input
stringlengths
912
558k
output
stringlengths
234
2.18k
No. 18/4/DPTP Jakarta, 28 Maret 2016 SURAT EDARAN Perihal: Layanan Sub-Registry Bank Indonesia dalam rangka Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam bentuk Nontunai berupa Surat Berharga Negara. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5762) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.07/2015 tentang Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam Bentuk Nontunai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1927), perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai kegiatan penyediaan layanan Sub-Registry Bank Indonesia kepada Pemerintah Daerah Republik Indonesia dalam rangka konversi penyaluran dana bagi hasil dan/atau dana alokasi umum dalam bentuk nontunai berupa Surat Berharga Negara dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Penyelenggara sebagai Peserta BI- SSSS, untuk melakukan fungsi penatausahaan bagi kepentingan nasabah. 2. Sub-Registry Bank Indonesia yang selanjutnya disebut Sub- Registry BI adalah satuan kerja di Bank Indonesia yang memberikan layanan Sub-Registry BI kepada Nasabah SBN Konversi. 3. Nasabah SBN Konversi adalah Pemerintah Daerah yang menggunakan layanan Sub-Registry BI dalam rangka konversi penyaluran… 2 penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam bentuk Surat Berharga Negara. 4. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 5. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 6. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 7. Kepala Daerah adalah Gubernur bagi daerah provinsi atau Bupati bagi daerah kabupaten dan/atau Walikota bagi daerah kota. 8. Surat Berharga Negara Konversi yang selanjutnya disebut SBN Konversi adalah Surat Berharga milik Nasabah SBN Konversi yang tidak dapat diperdagangkan (non tradable), dalam rangka konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk Surat Berharga Negara, yang terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara dan Surat Perbendaharaan Negara Syariah. 9. Penatausahaan SBN Konversi adalah kegiatan yang mencakup pencatatan kepemilikan, Setelmen, dan pembayaran pelunasan pokok atau nominal SBN Konversi. 10. Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan Penatausahaan Surat Berharga, yang dilakukan secara elektronik. 11. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Bank Indonesia yang menyelenggarakan BI-SSSS. 12. Setelmen… 3 12. Setelmen adalah proses penyelesaian akhir transaksi keuangan melalui pendebitan dan pengkreditan rekening setelmen dana, rekening surat berharga, dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia. 13. Rekening SBN Konversi adalah rekening surat berharga atas nama Nasabah SBN Konversi yang ditatausahakan di Sub- Registry BI dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen SBN Konversi. 14. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. 15. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi maupun sarana pendukung yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS, Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS), Sistem Bank Indonesia Government Electronic Banking (Sistem BIG-eB), Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (SPAN), dan aplikasi terkait lainnya, untuk melakukan Setelmen . 16. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kekuasaan Penyelenggara dan/atau Sub-Registry BI, yang menyebabkan kegiatan operasional BI-SSSS dan/atau Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS), Sistem Bank Indonesia Government Electronic Banking (Sistem BIG-eB), Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (SPAN), dan aplikasi terkait lainnya tidak dapat diselenggarakan, yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada, kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat yang berwenang setempat, termasuk Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. II. PRINSIP… 4 II. PRINSIP UMUM Layanan Sub-Registry BI dalam rangka konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk SBN meliputi: 1. Penyediaan layanan Sub-Registry BI mencakup kegiatan Penatausahaan SBN Konversi untuk kepentingan Nasabah SBN Konversi. 2. Pihak yang dapat menjadi Nasabah SBN Konversi adalah Pemerintah Daerah, yaitu: a. Pemerintah Provinsi; b. Pemerintah Kabupaten; dan c. Pemerintah Kota. 3. Pelunasan pokok atau nominal SBN Konversi dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu: a. Pelunasan pada saat jatuh tempo dengan cara tunai melalui pembayaran ke RKUD milik Nasabah SBN Konversi; b. Pelunasan pada saat jatuh tempo dengan penerbitan SBN Konversi seri baru; atau c. Pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) dengan cara tunai melalui pembayaran ke RKUD milik Nasabah SBN Konversi. III. LAYANAN SUB-REGISTRY BI DALAM PENATAUSAHAAN SBN KONVERSI A. Layanan Sub-Registry BI Dalam rangka menatausahakan SBN Konversi, Sub-Registry BI memberikan layanan sebagai berikut: 1. Melakukan Setelmen pada tanggal yang sama dengan tanggal pelaksanaan Setelmen yang dilakukan oleh Penyelenggara. 2. Melaksanakan pencatatan kepemilikan SBN Konversi. 3. Memelihara dan menjaga kerahasiaan data SBN Konversi. 4. Menyampaikan laporan kepemilikan dan hasil setelmen SBN Konversi kepada Nasabah SBN Konversi. B. Tanggung Jawab… 5 B. Tanggung Jawab Sub-Registry BI Dalam rangka menatausahakan SBN Konversi, Sub-Registry BI bertanggung jawab atas: 1. terlaksananya Setelmen milik Nasabah SBN Konversi berdasarkan permintaan tertulis dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia yang disampaikan ke Gubernur Bank Indonesia dan ditembuskan ke Sub-Registry BI; 2. kebenaran pencatatan dan laporan kepemilikan SBN Konversi atas nama Nasabah SBN Konversi. IV. KEWAJIBAN NASABAH SBN KONVERSI Dalam rangka penggunaan layanan Sub-Registry BI, Nasabah SBN Konversi wajib melaksanakan hal-hal sebagai berikut: a. Menyampaikan dokumen terkait permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi sebagaimana dalam butir V.A dan wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis kepada Sub-Registry BI dalam hal terdapat perubahan material dari data yang diberikan kepada Sub- Registry BI tersebut. b. Melakukan penelitian atas laporan yang disampaikan oleh Sub- Registry BI dan apabila terdapat perbedaan dengan catatan Nasabah SBN Konversi, segera menyampaikan kepada Sub-Registry BI. c. Memastikan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a. V. TATA CARA MENJADI NASABAH SBN KONVERSI SUB-REGISTRY BI A. Permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi 1. Permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi yang diajukan oleh Pemerintah Daerah a. Calon Nasabah SBN Konversi menyampaikan surat permohonan kepada Sub-Registry BI melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang dilengkapi dengan dokumen pendukung. b. Dalam… 6 b. Dalam hal surat permohonan menjadi Nasabah Sub-Registry BI diajukan oleh Kepala Daerah, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) surat permohonan mengacu pada format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. 2) surat permohonan dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa: a) fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan Kepala Daerah; b) fotokopi bukti identitas diri yang masih berlaku; dan c) data Identitas Pemerintah Daerah dan RKUD dengan mengacu format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III. c. Dalam hal surat permohonan menjadi Nasabah Sub-Registry BI diajukan oleh pejabat yang menerima kuasa khusus dari Kepala Daerah, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) surat permohonan mengacu pada format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II. 2) surat permohonan dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa: a) fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan Kepala Daerah; b) fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan pejabat yang menerima kuasa khusus, yang telah dilegalisasi; c) surat kuasa khusus dari Kepala Daerah kepada pejabat yang menerima kuasa khusus, dengan mengacu pada format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV; d) fotokopi bukti identitas diri Kepala Daerah dan pejabat yang menerima kuasa khusus, yang masih berlaku; dan e) data Identitas Pemerintah Daerah dan RKUD dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III. 2. Permohonan… 7 2. Permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi yang diajukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan a. Permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi sementara dapat diajukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sepanjang Pemerintah Daerah yang telah ditetapkan memperoleh SBN Konversi belum memiliki rekening surat berharga pada Sub-Registry sampai dengan batas waktu yang ditentukan oleh Kementerian Keuangan. b. Surat permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi sebagaimana dimaksud dalam huruf a diajukan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) data Pemerintah Daerah yang akan menerima SBN Konversi; dan 2) data RKUD masing-masing Pemerintah Daerah yang berisi nomor dan nama RKUD beserta nama bank dan kantor tempat RKUD dibuka. c. Nasabah SBN Konversi yang permohonannya diajukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b tetap wajib menyampaikan surat permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi yang ditandatangani oleh Kepala Daerah atau pejabat yang menerima kuasa khusus dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b atau butir 1.c; dan d. Surat permohonan dan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf c disampaikan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan harus sudah diterima oleh Sub-Registry BI paling lama 1 (satu) bulan sejak surat persetujuan menjadi Nasabah SBN Konversi diterbitkan oleh Sub-Registry BI. B. Persetujuan menjadi Nasabah SBN Konversi 1. Persetujuan dari Sub-Registry BI atas permohonan untuk menjadi Nasabah SBN Konversi sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 disampaikan secara tertulis kepada Nasabah SBN Konversi… 8 Konversi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lama 2 (dua) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap, yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana elektronik lainnya. 2. Persetujuan dari Sub-Registry BI atas permohonan untuk menjadi Nasabah SBN Konversi sebagaimana dimaksud dalam butir A.2 disampaikan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Nasabah SBN Konversi paling lama 2 (dua) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap, yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana elektronik lainnya. 3. Surat persetujuan menjadi Nasabah SBN Konversi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 paling kurang memuat: a. persetujuan atas permohonan menjadi Nasabah SBN Konversi; dan b. nama dan nomor Rekening SBN Konversi. VI. BIAYA Sub-Registry BI tidak mengenakan biaya atas layanan Sub-Registry BI kepada Nasabah SBN Konversi. VII. LAPORAN A. Laporan Kepemilikan SBN Konversi 1. Sub-Registry BI menyampaikan laporan kepemilikan SBN Konversi periode bulanan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja pada bulan berikutnya, paling kurang memuat: a. nama Nasabah SBN Konversi; b. nomor Rekening SBN Konversi; c. nomor seri SBN Konversi; dan d. saldo dan/atau dana serta mutasi Rekening SBN Konversi. 2. Laporan kepemilikan SBN Konversi disampaikan kepada Nasabah SBN Konversi melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana elektronik lainnya, dan ditembuskan… 9 ditembuskan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. 3. Dalam hal terdapat perbedaan antara data pada laporan kepemilikan SBN Konversi yang disampaikan oleh Sub- Registry BI dengan data pada Nasabah SBN Konversi maka Nasabah SBN Konversi dapat melaporkan perbedaan tersebut melalui surat yang didahului dengan faksimile atau sarana elektronik lainnya kepada Bank Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya laporan kepemilikan SBN Konversi sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 4. Dalam hal Nasabah SBN Konversi tidak melaporkan perbedaan data sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka data yang terdapat dalam laporan kepemilikan SBN Konversi dianggap sebagai data yang benar. 5. Dalam hal Nasabah SBN Konversi membutuhkan laporan kepemilikan SBN Konversi di luar penyediaan laporan periode bulanan, Nasabah SBN Konversi menyampaikan permohonan kepada Sub-Registry BI melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana elektronik lainnya. B. Laporan Hasil Setelmen SBN Konversi 1. Sub-Registry BI menyampaikan laporan hasil setelmen SBN Konversi paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pelaksanaan Setelmen. 2. Laporan hasil setelmen SBN Konversi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada Nasabah SBN Konversi melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana elektronik lainnya, dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. VIII. PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU KEADAAN DARURAT 1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara yang mempengaruhi kelancaran Setelmen… 10 Setelmen, Sub-Registry BI menginformasikan kepada Nasabah SBN Konversi mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat dimaksud. 2. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 apabila penyebab berasal dari BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS, yang dilakukan melalui media telepon, faksimile dan/atau sarana elektronik lainnya. 3. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat tersebut juga disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, dan/atau Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 4. Dalam hal terjadi keadaan Tidak Normal/Keadaan Darurat yang mengakibatkan kegagalan dan/atau keterlambatan Setelmen dan hal lainnya, Sub-Registry BI: a. melakukan penyesuaian waktu Setelmen; dan b. tidak menanggung kewajiban finansial berupa tambahan imbal hasil dan denda keterlambatan. IX. KORESPONDENSI 1. Penyampaian surat-menyurat dan komunikasi terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini ditujukan kepada: Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah Bank Indonesia Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350. Faksimile 021-3501949 Surat elektronik: customerservice_dpt@bi.go.id 2. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat-menyurat dan komunikasi, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. X. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran I sampai dengan Lampiran IV merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XI. KETENTUAN… 11 XI. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada XXXXXXXXXXXXX. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DYAH N.K. MAKHIJANI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN TRANSAKSI PEMERINTAH 12 LAMPIRAN I SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 18/4/DPTP TANGGAL 28 MARET 2016 PERIHAL LAYANAN SUB-REGISTRY BANK INDONESIA DALAM RANGKA KONVERSI PENYALURAN DANA BAGI HASIL DAN/ATAU DANA ALOKASI UMUM DALAM BENTUK NONTUNAI BERUPA SURAT BERHARGA NEGARA. KOP SURAT PEMERINTAH DAERAH Tempat.., tanggal../bulan../tahun.. No. …… Kepada Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2 JAKARTA 10350 Perihal: Permohonan Menjadi Nasabah Sub-Registry BI Dalam rangka memperoleh layanan Sub-Registry BI dan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai layanan Sub-Registry oleh Bank Indonesia, yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : .......................................... Jabatan Berdasarkan : Gubernur/Bupati/Walikota 1 ……................. . :Surat keputusan pengangkatan Gubernur /Bupati/Walikota 2 …………….. Nomor….. tanggal…… 3 1 Isi salah satu: Gubernur/Bupati/Walikota… 2 Isi salah satu: Gubernur/Bupati/Walikota… 3 Diisi dengan nomor dan tanggal surat keputusan atau surat pengangkatan dalam jabatan dengan… 13 dengan ini mengajukan permohonan menjadi Nasabah Sub-Registry BI. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, bersama ini kami sampaikan dokumen pendukung sebagai berikut: 1. Fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan Kepala Daerah. 2. Fotokopi bukti identitas diri yang masih berlaku. 3. Data identitas Pemerintah Daerah dan RKUD. Demikian apabila permohonan kami telah disetujui, mohon agar Nomor Rekening SBN Pemerintah Daerah kami dapat disampaikan kepada: Nama Pejabat............. 4 Nama Jabatan........................... 5 Provinsi/Kabupaten/Kota............... 6 Alamat.......... 7 Gubernur/Bupati/Walikota 8............ Ttd STEMPEL PEMDA Nama Jelas KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN TRANSAKSI PEMERINTAH, DYAH N.K. MAKHIJANI 4 Diisi dengan Nama Pejabat Pengelola Keuangan Anggaran Daerah atau pejabat lain yang ditunjuk untuk menerima surat persetujuan dari Sub-Registry BI 5 Diisi dengan nama jabatan 6 Diisi salah satu: Provinsi/Kabupaten/Kota… 7 Isi dengan Alamat lengkap Pemerintah Daerah 8 Diisi salah satu: Gubernur/Bupati/Walikota…
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/4/DPTP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Layanan Sub-Registry Bank Indonesia dalam rangka Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam bentuk Nontunai berupa Surat Berharga Negara. </reg_title> <set_date> 28 Maret 2016 </set_date> <related_reg> '235/PMK.07/2015|PER-MENKEU/2015', '17/18/PBI/2015' </related_reg>
No.10/ 37 /DPM Jakarta, 13 November 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN PIALANG DI INDONESIA Perihal : Transaksi Reverse Repo Surat Utang Negara Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Dalam rangka pelaksanaan salah satu kegiatan Operasi Pasar Terbuka melalui kegiatan jual beli surat berharga dalam bentuk Surat Utang Negara secara Reverse Repo sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/21/PBI/2008 tanggal 15 Oktober 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 147), dipandang perlu untuk menyusun ketentuan transaksi reverse repo Surat Utang Negara dengan Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Pialang … 2 2. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing, dan perusahaan efek yang ditunjuk Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai peserta lelang Surat Utang Negara di pasar perdana. 3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut dengan OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 4. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang Negara yang berlaku. 5. Peserta Lelang adalah Bank yang mengajukan penawaran untuk kepentingan sendiri, dan/atau Pialang yang mengajukan penawaran untuk kepentingan Bank. 6. Transaksi Pembelian SUN Secara Bersyarat (Reverse Repo) yang selanjutnya disebut RR-SUN adalah transaksi pembelian bersyarat SUN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan kewajiban penjualan kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 7. Reverse Repo Rate yang selanjutnya disebut RR-Rate adalah tingkat suku bunga yang dibayar Bank Indonesia atas transaksi pembelian SUN oleh Bank secara Reverse Repo. 8. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS. 9. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut dengan BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai BI-SSSS. 10. Central … 3 10. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. 11. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening giro antara Bank Indonesia dengan Bank pemilik rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 12. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening SUN antara Bank Indonesia dengan Bank pemilik rekening Surat Berharga di Central Registry melalui BI-SSSS. 13. Harga SUN adalah harga SUN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SUN sebagaimana tercantum di BI-SSSS dan dinyatakan dalam persen. 14. Haircut adalah marjin yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai faktor pengurang Harga SUN. 15. Harga RR-SUN adalah Harga SUN dikurangi Haircut yang dinyatakan dalam persen. II. MEKANISME TRANSAKSI RR-SUN 1. Bank Indonesia melakukan transaksi RR-SUN dalam rangka kontraksi moneter dengan mekanisme lelang. 2. Transaksi RR-SUN sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilakukan dengan prinsip penjualan untuk dibeli kembali (sell and buyback) dengan pengaturan sebagai berikut: a. Pada saat RR-SUN ditransaksikan (first leg), Bank Indonesia memindahkan pencatatan kepemilikan SUN yang ditransaksikan ke rekening perdagangan surat berharga milik Bank pemenang lelang (transfer of ownership). b. Pada saat transaksi RR-SUN jatuh waktu (second leg), Bank sebagaimana dimaksud pada butir a wajib menjual kembali SUN ke Bank Indonesia. c. Dalam … 4 c. Dalam hal Bank gagal menjual kembali SUN sebagaimana dimaksud pada butir b, maka SUN yang gagal dijual kembali oleh Bank diperlakukan sebagai transaksi pembelian secara outright (beli putus) oleh Bank. 3. Bank Indonesia menetapkan seri, Haircut dan Harga SUN yang ditransaksikan dalam RR-SUN dan diumumkan melalui BI-SSSS dan/atau Sistem Laporan Harian Bank Umum (Sistem LHBU). Contoh penggunaan Haircut dalam perhitungan Harga RR-SUN dapat dilihat dalam Lampiran-1. 4. Mekanisme lelang RR-SUN sebagaimana dimaksud pada butir 1 dapat dilakukan melalui: a. Metode lelang harga tetap (fixed rate tender) Bank Indonesia menentukan RR-Rate untuk setiap jangka waktu transaksi; atau, b. Metode lelang harga beragam (variable rate tender) Bank mengajukan penawaran RR-Rate untuk setiap penawaran kuantitas dan jangka waktu transaksi, dengan kelipatan penawaran RR-Rate sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). 5. Jangka waktu transaksi a. Transaksi RR-SUN berjangka waktu dari 1 (satu) hari sampai dengan 1 (satu) tahun yang dinyatakan dalam jumlah hari kalender yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu. b. Dalam hal tanggal jatuh waktu transaksi bertepatan dengan hari libur maka tanggal jatuh waktu transaksi sebagaimana dimaksud pada butir a ditetapkan pada hari kerja berikutnya. 6. Peserta Lelang RR-SUN adalah Peserta Lelang yang berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT. 7. Setelmen … 5 7. Setelmen lelang RR-SUN paling lambat dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal lelang melalui BI-SSSS yang terhubung langsung dengan Sistem BI-RTGS. III. TATA CARA TRANSAKSI RR-SUN A. Pelaksanaan Lelang 1. Pelaksanaan lelang RR-SUN oleh Bank Indonesia dapat dilakukan setiap hari kerja. 2. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter-Biro Operasi Moneter (DPM-BOpM) mengumumkan rencana lelang RR-SUN paling lambat sebelum pelaksanaan lelang melalui BI-SSSS dan/atau Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 3. Pengumuman rencana lelang RR-SUN sebagaimana dimaksud pada butir 2, antara lain meliputi: a. Window time lelang; b. Jangka waktu; c. RR-Rate apabila ditransaksikan dengan metode fixed rate tender atau target indikatif apabila ditransaksikan dengan metode variable rate tender; d. Jenis, seri, Haircut dan Harga SUN; e. Metode lelang; f. Tanggal setelmen. 4. Dalam window time yang ditetapkan, Peserta Lelang mengajukan penawaran RR-SUN ke DPM-BOpM melalui BI-SSSS antara lain meliputi penawaran kuantitas nominal SUN dan RR-Rate. 5. Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap Bank sebagai Peserta Lelang, baik secara langsung atau melalui Pialang, dengan nominal paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). B. Penetapan … 6 B. Penetapan Hasil Lelang 1. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang RR-SUN segera setelah window time lelang RR-SUN ditutup. 2. Hasil lelang RR-SUN yang dilaksanakan dengan metode fixed rate tender ditetapkan dengan cara: a. penawaran kuantitas transaksi yang diajukan Peserta Lelang diterima seluruhnya; atau b. perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penerapan metode lelang fixed rate tender, penetapan pemenang lelang dan nilai setelmen dapat dilihat dalam Lampiran-2. 3. Hasil lelang RR-SUN yang dilaksanakan dengan metode variable rate tender ditetapkan dengan cara: a. Bank Indonesia menetapkan penawaran RR-Rate tertinggi yang dapat diterima. b. Kuantitas transaksi yang dimenangkan Bank dihitung sebagai berikut: 1) dalam hal penawaran RR-Rate yang diajukan Bank lebih rendah dari RR-Rate yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada butir a maka Bank yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran yang diajukan; 2) dalam hal penawaran RR-Rate yang diajukan Bank sama dengan RR-Rate yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada butir a maka Bank yang bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran lelang yang diajukan atau sebagian berdasarkan perhitungan secara proporsional. Contoh penerapan metode lelang variable rate tender, penetapan pemenang lelang dan nilai setelmen dapat dilihat dalam Lampiran-3. 4. Bank Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas hasil lelang RR- SUN dengan target indikatif atau membatalkan lelang RR-SUN. 5. Dalam … 7 5. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri SUN dalam 1 (satu) kali lelang RR-SUN (general reverse repo), maka Bank Indonesia dapat menentukan alokasi seri dan nominal SUN yang dimenangkan Bank. IV. TATA CARA SETELMEN RR-SUN 1. Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter (Bagian PTPM) melakukan setelmen lelang RR-SUN melalui BI-SSSS yang terhubung dengan Sistem BI-RTGS. 2. Setelmen lelang RR-SUN sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilakukan dengan mekanisme : a. penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dalam hal hanya 1 (satu) seri SUN per lelang (specific reverse repo); atau b. penyelesaian per keseluruhan transaksi (gross to net) dalam hal lebih dari 1 (satu) seri SUN per lelang (general reverse repo). 3. Setelmen sebagaimana dimaksud pada butir 1 terdiri dari: a. Setelmen hasil lelang RR-SUN (first leg) mencakup: 1) Setelmen Dana dengan cara mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar hasil perkalian dari kuantitas transaksi yang dimenangkan Bank dengan Harga RR-SUN. 2) Setelmen Surat Berharga dengan cara mengkredit rekening surat berharga milik Bank di Central Registry sebesar nilai nominal SUN yang dimenangkan Bank. 3) Dalam hal SUN yang ditransaksikan memiliki pembayaran kupon dilakukan perhitungan sebagai berikut: a) Nilai Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada butir 1) ditambahkan dengan nilai accrued interest yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal dimulainya periode kupon sampai dengan tanggal setelmen transaksi RR-SUN (first leg). b) Pembayaran … 8 b) Pembayaran kupon atas seri SUN yang ditransaksikan diterima oleh Bank pemenang sesuai dengan unit SUN yang dimenangkan Bank. c) Nilai atas kupon sebagaimana dimaksud butir b) mengurangi kewajiban Bank Indonesia pada transaksi RR-SUN jatuh waktu (second leg) dan pembayaran nilai RR-Rate yang dihitung sejak tanggal pembayaran kupon. Contoh perhitungan kupon dan nilai RR-Rate terlampir dalam Tabel 3 dalam Lampiran-2. d) Dalam hal Setelmen Dana pada saat first leg dilakukan sebelum tanggal pemberitahuan pembayaran kupon sebagaimana diinformasikan melalui BI-SSSS (laporan ex-date), maka kupon diterima oleh Bank Indonesia dan tidak mengurangi nilai Setelmen Dana dalam rangka pelunasan transaksi RR-SUN jatuh waktu. 4) Bank wajib menyediakan saldo yang mencukupi di rekening giro dalam Rupiah di Bank Indonesia untuk Setelmen Dana. 5) Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro dalam Rupiah di Bank Indonesia yang mencukupi sampai dengan waktu cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga terjadi kegagalan setelmen transaksi RR- SUN, maka sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi. b. Setelmen RR-SUN jatuh waktu (second leg) mencakup: 1) Setelmen Dana dengan cara mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar nilai Setelmen Dana first leg jatuh waktu setelah dikurangi kupon, apabila terdapat pembayaran kupon atas seri SUN yang ditransaksikan, ditambah dengan nilai RR-Rate. 2) Setelmen Surat Berharga dengan cara mendebet rekening surat berharga milik Bank di Central Registry sebesar nilai nominal SUN yang ditransaksikan pada saat first leg. 3) Bank wajib menyediakan saldo yang mencukupi untuk seri SUN yang ditransaksikan dalam saldo rekening surat berharga di Central Registry untuk Setelmen Surat Berharga. 4) Dalam … 9 4) Dalam hal Bank tidak memiliki saldo yang mencukupi untuk seri SUN yang ditransaksikan dalam rekening surat berharga Bank sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen transaksi RR-SUN, maka sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi RR-SUN jatuh waktu. 5) Atas kegagalan setelmen RR-SUN jatuh waktu sebagaimana dimaksud pada butir 4), Bank tidak menerima nilai RR-Rate dan RR-SUN diberlakukan sebagai transaksi pembelian secara lepas (outright buying) oleh Bank terhitung sejak tanggal RR-SUN jatuh waktu. 6) Dalam hal terjadi transaksi outright sebagaimana dimaksud pada butir 5), maka Bank Indonesia memperhitungkan : a) accrued interest yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen transaksi RR-SUN (first leg) sampai dengan tanggal RR- SUN jatuh waktu (second leg); dan b) hasil perkalian dari kuantitas transaksi yang dimenangkan Bank dengan Harga SUN pada tanggal second leg dengan ketentuan: (1) Dalam hal Harga SUN pada second leg lebih tinggi daripada Harga SUN pada first leg, Bank dibebankan sebesar : (a) nilai Haircut yang telah diterima; dan (b) selisih antara hasil perkalian kuantitas transaksi yang dimenangkan Bank dengan Harga SUN pada saat second leg dan hasil perkalian kuantitas transaksi yang dimenangkan Bank dengan Harga SUN pada saat first leg. (2) Dalam hal Harga SUN pada second leg sama dengan atau lebih rendah daripada Harga SUN pada first leg, Bank dibebankan sebesar nilai Haircut yang telah diterima. 7) Dalam hal terjadi transaksi outright sebagaimana dimaksud butir 6), maka perhitungan sebagaimana dimaksud butir 6) dibebankan pada rekening giro Rupiah milik Bank di Bank Indonesia. V. TATA … 10 V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terdapat kegagalan setelmen transaksi RR-SUN yang mengakibatkan pembatalan setelmen transaksi RR-SUN sebagaimana dimaksud dalam butir IV.3.a.5) atau butir IV.3.b.4), Bank dikenakan sanksi OPT berupa: a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Tim Pengawas Bank - Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan b. kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi yang dinyatakan batal atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 2. Atas batalnya transaksi OPT yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Bank juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja. Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-4. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 5. Pengenaan … 11 5. Pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 6. Nilai nominal transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah nilai nominal SUN yang dimenangkan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir IV.3.a.2). VI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Nomor 8/5/DPM tanggal 7 Februari 2006 perihal Transaksi Reverse Repo Surat Utang Negara Dengan Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 13 November 2008. November 2008.5 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/37/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Transaksi Reverse Repo Surat Utang Negara Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 13 November 2008 </set_date> <effective_date> 13 November 2008 </effective_date> <replaced_reg> '8/5/DPM|SE-BI/2006' </replaced_reg> <related_reg> '10/21/PBI/2008', '4/9/PBI/2002' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 6/34/DPBPR Jakarta, 13 Agustus 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Lembaga Sertifikasi bagi Bank Perkreditan Rakyat. _________________________________________ Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/22/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4409), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Lembaga Sertifikasi bagi Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM 1. Bank Perkeditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Sistem Sertifikasi Profesional bagi BPR, yang selanjutnya disebut Sistem Sertifikasi, adalah serangkaian kegiatan yang meliputi penyusunan standar kurikulum pelatihan, pemberian akreditasi kepada pengajar dan Lembaga Pelatihan, penentuan penyelenggaraan pelatihan... 2 pelatihan, pelaksanaan ujian, pemberian sertifikat kelulusan, dan pencabutan akreditasi dan sertifikat. 3. Lembaga Sertifikasi adalah lembaga yang bertugas untuk mengatur dan menetapkan Sistem Sertifikasi dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang Indonesia. 4. Lembaga Pelatihan adalah lembaga yang melaksanakan pelatihan dan ujian sertifikasi yang telah ditunjuk dan telah mendapat akreditasi dari Lembaga Sertifikasi. 5. Dewan Sertifikasi adalah organ tertinggi yang berwenang menetapkan arah kebijakan Lembaga Sertifikasi. 6. Komite Kurikulum Nasional adalah komite yang bertugas membantu Dewan Sertifikasi untuk melakukan penelitian dan pengembangan kurikulum untuk meningkatkan kualitas Sistem Sertifikasi. 7. Manajemen adalah organ yang mengelola seluruh kegiatan sehari-hari Lembaga Sertifikasi. II. LEMBAGA SERTIFIKASI BAGI BPR 1. Tujuan dan Persyaratan Lembaga Sertifikasi. a. Tujuan dibentuknya Lembaga Sertifikasi adalah untuk: 1) Menjamin kualitas Sistem Sertifikasi; 2) Menjamin pelaksanaan Sistem Sertifikasi; dan 3) Meningkatkan kualitas dan kemampuan sumber daya manusia BPR. berwenang berdasarkan rekomendasi Bank profesionalisme b. Persyaratan yang harus dipenuhi Lembaga Sertifikasi adalah : 1) Memiliki visi dan misi untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia BPR yang mendukung terciptanya kondisi industri BPR yang sehat, kuat dan efisien; 2) Memiliki... 3 2) Memiliki organ yang sekurang-kurangnya terdiri dari : a) Dewan Sertifikasi, dengan anggota yang paling sedikit terdiri dari: i. Bank Indonesia c.q. Direktur yang membidangi pengawasan Bank Perkreditan Rakyat; ii. Ketua Umum Asosiasi Bank Perkreditan Rakyat. b) Komite Kurikulum Nasional, dengan anggota terdiri dari profesional yang kompeten dibidang ekonomi, keuangan, perbankan dan hukum. c) Manajemen dengan bagian paling sedikit terdiri dari : i. Bagian Standardisasi Materi dan Sistem; ii. Bagian Sertifikasi, Akreditasi dan Ujian; iii. Bagian Keuangan; dan iv. Bagian Umum, Hukum dan Informasi. 3) Memiliki dan melaksanakan tugas atas dasar kompetensi dan komitmen untuk mengatur, menetapkan dan menyusun Sistem Sertifikasi yang termasuk namun tidak terbatas pada: a) Menetapkan standar kurikulum pelatihan bagi pengajar, sumber daya manusia BPR sesuai dengan kebutuhan; b) Mempersiapkan mitra pelatihan apabila dipandang perlu; c) Menetapkan standar akreditasi bagi pengajar dan Lembaga Pelatihan; d) Memberikan persetujuan terhadap rencana pelaksanaan pelatihan oleh Lembaga Pelatihan baik untuk pengajar maupun untuk sumber daya manusia BPR; e) Menetapkan materi dan jadwal ujian; f) Memberikan sertifikat kelulusan kepada peserta ujian yang memenuhi syarat kelulusan; g) Menetapkan... 4 g) Menetapkan kode etik Sistem Sertifikasi; h) Mencabut sertifikat apabila berdasarkan informasi Bank Indonesia, anggota Direksi pemegang sertifikat dinyatakan tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan; i) Melaporkan kepada Bank Indonesia pemegang sertifikat yang telah dicabut sertifikat kelulusannya; j) Melakukan penelitian dan pengembangan Sistem Sertifikasi. 2. Tugas Organ Lembaga Sertifikasi. a. Tugas Dewan Sertifikasi mencakup namun tidak terbatas pada: 1) Menjamin terlaksananya Sistem Sertifikasi dan seluruh kebijakan serta prosedur yang ditetapkan oleh Lembaga Sertifikasi dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Lembaga Sertifikasi; 2) Melakukan evaluasi dan memberikan persetujuan atas usulan Komite Kurikulum Nasional antara lain mengenai modifikasi kurikulum dan identifikasi kebutuhan pelatihan dan modul- modul pelatihan yang baru; 3) Melakukan evaluasi terhadap kinerja manajemen Lembaga Sertifikasi. b. Tugas Komite Kurikulum Nasional mencakup namun tidak terbatas pada: 1) Menyusun modifikasi kurikulum; 2) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan modul-modul pelatihan yang baru. c. Tugas Manajemen mencakup namun tidak terbatas pada : 1) Menyusun tata tertib, tata kerja dan prosedur pelaksanaan kebijakan Lembaga Sertifikasi dan Sistem Sertifikasi yang telah disetujui oleh Dewan Sertifikasi; 2) Menjamin... 5 2) Menjamin terlaksananya seluruh kegiatan sesuai dengan ketentuan, tata tertib dan keputusan Dewan Sertifikasi; 3) Menjalankan kepengurusan sehari-hari, mengadministrasikan, dan menjamin kerahasiaan dokumen-dokumen sertifikasi. III. PROSEDUR PERMOHONAN REKOMENDASI PENDIRIAN LEMBAGA SERTIFIKASI KEPADA BANK INDONESIA 1. Lembaga Sertifikasi yang akan melaksanakan Sistem Sertifikasi harus memperoleh izin dari instansi yang berwenang rekomendasi Bank Indonesia. 2. Permohonan untuk memperoleh rekomendasi diajukan oleh pengurus atau pejabat sesuai dengan ketentuan intern yang berlaku di lembaga yang bersangkutan kepada Bank Indonesia dengan alamat Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta, dengan melampirkan : a. Anggaran Dasar yang telah disahkan oleh notaris; b. kurikulum, modul dan kerangka materi pelatihan; c. struktur organisasi; d. rencana kegiatan; e. referensi tertulis dari asosiasi BPR; dan f. daftar riwayat hidup pendiri dan pengurus atau anggota lembaga. 3. Bank Indonesia tidak mengakui sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang tidak mendapat rekomendasi dari Bank Indonesia. berdasarkan IV. PENUTUP... 6 IV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 13 Agustus 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. SRI MULYATI TRI SUBARI DEPUTI DIREKTUR PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/34/DPBPR|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Lembaga Sertifikasi bagi Bank Perkreditan Rakyat. </reg_title> <set_date> 13 Agustus 2004 </set_date> <effective_date> 13 Agustus 2004 </effective_date> <related_reg> '6/22/PBI/2004' </related_reg>
No. 17/31/DPSP Jakarta, 13 November 2015 SURAT EDARAN Perihal : Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga Melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5762), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan penatausahaan Surat Berharga melalui sistem Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan Penatausahaan Surat Berharga, yang dilakukan secara elektronik. 2. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana Transaksi yang dilakukan secara elektronik. 3. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual. 4. Sistem Informasi BI-SSSS yang selanjutnya disingkat SI BI-SSSS adalah sistem yang disediakan oleh Bank Indonesia bagi Sub-Registry ... 2 Sub-Registry sebagai sarana pelaporan dan rekonsiliasi data BI- SSSS terkait penatausahaan individual nasabah. 5. Penatausahaan adalah kegiatan yang mencakup pencatatan kepemilikan, kliring, dan Setelmen, serta pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal atas hasil transaksi Surat Berharga dan hasil transaksi tanpa Surat Berharga. 6. Transaksi adalah Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Transaksi Pasar Keuangan. 7. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka kegiatan operasi moneter, operasi moneter syariah, dan/atau transaksi Surat Berharga Negara untuk dan atas nama Pemerintah, serta transaksi lainnya yang dilakukan dengan Bank Indonesia. 8. Transaksi Pasar Keuangan adalah transaksi Surat Berharga dan transaksi pinjam meminjam secara konvensional, atau yang dipersamakan berdasarkan prinsip syariah dalam rangka transaksi pasar uang dan/atau transaksi Surat Berharga di pasar sekunder. 9. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 10. Operasi Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan Operasi Pasar Terbuka dan penyediaan Standing Facilities berdasarkan prinsip syariah. 11. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disingkat FLI adalah fasilitas pendanaan yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada Bank peserta pada Sistem BI-RTGS baik secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah dalam rangka mengatasi kesulitan pendanaan yang terjadi selama jam operasional Sistem BI-RTGS dan/atau Setelmen dana atas hasil perhitungan dalam sistem kliring nasional Bank Indonesia. 12. Surat ... 3 12. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, Pemerintah, dan/atau lembaga lain, yang ditatausahakan pada BI-SSSS. 13. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 14. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Surat Utang Negara. 15. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai Surat Berharga Syariah Negara. 16. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Bank Indonesia yang menyelenggarakan BI-SSSS. 17. Peserta BI-SSSS yang selanjutnya disebut Peserta adalah pihak yang memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara sebagai peserta dalam penyelenggaraan BI-SSSS. 18. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi Penatausahaan bagi kepentingan Peserta. 19. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Penyelenggara sebagai peserta BI-SSSS, untuk melakukan fungsi Penatausahaan bagi kepentingan nasabah. 20. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank Umum Syariah termasuk Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 21. Kustodian ... 4 21. Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lainnya, termasuk menerima deviden, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai pasar modal. 22. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Dealer Utama. 23. Setelmen adalah proses penyelesaian akhir transaksi keuangan melalui pendebitan dan pengkreditan Rekening Setelmen Dana, Rekening Surat Berharga, dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia. 24. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebitan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka Penatausahaan. 25. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebitan dan pengkreditan Rekening Setelmen Dana dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka Penatausahaan. 26. Rekening Surat Berharga adalah rekening Peserta dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan Setelmen transaksi Surat Berharga, Transaksi Dengan Bank Indonesia, dan/atau Transaksi Pasar Keuangan. 27. Rekening Setelmen Dana adalah rekening peserta pada Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia untuk pelaksanaan Setelmen Dana. 28. Bank Pembayar adalah peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk sebagai pihak untuk melakukan pembayaran dan penerimaan dana oleh Peserta lain. 29. Keadaan ... 5 29. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi maupun sarana pendukung BI-SSSS yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS. 30. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang menyebabkan kegiatan operasional BI-SSSS, tidak dapat diselenggarakan yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat yang berwenang setempat, termasuk Bank Indonesia. 31. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas BI-SSSS di lokasi Penyelenggara dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN) yang disediakan oleh Penyelenggara untuk Peserta sebagai cadangan dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang menyebabkan Peserta tidak dapat menggunakan BI-SSSS di lokasi Peserta. 32. BI-SSSS Central Node selanjutnya yang disingkat SCN adalah sistem di Penyelenggara yang menyediakan fungsi untuk pelaksanaan kegiatan Penatausahaan dan fungsi-fungsi pendukung lainnya dalam rangka penyelenggaraan BI-SSSS. 33. BI-SSSS Participant Platform yang selanjutnya disingkat SPP adalah BI-SSSS di Peserta yang terhubung dengan SCN, yang digunakan Peserta untuk melakukan kegiatan terkait Penatausahaan dan fungsi-fungsi pendukung lainnya. 34. Digital Certificate adalah suatu sertifikat dalam bentuk file terproteksi yang memuat identitas pemilik sertifikat, kunci enkripsi untuk melakukan verifikasi tanda tangan digital pemilik, dan periode validitas sertifikat, yang dihasilkan oleh infrastruktur kunci publik Bank Indonesia. II. PENYELENGGARA ... 6 II. PENYELENGGARA A. Organisasi Penyelenggara 1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia c.q. Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP). 2. Kegiatan korespondensi terkait penyelenggaraan BI-SSSS ditujukan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kegiatan korespondensi terkait kepesertaan dan operasional penyelenggaraan BI-SSSS ditujukan ke alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran c.q. Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Surat Berharga Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. b. Kegiatan korespondensi terkait dengan pemantauan kepatuhan Peserta terhadap penyelenggaraan BI-SSSS ditujukan ke alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran c.q. Divisi Kepatuhan Peserta, Informasi Sistem Pembayaran Bank Indonesia, dan Manajemen Intern Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 3. Penyelenggara menyediakan help desk untuk menangani permasalahan operasional BI-SSSS yang dihadapi oleh Peserta, dengan nomor sebagai berikut: No. Telepon : 021-29818888 Faksimile : 021- 2310485 4. Dalam ... 7 4. Dalam hal terdapat perubahan nama departemen, nama divisi, dan/atau alamat sebagaimana dimaksud pada angka 2 serta perubahan nomor telepon dan/atau faksimile sebagaimana dimaksud pada angka 3 maka Penyelenggara memberitahukan perubahan tersebut melalui surat dan/atau sarana lainnya. B. Tugas dan Wewenang Penyelenggara Dalam rangka menyelenggarakan BI-SSSS, Penyelenggara memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. menetapkan ketentuan dan prosedur penyelenggaraan BI- SSSS; 2. menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan BI- SSSS, antara lain sebagai berikut: a. perangkat keras (hardware) di Penyelenggara, dan aplikasi SCN (software); b. satu jaringan komunikasi data yang menghubungkan SPP di Peserta dengan SCN di Penyelenggara. c. aplikasi SPP dan perubahannya serta buku pedoman pengoperasian BI-SSSS yang disampaikan oleh Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain; d. Fasilitas Guest Bank; dan e. sarana dan prasarana pendukung lainnya, termasuk SI BI-SSSS. 3. melaksanakan kegiatan operasional BI-SSSS; 4. melakukan upaya untuk menjamin keandalan, ketersediaan, dan keamanan penyelenggaraan BI-SSSS, antara lain sebagai berikut: a. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SCN; b. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SI BI-SSSS; c. menyediakan help desk untuk menangani masalah sebagai berikut: 1) operasional BI-SSSS; dan/atau 2) jaringan komunikasi data BI-SSSS; d. memberikan layanan yang berkaitan dengan kepesertaan dalam BI-SSSS; e. menetapkan ... 8 e. menetapkan waktu operasional penyelenggaraan BI- SSSS; f. memiliki standar layanan minimum dalam penyelenggaraan BI-SSSS; g. menetapkan dan memberlakukan ketentuan dan prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; h. memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan i. menetapkan status kepesertaan. 5. melakukan pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan dan prosedur yang ditetapkan oleh Penyelenggara; 6. menetapkan dan mengenakan sanksi administratif kepada Peserta; 7. menetapkan jenis dan besarnya biaya dalam penyelenggaraan BI-SSSS; 8. melakukan kegiatan Penatausahaan sebagai Central Registry yaitu meliputi: a. pencatatan penerbitan Surat Berharga dan pencatatan kepemilikan Surat Berharga atas hasil Setelmen; b. penyediaan data dan informasi terkait pencatatan penerbitan Surat Berharga dan pencatatan kepemilikan Surat Berharga; c. melakukan Setelmen atas transaksi Surat Berharga, Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Transaksi Pasar Keuangan di pasar perdana maupun di pasar sekunder; d. melakukan Setelmen atas transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf c dengan cara: 1) mendebit atau mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar; dan/atau 2) mendebit atau mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta. e. melakukan ... 9 e. melakukan Setelmen atas pengenaan sanksi administratif kewajiban membayar kepada peserta Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah; f. melakukan pembatalan Setelmen second leg atas transaksi antar Peserta di pasar sekunder yang belum jatuh waktu berdasarkan: 1) permintaan salah satu Peserta yang bertransaksi atas dasar kuasa pembatalan dari Peserta lawan transaksi; 2) keputusan lembaga pengawas yang berwenang yang mengakibatkan Setelmen second leg harus dibatalkan; dan/atau 3) keputusan lembaga arbitrase dan/atau pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, yang mengakibatkan Setelmen second leg harus dibatalkan. g. melakukan pembatalan Setelmen second leg atas perpanjangan (roll over) otomatis oleh sistem dalam hal Surat Berharga yang ditransaksikan memasuki batas waktu Surat Berharga dapat ditransaksikan dan Peserta tidak melakukan pembatalan Setelmen second leg. h. melakukan pemblokiran Surat Berharga atas permintaan lembaga pengawas. i. melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan, serta pelunasan pokok/nominal atas Surat Berharga dan instrumen yang ditatausahakan di BI-SSSS kepada Peserta pemilik Surat Berharga dan Sub-Registry; dan j. mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang memiliki fungsi sebagai penerbit dalam rangka melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan, serta pelunasan pokok/nominal sebagaimana dimaksud dalam huruf i. III. KEPESERTAAN ... 10 III. KEPESERTAAN A. Ketentuan Umum Kepesertaan 1. Pihak-pihak yang dapat menjadi Peserta yaitu: a. Bank Indonesia; b. Kementerian Keuangan; c. Bank; d. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP); e. Perusahaan Efek; dan f. Lembaga lain yang disetujui oleh Penyelenggara. Lembaga lain dapat menjadi Peserta dengan persetujuan Penyelenggara sepanjang kepesertaan lembaga lain tersebut mendukung antara lain: 1) pelaksanaan Setelmen transaksi Surat Berharga, dan Transaksi Pasar Keuangan di Indonesia yang semakin aman dan efisien; dan/atau 2) efektivitas kebijakan moneter Bank Indonesia. 2. Berdasarkan fungsi Peserta di BI-SSSS, pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dibedakan sebagai berikut: a. penerbit Surat Berharga; b. pemilik Surat Berharga di Central Registry; c. Penatausahaan bagi kepentingan nasabah; dan/atau d. fungsi lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 3. Berdasarkan penggunaan rekening untuk Setelmen Dana, pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dibedakan sebagai berikut: a. Peserta yang memiliki Rekening Setelmen Dana dalam mata uang Rupiah dan digunakan untuk pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran kewajiban lainnya terkait dengan kegiatan Penatausahaan dalam mata uang Rupiah; b. Peserta yang memiliki Rekening Setelmen Dana dalam valuta asing dan digunakan untuk pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran kewajiban lainnya terkait dengan kegiatan Penatausahaan dalam valuta asing; dan c. Peserta ... 11 c. Peserta yang tidak memiliki Rekening Setelmen Dana dalam mata uang Rupiah dan/atau dalam valuta asing sehingga pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran kewajiban lainnya dilakukan melalui Bank Pembayar. B. Persyaratan Menjadi Peserta 1. Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki surat izin usaha yang masih berlaku dari lembaga yang berwenang; b. tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan; c. memenuhi persyaratan permodalan sesuai ketentuan yang berlaku; d. telah menjadi peserta dalam Sistem BI-RTGS, dalam hal calon Peserta adalah Bank; e. direksi calon Peserta telah memperoleh persetujuan atau dinyatakan lulus dalam fit and proper test dari lembaga pengawas yang berwenang; f. dalam hal calon Peserta akan menghubungkan sistem internal calon Peserta ke BI-SSSS maka calon Peserta harus memiliki laporan hasil audit keamanan atas sistem internal calon Peserta dalam 1 (satu) tahun terakhir; g. dalam hal calon Peserta bukan merupakan Peserta Sistem BI-RTGS, harus menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar untuk kebutuhan pendebitan dan/atau pengkreditan dana dalam mata uang Rupiah, yang ditujukan untuk: 1) pembebanan biaya BI-SSSS; 2) pembebanan sanksi administratif kewajiban membayar atas pelanggaran ketentuan Bank Indonesia, antara lain ketentuan mengenai Operasi Moneter dan/atau Operasi Moneter Syariah; 3) Setelmen ... 12 3) Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga, Transaksi Dengan Bank Indonesia, dan Transaksi Pasar Keuangan; dan 4) penerimaan pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu. h. dalam hal calon Peserta akan melakukan transaksi Surat Berharga dalam valuta asing, harus menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar untuk kebutuhan pendebitan dan/atau pengkreditan dana dalam valuta asing, yang ditujukan untuk: 1) Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga dalam valuta asing; 2) penerimaan pembayaran kupon/bunga dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga dalam valuta asing pada saat jatuh waktu; dan 3) pembebanan sanksi administratif kewajiban membayar atas pelanggaran ketentuan Bank Indonesia, antara lain ketentuan mengenai Operasi Moneter dan/atau Operasi Moneter Syariah. 2. Calon Peserta harus menggunakan infrastruktur BI-SSSS sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. 3. Dalam hal infrastruktur sebagaimana dimaksud pada angka 2 merupakan kewenangan pengelolaan pihak lain, calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki surat pernyataan dari pihak lain atas penggunaan infrastrukturnya oleh calon Peserta yang bersangkutan; b. memiliki perjanjian kerjasama penggunaan infrastruktur dengan pihak lain yang mengelola infrastruktur BI-SSSS, paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: 1) pengaturan ... 13 1) pengaturan hak dan kewajiban Peserta dan pihak lain; 2) tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau penyalahgunaan data dan informasi; 3) mekanisme pelaksanaan pengiriman instruksi baik dalam keadaan normal maupun pada saat terjadi Keadaan Tidak Normal atau Keadaan Darurat di Peserta atau pihak lain; 4) pengaturan penyelesaian perselisihan antara Peserta dengan pihak lain; 5) biaya penggunaan infrastruktur yang dikenakan kepada calon Peserta; 6) memberikan akses kepada Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap: a) sarana fisik; b) aplikasi pendukung pihak lain yang terkait BI-SSSS; dan/atau c) kegiatan operasional pihak lain yang terkait dengan calon Peserta; 7) pernyataan bahwa perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Bank Indonesia; c. dalam hal calon Peserta merupakan Unit Usaha Syariah (UUS) dan/atau unit atau divisi pada Bank yang melaksanakan fungsi kustodian dan menggunakan infrastruktur milik Bank induknya yang menjadi Peserta maka klausula sebagaimana dimaksud dalam huruf b dituangkan dalam bentuk kebijakan dan prosedur tertulis internal Bank. 4. Dalam hal calon Peserta mengajukan permohonan sebagai Sub-Registry, harus memenuhi persyaratan tambahan sebagai berikut: a. memiliki izin melakukan kegiatan kustodian yang masih berlaku dari lembaga pengawas yang berwenang; b. berkedudukan ... 14 b. berkedudukan di wilayah hukum Indonesia; c. mempunyai pengalaman paling kurang 3 (tiga) tahun dalam kegiatan penatausahaan surat berharga dan/atau paling kurang 3 (tiga) tahun dalam kegiatan penyimpanan surat berharga sejak memperoleh izin dari lembaga pengawas yang berwenang; d. memiliki sistem penatausahaan surat berharga yang terintegrasi dengan dan antar kantor cabang yang dimiliki di dalam negeri; e. memiliki sistem penatausahaan surat berharga tanpa warkat (scripless) secara book-entry yang aman, akurat, dan terpercaya yang paling kurang dapat menatausahakan transaksi outright, Repo, dan pengagunan; f. pada saat mengajukan permohonan, pengurus calon Sub-Registry selain Bank tidak termasuk dalam daftar kredit macet dan daftar hitam nasional; g. memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani kegiatan kustodian; h. surat berharga yang dicatat dan/atau disimpan paling sedikit telah mencapai nilai nominal rata-rata bulanan Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dalam 6 (enam) bulan terakhir, terdiri dari surat berharga yang dapat diperdagangkan di pasar uang dan/atau pasar modal; dan i. memiliki fasilitas jaringan usaha pencatatan dan/atau penyimpanan surat berharga yang terintegrasi dengan dan antar kantor cabang yang dimiliki di dalam negeri. 5. Dalam hal Peserta merupakan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional sekaligus melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk unit usaha syariah maka kepesertaan dalam penyelenggaraan BI-SSSS untuk kegiatan usaha secara konvensional harus terpisah dari kepesertaan untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 6. Dalam ... 15 6. Dalam hal Peserta melakukan kegiatan sebagai Sub-Registry maka kepesertaan sebagai Sub-Registry harus terpisah dari kepesertaan dengan fungsi yang lain. C. Prosedur Menjadi Peserta Prosedur menjadi Peserta dalam penyelenggaraan BI-SSSS diatur sebagai berikut: 1. Calon Peserta menyampaikan surat permohonan untuk menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 1 dalam Lampiran II. 2. Dalam hal calon Peserta merupakan UUS dan/atau unit atau divisi pada Bank yang melaksanakan fungsi kustodian maka dalam surat permohonan dijelaskan bahwa permohonan tersebut diajukan oleh Bank dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 1 dalam Lampiran II. 3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. Data kepesertaan dengan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 2 dalam Lampiran II. b. Fotokopi dokumen persetujuan izin usaha yang masih berlaku dari lembaga berwenang yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai aslinya oleh pimpinan calon Peserta, dalam hal calon Peserta bukan peserta Sistem BI-RTGS. c. Fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahan terakhir, dalam hal calon Peserta bukan peserta Sistem BI-RTGS. d. Surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta yang menyatakan bahwa calon Peserta tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan. e. Fotokopi surat dari lembaga pengawas yang berwenang mengenai: 1) keputusan hasil fit and proper test untuk calon Peserta berupa Bank; atau 2) persetujuan ... 16 2) persetujuan menjadi pimpinan untuk calon Peserta selain Bank. f. Surat pernyataan dari pimpinan yang menyatakan bahwa calon Peserta telah memenuhi permodalan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemenuhan permodalan. g. Surat pernyataan dari pimpinan mengenai kesiapan infrastruktur dan memuat informasi spesifikasi infrastruktur sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 3 dalam Lampiran II. h. Surat permohonan dari pimpinan untuk mendapatkan connected user dan Digital Certificate dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 4 dalam Lampiran II. i. Laporan hasil audit keamanan atas sistem internal calon Peserta yang dilakukan oleh auditor internal atau auditor independen, dalam hal sistem internal calon Peserta akan terhubung dengan BI-SSSS. Dalam hal audit keamanan dilakukan oleh auditor internal, harus dilengkapi dengan surat pernyataan pimpinan calon Peserta yang menyatakan bahwa pelaksanaan audit keamanan dilakukan secara independen. 4. Dalam hal calon Peserta menggunakan infrastruktur pihak lain, surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilengkapi dokumen tambahan berupa: a. surat pernyataan dari pihak lain atas penggunaan infrastrukturnya oleh calon Peserta sebagaimana dimaksud pada Contoh 5.A dalam Lampiran II; dan b. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta bahwa calon Peserta telah memiliki perjanjian penggunaan infrastruktur BI-SSSS yang dikelola oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada Contoh 5.B dalam Lampiran II. 5. Dalam ... 17 5. Dalam hal calon Peserta melakukan kegiatan sebagai Sub- Registry, surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilengkapi dengan dokumen tambahan sebagai berikut: a. Fotokopi surat persetujuan atau izin usaha yang masih berlaku sebagai Kustodian dari lembaga pengawas yang berwenang. b. Surat pernyataan dari pimpinan calon Sub-Registry bahwa calon Pengelola Sub-Registry tidak termasuk dalam daftar kredit macet dan tidak tercantum dalam daftar hitam nasional. c. Keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan/atau penyimpanan surat berharga yang terintegrasi dengan dan antar cabang yang dimiliki di dalam negeri. d. Data mengenai jumlah dan nilai nominal pencatatan dan/atau penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir. e. Surat pernyataan dari pimpinan yang menyatakan bahwa calon Peserta memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga tanpa warkat (scripless) yang aman, akurat, dan terpercaya. f. Laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. 6. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditandatangani oleh pimpinan calon Peserta atau pihak yang berwenang bertindak mewakili untuk dan atas nama Bank atau lembaga/instansi calon Peserta tersebut dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a. 7. Bagi calon Peserta yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 8. Dalam ... 18 8. Dalam hal calon Peserta merupakan peserta Sistem BI- RTGS dan dokumen yang telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS sama dengan dokumen pendukung di BI-SSSS, dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3, dapat tidak disampaikan kepada Penyelenggara. 9. Dalam hal diperlukan, calon Peserta harus memperlihatkan dokumen yang asli sebagaimana dimaksud pada angka 3 sampai dengan angka 5 kepada Penyelenggara. 10. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Penyelenggara berwenang melakukan pemeriksaan ke lokasi calon Peserta untuk memastikan antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan infrastruktur BI-SSSS. 11. Penyelenggara memberikan persetujuan prinsip atau penolakan atas permohonan calon Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 1, paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja terhitung sejak permohonan dan dokumen pendukung diterima secara lengkap oleh Penyelenggara, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam hal permohonan calon Peserta tidak disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan penolakan yang disertai keterangan mengenai alasan penolakan. b. Dalam hal permohonan calon Peserta disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan prinsip yang memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) persetujuan menjadi Peserta; 2) nama dan kode peserta (participant code); 3) kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh calon Peserta antara lain: a) pelatihan; b) instalasi; dan c) penandatanganan ... 19 c) penandatanganan perjanjian penggunaan BI-SSSS. 4) kelengkapan dokumen administrasi yang harus dipenuhi calon Peserta dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional. 12. Kelengkapan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada butir 11.b.4) meliputi: a. Surat pemberitahuan mengenai nama dan jabatan pimpinan yang akan melakukan penandatanganan perjanjian penggunaan BI-SSSS dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 6.A dalam Lampiran II. Dalam hal penandatanganan perjanjian akan dilakukan oleh pejabat selain pimpinan maka diperlukan surat kuasa dari pimpinan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 6.B dalam Lampiran II. b. Surat pemberitahuan kewenangan Pimpinan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 6.C dalam Lampiran II. c. Surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan operasional BI-SSSS diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pimpinan dapat memberi kuasa tanpa hak substitusi atau dengan 1 (satu) kali hak substitusi dengan menggunakan format surat kuasa sebagaimana dimaksud pada Contoh 7 dalam Lampiran II. 2) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) berlaku untuk 1 (satu) kantor Bank Indonesia. 3) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) dibuat untuk melakukan kegiatan sebagai berikut: a) penandatanganan ... 20 a) penandatanganan surat menyurat, laporan, dan/atau dokumen lain, baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik, yang terkait dengan kepesertaan dan operasional dalam BI-SSSS; b) pengelolaan connected user, digital certificate hard token, dan/atau digital certificate soft token; c) penyerahan dan/atau pengambilan surat, laporan, dan dokumen lain, baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik, yang terkait dengan kepesertaan dan operasional dalam BI-SSSS; dan/atau d) penyerahan dan/atau pengambilan connected user, digital certificate hard token, dan/atau digital certificate soft token. 4) Pimpinan atau pejabat penerima kuasa dengan 1 (satu) kali hak substitusi dapat memberikan kuasa tanpa hak substitusi kepada petugas di kantor pusat atau kantor cabang calon Peserta hanya untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir 3).c). 5) Jumlah pejabat penerima kuasa untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 3) dalam surat kuasa paling banyak 10 (sepuluh) orang. 6) Hal-hal yang dikuasakan dalam surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 3) dapat dituangkan dalam 1 (satu) atau lebih surat kuasa sesuai dengan kebutuhan calon Peserta. 7) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 3) disertai dengan fotokopi identitas diri dari penerima kuasa yang berupa: a) Kartu ... 21 a) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau b) Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan Surat Izin kerja dari instansi berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA), yang masih berlaku. d. Surat permohonan dari pimpinan atau pejabat penerima kuasa untuk membuat spesimen tanda tangan bagi: 1) pimpinan atau pejabat yang berwenang; atau 2) pejabat yang diberi kuasa untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada butir c.3), dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 8.A dalam Lampiran II. e. Dalam hal calon Peserta merupakan peserta Sistem BI- RTGS, calon Peserta dapat menambah kewenangan pemilik spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS dengan kewenangan dalam operasional BI-SSSS, dengan menyampaikan surat mengenai penambahan kewenangan pejabat dimaksud kepada Penyelenggara. Surat pemberitahuan mengenai penambahan kewenangan dimaksud dapat digabungkan dengan surat permohonan pembuatan spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud pada Contoh 8.B dalam Lampiran II. f. Surat penunjukan Bank Pembayar yang ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang dari calon Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada Contoh 9.A dalam Lampiran II yang dilengkapi dengan: 1) surat konfirmasi dari Bank Pembayar sebagaimana dimaksud pada Contoh 9.B dalam Lampiran II; dan 2) surat ... 22 2) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana dari Bank Pembayar kepada Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada Contoh 9.C dalam Lampiran II. g. Surat permintaan akses ke SI BI-SSSS, dalam hal calon Peserta merupakan Sub-Registry. 13. Berdasarkan dokumen administrasi yang disampaikan calon Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 12, Penyelenggara menyampaikan surat yang menginformasikan mengenai hal-hal terkait dengan penandatanganan perjanjian penggunaan BI-SSSS, pembuatan spesimen tanda tangan pimpinan dan pejabat atau petugas penerima kuasa dari pimpinan, pengambilan Digital Certificate, waktu pelatihan penggunaan BI-SSSS, dan waktu pemasangan jaringan komunikasi data. 14. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud pada angka 13, calon Peserta harus melakukan hal-hal sebagai berikut: a. penandatanganan perjanjian penggunaan BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX; b. pengambilan dokumen connected user, digital certificate hard token, dan/atau digital certificate soft token yang pelaksanaannya dilakukan oleh pimpinan atau pejabat berwenang mewakili calon Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia. c. mengikutsertakan petugas yang akan menangani teknis operasional pada calon Peserta dalam pelatihan teknis dan operasional penggunaan BI-SSSS; dan d. melakukan uji koneksi BI-SSSS calon Peserta bersama dengan Penyelenggara atas SPP yang telah diinstallasi oleh Penyelenggara. 15. Calon Peserta menyampaikan seluruh kelengkapan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada angka 12 kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a. 16. Calon ... 23 16. Calon Peserta harus memenuhi kelengkapan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada angka 12 dan harus melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 14, paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan prinsip dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 11. 17. Dalam hal calon Peserta tidak memenuhi persyaratan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 16 maka permohonan persetujuan prinsip sebagai Peserta menjadi tidak berlaku. 18. Dalam hal calon Peserta merupakan Sub-Registry, surat persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada angka 11 memuat juga informasi mengenai pengambilan user administrator dan password SI BI-SSSS serta pelatihan penggunaan SI BI-SSSS. 19. Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah calon Peserta melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 16, Penyelenggara memberitahukan secara tertulis mengenai persetujuan operasional keikutsertaan sebagai Peserta dan tanggal efektif operasional sebagai Peserta kepada: a. calon Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan b. seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. D. Perubahan Data Kepesertaan Ruang lingkup perubahan data kepesertaan antara lain meliputi perubahan participant code, nama peserta, kegiatan usaha, alamat kantor, lokasi SPP Utama, data pimpinan, Bank Pembayar, perubahan kuasa, penggunaan infrastruktur dan/atau jaringan komunikasi data. Ketentuan dan prosedur perubahan data kepesertaan diatur sebagai berikut: 1. Perubahan Participant Code Perubahan participant code dapat disebabkan antara lain karena Peserta yang bukan merupakan anggota Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) berubah ... 24 berubah menjadi anggota SWIFT atau karena adanya perubahan SWIFT Bank Identifier Code (BIC) dari Peserta. Prosedur perubahan participant code diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan participant code kepada Penyelenggara dengan melampirkan: 1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada Contoh 2 dalam Lampiran II; dan 2) dokumen pendukung yang menunjukkan sebagai anggota SWIFT atau adanya perubahan SWIFT BIC dari Peserta. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Dalam hal dokumen yang disampaikan Peserta tidak lengkap, Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja. d. Penyelenggara memberitahukan tanggal efektif perubahan participant code Peserta dalam BI-SSSS paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap kepada: 1) Peserta yang bersangkutan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile; dan 2) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. 2. Perubahan ... 25 2. Perubahan Nama Peserta Prosedur perubahan data kepesertaan terkait perubahan nama Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada Contoh 2 dalam Lampiran II dengan menggunakan nama yang tercantum dalam perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui oleh lembaga yang berwenang; dan 2) fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara berupa: a) akta perubahan Anggaran Dasar untuk badan hukum Indonesia; b) surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari lembaga yang berwenang; dan c) surat keputusan dari lembaga yang berwenang tentang perubahan nama, dalam hal Peserta adalah Bank. Khusus bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri dapat hanya menyampaikan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf c). b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan 2) bagi ... 26 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara memberitahukan melalui surat mengenai tanggal efektif perubahan data nama Peserta atau tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pemberitahuan diterima oleh Penyelenggara. d. Penyelenggara memberitahukan perubahan data kepesertaan terkait perubahan nama Peserta kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. 3. Perubahan Data Kepesertaan Karena Adanya Perubahan Kegiatan Usaha Perubahan data kepesertaan terkait perubahan kegiatan usaha Peserta dari bank umum konvensional menjadi bank umum syariah dapat menyebabkan adanya perubahan data Peserta antara lain nama Peserta, kegiatan usaha Peserta, dan/atau participant code. Prosedur perubahan data Peserta karena adanya perubahan kegiatan usaha Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat pemberitahuan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 12 dalam Lampiran II. b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilengkapi dengan fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara berupa: 1) akta perubahan Anggaran Dasar; 2) surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari lembaga yang berwenang; dan 3) surat ... 27 3) surat keputusan dari lembaga yang berwenang mengenai izin perubahan kegiatan usaha dari bank umum konvensional menjadi bank umum syariah. c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Penyelenggara memberitahukan melalui surat mengenai tanggal efektif perubahan kegiatan usaha Peserta atau tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pemberitahuan diterima oleh Penyelenggara. e. Penyelenggara memberitahukan perubahan data kepesertaan terkait perubahan kegiatan usaha Peserta kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. 4. Perubahan Alamat Kantor Peserta Prosedur perubahan data kepesertaan yang terkait dengan perubahan alamat kantor pusat Peserta dan alamat kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen berupa: 1) data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada Contoh 2 dalam Lampiran II; dan 2) fotokopi surat persetujuan atau penerimaan pemberitahuan perubahan alamat kantor dari lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh ... 28 oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa perubahan alamat Peserta telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara atau tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pemberitahuan diterima oleh Penyelenggara. 5. Perubahan lokasi SPP Utama dan jaringan komunikasi data utama Peserta Prosedur perubahan lokasi SPP Utama Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan perubahan lokasi SPP Utama dan pemindahan jaringan komunikasi data, dengan melampirkan formulir data kepesertaan dengan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 2 dalam Lampiran II. b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a; dan 2) bagi ... surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan 29 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan yang memuat: 1) perubahan lokasi SPP Utama Peserta telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara; 2) pelaksanaan pemindahan jaringan komunikasi data; dan 3) hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta terkait dengan perubahan lokasi SPP Utama. 6. Perubahan Data Pimpinan Prosedur perubahan data pimpinan yang meliputi nama, kewenangan, dan/atau jabatan pimpinan diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan perubahan nama, kewenangan, dan/atau jabatan pimpinan dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud pada Contoh 13 dalam Lampiran II. b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dilampiri dengan dokumen sebagai berikut: 1) fotokopi perubahan Anggaran Dasar mengenai pengangkatan pimpinan, bagi Peserta yang berbadan hukum Indonesia; 2) fokokopi bukti identitas diri pimpinan, berupa: a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau b) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan surat izin kerja dari otoritas berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA), yang masih berlaku. 3) Bagi ... 30 3) Bagi pimpinan baru pada Peserta, selain memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2), harus melengkapi persyaratan dokumen berupa: a) fotokopi surat dari lembaga yang berwenang mengenai susunan pimpinan Peserta yang tercatat pada tata usaha lembaga yang berwenang atau persetujuan fit and proper test dari lembaga pengawas yang berwenang bagi calon Direksi Bank; b) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri kepada pimpinan kantor cabang berikut terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah tersumpah, bagi kantor cabang Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri; c) fotokopi struktur organisasi yang masih berlaku, bagi kantor cabang dari Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri. 4) Dalam hal terdapat perubahan kewenangan dan/atau jabatan pimpinan, surat pemberitahuan dilengkapi dengan surat pernyataan tetap diberlakukannya spesimen tanda tangan pimpinan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 14 dalam Lampiran II. Fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan angka 3) harus dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. c. Surat ... 31 c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Dalam hal perubahan data pimpinan mencakup perubahan pimpinan baru maka pimpinan baru harus membuat spesimen tanda tangan di hadapan pejabat Penyelenggara setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. e. Dalam hal Peserta yang mengajukan pemberitahuan perubahan data pimpinan merupakan peserta Sistem BI-RTGS dan pimpinan baru telah memiliki spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS maka Peserta dapat meminta penambahan kewenangan pimpinan pemilik spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS dengan kewenangan dalam operasional BI-SSSS, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 8.B dalam Lampiran II. f. Spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud pada huruf d berlaku efektif sejak pemberitahuan dari Penyelenggara mengenai tanggal efektif berlakunya spesimen tanda tangan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pembuatan spesimen tanda tangan. g. Spesimen tanda tangan bagi pimpinan yang sudah dicabut kewenangannya terkait dengan kepesertaan dalam BI-SSSS dinyatakan tidak berlaku terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan perubahan kewenangan ... 32 kewenangan pimpinan diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. 7. Perubahan Bank Pembayar Prosedur perubahan Bank Pembayar diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) surat penunjukan Bank Pembayar sebagaimana dimaksud pada Contoh 9.A dalam Lampiran II; 2) surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana dimaksud pada Contoh 9.B dalam Lampiran II; dan 3) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada Contoh 9.C dalam Lampiran II. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja mengenai: 1) penolakan perubahan Bank Pembayar beserta alasan penolakan; atau 2) persetujuan perubahan Bank Pembayar beserta tanggal efektif perubahan Bank Pembayar. 8. Perubahan ... 33 8. Perubahan Kuasa Perubahan kuasa dilakukan dalam rangka penambahan, pergantian, dan/atau pencabutan kuasa pejabat dan/atau petugas. Ketentuan dan prosedur perubahan kuasa diatur sebagai berikut: a. Dalam hal terjadi penambahan dan/atau pergantian kuasa pejabat, dan/atau petugas, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) menyampaikan surat pemberitahuan penambahan dan/atau pergantian kuasa pejabat, dan/atau petugas serta permintaan pembuatan spesimen tanda tangan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 15 dalam Lampiran II. 2) ketentuan, persyaratan, dan prosedur pemberian kuasa berpedoman pada butir C.12.a dan butir C.12.c. Penambahan kuasa tersebut berlaku efektif paling lama 5 (lima) hari kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2) diterima secara lengkap dan spesimen tanda tangan telah dipenuhi kelengkapannya. b. Dalam hal terjadi pencabutan seluruh atau sebagian kuasa kepada pejabat penerima kuasa dan/atau petugas penerima kuasa, Peserta harus menyampaikan surat pernyataan pencabutan kuasa yang ditandatangani oleh pimpinan atau pemberi kuasa dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 16 dalam Lampiran II. Pencabutan seluruh atau sebagian kuasa tersebut berlaku efektif terhitung sejak tanggal surat pernyataan pencabutan kuasa diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. c. Dalam ... 34 c. Dalam hal terjadi perubahan kewenangan dalam surat kuasa yang diberikan kepada pejabat penerima kuasa dan/atau petugas penerima kuasa, Peserta harus menyampaikan surat pemberitahuan yang dilampiri dengan surat kuasa yang baru dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 7 dalam Lampiran II. d. Surat pemberitahuan perubahan kuasa disampaikan kepada: 1) Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a untuk pejabat penerima kuasa dan/atau petugas penerima kuasa yang berada di wilayah KPBI; atau 2) KPwDN untuk pejabat penerima kuasa dan/atau petugas penerima kuasa yang berada di wilayah KPwDN. e. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan kewenangan pejabat penerima kuasa dan/atau petugas penerima kuasa kepada Penyelenggara maka data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih berlaku. 9. Perubahan Penggunaan Infrastruktur a. Perubahan penggunaan infrastruktur meliputi: 1) perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola sendiri menjadi penggunaan infrastruktur yang dikelola pihak lain; 2) perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola oleh pihak lain menjadi penggunaan infrastruktur yang dikelola sendiri; atau 3) perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola oleh pihak lain yang berbeda. b. Prosedur perubahan data kepesertaan terkait perubahan penggunaan infrastruktur diatur sebagai berikut: 1) Peserta ... 35 1) Peserta menyampaikan surat permohonan perubahan penggunaan infrastruktur kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a) data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada Contoh 2 dalam Lampiran II; b) surat pernyataan dari pimpinan yang menyatakan kesiapan infrastruktur dan memuat informasi spesifikasi infrastruktur sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada butir C.3.g. c) dalam hal Peserta menggunakan infrastruktur yang dikelola pihak lain maka selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) Peserta juga harus melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud pada butir B.3.a dan butir B.3.b. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a.; dan b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 3) Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan ke lokasi infrastruktur yang digunakan Peserta. 4) Penyelenggara menyampaikan tanggapan tertulis melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan mengenai: a) penolakan ... 36 a) penolakan perubahan penggunaan infrastruktur Peserta penolakan; atau b) persetujuan perubahan penggunaan infrastruktur Peserta beserta tanggal efektif perubahan penggunaan infrastruktur Peserta. 10. Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS dan dokumen pendukung yang telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS sama dengan dokumen pendukung di BI-SSSS, dokumen pendukung untuk perubahan data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 9 dapat tidak disampaikan kepada Penyelenggara. 11. Dalam hal terdapat perbedaan antara tanda tangan yang terdapat pada dokumen pendukung untuk perubahan data kepesertaan dengan spesimen tanda tangan pejabat atau petugas penerima kuasa yang ditatausahakan di Peserta maka Peserta harus menyampaikan surat pernyataan perbedaan tanda tangan sebagaimana dimaksud pada Contoh 17 dalam Lampiran II. E. Status Kepesertaan dan Perubahannya 1. Status Kepesertaan Status kepesertaan dalam BI-SSSS bagi Peserta dibedakan menjadi: a. Aktif Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh fungsi pada SPP sesuai dengan jenis kepesertaan dan hak akses Peserta yang bersangkutan. b. Ditangguhkan 1) Peserta dengan status ditangguhkan tidak dapat melakukan kegiatan tertentu di BI-SSSS sesuai dengan pembatasan yang dilakukan oleh Penyelenggara. 2) Peserta ... beserta alasan 37 2) Peserta dengan status ditangguhkan dapat mengirim atau menerima instruksi, namun terhadap instruksi atas kegiatan yang sedang dibatasi akan diproses sesuai prosedur setelah status Peserta kembali aktif. 3) Status ditangguhkan tidak berlaku bagi Peserta dengan fungsi sebagai penerbit dan Sub-Registry. c. Dibekukan 1) Peserta dengan status dibekukan tidak dapat mengirim dan menerima seluruh instruksi melalui BI-SSSS. 2) Peserta dengan status dibekukan masih dapat mengakses informasi atau data yang telah disinkronisasi dari SCN ke SPP. 3) Status dibekukan tidak berlaku bagi Peserta dengan fungsi sebagai penerbit dan Sub-Registry. d. Ditutup Peserta dengan status ditutup merupakan Peserta yang telah dihentikan kepesertaannya dalam BI-SSSS dan tidak dapat diaktifkan kembali sebagai Peserta. 2. Hubungan Status Kepesertaan BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS, perubahan status kepesertaan di Sistem BI-RTGS menjadi dibekukan atau ditutup akan berdampak pada perubahan status kepesertaan yang sama di BI-SSSS. 3. Perubahan Status Kepesertaan a. Ketentuan perubahan status kepesertaan 1) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan dari: a) status aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya; b) status aktif menjadi dibekukan; c) status aktif menjadi ditutup; d) status ditangguhkan menjadi dibekukan; atau e) status ... 38 e) status dibekukan menjadi ditutup. 2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan oleh Penyelenggara berdasarkan hal-hal sebagai berikut: a) Pengenaan sanksi administratif oleh Penyelenggara berdasarkan antara lain hasil pemantauan kepatuhan Peserta, evaluasi hasil perbaikan yang dilakukan Peserta, dan/atau pengaruh Peserta terhadap terganggunya keamanan BI-SSSS. b) Permintaan tertulis dari lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta, antara lain Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas makroprudensial dan sistem pembayaran, dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas pengawas mikroprudensial, yang didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: (1) hasil pengawasan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang; dan/atau (2) keputusan pencabutan izin kegiatan usaha dari lembaga pengawas yang berwenang. c) Permintaan tertulis dari Peserta yang bersangkutan untuk mengubah status dari status aktif menjadi ditutup didasarkan antara lain karena self-liquidation, penggabungan, peleburan, pemisahan, atau alasan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara atau lembaga pengawas yang berwenang. 3) Dalam ... 39 3) Dalam hal akan dilakukan perubahan status kepesertaan menjadi ditutup, berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Peserta harus menyelesaikan seluruh kewajiban dalam penyelenggaraan BI-SSSS, antara lain biaya penggunaan BI-SSSS, pelunasan fasilitas pendanaan yang diperoleh dari Bank Indonesia, dan transaksi second leg yang belum jatuh waktu. b) Peserta melakukan pemindahan saldo Rekening Surat Berharga ke rekening yang ditetapkan oleh Peserta dalam rangka penihilan saldo. c) Penyelenggara dapat memindahkan saldo Rekening Surat Berharga atas nama Peserta ke rekening yang ditetapkan oleh Penyelenggara berdasarkan surat kuasa, apabila Peserta tidak melakukan pemindahan saldo Rekening Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada huruf b). d) Penyelenggara mengubah status kepesertaan menjadi ditutup setelah Rekening Surat Berharga bersaldo nihil. 4) Khusus perubahan status kepesertaan menjadi ditutup dikarenakan penggabungan, peleburan, atau pemisahan maka penyelesaian hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada butir 3).a) beralih ke Peserta hasil penggabungan, peleburan, atau pemisahan yang didasarkan pada surat pernyataan pengambilalihan hak dan kewajiban dari Peserta hasil penggabungan, peleburan, atau pemisahan. 5) Dalam hal perubahan status kepesertaan Sub- Registry menjadi ditutup, berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Sub-Registry ... 40 a) Sub-Registry harus memindahkan kepemilikan Surat Berharga individual nasabahnya kepada Sub-Registry lain yang ditunjuk oleh nasabah. b) Pemindahan kepemilikan Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal penutupan kepesertaan Sub- Registry. c) Sub-Registry mengajukan surat permohonan penutupan kepesertaan dengan mengacu pada Contoh format surat permohonan penutupan kepesertaan kepada Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada Contoh 18 dalam Lampiran II. 6) Dalam hal terjadi perubahan status Peserta, Penyelenggara menginformasikan perubahan status Peserta kepada: a) Peserta yang bersangkutan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile; b) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara; dan/atau c) lembaga yang berwenang dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile. b. Prosedur perubahan status kepesertaan atas permintaan tertulis dari lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta, diatur sebagai berikut: 1) Lembaga yang berwenang mengajukan perubahan status kepesertaan menyampaikan surat permohonan perubahan status kepesertaan kepada ... 41 kepada Gubernur Bank Indonesia dengan tembusan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: a) nama Peserta dan perubahan status kepesertaan yang diminta; b) alasan perubahan status kepesertaan; dan c) tanggal efektif perubahan status kepesertaan. 3) Dalam hal perubahan status kepesertaan yang diminta merupakan perubahan status menjadi ditangguhkan, surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) memuat pula batasan penangguhan yang mencakup penangguhan terhadap kegiatan tertentu di BI-SSSS. 4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) disertai dengan dokumen pendukung sebagai berikut: a) fotokopi surat dari lembaga yang berwenang yang mendasari alasan perubahan status kepesertaan; atau b) fotokopi surat keputusan pencabutan izin kegiatan usaha dari berwenang. 5) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara menyetujui dan mengubah status kepesertaan setelah: a) dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2) dan angka 4) telah diterima dengan lengkap; dan b) Peserta telah memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir a.3) dan butir a.5), dalam hal status kepesertaan berubah menjadi ditutup. 6) Penyelenggara ... lembaga yang 42 6) Penyelenggara menginformasikan perubahan status Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud pada butir a.6). c. Prosedur perubahan status kepesertaan dari status aktif menjadi ditutup atas permintaan tertulis dari Peserta yang bersangkutan. 1) Peserta mengajukan permohonan penutupan kepesertaan kepada Penyelenggara dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a) fotokopi keputusan pencabutan izin usaha, dalam hal Peserta melakukan self-liquidation; atau b) dokumen terkait lainnya untuk alasan perubahan status kepesertaan yang dilakukan berdasarkan alasan lain yang telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara atau lembaga pengawas kegiatan Peserta. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) ditandatangani oleh pimpinan yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a) surat disampaikan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a; atau b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara menyetujui dan mengubah status kepesertaan setelah: a) dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1) telah diterima dengan lengkap; dan b) Peserta ... 43 b) Peserta telah memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir a.3) dan butir a.5). 4) Penyelenggara menginformasikan penutupan kepesertaan BI-SSSS Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud pada butir a.6). 4. Perubahan Status Kepesertaan Karena Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan a. Perubahan Status Kepesertaan Karena Penggabungan Prosedur perubahan status kepesertaan karena penggabungan diatur sebagai berikut: 1) Setiap Peserta yang menggabungkan diri mengajukan surat permohonan penutupan kepesertaan yang paling kurang memuat: a) persetujuan penggabungan dari lembaga yang berwenang; b) waktu pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam BI-SSSS; c) waktu pelaksanaan penihilan saldo Rekening Surat Berharga Peserta yaitu paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan peralihan operasional dalam penyelenggaraan BI-SSSS; d) permohonan penutupan kepesertaan BI- SSSS; e) pengalihan hak dan kewajiban terkait kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang menggabungkan diri kepada Peserta yang menerima penggabungan, terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; dan f) pencabutan spesimen tanda tangan pimpinan atau pejabat dari Peserta yang menggabungkan diri, terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum. Contoh ... 44 Contoh format surat permohonan penutupan kepesertaan kepada Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada Contoh 18 dalam Lampiran II. 2) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilengkapi fotokopi surat keputusan dari lembaga yang berwenang menyetujui penggabungan yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan. 3) Peserta yang menerima penggabungan menyampaikan surat pemberitahuan penggabungan yang memuat paling kurang: a) persetujuan penggabungan dari lembaga yang berwenang; b) informasi mengenai Peserta yang menerima penggabungan dan Peserta yang menggabungkan diri; c) waktu pelaksanaan: (1) peralihan operasional dalam penyelenggaraan BI-SSSS dari Peserta yang menggabungkan diri kepada Peserta yang menerima penggabungan; (2) pemindahan saldo Rekening Surat Berharga Peserta yang menggabungkan diri ke Rekening Surat Berharga Peserta yang menerima penggabungan; dan (3) penutupan kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang menggabungkan diri; d) pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang menggabungkan diri oleh Peserta yang menerima penggabungan terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; dan e) informasi pengumuman penggabungan yang dimuat dalam surat kabar harian berskala nasional, dengan menggunakan format sebagaimana ... 45 sebagaimana dimaksud pada Contoh 19 dalam Lampiran II. 4) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 3) dilengkapi dengan persyaratan dokumen sebagai berikut: a) surat pernyataan yang memuat paling kurang: (1) pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang menggabungkan diri terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; (2) pemberlakuan spesimen tanda tangan untuk Peserta yang menerima penggabungan dan penegasan status spesimen tanda tangan Peserta yang menggabungkan diri; dan (3) pengambilalihan wewenang dan tanggung jawab operasional Peserta yang menggabungkan diri terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum sampai dengan tanggal pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam BI-SSSS, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 20 dalam Lampiran II. b) fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan berupa: (1) akta penggabungan; (2) akta perubahan Anggaran Dasar Peserta yang menerima penggabungan; (3) izin penggabungan dari lembaga yang berwenang memberikan persetujuan tentang penggabungan; (4) surat ... 46 (4) surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau dokumen pendaftaran Akta Penggabungan dan Akta Perubahan Anggaran Dasar dalam Daftar Perusahaan; dan (5) pengumuman penggabungan yang dimuat dalam surat kabar harian berskala nasional. 5) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 3), dan butir 4).a) ditandatangani oleh pimpinan yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a) surat disampaikan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a; dan b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 3) disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 6) Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta yang menerima penggabungan melalui surat mengenai telah disetujuinya waktu pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam BI-SSSS beserta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan, setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), angka 3), dan angka 4) diterima secara lengkap. 7) Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya mengenai telah disetujuinya pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam ... 47 dalam BI-SSSS dan penutupan kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang menggabungkan diri. 8) Setiap Peserta yang menggabungkan diri memindahkan saldo Rekening Surat Berharga masing-masing melalui SPP yang bersangkutan ke Rekening Surat Berharga Peserta yang menerima penggabungan sesuai dengan jadwal pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam BI-SSSS yang disetujui oleh Penyelenggara. 9) Status kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang menggabungkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada tanggal pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam BI-SSSS, setelah Rekening Surat Berharga Peserta tersebut bersaldo nihil. 10) Penyelenggara menginformasikan pemberitahuan penutupan kepesertaan BI-SSSS Peserta yang menggabungkan diri kepada pihak sebagaimana dimaksud pada butir 3.a.6). b. Perubahan Status Kepesertaan Karena Peleburan Prosedur perubahan status kepesertaan karena peleburan diatur sebagai berikut: 1) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan harus mengajukan permohonan menjadi Peserta BI-SSSS dengan mengikuti ketentuan umum kepesertaan sebagaimana dimaksud pada huruf A, persyaratan menjadi Peserta sebagaimana dimaksud pada huruf B, dan prosedur menjadi Peserta sebagaimana dimaksud pada huruf C. 2) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan menyampaikan surat pemberitahuan peleburan yang memuat paling kurang: a) persetujuan peleburan dari lembaga yang berwenang; b) informasi ... 48 b) informasi mengenai Peserta yang merupakan hasil peleburan dan Peserta yang meleburkan diri; c) waktu pelaksanaan penihilan saldo Rekening Surat Berharga Peserta yang meleburkan diri yaitu 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan peleburan secara operasional dalam BI-SSSS; d) pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang meleburkan diri oleh Peserta yang merupakan hasil peleburan terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum; dan e) informasi pengumuman peleburan yang dimuat dalam surat kabar harian berskala nasional, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 19 dalam Lampiran II. 3) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 2) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a) surat pernyataan yang memuat paling kurang: (1) pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang meleburkan diri terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum; (2) pemberlakuan spesimen tanda tangan untuk Peserta yang merupakan hasil peleburan dan penegasan status spesimen tanda tangan Peserta yang meleburkan diri; dan (3) pengambilalihan wewenang dan tanggung jawab operasional Peserta yang meleburkan diri terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum sampai dengan tanggal pelaksanaan peleburan secara operasional dalam BI-SSSS, dengan menggunakan ... 49 menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 20 dalam Lampiran II. b) fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan calon Peserta berupa: (1) akta peleburan; (2) akta pendirian Peserta yang merupakan hasil peleburan; (3) izin peleburan dari lembaga yang berwenang memberikan persetujuan tentang peleburan; (4) surat pengesahan badan hukum perseroan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atas akta pendirian Peserta yang merupakan hasil peleburan. 4) Setiap Peserta yang meleburkan diri mengajukan surat permohonan penutupan kepesertaan yang memuat paling kurang: a) persetujuan peleburan dari lembaga yang berwenang; b) waktu pelaksanaan peleburan secara operasional dalam BI-SSSS; c) waktu pelaksanaan pemindahan saldo Rekening Surat Berharga Peserta yang meleburkan diri ke Rekening Surat Berharga Peserta yang merupakan hasil peleburan dan penutupan kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang meleburkan diri; d) permohonan penutupan kepesertaan BI-SSSS; e) pengalihan hak dan kewajiban terkait kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang meleburkan diri kepada Peserta yang merupakan hasil peleburan; dan f) pencabutan ... 50 f) pencabutan spesimen tanda tangan pimpinan dan pejabat dari Peserta yang meleburkan diri, terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum. Contoh format surat permohonan penutupan kepesertaan kepada Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada Contoh 18 dalam Lampiran II. 5) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 4), dilengkapi dokumen sebagai berikut: a) b) fotokopi surat keputusan dari lembaga yang berwenang menyetujui peleburan; dan fotokopi Anggaran Dasar terakhir Peserta yang meleburkan diri, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan calon Peserta. 6) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 2), butir 3).a), dan angka 4) ditandatangani oleh pimpinan calon Peserta dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a) surat disampaikan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a; dan b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 2) dan angka 4) disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 7) Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta yang merupakan hasil peleburan melalui surat mengenai telah disetujuinya waktu pelaksanaan peleburan secara operasional dalam BI-SSSS beserta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan, setelah dokumen sebagaimana ... 51 sebagaimana dimaksud pada angka 2), angka 3), angka 4), dan angka 5) diterima secara lengkap. 8) Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya mengenai telah disetujuinya pelaksanaan peleburan secara operasional dalam BI-SSSS dan penutupan kepesertaan dalam BI- SSSS dari Peserta yang meleburkan diri. 9) Setiap Peserta yang meleburkan diri memindahkan saldo Rekening Surat Berharga sebagai berikut: a) pemindahan saldo Rekening Surat Berharga dilakukan oleh masing-masing Peserta melalui SPP yang bersangkutan ke Rekening Surat Berharga Peserta yang merupakan hasil peleburan; dan b) pemindahan saldo Rekening Surat Berharga dilakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan peleburan secara operasional dalam BI-SSSS yang disetujui oleh Penyelenggara. 10) Status kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang meleburkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada tanggal pelaksanaan peleburan secara operasional dalam BI-SSSS, setelah Rekening Surat Berharga Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 9) bersaldo nihil. 11) Penyelenggara memberitahukan penutupan kepesertaan BI-SSSS Peserta yang meleburkan diri kepada seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya. c. Perubahan Status Kepesertaan Karena Pemisahan Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan diatur sebagai berikut: 1) Perubahan kepesertaan karena pemisahan dilakukan dalam hal terdapat Peserta berupa UUS yang ... 52 yang melakukan pemisahan dari Peserta berupa bank konvensional sebagai induknya yang dilakukan dengan cara mendirikan Bank Umum Syariah (BUS) baru atau mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada. 2) Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan dengan cara mendirikan BUS baru, mengikuti prosedur perubahan status kepesertaan karena peleburan sebagaimana dimaksud pada huruf b. 3) Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan dengan cara mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada dilakukan dengan tata cara penggabungan sebagaimana dimaksud pada huruf a. d. Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS dan dokumen pendukung yang telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS sama dengan dokumen pendukung di BI-SSSS, dokumen pendukung untuk perubahan status kepesertaan karena penggabungan, peleburan, atau pemisahan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c dapat tidak disampaikan kepada Penyelenggara. F. Kewajiban Peserta 1. Kewajiban umum Peserta a. Menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan BI-SSSS, antara lain sebagai berikut: 1) Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) yang mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam pelaksanaan operasional BI-SSSS, termasuk prosedur pengamanan penggunaan BI- SSSS di lingkungan internal Peserta, dengan ketentuan penyusunan sebagai berikut: a) KPT merupakan aturan tertulis yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di internal ... 53 internal Peserta dan berlaku sebagai pedoman operasional BI-SSSS di Peserta. b) KPT wajib dibuat dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal efektif kepesertaan di BI-SSSS. c) KPT wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia. Dalam hal KPT dibuat dalam bahasa asing, KPT harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah. d) KPT wajib dibuat dengan mengacu pada ketentuan terkait dengan BI-SSSS yang ditetapkan oleh Penyelenggara serta peraturan yang ditetapkan oleh asosiasi sistem pembayaran terkait penyelenggaraan BI-SSSS. e) KPT wajib memuat paling kurang materi sebagai berikut: (1) pendahuluan; (2) organisasi pengoperasian BI-SSSS; (3) ketentuan dan prosedur operasional BI- SSSS; (4) pengawasan operasional BI-SSSS; dan (5) penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. Rincian cakupan minimum materi KPT diatur pada “Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis” sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.A. f) Dalam hal terjadi perubahan materi KPT sebagaimana dimaksud pada huruf e) dan/atau perubahan ketentuan yang dikeluarkan oleh Penyelenggara dan/atau asosiasi sistem pembayaran, yang berdampak pada materi KPT, Peserta harus melakukan pengkinian terhadap KPT dimaksud. g) Pengkinian ... 54 g) Pengkinian terhadap KPT sebagaimana dimaksud pada huruf f) wajib dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya perubahan materi dan ketentuan tersebut. 2) Melakukan pemeriksaan internal untuk menjamin keamanan operasional BI-SSSS. Ketentuan pemeriksaan internal untuk menjamin keamanan operasional BI-SSSS adalah sebagai berikut: a) Pemeriksaan internal merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap BI-SSSS untuk menjamin keamanan operasional BI-SSSS. b) Ruang lingkup pemeriksaan internal paling kurang mencakup materi penilaian kepatuhan yang disampaikan oleh Penyelenggara. 3) Melakukan security audit dengan ketentuan sebagai berikut: a) Security audit bertujuan untuk memastikan keamanan dan keandalan teknologi informasi internal Peserta, keterhubungan (interface) antara SPP dengan sistem internal Peserta, serta kondisi lingkungan tempat Peserta melakukan kegiatan operasional. b) Security audit dilakukan paling kurang setiap 3 (tiga) tahun sekali terhitung sejak menjadi Peserta atau setiap terjadi perubahan dalam sistem teknologi informasi internal Peserta yang terkait dengan BI-SSSS. c) Pelaksanaan security audit dapat dilakukan oleh auditor internal Peserta maupun auditor eksternal. d) Cakupan ... 55 d) Cakupan security audit paling kurang mencakup ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.B. 4) Menyusun kebijakan teknologi informasi terkait dengan Sistem BI-SSSS yang di-review dan di-up date secara regular. 5) Memiliki pedoman Disaster Recovery Plan (DRP) dan Business Continuity Plan (BCP) Ketentuan terkait dengan pedoman DRP dan BCP adalah sebagai berikut: a) Pedoman DRP dan BCP memuat prosedur yang dilakukan oleh Peserta dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat untuk memastikan bahwa operasional BI-SSSS di Peserta tetap dapat dilakukan atau upaya lainnya yang perlu dilakukan dalam hal sistem cadangan tidak dapat digunakan. b) Pedoman DRP sebagaimana dimaksud pada huruf a) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: (1) unit kerja sebagai penanggung jawab; (2) mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab terdiri dari beberapa unit; (3) prosedur terkait penyiapan infrastruktur cadangan untuk menjamin kegiatan operasional BI-SSSS tetap berjalan; (4) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan (5) petugas operasional (termasuk data nomor telepon yang dapat dihubungi setiap saat). c) Pedoman ... 56 c) Pedoman BCP sebagaimana dimaksud pada huruf a) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: (1) unit kerja sebagai penanggung jawab; (2) mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab terdiri dari beberapa unit; (3) langkah-langkah bisnis yang dilakukan untuk menjamin kegiatan operasional BI-SSSS tetap berjalan; (4) mekanisme pengujian prosedur BCP; (5) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan (6) petugas operasional (termasuk data nomor telepon yang dapat dihubungi setiap saat). 6) Melakukan pengelolaan batas Setelmen dana (settlement limit) dan mengatur pelaksanaannya dalam prosedur internal Peserta, bagi Peserta yang ditunjuk sebagai Bank Pembayar; 7) Menggunakan aplikasi SPP sesuai dengan buku pedoman pengoperasian BI-SSSS. 8) Melakukan pengkinian data atau informasi kepesertaan. 9) Melakukan pemeliharaan data dengan ketentuan sebagai berikut: a) pemeliharaan data dilakukan terhadap data yang tersimpan dalam media elektronik dan/atau dalam bentuk hasil olahan komputer BI-SSSS; b) data sebagaimana dimaksud pada huruf a) harus mendapat pengamanan yang memadai serta terjaga kerahasiaannya, antara lain terlindung dari akses petugas yang tidak berwenang; c) data ... 57 c) data sebagaimana dimaksud pada huruf a) antara lain meliputi data transaksi, aplikasi yang diberikan oleh Penyelenggara, dan/atau ketentuan dan prosedur yang diberikan oleh Penyelenggara; d) melakukan pencadangan data sebagaimana dimaksud pada huruf a) ke dalam media elektronik; e) memastikan data sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan cadangannya sebagaimana dimaksud pada huruf d) tidak rusak; dan f) menyimpan seluruh data sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan cadangannya sebagaimana dimaksud pada huruf d), sesuai dengan ketentuan pengarsipan yang berlaku di internal Peserta dan masa retensi sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen perusahaan. 10) Menjamin SPP utama dan SPP cadangan berfungsi dengan baik untuk melakukan berbagai aktivitas BI-SSSS sepanjang jam operasional BI-SSSS. Dalam rangka menjamin SPP utama dan SPP cadangan berfungsi dengan baik, berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Memastikan petugas yang menangani BI- SSSS memahami sistem dan prosedur operasional BI-SSSS yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara dan internal Peserta, antara lain melalui pelatihan secara berkala. b) Mengatur dan menetapkan user dan kewenangan user yang melakukan operasional BI-SSSS dengan memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut: (1) pengaturan kewenangan user dengan memperhatikan rentang kendali (span of control) ... 58 control) untuk meminimalisasi kesalahan manusia (human error) dan penyelewengan (fraud); (2) pengiriman transaksi dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat kewenangan petugas; (3) pengaturan petugas pengganti untuk user sesuai dengan perannya masing- masing; (4) menetapkan dan menatausahakan user pemegang digital certificate hard token dan digital certificate soft token, termasuk serial number token tersebut; (5) memastikan keamanan penggunaan digital certificate hard token oleh user yang telah ditetapkan; dan (6) menyimpan dokumen keamanan yang terkait dengan connected user, digital certificate hard token, dan digital certificate soft token. c) Peserta harus menyediakan dan mengelola sistem cadangan untuk BI-SSSS di Peserta dengan pengaturan sebagai berikut: (1) Peserta wajib menyediakan server cadangan dan jaringan komunikasi data dari back up site Peserta ke Bank Indonesia sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Penyelenggara. (2) Biaya penyediaan dan penggunaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam angka (1) menjadi beban Peserta. (3) Pemilihan jenis dan lokasi SPP cadangan serta jaringan komunikasi data cadangan Peserta diserahkan kepada setiap Peserta. (4) Pemilihan ... dikd 59 (4) Pemilihan jenis dan lokasi SPP cadangan, serta jaringan komunikasi data cadangan Peserta sebagaimana dimaksud pada angka (3) dilakukan berdasarkan pertimbangan antara lain: (a) volume transaksi Peserta dan tingkat urgensi BI-SSSS bagi Peserta; dan (b) pengendalian internal guna memitigasi risiko operasional di Peserta. d) Menjamin sistem cadangan berfungsi dengan baik, dengan cara antara lain: (1) Melakukan uji coba koneksi sistem cadangan secara berkala, dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Uji coba koneksi sistem cadangan mencakup uji coba terhadap SPP cadangan, jaringan komunikasi data cadangan, dan/atau data. (b) Uji coba koneksi sistem cadangan sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dapat dilakukan dengan menggunakan: i. environment testing Penyelenggara selama jam operasional BI-SSSS; atau ii. environment production Penyelenggara dengan jadwal yang ditetapkan oleh Penyelenggara yaitu setiap bulan pada hari Jumat minggu pertama atau minggu ketiga setelah proses akhir hari BI- SSSS di Penyelenggara berakhir dan ... 60 dan pelaksanaannya dilakukan paling lama 1 (satu) jam. (c) Tata cara melakukan uji coba koneksi sistem cadangan diatur sebagai berikut: i. Peserta menyampaikan permohonan uji coba koneksi sistem cadangan melalui administrative message kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan uji coba koneksi sistem cadangan; ii. Penyelenggara memberitahukan persetujuan uji coba koneksi sistem cadangan kepada Peserta melalui administrative message; dan iii. Peserta menyampaikan laporan tertulis hasil pelaksanaan uji coba koneksi sistem cadangan kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pelaksanaan selesai dilakukan. (2) Mengoperasikan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal dengan ketentuan sebagai berikut: (a) penggunaan sistem cadangan dalam kondisi normal dilakukan secara berkala, paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun. (b) pengoperasian sistem cadangan dalam kondisi normal dapat mencakup pengoperasian SPP cadangan ... 61 cadangan dan/atau jaringan komunikasi data cadangan. (d) tata cara menggunakan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal diatur sebagai berikut: i. Peserta menyampaikan permohonan melalui administrative message kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum menggunakan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal; ii. Penyelenggara memberitahukan persetujuan SPP cadangan dan/atau jaringan komunikasi data cadangan kepada Peserta melalui administrative message; dan iii. Peserta menyampaikan laporan tertulis hasil penggunaan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pelaksanaan selesai dilakukan. e) Menjamin keamanan dan keandalan jaringan komunikasi data yang digunakan untuk menghubungkan SPP utama dan/atau SPP cadangan dengan: (1) perangkat komputer Peserta yang digunakan untuk operasional BI-SSSS; dan (2) sistem ... 62 (2) sistem komputerisasi internal calon Peserta, apabila calon Peserta menghubungkan SPP utama dan/atau SPP cadangan dengan sistem komputerisasi internal calon Peserta, sehingga bebas dari segala kemungkinan sumber perusak BI-SSSS termasuk tetapi tidak terbatas pada kemungkinan pemalsuan (fraud), pembobolan data elektronis (hacking), serta perusakan sistem dengan cara membanjiri sistem dengan data dan pesan pembayaran. f) Melaporkan pengembangan aplikasi internal Peserta yang terkait BI-SSSS kepada Penyelenggara. g) Melakukan langkah-langkah preventif yang diperlukan sehingga perangkat keras (hardware) berfungsi dengan baik dan perangkat lunak (software) yang digunakan dalam BI-SSSS dan/atau dalam kaitannya dengan BI-SSSS bebas dari segala jenis virus. h) Menjamin integritas database BI-SSSS yang ada pada SPP utama dan SPP cadangan termasuk data cadangan (back-up) yang tersimpan dalam bentuk compact disc (CD), tape, cartridge, flash disc, dan media lainnya. i) Melakukan instalasi setiap terjadi perubahan aplikasi SPP utama dan/atau SPP cadangan sesuai dengan buku pedoman pengoperasian BI-SSSS. j) Menyimpan dengan baik aplikasi SPP, termasuk setiap terdapat perubahan aplikasi SPP yang telah diberikan oleh Penyelenggara, di tempat yang aman dan bebas dari berbagai sumber yang dapat merusak aplikasi SPP. k) Melakukan ... 63 k) Melakukan perpanjangan masa aktif Digital Certificate sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara. b. Bertanggung jawab atas kebenaran instruksi, serta seluruh informasi yang dikirim Peserta kepada Penyelenggara melalui BI-SSSS. c. Melaksanakan kegiatan penyelenggaraan Sistem BI- ETP, BI-SSSS, dan Sistem BI-RTGS sesuai dengan perjanjian penggunaan sistem antara Penyelenggara dan Peserta, dan ketentuan yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan Sistem BI-RTGS, serta ketentuan terkait lainnya; d. Memberikan data, dokumen, dan/atau informasi yang diminta oleh Penyelenggara termasuk namun tidak terbatas pada dokumen asli dan/atau salinan dokumen yang berupa warkat, dan/atau data elektronik terkait dengan pelaksanaan BI-SSSS. e. mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 2. Kewajiban Sub-Registry a. Meneruskan hasil Setelmen atas transaksi Surat Berharga kepada nasabah pada tanggal yang sama dengan tanggal pelaksanaan Setelmen. b. Meneruskan pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga kepada nasabah pemilik Surat Berharga pada tanggal yang sama dengan tanggal Sub-Registry menerima pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga dari penerbit Surat Berharga. c. Menjamin kebenaran penatausahaan dan laporan kepemilikan Surat Berharga atas nama seluruh nasabah. d. Menyelesaikan ... tt 64 d. Menyelesaikan masalah perbedaan pencatatan kepemilikan Surat Berharga antara Sub-Registry dengan nasabah, dalam hal terdapat perbedaan pencatatan kepemilikan Surat Berharga antara Sub- Registry dengan nasabah. e. Memenuhi jumlah minimum pencatatan kepemilikan Surat Berharga rata-rata bulanan paling sedikit sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dalam 12 (dua belas) bulan terakhir, bagi Sub- Registry yang telah melakukan kegiatan pencatatan kepemilikan Surat Berharga di BI-SSSS lebih dari 12 (dua belas) bulan. f. Menjaga agar posisi Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) bagi Bank kustodian atau modal disetor bagi lembaga kustodian bukan Bank tidak kurang dari posisi KPMM atau modal disetor sesuai ketentuan yang berlaku. g. Mengelola dan melaporkan data nasabah secara lengkap dan benar melalui SI BI-SSSS, dengan informasi dan tata cara pengisian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. h. Menjaga keamanan SI BI-SSSS dan kerahasiaan data termasuk user administrator lokal yang disampaikan oleh Penyelenggara. i. Menyediakan KPT yang paling kurang mencakup penatausahaan Surat Berharga dan penggunaan SI BI- SSSS di internal Sub-Registry antara lain mengenai pemberian akses dan pengamanan penggunaan aplikasi SI BI-SSSS. j. Menyampaikan laporan kepada Penyelenggara dengan benar dan tepat waktu melalui SI BI-SSSS dan/atau sarana lain. k. Melakukan rekonsiliasi secara harian antara data Setelmen pada SI BI-SSSS dengan data Setelmen transaksi yang terjadi di Sub-Registry. l. Melakukan ... 65 l. Melakukan koreksi data pelaporan melalui SI BI-SSSS, dalam hal terdapat kesalahan dan menginformasikan kepada Penyelenggara melalui surat. m. Menginformasikan biaya yang akan dibebankan Peserta kepada nasabah terkait Setelmen melalui BI- SSSS secara transparan dan pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah. IV. OPERASIONAL PENYELENGGARAAN BI-SSSS A. Waktu Operasional Penyelenggaraan BI-SSSS Waktu operasional penyelenggaraan BI-SSSS diatur sebagai berikut: 1. Penyelenggara menetapkan operasional penyelenggaraan BI-SSSS yang mencakup hari operasional, jam operasional, dan periode waktu kegiatan. 2. Hari operasional BI-SSSS dilaksanakan setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 3. Peserta wajib melakukan kegiatan operasional BI-SSSS sesuai dengan hari kerja yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2. 4. Dalam kondisi tertentu, Keadaan Tidak Normal, dan/atau Keadaan Darurat, Peserta dapat tidak melakukan kegiatan operasional BI-SSSS pada hari operasional sebagaimana dimaksud pada angka 2 berdasarkan persetujuan Penyelenggara. 5. Prosedur permohonan Peserta untuk tidak melakukan kegiatan operasional BI-SSSS dalam kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 4 diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan permohonan melalui sarana: 1) administrative message; atau 2) surat yang dapat didahului dengan faksimile yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank ... 66 Bank Indonesia dan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a. b. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a diajukan antara lain disebabkan hal-hal sebagai berikut: 1) Kantor Bank Indonesia di wilayah tertentu dan/atau daerah tertentu ditetapkan libur fakultatif; 2) Kantor Pusat Peserta berada pada kantor wilayah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1); dan/atau 3) Kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara. c. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan Peserta sebagaimana dimaksud pada huruf a melalui surat yang dapat didahului dengan administrative message atau sarana lainnya. d. Dalam hal permohonan disetujui, Penyelenggara mengumumkan kepada seluruh Peserta melalui surat yang dapat didahului dengan administrative message untuk menginformasikan Peserta yang tidak melakukan kegiatan operasional BI-SSSS. 6. Instruksi setelmen dengan tanggal valuta yang jatuh pada hari Penyelenggara atau Peserta tidak melakukan kegiatan operasional tidak dapat dijalankan dan tidak dapat di-roll over ke hari kerja berikutnya. 7. Jam operasional penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS adalah pukul 06.30 Waktu Indonesia Barat (WIB) sampai dengan pukul 18.30 WIB. 8. Periode waktu kegiatan merupakan periode waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara untuk melakukan kegiatan Setelmen atas transaksi Surat Berharga yang dilakukan melalui BI-SSSS. Periode ... 67 Periode waktu kegiatan cut-off warning dan periode waktu kegiatan pre cut-off pada BI-SSSS mengikuti cut-off warning dan pre cut-off pada Sistem BI-RTGS. 9. Jam operasional sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 8 diatur sesuai dengan waktu operasional BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V. 10. Hari operasional sebagaimana dimaksud pada angka 2, jam operasional sebagaimana dimaksud pada angka 7, dan periode waktu kegiatan BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 8 dapat diubah sewaktu-waktu oleh Penyelenggara. 11. Dalam hal terdapat perubahan hari operasional, jam operasional, dan/atau periode waktu kegiatan, Penyelenggara memberitahukan hal tersebut kepada seluruh Peserta melalui administrative messages dan/atau sarana lainnya. 12. Perubahan jam operasional dan periode waktu kegiatan dapat dilakukan oleh Penyelenggara berdasarkan hal-hal sebagai berikut: a. Perubahan jam operasional dan periode waktu kegiatan berdasarkan kebijakan Penyelenggara 1) Perubahan jam operasional dan periode waktu kegiatan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan antara lain sebagai berikut: a) adanya Keadaan Tidak Normal pada BI-SSSS dan/atau Keadaan Darurat yang mengakibatkan adanya kebutuhan perubahan jam operasional dan/atau perpanjangan periode waktu kegiatan untuk melaksanakan Setelmen melalui BI-SSSS; b) adanya perubahan jam operasional pada Sistem BI-RTGS dan/atau Sistem BI-ETP; c) adanya kepentingan Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter, menjaga ... 68 menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan/atau kepentingan penyelesaian transaksi pemerintah; dan/atau d) adanya permintaan perpanjangan periode waktu kegiatan dari Peserta yang berdampak pada perubahan periode waktu kegiatan dan jam operasional. b. Perubahan periode waktu kegiatan berdasarkan permintaan Peserta 1) Peserta dapat mengajukan permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan dalam hal Peserta mengalami Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang mengakibatkan adanya kebutuhan perpanjangan periode waktu kegiatan untuk melaksanakan Setelmen melalui BI-SSSS. 2) Dalam hal permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan disetujui oleh Penyelenggara berlaku ketentuan sebagai berikut: a) perpanjangan periode waktu kegiatan dilakukan sesuai dengan permintaan Peserta untuk periode waktu kegiatan yang masih terbuka pada saat permohonan perpanjangan diterima oleh Penyelenggara; dan b) perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilakukan secara proporsional, dalam hal permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan melebihi pukul 17.00 WIB. 3) Perpanjangan periode waktu kegiatan yang dapat diberikan yaitu selama 30 (tiga puluh) menit atau paling lama 60 (enam puluh) menit, kecuali dalam kondisi tertentu. 4) Perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2) menyebabkan ... 69 menyebabkan perubahan periode waktu kegiatan berikutnya dan/atau jam operasional. 5) Permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan yang telah disetujui oleh Penyelenggara melalui sarana administrative message kepada Peserta yang bersangkutan, bersifat final dan tidak dapat dibatalkan oleh Peserta. 6) Pengajuan perpanjangan periode waktu kegiatan disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara dengan prosedur sebagai berikut: a) Peserta mengajukan permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan yang disertai alasan kepada Penyelenggara melalui administrative messages dan/atau surat yang dapat didahului dengan konfirmasi melalui sarana telepon. b) Surat sebagaimana dimaksud pada huruf a) ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui faksimile. c) Permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan harus diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) menit sebelum berakhirnya periode waktu kegiatan yang dimintakan perpanjangan berakhir. d) Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan kepada Peserta melalui administrative messages dan/atau melalui sarana lainnya. e) Dalam hal telah terdapat Peserta yang mengajukan perpanjangan periode waktu kegiatan selama 60 (enam puluh) menit dan telah ... 70 telah disetujui oleh Penyelenggara maka Peserta yang lain tidak dapat mengajukan perpanjangan periode waktu kegiatan. f) Dalam hal permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan disetujui, Penyelenggara menyampaikan informasi perpanjangan periode waktu kegiatan kepada seluruh Peserta melalui administrative messages dan/atau sarana lainnya. 7) Perpanjangan jam operasional BI-SSSS atas permintaan Peserta dikenakan biaya. B. Pengelolaan Pengguna (User) 1. Pengguna (user) BI-SSSS terdiri atas: a. Connected user, yaitu user yang ditatausahakan dan diberikan oleh Penyelenggara kepada Peserta untuk melakukan akses ke SCN melalui SPP serta memiliki Digital Certificate untuk mekanisme pengamanan pengiriman dan penerimaan message dari dan ke SCN; dan b. Unconnected user, yaitu user yang didaftarkan oleh Peserta pada SPP dan dapat membuat instruksi serta melakukan kegiatan yang bersifat lokal, namun tidak dapat mengirimkan instruksi ke SCN. 2. Connected user sebagaimana dimaksud pada butir 1.a terdiri atas: a. Administrator user, yaitu connected user yang memiliki fungsi untuk mendaftarkan unconnected user dan melakukan pengelolaan user melalui SPP; dan b. Reguler user, yaitu connected user yang memiliki fungsi untuk membuat dan mengirim instruksi Setelmen dari SPP ke SCN, namun tidak dapat mendaftarkan unconnected user dan tidak dapat melakukan pengelolaan user melalui SPP. 3. Penyelenggara melakukan pengelolaan connected user yang meliputi kegiatan antara lain pendaftaran, penyesuaian, reset ... 71 reset password, penghentian, reaktivasi, dan penetapan security level. 4. Pengelolaan user oleh Peserta dilakukan oleh administrator user sebagai berikut: a. Pengelolaan connected user, antara lain meliputi: 1) penetapan hak akses bagi connected user terhadap menu di SPP; dan 2) penetapan role dan limit bagi connected user. b. Pengelolaan unconnected user, antara lain meliputi: 1) pendaftaran dan penyesuaian unconnected user; 2) penetapan security level bagi unconnected user; 3) penetapan hak akses bagi unconnected user terhadap menu di SPP; dan 4) penetapan role dan limit bagi unconnected user. 5. Penyelenggara menyediakan paling banyak 10 (sepuluh) connected user bagi setiap Peserta yang dilengkapi dengan digital certificate hard token, yang terdiri dari: a. dua administrator user; dan b. paling banyak 8 (delapan) reguler user. 6. Pengelolaan dan penggunaan connected user yang telah diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta, dilakukan berdasarkan ketentuan internal Peserta dan menjadi tanggung jawab sepenuhnya Peserta yang bersangkutan. C. Penggunaan Connected User dan Digital Certificate Ketentuan dan prosedur penggunaan connected user dan Digital Certificate dalam BI-SSSS, diatur sebagai berikut: 1. Ketentuan penggunaan Connected User dan Digital Certificate a. Berdasarkan penggunaannya, connected user terdiri atas connected user untuk BI-SSSS Depository Gateway (SDG) dan connected user untuk BI-SSSS Straight Through Processing Gateway (SSTPG). b. Berdasarkan media penyimpanannya, Digital Certificate dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu: 1) digital ... 72 1) digital certificate hard token yang merupakan Digital Certificate yang disimpan di dalam media USB flash drive; dan 2) digital certificate soft token yang merupakan Digital Certificate yang disimpan di dalam media compact disc (CD) atau media lain yang akan diinstalasi pada server SPP. c. Penyelenggara memberikan connected user kepada Peserta, yang dilengkapi dengan: 1) password dan digital certificate hard token untuk setiap Peserta yang menggunakan aplikasi SDG; dan 2) password dan digital certificate soft token untuk setiap Peserta yang menggunakan aplikasi SSTPG sesuai dengan jumlah server Peserta. d. Connected user sebagaimana dimaksud pada huruf c diberikan kepada pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. e. Penggunaan connected user yang telah diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta dilakukan berdasarkan ketentuan internal Peserta dan menjadi tanggung jawab sepenuhnya Peserta yang bersangkutan. f. Masa aktif digital certificate hard token dan digital certificate soft token, ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal efektif. g. Penambahan connected user yang dilengkapi dengan password dan digital certificate hard token yang melebihi jumlah sebagaimana dimaksud pada butir B.5 dapat diberikan kepada Peserta berdasarkan persetujuan Penyelenggara. h. Peserta dapat mengajukan penggantian digital certificate hard token dan digital certificate soft token yang hilang/rusak atau tidak dapat digunakan karena sebab apapun. i. Penambahan ... 73 i. Penambahan connected user yang dilengkapi dengan password dan digital certificate hard token sebagaimana dimaksud pada huruf g dan/atau penggantian digital certificate hard token yang hilang/rusak karena sebab apapun sebagaimana dimaksud pada huruf h dikenakan biaya. 2. Prosedur Penambahan Connected User yang Dilengkapi dengan Password dan Digital Certificate serta Penggantian dan/atau Perpanjangan Masa Aktif Digital Certificate Prosedur pelaksanaan penambahan connected user yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate serta penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif Digital Certificate diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat permohonan penambahan connected user yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate serta penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif Digital Certificate kepada Penyelenggara yang memuat informasi paling kurang sebagai berikut: 1) untuk penambahan connected user yang dilengkapi dengan password dan digital certificate hard token: a) nama dan participant code Peserta; b) jumlah penambahan connected user; dan c) alasan permintaan tambahan connected user, dalam hal permintaan melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada butir B.5. 2) untuk penggantian digital certificate hard token: a) nama dan participant code Peserta; b) nama connected user yang digital certificate hard token-nya akan diganti; c) nomor seri digital certificate hard token; dan d) alasan permintaan penggantian digital certificate hard token. 3) untuk ... 74 3) untuk perpanjangan masa aktif digital certificate hard token: a) nama dan participant code Peserta; b) nama connected user yang digital certificate hard token-nya akan diperpanjang masa aktifnya; dan c) nomor seri digital certificate hard token. 4) untuk perpanjangan masa aktif digital certificate soft token: a) nama dan participant code Peserta; dan b) nama connected user dari server yang digital certificate soft token-nya akan diperpanjang masa aktifnya. Surat permohonan penambahan connected user yang dilengkapi dengan password dan Digital Certificate, penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif Digital Certificate menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 4 dalam Lampiran II. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a. 2) Bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 3) Bagi Peserta yang mengajukan permohonan perpanjangan masa aktif karena masa aktif Digital Certificate telah berakhir, surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara: a) paling cepat 20 (dua puluh) hari kerja; dan b) paling ... 75 b) paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja, sebelum masa aktif Digital Certificate berakhir. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a disertai dengan: 1) file CSR dalam media CD dari server yang digital CSR-nya akan diperpanjang masa aktifnya, dalam hal Peserta mengajukan perpanjangan masa aktif digital CSR; 2) digital certificate hard token, dalam hal Peserta mengajukan perpanjangan masa aktif atau penggantian digital certificate hard token; atau 3) surat keterangan kehilangan digital certificate hard token dari pihak kepolisian, dalam hal Peserta mengajukan penggantian digital certificate hard token yang hilang. d. Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta melalui administrative message untuk pengambilan certificate signing paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada butir a.4) diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. e. Peserta melakukan pengambilan connected user, password, dan/atau Digital Certificate dengan tata cara sebagai berikut: 1) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, pengambilan dokumen connected user, password, dan/atau Digital Certificate, dilakukan di lokasi kantor Penyelenggara. 2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, pengambilan dokumen connected user, password, dan/atau Digital Certificate dilakukan di lokasi kantor KPwDN. 3) Pengambilan dokumen connected user, password, dan/atau Digital Certificate dilakukan oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia. f. Dalam ... 76 f. Dalam hal terdapat perpanjangan masa aktif digital certificate soft token, Peserta harus menginformasikan tanggal efektif penggunaan digital certificate soft token yang baru kepada Penyelenggara melalui administrative message atau surat yang dapat didahului dengan pengiriman melalui faksimile. Dalam hal Peserta tidak menginformasikan tanggal efektif tersebut maka segala risiko dan akibat yang timbul sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta yang bersangkutan. g. Dalam hal Peserta mengajukan permohonan penambahan connected user yang dilengkapi dengan password dan digital certificate hard token yang melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada butir B.5, persetujuan atau penolakan atas permohonan dimaksud disampaikan oleh Penyelenggara kepada Peserta secara tertulis paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan diterima lengkap oleh Penyelenggara. h. Penyelenggara membebankan biaya ke Rekening Setelmen Dana Rupiah Peserta atau Bank Pembayar atas penambahan connected user yang dilengkapi dengan password dan digital certificate hard token yang melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada butir B.5 dan/atau penggantian digital certificate hard token. 3. Penghapusan Connected User SDG dan/atau SSTPG a. Penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG dapat dilakukan atas dasar inisiatif Penyelenggara atau permintaan Peserta. b. Penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG oleh Penyelenggara dilakukan antara lain dalam hal Peserta telah dihentikan kepesertaannya dalam penyelenggaraan BI-SSSS. c. Prosedur ... 77 c. Prosedur penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG atas dasar permintaan Peserta sebagaimana dimaksud pada huruf a diatur sebagai berikut: 1) Peserta mengajukan surat permohonan penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG kepada Penyelenggara yang dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile. 2) Surat permohonan penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG sebagaimana dimaksud pada angka 1) menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 4 dalam Lampiran II. 3) Surat permohonan penghapusan connected user SDG disertai dengan digital certificate hard token yang connected user dimohonkan untuk dihapus. 4) Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan kepada Peserta mengenai penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG. 4. Mekanisme Reset Password Connected User untuk SDG, Unlock Connected User untuk SDG, dan/atau Reset Password Digital Certificate Hard Token Peserta dapat mengajukan permintaan reset password connected user untuk SDG, unlock connected user untuk SDG, dan/atau reset password digital certificate hard token dengan prosedur sebagai berikut: a. Permohonan Reset Password connected user untuk SDG 1) Peserta mengajukan permohonan reset password connected user untuk SDG kepada Penyelenggara melalui surat yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara yang paling kurang memuat informasi: a) nama dan participant code Peserta; b) nama connected user yang password-nya dimohonkan untuk di-reset; dan c) nama ... 78 c) nama dan nomor telepon pihak yang berwenang di Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui faksimile ke nomor sebagaimana dimaksud pada butir II.A.3. 4) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara menyampaikan password connected user kepada Peserta melalui surat atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 5) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 4) diambil oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. b. Permohonan Unlock Connected User untuk SDG 1) Peserta mengajukan permohonan unlock connected user untuk SDG kepada Penyelenggara melalui administrative message atau surat yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara yang paling kurang memuat informasi: a) nama dan participant code Peserta; b) nama connected user yang dimohonkan untuk di-unlock; dan c) nama dan nomor telepon pihak yang berwenang di Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi. Surat permohonan unlock connected user disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat ... 79 alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a dan dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui faksimile ke nomor sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3. 2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara memberitahukan penyelesaian proses unlock connected user untuk SDG kepada Peserta yang bersangkutan melalui administrative message atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c. Permohonan Reset Password Digital Certificate Hard Token 1) Peserta mengajukan permohonan reset password digital certificate hard token kepada Penyelenggara melalui surat yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara yang paling kurang memuat informasi: a) nama dan participant code Peserta; b) nama connected user yang digital certificate hard token-nya dimohonkan untuk di-reset; c) nomor seri digital certificate hard token; dan d) nama dan nomor telepon pihak yang berwenang di Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi. Surat permohonan reset password disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a dan dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui faksimile ke nomor sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3. 2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara memberitahukan melalui telepon kepada pihak yang berwenang di Peserta untuk melakukan reset password digital certificate ... 80 certificate hard token di SPP dengan mengikuti proses tahapan penyelesaian sebagaimana disampaikan oleh Penyelenggara. D. Penatausahaan Rekening Surat Berharga di BI-SSSS 1. Prinsip Penatausahaan a. Penyelenggara menggunakan BI-SSSS untuk melakukan kegiatan Penatausahaan yang meliputi Penatausahaan Surat Berharga dan Penatausahaan hasil Transaksi. b. Surat Berharga yang ditatausahakan pada BI-SSSS yaitu Surat Berharga dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing. c. Penyelenggara melakukan Penatausahaan di pasar perdana dan di pasar sekunder. d. Central Registry menatausahakan Rekening Surat Berharga di BI-SSSS untuk kepentingan Peserta dan pihak yang disetujui oleh Penyelenggara untuk memiliki Rekening Surat Berharga. e. Sub-Registry menatausahakan Rekening Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. f. Peserta dan nasabah di Sub-Registry dibedakan atas status residen dan non residen dengan ketentuan sebagai berikut: 1) residen yaitu orang, badan hukum, atau badan lainnya yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia paling kurang 1 (satu) tahun termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri; dan 2) non Residen yaitu orang, badan hukum, atau badan lainnya yang tidak berdomisili di Indonesia atau tidak berencana berdomisili di Indonesia. 2. Jenis Rekening a. Penyelenggara menetapkan rekening yang dimiliki Peserta sesuai dengan kegiatan dan fungsi dalam kepesertaan. b. Jenis ... 81 b. Jenis Rekening pada BI-SSSS terdiri atas: 1) rekening untuk mencatat kepemilikan Surat Berharga dan instrumen keuangan terdiri dari Depository Account (Rekening DEPO), Intraday Liquidity Facility Account (Rekening ILF), Issuing Account (rekening ISSU), Failure to Settle Account (Rekening FtS), Cash Virtual Instrument Account (Rekening CASHVI), Repo Collateral Account (Rekening REPO), dan Collateral Execution Account (Rekening EXEC), sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI; dan 2) rekening administratif terdiri dari Cash Limit Account (rekening CSLM), Cash Account (rekening CASH), Trading Account (rekening TRAD), Cash Settlement Technical Account (rekening CSLT), dan Minimum Reserved Requirement (rekening MRRE) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI. c. Rekening sebagaimana dimaksud pada butir b.1) terdiri dari sub-rekening yaitu Issuing Account (ISSU), Withdrawal (DRAW), Available for Sale (AVAI), Not Available for Sale (NAVL), Available Waiting for Reselling (AWAS), Restricted for usage (RSTR), Pledged (PLED), Blocked for Trading (BLOT), Pending Delivery Following Corporate Action (PEDA), Pending Delivery (PEND), dan Blocked (BLOK) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI. 3. Setelmen a. Pelaksanaan Setelmen Pelaksanaan Setelmen melalui BI-SSSS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setelmen terdiri dari Setelmen Surat Berharga dan/atau Setelmen Dana. 2) Setelmen hanya dapat dilakukan apabila: a) Surat ... 82 a) Surat Berharga pada Rekening Surat Berharga mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen Surat Berharga; dan/atau b) saldo pada Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen Dana. 3) Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga dan/atau Rekening Setelmen Dana Peserta tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen maka instruksi Setelmen atas transaksi Surat Berharga Peserta akan masuk dalam mekanisme antrian. 4) Setelmen transaksi Surat Berharga di BI-SSSS bersifat final sehingga seluruh Setelmen transaksi yang telah dilakukan melalui BI-SSSS tidak dapat dibatalkan (unwinding). 5) Setelmen transaksi dapat dilakukan secara: a) Delivery versus Payment (DvP), yaitu mekanisme Setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan. b) Free of Payment (FoP), yaitu mekanisme Setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat Berharga tanpa disertai Setelmen Dana; dan c) Delivery versus Delivery (DvD), yaitu mekanisme Setelmen transaksi yang melibatkan dua kewajiban Setelmen Surat Berharga. 6) Setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 5) dilakukan berdasarkan data transaksi per transaksi (gross to gross) sesuai dengan urutan transaksi yang diterima BI-SSSS. 7) Peserta dan/atau Bank Pembayar harus berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-RTGS untuk melakukan Setelmen dengan mekanisme DvP. 8) Dalam ... 83 8) Dalam hal Setelmen atas transaksi dilakukan secara FoP, Peserta harus menginformasikan tujuan setelmen transaksi FoP pada instruksi Setelmen di BI-SSSS. 9) Dalam hal Peserta melakukan transaksi FoP yang diikuti dengan setelmen dana yang tidak dilakukan melalui Sistem BI-RTGS maka Peserta harus mengisi informasi nilai setelmen dana atau harga pada instruksi Setelmen BI-SSSS. 10) Pelaksanaan Setelmen melalui BI-SSSS meliputi Setelmen atas transaksi sebagai berikut: a) Penerbitan di pasar perdana. b) Transaksi Surat Berharga di pasar sekunder yang meliputi: (1) Jual beli secara putus (outright) yaitu transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali. (2) Repurchase Agreement (Repo) yaitu transaksi pinjam meminjam dana dengan jaminan Surat Berharga sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. (3) Transfer yaitu Setelmen transaksi yang mengakibatkan perpindahan Surat Berharga kepada Peserta lain yang tidak disertai Setelmen Dana. (4) Pengagunan (pledge) yaitu pemindahan suatu aset berupa Surat Berharga yang digunakan untuk menjamin dipenuhinya kewajiban salah satu pihak yang bertransaksi tanpa pengalihan hak atau kepemilikan atas Surat Berharga. (5) Pinjam ... 84 (5) Pinjam meminjam Surat Berharga (securities lending and borrowing) yaitu transaksi pinjam meminjam Surat Berharga dengan jaminan Surat Berharga atau dana. 11) Setelmen transaksi Repo sebagaimana dimaksud pada butir 10).b).(2) terdiri dari: a) Repo Sell And Buyback (Repo SBB) (1) Repo SBB yaitu Setelmen Repo dengan pencatatan Surat Berharga berpindah dari Rekening Surat Berharga Peserta peminjam dana kepada Peserta yang meminjamkan dana. (2) Repo SBB terdiri dari: (1) Repo SBB tipe 1 yaitu Setelmen Repo SBB dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan pada saat Setelmen second leg kepada Peserta peminjam dana. (2) Repo SBB tipe 2 yaitu Setelmen Repo SBB dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan pada saat pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu kepada Peserta peminjam dana. b) Repo Collateralized Borrowing (Repo CB) (1) Repo CB tipe 1 yaitu Setelmen Repo CB dengan pencatatan Surat Berharga tetap pada Rekening Surat Berharga Peserta peminjam dana. (2) Repo CB tipe 2 yaitu Setelmen Repo CB dengan pencatatan Surat Berharga pada Rekening Surat Berharga Peserta yang meminjamkan dana dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan pada saat pembayaran ... 85 pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu kepada Peserta peminjam dana. 12) Setelmen transaksi pengagunan (pledge) sebagaimana dimaksud pada butir 10)b)(4) terdiri dari: a) Pledge tipe 1, yaitu Setelmen transaksi pledge dengan pencatatan Surat Berharga tetap pada Rekening Surat Berharga Peserta pemberi agunan. b) Pledge tipe 2, yaitu Setelmen transaksi pledge dengan pencatatan Surat Berharga pada Rekening Surat Berharga Peserta penerima agunan dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan pada saat pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu kepada Peserta pemberi agunan. 13) Setelmen transaksi Securities Lending and Borrowing (SLB) sebagaimana dimaksud pada butir 10)b)(5) terdiri dari: a) SLB tipe 1, yaitu Setelmen transaksi SLB tanpa re-routing kupon/bunga atau imbalan pada saat pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu baik untuk Surat Berharga yang dipinjamkan maupun Surat Berharga yang diserahkan sebagai jaminan. b) SLB tipe 2, yaitu Setelmen transaksi SLB dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta penerima pinjaman Surat Berharga pada saat pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu untuk Surat Berharga yang diserahkan sebagai jaminan. c) SLB tipe 3, yaitu Setelmen transaksi SLB dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada ... 86 kepada Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga pada saat pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu untuk Surat Berharga yang dipinjamkan. d) SLB tipe 4, yaitu Setelmen transaksi SLB dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta pemberi dan penerima pinjaman Surat Berharga pada saat pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu baik untuk Surat Berharga yang dipinjamkan maupun Surat Berharga yang diserahkan sebagai jaminan. e) SLB tipe 5, yaitu Setelmen transaksi SLB yang menggunakan dana sebagai jaminan dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga pada saat pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu untuk Surat Berharga yang dipinjamkan. 14) Surat Berharga yang telah dicatat sebagai agunan dalam BI-SSSS tidak dapat digunakan untuk tujuan lain. b. Pengiriman dan Pemrosesan Instruksi Setelmen 1) Pelaksanaan Setelmen transaksi Surat Berharga antar Peserta dilakukan dengan prinsip matching yaitu data instruksi Setelmen yang dikirim oleh kedua Peserta harus sesuai. 2) Pengiriman instruksi Setelmen sebagaimana dimaksud pada angka 1), dapat dilakukan Peserta dengan mekanisme sebagai berikut: a) kedua Peserta menginput dan mengirim instruksi Setelmen; atau b) salah satu Peserta menginput dan mengirim instruksi Setelmen dan Peserta lawan transaksi melakukan make pair, yaitu membuat ... 87 membuat instruksi Setelmen berdasarkan instruksi Setelmen lawan transaksinya. 3) Setiap instruksi Setelmen memiliki communication refference yang merupakan kode unik dalam pengiriman instruksi Setelmen, dengan ketentuan sebagai berikut: a) Communication refference diisi dengan nomor referensi pelaporan transaksi yang diperoleh dari Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE). b) Dalam hal transaksi yang dilakukan Peserta tidak harus dilaporkan kepada PLTE, pengisian communication refference dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) communication refference terdiri dari 16 (enam belas) digit kombinasi angka dan huruf dengan format sebagaimana dalam Lampiran X. (2) communication refference yang telah digunakan tidak dapat digunakan kembali selama: (a) Setelmen belum berhasil dilakukan; (b) instruksi Setelmen masuk dalam antrian atau belum dibatalkan; atau (c) Setelmen atas transaksi second leg belum jatuh waktu. 4) Instruksi Setelmen Surat Berharga melalui BI- SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 2) didasarkan pada suatu perintah pembukuan atau transfer Surat Berharga sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh masing-masing Peserta. 5) Dalam hal data instruksi Setelmen transaksi belum memenuhi prinsip matching atau instruksi Setelmen transaksi salah satu Peserta belum diterima ... 88 diterima di SCN maka instruksi Setelmen tersebut akan masuk dalam mekanisme antrian. 6) Pelaksanaan pemrosesan instruksi Setelmen pada BI-SSSS dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain: a) kecukupan saldo di Rekening Surat Berharga atau sub-rekening Surat Berharga milik Peserta atau pihak pemilik Rekening Surat Berharga; b) kecukupan saldo di Rekening Setelmen Dana milik Peserta atau Bank Pembayar; c) tingkat prioritas transaksi di BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS; d) urutan transaksi yang dikirimkan ke BI- SSSS; e) batas Setelmen dana (settlement limit); f) periode waktu kegiatan yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara; g) status kepesertaan Peserta di BI-SSSS; h) status kepesertaan Peserta dan/atau Bank Pembayar di Sistem BI-RTGS; dan i) batas waktu terakhir Surat Berharga atau instrumen keuangan lainnya dapat dilakukan setelmennya melalui BI-SSSS. 7) Penyelenggara menetapkan prioritas Setelmen Surat Berharga pada BI-SSSS dengan ketentuan sebagai berikut: a) High Priority (1) Instruksi Setelmen yang termasuk dalam grup high priority antara lain Setelmen atas TDBI, transaksi Surat Berharga dengan Pemerintah, dan transaksi FLI. (2) Grup high priority terdiri atas angka prioritas 1000 sampai dengan 1029. b) Normal ... 89 b) Normal Priority (1) Instruksi Setelmen yang termasuk dalam grup normal priority antara lain Setelmen atas transaksi antar Peserta. (2) Grup normal priority terdiri atas angka prioritas 1030 sampai dengan 1059. c) Low Priority (1) Instruksi Setelmen yang termasuk dalam grup low priority antara lain Setelmen atas transaksi antar Peserta. (2) Grup low priority terdiri atas angka prioritas 1060 sampai dengan 1089. 8) Penyelesaian instruksi Setelmen yang masuk dalam mekanisme antrian sebagaimana dimaksud pada angka 5) diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pelaksanaan Setelmen dalam mekanisme antrian dilakukan dengan prinsip: (1) First In First Out (FIFO) untuk setelmen Surat Berharga atas transaksi outright, transfer, dan Surat Berharga yang dipinjamkan dalam transaksi SLB. (2) First Available First Out (FAFO) untuk setelmen Surat Berharga atas transaksi repo, pledge, dan Surat Berharga yang dijaminkan dalam transaksi SLB. (3) Dalam hal setelmen dilakukan secara DvP, pelaksanaan Setelmen Dana sesuai dengan mekanisme antrian pada Sistem BI-RTGS. b) Pelaksanaan Setelmen dalam mekanisme antrian dengan prinsip FIFO sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Setelmen ... 90 (1) Setelmen grup low priority dilakukan setelah Setelmen pada grup high priority dan normal priority berhasil dilakukan. (2) Setelmen grup normal priority dilakukan setelah Setelmen pada grup high priority berhasil dilakukan. (3) Instruksi Setelmen yang berada dalam mekanisme antrian akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem pada awal periode cut-off warning BI-SSSS atau waktu yang telah ditetapkan. (4) Peserta dapat melakukan pengelolaan prioritas untuk grup normal priority dan low priority. (5) Pengelolaan prioritas sebagaimana dimaksud pada angka (4) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: (a) Reordering Reordering dilakukan dengan mengubah angka prioritas Setelmen dalam satu grup prioritas. (b) Reprioritization Reprioritization dilakukan dengan mengubah grup prioritas instruksi Setelmen, dari grup normal priority ke grup low priority atau sebaliknya. (c) Cancellation Cancellation dilakukan dengan membatalkan transaksi di dalam mekanisme antrian. 9) Peserta dapat melakukan pembatalan instruksi Setelmen transaksi Surat Berharga yang telah masuk dalam mekanisme antrian sebagaimana dimaksud pada butir a.3) dan angka 5) dengan ketentuan sebagai berikut: a) pembatalan ... 91 a) pembatalan instruksi Setelmen dapat dilakukan oleh Peserta secara sepihak dalam hal lawan transaksi belum melakukan pengiriman instruksi Setelmen; atau b) pembatalan instruksi Setelmen dapat dilakukan oleh Peserta berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak dalam hal status Setelmen sudah matching namun masih dalam mekanisme antrian atau data instruksi Setelmen yang dikirim oleh kedua belah pihak belum matching. 10) Peserta dapat mengirimkan transaksi titipan (future date transaction) paling lama untuk tanggal valuta Setelmen 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pengiriman data instruksi Setelmen atas transaksi Surat Berharga ke SCN. 11) Peserta dapat menentukan waktu pelaksanaan Setelmen dilakukan selama periode waktu kegiatan yang ditetapkan sebagai berikut: a) waktu paling awal Setelmen dilakukan; dan/atau b) waktu paling akhir Setelmen dilakukan. c. Penunjukan Sub-Registry dan Bank Pembayar 1) Setiap pihak bukan Peserta yang melakukan pembelian Surat Berharga harus menunjuk Sub- Registry untuk melakukan penatausahaan Surat Berharga yang dimilikinya. 2) Sub-Registry dan Peserta yang tidak memiliki Rekening Setelmen Dana harus menunjuk Bank Pembayar untuk melakukan Setelmen Dana. 3) Penunjukan Bank Pembayar dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Penunjukan Bank Pembayar oleh Sub-Registry dan Peserta yang tidak memiliki Rekening Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada angka ... 92 angka 2) dilakukan dengan mengajukan surat penunjukan Bank Pembayar kepada Penyelenggara yang dilengkapi dengan surat konfirmasi sebagai Bank Pembayar dan surat kuasa dari Bank Pembayar. b) Peserta sebagaimana dimaksud pada huruf a) dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) Bank Pembayar untuk Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga antar Peserta di pasar sekunder. 4) Bank Pembayar melakukan pengelolaan batas dana yang digunakan untuk Setelmen (settlement limit) bagi Peserta yang menunjuk Bank Pembayar tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut: a) Penetapan batas dana yang digunakan untuk Setelmen (settlement limit) dilakukan berdasarkan kesepakatan Bank Pembayar dengan Peserta yang menunjuk. b) Batas dana yang digunakan untuk Setelmen (settlement limit) dapat bertambah atau berkurang sesuai dengan Setelmen Dana atas transaksi Peserta yang menunjuk. c) Bank Pembayar harus melakukan monitoring batas dana yang digunakan untuk Setelmen (settlement limit). 4. Pengelolaan Surat Berharga Yang Dijadikan Sebagai Jaminan (Collateral Management) oleh Penyelenggara a. Penyelenggara menetapkan parameter pengelolaan Surat Berharga Yang Dijadikan Sebagai Jaminan (Collateral Management) untuk pelaksanaan Setelmen transaksi yang dilakukan dengan Bank Indonesia antara lain transaksi Operasi Moneter, Operasi Moneter Syariah, dan transaksi FLI. b. Parameter sebagaimana dimaksud pada huruf a, antara lain meliputi tipe Surat Berharga, batas waktu Surat Berharga ... 93 Berharga dapat ditransaksikan, dan potongan harga (haircut). 5. Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan dan Pelunasan Pokok/Nominal a. Penyelenggara melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan, serta pelunasan pokok/nominal Surat Berharga dan instrumen keuangan lainnya kepada Peserta. b. Dalam kegiatan pembayaran dan pelunasan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Penyelenggara berwenang mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang menjadi penerbit Surat Berharga dan instrumen keuangan lainnya. c. Perhitungan nilai pembayaran dan pelunasan mengacu pada ketentuan dan persyaratan masing-masing seri Surat Berharga dan instrumen keuangan lainnya. d. Penerima pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal pada saat jatuh waktu yaitu Peserta yang tercatat sebagai pemilik Surat Berharga atau instrumen keuangan lainnya pada akhir hari tanggal batas waktu penetapan penerima pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal. e. Dalam hal terdapat re-routing kupon/bunga atau imbalan, pembayaran kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta dilakukan sesuai dengan jenis dan tipe transaksi Surat Berharga yang dilakukan Peserta. f. Batas waktu penetapan penerima pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal sebagaimana dimaksud pada huruf d mengacu pada ketentuan dan persyaratan masing-masing seri Surat Berharga dan instrumen keuangan lainnya. g. Pelunasan pokok/nominal sebelum jatuh waktu (early redemption) dapat dilakukan berdasarkan instruksi dari ... 94 dari penerbit Surat Berharga atau instrumen keuangan lainnya. h. Penyelenggara melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam hal pembayaran kupon/bunga atau imbalan, melakukan Setelmen Dana dengan mendebit Rekening Setelmen Dana penerbit dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar sebesar nilai kupon/bunga atau imbalan yang jatuh waktu. 2) Dalam hal pelunasan pokok/nominal: a) melakukan Setelmen Dana dengan mendebit Rekening Setelmen Dana penerbit dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar sebesar nilai nominal jatuh waktu atau early redemption; dan b) melakukan Setelmen Surat Berharga dengan mendebit rekening DEPO Peserta dan mengkredit rekening ISSU penerbit sebesar nilai nominal Surat Berharga atau instrumen keuangan lainnya jatuh waktu atau early redemption. i. Setelmen Dana early redemption dapat disertai dengan pembayaran accrued interest atau bagian imbalan. j. Dalam hal tanggal pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan tanggal pelunasan pokok/nominal Surat Berharga dan instrumen keuangan lainnya merupakan hari libur maka pelaksanaannya dilakukan pada hari kerja berikutnya. k. Sub-Registry harus meneruskan pembayaran kupon/bunga atau imbalan serta pelunasan pokok/nominal kepada nasabah yang berhak sesuai pencatatan kepemilikan individual di sistem Sub- Registry pada tanggal yang sama dengan tanggal pembayaran ... 95 pembayaran kupon/bunga atau imbalan serta pelunasan pokok/nominal oleh Penyelenggara. l. Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan pembayaran kupon/bunga atau imbalan serta pelunasan pokok/nominal sebagaimana dimaksud pada huruf j maka Sub-Registry harus memberikan kompensasi kepada nasabah sesuai kesepakatan Sub-Registry dan nasabah. 6. Laporan Posisi Rekening Surat Berharga a. Peserta pemilik Rekening Surat Berharga memperoleh laporan posisi harian Rekening Surat Berharga dari Penyelenggara setiap akhir hari saat tutup sistem. b. Peserta dapat memperoleh informasi posisi Rekening Surat Berharga selama waktu operasional BI-SSSS. c. Laporan posisi harian Rekening Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada huruf a memuat informasi mutasi selama waktu operasional BI-SSSS yang mempengaruhi perubahan posisi pencatatan pada Rekening Surat Berharga Peserta. d. Dalam hal terjadi perbedaan posisi harian Rekening Surat Berharga yang tercatat di sistem Peserta dengan sistem Penyelenggara maka yang digunakan adalah posisi harian Rekening Surat Berharga yang tercatat di sistem Penyelenggara. E. Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah 1. Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah dalam rangka Absorpsi Likuiditas a. Setelmen transaksi Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah dalam rangka mengurangi absorpsi likuiditas, terdiri dari: 1) Setelmen transaksi penerbitan antara lain Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Sertifikat Deposit Bank Indonesia (SDBI). 2) Setelmen ... 96 2) Setelmen transaksi dalam rangka penempatan antara lain Term Deposit, Deposit Facility, dan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS). 3) Setelmen transaksi pasar sekunder antara lain Reverse Repo SBN dan outright jual SBN. b. Pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan secara gross to gross dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar nilai Setelmen yang menjadi kewajiban Peserta. 2) Setelah Setelmen Dana berhasil, dilakukan Setelmen Surat Berharga di BI-SSSS, sebagai berikut: a) Dalam hal transaksi penerbitan dan transaksi dalam rangka penempatan sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan butir a.2), Setelmen dilakukan dengan mendebit rekening ISSU-ISSU Bank Indonesia dan mengkredit rekening DEPO- AVAI Peserta sebesar nilai nominal penerbitan atau penempatan. b) Dalam hal transaksi pasar sekunder sebagaimana dimaksud pada butir a.3), Setelmen dilakukan sebagai berikut: (1) untuk transaksi Reverse Repo SBN: (a) mencatat transaksi Reverse Repo SBN dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI Peserta dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI Bank Indonesia sebesar nilai Setelmen Reverse Repo SBN; (b) mendebit rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia dan mengkredit rekening ... 97 rekening DEPO-AVAI Peserta sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Bank Indonesia menggunakan jenis transaksi Repo SBB; (c) mendebit rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia dan mengkredit rekening REPO-PLED Bank Indonesia sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Bank Indonesia menggunakan jenis transaksi Repo CB tipe 1; atau (d) mendebit rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia dan mengkredit rekening REPO-PLED Peserta sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Bank Indonesia menggunakan jenis transaksi Repo CB tipe 2. (2) Untuk transaksi outright jual SBN, mendebit rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta sebesar nilai nominal Surat Berharga. c. Dalam hal Setelmen Dana dan/atau Setelmen Surat Berharga tidak berhasil karena saldo Rekening Setelmen Dana dan/atau saldo Rekening Surat Berharga tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah atau awal periode cut-off warning BI- SSSS, sistem membatalkan Setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf b. d. Pelaksanaan Setelmen jatuh waktu atas Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah dilakukan di awal hari dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen ... 98 1) Setelmen jatuh waktu dalam rangka pelunasan antara lain untuk SBI, SBIS, SDBI, Term Deposit, Deposit Facility, dan FASBIS sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan butir a.2) dilakukan sebagai berikut: a) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mendebit Rekening DEPO-AVAI Peserta dan mengkredit rekening ISSU-DRAW Bank Indonesia sebesar nilai nominal jatuh waktu. b) Setelmen Dana dilakukan dengan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar sebesar nilai nominal jatuh waktu. c) Setelmen dana sebagaimana dimaksud pada huruf b) dapat disertai dengan pembayaran bunga atau imbalan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan mengenai Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah. 2) Setelmen second leg reverse Repo SBN sebagaimana dimaksud pada butir a.3) dilakukan sebagai berikut: a) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan: (1) mencatat transaksi second leg reverse Repo SBN dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI Bank Indonesia dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI Peserta sebesar nilai setelmen second leg reverse Repo SBN; dan (2) mendebit Rekening DEPO-AVAI Peserta dan mengkredit Rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia sebesar nilai nominal SBN. b) Setelah Setelmen Surat Berharga berhasil, Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Bank Indonesia dan mengkredit ... 99 mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar sebesar nilai Setelmen, sesuai dengan jenis dan tipe Repo yang digunakan. c) Dalam hal Setelmen Surat Berharga tidak berhasil karena saldo Rekening Surat Berharga tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah atau awal periode cut-off warning BI-SSSS, sistem membatalkan Setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf b). d) Atas pembatalan Setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf c), transaksi Reverse Repo SBN diperlakukan sebagai transaksi outright. 2. Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah dalam rangka Injeksi Likuiditas a. Setelmen transaksi Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah dalam rangka menambah injeksi likuiditas di pasar uang rupiah antara lain terdiri dari Setelmen Repo, outright beli SBN, dan lending facility. b. Pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan secara gross to gross dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan: a) Untuk transaksi Repo dan lending facility: (1) mencatat transaksi Repo dan lending facility dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI Bank Indonesia dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI Peserta sebesar nilai Setelmen Repo dan lending facility. (2) mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Bank ... 100 Bank Indonesia sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Bank Indonesia menggunakan jenis transaksi Repo SBB; (3) mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta dan mengkredit rekening REPO-PLED Peserta sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Bank Indonesia menggunakan jenis transaksi Repo CB tipe 1; atau (4) mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta dan mengkredit rekening REPO-PLED Bank Indonesia sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Bank Indonesia menggunakan jenis transaksi Repo CB tipe 2. b) Untuk transaksi outright beli SBN, mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia sebesar nilai nominal Surat Berharga. 2) Setelah Setelmen Surat Berharga berhasil, dilakukan Setelmen Dana dengan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar sebesar nilai Setelmen. c. Dalam hal Setelmen Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada butir b.1) tidak berhasil dilakukan karena saldo Rekening Surat Berharga Bank tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah atau awal periode cut-off warning BI-SSSS, sistem akan membatalkan Setelmen transaksi. d. Pelaksanaan Setelmen jatuh waktu atas Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah dilakukan di awal hari untuk Setelmen second leg Repo dan second leg ... 101 leg lending facility sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Bank Indonesia sebesar nilai Setelmen, sesuai dengan jenis dan tipe Repo yang digunakan. 2) Setelah Setelmen Dana berhasil, Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan: a) mencatat transaksi second leg Repo dan second leg lending facility dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI Peserta dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI Bank Indonesia sebesar nilai setelmen second leg Repo dan second leg lending facility. b) mendebit Rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia dan mengkredit Rekening DEPO- AVAI Peserta sebesar nilai nominal Surat Berharga. 3) Dalam hal Setelmen Dana tidak berhasil karena saldo Rekening Setelmen Dana tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah atau awal periode cut-off warning BI-SSSS, sistem membatalkan Setelmen sebagaimana dimaksud pada angka 1). e. Atas pembatalan Setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada butir d.3) diberlakukan hal-hal sebagai berikut: 1) pelaksanaan early redemption, untuk Surat Berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia; atau 2) diperlakukan ... 102 2) diperlakukan sebagai transaksi outright, untuk Surat Berharga yang diterbitkan oleh selain Bank Indonesia. 3. Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan Transaksi Dengan Bank Indonesia (TDBI) Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan TDBI, dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Pembayaran kupon/bunga atau imbalan berdasarkan posisi akhir hari pencatatan kepemilikan TDBI di Central Registry dilakukan pada tanggal batas waktu penetapan penerima kupon/bunga atau imbalan sesuai ketentuan dan persyaratan TDBI. b. Penyelenggara melakukan pembayaran atas kupon/bunga atau imbalan atas Surat Berharga yang diterbitkan Bank Indonesia dalam rangka TDBI sesuai dengan ketentuan dan persyaratan dari Bank Indonesia. c. Pelaksanaan pembayaran dan besarnya kupon/bunga atau imbalan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah. 4. Pelunasan Pokok Transaksi Dengan Bank Indonesia (TDBI) Pelunasan Pokok TDBI dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pelunasan pokok TDBI dapat dilakukan sebelum jatuh waktu (early redemption) dan pada saat jatuh waktu sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah. b. Pelunasan pokok TDBI dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar sebesar nilai nominal jatuh waktu atau early redemption. 2) Setelmen ... 103 2) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mendebit Rekening DEPO-AVAI Peserta dan mengkredit Rekening ISSU-DRAW Bank Indonesia sebesar nilai nominal jatuh waktu atau early redemption. c. Pembayaran pelunasan pokok TDBI berdasarkan posisi pencatatan kepemilikan TDBI di BI-SSSS pada tanggal batas waktu penetapan penerima pelunasan pokok sesuai ketentuan dan persyaratan TDBI. d. Pelaksanaan pembayaran pelunasan pokok TDBI dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah. e. Dalam hal TDBI berupa Surat Berharga dan dimiliki oleh nasabah Sub-Registry, Sub-Registry wajib meneruskan pembayaran pelunasan pokok/nominal Surat Berharga pada tanggal yang sama kepada nasabah pemilik Surat Berharga. f. Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan pembayaran pelunasan pokok/nominal Surat Berharga pada tanggal yang sama kepada nasabah pemilik Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada huruf e, Sub- Registry harus membayar kompensasi kepada nasabah pemilik Surat Berharga sesuai kesepakatan Sub- Registry dan nasabah. 5. Pelaksanaan Pembebanan Sanksi Administratif Kewajiban Membayar dalam Rangka Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah Penyelenggara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar untuk pembebanan sanksi administratif kewajiban membayar sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah. F. Penatausahaan Transaksi SBN 1. Penatausahaan Transaksi SBN a. Penyelenggara melakukan Setelmen SBN atas: 1) transaksi ... 104 1) transaksi penerbitan SBN yang dilakukan melalui lelang oleh Bank Indonesia, antara lain lelang SUN dan SBSN; 2) transaksi penerbitan SBN yang dilakukan tidak melalui lelang oleh Bank Indonesia antara lain penjualan SBN oleh Pemerintah secara bookbuilding dan private placement; 3) 4) transaksi pembelian kembali (buyback) dengan cara tunai atau penukaran (debt switching); dan transaksi peminjaman SBN oleh Dealer Utama. b. Rekening Pemerintah sebagai penerbit SBN yang digunakan dalam rangka Setelmen transaksi SBN yaitu rekening yang ditatausahakan di Penyelenggara sebagai berikut: 1) Rekening Setelmen Dana Pemerintah dalam rangka pengelolaan SBN yang digunakan untuk: a) pelaksanaan pembayaran dalam rangka penyelesaian kewajiban pembayaran kupon/bunga atau imbalan, pelunasan pokok/nominal dan kewajiban lainnya terkait SBN; dan b) penerimaan hasil penerbitan atau penerimaan lainnya terkait transaksi SBN. 2) Rekening Surat Berharga Pemerintah dalam rangka penerbitan SBN dan dalam rangka pencatatan kepemilikan dan/atau aktivitas transaksi SBN Pemerintah sebagai penerbit SBN, antara lain transaksi peminjaman SBN kepada Dealer Utama. 2. Setelmen Transaksi Penerbitan SBN a. Setelmen transaksi penerbitan SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.1) dan butir 1.a.2) dilakukan pada tanggal Setelmen, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setelmen Dana a) Setelmen ... 105 a) Setelmen dana untuk transaksi penerbitan dilakukan secara DvP. b) Pelaksanaan Setelmen dana secara DvP sebagaimana dimaksud pada huruf a) dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Pemerintah, sebesar nilai Setelmen. c) Pelaksanaan Setelmen Dana dilakukan secara FIFO sesuai dengan urutan transaksi. 2) Setelmen Surat Berharga a) Pelaksanaan Setelmen Surat Berharga dilakukan setelah Setelmen dana sebagaimana dimaksud pada butir 1).b) berhasil dilakukan. b) Pelaksanaan Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mendebit Rekening ISSU- ISSU Pemerintah dan mengkredit Rekening DEPO-AVAI Peserta, sebesar nilai nominal SBN. b. Dalam hal saldo Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN atau awal periode cut- off warning BI-SSSS, sistem akan membatalkan Setelmen transaksi SBN. 3. Setelmen Transaksi Pembelian Kembali SBN oleh Pemerintah (Buyback) Penyelenggara melakukan Setelmen buyback pada tanggal Setelmen dengan ketentuan sebagai berikut: a. Lelang Buyback dengan Cara Tunai 1) Setelmen Surat Berharga a) Penyelenggara mendebit Rekening DEPO- AVAI Peserta dan mengkredit Rekening ISSU- ISSU Pemerintah, sebesar nilai nominal atas seri SBN yang dibeli kembali, dalam hal Surat Berharga ... 106 Berharga dilunasi sebelum jatuh waktu (early redemption); atau b) Penyelenggara mendebit Rekening DEPO- AVAI Peserta dan mengkredit Rekening DEPO-AVAI Pemerintah, sebesar nilai nominal atas seri SBN yang dibeli kembali, dalam hal SBN tidak dilunasi. 2) Setelmen Dana Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Pemerintah dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar sebesar nilai Setelmen. 3) Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga Peserta tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen Surat Berharga sampai dengan batas waktu Setelmen yang ditetapkan pemerintah atau awal periode cut-off warning BI-SSSS, sistem akan membatalkan Setelmen transaksi pembelian kembali SBN. b. Lelang Buyback dengan Cara Penukaran (Debt Switching) 1) Setelmen Surat Berharga a) Setelmen atas SBN Yang Ditukar (Source Bond) Setelmen atas SBN Yang Ditukar dilakukan sebagai berikut: (1) Penyelenggara mendebit rekening DEPO- AVAI Peserta dan mengkredit rekening ISSU-ISSU Pemerintah, sebesar nilai nominal atas seri SBN Yang Ditukar, dalam hal SBN Yang Ditukar dilunasi sebelum jatuh waktu (early redemption); atau (2) Penyelenggara mendebit rekening DEPO- AVAI Peserta dan mengkredit rekening DEPO-AVAI ... 107 DEPO-AVAI Pemerintah, sebesar nilai nominal atas seri SBN Yang Ditukar, dalam hal SBN tidak dilunasi. b) Setelmen atas SBN Penukar (destination bond) Setelmen atas SBN Penukar dilakukan dengan mendebit rekening ISSU-ISSU Pemerintah dan mengkredit rekening DEPO- AVAI Peserta, sebesar nilai nominal atas seri SBN Penukar. 2) Setelmen Dana Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas selisih tunai sebagai berikut: a) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Pemerintah, Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Pemerintah dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar, sebesar selisih tunai. b) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Peserta, Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Pemerintah, sebesar selisih tunai. 3) Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga Peserta tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen Surat Berharga atau saldo Rekening Setelmen Dana Peserta tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen Dana atas selisih tunai sampai dengan batas waktu Setelmen yang ditetapkan Pemerintah atau awal periode cut-off warning BI-SSSS, sistem akan membatalkan Setelmen transaksi penukaran SBN. 4. Setelmen ... 108 4. Setelmen Peminjaman SBN Oleh Dealer Utama a. Setelmen peminjaman SBN dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana Penyelenggara melakukan Setelmen biaya peminjaman SBN (lending fee) dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Pemerintah, sebesar biaya peminjaman SBN (lending fee). 2) Setelmen Surat Berharga a) Dalam hal Setelmen Dana atas biaya peminjaman SBN (lending fee) sebagaimana dimaksud pada angka 1) berhasil, Bank Indonesia atas nama Pemerintah dan Peserta atau Sub-Registry melakukan Setelmen atas peminjaman SBN yang dijaminkan dan SBN yang dipinjamkan dengan jenis transaksi SLB tipe 1. b) Bank Indonesia melakukan Setelmen penerbitan SBN yang dipinjamkan dengan mendebit Rekening ISSU-ISSU Pemerintah dan mengkredit Rekening DEPO-AVAI Peserta atau Sub-Registry, sebesar nilai nominal seri SBN yang dipinjamkan. b. Pada saat jatuh waktu peminjaman SBN, dilakukan Setelmen pengembalian peminjaman SBN sebagai berikut: 1) Penyelenggara melakukan Setelmen SLB Tipe 1 jatuh waktu (second leg) sebagai berikut: a) untuk SBN yang dipinjamkan, dilakukan dengan mendebit Rekening DEPO-AVAI Peserta atau Sub-Registry dan mengkredit Rekening DEPO-AVAI Pemerintah sebesar nilai nominal SBN yang dipinjamkan; dan b) untuk ... 109 b) untuk SBN yang dijaminkan, dilakukan dengan mendebit Rekening DEPO-AVAI Pemerintah dan mengkredit Rekening DEPO- AVAI Peserta atau Sub-Registry sebesar nilai nominal SBN yang dijaminkan. 2) Dalam hal Setelmen sebagaimana dimaksud pada angka 1) berhasil dilakukan, Penyelenggara melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) atas seri SBN yang dipinjamkan dengan mendebit Rekening DEPO-AVAI Pemerintah dan mengkredit Rekening ISSU-DRAW Pemerintah, sebesar nilai nominal SBN yang dilunasi. c. Setelmen Perpanjangan Fasilitas Peminjaman SBN dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Dalam hal Dealer Utama telah memperoleh persetujuan untuk memperpanjang fasilitas peminjaman SBN dari Menteri Keuangan Republik Indonesia c.q. DJPPR, dilakukan prosedur pembayaran biaya peminjaman SBN (lending fee) sebagaimana dimaksud pada butir a.1). 2) Pada saat jatuh waktu perpanjangan peminjaman SBN, pengembalian peminjaman SBN dilakukan sesuai prosedur sebagaimana dimaksud pada huruf b. d. Penyelesaian Jaminan SBN Dalam hal Setelmen pengembalian SBN yang dipinjamkan dinyatakan gagal dan Pemerintah telah menetapkan pelunasan seluruh atau sebagian SBN yang dijaminkan, Penyelenggara melakukan: 1) pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) sebesar nilai SBN yang ditetapkan Pemerintah untuk dilunasi. 2) mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar sebesar selisih kurang nilai pasar SBN, dalam hal nilai pasar untuk SBN yang dinyatakan ... 110 dinyatakan lunas lebih kecil dari nilai pasar SBN yang dipinjamkan. 5. Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan dan Pelunasan Pokok SBN a. Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Nilai pembayaran kupon/bunga atau imbalan berdasarkan perhitungan dan tingkat kupon/bunga atau imbalan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan masing-masing seri SBN. 2) Pembayaran kupon/bunga atau imbalan dilakukan berdasarkan posisi pencatatan kepemilikan SBN di BI-SSSS pada akhir hari tanggal batas waktu penetapan penerima kupon/bunga atau imbalan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan masing- masing seri SBN. 3) Penyelenggara melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan pada tanggal jatuh waktu kupon/bunga atau imbalan, dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Pemerintah dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar, sebesar nilai kupon/bunga atau imbalan. 4) Sub-Registry wajib meneruskan pembayaran kupon/bunga atau imbalan kepada nasabah pemilik SBN pada tanggal yang sama dengan tanggal pembayaran kupon/bunga atau imbalan oleh Penyelenggara. 5) Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan pembayaran kupon/bunga atau imbalan pada tanggal yang sama sebagaimana dimaksud pada angka 4), Sub-Registry harus membayar kompensasi kepada nasabah pemilik SBN sesuai kesepakatan Sub-Registry dan nasabah. b. Pelunasan ... 111 b. Pelunasan Pokok SBN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pelunasan SBN dapat dilakukan sebelum jatuh waktu (early redemption) dan pada saat jatuh waktu sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penatausahaan SBN. lelang dan 2) Dalam hal pelunasan SBN dilakukan sebelum jatuh waktu (early redemption), pemilik Rekening Surat Berharga di BI-SSSS yang akan menjual SBN harus memiliki saldo pada Rekening Surat Berharga yang mencukupi sejumlah nilai nominal seri SBN yang akan dilunasi. 3) Prosedur pelunasan SBN sebelum jatuh waktu (early redemption) dan pada saat jatuh waktu dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mendebit Rekening DEPO-AVAI Peserta dan mengkredit Rekening ISSU-DRAW Pemerintah sebesar nilai nominal seri SBN yang dilunasi. b) Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Pemerintah dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar sebesar nilai nominal seri SBN yang dilunasi. c) Untuk pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) atas seri SBN dengan kupon/bunga atau imbalan maka dilakukan Setelmen pembayaran accrued interest atau bagian imbalan, dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Pemerintah dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar, sebesar nilai accrued interest atau bagian imbalan. 4) Pembayaran ... 112 4) Pembayaran pelunasan pokok SBN dilakukan berdasarkan posisi pencatatan kepemilikan SBN di BI-SSSS pada akhir hari tanggal batas waktu penetapan penerima pelunasan pokok sesuai dengan ketentuan dan persyaratan masing- masing seri SBN. 5) Sub-Registry harus meneruskan pembayaran pelunasan pokok/nominal SBN kepada nasabah pemilik SBN pada tanggal yang sama dengan tanggal pembayaran pelunasan pokok/nominal SBN oleh Penyelenggara. 6) Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan pembayaran pelunasan pokok/nominal SBN sebagaimana dimaksud pada angka 5), Sub- Registry harus membayar kompensasi kepada nasabah pemilik SBN sesuai kesepakatan Sub- Registry dan nasabah. G. Penatausahaan Transaksi Pasar Keuangan 1. Setelmen Transaksi Pasar Sekunder Antar Peserta a. Peserta pemilik Rekening Surat Berharga dapat melakukan Setelmen transaksi Surat Berharga di pasar sekunder dengan Peserta lain melalui BI-SSSS untuk transaksi Surat Berharga sebagai berikut: 1) Transaksi jual beli secara putus (outright). 2) Transaksi Repo. 3) Transaksi transfer. 4) Transaksi pengagunan (pledge). 5) Transaksi pinjam-meminjam Surat Berharga (securities lending and borrowing). b. Setelmen transaksi jual beli secara putus (outright) sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setelmen transaksi outright dilakukan secara DvP. 2) Setelmen transaksi outright dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Setelmen ... 113 a) Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta pembeli atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta penjual atau Bank Pembayar sebesar nilai Setelmen Dana; dan b) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta penjual dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta pembeli sebesar nilai nominal Surat Berharga. c. Setelmen transaksi Repo sebagaimana dimaksud pada butir a.2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setelmen transaksi Repo dilakukan secara DvP. 2) Setelmen transaksi Repo SBB dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Kepemilikan Surat Berharga berpindah dari Peserta peminjam dana kepada Peserta yang meminjamkan dana. b) Peserta yang meminjamkan dana dapat mentransaksikan Surat Berharga hasil Setelmen transaksi Repo. c) Pelaksanaan Setelmen first leg dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: (1) Setelmen Dana Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang meminjamkan dana atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta peminjam dana atau Bank Pembayar sebesar nilai Setelmen Repo. (2) Setelmen Surat Berharga Setelmen Surat Berharga dilakukan sebagai berikut: (a) Mencatat ... 114 (a) Mencatat transaksi Repo dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI Peserta yang meminjamkan dana dan mengkredit rekening CASHVI- AVAI Peserta peminjam dana sebesar nilai Setelmen Repo; dan (b) Mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta peminjam dana dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta yang meminjamkan dana sebesar nilai nominal Surat Berharga. d) Pelaksanaan Setelmen second leg dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: (1) Setelmen Dana Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta peminjam dana atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta yang meminjamkan dana atau Bank Pembayar sebesar nilai Setelmen Repo jatuh waktu (second leg), sesuai dengan tipe Repo SBB yang digunakan. (2) Setelmen Surat Berharga Setelmen Surat Berharga dilakukan sebagai berikut: (a) Mencatat transaksi second leg Repo dengan mendebit rekening CASHVI- AVAI Peserta peminjam dana dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI Peserta yang meminjamkan dana sebesar nilai Setelmen second leg Repo; dan (b) Mendebit ... 115 (b) Mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta yang meminjamkan dana dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta peminjam dana sebesar nilai nominal Surat Berharga. 3) Setelmen transaksi Repo CB dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Kepemilikan Surat Berharga tetap pada Peserta peminjam dana. b) Pelaksanaan Setelmen first leg dilakukan sebagai berikut: (1) Setelmen Dana Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang meminjamkan dana atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta peminjam dana atau Bank Pembayar sebesar nilai Setelmen Repo. (2) Setelmen Surat Berharga (a) Mencatat transaksi Repo dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI Peserta yang meminjamkan dana dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI Peserta peminjam dana sebesar nilai Setelmen Repo; dan (b) Melakukan Setelmen Surat Berharga dengan ketentuan sebagai berikut: i. memindahkan Surat Berharga dari rekening DEPO-AVAI ke rekening REPO-PLED Peserta peminjam ... 116 peminjam dana sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Peserta memilih Repo CB tipe 1; atau ii. mendebit rekening DEPO- AVAI Peserta peminjam dana dan mengkredit rekening REPO-PLED Peserta meminjamkan yang dana sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Peserta memilih Repo CB tipe 2. c) Pelaksanaan Setelmen second leg dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: (1) Setelmen Dana Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta peminjam dana atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta yang meminjamkan dana atau Bank Pembayar sebesar nilai Setelmen Repo jatuh waktu (second leg). (2) Setelmen Surat Berharga i. Mencatat transaksi second leg Repo dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI Peserta peminjam dana dan mengkredit rekening CASHVI- AVAI Peserta yang meminjamkan dana sebesar nilai ... 117 nilai Setelmen second leg Repo; dan ii. Memindahkan Surat Berharga dari rekening REPO-PLED ke rekening DEPO-AVAI Peserta peminjam dana sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Peserta memilih Repo CB tipe 1; atau iii. Mendebit rekening REPO-PLED Peserta yang meminjamkan dana dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta peminjam dana sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Peserta memilih Repo CB tipe 2. d. Setelmen transaksi transfer sebagaimana dimaksud pada butir a.3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setelmen transaksi transfer dilakukan secara FoP. 2) Kepemilikan Surat Berharga berpindah dari Peserta pemberi Surat Berharga kepada Peserta penerima Surat Berharga. 3) Pelaksanaan Setelmen transaksi transfer dilakukan dengan mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi Surat Berharga dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta penerima Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga. e. Setelmen transaksi Pengagunan (pledge) sebagaimana dimaksud pada butir a.4) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setelmen transaksi pengagunan (pledge) dilakukan secara FoP. 2) Kepemilikan Surat Berharga tetap berada pada pemberi agunan. 3) Pelaksanaan ... 118 3) Pelaksanaan Setelmen first leg dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) mencatat transaksi pengagunan (pledge) dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI Peserta penerima agunan dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI Peserta pemberi agunan sebesar nilai pasar Surat Berharga yang diagunkan; dan b) melakukan Setelmen Surat Berharga dengan ketentuan sebagai berikut: (1) memindahkan Surat Berharga dari rekening DEPO-AVAI ke rekening DEPO- PLED Peserta pemberi agunan sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Peserta memilih pledge tipe 1; atau (2) mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi agunan dan mengkredit rekening DEPO-PLED Peserta penerima agunan sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Peserta memilih pledge tipe 2. 4) Pelaksanaan Setelmen second leg dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) mencatat transaksi second leg dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI Peserta pemberi agunan dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI Peserta penerima agunan sebesar nilai pasar Surat Berharga yang diagunkan; b) melakukan Setelmen Surat Berharga dengan ketentuan sebagai berikut: (1) memindahkan Surat Berharga dari rekening DEPO-PLED ke rekening DEPO- AVAI Peserta pemberi agunan sebesar nilai ... 119 nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Peserta memilih pledge tipe 1; atau (2) mendebit rekening DEPO-PLED Peserta penerima agunan dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi agunan sebesar nilai nominal Surat Berharga, dalam hal Peserta memilih pledge tipe 2. 5) Dalam hal Sub-Registry melakukan Setelmen transaksi pledge untuk dan atas nama nasabah maka Sub-Registry harus menyampaikan bukti pencatatan agunan kepada nasabahnya yang melakukan transaksi pengagunan. 6) Dalam hal Peserta melakukan Setelmen transaksi pengagunan (pledge) tipe 1 dalam rangka pinjaman likuiditas jangka pendek dari Bank Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku maka dilakukan prosedur sebagai berikut: a) Peserta mengajukan permohonan Setelmen transaksi pengagunan (pledge) tipe 1 kepada Penyelenggara melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile. b) Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a), disampaikan Peserta dengan menginformasikan bahwa Setelmen transaksi pengagunan (pledge) tipe 1 dilakukan dalam rangka pinjaman likuiditas jangka pendek dari Bank Indonesia. c) Dalam hal Peserta merupakan Bank Konvensional dan akan menggunakan Surat Berharga milik Unit Usaha Syariah maka surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a) harus disertai dengan surat keterangan mengenai penggunaan Surat Berharga milik Unit Usaha Syariah. d) Peserta ... 120 d) Peserta sebagai pemberi agunan dan Bank Indonesia sebagai penerima agunan melakukan Setelmen transaksi pengagunan (pledge) tipe 1 pada BI-SSSS. e) Dalam hal Peserta menggunakan Surat Berharga milik Unit Usaha Syariah maka Setelmen pengagunan (pledge) sebagaimana dimaksud pada huruf d) dilakukan oleh Unit Usaha Syariah dan Bank Indonesia sebagai penerima agunan. f) Prosedur Setelmen atas transaksi pengagunan (pledge) tipe 1 sebagaimana dimaksud pada huruf d) mengacu pada prosedur pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan angka 4). g) Pelaksanaan Setelmen second leg atas transaksi pengagunan (pledge) tipe 1 dapat dilakukan dalam hal Peserta telah memenuhi persyaratan release agunan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pinjaman likuiditas jangka pendek. h) Perpanjangan jangka waktu transaksi pengagunan (pledge) dilakukan oleh Peserta dengan Bank Indonesia sebagai lawan transaksi. f. Setelmen transaksi pinjam meminjam Surat Berharga (securities lending and borrowing) sebagaimana dimaksud pada butir a.5) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setelmen transaksi SLB dengan jaminan menggunakan Surat Berharga dilakukan secara DvD. 2) Setelmen transaksi SLB dengan jaminan menggunakan dana dilakukan secara DvP. 3) Pencatatan Surat Berharga yang dipinjamkan berpindah dari Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga ... 121 Berharga kepada Peserta penerima pinjaman Surat Berharga. 4) Pencatatan Surat Berharga yang diserahkan sebagai jaminan berpindah dari Peserta penerima pinjaman Surat Berharga kepada Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga. 5) Pelaksanaan Setelmen first leg dengan ketentuan dilakukan sebagai berikut: a) SLB dengan jaminan berupa Surat Berharga (1) Setelmen Surat Berharga yang dijaminkan dilakukan dengan mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta penerima pinjaman Surat Berharga dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga, sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dijaminkan; dan (2) Setelmen Surat Berharga yang dipinjamkan dilakukan dengan mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta penerima pinjaman, sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dipinjamkan. b) SLB dengan Jaminan berupa Dana (1) Setelmen Dana yang dijaminkan dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar dari penerima pinjaman Surat Berharga dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar dari pemberi pinjaman Surat Berharga, sebesar dana yang dijaminkan; dan (2) Setelmen ... 122 (2) Setelmen Surat Berharga yang dipinjamkan dilakukan dengan: (a) mencatat transaksi SLB dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI Peserta penerima pinjaman Surat Berharga dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga sebesar dana yang dijaminkan; dan (b) mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta penerima pinjaman Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dipinjamkan. 6) Pelaksanaan Setelmen second leg dilakukan di awal hari dengan prosedur sebagai berikut: a) SLB dengan Jaminan berupa Surat Berharga (1) Setelmen Surat Berharga yang dijaminkan dilakukan dengan mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta penerima pinjaman Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dijaminkan; dan (2) Setelmen Surat Berharga yang dipinjamkan dilakukan dengan mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta penerima pinjaman dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dipinjamkan. b) SLB ... 123 b) SLB dengan Jaminan berupa Dana (1) Setelmen untuk dana yang dijaminkan dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar dari pemberi pinjaman Surat Berharga dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar dari penerima pinjaman sebesar dana yang dijaminkan. (2) Setelmen Surat Berharga yang dipinjamkan dilakukan dengan: (a) mencatat transaksi second leg SLB dengan mendebit rekening CASHVI- AVAI Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI Peserta penerima pinjaman Surat Berharga, sebesar dana yang dijaminkan; dan (b) mendebit rekening DEPO-AVAI Peserta penerima pinjaman Surat Berharga dan mengkredit rekening DEPO-AVAI Peserta pemberi pinjaman Surat Berharga, sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dipinjamkan. 2. Setelmen Transaksi Pasar Keuangan yang dilakukan melalui Sistem BI-ETP a. Instruksi Setelmen Transaksi Pasar Keuangan yang dilakukan melalui Sistem BI-ETP antara lain transaksi pinjam meminjam dalam rangka transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS), dan transaksi pasar sekunder antar Peserta yang dapat dilakukan dengan underlying Surat Berharga atau tanpa underlying Surat Berharga. b. Pelaksanaan ... 124 b. Pelaksanaan Setelmen Transaksi PUAB sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan sebagai berikut: 1) PUAB dengan underlying Surat Berharga Pelaksanaan Setelmen transaksi PUAB dengan underlying Surat Berharga dilakukan dengan prosedur Setelmen transaksi Repo sebagaimana dimaksud pada butir 1.c. 2) PUAB tanpa underlying Surat Berharga a) Pelaksanaan Setelmen first leg dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Setelmen Dana Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang meminjamkan dana dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta peminjam dana sebesar nilai transaksi PUAB. (2) Pencatatan Transaksi Pencatatan transaksi PUAB dilakukan dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI milik Peserta yang meminjamkan dana dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI milik Peserta peminjam dana sebesar nilai transaksi PUAB. b) Pelaksanaan Setelmen second leg dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Setelmen Dana Setelmen Dana dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta peminjam dana dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta yang meminjamkan dana sebesar nilai transaksi PUAB. 2) Pencatatan ... 125 (2) Pencatatan Transaksi Pencatatan Setelmen second leg transaksi PUAB dilakukan dengan mendebit rekening CASHVI-AVAI milik Peserta peminjam dana dan mengkredit rekening CASHVI-AVAI milik Peserta yang meminjamkan dana sebesar nilai transaksi PUAB. c. Setelmen Transaksi Pasar Keuangan dalam rangka PUAS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta pengelola dana melakukan pencatatan term and condition instrumen PUAS yang menjadi dasar transaksi PUAS melalui BI-SSSS. 2) Pelaksanaan Setelmen transaksi PUAS dilakukan setelah pencatatan instrumen PUAS sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilaksanakan. 3) Pelaksanaan Setelmen transaksi PUAS dilakukan dengan prosedur Setelmen transaksi Repo sebagaimana dimaksud pada butir 1.c sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai PUAS. d. Setelmen dan transaksi pasar sekunder antar Peserta yang dilakukan melalui Sistem BI-ETP dilakukan sesuai dengan prosedur Setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 1. 