protection seller,
yaitu pihak yang mengambil alih risiko reference asset,
jaminan yang diberikan atas kerugian nilai dari reference asset
merupakan subjek BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur
kepada reference entity. Adapun nilai dari jaminan yang
diberikan tersebut diperhitungkan dalam BMPK sebesar
jumlah maksimum kerugian yang mungkin ditanggung oleh
protection seller, sebagaimana telah ditetapkan dalam
kontrak/perjanjian transaksi total (rate of) return) swap
dimaksud.
c.
Credit Linked Notes
Credit linked notes atau CLN merupakan Surat Berharga yang
diterbitkan oleh protection
buyer yang
akan
dibayarkan
sebesar nilai par pada saat jatuh tempo dengan persyaratan
tidak terjadi credit event terhadap reference aset sampai
dengan Surat Berharga tersebut jatuh tempo. Dalam hal terjadi
credit …
credit event maka pemegang CLN mencairkan CLN tersebut
kepada penerbit CLN (dengan nilai antara lain sebesar selisih
antara nilai par (par value) dan nilai pengembalian (recovery
value) dari reference asset pada saat terjadi credit event).
Berdasarkan karakteristiknya CLN merupakan kombinasi
antara obligasi dan credit default swap, sehingga sebagaimana
halnya credit default swap, hanya risiko kredit dari reference
asset yang dijamin. Namun terdapat perbedaan antara CLN
dan credit default swap atau total (rate of) return swap yaitu
dalam hal CLN, pihak pembeli CLN atau protection seller
membeli/melakukan pembayaran dimuka sebesar nilai
reference asset yang mendasari CLN.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka eksposur yang timbul
dari pembelian CLN ditetapkan sebagai eksposur kepada 2
(dua) pihak, yaitu:
1)
2)
sebagai eksposur kepada penerbit CLN; dan
sebagai eksposur kepada reference entity,
dan masing-masing eksposur tersebut ditetapkan sebagai
subjek BMPK. BMPK kepada penerbit untuk pembelian CLN
dihitung sebagaimana halnya pembelian Surat Berharga pada
umumnya, yaitu sebesar harga beli. Sementara itu, BMPK
terhadap reference entity diperlakukan sebagaimana halnya
jaminan yang diberikan kepada reference entity dan dihitung
secara proporsional berdasarkan proporsi aset yang mendasari.
d. Lainnya …
d. Lainnya
Untuk derivatif kredit yang mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan ketiga bentuk yang telah dijelaskan pada huruf
a. sampai dengan huruf c., maka BMPK untuk derivatif kredit
tersebut ditetapkan berdasarkan risiko kredit yang melekat
serta besarnya risiko
yang
dialihkan/diambil alih dari
instrumen derivatif kredit tersebut. Dalam hal Bank akan
melakukan Penyediaan Dana dalam bentuk
pembelian
derivatif kredit, Bank hendaknya mengacu pula pada PBI
Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bank Umum, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan
risiko produk dan aktivitas baru. Sehubungan dengan itu,
sepanjang Penyediaan Dana dalam bentuk derivatif kredit
cukup signifikan dan mempengaruhi profil risiko Bank, Bank
harus melaporkannya kepada Bank Indonesia.
4. Tagihan Akseptasi
Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyediaan Dana
berupa Tagihan Akseptasi ditetapkan sebagai eksposur kepada pihak
yang wajib melunasi Tagihan Akseptasi tersebut.
Untuk Tagihan Akseptasi yang telah diaksep bank lain without
recourse, pihak yang berkewajiban melunasi Tagihan Akseptasi
tersebut adalah bank yang mengaksep tagihan tersebut. Sementara
itu, untuk Tagihan Akseptasi yang telah diaksep bank lain dengan
syarat with recourse atau tagihan akseptasi yang tidak diaksep oleh
bank …
bank, maka pihak yang berkewajiban melunasi Tagihan Akseptasi
dalam kaitannya dengan perhitungan BMPK adalah nasabah tersebut
atau pihak lain yang wajib melunasi Tagihan Akseptasi. Adapun
BMPK, untuk Tagihan Akseptasi tersebut dihitung sebesar nilai
wesel yang diaksep yaitu sebesar nilai bruto tagihan terhadap pihak
yang menjamin.
5. Jaminan yang diterbitkan, letter of credit (L/C), standby letter of
credit (SBLC)
Penyediaan Dana berupa jaminan yang diterbitkan, letter of credit
(L/C), standby letter of credit (SBLC) atau instrumen serupa
lainnya, yang tercatat pada rekening administratif ditetapkan sebagai
Penyediaan Dana kepada pemohon (applicant) yaitu pihak yang
memperoleh fasilitas jaminan, letter of credit (L/C), standby letter of
credit (SBLC), dan atau fasilitas pengganti kredit (credit substitute)
lainnya. Sementara itu, BMPK untuk transaksi-transaksi diatas
dihitung sebesar nilai yang telah diterbitkan (outstanding).
6. Transaksi Derivatif
a. Penyediaan Dana berupa transaksi derivatif yang didasari oleh
suku bunga atau valuta asing ditetapkan sebagai eksposur
kepada pihak lawan transaksi (counterparty). Contoh transaksi
derivatif tersebut di atas antara lain seperti single currency
interest rate swap, forward rate agreements, cross currency
swap, cross currency interest rate swap, forward foreign
exchange contracts atau instrumen serupa lainnya. Tidak
termasuk dalam pengertian transaksi derivatif disini adalah
transaksi derivatif berupa derivatif kredit.
b. BMPK …
b. BMPK untuk transaksi derivatif sebagaimana tersebut diatas
dihitung berdasarkan risiko kredit transaksi derivatif tersebut.
Risiko kredit transaksi derivatif adalah penjumlahan dari:
1) Tagihan derivatif yaitu jumlah positif potensi keuntungan
suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang diperoleh
dari proses mark to market dari perjanjian/kontrak transaksi
derivatif (selisih positif antara nilai kontrak dengan nilai
wajar transaksi derivatif); dan
2) Potential Future Credit Exposure yaitu seluruh potensi
keuntungan suatu perjanjian/kontrak
transaksi derivatif
selama umur perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang
ditentukan berdasarkan persentase tertentu
dari nilai
nosional perjanjian/kontrak transaksi derivatif tersebut.
Besarnya persentase tertentu yang ditetapkan sebagai faktor
konversi untuk menentukan jumlah Potential Future Credit
Exposure ditentukan berdasarkan jangka waktu dan faktor
yang mendasari perjanjian/kontrak transaksi derivatif
sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini.
MATRIKS
FAKTOR KONVERSI
JANGKA WAKTU
(MATURITY)
0-1 Tahun
>1-5 Tahun
> 5 Tahun
FAKTOR YANG MENDASARI TRANSAKSI
suku bunga
nilai tukar
(interest rate contracts)
(foreign exchange contracts)
0.0 %
0,5 %
1,5 %
1,0 %
5,0 %
7,5 %
Sementara …
c. Jangka waktu
Sementara itu, yang dimaksud dengan nilai nosional dari
suatu perjanjian/kontrak adalah nilai nosional efektif yang
digunakan/ditetapkan untuk menentukan jumlah arus
pembayaran antara para pihak yang terlibat dalam transaksi.
untuk menghitung Potential Future Credit
Exposure adalah jangka waktu perjanjian/kontrak transaksi
derivatif, kecuali ditetapkan tersendiri sebagai berikut:
1) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang secara
otomatis kembali menjadi 0 (nol) (automatically reset to
zero) setelah pembayaran, jangka waktu yang digunakan
adalah sisa jangka waktu sampai dengan pembayaran
berikutnya. Dalam
hal perjanjian/kontrak
transaksi
derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu
lebih dari 1 (satu) tahun, maka persentase konversi yang
ditetapkan serendah-rendahnya 0.5% (nol koma lima
perseratus) walaupun periode reset kurang dari 1 (satu)
tahun;
2) Untuk
perjanjian/kontrak
transaksi derivatif yang
melakukan penyesuaian tingkat bunga (interest rate
adjustment), jangka waktu yang digunakan adalah sisa
jangka waktu sampai dengan penyesuaian tingkat bunga
berikutnya. Dalam
hal perjanjian/kontrak
transaksi
derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu
lebih dari 1 (satu) tahun, maka persentase konversi yang
ditetapkan serendah-rendahnya 0.5% (nol koma lima
perseratus) walaupun periode penyesuaian tingkat bunga
kurang dari 1 (satu) tahun;
3) Untuk …
3) Untuk
perjanjian/kontrak
transaksi derivatif yang
didasarkan pada suatu instrumen referensi yang
mempunyai jangka waktu, jangka waktu yang digunakan
adalah jangka waktu dari instrumen referensi tersebut.
d. Dalam hal transaksi derivatif merupakan transaksi yang berbasis
nilai tukar, maka Potential Future Credit Exposure dihitung
dengan menggunakan kurs yang telah diperjanjikan dalam
transaksi.
Lampiran 16 merupakan contoh perhitungan Potential Future Credit
Exposure.
e. Perhitungan risiko kredit beberapa transaksi derivatif yang
dilengkapi dengan perjanjian saling hapus antara pihak yang
melakukan transaksi (bilateral netting agreement), dilakukan
dengan menghitung
masing-masing
eksposur bersih (net exposures) dari
transaksi tersebut, baik untuk komponen
Potential Future Credit Exposure maupun komponen tagihan
derivatif. Perhitungan eksposur bersih untuk komponen
Potential Future Credit Exposure dalam menentukan risiko
kredit transaksi derivatif dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
A net = [0,4 x A gross + (0,6 x NGR x A gross)],
dimana:
1) Anet adalah eksposur bersih (net exposure) Potential
Future Credit Exposure (adjusted sum Potential Future
Credit Exposure);
2) Agross …
2) Agross adalah jumlah seluruh eksposur kotor (gross
exposure) Potential Future Credit Exposure dari masing-
masing transaksi derivatif; dan
3) NGR adalah rasio eksposur bersih terhadap eksposur kotor
(net to gross ratio)
Sementara itu, untuk menghitung eksposur bersih tagihan
derivatif untuk transaksi yang dilengkapi perjanjian saling hapus
dilakukan dengan menjumlahkan jumlah positif dan jumlah
negatif nilai mark to market dari transaksi-transaki
yang
dilengkapi dengan perjanjian saling hapus tersebut. Apabila
hasil penjumlahan tersebut adalah negatif, maka nilai yang
digunakan adalah 0 (nol).
Lampiran 17 merupakan contoh perhitungan Potential Credit
Exposure untuk transaksi yang dilengkapi perjanjian saling
hapus.
7. Penyertaan Modal
Penyediaan Dana berupa Penyertaan Modal ditetapkan sebagai
eksposur kepada perusahaan tempat Bank melakukan Penyertaan
(investee).
Sesuai PBI, definisi Penyertaan Modal adalah penanaman dana
Bank dalam bentuk saham pada bank atau perusahaan di bidang
keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku seperti perusahaan sewa guna usaha, modal
ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring
penyelesaian dan penyimpanan, termasuk penanaman dalam bentuk
surat konversi utang (convertible bonds) dengan opsi saham (equity
options …
options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki
atau akan memiliki saham pada bank dan atau perusahaan yang
bergerak di bidang keuangan lainnya.
Adapun jumlah Penyediaan Dana dalam bentuk penyertaan saham
adalah sebesar harga perolehan, yakni seluruh biaya yang
dikeluarkan dalam rangka penyertaan. Untuk penanaman dalam
bentuk surat konversi utang (convertible bonds) dengan opsi saham
(equity options), yang diperhitungkan adalah sebesar nilai saham
atau penyertaan yang akan diperoleh Bank apabila surat konversi
utang (convertible bonds) dikonversi menjadi saham. Untuk jenis
transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki
saham seperti transaksi opsi saham, Penyediaan Dana yang
diperhitungkan dalam BMPK adalah sebesar nilai keseluruhan
saham yang akan dimiliki apabila opsi tersebut di-exercise.
Adapun transaksi opsi saham yang termasuk dalam Penyertaan
adalah opsi saham dimana Bank memiliki pengendalian berdasarkan
2 faktor sebagai berikut:
a.
Faktor Potential Voting Rights yakni yang dilihat berdasarkan
1) hak atas keuntungan/laba yang diperoleh investee, 2) risiko
dalam menanggung kerugian investee dan atau 3) hak untuk
menggunakan hak suara atau mengurangi hak suara pemegang
saham lain; serta
b. Faktor waktu kepemilikan (presently exercisable) atas
Potential Voting
Rights yakni apakah hak ataupun risiko
sebagaimana dijelaskan pada huruf a telah berada/dapat
digunakan investor pada saat transaksi opsi saham dilakukan.
Dalam …
Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah opsi saham dapat di-
exercise sewaktu-waktu (exercise at any time); atau apakah
transaksi opsi saham distruktur sedemikian rupa sehingga
opsi tersebut wajib di-exercise (mandatory exercise), misalnya
penetapan strike price opsi yang sedemikian rupa sehingga
mengharuskan opsi di-exercise pada saat jatuh tempo atau
perpanjangan terus menerus dari opsi yang mengindikasikan
keinginan dari pihak pemegang opsi untuk meng-exercise opsi
tersebut. Adapun kemampuan keuangan (financial capability)
dari Bank untuk dapat menggunakan hak tersebut tidak
mempengaruhi penilaian faktor waktu kepemilikan
sebagaimana dijelaskan diatas.
Dalam melakukan transaksi opsi saham, Bank hendaknya mengacu
pula pada SK DIR Bank Indonesia Nomor 28/119/KEP/DIR
Tanggal 29 Desember 1995 tentang Transaksi Derivatif. Sesuai
ketentuan tersebut, transaksi derivatif yang diperkenankan adalah
transaksi derivatif yang didasarkan atas suku bunga dan nilai tukar.
Sementara itu, transaksi derivatif atas dasar saham hanya
diperkenankan apabila transaksi tersebut memenuhi persyaratan
yang diatur dalam ketentuan BMPK dan ketentuan prinsip kehati-
hatian dalam kegiatan penyertaan modal. Adapun transaksi derivatif
atas dasar saham yang diperuntukan untuk jual beli saham, yaitu
transaksi yang tidak memenuhi persyaratan dalam kedua ketentuan
diatas, tidak diperkenankan.
V. PELAMPAUAN …
V. PELAMPAUAN BMPK
Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyediaan Dana oleh Bank
dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK apabila terdapat selisih lebih
antara persentase Penyediaan Dana terhadap Modal
Bank
dengan
persentase BMPK yang diperkenankan yang disebabkan oleh penurunan
Modal Bank, perubahan nilai tukar, perubahan nilai wajar, penggabungan
usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan yang menyebabkan
perubahan Pihak Terkait dan atau kelompok Peminjam, dan atau perubahan
ketentuan.
Perhitungan Pelampauan BMPK didasarkan pada nilai tercatat pada tanggal
laporan (carrying value) dari penyediaan dana yang dicatat sesuai Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku. Untuk transaksi derivatif, nilai tercatat
pada tanggal laporan termasuk Potential Future Credit Exposure yang telah
ditetapkan untuk transaksi tersebut.
A. Penurunan Modal Bank
Yang dimaksud dengan penurunan Modal Bank dalam kaitannya dengan
Pelampauan BMPK adalah penurunan modal inti dan atau modal
pelengkap atau NHOF, yang mengakibatkan Modal Bank, sebagai
faktor penyebut untuk perhitungan BMPK, menjadi lebih kecil.
B. Perubahan Nilai Tukar dan atau Nilai Wajar.
Perubahan nilai tukar dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai
tercatat Penyediaan Dana dalam bentuk valuta asing, sehingga dapat
mengakibatkan Pelampauan BMPK. Sesuai standar akuntansi keuangan,
penyesuaian atas nilai tukar hanya dilakukan untuk akun-akun dalam
bentuk monetary asset, sehingga penyertaan modal dalam valuta asing
tidak disesuaikan dengan kurs pada tanggal laporan.
Yang …
Yang dimaksud dengan perubahan nilai wajar adalah perubahan nilai
sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku, misalnya pencatatan
Surat Berharga sesuai nilai pasar dan pencatatan penyertaan dengan
menggunakan equity method. Sesuai PBI Nomor 5/10/PBI/2003 tentang
Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal, peningkatan
jumlah penyertaan akibat equity method yang belum melampaui jangka
waktu 1 (satu) tahun, tidak diperhitungkan sebagai pelampauan BMPK.
Penyertaan yang dikonsolidasi dan menghasilkan goodwill, dapat
diamortisasi dalam jangka waktu tertentu. Sejalan dengan itu, maka nilai
penyertaan dalam laporan keuangan bank secara individual juga
dianggap mengalami penurunan nilai (impairement) sebesar amortisasi
goodwill tersebut. Penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian atas
penurunan nilai penyertaan dan mengurangi nilai tercatat pada laporan
keuangan bank secara individual.
Untuk transaksi derivatif yang dinilai kembali (repricing), komponen
Potential Future Credit Exposure dihitung kembali pada waktu
dilakukannya penilaian kembali.
C. Penggabungan Usaha dan atau Perubahan Struktur Kepengurusan
Penggabungan usaha, baik
dalam bentuk
akuisisi, merger, atau
perubahan struktur kepemilikan lainnya, dan atau perubahan struktur
kepengurusan baik yang dilakukan oleh Bank penyedia dana maupun
oleh Peminjam dapat mengakibatkan berubahnya pihak-pihak yang
ditetapkan sebagai Pihak Terkait atau kelompok Peminjam. Sehubungan
dengan itu, sebagai akibat terjadinya penggabungan usaha dan atau
perubahan struktur kepengurusan tersebut, Bank harus mengevaluasi
ulang …
ulang jumlah eksposur yang dimilikinya atas Peminjam berkaitan
dengan batasan (limit) yang ditetapkan PBI Nomor 7/3/PBI/2005
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum untuk Pihak
Terkait dan atau kelompok Peminjam.
VI. PENGECUALIAN
A. Penyediaan Dana yang dijamin Agunan Tunai
Sesuai Pasal 27 ayat (1) huruf c angka 1) PBI Nomor 7/3/PBI/2005
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, bagian
Penyediaan Dana yang dijamin oleh agunan tunai dikecualikan dari
ketentuan BMPK. Latar belakang penggunaan agunan tunai sebagai
agunan yang dapat digunakan dalam pengecualian BMPK adalah bahwa
agunan tunai bersifat sangat likuid, mudah dicairkan, dan mempunyai
nilai yang relatif tetap. Oleh karena itu, risiko Penyediaan Dana yang
dijamin agunan tunai tersebut dapat dimitigasi secara menyeluruh.
Apabila fungsi mitigasi tersebut tidak dapat dipenuhi oleh agunan tunai
yang diberikan, antara lain disebabkan bahwa agunan tunai berasal dari
Penyediaan Dana yang diberikan Bank penyedia dana, maka agunan
tunai tersebut tidak dapat diakui sebagai agunan yang dapat digunakan
dalam pengecualian BMPK.
Agunan yang memenuhi syarat agunan tunai sesuai ketentuan tersebut
diatas adalah agunan tunai yang memenuhi persyaratan-persyaratan
yang ditetapkan dalam ketentuan termasuk jangka waktu pemblokiran
yang paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana serta
jangka waktu pengajuan klaim. Sehubungan dengan itu agunan tunai
tersebut …
tersebut adalah agunan yang digunakan untuk menjamin Penyediaan
Dana yang bersifat sebagai utang
Penyediaan Dana dalam bentuk Penyertaan.
piutang
dan tidak
B. Penyediaan Dana yang dijamin Prime Bank serta Penempatan kepada
Prime Bank.
Sesuai Pasal 33 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum, bagian Penyediaan Dana kepada
Peminjam yang dijamin Standby Letter of Credit (SBLC) yang
diterbitkan prime bank dikecualikan dari perhitungan BMPK sepanjang
SBLC tersebut memenuhi persyaratan tertentu. Pengecualian tersebut
ditetapkan paling tinggi:
1. 90% (sembilan puluh perseratus) dari modal Bank, untuk
Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait;
2. 80% (delapan puluh perseratus) dari modal Bank, untuk Penyediaan
Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang bukan merupakan Pihak
Terkait;
3. 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari modal Bank, untuk
Penyediaan Dana kepada 1 (satu) kelompok Peminjam yang bukan
merupakan Pihak Terkait.
Sementara itu, Pasal 34 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum mengatur pula bahwa
Penempatan kepada setiap prime bank tidak diperhitungkan dalam
BMPK dengan jumlah paling tinggi masing-masing sebesar Modal
Bank. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 18.
termasuk
C. Penempatan …
C. Penempatan
Sesuai Pasal 30 ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, diatur bahwa dalam hal
Penempatan tidak merupakan cakupan program penjaminan Pemerintah,
maka bagian dari Penempatan berupa Penempatan kepada Bank lain di
Indonesia melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB) untuk tujuan
manajemen likuiditas dengan jangka waktu sampai dengan 14 (empat
belas) hari dikecualikan dari BMPK.
Pengaturan ini berlaku untuk counterparty Bank yang merupakan Bank
lain di Indonesia baik yang merupakan peserta program penjaminan
Pemerintah ataupun tidak. Disamping itu, pengaturan dalam Pasal 30
ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit Bank Umum berlaku pula untuk counterparty Bank yang
merupakan Bank lain di Indonesia dan tergolong Pihak Terkait dengan
Bank. Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang
dimaksud dalam
pengaturan ini adalah PUAB di Indonesia sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
D. Penyertaan Modal.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 31 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang
Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyertaan Modal
kepada bank lain di Indonesia dapat dikecualikan dari BMPK sepanjang
memenuhi persyaratan tertentu. Salah satu persyaratan yang wajib
dipenuhi untuk pengecualian Penyertaan Modal tersebut adalah Bank
dan investee bersedia memberikan komitmen secara tertulis kepada
Bank Indonesia untuk menerapkan pengawasan Bank dan investee
Secara …
secara individual maupun konsolidasi. Adapun penerapan pengawasan
secara konsolidasi tersebut meliputi penerapan ketentuan kehati-hatian
yaitu kewajiban penyediaan modal minimum, batas maksimum
pemberian kredit, dan posisi devisa neto serta tindak lanjut pengawasan
dan penetapan status Bank. Rasio-rasio yang diperhatikan dalam
penetapan pengawasan khusus dan pengawasan intensif, antara lain
mencakup giro wajib minimum, rasio kredit bermasalah terhadap total
kredit, dan penilaian tingkat kesehatan. Penerapan pengawasan secara
individual maupun secara konsolidasi sebagaimana dimaksud diatas
diilustrasikan dalam Lampiran 19 dan Lampiran 20.
E. Penyediaan Dana kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Sesuai Pasal 40 ayat (1) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum diatur bahwa Penyediaan
Dana Bank kepada BUMN untuk
tujuan pembangunan dan
mempengaruhi hajat hidup orang banyak ditetapkan paling tinggi
sebesar 30% (tiga puluh perseratus) dari Modal Bank.
Berkaitan dengan ketentuan tersebut di atas, yang dimaksud dengan
Penyediaan Dana untuk pembangunan dan mempengaruhi hajat hidup
orang banyak adalah pembiayaan untuk:
1. sektor pertanian yang berkaitan dengan pengadaan pangan oleh
Badan Usaha Logistik;
2. pengadaan rumah sangat sederhana antara lain oleh Perum
Perumnas;
3. pengadaan/penyediaan/pengelolaan bahan baku mentah minyak dan
gas bumi oleh PT. Pertamina dan Perusahaan Gas Negara;
4. pengadaan …
4. pengadaan/penyediaan/pengelolaan air minum oleh Perusahaan Air
Minum (PT. PAM);
5. pengadaan/penyediaan/pengelolaan listrik
Listrik Negara (PLN); dan atau
oleh PT. Perusahaan
6. pengadaan infrastruktur penunjang transportasi darat, laut dan/atau
udara berupa pembangunan jalan, jembatan, rel kereta api,
pelabuhan laut dan bandar udara, oleh PT.Jasa Marga, PT. Angkasa
Pura, PT. Pelabuhan Indonesia, dan PT. Kereta Api Indonesia.
Perhitungan Penyediaan Dana kepada 1 (satu) BUMN didasarkan pada
keseluruhan Penyediaan Dana yang telah diterima BUMN tersebut, baik
untuk tujuan sebagaimana dicantumkan pada angka 1 sampai dengan
angka 6 diatas, maupun untuk tujuan lainnya. Selain itu Penyediaan
Dana yang diperhitungkan selain Penyediaan Dana secara langsung
kepada BUMN yang bersangkutan, maupun kepada kelompok BUMN
tersebut. Hal ini dapat diilustrasikan pada Lampiran 21.
Batasan 30% (tiga puluh perseratus) sebagaimana dimaksud dalam PBI
Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Umum diberlakukan apabila antara Bank dengan BUMN yang
menerima Penyediaan Dana tidak mempunyai hubungan pengendalian.
Dalam hal terdapat hubungan pengendalian, selain karena adanya
kepemilikan pemerintah, maka BMPK untuk BUMN tersebut mengikuti
BMPK untuk Pihak Terkait dengan Bank.
F. Keterkaitan Bank-Bank yang dimiliki Pemerintah dengan Peminjam
Berbentuk BUMN dan BUMD.
Dalam Pasal 40 ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, hubungan antara Bank yang
berbentuk BUMN dan atau BUMD dengan Peminjam yang berbentuk
BUMN dan atau BUMD dikecualikan dari pengertian Pihak Terkait.
Pengecualian …
Pengecualian dari pengertian Pihak Terkait tersebut juga diberlakukan
untuk Bank non-BUMN/BUMD yang terdapat kepemilikan saham
Pemerintah Indonesia melalui PPA dengan jumlah 10% atau lebih,
sepanjang
hubungan tersebut semata-mata disebabkan karena
kepemilikan langsung Pemerintah Indonesia. Dengan demikian apabila
antara Bank dengan BUMN/BUMD tersebut antara lain memiliki
hubungan kepengurusan, maka penyediaan dana kepada BUMN/BUMD
tersebut diperhitungkan BMPK kepada Pihak Terkait.
VII. LAIN – LAIN
A. Kelompok Peminjam
Dalam pengelompokan Peminjam, terdapat kemungkinan dimana
beberapa kelompok Peminjam memiliki pengendalian terhadap 1 (satu)
Peminjam. Dalam perhitungan BMPK, eksposur yang dimiliki Bank
terhadap Peminjam ditambahkan kedalam eksposur masing-masing
kelompok Peminjam tersebut, dan Peminjam tersebut ditetapkan
sebagai anggota masing-masing kelompok Peminjam tersebut di atas.
Perhitungan BMPK dan
pengelompokan
Peminjam sebagaimana
dimaksud di atas dapat dicontohkan dalam Lampiran 22 dan
Lampiran 23.
Apabila hubungan pengendalian disebabkan semata-mata karena
hubungan keuangan yang disebabkan oleh adanya penjaminan,
maka eksposur BMPK bagi
Peminjam di
atas dihitung
secara
proporsional untuk masing-masing kelompok Peminjam berdasarkan
proporsi …
proporsi penjaminan yang diterima atas Penyediaan Dana Bank
kepada Peminjam. Sementara itu, bentuk jaminan yang diakui untuk
menghitung BMPK secara proporsional sebagaimana dijelaskan di atas
adalah jaminan berupa corporate guarantee. Apabila jaminan yang
diterima berbentuk selain corporate guarantee, maka BMPK tidak
dihitung secara proporsional.
Pengelompokan Peminjam karena adanya jaminan sebagaimana
dimaksud di atas dapat dicontohkan dalam Lampiran 23.
B. Penyediaan Dana kepada Pemeritah Daerah (Pemda)
Sesuai dengan PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum, kepemilikan saham 10% (sepuluh
perseratus) atau lebih pada Bank mengakibatkan pihak yang memiliki
saham tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Ketentuan ini berlaku
pula untuk Pemda dimana apabila Pemda memiliki 10% (sepuluh
perseratus) atau lebih pada suatu Bank maka Pemda tersebut ditetapkan
sebagai Pihak Terkait dengan Bank.
Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku pinjaman
daerah dapat bersumber dari lembaga keuangan Bank. Dalam
memberikan Penyediaan Dana kepada Pemda bank
wajib
memperhatikan prinsip kehati-hatian serta mematuhi ketentuan
mengenai persyaratan Pinjaman Daerah yang antara lain diatur dalam
Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara lain;
1. Jumlah …
1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah dengan jumlah pinjaman
yang akan ditarik tidak melebihi dari 75% (tujuh puluh lima
perseratus) penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) pada tahun sebelumnya;
2. Pemda memiliki rasio kemampuan daerah minimum sesuai yang
telah ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku;
3. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang
berasal dari Pemerintah;
4. Telah tercantum dan dianggarkan dalam APBD pada tahun yang
bersangkutan;
5. Telah disetujui oleh DPRD; dan
6. Dilengkapi dengan surat otorisasi kepala daerah.
Dalam pengelompokan Peminjam, dapat dikemukakan pula bahwa
berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II, mempunyai
independensi yang
antara lain dituangkan dalam
penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah
masing-masing, termasuk pengelolaan kekayaan dan APBD yang
terpisah, sehingga antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II serta
antara masing-masing Pemda Tingkat II, tidak
kelompok Peminjam.
ditetapkan sebagai
C. Daftar Rincian Pihak Terkait
Pasal 10 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit Bank Umum mengatur bahwa Bank wajib memiliki
dan
menatausahakan daftar rincian Pihak Terkait dengan Bank serta
menyampaikannya kepada Bank Indonesia, yaitu:
1. Direktorat …
bentuk
1. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta
10110,bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia; atau
2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di
luar wilayah kantor pusat Bank Indonesia.
Daftar rincian Pihak Terkait tersebut ditandatangani oleh Direksi Bank.
Daftar rincian Pihak Terkait paling kurang memuat rincian pemegang
saham, pengurus, sektor bisnis/usaha, serta hubungan pengendalian dari
dan antara masing-masing Pihak Terkait. Dalam hal memungkinkan
penyusunan daftar rincian Pihak Terkait juga memuat diagram struktur
kelompok usaha (corporate tree) dari Pihak Terkait dengan Bank.
Dalam menyusun daftar rincian Pihak Terkait ini Bank mencantumkan
semua pihak-pihak yang termasuk dalam definisi Pihak Terkait, baik
pihak-pihak yang mempunyai eksposur secara langsung atau tidak
langsung, maupun tidak mempunyai eksposur pada Bank. Namun
demikian, khusus untuk keluarga dari Direksi, Komisaris, dan atau
Pejabat Eksekutif, yang dicantumkan pada daftar rincian Pihak Terkait
hanya pihak-pihak keluarga dimana Bank memiliki eksposur, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
VIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 31/16/UPPB tanggal 31 Desember 1998 perihal Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 18 April 2005.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/14/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum </reg_title>
<set_date> 18 April 2005 </set_date>
<effective_date> 18 April 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '31/16/UPPB|SE-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '7/3/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 1/ 8 /DASP
Jakarta, 24 Desember 1999
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal : Rencana Penanggulangan Segera Atas Penyelenggaraan Kliring
Lokal Dalam Keadaan Darurat.
-------------------------------------------------------------------------------
Berdasarkan Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999
tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian
Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, ditetapkan
bahwa Penyelenggara wajib memiliki rencana penanggulangan segera atas
penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat.
Adapun yang dimaksud dengan Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang
secara nyata-nyata menyebabkan suatu kegiatan Kliring tidak dapat dilaksanakan
secara normal, atau terjadinya suatu keadaan memaksa (force majeur) antara lain
pemogokan kerja, kebakaran, kerusuhan massa, sabotase serta bencana alam seperti
gempa bumi dan banjir yang dibenarkan oleh pihak penguasa atau pejabat yang
berwenang setempat.
Keadaan Darurat
Rencana penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam
oleh Penyelenggara
dimaksudkan
untuk menjamin
terselenggaranya kegiatan Kliring Lokal secara lancar, aman dan efisien sehingga
tetap …
2
tetap dapat mengakomodasi kegiatan perekonomian masyarakat luas dalam
Keadaan Darurat.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, agar seluruh Peserta dapat
melakukan persiapan dan antisipasi untuk menjamin kelancaran pelaksanaan
penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan
Darurat, perlu kiranya diberitahukan hal-hal yang dapat dilakukan Penyelenggara
dalam Keadaan Darurat, yaitu :
I. Alternatif Rencana Penanggulangan Segera Atas Penyelenggaraan Kliring
Lokal Dalam Keadaan Darurat
1. Perubahan jadwal dan atau ketentuan penyelenggaraan Kliring Lokal
a. perubahan/penggeseran jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal dan
atau jadwal penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar Bank atas
hasil Kliring Lokal dan atau transaksi Pasar Uang Antar Bank;
b. perubahan batas nominal dan atau jenis-jenis Warkat dan atau Data
Keuangan Elektronik (DKE) yang dapat dikliringkan.
2. Perubahan sistem penyelenggaraan Kliring Lokal
a. sistem elektronik
1) mengubah sistem elektronik menjadi sistem otomasi;
2) mengubah sistem elektronik menjadi sistem semi otomasi;
3) mengubah sistem elektronik menjadi sistem manual.
b. sistem otomasi
1) mengubah sistem otomasi menjadi sistem semi otomasi;
2) mengubah sistem otomasi menjadi sistem manual.
c. sistem semi otomasi
mengubah sistem semi otomasi menjadi sistem manual.
3. Pemindahan …
3
3. Pemindahan penyelenggaraan Kliring Lokal ke lokasi lain
a. ke lokasi back up kliring Penyelenggara;
b. ke lokasi salah satu Peserta;
c. ke lokasi lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
4. Pembatasan jumlah Peserta dalam penyelenggaraan Kliring Lokal
Penyelenggara dapat melakukan pembatasan jumlah Peserta yang dapat
mengikuti penyelenggaraan Kliring Lokal, yaitu 1 (satu) Bank hanya
dapat diwakili oleh 1 (satu) kantor Bank yang menjadi Peserta Langsung.
Sehubungan dengan hal tersebut, Peserta diharapkan dapat melakukan in
house clearing untuk Warkat-warkat antar kantornya dan melakukan
rekonsiliasi Warkat dan atau DKE yang akan disampaikan ke
Penyelenggara dan atau Peserta lawan transaksinya.