3. Setelmen Transaksi Second Leg Sebelum Jatuh Waktu (Early Termination) dan Setelmen Perpanjangan Jangka Waktu Transaksi Peserta dapat melakukan Setelmen transaksi second leg sebelum jatuh waktu (early termination) dan perpanjangan jangka waktu transaksi dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antar Peserta yang bertransaksi. b. Dilakukan oleh Peserta yang bertransaksi melalui BI- SSSS dengan mengubah tanggal Setelmen second leg paling ... 126 paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu Setelmen second leg. 4. Penyelesaian Kegagalan Setelmen Second Leg atas Transaksi Antar Peserta a. Dalam hal saldo pada Rekening Setelmen Dana dan/atau Rekening Surat Berharga untuk pelaksanaan transaksi second leg jatuh waktu tidak mencukupi sampai dengan awal periode cut-off warning BI-SSSS atau batas waktu Setelmen yang ditetapkan, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Sistem melakukan perpanjangan (roll over) jangka waktu transaksi secara otomatis dengan jangka waktu 1 (satu) hari kerja. 2) Atas perpanjangan (roll over) sebagaimana dimaksud pada angka 1), sistem melakukan pelaksanaan Setelmen second leg pada hari kerja berikutnya. 3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2) dilakukan sampai dengan Setelmen second leg berhasil dilakukan atau dilakukan pembatalan Setelmen second leg (cancel second leg). b. Dalam hal dilakukan pembatalan Setelmen second leg (cancel second leg) sebagaimana dimaksud pada butir a.3), diatur ketentuan sebagai berikut: 1) Setelmen transaksi first leg dianggap sebagai Setelmen transaksi outright. 2) Dalam hal transaksi Repo CB dan transaksi pengagunan (pledge), pembatalan Setelmen second leg dilakukan dengan pemindahan Surat Berharga yang menjadi jaminan kepada penerima jaminan. 3) Pelaksanaan pemindahan jaminan sebagaimana dimaksud pada angka 2) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Dalam ... 127 a) Dalam hal transaksi Repo CB tipe 1, Surat Berharga dipindahkan dari rekening REPO- PLED Peserta peminjam dana ke rekening DEPO-AVAI Peserta yang meminjamkan dana. b) Dalam hal transaksi Repo CB tipe 2, Surat Berharga dipindahkan dari rekening REPO- PLED ke rekening DEPO-AVAI Peserta yang meminjamkan dana. c) Dalam hal transaksi pledge tipe 1, Surat Berharga dipindahkan dari rekening DEPO- PLED Peserta pemberi agunan ke rekening DEPO-AVAI Peserta penerima agunan. d) Dalam hal transaksi pledge tipe 2, Surat Berharga dipindahkan dari rekening DEPO- PLED ke rekening DEPO-AVAI Peserta penerima agunan. c. Pembatalan Setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada butir a.3) dilakukan oleh Peserta yang bertransaksi melalui BI-SSSS berdasarkan kesepakatan antar Peserta. d. Penyelenggara membatalkan Setelmen second leg (cancel second leg) sebagaimana dimaksud pada butir a.3) dalam hal Surat Berharga yang ditransaksikan memasuki batas waktu untuk dapat ditransaksikan dan Peserta tidak melakukan pembatalan Setelmen second leg (cancel second leg). e. Pembatalan Setelmen second leg (cancel second leg) oleh Peserta dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Peserta yang menyerahkan Surat Berharga sebagai jaminan mengirimkan instruksi pembatalan Setelmen second leg melalui BI-SSSS; dan 2) Peserta lawan transaksi yang menerima Surat Berharga sebagai jaminan memberikan persetujuan ... 128 persetujuan pembatalan Setelmen second leg (cancel second leg) dengan melakukan otorisasi atas instruksi yang diterimanya. f. Penyelenggara dapat melakukan pembatalan Setelmen second leg (cancel second leg) berdasarkan: 1) permintaan salah satu Peserta yang bertransaksi atas dasar kuasa pembatalan dari Peserta lawan transaksi; 2) permintaan lembaga pengawas yang berwenang; atau 3) putusan pengadilan dan/atau lembaga arbitrase yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, yang mengakibatkan Setelmen second leg harus dibatalkan. g. Pembatalan karena kondisi sebagaimana dimaksud pada huruf e.1) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Peserta mengajukan surat permohonan kepada Penyelenggara untuk pelaksanaan pembatalan Setelmen second leg sebagaimana Contoh 10 dalam Lampiran II. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat didahului dengan mengirimkan administrative messages atau faksimile. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a), dilengkapi dengan dokumen pendukung yaitu bukti transaksi, surat kuasa dari Peserta lawan transaksi,slb keputusan lembaga berwenang, putusan pengadilan, dan/atau putusan arbitrase yang mengakibatkan transaksi Setelmen second leg harus dibatalkan. 4) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara melakukan pembatalan Setelmen second leg (cancel second leg) atas transaksi Peserta yang bersangkutan. 5) Penyelenggara ... 129 5) Penyelenggara menyampaikan informasi pelaksanaan pembatalan Setelmen second leg (cancel second leg) kepada kedua belah pihak Peserta yang bertransaksi. h. Penyelenggara dapat melakukan pemblokiran Surat Berharga milik Peserta berdasarkan permintaan dari lembaga pengawas. 5. Pengelolaan Surat Berharga Yang Dijadikan Sebagai Jaminan (Collateral Management) oleh Peserta a. Peserta dapat menetapkan parameter pengelolaan Surat Berharga yang dijadikan sebagai jaminan (collateral management) secara bilateral. b. Penetapan potongan harga (haircut) oleh Peserta dilakukan sebagai berikut: 1) Haircut yang ditetapkan oleh Peserta pemberi agunan harus lebih tinggi atau sama dengan yang ditetapkan oleh Peserta penerima agunan. 2) Dalam hal terdapat perbedaan haircut antara Peserta penerima agunan dengan Peserta pemberi agunan maka haircut yang digunakan yaitu haircut yang ditetapkan Peserta penerima agunan. c. Peserta dapat melakukan penggantian Surat Berharga yang sedang digunakan sebagai jaminan (collateral substitution) untuk transaksi antar Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dilakukan sebelum tanggal Setelmen second leg; 2) dilakukan berdasarkan kesepakatan antar Peserta; dan 3) Surat Berharga pengganti memenuhi persyaratan collateral management yang ditetapkan. H. Penatausahaan Surat Berharga dalam Rangka FLI 1. Penatausahaan Surat Berharga dalam rangka FLI RTGS a. Dalam rangka penggunaan FLI RTGS pada Sistem BI- RTGS, Peserta menyediakan Surat Berharga sesuai dengan ... 130 dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai FLI, pada rekening ILF-RSTR. b. Pelaksanaan penyediaan Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat dilakukan selama periode waktu kegiatan yang ditetapkan oleh Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta menyediakan Surat Berharga yang dapat digunakan untuk memperoleh FLI RTGS di rekening ILF-RSTR dengan prosedur sebagai berikut: a) memindahkan Surat Berharga dari rekening DEPO-AVAI ke rekening ILF-AVAI; dan b) memindahkan Surat Berharga dari rekening ILF-AVAI ke rekening ILF-RSTR. 2) Penyelenggara menghitung nilai tunai (cash value) atas Surat Berharga yang tercatat pada rekening ILF-RSTR sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai FLI. 3) Hasil perhitungan nilai tunai (cash value) sebagaimana dimaksud pada angka 2) merupakan batas paling tinggi (limit) FLI yang dapat digunakan oleh Peserta melalui Sistem BI-RTGS. 4) Dalam hal terdapat permintaan penggunaan FLI pada Sistem BI-RTGS, Penyelenggara akan menghitung jumlah nilai nominal Surat Berharga yang harus tersedia untuk menjamin penggunaan FLI di Sistem BI-RTGS, dengan mengacu pada nominal unit terkecil Surat Berharga di BI-SSSS. 5) Peserta dapat melakukan penarikan (release) Surat Berharga pada rekening ILF-RSTR selama periode penggunaan FLI RTGS dengan ketentuan sebagai berikut: a) Surat Berharga yang ditarik (release) paling banyak sebesar nilai nominal yang tidak digunakan untuk menjamin penggunaan FLI RTGS di Sistem BI-RTGS. b) Pelaksanaan ... 131 b) Pelaksanaan penarikan (release) Surat Berharga oleh Peserta dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: (1) memindahkan Surat Berharga dari rekening ILF-RSTR ke rekening ILF- AVAI; dan (2) memindahkan Surat Berharga dari rekening ILF-AVAI ke rekening DEPO-AVAI. 6) Peserta dapat melakukan pelunasan penggunaan FLI RTGS melalui BI-SSSS selama periode waktu kegiatan Setelmen pelunasan FLI RTGS yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 7) Pelunasan penggunaan FLI RTGS sebagaimana dimaksud pada angka 6) dilakukan sebesar nilai penggunaan FLI RTGS untuk setiap transaksi penggunaan FLI di Sistem BI-RTGS. 8) Dalam hal Peserta belum melunasi penggunaan FLI RTGS sampai dengan berakhirnya periode waktu kegiatan Setelmen pelunasan FLI RTGS, Penyelenggara akan melakukan Setelmen pelunasan FLI RTGS sebesar penggunaan FLI RTGS yang belum dilunasi dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta di Sistem BI-RTGS. 9) Dalam hal Rekening Setelmen Dana Peserta di Sistem BI-RTGS tidak mencukupi untuk melunasi penggunaan FLI RTGS sebagaimana dimaksud pada angka 8), Penyelenggara melakukan konversi penggunaan FLI RTGS yang belum dilunasi menjadi transaksi lending facility/financing facility dengan Bank Indonesia. 10) Pelaksanaan konversi penggunaan FLI RTGS yang belum dilunasi menjadi transaksi lending facility/financing facility dengan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 9) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Penetapan ... f ilit 132 a) Penetapan Surat Berharga sebagai agunan atas transaksi lending facility/financing facility dilakukan oleh Penyelenggara sesuai dengan urutan prioritas sebagai berikut: (1) Tipe Surat Berharga yaitu: (a) SBI, SBIS, dan SDBI; dan/atau (b) SBN. (2) Sisa jangka waktu Surat Berharga yang lebih pendek untuk Surat Berharga yang sama. b) Penyelenggara melakukan pemindahan Surat Berharga yang menjadi agunan transaksi lending facility/financing facility dengan Bank Indonesia dari rekening ILF-RSTR Peserta ke rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia. 11) Pelunasan atas transaksi lending facility atau financing facility dengan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 9) dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai koridor suku bunga (standing facilities), ketentuan Bank Indonesia mengenai tata cara transaksi Repo SBIS dengan Bank Indonesia, dan ketentuan Bank Indonesia mengenai tata cara transaksi Repo SBSN dengan Bank Indonesia. 12) Dalam hal Setelmen pelunasan berhasil, Penyelenggara melakukan pemindahan Surat Berharga yang menjadi agunan transaksi lending facility/financing facility dengan Bank Indonesia dari rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia ke rekening ILF-RSTR Peserta. 13) Penyelenggara melakukan perhitungan biaya penggunaan FLI RTGS sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai FLI. 14) Pembebanan biaya penggunaan FLI RTGS dilakukan melalui Sistem BI-RTGS pada 1 (satu) hari ... 133 hari kerja berikutnya dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar biaya penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada angka 13). 2. Penatausahaan Surat Berharga dalam rangka FLI Kliring a. Dalam rangka penggunaan FLI Kliring, Peserta menyediakan Surat Berharga sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai FLI, pada rekening FtS-RSTR. b. Pelaksanaan penyediaan Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat dilakukan selama periode waktu kegiatan yang ditetapkan oleh Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta menyediakan Surat Berharga yang dapat digunakan untuk memperoleh FLI Kliring di rekening FtS-RSTR, dengan prosedur sebagai berikut: a) memindahkan Surat Berharga dari rekening DEPO-AVAI ke rekening FtS-AVAI; dan b) memindahkan Surat Berharga dari rekening FtS-AVAI ke rekening FtS-RSTR. 2) Penyelenggara menghitung nilai tunai (cash value) atas Surat Berharga yang tercatat pada rekening FtS-RSTR, sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai FLI. 3) Hasil perhitungan nilai tunai (cash value) sebagaimana dimaksud pada angka 2) merupakan batas paling tinggi (limit) FLI yang dapat digunakan oleh Peserta untuk penyelesaian hasil perhitungan kliring debit. 4) Dalam hal terdapat permintaan penggunaan FLI untuk penyelesaian hasil perhitungan kliring debit, Penyelenggara akan menghitung jumlah nilai nominal Surat Berharga yang harus tersedia untuk menjamin penggunaan FLI, dengan mengacu ... 134 mengacu pada nominal unit terkecil Surat Berharga di BI-SSSS. 5) Peserta tidak dapat melakukan penarikan (release) Surat Berharga pada rekening FtS-RSTR sebelum pelaksanaan penyelesaian hasil kliring debit. 6) Peserta dapat melakukan penambahan atau penarikan (release) Surat Berharga sesuai dengan periode waktu kegiatan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 7) Peserta dapat melakukan pelunasan penggunaan FLI Kliring melalui BI-SSSS selama periode waktu kegiatan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 8) Pelunasan outstanding FLI Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 7) dilakukan sebesar nilai penggunaan FLI Kliring untuk penyelesaian akhir atas hasil kliring debit dalam pelaksanaan sistem kliring nasional yang diselenggarakan Bank Indonesia. 9) Dalam hal Peserta belum melunasi penggunaan FLI Kliring sampai dengan berakhirnya periode waktu kegiatan Setelmen pelunasan FLI Kliring, Penyelenggara akan melakukan Setelmen pelunasan FLI Kliring sebesar penggunaan FLI Kliring yang belum dilunasi dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta di Sistem BI- RTGS. 10) Dalam hal Rekening Setelmen Dana Peserta di Sistem BI RTGS tidak mencukupi untuk melunasi penggunaan FLI Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 9), Penyelenggara melakukan konversi penggunaan FLI Kliring yang belum dilunasi menjadi transaksi lending facilty/financing facility dengan Bank Indonesia. 11) Pelaksanaan konversi penggunaan FLI Kliring yang belum dilunasi menjadi transaksi lending facility ... 135 facility/financing facility dengan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 10), dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Penetapan Surat Berharga sebagai agunan atas transaksi facility dilakukan oleh Penyelenggara sesuai dengan urutan prioritas sebagai berikut: (1) Tipe Surat Berharga yaitu: (a) SBI, SBIS, dan SDBI; dan/atau (b) SBN. (2) Sisa jangka waktu Surat Berharga yang lebih pendek untuk Surat Berharga yang sama. b) Penyelenggara melakukan pemindahan Surat Berharga yang menjadi agunan transaksi lending facility/financing facility dengan Bank Indonesia dari rekening FtS-RSTR Peserta ke rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia. 12) Pelunasan atas transaksi lending facility/financing facility dengan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 10), dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai koridor suku bunga (standing facilities), ketentuan Bank Indonesia mengenai tata cara transaksi Repo SBIS dengan Bank Indonesia, dan ketentuan Bank Indonesia mengenai tata cara transaksi Repo SBSN dengan Bank Indonesia. 13) Dalam hal Setelmen pelunasan berhasil, Penyelenggara melakukan pemindahan Surat Berharga yang menjadi agunan transaksi lending facility/financing facility dengan Bank Indonesia dari rekening DEPO-AVAI Bank Indonesia ke rekening FtS-RSTR Peserta. lending facility/financing 14) Penyelenggara ... 136 14) Penyelenggara melakukan perhitungan biaya penggunaan FLI sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai FLI. 15) Pembebanan biaya penggunaan FLI Kliring dilakukan melalui Sistem BI-RTGS pada 1 (satu) hari kerja berikutnya dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar biaya penggunaan sebagaimana dimaksud pada angka 14). I. Penatausahaan Surat Berharga Nasabah 1. Penatausahaan Surat Berharga Nasabah oleh Sub-Registry a. Pihak yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga di Central Registry, harus menunjuk Sub-Registry untuk melakukan penatausahaan Surat Berharga yang dimilikinya. b. Pencatatan kepemilikan Surat Berharga pada Rekening Surat Berharga Sub-Registry di Central Registry bersifat global (omnibus account). c. Pencatatan Surat Berharga yang dimiliki individual nasabah dilakukan tersendiri pada sistem yang dimiliki oleh Sub-Registry. d. Dalam hal Sub-Registry telah melakukan setelmen antar nasabahnya (inhouse transfer) atas transaksi Repo CB atau pledge pada sistem Sub-Registry maka Sub-Registry harus memindahkan Surat Berharga yang ditransaksikan dari sub rekening DEPO-AVAI ke sub rekening DEPO-NAVL di BI-SSSS. 2. Penatausahaan Rekening Dealer Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank oleh Sub-Registry a. Dealer Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank harus menunjuk Sub-Registry untuk melakukan penatausahaan Surat Berharga yang dimiliki Dealer Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank. b. Sub-Registry membuka Rekening Surat Berharga di BI- SSSS untuk dan atas nama Dealer Utama non-Bank atau Peserta ... Ut 137 Peserta Lelang non-Bank yang digunakan hanya untuk pelaksanaan Setelmen hasil lelang SBN di pasar perdana. c. Sub-Registry harus memindahkan Surat Berharga hasil lelang SBN dari Rekening Surat Berharga Dealer Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank sebagaimana dimaksud pada huruf b ke Rekening Surat Berharga Sub-Registry di BI-SSSS, segera setelah Setelmen hasil lelang SBN dilakukan. d. Rekening Surat Berharga di BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak digunakan untuk menatausahakan Surat Berharga yang dimiliki nasabah dari Dealer Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank. e. Pendaftaran Rekening Surat Berharga Dealer Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank di BI-SSSS dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Sub-Registry menyampaikan surat permohonan kepada Penyelenggara untuk pembukaan Rekening Surat Berharga atas nama Dealer Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus ditandatangani pejabat yang memiliki spesimen tandatangan di Penyelenggara. 3) Permohonan pembukaan rekening sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilampiri dokumen sebagai berikut: a) informasi Dealer Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II; b) fotokopi surat penunjukan sebagai Dealer Utama non-Bank atau Peserta Lelang non- Bank dari Menteri Keuangan; dan c) surat pernyataan dari Dealer Utama non- Bank atau Peserta Lelang non-Bank yang menyatakan bahwa Dealer Utama non-Bank atau ... 138 atau Peserta Lelang non-Bank merupakan nasabah dari Sub-Registry. 4) Berdasarkan surat permohonan pembukaan rekening sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara akan melakukan pembukaan rekening atas nama Dealer Utama non-Bank atau Peserta Lelang non-Bank paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak dokumen diterima secara lengkap. 3. Sarana Pelaporan bagi Sub-Registry a. Penyelenggara menyediakan SI BI-SSSS bagi Sub- Registry sebagai sarana pelaporan dan rekonsiliasi data BI-SSSS terkait penatausahaan individual nasabah. b. Pengelolaan dan kewenangan penggunaan SI BI-SSSS diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Penyelenggara memberikan user ID dan password administrator kepada setiap Sub-Registry untuk akses terhadap aplikasi SI BI-SSSS. 2) Administrator sebagaimana dimaksud pada angka 1) memiliki kewenangan sebagai berikut: a) membuat user setingkat administrator; dan b) melakukan kegiatan menambah, menghapus, reset password untuk user dan user group. 3) Sub-Registry dapat mengajukan permohonan reset password kepada Penyelenggara melalui administrative message BI-SSSS atau dengan menyampaikan permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Pengelola Sub-Registry dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 4. Pelaporan Sub-Registry a. Dalam rangka penatausahaan Surat Berharga nasabah, Sub-Registry mempunyai kewajiban pelaporan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan ... 139 1) Laporan Harian a) Laporan Harian terdiri atas: (1) Laporan Setelmen transaksi antar nasabah dalam Sub-Registry yang sama (inhouse transfer); dan (2) Laporan informasi data nasabah atas Setelmen transaksi Surat Berharga yang dilakukan melalui BI-SSSS. b) Laporan Harian disampaikan melalui SI BI- SSSS dengan mengacu pada tata cara dan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. 2) Laporan Bulanan a) Laporan bulanan memuat informasi posisi kepemilikan Surat Berharga atas nama nasabah Sub-Registry pada akhir bulan. b) Laporan bulanan disampaikan melalui SI BI- SSSS dengan mengacu pada tata cara dan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. 3) Laporan Setelmen Transaksi Penerbitan Surat Berharga a) Laporan Setelmen transaksi penerbitan Surat Berharga memuat informasi hasil Setelmen transaksi penerbitan Surat Berharga atas nasabah yang tercatat di Sub-Registry. b) Laporan Setelmen transaksi penerbitan Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada huruf a) disampaikan melalui SI BI-SSSS dengan mengacu pada tata cara dan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. 4) Laporan Setelmen transaksi buyback/debt switching a) Laporan Setelmen transaksi buyback/debt switching memuat informasi hasil Setelmen transaksi ... 140 transaksi buyback/debt switching atas nasabah yang tercatat di Sub-Registry. b) Laporan Setelmen transaksi buyback/debt switching sebagaimana dimaksud pada huruf a) disampaikan melalui SI BI-SSSS dengan mengacu pada tata cara dan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. 5) Laporan lainnya Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta Sub-Registry untuk menyampaikan laporan lainnya. b. Sub-Registry wajib melakukan koreksi atas laporan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) untuk koreksi laporan harian sebagaimana dimaksud pada butir a.1), disampaikan melalui SI BI-SSSS paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pemberitahuan dari Penyelenggara; 2) untuk koreksi laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada butir a.2), koreksi disampaikan melalui SI BI-SSSS paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pemberitahuan dari Penyelenggara; 3) Ketentuan dan tata cara penyampaian koreksi laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2) dan angka 3) melalui SI BI-SSSS dilakukan dengan mengacu kepada tata cara dan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. V. BIAYA A. Biaya dalam Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga Melalui BI-SSSS Penyelenggara menetapkan biaya terhadap Peserta dalam penyelenggaraan penatausahaan Surat Berharga melalui BI- SSSS dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jenis ... 141 1. Jenis biaya dalam penggunaan BI-SSSS antara lain terdiri atas: a. Biaya instruksi Setelmen. b. Biaya pengiriman administrative messages. c. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank. d. Biaya perpanjangan periode waktu kegiatan operasional. e. Biaya penggantian atau penambahan digital certificate hard token. 2. Penetapan biaya instruksi Setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf 1.a dikenakan untuk setiap pengiriman instruksi Setelmen. 3. Penetapan biaya pengiriman administrative message sebagaimana dimaksud pada huruf 1.b dikenakan untuk setiap pengiriman administrative message. 4. Penetapan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1.c, diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Besarnya biaya ditetapkan oleh Penyelenggara berdasarkan durasi waktu penggunaan setiap 1 (satu) jam. b. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan absensi yang telah ditandatangani oleh Penyelenggara dan Peserta. Contoh perhitungan biaya sebagaimana dimaksud pada huruf b tercantum dalam Lampiran VIII. 5. Penetapan biaya perpanjangan periode waktu kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada butir 1.d ditetapkan besarannya oleh Penyelenggara berdasarkan durasi perpanjangan periode waktu kegiatan setiap 30 (tiga puluh) menit. 6. Biaya penggantian digital certificate hard token sebagaimana dimaksud pada butir 1.e yang dikarenakan hilang, rusak, dan/atau penambahan digital certificate hard token melebihi batas maksimal ditetapkan besarannya oleh Penyelenggara untuk ... 142 untuk setiap digital certificate hard token yang diganti atau ditambahkan. 7. Besarnya biaya dalam penggunaan BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII. 8. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada angka 7 tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 9. Penyelenggara dapat membebaskan biaya tertentu dalam penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. 10. Pembebasan biaya tertentu sebagaimana dimaksud pada angk 9 tidak termasuk PPN. B. Perhitungan dan Pembebanan Biaya Perhitungan dan pembebanan biaya penggunaan BI-SSSS oleh Penyelenggara kepada Peserta diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Perhitungan jumlah biaya dilakukan oleh Penyelenggara pada setiap akhir hari untuk masing-masing Peserta. 2. Penyelenggara membebankan biaya sebagaimana dimaksud pada butir A.1. pada 1 (satu) hari kerja berikutnya, dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar. 3. Perhitungan dan pembebanan biaya instruksi Setelmen yang tidak lolos validasi sistem dilakukan secara kumulatif pada bulan berikutnya. C. Pembebanan Biaya oleh Peserta Kepada Nasabah 1. Peserta dapat menetapkan dan mengenakan biaya kepada nasabah dalam jumlah yang wajar. 2. Peserta wajib mengumumkan besarnya biaya penggunaan BI-SSSS yang ditetapkan Penyelenggara dan besarnya biaya penggunaan BI-SSSS yang ditetapkan dan dikenakan oleh Peserta kepada nasabah. 3. Pengumuman ... 143 3. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 2 ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh nasabah. VI. PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU KEADAAN DARURAT Ketentuan dan prosedur dalam rangka menjaga kelangsungan operasional BI-SSSS apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat diatur sebagai berikut: A. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara 1. Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS atau mengakibatkan Penyelenggara tidak dapat melakukan kegiatan operasional BI-SSSS maka berlaku prosedur sebagai berikut: a. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal dan tahapan yang perlu dilakukan melalui administrative message dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b. Dalam hal Keadaan Tidak Normal mengakibatkan kegiatan operasional BI-SSSS tidak dapat dilaksanakan maka tahapan yang dilakukan oleh Peserta adalah sebagai berikut: 1) menghentikan sementara kegiatan pengiriman instruksi Setelmen dan kegiatan lainnya melalui BI-SSSS; 2) dalam hal BI-SSSS dapat beroperasi kembali, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: a) melakukan koneksi ulang ke BI-SSSS; b) melakukan rekonsiliasi antara data transaksi di sistem Peserta dengan data transaksi BI- SSSS di Penyelenggara, dan mengecek Setelmen ... 144 Setelmen terakhir yang dilakukan dan posisi kepemilikan Surat Berharga melalui SPP; dan c) menginformasikan kepada help desk BI-SSSS apabila dari hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada huruf b) terdapat perbedaan data transaksi Setelmen dan/atau posisi kepemilikan Surat Berharga. c. Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada butir b.2) dilakukan oleh Peserta berdasarkan pemberitahuan dari Penyelenggara melalui administrative message, help desk BI-SSSS, dan/atau sarana lainnya. d. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal yang mengakibatkan BI-SSSS tidak dapat beroperasi sampai dengan batas waktu yang ditentukan oleh Penyelenggara maka Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal dan memberitahukannya kepada Peserta. 2. Keadaan Darurat di Penyelenggara Dalam hal terjadi Keadaan Darurat di Penyelenggara yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS atau yang menyebabkan BI-SSSS tidak dapat beroperasi sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara, Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur penanggulangan Keadaan Darurat dan memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai Keadaan Darurat serta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta dalam penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS. B. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta 1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta yang menyebabkan terganggunya kelancaran penyelesaian Setelmen melalui BI-SSSS maka berlaku prosedur sebagai berikut: a. Peserta ... 145 a. Peserta harus memberitahukan kepada Penyelenggara mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada: 1) help desk BI-SSSS, melalui sarana telepon paling lama 30 (tiga puluh) menit sejak terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat dan selanjutnya menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Penyelenggara mengenai hal tersebut dan penyebabnya; dan/atau 2) Penyelenggara, melalui surat yang didahului dengan faksimile dalam hal Peserta memerlukan tindak lanjut perpanjangan periode waktu kegiatan sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.12.b. 2. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta yang mengakibatkan Peserta tidak dapat melakukan kegiatan operasional BI-SSSS maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan SPP Utama maka Peserta menggunakan SPP Cadangan. b. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan SPP Cadangan dan/atau tidak dapat mengirimkan instruksi Setelmen di lokasi Peserta maka Peserta dapat melakukan kegiatan operasional BI-SSSS dengan menggunakan Fasilitas Guest Bank. c. Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak melakukan kegiatan operasional maka Peserta harus segera memberitahukan kepada Penyelenggara melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. d. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Sub-Registry sehingga tidak dapat mengirimkan laporan melalui SI BI-SSSS maka Peserta dapat ... 146 dapat mengirimkan laporan melalui surat elektronik (e- mail) atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 3. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta, Penyelenggara dapat menetapkan kebijakan, prosedur, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk pelaksanaan Setelmen melalui BI-SSSS. C. Penggunaan Fasilitas Guest Bank 1. Penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai berikut: a. Fasilitas Guest Bank dapat digunakan oleh Peserta selama jam operasional BI-SSSS untuk melakukan kegiatan sesuai dengan periode waktu kegiatan yang masih berlaku. b. Penyelenggara dapat menetapkan batas waktu maksimal penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan penggunaan Fasilitas Guest Bank melebihi kapasitas yang tersedia. c. Peserta membebaskan Penyelenggara dari segala kerugian yang timbul dan/atau yang akan timbul yang dialami Peserta sehubungan dengan pelaksanaan Setelmen Surat Berharga melalui Fasilitas Guest Bank. d. Penggunaan Fasilitas Guest Bank dapat dilakukan dengan menggunakan 4 (empat) metode yaitu: 1) Shared SDG, yaitu metode layanan Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara kepada Peserta dengan menggunakan 1 (satu) aplikasi SDG yang diinstalasi pada 1 (satu) infrastruktur dan dikonfigurasi untuk dapat digunakan secara bersama-sama oleh lebih dari 1 (satu) Peserta; 2) Standalone SDG, yaitu metode layanan Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara dengan 1 (satu) aplikasi SDG yang diinstalasi pada 1 (satu) infrastruktur untuk digunakan oleh 1 (satu) Peserta; 3) Standalone ... 147 3) Standalone SSTPG, yaitu metode layanan Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara dengan 1 (satu) aplikasi SSTPG yang diinstalasi pada 1 (satu) infrastruktur untuk digunakan oleh 1 (satu) Peserta; atau 4) Own SPP, yaitu metode layanan Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara dalam bentuk akses ke sistem di Penyelenggara dengan menggunakan aplikasi SPP yang diinstalasi pada infrastruktur milik Peserta yang dibawa ke lokasi Fasilitas Guest Bank. e. KPwDN hanya menyediakan Fasilitas Guest Bank dengan menggunakan metode Shared SDG. 2. Prosedur penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan penggunaan Fasilitas Guest Bank kepada Penyelenggara, yang dapat didahului dengan menyampaikan informasi melalui sarana telepon, faksimile, dan/atau sarana lainnya, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Contoh 11 dalam Lampiran II. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a paling kurang memuat: 1) alasan menggunakan Fasilitas Guest Bank; 2) lokasi penggunaan Fasilitas Guest Bank; 3) metode penggunaan Fasilitas Guest Bank; dan 4) pernyataan bahwa Peserta yang bersangkutan membebaskan Penyelenggara dan KPwDN dari tanggung jawab (indemnity) atas segala kerugian yang timbul pada Peserta sehubungan dengan pelaksanaan Setelmen Surat Berharga melalui Fasilitas Guest Bank. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta ... 148 Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara. d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan ke alamat Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a, yang dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui sarana faksimile. e. Untuk Peserta yang berada di wilayah kerja KPwDN, surat sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang menyediakan Fasilitas Guest Bank. f. Dalam hal Peserta menggunakan Fasilitas Guest Bank untuk BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS, permohonan penggunaan Fasilitas Guest Bank cukup diajukan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS, sepanjang surat permohonan ditandatangani pejabat yang memiliki kewenangan dalam operasional BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS. g. Berdasarkan persetujuan dari Penyelenggara untuk menggunakan Fasilitas Guest Bank yang disampaikan melalui administrative message atau sarana lainnya Peserta menggunakan Fasilitas Guest Bank di lokasi Penyelenggara atau KPwDN, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta menyiapkan data transaksi dan hal-hal lain yang diperlukan untuk operasional di Penyelenggara sesuai dengan pedoman penggunaan Fasilitas Guest Bank untuk Peserta sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII. 2) Dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan melebihi kapasitas Fasilitas Guest Bank yang disediakan, Penyelenggara dapat menetapkan urutan penggunaan Fasilitas Guest Bank berdasarkan urutan kedatangan Peserta. VII. PEMBEBASAN ... 149 VII. PEMBEBASAN TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA 1. Penyelenggara dibebaskan dari segala tuntutan atas kerugian yang timbul dan/atau yang akan timbul yang dialami Peserta atau pihak ketiga akibat terlambat atau tidak terlaksananya Setelmen dan pencatatan, pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga, dan/atau sebab lainnya. 2. Keterlambatan atau tidak terlaksananya Setelmen dan pencatatan, pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada angka 1 disebabkan antara lain oleh: a. pengiriman instruksi Setelmen transaksi oleh Peserta kepada Penyelenggara dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang; b. kesalahan data dan/atau instruksi Setelmen yang dikirimkan oleh Peserta kepada Penyelenggara; c. gangguan jaringan komunikasi dan/atau sistem pada Peserta yang mengakibatkan keterlambatan Setelmen transaksi; d. ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana oleh Peserta sebagai penerbit Surat Berharga pada Rekening Setelmen Dana yang mengakibatkan tidak terbayar atau terlambatnya pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu kepada Peserta pemilik Surat Berharga; e. ketidakmampuan atau keterlambatan penyediaan dana pada Rekening Setelmen Dana dan/atau Rekening Surat Berharga oleh Peserta; f. pembatalan Setelmen atas transaksi second leg oleh Penyelenggara yang dilakukan melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada butir B.8.f; dan/atau g. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat baik yang dialami oleh Penyelenggara maupun Peserta. VIII. PEMANTAUAN ... 150 VIII. PEMANTAUAN KEPATUHAN PESERTA Pemantauan kepatuhan Peserta oleh Penyelenggara diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara melakukan pemantauan kepatuhan Peserta untuk memastikan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 2. Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi aspek-aspek antara lain: a. Tata kelola; b. Operasional; c. Infrastruktur; d. Business Continuity Plan (BCP); dan e. Perlindungan konsumen. 3. Pemantauan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan secara langsung dan tidak langsung. 4. Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan oleh Penyelenggara melalui pemeriksaan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. 5. Pemantauan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan melalui penelitian, analisis, dan evaluasi terhadap: a. laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu yang disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara; dan b. informasi, data, dan/atau dokumen yang diperoleh dari: 1) Peserta yang bersangkutan; 2) kegiatan operasional Peserta di Penyelenggara; dan/atau 3) pihak lain. 6. Dalam rangka pelaksanaan pemantauan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada angka 5, Peserta wajib menyampaikan laporan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a. Laporan berkala Laporan berkala terdiri atas: 1) Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK) a) LHPK ... 151 a) LHPK merupakan laporan tahunan yang memuat hasil penilaian pemeriksaan internal untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember. b) LHPK disampaikan secara tertulis kepada Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c) LHPK disampaikan dengan batas waktu paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Dalam hal batas waktu jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur maka batas waktu penyampaian laporan dilakukan pada hari kerja berikutnya. 2) Khusus untuk Sub-Registry, menyampaikan pula Laporan Penatausahaan Surat Berharga Nasabah oleh Sub-Registry yang terdiri atas: a) Laporan Harian sebagaimana dimaksud pada butir IV.I.4.a.1); dan b) Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud pada butir IV.I.4.a.2). b. Laporan sewaktu-waktu Laporan sewaktu-waktu terdiri atas: 1) 2) laporan yang disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara atas permintaan Penyelenggara; laporan yang disampaikan kepada Penyelenggara atas inisiatif dari Peserta, misalnya laporan gangguan BI- SSSS pada Peserta; dan/atau 3) khusus untuk Sub-Registry, menyampaikan pula laporan yang terdiri atas: a) Laporan Setelmen transaksi penerbitan Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada butir IV.I.4.a.3); dan b) Laporan Setelmen transaksi buyback/debt switching sebagaimana dimaksud pada butir IV.I.4.a.4). 7. Berdasarkan ... 152 7. Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan angka 6, Penyelenggara dapat melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada Peserta atas informasi, data, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan angka 6. 8. Dalam hal klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 7 belum mencukupi, Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan langsung dengan ketentuan dan prosedur sebagai berikut: a. Petugas yang melakukan pemeriksaan dilengkapi dengan surat tugas dari Penyelenggara. b. Peserta wajib memberikan kepada petugas yang melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, paling kurang berupa: 1) informasi, data dan/atau dokumen yang diperlukan, termasuk namun tidak terbatas pada dokumen asli dan/atau salinan dokumen yang berupa warkat, dan/atau data elektronik yang terkait dengan pelaksanaan BI-SSSS sesuai dengan permintaan petugas Penyelenggara; dan/atau 2) akses untuk melakukan pemeriksaan terhadap sarana fisik dan aplikasi pendukung yang terkait dengan operasional BI-SSSS di Peserta, antara lain SPP serta interface dari dan ke sistem internal Peserta. c. Penyelenggara dapat menunjuk pihak lain untuk dan atas nama Penyelenggara melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a. d. Peserta wajib memberikan penjelasan atau keterangan kepada Petugas yang melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam rangka klarifikasi dan/atau konfirmasi atas informasi, data, dan/atau dokumen yang diperoleh dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b. e. Pada akhir pemeriksaan di lokasi Peserta, dilakukan exit meeting untuk menyampaikan dan/atau membahas pokok- pokok ... 153 pokok hasil pemeriksaan dan/atau hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Peserta. f. Hasil pemeriksaan dan/atau hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Peserta disampaikan secara tertulis kepada Peserta. 9. Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan/atau hal- hal yang perlu ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada butir 8.f. IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF Tata cara pengenaan sanksi administratif terhadap Peserta diatur sebagai berikut: 1. Penyelenggara mengenakan sanksi administratif kepada Peserta berupa kewajiban membayar, teguran tertulis, dan/atau perubahan status kepesertaan. 2. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar, teguran tertulis, dan/atau perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan berdasarkan hasil pemantauan kepatuhan Peserta terhadap pemenuhan Peserta atas: a. kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud pada butir III.F; b. kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir IV.I.4 dan butir VII.6; dan/atau c. kewajiban menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan/atau hal-hal yang perlu ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada butir VII.9. 3. Pelanggaran terhadap penyampaian laporan Sub-Registry berupa laporan harian, laporan bulanan, Laporan Setelmen Transaksi Penerbitan Surat Berharga, Laporan Setelmen transaksi buyback/debt switching, dan koreksi laporan, Penyelenggara mengenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan sanksi administratif kewajiban membayar. 4. Pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar atas pelanggaran kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir 2.b diatur sebagai berikut: a. Setiap ... 154 a. Setiap keterlambatan atau tidak menyampaikan laporan harian, laporan bulanan, laporan Setelmen Transaksi Penerbitan Surat Berharga, dan Laporan Setelmen transaksi buyback/debt switching, sebagaimana dimaksud pada butir IV.I.4 dikenakan sanksi administratif kewajiban membayar sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) per hari kerja per laporan dengan batas nominal paling banyak sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). b. Setiap keterlambatan atau tidak menyampaikan LHPK sebagaimana dimaksud pada butir VII.6, dikenakan sanksi administratif kewajiban membayar sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per hari kerja dengan batas nominal paling banyak sebesar Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah). 5. Penyelenggara menginformasikan pembebanan pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar melalui surat setelah pelaksanaan pembebanan sanksi. 6. Pengenaan sanksi administratif berupa perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan berdasarkan pertimbangan antara lain: a. keikutsertaan Peserta dapat mengakibatkan terganggunya keamanan BI-SSSS; dan/atau b. adanya permintaan pengenaan sanksi dari lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud pada butir III.E.3.b.2). X. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Pihak sebagaimana dimaksud pada III.A.1 yang telah menjadi Peserta berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/28/DASP tanggal 10 November 2010 perihal Penyelenggaraan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System, dinyatakan tetap menjadi Peserta berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Perjanjian penggunaan BI-SSSS antara Penyelenggara dengan Peserta yang telah ada sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini dinyatakan tidak berlaku dan wajib diganti dengan perjanjian penggunaan BI-SSSS antara Penyelenggara dengan Peserta ... 155 Peserta yang mengacu pada substansi perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX. 3. Penyelenggara dapat menetapkan kebijakan atau ketentuan yang berbeda mengenai penyelenggaraan penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS bagi Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan lembaga lain yang disetujui Penyelenggara menjadi Peserta berdasarkan kebutuhan dan karakteristik tertentu. 4. Lampiran I sampai dengan Lampiran X merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XI. KETENTUAN PENUTUP 1. Ketentuan mengenai penyediaan jaringan komunikasi data dari back up site Peserta ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.F.1.a.10).c).(1) wajib dipenuhi oleh Peserta paling lambat tanggal 31 Juni 2016. 2. Ketentuan mengenai pengenaan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank kepada Peserta sebagaimana dimaksud pada butir V.A.1.c mulai berlaku pada 1 Januari 2016. 3. Ketentuan mengenai pengenaan biaya perpanjangan periode waktu kegiatan operasional kepada Peserta sebagaimana dimaksud pada butir V.A.1.d mulai berlaku pada 1 Januari 2016. 4. Ketentuan mengenai kewajiban Peserta menyampaikan laporan berkala berupa LHPK sebagaimana dimaksud pada butir VII.6.a.1) mulai berlaku untuk periode laporan tahun 2016. 5. Ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban membayar atas kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir VIII.4.a mulai berlaku pada 1 Juli 2016. 6. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/28/DASP tanggal 10 November 2010 perihal Penyelenggaraan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System; dan b. Surat ... 156 b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/32/DASP tanggal 23 Desember 2011 perihal Perizinan, Pelaporan, dan Pengawasan Sub-Registry, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/31/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga Melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System </reg_title> <set_date> 13 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '12/28/DASP|SE-BI/2010', '13/32/DASP|SE-BI/2011' </replaced_reg> <related_reg> '17/18/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No. 1/7/DASP Jakarta, 23 Desember 1999 S U R A T E D A R A N Perihal : Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. --------------------------------------------------------------------------------- Sebagaimana diketahui Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, antara lain menetapkan bahwa penerbitan Warkat dan Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring wajib memenuhi spesifikasi teknis dan unsur keamanan. Berkaitan dengan hal tersebut perlu diatur mengenai tata cara dalam pencetakan dan penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring oleh peserta Kliring, sebagai berikut. I. PEMBAKUAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING A. WARKAT Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan melalui Kliring. Untuk keseragaman dalam penyelenggaraan Kliring Lokal maka Warkat wajib memenuhi spesifikasi teknis berupa kualitas kertas, ukuran, rancang bangun (format) dan mutu cetakan. 1. JENIS WARKAT Jenis Warkat yang dibakukan untuk diperhitungkan dalam Kliring adalah: a. Cek adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) termasuk jenis-jenis cek seperti cek deviden, cek perjalanan, cek pemberian atau cinderamata, dan jenis cek lainnya yang penggunaannya dalam Kliring disetujui oleh Bank Indonesia; b. Bilyet … 2 b. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada Bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya, termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia (BGBI); c. Wesel Bank Untuk Transfer adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD yang diterbitkan oleh Bank khusus untuk sarana transfer; d. Surat Bukti Penerimaan Transfer adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada Bank Peserta penerima dana transfer melalui Kliring Lokal; e. Nota Debet adalah Warkat yang digunakan untuk menagih dana pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang menyampaikan Warkat tersebut. Nota Debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh Bank yang menyampaikan Nota Debet kepada Bank yang akan menerima Nota Debet tersebut; dan f. Nota Kredit adalah Warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang menerima Warkat tersebut. Warkat tersebut dinyatakan dalam mata uang rupiah dan bernilai nominal penuh, serta telah jatuh waktu pada saat dikliringkan. 2. SPESIFIKASI TEKNIS WARKAT a. Setiap Warkat wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut. 1) Kertas Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The London Clearing Bank’s Paper Specification No. 1”/CBS 1 (96 gsm). Khusus untuk warkat pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan … 3 dengan menggunakan sistem Manual dan Semi Otomasi Kliring Lokal (Semi Otomasi) selain menggunakan kertas CBS 1 juga dapat menggunakan kertas sekuriti/security paper (90 gsm). Yang dimaksud dengan kertas sekuriti adalah kertas yang dipakai untuk mencetak Dokumen Sekuriti yang memiliki ciri pengaman untuk menangkal usaha pemalsuan baik dengan cara peniruan maupun manipulasi. 2) Ukuran Ukuran Warkat yang digunakan merupakan ukuran seragam untuk semua jenis Warkat, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 3/4 (dua tiga per empat) inci dengan ketebalan 0,12 mm – 0,13 mm. Khusus untuk Warkat pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Manual dan Semi Otomasi Kliring Lokal (Semi Otomasi) tidak ditentukan standar ketebalan Warkat. 3) Rancang Bangun Pembakuan Warkat tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam Warkat melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Warkat maupun sandi/informasi yang tercantum di dalamnya. Adapun rancang bangun Warkat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Nilai nominal pada Warkat harus dapat terlihat dengan jelas. Untuk keperluan tersebut maka nilai nominal dalam angka dicantumkan di sebelah kanan sejajar dengan baris nilai nominal dalam huruf; b) Nama/logo Bank penerbit dicetak lebih jelas daripada cetakan lainnya pada Warkat dimaksud dan ditempatkan pada bagian atas Warkat; c) Nomor … 4 c) Nomor seri Warkat dicetak dan ditempatkan pada bagian atas Warkat; d) Ruangan untuk tanda tangan harus cukup luas dan ditempatkan di sebelah kanan bawah, di atas clear band; e) Dalam hal diperlukan personalisasi nasabah, maka nama nasabah ditempatkan di sebelah kiri bawah sejajar dengan tanda tangan. 4) Clear Band Clear band adalah ruang kosong pada bagian bawah setiap Warkat selebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari batas bawah Warkat dan disediakan khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR E-13B yang memenuhi ISO 1004:1995. Khusus untuk Warkat Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Manual dan Semi Otomasi Kliring Lokal (Semi Otomasi) pengisian MICR pada Clear Band tidak perlu dilakukan sehingga penandatanganan dan penulisan nama penarik dapat melewati Clear Band. 5) Garis Batas Sebuah garis batas sejajar batas bawah sepanjang Warkat harus dicetak pada ukuran 1/8 (satu per delapan) inci di atas batas atas clear band. 6) Pembedaan Warna Untuk mempermudah mengenali dan membedakan Warkat dalam pengolahan di tempat Peserta Pengirim, Penyelenggara maupun Peserta Penerima maka pada sudut kanan atas semua Warkat dari jenis Nota Kredit harus diberi tanda dengan bentuk segitiga … 5 segitiga siku-siku berwarna merah tua, dengan ukuran sisi tegak masing-masing 1,5 (satu setengah) sentimeter. 7) Pertinggal (Cheque Stub) Untuk keperluan administrasi terhadap penarikan atau penerbitan Cek/Bilyet Giro pada setiap lembar Warkat dapat ditambahkan lembar pertinggal yang dapat ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas Warkat atau diadministrasikan di bagian depan/belakang bundel warkat atau berupa carbonized paper. 8) Perforasi Untuk menghindari kerusakan pada waktu pengolahan oleh mesin baca pilah dan atau MICR Encoder/Reader-Encoder, perforasi untuk memisahkan Warkat dengan lembar pertinggal dapat ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas Warkat. Dalam hal digunakan Continuous Form Cheque, perforasinya disesuaikan dengan kebutuhan dan harus dilakukan secara deep cut. Selain itu lem perekat dilarang digunakan pada Warkat, kecuali apabila ditujukan untuk menjilid blanko Warkat yang telah diperforasi. b. Format Warkat Kliring ini dapat dilihat sebagaimana Lampiran 1. 3. SARANA PENUNJANG WARKAT Sarana penunjang Warkat hanya digunakan bagi penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik. Adapun jenis sarana penunjang Warkat yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Sampul Penunjang. Sampul penunjang ini digunakan untuk: 1) Warkat … 6 1) Warkat dengan duplikat atau lampiran; 2) Warkat yang tidak dapat diolah (sobek, lusuh, terlipat, tidak terbaca). Kualitas sampul penunjang harus setara dengan kualitas seperti yang diproduksi "Check Savers Document Carier's Product, Type PL2-238". Ukuran sampul penunjang cukup untuk memuat Warkat sehingga tidak ada bagian-bagian dari Warkat tersebut yang berada di luar. Sampul penunjang hanya digunakan untuk mengakomodasikan Warkat sebagaimana dalam angka 1) dan 2) di atas. Dalam kaitan dengan angka 1) di atas, lampiran dibatasi hanya maksimal 1 (satu) lembar dengan ukuran yang disesuaikan dengan sampul tersebut dan tidak diperkenankan untuk dilipat yang dapat menyebabkan sampul penunjang tidak dapat diproses pada mesin baca pilah Penyelenggara. Format sampul penunjang Warkat ini dapat dilihat sebagaimana Lampiran 2 b. Stiker Stiker digunakan untuk mengkoreksi kesalahan yang terjadi pada MICR code line dengan cara menutup informasi MICR code line yang salah secara sempurna dan meng-encode kembali informasi MICR code line yang benar. Selain itu ukuran stiker tidak melebihi clear band yang telah ditetapkan. Penggunaan stiker untuk koreksi tersebut diperkenankan hanya 1 (satu) kali dalam dalam setiap warkat. Stiker tidak diperkenankan digunakan untuk mengkoreksi kesalahan encode pada Dokumen Kliring dan sampul penunjang. B. DOKUMEN … 7 B. DOKUMEN KLIRING Dokumen Kliring pada dasarnya merupakan dokumen kontrol dan berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan Kliring. 1. JENIS DOKUMEN KLIRING Jenis Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring adalah sebagai berikut: a. Dalam sistem Otomasi dan Elektronik adalah : 1) Bukti Penyerahan Warkat Debet - Kliring Penyerahan (BPWD); 2) Bukti Penyerahan Warkat Kredit - Kliring Penyerahan (BPWK); 3) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat - Kliring Pengembalian (BPRWKP); 4) Lembar Substitusi; 5) Kartu Batch. b. Dalam sistem Semi Otomasi adalah: 1) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan; 2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Penerima; 3) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Pengirim; 4) Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring Pengembalian; 5) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Penerima; 6) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Pengirim; 7) Daftar Warkat yang Ditolak dengan Alasan Kosong. c. Dalam sistem Manual adalah: Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian. 2. SPESIFIKASI TEKNIS DOKUMEN KLIRING a. Dokumen Kliring Sistem Otomasi dan Elektronik Dokumen … 8 Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik, kecuali BPRWKP dan lembar substitusi, harus memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut: 1) Kertas Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The London Clearing Bank’s Paper Specification No.1” /CBS 1 (96 gsm). 2) Ukuran Ukuran Dokumen Kliring yang digunakan merupakan ukuran seragam untuk semua jenis Dokumen Kliring, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 3/4 (dua tiga per empat) inci dengan ketebalan 0,12 mm – 0,13 mm. 3) Rancang Bangun Pembakuan Dokumen Kliring tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam Dokumen Kliring, melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Dokumen Kliring maupun sandi/informasi yang tercantum di dalamnya. Rancang bangun Dokumen Kliring perlu memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut: a) Nilai Nominal Nilai nominal pada Dokumen Kliring harus dapat terlihat secara jelas. b) Logo dan Nama Bank Penerbit Pada Dokumen Kliring harus dicantumkan logo dan nama Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan cetakan lainnya dan ditempatkan pada sisi kiri atas Dokumen Kliring. c) Pembedaan … 9 c) Pembedaan Warna Untuk mempermudah mengenali dan membedakan Dokumen Kliring dalam pengolahan di Penyelenggara, maka pada Dokumen Kliring Kredit harus diberi warna merah tua sedangkan pada Dokumen Kliring Debet harus diberi warna hijau di bagian atas Dokumen Kliring dimaksud, dengan ukuran lebar 1 (satu) centimeter. d) Nomor Seri Pada Dokumen Kliring BPWD dan BPWK dapat dicantumkan nomor seri yang akan digunakan sebagai sarana kontrol penggunaan Dokumen Kliring tersebut. Nomor seri tersebut dicantumkan pada sisi kanan atas Dokumen Kliring. e) Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan harus cukup luas dan ditempatkan di sebelah kanan bawah, di atas clear band. 4) Clear Band Clear band adalah ruang kosong pada bagian bawah Bukti Penyerahan Warkat dan Kartu Batch selebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari batas bawah Warkat dan disediakan khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR E-13B yang memenuhi ISO 1004:1995. Khusus BPRWKP merupakan print out (hasil cetakan) dari sistem Semi Otomasi yang wajib menggunakan printer dot matrix minimal kualitas cetaknya 300 cps. Khusus lembar substitusi dapat menggunakan kertas HVS minimal 60 gsm warna putih, tanpa mencantumkan logo dan nama Bank. Jenis Dokumen Kliring BPWD dan BPWK dibuat rangkap 2 (dua) dengan … 10 dengan menggunakan carbonized paper. Untuk lembar keduanya tidak wajib memenuhi spesifikasi teknis kertas sebagaimana dimaksud dalam angka 1) di atas. b. Dokumen Kliring sistem Semi Otomasi Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Semi Otomasi merupakan cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi dari sistem Kliring Semi Otomasi yang wajib menggunakan printer dot matrix minimal kualitas cetaknya 300 cps. c. Dokumen Kliring sistem Manual Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Manual wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut: 1) Kertas Kualitas kertas yang digunakan untuk lembar pertama adalah jenis kertas HVS minimal 60 gsm warna putih, sedangkan untuk lembar kedua dan ketiga menggunakan carbonized paper. 2) Ukuran Ukuran Dokumen Kliring yang digunakan yaitu panjang 27 (dua puluh tujuh) centimeter dan lebar 8 1/2 (delapan setengah) centimeter. 3) Rancang Bangun Pembakuan Dokumen Kliring tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam Dokumen Kliring, melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Dokumen Kliring maupun sandi/informasi yang tercantum di dalamnya. Rancang bangun Dokumen Kliring harus memperhatikan … 11 memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Nama Bank Penerbit Pada bagian atas Dokumen Kliring harus dicantumkan nama Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan cetakan lainnya dan ditempatkan pada sudut kiri atas. b) Keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian Pada bagian tengah atas Dokumen Kliring tercantum keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian. c) Keterangan Debet/Kredit Keterangan Debet/Kredit dicantumkan di bawah keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian. d) Nilai Nominal Nilai nominal pada Dokumen Kliring harus dapat terlihat secara jelas. e) Ruangan Tanda tangan dan Nama Jelas Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan dan yang menerima harus cukup luas dan ditempatkan di bagian bawah dan bersebelahan. d. Format Dokumen Kliring ini dapat dilihat sebagaimana Lampiran 3. II. PENCETAKAN, PENGADAAN SERTA PERSETUJUAN PENGGUNAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING A. PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING 1. Pencetakan Warkat untuk seluruh sistem Kliring wajib dilakukan oleh perusahaan percetakan dokumen sekuriti (security printing) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, sedangkan pencetakan Dokumen Kliring … 12 Kliring yang wajib dilakukan oleh perusahaan percetakan dokumen sekuriti tersebut di atas hanya Dokumen Kliring untuk sistem Otomasi dan Elektronik. 2. Dalam melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti, Peserta sekurang-kurangnya wajib mensyaratkan penggunaan kertas sekuriti yang bertanda air (water mark) logo dari perusahaan percetakan dokumen sekuriti. B. PENGADAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING 1. Tanggung jawab pengadaan Warkat dan Dokumen Kliring diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing Peserta. 2. Pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti hanya dapat dilakukan atas permintaan Peserta yang bersangkutan. Dengan demikian nasabah tidak dapat melakukan permintaan langsung pencetakan Warkat kepada perusahaan percetakan dokumen sekuriti. C. PERSETUJUAN PENGGUNAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING 1. Setiap pembuatan dan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring untuk pertama kali dan atau perubahannya serta pemesanan baru pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang berbeda oleh Peserta wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan menyampaikan surat pemberitahuan mengenai hal tersebut dan melampirkan spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring (hanya BPWK/BPWD dan Kartu Batch) dimaksud sebanyak: a. 5 (lima) lembar untuk sistem Manual dan Semi Otomasi; b. 100 (seratus) lembar untuk sistem Otomasi dan Elektronik. 2. Surat pemberitahuan dan lampiran spesimen sebagaimana dimaksud dalam … 13 dalam angka 1, wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum Warkat dan Dokumen Kliring dimaksud digunakan dalam kegiatan Kliring Lokal. Surat pemberitahuan tersebut memuat: a. Jenis Warkat dan Dokumen Kliring yang akan dicetak; b. Nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang akan mencetak. 3. Surat pemberitahuan dan spesimen tersebut disampaikan oleh kantor pusat Peserta kepada Bank Indonesia yang mewilayahi. 4. Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam angka 3 adalah : a. Bank Indonesia c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN) untuk Peserta yang kantor pusatnya berkedudukan di untuk wilayah DKI Jakarta Raya, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi; b. Kantor Bank Indonesia setempat untuk Peserta yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 5. Spesimen yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, diuji kesesuaiannya dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran ini. 6. Peserta wajib mencantumkan informasi MICR code line pada clear band untuk spesimen sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b guna diuji dengan mesin baca pilah (reader sorter). Tata cara pencantuman informasi MICR code line dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia tentang sistem Otomasi dan Elektronik, dengan pedoman tambahan sebagai berikut: a. Warkat … 14 a. Warkat. - No Warkat : diisi dengan data dummy yang bukan angka “000000” - Sandi Bank/Peserta : diisi dengan sandi Bank/Peserta yang masih berlaku; - Nomor Rekening : diisi dengan data dummy yang bukan angka “0000000000” - Sandi Transaksi : diisi dengan sandi transaksi yang sesuai dengan jenis warkat; - Nilai Nominal Warkat : diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000” b. Dokumen Kliring. - Nomor Warkat : 3 digit pertama diisi dengan angka “000” dan 3 digit terakhir diisi dengan tiga digit pertama sandi Peserta yang masih berlaku; - Sandi Bank : 3 digit pertama diisi dengan sandi kantor Peserta dan 4 digit terakhir diisi dengan “9999”; - Nomor Rekening : dibiarkan kosong; - Sandi Transaksi : diisi dengan angka “96” - Nilai Nominal Warkat : Di isi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000” 7. Spesimen dianggap memenuhi syarat pengujian dengan reader sorter apabila tingkat penolakan setinggi-tingginya 2%. 8. Hasil pengujian tersebut akan diberitahukan kepada Peserta yang bersangkutan untuk menentukan apakah Warkat dan Dokumen Kliring dapat disetujui untuk dicetak dan dipergunakan dalam kegiatan Kliring Lokal … 15 Lokal. Pemberitahuan tersebut disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah penyampaian spesimen Warkat dan Dokumen Kliring diterima. Spesimen yang tidak memenuhi syarat pengujian pada Bank Indonesia dikembalikan seluruhnya kepada Peserta dan selanjutnya Peserta yang bersangkutan diminta menyampaikan spesimen baru yang telah disempurnakan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 9. Untuk pemesanan Warkat dan Dokumen Kliring, Peserta wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN) setiap 1 (satu) tahun sekali pada minggu pertama bulan Januari yang memuat: a. jenis dan jumlah Warkat dan Dokumen Kliring yang dipesan selama satu tahun; b. tanggal pemesanan yang dilakukan; c. nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti. III. CARA PENULISAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Untuk mengurangi risiko pemalsuan Warkat dan Dokumen Kliring maka dalam penulisannya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut. A. WARKAT KLIRING 1. Pencantuman nilai nominal harus ditulis secara lengkap dengan angka dan huruf. 2. Penulisan dalam mengisi Warkat disarankan untuk menggunakan ballpoint pen atau mesin tik non elektrik. 3. Dalam menulis dan atau menandatangani Warkat disarankan dengan menggunakan ballpoint pen. 4. Tambahan penulisan nilai nominal dengan cheque-writer (protectograph) dianggap tidak ada karena dapat menimbulkan bermacam … 16 bermacam-macam penafsiran, misalnya timbul perbedaan penafsiran dalam hal angka dan huruf yang ditulis oleh penarik berbeda dengan cheque-writer (protectograph). 5. Terhadap cek/bilyet giro maupun Warkat lainnya dianjurkan untuk tidak menggunakan flourescent pen. Penggunaan flourescent pen baik terhadap cek/bilyet giro maupun Warkat lainnya akan menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan penulisan, disamping itu penggunaan alat tersebut pada angka rupiah dapat menimbulkan cahaya sehingga akan menyulitkan penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai nominal. Dalam hal masih terdapat Warkat yang menggunakan flourescent pen maka sebelum bank melakukan pembayaran hendaknya terlebih dahulu menghubungi nasabah yang bersangkutan untuk konfirmasi. 6. Dalam pengisian cek, bilyet giro, dan Warkat lainnya hanya diperkenankan menggunakan huruf latin. Bank-bank tidak diperkenakan untuk menerima cek, bilyet giro, dan Warkat lainnya yang menggunakan bukan huruf latin, kecuali tanda tangan. B. DOKUMEN KLIRING 1 Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Manual, Otomasi dan Elektronik mengacu pada cara penulisan Warkat Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka III.A. kecuali angka III.A.1. dan angka III.A.6. Dalam Dokumen Kliring nilai nominalnya hanya ditulis dengan angka saja. 2 Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Semi Otomasi cara penulisannya merupakan print out (hasil cetakan) dari sistem Semi Otomasi yang wajib menggunakan printer dot matrix dengan kecepatan cetak minimal 300 cps. IV. PERUSAHAAN … 17 IV. PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN SEKURITI WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING A. PERSYARATAN Perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang dapat memperoleh penetapan dari Bank Indonesia untuk melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring wajib memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut: 1. Mempunyai izin operasional dari Botasupal sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti; 2. Menggunakan kertas sekuriti yang bertanda air (water mark) logo perusahaan yang bersangkutan; 3. Memiliki mesin desain sekuriti, mesin cetak sekuriti dan mesin cetak penomoran untuk mencetak OCR dan MICR. B. TATA CARA PENETAPAN 1. Untuk dapat memperoleh penetapan guna mencetak Warkat dan Dokumen Kliring, perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf A wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (PSPN) dengan melampirkan : a. fotokopi izin operasional sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang masih berlaku dari Botasupal (legalisasi dari Kantor Pos); b. daftar mesin dan atau peralatan yang digunakan untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring dengan menyebutkan kapasitas mesin dimaksud; c. spesimen kertas untuk Warkat dan Dokumen Kliring yang bertanda air (water mark) logo perusahaan yang bersangkutan. 2. Setelah menerima permohonan tersebut Bank Indonesia akan meminta rekomendasi … 18 rekomendasi dari Botasupal mengenai telah terpenuhinya aspek manajemen perusahaan, arsitektur dan konstruksi bangunan dan keamanan dalam hal akan dilakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring; 3. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 telah dipenuhi dan Botasupal telah memberikan rekomendasinya maka Bank Indonesia akan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan perusahaan percetakan dokumen sekuriti tersebut. Pemberian persetujuan tersebut akan ditetapkan dengan Keputusan Direktur Bank Indonesia sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring, sedangkan penolakan permohonan tersebut akan disampaikan secara tertulis kepada perusahaan yang bersangkutan. 4. Penetapan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berlaku sepanjang : a. Izin operasional perusahaan percetakan dokumen sekuriti dari Botasupal masih berlaku; b. Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a belum dicabut; dan c. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan Bank Indonesia. 5. Pemberian penetapan atau penolakan untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia paling lambat 45 (empat puluh lima) hari setelah dokumen permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima secara lengkap atau 3 (tiga) hari kerja setelah rekomendasi dari Botasupal diterima Bank Indonesia. C. KEWAJIBAN … 19 C. KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN SEKURITI PENCETAK WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring wajib : 1. mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam angka I.A.2. dan I.B.2. dan pedoman pengamanan pencetakan dokumen sekuriti yang dikeluarkan oleh Botasupal yang berlaku; 2. melaksanakan sendiri (prinsip Do It Yourself/Under One Roof) segala pekerjaan yang berkaitan dengan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring, dengan demikian dilarang untuk mensubkontrakkan atau mengalihkan pekerjaan tersebut ke perusahaan percetakan dokumen sekuriti lain; 3. menyampaikan laporan tahunan kepada Bank Indonesia sehubungan dengan kegiatan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring yang telah dilakukan antara lain meliputi: a. Bank yang memesan Warkat dan Dokumen Kliring; b. Jenis dan jumlah Warkat dan Dokumen Kliring yang dipesan. yang disampaikan pada minggu pertama bulan Januari. D. PENGAWASAN Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan secara langsung dan tidak langsung terhadap perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring. V. SANKSI 1. Peserta Kliring yang tidak memenuhi persyaratan pembakuan Warkat dan Dokumen Kliring yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini dikenakan sanksi sebagai berikut : a. Diberikan … 20 a. Diberikan peringatan secara tertulis untuk mengganti Warkat dan atau Dokumen Kliring sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan Surat Peringatan. b. Dalam hal Peserta tidak melaksanakan penggantian Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud pada huruf a maka Bank Indonesia akan mengenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) per satu hari keterlambatan dengan maksimum Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah). 2. Dalam hal Peserta tidak melaporkan setiap pencetakan pertama kali, perubahan dan pemesanan baru/ulang Warkat dan Dokumen Kliring maka Bank Indonesia akan mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari terhitung sejak tanggal pemesanan dengan maksimum sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3. Dalam hal Peserta terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.9., dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). 4. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti Warkat dan Dokumen kliring terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.C.3., dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). 5. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka IV.C.2 maka dikenakan sanksi pencabutan penetapan/izin sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti Warkat dan Dokumen Kliring. VI. LAIN … 21 VI. LAIN-LAIN 1. Peserta Kliring Lokal dengan sistem Manual dan Semi Otomasi wajib memenuhi spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen Kliring serta pencetakannya pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang diberlakukan dalam Surat Edaran ini paling lambat tanggal 13 Februari 2000. 2. Peserta Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan Elektronik wajib memenuhi spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen Kliring serta pencetakannya pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang diberlakukan dalam Surat Edaran ini paling lambat 6 (enam) bulan sejak diberlakukannya Surat Edaran ini. 3. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4, wajib mengajukan permohonan ulang untuk memperoleh penetapan dari Bank Indonesia dan wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.A paling lambat tanggal 13 Februari 2000. Apabila perusahaan dimaksud tidak mengajukan permohonan sampai dengan batas waktu yang ditetapkan maka persetujuan yang telah diberikan oleh Bank Indonesia berakhir pada tanggal 13 Februari 2000. Apabila perusahaan percetakan dokumen sekuriti mengajukan permohonan dalam jangka waktu tersebut di atas maka persetujuan perusahaan yang telah diberikan tersebut masih berlaku sampai dengan dikeluarkannya keputusan Bank Indonesia terhadap permohonan perusahaan percetakan dokumen sekuriti tersebut. 4. Dalam hal Botasupal mencabut izin operasional perusahaan percetakan dokumen … 22 dokumen sekuriti, atau mencabut rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam angka IV.B.4 maka penetapan/izin sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring secara otomatis menjadi tidak berlaku. 5. Khusus untuk pelunasan bea meterai pada Warkat Cek dan Bilyet Giro yang diperhitungkan dalam Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan Elektronik wajib dilakukan dengan cara pencantuman tanda lunas bea meterai pada Warkat yang bersangkutan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 217/KMK.01/1996 tanggal 22 Maret 1996 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1131/KMK.01/1989 tentang Perubahan Besarnya Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai Atas Cek dan Bilyet Giro. VII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia: 1. No. 2/77UPP/SU tanggal 14 September 1966 perihal Larangan penggunaan huruf-huruf bukan huruf latin untuk pengisian cek, bilyet giro, dan surat berharga lainnya; 2. No. 9/16/UPPB tanggal 31 Mei 1976 perihal Larangan menerbitkan cek/bilyet giro dalam valuta asing; 3. No. 9/72 UPPB tanggal 10 Januari 1977 perihal Penulisan nilai nominal cek/bilyet giro dalam angka dan huruf; 4. No. 14/7 UPPB tanggal 6 Agustus 1981 perihal Penulisan dan penandatanganan Warkat bank dengan ballpoint pen; 5. No. 18/17/UPPB tanggal 9 Agustus 1985 perihal Penggunaan Flourescent (Stabilo Boss) pada surat-surat berharga; 6. No. … 23 6. No. 18/49/UPPB/RAHASIA tanggal 30 Oktober 1985 perihal Peningkatan pengamanan surat-surat berharga/dokumen lainnya dengan metoda "security printing", sepanjang mengatur mengenai Warkat dan Dokumen Kliring; 7. No. 19/26/UPG tanggal 10 Maret 1987 perihal Penggunaan mesin tik listrik yang mempunyai pita penghapus dalam penulisan Warkat bank; 8. No. 21/52/UPG tanggal 10 Februari 1989 perihal Pencetakan warkat baku dalam rangka otomasi kliring; 9. No. 22/73/UPG tanggal 13 September 1989 perihal Pencetakan warkat baku dalam rangka otomasi kliring; 10. No. 24/105/UPG tanggal 22 Agustus 1991 perihal Pencetakan warkat baku dalam rangka otomasi kliring; 11. No. 31/6/UAK tanggal 15 april 1998 perihal Pencetakan warkat kliring baku; 12. No. 31/27/UAK tanggal 19 Juni 1998 perihal Pencetakan warkat kliring baku; 13. No. 31/16/UASP tanggal 16 September 1998 perihal Penyempurnaan Ketentuan Otomasi Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Ketentuan Pembakuan Warkat Kliring, sepanjang mengatur mengenai pembakuan Warkat dan Dokumen Kliring; 14. No. 31/52/UASP tanggal 1 Desember 1998 perihal Pencetakan Warkat Kliring Baku; 15. No. 31/60/UASP tanggal 18 Desember 1998 perihal Pencetakan Warkat Kliring Baku, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan. … 24 Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 23 Desember 1999. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DESMI DEMAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 1/7/DASP|SE-BI/1999 </reg_id> <reg_title> Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. </reg_title> <set_date> 23 Desember 1999 </set_date> <effective_date> 23 Desember 1999 </effective_date> <replaced_reg> '2/77UPP/SU|SE-BI/1966', '9/16/UPPB|SE-BI/1976', '9/72 UPPB|SE-BI/1977', '14/7 UPPB|SE-BI/1981', '18/17/UPPB|SE-BI/1985', '18/49/UPPB/RAHASIA|SE-BI/1985', '19/26/UPG|SE-BI/1987', '21/52/UPG|SE-BI/1989', '22/73/UPG|SE-BI/1989', '24/105/UPG|SE-BI/1991', '31/6/UAK|SE-BI/1998', '31/27/UAK|SE-BI/1998', '31/16/UASP|SE-BI/1998', '31/52/UASP|SE-BI/1998', '31/60/UASP|SE-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '1/3/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 8/ 32 /DASP Jakarta, 20 Desember 2006 S U R A T E D A R A N Perihal : Pendaftaran Kegiatan Usaha Pengiriman Uang -------------------------------------------------------- Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/28/PBI/2006 tanggal 5 Desember 2006 tentang Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4665), dan dalam rangka pencatatan keberadaan Penyelenggara kegiatan usaha Pengiriman Uang, maka sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tentang Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Bab IX Ketentuan Peralihan, Bagian Pertama, Ketentuan Pendaftaran pada Masa Transisi, perlu diatur lebih lanjut antara lain mengenai tata cara Pendaftaran dan pencatatan Pendaftaran, dokumen Pendaftaran, pelaksanaan kegiatan usaha Pengiriman Uang, laporan oleh Penyelenggara, penghentian kegiatan usaha Pengiriman Uang dan penghapusan Penyelenggara dari Daftar Penyelenggara, dalam Surat Edaran Bank Indonesia. I. TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENCATATAN PENDAFTARAN Setiap perorangan Warga Negara Indonesia dan badan usaha selain Bank yang akan atau telah melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia tentang Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (PBI Pengiriman Uang) harus melakukan Pendaftaran kepada Bank Indonesia. A. Tata ... 2 A. Tata Cara Pendaftaran 1. Perorangan Warga Negara Indonesia dan badan usaha selain Bank yang akan atau telah melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang sejak berlakunya ketentuan ini menyampaikan permohonan secara tertulis mengenai Pendaftaran atas kegiatan usahanya kepada Bank Indonesia. 2. Bank tidak perlu melakukan Pendaftaran kegiatan usaha Pengiriman Uang kepada Bank Indonesia mengingat kegiatan usaha Pengiriman Uang merupakan salah satu kegiatan usaha Bank sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbankan. 3. Permohonan Pendaftaran kegiatan usaha Pengiriman Uang harus melampirkan seluruh dokumen secara lengkap dan memenuhi kesiapan operasional yang meliputi kesiapan sumber daya manusia yang digunakan, tempat usaha, dan sarana serta peralatan yang digunakan dalam Pengiriman Uang secara benar sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran ini. 4. Permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan sebagai berikut: a. untuk badan usaha diajukan oleh pengurus badan usaha tersebut; atau b. untuk perorangan Warga Negara Indonesia diajukan oleh individu yang bersangkutan. 5. Permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan kepada Bank Indonesia. B. Pencatatan Pendaftaran 1. Bank Indonesia memberikan tanggapan tertulis atas permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada butir A.3: a. paling ... 3 a. paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak seluruh dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia dan kesiapan operasional telah dilakukan secara benar yang meliputi kesiapan sumber daya manusia yang digunakan, tempat usaha, dan sarana serta peralatan yang digunakan dalam Pengiriman Uang; atau b. paling lambat 20 (dua puluh) hari kalender sejak dokumen diterima oleh Bank Indonesia, untuk permohonan yang dokumennya belum diterima secara lengkap. 2. Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1 berisi informasi bahwa Penyelenggara telah dicantumkan dalam Daftar Penyelenggara atau belum dicantumkan dalam Daftar Penyelenggara di Bank Indonesia. 3. Bank Indonesia mencantumkan Penyelenggara dalam Daftar Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2 apabila seluruh dokumen yang dipersyaratkan dalam Pendaftaran telah diterima secara lengkap dan kesiapan operasional telah dilakukan secara benar yang meliputi kesiapan sumber daya manusia yang digunakan, tempat usaha, dan sarana serta peralatan yang digunakan dalam Pengiriman Uang. 4. Bank Indonesia belum mencantumkan Penyelenggara dalam Daftar Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 2 apabila dokumen yang dipersyaratkan belum diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia dan/atau kesiapan operasional sebagaimana dimaksud pada angka 3 belum dilakukan secara benar. 5. Bank Indonesia dapat melakukan peninjauan ke tempat usaha Penyelenggara yang akan atau telah melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang dalam rangka memberikan tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2. 6. Bank ... 4 6. Bank Indonesia memberikan Tanda Pendaftaran kepada Pemohon yang berisi Nomor Pendaftaran dan identitas Penyelenggara dalam Daftar Penyelenggara. C. Pencantuman dalam Daftar Penyelenggara dan Publikasi 1. Setiap Penyelenggara yang telah dicantumkan dalam Daftar Penyelenggara harus menempatkan Tanda Pendaftaran di tempat usaha yang bersangkutan, yakni di tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh pengguna jasa. Fotokopi Tanda Pendaftaran ditempatkan pula di setiap kantor cabang Penyelenggara. 2. Bank Indonesia mempublikasikan Daftar Penyelenggara dalam website Bank Indonesia dan/atau booklet. II. DOKUMEN PENDAFTARAN Dokumen-dokumen yang harus disampaikan dalam permohonan Pendaftaran kepada Bank Indonesia adalah sebagai berikut: A. Perorangan Warga Negara Indonesia Perorangan Warga Negara Indonesia yang melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang harus melakukan Pendaftaran dengan menyampaikan dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi Kartu Tanda Penduduk; 2. fotokopi surat keterangan domisili/tempat tinggal pemohon dari kelurahan/kepala desa setempat; 3. surat pernyataan kesanggupan pemohon untuk tidak menyalahgunakan Uang yang dikirim dan/atau diterima; 4. surat pernyataan kesanggupan pemohon untuk menatausahakan secara terpisah antara Uang yang dikirim dan/atau diterima dengan kekayaan pribadi pemohon; dan 5. informasi ... 5 5. informasi mengenai tempat usaha, sarana dan prasarana yang digunakan oleh pemohon sebagai Penyelenggara. B. Badan Usaha yang Berbadan Hukum Badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang harus melakukan Pendaftaran dengan menyampaikan dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi akte pendirian badan hukum Indonesia dan perubahannya apabila ada, yang telah memperoleh pengesahan dari instansi yang berwenang; 2. surat pernyataan pengurus dalam bentuk akta otentik yang menyatakan kesanggupan pengurus untuk: a. bertanggung jawab jika terdapat penyalahgunaan Uang yang dikirim dan/atau diterima; dan b. memisahkan penatausahaan Uang yang dikirim dan/atau diterima dari harta kekayaan pribadi dan harta kekayaan perusahaan Penyelenggara; 3. fotokopi surat keterangan domisili badan usaha yang bersangkutan dari lurah/kepala desa setempat; 4. konsep penerapan prinsip mengenal nasabah yaitu prinsip yang diterapkan oleh Penyelenggara untuk mengetahui antara lain identitas Pengirim dan/atau Penerima, memantau kegiatan Pengiriman Uang, dan melaporkan transaksi yang mencurigakan, sebagaimana Contoh Tata Cara Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam Lampiran 1; dan 5. bukti kesiapan operasional antara lain: a. sumber daya manusia yang memadai; b. kesiapan tempat usaha; dan c. sarana ... 6 c. sarana dan peralatan untuk melakukan kegiatan Pengiriman Uang. C. Badan Usaha yang Tidak Berbadan Hukum Badan usaha yang tidak berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang harus melakukan Pendaftaran dengan menyampaikan dokumen sebagai berikut: 1. bukti bahwa pemilik dan pengurus badan usaha merupakan Warga Negara Indonesia. Bukti kewarganegaraan Indonesia tersebut antara lain berupa Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi atau Paspor; 2. fotokopi surat keterangan domisili badan usaha yang bersangkutan dari lurah/kepala desa setempat; 3. surat pernyataan pengurus dalam bentuk akta otentik yang menyatakan kesanggupan pengurus untuk: a. bertanggung jawab jika terdapat penyalahgunaan Uang yang dikirim dan/atau diterima; dan b. memisahkan penatausahaan Uang yang dikirim dan/atau diterima dari harta kekayaan pribadi dan harta kekayaan perusahaan Penyelenggara; 4. konsep penerapan prinsip mengenal nasabah yaitu prinsip yang diterapkan oleh Penyelenggara untuk mengetahui antara lain identitas Pengirim dan/atau Penerima, memantau kegiatan Pengiriman Uang, dan melaporkan transaksi yang mencurigakan, sebagaimana Contoh Tata Cara Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam Lampiran 1; dan 5. bukti kesiapan operasional antara lain: a. sumber daya manusia yang memadai; b. kesiapan tempat usaha; dan c. sarana ... 7 c. sarana dan peralatan untuk melakukan kegiatan Pengiriman Uang. III. PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang setelah berlakunya PBI Pengiriman Uang dan telah dicantumkan dalam Daftar Penyelenggara oleh Bank Indonesia, harus melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. melaksanakan kegiatan usahanya dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal pencantuman Penyelenggara dalam Daftar Penyelenggara; dan 2. melaporkan secara tertulis dimulainya kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kalender terhitung sejak tanggal dimulainya kegiatan tersebut; atau 3. apabila setelah berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud pada angka 1, Penyelenggara yang telah tercantum dalam Daftar Penyelenggara belum melakukan kegiatan usahanya, maka Penyelenggara tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai alasan belum dapat dilaksanakan kegiatan usaha Pengiriman Uang dan rencana pelaksanaan kegiatan tersebut. Laporan tersebut disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kalender terhitung sejak berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud pada angka 1. IV. LAPORAN OLEH PENYELENGGARA A. Laporan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang 1. Penyelenggara melaporkan kegiatan usaha Pengiriman Uang yang dilakukan kepada Bank Indonesia. 2. Laporan ... 8 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari: a. Laporan Transaksi Kegiatan Usaha Pengiriman Uang sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.a atau Lampiran 2.b; dan b. Laporan Kelangsungan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang sebagaimana dimaksud pada Lampiran 3.a atau Lampiran 3.b. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir 2.a disampaikan secara triwulanan dan harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya. Contoh: laporan triwulanan periode Januari sampai dengan Maret, harus sudah diterima Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 15 April. 4. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir 2.b disampaikan setiap akhir tahun dan harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya. Contoh: Laporan Kelangsungan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2007, harus sudah diterima Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 15 Januari 2008. 5. Dalam hal tanggal paling lambat sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 jatuh pada hari libur, maka tanggal paling lambat adalah pada tanggal hari kerja berikutnya. 6. Untuk Penyelenggara yang memiliki kantor cabang, laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan oleh kantor pusat Penyelenggara yang bersangkutan secara konsolidasi yang merupakan gabungan laporan kantor pusat dan seluruh kantor cabang. B. Laporan Kantor Cabang dan Rencana Pembukaan Kantor Cabang 1. Laporan kantor cabang yang telah dimiliki oleh Penyelenggara sebelum berlakunya Surat Edaran ini disampaikan kepada Bank Indonesia ... 9 Indonesia secara tertulis paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal pencantuman Penyelenggara dalam Daftar Penyelenggara. Laporan tersebut disampaikan dengan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4.a atau Lampiran 4.b. 2. Laporan rencana pembukaan kantor cabang oleh Penyelenggara disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pembukaan kantor cabang tersebut. Laporan tersebut disampaikan dengan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 5.a atau Lampiran 5.b. C. Laporan Kerjasama Penyelenggara dengan Operator 1. Penyelenggara yang melakukan kerjasama dengan Operator melaporkan secara tertulis kerjasama tersebut kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada Lampiran 6.a atau Lampiran 6.b. 2. Laporan kerjasama antara Penyelenggara dengan Operator sebagaimana dimaksud pada angka 1 sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut: a. fotokopi perjanjian kerjasama antara Penyelenggara dengan Operator. Perjanjian tersebut sekurang-kurangnya memuat: 1) kesepakatan antara Penyelenggara dan Operator untuk memberikan informasi kepada Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk keperluan pemeriksaan; 2) pemberian kewenangan kepada Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan terhadap sistem yang digunakan ... 10 digunakan baik oleh Penyelenggara maupun oleh Operator; dan 3) kesediaan Penyelenggara dan Operator untuk menyampaikan kepada Bank Indonesia hasil audit sistem yang digunakan baik yang dilakukan oleh auditor intern ataupun auditor ekstern dari Penyelenggara dan Operator; b. c. informasi singkat mengenai profil perusahaan Operator; dan hasil audit dari security auditor yang menjelaskan kehandalan dan keamanan operasional teknologi informasi yang digunakan oleh Operator. 3. Jika Penyelenggara menghentikan kerjasama dengan Operator, maka penghentian kerjasama dengan Operator tersebut dilaporkan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada Lampiran 7.a atau Lampiran 7.b. D. Laporan Perubahan Pengurus 1. Penyelenggara melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia jika terjadi perubahan pengurus. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilengkapi dengan surat pernyataan pengurus dalam bentuk akta otentik yang menyatakan kesanggupan Penyelenggara untuk: a. bertanggung jawab jika terdapat penyalahgunaan Uang yang dikirim dan/atau diterima; dan b. memisahkan penatausahaan Uang yang dikirim dan/atau diterima dari harta kekayaan Penyelenggara. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus disertai dengan fotokopi bukti perubahan Pengurus antara lain berupa Berita ... 11 Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham bagi badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas. E. Laporan oleh Bank 1. Khusus untuk Bank, laporan yang harus disampaikan kepada Bank Indonesia meliputi: a. Laporan transaksi kegiatan usaha Pengiriman Uang; b. Laporan kantor cabang dan rencana pembukaan kantor cabang; c. Laporan perubahan pengurus; d. Laporan kerjasama Penyelenggara dengan Operator; dan e. Laporan Penghentian Kerjasama dengan Operator. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir 1.a, butir 1.b, dan butir 1.c dilakukan sesuai dengan tata cara penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam ketentuan perbankan. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir 1.d dilakukan sesuai dengan Lampiran 6.a atau Lampiran 6.b. 4. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir 1.e dilakukan sesuai dengan Lampiran 7.a atau Lampiran 7.b. V. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG DAN PENGHAPUSAN PENYELENGGARA DARI DAFTAR PENYELENGGARA 1. Penghentian kegiatan usaha Pengiriman Uang dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari Penyelenggara atau berdasarkan keputusan Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam PBI Pengiriman Uang. 2. Dalam ... 12 2. Dalam hal terjadi penghentian kegiatan usaha Pengiriman Uang sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia menghapus Penyelenggara dari Daftar Penyelenggara. 3. Selain berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada angka 2, penghapusan Penyelenggara dari Daftar Penyelenggara dapat dilakukan oleh Bank Indonesia jika: a. terdapat putusan pengadilan yang menghukum Penyelenggara untuk menghentikan kegiatan usaha Pengiriman Uang yang dilakukan; b. terdapat permintaan tertulis/rekomendasi kepada Bank Indonesia dari otoritas pengawas yang berwenang untuk menghentikan kegiatan usaha Penyelenggara, atau otoritas pengawas dimaksud telah menghentikan kegiatan usaha Penyelenggara; c. Penyelenggara melakukan pelanggaran terhadap ketentuan kegiatan usaha Pengiriman Uang dan ketentuan yang terkait lainnya; atau d. Penyelenggara melakukan tindak kejahatan di bidang keuangan. 4. Dalam hal Penyelenggara akan menghentikan kegiatan usaha Pengiriman Uang atas permintaan Penyelenggara sendiri, maka Penyelenggara yang bersangkutan melakukan hal-hal sebagai berikut: a. menyampaikan laporan penghentian kegiatan usaha paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum Penyelenggara menghentikan kegiatannya; dan b. melaporkan pelaksanaan penghentian kegiatan usaha secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 5 (lima) hari kalender terhitung sejak tanggal penghentian kegiatan, dengan melampirkan: 1) dokumen penyelesaian hak dan kewajiban kepada Pengirim dan/atau Penerima; dan 2) surat pernyataan dari pengurus dan/atau pemilik bahwa segala tuntutan yang timbul setelah penghentian kegiatan usaha Pengiriman ... 13 Pengiriman Uang menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pengurus dan/atau pemilik. 5. Penghapusan Penyelenggara dari Daftar Penyelenggara oleh Bank Indonesia dilakukan sebagai berikut: a. Untuk Penyelenggara yang berkantor pusat atau berdomisili/bertempat kedudukan di wilayah Jakarta, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Depok, Bogor, Karawang, dan Bekasi dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkannya penghentian kegiatan usaha Pengiriman Uang oleh Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP). b. Untuk Penyelenggara yang berkantor pusat atau berdomisili/bertempat kedudukan di luar wilayah Jakarta, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Depok, Bogor, Karawang, dan Bekasi dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan tertulis dari Kantor Bank Indonesia (KBI) untuk menghapus Penyelenggara dari Daftar Penyelenggara oleh DASP. VI. LAIN-LAIN 1. Permohonan Pendaftaran kegiatan usaha Pengiriman Uang disampaikan secara tertulis kepada: a. DASP, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, untuk Penyelenggara yang berkantor pusat atau berdomisili/bertempat kedudukan di Jakarta, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Depok, Bogor, Karawang, dan Bekasi; atau b. KBI … 14 b. KBI yang mewilayahi, untuk Penyelenggara yang berkantor pusat atau berdomisili/bertempat kedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 2. Laporan sebagai berikut: a. laporan dimulainya kegiatan usaha Pengiriman Uang sebagaimana dimaksud pada butir III.2; b. laporan transaksi kegiatan usaha Pengiriman Uang sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.2.a; c. laporan kelangsungan kegiatan usaha Pengiriman Uang sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.2.b; d. laporan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.1; e. laporan rencana pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.2; f. laporan kerjasama Penyelenggara dengan Operator sebagaimana dimaksud pada butir IV.C.1; g. laporan penghentian kerjasama Penyelenggara dengan Operator sebagaimana dimaksud pada butir IV.C.3; h. laporan perubahan pengurus sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.1; dan i. laporan penghentian kegiatan usaha Pengiriman Uang sebagaimana dimaksud pada butir V.1, disampaikan secara tertulis kepada: a. DASP c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, untuk Penyelenggara yang berkantor pusat atau berdomisili/bertempat kedudukan di wilayah Jakarta, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Depok, Bogor, Karawang, dan Bekasi; atau b. KBI … 15 b. KBI yang mewilayahi, untuk Penyelenggara yang berkantor pusat atau berdomisili/bertempat kedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 3. Pendaftaran kegiatan usaha Pengiriman Uang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008. 4. Dengan berakhirnya batas waktu Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada angka 3, maka terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009 bagi pihak yang belum melakukan Pendaftaran atau yang baru akan melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebelum melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang. VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 20 Desember 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDI SISWANTO DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/32/DASP|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Pendaftaran Kegiatan Usaha Pengiriman Uang </reg_title> <set_date> 20 Desember 2006 </set_date> <effective_date> 20 Desember 2006 </effective_date> <related_reg> '8/28/PBI/2006' </related_reg>
No. 9/6/DPM Jakarta, 26 Maret 2007 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.8/4/DPM Tanggal 7 Februari 2006 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/30/PBI/2005 tanggal 13 September 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4533), Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4366), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tentang Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4363), dan dalam rangka penyelarasan implementasi berbagai instrumen moneter oleh Bank Indonesia khususnya terkait dengan metode transaksi maka dipandang perlu untuk mengubah .... 2 mengubah beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Nomor 8/4/DPM tanggal 7 Februari 2006 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder, sebagai berikut: 1. Ketentuan butir II.4. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Suku bunga transaksi SBI repo (Repo Rate) ditetapkan sebesar BI-Rate yang berlaku pada hari transaksi ditambah 300 (tiga ratus) basis points. 2. Ketentuan butir II.5. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5. Transaksi SBI Repo menggunakan metode bunga dibayar di belakang (simple interest) dengan perhitungan jumlah hari berdasarkan hari kalender. 3. Ketentuan butir III.2. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM) cq. Biro Operasi Moneter (BOpM) mengumumkan suku bunga SBI Repo (Repo rate) yang berlaku melalui BI-SSSS dan/atau PIPU paling lambat sebelum waktu pengajuan transaksi (window time) SBI Repo dibuka (T+0). 4. Ketentuan butir III.4. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Selama window time SBI Repo, Bank mengajukan transaksi secara langsung melalui BI-SSSS dengan mencantumkan antara lain nominal transaksi, seri SBI yang direpokan, dan jangka waktu repo. 5. Di antara butir III.4. dan butir III.5. disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir III.4.A, yang berbunyi sebagai berikut: 4.A. Berdasarkan pengajuan SBI Repo sebagaimana angka 4 di atas, BI-SSSS secara otomatis menghitung harga SBI dengan ketentuan sebagai berikut: a. Harga penjualan SBI secara Repo (first leg) dihitung dengan rumus: Harga .... 3 Harga Nilai Nominal × 360 hari penjualan = --------------------------------------------------- SBI (first leg) 360 + {(RRT) × (sisa jangka waktu SBI)} dimana: 1) RRT adalah rata-rata tertimbang tingkat diskonto yang terjadi pada waktu penerbitan SBI yang direpokan; 2) Sisa jangka waktu SBI dihitung dari tanggal pengajuan transaksi repo sampai dengan tanggal jatuh waktu SBI (maturity date). b. Harga pembelian kembali SBI Repo jatuh waktu (second leg) dihitung dengan rumus simple interest: Harga pembelian kembali (second leg) Harga = penjualan SBI (first leg) Contoh perhitungan transaksi SBI Repo dapat dilihat pada Lampiran sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran ini yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 26 Maret 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, (Repo Rate × jangka waktu Repo) × 1 + ------------------------------------------ 360 EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/6/DPM|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.8/4/DPM Tanggal 7 Februari 2006 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder </reg_title> <set_date> 26 Maret 2007 </set_date> <effective_date> 26 Maret 2007 </effective_date> <changed_reg> '8/4/DPM|SE-BI/2006' </changed_reg> <related_reg> '8/4/DPM|SE-BI/2006', '6/2/PBI/2004', '7/30/PBI/2005', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
No. 15/15/DPNP Jakarta, 29 April 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. sendiri Sehubungan dengan kewajiban Bank untuk melakukan penilaian (self assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan Risiko (Risk Based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi yang antara lain mencakup penilaian faktor Good Corporate Governance (GCG) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5184), Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4600) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4640) dan Peraturan Bank Indonesia … Indonesia Nomor 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4602), perlu diatur kembali mengenai pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Dalam rangka meningkatkan kinerja Bank, melindungi kepentingan stakeholders, dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku umum pada industri perbankan, Bank wajib melaksanakan kegiatan usahanya dengan berpedoman pada prinsip GCG. Pelaksanaan GCG pada industri perbankan harus senantiasa berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar sebagai berikut: 1. transparansi (transparency) yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan; 2. akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif; 3. pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan Bank yang sehat; 4. independensi (independency) yaitu pengelolaan Bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun; dan 5. kewajaran … 5. kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. B. Dalam rangka memastikan penerapan 5 (lima) prinsip dasar GCG sebagaimana dimaksud pada huruf A, Bank harus melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala yang paling kurang meliputi 11 (sebelas) Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG yaitu: 1. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; 2. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi; 3. kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite; 4. penanganan benturan kepentingan; 5. penerapan fungsi kepatuhan; 6. penerapan fungsi audit intern; 7. penerapan fungsi audit ekstern; 8. penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern; 9. penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar (large exposures); 10. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal; dan 11. rencana strategis Bank. Selain itu, perlu diperhatikan pula informasi lainnya yang terkait penerapan GCG Bank di luar 11 (sebelas) Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG seperti misalnya permasalahan yang timbul sebagai dampak kebijakan remunerasi pada suatu bank atau perselisihan internal Bank yang mengganggu operasional … operasional dan/atau kelangsungan usaha Bank. Sebagai contoh, penetapan bonus yang didasarkan pada pencapaian target di akhir tahun, dimana penetapan target tersebut sangat tinggi (ambisius) sehingga mengakibatkan dilakukannya praktek-praktek yang tidak sehat oleh manajemen ataupun pegawai bank dalam pencapaiannya. C. Pengalaman dari krisis keuangan global mendorong perlunya peningkatan efektivitas penerapan Manajemen Risiko dan GCG agar Bank mampu mengidentifikasi permasalahan secara lebih dini, melakukan tindak lanjut perbaikan yang tepat dan cepat, serta Bank lebih tahan dalam menghadapi krisis. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yaitu dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk Based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi yang antara lain mencakup penilaian faktor GCG. Penilaian faktor GCG dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dengan menggunakan pendekatan risiko (RBBR) merupakan pengganti dari penilaian terhadap faktor Manajemen dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum berdasarkan CAMELS rating. D. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dengan menggunakan pendekatan risiko (RBBR), penilaian terhadap pelaksanaan GCG yang berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar tersebut dikelompokkan dalam suatu governance system yang terdiri dari 3 (tiga) aspek governance, yaitu governance structure, governance process, dan governance outcome. E. Bank wajib melaksanakan prinsip GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi yang … yang meliputi Dewan Komisaris dan Direksi sampai dengan pegawai tingkat pelaksana. F. Dalam pelaksanaan GCG, diperlukan keberadaan Komisaris Independen dan Pihak Independen untuk menghindari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam pelaksanaan tugas seluruh tingkatan atau jenjang organisasi Bank, check and balance, serta melindungi kepentingan stakeholders khususnya pemilik dana dan pemegang saham minoritas. Untuk mendukung independensi dalam pelaksanaan tugas dimaksud, perlu pengaturan mengenai masa tunggu (cooling off) bagi pihak yang akan menjadi pihak independen. G. Dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan GCG, Bank wajib secara berkala melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara komprehensif terhadap kecukupan pelaksanaan GCG, sehingga Bank dapat segera menetapkan rencana tindak (action plan) yang meliputi tindakan korektif (corrective action) yang diperlukan apabila masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan GCG. H. Dalam rangka penerapan prinsip transparansi (transparency) sebagaimana dimaksud pada butir A.1., Bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan GCG dan bagi Bank yang telah memiliki homepage wajib menginformasikan pula pada homepage Bank. II. DEWAN KOMISARIS A. Komisaris Independen ditetapkan paling kurang 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Dewan Komisaris. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, hubungan kepengurusan, hubungan kepemilikan saham, dan/atau hubungan … hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Pengertian mengenai “memiliki hubungan keuangan, hubungan kepengurusan, hubungan kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen” adalah sebagai berikut: 1. Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Umum. Termasuk dalam pengertian Pemegang Saham Pengendali Bank adalah pemegang saham Bank sampai dengan pengendali terakhir (ultimate shareholders) Bank. 2. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keuangan adalah apabila seseorang menerima penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman dari: a. anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi Bank; b. perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya adalah anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi Bank; dan/atau c. Pemegang Saham Pengendali Bank. 3. Yang … 3. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepengurusan adalah apabila seseorang menduduki jabatan sebagai: a. anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada perusahaan dimana anggota Dewan Komisaris menjadi anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi; b. anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya adalah anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi Bank; dan/atau c. anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank. 4. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepemilikan saham adalah apabila seseorang menjadi pemegang saham pada: a. perusahaan yang secara bersama-sama dimiliki oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank sehingga bersama- sama menjadi Pemegang Saham Pengendali pada perusahaan tersebut; dan/atau b. perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank. 5. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keluarga adalah memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua baik hubungan vertikal maupun horizontal, termasuk mertua, menantu dan ipar, sehingga yang dimaksud dengan keluarga meliputi: a. orang tua kandung/tiri/angkat; b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istrinya; c. anak … c. anak kandung/tiri/angkat; d. kakek/nenek kandung/tiri/angkat; e. cucu kandung/tiri/angkat; f. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta suami atau istrinya; g. suami/istri; h. mertua; i. besan; j. suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat; k. kakek atau nenek dari suami atau istri; l. suami/istri dari cucu kandung/tiri/angkat; m. saudara kandung/tiri/angkat dari suami atau istri beserta suami atau istrinya. Dalam hal Pemegang Saham Pengendali Bank berbentuk badan hukum, maka hubungan keluarga antara Komisaris Independen dengan Pemegang Saham Pengendali Bank dilihat dari hubungan keluarga antara seseorang dengan Pemegang Saham Pengendali dari badan hukum yang merupakan Pemegang Saham Pengendali Bank. 6. Yang dimaksud dengan hubungan dengan Bank yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bertindak tidak independen, adalah hubungan dalam bentuk: a. kepemilikan saham Bank dengan jumlah kepemilikan lebih dari 5% (lima persen) dari modal disetor Bank; dan/atau b. menerima atau memberi penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman dari atau kepada Bank yang menyebabkan pihak yang memberi penghasilan, bantuan … bantuan keuangan atau pinjaman memiliki kemampuan untuk mempengaruhi (controlling influence) pihak yang menerima penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman, seperti: 1) pihak terafiliasi yaitu pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya; dan/atau 2) transaksi keuangan dengan Bank yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha Bank dan/atau pihak yang melakukan transaksi keuangan, antara lain debitur inti, deposan inti, atau perusahaan yang sebagian besar sumber pendanaannya diperoleh dari Bank. Yang dimaksud dengan debitur dan deposan inti adalah debitur inti dan deposan inti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan Berkala Bank Umum. B. Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif Bank atau pihak-pihak yang mempunyai hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen, tidak dapat menjadi Komisaris Independen pada Bank yang bersangkutan, sebelum menjalani masa tunggu (cooling off) selama 1 (satu) tahun. Yang dimaksud dengan masa tunggu (cooling off) adalah tenggang waktu antara berakhirnya jabatan yang bersangkutan secara efektif yang dinyatakan secara tertulis sebagai anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif atau pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan dengan Bank, dengan pengangkatan yang bersangkutan … bersangkutan secara efektif sebagai Komisaris Independen. C. Ketentuan masa tunggu (cooling off) untuk menjadi Komisaris Independen sebagaimana dimaksud pada huruf B tidak berlaku bagi mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang tugasnya hanya melakukan fungsi pengawasan paling kurang 1 (satu) tahun. D. Permohonan uji kemampuan dan kepatutan untuk calon Komisaris Independen diajukan paling cepat 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya masa tunggu (cooling off). E. Perubahan status jabatan dari Komisaris menjadi Komisaris Independen pada Bank yang sama harus mendapat persetujuan Bank Indonesia. Untuk mendapatkan persetujuan, calon Komisaris Independen antara lain harus menyampaikan surat pernyataan independensi dengan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran I. Persetujuan Bank Indonesia mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Umum. F. Dewan Komisaris dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional Bank, kecuali untuk: 1. penyediaan dana kepada pihak terkait; dan 2. hal-hal yang diatur dalam Anggaran Dasar Bank atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keterlibatan atau persetujuan Dewan Komisaris dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional sebagaimana tersebut di atas, merupakan bagian dari upaya pengawasan dini yang dilakukan oleh Dewan Komisaris. Keterlibatan atau persetujuan Dewan Komisaris tersebut tidak meniadakan tanggung … tanggung jawab Direksi dalam pelaksanaan kepengurusan Bank. G. Dewan Komisaris wajib memberitahukan kepada Bank Indonesia paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukannya: 1. pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perbankan; dan 2. keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank, antara lain berdasarkan rekomendasi dari Komite-Komite yang membantu efektivitas pelaksanaan tugas Dewan Komisaris. Hal-hal yang wajib dilaporkan adalah temuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 yang belum atau tidak dilaporkan oleh Bank dan/atau oleh Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan kepada Bank Indonesia. H. Rapat Dewan Komisaris wajib diselenggarakan secara berkala paling kurang 4 (empat) kali dalam setahun dan pelaksanaannya dapat menggunakan teknologi telekonferensi. Namun demikian, paling kurang 2 (dua) kali dalam setahun, rapat Dewan Komisaris wajib dihadiri oleh seluruh anggota Dewan Komisaris secara fisik. Kehadiran secara fisik oleh seluruh anggota Dewan Komisaris tersebut, diutamakan dalam rangka evaluasi atau penetapan kebijakan strategis dan evaluasi realisasi rencana bisnis Bank. Dalam hal rapat Dewan Komisaris dilaksanakan dengan menggunakan teknologi telekonferensi, harus dilengkapi dengan hal-hal sebagai berikut: 1. dasar … 1. dasar keputusan penyelenggaraan rapat dengan menggunakan teknologi telekonferensi, antara lain seperti ketentuan intern Bank dan risalah rapat Dewan Komisaris; 2. bukti rekaman penyelenggaraan rapat; dan 3. membuat risalah rapat perihal dimaksud yang ditandatangani oleh seluruh peserta yang hadir secara fisik maupun melalui teknologi telekonferensi. I. Salinan risalah rapat Dewan Komisaris yang telah ditandatangani oleh seluruh anggota Dewan Komisaris yang hadir, harus didistribusikan kepada seluruh anggota Dewan Komisaris. III. DIREKSI A. Presiden Direktur atau Direktur Utama wajib berasal dari pihak yang independen terhadap Pemegang Saham Pengendali. Independensi Presiden Direktur atau Direktur Utama dapat dipenuhi apabila yang bersangkutan tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali Bank. 1. Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Umum. Termasuk dalam pengertian Pemegang Saham Pengendali Bank adalah pemegang saham Bank sampai dengan pengendali terakhir (ultimate shareholders) Bank. 2. Yang … 2. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keuangan adalah apabila seseorang menerima penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman dari Pemegang Saham Pengendali Bank. 3. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepengurusan adalah apabila seseorang menduduki jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank. 4. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepemilikan saham adalah apabila seseorang menjadi: a. pemegang saham pada perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank; dan/atau b. pemegang saham Bank bersama Pemegang Saham Pengendali Bank. Kepemilikan saham Bank yang berasal dari management shares option program (MSOP) yang besarnya tidak lebih dari 5% (lima persen) dari modal disetor Bank, tidak termasuk dalam hubungan kepemilikan saham dimaksud. 5. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keluarga adalah memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua baik hubungan vertikal maupun horizontal, termasuk mertua, menantu dan ipar, sehingga yang dimaksud dengan keluarga meliputi: a. orang tua kandung/tiri/angkat; b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istrinya; c. anak kandung/tiri/angkat; d. kakek/nenek kandung/tiri/angkat; e. cucu kandung/tiri/angkat; f. saudara … f. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta suami atau istrinya; g. suami/istri; h. mertua; i. besan; j. suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat; k. kakek atau nenek dari suami atau istri; l. suami/istri dari cucu kandung/tiri/angkat; m. saudara kandung/tiri/angkat dari suami atau istri beserta suami atau istrinya. Dalam hal Pemegang Saham Pengendali Bank berbentuk badan hukum, maka hubungan keluarga antara Presiden Direktur dengan Pemegang Saham Pengendali Bank dilihat dari hubungan keluarga antara seseorang dengan Pemegang Saham Pengendali dari badan hukum yang merupakan Pemegang Saham Pengendali Bank. B. Direksi wajib mengungkapkan kepada pegawai mengenai kebijakan Bank yang bersifat strategis di bidang kepegawaian. Yang dimaksud dengan kebijakan yang bersifat strategis di bidang kepegawaian, antara lain kebijakan mengenai sistem perekrutan (recruitment), sistem promosi, sistem remunerasi serta rencana Bank untuk melakukan efisiensi melalui pengurangan pegawai. Pengungkapan tersebut harus dilakukan melalui sarana yang diketahui atau diakses dengan mudah oleh pegawai. C. Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi Direksi. Yang dimaksud dengan pemberian kuasa umum adalah pemberian kuasa kepada satu orang karyawan atau lebih atau orang lain yang mengakibatkan pengalihan tugas, wewenang … wewenang dan tanggung jawab Direksi secara menyeluruh yaitu tanpa batasan ruang lingkup dan waktu. D. Segala keputusan Direksi diambil sesuai dengan pedoman dan tata tertib kerja, yang mengikat dan menjadi tanggung jawab seluruh anggota Direksi. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion), wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat Direksi beserta alasan perbedaannya. Terkait dengan hal tersebut, salinan risalah rapat Direksi yang telah ditandatangani oleh seluruh anggota Direksi yang hadir, harus didistribusikan kepada seluruh anggota Direksi. IV. KOMITE - KOMITE A. Dewan Komisaris wajib membentuk paling kurang Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, serta Komite Remunerasi dan Nominasi, dalam rangka mendukung efektivitas tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris. B. Keanggotaan Komite Audit paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang Komisaris Independen yang merangkap sebagai Ketua, 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi, dan 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan. Anggota Komite Audit yang berasal dari Pihak Independen dinilai memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi apabila memenuhi kriteria: 1. memiliki pengetahuan di bidang keuangan dan/atau akuntansi; dan 2. memiliki pengalaman kerja paling kurang 5 (lima) tahun di bidang keuangan dan/atau akuntansi. Anggota … Anggota Komite Audit yang berasal dari Pihak Independen dinilai memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan apabila memenuhi kriteria: 1. memiliki pengetahuan di bidang hukum dan/atau perbankan; dan 2. memiliki pengalaman kerja paling kurang 5 (lima) tahun di bidang hukum dan/atau perbankan. C. Keanggotaan Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang Komisaris Independen yang merangkap sebagai Ketua, 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan, dan 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang manajemen risiko. Anggota Komite Pemantau Risiko yang berasal dari Pihak Independen dinilai memiliki keahlian di bidang keuangan apabila memenuhi kriteria: 1. memiliki pengetahuan di bidang ekonomi, keuangan dan/atau perbankan; dan 2. memiliki pengalaman kerja paling kurang 5 (lima) tahun di bidang ekonomi, keuangan dan/atau perbankan. Anggota Komite Pemantau Risiko yang berasal dari Pihak Independen dinilai memiliki keahlian di bidang manajemen risiko apabila memenuhi kriteria: 1. memiliki pengetahuan di bidang manajemen risiko; dan/atau 2. memiliki pengalaman kerja paling kurang 2 (dua) tahun di bidang manajemen risiko. D. Keanggotaan Komite Remunerasi dan Nominasi paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang Komisaris Independen merangkap sebagai … sebagai Ketua, 1 (satu) orang Komisaris, dan 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang membawahkan sumber daya manusia atau 1 (satu) orang perwakilan pegawai. Pejabat Eksekutif yang membawahkan sumber daya manusia atau perwakilan pegawai yang menjadi anggota Komite harus memiliki pengetahuan mengenai sistem remunerasi dan/atau nominasi serta succession plan Bank. Dalam hal Bank membentuk Komite Remunerasi dan Nominasi secara terpisah maka Pejabat Eksekutif atau perwakilan pegawai yang menjadi anggota Komite Remunerasi harus memiliki pengetahuan mengenai sistem remunerasi Bank dan Pejabat Eksekutif atau perwakilan pegawai yang menjadi anggota Komite Nominasi harus memiliki pengetahuan mengenai sistem nominasi dan succession plan Bank. E. Pihak Independen adalah pihak diluar Bank yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan Dewan Komisaris, Direksi dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Pengertian mengenai memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi dan/atau Pemegang Saham, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen adalah sebagaimana dimaksud pada butir II.A. Adapun yang dimaksud dengan hubungan dengan Bank yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bertindak tidak independen, adalah hubungan dalam bentuk: 1. kepemilikan … 1. kepemilikan saham Bank dengan jumlah kepemilikan lebih dari 5% (lima persen) dari modal disetor Bank; dan/atau 2. menerima atau memberi penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman dari atau kepada Bank yang menyebabkan pihak yang memberi penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman memiliki kemampuan untuk mempengaruhi (controlling influence) pihak yang menerima penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman, seperti: a. pihak terafiliasi yaitu pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya; b. menerima penghasilan dari Bank, kecuali penghasilan yang diterima oleh Pihak Independen karena jabatan rangkapnya sebagai anggota Komite lainnya pada Bank yang sama; dan/atau c. transaksi keuangan dengan Bank yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha Bank dan/atau pihak yang melakukan transaksi keuangan, antara lain debitur inti, deposan inti, atau perusahaan yang sebagian besar sumber pendanaannya diperoleh dari Bank. Yang dimaksud dengan debitur dan deposan inti adalah debitur inti dan deposan inti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan Berkala Bank Umum. F. Bank harus meneliti kebenaran seluruh dokumen atau data pendukung pemenuhan persyaratan Pihak Independen, antara lain surat pernyataan pribadi mengenai integritas yang bersangkutan. G. Ketua … G. Ketua Komite hanya dapat merangkap jabatan sebagai Ketua Komite paling banyak pada 1 (satu) Komite lainnya pada Bank yang sama. H. Anggota Komite yang berasal dari Pihak Independen dapat merangkap jabatan sebagai Pihak Independen anggota Komite lainnya pada Bank yang sama, Bank lain, dan/atau perusahaan lain, sepanjang yang bersangkutan: a. memenuhi seluruh kompetensi yang dipersyaratkan; b. memenuhi kriteria independensi; c. mampu menjaga rahasia Bank; d. memperhatikan kode etik yang berlaku; dan e. tidak mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota Komite. I. Anggota Komite Audit, Komite Pemantau Risiko serta Komite Remunerasi dan Nominasi dilarang berasal dari anggota Direksi, baik pada Bank yang sama maupun pada Bank lain. J. Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif Bank atau pihak-pihak yang mempunyai hubungan dengan Bank yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen tidak dapat menjadi Pihak Independen sebagai anggota Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko pada Bank yang bersangkutan, sebelum menjalani masa tunggu (cooling off) selama 6 (enam) bulan. Yang dimaksud dengan masa tunggu (cooling off) adalah tenggang waktu antara berakhirnya jabatan yang bersangkutan secara efektif yang dinyatakan berhenti secara tertulis sebagai anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif atau pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan dengan Bank, dengan pengangkatan yang bersangkutan secara efektif sebagai Pihak Independen. K. Ketentuan … K. Ketentuan masa tunggu (cooling off) untuk menjadi Pihak Independen sebagaimana dimaksud huruf J tidak berlaku bagi mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang tugasnya hanya melakukan fungsi pengawasan paling kurang 6 (enam) bulan. L. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Komite Audit, Komite Pemantau Risiko serta Komite Remunerasi dan Nominasi harus memiliki kebijakan intern, yang paling kurang meliputi: 1. pedoman kerja, antara lain mekanisme kerja, uraian tugas serta tanggung jawab yang jelas dari tiap anggota; dan 2. tata tertib kerja, antara lain pengaturan etika kerja, waktu kerja dan pengaturan rapat termasuk pengaturan hak suara, yang harus diketahui dan bersifat mengikat bagi setiap anggota Komite. M. Keputusan rapat Komite dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat. Dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak dengan prinsip 1 (satu) orang 1 (satu) suara. V. BENTURAN KEPENTINGAN A. Dalam hal terjadi benturan kepentingan antara Bank dengan pemilik, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, Pejabat Eksekutif dan/atau pihak lainnya yang terkait dengan Bank maka anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat Eksekutif dilarang mengambil tindakan yang dapat merugikan Bank atau mengurangi keuntungan Bank dan wajib mengungkapkan benturan kepentingan dimaksud dalam setiap keputusan. B. Pengungkapan … B. Pengungkapan benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada huruf A dituangkan dalam risalah rapat yang paling kurang mencakup nama pihak yang memiliki benturan kepentingan, masalah pokok benturan kepentingan dan dasar pertimbangan pengambilan keputusan. C. Untuk menghindari pengambilan keputusan yang berpotensi merugikan Bank atau mengurangi keuntungan Bank, Bank harus memiliki dan menerapkan (enforce) kebijakan intern mengenai: 1. pengaturan mengenai penanganan benturan kepentingan yang mengikat setiap pengurus dan pegawai Bank, antara lain tata cara pengambilan keputusan; dan 2. administrasi pencatatan, dokumentasi dan pengungkapan benturan kepentingan dimaksud dalam risalah rapat. VI. PELAKSANAAN GCG PADA KANTOR CABANG BANK ASING A. Kantor Cabang Bank Asing wajib melaksanakan GCG pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. B. Khusus pelaksanaan fungsi Dewan Komisaris dan pembentukan Komite-Komite disesuaikan dengan struktur organisasi yang berlaku pada Kantor Cabang dan Kantor Pusat Bank Asing yang bersangkutan. C. Dalam hal struktur organisasi Kantor Cabang dan Kantor Pusat Bank Asing tidak memiliki fungsi Dewan Komisaris dan Komite-Komite, atau memiliki fungsi dimaksud namun belum sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum maka Bank Indonesia berwenang meminta penyesuaian struktur organisasi Kantor Cabang Bank Asing untuk memastikan terlaksananya GCG sesuai … sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. VII. PRINSIP UMUM PENILAIAN FAKTOR GCG A. Bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assessment) atas Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan Risiko (RBBR), baik secara individual maupun secara konsolidasi yang dilakukan paling kurang setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Adapun salah satu faktor dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank tersebut adalah faktor GCG. Sehubungan dengan itu, Bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assessment) terhadap pelaksanaan GCG sesuai periode penilaian Tingkat Kesehatan Bank. B. Penilaian faktor GCG merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen Bank atas pelaksanaan prinsip GCG, dengan memperhatikan signifikansi atau materialitas suatu permasalahan terhadap penerapan GCG pada Bank secara bank-wide, sesuai skala, karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Dalam rangka memastikan penerapan 5 (lima) prinsip dasar GCG sebagaimana dimaksud dalam butir I.A, Bank melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala paling kurang terhadap 11 (sebelas) Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG dan informasi lainnya yang terkait penerapan GCG Bank, sebagaimana dimaksud dalam butir I.B. Penilaian sendiri (self assessment) tersebut dilakukan secara komprehensif dan terstruktur yang diintegrasikan menjadi … menjadi 3 (tiga) aspek governance yaitu governance structure, governance process, dan governance outcome, sebagai suatu proses yang berkesinambungan. C. Penilaian governance structure bertujuan untuk menilai kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank agar proses pelaksanaan prinsip GCG menghasilkan outcome yang sesuai dengan harapan stakeholders Bank. Yang termasuk dalam struktur tata kelola Bank adalah Komisaris, Direksi, Komite dan satuan kerja pada Bank. Adapun yang termasuk infrastruktur tata kelola Bank antara lain adalah kebijakan dan prosedur Bank, sistem informasi manajemen serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing struktur organisasi. D. Penilaian governance process bertujuan untuk menilai efektivitas proses pelaksanaan prinsip GCG yang didukung oleh kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank sehingga menghasilkan outcome yang sesuai dengan harapan stakeholders Bank. E. Penilaian governance outcome bertujuan untuk menilai kualitas outcome yang memenuhi harapan stakeholders Bank yang merupakan hasil proses pelaksanaan prinsip GCG yang didukung oleh kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank. Yang termasuk dalam outcome mencakup aspek kualitatif dan aspek kuantitatif, antara lain yaitu: - kecukupan transparansi laporan; - kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; - perlindungan konsumen; - obyektivitas dalam melakukan assessment/audit; - kinerja … - kinerja Bank seperti rentabilitas, efisiensi, dan permodalan; dan/atau - peningkatan/penurunan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan penyelesaian permasalahan yang dihadapi Bank seperti fraud, pelanggaran BMPK, pelanggaran ketentuan terkait laporan bank kepada Bank Indonesia. F. Hasil penilaian terhadap ketiga aspek governance yang paling kurang meliputi 11 (sebelas) Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG dan informasi lainnya yang terkait penerapan GCG Bank, dilakukan berdasarkan kerangka analisis yang komprehensif dan terstruktur ditetapkan dalam Peringkat Faktor GCG. Penilaian atas ketiga aspek governance tersebut merupakan satu kesatuan sehingga apabila salah satu aspek dinilai tidak memadai, maka kelemahan tersebut dapat mempengaruhi Peringkat Faktor GCG. G. Bagi Bank yang melakukan Pengendalian terhadap perusahaan anak, dalam melakukan penilaian pelaksanaan GCG dan menetapkan Peringkat Faktor GCG secara konsolidasi harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Penetapan Perusahaan Anak yang wajib dikonsolidasikan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan pengendalian terhadap Perusahaan Anak. 2. Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG Bank secara individual dapat digunakan oleh Bank pada saat menilai GCG secara konsolidasi. Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG Perusahaan Anak yang digunakan untuk penilaian pelaksanaan GCG secara konsolidasi ditetapkan dengan memperhatikan … memperhatikan skala, karakteristik, dan kompleksitas usaha Perusahaan Anak serta didukung oleh data dan informasi yang memadai. 3. Penetapan Peringkat Faktor GCG Bank secara konsolidasi dilakukan dengan memperhatikan: a. signifikansi atau materialitas pangsa Perusahaan Anak terhadap Bank secara konsolidasi; dan/atau b. permasalahan terkait dengan pelaksanaan prinsip GCG pada Perusahaan Anak yang berpengaruh secara signifikan terhadap pelaksanaan prinsip GCG Bank secara konsolidasi. 4. Penetapan signifikansi atau materialitas pangsa Perusahaan Anak dapat ditentukan melalui perbandingan total aset Perusahaan Anak terhadap total aset Bank secara konsolidasi, atau signifikansi pos-pos tertentu pada Perusahaan Anak yang mempengaruhi kinerja Bank secara konsolidasi. H. Penetapan Peringkat Faktor GCG dikategorikan ke dalam 5 (lima) peringkat yaitu Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3, Peringkat 4 dan Peringkat 5. Urutan Peringkat Faktor GCG yang lebih kecil mencerminkan penerapan GCG yang lebih baik. Penetapan Peringkat Faktor GCG dilakukan dengan berpedoman pada Matriks Peringkat Faktor GCG sebagaimana terdapat pada Lampiran III. VIII. PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) PELAKSANAAN GCG A. Bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG secara berkala sesuai dengan periode penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Sewaktu-waktu … Sewaktu-waktu apabila diperlukan, Bank wajib melakukan pengkinian penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. B. Penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG dilakukan dengan menggunakan Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud pada Lampiran II. C. Dalam melakukan penilaian sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud pada huruf B, Bank terlebih dahulu harus memahami tujuan penilaian pelaksanaan GCG yang mencakup 3 (tiga) aspek governance, yaitu governance structure, governance process, dan governance outcome, serta kriteria/indikator pada setiap faktor penilaian. D. Penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG dilakukan dengan menyusun analisis kecukupan dan efektivitas pelaksanaan prinsip GCG yang dituangkan dalam Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. mengumpulkan data dan informasi yang relevan untuk menilai kecukupan dan efektivitas pelaksanaan prinsip GCG, seperti data kepengurusan, kepemilikan, struktur kelompok usaha, risalah rapat Dewan Komisaris, Direksi dan Komite serta laporan-laporan antara lain laporan tahunan, laporan khusus Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan, laporan yang berkaitan dengan tugas Satuan Kerja Audit Intern, laporan akuntan publik khususnya komentar mengenai keandalan sistem pengendalian intern Bank, laporan hasil penilaian sendiri (self … (self assessment) Tingkat Kesehatan Bank (RBBR), laporan rencana bisnis dan realisasinya, laporan Dewan Komisaris dan laporan lain yang terkait dengan penerapan prinsip GCG lainnya; 2. menilai kecukupan dan efektivitas pelaksanaan prinsip GCG yang dilakukan secara komprehensif dan terstruktur atas ketiga aspek governance, yaitu governance structure, governance process dan governance outcome, dengan memperhatikan prinsip signifikansi atau materialitas; dan 3. menyimpulkan faktor positif dan negatif dari masing- masing aspek governance. E. Dalam menyimpulkan faktor-faktor positif dan faktor-faktor negatif ketiga aspek governance tersebut, perlu diperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut: 1. Penilaian perlu difokuskan pada substansi penerapan GCG dan bukan hanya pada pemenuhan persyaratan formal prosedural (normatif). Dalam penilaian GCG ini juga perlu memperhatikan antara lain apakah kebijakan dan prosedur tersebut telah diimplementasikan dengan baik. Dengan demikian, dalam melakukan penilaian pelaksanaan GCG, Bank tidak hanya menjawab pertanyaan dengan jawaban ya/tidak namun perlu mengungkapkan substansi dari jawaban tersebut. Sebagai contoh, dalam melakukan penilaian terhadap pemenuhan kelengkapan organ pada struktur organisasi Bank, perlu dinilai juga apakah organ tersebut telah berfungsi sebagaimana mestinya. 2. Penilaian … 2. Penilaian pada governance structure, governance process dan governance outcome harus merupakan satu rangkaian penilaian yang terintegrasi, komprehensif dan terstruktur sehingga kesimpulan hasil penilaian governance outcome mencerminkan sejauh mana penerapan governance process dan dukungan yang memadai dari governance structure, yang perlu diuji dan dibuktikan lebih lanjut. Sebagai contoh, terdapat permasalahan pada governance structure seperti tidak adanya Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan. Dengan tidak adanya Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan tersebut mengakibatkan timbulnya kelemahan pada governance process dalam penerapan fungsi kepatuhan Bank yaitu tidak adanya tindakan pencegahan terhadap kebijakan dan/atau keputusan Direksi Bank di bidang perkreditan yang menyimpang dari ketentuan Bank Indonesia. Selanjutnya adanya kelemahan pada governance process tersebut berdampak pada governance outcome berupa terjadinya pelanggaran ketentuan BMPK. 3. Penilaian pada governance outcome selain mencakup aspek kualitatif juga meliputi aspek kuantitatif, antara lain: a. kinerja Bank seperti rentabilitas, efisiensi, dan permodalan; b. peningkatan/penurunan ketentuan kepatuhan terhadap yang berlaku dan penyelesaian permasalahan yang dihadapi Bank seperti fraud, pelanggaran BMPK, pelanggaran ketentuan terkait laporan Bank kepada Bank Indonesia. Dalam … Dalam hal ini Bank harus memperhatikan apakah pelanggaran tersebut terjadi secara berulang dan/atau materialitas/ signifikansi permasalahan tersebut terhadap kinerja Bank baik saat ini maupun di masa mendatang. Selain itu, Bank juga perlu memperhatikan bahwa penilaian tersebut telah mencakup tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh Bank untuk mengatasi permasalahan saat ini dan mengantisipasi timbulnya permasalahan di masa mendatang. 4. Dalam penetapan Peringkat Faktor GCG Bank harus memperhatikan kesesuaiannya dengan tingkat signifikansi permasalahan yang dihadapi Bank sebagaimana hasil kesimpulan yang diperoleh dalam penilaian pelaksanaan GCG Bank. 5. Penilaian pada governance structure, governance process dan governance outcome harus didukung oleh data/ informasi dan dokumen yang memadai. F. Berdasarkan Kertas Kerja Self Assessment Pelaksanaan GCG di atas, Bank membuat kesimpulan umum hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG dan menetapkan Peringkat Faktor GCG dengan mengacu pada Matriks Peringkat Faktor GCG sebagaimana dimaksud pada Lampiran III. Dalam melakukan penilaian pelaksanaan GCG harus memperhatikan penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko dalam rangka penilaian Profil Risiko Bank, mengingat faktor GCG secara umum memiliki keterkaitan dengan Kualitas Penerapan Manajemen Risiko. Pada umumnya, pelaksanaan GCG yang baik akan memastikan manajemen risiko … risiko yang baik sebagaimana tercermin pada penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko. G. Selanjutnya Bank menyusun Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud pada Lampiran IV, yang paling kurang meliputi: 1. Peringkat Faktor GCG dan Definisi Peringkat; dan 2. Analisis faktor GCG antara lain terdiri dari: a. identifikasi permasalahan berupa kelemahan dan penyebabnya (root caused); dan b. kekuatan pelaksanaan GCG. Dalam hal berdasarkan hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG diperoleh Peringkat Faktor GCG adalah 3, 4 atau 5, maka Bank wajib menyusun dan menyampaikan action plan yang memuat langkah-langkah perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu pelaksanaannya kepada Bank Indonesia. H. Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG harus ditandatangani oleh Direksi Bank. I. Bank menyampaikan Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG Bank baik secara individual maupun secara konsolidasi sebagaimana Lampiran IV kepada Bank Indonesia, yang dilengkapi dengan Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG sebagaimana Lampiran III, bersamaan dengan penyampaian hasil penilaian sendiri (self assessment) Tingkat Kesehatan Bank. J. Bank Indonesia melakukan penilaian atau evaluasi terhadap hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG yang disampaikan oleh Bank. Apabila terdapat perbedaan hasil … hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG Bank yang material, yaitu mengakibatkan hasil Peringkat Faktor GCG yang berbeda dengan hasil penilaian atau evaluasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia, maka Bank harus melakukan revisi terhadap hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG. K. Selain itu, apabila hasil penilaian Peringkat Faktor GCG oleh Bank Indonesia tergolong lebih buruk yaitu Peringkat 3, 4 atau 5, maka Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyampaikan action plan yang memuat langkah-langkah perbaikan secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu pelaksanaannya. L. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyesuaikan action plan yang telah disampaikan oleh Bank. M. Action plan sebagaimana dimaksud dalam huruf F, J, dan K disampaikan sesuai dengan tata cara penyampaian sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Namun demikian, Bank dapat menyampaikan action plan lebih awal, bersamaan dengan penyampaian Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG secara individual. N. Laporan pelaksanaan action plan GCG berikut waktu penyelesaian dan kendala/hambatan penyelesaiannya (apabila ada) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada tata cara penyampaian laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. O. Dokumen … O. Dokumen yang terkait dengan penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG antara lain Kertas Kerja Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG, Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG harus ditatausahakan dengan baik. IX. TRANSPARANSI PELAKSANAAN GCG Transparansi Pelaksanaan GCG, paling kurang meliputi pengungkapan seluruh aspek pelaksanaan prinsip GCG yaitu: A. Pengungkapan pelaksanaan GCG paling kurang meliputi: 1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi, terdiri dari: a. jumlah, komposisi, kriteria dan independensi anggota Dewan Komisaris dan Direksi; b. tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi; dan c. rekomendasi Dewan Komisaris. 2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite-Komite, terdiri dari: a. struktur, keanggotaan, keahlian dan independensi anggota Komite; b. tugas dan tanggung jawab Komite; c. frekuensi rapat Komite; dan d. program kerja Komite dan realisasinya. 3. Penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern. Informasi yang perlu diungkap adalah kinerja dari pelaksanaan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern … ekstern, antara lain: a. Fungsi kepatuhan Tingkat kepatuhan Bank terhadap seluruh ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pemenuhan komitmen dengan otoritas yang berwenang. b. Fungsi audit intern Efektivitas dan cakupan audit intern dalam menilai seluruh aspek dan unsur kegiatan Bank. c. Fungsi audit ekstern Efektivitas pelaksanaan audit ekstern dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan mengenai: 1) hubungan antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia bagi Bank konvensional; atau 2) hubungan antara Bank Syariah, Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia bagi Bank Syariah, sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank. 4. Penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern. Informasi yang perlu diungkap meliputi: a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; b. kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit; c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh. 5. Penyediaan … 5. Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar (large exposure). Informasi yang perlu diungkap adalah jumlah total baki debet penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan debitur/group inti per posisi laporan, sebagaimana tabel di bawah ini: Jumlah No. Penyediaan Dana 1. Kepada Pihak Terkait 2. Kepada debitur inti: a. Individu b. Group 6. Rencana strategis Bank meliputi: a. rencana jangka panjang (corporate plan); dan b. rencana jangka menengah dan pendek (business plan). 7. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank yang belum diungkap dalam laporan lainnya; dan 8. Informasi lain yang terkait dengan GCG Bank, antara lain berupa intervensi pemilik, perselisihan internal, atau permasalahan yang timbul sebagai dampak kebijakan remunerasi pada Bank. B. Kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang mencapai 5% (lima persen) atau lebih dari modal disetor, yang meliputi jenis dan jumlah lembar saham pada: 1. Bank yang bersangkutan; 2. Bank lain; 3. Lembaga Keuangan Bukan Bank; dan 4. perusahaan lainnya, yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri. C. Hubungan … Debitur Nominal (jutaan Rupiah) C. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Dewan Komisaris dan Direksi dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi lainnya dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank. D. Paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi Dewan Komisaris dan Direksi 1. Yang dimaksud dengan paket/kebijakan remunerasi dan jenis fasilitas lain bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi, antara lain meliputi: a. remunerasi dalam bentuk non natura, termasuk gaji dan penghasilan tetap lainnya, antara lain tunjangan (benefit), kompensasi berbasis saham, tantiem dan bentuk remunerasi lainnya; dan b. fasilitas lain dalam bentuk natura/non natura yaitu penghasilan tidak tetap lainnya, termasuk tunjangan untuk perumahan, transportasi, asuransi kesehatan dan fasilitas lainnya, yang dapat dimiliki maupun tidak dapat dimiliki. 2. Pengungkapan paket/kebijakan remunerasi, paling kurang meliputi: a. paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang ditetapkan Rapat Umum Pemegang Saham Bank; b. jenis remunerasi dan fasilitas lain bagi seluruh anggota Dewan Komisaris dan Direksi, paling kurang mencakup jumlah anggota Dewan Komisaris, jumlah anggota Direksi, dan jumlah seluruh paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sebagaimana tabel di bawah ini: Jenis … Jenis Remunerasi dan Fasilitas lain 1. Remunerasi (gaji, bonus, tunjangan rutin, tantiem, dan fasilitas lainnya dalam natura) 2. Fasilitas lain dalam bentuk natura (perumahan, transportasi, asuransi kesehatan sebagainya) yang: a. dapat dimiliki b. tidak dapat dimiliki Total c. jumlah anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang menerima paket remunerasi dalam 1 (satu) tahun yang dikelompokkan sesuai tingkat penghasilan sebagai berikut: (satuan orang) Jumlah Remunerasi per Orang dalam 1 tahun*) di atas Rp2 miliar di atas Rp1 miliar s.d. Rp2 miliar di atas Rp500 juta s.d. Rp1 miliar Rp500 juta ke bawah *) yang diterima secara tunai E. Shares … Jumlah Direksi Jumlah Komisaris Jumlah Diterima dalam 1 Tahun Dewan Komisaris orang jutaan Rp Direksi orang jutaan Rp bentuk non dan E. Shares Option 1. Yang dimaksud dengan shares option adalah opsi untuk membeli saham oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat Eksekutif yang dilakukan melalui penawaran saham atau penawaran opsi saham dalam rangka pemberian kompensasi yang diberikan kepada anggota Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank, dan yang telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham dan/atau Anggaran Dasar Bank. 2. Pengungkapan mengenai shares option paling kurang mencakup: a. kebijakan dalam pemberian shares option; b. jumlah saham yang telah dimiliki masing-masing anggota Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat Eksekutif sebelum diberikan shares option; c. jumlah shares option yang diberikan; d. jumlah shares option yang telah dieksekusi sampai dengan akhir masa pelaporan; e. harga opsi yang diberikan; dan f. jangka waktu berlakunya eksekusi shares option. Pengungkapan shares option sebagaimana dimaksud dalam huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f , dilakukan sebagaimana tabel berikut: Keterangan … Keterangan/Nama Komisaris (nama) Direksi Pejabat Eksekutif Total (nama) (total) ……….. ………. ………….. F. Rasio gaji tertinggi dan terendah 1. Yang dimaksud dengan gaji adalah hak pegawai yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari perusahaaan atau pemberi kerja kepada pegawai yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang- undangan, termasuk tunjangan bagi pegawai dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah dilakukannya. 2. Rasio gaji tertinggi dan terendah, dalam skala perbandingan berikut: a. rasio gaji pegawai yang tertinggi dan terendah; b. rasio gaji Direksi yang tertinggi dan terendah; c. rasio gaji Komisaris yang tertinggi dan terendah; dan d. rasio gaji Direksi tertinggi dan pegawai tertinggi. Gaji yang diperbandingkan dalam rasio gaji adalah imbalan yang diterima oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi dan pegawai per bulan. Yang dimaksud dengan pegawai adalah pegawai tetap Bank sampai batas pelaksana. G. Frekuensi … Jumlah saham yang dimiliki (lembar saham) Jumlah opsi yang diberikan (lembar saham) yang telah dieksekusi (lembar saham) Harga opsi (Rp) Jangka waktu G. Frekuensi rapat Dewan Komisaris Pengungkapan mengenai frekuensi rapat anggota Dewan Komisaris, paling kurang mencakup: 1. jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun; 2. jumlah rapat yang dihadiri secara fisik dan/atau melalui telekonferensi; dan 3. kehadiran masing-masing anggota di setiap rapat. H. Jumlah penyimpangan internal (internal fraud) Yang dimaksud dengan internal fraud adalah fraud yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (honorer dan outsourcing). Adapun pengertian fraud mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan strategi anti fraud bagi Bank Umum. Nilai fraud yang diungkapkan adalah apabila dampak penyimpangan bernilai lebih dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pengungkapan mengenai internal fraud paling kurang mencakup: 1. jumlah internal fraud yang telah diselesaikan; 2. jumlah internal fraud yang sedang dalam proses penyelesaian di internal Bank; 3. jumlah internal fraud yang belum diupayakan penyelesaiannya; dan 4. jumlah internal fraud yang telah ditindaklanjuti melalui proses hukum, sebagaimana tabel sebagai berikut: Internal … Jumlah kasus yang dilakukan oleh Internal Fraud dalam 1 tahun Total Fraud Telah diselesaikan Dalam proses penyelesaian di internal Bank Belum diupayakan penyelesaian Telah ditindak- lanjuti melalui proses hukum. I. Permasalahan hukum 1. Yang dimaksud dengan permasalahan hukum adalah permasalahan hukum perdata dan pidana yang dihadapi Bank selama periode tahun laporan dan telah diajukan melalui proses hukum. 2. Pengungkapan mengenai permasalahan hukum paling kurang mencakup: a. jumlah permasalahan hukum perdata dan pidana yang dihadapi dan telah mendapat putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; dan b. jumlah permasalahan hukum perdata dan pidana yang dihadapi dan masih dalam proses penyelesaian, sebagaimana tabel berikut: Permasalahan … Anggota Dewan Komisaris dan Anggota Direksi Thn Thn sebelum nya berjalan Pegawai Tetap Thn sebelum nya Thn berjalan Pegawai tidak tetap Thn Sebelum nya Thn berjalan Jumlah Kasus Permasalahan Hukum Perdata Telah mendapatkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap Dalam proses penyelesaian Total J. Transaksi yang mengandung benturan kepentingan Pengungkapan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan, paling kurang mencakup nama dan jabatan pihak yang memiliki benturan kepentingan, nama dan jabatan pengambil keputusan transaksi yang mengandung benturan kepentingan, jenis transaksi, nilai transaksi, dan keterangan, sebagaimana tabel berikut: Nama dan Jabatan No Pihak yang Memiliki Benturan Kepentingan Nama dan Jabatan Pengambil Keputusan Nilai Jenis Transaksi Transaksi (jutaan Rupiah) Keterangan *) Pidana *) Tidak sesuai sistem dan prosedur yang berlaku K. Buy back shares dan/atau buy back obligasi Bank 1. Yang dimaksud dengan buy back shares atau buy back obligasi Bank adalah upaya mengurangi jumlah saham atau obligasi yang telah diterbitkan Bank dengan cara membeli kembali saham atau obligasi tersebut, yang tata cara pembayarannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Pengungkapan … 2. Pengungkapan mengenai buy back shares dan/atau buy back obligasi Bank paling kurang mencakup: a. kebijakan dalam melakukan buy back shares dan/atau buy back obligasi; b. jumlah lembar saham dan/atau obligasi yang dibeli kembali; c. harga pembelian kembali per lembar saham dan/atau obligasi; dan d. peningkatan laba per lembar saham dan/atau obligasi. L. Pemberian dana untuk kegiatan sosial dan/atau kegiatan politik selama periode pelaporan Pengungkapan mengenai pemberian dana untuk kegiatan sosial dan/atau kegiatan politik paling kurang meliputi pihak penerima dana dan jumlah dana yang diberikan. X. LAPORAN PELAKSANAAN GCG A. Bank wajib menyusun Laporan Pelaksanaan GCG pada setiap akhir tahun buku dan menyampaikan laporan tersebut kepada: 1. Pemegang Saham; 2. Bank Indonesia; 3. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI); 4. Lembaga Pemeringkat di Indonesia; 5. Asosiasi-asosiasi Bank di Indonesia; 6. Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI); 7. 2 (dua) lembaga penelitian di bidang ekonomi dan keuangan; dan 8. 2 (dua) majalah ekonomi dan keuangan. B. Laporan … B. Laporan Pelaksanaan GCG paling kurang terdiri dari: 1. Transparansi Pelaksanaan GCG Bank sebagaimana dimaksud pada angka romawi IX; dan 2. Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG sesuai periode penilaian Tingkat Kesehatan Bank dalam 1 (satu) tahun terakhir dengan format sebagaimana Lampiran IV. 3. Action plan dan pelaksanaannya berikut waktu penyelesaian dan kendala/hambatan penyelesaiannya (apabila ada). C. Laporan Pelaksanaan GCG dapat menjadi Bab tersendiri dalam Laporan Tahunan Bank atau disajikan secara terpisah dari Laporan Tahunan Bank yang disampaikan bersama-sama dengan Laporan Tahunan Bank. D. Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan revisi terhadap Laporan Pelaksanaan GCG apabila berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia, laporan dimaksud tidak sesuai dengan kondisi Bank yang sebenarnya. Revisi Laporan Pelaksanaan GCG dimaksud segera disampaikan secara lengkap kepada Bank Indonesia dan bagi Bank yang telah memiliki homepage wajib mempublikasikan pula pada homepage Bank. E. Dalam hal terdapat perbedaan Peringkat Faktor GCG dalam Laporan Hasil Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG Bank pada Laporan Pelaksanaan GCG Bank dengan hasil penilaian pelaksanaan GCG oleh Bank Indonesia, maka Bank harus melakukan revisi terhadap Laporan Pelaksanaan GCG terkait dengan hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan … pelaksanaan GCG Bank tersebut. Revisi Laporan Pelaksanaan GCG dimaksud: 1. segera disampaikan secara lengkap kepada Bank Indonesia dan bagi Bank yang telah memiliki homepage wajib mempublikasikan pula pada homepage Bank; 2. segera dipublikasikan dalam Laporan Keuangan Publikasi Bank pada periode yang terdekat, paling kurang meliputi Peringkat Faktor GCG disertai dengan penjelasan Definisi Peringkat. XI. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN Penyampaian laporan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dialamatkan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. XII. LAIN-LAIN Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka: a. Surat … a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum; b. Lampiran III.4 Penilaian Faktor Good Corporate Governance (GCG) dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/15/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. </reg_title> <set_date> 29 April 2013 </set_date> <effective_date> 29 April 2013 </effective_date> <replaced_reg> '9/12/DPNP|SE-BI/2007', '13/24/DPNP|SE-BI/2011 | Lampiran III.4' </replaced_reg> <related_reg> '8/14/PBI/2006', '8/6/PBI/2006', '13/1/PBI/2011', '8/4/PBI/2006' </related_reg>
BANK INDONESIA ----------------- SE. No. 31/16/UPPB Jakarta, 31 Desember 1998 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum ------------------------------------------------------------ ./. Bersama ini disampaikan kepada Saudara Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/177/KEP/DIR tanggal 31 Desember 1998 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka : 1. Surat Edaran Nomor 25/1/BPPP tanggal 17 Nopember 1992 perihal Penyertaan Modal dan Pemilikan Saham oleh Bank; 2. Surat Edaran Nomor 26/3/BPPP tanggal 29 Mei 1993 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit; 3. Surat Edaran Nomor 26/8/BPPP tanggal 13 September 1993 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit; 4. Surat… 2 4. Surat Edaran Nomor 28/3/UPPB tanggal 6 September 1995 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit untuk perusahaan diperdagangkan di bursa efek; dinyatakan tidak berlaku. Demikian agar Saudara maklum. URUSAN PENGATURAN DAN PENGEMBANGAN PERBANKAN yang sahamnya Erman Munzir Kepala Urusan UPPB.
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 31/16/UPPB|SE-BI/1998 </reg_id> <reg_title> Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum </reg_title> <set_date> 31 Desember 1998 </set_date> <replaced_reg> '25/1/BPPP|SE-BI/1992', '26/3/BPPP|SE-BI/1993', '26/8/BPPP|SE-BI/1993', '28/3/UPPB|SE-BI/1995' </replaced_reg>
No.12/8/DASP Jakarta, 24 Maret 2010 S U R A T E D A R A N Perihal: Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/5/PBI/2010 tanggal 12 Maret 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5119) dan untuk mendukung peningkatan efisiensi dan kelancaran penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai SKNBI sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Untuk penyelenggaraan kliring lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang berasal dari luar wilayah tetap mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/16/DASP tanggal 21 Oktober 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang berasal dari Luar Wilayah. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/8/DASP tanggal 24 Desember 1999 perihal Rencana Penanggulangan Segera atas Penyelenggaraan Kliring dalam Keadaan Darurat; 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/7/DASP tanggal 24 Februari 2000 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Manual; 3. Surat … 2 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/8/DASP tanggal 4 Mei 2000 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi; 4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/7/DASP tanggal 7 Mei 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Otomasi; 5. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/21/DASP tanggal 2 Desember 2002 perihal Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh; 6. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/38/DASP tanggal 16 September 2004 perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal; dan 7. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan SE No.10/15/DASP tanggal 27 Maret 2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 30 April 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/8/DASP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 24 Maret 2010 </set_date> <effective_date> 30 April 2010 </effective_date> <replaced_reg> '1/8/DASP|SE-BI/1999', '2/7/DASP|SE-BI/2000', '2/8/DASP|SE-BI/2000', '4/7/DASP|SE-BI/2002', '4/21/DASP|SE-BI/2002', '6/38/DASP|SE-BI/2004', '7/26/DASP|SE-BI/2005', '10/15/DASP|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '7/18/PBI/2005', '12/5/PBI/2010' </related_reg>
No. 17/7/DPM Jakarta, 14 April 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM Tanggal 31 Maret 2008 Perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5567), serta dalam rangka harmonisasi pelaksanaan Operasi Moneter Syariah dan Operasi Moneter, perlu dilakukan perubahan ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia: a. Nomor 10/40/DPM tanggal 17 November 2008; dan b. Nomor 12/25/DPM tanggal 30 Agustus 2010, sebagai berikut : 1. Ketentuan angka III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: III. IMBALAN SBIS 1. Bank Indonesia membayar imbalan atas SBIS milik BUS atau UUS sebagai berikut: a. pada saat SBIS jatuh waktu; atau b. sebelum … 2 b. sebelum jatuh waktu, dalam hal BUS dan UUS tidak dapat memenuhi kewajiban Repo SBIS. 2. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu kepada tingkat diskonto atau tingkat bunga hasil lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka dengan jangka waktu yang sama yang ditransaksikan bersamaan dengan penerbitan SBIS, dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka menggunakan metode fixed rate tender, imbalan SBIS ditetapkan sama dengan tingkat diskonto atau tingkat bunga hasil lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka; b. dalam hal lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka menggunakan metode variable rate tender, imbalan SBIS ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat diskonto atau tingkat bunga hasil lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka. 3. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka dengan jangka waktu yang sama, tingkat imbalan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengacu kepada data terkini antara tingkat imbalan SBIS atau tingkat diskonto atau tingkat bunga transaksi Operasi Pasar Terbuka dengan jangka waktu yang sama. 4. Perhitungan imbalan SBIS dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: = Surat … 3 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 14 April 2015 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/7/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM Tanggal 31 Maret 2008 Perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang. </reg_title> <set_date> 14 April 2015 </set_date> <effective_date> 14 April 2015 </effective_date> <changed_reg> '10/16/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg> <extension_of> '10/40/DPM|SE-BI/2008', '12/25/DPM|SE-BI/2010' </extension_of> <related_reg> '16/12/PBI/2014', '10/16/DPM|SE-BI/2008', '10/40/DPM|SE-BI/2008', '12/25/DPM|SE-BI/2010' </related_reg>
No. 17/42/DPM Jakarta, 16 November 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Negara dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities Syariah Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5567) dan dalam rangka upaya penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara transaksi repurchase agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia dalam rangka standing facilities syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai perbankan syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah. 4. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti … 2 bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang Rupiah. 5. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 6. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 7. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 8. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS. 9. Sistem Bank Indonesia–Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 10. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 11. Sistem Bank Indonesia–Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi … 3 transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 12. Transaksi Repurchase Agreement SBSN Dalam Rangka Standing Facilities Syariah yang selanjutnya disebut Repo SBSN adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka Standing Facilities Syariah. 13. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank Indonesia. 14. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga, transaksi dengan Bank Indonesia dan/atau transaksi pasar keuangan. 15. Marjin Repo SBSN adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam setahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang melakukan transaksi Repo SBSN. 16. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka penatausahaan. 17. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan. 18. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan. II. KARAKTERISTIK … 4 II. KARAKTERISTIK REPO SBSN 1. Repo SBSN merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk injeksi likuiditas perbankan syariah dalam rangka OMS. 2. Repo SBSN disediakan Bank Indonesia pada setiap hari kerja Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas Bank Indonesia. 3. Repo SBSN dilakukan dengan mekanisme nonlelang. 4. Pengajuan Repo SBSN dilakukan melalui Sistem BI-ETP. 5. Jangka waktu Repo SBSN adalah 1 (satu) hari kerja (overnight). 6. Jumlah hari dalam perhitungan Marjin Repo SBSN dihitung berdasarkan hari kalender. 7. Window time Repo SBSN adalah dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 8. Bank Indonesia membuka window time Repo SBSN dengan mengumumkannya melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia. 9. Dalam hal terdapat perubahan window time, seri dan jenis SBSN, haircut, dan/atau Marjin Repo SBSN, pengumuman dilakukan sebelum window time Repo SBSN. 10. Bank Indonesia menetapkan Marjin Repo SBSN. 11. Bank mengajukan Repo SBSN kepada Bank Indonesia. 12. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Repo SBSN adalah sebagai berikut: a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS; b. tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; c. harus memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; dan d. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS. 13. SBSN milik Bank yang dapat di-Repo-kan adalah: a. SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek; b. tercatat di BI-SSSS; c. tidak … 5 c. tidak sedang diagunkan; dan d. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat second leg Repo SBSN. 14. Bank bertanggung jawab atas kebenaran data pengajuan Repo SBSN yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 15. Bank dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 16. Bank yang melakukan Repo SBSN wajib: a. memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi dalam Rekening Surat Berharga untuk setelmen penjualan SBSN secara Repo paling lambat pada saat dilakukan setelmen Repo SBSN (first leg); dan b. memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen pembelian kembali SBSN pada tanggal Repo SBSN jatuh waktu (second leg). 17. Dalam hal setelah terjadinya Repo SBSN, tanggal jatuh waktu Repo SBSN ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan Marjin Repo SBSN atas tambahan jangka waktu Repo SBSN. 18. Dalam hal Repo SBSN dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari libur, maka tanggal jatuh waktu Repo SBSN ditetapkan pada hari kerja berikutnya. 19. Bank Indonesia menatausahakan Repo SBSN pada Rekening Surat Berharga di BI-SSSS. 20. Harga SBSN yang dapat di-Repo-kan ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN. 21. Bank Indonesia menetapkan besarnya haircut untuk jenis SBSN dalam rangka penentuan nilai setelmen penjualan SBSN. 22. Haircut adalah faktor pengurang harga SBSN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 23. Bank … 6 23. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan Haircut dan mengumumkan perubahan tersebut melalui Sistem BI-ETP, BI- SSSS, dan/atau sarana lainnya. III. PERSYARATAN UMUM 1. Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan janji (al wa’d) oleh Bank kepada Bank Indonesia untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati. 2. Janji (wa’d) Bank kepada Bank Indonesia untuk membeli kembali SBSN dalam rangka Repo SBSN dilakukan dalam dokumen yang terpisah. Contoh Dokumen Janji sebagaimana dimaksud pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Bank mengajukan Repo SBSN setelah menandatangani dokumen Janji (wa’d) Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam Rangka Repo SBSN Dengan Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut Dokumen Janji, yang telah dibubuhi meterai cukup dan menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia. 4. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 3 meliputi: a. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia: 1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji dilakukan oleh direksi; 2) fotokopi anggaran dasar Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani Dokumen Janji jika penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh direksi; atau 3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi … 7 direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji dilakukan oleh direksi; 4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani perjanjian jika penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh direksi; dan 5) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat yang berwenang untuk menandatangani Dokumen Janji. b. Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri: 1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika penandatanganan Dokumen Janji dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); 2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani Dokumen Janji jika penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh CEO; 3) dalam hal penandatanganan Dokumen Janji tidak dilakukan oleh CEO maka surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus memuat hak CEO untuk mengalihkan kewenangannya (hak substitusi); dan 4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang berwenang untuk menandatangani Dokumen Janji. 5. Penandatanganan Dokumen Janji sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan Repo SBSN dengan Bank Indonesia. 6. Khusus … 8 6. Khusus untuk UUS, Dokumen Janji sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dapat ditandatangani oleh pejabat UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh direksi Bank konvensional dari UUS. 7. Dokumen Janji sebagaimana dimaksud dalam angka 3 berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi Dokumen Janji dan/atau perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan daerah mengenai kewenangan direksi Bank untuk mewakili Bank atau ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai pendelegasian wewenang. 8. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan angka 4 disampaikan dengan surat pengantar kepada: Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara Jl. M.H Thamrin No. 2 Jakarta 10350 IV. PENGUMUMAN DAN PENGAJUAN REPO SBSN 1. Bank Indonesia mengumumkan rencana transaksi Repo SBSN melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lainnya paling lambat sebelum window time. 2. Pengumuman Repo SBSN mencakup antara lain: a. sarana transaksi; b. window time; c. d. Marjin Repo SBSN; e. f. haircut; dan/atau g. jangka waktu Repo SBSN; tanggal dan waktu setelmen. 3. Bank mengajukan Repo SBSN kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. jenis dan seri SBSN yang dapat di-Repo-kan; 4. Pengajuan … 9 4. Pengajuan Repo SBSN meliputi antara lain nilai nominal, jenis dan seri SBSN yang di-Repo-kan. V. PENGUMUMAN HASIL TRANSAKSI Bank Indonesia mengumumkan hasil transaksi Repo SBSN setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: 1. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai transaksi yang diterima dan Marjin Repo SBSN; dan 2. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal yang diterima dan Marjin Repo SBSN. VI. SETELMEN TRANSAKSI 1. Setelmen Penjualan SBSN (First Leg) a. Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada hari transaksi (same day settlement) pada awal periode pre cut- off Sistem BI-RTGS. b. Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: 1) Nilai setelmen first leg dihitung sebagai berikut: a) Dalam hal SBSN Jangka Panjang Nominal Nilai Setelmen First Leg = SBSN Yang x Di-Repo-Kan Harga SBSN b) Dalam hal SBSN Jangka Pendek Nominal Nilai Setelmen First Leg Keterangan: Harga SBSN = SBSN Yang × Di-Repo-Kan -Haircut + Accrued Imbalan SBSN Harga SBSN -Haircut : Harga SBSN sebagaimana diumumkan pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada tanggal transaksi Repo SBSN Haircut … 10 Haircut Accrued Imbalan : Haircut sebagaimana diumumkan pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS. - Hak atas imbalan SBSN yang dihitung sejak 1 (satu) hari kalender sesudah tanggal pembayaran imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen first leg. - Perhitungan hak atas imbalan SBSN didasarkan pada jumlah hari yang sebenarnya (actual per actual). 2) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal dari SBSN yang di-Repo-kan. 3) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud dalam angka 1). 4) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg maka BI- SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Repo SBSN. 5) Atas batalnya transaksi Repo SBSN sebagaimana dimaksud dalam angka 4), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. 6) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi Repo SBSN dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan setelmen first leg dalam 1 (satu) hari maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 2. Setelmen … 11 2. Setelmen Pembelian Kembali SBSN (Second Leg) a. Pada tanggal Repo SBSN jatuh waktu (second leg) BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut off warning Sistem BI-RTGS. b. Nilai atas setelmen second leg dihitung sebesar: Nilai Nilai Setelmen = Second Leg Setelmen First Leg + Nilai Marjin Repo SBSN Keterangan: Nilai Marjin Repo SBSN adalah penerimaan Bank Indonesia sesuai jangka waktu Repo SBSN. c. Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud dalam huruf b. d. Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di-Repo- kan. e. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro Rupiah dalam jumlah yang cukup sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg. f. Dalam hal terdapat pembatalan sebagaimana dimaksud dalam huruf e, pada saat second leg Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar kewajiban pembayaran Marjin Repo SBSN. g. Atas batalnya transaksi Repo SBSN jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. h. Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi Repo SBSN dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, dalam hal terdapat lebih … 12 lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Repo SBSN jatuh waktu (second leg) dalam 1 (satu) hari maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 3. Kegagalan Setelmen Second Leg a. Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg maka Repo SBSN diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright oleh Bank dengan perhitungan setelmen transaksi penjualan secara outright dan penggunaan harga surat berharga transaksi penjualan secara outright sebagai berikut: 1) Dalam hal SBSN Jangka Pendek Nilai Setelmen Penjualan SBSN Nilai Setelmen Penjualan SBSN = Nominal SBSN 2) Dalam hal SBSN Jangka Panjang = Nominal SBSN × Harga SBSN + Accrued Imbalan b. Transaksi outright sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dikenakan terhadap Repo SBSN yang tidak memiliki dana dalam jumlah yang mencukupi. c. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk penyelesaian Repo SBSN jatuh waktu diakibatkan karena pembatalan setelmen second leg, Bank Indonesia mengkredit atau mendebet Rekening Giro Rupiah dengan memperhitungkan: 1) accrued imbalan pada periode Repo SBSN OPT Syariah; 2) haircut yang masih menjadi hak Bank; dan 3) Marjin Repo SBSN yang harus dibayarkan oleh Bank. 4. Imbalan SBSN Dalam hal terjadi kegagalan setelmen second leg dan terdapat imbalan yang diterima oleh Bank maka Bank Indonesia memperhitungkan pengembalian imbalan yang diterima oleh Bank. VII. TATA … × Harga SBSN 13 VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada butir VI.1.b.4) dan butir VI.2.e, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK); b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi Repo SBSN yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan c. dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VI.2.e dan dalam hal harga SBSN pada saat second leg lebih rendah dari harga SBSN pada transaksi first leg, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar sebesar selisih antara harga pada transaksi first leg dan harga pada transaksi second leg setelah dikalikan dengan nominal SBSN yang di-Repo-kan. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan pemberitahuan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah … 14 Rupiah Bank yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan setelmen Repo SBSN. VIII. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/28/DPM tanggal 27 September 2012 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Fecilities Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/42/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga Syariah Negara dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities Syariah </reg_title> <set_date> 16 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '14/28/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No. 8/6/DPBPR Jakarta, 20 Februari 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/63/DPBPR Tanggal 30 Desember 2005 Perihal Sistem Informasi Debitur ----------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan penyempurnaan aplikasi pada Sistem Informasi Debitur (SID) bagi Bank Perkreditan Rakyat maka perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/63/DPBPR tanggal 30 Desember 2005 perihal Sistem Informasi Debitur sebagai berikut: 1. Ketentuan butir I.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Pelapor adalah Kantor Pusat dan Kantor Cabang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip Syariah, yang memenuhi ketentuan mengenai SID yang berlaku. 2. Ketentuan butir II diubah sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: 1. BPR yang wajib menyampaikan Laporan Debitur dalam SID sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini adalah : a. BPR yang memiliki total aset sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih, dan b. BPR… 2 b. BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), yang telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia sebagai Pelapor. 2. Total aset sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah total aset BPR berdasarkan laporan bulanan sejak posisi Januari 2006. 3. Dalam hal BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 membuka Kantor Cabang, maka Kantor Cabang dimaksud wajib menjadi Pelapor paling lambat 2 (dua) bulan sejak melakukan kegiatan operasional. 4. Dalam hal total aset BPR meningkat sehingga menjadi sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih maka Kantor Pusat dan Kantor Cabang BPR wajib menjadi Pelapor paling lambat 2 (dua) bulan sejak terpenuhinya total aset dimaksud. 5. BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dapat menjadi Pelapor setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. Permohonan untuk menjadi Pelapor tersebut, diajukan oleh Kantor Pusat BPR kepada: a. Direktorat Pengawasan BPR c.q. Tim Pengawasan BPR atau Direktorat Perbankan Syariah c.q. Tim Pengawasan Bank Syariah bagi BPR yang berada di wilayah DKI Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi, atau Jakarta Raya, Provinsi b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPR yang berada di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. dengan tembusan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP), c.q. Pusat Informasi Kredit. 6. BPR sebagaimana dimaksud pada angka 5, termasuk Kantor Cabangnya, wajib menyampaikan Laporan Debitur paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal surat persetujuan menjadi Pelapor. 7. BPR yang telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Pelapor wajib mengikuti persyaratan dan tata cara pelaporan SID sebagaimana diatur dalam… 3 dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tentang Sistem Informasi Debitur dan ketentuan pelaksanaannya. 8. BPR yang telah menjadi Pelapor tidak dapat mengundurkan diri dari keikutsertaan dalam pelaporan SID. 9. Dalam hal BPR Pelapor melakukan merger atau konsolidasi, maka BPR Pelapor peserta merger atau konsolidasi tersebut tetap wajib menyampaikan Laporan Debitur sampai dengan proses merger atau konsolidasi selesai. Setelah proses merger atau konsolidasi tersebut selesai, kewajiban penyampaian Laporan Debitur dilakukan oleh BPR Pelapor hasil merger atau konsolidasi tersebut. 3. Ketentuan butir IV.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Laporan Debitur disampaikan oleh Kantor Pusat dan Kantor Cabang BPR yang bersangkutan dan meliputi seluruh Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur untuk masing-masing kantor. 4. Ketentuan butir IV.2.c diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. c. informasi fasilitas penyediaan dana yang diterima oleh Debitur, antara lain berisi informasi mengenai jenis penyediaan dana, jumlah fasilitas yang diberikan dan kolektibilitas; Informasi penyediaan dana tersebut meliputi pula fasilitas penyediaan dana yang: 1) telah dihapus buku dalam waktu 1 (satu) tahun terakhir sebelum menjadi Pelapor dan cukup disampaikan satu kali, yaitu dalam Laporan Debitur yang pertama 2) dihapus tagih dan yang diselesaikan dengan cara pengambilalihan agunan atau penyelesaian melalui pengadilan sejak menjadi Pelapor. 5. Menambahkan ketentuan butir IX dengan satu ketentuan baru yaitu angka 3, yang berbunyi sebagai berikut: 3. Pemenuhan… 4 3. Pemenuhan sanksi kewajiban membayar dan penyampaian fotokopi bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dilakukan oleh Kantor Pusat Pelapor dan ditujukan kepada : a. Direktorat Pengawasan BPR c.q. Bagian IDABPR atau Direktorat Perbankan Syariah c.q. Bagian PAdBS, bagi Pelapor yang berada di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi, atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Pelapor yang berada di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 6. Ketentuan butir X dihapus. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 20 Februari 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, IRMAN DJAJA DALIMI DIREKTUR PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DPBPR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/6/DPBPR|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/63/DPBPR Tanggal 30 Desember 2005 Perihal Sistem Informasi Debitur </reg_title> <set_date> 20 Februari 2006 </set_date> <effective_date> 20 Februari 2006 </effective_date> <changed_reg> '7/63/DPBPR|SE-BI/2005' </changed_reg> <related_reg> '7/63/DPBPR|SE-BI/2005' </related_reg>
No. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5029), perlu diatur lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan produk dan aktivitas baru dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: I. UMUM A. Produk dan aktivitas yang ditawarkan perbankan khususnya terkait dengan produk dan aktivitas baru, berkembang menjadi semakin kompleks dan bervariasi. Hal ini mengakibatkan eksposur risiko yang ditanggung Bank dari penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitas tersebut menjadi semakin tinggi. B. Peningkatan . . . B. Peningkatan risiko yang dihadapi Bank perlu diimbangi dengan pengendalian risiko yang memadai. Untuk mengendalikan risiko dimaksud Bank perlu meningkatkan kualitas penerapan Manajemen Risiko. C. Peningkatan kualitas penerapan Manajemen Risiko khususnya terkait produk atau aktivitas baru antara lain dilakukan melalui peningkatan kualitas pelaporan produk atau aktivitas baru Bank dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, aspek hukum, kompetensi pegawai, dan kesiapan infrastruktur (termasuk kebijakan dan prosedur). D. Perlunya peningkatan kualitas penerapan Manajemen Risiko tidak hanya ditujukan bagi kepentingan Bank, tetapi juga bagi kepentingan nasabah. Salah satu aspek penting dalam rangka pengendalian risiko dan juga untuk melindungi kepentingan nasabah adalah kecukupan transparansi informasi terkait produk atau aktivitas Bank. II. PRODUK ATAU AKTIVITAS BARU A. Definisi Produk atau Aktivitas Bank Mengacu pada penjelasan Pasal 20 ayat (1) PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan PBI Nomor 11/25/PBI/2009, yang selanjutnya disebut PBI, yang dimaksud dengan: 1. Produk Bank adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank. Produk Bank dimaksud adalah produk yang diciptakan, diterbitkan, dan/atau dikembangkan oleh Bank dalam rangka penghimpunan dan penyaluran dana, antara lain meliputi giro, tabungan, deposito, obligasi, kredit, medium term notes, produk derivatif, dan principally protected structured product. 2. Aktivitas . . . 2. Aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada nasabah, antara lain adalah jasa keagenan dan/atau kustodian. B. Kriteria Produk atau Aktivitas Baru Mengacu pada Pasal 20 ayat (3) PBI suatu produk atau aktivitas Bank merupakan suatu produk baru atau aktivitas baru apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. tidak pernah diterbitkan atau dilakukan sebelumnya oleh Bank; atau 2. telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank namun dilakukan pengembangan yang mengubah atau meningkatkan eksposur Risiko tertentu pada Bank. Pengembangan yang mengubah atau meningkatkan eksposur Risiko tertentu pada produk atau aktivitas Bank, antara lain meliputi: a. Pengembangan produk Bank yang telah diterbitkan sebelumnya oleh Bank, misalnya: 1) Penerbitan obligasi dengan tingkat kupon dan/atau jangka waktu yang berbeda dari obligasi yang sudah diterbitkan sebelumnya. 2) Penerbitan principally protected structured product yang berubah jangka waktunya dan/atau underlying- nya dari yang pernah diterbitkan sebelumnya. b. Pengembangan aktivitas Bank yang merupakan aktivitas kerjasama dengan pihak lain, yang dalam pengembangannya memerlukan persetujuan dari atau pelaporan kepada otoritas pengawas yang berwenang, misalnya penambahan atau perubahan partner dalam melakukan aktivitas pemindahan dana (transfer). C. Pelaporan . . . C. Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru 1. Bank wajib menyampaikan laporan untuk setiap penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru kepada Bank Indonesia yang terdiri dari : a. Laporan Rencana Penerbitan Produk atau Pelaksanaan Aktivitas Baru; dan b. Laporan Realisasi Penerbitan Produk atau Pelaksanaan Aktivitas Baru. Selain memenuhi ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud di atas, untuk produk yang belum pernah diterbitkan atau aktivitas baru yang belum pernah dilaksanakan sebelumnya oleh Bank sebagaimana dimaksud pada butir II.B.1, rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru tersebut wajib telah dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank untuk tahun yang sama dengan rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru tersebut. 2. Pencantuman rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru dalam Rencana Bisnis Bank sebagaimana dimaksud pada angka 1 menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1, yang paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: a. b. jenis produk atau aktivitas baru; rencana waktu penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru; c. tujuan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru; d. keterkaitan produk atau aktivitas baru dengan strategi Bank; e. deskripsi . . . e. deskripsi umum mengenai produk atau aktivitas baru; dan f. risiko yang mungkin timbul atas penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru. 3. Laporan Rencana Penerbitan Produk atau Pelaksanaan Aktivitas Baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, diatur sebagai berikut: a. Laporan wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru. b. Laporan dimaksud paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: 1) informasi umum terkait produk atau aktivitas baru meliputi antara lain nama produk/jenis aktivitas, rencana waktu penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas, target pasar, rencana/target nilai transaksi dalam 1 (satu) tahun pertama, informasi mengenai skim/fitur produk atau penjelasan mengenai aktivitas; 2) manfaat dan biaya bagi Bank; 3) manfaat dan risiko bagi nasabah; 4) prosedur pelaksanaan (standard operating procedures/SOP), organisasi, dan kewenangan untuk menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas baru; 5) rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris (APU dan PPT); 6) identifikasi, . . . 6) identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap risiko yang melekat pada produk atau aktivitas baru; 7) hasil analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas produk atau aktivitas baru; 8) dokumen/draft dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah yang terkait dengan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas yang meliputi antara lain perjanjian antara Bank dengan nasabah atau pihak lain, brosur, leaflet, prospektus, dan/atau formulir aplikasi; 9) sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh, dan/atau sistem pencatatan administrasi; 10) dokumen yang menyatakan bahwa Bank telah memperoleh persetujuan atau izin dari otoritas yang berwenang, apabila aktivitas Bank dimaksud memerlukan persetujuan dari otoritas tersebut. Dalam hal dokumen dimaksud belum diterbitkan, maka Bank dapat menyampaikan fotokopi bukti permohonan persetujuan atau izin kepada otoritas yang berwenang. Selanjutnya, setelah otoritas menerbitkan persetujuan atau izin, maka Bank wajib menyampaikannya kepada Bank Indonesia sebagai kelengkapan dokumen; dan 11) kesiapan . . . 11) kesiapan dan hasil uji coba Bank (apabila ada) atas produk atau aktivitas baru. Format laporan rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru mengacu pada Lampiran 2. c. Bank hanya dapat menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas baru setelah menerima penegasan dari Bank Indonesia. Penegasan dari Bank Indonesia diberikan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. d. Dalam hal masih diperlukan tambahan dokumen dan/atau penjelasan berkenaan dengan evaluasi yang dilakukan Bank Indonesia, maka Bank wajib melengkapi dokumen tersebut dan memberikan penjelasan yang diperlukan. Batas waktu 60 (enam puluh) hari dihitung sejak Bank melengkapi dokumen dan/atau memberikan penjelasan yang diminta oleh Bank Indonesia tersebut. 4. Bank harus menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas baru paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penegasan dari Bank Indonesia. Dalam hal Bank akan melakukan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru setelah melampaui jangka waktu tersebut, maka Bank harus menyampaikan kembali Laporan Rencana Penerbitan Produk atau Pelaksanaan Aktivitas Baru sesuai ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 5. Laporan . . . 5. Laporan Realisasi Penerbitan Produk atau Pelaksanaan Aktivitas Baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b wajib disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah produk diterbitkan atau aktivitas baru dilaksanakan. Bank dinyatakan telah melakukan realisasi penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru sejak tanggal produk atau aktivitas tersebut mulai ditawarkan dan sudah dapat dibeli atau dimanfaatkan oleh nasabah. Laporan Realisasi Penerbitan Produk atau Pelaksanaan Aktivitas Baru paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: a. b. jenis dan nama produk atau aktivitas baru; tanggal penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru; dan c. kesesuaian produk yang diterbitkan atau aktivitas baru yang dilaksanakan dengan Laporan Rencana Penerbitan Produk atau Pelaksanaan Aktivitas Baru yang telah disampaikan. 6. Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas dalam hal di kemudian hari berdasarkan evaluasi Bank Indonesia produk yang diterbitkan atau aktivitas yang dilaksanakan memenuhi kondisi sebagai berikut: a. tidak sesuai dengan rencana penerbitan produk atau aktivitas baru yang dilaporkan kepada Bank Indonesia; b. berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank; dan/atau c. tidak . . . c. tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penghentian tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen berdasarkan penilaian Bank Indonesia atas penyimpangan yang terjadi. 7. Terkait penghentian penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas sebagaimana dimaksud pada angka 6 di atas, maka Bank: a. dilarang melakukan transaksi baru; dan b. tetap bertanggung jawab kepada nasabah atas penyelesaian kewajiban terkait produk yang telah diterbitkan atau aktivitas yang telah dilaksanakan; 8. Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak mencakup hal-hal yang dilakukan Bank dalam rangka: a. penanaman dana dalam rangka investasi, misalnya pembelian Reksa Dana pendapatan tetap dan pembelian surat berharga oleh Bank; b. penyaluran dan penghimpunan dana dalam rangka pengelolaan likuiditas, misalnya penempatan antar bank atau penerimaan pinjaman antar bank; c. penerimaan pinjaman dari pihak lain, misalnya pinjaman yang diterima Bank dari lembaga multilateral; dan/atau d. pengembangan dari produk atau aktivitas konvensional yang pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank yang mengubah atau meningkatkan eksposur Risiko tertentu pada Bank. Termasuk . . . Termasuk dalam produk konvensional adalah produk yang memiliki fitur dasar sesuai karakteristik produk tersebut misalnya giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito, kredit, anjak piutang, produk derivatif yang bersifat plain vanilla, bank garansi, dan trade finance. Termasuk dalam aktivitas konvensional adalah: 1) aktivitas Bank yang dilakukan tanpa melalui kerjasama dengan pihak lain, misalnya jasa pemindahan dana (transfer), dan aktivitas kustodian; dan/atau 2) aktivitas Bank yang terkait dengan penjualan produk- produk yang diterbitkan oleh Pemerintah, misalnya aktivitas agen penjual Surat Utang Negara (SUN), dan aktivitas agen penjual Obligasi Ritel Indonesia (ORI). D. Larangan terkait Pemasaran Produk atau Aktivitas Mengacu pada Pasal 20A PBI Bank dilarang menugaskan atau menyetujui pengurus dan/atau pegawai Bank untuk memasarkan produk atau melaksanakan aktivitas yang bukan merupakan produk atau aktivitas Bank dengan menggunakan sarana atau fasilitas Bank, termasuk: 1. memasarkan produk yang dinyatakan sebagai produk Bank, namun tidak tercatat dalam pembukuan atau administrasi Bank, misalnya pengurus atau pegawai Bank menjual produk yang dinyatakan sebagai deposito Bank kepada nasabah, namun deposito tersebut tidak pernah tercatat dalam pembukuan Bank; dan/atau 2. memasarkan . . . 2. memasarkan produk atau aktivitas Bank yang memenuhi kriteria sebagai produk atau aktivitas baru, namun belum dilaporkan dan/atau belum mendapat penegasan dari Bank Indonesia, misalnya Bank bertindak sebagai agen penjual efek Reksa Dana A, namun Bank belum tercatat di Bank Indonesia sebagai agen penjual efek Reksa Dana A. III. LAIN-LAIN A. Dalam hal penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru tersebut telah diatur secara khusus dalam ketentuan Bank Indonesia lainnya dan memenuhi prinsip-prinsip penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas dimaksud mengacu pada ketentuan yang mengatur secara khusus tersebut. Sebagai contoh dalam pelaksanaan aktivitas penyediaan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), penerbitan Structured Product, dan penggunaan Teknologi Informasi mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai hal tersebut. B. Pelaporan untuk aktivitas tertentu seperti aktivitas keagenan efek Reksa Dana dan aktivitas kerjasama pemasaran dengan perusahaan asuransi (bancassurance) diatur secara tersendiri dalam Surat Edaran yang mengatur mengenai penerapan Manajemen Risiko untuk aktivitas tertentu tersebut. IV. KETENTUAN . . . IV. KETENTUAN PERALIHAN A. Bank yang telah menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas baru setelah tanggal 1 Juli 2009 dan sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini namun belum menyampaikan pelaporan sesuai dengan ketentuan ini, wajib menyampaikan laporan sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia ini. Penyampaian laporan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah berlakunya ketentuan ini disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir II.C.3.b dan butir II.C.5 Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Dalam hal Bank telah menyampaikan Laporan Rencana Penerbitan Produk atau Pelaksanaan Aktivitas Baru sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini namun Bank Indonesia belum memberikan surat penegasan, maka Bank wajib menyesuaikan pelaporan tersebut dengan Surat Edaran Bank Indonesia ini. V. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran ini berlaku, maka ketentuan sebagaimana diatur pada angka 10, Lampiran 1 Bab IV angka 4 dan angka 5, dan Lampiran 7 Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum dan ketentuan pelaksanaan lainnya yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko yang bertentangan dengan pengaturan dalam Surat Edaran ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 2009. Agar . . . Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/35/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru </reg_title> <set_date> 31 Desember 2009 </set_date> <effective_date> 31 Desember 2009 </effective_date> <replaced_reg> '5/21/DPNP|SE-BI/2003 | angka 10, Lampiran 1 Bab IV angka 4 dan angka 5, dan Lampiran 7' </replaced_reg> <related_reg> '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009' </related_reg>
No. 5/ 17/DASP Jakarta, 15 Agustus 2003 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BI-RTGS DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. ----------------------------------------------------------------------------- Dalam rangka sinkronisasi peraturan perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dengan beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia khususnya yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan moneter Bank Indonesia, perlu diadakan perubahan mengenai ketentuan jam operasional Sistem BI-RTGS. Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan dalam Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement sebagaimana telah diubah dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/20/DASP tanggal 31 Agustus 2001 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/10/DASP tanggal 26 Juni 2002 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, diubah menjadi sebagaimana terlampir. Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 15 Agustus 2003. Agar… Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN Lampiran SE No.5/17/DASP tgl.15-Agustus-2003 -------------------------------------------------------------- Lampiran 2 JAM OPERASIONAL No. SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT KEGIATAN/JENIS TRANSAKSI WAKTU 1. RCC Open (RCC Buka) 2. 06.30 WIB Periode untuk melakukan transfer untuk kepentingan : a. Penarikan Tunai (1) Construct penarikan tunai (2) Penyerahan warkat untuk penarikan fisik uang tunai (3) Penarikan fisik uang tunai untuk transaksi yang settle paling lambat pukul 12.00 WIB b. Penyetoran Tunai (1) Penyerahan warkat untuk penyetoran uang tunai (2) Penyetoran fisik uang tunai c. Pelimpahan Setoran Penerimaan Negara untuk KPKN d. Transfer Atas Nama Nasabah e. Transfer Antar Bank f. Transfer ke Kantor Bank Indonesia g. Interface Hasil Kliring h. Interbank Cover Position i. BI Cover Position j. Settlement Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI)* 3. 4. 5. Cut Off Warning Pre Cut Off Cut Off Time (RCC Tutup) 06.30 WIB – 11.00 WIB 08.00 WIB – 12.00 WIB 08.00 WIB – 12.00 WIB 08.00 WIB – 12.00 WIB 08.00 WIB – 12.00 WIB 06.30 WIB – 10.00 WIB 06.30 WIB – 16.30 WIB 06.30 WIB - 17.00 WIB 06.30 WIB – 15.00 WIB 12.00 WIB – 17.00 WIB 17.00 WIB – 18.00 WIB 18.00 WIB – 19.00 WIB 13.00 WIB – 19.00 WIB 17.00 WIB 18.00 WIB 19.00 WIB * Yang dimaksud settlement dalam huruf ini adalah pembebanan secara actual pada Rekening Giro masing-masing Peserta dengan memperhatikan kecukupan dana sebelum cut off warning sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan Bank Indonesia perihal FASBI.
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/17/DASP|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. </reg_title> <set_date> 15 Agustus 2003 </set_date> <effective_date> 15 Agustus 2003 </effective_date> <changed_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg> <extension_of> '3/20/DASP|SE-BI/2001', '4/10/DASP|SE-BI/2002' </extension_of> <related_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000 | Lampiran 2', '3/20/DASP|SE-BI/2001', '4/10/DASP|SE-BI/2002' </related_reg>
No.16/9/DSta Jakarta, 26 Mei 2014 SURA T EDARA N Kepada SEMUA EKSPORTIR, PEMILIK BARANG, DAN/ATAU PIHAK-PIHAK YANG TUNDUK DALAM KONTRAK KERJA SAMA MINYAK BUMI DAN GAS BUMI DI INDONESIA Perihal: PENERIMAAN DEVISA HASIL EKSPOR Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5534) dan dalam rangka mendukung pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tersebut, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penerimaan devisa hasil ekspor dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: A. UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia, dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh persetujuan dari otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing, termasuk kantor cabang bank … 2 bank asing di Indonesia, namun tidak termasuk kantor cabang luar negeri dari Bank yang berkantor pusat di Indonesia. 3. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai kepabeanan. 4. Eksportir adalah orang perseorangan, badan hukum, atau badan lainnya yang tidak berbadan hukum yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. 5. Perusahaan Jasa Titipan yapng selanjutnya disingkat PJT adalah perusahaan yang menangani layanan kiriman secara ekspres atau peka waktu, memiliki izin penyelenggaraan jasa titipan dari instansi terkait, serta mendapatkan persetujuan untuk melaksanakan kegiatan kepabeanan dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. 6. Pemilik Barang adalah orang perseorangan, badan hukum, atau badan lainnya yang tidak berbadan hukum, yang memiliki barang Ekspor. 7. Pemberitahuan Ekspor Barang yang selanjutnya disingkat PEB adalah dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang yang dapat berupa tulisan di atas formulir atau media elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai kepabeanan. 8. Devisa Hasil Ekspor yang selanjutnya disingkat DHE adalah devisa dari hasil kegiatan Ekspor. 9. Nilai PEB adalah nilai Ekspor atas dasar free on board (FOB) yang tercantum pada PEB. 10. Barang Tambang adalah Minyak dan Gas Bumi, Mineral, dan Batubara. 11. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi. 12. Minyak Bumi adalah minyak bumi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai minyak dan gas bumi. 13. Gas Bumi adalah gas bumi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai minyak dan gas bumi. 14. Mineral ... 3 14. Mineral adalah mineral sebagaimana dimaksud dalam undang- undang yang mengatur mengenai pertambangan mineral dan batubara. 15. Batubara adalah batubara sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan mineral dan batubara. 16. Pihak-Pihak Yang Tunduk Kepada Kontrak Kerja Sama Minyak Dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut Pihak Dalam Kontrak Migas adalah operator dan/atau pemegang participating interest berserta para penggantinya dari waktu ke waktu, yang tercatat di otoritas yang berwenang. 17. Hari adalah hari kerja Bank Indonesia. 18. Sandi Kantor Pabean adalah sandi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) pemuatan yang menerbitkan PEB. 19. Nomor PEB adalah nomor pendaftaran yang dikeluarkan oleh KPPBC sebagaimana tercantum pada dokumen PEB. 20. Dokumen Pendukung adalah dokumen yang membuktikan kebenaran data dan/atau keterangan mengenai antara lain PEB yang tidak terdapat penerimaan DHE, selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB, penerimaan DHE yang melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB untuk cara pembayaran usance L/C, konsinyasi, pembayaran kemudian, dan collection, serta penerimaan DHE secara tunai di dalam negeri. 21. Maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta menyediakan bahan baku, dan/atau barang setengah jadi dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya, dengan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. 22. Jasa Perbaikan adalah jasa terkait perbaikan dan/atau perawatan barang. 23. Operational ... 4 23. Operational Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal secara sewa guna usaha tanpa hak opsi untuk membeli yang digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. 24. Financial Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal secara sewa guna usaha dengan hak opsi untuk membeli yang digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. 25. Netting adalah mekanisme penyelesaian tagihan Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas yang dikompensasikan (set off) dengan kewajiban Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas. 26. Usance L/C adalah letter of credit yang mensyaratkan pembayaran secara berjangka sesuai kesepakatan antara Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas dengan importir. 27. Collection adalah penagihan pembayaran Ekspor dengan menggunakan jasa bank melalui pengiriman dokumen terkait Ekspor kepada bank di luar negeri. 28. Pembayaran Kemudian adalah pembayaran yang dilakukan baik sekaligus maupun secara bertahap setelah barang dikirimkan kepada importir sesuai kesepakatan antara Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas dengan importir. 29. Konsinyasi adalah penitipan barang Ekspor untuk diperdagangkan yang pembayarannya dilakukan setelah barang terjual sesuai kesepakatan antara Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas dengan importir. 30. Pembayaran di Muka (Advance Payment) adalah pembayaran yang dilakukan oleh importir kepada Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas sebelum barang dikapalkan, baik untuk seluruh (full payment) maupun sebagian (partial payment) nilai barang. B. KEWAJIBAN ... 5 B. KEWAJIBAN PENERIMAAN DHE 1. Seluruh DHE wajib diterima melalui Bank Devisa dan harus sesuai dengan Nilai PEB. 2. Kewajiban penerimaan DHE melalui Bank Devisa tidak berlaku untuk: a. DHE milik pemerintah yang diterima melalui Bank Indonesia; atau b. DHE yang diterima dalam bentuk uang tunai di dalam negeri sepanjang menurut Bank Indonesia memenuhi aspek kewajaran untuk dilakukan pembayaran dalam bentuk uang tunai, antara lain dari aspek jumlah dan jenis transaksinya. 3. DHE yang diterima melalui Bank Devisa dapat dilakukan dalam valuta yang berbeda dari yang tercantum pada dokumen PEB. Contoh: Dalam dokumen PEB, nilai ekspor perusahaan AW tercantum sebesar USD500,000.00 (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat). Perusahaan AW dapat menerima devisa dari hasil Ekspor tersebut dalam valuta selain dolar Amerika Serikat, misalnya euro, yen, dan/atau renminbi. 4. Penerimaan DHE melalui Bank Devisa wajib dilakukan paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB. Contoh: Perusahaan AW mengekspor barang ke luar negeri dengan tanggal PEB 3 Mei 2014. Dalam hal ini, perusahaan AW wajib menerima DHE melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 31 Agustus 2014. 5. Penerimaan DHE dengan cara pembayaran Usance L/C, Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection, yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB wajib dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal jatuh tempo pembayaran yang bersangkutan. Penentuan jatuh tempo untuk masing- masing cara pembayaran dimaksud diatur sebagai berikut: a. Jatuh tempo Usance L/C adalah sesuai tenor yang tercantum pada L/C. Contoh: ... 6 Contoh: Importir membuka Usance L/C yang jatuh tempo pembayarannya 180 Hari setelah tanggal pengapalan barang yang tercantum dalam bill of lading. Apabila tanggal pengapalan barang adalah 9 Juli 2014 maka tanggal jatuh tempo adalah 5 Januari 2015 sehingga DHE wajib diterima melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 19 Januari 2015. b. Jatuh tempo Konsinyasi adalah tanggal jatuh tempo pembayaran oleh pembeli (buyer) kepada penerima barang Konsinyasi (consignee) setelah barang Konsinyasi terjual oleh penerima barang Konsinyasi (consignee). Contoh: Perusahaan AW melakukan kontrak jual beli barang Konsinyasi. Barang Konsinyasi (dikirim bulan Juli 2014) terjual tanggal 20 November 2014 dan dibayar oleh pembeli (sesuai tanggal jatuh tempo pembayaran) tanggal 22 November 2014. Dalam hal ini DHE wajib diterima melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 6 Desember 2014. c. Jatuh tempo Pembayaran Kemudian adalah waktu pembayaran yang disepakati antara Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas dengan importir setelah tanggal pengiriman barang. Contoh: Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri bulan April 2014 dengan perjanjian pembayaran akan dilakukan tanggal 10 September 2014. DHE wajib diterima melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 24 September 2014. d. Jatuh tempo Collection adalah waktu bank penerima amanat Collection menerima hasil penagihan dari importir. Contoh: Perusahaan AW mengirim barang ke luar negeri bulan Juni 2014 dan mempercayakan bank CE di luar negeri untuk menagih importir. Bank CE menerima hasil penagihan tanggal 12 November 2014 maka DHE wajib diterima melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 26 November 2014. 6. Apabila ... 7 6. Apabila batas akhir penerimaan DHE jatuh pada hari libur, maka DHE dapat diterima paling lambat pada Hari berikutnya. Contoh: Apabila batas waktu penerimaan DHE jatuh pada tanggal 15 Mei 2014 (hari Kamis) yang merupakan hari libur maka DHE dapat diterima pada hari Jumat, tanggal 16 Mei 2014. 7. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, kewajiban Eksportir terkait penerimaan DHE menjadi tanggung jawab Pemilik Barang. Contoh: PJT melakukan Ekspor barang milik perusahaan AW. Dalam hal ini, kewajiban penerimaan DHE menjadi tanggung jawab perusahaan AW. 8. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, kewajiban penerimaan DHE menjadi tanggung jawab Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas. Contoh 1: Dalam kontrak kerja sama Minyak Bumi, perusahaan TY berperan sebagai operator, sementara perusahaan AP dan DT berperan sebagai participating interest. Untuk setiap Ekspor Minyak Bumi, PEB diterbitkan atas nama masing-masing perusahaan sesuai dengan hasil lifting-nya. Dalam hal ini, kewajiban penerimaan DHE menjadi tanggung jawab perusahaan TY, perusahaan AP, dan perusahaan DT, selaku Eksportir. Contoh 2: Dalam kontrak kerja sama Gas Bumi, perusahaan AZ berperan sebagai operator, sementara perusahaan AS dan AB berperan sebagai participating interest. Untuk setiap Ekspor gas yang merupakan hasil joint lifting ketiga perusahaan tersebut, PEB diterbitkan atas nama perusahaan AZ. Dalam hal ini, kewajiban penerimaan DHE menjadi tanggung jawab perusahaan AZ selaku Eksportir sekaligus Pihak Dalam Kontrak Migas dan perusahaan AS serta perusahaan AB selaku Pihak Dalam Kontrak Migas. Contoh 3: ... 8 Contoh 3: Dalam kontrak kerja sama Gas Bumi, perusahaan MN berperan sebagai operator, sementara perusahaan IW dan SM berperan sebagai participating interest. Untuk setiap Ekspor gas yang merupakan hasil joint lifting ketiga perusahaan tersebut, PEB diterbitkan atas nama perusahaan MQ selaku Eksportir yang tidak memiliki hak atas hasil lifting. Dalam hal ini, kewajiban penerimaan DHE menjadi tanggung jawab perusahaan MN, perusahaan IW, dan perusahaan SM, selaku Pihak Dalam Kontrak Migas. 9. Penerimaan DHE yang lebih kecil dari nilai PEB yang disebabkan Netting antara tagihan Ekspor dengan kewajiban Eksportir hanya diperbolehkan untuk Netting dengan pembayaran impor barang terkait kegiatan Ekspor yang bersangkutan yang hanya melibatkan 2 (dua) pihak. 10. Dalam hal melibatkan lebih dari 2 (dua) pihak, Netting antara tagihan Ekspor dengan kewajiban Eksportir dalam bentuk impor barang terkait kegiatan Ekspor yang bersangkutan, hanya diperbolehkan apabila pihak-pihak dimaksud berada dalam 1 (satu) grup. C. PENYAMPAIAN INFORMASI, KETERANGAN, BUKTI TRANSAKSI NETTING, DAN DOKUMEN PENDUKUNG 1. Eksportir harus menyampaikan informasi berupa data terkait penerimaan DHE kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah DHE diterima untuk selanjutnya diteruskan kepada Bank Indonesia dalam laporan rincian transaksi Ekspor, yang meliputi paling kurang: a. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Eksportir; b. nama Eksportir; c. Sandi Kantor Pabean; d. Nomor PEB; e. Tanggal PEB; f. jenis valuta DHE; g. nilai DHE; h. Nilai ... 9 h. Nilai PEB; dan i. keterangan, antara lain mengenai penyebab selisih antara nilai DHE yang diterima dengan Nilai PEB. Contoh: Perusahaan AW menerima DHE melalui Bank Devisa pada tanggal 17 Juli 2014. Dalam hal ini, perusahaan AW harus menyampaikan informasi terkait penerimaan DHE tersebut kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 Agustus 2014. 2. Dalam hal Eksportir bukan penerima DHE maka NPWP dan nama Eksportir sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b adalah NPWP dan nama penerima DHE. Contoh 1: Eksportir adalah perusahaan ES, AW, LM. Perusahaan FP, selaku holding company yang berkedudukan di Indonesia, menerima DHE yang berasal dari 3 (tiga) perusahaan tersebut. Dalam hal ini NPWP dan nama yang dilaporkan dalam pelaporan DHE melalui Bank Devisa adalah NPWP dan nama perusahaan FP. Contoh 2: Perusahaan AW dan MQ menerima DHE melalui Bank Devisa yang berasal dari satu PEB atas nama PJT DN. NPWP dan nama yang dilaporkan dalam pelaporan DHE melalui Bank Devisa masing-masing adalah NPWP dan nama perusahaan AW dan MQ. Contoh 3: Perusahaan TG selaku operator serta perusahaan WB dan FT selaku participating interest dalam kontrak kerja sama Minyak dan Gas Bumi menerima DHE melalui Bank Devisa yang berasal dari satu PEB atas nama perusahaan TG. NPWP dan nama yang dilaporkan dalam pelaporan DHE melalui Bank Devisa masing- masing adalah NPWP dan nama perusahaan TG, WB, dan FT. 3. Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku untuk PEB dengan nilai lebih besar dari USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya. 4. Untuk ... 10 4. Untuk DHE yang diterima dalam bentuk uang tunai di dalam negeri harus dibuktikan dengan Dokumen Pendukung yang memadai. Contoh: Perusahaan AW melakukan Ekspor ke perusahaan WR di luar negeri yang pembayarannya diterima dalam uang tunai untuk disetor ke Bank Devisa. Dokumen Pendukung yang diperlukan antara lain tanda terima pembayaran dan/atau fotokopi rekening koran yang menunjukkan penyetoran uang tunai tersebut. 5. Penyampaian Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 4 paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB dan berlaku untuk PEB dengan nilai lebih besar dari USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya. 6. Nilai DHE yang dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.g adalah nilai DHE yang diterima oleh penerima DHE melalui Bank Devisa. 7. Dalam hal valuta DHE sesuai dengan valuta PEB maka besarnya selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dikonversikan ke rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan pendaftaran PEB. Contoh: Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 2 Juni 2014 sebesar EUR50,000.00 (lima puluh ribu euro) dan menerima DHE tanggal 16 Juli 2014 sebesar EUR40,000.00 (empat puluh ribu euro). Dalam hal ini selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia tanggal 30 Juni 2014 (Rp15.000,00/EUR) adalah sebesar ((EUR50,000.00 X Rp15.000,00/EUR) – (EUR40,000.00 X Rp15.000,00/EUR)) = Rp150.000.000,00. 8. Dalam hal terdapat perbedaan valuta antara DHE dan PEB maka besarnya selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dihitung setelah masing-masing valuta dikonversikan ke rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan ... 11 bulan pendaftaran PEB. Contoh: Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 15 Juni 2014 sebesar EUR50,000.00 (lima puluh ribu euro) dan menerima DHE tanggal 22 Juli 2014 sebesar AUD40,000.00 (empat puluh ribu dolar Australia). Dalam hal ini selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia tanggal 30 Juni 2014 (Rp10.500,00/AUD) dan (Rp15.000,00/EUR) adalah sebesar ((EUR50,000.00 X Rp15.000,00/EUR) – (AUD40,000.00 X Rp10.500,00/AUD)) = Rp330.000.000,00. 9. Dalam hal valuta DHE dan/atau PEB tidak terdapat dalam kurs yang diumumkan Bank Indonesia maka besarnya selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dihitung dengan cara sebagai berikut: a. nilai DHE dan/atau PEB dalam masing-masing valuta dikonversikan terlebih dahulu ke dolar Amerika Serikat menggunakan kurs tengah Reuters pada akhir bulan pendaftaran PEB; b. hasil konversi dalam dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud pada huruf a dikonversikan ke rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan pendaftaran PEB untuk selanjutnya dihitung selisihnya. Contoh: Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 20 Juni 2014 sebesar INR5,000,000.00 (lima juta rupee India) dan menerima DHE tanggal 23 Juli 2014 sebesar INR4,000,000.00 (empat juta rupee India). Berdasarkan kurs tengah Reuters tanggal 30 Juni 2014 (USD0.02/INR) dihitung nilai PEB sebesar (INR5,000,000.00 X USD0.02/INR) = USD100,000.00 dan Nilai DHE sebesar (INR4,000,000.00 X USD0.02/INR) = USD80,000.00. Dalam hal ini selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia tanggal 30 Juni 2014 (Rp11.000,00/USD) adalah sebesar ((USD100,000.00 X Rp11.000,00/USD)) – (USD80,000.00 X Rp11.000,00/USD)) = Rp220.000.000,00 ... 12 Rp220.000.000,00. 10. Dalam hal nilai DHE lebih kecil dari Nilai PEB dengan selisih kurang paling banyak ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) maka nilai DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB sehingga Eksportir tidak perlu menyampaikan Dokumen Pendukung. 11. Dalam hal selisih kurang nilai DHE dengan Nilai PEB lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang disebabkan selisih kurs, diskon/rabat, biaya administrasi, dan/atau biaya lainnya terkait perdagangan internasional sehingga terdapat selisih kurang antara nilai DHE dan nilai PEB paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai PEB maka nilai DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Eksportir menyampaikan Dokumen Pendukung yang memadai. Contoh: Perusahaan AW melakukan ekspor dengan nilai yang tercantum di PEB sebesar USD170,000.00 (seratus tujuh puluh ribu dolar Amerika Serikat). DHE yang diterima sebesar USD160,000.00 (seratus enam puluh ribu dolar Amerika Serikat) setelah dipotong biaya administrasi, rabat, dan biaya transportasi barang dengan total sebesar USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) (5,9% dari Nilai PEB). Kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan pendaftaran PEB adalah Rp11.500,00/USD maka selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dalam rupiah adalah sebesar ((USD170,000.00 X Rp11.500,00/USD) – (USD160,000.00 X Rp11.500,00/USD)) = Rp115.000.000,00. Dalam hal ini, penerimaan DHE dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila perusahaan AW menyampaikan Dokumen Pendukung yang dapat membuktikan adanya biaya administrasi, rabat, dan biaya transportasi barang. 12. Dalam hal selisih kurang antara nilai DHE dengan Nilai PEB lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang disebabkan Maklon, Jasa Perbaikan, Operational Leasing, Financial Leasing, perbedaan harga barang, perbedaan kualitas barang, perbedaan komposisi barang, dan perbedaan kuantitas ... 13 kuantitas barang maka DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Eksportir menyampaikan Dokumen Pendukung yang memadai. Contoh : Perusahaan AW menerima DHE sebesar USD534,000.00 (lima ratus tiga puluh empat ribu dolar Amerika Serikat) atas pengiriman barang dengan nilai PEB sebesar USD540,000.00 (lima ratus empat puluh ribu dolar Amerika Serikat). Dengan demikian terdapat selisih sebesar USD6,000.00 (enam ribu dolar Amerika Serikat). Selisih sebesar USD6,000.00 (enam ribu dolar Amerika Serikat) tersebut berasal dari perbedaan harga barang pada saat perjanjian Ekspor dengan harga pada saat barang diterima (USD3,000.00 (tiga ribu dolar Amerika Serikat)) dan perbedaan kualitas barang (USD3,000.00 (tiga ribu dolar Amerika Serikat)). Kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan pendaftaran PEB adalah Rp11.250,00/USD maka selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB dalam rupiah adalah sebesar ((USD540,000.00 X Rp11.250,00/USD) – (USD534,000.00 X Rp11.250,00/USD)) = Rp67.500.000,00. Mengingat selisih kurang nilai DHE dengan Nilai PEB dalam rupiah lebih besar dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) maka penerimaan DHE dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Perusahaan AW menyampaikan Dokumen Pendukung yang membuktikan perbedaan harga barang dan perbedaan kualitas barang. 13. Dalam hal selisih kurang antara nilai DHE dari Nilai PEB untuk Barang Tambang paling banyak 10% (sepuluh persen) dari Nilai PEB yang disebabkan oleh perbedaan harga, kualitas, komposisi, dan kuantitas barang maka nilai DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB dan Eksportir tidak perlu menyampaikan Dokumen Pendukung. Contoh: Perusahaan AH melakukan Ekspor komoditas batubara dengan Nilai PEB sebesar USD800,000.00 (delapan ratus ribu dolar Amerika Serikat). DHE yang diterima sebesar USD750,000.00 (tujuh ... 14 (tujuh ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) karena adanya perbedaan kualitas barang. Dengan demikian terdapat selisih kurang sebesar USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) yaitu sebesar 6,25% (enam koma dua puluh lima persen) dari Nilai PEB. Mengingat selisih kurang nilai DHE dan Nilai PEB kurang dari 10% (sepuluh persen) maka nilai DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB dan perusahaan AH tidak perlu menyampaikan Dokumen Pendukung. 14. Dalam hal selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB untuk Barang Tambang lebih besar dari 10% (sepuluh persen) dari Nilai PEB yang disebabkan oleh perbedaan harga, kualitas, komposisi, dan kuantitas barang maka nilai DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Eksportir menyampaikan Dokumen Pendukung yang memadai antara lain berupa fotokopi invoice, certificate of analysis, dan/atau SWIFT message. Contoh: Perusahaan AK melakukan ekspor komoditas timah dengan Nilai PEB sebesar USD1,200,000.00 (satu juta dua ratus ribu dolar Amerika Serikat). DHE yang diterima sebesar USD1,050,000.00 (satu juta lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) karena adanya perbedaan perkiraan harga barang sewaktu pengisian PEB dengan realisasi harga saat barang dibayar oleh importir. Dengan demikian terdapat selisih kurang sebesar USD150,000.00 (seratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) yaitu sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) dari Nilai PEB. Mengingat selisih kurang nilai DHE dan Nilai PEB lebih besar dari 10% (sepuluh persen) maka nilai DHE yang diterima dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila perusahaan AK menyampaikan Dokumen Pendukung yang memadai. 15. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 11, angka 12 dan angka 14 disampaikan kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah DHE diterima untuk diteruskan kepada Bank Indonesia. 16. Nilai ... 15 16. Nilai PEB yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk menghitung selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB sebagaimana dimaksud pada angka 7, angka 8, angka 9, angka 10, angka 11, angak 12, angka 13, dan angka 14 adalah Nilai PEB yang diterima dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). 17. Dalam hal terdapat perbedaan antara Nilai PEB yang disampaikan Eksportir dengan Nilai PEB yang diterima dari DJBC sebagaimana dimaksud pada angka 16 maka Bank Indonesia dapat memutuskan data PEB yang akan dijadikan acuan pemenuhan ketentuan DHE. 18. Penerimaan nilai DHE yang lebih kecil dari Nilai PEB yang disebabkan Netting antara tagihan Ekspor dengan kewajiban Eksportir sebagaimana dimaksud dalam butir B.9 dan butir B.10 dianggap sesuai dengan Nilai PEB apabila Eksportir menyampaikan bukti transaksi Netting yang memadai. 19. Bukti transaksi Netting sebagaimana dimaksud pada angka 18 harus disertai surat pernyataan bahwa: a. barang yang diimpor digunakan dalam proses menghasilkan barang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam butir B.9 dan butir B.10; dan b. pihak-pihak yang melakukan Netting antara tagihan ekspor dengan kewajiban impor barang terkait kegiatan Ekspor yang bersangkutan berada dalam 1 (satu) grup, dalam hal Netting melibatkan lebih dari 2 (dua) pihak sebagaimana dimaksud dalam butir B.10. 20. Penyampaian bukti transaksi Netting sebagaimana dimaksud pada angka 18 dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 19 diatur sebagai berikut: 1) Untuk penerimaan DHE melalui Bank Devisa maka Eksportir menyampaikan bukti transaksi Netting dan surat pernyataan kepada Bank Devisa yang bersangkutan paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah DHE diterima. 2) Eksportir yang tidak menerima DHE melalui Bank Devisa menyampaikan secara langsung bukti transaksi Netting dan surat ... 16 surat pernyataan kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 5 bulan keempat setelah bulan pendaftaran PEB atau tanggal 5 bulan berikutnya setelah tanggal jatuh tempo pembayaran. 21. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 4, angka 11, angka 12, angka 14, angka 22, angka 24, dan angka 25, serta bukti transaksi Netting sebagaimana dimaksud pada angka 18 yang berisi keterangan mengenai penyebab selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB, yaitu: a. untuk selisih kurs, diskon/rabat, biaya administrasi, dan/atau biaya lainnya terkait perdagangan internasional, antara lain berupa invoice, SWIFT message/bukti transfer lainnya dari Bank, dan/atau nota debet (debit note); b. untuk Maklon, antara lain berupa kesepakatan atau perjanjian dan/atau invoice terkait Maklon; c. untuk Jasa Perbaikan, antara lain berupa kesepakatan atau perjanjian dan/atau invoice terkait jasa perbaikan barang; d. untuk Operational Leasing, antara lain berupa kesepakatan atau perjanjian sewa guna usaha tanpa hak opsi untuk membeli; e. untuk Financial Leasing, antara lain berupa invoice dan/atau kesepakatan atau perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi untuk membeli; f. untuk perbedaan penilaian harga barang, antara lain berupa invoice, nota kredit (credit note), nota debet (debit note), dan/atau keterangan dari importir dan/atau lembaga lain terkait nilai barang yang diimpor; g. untuk perbedaan komposisi, kualitas, dan/atau kuantitas barang, antara lain berupa invoice, nota kredit (credit note), nota debet (debit note), certificate of analysis, dan/atau keterangan dari importir dan/atau lembaga lain terkait barang yang diimpor; h. untuk importir wanprestasi atau mengalami keadaan memaksa (force majeure), antara lain berupa keterangan dari importir ... 17 importir dan/atau lembaga lainnya yang terkait; i. untuk importir pailit, antara lain berupa keterangan pailit dari instansi/pihak yang berwenang di negara tempat kedudukan importir; j. untuk penerimaan DHE dalam bentuk uang tunai di dalam negeri, antara lain berupa tanda terima pembayaran dan/atau fotokopi rekening koran yang menunjukkan penyetoran uang tunai ke Bank; dan/atau k. untuk Netting terkait Ekspor sebagaimana dimaksud pada angka 18, antara lain berupa rekapitulasi dan rincian netting report (account receivable/account payable), kesepakatan Netting, fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan/atau invoice. 22. Dalam hal penerimaan DHE dengan cara pembayaran Usance L/C, Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection, yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB, Eksportir harus menyampaikan Dokumen Pendukung kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB untuk diteruskan kepada Bank Indonesia. 23. Dokumen Pendukung untuk cara pembayaran Usance L/C, Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection sebagaimana dimaksud pada angka 22 adalah sebagai berikut: a. Usance L/C, antara lain berupa fotokopi SWIFT message L/C, bill of lading, dan/atau packing list ; b. Konsinyasi, antara lain berupa fotokopi dokumen kesepakatan Konsinyasi dan/atau invoice consignee kepada buyer; c. Pembayaran Kemudian, antara lain berupa fotokopi dokumen kesepakatan antara Eksportir dan importir; d. Collection, antara lain berupa fotokopi dokumen kesepakatan jual beli. 24. Untuk Penerimaan DHE dalam rangka Pembayaran di Muka (Advance Payment), diatur sebagai berikut: a.Eksportir ... 18 a. Eksportir harus menyampaikan keterangan dan data terkait DHE-nya kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah DHE diterima untuk diteruskan kepada Bank Indonesia; b. keterangan dan data sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi NPWP dan nama Eksportir, serta keterangan penerimaan uang muka sebagian atau uang muka penuh atas nilai DHE yang diterima; c. setelah barang diekspor, Eksportir harus menyampaikan keterangan dan data terkait Ekspor-nya kepada Bank Devisa paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah bulan pendaftaran PEB untuk diteruskan kepada Bank Indonesia; d. keterangan dan data sebagaimana dimaksud pada huruf c meliputi Tanggal PEB, Sandi Kantor Pabean, Nomor PEB, Nilai PEB, dan nilai DHE yang merupakan nilai Pembayaran di Muka yang telah diselesaikan dengan pengiriman barang; e. dalam hal terdapat selisih kurang nilai DHE dan Nilai PEB terkait pelunasan Pembayaran di Muka, Eksportir harus menyampaikan Dokumen Pendukung. 25. Dalam hal importir wanprestasi, pailit, atau mengalami keadaan memaksa (force majeure) sehingga menyebabkan selisih kurang antara nilai DHE dengan Nilai PEB yang diterima lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) maka Dokumen Pendukung yang memadai sebagaimana dimaksud dalam butir 21.h atau butir 21.i disampaikan oleh Eksportir kepada: a. Bank Devisa apabila Eksportir menerima DHE melalui Bank Devisa; atau b. Bank Indonesia apabila Eksportir tidak menerima DHE atau menerima DHE dalam bentuk uang tunai. 26. Penyampaian Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 25 dilakukan, dengan batas waktu sebagai berikut: a. Untuk penerimaan DHE yang diperjanjikan kurang dari 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB, Dokumen Pendukung ... 19 Pendukung disampaikan paling lambat akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB. b. Untuk penerimaan DHE yang diperjanjikan dengan cara pembayaran menggunakan Usance L/C, Konsinyasi, Pembayaran Kemudian, dan Collection yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB, Dokumen Pendukung disampaikan paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal jatuh tempo pembayaran. 27. Apabila batas akhir penyampaian informasi, keterangan, Dokumen Pendukung, bukti transaksi Netting, serta surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 5, angka 15, angka 20, angka 22, angka 24, dan angka 26 jatuh pada hari libur, maka penyampaian informasi, keterangan, Dokumen Pendukung, bukti transaksi Netting, serta surat pernyataan dilakukan paling lambat pada Hari berikutnya. 28. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT maka PJT harus: a. menyampaikan fotokopi izin penyelenggaraan jasa titipan dari instansi terkait; dan b. mengisi lembar lanjutan khusus PJT secara akurat sesuai dengan ketentuan kepabeanan yang berlaku dan menyampaikan informasi PEB kepada Pemilik Barang dalam rangka pengisian laporan rincian transaksi Ekspor oleh Pemilik Barang. 29. Pemilik barang sebagaimana tercantum dalam lembar lanjutan PEB harus menyampaikan informasi, keterangan, Dokumen Pendukung, bukti transaksi Netting, serta surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 4, angka 11, angka 12, angka 14, angka 18, angka 19, angka 22, angka 24, dan angka 25. 30. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas harus menyampaikan informasi, keterangan, Dokumen Pendukung, bukti transaksi Netting, serta surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 4, angka 11, angka 12, angka 14, angka 18, angka 19, angka 22, angka 24, dan angka 25. 31. Dalam... 20 31. Dalam rangka memastikan kepatuhan Eksportir, Pemilik Barang dan Pihak Dalam Kontrak Migas terhadap pemenuhan kewajiban penerimaan DHE, Bank Indonesia melakukan penelitian terkait penerimaan DHE antara lain terhadap bukti, catatan, Dokumen Pendukung, dan/atau informasi lain, dengan atau tanpa melibatkan instansi terkait. 32. Dalam hal Eksportir, Pemilik Barang dan Pihak Dalam Kontrak Migas tidak menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 4, angka 11, angka 12, angka 14, angka 22, angka 24, dan angka 25, bukti transaksi Netting sebagaimana dimaksud pada angka 18, dan/atau surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka 19 maka nilai DHE yang diterima Eksportir dianggap tidak sesuai dengan PEB dan Eksportir dianggap tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir B.1, butir B.2.b, butir B.4, dan/atau butir B.5. D. PENGENAAN SANKSI 1. Sanksi atas pelanggaran penerimaan DHE a. Eksportir yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir B.1, butir B.2.b, butir B.4, dan/atau butir B.5 dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai nominal DHE yang belum diterima dengan nominal paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk satu bulan pendaftaran PEB. b. Sanksi denda dikenakan dalam mata uang rupiah dan dihitung dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu) Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda. Contoh 1: Perusahaan AW melakukan Ekspor pada bulan Juni 2014 dengan nilai ekspor sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) dan menerima DHE pada bulan Oktober 2014 sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) ... 21 Serikat) (melewati akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB, yaitu September 2014), dan perusahaan AW tidak dapat memberikan dokumen pendukung yang memadai. Apabila kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu) Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp11.500,00 (sebelas ribu lima ratus rupiah) maka perhitungan denda perusahaan AW sebesar (0,5% X USD1,000,000.00 X Rp11.500,00) = Rp57.500.000,00. Contoh 2: Perusahaan AW melakukan Ekspor pada bulan Juni 2014 dalam 3 (tiga) PEB dengan total nilai Ekspor sebesar USD3,500,000.00 (tiga juta lima ratus ribu dolar Amerika Serikat). Sampai dengan akhir September 2014 (akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB), total DHE yang belum diterima adalah sebesar USD2,500,000.00 (dua juta lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) dan perusahaan AW tidak dapat memberikan Dokumen Pendukung yang memadai. Apabila kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu) Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp11.600,00 (sebelas ribu enam ratus rupiah) maka perhitungan denda perusahaan AW sebesar (0,5% X USD2,500,000.00 X Rp11.600,00) = Rp145.000.000,00. Mengingat perhitungan denda tersebut melebihi nilai denda maksimal maka perusahaan AW dikenakan denda maksimal sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). c. Dalam hal terdapat perbedaan valuta antara nilai DHE dengan Nilai PEB maka perhitungan sanksi administratif berupa denda dihitung dengan cara sebagai berikut: 1) nilai DHE dikonversikan ke valuta PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan pendaftaran PEB sehingga diperoleh selisih kurang dalam valuta PEB; 2) selisih kurang dalam valuta PEB sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikonversikan ke rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu) ... 22 (satu) Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda; 3) sanksi administratif berupa denda (0,5% (nol koma lima persen)) dalam valuta rupiah dihitung terhadap selisih kurang sebagaimana dimaksud pada angka 2). Contoh: Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 15 Juni 2014 dengan nilai yang tercantum pada PEB sebesar EUR50,000.00 (lima puluh ribu euro). Sampai dengan akhir September 2014 (akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB), Perusahaan AW hanya menerima DHE sebesar AUD40,000.00 (empat puluh ribu dolar Australia) dan perusahaan AW tidak dapat memberikan Dokumen Pendukung yang memadai terhadap nilai DHE yang belum diterima. Dengan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan Juni 2014 sebesar EUR0.7/AUD dan pada 1 (satu) Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp15.500,00/EUR, perhitungan denda perusahaan AW sebagai berikut: - Selisih kurang dalam valuta PEB dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan Juni 2014 = EUR50,000.00 – (AUD40,000.00 X EUR0.7/AUD) = EUR22,000.00 - Selisih kurang dalam valuta rupiah dengan menggunakan kurs tengah yang berlaku 1 Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda = EUR22,000.00 X Rp15.500,00/EUR = Rp341.000.000,00 - Sanksi administratif berupa denda sebesar = 0,5% X Rp341.000.000,00 = Rp1.705.000,00 d. Dalam hal valuta DHE dan/atau PEB tidak terdapat dalam kurs yang diumumkan Bank Indonesia, maka perhitungan sanksi administratif berupa denda dihitung dengan cara sebagai berikut: 1) nilai DHE dan/atau PEB dalam masing-masing valuta dikonversikan terlebih dahulu ke valuta dolar Amerika Serikat ... 23 Serikat dengan menggunakan kurs tengah Reuters pada akhir bulan pendaftaran PEB sehingga diperoleh selisih kurang dalam valuta dolar Amerika Serikat; 2) selisih kurang dalam dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikonversikan ke rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu) Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda; 3) sanksi administratif berupa denda (0,5% (nol koma lima persen)) dalam mata uang rupiah dihitung terhadap selisih kurang sebagaimana dimaksud pada angka 2). Contoh: Perusahaan AW melakukan ekspor tanggal 20 Juli 2014 sebesar INR5,000,000.00 (lima juta rupee India). Sampai dengan akhir Oktober 2014 (akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PEB), Perusahaan AW hanya menerima DHE sebesar INR4,500,000.00 (empat juta lima ratus ribu rupee India) dan perusahaan AW tidak dapat memberikan Dokumen Pendukung yang memadai terhadap nilai DHE yang belum diterima. Dengan kurs tengah Reuters pada akhir bulan Juli 2014 sebesar (USD0.025/INR) dan kurs tengah Bank Indonesia pada 1 (satu) Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda sebesar (Rp11.000,00/USD), perhitungan denda perusahaan AW sebagai berikut: - Selisih kurang dalam valuta USD dengan menggunakan kurs tengah Reuters pada akhir bulan Juli 2014 = (INR5,000,000.00 X USD0.025/INR) – (INR4,500,000.00 X USD0.025/INR) = USD125,000.00 - Selisih kurang dalam valuta rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 Hari sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda = USD125,000.00 X Rp1.375.000.000,00 - Sanksi administratif berupa denda sebesar = 0,5% X Rp1.375.000.000,00 ... Rp11.000,00/USD = 24 Rp1.375.000.000,00 = Rp6.875.000,00 e. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT maka sanksi denda sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan kepada Pemilik Barang. f. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi maka sanksi denda sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan kepada Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas. g. Pembayaran sanksi denda tidak menggugurkan kewajiban penerimaan DHE oleh Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas, sebagaimana dimaksud dalam butir B.1. h. Eksportir dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai kepabeanan dan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku, dalam hal: 1) Eksportir belum menerima seluruh DHE sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir B.5 serta belum membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.a; 2) Eksportir belum menerima seluruh DHE sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b walaupun sebagian DHE telah diterima dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir B.5 serta belum membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.a; 3) Eksportir belum menerima seluruh DHE sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir B.5 namun sudah membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.a; 4) Eksportir belum menerima seluruh DHE sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b walaupun sebagian ... 25 sebagian DHE telah diterima dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir B.5 serta sudah membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.a; 5) Eksportir sudah menerima seluruh DHE sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b namun melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir B.5 serta belum membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.a; i. Dalam hal Ekspor dilakukan oleh PJT, sanksi penangguhan sebagaimana dimaksud pada huruf h dikenakan kepada Pemilik Barang. j. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, sanksi penangguhan sebagaimana dimaksud pada huruf h dikenakan kepada Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas. 2. Tata Cara Pengenaan Sanksi a. Bank Indonesia menyampaikan surat pemantauan terkait penerimaan DHE untuk PEB yang telah jatuh tempo namun penerimaan DHE-nya belum memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. b. Surat pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada Eksportir dengan alamat sebagaimana tercantum antara lain dalam Nomor Identitas Kepabeanan (NIK). c. Dalam hal Ekspor dilakukan oleh PJT, surat pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada Pemilik Barang. d. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, surat pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan ke alamat Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas. e. Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas harus menyampaikan tanggapan atas surat pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam jangka ... 26 jangka waktu sebagaimana tercantum dalam surat pemantauan. f. Dalam hal Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas tidak menyampaikan tanggapan atas surat pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf e atau Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas menyampaikan tanggapan namun dianggap belum memadai, Bank Indonesia menyampaikan surat pengenaan sanksi administratif berupa denda kepada Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas. g. Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas dapat menyampaikan tanggapan atas surat pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf f disertai dokumen pendukung dalam jangka waktu sebagaimana tercantum dalam surat pengenaan sanksi administratif berupa denda. h. Dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia atas Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf g, sebagian dari PEB sebagaimana dimaksud pada huruf a telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dan Eksportir belum membayar sanksi administratif berupa denda atas surat pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada huruf f, Bank Indonesia menyampaikan surat perubahan pengenaan sanksi administratif berupa denda. i. Dalam surat perubahan pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada huruf h dimuat jangka waktu pembayaran sanksi administratif berupa denda. j. Surat perubahan pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada huruf h disampaikan oleh Bank Indonesia setelah Eksportir menyampaikan surat permohonan terkait perubahan pengenaan sanksi administratif berupa denda. k. Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas yang dikenakan sanksi administratif berupa denda, membayar sanksi tersebut ke rekening Bank Indonesia dalam jangka ... 27 jangka waktu yang tercantum dalam surat pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada huruf f atau huruf h. l. Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas yang dikenakan sanksi administrasi berupa denda harus menyampaikan kepada Bank Indonesia: 1) bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda dalam hal Eksportir sudah menerima seluruh DHE melalui Bank Devisa namun melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir B.5; atau 2) fotokopi bukti penerimaan DHE melalui Bank Devisa dan bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda dalam hal Eksportir belum menerima seluruh DHE melalui Bank Devisa sebagaimana dimaksud dalam butir B.1. m. Dalam hal Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor sebagaimana dimaksud butir D.1.h Bank Indonesia menyampaikan permintaan pengenaan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor melalui surat kepada DJBC dengan tembusan kepada Eksportir, Pemilik Barang, dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas. E. PEMBEBASAN SANKSI 1. Pembebasan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.a dilakukan setelah Eksportir menyampaikan surat permohonan terkait pengenaan sanksi administratif berupa denda disertai dengan bukti pemenuhan kewajiban penerimaan DHE dan berdasarkan penelitian Bank Indonesia Eksportir tidak melakukan pelanggaran terhadap pemenuhan kewajiban penerimaan DHE. 2. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, pembebasan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberikan kepada pemilik barang. 3. Dalam ... 28 3. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, pembebasan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberikan kepada Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas. 4. Pembebasan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor dilakukan dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia terhadap bukti-bukti yang disampaikan setelah dikenakannya sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.h, Eksportir: a. telah menyampaikan bukti penerimaan seluruh DHE sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir B.5; b. telah menyampaikan bukti pembayaran sanksi denda dalam hal melakukan pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir B.4 dan/atau butir B.5; atau c. telah menyampaikan bukti pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam butir D.1.a dan bukti penerimaan seluruh DHE sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 dan/atau butir B.2.b dalam hal melakukan pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir B.1, butir B.2.b, butir B.4 dan/atau butir B.5. F. TATA CARA PEMBEBASAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA 1. Bank Indonesia melakukan penelitian atas bukti penerimaan DHE yang disampaikan oleh Eksportir. 2. Bukti sebagaimana dimaksud pada angka 1 antara lain berupa fotokopi SWIFT message, credit advice, atau rekening koran. 3. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT, bukti penerimaan DHE sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan oleh Pemilik Barang kepada Bank Indonesia. 4. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi, bukti penerimaan DHE sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan oleh Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas kepada Bank Indonesia ... 29 Indonesia. G. TATA CARA PEMBEBASAN SANKSI PENANGGUHAN ATAS PELAYANAN EKSPOR 1. Bank Indonesia melakukan penelitian atas bukti penerimaan DHE dan/atau bukti pembayaran sanksi denda yang disampaikan oleh Eksportir. 2. Apabila menurut hasil penelitian Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak terdapat pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1., butir B.2 b., butir B.4., dan butir B.5, Bank Indonesia menyampaikan permintaan pembebasan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor kepada DJBC dengan tembusan kepada Eksportir. 3. Bukti sebagaimana dimaksud pada angka 1 antara lain berupa fotokopi SWIFT message, credit advice, rekening koran, dan/atau bukti transfer pembayaran sanksi denda kepada Bank Indonesia. 4. Dalam hal Ekspor dilakukan melalui PJT: a. bukti penerimaan DHE dan/atau bukti pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan oleh Pemilik Barang kepada Bank Indonesia. b. tembusan surat permintaan pembebasan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Pemilik Barang. 5. Dalam hal Ekspor Minyak dan Gas Bumi: a. bukti penerimaan DHE dan/atau bukti pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan oleh Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas kepada Bank Indonesia. b. tembusan surat permintaan pembebasan sanksi penangguhan atas pelayanan Ekspor sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Eksportir dan/atau Pihak Dalam Kontrak Migas kepada Bank Indonesia. H. ALAMAT SURAT MENYURAT DAN HELP DESK 1. Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini ditujukan ... 30 ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Devisa Hasil Ekspor Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt.16 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 E-mail: tsm-dhe@bi.go.id Telepon: (021) 29810000, ext. 2488 2. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. I. KETENTUAN PERALIHAN Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/9/DSM tanggal 27 Maret 2013 perihal Penerimaan Devisa Hasil Ekspor masih berlaku untuk pemenuhan kewajiban penerimaan DHE yang timbul dari PEB yang terbit sampai dengan akhir bulan Mei 2014. J. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/9/DSM tanggal 27 Maret 2013 perihal Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2014. Agar ... 31 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, PERRY WARJIYO DEPUTI GUBERNUR 32 LAMPIRAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/9/DSta TANGGAL 26 MEI 2014 PERIHAL PENERIMAAN DEVISA HASIL EKSPOR CONTOH SURAT PERNYATAAN TERKAIT NETTING PENERIMAAN DEVISA HASIL EKSPOR (DHE) Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Alamat Jabatan : : : Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama: Nama Perusahaan : NPWP : Alamat Perusahaan : dengan ini menyatakan bahwa: 1. Seluruh impor barang yang nilainya diperhitungkan secara netting dengan tagihan ekspor barang untuk PEB bulan ..........merupakan barang terkait kegiatan ekspor. 2. Pihak-pihak berikut ini *): a. ……………………………… b. ……………………………… c. ……………………………… merupakan pihak-pihak yang berada dalam 1 (satu) grup. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan saya bersedia menerima segala tindakan atau keputusan yang diambil Bank Indonesia apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar. (Kota), (tanggal, bulan, tahun) Yang Membuat Pernyataan Materai Rp6.000 (Nama lengkap) * Diisi apabila netting dilakukan dengan lebih dari 2 pihak yang berada dalam satu grup 33 Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA, PERRY WARJIYO
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/9/DSta|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> PENERIMAAN DEVISA HASIL EKSPOR </reg_title> <set_date> 26 Mei 2014 </set_date> <effective_date> 1 Juni 2014 </effective_date> <replaced_reg> '15/9/DSM|SE-BI/2013' </replaced_reg> <related_reg> '16/10/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Huruf D' </penalty_list>
Peraturan ini mengubah; - SE No.5/10/DPM Tgl.10-06-2003 BANK INDONIESTA No.5/ 16 /DPM Jakarta, 6 Agustus 2003 SURAT EDARAN Perihal : Perubahan Surat Edaran No.5/10/DPM Tanggal 10 Juni 2003 tentang Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Mennjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126; Tambahan Lombaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243) dan Surat Edaran Bank Indonesia No.5/10/DPM tanggal 10 Juni 2003, dipandang perhu untuk melakukan perubahan terhadap ketentuan butir IV.2. Surat Edaran Bank Indonesia No.5/10/DPM tanggal 10 Juni 2003 sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut 2. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi FASBI dengan cara mendebet sebesar nilai tunai transaksi FASBI yang diterima pada Rekening Giro milik Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dengan ketentuan a. Bank yang mengajukan penawaran transaksi FASBI secara langsung hanya bertanggung jawab pada jumlah FASBI yang diterima untuk kepentingan sendiri; dan b. Bank yang mengajukan penawaran transaksi FASBI melalui Bank lain atau Pialang bertanggung jawab atas jumlah transaksi FASBI yang diajukan untuk kepentingan Bank yang bersangkutan. Ketentuan ..2op 8-10048 - 4501-2-97-7J BANK INDONESIA Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 19 Aqustus 2003. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintalkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, 29%Y BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER 81-101 (48)-1507-2-97-73
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/16/DPM|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Perubahan Surat Edaran No.5/10/DPM Tanggal 10 Juni 2003 tentang Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 6 Agustus 2003 </set_date> <effective_date> 19 Agustus 2003 </effective_date> <changed_reg> '5/10/DPM|SE-BI/2003' </changed_reg> <related_reg> '5/10/DPM|SE-BI/2003', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
No. 8/ 33 /DASP Jakarta, 20 Desember 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PESERTA KLIRING DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong --------------------------------------------------------------------------- Dalam transaksi pembayaran dengan menggunakan instrumen Cek dan/atau Bilyet Giro, kadang-kadang timbul permasalahan likuiditas jangka pendek (short term liquidity mismatch) pada Penarik yang dapat menyebabkan terjadinya Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. Namun demikian, Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang mengalami short term liquidity mismatch terutama yang beritikad baik, dapat segera melakukan pelunasan pembayaran dengan cara yang disepakati dengan pihak lawan transaksinya (Pemegang), antara lain melalui pembayaran: 1. secara tunai; 2. transfer dana; atau 3. penyetoran sejumlah dana yang cukup oleh Penarik di Rekening Gironya sehingga jika Pemegang melakukan pengkliringan kembali Cek dan/atau Bilyet Giro yang sebelumnya telah ditolak dengan alasan kosong, Cek dan/atau Bilyet Giro dimaksud tidak ditolak. Sementara … 2 Sementara itu, ketentuan mengenai batas waktu 15 (lima belas) hari kerja bagi Tertarik untuk menyampaikan permohonan pembatalan atas penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong kepada Bank Indonesia dirasakan kurang memadai akibat adanya berbagai kondisi di lapangan yang menyebabkan batas waktu penyampaian permohonan dimaksud seringkali terlampaui oleh Tertarik dan/atau Penarik. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat Edaran No. 8/17/DASP tanggal 25 Juli 2006, sebagai berikut: I. Diantara Angka V.1 dan V.2, disisipkan 1 (satu) angka yaitu Angka V.1.A yang berbunyi sebagai berikut: V.1.A Permohonan pembatalan terhadap penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong kepada Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana tersebut pada angka 1 di atas juga dapat dilakukan oleh Tertarik jika terbukti kewajiban Penarik atas Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong kepada Pemegang telah diselesaikan oleh Penarik atau pihak lain dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal penolakan. Pemberian jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal penolakan dianggap telah memberikan kesempatan yang memadai bagi Penarik yang beritikad baik yang karena short term liquidity mismatch, Cek dan/atau Bilyet Gironya ditolak dengan alasan saldo Rekening atau Rekening Khusus tidak cukup dan diperhitungkan sebagai Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong untuk menyelesaikan kewajibannya. Pemberian jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut tidak mengurangi kewajiban Penarik untuk menyelesaikan … 3 menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada Pemegang sesuai dengan jangka waktu pembayaran yang sebelumnya telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam hal keterlambatan pembayaran sebagai akibat Cek dan/atau Bilyet Giro Penarik ditolak karena alasan kosong menyebabkan kerugian bagi Pemegang, pelunasan kewajiban Penarik dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut tidak mengurangi hak Pemegang Cek dan/atau Bilyet Giro untuk menuntut kompensasi kepada Penarik sesuai dengan hukum dan/atau perjanjian yang telah ada atau akan disepakati oleh para pihak. II. Ketentuan angka V.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Permohonan pembatalan atas penolakan pengunjukan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dengan alasan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 1.A dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Permohonan diajukan secara tertulis oleh Tertarik kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi dengan melampirkan: 1) bukti-bukti tertulis yang mendukung kesalahan administrasi Tertarik sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang telah dilegalisir oleh pejabat Tertarik yang berwenang, antara lain fotokopi Rekening koran Nasabah dan/atau fotokopi perjanjian standing instruction; dan/atau 2) bukti tertulis yang menyatakan bahwa kewajiban pembayaran yang belum terselesaikan sebagai akibat dari Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong telah diselesaikan oleh Penarik atau pihak lain dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal penolakan sebagaimana dimaksud pada angka 1.A, antara lain berupa: a) Pernyataan … 4 a) Pernyataan tertulis di atas materai yang cukup yang ditandatangani oleh Penarik dan Pemegang yang menyatakan bahwa kewajiban pembayaran atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang telah ditolak dengan alasan kosong telah diselesaikan. Pernyataan tertulis tersebut paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: (1) identitas Penarik (nama, alamat, tempat dan tanggal lahir serta nomor KTP, SIM atau Paspor); (2) identitas Pemegang (nama, alamat, tempat dan tanggal lahir serta KTP, SIM atau Paspor); (3) nomor Cek dan/atau Bilyet Giro; (4) nilai nominal Cek dan/atau Bilyet Giro; (5) tanggal penolakan dalam kliring. Dalam hal Cek dan/atau Bilyet Giro yang sama diunjukkan berulang-ulang maka tanggal penolakan yang dicantumkan adalah tanggal penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang diunjukkan pertama kali; (6) tanggal penyelesaian pembayaran; dan (7) cara penyelesaian pembayaran, misalnya pembayaran tunai atau transfer; b) Fotokopi KTP, SIM atau Paspor Pemegang dan Penarik; dan c) Fisik Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan kosong dan telah diselesaikan pembayarannya; atau d) Dalam … 5 d) Dalam hal fisik Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan kosong sebagaimana dimaksud pada huruf c) tidak dapat dilampirkan karena suatu hal, permohonan pembatalan harus disertai dengan bukti penyelesaian pembayaran atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang telah ditolak dengan alasan kosong, antara lain berupa: (1) asli kuitansi penerimaan pembayaran yang ditandatangani Pemegang; (2) bukti transfer atau setoran tunai ke Rekening Pemegang untuk penyelesaian pembayaran melalui transfer/setoran ke Bank; dan/atau (3) fotokopi Rekening koran Penarik yang menunjukkan telah diselesaikannya kewajiban Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong tersebut melalui kliring, dan telah dilegalisir oleh pejabat Tertarik. b. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat diajukan sepanjang nama Penarik masih tercatat dalam Tata Usaha Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong atau Daftar Hitam yang masih berlaku. c. Dalam menyetujui atau menolak permohonan pembatalan dari Tertarik sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 1.A, Bank Indonesia paling kurang melakukan analisa berdasarkan kebenaran formal yang terdapat pada bukti-bukti yang telah disampaikan oleh Tertarik. d. Kebenaran … 6 d. Kebenaran dokumen secara material dan segala konsekuensi yang timbul akibat adanya permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sepenuhnya merupakan tanggung jawab Tertarik yang bersangkutan, dan kebenaran dokumen secara material serta segala konsekuensi yang timbul akibat adanya permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada angka 1.A sepenuhnya merupakan tanggung jawab Penarik yang bersangkutan. III. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 2006 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDI SISWANTO DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/33/DASP|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong </reg_title> <set_date> 20 Desember 2006 </set_date> <effective_date> 20 Desember 2006 </effective_date> <changed_reg> '2/10/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg> <extension_of> '8/17/DASP|SE-BI/2006' </extension_of> <related_reg> '8/17/DASP|SE-BI/2006', '2/10/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
No. 5/32 /DPNP Jakarta, 4 Desember 2003 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/29/DPNP perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah -------------------------------------------------------------------------- Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tanggal 17 Oktober 2003 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4325), maka perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/29/DPNP tanggal 13 Desember 2001 perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, yaitu terhadap Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang merupakan lampiran Surat Edaran tersebut. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Mengganti … 1. Mengganti seluruh istilah transaksi yang mencurigakan yang tercantum dalam Pedoman Standar dimaksud menjadi Transaksi Keuangan Mencurigakan; 2. Mengubah penyampaian laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang semula ditujukan kepada Bank Indonesia menjadi kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); 3. Mengubah Bab II huruf B angka 6; 4. Mengubah alinea terakhir dalam Bab II huruf B; 5. Menyisipkan ketentuan baru dalam Bab II huruf C diantara angka 4 dan angka 5 menjadi angka 4a; 6. Mengubah Bab IV huruf B angka 4; 7. Mengubah Bab IV huruf B angka 5; 8. Menghapus alinea kedua dari Bab IV huruf B angka 6; 9. Mengubah Bab IV huruf C angka 1; 10. Menambahkan ketentuan baru dalam Bab IV huruf C setelah angka 2 menjadi angka 3; 11. Mengubah Bab IV huruf D angka 4; 12. Menyempurnakan pengertian Legal Risk, Money Laundering (Pencucian Uang), Operational Risk, Reputational Risk, Shell Companies, Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Walk-in Customer, yang tercantum dalam Glossary; 13. Menambahkan pengertian Shell Banks dalam Glossary; sehingga keseluruhan Pedoman Standar Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah menjadi sebagaimana lampiran Surat Edaran ini. Ketentuan ... Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 4 Desember 2003. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Ttd. NELSON TAMPUBOLON Direktur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/32/DPNP|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/29/DPNP perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah </reg_title> <set_date> 4 Desember 2003 </set_date> <effective_date> 4 Desember 2003 </effective_date> <changed_reg> '3/29/DPNP|SE-BI/2001' </changed_reg> <related_reg> '5/21/PBI/2003', '3/10/PBI/2001', '3/29/DPNP|SE-BI/2001' </related_reg>
N0.5/25/DPNP Jakarta, 23 Oktober 2003 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah Menunjuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/5/PBI/2001 tanggal 22 Maret 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 23; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4082) serta memperhatikan Surat Badan Penyehatan Perbankan Nasional kepada Bank Indonesia Nomor PROG-2345/BPPN/0700 tanggal 28 Juli 2000 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank yang dijamin oleh Pemerintah, maka ketentuan mengenai marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin oleh Pemerintah diubah menjadi sebagai berikut : a. dalam Rupiah ditetapkan sebesar 0 (nol) basis point; dan b. dalam valuta asing ditetapkan sebesar 0 (nol) basis point, di atas rata-rata suku bunga deposito berjangka dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia. - 2 - Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/11 /DPNP tanggal 26 Juni 2003 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 1 November 2003. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA Ttd. NELSON TAMPUBOLON DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/25/DPNP|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah </reg_title> <set_date> 23 Oktober 2003 </set_date> <effective_date> 1 November 2003 </effective_date> <replaced_reg> '5/11/DPNP|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', '3/5/PBI/2001', 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000' </related_reg>
No. 10/ 39 /DPM Jakarta, 14 November 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4912), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/30/PBI/2008 tanggal 14 November 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 175, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4923), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai fasilitas pendanaan jangka pendek bagi Bank umum sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan : 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami oleh Bank. 3. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan ... 2 dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch) dalam Rupiah sehingga Bank tidak dapat memenuhi kewajiban Giro Wajib Minimum Rupiah. 4. Giro Wajib Minimum Rupiah yang selanjutnya disebut GWM adalah GWM sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai GWM Rupiah. 5. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek. 6. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan hutang dalam mata uang Rupiah yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. 7. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN atau Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing. 8. Obligasi Korporasi adalah surat utang yang diterbitkan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah oleh badan usaha milik negara atau badan usaha swasta dan ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). 9. Aset Kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. 10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya ... 3 penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 12. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta yang memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS. 13. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan nasabah. 14. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai Dealer Utama. 15. BI-Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. II. PERSYARATAN FPJP 1. Bank yang dapat mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP adalah Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang memadai. 2. Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1 wajib memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (Capital Adequacy Ratio) positif berdasarkan perhitungan Bank Indonesia. 3. FPJP diberikan paling banyak sebesar plafon FPJP yang dihitung berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas sampai dengan Bank memenuhi GWM sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan hasil analisis Bank Indonesia atas proyeksi arus kas 14 (empat belas) hari kedepan yang disampaikan oleh Bank. 4. Pencairan ... 4 4. Pencairan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi kewajiban GWM selama memenuhi plafon dan jangka waktu FPJP yang disetujui. 5. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut : a. Jangka waktu setiap FPJP paling lama 14 (empat belas) hari, yang dinyatakan dalam hari kalender. Dalam hal FPJP memiliki tanggal jatuh tempo yang bertepatan dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur nasional maka penyelesaian FPJP jatuh tempo adalah pada hari kerja berikutnya. b. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu FPJP keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak pertama kali Bank memanfaatkan FPJP. 6. Bank menjamin FPJP dengan agunan milik Bank berupa SBI, SUN, SBSN, Obligasi Korporasi dan/atau Aset Kredit dengan ketentuan : a. Dalam hal agunan berupa SBI, SUN dan/atau SBSN : 1) nilai jual SBI, nilai pasar SUN dan/atau nilai pasar SBSN yang diagunkan ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagaimana ketentuan butir V.1.a dan butir V.1.b; dan 2) pada tanggal FPJP jatuh tempo, SBI, SUN dan/atau SBSN yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu : a) paling singkat 2 (dua) hari kerja untuk SBI; b) paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja untuk SBSN dan SUN. b. Dalam hal agunan berupa Obligasi Korporasi : 1) pada saat permohonan atau perpanjangan FPJP memiliki sisa jangka waktu paling kurang 90 (sembilan puluh) hari; 2) aktif diperdagangkan yaitu pernah diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir; dan 3) memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat (notch) teratas pada 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat ... 5 pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. c. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit : 1) memiliki kolektibilitas lancar selama 3 (tiga) bulan terakhir; Kolektibilitas adalah kualitas kredit yang dilaporkan Bank ke dalam Sistem Informasi Debitur (SID). Penetapan kualitas Aset Kredit harus dilakukan Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terakhir yang dilakukan Bank Indonesia terdapat perbedaaan dengan kualitas Aset Kredit yang telah dilaporkan Bank maka kualitas Aset Kredit yang digunakan adalah yang berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. 2) bukan merupakan kredit yang sedang dalam rekstrukturisasi. Restrukturisasi dimaksud dilakukan terhadap debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum; 3) bukan merupakan kredit konsumsi kecuali Kredit Pemilikan Rumah (KPR); 4) bukan merupakan kredit kepada pihak terkait Bank sesuai dengan kriteria sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Umum pada saat diberikan; 5) sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling cepat 3 (tiga) bulan dari saat persetujuan FPJP; 6) baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan BMPK pada saat diberikan; dan 7). memiliki ... 6 7) memiliki perjanjian kredit dan pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. 7. Obligasi Korporasi hanya dapat dijadikan agunan FPJP dalam hal : a. Bank tidak memiliki SBI, SUN dan SBSN; atau b. Bank memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir a namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJP. 8. Aset Kredit hanya dapat dijadikan agunan FPJP dalam hal : a. Bank tidak memiliki SBI, SUN, SBSN dan Obligasi Korporasi; atau b. Bank memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir a namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJP. 9. Jangka waktu pengikatan agunan FPJP ditetapkan sebagai berikut : a. Jatuh tempo pengikatan agunan FPJP untuk agunan berupa SBI, SUN, SBSN dan Obligasi Korporasi adalah 10 (sepuluh) hari kerja setelah FPJP jatuh tempo. b. Dalam hal terjadi pelunasan FPJP pada saat jatuh tempo, maka pengikatan agunan FPJP berupa SBI, SUN, SBSN dan Obligasi Korporasi dapat dilepas (release) pada 1 (satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi. 10. Dalam rangka penggunaan FPJP, Bank dapat melakukan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dengan ketentuan : a. Bank melunasi biaya bunga FPJP jatuh tempo terlebih dahulu; b. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas selama 14 (empat belas) hari ke depan; c. Bank memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; d. Bank memiliki Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (Capital Adequacy Ratio/CAR) positif berdasarkan perhitungan Bank Indonesia; dan e. Penggunaan ... 7 e. Penggunaan FPJP belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut. 11. Dalam rangka perpanjangan penggunaan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 10, nominal FPJP jatuh tempo diperhitungkan dengan plafon FPJP baru dengan memperhatikan ketentuan penggunaan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir 3, butir 5 dan butir 9. 12. Bank tidak dapat memperpanjang FPJP dalam hal atas perpanjangan FPJP dimaksud mengakibatkan terlampauinya jangka waktu maksimum FPJP selama 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud pada butir 5.b. 13. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang digunakan Bank dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar BI-Rate ditambah dengan 100 (seratus) basis poin. 14. Jumlah FPJP yang dikenakan biaya bunga sebagaimana dimaksud pada butir 13 adalah sebesar pencairan FPJP harian. III. PENGAJUAN FPJP 1. Bank dapat mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP pada pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB pada setiap hari kerja. 2. Permohonan atau perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 1 disampaikan melalui surat permohonan atau perpanjangan FPJP sebagaimana contoh pada Lampiran-1, disertai dengan dokumen : a. surat pernyataan yang ditandatangani oleh direksi Bank yang berwenang sesuai Anggaran Dasar Bank yang berlaku yang terdiri dari: 1) surat pernyataan Bank yang menyatakan bahwa Bank mengalami kesulitan likuiditas disertai dengan penjelasan mengenai penyebab dialaminya kesulitan likuiditas dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan likuiditas; 2) surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJP tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak ... 8 tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa dan memenuhi seluruh persyaratan agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang FPJP bagi Bank Umum sebagaimana contoh Lampiran-2; 3) surat pernyataan kesanggupan Bank untuk membayar segala kewajiban terkait FPJP pada saat jatuh tempo sebagaimana contoh Lampiran-3; 4) surat pernyataan Bank mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan termasuk namun tidak terbatas pada kualitas kredit dan agunan yang menyertainya sebagaimana contoh Lampiran-4; 5) surat pernyataan bahwa penggunaan aset Bank sebagai agunan FPJP telah mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris atau dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai Anggaran Dasar Bank; b. dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan likuiditas, paling kurang berupa proyeksi arus kas selama 14 (empat belas) hari ke depan dengan contoh format proyeksi arus kas sebagaimana Lampiran-5; c. daftar aset yang menjadi agunan FPJP yang memuat antara lain informasi mengenai jenis, seri, nilai nominal dan harga pasar SBI, SUN, SBSN, Obligasi Korporasi dan/atau Aset Kredit; d. Akta Perjanjian Pemberian FPJP sebagaimana contoh Lampiran-6 yang telah diisi oleh Bank dan dibubuhi materai cukup yang akan ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank bersangkutan bersama pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris; e. Akta Gadai sebagaimana contoh Lampiran-7 yang telah diisi oleh Bank dan dibubuhi materai cukup yang akan ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank bersangkutan ... 9 bersangkutan bersama pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris, dalam hal agunan yang diberikan berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Korporasi; f. Akta Jaminan Fidusia sebagaimana contoh Lampiran-8 yang telah diisi oleh Bank dan dibubuhi materai cukup yang akan ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank bersangkutan bersama pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris, dalam hal agunan yang diberikan berupa Aset Kredit; g. Addendum Perjanjian Pemberian FPJP sebagaimana contoh dalam Lampiran-9 yang telah diisi oleh Bank dan dibubuhi materai cukup yang akan ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank bersangkutan bersama pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris, dalam hal Bank mengajukan perpanjangan FPJP, penambahan agunan, penggantian agunan dan/atau jumlah FPJP; h. bukti bahwa SBI, SUN dan/atau SBSN telah diagunkan (pledge) di BI- SSSS berupa print-out hasil pengagunan, dalam hal agunan FPJP yang diberikan berupa SBI, SUN dan/atau SBSN; dan i. konfirmasi pemblokiran agunan dari KSEI dan hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia, dalam hal agunan FPJP yang diberikan berupa Obligasi Korporasi. 3. Dalam hal agunan adalah SBI, SUN dan/atau SBSN, mekanisme pengagunan sebagaimana dimaksud pada butir 2.h dilakukan sesuai mekanisme setelmen transaksi agunan (pledge) pada ketentuan BI-SSSS dengan counterparty Bank Indonesia (INDOIDJA930). 4. Surat permohonan atau perpanjangan FPJP yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada butir 2 dan/atau butir IV.5, disampaikan kepada: a. Bank ... 10 a. Bank Indonesia cq. Biro Operasi Moneter, Direktorat Pengelolaan Moneter (BOpM-DPM), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank (DPB) terkait; atau b. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja KBI dengan tembusan kepada BOpM-DPM. 5. Dalam rangka pengikatan agunan berupa Aset Kredit, dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir IV.6. disampaikan kepada : a. Bank Indonesia cq. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU); b. KBI setempat dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja KBI. 6. Dalam hal dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 5 belum lengkap dan belum sesuai dengan daftar Aset Kredit, Bank harus segera melengkapi. 7. Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia sebagaimana dimaksud pada butir 2.e dan butir 2.f dilakukan bersamaan dengan pengikatan Perjanjian Pemberian FPJP. 8. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses pengikatan perjanjian FPJP, pengikatan agunan, penambahan atau penggantian agunan dan/atau jumlah FPJP sebagaimana dimaksud pada butir 2.d, butir 2.e, butir 2.f dan butir 2.g adalah menjadi beban Bank penerima FPJP. 9. Bank menyampaikan surat perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir 2 paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP. IV. PENGAJUAN ... 11 IV. PENGAJUAN DAN PENGIKATAN ASET KREDIT SEBAGAI AGUNAN FPJP 1. Bank harus memelihara dan menatausahakan secara tersendiri daftar Aset Kredit beserta dokumen-dokumen pendukungnya yang sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai agunan FPJP. 2. Dalam hal Bank menilai akan menghadapi kesulitan likuiditas akibat mismatch dan Bank tidak memiliki surat berharga atau surat berharga yang dimiliki tidak mencukupi sebagai agunan FPJP sehingga perlu menggunakan Aset Kredit maka Bank harus menyampaikan daftar Aset Kredit sebagaimana contoh pada Lampiran-10, baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy dalam bentuk excel, kepada Bank Indonesia cq. DPB terkait atau KBI, dalam hal Bank yang berkantor pusat di wilayah KBI. 3. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyampaikan dokumen pendukung antara lain fotokopi perjanjian kredit, fotokopi bukti pengikatan agunan Aset Kredit dan/atau fotokopi bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan kredit Bank. 4. Dalam hal menurut Bank Indonesia kredit yang tercantum dalam daftar Aset Kredit yang diajukan oleh Bank sebelumnya tidak mencukupi dan/atau tidak memenuhi kriteria agunan FPJP, Bank harus mengajukan daftar Aset Kredit baru. 5. Pada saat Bank mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir III.2 dengan agunan Aset Kredit, Bank harus menyampaikan dokumen antara lain berupa : a. daftar Aset Kredit yang akan diagunkan berikut uraian sebagaimana contoh dalam Lampiran-10 baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy dalam bentuk excel; b. surat ... 12 b. surat pernyataan yang ditandatangani oleh direksi atau pejabat Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang berlaku yang memuat pernyataan : 1) bahwa Aset Kredit yang diajukan adalah KPR, dalam hal terdapat KPR yang digunakan sebagai agunan FPJP; 2) bahwa Aset Kredit yang diajukan sebagai agunan FPJP memiliki agunan; 3) bahwa Aset Kredit yang diajukan sebagai agunan FPJP belum pernah direstrukturisasi; 4) bahwa sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling cepat 3 (tiga) bulan dari saat persetujuan FPJP; 5) bahwa baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan BMPK pada saat diberikan; 6) bahwa Aset Kredit yang diagunkan memiliki perjanjian kredit dan pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum; 7) bahwa Aset Kredit yang diagunkan bukan merupakan kredit kepada pihak terkait Bank; dan 8) bahwa kolektibilitas Aset Kredit yang diajukan untuk menjadi agunan FPJP adalah benar tergolong kualitas lancar selama 3 (tiga) bulan terakhir sebagaimana dilaporkan dalam SID dan tidak terdapat perbedaan kolektibilitas dengan Bank Indonesia dalam pemeriksaan terakhir. 6. Dalam rangka keperluan pengikatan agunan FPJP, Bank menyampaikan : a. dokumen asli perjanjian kredit antara Bank dan debitur; b. dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit antara Bank dan debitur; c. bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan kredit Bank; d. dokumen asli hasil penilaian terakhir agunan; dan e. dokumen asli polis asuransi agunan. 7. Obyek ... 13 7. Obyek jaminan fidusia yang dijaminkan Bank kepada Bank Indonesia mencakup : a. hak tagih Bank yang timbul dari perjanjian kredit antara Bank dengan debitur; b. segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih Bank antara lain namun tidak terbatas pada pendapatan bunga dan klaim asuransi kredit; dan c. rekening penampungan (escrow account), jika pendapatan Bank tersebut dimasukkan dalam 1 (satu) rekening penampungan (escrow account). 8. Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan Bank pemberi fidusia. 9. Penatausahaan dokumen Aset Kredit a. Penatausahaan dokumen Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP oleh Bank Indonesia cq. DKBU atau Bank Indonesia cq. KBI dapat dilakukan dengan cara penyimpanan oleh Bank Indonesia atau Bank Indonesia dapat meminta Bank penerima FPJP untuk menyimpan dan menatausahakan dokumen Aset Kredit tersebut secara tersendiri sebagai titipan dari Bank Indonesia. b. Penyimpanan dokumen oleh Bank Indonesia dapat dilakukan pada pihak lain misalnya perusahaan penyimpanan arsip atas biaya Bank. c. Dalam hal dokumen disimpan oleh Bank maka Bank harus memelihara kelengkapan dan keakuratannya. Dalam hal terdapat permintaan Bank Indonesia, Bank harus segera menyampaikan dokumen atas Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dimaksud baik kepada Bank Indonesia atau kepada pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. V. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP 1. Perhitungan nilai agunan FPJP adalah sebagai berikut : a. Dalam hal agunan berupa SBI : 1) nilai ... 14 1) nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP; 2) nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) ditetapkan sebesar 100% (seratus per seratus) dari plafon FPJP, atau perpanjangan FPJP; 3) nilai jual SBI sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBI sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS; 4) harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. b. Dalam hal agunan berupa SUN dan/atau SBSN: 1) nilai agunan didasarkan pada nilai pasar SUN dan/atau nilai pasar SBSN pada saat permohonan atau perpanjangan FPJP. 2) nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) ditetapkan sebesar 105% (seratus lima per seratus) dari plafon FPJP saat permohonan atau perpanjangan FPJP. 3) nilai pasar SUN dan/atau nilai pasar SBSN sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SUN dan/atau SBSN sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS. 4) harga setiap seri SUN dan SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SUN dan SBSN yang diagunkan. c. Dalam hal agunan berupa Obligasi Korporasi 1) nilai agunan didasarkan pada nilai pasar Obligasi Korporasi pada saat permohonan atau perpanjangan FPJP. 2) nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) ditetapkan paling kurang sebesar : a) 135%... 15 a) 135% (seratus tiga puluh lima per seratus) dari plafon FPJP pada saat permohonan atau perpanjangan FPJP untuk Obligasi Korporasi dengan peringkat teratas. b) 140% (seratus empat puluh per seratus) dari plafon FPJP pada saat permohonan atau perpanjangan FPJP untuk Obligasi Korporasi dengan peringkat ke dua teratas. c) 145% (seratus empat puluh lima per seratus) dari plafon FPJP pada saat permohonan atau perpanjangan FPJP untuk Obligasi Korporasi dengan peringkat ke tiga teratas. 3) nilai pasar Obligasi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dihitung berdasarkan harga transaksi terkini di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir. d. Contoh perhitungan nilai agunan dalam bentuk SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Korporasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran- 11. e. Dalam hal Bank menggunakan SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Korporasi sebagai agunan FPJP, maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a, butir b dan butir c diterapkan untuk masing- masing jenis surat berharga yang diagunkan. f. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit : nilai baki debet (outstanding) Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP tersebut ditetapkan paling kurang 150% (seratus lima puluh per seratus) dari plafon FPJP. Apabila terdapat kredit dalam valuta asing maka konversi ke dalam mata uang Rupiah dilakukan dengan kurs tengah Bank Indonesia. Baki debet yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah baki debet 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal penyampaian permohonan atau perpanjangan FPJP. 2. Bank ... 16 2. Bank melakukan penilaian terhadap agunan FPJP secara harian dan menyampaikan hasil penilaian dimaksud paling lambat pukul 12.00 waktu setempat kepada : a. Bank Indonesia cq. BOpM-DPM dengan tembusan kepada DPB terkait; atau b. KBI dengan tembusan kepada Bank Indonesia cq. BOpM-DPM dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja KBI. 3. Penyampaian hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada butir 2 disampaikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy (dalam bentuk disket atau compact disc) dengan format sebagaimana contoh pada Lampiran-12. 4. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada butir 2 dicocokkan dengan penilaian yang dilakukan oleh Bank Indonesia cq. BOpM-DPM dalam hal agunan berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Korporasi. 5. Dalam hal terdapat perbedaan data sebagaimana dimaksud pada butir 4, yang digunakan adalah hasil penilaian yang dilakukan oleh Bank Indonesia. 6. Dalam hal berdasarkan penilaian agunan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir 2 dan butir 3 tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan PBI tentang FPJP Bagi Bank Umum, Bank wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPsehingga nilai agunan FPJP paling kurang sebesar plafon FPJP yang disetujui dengan memperhatikan ketentuan butir II.6, butir II.7 dan butir II.8. 7. Bank Indonesia meminta Bank untuk menambah dan/atau mengganti agunan FPJP dalam hal berdasarkan penilaian Bank Indonesia nilai agunan tidak dapat mencukupi sesuai plafon FPJP yang disetujui. 8. Dalam hal agunan FPJP pengganti dan/atau penambah berupa SBI, SUN, SBSB, Obligasi Korporasi penambahan dan/atau penggantian agunan FPJP dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a. Bank ... 17 a. Bank menyampaikan perubahan daftar aset yang menjadi agunan FPJP; b. Bank menyampaikan bukti pengagunan (pledge) SBI, SUN dan/atau SBSN berupa print out hasil pengagunan di BI-SSSS; c. Bank menyampaikan konfirmasi pemblokiran Obligasi Korporasi dari KSEI dan hasil pemeringkatan Obligasi Korporasi lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia; d. Penyampaian perubahan daftar aset, bukti pengagunan dan konfirmasi pemblokiran sebagaimana dimaksud pada butir a, butir b dan butir c disampaikan kepada Bank Indonesia cq. BOpM-DPM dengan tembusan kepada DPB terkait atau KBI dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja KBI; e. Mekanisme penambahan dan/atau penggantian agunan FPJP dilakukan melalui Addendum Perjanjian Pemberian FPJP dan Akta Gadai. 9. Dalam hal agunan FPJP pengganti dan/atau penambah berupa Aset Kredit penambahan dan/atau penggantian agunan FPJP dilakukan oleh Bank dengan menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir IV.6 kepada : a. Bank Indonesia cq. DKBU; atau b. KBI dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja KBI. 10. Dalam hal agunan yang diserahkan Bank untuk menambah dan/atau mengganti agunan FPJP tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud PBI tentang FPJP Bagi Bank Umum, maka Bank Indonesia akan mengurangi plafon FPJP sesuai nilai agunan. 11. Dalam hal agunan yang diserahkan Bank untuk menambah dan/atau mengganti agunan FPJP tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud PBI tentang FPJP Bagi Bank Umum dan Bank telah menggunakan FPJP sejumlah plafon FPJP, Bank Indonesia akan mendebet Rekening ... 18 Rekening Giro Bank di Bank Indonesia sebesar selisih pencairan FPJP dengan kekurangan agunan FPJP. 12. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan agunan yang telah diagunkan sebelumnya, sepanjang nilai agunan dimaksud masih memenuhi persyaratan dan perhitungan nilai agunan. VI. PERSETUJUAN FPJP 1. Bank Indonesia meneliti setiap pengajuan FPJP yang disampaikan Bank setelah Bank melengkapi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini. 2. Bank Indonesia menyetujui permohonan FPJP dalam hal : a. Bank memenuhi persyaratan permohonan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; b. Bank memenuhi persyaratan kelengkapan dokuman permohonan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; c. Berdasarkan analisis Bank Indonesia, diperkirakan bahwa Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas selama 14 (empat belas) hari ke depan yang disampaikan oleh Bank. 3. Bank Indonesia menyetujui perpanjangan FPJP dalam hal : a. Bank memenuhi persyaratan perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; b. Bank memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan c. Bank memenuhi persyaratan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir II.10; 4. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan atau perpanjangan FPJP, Bank Indonesia dan Bank menandatangani Perjanjian Pemberian FPJP atau Addendum Perjanjian Pemberian FPJP, Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia. 5. Bank ... 19 5. Bank Indonesia mencairkan pemberian FPJP dengan mengkredit rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sebesar selisih kekurangan GWM melalui Sistem BI-RTGS pada setiap akhir hari selama jangka waktu FPJP dan sepanjang kekurangan GWM tersebut tidak melebihi plafon FPJP yang disetujui. 6. Bank Indonesia menolak permohonan atau perpanjangan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 2 atau butir 3. 7. Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan atau perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud pada butir 6 kepada Bank melalui surat yang didahului dengan pemberitahuan melalui telepon. VII. PELUNASAN FPJP 1. Dalam hal selama jangka waktu pemberian FPJP saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melebihi kewajiban GWM, Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar kelebihan tersebut sebagai pelunasan keseluruhan atau sebagian nominal FPJP. 2. Pada tanggal FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia dengan mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan nominal FPJP. 3. Pendebetan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar biaya bunga FPJP jatuh tempo yang dilakukan pada awal hari dan pendebetan sebesar nominal FPJP jatuh tempo yang dilakukan paling cepat pada pukul 16.00 WIB. 4. Pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 3 dilakukan sampai dengan rekening giro Bank bersaldo nihil. 5. Dalam hal setelah dilakukan pendebetan sebagaimana dimaksud pada butir 4 saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk membayar seluruh biaya bunga dan/atau nominal FPJP sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS dan Bank tidak lagi memenuhi persyaratan ... 20 persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia akan melakukan eksekusi agunan. VIII. EKSEKUSI AGUNAN FPJP 1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP dalam hal FPJP jatuh tempo dan saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk membayar biaya bunga dan nominal FPJP dan Bank tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP. 2. Bank Indonesia melakukan proses eksekusi agunan SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Korporasi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dengan cara sebagai berikut : a. Dalam hal agunan berupa SBI, eksekusi agunan dilakukan dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh tempo (early redemption). b. Dalam hal agunan berupa SUN, SBSN dan/atau Obligasi Korporasi : 1) eksekusi agunan dilakukan dengan cara penjualan agunan melalui Pialang berdasarkan harga penawaran yang terbaik; 2) setelmen penjualan agunan sebagaimana dimaksud pada butir 1) dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah penjualan agunan (T+2); 3) dalam hal Pialang tidak berhasil melakukan penjualan sampai dengan 5 (lima) hari kerja setelah FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar nominal FPJP ditambah biaya bunga FPJP dan biaya lain terkait dengan pelaksanaan eksekusi agunan; dan 4) dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 3) tidak mencukupi, agunan Bank yang tidak terjual tersebut akan tetap menjadi agunan FPJP sampai dengan Bank dapat melunasi nilai nominal FPJP ditambah biaya bunga FPJP dan biaya lain terkait dengan pemberian FPJP. 3. Dalam ... 21 3. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, eksekusi agunan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. menjual hak tagih atas dasar Sertifikat Jaminan Fidusia; b. menjual hak tagih atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; atau c. menjual di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. 4. Eksekusi agunan SUN dan SBSN sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank atau perorangan yang telah memiliki rekening penatausahaan surat berharga di Sub-Registry. b. Pada hari pelaksanaan eksekusi agunan, Pialang memberikan laporan kepada Bank Indonesia c.q. BOpM-DPM yang meliputi nama calon pembeli, kuantitas dan harga penawaran yang diajukan calon pembeli paling lambat sampai dengan pukul 16.00 WIB melalui BI-SSSS dan/atau faksimili. c. Bank Indonesia akan mengumumkan calon pembeli agunan yang penawarannya diterima melalui Pialang. d. Bank pembeli agunan atau perseorangan yang bertindak sebagai pembeli agunan melalui Sub-Registry melakukan setelmen pada 1 (satu) hari kerja setelah diumumkan sebagai pembeli agunan oleh Bank Indonesia. 5. Eksekusi agunan Aset Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Eksekusi agunan dapat dilakukan oleh Bank Indonesia cq. DKBU atau Bank Indonesia cq. KBI, atau Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melaksanakan eksekusi atas agunan FPJP berupa hak tagih atas Aset ... 22 Aset Kredit baik dengan cara melakukan penjualan melalui pelelangan umum maupun penjualan secara langsung oleh Bank. b. Dalam hal eksekusi dilakukan oleh Bank maka Bank harus menyampaikan rencana pelaksanaan eksekusi agunan berupa hak tagih atas Aset Kredit tersebut serta melaporkan realisasi eksekusi agunan dimaksud kepada Bank Indonesia cq. DKBU atau Bank Indonesia cq. KBI dengan tembusan kepada Bank Indonesia cq. DPM dan DPB terkait. c. Bank harus menyetorkan hasil eksekusi agunan tersebut kepada Bank Indonesia dengan cara penyetoran ke rekening nomor 564.000617 ”Rekening Untuk Penampungan Hasil Eksekusi Agunan FPJP” di Bank Indonesia. 6. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP. 7. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi beban Bank penerima FPJP dan Bank Indonesia akan melakukan pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia. 8. Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan biaya bunga FPJP yang besarnya dihitung berdasarkan nominal FPJP yang belum dilunasi dan tingkat bunga FPJP terakhir. 9. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari nominal FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud. 10. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari nominal FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud. 11. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana dimaksud dalam butir 10, Bank wajib menyetor tambahan ... 23 tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada Bank Indonesia. IX. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia menetapkan Bank penerima FPJP dalam pengawasan khusus dan terhadapnya berlaku ketentuan Bank Indonesia mengenai Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank. 2. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan (post audit) terhadap Bank atas kebenaran dokumen dan data/informasi yang disampaikan Bank serta penggunaan FPJP, termasuk pemeriksaan atas agunan FPJP yang disampaikan oleh Bank. 3. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan tertentu guna penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan likuiditas Bank. 4. Bank Indonesia dapat mengurangi plafon FPJP atau menghentikan FPJP sebelum jatuh tempo apabila ditemukan hal sebagai berikut: a. Pengurangan plafon FPJP dilakukan dalam hal nilai agunan FPJP mengalami penurunan dan tidak terdapat penambahan atau penggantian agunan dari Bank sehingga nilai agunan tidak mencukupi. b. Penghentian FPJP dilakukan dalam hal Bank tidak memenuhi ketentuan sebagai Bank penerima FPJP sebagaimana diatur dalam PBI tentang FPJP bagi Bank umum. 5. Bank wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action plan) untuk mengatasi kesulitan likuiditas kepada Bank Indonesia cq. DPB terkait atau KBI setempat paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJP. 6. Bank wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia cq. DPB terkait atau KBI setempat mengenai penggunaan FPJP dan kondisi likuiditas Bank pada setiap akhir hari kerja. X. SANKSI ... 24 X. SANKSI 1. Dalam hal Bank tidak melunasi FPJP dan/atau melakukan pelanggaran atas ketentuan dalam Surat Edaran ini dan/atau berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir IX.2 diketahui adanya penyimpangan penggunaan FPJP, maka Bank dapat dikenakan sanksi berupa : a. tidak dapat menerima FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan b. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian pengurus Bank. 2. Dalam hal Pengurus Bank, Pemegang Saham Pengendali dan pejabat eksekutif Bank dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dan atau memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini secara tidak benar, selain dikenakan sanksi sebagaimana pada Pasal 19 dikenakan juga sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 49 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. XI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/25/DPM tanggal 14 Juli 2008 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 14 November 2008. Agar ... 25 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/39/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 14 November 2008 </set_date> <effective_date> 14 November 2008 </effective_date> <replaced_reg> '10/25/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '10/26/PBI/2008', '10/30/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
1 No. 14/34/DASP Jakarta, 27 November 2012 S U R A T E D A R A N Perihal : Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5275) dan dalam rangka meningkatkan aspek perlindungan konsumen pengguna Kartu Kredit di Indonesia serta mendukung praktek pemberian Kartu Kredit yang lebih memperhatikan manajemen risiko pemberian kredit, perlu untuk mengatur mengenai batas maksimum suku bunga Kartu Kredit dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut: 1. Batas maksimum suku bunga Kartu Kredit yang wajib diterapkan oleh Penerbit Kartu Kredit adalah sebesar 2,95% (dua koma sembilan puluh lima persen) per bulan atau 35,40% (tiga puluh lima koma empat puluh persen) per tahun: 2. Batas maksimum suku bunga Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku baik untuk transaksi pembelanjaan maupun transaksi tarik tunai. 3. Bank Indonesia dapat mengubah batas maksimum suku bunga Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan mempertimbangkan, antara lain: a. indikator perekonomian seperti BI rate; b. struktur … 2 b. struktur biaya Kartu Kredit yang meliputi biaya dana (cost of fund), biaya operasional dan pengelolaan risiko kredit oleh Penerbit (risk premium); dan/atau c. praktek suku bunga yang dikenakan oleh Penerbit. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA, BOEDI ARMANTO KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/34/DASP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit. </reg_title> <set_date> 27 November 2012 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2013 </effective_date> <related_reg> '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009' </related_reg>
No. 12/ 21 /DPM Jakarta, 2 Agustus 2010 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/45/DPD tanggal 15 September 2005 perihal Transaksi Derivatif Sehubungan dengan penyempurnaan organisasi di Bank Indonesia, khususnya yang terkait dengan pengelolaan nilai tukar, perlu untuk melakukan perubahan ketentuan mengenai alamat penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/45/DPD tanggal 15 September 2005 mengenai Transaksi Derivatif sebagai berikut: Alamat penyampaian: a. Laporan kesiapan Bank melakukan Transaksi Derivatif untuk pertama kali sebagaimana dimaksud pada angka 2; dan b. Laporan mengenai tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi kerugian sebagaimana dimaksud pada angka 3; diubah menjadi ditujukan kepada : Bank Indonesia Direktorat Pengelolaan Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2 Agustus 2010. Agar ... 2 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/21/DPM|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/45/DPD tanggal 15 September 2005 perihal Transaksi Derivatif </reg_title> <set_date> 2 Agustus 2010 </set_date> <effective_date> 2 Agustus 2010 </effective_date> <changed_reg> '7/45/DPD|SE-BI/2005' </changed_reg> <related_reg> '7/45/DPD|SE-BI/2005' </related_reg>
No. 4/ 8 /DASP Jakarta, 13 Mei 2002 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DAN PERUSAHAAN JASA KURIR DI INDONESIA Perihal : Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/28/DASP Tanggal 12 Desember 2001 Perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) Dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik Untuk lebih meningkatkan kesiapan bagi Peserta Kliring dalam memenuhi kewajiban yang terkait dengan ketentuan penunjukan Perusahaan Jasa Kurir dan penggunaan kartu identitas pegawai yang menggunakan foto sebagaimana diatur dalam angka VI.2 dan VI.3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/28/DASP tanggal 12 Desember 2001 perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) Dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik, dengan ini dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/28/DASP tanggal 12 Desember 2001 perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) Dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik sebagai berikut : 1. Ketentuan angka II.B.2 mengenai Persyaratan Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “a. Dalam hal Peserta menggunakan Perusahaan Jasa Kurir maka seluruh kegiatan penyerahan dan penerimaan Warkat serta laporan hasil proses Kliring harus dilakukan oleh Petugas Jasa Kurir. Penyerahan atau penerimaan … 2 penerimaan Warkat dan atau laporan hasil proses Kliring oleh Petugas Internal Bank hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Penyelenggara pada saat Petugas Internal Bank yang bersangkutan melakukan penyerahan atau penerimaan Warkat serta laporan hasil Kliring. Surat pemberitahuan tersebut harus ditandatangani oleh pemimpin kantor Peserta dengan menyertakan alasannya. b. Dalam hal di suatu Wilayah Kliring terdapat Bank yang mempunyai lebih dari satu kantor yang berstatus Peserta Langsung maka seluruh Peserta Langsung beserta Peserta Tidak Langsung yang menginduk pada Peserta Langsung dimaksud harus menggunakan Perusahaan Jasa Kurir. Dalam hal ini Perusahaan Jasa Kurir yang digunakan harus Perusahaan Jasa Kurir yang sama.” 2. Ketentuan angka II.D.1.a mengenai Tata Cara Penggunaan Jasa Kurir diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “a. Kewajiban Petugas Jasa Kurir untuk mencocokkan jumlah bundel Warkat yang diserahkan kepada Penyelenggara dengan jumlah lembar tembusan bukti penyerahan Warkat yang diterima dari Penyelenggara.” 3. Ketentuan angka II.D.2 mengenai Tata Cara Penggunaan Jasa Kurir ditambah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “2. Penunjukan dan atau penggantian Perusahaan Jasa Kurir wajib diberitahukan kepada Penyelenggara paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal efektif penggunaan Perusahaan Jasa Kurir oleh Peserta dengan melampirkan foto kopi surat perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Pemberitahuan penunjukan dan atau penggantian tersebut cukup diwakili oleh salah satu Peserta atau kantor pusat Peserta.” 4. Ketentuan angka III.C.2.a mengenai TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir ditambah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “a. Untuk … 3 “a. Untuk memperoleh TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir, Peserta wajib mengajukan permohonan secara tertulis yang dilakukan bersamaan dengan pemberitahuan mengenai penunjukan Perusahaan Jasa Kurir sebagaimana dimaksud dalam angka II.D.2. Permohonan tersebut dapat diajukan bersamaan dengan permohonan untuk menjadi Peserta Kliring. Apabila dalam suatu Bank terdapat beberapa Peserta maka permohonan tersebut cukup diwakili oleh salah satu Peserta atau kantor pusat Peserta.” 5. Ketentuan angka III.C.2.b mengenai TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “b. Setiap Perusahaan Jasa Kurir hanya boleh memiliki TPPK maksimum sebanyak 3 (tiga) buah dari masing-masing Peserta.” 6. Ketentuan angka III.D mengenai spesifikasi TPPK diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “Spesifikasi TPPK termasuk bahan, dimensi, dan rancang bangun ditetapkan oleh masing-masing Penyelenggara dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Informasi yang dimuat dalam TPPK a. Untuk TPPK bagi Petugas Internal Bank memuat Penyelenggara, nama Bank Peserta, status kantor, nomor sandi Peserta Kliring, dan khusus untuk Penyelenggara SKE mencantumkan pula status kepesertaan. b. Untuk TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir memuat nama Penyelenggara, nama Perusahaan Jasa Kurir, nama Bank Peserta, dan sandi Bank Peserta yang diwakili. 2. Foto Pada TPPK tidak perlu dicantumkan foto pengguna TPPK. 3. Tanda tangan pejabat Penyelenggara Pada bagian belakang TPPK dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat Penyelenggara. Contoh … nama 4 Contoh informasi yang dicantumkan dalam pembuatan TPPK sebagaimana Lampiran. Spesifikasi TPPK sebagaimana dimaksud di atas Penyelenggara kepada seluruh Peserta.” diumumkan oleh 7. Angka VI. 2 dan 3 mengenai KETENTUAN PERALIHAN diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “2. Peserta yang pada saat berlakunya Surat Edaran ini telah menggunakan jasa Perusahaan Jasa Kurir wajib memenuhi ketentuan penunjukan Perusahaan Jasa Kurir sebagaimana dimaksud dalam angka II.C dan II.D paling lambat tanggal 1 Agustus 2002.” “3. Peserta wajib memenuhi ketentuan mengenai penggunaan kartu identitas pegawai yang menggunakan foto bagi Petugas Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka III.A.2 paling lambat tanggal 1 Agustus 2002.” Ketentuan dalam Surat tanggal 13 Mei 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Edaran ini mulai berlaku pada HARMAIN SALIM DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/8/DASP|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/28/DASP Tanggal 12 Desember 2001 Perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) Dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik </reg_title> <set_date> 13 Mei 2002 </set_date> <effective_date> 13 Mei 2002 </effective_date> <changed_reg> '3/28/DASP|SE-BI/2001' </changed_reg> <related_reg> '3/28/DASP|SE-BI/2001 | angka VI.2 dan VI.3' </related_reg>
No.10/8/DPU Jakarta, 28 Februari 2008 SURAT EDARAN Perihal : Penukaran Uang Rupiah Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/14/PBI/2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan serta Pemusnahan Uang Rupiah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/10/PBI/2007 tanggal 30 Agustus 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4762), perlu diatur kembali peraturan pelaksanaan bagi masyarakat untuk memperoleh layanan penukaran dari Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia, dengan pengaturan sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan: 1. Uang adalah uang rupiah. 2. Uang Kertas selanjutnya disingkat UK adalah Uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya. 3. Uang Logam selanjutnya disingkat UL adalah Uang dalam bentuk koin yang terbuat dari aluminium, aluminium bronze, kupronikel atau bahan lainnya. 4. Uang Tidak Layak Edar selanjutnya disingkat UTLE adalah Uang lusuh, Uang cacat, Uang rusak, dan Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran. 5. Uang . . . 5. Uang Lusuh adalah Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari ukuran aslinya tetapi kondisi Uang telah berubah yang disebabkan antara lain karena jamur, minyak, bahan kimia, coretan-coretan. 6. Uang Cacat adalah Uang hasil cetak yang spesifikasi teknisnya tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. 7. Uang Rusak adalah Uang yang ukuran atau fisiknya telah berubah dari ukuran aslinya yang antara lain karena terbakar, berlubang, hilang sebagian, atau Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari ukuran aslinya antara lain karena robek, atau Uang yang mengerut. 8. Ciri Uang adalah tanda-tanda tertentu pada setiap Uang yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dengan tujuan untuk mengamankan Uang tersebut dari upaya pemalsuan. Tanda-tanda tersebut dapat berupa warna, gambar, ukuran, berat dan tanda-tanda lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 9. Layanan Penukaran adalah kegiatan penerimaan Uang oleh Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia dari masyarakat dengan memberikan penggantian berupa Uang yang masih layak edar (ULE) dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya. II. PENUKARAN UANG Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia memberikan Layanan Penukaran kepada masyarakat untuk menukarkan : 1. ULE dengan ULE dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya; atau 2. UTLE dengan ULE dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya. III. TEMPAT . . . III. TEMPAT DAN WAKTU PENUKARAN UANG 1. Pelaksanaan Layanan Penukaran dilakukan: a. di kantor Bank Indonesia dan/atau di kantor pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia; dan/atau b. di luar kantor Bank Indonesia dan/atau di luar kantor pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. 2. Penukaran Uang yang dilakukan di kantor Bank Indonesia, hanya dapat dilayani dalam waktu Layanan Penukaran yang ditentukan oleh Bank Indonesia. IV. TATA CARA PENUKARAN UANG 1. Tata cara penukaran UK diatur sebagai berikut : a. UK yang akan ditukarkan harus dipilah menurut jenis pecahan dan tahun emisi, serta disusun searah, dan dipisahkan antara ULE dan UTLE. b. UK dalam jumlah 100 (seratus) lembar dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang sama diikat menjadi satu pak. c. UK dalam jumlah 10 (sepuluh) pak dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang sama diikat menjadi satu brood. d. UK dalam jumlah 10 (sepuluh) brood dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang sama dikemas dalam plastik transparan. 2. Tata cara penukaran UL diatur sebagai berikut: a. UL yang akan ditukarkan harus dipilah menurut jenis pecahan dan tahun emisi, serta dipisahkan antara ULE dan UTLE. b. UL dalam jumlah 500 (lima ratus) keping dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang sama dimasukkan ke dalam kantong. V. PENETAPAN . . . V. PENETAPAN BESARNYA PENGGANTIAN UANG 1. Uang Lusuh atau Uang Cacat a. Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia memberikan penggantian sebesar nilai nominal kepada masyarakat yang menukarkan Uang Lusuh atau Uang Cacat. b. Penggantian Uang Lusuh atau Uang Cacat sebagaimana dimaksud pada butir 1.a diberikan sepanjang Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia dapat mengenali tanda keaslian Uang. 2. Uang Rusak a. Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia memberikan penggantian kepada masyarakat yang menukar Uang Rusak. b. Besarnya penggantian atas Uang Rusak sebagaimana dimaksud pada butir 2.a diatur sebagai berikut: 1) UK a) dalam hal fisik UK lebih besar dari 2/3 (dua pertiga) ukuran aslinya dan Ciri Uang dapat dikenali keasliannya, diberikan penggantian sebesar nilai nominal; b) dalam hal fisik UK sama dengan atau kurang dari 2/3 (dua pertiga) ukuran aslinya, tidak diberikan penggantian. 2) UL a) dalam hal fisik UL lebih besar dari 1/2 (setengah) ukuran aslinya dan Ciri Uang dapat dikenali keasliannya, diberikan penggantian sebesar nilai nominal; b) dalam hal fisik UL sama dengan atau kurang dari 1/2 (setengah) ukuran aslinya, tidak diberikan penggantian. 3) UK . . . 3) UK yang terbuat dari bahan plastik (polimer) a) dalam hal fisik UK mengerut dan masih utuh serta Ciri Uang dapat dikenali keasliannya, diberikan penggantian sebesar nilai nominal; b) dalam hal fisik UK mengerut dan tidak utuh, diberikan penggantian sebesar nilai nominal sepanjang Ciri Uang masih dapat dikenali keasliannya dan fisik Uang lebih besar dari 2/3 (dua pertiga) ukuran aslinya. c. Penggantian sebesar nilai nominal terhadap UK sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.1), hanya diberikan dalam hal: 1) Uang Rusak masih merupakan satu kesatuan dengan atau tanpa nomor seri yang lengkap. Yang dimaksud satu kesatuan dengan atau tanpa nomor seri yang lengkap adalah kondisi fisik UK yang diserahkan oleh masyarakat tidak terdiri dari 2 (dua) bagian atau lebih dan dengan atau tanpa nomor seri yang lengkap; atau 2) Uang Rusak tidak merupakan satu kesatuan, tetapi terbagi menjadi paling banyak 2 (dua) bagian terpisah, dan kedua nomor seri pada Uang Rusak tersebut lengkap dan sama. Uang Rusak dengan 2 (dua) bagian terpisah yang disambungkan kembali dengan perekat termasuk Uang Rusak yang tidak merupakan satu kesatuan. d. Penggantian sebesar nilai nominal terhadap Uang Lusuh atau Uang Cacat berupa UK dalam kondisi rusak, hanya diberikan sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.1), butir 2.b.3) dan/atau butir 2.c. e. Penggantian . . . e. Penggantian sebesar nilai nominal terhadap Uang Lusuh atau Uang Cacat berupa UL dalam kondisi rusak, hanya diberikan sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.2). f. Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas Uang Rusak yang terdiri lebih dari 2 (dua) bagian terpisah baik yang disambungkan kembali dengan perekat maupun tidak disambungkan. g. Dalam menetapkan penggantian atas Uang Rusak, Bank Indonesia menilai besarnya keutuhan fisik Uang Rusak. 3. Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran a. Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia memberikan penggantian kepada masyarakat yang menukar Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran. b. Besarnya penggantian atas Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran sebagaimana dimaksud pada butir 3.a diatur sebagai berikut: 1) Uang Lusuh atau Uang Cacat diberikan penggantian sebesar nilai nominal; 2) Uang Rusak berupa UK diberikan penggantian yang besarnya sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.1) dan butir 2.b.3) dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 2.c; 3) Uang Rusak berupa UL diberikan penggantian yang besarnya sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.2). c. Penukaran Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran sebagaimana dimaksud pada butir 3.a dilakukan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. VI. UANG . . . VI. UANG RUSAK YANG DIDUGA DILAKUKAN SECARA SENGAJA ATAU DILAKUKAN SECARA SENGAJA 1. Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas Uang Rusak sebagaimana dimaksud dalam butir V.2 apabila menurut pertimbangan Bank Indonesia kerusakan Uang tersebut diduga dilakukan secara sengaja atau dilakukan secara sengaja. 2. Kerusakan Uang diduga dilakukan secara sengaja apabila tanda-tanda kerusakan fisik Uang meyakinkan Bank Indonesia misalnya terdapat bekas potongan dengan alat tajam atau alat lainnya, pola kerusakannya sama, dan/atau jumlah Uang yang ditukarkan relatif banyak. 3. Kerusakan Uang dilakukan secara sengaja apabila berdasarkan pembuktian secara laboratoris dan/atau putusan pengadilan disimpulkan atau diputuskan bahwa Uang dirusak secara sengaja. VII. UANG RUSAK YANG MEMERLUKAN PENELITIAN SECARA LABORATORIS 1. Dalam hal diperlukan proses penelitian secara laboratoris terhadap Uang Rusak yang diterima dari masyarakat, maka Bank Indonesia dapat menahan Uang Rusak dalam rangka menilai besarnya keutuhan dan/atau menetapkan penggantian atas Uang Rusak tersebut. 2. Dalam hal Uang Rusak akan ditahan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1, masyarakat menyerahkan surat pernyataan yang antara lain berisi kesediaan bahwa: a. Uang Rusak ditahan oleh Bank Indonesia untuk dilakukan penelitian secara laboratoris; dan b. apabila Uang Rusak setelah dilakukan penelitian secara laboratoris tidak dikembalikan oleh Bank Indonesia, sepanjang kondisi . . . kondisi fisik Uang Rusak tersebut tidak memungkinkan untuk dikembalikan. VIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia No.6/25/DPU tanggal 30 Juni 2004 perihal Penukaran Uang Rupiah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29 Februari 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDI SISWANTO DIREKTUR PENGEDARAN UANG
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/8/DPU|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Penukaran Uang Rupiah </reg_title> <set_date> 28 Februari 2008 </set_date> <effective_date> 29 Februari 2008 </effective_date> <replaced_reg> '6/25/DPU|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '9/10/PBI/2007', '6/14/PBI/2004' </related_reg>
No. 17/36/DPM Jakarta, 16 November 2015 SURAT EDARAN Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA - ELECTRONIC TRADING PLATFORM DI INDONESIA Perihal : Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia - Electronic Trading Platform Sehubungan dengan telah berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5762 ), perlu mengatur ketentuan mengenai penyelenggaraan sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank Umum Syariah termasuk Unit Usaha Syariah (UUS) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 3. Operasi Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui … 2 melalui kegiatan Operasi Pasar Terbuka dan penyediaan Standing Facilities berdasarkan prinsip syariah. 4. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain dalam rangka Operasi Moneter. 5. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka Operasi Moneter Syariah. 6. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana Rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana Rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. 7. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh Bank Indonesia kepada Bank Umum Syariah dan UUS dalam rangka Operasi Moneter Syariah. 8. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, Pemerintah, dan/atau lembaga lain yang ditatausahakan pada BI-SSSS. 9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai surat utang negara. 11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, dalam mata uang Rupiah maupun … 3 maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai Surat Berharga Syariah Negara. 12. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana Transaksi yang dilakukan secara elektronik. 13. Transaksi adalah Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Transaksi Pasar Keuangan. 14. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka kegiatan Operasi Moneter, Operasi Moneter Syariah, dan/atau transaksi SBN untuk dan atas nama Pemerintah, serta transaksi lainnya yang dilakukan dengan Bank Indonesia. 15. Transaksi Pasar Keuangan adalah transaksi Surat Berharga dan transaksi pinjam-meminjam secara konvensional, atau yang dipersamakan berdasarkan prinsip syariah dalam rangka transaksi pasar uang dan/atau transaksi Surat Berharga di pasar sekunder. 16. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan Penatausahaan Surat Berharga, yang dilakukan secara elektronik. 17. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual. 18. Penyelenggara Sistem BI-ETP adalah Bank Indonesia yang menyelenggarakan Sistem BI-ETP. 19. Peserta Sistem BI-ETP yang selanjutnya disebut Peserta adalah pihak yang telah memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara sebagai peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI-ETP. 20. Penatausahaan … 4 20. Penatausahaan adalah kegiatan yang mencakup pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen, serta pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan nilai pokok/nominal atas Surat Berharga dan hasil Transaksi tanpa Surat Berharga. 21. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh penyelenggara BI-SSSS sebagai peserta BI-SSSS untuk melakukan fungsi Penatausahaan bagi kepentingan nasabah. 22. Dealer Utama adalah Bank dan perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai dealer utama dalam transaksi SUN sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai dealer utama. 23. Peserta Lelang adalah Bank dan perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai peserta lelang dalam transaksi SBSN sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penerbitan dan penjualan surat berharga syariah negara di pasar perdana dalam negeri dengan cara lelang. 24. Rekening Giro adalah Rekening Giro sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan pihak ekstern. 25. Rekening Surat Berharga adalah rekening peserta BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen transaksi Surat Berharga, Transaksi Dengan Bank Indonesia, dan/atau Transaksi Pasar Keuangan. 26. Setelmen Dana adalah Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan setelmen dana melalui Sistem BI-RTGS. 27. Setelmen Surat Berharga adalah Setelmen Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 28. Bank … 5 28. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk sebagai pihak untuk melakukan pembayaran dan/atau penerimaan dana oleh Peserta yang bukan peserta Sistem BI- RTGS. 29. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi maupun sarana pendukung yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Sistem BI-ETP. 30. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang menyebabkan kegiatan operasional Sistem BI-ETP tidak dapat diselenggarakan yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat yang berwenang setempat, termasuk Bank Indonesia. 31. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas Sistem BI-ETP di lokasi Kantor Pusat Bank Indonesia dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN) yang disediakan oleh Penyelenggara untuk Peserta sebagai cadangan dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang menyebabkan Peserta tidak dapat menggunakan Sistem BI-ETP di lokasi Peserta. 32. Perjanjian Penggunaan Sistem BI-ETP antara Penyelenggara Sistem BI-ETP dan Peserta yang selanjutnya disebut Perjanjian adalah kesepakatan tertulis antara Penyelenggara Sistem BI- ETP dengan Peserta yang memuat hak dan kewajiban masing- masing pihak dalam menggunakan Sistem BI-ETP. 33. Administrative Message adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari Penyelenggara Sistem BI- ETP kepada Peserta atau sebaliknya atau antar-Peserta. 34. Business Continuity Plan yang selanjutnya disingkat BCP adalah kebijakan dan prosedur yang memuat rangkaian kegiatan yang terencana dan terkoordinasi mengenai langkah-langkah pengurangan … 6 pengurangan risiko, penanganan dampak gangguan atau bencana, dan proses pemulihan agar kegiatan operasional BI- ETP tetap dapat berjalan. 35. Disaster Recovery Plan yang selanjutnya disingkat DRP adalah suatu kebijakan dan prosedur pengganti yang digunakan sementara waktu selama dilakukannya pemulihan BI-ETP utama untuk menjaga kelangsungan kegiatan usaha (business continuity) pada saat BI-ETP utama mengalami gangguan atau tidak dapat berfungsi. 36. Participant Code adalah suatu kode yang mengidentifikasikan Peserta terkait dengan pelaksanaan transaksi melalui Sistem BI- ETP. 37. Position Account adalah rekening yang digunakan dalam melakukan transaksi yang terdiri atas Rekening Surat Berharga di BI-SSSS dan Rekening Giro di Sistem BI-RTGS. 38. Portfolio adalah kumpulan Position Account milik Peserta Sistem BI-ETP yang digunakan dalam melakukan transaksi. 39. Broker Bidding Limit adalah batas paling tinggi nominal penawaran yang diberikan oleh Peserta kepada Peserta lain untuk dapat melakukan penawaran per hari untuk dan atas nama Peserta yang memberikan batas nominal penawaran. 40. Digital Certificate Hard Token adalah media penyimpanan berupa usb flash drive yang berisi sertifikat (digital certificate) dalam bentuk file terproteksi yang memuat identitas pemilik sertifikat, kunci enkripsi untuk melakukan verifikasi tanda tangan digital pemilik, dan periode validitas sertifikat, yang dihasilkan oleh infrastruktur kunci publik (public key infrastructure) Bank Indonesia. II. PENYELENGGARAAN A. Organisasi Penyelenggara Sistem BI-ETP 1. Penyelenggara Sistem BI-ETP adalah Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Moneter (DPM). 2. Penyelenggara … 7 2. Penyelenggara Sistem BI-ETP melakukan pengelolaan operasional penyelenggaraan Sistem BI-ETP dan penyelenggaraan kegiatan: a. Transaksi Dengan Bank Indonesia; dan b. Transaksi Pasar Keuangan, yang dilakukan melalui Sistem BI-ETP. 3. Kegiatan korespondensi terkait penyelenggaraan Sistem BI- ETP, ditujukan ke alamat: Bank Indonesia Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Pendukung Operasi Moneter-Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Jalan M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350 4. Help desk untuk penanganan permasalahan operasional Sistem BI-ETP yang dihadapi oleh Peserta, menggunakan nomor sebagai berikut: Nomor Telepon Faksimile : 021-29818888 : 021-2310485 5. Dalam hal terdapat perubahan alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 3 serta perubahan nomor telepon dan/atau faksimile sebagaimana dimaksud dalam angka 4, Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan perubahan tersebut melalui surat dan/atau sarana lainnya. B. Tugas dan Wewenang Penyelenggara Sistem BI-ETP 1. Pengelolaan Operasional Sistem BI-ETP Dalam rangka penyelenggaraan Sistem BI-ETP, Penyelenggara Sistem BI-ETP memiliki tugas dan wewenang dalam melakukan pengelolaan operasional Sistem BI-ETP, antara lain sebagai berikut: a. menetapkan ketentuan dan prosedur penyelenggaraan Sistem BI-ETP; b. menyediakan … 8 b. menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan Sistem BI-ETP yang mencakup antara lain: 1) aplikasi Sistem BI-ETP; 2) 1 (satu) jaringan komunikasi data yang menghubungkan Sistem BI-ETP di Peserta dengan Sistem BI-ETP di Penyelenggara Sistem BI-ETP; 3) pedoman teknis Sistem BI-ETP dan perubahannya; 4) fasilitas Guest Bank; dan 5) sarana dan prasarana pendukung lainnya termasuk Digital Certificate Hard Token; c. melakukan upaya untuk menjamin keandalan, ketersediaan, dan keamanan Sistem BI-ETP, antara lain sebagai berikut: 1) melakukan pengelolaan dan pengoperasian Sistem BI-ETP; 2) melakukan pengelolaan Digital Certificate Hard Token; 3) melakukan pengelolaan jaringan komunikasi data; 4) menetapkan waktu operasional penyelenggaraan Sistem BI-ETP; 5) menyediakan help desk untuk menangani masalah terkait penyelenggaraan Sistem BI-ETP; 6) memberikan layanan yang berkaitan dengan kepesertaan dalam Sistem BI-ETP; 7) memberlakukan prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; 8) menetapkan status kepesertaan; 9) memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan 10) menerapkan standar layanan minimum dalam penyelenggaraan Sistem BI-ETP; d. menetapkan … 9 d. menetapkan jenis dan besarnya biaya penggunaan Sistem BI-ETP; e. melakukan pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan dan prosedur yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP serta menetapkan dan mengenakan sanksi kepada Peserta. 2. Penyelenggaraan Kegiatan Transaksi Dalam rangka penyelenggaraan Transaksi melalui Sistem BI-ETP, berdasarkan Surat Edaran ini, Penyelenggara Sistem BI-ETP melakukan tugas dan wewenang dengan ketentuan sebagai berikut: a. Transaksi Dengan Bank Indonesia 1) menyelenggarakan transaksi dengan mekanisme lelang atau non lelang dalam rangka kegiatan Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah; dan/atau 2) menyelenggarakan transaksi SBN untuk dan atas nama pemerintah c.q. Kementerian Keuangan. b. Transaksi Pasar Keuangan Memfasilitasi penyelenggaraan Transaksi Pasar Keuangan. C. Pembebasan Tanggung Jawab Penyelenggara Sistem BI-ETP 1. Peserta membebaskan Penyelenggara Sistem BI-ETP dari segala tuntutan atas kerugian yang timbul dan/atau yang akan timbul yang dialami Peserta atau pihak ketiga. 2. Tuntutan atas kerugian yang timbul dan/atau yang akan timbul yang dialami Peserta atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disebabkan antara lain: a. keterlambatan atau tidak terlaksananya Transaksi antara lain dikarenakan oleh kelalaian Peserta, terjadinya Keadaan Tidak Normal, dan/atau Keadaan Darurat; b. pengiriman Transaksi dilakukan oleh pejabat Peserta yang tidak berwenang; dan/atau c. kesalahan … 10 c. kesalahan data Transaksi yang dikirimkan oleh Peserta. III. KEPESERTAAN A. Ketentuan Umum Kepesertaan 1. Pihak yang dapat menjadi Peserta, yaitu: a. Bank Indonesia; b. Kementerian Keuangan; c. Lembaga Penjamin Simpanan; d. Bank; e. perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing; f. perusahaan efek; dan g. lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia, sepanjang kepesertaan lembaga lain tersebut antara lain didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau pertimbangan pengembangan pasar keuangan di Indonesia. 2. Untuk dapat menjadi Peserta, pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus memiliki peran sebagai berikut: a. penerbit Surat Berharga; b. peserta Operasi Moneter atau peserta Operasi Moneter Syariah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter dan operasi moneter syariah; c. lembaga perantara sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah; d. peserta transaksi SBN di pasar perdana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai lelang surat utang negara dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di pasar perdana domestik dan penerbitan dan penjualan surat berharga … 11 berharga syariah negara di pasar perdana dalam negeri dengan cara lelang; e. peserta Transaksi Pasar Keuangan; dan/atau f. peran lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, pertimbangan pengembangan pasar keuangan di Indonesia dan/atau pertimbangan teknis. 3. Hubungan dengan Kepesertaan Sistem BI-RTGS a. Bagi Peserta yang juga merupakan peserta Sistem BI- RTGS, pelaksanaan Setelmen Dana terkait dengan Transaksi dan pembayaran kewajiban lainnya terkait penggunaan Sistem BI-ETP dilakukan menggunakan Rekening Giro pada Sistem BI-RTGS. b. Bagi Peserta yang bukan merupakan peserta Sistem BI-RTGS, pelaksanaan Setelmen Dana terkait dengan Transaksi dan pembayaran kewajiban lainnya terkait penggunaan Sistem BI-ETP dilakukan melalui Bank Pembayar. 4. Hubungan dengan Kepesertaan BI-SSSS a. Bagi Peserta yang juga merupakan peserta BI-SSSS, pelaksanaan Setelmen Surat Berharga terkait dengan Transaksi dilakukan menggunakan Rekening Surat Berharga. b. Bagi Peserta yang bukan merupakan peserta BI-SSSS, pelaksanaan Setelmen Surat Berharga terkait dengan Transaksi dilakukan melalui Sub Registry. B. Persyaratan Menjadi Peserta 1. Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki peran sebagaimana dimaksud dalam butir A.2; b. memiliki surat izin yang masih berlaku dari lembaga yang berwenang; c. memiliki … 12 c. memiliki infrastruktur sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan Penyelenggara Sistem BI-ETP sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I; d. e. telah menjadi peserta dalam Sistem BI-RTGS dan peserta BI-SSSS, dalam hal Peserta adalah Bank; telah mengajukan permohonan atau telah ditunjuk sebagai Dealer Utama atau Peserta Lelang sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku; dan/atau f. telah ditunjuk menjadi peserta transaksi SBN sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku untuk calon Peserta selain Dealer Utama atau Peserta Lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf e. 2. Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menentukan persyaratan dan ketentuan yang berbeda sesuai kebutuhan dan karakteristik tertentu bagi pihak sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 sebagai Peserta. C. Prosedur Untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Peserta 1. Permohonan Menjadi Peserta a. Calon Peserta menyampaikan surat permohonan tertulis untuk menjadi Peserta kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan menggunakan contoh surat sebagaimana Lampiran II.1. b. Dalam hal calon Peserta merupakan Unit Usaha Syariah maka surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diajukan oleh Bank induknya dengan menggunakan contoh surat sebagaimana Lampiran II.1. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b ditandatangani oleh anggota direksi yang bertindak untuk dan atas nama calon Peserta. d. Surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: 1) ditujukan … 13 1) ditujukan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3. 2) dalam hal calon Peserta berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia dalam negeri (KPwDN), ditujukan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan tembusan kepada kantor KPwDN yang mewilayahi. e. Surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan dilengkapi dokumen pendukung secara lengkap dan benar sebagai berikut: 1) data kepesertaan dengan format sebagaimana Lampiran II.2; 2) surat pernyataan kesiapan infrastruktur dan memuat informasi spesifikasi yang telah ditetapkan Penyelenggara Sistem BI-ETP, yang ditandatangani anggota direksi yang berwenang bertindak untuk dan atas nama calon Peserta sebagaimana contoh surat dalam Lampiran II.3; 3) surat permohonan kebutuhan Digital Certificate Hard Token dan level user yang ditandatangani anggota direksi yang berwenang bertindak untuk dan atas nama calon Peserta sebagaimana contoh surat dalam Lampiran II.4; 4) laporan hasil security audit atas infrastruktur teknologi informasi Peserta, yang dilakukan oleh auditor internal atau auditor eksternal yang independen; 5) dalam hal security audit dilakukan oleh auditor internal, laporan hasil security audit sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dilengkapi surat pernyataan bahwa pelaksanaan security audit dilakukan secara independen, yang ditandatangani … 14 ditandatangani anggota direksi yang berwenang bertindak untuk dan atas nama calon Peserta; 6) 7) 8) 9) fotokopi dokumen persetujuan izin yang masih berlaku dari lembaga berwenang; fotokopi dokumen permohonan atau penunjukan sebagai Dealer Utama atau Peserta Lelang; fotokopi Anggaran Dasar perusahaan terakhir; fotokopi dokumen yang memuat susunan pengurus perusahaan terakhir; dan 10) surat kuasa dari anggota direksi yang berwenang bertindak untuk dan atas nama calon Peserta berdasarkan anggaran dasar kepada pejabat pemberi contoh tanda tangan. 11) fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari pemberi dan penerima kuasa dalam rangka pemberian contoh tanda tangan pejabat yang berwenang mewakili calon Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 10) yang berupa : a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM) bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau b) paspor dan Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS) bagi Warga Negara Asing (WNA). f. Pejabat pemberi contoh tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam butir e.10) diatur sebagai berikut : 1) pejabat pemberi contoh tanda tangan adalah anggota direksi dan pejabat yang berwenang bertindak untuk dan atas nama calon Peserta; 2) anggota direksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) adalah anggota direksi yang berwenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan berdasarkan Anggaran Dasar; 3) pejabat … 15 3) pejabat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) adalah pejabat yang berwenang bertindak untuk dan atas nama calon Peserta berdasarkan surat kuasa dari anggota direksi yang berwenang bertindak untuk dan atas nama calon Peserta berdasarkan anggaran dasar. g. Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam butir f.3) dibuat dengan ketentuan sebagai berikut: 1) kuasa diberikan kepada pejabat di kantor pusat dan/atau kantor cabang calon Peserta yang mengoperasikan Sistem BI-ETP; 2) surat kuasa dibuat untuk melakukan penandatanganan, penyerahan dan/atau pengambilan surat, laporan dan/atau dokumen lain baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik yang terkait dengan kepesertaan dan operasional Sistem BI-ETP, penyerahan dan/atau pengambilan user dan Digital Certificate Hard Token; 3) pejabat yang diberi kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dapat menguasakan kembali tanpa hak substitusi kepada petugas yang ditunjuk khusus untuk melakukan kegiatan penyerahan dan/atau pengambilan surat, laporan dan/atau dokumen lain baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik yang terkait dengan kepesertaan dan operasional Sistem BI-ETP, penyerahan dan/atau pengambilan user dan Digital Certificate Hard Token; 4) hal-hal yang dapat dikuasakan dalam surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dapat dituangkan dalam 1 (satu) atau lebih surat kuasa sesuai dengan kebutuhan Peserta; dan 5) surat … 16 5) surat kuasa dibuat dengan format sebagaimana Lampiran II.5.A dan Lampiran II.5.B. h. Dalam hal diperlukan, Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat meminta calon Peserta untuk menunjukkan dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir e.6) sampai dengan butir e.11) kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP. 2. Pemberian persetujuan prinsip a. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a, Penyelenggara Sistem BI- ETP dapat melakukan pemeriksaan lokasi calon Peserta untuk memastikan kesesuaian informasi dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan infrastruktur Sistem BI-ETP. b. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan persetujuan prinsip atau penolakan atas permohonan yang diajukan calon Peserta paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen pendukung diterima secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. c. Penyelenggara Sistem BI-ETP mengirimkan surat pemberitahuan pemberian persetujuan prinsip atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada calon Peserta. d. Surat persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam huruf c disertai dengan informasi sebagai berikut: 1) nama dan kode peserta (participant code); 2) 3) rencana kegiatan pelatihan; rencana kegiatan instalasi; 4) permintaan agar calon Peserta menyampaikan informasi menandatangani Perjanjian; dan 5) permintaan … terkait pejabat yang akan 17 5) permintaan agar calon Peserta memenuhi kelengkapan administrasi lainnya dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional. e. Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam butir d.4) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III. f. Surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf c disertai dengan alasan penolakan. 3. Pemenuhan Persyaratan Administrasi a. Calon Peserta yang telah memperoleh persetujuan prinsip menyampaikan kelengkapan dokumen administrasi sebagai berikut: 1) informasi terkait pejabat yang akan menandatangani Perjanjian; 2) surat penunjukan Bank Pembayar yang ditandatangani oleh anggota direksi sebagaimana contoh dalam Lampiran II.6.A dan surat konfirmasi persetujuan dari Bank Pembayar sebagaimana contoh dalam Lampiran II.6.B, dalam hal calon Peserta bukan peserta Sistem BI- RTGS. Penunjukan Bank Pembayar dilakukan untuk pelaksanaan pembebanan biaya yang timbul terkait penggunaan Sistem BI-ETP, termasuk biaya guest bank Sistem BI-ETP, dan pengenaan sanksi Sistem BI-ETP; 3) dalam hal Peserta mengajukan penawaran Transaksi untuk dan atas nama pihak lain, Peserta dimaksud menyampaikan daftar nama pihak lain yang memiliki hubungan transaksi dengan format sebagaimana Lampiran II.7. b. Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan prinsip dari Penyelenggara Sistem BI-ETP. c. Dalam … 18 c. Dalam hal calon Peserta tidak memenuhi persyaratan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b, persetujuan prinsip yang sudah diberikan dianggap batal dan calon Peserta dapat mengajukan kembali permohonan untuk menjadi Peserta. d. Penyelenggara Sistem BI-ETP melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a. e. Dalam hal dokumen telah lengkap, Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan kepada calon Peserta antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) paket software aplikasi Sistem BI-ETP, termasuk informasi user name dan password aplikasi serta pemberitahuan mekanisme instalasi aplikasi Sistem BI-ETP; 2) penyampaian pedoman teknis Sistem BI-ETP kepada Peserta; dan 3) informasi paling kurang mengenai: a) pelaksanaan penandatanganan Perjanjian; b) pengambilan Digital Certificate Hard Token; dan c) waktu pelatihan penggunaan Sistem BI-ETP. 4. Persiapan Penggunaan Sistem BI-ETP a. Penandatanganan Perjanjian 1) Pada jadwal yang telah ditentukan, anggota direksi memproses penandatanganan Perjanjian. 2) Anggota direksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) hadir pada waktu dan tempat yang ditentukan Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan membawa identitas diri yang asli sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a.1). 3) Perjanjian ditandatangani dalam rangkap 2 (dua). b. Instalasi … 19 b. Instalasi Aplikasi dan Pelatihan 1) Calon Peserta melakukan instalasi aplikasi dan dalam hal diperlukan dapat berkoordinasi dengan Penyelenggara Sistem BI-ETP. 2) Calon Peserta mengikutsertakan petugas yang akan menangani teknis operasional Sistem BI- ETP dalam pelatihan teknis dan operasional penggunaan Sistem BI-ETP sesuai jadwal yang ditetapkan Penyelenggara Sistem BI-ETP. c. Pengujian Kesiapan Penggunaan Sistem BI-ETP Calon Peserta melakukan pengujian kesiapan penggunaan Sistem BI-ETP yang dimiliki calon Peserta berkoordinasi dengan Penyelenggara Sistem BI-ETP. d. Persetujuan Operasional Sistem BI-ETP 1) Dalam hal calon Peserta telah memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a, butir 3.b, dan butir 3.c, Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan persetujuan operasional keikutsertaan sebagai Peserta dan tanggal efektif operasional sebagai Peserta melalui surat untuk Peserta yang bersangkutan. 2) Penyelenggara Sistem BI-ETP akan mengumumkan keikutsertaan sebagai Peserta melalui Administrative Message atau sarana lainnya kepada seluruh Peserta. 3) Persetujuan operasional sebagaimana dimaksud dalam angka 1) diberikan paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a. diterima secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. 4) Dalam hal calon Peserta tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a, butir 3.b dan butir 3.c, maka Penyelenggara Sistem BI-ETP tidak memberikan persetujuan operasional … 20 operasional dan pemberian persetujuan prinsip dianggap batal. 5) Calon Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dapat mengajukan permohonan kembali untuk menjadi Peserta. D. Perubahan Kepesertaan Ruang lingkup perubahan kepesertaan antara lain meliputi perubahan Participant Code, nama peserta, kegiatan usaha, alamat kantor, lokasi Sistem BI-ETP dan jaringan komunikasi data, data pejabat pemberi contoh tanda tangan, dan/atau Bank Pembayar. Ketentuan dan prosedur perubahan data kepesertaan diatur sebagai berikut: 1. Perubahan Participant Code Perubahan Participant Code dapat disebabkan antara lain karena Peserta yang bukan merupakan anggota Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) berubah menjadi anggota SWIFT atau karena adanya perubahan SWIFT Bank Identifier Code (BIC) dari Peserta. Prosedur perubahan Participant Code diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat penyampaian perubahan Participant Code kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) data kepesertaan sebagaimana format dalam Lampiran II.2; dan 2) dokumen pendukung yang menunjukkan sebagai anggota SWIFT atau adanya perubahan SWIFT BIC dari Peserta. b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3; 2) bagi … 21 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan tanggapan tertulis melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. d. Surat tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf c antara lain menginformasikan mengenai: 1) tanggal efektif perubahan Participant Code; dan 2) pengambilan Digital Certificate Hard Token pengganti dan pengembalian Digital Certificate Hard Token yang diganti. e. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan perubahan Participant Code Peserta kepada seluruh Peserta melalui Administrative Message atau sarana lainnya. 2. Perubahan Nama Peserta Prosedur perubahan nama Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat penyampaian perubahan nama Peserta kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) data kepesertaan sebagaimana format dalam Lampiran II.2 dengan menggunakan nama yang tercantum dalam perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui oleh lembaga yang berwenang; dan 2) fotokopi/salinan dokumen berupa: a) akta perubahan Anggaran Dasar untuk badan hukum Indonesia; b) surat … 22 b) surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari lembaga yang berwenang; dan c) surat keputusan dari lembaga yang berwenang tentang perubahan nama, yang telah dilegalisasi oleh notaris. Khusus bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri cukup menyampaikan fotokopi surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf c) yang telah dilegalisasi oleh lembaga yang berwenang. b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3; 2) bagi Peserta berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan tanggapan tertulis melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. d. Surat tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf c antara lain menginformasikan mengenai: 1) tanggal efektif perubahan data nama Peserta; 2) pengambilan Digital Certificate Hard Token pengganti dan pengembalian Digital Certificate Hard Token yang diganti, dalam hal terdapat perubahan Participant Code. e. Penyelenggara … 23 e. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan perubahan nama Peserta kepada seluruh Peserta melalui Administrative Message atau sarana lainnya. 3. Perubahan Kegiatan Usaha bagi Peserta Bank Perubahan kegiatan usaha Peserta Bank dari bank umum konvensional menjadi bank umum syariah atau unit usaha syariah menjadi bank umum syariah dapat menyebabkan adanya perubahan data Peserta Bank antara lain nama Peserta Bank, dan/atau Participant Code. Prosedur perubahan kegiatan usaha Peserta Bank diatur sebagai berikut: a. Peserta Bank mengajukan surat penyampaian perubahan kegiatan usaha kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan menggunakan contoh sebagaimana Lampiran II.8 dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) data kepesertaan sebagaimana format dalam Lampiran II.2; 2) fotokopi/salinan dokumen berupa: a) akta perubahan Anggaran Dasar untuk badan hukum Indonesia; b) surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari lembaga yang berwenang; dan c) surat keputusan dari berwenang mengenai lembaga yang izin perubahan kegiatan usaha dari bank umum konvesional menjadi bank umum syariah, yang telah dilegalisasi oleh notaris. Khusus bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri cukup menyampaikan fotokopi surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf c) yang telah dilegalisasi oleh lembaga yang berwenang. b. Surat … 24 b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3; 2) bagi Peserta berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan tanggapan tertulis melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. d. Surat tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf c antara lain menginformasikan mengenai: 1) tanggal efektif perubahan kegiatan usaha Peserta; 2) pengambilan Digital Certificate Hard Token pengganti dan pengembalian Digital Certificate Hard Token yang diganti, dalam hal terdapat perubahan Participant Code. e. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan perubahan data kepesertaan terkait perubahan kegiatan usaha Peserta kepada seluruh Peserta melalui Administrative Message atau sarana lainnya. 4. Perubahan Alamat Kantor Peserta Prosedur perubahan alamat kantor Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat penyampaian perubahan alamat kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) data … 25 1) data kepesertaan sebagaimana format dalam Lampiran II.2; dan 2) fotokopi/salinan surat persetujuan atau penerimaan pemberitahuan perubahan alamat kantor dari lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh notaris. b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3; 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan tanggapan tertulis melalui surat dan penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan yang menyatakan bahwa perubahan alamat Peserta telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara Sistem BI-ETP paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. 5. Perubahan Lokasi Sistem BI-ETP Utama, Sistem BI-ETP Cadangan dan Jaringan Komunikasi Data Peserta Prosedur perubahan lokasi Sistem BI-ETP utama, Sistem BI-ETP cadangan dan jaringan komunikasi data Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat penyampaian perubahan lokasi Sistem BI-ETP baik Sistem BI-ETP utama, Sistem BI-ETP cadangan dan pemindahan jaringan komunikasi data, kepada Penyelenggara Sistem BI- ETP … 26 ETP dengan melampirkan data kepesertaan sebagaimana format dalam Lampiran II.2. b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3; 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan tanggapan tertulis melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang memuat: 1) perubahan lokasi Sistem BI-ETP utama dan/atau Sistem BI-ETP cadangan Peserta telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara Sistem BI-ETP; 2) waktu pelaksanaan pemindahan jaringan komunikasi data; dan 3) hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta terkait dengan perubahan lokasi Sistem BI-ETP utama dan/atau Sistem BI-ETP cadangan. 6. Perubahan Data Pejabat Pemberi Contoh Tanda Tangan Perubahan data pejabat pemberi contoh tanda tangan dilakukan dalam rangka penambahan, penggantian, dan/atau perubahan data pejabat pemberi contoh tanda tangan yang antara lain meliputi perubahan kewenangan dan/atau jabatan. Prosedur perubahan terkait pejabat pemberi contoh tanda tangan diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat perubahan pejabat pemberi contoh tanda tangan kepada Penyelenggara Sistem BI- ETP dengan menggunakan contoh sebagaimana Lampiran … 27 Lampiran II.9 dan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) data kepesertaan sebagaimana format dalam Lampiran II.2; 2) fotokopi/salinan akta perubahan Anggaran Dasar atau dokumen yang memuat susunan pengurus perusahaan terakhir yang telah dilegalisasi oleh notaris; 3) dalam hal terjadi penambahan pejabat pemberi contoh tanda tangan baru selain anggota direksi, melampirkan surat kuasa dari anggota direksi yang berwenang bertindak untuk dan atas nama Peserta berdasarkan Anggaran Dasar; 4) dalam hal terjadi pencabutan seluruh atau sebagian kuasa kepada pejabat pemberi contoh tanda tangan selain anggota direksi, melampirkan surat pencabutan kuasa yang ditandatangani oleh anggota direksi sebagai pemberi kuasa dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.10; 5) dalam hal terdapat perubahan kewenangan dan/atau jabatan pejabat pemberi contoh tanda tangan, Peserta melampirkan: a) surat kuasa baru dan surat pencabutan kuasa yang lama dari anggota direksi yang berwenang bertindak untuk dan atas nama Peserta berdasarkan Anggaran Dasar; dan b) surat pernyataan tetap diberlakukannya contoh tanda tangan pejabat pemberi contoh tanda tangan, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.11, c) fotokopi … 28 c) fotokopi bukti identitas diri yang masih berlaku dari pejabat pemberi contoh tanda tangan, berupa: (1) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM) bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau (2) paspor dan Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), bagi Warga Negara Asing (WNA). b. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan nama, kewenangan, dan/atau jabatan pejabat pemberi contoh tanda tangan kepada Penyelenggara Sistem BI- ETP maka data yang telah ditatausahakan pada Penyelenggara Sistem BI-ETP dianggap masih berlaku. c. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP diatur sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3; 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Contoh tanda tangan berlaku efektif sejak pemberitahuan dari Penyelenggara Sistem BI-ETP mengenai tanggal efektif berlakunya contoh tanda tangan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat penyampaian perubahan terkait pejabat pemberi contoh tanda tangan diterima secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. e. Perubahan kewenangan dan/atau jabatan pejabat pemberi contoh tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam butir a.5) berlaku efektif terhitung sejak tanggal surat pencabutan kuasa dan surat kuasa yang baru diterima … 29 diterima secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI- ETP. 7. Perubahan Bank Pembayar Prosedur perubahan Bank Pembayar diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat perubahan terkait Bank Pembayar kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dan melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) data kepesertaan sebagaimana format dalam Lampiran II.2; 2) surat penunjukan Bank Pembayar sebagaimana contoh dalam Lampiran II.6.A; dan 3) surat konfirmasi persetujuan dari Bank Pembayar sebagaimana contoh dalam Lampiran II.6.B. b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3; 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan tanggapan tertulis melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. 8. Dalam hal terdapat perbedaan antara tanda tangan yang terdapat pada dokumen pendukung untuk perubahan data kepesertaan dengan contoh tanda tangan pejabat maka Peserta harus menyampaikan surat pernyataan yang menjelaskan … 30 menjelaskan alasan mengenai adanya perbedaan tanda tangan sebagaimana contoh dalam Lampiran II.12. 9. Dalam hal Peserta adalah peserta pada Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS maka Peserta dapat tidak menyampaikan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 7 yang telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS. E. Status Kepesertaan dan Perubahannya 1. Status Kepesertaan Status kepesertaan dalam Sistem BI-ETP bagi Peserta dibedakan menjadi: a. Aktif Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh kegiatan operasional Sistem BI-ETP sesuai dengan peran Peserta yang bersangkutan. b. Dibekukan 1) Peserta dengan status dibekukan tidak dapat mengirimkan perintah Transaksi melalui Sistem BI-ETP. 2) Peserta dengan status dibekukan tetap memperoleh informasi yang terdapat dalam Sistem BI-ETP. 3) Perubahan status menjadi dibekukan antara lain dapat dilakukan sebagai persiapan penutupan kepesertaan Sistem BI-ETP. c. Ditutup 1) Peserta dengan status ditutup tidak dapat melakukan seluruh kegiatan operasional Sistem BI-ETP karena telah dihentikan kepesertaan dalam Sistem BI-ETP. 2) Peserta dengan status ditutup tidak bisa diaktifkan kembali sebagai Peserta. 2. Hubungan … 31 2. Hubungan Status Kepesertaan Sistem BI-ETP dengan Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS Dalam hal Peserta adalah peserta Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS, berlaku ketentuan status kepesertaan Sistem BI-ETP sebagai berikut: a. Perubahan status Peserta tidak menyebabkan perubahan status kepesertaan pada Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS. b. Perubahan status Peserta dipengaruhi oleh perubahan status pada Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS sebagai berikut: 1) Dalam hal perubahan status Peserta di Sistem BI- RTGS dan/atau BI-SSSS menjadi ditangguhkan maka status kepesertaan Sistem BI-ETP menjadi dibekukan. 2) Dalam hal perubahan status peserta di Sistem BI- RTGS dan/atau BI-SSSS menjadi dibekukan atau ditutup maka menyebabkan perubahan status kepesertaan yang sama pada Sistem BI-ETP. 3. Perubahan Status Peserta a. Ketentuan perubahan status kepesertaan 1) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan dari status: a) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya; b) aktif menjadi ditutup; atau c) dibekukan menjadi ditutup. 2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilakukan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP berdasarkan hal-hal sebagai berikut: a) perubahan status kepesertaan Sistem BI- RTGS dan/atau BI-SSSS; b) pengenaan sanksi oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP; c) pencabutan … 32 c) pencabutan penunjukan sebagai Dealer Utama dan Peserta Lelang oleh Menteri Keuangan bagi Peserta yang hanya memiliki fungsi sebagai Dealer Utama dan Peserta Lelang; d) permintaan tertulis dari lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Peserta, antara lain: (1) Bank Indonesia; dan/atau (2) Otoritas Jasa Keuangan (OJK); dan/atau e) permintaan tertulis dari Peserta yang bersangkutan untuk mengubah status kepesertaan dari status aktif menjadi ditutup, yang didasarkan antara lain karena alasan proses penutupan atau self liquidation, penggabungan, peleburan, pemisahan, atau alasan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia atau OJK. 3) Dalam hal akan dilakukan perubahan status kepesertaan menjadi ditutup, Peserta harus menyelesaikan seluruh kewajiban dalam penyelenggaraan Sistem BI-ETP, antara lain pembebanan biaya yang timbul akibat penggunaan Sistem BI-ETP dan/atau pengembalian Digital Certificate Hard Token kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP. 4) Dalam hal perubahan status kepesertaan menjadi ditutup karena penggabungan, peleburan, atau pemisahan maka penyelesaian hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 3) beralih ke Peserta hasil penggabungan, peleburan, atau pemisahan … 33 pemisahan yang didasarkan pada surat pernyataan pengambilalihan hak dan kewajiban dari Peserta hasil penggabungan, peleburan, atau pemisahan. 5) Dalam hal terjadi perubahan status Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 4), Penyelenggara Sistem BI-ETP menginformasikan perubahan status Peserta kepada: a) Peserta yang bersangkutan melalui pemberitahuan tertulis penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile atau sarana lain; b) seluruh Peserta melalui fasilitas Administrative Message atau sarana lainnya; dan/atau c) lembaga yang berwenang dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta melalui pemberitahuan tertulis yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile atau sarana lain. b. Prosedur perubahan status kepesertaan 1) Perubahan status kepesertaan karena pengenaan sanksi oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP a) Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam butir a.2)b) dapat dilakukan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP berdasarkan hasil pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. b) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan berdasarkan tanggal efektif perubahan status yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP dan diberitahukan … yang 34 diberitahukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelumnya. c) Penyelenggara Sistem BI-ETP menginformasikan perubahan status kepesertaan Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam butir a.5)b) dan butir a.5)c). 2) Perubahan status kepesertaan atas permintaan tertulis dari lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta, diatur sebagai berikut: a) Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam butir a.2)d) mengajukan surat permohonan perubahan status kepesertaan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3. b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: (1) nama Peserta dan perubahan status kepesertaan yang diminta; (2) alasan perubahan status kepesertaan; dan (3) tanggal efektif perubahan status kepesertaan, dengan melampirkan dokumen pendukung terkait dengan alasan permohonan perubahan status kepesertaan. c) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a), Penyelenggara Sistem BI-ETP menyetujui dan mengubah status kepesertaan setelah: (1) dokumen … 35 (1) dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b) telah diterima dengan lengkap; dan (2) Peserta telah menyelesaikan seluruh kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir a.3) dalam hal status kepesertaan berubah menjadi ditutup. d) Penyelenggara Sistem BI-ETP menginformasikan perubahan status kepesertaan Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam butir a.5). 3) Perubahan Status Kepesertaan atas Permohonan Tertulis dari Peserta a) Permohonan Perubahan Status Kepesertaan Karena Proses Penutupan atau Self Liquidation dan alasan lainnya (1) Peserta dapat mengajukan surat permohonan perubahan status kepesertaan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dari status aktif menjadi ditutup, dengan melampirkan dokumen sebagai berikut : (a) fotokopi keputusan pencabutan izin usaha dalam hal Peserta yang melakukan self liquidation; (b) dokumen terkait lainnya untuk alasan perubahan status kepesertaan yang dilakukan berdasarkan alasan lain yang telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara Sistem BI-ETP atau lembaga pengawas kegiatan Peserta. (2) Surat … 36 (2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) ditandatangani oleh anggota direksi yang bertindak untuk dan atas nama calon Peserta dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: (a) surat disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3; dan (b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. (3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka (1), Penyelenggara Sistem BI-ETP akan mengubah status kepesertaan setelah: (a) dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka (1) telah diterima dengan lengkap; dan (b) Peserta telah memenuhi seluruh kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir a.3). (4) Penyelenggara Sistem BI-ETP menginformasikan perubahan status Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam butir a.5). b) Perubahan Status Kepesertaan Karena Penggabungan (1) Setiap … 37 (1) Setiap Peserta yang menggabungkan diri mengajukan surat permohonan penutupan kepesertaan dengan ketentuan sebagai berikut : (a) Surat permohonan penutupan kepesertaan paling kurang memuat: 1.1. persetujuan penggabungan dari lembaga yang berwenang; penutupan 1.2. permohonan kepesertaan Sistem BI-ETP dan waktu pelaksanaan penghentian kepesertaan Sistem BI-ETP; 1.3. pengalihan hak dan kewajiban terkait kepesertaan dalam Sistem BI-ETP dari Peserta yang menggabungkan diri kepada Peserta yang menerima penggabungan, terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; dan 1.4. pencabutan contoh tanda tangan dari Peserta yang menggabungkan diri, terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum. (b) Surat permohonan penutupan kepesertaan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP menggunakan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.13. (c) Surat … 38 (c) Surat permohonan penutupan kepesertaan dilengkapi dengan persyaratan dokumen sebagai berikut: 1.1. fotokopi surat keputusan dari lembaga yang berwenang menyetujui penggabungan; dan 1.2. fotokopi anggaran dasar terakhir Peserta yang menggabungkan diri, yang telah dilegalisasi oleh notaris. (2) Peserta yang menerima penggabungan, menyampaikan surat pemberitahuan penggabungan dengan ketentuan sebagai berikut : (a) Surat pemberitahuan penggabungan paling kurang memuat: 1.1. persetujuan penggabungan dari lembaga yang berwenang; 1.2. informasi mengenai Peserta yang menerima penggabungan dan Peserta menggabungkan diri; 1.3. waktu pelaksanaan peralihan operasional dalam penyelenggaraan Sistem BI- ETP dari Peserta yang menggabungkan diri kepada Peserta yang menerima penggabungan; yang 1.4. waktu … 39 1.4. waktu pelaksanaan penghentian kepesertaan dalam Sistem BI-ETP dari Peserta yang menggabungkan diri; 1.5. pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang menggabungkan diri oleh Peserta yang menerima penggabungan terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; dan 1.6. informasi pengumuman penggabungan yang dimuat dalam surat kabar harian berskala nasional. (b) Surat penggabungan pemberitahuan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP menggunakan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.14. (c) Surat pemberitahuan penggabungan dilengkapi dengan surat pernyataan yang memuat paling kurang : 1.1. pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang menggabungkan diri terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum; 1.2. pemberlakuan contoh tanda tangan untuk Peserta yang menerima penggabungan dan penegasan status contoh tanda … 40 tanda tangan Peserta yang menggabungkan diri; 1.3. pengambilalihan wewenang dan tanggung jawab operasional Peserta yang menggabungkan diri terhitung sejak tanggal penggabungan secara hukum sampai dengan tanggal penggabungan secara operasional. (d) Surat pernyataan penggabungan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.15. (3) Dalam hal Peserta yang menerima penggabungan telah menerima dokumen terkait proses penggabungan dari Kementerian Hukum dan HAM, Peserta yang menerima penggabungan menyampaikan dokumen kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP sebagai berikut : (a) fotokopi akta penggabungan; (b) fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar Peserta yang menerima penggabungan; (c) fotokopi izin penggabungan dari lembaga yang berwenang memberikan persetujuan tentang Penggabungan; dan (d) fotokopi surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau dokumen pendaftaran Akta Penggabungan dan … 41 dan Akta Perubahan Anggaran Dasar. yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang. (4) Surat sebagaimana dimaksud dalam butir (1)(a), butir (2)(a), dan butir (2)(d) ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: (a) surat disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3; dan (b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. (5) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan kepada Peserta yang menerima penggabungan melalui surat mengenai telah disetujuinya waktu pelaksanaan penggabungan secara kepesertaan dalam Sistem BI-ETP beserta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan, setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dan angka (2) diterima secara lengkap. (6) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan kepada seluruh Peserta melalui Administrative Message atau sarana lainnya mengenai telah disetujuinya pelaksanaan penggabungan … 42 penggabungan secara operasional dalam Sistem BI-ETP dan penutupan kepesertaan dalam Sistem BI-ETP dari Peserta yang menggabungkan diri. (7) Status kepesertaan dalam Sistem BI- ETP dari Peserta yang menggabungkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada tanggal pelaksanaan penggabungan secara operasional dalam Sistem BI-ETP. (8) Penyelenggara Sistem BI-ETP menginformasikan pemberitahuan penutupan kepesertaan Sistem BI-ETP Peserta yang menggabungkan diri kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a.5)b) dan 3.a.5)c). c) Perubahan Status Kepesertaan Karena Peleburan (1) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan harus mengajukan permohonan menjadi Peserta dengan mengikuti ketentuan umum kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, persyaratan menjadi Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf B, dan prosedur menjadi Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf C. (2) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan menyampaikan surat pemberitahuan peleburan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Surat permohonan penutupan kepesertaan paling kurang memuat: 1.1. persetujuan … 43 1.1. persetujuan peleburan dari lembaga yang berwenang; 1.2. informasi mengenai calon Peserta yang merupakan hasil peleburan dan Peserta yang meleburkan diri; 1.3. waktu pelaksanaan peralihan operasional dalam penyelenggaraan Sistem BI- ETP dari Peserta yang meleburkan diri kepada Peserta hasil peleburan; 1.4. waktu pelaksanaan penghentian kepesertaan dalam Sistem BI-ETP dari Peserta yang meleburkan diri; 1.5. pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang meleburkan diri oleh Peserta yang merupakan hasil peleburan terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum; dan 1.6. informasi pengumuman peleburan yang dimuat dalam surat kabar harian berskala nasional; (b) Surat pemberitahuan peleburan kepada Penyelenggara Sistem BI- ETP menggunakan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.14. (c) Surat … 44 (c) Surat pemberitahuan peleburan dilengkapi dengan surat pernyataan yang memuat paling kurang: 1.1. pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang meleburkan diri terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum; 1.2. pemberlakuan contoh tanda tangan untuk Peserta yang merupakan hasil peleburan dan penegasan status contoh tanda tangan Peserta yang meleburkan diri; dan 1.3. pengambilalihan wewenang dan tanggung jawab operasional Peserta yang meleburkan diri terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum sampai dengan tanggal pelaksanaan peleburan secara operasional dalam Sistem BI- ETP. (d) Surat pernyataan peleburan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.15. (3) Dalam hal calon Peserta yang merupakan hasil peleburan telah menerima dokumen terkait proses peleburan dari Kementerian Hukum dan HAM, calon Peserta yang merupakan hasil peleburan menyampaikan dokumen … 45 dokumen kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP sebagai berikut: (a) akta peleburan; (b) akta pendirian Peserta yang merupakan hasil peleburan; (c) Anggaran Dasar terakhir Peserta yang meleburkan diri; (d) izin peleburan dari lembaga yang berwenang persetujuan tentang peleburan; dan (e) surat pengesahan badan hukum perseroan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atas akta pendirian Peserta yang merupakan hasil peleburan. yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang. (4) Setiap Peserta yang meleburkan diri mengajukan surat permohonan penutupan kepesertaan dengan ketentuan sebagai berikut : (a) Surat permohonan penutupan kepesertaan paling kurang memuat: 1.1. persetujuan peleburan dari lembaga yang berwenang; 1.2. permohonan penutupan kepesertaan Sistem BI-ETP dan waktu pelaksanaan peleburan secara operasional dalam Sistem BI-ETP; 1.3. pengalihan hak dan kewajiban terkait kepesertaan dalam Sistem BI-ETP dari Peserta yang … memberikan 46 yang meleburkan diri kepada Peserta yang merupakan hasil peleburan, terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum; dan 1.4. pencabutan contoh tanda tangan pejabat pemberi contoh dari Peserta yang meleburkan diri, terhitung sejak tanggal peleburan secara hukum. (b) Surat permohonan penutupan kepesertaan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP menggunakan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.13. (c) Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf (a), dilengkapi persyaratan dokumen sebagai berikut: 1.1. fotokopi surat keputusan dari lembaga yang berwenang menyetujui peleburan; dan 1.2. fotokopi Anggaran Dasar terakhir Peserta yang meleburkan diri, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang. (5) Surat sebagaimana dimaksud dalam butir (2)(a), butir (2)(c), dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka (4) ditandatangani oleh anggota direksi dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: (a) surat … 47 (a) surat disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3; (b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. (6) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan kepada Peserta yang merupakan hasil peleburan melalui surat mengenai telah disetujuinya waktu pelaksanaan peleburan secara operasional dalam Sistem BI-ETP beserta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan, setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka (2), angka (3), dan angka (4) diterima secara lengkap. (7) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan kepada seluruh Peserta melalui Administrative Message atau sarana lainnya mengenai telah disetujuinya pelaksanaan perubahan kepesertaan dalam Sistem BI-ETP dan penutupan kepesertaan dalam Sistem BI-ETP dari Peserta yang meleburkan diri. (8) Status kepesertaan dalam Sistem BI- ETP dari Peserta yang meleburkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada tanggal pelaksanaan peleburan kepesertaan dalam Sistem BI-ETP. (9) Penyelenggara … 48 (9) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan penutupan kepesertaan Sistem BI-ETP Peserta yang meleburkan diri kepada seluruh Peserta melalui Administrative Message atau sarana lainnya. d) Perubahan Kepesertaan Karena Pemisahan (1) Perubahan kepesertaan karena pemisahan dilakukan dalam hal terdapat Peserta berupa Unit Usaha Syariah yang melakukan pemisahan dari Peserta berupa Bank Umum Konvensional sebagai induknya yang dilakukan dengan cara mendirikan Bank Umum Syariah baru atau mengalihkan hak dan kewajiban Unit Usaha Syariah kepada Bank Umum Syariah yang telah ada. (2) Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan dengan cara mendirikan Bank Umum Syariah baru, mengikuti prosedur perubahan kepesertaan karena peleburan sebagaimana dimaksud dalam huruf c). (3) Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan dengan cara mengalihkan hak dan kewajiban Unit Usaha Syariah kepada BUS yang telah ada, mengikuti prosedur perubahan kepesertaan karena penggabungan sebagaimana dimaksud dalam huruf b). c. Dalam hal Peserta adalah peserta pada Sistem BI- RTGS dan/atau BI-SSSS maka Peserta dapat tidak menyampaikan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud … 49 dimaksud dalam huruf b yang telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS dan/atau BI- SSSS. F. Kewajiban Peserta Dalam rangka penyelenggaraan Sistem BI-ETP, Peserta wajib melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan Sistem BI-ETP antara lain melakukan hal-hal sebagai berikut: a. menyusun kebijakan dan prosedur tertulis yang mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam pelaksanaan operasional Sistem BI-ETP, termasuk prosedur pengamanan penggunaan Sistem BI-ETP di lingkungan internal Peserta, diatur sebagai berikut: 1) Kebijakan dan prosedur tertulis merupakan aturan tertulis yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di internal Peserta dan berlaku sebagai pedoman operasional Sistem BI-ETP di Peserta. 2) Kebijakan dan prosedur tertulis dibuat dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal efektif kepesertaan di Sistem BI-ETP dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI- ETP. 3) Kebijakan dan prosedur tertulis dibuat dalam Bahasa Indonesia. Dalam hal kebijakan dan prosedur tertulis dibuat dalam bahasa asing, kebijakan dan prosedur tertulis harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah. 4) Kebijakan dan prosedur tertulis dibuat dengan mengacu pada ketentuan terkait dengan Sistem BI-ETP yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP serta kesepakatan tertulis antar- Peserta … 50 Peserta (Bye-Laws) terkait penyelenggaraan Sistem BI-ETP. 5) Kebijakan dan prosedur tertulis memuat paling kurang materi sebagai berikut: a) pendahuluan; b) organisasi pengoperasian Sistem BI-ETP; c) sistem pengamanan termasuk pengamanan Digital Certificate Hard Token; d) ketentuan dan prosedur operasional Sistem BI-ETP; e) pengawasan operasional Sistem BI-ETP; dan f) penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. Rincian cakupan minimum materi kebijakan dan prosedur tertulis diatur pada “Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis” sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV. 6) Dalam hal terjadi perubahan materi kebijakan dan prosedur tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 5) dan/atau perubahan ketentuan yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sistem BI- ETP dan/atau kesepakatan tertulis antar-Peserta (Bye Laws), yang berdampak pada materi kebijakan dan prosedur tertulis, Peserta harus melakukan pengkinian terhadap kebijakan dan prosedur tertulis dimaksud. 7) Pengkinian terhadap kebijakan dan prosedur tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 6) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya perubahan materi dan ketentuan tersebut dan perubahan kebijakan dan prosedur tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 6) disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP. b. melakukan … 51 b. melakukan pemeriksaan internal yang menjamin keamanan operasional Sistem BI-ETP, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pemeriksaan internal merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap Sistem BI-ETP untuk menjamin keamanan operasional Sistem BI-ETP; 2) ruang lingkup pelaksanaan pemeriksaan internal paling kurang mencakup ruang lingkup materi penilaian kepatuhan yang disampaikan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. c. melakukan security audit, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) security audit bertujuan untuk memastikan keamanan dan keandalan teknologi informasi internal Peserta, serta kondisi lingkungan tempat Peserta melakukan kegiatan operasional; 2) security audit dilakukan paling kurang setiap 3 (tiga) tahun sekali terhitung sejak menjadi Peserta atau setiap terjadi perubahan dalam sistem teknologi informasi internal Peserta yang terkait dengan Sistem BI-ETP; 3) pelaksanaan security audit dapat dilakukan oleh auditor internal Peserta maupun auditor eksternal yang independen. 4) Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor internal, laporan hasil security audit sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilengkapi surat pernyataan bahwa pelaksanaan security audit dilakukan secara independen, yang ditandatangani anggota direksi yang berwenang bertindak untuk dan atas nama calon Peserta; d. memiliki pedoman Disaster Recovery Plan dan Business Continuity Plan, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pedoman … 52 1) pedoman Disaster Recovery Plan dan Business Continuity Plan memuat prosedur yang dilakukan oleh Peserta dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat untuk memastikan bahwa operasional Sistem BI-ETP di Peserta tetap dapat dilakukan atau upaya lainnya yang perlu dilakukan dalam hal sistem cadangan tidak dapat digunakan; 2) pedoman Disaster Recovery Plan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: a) unit kerja sebagai penanggung jawab; b) mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab terdiri dari beberapa unit; c) prosedur terkait penyiapan infrastruktur cadangan untuk menjamin kegiatan operasional Sistem BI-ETP tetap berjalan; d) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan e) petugas operasional (termasuk data nomor telepon yang dapat dihubungi setiap saat). 3) pedoman Business Continuity Plan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: a) unit kerja sebagai penanggung jawab; b) mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab terdiri dari beberapa unit; c) langkah-langkah bisnis yang dilakukan untuk menjamin kegiatan operasional Sistem BI-ETP tetap berjalan; d) mekanisme pengujian prosedur Business Continuity Plan; e) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan f) petugas operasional (termasuk data nomor telepon yang dapat dihubungi setiap saat). e. menggunakan … 53 e. menggunakan aplikasi Sistem BI-ETP sesuai dengan Buku Pedoman Teknis Sistem BI-ETP yang diterbitkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP; f. melakukan pengkinian kepesertaan; g. melakukan pemeliharaan data dengan ketentuan sebagai berikut: 1) data yang tersimpan dalam media elektronik dan/atau dalam bentuk hasil olahan komputer Sistem BI-ETP harus mendapat pengamanan yang memadai serta terjaga kerahasiaannya, antara lain terlindung dari akses petugas yang tidak berwenang; 2) data sebagaimana dimaksud dalam angka 1) antara lain meliputi data transaksi, aplikasi yang diberikan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP; 3) melakukan pencadangan data sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ke dalam media elektronik; 4) memastikan data sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam angka 3) tidak rusak; dan 5) menyimpan seluruh data sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam angka 3) sesuai dengan ketentuan pengarsipan yang berlaku di internal Peserta dan masa retensi sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen perusahaan. h. menjamin Sistem BI-ETP utama dan Sistem BI-ETP cadangan berfungsi dengan baik untuk melakukan berbagai aktivitas Sistem BI-ETP sepanjang jam operasional Sistem BI-ETP. Dalam … 54 Dalam rangka menjamin Sistem BI-ETP utama dan Sistem BI-ETP cadangan berfungsi dengan baik maka Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) memastikan petugas yang menangani Sistem BI- ETP memahami sistem dan prosedur operasional Sistem BI-ETP yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP dan internal Peserta, antara lain melalui pelatihan secara berkala; 2) mengatur dan menetapkan user dan kewenangan user yang melakukan operasional Sistem BI-ETP dengan memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut: a) pengaturan kewenangan user dengan memperhatikan rentang kendali (span of control) untuk meminimalkan kesalahan manusia (human error) dan penyalahgunaan kewenangan user; b) pengiriman Transaksi dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat kewenangan petugas; c) pengaturan petugas pengganti untuk user sesuai dengan perannya masing-masing; d) penetapan dan penatausahaan user pemegang Digital Certificate Hard Token, termasuk serial number token tersebut; e) keamanan penggunaan Digital Certificate Hard Token oleh user yang telah ditetapkan; dan f) penyimpanan dokumen keamanan yang terkait dengan user dan Digital Certificate Hard Token; 3) menyediakan dan mengelola sistem cadangan untuk Sistem BI-ETP di Peserta sebagai berikut: a) pemilihan … 55 a) pemilihan jenis dan lokasi Sistem BI-ETP cadangan serta jaringan komunikasi data cadangan Peserta diserahkan kepada setiap Peserta; b) pemilihan jenis dan lokasi Sistem BI-ETP cadangan, serta jaringan komunikasi data cadangan Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dilakukan berdasarkan pertimbangan antara lain: (1) volume Transaksi Peserta dan tingkat urgensi Sistem BI-ETP bagi Peserta; dan (2) pengendalian internal guna memitigasi risiko operasional di Peserta; 4) menjamin Sistem BI-ETP cadangan berfungsi dengan baik, dengan cara antara lain: a) melakukan uji coba koneksi Sistem BI-ETP cadangan secara berkala sebagai berikut: (1) uji coba koneksi Sistem BI-ETP cadangan termasuk uji coba terhadap jaringan komunikasi data cadangan dan/atau data. (2) uji coba koneksi Sistem BI-ETP cadangan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dapat dilakukan dengan menggunakan: (a) environment testing Penyelenggara Sistem BI-ETP selama jam operasional Sistem BI-ETP; atau (b) environment production Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan jadwal yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP yaitu setiap bulan pada hari Jumat minggu pertama atau minggu ketiga … 56 ketiga setelah proses akhir hari Sistem BI-ETP di Penyelenggara Sistem BI-ETP berakhir dan pelaksanaannya dilakukan paling lama 1 (satu) jam; (3) tata cara melakukan uji coba koneksi Sistem BI-ETP cadangan diatur sebagai berikut: (a) Peserta menyampaikan permohonan uji coba koneksi Sistem BI-ETP cadangan melalui Administrative Message kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan uji coba koneksi Sistem BI-ETP cadangan; (b) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan persetujuan uji coba koneksi Sistem BI-ETP cadangan kepada Peserta melalui Administrative Message; dan (c) Peserta menyampaikan laporan tertulis hasil pelaksanaan uji coba koneksi Sistem BI-ETP cadangan kepada Penyelenggara Sistem BI- ETP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pelaksanaan selesai dilakukan; b) mengoperasikan Sistem BI-ETP cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal sebagai berikut: (1) dilakukan secara berkala, paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun; (2) pengoperasian … 57 (2) pengoperasian sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal dapat mencakup jaringan komunikasi data cadangan. (3) tata cara menggunakan Sistem BI-ETP cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal sebagai berikut: (a) Peserta menyampaikan permohonan penggunaan Sistem BI-ETP cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal melalui Administrative Message kepada Penyelenggara Sistem BI- ETP paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum menggunakan Sistem BI-ETP cadangan dan/atau jaringan komunikasi data cadangan; (b) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan persetujuan penggunaan Sistem BI-ETP cadangan dan/atau jaringan komunikasi data cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal kepada Peserta melalui Administrative Message; dan (c) Peserta menyampaikan laporan tertulis hasil penggunaan Sistem BI-ETP cadangan dan/atau jaringan komunikasi data cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah … 58 setelah pelaksanaan selesai dilakukan. 5) menjamin keamanan dan keandalan jaringan komunikasi data yang digunakan untuk menghubungkan Sistem BI-ETP utama dan/atau Sistem BI-ETP cadangan. 6) melakukan langkah-langkah preventif yang diperlukan sehingga infrastruktur dan perangkat lunak (software) yang digunakan dalam Sistem BI-ETP, termasuk infrastruktur dan perangkat lunak (software) yang terkait dengan Sistem BI- ETP, berfungsi dengan baik dan bebas dari segala jenis virus; 7) menjamin integritas database Sistem BI-ETP yang ada pada Sistem BI-ETP utama dan Sistem BI- ETP cadangan termasuk data cadangan (back-up) yang tersimpan dalam bentuk compact disk (CD), flashdisk, dan media lainnya; 8) melakukan instalasi setiap terjadi perubahan aplikasi Sistem BI-ETP utama dan/atau Sistem BI-ETP cadangan sesuai dengan Buku Pedoman Teknis Sistem BI-ETP yang diterbitkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP; 9) menyimpan dengan baik aplikasi Sistem BI-ETP, termasuk setiap terdapat perubahan aplikasi Sistem BI-ETP yang telah diberikan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP, di tempat yang aman dan bebas dari berbagai sumber yang dapat merusak aplikasi Sistem BI-ETP; dan 10) melakukan perpanjangan masa aktif Digital Certificate Hard Token sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI- ETP; 2. bertanggung … 59 2. bertanggung jawab atas kebenaran transaksi, instruksi transaksi, dan/atau seluruh informasi yang dikirim Peserta kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui Sistem BI- ETP; 3. melaksanakan kegiatan penyelenggaraan Sistem BI-ETP sesuai dengan Perjanjian dan ketentuan yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-ETP serta ketentuan terkait lainnya; 4. menginformasikan biaya transaksi melalui Sistem BI-ETP secara transparan yang dinyatakan dalam perjanjian brokerage line, dalam hal Peserta merupakan perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing dan perusahaan efek; 5. memberikan data dan informasi terkait kegiatan penyelenggaraan Sistem BI-ETP yang diminta oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan pemantuan kepatuhan Peserta; dan 6. mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait penyelenggaraan Sistem BI-ETP. IV. OPERASIONAL PENYELENGGARAAN SISTEM BI-ETP A. Waktu Operasional Sistem BI-ETP 1. Penyelenggara Sistem BI-ETP menetapkan waktu operasional penyelenggaraan Sistem BI-ETP yang mencakup hari operasional dan jam operasional. 2. Hari operasional Sistem BI-ETP adalah setiap hari kerja, kecuali ditetapkan lain oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. 3. Jam operasional Sistem BI-ETP sebagai berikut: a. Jam buka Sistem BI-ETP pada pukul 06.30 WIB. b. Jam Transaksi: 1) Transaksi Dengan Bank Indonesia mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang antara lain mengatur mengenai operasi moneter, operasi moneter syariah, lelang surat berharga negara di pasar … 60 pasar perdana dan penatausahaan surat berharga negara. 2) Transaksi Pasar Keuangan pada pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 17.30 WIB, dengan pengaturan sebagai berikut: a) transaksi dengan underlying surat berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS: (1) dalam hal setelmen dilakukan pada hari yang sama dengan tanggal transaksi, maka transaksi paling lambat dilakukan sampai dengan pukul 16.30 WIB; (2) dalam hal setelmen dilakukan setelah tanggal transaksi, maka transaksi paling lambat dilakukan sampai dengan pukul 17.30 WIB; b) transaksi tanpa underlying surat berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS paling lambat dilakukan sampai dengan pukul 17.30 WIB; c. jam tutup Sistem BI-ETP pada pukul 18.30 WIB atau sama dengan jam tutup BI-SSSS. 4. Jam operasional Sistem BI-ETP sebagaimana dimaksud dalam angka 3 berlaku dalam kondisi normal dan dapat diubah oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5. 5. Perubahan jam operasional Sistem BI-ETP dan window time Transaksi adalah sebagai berikut: a. jam operasional Sistem BI-ETP dan window time Transaksi dapat diubah oleh Penyelenggara Sistem BI- ETP berdasarkan kebijakan Penyelenggara Sistem BI- ETP; b. perubahan … 61 b. perubahan jam operasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan antara lain sebagai berikut: 1) Keadaan Tidak Normal pada Sistem BI-ETP, BI- SSSS, dan/atau Sistem BI-RTGS dan/atau Keadaan Darurat; dan/atau 2) adanya perubahan jam Transaksi Dengan Bank Indonesia yang mengakibatkan perubahan jam operasional Sistem BI-ETP. 6. Dalam hal hari operasional Sistem BI-ETP ditetapkan lain dan/atau jam operasional Sistem BI-ETP diubah, Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan hal tersebut kepada seluruh Peserta melalui Administrative Messages dan/atau sarana lainnya. B. Pengelolaan User dan Penggunaan Digital Certificate Hard Token 1. User Sistem BI-ETP a. Peserta melakukan pengoperasian Sistem BI-ETP berdasarkan kewenangan level user yang terdiri dari level administrator, supervisor dan operator yang diatur sebagai berikut: 1) Administrator a) Administrator adalah user yang memiliki kewenangan antara lain untuk melakukan setting limit approval untuk supervisor (supervisor limit) dan setting broker bidding limit. b) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan 2 (dua) level administrator beserta password- nya kepada Peserta. 2) Supervisor a) Supervisor adalah user yang memiliki kewenangan operasional pada Sistem BI-ETP untuk melaksanakan fungsi yang berkaitan dengan pengiriman pesan antar-Peserta dan kegiatan … 62 kegiatan supervisi, termasuk menyetujui atau menolak data Transaksi Dengan Bank Indonesia yang dikirim oleh operator. b) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan 4 (empat) level supervisor beserta passwordnya kepada Peserta. c) Peserta dapat menentukan pembatasan setting limit approval dalam pengiriman Transaksi Dengan Bank Indonesia yang dilakukan oleh supervisor (supervisor limit). 3) Operator a) Operator adalah user yang memiliki kewenangan untuk melakukan entry atau construct, mengubah data Transaksi, membatalkan kuotasi Transaksi Pasar Keuangan, dan mengirimkan pesan (Administrative Message) antar Peserta. b) Operator tidak dapat mengakses menu dan fungsi-fungsi kegiatan administrator dan supervisor. c) Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan 4 (empat) level operator beserta passwordnya kepada Peserta. b. Peserta memiliki kebijakan yang mengatur level user sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam Kebijakan dan Prosedur Tertulis Peserta, yang antara lain meliputi pengelolaan tingkatan user, pengelolaan password, dan kewajiban masing-masing level user. c. Penambahan user melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1)b), butir a.2)b) dan butir a.3)c) dapat diberikan kepada Peserta berdasarkan persetujuan Penyelenggara Sistem BI-ETP. 2. Penggunaan … 63 2. Penggunaan Digital Certificate Hard Token a. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan 1 (satu) Digital Certificate Hard Token untuk setiap user. b. Digital Certificate Hard Token dilengkapi antara lain dengan user name dan personal identification number (PIN). c. Peserta menggunakan Digital Certificate Hard Token untuk mengakses dan melakukan transaksi melalui Sistem BI-ETP. d. Masa aktif Digital Certificate Hard Token ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal efektif berlakunya. e. Peserta dapat mengajukan penggantian Digital Certificate Hard Token yang hilang/rusak atau tidak dapat digunakan karena sebab lainnya. f. Penambahan Digital Certificate Hard Token karena penambahan user sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dan/atau penggantian Digital Certificate Hard Token yang hilang/rusak atau tidak dapat digunakan karena sebab lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf e dikenakan biaya. 3. Prosedur Penambahan User, Penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif Digital Certificate Hard Token a. Pengajuan penambahan user, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta menyampaikan surat permohonan penambahan user, yang memuat informasi paling kurang: a) nama dan participant code Peserta; b) jumlah penambahan user dan level user; dan c) alasan permintaan penambahan user dalam hal permintaan penambahan user melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. 2) Surat … 64 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dibuat sebagaimana contoh dalam Lampiran II.4. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut : a) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3. b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. b. Penggantian Digital Certificate Hard Token 1) Peserta menyampaikan surat permohonan penggantian Digital Certificate Hard Token, yang memuat informasi paling kurang: a) nama dan participant code Peserta; b) nomor seri Digital Certificate Hard Token; c) alasan permintaan penggantian Digital Certificate Hard Token; dan d) level user pada Digital Certificate Hard Token yang akan diganti. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disertai dengan: a) Digital Certificate Hard Token dalam hal Peserta mengajukan penggantian Digital Certificate Hard Token karena rusak; atau b) surat keterangan hilang dari pihak kepolisian dalam hal Peserta kehilangan Digital Certificate Hard Token. 3) Surat … 65 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dibuat sebagaimana contoh dalam Lampiran II.4. 4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut : a) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3. b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Perpanjangan masa aktif Digital Certificate Hard Token 1) Peserta menyampaikan surat permohonan perpanjangan masa aktif Digital Certificate Hard Token, yang memuat informasi paling kurang: a) nama dan participant code Peserta; b) nomor seri Digital Certificate Hard Token; dan c) 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disertai dengan Digital Certificate Hard Token yang akan diperpanjang masa aktifnya. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dibuat sebagaimana contoh dalam Lampiran II.4. 4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: a) surat … level user pada Digital Certificate Hard Token yang akan diperpanjang masa aktifnya. 66 a) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3. b) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan surat permohonan kepada KPwDN yang mewilayahi. 5) Permohonan perpanjangan masa aktif disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI- ETP paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa aktif Digital Certificate Hard Token berakhir. d. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan disampaikan Penyelenggara Sistem BI-ETP kepada Peserta paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1), butir b.1), dan/atau butir c.1) diterima secara lengkap oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP; 2) Persetujuan atau penolakan disampaikan secara tertulis kepada Peserta dan penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile dan Administrative Message; 3) Pemberitahuan persetujuan disertai dengan informasi mengenai pengambilan dokumen user, password dan/atau Digital Certificate Hard Token. e. Pengambilan Digital Certificate Hard Token dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) untuk Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, pengambilan dokumen user, password dan/atau Digital Certificate … 67 Certificate Hard Token dilakukan di tempat Penyelenggara Sistem BI-ETP; 2) untuk Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, pengambilan dokumen user, password, dan/atau Digital Certificate Hard Token dilakukan di: a) KPwDN yang mewilayahi Peserta; atau b) tempat Penyelenggara Sistem BI-ETP dalam hal Peserta yang bersangkutan memiliki kantor cabang di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 3) Pengambilan dokumen user name, PIN, dan/atau Digital Certificate Hard Token dilakukan oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan atau petugas yang diberikan kuasa oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan. f. Penyelenggara Sistem BI-ETP membebankan biaya ke Rekening Giro Rupiah Peserta yang ditatausahakan di Bank Indonesia atas penambahan user yang dilengkapi dengan Digital Certificate Hard Token yang melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dan/atau penggantian Digital Certificate Hard Token sebagaimana dimaksud dalam butir 2.e. 4. Ketentuan penghapusan User a. Penghapusan user dapat dilakukan atas dasar inisiatif Penyelenggara Sistem BI-ETP atau permintaan Peserta. b. Penghapusan user oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP dilakukan antara lain dalam hal Peserta telah dihentikan kepesertaannya dalam penyelenggaraan Sistem BI-ETP. c. Prosedur … 68 c. Prosedur penghapusan user atas dasar permintaan Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatur sebagai berikut: 1) Peserta mengajukan surat permohonan penghapusan user kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3, yang dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile atau sarana lain. 2) Surat permohonan penghapusan user sebagaimana dimaksud dalam angka 1) menggunakan contoh dalam Lampiran II.4. 3) Surat permohonan penghapusan user disertai dengan pengembalian Digital Certificate Hard Token yang user-nya dimohonkan untuk dihapus. 4) Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan surat pemberitahuan kepada Peserta mengenai penghapusan user dan/atau Digital Certificate Hard Token. 5. Mekanisme Reset Password Aplikasi, Unlock User Name, dan/atau Reset PIN Digital Certificate Hard Token Peserta dapat mengajukan permintaan reset password aplikasi, unlock user name, dan/atau reset PIN Digital Certificate Hard Token sebagai berikut: a. Permintaan reset password aplikasi 1) Peserta mengajukan permohonan reset password aplikasi kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui surat yang ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan di Penyelenggara Sistem BI-ETP, yang paling kurang memuat informasi sebagai berikut: a) nama dan participant code Peserta; b) user name aplikasi yang password-nya dimohonkan untuk di-reset; dan c) nama … 69 c) nama dan nomor telepon petugas yang berwenang di Peserta yang bersangkutan yang dapat dihubungi. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3 dan dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile atau Administrative Message. 3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara Sistem BI-ETP menyampaikan password aplikasi kepada Peserta melalui surat yang dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile atau sarana lainnya. 4) Password user sebagaimana dimaksud dalam angka 3) diambil oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan di Penyelenggara Sistem BI-ETP atau petugas yang diberikan kuasa oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan di Penyelenggara Sistem BI-ETP. b. Permintaan unlock user name Digital Certificate Hard Token 1) Peserta mengajukan permohonan unlock user name Digital Certificate Hard Token kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui surat yang ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan di Penyelenggara Sistem BI-ETP, yang paling kurang memuat informasi sebagai berikut: a) nama dan participant code Peserta; b) user name yang dimohonkan untuk di- unlocked; dan c) nama … 70 c) nama dan nomor telepon petugas yang berwenang di Peserta yang bersangkutan yang dapat dihubungi. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3 dan dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile atau administrative message. 3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan penyelesaian proses unlock user name aplikasi kepada Peserta melalui surat yang dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile atau sarana lainnya. c. Permintaan reset PIN Digital Certificate Hard Token 1) Peserta mengajukan permohonan reset PIN Digital Certificate Hard Token kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui surat yang ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan di Penyelenggara Sistem BI-ETP yang paling kurang memuat infomasi sebagai berikut: a) nama dan participant code Peserta; b) nama user name yang melekat pada Digital Certificate Hard Token yang dimohonkan untuk di-reset; c) nomor seri Digital Certificate Hard Token; dan d) nama dan nomor telepon petugas yang berwenang di Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3 dan dapat disampaikan terlebih dahulu … 71 dahulu melalui faksimile atau Administrative Message. 3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan melalui telepon kepada petugas yang berwenang di Peserta yang bersangkutan untuk melakukan reset password Digital Certificate Hard Token di Sistem BI-ETP dengan mengikuti proses penyelesaian sebagaimana disampaikan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. C. Pengelolaan Account dan Broker Bidding Limit 1. Pengelolaan Account (Portfolio dan Position Account) Penyelenggara Sistem BI-ETP melakukan setting account dalam rangka persiapan operasional penyelenggaraan Sistem BI-ETP, yang mencakup: a. Portfolio 1) Penyelenggara Sistem BI-ETP mendaftarkan Portfolio untuk setiap Peserta Sistem BI-ETP. 2) Portfolio sebagaimana dimaksud dalam angka 1) terdiri atas: a) Portfolio atas nama Peserta; dan/atau b) Portfolio atas nama pihak yang diwakili dalam hal Peserta mengajukan Transaksi untuk dan atas nama Peserta lain. 3) Portfolio atas nama Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 2)a) akan terhubung dengan Position Account atas nama Peserta dimaksud; 4) Portfolio atas nama Peserta yang diwakili, dalam hal Peserta mengajukan Transaksi untuk dan atas nama pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam … 72 dalam butir 2)b) akan terhubung dengan Position Account milik pihak yang diwakili. b. Position Account 1) Peserta memiliki Position Account atas nama Peserta dan/atau atas nama pihak yang diwakili. 2) Position Account merupakan rekening yang berisi informasi Rekening Surat Berharga dan Rekening Giro. 3) Dalam hal Peserta yang bertransaksi atas nama diri sendiri bukan merupakan Peserta BI-SSSS dan/atau peserta Sistem BI-RTGS, Position Account berisi informasi: a) Rekening Surat Berharga yang ditunjuk oleh Peserta; b) Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Peserta. 4) Dalam hal Peserta bertransaksi atas nama pihak yang diwakili, yang merupakan peserta BI-SSSS dan/atau peserta Sistem BI-RTGS, Position Account berisi informasi: a) Rekening Surat Berharga milik pihak yang diwakili; dan b) Rekening Giro milik pihak yang diwakili, untuk kepentingan setelmen. 5) Dalam hal Peserta bertransaksi atas nama pihak yang diwakili, yang bukan merupakan peserta BI- SSSS dan/atau peserta Sistem BI-RTGS, Position Account berisi informasi: a) Rekening Surat Berharga yang ditunjuk oleh pihak yang diwakili; dan b) Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk oleh pihak yang diwakili, untuk kepentingan setelmen. 6) Peserta … 73 6) Peserta melakukan pendaftaran dan pengkinian Position Account di Sistem BI-ETP. 7) Tata cara pendaftaran Position Account sebagaimana dimaksud dalam angka 6) mengacu pada Buku Pedoman Teknis Sistem BI-ETP. 8) Dalam hal Peserta melakukan pendaftaran Position Account baru atau pengkinian Position Account, Peserta menyampaikan pengkinian daftar nama pihak lain yang memiliki hubungan transaksi kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan format sebagaimana Lampiran II.7. 2. Broker Bidding Limit a. Dalam hal Peserta mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta lain yang memiliki Rekening Giro, maka setting Broker Bidding Limit dilakukan oleh Peserta yang mengajukan penawaran. b. Dalam hal Peserta mengajukan penawaran untuk dan atas nama pihak lain yang tidak memiliki Rekening Giro maka setting Broker Bidding Limit dilakukan oleh Bank Pembayar sebagai pihak yang melakukan setelmen dana. c. Broker Bidding Limit akan terakumulasi untuk setiap nilai setelmen Transaksi yang belum terselesaikan. d. Dalam hal Transaksi yang diajukan melampaui Broker Bidding Limit, Transaksi dimaksud akan ditolak oleh Sistem BI-ETP. e. Setiap terjadi setelmen Transaksi, penggunaan Broker Bidding Limit akan berkurang sebesar nilai setelmen tersebut. f. Peserta yang mengajukan Transaksi untuk dan atas nama Peserta atau pihak lain, harus memperhatikan Broker Bidding Limit per hari. D. Pengelolaan … 74 D. Pengelolaan Jaringan Komunikasi Data 1. Dalam hal diperlukan penambahan jaringan komunikasi data selain yang telah disediakan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP, maka biaya penambahan penyediaan dan penggunaan jaringan komunikasi data menjadi beban Peserta. 2. Jenis dan penggunaan jaringan komunikasi data yang disediakan oleh Peserta tersebut harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP V. KEGIATAN TRANSAKSI MELALUI SISTEM BI-ETP A. Transaksi Dengan Bank Indonesia Transaksi Dengan Bank Indonesia dilakukan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP secara lelang atau nonlelang dalam rangka kegiatan Operasi Moneter, Operasi Moneter Syariah, dan/atau transaksi SBN untuk dan atas nama Pemerintah, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jenis Transaksi a. Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah 1) Transaksi OPT dan OPT Syariah dilakukan dengan mekanisme lelang antara lain sebagai berikut: a) penerbitan SBI, SBIS, dan SDBI; b) Term Deposit Rupiah; c) pembelian dan penjualan SBN di pasar sekunder; d) Repo SBI, SBIS, SDBI, dan SBN; dan e) Reverse Repo SBN. 2) Transaksi OPT dan OPT Syariah yang dilakukan dengan mekanisme nonlelang antara lain pembelian dan penjualan SBN di pasar sekunder. 3) Standing … 75 3) Standing Facilities dan Standing Facilities Syariah yang terdiri dari penyediaan dana Rupiah (lending facility dan financing facility) dan penempatan dana Rupiah (deposit facility dan FASBIS). b. Transaksi untuk dan atas nama Pemerintah Transaksi untuk dan atas nama Pemerintah c.q Kementerian Keuangan antara lain transaksi lelang dalam rangka penerbitan SBN di pasar perdana. 2. Pelaksanaan Transaksi Dengan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dilakukan oleh Peserta dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur antara lain mengenai operasi moneter, operasi moneter syariah, dan lelang SBN di pasar perdana dan penatausahaan SBN. B. Transaksi Pasar Keuangan Transaksi Pasar Keuangan dilakukan oleh Peserta dengan mekanisme bilateral antar-Peserta sebagai berikut: 1. Jenis Transaksi Pasar Keuangan yang dapat dilakukan antara lain: a. Transaksi Surat Berharga yang dilakukan dalam rangka pasar uang dan/atau transaksi surat berharga di pasar sekunder yang antara lain terdiri dari transaksi Repurchase Agreement (Repo) dengan perpindahan kepemilikan Surat Berharga atau tanpa perpindahan kepemilikan Surat Berharga, transaksi jual beli Surat Berharga secara putus (outright), dan transaksi pinjam meminjam Surat Berharga (transaksi securities lending and borrowing); b. Transaksi pinjam meminjam tanpa menggunakan surat berharga yang dilakukan dalam rangka pasar uang. 2. Pengajuan … 76 2. Pengajuan Kuotasi Transaksi Pasar Keuangan oleh Peserta a. Peserta dapat mengajukan kuotasi Transaksi Pasar Keuangan selama jam operasional Sistem BI-ETP. b. Pengajuan kuotasi Transaksi Pasar Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat berupa penawaran atau permintaan dana dan/atau Surat Berharga. c. Peserta dapat mengajukan kuotasi: 1) untuk dan atas nama Peserta; atau 2) untuk dan atas nama pihak lain. d. Pengajuan kuotasi untuk dan atas nama Peserta lain sebagaimana dimaksud dalam butir c.2) sebagai berikut: 1) Peserta yang menunjuk Peserta lain sebagai lembaga perantara (broker) harus menetapkan Broker Bidding Limit bagi lembaga perantara (broker), sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.2. 2) Kuotasi yang disampaikan akan ditolak dalam hal nominal penawaran telah melampaui Broker Bidding Limit. 3) Penawaran kuotasi yang diajukan oleh lembaga perantara (broker) atas nama Peserta lain sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berdasarkan data yang tercantum dalam dokumen instruksi transaksi pendukung bagi Peserta yang mengajukan penawaran kuotasi untuk dan atas nama Peserta lain. e. Peserta yang mengirimkan kuotasi dapat menetapkan batas waktu kuotasi baik secara otomatis maupun secara manual. 3. Mekanisme … 77 3. Mekanisme Transaksi Pasar Keuangan a. Pengajuan kuotasi Transaksi Pasar Keuangan dengan menggunakan Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta pemberi kuotasi mengajukan penawaran dengan informasi antara lain: a) jenis dan seri Surat Berharga; b) nominal (amount); c) suku bunga (rate); d) e) jangka waktu; dan/atau tanggal dan waktu setelmen. 2) Peserta pemberi kuotasi dapat mengubah atau membatalkan informasi penawaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1), sepanjang kuotasi dimaksud belum diterima atau ditawar oleh Peserta penerima kuotasi. 3) Terhadap informasi penawaran yang disampaikan oleh Peserta pemberi kuotasi, Peserta penerima kuotasi dapat mengajukan penawaran. 4) Peserta pemberi kuotasi dapat mengajukan penawaran atau menolak penawaran yang diajukan oleh Peserta penerima kuotasi. 5) Dalam hal Peserta pemberi kuotasi atau penerima kuotasi telah menyepakati informasi penawaran yang diajukan lawan transaksi, Peserta pemberi kuotasi dan penerima kuotasi dapat menerima penawaran dimaksud. 6) Atas penawaran kuotasi yang diterima sebagaimana dimaksud dalam angka 5), dilakukan setelmen di BI-SSSS dan/atau Sistem BI-RTGS. b. Pengajuan kuotasi Transaksi Pasar Keuangan tanpa menggunakan Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta … 78 1) Peserta pemberi kuotasi mengajukan penawaran dengan informasi antara lain: a) nominal (amount); b) suku bunga (rate); c) d) jangka waktu; dan tanggal dan waktu setelmen. 2) Peserta pemberi kuotasi dapat mengubah atau membatalkan informasi penawaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1), sepanjang kuotasi dimaksud belum diterima atau ditawar oleh Peserta penerima kuotasi. 3) Terhadap informasi penawaran yang disampaikan oleh Peserta pemberi kuotasi, Peserta penerima kuotasi dapat mengajukan penawaran. 4) Peserta pemberi kuotasi dapat mengajukan penawaran atau menolak penawaran yang diajukan oleh Peserta penerima kuotasi. 5) Dalam hal Peserta pemberi kuotasi atau penerima kuotasi telah menyepakati informasi penawaran yang diajukan lawan transaksi, Peserta pemberi kuotasi dan penerima kuotasi dapat menerima penawaran dimaksud. 6) Atas penawaran kuotasi yang diterima sebagaimana dimaksud dalam angka 5), dilakukan setelmen di BI-SSSS dan/atau Sistem BI-RTGS. VI. KETENTUAN DAN PROSEDUR KEADAAN TIDAK NORMAL DAN KEADAAN DARURAT Ketentuan dan prosedur dalam rangka menjaga kelangsungan operasional penyelenggaraan Sistem BI-ETP, apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat, diatur sebagai berikut: A. Keadaan … 79 A. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara Sistem BI-ETP 1. Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara Sistem BI-ETP Dalam hal terjadinya Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara Sistem BI-ETP yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Sistem BI-ETP atau mengakibatkan Penyelenggara Sistem BI-ETP tidak dapat melakukan kegiatan operasional Sistem BI-ETP, maka prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Penyelenggara Sistem BI-ETP memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal dan tahapan yang perlu dilakukan, melalui sarana Administrative Message dan/atau sarana lain. b. Dalam Keadaan Tidak Normal yang mengakibatkan kegiatan operasional Sistem BI-ETP tidak dapat dilaksanakan, maka tahapan yang dilakukan oleh Peserta antara lain sebagai berikut: 1) menghentikan sementara kegiatan pengiriman Transaksi dan kegiatan lainnya yang melalui Sistem BI-ETP selama proses pemulihan dan Peserta tidak boleh mengirimkan Transaksi sampai dengan adanya pemberitahuan lebih lanjut; 2) melakukan koneksi ke Sistem BI-ETP setelah proses pemulihan selesai; 3) melakukan rekonsiliasi antara data Transaksi di Sistem BI-ETP yang ada Peserta dengan Sistem BI-ETP yang ada di Penyelenggara Sistem BI-ETP; 4) menginformasikan kepada Help Desk Sistem BI- ETP apabila terdapat perbedaan data Transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3). c. Dalam … 80 c. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, komunikasi antara Peserta dengan Penyelenggara Sistem BI-ETP dilakukan melalui Administrative Message, help desk Sistem BI- ETP, dan/atau sarana lainnya. 2. Keadaan Darurat di Penyelenggara Sistem BI-ETP Dalam hal terjadi Keadaan Darurat yang menyebabkan Sistem BI-ETP tidak dapat beroperasi atau tidak dapat terselenggara, Penyelenggara Sistem BI-ETP menetapkan kebijakan dan prosedur penanggulangan Keadaan Darurat dan memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai terjadinya Keadaan Darurat serta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI- ETP. B. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta 1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta yang mengakibatkan terganggunya kelancaran Transaksi, berlaku prosedur sebagai berikut: a. Peserta memberitahukan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada: 1) help desk BI-ETP melalui sarana telepon paling lama 30 (tiga puluh) menit sejak terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; dan/atau 2) Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui surat yang didahului dengan faksimile atau sarana lain. 2. Dalam … 81 2. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta yang mengakibatkan Peserta tidak dapat melakukan kegiatan operasional Sistem BI- ETP, berlaku prosedur sebagai berikut: a. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan Sistem BI-ETP Utama maka Peserta menggunakan Sistem BI- ETP Cadangan. b. Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan Sistem BI-ETP Cadangan, maka Peserta dapat melakukan kegiatan operasional Sistem BI-ETP dengan menggunakan Fasilitas Guest Bank di lokasi Penyelenggara Sistem BI-ETP atau KPwDN dalam hal Peserta berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN c. Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak melakukan kegiatan operasional maka Peserta harus segera memberitahukan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana lain. 3. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta, Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menetapkan kebijakan, prosedur, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk pelaksanaan Transaksi melalui Sistem BI-ETP. C. Penggunaan Fasilitas Guest Bank 1. Penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai berikut: a. Peserta dapat menggunakan Fasilitas Guest Bank yang disediakan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP apabila Sistem BI-ETP utama dan Sistem BI-ETP cadangan di Peserta tidak dapat digunakan. b. Fasilitas Guest Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat digunakan oleh Peserta selama jam operasional Sistem BI-ETP untuk mengirimkan instruksi Transaksi. c. Penyelenggara … 82 c. Penyelenggara Sistem BI-ETP mengenakan biaya terhadap Peserta yang menggunakan Fasilitas Guest Bank. d. Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menetapkan batas maksimal waktu penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan penggunaan Fasilitas Guest Bank melebihi kapasitas yang tersedia. e. Peserta membebaskan Penyelenggara Sistem BI-ETP dari segala kerugian yang timbul dan/atau yang akan timbul yang dialami Peserta sehubungan dengan pelaksanaan transaksi melalui Fasilitas Guest Bank. 2. Prosedur penggunaan Fasilitas Guest Bank diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan untuk menggunakan Fasilitas Guest Bank kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP sebagaimana contoh dalam Lampiran II.16. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a memuat antara lain: 1) alasan menggunakan Fasilitas Guest Bank; 2) lokasi penggunaan Fasilitas Guest Bank; dan 3) pernyataan bahwa Peserta yang bersangkutan membebaskan Bank Indonesia dari tanggung jawab (indemnity) atas segala kerugian yang timbul pada Peserta sehubungan dengan pelaksanaan Transaksi melalui Fasilitas Guest Bank. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat pemberi contoh tanda tangan. d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI- ETP dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat … 83 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3; 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan tembusan kepada KPwDN yang menyediakan Fasilitas Guest Bank. e. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui sarana faksimile atau sarana lain. 3. Berdasarkan persetujuan dari Penyelenggara Sistem BI-ETP untuk menggunakan Fasilitas Guest Bank yang disampaikan melalui Administrative Message atau sarana lainnya, Peserta menggunakan Fasilitas Guest Bank di lokasi Penyelenggara Sistem BI-ETP atau KPwDN dengan prosedur sebagai berikut: 1) Peserta menyiapkan data Transaksi dan hal-hal lain yang diperlukan untuk operasional di Penyelenggara Sistem BI-ETP sesuai dengan pedoman penggunaan Fasilitas Guest Bank untuk Peserta sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V. 2) Dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan melebihi kapasitas Fasilitas Guest Bank yang disediakan, Penyelenggara Sistem BI- ETP dapat menetapkan urutan penggunaan Fasilitas Guest Bank berdasarkan urutan kedatangan Peserta. VII. BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM BI-ETP Penyelenggara Sistem BI-ETP mengenakan biaya terhadap Peserta atas penggunaan Sistem BI-ETP dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jenis … 84 1. Jenis biaya Jenis biaya dalam penggunaan Sistem BI-ETP meliputi antara lain: a. Biaya Transaksi 1) Biaya Transaksi dikenakan untuk setiap pengiriman instruksi Transaksi yang meliputi antara lain pengiriman penawaran, penawaran kembali, penerimaan, atau penolakan. 2) Biaya Transaksi sebagamana dimaksud dalam angka 1) termasuk pengiriman perubahan (amandemen). b. Biaya penggunaan Administrative Message Biaya penggunaan Administrative Message untuk setiap pengiriman baik kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP maupun antar Peserta dikenakan biaya. c. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank 1) Durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank dihitung berdasarkan akumulasi penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam 1 (satu) hari dengan pembulatan waktu 1 (satu) jam ke atas sebagaimana contoh perhitungan dalam Lampiran VI. 2) Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dihitung berdasarkan absensi yang telah ditandatangani oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP dan Peserta. 3) Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menetapkan durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank oleh Peserta terkait perhitungan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank. d. Biaya penambahan atau penggantian Digital Certificate Hard Token 1) Pengenaan biaya penambahan atau penggantian Digital Certificate Hard Token dikenakan untuk penambahan melebihi batas maksimal yang ditetapkan Penyelenggara Sistem BI-ETP dan penggantian … 85 penggantian Digital Certificate Hard Token karena rusak atau hilang. 2) Biaya dikenakan untuk setiap Digital Certificate Hard Token. 2. Besarnya biaya dalam penggunaan Sistem BI-ETP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI. 3. Dalam hal terdapat penambahan atau perubahan biaya, Penyelenggara Sistem BI-ETP mengumumkan perubahan dimaksud kepada Peserta melalui Administrative Messages pada Sistem BI-ETP atau sarana lainnya. 4. Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menetapkan besarnya biaya yang berbeda bagi Peserta Kementerian Keuangan atau lembaga lain. 5. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat, Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menetapkan biaya penggunaan Sistem BI-ETP yang berbeda. 6. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 2, angka 4 dan angka 5 belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 7. Perhitungan dan Pembebanan Biaya a. Perhitungan jumlah biaya dilakukan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP paling lama pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi untuk masing-masing Peserta. b. Penyelenggara Sistem BI-ETP membebankan biaya dengan mendebet Rekening Giro Peserta atau Bank Pembayar yang ditunjuk Peserta. 8. Pembebanan Biaya Oleh Peserta Kepada Nasabah Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Transaksi melalui Sistem BI-ETP, Peserta dapat mengenakan biaya kepada nasabah dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta mengenakan biaya kepada nasabah dalam jumlah yang wajar; dan b. Peserta … 86 b. Peserta wajib menginformasikan besarnya biaya penggunaan Sistem BI-ETP yang ditetapkan Penyelenggara Sistem BI-ETP dan besarnya biaya penggunaan Sistem BI- ETP yang dibebankan oleh Peserta kepada nasabah. VIII. PEMANTAUAN KEPATUHAN PESERTA A. Ruang Lingkup Pemantauan 1. Pemantauan dilakukan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP secara berkesinambungan. 2. Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut: a. Pemantauan langsung, dengan cara melakukan pemeriksaan ke lokasi kegiatan usaha Peserta. b. Pemantauan tidak langsung, dengan cara melakukan penelitian, analisis, dan evaluasi terhadap: 1) laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu yang disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP; dan 2) data atau informasi yang diperoleh dari: a) Peserta yang bersangkutan; b) sistem di Penyelenggara Sistem BI-ETP; dan/atau c) pihak lain. B. Pemantauan Langsung 1. Penyelenggara Sistem BI-ETP melakukan pemantauan langsung melalui pemeriksaan ke lokasi kegiatan usaha Peserta sewaktu-waktu apabila diperlukan. 2. Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 meliputi aspek-aspek antara lain: a. tata kelola; b. operasional; c. d. BCP. 3. Penyelenggara … infrastruktur; dan/atau 87 3. Penyelenggara Sistem BI-ETP melakukan pemantauan langsung dengan prosedur sebagai berikut: a. Petugas yang melakukan pemeriksaan dilengkapi surat introduksi dari Bank Indonesia. b. Peserta wajib memberikan kepada petugas yang melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling kurang meliputi: 1) informasi, data, dan/atau keterangan serta dokumen asli maupun salinan dokumen yang diperlukan mengenai pelaksanaan Sistem BI-ETP, termasuk data elektronik, warkat, dan dokumen tertulis lainnya; 2) akses untuk melakukan pemantauan langsung terhadap sarana fisik dan aplikasi pendukung lainnya; dan 3) hal-hal lain yang diperlukan dalam pemantauan langsung. c. Peserta wajib memberikan penjelasan atau keterangan kepada petugas yang melakukan pemeriksaan dalam rangka klarifikasi dan/atau konfirmasi atas informasi, data, dan/atau dokumen yang diperoleh dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b. d. Pada akhir pemeriksaan di lokasi Peserta, dilakukan exit meeting untuk menyampaikan dan membahas pokok-pokok hasil pemeriksaan dan/atau hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Peserta. e. Penyelenggara Sistem BI-ETP menyusun dan menyampaikan kepada Peserta laporan hasil pemeriksaan dan/atau hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Peserta. 4. Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat menunjuk pihak lain yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidang audit teknologi informasi, untuk dan atas nama Penyelenggara Sistem … 88 Sistem BI-ETP melakukan pemeriksaan dengan tetap menjaga kerahasiaan sesuai ketentuan yang berlaku. 5. Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan/atau hal-hal yang perlu ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam butir B.3.e dan melaporkan secara tertulis atas tindak lanjut tersebut kepada Penyelenggara Sistem BI- ETP. 6. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan kembali untuk memastikan kebenaran laporan tindak lanjut. C. Pemantauan Tidak Langsung 1. Pemantauan tidak langsung dilakukan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP secara berkesinambungan. 2. Peserta wajib menyampaikan laporan tertulis dalam rangka pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.b, antara lain sebagai berikut: a. Laporan berkala Laporan berkala antara lain terdiri atas Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK) 1) LHPK merupakan laporan tahunan yang memuat hasil penilaian kepatuhan berdasarkan pemeriksaan internal Peserta. 2) Periode LHPK adalah periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember dan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP dengan batas waktu penyampaian paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya. 3) Dalam hal batas waktu penyampaian LHPK sebagaimana dimaksud dalam angka 2) jatuh pada hari libur, batas waktu penyampaian LHPK dilakukan pada hari kerja berikutnya. 4) LHPK … 89 4) LHPK disampaikan secara tertulis kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP melalui surat dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. b. Laporan sewaktu-waktu Laporan sewaktu-waktu berupa laporan tertulis yang terdiri atas: 1) laporan yang disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP atas permintaan Penyelenggara Sistem BI-ETP; 2) laporan yang disampaikan kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP atas inisiatif Peserta. 3. Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada Peserta. 4. Dalam hal klarifikasi dan/atau konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 3 belum mencukupi, Penyelenggara Sistem BI-ETP dapat melakukan pemeriksaan langsung. IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI Tata cara pengenaan sanksi terkait Penyelenggaraan Sistem BI-ETP terhadap Peserta sebagai berikut: 1. Sanksi teguran tertulis a. Sanksi teguran tertulis dikenakan kepada Peserta yang melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) tidak memenuhi kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir III.F; 2) tidak menginformasikan biaya transaksi dalam penyelenggaraan Sistem BI-ETP kepada nasabah secara transparan sebagaimana dimaksud dalam butir VII.8.b; 3) tidak … 90 3) tidak memberikan informasi, data dan/atau keterangan serta dokumen asli maupun salinan dokumen mengenai pelaksanaan Sistem BI-ETP sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.B.3.b.1); 4) tidak memberikan akses kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP untuk melakukan pemantauan langsung sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.B.3.b.2); 5) tidak menindaklanjuti hasil pemantauan yang dilakukan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.B.5; 6) terlambat atau tidak menyampaikan LHPK dalam batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.C.2.a.; dan/atau 7) tidak menyampaikan laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.C.2.b. b. Peserta wajib menindaklanjuti sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan batas waktu sebagai berikut: 1) teguran tertulis karena tidak memenuhi kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak teguran tertulis diterima; 2) teguran tertulis karena tidak memberikan akses kepada Penyelenggara Sistem BI-ETP untuk melakukan pemeriksaan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.4) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak teguran tertulis diterima; 3) teguran tertulis karena tidak menindaklanjuti hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.5) sesuai batas waktu yang ditentukan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP pada laporan hasil pemeriksaan; 4) teguran … 91 4) teguran tertulis karena tidak menyampaikan LHPK dalam batas waktu yang ditetapkan Penyelenggara Sistem BI-ETP sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.6) paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak teguran tertulis diterima. c. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi teguran tertulis dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Peserta dikenakan sanksi teguran tertulis kedua. d. Atas sanksi teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Peserta wajib melakukan tindak lanjut dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b. e. Surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf c disampaikan kepada Peserta dengan tembusan kepada lembaga pengawas terkait. 2. Sanksi kewajiban membayar Selain sanksi teguran tertulis karena tidak memenuhi kewajiban penyampaian LHPK sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan Penyelenggara Sistem BI-ETP sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.6), Peserta dikenakan sanksi kewajiban membayar, dengan ketentuan sebagai berikut: a. setiap keterlambatan atau tidak menyampaikan LHPK sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.C.2.a.1), dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per hari kerja dihitung sejak batas waktu penyampaian LHPK, dengan batas nominal paling banyak sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah); b. pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Peserta dan/atau Rekening Giro Bank Pembayar; dan/atau c. dalam … 92 c. dalam hal Peserta terlambat menyampaikan LHPK sesuai batas waktu, Peserta tetap wajib menyampaikan LHPK paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak batas waktu penyampaian LHPK yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. 3. Sanksi perubahan status kepesertaan a. Dalam hal Peserta tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti teguran tertulis kedua sesuai batas waktu yang ditentukan, sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d, Peserta dikenakan sanksi perubahan status kepesertaan. b. Pengenaan sanksi perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilakukan berdasarkan tanggal efektif perubahan status yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP dan diberitahukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelumnya oleh Penyelenggara Sistem BI-ETP. c. Surat pengenaan sanksi perubahan status kepesertaan disampaikan kepada Peserta dengan tembusan kepada lembaga pengawas terkait. X. LAIN-LAIN 1. Peserta yang berada dalam wilayah KPwDN Jakarta dikecualikan dari kewajiban menyampaikan tembusan surat kepada KPwDN. 2. Lampiran I sampai dengan Lampiran VI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XI. PENUTUP … 93 XI. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/36/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia - Electronic Trading Platform </reg_title> <set_date> 16 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <related_reg> '17/18/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No. 6/ 20 /DPM Jakarta, 20 April 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 Tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4383) serta memperhatikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.06/2004 tanggal 27 Februari 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 179/KMK.017/2000 tentang Syarat, Tata Cara dan Ketentuan Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum maka perlu diatur ketentuan mengenai marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank yang dijamin oleh Pemerintah sebagai berikut: I. PENJAMINAN ATAS SIMPANAN PIHAK KETIGA A. Ketentuan Umum Dalam rangka Program Penjaminan, Pemerintah hanya menjamin Simpanan Pihak Ketiga yang diterima dengan suku bunga yang tidak lebih tinggi dari batas maksimum suku bunga yang ditetapkan. B. Maksimum … 2 B. Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga 1. Maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir ditambah atau dikurangi marjin tertentu. 2. Marjin sebagaimana dimaksud pada angka 1 untuk pertama kalinya ditetapkan sebagai berikut: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan 3 bulan 6 bulan 12 bulan 24 bulan Marjin (basis point) Ditambah 0 (nol) Ditambah 5 (lima) Ditambah 10 (sepuluh) Ditambah 25 (dua puluh lima) Ditambah 55 (lima puluh lima) 3. Maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta asing US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar rata-rata suku bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) ditambah atau dikurangi marjin tertentu. bulan sebelumnya 4. Marjin sebagaimana dimaksud pada angka 3 untuk Simpanan Pihak Ketiga berjangka waktu 1, 3, 6, 12 dan 24 bulan ditetapkan untuk pertama kalinya dengan penambahan sebesar 0 (nol) basis point. 5. Dalam hal Simpanan Pihak Ketiga berupa valuta asing Non-US Dollar maka simpanan Non-US Dollar tersebut baik pokok maupun bunganya dikonversikan terlebih dahulu ke dalam US Dollar dengan kurs rata-rata pasar pada hari pembayaran dari sejak pembukaan pasar sampai dengan pukul 12.00 WIB yang dihitung oleh Bank Indonesia. 6. Maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta asing Non- US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan setinggi-tingginya adalah sebesar … 3 sebesar maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta asing US Dollar sebagaimana dimaksud dalam angka 3. 7. Dalam hal Bank memberikan suku bunga untuk simpanan valuta asing Non-US Dollar yang lebih tinggi dari batas maksimum bunga yang ditetapkan untuk simpanan valuta asing US Dollar sebagaimana diatur pada angka 3 maka Pemerintah hanya menjamin sebesar pokok simpanan ditambah bunga sesuai suku bunga maksimum yang ditetapkan untuk simpanan valuta asing US Dollar. Contoh perhitungan konversi simpanan pihak ketiga dalam valuta asing Non-US Dollar tercantum pada lampiran. C. Pengumuman Maksimum Suku Bunga Yang Dijamin Pemerintah 1. Maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah dan valuta asing yang dijamin Pemerintah akan diumumkan secara rutin setiap bulan oleh Bank Indonesia pada 2 (dua) hari kerja sebelum awal bulan periode penjaminan berlaku dan berlaku selama 1 (satu) bulan. hal dipandang 2. Dalam perlu, Bank Indonesia dapat membuat pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 pada hari lainnya. 3. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan melalui Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU). 4. Bank wajib memasang pengumuman di tempat pelayanan nasabah atau tempat-tempat yang dengan mudah dapat dilihat oleh para nasabah di setiap kantornya mengenai suku bunga atas Simpanan Pihak Ketiga yang diterima Bank. 5. Bagi Bank yang menetapkan suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang berbeda-beda untuk jumlah simpanan sampai batas-batas tertentu (multiple deposit rates) wajib mengumumkan pula seluruh suku bunga tersebut dengan ketentuan suku bunga tertinggi yang ditawarkan tetap tidak boleh melampaui batas maksimum suku bunga yang ditetapkan. 6. Bank … 4 6. Bank wajib memasang pengumuman mengenai suku bunga maksimum yang diumumkan oleh Bank Indonesia di tempat yang berdekatan dengan pengumuman atau pada papan pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 4. 7. Khusus bagi Bank yang ikut serta dalam Program Jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran bank pengumuman yang berbunyi sebagai berikut: PENGUMUMAN Bank Indonesia dan Menteri Keuangan dengan ini mengumumkan bahwa simpanan nasabah baik dalam Rupiah maupun valuta asing US Dollar pada Bank umum dengan suku bunga yang lebih tinggi dari suku bunga maksimum yang diumumkan oleh Bank Indonesia untuk masing-masing jangka waktu, tidak disediakan jaminan Pemerintah untuk keseluruhan jumlah nominal dan bunga simpanan tersebut. II. PENJAMINAN ATAS PASAR UANG ANTAR BANK A. Ketentuan Umum 1. Bank dapat menetapkan sendiri suku bunga PUAB berdasarkan suku bunga pasar. 2. Dalam rangka Program Penjaminan, bagi Bank yang memberikan suku bunga PUAB lebih tinggi dari batas maksimum suku bunga yang ditetapkan, Pemerintah hanya menjamin PUAB sebesar pokok pinjaman ditambah bunga sesuai suku bunga maksimum yang ditetapkan. B. Maksimum Suku Bunga PUAB Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah dan valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dan valuta asing dalam US umum, wajib memasang Dollar … 5 Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. C. Pengumuman Maksimum Suku Bunga Yang Dijamin Pemerintah 1. Maksimum suku bunga PUAB yang dijamin Pemerintah akan diumumkan secara rutin setiap bulan oleh Bank Indonesia pada 2 (dua) hari kerja sebelum awal bulan periode penjaminan berlaku dan berlaku selama 1 (satu) bulan. 2. Dalam hal dipandang perlu, Bank Indonesia dapat membuat pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 pada hari lainnya. 3. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan melalui PIPU. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/16/DPNP tanggal 31 Maret 2004 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 26 April 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/20/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 20 April 2004 </set_date> <effective_date> 26 April 2004 </effective_date> <replaced_reg> '6/16/DPNP|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '6/11/PBI/2004', '179/KMK.017/2000|KEP-MENKEU/2000', '84/KMK.06/2004|KEP-MENKEU/2004' </related_reg>
No. 17/ 11 /DKSP Jakarta, 1 Juni 2015 SURAT EDARAN Perihal : Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5683), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM A. Kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas teritorial. Setiap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah. B. Transaksi dan pembayaran merupakan satu kesatuan. Terhadap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maka penerimaan pembayarannya wajib dalam Rupiah. Contoh: Perusahaan A sebagai pelayaran asing menggunakan jasa kepelabuhanan di Indonesia yang dikelola oleh PT B. Perusahaan A dapat melakukan pembayaran secara tunai melalui … 2 melalui agen dengan menggunakan mata uang Rupiah atau melalui transfer dengan menggunakan mata uang negaranya. Dalam hal pembayaran dilakukan melalui transfer maka PT B wajib menerima pembayaran dari Perusahaan A dalam mata uang Rupiah. C. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf A tidak berlaku bagi transaksi sebagai berikut: 1. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang meliputi: a. pembayaran utang luar negeri; b. pembayaran utang dalam negeri dalam valuta asing; c. belanja barang dari luar negeri; d. belanja modal dari luar negeri; e. penerimaan negara yang berasal dari penjualan surat utang negara dalam valuta asing; dan f. transaksi lainnya dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, seperti setoran pajak, visa on arrival, dan penerimaan negara bukan pajak; 2. penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri yang dilakukan oleh para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri; 3. transaksi perdagangan internasional yang meliputi: a. kegiatan ekspor dan/atau impor barang ke atau dari luar wilayah pabean Republik Indonesia; dan/atau b. kegiatan perdagangan jasa yang melampaui batas wilayah negara yang dilakukan dengan cara: 1) pasokan lintas batas (cross border supply), misalnya pembelian secara online (dalam jaringan) atau melalui call center. Termasuk pengertian pasokan lintas batas adalah tenaga ahli yang memiliki keahlian tertentu yang … 3 yang ditugaskan oleh kantor induknya di luar negeri untuk bekerja di Indonesia; dan 2) konsumsi di luar negeri (consumption abroad), misalnya warga negara Indonesia yang kuliah di luar negeri atau menjalani perawatan di rumah sakit luar negeri; 4. simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing seperti tabungan valuta asing atau deposito valuta asing; atau 5. transaksi pembiayaan internasional yang dilakukan oleh para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri seperti pemberian kredit oleh Bank di luar negeri kepada nasabah di Indonesia. D. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf A tidak berlaku untuk transfer dana dalam valuta asing dari individu di dalam negeri kepada pihak di luar negeri yang tidak dimaksudkan sebagai pembayaran atau penyelesaian kewajiban yang timbul dari transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. E. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf A juga tidak berlaku untuk transaksi dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang meliputi: 1. Kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan oleh Bank berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah yang meliputi antara lain: a. kredit dalam valuta asing untuk kegiatan ekspor dan kegiatan lainnya; b. pasar uang antar Bank dalam valuta asing; c. obligasi dalam valuta asing; d. sub-debt dalam valuta asing; e. jual beli surat berharga dalam valuta asing; dan f. transaksi … 4 f. transaksi perbankan lainnya dalam valuta asing yang diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah beserta peraturan pelaksanaanya. Dalam pengertian kegiatan usaha dalam valuta asing tersebut termasuk pula biaya (fee) yang dikenakan oleh Bank dalam pelaksanaan kegiatan usaha tersebut. 2. Transaksi di pasar perdana dan pasar sekunder atas surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan oleh Pemerintah berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai surat utang negara dan surat berharga syariah negara. Contoh: Transaksi sukuk global dalam valuta asing yang diterbitkan oleh Pemerintah. 3. Transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang. Contoh: Transaksi pembiayaan di dalam negeri dalam valuta asing oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai lembaga pembiayaan ekspor Indonesia. F. Setiap pihak dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Contoh: Penyedia barang dan/atau jasa dilarang menolak untuk menerima Rupiah dari pengguna barang dan/atau jasa. G. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf F dikecualikan dalam hal: 1. terdapat … 5 1. terdapat keraguan atas keaslian Rupiah yang diterima untuk transaksi tunai; atau 2. pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing telah diperjanjikan secara tertulis. H. Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir G.2 hanya dapat dilakukan untuk: 1. transaksi yang dikecualikan dari kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf C dan huruf E; atau 2. proyek infrastruktur strategis dan mendapat persetujuan pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia. I. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah, pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah. J. Bank Indonesia berwenang untuk meminta laporan, keterangan, dan/atau data kepada setiap pihak yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah. K. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah. L. Dalam hal terdapat permasalahan bagi pelaku usaha dengan karakteristik tertentu terkait pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai, Bank Indonesia dapat mengambil kebijakan tertentu dengan tetap memperhatikan kewajiban penggunaan Rupiah. II. KEWAJIBAN … 6 II. KEWAJIBAN PENCANTUMAN HARGA BARANG DAN/ATAU JASA DALAM RUPIAH A. Setiap pelaku usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah dan dilarang mencantumkan harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation). Contoh larangan dual quotation: Toko A mencantumkan harga 1 buah komputer sebesar Rp15.000.000,00 dan USD1,500.00 secara bersamaan. B. Kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam huruf A antara lain berlaku untuk: 1. label harga, seperti label harga yang tercantum pada barang; 2. biaya jasa (fee), seperti fee agen dalam jual beli properti, jasa kepariwisataan, jasa konsultan; 3. biaya sewa menyewa, seperti sewa apartemen, rumah, kantor, gedung, tanah, gudang, kendaraan; 4. tarif, seperti tarif bongkar muat peti kemas di pelabuhan atau tarif tiket pesawat udara, kargo; 5. daftar harga, seperti daftar harga menu restoran; 6. kontrak, seperti klausul harga atau biaya yang tercantum dalam kontrak atau perjanjian; 7. dokumen penawaran, pemesanan, tagihan, seperti klausul harga yang tercantum dalam faktur, delivery order, purchase order; dan/atau 8. bukti pembayaran, seperti harga yang tercantum dalam kuitansi. C. Kewajiban dan larangan pencatuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B berlaku pula untuk pencantuman harga barang dan/atau jasa melalui media elektronik. III. PELAKSANAAN … 7 III. PELAKSANAAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH UNTUK PROYEK INFRASTRUKTUR STRATEGIS YANG DIPERJANJIKAN SECARA TERTULIS A. Proyek infrastruktur mencakup proyek sebagai berikut: 1. infrastruktur transportasi, meliputi pelayanan jasa kebandarudaraan, penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan, sarana dan prasarana perkeretaapian; 2. infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol; 3. infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku; 4. infrastruktur air minum, yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum; 5. infrastruktur sanitasi, yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan; 6. infrastruktur telekomunikasi dan informatika, meliputi jaringan telekomunikasi dan infrastruktur e-government; 7. infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, termasuk pengembangan tenaga listrik yang berasal dari panas bumi, transmisi atau distribusi tenaga listrik; dan 8. infrastruktur minyak dan gas bumi, meliputi transmisi dan/atau distribusi minyak dan gas bumi. B. Proyek infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam huruf A dapat dikecualikan dalam penggunaan Rupiah apabila: 1. dinyatakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah sebagai proyek infrastruktur strategis yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kementerian/lembaga terkait kepada pemilik proyek; dan 2. memperoleh persetujuan pengecualian terhadap kewajiban penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia. C. Dalam … 8 C. Dalam memberikan persetujuan, Bank Indonesia mempertimbangkan antara lain sumber pembiayaan proyek dan dampak proyek tersebut terhadap stabilitas ekonomi makro. D. Persetujuan pengecualian penggunaan Rupiah dalam proyek infrastruktur strategis yang diberikan oleh Bank Indonesia dapat mencakup: 1. transaksi dalam rangka pembangunan proyek infrastruktur strategis sampai dengan proyek selesai dibangun; dan/atau 2. transaksi dalam rangka penjualan produk atau jasa yang dihasilkan oleh proyek infrastruktur strategis sampai dengan jangka waktu tertentu, dengan syarat penjualan produk atau jasa tersebut telah diperjanjikan sejak awal pembangunan proyek dimaksud. E. Permohonan pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah diajukan oleh pihak yang memerlukan pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah disertai dengan alasan untuk menggunakan valuta asing dalam pembayaran atau penyelesaian kewajiban. F. Dalam hal proyek dilaksanakan oleh konsorsium, permohonan dapat diajukan oleh salah satu anggota konsorsium untuk dan atas nama konsorsium atau diajukan secara bersama-sama oleh anggota konsorsium tersebut. G. Tata cara pengajuan permohonan diatur sebagai berikut: 1. Pemohon menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia. 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. dokumen yang menunjukkan legalitas pemohon, seperti akta pendirian dan anggaran dasar perusahaan termasuk perubahannya, keterangan domisili, dan profil badan usaha; b. surat … 9 b. surat keterangan dari kementerian atau lembaga yang berwenang yang menyatakan bahwa proyek yang dilaksanakan merupakan proyek infrastruktur strategis; c. dalam hal permohonan diajukan oleh pelaksana pekerjaan atau kontraktor maka keterangan mengenai proyek infrastruktur strategis dapat berupa fotokopi surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b yang disertai dengan rekomendasi yang menyatakan bahwa: 1) proyek yang dilaksanakan merupakan bagian dari proyek infrastruktur strategis; dan/atau 2) pelaksanaan proyek memerlukan valuta asing dalam rangka pengadaan barang dan/atau jasa yang berasal dari luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. fotokopi perjanjian tertulis yang menyatakan bahwa pembayaran menggunakan valuta asing, yang dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pemohon. H. Dalam rangka menindaklanjuti permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf G, Bank Indonesia dapat meminta keterangan dan/atau dokumen tambahan dan melakukan pemeriksaan terkait permohonan yang diajukan pemohon, seperti pemeriksaan ke lokasi proyek. I. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan secara tertulis atas permohonan yang disampaikan, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap. J. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada pemohon apabila diperlukan tambahan waktu sehingga melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari untuk pemrosesan permohonan. IV. PELAKSANAAN … 10 IV. PELAKSANAAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH UNTUK TRANSAKSI NON TUNAI BAGI PELAKU USAHA DENGAN KARAKTERISTIK TERTENTU A. Dalam hal terdapat permasalahan bagi pelaku usaha dengan karakteristik tertentu terkait pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai sebagaimana dimaksud dalam butir I.L, Bank Indonesia dapat mengambil kebijakan tertentu dengan tetap memperhatikan kewajiban penggunaan Rupiah. B. Dalam menetapkan kebijakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia mempertimbangkan antara lain: 1. kesiapan pelaku usaha, antara lain dalam hal penerapan kewajiban penggunaan Rupiah memerlukan perubahan yang mendasar dalam sistem dan/atau proses bisnis dari kegiatan usaha dan/atau pelaku usaha tertentu; 2. kontinuitas kegiatan usaha, antara lain dalam hal penerapan kewajiban penggunaan Rupiah dalam waktu segera tanpa masa transisi yang cukup, dapat mempengaruhi kelangsungan kegiatan usaha; 3. kegiatan investasi, antara lain dalam hal kegiatan usaha memerlukan pembiayaan dalam valuta asing untuk periode tertentu dan kewajiban penggunaan Rupiah dalam waktu segera dapat mengganggu investasi yang bersangkutan; dan/atau 4. kegiatan usaha yang memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. C. Selain mempertimbangkan faktor sebagaimana dimaksud dalam huruf B, Bank Indonesia mempertimbangkan pula kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan Bank Indonesia antara lain mengenai kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor, dan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi non Bank. V. LAPORAN… 11 V. LAPORAN TERKAIT PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA A. Bank Indonesia berwenang untuk meminta laporan, keterangan, dan/atau data kepada setiap pihak yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah. B. Setiap pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf A wajib menyampaikan laporan, keterangan, dan/atau data kepada Bank Indonesia disertai dengan dokumen pendukung, dalam hal diminta oleh Bank Indonesia. VI. PENGAWASAN ATAS KEPATUHAN TERHADAP PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA A. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak dalam rangka penerapan kewajiban penggunaan Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah. B. Ruang lingkup pengawasan terhadap penerapan kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf A terutama dilakukan terhadap pemenuhan kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai. Dalam melakukan pengawasan terhadap transaksi non tunai tersebut, Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan instansi terkait. C. Dalam melaksanakan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi tunai, Bank Indonesia bekerja sama dengan aparat penegak hukum. D. Mekanisme pengawasan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Metode pengawasan dilakukan secara langsung dan/atau tidak langsung. 2. Pengawasan … 12 2. Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan melalui pemeriksaan yang dapat dilakukan sewaktu-waktu oleh Bank Indonesia. 3. Pengawasan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan melalui kegiatan analisa dan evaluasi atas laporan yang disampaikan oleh setiap pihak sebagaimana dimaksud dalam butir V.A. 4. Dalam pelaksanaan pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 2, pihak yang merupakan obyek pemeriksaan harus memberikan kepada pemeriksa, antara lain: a. laporan keuangan, data transaksi, dan data pendukung; b. akses untuk melakukan observasi terhadap aktivitas operasional dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan/atau c. keterangan mengenai transaksi dan kegiatan yang berkaitan dengan kewajiban penggunaan Rupiah dari pihak yang kompeten dan berwenang pada saat pemeriksaan sedang berlangsung. VII. KORESPONDENSI A. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Bab III, penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Bab V, dan/atau surat menyurat disampaikan dalam Bahasa Indonesia kepada Bank Indonesia dengan alamat: Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung D lantai 5 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. B. Dalam … 13 B. Dalam hal terjadi perubahan alamat sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN A. Bank dan Penyelenggara Transfer Dana harus memberitahukan kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada setiap nasabah yang akan melakukan transaksi dengan menggunakan valuta asing. B. Dalam hal nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf A tetap akan melakukan transaksi dalam valuta asing maka Bank dan Penyelenggara Transfer Dana harus meminta nasabah tersebut untuk mengisi tujuan transaksi dalam formulir atau slip transaksi. IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI A. Setiap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dikenakan sanksi. B. Terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi tunai dan/atau larangan menolak Rupiah untuk transaksi tunai berlaku ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. C. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Setiap pihak yang melakukan pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai dikenakan sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis; b. kewajiban membayar; dan/atau c. larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran. 2. Sanksi … 14 2. Sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dikenakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Sanksi kewajiban membayar dikenakan setelah Bank Indonesia memberikan sanksi teguran tertulis paling kurang 2 (dua) kali. b. Sanksi kewajiban membayar ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). c. Nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dihitung dari seluruh nilai transaksi yang melanggar ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah. Pengenaan sanksi administratif dilakukan terhadap pelanggaran transaksi non tunai yang terjadi sejak tanggal 1 Juli 2015. d. Dalam hal pelaku usaha yang telah dikenakan sanksi kewajiban membayar masih melakukan pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah maka pelaku usaha tersebut dikenakan kewajiban membayar tanpa melalui teguran tertulis. e. Sanksi kewajiban membayar dikenakan dalam Rupiah dan dihitung dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal transaksi dilakukan. f. Pelaksanaan sanksi kewajiban membayar dilakukan dengan cara: 1) pendebetan rekening yang ada di Bank Indonesia, dalam hal pihak yang dikenakan sanksi memiliki rekening di Bank Indonesia; atau 2) pembayaran ke rekening Bank Indonesia yang ditunjuk, dalam hal pihak yang dikenakan sanksi tidak memiliki rekening di Bank Indonesia. 3. Bank … 15 3. Bank Indonesia dapat mengenakan sanksi larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c terhadap pihak yang melakukan pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. D. Pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah dan kewajiban penyampaian laporan, keterangan, dan/atau data dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. E. Pihak yang dikenakan sanksi atas pelanggaran kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf D wajib menindaklanjuti dengan melaksanakan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah. F. Pihak yang dikenakan sanksi atas pelanggaran kewajiban penyampaian laporan, keterangan, dan/atau data sebagaimana dimaksud dalam huruf D tetap wajib menyampaikan laporan, keterangan, dan/atau data yang diminta oleh Bank Indonesia. G. Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf C dan huruf D, Bank Indonesia dapat merekomendasikan kepada otoritas yang berwenang untuk melakukan tindakan antara lain berupa pencabutan izin usaha atau penghentian kegiatan usaha. H. Dalam hal pelaku usaha mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Bab III dan Bab IV namun permohonan tersebut tidak memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia maka Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha sejak tanggal 1 Juli 2015. I. Pengenaan … 16 I. Pengenaan sanksi administratif kepada pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada huruf H dilakukan dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C dan/atau huruf D. X. KETENTUAN PERALIHAN Terhadap perjanjian tertulis mengenai pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang dibuat sebelum tanggal 1 Juli 2015 berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Perjanjian tertulis meliputi perjanjian induk, perjanjian turunan atau dokumen lainnya yang memuat mengenai transaksi yang akan dilakukan para pihak seperti purchasing order dan delivery order. 2. Perjanjian tertulis yang merupakan turunan atau pelaksanaan dari perjanjian induk yang dibuat sejak tanggal 1 Juli 2015 yang diperlakukan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri wajib tunduk pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Perpanjangan jangka waktu dan/atau perubahan atas perjanjian tertulis yang dilakukan sejak tanggal 1 Juli 2015 wajib tunduk pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Perubahan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 antara lain perubahan mengenai pihak dalam perjanjian, harga barang dan/atau jasa, dan/atau obyek perjanjian. XI. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2015. Agar … 17 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. BANK INDONESIA, ENI V. PANGGABEAN KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/11/DKSP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia </reg_title> <set_date> 1 Juni 2015 </set_date> <effective_date> 1 Juni 2015 </effective_date> <related_reg> '17/3/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
1 No. 12/9/DASP Jakarta, 24 Maret 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Jadwal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia No.12/5/PBI/2010 tanggal 12 Maret 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5119) dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, perlu diatur kembali ketentuan mengenai jadwal penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut: I. JADWAL SKNBI A. Kliring Kredit 1. Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) menetapkan jadwal Kliring Kredit yang berlaku secara nasional untuk kegiatan sebagai berikut: a. Kliring Kredit Siklus Pertama 1) penyediaan Pendanaan Awal (prefund); 2) pengiriman Data Keuangan Elektronik (DKE) Kredit ke Sistem Sentral Kliring (SSK); 3) download DKE Kredit inward confirmed; 4) penyediaan informasi awal (early warning); 5) penambahan … 2 5) penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund); 6) Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional; dan 7) download DKE Kredit outward. b. Kliring Kredit Siklus Kedua 1) pengiriman DKE Kredit ke SSK; 2) download DKE Kredit inward confirmed; 3) penyediaan informasi awal (early warning); 4) penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund); 5) Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional; dan 6) download DKE Kredit outward. 2. Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) menetapkan jadwal penyampaian media rekam data elektronis yang berisi rekaman DKE Kredit bagi Peserta yang penyampaian DKE Kreditnya dilakukan melalui PKL untuk diteruskan ke SSK. 3. Dalam menetapkan jadwal penyampaian media rekam data elektronis dari Peserta kepada PKL sebagaimana dimaksud pada angka 2, PKL harus memperhatikan batas waktu pengiriman DKE Kredit ke SSK sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.2) dan 1.b.1). B. Kliring Debet 1. Jadwal Kliring Debet yang Ditetapkan oleh PKN PKN menetapkan jadwal Kliring Debet yang berlaku secara nasional untuk kegiatan sebagai berikut: a. penyediaan Pendanaan Awal (prefund); b. window time penyampaian DKE Debet dari TPK On-line dan KPK ke SSK: 1) DKE Debet Kliring Penyerahan; 2) DKE Debet Kliring Pengembalian; c. penyediaan informasi awal (early warning); d. penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund); e. window … 3 e. window time download status DKE Debet Penyerahan oleh KPK; f. window time proses Bilyet Saldo Kliring (BSK) Penyerahan Lokal dan BSK Pengembalian Lokal oleh KPK; g. window time pengiriman BSK Penyerahan Lokal, BSK Pengembalian Lokal dan BSK Debet Lokal oleh KPK ke SSK; h. penyelesaian Akhir hasil Kliring Debet secara nasional; dan i. download DKE Debet Inward dan Outward oleh TPK On-line. 2. Jadwal Kliring Debet yang Ditetapkan oleh PKL PKL menetapkan jadwal Kliring Debet yang berlaku secara lokal untuk kegiatan sebagai berikut: a. Kliring Penyerahan 1) penyampaian DKE Debet penyerahan dari Peserta secara off- line kepada PKL maupun secara on-line kepada PKL melalui SSK; 2) penyampaian Warkat Debet penyerahan dari Peserta kepada PKL atau kepada Peserta lainnya; 3) penambahan Pendanaan Awal oleh kantor pusat Peserta; 4) pengiriman BSK penyerahan lokal ke SSK sehingga kantor pusat Peserta dapat melakukan download atas hasil Kliring lokal setempat; dan 5) distribusi laporan Kliring penyerahan oleh PKL kepada Peserta. b. Kliring Pengembalian 1) penyampaian DKE Debet pengembalian dari Peserta secara off-line kepada PKL maupun secara on-line kepada PKL melalui SSK; 2) penyampaian Warkat Debet pengembalian dari Peserta kepada PKL atau kepada Peserta lainnya; 3) pengiriman … 4 3) pengiriman BSK pengembalian lokal ke SSK sehingga kantor pusat Peserta dapat melakukan download atas hasil Kliring lokal setempat; dan 4) distribusi laporan Kliring pengembalian oleh PKL kepada Peserta. 3. Penetapan Jadwal Kliring Debet Secara Lokal Oleh PKL a. Penetapan jadwal Kliring Debet secara lokal oleh PKL untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Batas akhir penyediaan Pendanaan Awal (prefund) untuk Kliring Debet. Hal ini dimaksudkan agar PKL mempunyai waktu yang cukup untuk mengumumkan kepada Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan apabila terdapat Bank yang tidak ikut SKNBI karena tidak memenuhi ketentuan mengenai penyediaan pendanaan awal (prefund). 2) Batas akhir: a) proses BSK di KPK; b) pengiriman BSK dari KPK ke SSK; dan c) penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund) Debet; yang ditetapkan oleh PKN. b. Penetapan jadwal Kliring Debet di suatu Wilayah Kliring oleh PKL untuk pertama kali dan perubahannya harus memperoleh persetujuan dari PKN, dengan tata cara sebagai berikut: 1) PKL menyampaikan usulan secara tertulis kepada PKN mengenai rencana jadwal Kliring Debet di Wilayah Kliring yang bersangkutan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2; dan 2) Dalam hal PKN menyetujui rencana jadwal Kliring Debet sebagaimana dimaksud pada angka 1), PKN memberikan persetujuan secara tertulis. c. PKL … 5 c. PKL memberitahukan kepada seluruh Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai jadwal penyelenggaraan SKNBI atau perubahannya yang telah disetujui oleh PKN melalui pengumuman dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Surat Edaran ini. 4. Rincian jadwal Kliring Kredit dan Kliring Debet yang berlaku secara nasional sebagaimana dimaksud pada huruf A dan butir B.1. adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Surat Edaran ini. II. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/27/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Jadwal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini dilaksanakan sejak tanggal implementasi SKNBI di Wilayah Kliring yang bersangkutan sesuai dengan pengumuman Bank Indonesia. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 30 April 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP 6 Lampiran SE No.12/9/DASP tgl. 24 Maret 2010 ---------------------------------------------------------- Lampiran 1 No. Kegiatan Contoh Pengumuman Jadwal SKNBI T+0 (WIB) I Kliring Kredit A Siklus Pertama 1 Penyediaan Pendanaan Awal (prefund) 2 Pengiriman DKE Kredit ke SSK 3 Download DKE Kredit inward confirmed 4 Penyediaan informasi awal (early warning) 5 Penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund) 6 Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional 7 Download DKE Kredit outward B Siklus Kedua 1 Pengiriman DKE Kredit ke SSK 2 Download DKE Kredit inward confirmed 3 Penyediaan informasi awal (early warning) 4 Penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund) 5 Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional 6 Download DKE Kredit outward II Kliring Debet A Kliring Penyerahan 1 Penyampaian DKE Debet penyerahan dari Peserta secara off-line kepada PKL maupun secara on-line kepada PKL melalui SSK 2 Penyampaian Warkat Debet penyerahan dari Peserta kepada PKL atau kepada Peserta lainnya 3 Penambahan Pendanaan Awal oleh kantor pusat Peserta 4 Pengiriman BSK penyerahan lokal ke SSK sehingga kantor pusat Peserta dapat melakukan download atas hasil Kliring lokal setempat; dan 5 Distribusi laporan hasil Kliring penyerahan oleh PKL kepada Peserta B Kliring Pengembalian 1 Penyampaian DKE Debet pengembalian dari Peserta secara off-line kepada PKL maupun secara on-line kepada PKL melalui SSK 2 Penyampaian Warkat Debet pengembalian kepada PKL atau Peserta lainnya 3 Penyediaan informasi Awal (early warning) T+1*) (WIB) 7 No. Kegiatan 4 Pengiriman BSK pengembalian lokal ke SSK sehingga kantor pusat Peserta dapat melakukan download atas hasil Kliring lokal setempat; dan 5 Distribusi laporan hasil Kliring pengembalian oleh PKL kepada Peserta Keterangan: *) Hanya diisi apabila Kliring pengembalian dilakukan pada hari kerja yang berbeda dengan Kliring penyerahan Lanj. Lampiran 1 T+0 (WIB) T+1*) (WIB) 8 Lampiran SE No.12/9/DASP tgl. 24 Maret 2010 ----------------------------------------------------------- Lampiran 2 Jadwal SKNBI No. Jadwal Kliring Kredit Kegiatan A Siklus Pertama 1. Penyediaan pendanaan awal (prefund) 2. Pengiriman DKE Kredit ke SSK 3. Download DKE Kredit inward confirmed 4. Penyediaan informasi awal (early warning) 5. Penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund) 6. Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional 7. Download DKE Kredit outward B Siklus Kedua 1. Pengiriman DKE Kredit ke SSK 2. Download DKE Kredit inward confirmed 3. Penyediaan informasi awal (early warning) 4. Penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund) 5. Penyelesaian Akhir hasil Kliring Kredit secara nasional 6. Download DKE Kredit outward Keterangan : WIB 06.30 – 08.00 08.15 – 11.30 08.15-**) 08.15-11.45 08.15-12.00 12.30***) 12.00-**) 12.45 – 15.30 12.45-16.00**) 08.15-15.45 08.15-16.00 16.30***) 16.00-**) **) Pada prinsipnya, download DKE inward confirmed dapat dilakukan sepanjang window time kliring kredit, sedangkan download DKE outward hanya dapat dilakukan oleh Peserta sepanjang PKL setempat telah mengirimkan BSK lokal dan dapat dilakukan sampai dengan sebelum kegiatan awal hari berikutnya. ***)Waktu penyelesaian akhir yang ditunjukkan dalam jadwal ini bersifat indikatif yang dapat berupa kisaran. . 9 Lanj. Lampiran 2 Jadwal Kliring Debet No. Kegiatan A Kliring Debet T+0 1. Penyediaan Pendanaan Awal (prefund) 2. Window time penyampaian DKE Debet dari TPK On-line dan KPK ke SSK: - DKE Debet Kliring Penyerahan - DKE Debet Kliring Pengembalian 3. Penyediaan informasi awal (early warning) 4. Penambahan Pendanaan Awal (top-up prefund) 5. Window time download status DKE Debet Penyerahan oleh KPK 6. Window time proses BSK Penyerahan Lokal dan BSK Pengembalian Lokal oleh KPK 7. Window time pengiriman BSK Penyerahan Lokal, BSK Pengembalian Lokal dan BSK Debet Lokal****) oleh KPK ke SSK 8. Penyelesaian Akhir hasil Kliring Debet secara nasional 9. Download DKE Debet confirmed dan unconfirmed oleh TPK on-line B Kliring Pengembalian (T+1) 1 Pengiriman DKE Debet pengembalian dari TPK ke SSK (pengiriman on-line) Pengiriman dari KPK ke SSK yang terdiri dari: - DKE Debet pengembalian 1) - BSK Pengembalian Lokal 2) 2 Informasi awal (early warning) 3 Penyelesaian Akhir (settlement) 4 Download DKE Debet confirmed dan unconfirmed oleh TPK on-line Waktu (WIB) 06.30 – 08.00 08.15 – 15.00 08.15-15.10 08.15-15.30 08.15-15.40 08.15-15.50 08.15-16.15 16.30 08.15 08.30-10.30 08.15-11.00 11.00 11.30 08.30 Keterangan ****) BSK Debet Lokal adalah netting antara BSK Penyerahan Lokal dengan BSK Pengembalian Lokal. BSK Debet Lokal untuk wilayah kliring yang pelaksanaan Kliring pengembaliannya dilakukan pada hari kerja berikutnya (T+1) hanya merupakan BSK Lampiran SE No.12/ ------------------------------------------------------------------------- Penyerahan Lokal tanpa BSK Pengembalian Lokal. 1) Untuk Wilayah Kliring yang pelaksanaan Kliring pengembaliannya dilakukan pada hari kerja berikutnya (T+1), maka DKE Debet yang dikembalikan adalah DKE Debet yang diserahkan pada Kliring penyerahan hari kerja sebelumnya (T+0). /DASP tanggal 2) Untuk Wilayah Kliring yang pelaksanaan Kliring pengembaliannya dilakukan pada hari kerja berikutnya (T+1), maka BSK Pengembalian Lokal merupakan BSK hasil perhitungan DKE Debet yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada angka 1).