II. Pelaksanaan Penanggulangan Segera Atas Penyelenggaraan Kliring Lokal
Dalam Keadaan Darurat
Penyelenggara melaksanakan penanggulangan segera atas penyelenggaraan
Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud pada angka I
butir 1, 2, 3 dan 4, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Masukan-masukan atau usulan-usulan dari Satuan Kerja Intern Bank
Indonesia, Peserta maupun pihak-pihak lain yang terkait dengan
penyelenggaraan Kliring Lokal;
2. Kemungkinan dilaksanakannya alternatif rencana penanggulangan segera
atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat sebagaimana
dimaksud pada angka I butir 1, 2, 3 dan 4 secara parsial atau terkombinasi
(menggabungkan sebagian atau seluruh alternatif yang ada);
3. Situasi dan kondisi spesifik yang terdapat pada penyelenggaraan Kliring
Lokal.
4. Kewajiban …
4
4. Kewajiban Penyelenggara untuk memberitahukan dan melaporkan
dengan segera pelaksanaan penanggulangan segera atas penyelenggaraan
Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud pada
butir 2 kepada Peserta dan Bank Indonesia.
Pemberitahuan dan pelaporan tersebut dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. sebelum penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring
Lokal dalam Keadaan Darurat dilaksanakan, maka :
1) dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia,
pemberitahuan rencana penanggulangan segera atas
penyelenggaraan Kliring Lokal disampaikan kepada :
− seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman;
− Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor Pusat
Bank Indonesia dengan pemberitahuan secara lisan yang
kemudian ditegaskan dengan pemberitahuan secara tertulis;
2) dalam hal Penyelenggara adalah Bank, pemberitahuan rencana
penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal
disampaikan kepada:
− seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman;
− Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dengan
pemberitahuan secara lisan yang kemudian ditegaskan
dengan pemberitahuan secara tertulis;
b.
setelah penanggulangan segera dilaksanakan, maka pelaporan
tertulis pelaksanaan penanggulangan segera atas penyelenggaraan
Kliring Lokal disampaikan kepada :
1) Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor Pusat
Bank Indonesia dalam hal Penyelenggara adalah Bank
Indonesia;
2) Kantor …
5
2) Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dalam
hal Penyelenggara adalah Bank.
III. Penghentian Untuk Sementara Kegiatan Kliring Lokal
1. Dalam hal rencana penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring
Lokal dalam Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud dalam angka I
tidak dapat dilaksanakan maka Penyelenggara akan menghentikan untuk
sementara kegiatan Kliring Lokal.
2. Penyelenggara akan memberitahukan dan melaporkan dengan segera
penghentian untuk sementara kegiatan Kliring Lokal sebagaimana
dimaksud pada butir 1 kepada seluruh Peserta dan Bank Indonesia,
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. sebelum penghentian untuk sementara kegiatan Kliring Lokal
dilaksanakan, maka :
1) dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia,
pemberitahuan penghentian untuk sementara kegiatan Kliring
Lokal disampaikan kepada :
− seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman;
− Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor
Pusat Bank Indonesia dengan pemberitahuan secara lisan
yang kemudian ditegaskan dengan pemberitahuan secara
tertulis;
2) dalam hal Penyelenggara adalah Bank, pemberitahuan
penghentian untuk sementara kegiatan Kliring Lokal
disampaikan kepada:
− seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman;
− Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dengan
pemberitahuan secara lisan yang kemudian ditegaskan
dengan pemberitahuan secara tertulis;
b. setelah …
6
b. setelah penghentian untuk sementara kegiatan Kliring Lokal
dilaksanakan, maka pelaporan tertulis pelaksanaan penghentian
untuk sementara kegiatan Kliring Lokal disampaikan kepada :
1) Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor Pusat
Bank Indonesia dalam hal Penyelenggara adalah Bank
Indonesia;
2) Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dalam
hal Penyelenggara adalah Bank.
IV. Pemulihan Kembali Penyelenggaraan Kliring Lokal (kliring dilaksanakan
secara normal)
Dalam hal kegiatan penyelenggaraan Kliring telah dapat dilaksanakan secara
normal kembali maka penyelenggaraan Kliring Lokal berpedoman pada
ketentuan-ketentuan Kliring Lokal yang berlaku. Penyelenggara akan
memberitahukan dan melaporkan dengan segera pemulihan kembali
penyelenggaraan Kliring Lokal kepada seluruh Peserta dan Bank Indonesia,
dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Sebelum pemulihan kembali penyelenggaraan Kliring Lokal (kliring
dilaksanakan secara normal) dilaksanakan, maka :
a. dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia, pemberitahuan
pemulihan kembali penyelenggaraan Kliring Lokal disampaikan
kepada :
1) seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman;
2) Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor Pusat
Bank Indonesia dengan pemberitahuan secara lisan yang
kemudian ditegaskan dengan pemberitahuan secara tertulis.
b. dalam …
7
b. dalam hal Penyelenggara adalah Bank, pemberitahuan pemulihan
kembali penyelenggaraan Kliring Lokal disampaikan kepada:
1) seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman;
2) Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dengan
pemberitahuan secara lisan yang kemudian ditegaskan dengan
pemberitahuan secara tertulis.
2. Setelah pemulihan kembali penyelenggaraan Kliring Lokal (kliring
dilaksanakan secara normal), maka pelaporan tertulis pelaksanaan
pemulihan kembali penyelenggaraan Kliring Lokal dimaksud
disampaikan kepada :
a. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor Pusat Bank
Indonesia dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia;
b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dalam hal
Penyelenggara adalah Bank.
Ketentuan dalam Surat Edaran berlaku sejak tanggal 24 Desember 1999.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DESMI DEMAS
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 1/8/DASP|SE-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> Rencana Penanggulangan Segera Atas Penyelenggaraan Kliring Lokal Dalam Keadaan Darurat. </reg_title>
<set_date> 24 Desember 1999 </set_date>
<effective_date> 24 Desember 1999 </effective_date>
<related_reg> '1/3/PBI/1999' </related_reg>
|
No. 11/ 4 /DPNP
Jakarta, 27 Januari 2009
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia
Sehubungan dengan Pasal 30 Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4159),
yang antara lain menyatakan bahwa perubahan Pedoman Akuntansi Perbankan
Indonesia akan ditetapkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia, perlu diatur
hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan Bank dan
penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat
diperbandingkan, Bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan
berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang relevan bagi
Bank, Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), dan ketentuan lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. PAPI merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran lebih lanjut
dari beberapa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan
bagi industri perbankan.
3. Penyesuaian …
3. Penyesuaian PAPI 2001 menjadi PAPI 2008 diperlukan terkait dengan
diterbitkannya PSAK No. 50 (Revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan:
Penyajian dan Pengungkapan, dan PSAK No. 55 (Revisi 2006) tentang
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
4. PAPI 2008 merupakan acuan dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan Bank. Mengingat sifat PAPI merupakan petunjuk pelaksanaan dari
PSAK maka untuk hal-hal yang tidak diatur dalam PAPI tetap mengacu
kepada PSAK yang berlaku.
5. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 3/33/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Pelaksanaan Pedoman
Akuntansi Perbankan Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini dan Pedoman Akuntansi Perbankan
Indonesia 2008 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/4/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia </reg_title>
<set_date> 27 Januari 2009 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '3/33/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg>
<related_reg> '3/22/PBI/2001' </related_reg>
|
No.6/3/DPM
Jakarta, 16 Februari 2004
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DAN
LEMBAGA KUSTODIAN
DI INDONESIA
Perihal : Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk
Penatausahaan Surat Berharga
Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia–Scripless
Securities Settlement System (BI-SSSS) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363), Bank
Indonesia melaksanakan kegiatan penatausahaan Surat Berharga yang terdiri dari
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang Negara (SUN). Kegiatan
penatausahaan Surat Berharga tersebut merupakan pencatatan kepemilikan Surat
Berharga yang dilakukan secara two tier system, yang terdiri dari Central
Registry yang diselenggarakan Bank Indonesia dan Sub-Registry yang ditunjuk
Bank Indonesia. Central Registry melakukan pencatatan dan perubahan
kepemilikan Surat Berharga atas nama Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang
disetujui Bank Indonesia untuk memiliki rekening Surat Berharga di Central
Registry, sedangkan Sub-Registry melakukan pencatatan dan perubahan
kepemilikan Surat Berharga atas nama nasabah.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Bank Indonesia
berwenang menunjuk pihak lain, dalam hal ini Sub-Registry, untuk mendukung
kegiatan …
2
kegiatan Central Registry dalam pencatatan kepemilikan Surat Berharga.
Sehubungan dengan itu, maka perlu diatur persyaratan dan tata cara bagi Bank
atau lembaga kustodian untuk dapat ditunjuk menjadi Sub-Registry.
I. Persyaratan Sub-Registry
1. Yang dapat menjadi Sub-Registry adalah Bank dan lembaga kustodian
yang :
a. berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia; dan
b. tidak sedang dalam proses kepailitan di pengadilan.
2. Memiliki izin kegiatan kustodian yang masih berlaku dari Badan
Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam.
3. Telah mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dalam
kegiatan pencatatan surat berharga, dan atau sekurang-kurangnya 3 (tiga)
tahun dalam kegiatan penyimpanan surat berharga sejak memperoleh izin
kegiatan kustodian dari Bapepam.
4. Memiliki jaringan usaha pencatatan ke luar negeri dan atau penyimpanan
surat berharga ke luar negeri.
5. Memiliki jaringan usaha pencatatan surat berharga secara on line di dalam
negeri.
6. Memiliki sistem pencatatan surat berharga tanpa warkat (scripless) secara
book entry yang aman, akurat dan terpercaya yang sekurang-kurangnya
dapat menatausahakan transaksi outright, repo, dan pengagunan.
7. Pengurus tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela dan atau dalam
Daftar Kredit Macet.
8. Memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani kegiatan kustodian
dengan manajemen dan staf yang profesional di bidang pencatatan dan
atau penyimpanan surat berharga.
9. Bank …
3
9. Bank sebagai penyelenggara Sub-Registry wajib memenuhi persyaratan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya disebut KPMM
berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
10. Lembaga kustodian sebagai penyelenggara Sub-Registry wajib memiliki
modal disetor sekurang-kurangnya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima
miliar Rupiah).
11. Surat berharga yang dicatat dan atau disimpan sekurang-kurangnya telah
mencapai nilai nominal rata-rata Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun
Rupiah) dalam 6 (enam) bulan terakhir.
12. Dalam hal Bank dan lembaga kustodian telah memenuhi persyaratan dan
disetujui Bank Indonesia menjadi Sub-Registry, yang bersangkutan wajib
menjadi Peserta Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System
yang selanjutnya disebut BI-SSSS sesuai ketentuan BI-SSSS yang
berlaku.
II. Tata Cara Pengajuan Permohonan Sebagai Sub-Registry
1. Bank atau lembaga kustodian yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka I dapat mengajukan permohonan sebagaimana
contoh Lampiran 1, kepada :
Bank Indonesia-Direktorat Pengelolaan Moneter
c.q. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Gedung B Lantai 11
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib
dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut :
a. fotokopi surat izin melakukan kegiatan kustodian dari Bapepam;
b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
c. keterangan …
4
c. keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan atau
penyimpanan Surat Berharga secara on line di dalam negeri dan atau
ke luar negeri;
d. fotokopi bukti hasil pemeriksaan oleh auditor independen mengenai
keamanan sistem pencatatan Surat Berharga secara scripless;
e. riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli
di bidang pencatatan dan atau penyimpanan Surat Berharga;
f. keterangan mengenai posisi KPMM terakhir untuk Bank, atau jumlah
modal disetor untuk lembaga kustodian;
g. data mengenai jumlah dan nilai nominal transaksi pencatatan dan
atau penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir; dan
h. laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan
publik.
3. Bank Indonesia melakukan seleksi atas permohonan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan memberitahukan penolakan atau
persetujuan kepada masing-masing pemohon selambat-lambatnya 2
(dua) minggu setelah permohonan diterima Bank Indonesia secara
lengkap.
III. Tugas Sub-Registry
Dalam penatausahaan Surat Berharga, Bank dan lembaga kustodian yang
ditunjuk sebagai Sub-Registry wajib melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Mencatat kepemilikan dan perubahan kepemilikan Surat Berharga atas
nama nasabah secara terpisah dari aset Sub-Registry.
2. Menyampaikan Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga (KPS) kepada
nasabah yang antara lain berisi saldo akhir rekening Surat Berharga yang
memuat masing-masing seri Surat Berharga dan perubahan pencatatan
kepemilikan Surat Berharga.
3. Melakukan …
5
3. Melakukan pencatatan Surat Berharga pada saat penerbitan atas nama
nasabah sesuai dengan hasil penjualan Surat Berharga yang disampaikan
oleh Bank Indonesia.
4. Melakukan pembayaran pokok dan bunga (kupon) Surat Berharga pada
saat jatuh waktu kepada nasabah pemilik Surat Berharga sesuai pencatatan
pada sistem book entry Sub-Registry.
5. Menjamin kebenaran pencatatan kepemilikan Surat Berharga atas nama
seluruh nasabah sesuai dengan saldo global Surat Berharga di Central
Registry.
6. Menyelesaikan masalah perbedaan pencatatan kepemilikan Surat Berharga
antara Sub-Registry dengan nasabah, dengan memeriksa kembali
kebenaran pencatatan yang dilakukan atas nama nasabah yang
bersangkutan dan mengecek saldo global Surat Berharga yang tercatat di
Central Registry.
IV. Kewajiban Pelaporan Sub-Registry
1. Bank atau lembaga kustodian yang ditunjuk sebagai Sub-Registry wajib
membuat laporan antara lain sebagai berikut :
a. Laporan Harian Posisi Kepemilikan Surat Berharga atas nama nasabah
individual sebagaimana contoh Lampiran 2.
b. Laporan Harian kegiatan setelmen transaksi Surat Berharga yang
memuat perubahan pencatatan Surat Berharga antar nasabah individual
di Sub-Registry yang sama sebagaimana contoh Lampiran 3.
2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib disampaikan kepada
Central Registry selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
perubahan pencatatan kepemilikan individual. Penyampaian laporan
dilakukan dilakukan melalui BI-SSSS Terminal (ST) Sub-Registry dengan
menggunakan …
6
menggunakan fungsi Upload Report Data pada menu Supervisory kepada
SSSS Central Computer.
V. Pengawasan
1. Bank Indonesia berwenang melakukan pengawasan terhadap Sub-Registry
atas kegiatan yang terkait dengan penatausahaan Surat Berharga.
2. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat dilakukan secara
langsung dengan melakukan kunjungan ke Sub-Registry, maupun tidak
langsung melalui laporan yang diterima dan atau laporan lain yang
diminta oleh Bank Indonesia.
VI. Pencabutan Penunjukan Sebagai Sub-Registry
1. Penunjukan Bank atau lembaga kustodian sebagai Sub-Registry dapat
dicabut oleh Bank Indonesia dalam kondisi sebagai berikut :
a. Sub-Registry sudah tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka I.
b. Sub-Registry melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasar modal
dan atau ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
2. Dalam hal pencabutan penunjukan sebagai Sub-Registry, Bank Indonesia
mengirimkan surat pemberitahuan mengenai pencabutan status sebagai
Sub-Registry kepada yang bersangkutan.
3. Sub-Registry wajib menyelesaikan pencatatan perpindahan kepemilikan
Surat Berharga individual nasabah kepada Sub-Registry lainnya yang
ditunjuk oleh nasabah selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah
tanggal pencabutan sebagai Sub-Registry.
Terhadap Sub-Registry yang telah ditunjuk Bank Indonesia sebelum
berlakunya Surat Edaran ini, dinyatakan telah memperoleh penunjukan
sebagai …
7
sebagai Sub-Registry sepanjang memenuhi ketentuan dan persyaratan
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini.
VII. KETENTUAN PERALIHAN
Dalam periode 6 (enam) bulan setelah berlakunya Surat Edaran ini kewajiban
Laporan Sub-Registry diatur sebagai berikut:
1. Sub-Registry tidak diwajibkan menyampaikan Laporan sebagaimana di
maksud dalam butir IV angka 1.
2. Sub-Registry diwajibkan membuat Laporan Harian Posisi Kepemilikan
atas nama nasabah individual sebagaimana dimaksud dalam butir IV
angka 1 huruf a secara bulanan yang disampaikan selambat-lambatnya 5
(lima) hari kerja setelah berakhirnya bulan yang bersangkutan.
VIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
nomor 4/19/DPM tanggal 18 November 2002 perihal Persyaratan dan Tata
Cara Penunjukan Sub-Registry untuk Penatausahaan Sertifikat Bank
Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia nomor 5/7/DPM tanggal 21
Maret 2003 perihal Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry
untuk Penatausahaan Surat Utang Negara dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004
Lampiran 1
Kepada
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
c.q. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Gedung B Lantai 11
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
Perihal : Permohonan Sebagai Sub-Registry Surat Berharga
Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk dapat dipertimbangkan
menjadi Sub-Registry dalam penatausahaan Surat Berharga. Sesuai dengan
persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004, bersama ini kami lampirkan pula
dokumen pendukung sebagai berikut :
a. fotokopi surat izin melakukan kegiatan kustodian dari Bapepam;
b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
c. keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan atau
penyimpanan Surat Berharga secara on line di dalam negeri dan atau ke luar
negeri;
d. fotokopi bukti hasil pemeriksaan oleh auditor independen mengenai
keamanan sistim pencatatan Surat Berharga secara scripless;
e. riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli di
bidang pencatatan dan atau penyimpanan Surat Berharga;
f. keterangan mengenai posisi KPMM terakhir atau modal disetor;
g. data mengenai jumlah dan nilai nominal transaksi pencatatan dan atau
penyimpanan Surat Berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir; dan
h. laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Surat permohonan beserta lampiran tersebut di atas kami buat dengan
sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang
tidak benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan yang
diambil Bank Indonesia.
Demikian atas perhatian Saudara kami ucapkan terima kasih.
Jakarta,……………..
Nama Perusahaan
Tandatangan pejabat berwenang
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004
Lampiran 2
LAPORAN HARIAN
POSISI KEPEMILIKAN SURAT BERHARGA
Nama Sub-Registry
:
Tanggal Posisi Laporan :
Jenis Surat Berharga
No.
Nama
Investor
Seri
Surat
Berharga
: Sertifikat Bank Indonesia/Surat Utang Negara
Nilai
Nominal
(Rp
miliar)
CR CN
**)
Status
Investor *)
Tipe
Investor
Keterangan
TOTAL
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004
Lanj. Lampiran 2
Keterangan :
*) CR = Client Resident
CN = Client Non Resident
**) IS
= Asuransi (Insurance)
MF = Reksadana (Mutual Fund)
PF = Dana Pensiun (Pension Fund)
FI
= Lembaga Keuangan Lainnya (Financial Institution)
CP = Perusahaan (Corporate)
SC = Perusahaan Sekuritas (Securities Company)
FD = Yayasan (Foundation)
ID
= Perorangan (Individual)
OT = Lainnya (Others)
Jakarta,……………………...
Nama Sub-Registy dan
Tanda tangan pejabat berwenang
3/5/20042:36 PM
Lampiran Surat Edaran Bank Indoneisa No. 6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004
Lampiran 3
LAPORAN HARIAN
SETELMEN TRANSAKSI SURAT BERHARGA
Nama Sub-Registry
Tanggal Laporan
Jenis Surat Berharga
Jenis
No.
Seri Surat
Berharga
Nama Nasabah
Transaksi
*)
Pembeli
Penjual
Nominal
(Rp juta)
:
:
: Sertifikat Bank Indonesia/Surat Utang Negara
Setelmen Transaksi Jual/Beli antar nasabah
Nilai
Nilai
Transaksi/
Proceed
(Rp juta)
Harga
**)
Status Investor
***)
CR
Tipe Investor ****)
Keterangan
CN Pembeli
Penjual
TOTAL
Lampiran Surat Edaran Bank Indoneisa No. 6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004
Keterangan :
*)
Outright, Repo, Agunan, Hibah, Warisan, Pelunasan utang atau kewajiban
**) Harga clean price (tidak termasuk accrued interest)
***) CR = Client Resident
CNR = Client Non Resident
****) IS
= Asuransi (Insurance)
MF = Reksadana (Mutual Fund)
PF = Dana Pensiun (Pension Fund)
FI
Lanj. Lampiran 3
= Lembaga Keuangan Lainnya (Financial Institution)
CP = Perusahaan (Corporate)
SC = Perusahaan Sekuritas (Securities Company)
FD = Yayasan (Foundation)
ID
= Perorangan (Individual)
OT = Lainnya (Others)
Jakarta,…………………
Nama Sub-Registry
Tanda tangan pejabat berwenang
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/3/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan Surat Berharga </reg_title>
<set_date> 16 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '5/7/DPM|SE-BI/2003', '4/19/DPM|SE-BI/2002' </replaced_reg>
<related_reg> '6/2/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 18/3/DKEM
Jakarta, 15 Maret 2016
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal
Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam
Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional.
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam
Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 235, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5478) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/ 3 /PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 45 ., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5856
), perlu melakukan perubahan kedua atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan
Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi
Bank Umum Konvensional sebagaimana telah diubah dengan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 17/47/DKEM tanggal 30 November 2015
sebagai berikut:
1. Ketentuan butir II.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
II. TATA CARA PERHITUNGAN GWM PRIMER
Tata cara perhitungan GWM Primer diatur sebagai berikut:
1. GWM Primer ditetapkan sebesar 6,5% (enam koma lima
persen)…
2
persen) dari DPK dalam Rupiah.
2. Lampiran III mengenai Contoh Perhitungan GWM dalam Rupiah dan
Perhitungan Sanksi Kewajiban Membayar diubah sehingga menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Lampiran IV mengenai Contoh Perhitungan GWM bagi Bank yang
Melakukan Merger diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
16 Maret 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
PERRY WARJIYO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/3/DKEM|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. </reg_title>
<set_date> 15 Maret 2016 </set_date>
<effective_date> 16 Maret 2016 </effective_date>
<changed_reg> '17/17/DKMP|SE-BI/2015' </changed_reg>
<extension_of> '17/47/DKEM|SE-BI/2015' </extension_of>
<related_reg> '17/17/DKMP|SE-BI/2015', '17/47/DKEM|SE-BI/2015', '18/3/PBI/2016', '15/15/PBI/2013' </related_reg>
|
No. 6/17/DPM
NoAAve
Jakarta, 6 April 2004
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara
Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar
Sekunder.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal
18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4243),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/4/PBI/2004
tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4365), Peraturan Bank Indonesia
Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4244), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4366), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless
Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363) dipandang perlu untuk
menyusun ketentuan tentang transaksi Sertifikat Bank Indonesia secara Repurchase
Agreement (Repo) dengan Bank Indonesia di pasar sekunder yang dilaksanakan
dalam rangka Operasi Pasar Terbuka sebagai berikut :
I. KETENTUAN …
2
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional.
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank
dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
3. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
4. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
5. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara
elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan
Sistem BI-RTGS.
6. Transaksi SBI yang dilakukan secara Repurchase Agreement yang
selanjutnya disebut SBI Repo adalah transaksi penjualan bersyarat SBI
oleh Bank dengan kewajiban pembelian kembali sesuai dengan harga dan
jangka waktu yang disepakati.
7. Rekening Surat Berharga SBI adalah rekening surat berharga yang
digunakan untuk mencatat kepemilikan SBI di Central Registry.
8. Setelmen …
3
8. Setelmen Surat Berharga SBI adalah perpindahan kepemilikan SBI antar
pemilik rekening SBI yang tercatat dalam BI-SSSS dalam rangka
pelaksanaan setelmen transaksi SBI melalui BI-SSSS.
9. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antar pemilik rekening giro
Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka
pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS.
10. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen
transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga SBI melalui
BI-SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia
melalui Sistem BI-RTGS.
11. Waktu Pelaksanaan Transaksi adalah waktu yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia bagi Bank untuk mengajukan SBI Repo.
II. PERSYARATAN TRANSAKSI SBI REPO DENGAN BANK INDONESIA
1. SBI yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia adalah :
a. SBI milik Bank yang tercatat dalam rekening perdagangan (active
account) dalam sarana BI-SSSS pada hari pengajuan transaksi; dan
b. Memiliki sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 2 (dua) hari kerja.
2. Jumlah SBI milik Bank yang dapat dijual secara Repo kepada Bank
Indonesia adalah sebanyak-banyaknya 50% (lima puluh per seratus) dari
jumlah kepemilikan SBI yang tercatat pada rekening perdagangan di sarana
BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan SBI Repo (T-1).
3. Jangka waktu SBI Repo adalah 1 (satu) hari. Dalam hal pengajuan
transaksi dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari libur maka
tanggal jatuh waktu SBI Repo ditetapkan pada hari kerja berikutnya.
4. Tingkat diskonto SBI Repo ditetapkan sebesar nilai tertinggi dari:
a. rata-rata …
4
a. rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sesi pagi jangka waktu 1 (satu)
hari pada 1 (satu) hari kerja sebelum transaksi ditambah 100 (seratus)
basis points; atau
b. rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan
pada lelang terakhir ditambah 100 (seratus) basis points.
5. Perhitungan jumlah hari dalam diskonto SBI Repo berdasarkan hari
kalender.
6. Penyelesaian SBI Repo dilaksanakan pada hari transaksi (same-day
settlement) melalui mekanisme DVP.
7. Bank yang mengajukan SBI Repo wajib memiliki saldo Rekening Surat
Berharga SBI yang mencukupi di Central Registry untuk keperluan
Setelmen Surat Berharga SBI pada saat setelmen penjualan SBI Repo.
8. Bank wajib memiliki saldo rekening giro Rupiah di Bank Indonesia yang
mencukupi untuk keperluan Setelmen Dana pada saat setelmen pembelian
kembali SBI Repo.
9. Pengajuan SBI Repo melalui sarana BI-SSSS hanya dapat dilakukan 1
(satu) kali selama Waktu Pelaksanaan Transaksi.
10. Bank tidak sedang dikenakan sanksi diberhentikan sementara (suspend)
atau diberhentikan secara permanen (close) sebagai peserta BI-SSSS.
III. TATA CARA SBI REPO DENGAN BANK INDONESIA
1. Bank Indonesia melakukan SBI Repo melalui mekanisme non lelang.
2. Bank Indonesia mengumumkan tingkat diskonto SBI Repo yang berlaku
pada hari transaksi melalui sarana BI-SSSS dan atau Pusat Informasi Pasar
Uang (PIPU) sebelum Waktu Pelaksanaan Transaksi.
3. Waktu Pelaksanaan Transaksi pengajuan SBI Repo oleh Bank ditetapkan
dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB.
4. Bank …
5
4. Bank mengajukan SBI Repo secara langsung melalui sarana BI-SSSS
dengan mencantumkan antara lain nominal transaksi dan seri SBI yang
akan direpokan, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal BI-SSSS. Contoh perhitungan
nilai tunai transaksi SBI Repo dapat dilihat dalam Lampiran.
IV. TATA CARA SETELMEN SBI REPO DENGAN BANK INDONESIA
A. Setelmen Penjualan SBI Repo
1. Bank Indonesia melakukan setelmen penjualan SBI Repo oleh Bank
melalui sarana BI-SSSS sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia perihal BI-SSSS.
2. Dalam hal jumlah nominal dari seri SBI yang direpokan tidak
mencukupi untuk Setelmen Surat Berharga SBI sampai dengan waktu
pre-cut off time sarana BI-SSSS, sistem secara otomatis membatalkan
penjualan SBI Repo.
3. Atas batalnya penjualan SBI Repo sebagaimana dimaksud dalam angka
2 maka Bank dikenakan sanksi.
B. Setelmen Pembelian Kembali SBI Repo
1. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian kembali SBI Repo oleh
Bank melalui sarana BI-SSSS sebagaimana diatur dalam Surat Edaran
Bank Indonesia perihal BI-SSSS.
2. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak
mencukupi untuk setelmen pembelian kembali SBI Repo sampai
dengan cut off warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis
membatalkan pembelian kembali SBI Repo.
3. Atas batalnya pembelian kembali SBI Repo sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 maka Bank dikenakan sanksi dan seri SBI yang gagal
dibeli …
6
dibeli kembali oleh Bank secara otomatis akan dilunasi sebelum jatuh
waktu (early redemption).
4. Atas pelunasan SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Bank
Indonesia melakukan koreksi biaya diskonto seri SBI yang dilunasi
sebelum jatuh waktu berdasarkan rata-rata tertimbang diskonto seri SBI
pada saat penerbitan
V. SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan penjualan SBI Repo atau pembelian kembali
SBI Repo sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.2 atau butir IV.B.2.,
Bank dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Pengawasan Bank terkait, dalam hal sanksi diberikan
kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat,
dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KBI, dan
b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal
transaksi SBI Repo yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan
c. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5
(lima) hari kerja dalam hal Bank dikenakan sanksi teguran tertulis
karena pembatalan transaksi kegiatan OPT untuk ketiga kalinya dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan.
2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.
dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti
kegiatan …
7
kegiatan OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. dilakukan pada 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.b. dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
VI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka ketentuan butir III.A Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 6/4/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Penerbitan dan
Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 7 April 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/17/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. </reg_title>
<set_date> 6 April 2004 </set_date>
<effective_date> 7 April 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '6/4/DPM|SE-BI/2004 | butir III.A' </replaced_reg>
<related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/4/PBI/2004', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No.18/23/DSta
Jakarta, 26 Oktober 2016
S UR A T ED A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA DAN NASABAH
Perihal: Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan
Nasabah
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/10/PBI/2016 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank
dan Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5897) dan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan
Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 98, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5534) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/23/PBI/2015 tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang
Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 374, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5814), perlu menetapkan
peraturan pelaksanaan dan petunjuk teknis pemantauan kegiatan lalu
lintas devisa oleh Bank dan Nasabah sebagai berikut:
I. UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang mengatur mengenai perbankan dan Undang-
Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah, termasuk
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan
beroperasi di Indonesia namun tidak termasuk kantor bank
umum …
2
umum dan bank umum syariah berbadan hukum Indonesia yang
beroperasi di luar negeri.
2. Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disingkat LLD adalah lalu
lintas devisa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar.
3. Kegiatan Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disebut Kegiatan
LLD adalah kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan
kewajiban finansial antara Penduduk dan bukan Penduduk,
termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri
antar Penduduk.
4. Aset Finansial Luar Negeri Bank yang selanjutnya disebut AFLN
Bank adalah aktiva Bank terhadap bukan Penduduk baik dalam
valuta asing maupun Rupiah, antara lain dalam bentuk kas
dalam valuta asing, simpanan, dan surat berharga.
5. Kewajiban Finansial Luar Negeri Bank yang selanjutnya disebut
KFLN Bank adalah pasiva Bank terhadap bukan Penduduk baik
dalam valuta asing maupun Rupiah, antara lain dalam bentuk
simpanan milik bukan penduduk, utang luar negeri, dan ekuitas
dari bukan Penduduk.
6. Penduduk adalah penduduk sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai lalu lintas devisa dan
sistem nilai tukar.
7. Nasabah adalah nasabah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang mengatur mengenai perbankan dan Undang-
Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah.
8. Laporan Kegiatan LLD yang selanjutnya disebut Laporan LLD
adalah laporan atas seluruh Kegiatan LLD yang menimbulkan
perubahan AFLN Bank dan/atau KFLN Bank yang disebabkan
oleh transaksi yang dilakukan oleh Bank yang bersangkutan
maupun Nasabah, termasuk laporan yang berupa Laporan LLD
nihil.
9. Perintah Transfer Dana adalah perintah transfer dana
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai transfer dana.
10. Transfer …
3
10. Transfer Dana Keluar yang selanjutnya disebut Outgoing Transfer
adalah transaksi LLD Nasabah berupa transfer dana keluar dalam
valuta asing dengan nilai setara di atas USD100,000.00 (seratus
ribu dolar Amerika Serikat).
11. Periode Laporan yang selanjutnya disingkat PL adalah periode
data dari tanggal 1 sampai dengan akhir bulan yang
bersangkutan.
12. Masa Penyampaian Laporan yang selanjutnya disingkat MPL adalah
periode penyampaian Laporan LLD dari tanggal 1 sampai dengan
tanggal 15 setelah berakhirnya PL.
13. Masa Penyampaian Koreksi Laporan yang selanjutnya disingkat
MPKL adalah periode penyampaian koreksi Laporan LLD dari tanggal
1 sampai dengan tanggal 20 setelah berakhirnya PL.
14. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur
mengenai kepabeanan.
15. Devisa Hasil Ekspor yang selanjutnya disebut DHE adalah devisa
yang diterima eksportir dari hasil kegiatan Ekspor.
16. Pemberitahuan Ekspor Barang yang selanjutnya disingkat PEB
adalah dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan
pelaksanaan Ekspor barang yang dapat berupa tulisan di atas
formulir atau media elektronik sebagaimana diatur dalam
ketentuan kepabeanan.
17. Tanggal PEB adalah tanggal pendaftaran PEB.
18. Nilai PEB adalah nilai Ekspor atas dasar free on board (FOB) yang
tercantum pada PEB.
19. Dokumen Pendukung DHE adalah dokumen yang membuktikan
kebenaran data dan/atau keterangan mengenai antara lain PEB
yang tidak terdapat penerimaan DHE, selisih kurang antara nilai
DHE dan Nilai PEB, penerimaan DHE yang melebihi atau sama
dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB untuk cara
pembayaran usance L/C, konsinyasi, pembayaran kemudian dan
collection, serta penerimaan DHE secara tunai di dalam negeri.
20. Dokumen …
4
20. Dokumen Pendukung Outgoing Transfer adalah dokumen terkait
transaksi LLD Nasabah berupa transfer dana keluar (outgoing
transfer) dalam valuta asing dengan nilai setara di atas
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat).
21. Rincian Transaksi Ekspor yang selanjutnya disingkat RTE adalah
rincian informasi terkait dengan kegiatan Ekspor.
22. Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung DHE yang selanjutnya
disingkat DPDP adalah daftar rekapitulasi Dokumen Pendukung
DHE yang disampaikan Bank kepada Bank Indonesia.
23. Jam Kerja adalah jam kerja Bank Indonesia setempat sesuai
dengan kedudukan Bank.
II. PELAPOR
Pelapor adalah seluruh Bank.
III. LAPORAN LLD, KOREKSI LAPORAN LLD, DAN FORMAT LAPORAN LLD
A. LAPORAN LLD
Laporan LLD yang wajib disampaikan Bank kepada Bank
Indonesia terdiri atas:
1. Laporan Transaksi, yaitu laporan mengenai transaksi Bank
dan/atau Nasabah yang mempengaruhi AFLN Bank
dan/atau KFLN Bank.
a. Cakupan Laporan Transaksi terdiri atas:
1) Transaksi dengan nilai
lebih besar dari
USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat)
atau yang nilainya setara dengan itu dilaporkan
secara individual per transaksi dan terperinci.
Informasi yang dilaporkan secara individual per
transaksi dan terperinci meliputi antara lain
keterangan dan data mengenai jenis AFLN Bank
atau KFLN Bank, status dan kategori pelaku
transaksi, hubungan keuangan antar pelaku
transaksi, jenis valuta dan nilai transaksi, tujuan
transaksi, nama penerima atau pembayar, Bank
pengirim atau penerima, dan keterangan transaksi.
2) Transaksi …
5
2) Transaksi dengan nilai sampai dengan
USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat)
atau yang nilainya setara dengan itu dilaporkan
secara gabungan dan dikelompokkan antara lain
menurut jenis rekening, negara debitur atau
kreditur, jenis valuta, tanpa dilengkapi dengan
keterangan mengenai antara lain status dan
kategori pelaku transaksi, hubungan keuangan
antar pelaku transaksi, dan tujuan transaksi.
Dalam hal Nasabah yang melakukan transaksi
sampai dengan USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar
Amerika Serikat) atau yang nilainya setara dengan
itu memberikan keterangan dan data transaksi
secara individual per transaksi dan terperinci, Bank
harus melaporkan transaksi dimaksud secara
individual per transaksi dan terperinci.
b. Perhitungan nilai ekuivalen USD untuk transaksi dalam
valuta selain USD menggunakan kurs tengah akhir
bulan yang diumumkan Bank Indonesia pada PL
sebelumnya.
Untuk valuta yang tidak terdapat dalam daftar kurs
akhir bulan yang diumumkan Bank Indonesia pada PL
sebelumnya, perhitungan nilai ekuivalen USD untuk
transaksi menggunakan kurs Reuters akhir bulan pada
PL sebelumnya.
2. Laporan Posisi, yaitu laporan mengenai posisi dan
penambahan atau pengurangan dari setiap jenis AFLN Bank
dan/atau KFLN Bank.
Informasi yang dilaporkan meliputi antara lain keterangan
dan data mengenai negara debitur/kreditur dan jenis valuta
dari masing-masing AFLN Bank dan/atau KFLN Bank.
3. Laporan pendukung, yaitu laporan RTE dan DPDP.
Informasi yang dilaporkan melalui RTE meliputi antara lain
keterangan dan data mengenai nama penerima DHE, sandi
kantor pabean, serta tanggal dan nomor pendaftaran PEB.
Dalam …
6
Dalam hal untuk kondisi antara lain PEB yang tidak terdapat
penerimaan DHE, selisih kurang antara nilai DHE dan nilai
PEB, penerimaan DHE yang melebihi atau sama dengan 3
(tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB untuk cara
pembayaran usance L/C, konsinyasi, pembayaran kemudian
dan collection, serta penerimaan DHE secara tunai di dalam
negeri maka Bank yang menyampaikan RTE harus
melengkapinya dengan DPDP dan Dokumen Pendukung
DHE yang disebutkan dalam DPDP. Informasi yang
dilaporkan melalui DPDP meliputi antara lain keterangan
dan data mengenai sandi kantor pabean, tanggal PEB, nomor
pendaftaran PEB, dan nama file.
Penjelasan lebih lanjut mengenai cakupan Laporan Transaksi
Laporan Posisi, serta laporan pendukung mengacu pada Petunjuk
Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. KOREKSI LAPORAN LLD
1. Laporan LLD dinyatakan benar apabila Laporan LLD memuat
keterangan dan data Kegiatan LLD sesuai dengan informasi
dari Nasabah dan/atau dokumen pendukungnya.
a. Laporan Transaksi dinyatakan benar apabila memuat
keterangan dan data Kegiatan LLD sesuai dengan:
1)
informasi dari Nasabah; dan/atau
2) Dokumen Pendukung Outgoing Transfer atau surat
pernyataan untuk transaksi Outgoing Transfer
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.H.1 dan
IV.H.11 atau dokumen lainnya, antara lain bukti
transfer dan SWIFT untuk transaksi lainnya.
b. Laporan Posisi dinyatakan benar apabila memuat
keterangan dan data sesuai sistem pelaporan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Laporan pendukung dinyatakan benar apabila memuat
keterangan dan data terkait Ekspor sesuai dengan
informasi …
7
informasi dari Nasabah dan/atau Dokumen Pendukung
DHE.
2. Laporan LLD dinyatakan lengkap apabila laporan memuat
keterangan dan data seluruh Kegiatan LLD, serta telah
memenuhi rincian cakupan yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
3. Dalam hal Bank tidak menyampaikan Laporan LLD secara
benar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan/atau
lengkap sebagaimana dimaksud dalam angka 2 maka Bank
menyampaikan koreksi atas Laporan LLD yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia.
4. Koreksi terhadap Laporan LLD sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 disampaikan secara lengkap untuk setiap jenis file
laporan terkait yang dikoreksi.
5. Dalam hal koreksi terhadap Laporan LLD sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 terkait transaksi Ekspor maka
Bank menyampaikan kembali secara lengkap file Laporan
Transaksi (LLD1), file Laporan Posisi (LLD2), file RTE (LLD3),
dan file DPDP (LLD4).
Contoh:
Bank A telah menyampaikan Laporan LLD untuk PL bulan
Agustus 2016, namun masih terdapat kesalahan pada file
RTE, yaitu field nilai PEB pada baris ke-6 dan baris ke-25.
Dalam hal ini, Bank A melakukan koreksi terhadap
kesalahan pengisian field nilai PEB pada baris ke-6 dan baris
ke-25 dalam file RTE bulan Agustus 2016 dan menyampaikan
kembali secara lengkap file LLD1, file LLD2, file LLD3, dan file
LLD4 kepada Bank Indonesia.
6. Dalam hal koreksi terhadap Laporan LLD sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 tidak terkait transaksi Ekspor maka
Bank menyampaikan kembali secara lengkap file Laporan
Transaksi (LLD1) dan file Laporan Posisi (LLD2).
Contoh: …
8
Contoh:
Bank B telah menyampaikan Laporan LLD untuk PL bulan
September 2016, namun masih terdapat kesalahan pada file
LLD1, yaitu field nilai untuk tujuan transaksi impor pada
baris ke-65.
Dalam hal ini, Bank B melakukan koreksi terhadap
kesalahan pengisian field nilai untuk tujuan transaksi impor
pada baris ke-65 dalam file LLD1 bulan September 2016 dan
menyampaikan kembali secara lengkap file LLD1 dan file
LLD2 kepada Bank Indonesia.
7. Apabila Laporan LLD yang telah disampaikan Bank kepada
Bank Indonesia diindikasikan tidak wajar atau Bank
Indonesia memerlukan penjelasan lebih lanjut atas Laporan
LLD, Bank Indonesia akan meminta klarifikasi kepada Bank
melalui surat dan/atau media lainnya.
Contoh 1:
Bank Indonesia akan meminta klarifikasi kepada Bank
apabila dalam Laporan Transaksi terdapat field Status
Penerima yang diisi dengan Indonesia untuk Tujuan
Transaksi impor barang.
Contoh 2:
Bank C telah menyampaikan transaksi PT D dengan NPWP
tertentu melalui file LLD1. Namun berdasarkan database
Bank Indonesia, NPWP tersebut bukan atas nama PT D.
Dalam hal ini Bank Indonesia akan meminta klarifikasi
kepada Bank C.
8. Bank harus menyampaikan tanggapan atas permintaan
klarifikasi dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
angka 7 sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan Bank
Indonesia, yaitu paling lama 12 (dua belas) hari kerja setelah
tanggal permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia.
9. Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 harus
disampaikan dengan koreksi apabila terdapat kesalahan
dalam Laporan LLD.
10. Khusus untuk koreksi laporan pendukung berupa RTE
harus …
9
harus dilampiri dengan Dokumen Pendukung DHE dalam
hal koreksi memerlukan Dokumen Pendukung DHE.
11. Apabila laporan yang diindikasikan tidak wajar tersebut
telah sesuai dengan keterangan dan data yang dimiliki maka
Bank cukup memberikan tanggapan tanpa melakukan
koreksi.
C. FORMAT LAPORAN
1. Laporan Transaksi, Laporan Posisi, dan laporan
pendukung disusun berdasarkan spesifikasi format
laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Laporan Transaksi, Laporan Posisi, dan laporan
pendukung terdiri dari beberapa baris (record) dan setiap
record terdiri dari beberapa rincian baris (field) yang
dinyatakan dalam bentuk sandi-sandi dengan format
American Standard Code for Information Interchange
(ASCII).
3. Keterangan dan data dalam Laporan Transaksi dan laporan
pendukung yang belum dapat diperoleh dari Nasabah
dapat diisi dengan sandi sementara dan harus diganti
dengan fakta sebenarnya sebelum MPL berakhir.
4. Dokumen Pendukung DHE disampaikan dalam bentuk
softcopy dengan format PDF, JPG, TIFF, BMP, PNG, GIF,
atau file dengan format tersebut yang telah dikompresi.
5. Laporan Transaksi yang berupa hal-hal khusus, yaitu
transaksi yang terkait dengan pengiriman dana antar Bank
di dalam negeri, transaksi yang mempengaruhi lebih dari
satu rekening AFLN Bank dan/atau KFLN Bank, transaksi-
transaksi tertentu seperti transaksi antar bukan Penduduk,
pembayaran kartu kredit dan sejenisnya, jual beli mata uang
sasing, dan cek perjalanan dijelaskan lebih lanjut dalam
Lampiran I.
6. Penjelasan lebih lanjut mengenai format laporan adalah
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.
IV. PENYAMPAIAN …
10
IV. PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN LLD
A. TATA CARA PELAPORAN
1. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan
kepada Bank Indonesia oleh kantor pusat bagi Bank yang
berkantor pusat di Indonesia dan oleh kantor cabang yang
bertindak sebagai koordinator bagi bank yang berkedudukan
di luar negeri.
Contoh:
Bank E berkedudukan di Singapura memiliki kantor cabang
di Jakarta, Surabaya, dan Medan. Kantor cabang
koordinator bank E di Indonesia adalah kantor cabang di
Jakarta. Berdasarkan hal tersebut, Laporan LLD dan/atau
koreksi Laporan LLD disampaikan oleh kantor cabang bank
E di Jakarta kepada Bank Indonesia.
2. Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan secara
online, masing-masing sesuai MPL dan MPKL.
3. Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD
sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang melampaui MPKL
dilakukan secara offline.
4. Dalam hal tidak terdapat transaksi Bank dan/atau Nasabah
yang memengaruhi AFLN Bank dan/atau KFLN Bank pada
suatu PL tertentu, Bank menyampaikan Laporan Transaksi
nihil sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.
5. Dalam hal tidak terdapat posisi dan mutasi dari setiap
rekening AFLN Bank dan/atau KFLN Bank sebagai akibat
dari transaksi yang dilakukan oleh Bank dan/atau Nasabah
pada suatu PL tertentu, Bank menyampaikan Laporan Posisi
nihil sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.
6. Dalam hal tidak terdapat informasi transaksi terkait Ekspor
Nasabah pada suatu PL tertentu, Bank menyampaikan
laporan pendukung nihil sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.
7. Dalam hal terdapat transaksi terkait Ekspor Nasabah pada
Laporan …
11
Laporan Transaksi, Bank wajib menyampaikan laporan
pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.3
kepada Bank Indonesia berdasarkan informasi dari Nasabah,
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penerimaan devisa hasil ekspor.
8. Khusus untuk laporan pendukung berupa RTE, Bank harus
menyampaikan Dokumen Pendukung DHE untuk setiap
record pada RTE tersebut yang memenuhi kriteria tertentu,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam hal suatu record RTE terdapat selisih kurang
antara nilai DHE dan nilai PEB, penyampaian Dokumen
Pendukung DHE diatur sebagai berikut:
1) Apabila terdapat selisih kurang yang jumlahnya lebih
besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah):
a) untuk Ekspor barang tambang dan selisih
kurang paling banyak sebesar 10% (sepuluh
persen) dari nilai PEB, Bank tidak perlu
menyampaikan Dokumen Pendukung DHE;
b) untuk Ekspor barang tambang dan selisih
kurang lebih besar dari 10% (sepuluh persen)
dari nilai PEB, Bank harus menyampaikan
Dokumen Pendukung DHE;
c) untuk Ekspor bukan barang tambang, Bank
harus menyampaikan Dokumen Pendukung
DHE.
2) Untuk selisih kurang yang jumlahnya paling banyak
sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
atau ekuivalennya, Bank tidak perlu menyampaikan
Dokumen Pendukung DHE.
3) Barang tambang sebagaimana dimaksud pada
angka 1) mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penerimaan devisa hasil
ekspor.
b. Dokumen …
12
b. Dokumen Pendukung DHE sebagaimana dimaksud
dalam huruf a meliputi antara lain surat keterangan
tentang penangguhan pembayaran dari importir dan
perjanjian jual beli antara eksportir dan importir.
Penjelasan lebih lanjut mengenai Dokumen Pendukung
DHE adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran I.
c. Dokumen Pendukung DHE disampaikan Bank dalam
bentuk softcopy dengan menggunakan DPDP
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.
d. Dalam hal Bank melaporkan RTE yang harus dilengkapi
dengan Dokumen Pendukung DHE, Bank harus
menyampaikan RTE dan Dokumen Pendukung DHE sesuai
dengan MPL setelah Bank memperoleh informasi dari
Nasabah.
Contoh:
Nasabah Bank F, PT G, mengirimkan barang ke luar negeri
dengan cara pembayaran menggunakan usance L/C 180
(seratus delapan puluh) hari. Selanjutnya, berdasarkan
dokumen PEB diperoleh informasi antara lain tanggal PEB
yaitu 12 Oktober 2016. PT G menyampaikan informasi PEB
beserta dokumen pendukung yaitu perjanjian penjualan
dan usance L/C kepada Bank F tanggal 25 Oktober 2016.
Dalam hal ini, Bank F harus menyampaikan informasi PEB
PT G dalam RTE bulan Oktober 2016 beserta Dokumen
Pendukung DHE-nya pada MPL bulan November 2016.
e. Dalam hal Bank melaporkan RTE yang tidak harus
dilengkapi dengan Dokumen Pendukung DHE, Bank harus
menyampaikan RTE dimaksud setelah Bank memperoleh
informasi dari Nasabah sesuai dengan MPL.
f. Bank yang telah menerima pembayaran di muka wajib
menyampaikan RTE dengan rincian informasi yang diatur
dalam Lampiran I. Dalam hal Bank telah mendapatkan
informasi PEB, Bank wajib menyampaikan kembali RTE
dengan nomor identifikasi yang sama dengan RTE yang
telah disampaikan sebelumnya. RTE tersebut disampaikan
oleh …
13
oleh Bank kepada Bank Indonesia beserta Dokumen
Pendukung DHE apabila diperlukan pada MPL berikutnya
setelah Bank memperoleh informasi PEB dari Nasabah
yang meliputi antara lain sandi kantor pabean, nomor
pendaftaran PEB, tanggal PEB, nilai PEB, dan jenis valuta
PEB.
Contoh:
Nasabah Bank H, PT I, menerima pembayaran di muka
pada tanggal 20 Oktober 2016 dan Bank H telah
menyampaikan RTE terkait informasi atas penerimaan di
muka Nasabah tersebut untuk PL bulan Oktober 2016
yang disampaikan bulan November 2016 dengan nomor
identifikasi tertentu, namun belum mencakup informasi
PEB yang meliputi sandi kantor pabean, nomor
pendaftaran PEB, tanggal PEB, nilai PEB dan jenis valuta
PEB. Selanjutnya, berdasarkan dokumen PEB yang
diterbitkan tanggal 19 Januari 2017 yaitu saat barang
dikirim, Nasabah memperoleh informasi PEB dimaksud
yang kemudian disampaikan kepada Bank H pada tanggal
25 Januari 2017 berikut Dokumen Pendukung DHE
berupa perjanjian penjualan.
Dalam hal ini, Bank H menyampaikan informasi PEB PT I
dalam RTE bulan Januari 2017 beserta Dokumen
Pendukung DHE-nya pada MPL bulan Februari 2017
dengan nomor identifikasi yang sama dengan yang
dicantumkan pada RTE bulan Oktober 2016.
9. Dalam hal Laporan LLD terkait RTE tidak dilengkapi dengan
Dokumen Pendukung DHE sebagaimana dimaksud dalam
butir 8.a.1).b), butir 8.a.1).c), dan butir 8.d maka RTE
dimaksud dianggap tidak benar.
10. Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD yang disampaikan
oleh Bank kepada Bank Indonesia harus melalui pentahapan
uji pelaporan yaitu memenuhi persyaratan kuantitas dan
persyaratan kualitas sebagaimana hasil verifikasi sistem.
Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD dinyatakan telah
diterima …
14
diterima Bank Indonesia apabila telah memenuhi kedua
tahapan uji pelaporan dan adanya keterangan ’UJI
KUALITAS OK’ dalam aplikasi pelaporan LLD Bank.
Penjelasan lebih lanjut mengenai persyaratan kuantitas dan
kualitas sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.
11. Tanggal penerimaan Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD
adalah tanggal penerimaan file laporan tersebut yang telah
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas sebagaimana
dimaksud dalam angka 10.
12. Apabila Bank dalam MPL melakukan koreksi atas Laporan
LLD maka status laporan yang berlaku sesuai dengan status
koreksi laporan yang terakhir disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia.
Contoh:
Bank J telah menyampaikan Laporan LLD untuk PL bulan Juni
2017 pada tanggal 5 Juli 2017 yang telah memenuhi persyaratan
kuantitas dan kualitas. Pada tanggal 9 Juli 2017, Bank J
menyampaikan koreksi atas Laporan LLD tersebut yang telah
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya,
apabila pada tanggal 15 Juli 2017 (akhir MPL) Bank J kembali
mengoreksi dan sampai dengan pukul 23.59 WIB masih belum
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas maka status
laporan yang berlaku adalah status laporan yang disampaikan
pada tanggal 15 Juli 2017. Dalam hal ini, Bank J dinyatakan
belum menyampaikan laporan.
Selanjutnya apabila Bank J menyampaikan kembali koreksi
atas Laporan LLD tersebut pada tanggal 16 Juli 2017 dan telah
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas maka dalam hal
ini Bank J dinyatakan terlambat menyampaikan laporan.
13. Pengisian informasi PEB pada laporan RTE untuk
penerimaan DHE atas kegiatan Ekspor dengan PEB yang
dikeluarkan sebelum tanggal 2 Januari 2012 dapat
dilakukan dengan menggunakan sandi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.
tertentu
14. Tata cara pelaporan dijelaskan lebih lanjut dalam Lampiran I.
B. MEDIA …
15
B. MEDIA PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan
kepada Bank Indonesia secara online melalui media
ekstranet Bank Indonesia dengan menggunakan akses ke
ekstranet yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada Bank.
2. Dalam hal Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD tidak
dapat disampaikan secara online karena adanya gangguan
teknis atau penyampaian koreksi Laporan LLD yang
melampaui tanggal 20 setelah berakhirnya PL maka Laporan
LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan secara
offline dengan menggunakan media elektronik antara lain
compact disk (CD), flash disk, atau e-mail melalui Kantor
Pusat Bank Indonesia atau Kantor Perwakilan Bank
Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.
C. PERIODE LAPORAN (PL)
Laporan LLD disampaikan secara bulanan yang meliputi data selama
1 (satu) PL, yaitu dari tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir bulan.
D. MASA PENYAMPAIAN LAPORAN (MPL)
MPL diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk Laporan LLD yang disampaikan secara online, batas akhir
MPL adalah tanggal 15 bulan MPL pukul 23.59 WIB.
Contoh:
Untuk kegiatan LLD PL bulan November 2016, batas akhir MPL
adalah tanggal 15 Desember 2016 (hari Kamis) pukul 23.59 WIB.
2. Apabila hari terakhir penyampaian Laporan LLD secara online
jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu, hari libur, dan cuti bersama
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maka batas akhir MPL
tidak berubah, kecuali ditetapkan lain melalui pemberitahuan
resmi Bank Indonesia.
Contoh:
Untuk kegiatan LLD PL bulan September 2016, batas akhir MPL
adalah tanggal 15 Oktober 2016 (hari Sabtu) pukul 23.59 WIB.
3. Apabila terjadi gangguan teknis yang menyebabkan Bank tidak
dapat …
16
dapat menyampaikan Laporan LLD secara online maka Laporan
LLD disampaikan selama MPL secara offline selama Jam Kerja
dengan memberikan bukti-bukti pendukung terjadinya
gangguan teknis.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 13 Februari 2017
(hari Senin) pukul 10.10 WIB maka Bank dapat menyampaikan
Laporan LLD PL bulan Januari 2017 secara offline pada tanggal
13 Februari 2017 dalam Jam Kerja.
4. Dalam hal gangguan teknis yang menyebabkan Bank tidak
dapat menyampaikan Laporan LLD secara online terjadi pada
tanggal 15 bulan MPL, penyampaian Laporan LLD diatur
sebagai berikut:
a. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan baru
dapat diatasi pada hari berikutnya, Bank menyampaikan
Laporan LLD secara online pada hari berikutnya dengan
memberikan bukti pendukung terjadinya gangguan teknis.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 15
September 2017 (hari Jumat) dan baru dapat diatasi pada
tanggal 16 September 2017 (hari Sabtu) pukul 11.20 WIB.
Dalam hal ini, Bank menyampaikan Laporan LLD PL bulan
Agustus 2017 secara online pada tanggal 16 September
2017 dengan memberikan bukti pendukung terjadinya
gangguan teknis. Dengan demikian, Bank tidak dinyatakan
terlambat menyampaikan Laporan LLD.
b. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan belum
dapat diatasi pada hari berikutnya, Bank menyampaikan
Laporan LLD secara offline pada hari kerja berikutnya
dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti pendukung
terjadinya gangguan teknis.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 15 Desember
2016 (hari Kamis) dan belum dapat diatasi sampai dengan
tanggal 16 Desember 2016. Dalam hal ini, Bank
menyampaikan …
17
menyampaikan Laporan LLD PL bulan November 2016
secara offline pada tanggal 16 Desember 2016 (hari Jumat)
dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti pendukung
terjadinya gangguan teknis. Dengan demikian, Bank tidak
dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD.
c. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia yang
belum dapat diatasi sampai dengan berakhirnya Jam Kerja,
Bank menyampaikan Laporan LLD secara online pada hari
berikutnya jika gangguan teknis dapat diatasi atau secara
offline pada hari kerja berikutnya dalam Jam Kerja jika
gangguan teknis belum dapat diatasi.
Contoh 1:
Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 15
September 2017 (hari Jumat) dan dapat diatasi pada
tanggal 16 September 2017 (hari Sabtu) maka Bank
menyampaikan Laporan LLD PL bulan Agustus 2017
secara online pada tanggal 16 September 2017. Dengan
demikian, Bank tidak dinyatakan terlambat
menyampaikan Laporan LLD.
Contoh 2:
Apabila gangguan teknis pada contoh 1 di atas tidak dapat
diatasi pada tanggal 16 September 2017 maka Bank
menyampaikan laporan LLD PL bulan Agustus 2017 secara
offline pada tanggal 18 September 2017 (hari Senin) dalam
Jam Kerja. Dengan demikian, Bank tidak dinyatakan
terlambat menyampaikan Laporan LLD.
5. Yang dimaksud dengan gangguan teknis adalah gangguan
yang terjadi di Bank Indonesia dan/atau Bank yang meliputi
antara lain gangguan jaringan dan/atau komunikasi, namun
tidak termasuk gangguan pada sistem penyusunan Laporan
LLD di Bank.
E. MASA PENYAMPAIAN KOREKSI LAPORAN (MPKL)
MPKL diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk koreksi Laporan LLD yang disampaikan secara online,
batas akhir MPKL adalah tanggal 20 bulan MPL pukul 23.59
WIB …
18
WIB.
Contoh:
Koreksi Laporan LLD untuk PL bulan Januari 2017 dapat
disampaikan secara online paling lama tanggal 20 Februari 2017
(hari Senin) pukul 23.59 WIB.
2. Apabila hari terakhir penyampaian koreksi Laporan LLD secara
online jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu, hari libur, dan cuti
bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maka batas akhir
MPKL tidak berubah, kecuali ditetapkan lain melalui
pengumuman resmi Bank Indonesia.
Contoh:
Koreksi Laporan LLD untuk PL bulan Oktober 2016 dapat
disampaikan secara online paling lama tanggal 20 November
2016 (hari Minggu) pukul 23.59 WIB.
3. Apabila Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD pada tanggal
16 sampai dengan tanggal 20 dan tidak memenuhi persyaratan
kuantitas dan kualitas maka Laporan LLD yang dinyatakan
diterima Bank Indonesia adalah laporan terakhir yang telah
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas.
Contoh:
Bank K telah menyampaikan Laporan LLD untuk PL bulan
Januari 2017 pada tanggal 15 Februari 2017 dan telah
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Pada tanggal 19
Februari 2017, Bank K menyampaikan koreksi atas Laporan
LLD yang disampaikan pada tanggal 15 Februari 2017 dan telah
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya
apabila pada tanggal 20 Februari 2017 (akhir MPKL) Bank K
melakukan koreksi kembali dan sampai dengan pukul 23.59
WIB masih belum memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas
maka status laporan yang berlaku adalah status laporan yang
disampaikan pada tanggal 19 Februari 2017.
4. Koreksi Laporan LLD atas dasar permintaan klarifikasi Bank
Indonesia dapat dilakukan secara offline dalam Jam Kerja.
Contoh:
Bank Indonesia meminta klarifikasi kepada Bank L pada tanggal
25 …
19
25 Mei 2017 atas sejumlah record Laporan Transaksi PL bulan
April 2017. Setelah membandingkan dengan bukti yang dimiliki,
Bank L menemukan beberapa kesalahan yang mengakibatkan
Laporan Transaksi tersebut harus dikoreksi.
Dalam hal ini, sebagaimana diatur dalam butir III.B.8, Bank L
dapat menyampaikan koreksi Laporan Transaksi PL bulan April
2017 kepada Bank Indonesia secara offline paling lama 12 (dua
belas) hari kerja setelah tanggal permintaan klarifikasi dari
Bank Indonesia.
5. Dalam hal terjadi gangguan teknis yang menyebabkan Bank
tidak dapat menyampaikan koreksi Laporan LLD secara online
pada tanggal 20 bulan MPL maka penyampaian koreksi Laporan
LLD tersebut diatur sebagai berikut:
a. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank, Bank
menyampaikan koreksi Laporan LLD secara offline pada
hari kerja berikutnya dengan memberikan bukti
pendukung terjadinya gangguan teknis.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 20 Desember
2016 (hari Selasa) pukul 11.00 WIB maka Bank
menyampaikan koreksi Laporan LLD PL bulan November
2016 secara offline pada tanggal 21 Desember 2016 (hari
Rabu) dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti
pendukung terjadinya gangguan teknis.
b. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia,
Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD secara offline
pada hari kerja berikutnya.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 20
Desember 2016 (hari Selasa) pukul 15.08 WIB maka Bank
menyampaikan koreksi Laporan LLD PL bulan November
2016 secara offline pada tanggal 21 Desember 2016 (hari
Rabu) dalam Jam Kerja.
F. TERLAMBAT …
20
F. TERLAMBAT MENYAMPAIKAN LAPORAN
1. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD
apabila Laporan LLD disampaikan setelah berakhirnya MPL
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.1, butir IV.D.2, butir
IV.D.3, atau butir IV.D.4 sampai dengan akhir bulan MPL dalam
Jam Kerja.
Contoh:
Apabila Laporan LLD Bank untuk PL bulan Oktober 2016
diterima Bank Indonesia secara online pada tanggal 16 November
2016 (hari Rabu) maka Bank tersebut dinyatakan terlambat
menyampaikan Laporan LLD.
2. Dalam hal akhir bulan MPL jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu,
hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia maka Bank dinyatakan terlambat menyampaikan
Laporan LLD apabila Laporan LLD disampaikan setelah
berakhirnya MPL sampai dengan hari kerja berikutnya setelah
akhir bulan MPL dalam Jam Kerja.
Contoh:
Bank terlambat menyampaikan Laporan LLD untuk PL bulan
November 2016 apabila Laporan LLD disampaikan pada tanggal
2 Januari 2017 (hari Senin) dalam Jam Kerja.
3. Batas akhir penyampaian Laporan LLD secara online bagi Bank
yang terlambat menyampaikan Laporan LLD adalah tanggal 20
bulan MPL pukul 23.59 WIB.
Contoh:
Batas akhir penyampaian Laporan LLD PL bulan September
2016 secara online adalah tanggal 20 Oktober 2016 (hari Kamis)
sampai dengan pukul 23.59 WIB.
4. Penyampaian Laporan LLD setelah tanggal 20 bulan MPL sampai
dengan akhir bulan MPL dilakukan secara offline dalam Jam
Kerja.
Contoh:
Batas akhir penyampaian Laporan LLD PL bulan Januari 2017
secara offline adalah tanggal 28 Februari 2017 (hari Selasa)
dalam …
21
dalam Jam Kerja.
G. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN
1. Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD apabila
sampai dengan Jam Kerja berakhir pada akhir bulan MPL, Bank
Indonesia belum menerima Laporan LLD.
2. Dalam hal akhir bulan MPL jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu,
hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia maka Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan
LLD apabila sampai dengan Jam Kerja berakhir pada hari kerja
berikutnya, Bank Indonesia belum menerima Laporan LLD.
Contoh:
Apabila pada tanggal 2 Januari 2017 (hari Senin) sampai
dengan berakhirnya Jam Kerja, Bank Indonesia belum
menerima Laporan LLD Bank untuk PL bulan November
2016 maka Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan
LLD.
3. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 tetap
wajib menyampaikan Laporan LLD kepada Bank Indonesia
secara offline.
H. PENGAKSEPAN PERINTAH TRANSFER DANA NASABAH DAN
PENYAMPAIAN DOKUMEN PENDUKUNG OUTGOING TRANSFER
1. Bank hanya dapat melakukan pengaksepan Perintah
Transfer Dana untuk Outgoing Transfer Nasabah sepanjang
dilengkapi dengan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer.
2. Penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing Transfer
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak berlaku untuk:
a.
transaksi yang dilakukan oleh Bank untuk kepentingan
Bank itu sendiri.
Contoh:
Pada tanggal 20 Maret 2017, Bank M melakukan
transfer kepada perusahaan N di Singapura sebesar
USD275,000.00 (dua ratus tujuh puluh lima ribu dolar
Amerika Serikat) atas pembelian server untuk
kepentingan Bank M.
Dalam …
22
Dalam hal ini, transaksi yang dilakukan Bank M tidak
memerlukan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer.
b.
transaksi yang bertujuan untuk pemindahan simpanan
oleh Nasabah yang sama di dalam negeri.
Contoh:
Pada tanggal 16 Mei 2017, PT O memerintahkan Bank P
di Jakarta untuk mentransfer dana sebesar
USD300,000.00 (tiga ratus ribu dolar Amerika Serikat)
dari rekening valuta asing milik PT O untuk untung
rekening valuta asing milik PT O di Bank Q di Surabaya.
Dalam hal ini, transaksi yang dilakukan PT O tidak
memerlukan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer.
3. Nasabah yang melakukan Outgoing Transfer harus
menyampaikan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer
kepada Bank.
4. Dalam hal Nasabah melakukan transaksi LLD berupa
transfer dana keluar dalam valuta asing dengan nilai setara
sampai dengan USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika
Serikat), Nasabah tidak perlu menyampaikan Dokumen
Pendukung Outgoing Transfer kepada Bank sebagaimana
dimaksud dalam angka 1.
5. Nilai Outgoing Transfer yang dilakukan Nasabah
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 paling banyak
sebesar nilai nominal dari Dokumen Pendukung Outgoing
Transfer dengan toleransi lebih sebesar 2,5% (dua koma lima
persen) dari nilai yang tercantum di Dokumen Pendukung
Outgoing Transfer.
6. Jenis Dokumen Pendukung Outgoing Transfer sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 adalah sebagaimana terdapat pada
Lampiran I.
7. Perhitungan nilai ekuivalen USD untuk transaksi dalam mata
uang selain USD menggunakan kurs tengah akhir bulan yang
diumumkan Bank Indonesia pada PL sebelumnya.
8. Untuk valuta yang tidak terdapat dalam daftar kurs yang
diumumkan …
23
diumumkan Bank Indonesia pada PL sebelumnya,
perhitungan nilai ekuivalen USD menggunakan kurs akhir
bulan Reuters pada PL sebelumnya.
9. Bank harus melaporkan kepada Bank Indonesia mengenai
penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing Transfer
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang mengakibatkan
berkurangnya giro Bank di luar negeri.
10. Tata cara pelaporan kepada Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam angka 9 dijelaskan dalam Lampiran I.
11. Untuk Outgoing Transfer yang Dokumen Pendukung
Outgoing Transfer-nya tidak terdapat dalam Lampiran I,
Nasabah harus menggunakan surat pernyataan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
12. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 11
harus ditandatangani oleh:
a. Nasabah yang bersangkutan atau pihak yang diberi
kuasa untuk Nasabah perorangan; atau
b. pihak yang berwenang dari Nasabah berbentuk badan
usaha selain Bank.
13. Dalam hal Nasabah merupakan badan usaha selain Bank,
yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” adalah
pejabat yang mewakili badan usaha berdasarkan anggaran
dasarnya, pejabat yang ditunjuk dengan menggunakan surat
kuasa, atau pejabat yang memiliki kewenangan.
14. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 11
harus diparaf oleh petugas Bank.
15. Bagi Nasabah yang telah menyampaikan bukti atau
dokumen kepada Bank dalam rangka pemenuhan ketentuan
Bank Indonesia mengenai transaksi valuta asing terhadap
Rupiah antara bank dengan pihak domestik dan transaksi
valuta asing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak
asing, Bank dapat menggunakan bukti atau dokumen
tersebut …
24
tersebut sebagai Dokumen Pendukung Outgoing Transfer
sepanjang bukti atau dokumen tersebut sama dengan
Dokumen Pendukung Outgoing Transfer.
Contoh:
Pada tanggal 16 dan 17 Januari 2017, PT R membeli valuta
asing masing-masing sebesar USD300,000.00 (tiga ratus
ribu dolar Amerika Serikat) dan USD125,000.00 (seratus dua
puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) di Bank S untuk
menambah rekening USD-nya dengan mendebet rekening
Rupiah milik perusahaan tersebut di Bank yang sama.
Untuk transaksi ini, PT R telah memberikan dokumen
berupa fotokopi invoice dari perusahaan T di Hongkong
untuk pembelian barang dari luar negeri sebesar
USD425,000.00 (empat ratus dua puluh lima ribu dolar
Amerika Serikat) kepada Bank S. Selanjutnya, pada tanggal
19 Januari 2017 PT R memerintahkan Bank S untuk
melakukan transfer sebesar USD425,000.00 (empat ratus
dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) kepada
perusahaan T.
Untuk transaksi tersebut, Bank S dapat menggunakan
dokumen yang telah disampaikan Nasabah sebelumnya
dalam pemenuhan ketentuan ini.
16. Dokumen Pendukung Outgoing Transfer sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan surat pernyataan sebagaimana
dimaksud dalam angka 11 harus diterima sebelum
pelaksanaan penyelesaian transaksi.
Contoh:
PT U melakukan transaksi LLD berupa transfer dana keluar
melalui Bank V di Jakarta sebesar USD250,000.00 (dua
ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dalam rangka
pembayaran impor. Jika tanggal valuta untuk transfer
dimaksud adalah tanggal 22 November 2016 maka Dokumen
Pendukung Outgoing Transfer untuk transaksi pembayaran
impor harus diterima Bank V sebelum pelaksanaan
penyelesaian transaksi pada tanggal valuta.
17. Nasabah …
25
17. Nasabah bertanggung jawab atas kebenaran Dokumen
Pendukung Outgoing Transfer serta surat pernyataan atas
Outgoing Transfer.
18. Dalam hal bank bertindak selaku Nasabah dari Bank maka
transaksi bank dimaksud dikategorikan sebagai transaksi
Nasabah.
I. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN
1. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan
penelitian terhadap kebenaran keterangan dan data Laporan
LLD dalam bentuk kegiatan evaluasi dan pemeriksaan
langsung (on-site) kepada Bank.
2. Penelitian dalam bentuk kegiatan evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dilakukan oleh Bank Indonesia
sewaktu-waktu dalam rangka meningkatkan kualitas
Laporan LLD.
3. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan langsung (on-site) kepada Bank atas Laporan
LLD yang masih diragukan kebenarannya.
4. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 3
meliputi antara lain pemeriksaan bukti transaksi,
pembukuan, catatan, dan dokumen yang berkaitan dengan
Laporan LLD.
5. Dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk
memberikan antara lain bukti, catatan, dan/atau dokumen
lainnya yang terkait dengan Laporan LLD.
6. Bank harus memberikan penjelasan, bukti, catatan,
dan/atau dokumen lainnya yang terkait dengan Laporan
LLD dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Bank
Indonesia.
7. Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, Bank Indonesia dapat menunjuk pihak lain.
8. Dalam kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam
angka …
26
angka 1, Bank dianggap tidak menyampaikan Laporan LLD
dengan benar jika:
a.
tidak diisi sesuai dengan informasi dari Nasabah
dan/atau dokumen pendukungnya; dan/atau
b. Bank tidak dapat menunjukkan penjelasan, bukti,
catatan, dan/atau dokumen pendukung.
9. Apabila dalam kegiatan evaluasi dan/atau pemeriksaan
langsung kepada Bank terhadap Laporan LLD sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 ditemukan ketidakwajaran dalam
Dokumen Pendukung Outgoing Transfer, Bank Indonesia
berwenang antara lain:
a. meminta penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen
lainnya yang terkait kepada Nasabah;
b. melakukan pemeriksaan langsung terhadap Nasabah;
dan/atau
c. menunjuk pihak lain untuk melakukan penelitian
kebenaran Dokumen Pendukung Outgoing Transfer
terhadap Nasabah.
10. Apabila dalam kegiatan evaluasi dan/atau pemeriksaan
langsung kepada Bank terhadap Laporan LLD sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 ditemukan ketidakwajaran dalam
Dokumen Pendukung DHE, Bank Indonesia berwenang
antara lain meminta penjelasan, bukti, catatan, dan/atau
dokumen lainnya yang terkait kepada Nasabah sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penerimaan Devisa Hasil Ekspor.
11. Nasabah harus memberikan penjelasan, bukti, catatan,
dan/atau dokumen lainnya yang terkait dalam rangka
penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dan angka
10, dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Bank
Indonesia.
12. Dokumen Pendukung Outgoing Transfer yang disampaikan
Nasabah kepada Bank dinyatakan tidak benar jika dalam
kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 11,
Nasabah …
27
Nasabah tidak dapat memberikan penjelasan, bukti, catatan,
dan/atau dokumen lainnya yang terkait dengan transaksi
Outgoing Transfer.
13. Dalam hal Nasabah dapat memberikan penjelasan, bukti,
catatan, dan/atau dokumen lainnya sesuai dengan transaksi
Outgoing Transfer maka Nasabah dianggap telah
menyampaikan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer
dengan benar.
V. PROSEDUR PEROLEHAN INFORMASI SERTA PENATAUSAHAAN
DOKUMEN PENDUKUNG DAN SURAT PERNYATAAN
Dalam rangka mendukung kelancaran penyampaian Laporan LLD
kepada Bank Indonesia, ditetapkan hal-hal sebagai berikut:
1. Bank harus meminta keterangan, data, Dokumen Pendukung
DHE, dan/atau Dokumen Pendukung Outgoing Transfer kepada
Nasabah yang melakukan Kegiatan LLD melalui Bank, baik
untuk kepentingan administrasi pelaporan Bank maupun untuk
memenuhi permintaan Bank Indonesia.
2. Dalam hal suatu Kegiatan LLD melibatkan lebih dari 1 (satu) Bank
di dalam negeri maka untuk mendukung kelancaran pelaporan
ditetapkan sebagai berikut:
a. Bank dapat melakukan tukar-menukar informasi yang
diperlukan untuk pelaporan Kegiatan LLD dengan Bank lain
dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku mengenai
kerahasiaan data dan/atau informasi.
b. Tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a harus memperhatikan batas waktu MPL.
c. Untuk keperluan komunikasi dalam rangka tukar-menukar
informasi antarBank, setiap Bank harus menunjuk petugas
(contact person) yang bertanggung jawab terhadap
kelancaran komunikasi tersebut dilengkapi dengan alamat
e-mail, nomor telepon, dan/atau nomor faksimili.
3. Bank harus melakukan verifikasi terhadap keterangan dan data
yang diperoleh dari Nasabah untuk memastikan akurasi Laporan
LLD.
4. Untuk …
28
4. Untuk transaksi Ekspor, Bank harus melakukan verifikasi
terhadap Dokumen Pendukung DHE untuk memastikan
keterangan dan data yang disampaikan Nasabah sesuai dengan
Dokumen Pendukung DHE dimaksud.
5. Bank harus melaporkan dan menyampaikan Dokumen
Pendukung DHE yang diterima dari Nasabah kepada Bank
Indonesia.
6. Bank harus melakukan verifikasi terhadap kesesuaian antara
perintah Outgoing Transfer dengan Dokumen Pendukung
Outgoing Transfer-nya, yaitu terkait nama penerima dan nilai
pembayaran. Nilai pembayaran maksimal sama dengan Dokumen
Pendukung Outgoing Transfer dengan toleransi lebih sebesar 2,5%
(dua koma lima persen) dari nilai yang tercantum di Dokumen
Pendukung Outgoing Transfer.
Contoh:
PT W memerintahkan Bank X di Jakarta untuk membayar kepada
rekening perusahaan induknya (perusahaan Y) di Singapura
sebesar USD151,000.00 (seratus lima puluh satu ribu dolar
Amerika Serikat). Berdasarkan perintah Outgoing Transfer dari PT
W, diperoleh informasi bahwa pembayaran tersebut merupakan
pembayaran atas pembelian barang dari perusahaan Y. Untuk
transaksi ini, PT W menyampaikan fotokopi invoice sebesar
USD150,000.00 (seratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat)
kepada Bank X. Dalam hal ini, Bank X melakukan verifikasi
antara nama penerima dan nilai di perintah transfer dengan nama
penjual dan nilai kewajiban membayar di invoice.
Mengingat selisih lebih antara nilai perintah Outgoing Transfer
dengan nilai yang tercantum di fotokopi invoice tidak melebihi
2,5% (dua koma lima persen) dari nilai yang tercantum di fotokopi
invoice maka perintah Outgoing Transfer masih dianggap sesuai
dengan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer.
7. Bank harus menatausahakan Dokumen Pendukung Outgoing
Transfer sebagaimana dimaksud dalam butir IV.H.1 dan surat
pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.H.11 baik
dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy.
8. Dokumen …
29
8. Dokumen Pendukung Outgoing Transfer dan surat pernyataan
yang diberikan Nasabah kepada Bank, baik dalam bentuk
hardcopy dan/atau softcopy, tidak disampaikan kepada Bank
Indonesia.
9. Bank harus memberikan penjelasan kepada Nasabah bahwa
kebenaran dan/atau kesesuaian Dokumen Pendukung Outgoing
Transfer atau surat pernyataan dengan tujuan Outgoing Transfer
merupakan tanggung jawab Nasabah.
10. Bank harus memiliki sistem dan prosedur dalam perolehan
keterangan dan data serta dalam penyusunan Laporan LLD yang
dituangkan dalam suatu pedoman tertulis, sehingga Bank dapat
menyampaikan Laporan LLD dengan benar dan tepat waktu.
11. Bank harus menunjuk petugas dan penanggung jawab untuk
menyusun, memverifikasi, dan menyampaikan Laporan LLD kepada
Bank Indonesia. Nama petugas dan penanggung jawab tersebut
termasuk perubahannya harus disampaikan kepada Bank Indonesia.
12. Nasabah harus menyampaikan keterangan, data, Dokumen
Pendukung DHE, dan/atau Dokumen Pendukung Outgoing
Transfer atas permintaan Bank.
VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
A. Sanksi Administratif Berupa Denda
1. Sanksi Atas Laporan LLD Tidak Benar
Bagi Bank yang menyampaikan Laporan LLD secara tidak benar
sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1 dikenakan sanksi
administratif berupa denda dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila Bank menyampaikan Laporan LLD yang belum
memuat keterangan dan data sesuai dengan informasi dari
Nasabah dan/atau dokumen pendukungnya, dimana
secara teknis masih diisi dengan sandi sementara dan tidak
diperbaiki sampai dengan berakhirnya MPL, Bank
dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap field
yang tidak benar dengan denda paling banyak sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Contoh: …
30
Contoh:
Dalam Laporan Transaksi terkait RTE PL bulan Desember
2016 terdapat 1 (satu) record yang masih menggunakan
sandi sementara, yaitu untuk field sandi kantor pabean
(diisi ‘YYYYYY’), nomor pendaftaran PEB (diisi ‘YYYYYYYY’),
dan tanggal PEB (diisi ‘YYYYYYYY’).
Berdasarkan contoh tersebut, apabila sampai dengan
tanggal 15 Januari 2017 sandi sementara tersebut belum
diperbaiki, Bank dikenakan sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp150.000,00 (3 field x Rp50.000,00).
b. Apabila Bank menyampaikan Laporan LLD secara tidak
benar karena:
1)
tidak memuat keterangan dan data sesuai dengan
informasi dari Nasabah dan/atau dokumen
pendukung-nya, antara lain karena:
a.
record yang sama disampaikan kepada Bank
Indonesia lebih dari 1 (satu) kali; dan/atau
b. Bank tidak melaporkan seluruh Kegiatan LLD
dalam Laporan LLD,
yang ditemukan pada kegiatan penelitian
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.I; dan/atau
2) Bank tidak dapat memberikan penjelasan, bukti,
catatan, dan/atau dokumen pendukung pada saat
kegiatan penelitian,
Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap isian
field yang tidak benar dengan denda paling banyak sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Contoh:
Berdasarkan kegiatan evaluasi terhadap laporan RTE
untuk PL bulan Juli 2017 sampai dengan Desember 2017
terdapat 25 (dua puluh lima) isian field yang tidak benar,
yang terdiri dari 10 (sepuluh) field sandi kantor pabean, 10
(sepuluh) field tanggal PEB, dan 5 (lima) field nilai PEB.
Berdasarkan …
31
Berdasarkan contoh tersebut, Bank dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp1.250.000,00 (25
field x Rp50.000,00).
2. Sanksi Atas Keterlambatan Penyampaian Laporan LLD
Bagi Bank yang terlambat menyampaikan Laporan LLD
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.F dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan.
Contoh:
Apabila Laporan LLD untuk PL bulan Januari 2017 diterima
Bank Indonesia pada tanggal 20 Februari 2017 maka Bank
dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 5
(lima) hari keterlambatan dan dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (5 x
Rp1.000.000,00).
3. Sanksi Tidak Menyampaikan Laporan LLD
Bagi Bank yang tidak menyampaikan Laporan LLD
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.G dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
Contoh:
Apabila sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 Laporan LLD
untuk PL bulan Februari 2017 belum diterima Bank
Indonesia maka Bank dinyatakan tidak menyampaikan
Laporan LLD dan dikenakan sanksi denda sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
4. Sanksi atas Pengaksepan Perintah Transfer Dana Keluar
untuk Transaksi LLD tanpa Dilengkapi Dokumen
Pendukung Outgoing Transfer dari Nasabah atau Surat
Pernyataan dari Nasabah.
Bagi Bank yang melakukan pengaksepan Perintah Transfer
Dana keluar untuk transaksi LLD berupa Outgoing Transfer
tanpa dilengkapi Dokumen Pendukung Outgoing Transfer
atau surat pernyataan dari Nasabah dikenakan sanksi
administratif …
32
administratif berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah) untuk setiap Perintah Transfer Dana.
Contoh:
PT Z di Jakarta melakukan transaksi sebanyak 3 (tiga) kali
pada tanggal 4 Januari 2017 melalui Bank A tanpa Dokumen
Pendukung Outgoing Transfer atau surat pernyataan dengan
rincian sebagai berikut:
USD150,000.00 (seratus lima puluh ribu dolar Amerika
Serikat) kepada perusahaan B di bank C Singapura,
USD230,000.00 (dua ratus tiga puluh ribu dolar
Amerika Serikat) kepada PT D di bank E Surabaya. dan
USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat)
kepada perusahaan F di bank G Malaysia.
Bank A mengaksep ketiga perintah ini pada tanggal yang
sama, yaitu dengan mendebet rekening PT Z. Dalam hal ini,
Bank A akan dikenakan sanksi administratif berupa denda
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), yaitu atas
pelanggaran ketentuan untuk transfer ke perusahaan B dan
PT D. Untuk trasaksi ke perusahaan F di Malaysia tidak ada
keharusan penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing
Transfer atau surat pernyataan sehingga tidak dikenakan
sanksi.
5. Pengenaan sanksi administratif berupa denda bagi Bank
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, angka 3,
dan angka 4 dilakukan melalui surat penetapan sanksi
administratif berupa denda dari Bank Indonesia kepada
Bank.
6. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 5
antara lain mencantumkan jenis pelanggaran dan besarnya
denda yang harus dibayar serta pemberitahuan mengenai
kesempatan bagi Bank untuk mengajukan pembebasan
sanksi administratif berupa denda.
7. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud
dalam …
33
dalam angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4 tidak
menggugurkan kewajiban penyampaian Laporan LLD oleh
Bank.
B. Sanksi Administratif Berupa Teguran Tertulis dan/atau Denda
Kepada Nasabah dan Pemberitahuan Kepada Instansi Terkait
1. Nasabah yang dinyatakan tidak menyampaikan keterangan,
data, dan/atau Dokumen Pendukung Outgoing Transfer
dengan benar sebagaimana dimaksud dalam butir IV.I.12,
dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis
dan/atau denda sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima
persen) dari nilai transaksi dengan nominal paling banyak
sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) untuk
setiap Perintah Transfer Dana.
2. Bagi Nasabah yang dikenakan sanksi administratif berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1, sanksi denda
dikenakan dalam mata uang Rupiah dan dihitung dengan
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1
(satu) hari kerja sebelum tanggal pengenaan sanksi
administratif berupa denda.
Contoh 1:
Nasabah H melakukan transaksi Outgoing Transfer pada
bulan Agustus 2017 dengan nilai transaksi sebesar
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). Setelah
Bank Indonesia melakukan penelitian kebenaran Dokumen
Pendukung Outgoing Transfer, Dokumen Pendukung
Outgoing Transfer yang diberikan Nasabah untuk transaksi
tersebut dinilai tidak memadai. Apabila kurs tengah Bank
Indonesia yang berlaku 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal
pengenaan sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp11.500,00 (sebelas ribu lima ratus rupiah) maka
perhitungan denda Nasabah H sebesar (0,25% x
USD1,000,000.00 x Rp11.500,00) = Rp28.750.000,00.
Contoh 2:
Nasabah I melakukan transaksi Outgoing Transfer pada
bulan September 2017 dengan nilai transaksi sebesar
USD2,000,000.00 …
34
USD2,000,000.00 (dua juta dolar Amerika Serikat). Setelah
Bank Indonesia melakukan penelitian kebenaran Dokumen
Pendukung Outgoing Transfer, Dokumen Pendukung
Outgoing Transfer yang diberikan Nasabah untuk transaksi
tersebut dinilai tidak memadai. Apabila kurs tengah Bank
Indonesia yang berlaku 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal
pengenaan sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp11.500,00 (sebelas ribu lima ratus rupiah) maka
perhitungan denda Nasabah I sebesar (0,25% x
USD2,000,000.00 x Rp11.500,00) = Rp57.500.000,00.
Mengingat perhitungan denda tersebut melebihi nilai denda
maksimal maka Nasabah I dikenakan denda maksimal
sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
3. Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda
sebagimana dimaksud dalam angka 1, Bank Indonesia dapat
menyampaikan informasi mengenai sanksi administratif
berupa denda yang dikenakan ke Nasabah sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, kepada:
a. Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal sanksi dikenakan
kepada Nasabah berupa bank atau lembaga keuangan
bukan bank;
b. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, dalam
hal sanksi dikenakan kepada Nasabah berupa korporasi
Badan Usaha Milik Negara; dan/atau
c. Bursa Efek Indonesia, dalam hal sanksi dikenakan
kepada Nasabah berupa korporasi publik yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia.
4. Pengenaan sanksi administratif berupa denda bagi Nasabah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan melalui
surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari
Bank Indonesia kepada Nasabah.
5. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 4
antara lain mencantumkan jenis pelanggaran dan besarnya
denda yang harus dibayar, rekening Bank Indonesia tujuan
pembayaran …
35
pembayaran sanksi administratif berupa denda, serta
pemberitahuan mengenai kesempatan bagi Nasabah untuk
mengajukan pembebasan sanksi administratif berupa
denda.
6. Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 disetorkan ke rekening Bank
Indonesia.
C. Pembebasan Sanksi Administratif Berupa Denda
1. Bank atau Nasabah yang telah dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1, butir A.2, butir A.3, butir A.4, dan butir B.1 dapat
diberikan pembebasan sanksi administratif berupa denda.
2. Pembebasan sanksi administratif berupa denda
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diberikan dalam hal:
a. Bank atau Nasabah menyampaikan surat permohonan
pembebasan pengenaan sanksi administratif berupa
denda dengan mengacu pada contoh sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini,
yang disertai dengan bukti pendukung; dan
b. berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Bank atau
Nasabah tidak melakukan pelanggaran terhadap
pemenuhan kewajiban pelaporan Kegiatan LLD oleh
Bank dan penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing
Transfer oleh Nasabah kepada Bank.
3. Permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a disampaikan
paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan
diterbitkannya surat penetapan sanksi administratif berupa
denda.
Contoh:
Bank Indonesia pada tanggal 10 Juni 2017 menerbitkan
surat penetapan sanksi administratif berupa denda terhadap
Bank J atas pelanggaran kewajiban pelaporan Kegiatan LLD
PL …
36
PL bulan April 2017. Dalam hal ini, Bank J dapat
menyampaikan permohonan untuk pembebasan sanksi
administratif berupa denda kepada Bank Indonesia paling
lambat pada tanggal 31 Juli 2017.
4. Bank Indonesia tidak akan memproses pengajuan
permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a, dalam hal:
a. Permohonan melewati akhir bulan berikutnya setelah
diterbitkannya surat penetapan sanksi administratif
berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
Contoh:
Bank J pada contoh sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 di atas dapat menyampaikan permohonan
untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda
kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 31 Juli
2017. Apabila Bank J menyampaikan permohonan pada
tanggal 1 Agustus 2017, Bank Indonesia tidak akan
memproses permohonan tersebut.
b. Permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.a.
5. Bank Indonesia melakukan penelitian atas bukti pendukung
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a. yang disampaikan
oleh Bank atau Nasabah.
6. Dalam hal Bank atau Nasabah terbukti tidak melakukan
pelanggaran kewajiban penyampaian Laporan LLD oleh Bank
dan penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing Transfer
oleh Nasabah kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam
butir III.A dan butir IV.H, Bank Indonesia akan
menginformasikan secara tertulis kepada Bank atau
Nasabah bahwa Bank atau Nasabah dibebaskan dari
kewajiban membayar sanksi administratif berupa denda.
7. Dalam hal Bank atau Nasabah terbukti melakukan
pelanggaran kewajiban penyampaian Laporan LLD oleh Bank
dan penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing Transfer
oleh Nasabah kepada Bank, Bank Indonesia menyampaikan:
a. surat …
37
a. surat penolakan terhadap permohonan pembebasan
sanksi administratif berupa denda kepada Bank atau
Nasabah; atau
b. surat penetapan sanksi administratif berupa denda
yang baru jika terdapat koreksi terhadap nominal
sanksi administratif berupa denda yang telah
disampaikan sebelumnya oleh Bank Indonesia.
8. Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Bank di Bank
Indonesia setelah batas waktu pengajuan permohonan
untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a berakhir.
VII. PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DALAM KEADAAN MEMAKSA (FORCE
MAJEURE)
1. Keadaan memaksa merupakan keadaan yang berada di luar
kendali Bank dan secara nyata dialami Bank yang disebabkan
antara lain karena kebakaran, kerusuhan massa, pemogokan
pekerja, terorisme, bom, perang, sabotase, serta bencana alam
seperti gempa bumi dan banjir yang dibenarkan oleh penguasa
atau pejabat dari instansi terkait di daerah setempat, termasuk
Bank Indonesia.
2. Bank yang mengalami keadaan memaksa sehingga menyebabkan
keterangan, data, dan/atau dokumen pendukung dalam
penyusunan Laporan LLD tidak tersedia, dikecualikan dari
kewajiban menyampaikan Laporan LLD dan koreksinya
sebagaimana dimaksud dalam butir III.A dan butir III.B.
Contoh:
Pada bulan April 2017, tempat kedudukan Bank mengalami
gempa bumi yang mengakibatkan Bank tidak dapat menyusun
Laporan LLD bulan tersebut karena hilangnya data. Dalam hal
ini, Bank dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan
LLD PL bulan April 2017.
3. Bank yang mengalami keadaan memaksa sehingga menyebabkan
terhambatnya penyampaian Laporan LLD, dikecualikan dari
kewajiban menyampaikan Laporan LLD dan koreksinya dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D dan butir
IV.E …
38
IV.E.
Contoh:
Pada tanggal 15 Mei 2017 sampai dengan 23 Mei 2017 terjadi
pemogokan seluruh karyawan Bank yang mengakibatkan Bank
terhambat menyampaikan Laporan LLD. Dalam hal ini, Bank
dapat menyampaikan Laporan LLD dimaksud melewati batas
waktu penyampaian laporan dan tidak dikenakan sanksi
administratif.
4. Bank yang mengalami keadaan memaksa harus segera
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank
Indonesia, dengan memberikan penjelasan mengenai keadaan
memaksa yang dialami yang paling kurang memuat:
a.
jenis keadaan memaksa dengan melampirkan surat
keterangan yang dibenarkan oleh penguasa atau pejabat dari
instansi terkait di daerah setempat;
b. dampak terhadap pelaporan; dan
c. perkiraan lamanya keadaan memaksa.
5. Bank dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai keadaan memaksa sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 melalui kantor pusat Bank, kantor cabang Bank, atau
pihak lain yang ditunjuk oleh Bank.
6. Pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa yang
terjadi selama 1 (satu) PL atau lebih harus disampaikan untuk
setiap PL sampai dengan berakhirnya keadaan memaksa.
7. Pengecualian kewajiban menyampaikan laporan untuk PL
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 berlaku
dalam hal Bank memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia
untuk tidak menyampaikan laporan.
VIII. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI
LAPORAN LLD SECARA OFFLINE DAN SURAT MENYURAT KEPADA
BANK INDONESIA
Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD secara
offline dan surat menyurat kepada Bank Indonesia diatur sebagai
berikut:
1. Bagi …
39
1. Bagi Bank yang berkedudukan di dalam wilayah Jakarta, Depok,
Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Laporan LLD
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
2. Bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok,
Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat
sebagaimana diatur dalam Lampiran I.
3. Help desk untuk komunikasi melalui media elektronik:
Telepon : (021) 29817410 dan (021) 29818388
Faksimili : (021) 3800134
E-mail
: lldbank@bi.go.id
Khusus komunikasi terkait sistem informasi dan jaringan,
ditujukan kepada Departemen Pengelolaan Sistem Informasi
Bank Indonesia dengan nomor telepon (021) 29818000.
4. Dalam hal terdapat perubahan:
a. alamat penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi
Laporan LLD secara offline dan surat menyurat; serta
b. media untuk komunikasi,
Bank Indonesia akan menyampaikan perubahan tersebut
melalui surat atau media lainnya kepada Bank.
IX. PENUTUP
1. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30
Desember 2011 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas
Devisa Oleh Bank;
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/12/DSM tanggal 21
Maret 2012 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank
Indonesia …
40
Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011
perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank;
dan
c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/20/DSta tanggal 28
November 2014 perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember
2011 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh
Bank,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Pengenaan sanksi atas Pengaksepan Perintah Transfer Dana
Keluar untuk Transaksi LLD tanpa dilengkapi Dokumen
Pendukung Outgoing Transfer dari Nasabah sebagaimana
dimaksud dalam butir VI.A.4 dan butir VI.B mulai berlaku untuk
data PL bulan Maret 2017 yang disampaikan pada bulan April
2017.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku untuk data PL bulan
November 2016 yang disampaikan pada bulan Desember 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
TTD
PERRY WARJIYO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/23/DSta|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah </reg_title>
<set_date> 26 Oktober 2016 </set_date>
<effective_date> data PL bulan November 2016 yang disampaikan pada bulan Desember 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '14/12/DSM|SE-BI/2012', '16/20/DSta|SE-BI/2014', '13/33/DSM|SE-BI/2011' </replaced_reg>
<related_reg> '16/10/PBI/2014', '18/10/PBI/2016', '17/23/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 18/ 16 /DSta
Jakarta, 27 Juli 2016
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 11/2/DSM tanggal 22 Januari 2009 perihal Laporan
Bulanan Bank Umum
Sehubungan dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/40/PBI/2008 tentang Laporan Bulanan Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 205, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4950) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/2/PBI/2010
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5113), pelaksanaan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum
Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum
Konvensional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
235, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5478)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 18/3/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5856), dan dalam rangka memperoleh tambahan informasi
sehubungan dengan pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value
untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau
Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5706) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/17/PBI/2015
tentang...
2
tentang Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing (Lembaran
Negara Tahun 2015 Nomor 264, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5753)
serta dalam rangka menyelaraskan Laporan Bulanan Bank Umum dengan
standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, perlu melakukan
perubahan keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/2/DSM
tanggal 22 Januari 2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum
sebagaimana telah diubah beberapa kali, dengan Surat Edaran Bank
Indonesia:
a. Nomor 12/7/DSM tanggal 10 Maret 2010;
b. Nomor 14/5/DSM tanggal 27 Januari 2012;
c. Nomor 16/21/DSta tanggal 12 Desember 2014,
sebagai berikut:
Ketentuan dalam angka II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
II. FORMAT LAPORAN DAN TATA CARA PELAPORAN
Format Laporan dan tata cara pelaporan diatur dalam Pedoman
Penyusunan Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku untuk pelaporan
data bulan Juli 2016 yang disampaikan pada bulan Agustus 2016.
Desembr
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
PERRY WARJIYO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/16/DSta|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/2/DSM tanggal 22 Januari 2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum </reg_title>
<set_date> 27 Juli 2016 </set_date>
<effective_date> pelaporan data bulan Juli 2016 yang disampaikan pada bulan Agustus 2016 </effective_date>
<changed_reg> '11/2/DSM|SE-BI/2009' </changed_reg>
<extension_of> '12/7/DSM|SE-BI/2010', '14/5/DSM|SE-BI/2012', '16/21/DSta|SE-BI/2014' </extension_of>
<related_reg> '12/2/PBI/2010', '10/40/PBI/2008', '18/3/PBI/2016', '11/2/DSM|SE-BI/2009', '17/10/PBI/2015', '17/17/PBI/2015', '15/15/PBI/2013', '12/7/DSM|SE-BI/2010', '14/5/DSM|SE-BI/2012', '16/21/DSta|SE-BI/2014' </related_reg>
|
No. 15/37/DSta
Jakarta, 5 September 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/4/PBI/2013 tentang Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan
Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5437), perlu diatur ketentuan pelaksanaan
mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam suatu Surat Edaran
Bank Indonesia yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
I. UMUM
A. Dalam rangka mendukung pengambilan kebijakan di bidang
moneter, sistem pembayaran, dan pengawasan perbankan, Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menyusun dan
menyampaikan Laporan Stabilitas Moneter Keuangan Bulanan
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya
disebut Laporan, secara benar, lengkap dan tepat waktu sesuai
dengan format laporan dan tata cara yang ditetapkan Bank
Indonesia.
B. Format Laporan dan tata cara penyusunan dan penyampaian
Laporan merupakan petunjuk pelaksanaan yang memberikan
penjabaran ...
2
penjabaran lebih lanjut mengenai sistematika penyusunan dan
penyampaian Laporan.
II. FORMAT LAPORAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN
A. CAKUPAN LAPORAN
Laporan terdiri atas:
1. Laporan Per Kantor;
2. Laporan Gabungan;
3. Laporan Perusahaan Anak; dan
4. Laporan Konsolidasi.
B. Penyusunan Laporan mengacu pada Pedoman Penyusunan
Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
C. Penyesuaian penyajian data dari format pembukuan keuangan
intern Bank Pelapor menjadi format Laporan, berpedoman pada
Petunjuk Teknis Kamus Data Laporan Stabilitas Moneter dan
Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II, yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
III. PETUGAS DAN/ATAU PENANGGUNG JAWAB LAPORAN
A. Bank Pelapor wajib menunjuk petugas dan/atau penanggung
jawab untuk menyusun, memverifikasi, dan menyampaikan
Laporan.
B. Penunjukan petugas dan/atau penanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada huruf A tidak mengurangi dan/atau
menghilangkan tanggung jawab direksi Bank dan/atau pimpinan
Kantor Cabang.
C. Bank Pelapor wajib melaporkan petugas dan/atau penanggung
jawab yang ditunjuk kepada Bank Indonesia, termasuk apabila
terdapat ...
3
terdapat perubahan petugas dan/atau penanggung jawab, dengan
mengajukan surat permohonan untuk memperoleh dan/atau
mengubah user ID dan password pengiriman Laporan.
D. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf C
disampaikan kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan
Laporan, c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Menara
Sjafruddin Prawiranegara, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta
10350.
IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN
A. Sandi kantor Bank Pelapor
1. Bank Pelapor harus memiliki sandi kantor Bank Pelapor
sebelum melakukan penyampaian Laporan, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Bank Pelapor yang baru dibuka mengajukan surat
permohonan untuk memperoleh sandi kantor Bank
Pelapor dengan melampirkan izin pembukaan kantor
Bank. Permohonan diajukan sebelum Bank Pelapor
melakukan kegiatan operasional.
b. Kantor pusat Bank mengajukan surat permohonan untuk
memperoleh sandi Perusahaan Anak.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b ditandatangani oleh pejabat Bank yang
berwenang dan disampaikan kepada Bank Indonesia.
2. Bank Pelapor yang telah
mendapatkan persetujuan
penurunan status atau penutupan kantor, atau dibubarkan
karena merger dengan bank lain, harus mengajukan surat
permohonan penutupan sandi kantor Bank Pelapor dimaksud
kepada Bank Indonesia dengan melampirkan fotokopi surat
persetujuan penutupan kantor atau surat persetujuan merger
dan fotokopi surat laporan pelaksanaan penutupan dimaksud.
3. Surat kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf c dan angka 2 di atas disampaikan kepada
Departemen ...
4
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, c.q. Divisi
Pengelolaan dan Pengawasan 1,
Prawiranegara, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350.
B. Bank Pelapor wajib menyampaikan Laporan dan/atau koreksi
Laporan secara Online kepada Bank Indonesia.
C. Bank Pelapor wajib menyampaikan Laporan secara lengkap untuk
setiap cakupan Laporan.
Contoh:
Untuk Laporan Per Kantor, Bank Pelapor harus mengirimkan 57
form, antara lain laporan posisi keuangan/neraca dan rekening
administratif, laporan laba rugi, dan rinciannya.
D. Dalam hal Bank Pelapor tidak memiliki posisi, transaksi, atau
mutasi, Bank Pelapor tetap harus menyampaikan form header
sebagaimana diatur dalam Lampiran II.