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/9/DASP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Jadwal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 24 Maret 2010 </set_date> <effective_date> 30 April 2010 </effective_date> <replaced_reg> '7/27/DASP|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '7/18/PBI/2005', '12/8/DASP|SE-BI/2010', '12/5/PBI/2010' </related_reg>
No. 15/24/DPM Jakarta, 5 Juli 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/5/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5321), dan dalam upaya mengoptimalkan penggunaan instrumen Operasi Pasar Terbuka untuk mendukung kebijakan moneter dengan sasaran akhir mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, perlu dilakukan penyempurnaan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/18/DPM tanggal 8 Juni 2012 sebagai berikut : 1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh … 2 oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter. 3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 6. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Negara yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Surat … 3 8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 9. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 10. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 11. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 13. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disebut ZCB adalah Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 14. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia. 15. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan … 4 dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 16. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 17. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit adalah penempatan dana Rupiah milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia. 18. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh Peserta OPT. 19. Rekening Giro adalah rekening giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. 20. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Peserta OPT yang tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) di Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 21. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 22. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 23. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam … 5 dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 25. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap SBN adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan pada saat yang bersamaan. 26. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran dan/atau penerimaan dana valuta asing ke atau dari Bank. 27. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. 28. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap Rupiah melalui pembelian/penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 29. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual valuta asing oleh Bank Indonesia melalui penjualan tunai (spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali valuta asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 30. Transaksi … 6 30. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi beli valuta asing oleh Bank Indonesia melalui pembelian tunai (spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali valuta asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. B. Bank Indonesia dalam rangka OPT dapat melakukan Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas dengan menggunakan satu atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di pasar uang maupun untuk menjaga ketersediaan instrumen operasi moneter yang diperlukan dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. 2. Di antara Bab VIA dan Bab VII disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab VIB sehingga berbunyi sebagai berikut : VI B. TRANSAKSI SWAP DENGAN METODE LELANG 1. Transaksi Swap dilakukan dalam rangka mendukung pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional kebijakan moneter dengan cara : a. transaksi Swap Jual Bank Indonesia; atau b. transaksi Swap Beli Bank Indonesia. 2. Jenis valuta asing dalam Transaksi Swap adalah US Dollar. 3. Transaksi Swap dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Metode Transaksi 1) Bank Indonesia melakukan Transaksi Swap secara lelang. 2) Transaksi Swap dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau melalui sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3) Mekanisme … 7 3) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang premi swap. 4) Kurs spot US Dollar terhadap Rupiah yang digunakan dalam Transaksi Swap adalah kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR). 5) JISDOR sebagaimana dimaksud dalam angka 4) merupakan representasi harga spot US Dollar terhadap Rupiah dari transaksi antar Bank di pasar domestik termasuk transaksi Bank dengan bank di luar negeri, yang dilaporkan Bank melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transaksi valuta asing terhadap Rupiah. b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang 1) Transaksi Swap dapat dilakukan pada setiap hari kerja. 2) Transaksi Swap dapat memiliki jangka waktu 1 (satu) hari sampai dengan 1 (satu) tahun, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. 3) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Swap paling lambat sebelum window time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. 4) Window time Transaksi Swap dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dibuka sebelum penerbitan JISDOR, maka … 8 maka kurs spot yang digunakan adalah kurs JISDOR hari kerja sebelumnya. 6) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dibuka setelah penerbitan JISDOR, maka kurs spot yang digunakan adalah kurs JISDOR pada tanggal transaksi. 7) Pengumuman rencana lelang Transaksi Swap antara lain meliputi : a) sarana pengajuan penawaran premi; b) tanggal lelang; c) jangka waktu (tenor); d) window time; e) tanggal setelmen (tanggal valuta); f) tanggal jatuh waktu; g) target indikatif lelang; h) mata uang; dan i) kurs spot. c. Peserta Lelang 1) Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Swap adalah Bank Devisa, yang selanjutnya disebut Peserta Transaksi Swap. 2) Peserta Transaksi Swap dapat mengajukan penawaran secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. 3) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang untuk kepentingan Peserta Transaksi Swap. d. Pengajuan Penawaran 1) Peserta Transaksi Swap dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Swap kepada Bank Indonesia melalui RMDS atau sarana lainnya yang … 9 yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan. 2) Pengajuan penawaran Transaksi Swap antara lain meliputi informasi : a) nama Peserta Transaksi Swap; b) tanggal transaksi; c) jangka waktu; d) tanggal jatuh waktu; e) jumlah penawaran (nilai nominal); f) jenis valuta; g) premi swap; dan h) nomor rekening pada Bank Koresponden. 3) Pengajuan penawaran Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan. 4) Pengajuan penawaran nominal dari Peserta Transaksi Swap dan Lembaga Perantara paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta US Dollar) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta US Dollar). 5) Pengajuan penawaran premi swap dari Peserta Transaksi Swap dan Lembaga Perantara paling kurang sebesar Rp1,00 (satu Rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00 (satu Rupiah). 6) Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan penawaran, Peserta Transaksi Swap dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Swap. 7) Koreksi … 10 7) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 6) antara lain dapat dilakukan terhadap informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) kecuali informasi nama Peserta Transaksi Swap dan jangka waktu swap. 8) Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah penawaran (nilai nominal) sebagaimana dimaksud dalam angka 6), jumlah penawaran (nilai nominal) dimaksud harus memenuhi penawaran nominal sebagaimana dimaksud dalam angka 4). 9) Peserta Transaksi Swap dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 10) Peserta Transaksi Swap dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 11) Dalam hal Peserta Transaksi Swap dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 3), angka 4) atau angka 5) dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time Transaksi Swap, maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. e. Penetapan Pemenang Lelang 1) Bank Indonesia menetapkan batas premi swap yang diterima. 2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan dengan cara : a) Untuk Transaksi Swap Jual Bank Indonesia (1) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta Transaksi Swap lebih tinggi dari batas penawaran premi swap yang diterima Bank … 11 Bank Indonesia, Peserta Transaksi Swap yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Swap yang diajukan; atau (2) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta Transaksi Swap sama dengan batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta Transaksi Swap yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Swap yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional. Contoh perhitungan pemenang Transaksi Swap sebagaimana terdapat pada Lampiran 11 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. b) Untuk Transaksi Swap Beli Bank Indonesia (1) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta Transaksi Swap lebih rendah dari batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta Transaksi Swap yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Swap yang diajukan; atau (2) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta Transaksi Swap sama dengan batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta Transaksi Swap yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Swap yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional. Contoh … 12 Contoh perhitungan pemenang Transaksi Swap sebagaimana terdapat pada Lampiran 12 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c) Pembulatan nominal yang dimenangkan oleh pemenang lelang Transaksi Swap dengan proporsional dilakukan dengan pembulatan ke seratus ribuan US Dollar terdekat dengan ketentuan : (1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu US Dollar) dibulatkan menjadi 0 (nol); dan (2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu US Dollar) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar). 3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Swap. f. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Swap Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Swap, setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut: 1) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan kepada semua Peserta Transaksi Swap dan Lembaga Perantara melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal Swap yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang (weighted average) premi swap per jangka waktu. 2) melakukan … 13 2) melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara individual melalui RMDS atau sarana lainnya antara lain berupa : a) nominal lelang swap yang dimenangkan Peserta Transaksi Swap; b) premi swap yang dimenangkan; c) tanggal valuta/tanggal setelmen; d) permintaan Standard Settlement Instruction peserta Transaksi Swap; e) permintaan nomor rekening Peserta Transaksi Swap di Bank Koresponden; dan f) permintaan nomor Rekening Giro Peserta Transaksi Swap. 3) Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) dalam hal Peserta Transaksi Swap tidak memiliki RMDS, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau b) dalam hal Peserta Transaksi Swap memiliki RMDS, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta Transaksi Swap yang bersangkutan. 4) Peserta Transaksi Swap yang telah memenangkan penawaran dilarang melakukan pengakhiran Transaksi Swap sebelum jatuh waktu (early termination). g. Setelmen Transaksi Swap 1) Untuk Lelang Swap Jual Bank Indonesia a) Setelmen first leg (1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi … 14 Transaksi Swap, dengan mengkredit Rekening Giro Peserta Transaksi Swap sebesar nilai setelmen first leg. (2) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai nominal US Dollar yang dimenangkan dikalikan dengan kurs JISDOR. (3) Peserta Transaksi Swap wajib menyelesaikan transfer dana US Dollar untuk setiap penawaran yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden pada tanggal setelmen. (4) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta Transaksi Swap tidak melakukan transfer dana US Dollar sebesar nilai yang dimenangkan pada setelmen first leg, maka Peserta Transaksi Swap wajib menyelesaikan transfer dana US Dollar sebesar nilai yang dimenangkan pada hari kerja berikutnya. (5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka (4), Peserta Transaksi Swap dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter. b) Setelmen second leg (1) Pada tanggal Transaksi Swap jatuh waktu (second leg), Bank Indonesia melakukan transfer dana US Dollar ke rekening Peserta Transaksi Swap di Bank Koresponden sebesar nilai nominal US Dollar pada setelmen first leg. (2) Bank … 15 (2) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi Swap sebesar nilai nominal US Dollar setelmen first leg dikalikan kurs setelmen second leg. (3) Kurs setelmen second leg adalah kurs JISDOR saat tanggal transaksi ditambah premi swap yang dimenangkan Peserta Transaksi Swap. (4) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Peserta Transaksi Swap tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, maka Peserta Transaksi Swap wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. (5) Pembayaran nominal Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam angka (4) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Peserta Transaksi Swap di Bank Indonesia. (6) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka (4), Peserta Transaksi Swap dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter. 2) Untuk Lelang Swap Beli Bank Indonesia a) Setelmen first leg (1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap, dengan mendebet Rekening … 16 Rekening Giro Peserta Transaksi Swap sebesar nilai setelmen first leg. (2) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai nominal US Dollar yang dimenangkan dikalikan dengan kurs JISDOR. (3) Bank Indonesia melakukan transfer dana US Dollar untuk setiap penawaran yang dimenangkan ke rekening Peserta Transaksi Swap di Bank Koresponden. (4) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta Transaksi Swap tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, maka Peserta Transaksi Swap wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. (5) Pembayaran nominal Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam angka (4) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Peserta Transaksi Swap di Bank Indonesia. (6) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka (4), Peserta Transaksi Swap dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter. b) Setelmen second leg (1) Pada tanggal transaksi Swap jatuh waktu (second leg), Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Peserta Transaksi Swap sebesar … 17 sebesar nilai nominal US Dollar yang dimenangkan dikalikan kurs setelmen second leg. (2) Kurs setelmen second leg adalah kurs JISDOR saat tanggal transaksi ditambah premi swap yang dimenangkan Peserta Transaksi Swap. (3) Peserta Transaksi Swap wajib menyelesaikan transfer dana US Dollar sebesar nilai nominal US Dollar pada setelmen first leg ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden paling lambat pada tanggal setelmen second leg. (4) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Peserta Transaksi Swap tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka (3), maka Peserta Transaksi Swap wajib menyelesaikan transfer dana US Dollar pada hari kerja berikutnya. (5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka (4), Peserta Transaksi Swap dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter. 3) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2), tanggal setelmen first leg atau tanggal setelmen second leg ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya. 3. Ketentuan … 18 3. Ketentuan Bab VII angka 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 3. Tata Cara Pengenaan Sanksi Kegiatan OPT di Pasar Valuta Asing a. Dalam hal Peserta OPT di pasar valuta asing tidak dapat memenuhi kewajiban pada tanggal setelmen maka setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya dan Peserta OPT dikenakan sanksi berupa : 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada : a) Departemen Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; atau b) Divisi Pengawasan Bank Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) setempat dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwBI; dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar : a) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta US Dollar; b) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral atau otoritas moneter di negara valuta yang bersangkutan (official rate) yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta asing non US Dollar; atau c) suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang berlaku ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam … 19 enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam Rupiah. b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen. c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro atau rekening giro valuta asing Peserta OPT yang ada di Bank Indonesia 1 (satu) hari kerja setelah tanggal kewajiban setelmen. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 5 Juli 2013____________ Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/24/DPM|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. </reg_title> <set_date> 5 Juli 2013 </set_date> <effective_date> 5 Juli 2013 </effective_date> <changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg> <extension_of> '14/18/DPM|SE-BI/2012' </extension_of> <related_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010', '2/11/PBI/2010', '14/18/DPM|SE-BI/2012', '14/5/PBI/2012' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 3 Angka 3' </penalty_list>
No.15/51/DPbS Jakarta, 30 Desember 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/28/DPbS tanggal 5 Oktober 2009 perihal Unit Usaha Syariah. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tanggal 19 Maret 2009 tentang Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4992) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/14/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 234, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5477) maka perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/28/DPbS tanggal 5 Oktober 2009 perihal Unit Usaha Syariah sebagai berikut: 1. Ketentuan angka IV diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: IV. PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN, ATAU PENGGANTIAN PEJABAT EKSEKUTIF Pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian Pejabat Eksekutif dilaporkan oleh Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (BUK yang memiliki UUS) kepada Bank Indonesia. Apabila berdasarkan penelitian dan penilaian Bank Indonesia, Pejabat Eksekutif dimaksud memiliki rekam jejak negatif, maka BUK yang memiliki UUS wajib segera membatalkan pengangkatan dan mengganti pejabat yang bersangkutan. Dalam… 2 Dalam rangka penelitian dan penilaian dimaksud, Bank Indonesia dapat melakukan wawancara untuk klarifikasi dan konfirmasi guna memastikan kelayakan yang bersangkutan. BUK yang memiliki UUS wajib menatausahakan dokumen pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pejabat Eksekutif sebagai berikut: a. surat keputusan Direksi BUK yang memiliki UUS atau pejabat yang berwenang mengenai pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian Pejabat Eksekutif, berita acara serah terima jabatan sebagai Pejabat Eksekutif, dan/atau dokumen lain yang dapat dipersamakan dengan itu; b. dokumen yang menyatakan identitas Pejabat Eksekutif yang baru sebagaimana dimaksud dalam butir I.1.c; dan c. dokumen dalam rangka penelitian calon Pejabat Eksekutif mencakup antara lain informasi dari tempat kerja sebelumnya dan informasi mengenai kredit atau pembiayaan macet. 2. Ketentuan angka V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: V. KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING Permohonan izin untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8 dan disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi surat persetujuan yang menyatakan bahwa BUK yang memiliki UUS dapat melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing; b. dokumen yang menunjukkan persiapan teknologi sistem informasi yang mendukung kegiatan usaha dalam valuta asing; c. daftar nama pejabat dan/atau pegawai yang telah mengikuti pendidikan dan/atau pelatihan mengenai aspek syariah terkait… 3 terkait kegiatan usaha dalam valuta asing disertai dengan surat keterangan atau sertifikat; dan d. daftar calon nasabah yang akan melakukan transaksi dalam valuta asing. 3. Diantara angka V dan angka VI disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka VA sehingga berbunyi sebagai berikut: VA. KAJIAN RENCANA PEMBUKAAN, PERUBAHAN STATUS, PEMINDAHAN ALAMAT, DAN/ATAU PENUTUPAN KANTOR UNIT USAHA SYARIAH DALAM RENCANA BISNIS UNIT USAHA SYARIAH A. BUK yang memiliki UUS wajib menyusun kajian sebagai dasar untuk menetapkan rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan kantor UUS dengan berpedoman pada Lampiran 8A. Kajian dimaksud dapat digabungkan dengan kajian pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan kantor lainnya dari BUK yang memiliki UUS. B. BUK yang memiliki UUS wajib mencantumkan kajian sebagaimana dimaksud dalam huruf A pada lampiran rencana bisnis UUS terkait rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai rencana bisnis UUS. C. Kajian yang merupakan lampiran rencana bisnis UUS sebagaimana dimaksud pada huruf B disampaikan pertama kali paling lambat tanggal 28 Maret 2014. Selanjutnya kajian disampaikan bersamaan dengan penyampaian rencana bisnis UUS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai rencana bisnis UUS. 4. Ketentuan angka VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VI. PEMBUKAAN KANTOR UNIT USAHA SYARIAH A. PEMBUKAAN KANTOR CABANG SYARIAH DI DALAM NEGERI Permohonan… 4 Permohonan izin pembukaan KCS diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 9 disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan meliputi: a. daftar aktiva tetap dan inventaris; b. susunan dan struktur organisasi; c. bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian sewa atau nota kesepakatan sewa menyewa gedung kantor; d. foto gedung kantor dan tata letak ruangan, termasuk ruang khasanah yang menunjukkan persiapan kantor UUS beroperasi; e. persiapan sumber daya manusia; f. persiapan jaringan telekomunikasi; dan g. formulir atau warkat yang akan digunakan dalam operasional; 2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan yang sehat antar Bank Umum Syariah (BUS) dan UUS, serta tingkat kejenuhan jumlah kantor BUS dan kantor UUS; dan 3. rencana penghimpunan dan penyaluran dana paling singkat selama 12 (dua belas) bulan beserta penjelasannya. B. PEMBUKAAN KANTOR CABANG PEMBANTU SYARIAH DI DALAM NEGERI Laporan rencana pembukaan KCPS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 11 disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. daftar... 5 1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1; dan 2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat tingkat kejenuhan jumlah kantor BUS dan kantor UUS, serta potensi penghimpunan dan penyaluran dana. C. PEMBUKAAN KANTOR KAS SYARIAH DI DALAM NEGERI Laporan rencana pembukaan KKS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 11A disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1; dan 2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi penghimpunan dana. D. PEMBUKAAN KANTOR FUNGSIONAL SYARIAH DI DALAM NEGERI 1. Jenis KFS terdiri dari KFS yang melakukan kegiatan operasional dan KFS yang melakukan kegiatan non operasional. Kegiatan operasional adalah kegiatan penghimpunan dan/atau penyaluran dana secara terbatas dengan melakukan 1 (satu) atau lebih kegiatan di bawah ini: a. penerimaan nasabah; b. penerimaan atau pengeluaran kas; c. pemrosesan permohonan penyaluran atau penghimpunan dana; dan/atau d. pemberian keputusan atas permohonan penyaluran atau penghimpunan dana. 2. Pembukaan… 6 2. Pembukaan KFS diatur sebagai berikut: a. Laporan rencana pembukaan KFS yang melakukan kegiatan operasional disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 11B disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1) daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.; dan 2) rencana UUS untuk mengutamakan pemberian pembiayaan pada sektor produktif, untuk KFS yang memberikan pembiayaan. b. Laporan rencana pembukaan KFS yang melakukan kegiatan non operasional disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 11B disertai dengan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.a sampai dengan butir A.1.f. E. PEMBUKAAN KANTOR DI LUAR NEGERI 1. Permohonan izin pembukaan KCS atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17 disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. daftar… 7 a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1; b. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi ekonomi dan peluang pasar; dan c. rencana bisnis KCS atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional paling singkat selama 12 (dua belas) bulan. 2. Salinan atau fotokopi izin pembukaan Kantor Cabang Syariah atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri dari otoritas di negara setempat disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17A. 5. Ketentuan angka VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VII. PERUBAHAN STATUS KANTOR UNIT USAHA SYARIAH A. PENINGKATAN STATUS KANTOR 1. Permohonan izin peningkatan status kantor UUS dari KCPS atau KKS menjadi KCS diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17B disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam pembukaan KCS sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A. 2. Laporan rencana peningkatan status kantor UUS dari KKS menjadi KCPS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17C disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam pembukaan KCPS sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B. B. PENURUNAN… 8 B. PENURUNAN STATUS KANTOR 1. Permohonan izin penurunan status kantor UUS dari KCS menjadi KCPS atau KKS diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17D disertai dengan alasan penurunan status dan dokumen sebagai berikut: a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCS kepada nasabah dan pihak lainnya; dan b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki UUS bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCS kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab BUK yang memiliki UUS. 2. Laporan rencana penurunan status kantor UUS dari KCPS menjadi KKS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17E disertai dengan alasan penurunan status dan dokumen sebagai berikut: a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCPS kepada nasabah dan pihak lainnya; dan b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki UUS bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCPS kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab BUK yang memiliki UUS. C. PERUBAHAN… 9 C. PERUBAHAN STATUS KANTOR 1. Permohonan izin perubahan status kantor UUS dari KFS menjadi KCS diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17F disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam pembukaan KCS sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A. 2. Laporan rencana perubahan status kantor UUS dari KFS menjadi KCPS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17G disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam pembukaan KCPS sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B. 3. Laporan rencana perubahan status kantor UUS dari KFS menjadi KKS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17H disertai dengan alasan perubahan status dan dokumen yang dipersyaratkan dalam laporan rencana penurunan status kantor UUS dari KCPS menjadi KKS sebagaimana dimaksud dalam butir B.2. 4. Permohonan izin perubahan status kantor UUS dari KCS menjadi KFS diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17I disertai dengan alasan perubahan status dan dokumen yang dipersyaratkan dalam permohonan izin penurunan status kantor UUS dari KCS menjadi KCPS atau KKS sebagaimana dimaksud dalam butir B.1. 5. Laporan rencana perubahan status kantor UUS dari KCPS menjadi KFS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan… 10 menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17J disertai dengan alasan perubahan status dan dokumen yang dipersyaratkan dalam laporan rencana penurunan status kantor UUS dari KCPS menjadi KKS sebagaimana dimaksud dalam butir B.2. 6. Ketentuan angka VIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VIII. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR UNIT USAHA SYARIAH A. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR YANG MENJADI INDUK KEGIATAN USAHA UNIT USAHA SYARIAH Permohonan izin pemindahan alamat kantor yang menjadi induk kegiatan usaha UUS diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 20 disertai alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: 1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1. 2. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban kantor yang menjadi induk kegiatan usaha UUS kepada nasabah dan pihak lainnya; dan 3. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang paling kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan yang sehat antar BUS dan UUS, serta tingkat kejenuhan jumlah kantor BUS dan kantor UUS. B. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG SYARIAH DI DALAM NEGERI 1. Permohonan izin pemindahan alamat KCS dalam wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan tempat kedudukan awal KCS diajukan oleh BUK yang memiliki UUS… 11 UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 22 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud pada butir VI.A.1. 2. Permohonan izin pemindahan alamat KCS ke wilayah kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat kedudukan awal KCS namun masih dalam 1 (satu) wilayah kantor Bank Indonesia diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 22 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCS kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang paling kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan yang sehat antar BUS dan UUS, serta tingkat kejenuhan jumlah kantor BUS dan kantor UUS. C. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG PEMBANTU SYARIAH DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana pemindahan alamat KCPS dalam wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan tempat kedudukan awal KCPS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud… 12 dimaksud dalam Lampiran 24 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; 2. Laporan rencana pemindahan alamat KCPS ke wilayah kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat kedudukan awal KCPS namun masih dalam 1 (satu) wilayah kantor Bank Indonesia disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCPS kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang paling kurang memuat tingkat kejenuhan jumlah kantor BUS dan kantor UUS, serta potensi penghimpunan dan penyaluran dana. D. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR KAS SYARIAH DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana pemindahan alamat KKS dalam wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan tempat kedudukan awal KKS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24A disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan… 13 pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; 2. Laporan rencana pemindahan alamat KKS ke wilayah kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat kedudukan awal KKS namun masih dalam 1 (satu) wilayah kantor Bank Indonesia disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24A disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A; b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban KKS kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. hasil studi kelayakan yang memuat potensi penghimpunan dana. E. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR FUNGSIONAL SYARIAH DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana pemindahan alamat KFS yang melakukan kegiatan operasional dalam wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan tempat kedudukan awal KFS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24B disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; 2. Laporan… 14 2. Laporan rencana pemindahan alamat KFS yang melakukan kegiatan operasional ke wilayah kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat kedudukan awal KFS namun masih dalam 1 (satu) wilayah kantor Bank Indonesia disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24B disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KFS kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. rencana UUS untuk mengutamakan pemberian pembiayaan pada sektor produktif, untuk KFS yang memberikan pembiayaan. 3. Laporan rencana pemindahan alamat KFS yang melakukan kegiatan non operasional disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonsia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24B disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1.a sampai dengan butir VI.A.1.f. F. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI LUAR NEGERI 1. Laporan rencana pemindahan alamat KCS atau jenis- jenis kantor lainnya di luar negeri disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud… 15 dimaksud dalam Lampiran 24C disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud pada butir VI.A.1; b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KCS atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi ekonomi dan peluang pasar. 2. Salinan atau fotokopi izin pemindahan alamat KCS atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri dari otoritas di negara setempat disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24D. 7. Ketentuan angka IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: IX. PENUTUPAN KANTOR UNIT USAHA SYARIAH A. PENUTUPAN KANTOR CABANG SYARIAH DI DALAM NEGERI 1. Permohonan persetujuan prinsip penutupan KCS diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29 disertai dengan alasan penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCS kepada nasabah dan pihak lainnya. 2. Permohonan… 16 2. Permohonan persetujuan penutupan KCS diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29A disertai dengan: a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCS kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan; dan b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki UUS bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCS kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab BUK yang memiliki UUS. 3. Penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban kepada kantor UUS lainnya atau pihak lain dengan persetujuan nasabah atau pihak lainnya. Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCS kepada nasabah dan pihak lainnya dapat berbentuk: a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh nasabah; b. pengalihan pembiayaan kepada kantor UUS lainnya atau pihak lain; c. neraca KCS yang menunjukkan seluruh tagihan dan kewajiban KCS kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan; dan/atau d. dokumen lain yang mendukung. B. PENUTUPAN… 17 B. PENUTUPAN KANTOR CABANG PEMBANTU SYARIAH DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana penutupan KCPS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29B disertai dengan alasan penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCPS kepada nasabah dan pihak lainnya. 2. Dokumen penutupan KCPS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29C. Dokumen penutupan antara lain: a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCPS kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan; dan b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki UUS bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCPS kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab BUK yang memiliki UUS. 3. Penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh kewajiban KCPS kepada kantor UUS lainnya atau pihak lain dengan persetujuan nasabah atau pihak lainnya. Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCPS kepada nasabah dan pihak lainnya dapat berbentuk: a. penitipan… 18 a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh nasabah; b. pengalihan pembiayaan kepada kantor UUS lainnya atau pihak lain; c. neraca KCS; dan/atau d. dokumen lain yang mendukung. C. PENUTUPAN KANTOR KAS SYARIAH DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana penutupan KKS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29D disertai dengan alasan penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban KKS kepada nasabah dan pihak lainnya. 2. Dokumen penutupan KKS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29E. Dokumen penutupan KKS antara lain: a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh kewajiban KKS kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan; dan b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki UUS bahwa seluruh kewajiban KKS kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab BUK yang memiliki UUS. 3. Penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh kewajiban KKS kepada kantor UUS lainnya atau pihak lain. Bukti… 19 Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban KKS kepada nasabah dan pihak lainnya dapat berbentuk: a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh nasabah; b. neraca KCS; dan/atau c. dokumen lain yang mendukung. D. PENUTUPAN KANTOR FUNGSIONAL SYARIAH DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana penutupan KFS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29F disertai dengan alasan penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KFS kepada nasabah dan pihak lainnya. 2. Dokumen penutupan KFS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29G. Dokumen penutupan KFS antara lain: a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh tagihan dan/atau kewajiban KFS kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan; dan b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki UUS bahwa seluruh tagihan dan/atau kewajiban KFS kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab BUK yang memiliki UUS. 3. Penyelesaian… 20 3. Penyelesaian kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KFS kepada kantor UUS lainnya atau pihak lain. Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KFS kepada nasabah dan pihak lainnya dapat berbentuk: a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh nasabah; b. pengalihan pembiayaan kepada kantor UUS lainnya atau atau pihak lainnya; c. neraca KCS; dan/atau d. dokumen lain yang mendukung. E. PENUTUPAN KANTOR DI LUAR NEGERI 1. Permohonan izin penutupan KCS atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29H disertai dengan alasan penutupan dan dokumen mengenai: a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KCS atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri kepada nasabah dan pihak lainnya; dan b. langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka memperoleh izin dari otoritas di negara setempat. 2. Dokumen penutupan KCS dan/atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 29I. Dokumen penutupan dimaksud antara lain: a. dokumen… 21 a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh tagihan dan/atau kewajiban KCS atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan; b. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki UUS bahwa seluruh tagihan dan/atau kewajiban kantor KCS atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab BUK yang memiliki UUS; dan c. salinan atau fotokopi izin penutupan dari otoritas di negara setempat. 8. Ketentuan angka XII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: XII. PENCABUTAN IZIN USAHA UNIT USAHA SYARIAH ATAS PERMINTAAN BANK UMUM KONVENSIONAL YANG MEMILIKI UNIT USAHA SYARIAH 1. Persetujuan Persiapan Pencabutan Izin Usaha Permohonan persetujuan persiapan pencabutan izin usaha UUS diajukan oleh Direksi BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 43 disertai dengan alasan penutupan dan dokumen sebagai berikut: a. risalah Rapat Umum Pemegang Saham yang memuat keputusan mengenai penutupan UUS; b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban UUS kepada nasabah dan pihak lainnya; laporan keuangan UUS terkini; dan c. d. bukti penyelesaian pajak. 2. Pencabutan Izin Usaha Permohonan pencabutan izin usaha UUS diajukan oleh Direksi BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud… 22 dimaksud dalam Lampiran 43A disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. laporan pelaksanaan penghentian kegiatan usaha UUS; b. laporan pelaksanaan pengumuman rencana penghentian kegiatan UUS dan rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban UUS dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas; c. laporan pelaksanaan penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban UUS; d. laporan hasil verifikasi dari kantor akuntan publik atas penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban UUS; dan e. surat pernyataan dari Direksi BUK yang memiliki UUS bahwa seluruh tagihan dan kewajiban UUS telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab BUK yang memiliki UUS. 9. Ketentuan angka XIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: XIII. KEGIATAN OPERASIONAL DI LUAR HARI KERJA OPERASIONAL DAN/ATAU PADA HARI LIBUR SERTA TIDAK BEROPERASI PADA HARI KERJA Laporan rencana UUS dan/atau sebagian kantor UUS untuk melakukan kegiatan operasional di luar hari kerja operasional atau pada hari libur atau tidak beroperasi pada hari kerja disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 45. 10. Lampiran 7, Lampiran 10, Lampiran 12, Lampiran 13, Lampiran 14, Lampiran 15, Lampiran 16, Lampiran 18, Lampiran 19, Lampiran 21, Lampiran 23, Lampiran 25, Lampiran 26, Lampiran 27, Lampiran 28, Lampiran 30, Lampiran 31, Lampiran 32, Lampiran 33, Lampiran 34, dan Lampiran 44 dihapus. 11. Di… 23 11. Di antara angka XIV dan XV disisipkan 1 angka, yakni angka XIVA sehingga berbunyi sebagai berikut: XIVA. LAIN-LAIN A. Pelaksanaan pembukaan, pemindahan alamat, perubahan status, dan penutupan KFS dilaporkan oleh BUK yang memiliki UUS secara offline setiap bulan paling lama 5 (lima) hari kerja pada awal bulan laporan berikutnya selama belum dapat dilaporkan secara online melalui laporan kantor pusat bank umum. B. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 45A. C. Lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Desember 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDY SETIADI KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/51/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/28/DPbS tanggal 5 Oktober 2009 perihal Unit Usaha Syariah. </reg_title> <set_date> 30 Desember 2013 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2013 </effective_date> <changed_reg> '11/28/DPbS|SE-BI/2009' </changed_reg> <related_reg> '11/28/DPbS|SE-BI/2009', '15/14/PBI/2013', '11/10/PBI/2009' </related_reg>
No. 10/23/DPM 2008 Jakarta, 14 Juli 2008Juli SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN PIALANG Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Dalam rangka penyempurnaan implementasi kebijakan moneter dan penilaian underlying asset dalam pelaksanaan transaksi Fine Tune Operation, dipandang perlu untuk mengubah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations dalam rangka Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/5/DPM tanggal 26 Maret 2007, sebagai berikut: 1. Ketentuan BAB I angka 23 diubah, sehingga BAB I berbunyi sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing, dan perusahaan efek yang ditunjuk Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai peserta lelang Surat Utang Negara di pasar perdana. 3. Operasi ..... 2 3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut dengan OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 4. Fine Tune Operation yang selanjutnya disebut FTO adalah transaksi dalam rangka OPT yang dilakukan sewaktu-waktu oleh Bank Indonesia apabila diperlukan untuk mempengaruhi likuiditas perbankan secara jangka pendek pada waktu, jumlah dan harga transaksi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Fine Tune Kontraksi yang selanjutnya disebut FTK adalah transaksi fine tune dalam rangka penyerapan likuiditas perbankan secara jangka pendek. 6. Fine Tune Ekspansi yang selanjutnya disebut FTE adalah transaksi fine tune dalam rangka penambahan likuiditas perbankan secara jangka pendek. 7. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 8. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut dengan BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 9. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah yang ditatausahakan dalam BI-SSSS dalam rekening perdagangan. 10. Sertifikat ..... 3 10. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 11. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku. 12. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Repo adalah transaksi penjualan bersyarat Surat Berharga oleh Bank dengan kewajiban pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 13. Harga Repo Surat Berharga adalah harga Surat Berharga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan besarnya Hair Cut atas harga pasar Surat Berharga dan dinyatakan dalam persen. 14. Hair Cut adalah marjin yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai faktor pengurang harga pasar Surat Berharga. 15. Nilai Penjualan SBI Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang diterima Bank penjual SBI secara Repo yang dihitung sebesar hasil perkalian antara kuantitas transaksi Repo yang dimenangkan Bank dengan Harga Repo SBI. 16. Nilai Penjualan SUN Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang diterima Bank penjual SUN secara Repo yang dihitung sebesar hasil perkalian antara kuantitas transaksi Repo yang dimenangkan Bank dengan Harga Repo SUN, ditambah dengan nilai bunga berjalan (accrued interest) yang dihitung sejak tanggal pembayaran kupon terakhir ..... 4 terakhir sampai dengan tanggal transaksi Repo kecuali transaksi Repo dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pembayaran kupon. 17. Nilai Pembelian Kembali SBI Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang harus dikembalikan Bank penjual SBI secara Repo yang dihitung sebesar Nilai Penjualan SBI Repo jatuh waktu ditambah bunga Repo yang harus dibayar. 18. Nilai Pembelian Kembali SUN Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang harus dikembalikan Bank penjual SUN secara Repo yang dihitung sebesar Nilai Penjualan Repo SUN jatuh waktu ditambah bunga Repo yang harus dibayar, dikurangi dengan kupon yang diterima Bank Indonesia apabila terdapat pembayaran kupon selama jangka waktu transaksi Repo. 19. Setelmen Fine Tune adalah setelmen yang terdiri dari setelmen dana dan/atau setelmen surat berharga. 20. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antara Bank Indonesia dengan Bank pemilik rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 21. Setelmen Surat Berharga adalah perpindahan Surat Berharga antara Bank Indonesia dengan Bank pemilik rekening Surat Berharga di Central Registry melalui BI-SSSS. 22. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi Fine Tune dengan cara Setelmen Surat Berharga melalui BI-SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 23. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara ..... 5 secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 2. Ketentuan BAB II huruf C angka 3 diubah, sehingga BAB II huruf C berbunyi sebagai berikut: II. MEKANISME UMUM PELAKSANAAN TRANSAKSI FTO C. Peserta Transaksi 1. Pihak yang dapat melakukan transaksi FTO untuk selanjutnya disebut Peserta Lelang adalah: a. Bank yang mengajukan penawaran untuk kepentingan sendiri; b. Pialang yang mengajukan penawaran untuk kepentingan Bank. 2. Pialang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b yang ditetapkan dapat mengikuti transaksi FTO adalah: a. Pialang pasar uang rupiah dan valuta asing untuk seluruh transaksi FTO. b. Perusahaan Efek yang ditunjuk Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai peserta lelang SUN di pasar perdana untuk transaksi FTE. 3. Peserta Lelang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan tidak dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT. 3. Ketentuan BAB III huruf B angka 3 dan angka 4 diubah, sehingga BAB III huruf B berbunyi sebagai berikut: III. JENIS TRANSAKSI FTO B. Transaksi Fine Tune Ekspansi (FTE) 1. FTE dilakukan melalui transaksi perdagangan SBI atau SUN secara Repo berdasarkan prinsip penjualan Surat Berharga untuk dibeli kembali (sell and buy back) dengan pengaturan sebagai berikut: a. Surat ..... 6 a. Surat Berharga milik Bank yang dijual secara Repo (first leg) akan dipindahbukukan pencatatan kepemilikannya ke rekening perdagangan Surat Berharga Bank Indonesia (transfer of ownership). b. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu (second leg), Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib membeli kembali Surat Berharga yang direpokan ke Bank Indonesia. c. Dalam hal Bank gagal membeli kembali Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf b, maka penyelesaian transaksi dilakukan dengan cara: 1) dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf b berupa SBI, maka SBI yang gagal dibeli kembali oleh Bank dilunasi sebelum jatuh waktu (early redemption); dan/atau 2) dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf b berupa SUN, maka SUN yang gagal dibeli kembali oleh Bank diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara jual putus (outright) dari Bank penjual Repo ke Bank Indonesia. 3) penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) tidak mengurangi kewajiban Bank untuk membayar Repo rate transaksi FTE. 2. Ditransaksikan dengan metode simple interest dengan perhitungan jumlah hari berdasarkan hari kalender. 3. Penggunaan ..... 7 3. Penggunaan SBI dalam transaksi FTE diatur sebagai berikut : a. Bank Indonesia menetapkan seri, Hair Cut dan harga SBI yang dapat direpokan yang diumumkan melalui BI-SSSS. b. Pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg), SBI yang direpokan memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja. c. Harga SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. d. Harga Repo SBI ditetapkan sebesar harga SBI dikurangi dengan Hair Cut tertentu. Contoh perhitungan Harga Repo SBI dapat dilihat dalam Lampiran-1. e. Harga pembelian kembali SBI Repo jatuh waktu ditetapkan sama dengan Harga Repo SBI. f. Setelmen Fine Tune pada saat penjualan SBI secara Repo (first leg) terdiri dari: 1) Setelmen Dana sebesar Nilai Penjualan SBI Repo. 2) Setelmen Surat Berharga sebesar nominal SBI Repo yang dimenangkan Bank. g. Setelmen Fine Tune pada saat pembelian kembali SBI (second leg) terdiri dari: 1) Setelmen Dana sebesar Nilai Pembelian Kembali SBI Repo. 2) Setelmen Surat Berharga sebesar nominal SBI yang direpokan. 4. Penggunaan SUN dalam transaksi FTE diatur sebagai berikut: a. Bank Indonesia menetapkan seri, Hair Cut dan harga SUN yang dapat direpokan yang diumumkan melalui BI-SSSS. b. Pada ..... 8 b. Pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg), SUN yang direpokan memiliki sisa jangka waktu: 1) paling singkat 2 (dua) hari kerja untuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN); atau 2) paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja untuk Obligasi Negara (ON) termasuk Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Zero Coupon Bond (ZCB). c. Harga SUN sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SUN. d. Harga Repo SUN ditetapkan sebesar harga SUN dikurangi dengan Hair Cut tertentu. Contoh perhitungan Harga Repo SUN dapat dilihat dalam Lampiran-1. e. Harga pembelian kembali SUN Repo jatuh waktu ditetapkan sama dengan Harga Repo SUN. f. Setelmen Fine Tune pada saat penjualan SUN secara Repo (first leg) terdiri dari: 1) Setelmen Dana sebesar Nilai Penjualan SUN Repo. 2) Setelmen Surat Berharga sebesar nominal SUN Repo yang dimenangkan Bank. g. Setelmen Fine Tune pada saat pembelian kembali SUN secara Repo (second leg) terdiri dari: 1) Setelmen Dana sebesar Nilai Pembelian Kembali SUN Repo. 2) Setelmen Surat Berharga sebesar nominal SUN yang direpokan. h. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon atas SUN yang direpokan, maka kupon dimaksud akan diperhitungkan ..... 9 diperhitungkan sebagai faktor pengurang Nilai Pembelian Kembali SUN Repo. 4. Ketentuan BAB IV huruf C angka 4 diubah, sehingga BAB IV huruf C berbunyi sebagai berikut: IV. TATA CARA TRANSAKSI FINE TUNE KONTRAKSI C. Setelmen Transaksi dan Pelunasan FTK 1. Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter - Direktorat Pengelolaan Moneter (PTPM-DPM) melakukan Setelmen Fine Tune melalui BI-SSSS yang terhubung dengan Sistem BI-RTGS dengan mendebet rekening giro Rupiah milik Bank di Bank Indonesia sebesar nilai tunai transaksi FTK. 2. Setelmen FTK sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan mekanisme penyelesaian per keseluruhan transaksi (gross to net). 3. Bank wajib menyediakan dana untuk pendebetan rekening giro sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan batas waktu sebagai berikut: a. pukul 13.00 WIB untuk transaksi FTK yang dimenangkan Bank pada sesi pagi. b. cut off warning Sistem BI-RTGS untuk transaksi FTK yang dimenangkan Bank pada sesi sore. 4. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro dalam Rupiah yang mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3, maka sistem secara otomatis membatalkan seluruh transaksi yang dimenangkan Bank dalam lelang transaksi FTK dimaksud. 5. Atas batalnya transaksi FTK sebagaimana dimaksud dalam angka 4, Bank dikenakan sanksi OPT. 6. Transaksi ..... 10 6. Transaksi FTK yang telah berhasil dilakukan Setelmen Dana akan dicatat BI-SSSS dalam pencatatan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI). 7. Pada tanggal jatuh waktu FTK, Bank Indonesia melakukan pelunasan transaksi FTK secara otomatis melalui sarana BI-SSSS sebesar nilai nominal transaksi FTK. 5. Ketentuan BAB V huruf A angka 2 diubah, sehingga BAB V huruf A berbunyi sebagai berikut: V. TATA CARA TRANSAKSI FINE TUNE EKSPANSI MELALUI TRANSAKSI PERDAGANGAN SBI ATAU SUN SECARA REPO A. Pengajuan Penawaran Lelang FTE 1. Bank Indonesia cq. Biro Operasi Moneter - Direktorat Pengelolaan Moneter (BOpM-DPM) mengumumkan rencana transaksi FTE dengan atau tanpa target indikatif kuantitas transaksi kepada Peserta Lelang paling lambat sebelum window time transaksi FTE dibuka melalui BI-SSSS dan Sistem LHBU. 2. Pengumuman rencana transaksi FTE antara lain meliputi: a. jangka waktu Repo; b. window time lelang; c. seri dan harga Surat Berharga; d. suku bunga Repo (Repo rate) FTE apabila ditransaksikan dengan metode lelang fixed rate atau target indikatif FTE apabila ditransaksikan dengan metode lelang variable rate; dan e. tanggal dan batas waktu Setelmen Fine Tune. 3. Dalam window time yang ditetapkan, Peserta Lelang mengajukan penawaran transaksi FTE melalui sarana BI-SSSS antara lain meliputi kuantitas transaksi, Repo rate dan jenis/seri Surat Berharga yang direpokan. 4. Pengajuan ..... 11 4. Pengajuan penawaran kuantitas transaksi FTE dari setiap Bank paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah), yang berlaku untuk setiap 1 (satu) jangka waktu transaksi dan Repo rate yang diajukan Bank. 5. Dalam hal transaksi FTE menggunakan metode lelang variable rate maka kelipatan Repo rate untuk setiap penawaran dan jangka waktu Repo ditetapkan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). 6. Ketentuan BAB VI diubah, sehingga BAB VI berbunyi sebagai berikut: VI. MEKANISME PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terdapat pembatalan Setelmen Fine Tune sebagaimana dimaksud dalam butir II.D.4 dan butir V.C.2.c, Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi OPT berupa: a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Tim Pengawas Bank - Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan b. kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi yang dinyatakan batal atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah). 2. Atas batalnya transaksi yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Bank juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja. Contoh ..... 12 Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-9. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 5. Pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 6. Nilai nominal transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah: a. untuk transaksi FTK, yaitu nilai nominal transaksi FTK yang dimenangkan Bank; b. untuk transaksi FTE, yaitu nilai nominal Surat Berharga yang direpokan sebagaimana dimaksud butir III.B.3.f.2), III.B.3.g.2), III.B.4.f.2), atau III.B.4.g.2). 7. Lampiran-1, Lampiran-4, Lampiran-5, Lampiran-6, Lampiran-7 diubah, serta menambah 1 (satu) lampiran baru, yakni Lampiran-9 sebagaimana Lampiran- 1, Lampiran-4, Lampiran-5, Lampiran-6, Lampiran-7, dan Lampiran-9 dalam Surat Edaran ini. 8. Semua penyebutan sarana Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai Fine Tune Operation yang sudah ada sebelum Surat Edaran ini diberlakukan, harus dibaca menjadi Sistem LHBU. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 14 Juli 2008. Agar ..... 13 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/23/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 14 Juli 2008 </set_date> <effective_date> 14 Juli 2008 </effective_date> <changed_reg> '7/1/DPM|SE-BI/2005' </changed_reg> <extension_of> '9/5/DPM|SE-BI/2007' </extension_of> <related_reg> '7/1/DPM|SE-BI/2005', '9/5/DPM|SE-BI/2007' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 6 Romawi VI' </penalty_list>
No.15/13/DASP Jakarta, 12 April 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SELURUH BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN LEMBAGA SELAIN BANK PENYELENGGARA KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DI INDONESIA Perihal : Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/4/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4811) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5001), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM Untuk menciptakan keseragaman dalam penyusunan dan penyampaian laporan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan uang elektronik (electronic money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank, perlu ditetapkan suatu sistematika penyusunan laporan melalui sistem laporan … laporan selain bank umum. Sistem laporan selain bank umum tersebut dituangkan dalam Pedoman Penyusunan Laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, adalah BPR sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan yang melakukan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang elektronik (electronic money). 2. Lembaga Selain Bank, yang selanjutnya disebut LSB, adalah badan usaha bukan bank yang berbadan hukum dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang elektronik (electronic money). 3. Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yang selanjutnya disebut APMK adalah alat pembayaran yang berupa kartu kredit, kartu automated teller machine (ATM), dan/atau kartu debet. 4. Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit; b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip; c. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan d. nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan. 5. Pelapor … 5. Pelapor adalah kantor pusat BPR dan LSB yang melakukan kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money). 6. Acquirer adalah bank atau LSB yang: a. melakukan kerjasama dengan pedagang sehingga pedagang mampu memproses transaksi dari APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money) yang diterbitkan oleh pihak selain Acquirer yang bersangkutan; dan b. bertanggung jawab atas penyelesaian pembayaran kepada pedagang. 7. Penerbit adalah bank atau LSB yang menerbitkan APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money). 8. Penyelenggara Kliring adalah bank atau LSB yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money). 9. Penyelenggara Penyelesaian Akhir adalah bank atau LSB yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money) berdasarkan hasil perhitungan dari Penyelenggara Kliring. 10. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK dan Uang Elektronik (Electronic Money) yang selanjutnya disebut Laporan adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh Pelapor secara bulanan (Laporan bulanan) dan/atau triwulanan (Laporan triwulanan) kepada Bank Indonesia melalui sistem laporan selain bank umum. 11. Sistem Laporan Selain Bank Umum, yang selanjutnya disebut Sistem LSBU adalah sistem penerimaan Laporan (capturing) yang berbasis web yang disampaikan Pelapor melalui jaringan ekstranet. 12. Periode Pelaporan adalah tenggang waktu penyampaian Laporan yang dimulai sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 setelah akhir bulan Laporan untuk Laporan bulanan dan dimulai … dimulai sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 bulan April, Juli, Oktober, dan Januari untuk Laporan triwulanan. 13. Penyampaian Laporan secara On-Line yang selanjutnya disebut On-Line adalah penyampaian Laporan yang dilakukan secara langsung dengan mengirim dan/atau mengisi data dalam bentuk tampilan form melalui jaringan komunikasi data ke Bank Indonesia. 14. Penyampaian Laporan secara Off-Line yang selanjutnya disebut Off-Line adalah penyampaian Laporan yang dilakukan dengan menyampaikan rekaman data dalam bentuk disket atau media perekaman data elektronik lainnya kepada Bank Indonesia. 15. Hari Kerja adalah hari kerja Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor yang berada dalam satu wilayah propinsi dengan Bank Indonesia setempat. II. PELAPOR BPR dan LSB yang selanjutnya disebut Pelapor adalah Kantor Pusat BPR dan LSB yang melakukan kegiatan APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money). III. RUANG LINGKUP LAPORAN 1. Pelapor BPR menyampaikan Laporan yang terdiri atas: a. Laporan Penerbit Kartu automated teller machine (ATM) meliputi: 1) Laporan Penerbitan; 2) Laporan Fraud; dan 3) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah. b. Laporan Penyelenggaraan Kliring dan/atau Penyelesaian Akhir (Settlement). 2. Pelapor LSB menyampaikan Laporan yang terdiri atas: a. Laporan Penerbit Kartu Kredit meliputi: 1) Laporan Penerbitan; 2) Laporan Fraud; 3) Laporan Kolektibilitas; dan 4) Laporan … 4) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah. b. Laporan Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money) meliputi: 1) Laporan Penerbitan; 2) Laporan Fraud; dan 3) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah. c. Laporan Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money) meliputi: 1) Laporan Kegiatan; 2) Laporan Infrastruktur; dan 3) Laporan Fraud. d. Laporan Penyelenggaraan Kliring dan/atau Penyelesaian Akhir. IV. FORMAT DAN JENIS LAPORAN 1. Format Laporan menggunakan format dalam Sistem LSBU sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2, sebagai berikut: a. Form 301 Laporan Bulanan Penerbit Kartu Kredit; b. Form 302 Laporan Bulanan Penerbit Selain Kartu Kredit; c. Form 303 Laporan Bulanan Acquirer; d. Form 304 Laporan Bulanan Infrastruktur; e. Form 305 Laporan Triwulanan Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelesaian Akhir (Settlement); f. Form 306 Laporan Bulanan Fraud APMK dan Uang Elektronik (Electronic Money); g. Form 307 Laporan Bulanan Penerbit Kolektibilitas Kartu Kredit; h. Form 309 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Jenis Produk dan Permasalahan Yang Diadukan); i. Form … i. Form 310 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Pengaduan Yang Diselesaikan Dalam Masa Laporan); j. Form 311 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Penyebab Pengaduan); k. Form 312 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Publikasi Negatif); dan l. Form 313 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Penyelesaian Sengketa). 2. Jenis Laporan a. Jenis Laporan yang wajib disampaikan oleh BPR meliputi Form 302, Form 306, Form 309, Form 310, Form 311, Form 312, dan Form 313 dalam hal BPR telah memperoleh izin sebagai Penerbit Kartu automated teller machine (ATM) dari Bank Indonesia. b. Jenis Laporan yang wajib disampaikan oleh LSB meliputi: 1) Form 301, Form 306, Form 307, Form 309, Form 310, Form 311, Form 312, dan Form 313 dalam hal LSB bertindak sebagai Penerbit kartu kredit. 2) Form 302, Form 306, Form 309, Form 310, Form 311, Form 312, Form 313 dalam hal LSB bertindak sebagai Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money). 3) Form 303, Form 304, dan Form 306 dalam hal LSB bertindak sebagai Acquirer kartu kredit, kartu debet, dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money). 4) Form 305 dalam hal LSB bertindak sebagai Perusahaan Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir untuk APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money). V. PENYAMPAIAN … V. PENYAMPAIAN LAPORAN, FORM HEADER, DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN 1. Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara On-Line sebagaimana dimaksud dalam butir IV.1.a, butir IV.1.b, butir IV.1.c, butir IV.1.d, butir IV.1.f, dan butir IV.1.g setiap bulan. 2. Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara On-Line sebagaimana dimaksud dalam butir IV.1.e, butir IV.1.h, butir IV.1.i, butir IV.1.j, butir IV.1.k, dan butir IV.1.l setiap triwulan. 3. Kewajiban penyampaian Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilaksanakan paling lambat tanggal 15 pada bulan laporan berikutnya. 4. Kewajiban penyampaian Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 paling lambat tanggal 15 bulan April untuk triwulan I, 15 Juli untuk triwulan II, 15 Oktober untuk triwulan III dan 15 Januari tahun berikutnya untuk triwulan IV. 5. Dalam hal tanggal 15 jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur maka Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan angka 4 disampaikan kepada Bank Indonesia pada Hari Kerja berikutnya. Contoh: Laporan bulan September 2013 dilaporkan paling lambat tanggal 15 Oktober 2013. Mengingat tanggal 15 Oktober 2013 merupakan hari libur nasional, maka Laporan tersebut paling lambat diterima oleh Bank Indonesia pada hari Rabu, tanggal 16 Oktober 2013. Laporan triwulan III tahun 2013 (data Juli sampai dengan September 2013) dilaporkan paling lambat tanggal 15 Oktober 2013. Mengingat tanggal 15 Oktober 2013 jatuh pada hari Selasa yang merupakan hari libur, maka Laporan tersebut paling … paling lambat diterima oleh Bank Indonesia pada Hari Kerja berikutnya yaitu hari Rabu tanggal 16 Oktober 2013. 6. Dalam hal Pelapor menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, melampaui tanggal sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan. Contoh: Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan data Penerbitan APMK untuk Laporan bulan April 2013, apabila data diterima oleh Bank Indonesia setelah tanggal 15 Mei 2013. 7. Dalam hal Pelapor menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, melampaui tanggal sebagaimana dimaksud dalam angka 4 Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan. Contoh: Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan atau koreksi Form 309 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Jenis Produk dan Permasalahan Yang Diadukan) untuk Periode Laporan triwulan II tahun 2013, apabila Form 309 diterima oleh Bank Indonesia setelah tanggal 15 Juli 2013. 8. Tata Cara Penyampaian Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan dilakukan sebagai berikut: a. Sebelum Laporan disampaikan, Pelapor harus melakukan validasi teknis sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan pada Lampiran 2. b. Pelapor wajib menyampaikan seluruh form sesuai dengan jenis laporan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2. Dalam hal Pelapor tidak memiliki data yang wajib disampaikan selama periode laporan, kewajiban penyampaian Laporan tetap berlaku dengan cara mengirimkan form header. c. Dalam … c. Dalam hal Pelapor melakukan merger atau konsolidasi dengan Pelapor lain, masing-masing Pelapor peserta merger atau konsolidasi tetap wajib menyampaikan laporan yang disusun secara bulanan untuk bulan laporan sebelum dilakukan merger atau konsolidasi secara operasional masing-masing Pelapor. Contoh: Apabila pada tanggal 5 November 2013 Pelapor X secara operasional telah melakukan merger atau konsolidasi dengan Pelapor Y, maka masing-masing Pelapor wajib menyampaikan Laporan bulan Oktober 2013. Sementara itu, Laporan bulan November 2013 merupakan laporan konsolidasi atau gabungan yang dilaporkan oleh Pelapor hasil merger atau konsolidasi. d. Dalam hal Pelapor melakukan merger atau konsolidasi dengan Pelapor lain sebelum berakhirnya masa Laporan yang disusun secara triwulanan, penyampaian Laporan untuk masa Laporan tersebut dilakukan oleh Pelapor hasil merger atau konsolidasi. Contoh: Apabila pada tanggal 11 Juni 2013 Pelapor X secara operasional telah melakukan merger atau konsolidasi dengan Pelapor Y, maka laporan triwulanan II tahun 2013 merupakan Laporan konsolidasi atau gabungan yang dilaporkan oleh Pelapor hasil merger atau konsolidasi. 9. Sistem LSBU secara On-Line digunakan untuk penyampaian Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan sampai dengan 1 (satu) bulan setelah bulan Laporan dan 1 (satu) bulan setelah masa Laporan. Contoh: a. Pelapor menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan bulan Juni 2013 secara On-Line sampai dengan akhir bulan Juli 2013. b. Pelapor … b. Pelapor menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan triwulan III tahun 2013 secara On-Line sampai dengan akhir bulan Oktober 2013. Dalam hal Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan disampaikan melebihi tanggal yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan angka 4, Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2. 10. Penyampaian Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan yang dilakukan melampaui waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dilakukan secara Off-Line. Contoh: a. Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan bulan Oktober 2013 disampaikan secara Off-Line, apabila Pelapor menyampaikan dan diterima Bank Indonesia setelah akhir bulan November 2013. b. Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan triwulan III tahun 2013 disampaikan secara Off-Line, apabila Pelapor menyampaikan dan diterima Bank Indonesia setelah akhir bulan Oktober 2013. 11. Penyampaian LSBU secara Off-Line a. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara On-Line karena gangguan teknis pada akhir Periode Pelaporan sebagaimana angka 3 dan/atau angka 4 harus menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bagi pelapor BPR, kepada: a) Departemen Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Pelapor BPR yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 WIB pada Hari Kerja berikutnya; atau b) Kantor … b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR, bagi BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia Indonesia paling lambat pukul 10.00 waktu setempat pada Hari Kerja berikutnya; atau 2) Bagi Pelapor LSB, kepada: a) Departemen Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 WIB pada Hari Kerja berikutnya; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat, bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 waktu setempat pada Hari Kerja berikutnya. Contoh: Pada tanggal 15 Oktober 2013 Pelapor X mengalami gangguan teknis sehingga tidak dapat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara On-Line, Pelapor X wajib menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line paling lambat tanggal 16 Oktober 2013 pukul 10:00 waktu setempat. b. Dalam hal Pelapor mengalami gangguan teknis pada akhir Periode Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Pelapor wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai gangguan teknis yang dialami pada hari yang sama setelah terjadinya gangguan teknis yang berisi antara lain rencana penyampaian Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line. c. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf b, ditandatangani oleh pejabat berwenang dan disampaikan kepada Departemen Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 … 10350. Tembusan pemberitahuan dimaksud disampaikan kepada: 1) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. d. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis dan/atau menggunakan sarana lainnya kepada Pelapor. e. Dalam hal gangguan teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf a terjadi pada batas akhir tanggal penyampaian Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan/atau angka 4, Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line paling lambat pukul 10.00 waktu setempat pada Hari Kerja berikutnya. f. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan karena mengalami keadaan memaksa (force majeure), wajib segera memberitahukan secara tertulis disertai penjelasan mengenai penyebab terjadinya keadaan memaksa (force majeure) yang ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang kepada Departemen Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. Tembusan pemberitahuan dimaksud disampaikan kepada: 1) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR bagi BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. VI. HAK … VI. HAK AKSES 1. Bank Indonesia menyediakan hak akses berupa user id atas Sistem LSBU sebanyak 1 (satu) fasilitas user id kepada setiap Pelapor tanpa dikenakan biaya, baik berupa biaya lisensi maupun biaya pemeliharaan. 2. Dalam hal Pelapor meminta penambahan hak akses berupa user id atas Sistem LSBU, Pelapor dikenakan biaya lisensi dan biaya pemeliharaan Sistem LSBU yang diatur sebagai berikut: a. Biaya lisensi sebesar USD1,500 (seribu lima ratus US Dollar) dikenakan 1 (satu) kali selama menggunakan hak akses Sistem LSBU untuk setiap 1 (satu) tambahan hak akses. b. Biaya pemeliharaan Sistem LSBU sebesar USD300 (tiga ratus US Dollar) setiap tahun dikenakan untuk setiap 1 (satu) tambahan hak akses. c. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b dilakukan dalam ekuivalen mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs transaksi jual Bank Indonesia pada tanggal pembayaran biaya. d. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b dilakukan dengan cara transfer melalui bank umum untuk untung rekening Bank Indonesia yang secara teknis diberitahukan oleh Bank Indonesia pada saat BPR atau LSB melakukan pembayaran. VII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN Pelapor dapat menyampaikan pertanyaan yang berkaitan dengan sistem, materi, dan/atau ketentuan Laporan kepada Bank Indonesia melalui Helpdesk Bank Indonesia telepon (021) 381-8000 sebagai berikut: 1. Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran, Divisi Perizinan dan Informasi Sistem Pembayaran mengenai hal-hal yang terkait dengan materi Laporan. 2. Departemen … 2. Departemen Pengelolaan Sistem Informasi, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aplikasi, sistem penyampaian Laporan dan akses kepada Sistem LSBU di Bank Indonesia. VIII. SANKSI 1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Pelapor dan besarnya sanksi kewajiban membayar yang dikenakan. 2. Pembayaran sanksi kewajiban membayar dilakukan dengan cara transfer melalui bank umum untuk untung rekening Bank Indonesia yang diberitahukan oleh Bank Indonesia pada saat BPR atau LSB dikenakan sanksi kewajiban membayar. IX. PENUTUP Dengan diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/4/UKMI tanggal 8 Februari 2008 perihal Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diterbitkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 November 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA BOEDI ARMANTO KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/13/DASP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank </reg_title> <set_date> 12 April 2013 </set_date> <effective_date> 12 April 2013 dan berlaku surut sejak tanggal 1 November 2012 </effective_date> <replaced_reg> '10/4/UKMI|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '10/4/PBI/2008', '11/12/PBI/2009' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
No. 17/28/DKMP Jakarta, 20 Oktober 2015 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING Perihal : Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Antarbank. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5693), perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Antarbank dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank Umum Konvensional yang selanjutnya disingkat BUK adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Perbankan Syariah. 4. Perusahaan … 2 4. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang selanjutnya disebut Perusahaan Pialang adalah Perusahaan Pialang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pialang pasar uang rupiah dan valuta asing. 5. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disingkat PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing. 6. Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut Instrumen PUAS adalah instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah yang digunakan sebagai sarana transaksi di PUAS. 7. Bursa adalah PT. Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange) yang telah memperoleh persetujuan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi untuk mengadakan kegiatan pasar komoditi syariah. 8. Komoditi di Bursa yang selanjutnya disebut dengan Komoditi adalah komoditi yang dipastikan ketersediaannya untuk ditransaksikan di pasar komoditi syariah sebagaimana ditetapkan oleh Bursa atas Persetujuan Dewan Pengawas Syariah, kecuali indeks dan valuta asing. 9. Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Antarbank yang selanjutnya disebut SiKA adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BUS atau UUS sebagai bukti pembelian atas kepemilikan Komoditi yang dijual oleh Peserta Komersial dengan pembayaran tangguh atau angsuran berdasarkan akad Murabahah. 10. Peserta Pedagang Komoditi adalah peserta yang menyediakan persediaan (stock) Komoditi di pasar komoditi syariah. 11. Peserta Komersial adalah BUS, UUS, atau BUK peserta PUAS yang membeli Komoditi dari Peserta Pedagang Komoditi. 12. Konsumen Komoditi adalah BUS atau UUS yang membeli kepemilikan Komoditi dari peserta PUAS. 13. Murabahah … 3 13. Murabahah adalah penjualan suatu barang (komoditi) dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba. 14. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadh atau ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. 15. Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui yang selanjutnya disingkat SPAKT adalah bukti penguasaan Komoditi yang diperdagangkan dalam sistem perdagangan pasar komoditi syariah secara elektronik. 16. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disingkat LHBU adalah laporan yang disusun oleh bank pelapor secara harian, kepada Bank Indonesia. II. KARAKTERISTIK SiKA SiKA mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Diterbitkan atas dasar transaksi jual beli kepemilikan Komoditi dengan menggunakan akad Murabahah. 2. Diterbitkan dalam rupiah. 3. Diterbitkan tanpa warkat (scripless). 4. Berjangka waktu 1 (satu) hari (overnight) sampai dengan 1 (satu) tahun. 5. Tidak dapat dialihkan kepemilikannya. 6. Diterbitkan dengan nilai nominal paling banyak sebesar nilai perdagangan Komoditi yang menjadi dasar penerbitannya. 7. Didasarkan pada Komoditi dan transaksi yang halal dan tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan. 8. Dapat ditransaksikan secara langsung dan/atau melalui Perusahaan Pialang dengan akad Ju’alah. III. MEKANISME PENERBITAN DAN PENYELESAIAN TRANSAKSI SiKA 1. BUS atau UUS yang membutuhkan dana memesan Komoditi kepada peserta PUAS dan berjanji (al-wa’d) untuk melakukan pembelian … 4 pembelian Komoditi. Dalam hal ini, BUS atau UUS akan bertindak sebagai Konsumen Komoditi. 2. Peserta PUAS membeli Komoditi dari Peserta Pedagang Komoditi dengan pembayaran tunai (al bai’) sebesar nilai nominal Komoditi. Dalam hal ini, peserta PUAS bertindak sebagai Peserta Komersial. 3. Pada saat pembelian Komoditi di Bursa, Peserta Komersial melakukan transfer dana kepada Peserta Pedagang Komoditi sebesar nilai nominal komoditi dan menerima dokumen kepemilikan yang berupa SPAKT dari Peserta Pedagang Komoditi. 4. Peserta Komersial menjual kepemilikan Komoditi kepada Konsumen Komoditi dengan akad Murabahah dan menyerahkan SPAKT sehingga Konsumen Komoditi menguasai Komoditi (qabdh hukmi). 5. Konsumen Komoditi menerbitkan SiKA sebagai bukti kesepakatan untuk membayar kepada Peserta Komersial secara tangguh atau angsuran. SiKA memuat informasi paling kurang mengenai: 1) nilai nominal perdagangan Komoditi sesuai SPAKT; 2) marjin perdagangan Komoditi; dan 3) jangka waktu pembayaran tangguh atau angsuran oleh Konsumen Komoditi. 6. Konsumen Komoditi menjual kepemilikan Komoditi melalui Bursa dengan akad al-bai’ sebesar nilai nominal Komoditi sebagaimana tercantum di dalam SPAKT dengan pembayaran secara seketika melalui transfer dana dan menyerahkan SPAKT kepada Peserta Pedagang Komoditi selain sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 7. Pada saat SiKA jatuh waktu, Konsumen Komoditi melakukan transfer dana kepada Peserta Komersial sebesar nilai nominal komoditi ditambah marjin perdagangan Komoditi di Bursa. IV. PELAPORAN BUS, UUS atau BUK yang melakukan transaksi SiKA melaporkan transaksi SiKA kepada Bank Indonesia melalui LHBU sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan harian bank umum. V. KETENTUAN … 5 V. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/3/DPM tanggal 4 Januari 2012 perihal Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Antarbank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 20 Oktober 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA DEPUTI GUBERNUR SENIOR DKMP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/28/DKMP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Antarbank. </reg_title> <set_date> 20 Oktober 2015 </set_date> <effective_date> 20 Oktober 2015 </effective_date> <replaced_reg> '14/3/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '17/4/PBI/2015' </related_reg>
No. 15/1/DPNP Jakarta, 15 Januari 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5353) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4475), perlu diatur kembali mengenai transparansi informasi suku bunga dasar kredit dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut: I. UMUM A. Pemilihan produk Bank oleh nasabah pada umumnya didasarkan pada pertimbangan mengenai manfaat, biaya, dan risiko dari produk yang ditawarkan oleh Bank tersebut. Hal ... Hal ini menjadi sangat relevan khususnya untuk produk Bank berupa kredit mengingat kredit merupakan salah satu produk utama perbankan yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, transparansi informasi mengenai Suku Bunga Dasar Kredit (prime lending rate), selanjutnya disingkat SBDK, sangat diperlukan untuk memberikan kejelasan kepada nasabah dan memudahkan nasabah dalam menilai manfaat dan biaya atas kredit yang ditawarkan Bank. B. Penerapan transparansi informasi mengenai SBDK juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan good governance dan mendorong persaingan yang sehat dalam industri Perbankan antara lain melalui terciptanya disiplin pasar (market discipline) yang lebih baik. C. SBDK diperlukan sebagai indikator besaran suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah yang mengajukan kredit kepada Bank. Oleh karena itu, SBDK harus mencakup semua segmen kredit yang ditawarkan oleh Bank kepada nasabah yaitu segmen kredit korporasi, kredit ritel, kredit mikro, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR). II. SUKU BUNGA DASAR KREDIT A. SBDK merupakan suku bunga terendah yang mencerminkan kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya SBDK digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah. B. SBDK ... B. SBDK dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%) yang penghitungannya dilakukan berdasarkan 3 (tiga) komponen yaitu: 1. Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) yang timbul dari kegiatan penghimpunan dana; 2. biaya overhead yang dikeluarkan Bank berupa beban operasional bukan bunga yang dikeluarkan untuk kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran kredit termasuk biaya pajak yang harus dibayar; dan 3. marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan Bank dalam kegiatan penyaluran kredit. C. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud pada huruf B berlaku untuk jenis kredit: 1. kredit korporasi; 2. kredit ritel; 3. kredit mikro; dan 4. kredit konsumsi (KPR dan Non KPR). Kredit konsumsi non KPR tidak termasuk penyaluran dana melalui kartu kredit dan kredit tanpa agunan (KTA). D. Penggolongan kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR) dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh internal Bank, sedangkan penggolongan kredit mikro berpedoman pada definisi usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. E. Penghitungan ... E. Penghitungan SBDK dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini hanya berlaku untuk kredit yang diberikan dalam mata uang Rupiah. F. Penghitungan SBDK sebagaimana dimaksud pada huruf B, tidak termasuk komponen estimasi premi risiko, yang merupakan penilaian Bank terhadap prospek pelunasan kredit oleh calon debitur, baik debitur individual maupun kelompok debitur, yang antara lain mempertimbangkan kondisi keuangan, jangka waktu kredit, dan prospek usaha. G. Suku bunga kredit sebagaimana pada huruf A merupakan penjumlahan SBDK dengan estimasi premi risiko. III. PELAPORAN DAN PUBLIKASI SBDK A. Pelaporan SBDK 1. Laporan SBDK disampaikan kepada Bank Indonesia secara bulanan untuk posisi akhir bulan. 2. Laporan SBDK memuat: a. rincian penghitungan masing-masing komponen SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir II.B; b. jenis kredit sebagaimana dimaksud dalam butir II.C; c. komponen estimasi premi risiko sebagaimana dimaksud dalam butir II.F; dan d. suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam butir II.G. 3. Pelaporan ... 3. Pelaporan SBDK disampaikan secara on-line melalui Laporan Berkala Bank Umum (LBBU) dengan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai LBBU. 4. Selama laporan SBDK pada sistem LBBU belum menyediakan format laporan SBDK untuk kredit mikro maka laporan SBDK untuk kredit mikro wajib disampaikan secara off-line berupa softcopy dan hardcopy, kepada Bank Indonesia, dengan alamat sebagai berikut: a. Departemen Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Jl. M.H Thamrin No. 2, Jakarta 10350. 5. Format laporan SBDK untuk kredit mikro sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan berpedoman pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Publikasi Laporan SBDK 1. Publikasi laporan SBDK dilakukan melalui: a. papan pengumuman di setiap kantor Bank; b. halaman utama website Bank; dan c. surat kabar yang memiliki peredaran luas. 2. Publikasi ... 2. Publikasi SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b dilakukan setiap saat, sedangkan publikasi SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember untuk posisi SBDK akhir bulan yang bersangkutan. 3. SBDK yang dipublikasikan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b adalah SBDK yang berlaku pada saat dipublikasikan. 4. Dalam mempublikasikan SBDK, Bank wajib mencantumkan kalimat sebagai berikut: a. “Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) digunakan sebagai dasar penetapan suku bunga kredit yang akan dikenakan oleh Bank kepada nasabah. SBDK belum memperhitungkan komponen estimasi premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian Bank terhadap risiko untuk masing-masing debitur atau kelompok debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK”; dan b. “Dalam kredit konsumsi non KPR tidak termasuk penyaluran dana melalui kartu kredit dan kredit tanpa agunan (KTA)”. 5. Selain mencantumkan kalimat sebagaimana dimaksud pada angka 4, untuk publikasi yang dilakukan melalui surat kabar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c, Bank wajib mencantumkan kalimat sebagai berikut: “Informasi SBDK yang berlaku setiap saat dapat dilihat pada publikasi di setiap kantor Bank dan/atau website Bank”. 6. SBDK ... 6. SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk angka akhir dari hasil penghitungan komponen SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.2.a dan butir III.A.2.b dengan format publikasi yang berpedoman pada Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. 7. Bank wajib memberikan informasi mengenai SBDK dan suku bunga kredit dalam surat pemberitahuan persetujuan kredit (offering letter) atau dokumen lainnya kepada calon debitur sebelum penandatanganan perjanjian kredit. IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Bank yang tidak melakukan publikasi informasi SBDK melalui papan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1.a dan melalui website sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1.b, dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, berupa teguran tertulis dan dapat diperhitungkan dalam komponen penilaian tingkat kesehatan Bank. 2. Bank yang terlambat mengumumkan Laporan SBDK melalui surat kabar sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1.c dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. 3. Bank ... 3. Bank yang tidak mengumumkan Laporan SBDK sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1.c dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Bank yang bersangkutan yang ada di Bank Indonesia. C. PENUTUP 1. Bagi Bank yang mempunyai total aset Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah) atau lebih pada posisi akhir bulan Desember 2012 dalam Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.4 khusus untuk segmen kredit mikro dan kewajiban publikasi sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1 khusus untuk segmen kredit mikro dilakukan sejak posisi akhir bulan Februari 2013. 2. Bagi Bank yang mempunyai total aset kurang dari Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah) pada posisi akhir bulan Desember 2012 dalam LBU, kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.4 untuk segmen kredit mikro dan kewajiban publikasi sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1 untuk segmen kredit korporasi, kredit ritel, kredit mikro, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR) dilakukan sejak posisi akhir bulan Juni 2013. 3. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/5/DPNP tanggal 8 Februari 2011 perihal Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 15 Januari 2013. Agar ... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/1/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit </reg_title> <set_date> 15 Januari 2013 </set_date> <effective_date> 15 Januari 2013 </effective_date> <replaced_reg> '13/5/DPNP|SE-BI/2011' </replaced_reg> <related_reg> '14/14/PBI/2012', '7/6/PBI/2005' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No.8/25/DInt Jakarta, 13 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DEVISA DI INDONESIA Perihal : Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Terkait Dengan Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu Dan Mengenai Jual Beli Tagihan Atas Dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) Kepada Bank Indonesia -------------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/6/PBI/2001 tanggal 2 April 2001 tentang Pencabutan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/138/KEP/DIR Tentang Jual Beli Tagihan Atas Dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri Kepada Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/193/KEP/DIR Tentang Jual Beli Devisa Hasil Ekspor Untuk Eksportir Dan Eksportir Tertentu, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/194/KEP/DIR Tentang Jual Beli Devisa Hasil Ekspor Yang Akan Datang Untuk Eksportir Tertentu, Dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/187/KEP/DIR Tentang Penjaminan Dan Atau Pembiayaan Letter Of Credit Melalui Penempatan Dana Bank Indonesia Pada Bank Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 31) maka untuk memberikan kepastian hukum dan tertib administrasi dipandang perlu untuk mencabut beberapa Surat Edaran Bank Indonesia mengenai Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen dan mengenai Jual Beli Tagihan Atas Dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) Kepada Bank Indonesia. Berdasarkan ……. Berdasarkan hal tersebut diatas, beberapa Surat Edaran Bank Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 13 November 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SJAMSUL ARIFIN DIREKTUR INTERNASIONAL Lampiran SE. No.8/ 25 /DInt tgl. 13 November 2006 1. SE BI No. 29/22/ULN tgl. 3 Oktober 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 2. SE BI No. 29/24/ULN tgl. 24 Oktober 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 3. SE BI No. 29/25/ULN tgl. 4 November 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 4. SE BI No. 29/26/ULN tgl. 12 November 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 5. SE BI No. 29/27/ULN tgl. 18 November 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 6. SE BI No. 29/28/ULN tgl. 26 November 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 7. SE BI No. 29/29/ULN tgl. 28 November 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 8. SE BI No. 29/31/ULN tgl. 16 Desember 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 9. SE BI No. 29/32/ULN tgl. 24 Desember 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 10. SE BI No. 29/33/ULN tgl. 30 Desember 1996 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 11. SE BI No. 29/38/ULN tgl. 8 Januari 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 12. SE BI No. 29/40/ULN tgl. 24 Januari 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 13. SE BI No. 29/42/ULN tgl. 7 Februari 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 14. SE BI No. 29/44/ULN tgl. 24 Februari 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 15. SE BI No. 29/48/ULN tgl. 6 Maret 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 16. SE BI No. 29/54/ULN tgl. 20 Maret 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 17. SE BI No. 30/2/ULN tgl. 11 April 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 18. SE BI No. ……. Lampiran SE. No.8/ 25 /DInt tgl. 13 November 2006 18. SE BI No. 30/3/ULN tgl. 16 April 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 19. SE BI No. 30/5/ULN tgl. 7 Mei 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 20. SE BI No. 30/6/ULN tgl. 15 Mei 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 21. SE BI No. 30/7/ULN tgl. 6 Juni 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 22. SE BI No. 30/8/ULN tgl. 16 Juni 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 23. SE BI No. 30/9/ULN tgl. 20 Juni 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 24. SE BI No. 30/10/ULN tgl. 26 Juni 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 25. SE BI No. 30/11/ULN tgl. 1 Juli 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 26. SE BI No. 30/12/ULN tgl. 8 Juli 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 27. SE BI No. 30/14/ULN 16 Juli 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 28. SE BI No. 30/16/ULN tgl. 28 Juli 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 29. SE BI No. 30/20/ULN tgl. 18 Agustus 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen/Bukan Produsen. 30. SE BI No. 30/21/ULN tgl. 3 September 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 31. SE BI No. 30/22/ULN tgl. 15 September 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 32. SE BI No. 30/24/ULN tgl. 24 September 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 33. SE BI No. 30/26/ULN tgl. 13 Oktober 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 34. SE BI No. 30/28/ULN tgl. 23 Oktober 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 35. SE BI No. ……. Lampiran SE. No.8/ 25 /DInt tgl. 13 November 2006 35. SE BI No. 30/31/ULN tgl. 7 November 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 36. SE BI No. 30/33/ULN tgl. 20 November 1997 Perihal Jual Beli Tagihan Atas Dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri kepada Bank Indonesia. 37. SE BI No. 30/34/ULN tgl. 20 November 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 38. SE BI No. 30/35/ULN tgl. 2 Desember 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 39. SE BI No. 30/36/ULN tgl. 16 Desember 1997 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 40. SE BI No. 30/37/ULN tgl. 6 Januari 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 41. SE BI No. 30/38/ULN tgl. 8 Januari 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 42. SE BI No. 30/47/ULN tgl. 17 Februari 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 43. SE BI No. 31/3/ULN tgl. 22 April 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 44. SE BI No. 31/4/ULN tgl. 1 Mei 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 45. SE BI No. 31/6/ULN tgl. 4 Juni 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 46. SE BI No. 31/7/ULN tgl. 19 Juni 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 47. SE BI No. 31/9/ULN tgl. 14 Juli 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 48. SE BI No. 31/12/ULN tgl. 10 Agustus 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. 49. SE BI No. 31/13/ULN tgl. 28 Agustus 1998 Perihal Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu (TPPET) Produsen. ---------------
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/25/DInt|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Terkait Dengan Tanda Pengenal Perusahaan Eksportir Tertentu Dan Mengenai Jual Beli Tagihan Atas Dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) Kepada Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 13 November 2006 </set_date> <effective_date> 13 November 2006 </effective_date> <related_reg> '31/187/KEP/DIR|SKDIR-BI', '3/6/PBI/2001', '30/193/KEP/DIR|SKDIR-BI', '30/194/KEP/DIR|SKDIR-BI', '30/138/KEP/DIR|SKDIR-BI' </related_reg>
No. 5/8/DPM Jakarta, 22 Mei 2003 SURAT EDARAN Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/6/DPM Tanggal 21 Maret 2003 Perihal Tata Cara Penatausahaan Surat Utang Negara Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan setelmen Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN di pasar sekunder yang dilakukan secara Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP, maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan mengenai waktu penyampaian formulir setelmen kepada Bank Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, maka beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/6/DPM tanggal 21 Maret 2003 perihal Tata Cara Penatausahaan Surat Utang Negara diubah menjadi sebagai berikut : 1. Ketentuan dalam angka III.C.1.a dan III.C.1.b diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut : “1. Setelmen Transaksi Outright secara DVP a. Pemilik rekening surat berharga di Central Registry yang menjual SUN, menyerahkan SPPR-DVP kepada Central Registry dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB dengan menggunakan formulir BER-10 sebagaimana contoh Lampiran 10. b. Pemilik rekening surat berharga di Central Registry yang membeli SUN menyerahkan SPPP-DVP kepada Bagian PTPU-DPM, dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB dengan menggunakan formulir BER-11 sebagaimana contoh Lampiran 11.“ 2. Ketentuan… 2. Ketentuan dalam angka III.C.1.e diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut: “e. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b belum diisi secara lengkap dan atau tidak benar, maka dimaksud dikembalikan kepada pihak yang mengajukan, disampaikan kembali setelah diperbaiki selambat-lambatnya pukul 15.00 WIB.” 3. Ketentuan angka III.C.2.a dan III.C.2.b diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut: “2. Setelmen Transaksi Repo secara DVP a. Pemilik rekening surat berharga di Central Registry yang menjual SUN secara Repo, menyerahkan SPPR-Repo kepada Central Registry dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB dengan menggunakan formulir BER-12 sebagaimana contoh Lampiran 12. b. Pemilik rekening surat berharga di Central Registry yang membeli SUN secara Repo, menyerahkan SPPP-Repo dengan menggunakan formulir BER-13 sebagaimana contoh Lampiran 13 kepada Bagian PTPU-DPM, dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB. “ 4. Ketentuan angka III.C.2.e diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut: “e. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b belum diisi secara lengkap dan atau tidak benar, maka dimaksud dikembalikan kepada pihak yang mengajukan, disampaikan kembali setelah diperbaiki selambat-lambatnya pukul 15.00 WIB.” formulir untuk formulir untuk 5. Ketentuan… 5. Ketentuan angka III.C.2.m.8) diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut: “m. 8) Dalam hal setelmen Repo jatuh waktu akan dilakukan sebelum tanggal jatuh waktu, maka berlaku ketentuan sebagai berikut : a) terdapat kesepakatan antara penjual dan pembeli Repo; b) penjual dan pembeli Repo menyampaikan surat permohonan perubahan setelmen Repo jatuh waktu dengan menggunakan formulir BER-14 sebagaimana contoh Lampiran 14 dan formulir BER-15 sebagaimana contoh Lampiran 15, dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 2 Juni 2003. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA TARMIDEN SITORUS DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/8/DPM|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/6/DPM Tanggal 21 Maret 2003 Perihal Tata Cara Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title> <set_date> 22 Mei 2003 </set_date> <effective_date> 2 Juni 2003 </effective_date> <changed_reg> '5/6/DPM|SE-BI/2003' </changed_reg> <related_reg> '5/6/DPM|SE-BI/2003' </related_reg>
No. 12/23/DPM Jakarta, 30 Agustus 2010 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/8/DPM tanggal 27 Maret 2009 perihal Tata Cara Transaksi Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam Rupiah (FASBIS) Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4944) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/17/PBI/2010 tanggal 30 Agustus 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 107) serta dalam rangka penyelarasan ketentuan operasi moneter, perlu untuk mengubah ketentuan romawi V angka 1 huruf b dan angka 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/8/DPM tanggal 27 Maret 2009 perihal Tata Cara Transaksi Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam Rupiah (FASBIS) sehingga romawi V berbunyi sebagai berikut : V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal transaksi FASBIS sebagaimana dimaksud pada butir IV.3 dinyatakan batal, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran... 2 a. teguran tertulis dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim Pengawas Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI, dan b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi FASBIS yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada butir V.1, dalam hal Bank melakukan transaksi FASBIS dan/atau transaksi OMS lainnya yang dinyatakan batal sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir V.1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud pada butir V.2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir V.1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi FASBIS. Ketentuan... 3 Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Agustus 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/23/DPM|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/8/DPM tanggal 27 Maret 2009 perihal Tata Cara Transaksi Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam Rupiah (FASBIS) </reg_title> <set_date> 30 Agustus 2010 </set_date> <effective_date> 30 Agustus 2010 </effective_date> <changed_reg> '11/8/DPM|SE-BI/2009' </changed_reg> <related_reg> '12/17/PBI/2010', '10/36/PBI/2008', '11/8/DPM|SE-BI/2009' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No.16/ 6 /DPU Jakarta, 17 April 2014 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penyelenggaraan Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/7/PBI/2012 tentang Pengelolaan Uang Rupiah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5323), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM A. Dalam rangka meningkatkan kelancaran proses sistem layanan kas kepada perbankan untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi layak edar, perlu diterapkan Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas (BISILK). B. BISILK merupakan sistem informasi yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan digunakan oleh Bank untuk menunjang kegiatan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang yang terdiri dari: 1. informasi . . . 2 1. informasi posisi likuiditas; 2. Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB); 3. rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang; dan 4. laporan terkait kegiatan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang, yang diproses secara elektronik, on-line, dan tersentralisasi. C. BISILK ditujukan untuk: 1. meningkatkan kecepatan, keamanan, keakuratan, akuntabilitas, transparansi, dan kenyamanan dalam kegiatan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang; 2. meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen kas perbankan; dan 3. mengoptimalkan proses sirkulasi uang Rupiah di masyarakat. D. Penyelenggara BISILK adalah Bank Indonesia. E. Bank peserta BISILK adalah kantor Bank yang ditunjuk sebagai koordinator dalam kegiatan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang. Setiap Bank hanya dapat menunjuk 1 (satu) kantor Bank untuk bertindak sebagai koordinator pada 1 (satu) wilayah kerja kantor Bank Indonesia setempat sebagai peserta BISILK. F. Pelaksanaan BISILK mengacu pada Pedoman Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. II. IMPLEMENTASI BISILK A. Implementasi BISILK ditetapkan sebagai berikut: 1. bagi Bank yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia dilakukan pada tanggal 21 April 2014; dan 2. bagi . . . 3 2. bagi Bank yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia dilakukan paling lambat tanggal 18 Agustus 2014. B. Selama BISILK belum diimplementasikan pada tanggal yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf A, kegiatan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bank menyampaikan: a. posisi likuiditas (Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square) dan penyesuaian posisi likuiditas; b. rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang; c. Laporan Proyeksi Cashflow secara bulanan; dan d. Laporan Realisasi Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) secara mingguan, melalui sistem informasi atau faksimili mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/9/DPU tanggal 5 April 2011 perihal Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia. 2. Bank menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square sebelum batas waktu penyampaian informasi posisi likuiditas (Tahap I) dan penyesuaian posisi likuiditas (Tahap II) melalui sistem informasi mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/9/DPU tanggal 5 April 2011 perihal Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia. III. PERUBAHAN . . . 4 III. PERUBAHAN RENCANA PENYETORAN UANG DAN/ATAU PENARIKAN UANG A. Dalam hal BISILK telah diimplementasikan, perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang oleh Bank dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Perubahan rencana Penyetoran Uang Layak Edar (ULE) dan/atau Penyetoran Uang Tidak Layak Edar (UTLE) paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah nominal dalam rencana Penyetoran Uang untuk masing-masing jenis pecahan sebelumnya, setelah Bank terlebih dahulu mengoptimalkan TUKAB. 2. Perubahan rencana Penarikan Uang paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah nominal dalam rencana Penarikan Uang untuk masing-masing jenis pecahan sebelumnya, setelah Bank terlebih dahulu mengoptimalkan TUKAB. 3. Perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 disampaikan kepada Bank Indonesia melalui faksimili dengan disertai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dengan ketentuan sebagai berikut: a. ditandatangani oleh pejabat yang berwenang; dan b. disampaikan dengan batasan waktu sebagaimana pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang dapat melebihi 20% (dua puluh persen) dari jumlah nominal dalam rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang untuk masing-masing jenis pecahan sebelumnya, apabila Bank mengalami: a. kondisi . . . 5 a. kondisi tertentu, antara lain penyetoran dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum, penarikan uang secara besar-besaran oleh nasabah (rush), dan penyetoran dana tunai terkait prefund; dan/atau b. keadaan memaksa (force majeure), yaitu karena disebabkan oleh bencana alam, huru-hara, pemberontakan, perang, atau dikeluarkannya Peraturan Pemerintah mengenai keadaan bahaya, serta perubahan kebijakan Pemerintah. 5. Perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan kepada Bank Indonesia melalui faksimili dengan disertai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan ditandatangani oleh minimal Kepala satuan kerja yang membawahi Cash Management, Pemimpin Cabang Bank, atau pejabat Bank yang setingkat. 6. Perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) bulan. Ketentuan ini tidak berlaku bagi perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang karena kondisi tertentu dan/atau keadaan memaksa sebagaimana dimaksud pada angka 4. B. Bank hanya dapat melakukan pembatalan terhadap rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis yang ditandatangani oleh minimal Kepala satuan kerja yang membawahi Cash Management, Pemimpin Cabang Bank, atau pejabat Bank yang setingkat dengan disertai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pembatalan . . . 6 Pembatalan dimaksud dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. C. Bank Indonesia melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Bank yang melakukan pembatalan terhadap rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang yang tidak sesuai dengan mekanisme sebagaimana dimaksud pada huruf B. IV. KETENTUAN PENUTUP A. Dengan berlakunya implementasi BISILK sebagaimana dimaksud pada butir II.A maka ketentuan mengenai: 1. penyampaian informasi dan laporan yaitu: a. posisi likuiditas (Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square) dan penyesuaian posisi likuiditas; b. rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang; c. Laporan Proyeksi Cashflow secara bulanan; dan d. Laporan Realisasi Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) secara mingguan; dan 2. perubahan rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah nominal dalam rencana Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang untuk masing-masing jenis pecahan sebelumnya, dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/9/DPU tanggal 5 April 2011 perihal Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia dinyatakan tidak berlaku bagi Bank di wilayah kerja kantor Bank Indonesia yang telah mengimplementasikan BISILK. B. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 21 April 2014. Agar . . . 7 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, LAMBOK ANTONIUS SIAHAAN KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN UANG
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/6/DPU|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas </reg_title> <set_date> 17 April 2014 </set_date> <effective_date> 21 April 2014 </effective_date> <replaced_reg> '13/9/DPU|SE-BI/2011' </replaced_reg> <related_reg> '14/7/PBI/2012' </related_reg>
No. 11/ 31 /DPNP Jakarta, 30 November 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5032) maka perlu ditetapkan Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum sebagaimana terdapat dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum tersebut merupakan acuan standar minimum yang wajib dipenuhi oleh Bank Umum dalam menyusun Pedoman Pelaksanaan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme. Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Manajemen … 1. Manajemen; 2. Kebijakan CDD dan EDD; 3. Pengelompokan Nasabah Menggunakan Pendekatan Berdasarkan Risiko (Risk Based Approach); 4. Prosedur penerimaan, identifikasi, dan verifikasi (Customer Due Dilligence) 5. Area berisiko tinggi dan Politically Exposed Person (PEP); 6. Prosedur Pelaksanaan CDD oleh Pihak Ketiga; 7. Cross Border Correspondent Banking; 8. Prosedur Transfer Dana; 9. Sistem Pengendalian Intern; 10. Sistem Manajemen Informasi; 11. Sumber Daya Manusia dan Pelatihan Karyawan 12. Kebijakan dan Prosedur Penerapan APU dan PPT pada Kantor Bank dan Anak Perusahaan di Luar Negeri; dan 13. Penatausahaan Dokumen dan Pelaporan, sehingga keseluruhan Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme menjadi sebagaimana lampiran Surat Edaran ini. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku tanggal 30 November 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/31/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 30 November 2009 </set_date> <effective_date> 30 November 2009 </effective_date> <related_reg> '11/28/PBI/2009' </related_reg>
No. 10/ 48 /DPD Jakarta, 24 Desember 2008 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4945), perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : 1. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan/atau terhadap valuta asing lainnya untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah atas dasar suatu kontrak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah, yang untuk selanjutnya disebut PBI, Pasal 2 ayat (1) diatur sebagai berikut : a. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan/atau terhadap valuta asing lainnya untuk kepentingan sendiri adalah apabila Bank berperan sebagai counterparty dalam bertransaksi dengan Nasabah, dimana kedudukan Bank dan Nasabah setara. Contoh : Bank A melakukan transaksi spot USD/IDR sebesar USD1.000.000 (satu juta US Dollar) dengan Nasabah X. Dalam hal ini, posisi Bank A sebagai counterparty dari Nasabah X. b. Transaksi … 2 b. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan/atau terhadap valuta asing lainnya untuk kepentingan Nasabah adalah apabila Bank bertransaksi atas nama Nasabah, dimana Bank bertindak sebagai pihak yang mewakili kepentingan Nasabah. Contoh : Nasabah A meminta kepada Bank B untuk mewakili Nasabah A tersebut untuk melakukan transaksi dengan Bank X, Ltd di luar negeri. Dalam hal ini, transaksi yang terjadi adalah antara Nasabah A dengan Bank X, Ltd, dimana posisi Bank B hanya merupakan perantara. c. Kontrak yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan/atau terhadap valuta asing lainnya yang dilakukan Bank untuk kepentingan sendiri paling kurang berisi : 1) nomor kontrak; 2) tanggal transaksi dan tanggal valuta; 3) nilai nominal transaksi; 4) nama counterparty; 5) mata uang (denominasi); dan 6) rekening Bank koresponden. d. Kontrak yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan/atau terhadap valuta asing lainnya yang dilakukan Bank untuk kepentingan Nasabah paling kurang berisi : 1) nomor kontrak; 2) hak dan kewajiban dari kedua belah pihak (Bank dan Nasabah) dalam hal Bank diberi kewenangan untuk mewakili Nasabah; 3) tanggal transaksi dan tanggal valuta; 4) nilai nominal transaksi; 5) pagu Transaksi Valuta Asing terhadap rupiah; 6) jenis valuta yang diperjualbelikan; 7) jenis transaksi yang digunakan 8) besarnya komisi; dan 9) rekening … 3 9) rekening Bank koresponden; 2. Pedoman internal dalam melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 2 ayat (2) paling kurang meliputi : a. penetapan wewenang dan tanggungjawab untuk pelaksanaan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah; b. mekanisme penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang sesuai dengan PBI; c. penatausahaan dokumen terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah; d. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait pelaksanaan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah; dan e. hal-hal lain yang harus dicantumkan dalam pedoman internal yang terkait dengan pengaturan kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam PBI. 3. Contoh kewajiban penggunaan kuotasi harga valuta asing terhadap rupiah yang ditetapkan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 3 sebagai berikut : Bank A melakukan transaksi spot USD/IDR dengan Nasabah B yang bukan Bank. Dalam hal ini, Bank A wajib menggunakan kuotasi harga USD/IDR yang ditetapkan oleh Bank A, dan bukan berasal dari Nasabah B. 4. Kewajiban penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan pemindahan dana pokok secara penuh sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 4 ayat (1) diatur sebagai berikut : a. pemindahan dana pokok secara penuh dilakukan secara riil atas nilai pokok masing-masing transaksi jual dan/atau transaksi beli yang disepakati pada awal transaksi tersebut. b. pemindahan dana pokok tersebut wajib didukung oleh tersedianya sejumlah dana riil yang cukup untuk membiayai transaksi dimaksud (good fund), dan bukan didasarkan pada aspek pencatatan dalam pembukuan (akuntansi). c. dana … 4 c. dana pokok tersebut wajib digunakan untuk proses setelmen Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah pada tanggal valuta, dan tercatat pada sistem treasury Bank, yang dapat dibuktikan dari urutan waktu setelmen. d. pemindahan dana riil yang dilakukan sebagian (partial delivery) tidak diperkenankan. Contoh 1 : Nasabah A melakukan transaksi pembelian spot USD terhadap Rupiah dengan Bank B sebesar USD1.000.000 (satu juta US Dollar) pada kurs spot USD/IDR Rp11.000,00. Pada tanggal jatuh tempo, Nasabah A wajib melakukan penyerahan dana IDR melalui pergerakan dana pokok secara penuh sebesar Rp11.000.000.000,00 (sebelas milyar rupiah) secara riil pada saat proses setelmen transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat pada sistem treasury bank yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan waktu setelmen. Disamping itu, Bank B wajib melakukan penyerahan dana USD melalui pergerakan dana pokok secara penuh sebesar USD1.000.000 (satu juta US Dollar) secara riil pada saat proses setelmen transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat pada sistem treasury bank, yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan waktu setelmen. Contoh 2 : PT X melakukan pembelian option (put) 1 bulan USD terhadap Rupiah dengan Bank Y sebesar USD125.000 (seratus dua puluh lima ribu US Dollar) pada kurs (strike price) USD/IDR Rp9.500,00. Dengan asumsi kurs USD di pasar pada tanggal valuta mencapai level USD/IDR Rp9.300,00 sehingga kontrak option tersebut dieksekusi (exercised). Untuk itu, pada tanggal valuta tersebut PT X wajib melakukan penyerahan dana USD melalui pergerakan dana pokok secara penuh sebesar USD125.000 (seratus dua puluh lima ribu US Dollar) secara riil pada saat proses setelmen transaksi option tersebut dilakukan, dan tercatat pada sistem treasury bank yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan waktu setelmen. Disisi lain, Bank Y wajib melakukan penyerahan dana IDR melalui pergerakan dana pokok secara penuh sebesar Rp1.187.500.000,00 (satu milyar seratus delapan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) secara riil. Contoh … 5 Contoh 3 : Pada tanggal 19 Desember 2008, Nasabah V melakukan transaksi forward jual USD/IDR 1 bulan dengan Bank W sebesar USD500.000 (lima ratus ribu US Dollar) dengan tanggal valuta 19 Januari 2009 pada kurs Rp11.000,00. Pada tanggal 12 Januari 2009, Nasabah V melakukan transaksi forward beli USD/IDR sebesar USD500.000 (lima ratus ribu US Dollar) dengan tanggal valuta 19 Januari 2009 pada kurs USD/IDR Rp11.500,00 Pada tanggal valuta 19 Januari 2009, Bank W menyelesaikan masing-masing transaksi, yaitu : 1) Untuk transaksi forward jual tanggal 19 Desember 2008, Nasabah V wajib menyerahkan dana valuta asing kepada Bank W sebesar USD500.000 (lima ratus ribu US Dollar) secara riil, dan 2) Untuk transaksi forward beli tanggal 12 Januari 2009, Nasabah V wajib menyerahkan dana rupiah kepada Bank W sebesar Rp5.750.000.000,00 (lima milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) secara riil. Kedua transaksi diatas tidak diperkenankan untuk diselesaikan secara netting. 5. Pengecualian kewajiban penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan pemindahan dana pokok secara penuh sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 4 ayat (2) wajib didukung dengan bukti dokumen yang diatur sebagai berikut : a. Dokumen Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan oleh Bank dan/atau Nasabah yang mengalami kejadian luar biasa (force majeure) paling kurang meliputi : 1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang masih outstanding; dan 2) dokumen tertulis yang dikeluarkan oleh pihak berwenang, yang menerangkan bahwa kejadian luar biasa tersebut dialami oleh Bank dan/atau Nasabah yang bertransaksi. Dokumen tersebut juga berlaku apabila Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah diperpanjang. b. Dokumen … 6 b. Dokumen perpanjangan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk keperluan lindung nilai (hedging) atas Kegiatan Ekspor/Impor yang mengalami force majeure paling kurang meliputi : 1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang; dan 2) fotokopi letter of credit (L/C), invoice, Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Impor Barang (PIB), salinan dokumen bill of lading (B/L), atau dokumen sejenis. c. Dokumen perpanjangan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk keperluan lindung nilai atas dana usaha, modal disetor, laba ditahan, dan pinjaman sub-ordinasi Bank yang diperhitungkan dalam kewajiban pemenuhan modal minimum Bank, paling kurang meliputi : 1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan dokumen bukti setoran modal dari kantor pusat; 2) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan laporan keuangan Bank; atau 3) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan perjanjian pinjaman sub-ordinasi Bank; d. Dokumen perpanjangan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk keperluan lindung nilai atas kegiatan penyertaan langsung di sektor riil paling kurang meliputi : 1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang; dan 2) fotokopi bukti penyertaan langsung yang dilakukan oleh kantor pusat atau penanam modal (investor). e. Dokumen perpanjangan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk keperluan lindung nilai atas pinjaman luar negeri dalam valuta asing paling kurang meliputi : 1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang; dan 2) fotokopi … 7 2) fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement) dan/atau dokumen utang terkait lainnya. f. Dokumen perpanjangan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk keperluan lindung nilai atas Surat Utang Negara (SUN), saham dan obligasi korporasi paling kurang meliputi : 1) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan fotokopi dokumen kepemilikan SUN; 2) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan fotokopi dokumen kepemilikan saham; atau 3) kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang diperpanjang dan fotokopi dokumen kepemilikan obligasi korporasi. 6. Pengecualian kewajiban pemindahan dana pokok secara penuh sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 4 ayat (2) termasuk untuk penyelesaian lebih awal transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dalam rangka Kegiatan Ekspor/Impor yang disebabkan karena penerimaan hasil ekspor yang datang lebih awal. Jangka waktu penyelesaian lebih awal paling lama 2 (dua) hari kerja sebelum transaksi lindung nilai jatuh waktu. Penyelesaian transaksi tersebut wajib didukung dengan dokumen transaksi lindung nilai dan bukti adanya hasil ekspor yang datangnya lebih awal. Contoh : Pada tanggal 22 Desember 2008 PT A melakukan transaksi forward Jual USD/IDR 1 bulan dengan dengan tanggal valuta 22 Januari 2009 sebesar USD1.000.000 (satu juta US Dollar) dengan underlying. Kegiatan Ekspor/Impor yang hasilnya akan diterima pada tanggal 22 Januari 2009. Karena sesuatu hal, hasil ekspor diterima oleh PT A pada tanggal 20 Januari 2009, sehingga PT A mempercepat penyelesaian transaksi forward jual diatas dengan melakukan transaksi swap USD/IDR dengan nilai nominal paling banyak sebesar USD1.000.000 (satu juta US Dollar) dan jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sebelum transaksi lindung nilai jatuh waktu (swap tod/spot … 8 tod/spot atau swap tom/next), dan transaksi forward jual awal tersebut dapat diselesaikan tanpa pergerakan dana pokok secara penuh. 7. Nilai nominal perpanjangan (rollover) Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 4 ayat (2) huruf b paling banyak sebesar nilai nominal underlying dari transaksi dimaksud. 8. Frekuensi dan jangka waktu yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 4 ayat (2) huruf b sesuai dengan jangka waktu underlying yang tercantum dalam bukti dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 5 pada Surat Edaran ini. Contoh : Pada tanggal 5 Januari 2009, PT A melakukan ekspor barang ke luar negeri menggunakan L/C dengan nilai ekspor sebesar USD500.000 (lima ratus ribu US Dollar). Untuk melakukan lindung nilai atas hasil ekspor tersebut, PT A melakukan transaksi derivatif dengan Bank B melalui forward jual USD/IDR 1 bulan dengan nilai nominal sebesar hasil ekspor yang tertera di L/C (USD500.000) dan jatuh tempo pada tanggal 5 Februari 2009. Pada tanggal valuta, PT A tidak dapat menyerahkan dana valuta asing yang diperjanjikan akibat adanya keterlambatan pengapalan (force majeure). Transaksi lindung nilai yang dilakukan antara PT A dan Bank B tersebut dapat diperpanjang dengan nilai nominal yang sesuai dengan dokumen L/C yaitu paling banyak sebesar USD500.000 (lima ratus ribu US Dollar), dan frekuensi serta jangka waktu perpanjangan yang sesuai dengan kebutuhan pemenuhan kontrak transaksinya. 9. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan terkait dengan structured product sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 5 diatur sebagai berikut : a. Bank dilarang melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang terkait dengan structured product apabila hasil transaksi tersebut diinvestasikan dalam structured product, atau sebaliknya structured product … 9 product tersebut mengakibatkan adanya Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. b. Bank yang melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah terkait dengan structured product sebelum berlakunya PBI dan jatuh tempo setelah berlakunya PBI dapat diteruskan hingga transaksi tersebut jatuh tempo, namun tidak diperkenankan untuk diperpanjang. 10. Larangan pemberian kredit dalam valuta asing dan/atau rupiah kepada Nasabah sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 6 diatur sebagai berikut : a. larangan pemberian kredit dalam valuta asing dan/atau rupiah kepada Nasabah sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 6 ayat (1), tidak hanya untuk kredit yang diberikan Bank secara khusus untuk membiayai kegiatan transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah Nasabah, namun juga kredit yang ditujukan untuk membiayai kegiatan lain yang telah disetujui oleh Bank yang kemudian kredit dimaksud digunakan oleh Nasabah untuk membiayai transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah. b. pengecualian atas pelarangan pemberian kredit sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 6 ayat (2) adalah apabila kredit yang diberikan Bank dalam rangka Kegiatan Ekspor/Impor digunakan untuk melakukan transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah dengan tujuan lindung nilai atas Kegiatan Ekspor/Impor dimaksud. c. dokumen pengecualian pelarangan pemberian kredit sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 6 ayat (3) paling kurang meliputi : 1) fotokopi dokumen surat perjanjian kredit (loan agreement); dan 2) fotokopi dokumen L/C, invoice, PEB, PIB, salinan dokumen bill of lading (B/L), dan/atau dokumen sejenis lainnya. 11. Pelarangan pemberian Cerukan kepada Nasabah dalam rangka Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 7 ayat (1) adalah apabila Bank memberikan fasilitas pendanaan untuk penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan Nasabah yang memiliki rekening maupun yang tidak memiliki rekening pada Bank tersebut, namun pada … 10 pada akhir hari tanggal valuta, dana valuta asing atau dana rupiah yang diperjanjikan tidak dapat dilunasi oleh Nasabah. Contoh 1 : PT A memiliki rekening valuta asing dan rekening rupiah di Bank C. Pada tanggal 19 Desember 2008, PT A melakukan transaksi forward beli USD/IDR 1 bulan dengan Bank C sebesar USD200.000 (dua ratus ribu US Dollar) pada kurs USD/IDR Rp11.500,00 . Pada saat jatuh tempo (tanggal 19 Januari 2009), saldo IDR pada rekening PT A di Bank C tidak cukup untuk membiayai secara penuh transaksi pembelian USD dimaksud, yaitu sebesar Rp2.300.000.000,00 (dua milyar tiga ratus juta rupiah). Setelah melakukan konfirmasi kepada PT A bahwa dana IDR akan diserahkan kepada Bank C sebelum akhir hari, Bank C melakukan penyerahan dana USD melalui pengkreditan rekening valuta asing PT A senilai USD200.000 (dua ratus ribu US Dollar). Namun dana IDR yang diperkirakan masuk sebelum akhir hari 19 Januari 2009 dalam rekening rupiah PT A tidak terjadi. Dengan demikian, Bank C telah memberikan Cerukan kepada PT A dalam rangka Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. Contoh 2 : PT X tidak memiliki rekening valuta asing maupun rekening rupiah di Bank Y. Pada tanggal 23 Desember 2008, PT X melakukan transaksi forward jual USD/IDR 1 bulan dengan Bank Y sebesar USD2.000.000 (dua juta US Dollar) pada kurs USD/IDR Rp10.000,00 yang jatuh tempo pada tanggal 23 Januari 2009. Sesuai dengan informasi yang diperoleh dari PT X, PT X akan menerima dana hasil ekspor pada tanggal 23 Januari 2009 sebesar USD2.000.000 (dua juta US Dollar). Untuk itu Bank Y melakukan penyerahan dana IDR terlebih dahulu kepada PT X sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah), dengan harapan pada akhir hari tanggal valuta PT X akan menyerahkan dana sebesar USD2.000.000 (dua juta US Dollar). Namun demikian, sampai dengan akhir hari tanggal 23 Januari 2009, PT X tidak dapat memenuhi janjinya menyerahkan dana sebesar USD2.000.000 (dua juta US Dollar). Dengan demikian … 11 demikian, Bank Y telah memberikan Cerukan kepada PT X dalam rangka Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. 12. Jangka waktu penatausahaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 8 disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai dokumen perusahaan. 13. Bank yang melakukan penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 diatur sebagai berikut : a. penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2) berlaku untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan oleh Bank dengan Nasabah maupun Bank dengan Bank. b. penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2) dapat dilakukan apabila mekanisme penyelesaian lain yang ditempuh antara pihak yang bertransaksi tidak dapat disepakati. c. penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2) juga berlaku untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah terkait dengan structured product yang dilakukan dalam rangka Kegiatan Ekspor/Impor. d. penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2) dapat dilakukan dengan cara kombinasi antara pengaturan dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf c. e. penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok melalui percepatan penyelesaian (early termination) atau penghentian (unwind) Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana diatur dalam PBI Pasal 13 ayat (2) huruf a, dapat dilakukan sepanjang : 1) penyelesaiannya tidak dilakukan dengan transaksi structured product; dan 2) wajib didukung dengan dokumen paling kurang meliputi kontrak percepatan penyelesaian atau penghentian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. f. penyelesaian … 12 f. penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok melalui restrukturisasi kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana diatur dalam PBI Pasal 13 ayat (2) huruf b diatur sebagai berikut : 1) restrukturisasi antara lain meliputi restrukturisasi yang terkait dengan nilai nominal, jangka waktu, dan syarat-syarat lainnya. 2) nilai nominal restrukturisasi paling banyak sebesar nilai nominal transaksi sebelumnya yang direstrukturisasi. 3) restrukturisasi tidak dilakukan dengan menggunakan transaksi structured product. 4) restrukturisasi hanya dapat dilakukan apabila didukung dengan dokumen paling kurang meliputi kontrak restrukturisasi Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang terkait dengan Kegiatan Ekspor/Impor. g. Penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok dengan menggunakan dana pinjaman dari Bank sebagaimana diatur dalam PBI Pasal 13 ayat (2) huruf c, diatur sebagai berikut : 1) pemberian dana pinjaman untuk penyelesaian transaksi merupakan penyediaan dana yang wajib dinilai kualitasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai penilaian kualitas aktiva bank umum dan diperhitungkan di dalam batas maksimum pemberian kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai batas maksimum pemberian kredit bank umum. 2) pemberian dana pinjaman untuk penyelesaian transaksi dapat dilakukan apabila didukung dengan dokumen paling kurang meliputi dokumen surat perjanjian pinjaman atau tagihan lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat perjanjian pinjaman. 3) pelaporan pemberian pinjaman tersebut dilaporkan melalui Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) pada pos ”tagihan lainnya”. h. Dokumen … 13 h. Dokumen untuk penyelesaian transaksi yang dilakukan oleh Bank dengan Nasabah Bukan Bank sebagaimana diatur pada huruf d, huruf e, dan huruf f diatas, juga wajib didukung dengan : 1) dokumen L/C, invoice, PEB, PIB atau bill of lading; dan 2) dokumen kesepakatan tertulis antara pihak-pihak yang bertransaksi. i. Dokumen untuk penyelesaian transaksi yang dilakukan oleh Bank dengan Bank selain sebagaimana diatur pada huruf d, huruf e dan huruf f diatas, dokumen dapat pula berupa surat pernyataan dari Bank yang memuat informasi bahwa Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan terkait dengan Kegiatan Ekspor/Impor. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 24 Desember 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/48/DPD|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah </reg_title> <set_date> 24 Desember 2008 </set_date> <effective_date> 24 Desember 2008 </effective_date> <related_reg> '10/37/PBI/2008' </related_reg>
No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/6/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4602), Bank yang memiliki dan/atau melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak wajib melakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak dilakukan secara bertahap. Dalam tahap awal penerapannya dilakukan dengan menyampaikan laporan dan memperhitungkan beberapa rasio dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian. Sehubungan … Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan perihal prinsip kehati-hatian dan laporan dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Kelangsungan usaha bank dipengaruhi oleh eksposur risiko yang timbul secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan usahanya maupun dari kegiatan usaha Perusahaan Anak sehingga Bank perlu melakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi. 2. Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi tersebut, Bank wajib mengetahui dengan baik kondisi Perusahaan Anak dan dampak aktivitas Perusahaan Anak terhadap kondisi Bank secara keseluruhan. Untuk itu Bank harus dapat mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko dari kegiatan usaha Bank dan Perusahaan Anak. 3. Selain itu agar Bank dapat memantau dampak aktivitas Perusahaan Anak terhadap kondisi Bank secara keseluruhan, maka perlu pula diterapkan prinsip kehati-hatian terhadap kegiatan Perusahaan Anak sebagaimana yang diterapkan pada kegiatan usaha Bank. II. SISTEM INFORMASI Bank diwajibkan memiliki sistem yang dapat mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan seluruh risiko usaha dari Bank dan Perusahaan Anak untuk mendukung penerapan manajemen risiko secara konsolidasi … konsolidasi dengan efektif. Sistem ini diharapkan dapat membantu Bank dalam melaksanakan manajemen risiko usaha dari Bank dan Perusahaan Anak secara menyeluruh. Sistem yang wajib dimiliki Bank, paling kurang mencakup: 1. Sistem Informasi Akuntansi Sistem informasi akuntansi yang wajib dimiliki Bank paling kurang harus mampu menghasilkan laporan keuangan secara konsolidasi dan laporan lain dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Dalam menyusun laporan keuangan secara konsolidasi serta menetapkan metode dan teknik konsolidasi yang digunakan, Bank wajib mengacu pada standar akuntansi keuangan yang berlaku. Sementara itu, prinsip kehati-hatian yang wajib dilaksanakan oleh Bank antara lain mencakup perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) secara konsolidasi, penilaian kualitas aktiva dan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) untuk Bank dan Perusahaan Anak, perhitungan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang menghitung seluruh eksposur Bank dan eksposur Perusahaan Anak secara konsolidasi serta penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi. 2. Sistem informasi manajemen risiko Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, sistem informasi manajemen risiko merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Bank, yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Sebagai bagian dari penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, Bank wajib memiliki sistem informasi manajemen risiko yang dapat memastikan: a. terukurnya … a. terukurnya eksposur risiko secara akurat, informatif, dan tepat waktu, baik eksposur risiko secara keseluruhan/komposit maupun eksposur per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha Bank dan Perusahaan Anak, maupun eksposur risiko per jenis aktivitas fungsional Bank dan Perusahaan Anak; b. dipatuhinya penerapan manajemen risiko terhadap kebijakan, prosedur, dan penetapan limit risiko; c. tersedianya hasil (realisasi) penerapan manajemen risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan secara konsolidasi oleh Bank sesuai dengan kebijakan dan strategi penerapan manajemen risiko. III. PERHITUNGAN KPMM SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK Dalam rangka penerapan manajemen risiko secara konsolidasi, perhitungan KPMM secara konsolidasi antara Bank dan Perusahaan Anak selain Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi sebagaimana dimaksud pada butir IV, dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut : 1. Perhitungan KPMM secara konsolidasi dilakukan dengan cara membandingkan modal secara konsolidasi dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) secara konsolidasi. 2. Kewajiban perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara konsolidasi tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk melakukan perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara individual sesuai ketentuan yang berlaku mengenai KPMM. 3. Perhitungan … 3. Perhitungan dan pemenuhan persentase KPMM secara konsolidasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan memperhitungkan risiko kredit dan risiko pasar. 4. Perhitungan KPMM secara konsolidasi dengan memperhitungkan risiko pasar diberlakukan bagi: a. Bank yang secara individual sesuai dengan ketentuan yang berlaku telah diwajibkan untuk memperhitungkan risiko pasar dalam perhitungan KPMM; atau b. Bank yang secara konsolidasi memiliki posisi surat berharga termasuk posisi saham dan/atau posisi transaksi derivatif dalam trading book sama atau lebih besar dengan kriteria posisi surat berharga dan/atau posisi transaksi derivatif dalam trading book bagi Bank yang wajib memperhitungkan risiko pasar dalam perhitungan KPMM sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Cara menghitung KPMM secara konsolidasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan sebagai berikut: A. Aspek Permodalan 1) Modal secara konsolidasi meliputi modal inti secara konsolidasi ditambah dengan modal pelengkap secara konsolidasi. 2) Komponen-komponen yang dapat diperhitungkan sebagai modal inti dan modal pelengkap dalam perhitungan modal Bank secara konsolidasi, termasuk Perusahaan Anak, mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai KPMM. 3) Modal inti secara konsolidasi wajib telah memperhitungkan kekurangan modal (shortfall) dari pemenuhan tingkat rasio solvabilitas minimum (Risk Based Capital/RBC minimum) sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.b.2). 4) Modal … 4) Modal pelengkap konsolidasi hanya dapat diperhitungkan paling tinggi 100% (seratus perseratus) dari modal inti secara konsolidasi. 5) Kepentingan minoritas (minority interest) diperhitungkan sebagai modal inti, kecuali terdapat bagian dari kepentingan minoritas yang tidak sesuai dengan komponen modal inti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai KPMM Bank Umum yang berlaku. 6) Jumlah kepentingan minoritas yang diperhitungkan sebagai modal inti sebagaimana dimaksud dalam angka 5) dapat tidak diperhitungkan dalam modal secara konsolidasi oleh Bank Indonesia berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain: a) kepemilikan Bank pada Perusahaan Anak 50% (lima puluh perseratus) atau kurang; dan b) c) tidak terdapat keterkaitan/afiliasi antara pemegang saham lain (minority interest) dengan Bank; atau tidak terdapat kesediaan dari pemegang saham lain (minority interest) untuk mendukung modal kelompok usaha Bank yang dibuktikan dengan surat pernyataan atau keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) Perusahaan Anak. 7) Pinjaman subordinasi Perusahaan Anak dapat dijadikan modal pelengkap untuk perhitungan KPMM Bank secara konsolidasi sepanjang memenuhi persyaratan (terms and condition) untuk diperhitungkan sebagai modal sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai KPMM. Untuk dapat diperhitungkan sebagai modal pelengkap, Bank wajib menyampaikan data pendukung yang menunjukkan bahwa seluruh persyaratan (terms and … and condition) pinjaman subordinasi tersebut telah terpenuhi sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 8) Dalam hal Bank wajib memperhitungkan risiko pasar secara konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam butir III.4, maka modal secara konsolidasi dapat ditambahkan dengan modal pelengkap tambahan. Perhitungan modal pelengkap tambahan secara konsolidasi wajib memenuhi kriteria dan persyaratan modal pelengkap tambahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai KPMM dengan memperhitungkan risiko pasar bagi Bank secara individual. 9) Perhitungan modal secara konsolidasi juga wajib memperhitungkan faktor pengurang berupa penyertaan Bank pada perusahaan yang tidak wajib dilakukan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi setelah dikurangi cadangan khusus penyisihan penghapusan aktiva, kecuali penyertaan modal sementara dalam rangka restrukturisasi kredit. B. Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) ATMR secara konsolidasi terdiri dari ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi dan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi. 1) ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi a) Perhitungan ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi mengacu kepada ketentuan yang berlaku mengenai KPMM bagi Bank secara individual. b) Dalam menghitung ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi, masing-masing pos aktiva secara konsolidasi termasuk pos kewajiban komitmen dan kontinjensi, dihitung berdasarkan … berdasarkan bobot risiko sesuai kadar risiko yang melekat pada aktiva tersebut. c) Pedoman perhitungan ATMR untuk risiko kredit secara konsolidasi mengacu pada rincian Lampiran 5 Formulir I Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2) ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi a) Perhitungan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi meliputi risiko suku bunga, risiko nilai tukar, dan risiko ekuitas yang dilakukan dengan cara melakukan pembebanan modal. Dalam hal Bank atau Perusahaan Anak melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, maka perhitungan ATMR untuk risiko pasar hanya meliputi risiko nilai tukar. b) Risiko ekuitas merupakan risiko kerugian akibat perubahan harga dari posisi ekuitas yang dimiliki. Posisi ekuitas mencakup posisi yang timbul dari transaksi saham seperti transaksi saham biasa (common stocks) baik dengan atau tanpa hak suara (voting rights), surat berharga yang dapat dikonversi (convertible securities) yang memiliki karakteristik seperti saham, dan komitmen termasuk opsi untuk membeli dan menjual saham, namun tidak termasuk saham preferen yang tidak dapat dikonversi (non-convertible preference shares). c) Perhitungan ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi diperoleh dengan cara melakukan perkalian antara jumlah beban modal secara konsolidasi untuk seluruh jenis risiko pasar dengan angka 12,5 (dua belas koma lima). d) Perhitungan … d) Perhitungan risiko suku bunga dan risiko nilai tukar pada ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi serta persyaratannya mengacu pada ketentuan yang berlaku mengenai KPMM dengan memperhitungkan risiko pasar. e) Perhitungan risiko ekuitas pada ATMR untuk risiko pasar secara konsolidasi wajib dilakukan oleh Bank yang melakukan pengendalian terhadap Perusahaan Anak yang memiliki eksposur risiko ekuitas. Perhitungan risiko ekuitas meliputi risiko spesifik (specific risk) dan risiko umum (general market risk) pada trading book. f) Beban modal untuk risiko ekuitas dihitung dengan melakukan penjumlahan beban modal untuk risiko spesifik dan risiko umum. g) Posisi ekuitas yang diperhitungkan dalam risiko ekuitas adalah posisi long dan posisi short yang termasuk trading book. Posisi long dan posisi short harus dihitung secara terpisah untuk setiap pasar keuangan dimana Bank melakukan transaksi saham. h) Posisi long dan posisi short ekuitas dapat saling hapus apabila kedua posisi tersebut identik. Yang dimaksud dengan posisi identik adalah posisi ekuitas yang berasal dari emiten yang sama dan diperdagangkan di pasar keuangan yang sama. Sebagai contoh: Perusahaan Anak membeli saham PT. X di Bursa Efek Jakarta dan Perusahaan Anak menjual kontrak berjangka (Forward) … (Forward) saham PT. X di Bursa Efek Jakarta dapat saling hapus karena memenuhi syarat identik i) Perhitungan beban modal untuk risiko ekuitas dilakukan secara terpisah yaitu: i. perhitungan risiko spesifik sebesar 8% (delapan perseratus) dari gross equity position; dan ii. perhitungan risiko umum sebesar 8% (delapan perseratus) dari overall net position. Contoh: Perusahaan Jumlah Saham A B C 10.000 2.000 Posisi Harga pasar/ saham Long Short Rp. 100 Rp. 100 Harga pasar Rp. 1.000.000 Rp. 200.000 15.000 Short Rp. 200 Rp. 3.000.000 5.000 Short Rp. 400 Rp. 2.000.000 D 10.000 Short Rp. 100 Rp. 1.000.000 E 20.000 Long Rp. 200 Rp. 4.000.000 (a) Proses offsetting posisi long dan posisi short pada perusahaan A = (10.000 x Rp.100) – (2.000 x Rp.100) = Rp. 800.000 (Long) (b) Jumlah posisi long = Rp. 800.000 + Rp. 4.000.000 = Rp. 4.800.000 (c) Jumlah posisi short = Rp. 3.000.000 + Rp. 2.000.000 + Rp. 1.000.000 = Rp. 6.000.000 (d) Risiko … (d) Risiko spesifik = (Rp. 4.800.000 + Rp. 6.000.000) x 8% = Rp. 864.000 (e) Risiko umum = (Rp. 4.800.000 – Rp. 6.000.000) x 8% = Rp. 96.000 (f) Risiko ekuitas = Rp. 864.000 + Rp. 96.000 = Rp.960.000 Dari perhitungan tersebut, maka beban modal atas risiko ekuitas secara konsolidasi adalah sebesar Rp960.000,00 (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah). Beban modal tersebut digabung dengan beban modal atas risiko pasar lainnya seperti beban modal atas risiko suku bunga dan risiko nilai tukar. Jumlah dari beban modal atas risiko pasar tersebut dikalikan dengan angka 12,5 (dua belas koma lima) untuk mendapatkan ATMR risiko pasar secara konsolidasi. IV. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI PERUSAHAAN ANAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA ASURANSI 1. Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank dan Perusahaan Anak, juga diterapkan pada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi. Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang memiliki dan/atau mengendalikan Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi dilakukan antara lain dengan cara: a. memantau pemenuhan tingkat rasio solvabilitas minimum (RBC minimum) dan pemenuhan prinsip kehati-hatian lainnya yang diatur oleh otoritas pengawas yang berwenang; dan b. memperhitungkan … b. memperhitungkan penyertaan pada perusahaan anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi sebagai faktor pengurang dalam perhitungan modal Bank secara konsolidasi. 2. Dalam perhitungan KPMM secara konsolidasi bagi Bank yang memiliki Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi, maka perhitungan modal Bank secara konsolidasi dilakukan sebagai berikut: a. Penyertaan Bank pada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak diperhitungkan dalam ATMR Bank secara konsolidasi. b. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak memenuhi ketentuan RBC minimum yang ditetapkan oleh otoritas pengawas yang berwenang, maka: 1) Penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal yaitu sebesar jumlah penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi setelah dikurangi cadangan khusus penyisihan penghapusan aktiva; dan 2) Kekurangan modal (shortfall) Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi dari RBC minimum diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal inti sebesar 100% (seratus perseratus), apabila Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi tidak dapat memenuhi RBC minimum sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh otoritas pengawas yang berwenang. c. Dalam … c. Dalam hal Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi memenuhi ketentuan RBC minimum yang ditetapkan oleh otoritas pengawas yang berwenang, maka penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal konsolidasi yaitu sebesar jumlah penyertaan Bank kepada Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha asuransi setelah dikurangi cadangan khusus penyisihan penghapusan aktiva. V. PENILAIAN KUALITAS AKTIVA Bank wajib melakukan penilaian kualitas aktiva terhadap aktiva Bank dan Perusahaan Anak dalam rangka membentuk penyisihan penghapusan aktiva. Pembentukan penyisihan penghapusan aktiva dimaksudkan agar laporan keuangan Bank dan Perusahaan Anak dapat dikonsolidasikan secara wajar, dan perhitungan KPMM secara konsolidasi dapat dilakukan dengan lebih akurat. Penilaian kualitas aktiva secara konsolidasi dilakukan terhadap aktiva produktif dan aktiva non produktif Bank serta aktiva produktif Perusahaan Anak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Syariah. A. Penilaian Kualitas Aktiva Produktif 1. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki aktiva yang dapat disetarakan dengan kredit/pembiayaan pada Bank, penilaian kualitas aktiva oleh Bank atas aktiva produktif Perusahaan Anak paling kurang dilakukan berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga/margin/fee/bagi hasil. 2. Berdasarkan … 2. Berdasarkan penilaian pada angka 1, kualitas kredit/pembiayaan ditetapkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang lancar, Diragukan, dan Macet sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Kualitas Aktiva Bagi Bank Syariah. 3. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki aktiva yang dapat disetarakan dengan surat berharga pada Bank, maka penilaian kualitas surat berharga oleh Bank mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Kualitas Aktiva Bagi Bank Syariah. 4. Dalam hal Perusahaan Anak memiliki surat berharga berupa saham maka penetapan kualitas saham oleh Bank dilakukan sebagai berikut: a. lancar, sepanjang saham dimaksud aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan terdapat informasi nilai pasar secara transparan. b. apabila saham tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka penilaian kualitas mengacu pada ketentuan penilaian kualitas untuk penyertaan dengan metode biaya (cost method). 5. Untuk aktiva produktif di Perusahaan Anak yang merupakan perusahaan pembiayaan, penilaian kualitas aktiva produktif oleh Bank dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku mengenai penilaian dan penggolongan kualitas aktiva produktif yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang terhadap Perusahaan Anak. B. Penilaian … B. Penilaian Kualitas Aktiva Produktif Lainnya Penilaian kualitas untuk aktiva produktif Perusahaan Anak selain yang disetarakan dengan kredit dan surat berharga, dilakukan oleh Bank sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. C. Penyisihan Penghapusan Aktiva 1. Atas dasar penilaian kualitas aktiva produktif sebagaimana dimaksud pada huruf A dan B, Bank wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva untuk aktiva Bank maupun aktiva produktif Perusahaan Anak sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 2. Dalam hal besarnya penyisihan penghapusan aktiva yang wajib dibentuk secara konsolidasi masih belum memenuhi ketentuan, maka kekurangan penyisihan penghapusan aktiva tersebut akan menjadi faktor pengurang modal inti secara konsolidasi. VI. PERHITUNGAN BMPK Bank wajib melakukan pemantauan terhadap konsentrasi penyediaan dana dengan memperhatikan pemenuhan BMPK, baik untuk penyediaan dana dari Bank secara individual maupun penyediaan dana dari Bank dan Perusahaan Anak secara konsolidasi. BMPK secara konsolidasi adalah persentase maksimum total penyediaan dana Bank dan Perusahaan Anak yang diperkenankan terhadap modal Bank secara konsolidasi. A. Batasan (Limit) Penyediaan Dana Sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, seluruh portofolio Penyediaan … Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dengan Bank ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank. Dalam hal perhitungan BMPK secara konsolidasi, penetapan batasan penyediaan dana kepada pihak terkait tersebut juga mencakup seluruh penyediaan dana Bank dan penyediaan dana Perusahaan Anak dibandingkan dengan modal konsolidasi. Hal yang sama berlaku pula untuk penyediaan dana kepada peminjam yang bukan merupakan pihak terkait. BMPK secara konsolidasi untuk penyediaan dana kepada peminjam yang bukan merupakan pihak terkait Bank ditetapkan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai BMPK Bank Umum, antara lain sebagai berikut: 1. 1 (satu) Peminjam secara individu ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari Modal Bank secara konsolidasi; dan 2. 1 (satu) kelompok Peminjam ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima perseratus) dari Modal Bank secara konsolidasi. Dalam hal terdapat pelanggaran atau pelampauan BMPK secara konsolidasi, maka Bank akan dikenakan sanksi administratif dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai BMPK. B. Modal Dalam menghitung BMPK secara konsolidasi, modal yang digunakan adalah modal bank secara konsolidasi. Modal Bank secara konsolidasi merupakan penjumlahan antara modal inti konsolidasi dengan modal pelengkap konsolidasi. Perhitungan modal inti konsolidasi dan modal pelengkap konsolidasi mengacu pada perhitungan KPMM Bank secara konsolidasi … konsolidasi. Modal Bank secara konsolidasi untuk perhitungan BMPK tersebut tidak termasuk modal pelengkap tambahan dan tidak dikurangi penyertaan. VII. PENGELOLAAN PERUSAHAAN ANAK 1. Sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (3) PBI No.8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak, Bank wajib menyampaikan daftar calon pengurus yang mengelola Perusahaan Anak yang diusulkan dalam RUPS. 2. Untuk pertama kalinya, Bank wajib menyampaikan daftar nama yang menjabat sebagai pengurus yang mengelola Perusahaan Anak pada akhir bulan Desember 2006. Selanjutnya, laporan daftar calon pengurus yang mengelola Perusahaan Anak wajib disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan RUPS. Laporan daftar calon pengurus dimaksud wajib disampaikan Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat : a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat diluar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. VIII. PELAPORAN Sesuai dengan Pasal 16 PBI No.8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian … Pengendalian terhadap Perusahaan Anak, Bank memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak secara online yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) atau Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). Apabila belum dimungkinkan pelaporan secara online, Bank wajib menyampaikan laporan secara offline setiap triwulan untuk periode bulan Maret, Juni, September, dan Desember. A. Laporan keuangan setiap Perusahaan Anak Dalam hal laporan keuangan Perusahaan Anak belum dapat disampaikan secara online oleh Bank melalui LBU atau LBBU, maka Laporan keuangan Perusahaan Anak yang disampaikan oleh Bank mengacu pada format sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh masing- masing otoritas pengawas yang berwenang. Dalam hal Perusahaan Anak merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha Asuransi, maka penyampaian laporan keuangan dimaksud termasuk pula Laporan Perhitungan Tingkat Solvabilitas (RBC). B. Laporan Keuangan Konsolidasi Penyajian dan format laporan keuangan konsolidasi mengacu pada: 1. Lampiran 1: Laporan Neraca Konsolidasi 2. Lampiran 2: Laporan Laba Rugi Konsolidasi 3. Lampiran 3: Laporan Komitmen dan Kontinjensi Konsolidasi C. Laporan Perhitungan KPMM dan Rincian ATMR secara Konsolidasi Penyajian dan format laporan perhitungan KPMM dan Rincian ATMR secara konsolidasi mengacu pada: 1. Lampiran 4: Laporan Perhitungan KPMM secara Konsolidasi 2. Lampiran 5 … 2. Lampiran 5: Laporan Rincian ATMR secara Konsolidasi Perhitungan ATMR untuk risiko kredit dilakukan sesuai format perhitungan pada Formulir I, sedangkan perhitungan ATMR untuk risiko pasar mengacu pada Formulir II.a dan II.b, Formulir III, Formulir IV, Formulir V serta Formulir VI pada rincian Lampiran 5. Perhitungan Bank sesuai formulir-formulir dimaksud didokumentasikan Bank dan apabila diperlukan Bank Indonesia dapat meminta hasil perhitungan ATMR yang dilakukan Bank. 3. Lampiran 6: Laporan Penilaian Kualitas Aktiva secara Konsolidasi. D. Laporan Perhitungan BMPK Secara Konsolidasi Penyajian dan format laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi mengacu pada: 1. Lampiran 7: Laporan penyediaan dana kepada Pihak Terkait Bank secara Konsolidasi. 2. Lampiran 8: Laporan Pelampauan/Pelanggaran BMPK secara Konsolidasi untuk Pihak Tidak Terkait. Laporan-laporan sebagaimana dimaksud di atas wajib disampaikan Bank sejak pelaporan posisi akhir Desember 2006 dan disampaikan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan kedua setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. Khusus untuk pelaporan posisi akhir Desember 2006 dapat disampaikan paling lambat sampai dengan akhir bulan Maret 2007. Bagi Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, laporan-laporan sebagaimana dimaksud di atas dilakukan sesuai dengan karakteristik usaha Bank dimaksud dan prinsip syariah. IX. SANKSI … IX. SANKSI Sesuai Pasal 17 PBI No.8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak, Bank yang belum menyampaikan laporan setelah batas akhir waktu penyampaian laporan sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir waktu tersebut, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. Apabila Bank belum menyampaikan atau menyampaikan laporan setelah batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud diatas, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Bank yang belum menyampaikan laporan tetap diwajibkan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud diatas. Contoh perhitungan sanksi dalam hal Bank belum dapat menyampaikan laporan secara online: Bank wajib menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak, laporan keuangan konsolidasi (lampiran 1 sampai dengan lampiran 3), laporan perhitungan KPMM dan rincian ATMR secara konsolidasi (lampiran 4 sampai dengan lampiran 6), serta laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi (lampiran 7 sampai dengan lampiran 8) untuk posisi akhir Maret 2007. a) Bank X menyampaikan laporan tersebut diatas secara lengkap pada tanggal 14 Mei 2007, maka Bank X tidak terlambat menyampaikan laporan karena batas akhir waktu penyampaian laporan adalah paling lambat tanggal 15 Mei 2007. b) Bank Y menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak, laporan keuangan konsolidasi, laporan perhitungan KPMM dan rincian ATMR secara konsolidasi, dan laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi pada … pada tanggal 16 Mei 2007, maka Bank Y dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 1 hari kerja sehingga dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c) Bank Z menyampaikan laporan keuangan Perusahaan Anak dan laporan keuangan konsolidasi pada tanggal 14 Mei 2007. Namun Bank Z menyampaikan laporan perhitungan KPMM dan rincian ATMR secara konsolidasi serta laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi pada tanggal 18 Mei 2007. Dengan demikian, Bank Z dinyatakan terlambat menyampaikan laporan karena laporan yang disampaikan tidak lengkap secara signifikan, selama 3 hari kerja sehingga dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). d) Bank A menyampaikan laporan keuangan perusahaan anak, laporan keuangan konsolidasi, laporan perhitungan KPMM dan rincian ATMR secara konsolidasi, dan laporan perhitungan BMPK secara konsolidasi pada tanggal 8 Juni 2007, maka Bank A dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) karena Bank A dianggap belum menyampaikan laporan atau menyampaikan laporan setelah batas akhir tanggal 15 Mei 2007 dan melewati 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir tanggal 15 Mei 2007, yaitu tanggal 4 Juni 2007. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud diatas mulai diberlakukan untuk seluruh laporan terhitung sejak pelaporan posisi akhir bulan Desember 2006. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 27 November 2006. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/27/DPNP|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak </reg_title> <set_date> 27 November 2006 </set_date> <effective_date> 27 November 2006 </effective_date> <related_reg> '8/6/PBI/2006' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No. 7/33/DPM Jakarta, 3 Agustus 2005 SURAT EDARAN Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM Tanggal 16 Februari 2004 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum Sehubungan dengan perubahan persyaratan Bank penerima Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan perubahan penetapan biaya bunga sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/21/PBI/2005 tanggal 3 Agustus 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/PBI/2003 Tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4518), dipandang perlu untuk mengubah beberapa butir dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM Tanggal 16 Februari 2004 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum sebagai berikut: 1. Ketentuan butir I.6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 6. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai fasilitas likuiditas intrahari. 2. Ketentuan butir I.11 dihapus. 3. Ketentuan butir II.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Bank yang dapat mengajukan FPJP, termasuk dalam rangka perpanjangan FPJP dan pengalihan FLI menjadi FPJP, adalah Bank yang memiliki agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah FPJP yang diterima. 4. Ketentuan butir II.8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2 8. Biaya Bunga FPJP a. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang diterima Bank sebesar nilai tertinggi dari : 1) Rata-rata tertimbang suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sesi pagi overnight pada hari penggunaan FPJP atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP ditambah marjin sebesar 200 (dua ratus) basis point; atau 2) Rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir ditambah marjin sebesar 200 (dua ratus) basis point. b. Perhitungan rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) diperoleh dari angka sebagaimana tercantum pada pusat informasi pasar uang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Harian Bank Umum. c. Dihapus. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 3 Agustus 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, 8. Biaya …. BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/33/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM Tanggal 16 Februari 2004 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 3 Agustus 2005 </set_date> <effective_date> 3 Agustus 2005 </effective_date> <changed_reg> '6/7/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '5/15/PBI/PBI/2003', '7/21/PBI/2005', '6/7/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No.3/ 24 /DPM Jakarta, 16 November 2001 SURAT EDARAN Perihal: Tata Cara Penatausahaan Obligasi Pemerintah Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/2/PBI/2000 tanggal 21 Januari 2000 tentang Penatausahaan dan Perdagangan Obligasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3923) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/24/PBI/2000 tanggal 17 November 2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 203, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4025), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/11/PBI/2001 tanggal 20 Juni 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4108), serta sehubungan dengan diterapkannya sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagaimana diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/20/DASP tanggal 31 Agustus 2001 maka dipandang perlu untuk mengatur kembali tata cara penatausahaan Obligasi Pemerintah yang selanjutnya disebut Obligasi. Penatausahaan Obligasi yang diatur dalam Surat Edaran ini mencakup pencatatan kepemilikan Obligasi, setelmen transaksi Obligasi, pembayaran kupon dan pelunasan pokok Obligasi. I. KETENTUAN … 2 I. KETENTUAN UMUM 1. Bank Indonesia menatausahakan Obligasi dengan menggunakan Bank Indonesia – Sistem Kliring Registrasi dan Informasi Obligasi Pemerintah (BI-SKRIP) yang terdiri dari : a. pencatatan kepemilikan Obligasi; b. setelmen transaksi Obligasi; dan c. pembayaran kupon dan pokok Obligasi; 2. Pencatatan kepemilikan Obligasi a. Pencatatan kepemilikan Obligasi dilakukan oleh: 1) Central Registry, yaitu Bank Indonesia cq Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang (PTPU) yang berfungsi melakukan pencatatan kepemilikan Obligasi untuk kepentingan Bank, Sub- Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia; 2) Sub-Registry, yaitu Bank atau pihak bukan bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang berfungsi melakukan pencatatan kepemilikan Obligasi untuk kepentingan nasabahnya. b. Rekening surat berharga di Central Registry terdiri dari: 1) rekening investasi untuk menampung pencatatan kepemilikan Obligasi yang diterbitkan pada saat program rekapitalisasi yang belum diperdagangkan; 2) rekening perdagangan untuk menampung pencatatan kepemilikan Obligasi yang dapat diperdagangkan; dan 3) rekening agunan/collateral untuk menampung pencatatan kepemilikan Obligasi yang diagunkan yang tidak dapat diperdagangkan selama jangka waktu agunan belum berakhir. c. Rekening surat berharga di Sub-Registry terdiri dari rekening perdagangan dan rekening agunan/collateral. 3. Setelmen transaksi Obligasi a. Setelmen … 3 a. Setelmen transaksi Obligasi diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan Sub-Registry. b. Setelmen transaksi Obligasi baik di pasar perdana maupun di pasar sekunder, terdiri dari setelmen dana (fund settlement) dan setelmen kepemilikan Obligasi (securities settlement). c. Setelmen dana oleh Bank Indonesia cq Bagian PTPU, Direktorat Pengelolaan Moneter, dilakukan secara gross setelmen dengan memindahkan dana pada Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS. d. Setelmen kepemilikan Obligasi oleh Central Registry dilakukan secara gross setelmen dengan memindahkan kepemilikan Obligasi pada rekening surat berharga para pihak yang bertransaksi di Bank Indonesia melalui sistem Book Entry Registry (BER). e. Sub-Registry bukan Bank, Market Maker bukan Bank dan pihak- pihak lain bukan Bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, wajib menunjuk Bank untuk melakukan setelmen dana dalam rangka transaksi Obligasi, dan menampung penerimaan dana dari Central Registry dalam rangka pembayaran kupon serta pokok Obligasi yang jatuh waktu. f. Bank yang ditunjuk untuk melakukan setelmen dana wajib memiliki saldo giro Rupiah pada Bank Indonesia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen dana dalam rangka transaksi Obligasi. g. Setelmen transaksi Obligasi dapat dilakukan secara : 1) Free of Payment (FoP) yaitu apabila setelmen kepemilikan Obligasi dilakukan di Central Registry, sedangkan setelmen dana dilakukan di luar BI- SKRIP. 2) Delivery Versus Payment (DVP) yaitu … 4 yaitu apabila setelmen kepemilikan Obligasi di Central Registry dilakukan bersamaan dengan setelmen dana di dalam BI-SKRIP melalui Sistem BI-RTGS. 4. Pembayaran kupon dan pokok Obligasi a. Bank Indonesia melaksanakan pembayaran kupon dan pokok Obligasi pada saat jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan Obligasi pada Central Registry, sesuai dengan terms and conditions yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan. b. Berdasarkan permintaan Pemerintah dan untuk kepentingan Pemerintah, Bank Indonesia selaku Central Registry melaksanakan pembelian kembali Obligasi dalam rangka pelunasan sebelum jatuh waktu (redemption/buy back). c. Pembayaran kupon dan pokok Obligasi dan pembelian kembali Obligasi dilakukan oleh Bank Indonesia atas beban Pemerintah selaku penerbit. II. PENCATATAN KEPEMILIKAN OBLIGASI A. Tata Cara Pembukaan Rekening Surat Berharga 1. Sub-Registry wajib membuka rekening surat berharga pada Central Registry. 2. Bank, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang akan melakukan transaksi Obligasi melalui Central Registry wajib membuka rekening surat berharga pada Central Registry. 3. Bank, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang akan melakukan transaksi Obligasi melalui Sub- Registry wajib membuka rekening surat berharga di Sub-Registry. 4. Permohonan pembukaan rekening surat berharga di Central Registry oleh Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak lain yang … 5 yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, diajukan kepada Central Registry cq. Bagian PTPU-DPM, Bank Indonesia, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta. Khusus bagi Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (DKI Jakarta, Depok, Serang, Pandeglang, Lebak, Tanggerang, Bogor, Kerawang dan Bekasi) wajib menyampaikan tembusan permohonan tersebut kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat. 5. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 wajib disertai: a. informasi pemohon dengan menggunakan formulir BER-01 sebagaimana contoh Lampiran-1; b. contoh stempel Perusahaan dan contoh specimen tandatangan pejabat Perusahaan yang berwenang, sekurang-kurangnya 2 (dua) orang, untuk melakukan pemindahan kepemilikan Obligasi pada rekening surat berharga, dengan menggunakan formulir BER-02 sebagaimana contoh Lampiran-2. c. contoh specimen tanda tangan pejabat Bank yang berwenang, sekurang-kurangnya 2 (dua) orang, untuk melakukan pendebetan Rekening Giro Rupiah Bank di sistem BI-RTGS Bank Indonesia dalam rangka setelmen dana setelmen transaksi Obligasi baik transaksi pembelian atas nama Bank sendiri maupun atas dasar penunjukan dari pihak lain dengan menggunakan formulir BER-03 sebagaimana contoh Lampiran- 3. 6. Pembukaan rekening di Sub-Registry mengikuti prosedur yang berlaku di masing-masing Sub-Registry. B. Tata Cara … 6 B. Tata Cara Pencatatan Penerbitan Obligasi Pemerintah dan Setelmen Transaksi Obligasi di Pasar Perdana 1. Bank Indonesia melakukan pencatatan Obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah dalam sistem BER di Central Registry, sesuai terms and conditions yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan. 2. Setelmen transaksi Obligasi di pasar perdana dapat dilakukan secara Delivery Versus Payment (DVP) maupun Free of Payment (FoP). 3. Pelaksanaan setelmen transaksi Obligasi di pasar perdana dilakukan sesuai dengan tata cara setelmen transaksi outright sebagaimana dimaksud pada butir III.B. C. Pencatatan Kepemilikan 1. Pencatatan kepemilikan Obligasi dilakukan di dalam sistem Book Entry Registry (BER). 2. Pencatatan kepemilikan Obligasi dalam sistem BER mencakup seluruh jumlah Obligasi yang dimiliki oleh pihak yang mempunyai rekening surat berharga di Central Registry dan Sub-Registry. 3. Catatan kepemilikan Obligasi pada Central Registry dan Sub- Registry merupakan bukti kepemilikan yang sah. 4. Sebagai bukti pencatatan kepemilikan Obligasi, Central Registry pada akhir hari menerbitkan Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga (KPS) yang memuat saldo rekening surat berharga kepada Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia atau pemilik Obligasi untuk setiap perpindahan kepemilikan, yang dapat diambil 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen. 5. Sebagai bukti pencatatan kepemilikan Obligasi, Sub Registry pada akhir hari menerbitkan Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga (KPS) yang memuat saldo rekening surat berharga yang dimiliki nasabahnya … 7 nasabahnya , yang dapat diambil 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen. 6. Central Registry dan Sub-Registry secara bulanan menerbitkan KPS yang memuat saldo akhir bulan dari masing-masing seri Obligasi yang dimiliki oleh nasabahnya, yang dapat diambil 2 (dua) hari kerja setelah akhir bulan. 7. KPS yang diterbitkan oleh Central Registry untuk setiap perpindahan kepemilikan Obligasi menggunakan formulir BER-04 sebagaimana contoh Lampiran-4 sedangkan KPS bulanan menggunakan formulir BER-05 sebagaimana contoh Lampiran-5. 8. KPS yang diterbitkan oleh Sub-Registry baik untuk setiap terjadinya perpindahan kepemilikan maupun KPS bulanan menggunakan format yang ditetapkan oleh masing-masing Sub-Registry. 9. Dalam hal terdapat perbedaan pencatatan kepemilikan Obligasi antara Central Registry dengan Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia maka Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia tersebut wajib melaporkan perbedaan dimaksud kepada Central Registry dengan menggunakan formulir BER-06 sebagaimana contoh Lampiran-6, paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah tanggal penerbitan KPS harian dan atau 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan KPS bulanan. 10. Dalam hal Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia telah melaporkan perbedaan pencatatan sebagaimana dimaksud pada angka 9, Bank Indonesia selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah tanggal penerimaan laporan dimaksud akan memberikan keputusan final terhadap perbedaan pelaporan dimaksud. 11. Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 9, Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk … 8 ditunjuk oleh Bank Indonesia tidak melaporkan perbedaan pencatatan kepemilikan, maka pencatatan yang dianggap final adalah pencatatan pada Central Registry, kecuali ada pembuktian lain dari pihak-pihak di luar Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang dapat diterima oleh Central Registry. D. Tata Cara Pencatatan Pemindahan Obligasi dari Portofolio Investasi ke Portofolio Perdagangan 1. Dalam hal Bank peserta rekapitalisasi akan memindahkan pencatatan Obligasi yang dimilikinya dari portofolio investasi ke portofolio perdagangan, wajib melaporkan kepada Central Registry sesuai ketentuan yang berlaku, dengan menggunakan formulir BER-07 sebagaimana contoh lampiran-7. 2. Obligasi yang telah dipindahkan pencatatannya sebagaimana dimaksud pada angka 1, efektif dapat diperdagangkan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal diterimanya laporan dan dilakukan perpindahan pencatatan ke rekening perdagangan oleh Central Registry di sistem BER. 3. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai bukti perpindahan pencatatan kepemilikan Obligasi dari rekening investasi ke rekening perdagangan yang dapat diambil 1 (satu) hari kerja setelah tanggal pencatatan pemindahan Obligasi. E. Pencatatan Agunan 1. Pencatatan Agunan di Central Registry a. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai pemilik Obligasi yang tercatat pada Central Registry yang akan mengagunkan Obligasi, menyampaikan Permohonan Penerbitan Surat Keterangan … 9 Keterangan Surat Berharga Diagunkan (PP-SKSD) dengan menggunakan formulir BER-08 sebagaimana contoh Lampiran- 8 kepada Central Registry dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. b. Permohonan pencatatan agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Data diisi dengan lengkap dan benar; 2) Tanda tangan sesuai dengan specimen; 3) Obligasi yang akan diagunkan tidak sedang diagunkan; 4) Jumlah Obligasi yang akan diagunkan tidak melebihi saldo Obligasi pada rekening perdagangan; 5) Pada saat agunan jatuh waktu, sisa jangka waktu Obligasi sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja. c. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam huruf b belum diisi secara lengkap dan/atau salah, maka Central Registry mengembalikan kepada pihak-pihak yang mengajukan. Central Registry menerima formulir yang telah diperbaiki selambat-lambatnya pukul 16.00 WIB. d. Berdasarkan data formulir PP-SKSD yang telah diinput ke dalam sistem BER, pencatatan Obligasi yang diagunkan dilakukan dengan memindahkan Obligasi dari rekening perdagangan ke rekening agunan/collateral. e. Central Registry menerbitkan SKSD (formulir BER-09) sebagaimana contoh Lampiran-9, yang dapat diambil oleh pemberi agunan pada hari yang sama dengan tanggal pengagunan. f. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai bukti perpindahan Obligasi dari rekening perdagangan ke rekening agunan/collateral. g. Pada … 10 g. Pada saat periode SKSD berakhir, Central Registry melakukan penglepasan agunan secara otomatis pada sistem BER yang pelaksanaannya dilakukan pada awal hari kerja berikutnya setelah tanggal jatuh waktu SKSD, dengan memindahkan kepemilikan Obligasi yang diagunkan dari rekening agunan/collateral ke rekening perdagangan. h. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dapat mengajukan permohonan penglepasan agunan Obligasi sebelum jatuh waktu SKSD kepada Central Registry dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan persyaratan sebagai berikut: 1) Pihak yang mengagunkan menyampaikan surat permohonan penglepasan agunan Obligasi yang dilampiri dengan SKSD asli yang telah diterbitkan; atau 2) Pihak penerima agunan menyampaikan surat permohonan penglepasan agunan dan pemindahan kepemilikan Obligasi yang dilampiri dengan SKSD asli, SPPR-FoP dari pihak pemberi agunan dan surat kuasa yang ditandatangani oleh kedua belah pihak untuk memindahkan kepemilikan Obligasi (baik sebagian atau seluruhnya) dari pemberi agunan kepada penerima agunan. 2. Pencatatan Agunan di Sub-Registry a. Pemilik Obligasi yang tercatat pada Sub-Registry yang akan mengagunkan Obligasi menyampaikan PP-SKSD kepada Sub- Registry. b. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Sub-Registry menerbitkan SKSD. c. Sub-Registry … 11 c. Sub-Registry wajib segera menyampaikan laporan mengenai posisi pencatatan agunan (SKSD) yang telah diterbitkan kepada Central Registry, pada hari kerja yang sama dengan tanggal penerbitan SKSD. d. Berdasarkan laporan tersebut, Central Registry memindahkan Obligasi yang diagunkan dari rekening perdagangan ke rekening agunan/collateral. III. SETELMEN TRANSAKSI OBLIGASI A. PRINSIP-PRINSIP SETELMEN TRANSAKSI OBLIGASI 1. Bank Indonesia cq Bagian PTPU melakukan setelmen transaksi Obligasi untuk transaksi Outright dan Obligasi Repo (jual dengan kewajiban pembelian kembali), pemindahan kepemilikan lainnya dalam rangka hibah, warisan dan pelunasan kewajiban/utang. 2. Setelmen transaksi Obligasi Outright dilakukan secara DVP atau FoP. 3. Setelmen transaksi Obligasi Repo dilakukan secara DVP. 4. Setelmen transaksi Obligasi dalam rangka hibah, warisan, dan pelunasan kewajiban/hutang dilakukan secara FoP. 5. Bank Indonesia cq Bagian PTPU melakukan setelmen transaksi Obligasi yang mencakup : a. Transaksi antar Bank untuk kepentingan sendiri. b. Transaksi antar Sub-Registry untuk kepentingan nasabahnya. c. Transaksi antar Market Maker untuk kepentingan sendiri. d. Transaksi antara Bank untuk kepentingan sendiri dengan Sub- Registry untuk kepentingan nasabahnya. e. Transaksi antara Bank dengan Market Maker masing-masing untuk kepentingan sendiri. f. Transaksi … 12 f. Transaksi antara Sub-Registry untuk kepentingan nasabahnya dengan Market Maker untuk kepentingan sendiri. g. Transaksi yang dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. 7. Bank Indonesia cq Bagian PTPU melakukan setelmen transaksi Obligasi selambat-lambatnya pada hari yang sama (same day settlement) atau pada tanggal valuta yang ditetapkan untuk transaksi titipan. Tanggal valuta transaksi titipan maksimum 3 hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan transaksi titipan (T+3). 8. Setelmen transaksi Obligasi Repo yang ditatausahakan oleh Central Registry adalah transaksi Repo yang dilakukan antar Bank yang memiliki rekening surat berharga di Central Registry. 9. Bagi Bank bukan peserta BI-RTGS, Sub-Registry bukan Bank, Market Maker bukan Bank dan pihak-pihak lain bukan Bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, setelmen transaksi Obligasi dilaksanakan sebagai berikut: a. secara FoP ; atau b. secara DVP dengan menunjuk Bank pembayar dan atau Bank penerima yang telah menjadi peserta BI-RTGS. 10. Setelmen transaksi Obligasi dilaksanakan oleh Bagian PTPU-DPM, Bank Indonesia berdasarkan: a. Surat Permohonan Perpindahan Registrasi – Delivery Versus Payment (SPPR-DVP) yang diajukan oleh penjual dan Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran (SPPP-DVP) yang diajukan oleh pembeli, untuk transaksi secara DVP. b. Surat Permohonan Perpindahan Registrasi – Free of Payment (SPPR-FoP) yang diajukan oleh penjual, untuk transaksi secara FoP. c. Surat … 13 c. Surat Permohonan Perpindahan Registrasi (SPPR-Repo) yang diajukan oleh Bank sebagai penjual dan SPPP-Repo yang diajukan oleh Bank sebagai pembeli, untuk transaksi Repo. 11. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia menyerahkan formulir SPPR sebagaimana dimaksud pada angka 10 kepada Central Registry dan formulir SPPP kepada Bagian PTPU. B. Tata Cara Setelmen Transaksi Outright dan Pemindahan Kepemilikan Lainnya 1. Setelmen Transaksi Outright secara DVP a. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang menjual Obligasi, menyerahkan SPPR-DVP kepada Central Registry dari pukul 8.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan menggunakan formulir BER-10 sebagaimana contoh Lampiran- 10. b. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang membeli Obligasi menyerahkan SPPP-DVP kepada Bagian PTPU, dari pukul 8.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan menggunakan formulir BER-11 sebagaimana contoh Lampiran-11. c. SPPP-DVP sebagaimana dimaksud pada huruf b yang disampaikan oleh Sub-Registry bukan Bank dan Market Maker bukan Bank serta pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, wajib ditandatangani pula oleh Bank yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran dengan cara membubuhkan tandatangan pejabat Bank yang berwenang untuk melakukan pendebetan Rekening Giro Rupiah Bank di sistem BI-RTGS Bank Indonesia dan stempel Bank pada formulir SPPP-DVP. d. Permohonan … 14 d. Permohonan setelmen transaksi Obligasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Data diisi dengan lengkap dan benar; 2) Tanda tangan sesuai dengan specimen; 3) Obligasi yang ditransaksikan tidak sedang diagunkan; 4) Obligasi yang ditransaksikan mempunyai sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 2 (dua) hari kerja pada saat setelmen dilakukan. e. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b belum diisi secara lengkap dan/atau salah, maka Central Registry dan Bagian PTPU mengembalikan kepada pihak-pihak yang mengajukan. Central Registry dan Bagian PTPU menerima formulir yang telah diperbaiki selambat-lambatnya pukul 16.00 WIB. f. Berdasarkan data formulir SPPR-DVP dan SPPP-DVP yang telah diinput ke dalam sistem BER, secara otomatis sistem akan melakukan pencocokan data. g. Apabila data SPPR-DVP dengan SPPP-DVP telah cocok, Bagian PTPU melakukan setelmen dana melalui Sistem BI- RTGS dengan mendebet sebesar nilai transaksi Obligasi pada Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia milik Bank Pembeli atau Bank yang ditunjuk oleh pembeli, untuk untung Bank Penjual atau Bank yang ditunjuk oleh penjual. h. Apabila sampai dengan pukul 17.00 WIB, data SPPR-DVP dengan SPPP-DVP yang telah diinput dalam sistem BER tidak cocok, maka sistem BER akan membatalkan setelmen transaksi Obligasi. i. Central Registry melakukan setelmen kepemilikan Obligasi dalam Sistem BER dengan mendebet rekening surat berharga milik … 15 milik penjual Obligasi di Central Registry sebesar nominal Obligasi yang ditransaksikan untuk untung pembeli Obligasi. j. Dalam hal saldo rekening surat berharga milik penjual Obligasi di Central Registry dan/atau saldo Rekening Giro Rupiah milik Bank pembeli Obligasi di Bank Indonesia tidak mencukupi sampai dengan pukul 17.00 WIB maka setelmen transaksi Obligasi dimaksud dinyatakan batal. k. Dalam hal setelmen transaksi Obligasi dinyatakan batal, Central Registry mengembalikan formulir SPPR-DVP yang telah dicap “BATAL” dan Bagian PTPU mengembalikan SPPP- DVP yang telah dicap “BATAL”. Formulir yang telah dicap “BATAL” tersebut dapat diambil 1 (satu) hari kerja setelah hari pembatalan setelmen transaksi Obligasi. l. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai bukti perpindahan pencatatan kepemilikan Obligasi bagi penjual Obligasi dan pembeli Obligasi. 2. Setelmen Transaksi Outright secara FoP a. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang menjual Obligasi menyerahkan SPPR-FoP dengan menggunakan formulir BER- 12 sebagaimana contoh Lampiran-12 kepada Central Registry dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. b. Permohonan setelmen transaksi Obligasi sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Data diisi dengan lengkap dan benar; 2) Tanda tangan sesuai dengan specimen; 3) Obligasi yang ditransaksikan tidak sedang diagunkan; 4) Obligasi … 16 4) Obligasi yang ditransaksikan mempunyai sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 2 (dua) hari kerja pada saat setelmen dilakukan. c. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam huruf b belum diisi secara lengkap dan/atau salah, maka Central Registry mengembalikan kepada pihak yang mengajukan. Central Registry menerima formulir yang telah diperbaiki selambat-lambatnya pukul 16.00 WIB. d. Berdasarkan data formulir SPPR-FoP yang telah diinput ke dalam sistem BER, setelmen kepemilikan Obligasi akan dilakukan secara otomatis oleh sistem BER dengan mendebet rekening surat berharga penjual Obligasi di Central Registry sebesar nominal Obligasi yang ditransaksikan untuk untung pembeli Obligasi. e. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai bukti perpindahan pencatatan kepemilikan Obligasi bagi penjual dan pembeli Obligasi. f. Apabila sampai dengan pukul 17.00 WIB, saldo rekening surat berharga milik penjual Obligasi di Central Registry tidak mencukupi, maka setelmen transaksi Obligasi dimaksud dinyatakan batal. g. Dalam hal setelmen transaksi Obligasi dinyatakan batal, Central Registry mengembalikan formulir SPPR-FoP yang telah dicap “BATAL” dan formulir tersebut dapat diambil 1 (satu) hari kerja setelah hari pembatalan setelmen transaksi Obligasi. 3. Setelmen Pemindahan Kepemilikan Lainnya Pemindahan kepemilikan dalam rangka hibah, warisan, dan pelunasan kewajiban dilakukan sesuai tata cara setelmen transaksi outright secara FoP sebagaimana dimaksud pada angka 2. c. Setelmen … 17 C. Setelmen Transaksi Repo 1. Bank yang menjual Obligasi, menyerahkan Surat Permohonan Perpindahan Registrasi (SPPR-Repo) kepada Central Registry dari pukul 8.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan menggunakan formulir BER-13 sebagaimana contoh Lampiran-13. 2. Bank yang membeli Obligasi menyerahkan Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran (SPPP-Repo) dengan menggunakan formulir BER-14 sebagaimana contoh Lampiran-14 kepada Bagian PTPU, dari pukul 8.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. 3. Permohonan setelmen transaksi Obligasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Pengisian data lengkap dan benar; b. Tanda tangan sesuai dengan specimen; c. Obligasi yang direpokan tidak sedang diagunkan; d. Pada saat repo jatuh waktu, Obligasi yang direpokan masih mempunyai sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 2 (dua) hari kerja. 4. Dalam hal formulir sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 belum diisi secara lengkap dan/atau salah, maka Central Registry dan Bagian PTPU mengembalikan kepada pihak-pihak yang mengajukan. Central Registry dan Bagian PTPU menerima formulir yang telah diperbaiki selambat-lambatnya pukul 16.00 WIB. 6. Berdasarkan data formulir SPPR-Repo dan SPPP-Repo yang telah diinput ke dalam sistem BER, secara otomatis sistem akan melakukan pencocokan data. 7. Apabila data SPPR- Repo dengan SPPP- Repo telah cocok, Bagian PTPU melakukan setelmen dana melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet … 18 mendebet sebesar nilai transaksi Obligasi pada Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia milik Bank Pembeli Obligasi Repo, untuk untung Bank Penjual Obligasi Repo. 8. Apabila sampai dengan pukul 17.00 WIB data SPPR- Repo dengan SPPP- Repo yang telah diinput dalam sistem BER tidak cocok, maka sistem BER akan membatalkan setelmen transaksi Obligasi. 9. Central Registry melakukan Setelmen kepemilikan Obligasi Repo dalam Sistem BER dengan mendebet rekening surat berharga milik penjual Obligasi di Central Registry sebesar nominal Obligasi Repo yang ditransaksikan untuk untung pembeli Obligasi Repo. 10. Dalam hal saldo rekening surat berharga milik penjual Obligasi Repo di Central Registry dan/atau saldo Rekening Giro Rupiah milik Bank pembeli Obligasi Repo di Bank Indonesia tidak mencukupi sampai dengan pukul 17.00 WIB maka setelmen transaksi Obligasi Repo dimaksud dinyatakan batal. 11. Dalam hal setelmen transaksi Obligasi dinyatakan batal, Central Registry mengembalikan formulir SPPR- Repo yang telah dicap “BATAL” dan Bagian PTPU mengembalikan SPPP- Repo yang telah dicap “BATAL”. Formulir yang telah dicap “BATAL” tersebut dapat diambil 1 (satu) hari kerja setelah hari pembatalan setelmen transaksi Obligasi. 12. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai bukti perpindahan pencatatan kepemilikan Obligasi bagi penjual Obligasi Repo dan pembeli Obligasi Repo. 13. Pada saat Repo jatuh waktu, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Bagian PTPU melakukan setelmen dana melalui sistem BI- RTGS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia milik penjual Obligasi Repo sebesar nilai yang telah diperjanjikan untuk untung pembeli Obligasi Repo. b. Central … 19 b. Central Registry melakukan setelmen kepemilikan Obligasi dalam Sistem BER dengan mendebet sebesar nominal Obligasi yang ditransaksikan pada rekening surat berharga di Central Registry milik Bank untuk untung Bank penjual Obligasi Repo. c. Dalam hal saldo rekening surat berharga milik penjual Obligasi di Central Registry dan/atau saldo Rekening Giro Rupiah milik Bank pembeli Obligasi di Bank Indonesia tidak mencukupi sampai dengan pukul 17.00 WIB maka setelmen jatuh waktu Repo dimaksud dinyatakan batal dan transaksi Obligasi Repo dinyatakan sebagai transaksi Outright. d. Pada akhir hari, Central Registry menerbitkan KPS sebagai bukti perpindahan pencatatan kepemilikan Obligasi. 14. Dalam hal pembelian kembali Obligasi Repo akan dilakukan sebelum jatuh waktu, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Terdapat kesepakatan antara penjual Obligasi Repo dengan pembeli Obligasi Repo. b. Penjual Obligasi Repo dan pembeli Obligasi Repo menyampaikan surat permohonan untuk melakukan setelmen atas pembelian kembali Obligasi Repo sebelum jatuh waktu dengan menggunakan formulir BER-15 sebagaimana contoh Lampiran-15 dan formulir BER-16 sebagaimana contoh Lampiran-16, dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. IV. PEMBAYARAN KUPON DAN PELUNASAN POKOK OBLIGASI A. Tata Cara Pembayaran Kupon Saat Jatuh Waktu 1. Pembayaran kupon Obligasi didasarkan pada posisi pencatatan kepemilikan Obligasi di Central Registry pada 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran kupon Obligasi (T-2). 2. Central … 20 2. Central Registry dan Sub-Registry menerbitkan surat konfirmasi jatuh waktu kupon Obligasi bagi pemilik Obligasi yang tercatat pada masing-masing Registry pada akhir hari (T-2) dengan menggunakan formulir BER-17 sebagaimana contoh lampiran-17. 3. Surat konfirmasi tersebut dapat diambil di Central Registry pada 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran kupon Obligasi (T-1). 4. Dalam hal terdapat perbedaan perhitungan kupon Obligasi antara Central Registry dengan Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, maka perbedaan tersebut wajib dilaporkan kepada Central Registry dengan menggunakan formulir BER-06 sebagaimana contoh Lampiran-06, selambat-lambatnya pada pukul 12.00 WIB 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran kupon (T-1). 5. Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 4, Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia tidak melaporkan perbedaan perhitungan kupon, maka perhitungan kupon yang dianggap final adalah perhitungan kupon pada Central Registry, kecuali ada pembuktian lain dari pihak-pihak selain Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang dapat diterima oleh Central Registry. 6. Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan pembayaran kupon saat tanggal jatuh waktu (T-0), dengan mengkredit : a. Rekening Giro Rupiah Bank sebagai pemilik Obligasi pada Bank Indonesia; dan atau b. Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi Bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry bukan Bank, Market Maker bukan Bank dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk untung Sub-Registry bukan Bank, Market Maker … 21 Maker bukan Bank dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. 7. Sub-Registry melalui Bank yang ditunjuk wajib melakukan pembayaran kupon pada saat tanggal jatuh waktu (T-0) untuk untung rekening nasabah Sub-Registry yang bersangkutan. B. Tata Cara Pelunasan Pokok Obligasi Saat Jatuh Waktu 1. Obligasi dilunasi dengan nilai seratus persen dari jumlah nilai nominal Obligasi. 2. Pembayaran pelunasan pokok Obligasi didasarkan pada posisi pencatatan kepemilikan Obligasi di Central Registry pada 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran pelunasan pokok Obligasi (T-2). 3. Central Registry menerbitkan surat konfirmasi jatuh waktu pokok Obligasi untuk Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, yang tercatat pada Central Registry pada akhir hari (T-2) dengan menggunakan formulir BER- 17 sebagaimana contoh Lampiran-17. 4. Surat konfirmasi tersebut dapat diambil di Central Registry pada 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran pokok Obligasi (T-1). 5. Dalam hal terdapat perbedaan perhitungan pokok Obligasi antara Central Registry dengan Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, maka perbedaan tersebut wajib dilaporkan kepada Central Registry dengan menggunakan formulir BER-06 sebagaimana contoh Lampiran-06, selambat-lambatnya pada pukul 12.00 WIB, 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh waktu pembayaran pokok (T-1). 6. Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 5, Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk … 22 ditunjuk oleh Bank Indonesia tidak melaporkan perbedaan perhitungan pokok jatuh waktu, maka perhitungan pokok yang dianggap final adalah yang tercatat pada Central Registry, kecuali ada pembuktian lain dari pihak-pihak selain Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang dapat diterima oleh Central Registry. 7. Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan pembayaran pokok Obligasi saat tanggal jatuh waktu (T-0), dengan mengkredit: a. Rekening Giro Rupiah Bank sebagai pemilik Obligasi pada Bank Indonesia; dan b. Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi Bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry bukan Bank, Market Maker bukan Bank dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk untung Sub-Registry bukan Bank, Market Maker bukan Bank dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. 8. Sub-Registry melalui Bank yang ditunjuk wajib melakukan pembayaran pokok Obligasi pada hari yang sama (T-0) kepada nasabah yang tercatat pada Sub-Registry. 9. Bank Indonesia akan mengumumkan jumlah Obligasi yang telah dilunasi oleh Pemerintah melalui Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU). C. Tata Cara Pelunasan Pokok Obligasi Sebelum Jatuh Waktu 1. Pemerintah sebagai Penerbit Obligasi dapat melakukan pelunasan Obligasi sebelum jatuh waktu sebagaimana diatur dalam terms and conditions. 2. Tata cara pelunasan Obligasi sebelum jatuh waktu: a. Pelunasan Obligasi dilakukan Pemerintah melalui Bank Indonesia berdasarkan tanggal dan harga pasar yang telah ditetapkan Pemerintah. b. Setelmen … 23 b. Setelmen pembelian kembali oleh Pemerintah dilakukan baik secara DVP atau FoP. c. Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang akan menjual Obligasi sebelum jatuh waktu kepada Pemerintah, menyerahkan SPPR-DVP atau SPPR-FoP kepada Central Registry dengan menggunakan formulir BER-10 sebagaimana contoh Lampiran-10 atau BER-12 sebagaimana contoh Lampiran-12. d. Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan pembayaran pokok Obligasi pada tanggal pelunasan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, dengan mengkredit : 1) Rekening Giro Rupiah Bank sebagai pemilik Obligasi pada Bank Indonesia; dan 2) Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi Bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry bukan Bank dan Market Maker bukan Bank dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk untung Sub-Registry bukan Bank, Market Maker bukan Bank dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. e. Central Registry melakukan setelmen kepemilikan Obligasi dalam Sistem BER dengan mendebet sebesar nominal Obligasi yang dibeli kembali oleh Pemerintah pada rekening surat berharga milik Bank, Sub-Registry, Market Maker dan pihak- pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai pihak penjual Obligasi untuk untung rekening surat berharga Pemerintah. f. Central Registry akan menghapus pencatatan Obligasi yang telah dilunasi oleh Pemerintah sebelum jatuh waktu dari rekening surat berharga Pemerintah pada tanggal pelunasan. g. Apabila … 24 g. Apabila pelunasan sebelum jatuh waktu dilakukan, Bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry wajib melakukan pembayaran Obligasi yang dibeli oleh Pemerintah, pada hari yang sama (T- 0) kepada nasabah Obligasi yang tercatat pada Sub-Registry. 3. Bank Indonesia akan mengumumkan Obligasi yang telah dibeli kembali oleh Pemerintah pada hari kerja pertama minggu berikutnya melalui Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU). V. KONDISI DILUAR TANGGUNG JAWAB BANK INDONESIA Bank Indonesia sebagai Central Registry tidak bertanggung jawab atas tidak terlaksananya transaksi dan atau kerugian yang mungkin timbul yang disebabkan antara lain namun tidak terbatas pada: 1. Keterlambatan informasi atau ketidakakuratan data yang diterima oleh Bank Indonesia mengenai pejabat yang berwenang untuk melakukan perintah setelmen transaksi Obligasi. 2. Ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana oleh Pemerintah pada Rekening yang disediakan oleh Bank Indonesia yang mengakibatkan tidak terbayar atau keterlambatan atas pembayaran kupon atau pokok Obligasi yang jatuh waktu. 3. Keadaan bencana alam, kebakaran, banjir, tidak berfungsinya sistem kelistrikan secara nasional/regional, taufan, pemogokan, embargo, perang, invasi, huru hara, revolusi, terorisme, dan berbagai gangguan alam serta kemasyarakatan lainnya yang dapat mengganggu jalannya transaksi Obligasi Pemerintah, penyelesaian administrasi dan sistem pembayaran. Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/1/DPM tanggal 21 Januari 2000 perihal Tata Cara Pencatatan Kepemilikan Dan Setelmen Transaksi Obligasi Pemerintah dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan … 25 Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA ASLIM TADJUDDIN DIREKTUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/24/DPM|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penatausahaan Obligasi Pemerintah </reg_title> <set_date> 16 November 2001 </set_date> <effective_date> 16 November 2001 </effective_date> <replaced_reg> '2/1/DPM|SE-BI/2000' </replaced_reg> <related_reg> '2/2/PBI/2000', '3/20/DASP|SE-BI/2001', '2/24/DASP|SE-BI/2000', '3/11/PBI/2001', '2/24/PBI/2000' </related_reg>