E. Bank Pelapor harus memastikan Laporan yang terkirim dapat
lolos validasi melalui Single Reporting Platform (SRP) dengan tata
cara sebagaimana dimaksud pada Petunjuk Teknis Single
Reporting Platform (SRP) dalam Lampiran III, yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
F. Bank harus menyediakan infrastruktur yang memadai agar Bank
Pelapor dapat menyusun dan menyampaikan Laporan yang
sesuai dengan ketentuan ini.
G. Dalam hal Bank Pelapor memenuhi persyaratan pelaporan secara
Offline maka penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan
secara Offline dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Laporan dan/atau koreksi Laporan secara Offline disampaikan
kepada Bank Indonesia dalam bentuk media perekaman data
elektronik, antara lain USB flash drive atau optical disc storage
(Digital Versatile Disc atau Compact Disc);
2. penyampaian Laporan secara Offline harus disertai surat
pemberitahuan alasan pengiriman Offline dan hasil cetak
Menara Sjafruddin
komputer ...
5
komputer (hardcopy) dari laporan posisi keuangan/neraca dan
rekening administratif dan laporan laba rugi;
3. penyampaian koreksi Laporan secara Offline harus disertai
surat pemberitahuan alasan pengiriman secara Offline,
informasi yang berubah dan disertai hasil cetak komputer
(hardcopy) dari informasi yang berubah tersebut.
4. Surat pemberitahuan alasan pengiriman secara Offline
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 tidak perlu
disampaikan kepada Bank Indonesia dalam hal penyampaian
Laporan dan/atau koreksi Laporan secara Offline disebabkan
karena adanya gangguan teknis dan/atau gangguan lainnya
pada sistem atau jaringan telekomunikasi di Bank Indonesia.
5. Penyampaian Laporan secara Offline disampaikan kepada
Bank Indonesia pada Hari Kerja dan jam kerja Bank
Indonesia.
H. Bank Pelapor dinyatakan telah menyampaikan Laporan dan/atau
koreksi Laporan pada tanggal diterimanya Laporan dan/atau
koreksi Laporan oleh Bank Indonesia yang tercantum pada tanda
terima penyampaian Laporan.
I. Tanda terima penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf H diberikan apabila Laporan dan/atau koreksi Laporan
dinyatakan lolos validasi oleh Bank Indonesia.
V. PENYAMPAIAN PERTANYAAN
Pertanyaan yang berkaitan dengan Laporan Stabilitas Moneter dan
Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah disampaikan kepada:
a. Help Desk Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta
10350, Telp. 021-29818000, email: helpdesk@bi.go.id atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat.
VI. TATA ...
6
VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
A. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Bank
Pelapor mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Bank Pelapor
dan besarnya sanksi kewajiban membayar yang dikenakan.
B. Pengenaan sanksi kewajiban membayar dilakukan dengan cara
mendebet rekening giro rupiah Bank Pelapor pada Bank
Indonesia.
VII. PERALIHAN
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003
perihal Laporan Bulanan Bank Umum Syariah yang telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
13/19/DSM tanggal 10 Juni 2011 masih tetap berlaku untuk
penyampaian Laporan sampai dengan data bulan April 2014 yang
disampaikan pada bulan Mei 2014.
VIII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/31/DSM tanggal 1
Desember 2003 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Syariah;
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/5/DSM tanggal 13
Februari 2008 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor
Laporan Bulanan Bank Umum Syariah;
c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/19/DSM tanggal 10
Juni 2011 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor
Laporan Bulanan Bank Umum Syariah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak pelaporan data bulan Mei
2014.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal
5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal
Agar ...
7
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
PERRY WARJIYO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/37/DSta|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title>
<set_date> 5 September 2013 </set_date>
<replaced_reg> '5/31/DSM|SE-BI/2003', '13/19/DSM|SE-BI/2011', '10/5/DSM|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '15/4/PBI/2013' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 13/ 16 / DPbS
Jakarta, 30 Mei 2011
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/35/DPbS
tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/9/PBI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5198) perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/35/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi
Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, sebagai berikut:
1. Ketentuan dalam butir I.3. diubah sehingga butir I.3. berbunyi sebagai berikut:
3.
Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan antara lain dengan cara sebagai
berikut:
a. Penjadwalan ...
2
a.
Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya, tidak
termasuk perpanjangan atas pembiayaan mudharabah atau
musyarakah yang memenuhi kualitas lancar dan telah jatuh tempo
serta bukan disebabkan nasabah mengalami penurunan kemampuan
membayar;
b.
Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian
atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok
kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain
meliputi:
1) perubahan jadwal pembayaran;
2) perubahan jumlah angsuran;
3) perubahan jangka waktu;
4) perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau
musyarakah;
5) perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah
atau musyarakah; dan/atau
6) pemberian potongan.
c.
Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
Pembiayaan yang antara lain meliputi:
1) penambahan ...
3
1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan BPRS;
2) konversi akad Pembiayaan;
yang dapat disertai dengan penjadwalan kembali (rescheduling)
atau persyaratan kembali (reconditioning).
2. Ketentuan dalam butir II ditambah 1 angka yakni angka 6, sehingga butir II
berbunyi sebagai berikut:
II. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Kebijakan dan prosedur Restrukturisasi Pembiayaan mencakup paling
kurang hal-hal sebagai berikut:
1. Penetapan pejabat atau pegawai khusus untuk menangani
Restrukturisasi Pembiayaan.
2. Penetapan limit wewenang memutus Pembiayaan yang
direstrukturisasi.
3. Kriteria Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi.
4.
Sistem dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi
Pembiayaan, termasuk penetapan penyerahan Pembiayaan yang
akan direstrukturisasi kepada pejabat atau pegawai khusus yang
ditunjuk dan penyerahan kembali Pembiayaan yang telah berhasil
direstrukturisasi kepada pejabat atau pegawai khusus yang ditunjuk
sebagai pengelola Pembiayaan.
5.
Sistem informasi manajemen Restrukturisasi Pembiayaan, antara
lain berupa laporan berkala mengenai perkembangan penanganan
Pembiayaan yang direstrukturisasi.
6. Penetapan ...
4
6. Penetapan jumlah maksimal
pelaksanaan Restrukturisasi
Pembiayaan terhadap Pembiayaan yang tergolong Non-Lancar
(Kurang Lancar, Diragukan dan Macet). Batas jumlah maksimal
dimaksud berlaku untuk keseluruhan pelaksanaan Restrukturisasi
Pembiayaan dengan kolektibilitas Non-Lancar bukan
masing-masing kolektibilitas Pembiayaan Non-Lancar.
untuk
7. BPRS melakukan penyempurnaan terhadap kebijakan dan prosedur
Restrukturisasi Pembiayaan apabila berdasarkan hasil analisis Bank
Indonesia, kebijakan dan prosedur tersebut dinilai kurang
memperhatikan prinsip kehati-hatian dan/atau tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
3. Ketentuan dalam butir VI. 1. c. 1) diubah sehingga butir VI. 1. c. 1) berbunyi
sebagai berikut:
1) BPRS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah
atau piutang istishna’ dengan memperhitungkan nilai wajar obyek
murabahah atau istishna’.
Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah kewajiban nasabah dengan
nilai wajar obyek murabahah atau istishna’, maka diakui sebagai berikut:
a)
apabila nilai wajar lebih kecil daripada jumlah kewajiban nasabah,
maka sisa kewajiban nasabah tersebut tetap menjadi hak BPRS,
yang penyelesaiannya disepakati antara BPRS dan nasabah;
b)
apabila nilai wajar lebih besar daripada jumlah kewajiban nasabah,
maka selisih nilai tersebut diakui sebagai uang muka ijarah
muntahiya bittamlik atau menambah porsi modal nasabah untuk
musyarakah atau mengurangi modal mudharabah dari BPRS.
4. Ketentuan ...
5
4. Ketentuan dalam butir VII diubah sehingga butir VII berbunyi sebagai
berikut:
VII. PELAPORAN
1. BPRS pelapor wajib menyampaikan laporan Restrukturisasi
Pembiayaan kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas
ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya paling lama
tanggal 14 (empat belas) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya
bulan laporan.
2. Penyusunan dan penyampaian laporan Restrukturisasi Pembiayaan
secara on-line dilakukan dengan menggunakan Aplikasi Data Entry
Laporan Berkala BPRS dan Aplikasi Web User BPRS Laporan
Berkala BPRS.
3. Tata cara pengoperasian aplikasi Laporan Restrukturisasi
Pembiayaan terdapat dalam buku mengenai Tata Cara Aplikasi
Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web
User BPRS Laporan Berkala BPRS, yang disampaikan kepada
BPRS.
4. BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan laporan Restrukturisasi
Pembiayaan apabila menyampaikan laporan secara on-line setelah
tanggal 14 (empat belas) sampai dengan tanggal 21 (dua puluh
satu) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
5. BPRS dinyatakan tidak menyampaikan laporan Restrukturisasi
Pembiayaan apabila belum menyampaikan laporan sampai dengan
tanggal 21 (dua puluh satu) pada bulan berikutnya setelah
berakhirnya bulan laporan, dan BPRS tetap wajib menyampaikan
laporan ...
6
laporan Restrukturisasi Pembiayaan yang dilakukan secara off-line
kepada Bank Indonesia.
6.
Laporan Restrukturisasi Pembiayaan secara on-line dapat
disampaikan pada hari Sabtu atau hari libur.
7. Penyampaian laporan Restrukturisasi Pembiayaan secara off-line
sebagaimana dimaksud pada angka 5 dilakukan dengan
menggunakan disket atau cd–rom dan hasil cetak komputer (hard
copy) sebanyak 1 (satu) set disertai hasil validasi yang telah
ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a.
Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta
10350 bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi,
paling lambat pukul 16.00 WIB; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, paling lambat pukul 16.00 waktu setempat.
8. Tanggal penerimaan laporan Restrukturisasi Pembiayaan BPRS
yang disampaikan secara off-line adalah tanggal stempel pos untuk
yang dikirim via pos atau tanda terima dari jasa ekspedisi atau
tanggal tanda terima Bank Indonesia apabila disampaikan secara
langsung.
9.
Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah diterima
oleh Bank Indonesia secara off-line, BPRS menyampaikan ulang
disket ...
7
disket atau cd-rom laporan Restrukturisasi Pembiayaan setelah
diminta oleh Bank Indonesia.
10. BPRS menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank
Indonesia untuk mendapatkan pengecualian penyampaian laporan
Restrukturisasi Pembiayaan secara on-line dengan alamat:
a.
Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah
DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan
Bekasi, paling lambat pukul 16.00 WIB; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, paling lambat pukul 16.00 waktu setempat.
11. Dalam hal tanggal 14 sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan
tanggal 21 sebagaimana dimaksud pada angka 5 jatuh pada hari
Sabtu atau hari libur dan BPRS akan menyampaikan laporan
Restrukturisasi Pembiayaan tidak secara on-line, maka laporan
Restrukturisasi Pembiayaan secara off-line disampaikan pada hari
kerja sebelumnya.
12. Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan Restrukturisasi
Pembiayaan secara off-line adalah hari libur nasional dan/atau hari
libur setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
13. Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan Restrukturisasi
Pembiayaan, BPRS perlu melakukan persiapan serta menyediakan
sarana dan sumber daya manusia sebagai berikut:
a. Personal ...
8
a. Personal Computer dengan memenuhi konfigurasi minimal
hardware dan software sebagaimana tercantum dalam buku
mengenai Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala
BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan
Berkala BPRS;
b.
Pegawai yang ditugaskan (Petugas) untuk mengoperasikan
aplikasi dan melakukan verifikasi laporan Restrukturisasi
Pembiayaan;
c.
Penanggungjawab yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi
ulang dalam rangka meyakini kebenaran laporan
Restrukturisasi Pembiayaan serta menyampaikan laporan
Restrukturisasi Pembiayaan kepada Bank Indonesia.
d.
Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer
yang digunakan, aplikasi, dan data laporan Restrukturisasi
Pembiayaan.
e. Back up data laporan Restrukturisasi Pembiayaan yang
ditatausahakan dengan baik.
14. BPRS melaporkan daftar nasabah Pembiayaan yang
direstrukturisasi pada bulan laporan dan nasabah Pembiayaan yang
direstrukturisasi pada bulan-bulan sebelumnya yang masih tercatat
sebagai nasabah BPRS sampai dengan bulan laporan.
15. Format dan tata cara penyusunan laporan Restrukturisasi
Pembiayaan diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan
Restrukturisasi Pembiayaan BPRS sebagaimana tercantum dalam
Lampiran ...
9
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran ini.
Kewajiban penyampaian laporan Restrukturisasi Pembiayaan secara on-line
mulai berlaku sejak pelaporan data bulan Mei 2011 yang disampaikan pada bulan
Juni 2011.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
30 Mei 2011
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/16/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/35/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title>
<set_date> 30 Mei 2011 </set_date>
<effective_date> 30 Mei 2011 </effective_date>
<changed_reg> '10/35/DPbS|SE-BI/2008' </changed_reg>
<related_reg> '10/18/PBI/2008', '13/9/PBI/2011', '10/35/DPbS|SE-BI/2008' </related_reg>
|
No. 6/43/DPNP
Jakarta, 7 Oktober 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan
Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi
(Bancassurance)
Sehubungan dengan semakin berkembangnya kegiatan pemasaran
perusahaan asuransi melalui kerjasama dengan Bank (bancassurance), maka
disadari bahwa kegiatan tersebut selain memberikan manfaat juga berpotensi
menimbulkan berbagai risiko bagi Bank, terutama risiko hukum dan risiko
reputasi. Untuk itu, dalam rangka mendukung perkembangan pasar keuangan,
meningkatkan penerapan manajemen risiko oleh Bank, melindungi kepentingan
nasabah Bank
dan sejalan dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi serta sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4292), dipandang perlu untuk mengatur penerapan manajemen
risiko pada Bank yang melakukan kerjasama dengan perusahaan asuransi
(bancassurance) sebagai berikut :
I. UMUM
1. Kerjasama pemasaran antara Bank
(bancassurance) dapat dilakukan melalui :
dengan
perusahaan asuransi
a. Perjanjian ...
a. Perjanjian Pemasaran (Distribution Agreement) yaitu kesepakatan
Bank dengan perusahaan asuransi
kepada nasabah yang
dapat dilakukan oleh Bank melalui
penawaran secara tatap muka (direct marketing), menggunakan
sarana komunikasi (telemarketing), atau melalui pengiriman surat
kepada nasabah (direct mailing);
b. Perjanjian Aliansi Strategis (Strategic Alliance Agreement) yaitu
kesepakatan Bank dengan perusahaan asuransi untuk memasarkan
asuransi dengan cara : (i) memodifikasi asuransi dengan produk
Bank untuk memenuhi kebutuhan nasabah atau (ii) melalui
penggunaan saluran pemasaran termasuk penggunaan sebagian
ruangan Bank oleh perusahaan asuransi (channel management);
c. Kepemilikan Bersama (Joint Venture) yaitu Bank dan perusahaan
asuransi mendirikan bersama suatu perusahaan untuk memasarkan
asuransi;
d. Kelompok Jasa Keuangan (Financial Services Group) yaitu bentuk
kerjasama yang lebih terintegrasi antara Bank dengan perusahaan
asuransi, dimana perusahaan asuransi dapat mendirikan atau
membeli Bank atau sebaliknya.
2. Bank yang melakukan aktivitas bancassurance harus memperhatikan
ketentuan terkait yang berlaku di bidang perbankan dan asuransi,
antara lain Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 tanggal 7
September 2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian
Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, dan Keputusan
Menteri Keuangan No. 426/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003
tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
3. Dalam melakukan
aktivitas bancassurance, Bank
dilarang
menanggung atau turut menanggung risiko yang timbul dari asuransi.
untuk memasarkan asuransi
II. PENERAPAN ...
II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
1. Bank
yang menyelenggarakan aktivitas bancassurance wajib
menerapkan Manajemen Risiko secara efektif sesuai dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum mengingat Bank menghadapi berbagai risiko
yang melekat pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Hukum dan
risiko Reputasi. Penerapan Manajemen Risiko tersebut antara lain
meliputi namun tidak terbatas pada:
a. penetapan perusahaan asuransi yang menjadi mitra Bank;
b. penyusunan perjanjian kerjasama;
c. penerapan ketentuan rahasia Bank; dan
d. penerapan prinsip perlindungan nasabah.
Penerapan Manajemen Risiko dalam huruf a sampai dengan huruf d di
atas berlaku bagi penyelenggaraan aktivitas bancassurance dengan
perusahaan asuransi yang merupakan pihak terkait maupun pihak tidak
terkait dengan Bank.
2. Dalam menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada
butir 1.a di atas, Bank wajib melakukan seleksi terhadap perusahaan
asuransi yang akan menjadi mitra Bank dalam aktivitas bancassurance
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Perusahaan asuransi yang dapat dijadikan mitra adalah perusahaan
asuransi yang memenuhi tingkat solvabilitas minimal sesuai
ketentuan yang berlaku;
b. Bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra telah
memperoleh izin dari Menteri Keuangan untuk melakukan aktivitas
bancassurance sesuai ketentuan yang berlaku;
c. Bank wajib memantau, menganalisis dan mengevaluasi kinerja dan
atau reputasi perusahaan asuransi mitra secara berkala sekurang-
kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun;
d. Bank wajib mengakhiri kerjasama sebelum berakhirnya perjanjian
atau tidak memperpanjang kerjasama apabila:
1) kinerja perusahaan asuransi mitra tidak
2) menurunnya reputasi perusahaan asuransi mitra yang secara
signifikan mempengaruhi profil risiko Bank;
e. Dalam ...
lagi memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas;
dan atau
e. Dalam hal asuransi yang dipasarkan terkait dengan investasi
(investment link/unit link), Bank wajib memastikan bahwa
perusahaan asuransi mitra telah memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan antara lain:
1) memiliki tenaga ahli dengan kualifikasi wakil manajer
investasi dan berpengalaman di bidangnya sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun;
2) memisahkan kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi
yang bersumber dari asuransi yang terkait dengan investasi
dengan kekayaan dan kewajiban yang bersumber dari asuransi
jiwa lainnya; dan
3) melaksanakan hal-hal lain yang diperlukan untuk pengelolaan
dana investasi yang
dipercayakan oleh nasabah secara
optimal, profesional dan independen.
3. Dalam menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada
butir 1.b di atas, maka dalam menyusun perjanjian kerjasama dengan
perusahaan asuransi mitra, Bank wajib memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak (Bank dan
perusahaan asuransi, termasuk nasabah tertanggung);
b. Setiap perjanjian hanya memuat satu kerjasama sebagaimana
dimaksud dalam butir I.1 dengan menyebutkan secara spesifik
jenis-jenis asuransi yang dipasarkan;
c. Penetapan secara jelas jangka waktu perjanjian kerjasama;
d. Penetapan klausula yang memuat kondisi
batalnya
perjanjian
kerjasama termasuk klausula yang memungkinkan Bank
menghentikan kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu
perjanjian antara lain sebagaimana dimaksud dalam butir II 2.d;
e. Kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing pihak
(Bank dan perusahaan asuransi, termasuk nasabah tertanggung)
apabila perjanjian kerjasama berakhir.
4. Dalam menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada
butir 1.c di atas, Bank wajib memastikan bahwa penggunaan data
nasabah tidak melanggar ketentuan mengenai
Rahasia
Bank
sebagaimana ...
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 28 dan Pasal 40 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan peraturan
perundang-undangan terkait lainnya. Langkah-langkah yang perlu
diperhatikan oleh Bank antara lain sebagai berikut:
a. Memenuhi ketentuan yang berlaku mengenai persyaratan dan tata
cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia Bank,
antara lain berdasarkan permintaan, persetujuan atau kuasa yang
dibuat secara tertulis dari nasabah untuk menggunakan data
nasabah dengan menyebutkan secara spesifik tujuan, jenis data
nasabah dan asuransi yang diminati;
b. Memberitahukan kepada perusahaan asuransi mitra agar tidak
menggunakan data nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf a
selain untuk tujuan yang telah disetujui oleh nasabah;
c. Mewajibkan perusahaan asuransi mitra untuk tetap merahasiakan
data nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf a walaupun
perjanjian kerjasama dihentikan atau telah berakhir; dan
d. Tidak memberikan data nasabah kepada pihak ketiga (outsourcing)
dalam hal Bank menggunakan jasa pihak ketiga dalam rangka
kerjasama pemasaran asuransi.
5. Dalam menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada
butir 1.d di atas, Bank wajib menerapkan prinsip-prinsip pokok
transparansi berkaitan dengan asuransi yang dipasarkan, antara lain :
a. Menjelaskan secara lisan dan tulisan kepada nasabah antara lain
sebagai berikut:
1) Asuransi yang dipasarkan bukan merupakan produk Bank dan
tidak
termasuk
pemerintah;
2) Penggunaan logo dan atau atribut Bank lainnya dalam brosur
atau dokumen pemasaran (marketing) lainnya tidak dapat
diartikan bahwa asuransi tersebut merupakan produk Bank;
asuransi seperti fitur, persyaratan, risiko,
manfaat, biaya-biaya asuransi serta prosedur klaim oleh
nasabah;
dalam cakupan program penjaminan
3) Karakteristik
b. Dalam ...
b. Dalam
hal asuransi yang
dipasarkan merupakan hasil
pengembangan dengan produk Bank (bundling product), maka:
1) Bank wajib menjelaskan kepada nasabah secara lisan dan
tulisan bagian yang menjadi hak dan kewajiban masing-
masing pihak;
2) Nasabah secara individual harus mendapatkan polis asuransi
atau tanda bukti kepesertaan dalam hal nasabah diikutsertakan
dalam produk asuransi kumpulan/kolektif;
c. Dalam hal yang dipasarkan merupakan asuransi yang terkait
dengan investasi (investment link/unit link), maka:
1) Bank wajib menjelaskan secara lisan dan tulisan kepada
nasabah karakteristik investasi tersebut yang sekurang-
kurangnya mencakup portofolio aset investasi, prosedur dan
pihak yang melakukan valuasi nilai unit, manajer investasi,
bank kustodian, risiko investasi yang dihadapi, persyaratan dan
tata cara untuk penjualan kembali (redeem) serta pihak yang
bertanggung jawab untuk menyampaikan laporan valuasi nilai
unit kepada nasabah;
2) Bank dilarang memberikan jaminan atau turut memberikan
jaminan baik secara langsung maupun tidak langsung, apabila
asuransi yang terkait investasi tersebut menawarkan jaminan
tingkat penghasilan atau pengembalian tertentu.
d. Penjelasan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai
dengan huruf c di atas, wajib dilakukan oleh petugas Bank yang
memenuhi kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku antara lain :
1) memiliki sertifikasi keagenan yang dikeluarkan oleh asosiasi
terkait; dan
2) telah memperoleh pelatihan mengenai asuransi yang akan
dipasarkan.
e. Bank wajib pula meminta petugas asuransi yang melakukan
pemasaran asuransi di kantor-kantor bank (in-branch sales) untuk
memenuhi hal-hal sebagaimana diatur dalam huruf a sampai
dengan huruf c di atas;
f. Dalam ...
f. Dalam hal Bank memutuskan untuk menghentikan atau mengakhiri
perjanjian kerjasama, maka Bank wajib segera memberitahukan
keputusan tersebut secara tertulis kepada seluruh nasabah, termasuk
kelanjutan penyelesaian hak dan kewajiban sehubungan dengan
asuransi yang telah dipasarkan.
III. PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO
1. Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka II di
atas, wajib dituangkan dalam kebijakan dan prosedur secara tertulis
sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
2. Bank yang telah melaksanakan aktivitas bancassurance dan telah
memiliki kebijakan dan prosedur tertulis penerapan manajemen risiko
pada aktivitas bancassurance, namun
belum
sesuai dengan
penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka II di
atas, wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur serta aktivitas
bancassurance yang dilakukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
sejak ketentuan ini berlaku.
IV. PELAPORAN
1. Bank yang pertama kali menyelenggarakan aktivitas bancassurance
wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak aktivitas tersebut efektif
dilaksanakan sesuai Pasal 25 Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum, dengan menggunakan format laporan sesuai dengan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003
yang memuat:
a. Prosedur pelaksanaan (standard operating procedures/SOP)
bancassurance;
b. Organisasi dan kewenangan untuk melaksanakan bancassurance;
c. Hasil identifikasi Bank
bancassurance;
d. Hasil uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko yang
melekat pada bancassurance;
e. Hasil analisis aspek hukum bancassurance.
2. Pelaksanaan ...
terhadap risiko yang melekat pada
2. Pelaksanaan kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka
1 di atas dikecualikan bagi Bank yang telah efektif melaksanakan
aktivitas bancassurance sebelum Bank tersebut menyelesaikan action
plan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum.
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat
di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
V.
LAIN-LAIN
1. Guna meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko, maka
Bank yang telah melakukan aktivitas bancassurance wajib melakukan
evaluasi dan audit terhadap kegiatan tersebut atas pemenuhan
penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka II di
atas.
2. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan
terhadap efektivitas dan kesesuaian penerapan manajemen risiko
khususnya yang berkaitan dengan aktivitas bancassurance yang
dilakukan oleh Bank.
VI. SANKSI
1. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam
angka IV dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 33
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
2. Pelanggaran atas penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud
dalam angka II dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum.
VII. PENUTUP ...
VII. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 7 Oktober 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/43/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) </reg_title>
<set_date> 7 Oktober 2004 </set_date>
<effective_date> 7 Oktober 2004 </effective_date>
<related_reg> '5/8/PBI/2003', '426/KMK.06/2003|KEP-MENKEU/2003' </related_reg>
|
No. 10/40/DPM
31 Maret
Jakarta, 17 November 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM
tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah Melalui Lelang
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/11/PBI/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835) serta dalam rangka
mengatur kepesertaan Bank Umum Syariah (BUS) yang berasal dari perubahan
kegiatan usaha bank umum konvensional, khususnya pada awal perubahan
kegiatan usaha, dalam mengikuti lelang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
dipandang perlu mengubah ketentuan BAB IV Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah melalui Lelang sehingga berbunyi sebagai
berikut :
IV. KETENTUAN DAN PERSYARATAN LELANG SBIS
1. BUS atau UUS mengajukan penawaran pembelian SBIS kepada Bank
Indonesia.
2. BUS…
2
2. BUS atau UUS yang mengajukan penawaran sebagaimana dimaksud pada
angka 1 adalah BUS atau UUS yang memiliki FDR paling kurang 80%
(delapan puluh per seratus) berdasarkan perhitungan Bank Indonesia dan
tidak sedang dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti
lelang SBIS.
3. Dalam hal BUS yang mengajukan penawaran sebagaimana dimaksud pada
angka 1 berasal dari perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional
dan data FDR BUS tersebut belum tersedia, perhitungan FDR
sebagaimana dimaksud pada angka 2 menggunakan data Loan to Deposit
Ratio (LDR) dari bank umum konvensional sebelum diubah kegiatan
usahanya menjadi BUS.
4. Peserta lelang SBIS terdiri dari:
a. Peserta langsung yaitu BUS atau UUS atau Pialang yang melakukan
transaksi lelang SBIS secara langsung dengan Bank Indonesia.
b. Peserta tidak langsung yaitu BUS atau UUS yang mengajukan
penawaran SBIS melalui Pialang.
5. BUS atau UUS hanya dapat mengajukan penawaran SBIS untuk
kepentingan diri sendiri.
6. Pialang dilarang mengajukan penawaran pembelian SBIS untuk
kepentingan diri sendiri.
7. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan penawaran pembelian SBIS
dari peserta langsung dan menggunakan data penawaran pembelian SBIS
yang diajukan peserta langsung.
8. Peserta langsung tidak dapat membatalkan penawaran pembelian SBIS
yang telah diajukan.
9. Peserta lelang SBIS bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran
pembelian SBIS yang diajukan.
10. Bank…
3
10. Bank Indonesia membuka window lelang SBIS pada hari Rabu dengan
waktu pengajuan transaksi (window time) mulai pukul 10.00 WIB sampai
dengan pukul 12.00 WIB, atau pada hari kerja lain dengan window time
yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia.
11. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga
hasil lelang SBIS pada hari kerja yang sama dengan hari pelaksanaan
lelang SBIS (same day settlement). Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia
dapat menetapkan tanggal setelmen pada hari kerja lain.
12. Tanggal jatuh waktu SBIS ditetapkan pada hari Rabu atau hari kerja
berikutnya apabila hari Rabu adalah hari libur. Dalam hal diperlukan,
Bank Indonesia dapat menetapkan tanggal jatuh waktu pada hari kerja
lain.
13. Bank Indonesia akan mengumumkan perubahan :
a. hari dan/atau window time pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud
pada angka 10;
b. tanggal Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga sebagaimana
dimaksud pada angka 11; dan/atau
c. tanggal jatuh waktu SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 12
melalui BI-SSSS, sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
14. BUS atau UUS, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun
peserta tidak langsung, wajib menyediakan dana sebesar jumlah
penawaran pembelian SBIS yang dimenangkan sampai dengan cut-off
warning Sistem BI-RTGS.
Ketentuan…
4
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 17 November
2008.
17 31 Maret 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/40/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang </reg_title>
<set_date> 17 November 2008 </set_date>
<effective_date> 17 November 2008 </effective_date>
<changed_reg> '10/16/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg>
<related_reg> '10/16/DPM|SE-BI/2008', '10/11/PBI/2008' </related_reg>
|
No. 10/ 4 /UKMI
Jakarta, 8 Februari 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
SELURUH BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN
LEMBAGA SELAIN BANK PENYELENGGARA KEGIATAN ALAT
PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU
DI INDONESIA
Perihal : Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan Rakyat Dan
Lembaga Selain Bank
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/4/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Laporan Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan
Rakyat Dan Lembaga Selain Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4811),
perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. UMUM
Untuk menciptakan keseragaman dalam penyusunan dan penyampaian
laporan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK)
oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Selain Bank (LSB),
perlu ditetapkan suatu sistematika penyusunan laporan melalui sistem
Laporan Selain Bank Umum (LSBU). Sistem LSBU tersebut dituangkan
dalam Pedoman Penyusunan LSBU yang selanjutnya disebut Pedoman
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Petunjuk Teknis Aplikasi
LSBU …
2
LSBU yang selanjutnya disebut Juknis sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 2 yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran ini.
II. PELAPOR
BPR dan LSB yang selanjutnya disebut Pelapor adalah Kantor Pusat BPR
dan LSB atau kantor cabang LSB bagi LSB yang kantor pusatnya
berkedudukan di luar negeri, yang melakukan kegiatan APMK.
III. RUANG LINGKUP DATA LSBU
Jenis data yang wajib disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia
terdiri dari:
A. BPR
Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK, terdiri dari:
1. Laporan Penerbit meliputi:
a. Laporan Penerbitan APMK; dan
b. Laporan Fraud.
2. Laporan Acquirer
B. LSB
1. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK dan instrumen Prabayar,
terdiri dari:
a. Laporan Penerbit meliputi:
i) Laporan Penerbitan APMK;
ii) Laporan Penerbitan Instrumen Prabayar;
iii) Laporan Fraud; dan
iv) Laporan Kolektibilitas.
b. Laporan Acquirer
c. Laporan Perusahaan Switching
d. Laporan Perusahaan Penyelenggara Kliring dan/atau penyelesaian
akhir APMK.
2. Laporan …
3
2. Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah
a. Laporan Jenis Produk dan Permasalahan yang Diadukan;
b. Laporan Pengaduan yang Diselesaikan Dalam Masa Laporan;
c. Penyebab Pengaduan;
d. Publikasi Negatif; dan
e. Penyelesaian Sengketa.
IV. FORMAT DAN JENIS LAPORAN
A. Format LSBU
Format LSBU adalah sesuai dengan:
1. Form 301 (Penerbit APMK);
2. Form 302 (Acquirer APMK dan Instrumen Prabayar);
3. Form 303 (Penerbit Instrumen Prabayar);
4. Form 304 (Fraud APMK dan Instrumen Prabayar);
5. Form 306 (Kolektibilitas Kartu Kredit);
6. Form 307 (Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelesaian akhir
APMK serta Perusahaan Switching);
7. Form 309 (Jenis Produk dan Permasalahan Yang Diadukan);
8. Form 310 (Pengaduan Yang Diselesaikan Dalam Masa Laporan).
9. Form 311 (Penyebab Pengaduan).
10. Form 312 (Publikasi Negatif).
11. Form 313 (Penyelesaian Sengketa).
Sebagaimana dimaksud dalam Pedoman dan Juknis pada Lampiran 1
dan Lampiran 2.
B. Jenis Laporan yang disampaikan
1. Jenis Laporan yang wajib disampaikan oleh BPR:
a. Form 301 dan Form 304
b. Form 302 dalam hal BPR bertindak sebagai Acquirer.
2. Jenis …
4
2. Jenis Laporan yang wajib disampaikan oleh LSB:
a. 1) LSB yang bertindak sebagai Penerbit Kartu melaporkan Form
301, Form 304, Form 309, Form 310, Form 311, Form 312,
dan Form 313.
2) LSB yang bertindak sebagai Penerbit Kartu Kredit,
melaporkan Form 301, Form 304, Form 309, Form 310, Form
311, Form 312, Form 313 dan Form 306.
b. LSB yang bertindak sebagai Penerbit Instrumen Prabayar
melaporkan Form 303.
c. LSB yang bertindak sebagai Acquirer melaporkan Form 302.
d. LSB yang bertindak sebagai Perusahaan Switching, Perusahaan
Penyelenggara Kliring APMK dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir melaporkan Form 307.
V. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LSBU
A. Pelapor harus menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi
Laporan secara On-Line sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.1
sampai dengan butir IV.A.5 setiap bulan.
B. Pelapor harus menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi
Laporan secara On-Line sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.6
sampai dengan butir IV.A.11 setiap triwulan.
C. Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi
Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A paling lambat tanggal 15
pada bulan laporan berikutnya.
D. Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi
Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf B paling lambat tanggal 15
bulan April untuk triwulan I, 15 Juli untuk triwulan II, 15 Oktober untuk
triwulan III dan 15 Januari untuk triwulan IV.
E. Dalam …
5
E. Dalam hal tanggal 15 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur maka
Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud
pada huruf C dan D disampaikan pada hari kerja berikutnya.
Contoh :
Laporan bulan Mei 2008 dilaporkan paling lambat tanggal 15 Juni 2008.
Mengingat tanggal 15 Juni 2008 jatuh pada hari Minggu, maka Laporan
tersebut paling lambat disampaikan pada hari Senin tanggal 16 Juni
2008.
Laporan triwulan II tahun 200X dilaporkan paling lambat tanggal 15 Juli
200X. Mengingat tanggal 15 Juli 200X jatuh pada hari Sabtu, maka
Laporan tersebut paling lambat disampaikan pada hari Senin tanggal 17
Juli 200X.
F. Dalam hal Pelapor menyampaikan Laporan, form header dan/atau
koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A, melampaui
tanggal sebagaimana dimaksud pada huruf C, Pelapor dinyatakan
terlambat menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi
Laporan.
Contoh:
Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan, form header atau
koreksi Laporan data Penerbitan APMK untuk Laporan bulan Maret
2008, apabila data disampaikan setelah tanggal 15 April 2008.
G. Dalam hal Pelapor menyampaikan Laporan, form header dan/atau
koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf B, melampaui
tanggal sebagaimana dimaksud pada huruf D Pelapor dinyatakan
terlambat menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi
Laporan.
Contoh …
6
Contoh:
Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan atau koreksi
Laporan data Jenis Produk dan Permasalahan yang Diadukan untuk
Periode Laporan triwulan III tahun 2008, apabila data tesebut
disampaikan setelah tanggal 15 Oktober 2008.
H. Tata Cara Penyampaian Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan
dilakukan sebagai berikut:
1. Sebelum Laporan disampaikan, Pelapor harus melakukan validasi
teknis sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam Juknis
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2.
2. Pelapor wajib menyampaikan seluruh form sesuai dengan jenis
laporan sebagaimana dimaksud pada Butir IV.B. Dalam hal Pelapor
tidak memiliki data yang wajib disampaikan selama periode laporan,
kewajiban penyampaian Laporan tetap berlaku dengan cara
mengirimkan form header.
3. Dalam hal Pelapor melakukan merger atau konsolidasi dengan
Pelapor lain, masing-masing Pelapor peserta merger atau konsolidasi
tetap wajib menyampaikan Laporan yang disusun secara bulanan
untuk bulan laporan sebelum dilakukan merger atau konsolidasi
secara operasional masing-masing Pelapor.
Contoh :
Apabila pada tanggal 11 Juni 2008 Pelapor X secara operasional
telah melakukan merger atau konsolidasi dengan Pelapor Y, maka
masing-masing Pelapor wajib menyampaikan Laporan bulan Mei
2008. Sementara itu, Laporan bulan Juni 2008 merupakan Laporan
konsolidasi atau gabungan yang dilaporkan oleh Pelapor hasil
merger atau konsolidasi.
4. Dalam …
7
4. Dalam hal Pelapor melakukan merger atau konsolidasi dengan
Pelapor lain sebelum berakhirnya masa Laporan yang disusun secara
triwulanan, penyampaian Laporan untuk masa Laporan tersebut
dilakukan oleh Pelapor hasil merger atau konsolidasi.
Contoh:
Apabila pada tanggal 11 Juni 2008 Pelapor X secara operasional
telah melakukan merger atau konsolidasi dengan Pelapor Y, maka
laporan triwulanan II tahun 2008 merupakan Laporan konsolidasi
atau gabungan yang dilaporkan oleh Pelapor hasil merger atau
konsolidasi.
I. Sistem LSBU secara On-Line digunakan untuk penyampaian Laporan,
form header dan/atau Koreksi Laporan sampai dengan 1 (satu) bulan
setelah bulan Laporan dan 1 (satu) bulan setelah masa Laporan.
Contoh:
1. Pelapor menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi
Laporan bulan Maret 2008 secara On-Line sampai dengan akhir
bulan April 2008.
2. Pelapor menyampaikan Laporan, form header atau koreksi Laporan
triwulan I tahun 2008 secara On-Line sampai dengan akhir bulan
April 2008.
Dalam hal Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan disampaikan
melebihi tanggal yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf C
dan huruf D, Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan,
form header dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf A dan B.
J. Penyampaian Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan yang
dilakukan melampaui waktu sebagaimana dimaksud pada huruf I
dilakukan secara Off-Line.
Contoh: …
8
Contoh:
1. Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan bulan Maret 2008
disampaikan secara Off-Line, apabila Pelapor menyampaikan dan
diterima Bank Indonesia setelah akhir bulan April 2008.
2. Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan triwulan I tahun
2008 disampaikan secara Off-Line, apabila Pelapor menyampaikan
dan diterima Bank Indonesia setelah akhir bulan April 2008.
K. Penyampaian LSBU secara Off-Line
1. Dalam hal Pelapor mengalami gangguan teknis pada akhir Periode
Pelaporan sebagaimana huruf C dan/atau huruf D, Pelapor wajib
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai gangguan
teknis yang dialami dan rencana penyampaian Laporan, form header
dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line.
2. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1,
ditandatangani oleh pejabat berwenang dan disampaikan kepada Unit
Khusus Manajemen Informasi Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.
2 Jakarta 10350. Tembusan pemberitahuan dimaksud disampaikan
kepada:
a. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR yang
berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia;
atau
b. Kantor Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB yang
berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
3. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header
dan/atau koreksi Laporan secara On-Line karena gangguan teknis
sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib menyampaikan Laporan,
form header dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line kepada:
a. Unit Khusus Manajemen Informasi Bank Indonesia, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350 bagi Pelapor BPR yang
berkedudukan …
9
berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia
paling lambat pukul 10:00 WIB pada hari kerja berikutnya; atau
b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR bagi BPR
yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia paling lambat pukul 10:00 waktu setempat pada hari
kerja berikutnya;
c. Unit Khusus Manajemen Informasi Bank Indonesia Jl. M.H.
Thamrin No.2 Jakarta 10350 bagi Pelapor LSB yang
berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia atau
Kantor Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB yang
berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia,
paling lambat pukul 10:00 waktu setempat pada hari kerja
berikutnya.
Contoh:
Pada tanggal 15 April 2008 Pelapor X mengalami gangguan teknis
sehingga tidak dapat menyampaikan Laporan, form header dan/atau
koreksi Laporan secara On-Line, Pelapor X wajib menyampaikan
Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line
paling lambat tanggal 16 April 2008 pukul 10:00 waktu setempat.
4. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia, Bank
Indonesia memberitahukan secara tertulis dan/atau menggunakan
sarana lainnya kepada Pelapor.
5. Dalam hal gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 4
terjadi pada batas akhir tanggal penyampaian Laporan, form header
dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf C
dan/atau D, Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header
dan/atau koreksi Laporan pada hari kerja berikutnya secara Off-Line.
6. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header
dan/atau koreksi Laporan karena mengalami keadaan memaksa
(force majeure) …
10
(force majeure), wajib segera memberitahukan secara tertulis disertai
penjelasan mengenai penyebab terjadinya keadaan memaksa (force
majeure) yang ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang kepada
Unit Khusus Manajemen Informasi Bank Indonesia, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350. Tembusan pemberitahuan dimaksud
disampaikan kepada:
a. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR bagi BPR
yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB yang
berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
VI. HAK AKSES
1. Bank Indonesia menyediakan hak akses berupa user id atas Sistem
LSBU sebanyak 1 (satu) fasilitas user id kepada setiap Pelapor tanpa
dikenakan biaya, baik berupa biaya lisensi maupun biaya pemeliharaan.
2. Dalam hal Pelapor meminta penambahan hak akses berupa user id atas
Sistem LSBU, Pelapor dikenakan biaya lisensi dan biaya pemeliharaan
Sistem LSBU yang diatur sebagai berikut:
a. Biaya lisensi sebesar USD1,500 (seribu lima ratus US Dollar)
dikenakan 1 (satu) kali selama menggunakan hak akses Sistem
LSBU untuk setiap 1 (satu) tambahan hak akses.
b. Biaya pemeliharaan Sistem LSBU sebesar USD300 (tiga ratus US
Dollar) setiap tahun dikenakan untuk setiap 1 (satu) tambahan hak
akses.
c. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
dilakukan dalam ekuivalen mata uang Rupiah dengan menggunakan
kurs transaksi jual Bank Indonesia pada tanggal pembayaran biaya.
d. Pembayaran …
11
d. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
dilakukan dengan cara transfer melalui Bank Umum untuk untung
rekening Bank Indonesia yang secara teknis diberitahukan oleh Bank
Indonesia pada saat BPR atau LSB melakukan pembayaran.
VII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN
Pelapor dapat menyampaikan pertanyaan yang berkaitan dengan sistem,
materi, dan/atau ketentuan Laporan kepada Bank Indonesia sebagai berikut:
1. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Tim Manajemen
Informasi dan Administrasi mengenai hal-hal yang terkait dengan materi
Laporan.
2. Direktorat Teknologi Informasi, mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan aplikasi dan sistem penyampaian Laporan.
3. Unit Khusus Manajemen Informasi, mengenai akses Sistem LSBU di
Bank Indonesia.
melalui Helpdesk Bank Indonesia telepon (021) 381-8000.
VIII. SANKSI
1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor
mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Pelapor dan besarnya sanksi
kewajiban membayar yang dikenakan.
2. Pembayaran sanksi kewajiban membayar dilakukan dengan cara transfer
melalui Bank Umum untuk untung rekening Bank Indonesia yang
diberitahukan oleh Bank Indonesia pada saat BPR atau LSB dikenakan
sanksi kewajiban membayar.
IX. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 8 Februari
2008.
Agar …
12
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
RONALD WAAS
DIREKTUR UNIT KHUSUS MANAJEMEN INFORMASI
UKMI/DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/4/UKMI|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan Rakyat Dan Lembaga Selain Bank </reg_title>
<set_date> 8 Februari 2008 </set_date>
<effective_date> 8 Februari 2008 </effective_date>
<related_reg> '10/4/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
|
No. 11/ 23 /DPM
Jakarta, 25 Agustus 2009
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA PESERTA
BANK INDONESIA – SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/21/DPM
Tanggal 23 Mei 2008 Perihal Penyelenggaraan Bank Indonesia -
Scripless Securities Settlement System
Dalam rangka penyempurnaan penyelenggaraan dan kepesertaan BI-SSSS
dan sehubungan dengan penerbitan ketentuan Bank Indonesia terkait Fasilitas
Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS), Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI),
Fasilitas Likuiditas Intrahari Syariah (FLIS), Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
(FPJP), penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN), Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung dan
Transaksi Private Placement oleh Pemerintah, penerbitan Keputusan Kepala
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) terkait
Pelaporan Transaksi Efek, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/21/DPM tanggal 23 Mei 2008 perihal Penyelenggaraan Bank
Indonesia-Scripless Securities Settlement System sebagai berikut :
1. Ketentuan Butir II.E.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
4. Biaya
a) Biaya BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3
ditetapkan sebagaimana tercantum pada Lampiran 1. Dalam hal
terdapat perubahan biaya, Penyelenggara mengumumkan perubahan
dimaksud …
2
dimaksud kepada Peserta melalui Administrative Messages dan/atau
sarana lainnya.
b) Bank Indonesia dapat menentukan lain pengenaan biaya BI-SSSS bagi
Departemen Keuangan atau lembaga lainnya yang disetujui Bank
Indonesia menjadi Peserta.
2. Ketentuan Butir III.B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
B. Persyaratan Menjadi Peserta
Pihak-pihak yang menjadi Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1. Memiliki sarana dan prasarana sesuai persyaratan teknis sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 2.
2. Berdasarkan jenis Peserta, calon Peserta harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Telah menjadi peserta langsung dalam Sistem BI-RTGS, dalam
hal calon Peserta adalah Bank;
b. Telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Sub-Registry, dalam
hal calon Peserta adalah Sub-Registry; dan/atau
c. Telah mengajukan permohonan menjadi Peserta Lelang SBN/
telah ditunjuk menjadi Dealer Utama/ ditetapkan sebagai Peserta
Lelang SBN, dalam hal calon Peserta adalah Bank, Perusahaan
Efek atau lembaga lain yang dapat menjadi Peserta Lelang SBN.
3. Bagi calon Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS antara lain
Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, Perusahaan
Efek dan/atau Sub-Registry harus menunjuk Bank Pembayar dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Penunjukan Bank Pembayar dilakukan dalam rangka :
1) pembebanan biaya BI-SSSS;
2) Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga; dan/atau
3) penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai
pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu.
b. Bank …
3
b. Bank Pembayar yang ditunjuk harus memberikan konfirmasi
penunjukan sebagai Bank Pembayar sebagaimana contoh pada
Lampiran 3 kepada Penyelenggara melalui calon Peserta.
c. Bagi calon Peserta Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan
Valuta Asing, dan Perusahaan Efek harus menunjuk 1 (satu) Bank
Pembayar guna pembebanan biaya BI-SSSS sebagaimana
dimaksud pada huruf a angka 1).
d. Bagi calon Peserta Sub-Registry harus menunjuk Bank Pembayar
dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Calon Peserta Sub-Registry harus menunjuk 1 (satu) Bank
Pembayar dalam rangka pembebanan biaya BI-SSSS,
pelaksanaan Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga, dan
penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai
pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu,
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
2) Calon Peserta Sub-Registry dapat memilih paling banyak 9
(sembilan) Bank Pembayar lainnya dalam rangka Setelmen
Dana atas transaksi Surat Berharga nasabah sebagaimana
dimaksud pada huruf a angka 2).
e. Dalam hal Bank Pembayar ditunjuk untuk melaksanakan
Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2),
Bank Pembayar dimaksud melakukan pengelolaan data batas
Setelmen Dana (settlement limit) bagi Peserta yang menunjuk
sesuai kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud pada butir
D.2.d.2).
4. Bank Indonesia dapat menentukan lain persyaratan bagi lembaga lain
yang disetujui Bank Indonesia menjadi Peserta.
3. Ketentuan …
4
3. Ketentuan Butir III.C.5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
5. Lembaga Lain
a. Lembaga lain yang ingin menjadi Peserta dan memiliki fungsi Peserta
sebagaimana butir A.2, mengajukan surat permohonan kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir
C.1.a.
b. Setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, calon Peserta
harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf B
angka 1 dan/atau prosedur administrasi yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
4. Lampiran 7 Pedoman Penyelenggaraan Bank Indonesia- Scripless Securities
Settlement System diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 25 Agustus 2009
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/23/DPM|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/21/DPM Tanggal 23 Mei 2008 Perihal Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System </reg_title>
<set_date> 25 Agustus 2009 </set_date>
<effective_date> 25 Agustus 2009 </effective_date>
<changed_reg> '10/21/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg>
<related_reg> '10/21/DPM|SE-BI/2008' </related_reg>
|
No. 14/10 /DPNP
Jakarta, 15 Maret 2012
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI
INDONESIA
Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang
Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan
Kredit Kendaraan Bermotor
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5029) dan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bagi Bank yang
melakukan aktivitas pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit
Kendaraan Bermotor, perlu untuk mengatur mengenai pemberian Kredit
Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor oleh Bank dalam
Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN ...
I. KETENTUAN UMUM
A. Sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
serta mengingat pertumbuhan KPR dan KKB yang terlalu tinggi
berpotensi menimbulkan berbagai Risiko maka Bank perlu
meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KPR dan KKB.
B. Bahwa pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat
mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak
mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat
meningkatkan Risiko Kredit bagi bank-bank dengan eksposur
kredit properti yang besar.
C. Untuk tetap dapat menjaga perekonomian yang produktif dan
mampu menghadapi tantangan sektor keuangan dimasa yang
akan datang, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat
ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-
sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan
KPR dan KKB yang berlebihan.
D. Kebijakan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian Bank
dalam pemberian KPR dan KKB serta untuk memperkuat
ketahanan sektor keuangan dilakukan melalui penetapan
besaran Loan to Value (LTV) untuk KPR dan Down Payment (DP)
untuk KKB.
II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN PRINSIP KEHATI-HATIAN
DALAM PEMBERIAN KPR DAN KKB
Bank yang menyalurkan KPR dan KKB wajib:
A. menerapkan Manajemen Risiko sesuai dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang
Penerapan ...
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/25/PBI/2009, mengingat adanya berbagai Risiko yang
melekat pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Kredit dan
Risiko Likuiditas;
B. menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis yang akan
menjadi acuan dalam pemberian KPR dan KKB dengan
berpedoman pada:
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal
19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009;
2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban
Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan
Bank bagi Bank Umum;
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/38/DPNP tanggal
31 Desember 2010 perihal Pedoman Penyusunan Standard
Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah
dalam Rangka Sekuritisasi;
4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP tanggal
18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset
Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan
Menggunakan Pendekatan Standar; dan
5. Surat Edaran Bank Indonesia ini.
III. PENGATURAN ...
III. PENGATURAN LOAN TO VALUE (LTV) PADA KPR
A. Ruang lingkup KPR yang diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini mencakup kredit konsumsi kepemilikan rumah
tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak
termasuk rumah kantor dan rumah toko, dengan tipe bangunan
lebih dari 70 m2 (tujuh puluh meter persegi), yang diberikan
Bank kepada debitur perorangan dengan nilai kredit yang
ditetapkan berdasarkan nilai agunan.
B. Rasio Loan to Value (LTV) dalam Surat Edaran Bank Indonesia
ini merupakan angka rasio antara nilai kredit yang dapat
diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan pada saat awal
pemberian kredit.
C. Perhitungan rasio LTV dilakukan sebagai berikut:
1. Nilai kredit ditetapkan berdasarkan plafon kredit yang
diterima oleh debitur sebagaimana tercantum dalam
perjanjian kredit; dan
2. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pengikatan
agunan oleh Bank.
D. Rasio LTV untuk Bank yang memberikan KPR sebagaimana
diatur dalam SE ini ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh
puluh persen).
E. Pengaturan mengenai LTV sebagaimana dimaksud pada huruf D
dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program
perumahan pemerintah Indonesia.
Yang dimaksud program perumahan pemerintah Indonesia
adalah program perumahan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
IV. PENGATURAN ...
IV. PENGATURAN UANG MUKA KREDIT ATAU DOWN PAYMENT PADA
KKB
A. Ruang lingkup KKB dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
mencakup kredit yang diberikan Bank kepada debitur untuk
pembelian kendaraan bermotor.
B. Yang dimaksud dengan uang muka, selanjutnya disebut
sebagai Down Payment (DP) dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini adalah pembayaran di muka atau uang muka
secara tunai yang sumber dananya berasal dari debitur (self
financing) dalam rangka pembelian kendaraan bermotor secara
kredit.
C. DP ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga pembelian
kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank.
DP untuk Bank yang memberikan KKB sebagaimana diatur
dalam SE ini ditetapkan sebagai berikut:
1. DP paling rendah 25% (dua puluh lima persen), untuk
pembelian kendaraan bermotor roda dua.
2. DP paling rendah 30% (tiga puluh persen), untuk pembelian
kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan non
produktif.
3. DP paling rendah 20% (dua puluh persen), untuk pembelian
kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan
produktif, yaitu apabila memenuhi salah satu syarat sebagai
berikut:
a. merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk
angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak
berwenang; atau
b. diajukan ...
b. diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang
memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak
berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan
operasional dari usaha yang dimilikinya.
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
A. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
butir III.D dan/atau butir IV.C dikenakan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009,
berupa teguran tertulis.
B. Selain dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis
sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank wajib
menyampaikan action plan sesuai batas waktu tertentu yang
ditetapkan Bank Indonesia yang memuat antara lain:
1. komitmen untuk tidak melakukan pelanggaran kembali
atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.D
dan/atau butir IV.C;
2. rencana perbaikan/evaluasi atas Standar Operating
Procedure (SOP) termasuk batasan waktu pelaksanaan
perbaikan /evaluasi dimaksud; dan/atau
3. rencana tindakan Bank terhadap pegawai yang melakukan
pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
butir III.D dan/atau butir IV.C.
C. Bank yang:
1. tidak menyampaikan action plan atau tidak menyelesaikan
action plan sebagaimana dimaksud pada huruf B; dan/atau
2. melakukan ...
2. melakukan pelanggaran kembali atas ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir III.D dan/atau butir
IV.C setelah action plan sebagaimana dimaksud dalam butir
B disampaikan,
dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/25/PBI/2009.
D. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada huruf C
berupa:
1. Penurunan tingkat kesehatan Bank
Penurunan tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Surat Edaran ini mencakup penurunan faktor
penilaian tingkat kesehatan Bank, antara lain faktor profil
risiko dan/atau faktor Good Corporate Governance (GCG);
2. Pembekuan kegiatan usaha tertentu
Pembekuan kegiatan usaha tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Surat Edaran ini antara lain mencakup
larangan pemberian KPR dan/atau KKB untuk jangka
waktu tertentu di Bank/cabang/unit tertentu; dan/atau
3. Pencantuman anggota pengurus, pegawai, Bank dan/atau
pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat
predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan
kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku.
E. Pelanggaran ...
E. Pelanggaran atas kewajiban penyampaian penyesuaian
kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir
VII dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19
Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009.
VI. KETENTUAN LAIN-LAIN
A. Rasio LTV untuk KPR sebagaimana dimaksud dalam butir III. D
dan besaran DP untuk KKB sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.C dapat disesuaikan dari waktu ke waktu sesuai
dengan kondisi perekonomian Indonesia.
B. Bank Indonesia melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan
Surat Edaran Bank Indonesia ini antara lain melalui pelaporan
Sistem Informasi Debitur (SID) oleh Bank maupun melalui
pengawasan dan pemeriksaan Bank.
VII. KETENTUAN PERALIHAN
Bank yang telah memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
pemberian KPR dan KKB sebelum Surat Edaran ini berlaku, wajib
menyesuaikan kebijakan dan prosedur tersebut serta
menyampaikannya kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku.
VIII. KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan mengenai besaran LTV untuk KPR dan DP untuk KKB
sebagaimana dimaksud dalam butir III.D dan butir IV.C mulai
berlaku pada tanggal 15 Juni 2012.
Surat ...
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
15 Maret 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/10/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor </reg_title>
<set_date> 15 Maret 2012 </set_date>
<effective_date> 15 Maret 2012 </effective_date>
<related_reg> '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 15/30/DPM
Jakarta, 27 Agustus 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
12/16/DPM tanggal 6 Juli 2010 Perihal Kriteria dan
Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga
Perantara dalam Operasi Moneter.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5440), perlu dilakukan perubahan atas
Surat Edaran Nomor 12/16/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Kriteria dan
Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara Dalam
Operasi Moneter, sebagai berikut:
1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan :
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh
Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui
Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing
Facilities).
3. Operasi …
2
3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah
kegiatan transaksi di pasar uang dalam rangka Operasi
Moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta
Operasi Moneter.
4. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya
disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana
rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan
penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank
Indonesia dalam rangka Operasi Moneter.
5. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat
Deposito Bank Indonesia, dan Surat Berharga Negara yang
digunakan dalam transaksi Operasi Moneter sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan ini.
6.
Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI
adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek.
7.
Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat
SDBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya
antar Bank.
8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN
adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah
Negara.
9. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam
mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
10. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, baik dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing, sebagai bukti atas
penyertaan …
3
penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang berlaku.
11. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari
12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN
adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua
belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto.
13. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disingkat ZCB adalah
Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga
secara diskonto.
14. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah
Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada
individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia.
15. Surat Berharga Syariah Negara Ritel atau yang selanjutnya
disebut SBSN Ritel, atau dapat disebut Sukuk Negara Ritel
adalah SBSN yang dijual kepada individu atau orang
perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual.
16. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut
transaksi repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga
oleh peserta Operasi Moneter kepada Bank Indonesia dengan
kewajiban pembelian kembali oleh peserta Operasi Moneter
sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
17. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan
Surat Berharga oleh peserta Operasi Moneter kepada Bank
Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan
pembelian kembali oleh peserta Operasi Moneter.
18. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi
dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya, dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
19. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu
sistem …
4
sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS
dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan
secara seketika per transaksi secara individual.
2. Ketentuan Bab II angka 2 dan angka 3 diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut :
2.
Jenis-jenis Surat Berharga yang memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud pada angka 1 terdiri dari :
a. SBI;
b. SDBI; dan
c. SBN, yang terdiri dari :
1) SUN, yang terdiri dari SPN dan Obligasi Negara
termasuk ZCB dan ORI; dan
2) SBSN termasuk SBSN Ritel.
3. Persyaratan Surat Berharga :
Untuk transaksi repo dalam rangka OPT dan lending facility :
a. SBI
Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja
pada saat second leg transaksi repo.
b. SDBI
Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja
pada saat second leg transaksi repo.
c. SBN
Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja
pada saat second leg transaksi repo.
3. Ketentuan Bab III angka 2 dan angka 4 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut :
2. Harga Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 1
ditetapkan sebagai berikut :
a. Harga SBI ditetapkan Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan antara lain rata-rata tertimbang tingkat
diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri
SBI.
b. Harga SDBI ditetapkan Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan antara lain rata-rata tertimbang tingkat
diskonto …
5
diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri
SDBI.
c. Harga SBN ditetapkan Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-masing
jenis dan seri SBN.
4. Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan
sebesar :
a. 0% (nol per seratus) untuk SBI;
b. 0% (nol per seratus) untuk SDBI; dan
c. 5% (lima per seratus) untuk SBN.
4. Ketentuan Bab IV angka 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1.
Perhitungan nilai setelmen transaksi lending facility, transaksi
repo dan transaksi reverse repo
a.
b. Nilai setelmen dana untuk setelmen first leg dihitung sebagai
berikut :
1) SBI, SDBI, SPN, ZCB dan SBSN tanpa kupon
setelmen
Nilai
f leg
irst
Nominal Surat
Berharga yang
direpo kan
Harga
2) Obligasi Negara termasuk ORI
Nominal Surat
setelmen
Nilai
f leg
irst
Berharga yang
direpo kan
Berharga
Surat
- Haircut
Nilai setelmen Surat Berharga adalah sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang direpokan atau di-reverse repo-kan.
Harga
Berharga
Surat
- Haircut
Interest
Accrued
3) SBSN
setelmen
Nilai
f leg
irst
Berharga yang
direpo kan
Keterangan:
Harga Surat Berharga : Harga Surat Berharga
sebagaimana …
Nominal Surat
Harga
Berharga
Surat
- Haircut
Accrued
Imbalan
6
sebagaimana diumumkan
pada BI-SSSS pada tanggal
transaksi
lending facility,
transaksi repo dan transaksi
reverse repo.
Haircut
: Haircut
sebagaimana
diumumkan pada BI-SSSS
pada transaksi
lending
facility, transaksi repo dan
transaksi reverse repo.
Accrued Interest dan
Accrued Imbalan
: Hak atas kupon/imbalan
Surat Berharga yang dihitung
sejak 1 (satu) hari sesudah
tanggal
kupon/imbalan
pembayaran
terakhir
sampai dengan tanggal
setelmen first leg.
c.
Nilai setelmen dana untuk setelmen second leg dihitung
sebagai berikut :
setelmen
Nilai
second leg
setelmen
Nilai
f leg
irst
Bunga
Transaksi Repo/Rever seRepo/
Lending Facility
Keterangan:
Jangka waktu
Bunga
TransaksiRepo/Rever seRepo /
Lending Facility
setelmen
Nilai
f leg
irst
Repo/Rever se
R rate
epo
Jangka waktu
360
:
Jangka waktu lending facility atau
transaksi repo atau transaksi reverse
repo.
5. Ketentuan Bab IV ditambahkan 1 (satu) angka yaitu angka 4 yang
berbunyi sebagai berikut :
4. Pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu (early redemption)
Early redemption terhadap SDBI dilakukan dalam hal terjadi
kegagalan setelmen transaksi repo jatuh waktu, lending facility
jatuh …
7
jatuh waktu atau terjadi transaksi antara Bank dengan pihak
selain Bank yang menggunakan SDBI, dengan perhitungan nilai
setelmen nilai tunai sebagai berikut :
ilai
N Tunai arly
ilai
E Redemption
Keterangan :
Tingkat diskonto
N Nominal SDBI yang gagal setel 360
360 (Tingkat DiskontoSisa angka
J Waktu)
:
Sisa Jangka Waktu :
rata – rata tertimbang tingkat
diskonto pada saat SDBI diterbitkan.
jumlah hari sebenarnya (actual days)
yang dihitung sejak 1 (satu) hari
sesudah tanggal gagal setelmen
transaksi Operasi Moneter sampai
dengan tanggal jatuh waktu SDBI
(maturity date).
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27
Agustus 2013
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/30/DPM|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/16/DPM tanggal 6 Juli 2010 Perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. </reg_title>
<set_date> 27 Agustus 2013 </set_date>
<effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date>
<changed_reg> '12/16/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg>
<related_reg> '12/16/DPM|SE-BI/2010', '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010' </related_reg>
|
No. 7/55/DPM
Jakarta, 6 Desember 2005
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DAN
LEMBAGA KUSTODIAN BUKAN BANK
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Penunjukan dan Pengawasan Sub-Registry
Sebagaimana
ditetapkan
dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor
6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia-Scripless
Securities Settlement System (BI-SSSS) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4363), Bank Indonesia melaksanakan kegiatan penatausahaan Surat Berharga yang
terdiri dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang Negara (SUN).
Kegiatan penatausahaan Surat Berharga tersebut mencakup kegiatan setelmen
transaksi dan pencatatan kepemilikan Surat Berharga yang dilakukan secara two
tier system, yang terdiri dari Central Registry yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia dan Sub-Registry yang diselenggarakan oleh Lembaga Kustodian yang
ditunjuk Bank Indonesia.
Dalam rangka terselenggaranya sistem penatausahaan Surat Berharga yang
aman, akurat dan terpercaya maka Bank Indonesia sebagai Central Registry
memandang
perlu untuk mengatur penyempurnaan persyaratan,
penunjukan dan pengawasan Sub-Registry.
tata
cara
I. Persyaratan …
I. Persyaratan Sub-Registry
Pihak yang dapat ditunjuk sebagai Sub-Registry adalah Lembaga Kustodian
yang terdiri dari Bank Kustodian dan Lembaga Kustodian Bukan Bank yaitu
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) dan Perusahaan Efek, yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia.
2. Tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan.
3. Memperoleh persetujuan sebagai Bank Kustodian atau memiliki izin usaha
yang masih berlaku dari Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya
disebut Bapepam.
4. Telah mempunyai pengalaman paling kurang 3 (tiga) tahun dalam kegiatan
pencatatan surat berharga, dan atau paling kurang 3 (tiga) tahun dalam
kegiatan penyimpanan
kustodian dari Bapepam.
surat
berharga
sejak memperoleh persetujuan
5. Memenuhi persyaratan permodalan sebagai berikut :
a. Bagi Bank
Kustodian
wajib memenuhi persyaratan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya disebut KPMM
berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
b. Bagi Lembaga Kustodian bukan Bank wajib memiliki modal disetor
paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar Rupiah).
6. Memiliki jaringan usaha pencatatan ke luar negeri dan atau penyimpanan
surat berharga ke luar negeri.
7. Memiliki sistem pencatatan surat berharga secara on line di dalam negeri.
8. Memiliki sistem pencatatan surat berharga tanpa warkat (scripless) secara
book entry yang aman, akurat dan terpercaya yang sekurang-kurangnya
dapat menatausahakan transaksi outright, repo, dan pengagunan.
9. Pejabat pengelola atau pengurus tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela
dan atau dalam Daftar Kredit Macet.
10. Memiliki …
10. Memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani kegiatan kustodian
dengan manajemen dan staf yang profesional di bidang pencatatan dan atau
penyimpanan surat berharga.
11. Surat berharga yang dicatat dan atau disimpan paling sedikit telah mencapai
nilai nominal
rata-rata bulanan Rp1.000.000.000.000,00 (satu
triliun
Rupiah) dalam 6 (enam) bulan terakhir, terdiri dari surat berharga yang
dapat diperdagangkan di pasar uang dan atau pasar modal.
Dalam hal terdapat surat berharga dalam denominasi valuta asing maka
konversi nilai ke dalam mata uang rupiah dilakukan dengan menggunakan
kurs tengah Bank Indonesia.
12. Telah memperoleh surat rekomendasi/persetujuan dari Bapepam untuk
mengajukan permohonan sebagai Sub-Registry dalam penatausahaan Surat
Utang Negara.
II. Tata Cara Pengajuan Permohonan dan Persetujuan sebagai Sub-Registry
1. Lembaga Kustodian yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam butir I dapat mengajukan surat permohonan sebagaimana contoh
Lampiran 1, kepada :
Bank Indonesia - Direktorat Pengelolaan Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010.
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib dilengkapi
dengan dokumen sebagai berikut :
a. fotokopi surat persetujuan sebagai Bank Kustodian atau izin usaha dari
Bapepam;
b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
c. keterangan mengenai posisi KPMM terakhir untuk Bank, atau jumlah
modal disetor untuk Lembaga Kustodian bukan Bank;
d. keterangan …
d. keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan atau
penyimpanan Surat Berharga secara on line di dalam negeri dan atau
ke luar negeri;
e. fotokopi bukti hasil pemeriksaan oleh auditor independen mengenai
keamanan sistem pencatatan Surat Berharga secara scripless;
f. riwayat pekerjaan atau keahlian dari pengurus dan atau pejabat
pengelola di bidang kustodian;
g. data mengenai jumlah dan nilai nominal transaksi pencatatan dan atau
penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir;
h. laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan
publik; dan
i. surat rekomendasi/persetujuan dari
permohonan sebagai Sub-Registry.
Bapepam untuk mengajukan
3. Dalam hal persyaratan dokumen sudah dilengkapi, Bank Indonesia
melakukan peninjauan langsung terhadap calon Sub-Registry dalam rangka
meneliti kebenaran persyaratan sesuai dengan dokumen yang disampaikan
pemohon.
4. Bank Indonesia memberitahukan persetujuan atau penolakan untuk menjadi
Sub-Registry kepada pemohon paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah persyaratan dokumen diterima lengkap oleh Bank Indonesia.