No. 7/23/DPD Jakarta, 8 Juli 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank ____________________________________________________________ Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tanggal 14 Juni 2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4504), perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : 1. Pelarangan pemberian Kredit dalam rupiah dan atau valuta asing kepada Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tanggal 14 Juni 2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (PBI) tidak termasuk Kredit non tunai atau garansi yang terkait dengan kegiatan investasi di Indonesia yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memperoleh counter guaranty (kontra garansi) dari bank di luar negeri yang bonafide. Dalam pengertian bank tersebut tidak termasuk cabang bank yang bersangkutan di luar negeri; atau b. adanya… 2 b. adanya jaminan setoran sebesar 100% (seratus persen) dari nilai garansi yang diberikan. 2. Pembatasan Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf e PBI, termasuk untuk transaksi Non- Deliverable Forward (NDF). 3. Kredit dalam bentuk sindikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) PBI merupakan Kredit yang diberikan oleh lebih dari satu bank. Apabila pemberian Kredit sindikasi beranggotakan Bank dan bank di luar negeri, maka kontribusi bank di luar negeri secara total harus lebih besar dari kontribusi Bank. Contoh : Kredit sindikasi oleh beberapa bank yang diberikan kepada PT. X sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) berasal dari 3 (tiga) bank di luar negeri dan 2 (dua) Bank. Ketiga bank di luar negeri tersebut harus memberikan kontribusi paling sedikit sebesar Rp 510.000.000,- (lima ratus sepuluh juta rupiah) dan kedua Bank tersebut memberikan kontribusi sebesar Rp 490.000.000,- (empat ratus sembilan puluh juta rupiah ). Dengan demikian, prosentase kontribusi 3 (tiga) bank di luar negeri harus paling sedikit sebesar 51% dan prosentase kontribusi 2 (dua) Bank dalam kredit sindikasi tersebut sebesar 49%. 4. Cerukan intra hari rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d PBI, diatur sebagai berikut : a. Ketentuan pemberian cerukan intra hari Pemberian cerukan wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1) cerukan intra hari diberikan kepada penerima dana yang tercantum dalam dokumen konfirmasi, dan dilaksanakan pada tanggal valuta pembayaran yang tercantum dalam konfirmasi dimaksud; 2) nilai… 3 2) nilai dana yang akan diterima yang tercantum pada dokumen konfirmasi dimaksud, ditambah dengan saldo rekening penerima dana sekurang-kurangnya sama atau lebih besar dari nilai transaksi pembayaran yang dilaksanakan; 3) transaksi pembayaran dilakukan setelah dokumen konfirmasi sebagaimana dimaksud pada angka 2) diterima terlebih dahulu; dan 4) penerimaan dana sebagaimana tercantum dalam dokumen konfirmasi harus terealisasi pada tanggal pembayaran dilaksanakan. b. Dokumen pendukung pemberian cerukan intra hari Dokumen konfirmasi yang bersifat authenticated yang menunjukkan akan adanya dana rupiah masuk ke rekening bersangkutan pada hari yang sama, meliputi : 1) Society for Worldwide Interbank Financial Telecomunication (SWIFT) yang berfungsi sebagai notice to receive, customer transfer, delivery versus payment (untuk Surat Berharga), atau dokumen SWIFT lainnya yang sejenis; atau 2) tested telex. Contoh : i. pada tanggal 1 Maret 2005, saldo awal rekening Pihak Asing adalah Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). yang ii. pada tanggal sama, yang pembayaran yang mengakibatkan pendebetan rekeningnya bersangkutan akan melakukan sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah), sehingga terjadi cerukan intra hari sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Cerukan intra hari ini diperkenankan apabila Bank telah menerima dokumen bukti akan adanya dana masuk dalam rekening Pihak Asing pada tanggal 1 Maret 2005. Dokumen tersebut dapat berupa SWIFT message yang berfungsi sebagai notice to receive, customer transfer, delivery versus payment… 4 payment, atau tested telex dengan jumlah nominal paling sedikit sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). 5. Pengecualian atas pelarangan Transfer Rupiah ke rekening rupiah Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a PBI, diatur sebagai berikut : a. Transfer Rupiah dalam rangka pembayaran kepada Pihak Asing dapat dilakukan apabila terdapat kegiatan ekonomi berupa : 1) divestasi Penyertaan Langsung Pihak Asing di Indonesia, dan atau pembagian dividen; 2) penjualan Surat Berharga dalam rupiah oleh Pihak Asing, termasuk penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), penjualan saham, pembagian dividen, dan atau pembayaran kupon; 3) penerimaan pembayaran piutang Pihak Asing dalam rupiah, termasuk dalam rangka restrukturisasi utang; 4) penjualan wesel ekspor Pihak Asing melalui transaksi Letter of Credit (L/C) dalam rupiah; 5) penjualan wesel atas dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN); dan atau 6) penjualan barang dan jasa di Indonesia termasuk penerimaan penghasilan/gaji. b. Penerimaan Transfer Rupiah oleh Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib memenuhi ketentuan, sebagai berikut : 1) untuk Transfer Rupiah dengan nilai sampai dengan Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah), Bank wajib memiliki pernyataan secara tertulis (declared) dari Pihak Asing mengenai jenis kegiatan ekonomi yang mendasari (underlying transaction) transfer tersebut; 2) untuk… 5 2) untuk Transfer Rupiah dengan nilai lebih dari Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah), baik satu transaksi maupun beberapa transaksi untuk Pihak Asing yang sama dalam satu hari, Bank wajib memiliki jenis kegiatan ekonomi yang mendasari (underlying transaction) Transfer Rupiah tersebut dan dilengkapi dengan dokumen pendukung dari Pihak Asing, yang ditetapkan sekurang-kurangnya sebagai berikut : a) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka divestasi Penyertaan Langsung di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) adalah berupa bukti penjualan saham. b) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka penjualan Surat Berharga dalam rupiah oleh Pihak Asing termasuk penjualan SBI dan penjualan saham sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) adalah berupa bukti konfirmasi penjualan Surat Berharga, antara lain berupa SWIFT message, Tested Telex, Tested Fax, Reuters Monitor Dealing System (RMDS). c) Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan pembagian dividen berupa bukti kepemilikan saham dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham tentang pembagian dividen. Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan pembayaran kupon dilengkapi dengan bukti kepemilikan Surat Berharga. Transfer Rupiah yang terkait dengan penerimaan pembayaran piutang Pihak Asing dalam rupiah, termasuk dalam rangka restrukturisasi utang sebagaimana dimaksud dalam butir a.3) adalah bukti perjanjian kredit. e) Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan penjualan wesel ekspor Pihak Asing melalui transaksi L/C dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir a.4) antara lain berupa wesel, invoice, atau Bill of Lading (B/L); f) Untuk… d) Untuk 6 f) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka Penjualan wesel atas dasar SKBDN sebagaimana dimaksud dalam butir a.5) antara lain berupa wesel, invoice, atau B/L antar pulau; g) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka Penjualan barang dan jasa di Indonesia termasuk penerimaan penghasilan/gaji sebagaimana dimaksud dalam butir a.6) adalah bukti antara lain berupa perjanjian kontrak kerja, atau faktur transaksi jual beli barang dan jasa. c. Transfer Rupiah dalam rangka rencana pembelian Surat Berharga dapat dilakukan dengan pengaturan sebagai berikut : 1) terdapat dokumen yang menyatakan adanya pembelian Surat Berharga antara lain berupa SWIFT message, tested telex, tested fax, atau RMDS. 2) jangka waktu kepemilikan rupiah sebelum digunakan untuk pembelian Surat Berharga paling lama 2 (dua) hari kerja. 3) pada saat realisasi pembelian Surat Berharga, Bank wajib memiliki bukti pembelian Surat Berharga berupa bukti realisasi pembelian saham (receive versus payment). 6. a. Pengecualian pembatasan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a PBI, termasuk untuk transaksi pembelian atau penjualan outright forward valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan dalam rangka settlement kegiatan investasi. Jangka waktu transaksi outright forward valuta asing terhadap rupiah tersebut harus sama dengan jangka waktu settlement kegiatan investasi, dan transaksi outright forward valuta asing terhadap rupiah tersebut dilakukan sejak tanggal transaksi kegiatan investasi dilakukan. Transaksi… 7 Transaksi outright forward valuta asing terhadap rupiah tersebut wajib dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut : 1) untuk transaksi outright forward jual valuta asing terhadap rupiah dalam rangka pembelian saham, adalah sebagai berikut : a) konfirmasi pembelian saham yang disepakati oleh pembeli dan penjual saham, antara lain melalui sarana SWIFT message, pada saat tanggal transaksi outright forward jual valuta asing terhadap rupiah; dan b) bukti pembelian saham berupa authenticated SWIFT message yang berfungsi sebagai bukti realisasi pembelian saham (receive versus payment), pada saat tanggal valuta transaksi outright forward jual valuta asing terhadap rupiah. Contoh : Apabila Pihak Asing (global broker, atau global custody, atau pemodal asing) melakukan transaksi pembelian saham pada tanggal 6 Juni 2005 untuk settlement saham pada tanggal 9 Juni 2005, dan apabila Pihak Asing tersebut berkeinginan melakukan transaksi outright forward jual valuta asing terhadap rupiah, maka transaksi outright forward jual valuta asing terhadap rupiah tersebut harus dilakukan pada tanggal 6 Juni 2005 untuk jatuh tempo pada tanggal 9 Juni 2005. 2) untuk transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah dalam rangka penjualan saham diatur sebagai berikut : a) konfirmasi penjualan saham yang disepakati oleh pembeli dan penjual saham, antara lain berupa SWIFT message, pada saat tanggal transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah; dan b) bukti… 8 b) bukti penjualan saham berupa authenticated SWIFT message yang berfungsi sebagai bukti realisasi penjualan saham (Delivery versus payment), pada saat tanggal valuta transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah. Contoh : Apabila Pihak Asing (global broker, atau global custody, atau pemodal asing) melakukan transaksi penjualan saham pada tanggal 1 Juni 2005 untuk settlement saham pada tanggal 4 Juni 2005, dan apabila Pihak Asing tersebut berkeinginan melakukan transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah, maka transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah tersebut harus dilakukan pada tanggal 1 Juni 2005 untuk jatuh tempo pada tanggal 4 Juni 2005. b. Transaksi Derivatif dalam rangka kegiatan investasi di Indonesia, ekspor- impor, dan atau perdagangan di dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) PBI dapat dilakukan oleh Pihak Asing baik secara langsung maupun tidak langsung. Contoh : Perusahaan lokal dalam negeri melakukan transaksi hedging dengan Bank dalam rangka memenuhi kewajiban valuta asingnya, dalam rangka kegiatan investasi, di Indonesia. Maka Bank ini diperkenankan untuk meng-cover posisi ini terhadap Pihak Asing. 7. Pengecualian pembatasan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan untuk keperluan lindung nilai (hedging) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a PBI, diatur sebagai berikut : a. Dalam hal investasi berupa pembelian Surat Berharga diatur sebagai berikut : 1) Underlying transaction untuk pembelian Surat Berharga dihitung berdasarkan total portofolio (basket of securities) atas dasar harga pasar… 9 pasar (market value), sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai surat berharga yang bersangkutan. 2) Total nilai portofolio paling sedikit sama dengan nilai hedging selama periode hedging. Apabila dalam jangka waktu hedging terdapat penurunan market value Surat Berharga yang digunakan sebagai underlying, maka nilai Surat Berharga yang menjadi underlying wajib ditambah sehingga nilai hedging tetap sama dengan nilai underlying pada saat awal transaksi hedging dilakukan. 3) Contoh : a) Apabila Pihak Asing memiliki total portofolio sebagai berikut : i. Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang akan jatuh tempo 1 bulan mendatang dengan harga pasar sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). ii. Saham PT. ABC yang tercatat dipasar modal dengan harga pasar sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). iii. Obligasi Korporasi PT. DEF berjangka waktu 1 tahun dengan harga pasar sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan akan jatuh tempo 3 bulan mendatang. maka total portofolio yang dapat dijadikan underlying transaction adalah sebesar Rp 160.000.000,- (seratus enam puluh juta rupiah). b) Bank dapat melakukan hedging terhadap portofolio dimaksud dengan jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan dan nilai nominal hedging paling banyak sebesar Rp 160.000.000,- (seratus enam puluh juta rupiah). c) Apabila Obligasi yang berjangka waktu 5 (lima) tahun tersebut di atas telah jatuh tempo sebelum masa hedging berakhir, maka Pihak Asing tersebut wajib membeli Surat Berharga pengganti dengan… 10 dengan nilai yang sama dengan nilai obligasi yang jatuh tempo tersebut yaitu sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). d) Apabila saham PT. ABC yang menjadi underlying tersebut di atas senilai Rp 50.000.000,- (lima puluh juta) dijual maka Pihak Asing tersebut wajib membeli saham pengganti dengan nilai yang sama dengan nilai saham yang dijual tersebut yaitu sebesar paling sedikit Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). 4) Apabila dalam jangka waktu hedging terdapat penambahan Surat Berharga dalam portofolio yang sama, dan Pihak Asing bermaksud untuk melakukan hedging atas penambahan Surat Berharga tersebut, maka Pihak Asing tersebut wajib membuka kontrak hedging baru dengan jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan dan nilainya paling banyak sebesar penambahan Surat Berharga dimaksud. Contoh : Pihak Asing memiliki portofolio saham sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) pada tanggal 1 Juni 2005, dan pada tanggal yang sama dilakukan hedging dengan membuka transaksi derivatif senilai Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dan berjangka waktu 3 (tiga) bulan. Pada tanggal 7 Juni 2005, Pihak Asing tersebut melakukan pembelian obligasi SUN sebesar Rp 40.000.000 (empat puluh juta rupiah), sehingga nilai portofolio pihak asing tersebut menjadi senilai Rp 90.000.000 (sembilan puluh juta rupiah). Apabila Pihak Asing tersebut bermaksud untuk melakukan hedging atas tambahan obligasi SUN tersebut, maka Pihak Asing dimaksud harus membuka kontrak hedging yang baru di luar transaksi hedging sebelumnya dengan nilai hedging paling banyak sebesar Rp 40.000.000 (empat puluh juta rupiah) dan jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan. b. Dalam… 11 b. Dalam hal investasi berupa pemberian Kredit diatur sebagai berikut : 1) Underlying dihitung berdasarkan nominal Kredit yang direalisasikan. 2) Underlying untuk pemberian Kredit dalam bentuk Kredit sindikasi, dihitung berdasarkan jumlah hedging yang dapat dilakukan oleh Pihak Asing paling banyak adalah sebesar kontribusi Pihak Asing tersebut dalam Kredit sindikasi. Dalam hal terdapat Kredit sindikasi dengan Pihak Asing lebih dari 1, maka masing-masing Pihak Asing yang tergabung dalam Kredit sindikasi dapat melakukan hedging dengan nilai hedging paling banyak sebesar total nilai kontribusi Pihak Asing dalam Kredit sindikasi tersebut. Contoh : Kredit sindikasi oleh lima bank di luar negeri yang diberikan kepada PT. X adalah sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Masing-masing bank asing tersebut memberikan kontribusinya sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), maka nilai hedging yang dapat dilakukan oleh masing-masing bank di luar negeri tersebut paling banyak adalah sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). c. Dalam hal investasi berupa Penyertaan Langsung maka underlying adalah berupa setoran modal dan laba ditahan, namun tidak termasuk dividen dan laba tahun berjalan. 8. Dokumen pendukung untuk kegiatan investasi yang dapat digunakan sebagai underlying transaction dari Transaksi Derivatif adalah Penyertaan Langsung, pemberian Kredit dan pembelian Surat Berharga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) PBI diatur sebagai berikut : a. Dalam rangka Penyertaan Langsung. 1) Untuk… telah 12 1) Untuk Penyertaan Langsung yang telah direalisasi, wajib dilengkapi dengan bukti Penyertaan Langsung yang di dalamnya tercantum nilai nominal, identitas penyetor, bukti setoran dan identitas pihak penerima Penyertaan Langsung. 2) Untuk Penyertaan Langsung yang dilakukan melalui proses lelang dan belum direalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 PBI, wajib dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut : 1) bukti masuk dalam short list; dan 2) sale and purchase agreement yang sudah ditandatangani atau bukti sebagai pemenang lelang; b. Dalam rangka pemberian Kredit, wajib dilengkapi dengan bukti perjanjian Kredit dan bukti outstanding. c. Dalam rangka pembelian Surat Berharga, Bank wajib memiliki bukti pembelian Surat Berharga oleh Pihak Asing berupa SWIFT message yang berfungsi holdings. Bagi nasabah yang tidak berlangganan SWIFT dapat menggunakan dokumen pengganti berupa laporan sebagai receive versus payment dan statement of rekapitulasi pemilikan Surat Berharga yang diterbitkan bank kustodian yang bersangkutan, untuk bukti kepemilikan Surat Berharga dimaksud. Di dalam laporan rekapitulasi tersebut harus tercantum tanggal yang membuktikan bahwa pada saat dilakukan hedging sampai dengan jatuh waktu hedging, yang bersangkutan masih memiliki jumlah outstanding Surat Berharga yang nilainya paling sedikit sama dengan nilai hedging. d. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan oleh Pihak Asing, wajib disertai dengan surat pernyataan bermaterai yang dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya sekurang-kurangnya mencakup : 1) Nama… 13 1) Nama dan identitas Pihak Asing; 2) Nama Bank; 3) Nilai nominal transaksi derivatif yang dilakukan Pihak Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu underlying; 4) Pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas underlying tidak digunakan sebagai underlying bagi transaksi derivatif dengan Bank yang sama atau dengan Bank lain. 9. Dokumen pendukung untuk kegiatan ekspor barang dari Indonesia dan impor barang ke Indonesia yang menggunakan L/C antara lain berupa wesel, invoice, dan B/L. 10. Dokumen pendukung untuk kegiatan perdagangan dalam negeri yang menggunakan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) antara lain berupa wesel, invoice, dan B/L antar pulau. 11. Sehubungan dengan Pasal 16 PBI, Bank wajib menyampaikan seluruh laporan Transaksi Derivatif kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang pelaporan transaksi devisa secara akurat, benar, dan lengkap. Dalam hal belum tersedia sistem pelaporan yang dapat mengakomodasi pelaporan posisi Transaksi Derivatif beli Bank dengan Pihak Asing, Bank wajib menyampaikan laporan secara tertulis dengan menggunakan format sebagaimana lampiran 1 sampai dengan lampiran 4 dalam bentuk hard copy. 12. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) PBI dihitung secara kumulatif atas keseluruhan nilai nominal transaksi yang dilanggar dikalikan dengan 10% (sepuluh persen). Pengenaan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran tersebut dilakukan dengan pendebetan rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. Perhitungan sanksi kewajiban membayar berdasarkan tahun kalender. Contoh… 14 Contoh : a. Jika Pihak Asing memiliki nilai underlying sebesar USD 90,000,000 (sembilan puluh juta US Dollar ), sementara nilai kontrak hedging Pihak Asing tersebut sebesar USD 100,000,000 (seratus juta US Dollar), maka pengenaan sanksi adalah terhadap kekurangan nilai underlying tersebut yaitu adalah 10% (sepuluh persen) dari USD 10,000,000 (sepuluh juta US Dollar), untuk setiap hari kerja pelanggaran. b. Jika Pihak Asing melakukan Transaksi Derivatif sebesar USD 5,000,000 (lima juta US Dollar) tanpa underlying, maka sanksi dikenakan sebesar 10% (sepuluh persen) dari USD 5,000,000 (lima juta US Dollar). Jika Pihak Asing memiliki underlying hanya sebesar USD 1,000,000 (satu juta US Dollar), maka sanksi dikenakan sebesar 10% (sepuluh persen) dari USD 4,000,000 (empat juta US Dollar), untuk setiap hari kerja pelanggaran c. Bank melakukan pemberian cerukan intra-hari kepada Pihak Asing A sebanyak 3 kali dengan nominal masing-masing Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Nilai pelanggaran yang diperhitungkan dari pelanggaran cerukan intra-hari ini adalah dan sebesar Rp 65.000.000,- (enam puluh lima juta rupiah), yaitu nilai kumulatif pelanggaran cerukan yang terjadi. Selain itu, Bank juga melakukan transaksi forward jual USD/IDR terhadap Pihak Asing B sebesar USD 5,000,000 (lima juta US Dollar) tanpa underlying transaction kegiatan investasi. Nilai pelanggaran yang diperhitungkan adalah sebesar USD 5,000,000 (lima juta US Dollar) dikali dengan kurs tengah BI pada tanggal transaksi. Asumsi kurs adalah Rp 8.000 per USD maka nilai Rp 40.000.000.000,- (empat puluh milyar rupiah). pelanggaran adalah Total… 15 Total nilai pelanggaran adalah Rp 40.065.000.000,- (empat puluh milyar enam puluh lima juta rupiah) sehingga kewajiban membayar sebesar 10% (sepuluh persen) dari total nilai pelanggaran Rp 4.006.500.000 (empat milyar enam juta lima ratus ribu rupiah). diatas yaitu 13. Bank yang pada saat berlakunya Surat Edaran ini masih memiliki posisi (outstanding) Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PBI dan Pasal 7 PBI, dan belum jatuh tempo maka posisi dari Transaksi Derivatif tersebut tetap dapat dilakukan sampai dengan jatuh tempo Transaksi Derivatif tersebut namun Transaksi Derivatif tersebut dilarang diperpanjang (roll over). Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No.3/5/DPD tanggal 31 Januari 2001 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 14 Juli 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ASLIM TADJUDDIN DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/23/DPD|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank </reg_title> <set_date> 8 Juli 2005 </set_date> <effective_date> 14 Juli 2005 </effective_date> <replaced_reg> '3/5/DPD|SE-BI/2001' </replaced_reg> <related_reg> '7/14/PBI/2005' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 12' </penalty_list>
1 No. 15/17 /DInt Jakarta, 29 April 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PERUSAHAAN BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal : Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana Utang Luar Negeri, dan Informasi Keuangan. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/21/PBI/2012 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5377), diperlukan pengaturan mengenai pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana Utang Luar Negeri, dan Informasi Keuangan untuk memperoleh informasi Rencana Utang Luar Negeri dan perubahannya dari perusahaan bukan bank serta Informasi Keuangan perusahaan bukan bank yang memiliki posisi Utang Luar Negeri, dalam rangka menjaga prudential borrowing dalam skala makro dan untuk perumusan kebijakan makro prudensial. Dengan demikian perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana Utang Luar Negeri, dan Informasi Keuangan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disingkat LLD adalah perpindahan aset dan kewajiban finansial antara Penduduk dan bukan Penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar Penduduk sebagaimana diatur … 2 diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. 2. Utang Luar Negeri yang selanjutnya disingkat ULN adalah utang Penduduk kepada bukan Penduduk dalam valuta asing dan/atau rupiah, termasuk di dalamnya pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 3. ULN Jangka Pendek adalah ULN dengan jangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun, baik langsung dari kreditur atau pasar keuangan maupun tidak langsung melalui pihak lain yang merupakan afiliasi maupun nonafiliasi. 4. ULN Jangka Panjang adalah ULN dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, baik langsung dari kreditur atau pasar keuangan maupun tidak langsung melalui pihak lain yang merupakan afiliasi maupun nonafiliasi. 5. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. 6. Pelapor adalah Penduduk yang melakukan kegiatan LLD, baik untuk kepentingan Pelapor yang bersangkutan maupun pihak lain. 7. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang–undangan yang mengatur mengenai badan usaha milik negara yang berlaku. 8. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perusahaan dan lembaga keuangan daerah yang berlaku. 9. Badan Usaha Milik Swasta yang selanjutnya disingkat BUMS adalah badan usaha yang tidak termasuk dalam pengertian BUMN dan BUMD, yang berkedudukan di Indonesia, baik yang berbentuk … 3 berbentuk badan hukum Indonesia maupun asing dan yang tidak berbentuk badan hukum. 10. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 11. Manajemen Risiko adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh perusahaan bukan bank dalam mengelola risiko-risiko yang mungkin timbul dari transaksi ULN. 12. Risiko Pasar adalah suatu risiko yang timbul dalam transaksi keuangan akibat pergerakan faktor-faktor di pasar keuangan. 13. Risiko Operasional adalah suatu risiko kerugian yang disebabkan karena tidak berjalannya atau gagalnya proses internal, manusia, sistem, dan peristiwa eksternal. 14. Risiko Likuiditas adalah suatu risiko yang muncul apabila suatu pihak tidak dapat membayar kewajiban yang jatuh tempo secara tunai. 15. Hari adalah hari kerja Bank Indonesia. II. PELAPOR Berdasarkan kepemilikan usaha, Pelapor yang merupakan perusahaan bukan bank terdiri atas: 1. BUMN; 2. BUMD; dan 3. BUMS. III. CAKUPAN LAPORAN 1. Ruang lingkup laporan yang wajib dilaporkan terdiri atas: a. Laporan LLD yang berupa: 1) Laporan Rencana ULN Laporan Rencana ULN meliputi keterangan dan data mengenai rencana ULN Jangka Panjang selama 1 (satu) tahun berjalan, baik berupa utang baru maupun perpanjangan (roll over) utang lama, yang mencakup: a) rencana … 4 a) rencana perolehan ULN selama 1 (satu) tahun yang mencakup: (1) status ULN; (2) jenis valuta; (3) jumlah; (4) tujuan penggunaan; (5) kreditur; (6) hubungan dengan kreditur; (7) jenis utang; (8) waktu masuk pasar; (9) jangka waktu; (10) lokasi penerbitan (untuk surat utang); (11) suku bunga indikatif; (12) basis suku bunga; dan (13) sumber pembayaran ULN. b) hasil analisis Manajemen Risiko yang terdiri atas Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, dan risiko lainnya; dan c) penilaian peringkat perusahaan Pelapor, bagi Pelapor yang telah memiliki peringkat perusahaan, baik peringkat dari lembaga pemeringkat domestik maupun lembaga pemeringkat internasional. 2) Laporan Perubahan Rencana ULN a) Laporan Perubahan Rencana ULN meliputi perubahan rencana ULN Jangka Panjang sebagaimana dimaksud pada angka 1) selama 1 (satu) tahun berjalan. b) Laporan Perubahan Rencana ULN sebagaimana dimaksud pada huruf a) disampaikan dengan mengemukakan item perubahan dan alasan perubahan tersebut. b. Laporan Informasi Keuangan 1) Laporan Informasi Keuangan meliputi data kinerja keuangan Pelapor pada periode pelaporan sebelumnya, pada … 5 pada saat Pelapor memiliki posisi ULN Jangka Pendek dan/atau ULN Jangka Panjang, yang disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Laporan Informasi Keuangan Tahunan Laporan Informasi Keuangan ini disampaikan pada semester I dengan menggunakan data keuangan tahunan sesuai tahun pembukuan perusahaan pada periode 1 (satu) tahun sebelumnya. b) Laporan Informasi Keuangan Interim Laporan Informasi Keuangan ini disampaikan pada semester II dengan menggunakan data keuangan tengah tahun (interim) sesuai tahun pembukuan perusahaan pada periode tahun berjalan. 2) Dalam hal Laporan Informasi Keuangan telah diaudit, nama auditor harus dicantumkan dalam Laporan Informasi Keuangan tersebut. 3) Dalam hal Laporan Informasi Keuangan belum diaudit, maka harus diberikan penjelasan bahwa Laporan Informasi Keuangan tersebut belum diaudit. 4) Dalam hal Laporan Informasi Keuangan sedang diaudit, maka Laporan Informasi Keuangan tersebut mencantumkan nama auditor yang sedang melakukan pemeriksaan. Contoh Laporan Informasi Keuangan Tahunan dan Laporan Informasi Keuangan Interim: PT X memiliki tahun pembukuan Januari-Desember. Untuk Laporan Informasi Keuangan Tahunan tahun 2014, maka PT X melaporkan informasi keuangan tahunan posisi Desember tahun 2013 (apabila terdapat posisi ULN Jangka Pendek dan/atau ULN Jangka Panjang pada periode tersebut). Sedangkan untuk Laporan Informasi Keuangan Interim tahun 2014, maka PT X melaporkan informasi keuangan tengah tahun (interim) posisi Juni tahun 2014 (apabila … 6 (apabila terdapat posisi ULN Jangka Pendek dan/atau ULN Jangka Panjang pada periode tersebut). PT Z memiliki tahun pembukuan April-Maret. Untuk Laporan Informasi Keuangan Tahunan tahun 2014, maka PT Z melaporkan informasi keuangan tahunan posisi Maret 2014. Sedangkan untuk Laporan Informasi Keuangan Interim tahun 2014, maka PT Z melaporkan informasi keuangan tengah tahun (interim) posisi September 2014. 2. Kewajiban Penyampaian Laporan a. Kewajiban penyampaian Laporan Rencana ULN sebagaimana dimaksud pada butir III.1.a.1) berlaku bagi: 1) Pelapor yang berencana untuk memperoleh ULN Jangka Panjang baru selama 1 (satu) tahun berjalan; 2) Pelapor yang berencana untuk memperpanjang (roll over) ULN Jangka Panjang; dan/atau 3) Pelapor yang berencana memperpanjang ULN Jangka Pendek menjadi Jangka Panjang. b. Dalam hal Pelapor tidak memiliki rencana untuk memperoleh ULN Jangka Panjang, kewajiban penyampaian Laporan Rencana ULN sebagaimana dimaksud pada huruf a tetap dilakukan dengan menyampaikan form header (null/kosong). c. Kewajiban penyampaian Laporan Perubahan Rencana ULN sebagaimana dimaksud pada butir III.1.a.2) berlaku bagi Pelapor yang akan mengubah rencana ULN Jangka Panjang selama 1 (satu) tahun berjalan. d. Kewajiban penyampaian Laporan Informasi Keuangan sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b berlaku bagi Pelapor yang memiliki posisi ULN Jangka Pendek dan/atau posisi ULN Jangka Panjang, yang meliputi: 1) Pinjaman dalam rupiah maupun valuta asing yang dilakukan berdasarkan perjanjian pinjaman (loan agreement) dengan bukan Penduduk; 2) Surat … 7 2) Surat utang dalam valuta asing yang diterbitkan di pasar keuangan internasional melalui penawaran umum; 3) Surat utang dalam rupiah maupun valuta asing yang diterbitkan secara private placement kepada bukan Penduduk; 4) Surat utang dalam valuta asing yang diterbitkan di pasar keuangan dalam negeri melalui penawaran umum; 5) Surat utang dalam valuta asing yang diterbitkan secara private placement kepada Penduduk; 6) Kewajiban lainnya kepada bukan Penduduk baik dalam valuta asing maupun rupiah selain jenis ULN sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 5), antara lain: a) kewajiban kepada bukan Penduduk yang dicatat sebagai bagian dari komponen modal dalam bentuk sub ordinate loan dan sejenisnya; b) utang sewa pembiayaan (financial lease) yang tercatat secara on balance sheet sebagai kewajiban; dan c) jenis kewajiban lainnya yang tercatat dalam on balance sheet, tidak termasuk kewajiban dalam bentuk utang dagang dan sewa; dan/atau 7) Bentuk kewajiban dan surat utang sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 6) yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah. IV. FORMAT LAPORAN DAN TATA CARA PELAPORAN 1. Format Laporan Format laporan diatur dalam Pedoman Pelaporan Rencana ULN, Perubahan Rencana ULN, dan Informasi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian … 8 bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Tata Cara Penyampaian Laporan a. Pelaporan Rencana ULN, Perubahan Rencana ULN, dan Informasi Keuangan disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bagi Pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia, laporan disampaikan oleh kantor pusat Pelapor; 2) Bagi Pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di luar Indonesia, laporan disampaikan oleh kantor koordinator dari kantor-kantor Pelapor yang berkedudukan di Indonesia. b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir III.1 dilakukan secara online melalui website pelaporan kegiatan LLD yang dikelola oleh Bank Indonesia dengan alamat https://www.bi.go.id/lkpbuv2. c. Tata cara pelaporan mengacu pada Pedoman Pelaporan Rencana ULN, Perubahan Rencana ULN, dan Informasi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran. Pedoman pelaporan dimaksud juga terdapat dalam website pelaporan kegiatan LLD di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf b. d. Dalam hal pada hari terakhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir III.1. terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia yang mengakibatkan Pelapor tidak dapat menyampaikan laporan secara online, maka laporan disampaikan pada Hari berikutnya secara: 1) Online apabila gangguan teknis telah dapat diatasi; atau 2) Offline apabila gangguan teknis belum dapat diatasi, selama jam kerja Bank Indonesia dengan menggunakan email attachment, compact disk (CD), flash disk, dan/atau media perekaman data elektronik lainnya yang disampaikan kepada Bank Indonesia. V. PENYAMPAIAN … 9 V. PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Batas Waktu Penyampaian Laporan a. Laporan Rencana ULN sebagaimana dimaksud pada butir III.1.a.1) disampaikan secara online paling lambat tanggal 15 Maret tahun berjalan sampai dengan pukul 24.00 WIB. b. Laporan Perubahan Rencana ULN sebagaimana dimaksud pada butir III.1.a.2) disampaikan secara online paling lambat tanggal 1 Juli tahun berjalan sampai dengan pukul 24.00 WIB. c. Laporan Informasi Keuangan sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b disampaikan secara online paling lambat tanggal 15 Juni tahun berjalan untuk Laporan Informasi Keuangan Tahunan dan tanggal 15 Desember untuk Laporan Informasi Keuangan Interim, masing-masing sampai dengan pukul 24.00 WIB. d. Apabila hari terakhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir III.1 secara online jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur atau cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, batas waktu penyampaian laporan jatuh pada Hari berikutnya sampai dengan pukul 24.00 WIB. Contoh: Batas akhir penyampaian Laporan Informasi Keuangan Tahunan tanggal 15 Juni jatuh pada hari Sabtu. Dengan demikian, Pelapor dapat menyampaikan laporan pada Hari berikutnya, yaitu Senin. Namun apabila hari Senin merupakan hari cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka penyampaian laporan dilakukan pada Hari berikutnya, yaitu Selasa. e. Apabila pada hari terakhir penyampaian laporan terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia sehingga Pelapor tidak dapat menyampaikan laporan secara online, laporan disampaikan pada Hari berikutnya secara: 1) Online sampai dengan pukul 24.00 WIB, apabila gangguan teknis telah dapat diatasi; atau 2) Offline … 10 2) Offline kepada Bank Indonesia selama jam kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, apabila gangguan teknis belum dapat diatasi. 2. Terlambat dan Tidak Menyampaikan Laporan. a. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila laporan disampaikan setelah batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir V sampai dengan akhir bulan berjalan. Contoh: Pelapor menyampaikan Laporan Informasi Keuangan Tahunan pada tanggal 16 Juni. b. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila laporan disampaikan setelah akhir bulan berjalan. Contoh: Pelapor menyampaikan Laporan Informasi Keuangan Tahunan pada tanggal 1 Juli. VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Pelapor yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada butir V.2.a dikenakan sanksi administratif berupa Surat Peringatan dari Bank Indonesia kepada Direksi Pelapor. 2. Pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada butir V.2.b dikenakan sanksi administratif berupa Surat Peringatan dari Bank Indonesia kepada Direksi Pelapor. Pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebanyak 2 (dua) kali atau lebih secara berturut-turut, selain dikenakan sanksi administratif berupa Surat Peringatan dari Bank Indonesia juga dikenakan sanksi administratif berupa Surat Pemberitahuan kepada otoritas/instansi yang berwenang. Contoh: Pelapor memiliki kewajiban untuk menyampaikan Laporan Informasi Keuangan kepada Bank Indonesia namun tidak menyampaikan Laporan Informasi Keuangan sebanyak 2 (dua) kali atau lebih secara berturut–turut, misalnya tidak menyampaikan … 11 menyampaikan Laporan Informasi Keuangan Tahunan dan Laporan Informasi Keuangan Interim pada tahun 2015. Dengan demikian, Pelapor dikenakan Surat Peringatan dari Bank Indonesia dan Surat Pemberitahuan kepada otoritas/instansi yang berwenang. VII. ANALISIS MANAJEMEN RESIKO 1. Hasil analisis Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada butir III.1.a.1).b) dilakukan dengan memperhatikan penerapan fungsi manajemen risiko yang mencakup: a. Risiko Pasar Manajemen risiko pasar perlu dilakukan untuk mengantisipasi timbulnya risiko akibat pergerakan faktor- faktor di pasar keuangan, antara lain mencakup risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko saham, dan risiko komoditas. b. Risiko Likuiditas Manajemen risiko likuiditas perlu dilakukan untuk mengantisipasi timbulnya risiko perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. c. Risiko Operasional Manajemen Risiko Operasional perlu dilakukan untuk mengantisipasi timbulnya risiko kerugian akibat tidak berjalannya proses internal, manusia dan sistem, serta kondisi eksternal. d. Risiko lainnya Manajemen Risiko lainnya perlu dilakukan untuk mengantisipasi timbulnya risiko-risiko lainnya selain risiko pada huruf a, huruf b, dan huruf c. 2. Dalam menerapkan fungsi Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1, Pelapor dapat memperhatikan indikator-indikator yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yaitu: a. Indikator keuangan mikro, yaitu indikator rasio keuangan per sektor ekonomi (Financial Ratio Indicators by Economic Sectors) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam bentuk … 12 bentuk tabel indikator dan dapat digunakan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ULN Pelapor, baik ULN Jangka Panjang maupun ULN Jangka Pendek. b. Indikator keuangan makro, yaitu indikator ULN nasional yang diformulasikan dalam bentuk debt indicator ratio dan dapat digunakan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian atas exposure ULN Pelapor dalam skala makro (nasional) khususnya dari perspektif moneter. Indikator keuangan mikro dan makro sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a dan 2.b dipublikasikan oleh Bank Indonesia antara lain melalui email dan/atau website Bank Indonesia- Investor Relation Unit (IRU). VIII. ALAMAT SURAT MENYURAT DAN HELP DESK 1. Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini, serta pertanyaan yang berkaitan dengan teknis dan cara pelaporan, data entry, serta materi laporan ditujukan kepada: Kantor Pusat Bank Indonesia Departemen Internasional c.q. Divisi Analisis Pinjaman Luar Negeri dan Hubungan Investor (APHI) Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 5 Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350 Email : hdsiulpln@bi.go.id Telp. : (021)-381 8308 (hunting) : (021)-231 0108 ext. 5174/5175 Faksimili : (021)-350 1950 2. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. IX. PERALIHAN … 13 IX. PERALIHAN Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/37/DInt tanggal 23 Desember 2010 perihal Tata Cara Pelaporan Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank serta Format Indikator Keuangan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Juli 2013. X. PENUTUP 1. Untuk Laporan Rencana ULN sebagaimana dimaksud pada butir III.1.a.1), sanksi sebagaimana dimaksud pada butir VI mulai berlaku sejak pelaporan Rencana ULN tahun 2014 yang disampaikan paling lambat tanggal 15 Maret 2014. 2. Untuk Laporan Informasi Keuangan sebagaimana dimaksud pada butir III.1.b, sanksi sebagaimana dimaksud pada butir VI mulai berlaku sejak pelaporan Informasi Keuangan Tahunan posisi bulan Desember 2013 yang disampaikan paling lambat tanggal 15 Juni 2014. 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/37/DInt tanggal 23 Desember 2010 perihal Tata Cara Pelaporan Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank serta Format Indikator Keuangan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2013. 4. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29 April 2013 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA JEFFREY KAIRUPAN KEPALA DEPARTEMEN INTERNASIONAL
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/17/DInt|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana Utang Luar Negeri, dan Informasi Keuangan. </reg_title> <set_date> 29 April 2013 </set_date> <effective_date> 29 April 2013 </effective_date> <replaced_reg> '12/37/DInt|SE-BI/2010' </replaced_reg> <related_reg> '14/21/PBI/2012' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 10/18/DPM Jakarta, 15 April 2008 SURAT EDARAN Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/4/DPM Tanggal 16 Maret 2007 Perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara Di Pasar Perdana Dan Penatausahaan Surat Utang Negara Sehubungan dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait Lelang Surat Utang Negara (SUN) di Pasar Perdana dan PMK terkait Sistem Dealer Utama, serta adanya penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 perihal Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4809), perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/4/DPM tanggal 16 Maret 2007 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara sebagai berikut : 1. Ketentuan butir I.8, butir I.9 dan butir I.10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 8. Lelang SUN adalah penjualan SUN yang diikuti oleh : a. Peserta Lelang, Bank Indonesia, dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan, dalam hal Lelang Surat Utang Negara untuk Surat Perbendaharaan Negara; atau b. Peserta Lelang dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan, dalam hal Lelang Surat Utang Negara untuk Obligasi Negara, dengan cara mengajukan Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive … 2 (Non-competitive Bidding) dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. 9. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan tingkat imbal hasil (Yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar. 10. Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume tanpa tingkat imbal hasil (Yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar. 2. Ketentuan butir II.A.1 dan butir II.A.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Pihak yang dapat membeli SUN dalam Lelang SUN di Pasar Perdana yaitu orang perseorangan, atau kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, atau Bank Indonesia atau Lembaga Penjamin Simpanan. 2. Pembeli selain Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan mengajukan penawaran pembelian SUN melalui Peserta Lelang kepada Bank Indonesia sebagai agen lelang. 3. Ketentuan butir II.A diubah, diantara angka 8 dan angka 9 disisipkan angka baru yaitu angka 8a yang berbunyi sebagai berikut: 8a. Lembaga Penjamin Simpanan dapat membeli SUN di Pasar Perdana melalui lelang SUN, dengan persyaratan sebagai berikut: a. penawaran pembelian dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; b. penawaran pembelian hanya untuk Penawaran Pembelian Non- Kompetitif (Non-competitive Bidding). 4. Ketentuan … 3 4. Ketentuan butir II.B.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 3. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN, Peserta Lelang mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil (Yield) atau harga (price) untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) atau penawaran kuantitas untuk Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive Bidding). 5. Ketentuan butir II.B.5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 5. Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SUN untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding), mencakup penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil (Yield) atau harga (price) dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pengajuan penawaran kuantitas dari masing-masing Peserta Lelang paling rendah 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah). b. Penawaran diskonto atau tingkat imbal hasil (Yield) diajukan dengan kelipatan 1/32 (satu per tiga puluh dua) atau 0,03125 (tiga ribu seratus dua puluh lima per seratus ribu). c. Penawaran harga (price) diajukan dengan kelipatan 0,05% (lima per sepuluh ribu). 6. Ketentuan butir II.C.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Menteri Keuangan Republik Indonesia menetapkan hasil Lelang SUN di Pasar Perdana yang mencakup pemenang lelang, nilai nominal, dan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil (Yield) atau harga (price). 7. Ketentuan butir II.D.2 dan butir II.D.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 2. Pengumuman hasil Lelang SUN sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling kurang memuat kuantitas lelang secara keseluruhan dan rata- rata tertimbang tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil (Yield) atau harga (price). 3. Bank … 4 3. Bank Indonesia menyampaikan hasil Lelang SUN kepada masing- masing Peserta Lelang melalui BI-SSSS paling kurang memuat nama pemenang, nilai nominal dan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil (Yield) atau harga (price). 8. Ketentuan butir III.C.5.a.1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1) Dealer Utama melakukan pembayaran biaya peminjaman SUN (lending fee) melalui Sistem BI-RTGS kepada Rekening Giro Pemerintah No. 500.000003 “Menteri Keuangan cq. Dirjen Perbendaharaan untuk Pengelolaan SUN”. 9. Ketentuan butir III.C.5.d diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: d. Proses Penyelesaian Jaminan 1) Atas pengembalian fasilitas peminjaman SUN yang gagal setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 3), Pemerintah dapat melakukan penawaran penjualan SUN yang dijaminkan kepada Dealer Utama lainnya. 2) Penawaran penjualan dilakukan dengan mekanisme pertukaran yaitu SUN jaminan ditukar dengan SUN seri yang sama dengan seri yang dipinjamkan Pemerintah. 3) Berdasarkan transaksi penukaran SUN oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 2), Bank Indonesia atas nama Pemerintah dan Dealer Utama sebagai lawan transaksi melakukan setelmen melalui BI-SSSS dengan cara transfer FoP. 4) Dalam hal terdapat selisih tunai dari transaksi pertukaran SUN sebagaimana dimaksud pada angka 3), penyelesaian pembayaran dilakukan secara bilateral antara Dealer Utama yang membeli jaminan dengan Dealer Utama yang gagal setelmen. 10. Ketentuan butir III.D.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Berdasarkan penetapan hasil penjatahan ORI oleh Menteri Keuangan, pada tanggal setelmen dilakukan setelmen dengan prosedur sebagai berikut : a. Agen … 5 a. Agen Penjual melakukan pembayaran dana melalui Sistem BI-RTGS ke rekening giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia dengan nomor rekening 500.000003 “Menteri Keuangan cq. Dirjen Perbendaharaan untuk Pengelolaan SUN” sesuai dengan nilai volume hasil penjatahan yang diperoleh, dengan batas waktu sampai dengan pukul 10.00 WIB. b. Agen Penjual selain Bank, harus menunjuk Bank Pembayar untuk melaksanakan pembayaran dana sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Agen Penjual menyampaikan bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada butir a kepada DPM cq. PTPM. d. Setelah bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf b diterima, DPM cq. PTPM melakukan pencatatan penerbitan seri ORI dan mengkredit rekening surat berharga Sub-Registry yang ditunjuk oleh investor individual pembeli ORI. e. Setelah setelmen ORI sebagaimana dimaksud pada huruf d berhasil, Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SUN atas nama nasabah pemenang SUN secara individual pada sistem Sub- Registry. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 15 April 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/18/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/4/DPM Tanggal 16 Maret 2007 Perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara Di Pasar Perdana Dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title> <set_date> 15 April 2008 </set_date> <effective_date> 15 April 2008 </effective_date> <changed_reg> '9/4/DPM|SE-BI/2007' </changed_reg> <related_reg> '9/4/DPM|SE-BI/2007', '10/2/PBI/2008' </related_reg>
No. 15/38/DPM Jakarta, 10 September 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Ketujuh atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. Sehubungan dengan upaya penguatan bauran kebijakan lanjutan untuk pengendalian inflasi, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan penurunan defisit transaksi berjalan, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/32/DPM tanggal 27 Agustus 2013, sebagai berikut : 1. Ketentuan butir II.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Bulan Sejak Kepemilikan SBI (Minimum One Month Holding Period) a. Ketentuan 1) Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan yaitu 28 (dua puluh delapan) hari kalender sejak tanggal setelmen pembelian, pemilik SBI dilarang mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan pihak lain. 2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mencakup antara lain transaksi repo, transaksi outright, hibah, dan pengagunan. 3) Dengan memperhatikan pengaturan dalam angka 1) maka transaksi repo sell and buy back SBI tidak dapat dilakukan dengan jangka waktu kurang dari 1 (satu) bulan atau 28 (dua puluh delapan) hari kalender. 4) Dengan … 2 4) Dengan memperhatikan pengaturan dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo collateralized borrowing, pengagunan (pledge), dan securities lending and borrowing, pemilik SBI telah dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud setelah jatuh tempo second leg. 5) Dengan memperhatikan pengaturan dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo sell and buyback SBI, pemilik SBI dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud dengan ketentuan sebagai berikut: a) Dalam hal second leg transaksi repo berhasil, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh penjual repo 1 (satu) bulan atau 28 (dua puluh delapan) hari kalender sejak setelmen second leg transaksi SBI dimaksud. b) Dalam hal second leg transaksi repo tidak berhasil dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh pembeli repo 1 (satu) bulan atau 28 (dua puluh delapan) hari kalender sejak tanggal setelmen first leg transaksi SBI dimaksud. 6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa perpindahan kepemilikan, atau transfer SBI karena merger, akuisisi, dan konsolidasi, SBI dapat ditransaksikan kembali 1 (satu) bulan atau 28 (dua puluh delapan) hari kalender sejak SBI dicatat di Sub- Registry awal atau di rekening surat berharga awal. 7) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak berlaku untuk transaksi SBI oleh Peserta OPT dengan Bank Indonesia. 8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 7). b. Peralihan … 3 b. Peralihan 1) Terhadap SBI yang diterbitkan sebelum berlakunya Surat Edaran ini berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; 2) Transaksi atas SBI yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran ini yang merupakan bagian dari transaksi yang telah dilakukan sebelum Surat Edaran ini berlaku, tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Nomor 13/13/DPM tanggal 3 Mei 2011 butir II.9.a sampai dengan transaksi yang bersangkutan jatuh waktu. c. Pengawasan 1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau pengawasan langsung atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a oleh Peserta OPT dan Sub-Registry. 2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia menyampaikan surat permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT dan/atau Sub-Registry. 3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat konfirmasi dari Bank Indonesia. 4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub- Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka Peserta OPT dan/atau Sub-Registry dianggap mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut. 5) Atas … 4 5) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 2. Ketentuan butir VI.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 9. Pencairan sebelum jatuh waktu (early redemption) transaksi Term Deposit rupiah a. Pengajuan early redemption 1) Peserta OPT dapat mengajukan dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. 2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3) Pengajuan dilakukan melalui sarana BI-SSSS Terminal (ST). b. Setelmen early redemption Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan early redemption (same day settlement) segera setelah pre cut- off Sistem BI-RTGS. c. Perhitungan nilai early redemption Nilai Tunai = Nilai Nominal rupiah yang di × 360 hari 360 hari + ( RRT diskonto rupiah pada saat diterbitkan Nominal Biaya = rupiah yang d Nilai Setelmen = × ( − 4 5 6 7 − Biaya Nilai Tunai Keterangan : RRT = Rata-Rata Tertimbang RRT diskonto rupiah pada saat diterbitkan × Sisa Jangka waktu2 2 × Sisa Jangka Waktu 360 3. Ketentuan … 5 3. Ketentuan butir VII.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum One Month Holding Period SBI Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir II.9 dikenakan sanksi sebagai berikut: a. Teguran tertulis dengan tembusan kepada: 1) Departemen Pengelolaan Moneter; 2) Departemen Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi dikenakan kepada Sub-Registry Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); 3) Divisi Pengawasan Bank – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Sub-Registry Bank yang berkantor pusat di wilayah KPwBI; atau 4) Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal sanksi diberikan kepada Sub-Registry Bank maupun Sub-Registry Non- Bank. b. Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi SBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari. c. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan segera setelah terlampauinya batas waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.c.3). d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro dan/atau rekening giro Bank pembayar yang ditunjuk Sub-Registry. Ketentuan … 6 Ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 12 September 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/38/DPM|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketujuh atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. </reg_title> <set_date> 10 September 2013 </set_date> <effective_date> 12 September 2013 </effective_date> <changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg> <extension_of> '15/32/DPM|SE-BI/2013' </extension_of> <related_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010', '15/32/DPM|SE-BI/2013' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 3' </penalty_list>
No. 5/ 5 /DPM Jakarta, 21 Maret 2003 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM, PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG DAN PERUSAHAAN EFEK DI INDONESIA Perihal: Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/4/PBI/2003 tanggal 21 Maret 2003 tentang Penerbitan, Penjualan dan Pembelian serta Penatausahaan Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4278), bahwa penerbitan Surat Utang Negara dengan cara lelang dilakukan melalui Peserta Lelang yang terdiri dari Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Bank Indonesia berwenang melakukan seleksi calon Peserta Lelang Surat Utang Negara berdasarkan kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Sehubungan dengan itu maka Bank Indonesia perlu mengumumkan kriteria dan persyaratan Peserta Lelang Surat Utang Negara sesuai dengan ketetapan Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam surat nomor S-117/MK.01/2003 tanggal 20 Maret 2003 perihal Persetujuan mengenai Kriteria Peserta Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana, dan menetapkan tata cara pengajuan bagi Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek untuk dapat ditunjuk menjadi Peserta Lelang Surat Utang Negara. I. Kriteria… I. Kriteria dan Persyaratan Peserta Lelang 1. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek yang berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia. 2. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek yang tidak sedang dalam proses kepailitan di pengadilan. 3. Kriteria dan Persyaratan untuk masing-masing Peserta Lelang adalah sebagai berikut : a. Bank 1) memiliki izin kegiatan usaha yang masih berlaku sebagai Bank; 2) memenuhi persyaratan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya disebut KPMM berdasarkan ketentuan Bank Indonesia; 3) memiliki sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang dan perdagangan Surat Utang Negara. b. Perusahaan Pialang Pasar Uang 1) memiliki izin usaha yang masih berlaku sebagai Perusahaan Pialang Pasar Uang dari Bank Indonesia; 2) memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) orang tenaga ahli di bidang pasar uang; 3) aktif melakukan kegiatan di pasar uang dan atau melakukan transaksi perdagangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang tercermin dari aktivitas pengajuan penawaran dalam lelang di pasar perdana SBI 1 (satu) bulan secara kumulatif minimal 1% (satu perseratus) dari total jumlah penerbitan dalam 3 (tiga) bulan terakhir; 4) memiliki sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang dan perdagangan Surat Utang Negara. c. Perusahaan… c. Perusahaan Efek 1) memiliki izin usaha yang masih berlaku dari Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam; 2) memiliki tenaga ahli yang memadai di bidang pasar modal; 3) aktif melakukan transaksi di Bursa Efek yang ditunjukkan dengan aktivitas transaksi Efek sekurang-kurangnya 2% (dua perseratus) dari total frekuensi dan nilai perdagangan Efek di Bursa Efek selama 6 (enam) bulan terakhir; 4) memiliki sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang dan perdagangan Surat Utang Negara; 5) mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun dalam kegiatan transaksi di pasar modal; 6) memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan yang selanjutnya disebut MKBD sekurang-kurangnya Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah); 7) dalam hal Perusahaan Efek bertindak hanya sebagai perantara (pialang), memiliki MKBD sekurang-kurangnya Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar Rupiah). II. Tata Cara Pengajuan Permohonan Sebagai Peserta Lelang 1. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I dapat mengajukan permohonan sebagaimana contoh Lampiran 1a, 1b dan 1c kepada : Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga Gedung B Lantai 12 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 2. Surat… 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut : a. Bank 1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Bank; 2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; 3) keterangan mengenai posisi KPMM terakhir; dan 4) keterangan mengenai sarana yang kegiatan lelang dan perdagangan Surat Utang Negara. b. Perusahaan Pialang Pasar Uang 1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pialang Pasar Uang dari Bank Indonesia; 2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; 3) daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli di bidang pasar uang; 4) bukti aktivitas kegiatan di pasar uang selama 3 (tiga) bulan terakhir; dan 5) keterangan mengenai sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang dan perdagangan Surat Utang Negara. c. Perusahaan Efek 1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Perusahaan Efek dari Bapepam; 2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; 3) daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli di bidang pasar modal; 4) bukti aktivitas kegiatan transaksi di Bursa Efek selama 6 (enam) bulan terakhir; 5) keterangan mengenai posisi MKBD terakhir; dan 6) keterangan mengenai sarana yang dapat menunjang kegiatan lelang dan perdagangan Surat Utang Negara. 3. Bank… dalam 1 wajib dapat menunjang dalam 3. Bank Indonesia melakukan seleksi atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan menyampaikan hasil seleksi calon Peserta Lelang kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia lambatnya 1 (satu) minggu setelah permohonan diterima secara lengkap. selambat- 4. Berdasarkan surat keputusan dari Menteri Keuangan Republik Indonesia, Bank Indonesia memberitahukan penolakan atau persetujuan menjadi Peserta Lelang Surat Utang Negara kepada pemohon. 5. Bank Indonesia mengumumkan Peserta Lelang Surat Utang Negara yang ditunjuk melalui Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) atau sarana lelang lainnya. III. Kewajiban Pelaporan Peserta Lelang 1. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek yang ditunjuk sebagai Peserta Lelang wajib membuat laporan bulanan yang berkaitan dengan dalam kegiatan lelang dan atau perdagangan Surat Utang Negara sebagaimana contoh Lampiran 2. 2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan selambat- lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah berakhirnya bersangkutan, dan ditujukan kepada : bulan Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga Gedung B Lantai 12 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010. IV. Pengawasan Peserta Lelang Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap aktivitas Peserta Lelang dalam kegiatan lelang dan atau perdagangan Surat Utang Negara secara berkala atau selama periode 1 (satu) tahun. V. Pencabutan … yang V. Pencabutan Penunjukan Sebagai Peserta Lelang 1. Penunjukan Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek sebagai Peserta Lelang dapat dicabut oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia berdasarkan usulan dari Bank Indonesia dalam hal kondisi sebagai berikut: a. tidak aktif dalam mengikuti lelang Surat Utang Negara dalam periode 1 (satu) tahun; b. sedang dalam proses kepailitan di pengadilan; c. melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Bank Indonesia dan atau pasar modal yang berlaku; d. Peserta Lelang sudah tidak memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.3; e. berdasarkan penilaian Bank Indonesia, terdapat potensi risiko yang diperkirakan dapat menurunkan kepercayaan pasar apabila Lelang tetap melanjutkan kegiatannya sebagai Peserta Lelang. Peserta 2. Dalam hal pencabutan penunjukan sebagai Peserta Lelang baik bersifat sementara atau permanen, Bank Indonesia tidak berkewajiban untuk memberikan alasan-alasan pencabutan. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Ttd TARMIDEN SITORUS DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ 5 /DPM tanggal 21 Maret 2003 Lampiran 1a Kepada : Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga Gedung B Lantai 12 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 Perihal : Permohonan Sebagai Peserta Lelang Surat Utang Negara Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk dapat dipertimbangkan menjadi Peserta Lelang Surat Utang Negara. Sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ /DPM tanggal 21 Maret 2003 perihal Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara, bersama ini kami lampirkan pula dokumen pendukung sebagai berikut (dalam hal pemohon adalah Bank): a. fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Bank; b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; c. keterangan mengenai posisi KPMM terakhir; d. keterangan mengenai sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang dan perdagangan SUN. Surat permohonan beserta lampiran tersebut di atas kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang tidak benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan yang diambil Bank Indonesia. Demikian permohonan kami, atas perhatian Saudara kami ucapkan terima kasih. Jakarta,…………….. Nama Bank Tandatangan Pejabat berwenang Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ 5 /DPM tanggal 21 Maret 2003 Lampiran 1b Kepada : Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga Gedung B Lantai 12 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 Perihal : Permohonan Sebagai Peserta Lelang Surat Utang Negara Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk dapat dipertimbangkan menjadi Peserta Lelang Surat Utang Negara. Sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ /DPM tanggal 21 Maret 2003 perihal Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara, bersama ini kami lampirkan pula dokumen pendukung sebagai berikut (dalam hal pemohon adalah Perusahaan Pialang Pasar Uang): a. fotokopi surat izin kegiatan usaha Perusahaan Pialang Pasar Uang; b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; c. daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli di bidang pasar uang; d. bukti aktivitas kegiatan di pasar uang selama 3 (tiga) bulan terakhir; dan e. keterangan mengenai sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang dan perdagangan Surat Utang Negara. Surat permohonan beserta lampiran tersebut di atas kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang tidak benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan yang diambil Bank Indonesia. Demikian permohonan kami, atas perhatian Saudara kami ucapkan terima kasih. Jakarta,…………….. Nama Perusahaan Pialang Pasar Uang Tandatangan Pejabat berwenang Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ 5 /DPM tanggal 21 Maret 2003 Lampiran 1c Kepada : Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga Gedung B Lantai 12 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 Perihal : Permohonan Sebagai Peserta Lelang Surat Utang Negara Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk dapat dipertimbangkan menjadi Peserta Lelang Surat Utang Negara. Sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ /DPM tanggal 21 Maret 2003 perihal Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara, bersama ini kami lampirkan pula dokumen pendukung sebagai berikut (dalam hal pemohon adalah Perusahaan Efek): a. fotokopi surat izin kegiatan usaha Perusahaan Efek; b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; c. daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli di bidang pasar modal; d. bukti aktivitas kegiatan transaksi di Bursa Efek selama 6 (enam) bulan terakhir; dan e. keterangan mengenai posisi MKBD terakhir; dan f. keterangan mengenai sarana yang dapat menunjang dalam kegiatan lelang dan perdagangan Surat Utang Negara. Surat permohonan beserta lampiran tersebut di atas kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang tidak benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan yang diambil Bank Indonesia. Demikian permohonan kami, atas perhatian Saudara kami ucapkan terima kasih. Jakarta,…………….. Nama Perusahaan Efek Tandatangan Pejabat berwenang Lampiran SE No. 5/ 5 /DPM tanggal 21 Maret 2003 Lampiran 2 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS TRANSAKSI LELANG DAN PERDAGANGAN SURAT UTANG NEGARA (SUN) Nama Bank/Perusahaan Pialang Pasar Uang/Perusahaan Efek : Tanggal (Periode) Laporan Nilai No. Seri SUN Nama Nasabah Pembeli I. Lelang Pasar Perdana II. Pasar Sekunder TOTAL Keterangan : *) Tidak perlu diisi untuk lelang pasar perdana **) Transaksi pasar sekunder : Outright, Repo ***) I = Indonesia / penduduk A = Asing / non penduduk Jakarta, ……… Nama Perusahaan Tanda tangan pejabat berwenang Penjual *) Jenis Transaksi **) Nominal (Rp miliar) : Transaksi Jual/Beli atas nama Nasabah Nilai Transaksi (Rp miliar) Transaksi Jual/Beli atas nama diri sendiri Freku ensi trans aksi Status Investor ***) I A Jenis Transaksi **) Nilai Nominal (Rp miliar) Nilai Transaksi (Rp miliar) Freku ensi trans aksi
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/5/DPM|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara </reg_title> <set_date> 21 Maret 2003 </set_date> <effective_date> 21 Maret 2003 </effective_date> <related_reg> '5/4/PBI/2003', 'S-117/MK.01/2003|TAP-MENKEU/2003' </related_reg>
No.8/15/DPNP Jakarta, 12 Juli 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Laporan Berkala Bank Umum Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4629), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum bahwa untuk mendukung perolehan informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu perlu diatur ketentuan mengenai sistematika penyusunan dan penyampaian Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). Sistematika LBBU tersebut telah disusun dalam Pedoman Penyusunan LBBU sebagaimana terlampir yang … yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. II. BANK PELAPOR Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum maka penyusunan dan penyampaian LBBU dilakukan oleh kantor pusat Bank. Termasuk pengertian kantor pusat Bank adalah Kantor Cabang Bank Asing yang berkedudukan dan melakukan kegiatan operasional di Indonesia. III. PENANGGUNG JAWAB LBBU Bank diminta untuk menunjuk petugas dan penanggung jawab yang mempunyai wewenang untuk memberikan otorisasi mengenai keabsahan dan keakuratan data yang penanggungjawab LBBU dimaksud disampaikan. Penunjukan petugas dan tidak mengurangi dan atau menghilangkan tanggung jawab dari pengurus Bank yaitu direksi Bank, komisaris Bank, dan atau pimpinan Kantor Cabang Bank Asing atas keabsahan dan keakuratan LBBU yang disampaikan Bank kepada Bank Indonesia. Daftar pihak-pihak yang ditunjuk sebagai petugas dan penanggungjawab untuk menyusun LBBU kepada Bank Indonesia, termasuk apabila terdapat perubahan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, disampaikan kepada: 1. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, up. Tim Statistik Moneter, Keuangan dan Fiskal, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau 2. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. IV. RUANG … IV. RUANG LINGKUP DATA LBBU 1. Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan, dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah Data LBBU mengenai Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan, dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor Bank di Indonesia. 2. Maturity Profile Data LBBU mengenai Maturity Profile memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri. 3. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Data LBBU mengenai BMPK yang terdiri dari Laporan Pelanggaran BMPK, Laporan Pelampauan BMPK, dan Laporan Penyediaan Dana, memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri. 4. Kredit yang direstrukturisasi Data LBBU mengenai Kredit yang direstrukturisasi memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri. 5. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dengan memperhitungkan Risiko Pasar Data LBBU mengenai KPMM dengan memperhitungkan Risiko Pasar memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri. 6. Deposan dan Debitur Inti Data LBBU mengenai Deposan dan Debitur Inti memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri. 7. Sensitivity … 7. Sensitivity to Market Risk Data LBBU mengenai Sensitivity to Market Risk memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri. V. FORMAT LBBU 1. Format LBBU untuk data Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan, dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah adalah sesuai dengan format dalam Formulir-1, Formulir-2, dan Formulir-3 Pedoman Penyusunan LBBU. 2. Format LBBU untuk data Maturity Profile adalah sesuai dengan format dalam Formulir-4a dan Formulir -4b Pedoman Penyusunan LBBU. 3. Format LBBU untuk data BMPK adalah sesuai dengan format dalam Formulir- 5, Formulir-6, dan Formulir-7 Pedoman Penyusunan LBBU. 4. Format LBBU untuk data Kredit yang direstrukturisasi adalah sesuai dengan format dalam Formulir-8 Pedoman Penyusunan LBBU. 5. Format LBBU untuk data Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan memperhitungkan Risiko Pasar adalah sesuai dengan format dalam Formulir-9a, Formulir-9b, Formulir-9c, Formulir-9d, Formulir-9e, dan Formulir-9f Pedoman Penyusunan LBBU. 6. Format LBBU untuk data Deposan dan Debitur Inti adalah sesuai dengan format dalam Formulir-10 Pedoman Penyusunan LBBU. 7. Format LBBU untuk data Sensitivity to Market Risk adalah sesuai dengan format dalam Formulir-11 dan Formulir-12 Pedoman Penyusunan LBBU. VI. PENYAMPAIAN … VI. PENYAMPAIAN LBBU 1. Sesuai dengan Pasal 2 PBI Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum, salah satu yang dipersyaratkan dalam penyampaian LBBU adalah kelengkapan LBBU. Kelengkapan LBBU dinilai dari kelengkapan formulir data yang wajib disampaikan untuk setiap periode penyampaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum. 2. LBBU yang disampaikan melewati periode penyampaian yang ditetapkan, disampaikan dalam bentuk disket atau media perekaman data elektronik lainnya dan hasil cetak komputer (hard copy) kepada: a. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, up. Tim Statistik Moneter, Keuangan dan Fiskal, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. VII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN Apabila dalam pelaksanaan penyusunan dan penyampaian LBBU terdapat hal-hal yang kurang jelas, Bank dapat menyampaikan pertanyaan kepada Bank Indonesia sebagai berikut: 1. Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, pertanyaan diajukan kepada: a. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, mengenai Formulir-1, Formulir-2, dan Formulir-3; b. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, mengenai Formulir 4a sampai dengan Formulir-12. 2. Bagi … 2. Bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, pertanyaan diajukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. 3. Hal-hal yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi sistem penyampaian laporan, pertanyaan diajukan kepada Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, up. Tim Statistik Moneter, Keuangan dan Fiskal. VIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/23/DPNP tanggal 30 Oktober 2001 perihal Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/40/DPNP tanggal 24 Agustus 2005 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 12 Juli 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/15/DPNP|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Laporan Berkala Bank Umum </reg_title> <set_date> 12 Juli 2006 </set_date> <effective_date> 12 Juli 2006 </effective_date> <replaced_reg> '7/40/DPNP|SE-BI/2005', '3/23/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg> <related_reg> '8/12/PBI/2006' </related_reg>
No. 11/12/DPD Jakarta, 20 April 2009 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/37/PBI/2008 tanggal 16 Desember 2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4945) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/14/PBI/2009 tanggal 17 April 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5003), dan mempertimbangkan bahwa salah satu cara untuk mencapai kestabilan nilai rupiah adalah dengan mengurangi tekanan yang disebabkan oleh upaya penyelesaian transaksi valuta asing terhadap rupiah yang telah terjadi, maka dipandang perlu untuk mengubah ketentuan angka 13 dalam Surat Edaran Nomor 10/48/DPD tanggal 24 Desember 2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yaitu huruf b, huruf h, dan huruf i dihapus, serta huruf c, huruf e, huruf f, dan huruf g diubah, sehingga angka 13 berbunyi sebagai berikut: 13. Bank yang melakukan penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 diatur sebagai berikut: a. Penyelesaian ... 2 a. Penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2) berlaku untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan oleh Bank dengan Nasabah maupun Bank dengan Bank. b. Dihapus. c. Penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2) juga berlaku untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah terkait dengan structured product baik yang dilakukan dalam rangka Kegiatan Ekspor/Impor maupun yang dilakukan tidak dalam rangka Kegiatan Ekspor/Impor. d. Penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 13 ayat (2) dapat dilakukan dengan cara kombinasi antara pengaturan dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf c. e. Penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok melalui percepatan penyelesaian (early termination) atau penghentian (unwind) Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana diatur dalam PBI Pasal 13 ayat (2) huruf a, dapat dilakukan sepanjang: 1) penyelesaiannya tidak dilakukan dengan transaksi structured product; dan 2) wajib didukung dengan dokumen paling kurang berupa kontrak percepatan penyelesaian atau penghentian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang bersangkutan. f. Penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok melalui restrukturisasi kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana diatur dalam PBI Pasal 13 ayat (2) huruf b diatur sebagai berikut: 1) restrukturisasi antara lain meliputi restrukturisasi yang terkait dengan nilai nominal, jangka waktu, dan syarat-syarat lainnya. 2) nilai nominal restrukturisasi paling banyak sebesar nilai nominal transaksi sebelumnya yang direstrukturisasi. 3) restrukturisasi tidak dilakukan dengan menggunakan transaksi structured product. 4) restrukturisasi ... 3 4) restrukturisasi hanya dapat dilakukan apabila didukung dengan dokumen paling kurang berupa kontrak restrukturisasi Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang bersangkutan. g. Penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok dengan menggunakan dana pinjaman dari Bank sebagaimana diatur dalam PBI Pasal 13 ayat (2) huruf c, diatur sebagai berikut: 1) pemberian dana pinjaman untuk penyelesaian transaksi merupakan penyediaan dana yang wajib dinilai kualitasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai penilaian kualitas aktiva bank umum dan diperhitungkan dalam batas maksimum pemberian kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai batas maksimum pemberian kredit bank umum. 2) pemberian dana pinjaman untuk penyelesaian transaksi dapat dilakukan apabila didukung dengan dokumen paling kurang berupa surat perjanjian pinjaman atau tagihan lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat perjanjian pinjaman yang memuat tujuan penggunaan pinjaman untuk penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang bersangkutan. 3) pelaporan pemberian pinjaman tersebut dilaporkan melalui Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) pada pos ”tagihan lainnya”. h. Dihapus. i. Dihapus. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 20 April 2009 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/12/DPD|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah </reg_title> <set_date> 20 April 2009 </set_date> <effective_date> 20 April 2009 </effective_date> <changed_reg> '10/48/DPD|SE-BI/2009' </changed_reg> <related_reg> '10/48/DPD|SE-BI/2008', '10/37/PBI/2008', '11/14/PBI/2009' </related_reg>
No. 13/ 20 /DPM Jakarta, 8 Agustus 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) dan dalam upaya mengoptimalkan penggunaan instrumen Operasi Pasar Terbuka untuk mendukung kebijakan moneter dengan sasaran akhir mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, perlu dilakukan penyempurnaan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/13/DPM tanggal 9 Mei 2011 sebagai berikut : 1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter. 3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai peserta ... 2 peserta Operasi Moneter sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 6. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Negara yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 9. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 10. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan ... 3 berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 11. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 13. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disebut ZCB adalah Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 14. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia. 15. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 16. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 17. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit adalah penempatan dana rupiah milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia. 18. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh Peserta OPT. 19. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia ... 4 Indonesia. 20. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Peserta OPT yang tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) di Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 21. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 22. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 23. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 25. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap SBN adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan pada saat yang bersamaan. 26. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran dan/atau penerimaan dana valuta ... 5 valuta asing ke atau dari Bank. 27. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. B. Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dapat melakukan Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas dengan menggunakan satu atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di pasar uang maupun untuk menjaga ketersediaan instrumen operasi moneter yang diperlukan dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. 2. Di antara Bab V dan Bab VI disisipkan 1 (satu) bab, yaitu Bab VA yang berbunyi sebagai berikut : V A. Transaksi Valas Terhadap SBN 1. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dalam rangka mendukung pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional kebijakan moneter dengan cara : a. transaksi penjualan valuta asing terhadap rupiah oleh Bank Indonesia; dan b. transaksi pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia, yang dilakukan pada saat yang bersamaan. 2. Jenis valuta asing dalam Transaksi Valas Terhadap SBN adalah US Dollar. 3. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Metode Transaksi 1) Bank Indonesia melakukan Transaksi Valas Terhadap SBN secara lelang. 2) Transaksi ... 6 2) Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau melalui sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang kurs US Dollar terhadap rupiah (USD/IDR). 4) Bank Indonesia menetapkan harga SBN (fixing price) yang digunakan sebagai dasar perhitungan SBN yang harus diserahkan oleh peserta Transaksi Valas Terhadap SBN. b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang 1) Transaksi Valas Terhadap SBN dapat dilakukan pada setiap hari kerja. 2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Valas Terhadap SBN paling lambat sebelum window time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. 3) Window time Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dari pukul 14.30 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4) Pengumuman rencana lelang Transaksi Valas Terhadap SBN antara lain meliputi : a) sarana pengajuan penawaran kurs; b) tanggal lelang; c) window time; d) target indikatif lelang yang meliputi target valuta asing yang akan dijual oleh Bank Indonesia dan target nominal SBN yang akan dibeli oleh Bank Indonesia; e) jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan; f) harga SBN; g) tanggal setelmen; dan h) batas waktu setelmen. c. Peserta ... 7 c. Peserta lelang 1) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN adalah Peserta OPT yang merupakan Bank Devisa. 2) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dapat mengajukan Transaksi Valas Terhadap SBN secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. 3) Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang untuk kepentingan peserta Transaksi Valas Terhadap SBN. d. Pengajuan Penawaran Kurs 1) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN kepada Bank Indonesia melalui RMDS atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan. 2) Pengajuan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN antara lain meliputi informasi : a) nama peserta Transaksi Valas Terhadap SBN; b) tanggal transaksi; c) kurs USD/IDR; d) jenis, seri dan nominal SBN; dan e) nomor rekening pada Bank Koresponden. 3) Pengajuan penawaran lelang kurs pada Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud pada butir 2)c) dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a) penawaran dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kali; b) dalam setiap penawaran hanya dapat diajukan 1 (satu) kurs; c) untuk setiap penawaran, Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dapat mengajukan 1 (satu) atau beberapa jenis dan seri SBN . 4) Pengajuan ... 8 4) Pengajuan penawaran nominal SBN dari peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan Lembaga Perantara paling kurang sebesar 1.000 (seribu) unit atau sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar 100 (seratus) unit atau sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 5) Dalam hal terjadi koreksi, Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Valas Terhadap SBN. 6) Koreksi sebagaimana dimaksud pada angka 5) antara lain dapat dilakukan terhadap informasi penawaran kurs USD/IDR, jenis, seri dan nominal SBN serta nomor rekening pada Bank Koresponden. 7) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 8) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 9) Dalam hal peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran di luar jenis dan seri SBN yang diterima oleh Bank Indonesia, tidak memenuhi ketentuan pada angka 3) atau tidak memenuhi ketentuan pada angka angka 4) dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time Transaksi Valas Terhadap SBN, maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. e. Penetapan ... 9 e. Penetapan Pemenang Lelang 1) Bank Indonesia menetapkan batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia. 2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan dengan cara : a) dalam hal kurs yang diajukan peserta Transaksi Valas Terhadap SBN lebih tinggi dari batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia, peserta Transaksi Valas Terhadap SBN yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan; atau b) dalam hal kurs yang diajukan peserta Transaksi Valas Terhadap SBN sama dengan batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia, peserta Transaksi Valas Terhadap SBN yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal SBN terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang Transaksi Valas Terhadap SBN terdapat pada Lampiran 8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Valas Terhadap SBN. f. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Valas Terhadap SBN, setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang ... 10 lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut: 1) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan kepada semua peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan Lembaga Perantara melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal SBN yang masuk, nilai nominal SBN yang dimenangkan, nominal valuta asing yang dijual oleh Bank Indonesia dan rata-rata tertimbang (weighted average) kurs USD/IDR yang dimenangkan. 2) melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara individual melalui RMDS atau sarana lainnya antara lain berupa : a) nominal valuta asing yang diterima Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN; b) seri dan nominal SBN yang diterima Bank Indonesia; c) kurs USD/IDR yang dimenangkan; d) tanggal valuta/tanggal setelmen; e) permintaan Standard Settlement Instruction peserta Transaksi Valas Terhadap SBN; dan f) permintaan nomor Rekening Giro peserta Transaksi Valas Terhadap SBN. g. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN 1) Bank Indonesia melakukan setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN paling lama pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. Perhitungan nilai dan setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN terdapat pada Lampiran 8. 2) Setelmen ... 11 2) Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN terdiri dari setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia dan setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. 3) Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN wajib menyediakan SBN di Rekening Surat Berharga untuk setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia, dan dana rupiah di Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. 4) Setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS. 5) Setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia dilakukan melalui Bank Koresponden Bank Indonesia dan Sistem BI-RTGS. 6) Jenis dan seri SBN yang mencukupi sebagaimana dimaksud pada angka 3) harus tersedia di Rekening Surat Berharga peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dan telah dilakukan transfer ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia paling lama pada pukul 14.00 WIB waktu Sistem BI-RTGS atau batas waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tanggal setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN. 7) Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro peserta Transaksi Valas Terhadap SBN sebesar nilai setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia setelah menerima transfer seluruh jenis dan seri SBN yang menjadi kewajiban peserta. 8) Bank Indonesia akan mentransfer valuta asing ke rekening peserta Transaksi Valas Terhadap SBN pada Bank Koresponden sebesar valuta asing yang dimenangkan setelah dilakukan pendebetan Rekening Giro peserta Transaksi ... 12 Transaksi Valas Terhadap SBN untuk setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. 9) Dalam hal peserta Transaksi Valas Terhadap SBN tidak melakukan transfer jenis dan seri SBN yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6) maka Transaksi Valas Terhadap SBN peserta dinyatakan batal. 10) Dalam hal pada tanggal setelmen peserta Transaksi Valas Terhadap SBN tidak memiliki dana rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia maka peserta Transaksi Valas Terhadap SBN wajib membayar nominal transaksi pada hari kerja berikutnya. 11) Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN karena peserta Transaksi Valas Terhadap SBN tidak melakukan transfer jenis dan seri SBN yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 9) maka pada tanggal setelmen peserta Transaksi Valas Terhadap SBN harus melakukan construct transfer dari rekening Surat Berharga Bank Indonesia ke Rekening Surat Berharga peserta atas SBN yang sebelumnya telah berhasil ditransfer paling lama sebelum cut of warning BI- SSSS. 12) Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam angka 9) atau dalam hal peserta Transaksi Valas Terhadap SBN tidak dapat menyelesaikan kewajibannya pada tanggal setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 10) maka peserta Transaksi Valas Terhadap SBN dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 3. Ketentuan ... 13 3. Ketentuan butir VI.9.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : a. Persyaratan Early Redemption hanya dapat dilakukan terhadap Term Deposit yang berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan yaitu 28 (dua puluh delapan) hari pada saat diterbitkan. 4. Ketentuan Bab VII ditambah 1 (satu) angka yaitu angka 3 yang berbunyi sebagai berikut : 3. Sanksi Transaksi OPT di Pasar Valuta Asing a. Dalam hal Peserta OPT di pasar valuta asing tidak dapat memenuhi kewajiban pada tanggal setelmen maka setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya dan Peserta OPT dikenakan sanksi berupa : 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada : a) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; atau b) Tim Pengawas Bank-KBI setempat dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar : a) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta US Dollar; b) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral atau otoritas moneter di negara valuta yang bersangkutan (official rate) yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan ... 14 dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta asing non US Dollar; atau c) suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang berlaku ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam rupiah. b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen. c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro atau rekening giro valuta asing Peserta OPT yang ada di Bank Indonesia 1 (satu) hari kerja setelah tanggal kewajiban setelmen. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8 Agustus 2011. ____________ Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/20/DPM|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 8 Agustus 2011 </set_date> <effective_date> 8 Agustus 2011 </effective_date> <changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg> <extension_of> '13/13/DPM|SE-BI/2011' </extension_of> <related_reg> '12/11/PBI/2010', '12/18/DPM|SE-BI/2010', '13/13/DPM|SE-BI/2011' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 4 Angka 3' </penalty_list>
No.18/27/DSta Jakarta, 22 November 2016 S UR A T ED A R A N Kepada SELURUH BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN LEMBAGA SELAIN BANK PENYELENGGARA KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/13/DASP tanggal 12 April 2013 perihal Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/4/PBI/2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4811) dan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/17/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5925) maka perlu menetapkan Surat Edaran Bank Indonesia perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/13/DASP tanggal 12 April 2013 perihal Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan … 2 dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank sebagai berikut: 1. Ketentuan dalam Angka I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: I. UMUM Untuk menciptakan keseragaman dalam penyusunan dan penyampaian laporan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan uang elektronik (electronic money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank, perlu ditetapkan suatu sistematika penyusunan laporan melalui sistem laporan selain bank umum. Sistem laporan selain bank umum tersebut dituangkan dalam Pedoman Penyusunan Laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah, yang melakukan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang elektronik (electronic money). 2. Lembaga Selain Bank, yang selanjutnya disebut LSB, adalah badan usaha bukan bank yang berbadan hukum dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang elektronik (electronic money). 3. Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yang selanjutnya disebut APMK adalah alat pembayaran yang berupa kartu kredit, kartu automated teller machine (ATM), dan/atau kartu debet. 4. Uang … 3 4. Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur sebagai berikut: a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit; b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip; c. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan d. nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan. 5. Pelapor adalah kantor pusat BPR dan LSB yang melakukan kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money). 6. Acquirer adalah bank atau LSB yang: a. melakukan kerja sama dengan pedagang sehingga pedagang mampu memproses transaksi dari APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money) yang diterbitkan oleh pihak selain Acquirer yang bersangkutan; dan b. bertanggung jawab atas penyelesaian pembayaran kepada pedagang. 7. Penerbit adalah bank atau LSB yang menerbitkan APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money). 8. Penyelenggara Kliring adalah bank atau LSB yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money). 9. Penyelenggara Penyelesaian Akhir adalah bank atau LSB yang melakukan dan bertanggung jawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi … 4 transaksi APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money) berdasarkan hasil perhitungan dari Penyelenggara Kliring. 10. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK dan Uang Elektronik (Electronic Money) yang selanjutnya disebut Laporan adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh Pelapor secara bulanan (Laporan bulanan) dan/atau triwulanan (Laporan triwulanan) kepada Bank Indonesia melalui sistem laporan selain bank umum. 11. Sistem Laporan Selain Bank Umum, yang selanjutnya disebut Sistem LSBU adalah sistem penerimaan Laporan (capturing) yang berbasis web yang disampaikan Pelapor melalui jaringan ekstranet. 12. Periode Pelaporan adalah tenggang waktu penyampaian Laporan yang dimulai sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 setelah akhir bulan Laporan untuk Laporan bulanan dan dimulai sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 bulan April, Juli, Oktober, dan Januari untuk Laporan triwulanan. 13. Penyampaian Laporan secara On-Line yang selanjutnya disebut On-Line adalah penyampaian Laporan yang dilakukan secara langsung dengan mengirim dan/atau mengisi data dalam bentuk tampilan form melalui jaringan komunikasi data ke Bank Indonesia. 14. Penyampaian Laporan secara Off-Line yang selanjutnya disebut Off-Line adalah penyampaian Laporan yang dilakukan dengan menyampaikan rekaman data dalam bentuk disket atau media perekaman data elektronik lainnya kepada Bank Indonesia. 15. Hari Kerja adalah hari kerja Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor yang berada dalam satu wilayah provinsi dengan Bank Indonesia setempat. 16. Layanan Keuangan Digital yang selanjutnya disingkat LKD adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis … 5 berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. 2. Ketentuan dalam butir III.2 ditambah 1 (satu) huruf yaitu huruf e sehingga butir III.2 berbunyi sebagai berikut: 2. Pelapor LSB menyampaikan Laporan yang terdiri atas: a. Laporan Penerbit Kartu Kredit meliputi: 1) Laporan Penerbitan; 2) Laporan Fraud; 3) Laporan Kolektibilitas; dan 4) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah. b. Laporan Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money) meliputi: 1) Laporan Penerbitan; 2) Laporan Fraud; dan 3) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah. c. Laporan Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money) meliputi: 1) Laporan Kegiatan; 2) Laporan Infrastruktur; dan 3) Laporan Fraud. d. Laporan Penyelenggaraan Kliring dan/atau Penyelesaian Akhir. e. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan LKD meliputi: 1) Laporan Perkembangan LKD; 2) Laporan Transaksi LKD; 3) Laporan Agen LKD; dan 4) Laporan Permasalahan LKD. 3. Ketentuan dalam butir IV.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Format Laporan menggunakan format dalam Sistem LSBU sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2, sebagai berikut: a. Form 301 Laporan Bulanan Penerbit Kartu Kredit; b. Form 302 Laporan Bulanan Penerbit Selain Kartu Kredit; c. Form 303 Laporan Bulanan Acquirer; d. Form … 6 d. Form 304 Laporan Bulanan Infrastruktur; e. Form 305 Laporan Triwulanan Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelesaian Akhir (Settlement); f. Form 306 Laporan Bulanan Fraud APMK dan Uang Elektronik (Electronic Money); g. Form 307 Laporan Bulanan Penerbit Kolektibilitas Kartu Kredit; h. Form 309 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Jenis Produk dan Permasalahan Yang Diadukan); i. Form 310 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Pengaduan Yang Diselesaikan Dalam Masa Laporan); j. Form 311 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Penyebab Pengaduan); k. Form 312 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Publikasi Negatif); l. Form 313 Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah LSB (Penyelesaian Sengketa); m. Form 314 Laporan Bulanan Perkembangan Layanan Keuangan Digital; n. Form 315 Laporan Bulanan Transaksi Layanan Keuangan Digital; o. Form 316 Laporan Bulanan Agen Layanan Keuangan Digital; p. Form 317 Laporan Bulanan Permasalahan Layanan Keuangan Digital; q. Form 318 Laporan Bulanan Kartu Kredit per Regional; r. Form 319 Laporan Bulanan Kartu Kredit per Sektor Usaha; s. Form 320 Laporan Bulanan Kartu Kredit per Kelompok Usia; t. Form 321 Laporan Bulanan Kartu Kredit per Kelompok Penghasilan Pemegang Kartu Kredit; u. Form 322 Laporan Bulanan Kartu Kredit per Limit Kartu Kredit; v. Form 323 Laporan Bulanan Kartu Kredit Berdasarkan Jenis Transaksi; dan w. Form 324 Laporan Bulanan Informasi Revolving Rate Kartu Kredit. 4. Ketentuan … 7 4. Ketentuan dalam butir IV.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b. Jenis Laporan yang wajib disampaikan oleh LSB meliputi: 1) Form 301, Form 306, Form 307, Form 309, Form 310, Form 311, Form 312, Form 313, Form 318, Form 319, Form 320, Form 321, Form 322, Form 323, dan Form 324, dalam hal LSB bertindak sebagai Penerbit kartu kredit; 2) Form 302, Form 304, Form 306, Form 309, Form 310, Form 311, Form 312, dan Form 313, dalam hal LSB bertindak sebagai Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money); 3) Form 303, Form 304, Form 306, Form 318, Form 319, Form 320, Form 321, Form 322, dan Form 323, dalam hal LSB bertindak sebagai Acquirer kartu kredit; 4) Form 303, Form 304, dan Form 306, dalam hal LSB bertindak sebagai Acquirer kartu ATM/debet dan/atau Acquirer Uang Elektronik (Electronic Money); 5) Form 314, Form 315, Form 316, dan Form 317, dalam hal LSB telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia terhadap rencana penyelenggaraan kegiatan LKD; dan 6) Form 305, dalam hal LSB bertindak sebagai Perusahaan Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir untuk APMK dan/atau Uang Elektronik (Electronic Money). 5. Ketentuan dalam butir V.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara On-Line sebagaimana dimaksud dalam butir IV.1.a sampai dengan butir IV.1.d, butir IV.1.f, butir IV.1.g, dan butir IV.1.m sampai dengan butir IV.1.w setiap bulan. 6. Ketentuan dalam butir V.11.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: a. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara On-Line karena gangguan teknis pada akhir Periode Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan/atau angka 4 harus menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bagi … 8 1) Bagi Pelapor BPR, kepada: a) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Pelapor BPR yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 WIB pada Hari Kerja berikutnya; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR, bagi BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 waktu setempat pada Hari Kerja berikutnya. 2) Bagi Pelapor LSB, kepada: a) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 WIB pada Hari Kerja berikutnya; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat, bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10.00 waktu setempat pada Hari Kerja berikutnya. Contoh: Pada tanggal 15 September 2016 Pelapor X mengalami gangguan teknis sehingga tidak dapat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara On- Line, Pelapor X harus menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line paling lambat tanggal 16 September 2016 pukul 10.00 waktu setempat. 7. Ketentuan dalam butir V.11.c diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: c. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf b, ditandatangani oleh pejabat berwenang dan disampaikan kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan pemberitahuan yang disampaikan kepada: 1) Kantor … 9 1) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 8. Ketentuan dalam butir V.11.f diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: f. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan karena mengalami keadaan memaksa (force majeure), wajib segera memberitahukan secara tertulis disertai penjelasan mengenai penyebab terjadinya keadaan memaksa (force majeure) yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan tembusan pemberitahuan yang disampaikan kepada: 1) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR bagi BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 9. Ketentuan dalam butir VI.2 dihapus. 10. Ketentuan dalam angka VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN Pelapor dapat menyampaikan pertanyaan yang berkaitan dengan sistem, materi, dan/atau ketentuan Laporan kepada Bank Indonesia melalui Contact Center Bank Indonesia, Telp. 1500131 dan/atau email: bicara@bi.go.id dengan ditujukan kepada: 1. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran c.q. Divisi Internasional, Kerjasama Kelembagaan, dan Pengembangan Informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan materi Laporan. 2. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 2, mengenai hal-hal yang berkaitan … 10 berkaitan dengan aplikasi, sistem penyampaian Laporan dan akses kepada Sistem LSBU di Bank Indonesia. 11. Di antara angka VIII dan angka IX disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut: VIIIA. LAIN-LAIN Dalam hal terdapat perubahan satuan kerja dan/atau alamat penyampaian Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir V.11 dan/atau penyampaian pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam angka VII, Bank Indonesia menyampaikan perubahan alamat tersebut melalui surat dan/atau media lainnya. 12. Lampiran 1 dan Lampiran 2 diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2. Kewajiban penyampaian laporan, form header, dan/atau koreksi laporan secara On-line dan/atau Off-line pada Form 314 sampai dengan Form 324 mulai berlaku untuk pelaporan data bulan November 2016 yang disampaikan pada bulan Desember 2016. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22 November 2016 ..... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDY SULISTIOWATY KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/27/DSta|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/13/DASP tanggal 12 April 2013 perihal Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank </reg_title> <set_date> 22 November 2016 </set_date> <effective_date> 22 November 2016 </effective_date> <changed_reg> '15/13/DASP|SE-BI/2013' </changed_reg> <related_reg> '18/17/PBI/2016', '15/13/DASP|SE-BI/2013', '10/4/PBI/2008', '11/12/PBI/2009' </related_reg>
No. 10/28/DPM Jakarta, 1 September 2008 SURAT EDARAN Kepada BANK, PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006 perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui Lelang. Sehubungan dengan penyempurnaan implementasi kebijakan moneter dan penyempurnaan ketentuan terkait Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System, dipandang perlu untuk mengubah beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006 perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui Lelang sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/1/DPM tanggal 25 Januari 2008, sebagai berikut: 1. Ketentuan BAB I angka 5 dihapus dan ditambah 1 (satu) angka baru, yakni angka 15, sehingga BAB I seluruhnya berbunyi sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 3. Sertifikat ... 2 3. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 4. Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter. 5. Stop Out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto tertinggi yang dihasilkan dari Lelang SBI dalam rangka mencapai target kuantitas SBI yang akan diterbitkan oleh Bank Indonesia. 6. Rekening Giro adalah rekening dana Rupiah milik Bank di Bank Indonesia. 7. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 8. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut dengan BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 9. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta BI-SSSS, yaitu Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. 10. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga yang digunakan untuk mencatat kepemilikan SBI di Central Registry. 11. Setelmen Surat Berharga adalah perpindahan surat berharga antara Bank Indonesia dengan Bank pemilik Rekening Surat Berharga di Central Registry melalui BI-SSSS. 12. Setelmen ... 3 12. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antara Bank Indonesia dengan Bank pemilik Rekening Giro melalui Sistem BI-RTGS. 13. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi SBI dengan cara Setelmen Surat Berharga melalui BI-SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 14. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai peserta Lelang SBI. 15. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem- LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 2. Ketentuan BAB III angka 2 dan angka 6 dihapus serta mengubah angka 5, angka 13, angka 14 dan angka 15, sehingga BAB III berbunyi sebagai berikut: III. PRINSIP DAN PERSYARATAN LELANG SBI 1. Penerbitan SBI melalui lelang dapat dilakukan dengan metode lelang sebagai berikut: a. Harga tetap (fixed rate) Tingkat diskonto Lelang SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau, b. Harga beragam (variable rate) 1) Tingkat diskonto Lelang SBI diajukan oleh peserta lelang, dengan kelipatan tingkat diskonto untuk setiap penawaran yang diajukan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). 2) Bank Indonesia mengumumkan target indikatif Lelang SBI. 2. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter – Biro Operasi Moneter mengumumkan rencana Lelang SBI paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang SBI melalui BI-SSSS, Sistem ... 4 Sistem-LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Pengumuman rencana Lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam butir 2 antara lain meliputi tanggal lelang, metode lelang, jangka waktu SBI yang diterbitkan, target kuantitas (apabila Lelang SBI dilakukan dengan metode variable rate tender), tingkat diskonto SBI (apabila Lelang SBI dilakukan dengan metode fixed rate tender), waktu pelaksanaan lelang (window time) dan tanggal setelmen. 4. Lelang SBI dilakukan pada hari Rabu dengan window time dari pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat menetapkan pelaksanaan Lelang SBI pada hari kerja lain dan/atau window time lain. 5. Tanggal jatuh waktu SBI ditetapkan pada hari Kamis atau hari kerja berikutnya apabila hari Kamis adalah hari libur. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat menetapkan jatuh waktu SBI pada hari kerja lain. 6. Peserta Lelang SBI dibedakan menjadi: a. Peserta langsung, yaitu Bank dan Pialang yang melakukan transaksi Lelang SBI secara langsung dengan Bank Indonesia. b. Peserta tidak langsung, yaitu Bank yang mengajukan penawaran Lelang SBI melalui Pialang. 7. Bank hanya dapat mengajukan penawaran Lelang SBI untuk kepentingan diri sendiri. 8. Pialang dilarang mengajukan penawaran Lelang SBI untuk kepentingan diri sendiri. 9. Peserta Lelang SBI bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Lelang SBI yang diajukan. 10. Bank ... 5 10. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan penawaran Lelang SBI dari peserta langsung dan menggunakan data penawaran Lelang SBI yang diajukan peserta langsung. 11. Bank yang menjadi Peserta Lelang SBI sedang tidak dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT dan berstatus aktif dalam kepesertaan BI-SSSS. 12. Bank Indonesia melakukan setelmen SBI yang terdiri dari Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga paling lambat pada 1 (satu) hari kerja setelah pelaksanaan Lelang SBI. Pengumuman tanggal setelmen SBI dilakukan paling lambat bersamaan dengan pengumuman rencana Lelang SBI. 13. Bank, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun sebagai peserta tidak langsung, wajib menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi kewajiban penyelesaian transaksi Lelang SBI dengan Bank Indonesia sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS untuk Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam butir 12. 3. Ketentuan BAB VII diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: VII. SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi Lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3., Bank bersangkutan dikenakan sanksi OPT berupa: a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Tim Pengawas Bank - Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan b. kewajiban ... 6 b. kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi yang dinyatakan batal atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah). 2. Atas batalnya transaksi OPT yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Bank juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja. Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-5. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 5. Pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 6. Nilai nominal transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah Nilai Nominal SBI yang dimenangkan Bank. 4. Lampiran-3a dan Lampiran-3b diubah serta menambah 1 (satu) lampiran contoh perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OPT, sebagaimana Lampiran-3a, Lampiran-3b dan Lampiran-5 Surat Edaran ini. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 2008. Agar ... 7 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/28/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006 perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui Lelang. </reg_title> <set_date> 1 September 2008 </set_date> <effective_date> 1 September 2008 </effective_date> <changed_reg> '8/13/DPM|SE-BI/2006' </changed_reg> <extension_of> '10/1/DPM|SE-BI/2008' </extension_of> <related_reg> '8/13/DPM|SE-BI/2006', '10/1/DPM|SE-BI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 3 Romawi VII' </penalty_list>
DRAFT FINAL HASIL LEGAL REVIEW No. 13/ 7 /DASP S U R A T E D A R A N Perihal : Self-Regulatory Organization di Bidang Sistem Pembayaran. Sehubungan dengan pemberlakuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/5/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5119), Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5001), serta telah terbentuknya forum atau institusi yang mengatur sendiri hal-hal teknis dan mikro bagi para anggotanya di bidang sistem pembayaran Indonesia, perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai Self-Regulatory Organization di bidang sistem pembayaran dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia. A. KETENTUAN UMUM 1. Pengertian Umum a. Sistem Pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. b. Self-Regulatory … Jakarta, 25 Februari 2011 2 b. Self-Regulatory Organization di bidang Sistem Pembayaran, yang selanjutnya disebut SRO, adalah suatu forum atau institusi yang berbadan hukum Indonesia yang dapat mengeluarkan ketentuan bagi anggotanya mengenai hal-hal teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran, yang belum diatur dan/atau merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran. c. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia dan Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. d. Lembaga Selain Bank adalah badan usaha bukan Bank yang berbadan hukum dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia. 2. Keanggotaan dalam SRO a. Pelaku/peserta di bidang jasa Sistem Pembayaran yang menjadi anggota SRO meliputi: 1) Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagai: a) penyelenggara kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan/atau Uang Elektronik (E-Money) sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; dan/atau b) peserta dalam Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) termasuk mekanisme Payment versus Payment (PvP), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia … 3 Indonesia (SKNBI), dan/atau Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). 2) asosiasi Lembaga Selain Bank yang merupakan wadah penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia; dan/atau 3) Bank atau Lembaga Selain Bank yang menyelenggarakan jasa sistem pembayaran selain sebagaimana dimaksud pada butir 1) a) dan butir 1) b) sepanjang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia. b. Jumlah anggota SRO paling kurang 80% (delapan puluh persen) dari total pelaku/peserta di bidang jasa Sistem Pembayaran di Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a. Dalam hal ini jumlah pelaku/peserta di bidang jasa Sistem Pembayaran dihitung berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1) Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah melakukan 1 (satu) atau lebih kegiatan di bidang jasa Sistem Pembayaran dihitung sebagai 1 (satu) pelaku/peserta; 2) Khusus untuk asosiasi KUPU dihitung sebagai 1 (satu) pelaku/peserta. 3. Penyelenggara jasa Sistem Pembayaran yang menjadi anggota SRO harus mengikuti dan tunduk dengan ketentuan yang telah dikeluarkan dan menjadi kesepakatan anggota SRO. B. PENERBITAN KETENTUAN OLEH SRO 1. Ketentuan yang dikeluarkan oleh SRO merupakan ketentuan pelengkap dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan kebijakan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran. 2. Ketentuan yang dapat dikeluarkan oleh SRO sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus mewakili kepentingan seluruh anggota SRO dan meliputi cakupan: a. materi … 4 a. materi teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran yang belum diatur dalam peraturan Bank Indonesia; atau b. materi teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran. 3. Penerbitan ketentuan yang bersifat teknis dan mikro oleh SRO tidak mengurangi kewenangan Bank Indonesia sebagai regulator di bidang Sistem Pembayaran untuk mengatur hal-hal yang bersifat teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran. 4. Inisiatif atau usulan ketentuan di bidang Sistem Pembayaran oleh SRO dapat berasal dari SRO atau atas dasar permintaan Bank Indonesia. 5. Dalam hal jumlah anggota SRO setelah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut kurang dari 80% (delapan puluh persen) dari total pelaku/peserta di bidang jasa Sistem Pembayaran di Indonesia, maka forum atau institusi memberlakukan ketentuan sebagai SRO. 6. Dalam hal jumlah anggota SRO setelah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut kurang dari 80% (delapan puluh persen) sebagaimana dimaksud pada angka 5, maka ketentuan yang telah dikeluarkan oleh SRO tetap berlaku. 7. Dalam hal jumlah anggota SRO setelah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut kurang dari 80% (delapan puluh persen) sebagaimana dimaksud pada angka 5, maka forum atau institusi tersebut dapat menerbitkan kembali dan memberlakukan ketentuan sebagai SRO setelah jumlah pelaku/peserta yang menjadi anggota forum atau institusi di bidang Sistem Pembayaran tersebut mencapai 80% (delapan puluh persen) atau lebih, dan telah melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia. C. LAPORAN … tersebut tidak dapat menerbitkan dan 5 C. LAPORAN PENDIRIAN, PENGGABUNGAN DAN PEMBUBARAN SRO 1. Pendirian SRO harus dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: a. laporan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak pendiriannya sebagai badan hukum disahkan oleh instansi yang berwenang; dan b. laporan disertai dengan dokumen susunan pengurus, akta pendirian SRO, dan daftar jumlah anggota SRO sesuai yang dipersyaratkan dalam butir A.2.b. 2. Dalam hal terdapat rencana penggabungan atau pembubaran SRO harus dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: a. laporan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sebelum penggabungan atau pembubaran SRO dilaksanakan; dan b. laporan disertai dengan penjelasan tertulis mengenai alasan penggabungan atau pembubaran SRO. 3. SRO hasil penggabungan harus dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: a. laporan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak penggabungannya mendapatkan persetujuan dari instansi yang berwenang; dan b. laporan disertai dengan dokumen susunan pengurus, akta penggabungan SRO, dan daftar jumlah anggota SRO sesuai yang dipersyaratkan dalam butir A.2.b. 4. Bank Indonesia memberikan tanggapan tertulis atas laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2 dan angka 3 di atas paling lambat 10 (sepuluh) … 6 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak laporan tertulis diterima secara lengkap. D. PERTEMUAN KONSULTASI ANTARA SRO DAN BANK INDONESIA 1. Dalam rangka menjamin kesinambungan informasi perkembangan di bidang Sistem Pembayaran, serta penyusunan dan penerbitan ketentuan di bidang Sistem Pembayaran oleh SRO, SRO melakukan pertemuan konsultasi dengan Bank Indonesia, yang meliputi: a. pertemuan konsultasi secara berkala, dengan agenda: 1) laporan rencana kerja SRO, baik yang telah maupun yang masih akan dilaksanakan/direalisasikan oleh SRO termasuk laporan hasil Rapat Umum Anggota (RUA) SRO, serta tukar menukar informasi dalam rangka pengembangan Sistem Pembayaran di Indonesia; dan 2) permasalahan-permasalahan lainnya di bidang Sistem Pembayaran yang disepakati untuk dibahas oleh Bank Indonesia dan SRO. b. pertemuan konsultasi terkait penyusunan dan penerbitan ketentuan di bidang Sistem Pembayaran oleh SRO: 1) dalam hal terdapat inisiatif SRO untuk menyusun dan menerbitkan ketentuan di bidang Sistem Pembayaran, maka SRO wajib melakukan pertemuan konsultasi dengan Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a) SRO harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana penyusunan dan penerbitan ketentuan di bidang Sistem Pembayaran; b) laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a) disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan penyusunan … 7 penyusunan ketentuan di bidang Sistem Pembayaran oleh SRO; c) laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a) disertai antara lain dengan: (1) konsep pokok-pokok ketentuan yang akan diterbitkan SRO; (2) penjelasan mengenai latar belakang dan pertimbangan konsep ketentuan yang akan diterbitkan SRO; (3) hasil kajian berupa analisis teknis dan analisis hukum yang melandasi konsep ketentuan yang akan diterbitkan SRO; (4) penjelasan mengenai dampak konsep ketentuan yang akan diterbitkan SRO, terhadap konsumen, industri Sistem Pembayaran nasional, maupun instansi lain; dan (5) keterangan bahwa ketentuan yang akan diterbitkan telah mewakili kepentingan mayoritas anggota SRO. 2) Berdasarkan laporan tertulis dan/atau hasil konsultasi antara SRO dan Bank Indonesia, Bank Indonesia memberikan tanggapan tertulis kepada SRO, antara lain berupa: a) penyusunan dan penerbitan konsep ketentuan yang bersangkutan dapat dilaksanakan, karena: (1) tidak bertentangan dengan peraturan dan kebijakan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran; (2) merupakan ketentuan teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran yang sifatnya mendukung/melengkapi … 8 mendukung/melengkapi peraturan dan kebijakan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran; dan (3) belum diatur dalam peraturan dan kebijakan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran. b) penyusunan dan penerbitan konsep ketentuan yang bersangkutan tidak dapat dilaksanakan, antara lain karena: (1) bertentangan dengan peraturan dan kebijakan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran; (2) merupakan suatu kebijakan di bidang Sistem Pembayaran yang menjadi area Bank Indonesia; (3) telah diatur dalam peraturan dan kebijakan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran; (4) memiliki dampak negatif terhadap konsumen, dan/atau industri sistem pembayaran nasional; atau (5) berdasarkan substansinya lebih tepat jika diatur dan diterbitkan dalam produk peraturan Bank Indonesia. 3) Tanggapan tertulis Bank Indonesia kepada SRO sebagaimana dimaksud pada angka 2) diberikan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak laporan tertulis dari SRO telah diterima secara lengkap. 4) SRO melakukan penyusunan ketentuan setelah memperoleh tanggapan tertulis dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 2) a). 5) Konsep final ketentuan yang disusun oleh SRO harus disampaikan kepada Bank Indonesia dalam rangka memperoleh … 9 memperoleh penegasan secara tertulis untuk penerbitan dan pemberlakuan ketentuan. c. pertemuan konsultasi sewaktu-waktu apabila diperlukan, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dilakukan jika terdapat informasi atau permasalahan yang perlu diketahui dan/atau ditindaklanjuti lebih awal, antara lain informasi atau permasalahan yang berpengaruh terhadap peraturan atau kebijakan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran; 2) 2. inisiatif dapat berasal dari Bank Indonesia atau SRO. Pelaksanaan pertemuan konsultasi sebagaimana dimaksud pada butir 1.a, butir 1.b dan butir 1.c, dilaksanakan di Bank Indonesia atau di tempat lain sesuai kesepakatan antara Bank Indonesia dengan SRO. E. PEMBERLAKUAN DAN PEMBATALAN KETENTUAN YANG DITERBITKAN SRO 1. Ketentuan yang diterbitkan oleh SRO dapat berlaku efektif setelah memperoleh penegasan secara tertulis dari Bank Indonesia yang menyatakan penerbitan dan pemberlakuan ketentuan dapat dilaksanakan. 2. Penegasan tertulis Bank Indonesia kepada SRO sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya konsep final ketentuan dari SRO. 3. Dalam hal SRO menerbitkan dan memberlakukan ketentuan tanpa terlebih dahulu memperoleh penegasan tertulis dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Bank Indonesia secara tertulis memerintahkan SRO mencabut dan menghentikan pemberlakuan ketentuan yang bersangkutan; b. SRO … 10 b. SRO harus mencabut dan menghentikan pemberlakuan ketentuan yang bersangkutan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal surat perintah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b, SRO tidak mencabut dan menghentikan pemberlakuan ketentuan yang bersangkutan, Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan kedua dan ketiga dengan tenggang waktu masing- masing selama 5 (lima) hari kerja; dan d. apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf c, SRO tetap tidak mencabut dan menghentikan pemberlakuan ketentuan yang bersangkutan, Bank Indonesia membatalkan ketentuan tersebut dan mengumumkan kepada seluruh pelaku/peserta di bidang jasa Sistem Pembayaran. F. KERAHASIAAN DATA/INFORMASI 1. Data dan/atau informasi yang dipergunakan dan diperoleh dalam pertemuan konsultasi antara SRO dan Bank Indonesia bersifat rahasia. 2. Kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada angka 1, tidak berlaku dalam hal: a. konsep ketentuan yang diterbitkan oleh SRO telah memperoleh penegasan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir D.1.b.2).a); b. konsep ketentuan diinformasikan kepada publik dalam rangka pelaksanaan uji publik; c. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, data dan/atau informasi dimaksud merupakan data dan/atau informasi yang harus diketahui publik; d. berdasarkan … 11 d. berdasarkan kesepakatan antara Bank Indonesia dan SRO, data dan/atau informasi dimaksud dapat diinformasikan kepada pihak lain dan/atau publik; dan/atau e. terdapat permintaan dari polisi, jaksa atau hakim untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana serta instansi berwenang lainnya yang berwenang dalam penanganan tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sesuai undang-undang yang berlaku. G. PEMBUBARAN SRO Selain berdasarkan ketentuan dan persyaratan pembubaran sebagaimana yang diatur dalam AD/ART, Bank Indonesia juga dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri mengenai pembubaran SRO jika SRO tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir E.3.d. H. KETENTUAN PERALIHAN Bagi forum atau institusi di bidang Sistem Pembayaran yang dimaksudkan sebagai SRO dan telah ada sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Forum atau institusi di bidang Sistem Pembayaran tersebut harus memperoleh status badan hukum dan melaporkannya kepada Bank Indonesia paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Selama status badan hukum forum atau institusi di bidang Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 masih dalam proses pengurusan, keberadaan forum atau institusi tersebut diakui oleh Bank Indonesia sepanjang pendiriannya memenuhi ketentuan dalam butir A.2.a, anggaran dasar dituangkan dalam akta notaris dan telah mengajukan permohonan pengesahan sebagai badan hukum kepada instansi yang berwenang serta melaporkannya kepada Bank Indonesia. 3. Forum … 12 3. Forum atau institusi di bidang Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat menerbitkan ketentuan teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran sesuai prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Seluruh ketentuan teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran yang telah diberlakukan oleh forum atau institusi di bidang Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 2 sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini harus dilaporkan kepada Bank Indonesia. I. LAIN-LAIN Permohonan pelaksanaan konsultasi dan penyampaian laporan oleh SRO kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini ditujukan kepada: Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP), Gedung D Lantai 2 Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat - 10350 J. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 25 Februari 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, S. BUDI ROCHADI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/7/DASP|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Self-Regulatory Organization di Bidang Sistem Pembayaran. </reg_title> <set_date> 25 Februari 2011 </set_date> <effective_date> 25 Februari 2011 </effective_date> <related_reg> '7/18/PBI/2005', '11/11/PBI/2009', '12/5/PBI/2010', '11/12/PBI/2009' </related_reg>
No. 17/45/DPM Jakarta, 16 November 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities Syariah Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5567), dan dalam rangka upaya penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara transaksi repurchase agreement Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia dalam rangka standing facilities syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai perbankan syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah. 4. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka … 2 terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 5. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS. 6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. 7. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 8. Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 9. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 10. Transaksi Repurchase Agreement SBIS yang selanjutnya disebut Repo SBIS adalah transaksi pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada Bank dengan agunan SBIS (collateralized borrowing). 11. Biaya … 3 11. Biaya Repo SBIS adalah kewajiban membayar (gharamah) yang ditetapkan Bank Indonesia dalam rangka Repo SBIS karena Bank tidak menepati jangka waktu kesepakatan pembelian SBIS. 12. Qard adalah pinjaman dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus dalam jangka waktu tertentu. 13. Rahn adalah penyerahan agunan dari Bank (rahin) kepada Bank Indonesia (murtahin) sebagai jaminan untuk mendapatkan Qard. 14. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank Indonesia. 15. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga, transaksi dengan Bank Indonesia dan/atau transaksi pasar keuangan. 16. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka penatausahaan. 17. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan. 18. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan. 19. Perjanjian pengagunan SBIS Dalam Rangka Repo SBIS yang selanjutnya disebut Perjanjian adalah kesepakatan tertulis antara Bank Indonesia dengan Bank yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam pengagunan SBIS. II. KARAKTERISTIK … 4 II. KARAKTERISTIK REPO SBIS 1. Repo SBIS merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk injeksi likuiditas perbankan syariah dalam rangka OMS. 2. Repo SBIS disediakan Bank Indonesia pada setiap hari kerja Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas Bank Indonesia. 3. Repo SBIS dilakukan dengan mekanisme non lelang. 4. Pengajuan Repo SBIS dilakukan melalui Sistem BI-ETP. 5. Jangka waktu Repo SBIS adalah 1 (satu) hari kerja (overnight). 6. Jumlah hari dalam perhitungan biaya Repo SBIS dihitung berdasarkan hari kalender. 7. Window time Repo SBIS ditetapkan dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 8. Bank Indonesia mengumumkan Repo SBIS melalui Sistem BI- ETP dan/atau sarana lainnya sebelum window time Repo SBIS. 9. Dalam hal terdapat perubahan window time dan tingkat imbalan Repo SBIS, Bank Indonesia mengumumkan melalui Sistem BI- ETP dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat sebelum window time Repo SBIS. dibuka. 10. Bank Indonesia dapat menutup window time Repo SBIS yang diumumkan melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia, paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum penutupan window time tersebut. 11. Bank Indonesia menetapkan tingkat Biaya Repo SBIS. 12. Bank mengajukan Repo SBIS kepada Bank Indonesia. 13. Persyaratan Bank yang dapat mengajukan Repo SBIS sebagai berikut: a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS; b. tidak sedang dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; c. harus … 5 c. harus memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; dan d. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS. 14. Persyaratan SBIS untuk Repo SBIS dalam rangka standing facilities syariah adalah sebagai berikut: a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat Repo SBIS jatuh waktu; dan b. tidak sedang diagunkan kepada Bank Indonesia. 15. Bank hanya dapat mengajukan Repo SBIS paling banyak sebesar nilai nominal SBIS yang dimiliki pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal Repo SBIS. 16. Bank Indonesia memberikan Repo SBIS kepada Bank paling banyak sebesar nilai nominal SBIS yang diagunkan. 17. Bank bertanggung jawab atas kebenaran data Repo SBIS yang diajukan kepada Bank Indonesia. 18. Bank dilarang membatalkan Repo SBIS yang telah diajukan kepada Bank Indonesia. 19. Bank wajib memiliki seri SBIS yang mencukupi dalam Rekening Surat Berharga untuk Setelmen Surat Berharga SBIS pada tanggal Repo SBIS (first leg). 20. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban pada tanggal Repo SBIS jatuh waktu (second leg). 21. Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu Repo SBIS ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan Repo SBIS dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan Biaya Repo SBIS untuk hari libur dimaksud. 22. Dalam hal Repo SBIS dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari libur, maka tanggal jatuh waktu Repo SBIS ditetapkan pada hari kerja berikutnya. 23. Bank Indonesia menatausahakan Repo SBIS pada Rekening Surat Berharga di BI-SSSS. 24. Harga SBIS diatur sebagai berikut: a. Harga … 6 a. Harga SBIS yang dapat direpokan ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di Sistem BI-ETP, BI- SSSS dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-masing seri SBIS. b. Bank Indonesia menetapkan besarnya haircut untuk jenis SBIS dalam rangka penentuan nilai setelmen early redemption SBIS. III. PERSYARATAN UMUM 1. Repo SBIS dilakukan berdasarkan prinsip Qard yang diikuti dengan Rahn. 2. Bank mengajukan Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada butir II.13, setelah menyampaikan Perjanjian sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini dan dokumen persyaratan pengajuan Repo SBIS disertai dengan surat pengantar. 3. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2 meliputi: a. Perjanjian dalam rangkap 2 (dua) yang telah dibubuhi materai cukup dan ditandatangani oleh direksi Bank atau pejabat Bank yang diberikan wewenang oleh direksi dengan surat kuasa sebagai dasar bagi Bank untuk mengajukan Repo SBIS. b. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia: 1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan Perjanjian dilakukan oleh direksi; 2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani Perjanjian penandatanganan Perjanjian tidak dilakukan oleh direksi; atau 3) fotokopi … jika 7 3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan Perjanjian dilakukan oleh direksi; 4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani Perjanjian jika penandatanganan Perjanjian tidak dilakukan oleh direksi; dan 5) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat yang berwenang untuk menandatangani Perjanjian. c. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri: 1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika penandatanganan Perjanjian dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); 2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani Perjanjian jika penandatanganan Perjanjian tidak dilakukan oleh CEO; 3) dalam hal penandatanganan Perjanjian tidak dilakukan oleh CEO maka surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus memuat hak CEO untuk mengalihkan kewenangannya (hak substitusi); dan 4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang berwenang untuk menandatangani Perjanjian. 4. Penandatanganan Perjanjian sebagaimana dimaksud pada butir 3.a dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan Repo SBIS dengan Bank Indonesia. 5. Khusus … 8 5. Khusus untuk UUS, Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a dapat ditandatangani oleh pejabat UUS berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh direksi bank umum konvensional dari UUS. 6. Perjanjian sebagaimana dimaksud pada butir 3.a berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi Perjanjian dan/atau perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan daerah mengenai kewenangan direksi Bank untuk mewakili Bank atau ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai pendelegasian wewenang. 7. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3 disampaikan dengan surat pengantar kepada: Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara Jl. M.H Thamrin No.2 Jakarta 10350 8. Bank Indonesia memberitahukan kepada Bank mengenai persetujuan pengajuan Repo SBIS setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3 ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia. 9. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 disampaikan secara tertulis melalui surat atau Sistem BI-ETP. IV. TATA CARA PENGAJUAN REPO SBIS 1. Bank Indonesia mengumumkan rencana Repo SBIS melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebelum window time Repo SBIS. 2. Pengumuman rencana Repo SBIS mencakup antara lain: a. sarana transaksi; b. window time; c. tingkat Biaya Repo SBIS; d. jangka … 9 d. e. f. jangka waktu; tanggal lelang; dan/atau tanggal dan waktu setelmen. 3. Bank mengajukan Repo SBIS melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan dengan mencantumkan antara lain jumlah nominal Repo SBIS dan seri SBIS yang diagunkan. 4. Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan hasil Repo SBIS: a. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai transaksi yang diterima dan tingkat Biaya Repo SBIS; dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal yang diterima dan tingkat Biaya Repo SBIS. V. SETELMEN TRANSAKSI 1. Setelmen first leg a. Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada hari transaksi (same day settlement) pada awal periode pre cut- off sistem BI-RTGS. b. Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: 1) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal dari seri SBIS yang diagunkan. 2) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg Repo SBIS. c. Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada butir b.2) adalah sebesar nilai Repo SBIS yang nilainya sama dengan nilai nominal SBIS yang diagunkan. d. Dalam hal Bank tidak memiliki seri SBIS yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, maka BI-SSSS secara otomatis membatalkan Repo SBIS. e. Atas … 10 e. Atas batalnya Repo SBIS sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. f. Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya Repo SBIS dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan setelmen first leg dalam 1 (satu) hari maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 2. Setelmen second leg a. Pada tanggal Repo SBIS jatuh waktu BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI- RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS. b. Setelmen Dana dilakukan dengan cara mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg. c. Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBIS yang diagunkan. d. Nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah sebesar nilai setelmen first leg ditambah Biaya Repo SBIS. e. Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada huruf d sampai dengan sebelum periode cut-off warning BI-RTGS, maka BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg. f. Atas batalnya Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada huruf e, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. g. Terkait … 11 g. Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya Repo SBIS dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan setelmen second leg dalam 1 (satu) hari maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 3. Kegagalan setelmen second leg Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk pelunasan Repo SBIS jatuh waktu yang disebabkan oleh pembatalan setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah untuk penyelesaian Biaya Repo SBIS. b. Bank Indonesia melakukan penyelesaian pelunasan seri SBIS yang diagunkan sebelum jatuh waktu (early redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS. c. Dalam hal hasil early redemption tidak mencukupi, Bank Indonesia akan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar kekurangan kewajiban Bank kepada Bank Indonesia. d. Dalam hal Bank Indonesia melakukan early redemption, Bank Indonesia membayar imbalan SBIS kepada Bank sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum early redemption (T-1). Contoh perhitungan pembayaran imbalan SBIS pada saat early redemption tercantum pada Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Bank yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada butir V.1.d dan butir V.2.e dikenakan sanksi berupa: a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan b. Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal yang dibatalkan, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar … 12 sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap pembatalan. 2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan setelmen Repo SBIS. VII. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/17/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia; dan b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/26/DPM tanggal 30 Agustus 2010 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/17/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat … 13 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/45/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities Syariah </reg_title> <set_date> 16 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '12/26/DPM|SE-BI/2010', '10/17/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 15/2/DPNP Jakarta, 4 Februari 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 284, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5382) perlu diatur ketentuan pelaksanaan penerapan kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Dalam rangka menghadapi dinamika perkembangan ekonomi regional dan global, maka diperlukan peningkatan ketahanan industri perbankan nasional antara lain melalui penerapan kebijakan kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia (selanjutnya disebut PBI Kepemilikan Tunggal). B. Penerapan kebijakan kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia dimaksud dapat dilakukan melalui beberapa cara yang… yang telah ditentukan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) PBI Kepemilikan Tunggal, sebagai berikut: 1. merger atau konsolidasi atas Bank-Bank yang dikendalikannya; 2. membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan; atau 3. membentuk Fungsi Holding. II. MERGER ATAU KONSOLIDASI A. Dalam hal Pemegang Saham Pengendali (PSP) memilih melakukan merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud pada butir I.B.1, Bank Indonesia memberikan insentif berupa: 1. pelonggaran sementara pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM); 2. perpanjangan waktu penyelesaian pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); 3. kemudahan pembukaan kantor cabang; dan/atau 4. pelonggaran sementara penerapan Good Corporate Governance (GCG), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) PBI Kepemilikan Tunggal. Tata cara pemberian insentif tersebut di atas mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai insentif dalam rangka konsolidasi perbankan. B. Merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud pada butir I.B.1 dilakukan oleh: 1. PSP yang telah menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) bank pada saat PBI Kepemilikan Tunggal berlaku; atau 2. PSP… 2. PSP yang akan melakukan akuisisi Bank sehingga menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) bank setelah PBI Kepemilikan Tunggal berlaku. C. Akuisisi sebagaimana dimaksud pada butir B.2 hanya dapat dilakukan dalam satu kesatuan proses tanpa jeda dengan merger atau konsolidasi. D. Bagi PSP yang telah menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) Bank sebagaimana dimaksud pada butir B.1, rencana merger atau konsolidasi disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak PBI Kepemilikan Tunggal berlaku. E. Bagi PSP yang akan melakukan akuisisi Bank sebagaimana dimaksud pada butir B.2, rencana merger atau konsolidasi disampaikan kepada Bank Indonesia pada saat mengajukan permohonan izin akuisisi. F. Merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud pada butir I.B.1 dilaksanakan paling lama: 1. Satu tahun sejak PBI Kepemilikan Tunggal berlaku, bagi PSP sebagaimana dimaksud pada butir B.1. 2. Satu tahun setelah pelaksanaan akuisisi secara legal, bagi PSP sebagaimana dimaksud pada butir B.2. G. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu penyelesaian merger atau konsolidasi, permohonan diajukan kepada Bank Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf F. H. Rencana akuisisi yang diikuti dengan merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam huruf C harus dimuat dalam Rencana Bisnis Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia pada Sub Bab Kebijakan dan Strategi Manajemen. I. Bank… I. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon PSP dan/atau calon pengurus Bank hasil merger atau konsolidasi dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan. III. PEMBENTUKAN PERUSAHAAN INDUK DI BIDANG PERBANKAN A. Sebagaimana dimaksud pada butir I.B.2, pembentukan Perusahaan Induk di Bidang Perbankan atau Bank Holding Company (selanjutnya disebut BHC) merupakan salah satu alternatif untuk melakukan pemenuhan kewajiban kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia. B. Pembentukan BHC sebagaimana dimaksud dalam huruf A dilakukan oleh: 1. PSP yang telah menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) bank pada saat PBI Kepemilikan Tunggal berlaku; atau 2. PSP yang akan melakukan akuisisi Bank sehingga menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) bank setelah PBI Kepemilikan Tunggal berlaku. C. Rencana akuisisi dan/atau rencana pembentukan BHC serta rencana pengalihan saham Bank kepada BHC dimuat dalam Rencana Bisnis Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia pada Sub Bab Kebijakan dan Strategi Manajemen. D. Perusahaan yang akan bertindak sebagai BHC berbentuk hukum Perseroan Terbatas yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia, sehingga tata cara pendiriannya mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas. E. BHC… E. BHC berada 1 (satu) tingkat di atas Bank-Bank yang dikendalikan secara langsung. F. Dalam hal pembentukan BHC didahului dengan proses akuisisi, maka akuisisi hanya dapat dilakukan dalam satu kesatuan proses tanpa jeda dengan pembentukan BHC dan pengalihan saham dari PSP ke BHC. G. Prosedur pembentukan BHC dilakukan sebagai berikut: 1. Permohonan pembentukan BHC disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Konvensional; atau b. Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Syariah. 2. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilampiri dengan dokumen pendukung yang terdiri atas: a. b. risalah Rapat Umum Pemegang Saham masing- masing Bank; rancangan anggaran dasar Perseroan Terbatas yang akan diusulkan menjadi BHC atau salinan anggaran dasar Perseroan Terbatas yang telah disahkan oleh instansi berwenang bagi PSP yang telah memiliki Perseroan Terbatas yang akan diusulkan menjadi BHC; c. d. e. rancangan akta pengalihan saham Bank yang dimiliki PSP kepada BHC; rancangan corporate plan BHC; rencana struktur organisasi dan daftar calon pengurus BHC disertai dengan dokumen pendukung sebagai… sebagai berikut: 1) 1 (satu) buah pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm; 2) fotokopi tanda pengenal yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor; 3) riwayat hidup; 4) surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, dan tidak sedang dalam masa pengenaan sanksi untuk dilarang menjadi PSP, pemegang saham, dan/atau pengurus pada Bank dan/atau Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test); dan 5) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Direksi, atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum tanggal pengajuan permohonan; f. daftar isian Fit and Proper. 3. Bagi PSP sebagaimana dimaksud pada butir B.1, rencana dan permohonan pembentukan BHC disampaikan kepada Bank… Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak PBI Kepemilikan Tunggal berlaku. 4. Bagi PSP sebagaimana dimaksud pada butir B.2, rencana pembentukan BHC disampaikan kepada Bank Indonesia pada saat pengajuan permohonan izin akuisisi, sedangkan permohonan pembentukan BHC disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan setelah akuisisi legal dilakukan. 5. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon pengurus BHC yang terdiri atas calon anggota direksi dan calon anggota dewan komisaris dengan mengacu pada tata cara uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon anggota direksi dan calon anggota dewan komisaris Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) bagi Bank Umum Konvensional atau Bank Umum Syariah. 6. Bank Indonesia berwenang memberikan: a. persetujuan atau penolakan terhadap calon pengurus BHC; b. persetujuan atau penolakan atas permohonan pembentukan BHC; dan c. penegasan atas rencana pengalihan saham Bank kepada BHC, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap dan benar. 7. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir B.1 wajib membentuk BHC dan mengalihkan saham kepada BHC paling… paling lama 1 (satu) tahun sejak PBI Kepemilikan Tunggal berlaku. 8. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir B.2 wajib membentuk BHC dan mengalihkan saham kepada BHC paling lama 1 (satu) tahun setelah akuisisi legal. 9. Realisasi pembentukan BHC dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank (DPB) terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Konvensional yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; b. Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau c. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pembentukan BHC. 10. Realisasi pengalihan saham PSP kepada BHC dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan pengalihan saham, disertai dengan: a. risalah Rapat Umum Pemegang Saham Bank yang dikendalikan oleh PSP; b. data kepemilikan Bank setelah perubahan komposisi saham; c. apabila perubahan komposisi kepemilikan saham disebabkan karena adanya penambahan modal disetor, maka disertai dengan: 1) bukti… 1) bukti penyetoran; dan 2) surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada butir 2.e.4) dan butir 2.e.5). 11. Perubahan Pengurus BHC a. calon pengurus BHC wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya. b. permohonan untuk memperoleh persetujuan dimaksud diajukan kepada Bank Indonesia dengan alamat: 1) Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Konvensional; atau 2) Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Syariah. c. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan dimaksud, Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon pengurus BHC dengan mengacu pada tata cara uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon anggota direksi dan calon anggota dewan komisaris Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) bagi Bank Umum Konvensional atau Bank Umum Syariah. d. Persetujuan atau penolakan atas pengajuan calon pengurus BHC diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap dan benar. e. Persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada… pada huruf d berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan. f. Pengangkatan pengurus BHC oleh Rapat Umum Pemegang Saham dinyatakan efektif setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia. g. Pengangkatan pengurus BHC wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pengangkatan efektif, disertai dengan risalah Rapat Umum Pemegang Saham. H. Dalam rangka memberikan arah strategis dan mengkonsolidasikan laporan keuangan dari Bank-Bank yang menjadi anak perusahaannya, BHC melakukan tugas-tugas sebagai berikut: 1. menetapkan program kerja strategis BHC untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun ke depan; 2. memberikan arah strategis untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun ke depan, dan mengkonsolidasikan program kerja Bank-Bank yang menjadi anak perusahaannya; 3. menyetujui dan mengawasi pelaksanaan program kerja strategis Bank-Bank yang menjadi anak perusahaannya; dan 4. mengkonsolidasikan laporan keuangan anak perusahaan dengan laporan keuangan BHC serta membuat laporan konsolidasi lainnya yang diperlukan. I. Permodalan BHC diatur sebagai berikut: 1. Jumlah modal disetor BHC paling kurang sebesar jumlah seluruh nilai nominal saham yang ditanamkan PSP pada Bank. 2. Dalam hal pada saat pembentukan BHC jumlah modal disetornya lebih kecil daripada jumlah seluruh nilai nominal… nominal saham yang ditanamkan PSP pada Bank yang diwajibkan untuk dilakukan pemenuhan kewajiban kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia, maka penambahan modal disetor oleh PSP dapat dilakukan melalui pengalihan saham PSP di Bank-Bank dimaksud kepada BHC. 3. Kepemilikan saham Bank oleh BHC paling tinggi sebesar modal sendiri bersih BHC. 4. Yang dimaksud dengan modal sendiri bersih adalah penjumlahan dari modal disetor, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan kerugian. J. BHC dapat berdiri sendiri sebagai 1 (satu) badan hukum atau berupa Perusahaan Induk di Bidang Keuangan (Financial Holding Company) yang mengkonsolidasikan lembaga-lembaga keuangan yang dimiliki oleh PSP. K. Financial Holding Company (selanjutnya disebut FHC) yang bertindak sebagai BHC, wajib membentuk unit kegiatan BHC sebagai pelaksana kegiatan holding bagi bank-bank yang menjadi anak perusahaannya. L. Unit kegiatan BHC dalam FHC dipimpin oleh salah satu direktur FHC. M. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap direktur FHC yang ditunjuk untuk membawahkan unit kegiatan BHC sebagai pelaksana holding Bank-Bank yang dikendalikannya. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan terhadap direktur FHC mengacu pada tata cara uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon anggota direksi Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) bagi Bank Umum Konvensional atau Bank Umum Syariah. N. Dalam… N. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu pembentukan BHC, permohonan diajukan kepada Bank Indonesia paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud pada butir G.7 atau butir G.8. O. PSP melaporkan realisasi pembentukan unit kegiatan BHC dalam FHC kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah realisasi pembentukan unit kegiatan BHC dalam FHC dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir G.9. P. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir B.1 yang memilih membentuk unit kegiatan BHC dalam FHC wajib membentuk unit kegiatan BHC dalam FHC paling lama 6 (enam) bulan sejak PBI Kepemilikan Tunggal berlaku. Q. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir B.2 yang memilih membentuk unit kegiatan BHC dalam FHC wajib membentuk unit kegiatan BHC dalam FHC paling lama 6 (enam) bulan setelah akuisisi legal. IV. PEMBENTUKAN FUNGSI HOLDING A. Fungsi Holding hanya dapat dilakukan oleh PSP berupa: 1. Bank yang berbadan hukum Indonesia. 2. Instansi Pemerintah Republik Indonesia. B. Fungsi Holding pada PSP berupa Bank yang berbadan hukum Indonesia dipimpin oleh direktur yang membawahkan bidang perencanaan strategis. C. PSP menyerahkan informasi dan dokumen pendukung mengenai rencana pembentukan Fungsi Holding kepada Bank Indonesia, yang terdiri atas: 1. struktur organisasi Fungsi Holding; 2. daftar… 2. daftar pelaksana Fungsi Holding, disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir III.G.2.e; dan 3. surat penunjukan untuk menjadi pelaksana Fungsi Holding. D. Fungsi Holding yang berada di bawah instansi Pemerintah Republik Indonesia dipimpin oleh pejabat eselon I atau pejabat satu tingkat di bawah menteri. E. Prosedur pembentukan Fungsi Holding dilakukan sebagai berikut: 1. Rencana akuisisi dan/atau rencana pembentukan Fungsi Holding dimuat dalam Rencana Bisnis Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia pada Sub Bab Kebijakan dan Strategi Manajemen. 2. Permohonan pembentukan Fungsi Holding disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank (DPB) terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Konvensional yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; b. Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau c. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, 3. Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilampiri dengan dokumen pendukung yang terdiri atas: a. risalah… a. risalah Rapat Umum Pemegang Saham masing- masing Bank (apabila didahului dengan akuisisi Bank); dan b. rencana susunan pelaksana dan struktur organisasi Fungsi Holding. 4. Pembentukan Fungsi Holding dilakukan oleh: a. PSP yang telah menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) bank pada saat PBI Kepemilikan Tunggal berlaku; atau b. PSP yang akan melakukan akuisisi Bank sehingga menjadi pengendali pada lebih dari 1 (satu) bank setelah PBI Kepemilikan Tunggal berlaku. 5. Bagi pihak sebagaimana dimaksud pada butir 4.a, rencana dan permohonan pembentukan Fungsi Holding disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak PBI Kepemilikan Tunggal berlaku. 6. Bagi pihak sebagaimana dimaksud pada butir 4.b, rencana pembentukan Fungsi Holding disampaikan kepada Bank Indonesia pada saat mengajukan izin akuisisi, sedangkan permohonan pembentukan Fungsi Holding disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan setelah akuisisi legal dilakukan. 7. Bank Indonesia akan memberikan persetujuan atas permohonan pembentukan Fungsi Holding paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap dan benar. 8. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir 4.a wajib membentuk Fungsi Holding paling lama 6 (enam) bulan sejak PBI Kepemilikan Tunggal berlaku. 9. Pihak… 9. Pihak sebagaimana dimaksud pada butir 4.b wajib membentuk Fungsi Holding paling lama 6 (enam) bulan setelah akuisisi legal. 10. Realisasi pembentukan Fungsi Holding dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank (DPB) terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Konvensional yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; b. Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau c. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah realisasi pembentukan Fungsi Holding. F. Dalam rangka memberikan arah strategis dan mengkonsolidasikan laporan keuangan dari Bank-Bank yang menjadi anak perusahaannya, Fungsi Holding memiliki tugas sebagaimana tugas BHC pada butir III.H. G. Dalam hal pembentukan Fungsi Holding didahului dengan proses akuisisi, maka akuisisi hanya dapat dilakukan dalam satu kesatuan proses tanpa jeda dengan pembentukan Fungsi Holding. H. Dalam hal PSP memerlukan perpanjangan jangka waktu pembentukan Fungsi Holding, permohonan diajukan kepada Bank Indonesia paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud pada butir E.8 atau butir E.9. V. PENGAWASAN… V. PENGAWASAN DAN PELAPORAN A. Bank Indonesia melakukan pengawasan kepada BHC dan Fungsi Holding, termasuk melakukan pemeriksaan, baik secara berkala maupun sewaktu-waktu diperlukan. B. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan tersebut, BHC dan Fungsi Holding wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia: 1. program kerja strategis BHC sebagaimana dimaksud pada butir III.H atau program kerja strategis Fungsi Holding sebagaimana dimaksud pada butir IV.F disampaikan setiap tahun paling lambat pada akhir bulan Februari; 2. laporan pengawasan BHC dan Fungsi Holding terhadap bank, yang disampaikan setiap semester, masing-masing untuk posisi bulan Juni dan Desember. Untuk posisi Juni disampaikan paling lambat pada akhir Agustus sedangkan untuk posisi Desember disampaikan paling lambat pada akhir Februari tahun berikutnya; dan 3. laporan lainnya, antara lain laporan transparansi kondisi keuangan BHC dan laporan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi BHC yang melakukan pengendalian terhadap Bank dengan format, tata cara, dan periode pelaporan yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi kondisi keuangan Bank dan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank. C. PSP melalui Bank wajib menyampaikan rencana pemenuhan kepemilikan tunggal kepada Bank Indonesia yang memuat paling kurang cara penyesuaian yang dipilih, rencana tindak, dan jadwal waktu pelaksanaan dan diketahui oleh pengurus Bank. D. Bank… D. Bank wajib menyampaikan laporan perkembangan kewajiban pemenuhan ketentuan kepemilikan tunggal kepada Bank Indonesia setiap triwulan terhitung sejak persetujuan Bank Indonesia atas rencana pemenuhan ketentuan kepemilikan tunggal, termasuk jika terdapat hal-hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemenuhan kebijakan kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia dan rencana tindak untuk mengatasi kendala dimaksud, serta jangka waktu target penyelesaiannya. E. Program kerja, rencana pemenuhan kepemilikan tunggal, dan laporan-laporan sebagaimana dimaksud pada huruf B, huruf C, dan huruf D disampaikan kepada: 1. Departemen Pengawasan Bank (DPB) terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Konvensional yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; 2. Departemen Perbankan Syariah (DPbS), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 3. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. F. Khusus bagi pihak yang telah menjadi PSP pada lebih dari 1 (satu) bank sebelum berlakunya PBI Kepemilikan Tunggal tidak perlu mencantumkan rencana pemenuhan ketentuan kepemilikan tunggal pada Rencana Bisnis Bank tahun 2013. VI. PENUTUP… VI. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/32/DPNP tanggal 12 Desember 2007 perihal Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 4 Februari 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULYA E. SIREGAR KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/2/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia </reg_title> <set_date> 4 Februari 2013 </set_date> <effective_date> 4 Februari 2013 </effective_date> <replaced_reg> '9/32/DPNP|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '14/24/PBI/2012' </related_reg>
No.9/29/DPbS Jakarta, 7 Desember 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/17/PBI/2007 tanggal 4 Desember 2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 146 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4787), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah (BPRS) merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengurus bank, masyarakat pengguna jasa bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank maupun pihak lainnya. Hasil penilaian tingkat kesehatan digunakan oleh Bank Indonesia untuk melakukan pengawasan dan pengaturan dalam rangka menerapkan strategi pembinaan dan pengembangan yang tepat bagi BPRS. … BPRS. Selanjutnya, tingkat kesehatan digunakan oleh BPRS sebagai salah satu alat bagi manajemen dalam menentukan kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan bank ke depan. 2. Tingkat kesehatan BPRS merupakan hasil penilaian komposit atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu BPRS. Penilaian tingkat kesehatan BPRS tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif terhadap faktor keuangan, termasuk kemampuan BPRS dalam mengelola berbagai risiko, serta penilaian kualitatif terhadap faktor manajemen, termasuk kepatuhan BPRS terhadap prinsip-prinsip syariah dan ketentuan yang berlaku. 3. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan maupun proyeksi rasio-rasio keuangan BPRS, sedangkan penilaian kualitatif adalah penilaian terhadap faktor manajemen dan faktor- faktor hasil penilaian kuantitatif dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan. 4. Rasio-rasio yang digunakan untuk menganalisa faktor keuangan dibedakan menjadi rasio utama, rasio penunjang dan rasio pengamatan (observed). Rasio utama merupakan rasio yang menjadi dasar terhadap penilaian faktor keuangan, rasio penunjang merupakan rasio yang akan mempengaruhi penilaian faktor keuangan sedangkan rasio pengamatan (observed) merupakan rasio yang dapat digunakan sebagai satu pertimbangan tambahan dalam penilaian akhir atas faktor keuangan. II. CAKUPAN FAKTOR PENILAIAN Penilaian tingkat kesehatan BPRS mencakup penilaian terhadap faktor- faktor yang terdiri dari: 1. Permodalan (capital) Penilaian permodalan dimaksudkan untuk mengevaluasi kecukupan modal … modal BPRS dalam mengelola eksposur risiko saat ini dan di masa mendatang melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif atas rasio/komponen sebagai berikut: a. Kecukupan Modal (rasio utama); b. Proyeksi Kecukupan Modal (rasio penunjang); c. Kecukupan equity (rasio pengamatan/observed); d. Kecukupan modal inti terhadap dana pihak ketiga (rasio pengamatan/observed); e. Fungsi Intermediasi atas dana investasi dengan metode Profit Sharing (rasio pengamatan/observed). 2. Kualitas aset (Asset quality) Penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk mengevaluasi kondisi aset BPRS dalam mengelola eksposur risiko saat ini dan di masa mendatang melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif atas rasio/komponen sebagai berikut: a. Kualitas aktiva produktif (rasio utama); b. Pembiayaan bermasalah (rasio penunjang); c. Rata – rata tingkat pengembalian pembiayaan hapus buku (rasio pengamatan/observed); pembiayaan d. Nasabah pengamatan/observed). 3. Rentabilitas (Earnings) Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan bank dalam mendukung kegiatan operasional dan permodalan, melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif atas rasio/komponen sebagai berikut: a. Tingkat efisiensi operasional (rasio utama); b. Aset yang menghasilkan pendapatan (rasio penunjang); c. Net Margin Operasional Utama (rasio penunjang); d. Biaya … bermasalah (rasio d. Biaya tenaga kerja terhadap total pembiayaan (rasio pengamatan/observed); e. Return on Assets (rasio pengamatan/observed); f. Return on Equity (rasio pengamatan/observed); g. Return on Investment Account Holder (rasio pengamatan/observed). 4. Likuiditas (Liquidity) Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan kecukupan manajemen risiko likuiditas BPRS melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif atas rasio/komponen sebagai berikut: a. Cash ratio (rasio utama); b. Short-term mismatch (rasio penunjang). 5. Manajemen (Management) Penilaian manajemen dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan manajerial pengurus BPRS dalam menjalankan usahanya, kecukupan manajemen risiko dan kepatuhan BPRS terhadap pelaksanaan prinsip syariah serta kepatuhan BPRS terhadap ketentuan yang berlaku, melalui penilaian kualitatif atas komponen-komponen sebagai berikut: a. Kualitas manajemen umum dan kepatuhan BPRS terhadap ketentuan yang berlaku, yang terdiri dari 16 (enam belas) aspek dengan bobot sebesar 35% (tiga puluh lima per seratus); b. Kualitas manajemen risiko, yang terdiri dari 6 (enam) jenis risiko yang meliputi beberapa aspek tertentu dengan bobot sebesar 40% (empat puluh per seratus); c. Kepatuhan terhadap pelaksanaan prinsip – prinsip syariah, yang terdiri dari 3 (tiga) aspek dengan bobot sebesar 25% (dua puluh lima per seratus). III. TATA … III. TATA CARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Penilaian tingkat kesehatan BPRS dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut: 1. Tahap penilaian dan/atau penetapan peringkat setiap rasio/komponen. Penilaian atas setiap rasio/komponen sebagaimana dimaksud pada angka II dilakukan secara kuantitatif untuk rasio keuangan dengan berpedoman pada Lampiran 1a, Lampiran 1b, Lampiran 1c dan Lampiran 1d. Sedangkan untuk komponen manajemen dilakukan secara kualitatif dengan berpedoman pada Lampiran 1e. 2. Tahap penetapan peringkat masing-masing faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas dan likuiditas. Penetapan peringkat setiap faktor tersebut dilakukan dalam 2 tahap: a. Melakukan penghitungan gabungan dengan menggunakan metode sebagaimana tercantum pada Lampiran 1f atas rasio utama dan rasio penunjang yang terdapat pada masing-masing faktor, untuk memperoleh dasar kuantitatif penetapan peringkat faktor. b. Penetapan peringkat masing-masing faktor dilakukan dengan berpedoman pada Matriks Kriteria Peringkat Faktor sebagaimana tercantum pada Lampiran 2a, Lampiran 2b, Lampiran 2c dan Lampiran 2d serta dengan mempertimbangkan rasio pengamatan/observed dan indikator pendukung dan/atau pembanding yang relevan (judgement). 3. Tahap penetapan peringkat faktor manajemen. Penetapan peringkat faktor manajemen dilakukan dalam 2 tahap: a. Melakukan penghitungan gabungan atas 3 (tiga) komponen manajemen … manajemen dengan bobot sebagaimana dimaksud pada butir II.5, untuk memperoleh dasar penetapan peringkat faktor. b. Penetapan peringkat dilakukan dengan berpedoman pada Matriks Kriteria Peringkat Faktor sebagaimana tercantum pada Lampiran 2e dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan (judgement). 4. Tahap penetapan peringkat faktor keuangan. Penetapan peringkat faktor keuangan dilakukan dalam 2 tahap: a. Melakukan penghitungan gabungan melalui pembobotan atas nilai peringkat faktor sebagai berikut : 1) Permodalan, dengan bobot 25% (dua puluh lima per seratus); 2) kualitas aset, dengan bobot 45% (empat puluh lima per seratus); 3) 4) rentabilitas, dengan bobot 15% (lima belas per seratus); likuiditas, dengan bobot 15% (lima belas per seratus) untuk memperoleh dasar kuantitatif penetapan peringkat faktor. b. Penetapan peringkat dilakukan dengan berpedoman pada Matriks Kriteria Peringkat Faktor Keuangan sebagaimana tercantum pada Lampiran 3. 5. Tahap Penetapan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan BPRS. Penetapan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan BPRS dilakukan dengan melakukan penghitungan komposit atas Peringkat Faktor Keuangan dan Peringkat Faktor Manajemen dengan menggunakan tabel konversi dan berpedoman pada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komposit sebagaimana tercantum pada Lampiran 4 serta dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan/atau pembanding yang relevan (judgement). 6. Penilaian rasio – rasio keuangan oleh BPRS didokumentasikan dalam … dalam format kertas kerja sebagaimana tercantum pada Lampiran 5. 7. Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 5 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. IV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/29/DPbS|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title> <set_date> 7 Desember 2007 </set_date> <effective_date> 7 Desember 2007 </effective_date> <related_reg> '9/17/PBI/2007' </related_reg>
No. 3/ 10 /DASP Jakarta, 28 Mei 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal, antara lain ditetapkan bahwa Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut di atas dan sehubungan dengan diimplementasikannya Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI- RTGS) di Jakarta pada tanggal 17 November 2000 sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement serta akan diimplementasikannya Sistem BI-RTGS pada Kantor Bank Indonesia, maka diatur hal-hal sebagai berikut : I. JADWAL ... 2 I. JADWAL KLIRING DAN TANGGAL VALUTA PENYELESAIAN AKHIR Kegiatan Kliring dapat diselenggarakan dengan memisahkan atau tidak memisahkan Kliring Nominal Besar dengan Kliring Ritel. Berkenaan dengan hal tersebut, jadwal Kliring dan tanggal valuta Penyelesaian Akhir diatur sebagai berikut : A. Pada Penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Tidak Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel 1. Jadwal Kliring mencakup satu siklus kegiatan Kliring yang terdiri dari : a. b. Kliring Penyerahan; Kliring Pengembalian. 2. Kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan pada tanggal yang sama. 3. Pengembalian Warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) Debet Kliring Penyerahan yang ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik hanya dapat dilakukan pada kegiatan Kliring Pengembalian yang merupakan satu kesatuan siklus Kliring dengan Kliring Penyerahan yang bersangkutan. 4. Penyelesaian Akhir dilakukan sekaligus setelah kedua siklus kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilaksanakan. Tanggal valuta Penyelesaian Akhir adalah tanggal yang sama dengan pelaksanaan Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1. B. Pada Penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel 1. Jadwal Kliring mencakup dua siklus kegiatan Kliring sebagai berikut : a. Siklus ... 3 a. Siklus Kliring Nominal Besar, yang terdiri dari kegiatan : 1) Kliring Penyerahan Nominal Besar; 2) Kliring Pengembalian Nominal Besar. b. Siklus Kliring Ritel, yang terdiri dari kegiatan : 1) 2) Kliring Penyerahan Ritel; Kliring Pengembalian Ritel. 2. Kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a.1) dan huruf a.2) dilakukan pada tanggal yang sama, sedangkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b.1) dan huruf b.2) dilakukan pada tanggal yang berbeda yaitu kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b.2) dilakukan pada hari kerja berikutnya setelah kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b.1). 3. Pengembalian Warkat atau DKE Debet Kliring Penyerahan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a.1) dan b.1) yang ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik hanya dapat dilakukan pada kegiatan Kliring Pengembalian yang merupakan satu kesatuan siklus Kliring dengan Kliring Penyerahan yang bersangkutan. 4. Penyelesaian Akhir dilakukan untuk masing-masing kegiatan Kliring pada angka 1 huruf a.1), angka 1 huruf a.2), angka 1 huruf b.1) dan angka 1 huruf b.2). Tanggal valuta Penyelesaian Akhir masing-masing kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan b sama dengan tanggal pelaksanaan masing- masing kegiatan Kliring. II. PEMBERITAHUAN JADWAL KLIRING DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL Sesuai Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor ... 4 Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal, Penyelenggara menetapkan Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal. Selanjutnya Sistem Penyelenggaraan Kliring dan Jadwal kegiatan Kliring sebagaimana dimaksud pada angka I diumumkan secara tertulis oleh masing-masing Penyelenggara dengan mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia ini dan Surat Edaran Bank Indonesia untuk masing-masing Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal. III. JENIS DAN BATASAN NOMINAL WARKAT ATAU DKE A. Pada penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Tidak Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel 1. Warkat atau DKE Kredit yang dapat dikliringkan adalah Warkat atau DKE Kredit dengan nilai nominal di bawah Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 2. Warkat atau DKE Debet yang dapat dikliringkan adalah Warkat atau DKE Debet dengan nilai nominal yang tidak terbatas. Khusus untuk Nota Debet pelaksanaannya harus tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring. B. Pada penyelenggaraan Kliring Lokal di Wilayah Kliring yang Memisahkan Kliring Nominal Besar dan Kliring Ritel 1. Kliring Nominal Besar Warkat atau DKE yang dapat dikliringkan hanya Warkat atau DKE ... 5 DKE Debet dengan nilai nominal Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ke atas. Khusus untuk Nota Debet pelaksanaannya harus tunduk pada 2. mengenai Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring. Kliring Ritel a. Warkat atau DKE Kredit yang dapat dikliringkan adalah Warkat atau DKE Kredit dengan nilai nominal di bawah Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). b. Warkat atau DKE Debet yang dapat dikliringkan adalah Warkat atau DKE Debet dengan nilai nominal di bawah Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Khusus untuk Nota Debet pelaksanaannya harus tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring. IV. INFORMASI DINI HASIL KLIRING LOKAL Bank dapat mengetahui secara dini informasi hasil Kliring Lokal pada waktu penyediaan informasi dalam jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal. Tata cara penyampaian informasi diumumkan oleh Penyelenggara melalui pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka II. V. PASAR UANG ANTAR BANK ATAU PASAR UANG ANTAR BANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Seluruh pembayaran dan atau pelunasan atas transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) atau Pasar Uang Antar Bank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS) termasuk penempatan dana antar bank dilakukan melalui Sistem BI- RTGS. VI. ATURAN PERALIHAN Pada Wilayah Kliring yang belum mengimplementasikan Sistem BI-RTGS, Bank masih dapat mengkliringkan Warkat atau DKE Kredit dengan nilai nominal ... ketentuan Bank Indonesia yang mengatur 6 nominal Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar) ke atas dan menyelesaikan transaksi PUAB/PUAS melalui kegiatan Kliring. VII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/4/DASP tanggal 23 Januari 2001 perihal Jenis dan Batasan Nominal Warkat serta Jadwal Penyelenggaraan Kliring Lokal di Jakarta dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Juni 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/10/DASP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik </reg_title> <set_date> 28 Mei 2001 </set_date> <effective_date> 1 Juni 2001 </effective_date> <replaced_reg> '3/4/DASP|SE-BI/2001' </replaced_reg> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999', '2/24/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
1 No. 14/ 17 /DASP Jakarta, 7 Juni 2012 S U R A T E D A R A N Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/20121(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20121Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5275), perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, sebagai berikut: 1. Ketentuan butir VII.A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: A. Prinsip Perlindungan Nasabah 1. Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan nasabah dalam menyelenggarakan kegiatan APMK yang antara lain dilakukan dengan: a. menyampaikan informasi tertulis kepada calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu atas APMK yang … 2 yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti, ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu; dan b. menyediakan sarana dan nomor telepon yang dapat secara mudah digunakan dan/atau dihubungi oleh calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu dalam rangka melakukan verifikasi kebenaran segala fasilitas yang ditawarkan dan/atau informasi yang disampaikan oleh Penerbit. 2. Untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib memberikan informasi tertulis kepada calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu, yang paling kurang meliputi: a. prosedur dan tata cara penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, fasilitas yang melekat pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; b. hak dan kewajiban Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, yang paling kurang meliputi: 1) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dalam penggunaan kartu, termasuk segala konsekuensi/risiko yang mungkin timbul dari penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, misalnya tidak memberikan PIN kepada orang lain dan berhati-hati saat melakukan transaksi melalui mesin ATM; 2) hak … 3 2) hak dan tanggung jawab Pemegang dan/atau Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet apabila terjadi berbagai hal yang mengakibatkan kerugian bagi Pemegang dan/atau Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, baik yang disebabkan karena adanya pemalsuan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, kegagalan sistem Penerbit, atau sebab lainnya; 3) 4) jenis dan besarnya biaya yang dikenakan Penerbit; dan tata cara dan konsekuensi jika Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu Debet tidak lagi berkeinginan menjadi Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; c. tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan perkiraan waktu penyelesaian pengaduan tersebut. 3. Untuk Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib menyampaikan informasi tertulis kepada calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu Kredit, yang paling kurang meliputi: a. prosedur dan tata cara penggunaan Kartu Kredit, fasilitas yang melekat pada Kartu Kredit, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan Kartu Kredit; b. hak dan kewajiban Pemegang Kartu Kredit, yang paling kurang meliputi: 1) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang Kartu Kredit dalam penggunaan Kartu Kredit, termasuk segala konsekuensi/risiko yang mungkin … 4 mungkin timbul dari penggunaan Kartu Kredit, misalnya tidak memberikan PIN kepada orang lain dan berhati-hati saat melakukan transaksi; 2) hak dan tanggung jawab Pemegang dan/atau Penerbit Kartu Kredit apabila terjadi berbagai hal yang mengakibatkan kerugian bagi Pemegang dan/atau Penerbit Kartu Kredit, baik yang disebabkan karena adanya pemalsuan Kartu Kredit, kegagalan sistem Penerbit Kartu Kredit, atau sebab lainnya; 3) 4) jenis dan besarnya biaya yang dikenakan Penerbit; tata cara dan konsekuensi jika Pemegang Kartu Kredit tidak lagi berkeinginan menjadi Pemegang Kartu Kredit; 5) tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan Kartu Kredit dan perkiraan waktu penyelesaian pengaduan; 6) jenis kualitas kredit dari Kartu Kredit (lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, atau macet) berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, dan konsekuensi dari masing- masing kualitas kredit tersebut; dan 7) informasi bahwa penagihan dapat dilakukan menggunakan jasa pihak lain di luar Penerbit Kartu Kredit apabila kualitas kredit Pemegang Kartu Kredit termasuk dalam kualitas macet, jika Penerbit Kartu Kredit menggunakan jasa pihak lain; c. informasi … 5 c. informasi mengenai bunga Kartu Kredit yang paling kurang meliputi: 1) besarnya suku bunga Kartu Kredit, baik suku bunga bulanan maupun suku bunga tahunan; 2) pola, tata cara dan komponen penghitungan bunga Kartu Kredit; dan 3) tata cara serta persyaratan permohonan penghapusan bunga jika terdapat kesalahan dalam pembebanan bunga Kartu Kredit; Informasi tata cara dan dasar penghitungan bunga Kartu Kredit harus dilengkapi dengan contoh atau ilustrasi yang mudah dipahami oleh Pemegang Kartu Kredit; d. informasi mengenai biaya dan denda Kartu Kredit, yang paling kurang meliputi: 1) jenis dan besarnya biaya dan denda Kartu Kredit; 2) komponen dan pola penghitungan biaya dan denda Kartu Kredit; 3) 4) tata cara pengenaan biaya dan denda Kartu Kredit; dan tata cara dan persyaratan permohonan penghapusan biaya dan denda Kartu Kredit apabila terdapat kesalahan dalam pembebanan biaya dan/atau denda Kartu Kredit; e. informasi tata cara dan persyaratan bagi Pemegang Kartu Kredit untuk mengakhiri dan/atau menutup fasilitas Kartu Kredit, yang paling kurang memuat informasi: 1) persyaratan … 6 1) persyaratan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit; 2) mekanisme pengajuan permohonan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit; 3) jangka waktu penanganan oleh Penerbit Kartu Kredit terhadap permohonan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit; dan 4) f. informasi penting lainnya yang perlu diketahui oleh Pemegang Kartu Kredit. ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit yang mencakup informasi transaksi Pemegang Kartu Kredit selama satu tahun berjalan dihitung sejak bulan mulai berlakunya Kartu Kredit, yang paling kurang memuat informasi: 1) 2) 3) 4) 5) total transaksi pembelanjaan selama satu tahun; total transaksi tarik tunai selama satu tahun; total bunga selama satu tahun; total biaya selama satu tahun; total denda selama satu tahun; 6) performa pembayaran Pemegang Kartu Kredit atas tagihan Kartu Kredit selama satu tahun; dan 7) kualitas kredit Pemegang Kartu Kredit posisi terakhir; Pemberian ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit secara tahunan dilakukan berdasarkan permohonan Pemegang Kartu Kredit. Penerbit dapat mengenakan biaya atas pemberian ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit secara tahunan tersebut. g. informasi … 7 g. informasi tagihan (billing statement) Kartu Kredit secara lengkap, akurat, dan informatif, serta dilakukan secara benar dan tepat waktu, yang paling kurang memuat: 1) besarnya tagihan Kartu Kredit; 2) besarnya batas minimum pembayaran oleh Pemegang Kartu Kredit; 3) penjelasan informasi rincian bunga dan denda, jika ada; 4) plafon kredit dan sisa plafon kredit; 5) kualitas kredit atas penggunaan Kartu Kredit; 6) 7) tanggal transaksi; tanggal pembukuan (posting date); 8) besarnya nilai transaksi dalam Rupiah; 9) besarnya nilai transaksi dalam valuta asing dan lawan Rupiah, serta informasi nilai tukar, untuk transaksi yang dilakukan di luar negeri; 10) tanggal cetak tagihan; 11) tanggal jatuh tempo pembayaran; 12) kelonggaran waktu pembayaran apabila tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur; 13) besarnya persentase suku bunga tiap bulan dan persentase efektif suku bunga tiap tahun (annualized percentage rate) atas transaksi pembelian barang atau jasa, dan penarikan tunai; 14) nominal bunga yang dikenakan; 15) besarnya biaya-biaya; dan 16) besarnya denda atas keterlambatan pembayaran oleh Pemegang Kartu Kredit, jika ada; 4. Tata … 8 4. Tata cara penyampaian informasi tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 adalah sebagai berikut: a. informasi tertulis disampaikan oleh Penerbit APMK secara langsung ke alamat calon Pemegang Kartu atau Pemegang Kartu dengan menggunakan media seperti formulir permohonan, welcome pack, brosur, lembar tagihan (billing statement) dan/atau surat pemberitahuan; b. dalam hal terjadi perubahan atas substansi dan materi informasi, Penerbit APMK wajib menginformasikan kembali dengan ketentuan dan tata cara penyampaian sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. untuk penyampaian ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit secara tahunan wajib dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak bulan terakhir periode ringkasan transaksi. Contoh penyampaian ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit secara tahunan mengacu pada contoh 1 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; d. lembar informasi tagihan (billing statement), baik dalam bentuk elektronik (e-statement) atau dalam bentuk fisik (hardcopy), harus sudah sampai di alamat Pemegang Kartu Kredit paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran (due date). Jumlah … 9 Jumlah hari antara tanggal cetak tagihan dengan tanggal jatuh tempo pembayaran (due date) tidak boleh kurang dari 16 (enam belas) hari kalender. Contoh penyampaian lembar informasi tagihan (billing statement) mengacu pada contoh 2 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; 5. Dalam rangka perlindungan Pemegang Kartu Kredit, perhitungan bunga yang timbul atas transaksi Kartu Kredit wajib dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit dengan ketentuan sebagai berikut: a. penghitungan hari bunga atas utang Kartu Kredit didasarkan dan dimulai dari tanggal pembukuan (posting) Penerbit Kartu Kredit. Tanggal pembukuan (posting) merupakan tanggal riil Penerbit Kartu Kredit melakukan pembayaran kepada Acquirer atas transaksi pembelanjaan Pemegang Kartu Kredit, atau melakukan pembayaran kepada penyelenggara ATM atas transaksi tarik tunai menggunakan Kartu Kredit; b. penghitungan bunga Kartu Kredit untuk tagihan berikutnya dilakukan berdasarkan jumlah sisa tagihan Kartu Kredit atas transaksi pembelanjaan dan/atau tarik tunai yang belum terbayar (outstanding); c. biaya terutang, denda terutang, bunga terutang, dan tagihan yang belum jatuh tempo, dilarang digunakan sebagai komponen penghitungan bunga Kartu Kredit; d. untuk transaksi pembelanjaan, bunga dibebankan apabila Pemegang Kartu Kredit: 1) tidak … 10 1) tidak melakukan pembayaran; 2) melakukan pembayaran kurang dari total tagihan Kartu Kredit (pembayaran tidak penuh); atau 3) melakukan pembayaran penuh setelah tanggal jatuh tempo pembayaran. Bunga dari transaksi pembelanjaan tidak dibebankan apabila Pemegang Kartu Kredit telah melakukan pembayaran penuh paling lambat pada tanggal jatuh tempo, atau pada kelonggaran waktu pembayaran yang diberikan oleh Penerbit Kartu Kredit; e. untuk transaksi tarik tunai, bunga dibebankan dan dihitung mulai dari tanggal pembukuan (posting) sampai dengan tanggal dilakukannya pembayaran secara penuh oleh Pemegang Kartu Kredit, dengan contoh penghitungan mengacu pada contoh 3 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; f. penetapan bunga harian didasarkan pada perhitungan jumlah hari kalender dalam setahun yaitu 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari. 6. Denda keterlambatan pembayaran dikenakan oleh Penerbit Kartu Kredit apabila Pemegang Kartu Kredit tidak melakukan pembayaran atau melakukan pembayaran setelah tanggal jatuh tempo. Denda keterlambatan dilarang dikenakan oleh Penerbit Kartu Kredit kepada Pemegang Kartu Kredit yang melakukan pembayaran pada masa kelonggaran waktu pembayaran … 11 pembayaran apabila tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur. Nilai denda keterlambatan yang dapat dikenakan kepada Pemegang Kartu Kredit paling banyak 3% (tiga persen) dari total tagihan dan tidak melebihi Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu Rupiah). Apabila hasil perhitungan denda 3% (tiga persen) tersebut melebihi Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu Rupiah), maka nilai denda yang dapat dikenakan paling banyak Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu Rupiah). Untuk Kartu Kredit yang memiliki kartu tambahan, maka denda keterlambatan hanya dibebankan kepada Kartu Kredit utama. Pengenaan denda keterlambatan pembayaran wajib dihentikan pada saat Kartu Kredit digolongkan macet sesuai ketentuan Bank Indonesia atau diblokir permanen oleh Penerbit Kartu Kredit. Untuk Kartu Kredit yang bersifat charge card, denda/biaya keterlambatan pembayaran yang dapat dikenakan kepada Pemegang Kartu Kredit tidak boleh melebihi batas maksimum suku bunga Kartu Kredit yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 7. Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan secara otomatis fasilitas yang berdampak tambahan biaya yang harus ditanggung oleh Pemegang Kartu Kredit, dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu. Termasuk persetujuan tertulis dalam hal ini adalah persetujuan tertulis yang disampaikan melalui faksimili atau e-mail, serta kesepakatan pembicaraan melalui … 12 melalui telepon yang dituangkan dalam catatan resmi Penerbit Kartu Kredit yang bersangkutan. Fasilitas yang berdampak tambahan biaya yang harus ditanggung oleh Pemegang Kartu Kredit, dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit antara lain program asuransi dan tagihan rutin atas transaksi yang bersifat terus-menerus seperti tagihan listrik, air, atau telepon. 8. Penerbit Kartu Kredit dilarang mencantumkan klausula dalam perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit yang memberikan peluang diberikannya suatu produk secara otomatis kepada Pemegang Kartu Kredit, dan/atau diberikannya fasilitas- fasilitas yang berdampak tambahan biaya, tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu. Contoh klausula yang dilarang dicantumkan dalam perjanjian Kartu Kredit mengacu pada contoh 4 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 9. Dalam hal Penerbit Kartu Kredit bermaksud memperoleh persetujuan Pemegang Kartu Kredit untuk pemberian fasilitas-fasilitas dalam Kartu Kredit yang berdampak tambahan biaya sebagaimana dimaksud pada angka 7, maka dalam formulir aplikasi dan/atau perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit wajib mencantumkan format pilihan kepada Pemegang Kartu Kredit untuk menyatakan setuju atau tidak setuju. Contoh format pilihan penawaran fasilitas mengacu pada contoh 5 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 10. Dalam … 13 10. Dalam hal Penerbit Kartu Kredit bermaksud memperoleh persetujuan Pemegang Kartu Kredit untuk mempergunakan data Pemegang Kartu Kredit dalam rangka cross selling produk dan/atau fasilitas lainnya dari Penerbit Kartu Kredit, maka dalam formulir aplikasi dan/atau perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit wajib dicantumkan format pilihan kepada Pemegang Kartu Kredit untuk menyatakan setuju atau tidak setuju sebagaimana contoh format pilihan penawaran fasilitas pada angka 9. 11. Dalam hal Penerbit Kartu Kredit memperoleh persetujuan dari Pemegang Kartu Kredit baik untuk pemberian fasilitas Kartu Kredit yang berdampak tambahan biaya sebagaimana dimaksud pada angka 7 atau untuk menggunakan data Pemegang Kartu Kredit dalam rangka cross selling produk dan/atau fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada angka 10, maka Penerbit Kartu Kredit harus menyediakan mekanisme dan sarana yang cepat dan mudah bagi Pemegang Kartu Kredit untuk mengakhiri fasilitas-fasilitas dimaksud. 12. Dalam rangka pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit atas permintaan Pemegang Kartu Kredit, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. permohonan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit oleh Pemegang Kartu Kredit dilakukan secara tertulis. Termasuk permohonan tertulis dalam hal ini adalah permohonan tertulis yang disampaikan melalui faksimili atau e-mail, serta permohonan melalui pembicaraan telepon yang dituangkan … 14 dituangkan dalam catatan resmi Penerbit Kartu Kredit yang bersangkutan; b. Penerbit Kartu Kredit dilarang menghambat keinginan Pemegang Kartu Kredit untuk melakukan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit, antara lain dengan: 1) memberlakukan persyaratan batas waktu minimal penggunaan Kartu Kredit untuk dapat diakhiri, seperti penetapan persyaratan pengakhiran dan/atau penutupan penggunaan Kartu Kredit yang hanya dapat dilakukan oleh Pemegang Kartu Kredit setelah Pemegang Kartu Kartu Kredit menggunakan Kartu Kredit paling kurang 3 (tiga) tahun atau lebih; dan/atau 2) menunda proses permohonan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit yang diajukan Pemegang Kartu Kredit dengan berbagai alasan. c. Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan pemblokiran Kartu Kredit sejak menerima permohonan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit yang diajukan Pemegang Kartu Kredit; d. terhadap Kartu Kredit yang telah diblokir sebagaimana dimaksud pada huruf c, Penerbit dilarang mengenakan biaya dan denda tambahan selain biaya dan denda terkait dengan transaksi yang telah dilakukan oleh Pemegang Kartu Kredit sebelum dilakukannya pemblokiran, atau biaya dan denda terkait dengan kewajiban yang belum dipenuhi oleh Pemegang Kartu Kredit; e. Penerbit … 15 e. Penerbit Kartu Kredit harus melakukan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak: 1) tanggal diterimanya permohonan, dalam hal Pemegang Kartu Kredit tidak memiliki kewajiban kepada Penerbit Kartu Kredit; atau 2) tanggal diterimanya pelunasan seluruh kewajiban Pemegang Kartu Kredit oleh Penerbit Kartu Kredit, dalam hal Pemegang Kartu Kredit masih memiliki kewajiban kepada Penerbit Kartu Kredit. f. dalam hal terdapat saldo kredit, Penerbit Kartu Kredit harus mengembalikan saldo kredit kepada Pemegang Kartu Kredit paling lambat pada tanggal dilakukannya pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit oleh Penerbit Kartu Kredit. Pengembalian saldo kredit wajib dilakukan melalui transfer ke rekening simpanan Pemegang Kartu yang disepakati. Pengembalian saldo kredit berlaku apabila saldo kredit tersebut berjumlah lebih besar dari biaya transfer pengembalian. Biaya transfer saldo kredit menjadi beban Pemegang Kartu Kredit yang dapat dibebankan pada saldo kredit tersebut; g. pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit dapat dilakukan untuk kartu utama atau kartu tambahan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit untuk kartu utama dilakukan terhadap kartu utama dan kartu tambahan apabila ada; 2) pengakhiran … 16 2) pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit untuk kartu tambahan dilakukan hanya terhadap kartu tambahan. 13. Penerbit Kartu Kredit dilarang membebankan biaya tambahan dalam rangka pengakhiran fasilitas-fasilitas sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan angka 10, serta dalam rangka pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada angka 12. 2. Ketentuan butir VII.B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: B. Prinsip Kehati-hatian 1. Dalam pemberian Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib mengelola risiko sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko. 2. Dalam rangka penerapan manajemen risiko, Penerbit Kartu Kredit wajib menerapkan manajemen risiko kredit dengan memperhatikan paling kurang hal-hal sebagai berikut: a. batas minimum usia calon Pemegang Kartu Kredit 1) Kartu Kredit utama Batas minimum usia calon Pemegang Kartu Kredit utama adalah 21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin. 2) Kartu Kredit tambahan Batas minimum usia calon Pemegang Kartu Kredit tambahan adalah 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin. b. batas minimum pendapatan calon Pemegang Kartu Kredit Batas … 17 Batas minimum pendapatan tiap bulan calon Pemegang Kartu Kredit utama adalah Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah). Pendapatan calon Pemegang Kartu Kredit dibuktikan dengan bukti pendapatan dari instansi atau perusahaan pemberi kerja tempat calon Pemegang Kartu Kredit bekerja. Dalam hal calon Pemegang Kartu Kredit tidak dapat menunjukkan bukti pendapatan, maka pendapatan calon Pemegang Kartu Kredit dapat dibuktikan dengan dokumen lainnya seperti bukti setoran pajak. Pendapatan tiap bulan yang dapat dijadikan pertimbangan Penerbit Kartu Kredit adalah pendapatan setelah dikurangi kewajiban antara lain pajak dan pembayaran utang kepada pemberi pekerjaan (take home pay). Dalam menganalisis batas minimum pendapatan calon Pemegang Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit dapat memperhitungkan pendapatan lain (surrogate income) dari calon Pemegang Kartu Kredit. c. batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan kepada Pemegang Kartu Kredit Batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan oleh seluruh Penerbit Kartu Kredit secara kumulatif kepada 1 (satu) Pemegang Kartu Kredit adalah sebesar 3 (tiga) kali pendapatan tiap bulan. Contoh penghitungan batas maksimum plafon kredit mengacu pada contoh 6 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. d. batas … 18 d. batas maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit Batas maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit untuk 1 (satu) Pemegang Kartu Kredit adalah 2 (dua) Penerbit Kartu Kredit. Pembatasan jumlah Penerbit Kartu Kredit ini tetap berlaku meskipun total plafon kredit dari kedua Penerbit Kartu Kredit belum mencapai batas maksimum plafon kredit yang dapat diterima oleh Pemegang Kartu Kredit. Contoh pembatasan jumlah Penerbit Kartu Kredit dalam pemberian fasilitas Kartu Kredit mengacu pada contoh 7 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Penerbit Kartu Kredit wajib memastikan bahwa calon Pemegang Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit memiliki maksimum plafon kredit dan maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada butir 2.c dan butir 2.d. 4. Pembatasan sebagaimana dimaksud pada butir 2.c dan butir 2.d tidak berlaku bagi calon Pemegang Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit yang memiliki pendapatan di atas Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) tiap bulan. Penetapan batas maksimum plafon kredit dan jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit bagi calon Pemegang Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit yang memiliki pendapatan di atas Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) tiap bulan dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit dengan memperhatikan … 19 memperhatikan risk appetite masing-masing Penerbit Kartu Kredit. 5. Dalam rangka penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2, Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan pengkinian data Pemegang Kartu Kredit, pada saat: a. kualitas kredit Pemegang Kartu Kredit menunjukkan penurunan; b. Penerbit Kartu Kredit memproses kenaikan plafon kredit; atau c. sewaktu-waktu apabila diperlukan. 6. Berdasarkan hasil pengkinian data sebagaimana dimaksud pada angka 5, Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan: a. penyesuaian plafon kredit dan jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada butir 2.c dan butir 2.d untuk Pemegang Kartu Kredit yang memiliki pendapatan tiap bulan Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) sampai dengan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah); atau b. pengakhiran dan/atau penutupan Kartu Kredit untuk Pemegang Kartu Kredit yang tidak memenuhi batas minimum usia dan/atau memiliki pendapatan di bawah Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah). Dalam melakukan penyesuaian plafon kredit dan jumlah Penerbit Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada huruf a, Penerbit Kartu Kredit wajib bekerjasama dengan Penerbit Kartu Kredit lainnya untuk melakukan negosiasi dengan Pemegang Kartu Kredit. Dalam hal negosiasi dengan … 20 dengan Pemegang Kartu Kredit tidak menghasilkan keputusan atau kesepakatan, Penerbit Kartu Kredit dan/atau Pemegang Kartu Kredit dapat berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Teknis penyesuaian dan tata cara konsultasi dengan Bank Indonesia akan diatur tersendiri dalam Surat Edaran Bank Indonesia. 7. Penerbit Kartu Kredit wajib menetapkan persentase minimum pembayaran oleh Pemegang Kartu Kredit paling kurang sebesar 10% (sepuluh persen) dari total tagihan. Untuk pembayaran dengan minimum 10% (sepuluh persen) dari total tagihan atau lebih tetapi tidak penuh, Penerbit Kartu Kredit harus mengalokasikan pembayaran tersebut untuk biaya dan denda apabila ada, dan sisanya paling kurang sebesar 60% (enam puluh persen) untuk pemenuhan kewajiban pokok transaksi. Contoh penghitungan alokasi pembayaran mengacu pada contoh 8 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 8. Untuk meningkatkan keamanan dan agar masing-masing Penerbit APMK dapat melakukan pengelolaan likuiditasnya dengan baik, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: a. batas paling banyak nilai nominal dana untuk penarikan tunai melalui mesin ATM baik menggunakan Kartu ATM atau Kartu Kredit adalah sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) tiap rekening dalam satu hari. b. batas paling banyak nilai nominal dana yang dapat ditransfer antar Penerbit Kartu ATM melalui mesin ATM … 21 ATM adalah sebesar Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta Rupiah) tiap rekening dalam satu hari dengan ketentuan sebagai berikut: 1) batas paling banyak nilai nominal dana berlaku untuk transfer dana antar Penerbit melalui mesin ATM dimana rekening pengirim dan rekening penerima berada pada Penerbit yang berbeda; dan 2) batas paling banyak nilai nominal dana tidak berlaku untuk transfer dana intra Penerbit Kartu ATM dimana rekening pengirim dan penerima berada pada Penerbit yang sama. 3. Ketentuan butir VII.C diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: C. Standar Keamanan APMK 1. Penerbit APMK wajib meningkatkan keamanan APMK guna mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan di bidang APMK, serta sekaligus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap APMK. 2. Peningkatan keamanan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan terhadap seluruh infrastruktur teknologi yang terkait dengan penyelenggaraan APMK, yang meliputi pengamanan pada kartu dan seluruh sistem yang digunakan untuk memproses transaksi APMK, yaitu dengan menerapkan teknologi chip dan Personal Identification Number (PIN) paling kurang 6 (enam) digit. 3. Penggunaan standar teknologi chip sebagai upaya peningkatan keamanan pada kartu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk … 22 a. untuk Kartu Kredit yang menggunakan jaringan internasional (global network), standar teknologi chip dan sistem atau aplikasi yang digunakan mengacu pada standar teknologi chip dan sistem atau aplikasi yang berlaku dan/atau dipersyaratkan oleh Prinsipal selaku pemegang jaringan kartu tersebut. b. untuk Kartu Kredit yang menggunakan jaringan domestik (domestic network), standar teknologi chip untuk kartu dapat mengacu pada standar teknologi chip yang berlaku untuk kartu yang menggunakan jaringan internasional (global network) sebagaimana dimaksud pada huruf a. Sedangkan standar sistem atau aplikasi (seperti EDC) yang digunakan harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat memproses kartu dengan teknologi chip tersebut. c. untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia wajib menggunakan teknologi chip dengan mengacu pada standar teknologi chip yang telah disepakati industri sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai implementasi teknologi chip dan PIN pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia. 4. Penggunaan teknologi PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagai sarana verifikasi dan autentikasi pada Kartu Kredit, Kartu ATM, dan/atau Kartu Debet dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kartu Kredit Penerbit Kartu Kredit di Indonesia wajib telah mengimplementasikan teknologi PIN paling kurang 6 (enam) … 23 6 (enam) digit baik untuk Kartu Kredit baru maupun penggantian Kartu Kredit lama (renewal) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2014. b. Kartu ATM dan Kartu Debet Seluruh Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia wajib telah menggunakan teknologi PIN paling kurang 6 (enam) digit dengan mengacu pada waktu implementasi yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai implementasi teknologi chip dan PIN pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia. 5. Penggunaan teknologi yang dapat memproses Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit pada sistem APMK seperti EDC, ATM, dan back end system sebagai upaya peningkatan keamanan sistem, dilakukan secara bertahap, sebagai berikut: a. Acquirer Kartu Kredit wajib mengganti atau meningkatkan standar keamanan pada seluruh EDC dan back end system yang disediakan sehingga seluruh EDC dan back end system tersebut dapat memproses transaksi dari Kartu Kredit yang menggunakan teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit paling lambat tanggal 31 Desember 2014. b. Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dan Acquirer Kartu Debet wajib mengganti dan meningkatkan standar keamanan pada seluruh ATM, EDC, dan back end system, dalam jangka waktu sesuai … 24 sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai implementasi teknologi chip dan PIN pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia. 6. Dalam rangka peningkatan keamanan transaksi Pemegang Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib mengimplementasikan transaction alert kepada Pemegang Kartu Kredit, dengan ketentuan sebagai berikut: a. transaction alert kepada Pemegang Kartu Kredit wajib dilakukan Penerbit Kartu Kredit dengan menggunakan teknologi layanan pesan singkat (short message service/sms) atau sarana lainnya berdasarkan pilihan Pemegang Kartu Kredit, misalnya telepon, e-mail atau sarana elektronik lainnya; b. transaction alert kepada Pemegang Kartu Kredit wajib disampaikan oleh Penerbit Kartu Kredit apabila terdapat transaksi Kartu Kredit yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) transaksi terjadi di Pedagang (Merchant) yang menurut Penerbit Kartu Kredit memiliki risiko tinggi (high risk Merchant); 2) transaksi terjadi dalam jumlah dan/atau nilai yang besar atau menyimpang dari profil transaksi Pemegang Kartu Kredit; 3) transaksi terjadi berkali-kali di Pedagang (Merchant) yang berbeda lokasi dalam waktu yang relatif singkat; 4) transaksi terjadi berkali-kali di Pedagang (Merchant) yang sama untuk pembayaran pembelanjaan … 25 pembelanjaan barang dan/atau jasa yang sama; atau 5) c. transaksi pertama atas Kartu Kredit baru. transaction alert harus mencantumkan informasi mengenai nomor telepon Penerbit Kartu Kredit yang bisa dihubungi dan/atau mengakomodir sistem atau teknologi yang memudahkan bagi Pemegang Kartu Kredit untuk memberikan jawaban atau respon kepada Penerbit Kartu Kredit. d. kewajiban penyampaian transaction alert kepada Pemegang Kartu Kredit wajib diimplementasikan oleh Penerbit Kartu Kredit paling lambat tanggal 1 Januari 2013. 4. Ketentuan butir VII.D diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: D. Kerjasama Penerbit APMK dengan Perusahaan Penyedia Jasa dalam Penyelenggaraan APMK 1. Dalam menyelenggarakan APMK, Penerbit APMK dapat bekerjasama dengan Perusahaan Penyedia Jasa di bidang sistem dan teknologi seperti perusahaan pencetakan kartu, personalisasi kartu, switching dan/atau penyedia sarana pemrosesan transaksi APMK. 2. Dalam bekerjasama dengan Perusahaan Penyedia Jasa tersebut, Penerbit APMK wajib memastikan bahwa: a. tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan teknologi informasi tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Penerbit APMK itu sendiri; b. sistem … 26 b. sistem yang digunakan oleh Perusahaan Penyedia Jasa aman dan andal. Keamanan dan keandalan sistem tersebut antara lain dibuktikan dengan: 1) hasil audit teknologi informasi dari auditor independen; dan/atau 2) hasil sertifikasi yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang atau Prinsipal APMK jika dipersyaratkan oleh Prinsipal APMK. c. pengelolaan data/informasi dilakukan dengan menjaga aspek keamanan dan kerahasiaan data/informasi; dan d. pelaksanaan kerjasama memperhatikan dan memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian bagi Bank Umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain (Alih Daya). 3. Dalam bekerjasama dengan perusahaan pencetakan kartu dan personalisasi kartu, Penerbit APMK wajib: a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 di atas, dan b. memastikan bahwa perusahaan pencetakan kartu dan/atau personalisasi kartu telah memiliki sertifikasi dari Prinsipal APMK atau lembaga yang berwenang melakukan sertifikasi. 4. Dalam bekerjasama dengan perusahaan penyedia jasa penagihan Kartu Kredit, Penerbit APMK wajib memperhatikan dan memenuhi ketentuan: a. penagihan Kartu Kredit dapat dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit dengan menggunakan tenaga penagihan … 27 penagihan sendiri atau tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan; b. dalam melakukan penagihan Kartu Kredit baik menggunakan tenaga penagihan sendiri atau tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan, Penerbit Kartu Kredit wajib memastikan bahwa: 1) 2) tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku; identitas setiap tenaga penagihan ditatausahakan dengan baik oleh Penerbit Kartu Kredit; 3) tenaga penagihan dalam melaksanakan penagihan mematuhi pokok-pokok etika penagihan sebagai berikut: a) menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan Penerbit Kartu Kredit, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan; b) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan Pemegang Kartu Kredit; c) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal; d) penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain Pemegang Kartu Kredit; e) penagihan … 28 e) penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu; f) penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili Pemegang Kartu Kredit; g) penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat Pemegang Kartu Kredit; dan h) penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f) dan huruf g) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu. Selain memenuhi pokok-pokok etika penagihan sebagaimana dimaksud pada huruf a) sampai dengan huruf h), Penerbit Kartu Kredit juga harus memastikan bahwa pihak lain yang menyediakan jasa penagihan yang bekerjasama dengan Penerbit Kartu Kredit juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi penyelenggara APMK. c. dalam hal penagihan Kartu Kredit dilakukan menggunakan tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan, maka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b, juga berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) penagihan Kartu Kredit menggunakan tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan … 29 penagihan hanya dapat dilakukan jika kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kualitas macet berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kualitas kredit; 2) kerjasama antara Penerbit Kartu Kredit dengan perusahaan penyedia jasa penagihan wajib dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian bagi bank umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 3) Penerbit Kartu Kredit wajib menjamin kualitas pelaksanaan penagihan Kartu Kredit oleh perusahaan penyedia jasa penagihan sama dengan jika dilakukan sendiri oleh Penerbit Kartu Kredit. 5. Ketentuan butir IX.B.1.b.2)b) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b) Laporan Triwulanan (1) Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah; dan (2) Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report) Kartu Kredit Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report) Kartu Kredit harus disampaikan Penerbit Kartu Kredit kepada Bank Indonesia paling lambat setiap tanggal 15 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya periode laporan. Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report) Kartu Kredit pertama kali harus sudah diterima Bank Indonesia paling lambat … 30 lambat tanggal 15 Oktober 2012 yang memuat laporan periode Juli sampai dengan September (triwulan III) 2012. Contoh format Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report) Kartu Kredit mengacu pada contoh 9 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 6. Ketentuan butir IX.B.2.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b. Jenis Laporan Insidentil 1) Laporan Rencana Kerjasama antar Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK yang akan melakukan kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK lain wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a) laporan tertulis rencana kerjasama disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum perjanjian kerjasama ditandatangani; b) laporan tertulis rencana kerjasama yang disampaikan kepada Bank Indonesia paling kurang memuat: (1) nama Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK, yang akan bekerjasama; (2) cakupan … 31 (2) cakupan rencana kerjasama; (3) tanggal efektif pelaksanaan kerjasama; dan (4) jangka waktu kerjasama; c) laporan tertulis rencana kerjasama yang disampaikan kepada Bank Indonesia, harus dilengkapi dengan dokumen berupa: (1) fotokopi konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) yang mencakup pula pengaturan hak dan kewajiban para pihak atau fotokopi konsep perjanjian kerjasama; dan (2) analisis risiko dan mitigasi risiko terkait kerjasama. 2) Laporan Realisasi Kerjasama antar Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK Realisasi kerjasama antar Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK wajib dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a) laporan tertulis realisasi kerjasama disampaikan oleh Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK yang melakukan kerjasama kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah perjanjian kerjasama dilaksanakan; b) laporan tertulis realisasi kerjasama yang disampaikan kepada Bank Indonesia paling kurang memuat informasi tanggal penandatanganan perjanjian … 32 perjanjian kerjasama dan tanggal efektif perjanjian kerjasama dilaksanakan; c) laporan tertulis realisasi kerjasama yang disampaikan kepada Bank Indonesia dilengkapi dengan dokumen berupa fotokopi perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani oleh para pihak yang bekerjasama. 3) Laporan Rencana Kerjasama antara Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK dengan pihak lain yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan teknologi informasi dalam Penyelenggaraan APMK a) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK yang akan melakukan kerjasama dengan pihak lain yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan teknologi informasi dalam penyelenggaraan APMK wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Laporan tertulis rencana kerjasama disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum perjanjian kerjasama ditandatangani. (2) Laporan tertulis rencana kerjasama yang disampaikan kepada Bank Indonesia paling kurang memuat: (a) nama pihak lain yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan teknologi informasi … 33 informasi dalam penyelenggaraan APMK yang akan bekerjasama; (b) cakupan rencana kerjasama; (c) tanggal efektif pelaksanaan kerjasama; dan (d) jangka waktu kerjasama. (3) Laporan tertulis rencana kerjasama yang disampaikan kepada Bank Indonesia, harus dilengkapi dengan dokumen berupa: (a) profil singkat (company profile) pihak lain yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan teknologi informasi dalam penyelenggaraan APMK yang akan bekerjasama. Profil singkat tersebut paling kurang mencakup informasi mengenai nama dan alamat perusahaan, bidang usaha, struktur organisasi, pengurus perusahaan, dan pemegang saham; (b) fotokopi konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) yang mencakup pula pengaturan hak dan kewajiban para pihak, atau fotokopi konsep perjanjian kerjasama; (c) analisis risiko dan mitigasi risiko terkait kerjasama; (d) hasil audit teknologi informasi dari auditor independen terhadap sistem dan teknologi informasi yang disediakan pihak lain; (e) fotokopi hasil sertifikasi/asesmen dari Prinsipal terhadap pihak lain yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem … 34 sistem dan teknologi informasi yang bekerjasama dengan Penerbit atau Acquirer yang menjadi anggota Prinsipal, jika dipersyaratkan oleh Prinsipal; dan (f) surat pernyataan kesanggupan menjaga kerahasiaan data yang dibuat dan ditandatangani oleh direktur utama pihak lain yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan teknologi informasi dalam penyelenggaraan APMK. 4) Laporan Realisasi Kerjasama antara Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK dengan pihak lain yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan teknologi informasi dalam penyelenggaraan APMK Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK yang bekerjasama dengan pihak lain yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan teknologi informasi dalam penyelenggaraan APMK wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai realisasi kerjasama dengan ketentuan sebagai berikut: a) laporan tertulis realisasi kerjasama disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak perjanjian kerjasama dilaksanakan; b) laporan tertulis realisasi kerjasama yang disampaikan kepada Bank Indonesia paling kurang memuat informasi tanggal penandatanganan perjanjian … 35 perjanjian kerjasama dan tanggal efektif pelaksanaan perjanjian kerjasama; c) laporan tertulis realisasi kerjasama yang disampaikan kepada Bank Indonesia dilengkapi dengan dokumen berupa fotokopi perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani oleh para pihak yang bekerjasama. 5) Laporan lainnya yang diperlukan oleh Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 7 Juni 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BOEDI ARMANTO KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN LAMPIRAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 17 /DASP TANGGAL 7 JUNI 2012 PERIHAL PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN NOMOR 11/10/DASP PERIHAL PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU Contoh 1 Contoh 2 Contoh 3 Contoh 4 Contoh 5 Contoh 6 Contoh 7 Contoh 8 Contoh 9 : Penyampaian Ringkasan Transaksi Pemegang Kartu Kredit Secara Tahunan : Penyampaian Lembar Informasi Tagihan (Billing Statement) : Pembebanan dan Penghitungan Hari Bunga untuk Transaksi Tarik Tunai : Klausula yang Dilarang Dicantumkan dalam Perjanjian Kartu Kredit : Format Pilihan Penawaran Fasilitas : Penghitungan Batas Maksimum Plafon Kredit : Pembatasan Jumlah Penerbit Kartu Kredit dalam Pemberian Fasilitas Kartu Kredit : Penghitungan Alokasi Pembayaran : Format Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report) Kartu Kredit CONTOH 1 PENYAMPAIAN RINGKASAN TRANSAKSI PEMEGANG KARTU KREDIT SECARA TAHUNAN Untuk Kartu Kredit yang mulai berlaku bulan Juni 2011, ringkasan transaksi tahunan Pemegang Kartu Kredit untuk tahun berjalan memuat informasi Kartu Kredit periode bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Mei 2012, dan harus sudah diterima oleh Pemegang Kartu atau sampai di alamat Pemegang Kartu paling lambat akhir bulan Juni 2012. Gambar penyampaian ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit secara tahunan sebagai berikut: 7/11 8/11 9/11 10/11 11/11 12/11 1/12 2/12 3/12 4/12 Juni 2011 Mei 2012 Kartu Kredit mulai berlaku Juni 2012 Ringkasan transaksi tahunan (periode Juni 2011 - Mei 2012) harus diterima/sampai di alamat Pemegang Kartu Kredit CONTOH 2 PENYAMPAIAN LEMBAR INFORMASI TAGIHAN (BILLING STATEMENT) Lembar tagihan milik B (Pemegang Kartu Kredit) dicetak oleh Penerbit X pada tanggal 2 Januari 2012 dengan jatuh tempo pembayaran (due date) pada tanggal 18 Januari 2012, yaitu 16 (enam belas) hari kalender setelah tanggal cetak lembar tagihan. Lembar tagihan harus sudah sampai di alamat B paling kurang pada tanggal 11 Januari 2012, yaitu 7 (tujuh) hari kalender sebelum tanggal jatuh tempo. Gambar penyampaian lembar informasi tagihan (billing statement) Kartu Kredit sebagai berikut: 16 hari kalender 7 hari kalender 9 hari kalender 2 Jan 2012 Tanggal cetak lembar tagihan Proses pengiriman lembar tagihan 11 Jan 2012 Lembar tagihan sampai di alamat Pemegang Kartu Kredit 18 Jan 2012 Tanggal jatuh tempo pembayaran CONTOH 3 PEMBEBANAN DAN PENGHITUNGAN HARI BUNGA UNTUK TRANSAKSI TARIK TUNAI a. Transaksi on us Transaksi tarik tunai menggunakan Kartu Kredit dilakukan oleh Pemegang Kartu Kredit pada tanggal 10 April 2012. Tanggal pembukuan (posting) oleh Penerbit Kartu Kredit terjadi pada tanggal yang sama dengan tanggal transaksi karena transaksi dimaksud merupakan transaksi on us. Tanggal cetak tagihan (billing date) 24 April 2012 dan tanggal jatuh tempo (due date) 8 Mei 2012. Pada lembar tagihan tersebut telah dicantumkan besarnya bunga tarik tunai dengan hari bunga yang dihitung dari tanggal pembukuan (10 April 2012) sampai dengan tanggal cetak lembar tagihan (24 April 2012). Gambar penghitungan hari bunga untuk transaksi tarik tunai on us sebagai berikut: 10 Apr Tanggal Transaksi Tarik Tunai Tanggal pembukuan (posting) terjadi pada tanggal yang sama dengan tanggal transaksi. Tagihan memuat: a) pokok tagihan transaksi tarik tunai; b) bunga harian tarik tunai yang dihitung mulai tanggal 10 s.d. 24 April 2012; dan c) biaya/fee tarik tunai, apabila ada. Pemegang Kartu membayar penuh tagihan Tarik Tunai termasuk bunga, dan biaya/fee, apabila ada. Tagihan bulan Mei 2012 memuat tagihan bunga harian tarik tunai yang dihitung mulai tanggal 25 April s.d. 8 Mei 2012 (tanggal pembayaran). 24 Apr Tanggal Cetak Tagihan 8 Mei Tanggal Jatuh Tempo 24 Mei Tanggal Cetak Tagihan b. Transaksi … b. Transaksi not on us Transaksi tarik tunai menggunakan Kartu Kredit dilakukan oleh Pemegang Kartu Kredit pada tanggal 10 April 2012. Tanggal pembukuan (posting) oleh Penerbit Kartu Kredit terjadi pada tanggal 11 April 2012 karena transaksi dimaksud merupakan transaksi not on us. Tanggal cetak tagihan (billing date) 24 April 2012 dan tanggal jatuh tempo (due date) 8 Mei 2012. Pada lembar tagihan tersebut telah dicantumkan besarnya bunga tarik tunai dengan hari bunga yang dihitung dari tanggal pembukuan (11 April 2012) sampai dengan tanggal cetak lembar tagihan (24 April 2012). Gambar perhitungan hari bunga untuk transaksi tarik tunai not on us sebagai berikut: 10 Apr Tanggal Transaksi Tarik Tunai 11 Apr Tanggal Pembukuan (Posting) 24 Apr Tanggal Cetak Tagihan Tagihan telah memuat: a) pokok tagihan transaksi tarik tunai; b) bunga harian tarik tunai yang dihitung dari tanggal 11 s.d. 24 April 2011; dan c) biaya/fee tarik tunai, apabila ada 8 Mei Tanggal Jatuh Tempo Pemegang Kartu membayar penuh tagihan Tarik Tunai termasuk bunga, dan biaya/fee, apabila ada Tagihan bulan Mei 2012 masih memuat tagihan bunga harian tarik tunai dari tanggal 25 April s.d. 8 Mei 2012 (tanggal pembayaran) 24 Mei Tanggal Cetak Tagihan Apabila Pemegang Kartu Kredit melakukan pembayaran penuh (pokok, bunga dan biaya/fee) sebelum atau pada tanggal cetak tagihan, maka pada lembar tagihan bulan berikutnya Pemegang Kartu Kredit tidak akan dikenakan bunga pokok tarik tunai karena telah terjadi pembayaran penuh. CONTOH 4 KLAUSULA YANG DILARANG DICANTUMKAN DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT • ”Dengan ditandatanganinya perjanjian ini maka Penerbit Kartu Kredit setiap saat dapat memberikan fasilitas atau produk yang biayanya dibebankan secara otomatis kepada Pemegang Kartu Kredit”. • ”Penawaran produk ini dianggap telah disetujui oleh Pemegang Kartu Kredit apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penawaran produk ini, Pemegang Kartu Kredit tidak melakukan konfirmasi melalui telepon nomor 021-12345678”. CONTOH 5 FORMAT PILIHAN PENAWARAN FASILITAS ”Bubuhkan tandatangan Saudara dalam kotak pilihan di bawah ini apabila Saudara setuju atau tidak setuju menerima fasilitas dalam Kartu Kredit berupa _________________________ dengan konsekuensi tambahan biaya”. Setuju Tidak Setuju CONTOH 6 PENGHITUNGAN BATAS MAKSIMUM PLAFON KREDIT A memiliki pendapatan (take home pay) sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) tiap bulan. Batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan seluruh Penerbit Kartu Kredit kepada A adalah Rp 9.000.000,00 (sembilan juta Rupiah). Dalam hal A telah memperoleh fasilitas Kartu Kredit dari Penerbit Kartu Kredit X dengan plafon Rp 7.000.000,00 (tujuh juta Rupiah), apabila A mengajukan permohonan fasilitas Kartu Kredit lagi kepada Penerbit Kartu Kredit X ataupun Penerbit Kartu Kredit lainnya, maka plafon yang dapat diberikan oleh Penerbit Kartu Kredit X atau Penerbit Kartu Kredit lainnya maksimum sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta Rupiah). CONTOH 7 PEMBATASAN JUMLAH PENERBIT KARTU KREDIT DALAM PEMBERIAN FASILITAS KARTU KREDIT A memiliki pendapatan (take home pay) sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) tiap bulan, sehingga maksimum plafon kredit yang dapat diterima A adalah sebesar Rp 9.000.000,00 (sembilan juta Rupiah). Penerbit Kartu Kredit X telah memberikan fasilitas Kartu Kredit kepada A dengan plafon kredit Rp 4.000.000,00 (empat juta Rupiah) dan Penerbit Kartu Kredit Y telah memberikan fasilitas Kartu Kredit kepada A dengan plafon kredit Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah). Karena A telah memperoleh Kartu Kredit dari 2 (dua) Penerbit Kartu Kredit, maka Penerbit Kartu Kredit lain tidak dapat memberikan Kartu Kredit kepada A meskipun plafon kredit A belum mencapai batas maksimum. CONTOH 8 PENGHITUNGAN ALOKASI PEMBAYARAN A memiliki tagihan Kartu Kredit dengan nilai total tagihan sebesar Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu Rupiah) dengan rincian sebagai berikut: a. denda keterlambatan pembayaran............... b. biaya............................................................ c. bunga.......................................................... d. tagihan pokok transaksi ............................. Rp 100.000,00 50.000,00 350.000,00 Rp1.000.000,00 Pada saat tanggal jatuh tempo A melakukan pembayaran sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah). Berdasarkan jumlah nominal yang dibayarkan oleh A tersebut, Penerbit wajib mengalokasikan pemenuhan pembayaran tagihan A sebagai berikut: a. denda keterlambatan pembayaran dan biaya, masing-masing dibayar sebesar 100% (seratus persen) sebesar: − Rp 100.000,00 (seratus ribu Rupiah); dan − Rp 50.000,00 (lima puluh ribu Rupiah) b. sisa pembayaran sebesar Rp 850.000,00 (delapan ratus lima puluh ribu Rupiah) dialokasikan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk pembayaran pokok transaksi, dengan perhitungan sebagai berikut: − pokok transaksi Rp850.000,00 x − bunga Rp850.000,00 x 60% = Rp 510.000,00 Rp1.000.000,00 - Rp510.000,00 = Rp 490.000,00 40% = Rp 340.000,00 Rp350.000,00 - Rp340.000,00 = Rp 10.000,00 Keterangan: • Nilai Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah) merupakan total tagihan pokok transaksi, yang berasal dari transaksi tarik tunai dan/atau transaksi pembelanjaan. Sedangkan nilai Rp 350.000,00 (tiga ratus lima … Rp Rp lima puluh ribu Rupiah) merupakan tagihan bunga, termasuk sisa bunga bulan lalu yang belum terbayar. • Nilai Rp 850.000,00 (delapan ratus lima puluh ribu Rupiah) merupakan sisa pembayaran A setelah dikurangi pembayaran denda keterlambatan dan biaya [Rp1.000.000,00 – (Rp100.000,00 + Rp50.000,00)] = Rp850.000,00. • Sisa tagihan bunga yang belum terbayar (Rp10.000,00) tidak boleh dipergunakan sebagai komponen perhitungan bunga pada tagihan berikutnya. • Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran atas tagihan bunga, maka kelebihan pembayaran harus dipergunakan untuk mengurangi pokok transaksi. CONTOH 9 FORMAT LAPORAN LABA RUGI KARTU KREDIT (PROFIT/LOSS REPORT) Laporan Laba Rugi Unit/Divisi Kartu Kredit PT Bank XYZ Periode Triwulan _________ Tahun _________ dalam juta Rupiah Aktual Pendapatan (Revenue) 1 Pendapatan Interchange (Interchange) 2 Pendapatan Tarik Tunai (Cash Advance Fee) 3 Pendapatan Iuran Tahunan (Annual Fee) 4 Pendapatan Bunga Kotor (Gross Interest Earned) 5 Pendapatan Keterlambatan Pembayaran dan Pelampauan Batas Kredit (Late Charge & Over Limit) 6 Pendapatan Perolehan Kembali (Recovery) 7 Pendapatan Merchandis & Asuransi (Merchandising & Insurance) 8 Pendapatan Lain-lain (Other Revenue) Total Pendapatan sebelum Pendapatan Biaya Dana dan Keuntungan Nilai Tukar (Revenue before CoF & Forex) 9 Pendapatan Biaya Dana (Cost of Fund) 10 Keuntungan Nilai Tukar (Forex Gain) Total Pendapatan (Total Revenue) Biaya-Biaya (Cost) 1 Biaya SDM (Human Resource) 2 Biaya Operasional (Operational Cost) 3 Biaya Aset Tetap (Fixed Asset Cost) 4 Biaya Komputer & Telekomunikasi (Computer & Telecommunication) 5 Biaya Iklan & Sponsor (Advertising & Sponsorship) 6 Biaya Provisi (Provision Cost) 7 Biaya Kerugian Fraud (Fraud Loss) 8 Biaya untuk EDC (EDC Cost) 9 Biaya Lain-lain (Other Cost) Total Biaya (Total Cost) Pendapatan Bersih (Net Income) Aktual Aktual bulan... bulan... bulan... KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN, BOEDI ARMANTO