5. Dalam hal pemohon telah disetujui menjadi Sub-Registry, yang
bersangkutan wajib menjadi Peserta Bank Indonesia-Scripless Securities
Settlement System (BI-SSSS) sesuai ketentuan BI-SSSS yang berlaku.
III. Tugas Sub-Registry
Dalam penatausahaan Surat Berharga, Sub-Registry wajib melakukan hal-hal
sebagai berikut :
1. Melaksanakan setelmen transaksi Surat Berharga atas nama nasabah.
2. Mencatat …
2. Mencatat kepemilikan dan perubahan kepemilikan Surat Berharga atas
nama nasabah secara terpisah dari aset Sub-Registry.
3. Memelihara rekening Surat Berharga selain untuk dan atas nama diri
sendiri, pengurus, pemegang saham dan pengelola serta pegawai Sub-
Registry.
4. Menyampaikan bukti pencatatan Surat Berharga kepada nasabah yang
antara lain berisi saldo akhir rekening Surat Berharga yang memuat masing-
masing seri Surat Berharga dan perubahan pencatatan kepemilikan Surat
Berharga, termasuk pencatatan Surat Berharga yang ditransaksikan secara
repo dan diagunkan kepada pihak lain.
5. Menyampaikan bukti pencatatan agunan bagi pihak penerima agunan.
6. Melakukan pencatatan Surat Berharga pada saat penerbitan atas nama
nasabah sesuai dengan hasil penjualan Surat Berharga yang disampaikan
oleh Bank Indonesia.
7. Melakukan pembayaran kupon dan pokok Surat Berharga pada saat jatuh
waktu kepada nasabah pemilik Surat Berharga sesuai pencatatan pada
sistem book entry Sub-Registry.
8. Melakukan pemotongan dan administrasi pajak atas diskonto, capital gain
dan kupon Surat Berharga atas permintaan nasabah sesuai peraturan pajak
yang berlaku.
9. Menjamin kebenaran pencatatan kepemilikan Surat Berharga atas nama
seluruh nasabah sesuai dengan saldo keseluruhan pada rekening Surat
Berharga (omnibus account) di Central Registry.
10. Menyelesaikan masalah perbedaan pencatatan kepemilikan Surat Berharga
antara Sub-Registry dengan nasabah, dengan memeriksa kembali kebenaran
pencatatan yang dilakukan atas nama nasabah yang bersangkutan dan
mengecek saldo
keseluruhan pada rekening Surat Berharga (omnibus
account) yang tercatat di Central Registry.
IV. Kewajiban …
IV. Kewajiban Pelaporan, Penatausahaan dan Pemenuhan Persyaratan sebagai Sub-
Registry
1. Kewajiban Pelaporan Sub-Registry
a. Sub-Registry wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, Central
Registry, laporan sebagai berikut :
1) Laporan Harian mengenai informasi
setelmen transaksi Surat
Berharga yang memuat perubahan pencatatan kepemilikan Surat
Berharga antar nasabah individual dalam Sub-Registry yang sama.
2) Laporan Bulanan Posisi Kepemilikan Surat Berharga atas nama
nasabah individual Sub-Registry sebagaimana contoh Lampiran 2.
3) Laporan Tahunan yang terdiri dari :
a) Laporan terakhir hasil pemeriksaan auditor independen
mengenai keamanan sistem pencatatatan Surat Berharga secara
scripless;
b) Laporan rencana pengembangan kegiatan Sub-Registry pada
tahun berikutnya.
4) Laporan perubahan pengurus dan atau pengelola Sub-Registry.
5) Laporan lainnya sesuai permintaan Bank Indonesia.
b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditujukan
kepada :
Bank Indonesia – Central Registry
Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
dengan …
dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Laporan Harian sebagaimana dimaksud dalam
butir a.1)
disampaikan melalui BI-SSSS dan atau sarana lainnya pada hari
yang sama dengan tanggal perubahan pencatatan kepemilikan
individual dalam sistem pencatatan Sub-Registry.
2) Laporan Bulanan disampaikan paling lambat 2 (dua) hari kerja
setelah akhir bulan.
3)
Laporan Tahunan disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah
berakhir tahun kalender.
4) Laporan
Perubahan Pengurus atau
Pengelola Sub-Registry
disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah terjadi
perubahan.
2. Kewajiban Penatausahaan Surat Berharga
Sub-Registry wajib memenuhi persyaratan penatausahaan Surat Berharga,
dengan pencatatan posisi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang
Negara
(SUN) rata-rata bulanan paling
sedikit
sebesar
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar Rupiah) dalam 1 (satu) tahun
terakhir.
3. Kewajiban Pemenuhan Persyaratan sebagai Sub-Registry
Sub-Registry wajib menjaga pemenuhan persyaratan sebagai Sub-Registry
sebagaimana dimaksud dalam butir I.
V. Pengawasan Sub-Registry
1. Bank Indonesia berwenang melakukan pengawasan terhadap Sub-Registry
dengan ruang lingkup pengawasan sebagai berikut :
a. pengawasan …
a. pengawasan terhadap kegiatan operasional Sub-Registry yang terkait
dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam butir III dan
kewajiban pelaporan dan penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam
butir IV angka 1 dan 2.
b. pengawasan terhadap kewajiban pemenuhan persyaratan sebagai Sub-
Registry sebagaimana dimaksud dalam butir IV angka 3.
2. Metoda pengawasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat dilakukan
secara :
a. pengawasan tidak langsung melalui laporan yang disampaikan kepada
Bank Indonesia, dan
b. pengawasan langsung dengan melakukan pemeriksaan terhadap Sub-
Registry.
3. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b dilakukan
sewaktu-waktu apabila dipandang perlu.
4. Dalam
rangka pengawasan terhadap Sub-Registry, Bank Indonesia
berkoordinasi dengan otoritas pengawas perbankan dan otoritas pengawas
Lembaga Kustodian.
5. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan, Sub-Registry wajib memberikan
informasi yang lengkap dan benar sesuai permintaan Bank Indonesia.
6. Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan terdapat hasil temuan yang wajib
ditindaklanjuti oleh Sub-Registry, Bank Indonesia menyampaikan hasil
temuan dimaksud melalui surat dan atau melalui sarana lainnya.
7. Berdasarkan hasil pengawasan, Sub-Registry wajib melakukan tindak lanjut
terhadap hasil temuan sebagai berikut :
a. Bagi Sub-Registry yang
dalam butir
III dan IV angka 1, yang
belum memenuhi kewajiban dan atau
melakukan kesalahan dalam pelaksanaan tugas dan atau pelaporan
sebagaimana dimaksud
bersangkutan wajib:
1) memenuhi …
1) memenuhi kewajiban pelaporan dan atau koreksi kesalahan terhadap
pelaporan harian sebagaimana dimaksud dalam butir IV.1.a.1)b),
paling lambat 1 (satu ) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan hasil
temuan oleh Bank Indonesia; dan atau
2) memenuhi kewajiban tugas dan atau pelaporan, dan atau melakukan
koreksi kesalahan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal
pemberitahuan hasil temuan oleh Bank Indonesia.
b. Bagi Sub-Registry yang tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud
dalam butir IV angka 2 dan
penatausahaan
pemenuhan
persyaratan sebagai Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam butir IV
angka 3 terkait dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir I
angka 6 sampai dengan 11, yang bersangkutan wajib membuat rencana
tindakan (action plan) dalam rangka memenuhi kewajiban dan atau
persyaratan dimaksud, sesuai ketentuan sebagai berikut :
1) Sub-Registry wajib menyampaikan rencana tindakan kepada Bank
Indonesia Central Registry paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
sejak tanggal surat pemberitahuan hasil temuan oleh Bank Indonesia.
2) Sub-Registry wajib memenuhi rencana tindakan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) sesuai dengan batas waktu pemenuhan
yang diusulkan dengan jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan,
termasuk apabila terdapat revisi.
VI.
Pengenaan Sanksi Terhadap Sub-Registry
1. Dalam hal Sub-Registry tidak melakukan kewajiban tindak lanjut
sebagaimana dimaksud dalam butir V angka 7 maka pengenaan sanksi
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
a. teguran tertulis pertama, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal surat teguran pertama;
b. teguran …
b. teguran tertulis kedua, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban
paling lambat 6 (enam) hari kerja sejak tanggal surat teguran kedua;
c. pemberhentian sementara (suspend) sebagai peserta BI-SSSS, dengan
jangka waktu pemenuhan kewajiban paling lambat 5 (lima) hari kerja
sejak tanggal surat pemberitahuan suspend.
2. Pengenaan sanksi pemberhentian sementara sebagai peserta BI-SSSS, juga
dilakukan dalam kondisi Sub-Registry sebagai berikut :
a. Berdasarkan keputusan atau surat permintaan atau informasi dari otoritas
pengawas terkait, Sub-Registry memiliki potensi kesulitan yang dapat
membahayakan kelangsungan usahanya.
b. Jangka waktu pengenaan sanksi pemberhentian sementara Sub-Registry
dalam kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja.
VII. Pencabutan Penunjukan Sebagai Sub-Registry
1.
Penunjukan Lembaga Kustodian sebagai Sub-Registry dicabut oleh Bank
Indonesia dalam kondisi sebagai berikut :
a. Bapepam mencabut persetujuan Bank Umum sebagai Kustodian atau ijin
usaha Lembaga Kustodian bukan Bank;
b. Posisi KPMM Bank atau modal disetor Lembaga Kustodian bukan Bank
kurang dari persyaratan yang ditentukan;
c. Setelah jangka waktu suspend berakhir, Sub-Registry tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1.c, atau tidak ada
perubahan keputusan atau surat permohonan atau informasi dari otoritas
pengawas terkait,
sebagai dasar pencabutan suspend sebagaimana
dimaksud dalam butir VI.2;
d. Berdasarkan keputusan atau surat permintaan atau informasi dari otoritas
pengawas terkait;
e. atas …
e. atas permohonan Sub-Registry sendiri dan setelah menyelesaikan
seluruh
kewajibannya kepada
nasabah, dengan mengajukan surat
permohonan pengunduran diri sebagai Sub-Registry sebagaimana contoh
Lampiran 3.
2. Dalam hal dilakukan pencabutan penunjukan sebagai Sub-Registry, Bank
Indonesia mengirimkan surat pemberitahuan mengenai pencabutan status
sebagai Sub-Registry kepada yang bersangkutan.
3. Bagi pencabutan Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf
a, b, c dan d, Sub-Registry wajib menyelesaikan pencatatan perpindahan
kepemilikan Surat Berharga individual nasabah kepada Sub-Registry
lainnya yang ditunjuk oleh nasabah paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah
tanggal pemberitahuan pencabutan sebagai Sub-Registry.
4. Bank Indonesia mengumumkan pencabutan
penunjukan Sub-Registry
melalui sarana BI-SSSS dan atau sarana informasi lainnya.
VIII. PERALIHAN
1. Sub-Registry yang telah ditunjuk Bank Indonesia sebelum berlakunya Surat
Edaran ini, dinyatakan telah memperoleh penunjukan sebagai Sub-Registry.
2. Pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban penatausahaan Surat Berharga
dan pemenuhan persyaratan sebagai Sub-Registry sebagaimana dimaksud
dalam butir IV angka 2 dan 3 berlaku bagi Sub-Registry yang telah
memperoleh persetujuan Bank Indonesia paling sedikit selama 1 (satu)
tahun.
IX. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia nomor
6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Persyaratan dan Tata Cara
Penunjukan Sub-Registry untuk Penatausahaan Surat Berharga dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan …
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 6 Desember 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/55/DPM tanggal 6 Desember 2005
Lampiran 1
Kepada
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
Up. Direktur Pengelolaan Moneter
Perihal : Permohonan Sebagai Sub-Registry
Dengan ini kami mengajukan permohonan menjadi Sub-Registry dalam
penatausahaan Surat Berharga, dengan melampirkan dokumen pendukung sesuai
persyaratan Bank Indonesia, sebagai berikut :
a. fotokopi persetujuan sebagai Bank Kustodian atau surat izin usaha dari
Bapepam;
b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
c. keterangan mengenai posisi KPMM terakhir untuk Bank, atau jumlah modal
disetor untuk Lembaga Kustodian bukan Bank;
d. keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan atau
penyimpanan Surat Berharga secara on line di dalam negeri dan atau ke luar
negeri;
e. fotokopi
bukti hasil pemeriksaan oleh auditor
independen mengenai
keamanan sistem pencatatan Surat Berharga secara scripless;
f. riwayat pekerjaan atau keahlian dari pejabat pengelola atau pengurus kegiatan
kustodian;
g. data mengenai jumlah dan nilai nominal transaksi pencatatan dan atau
penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir;
h. laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;
dan
i. surat rekomendasi/persetujuan dari Bapepam untuk menjadi Sub-Registry.
Surat permohonan beserta lampiran tersebut di atas kami buat dengan
sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang
tidak benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan yang
diambil Bank Indonesia.
Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta,……………..
Nama Perusahaan
Tandatangan pejabat berwenang
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/ 55/DPM tanggal 6 Desember 2005
Lampiran 2
LAPORAN BULANAN
POSISI KEPEMILIKAN SURAT BERHARGA
Nama Sub-Registry/Member Code :
Tanggal Posisi Akhir Bulan
:
Jenis Surat Berharga : Sertifikat Bank Indonesia/Surat Utang Negara
Nilai
No.
Nama
Investor
Seri
Surat
Berharga
Nominal
(Rp
miliar)
CR
CN
**)
Status
Investor *)
Tipe
Investor
Keterangan
TOTAL
Jakarta,……………..
Nama Perusahaan
Tandatangan pejabat berwenang
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/55/DPM tanggal 6 Desember 2005
Lanj. Lampiran 2
Keterangan :
*)
CR = Client Resident
CN
**) BA = Bank (Bank)
IS
MF
PF
= Client Non Resident
= Asuransi (Insurance)
= Reksadana (Mutual Fund)
= Dana Pensiun (Pension Fund)
SC = Perusahaan Sekuritas (Securities Company)
FI = Lembaga Keuangan Lainnya (Financial Institution)
CP
FD
ID
OT
= Perusahaan (Corporate)
= Yayasan (Foundation)
= Perorangan (Individual)
= Lainnya (Others)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/55/DPM tanggal 6 Desember 2005
Lampiran 3
Kepada
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
Up. Pimpinan Direktorat Pengelolaan Moneter
Perihal : Permohonan Pengunduran Diri sebagai Sub-Registry
Dengan ini kami mengajukan permohonan pengunduran diri menjadi Sub-
Registry dalam penatausahaan Surat Berharga SUN dan SBI terhitung sejak
tanggal…………………………………………………….., dengan pertimbangan
………………………………………………………………………..……………
……………………………………………………………………………………..
Sehubungan dengan permohonan tersebut di atas, kami
telah
menyelesaikan seluruh kewajiban kepada nasabah kami, termasuk memindahkan
penatausahaan SUN dan SBI yang bersangkutan kepada Sub-Registry lain sesuai
permohonan dan kesepakatan dengan nasabah dimaksud, dan dengan demikian
tidak ada kewajiban lainnya kepada nasabah yang perlu diselesaikan lagi.
Surat permohonan pengunduran diri sebagai Sub-Registry ini kami buat
dengan sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal
yang tidak benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan
yang diambil Bank Indonesia.
Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta,……………..
Nama Perusahaan
Tandatangan pejabat berwenang
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/55/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penunjukan dan Pengawasan Sub-Registry </reg_title>
<set_date> 6 Desember 2005 </set_date>
<effective_date> 6 Desember 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '6/3/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '6/2/PBI/2004' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No.11/ 17 /DPM
Jakarta, 7 Juli 2009
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH
DAN UNIT USAHA SYARIAH
Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan
Prinsip Syariah
Sehubungan dengan penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/30/PBI/2009 tanggal 7 Juli 2009 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari
Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5034),
dipandang perlu untuk mengatur tata cara pemberian fasilitas likuiditas intrahari
berdasarkan prinsip syariah sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3. Unit Usaha Syariah adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
4. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut
Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Bank
Indonesia-Real Time Gross Settlement.
5. Bank…
2
5. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System.
6. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SKNBI
adalah suatu sistem kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
7. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
8. Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya
disebut FLIS adalah fasilitas pendanaan yang disediakan Bank Indonesia
kepada Bank dalam kedudukan sebagai peserta Sistem BI-RTGS dan
SKNBI, yang dilakukan dengan cara repurchase agreement (repo) surat
berharga yang harus diselesaikan pada hari yang sama dengan hari
penggunaan.
9. FLIS dalam rangka RTGS yang selanjutnya disebut FLIS-RTGS adalah
FLIS untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi selama jam
operasional Sistem BI-RTGS.
10. FLIS dalam rangka Kliring yang selanjutnya disebut FLIS-Kliring adalah
FLIS untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi pada saat
penyelesaian akhir atas hasil Kliring Debet.
11. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS adalah
surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam
mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
12. Surat…
3
12. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN adalah surat
berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti
atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah.
13. Repo SBIS dalam rangka penggunaan FLIS, yang selanjutnya disebut Repo
SBIS adalah repo intraday dengan agunan SBIS (collateralized borrowing)
dalam rangka penggunaan FLIS-RTGS dan/atau FLIS-Kliring.
14. Repo SBSN dalam rangka penggunaan FLIS, yang selanjutnya disebut Repo
SBSN adalah repo intraday melalui transaksi penjualan SBSN oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali sesuai dengan harga
dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka penggunaan FLIS-RTGS
dan/atau FLIS-Kliring.
15. Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya
disebut PUAS adalah pasar uang antar bank sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Pasar Uang Antar Bank
berdasarkan Prinsip Syariah.
II. PENYEDIAAN FLIS
1. Bank dapat memperoleh FLIS baik dalam bentuk FLIS-RTGS maupun
FLIS-Kliring.
2. Bank dapat menggunakan FLIS jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki surat berharga yang dapat direpokan kepada Bank Indonesia
berupa SBIS dan/atau SBSN;
b. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS; dan
c. berstatus aktif sebagai peserta BI-RTGS dan/atau tidak sedang
dikenakan sanksi penghentian sebagai peserta SKNBI.
3. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan
akan menggunakan FLIS harus mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Bank Indonesia dan dilengkapi dengan dokumen persyaratan sebagai
berikut:
a. Perjanjian…
4
a. Perjanjian Penggunaan FLIS sebagaimana contoh dalam Lampiran-1
sebanyak 2 (dua) eksemplar yang masing-masing dibubuhi meterai
cukup dan telah ditandatangani oleh direksi atau pejabat Bank yang
berwenang, dengan peruntukan:
1) 1 (satu) eksemplar untuk Bank Indonesia.
2) 1 (satu) eksemplar untuk Bank.
b. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia :
1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir
Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika
penandatangan perjanjian dilakukan oleh direksi;
2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan
surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang diberikan wewenang
untuk menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak
dilakukan oleh direksi.
3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum
perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili
Bank jika penandatanganan perjanjian dilakukan oleh direksi; atau
4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan
surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang diberikan wewenang
untuk menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak
dilakukan oleh direksi.
Dalam hal UUS, yang dimaksud dengan anggaran dasar dan
peraturan daerah adalah anggaran dasar bank umum konvensional
dari UUS yang bersangkutan atau peraturan daerah yang menjadi
dasar pendirian bank pembangunan daerah dari UUS yang
bersangkutan.
c. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri :
1) fotokopi…
5
1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang
memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika
penandatangan perjanjian dilakukan oleh Chief Executive Officer
(CEO); atau
2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat
kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk
menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak
dilakukan oleh CEO.
4. Selain dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 3, Bank
juga melampirkan dokumen pendukung lainnya berupa fotokopi identitas
diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor
dari pejabat Bank yang berwenang untuk menandatangani perjanjian
sebagaimana dimaksud pada angka 3 serta Perjanjian Pengagunan SBIS
Dalam Rangka Repo SBIS dan Janji (Wa’ad) Untuk Membeli Kembali
SBSN Dalam Rangka Repo SBSN.
5. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 disampaikan
dengan surat pengantar kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan
Moneter-Biro Operasi Moneter (BI cq.DPM-BOpM), Jl. M.H. Thamrin
No.2, Jakarta 10350.
6. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis mengenai persetujuan atau
penolakan permohonan FLIS kepada Bank paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 diterima
oleh Bank Indonesia secara lengkap dan benar.
7. Dalam hal permohonan FLIS disetujui, Bank Indonesia membuka akses bagi
Bank untuk menggunakan FLIS melalui BI-SSSS.
8. Dalam hal Bank telah memiliki akses FLIS sebagaimana dimaksud pada
angka 7 dan di kemudian hari Bank yang bersangkutan tidak lagi memenuhi
persyaratan FLIS maka Bank Indonesia menghentikan akses penggunaan
FLIS melalui BI-SSSS.
III. TRANSAKSI…
6
III. TRANSAKSI REPO DALAM RANGKA PENGGUNAAN FLIS
1. Dalam rangka memperoleh FLIS, Bank merepokan SBIS dan/atau SBSN
milik Bank yang bersangkutan yang tercatat dalam BI-SSSS.
2. Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan
menggunakan akad qard (pinjaman) dan rahn (gadai).
3. Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan
menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan al wa’ad (janji)
oleh Bank kepada Bank Indonesia untuk membeli kembali SBSN dalam
jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati.
4. SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat
FLIS jatuh waktu; dan
b. tidak sedang diagunkan kepada Bank Indonesia.
5. SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 11 (sebelas) hari kerja pada
saat FLIS jatuh waktu;dan
b. tidak sedang diagunkan.
6. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan harga SBSN yang dapat
direpokan dalam rangka penggunaan FLIS melalui BI-SSSS, Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
7. Harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan penjualan SBSN sama
dengan harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan pembelian kembali.
8. Repo SBIS dan/atau Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. repo dalam rangka FLIS-RTGS
1) Bank harus memindahkan SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLIS-
RTGS pada BI-SSSS.
2) pemindahan…
7
2) pemindahan SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka
1) dilakukan pada saat Bank membutuhkan FLIS-RTGS (self
assessment) selama jam operasional BI-RTGS sampai dengan cut-off
warning sistem BI-RTGS.
3) SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak
dapat dipindahkan dari rekening FLIS-RTGS selama Bank
menggunakan FLIS-RTGS.
4) Bank dapat memindahkan kembali SBIS dan/atau SBSN sebagaimana
dimaksud pada angka 1) dari rekening FLIS-RTGS setelah Bank
menyelesaikan FLIS-RTGS.
b. repo dalam rangka FLIS-Kliring
1) Bank harus memindahkan SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLIS-
Kliring dalam rangka pemenuhan kewajiban penyediaan pendanaan
awal (prefund).
2) pemindahan SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka
1) dilakukan pada awal hari sebelum Kliring Debet dimulai sesuai
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia.
3) Bank dapat memindahkan kembali SBIS dan/atau SBSN sebagaimana
dimaksud pada angka 1) dari rekening FLIS-Kliring sesuai ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia.
IV. PENGGUNAAN FLIS
1. Penggunaan FLIS-RTGS
a. Bank dapat menggunakan FLIS-RTGS sejak Sistem BI-RTGS dibuka
sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sepanjang Bank telah
memindahkan SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLIS-RTGS.
b. penggunaan…
8
b. penggunaan FLIS-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo
rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk:
1) penyelesaian transaksi keluar (outgoing transaction) sistem BI-
RTGS; dan
2) penyelesaian akhir Kliring Debet apabila surat berharga yang
direpokan untuk FLIS-Kliring tidak mencukupi, sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia.
2. Penggunaan FLIS-Kliring
Penggunaan FLIS-Kliring dilakukan secara otomatis pada saat saldo
rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk
memenuhi kewajiban Bank dalam penyelesaian akhir Kliring Debet
sepanjang Bank telah memindahkan surat berharga ke rekening FLIS-
Kliring.
3. Mekanisme penggunaan FLIS melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Indonesia-
Scripless Securities Settlement System.
V. PENYELESAIAN FLIS
1. Bank harus menyelesaikan FLIS pada hari penggunaan FLIS (T+0) paling
lambat sampai dengan pre cut-off time Sistem BI-RTGS.
2. Penyelesaian FLIS dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap
terdapat transaksi masuk (incoming transaction) ke rekening giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia.
3. Mekanisme penyelesaian FLIS melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Indonesia-
Scripless Securities Settlement System.
VI. BIAYA…
9
VI. BIAYA ATAS PENGGUNAAN FLIS
1. Bank Indonesia mengenakan biaya atas penggunaan FLIS yang dihitung
sebagai berikut :
B Penggunaan FLIS Nominal Penggunaan FLIS [ / 0
iaya
Keterangan:
t
R
=
x t (1 , 5 jam 60 menit)] R [
x
= Waktu penggunaan FLIS (dalam hitungan menit).
= Rata-rata tertimbang PUAS overnight terakhir sebelum hari
penggunaan FLIS.
10,5 jam = Jangka waktu dari mulai dibukanya jam operasional Sistem
BI-RTGS (06.30 WIB) sampai dengan cut off warning
Sistem BI-RTGS (17.00 WIB).
2. Biaya atas penggunaan FLIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dihitung
dengan cara sebagai berikut:
a. untuk penggunaan FLIS dalam 1 (satu) jam pertama, biaya atas
penggunaan FLIS dihitung berdasarkan akumulasi nilai nominal FLIS
yang digunakan Bank (extend) dengan waktu penggunaan dibulatkan
menjadi 1 (satu) jam dalam hitungan menit.
b. untuk penggunaan FLIS setelah 1 (satu) jam pertama sebagaimana
dimaksud pada huruf a, biaya atas penggunaan FLIS dihitung sesuai
dengan saldo penggunaan FLIS dengan waktu penggunaan dibulatkan ke
atas dalam hitungan menit terdekat.
3. Perhitungan biaya atas penggunaan FLIS sebagaimana dimaksud pada angka
2 adalah sebagaimana contoh dalam Lampiran-2.
4. Pembebanan biaya atas penggunaan FLIS dilakukan pada 1 (satu) hari kerja
setelah penggunaan FLIS.
VII. PERLAKUAN…
x x 1/360]
10
VII. PERLAKUAN FLIS YANG TIDAK DISELESAIKAN
1. Dalam hal Bank tidak menyelesaikan FLIS sampai dengan batas waktu
sebagaimana dimaksud pada butir V.1 maka terhadap nilai FLIS yang tidak
diselesaikan secara otomatis diperlakukan sebagai transaksi repo dengan
Bank Indonesia dengan jangka waktu 1 (satu) hari kerja.
2. Atas masing-masing jenis dan seri surat berharga yang direpokan
sebagaimana dimaksud pada butir III.1 dikenakan haircut yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan melalui BI-SSSS, Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Atas transaksi repo sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank dikenakan
biaya repo dengan perhitungan sebagai berikut:
B Repo = ( epo R Rate) (x t / 360) Nominal Penggunaan Repo
iaya
x
Repo Rate = BI Rate + Marjin tertentu
t = jumlah hari kalender repo SBIS/SBSN
4. Bank Indonesia dapat mengubah repo rate sebagaimana dimaksud pada
angka 3 yang dan mengumumkannya melalui BI-SSSS, Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Pada tanggal repo SBIS atau repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka
1 jatuh waktu, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg
dengan penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut :
a. melakukan setelmen dana dengan cara mendebet rekening giro Bank
sebesar nilai setelmen first leg ditambah biaya repo SBIS atau biaya repo
SBSN.
Dalam hal selama periode repo SBSN terdapat pembayaran imbalan
SBSN maka pembayaran imbalan tersebut akan mengurangi nilai
setelmen dana.
b. melakukan setelmen surat berharga dengan ketentuan sebagai berikut :
1) dalam…
11
1) dalam hal SBIS, dilakukan dengan cara memindahkan kembali
pencatatan seri SBIS yang diagunkan dari sub rekening hold SBIS
ke sub rekening aktif sebesar nilai nominal Repo SBIS yang jatuh
waktu.
2) dalam hal SBSN, dilakukan dengan cara mengkredit rekening surat
berharga Bank sebesar nilai nominal SBSN yang direpokan.
6. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi untuk
setelmen pelunasan repo SBIS atau repo SBSN sampai dengan cut off
warning sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen
second leg.
7. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk pelunasan repo SBIS atau
repo SBSN jatuh waktu yang diakibatkan karena kegagalan setelmen second
leg, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. mendebet rekening giro Bank untuk penyelesaian biaya repo SBIS atau
biaya repo SBSN yang harus dibayar; dan
b. Pelunasan seri SBIS yang direpokan sebelum jatuh waktu (early
redemption) atau memperlakukan jenis, seri dan nominal SBSN yang
gagal dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi jual putus (outright
selling) secara otomatis melalui BI-SSSS.
VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN
Bank yang telah menandatangani Perjanjian Penggunaan dan Pengagunan FLIS
sebelum berlakunya Surat Edaran ini harus menggantinya dengan Perjanjian
Penggunaan FLIS sebagaimana contoh terlampir dalam Surat Edaran ini.
IX. PENUTUP…
12
IX. PENUTUP
Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 7/36/DPM tanggal 3 Agustus 2005 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas
Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Juli 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/17/DPM|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title>
<set_date> 7 Juli 2009 </set_date>
<effective_date> 7 Juli 2009 </effective_date>
<replaced_reg> '7/36/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '11/30/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 10/11/DASP
Jakarta, 5 Maret 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PESERTA
SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS)
DI INDONESIA
Perihal : Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement
Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/6/PBI/2008 tanggal 18 Februari 2008 tentang Sistem Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4820), perlu
diatur lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
Ketentuan mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS sebagaimana
tersebut di atas dituangkan dalam Pedoman Penyelenggaraan Sistem Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement yang merupakan lampiran Surat Edaran ini
dan merupakan satu kesatuan serta bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran ini.
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/14/DASP tanggal 24 September 2002
perihal Biaya dalam Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement; dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/62/DASP tanggal 30 Desember 2005
perihal Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan …
2
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal
31 Maret 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DYAH N.K. MAKHIJANI
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/11/DASP|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 5 Maret 2008 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date>
<replaced_reg> '4/14/DASP|SE-BI/2002', '7/62/DASP|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '10/6/PBI/2008' </related_reg>
|
No.7/61/DASP
Jakarta, 30 Desember 2005
SURAT EDARAN
Perihal
: Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu
Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 148 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4538), untuk menjaga efisiensi, kecepatan, keamanan, dan kehandalan dalam
penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu,
dipandang perlu untuk mengatur lebih lanjut pengawasan terhadap penyelenggaraan
kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dalam Surat Edaran Bank
Indonesia.
I. PENGAWASAN PENYELENGGARAAN
KEGIATAN ALAT
PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU (APMK)
A. Obyek Pengawasan
Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Bagian
Pengawasan Sistem Pembayaran, melakukan pengawasan terhadap :
1. Penyelenggara APMK (Prinsipal, Penerbit, dan Acquirer)
2. Perusahaan Personalisasi;
3. Penyelenggara…
- 2 -
3. Penyelenggara kegiatan kliring APMK;
4. Penyelenggara kegiatan penyelesaian akhir APMK; dan
5. Perusahaan Switching dalam hal Perusahaan Switching tersebut
bekerja sama dengan Penerbit dan/atau Financial Acquirer,
B Fokus Pengawasan
Pengawasan terhadap
penyelenggaraan APMK difokuskan pada
kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan
APMK antara lain meliputi :
1. penerapan aspek manajemen risiko dalam penyelenggaraan kegiatan
APMK;
2. kebenaran dan ketepatan penyampaian informasi dan laporan; dan
3. penerapan aspek perlindungan nasabah.
C Tujuan Pengawasan
Pengawasan bertujuan untuk memastikan penyelenggaraan
kegiatan
APMK dilakukan secara efisien, cepat, aman, dan handal dengan
memperhatikan prinsip perlindungan nasabah.
D Metode Pengawasan
Pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan
terutama melalui pengawasan tidak langsung dan apabila diperlukan dapat
dilakukan pengawasan langsung.
1. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis,
dan evaluasi atas laporan berkala dan insidentil yang disampaikan
oleh, serta diskusi dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada
butir I.A. Di samping itu, pengawasan tidak langsung dapat juga
dilakukan…
- 3 -
dilakukan atas dasar data dan/atau informasi lainnya yang diperoleh
Bank Indonesia dari pihak lain.
2. Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung dilakukan sewaktu-waktu apabila diperlukan
dengan cara melakukan pemeriksaan (on the spot) terhadap pihak-
pihak sebagaimana dimaksud pada butir I. A.
Dalam rangka pengawasan langsung, pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada huruf A wajib memberikan :
a.
b.
c.
kesempatan untuk melakukan pengawasan secara langsung
terhadap sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung dan database;
hal-hal lain yang diperlukan.
Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas nama
Bank Indonesia melaksanakan pengawasan secara langsung.
II. LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK
Dalam rangka pengawasan tidak langsung, pihak-pihak sebagaimana dimaksud
pada butir I.A wajib menyampaikan laporan tertulis atas penyelenggaraan
kegiatan APMK kepada Bank Indonesia secara berkala dan atau insidentil.
A. Laporan Berkala
1. Laporan berkala merupakan laporan tertulis yang wajib disampaikan
secara benar, akurat dan tepat waktu oleh pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada butir I.A sesuai dengan periode masing-masing
laporan…
keterangan, data transaksi dan data nasabah dalam bentuk hard
copy dan/atau soft copy ;
- 4 -
laporan. Laporan berkala terdiri atas laporan bulanan dan laporan
triwulanan.
2. Jenis Laporan Berkala
Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada butir I.A meliputi :
a.
Prinsipal
Laporan Bulanan Prinsipal dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 1.
b.
Penerbit
1) Laporan Bulanan Transaksi APMK terdiri dari :
a) Laporan Bulanan Penerbit Kartu Kredit dengan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2a.
b) Laporan Bulanan Penerbit Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet dengan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 2b.
c) Laporan Bulanan Penerbit Kartu Prabayar dengan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2c.
2) Laporan Bulanan Fraud dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 3.