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/17/DASP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu </reg_title> <set_date> 7 Juni 2012 </set_date> <effective_date> 7 Juni 2012 </effective_date> <changed_reg> '11/10/DASP|SE-BI' </changed_reg> <related_reg> '11/10/DASP|SE-BI', '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 1 Huruf A Angka 6' </penalty_list>
No. 3/ 5 /DPD Jakarta, 31 Januari 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/3/PBI/2001 tanggal 12 Januari 2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4074), yang bertujuan untuk membatasi transaksi rupiah di luar negeri dalam rangka mengurangi fluktuasi nilai tukar rupiah, dengan ini dijelaskan hal-hal sebagai berikut: I. PIHAK-PIHAK YANG MELAKUKAN TRANSAKSI A. Warga Negara Asing (WNA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a PBI di atas adalah warga negara yang memiliki paspor selain paspor Indonesia, termasuk yang memiliki izin menetap atau izin tinggal di Indonesia seperti Kartu Izin Tinggal Menetap atau Kartu Izin Tinggal Terbatas dan WNA yang membuka rekening bank secara bersama-sama (joint account) dengan Warga Negara Indonesia (WNI) atau Badan Hukum Indonesia . B. Dalam … 2 B. Dalam pengertian Badan Hukum Asing atau Badan Asing lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b PBI di atas termasuk Badan Hukum Asing yang membuka rekening secara bersama-sama dengan Badan Hukum Indonesia atau WNI, namun tidak termasuk dalam pengertian Badan Hukum Asing atau Badan Asing lainnya adalah Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dan perusahaan patungan (joint venture) yang berbadan hukum Indonesia. C. Sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1 PBI di atas definisi Bank termasuk Kantor Cabang Bank Asing yang berkedudukan di Indonesia. Dalam pengertian ini Kantor Cabang Bank Asing tersebut tidak termasuk dalam pengertian badan hukum asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b PBI di atas. D. Dalam pengertian lembaga internasional di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d PBI di atas tidak termasuk lembaga internasional yang bersifat nirlaba atau yang melakukan kegiatan sosial di Indonesia seperti IMF, UNICEF, Palang Merah Internasional. E. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e dalam PBI di atas, kantor Bank yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di luar negeri termasuk dalam pengertian pihak-pihak yang tidak diperkenankan untuk menerima transaksi-transaksi tertentu dari Bank di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) PBI di atas. Dengan pengertian tersebut maka kantor Bank yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di luar negeri tidak termasuk dalam pengertian Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 PBI di atas. II. PEMBERIAN … 3 II. PEMBERIAN CERUKAN INTRA-HARI OLEH BANK A. Pengertian cerukan intra-hari yang dilarang diberikan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf a PBI di atas adalah cerukan intra-hari yang diakibatkan oleh dilaksanakannya suatu pembayaran atau perintah untuk melakukan pembayaran sebelum tersedianya dana yang dibutuhkan dan tidak didukung terlebih dahulu oleh konfirmasi Message Type (MT) 210 melalui sarana Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) untuk untung rekening tersebut pada tanggal valuta yang sama (same day value). B. Pemberian cerukan intra-hari tidak dilarang sepanjang terdapat konfirmasi MT 210 sebagai dokumen pendukung dan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. hanya diberikan pada penerima dana yang dinyatakan dalam konfirmasi MT 210 dan dilaksanakan pada tanggal valuta pembayaran yang juga dinyatakan dalam konfirmasi dimaksud; 2. nilai dana yang akan diterima yang tercantum pada konfirmasi MT 210 dimaksud ditambah dengan saldo rekening penerima dana sekurang- kurangnya sama atau lebih besar dari nilai transaksi pembayaran yang akan dilaksanakan; 3. transaksi pembayaran dilakukan setelah konfirmasi MT 210 dimaksud diterima terlebih dahulu. C. Apabila penerimaan dana sebagaimana tercantum dalam konfirmasi MT 210 dimaksud tidak terealisasi sampai akhir hari pada tanggal pembayaran dilaksanakan sehingga terjadi cerukan, maka cerukan yang terjadi tersebut dikategorikan sebagai cerukan intra-hari yang dilarang dan kepada bank yang memberikan fasilitas cerukan tersebut diberlakukan sanksi sebagaimana dimaksud dalam PBI di atas. D. Dokumen … 4 D. Dokumen konfirmasi MT 210 tersebut di atas wajib disimpan oleh Bank untuk kepentingan pemeriksaan di kemudian hari (post audit) oleh Bank Indonesia. III. TRANSFER RUPIAH KE BANK DI LUAR NEGERI A. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf b PBI di atas, Bank dilarang melakukan transfer rupiah ke bank di luar negeri. Sehubungan dengan itu dapat dijelaskan bahwa larangan transfer rupiah dimaksud adalah: 1. Transfer rupiah dari pihak-pihak yang tidak termasuk kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, yang ditujukan kepada pihak-pihak yang tidak termasuk kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, ke bank di luar negeri yang mengakibatkan bertambahnya rekening rupiah nasabah penerima akhir (ultimate beneficiary) pada bank di luar negeri atau transfer tersebut diterima secara tunai oleh nasabah penerima akhir pada bank di luar negeri; 2. Transfer rupiah dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, yang ditujukan kepada pihak-pihak yang tidak termasuk kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, ke bank di luar negeri yang mengakibatkan bertambahnya rekening rupiah nasabah penerima akhir pada bank di luar negeri atau transfer tersebut diterima secara tunai oleh nasabah penerima akhir pada bank di luar negeri; 3. Transfer rupiah dari pihak-pihak yang tidak termasuk kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, yang ditujukan kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas : a. pada … 5 a. pada rekening rupiah pihak-pihak yang dituju tersebut di bank dalam negeri untuk transaksi yang tidak berkaitan dengan kegiatan ekonomi di Indonesia, sebagaimana dimaksud pada butir III. B di bawah; b. pada rekening rupiah pihak-pihak yang dituju tersebut di bank luar negeri baik untuk transaksi yang berkaitan maupun transaksi yang tidak berkaitan dengan kegiatan ekonomi di Indonesia, sebagaimana dimaksud pada butir III.B di bawah; c. untuk penyelesaian (settlement) transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah melalui bank di luar negeri dan atau dibukukan ke rekening rupiah pada bank di luar negeri. 4. Transfer rupiah dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, yang ditujukan kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas : a. pada rekening rupiah pihak-pihak yang dituju tersebut di bank dalam negeri untuk transaksi yang tidak berkaitan dengan kegiatan ekonomi di Indonesia, sebagaimana dimaksud pada butir III.C. di bawah; b. pada rekening rupiah pihak-pihak yang dituju tersebut di bank luar negeri baik untuk transaksi yang berkaitan maupun transaksi yang tidak berkaitan dengan kegiatan ekonomi di Indonesia, sebagaimana dimaksud pada butir III.C. di bawah; c. untuk penyelesaian transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah namun rekening valuta asing dan atau rekening rupiah milik pihak-pihak dimaksud dibukukan pada bank di luar negeri. B. Kegiatan … 6 B. Kegiatan ekonomi di Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 3.a dan 3.b adalah : 1. Pembayaran yang terkait dengan penyertaan langsung di Indonesia; 2. Pembayaran yang terkait dengan transaksi Surat-surat Berharga dalam rupiah yang diterbitkan badan hukum Indonesia termasuk Sertifikat Bank Indonesia; 3. Pembayaran yang terkait transaksi utang luar negeri dalam rupiah, termasuk dalam rangka restrukturisasi utang; 4. Pembukaan Letter of Credit (L/C) impor dalam rupiah pada Bank di dalam negeri; 5. Pembukaan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN); 6. Pembelian barang dan jasa di Indonesia; 7. Biaya hidup pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas di Indonesia. C. Kegiatan ekonomi di Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 4.a. dan 4.b. adalah : 1. Pembayaran yang terkait dengan pengalihan kepemilikan atas penyertaan langsung di Indonesia; 2. Pembayaran yang terkait dengan transaksi Surat-surat Berharga dalam rupiah yang diterbitkan badan hukum Indonesia termasuk Sertifikat Bank Indonesia; 3. Transaksi jual beli barang dan jasa di Indonesia; 4. Biaya hidup pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas di Indonesia. IV. DOKUMEN … 7 IV. DOKUMEN PENDUKUNG A. Sehubungan dengan adanya penjelasan mengenai transfer rupiah ke bank di luar negeri sebagaimana dimaksud pada butir III, maka perlu diatur lebih lanjut mengenai informasi atau dokumen pendukung yang wajib disediakan untuk membuktikan adanya kegiatan ekonomi di Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.B dan III.C, sebagai berikut: 1. Untuk transaksi dengan nilai sampai dengan Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah), harus dinyatakan informasi mengenai mendasari (underlying transaction) transfer tersebut; jenis transaksi yang 2. Untuk transaksi dengan nilai lebih dari Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) jenis dokumen pendukung yang wajib disediakan oleh nasabah ditetapkan sekurang-kurangnya sebagai berikut: a. Untuk pembayaran yang terkait dengan penyertaan langsung di Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.B.1 dan pembayaran yang terkait dengan pengalihan kepemilikan atas penyertaan langsung di Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.C.1 adalah: i. untuk pembayaran dividen yang terkait dengan penyertaan langsung tersebut berupa fotokopi keputusan Rapat Umum Pemegang Saham atau yang sejenisnya; atau ii. untuk penyertaan langsung berupa fotokopi perjanjian jual beli saham; b. Untuk pembayaran yang terkait dengan transaksi Surat-surat Berharga (SSB) dalam rupiah yang diterbitkan badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.B.2 dan III.C.2 adalah: i. untuk jual beli SSB berupa fotokopi konfirmasi jual beli SSB dari broker atau pihak lain yang berwenang; ii. untuk … 8 ii. untuk pembayaran deviden bagi saham berupa fotokopi konfirmasi pembayaran deviden dari penerbit saham; iii. untuk pembayaran bunga bagi obligasi atau SSB lain berupa fotokopi surat pemberitahuan dari penerbit obligasi atau SSB lain. c. Untuk pembayaran yang terkait dengan transaksi Sertifikat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.B.2 dan III.C.2 adalah fotokopi Bilyet Depot Simpanan (BDS) atau bukti lain yang dapat dipersamakan dengan itu; d. Untuk pembayaran yang terkait transaksi utang luar negeri dalam rupiah, termasuk dalam rangka restrukturisasi utang sebagaimana dimaksud pada butir III. B.3 adalah fotokopi perjanjian kredit; e. Untuk pembayaran yang terkait dengan pembukaan L/C impor sebagaimana dimaksud pada butir III.B.4 adalah fotokopi dokumen impor; f. Untuk pembayaran yang terkait dengan pembukaan SKBDN sebagaimana dimaksud pada butir III.B.5 adalah fotokopi dokumen pembelian barang atau jasa; g. Untuk pembayaran yang terkait dengan transaksi jual beli barang dan jasa di Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir III.B.6 dan III.C.3 serta untuk keperluan biaya hidup sebagaimana dimaksud pada butir III.B.7 dan III.C.4 adalah fotokopi dokumen perikatan atau faktur atas transaksi jual beli barang dan jasa. B. Dokumen … 9 B. Dokumen pendukung bagi transfer rupiah dalam rangka penyelesaian transaksi valuta asing terhadap rupiah sebagaimana dimaksud pada butir III.A.3.c dan III.A.4.c adalah sekurang-kurangnya berupa fotokopi deal conversation dan atau deal ticket. V. VERIFIKASI DOKUMEN Tanggung jawab untuk melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dokumen dan status pihak penerima yang diperlukan guna mendukung pelaksanaan transfer ditetapkan sebagai berikut: 1. Bank pengirim transfer yaitu untuk transfer rupiah yang ditujukan kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas; 2. Bank penerima transfer (receiving bank) yaitu untuk memastikan bahwa transfer rupiah tersebut ditujukan kepada pihak-pihak yang tidak termasuk kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas. VI. LAIN-LAIN A. Dalam pengertian pemberian kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a PBI di atas tidak termasuk pemberian kredit konsumsi kepada Warga Negara Asing yang memiliki izin menetap atau izin tinggal di Indonesia seperti Kartu Izin Tinggal Terbatas atau Kartu Izin Tinggal Menetap. B. Sesuai ketentuan dalam Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (8) PBI di atas maka Bank dilarang melakukan tindakan-tindakan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap transaksi yang dilarang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PBI di atas dan transaksi yang dibatasi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PBI di atas. Tindakan … 10 Tindakan-tindakan dimaksud adalah tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan oleh Bank yang memungkinkan transaksi yang dilarang dan atau transaksi yang dibatasi dapat terlaksana. Contoh: 1. Pemberian Kredit kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas namun menggunakan identitas pihak lain yang diperkenankan (nominee) dan berdasarkan kelaziman yang seharusnya dapat diketahui oleh Bank. 2. Memfasilitasi penjualan valuta asing terhadap rupiah melalui transaksi derivatif melebihi USD 3.000.000,- (tiga juta US dolar) kepada pihak- pihak yang tidak termasuk kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, yang patut diduga oleh Bank akan dijual kembali kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, tanpa dilandasi oleh kegiatan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan (5) PBI di atas. 3. Bank mendeteksi pengiriman atau penerimaan untuk untung pihak penerima akhir yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas secara berulang-ulang masing-masing dengan jumlah sampai dengan Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), yang patut diduga untuk melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (8) PBI di atas. C. Sehubungan dengan penjelasan atas larangan transfer rupiah ke bank di luar negeri melalui rekening yang dimiliki oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI di atas, maka kepada Bank diberikan batas waktu penyelesaian (settlement) transaksi yang dilakukan dengan transfer rupiah selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah tanggal mulai berlakunya Surat Edaran ini. D. Dalam … 11 D. Dalam rangka mendukung tercapainya maksud dan tujuan PBI di atas, Bank diharapkan untuk tidak melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip yang mendasari ketentuan ini. E. Pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan ketentuan yang terdapat dalam PBI di atas dan Surat Edaran ini dialamatkan kepada : Bagian Analisis Pengelolaan Devisa Direktorat Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Jl.M.H Thamrin No.2 Jakarta 10110; Faksimile No. 021-2310520, 021-3501873; email: pbi_transaksi_rupiah@bi.go.id . Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 31 Januari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA MIRANDA S. GOELTOM DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/5/DPD|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank </reg_title> <set_date> 31 Januari 2001 </set_date> <effective_date> 31 Januari 2001 </effective_date> <related_reg> '3/3/PBI/2001' </related_reg>
No. 7/ 27 /DASP Jakarta, 22 Juli 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Jadwal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516), perlu diatur mengenai jadwal penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut. I. JADWAL SKNBI A. Kliring Kredit 1. Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) menetapkan jadwal Kliring Kredit yang berlaku secara nasional untuk kegiatan sebagai berikut: a. Kliring Kredit Siklus Pertama 1) penyediaan pendanaan awal (prefund); 2) pengiriman Data Keuangan Elektronik (DKE) Kredit ke Sistem Sentral Kliring (SSK); 3) penyediaan informasi awal hasil Kliring Kredit secara nasional; 4) penambahan pendanaan awal (prefund); dan 5) Penyelesaian … 2 5) b. Penyelesaian Akhir hasil Kliring nasional. Kliring Kredit Siklus Kedua 1) pengiriman DKE Kredit ke SSK; 2) Kredit secara penyediaan informasi awal hasil Kliring Kredit secara nasional; 3) penambahan pendanaan awal (prefund); dan 4) Penyelesaian Akhir hasil Kliring nasional. 2. Kredit secara Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) menetapkan jadwal penyampaian media rekam data elektronis yang berisi rekaman DKE Kredit bagi Peserta yang penyampaian DKE Kreditnya dilakukan melalui PKL untuk diteruskan ke SSK. 3. Dalam menetapkan jadwal penyampaian media rekam data elektronis dari Peserta kepada PKL sebagaimana dimaksud pada angka 2, PKL harus memperhatikan batas waktu pengiriman DKE Kredit ke SSK sebagaimana dimaksud pada butir 1.a.2) dan 1.b.1). B. Kliring Debet 1. Jadwal Kliring Debet yang Ditetapkan oleh PKN PKN menetapkan jadwal Kliring Debet yang berlaku secara nasional untuk kegiatan sebagai berikut: a. b. penyediaan pendanaan awal (prefund); pengiriman data transaksi dan hasil perhitungan Kliring Debet oleh PKL dari Komputer Penyelenggara Kliring (KPK) ke SSK sebagai berikut : 1) DKE Debet Kliring penyerahan; 2) DKE Debet Kliring pengembalian; 3) Bilyet Saldo Kliring penyerahan lokal; 4) bilyet … 3 4) Bilyet Saldo Kliring pengembalian lokal; dan 5) Bilyet Saldo Kliring Debet lokal; c. penyediaan informasi awal hasil Kliring Debet secara nasional; d. penambahan pendanaan awal (prefund); dan e. 2. Penyelesaian Akhir hasil Kliring Debet secara nasional. Jadwal Kliring Debet yang Ditetapkan oleh PKL PKL menetapkan jadwal Kliring Debet yang berlaku secara lokal untuk kegiatan sebagai berikut: a. Kliring Penyerahan 1) penyampaian DKE Debet penyerahan dari Peserta kepada PKL; 2) penyampaian Warkat Debet penyerahan dari Peserta kepada PKL atau kepada Peserta lainnya; dan 3) b. distribusi laporan Kliring penyerahan oleh PKL kepada Peserta. Kliring Pengembalian 1) penyampaian DKE Debet pengembalian dari Peserta kepada PKL; 2) penyampaian Warkat Debet pengembalian dari Peserta kepada PKL atau kepada Peserta lainnya; dan 3) 3. distribusi laporan Kliring pengembalian oleh PKL kepada Peserta. Penetapan Jadwal Kliring Debet Secara Lokal Oleh PKL a. Penetapan jadwal Kliring Debet secara lokal oleh PKL untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2 harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Batas akhir penyediaan pendanaan awal (prefund) untuk Kliring Debet. Hal ini dimaksudkan agar PKL mempunyai … 4 mempunyai waktu yang cukup untuk mengumumkan kepada Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan apabila terdapat Bank yang tidak ikut SKNBI karena tidak memenuhi ketentuan mengenai pendanaan awal (prefund). penyediaan 2) Batas akhir pengiriman Bilyet Saldo Kliring Debet dari KPK ke SSK yang ditetapkan oleh PKN. b. Penetapan jadwal Kliring Debet di suatu Wilayah Kliring oleh PKL untuk pertama kali dan perubahannya harus memperoleh persetujuan dari PKN, dengan tata cara sebagai berikut: 1) PKL menyampaikan usulan secara tertulis kepada PKN mengenai rencana jadwal Kliring Debet di Wilayah Kliring yang bersangkutan untuk kegiatan- kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2; dan 2) Dalam hal PKN menyetujui rencana jadwal Kliring Debet sebagaimana dimaksud pada angka 1), PKN memberikan persetujuan secara tertulis. c. PKL memberitahukan kepada seluruh Peserta di Wilayah Kliring yang penyelenggaraan SKNBI atau perubahannya yang telah disetujui oleh PKN melalui pengumuman dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Surat Edaran ini. C. Rincian jadwal Kliring Kredit dan Kliring Debet yang berlaku secara nasional sebagaimana dimaksud pada huruf A dan butir B.1. sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Surat Edaran ini. bersangkutan mengenai jadwal II. KETENTUAN … 5 II. KETENTUAN PERALIHAN A. Pada saat implementasi SKNBI untuk pertama kali di Wilayah Kliring Jakarta, jadwal yang terkait dengan kegiatan penyediaan dan penambahan pendanaan awal (prefund) sebagaimana dimaksud pada butir I.A.1 dan butir I.B.1. tidak berlaku. B. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf A berlaku paling lama 3 (tiga) bulan sejak SKNBI diimplementasikan di Wilayah Kliring Jakarta. C. PKN mengumumkan mengenai pemberlakuan penyediaan pendanaan awal (prefund) dan penambahan pendanaan awal (prefund) sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf B. D. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/12/DASP tanggal 24 September 2002 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat dan Data Keuangan Elektronik tetap berlaku untuk Wilayah Kliring yang belum mengimplementasikan SKNBI SKNBI. sampai Wilayah Kliring tersebut mengimplementasikan III. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/12/DASP tanggal 24 September 2002 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat dan Data Keuangan Elektronik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini dilaksanakan sejak tanggal implementasi SKNBI di Wilayah Kliring yang bersangkutan sesuai dengan pengumuman Bank Indonesia. Ketentuan … 6 Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 22 Juli 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/27/DASP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Jadwal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 22 Juli 2005 </set_date> <effective_date> 22 Juli 2005 </effective_date> <replaced_reg> '4/12/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg> <related_reg> '7/18/PBI/2005' </related_reg>
No. 4/ 2 /DASP Jakarta, 11 Februari 2002 S U R A T E D A R AN Kepada SELURUH PESERTA KLIRING DI INDONESIA Perihal : Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh Berdasarkan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal, diatur bahwa Penyelenggara wajib menyediakan fasilitas penyelenggaraan Kliring Lokal. Selanjutnya guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan Elektronik diperlukan fasilitas yang memungkinkan Peserta memperoleh informasi hasil penyelenggaraan Kliring Lokal secara dini, akurat, lengkap dan aman yang dapat diakses secara cepat melalui sarana ekstranet Bank Indonesia berupa Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menyediakan fasilitas Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh untuk melengkapi fasilitas yang sudah ada bagi Peserta sistem Otomasi dan Elektronik yang berkaitan dengan informasi hasil penyelenggaraan Kliring Lokal, yang diatur sebagai berikut. I. PENGERTIAN … I. PENGERTIAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh yang untuk selanjutnya disebut SIKJJ adalah suatu fasilitas yang dapat menyajikan informasi hasil penyelenggaraan Kliring Lokal secara dini, akurat, lengkap dan aman yang dapat diakses secara cepat melalui sarana ekstranet Bank Indonesia; 2. Pengguna adalah Peserta Langsung pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan Elektronik yang terdaftar sebagai pengguna SIKJJ pada Bank Indonesia yang Mewilayahi; 3. Bank Indonesia yang Mewilayahi adalah Bank Indonesia c.q Bagian Kliring Jakarta bagi Bank yang berada di wilayah DKI Jakarta, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi, atau Kantor Bank Indonesia setempat untuk wilayah di luar wilayah tersebut di atas; 4. Sistem Pengaman adalah suatu sistem yang disediakan Penyelenggara kepada Pengguna untuk menjamin keabsahan Pengguna, integritas data, kerahasiaan komunikasi dan akses kontrol terhadap penggunaan fasilitas SIKJJ; 5. Public Key adalah file yang berisi kombinasi angka tertentu yang dibuat oleh Penyelenggara berdasarkan teknik pengamanan tertentu yang diperlukan oleh Pengguna untuk melakukan dekripsi informasi yang dikirim oleh Penyelenggara ke Pengguna maupun enkripsi informasi yang dikirim oleh Pengguna ke Penyelenggara. II. PERSYARATAN DAN TATA CARA MENJADI PENGGUNA A. Persyaratan menjadi Pengguna Peserta Langsung dalam sistem Otomasi atau Elektronik dapat menjadi Pengguna SIKJJ ./. sepanjang ditetapkan dalam BAB III Buku Pedoman Pengoperasian Aplikasi SIKJJ (Lampiran 1). B. Tata … telah memenuhi persyaratan yang ./. B. Tata cara menjadi Pengguna 1. Calon Pengguna mengajukan surat permohonan untuk menggunakan SIKJJ kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi dengan melampirkan : a. Formulir Data Pengguna SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2; b. Dua buah disket ukuran 3,5 (tiga koma lima) inci sebagai media penyimpan Public Key. 2. Bank Indonesia yang Mewilayahi memberitahukan secara tertulis kepada calon Pengguna mengenai keputusan untuk menyetujui atau menolak permohonan menjadi Pengguna dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap. 3. Dalam hal permohonan disetujui, Bank Indonesia yang Mewilayahi memberitahukan melalui surat kepada calon Pengguna mengenai : a. persetujuan penggunaan SIKJJ; b. permintaan untuk pengambilan User ID, Password dan disket Public Key. Pengambilan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya dapat dilakukan oleh Pemimpin Bank (Pengguna) yang bersangkutan. Dalam hal Pemimpin Bank (Pengguna) yang bersangkutan berhalangan, maka pengambilan dokumen tersebut dapat dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dengan Surat Kuasa bermeterai cukup. III. PROSEDUR PENGOPERASIAN SIKJJ ./. Penjelasan secara teknis mengenai rincian prosedur dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang terdapat pada SIKJJ dapat dilihat dalam Lampiran 1. IV. FASILITAS … IV. FASILITAS INFORMASI HASIL PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL Fasilitas informasi hasil penyelenggaraan Kliring Lokal yang terdapat pada SIKJJ meliputi : A. Rekapitulasi Kliring Rekapitulasi Kliring masing-masing Pengguna yang terdiri dari : 1. Kliring Penyerahan Ritel; 2. Kliring Penyerahan Nominal Besar; 3. Kliring Pengembalian Ritel; 4. Kliring Pengembalian Nominal Besar. Rekapitulasi Kliring tersebut menampilkan Bilyet Saldo Kliring dan rincian hasil Kliring harian. B. Informasi Daftar Hitam C. Informasi Biaya Kliring 1. Biaya pemrosesan warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) Kliring Penyerahan; 2. Biaya pemrosesan warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah (reject); 3. Biaya pemrosesan warkat atau DKE Kliring Pengembalian; 4. Biaya Administrasi. D. Informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan Kliring. V. KEWENANGAN Pengguna mempunyai kewenangan menggunakan fasilitas informasi sebagaimana dimaksud dalam angka IV huruf A sampai dengan D, dengan ketentuan sebagai berikut. 1. Kantor … 1. Kantor Pusat Bank dapat mengakses informasi mengenai kegiatan Kliring seluruh kantor yang terdapat di Wilayah Kliring Lokal yang telah menerapkan SIKJJ. 2. Kantor Koordinator Bank dapat mengakses informasi mengenai kegiatan Kliring seluruh kantor yang berada di bawah koordinasinya yang terdapat di Wilayah Kliring Lokal yang telah menerapkan SIKJJ. 3. Kantor Cabang Bank hanya dapat mengakses informasi mengenai kegiatan Kliring Kantor Cabang yang bersangkutan. VI. PENYEDIAAN INFORMASI 1. Informasi SIKJJ dapat diakses setiap hari kerja mulai pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 21.00 WIB. 2. Informasi mengenai Rekapitulasi Kliring tersedia sesuai jadwal penyediaan informasi hasil Kliring yang berlaku di masing-masing Kantor Bank Indonesia yang Mewilayahi. 3. Informasi mengenai Rekapitulasi Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tersedia selama 7 (tujuh) hari kerja. VII. PERBEDAAN INFORMASI Dalam hal terdapat perbedaan data Kliring antara yang tercantum dalam laporan tercetak yang diperoleh dari Penyelenggara dengan informasi data Kliring yang diperoleh dari SIKJJ, data yang benar adalah data yang tercantum dalam laporan tercetak dari Penyelenggara. VIII. SISTEM PENGAMAN Sistem pengaman dilakukan dengan mengamankan saluran komunikasi, otentikasi Pengguna dan pencatatan aktivitas Pengguna yang mencakup antara lain : A. Bank … A. Bank Indonesia 1. Sistem pengaman berupa penerapan teknologi secure socket layer satu arah dan firewall; 2. Sistem pengaman pada aplikasi berupa otentikasi Pengguna dan pengaturan kewenangan Pengguna serta log file. B. Pengguna Pengamanan administrasi berupa prosedur pemberian User ID, Password dan Public Key. IX. SIFAT INFORMASI REKAPITULASI KLIRING Informasi Rekapitulasi Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka IV.A, dimaksudkan untuk informasi dini dan bukan sebagai dasar pembukuan hasil Kliring. X. BIAYA PENGGUNAAN SIKJJ Setiap Pengguna dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Biaya Kliring. XI. KEADAAN DARURAT Dalam hal SIKJJ tidak dapat berfungsi yang disebabkan gangguan teknis maka fasilitas informasi yang digunakan adalah fasilitas yang disediakan Penyelenggara sebelum menggunakan SIKJJ sesuai dengan ketentuan yang mengatur masing-masing sistem Kliring. Berkaitan dengan hal tersebut Bank Indonesia yang Mewilayahi akan memberitahukan melalui pengumuman kepada Pengguna. XII. SANKSI Dalam hal Pengguna melakukan tindakan di luar kewenangannya seperti menyalahgunakan User ID atau Public Key, Mewilayahi … Bank Indonesia yang Mewilayahi akan menghentikan Pengguna yang bersangkutan sebagai Pengguna. XIII. LAIN-LAIN 1. Implementasi SIKJJ dilakukan secara bertahap. Tahap pertama akan diterapkan di Kantor Bank Indonesia Surabaya. Implementasi SIKJJ untuk tahap selanjutnya akan diberitahukan secara tertulis kepada seluruh Peserta Kliring Lokal oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi. 2. Untuk tahap awal, informasi Daftar Hitam belum dapat diakses walaupun dalam menu aplikasi tersedia. ./ . 3. Buku Pedoman Pengoperasian Aplikasi SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 dan Formulir Data Pengguna SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Surat Edaran ini. XIV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 11 Februari 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARMAIN SALIM DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/2/DASP|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh </reg_title> <set_date> 11 Februari 2002 </set_date> <effective_date> 11 Februari 2002 </effective_date> <related_reg> '1/3/PBI/1999', '2/14/PBI/2000 | Pasal 16 ayat (2)' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XII' </penalty_list>
No.18/15/DKSP Jakarta, 20 Juni 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5275) dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/52/DKSP tanggal 30 Desember 2015 perihal Implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number Online 6 (Enam) Digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Diterbitkan di Indonesia, maka dalam rangka memastikan pengelolaan standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dilakukan dengan tata kelola yang baik serta memerhatikan kepentingan nasional, perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai pengelolaan standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang selanjutnya disebut Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet adalah standar teknologi chip yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. 2. Pengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang selanjutnya disebut Pengelola adalah pihak yang disetujui oleh Bank … 2 Bank Indonesia untuk mengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. II. STANDAR NASIONAL KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET A. Penggunaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib menggunakan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. B. Kepemilikan, Penetapan, dan Persetujuan Pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet 1. Dalam rangka melindungi kepentingan publik dalam penggunaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, kepemilikan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berada di Bank Indonesia. 2. Pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dilakukan oleh pihak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai implementasi standar nasional dan penggunaan personal identification number online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia dan mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. 3. Pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 2 harus menyerahkan kepemilikan standar teknologi chip Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang telah disepakati penggunaannya oleh industri, kepada Bank Indonesia. 4. Penyerahan kepemilikan standar teknologi chip Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilakukan dengan suatu Berita Acara Serah Terima (BAST). 5. Penetapan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan persetujuan Bank Indonesia mengenai pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berlaku terhitung sejak penyerahan kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam angka 4. 6. Informasi … 3 6. Informasi mengenai penetapan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan informasi mengenai persetujuan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dipublikasikan oleh Bank Indonesia, antara lain dalam situs Bank Indonesia. 7. Pengelola harus menyusun dan menyampaikan rencana kerja awal pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. 8. Rencana kerja awal sebagaimana dimaksud dalam angka 7 paling kurang memuat: a. rencana pelaksanaan tugas pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang meliputi: 1) pemeliharaan dan pengembangan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; 2) pelaksanaan sertifikasi pengguna Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; 3) penatausahaan daftar vendor seperti penyedia terminal dan perusahaan percetakan kartu serta daftar produk yang telah memenuhi spesifikasi Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; 4) pelaksanaan fungsi certificate authority; b. rencana kesiapan organisasi yang paling kurang mencakup pemenuhan struktur organisasi dan sumber daya manusia, serta kebijakan dan prosedur tertulis untuk mendukung pemenuhan tugas sebagai Pengelola; dan c. konsep kerja sama Pengelola dengan pihak lain terkait pelaksanaan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dalam hal rencana pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam huruf a akan dilakukan bekerja sama dengan pihak lain. III. TUGAS … 4 III. TUGAS, WEWENANG, DAN KEWAJIBAN PENGELOLA STANDAR NASIONAL KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET A. Tugas dan Wewenang Pengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet 1. Tugas Pengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet adalah: a. memelihara dan mengembangkan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan memerhatikan aspek keamanan, efisiensi, perkembangan teknologi, kebutuhan industri, dan kepentingan nasional; b. melaksanakan proses sertifikasi terhadap pengguna Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet untuk memastikan kesesuaian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan/atau terminal dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; c. menatausahakan daftar vendor serta daftar produk yang telah memenuhi spesifikasi Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan memberikan masukan terhadap rencana pengembangan produk vendor; d. melaksanakan fungsi certificate authority; dan e. melaksanakan tugas lainnya yang diamanatkan oleh Bank Indonesia terkait pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. 2. Wewenang Pengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet adalah: a. menetapkan jenis dan besarnya biaya terkait pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang dikenakan kepada Bank dan/atau Lembaga Selain Bank yang menggunakan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berdasarkan persetujuan Bank Indonesia; b. menetapkan persyaratan dan prosedur pelaksanaan sertifikasi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, terminal, dan kategori pihak yang disertifikasi; c. memperoleh … 5 c. memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dari pengguna Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan memerhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berdasarkan persetujuan Bank Indonesia; dan e. wewenang lainnya yang diamanatkan oleh Bank Indonesia terkait pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. B. Kewajiban Pengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet 1. Kewajiban Pengelola Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet adalah: a. memiliki struktur organisasi dan sumber daya manusia yang memadai untuk melaksanakan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; b. memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; c. memastikan keandalan dan keamanan teknologi informasi yang digunakan dalam kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; d. mendukung implementasi Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet oleh industri Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, termasuk pemenuhan tahapan implementasi Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; e. menyampaikan data dan informasi, serta laporan terkait pelaksanaan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet secara berkala maupun insidental kepada Bank Indonesia; f. melakukan … 6 f. melakukan evaluasi terhadap Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, antara lain untuk memastikan kesesuaiannya dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan industri; g. memastikan terpenuhinya aspek persaingan usaha yang sehat dalam pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, khususnya dalam hal dilakukan kerja sama dengan pihak lain dalam melaksanaan kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet seperti pihak yang melakukan test laboratory untuk menguji security dan functionality kartu, terminal, dan sarana pemroses; h. meningkatkan pemahaman penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet akan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet melalui pelaksanaan sosialisasi dan edukasi; i. menjaga kerahasiaan data dan informasi terkait pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, termasuk memastikan kerahasiaan data dan informasi apabila kegiatan terkait pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dilaksanakan oleh pihak lain; j. memiliki sistem pengendalian internal untuk memastikan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dilakukan secara aman, efisien, dan memenuhi prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance); k. memperoleh persetujuan Bank Indonesia atas hal-hal yang bersifat strategis dalam pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, yaitu: 1) perencanaan pengembangan spesifikasi Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; 2) penetapan persyaratan, prosedur pelaksanaan, dan kategori pihak-pihak yang disertifikasi, termasuk perubahannya; 3) kerja … 7 3) kerja sama dengan pihak lain dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; dan 4) penetapan jenis dan besarnya biaya yang dikenakan dalam kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; l. bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang dilakukan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam butir k.3). 2. Pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan butir 1.b dilakukan dengan memerhatikan rencana kerja awal sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.7. 3. Kerja sama dengan pihak lain dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam butir 1.k.3) berlaku efektif setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia. IV. PENGAWASAN DAN LAPORAN PENGELOLAAN STANDAR NASIONAL KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET A. Pengawasan Pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet 1. Bank Indonesia berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, baik yang dilakukan oleh Pengelola maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengan Pengelola. 2. Pengawasan terhadap pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dilakukan dengan cara pengawasan tidak langsung dan pengawasan langsung, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis, dan evaluasi atas data dan informasi, serta laporan berkala, laporan insidental yang disampaikan oleh Pengelola, dan/atau data dan informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dari pihak lain. b. Pengawasan … 8 b. Pengawasan langsung dilakukan antara lain melalui pencocokan kebenaran data dan informasi yang disampaikan oleh Pengelola, dan/atau data dan informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dari pihak lain dengan fakta di lapangan, termasuk memastikan pemenuhan kewajiban Pengelola. 3. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan oleh Bank Indonesia, Pengelola wajib memberikan data dan informasi yang terkait dengan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. 4. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b. 5. Pihak yang ditugaskan melakukan pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam angka 4 wajib menjaga kerahasiaan dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan yang diperoleh dari hasil pengawasan. 6. Selain melaksanakan kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Bank Indonesia dapat melakukan diskusi atau pertemuan konsultasi dengan Pengelola untuk mendapatkan informasi dan/atau menyampaikan saran terkait pelaksanaan kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. 7. Bank Indonesia berwenang melakukan pembinaan terhadap Pengelola, antara lain untuk melakukan perubahan atau perbaikan dalam penyelenggaraan kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. B. Laporan Pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet 1. Laporan Berkala a. Laporan berkala merupakan laporan yang wajib disampaikan secara tertulis dengan lengkap, benar, akurat, dan tepat waktu oleh Pengelola sesuai dengan periode masing-masing laporan. b. Jenis … 9 b. Jenis Laporan Berkala Laporan Berkala yang wajib disampaikan oleh Pengelola meliputi: 1) Laporan Triwulanan yang paling kurang meliputi data dan informasi terkait pelaksanaan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagai berikut: a) Prinsipal, Penerbit, dan Acquirer Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang telah menyelesaikan pengembangan host dan back-end system; b) vendor dan produk yang telah disertifikasi; dan c) daftar pihak lain yang bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, antara lain security test laboratory dan functional test laboratory, apabila ada. 2) Laporan Tahunan yang paling kurang meliputi informasi mengenai: a) rencana kerja dan target 1 (satu) tahun ke depan, termasuk dalam hal terdapat pengembangan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; b) realisasi rencana kerja tahun sebelumnya; c) laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir; dan d) evaluasi kesesuaian Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan industri. 2. Laporan Insidental a. Laporan Insidental merupakan laporan tertulis yang harus disampaikan secara benar oleh Pengelola kepada Bank Indonesia, baik atas permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif Pengelola sendiri. Laporan Insidental antara lain dapat dilakukan dengan penyampaian dokumen sesuai permintaan Bank Indonesia. b. Jenis … rencana 10 b. Jenis Laporan Insidental 1) Laporan terkait insiden yang dapat mengganggu kelancaran penyelenggaraan kegiatan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, seperti terjadi kegagalan atau penyalahgunaan penggunaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, serta upaya mitigasi yang telah dilakukan oleh Pengelola (laporan insiden). 2) Laporan insidental lainnya seperti perubahan personel pada level tertentu yang bertanggung jawab melakukan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan perubahan alamat kantor. 3. Penyampaian Laporan a. Pengelola wajib menyampaikan Laporan Triwulanan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b.1) paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah periode laporan berakhir. b. Pengelola wajib menyampaikan Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b.2) paling lambat pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya. c. Pengelola wajib menyampaikan laporan insiden sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.b.1) segera setelah terjadinya kejadian melalui telepon, faksimili, dan/atau sarana informasi lainnya yang diikuti dengan penyampaian laporan tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah terjadinya kejadian. d. Pengelola wajib menyampaikan laporan insidental lainnya sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.b.2) paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak terjadinya kejadian atau perubahan yang dilaporkan. V. EVALUASI … 11 V. EVALUASI TERHADAP PERSETUJUAN ATAS PENGELOLAAN STANDAR NASIONAL KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET 1. Bank Indonesia dapat melakukan evaluasi terhadap persetujuan atas pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang telah diberikan. 2. Pelaksanaan evaluasi antara lain didasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia atau laporan yang diterima Bank Indonesia dari otoritas atau pihak lain. 3. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Bank Indonesia berwenang untuk: a. meminta Pengelola untuk melakukan dan/atau tidak melakukan tindakan tertentu dalam pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; dan/atau b. membatalkan persetujuan yang telah diberikan untuk melakukan pengelolaan Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. 4. Dalam hal Bank Indonesia membatalkan persetujuan kepada Pengelola namun Standar Nasional Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang telah ditetapkan tetap berlaku, persetujuan kepada pihak lain sebagai Pengelola dilakukan tanpa harus memenuhi persyaratan memiliki standar teknologi chip Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai implementasi standar nasional dan penggunaan personal identification number online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia. VI. KORESPONDENSI Penyampaian rencana kerja awal, rencana kerja, data, dan informasi, serta laporan disampaikan oleh Pengelola kepada: Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran (DKSP) Gedung D, Lantai 5, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta – 10350 VII. PENUTUP … 12 VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 20 Juni 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ENI V. PANGGABEAN KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/15/DKSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet </reg_title> <set_date> 20 Juni 2016 </set_date> <effective_date> 20 Juni 2016 </effective_date> <related_reg> '17/52/DKSP|SE-BI/2015', '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009' </related_reg>
No.8/ 16 /DPbS Jakarta, 20 Juli 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Laporan Berkala Bank Umum Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4629), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum bahwa untuk mendukung perolehan informasi yang akurat, lengkap dan tepat waktu perlu diatur ketentuan mengenai sistematika penyusunan dan penyampaian LBBU. Sistematika LBBU bagi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah telah disusun dalam suatu Pedoman Laporan Berkala Bank Umum (LBBU) Syariah sebagaimana terlampir yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. II. BANK … II. BANK PELAPOR Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum maka penyusunan dan penyampaian LBBU dilakukan oleh kantor pusat bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS). Pengertian kantor pusat bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah termasuk kantor cabang bank asing yang berkedudukan dan melakukan kegiatan operasional di Indonesia. III. PENANGGUNG JAWAB LBBU Bank menunjuk petugas dan penanggung jawab yang mempunyai wewenang untuk memberikan otorisasi mengenai keabsahan dan keakuratan data yang disampaikan. Penunjukan petugas dan atau penanggungjawab LBBU dimaksud tidak mengurangi dan atau menghilangkan tanggung jawab dari pengurus bank yaitu Direksi dan atau Dewan Komisaris atas keabsahan dan keakuratan LBBU yang disampaikan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau UUS kepada Bank Indonesia. Daftar pihak-pihak yang ditunjuk sebagai petugas dan penanggungjawab untuk menyusun LBBU kepada Bank Indonesia, termasuk apabila terdapat perubahan petugas dan atau penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, disampaikan kepada: 1. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, bagi UUS dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2. Kantor Bank Indonesia, bagi UUS dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di luar wilayah … wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. IV. RUANG LINGKUP LAPORAN 1. Laporan-laporan yang wajib disampaikan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah meliputi laporan: a. Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah Data LBBU mengenai Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor bank di Indonesia. b. Maturity Profile Data LBBU mengenai Maturity Profile memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor bank di dalam negeri maupun di luar negeri. c. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Data LBBU mengenai BMPK yang terdiri dari Laporan Pelanggaran BMPK, Laporan Pelampauan BMPK, dan Laporan Penyediaan Dana, memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor bank di dalam negeri maupun di luar negeri. d. Posisi Deposito Investasi Mudharabah (DIM) Data LBBU mengenai posisi DIM pada akhir bulan yang memuat data gabungan berdasarkan jangka waktu yang mencakup seluruh kantor bank di dalam negeri maupun di luar negeri. e. Pembiayaan yang Direstrukturisasi Data LBBU mengenai Pembiayaan yang Direstrukturisasi memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor bank di dalam negeri maupun di luar negeri. f. Deposan dan Debitur Inti Data LBBU mengenai Deposan dan Debitur Inti memuat data 25 penabung/investor … penabung/investor dan debitur/grup terbesar diluar pihak terkait bank yang berasal dari data gabungan seluruh kantor bank di dalam negeri maupun di luar negeri. g. Sensitivity to Market Risk Data LBBU mengenai Sensitivity to Market Risk memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor bank di dalam negeri maupun di luar negeri. Yang dimaksud dengan Sensitivity to Market Risk adalah faktor sensitivitas terhadap risiko nilai tukar. 2. Laporan-laporan yang wajib disampaikan UUS meliputi laporan: a. Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah Data LBBU mengenai Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor syariah bank di Indonesia. b. Maturity Profile Data LBBU mengenai Maturity Profile memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor syariah bank di dalam negeri maupun di luar negeri. c. Posisi Deposito Investasi Mudharabah (DIM) Data LBBU mengenai posisi DIM pada akhir bulan yang memuat data gabungan berdasarkan jangka waktu yang mencakup seluruh kantor syariah bank di dalam negeri maupun di luar negeri. d. Pembiayaan yang Direstrukturisasi Data LBBU mengenai Pembiayaan yang Direstrukturisasi memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor syariah bank di dalam negeri maupun di luar negeri. e. Deposan dan Debitur Inti Data LBBU mengenai Deposan dan Debitur Inti memuat data 25 penabung/investor … penabung/investor dan debitur/grup terbesar diluar pihak terkait bank yang berasal dari data gabungan seluruh kantor syariah bank di dalam negeri maupun di luar negeri. V. FORMAT LBBU Dalam menyusun laporan LBBU, bank dan UUS harus mengikuti format dalam Buku Pedoman Penyusunan Laporan Berkala Bank Umum (LBBU) Syariah sebagai berikut : 1. Format LBBU untuk data Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah adalah sesuai format dalam Formulir 1, Formulir 2 dan Formulir 3. 2. Format LBBU untuk data Maturity Profile adalah sesuai dengan format dalam Formulir 4a dan Formulir 4b. 3. Format LBBU untuk data BMPK adalah sesuai dengan format dalam Formulir 5, Formulir 6 dan Formulir 7. 4. Format LBBU untuk data posisi Deposito Investasi Mudharabah (DIM) adalah sesuai dengan format dalam Formulir 8. 5. Format LBBU untuk data Pembiayaan yang Direstrukturisasi adalah sesuai dengan format dalam Formulir 9. 6. Format LBBU untuk data Deposan dan Debitur Inti adalah sesuai dengan format dalam Formulir 10. 7. Format LBBU untuk data Sensitivity to Market Risk adalah sesuai dengan format dalam Formulir 11. VI. PENYAMPAIAN LBBU 1. Kelengkapan LBBU dinilai dari kelengkapan formulir data yang wajib disampaikan untuk setiap periode penyampaian. 2. Penyampaian LBBU hanya dapat dilakukan apabila semua formulir data telah diisi. Dalam hal data formulir tidak tersedia/tidak ada, wajib diisi … diisi dengan nihil. 3. LBBU yang disampaikan melewati periode penyampaian yang ditetapkan secara on line, disampaikan dalam bentuk disket dan hasil olahan komputer (hardcopy) kepada: a. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, Jl. M.H.Thamrin No. 2, Jakarta 10110, bagi UUS dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi UUS dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. VII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN Apabila dalam pelaksanaan penyusunan dan penyampaian LBBU terdapat hal-hal yang kurang jelas, bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan UUS dapat menyampaikan pertanyaan kepada Bank Indonesia sebagai berikut : 1. Untuk pertanyaan yang berhubungan dengan materi pelaporan : a. Bagi UUS dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, pertanyaaan diajukan kepada : 1) Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Tim Statistik Moneter, Keuangan dan Fiskal, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010, Telp. 021- 381 8211/8210, Fax 021-3812930, email address smon@bi.go.id untuk pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan formulir 1, formulir 2 dan formulir 3. 2) Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010, Telp. 021-381 8515, Fax 021-350 1989, email address dpbs@bi.go.id … dpbs@bi.go.id untuk pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan formulir 4a sampai dengan formulir 11. b. Bagi UUS dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, pertanyaan diajukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. 2. Untuk pertanyaan yang berhubungan dengan aplikasi dan otomasi sistem penyampaian laporan, pertanyaan diajukan kepada Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Tim Statsitik Moneter, Keuangan dan Fiskal, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010, Telp. 021- 381 8211/8210, Fax 021-381 2930, email address smon@bi.go.id. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 20 Juli 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/16/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Laporan Berkala Bank Umum </reg_title> <set_date> 20 Juli 2006 </set_date> <effective_date> 20 Juli 2006 </effective_date> <related_reg> '8/12/PBI/2006' </related_reg>
No. 2/ 23 /DSM Jakarta, 10 November 2000 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA LEMBAGA KEUANGAN NON BANK DI INDONESIA Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 1/9/PBI/1999 tanggal 28 Oktober 1999 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: I. UMUM A. Tujuan Pelaporan kegiatan lalu lintas devisa (LLD) oleh Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan LLD secara lengkap, akurat dan tepat waktu yang diperlukan terutama untuk penyusunan Statistik Neraca Pembayaran Indonesia dan Posisi Investasi Internasional Indonesia. Statistik ini diperlukan untuk mendukung perumusan dan peningkatan efektifitas kebijakan di bidang moneter. B. Kegiatan LLD Kegiatan LLD adalah perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk. C. LKNB ….. 2 C. LKNB Pelapor c.1. LKNB pelapor adalah seluruh perusahaan LKNB yang berbadan hukum Indonesia dan kantor cabang perusahaan LKNB asing yang berkedudukan di Indonesia. LKNB pelapor meliputi perusahaan asuransi, perusahaan efek/sekuritas, perusahaan pembiayaan, modal ventura, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang : c.1.1. Melakukan kegiatan lalu lintas devisa melalui rekening pada bank di luar negeri, rekening antar kantor/perusahaan (inter office/company account) dan sarana lain, dan atau c.1.2. Memiliki posisi aset dan kewajiban finansial luar negeri. c.2. Bagi LKNB yang pada saat ketentuan ini diberlakukan tidak termasuk dalam butir c.1.1 dan c.1.2 tidak wajib menyampaikan laporan kegiatan LLD. Namun, LKNB dimaksud wajib menyampaikan surat pemberitahuan kepada Bank Indonesia sebagaimana contoh pada lampiran 15. Apabila dikemudian hari LKNB tersebut melakukan kegiatan LLD, maka wajib menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam butir c.1 c.3. Bagi LKNB yang pernah menyampaikan laporan kegiatan LLD, namun pada periode laporan tertentu tidak melakukan kegiatan LLD sebagaimana dimaksudkan dalam butir c.1.1 dan c.1.2, wajib menyampaikan Laporan Nihil sebagaimana contoh pada lampiran 5 dan 10 (Formulir LLD-B01b dan atau LLD-B02b). D. Laporan Laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia merupakan laporan gabungan dari seluruh kantor operasional LKNB pelapor yang berkedudukan di Indonesia. E. Ruang ….. 3 E. Ruang Lingkup Pelaporan LKNB pelapor wajib menyampaikan laporan kegiatan LLD yang meliputi laporan transaksi dan atau laporan posisi. a. Laporan transaksi Laporan transaksi adalah laporan yang memuat keterangan dan data mengenai seluruh penerimaan dan pembayaran LKNB selama periode laporan yang dilakukan tidak melalui bank dalam negeri meliputi : 1. Penerimaan dan atau pembayaran melalui rekening giro LKNB pelapor di luar negeri (Overseas Current Account). 2. Penerimaan dan atau pembayaran melalui inter office/company account antara LKNB pelapor dengan kantor LKNB di luar negeri atau badan/lembaga lain yang berkedudukan di luar negeri. 3. Penerimaan dan atau pembayaran melalui sarana lain yang tidak termasuk dalam angka 1 dan 2 di atas. Cakupan dan format laporan transaksi serta penjelasan pengisiannya sesuai dengan lampiran 4. b. Laporan posisi Laporan posisi adalah laporan mengenai posisi aset dan kewajiban finansial luar negeri LKNB pelapor pada akhir periode laporan. Yang dimaksud dengan aset finansial luar negeri (AFLN) LKNB pelapor adalah seluruh tagihan (claims) LKNB pelapor kepada bukan penduduk, sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban finansial luar negeri (KFLN) LKNB pelapor adalah seluruh kewajiban LKNB pelapor kepada bukan penduduk. Cakupan dan format laporan posisi sesuai dengan lampiran 9. F. Laporan ….. 4 F. Laporan Koreksi a. Laporan koreksi merupakan laporan pengganti (secara utuh) dari laporan kegiatan LLD yang disampaikan sebelumnya. LKNB pelapor wajib menyampaikan laporan koreksi apabila laporan yang telah disampaikan sebelumnya terdapat ketidaklengkapan dan atau kesalahan. b. Untuk setiap laporan koreksi yang disampaikan LKNB pelapor wajib menggunakan formulir laporan koreksi sesuai dengan lampiran 3 dan 8 (Formulir LLD-B01a dan atau LLD-B02a). II. PROSEDUR DAN PERIODE PELAPORAN A. Prosedur Pelaporan Laporan transaksi dan laporan posisi disampaikan kepada Bank Indonesia dapat melalui surat atau faksimili sebagai berikut : 1. Penyampaian laporan dengan surat: a. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek), laporan disampaikan kepada Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q Bagian Statistik Neraca Pembayaran (SNP) Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10010. b. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di luar wilayah Jabotabek, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. 2. Penyampaian laporan dengan faksimili : a. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di wilayah Jabotabek, laporan disampaikan kepada Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q Bagian Statistik Neraca Pembayaran (SNP) …… 5 (SNP) Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10010. Bank Indonesia akan menyampaikan tanda terima atas setiap laporan yang masuk selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak laporan diterima. b. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di luar wilayah Jabotabek, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas. c. Bagi LKNB yang menyampaikan laporan dengan faksimili sebagaimana dimaksud pada butir a dan b di atas, wajib menyampaikan laporan asli kepada Bank Indonesia. Laporan asli tersebut harus sudah diterima Bank Indonesia selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari sejak tanggal pengiriman laporan melalui faksimili. B. Periode dan Batas Waktu Pelaporan 1. Periode laporan a. Periode laporan transaksi adalah bulanan yang memuat kegiatan LLD selama satu bulan dari tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir bulan laporan. Laporan transaksi disampaikan kepada Bank Indonesia secara bulanan. b. Laporan posisi disampaikan kepada Bank Indonesia secara semesteran bersamaan dengan laporan transaksi bulan terakhir pada semester yang bersangkutan. Laporan posisi meliputi posisi awal semester, mutasi debet dan atau kredit selama 1 (satu) semester serta posisi akhir semester laporan dari setiap jenis aset dan kewajiban finansial luar negeri LKNB pelapor. Periode semester ….. 6 semester I (satu) dimulai sejak bulan Januari tahun yang bersangkutan. 2. Batas waktu penyampaian laporan : a. Laporan harus diterima Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya periode laporan yang bersangkutan pukul 16.00 waktu setempat. Contoh : - Laporan transaksi periode bulan Oktober 2000 disampaikan paling lambat tanggal 15 November 2000 pukul 16.00 waktu setempat. - Laporan posisi semester II tahun 2000 disampaikan bersamaan dengan laporan transaksi periode bulan Desember 2000 paling lambat tanggal 15 Januari 2001 pukul 16.00 waktu setempat. b. Apabila batas waktu penyampaian laporan tersebut jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, laporan dimaksud disampaikan selambat-lambatnya pada hari kerja pertama berikutnya pukul 16.00 waktu setempat. 3. LKNB pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila laporan diterima oleh Bank Indonesia melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2 sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan pukul 16.00 waktu setempat. Contoh : - Laporan transaksi periode bulan Oktober 2000 diterima Bank Indonesia tanggal 15 November 2000 pukul 16.01 waktu setempat ….. 7 setempat sampai dengan 30 November 2000 pukul 16.00 waktu setempat. - Laporan posisi semester II tahun 2000 dan laporan transaksi periode bulan Desember 2000 diterima Bank Indonesia tanggal 15 Januari 2001 pukul 16.01 waktu setempat sampai dengan 31 Januari 2001 pukul 16.00 waktu setempat. 4. LKNB pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila laporan belum diterima oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam butir II.B.3. Contoh : - Laporan transaksi periode bulan Oktober 2000 belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 30 November 2000 pukul 16.00 waktu setempat. - Laporan posisi semester II tahun 2000 dan laporan transaksi periode bulan Desember 2000 belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 31 Januari 2001 pukul 16.00 waktu setempat. 5. LKNB pelapor dinyatakan menyampaikan laporan tidak lengkap dan atau tidak benar jika sampai dengan batas akhir penyampaian laporan, belum melakukan koreksi atas laporan yang tidak lengkap dan atau tidak benar. Pengertian laporan yang tidak lengkap dan tidak benar adalah sebagai berikut : a. Laporan dinyatakan sebagai laporan tidak lengkap apabila laporan tidak mencakup rincian data sebagaimana yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Contoh : ….. 8 Contoh : Penerimaan melalui rekening LKNB di luar negeri sebesar USD500,00 dari perusahaan di Singapura dalam laporan transaksi periode bulan Oktober 2000, tidak diisi tujuan transaksinya. b. Laporan dinyatakan sebagai laporan tidak benar apabila data dan keterangan yang dilaporkan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Contoh: Penerimaan premi melalui rekening LKNB di luar negeri sebesar USD500,00 dari perusahaan di Singapura dalam laporan transaksi periode bulan Oktober 2000, dilaporkan sebagai penerimaan bunga sebesar USD50,00. III. SANKSI A. Sanksi bagi LKNB pelapor yang terlambat menyampaikan laporan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.3 adalah sanksi berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai satu hari setelah berakhirnya masa penyampaian laporan sampai dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia. Contoh : Laporan transaksi periode bulan Oktober 2000 diterima Bank Indonesia pada tanggal 17 November 2000. LKNB pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 2 hari dan dikenakan sanksi denda sebesar Rp2.000.000,00 (2 hari X Rp1.000.000,00). B. Sanksi ….. 9 B. Sanksi bagi LKNB pelapor yang tidak menyampaikan laporan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.4 adalah sanksi berupa denda sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) ditambah dengan denda keterlambatan yang dihitung mulai satu hari sejak tanggal berakhirnya Masa Penyampaian Laporan (MPL) sampai dengan akhir bulan Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan (MKPL). Adapun yang dimaksud dengan MKPL adalah masa setelah berakhirnya MPL sampai dengan akhir bulan MKPL. Contoh : Laporan transaksi periode bulan Oktober 2000 diterima Bank Indonesia tanggal 1 Desember 2000. LKNB pelapor dikenakan sanksi denda sebesar Rp35.000.000,00 yang terdiri dari sanksi tidak menyampaikan laporan sebesar Rp20.000.000,00 dan sanksi denda keterlambatan sebesar Rp15.000.000,00 (15 hari X Rp1.000.000,00). C. Sanksi bagi LKNB pelapor yang menyampaikan laporan transaksi tidak lengkap dan atau tidak benar sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.5 adalah sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap data/keterangan yang tidak lengkap dan atau tidak benar dalam laporan transaksi dengan denda maksimum sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Contoh : - Laporan yang tidak lengkap LKNB pelapor sampai dengan tanggal 15 November 2000 pukul 16.00 waktu setempat belum melengkapi data tujuan transaksi pada contoh butir II.B.5a, maka LKNB dimaksud dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 yaitu sanksi denda atas 1 (satu) data/keterangan yang tidak lengkap. Laporan ….. 10 - Laporan yang tidak benar Laporan koreksi atas data/keterangan pada contoh II.B.5b diterima Bank Indonesia setelah tanggal 15 November 2000, maka LKNB pelapor dikenakan sanksi denda sebesar Rp100.000,00 yaitu sanksi denda atas 2 (dua) data/keterangan yang tidak benar (2 x Rp50.000,00). D. Apabila LKNB pelapor tidak menyampaikan laporan transaksi selama 6 periode laporan berturut-turut atau paling lama 6 bulan, Bank Indonesia akan merekomendasikan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha kepada instansi yang berwenang setelah memberikan surat peringatan tertulis kepada LKNB dimaksud. E. Pengenaan sanksi denda dilakukan untuk untung Kas Negara. Pembayaran denda disetorkan ke rekening Kas Negara yang terdapat pada Bank Indonesia setempat Nomor 501.000.000. Tembusan bukti pembayaran disampaikan kepada Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10010 dan instansi yang mengawasi LKNB dimaksud. F. Pengenaan sanksi denda bagi LKNB sebagaimana tersebut dalam butir III.A, butir III.B, dan butir III.C dilakukan setelah adanya surat penetapan sanksi secara tertulis dari Bank Indonesia dengan tembusan kepada instansi yang melakukan pengawasan terhadap LKNB. Surat penetapan sanksi secara tertulis dari Bank Indonesia tersebut antara lain mencantumkan bentuk pelanggaran, besarnya denda yang harus dibayar dan batas waktu pembayaran denda. IV. PENUTUP ….. 11 IV. PENUTUP A. Pelaksanaan kewajiban pelaporan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Februari 2001 untuk periode laporan bulan Januari 2001. B. Untuk memberikan kesempatan kepada LKNB pelapor melakukan uji coba pelaksanaan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa kepada Bank Indonesia, pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir III, mulai diberlakukan untuk periode laporan bulan April 2001. C. Bagi LKNB pelapor yang memerlukan penjelasan lebih lanjut sehubungan dengan pelaksanaan pelaporan ini dapat menghubungi : Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Bank Indonesia: Telp Fax E-mail : : : (021) …………….….. dan …………….….. (021) …………….….. lldlknb@bi.go.id Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal …………………. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA ACHJAR ILJAS Deputi Gubernur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/23/DSM|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank </reg_title> <set_date> 10 November 2000 </set_date> <related_reg> '1/9/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
No. 15/14/DPNP Jakarta, 24 April 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4629) tentang Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/19/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5240) dan memperhatikan adanya tambahan informasi yang diperlukan terkait dengan penerapan perhitungan kewajiban penyediaan modal mínimum serta penerapan transparansi informasi suku bunga dasar kredit, maka perlu dilakukan perubahan ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum sebagai berikut: 1. Format mengenai Risiko Spesifik – Eksposur Surat Berharga (Trading Book) sebagaimana dimaksud dalam Formulir-9.a diubah menjadi sebagaimana terlampir. 2. Format dan penjelasan mengenai Perhitungan Suku Bunga Dasar Kredit Rupiah (Prime Lending Rate) sebagaimana dimaksud dalam Formulir-14 diubah menjadi sebagaimana terlampir. Formulir … Formulir-9.a dan Formulir-14 adalah Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Formulir-14 mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan April 2013, yang disampaikan pada periode penyampaian I bulan Mei 2013. Formulir-9.a mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan Juni 2013, yang disampaikan pada periode penyampaian I bulan Juli 2013. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 24 April 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULYA E. SIREGAR KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/14/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum. </reg_title> <set_date> 24 April 2013 </set_date> <effective_date> 24 April 2013 </effective_date> <changed_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006' </changed_reg> <related_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006', '8/12/PBI/2006', '13/19/PBI/2011' </related_reg>
No. 8/ 7 /DPBPR Jakarta, 23 Februari 2006 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat ---------------------------------------------------- Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/51/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4580) tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) wajib menyampaikan Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan tentang penyusunan dan penyampaian Laporan Bulanan BPR sebagaimana tercantum dalam lampiran Surat Edaran ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. I. KETENTUAN UMUM 1. BPR Pelapor adalah kantor pusat dan kantor cabang BPR yang menyampaikan Laporan Bulanan untuk masing-masing kantor. 2. Laporan Bulanan BPR, selanjutnya disebut Laporan Bulanan, disampaikan kepada Bank Indonesia dalam rangka pengawasan BPR, sebagai sumber penyusunan statistik perbankan untuk kepentingan penyusunan… 3. penyusunan kebijakan pengembangan BPR dan pihak yang membutuhkan, serta untuk kepentingan manajemen BPR. Periode on-line adalah periode penyampaian dan/atau koreksi Laporan Bulanan secara on-line. Laporan 4. Penyusunan Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan dilakukan dengan berpedoman pada Buku Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPR. II. SARANA YANG DIPERLUKAN Sarana yang diperlukan dalam rangka penyusunan dan penyampaian Laporan Bulanan adalah: 1. Personal computer dengan memenuhi konfigurasi minimal hardware dan software sebagaimana tercantum dalam petunjuk teknis aplikasi data entry dan petunjuk teknis aplikasi web BPR. 2. Pegawai BPR yang dapat mengoperasikan dan melakukan verifikasi aplikasi Laporan Bulanan. 3. Pejabat atau Pegawai BPR yang ditunjuk sebagai penanggungjawab untuk melakukan verifikasi ulang dan menyampaikan Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan ke Bank Indonesia. Verifikasi ulang oleh penanggungjawab diperlukan untuk meyakini kebenaran Laporan Bulanan sebelum dikirimkan kepada Bank Indonesia. 4. Pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur penyusunan dan penyampaian Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan. 5. Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer dan aplikasi yang digunakan serta data Laporan Bulanan. 6. Back up data Laporan Bulanan yang ditatausahakan dengan baik. III. FORMAT… Bulanan III. FORMAT DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN 1. Format dan tata cara penyusunan Laporan Bulanan berpedoman pada Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPR, yang merupakan lampiran dari Surat Edaran ini. 2. Prosedur pengoperasian aplikasi Laporan Bulanan diatur dalam petunjuk teknis aplikasi data entry dan petunjuk teknis aplikasi web BPR, yang merupakan lampiran dari Surat Edaran ini. IV. PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN BULANAN 1. BPR Pelapor menyampaikan Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya paling lambat tanggal 14 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 2. BPR Pelapor menyampaikan koreksi Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 3. BPR Pelapor menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR Pelapor untuk mendapatkan pengecualian penyampaian Laporan Bulanan secara on- line, dengan tembusan kepada kantor pusat BPR Pelapor, apabila BPR Pelapor merupakan kantor cabang. Contoh: BPR A berkantor pusat di Surabaya memiliki kantor cabang di Jember. Apabila kantor cabang BPR A tidak dapat menyampaikan Laporan… Laporan Bulanan secara on-line maka pemberitahuan untuk mendapatkan pengecualian penyampaian Laporan Bulanan secara on- line disampaikan oleh kantor cabang BPR A kepada Kantor Bank Indonesia Surabaya, dengan tembusan kepada kantor pusatnya. 4. Dalam hal BPR Pelapor menyampaikan Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan secara off-line, maka Laporan Bulanan disampaikan dengan menggunakan disket atau cd-rom disertai hasil validasi yang telah ditandatangani oleh penanggung jawab kepada Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusatnya. 5. Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah diterima oleh Bank Indonesia secara off-line, BPR Pelapor menyampaikan ulang disket atau cd-rom Laporan Bulanan setelah diminta oleh Bank Indonesia. 6. Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan yang disampaikan melampaui periode on-line hanya dapat disampaikan secara off-line dalam bentuk disket atau cd-rom disertai hasil validasi, kepada Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR Pelapor. Contoh: BPR A hanya dapat menyampaikan Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan secara on-line untuk data bulan Maret 2006, paling lama sampai dengan akhir bulan April 2006. 7. Yang dimaksud dengan hari libur terkait dengan penyampaian laporan bulanan secara off-line adalah hari libur nasional dan/atau hari libur setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. V. TATA… V. TATA CARA PENYELESAIAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR Pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dilakukan oleh kantor pusat BPR Pelapor secara tunai atau non tunai dengan cara sebagai berikut: 1. Pembayaran secara tunai a. bagi BPR Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, menyetor kepada Bagian (BPUK), Pengelolaan b. Uang Kas Keluar bagi BPR Pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a, menyetor kepada Kantor Bank Indonesia, pada setiap hari kerja, waktu layanan kas, pukul 08.00 s.d 12.00 waktu setempat (hari Senin s.d. Kamis) atau pukul 08.00 s.d 11.30 waktu setempat (hari Jumat), untuk untung rekening nomor 566. 000447 - “Rekening antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif BPR”. 2. Pembayaran secara non tunai a. Kliring Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447 - “Rekening antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif BPR”, dengan mencantumkan “pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX” pada kolom keterangan. b. BI-RTGS Transfer ditujukan ke rekening nomor 566. 000447 - “Rekening antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif BPR”, dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN)… (TRN) BIRBK566 dan pada kolom keterangan dicantumkan “pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX”. 3. BPR Pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka VI.1. VI. ALAMAT 1. Penyampaian Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan secara off-line, pemberitahuan tertulis untuk memperoleh pengecualian tidak menyampaikan Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan secara on-line dan penyampaian fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar ditujukan kepada: a. Direktorat Pengawasan BPR cq. Bagian Informasi, Dokumentasi dan Administrasi Pengawasan BPR (IDABPR), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10010, bagi BPR Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR Pelapor, bagi BPR Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 2. Penyampaian nama petugas, penanggungjawab dan nomor telepon serta perubahannya yang digunakan untuk menyampaikan Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan ditujukan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 1. 3. Pertanyaan yang berkaitan dengan aplikasi Laporan Bulanan disampaikan kepada help desk Bank Indonesia dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10010, telp. 021 – 381 8000 (hunting), fax 021 – 386 6071 atau email address: helpdesk@bi.go.id. VII. LAIN… VII. LAIN-LAIN BPR Pelapor melakukan pengkinian nama petugas dan penanggungjawab yang ditunjuk untuk menyusun dan menyampaikan Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka VI.1. VIII. PENUTUP Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 23 Februari 2006 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, IRMAN DJAJA DALIMI DIREKTUR PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DPBPR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/7/DPBPR|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat </reg_title> <set_date> 23 Februari 2006 </set_date> <effective_date> 23 Februari 2006 </effective_date> <related_reg> '7/51/PBI/2005' </related_reg>
No. 8/11/DPbS Jakarta, 7 Maret 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005 tentang Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan Tertentu dari Bank yang Disampaikan kepada Bank Indonesia Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/7/PBI/2006 tanggal 27 Februari 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/13/PBI/2005 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4606), perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005 tentang Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan Tertentu dari Bank yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, khususnya yang menyangkut aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) dan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sebagai berikut : I. PERUBAHAN … I. PERUBAHAN BEBERAPA KETENTUAN A. Ketentuan dalam Lampiran 10 tentang Pedoman Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum angka 2 huruf g diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : g. Investasi Subordinasi dalam Laporan bulanan bank Syariah adalah Pinjaman Subordinasi dan Obligasi Syariah Subordinasi, yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) berdasarkan prinsip mudharabah atau musyarakah; 2) ada perjanjian tertulis antara bank dengan investor; 3) mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia, dalam hubungan ini pada saat bank mengajukan permohonan persetujuan, bank harus menyampaikan program pembayaran kembali investasi subordinasi tersebut; 4) tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh; 5) minimal berjangka waktu 5 (lima) tahun; 6) pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia, dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank tetap sehat; dan 7) dalam hal terjadi likuidasi hak tagihnya berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada (kedudukannya sama dengan modal). B. Ketentuan dalam Lampiran 10a diubah sehingga penyaluran dana untuk pegawai/pensiunan dan usaha kecil disajikan tersendiri dan masing-masing diberi bobot risiko 50% untuk pegawai/pensiunan dan 85% untuk usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 Surat Edaran ini. C. Ketentuan … C. Ketentuan dalam Lampiran 10b angka I huruf B.4 diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Surat Edaran ini. D. Ketentuan tentang Pos-Pos LBUS yaitu Dana Investasi Tidak Terikat bagi Pos-Pos L/K Publikasi dalam Pedoman Penyusunan Neraca BUS dan Pedoman Penyusunan Neraca UUS untuk komponen Pasiva masing-masing dalam Lampiran 7 dan Lampiran 17 diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 dan Lampiran 4 Surat Edaran ini. II. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 7 Maret 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Siti Ch. Fadjrijah DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/11/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005 tentang Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan Tertentu dari Bank yang Disampaikan kepada Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 7 Maret 2006 </set_date> <effective_date> 7 Maret 2006 </effective_date> <changed_reg> '7/56/DPbS|SE-BI/2005' </changed_reg> <related_reg> '7/13/PBI/2005', '7/56/DPbS|SE-BI/2005', '8/7/PBI/2006' </related_reg>
No.7/ 57/DPbS Jakarta, 22 Desember 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Hubungan Antara Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah, Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4159), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/50/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4573), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/47/PBI/2005 tanggal 14 November 2005 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4564), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Hubungan Antara Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut : I. UMUM … I. UMUM 1. Pengertian Bank dalam Surat Edaran ini adalah Bank sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/50/PBI/2005 dan BPRS sebagaimana dimaksud 7/47/PBI/2005. dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2. Dalam rangka turut serta menciptakan disiplin pasar (market discipline) perlu diupayakan transparansi kondisi keuangan dan kinerja Bank sehingga dapat lebih memudahkan penilaian bagi kepentingan publik dan peserta pasar melalui publikasi laporan kepada masyarakat luas. 3. Dalam rangka meningkatkan integritas laporan keuangan Bank maka laporan Keuangan Tahunan Bank wajib diaudit oleh Akuntan Publik, dimana beraset diatas Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas kualitas hasil audit, maka Akuntan Publik yang mengaudit Bank harus terdaftar di Bank Indonesia serta dalam melakukan audit harus independen, kompeten, profesional dan objektif. 4. Komunikasi aktif dan transparan antara Akuntan Publik dengan pihak- pihak yang melakukan pengawasan yaitu Bank Indonesia dan Dewan Pengawas Syariah perlu dilakukan agar dapat dihasilkan informasi kondisi keuangan Bank yang optimal. Komunikasi dengan Dewan Pengawas Syariah diperlukan mengingat Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan prinsip syariah yang ada di Bank. khusus untuk BPRS yang wajib diaudit adalah BPRS yang II. PERSYARATAN … II. PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN PENDAFTARAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DAN AKUNTAN PUBLIK 1. Kantor Akuntan Publik serta Akuntan Publik (partner in charge) yang melakukan audit Bank wajib terdaftar di Bank Indonesia dengan memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan. 2. Persyaratan bagi Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan sebagai berikut : a. mempunyai izin praktek dari Menteri Keuangan ; b. tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak termasuk dalam daftar kredit macet ; c. memiliki akhlak dan moral yang baik ; d. memiliki pengalaman dan kompetensi audit di bidang perbankan ; e. sanggup secara terus menerus mengikuti program pendidikan di bidang akuntansi dan perbankan ; f. sanggup melakukan audit sesuai Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Kode Etik Profesi ; g. bersikap independen dan profesional dalam penugasan audit ; h. bersedia memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perbankan serta kondisi atau perkiraan kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank ; dan i. berkedudukan sebagai rekan (partner in charge) pada Kantor Akuntan … dimaksud pada angka 1 Akuntan Publik dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) dalam melakukan audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang- kurangnya 2 (dua) jenjang pengendalian atau supervisi yaitu Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan pengawas menengah yang melakukan pengawasan terhadap staf pelaksana ; 2) bersedia untuk menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) tentang pengendalian mutu bersangkutan. di Kantor Akuntan Publik yang 3. Akuntan Publik yang dapat melakukan audit terhadap Bank, selain terdaftar di BI dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, juga harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. memiliki pengetahuan dan atau pengalaman serta kompetensi audit dibidang perbankan dan atau keuangan syariah ; b. mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang operasional perbankan dan atau keuangan syariah ; Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dibuktikan dengan adanya sertifikat dipersamakan dengan itu dari lembaga yang kredibel dibidangnya. 4. Permohonan pendaftaran Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang akan melakukan audit terhadap Bank diajukan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir sesuai format pada Lampiran 1a dan disertai dengan dokumen : a. dokumen yang menyangkut Akuntan Publik : 1) daftar … atau surat tertentu, atau yang dapat 1) daftar riwayat hidup sesuai dengan formulir sesuai format pada Lampiran 1b ; 2) izin praktik dari Menteri Keuangan ; 3) ijazah pendidikan formal di bidang akuntansi ; 4) Nomor Pokok Wajib Pajak ; 5) sertifikat program pelatihan di bidang perbankan, termasuk sertifikat dibidang keuangan dan perbankan syariah ; 6) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak memiliki kredit macet di Bank ; 7) surat pernyataan kesanggupan untuk mengikuti secara terus menerus program pendidikan perbankan; 8) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik sanggup melakukan audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik Profesi, serta senantiasa bersikap independen dan profesional dalam melakukan penugasan audit ; 9) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik yang bersangkutan bersedia memberitahukan dan melaporkan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan, serta keadaan dan perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank ; dan 10) rekomendasi untuk pendaftaran di Bank Indonesia dari Ikatan Akuntan … di bidang akuntansi dan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) b. dokumen yang berkaitan dengan Kantor Akuntan Publik : 1) Nomor Pokok Wajib Pajak ; 2) izin praktik dari Menteri Keuangan Republik Indonesia bagi Akuntan Publik yang bertindak sebagai pimpinan Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan ; 3) bagan organisasi yang menunjukkan bahwa dalam melakukan audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) jenjang pengendalian atau supervisi yaitu Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan pengawas menengah yang melakukan pengawasan terhadap staf pelaksana ; dan 4) surat pernyataan bahwa Kantor Akuntan Publik bersedia untuk menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tentang pengendalian mutu di Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan. 5. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, Bank Indonesia melakukan : a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan b. wawancara terhadap Akuntan Publik, apabila diperlukan. 6. Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 5, diberikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari kalender sejak diterimanya permohonan tersebut secara lengkap. 7. Nama … 7. Nama Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia dicantumkan dalam homepage Bank Indonesia. 8. Setiap perubahan yang berkenaan dengan data dan informasi dari Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam angka 4 wajib dilaporkan secara tertulis oleh Akuntan Publik dan atau Kantor Akuntan Publik kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sejak terjadinya perubahan tersebut. III. KOMUNIKASI ANTARA KANTOR AKUNTAN PUBLIK, AKUNTAN PUBLIK, DEWAN PENGAWAS SYARIAH DAN BANK INDONESIA 1. Akuntan Publik dapat meminta informasi dari Bank Indonesia mengenai kondisi Bank yang diaudit dalam rangka persiapan dan pelaksanaan audit. Selain itu, Bank Indonesia dapat meminta informasi dari Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik meskipun perjanjian kerja antara Akuntan Publik dan Bank telah berakhir. 2. Bank harus memberikan kesempatan kepada Bank Indonesia agar dapat memiliki akses informasi langsung terhadap Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik dalam hal Bank Indonesia menganggap bahwa hal tersebut adalah dalam rangka melindungi integritas keuangan Bank atau dalam keadaan lain yang dianggap perlu dalam rangka pengawasan. 3. Dalam hal adanya perjanjian kerjasama antara Bank dengan pihak luar (outsourcing agreement), Bank harus memberikan kesempatan kepada Akuntan Publik yang bertugas sebagai auditor eksternal Bank untuk memperoleh akses terhadap informasi yang relevan yang diperlukan untuk memenuhi tanggung jawab pihak luar tersebut. Apabila diperlukan akses tersebut, antara lain adalah melakukan pemeriksaan ditempat penyedia … penyedia outsourcing (outsourcing provider), serta melaporkan hasilnya kepada Bank Indonesia, jika diminta. 4. Akuntan Publik sebelum menerbitkan laporan audit atas laporan keuangan Bank wajib memperoleh pendapat dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) mengenai ketaatan Bank terhadap pelaksanaan prinsip syariah. Dalam mengeluarkan pendapat mengenai ketaatan terhadap prinsip syariah harus mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia tentang Tugas dan Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS). 5. Apabila dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik menemukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan serta keadaan dan perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank, Akuntan Publik wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukan. Keadaan dan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank antara lain : a. Kekurangan Kewajiban Penyisihan Penyediaan Modal Minimum ; b. Kekurangan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang material ; c. Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit ; d. Kecurangan (fraud) yang bernilai material. 6. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud angka 5 tersebut diatas, harus disusun dengan menggunakan formulir sebagaimana diatur dalam Lampiran 2. Pemberitahuan tersebut bersifat rahasia, sampai dengan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia. IV. SANKSI … IV. SANKSI 1. Nama Akuntan Publik dihapuskan dari daftar Akuntan Publik di Bank Indonesia apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, diketahui bahwa Akuntan Publik : a. tidak memberitahukan temuan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam dalam Butir II.2.h dan atau Angka III. 5 kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukannya pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan atau keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank ; b. tidak menyampaikan tembusan Laporan Keuangan yang telah diaudit (audit report) kepada Bank Indonesia yang disertai dengan Surat Komentar (Management Letter) selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah Tahun Buku ; c. tidak memenuhi ketentuan rahasia Bank sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang dalam Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ; d. Akuntan Publik telah terbukti melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan, baik di Indonesia maupun di Negara lain atau memiliki kredit macet ; e. Akuntan Publik melakukan audit tidak sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik Profesi, serta tidak bersikap independen dan professional dalam melakukan penugasan audit … audit ; f. Sebelum mengeluarkan pendapat atas laporan audit Bank, Akuntan Publik tidak meminta pendapat dan atau memperoleh pendapat dari Dewan Pengawas Syariah mengenai ketaatan Bank terhadap prinsip syariah ; g. Akuntan Publik melakukan audit tidak sesuai dengan perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Peraturan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank dan Pasal 13 Peraturan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat Syariah ; h. Akuntan Publik yang merupakan anggota Kantor Akuntan Publik yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka II.2 huruf i angka 1) ; atau i. Izin praktik dari Menteri Keuangan telah dicabut. 2. Nama Kantor Akuntan Publik dihapuskan dari daftar Kantor Akuntan Publik di Bank Indonesia apabila terdapat 2 (dua) orang atau lebih Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge) dari Kantor Akuntan Publik yang sama dikenakan sanksi dan dihapuskan dari daftar Akuntan Publik di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Penghapusan nama Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik dari daftar di Bank Indonesia diberitahukan oleh Bank Indonesia kepada Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang bersangkutan serta dilaporkan kepada Ikatan Akuntan Indonesia dan Menteri Keuangan. V. ALAMAT … V. ALAMAT PENDAFTARAN AKUNTAN PUBLIK DAN PELAPORAN 1. Pendaftaran Akuntan Publik dilakukan dengan menggunakan formulir sesuai format dalam Lampiran 1a. dan ditujukan kepada Bank Indonesia dengan alamat : a. Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl.M.H.Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Akuntan Publik yang berkedudukan Jabotabek ; atau di b. Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl.M.H.Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Akuntan Publik yang berkedudukan di luar Jabotabek dengan tembusan pendaftaran disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. 2. Laporan keuangan yang telah diaudit (audit report) disertai dengan Surat Komentar (Management Letter) dan Laporan temuan mengenai pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan atau keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank disampaikan kepada Bank Indonesia : a. Up. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H.Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia ; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kantor pusat Bank Indonesia. VI. LAIN-LAIN 1. Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan Akuntan Publik dalam melakukan audit terhadap Bank, Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik harus meningkatkan kemampuan dan mengikuti program pendidikan dan pelatihan perbankan dan atau keuangan syariah yang diselenggarakan … diselenggarakan baik oleh Bank Indonesia atau pihak ketiga lainnya. 2. Berdasarkan penilaian terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik, Bank Indonesia dapat mengajukan usul kepada Menteri Keuangan dan Ikatan Akuntan Indonesia untuk pencabutan izin Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik. VII. KETENTUAN PERALIHAN Bagi Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang telah terdaftar di Bank Indonesia, apabila akan melaksanakan pemeriksaan terhadap Bank harus memenuhi persyaratan terlebih dahulu sebagaimana dimaksud dalam angka II.3. Dokumen yang berkaitan dengan persyaratan dimaksud adalah sertifikat program pelatihan keuangan dan perbankan syariah yang telah diikuti dari lembaga yang kredibel dibidangnya VIII. PENUTUP 1. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/32/DPNP perihal Hubungan Antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia tanggal 14 Desember 2001 , dinyatakan tidak berlaku bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah ; 2. Ketentuan pelaksanaan audit sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran ini mulai berlaku untuk pelaksanaan audit Tahun Buku 2005. 3. Ketentuan atas kewajiban Akuntan Publik untuk memperoleh pendapat Dewan Pengawas Syariah sebelum menerbitkan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Bank sebagaimana dimaksud dalam angka III.4, mulai berlaku untuk laporan keuangan tahunan posisi akhir tahun 2006. Ketentuan … Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 22 Desember 2005 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/57/DPbS|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Hubungan Antara Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah, Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 22 Desember 2005 </set_date> <effective_date> 22 Desember 2005 </effective_date> <replaced_reg> '3/32/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg> <related_reg> '3/22/PBI/2001', '7/50/PBI/2005', '7/47/PBI/2005' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No. 7/20/DPM Jakarta, 1 Juli 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/11/PBI/2005 tanggal 31 Maret 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4491), maka Bank Indonesia menetapkan marjin suku bunga penjaminan simpanan pihak ketiga dan pasar uang antar bank sebagai berikut: 1. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan 3 bulan 6 bulan Marjin (basis point) Ditambah 0 (nol) Ditambah 5 (lima) Ditambah 10 (sepuluh) 12 bulan Ditambah 25 (dua puluh lima) 24 bulan Ditambah 55 (lima puluh lima) dari … 2 dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir. 2. Marjin untuk Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam US Dollar ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan Marjin (basis point) 1 bulan Ditambah 97 (sembilan puluh tujuh) 3 bulan Ditambah 95 (sembilan puluh lima) 6 bulan Ditambah 90 (sembilan puluh) 12 bulan Ditambah 86 (delapan puluh enam) 24 bulan Ditambah 81 (delapan puluh satu) dari rata-rata suku bunga deposito dalam US Dollar bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya. 3. Marjin untuk maksimum Suku Bunga PUAB ditetapkan sebagai berikut : a. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan 0 (nol) basis point di atas rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 199 (seratus sembilan puluh sembilan) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/17/DPM tanggal 31 Mei 2005 perihal Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2005. Agar … 3 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/20/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 1 Juli 2005 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2005 </effective_date> <replaced_reg> '7/17/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '6/11/PBI/2004', '7/11/PBI/2005' </related_reg>
No. 6/1/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 SURAT EDARAN Perihal: Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363), maka dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga. I. Pengertian Umum 1. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS. 2. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI dan Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN yang ditatausahakan dalam BI-SSSS. 3. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka kegiatan Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT, pemberian fasilitas pendanaan Bank Indonesia … 2 Indonesia kepada Bank dan transaksi SUN untuk dan atas nama Pemerintah. 4. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah pihak pengelola BI-SSSS yang menyelenggarakan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan penatausahaannya termasuk Penatausahaan Surat Berharga. Dalam hal ini Penyelenggara BI-SSSS adalah Bank Indonesia. 5. Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah Bank Indonesia cq. Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter. 6. Penyelenggara Penatausahaan adalah Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang-Direktorat Pengelolaan Moneter. 7. Peserta BI-SSSS adalah Departemen Keuangan dan pihak-pihak yang melakukan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen transaksi Surat Berharga melalui sarana BI-SSSS. 8. Central Registry, yaitu Bank Indonesia cq. Bagian PTPU-DPM, yang melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. 9. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian, yang disetujui Bank Indonesia untuk melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 10. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara setelmen Surat Berharga melalui BI-SSSS dilakukan bersamaan dengan setelmen dana di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 11. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara setelmen Surat Berharga dilakukan melalui BI-SSSS, sedangkan setelmen dana dilakukan tidak secara … 3 secara bersamaan dengan setelmen Surat Berharga atau tanpa setelmen dana. 12. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk sebagai Bank pembayar atau Bank penerima dana oleh Peserta BI-SSSS yang bukan peserta Sistem BI-RTGS. 13. SSSS Central Computer yang selanjutnya disebut SCC adalah sistem komputer yang berada di lokasi Bank Indonesia, yang digunakan untuk melakukan pengendalian sistem terhadap semua penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan penatausahaan Surat Berharga serta fungsi BI-SSSS lainnya, yang terdiri dari SCC Utama dan SCC Back-up. 14. SCC Utama adalah SCC yang dipergunakan dalam kondisi normal. 15. SCC Back-up adalah SCC yang digunakan sebagai back-up apabila terjadi Keadaan Darurat yang menyebabkan Penyelenggara tidak dapat menggunakan SCC Utama. 16. Keadaan Darurat (force majeur) adalah situasi atau kondisi di luar normal sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tugas Peserta BI-SSSS dan atau Penyelenggara dan terjadi di luar kekuasaan dan kemampuan Peserta BI-SSSS dan atau Penyelenggara sehingga satuan kerja operasional tidak dapat melaksanakan tugasnya. 17. Automatic Bidding System Central Computer yang selanjutnya disebut BidCC, adalah bagian dari SCC, yang digunakan untuk melakukan pengendalian sistem terhadap semua Transaksi Dengan Bank Indonesia yang dilakukan oleh Peserta BI-SSSS. 18. SSSS Terminal yang selanjutnya disebut ST adalah sistem komputer yang berada di Lokasi Produksi Peserta BI-SSSS yang terhubung dengan SCC secara on-line yang digunakan Peserta BI-SSSS untuk melakukan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen transaksi … 4 transaksi Surat Berharga serta fungsi BI-SSSS lainnya, yang terdiri dari ST Server Utama, ST Server Back-up dan ST Workstation. 19. Lokasi Produksi adalah lokasi kantor Peserta BI-SSSS dimana Peserta BI-SSSS dapat melakukan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen transaksi Surat Berharga serta fungsi BI-SSSS lainnya. 20. ST Server Utama adalah perangkat komputer yang telah dipasang (installed) Aplikasi ST dan database BI-SSSS yang digunakan oleh Peserta BI-SSSS untuk memproses Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen transaksi Surat Berharga serta fungsi BI-SSSS lainnya dalam kondisi normal. 21. ST Server Back-up adalah perangkat komputer yang telah dipasang (installed) Aplikasi ST dan database BI-SSSS yang digunakan oleh Peserta BI-SSSS untuk memproses Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen transaksi Surat Berharga serta fungsi BI-SSSS lainnya dalam Keadaan Darurat yang menyebabkan Peserta BI-SSSS tidak dapat menggunakan ST Server Utama. 22. ST Workstation adalah perangkat komputer yang telah dipasang (installed) Aplikasi ST dan terhubung dengan ST Server Utama dan atau ST Server Back-up, yang digunakan Peserta BI-SSSS untuk melakukan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen transaksi Surat Berharga dan fungsi BI-SSSS lainnya. 23. Aplikasi SSSS Terminal yang selanjutnya disebut Aplikasi ST adalah program aplikasi kepesertaan BI-SSSS yang disediakan oleh Bank Indonesia, yang dipasang (installed) pada ST Peserta BI-SSSS untuk melakukan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen transaksi Surat Berharga serta fungsi BI-SSSS lainnya. 24. Scripless Securities Transfer System yang selanjutnya disebut SSTS adalah salah satu menu atau fungsi dalam Aplikasi ST Peserta BI-SSSS yang … 5 yang digunakan untuk mengirimkan data setelmen transaksi Surat Berharga kepada SCC. 25. Automatic Bidding System yang selanjutnya disebut ABS adalah salah satu menu atau fungsi dalam Aplikasi ST Peserta BI-SSSS yang digunakan untuk mengirimkan data Transaksi Dengan Bank Indonesia kepada BidCC. 26. Aplikasi ST terdiri dari ABS untuk melakukan Transaksi Dengan Bank Indonesia, SSTS untuk melakukan setelmen transaksi Surat Berharga di Pasar Sekunder, Supervisory yang berfungsi antara lain untuk mengajukan permohonan Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia serta Enquiry untuk melihat posisi dan informasi Surat Berharga. 27. Member Code adalah suatu code yang mengidentifikasikan Peserta BI- SSSS yang terkait dengan pelaksanaan transaksi dan setelmen melalui BI-SSSS. 28. Principal Member adalah Peserta BI-SSSS yang terdaftar sebagai peserta utama pada SCC. 29. Subsidiary Member adalah Peserta BI-SSSS yang terdaftar pada SCC sebagai peserta tambahan dari Principal Member. 30. Authenticator Text adalah suatu sarana pengaman (security) dengan masa berlaku selama periode tertentu yang menghubungkan antara ST dengan SCC dan berfungsi sebagai test key. 31. Administrative Messages adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari Penyelenggara kepada Peserta BI-SSSS atau sebaliknya, atau antar Peserta BI-SSSS. 32. Sistem Antrian adalah mekanisme yang mengatur urutan setelmen transaksi Surat Berharga dari Peserta BI-SSSS tertentu yang belum dapat dilakukan setelmennya oleh SCC atau SCC Back-up karena data belum matching dengan data lawan transaksi (counterparty) atau saldo rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS tidak mencukupi. 33. Metode … 6 33. Metode First Available First Out yang selanjutnya disebut metode FAFO adalah metode setelmen Surat Berharga dalam BI-SSSS dimana transaksi yang nilainya lebih kecil atau sama dengan saldo pada rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS akan diselesaikan terlebih dahulu. 34. Jam Operasional BI-SSSS adalah waktu dimana ST dapat menerima dari dan atau mengirimkan transaksi ke BidCC dan atau SCC. 35. Waktu Tutup BI-SSSS yang selanjutnya disebut cutoff time adalah waktu dimana ST tidak dapat lagi menerima dari dan atau mengirimkan transaksi ke BidCC dan atau SCC. 36. Disaster Recovery Center yang selanjutnya disebut DRC adalah back- up dari sistem yang digunakan untuk mendukung kegiatan pada mesin utama. 37. Contingency Plan adalah tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam hal BI-SSSS tidak dapat berfungsi. 38. Guest Bank adalah fasilitas ST yang disediakan oleh Penyelenggara sebagai back-up dalam Keadaan Darurat yang menyebabkan Peserta BI-SSSS tidak dapat menggunakan ST. II. Penyelenggara 1. Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia menggunakan sarana BidCC untuk melakukan kegiatan pelaksanaan transaksi OPT, pemberian Fasilitas Pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank serta transaksi SUN untuk dan atas nama Pemerintah. 2. Penyelenggara Penatausahaan menggunakan sarana SCC untuk melakukan kegiatan penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan penatausahaan Surat Berharga. III. Kepesertaan … 7 III. Kepesertaan A. Jenis Peserta Jenis Peserta BI-SSSS dibedakan menurut fungsi dalam BI-SSSS dan kepesertaan pada Sistem BI-RTGS adalah sebagai berikut : 1. Jenis Peserta BI-SSSS sesuai dengan fungsi yang dapat dilakukan pada BI-SSSS terdiri atas : a. Departemen Keuangan sebagai penerbit SUN dapat memperoleh informasi antara lain mengenai data posisi dan kepemilikan SUN, ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) SUN, kewajiban penerbit yang akan jatuh waktu dan aktivitas transaksi SUN di pasar sekunder, dengan menggunakan menu Supervisory–Issuer’s Enquiry. b. Peserta OPT yaitu Bank, lembaga perantara dan pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk dapat mengikuti kegiatan OPT dan melakukan pengiriman transaksi OPT yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dengan menggunakan menu ABS. c. Peserta Lelang SUN yaitu Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing serta Perusahaan Efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk dapat ikut serta dalam kegiatan lelang SUN yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, dengan menggunakan menu ABS. d. Pemilik rekening Surat Berharga di Central Registry yaitu Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia, yang dapat melakukan pengiriman data setelmen transaksi Surat Berharga dengan menggunakan menu SSTS. 2. Jenis … 8 2. Jenis Peserta BI-SSSS menurut kepesertaan pada Sistem BI-RTGS dapat dibedakan sebagai berikut : a. Peserta BI-SSSS yang sekaligus sebagai peserta Sistem BI- RTGS, memiliki ST maupun RTGS Terminal yang selanjutnya disebut RT. Melalui ST, Peserta dapat melakukan kegiatan transaksi dan setelmen Surat Berharga secara DVP yang penyelesaian pembayaran atau penerimaan dana di rekening giro Rupiah yang bersangkutan di Bank Indonesia dilakukan melalui Sistem BI-RTGS. b. Peserta BI-SSSS yang bukan peserta Sistem BI-RTGS, memiliki ST namun tidak memiliki RT. Melalui ST, Peserta melakukan kegiatan setelmen Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen Surat Berharga secara DVP yang penyelesaian pembayaran atau penerimaan dana dilakukan melalui rekening giro Rupiah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk oleh yang bersangkutan sebagai Bank Pembayar. Peserta BI-SSSS yang bukan peserta Sistem BI-RTGS terdiri atas : 1) Departemen Keuangan sebagai penerbit SUN. 2) Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing serta Perusahaan Efek yang bertindak sebagai lembaga perantara (broker) yang berfungsi sebagai Peserta OPT dan atau Peserta Lelang SUN untuk kepentingan nasabahnya. 3) Perusahaan Efek yang bertindak sebagai broker dealer yang berfungsi sebagai Peserta Lelang SUN untuk kepentingan diri sendiri dan atau nasabahnya. 4) Sub-Registry sebagai pemilik rekening Surat Berharga atas nama nasabah. B. Persyaratan … 9 B. Persyaratan Menjadi Peserta BI-SSSS Calon Peserta BI-SSSS yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam butir A, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Memiliki sarana dan prasarana BI-SSSS serta back-up yang ditentukan oleh Bank Indonesia. 2. Menandatangani “Perjanjian Penggunaan BI-SSSS antara Bank Indonesia dengan Peserta BI-SSSS”. C. Tata Cara Pengajuan Permohonan Menjadi Peserta BI-SSSS 1. Tata Cara Pengajuan Permohonan menjadi Peserta BI-SSSS bagi peserta Sistem BI-RTGS a. Bagi peserta Sistem BI-RTGS yang memiliki fungsi sebagai peserta OPT, peserta lelang SUN, dan atau pemilik rekening Surat Berharga di Central Registry, wajib mengajukan surat permohonan kepada Penyelenggara Penatausahaan sebagaimana contoh dalam Lampiran 1a, dengan alamat sebagai berikut : Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Gedung B Lantai 11, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10010. Khusus bagi pemohon dengan kantor pusat berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) (di luar wilayah DKI Jakarta, Depok, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi), wajib menyampaikan tembusan permohonan tersebut kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dilengkapi dengan informasi sesuai persyaratan. b. Surat … 10 b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir a, wajib dilengkapi dengan : 1) Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam Lampiran 2a. 2) fotokopi surat penunjukan sebagai Peserta Lelang SUN bagi Peserta Lelang SUN. c. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir a yang diterima dengan lengkap dan benar, Penyelenggara Penatausahaan mengirimkan surat pemberitahuan persetujuan Peserta BI-SSSS, dengan melampirkan Perjanjian Penggunaan BI-SSSS sebagaimana contoh Lampiran 3. d. Selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif pengaktifan Peserta BI-SSSS, yang bersangkutan wajib menyampaikan dokumen Perjanjian Penggunaan BI-SSSS yang telah ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang kepada Penyelenggara Penatausahaan dalam rangkap 2 (dua). e. Peserta BI-SSSS menerima 1 (satu) eksemplar dokumen Perjanjian Penggunaan BI-SSSS setelah lengkap ditandatangani oleh Pejabat Bank Indonesia yang berwenang. 2. Tata Cara Pengajuan Permohonan Peserta BI-SSSS bagi yang Bukan Peserta Sistem BI-RTGS a. Sub-Registry 1) Sub-Registry yang telah disetujui oleh Bank Indonesia mengajukan surat permohonan menjadi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam Lampiran 1b, kepada Penyelenggara Penatausahaan dengan alamat sebagai berikut : Bank … 11 Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Gedung B Lantai 11, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10010. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) wajib dilengkapi dengan : a) Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam Lampiran 2a, termasuk data dan konfirmasi Bank Pembayar untuk melakukan setelmen dana maksimum 10 (sepuluh) Bank sebagaimana contoh dalam Lampiran 2b. Bagi Sub-Registry Bank, informasi peserta mencakup pula pilihan sebagai Principal Member atau Subsidiary Member dari ST Bank yang bersangkutan. b) Fotokopi surat persetujuan menjadi Sub-Registry dari Bank Indonesia. 3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) yang diterima secara lengkap dan benar, Penyelenggara Penatausahaan mengirimkan surat pemberitahuan persetujuan Peserta BI-SSSS, dengan melampirkan Perjanjian Penggunaan BI-SSSS sebagaimana contoh Lampiran 3, atau Addendum Perjanjian Penggunaan BI-SSSS bagi Sub-Registry Bank. 4) Selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif pengaktifan Peserta BI-SSSS, Sub-Registry wajib menyampaikan kepada Penyelenggara Penatausahaan dokumen sebagai berikut : a). Perjanjian … 12 a) Perjanjian atau Addendum Perjanjian Penggunaan BI- SSSS yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam rangkap 2 (dua); dan Bagi Sub-Registry Bank yang memilih sebagai Principal Member, disertai pula dokumen sebagai berikut : b) surat kuasa penunjukan pegawai yang diberi wewenang untuk menyerahkan dan mengambil data Authenticator Text kepada dan dari Penyelenggara Penatausahaan, sebagaimana contoh dalam Lampiran 4; dan c) surat penyerahan 3 (tiga) Authenticator Text sebagaimana contoh dalam Lampiran 5 dalam amplop tertutup yang dilak dan disegel. 5) Pada saat menyerahkan informasi Authenticator Text sebagaimana dimaksud dalam butir 4) c), Sub-Registry sebagai Principal Member wajib mengambil data 2 (dua) Authenticator Text dari Penyelenggara Penatausahaan. 6) Selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif pengaktifan Peserta BI-SSSS, Sub-Registry sebagai principal member wajib melakukan input seluruh data 5 (lima) Authenticator Text pada ST yang bersangkutan. 7) Peserta BI-SSSS menerima 1 (satu) eksemplar dokumen Perjanjian atau Addendum Perjanjian Penggunaan BI-SSSS setelah lengkap ditandatangani oleh Pejabat Bank Indonesia yang berwenang. b. Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing serta Perusahaan Efek 1) Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing serta Perusahaan Efek yang memenuhi kriteria dan persyaratan, mengajukan … 13 mengajukan surat permohonan sebagaimana contoh dalam Lampiran 1c, kepada Penyelenggara Penatausahaan dengan alamat sebagai berikut : Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Gedung B Lantai 11, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10010. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) wajib dilengkapi dengan : a) Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam Lampiran 2a, termasuk lampiran sebagai berikut : i. konfirmasi dari Bank Pembayar untuk melakukan setelmen pembayaran atas kewajiban atau biaya penggunaan BI-SSSS, sebagaimana contoh dalam Lampiran 2a; dan ii. konfirmasi dari Bank mengenai Broker Bidding Limit kepada Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing dan atau Perusahaan Efek yang bertindak sebagai broker, sebagaimana contoh dalam Lampiran 2b. Ketentuan mengenai Broker Bidding Limit dijelaskan lebih lanjut dalam butir V.A.1. iii. konfirmasi dari Sub-Registry mengenai persetujuan pelaksanaan setelmen pembelian Surat Berharga bagi nasabah Sub-Registry yang mengajukan penawaran lelang melalui Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing dan atau Perusahaan Efek … 14 Efek yang bertindak sebagai broker, sebagaimana contoh dalam Lampiran 2c. Ketentuan mengenai konfirmasi Sub-Registry dijelaskan lebih lanjut dalam butir V.A.2. b) Fotokopi surat penunjukan sebagai peserta lelang SUN bagi peserta lelang SUN. 3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) yang diterima secara lengkap dan benar, Penyelenggara Penatausahaan mengirimkan surat pemberitahuan persetujuan Peserta BI-SSSS, dengan melampirkan Perjanjian Penggunaan BI-SSSS sebagaimana contoh Lampiran 3. 4) Selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif pengaktifan Peserta BI-SSSS, yang bersangkutan wajib menyampaikan kepada Penyelenggara Penatausahaan, dokumen-dokumen sebagai berikut : a) Perjanjian Penggunaan BI-SSSS dalam rangkap 2 (dua) yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang; b) Surat kuasa penunjukan pegawai yang diberi wewenang untuk menyerahkan dan mengambil data Authenticator Text kepada dan dari Penyelenggara Penatausahaan, sebagaimana contoh dalam Lampiran 4; dan c) surat penyerahan 3 (tiga) Authenticator Text sebagaimana contoh dalam Lampiran 5 dalam amplop tertutup yang dilak dan disegel. 5) Pada saat menyerahkan informasi Authenticator Text sebagaimana dimaksud dalam butir 4) c), Peserta BI-SSSS wajib mengambil data 2 (dua) Authenticator Text dari Penyelenggara Penatausahaan. 6) Selambat- … 15 6) Selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif pengaktifan, Peserta BI-SSSS wajib melakukan input seluruh data 5 (lima) Authenticator Text pada ST yang bersangkutan. 7) Peserta BI-SSSS menerima 1 (satu) eksemplar dokumen Perjanjian Penggunaan BI-SSSS setelah lengkap ditandatangani oleh Pejabat Bank Indonesia yang berwenang. D. Perubahan Data Peserta BI-SSSS 1. Dalam hal terdapat perubahan data Peserta BI-SSSS, yang bersangkutan wajib menyampaikan data perubahan kepada Penyelenggara Penatausahaan selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan dengan menggunakan formulir Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam Lampiran 2a. 2. Khusus dalam hal terdapat perubahan data konfirmasi Bank mengenai Broker Bidding Limit, Peserta BI-SSSS wajib menyampaikan kepada Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia dengan tembusan kepada Penyelenggara Penatausahaan. E. Pemeliharaan Data Authenticator Text bagi Peserta BI-SSSS yang bukan Peserta Sistem BI-RTGS 1. Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tanggal jatuh waktu (expired date) Authenticator Text, Penyelenggara Penatausahaan mengirimkan pemberitahuan melalui Administrative Messages kepada Peserta BI-SSSS, untuk menyerahkan dan mengambil data Authenticator Text yang baru sebagai pengganti data yang akan jatuh waktu (expired). 2. Selambat- … 16 2. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tanggal jatuh waktu (expired date) Authenticator Text, Peserta BI-SSSS wajib menyerahkan dan mengambil data Authenticator Text yang akan berlaku kemudian (reserved) kepada dan dari Penyelenggara Penatausahaan. 3. Penyerahan dan pengambilan data Authenticator Text sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dilakukan oleh pegawai yang ditunjuk Peserta BI-SSSS sesuai surat kuasa yang telah diberikan kepada Penyelenggara Penatausahaan. 4. Segera setelah menerima Authenticator Text Penyelenggara, Peserta BI-SSSS wajib melakukan input seluruh data 5 (lima) Authenticator Text pada ST yang bersangkutan. F. Status Kepesertaan BI-SSSS Status kepesertaan BI-SSSS terdiri atas aktif (active), diberhentikan sementara (suspend) dan diberhentikan secara permanen (close) dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Active Peserta BI-SSSS dengan status kepesertaan active, berhak melakukan seluruh kegiatan sesuai dengan jenis dan fungsi Peserta BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir III. A.1. 2. Suspend Peserta BI-SSSS dengan status kepesertaan suspend, tidak dapat melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau setelmen transaksi Surat Berharga, kecuali kegiatan untuk memperoleh informasi yang terdapat dalam BI-SSSS. a. Kriteria … 17 a. Kriteria Suspend Kriteria yang menyebabkan terjadinya perubahan status dari kepesertaan active menjadi suspend berdasarkan hal-hal sebagai berikut: 1) Berdasarkan keputusan atau permintaan tertulis dari instansi atau pihak yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Peserta BI-SSSS. 2) Berdasarkan pengawasan Penyelenggara, Peserta BI- SSSS tidak memenuhi ketentuan terkait yang berlaku dan atau melanggar kewajiban yang tercantum dalam Perjanjian Penggunaan BI-SSSS. b. Persyaratan pengaktifan Peserta BI-SSSS dengan status kepesertaan suspend Pengaktifan kembali status Peserta BI-SSSS dengan status kepesertaan suspend menjadi active dapat dilakukan Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Dalam hal status suspend diberikan atas permintaan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) maka pengaktifan kembali status Peserta BI-SSSS dilakukan berdasarkan permohonan tertulis dari instansi atau pihak ketiga yang semula mengajukan permohonan suspend. 2) Berdasarkan pengawasan Penyelenggara, Peserta BI- SSSS telah memenuhi kembali ketentuan yang berlaku dan atau kewajibannya sesuai Perjanjian Penggunaan BI- SSSS. 3. Close Peserta BI-SSSS dengan status kepesertaan close tidak dapat melakukan seluruh kegiatan operasional BI-SSSS. a. Kriteria … 18 a. Kriteria Close Kriteria yang menyebabkan terjadinya perubahan status dari kepesertaan active menjadi close atau dari suspend menjadi close berdasarkan hal-hal sebagai berikut : 1) permintaan secara tertulis dari Peserta BI-SSSS yang bersangkutan; atau 2) permintaan tertulis dari pihak atau instansi yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Peserta BI- SSSS. 3) Peserta BI-SSSS yang sekaligus sebagai peserta Sistem BI-RTGS yang status kepesertaannya sebagai peserta Sistem BI-RTGS adalah close. b. Hal-hal yang harus dipenuhi Peserta BI-SSSS sebelum status kepesertaannya menjadi close Dalam hal status kepesertaan Peserta BI-SSSS menjadi close maka yang bersangkutan wajib menyelesaikan seluruh kewajibannya termasuk pelunasan fasilitas pendanaan yang diperoleh dari Bank Indonesia, second leg transaksi repo atau agunan (pledge) yang masih outstanding, serta menihilkan saldo rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS dengan cara sebagai berikut : 1) Dalam hal status kepesertaan close dilakukan berdasarkan permintaan Peserta BI-SSSS, yang bersangkutan wajib memindahkan saldo Surat Berharga secara FoP ke rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS lainnya yang ditunjuk. 2) Dalam hal status kepesertaan close dilakukan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia dan atau permintaan dari pihak atau instansi yang berwenang melakukan … 19 melakukan pengawasan terhadap Peserta BI-SSSS, Penyelenggara Penatausahaan melakukan pemindahan saldo Surat Berharga Peserta BI-SSSS ke rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS yang telah ditetapkan oleh pihak yang mengajukan permintaan status close kepesertaan Peserta BI-SSSS dimaksud. Dalam hal terdapat Peserta BI-SSSS yang mengalami perubahan status kepesertaan maka Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut : a. mengumumkan perubahan status Peserta BI-SSSS dimaksud kepada seluruh Peserta BI-SSSS melalui sarana Administrative Messages atau sarana lainnya pada hari yang sama dengan diberlakukannya perubahan status kepesertaan; dan b. mengirimkan pemberitahuan tertulis dengan alasan perubahan status kepesertaan kepada Peserta BI-SSSS yang bersangkutan. G. Hubungan Status Kepesertaan BI-SSSS dengan Status Kepesertaan Sistem BI-RTGS Dalam hal Peserta BI-SSSS adalah peserta Sistem BI-RTGS maka berlaku ketentuan status kepesertaan BI-SSSS sebagai berikut : 1. Status kepesertaan suspend atau close Peserta BI-SSSS tidak secara otomatis menyebabkan perubahan status kepesertaan pada Sistem BI-RTGS. 2. Status kepesertaan peserta Sistem BI-RTGS yaitu ditangguhkan (suspend) dan dibekukan (freeze) tidak secara otomatis menyebabkan perubahan status kepesertaan pada BI-SSSS. Namun demikian, kegiatan Peserta BI-SSSS dimaksud menjadi terbatas, dengan kondisi sebagai berikut : a. Dalam … 20 a. Dalam kondisi status kepesertaan di Sistem BI-RTGS suspend, Peserta BI-SSSS tidak dapat melakukan pembelian Surat Berharga secara DVP karena tidak dapat melakukan setelmen dana kepada pihak penjual melalui Sistem BI-RTGS. b. Dalam kondisi status kepesertaan di Sistem BI-RTGS freeze, Peserta BI-SSSS tidak dapat melakukan setelmen dana baik untuk pembelian maupun penjualan Surat Berharga secara DVP. Dalam hal Peserta BI-SSSS dimaksud menerima pembayaran kupon atau bonus dan pelunasan pokok Surat Berharga atau nominal FASBI atau SWBI pada saat jatuh waktu maka dana tersebut akan dikreditkan dalam rekening giro Rupiah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang atau rekening giro Rupiah penampungan (escrow account) Bank Indonesia. 3. Status kepesertaan close pada Sistem BI-RTGS secara otomatis akan mengakibatkan status kepesertaan Peserta BI-SSSS menjadi close. IV. Waktu dan Kegiatan Operasional BI-SSSS A. Waktu Operasional BI-SSSS 1. Bank Indonesia menyelenggarakan operasional BI-SSSS setiap hari kerja, kecuali ditetapkan lain. 2. Jam Operasional BI-SSSS mengikuti jam operasional Sistem BI- RTGS kecuali saat tutup BI-SSSS lebih awal dari saat tutup Sistem BI-RTGS. Jam Operasional BI-SSSS adalah sebagai berikut : Buka sistem Cutoff warning Pre-cutoff : 06.30 WIB : 17.00 WIB : 18.00 WIB Tutup … 21 Tutup sistem atau cutoff time : 18.30 WIB 3. Perpanjangan Jam Operasional BI-SSSS a. Jam Operasional BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir 2 berlaku dalam kondisi normal, dan dapat berubah atau diperpanjang dalam hal adanya permintaan dari Peserta Sistem BI-RTGS dan atau kebijakan Bank Indonesia. b. Perpanjangan Jam Operasional BI-SSSS berdasarkan kebijakan Bank Indonesia dilakukan dalam hal : 1) Adanya kerusakan pada BI-SSSS dan atau Sistem BI-RTGS; 2) Adanya kebijakan yang menyebabkan Bank Indonesia harus melakukan pembukuan melebihi Jam Operasional BI-SSSS. 4. Dalam hal hari dan Jam Operasional ditetapkan lain termasuk perubahan dan perpanjangan Jam Operasional, Penyelenggara Penatausahaan akan memberitahukan kepada seluruh Peserta BI- SSSS melalui Administrative Messages dan sarana informasi lainnya. B. Kegiatan Operasional BI-SSSS 1. Kegiatan dari saat buka sistem SCC sampai dengan cutoff warning a. Setelah SCC dibuka, Peserta BI-SSSS dapat melakukan log-on ke SCC. b. Bagi Peserta BI-SSSS yang juga sebagai peserta Sistem BI- RTGS, proses log-on ke SCC belum dapat dilakukan sebelum RT yang bersangkutan melakukan log-on ke RTGS Central Computer (RCC). c. Apabila dalam jangka waktu 15 menit ST tidak dapat melakukan log-on ke SCC melalui sarana komunikasi leased line maka Peserta BI-SSSS segera melakukan log-on dengan sarana komunikasi dial-up. d. Transaksi- … 22 d. Transaksi-transaksi melalui BI-SSSS yang dapat dilakukan dalam periode ini meliputi antara lain transaksi dengan menu ABS, SSTS, Enquiry dan Supervisory. e. Bagi Bank Peserta BI-SSSS yang memiliki limit Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI dapat menggunakan FLI selama periode buka sistem SCC sampai dengan cutoff warning. 2. Kegiatan dari saat cutoff warning sampai dengan pre-cutoff a. Saat cutoff warning, Bank Indonesia melakukan special gridlock resolution untuk setelmen dana di Sistem BI-RTGS, yaitu menyelesaikan seluruh sistem antrian transaksi peserta Sistem BI-RTGS berdasarkan kecukupan dana, dan secara otomatis sistem akan membatalkan transaksi yang belum berhasil karena saldo dana tidak mencukupi. Dengan demikian transaksi BI- SSSS secara DVP dengan status Settlement Pending (SP) di Sistem BI-RTGS akan dibatalkan secara otomatis apabila dana tidak cukup. b. Peserta BI-SSSS hanya dapat melakukan kegiatan enquiry data. c. Pelunasan FLI di Sistem BI-RTGS dilakukan secara otomatis d. Penyelenggara melakukan setelmen SBI-Repo yang telah disetujui oleh Bank Indonesia. e. Bank Peserta BI-SSSS dapat mengajukan permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut FPJP atau Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah yang selanjutnya disebut FPJPS kepada Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia. 3. Kegiatan … 23 3. Kegiatan dari saat pre-cutoff sampai dengan cutoff time a. Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia memproses permohonan FPJP atau FPJPS yang diterima dari Bank Peserta BI-SSSS. b. Bank Peserta BI-SSSS melakukan koreksi atas permohonan FPJP atau FPJPS yang telah diajukan sebelumnya. c. Penyelenggara Penatausahaan melakukan proses setelmen untuk persetujuan FPJP atau FPJPS, serta konversi dari FLI yang tidak dapat dilunasi menjadi FPJP. d. Bagi Bank Peserta BI-SSSS yang tidak dapat melunasi kewajiban FPJP atau FPJPS jatuh waktu atau melakukan perpanjangan FPJP dan FPJPS, sistem secara otomatis akan memindahkan agunan FPJP atau FPJPS dari sub rekening BI- Facility ke sub rekening BI-Special Account, sebagaimana dimaksud dalam butir V.B.3.c dan V.B.3.d. e. Peserta BI-SSSS hanya dapat melakukan kegiatan enquiry data. f. Bagi Peserta Sub-Registry dapat melakukan pengiriman data posisi individual nasabah ke SCC melalui menu Supervisory - Upload Report Data. 4. Cutoff time Cutoff time BI-SSSS dilaksanakan pukul 18.30 WIB. Pada saat ini, seluruh transaksi yang dikirimkan Peserta BI-SSSS melalui ST kepada Penyelenggara tidak dapat diproses. V. Transaksi … 24 V. Transaksi dan Penatausahaan Surat Berharga A. Transaksi Lelang Surat Berharga 1. Penetapan Broker Bidding Limit oleh Bank Peserta BI-SSSS a. Dalam hal Bank Peserta BI-SSSS menunjuk perantara (broker) untuk melakukan pengajuan penawaran lelang Surat Berharga dan atau transaksi OPT untuk dan atas nama yang bersangkutan dan Bank bersedia didebet rekening giro Rupiah miliknya di Bank Indonesia, Bank wajib menetapkan batas maksimum nominal penawaran (broker bidding limit) per hari bagi broker dimaksud. b. Penetapan broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam butir a, wajib diatur dalam perjanjian tersendiri antara Bank dengan broker dengan format perjanjian diserahkan kepada masing-masing Peserta BI-SSSS sesuai dengan kebutuhan. c. Broker bidding limit merupakan jumlah nominal persetujuan bidding per hari dari Bank kepada broker untuk melakukan penawaran lelang Surat Berharga dan atau transaksi OPT atas nama Bank dimaksud. d. Bank wajib membuat surat konfirmasi broker bidding limit sebagaimana contoh dalam Lampiran 2c kepada broker yang ditunjuk. e. Broker yang ditunjuk wajib menyerahkan surat konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam butir d kepada Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.2.b.2)a)ii. 2. Persetujuan … 25 2. Persetujuan Setelmen Pembelian Surat Berharga oleh Sub-Registry a. Dalam hal nasabah bukan Bank menunjuk perantara (broker) untuk melakukan pengajuan penawaran lelang pembelian Surat Berharga dan atau transaksi OPT untuk dan atas nama yang bersangkutan, broker wajib memperoleh konfirmasi dari Sub- Registry yang akan melakukan pencatatan kepemilikan Surat Berharga bagi nasabah dimaksud. b. Konfirmasi dari Sub-Registry kepada broker sebagaimana contoh dalam Lampiran 2d, merupakan persetujuan pelaksanaan setelmen pembelian Surat Berharga dengan melakukan setelmen dana atas beban Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry. c. Broker wajib menyerahkan surat konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam butir b kepada Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.2.b.2)a)iii. 3. Tatacara pengajuan penawaran Lelang Surat Berharga a. Kegiatan transaksi lelang Surat Berharga dengan Bank Indonesia dilakukan dengan menggunakan menu ABS pada ST Peserta BI-SSSS. b. Melalui sarana BidCC, Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia mengumumkan pelaksanaan lelang Surat Berharga kepada Peserta BI-SSSS sesuai ketentuan yang berlaku. c. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam butir b antara lain mencakup informasi mengenai ketentuan dan persyaratan lelang Surat Berharga, periode pelaksanaan lelang (window time) serta daftar Peserta BI-SSSS yang dapat mengikuti lelang Surat Berharga. d. Dalam … 26 d. Dalam periode pelaksanaan lelang, Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia menetapkan waktu pre-closing yaitu 1 (satu) jam sebelum lelang ditutup (closing). e. Berdasarkan pengumuman lelang Surat Berharga yang diterima dari BidCC sebagaimana dimaksud dalam butir b, Peserta BI-SSSS mengajukan penawaran lelang sesuai ketentuan yang berlaku. f. Bank Peserta BI-SSSS dapat mengajukan penawaran lelang melalui broker yang telah ditunjuk. g. Peserta BI-SSSS sebagai broker mengajukan penawaran lelang atas nama Bank Peserta BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir f sesuai dengan broker bidding limit yang diberikan oleh Bank dimaksud. h. Dalam hal nominal pengajuan penawaran lelang per hari yang dilakukan oleh broker telah melampaui broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam butir g, penawaran lelang dimaksud dibatalkan secara otomatis oleh sistem. i. Dalam hal pengajuan penawaran lelang oleh Peserta BI-SSSS tidak sesuai dengan ketentuan dan persyaratan lelang Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam butir c maka transaksi yang bersangkutan akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem. j. Peserta BI-SSSS menerima pengumuman hasil lelang Surat Berharga melalui sarana Administrative Messages. k. Setelmen hasil pemenang lelang Surat Berharga dilakukan oleh Penyelenggara Penatausahaan sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir C.3.a dan C.3.b. B. Pencatatan … 27 B. Pencatatan kepemilikan Surat Berharga 1. Pencatatan kepemilikan Surat Berharga dalam BI-SSSS dilakukan secara two tier system sebagai berikut : a. Central Registry, yaitu Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang-Direktorat Pengelolaan Moneter, melakukan fungsi pencatatan kepemilikan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui Bank Indonesia sebagai pemilik rekening Surat Berharga di Central Registry; b. Sub-Registry, yaitu Bank dan lembaga kustodian yang disetujui Bank Indonesia untuk melakukan pencatatan dan perubahan kepemilikan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 2. Pencatatan kepemilikan Surat Berharga dalam BI-SSSS adalah sebagai berikut : a. Pemilik rekening Surat Berharga di Central Registry, dibedakan atas residen (own resident) dan bukan residen (own non-resident). b. Pemilik Surat Berharga di Sub-Registry dibedakan atas : 1) status residen yang terdiri dari nasabah residen (client resident) dan nasabah bukan residen (client non-resident); dan 2) tipe investor yang terdiri dari perusahaan asuransi (insurance), reksadana (mutual fund), dana pensiun (pension fund), yayasan (foundation), perusahaan sekuritas (securities company), perusahaan (corporate), lembaga keuangan (financial institution), perorangan (individual) dan lainnya (others). 3. Pencatatan dalam rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS dapat dibedakan atas sub-rekening sebagai berikut : a. Investasi … 28 a. Investasi (investment) yaitu sub-rekening untuk menampung pencatatan kepemilikan Surat Berharga yang diperoleh Bank dalam rangka program Pemerintah antara lain program rekapitalisasi perbankan; b. Perdagangan atau aktif (active) yaitu sub-rekening untuk menampung pencatatan kepemilikan Surat Berharga yang dapat diperdagangkan baik yang berasal dari sub-rekening investasi maupun hasil pembelian Surat Berharga di pasar perdana dan di pasar sekunder; c. Jaminan atau agunan dalam rangka fasilitas pendanaan Bank Indonesia (BI-Facility) yaitu sub-rekening untuk menampung pencatatan Surat Berharga yang dijaminkan atau diagunkan Bank Peserta BI-SSSS sebagai berikut : 1) untuk mencatat jaminan FLI (hold FLI); 2) untuk mencatat agunan FPJP (hold FPJP); 3) untuk mencatat agunan FPJPS (hold FPJPS); d. Agunan dalam proses eksekusi (BI-Special Account) yaitu sub- rekening untuk menampung agunan atas fasilitas pendanaan Bank Indonesia dalam kondisi Bank peminjam wanprestasi. e. Agunan (pledge) antar Peserta BI-SSSS dibedakan atas sub- rekening : 1) untuk mencatat agunan yang diberikan kepada Peserta BI-SSSS lain (pledge-out); 2) untuk mencatat agunan yang diterima dari Peserta lain (pledge- in). f. Collateral borrowing dibedakan atas sub-rekening : 1) untuk mencatat agunan yang diberikan kepada Peserta lain dalam rangka transaksi repo untuk memperoleh pinjaman (collateral borrowing-out atau CB-Out); 2) untuk … 29 2) untuk mencatat agunan yang diterima dari Peserta lain dalam rangka transaksi repo untuk pemberian pinjaman (collateral borrowing-in atau CB-In). 4. Pencatatan Surat Berharga pada sub-rekening pledge-in dan CB-In sebagaimana dimaksud dalam butir 3.e.2) dan butir 3.f.2) adalah informasi pencatatan Surat Berharga bagi Peserta BI-SSSS penerima agunan, namun status kepemilikan tetap pada Peserta BI-SSSS pemberi agunan. 5. Surat Berharga yang dijaminkan dan diagunkan Peserta BI-SSSS baik kepada Bank Indonesia dalam rangka fasilitas pendanaan yang diterima maupun kepada Peserta BI-SSSS lainnya, tidak dapat digunakan untuk tujuan lain. 6. Posisi rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS mengalami perubahan dalam hal Peserta BI-SSSS melakukan kegiatan sebagai berikut : a. Pembelian Surat Berharga di pasar perdana; b. Pembelian dan Penjualan Surat Berharga di pasar sekunder secara outright dan repo sell buy-back; c. Perpindahan kepemilikan Surat Berharga secara FoP dalam rangka hibah, warisan, pelunasan kewajiban dari dan kepada Bank Indonesia atau Pemerintah; d. Perpindahan inhouse transfer yaitu perpindahan pencatatan Surat Berharga dalam rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS untuk kegiatan sebagai berikut : 1) perpindahan pencatatan Surat Berharga dari sub-rekening investasi ke sub-rekening aktif bagi Bank Peserta BI-SSSS peserta program rekapitalisasi perbankan yang akan melakukan perdagangan, perpindahan kepemilikan atau pengagunan SUN kepada Peserta BI-SSSS lainnya; 2) transaksi … 30 2) transaksi repo collateralized borrowing dengan perpindahan pencatatan Surat Berharga dari sub-rekening aktif ke sub- rekening collateral borrowing-out atau sebaliknya; 3) transaksi agunan antar Peserta BI-SSSS dengan perpindahan pencatatan Surat Berharga dari sub-rekening aktif ke sub- rekening pledge-out atau sebaliknya; 4) transaksi dalam rangka Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia dengan perpindahan pencatatan Surat Berharga dari sub- rekening aktif ke sub-rekening BI-Facility atau sebaliknya; 5) transaksi antar nasabah pada Sub-Registry yang sama untuk nasabah dengan klasifikasi tipe investor dan atau status residen berbeda. C. Kliring dan Setelmen Transaksi Surat Berharga 1. Prinsip Kliring dan Setelmen a. Setelmen transaksi Surat Berharga adalah setelmen yang terdiri dari setelmen Surat Berharga dan setelmen dana, atau setelmen Surat Berharga tanpa setelmen dana. b. Setelmen Surat Berharga adalah perpindahan kepemilikan Surat Berharga antar pemilik rekening Surat Berharga yang tercatat dalam BI-SSSS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS. c. Setelmen dana adalah perpindahan dana antar pemilik rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS. d. Setelmen transaksi Surat Berharga di pasar perdana dan di pasar sekunder dilakukan atas dasar prinsip DVP. e. Setelmen… 31 e. Setelmen transaksi Surat Berharga secara DVP dilakukan secara gross to gross atau gross to gross dan gross to net. f. Setelmen Surat Berharga secara gross dilakukan dengan memindahkan kepemilikan Surat Berharga antar Peserta BI-SSSS berdasarkan data transaksi per transaksi (trade by trade). g. Setelmen dana dilakukan secara : 1) gross dengan melakukan pemindahan dana antar rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI- RTGS, berdasarkan data transaksi per transaksi (trade by trade) dari BI-SSSS. 2) net dengan melakukan pemindahan dana antar rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS, berdasarkan sejumlah transaksi selama periode tertentu dari BI-SSSS. h. Setelmen transaksi Surat Berharga di pasar perdana dan dipasar sekunder secara FoP hanya dilakukan untuk perpindahan kepemilikan Surat Berharga dalam rangka hibah, warisan, pelunasan kewajiban dari dan kepada Bank Indonesia atau Pemerintah dan tujuan lainnya. i. Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen transaksi Surat Berharga di pasar perdana dengan sarana SCC untuk transaksi : 1) hasil pemenang lelang Surat Berharga yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia. 2) hasil penjualan atau penempatan (private placement) SUN kepada Peserta BI-SSSS. j. SCC melakukan setelmen transaksi Surat Berharga di pasar sekunder berdasarkan data setelmen transaksi yang dikirim Peserta BI-SSSS melalui ST untuk transaksi outright (sale), repo, agunan (pledge) … 32 (pledge), dan transfer lainnya dalam rangka hibah, warisan, pelunasan kewajiban, perpindahan kepemilikan antar nasabah pada Sub-Registry yang sama untuk klasifikasi tipe investor dan status residen berbeda. k. Peserta BI-SSSS yang melakukan transaksi Surat Berharga, wajib memiliki saldo Surat Berharga yang mencukupi pada rekening Surat Berharga untuk memenuhi kewajiban setelmen Surat Berharga. l. Bank yang melakukan transaksi Surat Berharga atau Bank Pembayar yang ditunjuk untuk melakukan setelmen dana, wajib memiliki saldo yang mencukupi pada rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia untuk memenuhi kewajiban setelmen dana baik untuk dan atas nama diri sendiri maupun untuk dan atas nama nasabah. 2. Penetapan Limit Setelmen Dana bagi Peserta BI-SSSS yang Bukan Peserta Sistem BI-RTGS a. Peserta BI-SSSS yang bukan peserta Sistem BI-RTGS, wajib menunjuk Bank peserta Sistem BI-RTGS sebagai Bank Pembayar untuk melakukan setelmen dana atas seluruh transaksi dan setelmen Surat Berharga yang dilakukan melalui BI-SSSS. b. Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam butir a terdiri dari : 1) kewajiban setelmen dana dalam rangka transaksi pembelian Surat Berharga secara lelang baik di pasar perdana maupun di pasar sekunder yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan transaksi pembelian Surat Berharga di pasar sekunder; 2) kewajiban pembayaran sanksi dan biaya (charges) yang dibebankan oleh Penyelenggara; 3) penerimaan … 33 3) penerimaan dana dalam rangka pembayaran kupon atau bonus dan pelunasan Surat Berharga saat jatuh waktu. c. Dalam rangka kewajiban setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam butir b.1), Bank Pembayar yang ditunjuk Peserta BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir a, wajib menetapkan limit setelmen dana bagi Peserta BI-SSSS dimaksud dalam kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian. d. Perjanjian penetapan limit setelmen dana merupakan pemberian wewenang dari Bank Pembayar kepada Peserta BI-SSSS untuk melakukan kewajiban setelmen dana melalui rekening giro Rupiah di Bank Indonesia milik Bank Pembayar maksimum sebesar jumlah limit setelmen dana yang diberikan. e. Perjanjian penetapan limit antara Bank Pembayar dan Peserta BI- SSSS dilakukan berdasarkan jumlah maksimum nominal per transaksi dan total nominal untuk seluruh transaksi per hari. f. Bank Pembayar melakukan pengelolaan limit setelmen dana dalam BI-SSSS untuk semua Peserta BI-SSSS yang menunjuk Bank dimaksud sebagai Bank Pembayar. g. Pengelolaan limit setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam butir f, dilakukan Bank Pembayar melalui ST pada menu Supervisory – Member Settlement Limit. 3. Setelmen Transaksi Surat Berharga di Pasar Perdana a. Setelmen Hasil Lelang SBI di Pasar Perdana 1) Berdasarkan hasil pemenang lelang dari Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia, pada tanggal setelmen Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen lelang SBI dengan ketentuan sebagai berikut : a) Setelmen … 34 a) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar total nilai tunai SBI yang dimenangkan termasuk pengajuan penawaran lelang yang dilakukan melalui pihak lain (broker). b) Setelmen SBI Setelmen SBI dilakukan dengan mengkredit rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar total nilai nominal SBI yang dimenangkan. 2) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi atau status settlement pending sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi hasil lelang SBI dimaksud. 3) Bank Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai ketentuan SBI yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir 2), yang dibebankan pada hari kerja berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. b. Setelmen Hasil Lelang SUN di Pasar Perdana 1) Berdasarkan hasil pemenang lelang SUN yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Penyelenggara Penatausahaan melakukan pencatatan penerbitan dan setelmen hasil pemenang lelang SUN. 2) Pencatatan penerbitan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir 1), dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. 3) Setelmen … 35 3) Setelmen hasil pemenang lelang SUN sebagaimana dimaksud dalam butir 1), dilakukan pada tanggal setelmen yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut : a) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah di Bank Indonesia milik Bank dan atau Bank Pembayar melalui Sistem BI-RTGS baik untuk dan atas nama diri sendiri maupun nasabah atau pihak lain, serta mengkredit rekening giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen sesuai dengan ketentuan SUN yang berlaku. b) Setelmen SUN Setelmen SUN dilakukan dengan mengkredit rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar total nilai nominal SUN yang dimenangkan. 4) Dalam rangka setelmen dana, dalam hal nasabah Sub-Registry menjadi pemenang lelang SUN maka Sub-Registry wajib bertanggung jawab atas pelaksanaan setelmen hasil lelang SUN atas nama nasabah dimaksud dengan pembebanan pada rekening giro Rupiah Bank Pembayar di Bank Indonesia yang ditunjuk Sub-Registry. 5) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi atau status settlement pending sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi hasil lelang SUN dimaksud. 6) Bank dan atau Peserta BI-SSSS yang terkait dikenakan sanksi sesuai ketentuan SUN yang berlaku mengenai tata cara lelang SUN akibat gagal setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir 5). c. Setelmen … 36 c. Setelmen Hasil Penjualan dan Penempatan SUN secara FoP 1) Berdasarkan surat Menteri Keuangan Republik Indonesia kepada Bank Indonesia, Penyelenggara Penatausahaan melakukan pencatatan penerbitan dan setelmen hasil penjualan atau penempatan SUN. 2) Pencatatan penerbitan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir 1), dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. 3) Setelmen hasil penjualan atau penempatan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir 1), dilakukan pada tanggal setelmen yang telah ditetapkan dengan mengkredit rekening Surat Berharga pembeli atau penerima di Central Registry sebesar nilai nominal SUN pada sub-rekening investasi dan atau sub- rekening aktif. 4. Setelmen Surat Berharga dalam rangka OPT Bank Indonesia di Pasar Sekunder a. Setelmen SBI-Repo dengan Bank Indonesia 1) Bank Peserta BI-SSSS mengajukan permohonan SBI-Repo kepada Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia sesuai ketentuan OPT yang berlaku dengan batas waktu (window time) yang telah ditetapkan. 2) Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen transaksi SBI-Repo sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dengan cara sebagai berikut : a) Setelmen … 37 a) Setelmen dana dilakukan dengan mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar nilai tunai SBI yang direpokan. b) Setelmen SBI dilakukan dengan mendebet rekening Surat Berharga Bank sebesar nilai nominal SBI-Repo. 3) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga Bank di Central Registry tidak mencukupi sampai dengan saat pre-cutoff BI- SSSS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi SBI-Repo dimaksud. 4) Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai ketentuan OPT yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir 3), yang dibebankan pada hari kerja berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 5) Pada saat SBI-Repo jatuh waktu, setelmen transaksi dilakukan sebagai berikut : a) Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar nilai nominal SBI-Repo jatuh waktu. b) Setelmen SBI dilakukan dengan mengkredit rekening Surat Berharga Bank sebesar nilai nominal SBI-Repo. 6) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI- RTGS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi SBI-Repo jatuh waktu dimaksud. 7) Bank Indonesia melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) atas SBI yang gagal dibeli kembali oleh Bank sebagaimana dimaksud pada butir 6). b. Setelmen … 38 b. Setelmen transaksi lelang penjualan Surat Berharga oleh Bank Indonesia secara outright atau repo 1) Berdasarkan hasil pemenang lelang dari Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia, pada tanggal setelmen, Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen lelang Surat Berharga dengan ketentuan sebagai berikut : a) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar total nilai transaksi (proceed) Surat Berharga yang dimenangkan termasuk pengajuan penawaran lelang yang dilakukan melalui pihak lain (broker). b) Setelmen Surat Berharga Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mengkredit rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar total nilai nominal Surat Berharga yang dimenangkan. 2) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi atau status settlement pending sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi hasil lelang Surat Berharga dimaksud. 3) Bank Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai ketentuan yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir 2) yang dibebankan pada hari kerja berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 4) Khusus transaksi Surat Berharga secara repo, pada saat repo jatuh waktu, setelmen transaksi dilakukan sebagai berikut : a) Setelmen … 39 a) Setelmen dana dilakukan dengan mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan. b) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mendebet rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan. 5) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry tidak mencukupi sampai dengan saat cutoff warning BI-SSSS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi second-leg repo dimaksud. 6) Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai ketentuan yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir 5), yang dibebankan pada hari kerja berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro Rupiah Bank Peserta BI-SSSS di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. c. Setelmen transaksi lelang pembelian Surat Berharga oleh Bank Indonesia secara outright atau repo 1) Berdasarkan hasil pemenang lelang dari Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia, pada tanggal setelmen Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen lelang Surat Berharga dengan ketentuan sebagai berikut : a) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar total nilai transaksi (proceed) Surat Berharga yang dimenangkan termasuk pengajuan penawaran lelang yang dilakukan melalui pihak lain (broker). b) Setelmen … 40 b) Setelmen Surat Berharga Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mendebet rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar total nilai nominal Surat Berharga yang dimenangkan. 2) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga Peserta di BI-SSSS tidak mencukupi untuk setelmen Surat Berharga sampai dengan saat cutoff warning BI-SSSS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi hasil lelang dimaksud. 3) Bank Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai ketentuan yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir 2), yang dibebankan pada hari kerja berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 4) Khusus transaksi Surat Berharga secara repo, pada saat repo jatuh waktu, setelmen transaksi dilakukan sebagai berikut : a) Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan. b) Setelmen Surat Berharga dilakukan dengan mengkredit rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan. 5) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi atau status settlement pending sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi hasil lelang Surat Berharga dimaksud. 6) Peserta … 41 6) Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai ketentuan yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir 5), yang dibebankan pada hari kerja berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro Rupiah Bank Peserta BI-SSSS di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. d. Setelmen transaksi penjualan atau pembelian Surat Berharga lainnya oleh Bank Indonesia Prosedur setelmen transaksi penjualan atau pembelian Surat Berharga oleh Bank Indonesia dengan Peserta BI-SSSSS lainnya secara outright dan atau repo sesuai prosedur setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir 5.b dan atau 5.c. 5. Setelmen Transaksi Surat Berharga di Pasar Sekunder antar Peserta BI-SSSS a. Prinsip setelmen transaksi Surat Berharga di pasar sekunder 1) Peserta BI-SSSS pemilik rekening Surat Berharga dapat melakukan setelmen transaksi Surat Berharga di pasar sekunder melalui menu SSTS yang meliputi transaksi sebagai berikut : a) Transaksi outright (sale) Surat Berharga secara DVP b) Transaksi transfer Surat Berharga secara FoP c) Transaksi repo yang terdiri atas : i. repo dengan perpindahan kepemilikan (sell-buy-back) ii. repo tanpa perpindahan kepemilikan (collateralized borrowing) d) Transaksi pengagunan (pledge) 2) Setelmen untuk jenis transaksi outright dan repo dilakukan secara DVP, sedangkan untuk jenis transaksi transfer dan agunan dilakukan secara FoP. 3) BI-SSSS … 42 3) BI-SSSS melakukan setelmen transaksi Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam butir 1), dengan prinsip matching yaitu data untuk setelmen transaksi yang diinput oleh keduabelah pihak Peserta BI-SSSS yang melakukan transaksi harus cocok. 4) Dalam hal data setelmen dari satu Peserta BI-SSSS belum matching karena data lawan tidak cocok atau belum diterima oleh SCC maka transaksi tersebut akan masuk dalam Sistem Antrian. 5) Dalam hal data setelmen transaksi yang diinput oleh Peserta BI- SSSS telah matching, sistem melakukan proses sebagai berikut : a) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga mencukupi, dilakukan prosedur sebagai berikut : i. untuk setelmen transaksi Surat Berharga secara FoP, sistem akan secara otomatis melakukan setelmen Surat Berharga di BI-SSSS. ii. untuk setelmen secara DVP, instruksi setelmen dana akan diproses di Sistem BI-RTGS. Dalam hal setelmen dana pada Sistem BI-RTGS berhasil dilakukan atau berstatus completed, setelmen Surat Berharga akan dilakukan di BI-SSSS. Dalam hal saldo pada rekening giro Rupiah Bank atau Bank Pembayar di Sistem BI-RTGS tidak mencukupi, transaksi dimaksud akan masuk dalam sistem antrian BI- RTGS sesuai ketentuan yang berlaku mengenai Sistem BI-RTGS. b) Dalam kondisi saldo pada rekening Surat Berharga Peserta BI- SSSS tidak mencukupi, transaksi tersebut akan masuk dalam Sistem Antrian BI-SSSS. 6) Sistem … 43 6) Sistem Antrian pada BI-SSSS : a) Setelmen transaksi Surat Berharga dalam Sistem Antrian akan dilakukan sesuai kecukupan saldo Surat Berharga. b) Setelah jangka waktu 2 (dua) jam dalam Sistem Antrian, transaksi yang belum matching dan atau yang telah matching akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem. c) Dalam hal Peserta BI-SSSS akan melanjutkan kembali transaksi yang telah dibatalkan oleh sistem sebagaimana dimaksud dalam butir b), Peserta BI-SSSS wajib melakukan input kembali data setelmen transaksi tersebut. 7) Peserta BI-SSSS wajib melakukan pengiriman instruksi setelmen transaksi melalui BI-SSSS berdasarkan suatu perintah pembukuan atau transfer Surat Berharga, dengan format yang ditetapkan oleh masing-masing Peserta BI-SSSS. 8) Peserta BI-SSSS dapat melakukan koreksi kesalahan dan atau pembatalan setelmen transaksi Surat Berharga yang telah dikirim ke Penyelenggara Penatausahaan dengan prosedur sebagai berikut: a) Status setelmen masih pending i. Pembatalan setelmen transaksi dapat dilakukan oleh Peserta BI-SSSS secara sepihak dalam hal data dimaksud belum matching dengan data lawan transaksi. ii. Pembatalan setelmen transaksi dapat dilakukan oleh Peserta BI-SSSS dari keduabelah pihak dalam hal status setelmen sudah matching namun masih dalam Sistem Antrian BI-SSSS. b) Status … 44 b) Status setelmen telah completed Peserta BI-SSSS yang akan melakukan koreksi atau pembatalan setelmen Surat Berharga, wajib menghubungi pihak lawan secara langsung atau melalui Penyelenggara Penatausahaan, untuk bersama-sama mengirimkan data setelmen koreksi yang benar ke SCC. 9) Peserta BI-SSSS dapat mengirimkan transaksi titipan (future dated transaction) maksimum untuk tanggal valuta setelmen 7 (tujuh) hari sejak tanggal pengiriman transaksi ke SCC. b. Setelmen transaksi outright (sale) secara DVP Peserta BI-SSSS melakukan setelmen transaksi outright (sale) Surat Berharga secara DVP dengan menggunakan menu SSTS Construct Sales/Transfer dengan prosedur sebagai berikut : 1) Peserta BI-SSSS sebagai pembeli dan penjual melakukan input data setelmen transaksi outright (sale) pada ST masing-masing Peserta BI-SSSS. 2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data setelmen transaksi secara otomatis akan terkirim ke SCC. 3) Dalam hal data transaksi telah diterima SCC dari keduabelah pihak yang bertransaksi, proses matching data akan dilakukan secara otomatis oleh sistem. 4) Dalam hal data setelmen transaksi telah matching dan saldo pada rekening Surat Berharga penjual mencukupi, instruksi pembayaran dari pembeli akan terkirim ke Sistem BI-RTGS. 5) Dalam hal saldo pada rekening giro Rupiah Bank atau Bank Pembayar mencukupi, Sistem BI-RTGS melakukan setelmen dana dengan mendebet rekening giro pembeli dan mengkredit rekening giro penjual sebesar nilai proceed transaksi. 6) Setelah … 45 6) Setelah setelmen dana pada Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir 5) berhasil dilakukan dan berstatus completed, BI-SSSS secara otomatis melakukan Setelmen Surat Berharga dengan mendebet rekening Surat Berharga Penjual dan mengkredit rekening Surat Berharga Pembeli sebesar nilai nominal Surat Berharga yang ditransaksikan. 7) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga penjual di BI-SSSS tidak mencukupi untuk setelmen Surat Berharga dan atau saldo rekening giro Rupiah Bank atau Bank Pembayar di Sistem BI- RTGS tidak mencukupi untuk setelmen dana sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI-RTGS maka sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi outright Surat Berharga dimaksud. c. Setelmen transaksi repo secara DVP dengan perpindahan kepemilikan (sell buy back) Peserta BI-SSSS melakukan setelmen transaksi repo sell-buyback secara DVP dengan menggunakan menu SSTS Construct Repo/Pledge sesuai prosedur sebagai berikut : 1) Peserta BI-SSSS sebagai pembeli dan penjual repo melakukan input data setelmen transaksi repo pada ST masing-masing Peserta BI-SSSS. 2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data setelmen transaksi secara otomatis akan terkirim ke SCC. 3) Dalam hal data setelmen transaksi telah diterima SCC dari keduabelah pihak yang bertransaksi, proses matching data akan dilakukan secara otomatis oleh sistem. 4) Dalam … 46 4) Dalam hal data setelmen transaksi telah matching dan saldo pada rekening Surat Berharga penjual mencukupi, instruksi pembayaran dari pembeli akan terkirim ke Sistem BI-RTGS. 5) Dalam hal saldo pada rekening giro Rupiah Bank atau Bank Pembayar mencukupi, Sistem BI-RTGS melakukan setelmen dana dengan mendebet rekening giro pembeli dan mengkredit rekening giro penjual sebesar nilai proceed transaksi. 6) Setelah setelmen dana pada Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir 5) berhasil dilakukan dan berstatus completed, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen Surat Berharga dengan mendebet rekening Surat Berharga penjual dan mengkredit rekening Surat Berharga pembeli sebesar nilai nominal Surat Berharga yang ditransaksikan. 7) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga penjual di BI-SSSS tidak mencukupi untuk setelmen Surat Berharga dan atau saldo rekening giro Rupiah Bank atau Bank Pembayar di Sistem BI-RTGS tidak mencukupi untuk setelmen dana sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI-RTGS maka sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi repo Surat Berharga dimaksud. 8) Pada saat repo jatuh waktu (repo second-leg), berlaku ketentuan sebagai berikut : a) Penjual pada saat repo akan menjadi pembeli pada saat repo second-leg, demikian pula sebaliknya. b) Setelmen transaksi repo second-leg dilakukan secara otomatis pada awal hari setelah BI-SSSS dibuka. c) Dalam hal saldo Surat Berharga pada rekening Surat Berharga penjual mencukupi, instruksi pembayaran dari pembeli kepada penjual akan terkirim ke Sistem BI-RTGS untuk transaksi setelmen dana. d) Dalam … 47 d) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank atau Bank Pembayar mencukupi, Sistem BI-RTGS melakukan setelmen dana dengan mendebet rekening giro Rupiah pembeli dan mengkredit rekening giro Rupiah penjual sebesar nilai proceed transaksi. e) Setelah setelmen dana pada Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir d) berhasil dilakukan dan berstatus completed, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen Surat Berharga dengan mendebet rekening Surat Berharga penjual dan mengkredit rekening Surat Berharga pembeli sebesar nilai nominal Surat Berharga yang ditransaksikan. f) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga pembeli di BI-SSSS tidak mencukupi untuk setelmen Surat Berharga dan atau saldo rekening giro Rupiah Bank atau Bank Pembayar di Sistem BI-RTGS tidak mencukupi untuk setelmen dana sampai dengan saat cutoff warning, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi repo second-leg. g) Dalam hal setelmen transaksi repo second-leg batal sebagaimana dimaksud dalam butir f) maka sistem secara otomatis menghapus transaksi repo second-leg dimaksud dan setelmen transaksi repo tersebut dianggap sebagai setelmen transaksi outright. h) Dalam hal setelmen transaksi repo second-leg akan dilakukan sebelum tanggal jatuh waktu, dengan menggunakan menu Construct SSTS Early Termination, Peserta BI-SSSS baik penjual maupun pembeli melakukan hal-hal sebagai berikut : i. Mengirimkan data perubahan tanggal jatuh waktu ke SCC. ii. Setelah … 48 ii. Setelah data matching, pada tanggal valuta yang telah disepakati sistem secara otomatis melakukan setelmen transaksi sesuai prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir a) sampai dengan butir g). d. Setelmen transaksi repo secara DVP tanpa perpindahan kepemilikan (collateralized borrowing) Peserta BI-SSSS melakukan setelmen transaksi repo collateralized borrowing secara DVP dengan menggunakan menu SSTS Construct Repo/Pledge sesuai prosedur sebagai berikut : 1) Peserta BI-SSSS sebagai penjual repo (borrower) dan pembeli repo (lender) melakukan input data setelmen transaksi repo pada ST masing-masing Peserta BI-SSSS. 2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data setelmen transaksi secara otomatis akan terkirim ke SCC. 3) Dalam hal data setelmen transaksi telah diterima SCC dari keduabelah pihak yang bertransaksi, proses matching data akan dilakukan secara otomatis oleh sistem. 4) Dalam hal data setelmen transaksi telah matching dan saldo pada rekening Surat Berharga borrower mencukupi, instruksi pembayaran dari lender akan terkirim ke Sistem BI-RTGS. 5) Dalam hal saldo pada rekening giro Rupiah Bank atau Bank lender di Bank Indonesia mencukupi, Sistem BI-RTGS melakukan setelmen dana dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank lender dan mengkredit rekening giro Rupiah Bank borrower sebesar nilai proceed transaksi. 6) Setelah setelmen dana pada Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir 5) berhasil dilakukan dan berstatus completed, BI-SSSS secara otomatis melakukan pemindahan pencatatan … 49 pencatatan Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan sebagai berikut : a) Mendebet sub-rekening aktif dan mengkredit sub-rekening collateral borrowing-out (CB-Out) pada Rekening Surat Berharga borrower. b) Mencatat penambahan sub-rekening collateral borrowing-in (CB-In) pada Rekening Surat Berharga lender. Namun demikian, pencatatan ini tidak menambah posisi kepemilikan Surat Berharga lender. 7) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga borrower di BI-SSSS tidak mencukupi sebagai collateral dan atau saldo rekening giro Rupiah Bank atau Bank lender di Sistem BI-RTGS tidak mencukupi untuk kewajiban setelmen dana sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI-RTGS maka sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi repo Surat Berharga dimaksud. 8) Pada saat repo jatuh waktu (repo second-leg), berlaku ketentuan sebagai berikut : a) Setelmen transaksi repo second-leg dilakukan secara otomatis pada awal hari setelah BI-SSSS dibuka. b) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank borrower mencukupi, Sistem BI-RTGS melakukan setelmen dana dengan mendebet rekening giro Rupiah borrower dan mengkredit rekening giro Rupiah lender sebesar nilai proceed transaksi repo second-leg. c) Setelah setelmen dana pada Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir b) berhasil dilakukan dan berstatus completed, BI-SSSS secara otomatis melakukan pemindahan pencatatan kepemilikan pada Rekening Surat Berharga borrower dengan mendebet sub-rekening CB-Out dan mengkredit … 50 mengkredit sub-rekening aktif sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan. Selanjutnya pencatatan pada sub- rekening CB-In pada rekening Surat Berharga lender akan dihapus. d) Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank atau Bank borrower di Sistem BI-RTGS tidak mencukupi untuk setelmen dana sampai dengan saat cutoff warning maka sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi repo second- leg. e) Dalam hal setelmen transaksi repo second-leg batal sebagaimana dimaksud dalam butir d), maka sistem secara otomatis menghapus transaksi repo second-leg dimaksud dan kepemilikan Surat Berharga secara otomatis akan berpindah dari rekening Surat Berharga borrower ke rekening Surat Berharga lender. f) Dalam hal setelmen transaksi repo second-leg akan dilakukan sebelum tanggal jatuh waktu, dengan menggunakan menu Construct SSTS Early Termination, Peserta BI-SSSS baik borrower maupun lender melakukan hal-hal sebagai berikut : i. mengirimkan data perubahan tanggal jatuh waktu ke SCC. ii. setelah data matching, pada tanggal valuta yang telah disepakati, sistem secara otomatis melakukan setelmen transaksi sesuai prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir a) sampai dengan butir e). e. Setelmen transaksi transfer Surat Berharga secara FoP Peserta BI-SSSS melakukan setelmen transaksi transfer Surat Berharga secara FoP dengan menggunakan menu SSTS Construct Sales/Transfer : 1) Peserta … 51 1) Peserta BI-SSSS sebagai pemberi dan penerima melakukan input data setelmen transaksi transfer pada ST masing-masing Peserta BI-SSSS. 2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data setelmen transaksi transfer secara otomatis akan terkirim ke SCC. 3) Dalam hal data setelmen transaksi transfer telah diterima SCC dari keduabelah pihak, proses matching data akan dilakukan secara otomatis oleh sistem. 4) Dalam hal data setelmen transaksi telah matching dan saldo pada rekening Surat Berharga pemberi mencukupi, sistem secara otomatis melakukan setelmen Surat Berharga dengan mendebet rekening Surat Berharga pemberi dan mengkredit rekening Surat Berharga penerima sebesar nilai nominal Surat Berharga yang ditransfer. 5) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga pemberi tidak mencukupi untuk kewajiban setelmen Surat Berharga sampai dengan saat cutoff warning BI-SSSS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi transfer Surat Berharga dimaksud. f. Setelmen transaksi agunan (pledge) antar Peserta BI-SSSS Peserta BI-SSSS melakukan setelmen pledge Surat Berharga dengan menggunakan menu SSTS Construct Repo/Pledge : 1) Peserta BI-SSSS sebagai pemberi agunan dan penerima agunan Surat Berharga melakukan input data setelmen pledge pada ST masing-masing Peserta BI-SSSS. 2) Setelah Peserta BI-SSSS melakukan proses approval, data setelmen pledge secara otomatis akan terkirim ke SCC. 3) Dalam … 52 3) Dalam hal data setelmen pledge telah diterima SCC dari keduabelah pihak, proses matching data akan dilakukan secara otomatis oleh sistem. 4) Dalam hal data setelmen pledge telah matching dan saldo pada rekening Surat Berharga pemberi agunan mencukupi, sistem secara otomatis melakukan setelmen pledge sebesar nilai nominal Surat Berharga yang diagunkan sebagai berikut : a) Mendebet sub-rekening aktif dan mengkredit sub-rekening pledge-out pada rekening Surat Berharga pemberi agunan. b) Mencatat penambahan sub-rekening pledge-in pada rekening Surat Berharga penerima agunan. Pencatatan dimaksud tidak menambah posisi kepemilikan Surat Berharga penerima agunan. 5) Dalam hal saldo rekening Surat Berharga pemberi agunan tidak mencukupi untuk kewajiban setelmen pledge Surat Berharga sampai dengan saat cutoff warning BI-SSSS maka sistem secara otomatis membatalkan setelmen pledge Surat Berharga dimaksud. 6) Pada saat pledge jatuh waktu (pledge second-leg), setelmen transaksi pledge second-leg sebesar nilai nominal Surat Berharga yang diagunkan dilakukan secara otomatis pada awal hari setelah BI-SSSS dibuka dengan prosedur sebagai berikut : a) Mendebet sub-rekening pledge-out dan mengkredit sub- rekening aktif pada rekening Surat Berharga pemberi agunan. b) Mencatat pengurangan sub-rekening pledge-in pada rekening Surat Berharga penerima agunan. 7) Selama jangka waktu pengagunan, tanpa persetujuan penerima agunan maka pemberi agunan secara sepihak tidak dapat menggunakan Surat Berharga dimaksud untuk keperluan lain atau tidak … 53 tidak dapat memindahkan pencatatan Surat Berharga dari sub- rekening pledge-out ke sub-rekening aktif. 8) Dalam hal setelmen transaksi pledge second-leg akan dilakukan sebelum tanggal jatuh waktu, dengan menggunakan menu Construct SSTS Early Termination Peserta BI-SSSS baik pemberi maupun penerima agunan melakukan hal-hal sebagai berikut : a) Mengirimkan data perubahan tanggal jatuh waktu ke SCC. b) Setelah data matching, pada tanggal valuta yang telah disepakati, sistem secara otomatis melakukan setelmen transaksi sesuai prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir 6). D. Pelunasan Pokok Surat Berharga dan Pembayaran Bunga (Kupon) Obligasi Negara 1. Pelunasan SBI a. Pelunasan nilai nominal SBI dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan posisi kepemilikan akhir hari SBI pada rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu (T-1). b. Peserta BI-SSSS pemilik SBI yang tercatat pada rekening Surat Berharga di Central Registry menerima pemberitahuan pembayaran pokok pada masing-masing ST pada akhir hari (T-1). c. Bank Indonesia melunasi SBI pada tanggal jatuh waktu (T-0) sebesar nilai nominal dengan ketentuan sebagai berikut : 1) untuk SBI milik Bank dilakukan dengan mengkredit rekening giro Rupiah Bank pemilik SBI; atau 2) untuk SBI milik nasabah individual yang tercatat di Sub- Registry dilakukan dengan mengkredit rekening giro Rupiah Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry. 3) Sub-Registry … 54 3) Sub-Registry wajib melakukan pembayaran nilai nominal SBI yang jatuh waktu pada hari yang sama (T-0) kepada nasabah yang tercatat pada Sub-Registry. d. Pada saat jatuh waktu SBI, rekening Surat Berharga Peserta BI- SSSS didebet sebesar nilai nominal SBI yang jatuh waktu. 2. Pelunasan Pokok SUN a. Tata Cara Pelunasan Pokok SUN Pada Saat Jatuh Waktu 1) Pada saat jatuh waktu, SUN dilunasi sebesar seratus persen dari nilai nominal SUN. 2) Pembayaran pelunasan pokok SUN didasarkan pada posisi pencatatan kepemilikan SUN di Central Registry pada 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran pokok (T- 2). 3) Peserta BI-SSSS pemilik SUN yang tercatat pada rekening Surat Berharga di Central Registry menerima pemberitahuan pembayaran pokok pada masing-masing ST pada awal hari kerja berikutnya (T-1). 4) Bank Indonesia selaku agen pembayar melakukan pembayaran pokok SUN pada tanggal jatuh waktu (T-0), dengan mendebet rekening giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia dan mengkredit sebesar nilai pokok SUN pada : a) Rekening giro Rupiah Bank sebagai pemilik SUN pada Bank Indonesia; dan b) Rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia bagi Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan Peserta BI-SSSS lain. 5) Sub-Registry pada hari yang sama (T-0), wajib melakukan pembayaran pokok SUN dengan mengkredit rekening nasabah yang … 55 yang tercatat di Sub-Registry, sebesar nilai pokok SUN yang menjadi hak nasabah. b. Tata Cara Pelunasan Pokok SUN Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) 1) Berdasarkan surat Departemen Keuangan Republik Indonesia, Bank Indonesia melakukan pelunasan SUN sebelum jatuh waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) yang ditetapkan Menteri Keuangan Republik Indonesia atas beban Pemerintah. 2) Tata cara pelunasan SUN sebelum jatuh waktu : a) Berdasarkan surat Departemen Keuangan Republik Indonesia, pelunasan SUN dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan tanggal dan harga pasar yang telah ditetapkan Departemen Keuangan Republik Indonesia. b) Setelmen pembelian kembali SUN dilakukan secara DVP atau FoP. c) Pemilik rekening surat berharga di Central Registry yang akan menjual SUN sebelum jatuh waktu, wajib memiliki saldo Surat Berharga yang mencukupi pada rekening Surat Berharga di sub-rekening aktif sejumlah nominal SUN yang akan dibeli kembali oleh Pemerintah. d) Central Registry melakukan pelunasan SUN sebelum jatuh waktu dengan mendebet rekening surat berharga penjual sebesar nilai nominal SUN yang dibeli kembali oleh Pemerintah. e) Dalam hal early redemption dilakukan secara DVP, Bank Indonesia cq. Bagian PTPU-DPM selaku agen pembayar melakukan pembayaran pokok SUN pada tanggal pelunasan … 56 pelunasan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, dengan mendebet rekening giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia dan mengkredit sebesar nilai pokok SUN pada : i. Rekening giro Rupiah Bank sebagai pemilik SUN pada Bank Indonesia; dan ii. Rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan Peserta BI-SSSS lain. f) Sub-Registry pada hari yang sama (T-0), wajib melakukan pembayaran pokok SUN dengan mengkredit rekening dana nasabah yang tercatat di Sub-Registry sebesar nilai pokok SUN yang menjadi hak nasabah. 3) Bank Indonesia akan mengumumkan SUN yang telah dibeli kembali oleh Pemerintah selambat-lambatnya pada hari kerja pertama minggu berikutnya melalui sarana Administrative Messages dan atau sarana Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU). 3. Pembayaran Bunga (Kupon) Obligasi Negara a. Tata Cara Pembayaran Bunga (Kupon) Saat Jatuh Waktu 1) Pembayaran bunga (kupon) Obligasi Negara didasarkan pada posisi pencatatan kepemilikan Obligasi Negara di Central Registry pada 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran kupon Obligasi Negara (T-2). 2) Peserta BI-SSSS pemilik Obligasi Negara yang tercatat pada rekening Surat Berharga di Central Registry, menerima pemberitahuan pembayaran bunga (kupon) pada masing- masing ST pada awal hari kerja berikutnya (T-1). 3) Bank … 57 3) Bank Indonesia cq. Bagian PTPU-DPM selaku agen pembayar melakukan pembayaran bunga (kupon) pada tanggal jatuh waktu (T-0), dengan mendebet rekening giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia dan mengkredit sebesar nominal bunga (kupon) pada : a) rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia pemilik Obligasi Negara; dan atau b) rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan Peserta BI-SSSS lain. 4) Sub-Registry pada hari yang sama (T-0), wajib melakukan pembayaran bunga (kupon) dengan mengkredit rekening nasabah yang tercatat di Sub-Registry sebesar nilai bunga (kupon) yang menjadi hak nasabah. b. Tata Cara Pembayaran Bunga (Kupon) Sebelum Jatuh Waktu 1) Berdasarkan surat Menteri Keuangan Republik Indonesia, Bank Indonesia melakukan pembayaran accrued interest atas bunga (kupon) Obligasi Negara yang dilunasi Pemerintah sebelum jatuh waktu, dengan mengkredit : i. rekening giro Rupiah Bank pemilik Obligasi Negara pada Bank Indonesia; dan atau ii. rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, bagi Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry dan Peserta BI- SSSS lain. 2) Sub-Registry pada hari yang sama, wajib melakukan pembayaran accrued interest dengan mengkredit rekening dana nasabah yang tercatat di Sub-Registry sebesar nilai accrued interest yang menjadi hak nasabah. VI. Transaksi … 58 VI. Transaksi dan Penatausahaan Lainnya A. Transaksi dan Penatausahaan FASBI 1. Melalui sarana BidCC, Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia mengumumkan penyediaan FASBI kepada Peserta BI- SSSS sesuai ketentuan FASBI yang berlaku. 2. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam butir 1 antara lain mencakup informasi mengenai ketentuan dan persyaratan FASBI, periode pengajuan FASBI (window time) termasuk waktu pre- closing yaitu 1 (satu) jam sebelum lelang ditutup (closing), serta daftar Peserta BI-SSSS yang dapat mengajukan FASBI. 3. Berdasarkan pengumuman FASBI yang diterima dari BidCC sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Peserta BI-SSSS dengan menggunakan menu ABS pada aplikasi ST mengajukan penempatan FASBI sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Peserta BI-SSSS sebagai broker mengajukan penempatan FASBI atas nama Bank Peserta BI-SSSS sesuai dengan broker bidding limit yang diberikan oleh Bank dimaksud. 5. Peserta BI-SSSS menerima pengumuman persetujuan penempatan FASBI dari Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia melalui sarana Administrative Messages. 6. Berdasarkan persetujuan penempatan FASBI sebagaimana dimaksud dalam butir 5, Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen FASBI sebagai berikut : a. Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS, sebesar total nilai tunai (proceed) FASBI yang diajukan termasuk pengajuan penawaran yang dilakukan melalui pialang (broker). b. Pencatatan … 59 b. Pencatatan FASBI Pencatatan FASBI dilakukan dengan mengkredit rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar total nilai nominal FASBI. 7. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk setelmen dana sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi FASBI dimaksud. 8. Bank Peserta BI-SSSS dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai ketentuan FASBI yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir 7, yang dibebankan pada hari kerja berikutnya dengan cara mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 9. Pada saat FASBI jatuh waktu, pembayaran FASBI dilakukan dengan cara mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dan mendebet rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar nilai nominal FASBI. B. Transaksi dan Penatausahaan SWBI 1. Melalui sarana BidCC, Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia mengumumkan penyediaan SWBI kepada Bank Syariah/Unit Usaha Syariah Peserta BI-SSSS sesuai ketentuan SWBI yang berlaku. 2. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam butir 1 antara lain mencakup informasi mengenai ketentuan dan persyaratan SWBI, periode pengajuan SWBI (window time) termasuk penetapan waktu pre-closing serta daftar Peserta BI-SSSS yang dapat mengajukan SWBI. 3. Berdasarkan … 60 3. Berdasarkan pengumuman SWBI yang diterima dari BidCC sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Bank Syariah/Unit Usaha Syariah Peserta BI-SSSS mengajukan penitipan SWBI dengan menggunakan menu ABS pada aplikasi ST sesuai ketentuan SWBI yang berlaku. 4. Bank Syariah/Unit Usaha Syariah Peserta BI-SSSS menerima pengumuman persetujuan penitipan SWBI dari Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia melalui sarana Administrative Messages. 5. Berdasarkan persetujuan penitipan SWBI sebagaimana dimaksud dalam butir 4, Penyelenggara Penatausahaan melakukan setelmen SWBI sebagai berikut : a. Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar total nominal SWBI b. Pencatatan SWBI Pencatatan SWBI dilakukan dengan mengkredit rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar total nilai nominal SWBI. 6. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk setelmen dana sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis membatalkan setelmen transaksi SWBI dimaksud. 7. Bank Peserta dikenakan sanksi kewajiban membayar sesuai ketentuan SWBI yang berlaku akibat gagal setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir 6, yang dibebankan pada hari kerja berikutnya dengan cara pendebetan rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 8. Pada … 61 8. Pada saat SWBI jatuh waktu, pembayaran SWBI dilakukan dengan cara mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar nilai nominal SWBI dan bonus (bila ada) dan mendebet rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar nilai nominal SWBI. C. Transaksi dan Penatausahaan Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia kepada Bank 1. Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia kepada Bank a. Pemberian Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia kepada Bank yang terdiri dari FLI, FPJP, FPJPS dan fasilitas pendanaan lainnya dilakukan melalui sarana BI-SSSS sesuai ketentuan dalam Surat Edaran yang berlaku untuk masing-masing fasilitas pendanaan dimaksud. b. Dalam pemberian FLI dan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir a, untuk menghitung nilai jaminan atau agunan untuk menentukan jumlah maksimum (cash value) fasilitas yang dapat diberikan kepada Bank, Bank Indonesia menggunakan informasi harga pasar Surat Berharga BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan fasilitas pendanaan. c. Informasi harga pasar Surat Berharga BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir b adalah harga setelmen atau harga pasar dan nilai wajar Surat Berharga yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk keperluan perhitungan nilai agunan FLI dan FPJP. d. Penyelenggara … 62 d. Penyelenggara Penatausahaan melakukan pemeliharaan data harga pasar Surat Berharga dalam BI-SSSS secara harian sesuai ketentuan fasilitas pendanaan Bank Indonesia yang berlaku. 2. Transaksi dan Penatausahaan FLI Bank Peserta BI-SSSS yang telah menandatangani perjanjian induk (umbrella agreement) dengan Bank Indonesia, dapat menggunakan FLI dengan prosedur sebagai berikut : a. Bank melakukan penempatan Surat Berharga pada sub- rekening BI-Facility (hold FLI) sejak buka sistem sampai dengan saat cutoff warning BI-SSSS melalui menu Supervisory – BI Facility Request. b. Setelah data diterima oleh BidCC, Bank dapat menggunakan FLI maksimum sebesar jumlah nilai tunai (cash value) dari jumlah nominal Surat Berharga yang ditempatkan untuk jaminan penggunaan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir a. c. Perhitungan nilai tunai jaminan Surat Berharga dilakukan secara otomatis oleh sistem sesuai ketentuan FLI yang berlaku. d. Bank dapat menggunakan FLI sejak buka sistem sampai dengan saat cutoff warning Sistem BI-RTGS. e. Bank tidak dapat melakukan penarikan Surat Berharga yang ditempatkan untuk penggunaan FLI (reverse FLI) dalam hal Surat Berharga dimaksud masih menjadi jaminan atas penggunaan (outstanding) FLI di Sistem BI-RTGS. f. Dalam hal Bank tidak dapat melunasi outstanding FLI sampai dengan saat pre cutoff Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis … 63 otomatis akan melakukan konversi FLI menjadi FPJP sebesar outstanding FLI yang tidak lunas dan memindahkan pencatatan Surat Berharga yang dijaminkan ke sub-rekening BI-Facility (hold FPJP). g. Pada akhir hari, sistem akan melakukan perhitungan bunga FLI sesuai tingkat bunga dan rumus perhitungan dalam FLI yang berlaku, yang akan dibebankan pada rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS pada hari kerja berikutnya. 3. Transaksi dan Penatausahaan FPJP a. Bank mengajukan permohonan FPJP sejak cutoff warning sampai dengan pre cutoff BI-SSSS pada menu Supervisory – BI Facility Request. b. Jumlah pengajuan permohonan FPJP (proceed) oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam butir a, sebesar posisi saldo debet (negatif) pada rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, dengan jenis Surat Berharga sesuai persyaratan dan nominal agunan mencukupi yang ditransfer pada sub-rekening BI-Facility (hold FPJP). c. Selain permohonan melalui BI-SSSS, Bank wajib menyampaikan permohonan tertulis kepada Bagian OPU- DPM dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan sesuai ketentuan FPJP yang berlaku. d. Dalam hal jenis Surat Berharga yang diagunkan tidak sesuai dengan ketentuan FPJP yang berlaku dan atau jumlah agunan tidak mencukupi, permohonan akan ditolak secara otomatis oleh sistem. e. Dalam … 64 e. Dalam hal jumlah permohonan (proceed) FPJP tidak sesuai dengan posisi saldo debet (negatif) pada rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia, Bagian OPU-DPM akan menolak permohonan tersebut. f. Pada akhir hari, sistem akan melakukan perhitungan bunga FPJP sesuai tingkat bunga dan rumus perhitungan dalam ketentuan FPJP yang berlaku, yang akan dibebankan pada rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS pada hari kerja berikutnya. g. Pelunasan FPJP dilakukan pada hari kerja berikutnya, dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dimulai pada pukul 16.00 WIB atau pada waktu yang ditetapkan sesuai ketentuan FPJP yang berlaku. h. Dalam hal Bank tidak mengajukan permohonan perpanjangan (rollover) FPJP dan tidak melunasi outstanding FPJP, saat cutoff BI-SSSS sistem secara otomatis akan melakukan konversi agunan dari sub-rekening BI-Facility (hold FPJP) ke sub-rekening BI-Special Account. i. Mekanisme eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan FPJP yang berlaku, dengan menjual agunan SUN dan atau melakukan pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption), yang berada dalam sub-rekening BI- Special Account. j. Pelunasan FPJP dilakukan dari hasil penjualan agunan SUN (proceed) yang diterima dan atau pelunasan SBI sebelum jatuh waktu sesuai nilai pasar atau nilai wajar SBI, dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Nominal … 65 1) Nominal kelebihan setelah pembayaran seluruh kewajiban akan dikreditkan ke rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 2) Nominal kekurangan kewajiban akan didebet dari rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 4. Transaksi dan Penatausahaan FPJPS a. Transaksi dan penatausahaan FPJPS sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, dengan prosedur sesuai prosedur FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 3a sampai dengan 3i. b. Dalam hal Bank Syariah/Unit Usaha Syariah wanprestasi, pada 1 (satu) hari kerja berikutnya, Bank Indonesia melakukan pelunasan SWBI sebelum jatuh waktu untuk melunasi FPJPS, dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Nominal kelebihan setelah pembayaran seluruh kewajiban akan dikreditkan ke rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 2) Nominal kekurangan kewajiban akan didebet dari rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. VII. Informasi dan Laporan BI-SSSS A. Informasi BI-SSSS Informasi yang dapat diperoleh oleh Peserta BI-SSSS melalui menu enquiry dalam BI-SSSS adalah sebagai berikut : 1. Informasi … 66 1. Informasi transaksi ABS dan SSTS yang dikirim oleh Peserta Peserta akan memperoleh informasi mengenai status seluruh transaksi ABS dan atau SSTS yang dikirim Peserta ke BidCC dan atau SCC pada menu Enquiry dan Audit Trail. 2. Informasi data posisi kepemilikan Surat Berharga Peserta dapat memperoleh informasi data posisi dan mutasi kepemilikan Surat Berharga dari menu Supervisory - Securities Holding Enquiry. 3. Mutasi dana untuk transaksi Surat Berharga Informasi aktivitas dana masuk (kredit) dan keluar (debit) yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS untuk transaksi SSTS, setelmen transaksi ABS (allotment), penerimaan kupon/pokok jatuh waktu dan pengeluaran atau biaya lainnya, dari menu Supervisory-Fund Movement for Securities Transaction Enquiry. 4. Informasi penggunaan FPJP Peserta Bank yang menggunakan FPJP dapat memperoleh informasi posisi FPJP pada menu FPJP Utilisation Enquiry. 5. Fasilitas pengiriman pesan dan informasi Peserta dapat melakukan pengiriman pesan dan informasi kepada Peserta lainnya melalui menu Supervisory – Send Administrative Message. 6. Pengiriman data dan laporan Peserta Sub-Registry wajib mengirimkan data dan laporan posisi individual nasabah kepada Penyelenggara Penatausahaan (SCC) dengan menu Supervisory - Upload Report Data. 7. Informasi Surat Berharga Peserta dapat memperoleh informasi Surat Berharga yang mencakup data ketentuan dan persyaratan (terms and conditions), maturity ... 67 maturity profile dan harga pasar Surat Berharga pada Securities Enquiry. 8. Informasi limit setelmen dana Peserta bukan peserta Sistem BI-RTGS yang menunjuk Bank Pembayar memperoleh informasi limit setelmen dana pada menu Database – Member File. B. Laporan BI-SSSS 1. Laporan hasil olahan komputer (HOK) yang dihasilkan oleh BI- SSSS baik secara otomatis maupun akibat kegiatan yang dilakukan oleh Peserta BI-SSSS, merupakan bukti pendukung transaksi dan setelmen Surat Berharga bagi Peserta BI-SSSS. 2. Peserta BI-SSSS wajib melakukan pengecekan data posisi dan mutasi transaksi yang dilakukan melalui BI-SSSS sesuai transaksi dan setelmen Surat Berharga yang dilakukan. 3. Dalam hal terjadi perbedaan data HOK antara Peserta BI-SSSS dengan data HOK pada Penyelenggara BI-SSSS maka yang dianggap benar adalah data yang berada pada Penyelenggara BI- SSSS. VIII. Pengawasan Peserta BI-SSSS 1. Penyelenggara melakukan kegiatan pengawasan terhadap penggunaan BI-SSSS oleh Peserta BI-SSSS. 2. Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dilakukan secara langsung dan atau tidak langsung. 3. Pengawasan secara langsung dapat dilakukan sewaktu-waktu oleh Penyelenggara atau pihak lain yang ditugasi oleh Penyelenggara. 4. Dalam rangka pengawasan secara tidak langsung, Peserta BI-SSSS wajib menyampaikan laporan yang diminta oleh Penyelenggara. IX. Mekanisme … 68 IX. Mekanisme pengenaan sanksi kepada Peserta BI-SSSS A. Sanksi oleh Lembaga Pengawas yang Berwenang terhadap Peserta BI-SSSS 1. Penyelenggara melakukan perubahan status kepesertaan Peserta BI- SSSS berdasarkan permintaan tertulis atau keputusan lembaga yang berwenang dalam pengawasan Peserta BI-SSSS. 2. Pelaksanaan perubahan status sebagaimana dimaksud dalam butir 1, dilakukan segera setelah diterimanya surat permintaan atau surat keputusan lembaga berwenang kepada Penyelenggara. B. Sanksi oleh Penyelenggara 1. Penyelenggara dapat mengenakan sanksi kepada Peserta BI-SSSS yang terbukti melakukan pelanggaran ketentuan dan tidak memenuhi kewajiban dalam Perjanjian Penggunaan BI-SSSS. 2. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dapat berupa teguran tertulis, suspend atau close sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh Peserta BI-SSSS. 3. Dalam hal Peserta BI-SSSS terkena sanksi suspend atau close, Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan dan mengumumkan perubahan status kepesertaan Peserta BI-SSSS dimaksud melalui sarana Administrative Messages kepada seluruh Peserta BI-SSSS lainnya. X. Contingency Plan A. Dalam hal terjadi gangguan pada ST Peserta BI-SSSS maka berlaku prosedur contingency plan sebagai berikut : 1. Bagi Peserta BI-SSSS yang juga sebagai peserta Sistem BI-RTGS : a. Dalam hal terjadi gangguan komunikasi, dapat menghubungi : Help Desk … 69 Help Desk BI-RTGS Bank Indonesia – Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah Gedung D Lantai 4, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10010. Telepon : 381 8888 Faksimili : 231 1426 b. Dalam hal terjadi gangguan pada ST dapat menghubungi : Help Desk BI-SSSS Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Gedung B Lantai 11, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10010. Telepon : 381 8555 Faksimili : 831 8026 2. Bagi Peserta BI-SSSS yang bukan Peserta Sistem BI-RTGS, dalam hal terjadi gangguan komunikasi dan gangguan pada ST, dapat menghubungi : Help Desk BI-SSSS Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Gedung B Lantai 11, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10010. Telepon : 381 8555 Faksimili : 831 8026 3. Dalam hal terjadi gangguan pada saluran komunikasi antara ST dan SCC, maka Peserta BI-SSSS wajib menggunakan back-up komunikasi (dial-up). 4. Dalam … 70 4. Dalam hal terjadi gangguan pada ST dan atau aplikasi ST, maka kegiatan operasional akan pindah ke sistem back-up atau ST Server Back-up. Bagi Peserta yang sekaligus sebagai peserta Sistem BI- RTGS, pemindahan ke sistem back-up hanya dimungkinkan dalam hal RT juga mengalami gangguan, sehingga kegiatan operasional RT/ST keduanya bekerja di sistem back-up. 5. Dalam hal saluran komunikasi back-up dan atau sistem back-up Peserta BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dan butir 4 tetap tidak berfungsi, Peserta BI-SSSS dapat menggunakan fasilitas yang disediakan oleh Penyelenggara Penatausahaan, dengan ketentuan sebagai berikut : a) Peserta BI-SSSS dapat menggunakan ST back-up yang disediakan di lokasi Penyelenggara (fasilitas guest-bank) dengan alamat : Bank Indonesia cq. Bagian PTPU-DPM Gedung B Lantai 11, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta. b) Penggunaan fasilitas guest-bank sebagaimana dimaksud dalam butir a) sesuai ketentuan sebagai berikut : 1) Bagi Peserta BI-SSSS yang berkantor pusat dan atau memiliki kantor cabang di wilayah KPBI : i. Selambat-lambatnya 2 (dua) jam sebelum penggunaan, Peserta BI-SSSS menyampaikan permohonan pendahuluan melalui telepon kepada Penyelenggara Penatausahaan untuk dapat menggunakan fasilitas guest-bank. ii. Setelah ... 71 ii. Setelah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara Penatausahaan, permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir i ditegaskan kembali dengan surat sebagaimana contoh dalam Lampiran 6, yang disampaikan oleh Peserta BI-SSSS kepada Penyelenggara Penatausahaan pada saat Peserta BI- SSSS ke Bank Indonesia. 2) Bagi Peserta BI-SSSS yang berkantor pusat di luar wilayah KPBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah KPBI : i. Selambat-lambatnya 2 (dua) jam sebelum penggunaan, Peserta BI-SSSS menyampaikan permohonan pendahuluan melalui faksimili kepada Penyelenggara Penatausahaan untuk dapat menggunakan fasilitas guest-bank. ii. Setelah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara Penatausahaan, permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir i ditegaskan kembali dengan surat sebagaimana contoh dalam Lampiran 6, yang disampaikan oleh Peserta BI-SSSS kepada KBI setempat. iii. Penyampaian surat sebagaimana dimaksud dalam butir ii, dengan melampirkan formulir instruksi transaksi dan atau instruksi setelmen transaksi Surat Berharga yang akan dilakukan Bank melalui guest-bank, yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Formulir instruksi transaksi dan atau instruksi setelmen transaksi Surat Berharga, memuat seluruh data dan informasi yang harus diinput sesuai screen construct transaksi … 72 transaksi dan setelmen transaksi Surat Berharga yang dilakukan Peserta BI-SSSS melalui sarana ST. iv. Berdasarkan instruksi sebagaimana dimaksud dalam butir iii, Penyelenggara Penatausahaan melakukan construct dan pengiriman data transaksi dan setelmen melalui fasilitas guest-bank untuk dan atas nama Peserta BI-SSSS. c) Mengingat periode pelaksanaan (window time) kegiatan lelang OPT dan atau SUN yang diselenggarakan Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia relatif terbatas, Peserta BI- SSSS dapat melakukan pengajuan penawaran lelang melalui Peserta BI-SSSS lainnya sebagai perantara (broker) yang terdaftar sebagai peserta lelang. d) Dalam hal Bank Peserta BI-SSSS menggunakan jasa Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing dan atau Perusahaan Efek untuk melakukan pengajuan penawaran lelang sebagaimana dimaksud dalam butir c), Bank wajib membuat surat konfirmasi broker bidding limit bagi broker yang ditunjuk, sebagaimana contoh dalam Lampiran 2c. e) Surat konfirmasi broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam butir d, wajib segera disampaikan kepada Penyelenggara Transaksi Dengan Bank Indonesia sebelum pelaksanaan lelang dimaksud. Bagi Peserta BI-SSSS yang berkantor pusat di luar wilayah KPBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah KPBI, penyampaian surat konfirmasi broker bidding limit dilakukan melalui faksimili kepada Penyelenggara Transaksi Dengan Bank … 73 Bank Indonesia dan asli surat dimaksud disampaikan ke KBI setempat. 6. Penyelenggara dapat mengenakan biaya kepada Peserta BI-SSSS atas penggunaan fasilitas guest bank di Bank Indonesia. B. Dalam hal terjadi gangguan BI-SSSS pada Penyelenggara maka pengoperasian akan dialihkan pada DRC Bank Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut maka Bank Indonesia akan menginformasikan kepada seluruh Peserta BI-SSSS melalui Administrasi Messages mengenai prosedur contingency plan yang harus dilakukan oleh Peserta BI-SSSS. XI. Lain-lain 1. Peserta BI-SSSS wajib membuat By-Laws yang memuat aturan yang berlaku diantara Peserta BI-SSSS, yang dibuat berdasarkan kesepakatan para Peserta BI-SSSS, yang antara lain memuat cakupan gagal serah dan gagal bayar saat setelmen Surat Berharga dan kompensasi, indemnity dalam rangka koreksi suatu transaksi, queue cancellation, pedoman pengiriman administrative message antar Peserta BI-SSSS, dan pembentukan arbitrase untuk penyelesaian sengketa antar Peserta BI-SSSS. Bank Indonesia akan mengakomodasi aturan dalam By-Laws dalam pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga oleh Peserta BI- SSSS. 2. Bank Indonesia sebagai Penyelenggara BI-SSSS tidak bertanggung jawab atas tidak terlaksananya transaksi dan atau kerugian yang mungkin timbul yang disebabkan antara lain namun tidak terbatas pada: a. Pengiriman Transaksi Dengan Bank Indonesia melalui ABS dan atau instruksi setelmen transaksi Surat Berharga melalui SSTS kepada … 74 kepada Penyelenggara yang dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang b. Keterlambatan penerimaan data Transaksi Dengan Bank Indonesia dan atau instruksi setelmen Surat Berharga dari ST Peserta BI-SSSS kepada Penyelenggara akibat gangguan jaringan komunikasi, sehingga menyebabkan keterlambatan setelmen Surat Berharga. c. Ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana oleh Pemerintah pada rekening giro Pemerintah di Bank Indonesia yang mengakibatkan tidak terbayar atau keterlambatan atas pembayaran bunga (kupon) atau pelunasan pokok SUN pada saat jatuh waktu. d. Keadaan Darurat. Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/6/DPM tanggal 21 Maret 2003 perihal Tata Cara Penatausahaan Surat Utang Negara dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER 75
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/1/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System </reg_title> <set_date> 16 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date> <replaced_reg> '5/6/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '6/2/PBI/2004' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX', 'Romawi VI Huruf B Angka 7', 'Romawi VI Huruf A Angka 8', 'Romawi V Huruf C Angka 3 Huruf a Butir 3)', 'Romawi V Huruf C Angka 4 Huruf a Butir 4)', 'Romawi V Huruf C Angka 4 Huruf b Butir 3)', 'Romawi V Huruf C Angka 4 Huruf b Butir 6', 'Romawi V Huruf C Angka 4 Huruf c Butir 3)', 'Romawi V Huruf C Angka 4 Huruf c Butir 6)' </penalty_list>