3) Laporan Bulanan Tukar Menukar Informasi Data
Pemegang Kartu Antar Penerbit
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4.
dengan format
Khusus…
- 5 -
Khusus untuk Penerbit Selain Bank di samping laporan bulanan
tersebut di atas, Penerbit wajib menyampaikan :
1) Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit dengan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5 dengan
klasifikasi :
a)
b)
Lancar, apabila pembayaran tepat waktu,
perkembangan rekening baik dan tidak ada
tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit;
Perhatian Khusus, apabila terdapat
Dalam
tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga
sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari;
c)
Kurang Lancar, apabila terdapat tunggakan
pembayaran pokok dan atau bunga yang telah
melampaui 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan
120 (seratus dua puluh) hari;
d)
Diragukan, apabila terdapat tunggakan pembayaran
pokok dan atau bunga yang telah melampaui 120
(seratus dua puluh) hari sampai dengan 180 (seratus
delapan puluh) hari;
e)
Macet, apabila terdapat tunggakan pokok dan atau
bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan
puluh) hari.
2) Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian
Pengaduan Nasabah dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 6.
c. Acquirer…
- 6 -
c.
Acquirer
Laporan Bulanan Acquirer dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 7.
d. Perusahaan Personalisasi
Laporan Triwulanan Perusahaan Personalisasi dengan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8.
e. Penyelenggara Kegiatan Kliring APMK dan/atau Kegiatan
Penyelesaian Akhir APMK
Laporan Triwulanan Penyelenggara Kegiatan Kliring APMK
dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 9.
f.
Perusahaan Switching
Laporan Triwulanan Perusahaan Switching dengan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10.
3. Waktu Penyampaian
Waktu penyampaian laporan berkala diatur sebagai berikut :
a.
Prinsipal, Penerbit dan Acquirer wajib menyampaikan laporan
bulanan secara benar, akurat dan tepat waktu kepada Bank
Indonesia. Laporan bulanan tersebut wajib sudah diterima oleh
Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah periode laporan.
b.
Penerbit, Acquirer, Perusahaan Personalisasi,
Perusahaan
Switching dan Penyelenggara Kegiatan Kliring APMK dan/atau
Kegiatan Penyelesaian Akhir APMK wajib menyampaikan
laporan triwulanan secara benar, akurat dan tepat waktu kepada
Bank…
- 7 -
Bank Indonesia. Laporan triwulanan wajib sudah diterima oleh
Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode
laporan.
Dalam hal batas waktu penyampaian laporan jatuh pada hari libur
maka laporan harus sudah diterima pada hari kerja berikutnya.
B. Laporan Insidentil
1. Laporan insidentil merupakan laporan tertulis yang wajib
disampaikan secara benar oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud
pada butir I.A kepada Bank Indonesia baik atas permintaan Bank
Indonesia maupun atas inisiatif pihak-pihak tersebut di atas.
2. Jenis Laporan Insidentil
a. Laporan terkait implementasi teknologi pengamanan
penyelenggaraan APMK.
Laporan tersebut antara lain laporan implementasi penggunaan
teknologi chip pada APMK dan laporan penggantian mesin
EDC / ATM dengan pengaturan waktu sebagaimana diatur pada
butir II.B.3. Laporan tersebut wajib disampaikan oleh masing-
masing Penerbit.
b. Laporan terkait Kartu Kredit
Laporan terkait Kartu Kredit wajib disampaikan oleh pihak-
pihak sebagaimana dimaksud pada butir I.A dengan pengaturan
sebagai berikut:
1) Penerbit…
- 8 -
1) Penerbit Kartu Kredit
Penerbit Kartu Kredit menyampaikan hal-hal sebagai
berikut:
a) Ketentuan pemberian Kartu Kredit meliputi :
(1)
(2)
(3)
(4)
usia minimum Pemegang Kartu;
pendapatan minimum Pemegang Kartu;
batas maksimum kredit Pemegang Kartu;
persentase minimum pembayaran oleh
Pemegang Kartu; dan
(5)
kebijakan penetapan pemberian kartu kredit
yang
dikategorikan sebagai ”tanpa batas”
(infinite) sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia mengenai prinsip
perlindungan nasabah dan kehati-hatian .
b) Standard Operating Procedure (SOP) meliputi :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
prosedur pemberian persetujuan kepada calon
pemegang kartu;
prosedur otorisasi;
prosedur pembukuan transaksi;
prosedur penghitungan biaya bunga dan
denda;
prosedur pemberian penambahan limit kredit;
prosedur persetujuan pelampauan batas limit
kredit;
(7) prosedur…
- 9 -
(7)
(8)
(9)
prosedur penagihan piutang, penanganan
kredit macet dan penghapusan piutang;
prosedur pencantuman nasabah ke dalam
Negative List;
prosedur pengamanan kartu (mulai
dari
pengawasan pemesanan bahan kartu,
pencetakan, proses pengiriman dan
personalisasi kartu);
(10) prosedur
pemilihan dan penetapan
merchant (termasuk standar perjanjian);
(11) prosedur penunjukan agen pemasaran dan
agen penagihan atau debt collector (termasuk
standar perjanjian);
(12) prosedur sistem deteksi dan penanganan
fraud;
(13) prosedur pelaporan kepada manajemen dan
pengawasan internal.
(14) prosedur perencanaan darurat (Disaster
Recovery Plan/DRP) dan kesinambungan
usaha (Business Continuity Plan/BCP) ; dan
(15) prosedur layanan konsumen antara lain
meliputi :
(a) layanan informasi dan fasilitas; dan
(b) penanganan keluhan konsumen.
c)
Informasi tertulis yang disampaikan Penerbit kepada
Pemegang Kartu, sekurang-kurangnya meliputi :
(1) hak…
- 10 -
(1) hak dan kewajiban Pemegang Kartu;
(2)
(3)
persentase minimum pembayaran oleh
Pemegang Kartu;
produk yang diterbitkan, antara lain informasi
mengenai prosedur dan tata cara penggunaan
kartu, fasilitas yang melekat pada kartu, tata
cara pembayaran kartu
dan risiko yang
mungkin timbul dari penggunaan produk
tersebut;
(4)
(5)
(6)
tata cara penghitungan bunga;
tata cara penghitungan denda;
tata cara pengajuan pengaduan atas kartu yang
diberikan dan perkiraan lamanya waktu
penanganan pengaduan tersebut;
(7)
(8)
jenis dan besarnya biaya administrasi yang
dikenakan; dan
Formulir lembar penagihan (Billing
Statement).
2) Financial Acquirer Kartu Kredit, wajib menyampaikan
SOP sekurang-kurangnya meliputi :
a) prosedur mekanisme dan pembukuan transaksi serta
otorisasi;
b) prosedur penyelesaian pembayaran;
c) prosedur pemilihan dan penetapan merchant
termasuk standar perjanjian;
d) prosedur…
- 11 -
d) prosedur pengendalian risiko keuangan dalam hal
terjadi kerugian akibat penggunaan kartu palsu;
e) prosedur penyediaan sarana pengganti (back-up
system) dalam hal terjadi gangguan pada perangkat
keras dan jaringan komunikasi;
f) prosedur penyediaan sarana back-up data transaksi;
g) prosedur penatausahaan arsip; dan
h) prosedur pelaporan
pengawasan internal.
kepada manajemen
dan
3) Technical Acquirer Kartu Kredit, wajib menyampaikan
SOP sekurang-kurangnya meliputi :
a) prosedur penyediaan sarana pengganti (back-up
system) dalam hal terjadi gangguan pada perangkat
keras dan jaringan komunikasi; dan
4) Perusahaan Personalisasi
b) prosedur penyediaan sarana back-up data transaksi.
Kartu Kredit
wajib
menyampaikan :
a) Standar perjanjian kerjasama dengan Penerbit atau
Prinsipal
b) SOP sekurang-kurangnya meliputi :
(1)
(2)
prosedur pengamanan kartu;
prosedur operasional kegiatan personalisasi;
dan
(3)
prosedur pengamanan kerahasiaan data.
5) Penyelenggara…
- 12 -
5) Penyelenggara Kegiatan Kliring Kartu Kredit, wajib
menyampaikan Perjanjian Kerjasama dengan Peserta dan
SOP sekurang-kurangnya meliputi :
a)
persyaratan kepesertaan;
b) prosedur operasional kegiatan kliring;
c) prosedur mekanisme dan pembukuan kliring;
d) prosedur penyelesaian transaksi;
e) prosedur DRP dan BCP; dan
f) prosedur pelaporan
pengawasan internal.
kepada manajemen
dan
6) Perusahaan Switching Kartu Kredit, wajib menyampaikan:
a)
persyaratan kepesertaan, penetapan penerbit, dan
standar perjanjian dengan Penerbit;
b) SOP sekurang-kurangnya meliputi :
(1) prosedur mekanisme dan pembukuan transaksi
serta otorisasi;
(2) prosedur penyelesaian pembayaran;
(3) prosedur DRP dan BCP; dan
(4) prosedur pelaporan kepada manajemen dan
pengawasan internal.
c. Laporan terkait Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Prabayar
1) Penerbit Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Prabayar,
wajib menyampaikan :
a) SOP sekurang-kurangnya meliputi :
(1) Ketentuan…
- 13 -
(1)
Ketentuan mengenai persyaratan calon
pemegang kartu;
(2) prosedur pemberian kartu kepada calon
Pemegang Kartu, termasuk didalamnya :
(a) penerimaan dan pemrosesan aplikasi;
(b) penetapan batas maksimum nilai
transaksi dan penarikan tunai;
(c) penetapan batas maksimum nilai yang
tersimpan pada kartu, khusus untuk
Kartu Prabayar.
(3)
prosedur pengamanan kartu (mulai
dari
pengawasan pemesanan bahan kartu,
pencetakan, proses pengiriman dan
personalisasi kartu);
(4)
(5)
(6)
(7)
prosedur sistem deteksi dan penanganan
fraud;
prosedur pelaporan kepada manajemen dan
pengawasan internal;
prosedur penunjukan merchant termasuk
lampiran perjanjian; dan
prosedur layanan konsumen
(a) layanan informasi dan fasilitas; dan
(b) penanganan keluhan konsumen.
b) Perjanjian kerjasama dengan Perusahaan Switching;
c) Perjanjian dengan Pemegang kartu;
d) Informasi…
- 14 -
d) Informasi tertulis yang disampaikan penerbit kepada
Pemegang Kartu sekurang-kurangnya meliputi :
(1)
produk yang diterbitkan antara lain informasi
mengenai prosedur dan tatacara penggunaan
kartu, fasilitas yang melekat pada produk, dan
risiko yang mungkin timbul dari penggunaan
produk tersebut; dan
(2)
tata cara pengajuan pengaduan atas produk
yang diberikan dan perkiraan lamanya waktu
penanganan pengaduan tersebut.
2) Financial Acquirer Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu
Prabayar wajib menyampaikan SOP sekurang-kurangnya
meliputi :
a) prosedur mekanisme transaksi dan otorisasi;
b) prosedur pembukuan transaksi;
c) prosedur penyelesaian pembayaran;
d) prosedur pemilihan dan penetapan merchant
(termasuk lampiran perjanjian);
e) prosedur penunjukan Perusahaan Switching;
f) prosedur pengaturan risiko keuangan dalam hal
terjadi kerugian akibat penggunaan kartu palsu.
g) prosedur penyediaan sarana pengganti (back-up
system) dalam hal terjadi gangguan pada perangkat
keras dan jaringan komunikasi;
h) prosedur penyediaan sarana back-up data transaksi;
dan
i) prosedur…
- 15 -
i) prosedur pelaporan
pengawasan internal.
kepada manajemen
dan
3) Technical Acquirer, wajib menyampaikan SOP sekurang-
kurangnya meliputi :
a) prosedur penyediaan sarana pengganti (back-up
system) dalam hal terjadi gangguan pada perangkat
keras dan jaringan komunikasi; dan
b) prosedur penyediaan sarana back-up data transaksi.
4) Perusahaan Personalisasi Kartu ATM, Kartu Debet, dan
Kartu Prabayar wajib menyampaikan :
a) Standar perjanjian kerjasama dengan Penerbit atau
Prinsipal;
b) SOP sekurang-kurangnya meliputi :
(1)
(2)
prosedur pengamanan kartu;
prosedur operasional kegiatan personalisasi;
dan
(3) prosedur pengamanan kerahasiaan data.
5) Perusahaan Switching Kartu ATM, Kartu Debet, dan
Kartu Prabayar, wajib menyampaikan : :
a)
persyaratan kepesertaan, penetapan penerbit, dan
standar perjanjian dengan Penerbit;
b) SOP sekurang-kurangnya meliputi :
(1)
(2)
prosedur mekanisme dan pembukuan
transaksi serta otorisasi;
prosedur penyelesaian pembayaran;
(3) prosedur…
- 16 -
(3) prosedur DRP dan BCP; dan
(4) prosedur pelaporan kepada manajemen dan
pengawasan internal.
3. Waktu Penyampaian
Laporan sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.a. wajib
disampaikan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak implementasi
teknologi peningkatan pengamanan APMK.
Laporan sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.b. dan II.B.2.c
wajib disampaikan untuk pertama kali dan harus sudah diterima oleh
Bank Indonesia paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Surat
Edaran ini. Selanjutnya apabila terdapat perubahan atas laporan
tersebut, wajib disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan terhitung
sejak terjadinya perubahan.
4. Untuk kepentingan pengawasan terkait dengan kegiatan
penyelenggaraan APMK, Bank Indonesia berwenang meminta data,
informasi, dan atau laporan diluar laporan-laporan sebagaimana
dimaksud pada angka II.
C. Penyampaian Laporan
1. Laporan Berkala wajib disampaikan kepada:
Tim Manajemen Informasi dan Administrasi
Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia, Gedung D Lantai 8
Jl. MH Thamrin No.2
Jakarta 10010
Laporan…
- 17 -
Laporan Berkala disampaikan dalam bentuk hard copy sampai
dengan adanya pemberitahuan tertulis dari Bank Indonesia mengenai
perubahan penyampaian bentuk laporan.
Untuk Penerbit Bank, Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit
penyampaian laporan dilakukan sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aktiva Bank
Umum sedangkan penyampaian Laporan Triwulanan Penanganan
dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah dilakukan sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai penyelesaian
pengaduan nasabah.
2. Laporan Insidentil wajib disampaikan kepada:
Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia, Gedung D Lantai 9
Jl. MH Thamrin No.2
Jakarta 10010
III. TATA CARA PENGENAAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi kewajiban membayar terhadap
Bank terkait penyelenggaraan kegiatan APMK, sanksi kewajiban membayar
tersebut dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro
Bank di Bank Indonesia.
Sanksi kewajiban membayar yang dikenakan terhadap Lembaga Selain Bank
terkait penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran dengan cara menyampaikan surat pengenaan sanksi
kewajiban…
- 18 -
kewajiban membayar kepada Lembaga Selain Bank tersebut yang antara lain
berisi informasi jumlah sanksi kewajiban membayar dimaksud dan tata cara
pembayarannya kepada Bank Indonesia.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30 Desember 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/61/DASP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2005 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/52/PBI/2005' </related_reg>
|
No.7/19/DPNP
Jakarta, 14 Juni 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan
Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana.
Sehubungan dengan semakin meningkatnya keterlibatan Bank dalam
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana dan sebagai pelaksanaan
lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei
2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4292) serta sejalan dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Transparansi Informasi
Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4475), dipandang perlu untuk mengatur pelaksanaan
penerapan manajemen risiko pada Bank yang melakukan aktivitas berkaitan
dengan Reksa Dana dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan
pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM …
I. UMUM
1. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan Bank dalam aktivitas yang
berkaitan dengan Reksa Dana maka disadari bahwa aktivitas tersebut
selain memberikan manfaat juga berpotensi menimbulkan berbagai
risiko bagi Bank diantaranya risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas,
risiko hukum dan risiko reputasi. Sehubungan dengan itu, Bank perlu
meningkatkan penerapan manajemen risiko secara efektif dengan
melakukan prinsip kehati-hatian dan melindungi kepentingan nasabah.
2. Aktivitas Bank yang berkaitan dengan Reksa Dana meliputi Bank
sebagai investor, Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan Bank
sebagai Bank Kustodian.
Aktivitas Bank sebagai investor merupakan aktivitas investasi Bank
dalam Reksa Dana termasuk dalam hal Bank sebagai sponsor. Yang
dimaksud dengan sponsor adalah aktivitas investasi Bank dalam Reksa
Dana sebagai penempatan dana awal dengan jumlah dan jangka waktu
sesuai ketentuan otoritas pasar modal.
Aktivitas Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah aktivitas
Bank dalam rangka mewakili perusahaan efek sebagai Manajer Investasi
untuk menjual efek Reksa Dana yang dilaksanakan oleh pegawai Bank
yang memiliki izin Wakil Agen Penjual Reksa Dana untuk menjual efek
Reksa Dana.
Aktivitas Bank sebagai Bank Kustodian Reksa Dana merupakan
aktivitas Bank dalam melaksanakan penitipan kolektif, menyimpan dan
mengadministrasikan kekayaan Reksa Dana, mengadministrasikan/
mencatat mutasi unit penyertaan serta jasa lain termasuk menghitung
Nilai Aktiva Bersih, menyelesaikan transaksi, menerima dividen, bunga
dan hak-hak lain.
3. Bank …
3. Bank yang melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana
wajib mematuhi ketentuan yang berlaku di bidang perbankan dan pasar
modal.
4. Dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, Bank yang bertindak
sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib menerapkan transparansi
informasi produk dengan menyediakan informasi baik secara tertulis
maupun lisan.
II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
A. Penerapan Manajemen Risiko secara Umum
1. Dalam rangka mendukung penerapan manajemen risiko yang
efektif, hal-hal utama yang wajib dilakukan Bank adalah:
a. memastikan bahwa Manajer Investasi yang menjadi mitra
dalam aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana telah
terdaftar dan memperoleh izin dari otoritas pasar modal sesuai
ketentuan yang berlaku;
b. memastikan
bahwa Reksa Dana yang
bersangkutan telah
memperoleh pernyataan efektif dari otoritas pasar modal sesuai
ketentuan yang berlaku;
c. mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan
risiko yang timbul atas aktivitas yang berkaitan dengan Reksa
Dana.
2. Dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian, Bank dilarang
melakukan tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung
yang mengakibatkan Reksa Dana memiliki karakteristik seperti
produk Bank misalnya tabungan atau deposito. Tindakan–tindakan
yang dilarang tersebut antara lain meliputi:
a. memberikan …
a. memberikan jaminan atas:
1) pelunasan (redemption) Reksa Dana;
2) kepastian besarnya imbal hasil Reksa Dana termasuk nilai
aktiva bersih,
baik secara langsung maupun tidak langsung;
b. membuat komitmen untuk membeli sewaktu-waktu (stand by
buyer) aset yang mendasari Reksa Dana baik secara langsung
maupun tidak langsung;
c. melakukan intervensi pengelolaan portofolio efek Reksa Dana
yang dilakukan oleh Manajer Investasi.
B. Penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing Aktivitas
1. Bank sebagai Investor Reksa Dana
a. Sesuai Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005
tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum, Bank dilarang memiliki Aktiva Produktif dalam bentuk
saham dan atau Surat Berharga yang dihubungkan atau dijamin
dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference
asset) yang berbentuk saham. Dengan demikian maka Bank
dilarang melakukan investasi pada Reksa Dana dengan aset
yang mendasari berbentuk saham.
b. Dalam melakukan investasi dalam Reksa Dana, Bank wajib
memastikan bahwa investasi tersebut memenuhi ketentuan
kehati-hatian yang berlaku antara lain:
1) memperhatikan kemampuan dan kondisi keuangan Bank
serta kebijakan, strategi, dan pedoman investasi internal
Bank;
2) pada …
2) pada
saat
memenuhi
pembelian, Reksa Dana yang
bersangkutan
kriteria lancar sesuai ketentuan yang berlaku
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum;
3) tidak melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
4) diperhitungkan
dalam kewajiban penyediaan modal
minimum dengan memperhitungkan risiko pasar.
c. Dalam rangka memastikan kualitas Reksa Dana digolongkan
lancar sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 2), sebelum
melakukan aktivitas sebagai investor, Bank wajib melakukan
analisis yang memadai terhadap Reksa Dana dan Manajer
Investasi yang meliputi:
1) kualitas (peringkat) Reksa Dana atau kualitas (peringkat)
aset yang mendasari Reksa Dana;
2) kualitas Manajer Investasi dengan penekanan antara lain
terhadap:
a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan
b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi.
d. Bank wajib memantau eksposur risiko dari aktivitas Bank yang
berkaitan dengan Reksa Dana secara berkala yakni dengan
memantau perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana maupun
melakukan
berikut:
penilaian terhadap Manajer Investasi
1) pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa
Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi antara lain
meliputi:
a) konsistensi …
sebagai
a) konsistensi kebijakan portofolio Reksa Dana dengan
prospektus;
b) kualitas (peringkat) Reksa Dana atau kualitas (peringkat)
aset yang mendasari Reksa Dana;
c) pengelolaan likuiditas;
d) prinsip keterbukaan kepada publik;
e) penerapan prinsip kehati-hatian sesuai ketentuan otoritas
pasar modal.
2) penilaian terhadap Manajer Investasi dilakukan dengan
penekanan antara lain hal-hal sebagai berikut:
a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan
b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi.
2. Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana
a. Bank hanya dapat melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual
Efek Reksa Dana melalui pegawai Bank yang telah memperoleh
izin sebagai Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana sesuai
ketentuan yang berlaku. Pegawai Bank yang menjadi Wakil
Agen Penjual Efek Reksa Dana tersebut harus mendapat
penugasan secara khusus dari Bank yang bertindak untuk dan
atas nama Bank.
b. Bank maupun pegawai Bank yang telah memperoleh izin
sebagai Wakil Agen
Penjual Efek Reksa Dana
bertindak sebagai Sub Agen Penjual Efek Reksa Dana atau
mengalihkan fungsi Agen Penjual Efek Reksa Dana kepada
pihak lain.
c. Reksa …
dilarang
c. Reksa Dana yang dapat dijual oleh Bank sebagai Agen Penjual
Efek Reksa Dana adalah Reksa Dana yang sesuai dengan
definisi dan kriteria yang diatur dalam ketentuan yang berlaku
tentang Pasar Modal di Indonesia.
d. Aktivitas sebagai Agen
Penjual Efek Reksa Dana wajib
didasarkan pada suatu perjanjian tertulis yang menyatakan
secara jelas fungsi, wewenang dan tanggung jawab Bank
sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana.
Dalam menyusun perjanjian kerjasama tertulis, Bank wajib
memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut:
1) kejelasan hak dan kewajiban masing – masing pihak;
2) penetapan secara jelas jangka waktu perjanjian kerjasama;
3) penetapan klausula yang memuat kondisi batalnya perjanjian
kerjasama termasuk klausula yang memungkinkan Bank
menghentikan kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu
perjanjian;
4) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing
pihak apabila perjanjian kerjasama berakhir;
5) dalam rangka memenuhi kewajiban Bank Kustodian
memberikan konfirmasi
atas investasi
nasabah,
perlu
ditetapkan klausula mengenai kewajiban Agen Penjual Efek
Reksa Dana untuk memberikan informasi data nasabah
kepada Manajer Investasi maupun Bank Kustodian serta
klausula bahwa seluruh data nasabah hanya dapat digunakan
untuk kepentingan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa
Dana yang bersangkutan.
e. Bank …
e. Bank wajib melakukan pemantauan terhadap perkembangan
dan pengelolaan Reksa Dana maupun melakukan penilaian
terhadap Manajer Investasi sebagai berikut:
1) pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa
Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi antara lain
meliputi:
a) konsistensi kebijakan portofolio Reksa Dana dengan
prospektus;
b) pengelolaan likuiditas.
2) penilaian terhadap Manajer Investasi dilakukan dengan
penekanan antara lain hal-hal sebagai berikut:
a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan
b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi.
f. Dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, Bank wajib:
1) melakukan analisis dalam memilih Reksa Dana yang akan
ditawarkan antara lain dengan mempertimbangkan kinerja,
reputasi dan keahlian Manajer Investasi serta karakteristik
Reksa Dana seperti reputasi
sponsor Reksa Dana,
kebijakan investasi,
pihak yang bertindak sebagai
komposisi,
diversifikasi dan kualitas (peringkat) Reksa Dana
kualitas (peringkat) aset yang mendasari Reksa Dana;
ketentuan yang
berlaku mengenai
atau
2) memberikan informasi yang transparan kepada nasabah
sesuai
Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi
Nasabah.
Transparansi
g. Dalam …
g. Dalam memberikan informasi yang transparan kepada nasabah
sebagaimana dimaksud dalam huruf f angka 2), Bank wajib
menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara
lengkap dan jelas
serta menyampaikannya kepada nasabah
secara tertulis dan atau lisan, antara lain:
1) Reksa Dana merupakan produk pasar modal dan bukan
produk Bank serta Bank tidak bertanggung jawab atas segala
tuntutan dan risiko atas pengelolaan portofolio Reksa Dana;
2) investasi pada Reksa Dana bukan merupakan bagian dari
simpanan pihak ketiga pada Bank dan tidak termasuk dalam
cakupan obyek
program penjaminan
penjaminan simpanan;
3) informasi mengenai Manajer
Reksa Dana;
Investasi yang mengelola
4) informasi mengenai Bank Kustodian serta penjelasan bahwa
konfirmasi atas investasi nasabah akan diterbitkan oleh
Bank Kustodian tersebut;
5) jenis Reksa Dana dan risiko yang melekat pada produk
Reksa Dana termasuk kemungkinan kerugian nilai investasi
yang akan diderita oleh nasabah akibat berfluktuasinya Nilai
Aktiva Bersih sesuai kondisi pasar dan kualitas aset yang
mendasari;
6) kebijakan investasi serta komposisi portofolio;
7) biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan investasi pada
Reksa Dana.
Pemerintah
atau
h. Pada …
h. Pada setiap dokumen terkait dengan Reksa Dana yang dibuat
oleh Bank, wajib dicantumkan secara jelas dan mudah dibaca
kalimat:
1) “Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana”;
2) “Reksa Dana adalah
produk pasar modal
termasuk
dan
dalam cakupan obyek
bukan
merupakan produk Bank sehingga tidak dijamin oleh Bank
serta tidak
program
i. Bank
penjaminan Pemerintah atau penjaminan simpanan”.
sebagai Agen
menerbitkan konfirmasi
nasabah.
Penjual
atas
Efek Reksa Dana dilarang
investasi yang dilakukan oleh
j. Dalam aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana, Bank
wajib menerapkan
prinsip mengenal nasabah (know your
customer principles) sebagaimana diatur dalam ketentuan yang
berlaku.
Dalam hal ini Bank wajib menetapkan kebijakan dan prosedur
penerapan prinsip mengenal nasabah bagi nasabah pembeli
Reksa Dana yang mencakup:
1) penerimaan nasabah termasuk verifikasi yang lebih ketat
(enhanced due diligence) untuk high risk customer;
2) identifikasi nasabah;
3) pemantauan transaksi nasabah;
4) identifikasi
dan
mencurigakan.
pelaporan transaksi keuangan yang
3. Bank …
3. Bank sebagai Bank Kustodian
a. Aktivitas sebagai Bank Kustodian wajib didasarkan pada suatu
perjanjian tertulis. Dalam menyusun
perjanjian kerjasama
tertulis, Bank wajib memperhatikan antara lain hal-hal sebagai
berikut:
1) kejelasan hak dan kewajiban masing–masing pihak;
2) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing
pihak apabila perjanjian kerjasama berakhir;
3) dalam rangka memenuhi kewajiban Bank Kustodian
memberikan konfirmasi
atas investasi
nasabah,
perlu
ditetapkan klausula mengenai hak Bank Kustodian untuk
memperoleh data nasabah dari Manajer Investasi maupun
Agen Penjual Efek Reksa Dana serta klausula bahwa seluruh
data nasabah hanya dapat digunakan untuk kepentingan
aktivitas yang
bersangkutan.
berkaitan
dengan Reksa Dana yang
b. Sesuai ketentuan otoritas pasar modal, Bank Kustodian dilarang
terafiliasi dengan Manajer Investasi.
c. Bank wajib mengadministrasikan dan mencatat
efek yang
dititipkan secara tersendiri dan terpisah dari aset dan kewajiban
Bank.
d. Dalam menerbitkan konfirmasi atas investasi nasabah, Bank
sebagai Bank Kustodian dilarang mendelegasikan kewajibannya
kepada pihak lain termasuk kepada Agen Penjual Efek Reksa
Dana.
e. Dalam …
e. Dalam melakukan aktivitas sebagai Bank Kustodian, Bank
wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah sebagaimana
diatur dalam ketentuan yang berlaku.
f. Dalam hal Bank yang melakukan aktivitas sebagai Bank
Kustodian juga melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek
Reksa Dana, maka Bank wajib memastikan antara lain hal-hal
sebagai berikut:
1) mempunyai dan menerapkan sistem pengendalian intern
secara efektif, termasuk adanya prinsip pemisahan fungsi
(segregation of duties) antara lain pejabat dan pegawai Bank
yang berfungsi sebagai Bank Kustodian berada pada unit
kerja yang terpisah dari unit kerja yang berfungsi sebagai
Agen Penjual Efek Reksa Dana;
2) memastikan adanya verifikasi dan kaji ulang secara berkala
dan berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan-
kelemahan yang bersifat material pada aktivitas sebagai
Bank Kustodian dan Agen Penjual Efek Reksa Dana serta
terdapat
tindakan
untuk memperbaiki
penyimpangan yang terjadi;
3) menghindari pemberian wewenang dan tanggung jawab
yang dapat menimbulkan berbagai benturan kepentingan
(conflict of interest);
4) pihak yang menandatangani atau mengesahkan konfirmasi
atas investasi nasabah adalah hanya dari unit kerja Bank
Kustodian. Dalam hal
ini Bank wajib menunjuk dan
menetapkan pejabat dan atau pegawai yang berwenang
melakukan hal tersebut.
III. PEDOMAN …
penyimpangan-
III. PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO
1. Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka II,
wajib dituangkan dalam kebijakan dan prosedur secara tertulis
sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal
19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
2. Bank yang telah melaksanakan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa
Dana dan telah memiliki kebijakan dan prosedur
tertulis
manajemen risiko
namun belum sepenuhnya sesuai
sebagaimana
dengan
penerapan
tentang
penerapan manajemen risiko pada aktivitas yang berkaitan dengan
Reksa Dana,
dimaksud pada angka II, wajib
menyesuaikan kebijakan dan prosedur serta aktivitas yang berkaitan
dengan Reksa Dana.
IV. RENCANA DAN PELAPORAN
1. Sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/25/PBI/2004 tanggal
22 Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum, Rencana Bisnis
Bank hendaknya antara lain memuat rencana pengembangan produk dan
aktivitas baru termasuk dalam hal Bank akan melakukan aktivitas
sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan atau Bank Kustodian.
2. Bank yang pertama kali menyelenggarakan aktivitas sebagai
Agen Penjual Efek Reksa Dana
dan
atau Bank Kustodian wajib
menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak aktivitas tersebut
efektif dilaksanakan sesuai Pasal 25 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal
19 Mei 2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum, dengan menggunakan format
laporan sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP
tanggal …
tanggal 29 September 2003 yang memuat:
a. Prosedur pelaksanaan;
b. Organisasi dan kewenangan termasuk jumlah kantor Bank yang
melakukan aktivitas berkaitan dengan Reksa Dana serta jumlah
Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana di setiap kantor Bank tersebut;
c. Hasil identifikasi Bank terhadap risiko yang melekat;
d. Hasil uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko yang
melekat;
e. Hasil analisis aspek hukum.
3. Bank yang telah melaksanakan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek
Reksa Dana dan atau Bank Kustodian wajib menyampaikan laporan
aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana setiap bulan untuk posisi
akhir bulan dengan menggunakan format Lampiran 1 paling lambat
tanggal 15 (lima belas) setelah bulan laporan yang bersangkutan. Untuk
pertama kali laporan tersebut disampaikan untuk posisi akhir bulan Juni
2005.
4. Bank yang telah melaksanakan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa
Dana
namun
sebagaimana dimaksud
belum sepenuhnya menerapkan manajemen risiko
dalam
angka
laporan langkah-langkah
menggunakan format
bulan
setelah
penyelesaian
sesuai Lampiran
2
II, wajib
permasalahan
paling lambat
menyampaikan
dengan
1 (satu)
berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini. Target
waktu penyelesaian permasalahan paling lambat 6 (enam) bulan sejak
batas akhir penyampaian laporan.
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 4 disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat …
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta
10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di
luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
6. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud angka 5, dengan
tembusan kepada Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan c.q.
Biro Stabilitas Sistem Keuangan,
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta
10110.
V. LAIN-LAIN
1. Dalam rangka meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko,
maka Bank yang telah melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa
Dana wajib melakukan evaluasi dan audit terhadap aktivitas tersebut atas
pemenuhan penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada
angka II.
2. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan
terhadap efektifitas dan kesesuaian penerapan manajemen risiko
khususnya untuk aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana yang
dilakukan Bank.
3. Dalam hal Bank memasarkan Reksa Dana yang diterbitkan oleh Manajer
Investasi yang merupakan anak
perusahaan,
Bank wajib pula
menerapkan manajemen risiko secara efektif dengan mengacu kepada
ketentuan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan
Modal.
4. Lampiran …
4. Lampiran-lampiran tersebut
di
atas merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VI. SANKSI
1. Pelanggaran atas penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud
dalam angka II dikenakan sanksi administratif antara lain berupa:
a.
teguran tertulis;
b. pembekuan kegiatan usaha tertentu;
c. pemberhentian pengurus Bank,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal
Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
19 Mei 2003 tentang
Penerapan
2. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam
angka IV.2 dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 33
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
3. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam
angka IV.3 dan angka IV.4 dikenakan sanksi administratif antara lain
berupa:
a.
teguran tertulis;
b. pembekuan kegiatan usaha tertentu,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal
Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
19 Mei 2003 tentang
Penerapan
VII. PENUTUP …
VII. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 14 Juni 2005.
Agar
Edaran Bank Indonesia ini
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
dengan
penempatannya dalam Berita Negara
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/19/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana. </reg_title>
<set_date> 14 Juni 2005 </set_date>
<effective_date> 14 Juni 2005 </effective_date>
<related_reg> '5/8/PBI/2003', '7/6/PBI/2005' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|