No.13/ 8 /DPNP Jakarta, 28 Maret 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/23/PBI/2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5180), yang selanjutnya disebut PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai uji kemampuan dan kepatutan, sebagai berikut: I. UMUM Sebagaimana diatur dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, uji kemampuan dan kepatutan dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap: 1. Calon Pemegang Saham Pengendali (PSP), calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi. Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebelum yang bersangkutan menjadi PSP atau menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi. 2. PSP . . . 2. PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat Eksekutif. Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai kembali kemampuan dan kepatutan terhadap pihak-pihak yang menjadi PSP atau yang sedang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif. 3. Pihak-pihak yang sudah tidak menjadi atau menjabat sebagai pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2, namun yang bersangkutan ditengarai terlibat atau bertanggung jawab terhadap perbuatan atau tindakan yang sedang dalam proses uji kemampuan dan kepatutan pada Bank atau Kantor Perwakilan Bank Asing. Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk: a. menilai kembali kemampuan dan kepatutan, dalam hal yang bersangkutan telah menjadi pemegang saham atau bekerja pada bank lain; atau b. bahan penilaian pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan kembali menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada bank. II. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP CALON PSP, CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DAN CALON ANGGOTA DIREKSI (NEW ENTRY) A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Faktor yang dinilai dalam uji kemampuan dan kepatutan meliputi: a. Integritas dan kelayakan keuangan bagi calon PSP. Calon . . . Calon PSP wajib memenuhi persyaratan integritas dan kelayakan keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. Terkait dengan salah satu persyaratan integritas bagi calon PSP yaitu memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat, calon PSP wajib menyampaikan rencana pengembangan operasional Bank yang sehat, yang paling kurang memuat arah dan strategi pengembangan Bank, dan rencana penguatan permodalan Bank untuk jangka waktu paling kurang 3 (tiga) tahun. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta pernyataan tertulis yang berisi komitmen untuk tidak melakukan pengalihan kepemilikan sahamnya di Bank dalam jangka waktu tertentu. b. Integritas, kompetensi dan reputasi keuangan bagi calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi. 2. Pihak-pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan kepatutan adalah: a. Calon PSP, meliputi: 1) orang dan/atau badan hukum yang akan melakukan pembelian, menerima hibah, menerima hak waris atau bentuk lain pengalihan hak atas saham Bank sehingga yang bersangkutan akan menjadi PSP; 2) pemegang saham Bank yang tidak tergolong sebagai PSP (non PSP) yang melakukan pembelian saham Bank, menerima hibah saham Bank menerima hak waris . . . waris atau bentuk lain pengalihan hak atas saham Bank, sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi PSP; 3) non PSP yang melakukan penambahan setoran modal sehingga mengakibatkan yang bersangkutan menjadi PSP; 4) non PSP namun menurut Bank Indonesia dinilai melakukan Pengendalian Bank; 5) orang dan/atau badan hukum yang digolongkan sebagai pengendali Bank karena adanya perubahan struktur kelompok usaha Bank; 6) orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP pada “Bank hasil penggabungan” (merger); 7) orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP “Bank hasil peleburan” (konsolidasi); b. Calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi, meliputi: 1) orang yang belum pernah menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi Bank, yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi Bank; 2) orang yang sedang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi Bank, yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi, pada Bank lainnya; 3) orang yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi Bank, yang dicalonkan . . . dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi, pada Bank yang sama atau pada Bank lainnya; 4) anggota Dewan Komisaris Bank yang akan beralih jabatan menjadi anggota Direksi pada Bank yang sama; 5) anggota Dewan Komisaris Bank yang akan beralih jabatan menjadi Komisaris Independen pada Bank yang sama; 6) anggota Direksi Bank yang akan beralih jabatan menjadi Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan pada Bank yang sama; 7) anggota Direksi Bank yang akan beralih jabatan menjadi anggota Dewan Komisaris pada Bank yang sama; 8) anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi Bank yang akan beralih jabatan ke jabatan yang lebih tinggi pada Bank yang sama, antara lain meliputi: a) anggota Dewan Komisaris Bank yang akan diangkat menjadi komisaris utama/wakil komisaris utama atau yang setara dengan itu pada Bank yang sama; b) anggota Direksi Bank yang akan diangkat menjadi direktur utama/wakil direktur utama atau yang setara dengan itu pada Bank yang sama; 9) orang . . . 9) orang yang akan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi pada “Bank hasil penggabungan” yang berasal dari “Bank yang menggabungkan”; 10) orang yang akan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi pada “Bank hasil penggabungan” yang berasal dari “Bank yang menerima penggabungan” (surviving bank) termasuk perpanjangan jabatan; 11) orang yang akan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi “Bank hasil peleburan” yang berasal dari Bank yang melakukan peleburan; 12) orang yang dicalonkan menjadi pemimpin kantor perwakilan bank asing; 13) orang yang dicalonkan menjadi pimpinan kantor cabang bank asing. Uji kemampuan dan kepatutan tidak dilakukan terhadap perpanjangan jabatan bagi anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi, kecuali perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 10). Termasuk dalam pengertian perpanjangan jabatan adalah setiap penugasan kembali dalam jabatan yang sama, baik sebelum maupun sesudah masa jabatan yang bersangkutan berakhir. Perpanjangan jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi tersebut dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan alamat penyampaian sebagaimana diatur dalam angka III huruf D. B. Persyaratan . . . B. Persyaratan Administratif bagi Calon PSP 1. Permohonan Bank untuk memperoleh persetujuan atas calon PSP disampaikan kepada Bank Indonesia dilengkapi dengan dokumen persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan dan ketentuan lain yang mengatur mengenai persyaratan pemegang saham Bank, yaitu: a. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri; b. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembelian saham bank umum; c. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara merger, konsolidasi dan akuisisi bank umum; dan d. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai bank umum. Rincian dokumen persyaratan administratif dimaksud adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1a dan Lampiran 1b. 2. Persyaratan laporan keuangan 3 (tiga) tahun buku terakhir dari Bank dan badan hukum yang akan melakukan pengambilalihan Bank sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1a butir 2.c, paling kurang terdiri dari laporan neraca dan perhitungan laba rugi beserta penjelasannya yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. Laporan keuangan tersebut disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. 3. Selain . . . 3. Selain dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank juga menyampaikan Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1c dan Lampiran 1d yang telah diisi lengkap dan ditandatangani oleh calon PSP atau calon Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT). C. Persyaratan Administratif bagi Calon Anggota Dewan Komisaris dan Calon Anggota Direksi Permohonan Bank untuk memperoleh persetujuan atas calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi disampaikan kepada Bank Indonesia dengan dilengkapi dokumen persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan dan ketentuan lain yang mengatur mengenai persyaratan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, pimpinan kantor cabang bank asing dan pemimpin kantor perwakilan bank asing, yaitu: 1. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri; 2. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan fungsi kepatuhan bank umum; 3. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai bank umum; dan 4. Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum. Rincian dokumen persyaratan administratif dimaksud adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2a sampai dengan Lampiran 2f. D. Dokumen . . . D. Dokumen Pendukung Persyaratan Administratif Dalam hal menurut penilaian Bank Indonesia dianggap perlu, pihak yang diuji wajib menyampaikan dokumen pendukung atas dokumen persyaratan administratif yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1a sampai dengan Lampiran 1d dan Lampiran 2a sampai dengan Lampiran 2f. Dokumen permohonan yang disampaikan Bank dinyatakan telah diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 25 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, apabila dokumen persyaratan administratif dan dokumen pendukungnya telah diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. E. Tata Cara dan Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Tata cara uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 22 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan dilakukan terhadap: a. b. calon PSP melalui penelitian administratif dan wawancara; calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi melalui: 1) penelitian administratif; dan 2) wawancara, apabila diperlukan. 2. Penelitian administratif: a. Calon PSP Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan integritas dan kelayakan keuangan calon PSP dilakukan penelitian, meliputi: 1) dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1a sampai dengan Lampiran 1d; 2) catatan . . . 2) catatan administrasi Bank Indonesia antara lain berupa rekam jejak, Daftar Tidak Lulus, dan Daftar Kredit Macet; dan 3) informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dalam rangka pengawasan Bank. b. Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan integritas, reputasi keuangan dan kompetensi calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi dilakukan penelitian, meliputi: 1) dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2a sampai dengan Lampiran 2f; 2) catatan administrasi Bank Indonesia antara lain berupa rekam jejak, Daftar Tidak Lulus, dan Daftar Kredit Macet; dan 3) informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dalam rangka pengawasan Bank. 3. Wawancara Wawancara dilakukan dalam rangka konfirmasi atas informasi yang telah diperoleh Bank Indonesia dan/atau untuk menggali informasi lebih lanjut dari pihak yang diuji untuk memperoleh keyakinan atas terpenuhinya persyaratan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan, dan/atau kompetensi. a. wawancara wajib dilakukan terhadap calon PSP. b. wawancara terhadap calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi dilakukan apabila: 1) pihak . . . 1) pihak yang diuji akan menjabat sebagai Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan; 2) pihak yang diuji akan menjabat sebagai Komisaris Independen; dan/atau 3) diperlukan klarifikasi atau penjelasan lebih lanjut dari pihak yang diuji. 4. Hasil Penilaian a. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi yang memperoleh predikat Lulus dinyatakan memenuhi persyaratan untuk menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi pada Bank yang mengajukan pencalonan. b. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi pada Bank yang mengajukan pencalonan. c. Hasil uji kemampuan dan kepatutan berupa persetujuan (predikat Lulus) atau penolakan (predikat Tidak Lulus) atas permohonan calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi disampaikan secara tertulis kepada Bank yang mengajukan pencalonan. Hasil uji kemampuan dan kepatutan dapat disampaikan kepada pihak yang berkepentingan, antara lain Pemerintah, Lembaga Penjamin Simpanan, pemegang saham bank atau pihak lain yang dianggap perlu oleh Bank Indonesia. d. Dalam . . . d. Dalam hal calon PSP yang memperoleh predikat Tidak Lulus telah memiliki saham bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. e. Dalam hal calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus namun telah mendapat persetujuan dan diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi Bank sesuai keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dan Pasal 40 Uji Kemampuan dan Kepatutan, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus yang dilarang menjadi PSP atau memiliki saham pada industri perbankan apabila predikat Tidak Lulus disebabkan faktor integritas dan/atau reputasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 20 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. 2) calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus namun berasal dari peralihan jabatan sebagaimana dimaksud pada butir A.2.b.4) sampai dengan A.2.b.8), yang bersangkutan masih dapat menjalankan tugas dan . . . dan fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi pada Bank dimaksud sepanjang tidak terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. 3) calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus yang berasal dari Pejabat Eksekutif yang sedang menjabat pada Bank, yang bersangkutan masih dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Pejabat Eksekutif pada Bank dimaksud sepanjang tidak terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. F. Penghentian Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Bank Indonesia menghentikan uji kemampuan dan kepatutan calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota Direksi apabila pada saat penilaian dilakukan, calon tersebut sedang menjalani proses hukum dan/atau sedang menjalani proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank. 2. Yang dimaksud sedang menjalani proses hukum adalah apabila calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, atau calon anggota Direksi telah menyandang status tersangka atau terdakwa. 3. Yang dimaksud sedang menjalani proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank adalah apabila calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, atau calon anggota Direksi: a. sedang . . . a. sedang diajukan sebagai calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, atau calon anggota Direksi pada bank lain. Bank Indonesia menghentikan uji kemampuan dan kepatutan terhadap pencalonan yang terakhir diajukan Bank kepada Bank Indonesia. b. sedang menjalani uji kemampuan dan kepatutan yang disebabkan karena yang bersangkutan diindikasikan mempunyai permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. Bank Indonesia menghentikan uji kemampuan dan kepatutan terhadap pencalonan yang bersangkutan yang diajukan Bank kepada Bank Indonesia. 4. Bank Indonesia memberitahukan penghentian uji kemampuan dan kepatutan kepada Bank yang mengajukan pencalonan. 5. Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota Direksi yang dihentikan uji kemampuan dan kepatutan, dapat diajukan kembali kepada Bank Indonesia untuk menjadi calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota Direksi apabila yang bersangkutan telah selesai menjalani: a. proses hukum yang dibuktikan dengan adanya: 1) Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3); atau 2) Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak bersalah; atau b. proses . . . b. proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank yang dibuktikan dengan adanya hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan dengan predikat Lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan existing. G. Alamat Penyampaian Surat permohonan berikut dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf B, C dan D di atas disampaikan oleh Bank kepada: Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Bank Indonesia Jalan M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350; dengan tembusan kepada: 1. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor Pusat di wilayah Jabodetabek; atau 2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabodetabek. III. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PSP, ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, ANGGOTA DIREKSI, DAN PEJABAT EKSEKUTIF (EXISTING) A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam butir I.2 dan butir I.3, meliputi: a. Pihak-pihak yang menjadi PSP atau sedang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada Bank, yang terindikasi memiliki permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan . . . keuangan dan/atau kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan; b. Pihak-pihak yang pada saat menjadi PSP atau menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada suatu Bank, ditengarai terlibat atau bertanggung jawab dalam permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, namun pada saat dilakukan uji kemampuan dan kepatutan, yang bersangkutan: 1) telah menjadi pemegang saham bank lain atau bekerja pada bank lain; atau 2) tidak lagi menjadi pemegang saham bank atau tidak lagi bekerja pada bank. 2. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan dilakukan setiap saat apabila berdasarkan bukti, data dan informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan (off site supervision dan/atau on site supervision) maupun informasi lainnya, terdapat indikasi: a. permasalahan integritas dan/atau kelayakan keuangan pada PSP; b. permasalahan integritas, reputasi keuangan dan/atau kompetensi pada anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat Eksekutif; atau c. pelanggaran atau penyimpangan kegiatan kantor perwakilan bank asing yang dilakukan oleh pemimpin kantor. 3. Permasalahan . . . 3. Permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi adalah permasalahan yang terkait dengan: a. tindakan menyembunyikan dan/atau mengaburkan pelanggaran dari suatu ketentuan atau kondisi keuangan dan/atau transaksi yang sebenarnya, antara lain: 1) pencatatan palsu dan/atau transaksi fiktif baik yang dilakukan pada sisi aktiva maupun pasiva Bank termasuk transaksi pada rekening administratif; 2) penggelapan atau manipulasi; 3) praktek bank dalam bank; 4) praktek pembukuan dan/atau laporan keuangan Bank yang tidak benar dan secara material berpengaruh terhadap keadaan keuangan Bank sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap Bank (window dressing); 5) pembobolan teknologi sistem informasi Bank; dan/atau 6) menghilangkan atau merusak catatan pembukuan dan/atau dokumen pendukung transaksi atau catatan pembukuan Bank. b. tindakan memberikan keuntungan secara tidak wajar kepada pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, pegawai, dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan Bank, antara lain: 1) pemberian suku bunga pinjaman dibawah cost of fund. 2) transaksi valuta asing (termasuk derivasinya) yang tidak wajar dan merugikan Bank dan/atau mengurangi potensi keuntungan Bank; 3) penjualan . . . 3) penjualan dan/atau pembelian harta milik Bank dengan harga yang tidak wajar dibandingkan harga pasar; dan/atau 4) pemberian fasilitas yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, Pejabat Eksekutif dan pegawai. c. tindakan melanggar prinsip kehati–hatian di bidang perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang sehat, antara lain: 1) pemberian kredit yang tidak didasarkan pada prinsip pemberian kredit yang sehat; 2) penyediaan dana yang melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); dan/atau 3) penyediaan dana kepada pihak atau sektor atau kegiatan yang dilarang oleh ketentuan. Prinsip kehati-hatian di bidang perbankan dan/atau asas- asas perbankan yang sehat termasuk namun tidak terbatas pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum, posisi devisa neto, batas maksimum pemberian kredit, kualitas aktiva dan giro wajib minimum. d. terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde). Tindak Pidana Tertentu adalah tindak pidana asal yang disebut dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai . . . mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika/psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, dibidang perbankan, dibidang pasar modal, dibidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, dibidang perpajakan, dibidang kehutanan, dibidang lingkungan hidup, dibidang kelautan dan perikanan atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana 4 (empat) tahun atau lebih. e. terbukti menyebabkan Bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya atau dapat membahayakan industri perbankan. Yang dimaksud dengan menyebabkan Bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya atau dapat membahayakan industri perbankan, antara lain adalah tindakan yang: 1) memanfaatkan Bank untuk membiayai kepentingan sendiri dan/atau kelompok usahanya; dan/atau 2) melanggar ketentuan dan/atau komitmen kepada Bank Indonesia atau Pemerintah, yang menyebabkan Bank ditempatkan dalam pengawasan intensif atau pengawasan Pemerintah/Lembaga Penjamin Simpanan, dibekukan kegiatan usahanya dan/atau dicabut ijin usahanya. f. terbukti khusus, diambilalih . . . f. terbukti tidak melaksanakan perintah Bank Indonesia untuk melakukan dan/atau tidak melakukan tindakan tertentu (cease and desist order), dalam rangka perbaikan dan/atau penyehatan Bank. g. terbukti memiliki kredit macet. Khusus untuk kartu kredit, pengertian kredit macet tidak termasuk tagihan yang berasal dari annual fee, biaya administrasi dan/atau tagihan lainnya yang bukan berasal dari transaksi pemakaian kartu kredit. h. terbukti dinyatakan pailit dan/atau menjadi pemegang saham, anggota dewan komisaris atau anggota direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit. i. PSP tidak melakukan upaya-upaya yang diperlukan apabila Bank menghadapi kesulitan permodalan maupun likuiditas, misalnya tidak melakukan upaya penambahan setoran modal Bank atau tidak melakukan upaya mencari investor baru. j. anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi tidak mampu melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan Bank yang sehat. Penilaian didasarkan pada tugas dan tanggung jawab dari setiap jabatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, sesuai uraian tugas yang ada pada Bank yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis antara lain adalah kemampuan untuk menginterpretasikan visi dan misi Bank, mengantisipasi perkembangan perekonomian, keuangan dan perbankan, menganalisa . . . menganalisa situasi industri perbankan dan sektor industri yang dibiayai. k. menolak memberikan komitmen dan/atau tidak memenuhi komitmen yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia dan/atau instansi lain yang berwenang. Komitmen yang dimaksud antara lain adalah: 1) komitmen dalam rangka penyehatan Bank; 2) komitmen untuk tidak mengulangi tindakan atau perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan/atau huruf c; atau 3) komitmen untuk tidak melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan (bagi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif yang pernah memiliki predikat Tidak Lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan dan telah menjalani masa sanksi sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1), Pasal 40 ayat (4) huruf a dan Pasal 40 ayat (5) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan). 4. Pelanggaran terhadap kegiatan usaha yang dilarang untuk Kantor Perwakilan Bank Asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang dilakukan atau melibatkan pemimpin kantor perwakilan bank asing. B. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan dilakukan setiap saat dalam rangka penilaian kembali apabila berdasarkan bukti, data dan/atau . . . 2 Uji dan/atau informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan maupun informasi lainnya terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan, dan/atau kompetensi. 2. Uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dilakukan dengan langkah-langkah: a. klarifikasi bukti, data dan informasi kepada pihak-pihak yang diuji; b. penetapan dan penyampaian hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan kepada pihak-pihak yang diuji; c. tanggapan dari pihak-pihak yang diuji terhadap hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan; dan d. penetapan dan pemberitahuan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan kepada pihak-pihak yang diuji; 3. Penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan dilakukan berdasarkan tingkat keterlibatan atau peranan pihak-pihak yang diuji terhadap permasalahan atau tindakan pelanggaran yang dilakukan, yang dikategorikan menjadi: a. Pelaku Yang dimaksud dengan Pelaku adalah: 1) orang yang memerintahkan, menyuruh melakukan atau mengusulkan terjadinya perbuatan; 2) orang yang menyetujui, turut serta menyetujui, atau menandatangani; 3) orang yang melakukan atau turut serta melakukan suatu perbuatan berdasarkan perintah, baik dengan atau tanpa tekanan, dan yang bersangkutan patut mengetahui atau patut menduga bahwa perintah tersebut . . . tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku; atau 4) orang yang melakukan suatu perbuatan karena adanya janji atau imbalan tertentu. b. Pelaku Pembantu Yang dimaksud dengan Pelaku Pembantu adalah Orang yang karena melaksanakan tugas, jabatan dan/atau adanya suatu perintah dari pihak lain, baik dengan atau tanpa tekanan, melakukan atau turut serta melakukan suatu perbuatan, dan yang bersangkutan patut mengetahui atau patut menduga bahwa perbuatan atau perintah yang dilakukan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, namun yang bersangkutan telah berusaha untuk menolak melakukan perbuatan atau perintah tersebut. C. Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan beserta Konsekuensinya 1. Pihak-pihak yang ditetapkan dengan predikat Lulus memenuhi persyaratan untuk tetap menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif. 2. Pihak-pihak yang dikategorikan sebagai Pelaku Pembantu dapat ditetapkan predikat Lulus apabila yang bersangkutan menyampaikan surat pernyataan yang berisi komitmen untuk tidak mengulangi tindakan pelanggaran dimasa yang akan datang. Pelanggaran atas komitmen dimaksud menjadi dasar untuk dilakukan uji kemampuan dan kepatutan kepada yang bersangkutan. 3. Pihak-pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus dilarang menjadi: a. PSP . . . a. PSP atau memiliki saham pada industri perbankan; dan/atau b. anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada industri perbankan. sejak tanggal surat penetapan Bank Indonesia. 4. Jangka waktu larangan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 3 tercantum dalam Lampiran 3a dan Lampiran 3b. 5. Dalam hal pihak-pihak yang ditetapkan Tidak Lulus sebagaimana dimaksud pada angka 3 juga merupakan pemegang saham pada bank lain, yang bersangkutan juga wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya pada bank lain tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jika bank tersebut adalah Bank Umum maka yang bersangkutan wajib mengalihkan seluruh kepemilikan sahamnya pada bank tersebut dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia. Dalam hal tidak dialihkan dalam jangka waktu dimaksud maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan; b. jika bank tersebut adalah Bank Umum Syariah atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah maka yang bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya pada bank tersebut dengan jumlah saham, jangka waktu, dan tata cara pengalihan sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; c. jika . . . c. jika bank tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat maka yang bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya pada Bank Perkreditan Rakyat tersebut dengan jumlah saham, jangka waktu, dan tata cara pengalihan sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Perkreditan Rakyat. 6. Dalam hal pihak-pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus sebagaimana dimaksud pada angka 3 sudah menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada bank lain, maka yang bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada bank lain tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jika bank tersebut adalah Bank Umum maka yang bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada bank lain tersebut sejak tanggal surat penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia. Bank Umum tersebut wajib menindaklanjuti pemberhentian anggota Dewan Komisaris anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan Bank Indonesia, berupa: 1) melaksanakan RUPS untuk memberhentikan (pengukuhan) anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus; atau 2) menerbitkan . . . 2) menerbitkan surat keputusan pemberhentian bagi Pejabat Eksekutif yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus. b. jika bank tersebut adalah Bank Umum Syariah atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah maka tindaklanjut pemberhentian bagi anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif dimaksud mengacu kepada ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. c. jika bank tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat maka tindaklanjut pemberhentian bagi anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif dimaksud mengacu kepada ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Perkreditan Rakyat. d. jika bank tersebut adalah Bank Umum dan yang bersangkutan menjabat sebagai Direktur atau Pejabat Eksekutif yang hanya bertugas mengelola Unit Usaha Syariah (UUS), maka tindaklanjut pemberhentian yang bersangkutan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b. 7. PSP yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus dan tidak mengalihkan seluruh kepemilikan sahamnya dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan maka dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya batas waktu tersebut, yang bersangkutan wajib menyerahkan surat kuasa menjual saham kepada: a. pihak . . . a. pihak yang ditunjuk oleh PSP dengan persetujuan Bank Indonesia; b. pihak yang ditunjuk Bank Indonesia; atau c. Bank Indonesia dengan hak substitusi. 8. Surat kuasa menjual sebagaimana dimaksud pada angka 7 dibuat dalam bentuk akta notariil yang paling kurang memuat: a. memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk menjual atau mengalihkan saham kepada pihak lain; b. menerima/menyetujui segala keputusan atas penjualan atau pengalihan saham yang dilakukan oleh penerima kuasa; c. membebaskan penerima kuasa atas segala akibat hukum yang timbul dari penjualan atau pengalihan saham dimaksud; d. pemberi kuasa tidak akan mencabut surat kuasa menjual yang telah diberikan kepada penerima kuasa; dan e. segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan surat kuasa menjual, menjadi beban pemberi kuasa. 9. Hak PSP terhadap pembagian deviden, berlaku ketentuan sebagai berikut : a. yang bersangkutan masih berhak menerima pembagian deviden untuk periode paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia tersebut. Dalam hal pembagian deviden untuk periode tersebut dilakukan setelah 6 (enam) bulan sejak penetapan Tidak Lulus maka yang bersangkutan hanya menerima pembagian deviden setelah memperhitungkan biaya pelaksanaan surat kuasa menjual. b. apabila . . . b. apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a terlampaui dan PSP tidak mengalihkan kepemilikan sahamnya atau mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada pihak yang memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua termasuk kepada kelompok usahanya, maka pembayaran deviden ditunda sampai dengan yang bersangkutan mengalihkan kepemilikan sahamnya sesuai dengan ketentuan. D. Alamat Penyampaian Penyampaian klarifikasi dan tanggapan dari pihak-pihak yang diuji dalam proses uji kemampuan dan kepatutan, penyampaian surat pernyataan dan laporan Bank, disampaikan kepada: 1. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor Pusat di wilayah Jabodetabek; atau 2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabodetabek, dengan tembusan kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. IV. LAPORAN RENCANA PERUBAHAN STRUKTUR KELOMPOK USAHA Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan mencakup seluruh pihak yang terkait dengan Bank dari segi pengendalian sampai dengan PSPT. Contoh . . . Contoh pelaporan rencana perubahan struktur kelompok usaha adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4a dan Lampiran 4b. Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana pada butir III.D. V. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran 1a sampai dengan Lampiran 4b merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VI. KETENTUAN PERALIHAN 1. Hasil uji kemampuan dan kepatutan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/25/PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test), dinyatakan tetap berlaku. 2. Terhadap uji kemampuan dan kepatutan bagi calon PSP atau PSP, calon anggota Dewan Komisaris atau anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi atau anggota Direksi, dan/atau Pejabat Eksekutif yang sedang dilakukan pada saat berlakunya PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, maka: a. proses penilaian yang meliputi faktor yang dinilai dan tata cara penilaian serta hasil penilaian, tetap mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/25/PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test). b. dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah Lulus Bersyarat, maka yang bersangkutan dinyatakan Lulus setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/25/PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) dan perubahan hasil penilaian dimaksud diberitahukan Bank Indonesia kepada yang bersangkutan. c. dalam . . . c. dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah Lulus maka konsekuensi hasil penilaian mengacu kepada ketentuan dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. d. dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah Tidak Lulus, maka konsekuensi hasil penilaian termasuk pengenaan jangka waktu larangan untuk menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif mengacu kepada ketentuan dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. VII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/15/DPNP tanggal 31 Maret 2004 perihal Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan di dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 28 Maret 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, WIMBOH SANTOSO DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/8/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Bank Umum </reg_title> <set_date> 16 Maret 2001 </set_date> <effective_date> 16 Maret 2001 </effective_date> <related_reg> '2/27/PBI/2000' </related_reg>
No. 2/ 15 /DSM Jakarta, 30 Juni 2000 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/9/DSM tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. Sehubungan dengan masih adanya beberapa kesulitan teknis dalam pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/9/DSM tanggal 28 Desember 1999 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank, maka untuk memberikan kesempatan yang cukup kepada bank pelapor dalam uji coba pelaksanaan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa kepada Bank Indonesia, perlu ditetapkan perubahan terhadap angka VII huruf B Surat Edaran dimaksud menjadi sebagai berikut : “B. Untuk memberikan kesempatan kepada bank pelapor dalam melakukan uji coba pelaksanaan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa kepada Bank Indonesia, pengenaan sanksi denda pada butir V ditetapkan sebagai berikut : 1. Sanksi bagi bank pelapor yang terlambat menyampaikan laporan atau bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada butir V.A, V.B dan V.D mulai diberlakukan untuk laporan bulan Juni 2000. 2. Sanksi ..... 2 2. Sanksi bagi bank pelapor yang menyampaikan laporan tidak lengkap dan atau tidak benar sebagaimana dimaksud pada butir V.C mulai diberlakukan untuk laporan bulan Januari 2001”. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA ACHJAR ILJAS Deputi Gubernur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/15/DSM|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/9/DSM tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. </reg_title> <set_date> 30 Juni 2000 </set_date> <effective_date> 30 Juni 2000 </effective_date> <changed_reg> '1/9/DSM|SE-BI/1999' </changed_reg> <related_reg> '1/9/DSM|SE-BI/1999' </related_reg>
No. 12/ 18 /DPM Jakarta, 7 Juli 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Operasi Pasar Terbuka. Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tanggal 2 Juli 2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141), perlu ditetapkan ketentuan mengenai pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter. 3. Peserta ... 2 3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 6. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Negara yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 9. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 10. Surat ... 3 10. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 11. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 13. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disebut ZCB adalah Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 14. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia. 15. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 16. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 17. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit adalah penempatan dana rupiah milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia. 18. Transaksi ... 4 18. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh Peserta OPT. 19. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. 20. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Peserta OPT yang tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) di Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System. 21. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 22. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 23. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem- LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. II. PENERBITAN ... 5 II. PENERBITAN SBI 1. Penerbitan SBI merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas rupiah di pasar uang. 2. SBI memiliki karakteristik sebagai berikut : a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum pada Lampiran 1. c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto; d. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI-SSSS; e. nilai tunai SBI dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus sebagai berikut: N Tunai = ilai N Nominal x 360 ilai 360 + (Tingkat Diskonto x Jangka W ) aktu Nilai diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SBI tercantum pada Lampiran 2. f. dapat dipindahtangankan (negotiable); g. dapat ditransaksikan dengan cara penjualan bersyarat (repurchase agreement), pembelian atau penjualan secara outright, atau dijadikan agunan; h. SBI yang masih dalam status agunan tidak dapat diperdagangkan; i. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu; dan j. Bank ... 6 j. Bank Indonesia dapat melunasi SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) dengan persetujuan pemilik SBI. 3. Metode Transaksi Lelang SBI a. Penerbitan SBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. b. Mekanisme lelang SBI dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender) Tingkat diskonto lelang SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Tingkat diskonto lelang SBI diajukan oleh Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SBI a. Lelang SBI dilakukan pada hari Rabu dan/atau pada hari kerja lain yang ditetapkan Bank Indonesia. b. Window time lelang SBI dari pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBI dan perubahannya paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang SBI melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang SBI memuat antara lain : 1) tanggal lelang; 2) jangka waktu SBI; 3) metode lelang; 4) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); 5) tingkat diskonto SBI (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); 6) window time; dan 7) waktu dan tanggal setelmen. 5. Pengajuan ... 7 5. Pengajuan Penawaran Lelang SBI a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SBI secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SBI untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SBI kepada Bank Indonesia melalui BI- SSSS dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang SBI meliputi: 1) penawaran kuantitas, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) penawaran kuantitas dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu SBI yang akan diterbitkan. e. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT paling kurang 1.000 (seribu) unit atau sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran SBI yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan ... 8 6. Penetapan Pemenang Lelang SBI a. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode fixed rate tender, maka penetapan kuantitas SBI yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable rate tender, maka penetapan kuantitas SBI yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas SBI yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh SBI yang diajukan; dan b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari SBI yang diajukan sebesar hasil perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). terkecil SBI sebesar Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang lelang SBI berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender terdapat pada Lampiran 3a dan Lampiran 3b. c. Bank ... 9 c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang SBI. 7. Pengumuman Hasil Lelang SBI Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBI setelah window time ditutup, paling lambat pukul 16.00 WIB sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto dan nilai tunai SBI yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate, rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI dan nilai nominal yang dimenangkan. 8. Setelmen Lelang SBI a. Setelmen Hasil Lelang SBI 1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SBI paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang SBI. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SBI. 3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang SBI dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai tunai SBI dan setelmen Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBI. 4) Nilai tunai SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung dengan rumus: SBI N Tunai ilai = 360 + (Tingkat Diskonto x Jangka W ) aktu N Nominal x 360 ilai Keterangan ... 10 Keterangan: Nilai nominal = nilai nominal SBI yang dimenangkan. Tingkat diskonto = tingkat diskonto yang dimenangkan. Jangka waktu = jumlah hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang SBI sampai dengan tanggal jatuh waktu. 5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara gabungan untuk setiap pemenang lelang dan setelmen Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara per transaksi (gross to gross). 6) Setelmen dana hasil lelang SBI dilakukan per lelang (auction number). 7) Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan cut-off warning Sistem BI- RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SBI, BI- SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lelang SBI yang dimenangkan Peserta OPT yang bersangkutan. 8) Atas batalnya transaksi lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 7), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. b. Setelmen Pelunasan SBI 1) Pada tanggal jatuh waktu SBI, Bank Indonesia melunasi SBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan SBI yang tercatat di BI- SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu SBI. 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu SBI ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SBI dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 3) Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI dengan cara: a) mengkredit ... 11 a) mengkredit Rekening Giro pemilik SBI sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu; dan b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SBI sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu. 9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Bulan Sejak Kepemilikan SBI (Minimum One Month Holding Period) a. Ketentuan 1) Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan yaitu 28 (dua puluh delapan) hari sejak setelmen pembelian, pemilik SBI dilarang mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan pihak lain. 2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mencakup antara lain transaksi repo, transaksi outright, hibah dan pengagunan. 3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), tidak berlaku untuk transaksi SBI oleh Peserta OPT dengan Bank Indonesia. 4) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1). b. Peralihan Transaksi atas SBI yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran ini yang merupakan bagian dari transaksi yang telah dilakukan sebelum Surat Edaran ini diberlakukan, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 9.a.1) sampai dengan transaksi yang bersangkutan jatuh waktu. Transaksi dimaksud antara lain adalah transaksi repo. c. Pengawasan 1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau pengawasan langsung atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a oleh Peserta OPT dan Sub-Registry. 2) Dalam ... 12 2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dan/atau a.4), Bank Indonesia menyampaikan surat permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT dan/atau Sub-Registry. 3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat konfirmasi dari Bank Indonesia. 4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka Peserta OPT dan/atau Sub- Registry dianggap mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut. 5) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dan a.4) Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. III. TRANSAKSI REPO SURAT BERHARGA 1. Transaksi Repo merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk injeksi likuiditas rupiah di pasar uang. 2. Karakteristik Transaksi Repo : a. Transaksi Repo dilakukan dengan prinsip sell and buyback, yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga (transfer of ownership). b. Transaksi Repo memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. c. Bunga ... 13 c. Bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang (simple interest). d. Hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang direpokan selama periode transaksi Repo tetap merupakan milik Peserta OPT. 3. Metode Transaksi Repo a. Transaksi Repo dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. b. Pelaksanaan lelang transaksi Repo dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender) Suku bunga repo (repo rate) ditetapkan Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Suku bunga repo (repo rate) diajukan Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Repo a. Transaksi Repo dapat dilakukan pada setiap hari kerja. b. Window time transaksi Repo dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Repo paling lambat sebelum window time melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang transaksi Repo memuat antara lain: 1) tanggal lelang; 2) jangka waktu; 3) metode lelang; 4) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); 5) suku bunga repo (repo rate) (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); 6) Surat Berharga yang dapat direpokan; 7) haircut; 8) window ... 14 8) window time; dan 9) tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Transaksi Repo a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran transaksi Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Repo untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Repo kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran transaksi Repo antara lain meliputi: 1) Nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang direpokan, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) Nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang direpokan dan repo rate, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu transaksi Repo yang akan dilakukan. e. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran repo rate dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran transaksi Repo yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan ... 15 6. Penetapan Pemenang Transaksi Repo a. Dalam hal lelang transaksi Repo dilakukan dengan metode fixed rate tender, maka penetapan kuantitas transaksi Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang transaksi Repo dilakukan dengan metode variable rate tender, maka penetapan kuantitas transaksi Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah yang dapat diterima (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran transaksi Repo yang diajukan; dan b) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran transaksi Repo yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh ... 16 Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang transaksi Repo berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender terdapat pada Lampiran 4a sampai dengan Lampiran 4d. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Repo. 7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Repo setelah window time ditutup, sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal yang dimenangkan dan repo rate; dan b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate dan rata-rata tertimbang repo rate. 8. Setelmen Transaksi Repo a. Setelmen first leg 1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang transaksi Repo. 2) Peserta OPT wajib memiliki Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen first leg. 3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme Delivery Versus Payment (DVP) secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut : a) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan; dan b) Setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen first leg. 4) Perhitungan ... 17 4) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 5) Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan waktu yang ditetapkan untuk setelmen, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Repo yang tidak didukung dengan Surat Berharga yang mencukupi. 6) Atas batalnya transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. b. Setelmen second leg 1) Pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI- RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen second leg. 3) Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: a) Setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen second leg; b) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga transaksi Repo jatuh waktu; dan c) Perhitungan ... 18 c) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. d) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan pada periode transaksi Repo, maka kupon/imbalan dimaksud mengurangi kewajiban Peserta OPT pada transaksi Repo jatuh waktu (second leg) dengan perhitungan sebagai berikut: setelmen Nilai second leg = setelmen Nilai first leg + Bunga Repo - N kupon/imbalan yang diterima ilai B Indonesia ank e) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan, maka perhitungan bunga repo sejak tanggal pembayaran kupon/imbalan didasarkan pada nilai setelmen first leg dikurangi dengan penerimaan kupon dimaksud. 4) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Repo, tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga repo untuk hari libur dimaksud. 5) Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Repo jatuh waktu (second leg). c. Kegagalan... 19 c. Kegagalan Setelmen Second Leg Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, maka Surat Berharga yang direpokan diperlakukan sebagai berikut: 1) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption). 2) Dalam hal Surat Berharga berupa SBN maka transaksi yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright oleh Peserta OPT. 3) Perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan harga Surat Berharga transaksi outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 4) Dalam hal nilai transaksi outright : a) lebih kecil dari kewajiban setelmen second leg, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban setelmen second leg dengan nilai transaksi outright; b) lebih besar dari nilai kewajiban setelmen second leg, maka Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban setelmen second leg dengan nilai transaksi outright. 5) Atas batalnya transaksi Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 9. Kupon Surat Berharga Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan setelah transaksi Repo jatuh waktu (second leg), maka Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro sebesar kupon/imbalan dimaksud pada tanggal penerimaan kupon/imbalan. IV. TRANSAKSI ... 20 IV. TRANSAKSI REVERSE REPO SURAT BERHARGA NEGARA 1. Transaksi Reverse Repo merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas rupiah di pasar uang. 2. Karakteristik transaksi Reverse Repo: a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan prinsip sell and buyback, yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan SBN (transfer of ownership). b. Transaksi Reverse Repo memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. c. Bunga Reverse Repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang (simple interest). d. Hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang direverse-repokan selama periode transaksi Reverse Repo tetap merupakan milik Bank Indonesia. 3. Metode Transaksi Reverse Repo a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. b. Pelaksanaan lelang transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender) Suku bunga reverse repo (RR-Rate) ditetapkan Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Suku bunga reverse repo (RR-Rate) diajukan Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Reverse Repo a. Transaksi Reverse Repo dapat dilakukan pada setiap hari kerja. b. Window ... 21 b. Window time transaksi Reverse Repo dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Reverse Repo paling lambat sebelum window time melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang transaksi Reverse Repo, memuat antara lain: 1) tanggal lelang; 2) jangka waktu; 3) metode lelang; 4) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); 5) RR-rate (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); 6) Surat Berharga yang direverse-repokan; 7) Haircut: 8) window time; dan 9) tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran transaksi Reverse Repo a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran transaksi Reverse Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Reverse Repo untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Reverse Repo kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran transaksi Reverse Repo antara lain meliputi: 1) Nilai nominal transaksi, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) Nilai ... 22 2) Nilai nominal transaksi dan RR-Rate, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu transaksi Reverse Repo yang akan dilakukan. e. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran RR-Rate dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran transaksi Reverse Repo yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Reverse Repo a. Dalam hal lelang transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode fixed rate tender, maka penetapan kuantitas transaksi Reverse Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode variable rate tender, maka penetapan kuantitas transaksi Reverse Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara : 1) Bank ... 23 1) Bank Indonesia menetapkan RR-Rate tertinggi yang dapat diterima (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran transaksi Reverse Repo yang diajukan; dan b) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran transaksi Reverse Repo yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang transaksi Reverse Repo berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender terdapat pada Lampiran 5a dan Lampiran 5b. c. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri Surat Berharga dalam lelang transaksi Reverse Repo, Bank Indonesia menentukan alokasi seri dan nominal Surat Berharga yang dimenangkan Peserta OPT. d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Reverse Repo. 7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Reverse Repo Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Reverse Repo setelah window time ditutup, sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal, RR-Rate, jenis dan seri Surat Berharga yang dimenangkan; dan b) secara ... 24 b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate dan rata-rata tertimbang RR-Rate. 8. Setelmen transaksi Reverse Repo a. Setelmen first leg 1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang transaksi Reverse Repo. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen first leg. 3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: a) Setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen first leg; dan b) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dimenangkan. 4) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 5) Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Reverse Repo yang tidak didukung dengan dana yang mencukupi. 6) Atas ... 25 6) Atas batalnya transaksi Reverse Repo sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. b. Setelmen second leg 1) Pada tanggal transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg), BI- SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS. 2) Peserta OPT wajib memiliki jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen second leg. 3) Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: a) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg); b) Setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen second leg; c) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter; d) Dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran kupon/imbalan pada periode transaksi Reverse Repo, maka kupon/imbalan dimaksud mengurangi kewajiban Bank Indonesia di second leg dengan perhitungan sebagai berikut: Nilai ... 26 setelmen Nilai second leg = setelmen Nilai first leg + Bunga - Reverse Repo N kupon/imbalan yang ilai Peserta diterima OPT e) Dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran kupon/imbalan, maka perhitungan bunga reverse repo sejak tanggal pembayaran kupon/imbalan didasarkan pada nilai setelmen first leg dikurangi dengan penerimaan kupon/imbalan dimaksud. 4) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Reverse Repo, tanggal Reverse Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga reverse repo untuk hari libur dimaksud. 5) Dalam hal jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg). c. Kegagalan Setelmen Second Leg 1) Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, maka transaksi Reverse Repo diperlakukan sebagai transaksi pembelian secara outright oleh Peserta OPT. 2) Perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan harga Surat Berharga transaksi outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 3) Dalam hal nilai transaksi outright : 3) Dalam ... 27 a) lebih besar dari nilai kewajiban Bank Indonesia di second leg setelah dikurangi bunga reverse repo, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban setelmen second leg dengan nilai transaksi outright; atau b) lebih kecil dari nilai kewajiban Bank Indonesia di second leg setelah dikurangi bunga reverse repo, maka Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban setelmen second leg dengan nilai transaksi outright dengan jumlah paling banyak sebesar nilai haircut. 4) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro sebesar nilai haircut Surat Berharga yang direverse-repokan. 5) Atas kegagalan setelmen second leg, Peserta OPT tidak menerima bunga reverse repo. 6) Atas batalnya transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 9. Kupon Surat Berharga Dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran kupon/imbalan setelah transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg), maka Bank Indonesia akan mendebet Rekening Giro sebesar nilai kupon/imbalan dimaksud pada tanggal penerimaan kupon/imbalan. V. PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBN SECARA OUTRIGHT DARI BANK INDONESIA DI PASAR SEKUNDER 1. Pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder dilakukan dalam rangka: a. injeksi likuiditas dengan pembelian SBN; dan b. absorpsi likuiditas dengan penjualan SBN. b. absorpsi ... 28 2. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright dengan mekanisme lelang atau non lelang. 3. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright di pasar sekunder pada setiap hari kerja. 4. Transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright dengan mekanisme Lelang a. Metode Transaksi 1) Bank Indonesia melakukan lelang transaksi pembelian dan penjualan SBN melalui BI-SSSS atau melalui sarana lainnya. 2) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut : a) harga tetap (fixed rate tender) Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBN ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau b) harga beragam (variable rate tender) Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBN diajukan oleh Peserta OPT. b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang 1) Window time transaksi pembelian dan penjualan SBN dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. 2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi pembelian dan penjualan SBN paling lambat sebelum window time, melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya. 3) Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan SBN, antara lain meliputi: a) tanggal lelang; b) window time; c) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); d) yield ... 29 d) yield atau harga SBN (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); e) SBN yang akan ditransaksikan; dan f) tanggal dan waktu setelmen. c. Pengajuan Penawaran 1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. 2) Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN untuk kepentingan Peserta OPT. 3) Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. 4) Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN antara lain meliputi: a) kuantitas transaksi, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; b) kuantitas transaksi dan yield atau harga SBN, untuk lelang dengan metode variable rate tender. 5) Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT paling kurang 1.000 (seribu) unit atau sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 6) Dalam hal transaksi penjualan dan pembelian SBN dilakukan dengan metode variable rate tender, penawaran yield dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). 7) Peserta ... 30 7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian dan penjualan SBN yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. d. Penetapan Pemenang Lelang 1) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN dengan metode fixed rate tender, maka penetapan kuantitas pembelian dan penjualan SBN yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. b) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN dilakukan dengan metode variable rate tender, maka Bank Indonesia menetapkan tingkat yield yang dapat diterima (SOR) atau harga yang dapat diterima, dan kuantitas yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Lelang pembelian SBN (1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT lebih tinggi dari SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT lebih rendah dari harga yang dapat diterima, Peserta OPT memenangkan seluruh kuantitas yang diajukan (2) dalam ... 31 (2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan harga yang dapat diterima, Peserta OPT dapat memenangkan seluruh atau sebagian penawaran kuantitas yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBN sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). b) Lelang penjualan SBN (1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT lebih rendah dari SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT lebih tinggi dari harga yang dapat diterima, Peserta OPT memenangkan seluruh kuantitas SBN yang diajukan; dan (2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan harga yang dapat diterima, Peserta OPT dapat memenangkan seluruh atau sebagian penawaran kuantitas yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBN sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). 3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang pembelian dan penjualan SBN. e. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian dan Penjualan SBN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan dan pembelian SBN setelah window time ditutup, sebagai berikut: 1) secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal dan yield atau harga yang dimenangkan; dan 2) secara ... 32 2) secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate dan rata-rata tertimbang tingkat yield. 5. Pembelian dan Penjualan SBN secara Non Lelang a. Pembelian dan penjualan SBN dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan Peserta OPT secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. b. Transaksi dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau Bloomberg atau sarana lainnya. 6. Setelmen Pembelian dan Penjualan SBN secara Lelang dan Non Lelang a. Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen pembelian SBN dari Bank Indonesia atau memiliki jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen penjualan SBN kepada Bank Indonesia. b. Setelmen pembelian dan penjualan SBN dilakukan melalui Sistem BI- RTGS dan BI-SSSS secara DVP dengan mekanisme transaksi per transaksi (gross to gross). c. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian dan penjualan SBN paling lambat pada 2 (dua) hari kerja. Perhitungan nilai dan setelmen penjualan dan pembelian SBN terdapat pada Lampiran 6a sampai dengan Lampiran 6b. d. Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga atau tidak memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen penjualan dan pembelian SBN yang dilakukan sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS sistem secara otomatis membatalkan transaksi pembelian dan penjualan SBN dimaksud. e. Atas ... 33 e. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf d, maka Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. VI. PENEMPATAN BERJANGKA (TERM DEPOSIT) 1. Transaksi Term Deposit merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas rupiah di pasar uang. 2. Karakteristik Transaksi Term Deposit: a. Transaksi Term Deposit memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. b. Transaksi Term Deposit dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga. c. Nilai tunai transaksi Term Deposit dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus sebagai berikut: N tunai = ilai N nominal x 360 ilai 360 + (Tingkat diskonto x Jangka w )aktu Nilai diskonto = Nilai nominal Term Deposit – Nilai tunai d. Bank Indonesia menatausahakan pencatatan transaksi Term Deposit dalam BI-SSSS. e. Term Deposit dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian. 3. Metode Transaksi Term Deposit a. Transaksi Term Deposit dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. b. Lelang ... 34 b. Lelang transaksi Term Deposit dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender) Tingkat diskonto transaksi Term Deposit ditetapkan Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Tingkat diskonto transaksi Term Deposit diajukan oleh Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Term Deposit a. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi Term Deposit pada setiap hari kerja. b. Window time transaksi Term Deposit dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit paling lambat sebelum window time melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit, memuat antara lain: 1) tanggal lelang; 2) jangka waktu; 3) metode lelang; 4) target indikatif (apabila lelang transaksi Term Deposit dilaksanakan dengan metode variable rate tender); 5) tingkat diskonto (apabila lelang transaksi Term Deposit dilaksanakan dengan metode fixed rate tender); 6) window time; dan 7) tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Transaksi Term Deposit a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran transaksi Term Deposit secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b) Lembaga ... 35 b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Term Deposit untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Term Deposit kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit meliputi: 1) penawaran kuantitas, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) penawaran kuantitas dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit yang akan dilakukan. e. Pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Peserta OPT paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran term deposit yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang transaksi Term Deposit a. Dalam hal transaksi Term Deposit dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan kuantitas transaksi Term Deposit yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam ... 36 2) Dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal transaksi Term Deposit dilakukan dengan metode variable rate tender, maka penetapan kuantitas transaksi Term Deposit yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto transaksi Term Deposit tertinggi yang dapat diterima (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh Transaksi Term Deposit yang diajukan; dan b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, maka Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran transaksi yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang lelang transaksi Term Deposit terdapat pada Lampiran 3a dan Lampiran 3b. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Term Deposit. 7. Pengumuman Hasil Lelang transaksi Term Deposit Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit setelah window time ditutup, sebagai berikut: a.secara ... 37 a. secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal dan tingkat diskonto yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran bid rate, dan rata-rata tertimbang tingkat diskonto Term Deposit. 8. Setelmen transaksi Term Deposit a. Setelmen lelang transaksi Term Deposit 1) Bank Indonesia melakukan setelmen lelang transaksi Term Deposit paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit. 3) Setelmen dana transaksi Term Deposit dilakukan secara gabungan untuk setiap Peserta OPT dengan mendebet Rekening Giro sebesar total nilai tunai Term Deposit per lelang (auction number). 4) Nilai tunai Term Deposit sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus: N tunai = ilai Nominal T Deposit x 360 erm 360 + (Tingkat diskonto x Jangka w )aktu Nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai Keterangan: Nominal Term Deposit = Nilai nominal Term Deposit yang dimenangkan dari hasil lelang. Tingkat diskonto = Tingkat diskonto yang dimenangkan dari hasil lelang. Jangka ... 38 Jangka waktu = Jumlah hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang sampai dengan tanggal transaksi Term Deposit jatuh waktu. 5) Dalam hal dana di Rekening Giro tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit sampai dengan waktu yang ditetapkan untuk setelmen, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Term Deposit Peserta OPT yang bersangkutan. 6) Atas batalnya transaksi Term Deposit sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit 1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit jatuh waktu secara otomatis melalui BI-SSSS sebesar nilai nominal Term Deposit dengan mengkredit Rekening Giro. 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 9. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Transaksi Term Deposit a. Persyaratan 1) Early Redemption hanya dapat dilakukan terhadap Term Deposit yang berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan pada saat diterbitkan. 2) Early ... 39 2) Early Redemption hanya dapat dilakukan apabila Peserta OPT yang bersangkutan tidak memiliki Surat Berharga yang tercatat di Rekening Surat Berharga. b. Pengajuan Early Redemption 1) Peserta OPT dapat mengajukan dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3) Pengajuan dilakukan melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau telepon yang dikonfirmasi dengan faximile kepada Biro Operasi Moneter–Direktorat Pengelolaan Moneter. c. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan early redemption (same day settlement) segera setelah pre cut-off Sistem BI- RTGS. d. Perhitungan nilai Early Redemption Nilai tunai Early Redemption dihitung sebagai berikut : N Tunai ilai = Early Redemption N Nominal T Deposit yang diearly redeem × 3 hari60 R diskonto ilai 3 hari60 Nominal R rate Biaya = ilai y dig early T Deposit erm redeem E Redemption N setelmen arly ilai = E Redemption arly Keterangan : RRT = rata-rata tertimbang VII. TATA ... epo x Lending Facility N tunai − Biaya x S Jangka Waktu 360 isa +      erm RT pada s diterbitka n T Deposit aat erm × Sisa J Waktu angka      40 VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Sanksi Karena Batalnya Transaksi OPT a. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnya transaksi OPT, Peserta OPT dikenakan sanksi berupa: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada: a) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau b) Tim Pengawas Bank-Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan 2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi OPT yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro yang bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. d. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang meliputi transaksi Operasi Pasar Terbuka dan transaksi Standing Facilities, yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Peserta OPT juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. e. Sanksi ... 41 e. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf d diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. f. Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan transaksi Operasi Moneter dalam 1 (satu) hari, maka pengenaan sanksi penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf d hanya memperhitungkan 3 (tiga) kali pembatalan. Contoh pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi operasi moneter terdapat pada Lampiran 7. 2. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum One Month Holding Period SBI Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir II.9 dikenakan sanksi sebagai berikut : a. Teguran tertulis dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi dikenakan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Tim Pengawas Bank-Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi dikenakan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI. 3) Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan dalam hal sanksi dikenakan kepada Sub-Registry. b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi SBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari. c. Penyampaian … 42 c. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terlampauinya batas waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.c.3). d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro dan/atau rekening giro Sub-Registry. VIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka : 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan/atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka; 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/1/DPM tanggal 27 Januari 2006 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan/atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka; dan 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/22/DPM tanggal 7 Juli 2008 perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan/atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka; 4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operation Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka; 5. Surat ... 43 5. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/5/DPM tanggal 26 Maret 2007 perihal Perubahan Atas SE BI No. 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operation Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka; 6. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/23/DPM tanggal 14 Juli 2008 perihal Perubahan Kedua Atas SE BI No. 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operation Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka; 7. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/30/DPM tanggal 23 September 2008 perihal Perubahan Ketiga Atas SE BI No. 7/1/DPM tanggal 3 Januari 2005 perihal Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operation Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka; 8. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006 perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang; 9. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/1/DPM tanggal 25 Januari 2008 perihal Perubahan Atas SE BI No. 8/13/DPM Tanggal 1 Mei 2006 perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang; 10. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/28/DPM tanggal 1 September 2008 perihal Perubahan Kedua Atas SE BI No. 8/13/DPM Tanggal 1 Mei 2006 perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang; 11. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/37/DPM tanggal 13 November 2008 perihal Transaksi Reverse Repo Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 7 Juli 2010. ____________ Agar ... 44 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/18/DPM|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Operasi Pasar Terbuka. </reg_title> <set_date> 7 Juli 2010 </set_date> <effective_date> 7 Juli 2010 </effective_date> <replaced_reg> '10/22/DPM|SE-BI/2008', '7/1/DPM|SE-BI/2005', '6/21/DPM|SE-BI/2004', '8/1/DPM|SE-BI/2006', '10/23/DPM|SE-BI/2008', '10/37/DPM|SE-BI/2008', '9/5/DPM|SE-BI/2007', '10/1/DPM|SE-BI/2008', '10/30/DPM|SE-BI/2008', '8/13/DPM|SE-BI/2006', '10/28/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '12/11/PBI/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/21/PBI/2010 tanggal 19 Oktober 2010 tentang Rencana Bisnis Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161), perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai Rencana Bisnis Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok sebagai berikut: I. UMUM 1. Dalam rangka mencapai tujuan usaha yang berpedoman kepada visi dan misi yang telah ditetapkan, maka Bank perlu menyusun Rencana Bisnis dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal, prinsip kehati-hatian, penerapan manajemen risiko, dan azas perbankan yang sehat. Rencana Bisnis harus disusun secara matang, realistis dan komprehensif sehingga lebih mencerminkan kompleksitas usaha dan dapat menjadi arah kebijakan dan pengembangan usaha Bank. 2. Rencana . . . 2. Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan rencana kegiatan usaha Bank jangka pendek (1 tahun) dan jangka menengah (3 tahun), termasuk rencana untuk meningkatkan kinerja usaha serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai dengan target dan waktu yang ditetapkan, dengan tetap memperhatikan pemenuhan prinsip kehati-hatian dan penerapan manajemen risiko. Penyusunan Rencana Bisnis dilakukan oleh Direksi dan harus memperoleh persetujuan Dewan Komisaris Bank. Selanjutnya, dalam rangka mengimplementasikan Rencana Bisnis secara efektif, Direksi wajib mengkomunikasikan Rencana Bisnis tersebut kepada pemegang saham dan pegawai pada semua jenjang organisasi yang ada pada Bank. 3. Rencana Bisnis Bank (RBB) yang realistis diperlukan bagi Bank Indonesia selaku Otoritas Moneter sebagai salah satu pertimbangan dalam menetapkan kebijakan dan melakukan pengawasan makro prudential. 4. Agar penyusunan Rencana Bisnis dapat dilakukan secara komprehensif, cakupan Rencana Bisnis Bank Umum yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus secara konsolidasi mencakup pula Rencana Bisnis bagi UUS sebagai satu kesatuan. Dalam hal ini RBB untuk UUS disajikan sebagai bagian tersendiri dari Rencana Bisnis Bank Umum. 5. Sejalan dengan penyusunan RBB secara komprehensif sebagaimana dimaksud dalam angka 4, Laporan Realisasi Rencana Bisnis dan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi Bank Umum yang memiliki UUS juga harus secara konsolidasi mencakup Laporan bagi UUS sebagai satu kesatuan laporan. 6. Penyusunan . . . 6. Penyusunan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis bagi UUS mengacu pada Surat Edaran yang mengatur mengenai Rencana Bisnis yang berlaku bagi Bank Umum Syariah dan UUS. II. CAKUPAN DAN PENYUSUNAN RENCANA BISNIS Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/21/PBI/2010, Rencana Bisnis Bank paling kurang mencakup ringkasan eksekutif, kebijakan dan strategi manajemen, penerapan manajemen risiko dan kinerja Bank saat ini, proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang digunakan, proyeksi rasio-rasio dan pos-pos tertentu lainnya, rencana pendanaan, rencana penanaman dana, rencana permodalan, rencana pengembangan organisasi dan sumber daya manusia, rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru, rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor, dan informasi lainnya. Cakupan Rencana Bisnis yang ditetapkan Bank Indonesia bersifat minimum sehingga Bank dapat memperluas cakupan tersebut sesuai dengan kebutuhan, dengan tetap memperhatikan hal-hal sebagaimana ditetapkan pada angka I di atas. 1. Ringkasan Eksekutif Ringkasan eksekutif ini berisi penjelasan umum, baik kuantitatif maupun kualitatif, mengenai hasil yang telah dicapai pada tahun terakhir, antara lain aspek permodalan, rentabilitas, penilaian risiko khususnya risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas, serta dana pihak ketiga, dan rasio keuangan. Selain itu ringkasan eksekutif juga memuat target usaha Bank dalam jangka pendek (1 tahun) sampai dengan jangka menengah (3 tahun). Ringkasan . . . Ringkasan eksekutif disusun dengan format dan cakupan paling kurang sebagai berikut: a. Visi dan Misi Bank Bagian ini menguraikan visi dan misi yang menjadi tujuan Bank di masa mendatang. b. Arah Kebijakan Bank Bagian ini memberikan penjelasan mengenai arah dan kebijakan pengembangan usaha yang akan dilakukan Bank (jangka pendek maupun jangka menengah). c. Langkah-langkah Strategis yang Akan Ditempuh Bank Bagian ini memberikan uraian mengenai langkah-langkah strategis yang akan ditempuh Bank untuk mencapai visi dan misi Bank sesuai dengan arah kebijakan Bank ke depan. d. Indikator Keuangan Utama Indikator keuangan utama antara lain memuat posisi aktual (per posisi bulan September tahun penyusunan RBB) maupun proyeksi. Contoh tabel indikator keuangan utama RBB tahun 2011 adalah sebagai berikut: Aktual Indikator Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (CAR) Rasio modal inti terhadap ATMR Rasio leverage modal inti (Tier 1 Leverage Ratio) ROA NIM BOPO Rasio aset produktif bermasalah terhadap total aset produktif Rasio . . . Sep Des 2010 2010 Mar Proyeksi Tahun 2011 Jun Des Sep Des 2012 Des 2013 Aktual Proyeksi Indikator Rasio cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) aset keuangan terhadap aset produktif NPL Ratio-Gross NPL Ratio-Net Rasio Kredit terhadap Total Aset Produktif Rasio kredit kepada UMKM terhadap total kredit Aset trading, tagihan spot dan derivatif, dan aset Fair Value Option terhadap total aset Total aset likuid terhadap pendanaan jangka pendek LDR e. Target Jangka Pendek dan Jangka Menengah Bagian ini menguraikan target (fokus) kegiatan usaha Bank baik kuantitatif maupun kualitatif dalam jangka pendek maupun jangka menengah, sesuai dengan visi dan misi Bank disertai dengan alasan pemilihan target, asumsi yang digunakan, dan strategi untuk mencapai target tersebut. Target jangka pendek misalnya berupa target penurunan tingkat NPL, peningkatan fungsi intermediasi, dan peningkatan efisiensi. Sementara itu, target jangka menengah misalnya target pengembangan perbankan Syariah dan target penerapan tata kelola yang baik (good corporate governance). 2. Kebijakan dan Strategi Manajemen Bagian ini berisi penjelasan mengenai kebijakan dan strategi manajemen selama 1 (satu) tahun ke depan, yang paling kurang memuat: a. Analisis . . . Sep Des 2010 2010 Mar Tahun 2011 Jun Des Sep Des 2012 Des 2013 a. Analisis Posisi Bank dalam Menghadapi Persaingan Usaha. Uraian analisis posisi Bank dalam menghadapi persaingan usaha meliputi informasi mengenai posisi Bank baik dalam kelompok yang sama maupun secara industri, termasuk informasi mengenai permasalahan dan hambatan yang dialami Bank. Dalam melakukan analisis posisi, Bank menggunakan pendekatan tertentu paling kurang berupa analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). b. Kebijakan Manajemen (Policy Statements) Uraian kebijakan manajemen meliputi informasi umum kebijakan Bank yang ditetapkan oleh manajemen dalam pengembangan usaha Bank di waktu yang akan datang. c. Kebijakan Manajemen Risiko dan Kepatuhan Uraian mengenai kebijakan manajemen risiko dan kepatuhan meliputi informasi mengenai langkah-langkah dalam menerapkan manajemen risiko yang disusun berdasarkan evaluasi atas profil risiko Bank dan upaya-upaya perbaikan yang akan ditempuh serta penjelasan mengenai kebijakan dalam melaksanakan fungsi kepatuhan. d. Strategi Pengembangan Bisnis Uraian mengenai strategi pengembangan bisnis antara lain memuat informasi langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan usaha Bank yang telah ditetapkan, termasuk penjelasan mengenai strategi pengembangan organisasi dan teknologi sistem informasi, dan strategi untuk mengantisipasi perubahan kondisi eksternal. e. Strategi . . . e. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kebijakan Remunerasi (Remuneration Policies) Uraian mengenai kebijakan remunerasi paling kurang meliputi informasi mengenai kebijakan umum yang mengatur mengenai pemberian gaji, bonus (benefits), dan fasilitas lain yang bersifat keuangan kepada Dewan Komisaris dan Direksi Bank, termasuk kepada pegawai. 3. Penerapan Manajemen Risiko dan Kinerja Bank saat ini Bagian ini berisi penjelasan baik kuantitatif maupun kualitatif, mengenai kondisi Bank pada saat penyusunan Rencana Bisnis Bank dan menyoroti hal-hal utama yang perlu mendapat perhatian atau permasalahan yang dihadapi serta hasil-hasil yang telah dicapai Bank. Bagian ini paling kurang memuat uraian mengenai: a. Penerapan Manajemen Risiko, termasuk profil risiko untuk seluruh risiko Uraian mengenai penerapan manajemen risiko meliputi evaluasi dan hasil penerapan manajemen risiko untuk periode awal tahun sampai dengan posisi akhir September tahun penyusunan Rencana Bisnis Bank. Uraian mengenai penilaian profil risiko meliputi informasi penilaian Bank mengenai tingkat dan trend untuk seluruh risiko. Tata cara penyusunan profil risiko dan evaluasi penerapan manajemen risiko berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Dalam . . . Dalam uraian ini termasuk pula evaluasi efektivitas dan hasil penerapan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT), dan yang mengatur mengenai fungsi kepatuhan Bank. Dalam penjelasan mengenai fungsi kepatuhan Bank dimuat pula rencana kerja kepatuhan untuk 1 (satu) tahun ke depan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai fungsi kepatuhan Bank Umum. b. Penerapan Tata Kelola yang Baik Uraian mengenai penilaian penerapan tata kelola yang baik berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan good corporate governance bagi Bank Umum. c. Kinerja Keuangan, khususnya Permodalan dan Rentabilitas Uraian mengenai kinerja keuangan Bank termasuk hasil pelaksanaan action plan dalam rangka memperbaiki kinerja Bank (apabila ada) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem penilaian tingkat kesehatan bagi Bank Umum. Uraian mengenai kinerja permodalan mencakup kecukupan, dan komposisi, serta kemampuan permodalan Bank dalam meng-cover risiko dari aset bermasalah, kemampuan Bank untuk menambah modal dari laba operasional Bank, kemampuan permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kemampuan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank. Uraian . . . Uraian mengenai kinerja rentabilitas Bank mencakup pencapaian Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM), perkembangan dan prospek laba operasional, rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan rasio beban operasional selain bunga terhadap pendapatan kegiatan utama. d. Realisasi Pemberian Kredit kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Uraian mengenai realisasi pemberian kredit ini mencerminkan peranan Bank dalam mendukung perkembangan UMKM. Pengelompokan usaha mikro, kecil, dan menengah mengacu pada kriteria usaha berdasarkan undang-undang yang berlaku mengenai Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. e. Penerapan Kepatuhan terhadap Prinsip Syariah Uraian mengenai kepatuhan terhadap Prinsip Syariah hanya diberlakukan bagi Bank Umum yang memiliki UUS. 4. Proyeksi Laporan Keuangan Proyeksi laporan keuangan memuat informasi mengenai kondisi keuangan Bank posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan RBB) dan proyeksi untuk periode 3 (tiga) tahun ke depan. Proyeksi tahun pertama disajikan secara triwulanan sedangkan proyeksi tahun kedua dan ketiga disajikan secara tahunan (posisi akhir tahun). Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi makro dan mikro yang digunakan dalam menyusun proyeksi keuangan dimaksud. Asumsi . . . Asumsi makro antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi, sedangkan asumsi mikro antara lain tingkat persaingan antar bank, pertumbuhan kredit industri perbankan, dan tingkat bunga kredit dan simpanan yang digunakan di dalam menyusun Rencana Bisnis Bank. Proyeksi laporan keuangan ini disajikan dengan mengacu pada: a. Lampiran 1 : Proyeksi Neraca b. Lampiran 2 : Proyeksi Komitmen dan Kontinjensi c. Lampiran 3 : Proyeksi Laba Rugi d. Lampiran 4 : Asumsi Makro dan Mikro yang Digunakan 5. Proyeksi Rasio-Rasio dan Pos-Pos Tertentu Lainnya Proyeksi rasio-rasio memuat rasio keuangan dan rasio tertentu lainnya posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan RBB) dan proyeksi untuk periode 1 (satu) tahun ke depan yang disajikan secara triwulanan, yaitu sebagai berikut: a. Rasio Keuangan Pokok Proyeksi rasio keuangan pokok meliputi rasio-rasio yang paling kurang dapat memberikan informasi penilaian atas kondisi permodalan, rentabilitas, risiko kredit, risiko pasar, dan likuiditas. Proyeksi rasio-rasio tersebut antara lain rasio KPMM, rasio ROA, rasio NIM, rasio NPL, rasio aset likuid terhadap total aset, Loan to Deposit Ratio (LDR), dan rasio aset trading, tagihan spot dan derivatif, serta aset Fair Value Option terhadap total aset. b. Rasio-rasio Tertentu Lainnya Proyeksi ini meliputi proyeksi beberapa rasio terkait kredit kepada debitur UMKM, rasio dana pendidikan, dan rasio aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank terhadap modal. Selain . . . Selain itu disajikan pula pos-pos tertentu yang memberikan informasi mengenai penghimpunan dan penyaluran dana. Proyeksi ini disajikan dengan mengacu pada Lampiran 5. 6. Rencana Pendanaan Mencerminkan posisi penghimpunan dana posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan RBB) dan rencana penghimpunan dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan. Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank untuk merealisasikan rencana tersebut. Rencana pendanaan ini disajikan dengan mengacu pada: a. Lampiran 6 : Rencana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga b. Lampiran 7 : Rencana Penerbitan Surat Berharga c. Lampiran 8 : Rencana Pendanaan Lainnya 7. Rencana Penanaman Dana Mencerminkan posisi penyaluran dana posisi aktual (posisi akhir bulan September tahun penyusunan RBB) dan rencana penyaluran dana untuk periode 1 (satu) tahun ke depan secara triwulanan yang antara lain memberikan informasi rencana penyediaan dana kepada pihak terkait, dan rincian rencana pemberian kredit, termasuk rencana pemberian kredit kepada kegiatan usaha tertentu. Jenis kegiatan usaha tertentu yang dicantumkan dalam rincian pemberian kredit mencerminkan fokus pemberian kredit Bank berdasarkan jenis kegiatan usaha yang diprioritaskan, dan/atau signifikansi pangsa kredit maupun jumlah debitur. Dalam . . . Dalam bagian ini diuraikan juga mengenai asumsi yang digunakan dalam menyusun rencana dimaksud serta strategi Bank untuk merealisasikan rencana tersebut. Rencana penyaluran dana ini disajikan dengan mengacu pada: a. Lampiran 9 b. Lampiran 10 (a) c. Lampiran 10 (b) d. : Rencana Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait : Rencana Pemberian Kredit kepada Debitur Inti : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Kegiatan Usaha Tertentu Lampiran 10 (c).1 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Lapangan Usaha Lampiran 10 (c).2 : Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Jenis Penggunaan Lampiran 10 (c).3 Rencana Pemberian Kredit berdasarkan Propinsi e. Lampiran 10 (d).1 : Rencana Pemberian Kredit kepada Debitur UMKM berdasarkan Lapangan Usaha Lampiran 10 (d).2 : Rencana Pemberian Kredit kepada Debitur UMKM berdasarkan Jenis Penggunaan Lampiran 10 (d).3 : Rencana Pemberian Kredit kepada Debitur UMKM berdasarkan Propinsi f. Lampiran 11 g. Lampiran 12 h. Lampiran 13 : Rencana Penanaman Dana dalam bentuk Surat Berharga : Rencana Penanaman Dana dalam bentuk Penyertaan Modal : Rencana Penanaman Dana Lainnya 8. Rencana . . . 8. Rencana Permodalan Rencana permodalan paling kurang meliputi : a. Proyeksi pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Proyeksi KPMM paling kurang meliputi proyeksi modal, proyeksi Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dan proyeksi rasio KPMM selama 3 (tiga) tahun mendatang. Proyeksi pemenuhan KPMM ini disajikan dengan mengacu pada Lampiran 14. b. Rencana perubahan modal Rencana perubahan modal merupakan proyeksi perubahan modal selama 3 (tiga) tahun mendatang baik terkait struktur permodalan maupun jumlah modal. Termasuk dalam rencana perubahan modal adalah rencana penambahan modal dari pemegang saham lama (existing share holders), rencana initial public offering (IPO), right issue, penerbitan surat berharga yang bersifat ekuitas, dan rencana penambahan modal lainnya, serta uraian mengenai rencana perubahan atau penggantian kepemilikan (apabila ada). Rencana perubahan modal ini disajikan dengan mengacu pada Lampiran 15. 9. Rencana Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Pada bagian ini diuraikan informasi mengenai struktur organisasi dan kondisi SDM terkini, rencana pengembangan organisasi dan SDM yang sedang berlangsung, maupun rencana pengembangan terkait SDM lainnya paling kurang selama 1 (satu) tahun ke depan yang antara lain memuat: a. Rencana . . . a. Rencana Pengembangan Organisasi Rencana pengembangan organisasi antara lain mencakup rencana pembentukan/perubahan satuan kerja dan atau komite, yang disesuaikan dengan kemampuan, ukuran, dan kompleksitas usaha Bank. b. Rencana Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Rencana pengembangan sistem informasi manajemen antara lain mencakup pengembangan teknologi informasi yang mendukung sistem informasi untuk manajemen dan rencana pengembangan sistem akuntansi, termasuk anggaran yang dialokasikan untuk rencana pengembangan tersebut. c. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia Rencana pengembangan sumber daya manusia antara lain rencana kebutuhan, pendidikan, dan pelatihan sumber daya manusia berikut rencana biaya/anggaran pendidikan dan pelatihan baik untuk pegawai, Direksi, dan Komisaris Bank. d. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Outsourcing Rencana pemanfaatan tenaga kerja asing antara lain rencana pemanfaatan tenaga kerja asing sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Rencana pemanfaatan tenaga outsourcing yang mengacu pada peraturan perundang- undangan yang berlaku, antara lain mencakup rencana jumlah yang akan digunakan dan rencana penempatan tenaga outsourcing dimaksud. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing disajikan dengan mengacu pada Lampiran 16. 10. Rencana . . . 10. Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru Rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang wajib dicantumkan di Rencana Bisnis Bank adalah produk dan/atau aktivitas baru yang tidak pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum dan pelaporan produk atau aktivitas baru. Pada bagian ini diuraikan mengenai rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru paling kurang untuk periode 1 (satu) tahun ke depan. Rencana Penerbitan Produk dan/atau Pelaksanaan Aktivitas Baru disajikan dengan mengacu pada Lampiran 17. 11. Rencana Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor meliputi rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan yang meliputi kantor wilayah, kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor fungsional, kantor kas, kegiatan pelayanan kas, dan/atau kantor di luar negeri untuk periode 1 (satu) tahun ke depan. Informasi yang dimuat dalam rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor antara lain meliputi informasi mengenai kantor induk, rencana waktu pelaksanaan, perkiraan investasi/biaya, lokasi, dan keterangan lainnya. Informasi mengenai lokasi untuk setiap jenis kantor, paling kurang mencantumkan lokasi kabupaten/kotamadya secara jelas, dan untuk DKI Jakarta paling kurang menyebutkan nama propinsi DKI Jakarta. Khusus untuk kantor di luar negeri, dicantumkan nama kota dan negara. Rencana . . . Rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor ini disajikan dengan mengacu pada Lampiran 18. 12. Informasi Lainnya Informasi lainnya memuat rencana-rencana lain yang perlu diuraikan (apabila ada), namun tidak termasuk dalam cakupan Rencana Bisnis yang telah ditetapkan pada angka 1 sampai dengan angka 11, antara lain langkah-langkah penyelesaian kredit yang bermasalah termasuk agunan yang diambil alih (AYDA), aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional Bank, pengembangan pelayanan Bank dan/atau linkage program. Pengembangan pelayanan mencakup antara lain informasi rencana pengembangan sarana atau media informasi kepada nasabah, rencana pengembangan sarana elektronik untuk kebutuhan nasabah, dan rencana upaya perlindungan nasabah. Cakupan informasi yang dimuat dalam rencana upaya perlindungan nasabah meliputi antara lain rencana kegiatan edukasi dan rencana peningkatan sistem pelayanan pengaduan nasabah. Pengertian agunan yang diambil alih (AYDA) mengacu kepada pengertian AYDA yang diatur ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian kualitas aktiva Bank Umum. III. LAPORAN REALISASI DAN PENGAWASAN RENCANA BISNIS 1. Sesuai dengan Pasal 20 Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/21/PBI/2010, Laporan Realisasi Rencana Bisnis wajib disampaikan Bank secara triwulanan, yaitu untuk posisi Maret, Juni, September dan Desember. Laporan dimaksud paling kurang mencakup: a. penjelasan . . . a. penjelasan mengenai pencapaian Rencana Bisnis meliputi fokus, dan prioritas pencapaian Rencana Bisnis serta perbandingan antara rencana dengan realisasinya; b. penjelasan mengenai deviasi atas realisasi Rencana Bisnis, seperti penyebab dan kendala yang dihadapi; c. d. e. tindak lanjut atau upaya yang akan dilakukan untuk memperbaiki pencapaian realisasi Rencana Bisnis; rasio keuangan dan pos-pos tertentu; informasi lainnya, berisi penjelasan mengenai realisasi hal-hal selain yang dijelaskan pada huruf a sampai dengan huruf d, antara lain meliputi laporan realisasi perubahan jaringan kantor dan laporan realisasi Tenaga Kerja Asing. Laporan Realisasi Rencana Bisnis secara umum disajikan dengan mengacu pada: a. Lampiran 19 (a) : Laporan Realisasi Rencana Bisnis b. Lampiran 19 (b) : Laporan Realisasi Rasio Keuangan dan Pos-pos Tertentu; c. Lampiran 19 (c) : Laporan Realisasi Pengembangan dan/atau Perubahan Jaringan Kantor; d. Lampiran 19 (d) : Laporan Realisasi Tenaga Kerja Asing; 2. Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/21/PBI/2010, Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Rencana Bisnis. Hasil pengawasan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Laporan Pengawasan Rencana Bisnis sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 21 Peraturan Bank Indonesia tersebut. Cakupan dalam laporan yang disusun Dewan Komisaris tersebut paling kurang meliputi penilaian mengenai: a. pelaksanaan . . . a. b. pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis; faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Bank secara umum, khususnya terkait faktor permodalan (capital), rentabilitas (earnings), profil risiko Bank terutama risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas; c. upaya memperbaiki kinerja Bank, dalam hal dari hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas terjadi penurunan kinerja. Penilaian Dewan Komisaris pada huruf a sampai huruf c dapat dilengkapi pula dengan penilaian atas faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Dalam kaitan dengan tugas Dewan Komisaris ini, Bank harus memiliki mekanisme internal dalam rangka penyusunan laporan tersebut di atas. Laporan Pengawasan Rencana Bisnis disajikan dengan mengacu pada Lampiran 20. IV. PERHITUNGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN DAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR 1. Mengacu pada Pasal 22 dan Pasal 23 Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/21/PBI/2010, Bank dinyatakan terlambat menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis, apabila: a. Bank menyampaikan Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis setelah batas akhir waktu penyampaian sampai dengan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja; dan/atau b. Bank . . . b. Bank menyampaikan penyesuaian Rencana Bisnis setelah batas akhir waktu penyampaian sampai dengan paling lama 15 (lima belas) hari kerja. Bank dinyatakan tidak menyampaikan Rencana Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis, dan/atau Laporan Pengawasan Rencana Bisnis apabila sampai dengan berakhirnya batas waktu keterlambatan, Bank belum menyampaikan laporan dimaksud. 2. Mengacu pada Pasal 27 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/21/PBI/2010, Bank yang terlambat menyampaikan: a. Rencana Bisnis atau penyesuaiannya; b. Laporan Realisasi Rencana Bisnis; c. Laporan Pengawasan Rencana Bisnis, masing-masing dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. 3. Mengacu pada Pasal 27 ayat (2) Bank yang dinyatakan tidak menyampaikan : a. Rencana Bisnis atau penyesuaiannya, b. Laporan Realisasi Rencana Bisnis; c. Laporan Pengawasan Rencana Bisnis masing-masing dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 4. Contoh perhitungan jangka waktu keterlambatan penyampaian laporan dan sanksi kewajiban membayar untuk penyampaian Rencana Bisnis tahun 2012, sebagai berikut: a. Hari Sabtu dan Minggu pada bulan Desember 2011 dan Januari 2012 jatuh pada tanggal 3 dan 4, 10 dan 11, 17 dan 18, 24 dan 25, 31 Desember 2011 dan 1 Januari 2012, serta 7 dan 8, 14 dan 15, 21 dan 22, 28 dan 29 Januari 2012. Hari libur nasional diasumsikan jatuh pada tanggal 7 Desember 2011. b. Apabila . . . b. Apabila Rencana Bisnis tahun 2012 disampaikan oleh Bank pada tanggal 14 Desember 2011, maka Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan Rencana Bisnis selama 9 hari kerja, yaitu sejak tanggal 1 Desember 2011 sampai dengan 14 Desember 2011 mengingat terdapat 5 hari libur (tanggal 3, 4, 7, 10, dan 11 Desember 2011). Dalam hal ini Bank akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) PBI sebesar 9 x Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. Apabila Rencana Bisnis tahun 2012 disampaikan oleh Bank pada tanggal 27 Januari 2012, maka Bank dinyatakan tidak menyampaikan karena Bank menyampaikan laporan Rencana Bisnis melewati 30 (tiga puluh) hari kerja setelah batas waktu penyampaian (akhir November 2011), yang jatuh pada tanggal 12 Januari 2012. Dalam hal ini Bank akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2) PBI sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 5. Contoh perhitungan jangka waktu keterlambatan dan sanksi kewajiban membayar atas penyampaian laporan Rencana Bisnis pada angka 4 diatas dapat digunakan sebagai acuan dalam menghitung jangka waktu keterlambatan dan sanksi kewajiban membayar atas penyampaian penyesuaian Rencana Bisnis, Laporan Realisasi Rencana Bisnis dan Laporan Pengawasan Rencana Bisnis. V. LAIN-LAIN Lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan contoh untuk menyusun Rencana Bisnis Tahun 2011. Untuk penyusunan Rencana Bisnis periode berikutnya, pencantuman tahun hendaknya disesuaikan. Lampiran-lampiran tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VI. PENUTUP . . . VI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/44/DPNP tanggal 22 Oktober 2004 perihal Rencana Bisnis Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kecuali Bab III tentang Laporan Realisasi dan Pengawasan Rencana Bisnis tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa pelaporan realisasi rencana bisnis dan pelaporan pengawasan rencana bisnis tahun 2010. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 25 Oktober 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, WIMBOH SANTOSO DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/27/DPNP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Rencana Bisnis Bank Umum </reg_title> <set_date> 25 Oktober 2010 </set_date> <effective_date> 25 Oktober 2010 </effective_date> <replaced_reg> '6/44/DPNP|SE-BI/2004 | kecuali Bab III tentang Laporan Realisasi dan Pengawasan Rencana Bisnis tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa pelaporan realisasi rencana bisnis dan pelaporan pengawasan rencana bisnis tahun 2010' </replaced_reg> <related_reg> '12/21/PBI/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No. 8/13/DPM Jakarta, 1 Mei 2006 SURAT EDARAN Kepada BANK, PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK Perihal : Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang Dalam rangka penyempurnaan penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/30/PBI/2005 tanggal 13 September 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4533), Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4366) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4363) dipandang … 2 dipandang perlu untuk menyusun ketentuan tentang penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 3. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 4. Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter. 5. BI-RATE adalah suku bunga kebijakan dengan tenor 1 (satu) bulan yang ditetapkan Bank Indonesia secara periodik sebagai sinyal moneter untuk jangka waktu tertentu serta diumumkan kepada publik. kebijakan 6. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto tertinggi yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target kuantitas SBI yang akan diterbitkan oleh Bank Indonesia. 7. Rekening Giro adalah rekening dana Rupiah milik Bank di Bank Indonesia. 8. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik … 3 elektronik antar Peserta dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 9. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 10. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. 11. Rekening Surat Berharga SBI adalah rekening surat berharga yang digunakan untuk mencatat kepemilikan SBI di Central Registry. 12. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah perpindahan kepemilikan SBI antar pemilik rekening Surat Berharga yang tercatat dalam BI-SSSS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi SBI melalui BI-SSSS. 13. Setelmen Dana (fund settlement) adalah perpindahan dana antar pemilik rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS. 14. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga melalui BI- SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 15. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai peserta lelang SBI. II. KARAKTERISTIK … 4 II. KARAKTERISTIK SBI 1. SBI memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah). 2. Jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu. Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum pada Lampiran-1. 3. SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto. 4. Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) sebagai berikut: Nilai Nominal x 360 Nilai Tunai = ------------------------------------------------------------- 360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)} 5. Nilai Diskonto dihitung sebagai berikut: Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai Contoh perhitungan Nilai Diskonto SBI tercantum pada Lampiran-2. 6. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless). 7. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. III. PRINSIP DAN PERSYARATAN LELANG SBI 1. Penerbitan SBI melalui lelang dapat dilakukan dengan metode lelang sebagai berikut: a. Harga tetap (fixed rate) Tingkat diskonto Lelang SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau, b. Harga beragam (variable rate) 1) Tingkat diskonto Lelang SBI diajukan oleh peserta lelang, dengan kelipatan tingkat diskonto untuk setiap penawaran yang diajukan sebesar 0,0625% (enam ratus dua puluh lima per satu juta). 2) Bank Indonesia mengumumkan target indikatif Lelang SBI. 2. Dalam … 5 2. Dalam hal penerbitan SBI berjangka waktu 1 (satu) bulan dilakukan dengan metode fixed rate sebagaimana dimaksud pada butir 1.a maka tingkat diskonto yang berlaku ditetapkan sebesar BI-RATE. 3. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter – Biro Operasi Moneter mengumumkan rencana Lelang SBI selambat-lambatnya pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang SBI melalui sarana BI-SSSS, Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) sebagaimana terdapat dalam sarana Laporan Harian Bank Umum (LHBU) dan atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 4. Pengumuman rencana Lelang SBI sebagaimana dimaksud pada angka 3 antara lain meliputi jangka waktu SBI yang diterbitkan, metode lelang, tingkat diskonto (apabila Lelang SBI dilakukan dengan metode fixed rate), tanggal lelang, waktu pelaksanaan lelang (window time) dan tanggal setelmen. 5. Lelang SBI dilakukan pada hari Rabu dengan window time dari pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB, atau pada hari kerja lain dengan window time yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia. 6. Perubahan hari dan window time pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada angka 5 akan diumumkan oleh Bank Indonesia melalui sarana BI-SSSS, PIPU dan atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 7. Tanggal jatuh waktu SBI ditetapkan pada hari Kamis atau hari kerja berikutnya apabila hari Kamis adalah hari libur. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat menetapkan jatuh waktu pada hari kerja lain. 8. Peserta Lelang SBI dibedakan menjadi: a. Peserta langsung yaitu Bank dan Pialang yang melakukan transaksi Lelang SBI secara langsung dengan Bank Indonesia. b. Peserta … 6 b. Peserta tidak langsung yaitu Bank yang mengajukan penawaran Lelang SBI melalui Pialang. 9. Bank hanya dapat mengajukan penawaran Lelang SBI untuk kepentingan diri sendiri. 10. Pialang dilarang mengajukan penawaran Lelang SBI untuk kepentingan diri sendiri. 11. Peserta Lelang SBI bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Lelang SBI yang diajukan. 12. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan penawaran Lelang SBI dari peserta langsung dan menggunakan data penawaran Lelang SBI yang diajukan peserta langsung. 13. Peserta Lelang SBI sedang tidak dikenakan sanksi penghentian sementara atau permanen sebagai peserta BI-SSSS. 14. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga hasil Lelang SBI pada hari kerja berikutnya setelah hari pelaksanaan Lelang SBI (one day settlement). 15. Bank, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun sebagai peserta tidak langsung, wajib menyediakan dana sebesar jumlah transaksi Lelang SBI yang dimenangkan sampai dengan cut-off warning Sistem BI- RTGS untuk Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada angka 14. IV. PENGAJUAN PENAWARAN LELANG SBI 1. Pada hari pelaksanaan Lelang SBI yang ditetapkan, peserta langsung mengajukan penawaran Lelang SBI kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter – Biro Operasi Moneter melalui sarana BI-SSSS. 2. Pengajuan penawaran Lelang SBI sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi penawaran kuantitas dan atau tingkat diskonto menurut jangka waktu SBI yang akan diterbitkan. 3. Pengajuan … 7 3. Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap peserta lelang sekurang- kurangnya 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah). 100 (seratus) unit atau 4. Pelaksanaan pengajuan penawaran Lelang SBI melalui sarana BI-SSSS dilakukan mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. V. PENETAPAN PEMENANG LELANG SBI 1. Dalam hal Lelang SBI dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate) maka penawaran kuantitas yang masuk dari setiap peserta lelang dinyatakan diterima sebagai pemenang lelang. 2. Bank Indonesia dapat menyesuaikan kuantitas pemenang lelang sebagaimana dimaksud pada angka 1. 3. Dalam hal Lelang SBI dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate) maka pemenang Lelang SBI ditetapkan dengan cara: a. Bank Indonesia menetapkan SOR atas penawaran Lelang SBI yang diterima. b. Kuantitas lelang SBI yang dimenangkan oleh setiap peserta lelang dihitung sebagai berikut: 1) Dalam hal peserta lelang mengajukan penawaran tingkat diskonto lebih rendah dari SOR yang ditetapkan maka peserta lelang yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran SBI yang diajukan; 2) Dalam hal peserta lelang mengajukan penawaran tingkat diskonto sama dengan SOR yang ditetapkan maka peserta lelang yang bersangkutan dihitung secara proporsional. dapat memperoleh seluruh atau sebagian yang 4. Dalam … 8 4. Dalam hal kuantitas Lelang SBI yang dimenangkan oleh peserta lelang, dihitung secara proporsional sebagaimana dimaksud pada angka 2 atau butir 3.b.2) berlaku pembulatan nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000 (satu juta Rupiah). 5. Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang Lelang SBI sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 3 tercantum pada Lampiran-3a dan Lampiran-3b. 6. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SBI setelah window time lelang SBI ditutup, secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui sarana BI-SSSS dan PIPU. 7. Bank Indonesia dapat membatalkan hasil Lelang SBI. VI. SETELMEN LELANG DAN PELUNASAN SBI 1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter - Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter melakukan Setelmen Dana hasil Lelang SBI dengan mendebet Rekening Giro Bank pemenang lelang dan mengkredit Rekening Surat Berharga SBI Bank pemenang lelang di Central Registry. 2. Nilai Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah sebesar nilai tunai SBI yang dimenangkan. 3. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk menutup seluruh kewajiban Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan waktu cut-off warning Sistem BI-RTGS maka hasil Lelang SBI yang dimenangkan Bank yang bersangkutan dinyatakan batal. 4. Pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 3 dikenakan hanya pada hasil lelang yang tidak dapat dilakukan Setelmen Dana seluruhnya. Contoh pembatalan transaksi sebagaimana tercantum pada Lampiran-4. 5. Atas … 9 5. Atas batalnya transaksi Lelang SBI sebagaimana dimaksud pada angka 3, Bank dikenakan sanksi. 6. Bank Indonesia melunasi SBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan SBI yang tercatat dalam sarana BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu. 7. Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI pada saat SBI jatuh waktu dengan mengkredit Rekening Giro Bank yang bersangkutan dan mendebet Rekening Surat Berharga SBI Bank di Central Registry sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu. 8. Mekanisme setelmen transaksi penerbitan dan pelunasan pokok SBI melalui BI-SSSS dilakukan mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. VII. SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi Lelang SBI sebagaimana dimaksud pada butir VI.3., Bank dikenakan sanksi OPT berupa: a. Teguran tertulis dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dikenakan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia setempat, dalam hal sanksi dikenakan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia, dan b. Kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi Lelang SBI yang dibatalkan 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan atau paling banyak Rp c. Pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal Bank dikenakan teguran tertulis untuk ketiga kalinya … dalam hal sanksi 10 kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan karena pembatalan transaksi kegiatan OPT. 2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT sebagaimana dimaksud pada butir 1.c. dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir 1.b. dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang dikenakan sanksi di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/4/DPM tanggal 16 Februari 2004 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 9 Mei 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/13/DPM|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang </reg_title> <set_date> 1 Mei 2006 </set_date> <effective_date> 9 Mei 2006 </effective_date> <replaced_reg> '6/4/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '6/2/PBI/2004', '7/30/PBI/2005', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No.8/19/DPbS Jakarta, 24 Agustus 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK YANG MELAKSANAKANKEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4392), Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4434) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005 tanggal 29 September 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4536), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor yang Melaksanakan Kegiatan … Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4599), Dewan Pengawas Syariah memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab antara lain memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN), menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank, memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank, mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN, dan menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah. Dalam rangka memberikan pedoman bagi Dewan Pengawas Syariah dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggungjawab dimaksud, dipandang perlu dibuat ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Ekstern yang mencakup hal-hal sebagai berikut : I. UMUM 1. Dewan Pengawas Syariah pada Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggungjawabnya berpedoman pada Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Syariah bagi Dewan Pengawas Syariah sebagaimana terlampir. 2. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Syariah adalah merupakan standar minimal yang disusun dalam rangka memberikan kesamaan pandang dan sikap bagi Dewan Pengawas Syariah pada Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam melaksanakan tugas pengawasan syariah. 3. Laporan hasil pengawasan syariah beserta kertas kerja pengawasan disampaikan … disampaikan oleh Dewan Pengawas Syariah kepada Direksi, Komisaris, DSN, dan Bank Indonesia dengan menggunakan format laporan sebagaimana diatur dalam Bab IV Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah. 4. Laporan hasil pengawasan syariah paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: a. Hasil pengawasan atas kesesuaian kegiatan operasional Bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN – MUI. b. Opini syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan oleh Bank. c. Hasil kajian atas produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN – MUI. d. Opini syariah atas pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi Bank. 5. Bank yang telah memiliki pedoman pengawasan syariah bagi Dewan Pengawas Syariah harus mengikuti dan menyesuaikan minimal sama dengan Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawasan Syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 6. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Syariah bagi Dewan Pengawasan Syariah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. II. PENUTUP Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini, maka Lampiran 9 (Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawasan Syariah Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah) Surat Edaran Bank Indonesia No.6/31/DPbS tanggal … tanggal 28 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah dan Lampiran 9 (Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah Bank) Surat Edaran Bank Indonesia No.7/5/DPbS tanggal 8 Februari 2005 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Agustus 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/19/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah </reg_title> <set_date> 24 Agustus 2006 </set_date> <effective_date> 24 Agustus 2006 </effective_date> <replaced_reg> '7/5/DPbS|SE-BI/2005 | Lampiran 9', '6/31/DPbS|SE-BI/2004 | Lampiran 9' </replaced_reg> <related_reg> '6/24/PBI/2004', '8/3/PBI/2006', '6/17/PBI/2004', '7/35/PBI/2005' </related_reg>
No.5/ 21 /DPNP Jakarta, 29 September 2003 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Dalam upaya meningkatkan good corporate governance dan manajemen risiko pada industri perbankan, Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292). Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok- pokok ketentuan sebagai berikut: 1. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum merupakan acuan standar penerapan manajemen risiko yang wajib dipenuhi oleh Bank sehingga Bank dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan kebutuhan Bank. 2. Bank yang telah memiliki kebijakan, prosedur, dan atau pedoman penerapan manajemen risiko namun belum memenuhi standar penerapan manajemen risiko, wajib menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Pedoman penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka 2, disampaikan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya pedoman yang disempurnakan. Penyempurnaan pedoman tersebut dilakukan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam action plan atau selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004. 4. Pedoman … 4. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, sekurang- kurangnya memuat: a. Pedoman Umum 1) Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, termasuk organisasi dan fungsi manajemen risiko; 2) Kebijakan, prosedur dan penetapan limit; 3) Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan sistem informasi manajemen risiko, termasuk pengelolaan assets and liabilities management (ALMA), penggunaan model pengukuran risiko dan stress testing; dan 4) Pengendalian intern dalam penerapan manajemen risiko. b. Proses penerapan Manajemen Risiko Proses penerapan manajemen risiko dilakukan terhadap risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi dan risiko strategik, serta risiko kepatuhan. c. Hal-hal lain Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum memuat hal-hal lain yang relevan dengan penerapan manajemen risiko, sesuai dengan kondisi dan kompleksitas usaha Bank, seperti: 1) Pengelolaan Risiko Produk dan Aktivitas Baru; 2) Penerapan Manajemen Risiko Transaksi Derivatif. 5. Dalam rangka menerapkan manajemen risiko, Bank wajib membentuk Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko, sesuai dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank. Struktur Organisasi Manajemen Risiko pada Bank Umum dapat mengacu pada Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini. 6. Dalam rangka proses penerapan manajemen risiko, Bank dapat menggunakan berbagai pendekatan pengukuran risiko, baik dengan metode standar seperti yang direkomendasikan oleh Basle Committee on Banking Supervision pada Bank for International Settlements maupun dengan metode pengukuran yang advanced (internal model). Pengukuran dengan menggunakan internal model tersebut dimaksudkan untuk antisipasi perkembangan operasi perbankan yang semakin kompleks maupun antisipasi kebijakan perbankan di masa mendatang. Penerapan internal model memerlukan berbagai persyaratan minimum baik kuantitatif maupun kualitatif agar hasil penilaian risiko dapat lebih mencerminkan kondisi Bank yang sebenarnya. Untuk kepentingan perhitungan risiko pasar yang terkait dengan perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR), Bank diwajibkan untuk mengacu pada ketentuan yang berlaku. 7. Penerapan … 7. Penerapan manajemen risiko secara efektif dan menyeluruh wajib dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam laporan action plan atau selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004. 8. Bank wajib melakukan langkah-langkah persiapan, pengembangan dan atau penyempurnaan yang diperlukan dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif, antara lain: a. melaksanakan diagnosa dan analisis mengenai: organisasi, kebijakan, prosedur, dan pedoman serta pengembangan sistem yang terkait dengan penerapan manajemen risiko. Selanjutnya Bank menilai dan menyusun rencana penyempurnaan sesuai dengan acuan dalam Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. b. menugaskan pejabat atau staf atau project team yang bertanggungjawab untuk proses penyusunan analisis dan pemantauan kemajuan rencana kegiatan (action plan). c. melakukan sosialisasi pedoman penerapan manajemen risiko kepada pegawai agar memahami praktek manajemen risiko, dan mengembangkan budaya risiko (risk culture) kepada seluruh pegawai pada setiap tingkatan organisasi Bank. d. menyusun laporan rencana kegiatan (action plan) dan laporan realisasi kegiatan (progress report) sesuai dengan Lampiran 3 dan Lampiran 4 sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. e. memastikan bahwa Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) ikut serta memantau dalam proses penyusunan rencana kegiatan (action plan) dan realisasi rencana kegiatan dimaksud, serta penyusunan laporan profil risiko triwulanan. 9. Bank wajib menyampaikan laporan profil risiko kepada Bank Indonesia dengan berpedoman pada Lampiran 5 dan Lampiran 6 sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 10. Bank wajib menyampaikan laporan produk dan aktivitas baru kepada Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 11. Bank wajib menerapkan manajemen risiko sesuai dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib menerapkan proses manajemen risiko sesuai dengan karakteristik usaha Bank dimaksud dan Prinsip Syariah. 12. Lampiran- … dengan berpedoman pada Lampiran 7 sebagaimana tercantum 12. Lampiran-lampiran tersebut di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Repub lik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ttd NELSON TAMPUBOLON DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/21/DPNP|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 29 September 2003 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2004 </effective_date> <related_reg> '5/8/PBI/2003' </related_reg>
No. 7 / 14 / DPNP Jakarta, 18 April 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum ________________________________________________________________ Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4472), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Salah satu penyebab kegagalan Bank adalah Penyediaan Dana yang tidak didukung oleh kemampuan Bank mengelola konsentrasi portofolio Penyediaan Dana. Konsentrasi tersebut selain ditimbulkan oleh eksposur kredit, juga dapat ditimbulkan oleh eksposur yang berlebihan terhadap faktor pasar tertentu atau eksposur yang timbul dari kegiatan pendanaan dimana suatu Bank secara khusus bergantung pada segmen peminjam atau sumber pendanaan tertentu. B. Seiring … B. Seiring dengan pesatnya inovasi dan perkembangan jenis produk perbankan, Bank harus mengembangkan teknik pengukuran terhadap beberapa bentuk risiko konsentrasi yang timbul dari Penyediaan Dana. Hal ini khususnya terdapat pada bentuk Penyediaan Dana tidak langsung ataupun Penyediaan Dana yang dikaitkan dengan tagihan yang diperkuat dengan jaminan ataupun agunan dalam berbagai bentuk. C. Dengan semakin kompleksnya hubungan antara perseorangan dengan suatu perusahaan, dan atau suatu perusahaan dengan perusahaan lain maka Bank harus dapat secara akurat mengidentifikasi dan menentukan pihak lawan transaksi (counterparty) dalam kaitannya dengan pengukuran eksposur risiko konsentrasi tersebut. II. MANAJEMEN RISIKO A. Dalam melakukan Penyediaan Dana, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian serta mengelola risiko yang timbul sebagai akibat Penyediaan Dana tersebut. Penerapan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko ini antara lain dilakukan dengan menetapkan batas (limit) Penyediaan Dana. Penetapan batas (limit) Penyediaan Dana tersebut harus dilakukan berdasarkan analisis dampak Penyediaan Dana terhadap struktur neraca dan profil risiko Bank, yaitu dengan mempertimbangkan besaran, jenis, jangka waktu Penyediaan Dana maupun dampak Penyediaan Dana terhadap kebijakan dan strategi diversifikasi portofolio Bank secara menyeluruh. Selain penetapan limit terhadap eksposur kepada pihak tertentu, maka untuk keperluan internal, Bank dapat menetapkan limit berdasarkan area geografis (geographic limits) dan sektor industri tertentu (certain industries). B. Analisa … B. Analisa dampak Penyediaan Dana terhadap struktur neraca dan profil risiko tersebut dilakukan antara lain dengan cara mengukur risiko kredit terhadap sekumpulan Penyediaan Dana (pools of provision of funds) yang memiliki karakteristik yang serupa, dari sisi besaran, jenis, dan atau jangka waktu. Risiko kredit tersebut diukur antara lain berdasarkan data historis tingkat kegagalan (historical default rate) dan perpindahan kualitas Penyediaan Dana (credit rating migration) selama periode tertentu. C. Analisa terhadap risiko konsentrasi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam suatu batas (limit) maksimum Penyediaan Dana yang dapat diberikan untuk Peminjam. Batas (limit) maksimum Penyediaan Dana tersebut pada umumnya ditentukan berdasarkan kerugian maksimum dari Penyediaan Dana yang dapat ditolerir oleh permodalan Bank (maximum loss rate as percentage of capital). D. Selain melakukan analisa terhadap konsentrasi Penyediaan Dana kepada Peminjam dan sekumpulan Penyediaan Dana sebagaimana dijelaskan diatas, Bank juga harus melakukan analisa terhadap alokasi yang ditetapkan untuk masing-masing komponen portofolio Penyediaan Dana. Hal ini dimaksudkan agar Bank dapat memiliki komposisi portofolio yang optimum dari struktur neraca Bank secara keseluruhan. Dalam menentukan alokasi tersebut, Bank harus mempertimbangkan korelasi risiko antara komponen portofolio Penyediaan Dana maupun tingkat volatilitas dari masing-masing komponen portofolio. III. PIHAK … III. PIHAK TERKAIT DAN KELOMPOK PEMINJAM Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dengan berkembangnya struktur kelompok usaha, konsepsi dasar dalam menentukan pihak lawan transaksi (counterparty) untuk pengukuran eksposur risiko konsentrasi juga mengalami perubahan yang cukup signifikan. Oleh karena itu sebagaimana diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 12 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, dilakukan penyempurnaan terhadap konsepsi dasar penentuan Pihak Terkait dan kelompok Peminjam dengan menggunakan unsur “pengendalian” baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai faktor penentu. Unsur pengendalian dapat dianalisa berdasarkan hubungan kepemilikan, kepengurusan dan atau keuangan. Adapun cara-cara perseorangan atau perusahaan/badan melakukan pengendalian dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengendalian tersebut antara lain melalui kepemilikan saham secara langsung, hak opsi, maupun acting in concert. Walaupun tidak memiliki saham, pengendalian juga dapat dilakukan melalui kemampuan dalam penentuan kepengurusan maupun kemampuan dalam menentukan kebijakan operasional atau kebijakan keuangan Bank. A. Kepemilikan Saham. Hubungan pengendalian antara lain dapat timbul sebagai akibat kepemilikan saham suatu pihak, baik itu berbentuk perseorangan atau perusahaan/badan terhadap suatu perusahaan/badan. Kepemilikan ini dijabarkan dalam bentuk kepemilikan saham yang memiliki hak suara pada suatu perusahaan/badan. Dalam menentukan kepemilikan saham, termasuk didalamnya kepemilikan saham secara bersama-sama atau melalui … melalui pihak lain, seperti saham dari Pihak Terkait/anggota kelompok lainnya ataupun saham dari keluarganya. 1. Pihak Terkait dengan Bank a. Pengendali Bank Berdasarkan Kepemilikan Saham Suatu pihak dianggap mempunyai hubungan pengendalian dengan Bank apabila pihak tersebut memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Bank. Apabila pihak yang menjadi pengendali Bank dikendalikan oleh pihak lain, baik berbentuk perseorangan atau perusahaan/badan, maka pengendali dari pengendali ditetapkan pula sebagai pengendali Bank. Dalam menentukan pengendali dari pengendali tersebut tidak ada batas jenjang tertentu, sehingga penentuan pengendali dari pengendali hendaknya ditelusuri sampai dengan pengendali akhir. Apabila pengendali Bank adalah perorangan, maka pihak yang mempunyai hubungan keluarga baik vertikal maupun horisontal dari perseorangan tersebut juga merupakan pengendali Bank. Adapun pihak-pihak yang mempunyai hubungan keluarga dimaksud termasuk suami atau istri dari saudara kandung/tiri/angkat perseorangan yang bersangkutan. Pengendalian terhadap Bank sebagaimana dijelaskan diatas dapat dicontohkan dengan struktur kepemilikan sebagaimana digambarkan dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2. b. Perusahaan/Badan Dimana Bank Pengendali Bertindak Sebagai Sesuai … Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf b PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, antara lain diatur bahwa suatu perusahaan/badan dianggap dibawah pengendalian Bank apabila Bank memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham perusahaan/badan tersebut. Sebagaimana dalam menentukan pengendali dari pengendali Bank, tidak ada batas jenjang tertentu untuk menentukan perusahaan/badan yang berada dibawah pengendalian Bank. Penelusuran perusahaan/badan yang pengendalian Bank berada dibawah dilakukan sampai dengan c. perusahaan/badan terakhir (ultimate subsidiary). Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 3. Pengendali Lain Dari Perusahaan/Badan Yang Dibawah Pengendalian Bank Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf c PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, antara lain diatur bahwa pengendali lain dari perusahaan/badan yang dibawah pengendalian Bank dengan kepemilikian 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham, dianggap sebagai Pihak d. dicontohkan pada Lampiran 4. Perusahaan/Badan Dibawah Pengendalian Pihak-Pihak Dalam Huruf a dan Huruf c Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) huruf d PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Terkait. Hal ini antara lain Bank … Bank Umum, perusahaan/badan lain yang oleh pengendali Bank dikendalikan serta perusahaan/badan yang dikendalikan oleh pengendali lain dari anak perusahaan Bank juga ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Dalam menentukan parameter pengendalian dari sisi kepemilikan saham, persentase yang digunakan adalah sebesar: 1) 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dan porsi kepemilikan tersebut merupakan porsi terbesar; atau 2) 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih kepemilikan atas saham perusahaan/badan tersebut. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 5. e. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Kontrak investasi kolektif secara umum didefinisikan sebagai suatu kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian yang mengikat pemegang efek dimana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portfolio investasi kolektif dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Dalam konteks BMPK, manajer investasi KIK ditetapkan sebagai subjek untuk menentukan hubungan pengendalian. Apabila Bank dan atau Pihak Terkait dengan Bank memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham pada suatu manajer investasi KIK maka penanaman dana pada KIK yang dikelola manajer investasi tersebut dan atau Penyediaan Dana kepada manajer investasi tersebut ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 6. 2. Kelompok … 2. Kelompok Peminjam Bukan Pihak Terkait. Dari sisi kepemilikan saham, untuk menentukan hubungan pengendalian antara 1 (satu) Peminjam dengan Peminjam lain adalah sebagai berikut: a. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak memiliki saham sebesar 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Peminjam lain dan porsi kepemilikan tersebut adalah porsi terbesar; atau b. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak langsung, memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih saham Peminjam lain. Apabila 1 (satu) Peminjam memiliki saham Peminjam lain dengan persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a atau huruf b, maka kedua Peminjam tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam. Penggolongan kelompok Peminjam berlaku pula apabila 1 (satu) pihak yang sama menjadi pengendali beberapa Peminjam, yaitu apabila pihak tersebut memiliki saham di beberapa Peminjam dengan persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a dan atau huruf b. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 7. B. Kepengurusan Hubungan pengendalian dapat timbul sebagai akibat hubungan kepengurusan. langsung, 1. Pihak … 1. Pihak Terkait. a. Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf e dan Pasal 8 ayat (1) huruf f angka 2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif Bank beserta keluarganya ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Adapun yang dimaksud dengan keluarga disini termasuk suami/istri dari saudara kandung/tiri/angkatnya. Hal ini antara lain dapat dicontohkan dalam Lampiran 8 dalam bentuk garis putus-putus yang melingkari Bank. b. Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif dari pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait termasuk juga sebagai Pihak Terkait dengan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf g PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 8 dalam bentuk garis putus- putus yang melingkari pengendali Bank dan pihak-pihak yang dikendalikan oleh Bank. c. Pasal 8 ayat (1) huruf i PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum lebih lanjut menyatakan bahwa perusahaan/badan dimana Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait memiliki pengendalian, maka perusahaan/badan tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Hal ini dapat dicontohkan dalam Lampiran 8. d. Pasal … d. Pasal 8 ayat (1) huruf h PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum menyatakan pula bahwa apabila Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait merangkap jabatan pada suatu perusahaan/badan lain, maka perusahaan/badan tersebut ditetapkan pula sebagai Pihak Terkait. e. Selain dari pengaturan yang terdapat dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, hubungan kepengurusan diatur pula dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam undang-undang tersebut antara lain diatur pula bahwa perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari keluarga Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif Bank termasuk dalam pengertian Pihak Terkait. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan dimana keluarga dari Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif Bank bertindak sebagai Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan Bank. Selain itu, keluarga dari pengendali perseorangan Bank merupakan Pihak Terkait dengan Bank. Dengan demikian, perusahaan- perusahaan dimana keluarga dari pengendali tersebut bertindak sebagai Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif juga merupakan Pihak Terkait dengan Bank. Hal-hal tersebut diatas antara lain dicontohkan dalam Lampiran 8. 2. Kelompok … 2. Kelompok Peminjam Bukan Pihak terkait Unsur dasar penentu hubungan pengendalian melalui kepengurusan antara beberapa Peminjam bukan Pihak Terkait, secara umum sama dengan Pihak Terkait. Dalam hal Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam juga mendapatkan Penyediaan Dana dari Bank, maka eksposur Penyediaan Dana baik kepada Peminjam serta kepada Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam tersebut diperhitungkan sebagai satu kesatuan dan Peminjam beserta Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam ditetapkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam. Sebagaimana halnya dengan perlakuan untuk Pihak Terkait apabila terdapat beberapa perusahaan yang Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutifnya merupakan pihak yang sama, maka perusahaan-perusahaan tersebut ditetapkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam. C. Keuangan. Hubungan pengendalian dapat pula diakibatkan melalui hubungan keuangan. Hubungan keuangan itu sendiri ditetapkan berdasarkan beberapa unsur sebagai berikut: 1. Ketergantungan keuangan (financial interdependence) Salah satu faktor yang digunakan untuk menentukan adanya ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah dengan melihat nilai transaksi antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal terdapat transaksi yang materiil antara 1 (satu) pihak dengan pihak lain … lain yang mengakibatkan kesehatan keuangan pihak tersebut dipengaruhi secara langsung oleh pihak lain lain, maka antara pihak- pihak (financial interdependence). Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menganalisa hubungan transaksi antar pihak yang dapat menyebabkan ketergantungan keuangan antara lain tersebut ditetapkan memiliki ketergantungan keuangan adalah ketergantungan penjualan pada pihak tertentu dan atau ketergantungan terhadap pinjaman maupun sumber dana dari pihak tertentu. Analisa ketergantungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas dititikberatkan hanya kepada hubungan transaksional antara 1 (satu) pihak secara langsung dengan pihak lain. Pihak-pihak tersebut dapat digolongkan kedalam satu kelompok Peminjam apabila cash flow dari satu pihak akan terganggu secara signifikan akibat gangguan cash flow dari pihak lain, sehingga secara signifikan mempengaruhi kemampuan masing-masing pihak dalam membayar kewajibannya kepada Bank. 2. Pengalihan Risiko Melalui Penjaminan Faktor lain yang digunakan untuk menentukan adanya ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah adanya pengalihan risiko kredit melalui penjaminan dimana pihak yang menjamin akan mengambil alih sebagian atau keseluruhan risiko keuangan dari pihak yang dijamin. Bentuk penjaminan yang diberikan dalam menentukan hubungan keuangan dapat terdiri dari berbagai bentuk seperti: personal guarantee, corporate guarantee, dan atau aval. Hubungan … Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas berlaku baik untuk Pihak Terkait dengan Bank maupun bukan. Dalam penentuan Pihak Terkait, apabila diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan keuangan merupakan Pihak Terkait dengan Bank maka keseluruhan pihak yang mempunyai hubungan keuangan tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan Bank. Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas tidak berlaku untuk fasilitas Penyediaan Dana yang diberikan Bank kepada debiturnya dalam rangka kegiatan usaha Bank pada umumnya seperti pinjaman dan atau penjaminan yang diberikan dalam berbagai bentuk seperti; performance bond, bid bonds, atau akseptasi. Tidak termasuk pula dalam pengertian hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas adalah hubungan penjaminan karena kegiatan perasuransian oleh perusahaan asuransi dan jaminan yang diberikan oleh pemerintah, baik itu Pemerintah Republik Indonesia atau pemerintah negara lain. IV. PERHITUNGAN BMPK Bank dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK, apabila terdapat selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada saat pemberian Penyediaan Dana. Bank dinyatakan melakukan pelampauan BMPK apabila terdapat selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada tanggal laporan. A. Batas … A. Batas (limit) Penyediaan Dana 1. Pihak Terkait dengan Bank Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, seluruh portofolio Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dengan Bank ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank. Hal ini berarti setiap Penyediaan Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang ditetapkan sebagai Pihak Terkait dan total Penyediaan Dana kepada pihak-pihak yang ditetapkan sebagai Pihak Terkait ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank. 2. Peminjam Bukan Pihak Terkait Dengan Bank. PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum mengatur Penyediaan Dana untuk Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait dengan Bank sebagai berikut: a. 1 (satu) Peminjam secara individu ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari Modal Bank; dan b. 1 (satu) kelompok Peminjam ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima perseratus) dari Modal Bank. Dalam hal pada satu kelompok Peminjam terdapat pelanggaran terhadap BMPK kelompok Peminjam serta pelanggaran terhadap salah satu Peminjam yang merupakan anggota kelompok Peminjam tersebut, maka perhitungan pelanggaran hanya terhadap kelompok Peminjam, namun action plan penyelesaian pelanggaran hendaknya dilakukan untuk kedua pelanggaran BMPK tersebut. Contoh perhitungan BMPK untuk kelompok Peminjam dapat digambarkan dalam Lampiran 9. B. Modal … B. Modal Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, yang dimaksud dengan Modal Bank adalah: 1. untuk Bank yang berkantor pusat di Indonesia adalah modal inti dan modal pelengkap; 2. untuk Unit Usaha Syariah dari Bank yang melakukan kegiatan usaha konvensional adalah modal inti dan modal pelengkap yang dihitung secara konsolidasi dari unit yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan unit usaha syariah Bank. 3. untuk kantor cabang bank asing adalah dana bersih kantor pusat dan kantor-kantor cabang lainnya di luar negeri atau yang dikenal dengan Net Head Office Funds. Modal sebagaimana dimaksud diatas tidak termasuk modal pelengkap tambahan dan tidak dikurangi penyertaan. Penempatan yang dilakukan kantor cabang bank asing pada kantor- kantor cabang dan kantor pusatnya di luar negeri merupakan komponen pengurang Net Head Office Funds. Oleh karena itu sesuai Pasal 9 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, bagi kantor cabang bank asing, penempatan pada kantor-kantor cabang dan kantor pusatnya diluar negeri tidak termasuk Penyediaan Dana dalam perhitungan BMPK. Adapun Penyediaan Dana dari kantor cabang bank asing kepada Pihak Terkait dengan kantor pusat dari kantor cabang bank asing tersebut, termasuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. Untuk … Untuk menentukan jumlah modal dalam perhitungan pelanggaran BMPK, modal yang digunakan adalah posisi modal bulan terakhir sebelum realisasi Penyediaan Dana. C. Penyediaan Dana 1. Kredit Sesuai PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Termasuk dalam pengertian Kredit adalah: a. Cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain. Penyediaan Dana berupa Kredit ditetapkan sebagai eksposur terhadap Peminjam atau debitur Kredit tersebut. Sementara itu untuk menghitung BMPK, Penyediaan Dana berupa Kredit dihitung berdasarkan baki debet. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 10. 2. Surat Berharga Penyediaan Dana berupa Surat Berharga ditetapkan sebagai eksposur terhadap penerbit Surat Berharga tersebut. Sementara itu untuk menghitung BMPK, Penyediaan Dana berupa Surat Berharga dihitung … dihitung berdasarkan harga beli Surat Berharga. Kecuali ditetapkan tersendiri kedua pengaturan diatas berlaku untuk Surat Berharga secara umum. a. Surat Berharga Yang Dibeli Dengan Janji Dijual Kembali (reverse repurchase agreement). Pembelian Surat Berharga secara repo bagi reverse party, ditetapkan sebagai Penyediaan Dana terhadap pemilik Surat Berharga yang dijual secara repo (repo party). Sementara itu, bagi repo party, Surat Berharga yang direpokan tetap diperhitungkan sebagai Penyediaan Dana kepada penerbit Surat Berharga (issuer). Lampiran 11 merupakan contoh umum mekanisme transaksi Surat Berharga secara repo. b. Surat Berharga Yang Dihubungkan/Dijamin dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset). Yang dimaksud dengan Surat Berharga yang dihubungkan/dijamin dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset) adalah bentuk Surat Berharga dimana harga/nilai dari Surat Berharga tersebut ditentukan antara lain berdasarkan harga/nilai dari suatu instrumen tertentu yang ditetapkan sebagai instrumen dasar seperti reksadana atau efek beragun aset. Pengaturan untuk Surat Berharga sebagaimana dimaksud diatas dapat dibagi 2 sebagai berikut: 1) Pass-Through dan Non-Redemption Yang dimaksud dengan pass-through adalah apabila pembayaran kewajiban Surat Berharga sepenuhnya terkait … terkait langsung dengan aset/instrumen yang mendasari penerbitan Surat Berharga, yaitu apabila pembayaran pokok dan bunga Surat Berharga tersebut sepenuhnya berasal dan merupakan penerusan dari pembayaran pokok dan bunga aset/instrumen yang mendasari. Sementara itu yang dimaksud dengan non-redemption adalah apabila: a) Surat Berharga tersebut tidak dapat dicairkan kepada penerbit sebelum Surat Berharga jatuh tempo; b) pada saat jatuh tempo, pembayaran/pencairan Surat Berharga tersebut sepenuhnya bergantung pada kualitas aset/instrumen yang mendasari Surat Berharga tersebut. Risiko atas terjadinya wanprestasi pembayaran dari aset/instrumen yang mendasari yang menyebabkan terjadinya wanprestasi pembayaran Surat Berharga, sepenuhnya diambil alih oleh pembeli Surat Berharga tersebut; dan c) tidak dapat dibeli kembali oleh Penerbit Surat Berharga. Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin dengan aset/instrumen tertentu yang mendasari (underlying reference asset) dan memenuhi kriteria pass-through dan non-redemption sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada … kepada Reference Entity. Sementara itu, BMPK untuk masing-masing Reference Entity tersebut dihitung secara proporsional berdasarkan proporsi aset/instrumen dasar dari masing-masing Reference Entity terhadap Surat Berharga secara keseluruhan. Lampiran 12 merupakan contoh transaksi efek beragun aset. 2) Non-Pass Through dan atau Redemption Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin dengan aset/instrumen tertentu yang mendasari (underlying reference asset) dan tidak memenuhi kriteria pass-through dan non-redemption sebagaimana dijelaskan pada angka 1) diatas ditetapkan sebagai Penyediaan Dana baik kepada Reference Entity maupun kepada penerbit dari Surat Berharga tersebut. Lampiran 13 merupakan contoh transaksi reksadana. 3. Derivatif Kredit BMPK untuk derivatif kredit ditetapkan sesuai dengan risiko kredit yang melekat pada masing-masing instrumen derivatif kredit. Berikut adalah contoh-contoh transaksi derivatif kredit. a. Credit Default Swap Dalam credit default swap, pihak yang mengambil alih risiko/investor (protection seller) hanya memberikan pembayaran kepada pihak yang mengalihkan risiko (protection buyer) apabila terjadi suatu credit event pada reference asset. Sementara itu, protection buyer hanya melakukan … melakukan pembayaran terhadap jaminan yang diberikan protection seller dalam bentuk premi. Mekanisme transaksi credit default swap sebagaimana dijelaskan diatas antara lain dapat dicontohkan dalam Lampiran 14. Pembayaran oleh protection seller pada saat terjadi credit event dapat dilakukan sebagai berikut: 1) sebesar nilai par (par value) yang ditukarkan dengan pengiriman fisik (physical delivery) dari reference asset; 2) dalam bentuk kompensasi sebesar selisih antara nilai par (par value) dan nilai pengembalian (recovery value) dari reference asset pada saat terjadi credit event; atau 3) jumlah tetap yang telah diperjanjikan sebelumnya. Bagi protection seller, yaitu pihak yang mengambil alih risiko reference asset, jaminan yang diberikan atas reference asset merupakan subjek BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur kepada reference entity. Adapun nilai dari jaminan yang diberikan tersebut diperhitungkan dalam BMPK sebesar jumlah maksimum kerugian yang mungkin ditanggung oleh protection seller dalam hal terjadi credit event pada reference asset, sebagaimana telah ditetapkan dalam kontrak/perjanjian transaksi credit default swap dimaksud. b. Total (rate of) Return Swap Lampiran 15 merupakan contoh transaksi total (rate of) return swap. Dalam contoh tersebut diatas, protection buyer menukarkan (swap) pendapatan (return) yang diterima dari reference … reference aset ditambah dengan margin tertentu (termasuk kenaikan nilai reference asset), kepada protection seller. Sebagai gantinya, protection seller akan memberi pembayaran dalam jumlah tertentu kepada protection buyer ditambah dengan kompensasi atas turunnya nilai dari reference asset. Dengan pola transaksi total (rate of) return swap sebagaimana dijelaskan diatas, maka protection seller mengambil alih keseluruhan risiko kredit (dan risiko pasar) dari reference asset selama periode transaksi. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka bagi protection seller, yaitu pihak yang mengambil alih risiko reference asset, jaminan yang diberikan atas kerugian nilai dari reference asset merupakan subjek BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur kepada reference entity. Adapun nilai dari jaminan yang diberikan tersebut diperhitungkan dalam BMPK sebesar jumlah maksimum kerugian yang mungkin ditanggung oleh protection seller, sebagaimana telah ditetapkan dalam kontrak/perjanjian transaksi total (rate of) return) swap dimaksud. c. Credit Linked Notes Credit linked notes atau CLN merupakan Surat Berharga yang diterbitkan oleh protection buyer yang akan dibayarkan sebesar nilai par pada saat jatuh tempo dengan persyaratan tidak terjadi credit event terhadap reference aset sampai dengan Surat Berharga tersebut jatuh tempo. Dalam hal terjadi credit … credit event maka pemegang CLN mencairkan CLN tersebut kepada penerbit CLN (dengan nilai antara lain sebesar selisih antara nilai par (par value) dan nilai pengembalian (recovery value) dari reference asset pada saat terjadi credit event). Berdasarkan karakteristiknya CLN merupakan kombinasi antara obligasi dan credit default swap, sehingga sebagaimana halnya credit default swap, hanya risiko kredit dari reference asset yang dijamin. Namun terdapat perbedaan antara CLN dan credit default swap atau total (rate of) return swap yaitu dalam hal CLN, pihak pembeli CLN atau protection seller membeli/melakukan pembayaran dimuka sebesar nilai reference asset yang mendasari CLN. Berdasarkan hal tersebut diatas maka eksposur yang timbul dari pembelian CLN ditetapkan sebagai eksposur kepada 2 (dua) pihak, yaitu: 1) 2) sebagai eksposur kepada penerbit CLN; dan sebagai eksposur kepada reference entity, dan masing-masing eksposur tersebut ditetapkan sebagai subjek BMPK. BMPK kepada penerbit untuk pembelian CLN dihitung sebagaimana halnya pembelian Surat Berharga pada umumnya, yaitu sebesar harga beli. Sementara itu, BMPK terhadap reference entity diperlakukan sebagaimana halnya jaminan yang diberikan kepada reference entity dan dihitung secara proporsional berdasarkan proporsi aset yang mendasari. d. Lainnya … d. Lainnya Untuk derivatif kredit yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan ketiga bentuk yang telah dijelaskan pada huruf a. sampai dengan huruf c., maka BMPK untuk derivatif kredit tersebut ditetapkan berdasarkan risiko kredit yang melekat serta besarnya risiko yang dialihkan/diambil alih dari instrumen derivatif kredit tersebut. Dalam hal Bank akan melakukan Penyediaan Dana dalam bentuk pembelian derivatif kredit, Bank hendaknya mengacu pula pada PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan risiko produk dan aktivitas baru. Sehubungan dengan itu, sepanjang Penyediaan Dana dalam bentuk derivatif kredit cukup signifikan dan mempengaruhi profil risiko Bank, Bank harus melaporkannya kepada Bank Indonesia. 4. Tagihan Akseptasi Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyediaan Dana berupa Tagihan Akseptasi ditetapkan sebagai eksposur kepada pihak yang wajib melunasi Tagihan Akseptasi tersebut. Untuk Tagihan Akseptasi yang telah diaksep bank lain without recourse, pihak yang berkewajiban melunasi Tagihan Akseptasi tersebut adalah bank yang mengaksep tagihan tersebut. Sementara itu, untuk Tagihan Akseptasi yang telah diaksep bank lain dengan syarat with recourse atau tagihan akseptasi yang tidak diaksep oleh bank … bank, maka pihak yang berkewajiban melunasi Tagihan Akseptasi dalam kaitannya dengan perhitungan BMPK adalah nasabah tersebut atau pihak lain yang wajib melunasi Tagihan Akseptasi. Adapun BMPK, untuk Tagihan Akseptasi tersebut dihitung sebesar nilai wesel yang diaksep yaitu sebesar nilai bruto tagihan terhadap pihak yang menjamin. 5. Jaminan yang diterbitkan, letter of credit (L/C), standby letter of credit (SBLC) Penyediaan Dana berupa jaminan yang diterbitkan, letter of credit (L/C), standby letter of credit (SBLC) atau instrumen serupa lainnya, yang tercatat pada rekening administratif ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada pemohon (applicant) yaitu pihak yang memperoleh fasilitas jaminan, letter of credit (L/C), standby letter of credit (SBLC), dan atau fasilitas pengganti kredit (credit substitute) lainnya. Sementara itu, BMPK untuk transaksi-transaksi diatas dihitung sebesar nilai yang telah diterbitkan (outstanding). 6. Transaksi Derivatif a. Penyediaan Dana berupa transaksi derivatif yang didasari oleh suku bunga atau valuta asing ditetapkan sebagai eksposur kepada pihak lawan transaksi (counterparty). Contoh transaksi derivatif tersebut di atas antara lain seperti single currency interest rate swap, forward rate agreements, cross currency swap, cross currency interest rate swap, forward foreign exchange contracts atau instrumen serupa lainnya. Tidak termasuk dalam pengertian transaksi derivatif disini adalah transaksi derivatif berupa derivatif kredit. b. BMPK … b. BMPK untuk transaksi derivatif sebagaimana tersebut diatas dihitung berdasarkan risiko kredit transaksi derivatif tersebut. Risiko kredit transaksi derivatif adalah penjumlahan dari: 1) Tagihan derivatif yaitu jumlah positif potensi keuntungan suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang diperoleh dari proses mark to market dari perjanjian/kontrak transaksi derivatif (selisih positif antara nilai kontrak dengan nilai wajar transaksi derivatif); dan 2) Potential Future Credit Exposure yaitu seluruh potensi keuntungan suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif selama umur perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari nilai nosional perjanjian/kontrak transaksi derivatif tersebut. Besarnya persentase tertentu yang ditetapkan sebagai faktor konversi untuk menentukan jumlah Potential Future Credit Exposure ditentukan berdasarkan jangka waktu dan faktor yang mendasari perjanjian/kontrak transaksi derivatif sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini. MATRIKS FAKTOR KONVERSI JANGKA WAKTU (MATURITY) 0-1 Tahun >1-5 Tahun > 5 Tahun FAKTOR YANG MENDASARI TRANSAKSI suku bunga nilai tukar (interest rate contracts) (foreign exchange contracts) 0.0 % 0,5 % 1,5 % 1,0 % 5,0 % 7,5 % Sementara … c. Jangka waktu Sementara itu, yang dimaksud dengan nilai nosional dari suatu perjanjian/kontrak adalah nilai nosional efektif yang digunakan/ditetapkan untuk menentukan jumlah arus pembayaran antara para pihak yang terlibat dalam transaksi. untuk menghitung Potential Future Credit Exposure adalah jangka waktu perjanjian/kontrak transaksi derivatif, kecuali ditetapkan tersendiri sebagai berikut: 1) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang secara otomatis kembali menjadi 0 (nol) (automatically reset to zero) setelah pembayaran, jangka waktu yang digunakan adalah sisa jangka waktu sampai dengan pembayaran berikutnya. Dalam hal perjanjian/kontrak transaksi derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, maka persentase konversi yang ditetapkan serendah-rendahnya 0.5% (nol koma lima perseratus) walaupun periode reset kurang dari 1 (satu) tahun; 2) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang melakukan penyesuaian tingkat bunga (interest rate adjustment), jangka waktu yang digunakan adalah sisa jangka waktu sampai dengan penyesuaian tingkat bunga berikutnya. Dalam hal perjanjian/kontrak transaksi derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, maka persentase konversi yang ditetapkan serendah-rendahnya 0.5% (nol koma lima perseratus) walaupun periode penyesuaian tingkat bunga kurang dari 1 (satu) tahun; 3) Untuk … 3) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang didasarkan pada suatu instrumen referensi yang mempunyai jangka waktu, jangka waktu yang digunakan adalah jangka waktu dari instrumen referensi tersebut. d. Dalam hal transaksi derivatif merupakan transaksi yang berbasis nilai tukar, maka Potential Future Credit Exposure dihitung dengan menggunakan kurs yang telah diperjanjikan dalam transaksi. Lampiran 16 merupakan contoh perhitungan Potential Future Credit Exposure. e. Perhitungan risiko kredit beberapa transaksi derivatif yang dilengkapi dengan perjanjian saling hapus antara pihak yang melakukan transaksi (bilateral netting agreement), dilakukan dengan menghitung masing-masing eksposur bersih (net exposures) dari transaksi tersebut, baik untuk komponen Potential Future Credit Exposure maupun komponen tagihan derivatif. Perhitungan eksposur bersih untuk komponen Potential Future Credit Exposure dalam menentukan risiko kredit transaksi derivatif dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: A net = [0,4 x A gross + (0,6 x NGR x A gross)], dimana: 1) Anet adalah eksposur bersih (net exposure) Potential Future Credit Exposure (adjusted sum Potential Future Credit Exposure); 2) Agross … 2) Agross adalah jumlah seluruh eksposur kotor (gross exposure) Potential Future Credit Exposure dari masing- masing transaksi derivatif; dan 3) NGR adalah rasio eksposur bersih terhadap eksposur kotor (net to gross ratio) Sementara itu, untuk menghitung eksposur bersih tagihan derivatif untuk transaksi yang dilengkapi perjanjian saling hapus dilakukan dengan menjumlahkan jumlah positif dan jumlah negatif nilai mark to market dari transaksi-transaki yang dilengkapi dengan perjanjian saling hapus tersebut. Apabila hasil penjumlahan tersebut adalah negatif, maka nilai yang digunakan adalah 0 (nol). Lampiran 17 merupakan contoh perhitungan Potential Credit Exposure untuk transaksi yang dilengkapi perjanjian saling hapus. 7. Penyertaan Modal Penyediaan Dana berupa Penyertaan Modal ditetapkan sebagai eksposur kepada perusahaan tempat Bank melakukan Penyertaan (investee). Sesuai PBI, definisi Penyertaan Modal adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada bank atau perusahaan di bidang keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku seperti perusahaan sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, termasuk penanaman dalam bentuk surat konversi utang (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options … options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham pada bank dan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan lainnya. Adapun jumlah Penyediaan Dana dalam bentuk penyertaan saham adalah sebesar harga perolehan, yakni seluruh biaya yang dikeluarkan dalam rangka penyertaan. Untuk penanaman dalam bentuk surat konversi utang (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options), yang diperhitungkan adalah sebesar nilai saham atau penyertaan yang akan diperoleh Bank apabila surat konversi utang (convertible bonds) dikonversi menjadi saham. Untuk jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham seperti transaksi opsi saham, Penyediaan Dana yang diperhitungkan dalam BMPK adalah sebesar nilai keseluruhan saham yang akan dimiliki apabila opsi tersebut di-exercise. Adapun transaksi opsi saham yang termasuk dalam Penyertaan adalah opsi saham dimana Bank memiliki pengendalian berdasarkan 2 faktor sebagai berikut: a. Faktor Potential Voting Rights yakni yang dilihat berdasarkan 1) hak atas keuntungan/laba yang diperoleh investee, 2) risiko dalam menanggung kerugian investee dan atau 3) hak untuk menggunakan hak suara atau mengurangi hak suara pemegang saham lain; serta b. Faktor waktu kepemilikan (presently exercisable) atas Potential Voting Rights yakni apakah hak ataupun risiko sebagaimana dijelaskan pada huruf a telah berada/dapat digunakan investor pada saat transaksi opsi saham dilakukan. Dalam … Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah opsi saham dapat di- exercise sewaktu-waktu (exercise at any time); atau apakah transaksi opsi saham distruktur sedemikian rupa sehingga opsi tersebut wajib di-exercise (mandatory exercise), misalnya penetapan strike price opsi yang sedemikian rupa sehingga mengharuskan opsi di-exercise pada saat jatuh tempo atau perpanjangan terus menerus dari opsi yang mengindikasikan keinginan dari pihak pemegang opsi untuk meng-exercise opsi tersebut. Adapun kemampuan keuangan (financial capability) dari Bank untuk dapat menggunakan hak tersebut tidak mempengaruhi penilaian faktor waktu kepemilikan sebagaimana dijelaskan diatas. Dalam melakukan transaksi opsi saham, Bank hendaknya mengacu pula pada SK DIR Bank Indonesia Nomor 28/119/KEP/DIR Tanggal 29 Desember 1995 tentang Transaksi Derivatif. Sesuai ketentuan tersebut, transaksi derivatif yang diperkenankan adalah transaksi derivatif yang didasarkan atas suku bunga dan nilai tukar. Sementara itu, transaksi derivatif atas dasar saham hanya diperkenankan apabila transaksi tersebut memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan BMPK dan ketentuan prinsip kehati- hatian dalam kegiatan penyertaan modal. Adapun transaksi derivatif atas dasar saham yang diperuntukan untuk jual beli saham, yaitu transaksi yang tidak memenuhi persyaratan dalam kedua ketentuan diatas, tidak diperkenankan. V. PELAMPAUAN … V. PELAMPAUAN BMPK Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyediaan Dana oleh Bank dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK apabila terdapat selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank dengan persentase BMPK yang diperkenankan yang disebabkan oleh penurunan Modal Bank, perubahan nilai tukar, perubahan nilai wajar, penggabungan usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan atau kelompok Peminjam, dan atau perubahan ketentuan. Perhitungan Pelampauan BMPK didasarkan pada nilai tercatat pada tanggal laporan (carrying value) dari penyediaan dana yang dicatat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Untuk transaksi derivatif, nilai tercatat pada tanggal laporan termasuk Potential Future Credit Exposure yang telah ditetapkan untuk transaksi tersebut. A. Penurunan Modal Bank Yang dimaksud dengan penurunan Modal Bank dalam kaitannya dengan Pelampauan BMPK adalah penurunan modal inti dan atau modal pelengkap atau NHOF, yang mengakibatkan Modal Bank, sebagai faktor penyebut untuk perhitungan BMPK, menjadi lebih kecil. B. Perubahan Nilai Tukar dan atau Nilai Wajar. Perubahan nilai tukar dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai tercatat Penyediaan Dana dalam bentuk valuta asing, sehingga dapat mengakibatkan Pelampauan BMPK. Sesuai standar akuntansi keuangan, penyesuaian atas nilai tukar hanya dilakukan untuk akun-akun dalam bentuk monetary asset, sehingga penyertaan modal dalam valuta asing tidak disesuaikan dengan kurs pada tanggal laporan. Yang … Yang dimaksud dengan perubahan nilai wajar adalah perubahan nilai sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku, misalnya pencatatan Surat Berharga sesuai nilai pasar dan pencatatan penyertaan dengan menggunakan equity method. Sesuai PBI Nomor 5/10/PBI/2003 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal, peningkatan jumlah penyertaan akibat equity method yang belum melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun, tidak diperhitungkan sebagai pelampauan BMPK. Penyertaan yang dikonsolidasi dan menghasilkan goodwill, dapat diamortisasi dalam jangka waktu tertentu. Sejalan dengan itu, maka nilai penyertaan dalam laporan keuangan bank secara individual juga dianggap mengalami penurunan nilai (impairement) sebesar amortisasi goodwill tersebut. Penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian atas penurunan nilai penyertaan dan mengurangi nilai tercatat pada laporan keuangan bank secara individual. Untuk transaksi derivatif yang dinilai kembali (repricing), komponen Potential Future Credit Exposure dihitung kembali pada waktu dilakukannya penilaian kembali. C. Penggabungan Usaha dan atau Perubahan Struktur Kepengurusan Penggabungan usaha, baik dalam bentuk akuisisi, merger, atau perubahan struktur kepemilikan lainnya, dan atau perubahan struktur kepengurusan baik yang dilakukan oleh Bank penyedia dana maupun oleh Peminjam dapat mengakibatkan berubahnya pihak-pihak yang ditetapkan sebagai Pihak Terkait atau kelompok Peminjam. Sehubungan dengan itu, sebagai akibat terjadinya penggabungan usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan tersebut, Bank harus mengevaluasi ulang … ulang jumlah eksposur yang dimilikinya atas Peminjam berkaitan dengan batasan (limit) yang ditetapkan PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum untuk Pihak Terkait dan atau kelompok Peminjam. VI. PENGECUALIAN A. Penyediaan Dana yang dijamin Agunan Tunai Sesuai Pasal 27 ayat (1) huruf c angka 1) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh agunan tunai dikecualikan dari ketentuan BMPK. Latar belakang penggunaan agunan tunai sebagai agunan yang dapat digunakan dalam pengecualian BMPK adalah bahwa agunan tunai bersifat sangat likuid, mudah dicairkan, dan mempunyai nilai yang relatif tetap. Oleh karena itu, risiko Penyediaan Dana yang dijamin agunan tunai tersebut dapat dimitigasi secara menyeluruh. Apabila fungsi mitigasi tersebut tidak dapat dipenuhi oleh agunan tunai yang diberikan, antara lain disebabkan bahwa agunan tunai berasal dari Penyediaan Dana yang diberikan Bank penyedia dana, maka agunan tunai tersebut tidak dapat diakui sebagai agunan yang dapat digunakan dalam pengecualian BMPK. Agunan yang memenuhi syarat agunan tunai sesuai ketentuan tersebut diatas adalah agunan tunai yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan termasuk jangka waktu pemblokiran yang paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana serta jangka waktu pengajuan klaim. Sehubungan dengan itu agunan tunai tersebut … tersebut adalah agunan yang digunakan untuk menjamin Penyediaan Dana yang bersifat sebagai utang Penyediaan Dana dalam bentuk Penyertaan. piutang dan tidak B. Penyediaan Dana yang dijamin Prime Bank serta Penempatan kepada Prime Bank. Sesuai Pasal 33 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, bagian Penyediaan Dana kepada Peminjam yang dijamin Standby Letter of Credit (SBLC) yang diterbitkan prime bank dikecualikan dari perhitungan BMPK sepanjang SBLC tersebut memenuhi persyaratan tertentu. Pengecualian tersebut ditetapkan paling tinggi: 1. 90% (sembilan puluh perseratus) dari modal Bank, untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait; 2. 80% (delapan puluh perseratus) dari modal Bank, untuk Penyediaan Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait; 3. 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari modal Bank, untuk Penyediaan Dana kepada 1 (satu) kelompok Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait. Sementara itu, Pasal 34 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum mengatur pula bahwa Penempatan kepada setiap prime bank tidak diperhitungkan dalam BMPK dengan jumlah paling tinggi masing-masing sebesar Modal Bank. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 18. termasuk C. Penempatan … C. Penempatan Sesuai Pasal 30 ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, diatur bahwa dalam hal Penempatan tidak merupakan cakupan program penjaminan Pemerintah, maka bagian dari Penempatan berupa Penempatan kepada Bank lain di Indonesia melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB) untuk tujuan manajemen likuiditas dengan jangka waktu sampai dengan 14 (empat belas) hari dikecualikan dari BMPK. Pengaturan ini berlaku untuk counterparty Bank yang merupakan Bank lain di Indonesia baik yang merupakan peserta program penjaminan Pemerintah ataupun tidak. Disamping itu, pengaturan dalam Pasal 30 ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum berlaku pula untuk counterparty Bank yang merupakan Bank lain di Indonesia dan tergolong Pihak Terkait dengan Bank. Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang dimaksud dalam pengaturan ini adalah PUAB di Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. D. Penyertaan Modal. Sebagaimana diatur dalam Pasal 31 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyertaan Modal kepada bank lain di Indonesia dapat dikecualikan dari BMPK sepanjang memenuhi persyaratan tertentu. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi untuk pengecualian Penyertaan Modal tersebut adalah Bank dan investee bersedia memberikan komitmen secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk menerapkan pengawasan Bank dan investee Secara … secara individual maupun konsolidasi. Adapun penerapan pengawasan secara konsolidasi tersebut meliputi penerapan ketentuan kehati-hatian yaitu kewajiban penyediaan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, dan posisi devisa neto serta tindak lanjut pengawasan dan penetapan status Bank. Rasio-rasio yang diperhatikan dalam penetapan pengawasan khusus dan pengawasan intensif, antara lain mencakup giro wajib minimum, rasio kredit bermasalah terhadap total kredit, dan penilaian tingkat kesehatan. Penerapan pengawasan secara individual maupun secara konsolidasi sebagaimana dimaksud diatas diilustrasikan dalam Lampiran 19 dan Lampiran 20. E. Penyediaan Dana kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sesuai Pasal 40 ayat (1) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum diatur bahwa Penyediaan Dana Bank kepada BUMN untuk tujuan pembangunan dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh perseratus) dari Modal Bank. Berkaitan dengan ketentuan tersebut di atas, yang dimaksud dengan Penyediaan Dana untuk pembangunan dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak adalah pembiayaan untuk: 1. sektor pertanian yang berkaitan dengan pengadaan pangan oleh Badan Usaha Logistik; 2. pengadaan rumah sangat sederhana antara lain oleh Perum Perumnas; 3. pengadaan/penyediaan/pengelolaan bahan baku mentah minyak dan gas bumi oleh PT. Pertamina dan Perusahaan Gas Negara; 4. pengadaan … 4. pengadaan/penyediaan/pengelolaan air minum oleh Perusahaan Air Minum (PT. PAM); 5. pengadaan/penyediaan/pengelolaan listrik Listrik Negara (PLN); dan atau oleh PT. Perusahaan 6. pengadaan infrastruktur penunjang transportasi darat, laut dan/atau udara berupa pembangunan jalan, jembatan, rel kereta api, pelabuhan laut dan bandar udara, oleh PT.Jasa Marga, PT. Angkasa Pura, PT. Pelabuhan Indonesia, dan PT. Kereta Api Indonesia. Perhitungan Penyediaan Dana kepada 1 (satu) BUMN didasarkan pada keseluruhan Penyediaan Dana yang telah diterima BUMN tersebut, baik untuk tujuan sebagaimana dicantumkan pada angka 1 sampai dengan angka 6 diatas, maupun untuk tujuan lainnya. Selain itu Penyediaan Dana yang diperhitungkan selain Penyediaan Dana secara langsung kepada BUMN yang bersangkutan, maupun kepada kelompok BUMN tersebut. Hal ini dapat diilustrasikan pada Lampiran 21. Batasan 30% (tiga puluh perseratus) sebagaimana dimaksud dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum diberlakukan apabila antara Bank dengan BUMN yang menerima Penyediaan Dana tidak mempunyai hubungan pengendalian. Dalam hal terdapat hubungan pengendalian, selain karena adanya kepemilikan pemerintah, maka BMPK untuk BUMN tersebut mengikuti BMPK untuk Pihak Terkait dengan Bank. F. Keterkaitan Bank-Bank yang dimiliki Pemerintah dengan Peminjam Berbentuk BUMN dan BUMD. Dalam Pasal 40 ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, hubungan antara Bank yang berbentuk BUMN dan atau BUMD dengan Peminjam yang berbentuk BUMN dan atau BUMD dikecualikan dari pengertian Pihak Terkait. Pengecualian … Pengecualian dari pengertian Pihak Terkait tersebut juga diberlakukan untuk Bank non-BUMN/BUMD yang terdapat kepemilikan saham Pemerintah Indonesia melalui PPA dengan jumlah 10% atau lebih, sepanjang hubungan tersebut semata-mata disebabkan karena kepemilikan langsung Pemerintah Indonesia. Dengan demikian apabila antara Bank dengan BUMN/BUMD tersebut antara lain memiliki hubungan kepengurusan, maka penyediaan dana kepada BUMN/BUMD tersebut diperhitungkan BMPK kepada Pihak Terkait. VII. LAIN – LAIN A. Kelompok Peminjam Dalam pengelompokan Peminjam, terdapat kemungkinan dimana beberapa kelompok Peminjam memiliki pengendalian terhadap 1 (satu) Peminjam. Dalam perhitungan BMPK, eksposur yang dimiliki Bank terhadap Peminjam ditambahkan kedalam eksposur masing-masing kelompok Peminjam tersebut, dan Peminjam tersebut ditetapkan sebagai anggota masing-masing kelompok Peminjam tersebut di atas. Perhitungan BMPK dan pengelompokan Peminjam sebagaimana dimaksud di atas dapat dicontohkan dalam Lampiran 22 dan Lampiran 23. Apabila hubungan pengendalian disebabkan semata-mata karena hubungan keuangan yang disebabkan oleh adanya penjaminan, maka eksposur BMPK bagi Peminjam di atas dihitung secara proporsional untuk masing-masing kelompok Peminjam berdasarkan proporsi … proporsi penjaminan yang diterima atas Penyediaan Dana Bank kepada Peminjam. Sementara itu, bentuk jaminan yang diakui untuk menghitung BMPK secara proporsional sebagaimana dijelaskan di atas adalah jaminan berupa corporate guarantee. Apabila jaminan yang diterima berbentuk selain corporate guarantee, maka BMPK tidak dihitung secara proporsional. Pengelompokan Peminjam karena adanya jaminan sebagaimana dimaksud di atas dapat dicontohkan dalam Lampiran 23. B. Penyediaan Dana kepada Pemeritah Daerah (Pemda) Sesuai dengan PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, kepemilikan saham 10% (sepuluh perseratus) atau lebih pada Bank mengakibatkan pihak yang memiliki saham tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Ketentuan ini berlaku pula untuk Pemda dimana apabila Pemda memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih pada suatu Bank maka Pemda tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan Bank. Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku pinjaman daerah dapat bersumber dari lembaga keuangan Bank. Dalam memberikan Penyediaan Dana kepada Pemda bank wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian serta mematuhi ketentuan mengenai persyaratan Pinjaman Daerah yang antara lain diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara lain; 1. Jumlah … 1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah dengan jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi dari 75% (tujuh puluh lima perseratus) penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pada tahun sebelumnya; 2. Pemda memiliki rasio kemampuan daerah minimum sesuai yang telah ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku; 3. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah; 4. Telah tercantum dan dianggarkan dalam APBD pada tahun yang bersangkutan; 5. Telah disetujui oleh DPRD; dan 6. Dilengkapi dengan surat otorisasi kepala daerah. Dalam pengelompokan Peminjam, dapat dikemukakan pula bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II, mempunyai independensi yang antara lain dituangkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah masing-masing, termasuk pengelolaan kekayaan dan APBD yang terpisah, sehingga antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II serta antara masing-masing Pemda Tingkat II, tidak kelompok Peminjam. ditetapkan sebagai C. Daftar Rincian Pihak Terkait Pasal 10 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum mengatur bahwa Bank wajib memiliki dan menatausahakan daftar rincian Pihak Terkait dengan Bank serta menyampaikannya kepada Bank Indonesia, yaitu: 1. Direktorat … bentuk 1. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110,bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau 2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kantor pusat Bank Indonesia. Daftar rincian Pihak Terkait tersebut ditandatangani oleh Direksi Bank. Daftar rincian Pihak Terkait paling kurang memuat rincian pemegang saham, pengurus, sektor bisnis/usaha, serta hubungan pengendalian dari dan antara masing-masing Pihak Terkait. Dalam hal memungkinkan penyusunan daftar rincian Pihak Terkait juga memuat diagram struktur kelompok usaha (corporate tree) dari Pihak Terkait dengan Bank. Dalam menyusun daftar rincian Pihak Terkait ini Bank mencantumkan semua pihak-pihak yang termasuk dalam definisi Pihak Terkait, baik pihak-pihak yang mempunyai eksposur secara langsung atau tidak langsung, maupun tidak mempunyai eksposur pada Bank. Namun demikian, khusus untuk keluarga dari Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif, yang dicantumkan pada daftar rincian Pihak Terkait hanya pihak-pihak keluarga dimana Bank memiliki eksposur, baik secara langsung maupun tidak langsung. VIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/16/UPPB tanggal 31 Desember 1998 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 18 April 2005. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/14/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum </reg_title> <set_date> 18 April 2005 </set_date> <effective_date> 18 April 2005 </effective_date> <replaced_reg> '31/16/UPPB|SE-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '7/3/PBI/2005' </related_reg>
No. 1/ 8 /DASP Jakarta, 24 Desember 1999 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Rencana Penanggulangan Segera Atas Penyelenggaraan Kliring Lokal Dalam Keadaan Darurat. ------------------------------------------------------------------------------- Berdasarkan Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, ditetapkan bahwa Penyelenggara wajib memiliki rencana penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat. Adapun yang dimaksud dengan Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang secara nyata-nyata menyebabkan suatu kegiatan Kliring tidak dapat dilaksanakan secara normal, atau terjadinya suatu keadaan memaksa (force majeur) antara lain pemogokan kerja, kebakaran, kerusuhan massa, sabotase serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dibenarkan oleh pihak penguasa atau pejabat yang berwenang setempat. Keadaan Darurat Rencana penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam oleh Penyelenggara dimaksudkan untuk menjamin terselenggaranya kegiatan Kliring Lokal secara lancar, aman dan efisien sehingga tetap … 2 tetap dapat mengakomodasi kegiatan perekonomian masyarakat luas dalam Keadaan Darurat. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, agar seluruh Peserta dapat melakukan persiapan dan antisipasi untuk menjamin kelancaran pelaksanaan penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat, perlu kiranya diberitahukan hal-hal yang dapat dilakukan Penyelenggara dalam Keadaan Darurat, yaitu : I. Alternatif Rencana Penanggulangan Segera Atas Penyelenggaraan Kliring Lokal Dalam Keadaan Darurat 1. Perubahan jadwal dan atau ketentuan penyelenggaraan Kliring Lokal a. perubahan/penggeseran jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal dan atau jadwal penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar Bank atas hasil Kliring Lokal dan atau transaksi Pasar Uang Antar Bank; b. perubahan batas nominal dan atau jenis-jenis Warkat dan atau Data Keuangan Elektronik (DKE) yang dapat dikliringkan. 2. Perubahan sistem penyelenggaraan Kliring Lokal a. sistem elektronik 1) mengubah sistem elektronik menjadi sistem otomasi; 2) mengubah sistem elektronik menjadi sistem semi otomasi; 3) mengubah sistem elektronik menjadi sistem manual. b. sistem otomasi 1) mengubah sistem otomasi menjadi sistem semi otomasi; 2) mengubah sistem otomasi menjadi sistem manual. c. sistem semi otomasi mengubah sistem semi otomasi menjadi sistem manual. 3. Pemindahan … 3 3. Pemindahan penyelenggaraan Kliring Lokal ke lokasi lain a. ke lokasi back up kliring Penyelenggara; b. ke lokasi salah satu Peserta; c. ke lokasi lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 4. Pembatasan jumlah Peserta dalam penyelenggaraan Kliring Lokal Penyelenggara dapat melakukan pembatasan jumlah Peserta yang dapat mengikuti penyelenggaraan Kliring Lokal, yaitu 1 (satu) Bank hanya dapat diwakili oleh 1 (satu) kantor Bank yang menjadi Peserta Langsung. Sehubungan dengan hal tersebut, Peserta diharapkan dapat melakukan in house clearing untuk Warkat-warkat antar kantornya dan melakukan rekonsiliasi Warkat dan atau DKE yang akan disampaikan ke Penyelenggara dan atau Peserta lawan transaksinya. II. Pelaksanaan Penanggulangan Segera Atas Penyelenggaraan Kliring Lokal Dalam Keadaan Darurat Penyelenggara melaksanakan penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud pada angka I butir 1, 2, 3 dan 4, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Masukan-masukan atau usulan-usulan dari Satuan Kerja Intern Bank Indonesia, Peserta maupun pihak-pihak lain yang terkait dengan penyelenggaraan Kliring Lokal; 2. Kemungkinan dilaksanakannya alternatif rencana penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud pada angka I butir 1, 2, 3 dan 4 secara parsial atau terkombinasi (menggabungkan sebagian atau seluruh alternatif yang ada); 3. Situasi dan kondisi spesifik yang terdapat pada penyelenggaraan Kliring Lokal. 4. Kewajiban … 4 4. Kewajiban Penyelenggara untuk memberitahukan dan melaporkan dengan segera pelaksanaan penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud pada butir 2 kepada Peserta dan Bank Indonesia. Pemberitahuan dan pelaporan tersebut dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. sebelum penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat dilaksanakan, maka : 1) dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia, pemberitahuan rencana penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal disampaikan kepada : − seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman; − Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor Pusat Bank Indonesia dengan pemberitahuan secara lisan yang kemudian ditegaskan dengan pemberitahuan secara tertulis; 2) dalam hal Penyelenggara adalah Bank, pemberitahuan rencana penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal disampaikan kepada: − seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman; − Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dengan pemberitahuan secara lisan yang kemudian ditegaskan dengan pemberitahuan secara tertulis; b. setelah penanggulangan segera dilaksanakan, maka pelaporan tertulis pelaksanaan penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal disampaikan kepada : 1) Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor Pusat Bank Indonesia dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia; 2) Kantor … 5 2) Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dalam hal Penyelenggara adalah Bank. III. Penghentian Untuk Sementara Kegiatan Kliring Lokal 1. Dalam hal rencana penanggulangan segera atas penyelenggaraan Kliring Lokal dalam Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud dalam angka I tidak dapat dilaksanakan maka Penyelenggara akan menghentikan untuk sementara kegiatan Kliring Lokal. 2. Penyelenggara akan memberitahukan dan melaporkan dengan segera penghentian untuk sementara kegiatan Kliring Lokal sebagaimana dimaksud pada butir 1 kepada seluruh Peserta dan Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut : a. sebelum penghentian untuk sementara kegiatan Kliring Lokal dilaksanakan, maka : 1) dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia, pemberitahuan penghentian untuk sementara kegiatan Kliring Lokal disampaikan kepada : − seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman; − Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor Pusat Bank Indonesia dengan pemberitahuan secara lisan yang kemudian ditegaskan dengan pemberitahuan secara tertulis; 2) dalam hal Penyelenggara adalah Bank, pemberitahuan penghentian untuk sementara kegiatan Kliring Lokal disampaikan kepada: − seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman; − Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dengan pemberitahuan secara lisan yang kemudian ditegaskan dengan pemberitahuan secara tertulis; b. setelah … 6 b. setelah penghentian untuk sementara kegiatan Kliring Lokal dilaksanakan, maka pelaporan tertulis pelaksanaan penghentian untuk sementara kegiatan Kliring Lokal disampaikan kepada : 1) Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor Pusat Bank Indonesia dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia; 2) Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dalam hal Penyelenggara adalah Bank. IV. Pemulihan Kembali Penyelenggaraan Kliring Lokal (kliring dilaksanakan secara normal) Dalam hal kegiatan penyelenggaraan Kliring telah dapat dilaksanakan secara normal kembali maka penyelenggaraan Kliring Lokal berpedoman pada ketentuan-ketentuan Kliring Lokal yang berlaku. Penyelenggara akan memberitahukan dan melaporkan dengan segera pemulihan kembali penyelenggaraan Kliring Lokal kepada seluruh Peserta dan Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Sebelum pemulihan kembali penyelenggaraan Kliring Lokal (kliring dilaksanakan secara normal) dilaksanakan, maka : a. dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia, pemberitahuan pemulihan kembali penyelenggaraan Kliring Lokal disampaikan kepada : 1) seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman; 2) Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor Pusat Bank Indonesia dengan pemberitahuan secara lisan yang kemudian ditegaskan dengan pemberitahuan secara tertulis. b. dalam … 7 b. dalam hal Penyelenggara adalah Bank, pemberitahuan pemulihan kembali penyelenggaraan Kliring Lokal disampaikan kepada: 1) seluruh Peserta dengan menggunakan Pengumuman; 2) Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dengan pemberitahuan secara lisan yang kemudian ditegaskan dengan pemberitahuan secara tertulis. 2. Setelah pemulihan kembali penyelenggaraan Kliring Lokal (kliring dilaksanakan secara normal), maka pelaporan tertulis pelaksanaan pemulihan kembali penyelenggaraan Kliring Lokal dimaksud disampaikan kepada : a. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran di Kantor Pusat Bank Indonesia dalam hal Penyelenggara adalah Bank Indonesia; b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Kliring Lokal dalam hal Penyelenggara adalah Bank. Ketentuan dalam Surat Edaran berlaku sejak tanggal 24 Desember 1999. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DESMI DEMAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 1/8/DASP|SE-BI/1999 </reg_id> <reg_title> Rencana Penanggulangan Segera Atas Penyelenggaraan Kliring Lokal Dalam Keadaan Darurat. </reg_title> <set_date> 24 Desember 1999 </set_date> <effective_date> 24 Desember 1999 </effective_date> <related_reg> '1/3/PBI/1999' </related_reg>
No. 11/ 4 /DPNP Jakarta, 27 Januari 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia Sehubungan dengan Pasal 30 Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4159), yang antara lain menyatakan bahwa perubahan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia akan ditetapkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia, perlu diatur hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan Bank dan penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, Bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang relevan bagi Bank, Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. PAPI merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran lebih lanjut dari beberapa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan bagi industri perbankan. 3. Penyesuaian … 3. Penyesuaian PAPI 2001 menjadi PAPI 2008 diperlukan terkait dengan diterbitkannya PSAK No. 50 (Revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan, dan PSAK No. 55 (Revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. 4. PAPI 2008 merupakan acuan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan Bank. Mengingat sifat PAPI merupakan petunjuk pelaksanaan dari PSAK maka untuk hal-hal yang tidak diatur dalam PAPI tetap mengacu kepada PSAK yang berlaku. 5. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/33/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia 2008 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/4/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia </reg_title> <set_date> 27 Januari 2009 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2010 </effective_date> <replaced_reg> '3/33/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg> <related_reg> '3/22/PBI/2001' </related_reg>
No.6/3/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA KUSTODIAN DI INDONESIA Perihal : Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan Surat Berharga Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363), Bank Indonesia melaksanakan kegiatan penatausahaan Surat Berharga yang terdiri dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang Negara (SUN). Kegiatan penatausahaan Surat Berharga tersebut merupakan pencatatan kepemilikan Surat Berharga yang dilakukan secara two tier system, yang terdiri dari Central Registry yang diselenggarakan Bank Indonesia dan Sub-Registry yang ditunjuk Bank Indonesia. Central Registry melakukan pencatatan dan perubahan kepemilikan Surat Berharga atas nama Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui Bank Indonesia untuk memiliki rekening Surat Berharga di Central Registry, sedangkan Sub-Registry melakukan pencatatan dan perubahan kepemilikan Surat Berharga atas nama nasabah. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Bank Indonesia berwenang menunjuk pihak lain, dalam hal ini Sub-Registry, untuk mendukung kegiatan … 2 kegiatan Central Registry dalam pencatatan kepemilikan Surat Berharga. Sehubungan dengan itu, maka perlu diatur persyaratan dan tata cara bagi Bank atau lembaga kustodian untuk dapat ditunjuk menjadi Sub-Registry. I. Persyaratan Sub-Registry 1. Yang dapat menjadi Sub-Registry adalah Bank dan lembaga kustodian yang : a. berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia; dan b. tidak sedang dalam proses kepailitan di pengadilan. 2. Memiliki izin kegiatan kustodian yang masih berlaku dari Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam. 3. Telah mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dalam kegiatan pencatatan surat berharga, dan atau sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dalam kegiatan penyimpanan surat berharga sejak memperoleh izin kegiatan kustodian dari Bapepam. 4. Memiliki jaringan usaha pencatatan ke luar negeri dan atau penyimpanan surat berharga ke luar negeri. 5. Memiliki jaringan usaha pencatatan surat berharga secara on line di dalam negeri. 6. Memiliki sistem pencatatan surat berharga tanpa warkat (scripless) secara book entry yang aman, akurat dan terpercaya yang sekurang-kurangnya dapat menatausahakan transaksi outright, repo, dan pengagunan. 7. Pengurus tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela dan atau dalam Daftar Kredit Macet. 8. Memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani kegiatan kustodian dengan manajemen dan staf yang profesional di bidang pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga. 9. Bank … 3 9. Bank sebagai penyelenggara Sub-Registry wajib memenuhi persyaratan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya disebut KPMM berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 10. Lembaga kustodian sebagai penyelenggara Sub-Registry wajib memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar Rupiah). 11. Surat berharga yang dicatat dan atau disimpan sekurang-kurangnya telah mencapai nilai nominal rata-rata Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun Rupiah) dalam 6 (enam) bulan terakhir. 12. Dalam hal Bank dan lembaga kustodian telah memenuhi persyaratan dan disetujui Bank Indonesia menjadi Sub-Registry, yang bersangkutan wajib menjadi Peserta Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS sesuai ketentuan BI-SSSS yang berlaku. II. Tata Cara Pengajuan Permohonan Sebagai Sub-Registry 1. Bank atau lembaga kustodian yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I dapat mengajukan permohonan sebagaimana contoh Lampiran 1, kepada : Bank Indonesia-Direktorat Pengelolaan Moneter c.q. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Gedung B Lantai 11 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut : a. fotokopi surat izin melakukan kegiatan kustodian dari Bapepam; b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; c. keterangan … 4 c. keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan atau penyimpanan Surat Berharga secara on line di dalam negeri dan atau ke luar negeri; d. fotokopi bukti hasil pemeriksaan oleh auditor independen mengenai keamanan sistem pencatatan Surat Berharga secara scripless; e. riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli di bidang pencatatan dan atau penyimpanan Surat Berharga; f. keterangan mengenai posisi KPMM terakhir untuk Bank, atau jumlah modal disetor untuk lembaga kustodian; g. data mengenai jumlah dan nilai nominal transaksi pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir; dan h. laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. 3. Bank Indonesia melakukan seleksi atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan memberitahukan penolakan atau persetujuan kepada masing-masing pemohon selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah permohonan diterima Bank Indonesia secara lengkap. III. Tugas Sub-Registry Dalam penatausahaan Surat Berharga, Bank dan lembaga kustodian yang ditunjuk sebagai Sub-Registry wajib melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Mencatat kepemilikan dan perubahan kepemilikan Surat Berharga atas nama nasabah secara terpisah dari aset Sub-Registry. 2. Menyampaikan Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga (KPS) kepada nasabah yang antara lain berisi saldo akhir rekening Surat Berharga yang memuat masing-masing seri Surat Berharga dan perubahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga. 3. Melakukan … 5 3. Melakukan pencatatan Surat Berharga pada saat penerbitan atas nama nasabah sesuai dengan hasil penjualan Surat Berharga yang disampaikan oleh Bank Indonesia. 4. Melakukan pembayaran pokok dan bunga (kupon) Surat Berharga pada saat jatuh waktu kepada nasabah pemilik Surat Berharga sesuai pencatatan pada sistem book entry Sub-Registry. 5. Menjamin kebenaran pencatatan kepemilikan Surat Berharga atas nama seluruh nasabah sesuai dengan saldo global Surat Berharga di Central Registry. 6. Menyelesaikan masalah perbedaan pencatatan kepemilikan Surat Berharga antara Sub-Registry dengan nasabah, dengan memeriksa kembali kebenaran pencatatan yang dilakukan atas nama nasabah yang bersangkutan dan mengecek saldo global Surat Berharga yang tercatat di Central Registry. IV. Kewajiban Pelaporan Sub-Registry 1. Bank atau lembaga kustodian yang ditunjuk sebagai Sub-Registry wajib membuat laporan antara lain sebagai berikut : a. Laporan Harian Posisi Kepemilikan Surat Berharga atas nama nasabah individual sebagaimana contoh Lampiran 2. b. Laporan Harian kegiatan setelmen transaksi Surat Berharga yang memuat perubahan pencatatan Surat Berharga antar nasabah individual di Sub-Registry yang sama sebagaimana contoh Lampiran 3. 2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib disampaikan kepada Central Registry selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja setelah tanggal perubahan pencatatan kepemilikan individual. Penyampaian laporan dilakukan dilakukan melalui BI-SSSS Terminal (ST) Sub-Registry dengan menggunakan … 6 menggunakan fungsi Upload Report Data pada menu Supervisory kepada SSSS Central Computer. V. Pengawasan 1. Bank Indonesia berwenang melakukan pengawasan terhadap Sub-Registry atas kegiatan yang terkait dengan penatausahaan Surat Berharga. 2. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan kunjungan ke Sub-Registry, maupun tidak langsung melalui laporan yang diterima dan atau laporan lain yang diminta oleh Bank Indonesia. VI. Pencabutan Penunjukan Sebagai Sub-Registry 1. Penunjukan Bank atau lembaga kustodian sebagai Sub-Registry dapat dicabut oleh Bank Indonesia dalam kondisi sebagai berikut : a. Sub-Registry sudah tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I. b. Sub-Registry melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasar modal dan atau ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 2. Dalam hal pencabutan penunjukan sebagai Sub-Registry, Bank Indonesia mengirimkan surat pemberitahuan mengenai pencabutan status sebagai Sub-Registry kepada yang bersangkutan. 3. Sub-Registry wajib menyelesaikan pencatatan perpindahan kepemilikan Surat Berharga individual nasabah kepada Sub-Registry lainnya yang ditunjuk oleh nasabah selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah tanggal pencabutan sebagai Sub-Registry. Terhadap Sub-Registry yang telah ditunjuk Bank Indonesia sebelum berlakunya Surat Edaran ini, dinyatakan telah memperoleh penunjukan sebagai … 7 sebagai Sub-Registry sepanjang memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini. VII. KETENTUAN PERALIHAN Dalam periode 6 (enam) bulan setelah berlakunya Surat Edaran ini kewajiban Laporan Sub-Registry diatur sebagai berikut: 1. Sub-Registry tidak diwajibkan menyampaikan Laporan sebagaimana di maksud dalam butir IV angka 1. 2. Sub-Registry diwajibkan membuat Laporan Harian Posisi Kepemilikan atas nama nasabah individual sebagaimana dimaksud dalam butir IV angka 1 huruf a secara bulanan yang disampaikan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah berakhirnya bulan yang bersangkutan. VIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia nomor 4/19/DPM tanggal 18 November 2002 perihal Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry untuk Penatausahaan Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia nomor 5/7/DPM tanggal 21 Maret 2003 perihal Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry untuk Penatausahaan Surat Utang Negara dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004 Lampiran 1 Kepada Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter c.q. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Gedung B Lantai 11 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 Perihal : Permohonan Sebagai Sub-Registry Surat Berharga Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk dapat dipertimbangkan menjadi Sub-Registry dalam penatausahaan Surat Berharga. Sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004, bersama ini kami lampirkan pula dokumen pendukung sebagai berikut : a. fotokopi surat izin melakukan kegiatan kustodian dari Bapepam; b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; c. keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan atau penyimpanan Surat Berharga secara on line di dalam negeri dan atau ke luar negeri; d. fotokopi bukti hasil pemeriksaan oleh auditor independen mengenai keamanan sistim pencatatan Surat Berharga secara scripless; e. riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli di bidang pencatatan dan atau penyimpanan Surat Berharga; f. keterangan mengenai posisi KPMM terakhir atau modal disetor; g. data mengenai jumlah dan nilai nominal transaksi pencatatan dan atau penyimpanan Surat Berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir; dan h. laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Surat permohonan beserta lampiran tersebut di atas kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang tidak benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan yang diambil Bank Indonesia. Demikian atas perhatian Saudara kami ucapkan terima kasih. Jakarta,…………….. Nama Perusahaan Tandatangan pejabat berwenang Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004 Lampiran 2 LAPORAN HARIAN POSISI KEPEMILIKAN SURAT BERHARGA Nama Sub-Registry : Tanggal Posisi Laporan : Jenis Surat Berharga No. Nama Investor Seri Surat Berharga : Sertifikat Bank Indonesia/Surat Utang Negara Nilai Nominal (Rp miliar) CR CN **) Status Investor *) Tipe Investor Keterangan TOTAL Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004 Lanj. Lampiran 2 Keterangan : *) CR = Client Resident CN = Client Non Resident **) IS = Asuransi (Insurance) MF = Reksadana (Mutual Fund) PF = Dana Pensiun (Pension Fund) FI = Lembaga Keuangan Lainnya (Financial Institution) CP = Perusahaan (Corporate) SC = Perusahaan Sekuritas (Securities Company) FD = Yayasan (Foundation) ID = Perorangan (Individual) OT = Lainnya (Others) Jakarta,……………………... Nama Sub-Registy dan Tanda tangan pejabat berwenang 3/5/20042:36 PM Lampiran Surat Edaran Bank Indoneisa No. 6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004 Lampiran 3 LAPORAN HARIAN SETELMEN TRANSAKSI SURAT BERHARGA Nama Sub-Registry Tanggal Laporan Jenis Surat Berharga Jenis No. Seri Surat Berharga Nama Nasabah Transaksi *) Pembeli Penjual Nominal (Rp juta) : : : Sertifikat Bank Indonesia/Surat Utang Negara Setelmen Transaksi Jual/Beli antar nasabah Nilai Nilai Transaksi/ Proceed (Rp juta) Harga **) Status Investor ***) CR Tipe Investor ****) Keterangan CN Pembeli Penjual TOTAL Lampiran Surat Edaran Bank Indoneisa No. 6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004 Keterangan : *) Outright, Repo, Agunan, Hibah, Warisan, Pelunasan utang atau kewajiban **) Harga clean price (tidak termasuk accrued interest) ***) CR = Client Resident CNR = Client Non Resident ****) IS = Asuransi (Insurance) MF = Reksadana (Mutual Fund) PF = Dana Pensiun (Pension Fund) FI Lanj. Lampiran 3 = Lembaga Keuangan Lainnya (Financial Institution) CP = Perusahaan (Corporate) SC = Perusahaan Sekuritas (Securities Company) FD = Yayasan (Foundation) ID = Perorangan (Individual) OT = Lainnya (Others) Jakarta,………………… Nama Sub-Registry Tanda tangan pejabat berwenang
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/3/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan Surat Berharga </reg_title> <set_date> 16 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date> <replaced_reg> '5/7/DPM|SE-BI/2003', '4/19/DPM|SE-BI/2002' </replaced_reg> <related_reg> '6/2/PBI/2004' </related_reg>
No. 18/3/DKEM Jakarta, 15 Maret 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 235, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5478) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/ 3 /PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 45 ., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5856 ), perlu melakukan perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/47/DKEM tanggal 30 November 2015 sebagai berikut: 1. Ketentuan butir II.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: II. TATA CARA PERHITUNGAN GWM PRIMER Tata cara perhitungan GWM Primer diatur sebagai berikut: 1. GWM Primer ditetapkan sebesar 6,5% (enam koma lima persen)… 2 persen) dari DPK dalam Rupiah. 2. Lampiran III mengenai Contoh Perhitungan GWM dalam Rupiah dan Perhitungan Sanksi Kewajiban Membayar diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Lampiran IV mengenai Contoh Perhitungan GWM bagi Bank yang Melakukan Merger diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 Maret 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, PERRY WARJIYO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/3/DKEM|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. </reg_title> <set_date> 15 Maret 2016 </set_date> <effective_date> 16 Maret 2016 </effective_date> <changed_reg> '17/17/DKMP|SE-BI/2015' </changed_reg> <extension_of> '17/47/DKEM|SE-BI/2015' </extension_of> <related_reg> '17/17/DKMP|SE-BI/2015', '17/47/DKEM|SE-BI/2015', '18/3/PBI/2016', '15/15/PBI/2013' </related_reg>
No. 6/17/DPM NoAAve Jakarta, 6 April 2004 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4243), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/4/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4365), Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4244), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4366), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363) dipandang perlu untuk menyusun ketentuan tentang transaksi Sertifikat Bank Indonesia secara Repurchase Agreement (Repo) dengan Bank Indonesia di pasar sekunder yang dilaksanakan dalam rangka Operasi Pasar Terbuka sebagai berikut : I. KETENTUAN … 2 I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 3. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 4. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 5. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 6. Transaksi SBI yang dilakukan secara Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut SBI Repo adalah transaksi penjualan bersyarat SBI oleh Bank dengan kewajiban pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 7. Rekening Surat Berharga SBI adalah rekening surat berharga yang digunakan untuk mencatat kepemilikan SBI di Central Registry. 8. Setelmen … 3 8. Setelmen Surat Berharga SBI adalah perpindahan kepemilikan SBI antar pemilik rekening SBI yang tercatat dalam BI-SSSS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi SBI melalui BI-SSSS. 9. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antar pemilik rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-SSSS. 10. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga SBI melalui BI-SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 11. Waktu Pelaksanaan Transaksi adalah waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia bagi Bank untuk mengajukan SBI Repo. II. PERSYARATAN TRANSAKSI SBI REPO DENGAN BANK INDONESIA 1. SBI yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia adalah : a. SBI milik Bank yang tercatat dalam rekening perdagangan (active account) dalam sarana BI-SSSS pada hari pengajuan transaksi; dan b. Memiliki sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 2 (dua) hari kerja. 2. Jumlah SBI milik Bank yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia adalah sebanyak-banyaknya 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah kepemilikan SBI yang tercatat pada rekening perdagangan di sarana BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan SBI Repo (T-1). 3. Jangka waktu SBI Repo adalah 1 (satu) hari. Dalam hal pengajuan transaksi dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari libur maka tanggal jatuh waktu SBI Repo ditetapkan pada hari kerja berikutnya. 4. Tingkat diskonto SBI Repo ditetapkan sebesar nilai tertinggi dari: a. rata-rata … 4 a. rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sesi pagi jangka waktu 1 (satu) hari pada 1 (satu) hari kerja sebelum transaksi ditambah 100 (seratus) basis points; atau b. rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir ditambah 100 (seratus) basis points. 5. Perhitungan jumlah hari dalam diskonto SBI Repo berdasarkan hari kalender. 6. Penyelesaian SBI Repo dilaksanakan pada hari transaksi (same-day settlement) melalui mekanisme DVP. 7. Bank yang mengajukan SBI Repo wajib memiliki saldo Rekening Surat Berharga SBI yang mencukupi di Central Registry untuk keperluan Setelmen Surat Berharga SBI pada saat setelmen penjualan SBI Repo. 8. Bank wajib memiliki saldo rekening giro Rupiah di Bank Indonesia yang mencukupi untuk keperluan Setelmen Dana pada saat setelmen pembelian kembali SBI Repo. 9. Pengajuan SBI Repo melalui sarana BI-SSSS hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali selama Waktu Pelaksanaan Transaksi. 10. Bank tidak sedang dikenakan sanksi diberhentikan sementara (suspend) atau diberhentikan secara permanen (close) sebagai peserta BI-SSSS. III. TATA CARA SBI REPO DENGAN BANK INDONESIA 1. Bank Indonesia melakukan SBI Repo melalui mekanisme non lelang. 2. Bank Indonesia mengumumkan tingkat diskonto SBI Repo yang berlaku pada hari transaksi melalui sarana BI-SSSS dan atau Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) sebelum Waktu Pelaksanaan Transaksi. 3. Waktu Pelaksanaan Transaksi pengajuan SBI Repo oleh Bank ditetapkan dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. 4. Bank … 5 4. Bank mengajukan SBI Repo secara langsung melalui sarana BI-SSSS dengan mencantumkan antara lain nominal transaksi dan seri SBI yang akan direpokan, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal BI-SSSS. Contoh perhitungan nilai tunai transaksi SBI Repo dapat dilihat dalam Lampiran. IV. TATA CARA SETELMEN SBI REPO DENGAN BANK INDONESIA A. Setelmen Penjualan SBI Repo 1. Bank Indonesia melakukan setelmen penjualan SBI Repo oleh Bank melalui sarana BI-SSSS sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal BI-SSSS. 2. Dalam hal jumlah nominal dari seri SBI yang direpokan tidak mencukupi untuk Setelmen Surat Berharga SBI sampai dengan waktu pre-cut off time sarana BI-SSSS, sistem secara otomatis membatalkan penjualan SBI Repo. 3. Atas batalnya penjualan SBI Repo sebagaimana dimaksud dalam angka 2 maka Bank dikenakan sanksi. B. Setelmen Pembelian Kembali SBI Repo 1. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian kembali SBI Repo oleh Bank melalui sarana BI-SSSS sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal BI-SSSS. 2. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk setelmen pembelian kembali SBI Repo sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS, sistem secara otomatis membatalkan pembelian kembali SBI Repo. 3. Atas batalnya pembelian kembali SBI Repo sebagaimana dimaksud dalam angka 2 maka Bank dikenakan sanksi dan seri SBI yang gagal dibeli … 6 dibeli kembali oleh Bank secara otomatis akan dilunasi sebelum jatuh waktu (early redemption). 4. Atas pelunasan SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Bank Indonesia melakukan koreksi biaya diskonto seri SBI yang dilunasi sebelum jatuh waktu berdasarkan rata-rata tertimbang diskonto seri SBI pada saat penerbitan V. SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan penjualan SBI Repo atau pembelian kembali SBI Repo sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.2 atau butir IV.B.2., Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Pengawasan Bank terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Tim Pengawas Bank di Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI, dan b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi SBI Repo yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan c. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal Bank dikenakan sanksi teguran tertulis karena pembatalan transaksi kegiatan OPT untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. 2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan … 7 kegiatan OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. VI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka ketentuan butir III.A Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/4/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 7 April 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/17/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia Di Pasar Sekunder. </reg_title> <set_date> 6 April 2004 </set_date> <effective_date> 7 April 2004 </effective_date> <replaced_reg> '6/4/DPM|SE-BI/2004 | butir III.A' </replaced_reg> <related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/4/PBI/2004', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No.18/23/DSta Jakarta, 26 Oktober 2016 S UR A T ED A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN NASABAH Perihal: Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/10/PBI/2016 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5897) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5534) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/23/PBI/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 374, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5814), perlu menetapkan peraturan pelaksanaan dan petunjuk teknis pemantauan kegiatan lalu lintas devisa oleh Bank dan Nasabah sebagai berikut: I. UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai perbankan dan Undang- Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan beroperasi di Indonesia namun tidak termasuk kantor bank umum … 2 umum dan bank umum syariah berbadan hukum Indonesia yang beroperasi di luar negeri. 2. Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disingkat LLD adalah lalu lintas devisa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar. 3. Kegiatan Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disebut Kegiatan LLD adalah kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan kewajiban finansial antara Penduduk dan bukan Penduduk, termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar Penduduk. 4. Aset Finansial Luar Negeri Bank yang selanjutnya disebut AFLN Bank adalah aktiva Bank terhadap bukan Penduduk baik dalam valuta asing maupun Rupiah, antara lain dalam bentuk kas dalam valuta asing, simpanan, dan surat berharga. 5. Kewajiban Finansial Luar Negeri Bank yang selanjutnya disebut KFLN Bank adalah pasiva Bank terhadap bukan Penduduk baik dalam valuta asing maupun Rupiah, antara lain dalam bentuk simpanan milik bukan penduduk, utang luar negeri, dan ekuitas dari bukan Penduduk. 6. Penduduk adalah penduduk sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar. 7. Nasabah adalah nasabah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai perbankan dan Undang- Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 8. Laporan Kegiatan LLD yang selanjutnya disebut Laporan LLD adalah laporan atas seluruh Kegiatan LLD yang menimbulkan perubahan AFLN Bank dan/atau KFLN Bank yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh Bank yang bersangkutan maupun Nasabah, termasuk laporan yang berupa Laporan LLD nihil. 9. Perintah Transfer Dana adalah perintah transfer dana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai transfer dana. 10. Transfer … 3 10. Transfer Dana Keluar yang selanjutnya disebut Outgoing Transfer adalah transaksi LLD Nasabah berupa transfer dana keluar dalam valuta asing dengan nilai setara di atas USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). 11. Periode Laporan yang selanjutnya disingkat PL adalah periode data dari tanggal 1 sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan. 12. Masa Penyampaian Laporan yang selanjutnya disingkat MPL adalah periode penyampaian Laporan LLD dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 setelah berakhirnya PL. 13. Masa Penyampaian Koreksi Laporan yang selanjutnya disingkat MPKL adalah periode penyampaian koreksi Laporan LLD dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 20 setelah berakhirnya PL. 14. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai kepabeanan. 15. Devisa Hasil Ekspor yang selanjutnya disebut DHE adalah devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan Ekspor. 16. Pemberitahuan Ekspor Barang yang selanjutnya disingkat PEB adalah dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan Ekspor barang yang dapat berupa tulisan di atas formulir atau media elektronik sebagaimana diatur dalam ketentuan kepabeanan. 17. Tanggal PEB adalah tanggal pendaftaran PEB. 18. Nilai PEB adalah nilai Ekspor atas dasar free on board (FOB) yang tercantum pada PEB. 19. Dokumen Pendukung DHE adalah dokumen yang membuktikan kebenaran data dan/atau keterangan mengenai antara lain PEB yang tidak terdapat penerimaan DHE, selisih kurang antara nilai DHE dan Nilai PEB, penerimaan DHE yang melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB untuk cara pembayaran usance L/C, konsinyasi, pembayaran kemudian dan collection, serta penerimaan DHE secara tunai di dalam negeri. 20. Dokumen … 4 20. Dokumen Pendukung Outgoing Transfer adalah dokumen terkait transaksi LLD Nasabah berupa transfer dana keluar (outgoing transfer) dalam valuta asing dengan nilai setara di atas USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). 21. Rincian Transaksi Ekspor yang selanjutnya disingkat RTE adalah rincian informasi terkait dengan kegiatan Ekspor. 22. Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung DHE yang selanjutnya disingkat DPDP adalah daftar rekapitulasi Dokumen Pendukung DHE yang disampaikan Bank kepada Bank Indonesia. 23. Jam Kerja adalah jam kerja Bank Indonesia setempat sesuai dengan kedudukan Bank. II. PELAPOR Pelapor adalah seluruh Bank. III. LAPORAN LLD, KOREKSI LAPORAN LLD, DAN FORMAT LAPORAN LLD A. LAPORAN LLD Laporan LLD yang wajib disampaikan Bank kepada Bank Indonesia terdiri atas: 1. Laporan Transaksi, yaitu laporan mengenai transaksi Bank dan/atau Nasabah yang mempengaruhi AFLN Bank dan/atau KFLN Bank. a. Cakupan Laporan Transaksi terdiri atas: 1) Transaksi dengan nilai lebih besar dari USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) atau yang nilainya setara dengan itu dilaporkan secara individual per transaksi dan terperinci. Informasi yang dilaporkan secara individual per transaksi dan terperinci meliputi antara lain keterangan dan data mengenai jenis AFLN Bank atau KFLN Bank, status dan kategori pelaku transaksi, hubungan keuangan antar pelaku transaksi, jenis valuta dan nilai transaksi, tujuan transaksi, nama penerima atau pembayar, Bank pengirim atau penerima, dan keterangan transaksi. 2) Transaksi … 5 2) Transaksi dengan nilai sampai dengan USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) atau yang nilainya setara dengan itu dilaporkan secara gabungan dan dikelompokkan antara lain menurut jenis rekening, negara debitur atau kreditur, jenis valuta, tanpa dilengkapi dengan keterangan mengenai antara lain status dan kategori pelaku transaksi, hubungan keuangan antar pelaku transaksi, dan tujuan transaksi. Dalam hal Nasabah yang melakukan transaksi sampai dengan USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) atau yang nilainya setara dengan itu memberikan keterangan dan data transaksi secara individual per transaksi dan terperinci, Bank harus melaporkan transaksi dimaksud secara individual per transaksi dan terperinci. b. Perhitungan nilai ekuivalen USD untuk transaksi dalam valuta selain USD menggunakan kurs tengah akhir bulan yang diumumkan Bank Indonesia pada PL sebelumnya. Untuk valuta yang tidak terdapat dalam daftar kurs akhir bulan yang diumumkan Bank Indonesia pada PL sebelumnya, perhitungan nilai ekuivalen USD untuk transaksi menggunakan kurs Reuters akhir bulan pada PL sebelumnya. 2. Laporan Posisi, yaitu laporan mengenai posisi dan penambahan atau pengurangan dari setiap jenis AFLN Bank dan/atau KFLN Bank. Informasi yang dilaporkan meliputi antara lain keterangan dan data mengenai negara debitur/kreditur dan jenis valuta dari masing-masing AFLN Bank dan/atau KFLN Bank. 3. Laporan pendukung, yaitu laporan RTE dan DPDP. Informasi yang dilaporkan melalui RTE meliputi antara lain keterangan dan data mengenai nama penerima DHE, sandi kantor pabean, serta tanggal dan nomor pendaftaran PEB. Dalam … 6 Dalam hal untuk kondisi antara lain PEB yang tidak terdapat penerimaan DHE, selisih kurang antara nilai DHE dan nilai PEB, penerimaan DHE yang melebihi atau sama dengan 3 (tiga) bulan setelah bulan pendaftaran PEB untuk cara pembayaran usance L/C, konsinyasi, pembayaran kemudian dan collection, serta penerimaan DHE secara tunai di dalam negeri maka Bank yang menyampaikan RTE harus melengkapinya dengan DPDP dan Dokumen Pendukung DHE yang disebutkan dalam DPDP. Informasi yang dilaporkan melalui DPDP meliputi antara lain keterangan dan data mengenai sandi kantor pabean, tanggal PEB, nomor pendaftaran PEB, dan nama file. Penjelasan lebih lanjut mengenai cakupan Laporan Transaksi Laporan Posisi, serta laporan pendukung mengacu pada Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. KOREKSI LAPORAN LLD 1. Laporan LLD dinyatakan benar apabila Laporan LLD memuat keterangan dan data Kegiatan LLD sesuai dengan informasi dari Nasabah dan/atau dokumen pendukungnya. a. Laporan Transaksi dinyatakan benar apabila memuat keterangan dan data Kegiatan LLD sesuai dengan: 1) informasi dari Nasabah; dan/atau 2) Dokumen Pendukung Outgoing Transfer atau surat pernyataan untuk transaksi Outgoing Transfer sebagaimana dimaksud dalam butir IV.H.1 dan IV.H.11 atau dokumen lainnya, antara lain bukti transfer dan SWIFT untuk transaksi lainnya. b. Laporan Posisi dinyatakan benar apabila memuat keterangan dan data sesuai sistem pelaporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Laporan pendukung dinyatakan benar apabila memuat keterangan dan data terkait Ekspor sesuai dengan informasi … 7 informasi dari Nasabah dan/atau Dokumen Pendukung DHE. 2. Laporan LLD dinyatakan lengkap apabila laporan memuat keterangan dan data seluruh Kegiatan LLD, serta telah memenuhi rincian cakupan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Dalam hal Bank tidak menyampaikan Laporan LLD secara benar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan/atau lengkap sebagaimana dimaksud dalam angka 2 maka Bank menyampaikan koreksi atas Laporan LLD yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 4. Koreksi terhadap Laporan LLD sebagaimana dimaksud dalam angka 3 disampaikan secara lengkap untuk setiap jenis file laporan terkait yang dikoreksi. 5. Dalam hal koreksi terhadap Laporan LLD sebagaimana dimaksud dalam angka 3 terkait transaksi Ekspor maka Bank menyampaikan kembali secara lengkap file Laporan Transaksi (LLD1), file Laporan Posisi (LLD2), file RTE (LLD3), dan file DPDP (LLD4). Contoh: Bank A telah menyampaikan Laporan LLD untuk PL bulan Agustus 2016, namun masih terdapat kesalahan pada file RTE, yaitu field nilai PEB pada baris ke-6 dan baris ke-25. Dalam hal ini, Bank A melakukan koreksi terhadap kesalahan pengisian field nilai PEB pada baris ke-6 dan baris ke-25 dalam file RTE bulan Agustus 2016 dan menyampaikan kembali secara lengkap file LLD1, file LLD2, file LLD3, dan file LLD4 kepada Bank Indonesia. 6. Dalam hal koreksi terhadap Laporan LLD sebagaimana dimaksud dalam angka 3 tidak terkait transaksi Ekspor maka Bank menyampaikan kembali secara lengkap file Laporan Transaksi (LLD1) dan file Laporan Posisi (LLD2). Contoh: … 8 Contoh: Bank B telah menyampaikan Laporan LLD untuk PL bulan September 2016, namun masih terdapat kesalahan pada file LLD1, yaitu field nilai untuk tujuan transaksi impor pada baris ke-65. Dalam hal ini, Bank B melakukan koreksi terhadap kesalahan pengisian field nilai untuk tujuan transaksi impor pada baris ke-65 dalam file LLD1 bulan September 2016 dan menyampaikan kembali secara lengkap file LLD1 dan file LLD2 kepada Bank Indonesia. 7. Apabila Laporan LLD yang telah disampaikan Bank kepada Bank Indonesia diindikasikan tidak wajar atau Bank Indonesia memerlukan penjelasan lebih lanjut atas Laporan LLD, Bank Indonesia akan meminta klarifikasi kepada Bank melalui surat dan/atau media lainnya. Contoh 1: Bank Indonesia akan meminta klarifikasi kepada Bank apabila dalam Laporan Transaksi terdapat field Status Penerima yang diisi dengan Indonesia untuk Tujuan Transaksi impor barang. Contoh 2: Bank C telah menyampaikan transaksi PT D dengan NPWP tertentu melalui file LLD1. Namun berdasarkan database Bank Indonesia, NPWP tersebut bukan atas nama PT D. Dalam hal ini Bank Indonesia akan meminta klarifikasi kepada Bank C. 8. Bank harus menyampaikan tanggapan atas permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 7 sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan Bank Indonesia, yaitu paling lama 12 (dua belas) hari kerja setelah tanggal permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia. 9. Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 harus disampaikan dengan koreksi apabila terdapat kesalahan dalam Laporan LLD. 10. Khusus untuk koreksi laporan pendukung berupa RTE harus … 9 harus dilampiri dengan Dokumen Pendukung DHE dalam hal koreksi memerlukan Dokumen Pendukung DHE. 11. Apabila laporan yang diindikasikan tidak wajar tersebut telah sesuai dengan keterangan dan data yang dimiliki maka Bank cukup memberikan tanggapan tanpa melakukan koreksi. C. FORMAT LAPORAN 1. Laporan Transaksi, Laporan Posisi, dan laporan pendukung disusun berdasarkan spesifikasi format laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Laporan Transaksi, Laporan Posisi, dan laporan pendukung terdiri dari beberapa baris (record) dan setiap record terdiri dari beberapa rincian baris (field) yang dinyatakan dalam bentuk sandi-sandi dengan format American Standard Code for Information Interchange (ASCII). 3. Keterangan dan data dalam Laporan Transaksi dan laporan pendukung yang belum dapat diperoleh dari Nasabah dapat diisi dengan sandi sementara dan harus diganti dengan fakta sebenarnya sebelum MPL berakhir. 4. Dokumen Pendukung DHE disampaikan dalam bentuk softcopy dengan format PDF, JPG, TIFF, BMP, PNG, GIF, atau file dengan format tersebut yang telah dikompresi. 5. Laporan Transaksi yang berupa hal-hal khusus, yaitu transaksi yang terkait dengan pengiriman dana antar Bank di dalam negeri, transaksi yang mempengaruhi lebih dari satu rekening AFLN Bank dan/atau KFLN Bank, transaksi- transaksi tertentu seperti transaksi antar bukan Penduduk, pembayaran kartu kredit dan sejenisnya, jual beli mata uang sasing, dan cek perjalanan dijelaskan lebih lanjut dalam Lampiran I. 6. Penjelasan lebih lanjut mengenai format laporan adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. IV. PENYAMPAIAN … 10 IV. PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN LLD A. TATA CARA PELAPORAN 1. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan kepada Bank Indonesia oleh kantor pusat bagi Bank yang berkantor pusat di Indonesia dan oleh kantor cabang yang bertindak sebagai koordinator bagi bank yang berkedudukan di luar negeri. Contoh: Bank E berkedudukan di Singapura memiliki kantor cabang di Jakarta, Surabaya, dan Medan. Kantor cabang koordinator bank E di Indonesia adalah kantor cabang di Jakarta. Berdasarkan hal tersebut, Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan oleh kantor cabang bank E di Jakarta kepada Bank Indonesia. 2. Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan secara online, masing-masing sesuai MPL dan MPKL. 3. Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang melampaui MPKL dilakukan secara offline. 4. Dalam hal tidak terdapat transaksi Bank dan/atau Nasabah yang memengaruhi AFLN Bank dan/atau KFLN Bank pada suatu PL tertentu, Bank menyampaikan Laporan Transaksi nihil sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. 5. Dalam hal tidak terdapat posisi dan mutasi dari setiap rekening AFLN Bank dan/atau KFLN Bank sebagai akibat dari transaksi yang dilakukan oleh Bank dan/atau Nasabah pada suatu PL tertentu, Bank menyampaikan Laporan Posisi nihil sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. 6. Dalam hal tidak terdapat informasi transaksi terkait Ekspor Nasabah pada suatu PL tertentu, Bank menyampaikan laporan pendukung nihil sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. 7. Dalam hal terdapat transaksi terkait Ekspor Nasabah pada Laporan … 11 Laporan Transaksi, Bank wajib menyampaikan laporan pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.3 kepada Bank Indonesia berdasarkan informasi dari Nasabah, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerimaan devisa hasil ekspor. 8. Khusus untuk laporan pendukung berupa RTE, Bank harus menyampaikan Dokumen Pendukung DHE untuk setiap record pada RTE tersebut yang memenuhi kriteria tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam hal suatu record RTE terdapat selisih kurang antara nilai DHE dan nilai PEB, penyampaian Dokumen Pendukung DHE diatur sebagai berikut: 1) Apabila terdapat selisih kurang yang jumlahnya lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah): a) untuk Ekspor barang tambang dan selisih kurang paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai PEB, Bank tidak perlu menyampaikan Dokumen Pendukung DHE; b) untuk Ekspor barang tambang dan selisih kurang lebih besar dari 10% (sepuluh persen) dari nilai PEB, Bank harus menyampaikan Dokumen Pendukung DHE; c) untuk Ekspor bukan barang tambang, Bank harus menyampaikan Dokumen Pendukung DHE. 2) Untuk selisih kurang yang jumlahnya paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atau ekuivalennya, Bank tidak perlu menyampaikan Dokumen Pendukung DHE. 3) Barang tambang sebagaimana dimaksud pada angka 1) mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerimaan devisa hasil ekspor. b. Dokumen … 12 b. Dokumen Pendukung DHE sebagaimana dimaksud dalam huruf a meliputi antara lain surat keterangan tentang penangguhan pembayaran dari importir dan perjanjian jual beli antara eksportir dan importir. Penjelasan lebih lanjut mengenai Dokumen Pendukung DHE adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran I. c. Dokumen Pendukung DHE disampaikan Bank dalam bentuk softcopy dengan menggunakan DPDP sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. d. Dalam hal Bank melaporkan RTE yang harus dilengkapi dengan Dokumen Pendukung DHE, Bank harus menyampaikan RTE dan Dokumen Pendukung DHE sesuai dengan MPL setelah Bank memperoleh informasi dari Nasabah. Contoh: Nasabah Bank F, PT G, mengirimkan barang ke luar negeri dengan cara pembayaran menggunakan usance L/C 180 (seratus delapan puluh) hari. Selanjutnya, berdasarkan dokumen PEB diperoleh informasi antara lain tanggal PEB yaitu 12 Oktober 2016. PT G menyampaikan informasi PEB beserta dokumen pendukung yaitu perjanjian penjualan dan usance L/C kepada Bank F tanggal 25 Oktober 2016. Dalam hal ini, Bank F harus menyampaikan informasi PEB PT G dalam RTE bulan Oktober 2016 beserta Dokumen Pendukung DHE-nya pada MPL bulan November 2016. e. Dalam hal Bank melaporkan RTE yang tidak harus dilengkapi dengan Dokumen Pendukung DHE, Bank harus menyampaikan RTE dimaksud setelah Bank memperoleh informasi dari Nasabah sesuai dengan MPL. f. Bank yang telah menerima pembayaran di muka wajib menyampaikan RTE dengan rincian informasi yang diatur dalam Lampiran I. Dalam hal Bank telah mendapatkan informasi PEB, Bank wajib menyampaikan kembali RTE dengan nomor identifikasi yang sama dengan RTE yang telah disampaikan sebelumnya. RTE tersebut disampaikan oleh … 13 oleh Bank kepada Bank Indonesia beserta Dokumen Pendukung DHE apabila diperlukan pada MPL berikutnya setelah Bank memperoleh informasi PEB dari Nasabah yang meliputi antara lain sandi kantor pabean, nomor pendaftaran PEB, tanggal PEB, nilai PEB, dan jenis valuta PEB. Contoh: Nasabah Bank H, PT I, menerima pembayaran di muka pada tanggal 20 Oktober 2016 dan Bank H telah menyampaikan RTE terkait informasi atas penerimaan di muka Nasabah tersebut untuk PL bulan Oktober 2016 yang disampaikan bulan November 2016 dengan nomor identifikasi tertentu, namun belum mencakup informasi PEB yang meliputi sandi kantor pabean, nomor pendaftaran PEB, tanggal PEB, nilai PEB dan jenis valuta PEB. Selanjutnya, berdasarkan dokumen PEB yang diterbitkan tanggal 19 Januari 2017 yaitu saat barang dikirim, Nasabah memperoleh informasi PEB dimaksud yang kemudian disampaikan kepada Bank H pada tanggal 25 Januari 2017 berikut Dokumen Pendukung DHE berupa perjanjian penjualan. Dalam hal ini, Bank H menyampaikan informasi PEB PT I dalam RTE bulan Januari 2017 beserta Dokumen Pendukung DHE-nya pada MPL bulan Februari 2017 dengan nomor identifikasi yang sama dengan yang dicantumkan pada RTE bulan Oktober 2016. 9. Dalam hal Laporan LLD terkait RTE tidak dilengkapi dengan Dokumen Pendukung DHE sebagaimana dimaksud dalam butir 8.a.1).b), butir 8.a.1).c), dan butir 8.d maka RTE dimaksud dianggap tidak benar. 10. Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD yang disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia harus melalui pentahapan uji pelaporan yaitu memenuhi persyaratan kuantitas dan persyaratan kualitas sebagaimana hasil verifikasi sistem. Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD dinyatakan telah diterima … 14 diterima Bank Indonesia apabila telah memenuhi kedua tahapan uji pelaporan dan adanya keterangan ’UJI KUALITAS OK’ dalam aplikasi pelaporan LLD Bank. Penjelasan lebih lanjut mengenai persyaratan kuantitas dan kualitas sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. 11. Tanggal penerimaan Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD adalah tanggal penerimaan file laporan tersebut yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas sebagaimana dimaksud dalam angka 10. 12. Apabila Bank dalam MPL melakukan koreksi atas Laporan LLD maka status laporan yang berlaku sesuai dengan status koreksi laporan yang terakhir disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia. Contoh: Bank J telah menyampaikan Laporan LLD untuk PL bulan Juni 2017 pada tanggal 5 Juli 2017 yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Pada tanggal 9 Juli 2017, Bank J menyampaikan koreksi atas Laporan LLD tersebut yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya, apabila pada tanggal 15 Juli 2017 (akhir MPL) Bank J kembali mengoreksi dan sampai dengan pukul 23.59 WIB masih belum memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas maka status laporan yang berlaku adalah status laporan yang disampaikan pada tanggal 15 Juli 2017. Dalam hal ini, Bank J dinyatakan belum menyampaikan laporan. Selanjutnya apabila Bank J menyampaikan kembali koreksi atas Laporan LLD tersebut pada tanggal 16 Juli 2017 dan telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas maka dalam hal ini Bank J dinyatakan terlambat menyampaikan laporan. 13. Pengisian informasi PEB pada laporan RTE untuk penerimaan DHE atas kegiatan Ekspor dengan PEB yang dikeluarkan sebelum tanggal 2 Januari 2012 dapat dilakukan dengan menggunakan sandi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. tertentu 14. Tata cara pelaporan dijelaskan lebih lanjut dalam Lampiran I. B. MEDIA … 15 B. MEDIA PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan kepada Bank Indonesia secara online melalui media ekstranet Bank Indonesia dengan menggunakan akses ke ekstranet yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada Bank. 2. Dalam hal Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD tidak dapat disampaikan secara online karena adanya gangguan teknis atau penyampaian koreksi Laporan LLD yang melampaui tanggal 20 setelah berakhirnya PL maka Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan secara offline dengan menggunakan media elektronik antara lain compact disk (CD), flash disk, atau e-mail melalui Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. C. PERIODE LAPORAN (PL) Laporan LLD disampaikan secara bulanan yang meliputi data selama 1 (satu) PL, yaitu dari tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir bulan. D. MASA PENYAMPAIAN LAPORAN (MPL) MPL diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Untuk Laporan LLD yang disampaikan secara online, batas akhir MPL adalah tanggal 15 bulan MPL pukul 23.59 WIB. Contoh: Untuk kegiatan LLD PL bulan November 2016, batas akhir MPL adalah tanggal 15 Desember 2016 (hari Kamis) pukul 23.59 WIB. 2. Apabila hari terakhir penyampaian Laporan LLD secara online jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maka batas akhir MPL tidak berubah, kecuali ditetapkan lain melalui pemberitahuan resmi Bank Indonesia. Contoh: Untuk kegiatan LLD PL bulan September 2016, batas akhir MPL adalah tanggal 15 Oktober 2016 (hari Sabtu) pukul 23.59 WIB. 3. Apabila terjadi gangguan teknis yang menyebabkan Bank tidak dapat … 16 dapat menyampaikan Laporan LLD secara online maka Laporan LLD disampaikan selama MPL secara offline selama Jam Kerja dengan memberikan bukti-bukti pendukung terjadinya gangguan teknis. Contoh: Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 13 Februari 2017 (hari Senin) pukul 10.10 WIB maka Bank dapat menyampaikan Laporan LLD PL bulan Januari 2017 secara offline pada tanggal 13 Februari 2017 dalam Jam Kerja. 4. Dalam hal gangguan teknis yang menyebabkan Bank tidak dapat menyampaikan Laporan LLD secara online terjadi pada tanggal 15 bulan MPL, penyampaian Laporan LLD diatur sebagai berikut: a. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan baru dapat diatasi pada hari berikutnya, Bank menyampaikan Laporan LLD secara online pada hari berikutnya dengan memberikan bukti pendukung terjadinya gangguan teknis. Contoh: Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 15 September 2017 (hari Jumat) dan baru dapat diatasi pada tanggal 16 September 2017 (hari Sabtu) pukul 11.20 WIB. Dalam hal ini, Bank menyampaikan Laporan LLD PL bulan Agustus 2017 secara online pada tanggal 16 September 2017 dengan memberikan bukti pendukung terjadinya gangguan teknis. Dengan demikian, Bank tidak dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD. b. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank dan belum dapat diatasi pada hari berikutnya, Bank menyampaikan Laporan LLD secara offline pada hari kerja berikutnya dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti pendukung terjadinya gangguan teknis. Contoh: Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 15 Desember 2016 (hari Kamis) dan belum dapat diatasi sampai dengan tanggal 16 Desember 2016. Dalam hal ini, Bank menyampaikan … 17 menyampaikan Laporan LLD PL bulan November 2016 secara offline pada tanggal 16 Desember 2016 (hari Jumat) dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti pendukung terjadinya gangguan teknis. Dengan demikian, Bank tidak dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD. c. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia yang belum dapat diatasi sampai dengan berakhirnya Jam Kerja, Bank menyampaikan Laporan LLD secara online pada hari berikutnya jika gangguan teknis dapat diatasi atau secara offline pada hari kerja berikutnya dalam Jam Kerja jika gangguan teknis belum dapat diatasi. Contoh 1: Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 15 September 2017 (hari Jumat) dan dapat diatasi pada tanggal 16 September 2017 (hari Sabtu) maka Bank menyampaikan Laporan LLD PL bulan Agustus 2017 secara online pada tanggal 16 September 2017. Dengan demikian, Bank tidak dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD. Contoh 2: Apabila gangguan teknis pada contoh 1 di atas tidak dapat diatasi pada tanggal 16 September 2017 maka Bank menyampaikan laporan LLD PL bulan Agustus 2017 secara offline pada tanggal 18 September 2017 (hari Senin) dalam Jam Kerja. Dengan demikian, Bank tidak dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD. 5. Yang dimaksud dengan gangguan teknis adalah gangguan yang terjadi di Bank Indonesia dan/atau Bank yang meliputi antara lain gangguan jaringan dan/atau komunikasi, namun tidak termasuk gangguan pada sistem penyusunan Laporan LLD di Bank. E. MASA PENYAMPAIAN KOREKSI LAPORAN (MPKL) MPKL diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Untuk koreksi Laporan LLD yang disampaikan secara online, batas akhir MPKL adalah tanggal 20 bulan MPL pukul 23.59 WIB … 18 WIB. Contoh: Koreksi Laporan LLD untuk PL bulan Januari 2017 dapat disampaikan secara online paling lama tanggal 20 Februari 2017 (hari Senin) pukul 23.59 WIB. 2. Apabila hari terakhir penyampaian koreksi Laporan LLD secara online jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maka batas akhir MPKL tidak berubah, kecuali ditetapkan lain melalui pengumuman resmi Bank Indonesia. Contoh: Koreksi Laporan LLD untuk PL bulan Oktober 2016 dapat disampaikan secara online paling lama tanggal 20 November 2016 (hari Minggu) pukul 23.59 WIB. 3. Apabila Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD pada tanggal 16 sampai dengan tanggal 20 dan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas maka Laporan LLD yang dinyatakan diterima Bank Indonesia adalah laporan terakhir yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Contoh: Bank K telah menyampaikan Laporan LLD untuk PL bulan Januari 2017 pada tanggal 15 Februari 2017 dan telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Pada tanggal 19 Februari 2017, Bank K menyampaikan koreksi atas Laporan LLD yang disampaikan pada tanggal 15 Februari 2017 dan telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya apabila pada tanggal 20 Februari 2017 (akhir MPKL) Bank K melakukan koreksi kembali dan sampai dengan pukul 23.59 WIB masih belum memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas maka status laporan yang berlaku adalah status laporan yang disampaikan pada tanggal 19 Februari 2017. 4. Koreksi Laporan LLD atas dasar permintaan klarifikasi Bank Indonesia dapat dilakukan secara offline dalam Jam Kerja. Contoh: Bank Indonesia meminta klarifikasi kepada Bank L pada tanggal 25 … 19 25 Mei 2017 atas sejumlah record Laporan Transaksi PL bulan April 2017. Setelah membandingkan dengan bukti yang dimiliki, Bank L menemukan beberapa kesalahan yang mengakibatkan Laporan Transaksi tersebut harus dikoreksi. Dalam hal ini, sebagaimana diatur dalam butir III.B.8, Bank L dapat menyampaikan koreksi Laporan Transaksi PL bulan April 2017 kepada Bank Indonesia secara offline paling lama 12 (dua belas) hari kerja setelah tanggal permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia. 5. Dalam hal terjadi gangguan teknis yang menyebabkan Bank tidak dapat menyampaikan koreksi Laporan LLD secara online pada tanggal 20 bulan MPL maka penyampaian koreksi Laporan LLD tersebut diatur sebagai berikut: a. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank, Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD secara offline pada hari kerja berikutnya dengan memberikan bukti pendukung terjadinya gangguan teknis. Contoh: Gangguan teknis di Bank terjadi pada tanggal 20 Desember 2016 (hari Selasa) pukul 11.00 WIB maka Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD PL bulan November 2016 secara offline pada tanggal 21 Desember 2016 (hari Rabu) dalam Jam Kerja dengan memberikan bukti pendukung terjadinya gangguan teknis. b. Untuk gangguan teknis yang terjadi di Bank Indonesia, Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD secara offline pada hari kerja berikutnya. Contoh: Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 20 Desember 2016 (hari Selasa) pukul 15.08 WIB maka Bank menyampaikan koreksi Laporan LLD PL bulan November 2016 secara offline pada tanggal 21 Desember 2016 (hari Rabu) dalam Jam Kerja. F. TERLAMBAT … 20 F. TERLAMBAT MENYAMPAIKAN LAPORAN 1. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD apabila Laporan LLD disampaikan setelah berakhirnya MPL sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.1, butir IV.D.2, butir IV.D.3, atau butir IV.D.4 sampai dengan akhir bulan MPL dalam Jam Kerja. Contoh: Apabila Laporan LLD Bank untuk PL bulan Oktober 2016 diterima Bank Indonesia secara online pada tanggal 16 November 2016 (hari Rabu) maka Bank tersebut dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD. 2. Dalam hal akhir bulan MPL jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maka Bank dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD apabila Laporan LLD disampaikan setelah berakhirnya MPL sampai dengan hari kerja berikutnya setelah akhir bulan MPL dalam Jam Kerja. Contoh: Bank terlambat menyampaikan Laporan LLD untuk PL bulan November 2016 apabila Laporan LLD disampaikan pada tanggal 2 Januari 2017 (hari Senin) dalam Jam Kerja. 3. Batas akhir penyampaian Laporan LLD secara online bagi Bank yang terlambat menyampaikan Laporan LLD adalah tanggal 20 bulan MPL pukul 23.59 WIB. Contoh: Batas akhir penyampaian Laporan LLD PL bulan September 2016 secara online adalah tanggal 20 Oktober 2016 (hari Kamis) sampai dengan pukul 23.59 WIB. 4. Penyampaian Laporan LLD setelah tanggal 20 bulan MPL sampai dengan akhir bulan MPL dilakukan secara offline dalam Jam Kerja. Contoh: Batas akhir penyampaian Laporan LLD PL bulan Januari 2017 secara offline adalah tanggal 28 Februari 2017 (hari Selasa) dalam … 21 dalam Jam Kerja. G. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN 1. Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD apabila sampai dengan Jam Kerja berakhir pada akhir bulan MPL, Bank Indonesia belum menerima Laporan LLD. 2. Dalam hal akhir bulan MPL jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maka Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD apabila sampai dengan Jam Kerja berakhir pada hari kerja berikutnya, Bank Indonesia belum menerima Laporan LLD. Contoh: Apabila pada tanggal 2 Januari 2017 (hari Senin) sampai dengan berakhirnya Jam Kerja, Bank Indonesia belum menerima Laporan LLD Bank untuk PL bulan November 2016 maka Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD. 3. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 tetap wajib menyampaikan Laporan LLD kepada Bank Indonesia secara offline. H. PENGAKSEPAN PERINTAH TRANSFER DANA NASABAH DAN PENYAMPAIAN DOKUMEN PENDUKUNG OUTGOING TRANSFER 1. Bank hanya dapat melakukan pengaksepan Perintah Transfer Dana untuk Outgoing Transfer Nasabah sepanjang dilengkapi dengan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer. 2. Penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing Transfer sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak berlaku untuk: a. transaksi yang dilakukan oleh Bank untuk kepentingan Bank itu sendiri. Contoh: Pada tanggal 20 Maret 2017, Bank M melakukan transfer kepada perusahaan N di Singapura sebesar USD275,000.00 (dua ratus tujuh puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atas pembelian server untuk kepentingan Bank M. Dalam … 22 Dalam hal ini, transaksi yang dilakukan Bank M tidak memerlukan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer. b. transaksi yang bertujuan untuk pemindahan simpanan oleh Nasabah yang sama di dalam negeri. Contoh: Pada tanggal 16 Mei 2017, PT O memerintahkan Bank P di Jakarta untuk mentransfer dana sebesar USD300,000.00 (tiga ratus ribu dolar Amerika Serikat) dari rekening valuta asing milik PT O untuk untung rekening valuta asing milik PT O di Bank Q di Surabaya. Dalam hal ini, transaksi yang dilakukan PT O tidak memerlukan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer. 3. Nasabah yang melakukan Outgoing Transfer harus menyampaikan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer kepada Bank. 4. Dalam hal Nasabah melakukan transaksi LLD berupa transfer dana keluar dalam valuta asing dengan nilai setara sampai dengan USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat), Nasabah tidak perlu menyampaikan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 5. Nilai Outgoing Transfer yang dilakukan Nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 3 paling banyak sebesar nilai nominal dari Dokumen Pendukung Outgoing Transfer dengan toleransi lebih sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari nilai yang tercantum di Dokumen Pendukung Outgoing Transfer. 6. Jenis Dokumen Pendukung Outgoing Transfer sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah sebagaimana terdapat pada Lampiran I. 7. Perhitungan nilai ekuivalen USD untuk transaksi dalam mata uang selain USD menggunakan kurs tengah akhir bulan yang diumumkan Bank Indonesia pada PL sebelumnya. 8. Untuk valuta yang tidak terdapat dalam daftar kurs yang diumumkan … 23 diumumkan Bank Indonesia pada PL sebelumnya, perhitungan nilai ekuivalen USD menggunakan kurs akhir bulan Reuters pada PL sebelumnya. 9. Bank harus melaporkan kepada Bank Indonesia mengenai penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing Transfer sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang mengakibatkan berkurangnya giro Bank di luar negeri. 10. Tata cara pelaporan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dijelaskan dalam Lampiran I. 11. Untuk Outgoing Transfer yang Dokumen Pendukung Outgoing Transfer-nya tidak terdapat dalam Lampiran I, Nasabah harus menggunakan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 12. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 11 harus ditandatangani oleh: a. Nasabah yang bersangkutan atau pihak yang diberi kuasa untuk Nasabah perorangan; atau b. pihak yang berwenang dari Nasabah berbentuk badan usaha selain Bank. 13. Dalam hal Nasabah merupakan badan usaha selain Bank, yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” adalah pejabat yang mewakili badan usaha berdasarkan anggaran dasarnya, pejabat yang ditunjuk dengan menggunakan surat kuasa, atau pejabat yang memiliki kewenangan. 14. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 11 harus diparaf oleh petugas Bank. 15. Bagi Nasabah yang telah menyampaikan bukti atau dokumen kepada Bank dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank Indonesia mengenai transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak domestik dan transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak asing, Bank dapat menggunakan bukti atau dokumen tersebut … 24 tersebut sebagai Dokumen Pendukung Outgoing Transfer sepanjang bukti atau dokumen tersebut sama dengan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer. Contoh: Pada tanggal 16 dan 17 Januari 2017, PT R membeli valuta asing masing-masing sebesar USD300,000.00 (tiga ratus ribu dolar Amerika Serikat) dan USD125,000.00 (seratus dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) di Bank S untuk menambah rekening USD-nya dengan mendebet rekening Rupiah milik perusahaan tersebut di Bank yang sama. Untuk transaksi ini, PT R telah memberikan dokumen berupa fotokopi invoice dari perusahaan T di Hongkong untuk pembelian barang dari luar negeri sebesar USD425,000.00 (empat ratus dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) kepada Bank S. Selanjutnya, pada tanggal 19 Januari 2017 PT R memerintahkan Bank S untuk melakukan transfer sebesar USD425,000.00 (empat ratus dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) kepada perusahaan T. Untuk transaksi tersebut, Bank S dapat menggunakan dokumen yang telah disampaikan Nasabah sebelumnya dalam pemenuhan ketentuan ini. 16. Dokumen Pendukung Outgoing Transfer sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 11 harus diterima sebelum pelaksanaan penyelesaian transaksi. Contoh: PT U melakukan transaksi LLD berupa transfer dana keluar melalui Bank V di Jakarta sebesar USD250,000.00 (dua ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dalam rangka pembayaran impor. Jika tanggal valuta untuk transfer dimaksud adalah tanggal 22 November 2016 maka Dokumen Pendukung Outgoing Transfer untuk transaksi pembayaran impor harus diterima Bank V sebelum pelaksanaan penyelesaian transaksi pada tanggal valuta. 17. Nasabah … 25 17. Nasabah bertanggung jawab atas kebenaran Dokumen Pendukung Outgoing Transfer serta surat pernyataan atas Outgoing Transfer. 18. Dalam hal bank bertindak selaku Nasabah dari Bank maka transaksi bank dimaksud dikategorikan sebagai transaksi Nasabah. I. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN 1. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap kebenaran keterangan dan data Laporan LLD dalam bentuk kegiatan evaluasi dan pemeriksaan langsung (on-site) kepada Bank. 2. Penelitian dalam bentuk kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan oleh Bank Indonesia sewaktu-waktu dalam rangka meningkatkan kualitas Laporan LLD. 3. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung (on-site) kepada Bank atas Laporan LLD yang masih diragukan kebenarannya. 4. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 meliputi antara lain pemeriksaan bukti transaksi, pembukuan, catatan, dan dokumen yang berkaitan dengan Laporan LLD. 5. Dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk memberikan antara lain bukti, catatan, dan/atau dokumen lainnya yang terkait dengan Laporan LLD. 6. Bank harus memberikan penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen lainnya yang terkait dengan Laporan LLD dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Bank Indonesia. 7. Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank Indonesia dapat menunjuk pihak lain. 8. Dalam kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka … 26 angka 1, Bank dianggap tidak menyampaikan Laporan LLD dengan benar jika: a. tidak diisi sesuai dengan informasi dari Nasabah dan/atau dokumen pendukungnya; dan/atau b. Bank tidak dapat menunjukkan penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen pendukung. 9. Apabila dalam kegiatan evaluasi dan/atau pemeriksaan langsung kepada Bank terhadap Laporan LLD sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditemukan ketidakwajaran dalam Dokumen Pendukung Outgoing Transfer, Bank Indonesia berwenang antara lain: a. meminta penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen lainnya yang terkait kepada Nasabah; b. melakukan pemeriksaan langsung terhadap Nasabah; dan/atau c. menunjuk pihak lain untuk melakukan penelitian kebenaran Dokumen Pendukung Outgoing Transfer terhadap Nasabah. 10. Apabila dalam kegiatan evaluasi dan/atau pemeriksaan langsung kepada Bank terhadap Laporan LLD sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditemukan ketidakwajaran dalam Dokumen Pendukung DHE, Bank Indonesia berwenang antara lain meminta penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen lainnya yang terkait kepada Nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerimaan Devisa Hasil Ekspor. 11. Nasabah harus memberikan penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen lainnya yang terkait dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dan angka 10, dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Bank Indonesia. 12. Dokumen Pendukung Outgoing Transfer yang disampaikan Nasabah kepada Bank dinyatakan tidak benar jika dalam kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 11, Nasabah … 27 Nasabah tidak dapat memberikan penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen lainnya yang terkait dengan transaksi Outgoing Transfer. 13. Dalam hal Nasabah dapat memberikan penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen lainnya sesuai dengan transaksi Outgoing Transfer maka Nasabah dianggap telah menyampaikan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer dengan benar. V. PROSEDUR PEROLEHAN INFORMASI SERTA PENATAUSAHAAN DOKUMEN PENDUKUNG DAN SURAT PERNYATAAN Dalam rangka mendukung kelancaran penyampaian Laporan LLD kepada Bank Indonesia, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bank harus meminta keterangan, data, Dokumen Pendukung DHE, dan/atau Dokumen Pendukung Outgoing Transfer kepada Nasabah yang melakukan Kegiatan LLD melalui Bank, baik untuk kepentingan administrasi pelaporan Bank maupun untuk memenuhi permintaan Bank Indonesia. 2. Dalam hal suatu Kegiatan LLD melibatkan lebih dari 1 (satu) Bank di dalam negeri maka untuk mendukung kelancaran pelaporan ditetapkan sebagai berikut: a. Bank dapat melakukan tukar-menukar informasi yang diperlukan untuk pelaporan Kegiatan LLD dengan Bank lain dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku mengenai kerahasiaan data dan/atau informasi. b. Tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus memperhatikan batas waktu MPL. c. Untuk keperluan komunikasi dalam rangka tukar-menukar informasi antarBank, setiap Bank harus menunjuk petugas (contact person) yang bertanggung jawab terhadap kelancaran komunikasi tersebut dilengkapi dengan alamat e-mail, nomor telepon, dan/atau nomor faksimili. 3. Bank harus melakukan verifikasi terhadap keterangan dan data yang diperoleh dari Nasabah untuk memastikan akurasi Laporan LLD. 4. Untuk … 28 4. Untuk transaksi Ekspor, Bank harus melakukan verifikasi terhadap Dokumen Pendukung DHE untuk memastikan keterangan dan data yang disampaikan Nasabah sesuai dengan Dokumen Pendukung DHE dimaksud. 5. Bank harus melaporkan dan menyampaikan Dokumen Pendukung DHE yang diterima dari Nasabah kepada Bank Indonesia. 6. Bank harus melakukan verifikasi terhadap kesesuaian antara perintah Outgoing Transfer dengan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer-nya, yaitu terkait nama penerima dan nilai pembayaran. Nilai pembayaran maksimal sama dengan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer dengan toleransi lebih sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari nilai yang tercantum di Dokumen Pendukung Outgoing Transfer. Contoh: PT W memerintahkan Bank X di Jakarta untuk membayar kepada rekening perusahaan induknya (perusahaan Y) di Singapura sebesar USD151,000.00 (seratus lima puluh satu ribu dolar Amerika Serikat). Berdasarkan perintah Outgoing Transfer dari PT W, diperoleh informasi bahwa pembayaran tersebut merupakan pembayaran atas pembelian barang dari perusahaan Y. Untuk transaksi ini, PT W menyampaikan fotokopi invoice sebesar USD150,000.00 (seratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) kepada Bank X. Dalam hal ini, Bank X melakukan verifikasi antara nama penerima dan nilai di perintah transfer dengan nama penjual dan nilai kewajiban membayar di invoice. Mengingat selisih lebih antara nilai perintah Outgoing Transfer dengan nilai yang tercantum di fotokopi invoice tidak melebihi 2,5% (dua koma lima persen) dari nilai yang tercantum di fotokopi invoice maka perintah Outgoing Transfer masih dianggap sesuai dengan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer. 7. Bank harus menatausahakan Dokumen Pendukung Outgoing Transfer sebagaimana dimaksud dalam butir IV.H.1 dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.H.11 baik dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy. 8. Dokumen … 29 8. Dokumen Pendukung Outgoing Transfer dan surat pernyataan yang diberikan Nasabah kepada Bank, baik dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy, tidak disampaikan kepada Bank Indonesia. 9. Bank harus memberikan penjelasan kepada Nasabah bahwa kebenaran dan/atau kesesuaian Dokumen Pendukung Outgoing Transfer atau surat pernyataan dengan tujuan Outgoing Transfer merupakan tanggung jawab Nasabah. 10. Bank harus memiliki sistem dan prosedur dalam perolehan keterangan dan data serta dalam penyusunan Laporan LLD yang dituangkan dalam suatu pedoman tertulis, sehingga Bank dapat menyampaikan Laporan LLD dengan benar dan tepat waktu. 11. Bank harus menunjuk petugas dan penanggung jawab untuk menyusun, memverifikasi, dan menyampaikan Laporan LLD kepada Bank Indonesia. Nama petugas dan penanggung jawab tersebut termasuk perubahannya harus disampaikan kepada Bank Indonesia. 12. Nasabah harus menyampaikan keterangan, data, Dokumen Pendukung DHE, dan/atau Dokumen Pendukung Outgoing Transfer atas permintaan Bank. VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI A. Sanksi Administratif Berupa Denda 1. Sanksi Atas Laporan LLD Tidak Benar Bagi Bank yang menyampaikan Laporan LLD secara tidak benar sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1 dikenakan sanksi administratif berupa denda dengan ketentuan sebagai berikut: a. Apabila Bank menyampaikan Laporan LLD yang belum memuat keterangan dan data sesuai dengan informasi dari Nasabah dan/atau dokumen pendukungnya, dimana secara teknis masih diisi dengan sandi sementara dan tidak diperbaiki sampai dengan berakhirnya MPL, Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap field yang tidak benar dengan denda paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Contoh: … 30 Contoh: Dalam Laporan Transaksi terkait RTE PL bulan Desember 2016 terdapat 1 (satu) record yang masih menggunakan sandi sementara, yaitu untuk field sandi kantor pabean (diisi ‘YYYYYY’), nomor pendaftaran PEB (diisi ‘YYYYYYYY’), dan tanggal PEB (diisi ‘YYYYYYYY’). Berdasarkan contoh tersebut, apabila sampai dengan tanggal 15 Januari 2017 sandi sementara tersebut belum diperbaiki, Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp150.000,00 (3 field x Rp50.000,00). b. Apabila Bank menyampaikan Laporan LLD secara tidak benar karena: 1) tidak memuat keterangan dan data sesuai dengan informasi dari Nasabah dan/atau dokumen pendukung-nya, antara lain karena: a. record yang sama disampaikan kepada Bank Indonesia lebih dari 1 (satu) kali; dan/atau b. Bank tidak melaporkan seluruh Kegiatan LLD dalam Laporan LLD, yang ditemukan pada kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam butir IV.I; dan/atau 2) Bank tidak dapat memberikan penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen pendukung pada saat kegiatan penelitian, Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap isian field yang tidak benar dengan denda paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Contoh: Berdasarkan kegiatan evaluasi terhadap laporan RTE untuk PL bulan Juli 2017 sampai dengan Desember 2017 terdapat 25 (dua puluh lima) isian field yang tidak benar, yang terdiri dari 10 (sepuluh) field sandi kantor pabean, 10 (sepuluh) field tanggal PEB, dan 5 (lima) field nilai PEB. Berdasarkan … 31 Berdasarkan contoh tersebut, Bank dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp1.250.000,00 (25 field x Rp50.000,00). 2. Sanksi Atas Keterlambatan Penyampaian Laporan LLD Bagi Bank yang terlambat menyampaikan Laporan LLD sebagaimana dimaksud dalam butir IV.F dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan. Contoh: Apabila Laporan LLD untuk PL bulan Januari 2017 diterima Bank Indonesia pada tanggal 20 Februari 2017 maka Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 5 (lima) hari keterlambatan dan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (5 x Rp1.000.000,00). 3. Sanksi Tidak Menyampaikan Laporan LLD Bagi Bank yang tidak menyampaikan Laporan LLD sebagaimana dimaksud dalam butir IV.G dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Contoh: Apabila sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 Laporan LLD untuk PL bulan Februari 2017 belum diterima Bank Indonesia maka Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD dan dikenakan sanksi denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 4. Sanksi atas Pengaksepan Perintah Transfer Dana Keluar untuk Transaksi LLD tanpa Dilengkapi Dokumen Pendukung Outgoing Transfer dari Nasabah atau Surat Pernyataan dari Nasabah. Bagi Bank yang melakukan pengaksepan Perintah Transfer Dana keluar untuk transaksi LLD berupa Outgoing Transfer tanpa dilengkapi Dokumen Pendukung Outgoing Transfer atau surat pernyataan dari Nasabah dikenakan sanksi administratif … 32 administratif berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk setiap Perintah Transfer Dana. Contoh: PT Z di Jakarta melakukan transaksi sebanyak 3 (tiga) kali pada tanggal 4 Januari 2017 melalui Bank A tanpa Dokumen Pendukung Outgoing Transfer atau surat pernyataan dengan rincian sebagai berikut:  USD150,000.00 (seratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) kepada perusahaan B di bank C Singapura,  USD230,000.00 (dua ratus tiga puluh ribu dolar Amerika Serikat) kepada PT D di bank E Surabaya. dan  USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) kepada perusahaan F di bank G Malaysia. Bank A mengaksep ketiga perintah ini pada tanggal yang sama, yaitu dengan mendebet rekening PT Z. Dalam hal ini, Bank A akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), yaitu atas pelanggaran ketentuan untuk transfer ke perusahaan B dan PT D. Untuk trasaksi ke perusahaan F di Malaysia tidak ada keharusan penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing Transfer atau surat pernyataan sehingga tidak dikenakan sanksi. 5. Pengenaan sanksi administratif berupa denda bagi Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4 dilakukan melalui surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia kepada Bank. 6. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 5 antara lain mencantumkan jenis pelanggaran dan besarnya denda yang harus dibayar serta pemberitahuan mengenai kesempatan bagi Bank untuk mengajukan pembebasan sanksi administratif berupa denda. 7. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam … 33 dalam angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4 tidak menggugurkan kewajiban penyampaian Laporan LLD oleh Bank. B. Sanksi Administratif Berupa Teguran Tertulis dan/atau Denda Kepada Nasabah dan Pemberitahuan Kepada Instansi Terkait 1. Nasabah yang dinyatakan tidak menyampaikan keterangan, data, dan/atau Dokumen Pendukung Outgoing Transfer dengan benar sebagaimana dimaksud dalam butir IV.I.12, dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau denda sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari nilai transaksi dengan nominal paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) untuk setiap Perintah Transfer Dana. 2. Bagi Nasabah yang dikenakan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1, sanksi denda dikenakan dalam mata uang Rupiah dan dihitung dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda. Contoh 1: Nasabah H melakukan transaksi Outgoing Transfer pada bulan Agustus 2017 dengan nilai transaksi sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). Setelah Bank Indonesia melakukan penelitian kebenaran Dokumen Pendukung Outgoing Transfer, Dokumen Pendukung Outgoing Transfer yang diberikan Nasabah untuk transaksi tersebut dinilai tidak memadai. Apabila kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp11.500,00 (sebelas ribu lima ratus rupiah) maka perhitungan denda Nasabah H sebesar (0,25% x USD1,000,000.00 x Rp11.500,00) = Rp28.750.000,00. Contoh 2: Nasabah I melakukan transaksi Outgoing Transfer pada bulan September 2017 dengan nilai transaksi sebesar USD2,000,000.00 … 34 USD2,000,000.00 (dua juta dolar Amerika Serikat). Setelah Bank Indonesia melakukan penelitian kebenaran Dokumen Pendukung Outgoing Transfer, Dokumen Pendukung Outgoing Transfer yang diberikan Nasabah untuk transaksi tersebut dinilai tidak memadai. Apabila kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengenaan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp11.500,00 (sebelas ribu lima ratus rupiah) maka perhitungan denda Nasabah I sebesar (0,25% x USD2,000,000.00 x Rp11.500,00) = Rp57.500.000,00. Mengingat perhitungan denda tersebut melebihi nilai denda maksimal maka Nasabah I dikenakan denda maksimal sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 3. Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda sebagimana dimaksud dalam angka 1, Bank Indonesia dapat menyampaikan informasi mengenai sanksi administratif berupa denda yang dikenakan ke Nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1, kepada: a. Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal sanksi dikenakan kepada Nasabah berupa bank atau lembaga keuangan bukan bank; b. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, dalam hal sanksi dikenakan kepada Nasabah berupa korporasi Badan Usaha Milik Negara; dan/atau c. Bursa Efek Indonesia, dalam hal sanksi dikenakan kepada Nasabah berupa korporasi publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. 4. Pengenaan sanksi administratif berupa denda bagi Nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan melalui surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia kepada Nasabah. 5. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 4 antara lain mencantumkan jenis pelanggaran dan besarnya denda yang harus dibayar, rekening Bank Indonesia tujuan pembayaran … 35 pembayaran sanksi administratif berupa denda, serta pemberitahuan mengenai kesempatan bagi Nasabah untuk mengajukan pembebasan sanksi administratif berupa denda. 6. Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disetorkan ke rekening Bank Indonesia. C. Pembebasan Sanksi Administratif Berupa Denda 1. Bank atau Nasabah yang telah dikenakan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, butir A.2, butir A.3, butir A.4, dan butir B.1 dapat diberikan pembebasan sanksi administratif berupa denda. 2. Pembebasan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diberikan dalam hal: a. Bank atau Nasabah menyampaikan surat permohonan pembebasan pengenaan sanksi administratif berupa denda dengan mengacu pada contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang disertai dengan bukti pendukung; dan b. berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Bank atau Nasabah tidak melakukan pelanggaran terhadap pemenuhan kewajiban pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank dan penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing Transfer oleh Nasabah kepada Bank. 3. Permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a disampaikan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya surat penetapan sanksi administratif berupa denda. Contoh: Bank Indonesia pada tanggal 10 Juni 2017 menerbitkan surat penetapan sanksi administratif berupa denda terhadap Bank J atas pelanggaran kewajiban pelaporan Kegiatan LLD PL … 36 PL bulan April 2017. Dalam hal ini, Bank J dapat menyampaikan permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda kepada Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 31 Juli 2017. 4. Bank Indonesia tidak akan memproses pengajuan permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a, dalam hal: a. Permohonan melewati akhir bulan berikutnya setelah diterbitkannya surat penetapan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 3. Contoh: Bank J pada contoh sebagaimana dimaksud dalam angka 3 di atas dapat menyampaikan permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 31 Juli 2017. Apabila Bank J menyampaikan permohonan pada tanggal 1 Agustus 2017, Bank Indonesia tidak akan memproses permohonan tersebut. b. Permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a. 5. Bank Indonesia melakukan penelitian atas bukti pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a. yang disampaikan oleh Bank atau Nasabah. 6. Dalam hal Bank atau Nasabah terbukti tidak melakukan pelanggaran kewajiban penyampaian Laporan LLD oleh Bank dan penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing Transfer oleh Nasabah kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam butir III.A dan butir IV.H, Bank Indonesia akan menginformasikan secara tertulis kepada Bank atau Nasabah bahwa Bank atau Nasabah dibebaskan dari kewajiban membayar sanksi administratif berupa denda. 7. Dalam hal Bank atau Nasabah terbukti melakukan pelanggaran kewajiban penyampaian Laporan LLD oleh Bank dan penyampaian Dokumen Pendukung Outgoing Transfer oleh Nasabah kepada Bank, Bank Indonesia menyampaikan: a. surat … 37 a. surat penolakan terhadap permohonan pembebasan sanksi administratif berupa denda kepada Bank atau Nasabah; atau b. surat penetapan sanksi administratif berupa denda yang baru jika terdapat koreksi terhadap nominal sanksi administratif berupa denda yang telah disampaikan sebelumnya oleh Bank Indonesia. 8. Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Bank di Bank Indonesia setelah batas waktu pengajuan permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a berakhir. VII. PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DALAM KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) 1. Keadaan memaksa merupakan keadaan yang berada di luar kendali Bank dan secara nyata dialami Bank yang disebabkan antara lain karena kebakaran, kerusuhan massa, pemogokan pekerja, terorisme, bom, perang, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dibenarkan oleh penguasa atau pejabat dari instansi terkait di daerah setempat, termasuk Bank Indonesia. 2. Bank yang mengalami keadaan memaksa sehingga menyebabkan keterangan, data, dan/atau dokumen pendukung dalam penyusunan Laporan LLD tidak tersedia, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD dan koreksinya sebagaimana dimaksud dalam butir III.A dan butir III.B. Contoh: Pada bulan April 2017, tempat kedudukan Bank mengalami gempa bumi yang mengakibatkan Bank tidak dapat menyusun Laporan LLD bulan tersebut karena hilangnya data. Dalam hal ini, Bank dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD PL bulan April 2017. 3. Bank yang mengalami keadaan memaksa sehingga menyebabkan terhambatnya penyampaian Laporan LLD, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD dan koreksinya dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D dan butir IV.E … 38 IV.E. Contoh: Pada tanggal 15 Mei 2017 sampai dengan 23 Mei 2017 terjadi pemogokan seluruh karyawan Bank yang mengakibatkan Bank terhambat menyampaikan Laporan LLD. Dalam hal ini, Bank dapat menyampaikan Laporan LLD dimaksud melewati batas waktu penyampaian laporan dan tidak dikenakan sanksi administratif. 4. Bank yang mengalami keadaan memaksa harus segera menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan memberikan penjelasan mengenai keadaan memaksa yang dialami yang paling kurang memuat: a. jenis keadaan memaksa dengan melampirkan surat keterangan yang dibenarkan oleh penguasa atau pejabat dari instansi terkait di daerah setempat; b. dampak terhadap pelaporan; dan c. perkiraan lamanya keadaan memaksa. 5. Bank dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa sebagaimana dimaksud dalam angka 1 melalui kantor pusat Bank, kantor cabang Bank, atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank. 6. Pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa yang terjadi selama 1 (satu) PL atau lebih harus disampaikan untuk setiap PL sampai dengan berakhirnya keadaan memaksa. 7. Pengecualian kewajiban menyampaikan laporan untuk PL sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 berlaku dalam hal Bank memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk tidak menyampaikan laporan. VIII. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN LLD SECARA OFFLINE DAN SURAT MENYURAT KEPADA BANK INDONESIA Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD secara offline dan surat menyurat kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut: 1. Bagi … 39 1. Bagi Bank yang berkedudukan di dalam wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Laporan LLD Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 16 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 2. Bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat sebagaimana diatur dalam Lampiran I. 3. Help desk untuk komunikasi melalui media elektronik: Telepon : (021) 29817410 dan (021) 29818388 Faksimili : (021) 3800134 E-mail : lldbank@bi.go.id Khusus komunikasi terkait sistem informasi dan jaringan, ditujukan kepada Departemen Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia dengan nomor telepon (021) 29818000. 4. Dalam hal terdapat perubahan: a. alamat penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD secara offline dan surat menyurat; serta b. media untuk komunikasi, Bank Indonesia akan menyampaikan perubahan tersebut melalui surat atau media lainnya kepada Bank. IX. PENUTUP 1. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank; b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/12/DSM tanggal 21 Maret 2012 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia … 40 Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank; dan c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/20/DSta tanggal 28 November 2014 perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 2. Pengenaan sanksi atas Pengaksepan Perintah Transfer Dana Keluar untuk Transaksi LLD tanpa dilengkapi Dokumen Pendukung Outgoing Transfer dari Nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.4 dan butir VI.B mulai berlaku untuk data PL bulan Maret 2017 yang disampaikan pada bulan April 2017. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku untuk data PL bulan November 2016 yang disampaikan pada bulan Desember 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, TTD PERRY WARJIYO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/23/DSta|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah </reg_title> <set_date> 26 Oktober 2016 </set_date> <effective_date> data PL bulan November 2016 yang disampaikan pada bulan Desember 2016 </effective_date> <replaced_reg> '14/12/DSM|SE-BI/2012', '16/20/DSta|SE-BI/2014', '13/33/DSM|SE-BI/2011' </replaced_reg> <related_reg> '16/10/PBI/2014', '18/10/PBI/2016', '17/23/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 18/ 16 /DSta Jakarta, 27 Juli 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/2/DSM tanggal 22 Januari 2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/40/PBI/2008 tentang Laporan Bulanan Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 205, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4950) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/2/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5113), pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 235, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5478) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/3/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5856), dan dalam rangka memperoleh tambahan informasi sehubungan dengan pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5706) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/17/PBI/2015 tentang... 2 tentang Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 264, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5753) serta dalam rangka menyelaraskan Laporan Bulanan Bank Umum dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, perlu melakukan perubahan keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/2/DSM tanggal 22 Januari 2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum sebagaimana telah diubah beberapa kali, dengan Surat Edaran Bank Indonesia: a. Nomor 12/7/DSM tanggal 10 Maret 2010; b. Nomor 14/5/DSM tanggal 27 Januari 2012; c. Nomor 16/21/DSta tanggal 12 Desember 2014, sebagai berikut: Ketentuan dalam angka II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: II. FORMAT LAPORAN DAN TATA CARA PELAPORAN Format Laporan dan tata cara pelaporan diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku untuk pelaporan data bulan Juli 2016 yang disampaikan pada bulan Agustus 2016. Desembr Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, PERRY WARJIYO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/16/DSta|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/2/DSM tanggal 22 Januari 2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum </reg_title> <set_date> 27 Juli 2016 </set_date> <effective_date> pelaporan data bulan Juli 2016 yang disampaikan pada bulan Agustus 2016 </effective_date> <changed_reg> '11/2/DSM|SE-BI/2009' </changed_reg> <extension_of> '12/7/DSM|SE-BI/2010', '14/5/DSM|SE-BI/2012', '16/21/DSta|SE-BI/2014' </extension_of> <related_reg> '12/2/PBI/2010', '10/40/PBI/2008', '18/3/PBI/2016', '11/2/DSM|SE-BI/2009', '17/10/PBI/2015', '17/17/PBI/2015', '15/15/PBI/2013', '12/7/DSM|SE-BI/2010', '14/5/DSM|SE-BI/2012', '16/21/DSta|SE-BI/2014' </related_reg>
No. 15/37/DSta Jakarta, 5 September 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/4/PBI/2013 tentang Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5437), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM A. Dalam rangka mendukung pengambilan kebijakan di bidang moneter, sistem pembayaran, dan pengawasan perbankan, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Stabilitas Moneter Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut Laporan, secara benar, lengkap dan tepat waktu sesuai dengan format laporan dan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia. B. Format Laporan dan tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan merupakan petunjuk pelaksanaan yang memberikan penjabaran ... 2 penjabaran lebih lanjut mengenai sistematika penyusunan dan penyampaian Laporan. II. FORMAT LAPORAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN A. CAKUPAN LAPORAN Laporan terdiri atas: 1. Laporan Per Kantor; 2. Laporan Gabungan; 3. Laporan Perusahaan Anak; dan 4. Laporan Konsolidasi. B. Penyusunan Laporan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Penyesuaian penyajian data dari format pembukuan keuangan intern Bank Pelapor menjadi format Laporan, berpedoman pada Petunjuk Teknis Kamus Data Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. PETUGAS DAN/ATAU PENANGGUNG JAWAB LAPORAN A. Bank Pelapor wajib menunjuk petugas dan/atau penanggung jawab untuk menyusun, memverifikasi, dan menyampaikan Laporan. B. Penunjukan petugas dan/atau penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada huruf A tidak mengurangi dan/atau menghilangkan tanggung jawab direksi Bank dan/atau pimpinan Kantor Cabang. C. Bank Pelapor wajib melaporkan petugas dan/atau penanggung jawab yang ditunjuk kepada Bank Indonesia, termasuk apabila terdapat ... 3 terdapat perubahan petugas dan/atau penanggung jawab, dengan mengajukan surat permohonan untuk memperoleh dan/atau mengubah user ID dan password pengiriman Laporan. D. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf C disampaikan kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Menara Sjafruddin Prawiranegara, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350. IV. TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN A. Sandi kantor Bank Pelapor 1. Bank Pelapor harus memiliki sandi kantor Bank Pelapor sebelum melakukan penyampaian Laporan, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank Pelapor yang baru dibuka mengajukan surat permohonan untuk memperoleh sandi kantor Bank Pelapor dengan melampirkan izin pembukaan kantor Bank. Permohonan diajukan sebelum Bank Pelapor melakukan kegiatan operasional. b. Kantor pusat Bank mengajukan surat permohonan untuk memperoleh sandi Perusahaan Anak. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b ditandatangani oleh pejabat Bank yang berwenang dan disampaikan kepada Bank Indonesia. 2. Bank Pelapor yang telah mendapatkan persetujuan penurunan status atau penutupan kantor, atau dibubarkan karena merger dengan bank lain, harus mengajukan surat permohonan penutupan sandi kantor Bank Pelapor dimaksud kepada Bank Indonesia dengan melampirkan fotokopi surat persetujuan penutupan kantor atau surat persetujuan merger dan fotokopi surat laporan pelaksanaan penutupan dimaksud. 3. Surat kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c dan angka 2 di atas disampaikan kepada Departemen ... 4 Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Prawiranegara, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350. B. Bank Pelapor wajib menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan secara Online kepada Bank Indonesia. C. Bank Pelapor wajib menyampaikan Laporan secara lengkap untuk setiap cakupan Laporan. Contoh: Untuk Laporan Per Kantor, Bank Pelapor harus mengirimkan 57 form, antara lain laporan posisi keuangan/neraca dan rekening administratif, laporan laba rugi, dan rinciannya. D. Dalam hal Bank Pelapor tidak memiliki posisi, transaksi, atau mutasi, Bank Pelapor tetap harus menyampaikan form header sebagaimana diatur dalam Lampiran II. E. Bank Pelapor harus memastikan Laporan yang terkirim dapat lolos validasi melalui Single Reporting Platform (SRP) dengan tata cara sebagaimana dimaksud pada Petunjuk Teknis Single Reporting Platform (SRP) dalam Lampiran III, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. F. Bank harus menyediakan infrastruktur yang memadai agar Bank Pelapor dapat menyusun dan menyampaikan Laporan yang sesuai dengan ketentuan ini. G. Dalam hal Bank Pelapor memenuhi persyaratan pelaporan secara Offline maka penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan secara Offline dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: 1. Laporan dan/atau koreksi Laporan secara Offline disampaikan kepada Bank Indonesia dalam bentuk media perekaman data elektronik, antara lain USB flash drive atau optical disc storage (Digital Versatile Disc atau Compact Disc); 2. penyampaian Laporan secara Offline harus disertai surat pemberitahuan alasan pengiriman Offline dan hasil cetak Menara Sjafruddin komputer ... 5 komputer (hardcopy) dari laporan posisi keuangan/neraca dan rekening administratif dan laporan laba rugi; 3. penyampaian koreksi Laporan secara Offline harus disertai surat pemberitahuan alasan pengiriman secara Offline, informasi yang berubah dan disertai hasil cetak komputer (hardcopy) dari informasi yang berubah tersebut. 4. Surat pemberitahuan alasan pengiriman secara Offline sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 tidak perlu disampaikan kepada Bank Indonesia dalam hal penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan secara Offline disebabkan karena adanya gangguan teknis dan/atau gangguan lainnya pada sistem atau jaringan telekomunikasi di Bank Indonesia. 5. Penyampaian Laporan secara Offline disampaikan kepada Bank Indonesia pada Hari Kerja dan jam kerja Bank Indonesia. H. Bank Pelapor dinyatakan telah menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan pada tanggal diterimanya Laporan dan/atau koreksi Laporan oleh Bank Indonesia yang tercantum pada tanda terima penyampaian Laporan. I. Tanda terima penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf H diberikan apabila Laporan dan/atau koreksi Laporan dinyatakan lolos validasi oleh Bank Indonesia. V. PENYAMPAIAN PERTANYAAN Pertanyaan yang berkaitan dengan Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah disampaikan kepada: a. Help Desk Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350, Telp. 021-29818000, email: helpdesk@bi.go.id atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat. VI. TATA ... 6 VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI A. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Bank Pelapor mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Bank Pelapor dan besarnya sanksi kewajiban membayar yang dikenakan. B. Pengenaan sanksi kewajiban membayar dilakukan dengan cara mendebet rekening giro rupiah Bank Pelapor pada Bank Indonesia. VII. PERALIHAN Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Syariah yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/19/DSM tanggal 10 Juni 2011 masih tetap berlaku untuk penyampaian Laporan sampai dengan data bulan April 2014 yang disampaikan pada bulan Mei 2014. VIII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Syariah; b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/5/DSM tanggal 13 Februari 2008 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor Laporan Bulanan Bank Umum Syariah; c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/19/DSM tanggal 10 Juni 2011 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor Laporan Bulanan Bank Umum Syariah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak pelaporan data bulan Mei 2014. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal 5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal Agar ... 7 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, PERRY WARJIYO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/37/DSta|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title> <set_date> 5 September 2013 </set_date> <replaced_reg> '5/31/DSM|SE-BI/2003', '13/19/DSM|SE-BI/2011', '10/5/DSM|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '15/4/PBI/2013' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 13/ 16 / DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/35/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5198) perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/35/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, sebagai berikut: 1. Ketentuan dalam butir I.3. diubah sehingga butir I.3. berbunyi sebagai berikut: 3. Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan antara lain dengan cara sebagai berikut: a. Penjadwalan ... 2 a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya, tidak termasuk perpanjangan atas pembiayaan mudharabah atau musyarakah yang memenuhi kualitas lancar dan telah jatuh tempo serta bukan disebabkan nasabah mengalami penurunan kemampuan membayar; b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain meliputi: 1) perubahan jadwal pembayaran; 2) perubahan jumlah angsuran; 3) perubahan jangka waktu; 4) perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah; 5) perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah; dan/atau 6) pemberian potongan. c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang antara lain meliputi: 1) penambahan ... 3 1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan BPRS; 2) konversi akad Pembiayaan; yang dapat disertai dengan penjadwalan kembali (rescheduling) atau persyaratan kembali (reconditioning). 2. Ketentuan dalam butir II ditambah 1 angka yakni angka 6, sehingga butir II berbunyi sebagai berikut: II. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR Kebijakan dan prosedur Restrukturisasi Pembiayaan mencakup paling kurang hal-hal sebagai berikut: 1. Penetapan pejabat atau pegawai khusus untuk menangani Restrukturisasi Pembiayaan. 2. Penetapan limit wewenang memutus Pembiayaan yang direstrukturisasi. 3. Kriteria Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi. 4. Sistem dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk penetapan penyerahan Pembiayaan yang akan direstrukturisasi kepada pejabat atau pegawai khusus yang ditunjuk dan penyerahan kembali Pembiayaan yang telah berhasil direstrukturisasi kepada pejabat atau pegawai khusus yang ditunjuk sebagai pengelola Pembiayaan. 5. Sistem informasi manajemen Restrukturisasi Pembiayaan, antara lain berupa laporan berkala mengenai perkembangan penanganan Pembiayaan yang direstrukturisasi. 6. Penetapan ... 4 6. Penetapan jumlah maksimal pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan terhadap Pembiayaan yang tergolong Non-Lancar (Kurang Lancar, Diragukan dan Macet). Batas jumlah maksimal dimaksud berlaku untuk keseluruhan pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan dengan kolektibilitas Non-Lancar bukan masing-masing kolektibilitas Pembiayaan Non-Lancar. untuk 7. BPRS melakukan penyempurnaan terhadap kebijakan dan prosedur Restrukturisasi Pembiayaan apabila berdasarkan hasil analisis Bank Indonesia, kebijakan dan prosedur tersebut dinilai kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Ketentuan dalam butir VI. 1. c. 1) diubah sehingga butir VI. 1. c. 1) berbunyi sebagai berikut: 1) BPRS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah atau piutang istishna’ dengan memperhitungkan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’. Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah kewajiban nasabah dengan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’, maka diakui sebagai berikut: a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada jumlah kewajiban nasabah, maka sisa kewajiban nasabah tersebut tetap menjadi hak BPRS, yang penyelesaiannya disepakati antara BPRS dan nasabah; b) apabila nilai wajar lebih besar daripada jumlah kewajiban nasabah, maka selisih nilai tersebut diakui sebagai uang muka ijarah muntahiya bittamlik atau menambah porsi modal nasabah untuk musyarakah atau mengurangi modal mudharabah dari BPRS. 4. Ketentuan ... 5 4. Ketentuan dalam butir VII diubah sehingga butir VII berbunyi sebagai berikut: VII. PELAPORAN 1. BPRS pelapor wajib menyampaikan laporan Restrukturisasi Pembiayaan kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya paling lama tanggal 14 (empat belas) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 2. Penyusunan dan penyampaian laporan Restrukturisasi Pembiayaan secara on-line dilakukan dengan menggunakan Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS. 3. Tata cara pengoperasian aplikasi Laporan Restrukturisasi Pembiayaan terdapat dalam buku mengenai Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS, yang disampaikan kepada BPRS. 4. BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan laporan Restrukturisasi Pembiayaan apabila menyampaikan laporan secara on-line setelah tanggal 14 (empat belas) sampai dengan tanggal 21 (dua puluh satu) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 5. BPRS dinyatakan tidak menyampaikan laporan Restrukturisasi Pembiayaan apabila belum menyampaikan laporan sampai dengan tanggal 21 (dua puluh satu) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan, dan BPRS tetap wajib menyampaikan laporan ... 6 laporan Restrukturisasi Pembiayaan yang dilakukan secara off-line kepada Bank Indonesia. 6. Laporan Restrukturisasi Pembiayaan secara on-line dapat disampaikan pada hari Sabtu atau hari libur. 7. Penyampaian laporan Restrukturisasi Pembiayaan secara off-line sebagaimana dimaksud pada angka 5 dilakukan dengan menggunakan disket atau cd–rom dan hasil cetak komputer (hard copy) sebanyak 1 (satu) set disertai hasil validasi yang telah ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, paling lambat pukul 16.00 WIB; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lambat pukul 16.00 waktu setempat. 8. Tanggal penerimaan laporan Restrukturisasi Pembiayaan BPRS yang disampaikan secara off-line adalah tanggal stempel pos untuk yang dikirim via pos atau tanda terima dari jasa ekspedisi atau tanggal tanda terima Bank Indonesia apabila disampaikan secara langsung. 9. Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah diterima oleh Bank Indonesia secara off-line, BPRS menyampaikan ulang disket ... 7 disket atau cd-rom laporan Restrukturisasi Pembiayaan setelah diminta oleh Bank Indonesia. 10. BPRS menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan pengecualian penyampaian laporan Restrukturisasi Pembiayaan secara on-line dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, paling lambat pukul 16.00 WIB; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lambat pukul 16.00 waktu setempat. 11. Dalam hal tanggal 14 sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan tanggal 21 sebagaimana dimaksud pada angka 5 jatuh pada hari Sabtu atau hari libur dan BPRS akan menyampaikan laporan Restrukturisasi Pembiayaan tidak secara on-line, maka laporan Restrukturisasi Pembiayaan secara off-line disampaikan pada hari kerja sebelumnya. 12. Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan Restrukturisasi Pembiayaan secara off-line adalah hari libur nasional dan/atau hari libur setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. 13. Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan Restrukturisasi Pembiayaan, BPRS perlu melakukan persiapan serta menyediakan sarana dan sumber daya manusia sebagai berikut: a. Personal ... 8 a. Personal Computer dengan memenuhi konfigurasi minimal hardware dan software sebagaimana tercantum dalam buku mengenai Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS; b. Pegawai yang ditugaskan (Petugas) untuk mengoperasikan aplikasi dan melakukan verifikasi laporan Restrukturisasi Pembiayaan; c. Penanggungjawab yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi ulang dalam rangka meyakini kebenaran laporan Restrukturisasi Pembiayaan serta menyampaikan laporan Restrukturisasi Pembiayaan kepada Bank Indonesia. d. Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer yang digunakan, aplikasi, dan data laporan Restrukturisasi Pembiayaan. e. Back up data laporan Restrukturisasi Pembiayaan yang ditatausahakan dengan baik. 14. BPRS melaporkan daftar nasabah Pembiayaan yang direstrukturisasi pada bulan laporan dan nasabah Pembiayaan yang direstrukturisasi pada bulan-bulan sebelumnya yang masih tercatat sebagai nasabah BPRS sampai dengan bulan laporan. 15. Format dan tata cara penyusunan laporan Restrukturisasi Pembiayaan diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan Restrukturisasi Pembiayaan BPRS sebagaimana tercantum dalam Lampiran ... 9 Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Kewajiban penyampaian laporan Restrukturisasi Pembiayaan secara on-line mulai berlaku sejak pelaporan data bulan Mei 2011 yang disampaikan pada bulan Juni 2011. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2011 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/16/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/35/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title> <set_date> 30 Mei 2011 </set_date> <effective_date> 30 Mei 2011 </effective_date> <changed_reg> '10/35/DPbS|SE-BI/2008' </changed_reg> <related_reg> '10/18/PBI/2008', '13/9/PBI/2011', '10/35/DPbS|SE-BI/2008' </related_reg>
No. 6/43/DPNP Jakarta, 7 Oktober 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) Sehubungan dengan semakin berkembangnya kegiatan pemasaran perusahaan asuransi melalui kerjasama dengan Bank (bancassurance), maka disadari bahwa kegiatan tersebut selain memberikan manfaat juga berpotensi menimbulkan berbagai risiko bagi Bank, terutama risiko hukum dan risiko reputasi. Untuk itu, dalam rangka mendukung perkembangan pasar keuangan, meningkatkan penerapan manajemen risiko oleh Bank, melindungi kepentingan nasabah Bank dan sejalan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi serta sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292), dipandang perlu untuk mengatur penerapan manajemen risiko pada Bank yang melakukan kerjasama dengan perusahaan asuransi (bancassurance) sebagai berikut : I. UMUM 1. Kerjasama pemasaran antara Bank (bancassurance) dapat dilakukan melalui : dengan perusahaan asuransi a. Perjanjian ... a. Perjanjian Pemasaran (Distribution Agreement) yaitu kesepakatan Bank dengan perusahaan asuransi kepada nasabah yang dapat dilakukan oleh Bank melalui penawaran secara tatap muka (direct marketing), menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), atau melalui pengiriman surat kepada nasabah (direct mailing); b. Perjanjian Aliansi Strategis (Strategic Alliance Agreement) yaitu kesepakatan Bank dengan perusahaan asuransi untuk memasarkan asuransi dengan cara : (i) memodifikasi asuransi dengan produk Bank untuk memenuhi kebutuhan nasabah atau (ii) melalui penggunaan saluran pemasaran termasuk penggunaan sebagian ruangan Bank oleh perusahaan asuransi (channel management); c. Kepemilikan Bersama (Joint Venture) yaitu Bank dan perusahaan asuransi mendirikan bersama suatu perusahaan untuk memasarkan asuransi; d. Kelompok Jasa Keuangan (Financial Services Group) yaitu bentuk kerjasama yang lebih terintegrasi antara Bank dengan perusahaan asuransi, dimana perusahaan asuransi dapat mendirikan atau membeli Bank atau sebaliknya. 2. Bank yang melakukan aktivitas bancassurance harus memperhatikan ketentuan terkait yang berlaku di bidang perbankan dan asuransi, antara lain Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 tanggal 7 September 2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, dan Keputusan Menteri Keuangan No. 426/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. 3. Dalam melakukan aktivitas bancassurance, Bank dilarang menanggung atau turut menanggung risiko yang timbul dari asuransi. untuk memasarkan asuransi II. PENERAPAN ... II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO 1. Bank yang menyelenggarakan aktivitas bancassurance wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum mengingat Bank menghadapi berbagai risiko yang melekat pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Hukum dan risiko Reputasi. Penerapan Manajemen Risiko tersebut antara lain meliputi namun tidak terbatas pada: a. penetapan perusahaan asuransi yang menjadi mitra Bank; b. penyusunan perjanjian kerjasama; c. penerapan ketentuan rahasia Bank; dan d. penerapan prinsip perlindungan nasabah. Penerapan Manajemen Risiko dalam huruf a sampai dengan huruf d di atas berlaku bagi penyelenggaraan aktivitas bancassurance dengan perusahaan asuransi yang merupakan pihak terkait maupun pihak tidak terkait dengan Bank. 2. Dalam menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada butir 1.a di atas, Bank wajib melakukan seleksi terhadap perusahaan asuransi yang akan menjadi mitra Bank dalam aktivitas bancassurance dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Perusahaan asuransi yang dapat dijadikan mitra adalah perusahaan asuransi yang memenuhi tingkat solvabilitas minimal sesuai ketentuan yang berlaku; b. Bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan untuk melakukan aktivitas bancassurance sesuai ketentuan yang berlaku; c. Bank wajib memantau, menganalisis dan mengevaluasi kinerja dan atau reputasi perusahaan asuransi mitra secara berkala sekurang- kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun; d. Bank wajib mengakhiri kerjasama sebelum berakhirnya perjanjian atau tidak memperpanjang kerjasama apabila: 1) kinerja perusahaan asuransi mitra tidak 2) menurunnya reputasi perusahaan asuransi mitra yang secara signifikan mempengaruhi profil risiko Bank; e. Dalam ... lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas; dan atau e. Dalam hal asuransi yang dipasarkan terkait dengan investasi (investment link/unit link), Bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan antara lain: 1) memiliki tenaga ahli dengan kualifikasi wakil manajer investasi dan berpengalaman di bidangnya sekurang- kurangnya 3 (tiga) tahun; 2) memisahkan kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi yang bersumber dari asuransi yang terkait dengan investasi dengan kekayaan dan kewajiban yang bersumber dari asuransi jiwa lainnya; dan 3) melaksanakan hal-hal lain yang diperlukan untuk pengelolaan dana investasi yang dipercayakan oleh nasabah secara optimal, profesional dan independen. 3. Dalam menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada butir 1.b di atas, maka dalam menyusun perjanjian kerjasama dengan perusahaan asuransi mitra, Bank wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak (Bank dan perusahaan asuransi, termasuk nasabah tertanggung); b. Setiap perjanjian hanya memuat satu kerjasama sebagaimana dimaksud dalam butir I.1 dengan menyebutkan secara spesifik jenis-jenis asuransi yang dipasarkan; c. Penetapan secara jelas jangka waktu perjanjian kerjasama; d. Penetapan klausula yang memuat kondisi batalnya perjanjian kerjasama termasuk klausula yang memungkinkan Bank menghentikan kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian antara lain sebagaimana dimaksud dalam butir II 2.d; e. Kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing pihak (Bank dan perusahaan asuransi, termasuk nasabah tertanggung) apabila perjanjian kerjasama berakhir. 4. Dalam menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada butir 1.c di atas, Bank wajib memastikan bahwa penggunaan data nasabah tidak melanggar ketentuan mengenai Rahasia Bank sebagaimana ... sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 28 dan Pasal 40 Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh Bank antara lain sebagai berikut: a. Memenuhi ketentuan yang berlaku mengenai persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia Bank, antara lain berdasarkan permintaan, persetujuan atau kuasa yang dibuat secara tertulis dari nasabah untuk menggunakan data nasabah dengan menyebutkan secara spesifik tujuan, jenis data nasabah dan asuransi yang diminati; b. Memberitahukan kepada perusahaan asuransi mitra agar tidak menggunakan data nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf a selain untuk tujuan yang telah disetujui oleh nasabah; c. Mewajibkan perusahaan asuransi mitra untuk tetap merahasiakan data nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf a walaupun perjanjian kerjasama dihentikan atau telah berakhir; dan d. Tidak memberikan data nasabah kepada pihak ketiga (outsourcing) dalam hal Bank menggunakan jasa pihak ketiga dalam rangka kerjasama pemasaran asuransi. 5. Dalam menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada butir 1.d di atas, Bank wajib menerapkan prinsip-prinsip pokok transparansi berkaitan dengan asuransi yang dipasarkan, antara lain : a. Menjelaskan secara lisan dan tulisan kepada nasabah antara lain sebagai berikut: 1) Asuransi yang dipasarkan bukan merupakan produk Bank dan tidak termasuk pemerintah; 2) Penggunaan logo dan atau atribut Bank lainnya dalam brosur atau dokumen pemasaran (marketing) lainnya tidak dapat diartikan bahwa asuransi tersebut merupakan produk Bank; asuransi seperti fitur, persyaratan, risiko, manfaat, biaya-biaya asuransi serta prosedur klaim oleh nasabah; dalam cakupan program penjaminan 3) Karakteristik b. Dalam ... b. Dalam hal asuransi yang dipasarkan merupakan hasil pengembangan dengan produk Bank (bundling product), maka: 1) Bank wajib menjelaskan kepada nasabah secara lisan dan tulisan bagian yang menjadi hak dan kewajiban masing- masing pihak; 2) Nasabah secara individual harus mendapatkan polis asuransi atau tanda bukti kepesertaan dalam hal nasabah diikutsertakan dalam produk asuransi kumpulan/kolektif; c. Dalam hal yang dipasarkan merupakan asuransi yang terkait dengan investasi (investment link/unit link), maka: 1) Bank wajib menjelaskan secara lisan dan tulisan kepada nasabah karakteristik investasi tersebut yang sekurang- kurangnya mencakup portofolio aset investasi, prosedur dan pihak yang melakukan valuasi nilai unit, manajer investasi, bank kustodian, risiko investasi yang dihadapi, persyaratan dan tata cara untuk penjualan kembali (redeem) serta pihak yang bertanggung jawab untuk menyampaikan laporan valuasi nilai unit kepada nasabah; 2) Bank dilarang memberikan jaminan atau turut memberikan jaminan baik secara langsung maupun tidak langsung, apabila asuransi yang terkait investasi tersebut menawarkan jaminan tingkat penghasilan atau pengembalian tertentu. d. Penjelasan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c di atas, wajib dilakukan oleh petugas Bank yang memenuhi kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku antara lain : 1) memiliki sertifikasi keagenan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; dan 2) telah memperoleh pelatihan mengenai asuransi yang akan dipasarkan. e. Bank wajib pula meminta petugas asuransi yang melakukan pemasaran asuransi di kantor-kantor bank (in-branch sales) untuk memenuhi hal-hal sebagaimana diatur dalam huruf a sampai dengan huruf c di atas; f. Dalam ... f. Dalam hal Bank memutuskan untuk menghentikan atau mengakhiri perjanjian kerjasama, maka Bank wajib segera memberitahukan keputusan tersebut secara tertulis kepada seluruh nasabah, termasuk kelanjutan penyelesaian hak dan kewajiban sehubungan dengan asuransi yang telah dipasarkan. III. PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO 1. Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka II di atas, wajib dituangkan dalam kebijakan dan prosedur secara tertulis sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. 2. Bank yang telah melaksanakan aktivitas bancassurance dan telah memiliki kebijakan dan prosedur tertulis penerapan manajemen risiko pada aktivitas bancassurance, namun belum sesuai dengan penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka II di atas, wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur serta aktivitas bancassurance yang dilakukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak ketentuan ini berlaku. IV. PELAPORAN 1. Bank yang pertama kali menyelenggarakan aktivitas bancassurance wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak aktivitas tersebut efektif dilaksanakan sesuai Pasal 25 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, dengan menggunakan format laporan sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 yang memuat: a. Prosedur pelaksanaan (standard operating procedures/SOP) bancassurance; b. Organisasi dan kewenangan untuk melaksanakan bancassurance; c. Hasil identifikasi Bank bancassurance; d. Hasil uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko yang melekat pada bancassurance; e. Hasil analisis aspek hukum bancassurance. 2. Pelaksanaan ... terhadap risiko yang melekat pada 2. Pelaksanaan kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas dikecualikan bagi Bank yang telah efektif melaksanakan aktivitas bancassurance sebelum Bank tersebut menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. V. LAIN-LAIN 1. Guna meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko, maka Bank yang telah melakukan aktivitas bancassurance wajib melakukan evaluasi dan audit terhadap kegiatan tersebut atas pemenuhan penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka II di atas. 2. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap efektivitas dan kesesuaian penerapan manajemen risiko khususnya yang berkaitan dengan aktivitas bancassurance yang dilakukan oleh Bank. VI. SANKSI 1. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka IV dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. 2. Pelanggaran atas penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam angka II dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. VII. PENUTUP ... VII. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 7 Oktober 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/43/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) </reg_title> <set_date> 7 Oktober 2004 </set_date> <effective_date> 7 Oktober 2004 </effective_date> <related_reg> '5/8/PBI/2003', '426/KMK.06/2003|KEP-MENKEU/2003' </related_reg>
No. 10/40/DPM 31 Maret Jakarta, 17 November 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835) serta dalam rangka mengatur kepesertaan Bank Umum Syariah (BUS) yang berasal dari perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional, khususnya pada awal perubahan kegiatan usaha, dalam mengikuti lelang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dipandang perlu mengubah ketentuan BAB IV Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah melalui Lelang sehingga berbunyi sebagai berikut : IV. KETENTUAN DAN PERSYARATAN LELANG SBIS 1. BUS atau UUS mengajukan penawaran pembelian SBIS kepada Bank Indonesia. 2. BUS… 2 2. BUS atau UUS yang mengajukan penawaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah BUS atau UUS yang memiliki FDR paling kurang 80% (delapan puluh per seratus) berdasarkan perhitungan Bank Indonesia dan tidak sedang dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS. 3. Dalam hal BUS yang mengajukan penawaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 berasal dari perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional dan data FDR BUS tersebut belum tersedia, perhitungan FDR sebagaimana dimaksud pada angka 2 menggunakan data Loan to Deposit Ratio (LDR) dari bank umum konvensional sebelum diubah kegiatan usahanya menjadi BUS. 4. Peserta lelang SBIS terdiri dari: a. Peserta langsung yaitu BUS atau UUS atau Pialang yang melakukan transaksi lelang SBIS secara langsung dengan Bank Indonesia. b. Peserta tidak langsung yaitu BUS atau UUS yang mengajukan penawaran SBIS melalui Pialang. 5. BUS atau UUS hanya dapat mengajukan penawaran SBIS untuk kepentingan diri sendiri. 6. Pialang dilarang mengajukan penawaran pembelian SBIS untuk kepentingan diri sendiri. 7. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan penawaran pembelian SBIS dari peserta langsung dan menggunakan data penawaran pembelian SBIS yang diajukan peserta langsung. 8. Peserta langsung tidak dapat membatalkan penawaran pembelian SBIS yang telah diajukan. 9. Peserta lelang SBIS bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian SBIS yang diajukan. 10. Bank… 3 10. Bank Indonesia membuka window lelang SBIS pada hari Rabu dengan waktu pengajuan transaksi (window time) mulai pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, atau pada hari kerja lain dengan window time yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia. 11. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga hasil lelang SBIS pada hari kerja yang sama dengan hari pelaksanaan lelang SBIS (same day settlement). Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat menetapkan tanggal setelmen pada hari kerja lain. 12. Tanggal jatuh waktu SBIS ditetapkan pada hari Rabu atau hari kerja berikutnya apabila hari Rabu adalah hari libur. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat menetapkan tanggal jatuh waktu pada hari kerja lain. 13. Bank Indonesia akan mengumumkan perubahan : a. hari dan/atau window time pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada angka 10; b. tanggal Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada angka 11; dan/atau c. tanggal jatuh waktu SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 12 melalui BI-SSSS, sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 14. BUS atau UUS, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung, wajib menyediakan dana sebesar jumlah penawaran pembelian SBIS yang dimenangkan sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS. Ketentuan… 4 Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 17 November 2008. 17 31 Maret 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/40/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang </reg_title> <set_date> 17 November 2008 </set_date> <effective_date> 17 November 2008 </effective_date> <changed_reg> '10/16/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg> <related_reg> '10/16/DPM|SE-BI/2008', '10/11/PBI/2008' </related_reg>
No. 10/ 4 /UKMI Jakarta, 8 Februari 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SELURUH BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN LEMBAGA SELAIN BANK PENYELENGGARA KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DI INDONESIA Perihal : Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan Rakyat Dan Lembaga Selain Bank Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/4/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan Rakyat Dan Lembaga Selain Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4811), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM Untuk menciptakan keseragaman dalam penyusunan dan penyampaian laporan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Selain Bank (LSB), perlu ditetapkan suatu sistematika penyusunan laporan melalui sistem Laporan Selain Bank Umum (LSBU). Sistem LSBU tersebut dituangkan dalam Pedoman Penyusunan LSBU yang selanjutnya disebut Pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan Petunjuk Teknis Aplikasi LSBU … 2 LSBU yang selanjutnya disebut Juknis sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. II. PELAPOR BPR dan LSB yang selanjutnya disebut Pelapor adalah Kantor Pusat BPR dan LSB atau kantor cabang LSB bagi LSB yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri, yang melakukan kegiatan APMK. III. RUANG LINGKUP DATA LSBU Jenis data yang wajib disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia terdiri dari: A. BPR Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK, terdiri dari: 1. Laporan Penerbit meliputi: a. Laporan Penerbitan APMK; dan b. Laporan Fraud. 2. Laporan Acquirer B. LSB 1. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK dan instrumen Prabayar, terdiri dari: a. Laporan Penerbit meliputi: i) Laporan Penerbitan APMK; ii) Laporan Penerbitan Instrumen Prabayar; iii) Laporan Fraud; dan iv) Laporan Kolektibilitas. b. Laporan Acquirer c. Laporan Perusahaan Switching d. Laporan Perusahaan Penyelenggara Kliring dan/atau penyelesaian akhir APMK. 2. Laporan … 3 2. Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah a. Laporan Jenis Produk dan Permasalahan yang Diadukan; b. Laporan Pengaduan yang Diselesaikan Dalam Masa Laporan; c. Penyebab Pengaduan; d. Publikasi Negatif; dan e. Penyelesaian Sengketa. IV. FORMAT DAN JENIS LAPORAN A. Format LSBU Format LSBU adalah sesuai dengan: 1. Form 301 (Penerbit APMK); 2. Form 302 (Acquirer APMK dan Instrumen Prabayar); 3. Form 303 (Penerbit Instrumen Prabayar); 4. Form 304 (Fraud APMK dan Instrumen Prabayar); 5. Form 306 (Kolektibilitas Kartu Kredit); 6. Form 307 (Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelesaian akhir APMK serta Perusahaan Switching); 7. Form 309 (Jenis Produk dan Permasalahan Yang Diadukan); 8. Form 310 (Pengaduan Yang Diselesaikan Dalam Masa Laporan). 9. Form 311 (Penyebab Pengaduan). 10. Form 312 (Publikasi Negatif). 11. Form 313 (Penyelesaian Sengketa). Sebagaimana dimaksud dalam Pedoman dan Juknis pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. B. Jenis Laporan yang disampaikan 1. Jenis Laporan yang wajib disampaikan oleh BPR: a. Form 301 dan Form 304 b. Form 302 dalam hal BPR bertindak sebagai Acquirer. 2. Jenis … 4 2. Jenis Laporan yang wajib disampaikan oleh LSB: a. 1) LSB yang bertindak sebagai Penerbit Kartu melaporkan Form 301, Form 304, Form 309, Form 310, Form 311, Form 312, dan Form 313. 2) LSB yang bertindak sebagai Penerbit Kartu Kredit, melaporkan Form 301, Form 304, Form 309, Form 310, Form 311, Form 312, Form 313 dan Form 306. b. LSB yang bertindak sebagai Penerbit Instrumen Prabayar melaporkan Form 303. c. LSB yang bertindak sebagai Acquirer melaporkan Form 302. d. LSB yang bertindak sebagai Perusahaan Switching, Perusahaan Penyelenggara Kliring APMK dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir melaporkan Form 307. V. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LSBU A. Pelapor harus menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan secara On-Line sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.1 sampai dengan butir IV.A.5 setiap bulan. B. Pelapor harus menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan secara On-Line sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.6 sampai dengan butir IV.A.11 setiap triwulan. C. Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A paling lambat tanggal 15 pada bulan laporan berikutnya. D. Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf B paling lambat tanggal 15 bulan April untuk triwulan I, 15 Juli untuk triwulan II, 15 Oktober untuk triwulan III dan 15 Januari untuk triwulan IV. E. Dalam … 5 E. Dalam hal tanggal 15 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur maka Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf C dan D disampaikan pada hari kerja berikutnya. Contoh : Laporan bulan Mei 2008 dilaporkan paling lambat tanggal 15 Juni 2008. Mengingat tanggal 15 Juni 2008 jatuh pada hari Minggu, maka Laporan tersebut paling lambat disampaikan pada hari Senin tanggal 16 Juni 2008. Laporan triwulan II tahun 200X dilaporkan paling lambat tanggal 15 Juli 200X. Mengingat tanggal 15 Juli 200X jatuh pada hari Sabtu, maka Laporan tersebut paling lambat disampaikan pada hari Senin tanggal 17 Juli 200X. F. Dalam hal Pelapor menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A, melampaui tanggal sebagaimana dimaksud pada huruf C, Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan. Contoh: Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan, form header atau koreksi Laporan data Penerbitan APMK untuk Laporan bulan Maret 2008, apabila data disampaikan setelah tanggal 15 April 2008. G. Dalam hal Pelapor menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf B, melampaui tanggal sebagaimana dimaksud pada huruf D Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan. Contoh … 6 Contoh: Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan atau koreksi Laporan data Jenis Produk dan Permasalahan yang Diadukan untuk Periode Laporan triwulan III tahun 2008, apabila data tesebut disampaikan setelah tanggal 15 Oktober 2008. H. Tata Cara Penyampaian Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan dilakukan sebagai berikut: 1. Sebelum Laporan disampaikan, Pelapor harus melakukan validasi teknis sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam Juknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2. 2. Pelapor wajib menyampaikan seluruh form sesuai dengan jenis laporan sebagaimana dimaksud pada Butir IV.B. Dalam hal Pelapor tidak memiliki data yang wajib disampaikan selama periode laporan, kewajiban penyampaian Laporan tetap berlaku dengan cara mengirimkan form header. 3. Dalam hal Pelapor melakukan merger atau konsolidasi dengan Pelapor lain, masing-masing Pelapor peserta merger atau konsolidasi tetap wajib menyampaikan Laporan yang disusun secara bulanan untuk bulan laporan sebelum dilakukan merger atau konsolidasi secara operasional masing-masing Pelapor. Contoh : Apabila pada tanggal 11 Juni 2008 Pelapor X secara operasional telah melakukan merger atau konsolidasi dengan Pelapor Y, maka masing-masing Pelapor wajib menyampaikan Laporan bulan Mei 2008. Sementara itu, Laporan bulan Juni 2008 merupakan Laporan konsolidasi atau gabungan yang dilaporkan oleh Pelapor hasil merger atau konsolidasi. 4. Dalam … 7 4. Dalam hal Pelapor melakukan merger atau konsolidasi dengan Pelapor lain sebelum berakhirnya masa Laporan yang disusun secara triwulanan, penyampaian Laporan untuk masa Laporan tersebut dilakukan oleh Pelapor hasil merger atau konsolidasi. Contoh: Apabila pada tanggal 11 Juni 2008 Pelapor X secara operasional telah melakukan merger atau konsolidasi dengan Pelapor Y, maka laporan triwulanan II tahun 2008 merupakan Laporan konsolidasi atau gabungan yang dilaporkan oleh Pelapor hasil merger atau konsolidasi. I. Sistem LSBU secara On-Line digunakan untuk penyampaian Laporan, form header dan/atau Koreksi Laporan sampai dengan 1 (satu) bulan setelah bulan Laporan dan 1 (satu) bulan setelah masa Laporan. Contoh: 1. Pelapor menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan bulan Maret 2008 secara On-Line sampai dengan akhir bulan April 2008. 2. Pelapor menyampaikan Laporan, form header atau koreksi Laporan triwulan I tahun 2008 secara On-Line sampai dengan akhir bulan April 2008. Dalam hal Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan disampaikan melebihi tanggal yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf C dan huruf D, Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A dan B. J. Penyampaian Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan yang dilakukan melampaui waktu sebagaimana dimaksud pada huruf I dilakukan secara Off-Line. Contoh: … 8 Contoh: 1. Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan bulan Maret 2008 disampaikan secara Off-Line, apabila Pelapor menyampaikan dan diterima Bank Indonesia setelah akhir bulan April 2008. 2. Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan triwulan I tahun 2008 disampaikan secara Off-Line, apabila Pelapor menyampaikan dan diterima Bank Indonesia setelah akhir bulan April 2008. K. Penyampaian LSBU secara Off-Line 1. Dalam hal Pelapor mengalami gangguan teknis pada akhir Periode Pelaporan sebagaimana huruf C dan/atau huruf D, Pelapor wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai gangguan teknis yang dialami dan rencana penyampaian Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line. 2. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1, ditandatangani oleh pejabat berwenang dan disampaikan kepada Unit Khusus Manajemen Informasi Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. Tembusan pemberitahuan dimaksud disampaikan kepada: a. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 3. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan secara On-Line karena gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line kepada: a. Unit Khusus Manajemen Informasi Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 bagi Pelapor BPR yang berkedudukan … 9 berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10:00 WIB pada hari kerja berikutnya; atau b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR bagi BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat pukul 10:00 waktu setempat pada hari kerja berikutnya; c. Unit Khusus Manajemen Informasi Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, paling lambat pukul 10:00 waktu setempat pada hari kerja berikutnya. Contoh: Pada tanggal 15 April 2008 Pelapor X mengalami gangguan teknis sehingga tidak dapat menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan secara On-Line, Pelapor X wajib menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan secara Off-Line paling lambat tanggal 16 April 2008 pukul 10:00 waktu setempat. 4. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis dan/atau menggunakan sarana lainnya kepada Pelapor. 5. Dalam hal gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada angka 4 terjadi pada batas akhir tanggal penyampaian Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf C dan/atau D, Pelapor wajib menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan pada hari kerja berikutnya secara Off-Line. 6. Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan, form header dan/atau koreksi Laporan karena mengalami keadaan memaksa (force majeure) … 10 (force majeure), wajib segera memberitahukan secara tertulis disertai penjelasan mengenai penyebab terjadinya keadaan memaksa (force majeure) yang ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang kepada Unit Khusus Manajemen Informasi Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. Tembusan pemberitahuan dimaksud disampaikan kepada: a. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor BPR bagi BPR yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia terdekat bagi Pelapor LSB yang berkedudukan di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. VI. HAK AKSES 1. Bank Indonesia menyediakan hak akses berupa user id atas Sistem LSBU sebanyak 1 (satu) fasilitas user id kepada setiap Pelapor tanpa dikenakan biaya, baik berupa biaya lisensi maupun biaya pemeliharaan. 2. Dalam hal Pelapor meminta penambahan hak akses berupa user id atas Sistem LSBU, Pelapor dikenakan biaya lisensi dan biaya pemeliharaan Sistem LSBU yang diatur sebagai berikut: a. Biaya lisensi sebesar USD1,500 (seribu lima ratus US Dollar) dikenakan 1 (satu) kali selama menggunakan hak akses Sistem LSBU untuk setiap 1 (satu) tambahan hak akses. b. Biaya pemeliharaan Sistem LSBU sebesar USD300 (tiga ratus US Dollar) setiap tahun dikenakan untuk setiap 1 (satu) tambahan hak akses. c. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dilakukan dalam ekuivalen mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs transaksi jual Bank Indonesia pada tanggal pembayaran biaya. d. Pembayaran … 11 d. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dilakukan dengan cara transfer melalui Bank Umum untuk untung rekening Bank Indonesia yang secara teknis diberitahukan oleh Bank Indonesia pada saat BPR atau LSB melakukan pembayaran. VII. PENYAMPAIAN PERTANYAAN Pelapor dapat menyampaikan pertanyaan yang berkaitan dengan sistem, materi, dan/atau ketentuan Laporan kepada Bank Indonesia sebagai berikut: 1. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Tim Manajemen Informasi dan Administrasi mengenai hal-hal yang terkait dengan materi Laporan. 2. Direktorat Teknologi Informasi, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aplikasi dan sistem penyampaian Laporan. 3. Unit Khusus Manajemen Informasi, mengenai akses Sistem LSBU di Bank Indonesia. melalui Helpdesk Bank Indonesia telepon (021) 381-8000. VIII. SANKSI 1. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Pelapor dan besarnya sanksi kewajiban membayar yang dikenakan. 2. Pembayaran sanksi kewajiban membayar dilakukan dengan cara transfer melalui Bank Umum untuk untung rekening Bank Indonesia yang diberitahukan oleh Bank Indonesia pada saat BPR atau LSB dikenakan sanksi kewajiban membayar. IX. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 8 Februari 2008. Agar … 12 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA RONALD WAAS DIREKTUR UNIT KHUSUS MANAJEMEN INFORMASI UKMI/DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/4/UKMI|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan Rakyat Dan Lembaga Selain Bank </reg_title> <set_date> 8 Februari 2008 </set_date> <effective_date> 8 Februari 2008 </effective_date> <related_reg> '10/4/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
No. 11/ 23 /DPM Jakarta, 25 Agustus 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA PESERTA BANK INDONESIA – SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/21/DPM Tanggal 23 Mei 2008 Perihal Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System Dalam rangka penyempurnaan penyelenggaraan dan kepesertaan BI-SSSS dan sehubungan dengan penerbitan ketentuan Bank Indonesia terkait Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS), Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI), Fasilitas Likuiditas Intrahari Syariah (FLIS), Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung dan Transaksi Private Placement oleh Pemerintah, penerbitan Keputusan Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) terkait Pelaporan Transaksi Efek, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/21/DPM tanggal 23 Mei 2008 perihal Penyelenggaraan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System sebagai berikut : 1. Ketentuan Butir II.E.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 4. Biaya a) Biaya BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 ditetapkan sebagaimana tercantum pada Lampiran 1. Dalam hal terdapat perubahan biaya, Penyelenggara mengumumkan perubahan dimaksud … 2 dimaksud kepada Peserta melalui Administrative Messages dan/atau sarana lainnya. b) Bank Indonesia dapat menentukan lain pengenaan biaya BI-SSSS bagi Departemen Keuangan atau lembaga lainnya yang disetujui Bank Indonesia menjadi Peserta. 2. Ketentuan Butir III.B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : B. Persyaratan Menjadi Peserta Pihak-pihak yang menjadi Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Memiliki sarana dan prasarana sesuai persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2. 2. Berdasarkan jenis Peserta, calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Telah menjadi peserta langsung dalam Sistem BI-RTGS, dalam hal calon Peserta adalah Bank; b. Telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Sub-Registry, dalam hal calon Peserta adalah Sub-Registry; dan/atau c. Telah mengajukan permohonan menjadi Peserta Lelang SBN/ telah ditunjuk menjadi Dealer Utama/ ditetapkan sebagai Peserta Lelang SBN, dalam hal calon Peserta adalah Bank, Perusahaan Efek atau lembaga lain yang dapat menjadi Peserta Lelang SBN. 3. Bagi calon Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS antara lain Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, Perusahaan Efek dan/atau Sub-Registry harus menunjuk Bank Pembayar dengan ketentuan sebagai berikut : a. Penunjukan Bank Pembayar dilakukan dalam rangka : 1) pembebanan biaya BI-SSSS; 2) Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga; dan/atau 3) penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu. b. Bank … 3 b. Bank Pembayar yang ditunjuk harus memberikan konfirmasi penunjukan sebagai Bank Pembayar sebagaimana contoh pada Lampiran 3 kepada Penyelenggara melalui calon Peserta. c. Bagi calon Peserta Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek harus menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar guna pembebanan biaya BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1). d. Bagi calon Peserta Sub-Registry harus menunjuk Bank Pembayar dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Calon Peserta Sub-Registry harus menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar dalam rangka pembebanan biaya BI-SSSS, pelaksanaan Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga, dan penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu, sebagaimana dimaksud pada huruf a. 2) Calon Peserta Sub-Registry dapat memilih paling banyak 9 (sembilan) Bank Pembayar lainnya dalam rangka Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga nasabah sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2). e. Dalam hal Bank Pembayar ditunjuk untuk melaksanakan Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2), Bank Pembayar dimaksud melakukan pengelolaan data batas Setelmen Dana (settlement limit) bagi Peserta yang menunjuk sesuai kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud pada butir D.2.d.2). 4. Bank Indonesia dapat menentukan lain persyaratan bagi lembaga lain yang disetujui Bank Indonesia menjadi Peserta. 3. Ketentuan … 4 3. Ketentuan Butir III.C.5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 5. Lembaga Lain a. Lembaga lain yang ingin menjadi Peserta dan memiliki fungsi Peserta sebagaimana butir A.2, mengajukan surat permohonan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir C.1.a. b. Setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf B angka 1 dan/atau prosedur administrasi yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 4. Lampiran 7 Pedoman Penyelenggaraan Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 25 Agustus 2009 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/23/DPM|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/21/DPM Tanggal 23 Mei 2008 Perihal Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System </reg_title> <set_date> 25 Agustus 2009 </set_date> <effective_date> 25 Agustus 2009 </effective_date> <changed_reg> '10/21/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg> <related_reg> '10/21/DPM|SE-BI/2008' </related_reg>
No. 14/10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5029) dan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bagi Bank yang melakukan aktivitas pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor, perlu untuk mengatur mengenai pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor oleh Bank dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN ... I. KETENTUAN UMUM A. Sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) serta mengingat pertumbuhan KPR dan KKB yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan berbagai Risiko maka Bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KPR dan KKB. B. Bahwa pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan Risiko Kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang besar. C. Untuk tetap dapat menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan sektor keuangan dimasa yang akan datang, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber- sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan KPR dan KKB yang berlebihan. D. Kebijakan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian Bank dalam pemberian KPR dan KKB serta untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan dilakukan melalui penetapan besaran Loan to Value (LTV) untuk KPR dan Down Payment (DP) untuk KKB. II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KPR DAN KKB Bank yang menyalurkan KPR dan KKB wajib: A. menerapkan Manajemen Risiko sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan ... Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009, mengingat adanya berbagai Risiko yang melekat pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Kredit dan Risiko Likuiditas; B. menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis yang akan menjadi acuan dalam pemberian KPR dan KKB dengan berpedoman pada: 1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; 2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum; 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010 perihal Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah dalam Rangka Sekuritisasi; 4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP tanggal 18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar; dan 5. Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. PENGATURAN ... III. PENGATURAN LOAN TO VALUE (LTV) PADA KPR A. Ruang lingkup KPR yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mencakup kredit konsumsi kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko, dengan tipe bangunan lebih dari 70 m2 (tujuh puluh meter persegi), yang diberikan Bank kepada debitur perorangan dengan nilai kredit yang ditetapkan berdasarkan nilai agunan. B. Rasio Loan to Value (LTV) dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan angka rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit. C. Perhitungan rasio LTV dilakukan sebagai berikut: 1. Nilai kredit ditetapkan berdasarkan plafon kredit yang diterima oleh debitur sebagaimana tercantum dalam perjanjian kredit; dan 2. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pengikatan agunan oleh Bank. D. Rasio LTV untuk Bank yang memberikan KPR sebagaimana diatur dalam SE ini ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen). E. Pengaturan mengenai LTV sebagaimana dimaksud pada huruf D dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah Indonesia. Yang dimaksud program perumahan pemerintah Indonesia adalah program perumahan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. IV. PENGATURAN ... IV. PENGATURAN UANG MUKA KREDIT ATAU DOWN PAYMENT PADA KKB A. Ruang lingkup KKB dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mencakup kredit yang diberikan Bank kepada debitur untuk pembelian kendaraan bermotor. B. Yang dimaksud dengan uang muka, selanjutnya disebut sebagai Down Payment (DP) dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah pembayaran di muka atau uang muka secara tunai yang sumber dananya berasal dari debitur (self financing) dalam rangka pembelian kendaraan bermotor secara kredit. C. DP ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga pembelian kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank. DP untuk Bank yang memberikan KKB sebagaimana diatur dalam SE ini ditetapkan sebagai berikut: 1. DP paling rendah 25% (dua puluh lima persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua. 2. DP paling rendah 30% (tiga puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan non produktif. 3. DP paling rendah 20% (dua puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu apabila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: a. merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau b. diajukan ... b. diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang dimilikinya. V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI A. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.D dan/atau butir IV.C dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009, berupa teguran tertulis. B. Selain dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank wajib menyampaikan action plan sesuai batas waktu tertentu yang ditetapkan Bank Indonesia yang memuat antara lain: 1. komitmen untuk tidak melakukan pelanggaran kembali atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.D dan/atau butir IV.C; 2. rencana perbaikan/evaluasi atas Standar Operating Procedure (SOP) termasuk batasan waktu pelaksanaan perbaikan /evaluasi dimaksud; dan/atau 3. rencana tindakan Bank terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.D dan/atau butir IV.C. C. Bank yang: 1. tidak menyampaikan action plan atau tidak menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud pada huruf B; dan/atau 2. melakukan ... 2. melakukan pelanggaran kembali atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.D dan/atau butir IV.C setelah action plan sebagaimana dimaksud dalam butir B disampaikan, dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009. D. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada huruf C berupa: 1. Penurunan tingkat kesehatan Bank Penurunan tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran ini mencakup penurunan faktor penilaian tingkat kesehatan Bank, antara lain faktor profil risiko dan/atau faktor Good Corporate Governance (GCG); 2. Pembekuan kegiatan usaha tertentu Pembekuan kegiatan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran ini antara lain mencakup larangan pemberian KPR dan/atau KKB untuk jangka waktu tertentu di Bank/cabang/unit tertentu; dan/atau 3. Pencantuman anggota pengurus, pegawai, Bank dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. E. Pelanggaran ... E. Pelanggaran atas kewajiban penyampaian penyesuaian kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir VII dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009. VI. KETENTUAN LAIN-LAIN A. Rasio LTV untuk KPR sebagaimana dimaksud dalam butir III. D dan besaran DP untuk KKB sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C dapat disesuaikan dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia. B. Bank Indonesia melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini antara lain melalui pelaporan Sistem Informasi Debitur (SID) oleh Bank maupun melalui pengawasan dan pemeriksaan Bank. VII. KETENTUAN PERALIHAN Bank yang telah memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai pemberian KPR dan KKB sebelum Surat Edaran ini berlaku, wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur tersebut serta menyampaikannya kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku. VIII. KETENTUAN PENUTUP Ketentuan mengenai besaran LTV untuk KPR dan DP untuk KKB sebagaimana dimaksud dalam butir III.D dan butir IV.C mulai berlaku pada tanggal 15 Juni 2012. Surat ... Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 15 Maret 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/10/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor </reg_title> <set_date> 15 Maret 2012 </set_date> <effective_date> 15 Maret 2012 </effective_date> <related_reg> '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 15/30/DPM Jakarta, 27 Agustus 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/16/DPM tanggal 6 Juli 2010 Perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5440), perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Nomor 12/16/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara Dalam Operasi Moneter, sebagai berikut: 1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 3. Operasi … 2 3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang dalam rangka Operasi Moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta Operasi Moneter. 4. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. 5. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito Bank Indonesia, dan Surat Berharga Negara yang digunakan dalam transaksi Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini. 6. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 7. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank. 8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 9. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 10. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, sebagai bukti atas penyertaan … 3 penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 11. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 13. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disingkat ZCB adalah Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 14. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia. 15. Surat Berharga Syariah Negara Ritel atau yang selanjutnya disebut SBSN Ritel, atau dapat disebut Sukuk Negara Ritel adalah SBSN yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual. 16. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut transaksi repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh peserta Operasi Moneter kepada Bank Indonesia dengan kewajiban pembelian kembali oleh peserta Operasi Moneter sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 17. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga oleh peserta Operasi Moneter kepada Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh peserta Operasi Moneter. 18. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya, dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 19. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem … 4 sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 2. Ketentuan Bab II angka 2 dan angka 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 2. Jenis-jenis Surat Berharga yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri dari : a. SBI; b. SDBI; dan c. SBN, yang terdiri dari : 1) SUN, yang terdiri dari SPN dan Obligasi Negara termasuk ZCB dan ORI; dan 2) SBSN termasuk SBSN Ritel. 3. Persyaratan Surat Berharga : Untuk transaksi repo dalam rangka OPT dan lending facility : a. SBI Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat second leg transaksi repo. b. SDBI Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat second leg transaksi repo. c. SBN Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat second leg transaksi repo. 3. Ketentuan Bab III angka 2 dan angka 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 2. Harga Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditetapkan sebagai berikut : a. Harga SBI ditetapkan Bank Indonesia dengan mempertimbangkan antara lain rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. b. Harga SDBI ditetapkan Bank Indonesia dengan mempertimbangkan antara lain rata-rata tertimbang tingkat diskonto … 5 diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SDBI. c. Harga SBN ditetapkan Bank Indonesia dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-masing jenis dan seri SBN. 4. Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan sebesar : a. 0% (nol per seratus) untuk SBI; b. 0% (nol per seratus) untuk SDBI; dan c. 5% (lima per seratus) untuk SBN. 4. Ketentuan Bab IV angka 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Perhitungan nilai setelmen transaksi lending facility, transaksi repo dan transaksi reverse repo a. b. Nilai setelmen dana untuk setelmen first leg dihitung sebagai berikut : 1) SBI, SDBI, SPN, ZCB dan SBSN tanpa kupon setelmen Nilai f leg irst Nominal Surat  Berharga yang direpo kan   Harga   2) Obligasi Negara termasuk ORI Nominal Surat setelmen Nilai f leg irst  Berharga yang direpo kan         Berharga Surat - Haircut    Nilai setelmen Surat Berharga adalah sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan atau di-reverse repo-kan.  Harga Berharga Surat - Haircut          Interest Accrued 3) SBSN setelmen Nilai f leg irst  Berharga yang direpo kan      Keterangan: Harga Surat Berharga : Harga Surat Berharga sebagaimana … Nominal Surat   Harga   Berharga Surat - Haircut          Accrued Imbalan 6 sebagaimana diumumkan pada BI-SSSS pada tanggal transaksi lending facility, transaksi repo dan transaksi reverse repo. Haircut : Haircut sebagaimana diumumkan pada BI-SSSS pada transaksi lending facility, transaksi repo dan transaksi reverse repo. Accrued Interest dan Accrued Imbalan : Hak atas kupon/imbalan Surat Berharga yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal kupon/imbalan pembayaran terakhir sampai dengan tanggal setelmen first leg. c. Nilai setelmen dana untuk setelmen second leg dihitung sebagai berikut : setelmen Nilai second leg  setelmen Nilai f leg irst Bunga Transaksi Repo/Rever seRepo/  Lending Facility Keterangan: Jangka waktu Bunga  TransaksiRepo/Rever seRepo / Lending Facility setelmen Nilai f leg irst  Repo/Rever se R rate epo  Jangka waktu 360 : Jangka waktu lending facility atau transaksi repo atau transaksi reverse repo. 5. Ketentuan Bab IV ditambahkan 1 (satu) angka yaitu angka 4 yang berbunyi sebagai berikut : 4. Pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu (early redemption) Early redemption terhadap SDBI dilakukan dalam hal terjadi kegagalan setelmen transaksi repo jatuh waktu, lending facility jatuh … 7 jatuh waktu atau terjadi transaksi antara Bank dengan pihak selain Bank yang menggunakan SDBI, dengan perhitungan nilai setelmen nilai tunai sebagai berikut : ilai N Tunai arly ilai E Redemption Keterangan : Tingkat diskonto  N Nominal SDBI yang gagal setel  360 360 (Tingkat DiskontoSisa angka  J Waktu) : Sisa Jangka Waktu : rata – rata tertimbang tingkat diskonto pada saat SDBI diterbitkan. jumlah hari sebenarnya (actual days) yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal gagal setelmen transaksi Operasi Moneter sampai dengan tanggal jatuh waktu SDBI (maturity date). Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 Agustus 2013 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/30/DPM|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/16/DPM tanggal 6 Juli 2010 Perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. </reg_title> <set_date> 27 Agustus 2013 </set_date> <effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date> <changed_reg> '12/16/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg> <related_reg> '12/16/DPM|SE-BI/2010', '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010' </related_reg>
No. 7/55/DPM Jakarta, 6 Desember 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA KUSTODIAN BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Penunjukan dan Pengawasan Sub-Registry Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4363), Bank Indonesia melaksanakan kegiatan penatausahaan Surat Berharga yang terdiri dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang Negara (SUN). Kegiatan penatausahaan Surat Berharga tersebut mencakup kegiatan setelmen transaksi dan pencatatan kepemilikan Surat Berharga yang dilakukan secara two tier system, yang terdiri dari Central Registry yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan Sub-Registry yang diselenggarakan oleh Lembaga Kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia. Dalam rangka terselenggaranya sistem penatausahaan Surat Berharga yang aman, akurat dan terpercaya maka Bank Indonesia sebagai Central Registry memandang perlu untuk mengatur penyempurnaan persyaratan, penunjukan dan pengawasan Sub-Registry. tata cara I. Persyaratan … I. Persyaratan Sub-Registry Pihak yang dapat ditunjuk sebagai Sub-Registry adalah Lembaga Kustodian yang terdiri dari Bank Kustodian dan Lembaga Kustodian Bukan Bank yaitu Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) dan Perusahaan Efek, yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia. 2. Tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan. 3. Memperoleh persetujuan sebagai Bank Kustodian atau memiliki izin usaha yang masih berlaku dari Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam. 4. Telah mempunyai pengalaman paling kurang 3 (tiga) tahun dalam kegiatan pencatatan surat berharga, dan atau paling kurang 3 (tiga) tahun dalam kegiatan penyimpanan kustodian dari Bapepam. surat berharga sejak memperoleh persetujuan 5. Memenuhi persyaratan permodalan sebagai berikut : a. Bagi Bank Kustodian wajib memenuhi persyaratan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya disebut KPMM berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. b. Bagi Lembaga Kustodian bukan Bank wajib memiliki modal disetor paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar Rupiah). 6. Memiliki jaringan usaha pencatatan ke luar negeri dan atau penyimpanan surat berharga ke luar negeri. 7. Memiliki sistem pencatatan surat berharga secara on line di dalam negeri. 8. Memiliki sistem pencatatan surat berharga tanpa warkat (scripless) secara book entry yang aman, akurat dan terpercaya yang sekurang-kurangnya dapat menatausahakan transaksi outright, repo, dan pengagunan. 9. Pejabat pengelola atau pengurus tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela dan atau dalam Daftar Kredit Macet. 10. Memiliki … 10. Memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani kegiatan kustodian dengan manajemen dan staf yang profesional di bidang pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga. 11. Surat berharga yang dicatat dan atau disimpan paling sedikit telah mencapai nilai nominal rata-rata bulanan Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun Rupiah) dalam 6 (enam) bulan terakhir, terdiri dari surat berharga yang dapat diperdagangkan di pasar uang dan atau pasar modal. Dalam hal terdapat surat berharga dalam denominasi valuta asing maka konversi nilai ke dalam mata uang rupiah dilakukan dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. 12. Telah memperoleh surat rekomendasi/persetujuan dari Bapepam untuk mengajukan permohonan sebagai Sub-Registry dalam penatausahaan Surat Utang Negara. II. Tata Cara Pengajuan Permohonan dan Persetujuan sebagai Sub-Registry 1. Lembaga Kustodian yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir I dapat mengajukan surat permohonan sebagaimana contoh Lampiran 1, kepada : Bank Indonesia - Direktorat Pengelolaan Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010. 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut : a. fotokopi surat persetujuan sebagai Bank Kustodian atau izin usaha dari Bapepam; b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; c. keterangan mengenai posisi KPMM terakhir untuk Bank, atau jumlah modal disetor untuk Lembaga Kustodian bukan Bank; d. keterangan … d. keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan atau penyimpanan Surat Berharga secara on line di dalam negeri dan atau ke luar negeri; e. fotokopi bukti hasil pemeriksaan oleh auditor independen mengenai keamanan sistem pencatatan Surat Berharga secara scripless; f. riwayat pekerjaan atau keahlian dari pengurus dan atau pejabat pengelola di bidang kustodian; g. data mengenai jumlah dan nilai nominal transaksi pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir; h. laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik; dan i. surat rekomendasi/persetujuan dari permohonan sebagai Sub-Registry. Bapepam untuk mengajukan 3. Dalam hal persyaratan dokumen sudah dilengkapi, Bank Indonesia melakukan peninjauan langsung terhadap calon Sub-Registry dalam rangka meneliti kebenaran persyaratan sesuai dengan dokumen yang disampaikan pemohon. 4. Bank Indonesia memberitahukan persetujuan atau penolakan untuk menjadi Sub-Registry kepada pemohon paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah persyaratan dokumen diterima lengkap oleh Bank Indonesia. 5. Dalam hal pemohon telah disetujui menjadi Sub-Registry, yang bersangkutan wajib menjadi Peserta Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sesuai ketentuan BI-SSSS yang berlaku. III. Tugas Sub-Registry Dalam penatausahaan Surat Berharga, Sub-Registry wajib melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Melaksanakan setelmen transaksi Surat Berharga atas nama nasabah. 2. Mencatat … 2. Mencatat kepemilikan dan perubahan kepemilikan Surat Berharga atas nama nasabah secara terpisah dari aset Sub-Registry. 3. Memelihara rekening Surat Berharga selain untuk dan atas nama diri sendiri, pengurus, pemegang saham dan pengelola serta pegawai Sub- Registry. 4. Menyampaikan bukti pencatatan Surat Berharga kepada nasabah yang antara lain berisi saldo akhir rekening Surat Berharga yang memuat masing- masing seri Surat Berharga dan perubahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga, termasuk pencatatan Surat Berharga yang ditransaksikan secara repo dan diagunkan kepada pihak lain. 5. Menyampaikan bukti pencatatan agunan bagi pihak penerima agunan. 6. Melakukan pencatatan Surat Berharga pada saat penerbitan atas nama nasabah sesuai dengan hasil penjualan Surat Berharga yang disampaikan oleh Bank Indonesia. 7. Melakukan pembayaran kupon dan pokok Surat Berharga pada saat jatuh waktu kepada nasabah pemilik Surat Berharga sesuai pencatatan pada sistem book entry Sub-Registry. 8. Melakukan pemotongan dan administrasi pajak atas diskonto, capital gain dan kupon Surat Berharga atas permintaan nasabah sesuai peraturan pajak yang berlaku. 9. Menjamin kebenaran pencatatan kepemilikan Surat Berharga atas nama seluruh nasabah sesuai dengan saldo keseluruhan pada rekening Surat Berharga (omnibus account) di Central Registry. 10. Menyelesaikan masalah perbedaan pencatatan kepemilikan Surat Berharga antara Sub-Registry dengan nasabah, dengan memeriksa kembali kebenaran pencatatan yang dilakukan atas nama nasabah yang bersangkutan dan mengecek saldo keseluruhan pada rekening Surat Berharga (omnibus account) yang tercatat di Central Registry. IV. Kewajiban … IV. Kewajiban Pelaporan, Penatausahaan dan Pemenuhan Persyaratan sebagai Sub- Registry 1. Kewajiban Pelaporan Sub-Registry a. Sub-Registry wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, Central Registry, laporan sebagai berikut : 1) Laporan Harian mengenai informasi setelmen transaksi Surat Berharga yang memuat perubahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga antar nasabah individual dalam Sub-Registry yang sama. 2) Laporan Bulanan Posisi Kepemilikan Surat Berharga atas nama nasabah individual Sub-Registry sebagaimana contoh Lampiran 2. 3) Laporan Tahunan yang terdiri dari : a) Laporan terakhir hasil pemeriksaan auditor independen mengenai keamanan sistem pencatatatan Surat Berharga secara scripless; b) Laporan rencana pengembangan kegiatan Sub-Registry pada tahun berikutnya. 4) Laporan perubahan pengurus dan atau pengelola Sub-Registry. 5) Laporan lainnya sesuai permintaan Bank Indonesia. b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditujukan kepada : Bank Indonesia – Central Registry Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 dengan … dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Laporan Harian sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) disampaikan melalui BI-SSSS dan atau sarana lainnya pada hari yang sama dengan tanggal perubahan pencatatan kepemilikan individual dalam sistem pencatatan Sub-Registry. 2) Laporan Bulanan disampaikan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah akhir bulan. 3) Laporan Tahunan disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhir tahun kalender. 4) Laporan Perubahan Pengurus atau Pengelola Sub-Registry disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah terjadi perubahan. 2. Kewajiban Penatausahaan Surat Berharga Sub-Registry wajib memenuhi persyaratan penatausahaan Surat Berharga, dengan pencatatan posisi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang Negara (SUN) rata-rata bulanan paling sedikit sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar Rupiah) dalam 1 (satu) tahun terakhir. 3. Kewajiban Pemenuhan Persyaratan sebagai Sub-Registry Sub-Registry wajib menjaga pemenuhan persyaratan sebagai Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam butir I. V. Pengawasan Sub-Registry 1. Bank Indonesia berwenang melakukan pengawasan terhadap Sub-Registry dengan ruang lingkup pengawasan sebagai berikut : a. pengawasan … a. pengawasan terhadap kegiatan operasional Sub-Registry yang terkait dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam butir III dan kewajiban pelaporan dan penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam butir IV angka 1 dan 2. b. pengawasan terhadap kewajiban pemenuhan persyaratan sebagai Sub- Registry sebagaimana dimaksud dalam butir IV angka 3. 2. Metoda pengawasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat dilakukan secara : a. pengawasan tidak langsung melalui laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia, dan b. pengawasan langsung dengan melakukan pemeriksaan terhadap Sub- Registry. 3. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b dilakukan sewaktu-waktu apabila dipandang perlu. 4. Dalam rangka pengawasan terhadap Sub-Registry, Bank Indonesia berkoordinasi dengan otoritas pengawas perbankan dan otoritas pengawas Lembaga Kustodian. 5. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan, Sub-Registry wajib memberikan informasi yang lengkap dan benar sesuai permintaan Bank Indonesia. 6. Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan terdapat hasil temuan yang wajib ditindaklanjuti oleh Sub-Registry, Bank Indonesia menyampaikan hasil temuan dimaksud melalui surat dan atau melalui sarana lainnya. 7. Berdasarkan hasil pengawasan, Sub-Registry wajib melakukan tindak lanjut terhadap hasil temuan sebagai berikut : a. Bagi Sub-Registry yang dalam butir III dan IV angka 1, yang belum memenuhi kewajiban dan atau melakukan kesalahan dalam pelaksanaan tugas dan atau pelaporan sebagaimana dimaksud bersangkutan wajib: 1) memenuhi … 1) memenuhi kewajiban pelaporan dan atau koreksi kesalahan terhadap pelaporan harian sebagaimana dimaksud dalam butir IV.1.a.1)b), paling lambat 1 (satu ) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan hasil temuan oleh Bank Indonesia; dan atau 2) memenuhi kewajiban tugas dan atau pelaporan, dan atau melakukan koreksi kesalahan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan hasil temuan oleh Bank Indonesia. b. Bagi Sub-Registry yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir IV angka 2 dan penatausahaan pemenuhan persyaratan sebagai Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam butir IV angka 3 terkait dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir I angka 6 sampai dengan 11, yang bersangkutan wajib membuat rencana tindakan (action plan) dalam rangka memenuhi kewajiban dan atau persyaratan dimaksud, sesuai ketentuan sebagai berikut : 1) Sub-Registry wajib menyampaikan rencana tindakan kepada Bank Indonesia Central Registry paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan hasil temuan oleh Bank Indonesia. 2) Sub-Registry wajib memenuhi rencana tindakan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sesuai dengan batas waktu pemenuhan yang diusulkan dengan jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan, termasuk apabila terdapat revisi. VI. Pengenaan Sanksi Terhadap Sub-Registry 1. Dalam hal Sub-Registry tidak melakukan kewajiban tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam butir V angka 7 maka pengenaan sanksi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a. teguran tertulis pertama, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal surat teguran pertama; b. teguran … b. teguran tertulis kedua, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban paling lambat 6 (enam) hari kerja sejak tanggal surat teguran kedua; c. pemberhentian sementara (suspend) sebagai peserta BI-SSSS, dengan jangka waktu pemenuhan kewajiban paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan suspend. 2. Pengenaan sanksi pemberhentian sementara sebagai peserta BI-SSSS, juga dilakukan dalam kondisi Sub-Registry sebagai berikut : a. Berdasarkan keputusan atau surat permintaan atau informasi dari otoritas pengawas terkait, Sub-Registry memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya. b. Jangka waktu pengenaan sanksi pemberhentian sementara Sub-Registry dalam kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. VII. Pencabutan Penunjukan Sebagai Sub-Registry 1. Penunjukan Lembaga Kustodian sebagai Sub-Registry dicabut oleh Bank Indonesia dalam kondisi sebagai berikut : a. Bapepam mencabut persetujuan Bank Umum sebagai Kustodian atau ijin usaha Lembaga Kustodian bukan Bank; b. Posisi KPMM Bank atau modal disetor Lembaga Kustodian bukan Bank kurang dari persyaratan yang ditentukan; c. Setelah jangka waktu suspend berakhir, Sub-Registry tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1.c, atau tidak ada perubahan keputusan atau surat permohonan atau informasi dari otoritas pengawas terkait, sebagai dasar pencabutan suspend sebagaimana dimaksud dalam butir VI.2; d. Berdasarkan keputusan atau surat permintaan atau informasi dari otoritas pengawas terkait; e. atas … e. atas permohonan Sub-Registry sendiri dan setelah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada nasabah, dengan mengajukan surat permohonan pengunduran diri sebagai Sub-Registry sebagaimana contoh Lampiran 3. 2. Dalam hal dilakukan pencabutan penunjukan sebagai Sub-Registry, Bank Indonesia mengirimkan surat pemberitahuan mengenai pencabutan status sebagai Sub-Registry kepada yang bersangkutan. 3. Bagi pencabutan Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a, b, c dan d, Sub-Registry wajib menyelesaikan pencatatan perpindahan kepemilikan Surat Berharga individual nasabah kepada Sub-Registry lainnya yang ditunjuk oleh nasabah paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal pemberitahuan pencabutan sebagai Sub-Registry. 4. Bank Indonesia mengumumkan pencabutan penunjukan Sub-Registry melalui sarana BI-SSSS dan atau sarana informasi lainnya. VIII. PERALIHAN 1. Sub-Registry yang telah ditunjuk Bank Indonesia sebelum berlakunya Surat Edaran ini, dinyatakan telah memperoleh penunjukan sebagai Sub-Registry. 2. Pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban penatausahaan Surat Berharga dan pemenuhan persyaratan sebagai Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam butir IV angka 2 dan 3 berlaku bagi Sub-Registry yang telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia paling sedikit selama 1 (satu) tahun. IX. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia nomor 6/3/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry untuk Penatausahaan Surat Berharga dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan … Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 6 Desember 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/55/DPM tanggal 6 Desember 2005 Lampiran 1 Kepada Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 Up. Direktur Pengelolaan Moneter Perihal : Permohonan Sebagai Sub-Registry Dengan ini kami mengajukan permohonan menjadi Sub-Registry dalam penatausahaan Surat Berharga, dengan melampirkan dokumen pendukung sesuai persyaratan Bank Indonesia, sebagai berikut : a. fotokopi persetujuan sebagai Bank Kustodian atau surat izin usaha dari Bapepam; b. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; c. keterangan mengenai posisi KPMM terakhir untuk Bank, atau jumlah modal disetor untuk Lembaga Kustodian bukan Bank; d. keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha pencatatan dan atau penyimpanan Surat Berharga secara on line di dalam negeri dan atau ke luar negeri; e. fotokopi bukti hasil pemeriksaan oleh auditor independen mengenai keamanan sistem pencatatan Surat Berharga secara scripless; f. riwayat pekerjaan atau keahlian dari pejabat pengelola atau pengurus kegiatan kustodian; g. data mengenai jumlah dan nilai nominal transaksi pencatatan dan atau penyimpanan surat berharga dalam 6 (enam) bulan terakhir; h. laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik; dan i. surat rekomendasi/persetujuan dari Bapepam untuk menjadi Sub-Registry. Surat permohonan beserta lampiran tersebut di atas kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang tidak benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan yang diambil Bank Indonesia. Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Jakarta,…………….. Nama Perusahaan Tandatangan pejabat berwenang Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/ 55/DPM tanggal 6 Desember 2005 Lampiran 2 LAPORAN BULANAN POSISI KEPEMILIKAN SURAT BERHARGA Nama Sub-Registry/Member Code : Tanggal Posisi Akhir Bulan : Jenis Surat Berharga : Sertifikat Bank Indonesia/Surat Utang Negara Nilai No. Nama Investor Seri Surat Berharga Nominal (Rp miliar) CR CN **) Status Investor *) Tipe Investor Keterangan TOTAL Jakarta,…………….. Nama Perusahaan Tandatangan pejabat berwenang Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/55/DPM tanggal 6 Desember 2005 Lanj. Lampiran 2 Keterangan : *) CR = Client Resident CN **) BA = Bank (Bank) IS MF PF = Client Non Resident = Asuransi (Insurance) = Reksadana (Mutual Fund) = Dana Pensiun (Pension Fund) SC = Perusahaan Sekuritas (Securities Company) FI = Lembaga Keuangan Lainnya (Financial Institution) CP FD ID OT = Perusahaan (Corporate) = Yayasan (Foundation) = Perorangan (Individual) = Lainnya (Others) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/55/DPM tanggal 6 Desember 2005 Lampiran 3 Kepada Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 Up. Pimpinan Direktorat Pengelolaan Moneter Perihal : Permohonan Pengunduran Diri sebagai Sub-Registry Dengan ini kami mengajukan permohonan pengunduran diri menjadi Sub- Registry dalam penatausahaan Surat Berharga SUN dan SBI terhitung sejak tanggal…………………………………………………….., dengan pertimbangan ………………………………………………………………………..…………… …………………………………………………………………………………….. Sehubungan dengan permohonan tersebut di atas, kami telah menyelesaikan seluruh kewajiban kepada nasabah kami, termasuk memindahkan penatausahaan SUN dan SBI yang bersangkutan kepada Sub-Registry lain sesuai permohonan dan kesepakatan dengan nasabah dimaksud, dan dengan demikian tidak ada kewajiban lainnya kepada nasabah yang perlu diselesaikan lagi. Surat permohonan pengunduran diri sebagai Sub-Registry ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari diketahui terdapat hal-hal yang tidak benar maka kami bersedia menerima risiko dan akibat dari tindakan yang diambil Bank Indonesia. Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Jakarta,…………….. Nama Perusahaan Tandatangan pejabat berwenang
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/55/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penunjukan dan Pengawasan Sub-Registry </reg_title> <set_date> 6 Desember 2005 </set_date> <effective_date> 6 Desember 2005 </effective_date> <replaced_reg> '6/3/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '6/2/PBI/2004' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No.11/ 17 /DPM Jakarta, 7 Juli 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah Sehubungan dengan penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/30/PBI/2009 tanggal 7 Juli 2009 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5034), dipandang perlu untuk mengatur tata cara pemberian fasilitas likuiditas intrahari berdasarkan prinsip syariah sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Unit Usaha Syariah adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 5. Bank… 2 5. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 6. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SKNBI adalah suatu sistem kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. 7. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. 8. Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut FLIS adalah fasilitas pendanaan yang disediakan Bank Indonesia kepada Bank dalam kedudukan sebagai peserta Sistem BI-RTGS dan SKNBI, yang dilakukan dengan cara repurchase agreement (repo) surat berharga yang harus diselesaikan pada hari yang sama dengan hari penggunaan. 9. FLIS dalam rangka RTGS yang selanjutnya disebut FLIS-RTGS adalah FLIS untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi selama jam operasional Sistem BI-RTGS. 10. FLIS dalam rangka Kliring yang selanjutnya disebut FLIS-Kliring adalah FLIS untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi pada saat penyelesaian akhir atas hasil Kliring Debet. 11. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. 12. Surat… 3 12. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah. 13. Repo SBIS dalam rangka penggunaan FLIS, yang selanjutnya disebut Repo SBIS adalah repo intraday dengan agunan SBIS (collateralized borrowing) dalam rangka penggunaan FLIS-RTGS dan/atau FLIS-Kliring. 14. Repo SBSN dalam rangka penggunaan FLIS, yang selanjutnya disebut Repo SBSN adalah repo intraday melalui transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka penggunaan FLIS-RTGS dan/atau FLIS-Kliring. 15. Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut PUAS adalah pasar uang antar bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah. II. PENYEDIAAN FLIS 1. Bank dapat memperoleh FLIS baik dalam bentuk FLIS-RTGS maupun FLIS-Kliring. 2. Bank dapat menggunakan FLIS jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki surat berharga yang dapat direpokan kepada Bank Indonesia berupa SBIS dan/atau SBSN; b. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS; dan c. berstatus aktif sebagai peserta BI-RTGS dan/atau tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sebagai peserta SKNBI. 3. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan akan menggunakan FLIS harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia dan dilengkapi dengan dokumen persyaratan sebagai berikut: a. Perjanjian… 4 a. Perjanjian Penggunaan FLIS sebagaimana contoh dalam Lampiran-1 sebanyak 2 (dua) eksemplar yang masing-masing dibubuhi meterai cukup dan telah ditandatangani oleh direksi atau pejabat Bank yang berwenang, dengan peruntukan: 1) 1 (satu) eksemplar untuk Bank Indonesia. 2) 1 (satu) eksemplar untuk Bank. b. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia : 1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan oleh direksi; 2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi. 3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan perjanjian dilakukan oleh direksi; atau 4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi. Dalam hal UUS, yang dimaksud dengan anggaran dasar dan peraturan daerah adalah anggaran dasar bank umum konvensional dari UUS yang bersangkutan atau peraturan daerah yang menjadi dasar pendirian bank pembangunan daerah dari UUS yang bersangkutan. c. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri : 1) fotokopi… 5 1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); atau 2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh CEO. 4. Selain dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 3, Bank juga melampirkan dokumen pendukung lainnya berupa fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang berwenang untuk menandatangani perjanjian sebagaimana dimaksud pada angka 3 serta Perjanjian Pengagunan SBIS Dalam Rangka Repo SBIS dan Janji (Wa’ad) Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam Rangka Repo SBSN. 5. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 disampaikan dengan surat pengantar kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter-Biro Operasi Moneter (BI cq.DPM-BOpM), Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350. 6. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis mengenai persetujuan atau penolakan permohonan FLIS kepada Bank paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap dan benar. 7. Dalam hal permohonan FLIS disetujui, Bank Indonesia membuka akses bagi Bank untuk menggunakan FLIS melalui BI-SSSS. 8. Dalam hal Bank telah memiliki akses FLIS sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan di kemudian hari Bank yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan FLIS maka Bank Indonesia menghentikan akses penggunaan FLIS melalui BI-SSSS. III. TRANSAKSI… 6 III. TRANSAKSI REPO DALAM RANGKA PENGGUNAAN FLIS 1. Dalam rangka memperoleh FLIS, Bank merepokan SBIS dan/atau SBSN milik Bank yang bersangkutan yang tercatat dalam BI-SSSS. 2. Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan menggunakan akad qard (pinjaman) dan rahn (gadai). 3. Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan al wa’ad (janji) oleh Bank kepada Bank Indonesia untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati. 4. SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat FLIS jatuh waktu; dan b. tidak sedang diagunkan kepada Bank Indonesia. 5. SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 11 (sebelas) hari kerja pada saat FLIS jatuh waktu;dan b. tidak sedang diagunkan. 6. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan harga SBSN yang dapat direpokan dalam rangka penggunaan FLIS melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 7. Harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan penjualan SBSN sama dengan harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan pembelian kembali. 8. Repo SBIS dan/atau Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. repo dalam rangka FLIS-RTGS 1) Bank harus memindahkan SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLIS- RTGS pada BI-SSSS. 2) pemindahan… 7 2) pemindahan SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan pada saat Bank membutuhkan FLIS-RTGS (self assessment) selama jam operasional BI-RTGS sampai dengan cut-off warning sistem BI-RTGS. 3) SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak dapat dipindahkan dari rekening FLIS-RTGS selama Bank menggunakan FLIS-RTGS. 4) Bank dapat memindahkan kembali SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) dari rekening FLIS-RTGS setelah Bank menyelesaikan FLIS-RTGS. b. repo dalam rangka FLIS-Kliring 1) Bank harus memindahkan SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLIS- Kliring dalam rangka pemenuhan kewajiban penyediaan pendanaan awal (prefund). 2) pemindahan SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan pada awal hari sebelum Kliring Debet dimulai sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. 3) Bank dapat memindahkan kembali SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) dari rekening FLIS-Kliring sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. IV. PENGGUNAAN FLIS 1. Penggunaan FLIS-RTGS a. Bank dapat menggunakan FLIS-RTGS sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sepanjang Bank telah memindahkan SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLIS-RTGS. b. penggunaan… 8 b. penggunaan FLIS-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk: 1) penyelesaian transaksi keluar (outgoing transaction) sistem BI- RTGS; dan 2) penyelesaian akhir Kliring Debet apabila surat berharga yang direpokan untuk FLIS-Kliring tidak mencukupi, sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. 2. Penggunaan FLIS-Kliring Penggunaan FLIS-Kliring dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Bank dalam penyelesaian akhir Kliring Debet sepanjang Bank telah memindahkan surat berharga ke rekening FLIS- Kliring. 3. Mekanisme penggunaan FLIS melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System. V. PENYELESAIAN FLIS 1. Bank harus menyelesaikan FLIS pada hari penggunaan FLIS (T+0) paling lambat sampai dengan pre cut-off time Sistem BI-RTGS. 2. Penyelesaian FLIS dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap terdapat transaksi masuk (incoming transaction) ke rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia. 3. Mekanisme penyelesaian FLIS melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System. VI. BIAYA… 9 VI. BIAYA ATAS PENGGUNAAN FLIS 1. Bank Indonesia mengenakan biaya atas penggunaan FLIS yang dihitung sebagai berikut : B Penggunaan FLIS Nominal Penggunaan FLIS [ / 0 iaya Keterangan: t R = x t (1 , 5 jam 60 menit)] R [ x = Waktu penggunaan FLIS (dalam hitungan menit). = Rata-rata tertimbang PUAS overnight terakhir sebelum hari penggunaan FLIS. 10,5 jam = Jangka waktu dari mulai dibukanya jam operasional Sistem BI-RTGS (06.30 WIB) sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS (17.00 WIB). 2. Biaya atas penggunaan FLIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dihitung dengan cara sebagai berikut: a. untuk penggunaan FLIS dalam 1 (satu) jam pertama, biaya atas penggunaan FLIS dihitung berdasarkan akumulasi nilai nominal FLIS yang digunakan Bank (extend) dengan waktu penggunaan dibulatkan menjadi 1 (satu) jam dalam hitungan menit. b. untuk penggunaan FLIS setelah 1 (satu) jam pertama sebagaimana dimaksud pada huruf a, biaya atas penggunaan FLIS dihitung sesuai dengan saldo penggunaan FLIS dengan waktu penggunaan dibulatkan ke atas dalam hitungan menit terdekat. 3. Perhitungan biaya atas penggunaan FLIS sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah sebagaimana contoh dalam Lampiran-2. 4. Pembebanan biaya atas penggunaan FLIS dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah penggunaan FLIS. VII. PERLAKUAN… x x 1/360] 10 VII. PERLAKUAN FLIS YANG TIDAK DISELESAIKAN 1. Dalam hal Bank tidak menyelesaikan FLIS sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada butir V.1 maka terhadap nilai FLIS yang tidak diselesaikan secara otomatis diperlakukan sebagai transaksi repo dengan Bank Indonesia dengan jangka waktu 1 (satu) hari kerja. 2. Atas masing-masing jenis dan seri surat berharga yang direpokan sebagaimana dimaksud pada butir III.1 dikenakan haircut yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Atas transaksi repo sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank dikenakan biaya repo dengan perhitungan sebagai berikut: B Repo = ( epo R Rate) (x t / 360) Nominal Penggunaan Repo iaya x Repo Rate = BI Rate + Marjin tertentu t = jumlah hari kalender repo SBIS/SBSN 4. Bank Indonesia dapat mengubah repo rate sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang dan mengumumkannya melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Pada tanggal repo SBIS atau repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 jatuh waktu, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg dengan penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut : a. melakukan setelmen dana dengan cara mendebet rekening giro Bank sebesar nilai setelmen first leg ditambah biaya repo SBIS atau biaya repo SBSN. Dalam hal selama periode repo SBSN terdapat pembayaran imbalan SBSN maka pembayaran imbalan tersebut akan mengurangi nilai setelmen dana. b. melakukan setelmen surat berharga dengan ketentuan sebagai berikut : 1) dalam… 11 1) dalam hal SBIS, dilakukan dengan cara memindahkan kembali pencatatan seri SBIS yang diagunkan dari sub rekening hold SBIS ke sub rekening aktif sebesar nilai nominal Repo SBIS yang jatuh waktu. 2) dalam hal SBSN, dilakukan dengan cara mengkredit rekening surat berharga Bank sebesar nilai nominal SBSN yang direpokan. 6. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi untuk setelmen pelunasan repo SBIS atau repo SBSN sampai dengan cut off warning sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg. 7. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk pelunasan repo SBIS atau repo SBSN jatuh waktu yang diakibatkan karena kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. mendebet rekening giro Bank untuk penyelesaian biaya repo SBIS atau biaya repo SBSN yang harus dibayar; dan b. Pelunasan seri SBIS yang direpokan sebelum jatuh waktu (early redemption) atau memperlakukan jenis, seri dan nominal SBSN yang gagal dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi jual putus (outright selling) secara otomatis melalui BI-SSSS. VIII. KETENTUAN LAIN-LAIN Bank yang telah menandatangani Perjanjian Penggunaan dan Pengagunan FLIS sebelum berlakunya Surat Edaran ini harus menggantinya dengan Perjanjian Penggunaan FLIS sebagaimana contoh terlampir dalam Surat Edaran ini. IX. PENUTUP… 12 IX. PENUTUP Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/36/DPM tanggal 3 Agustus 2005 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Juli 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/17/DPM|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title> <set_date> 7 Juli 2009 </set_date> <effective_date> 7 Juli 2009 </effective_date> <replaced_reg> '7/36/DPM|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '11/30/PBI/2009' </related_reg>
No. 10/11/DASP Jakarta, 5 Maret 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS) DI INDONESIA Perihal : Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/6/PBI/2008 tanggal 18 Februari 2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4820), perlu diatur lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. Ketentuan mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS sebagaimana tersebut di atas dituangkan dalam Pedoman Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement yang merupakan lampiran Surat Edaran ini dan merupakan satu kesatuan serta bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/14/DASP tanggal 24 September 2002 perihal Biaya dalam Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement; dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/62/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan … 2 Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DYAH N.K. MAKHIJANI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/11/DASP|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 5 Maret 2008 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date> <replaced_reg> '4/14/DASP|SE-BI/2002', '7/62/DASP|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '10/6/PBI/2008' </related_reg>
No.7/61/DASP Jakarta, 30 Desember 2005 SURAT EDARAN Perihal : Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 148 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4538), untuk menjaga efisiensi, kecepatan, keamanan, dan kehandalan dalam penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, dipandang perlu untuk mengatur lebih lanjut pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dalam Surat Edaran Bank Indonesia. I. PENGAWASAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU (APMK) A. Obyek Pengawasan Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran, melakukan pengawasan terhadap : 1. Penyelenggara APMK (Prinsipal, Penerbit, dan Acquirer) 2. Perusahaan Personalisasi; 3. Penyelenggara… - 2 - 3. Penyelenggara kegiatan kliring APMK; 4. Penyelenggara kegiatan penyelesaian akhir APMK; dan 5. Perusahaan Switching dalam hal Perusahaan Switching tersebut bekerja sama dengan Penerbit dan/atau Financial Acquirer, B Fokus Pengawasan Pengawasan terhadap penyelenggaraan APMK difokuskan pada kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan APMK antara lain meliputi : 1. penerapan aspek manajemen risiko dalam penyelenggaraan kegiatan APMK; 2. kebenaran dan ketepatan penyampaian informasi dan laporan; dan 3. penerapan aspek perlindungan nasabah. C Tujuan Pengawasan Pengawasan bertujuan untuk memastikan penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan secara efisien, cepat, aman, dan handal dengan memperhatikan prinsip perlindungan nasabah. D Metode Pengawasan Pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan terutama melalui pengawasan tidak langsung dan apabila diperlukan dapat dilakukan pengawasan langsung. 1. Pengawasan Tidak Langsung Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis, dan evaluasi atas laporan berkala dan insidentil yang disampaikan oleh, serta diskusi dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada butir I.A. Di samping itu, pengawasan tidak langsung dapat juga dilakukan… - 3 - dilakukan atas dasar data dan/atau informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dari pihak lain. 2. Pengawasan Langsung Pengawasan langsung dilakukan sewaktu-waktu apabila diperlukan dengan cara melakukan pemeriksaan (on the spot) terhadap pihak- pihak sebagaimana dimaksud pada butir I. A. Dalam rangka pengawasan langsung, pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf A wajib memberikan : a. b. c. kesempatan untuk melakukan pengawasan secara langsung terhadap sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung dan database; hal-hal lain yang diperlukan. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pengawasan secara langsung. II. LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK Dalam rangka pengawasan tidak langsung, pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada butir I.A wajib menyampaikan laporan tertulis atas penyelenggaraan kegiatan APMK kepada Bank Indonesia secara berkala dan atau insidentil. A. Laporan Berkala 1. Laporan berkala merupakan laporan tertulis yang wajib disampaikan secara benar, akurat dan tepat waktu oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada butir I.A sesuai dengan periode masing-masing laporan… keterangan, data transaksi dan data nasabah dalam bentuk hard copy dan/atau soft copy ; - 4 - laporan. Laporan berkala terdiri atas laporan bulanan dan laporan triwulanan. 2. Jenis Laporan Berkala Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada butir I.A meliputi : a. Prinsipal Laporan Bulanan Prinsipal dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. b. Penerbit 1) Laporan Bulanan Transaksi APMK terdiri dari : a) Laporan Bulanan Penerbit Kartu Kredit dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2a. b) Laporan Bulanan Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2b. c) Laporan Bulanan Penerbit Kartu Prabayar dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2c. 2) Laporan Bulanan Fraud dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3. 3) Laporan Bulanan Tukar Menukar Informasi Data Pemegang Kartu Antar Penerbit sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4. dengan format Khusus… - 5 - Khusus untuk Penerbit Selain Bank di samping laporan bulanan tersebut di atas, Penerbit wajib menyampaikan : 1) Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5 dengan klasifikasi : a) b) Lancar, apabila pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit; Perhatian Khusus, apabila terdapat Dalam tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari; c) Kurang Lancar, apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari; d) Diragukan, apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari; e) Macet, apabila terdapat tunggakan pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari. 2) Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 6. c. Acquirer… - 6 - c. Acquirer Laporan Bulanan Acquirer dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 7. d. Perusahaan Personalisasi Laporan Triwulanan Perusahaan Personalisasi dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8. e. Penyelenggara Kegiatan Kliring APMK dan/atau Kegiatan Penyelesaian Akhir APMK Laporan Triwulanan Penyelenggara Kegiatan Kliring APMK dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 9. f. Perusahaan Switching Laporan Triwulanan Perusahaan Switching dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10. 3. Waktu Penyampaian Waktu penyampaian laporan berkala diatur sebagai berikut : a. Prinsipal, Penerbit dan Acquirer wajib menyampaikan laporan bulanan secara benar, akurat dan tepat waktu kepada Bank Indonesia. Laporan bulanan tersebut wajib sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah periode laporan. b. Penerbit, Acquirer, Perusahaan Personalisasi, Perusahaan Switching dan Penyelenggara Kegiatan Kliring APMK dan/atau Kegiatan Penyelesaian Akhir APMK wajib menyampaikan laporan triwulanan secara benar, akurat dan tepat waktu kepada Bank… - 7 - Bank Indonesia. Laporan triwulanan wajib sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode laporan. Dalam hal batas waktu penyampaian laporan jatuh pada hari libur maka laporan harus sudah diterima pada hari kerja berikutnya. B. Laporan Insidentil 1. Laporan insidentil merupakan laporan tertulis yang wajib disampaikan secara benar oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada butir I.A kepada Bank Indonesia baik atas permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif pihak-pihak tersebut di atas. 2. Jenis Laporan Insidentil a. Laporan terkait implementasi teknologi pengamanan penyelenggaraan APMK. Laporan tersebut antara lain laporan implementasi penggunaan teknologi chip pada APMK dan laporan penggantian mesin EDC / ATM dengan pengaturan waktu sebagaimana diatur pada butir II.B.3. Laporan tersebut wajib disampaikan oleh masing- masing Penerbit. b. Laporan terkait Kartu Kredit Laporan terkait Kartu Kredit wajib disampaikan oleh pihak- pihak sebagaimana dimaksud pada butir I.A dengan pengaturan sebagai berikut: 1) Penerbit… - 8 - 1) Penerbit Kartu Kredit Penerbit Kartu Kredit menyampaikan hal-hal sebagai berikut: a) Ketentuan pemberian Kartu Kredit meliputi : (1) (2) (3) (4) usia minimum Pemegang Kartu; pendapatan minimum Pemegang Kartu; batas maksimum kredit Pemegang Kartu; persentase minimum pembayaran oleh Pemegang Kartu; dan (5) kebijakan penetapan pemberian kartu kredit yang dikategorikan sebagai ”tanpa batas” (infinite) sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai prinsip perlindungan nasabah dan kehati-hatian . b) Standard Operating Procedure (SOP) meliputi : (1) (2) (3) (4) (5) (6) prosedur pemberian persetujuan kepada calon pemegang kartu; prosedur otorisasi; prosedur pembukuan transaksi; prosedur penghitungan biaya bunga dan denda; prosedur pemberian penambahan limit kredit; prosedur persetujuan pelampauan batas limit kredit; (7) prosedur… - 9 - (7) (8) (9) prosedur penagihan piutang, penanganan kredit macet dan penghapusan piutang; prosedur pencantuman nasabah ke dalam Negative List; prosedur pengamanan kartu (mulai dari pengawasan pemesanan bahan kartu, pencetakan, proses pengiriman dan personalisasi kartu); (10) prosedur pemilihan dan penetapan merchant (termasuk standar perjanjian); (11) prosedur penunjukan agen pemasaran dan agen penagihan atau debt collector (termasuk standar perjanjian); (12) prosedur sistem deteksi dan penanganan fraud; (13) prosedur pelaporan kepada manajemen dan pengawasan internal. (14) prosedur perencanaan darurat (Disaster Recovery Plan/DRP) dan kesinambungan usaha (Business Continuity Plan/BCP) ; dan (15) prosedur layanan konsumen antara lain meliputi : (a) layanan informasi dan fasilitas; dan (b) penanganan keluhan konsumen. c) Informasi tertulis yang disampaikan Penerbit kepada Pemegang Kartu, sekurang-kurangnya meliputi : (1) hak… - 10 - (1) hak dan kewajiban Pemegang Kartu; (2) (3) persentase minimum pembayaran oleh Pemegang Kartu; produk yang diterbitkan, antara lain informasi mengenai prosedur dan tata cara penggunaan kartu, fasilitas yang melekat pada kartu, tata cara pembayaran kartu dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan produk tersebut; (4) (5) (6) tata cara penghitungan bunga; tata cara penghitungan denda; tata cara pengajuan pengaduan atas kartu yang diberikan dan perkiraan lamanya waktu penanganan pengaduan tersebut; (7) (8) jenis dan besarnya biaya administrasi yang dikenakan; dan Formulir lembar penagihan (Billing Statement). 2) Financial Acquirer Kartu Kredit, wajib menyampaikan SOP sekurang-kurangnya meliputi : a) prosedur mekanisme dan pembukuan transaksi serta otorisasi; b) prosedur penyelesaian pembayaran; c) prosedur pemilihan dan penetapan merchant termasuk standar perjanjian; d) prosedur… - 11 - d) prosedur pengendalian risiko keuangan dalam hal terjadi kerugian akibat penggunaan kartu palsu; e) prosedur penyediaan sarana pengganti (back-up system) dalam hal terjadi gangguan pada perangkat keras dan jaringan komunikasi; f) prosedur penyediaan sarana back-up data transaksi; g) prosedur penatausahaan arsip; dan h) prosedur pelaporan pengawasan internal. kepada manajemen dan 3) Technical Acquirer Kartu Kredit, wajib menyampaikan SOP sekurang-kurangnya meliputi : a) prosedur penyediaan sarana pengganti (back-up system) dalam hal terjadi gangguan pada perangkat keras dan jaringan komunikasi; dan 4) Perusahaan Personalisasi b) prosedur penyediaan sarana back-up data transaksi. Kartu Kredit wajib menyampaikan : a) Standar perjanjian kerjasama dengan Penerbit atau Prinsipal b) SOP sekurang-kurangnya meliputi : (1) (2) prosedur pengamanan kartu; prosedur operasional kegiatan personalisasi; dan (3) prosedur pengamanan kerahasiaan data. 5) Penyelenggara… - 12 - 5) Penyelenggara Kegiatan Kliring Kartu Kredit, wajib menyampaikan Perjanjian Kerjasama dengan Peserta dan SOP sekurang-kurangnya meliputi : a) persyaratan kepesertaan; b) prosedur operasional kegiatan kliring; c) prosedur mekanisme dan pembukuan kliring; d) prosedur penyelesaian transaksi; e) prosedur DRP dan BCP; dan f) prosedur pelaporan pengawasan internal. kepada manajemen dan 6) Perusahaan Switching Kartu Kredit, wajib menyampaikan: a) persyaratan kepesertaan, penetapan penerbit, dan standar perjanjian dengan Penerbit; b) SOP sekurang-kurangnya meliputi : (1) prosedur mekanisme dan pembukuan transaksi serta otorisasi; (2) prosedur penyelesaian pembayaran; (3) prosedur DRP dan BCP; dan (4) prosedur pelaporan kepada manajemen dan pengawasan internal. c. Laporan terkait Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Prabayar 1) Penerbit Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Prabayar, wajib menyampaikan : a) SOP sekurang-kurangnya meliputi : (1) Ketentuan… - 13 - (1) Ketentuan mengenai persyaratan calon pemegang kartu; (2) prosedur pemberian kartu kepada calon Pemegang Kartu, termasuk didalamnya : (a) penerimaan dan pemrosesan aplikasi; (b) penetapan batas maksimum nilai transaksi dan penarikan tunai; (c) penetapan batas maksimum nilai yang tersimpan pada kartu, khusus untuk Kartu Prabayar. (3) prosedur pengamanan kartu (mulai dari pengawasan pemesanan bahan kartu, pencetakan, proses pengiriman dan personalisasi kartu); (4) (5) (6) (7) prosedur sistem deteksi dan penanganan fraud; prosedur pelaporan kepada manajemen dan pengawasan internal; prosedur penunjukan merchant termasuk lampiran perjanjian; dan prosedur layanan konsumen (a) layanan informasi dan fasilitas; dan (b) penanganan keluhan konsumen. b) Perjanjian kerjasama dengan Perusahaan Switching; c) Perjanjian dengan Pemegang kartu; d) Informasi… - 14 - d) Informasi tertulis yang disampaikan penerbit kepada Pemegang Kartu sekurang-kurangnya meliputi : (1) produk yang diterbitkan antara lain informasi mengenai prosedur dan tatacara penggunaan kartu, fasilitas yang melekat pada produk, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan produk tersebut; dan (2) tata cara pengajuan pengaduan atas produk yang diberikan dan perkiraan lamanya waktu penanganan pengaduan tersebut. 2) Financial Acquirer Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Prabayar wajib menyampaikan SOP sekurang-kurangnya meliputi : a) prosedur mekanisme transaksi dan otorisasi; b) prosedur pembukuan transaksi; c) prosedur penyelesaian pembayaran; d) prosedur pemilihan dan penetapan merchant (termasuk lampiran perjanjian); e) prosedur penunjukan Perusahaan Switching; f) prosedur pengaturan risiko keuangan dalam hal terjadi kerugian akibat penggunaan kartu palsu. g) prosedur penyediaan sarana pengganti (back-up system) dalam hal terjadi gangguan pada perangkat keras dan jaringan komunikasi; h) prosedur penyediaan sarana back-up data transaksi; dan i) prosedur… - 15 - i) prosedur pelaporan pengawasan internal. kepada manajemen dan 3) Technical Acquirer, wajib menyampaikan SOP sekurang- kurangnya meliputi : a) prosedur penyediaan sarana pengganti (back-up system) dalam hal terjadi gangguan pada perangkat keras dan jaringan komunikasi; dan b) prosedur penyediaan sarana back-up data transaksi. 4) Perusahaan Personalisasi Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Prabayar wajib menyampaikan : a) Standar perjanjian kerjasama dengan Penerbit atau Prinsipal; b) SOP sekurang-kurangnya meliputi : (1) (2) prosedur pengamanan kartu; prosedur operasional kegiatan personalisasi; dan (3) prosedur pengamanan kerahasiaan data. 5) Perusahaan Switching Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Prabayar, wajib menyampaikan : : a) persyaratan kepesertaan, penetapan penerbit, dan standar perjanjian dengan Penerbit; b) SOP sekurang-kurangnya meliputi : (1) (2) prosedur mekanisme dan pembukuan transaksi serta otorisasi; prosedur penyelesaian pembayaran; (3) prosedur… - 16 - (3) prosedur DRP dan BCP; dan (4) prosedur pelaporan kepada manajemen dan pengawasan internal. 3. Waktu Penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.a. wajib disampaikan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak implementasi teknologi peningkatan pengamanan APMK. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir II.B.2.b. dan II.B.2.c wajib disampaikan untuk pertama kali dan harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini. Selanjutnya apabila terdapat perubahan atas laporan tersebut, wajib disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak terjadinya perubahan. 4. Untuk kepentingan pengawasan terkait dengan kegiatan penyelenggaraan APMK, Bank Indonesia berwenang meminta data, informasi, dan atau laporan diluar laporan-laporan sebagaimana dimaksud pada angka II. C. Penyampaian Laporan 1. Laporan Berkala wajib disampaikan kepada: Tim Manajemen Informasi dan Administrasi Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Gedung D Lantai 8 Jl. MH Thamrin No.2 Jakarta 10010 Laporan… - 17 - Laporan Berkala disampaikan dalam bentuk hard copy sampai dengan adanya pemberitahuan tertulis dari Bank Indonesia mengenai perubahan penyampaian bentuk laporan. Untuk Penerbit Bank, Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit penyampaian laporan dilakukan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aktiva Bank Umum sedangkan penyampaian Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah dilakukan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai penyelesaian pengaduan nasabah. 2. Laporan Insidentil wajib disampaikan kepada: Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Gedung D Lantai 9 Jl. MH Thamrin No.2 Jakarta 10010 III. TATA CARA PENGENAAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR Dalam hal Bank Indonesia mengenakan sanksi kewajiban membayar terhadap Bank terkait penyelenggaraan kegiatan APMK, sanksi kewajiban membayar tersebut dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Bank di Bank Indonesia. Sanksi kewajiban membayar yang dikenakan terhadap Lembaga Selain Bank terkait penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan cara menyampaikan surat pengenaan sanksi kewajiban… - 18 - kewajiban membayar kepada Lembaga Selain Bank tersebut yang antara lain berisi informasi jumlah sanksi kewajiban membayar dimaksud dan tata cara pembayarannya kepada Bank Indonesia. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30 Desember 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/61/DASP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu </reg_title> <set_date> 30 Desember 2005 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2005 </effective_date> <related_reg> '7/52/PBI/2005' </related_reg>
No.7/19/DPNP Jakarta, 14 Juni 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana. Sehubungan dengan semakin meningkatnya keterlibatan Bank dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292) serta sejalan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4475), dipandang perlu untuk mengatur pelaksanaan penerapan manajemen risiko pada Bank yang melakukan aktivitas berkaitan dengan Reksa Dana dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM … I. UMUM 1. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan Bank dalam aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana maka disadari bahwa aktivitas tersebut selain memberikan manfaat juga berpotensi menimbulkan berbagai risiko bagi Bank diantaranya risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko hukum dan risiko reputasi. Sehubungan dengan itu, Bank perlu meningkatkan penerapan manajemen risiko secara efektif dengan melakukan prinsip kehati-hatian dan melindungi kepentingan nasabah. 2. Aktivitas Bank yang berkaitan dengan Reksa Dana meliputi Bank sebagai investor, Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan Bank sebagai Bank Kustodian. Aktivitas Bank sebagai investor merupakan aktivitas investasi Bank dalam Reksa Dana termasuk dalam hal Bank sebagai sponsor. Yang dimaksud dengan sponsor adalah aktivitas investasi Bank dalam Reksa Dana sebagai penempatan dana awal dengan jumlah dan jangka waktu sesuai ketentuan otoritas pasar modal. Aktivitas Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah aktivitas Bank dalam rangka mewakili perusahaan efek sebagai Manajer Investasi untuk menjual efek Reksa Dana yang dilaksanakan oleh pegawai Bank yang memiliki izin Wakil Agen Penjual Reksa Dana untuk menjual efek Reksa Dana. Aktivitas Bank sebagai Bank Kustodian Reksa Dana merupakan aktivitas Bank dalam melaksanakan penitipan kolektif, menyimpan dan mengadministrasikan kekayaan Reksa Dana, mengadministrasikan/ mencatat mutasi unit penyertaan serta jasa lain termasuk menghitung Nilai Aktiva Bersih, menyelesaikan transaksi, menerima dividen, bunga dan hak-hak lain. 3. Bank … 3. Bank yang melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana wajib mematuhi ketentuan yang berlaku di bidang perbankan dan pasar modal. 4. Dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, Bank yang bertindak sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib menerapkan transparansi informasi produk dengan menyediakan informasi baik secara tertulis maupun lisan. II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO A. Penerapan Manajemen Risiko secara Umum 1. Dalam rangka mendukung penerapan manajemen risiko yang efektif, hal-hal utama yang wajib dilakukan Bank adalah: a. memastikan bahwa Manajer Investasi yang menjadi mitra dalam aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana telah terdaftar dan memperoleh izin dari otoritas pasar modal sesuai ketentuan yang berlaku; b. memastikan bahwa Reksa Dana yang bersangkutan telah memperoleh pernyataan efektif dari otoritas pasar modal sesuai ketentuan yang berlaku; c. mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul atas aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana. 2. Dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian, Bank dilarang melakukan tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan Reksa Dana memiliki karakteristik seperti produk Bank misalnya tabungan atau deposito. Tindakan–tindakan yang dilarang tersebut antara lain meliputi: a. memberikan … a. memberikan jaminan atas: 1) pelunasan (redemption) Reksa Dana; 2) kepastian besarnya imbal hasil Reksa Dana termasuk nilai aktiva bersih, baik secara langsung maupun tidak langsung; b. membuat komitmen untuk membeli sewaktu-waktu (stand by buyer) aset yang mendasari Reksa Dana baik secara langsung maupun tidak langsung; c. melakukan intervensi pengelolaan portofolio efek Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi. B. Penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing Aktivitas 1. Bank sebagai Investor Reksa Dana a. Sesuai Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Bank dilarang memiliki Aktiva Produktif dalam bentuk saham dan atau Surat Berharga yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset) yang berbentuk saham. Dengan demikian maka Bank dilarang melakukan investasi pada Reksa Dana dengan aset yang mendasari berbentuk saham. b. Dalam melakukan investasi dalam Reksa Dana, Bank wajib memastikan bahwa investasi tersebut memenuhi ketentuan kehati-hatian yang berlaku antara lain: 1) memperhatikan kemampuan dan kondisi keuangan Bank serta kebijakan, strategi, dan pedoman investasi internal Bank; 2) pada … 2) pada saat memenuhi pembelian, Reksa Dana yang bersangkutan kriteria lancar sesuai ketentuan yang berlaku tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum; 3) tidak melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 4) diperhitungkan dalam kewajiban penyediaan modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar. c. Dalam rangka memastikan kualitas Reksa Dana digolongkan lancar sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 2), sebelum melakukan aktivitas sebagai investor, Bank wajib melakukan analisis yang memadai terhadap Reksa Dana dan Manajer Investasi yang meliputi: 1) kualitas (peringkat) Reksa Dana atau kualitas (peringkat) aset yang mendasari Reksa Dana; 2) kualitas Manajer Investasi dengan penekanan antara lain terhadap: a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi. d. Bank wajib memantau eksposur risiko dari aktivitas Bank yang berkaitan dengan Reksa Dana secara berkala yakni dengan memantau perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana maupun melakukan berikut: penilaian terhadap Manajer Investasi 1) pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi antara lain meliputi: a) konsistensi … sebagai a) konsistensi kebijakan portofolio Reksa Dana dengan prospektus; b) kualitas (peringkat) Reksa Dana atau kualitas (peringkat) aset yang mendasari Reksa Dana; c) pengelolaan likuiditas; d) prinsip keterbukaan kepada publik; e) penerapan prinsip kehati-hatian sesuai ketentuan otoritas pasar modal. 2) penilaian terhadap Manajer Investasi dilakukan dengan penekanan antara lain hal-hal sebagai berikut: a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi. 2. Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana a. Bank hanya dapat melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana melalui pegawai Bank yang telah memperoleh izin sebagai Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana sesuai ketentuan yang berlaku. Pegawai Bank yang menjadi Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana tersebut harus mendapat penugasan secara khusus dari Bank yang bertindak untuk dan atas nama Bank. b. Bank maupun pegawai Bank yang telah memperoleh izin sebagai Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana bertindak sebagai Sub Agen Penjual Efek Reksa Dana atau mengalihkan fungsi Agen Penjual Efek Reksa Dana kepada pihak lain. c. Reksa … dilarang c. Reksa Dana yang dapat dijual oleh Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah Reksa Dana yang sesuai dengan definisi dan kriteria yang diatur dalam ketentuan yang berlaku tentang Pasar Modal di Indonesia. d. Aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib didasarkan pada suatu perjanjian tertulis yang menyatakan secara jelas fungsi, wewenang dan tanggung jawab Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana. Dalam menyusun perjanjian kerjasama tertulis, Bank wajib memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) kejelasan hak dan kewajiban masing – masing pihak; 2) penetapan secara jelas jangka waktu perjanjian kerjasama; 3) penetapan klausula yang memuat kondisi batalnya perjanjian kerjasama termasuk klausula yang memungkinkan Bank menghentikan kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian; 4) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing pihak apabila perjanjian kerjasama berakhir; 5) dalam rangka memenuhi kewajiban Bank Kustodian memberikan konfirmasi atas investasi nasabah, perlu ditetapkan klausula mengenai kewajiban Agen Penjual Efek Reksa Dana untuk memberikan informasi data nasabah kepada Manajer Investasi maupun Bank Kustodian serta klausula bahwa seluruh data nasabah hanya dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana yang bersangkutan. e. Bank … e. Bank wajib melakukan pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana maupun melakukan penilaian terhadap Manajer Investasi sebagai berikut: 1) pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi antara lain meliputi: a) konsistensi kebijakan portofolio Reksa Dana dengan prospektus; b) pengelolaan likuiditas. 2) penilaian terhadap Manajer Investasi dilakukan dengan penekanan antara lain hal-hal sebagai berikut: a) kinerja, likuiditas dan reputasi Manajer Investasi; dan b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi. f. Dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, Bank wajib: 1) melakukan analisis dalam memilih Reksa Dana yang akan ditawarkan antara lain dengan mempertimbangkan kinerja, reputasi dan keahlian Manajer Investasi serta karakteristik Reksa Dana seperti reputasi sponsor Reksa Dana, kebijakan investasi, pihak yang bertindak sebagai komposisi, diversifikasi dan kualitas (peringkat) Reksa Dana kualitas (peringkat) aset yang mendasari Reksa Dana; ketentuan yang berlaku mengenai atau 2) memberikan informasi yang transparan kepada nasabah sesuai Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Transparansi g. Dalam … g. Dalam memberikan informasi yang transparan kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf f angka 2), Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas serta menyampaikannya kepada nasabah secara tertulis dan atau lisan, antara lain: 1) Reksa Dana merupakan produk pasar modal dan bukan produk Bank serta Bank tidak bertanggung jawab atas segala tuntutan dan risiko atas pengelolaan portofolio Reksa Dana; 2) investasi pada Reksa Dana bukan merupakan bagian dari simpanan pihak ketiga pada Bank dan tidak termasuk dalam cakupan obyek program penjaminan penjaminan simpanan; 3) informasi mengenai Manajer Reksa Dana; Investasi yang mengelola 4) informasi mengenai Bank Kustodian serta penjelasan bahwa konfirmasi atas investasi nasabah akan diterbitkan oleh Bank Kustodian tersebut; 5) jenis Reksa Dana dan risiko yang melekat pada produk Reksa Dana termasuk kemungkinan kerugian nilai investasi yang akan diderita oleh nasabah akibat berfluktuasinya Nilai Aktiva Bersih sesuai kondisi pasar dan kualitas aset yang mendasari; 6) kebijakan investasi serta komposisi portofolio; 7) biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan investasi pada Reksa Dana. Pemerintah atau h. Pada … h. Pada setiap dokumen terkait dengan Reksa Dana yang dibuat oleh Bank, wajib dicantumkan secara jelas dan mudah dibaca kalimat: 1) “Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana”; 2) “Reksa Dana adalah produk pasar modal termasuk dan dalam cakupan obyek bukan merupakan produk Bank sehingga tidak dijamin oleh Bank serta tidak program i. Bank penjaminan Pemerintah atau penjaminan simpanan”. sebagai Agen menerbitkan konfirmasi nasabah. Penjual atas Efek Reksa Dana dilarang investasi yang dilakukan oleh j. Dalam aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana, Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles) sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini Bank wajib menetapkan kebijakan dan prosedur penerapan prinsip mengenal nasabah bagi nasabah pembeli Reksa Dana yang mencakup: 1) penerimaan nasabah termasuk verifikasi yang lebih ketat (enhanced due diligence) untuk high risk customer; 2) identifikasi nasabah; 3) pemantauan transaksi nasabah; 4) identifikasi dan mencurigakan. pelaporan transaksi keuangan yang 3. Bank … 3. Bank sebagai Bank Kustodian a. Aktivitas sebagai Bank Kustodian wajib didasarkan pada suatu perjanjian tertulis. Dalam menyusun perjanjian kerjasama tertulis, Bank wajib memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) kejelasan hak dan kewajiban masing–masing pihak; 2) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing pihak apabila perjanjian kerjasama berakhir; 3) dalam rangka memenuhi kewajiban Bank Kustodian memberikan konfirmasi atas investasi nasabah, perlu ditetapkan klausula mengenai hak Bank Kustodian untuk memperoleh data nasabah dari Manajer Investasi maupun Agen Penjual Efek Reksa Dana serta klausula bahwa seluruh data nasabah hanya dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas yang bersangkutan. berkaitan dengan Reksa Dana yang b. Sesuai ketentuan otoritas pasar modal, Bank Kustodian dilarang terafiliasi dengan Manajer Investasi. c. Bank wajib mengadministrasikan dan mencatat efek yang dititipkan secara tersendiri dan terpisah dari aset dan kewajiban Bank. d. Dalam menerbitkan konfirmasi atas investasi nasabah, Bank sebagai Bank Kustodian dilarang mendelegasikan kewajibannya kepada pihak lain termasuk kepada Agen Penjual Efek Reksa Dana. e. Dalam … e. Dalam melakukan aktivitas sebagai Bank Kustodian, Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. f. Dalam hal Bank yang melakukan aktivitas sebagai Bank Kustodian juga melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana, maka Bank wajib memastikan antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) mempunyai dan menerapkan sistem pengendalian intern secara efektif, termasuk adanya prinsip pemisahan fungsi (segregation of duties) antara lain pejabat dan pegawai Bank yang berfungsi sebagai Bank Kustodian berada pada unit kerja yang terpisah dari unit kerja yang berfungsi sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana; 2) memastikan adanya verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan- kelemahan yang bersifat material pada aktivitas sebagai Bank Kustodian dan Agen Penjual Efek Reksa Dana serta terdapat tindakan untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi; 3) menghindari pemberian wewenang dan tanggung jawab yang dapat menimbulkan berbagai benturan kepentingan (conflict of interest); 4) pihak yang menandatangani atau mengesahkan konfirmasi atas investasi nasabah adalah hanya dari unit kerja Bank Kustodian. Dalam hal ini Bank wajib menunjuk dan menetapkan pejabat dan atau pegawai yang berwenang melakukan hal tersebut. III. PEDOMAN … penyimpangan- III. PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO 1. Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada angka II, wajib dituangkan dalam kebijakan dan prosedur secara tertulis sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 2. Bank yang telah melaksanakan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana dan telah memiliki kebijakan dan prosedur tertulis manajemen risiko namun belum sepenuhnya sesuai sebagaimana dengan penerapan tentang penerapan manajemen risiko pada aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana, dimaksud pada angka II, wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur serta aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana. IV. RENCANA DAN PELAPORAN 1. Sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/25/PBI/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum, Rencana Bisnis Bank hendaknya antara lain memuat rencana pengembangan produk dan aktivitas baru termasuk dalam hal Bank akan melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan atau Bank Kustodian. 2. Bank yang pertama kali menyelenggarakan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan atau Bank Kustodian wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak aktivitas tersebut efektif dilaksanakan sesuai Pasal 25 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, dengan menggunakan format laporan sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP tanggal … tanggal 29 September 2003 yang memuat: a. Prosedur pelaksanaan; b. Organisasi dan kewenangan termasuk jumlah kantor Bank yang melakukan aktivitas berkaitan dengan Reksa Dana serta jumlah Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana di setiap kantor Bank tersebut; c. Hasil identifikasi Bank terhadap risiko yang melekat; d. Hasil uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko yang melekat; e. Hasil analisis aspek hukum. 3. Bank yang telah melaksanakan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana dan atau Bank Kustodian wajib menyampaikan laporan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana setiap bulan untuk posisi akhir bulan dengan menggunakan format Lampiran 1 paling lambat tanggal 15 (lima belas) setelah bulan laporan yang bersangkutan. Untuk pertama kali laporan tersebut disampaikan untuk posisi akhir bulan Juni 2005. 4. Bank yang telah melaksanakan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana namun sebagaimana dimaksud belum sepenuhnya menerapkan manajemen risiko dalam angka laporan langkah-langkah menggunakan format bulan setelah penyelesaian sesuai Lampiran 2 II, wajib permasalahan paling lambat menyampaikan dengan 1 (satu) berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini. Target waktu penyelesaian permasalahan paling lambat 6 (enam) bulan sejak batas akhir penyampaian laporan. 5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 4 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat … a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 6. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud angka 5, dengan tembusan kepada Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan c.q. Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110. V. LAIN-LAIN 1. Dalam rangka meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko, maka Bank yang telah melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana wajib melakukan evaluasi dan audit terhadap aktivitas tersebut atas pemenuhan penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka II. 2. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap efektifitas dan kesesuaian penerapan manajemen risiko khususnya untuk aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana yang dilakukan Bank. 3. Dalam hal Bank memasarkan Reksa Dana yang diterbitkan oleh Manajer Investasi yang merupakan anak perusahaan, Bank wajib pula menerapkan manajemen risiko secara efektif dengan mengacu kepada ketentuan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal. 4. Lampiran … 4. Lampiran-lampiran tersebut di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VI. SANKSI 1. Pelanggaran atas penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam angka II dikenakan sanksi administratif antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. pembekuan kegiatan usaha tertentu; c. pemberhentian pengurus Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 19 Mei 2003 tentang Penerapan 2. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.2 dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 3. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.3 dan angka IV.4 dikenakan sanksi administratif antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. pembekuan kegiatan usaha tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 19 Mei 2003 tentang Penerapan VII. PENUTUP … VII. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 14 Juni 2005. Agar Edaran Bank Indonesia ini Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat dengan penempatannya dalam Berita Negara BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/19/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana. </reg_title> <set_date> 14 Juni 2005 </set_date> <effective_date> 14 Juni 2005 </effective_date> <related_reg> '5/8/PBI/2003', '7/6/PBI/2005' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>